id
stringlengths
36
36
url
stringlengths
46
109
text
stringlengths
5k
1.51M
9543924e-17d7-4c3a-96f1-6db467ae2086
https://jurnal.uns.ac.id/Arsitektura/article/download/55997/33300
Volume 19 Issue 2 October 2021, pages:307-316 Identifikasi Peran Masyarakat dalam Pembangunan Kampung Kota Berkelanjutan Identification of Community Role in Sustainable Urban Kampung Development Sri Yuliani 1* , Purwanto Setyo Nugroho 2 , Tri Yuni Iswati 3 Architecture Department, Engineering Faculty, Universitas Sebelas Maret 1* sriyuliani71@staff.uns.ac.id Architecture Department, Engineering Faculty, Universitas Sebelas Maret 2 Architecture Department, Engineering Faculty, Universitas Sebelas Maret 3 DOI: https://doi.org/10.20961/arst.v19i2.55997 Received:October 26,2021 Revised:October 27,2021 Accepted:October 27,2021 Available online:October 30,2021 ## Abstract Sustainable City Development can be achieved with the active role of actors in development activities, one of which is the role of the community. This study aims to identify the role of the urban Kampung community in the sustainable development of Kampung Kota. The research location is in the city of Surakarta with a sample of Kampung Gendingan RW 15, Kelurahan Jebres, Kecamatan (district) Jebres. The study used qualitative methods, through observation, interviews and discussion groups with swot analysis. The results showed that the role of the community in the development of the urban village can be applied to the participation of concept formulation, design and management. The three roles of the urban village community will be able to form a unique and sustainable village model. Keywords: identification of community role; sustainable development; urban kampung; kampung community; sustainable kampung ## 1. PENDAHULUAN Latar belakang penelitian berangkat dari tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang mengadopsi maklumat Sustainable Development’s Goal terdiri dari 17 aspek pembangunan. Aspek yang menjadi fokus penelitian adalah aspek ke sebelas yakni Kota dan Permukiman Berkelanjutan. Fokus ini mempertimbangkan fenomena bahwa setengah dari populasi dunia, menempati wilayah perkotaan. Pertumbuhan kota yang sangat cepat, berakibat memberikan dampak pada permasalahan perkotaan. Salah satu permasalahan perkotaan diantaranya peningkatan kesenjangan permukiman yang sering terjadi di wilayah perkotaan, yakni adanya perbedaan kualitas permukiman yang menyebabkan kurang meratanya penataan dan ketercapaian standart rumah layak huni pada permukiman. Permasalahan permukiman menjadi pertimbangan dalam mendorong pembangunan kota berkelanjutan dengan menyasar pada perbaikan permukiman dan terciptanya perumahan yang aman dan terjangkau didukung oleh lingkungan sehat yang mendukung. Implementasi pembangunan Arsitektura : Jurnal Ilmiah Arsitektur dan Lingkungan Binaan, Vol. 19 (2) October 2021: 307-316 permukiman tertuang dalam target utama SDGs Indonesia adalah pada tahun 2030, yakni menjamin akses bagi semua masyarakat terhadap perumahan yang layak, aman, terjangkau, dan pelayanan dasar, serta menata kawasan kumuh. Selain itu, dicanangkan pula upaya untuk perencanaan penanganan permukiman berkelanjutan, dan mengurangi dampak lingkungan perkotaan dengan memberikan perhatian khusus pada kualitas udara. Pembangunan kota berkelanjutan di Indonesia saat ini perlu berorientasi dengan pembangunan kampung (Roychansyah & Diwangkari, 2009). Diperkuat oleh Prayitno dkk bahwa dinamika perkembangan kota sudah pasti mempengaruhi perkembangan kampung sebagai bagian dari kota (Prayitno & Qomarun, 2007). Untuk itu, pembangunan kota yang berkelanjutan sudah selayaknya juga menyasar target pembangunan kampung dan komponen kampung yang di dalamnya. Kampung adalah kawasan secara visual dalam lansekap perkotaan Indonesia, terdiri dari permukiman tradisional yang berkembang akibat pemekaran kota, dan seolah terperangkap di dalam dinamika perkembangan perkotaan dan berubah menjadi kampung kota (Nur’aini, 2017; Putra et al., 2019; Sudarwanto B, Hardiman G, 2018). Unsur permukiman tradisional di perkotaan dapat dipandang sebagai potensi keunikan yang perlu dilestarikan. Namun di sisi lain, pola tradisional yang kurang mengapresiasi lingkungan akan menjadi kendala dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Potensi dan kendala dalam pola tradisional permukiman menjadi pertimbangan yang perlu dikelola agar dapat mendukung pembangunan kampung kota berkelanjutan. Keberhasilan pembangunan kampung kota tidak terlepas dari peran aktif masyarakat. Penelitian sebelumnya membahas keterlibatan masyarakat dalam keberlanjutan ruang hijau menyimpulkan bahwa ruang hijau dapat berkelanjutan dengan melibatkan aspirasi dan dukungan masyarakat sekitarnya (Yuliani & Setyaningsih, 2018). Lebih lanjut diungkapkan bahwa melalui studi komparasi diperoleh perbandingan antara ruang hijau kota yang dibangun berbasis bottom up lebih berhasil dibandingkan dengan top down. Hal yang paling utama, ternyata karena hubungan batin kepemilikan yang dirasakan masyarakat, sehingga berusaha untuk merawat dan memperbaiki fasilitas yang disediakan. Ditambahkan pula bahwa peran masyarakat juga penting dalam keberhasilan permukiman sehat, bersih dan efisien, seperti yang telah dihasilkan oleh penelitian selanjutnya (Yuliani et al., 2020). Masyarakat sebagai pelaku primer dalam permukiman akan menentukan kualitas hunian masing-masing, baik secara individu maupun kolektif. Pada beberapa kasus rumah susun yang terawat dengan baik, namun ada juga yang kurang mendapatkan perawatan dari masyarakat penghuninya. Demikian juga untuk kasus penanganan permukiman kumuh, apabila ditelusuri lebih dalam, ternyata bukan semata-mata karena faktor ekonomi, pendidikan atau status sosial, namun cenderung lebih karena faktor pola atau gaya hidup dan kesadaran mengapresiasi hunian yang sehat dan ramah lingkungan. Terkait dengan arah konsep pembangunan kampung kota, penelitian lain oleh B. Putra yang fokus pada aspek place, space and identity through greening di kampung kota, menemukan kesimpulan bahwa pentingnya masyarakat dalam proses pembuatan konsep ruang di kampung kota (Putra et al., 2019). Ruang kampung kota yang didesain dengan aplikasi elemen hijau akan dapat berkelanjutan apabila masyarakat kampung dilibatkan dalam menyusun konsep ruang. Dasar pertimbangan lain dalam penentuan konsep pembangunan kampung kota, melalui penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pentingnya pembangunan kampung kota mengikuti kebutuhan dan gaya hidup masyarakat. generasi milenial (Sihombing et al., 2020), terutama pada kampung dengan dominasi usia pada kelompok milenial. Hal ini disebabkan oleh populasi generasi milenial yang bermukim di kampung, sehingga menyebabkan perubahan pola, bentuk dan wajah kampung. Perubahan dapat terjadi pada struktur dan tata letak serta peruntukan ruang pada saat dilakukan zonasi. Kampung kota yang mempunyai potensi kuat perlu dikelola dengan mengedapankan aspek pelestarian dan keberlanjutan. Penelitian yang dilakukan oleh B. Putra terkait aspek elemen hijau pada ruang di kampung kota, menemukan kesimpulan bahwa pentingnya masyarakat dalam proses pembuatan konsep ruang di kampung kota agar pembangunan kampung kota senantiasa terawat secara konsisten (Putra et al., 2019). Aspek berikutnya dalam pembangunan kampung kota agar dapat berhasil adalah konsep lokalitas dengan mempertimbangkan potensi keunikan yang dapat menjadi gaya tarik dan bersifat dinamis. Unsur lokalitas dapat digali dari karakter spesifik kampung kota, diantaranya terkait sosial budaya, ekonomi, topografi, potensi pariwisata, arsitektur dan ekologi kampung. Salah satu contoh, menghadirkan konsep arsitektur dan ekologi dengan menghijaukan Kampung Kota dapat menjadi salah satu daya tarik yang bermanfaat strategis (Břiza, 2019; Fahmy et al., 2017; Setyaningsih et al., 2015; Treija et al., 2013). Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi peran yang strategis dilakukan oleh masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan. Manfaat penelitian untuk memberikan gambaran potensi masyarakat, sehingga dapat dilibatkan dalam pembangunan berkelanjutan secara tepat waktu, tepat tempat dan tepat peran. Berdasarkan pertimbangan pentingnya peran masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan, namun belum banyak penelitian arsitektur yang membahas secara detil peran masyarakat yang diperlukan dalam pembangunan berkelanjutan, maka penelitian ini fokus pada identifikasi peran masyarakat Kampung Kota dalam berpartisipasi aktif untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. ## 2. METODE Penelitian menggunakan metode kualitatif deskriptif. Tahapan penelitian ditentukan berturut-turut dalam empat tahapan. Tahap pertama, melakukan observasi secara mendalam pada obyek penelitian secara menyeluruh. Tahap kedua, melakukan wawancara secara khusus dan secara umum untuk menjajaki peran masyarakat dalam pembangunan kampung kota. Tahap ketiga, melalukan kelompok diskusi untuk membahas antara peran masyarakat dan kendala maupun keberhasilan yang diperoleh dalam pembangunan kampung. Tahap kelima, melakukan analisis swot (strengths, weakness, opportunities, threats) atau kekepan (kekuatan, kelemahan, potensi dan ancaman) yang mempertimbangkan dari data yang diperoleh sebelumnya. Tahapan analisis ini menghasilkan temuan penelitian yakni identifikasi peran masyarakat yang ideal dan dapat mendukung pembangunan berkelanjutan pada kampung kota. Lokasi penelitian mengambil sampai wilayah Kampung Gendingan RW 15 Kelurahan Jebres Kecamatan Jebres Kota Surakarta, seperti pada gambar 1. Lokasi ini berada di antara institusi besar yakni Universitas Sebelas Maret, Pusat Budaya Jawa Tengah dan Institut Seni Indonesia Surakarta. Gambar 1. Lokasi penelitian, gambar lebih besar di lampiran. Lokasi penelitian juga sangat strategis berada di sepanjang jalan raya yang menghubungkan antara Propinsi Jawa Tengah dengan Propinsi Jawa Timur. Keberadaan lokasi ini akan menajdi ikon Kota Surakarta bahkan ikon Propinsi Jawa Tengah. Wilayah Kampung Gendingan RW 15 apabila ditata dengan ikonik, tentunya akan memiliki daya tarik yang kuat. ## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembangunan Kampung Kota dikembangkan dengan mempertimbangkan peluang dan potensi kampung. Penelitian kualitatif dengan tema Kampung Kota berkelanjutan ini fokus pada dua sudut pandang posisi strategis kampung kota. Kampung Gendingan RW 15 berada pada Arsitektura : Jurnal Ilmiah Arsitektur dan Lingkungan Binaan, Vol. 19 (2) October 2021: 307-316 posisi strategis Universitas Sebelas Maret dan Kota Surakarta. Pembahasan dimulai dari sudut pandang pertama, posisi strategis Kampung Gendingan terhadap beberapa Lembaga Pendidikan terbesar di Kota Surakarta. Lokasi kampung secara tepat berada di sebelah barat Kampus Universitas Sebelas Maret Kentingan, dibatasi dengan jalan lingkungan yang dinamakan Gang Mendung I, II, III dan IV seperti pada gambar 2. Gambar 2 . Wajah Kampung Gendingan RW 15 Kekuatan yang dimiliki wilayah Kampung Gendingan RW 15 adalah letak geografis kampung, merupakan kampung terdekat dibandingkan dengan kampung yang lain. Kelemahan kampung diidentifikasi adanya kontur atau kondisi topografi kampung yang menurun ke dalam, sehingga dari luar terlihat datar, namun ketika memasuki kampung, jalan lingkungan menurun terus hingga mencapai selisih ketinggian sekitar 2-7 meter. Kekuatan dan kelemahan kampung Gendingan RW 15 tidak merata pada setiap RT (Rukun Tetangga), dimana diantara ketiga RT yakni RT 1, RT 2 dan RT 3, yang memiliki hubungan paling erat dengan keberadaan kampus Universitas Sebelas Maret adalah RT 2. Berdasarkan pertimbangan posisi yang strategis, wajah RT 2 yakni Gang Mendung 4, menjadi sebuah letak yang menguntungkan, namun sekaligus menerima beban tertinggi disbandingkan dengan RT dan Gang Mendung yang lain. Fasade Gapuro secara eksisting berbeda dengan berderet pedagang kaki lima di belakang gapura dan sekitarnya, seperti pada Gambar 3. Gambar 3. Tampilan Gang Mendung IV dikelilingi pedagang kaki lima yang menempel dinding UNS. Potensi yang dimiliki kampung adalah berpeluang menjadi wilayah yang berinteraksi kuat dengan Kampus Universitas Sebelas Maret, diantaranya sebagai akomodasi, transportasi lokal dan warung makan. Hambatan atau kendala yang dapat bisa menjadi ancaman kampung adalah, semakin banyak aktifitas dalam kampung sehingga berdampak pada faktor keamanan dan kenyamanan warga masyarakat. Selain itu, akan juga timbul masalah lingkungan, yakni sampah, berkurangnya ruang komunal karena kehadiran PKL (pedagang kaki lima), bahkan akan menjadi dampak kekumuhan wajah kampung. Kondisi dan situasi pada pembahasan pertama, dalam skala mikro, menjadi dasar pertimbangan untuk menganalisis peran masyarakat terhadap letak strategis kampung. Peran masyarakat sebagai respon dari posisi strategis terhadap Universitas Sebelas Maret direlevansikan dengan analisis swot diperoleh hasil bahwa masyarakat cenderung memberikan nilai positif terhadap kekuatan dan peluang yang dimiliki oleh wilayah Kampung Gendingan. Nilai positif yang ditunjukkan adalah masyarakat bersemangat untuk membangun rumah dengan bangunan yang difungsikan untuk akomodasi yakni kos mahasiswa maupun karyawan dan dosen. Selain itu juga adanya warung makan, toko kebutuhan sehari-hari dan laundry yang berkembang seiring dengan jumlah pendatang yang berdomisili sementara. Sedangkan respon masyarakat terhadap hambatan yang mengancam kampung, terindikasi tidak merata. Artinya, ada sebagian masyarakat yang sudah memahami dan berusaha untuk menjaga lingkungan kampung dengan bijak, walau hanya dilakukan secara mandiri di rumah atau sekitar huniannya. Sebagian masyarakat lain, ada juga yang telah memahami namun belum banyak melakukan kontribusi yang riil. Sedangkan sebagian kecil lainnya masih terindikasi kurang mengapresiasi lingkungan dengan melakukan kegiatan yang kurang ramah lingkungan. Pembangunan pada area komunal yang merupakan akses publik diabaikan dengan berdirinya beberapa kios pedagang kaki lima bersifat permanen. Hal ini memberikan dampak berkurangnya estetika kampung dan beban lingkungan yang secara ekologis akan mempengaruhi lingkungan kampung. Perbedaan respon masyarakat terhadap peran dan sensitivitas dalam pembangunan lingkungan disebabkan oleh beberapa faktor yakni tingkat pendidikan, faktor ekonomi dan gaya hidup. Pembahasan kedua, dalam skala makro yakni kajian posisi strategis kampung terhadap Kota Surakarta. Kedudukan kampung kota tidak terlepas dari lokasi dan perkembangan kota secara umum. Kota Surakarta yang terdiri dari lima kecamatan, mempunyai keragaman potensi setiap kecamatan. Demikian juga di Kecamatan Jebres, secara spatial pada kampung Gendingan RW 15 yang berlokasi pada wilayah perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Wilayah kampung berada di sebelah utara Jalan Ir. Sutami, merupakan wilayah pinggir Kota Surakarta, menghubungkan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur, sangat strategis sebagai wajah kota, seperti pada gambar 4. Gambar 4. Lokasi kampung sebagai penghubung antara Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kekuatan Kampung Gendingan RW 15 yaitu memiliki posisi pada area yang strategis menghubungkan wilayah antar propinsi, dengan posisi traffic light yang persis berada di area ini, membuat wajah kampung akan mudah dipandang dan berpotensi didesain dengan keunikan yang berciri khusus. Ketika kampung tidak dikelola dengan baik, wajah kampung akan menjadi kelemahan yang berdampak pada visual wilayah yang kurang estetis. Potensi kampung ditinjau dari skala Kota Surakarta, berpeluang menjadi wilayah ikonik yang memberikan penampilan menarik sebagai cirikhas Kota Surakarta. Namun, ancaman dapat menjadi kendala dimana jalur lalu lintas di wilayah ini akan semakin ramai dan menimbulkan kemacetan. Penelitian menemukan bahwa dalam skala Kota Surakarta, masyarakat masih belum banyak memberikan respon bagaimana strategisnya wilayah kampung tersebut. Kekuatan dan potensi wilayah kampung belum banyak dimanfaatkan, sedangkan kelemahan dan ancaman dalam skala kota juga belum dapat dirasakan oleh masyarakat kampung kota. Respon masyarakat cenderung dari masyarakat luar yang merupakan investor yang membeli atau menyewa lahan di wilayah kampung Gendingan RW 15. Analisis lebih lanjut dari kedua pembahasan, menunjukkan bahwa sejauh ini masyarakat kampung masih cenderung merespon dan memanfaatkan kekuatan dan potensi dalam skala mikro. Masyarakat terlihat mempunyai respon yang cepat ketika area dekatnya diselenggarakan suatu kegiatan yang berpotensi mengundang khalayak. Respon yang mucul diantaranya turut memanfaatkan kegiatan dengan berjualan dan penertiban jalan lalu lintas sekitar kampung, secara spontan. Model kegiatan seperti ini merupakan upaya pengelolaan yang bersifat temporatif. Sedangkan upaya pengelolaan yang lebih permanen dan terarah belum diorganisasi dengan baik. Hal ini berbeda dengan kegiatan yang bersifat makro, dimana sering kali masyarakat berduyun-duyun hadir dalam kegiatan yang diagendakan dari pemerintah daerah atau kota. Kehadiran yang serentak terlihat diorganisasi melalui perangkat kampung karena himbauan dari pemerintah daerah seperti kelurahan atau kecamatan atau unsur lain. Berdasarkan analisis swot terhadap peran masyarakat dalam pembangunan kampung Gendingan RW 15 Kelurahan Jebres Kecamatan Jebres Kota Surakarta, maka penelitian menemukan suatu peran yang bersifat berjenjang sesuai dengan kedudukan masyarakat sebagai pengurus dan warga kampung. Sebagai pengurus kampung, mulai dari tingkat RT hingga RW, masyarakat ini berpotensi menjadi quality control , yakni satuan petugas yang melakukan kontrol terhadap ruang-ruang komunal secara terus- menerus. Tugas kontrol meliputi pengawasan penggunaan ruang komunal, pemeriksaan dan perawatan. Sedangkan masyarakat sebagai warga kampung, mempunyai tugas untuk membantu dan mematuhi regulasi setempat, tidak menggunakan ruang komunal secara individu tanpa mengindahkan kepentingan masyarakat lainnya. Kedua lapisan masyarakat ini harus dapat menjaga kebersamaan secara berkelanjutan, agar tercipta kampung yang sehat, asri dan ekologis. Beberapa hal yang utama dalam pembangunan kampung harus dimusyawarahkan meliputi sistem keamanan, ketertiban, pola pengelolaan utilitas lingkungan yang mencakup drainase, ruang hijau dan ruang komunal. Konsep pembangunan kampung merupakan konsep yang sangat strategis di Indonesia sejalan dengan penelitian Roychansyah dkk (Roychansyah & Diwangkari, 2009), demikian juga kampung Gendingan yang memiliki posisi dan kedudukan yang strategis dipandang dari skala makro dan mikro, memerlukan suatu konsep yang menyatu dengan Kota Surakarta dengan dukungan wilayah terdekat Universitas Sebelas Maret. Dinamika perkembangan kampung sebagai bagian penting dari kota seperti pada penelitian yang telah dilakukan oleh Prayitno dkk (Prayitno & Qomarun, 2007), maka konsep pembangunan kampung yang tepat untuk kampung Gendingan adalah konsep pembangunan yang berkelanjutan dengan mempertimbangkan factor ekologis kampung. Kampung Gendingan yang telah mengalami perubahan bentuk dan fungsi merupakan respon dari tuntutan pembangunan, hal ini menjadi akibat dari perkembangan kota terutama untuk penataan kawasan secara visual dalam lansekap perkotaan Indonesia, seperti dalam penelitian sebelumnya oleh Putra dkk, dimana kampung terdiri dari permukiman tradisional yang berkembang akibat pemekaran kota, dan seolah terperangkap di dalam dinamika perkembangan perkotaan dan berubah menjadi kampung kota (Nur’aini, 2017; Putra et al., 2019; Sudarwanto B, Hardiman G, 2018). Untuk meraih keberhasilan pembangunan kampung Gendingan RW 15, perlu mengakomodasi peran aktif masyarakat dalam pembangunan. Sejalan dengan penelitian sebelumnya membahas keterlibatan masyarakat dalam keberlanjutan ruang hijau menyimpulkan bahwa ruang hijau dapat berkelanjutan dengan melibatkan aspirasi dan dukungan masyarakat sekitarnya (Yuliani & Setyaningsih, 2018). Penelitian sependapat bahwa peran masyarakat juga penting dalam keberhasilan permukiman sehat, bersih dan efisien (Yuliani et al., 2020). Salah satu konsep pembangunan kampung yang telah berhasil dan berkelanjutan diantaranya aplikasi elemen hijau pada konsep ruang (Putra et al., 2019), membuka peluang dalam penyusunan konsep kampung Gendingan agar diolah dengan penyajian elemen hijau pada ruang komunal dengan melibatkan masyarakat kampung. Dasar pertimbangan lain dalam penentuan konsep pembangunan kampung Gendingan melalui penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pentingnya pembangunan kampung kota mengikuti kebutuhan dan gaya hidup masyarakat. generasi milenial (Sihombing et al., 2020), dapat menjadi kombinasi konsep kampung yang memberikan warna kekinian untuk kampung Gendingan yang memang secara fisik dan historis tidak dijumpai cagar budaya atau riwayat sejarah yang menjadi pertimbangan. Aspek pembangunan kampung kota lainnya, adalah konsep lokalitas dengan mempertimbangkan potensi keunikan yang dapat menjadi gaya tarik dan bersifat dinamis (Břiza, 2019; Fahmy et al., 2017; Setyaningsih et al., 2015; Treija et al., 2013), untuk itu ciri yang dilekatkan pada kampung Gendingan RW lebih sesuai dengan kampung ekologis, yakni sebuah kampung yang bertahan dengan meguatkan nilai ekologis kampung di tengah himoitan pembangunan. Konsep desain kampung ekologis menghadirkan elemen hijau yang ditata kekinian dengan memberikan ruang-ruang dan sudut sebagaian spot foto dan menikmati sejuk dan rindangnya pohon dan tanaman yang dipadukan dengan kebutuhan milenial yakni hot spot atau ruang internet, seperti contoh pada gambar 5, 6, 7 dan 8. Gambar 5. Contoh furniture street ikonik pada ruang komunal kampung. Gambar 6. Contoh tanaman rindang penghias jalan kampung. Gambar 7. Contoh tanaman perdu penghias jalan kampung. Gambar 8. Contoh tanaman rambat untuk hunian di kampung. Temuan penelitian mengidentifikasi ada tiga peran yang strategis dilakukan oleh masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan, yakni sebagai penyusun konsep, peran aktif dalam pembangunan melalui penentuan ide rancangan dan peran aktif dalam pengelolaan kampung. Kebaruan yang dikembangkan dari penelitian ini adalah unsur keterpaduan peran dan konsep pembangunan kampung ekologis dengan apllikasi elemen hijau berkarakter kekinian agar pembangunan kampung menjadi ikon menarik sehingga tercapai kampung yang lestari, dinamis dan berkelanjutan. ## 4. KESIMPULAN Penelitian menyimpulkan bahwa peran masyarakat dalam pembangunan kampung kota dapat secara berkelanjutan perlu untuk dimotivasi dan dijaga secara terus-menerus. Program pembangunan berbasis masyarakat yakni bottom up , akan lebih berhasil dan berjalan lancar secara berkelanjutan mendukung pembangunan kampung kota. Peran masyarakat yang potensial dalam pembangunan kota berkelanjutan meliputi: peran dalam menyusun konsep dan strategi, peran dalam menentukan desain atau perancangan, dan peran sebagai pengelola lingkungan kampung kota. Peran masyarakat dalam ketiga posisi tersebut sebaiknya mempertimbangkan karakteristik masyarakat, usia dan potensi kampung kota. ## UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih kepada masyarakat Kampung Gendingan RW 15 yang telah banyak mendukung dengan memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. ## REFERENSI Břiza, L. (2019). The Importance of green roofs and Sustainable development. IOP Conference Series: Materials Science and Engineering , 566 (1). https://doi.org/10.1088/1757- 899X/566/1/012003 Fahmy, M., El-hady, H., Mahdy, M., & Abdelalim, M. F. (2017). On the green adaptation of urban developments in Egypt ; predicting community future energy efficiency using coupled outdoor- indoor simulations. Energy & Buildings , 153 , 241–261. https://doi.org/10.1016/j.enbuild.2017.08. 008 Nur’aini, R. D. (2017). Analisis Konsep Green Roof Pada Kampus School of Art, Design and. Nalars , 16 (2), 161–168. Prayitno, B., & Qomarun, Q. (2007). Morfologi Kota Solo (Tahun 1500-2000). DIMENSI (Jurnal Teknik Arsitektur) , 35 (1), 80–87. https://doi.org/10.9744/dimensi.35.1.80- 87 Putra, B. D., Horne, R., & Hurley, J. (2019). Place, space and identity through greening in kampung kota. Journal of Regional and City Planning , 30 (3), 211– 223. https://doi.org/10.5614/jpwk.2019.30.3.3 Roychansyah, M., & Diwangkari, A. (2009). Kampung Oriented Development Model : A Rapid Appraisal of Local Communities. Informal Settlements and Affordable Housing , 2 (11), 119–134. Setyaningsih, W., Iswati, T. Y., Sri Yuliani, Nuryanti, W., Prayitno, B., & Sarwadi, A. (2015). Low-Impact-Development as an Implementation of the Eco-Green- Tourism Concept to Develop Kampung towards Sustainable City. Procedia - Social and Behavioral Sciences , 179 , 109–117. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.02. 414 Sihombing, A., Rahardja, A. A., & Gabe, R. T. (2020). The Role of Millennial Urban Lifestyles in the Transformation of Kampung Kota in Indonesia. Environment and Urbanization ASIA , 11 (1). https://doi.org/10.1177/09754253209062 88 Sudarwanto B, Hardiman G, S. A. (2018). The uniqueness and complexity of kampung city Bustaman Semarang Indonesia The uniqueness and complexity of kampung city Bustaman Semarang Indonesia. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science . Treija, S., Bratuškins, U., & Bondars, E. (2013). Green open space in large scale housing estates : a place for challenge Green Open Space in Large Scale Housing Estates : a Place for Challenge . November 2014 , 37–41. https://doi.org/10.3846/20297955.2012.7 53981 Yuliani, S., Hardiman, G., & Setyowati, E. (2020). Green ‐ Roof: The Role of Community in the Substitution of Green ‐ Space toward Sustainable Development. Sustainability (Switzerland) , 12, 1429 . https://doi.org/10.3390/su12041429 Yuliani, S., & Setyaningsih, W. (2018). The Community Role in Green Area Sustainability as a Model of Energy- efficient Buildings in the Humid Tropical Region. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science . https://doi.org/10.1088/1755- 1315/213/1/012010 Lampiran Gambar 9. Lokasi penelitian Gambar 10. Kelurahan Jebres, sebagai wilayah lokasi penelitian Gambar 11. Lokasi kampung Gendingan RW XV
a0f8e2f2-e906-4625-ad86-147b3b29863b
http://www.jurnalpangan.com/index.php/pangan/article/download/347/300
## I. PENDAHULUAN Beras merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia. Sehingga sumber gizi masyarakat sebagian besar hanya berasal dari satu jenis pangan saja yaitu beras. Hal ini tentu berdampak kurang baik karena masyarakat Indonesia hanya bergantung pada satu bahan pokok ini. Padahal ## ABSTRAK Beras analog merupakan salah satu produk pangan yang terbuat dari bahan pangan non beras, yang dapat menjadi alternatif makanan pokok bagi masyarakat Indonesia. Bahan baku sumber karbohidrat non beras yang berpotensi antara lain jagung kuning, jagung putih, ubi kayu, dan sorgum. Keunggulan beras analog tidak hanya berbentuk menyerupai beras, namun dapat dimasak dan dikonsumsi layaknya beras dari padi. Beberapa penelitian telah mampu menghasilkan beras analog yang menyerupai beras menggunakan campuran beberapa jenis bahan baku. Beras analog yang diperoleh juga memiliki sifat fungsional seperti nilai indeks glikemik (IG) rendah, mengandung serat pangan dan total fenol yang tinggi. Karakteristik fisik penting yang diamati diantaranya adalah warna, bentuk, teknik, dan waktu pemasakan. Karakteristik sensori beras analog juga telah dapat diterima oleh panelis pada kisaran agak tidak suka hingga suka. Penelitian-penelitian mengenai beras analog menunjukkan dapat meningkatkan nilai tambah dari bahan pangan non beras serta mendukung keragaman sumber gizi bagi masyarakat. Artikel ini mengulas beras analog yang menggunakan teknologi ekstrusi dari beberapa jenis bahan baku non beras. kata kunci : beras analog, keragaman sumber gizi, pangan non beras, pangan fungsional. ## ABSTRACT Analogue rice is a food product made from various non rice ingredients, which can be utilized as staple food alternative for Indonesian. The potential main ingredients of non rice carbohydrate source are yellow corn, white corn, cassava, and sorghum. In addition to its shape that resembles the paddy rice, analogue rice can also be cooked and consumed like paddy rice. Several studies had successfully produced analogue rice made of several ingredients. The product had low glycemic index (GI) as well as high dietary fiber and total phenolic content. The physical characteristics of color, shape, cooking technique, and cooking time were very important to be observed. Sensory characteristic of analogue rice had also been accepted by panelists with the range of slightly dislike to like score. The studies of analogue rice is not only increase the value added of non rice ingredients but also support the diversity of nutritional source for community. This article review on the analogue rice studies from non rice ingredients developed by extrusion technology. keywords : analogue rice, diversity of nutritional source, non rice food, functional food ## Karakteristik Fisik, Kimia, dan Sensori Beras Analog Berbasis Bahan Pangan Non Beras ## Physical, Chemical, and Sensory Characteristics of Rice Analogue from Non Rice Ingredients Santi Noviasari a , Feri Kusnandar b , Agus Setiyono c , dan Slamet Budijanto d a Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 23111 b,d Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680 c Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680 Email : slamet.budijanto@gmail.com Diterima : 11 Januari 2017 Revisi : 26 Februari 2017 Disetujui : 21 April 2017 Indonesia kaya akan sumber pangan lokal non beras lain seperti jagung, sorgum, ubi kayu, ubi jalar, sagu, dan lain-lain. Sumber-sumber pangan lokal non beras dapat dijadikan sebagai alternatif makanan pokok untuk mendapatkan keragaman sumber gizi bagi masyarakat. Namun hingga saat ini pangan lokal non beras tersebut tidak populer karena terhambat pola pikir masyarakat bahwa jika belum makan nasi maka dianggap belum makan, sehingga konsumsi beras tetap tinggi. Selain itu juga didukung oleh ketersediaan beras mudah didapat dengan harga yang terjangkau, serta proses pengolahannya yang mudah, menyebabkan masyarakat sulit untuk meninggalkan beras sebagai makanan pokok. Selama ini olahan pangan non beras hanya sebagai tepung, penganan, kue atau jajanan, sehingga tidak dapat dijadikan sebagai makanan pokok pengganti beras. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu produk olahan yang memiliki karakteristik seperti beras (sifat dan tekstur), sehingga dapat menjadi alternatif makanan pokok tanpa membuat perubahan besar dalam tradisi makan masyarakat. Beras analog merupakan salah satu produk olahan yang berbentuk seperti butiran beras namun terbuat dari bahan pangan non beras, yang dapat dihasilkan dengan menggunakan metode ekstrusi (Budijanto, dkk., 2012). Beras analog berpotensi dikembangkan sebagai pangan fungsional jika ditinjau dari kandungan gizinya. Pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan (BPOM, 2005). Pemilihan bahan baku harus dilakukan dengan sangat cermat karena akan menentukan kandungan gizi dan karakteristik beras analog yang dihasilkan. Beras analog yang berasal dari beberapa bahan baku seperti jagung, singkong, kedelai, sorgum, sagu, dan sumber lainnya memiliki kandungan gizi yang tinggi akan protein, lemak, serat pangan, fenol, dan pati resisten serta IG (indeks glikemik) rendah. Oleh karena itu beras analog sangat berpotensi dikembangkan sebagai pangan fungsional yang bermanfaat bagi kesehatan. Keunggulan beras analog tidak hanya karena berbentuk menyerupai butiran beras, selain itu komposisi gizinya dapat didesain dengan menggunakan berbagai bahan baku sehingga memiliki sifat fungsional yang diinginkan (nilai IG rendah, tinggi serat pangan, total fenol dan pati resisten). Keunggulan lainnya adalah beras analog dapat dimasak dan dikonsumsi seperti mengkonsumsi beras dari padi. Beras analog dapat dimasak dengan menggunakan rice cooker serta dapat dikonsumsi seperti layaknya makan nasi yaitu bersama lauk pauk. ## II. BERAS ANALOG ## 2.1. Pengertian Beras analog atau beras tiruan adalah produk olahan yang berbentuk seperti butiran beras. Samad (2003) mendefinisikan beras analog adalah beras tiruan yang dapat dibuat dari kombinasi antara tepung non beras dan atau tanpa penambahan beras. Menurut Mishra, dkk. (2012) beras analog dapat dibuat dari tepung beras pecah sebagian atau seluruhnya bahan non beras. Sedangkan menurut Budijanto dan Yuliyanti (2012) beras analog merupakan beras tiruan yang berbentuk seperti butiran beras yang dapat dibuat dari tepung non beras dengan penambahan air. Penelitian mengenai beras analog sudah banyak dilakukan dengan berbagai metode. Tabel 1. Kandungan Gizi Beberapa Bahan Pangan a Liu, dkk. (2011); b Kurniawati (2013); c Noviasari, dkk. (2013); d Noviasari, dkk. (2015); e Kharisma, dkk. (2014),* kadar air basis kering. Metode yang dapat digunakan adalah granulasi (Samad, 2003) dan metode ekstrusi (Mishra, dkk., 2012; Widara, 2012; Budijanto dan Yuliyanti, 2012; Kurniawati, 2013; Kharisma, dkk., 2014; Budijanto, dkk., 2016; Noviasari, dkk., 2013). Namun metode granulasi masih memiliki kekurangan yaitu karakteristik yang dihasilkan tidak seperti beras secara umum, beras analog berbentuk bulat dan mudah pecah. Sedangkan dengan metode ekstrusi beras analog yang dihasilkan memiliki karakteristik yang sangat mirip dengan beras karena bahan pangan yang telah diolah dalam ekstruder dilewatkan melalui die (cetakan) yang didesain serupa bentuk beras. ## 2.2. Bahan Baku Beras analog dapat dibuat dengan meng- gunakan campuran tepung beras dengan bahan pangan lain non beras (Mishra, dkk., 2012) atau seluruhnya menggunakan bahan pangan non beras (Budijanto dan Yuliyanti, 2012). Bahan pangan non beras sebagai bahan baku utama sumber karbohidrat dapat diperoleh dari umbi- umbian dan serealia. Sumber karbohidrat tersebut dipilih sesuai dengan komposisi dan sifatnya yang akan menentukan kandungan gizi dan karakteristik dari beras analog. Beberapa bahan pangan sumber karbohidrat yang telah berhasil digunakan untuk pembuatan beras analog adalah campuran sorgum, mocaf, jagung dan sagu (Widara, 2012), sorgum dan sagu aren (Budijanto dan Yuliyanti, 2012), campuran jagung kuning, bekatul, sagu dan kedelai (Kurniawati, 2013), campuran singkong, ampas kelapa dan sagu (Kharisma, dkk., 2014), campuran jagung, sorgum dan sagu aren (Budijanto, dkk., 2016), jagung putih dan sagu (Noviasari, dkk., 2013) serta jagung putih, kedelai, sorgum dan sagu (Noviasari, dkk., 2015). Tabel 1 menampilkan kandungan gizi beberapa bahan pangan yang dapat digunakan sebagai bahan baku beras analog. Pati yang berasal dari sagu dan tapioka juga dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat dan bahan perekat yang bertujuan untuk mendapatkan butiran beras yang kokoh sehingga beras tidak mudah hancur dan tidak rapuh saat dimasak (Herawati, dkk., 2014). Perbandingan antara tepung dan pati dalam pembuatan beras analog adalah 70 : 30 (Widara, 2012; Noviasari, dkk., 2013). Selain menggunakan sumber karbohidrat pada beras analog juga dapat ditambahkan kacang-kacangan sebagai sumber protein, sehingga beras analog yang dihasilkan kaya akan protein. Kacang-kacangan seperti kedelai dapat memperkaya kandungan gizi protein pada beras analog (Kurniawati, 2013; Noviasari, dkk., 2015). Bahan tambahan lain yang dibutuhkan dalam pembuatan beras analog adalah air sebanyak 50 persen dan gliserol monostearat (GMS) 2 persen (Budijanto dan Yuliyanti, 2012). Kadar air sebanyak 50 persen akan mempengaruhi pembentukan ekstrudat yang dihasilkan. GMS adalah surfaktan non-ionik yang banyak digunakan sebagai stabilizer dan emulsifier . Molekulnya terdiri dari dua bagian yaitu hidrofil dan lipofil. Penggunaan GMS berfungsi sebagai pelumas saat proses sehingga dapat mengurangi panas proses ekstrusi, membuat ekstrudat tidak lengket satu sama lain, mengurangi expansion (pengembangan produk) tetapi meningkatkan WAI ( water absorption index ) (Kaur, dkk., 2005). Menurut Kaur, dkk. (2005) penggunaan GMS dapat mengurangi cooking loss selama pemasakan mi berbahan dasar jagung dan pati kentang. GMS akan berikatan dengan amilosa membentuk struktur helik (Alsaffar, 2011). ## 2.3. Proses Pembuatan Teknologi ekstrusi merupakan salah satu teknik yang dapat diterapkan dalam pembuatan beras analog (Mishra, dkk., 2012), karena sangat efektif dari segi proses dan menghasilkan beras analog yang menyerupai butir beras. Teknologi ekstrusi adalah suatu proses yang melibatkan pencampuran bahan di bawah pengaruh kondisi operasi pencampuran dan pemanasan dengan suhu tinggi (Budijanto dan Yulianti, 2012). Menurut Riaz (2000) prinsip ekstrusi adalah proses pengolahan bahan pangan yang mengkombinasikan beberapa proses yang berkesinambungan antara lain pencampuran, pemanasan dengan suhu tinggi, pengadonan, shearing , dan pembentukan melalui cetakan ( die ) yang dirancang untuk membentuk hasil ekstrusi. Teknologi ekstrusi yang dikembangkan untuk menghasilkan beras analog yang menyerupai beras adalah teknologi hot extrusion menggunakan ulir ganda (Budijanto, dkk., 2012). Teknologi ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan teknik granulasi yaitu bentuk produk mirip bentuk beras, bentuk nasi setelah dimasak mirip dengan nasi, bahan baku yang digunakan sangat fleksibel, kapasitas produksi menengah-besar, dan dapat diterapkan pada skala industri menengah-besar. Teknologi hot extrusion menggunakan suhu di atas 70 o C yang diperoleh dari steam atau pemanas listrik (elemen) yang dipasang mengelilingi barel dan friksi antara bahan adonan dengan permukaan barel dan screw (Mishra, dkk., 2012). Proses pembuatan beras analog (Budijanto, dkk., 2011; Noviasari, dkk., 2013) terdiri dari beberapa tahapan yaitu persiapan bahan, pencampuran, ekstrusi, dan pengeringan. Persiapan bahan baku dilakukan dengan proses penimbangan bahan sesuai formulasi. Proses pencampuran dilakukan dengan mencampur bahan-bahan kering selama 5–10 menit, lalu ditambahkan air sebanyak 50 persen dan proses pencampuran dilanjutkan kembali selama 5 menit. Penambahan air sebanyak 30–40 persen termasuk kategori ekstrusi basah dan disebut ekstrusi kering jika penambahan air hanya 12– 18 persen (Riaz, 2000). Selanjutnya yaitu proses ekstrusi adonan dalam ekstruder pada suhu 85– 90 o C dengan kecepatan ulir 40 Hz. Penentuan suhu ini disesuaikan dengan suhu gelatinisasi bahan yang digunakan. Pemanasan ini akan menyebabkan terjadinya proses gelatinisasi baik secara parsial maupun total (Mishra, dkk., 2012). Selama proses ekstrusi adonan akan mengalami homogenisasi, pengaliran ( shearing ) dan pembentukan. Pembentukan dilakukan melalui die (cetakan) berbentuk elips yang terpasang di ujung ekstruder agar menyerupai bentuk beras. Beras ekstrudat yang dihasilkan selanjutnya dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60 o C selama 3 jam yang bertujuan untuk menurunkan kadar air beras analog sampai <14 persen. Pengeringan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan. Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan energi matahari maupun dengan alat pengering seperti pengering tray , pengering putar dan sebagainya (Mishra, dkk., 2012). Kemudian beras analog dikemas dalam kemasan rapat dan vakum. Gambar 1. Beras Analog dari, (a) sorgum, jagung, maizena dan sagu, (b) jagung, kedelai, bekatul, dan sagu, (c) jagung putih dan sagu, (d) singkong, ampas kelapa, dan sagu (Sumber: (Widara, 2012; Kurniawati, 2013; Noviasari, dkk., 2013; Kharisma, dkk., 2014)) Tabel 2. Perbandingan Warna Beras Sosoh dan Beras Analog dari beberapa Bahan Baku a Noviasari,dkk. (2013); b Kharisma, dkk. (2014); c Kurniawati (2013); d Widara (2012); e Budijanto dan Yuliyanti (2012) L* : tingkat kecerahan produk, berkisar dari 0 (hitam) – 100 (putih) S ## III. KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA Pemilihan bahan baku dan teknologi proses pengolahan yang digunakan akan menentukan karakteristik fisik dan kimia beras analog. Karakteristik fisik dan kimia ini akan menentukan beras analog yang dihasilkan dapat diterima seperti layaknya beras sebagai makanan pokok. ## 3.1. Karakteristik Fisik Karakteristik fisik yang menjadi parameter penting beras analog agar menyerupai beras diantaranya adalah bentuk dan warna. Bentuk butiran diharapkan menyerupai beras dan berwarna putih. Bentuk beras analog yang berbahan dasar campuran sorgum, jagung, maizena, dan sagu (Widara, 2012) (Gambar 1a), dan campuran jagung, kedelai, bekatul dan sagu (Gambar 1b) (Kurniawati, 2013) sudah menyerupai bentuk beras. Namun memiliki warna kekuningan, karena menggunakan bahan baku yang berwarna kuning yaitu jagung kuning dan kedelai atau sorgum yang berwarna kuning kecoklatan. Menggunakan bahan baku yang berwarna putih seperti jagung putih dan singkong maka dihasilkan beras analog yang berwarna lebih putih. Beras analog berbahan baku jagung putih dan sagu (Gambar 1c) (Noviasari, dkk., 2013) dan campuran singkong, ampas kelapa dan sagu (Gambar 1d) (Kharisma, dkk., 2014) memiliki bentuk menyerupai beras dan berwarna lebih putih. Nilai L* beras analog dari jagung putih dan sagu adalah 71,66 hampir mendekati warna putih, namun masih lebih rendah dari beras sosoh (80,54). Nilai +a adalah pengukuran warna kromatik campuran merah–hijau, dan nilai +b warna kromatik campuran kuning–biru. Nilai a dan b diperoleh bernilai positif. Nilai a dan b untuk beras analog dari jagung putih dan sagu adalah 0,32 dan 17,23 (masing-masing) yang menunjukkan bahwa memiliki intensitas warna merah dan kuning yang cukup kecil. Sedangkan beras analog yang berasal dari jagung kuning dan sorgum memiliki intensitas warna merah dan kuning yang cukup tinggi. Nilai o Hue merupakan warna yang mengandung warna dasar Red Green Blue (RGB). Nilai o Hue untuk beras analog dari campuran jagung putih dan sagu (88,94) serta campuran jagung kuning, sorgum, maizena dan sagu (80,69) berada pada kisaran 54–90 yang menunjukkan bahwa produk mengandung warna pada kisaran merah kekuningan, begitu juga beras sosoh (89,06) berada pada kisaran yang sama. Nilai derajat putih beras analog masih lebih rendah dibandingkan beras sosoh (80,23 persen), hal ini menunjukkan bahwa beras analog yang dihasilkan masih belum seputih beras sosoh. Namun beras analog yang berasal dari singkong, ampas kelapa dan sagu memiliki derajat putih 73,08 persen mendekati beras sosoh (Tabel 2). Pemasakan beras analog merupakan salah satu parameter fisik dari beras analog. Proses memasak beras analog tidak jauh berbeda dengan memasak nasi. Beras analog dapat dimasak dengan rice cooker menggunakan perbandingan air dan beras analog 1 : 1. Setelah air mendidih dalam rice cooker , beras analog dimasukkan dan dimasak hingga matang. Nasi yang telah matang tidak memiliki bintik warna putih di tengah dan teksturnya lunak. Waktu pemasakan beras analog hanya berkisar antara 3–5 menit, lebih cepat jika dibandingkan dengan beras sosoh yaitu sekitar 14 menit (Noviasari, dkk., 2013; Kharisma, dkk., 2014). Nasi analog yang telah matang dari beberapa bahan baku dapat dilihat pada Gambar 2. ## 3.2. Karakteristik Kimia Beras analog dapat memiliki kandungan gizi yang beragam sesuai dengan bahan baku yang digunakan. Oleh karena itu pemilihan bahan baku harus dilakukan dengan cermat karena akan menentukan kandungan gizi, kualitas tanak, dan sifat sensori atau tingkat penerimaan masyarakat dari beras analog. Kandungan gizi beras analog dari berbagai bahan baku yang dihasilkan dari beberapa penelitian disajikan pada Tabel 3. Secara umum terlihat bahwa kandungan lemak, protein, pati resisten, total fenol, dan serat pangan beras analog lebih baik dibandingkan dengan beras sosoh. Komponen gizi tersebut diperoleh karena penggunaan bahan baku yang beragam serta dapat bermanfaat bagi tubuh dan kesehatan. Kandungan protein dan lemak dapat membentuk matriks pangan dengan amilosa dan cenderung memperlambat laju pengosongan lambung sehingga dapat menurunkan daya cerna (Alsaffar, 2011). Pati resisten termasuk dalam serat pangan tidak larut, memiliki sifat dan fungsi seperti serat pangan. Tidak dapat dicerna oleh usus halus tetapi dapat difermentasi oleh mikroflora secara lambat oleh usus besar. Proses cerna yang lambat ini dapat menunda peningkatan glukosa darah, mengontrol respon glikemik, memberi rasa kenyang lebih lama dan menurunkan resiko kanker kolon (Ashraf, dkk., 2012). Pati resisten beras analog yang berasal dari jagung putih, kedelai dan sagu sebesar 3,28 persen, sudah lebih tinggi dibandingkan dengan beras sosoh (0,94 persen). Kadar pati resisten ini diduga berasal dari tepung kedelai yang digunakan. Menurut Rahman, dkk. (2007) jumlah pati resisten dalam makanan dapat ditingkatkan dengan menambahkan kacang-kacangan Senyawa fenolik merupakan antioksidan alami yang banyak terdapat pada tanaman. Polifenol dapat menghambat aktivitas enzim pencernaan terutama tripsin dan amilase sehingga dapat menurunkan daya cerna pati. Enzim α-amilase terlibat dalam pemecahan pati menjadi disakarida dan oligosakarida, selanjutnya enzim α-glukosidase dalam usus mengkatalisis pemecahan disakarida untuk membebaskan glukosa yang kemudian diserap dalam sirkulasi darah. Penghambatan enzim ini akan memperlambat pemecahan pati di saluran gastro-intestinal, sehingga mengurangi hiperglikemia–postprandial. Penghambatan enzim oleh ekstrak fenol akan mengakibatkan penghancuran secara lambat disakarida untuk menghasilkan glukosa, sehingga mengurangi penyerapan glukosa pada usus kecil (Ademiluyi dan Oboh, 2013). Kadar fenol pada beras analog sudah lebih tinggi daripada beras sosoh, yang diperoleh dari penambahan jagung dan kedelai. Kedelai merupakan salah satu sumber antioksidan penting seperti polifenol, oleh karena itu dapat dianggap sebagai makanan fungsional. Menurut Devi, dkk. (2009) kandungan fenol pada kedelai adalah 24 mg GAE/g sedangkan pada tepung kedelai sebanyak 22 mg GAE/g. Kedelai merupakan salah satu sumber antioksidan penting Gambar 2. Nasi analog dari campuran sorgum, jagung, maizena dan sagu (a) (Widara, 2012), campuran jagung, kedelai, bekatul dan sagu (b) (Kurniawati, 2013), jagung putih dan sagu (c) (Noviasari, dkk., 2013) dan campuran singkong, ampas kelapa dan sagu (d) (Kharisma, dkk., 2014). Tabel 3. Perbandingan kandungan gizi beras analog dari berbagai bahan baku dan beras sosoh a Noviasari, dkk. (2015); b Kharisma, dkk. (2014); c Kurniawati (2013); d Widara (2012); e Budijanto dan Yuliyanti (2012); f Budijanto, dkk. (2016); g Ohtsubo (2005); h Zhang, dkk. (2007); i Qiu (2009); j Liu, dkk. (2011). seperti polifenol, oleh karena itu dapat dianggap sebagai makanan fungsional. Jagung juga memiliki kadar total fenol sebesar 2.607–3.201 mg GAE/g sampel (De la Parra, dkk., 2007). Serat pangan merupakan salah satu karakteristik penting pada makanan fungsional, yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim pencernaan. Peranan serat pangan dapat memperlambat kecepatan pencernaan bahan pangan dalam usus, memberikan rasa kenyang lebih lama, serta memperlambat kemunculan glukosa darah sehingga insulin yang dibutuhkan untuk mentransfer glukosa ke dalam sel-sel tubuh dan diubah menjadi energi makin sedikit (Englyst, dkk., 2007). Kadar serat pangan pada beras analog sudah cukup tinggi dibandingkan dengan beras sosoh. Serat pangan pada beras analog dapat berasal dari jagung, kedelai, bekatul, dan sorgum. Menurut Suarni dan Firmansyah (2005), tepung jagung mengandung komponen fungsional seperti serat pangan (11,21 persen). Cuenca, dkk. (2006) melaporkan bahwa serat pangan kedelai adalah 16,5 persen dengan serat larut 4,20 persen dan serat tidak larut 12,29 persen. Selain tepung jagung dan kedelai, bekatul juga merupakan bahan baku penyumbang serat pangan pada beras analog. Menurut CAC (2009) makanan dapat disebut sebagai sumber serat jika mengandung serat pangan minimal 3 persen. Sedangkan makanan disebut tinggi serat jika mengandung serat pangan minimal 6 persen. Berdasarkan pernyataan tersebut maka beras analog yang dihasilkan sudah dapat dikatakan sebagai makanan sumber serat pangan. Karbohidrat yang dikonsumsi dari suatu makanan akan dicerna dan diserap oleh tubuh. Proses daya cerna setiap makanan berbeda- beda, dan dapat diketahui melalui pendekatan nilai indeks glikemik (IG). Menurut Hallfrisch dan Behall (2000) karbohidrat yang dicerna dengan cepat akan menghasilkan IG tinggi sebaliknya karbohidrat yang dicerna dengan lambat akan menghasilkan IG rendah. Semakin cepat daya cernanya maka semakin banyak glukosa yang dihasilkan yang menyebabkan kenaikan kadar glukosa darah, sehingga dapat menyebabkan penyakit diabetes. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan diantaranya dengan memilih pangan yang tepat. Pangan yang mengandung karbohidrat yang daya cernanya lambat baik untuk dikonsumsi oleh penderita diabetes karena kenaikan glukosa darahnya lambat. Indeks glikemik adalah area di bawah kurva dari respon glukosa terhadap makanan yang mengandung karbohidrat dibandingkan dengan kadar glukosa standar dalam jumlah tertentu (Hallfrisch dan Behall, 2000). Nilai IG beras analog (Tabel 4) yang telah dilakukan dapat menggunakan metode yang dikembangkan oleh Jenkins, dkk. (1981). Pada metode ini nilai IG menggunakan subjek manusia sebanyak 10 orang yang dipilih berdasarkan gula darah puasa normal (60–120 mg/dl). Pengukuran gula darah dilakukan dengan menggunakan Glukometer. Berdasarkan respon glikemiknya, pangan dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu pangan IG rendah (IG < 55), IG sedang (55 < IG < 70) dan IG tinggi (IG > 70) (Miller, dkk., 1992). Maka dari Tabel 4 dapat dikelompokkan bahwa beras analog termasuk dalam kategori pangan IG rendah, dan sudah lebih rendah dibandingkan dengan beras sosoh. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi nilai IG suatu makanan diantaranya adalah proses pengolahan, kadar serat pangan, daya cerna pati, kadar amilosa dan amilopektin, kadar lemak dan protein, kadar gula dan daya osmotik pangan, dan kadar anti gizi pangan. Selain itu jumlah konsumsi, usia serta jenis kelamin juga dapat mempengaruhi respon glukosa terhadap gula darah (Hallfrisch dan Behall 2000). Pada beras analog rendahnya nilai IG dapat dipengaruhi oleh bahan penyusunnya yang tergolong berindeks glikemik rendah. Tepung jagung memiliki IG 42 (Helmy dan El-Mehiry, 2012), bekatul dengan IG 21 (Miller, dkk., 1992), Tabel 4. Perbandingan Nilai IG (indeks glikemik) Beras Analog dari berbagai Bahan Baku dengan Beras Sosoh a Foster-Powell, dkk. (2002); b Noviasari, dkk. (2015); c Kurniawati (2013); d Budijanto, dkk. (2016) Beras analog Nilai IG Beras sosoh a Jagung putih, kedelai, sagu b Jagung kuning, bekatul, kedelai c Jagung kuning, sorgum, sagu aren d 69 50 54 47 dan kacang kedelai dengan IG 21 (Gullarte, dkk., 2012). Selain itu kandungan gizi seperti pati resisten, total fenol, serat pangan, kadar protein, lemak, dan amilosa yang tinggi pada beras analog juga dapat mempengaruhi indeks glikemiknya. Pati resisten termasuk dalam serat pangan tidak larut, tetapi memiliki sifat seperti serat pangan larut. Pati resisten daya cernanya lambat, sehingga pelepasan glukosa juga menjadi lambat. Metabolisme pati resisten terjadi 5–7 jam setelah konsumsi. Pencernaan selama 5–7 jam ini akan meningkatkan periode kenyang sehingga dapat menurunkan nilai IG (Sajilata, dkk., 2006). Senyawa fenol dapat menghambat enzim α-amilase sehingga dapat menurunkan nilai IG pangan (Tormo, dkk., 2004). Enzim α-amilase dihambat oleh α-amilase inhibitor dengan cara memblok jalan masuk substrat ke sisi aktif enzim, sehingga akan mengganggu daya cerna karbohidrat dan menghambat penyerapan kadar gula darah dalam tubuh (Obiro, dkk., 2008). Hal ini tentu akan menurunkan daya cerna pati sehingga berdampak pada penurunan nilai indeks glikemik beras analog. Serat pangan dapat membentuk matriks diluar granula pati sehingga dapat menghambat pencernaan karbohidrat (Alsaffar, 2011). Serat pangan terutama serat pangan larut dapat menurunkan respon glukosa darah disebabkan oleh (i) adanya peningkatan viskositas di lambung sehingga memperlambat laju pengosongan lambung maupun intestin menyebabkan penurunan jumlah karbohidrat yang dapat dicerna ( barrier terhadap enzim) dan gula sederhana yang dapat diserap; (ii) serat makanan menyebabkan perubahan level hormon di saluran pencernaan, penyerapan zat gizi, dan sekresi insulin; dan (iii) serat makanan membantu meningkatkan sensitivitas insulin, menstabilkan level gula darah sehingga melindungi komplikasi akibat diabetik (Alvarez dan Sanchez, 2006). Kandungan protein dan lemak dapat membentuk matrik pangan dengan amilosa, cenderung memperlambat laju pengosongan lambung sehingga dapat menurunkan daya cerna (Alsaffar, 2011). Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi nilai IG adalah kandungan amilosa pada bahan pangan. Kadar amilosa pada beras analog dari jagung kuning, kedelai, dan bekatul cukup tinggi yaitu 28 persen (Kurniawati, 2013). Kadar amilosa sulit dicerna oleh enzim karena keberadaan struktur liniearnya yang kompak (Ek, dkk., 2011). Rendahnya nilai IG dan kandungan gizi yang tinggi dari beras analog memungkinkan untuk dikembangkan menjadi beras analog fungsional. ## IV. KARAKTERISTIK SENSORI BERAS DAN NASI ANALOG Penilaian sensori diperlukan untuk mengetahui tingkat kesukaan/penerimaan konsumen terhadap produk beras analog. Evaluasi sensori dapat dilakukan pada beras analog maupun pada nasi analog setelah dimasak. Hasil uji sensori beras dan nasi analog sudah dapat diterima oleh konsumen. Tingkat penerimaan konsumen terhadap beras dan nasi analog sangat tergantung pada penampilan fisik, seperti warna, bentuk dan tekstur. Penampilan fisik adalah yang pertama dinilai oleh konsumen pada suatu produk pangan. Karakter fisik beras analog sangat ditentukan oleh bahan baku dan proses pengolahan yang digunakan, sehingga menghasilkan tingkat penerimaan yang berbeda-beda. Karakteristik sensori beras dan nasi analog disajikan pada Tabel 5. Secara umum bentuk beras analog dari berbagai bahan baku sudah menyerupai beras sehingga tingkat penerimaan konsumen sudah cukup tinggi yaitu sekitar 5–5,6 (agak suka- suka) dari 7 skala (sangat suka). Penerimaan untuk parameter warna berbeda-beda untuk setiap beras analog, tergantung dari warna yang dihasilkan yang masih berbeda jauh dengan beras yang umumnya berwarna putih, sehingga tingkat penerimaan panelis cukup rendah. Hal ini terbukti pada beras analog yang berasal dari singkong, pati sagu putih dan ampas kelapa yang berwarna putih memiliki tingkat penerimaan sebesar 5,7 (suka) (Kharisma, dkk., 2014), sedangkan beras analog dari jagung putih dan sagu tingkat penerimaannya lebih rendah yaitu hanya 5,1 (agak suka) (Noviasari, dkk., 2013). Hal ini terjadi karena warna yang dihasilkan agak krem dan agak berbeda jauh dengan beras secara umum. Persepsi konsumen tentang beras adalah cerah berwarna putih, sehingga beras dari jagung kuning, bekatul dan kedelai yang berwarna kekuningan memiliki tingkat penerimaan yang rendah yaitu 3,7 (netral). Karakteristik sensori untuk nasi analog yang telah dimasak dapat dilakukan untuk parameter warna, rasa dan tekstur. Parameter warna nasi analog bernilai 3,5–5,1 (agak tidak suka-agak suka), yang sangat tergantung dari bahan baku yang digunakan. Tingkat kesukaan untuk parameter tekstur juga dapat dipengaruhi oleh karakteristik bahan baku dan metode pembuatannya. Pada Tabel 5 terlihat bahwa kesukaan panelis untuk atribut tekstur hampir sama yaitu 4,6–4,8 (agak suka). Hal ini berarti bahwa panelis sudah mulai suka dengan tekstur dari beras analog yang sudah menyerupai beras. Dalam hal rasa, panelis masih membandingkan rasa nasi analog dengan nasi dari beras padi yang memiliki rasa tawar agak manis. Sedangkan rasa pada beras analog tentu sangat dipengaruhi oleh bahan bakunya. Hasil uji sensori rasa juga hampir sama untuk ketiganya yaitu antara 4,3–4,9 (netral-agak suka). Rasa dari beras analog yang berasal dari jagung kuning, bekatul dan kedelai memiliki nilai kesukaan paling rendah diantara ketiganya akibat rasa dari bekatul dan kedelai yang agak pahit. ## V. KESIMPULAN Teknologi pengolahan beras analog dapat menggunakan bahan pangan non beras sebagai sumber karbohidrat seperti umbi-umbian dan serealia (misalnya jagung kuning, jagung putih, sorgum, ubi kayu, ubi jalar dan sagu). Selain itu juga dapat menggunakan bahan baku yang berasal dari kacang-kacangan sebagai sumber protein seperti kedelai. Pemilihan dan penganekaragaman penggunaan bahan baku menghasilkan beras analog yang kaya akan kandungan gizi seperti tinggi protein, pati resisten, serat pangan, dan total fenol. Kombinasi beberapa bahan baku juga telah berhasil memperoleh beras analog yang termasuk dalam pangan IG rendah. Proses pengolahan beras analog menggunakan ekstruder ulir ganda telah berhasil menyerupai butiran beras, yang memiliki karakteristik fisik (bentuk butiran, tekstur sebelum dan setelah dimasak, teknik memasak) seperti beras. Teknik memasak beras analog dapat menggunakan rice cooker , sehingga memudahkan proses pengolahannya. Beras analog telah dapat diterima oleh masyarakat baik dari segi warna, bentuk dan tekstur. Pengembangan beras analog dengan menggunakan berbagai jenis bahan baku non beras merupakan salah satu usaha untuk mendukung program diversifikasi pangan masyarakat. Konsumsi beras analog yang berasal dari beragam bahan pangan, secara tidak langsung masyarakat telah mengkonsumsi beraneka jenis bahan pangan sehingga sumber gizinya tidak hanya berasal dari satu jenis pangan saja (beras). Keunggulan lain dari beras analog adalah beras analog dapat dikonsumsi seperti layaknya beras (bersama lauk pauk) sehingga tidak merubah kebiasaan makan masyarakat. ## DAFTAR PUSTAKA Ademiluyi, A.O. dan G. Oboh. 2013. Soybean Phenolic-Rich Extracts Inhibit Key-Enzymes Linked to Type 2 Diabetes (Α-Amylase and a-Glucosidase) and Hypertension (Angiotensin I Converting Enzyme) in Vitro. Experimental and Toxicologyc Pathology . Vol. 65: 305–309. doi:10.1016/j.etp.2011.09.005. Alsaffar, A.A. 2011. Effect of Food Processing on the Resistant Starch Content of Cereals and Cereal Products – A Review. International Journal of Food Science Technology .Vol.46: 455–462. Alvarez, E.E. dan P.G. Sanchez. 2006. Dietary Fiber. Journal of Nutrition Hospitalaria . Vol. 21(2): 60– Tabel 5. Karakteristik Sensori Beras dan Nasi Analog dari berbagai Bahan Baku a Kharisma, dkk. (2014); b Noviasari, dkk. (2013); c Kurniawati (2013) 71. Ashraf, S., F.M. Anjum, M. Nadeem, A. Riaz. 2012. Functional and Technological Aspects of Resistant Starch. Pakistan Journal of Food Science . Vol. 22(2): 90–95. ISSN: 2226–5899. BPOM. 2005. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional . Jakarta. Budijanto, S. dan Yuliyanti. 2012. Studi Persiapan Tepung Sorgum ( Sorghum bicolor L.Moench) dan Aplikasinya pada Pembuatan Beras Analog. Jurnal Teknologi Pertanian . Vol. 13(3): 177–186. Budijanto, S., A.B. Sitanggang, E.H. Purnomo. 2012. Metode Pengolahan Beras Analog . Kementrian Hukum dan HAM. P00201200463. Budijanto, S., Y.I. Andri, D.N. Faridah, S. Noviasari. 2016. Karakter Kimia Beras Analog Berbahan Dasar Jagung, Sorgum, dan Sagu Aren. Submitted in Agritech . [CAC] Codex Alimentarius Commission. 2009. Alinorm 09/32/26. Appendix II. Report of the 30 th Session of the Codex Committee on Nutrition and Foods for Special Dietary Uses [Internet]. [Cape Town, South Africa 3–7 November 2008]. Rome (IT): FAO. hlm 46;. Tersedia pada: http:// www.codexalimentarius.net/dowload/report/710/ al32_26e.pdf. Cuenca, A.R, M.J.V. Suarez, M.D.R. Sevilla, I.M. Aparicio. 2006. Chemical Composition and Dietary Fibre of Yellow and Green Commercial Soybeans ( Glycine max). Journal of Food Chemistry . Vol. 101: 1216–1222. doi:10.1016/j. foodchem.2006.03.025. De la Parra, C., S. Serna-Saldivar, R.H. Liu. 2007. Effect of Processing on the Phytochemical Profiles and Antioxidant Activity of Corn For Production of Masa, Tortillas, and Tortilla Chips. Journal of Agricultural and Food Chemistry. Vol. 55: 4177–4183. Devi, M.K.A., M. Gondi, G. Sakthivelu, P. Giridhar, T. Rajasekaran, G.A. Ravishankar. 2009. Functional Attributes of Soybean Seeds and Products, with Reference to Isoflavone Content and Antioxidant Activity. Journal of Food Chemistry . Vol. 114: 771–776. doi: 10.1016/j.foodchem.2008.10.011. Ek, K.L., L. Copeland, J.B. Miller. 2011. Glycemic Effect of Potatoes. Journal of Food Chemistry . Vol. 113: 1230–1240 . Englyst, K., S. Liu, H.N. Englyst. 2007. Nutritional Characterization and Measurement of Dietary Carbohydrates. European Journal of Clinical Nutrition . Vol. 61(1): S19–39 Foster-Powell, K.F., S.H.A. Holt, J.C.B. Miller. 2002. International Table of Glycemic Index and Glycemic Load Values. American Journal of Clinical Nutrition . Vol. 76: 5–56. Gullarte, M.A., M. Gomez, C.M. Rossel. 2011. Impact of Legume Flours on Quality and in Vitro Digestibility of Starch and Protein From Gluten- Free Cakes. Journal of Food Bioprocess and Techology. doi:10.1007/s11947-011-0642-3 Hallfrisch, J. dan K.M. Behall. 2000. Mechanisms of the Effects of Grains on Insulin and Glucose Responses. Journal of the American college of Nutrition . Vol. 19(3): 320S–325SS. Helmy, H. dan H. El-Mehiry. 2012. Effect of Egyptian Bread Prepared by Different Types of Flour on Diabetic Rats and Its Glycemic Index in Diabetic Patients. Journal of Life Science .Vol . 9(3): 2264–2272. Herawati, H., F. Kusnandar, D.R. Adawiyah, S. Budijanto. 2014. Teknologi Proses Produksi Beras Tiruan Mendukung Diversifikasi Pangan. Jurnal Litbang Pertanian . Vol. 33(3): 87–130. ISSN 0216-4418. Jenkins, D.J.A., T. Wolever, R.H. Taylor, H. Barker, H. Fielden, J.M. Baldwin, A.C. Bowling, H.C. Newman, A.L. Jenkins, D.V. Goff. 1981. Glycemic Index of Foods: A Physiological Basis for Carbohydrate Exchange. American Journal of Clinical Nutrition . Vol. 34: 362–366. Kaur, L., J. Singh, N. Singh. 2005. Effect of Glycerol Monostearate on the Physic-Chemical, Thermal, Rheological and Noodle Making Properties of Corn and Potato Starch. Journal of Food Hydrocolloid. Vol. 19: 839–849. Kharisma, T., N.D. Yuliana, S. Budijanto. 2014. The Effect of Coconut Pulp ( Cocos nucifera L.) Addition to Cassava Based Analogue Rice Characteristics. The 16 Th Food Innovation Asia Conference 2014 ; 2014 Juni 12–13; Bangkok, Thailand. Kurniawati, M. 2013. Stabilisasi Bekatul dan Penerapannya Pada Beras Analog [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Liu, C., Y. Zhang, W. Liu, J. Wan, W. Wang, W. Wu, N. Zuo, Y. Zhou, Z. Yin. 2011. Preparation, Physicochemical and Texture Properties of Texturized Rice Produce by Improved Ekstrusion Cooking Technology. Journal of Cereal Science . Vol.54: 473–480. Miller, J.B., E. Pang, L. Bramall. 1992. Rice : A High or Low Glycemic Index Food?. American Journal of Clinical Nutrition. Vol.56: 1034–1036. Mishra, A., H.N. Mishra, P.S. Rao. 2012. Preparation of Rice Analogues Using Extrusion Technology. International Journal of Food Science and Technology .Vol. 47: 1789–1797. doi:10.1111/ j.1365-2621.2012.03035.x. Noviasari, S., F. Kusnandar, A. Setiyono, S. Budijanto. 2015. Beras Analog sebagai Pangan Fungsional dengan Indeks Glikemik Rendah. Jurnal Gizi dan Pangan . Vol. 10(3). Noviasari, S., F. Kusnandar, S. Budijanto. 2013. Pengembangan Beras Analog dengan Memanfaat- kan Jagung Putih. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan . Vol. 24: 195–201. doi:10.6066/jtip.2013. 24.2.195. Obiro, W.C., T. Zhang, B. Jiang, 2008. The Nutraceutical Role of the Phaseolus Vulgaris α-amylase Inhibitor. British Journal of Nutrition . Vol. 100: 1–12. doi:10.1017/S0007114508879135. Ohtsubo, K., K. Suzuki, Y. Yasui, T. Kasumi. 2005. Bio-functional Components in the Processed Pre-germinated Brown Rice by a Twin-screw Extruder. Journal of Food Composition and Analysis .Vol. 18: 303–316. Qiu, Y. 2009. Antioxidant Activity of Commercial Wild Rice and Characterization of Phenolic Compounds by HPLC-DAD-ESI-MS/MS . Tesis at University of Manitoba. Rahman, S., A. Bird, A. Regina, Z. Li, J.P. Ral, A. McMaugh, D. Topping, M Morell. 2007. Resistant Starch in Cereals: Exploiting Geneticengineering and Genetic Variation. Journal of Cereal Science . Vol. 46:251–260. doi:10.1016/j.jcs.2007.05. 001 Riaz, M.N. 2000. Extruders in Food Applications . Boca Raton (US): CRC Pr Inc. Sajilata, M.G., R.S. Singhal, P.R. Kulkarni. 2006. Resistant Starch – a Review. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety . Vol. 5. Samad, Y. 2003. Pembuatan Beras Tiruan ( Artificial Rice ) dengan Bahan Baku Ubi Kayu dan Sagu. Prosiding Seminar Teknologi Untuk Negeri . 2:36–40. Suarni dan I.U. Firmansyah. 2005. Beras Jagung: Prosesing dan Kandungan Nutrisi sebagai Bahan Pangan Pokok. Suyamto, editor. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung . Makassar : 29−30 September 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Tormo, M.A., I.G. Exojo, A.R. Tejada, J.E. Campillo. 2004. Hypoglycaemic And Anorexigenic Activities of an α-amylase Inhibitor from White Kidney Beans ( Phaseolus vulgaris ) in Wistar rats. British Journal of Nutrition . Vol. 92: 785–790. doi:10.1079/BJN20041260. Widara, S.S. 2012. Studi Pembuatan Beras Analog dari Berbagai Sumber Karbohidrat Menggunakan Teknologi Hot Extrusion . Skripsi at Institut Pertanian Bogor. Zhang, W., J. Bi, X. Yan, H. Wang, C. Zhu, J. Wang, J. Wan. 2007. In Vitro Measurement of Resistant Starch of Cooked Milled Rice and Physico- Chemical Characteristics Affecting its Formation. Journal of Food Chemistry . Vol. 105: 462–468. doi:10.1016/j.foodchem.2007.04.002. BIODATA PENULIS : Santi Noviasari dilahirkan di Banda Aceh tanggal 15 November 1981. Menyelesaikan pendidikan S1 Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala tahun 1999, dan pendidikan S2 Ilmu Pangan, Institut Pertanian Bogor tahun 2011. Slamet Budijanto dilahirkan di Madiun tanggal 2 Mei 1961. Menyelesaikan pendidikan S1 Teknologi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor tahun 1985, pendidikan S2 Food Chemistry , Tohoku University, Jepang tahun 1990 dan S3 Food Chemistry , Tohoku University Jepang tahun 1993. Feri Kusnandar dilahirkan di Bogor tanggal 2 Mei 1968. Menyelesaikan pendidikan S1 Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor tahun 1987, pendidikan S2 Food Science , Universitas Putra Malaysia, Malaysia tahun 1995 dan S3 Food Science , University of Newcastle tahun 1999. Agus Setiyono dilahirkan di Malang tanggal 10 Agustus 1963. Menyelesaikan pendidikan S1 Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor tahun 1982, pendidikan S2 Patologi Veteriner, Institut Pertanian Bogor tahun 1989 dan S3 Patologi Veteriner, Gifu University-Jepang tahun 1997.
e28153f6-b6b8-43c4-bc1e-37a0e2a88bed
https://journal.uinmataram.ac.id/index.php/transformasi/article/download/1983/1034
## SOSIALISASI DAMPAK PERNIKAHAN DINI TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI DESA SEMBUNG KECAMATAN NARMADA KABUPATEN LOMBOK BARAT Alfira Mulya Astuti Dosen Prodi. Matematika, FTK UIN Mataram Abstrak : Pernikahan dini memiliki dampak yang cukup berbahaya bagi yang melakukannya baik pria ataupun bagi wanita, dan dalam berbagai aspek seperti kesehatan, psikologi, dan mental. Walaupun pernikahan usia dini ini memiliki dampak positif, namun dibandingkan dengan faktor negatifnya tentu sangat tidak seimbang. Tersebut merupakan alasan sehingga dilakukannya pengabdian masyarakat di desa Sembung. Adapun fokus pengabdian ini adalah Sosialisasi mengenai dampak pernikahan dini di Desa Sembung Kecamatan Narmada Kabupaten Lombok Barat dengan menghadirkan narasumber dari Pihak Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Kota Mataram. Diawali dengan Sosialisasi mengenai dampak dari pernikahan dini dengan menghadirkan narasumber dari Pusat Studi Gender dan Anak, Bidan yang ditugaskan di Desa Sembung serta salah satu narasumber dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) Kota Mataram. Melakukan pembinaan bagi kaum wanita yang memiliki keterbatasan perekonomian untuk menciptakan suatu yang bermanfaat. Kesimpulan dari kegiatan ini adalah; pernikahan dini hukumnya sunah bagi yang dapat mengendalikan diri, dan akan menjadi wajib jika antara keduanya sudah tidak dapat mengendalikan dini, menikah dini dalam dua keadaan tersebut bisa mensyaratkan adanya kesiapan ilmu, harta (nafkah) dan fisik, disamping mensyaratkan tetap adanya kemampuan melaksanakan kewajiban menuntut ilmu, islam telah menetapkan hukum – hukum preventif agar para pemuda dan pemudi terhindar dari rangsangan dan godaan untuk berbuat maksiyat seperti zina, Keempat, bahwasanya pernikahan dini itu memiliki dampak positif dan negatif bagi yang melaksanakan, baik ditinjau dari fisik maupun psikisnya. Kata Kunci : Sosialisasi, dampak menikah dini, kesehatan reproduksi ## PENDAHULUAN Saat ini, pernikahan belum cukup umur ini marak terjadi. Di Indonesia wanita yang berusia 25 sampai 29 tahun yang menikah dibawah usia 18 tahun mencapai 34 %, dan Indonesia termasuk dalam lima besar Negara-negara yang persentase pernikahan dini tertinggi di dunia. Berdasarkan usia pernikahan dan level pendidikan, data statistik di Indonesia menunjukkan terdapat 20 % wanita yang menikah di usia sekitar 15-19 tahun dan 18 % wanita yang menikah dengan laki- laki di bawah usia 20 tahun. Pernikahan dini 15-20% dilakukan oleh pasangan baru, secara nasional pernikahan dini usia pengantin di bawah usia 16 tahun sebanyak 26,9%. Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh salah satu pasangan yang memiliki usia di bawah umur yang biasanya di bawah 17 tahun. Baik pria atau wanita jika belum cukup umur (17 Tahun) jika melangsungkan pernikahan dapat dikatakan sebagai pernikahan usia dini. Ada banyak faktor negatif dan positif yang harus dihadapi ketika melakukan pernikahan jika belum cukup usia ini. Namun persiapan pernikahan bagi anak di bawah 17 tahun tentu harus diperhatikan sebaik baiknya. Hal ini dikarenakan dapat menyebabkan mental anak menjadi berubah serta kehilangan masa remajanya. Pernikahan dini memiliki dampak yang cukup berbahaya bagi yang melakukannya baik pria ataupun bagi wanita, dan dalam berbagai aspek seperti kesehatan, psikologi, dan mental. Walaupun pernikahan usia dini ini memiliki dampak positif, namun dibandingkan dengan faktor negatifnya tentu sangat tidak seimbang. Ada berbagai alasan yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini, terkadang tidak disengaja atau yang sudah direncanakan, berikut ini adalah beberapa alasannya. 1. Faktor Ekonomi, faktor ekonomi menyebabkan orang tua menikahkan anaknya pada pria/keluarga yang lebih mapan atau hanya untuk mengurangi biaya hidup sehari hari. 2. Perjodohan, mungkin faktor ini sudah sangat kecil yang menyebabkan pernikahan dini, namun beberapa kasus terutama di desa dan kampung, ini masih terjadi. 3. MBA ( married by accident), penyebab yang paling banyak terjadinya pernikahan usia dini, terutama terjadi di daerah perkotaan. 4. Cinta sejati, faktor cinta sejati mungkin menjadi alasan terakhir, dimana pasangan ini memang benar-benar mencintai dan ingin segera bersatu. Pernikahan dini ini memiliki dampak negatif dan dampak positif, namun tentu perlu diketahui pastinya pernikahan usia dini ini sebaiknya dihindari. Hasil wawancara dengan kepala desa Sembung yang bernama Bukhari beserta Kepala Karang Taruna yang bernama Muhatir Muhammad, S.Pd., memberikan informasi bahwa sebagian besar wanita di desa Sembung menikah di usia dini. Dan terdapat satu dusun di desa Sembung yaitu Dusun Memontong dimana Angka Kelahiran sangat besar serta memiliki Kepala Keluarga yang paling banyak. Di Dusun ini pula terjadi paling banyak pernikahan dini. Uraian di ataslah yang menjadi alasan sehingga memilih desa Sembung sebagai lokasi kegiatan pengabdian. Dengan harapan, setelah memberikan perlakuan berdasarkan rencana kegiatan pengabdian, maka terjadi peminimalisiran Pernikahan dini. ## PEMBAHASAN ## Strategi Yang Dilakukan Untuk Mencapai Kondisi Harapan. Beberapa metode atau langkah-langkah yang akan diterapkan yaitu: Survei awal yang bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai sumber daya manusia dan non manusia yang dimiliki oleh desa Sembung; Melakukan observasi yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala yang terjadi; Interview (wawancara), yaitu melakukan dialog atau tanya jawab langsung dengan informan yang diperlukan; Pendampingan dan pembinaan dengan kegiatan sosialisasi secara langsung kepada masyarakat (penduduk) dengan mendatangkan narasumber yang relevan. Instrumen yang digunakan pada kegiatan pengabdian adalah List Dokumentasi serta pedoman wawancara. List dokumentasi digunakan untuk mengecek data-data yang dibutuhkan misalnya data profil desa, dan lain sebagainya. Sedangkan pedoman wawancara digunakan sebagai panduan pertanyaan yang akan diajukan kepada Kepala Desa terkait kondisi masyarakat. ## A. Pernikahan Dini Pernikahan dalam islam adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk hidup bersama dalam rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warohmah untuk dapat mempertanhankan hidup dengan menghasilkan keturunan yang dilaksanakan sesuai dengan syariat islam. Seperti dalam QS.Al-Hujurat ayat 13 yang artinya: ―Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal ‖. Undang-undang negara indonesia juga telah mengatur batas usia perkawinan. Dalam Undang-undang Perkawinan bab II pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 (enam belas tahun) tahun. Kebijakan pemerintah dalam menetapkan batas minimal usia pernikahan ini tentunya melalui proses dan berbagai pertimbangan. Hal ini dimaksudkan agar kedua belah pihak benar-benar siap dan matang dari sisi fisik, psikis dan mental. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pernikahan dini adalah suatu ikatan yang dilakukan oleh calon wanita dan lak- laki disaat usianya masih muda. ## B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pernikahan Dini Faktor-faktor yang mempengaruhi pernikahan dini : 1. Faktor tradhisi ( Adat istiadat ) 2. Tradhisi (adat istiadat) di lingkungannya yang mayoritas penduduknya menikah saat usianya masih muda. 3. Faktor ekonomi 4. Faktor tingkat pendidikan 5. Faktor hasrat pribadi 6. Faktor Hamil di luar nikah 7. Faktor Pemahaman agama ## C. Hukum Yang Bertalian dengan Menikah Dini Menikah dini hakikatnya adalah menikah juga, hanya saja dilakukan oleh mereka yang masih muda dan segar, seperti mahasiswa atau mahasiswi yang masih kuliah atau mereka yang baru lulus SMA. Hukum yang berkaitan dengan nikah dini pada umumnya sama dengan pernikahan biasanya, namun ada pula hal – hal yang memang khusus yang bertolak dari kondisi umum, seperti kondisi mahasiswa yang masih kuliah yang mungkin belum mampu memberi nafkah. Hukum umum tersebut yang terpenting adalah kewajiban memenuhi syarat-syarat sebagai persiapan sebuah pernikahan. Kesiapan nikah dalam tinjaun fiqih paling tidak diukur dengan 3 (tiga) hal, yaitu : a. Pertama, kesiapan ilmu Yaitu kesiapan tentang pemahaman hukum-hukum fiqih yang berkaitan dengan urusan pernikahan, baik hukum sebelum menikah, seperti hukum khitbah (melamar), pada saat nikah, seperti syarat dan rukun aqad nikah, maupun sesudah nikah, seperti hukum nafkah, thalak, dan ruju`. b. Kedua, kesiapan materi/harta. dimaksud harta di sini ada dua macam, yaitu harta sebagai mahar (maskawin) (lihat QS An Nisaa : 4) dan harta sebagai nafkah suami kepada isterinya untuk memenuhi kebutuhan pokok/primer (al hajat al asasiyah) bagi isteri yang berupa sandang, pangan, dan papan (lihat QS Al Baqarah : 233, dan Ath Thalaq : 6). Ketiga, kesiapan fisik/kesehatan. ## D. Dampak Penikahan Dini Berbagai dampak pernikahan dini atau perkawinan dibawah umur dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Dampak terhadap hukum, adanya pelanggaran terhadap : a. UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 7 (1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.Pasal 6 (2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua. b. UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 26 (1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak 1.) menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya dan; 2.) mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. c. UU No.21 tahun 2007 tentang PTPPO (Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Amanat Undang-undang tersebut di atas bertujuan melindungi anak, agar anak tetap memperoleh haknya untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta terlindungi dari perbuatan kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. Pemahaman tentang undang-undang tersebut harus dilakukan untuk melindungi anak dari perbuatan salah oleh orang dewasa dan orang tua. Sesuai dengan 12 area kritis dari Beijing Platform of Action, tentang perlindungan terhadap anak perempuan. ## 2. Dampak biologis Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam proses menuju kematangan sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi jika sampai hamil kemudian melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma, perobekan yang luas dan infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya sampai membahayakan jiwa anak. Patut dipertanyakan apakah hubungan seks yang demikian atas dasar kesetaraan dalam hak reproduksi antara isteri dan suami atau adanya kekerasan seksual dan pemaksaan (penggagahan) terhadap seorang anak. 3. Dampak Psikologis Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan seks, sehingga akan menimbulkan trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit disembuhkan. Anak akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir pada perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan akan menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan (Wajar 9 tahun), hak bermain dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang melekat dalam diri anak. 4. Dampak Sosial Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial ekonomi dan budaya dalam masyarakat patriarki yang bias gender, yang menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya dianggap pelengkap seks laki-laki saja. Kondisi ini sangat bertentangan dengan ajaran agama apapun termasuk agama Islam yang sangat menghormati perempuan (Rahmatan lil Alamin). Kondisi ini hanya akan melestarikan budaya patriarki yang bias gender yang akan melahirkan kekerasan terhadap perempuan. Untuk faktor sosial ekonomi antara lain remaja harus keluar dari sekolah karena hamil dan harus bekerja, sehingga akan terhambat karirnya. 5. Dampak Perilaku Seksual Menyimpang Adanya perilaku seksual yang menyimpang yaitu perilaku yang gemar berhubungan seks dengan anak-anak yang dikenal dengan istilah pedofilia. Perbuatan ini jelas merupakan tindakan ilegal (menggunakan seks anak), namun dikemas dengan perkawinan seakan-akan menjadi legal. Hal ini bertentangan dengan UU.No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak khususnya pasal 81. 8 ## 6. Dampak terhadap Kesehatan Adanya fenomena pernikahan dini yang semakin marak terjadi, hal ini menimbulkan permasalahan yang tidak kalah pentingnya, yaitu peristiwa kehamilan yang terjadi pada wanita usia muda atau yang dikenal dengan istilah kehamilan dini. Kehamilan adalah masa dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya lahir normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dimulai dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan, triwulan ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan. Kehamilan dini atau terlalu muda ( primi muda) adalah ibu hamil pertama pada usia kurang dari 20 tahun, dimana kondisi panggul belum berkembang secara optimal dan kondisi mental yang belum siap menghadapi kehamilan dan menjalankan peran sebagai ibu. Persalinan adalah proses di mana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. 1. Risiko bagi ibunya : a. Kurangnya Perawatan selama Hamil Gadis remaja yang hamil terutama jika tidak mendapatkan dukungan dari keluarganya sangat berisiko mengalami kekurangan dalam hal perawatan selama hamil dan sebelum melahirkan. Padahal perawatan ini sangat penting terutama dibulan-bulan awal kehamilan. Perawatan ini berguna untuk memantau kondisi medis ibu dan bayi serta pertumbuhannya, sehingga jika ada komplikasi bisa tertangani dengan cepat. b. Mengalami perdarahan. Perdarahan pada saat melahirkan antara lain disebabkan karena otot rahim yang terlalu lemah dalam proses involusi. selain itu juga disebabkan selaput ketuban stosel (bekuan darah yang tertinggal didalam rahim). Kemudian proses pembekuan darah yang lambat dan juga dipengaruhi oleh adanya sobekan pada jalan lahir. c. Kemungkinan keguguran / abortus. Keguguran pada usia muda dapat terjadi secara tidak disengaja, misalnya karena terkejut, cemas, stres. Tetapi ada juga keguguran yang sengaja dilakukan oleh tenaga non profesional sehingga dapat menimbulkan akibat efek samping yang serius seperti tingginya angka kematian dan infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan. d. Persalinan yang lama dan sulit. Adalah persalinan yang disertai komplikasi ibu maupun janin.penyebab dari persalinan lama sendiri dipengaruhi oleh kelainan letak janin, kelainan panggul, kelaina kekuatan his dan mengejan serta pimpinan persalinan yang salah e. Keracunan Kehamilan ( Gestosis). Kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin meningkatkan terjadinya keracunan hamil dalam bentuk pre- eklampsia atau eklampsia. Pre-eklampsia dan eklampsia memerlukan perhatian serius karena dapat menyebabkan kematian. f. Kematian Ibu. Kematian ibu pada saat melahirkan banyak disebabkan karena perdarahan dan infeksi. Selain itu angka kematian ibu karena keguguran juga cukup tinggi karena persalinan kebanyakan dilakukan oleh tenaga non profesional (dukun). g. Depresi Pasca Melahirkan Kehamilan yang terjadi pada saat remaja, terlebih yang tidak mendapat dukungan dari suami (yang menghamili) berisiko tinggi mengalami depresi pasca melahirkan. Depresi ini bisa mengganggu perawatan bayi yang baru lahir dan juga perkembangan remaja tersebut ke depannya, karena umurnya yang belasan tahun sudah harus mengurusi anak, ditambah lagi jika dalam pengurusannya tidak ditunjang oleh dukungan suami (bagi remaja yang sudah menikah) dan oleh laki-laki yang menghamili (bagi remaja yang hamil di luar nikah). h. Resiko Tertular Penyakit Menular Seksual (PMS) Remaja yang melakukan hubungan seks memiliki risiko tertular penyakit seksual seperti chlamydia dan HIV. Hal ini sangat penting untuk diwaspadai karena PMS bisa menyebabkan gangguan pada serviks (mulut rahim) atau menginfeksi rahim dan janin yang sedang dikandung i. Anemia Kehamilan Anemia gizi lebih sering dijumpai dalam kehamilan karena pada masa ini terjadi peningkatan kebutuhan zat-zat makanan untuk mendukung perubahan-perubahan fisiologis selama hamil. Penyebab anemia pada saat hamil diusia muda disebabkan kurang pengetahuan akan pentingnya gizi pada saat hamil di usia muda, karena pada saat hamil mayoritas seorang ibu mengalami anemia. Tambahan zat besi dalam tubuh fungsinya untuk meningkatkan jumlah sel darah merah, membentuk sel darah merah janin dan plasenta, lama kelamaan seorang yang kehilangan sel darah merah akan menjadi anemis. j. Hipertensi Remaja yang hamil memiliki resiko mengalami tekanan darah tinggi atau disebut dengan pregnancy-induced hypertension, dibandingkan dengan perempuan yang hamil diusia matang. Kondisi ini memicu terjadinya preeklamsia, yaitu kondisi medis berbahaya yang menggabungkan tekanan darah tinggi dengan kelebihan protein dalam urin, pembengkakan tangan dan wajah ibu serta kerusakan organ. Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Sinopsis Obstetri). k. Efek Preeklampsia Preeklampsia dapat menyebabkan gangguan peredaran darah pada plasenta. Hal ini akan menyebabkan berat badan bayi yang dilahirkan relatif kecil. Selain itu, preeklampsia juga dapat menyebabkan terjadinya kelahiran prematur dan komplikasi lanjutan dari kelahiran prematur yaitu keterlambatan belajar, epilepsi, sereberal palsy, dan masalah pada pendengaran dan penglihatan. 2. Risiko bagi bayinya : a. Kemungkinan lahir belum cukup usia kehamilan. Adalah kelahiran prematur yang kurang dari 37 minggu (259 hari). hal ini terjadi karena pada saat pertumbuhan janin zat yang diperlukan berkurang. b. Berat badan lahir rendah (BBLR). Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan yang kurang dari 2.500 gram. kebanyakan hal ini dipengaruhi kurangnya gizi saat hamil, umur ibu saat hamil kurang dari 20 tahun. dapat juga dipengaruhi penyakit menahun yang diderita oleh ibu hamil. c. Cacat bawaan. Merupakan kelainan pertumbuhan struktur organ janin sejak saat pertumbuhan. Hal ini dipengaruhi kurangnya pengetahuan ibu tentang kehamilan, pengetahuan akan asupan gizi rendah, kelainan genetik dan kromosom, infeksi, virus rubella, pemeriksaan kehamilan (ANC) kurang, keadaan psikologi ibu kurang stabil. Selain itu cacat bawaan juga di sebabkan karena keturunan (genetik) proses pengguguran sendiri yang gagal, seperti dengan minum obat-obatan (gynecosit sytotec) atau dengan loncat-loncat dan memijat perutnya sendiri. d. Kematian bayi. kematian bayi yang masih berumur 7 hari pertama hidupnya atau kematian perinatal yang disebabkan berat badan kurang dari 2.500 gram, kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari), kelahiran kongenital serta lahir dengan asfiksia. Agar risiko berkurang, ada beberapa hal yang sebaiknya dilakukan ibu dan keluarga jika hamil pertama di usia rawan, yaitu 1. Konsultasikan kehamilan pada ahlinya. Karena ibu yang hamil di usia rawan memerlukan pengawasan khusus selama kehamilan dan pada proses persalinan. Sebaiknya ibu ditangani dokter spesialis dan bukan bidan atau dokter umum. Bila kondisi tidak memungkinkan, setidaknya ibu pernah satu- dua kali berkonsultasi dengan dokter spesialis agar mendapat pemeriksaan yang khusus dan teliti, seperti pemeriksaan panggul, tekanan darah dan pemeriksaan USG. 2. Proses persalinan sebaiknya dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas yang memenuhi standar. Rumah sakit yang tidak memiliki NICU (Neonatal Intensive Care Unit) tentu tak dapat memberikan fasilitas yang memadai bagi bayi yang lahir prematur. Padahal risiko ini bisa terjadi pada ibu yang hamil di usia rawan. Sarana dan prasarana yang baik juga berguna bila terjadi suatu kelainan pada proses persalinan, misalnya ibu mengalami perdarahan. 3. Berkonsultasi dengan ahli gizi. Terutama untuk ibu yang hamil di usia sangat muda. Umumnya, pengetahuan kehamilan yang dimiliki masih kurang sehingga pola makannya pun kurang baik, misalnya meskipun hamil dia tetap mengonsumsi junk food. Di sinilah ahli gizi berperan membimbing pola makannya agar menjadi lebih baik. Pola makan yang baik dapat menghindari anemia, hipertensi dan diabetes pada ibu hamil. 4. Lakukan tes amniosentesis pada awal kehamilan bagi wanita berusia 35 tahun atau lebih pada kehamilan pertama untuk menemukan kemungkinan sindrom down dan abnormalitas kromosom lain. 5. Penuhi konsumsi 0,4 miligram asam folat setiap hari selama 3 bulan sebelum kehamilan (pada kehamilan yang direncanakan). Bila tidak, asam folat bisa diberikan pada 3 bulan pertama kehamilan untuk mengejar ketinggalan kebutuhannya. 6. Lakukan aktivitas untuk menjaga kondisi fisik selama hamil. Senam hamil pun sangat disarankan untuk mempelancar proses persalinan. Selain berdampak pada kesehatan kehamilan dan persalinan, juga berdampak pada kesehatan reproduksi. Pada masa remaja ini, alat reproduksinya belum matang untuk melakukan fungsinya. Rahim (uterus) baru siap melakukan fungsinya setelah umur 20 tahun, karena pada masa ini fungsi hormonal melewati masa yang maksimal. Pada usia 14-18 tahun, perkembangan otot-otot rahim belum cukup baik kekuatan dan kontraksinya sehingga jika terjadi kehamilan rahim dapat rupture (robek). Pada usia 14-19 tahun, sistem hormonal belum stabil, kehamilan menjadi tidak stabil mudah terjadi pendarahan dan terjadilah abortus atau kematian janin. Usia kehamilan terlalu dini dari persalinan memperpanjang rentang usia reproduksi aktif. Hal ini dapat mengakibatkan resiko kanker leher rahim dikemudian hari. Remaja yang menikah dini baik secara fisik maupun biologis belum cukup matang untuk memiliki anak, sehingga kemungkinan anak cacat dan anak ataupun ibu meninggal saat proses persalinan lebih tinggi. Pernikahan dini juga berisiko mengakibatkan penyakit kanker mulut rahim dan rasa sakit pada kemaluan wanita saat beruhubungan intim. Perempuan yang menikah dibawah umur 20 tahun beresiko terkena kanker leher rahim. Pada usia remaja, sel-sel leher rahim belum matang. Kalau terpapar human papiloma virus atau HPV pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker. Leher rahim ada dua lapis epitel, epitel skuamosa dan epitel kolumner. Pada sambungan kedua epitel terjadi pertumbuhan yang aktif, terutama pada usia muda. Epitel kolumner akan berubah menjadi epitel skuamosa. Perubahannya disebut metaplasia. Kalau ada HPV menempel, perubahan menyimpang menjadi displasia yang merupakan awal dari kanker. Pada usia lebih tua, di atas 20 tahun, sel-sel sudah matang, sehingga resiko makin kecil. Gejala awal perlu diwaspadai, keputihan yang berbau, gatal serta perdarahan setelah senggama. Jika diketahui pada stadium sangat dini atau prakanker, kanker leher rahim bisa diatasi secara total. Untuk itu perempuan yang aktif secara seksual dianjurkan melakukan tes Papsmear 2-3 tahun sekali (Apriliana, 2011) ## E. Upaya Penanggulangan Dampak Penikahan Dini Upaya penanggulangan resiko tinggi pernikahan dini menurut Sibagariang (2010), adalah sebagai berikut : 1. Pencegahan Orang tua perlu manyadari bahwa pernikahan dini bagi anaknya penuh dengan resiko yang membahayakan baik secara sosial, kejiwaan maupun kesehatan. Remaja putri perlu diberikan informasi tentang hak-hak reproduksinya dan resiko pernikahan dini. Bagi remaja yang belum menikah, kehamilan remaja dapat dicegah dengan cara menghindari terjadinya senggama, itu berarti remaja harus mengisi waktunya dengan kegiatan-kegiatan yang akan memberi bekal hidupnya dimasa depan. 2. Penanganan Kehamilan remaja merupakan kehamilan yang beresiko karena itu remaja yang hamil harus intensif memeriksakan kehamilannya. Dengan demikian diharapkan kelainan dan penyulit yang akan terjadi dapat segera diobati. F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Remaja Tentang Dampak Pernikahan Dini Pada Kesehatan Reproduksi 1. Informasi Menurut Soetjiningsih (2004) bahwa faktor yang menjadi sebab terjadinya pengetahuan yang kurang tentang masalah remaja terutama tentang pernikahan dini yaitu institusi pendidikan langsung yaitu guru sekolah dan orang tua yang kurang siap memberikan informasi yang kurang dan tepat waktu. Semakin maju tehknologi, membaiknya komunikasi mengakibatkan membanjirnya arus informasi dari luar yang sulit sekali diseleksi. Informasi adalah keterangan pemberitahuan kabar berita dari suatu media dan alat (sarana) komunikasi seperti koran, majalah, radio, televisi, poster, spanduk, internet, dan tenaga kesehatan. Media komunikasi adalah media yang digunakan pembaca untuk mendapatkan informasi sesuatu atau hal tentang pengetahuan. Berkaitan dengan penyediaan informasi bagi manajemen dalam pengambilan keputusan, informasi yang diperoleh harus berkaitan. Kualitas informasi tergantung tiga hal yaitu akurat, tepat waktu dan relevan. (Tugiman, 2006). Seseorang di dalam proses pendidikan juga memperolah pengetahuan melalui berbagai macam alat bantu. Alat bantu media akan membantu dalam melakukan penyuluhan. Agar pesan kesehatan dapat disampaikan dengan jelas dengan media orang dapat lebih mengerti fakta kesehatan yang dianggap rumit sehingga mereka dapat menghargai betapa bernilainya kesehatan (Notoatmodjo, 2003). Kriteria informasi baik jika mendapatkan informasi ≥ 6 media, dan cukup jika mendapatkan informasi < dari 6 media (Notoatmodjo, 2005). 2. Peran Orang Tua Orang tua merupakan tempat anak berlindung dan mendapatkan kedamaian melalui keserasian antara ketertiban dan ketrentraman dengan mempertimbangkan pengaruh-pengeruh yang datang dari luar rumah, tidaka ada pihak lain yang dapat menggantikan peranan orang tua dengan seutuhnya. Keberhasilan orang tua di dalam menunjang motivasi dan keberhasilan studi terletak pada eretnya hubungan orang tua dengan anaknya (Soekanto, 2007). ## Suasana dan Kondisi (Rekam Proses) Kegiatan pengabdian masyarakat dengan tema sosialisasi dampak pernikahan dini bagi kesehatan berjalan dengan lancar. Acara diawali dengan pembukaan dan pemberian sambutan dalam hal ini dilakukan oleh Pengabdi, ibu Alfira Mulya Astuti, M.Si. Kegiatan sosialisasi dibuka secara resmi oleh Kepala Desa, Bapak Bukhari. Para narasumber menyampaikan materi secara bergantian. Diawali oleh Ibu Nikmatullah, MA yang menyampaikan materi tentang gambaran umum pernikahan dini dan dilanjutkan oleh ibu Lia Lestari Widiyanti, A.Md.Keb yang menyampaikan materi terkait dampak pernikahan dini terhadap kesehatan. Setiap narasumber diberikan waktu masing-masing 45 menit untuk menyampaikan materi. Sesi berikutnya setelah penyampaian materi adalah sesi tanya jawab (diskusi). Pada kegiatan ini, peserta sangat antusias. Karena terbatasnya waktu, maka peserta dibatasi untuk memberikan pertanyaan. Adapun pertanyaan yang diajukan peserta adalah : 1. Pertanyaan ditujukan kepada ibu Nikmatullah, M.A. ―Salah satu dampak negatif dari terjadinya pernikahan dini adalah munculnya kekerasan dalam rumah tangga. Pertanyaan saya adala Apakah penyebab kekerasan dalam rumah tangga tersebut? ― Penanya : Saudari Aspurniawati (17 Tahun) berasal dari Sembung Barat. 2. Pertanyaan ditujukan kepada ibu Lia Lestari Widiyanti, A.Md.Keb. Bagaimana mengatasi Insomnia? Penanya: Saudara Nizarul Izomi (18 Tahun) berasal dari dusun Jejelok. Pertanyaan yang diajukan oleh peserta dijawab langsung oleh para narasumber. Adapun jawaban para narsumber adalah : 1. Penyebab kekerasan dalam rumah tangga atau yang biasa dikenal dengan KDRT diantaranya adanya komunikasi yang kurang efektif antara pasangan suami dan istri. 2. Terdapat bentuk-bentuk KDRT yang selama ini tidak disadari oleh masyarakat, misalnya kekerasan ekonomi (tanpa adanya pemberian nafkah). 3. Cara mengatasi insomnia adalah terlebih dahulu dengan memahami penyebab insomnia. Dimana penyebab insomnia beragam. Setelah tahu barulah bisa mengatasinya. Banyak cara yang bisa digunakan yaitu: Olahraga secara teratur, Mengatur pola makan, Jika ada masalah, jangan dipendam sendiri. Berbagilah dengan orang yang dipercayakan Sesi setelah diskusi adalah penutup. Kegiatan sosialisasi ditutup dengan pembacaan doa oleh salah satu mahasiswa peserta KKP IAIN Mataram Kelompok 16 yang bernama Misbahul Ardi. Selama pelaksanaan kegiatan sosialisasi, pengabdi berperan sebagai fasilitator dan mendampingi pelaksanaan kegiatan hingga akhir. ## PENUTUP Kesimpulan yang dapat ditarik dari pelakasanaan kegiatan ini adalah : 1. Pertama, pernikahan dini hukumnya sunah bagi yang dapat mengendalikan diri, dan akan menjadi wajib jika antara keduanya sudah tidak dapat mengendalikan dini. 2. Kedua, menikah dini dalam dua keadaan tersebut bisa mensyaratkan adanya kesiapan ilmu, harta (nafkah) dan fisik, disamping mensyaratkan tetap adanya kemampuan melaksanakan kewajiban menuntut ilmu. 3. Ketigat, islam telah menetapkan hukum – hukum preventif agar para pemuda dan pemudi terhindar dari rangsangan dan godaan untuk berbuat maksiyat seperti zina. 4. Keempat, bahwasanya pernikahan dini itu memiliki dampak positif dan negatif bagi yang melaksanakan, baik ditinjau dari fisik maupun psikisny. ## DAFTAR PUSTAKA Alfiyah, Hukum Pernikahan Dini. http://alfiyah23.student.umm.ac.id/category/hukum-pernikahan-dini/ diakses 20 Oktober 2016 _________ Dampak pernikahan dini : perkawinan di bawah umur. http://alfiyah23.student.umm.ac.id/2010/01/29/dampak-pernikahan- dini/ diakses 20 Oktober 2016 Amelia, F. Gambaran tingkat pengetahuan remaja putri terhadap resiko perkawinan dini usia 14- 20 tahun pada kehamilan dan proses persalinan. Jakarta : Stikes Bhakti Pertiwi Indonesia, 2011. Murcahya, A., Dinamika psikologis pengambilan keputusan untuk menikah dini. Surakarta : Universitas Muhamadiyah Surakarta, 2010. Nurya, T. 2016. Resiko kehamilan pada usia dini (primi muda). http://nurse- carewithlove.blogspot.com/2011/09/resiko-kehamilan-pada-usia-dini- primi.html , diakses 20 Oktober 2016 Sastrawinata, U S., Gambaran epidemiologi klinik kehamilan remaja di RS Immanuel Bandung. JKM. Volume 7, 2007. Sarwono, Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005. Surya, K W., Penyesuaian pernikahan remaja putri yang melakukan pernikahan dini. Sumatera Utara : Universitas Sumatera Utara, 2007. UNICEF, Early marriage : a harmful traditional practice. The United Nations Children‘s Fund (UNICEF), 2005.
34f3f374-beae-4d18-bdc7-a7a278aa928a
https://www.ejournal.lppmunidayan.ac.id/index.php/matematika/article/download/708/548
## Pengaruh Metode Pembelajaran Problem Solving Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa SD Anwar 1*  , Sutisna 2 1*,2 Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Dayanu Ikhsanuddin, Jalan Dayanu Ikhsanuddin No. 124 Baubau, Sulawesi Tenggara 93721, Indonesia e-mail: 1* anwar1967und@gmail.com , 2 nasutis06@gmail.com * Corresponding Author INFORMASI ARTIKEL ## ABSTRAK Print ISSN : 2442-9864 Online ISSN : 2686-3766 Article history Received : 28 Februari 2022 Revised : 1 Mei 2022 Accepted : 20 Mei 2022 Kata kunci : problem solving, prestasi belajar matematika Keywords : problem solving, achievement of learning mathematics Nomor Tlp. Penulis: +6281355942878 ## PENERBIT Universitas Dayanu Ikhsanuddin. Jalan Dayanu Ikhsanuddin No. 124, Kode Pos 93721 Baubau, Sulawesi Tenggara, Indonesia. Email: pendidikanmatematika@unidayan.ac.id This is an open access article under the CC–BY-SA license. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh metode pembelajaran Problem Solving terhadap prestasi belajar matematika siswa pada materi pecahan di kelas V SD Negeri Palea. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif quasi eksperimen, dengan menerapkan Nonequivalent Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri Palea tahun ajaran 2021/2022 yang berjumlah 30 orang siswa yang terdiri dari 2 kelas yang sekaligus digunakan sebagai sampel dengan menggunakan teknik sampling jenuh. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes dan angket. Hasil penelitian ini diperoleh bahwa berdasarkan hasil analisis deskriptif nilai rata-rata pretest hasil belajar matematika siswa kelas eksperimen sebesar 34,66; nilai ra ta-rata postest hasil belajar matematika siswa kelas eksperimen sebesar 62,33. Nilai rata- rata pretest hasil belajar matematika siswa pada kelas kontrol sebesar 29,00; nilai rata-rata postest hasil belajar siswa pada kelas kontrol sebesar 45,33. Selain itu nilai rata-rata angket pada kelas eksperimen sebesar 53,53; nilai rata-rata angket pada kelas kontrol sebesar 48,66. Berdasarkan hasil uji statistik inferensial dengan menggunakan uji-t diperoleh nilai signifikan sebesar 0,000 < 0,05, yang berarti H 0 ditolak dan H 1 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh metode pembelajaran Problem Solving terhadap prestasi belajar matematika siswa pada materi pecahan di kelas V SD Negeri Palea. The purpose of this study is to find out the influence of problem solving learning methods on students' math learning achievement on fractional material in class V of SD Negri Palea. This research is a quantitative quasi experimental study, by applying Nonequivalent Control Group Design The population in this study was all students of class V SD Negeri Palea in the 2021/2022 school year which amounted to 30 students consisting of 2 classes that were simultaneously used as samples using saturated sampling techniques. The research instruments used are tests and questionnaires. The results of this study obtained that based on the results of descriptive analysis the average value of pretest of the results of mathematics study of experimental class students amounted to 34.66; The average postest grade of experimental grade students' math learning results was 62.33. The average pretest grade of students' math learning outcomes in the control class was 29.00; The average postest grade of student learning outcomes in the control class was 45.33. In addition, the average score of the questionnaire in the experimental class was 53.53; The average score in the control class was 48.66. Based on the results of inferential statistical tests using the t-test obtained a significant value of 0.000 < 0.05, which means H0 was rejected and H1 was accepted. So it can be concluded that there is an influence of problem solving learning methods on the achievement of learning mathematics students on fractional material in class V of SD Negeri Palea. Cara mengutip : Anwar, A., & Sutisna, S. (2022). Pengaruh Metode Pembelajaran Problem Solving Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa SD. Jurnal Akademik Pendidikan Matematika , 8(1), 71-78. ## PENDAHULUAN Pendidikan merupakan media yang sangat berperan untuk mencipkan manusia yang berkualitas dan berpotensi dalam arti yang seluas˗luasnya. Melalui pendidikan akan terjadi proses pendewasaan diri sehingga dalam proses pengambilan keputusan terhadap suatu masalah yang dihadapi selalu disertai dengan rasa tanggung jawab yang besar. Di dalam dunia pendidikan sangat ## JURNAL AKADEMIK PENDIDIKAN MATEMATIKA Volume 8, Nomor 1, Mei 2022, Halaman 71-78 https://www.ejournal.lppmunidayan.ac.id/index.php/matematika dibutuhkan siswa yang memiliki prestasi belajar yang tinggi terutama dalam bidang matematika. Pembelajaran matematika adalah salah satu mata pelajaran yang diberikan dari pendidikan Taman kanak˗kanak (TK) sampai dengan perguruan tinggi. Belajar matematika sangatlah penting dalam kehidupan sehari˗hari, karena dalam setiap harinya kita tidak telepas dari menggunakan matematika mulai dari yang sederhana sampai dengan yang sulit. Maka dari itu, kita didorong untuk mempelajari ilmu matematika dan sangatlah rugi jika kita tidak mempelajarinya karena matematika juga sebagai wahana dalam menghadapi kemajuan IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi) dan bertujuan untuk mencerdaskan siswa dapat pula membentuk kepribadian siswa dan keterampilan. Menurut Saputra dan Usa belajar matematika yaitu suatu proses untuk memahami suatu konsep (materi) tentang matematika karena pada pembelajaran matematika memerlukan tahapan-tahapan dari hal- hal yang lebih mudah menuju hal-hal yang lebih sulit, hal ini untuk mempermudah siswa dalam memahami suatu konsep atau materi. Menurut WJS Poerdarminta dikutip dari Nelly Maghfiroh (2010: 48) berpendapat, bahwa prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan lain sebagainya). Sedangkan menurut Gagne dikutip dari Yusniyah (2010: 22) prestasi adalah penguasaan siswa terhadap materi pelajaran tertentu yang telah diperoleh dari hasil tes belajar yang dinyatakan dalam bentuk skor. Melalui proses belajar seorang siswa akan mengalami perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman-pengalaman yang diperolehnya untuk mencapai prestasi maksimal. Prestasi belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Anonim, 2007: 895) adalah hasil yang telah dicapai dari penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan guru. Soal tes dalam matematika diantaranya soal cerita yang membutuhkan kemandirian serta penggunaan penalaran tingkat tinggi yang cermat untuk menentukan solusi atau cara yang tepat dalam menyelesaikan masalah tersebut. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi masalah tesebut agar tidak berkelanjutan, maka perlu diterapkan strategi dan metode pembelajaran yang mendukung hasil belajar siswa, salah satunya yaitu dengan menerapkan metode problem solving (pemecah masalah). Menurut Purwanto (1999: 17) problem solving adalah suatu proses menghadapi situasi baru dengan menggunakan strategi, cara atau teknik tertentu Tujuannya yaitu agar keadaan tersebut dapat dilalui sesuai dengan keinginan yang ditetapkan. Untuk menyelesaikan atau memecahkan masalah matematika, diperlukan strategi pemecahan masalah yang kemudian diintegrasikan dalam langkah˗langkah pemecahan masalah. Selain itu, Marzano, dkk. (1988) mengatakan bahwa problem solving adalah salah satu bagian dari proses berpikir yang berupa kemampuan untuk memecahkan persoalan. Pemecahan masalah menurut Rofiati, dkk (2014: 89) merupakan suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan. Pemecahan masalah masih dianggap sebagai bagian yang paling sulit dalam matematika, baik bagi siswa maupun guru. Berbagai kesulitan ini muncul karena mencari jawaban dipandang sebagai satu- satunya tujuan yang ingin dicapai, karena hanya berfokus pada jawaban, anak sering salah dalam memilih teknik penyelesaian yang sesuai. Oleh karena itu kemampuan memecahkan masalah menjadi salah satu kemampuan matematis yang harus dimiliki peserta didik. Dengan mempelajari pemecahan masalah pada matematika, peserta didik harus memperoleh cara berpikir, kebiasaan yang gigih dan keingintahuan serta kepercayaan diri pada situasi yang tidak disengaja sekaligus yang akan ditemui pada kehidupan sehari˗hari. Problem solving adalah upaya individu atau kelompok untuk menentukan jawaban berdasarkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya dalam rangka memenuhi tuntutan situasi yang tak lumrah tersebut (Krulik & Rudnick, 1996: 65). Menurut Wardani (Nur Hamiyah dan Muhammad Jauhar, 2014: 126) metode problem solving adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah, baik masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Metode problem solving (metode pemecahan masalah), bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode- metode lainya yang dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan (Djamarah, 2010: 91). Tujuan pembelajaran problem solving antara lain: (a) Melatih kemampuan berpikir siswa dalam memecahkan masalah (b)Siswa mampu memecahkan masalah tekait soal yang dihadapi (c) Melatih siswa bagaimana caranya menemukan jalan/jawaban dari masalah yang dihadapi. Menurut Sa’dijah (1998: 146) mendefinisikan bilangan pecahan yaitu bilangan yang dapat dinyatakan sebagai perbandingan dua bilangan pecahan a dan b. secara bentuk penulisannya dengan syarat b 0. Dalam hal ini a disebut pembilang dan b sebagai penyebut. pecahan dapat diartikan sebagai bagian dari sesuatu yang utuh. Dalam ilutrasi gambar, bagian yang dimaksud adalah bagian yang diperhatikan, yang biasanya ditandai dengan arsiran. Bagian inilah yang dinamakan pembilang. Adapun bagian utuh adalah bagian yang dianggap sebagai satuan, dan dinamakan penyebut (Heruman, 2007: 43). Pada penelitian ini materi yang akan diajarkan yaitu materi penjumlahan dan pengurangan pecahan terkait materi penjumlahan dan pengurangan pecahan berpenyebut sama, penjumlahan dan pengurangan pecahan berpenyebut berbeda, serta penjumlahan dan pengurangan pecahan campuran. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di SD Negeri Palea, siswa mengganggap pelajaran matematika sulit dan membosankan. Siswa hanya ditempatkan sebagai objek sehingga siswa menjadi pasif dan tenggelam ke dalam kondisi belajar yang kurang merangsang aktivitas belajar yang optimal. Dengan demikian guru tidak tahu apakah siswanya benar – benar mengerti dengan materi yang telah disampaikan atau tidak dan hal ini berakibat pada rendahnya prestasi belajar siswa. Mencermati hal tersebut diatas, sudah saatnya diadakan pembaharuan, inovasi kearah pencapaian tujuan pendidikan. Pembelajaran matematika hendaknya lebih bervariasi metode maupun strateginya dan membedayakan berbagai variabel pembelajaran, merupakan bagian penting dalam keberhasilan siswa mencapai tujuan yang direncanakan. Karena itu memilih metode, strategi dan pendekatan dalam mendesain model pembelajaran guna tercapainya iklim pembelajran yang aktif dan bermakna adalah tuntutan yang mesti dipenuhi bagi para guru. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah antara lain: 1) Kemampuan siswa dalam menyelesaikan pemecahan masalah masih sangat minim, 2) Siswa hanya menerapkan konsep biasa dalam menyelesaikan persoalan matematika 3) Kurangnya pola pikir yang dimiliki siswa berdampak pada prestasi belajarnya 4) Proses pembelajaran hanya berpusat pada guru. Karena luasnya pembahasan yang ada dalam penelitian ini, maka peneliti akan membatasi permasalahan yang diteliti, yaitu hanya fokus pada metode pembelajaran problem solving tehadap prestasi belajar matematika siswa pada materi pecahan dengan materi pokok penjumlahan dan pengurangan pecahan di kelas V SD Negeri Palea. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh positif dan signifikan dari metode pembelajaran problem solving terhadap prestasi belajar matematika siswa pada materi pecahan di kelas V SD Negeri Palea?. Berdasarkan dengan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh positif dan signifikan dari metode problem solving tehadap prestasi belajar matematika siswa pada materi pecahan di kelas V SD Negeri Palea ## METODE PENELITIAN ## Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif Quasi Eksperimen. Dengan menggunakan nonequivalent control group design. Pada nonequivalent control group design , peneliti menggunakan dua kelompok yang terdiri atas kelompok eksperimen yang diberi pembelajaran problem solving , dan kelompok kontrol yang diberi pembelajaran konvesional, dengan desain seperti pada tabel berikut. ## Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2021/2022, di SD Negeri Palea ## Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri Palea tahun ajaran 2021/2022 yang terbagi dalam kelas A dan B, dengan jumlah seluruh siswa 30 orang. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan sampling jenuh. Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiono, 2013: 68). Dimana ada dua kelas dijadikan sebagai kelas V A yang berjumlah 15 orang sebagai kelas eksperimen dan kelas V B yang berjumlah 15 orang sebagai kelas kontrol. ## Intrumen dan Teknik Pengumpulan Data ## Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah instrumen soal tes berupa tes uraian ( essay ) dan kuisioner/angket. Sebelum diberikan kepada sampel, tes tersebut terlebih dahulu dilakukan validasi dan uji reliabilitas. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tes berbentuk soal-soal uraian pretest dan postest. Tes awal diberikan pada kelas kontrol dan kelas eksperimen sebelum diberikan perlakuan. Kemudian untuk tes akhir diberikan pada kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvesional dan kelas eksperimen yang diberi perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran problem solving . Tes ini digunakan untuk melihat/mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran problem solving dengan siswa yang diberikan model pembelajaran konvensional. Angket yang digunakan adalah angket tertutup, dimana responden tidak diberi kesempatan untuk memberi jawaban dengan kata-kata sendiri. Siswa tinggal memilih jawaban yang sudah disediakan. Metode angket ini digunakan untuk memperoleh skor problem solving (pemecahan masalah). ## Anwar, Sutisna ## Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 2 jenis analisis statistik, yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif diperlukan untuk melukiskan karakteristik distribusi dan skor variabel˗variabel (pengaruh metode pembelajaran problem solving terhadap prestasi belajar matematika siswa), yang berupa rata˗rata ( ̅ ), median (Me), modus (Mo), standar deviasi (S), varians (S 2), nilai maksimum ( x maks ) dan nilai minimum (x min ). Statistik Inferensial Analisis inferensial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Namun sebelum pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan pengujian beberapa persyaratan analisis yakni uji normalitas data dan uji homogenitas data. ## Uji Normalitas Uji normalitas data dimaksudkan untuk mengetahui populasi berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas data dalam penelitian ini menggunakan statistik uji Kolmogorof˗smirnov Adapun dalam pengujian kolmogorov smirnov menggunakan bantuan program SPSS statistics 21 dengan kriteria jika tingkat signifikan lebih besar dari ( 0,05 maka data itu berdistribusi normal. Sebaliknya jika nilai signifikan lebih kecil dari ( 0,05 maka distribusi data tidak normal. ## Uji Homogenitas Uji homogenitas data dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh ini mempunyai varians yang populasinya sama atau tidak, maka dilakukan uji homogenitas varians dengan menggunakan rumus:Dengan rumus uji F: artinya data homogen artinya data tidak homogeny Pengujian dilakukan pada dengan kriteian pengujian adalah atau P value artinya varians kedua kelas tidak homogen. Untuk harga F yang lainnya berarti varians kedua kelas homogen. (Sundayan, 2014: 144). ## Uji Analisis Terakhir (Pengujian Hipotesis) Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif dan signifikan dari metode pembelajaran problem solving terhadap prestasi belajar matematika siswa pada materi pecahan di kelas V SD Negeri Palea. Adapun rumus yang digunakan dalam uji hipotesis dengan menggunakan uji-t. Oleh karena data yang diperoleh homogen, maka rumus uji-t dapat digunakan dengan langkah-langkah sebagai berikut. Rumus t hitung dengan data homogen. ̅ ̅ √ Keterangan: t hitung = nilai hitung untuk uji-t ̅ = rata-rata skor responden kelas eksperimen ̅ = rata-rata skor responden kelas kontrol n 1 = jumlah responden kelas eksperimen n 2 = jumlah responden kelas kontrol s = simpangan baku gabungan Untuk medapatkan nilai simpangan baku gabungan digunakan rumus: √ ( ( Keterangan: = varians data sampel kelas eksperimen = varians data sampel kelas kontrol n 1 = jumlah responden kelas eksperimen n 2 = jumlah responden kelas kontrol Dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS statitics 21 dengan taraf signifikan 0,05 atau 5% dengan kriteria jika tingkat signifikannya pada p 0,05, maka H 1 diterima dan H 0 ditolak. Sebaliknya jika P 0,05, maka H 1 ditolak dan H 0 diterima. Keterangan: H 0 = tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan dari metode pembelajaran problem solving terhadap prestasi belajar matematika siswa. H 1 = terdapat pengaruh positif dan signifikan dari metode pembelajaran problem solving terhadap prestasi belajar matematika siswa. Berdasarkan hasil analisis uji-t metode pembelajaran problem solving berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa hal ini terlihat dari nilai t hitung = 5.174 dengan df = 28 dan nilai signifikannya sebesar 0.000 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh metode pembelajaran problem solving terhadap prestasi belajar matematika siswa pada materi pecahan di kelas V SD Negeri Palea. ## HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ## Hasil Penelitian Statistik Deskriptif Hasil analisis data kelas V A (eksperimen) dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS statistik 21, seperti yang tercantum pada tabel berikut. Tabel 1. Statistik Deskriptif Data Pretest-Postest Kelas Eksperimen Statistics pretest eksperimen postest eksperimen N Valid 15 15 Missing 0 0 Mean 34.6667 62.3333 Median 35.0000 65.0000 Mode 30.00 a 65.00 a Std. Deviation 11.72096 9.23245 Variance 137.381 85.238 Minimum 10.00 45.00 Maximum 60.00 75.00 Sum 520.00 935.00 Berdasarkan hasil analisis prestasi belajar matematika siswa kelas V A (eksperimen) pada tabel 1 diperoleh rata-rata kemampuan belajarnya siswa untuk pretest sebesar 34,66 dan postest sebesar 62,33, nilai median pretest sebesar 35,00 dan posttest sebesar 65,00, nilai modus pretest sebesar 30,00 dan posttest sebesar 65,00, nilai maksimum pretest sebesar 60,00 dan postest sebesar 75,00, nilai manimum pretest sebesar 10,00 dan posttest sebesar 45,00. Hasil analisis data kelas V B (kontrol) dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS statistik 21, seperti yang tercantum pada tabel berikut: Tabel 2. Statistik Deskriptif Data Pretest – posttest Kelas Kontrol Statistik pretest kontrol postest kontrol N Valid 15 15 Missing 0 0 Mean 29.0000 45.3333 Median 30.0000 45.0000 Mode 35.00 40.00 a Std. Deviation 9.48683 8.75595 Variance 90.000 76.667 Minimum 10.00 30.00 Maximum 40.00 60.00 Sum 435.00 680.00 Berdasarkan hasil analisis prestasi belajar matematika siswa kelas V B (Kontrol) pada tabel 2 diperoleh rata-rata kemampuan belajarnya siswa untuk pretest sebesar 29,00 dan postest sebesar 45,33, nilai median pretest sebesar 30,00 dan postest sebesar sebesar 45,00, nilai modus pretest sebesar 35,00 dan postest sebesar 40,00, nilai maksimum pretest sebesar 40,00 dan postest sebesar 60,00, nilai manimum pretest sebesar 10,00 dan posttest sebesar 30,00 Hasil analisis data angket kelas eksperimen dan kelas control dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS statistik 21, seperti yang tercantum pada tabel berikut: Tabel 3. Statistisk Deskriptif Data Angket Kelas Eksperimen dan kelas kontrol Statistics Nilai Eksperimen Nilai Kontrol N Valid 15 15 Missing 0 0 Mean 53.5333 48.6667 Median 54.0000 48.0000 Mode 54.00 45.00 a Std. Deviation 3.37780 3.06283 Variance 11.410 9.381 Minimum 46.00 45.00 Maximum 60.00 55.00 Sum 803.00 730.00 Berdasarkan hasil analisis angket prestasi belajar matematika siswa kelas V A (eksperimen) dan V B pada tabel 3 diperoleh rata-rata untuk kelas eksperimen sebesar 53,53 dan kelas kontrol sebesar 48,66, nilai median kelas eksperimen sebesar 54,00 dan posttest sebesar 48,00, nilai modus kelas kontrol sebesar 54,00 dan kelas kontrol sebesar 45,00, nilai maksimum kelas eksperimen sebesar 60,00 dan kelas kontrol sebesar 55,00, nilai manimum kelas eksperimen sebesar 46,00 dan kelas kontrol sebesar 45, 00. ## Hasil Uji Inferensial ## Uji Normalitas Untuk menguji normaitas data peneiti menggunakan uji Kolmogorov- Sminoriv Test dengan taraf signifikan (α) 0,05 atau 5%, data berdistribusi normal jika nilai signifikan > (α). Uji ini dilakukan menggunakan SPSS 21 pada tabel berikut: Tabel 4. Hasil Analisis Uji Normalitas Pretest- Postes Kelas Eksperimen Dan Kontrol kelas Kolmogorov-Smirnov a Statistic df Sig. Hasil Belajar Siswa pretest eksperimen .145 15 .200 * postest eksperimen .214 15 .064 pretest kontrol .203 15 .097 postest kontrol .132 15 .200 * Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai bahwa nilai signifikan untuk uji normalitas pada pretest kelas eksperimen sebesar 0,200 > 0,05, nilai postest kelas eksperimen sebesar 0,064 > 0,05, dan pada pretest kelas control sebesar 0,097 > 0,05 kemudian pada postest kelas control sebesar 0,200 > 0,05. Karena nilai signifikan kedua kelas lebih besar dari 0,05 Sehingga dapat disimpulkan bahwa data tes kemampuan belajar siswa berdistribusi normal. Tabel 5. Hasil Analisis Uji Normalitas Angket Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol Test of Normality Kelas Kolmogorov-Smirnov a Statistic df Sig. Hasil Angket kelas eksperimen .155 15 .200 * kelas kontrol .174 15 .200 * Berdasarkan tabel menunjukan bahwa nilai signifikan untuk uji normalitas pada angket kelas eksperimen sebesar 0,200 > 0,05, nilai angket pada kelas kontrol sebesar 0,200 > 0,05, Karena nilai signifikan kedua kelas lebih besar dari 0,05 Sehingga dapat disimpulkan bahwa data angket kemampuan belajar siswa berdistribusi normal. ## Uji Homogenitas Untuk menguji homogenitas varian penelitian menggunakan uji homogenitas Levene’s dengan taraf signifikan (α) = 0.05. Uji ini dilakukan dengan menggunakan SPSS 21 pada tebel berikut: Hasil Uji Homogenitas kelas eksperimen dan kontrol. Tabel 6. Hasil analisis uji homogenitas pretest- postest kelas eksperimen dan kelkas kontrol Test of Homogeneity of Variance Levene Statistic df1 df2 Sig. Hasil Belajar Siswa Based on Mean .166 3 56 .919 Based on Median .204 3 56 .893 Based on Median and with adjusted df .204 3 48.822 .893 Based on trimmed mean .166 3 56 .919 Berdasarkan hasil output uji Levene Statistic diatas bahwa hasil belajar matematika siswa terlihat nilai signifikannya sebesar 0,919 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa kedua sampel bersifat homogen. Tabel 7. Hasil Uji Homogenitas data Angket problem solving Test of Homogeneity of Variance Levene Statistic df1 df2 Sig. Hasil Angket Based on Mean .001 1 28 .979 Based on Median .008 1 28 .928 Based on Median and with adjusted df .008 1 26.171 .928 Based on trimmed mean .001 1 28 .977 Berdasarkan hasil output uji Levene Statistic diatas bahwa hasil belajar matematika siswa terlihat nilai signifikannya sebesar 0,979 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa kedua sampel bersifat homogen. Uji Hipotesis ## Tabel 8. Hasil Uji Hipotesis Independent Samples Test t-test for Equality of Means t df Sig. (2- tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper 5.174 28 .000 17.00000 3.28537 10.27023 23.72977 Berdasarkan hasil analisis dengan SPSS Statistics 21 diperoleh nilai sig (2-tailed) pada 0,000 < 0,05. Dengan demikian dapat dikatakan H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti ada pengaruh positif dan signifikan dari metode pembelajaran problem solving terhadap prestasi belajar matematika siswa pada materi pecahan di kelas V SD Negeri Palea. ## Pembahasan Hasil penelitian menunjukan bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran problem solving pada kelas eksperimen lebih berpengaruh dibandingkan dengan metode pembelajaran konvesional pada materi penjumlahan dan pengurangan pecahan di kelas V SD Negeri palea. hal dilihat dari hasil analisis deskriptif nilai rata-rata pretest pada kelas eskperimen sebelum diberikan perlakuan sebesar 34,66 dan setelah diberikan perlakuan berupa pembelajaran problem solving nilai rata-rata postest pada kelas eksperimen meningkat sebesar 62,33. Kemudian untuk kelas kontrol hasil analisis deskriptif lebih rendah dibandingkan dengan kelas eksperimen dengan diperoleh nilai rata-rata pretest sebesar 29,00 sebelum diberikan perlakuan dan setelah diberikan perlakuan berupa pembelajaran konvesional diperoleh nilai rata-rata postest sebesar 45,33. karena hasil analisis deskriptif pretest-postest kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan hasil analisis deskriptif pretest-postest pada kelas kontrol maka metode pembelajaran Problem Solving lebih berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa, terlihat dari nilai rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Hal ini didukung dengan respos siswa dimana pada kelas eksperimen berdasarkan presentasi rata-rata keseluruhan yang menjawab sangat setuju sebesar 61.33% sedangakan pada kelas kontrol sebesar 40.00%, dan skor pada kelas eksperimen sebesar 53.53 sedangkan pada kelas kontrol sebesar 48.7 kemudian dilihat dari rata-rata skor pada kelas eksperimen sebesar 3.57 sedangkan pada kelas kontrol rata-rata skor diperoleh sebesar 3.11, bisa juga dilihat dari nilai TCR dimana kelas eksperimen sebesar 89.21 sedangkan pada kelas kontrol sebesar 77.88 Hal ini juga di dukung dengan tingkat kategori angket pada kelas eksperimen yang berada pada kategori sedang dengan rentang 51 55, persentase 53,4% dan dengan frekuensi siswa sebanyak 8 orang. Sedangkan pada kelas kontrol yang berada pada kategori rendah dengan rentang X < 48, persentase 47% dan dengan frekuensi siswa sebanyak 7 orang. Hal ini menunjukan bahwa metode pembelajaran problem solving pada kelas eksperimen lebih berpengaruh dibandingkan kelas kontrol yang diajarkan dengan pembelajaran konvesional. Berdasarkan hasil uji-t diperoleh nilai signifikan 0,000, yang berarti 0,000 ˂ 0,05, Sehingga H 0 ditolak dan H 1 diterima, artinya bahwa ada pengaruh yang signifikan antara prestasi belajar matematika siswa yang menggunakan metode pembelajaran Problem Solving atau dengan kata lain metode pembelajaran Problem Solving lebih berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa, terlihat dari nilai rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah siswa pada materi pacahan antara kelas eksperimen yang diberikan pembelajaran problem solving dan kontrol yang diberikan pembelajaran konvesional. Hal ini dapat dilihat bahwa penggunaan metode pembelajaran problem solving pada kelas eksperimen, siswa banyak terlatih untuk mengerjakan soal-soal yang merangsang siswa untuk berpikir baik secara individu maupun kelompok. Dari analisis diatas dapat pula interpretasikan bahwa pembelajaran matematika dengan motode pembelajaran problem solving mempunyai pengaruh yang positif terhadap prestasi belajar siswa. Sehingga dalam proses pembelajaran penggunaan metode pembelajaran problem solving dapat meningkatkan proses belajar siswa di dalam kelas. Dalam penelitian ini, metode pembelajaran problem solving lebih berpengaruh dibandingkan dengan pembelajaran konvesional. Menurut Solso (2008), problem solving adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan suatu atau jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik. Dalam pembelajaran dengan metode problem solving siswa diberikan masalah kemudian mereka di tantang untuk menemukan sendiri pemecahan dari masalah tersebut, sehingga mereka akan memiliki pikiran yang kreatif untuk terus mencari solusi dari pemecahan masalah tersebut. Ini sejalan dengan penerapan metode pembelajaran problem solving pada siswa kelas V SD Negeri Palea, dimana kelas yang diberikan perlakuan berupa metode pembelajaran problem solving lebih berpikir kreatif dibandingkan dengan kelas yang hanya menggunakan metode pembelajaran konvesional(metode ceramah). Malik dkk (2012) mengemukakan bahwa jika siswa ingat bahwa ia telah memecahkan masalah, maka ia hanya akan ingat solusi dan berusaha memecahkannya lagi. Siswa yang memiliki pikiran kreatif dan penalaran tinggi jika diberikan model pembelajaran konvesional akan merasa jenuh, Karena mereka sudah terbiasa berhadapan dengan proses pemecahan masalah. Intinya metode pembelajaran problem solving lebih berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa disbandingkan dengan metode pembelajaran konvesional. ## KESIMPULAN DAN SARAN ## Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis inferensial, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh metode pembelajaran problem solving terhadap prestasi belajar matematika siswa pada materi pecahan di kelas V SD Negeri Palea. ## Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, peneliti memberikan saran sebagai berikut:1. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat menerapkan metode pembelajaran Problem Solving pada pokok bahasan lainnya dan diharapkan hasil penelitian ini bisa menjadi acuan yang dapat dimanfaatkan demi mengembangkan prestasi belajarnya siswa.2. Untuk guru dan orang tua, diharapkan agar selalu memberikan semangat serta dorongan kepada siswa/anak untuk melakukan kegiatan yang dapat mengembangkan prestasi belajarnya siswa. 3. Untuk siswa sebagai generasi penerus, diharapkan mampu belajar lebih giat lagi dan dengan metode problem solving ini siswa dapat belajar memecahkan suatu masalah dalam matematika. ## DAFTAR REFERENSI Anonim. (2007). Pengelolaan Laboratorium Fisika Sekolah Menengah Atas . Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah; Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas. Hamiyah, N., & Jauhar, M. (2014). Strategi Belajar Mengajar di Kelas . Jakarta Prestasi Pustakaraya. Heruman, (2007). Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar . Bandung: Remaja Rosdakarya. Maghfiroh, N. (2010). Upaya Peningkatan Motivasi Belajar Melalui Metode Quantum Teaching pada Pelajaran PKn pada Siswa Kelas IV SD Negeri Talang III Sumenep Tahun 2010/2011 . Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Purwanto, E. (1999). Desain Teks untuk Belajar “problem solving”. Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial nomor 2 tahun 1999. Rofiati, D. (2014). Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Dalam Belajar Matematika Melalui Metode Demonstrasi Pada Materi Pokok Bangun Data. Jurnal Analisa . Sa’dijah, C. (1998). Pendidikan Matematika Malang . Depdikbud Dirjen Dikti Proyek PGSD 1998/1999. Saputra, R., & Usa, S. L. (2020). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Pada Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Kelas VIII SMP Negeri 43 Buton . Jurnal Akademik Pendidikan Matematika , Volume 6 , Nomor 2, hal. 110–114. Sumadi Suryabrata. (1998). Metodologi Penelitian , Jakarta: Raja Grafindo Persada
989e3f5f-a79d-4281-9f1b-98a53ece211e
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/samrat-agrotek/article/download/44331/40483
## PENDAHULUAN Cabai merah merupakan produk hortikultura yang mudah rusak maka tidak mampu disimpan dalam jangka waktu yang lama. Apabila tidak didistribusikan segera, cabai akan mengalami kerusakan baik kualitas dan kuantitas. Secara umum buah cabai banyak kandungan gizi, antara lain ## QUALITY CHANGES OF RED CHILLIA (Capsicum annum L.) DURING COLD STORAGE IN DIFFERENT PACKAGING Perubahan Mutu Cabai Merah (Capsicum annum L.) Selama Penyimpanan Dingin Dalam Kemasan Berbeda Bagas Surya Bawana 1* , Lady C. C. E. Lengkey 2* , Bertje R. A. Sumayku 2 1) Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi, Manado, 95115, Indonesia 2) Staf Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi, Jl. Kampus Unsrat Manado, 95515 Telp (0431) 846539 *Corresponding author: 18031106039@student.unsrat.ac.id ## Abstract Red chili is a horticultural product that is easily damaged so it cannot be stored for a long time. Physiologically, after being harvested red chilies continue to carry out metabolic activities such as respiration where the respiration rate depends on environmental conditions. To eliminate field heat during transportation, precooling is carried out with room cooling before storage and packaging. This respiratory activity cannot be stopped but can be reduced by storing it at low temperatures combined with proper packaging and stored at a temperature of 10.05 0C and 30.03 0C. with HDPE plastic clips, Wrapping LDPE based on quality changes. The research was conducted at the Agricultural Engineering Laboratory, Sam Ratulangi University, Manado from April to June 2022. This study used an experimental method, the data was processed descriptively. Performed 3 (three) plastic treatments with HDPE Clip, LDPE Wrapping and without packaging. Each treatment was repeated 3 times. This research was conducted at the Agricultural Engineering Laboratory, Sam Ratulangi University, Manado from April to May 2022. The results showed that red chilies packaged with LDPE wrapping could be stored longer (24 days) than those stored with HDPE plastic clips (21 days). Red chilies that are not packaged and stored at room temperature can only be stored for up to 6 days. Keywords: Capsicum anuum, Cold storage, Packaging.. ## Abstrak Cabai merah merupakan produk hortikultura yang mudah rusak sehingga tidak dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Secara fisiologi, setelah dipanen cabai merah tetap melakukan kegiatan metabolisme seperti respirasi dimana laju respirasi ini tergantung dari kondisi lingkungannya. Untuk menghilangkan panas lapang saat pengangkutan dilakukan precooling dengan room cooling sebelum dilakukan penyimpanan dan pengemasan. Aktivitas respirasi ini tidak bisa dihentikan tetapi bisa dikurangi dengan melakukan cara penyimpanan pada suhu rendah yang dikombinasikan dengan pengemasan yang tepat.dan disimpan pada suhu 10,05 0 C dan 30,03 0 C Penelitian ini bertujuan untuk menentukan lama penyimpanan cabai merah yang disimpan dingin dan dikemas dengan plastik klip HDPE, Wrapping LDPE berdasarkan perubahan mutu. Penelitian dilakukan di Laboratorium Keteknikan Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado pada bulan April sampai Juni 2022. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen, data diolah secara deskriptif. Dilakukan 3 (tiga) perlakuan plastik Klip HDPE, Wrapping LDPE dan Tanpa kemasan. Setiap perlakuan diulang 3 kali. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Keteknikan Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado pada bulan April sampai Mei 2022. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cabai merah yang dikemas dengan wrapping LDPE dapat disimpan lebih lama (24 hari) daripada yang disimpan dengan plastic klip HDPE (21 hari). Cabai merah yang tidak dikemas dan disimpan pada suhu ruang hanya dapat disimpan sampai 6 hari. Kata Kunci : Capsicum anuum, Cold storage, Packaging. ## JURNAL AGROEKOTEKNOLOGI TERAPAN Applied Agroecotechnology Journal Agroteknologi Universitas Sam Ratulangi e_ISSN:2797-0647 kalori, protein, lemak, kabohidrat, kalsium, vit A, B1, serta vit C (Arifin, 2010). Cabai merah memiliki permintaan sangat banyak dipasar dalam negeri maupun luar negeri. Dari Rata-rata tingkat konsumsi cabai merah mencapai 1,4 kg/tahun pada tahun 2015 dengan harga cabai Rp 30.000-, sampai Rp 40.000-,. Dengan proyeksi jumlah penduduk Indonesia sebanyak 265.015 jiwa ditahun 2019, berarti Indonesia membutuhkan cabai ±1,070 juta ton/tahun. Secara fisiologi, setelah dipanen cabai merah tetap melakukan kegiatan metabolisme seperti respirasi dimana laju respirasi ini tergantung dari kondisi lingkungannya. Aktivitas respirasi ini tidak bisa dihentikan tetapi bisa dikurangi dengan melakukan cara penyimpanan pada suhu rendah yang dikombinasikan dengan pengemasan yang tepat (Lamona et al , 2015). Menurut Walker (2010), bahwa penggunaan ruangan pendingin (coldstorage) cocok untuk penyimpanan cabai karena dapat mempertahankan kesegaran produk untuk waktu yang lebih lama. Kondisi optimum penyimpanan cabai merah segar berada di antara 5-10 0C dengan kelembaban relatif 95 %. Penggunaan suhu rendah yang sesuai dapat mempertahankan kesegaran cabai 14-21 hari (Purwanto et al . 2013). Berdasarkan uraian ini, maka diperlukan suatu penanganan pascapanen cabai merah, dengan perlakuan pengemasan plastik klip HDPE dan wrapping LDPE yang disimpan pada lemari pendingin. Sebelum cabai merah dikemas perlu dilakukan pra pendinginan ( pre-cooling ) untuk menghilangkan panas lapang sehingga suhu produk diturunkan dalam waktu 4 jam dalam room cooling . Pra pendinginan dapat menurunkan aktivitas metabolisme dari produk yang dipanen seperti menekan laju respirasi dan produksi gas etilen. Pengemasan adalah kegiatan untuk melindungi kesegaran produk pertanian saat pengangkutan, pendistribusian dan penyimpanan agar mutu tetap terpelihara. Kerusakan dapat terjadi karena pengemasan yang kurang baik, untuk mencegah kerusakan pada cabaii diperlukan pengemasan dan temperatur suhu yang rendah (Lapasi et al , 2020). Salah satu alternatif yang dapat dilakukan dengan pengemasan menggunakan Plastik Klip HDPE dan Wrapping LDPE yang merupakan salah satu aplikasi teknologi pengemasan menggunakan plastik. Untuk memperpanjang umur simpan produk pangan serta mencegah terjadinya kontaminasi mikroorganisme. ## METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado pada bulan April- Mei 2022 Selama ± 1 bulan. ## Alat dan Bahan Penelitian Alat Lemari pendingin merk WiseCube, Mysty Fan 26 inch merk krisbow, Ac 1 pk merk samsung, oven pengering merk NDO-410, desikator, gunting, fruit texture analyser GUSS , alat tulis menulis (atm), timbangan digital merk kern dan Tray Wrapping Sealer HW-450. ## Bahan Cabai merah ( Capsicum annum L .) Vaietas Red Kriss dengan umur panen 75- 90 hari yang dipanen di Langowan, piringan styrofoam, tisu, kertas label, aluminium foil, aplikasi color grab, dan plastik jenis Plastik Klip HDPE 20 x 30 cm ketebalan 0,03 mm dan Wrapping LDPE ketebalan 0,01 mm. ## Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan 3 kali ulangan. Yang terdiri dari 2 jenis Plastik Klip HDPE, Wrapping LDPE dan Tanpa kemasan, pengambilan data secara langsung pada bahan yang akan disimpan, data hasil pengamatan disusun dalam bentuk tabel dan grafik lalu dikaji secara deskriptif. Cabai merah dilakukan pre-cooling dengan room cooling , sortasi, dikemas plastik dan tanpa plastik dengan masing-masing berat 100 gr pada setiap sampel. Kemudian disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 10 0 C dan suhu 30,03 0 C. Pengamatan ini dilakukan setiap 3 hari sampai bahan mengalami pembusukan. ## Prosedur Penelitian Prosedur penelitian ini yang dilakukan adalah pemanenan dimana cabai merah sudah siap panen dengan ciri-ciri memiliki bobot maksimal, berwarna merah menyala dan bentuknya padat. Cabai merah dipetik dan dimasukan ke dalam karung kemudian dibawa ke Laboratorium keteknikan, langsung dimasukan dalam room cooling selama 4 jam, tujuannya untuk menghilangkan dengan cepat panas lapang sebelum penyimpanan. Setelah dari room cooling dilakukan sortasi dan pengemasan menggunakan plastik Klip HDPE, Wrapping LDPE dan Tanpa kemasan kemudian ditimbang dengan masing-masing kemasan berat 100 gram. Cabai merah yang sudah dikemas dimasukan ke dalam lemari pendingin dan diletakkan pada suhu ruangan, pengamatan setiap 3 hari, pengamatan akan meliputi kadar air, perubahan tekstur, perubahan berat dan perubahan warna. Hal-hal yang diamati: 1. Kadar air. 2. Perubahan Tekstur. 3. Perubahan Bobot. 4. Perubahan Warna. Pengukuran Kadar Air (Sudarmadji S B, Haryono, Suhardi, 1997) Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode pengeringan dalam oven. Cabai merah ditimbang sampel sebanyak 5-6,5 gram dan ditempatkan dalam cawan aluminium foil yang telah diketahui berat kosongnya. Sampel tersebut dikeringkan dalam oven bersuhu 105 0 C. Pengeringan dilakukan selama 4-5 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selam 15 menit lalu ditimbang lagi. Perlakuan ini diulang sampai tercatat berat. Setelah didapat berat awal dan akhir bahan selanjutnya kadar air bahan didapat dihitung menggunakan rumus persamaan dibawah ini: m = Wm 𝑊𝑚+𝑊𝑑 x100% Keterangan: m = Kadar air basis basah (%) Wm = Berat air dalam bahan (gr) Wd = Berat bahan kering mutlak (gr) ## Pengukuran Tekstur (Kekerasan) Tekstur diukur menggunakan alat fruit texture analyser dengan cara berikut (Edowaii, 2007): 1. Ambil sampel cabai merah sesuai perlakuan. 2. Atur hingga angka mencapai 0. 3. Letakkan sampel di bawah fruit texture analyser , atur hingga menyentuh sampel. Kemudian tekan hingga terdengar bunyi dan dengan 3 posisi berbeda yaitu bagian pangkal, bagian tengah dan bagian ujung. 4. Baca angka yang didapat akan terlihat di LCD. Kemudian catat angka yang tertera pada alat. 𝒄 = 𝒑 𝐰 Keterangan : c: Kekerasan p: Massa beban (g) w: Hasil yang tertera pada alat Fruit Texture Analyser (mm) ## Perubahan Berat Perubahan berat diperoleh dengan menimbang cabai merah pada saat awal dan sesudah dimasukkan penyimpanan, agar dapat mengetahui berapa berat awal cabai merah dan sesudah penyimpanan. Perubahan berat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut. 𝑊 = A−B A x100% Keterangan: W: Perubahan berat (g) A: berat sampel awal (g) B: Berat sampel hari ke-n (g) ## Pengukuran Warna Pengukuran warna diperoleh dengan menggunakan aplikasi Color grab yang di download menggunakan handphone xiaomi note 8 pro . Sistem notasi warna yang digunakan adalah sistem CIE L a b, dimana L* adalah untuk terang gelap (kecerahan), a* untuk warna cerah dan b* untuk warna kuning. Untuk pengambilan warna, sampel diletakkan pada wadah yang berwarna putih yang sudah terpapar cahaya. Kemudian warna dianalisis dengan menggunakan aplikasi color grab dengan cara membuka handphone lalu arahkan kamera pada sampel maka akan terlihat nilai Lab dan warna pada sampel. ## HASIL DAN PEMBAHASAN ## Kadar Air Tingkat Kematangan yang digunakan dalam penelitian cabai merah yang berwarna merah. Hasil penelitian menunjukan rata-rata kadar air cabai merah saat panen 81,77 %. Kadar air cabai merah merupakan parameter yang menentukan kesegaran dan juga memperngaruhi tekstur dan cita rasa cabai merah. Tabel 1. Memperlihatkan rata-rata kadar air cabai merah pada penyimpanan dingin dan Tabel 2. Memperlihatkan rata-rata kadar air cabai merah pada penyimpanan ruangan perlakuan Pre-cooling room cooling selama 4 jam mendapatkan suhu 13-15 0 C dengan Kemasan Plastik Klip HDPE, Wrapping LDPE dan tanpa Kemasan. Tabel 1. Rata-Rata Kadar Air Cabai Merah Awal dan Akhir Penyimpanan Dingin. Rata-rata Kadar air (%) Tahap Perubahan Awal Akhir Plastik Klip HDPE 81,77 84,00 Wrapping LDPE 81,77 79,34 Tanpa Kemasan Plastik Dingin 81,77 78,26 Tabel 2. Rata-Rata Kadar Air Cabai Merah Awal dan Akhir Penyimpanan Ruangan. Rata-rata Kadar air (%) Tahap Perubahan Awal Akhir Plastik Klip HDPE 78,12 82,71 Wrapping LDPE 78,12 78,98 Tanpa Kemasan Plastik Ruangan 78,12 79,47 Pada kemasan plastik klip terjadi peningkatan kadar air pada hari ke-21 didapat suhu 9,2 0 C pada cabai merah plastik Klip HDPE dengan kadar air menjadi 84,00 %, Wrapping LDPE hari ke- 12 didapat suhu 9,7 0 C dengan kadar air menjadi 80,23 % dan tanpa kemasan ruangan pada hari ke-6 didapat suhu 9,3 0 C dengan kadar air menjadi 78,26 %. peningkatan pada kadar air cabai merah dapat disebabkan karena terjadi laju respirasi dan transpirasi pada salah satu sampel sehingga terjadi peningkatan pada cabai merah yang di pengaruhi oleh suhu yang tidak stabil dan berubah-ubah selama penyimpanan. Sedangkan penyimpanan pada suhu ruangan karena lamanya penyimpanan pada suhu tinggi dinilai kurang efektif karena cabai merah bisa busuk dan cepat rusak. Pada kemasan plastik Klip HDPE terjadi peningkatan pada hari ke-3 dengan suhu didapat 30,1 0 C pada cabai merah plastik Klip HDPE mendapatkan kadar air menjadi 82,71 %, Wrapping LDPE pada hari ke-6 dengan didapat suhu 29,3 0 C dengan kadar air menjadi 78,98 % dan tanpa kemasan plastik pada hari ke-3 didapat suhu 30,1 0 C dengan kadar air menjadi 79,47 %. Gambar 1. Grafik Kadar Air Cabai Merah Selama Penyimpanan Suhu 10,05 0C. Gambar 2. Grafik Kadar Air Cabai Merah Selama Penyimpanan Suhu 30,03 0C. Kehilangan air bahan selama penyimpanan tidak hanya menyebabkan penurunan bobot, tetapi terjadi kerusakan seperti pelunakan dan pembusukan cabai merah yang menimbulkan mikroba seperti bercak putih dan bintik-bintik hitam yang akhirnya berakibat menurunkan mutu cabai merah. Kadar air cabai merah cenderung meningkat dengan semakin lama penyimpanan dingin maupun ruang. Hal tersebut disebabkan adanya bahan kemasan plastik yang menyebabkan udara sekitar tidak mudah masuk kedalam bahan sehingga penurunan kadar air dapat diminimalisir (Naomi, 2009). Sedangkan pada cabai merah perlakuan tanpa kemasan disuhu dingin maupun ruang tidak ada penghalang pada bahan dengan udara bebas sehingga pergerakan udara dan laju respirasi berjalan lebih cepat. ## Perubahan Berat Hasil Perubahan berat merupakan salah satu faktor yang dapat digunakan untuk mengindentifikasi mutu fisik cabai merah. Terjadi perubahan berat pada cabai merah, baik yang disimpan pada suhu dingin 10,05 0 C dan pada suhu ruang 30,03 0 C. Gambar 3 memperlihatkan perubahan berat cabai merah pada 3 perlakuan Pengemasan cabai merah pada suhu dingin menggunakan plastik klip HDPE terjadi peningkatan berat hari ke 3 yang diakibatkan oleh pemadaman listrik selama 6 jam dan menyebabkan pendingin padam sehingga terjadi kondensasi uap air pada kemasan klip HDPE dan wrapping LDPE. Pada hari ke 6-21 terjadi peningkatan yang diakibatkan oleh suhu yang berfluktuasi yang berubah-ubah serta lama penyimpanan, yaitu dari 104,22 g menjadi 104,42 g. Pengemasan cabai merah menggunakan wrapping LDPE terjadi penurunan berat setelah hari 3 sampai hari ke 24, yaitu dari 103,17 g menjadi 101,85 g, dan tanpa kemasan dingin tejadi penurunan berat dari 103,77 g pada hari ke-0 menjadi 99,48 g pada hari ke-6. Hasil penelitian menunjukan bahwa cabai merah yang disimpan pada suhu dingin mengalami penurunan berat. Dari Gambar 4 memperlihatkan cabai merah yang dikemas dengan plastik Klip HDPE yang disimpan pada suhu ruangan 30,03 0 C menunjukkan perubahan berat dari 106,59 g pada hari ke-0 menjadi 106,01 g pada hari ke-3. Pengemasan menggunakan Wrapping LDPE terjadi penurunan yaitu dari 103,52 g pada hari ke-0 menjadi 93,19 g pada hari ke-6 dan tanpa kemasan ruangan dari 103,48 g pada hari ke-0 menjadi 88,23 g pada hari ke-3. Gambar 3. Grafik Perubahan Bobot Cabai Merah Selama Penyimpanan Suhu Dingin 10,05 0 C. Gambar 4. Grafik Perubahan Bobot Cabai Merah Selama Penyimpanan Suhu Ruangan 30,03 0 C. Pada kemasan tanpa Plastik dingin penyimpanan suhu 10,05 0 C menunjukan persentase perubahan berat tertinggi yaitu 5,19 % sedangkan pada perlakuan tanpa kemasan plastik ruangan penyimpanan suhu 30,03 0 C menunjukan persentase perubahan berat paling tinggi sebesar 37,48 %. Hal ini disebabkan karena pada suhu tinggi terjadi perubahan tekanan uap antara bahan dengan udara sehingga penguapan cepat terjadi, dan membuat berat bahan menyusut (Takaendengan, 2016). Selama penyimpanan menunjukan semakin meningkatnya proses respirasi dan transpirasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini cabai merah yang di kemas wrapping LDPE paling baik dengan persentase kehilangan sebesar 1,58 %. Dibandingkan menggunakan kemasan wrapping LDPE yang disimpan suhu ruangan dengan persentase kehilangan sebesar 14,37 %. ## Perubahan Tekstur Pelunakan erat kaitannya dengan hilangya integritas jaringan yang mengakibatkan menurunnya kualitas bahan. Sampai pada batas tertentu pelunakan dapat mengakibatkan penurunan mutu cabai merah. Salah satu variabel yang dapat mengindikasikan pelunakan jaringan ialah nilai kekerasan. Pengukuran tekstur menggunakan alat fruit texture analyser . Pengukuran tekstur dilakukan 3 hari sekali selama 24 hari penyimpanan dingin dan penyimpanan ruangan selama 6 hari. Hasil pengamatan terhadap tekstur selama penyimpanan dapat dilihat pada gambar 5. pengukuran tekstur cabai merah yang disimpan pada suhu 10,05 0 C sebelum penyimpanan pada kemasan plastik Klip HDPE yaitu 89,09 N, pada Wrapping LDPE yaitu 89,09 N dan tanpa kemasan dingin yaitu 89,09 N. Pengukuran cabai merah setelah penyimpanan pada hari terakhir memberikan hasil berbeda pada tiga perlakuan yang digunakan. Pada kemasan plastik Klip HDPE yaitu 74,26 N, Wrapping LDPE yaitu 75,77 N dan tanpa kemasan dingin yaitu 65,80 N. Hasil pengamatan terhadap tekstur selama penyimpanan dapat dilihat pada gambar 6. pengukuran tekstur cabai merah yang disimpan pada suhu 30,03 0 C sebelum penyimpanan pada kemasan plastik Klip HDPE yaitu 90,54 N, pada Wrapping LDPE yaitu 90,54 N dan tanpa kemasan ruangan yaitu 90,54 N. Pengukuran cabai merah setelah penyimpanan pada hari terakhir memberikan hasil berbeda pada tiga perlakuan yang digunakan. Pada kemasan plastik Klip HDPE yaitu 83,41 N, Wrapping LDPE yaitu 65,69 N dan tanpa kemasan ruangan yaitu 63,85 N. Gambar 5. Rata-rata Perubahan Tekstur Cabai Merah Selama Penyimpanan Suhu 10,05 0 C ## Perubahan Warna Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan Suhu yang tepat dapat mempertahankan warna sehingga sampai pada tempat pemasaran dengan mutu yang baik sehingga cabai merah dapat diterima oleh konsumen. Tingkat kematangan mempengaruhi warna begitu pula suhu ruangan penyimpanan mempengaruhi perubahan warna selama penyimpanan. Penurunan suhu pada komoditas non- klimaterik dapat menurunkan laju kerusakan sedangkan pada buah klimaterik suhu rendah dapat menunda proses pematangan. Penurunan suhu tidak hanya menurunkan produksi etilen namun juga kecepatan respon jaringan terhadap etilen sehingga pada suhu tertentu etilen diperlukan untuk memulai pematangan. Kenampakan warna cabai merah pada suhu 10,05 0 C yang dikemas plastik Klip HDPE pada hari ke-0 didapat nilai (L*) sebesar 30,72 %, nilai (a*) sebesar 43,38 %, nilai (b*) sebesar 31,30 % dengan warna Red, Wrappping LDPE pada hari ke-0 didapat nilai (L*) sebesar 30,72 %, nilai (a*) sebesar 43,38 %, nilai (b*) sebsar 31,30 % dengan warna Red dan tanpa kemasan dingin pada hari ke-0 didapat nilai (L*) sebesar 30,72 %, nilai (a*) sebesar 43,38 %, nilai (b*) sebesar 31,30 % dengan warna Red. Kenampakan cabai merah setelah Penyimpanan suhu 10,05 0 C pada pengamatan hari ke-21 memberikan hasil yang berbeda pada kemasan plastik Klip HDPE memiliki nilai (L*) sebesar 24,21 %, nilai (a*) sebesar 40,27 %, nilai (b*) sebesar 28,38%, pada Wrapping LDPE hari ke-24 memberikan hasil nilai (L*) sebesar 26,26 %, nilai (a*) sebesar 38,51 %, nilai (b*) sebesar 21,91 % dan tanpa kemasan dingin hari ke-6 memberikan hasil nilai (L*) sebesar 29,03 %, nilai (a*) sebesar 47,34 %, nilai (b*) sebesar 34,57 %. Tabel 3. Rata-Rata Warna Cabai Merah Selama Penyimpanan Dingin Suhu 10,05 0 C. Rata –Rata Hari Cabai Merah Warna L a b 0 Klip HDPE Red 30,72 43,38 31,30 Wrapping LDPE Red 30,72 43,38 31,30 Tanpa Kemasan Dingin Red 30,72 43,38 31,30 3 Klip HDPE Red 22,97 40,12 27,85 Wrapping LDPE Red 24,42 39,25 26,10 Tanpa Kemasan Dingin Red 28,87 46,08 32,95 6 Klip HDPE Red 25,09 41,53 28,67 Wrapping LDPE Red 24,83 40,91 27,60 Tanpa Kemasan Dingin Red 29,03 47,34 34,57 9 Klip HDPE Red 28,19 45,58 33,29 Wrapping LDPE Red 24,66 40,00 27,21 - - - - - 12 Klip HDPE Red 25,09 41,52 29,37 Wrapping LDPE Red 24,83 40,91 27,60 15 Klip HDPE Red 22,97 40,01 27,97 Wrapping LDPE Red 24,42 39,25 26,10 18 Klip HDPE Red 23,98 40,70 27,69 Wrapping LDPE Red 24,11 36,90 22,87 21 Klip HDPE Red 24,21 40,27 28,38 Wrapping LDPE Red 24,11 36,90 22,87 24 - - - - - Wrapping LDPE Red 26,26 38,51 21,91 Kenampakan warna cabai merah pada suhu 30,03 0 C yang dikemas plastik klip HDPE pada hari ke-0 didapat nilai (L*) sebesar 25,58 %, nilai (a*) sebesar 39,97 %, nilai (b*) sebesar 27,14 % dengan warna Red, Wrappping LDPE pada hari ke-0 didapat nilai (L*) sebesar 25,58 %, nilai (a*) sebesar 39,97 %, nilai (b*) sebesar 27,14 % dengan warna Red dan tanpa kemasan ruangan pada hari ke-1 didapat nilai (L*) sebesar 25,58 %, nilai (a*) sebesar 39,97 %, nilai (b*) sebesar 27,14 % dengan warna Red. Kenampakan cabai merah setelah Penyimpanan suhu 30,03 0 C pada pengamatan hari ke-3 memberikan hasil yang berbeda pada kemasan plastik Klip HDPE memiliki nilai (L*) sebesar 24,78 %, nilai (a*) sebesar 35,95 %, nilai (b*) sebesar 29,18 %, pada Wrapping LDPE hari ke-6 memberikan hasil nilai (L*) sebesar 28,33 %, nilai (a*) sebesar 42,80 %, nilai (b*) sebesar 27,39 % dan tanpa kemasan ruangan hari ke-3 memberikan hasil nilai (L*) sebesar 25,90 %, nilai (a*) sebesar 40,35 %, nilai (b*) sebesar 29,91 %. Tabel 4. Rata-Rata Warna Cabai Merah Selama Penyimpanan Ruangan Suhu 30,03 C. Rata –Rata Hari Cabai Merah Warna L a b 0 Klip HDPE Red 25,58 39,97 27,14 Wrapping LDPE Red 25,58 39,97 27,14 Tanpa Kemasan Ruangan Red 25,58 39,97 27,14 3 Klip HDPE Red 24,78 35,95 29,18 Wrapping LDPE Red 24,42 39,25 26,10 Tanpa Kemasan Ruangan Red 25,90 40,35 29,91 6 Klip HDPE Red Wrapping LDPE Red 28,33 42,80 27,39 Tanpa Kemasan Ruangan Red Perubahan warna cabai merah kemasan plastik Klip HDPE, Wrapping LDPE dan Tanpa kemasan selama penyimpanan dingin pada suhu 10,05 0 C dan Penyimpanan Ruangan pada suhu 30,03 0 C. Nilai L* (kecerahan), a* (warna merah) dan b* ( warna kuning). Nilai L menunjukan kecerahan dengan nilai 0-100, perubahan nilai L* mendekati 0 artinya semakin gelap jika mendekati 100 semakin cerah. Pada penelitian ini menggunakan aplikasi color grab untuk menentukan nilai L a b pada cabai merah yang dikemas plastik Klip HDPE, Wrapping LDPE dan tanpa kemasan. Karena semakin rendah suhu penyimpanan maka perubahan warna semakin kecil sedangkan semakin tinggi suhu penyimpanan maka perubahan warna semakin cepat. Penyimpanan pada suhu rendah dapat mempertahankan kecerahan lebih baik dibandingkan menggunakan suhu tinggi. Secara visual perubahan warna cabai merah ditandai munculnya bintik- bintik hitam, jamur yang mengakibatkan pembusukan. ## KESIMPULAN DAN SARAN ## Kesimpulan Kadar air setiap akhir pengamatan memberikan nilai berbeda. Dilihat dari pengukuran kadar air akhir penyimpanan suhu dingin kemasan plastik Klip HDPE 84,00 %, Wrapping LDPE 79,34 % dan tanpa kemasan dingin 78,26 %, sedangkan suhu ruangan kemasan plastik Klip HDPE 82,71 %, Wrapping LDPE 78,98 % dan tanpa kemasan ruangan 79,47 %. Perubahan tekstur cabai merah selama penelitian pada suhu dingin plastik klip HDPE 89,08 N menjadi 74,26 N, wrapping LDPE 89,09 N menjadi 75,77 N dan tanpa kemasan 89.09 N menjadi 65,80 N, pada suhu ruangan plastik klip HDPE 97,94 N menjadi 87,28 N, wrapping LDPE 97,94 N menjadi 62,08 N dan tanpa kemasan 97,94 N menjadi 67,65 N. Perubahan warna pada suhu dingin 10,05 0C selama penyimpanan untuk kemasan plastik klip HDPE selama 21 hari nilai (L*) sebesar 24,21 %, nilai (a*) sebesar 40,27 %, nilai (b*) sebesar 28,38%, wrapping LDPE selama 24 hari nilai (L*) sebesar 26,26 %, nilai (a*) sebesar 38,51 %, nilai (b*) sebesar 21,91 % dan tanpa kemasan selama 6 hari nilai (L*) sebesar 29,03 %, nilai (a*) sebesar 47,34 %, nilai (b*) sebesar 34,57 %. Sedangkan pada suhu ruangan Perubahan warna pada suhu dingin 30,03 0C selama penyimpanan untuk kemasan plastik klip HDPE selama 3 hari nilai (L*) sebesar 24,78 %, nilai (a*) sebesar 35,95 %, nilai (b*) sebesar 29,18 %, wrapping LDPE selama 6 hari nilai (L*) sebesar 28,33 %, nilai (a*) sebesar 42,80 %, nilai (b*) sebesar 27,39 % dan tanpa kemasan selama 3 hari nilai (L*) sebesar 25,90 %, nilai (a*) sebesar 40,35 %, nilai (b*) sebesar 29,91 %. Perubahan berat cabai merah yang dikemas plastik klip HDPE, wrapping LDPE dan tanpa kemasan, suhu dingin yaitu -0,20 % plastik klip HDPE, 1,58 % wrapping LDPE dan 5,19 % pada tanpa kemasan, pada suhu ruangan yaitu 4,7 % plastik klip HDPE, 14,37 % wrapping LDPE dan 37,48 % pada tanpa kemasan. ## Saran Untuk dapat memperpanjang masa simpan cabai merah (Capsicum annum L.) lebih lama maka perlu dilakukan penelitian lanjutan menggunakan penyimpanan dingin suhu 5 0C dengan menggunakan kemasan Plastik Klip HDPE, Wrapping LDPE dan Tanpa Kemasan ## DAFTAR PUSTAKA Arifin, I.. 2010. Pengaruh Cara Dan Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Cabai Rawit. Skripsi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang. Edowaii, N.D.. 2007. Pengaruh Suhu Dan Tingkat Kematangan Terhadap Mutu Cabai Rawit Selama Penyimpanan. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi. Manado. Kementerian Perdagangan. 2014. Analisis Outlook Pangan 2015-2019. Pusat Kebijakan Pangan Dalam Negeri Badan Pengkajian Dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan. Jakarta. Lamona, A.. 2015. Pengaruh Jenis Kemasan Dan Penyimpanan Suhu Rendah Terhadap Perubahan Kualitas Cabai Merah Keriting Segar. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Megasari, R. & A.K. Mutia. 2019. Pengaruh Lapisan Edible Coating Kitosan Pada Cabai Keriting Dengan Penyimpanan Suhu Rendah. Journal of Agritec Science. 3(2): 118-127. Lapasi, A.Y., L.C.C.E. Lengkey, & B.R. Sumayku. 2020. Pengemasan Vakum Cabai Rawit Pada Tingkat Kematangan Yang Berbeda. COCOS, 4(4): 12-25. Sembiring, N.N.. 2009. Pengaruh Jenis Bahan Pengemas Terhadap Kualitas Produk Cabe Merah Segar Kemasan Selama Penyimpanan Dingin. Tesis Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. Tranggono & Sutardi. 1990. Biokimia Dan Teknologi Pascapanen. Pusat Universitas Pangan Dan Gizi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
1d7aaa42-ac2c-4b57-b95d-a03f845577c7
https://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jsm/article/download/6060/4263
## Pengaruh Pekerjaan, Promosi, Rekan Kerja, Atasan, Lingkungan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan ## Studi Kasus Di Pt. Primissima Medari Sleman Yogyakarta Fx.Pudjo Wibowo 1 , Fidellis Wato Tholok 2 Program Studi Manajemen, Universitas Buddhi Dharma Tangerang 1,2 ## Abstract The purpose of this paper is to determine the extent of the influence of work, promotion, co- workers, superiors and work environment on employee work productivity at PT. PRIMISSIMA MEDARI SLEMAN Yogyakarta. Validity and reliability tests show that all question items are from work variables (X_1), promotions (X_2), coworkers (X_3), supervisors (X_4) and work environment (X_5), all valid and reliable questions, t value calculated jobs 1.987 , the value of promotion t count is 2.326, the value of the worker's t count is 4,870, the value of the t count of the boss is 7,597 and the value of the t count of work environment is 2,363 which all shows greater than t table 1,984, so this hypothesis states that work (X_1), promotion (X_2) , coworkers (X_3), superiors (X_4) and work environment (X_5) partially positive effect on employee work productivity at. PT. PRIMISSIMA MEDARI SLEMAN Yogyakarta. F count is 142,920 with a significance value of 0,000 so that the value of F count> F table or 142,920> 2.46 or the level of significance (sig) 0,000 <0.05, then it can be concluded that simultaneously (together) between work (X_1), promotion (X_2 ), coworkers (X_3), superiors (X_4) and work environment (X_5), towards work productivity of employees at PT. PRIMISSIMA MEDARI SLEMAN Yogyakarta and the results of the coefficient of determination show that work (X_1), promotion (X_2), coworkers (X_3), boss (X_4) and work environment (X_5) contribute 88, 4% to Employee Productivity at PT. PRIMISSIMA MEDARI SLEMAN Yogyakarta. Keywords: jobs, promotions, coworkers, superiors and work environment and employee productivity ## Abstrak Tujuan makalah ini adalah untuk menentukan tingkat pengaruh kerja, promosi, rekan kerja, atasan dan lingkungan kerja pada produktivitas kerja karyawan PT. PRIMISSIMA MEDARI SLEMAN Yogyakarta. Uji validitas dan keandalan menunjukkan bahwa semua pertanyaan item dari variabel kerja (X_1), promosi (X_2), rekan kerja (X_3), supervisor (X_4) dan lingkungan kerja (X_5), Semua pertanyaan yang valid dan dapat diandalkan, nilai t dihitung pekerjaan 1,987, nilai promosi t Count adalah 2,326, nilai t Count pekerja adalah 4.870, nilai t Count bos adalah 7.597 dan nilai t Count lingkungan kerja adalah 2.363 yang semua menunjukkan lebih besar daripada t meja 1.984, jadi hipotesis ini menyatakan bahwa pekerjaan (X_1) , promosi (X_2), rekan kerja (X_3), atasan (X_4) dan lingkungan kerja (X_5) efek positif sebagian pada produktivitas kerja karyawan di. PT. PRIMISSIMA MEDARI SLEMAN Yogyakarta. F Count adalah 142.920 dengan nilai penting 0000 sehingga nilai F Count > F Table atau 142.920 > 2,46 atau tingkat signifikansi (SIG) 0000 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa secara bersamaan (bersama-sama) antara kerja (X_1), promosi (X_2), rekan kerja (X_3) , atasan (X_4) dan lingkungan kerja (X_5), terhadap produktivitas kerja karyawan di PT. PRIMISSIMA MEDARI SLEMAN Yogyakarta dan hasil dari penentuan koefisien menunjukkan bahwa kerja (X_1), promosi (X_2), rekan kerja (X_3), bos (X_4) dan bekerja lingkungan (X_5) menyumbang 88% untuk produktivitas karyawan di PT. PRIMISSIMA MEDARI SLEMAN Yogyakarta. Kata kunci: pekerjaan, promosi, rekan kerja, atasan dan lingkungan kerja dan produktivitas karyawan Corressponden author: fxpudjowibowo87@gmail.com, fidellst@gmail.com ## PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan kegiatan perekonomian di Indonesia menyebabkan banyak munculnya perusahaan–perusahaan baru di bidang jasa dan manufaktur, dimana perusahaan-perusahaan tersebut dalam menjalankan usahanya bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang semaksimal mungkin untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan dalam waktu jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kinerja sumber daya manusia yang dapat meningkatkan kualitas serta kuantitas produknya dan menjaga agar keberadaan perusahaan tersebut selalu diakui dan diminati oleh masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan dalam memperhatikan kepuasan karyawannya sehingga pegawai dapat bekerja secara maksimal. Karyawan dan perusahaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Karyawan memegang peran utama dalam menjalankan roda kehidupan perusahaan. Apabila karyawan memiliki produktivitas dan motivasi kerja yang tinggi, maka laju roda pun akan berjalan kencang, yang akhirnya akan menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik bagi perusahaan. Di sisi lain, bagaimana mungkin roda perusahaan berjalan dengan baik jika karyawannya tidak bekerja secara produktif, artinya pegawai tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, tidak terampil dalam bekerja dan memiliki moral yang rendah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan yaitu dengan mencari faktor–faktor apa saja yang mempengaruhi peningkatan produktivitas kerja karyawan tersebut, kemudian mengambil tindakan untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawannya. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan produktivitas kerja karyawan. Salah satunya yaitu pekerjaan itu sendiri. Pekerjaan yang dilakukan oleh seorang karyawan akan dapat menghasilkan kepuasan kerja, motivasi intern dan prestasi kerja yang tinggi. Hal ini bisa dicapai apabila pekerjaan itu dialami sebagai sesuatu yang berarti, bermanfaat atau penting dan menyadari bahwa dirinya bertanggung jawab atas hasil pekerjaan itu secara pribadi. Salah satu penentu kepuasan kerja adalah pekerjaan yang secara mental bersifat menantang. Artinya memberikan kesempatan kepada karyawan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka, dan menawarkan berbagai macam tugas, kebebasan, umpan balik pekerjaan. Pada saat tantangan tersebut mampu dilampaui secara baik oleh karyawan, maka kepuasan terhadap pekerjaan akan terasakan. Dapat disimpulkan bahwa karakteristik pekerjaan merupakan ciri yang terkandung dalam suatu pekerjaan, yang terdiri dari berbagai dimensi inti dari suatu pekerjaan. Selain itu faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan produktivitas kerja karyawan yaitu promosi. Promosi adalah kesempatan dimana seseorang dapat memperbaiki posisi jabatannya. Promosi berarti perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan yang lain, yang mempunyai status dan tanggung jawab yang lebih tinggi. Hal ini memiliki nilai karena merupakan bukti pengakuan yang lain terhadap prestasi kerja yang dicapai seseorang. Kesempatan untuk dipromosikan merupakan hal yang dapat memberikan kepuasan pada karyawan. Membina hubungan baik antara sesama rekan kerja sangat mempengaruhi psikologis karyawan. Hubungan dengan rekan kerja dimaksudkan dengan pola interaksi yang terjalin antara individu dalam dunia kerja. Hubungan dengan rekan kerja merupakan salah satu hal yang perlu dibangun dalam lingkup organisasi. Organisasi yang terbentuk berdasarkan adanya kumpulan dari banyak individu yang lebih dari satu sehingga perlu dibangun kerjasama yang baik diantara sesama pelaku organisasi. Hubungan dengan rekan kerja yang baik dipengaruhi oleh komunikasi yang terjalin dengan baik. Komunikasi ini sangat diperlukan dalam dunia kerja terutama terhadap pelaksanaan berbagai aktivitas kerja. Sebagaimana tujuan dari komunikasi adalah untuk memudahkan dan melancarkan pelaksanaan kegiatan tertentu dalam mencapai suatu tujuan. Sehingga, dalam proses komunikasi terjadi suatu pengertian yang diinginkan bersama dan tujuan lebih mudah dicapai. Peranan atasan atau sering disebut pimpinan sangatlah besar bagi keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuan. Dari merekalah muncul gagasan-gagasan baru dan inovatif dalam pengembangan perusahaan. Namun tidak dapat dipungkiri karyawan mereka juga memiliki peranan yang tidak kalah penting, karena karyawan inilah yang akan menjalankan dan melaksanakan gagasan pimpinan yang tertuang dalam setiap keputusan. Baik tidaknya karyawan melaksanakan tugas mereka tergantung dari pimpinan itu sendiri. Bagaimana seorang pemimpin memberikan pengaruh dan motivasi untuk mempengaruhi para karyawannya melakukan berbagai tindakan sesuai dengan yang diharapkan. Perkembangan mental karyawan akan mempengaruhi sikap dan semangat mereka dalam bekerja. Pada umumnya setiap perusahaan menginginkan perkembangan mental yang dapat mendukung perbaikan kinerja perusahaan. Ini semua demi terwujudnya apa yang perusahaan ingin capai. Tugas manajer meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasi dan pengendali seluruh sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan. Menurut Mintzberg peran seorang manajer dapat dibagi menjadi tiga peran besar yaitu : interpersonal, informational , dan decisional. Interpersonal merupakan peran manajer yang berkaitan dengan pekerjaan yang berhubungan dengan orang lain dan tugas-tugas yang bersifat seremonial dan simbolik. Informational merupakan peran manajer yang berkaitan dengan menerima, menyimpan dan menyebarluaskan informasi. Sedangkan decisional merupakan peran manajer yang berkaitan dengan penentuan berbagai pilihan. Menurut Sedarmayanti (2009) lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi lingkungan sekitar di mana seseorang bekerja, metode kerjanya serta pengaturan kerjanya baik perseorangan maupun sebagai kelompok. Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan sangat penting diperhatikan oleh manajemen Faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pegawai pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik . Faktor instrinsik adalah faktor yang berasal dari diri pegawai dan dibawa oleh setiap pegawai sejak mulai bekerja ditempat pekerjaannya. Sedangkan faktor ekstrinsik menyangkut hal – hal yang berasal dari luar diri pegawai, antara lain kondisi fisik lingkungan kerja, interaksinya dengan pegawai lain, sistem penggajian dan sebagainya. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi emosi karyawan. Jika karyawan menyenangi lingkungan kerja dimana dia bekerja, maka karyawan tersebut akan betah ditempat kerjanya untuk melakukan aktivitas sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif dan optimis. Lingkungan kerja tersebut mencakup hubungan kerja yang terbentuk antara sesama karyawan dan hubungan kerja antar bawahan dan atasan serta lingkungan fisik tempat karyawan bekerja. Organisasi harus memilih cara pengembangan yang sesuai dengan tujuan organisasi, agar hasilnya mencapai sasaran. Potensi setiap karyawan harus diketahui oleh perusahaan atau organisasi sebelum melakukan program pengembangan, karena dengan mengetahui potensi ini dapat diarahkan jenjang karir yang sesuai dengan kemampuannya, sehingga dapat menghasilkan produktivitas yang optimal. ## TINJAUAN LITERATUR ## Pekerjaan Gomes (2013 : 38) dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia, pekerjaan merupakan sekumpulan kedudukan yang sangat mirip sesuai dengan tugas dan kualifikasi- kualifikasi untuk pembenaran keadaannya seperti diterapkan dalam uraian pekerjaan. Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri sangat luas cakupannya, dimana pekerjaan itu memberikan individu tugas-tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar dan bertanggung jawab. Karyawan yang bekerja dalam suatu organisasi cenderung untuk mencari pekerjaan yang memberikan tantangan. Mereka selalu mencari pekerjaan yang memberikan kesempatan pada mereka untuk memanfaatkan keahlian dan kemampuan yang dimilikinya dan menawarkan keragaman tugas, kebebasan dan umpan balik dari akitivitas yang telah dilakukan. Dengan keragaman yang cukup, sebagian besar karyawan akan mengalami kepuasan kerja. Sedangkan pekerjaan yang dengan sedikit keragaman tugas akan membuat karyawan merasa bosan. Dan sebaliknya pekerjaan dengan keragaman tugas yang terlalu besar jumlahnya akan membuat karyawan merasa stress dan kelelahan. Menurut Robbins (2011 : 103) salah satu penentu kepuasan kerja adalah pekerjaan yang secara mental bersifat menantang. Artinya memberikan kesempatan kepada karyawan untuk menggunakan kemampuan mereka dalam menawarkan berbagai macam tugas, kebebasan, dan umpan balik pekerjaan. Pada saat tantangan tersebut mampu dilewati secara baik oleh karyawan maka kepuasan terhadap pekerjaan akan terasakan. Pekerjaan yang dilakukan oleh seorang karyawan akan dapat menghasilkan kepuasan kerja, motivasi, prestasi kerja yang tinggi, tingkat kemangkiran yang rendah dan tingkat labour turn over yang rendah. Hal ini bisa dicapai, apabila : a. Pekerjaan itu dialami sebagai sesuatu yang berarti, bermanfaat atau penting. b. Pekerja menyadari bahwa dirinya bertanggung jawab atas hasil pekerjaan itu secara pribadi. c. Pekerja dapat memastikan dengan cara yang teratur dan terandalkan mengenai hasil usahanya, apa saja yang telah dicapai dan memuaskan atau tidak. ## Promosi Menurut buku karangan Mila Badriyah, S.E.,M.M. (2015 : 218) yang berjudul “Manajemen Sumber Daya Manusia”, promosi adalah penghargaan dengan kenaikan jabatan dalam organisasi ataupun instansi, baik dalam pemerintahan maupun non pemerintah (swasta). Hal inilah yang banyak diusahakan oleh kalangan pekerja agar menjadi lebih baik dari jabatan yang sebelumnya dan demi peningkatan dalam status sosial. Promosi merupakan kesempatan untuk berkembang dan maju yang dapat mendorong karyawan untuk bekerja lebih baik atau lebih bersemangat dalam melakukan suatu pekerjaan di lingkungan perusahaan. Dengan adanya target promosi, karyawan akan merasa dihargai, diperhatikan, dibutuhkan, dan diakui kemampuan kerjanya oleh manajemen perusahaan sehingga mereka akan menghasilkan keluaran (output) yang tinggi serta mempertinggi loyalitas (kesetiaan) pada perusahaan. Oleh karena itu, pimpinan harus menyadari pentingnya promosi dalam peningkatan produktivitas yang harus dipertimbangkan secara objektif. Jika pimpinan telah menyadari dan mempertimbangkan, perusahaan akan terhindar dari masalah-masalah yang menghambat peningkatan keluaran dan dapat merugikan perusahaan, seperti ketidak puasan karyawan, adanya keluhan, tidak adanya semangat kerja, menurunnya disiplin kerja, tingkat absensi yang tinggi, atau masalah-masalah pemogokan kerja. ## Rekan Kerja Rekan kerja merupakan seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai posisi sederajat untuk bekerja sama dalam mendukung setiap pekerjaan yang diberikan (Nitisemito, 2002: 159). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Suharso dan Retnoningsih, 2005 : 417), rekan kerja adalah orang yang mempunyai hubungan timbal balik dalam satu tempat kerja. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa rekan kerja adalah seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai hubungan timbal balik dalam mendukung setiap pekerjaan. Segala sesuatu yang dilakukan oleh pimpinan dan departemen sumber daya manusia akan mempengaruhi hubungan dengan karyawan, baik secara langsung ataupun tidak langsung. (Rivai, 2004: 494). Hubungan kerja antar para karyawan perlu dibina, agar para karyawan dapat saling bekerja sama dan membantu dalam pencapaian tujuan perusahaan. Karyawan yang merasa senang terhadap kegiatan dan tugasnya serta ramah tamah dengan orang lain menunjukan suasana kerja yang harmonis. Rekan kerja yang baik akan mendorong seseorang untuk bekerja lebih baik dan bersikap positif seperti mempunyai kesetiaan yang tinggi terhadap rekan kerja dan pekerjaan, kegembiraan, serta mempunyai kepuasan dalam bekerja (Moekijat, 2003: 136). Aspek penting dalam hubungan antar rekan kerja adalah keeratan. Keeratan tim didefinisikan sebagai tingkat dimana anggota tertarik pada tim dan termotivasi untuk tetap bersamanya. Keeratan yang tinggi secara normal dianggap sebagai sebuah ciri yang menarik dari tim (Daft, 2003: 187). Semakin sering kontak dengan rekan kerja dan semakin banyak waktu diluangkan bersama, keeratan tim semakin tinggi. Dengan semakin berinteraksi, sesama rekan kerja akan saling mengenal satu sama lain dan menjadi lebih setia pada tim. Hasil dari keeratan tim dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu moral dan produktivitas. Sebagai aturan umum, moral menjadi lebih tinggi dalam tim yang erat karena meningkatnya komunikasi di antara rekan kerja, iklim tim yang bersahabat, mempertahankan keanggotaan karena komitmen pada rekan kerja, loyalitas, dan partisipasi anggota dalam keputusan dan aktivitas tim. Keeratan sesama rekan kerja yang tinggi memiliki pengaruh baik yang nyaris seragam pada kepuasan dan moral sesama rekan kerja (Daft, 2003: 188). Adanya perhatian produktivitas pada rekan kerja secara keseluruhan, penelitian menunjukan bahwa tim yang erat mempunyai potensi untuk produktif, tapi derajat produktivitas tergantung pada hubungan antara manajemen dan tim yang bekerja. Jadi keeratan sesama rekan kerja tidak mutlak mengarah pada produktivitas tim yang lebih tinggi. Tim yang sangat erat lebih produktif ketika anggota rekan kerja merasakan dukungan pihak manajemen, dan kurang produktif ketika merasakan permusuhan dan pandangan negatif dari pihak manajemen. Hubungan antara karyawan dalam peningkatan mutu kehidupan berkarya dapat beraneka ragam (Siagian, 2002: 321). Berbagai teknik yang digunakan pada intinya berkisar pada peningkatan partisipasi para karyawan dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut pekerjaan mereka dan hubungannya dengan sesama rekan kerja. Hal ini dimaksudkan, bukan hanya rasa tanggung jawab karyawan yang ditingkatkan, akan tetapi yang sesungguhnya diharapkan terjadi adalah timbulnya rasa saling memiliki. Timbulnya rasa saling memiliki tersebut akan berakibat pada keberhasilan organisasi karena para anggota organisasi akan berusaha menghindari perilaku yang menyimpang dan demikian bekerja secara lebih produktif. Untuk mencapai sasaran demikian, perlu diusahakan agar hubungan dan keterlibatan karyawan diarahkan, juga diupayakan agar menjadi bagian dari kultur organisasi (Siagian, 2002: 321). Dalam kehidupan kerja modern saat ini, semakin disadari bahwa terdapat hubungan yang erat antara rekan kerja dan antara satu tugas dengan tugas lainnya (Siagian, 2002: 324). Ini berarti, sangat sulit bila tugas dikerjakan hanya oleh seorang karyawan saja, terutama bila tugas tersebut bersifat pemecahan masalah. Konsekuensinya adalah keharusan bekerja satu tim. Berdasarkan kenyataan bahwa suatu masalah terpecahkan dengan lebih baik apabila pemecahannya dipikirkan oleh suatu kelompok dibandingkan dengan apabila dikerjakan sendiri oleh seseorang. ## Atasan atau Manajer Menurut buku karangan Akhmad Subkhi, M.M. (2013 : 153) yang berjudul “Pengantar Teori & Perilaku Organisasi“ manajer adalah seseorang yang bekerja melalui orang lain dengan mengoordinasikan kegiatan – kegiatan mereka guna mencapai sasaran organisasi. Selain itu, manajer juga merupakan seorang yang karena pengalaman, pengetahuan, dan keterampilannya diakui oleh organisasi untuk memimpin, mengatur, mengelola, mengendalikan dan mengembangkan kegiatan organisasi guna mencapai tujuan. Peranan atasan atau sering disebut pimpinan sangatlah besar bagi keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuan. Dari merekalah muncul gagasan-gagasan baru dan inovatif dalam pengembangan perusahaan. Namun tidak dapat dipungkiri karyawan mereka juga memiliki peranan yang tidak kalah penting, karena karyawan inilah yang akan menjalankan dan melaksanakan gagasan pimpinan yang tertuang dalam setiap keputusan. Baik tidaknya karyawan melaksanakan tugas mereka tergantung dari pimpinan itu sendiri. Bagaimana seorang pemimpin memberikan pengaruh dan motivasi untuk mempengaruhi para karyawannya melakukan berbagai tindakan sesuai dengan yang diharapkan ## Lingkungan Kerja Menurut Dedy Mulyadi (2015:12) dalam buku Perilaku Organisasi Dan Kepemimpinan Pelayanan menyatakan bahwa lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang dapat mempengaruhi kelangsungan eksistensi, keberadaan, yang menyangkut organisasi baik dan dalam maupun dari luar. Sedangkan menurut Sedarmayanti (2010) menyatakan bahwa garis besar jenis lingkungan kerja terbagi menjadi (1) lingkungan kerja fisik, adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat disekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun tidak langsung (2) lingkungan kerja non fisik, adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja baik hubungan dengan atasan maupun hubungan dengan sesame rekan kerja ataupun hubungan dengan bawahan ## Produktivitas Kerja Menurut Bernandin dan Russell (2013 : 61) dalam buku yang berjudul “Manajemen Sumber Daya Manusia” Produktivitas dapat diartikan secara umum sebagai tingkat perbandingan antara hasil keluaran (output) . Sedangkan menurut pendapat John Soeprihanto (2013 : 61) dalam buku yang berjudul “Manajemen Sumber Daya Manusia” Produktivitas dapat diartikan secara umum sebagai tingkat perbandingan yang digunakan (input) . Produktivitas menurut Dewan Produktivitas Nasional mempunyai pengertian sebagai sikap mental yang selalu berpandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini. Memahami konsep dan teori produktivitas secara baik dapat dilakukan dengan cara membedakannya dari efektivitas dan efisiensi. Efektivitas dapat didefinisikan sebagai tingkat ketepatan dalam memilih atau menggunakan suatu metode untuk melakukan sesuatu (efektif = do right things ). Efisiensi dapat didefinisikan sebagai tingkat ketepatan dan berbagai kemudahan dalam melakukan sesuatu (efisiensi = do things right ). Produktivitas memiliki dua dimensi, dimensi pertama adalah efektivitas yang mengarah kepada pencapaian untuk kerja yang maksimal yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas, dan waktu, dan yang kedua yaitu efisiensi yang berkaitan dengan upaya membandingkan input dengan realisasi penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan (Umar, 2011). Perbedaan produktivitas dengan efektivitas dan efisiensi adalah bahwa produktivitas merupakan ukuran tingkat efisiensi dan efektivitas dari setiap sumber yang digunakan selama produksi berlangsung dengan membandingkan antara jumlah yang dihasilkan ( output ) dengan masukan dari setiap sumber yang dipergunakan atau seluruh sumber ( input ). Tinggi rendahnya efisiensi ditentukan oleh nilai input dan output, sedangkan tinggi rendahnya nilai efektivitas ditentukan oleh pencapaian target. Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan input yang direncanakan dengan input yang sebenarnya. Apabila input yang sebenarnya digunakan semakin besar penghematannya, maka tingkat efisiensi semakin tinggi. Tetapi semakin kecil input yang dapat dihemat akan semakin rendah tingkat efisiensinya. Efektivitas merupakan ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat dicapai. Apabila efisiensi dikaitkan dengan efektivitas, walau terjadi peningkatan efektivitas efisiensinya belum tentu meningkat (Umar, 2010). Kerangka konseptual tersebut dijelaskan pada kerangka pikir berikut : ## Pekerjaan Promosi Rekan Kerja Atasan Lingkungan Kerja ## METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini variabel bebas/independen adalah pekerjaan (X 1 ), promosi, (X 2 ) rekan kerja (X 3 ), atasan (X 4 ) dan lingkungan kerja (X 5 ) sedangkan variabel terikat/dependen adalah produktivitas kerja karyawan (Y) ## Pengukuran Variabel Semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala Likert ( rentang nilai 1 sampai dengan 5), di mana jawaban responden diberi nilai sebagai berikut : sangat setuju (ss) nilai 5, setuju (s) nilai 4, kurang setuju (ks) nilai 3 tidak setuju (ts) nilai 2 dan sangat tidak setuju (sts) nilai 1 ## Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan PT. PRIMISSIMA MEDARI SLEMAN Yogyakarta. Pada penelitian ini, menggunakan Simple Random Sampling, pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam poplulasi itu. Melalui teknik ini, terpilihnya individu sebagai anggota sampel benar-benar atas factor kesempatan. Bukan berdasarkan factor subyektif dari peneliti. Berarti setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi anggota sampel. ## Model Penelitian Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Digunakan untuk menguji berapa besar pengaruh pekerjaan,promosi, rekan kerja,atasan dan ## Produktivitas kerja lingkungan kerja terhadap produktivitas kerja karyawan PT. PRIMISSIMA MEDARI SLEMAN Yogyakarta Adapun persamaan analisis regresi berganda dalam penelitian ini yaitu Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + b 4 X 4 + b 5 X 5 Dimana : Y : Produktivitas kerja X 1 : Pekerjaan X 2 : Promosi X 3 : Rekan kerja X 4 : Atasan X 5 : Lingkungan kerja a : Nilai konstan b 1 , b 2 , b 3 ,b 4 ,b 5 : Koefisien regresi ## HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini penulis mengambil beberapa orang atau responden untuk dijadikan sampel dalam menjawab pernyataan-pernyataan yang diajukan penulis mengenai analisis pengaruh pekerjaan , promosi , rekan kerja , atasan dan lingkungan kerja terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT. PRIMISSIMA MEDARI SLEMAN Yogyakarta dalam bentuk beberapa pernyataan atau kuisioner yang diajukan kepada 100 orang atau responden. ## Uji Validitas Pengujian validitas tiap butir pertanyaan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total. Untuk menguji apakah masing-masing indicator valid atau tidak, dengan membandingkan r hitung dengan hasil perhitungan r tabel Karena r hitung > r tabel dan bernilai positif maka indikator dinyatakan valid. Tabel 1 Hasil Uji Validitas Kuesioner Variabel r hitung r table Perbandingan Keterangan Pekerjaan X 1 -1 .627 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 1 -2 .266 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 1 -3 .324 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 1 -4 .400 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 1 -5 .643 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 1 -6 .571 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 1 -7 .534 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 1 -8 .293 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 1 -9 .311 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 1 -10 .459 0,1966 r hitung > r tabel Valid Promosi X 2 -1 .475 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 2 -2 .531 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 2 -3 .421 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 2 -4 .457 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 2 -5 .511 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 2 -6 .511 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 2 -7 .373 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 2 -8 .446 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 2 -9 .234 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 2 -10 .459 0,1966 r hitung > r tabel Valid Rekan kerja X 3 -1 .471 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 3 -2 .546 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 3 -3 .348 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 3 -4 .604 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 3 -5 .661 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 3 -6 .190 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 3 -7 .644 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 3 -8 .169 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 3 -9 .652 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 3 -10 .574 0,1966 r hitung > r tabel Valid Atasan X 4 -1 .711 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 4 -2 .661 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 4 -3 .660 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 4 -4 .703 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 4 -5 .636 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 4 -6 .804 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 4 -7 .808 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 4 -8 .595 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 4 -9 .273 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 4 -10 .234 0,1966 r hitung > r tabel Valid Lingkungan kerja X 5 -1 .634 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 5 -2 .613 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 5 -3 .666 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 5 -4 .630 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 5 -5 .445 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 5 -6 .416 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 5 -7 .640 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 5 -8 .578 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 5 -9 .634 0,1966 r hitung > r tabel Valid X 5 -10 .613 0,1966 r hitung > r tabel Valid Y-1 .634 0,1966 r hitung > r tabel Valid Y-2 .613 0,1966 r hitung > r tabel Valid Y-3 .666 0,1966 r hitung > r tabel Valid Y-4 .630 0,1966 r hitung > r tabel Valid Y-5 .445 0,1966 r hitung > r tabel Valid Y-6 .416 0,1966 r hitung > r tabel Valid Y-7 .640 0,1966 r hitung > r tabel Valid Y-8 .578 0,1966 r hitung > r tabel Valid Y-9 .634 0,1966 r hitung > r tabel Valid Y-10 .613 0,1966 r hitung > r tabel Valid Sumber : Data Diolah Dari tabel 2 diatas, di mana semua nilai r hitung dari item-item pertanyaan dalam kuesioner lebih besar dari nilai r tabel artinya semua item pertanyaan baik pekerjaan , promosi , rekan kerja , atasan dan lingkungan kerja terhadap produktivitas kerja karyawan valid ## Uji Reabilitas Uji Reabilitas dilakukan untuk menilai konsisten dari instrument penelitian. Suatu instrument variabel penelitian dikatakan realibel jika Nilai Cronbach's Alpha lebih besar dari standar pengujian (α) 0,70 Tabel 3 Hasil Uji reliabilitas kuesioner Variabel Nilai Cronbach's Alpha Standar Pengujian (α) Keterangan Pekerjaan (X 1 ) .773 0,70 Reliabel Promosi ( X 2 ) .767 0,70 Reliabel Rekanj kerja( X 3 ) .803 0,70 Reliabel Atasan ( X 4 ) .862 0,70 Reliabel Lingkungan kerja( X 5 ) .871 0,70 Reliabel Produktivias kerja Karyawan ( Y ) .924 0,70 Reliabel Sumber : Data diolah Dari tabel 3 terlihat bahwa semua variabel dalam penelitian ini sudah reliable, hal ini terlihat dari nilai cronbach's alpha untuk variabel pekerjaan , promosi , rekan kerja , atasan dan lingkungan kerja terhadap produktivitas kerja karyawan lebih besar (>) 0,70 ## Analisis Linier Berganda Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel pekerjaan , promosi , rekan kerja , atasan dan lingkungan kerja terhadap produktivitas kerja karyawan , serta mengukur kuat tidaknya hubungan tersebut, maka digunakan analisa regresi berganda dengan perhitungan SPSS ( Statistical Package Service Softition),Versi 20.0, Tabel 5. Hasil Perhitungan Regresi Berganda Variabel Koefisien Regresi T hitung Sig Konstanta 1.374 .905 .368 Pekerjaan (X 1 ) .155 1.987 .040 Promosi ( X 2 ) .233 2.326 .022 Rekanj kerja( X 3 ) .445 4.870 .000 Atasan ( X 4 ) .640 7.597 .000 Lingkungan kerja( X 5 ) .078 2.363 .020 F hitung : 142.920 Sig : 0.000 Adjusted R2 : . .878 R : .940 a Sumber : Data diolah Berdasarkan tabel diatas dapat dibentuk persamaan regresi berganda : Persamaan tersebut mempunyai arti sebagai berikut: 1. Nilai konstanta (a) positif menunjukkan besarnya produktvitas kerja karyawan pada PT. PRIMISSIMA MEDARI SLEMAN Yogyakarta , jika tidak ada variabel pekerjaan , promosi , rekan kerja , atasan dan lingkungan kerja adalah positif satuan. 2. Nilai koefisien regresi (b 1 ) variabel pekerjaan sebesar berarti terdapat pengaruh positif dari variabel pekerjaan terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT. PRIMISSIMA MEDARI SLEMAN Yogyakarta sebesar dengan asumsi variabel lainnya tetap atau konstan. 3. Nilai koefisien regresi (b 2 ) variabel promosi positif sebesar berarti terdapat pengaruh positif dari variabel promosi terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT. PRIMISSIMA MEDARI SLEMAN Yogyakarta sebesar dengan asumsi variabel lainnya tetap atau konstan. 4. Nilai koefisien regresi (b 3 ) variabel rekan kerja positif sebesar berarti terdapat pengaruh positif dari variabel promosi terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT. PRIMISSIMA MEDARI SLEMAN Yogyakarta sebesar dengan asumsi variabel lainnya tetap atau konstan. 3. Nilai koefisien regresi (b 4 ) variabel atasan positif sebesar berarti terdapat pengaruh positif dari variabel promosi terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT. PRIMISSIMA MEDARI SLEMAN Yogyakarta sebesar dengan asumsi variabel lainnya tetap atau konstan. 3. Nilai koefisien regresi (b 5 ) variabel lingkungan kerja positif sebesar berarti terdapat pengaruh positif dari variabel promosi terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT. PRIMISSIMA MEDARI SLEMAN Yogyakarta sebesar dengan asumsi variabel lainnya tetap atau konstan. ## Pengujian Uji Asumsi Klasik a. Hasil Uji Normalitas Data Uji Normalitas data adalah merupakan gambal visual yang menunjukkan jauh dekatnya titik-titik pada gambar tersebut dengan garis diagonal, jika data yang berasal dari distribusi normal, maka nilai-nilai sebaran data yang tercermin dalam titik-titik pada ouput akan terletak di sekitar garis diagonal, sebaliknya jika data berasal dari distribusi yang tidak normal maka titik-titik tersebut tersebar tidak di sekitar garis diagonal (terpencar jauh dari garis diagonal (terpencar jauh dari garis diagonal) ## Gambar 1. Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik P.Plot Gambar 1 menunjukkan bahwa data tersebar di sekeliling garis diagonal dan tidak terpencar jauh dari garis diagonal, dan melihat titik-titik yang mengikuti arah garis linier dari kiri ke bawah ke kanan atas. Dan dapat disimpulkan bahwa model dalam penelitian ini memenuhi persayaratan normalitas data. b. Hasil Uji Multikolinerieritas Suatu model regresi dikatakan dari masalah multikolinearitas dengan Cara mengetahui ada atau tidaknya gejala multikolinieraritas antara lain dengan melihat nilai variance inflation factor (VIF) dan tolerance, apabila nilai VIF kurang dari 10 dan Tolerance lebih dari 0,1 maka dinyatakan tidak terjadi multikoliniearitas. Variabel Tolerance VIF Keterangan Pekerjaan (X1) .282 3.552 Tidak terjadi Multikolinearitas Promosi (X2) .175 5.711 Tidak terjadi Multikolinearitas Rekan Kerja (X3) .144 6.938 Tidak terjadi Multikolinearitas Atasan/Manajer (X4) .183 5.462 Tidak terjadi Multikolinearitas Lingkungan Kerja (X5) .763 1.310 Tidak terjadi Multikolinearitas c. Hasil Uji Autokorelasi Ada atau tidaknya autokorelasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji statistic Durbin – Watson. Adapun dasar pengambilan keputusan dalam uji Durbin – Watson (Santoso, 2005), sebagai berikut, bila angka Durbin – Watson berada di bawah -2, berarti autokorelasi, bila angka Durbin – Watson diantara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi. dan bila angka Durbin – Watson di atas +2, berarti ada autokorelasi negatif, dari perhitungan nilai Durbin-Watson (D-W) sebesar 2,126 di mana dL 1,5710 dan dU 1, 17582, hal ini menunjukkan ada autokorelasi d. Uji Heteroskedastisitas Dasar pengambilan keputusan dalam analisis heteroskedastisitas adalah sebagai berikut (Santoso, 2005), Jika ada pola tertentu, seperti titiktitik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka sudah menunjukkan telah terjadinya gejala heteroskedastisitas dan Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Gambar 2. Grafik Scatterplot Gambar 2 menunjukkan bahwa titik-titik yang dihasilkan menyebar secara acak dan tidak membentuk pola atau trend garis tertentu dan data tersebut tersebar diatas dan dibawah angka 0 sehingga model regresi layak digunakan untuk memprediksi produktivitas kerja karyawan berdasarkan variabel yang mempengaruhi yaitu pekerjaan, promosi, rekan kerja, atasan dan lingkungan kerja ## Uji Hipotesis Untuk menguji apakah pekerjaan , promosi , rekan kerja , atasan dan lingkungan kerja Secara Parsial dan Simultan berpengaruh Terhadap Produktivitas kerja ## Karyawan pada PT. PRIMISSIMA MEDARI SLEMAN Yogyakarta (Y) Tabel 5. Hasil Perhitungan Regresi Berganda Variabel Koefisien Regresi T hitung Sig Konstanta 1.374 .905 .368 Pekerjaan (X 1 ) .155 1.987 .040 Promosi ( X 2 ) .233 2.326 .022 Rekanj kerja( X 3 ) .445 4.870 .000 Atasan ( X 4 ) .640 7.597 .000 Lingkungan kerja( X 5 ) .078 2.363 .020 F hitung : 142.920 Sig : 0.000 Adjusted R2 : . . .884 R : .940 a Sumber : Data diolah ## Uji t a. Variabel pekerjaan secara parsial berpengaruh positif dan signifikan ( nilai t hitung pekerjaan 1.987 . > t tabel 1,984 dan . 040 < 0.05) terhadap Produktivitas kerja Karyawan pada PT. PRIMISSIMA MEDARI SLEMAN Yogyakarta (Y), b. Variabel promosi secara parsial berpengaruh positif dan signifikan ( nilai t hitung promosi 2.326 . > t tabel 1,984 dan . 022 < 0.05) terhadap Produktivitas kerja Karyawan pada PT. PRIMISSIMA MEDARI SLEMAN Yogyakarta (Y). c. Variabel rekan kerja secara parsial berpengaruh positif dan signifikan ( nilai t hitung rekan kerja 4.870 . > t tabel 1,984 dan . 000 < 0.05) terhadap Produktivitas kerja Karyawan pada PT. PRIMISSIMA MEDARI SLEMAN Yogyakarta (Y). d. Variabel atasan secara parsial berpengaruh positif dan signifikan ( nilai t hitung atasan 7.597 . > t tabel 1,984 dan . 000 < 0.05) terhadap Produktivitas kerja Karyawan pada PT. PRIMISSIMA MEDARI SLEMAN Yogyakarta (Y). e. Variabel lingkungan kerja secara parsial berpengaruh positif dan signifikan ( nilai t hitung lingkungan kerja 2.363 . > t tabel 1,984 dan . 020 < 0.05) terhadap Produktivitas kerja Karyawan pada PT. PRIMISSIMA MEDARI SLEMAN Yogyakarta (Y). ## Uji F Dari hasil uji F diperoleh hasil untuk Nilai F hitung sebesar 142.920 dengan nilai signifikansi sebesar 0.000 sehingga nilai F hitung > F tabel atau 142.920 > 2.46 atau tingkat signifikasi (sig) 0.000 <0.05, maka dapat disimpulkan berpengaruh secara simultan (bersama-sama) antara pekerjaan , promosi , rekan kerja , atasan dan lingkungan kerja terhadap produktivitas kerja Karyawan pada PT. PRIMISSIMA MEDARI SLEMAN ## Yogyakarta Uji Koefisien Determinasi (R 2 ) Berdasarkan hasil perhitungan dengan SPSS for window nilai adjusted R 2 dalam penelitian ini sebesar 87, 8 % pekerjaan , promosi , rekan kerja , atasan dan lingkungan kerja memberikan sumbangan sebesar 88, 4 % terhadap Produktivitas kerja Karyawan pada PT. PRIMISSIMA MEDARI SLEMAN Yogyakarta sementara 11,6 % dijelaskan oleh sebeb-sebab yang lain ## SIMPULAN DAN SARAN S impulan 1. Uji Validitas maupun uji realibilitas menunjukkan bahwa semua item pertanyaan dari variabel pekerjaan , promosi , rekan kerja , atasan dan lingkungan kerja , semua pertanyaan yang diajukan kepada responden adalah valid dan reliable. 2. Berdasarkan hasil uji t menunjukkan bahwa besarnya nilai t hitung pekerjaan 1.987 , nilai t hitung promosi 2.326 , nilai t hitung rekan kerja 4.870, nilai t hitung atasan 7.597 dan nilai t hitung lingkungan kerja 2.363 yang semuanya menunjukkan lebih besar dari t tabel 1,984, sehingga hipotesis ini menyatakan bahwa pekerjaan , promosi , rekan kerja , atasan dan lingkungan kerja berpengaruh positif secara parsial terhadap produktivitas kerja karyawan pada. PT. PRIMISSIMA MEDARI SLEMAN Yogyakarta . 3. Berdasarkan hasil uji F menunjukkan bahwa F hitung sebesar 142.920 dengan nilai signifikansi sebesar 0.000 sehingga nilai F hitung > F tabel atau 142.920 > 2.46 atau tingkat signifikasi (sig) 0.000 <0.05, maka dapat disimpulkan berpengaruh secara simultan (bersama-sama) antara pekerjaan , promosi , rekan kerja , atasan dan lingkungan kerja , terhadap Produktivitas kerja Karyawan pada PT. PRIMISSIMA ## MEDARI SLEMAN Yogyakarta 4. Nilai t hitung atasan adalah paling besar dibandingkan dengan variabel independen lainnya, sehingga variabel ini merupakan variabel yang paling dominan pengaruhnya terhadap Produktivitas kerja Karyawan pada PT. PRIMISSIMA MEDARI SLEMAN Yogyakarta. 5. Berdasarkan hasil koefisien determinasi menunjukkan bahwa pekerjaan , promosi , rekan kerja , atasan dan lingkungan kerja memberikan sumbangan sebesar 88, 4 % terhadap Produktivitas kerja Karyawan pada PT. PRIMISSIMA MEDARI SLEMAN Yogyakarta. ## Saran 1. Sebaiknya para karyawan PT. PRIMISSIMA MEDARI SLEMAN Yogyakarta diberikan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan mereka, lalu diberikan kesempatan promosi, diberikan arahan bagaimana cara bekerja sama dengan rekan sekerja yang baik dan memiliki atasan yang dapat mendukung pekerjaan, menciptakan lingkungan kerja yang konduksif agar mereka dapat meningkatkan produktivitas kerja yang tinggi. 2. Perlu ditingkatkan lingkungan kerja yang lebih baik lagi agar pegawai lebih puas dalam bekerja seperti menyediakan tempat yang memadai untuk melaksanakan pekerjaan dan rutinitas sehari-hari, jaminan rasa aman dan nyaman ketika sedang bekerja ditempat kerja serta hubungan yang baik diantara kelompok kerja sehingga tercapai sasaran organisasi dengan lebih maksimal. 3. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada dalam penelitian ini. Semoga penelitian selanjutnya bisa lebih dikembangkan lagi penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja. ## DAFTAR PUSTAKA Mila Badriyah, S.E., M.M. (2015). Manajemen Sumber Daya Manusia.Bandung: Pustakasetia S.P. Hasibuan. (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara. DR. Drs. H. M. Yani, SH., MM. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Mitra Wacana Media Dr. H. Suwatno, M.Si., & Donni Juni Priansa, S.Pd., SE. (2011). Manajemen SDM dalam Organisasi Publik dan Bisnis. Bandung: Alfabeta. Miftah Thoha. (2014). Perilaku Organisasi. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada. Mulyadi, Deddy. (2015) Perilaku Organisasi dan Kepemimpinan Pelayanan Bandung: ## Alfabeta Robbins, Stephen P dan Timothy A Judge 2014, Perilaku Organisasi (Organization Behavior) Edisi 12, Jakarta Salemba Empat Santoso, Singgih, 2005 SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional, Penerbit PT Elek Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta ## Sedarmayanti, 2011 Manajemen Sumber Daya Manusia, Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil Bandung : Refika Aditama Sugiyono, 2011, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D Bandung: Alfabeta. Umar, Husein 2010 : Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wiratna Sujarweni. (2015). Metodologi Penelitian Bisnis & Ekonomi. Yogyakarta: ## Pustakabarupress V.Wiratna Sujarweni. (2015). Metodologi Penelitian Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta Pustaka Baru Press. Halaman ini sengaja dikosongkan ( this page intentionally left blank)
be8ae258-1990-4121-a543-b4e657a37c6d
https://jurnal.fkip-uwgm.ac.id/index.php/pendasmahakam/article/download/653/356
## PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SDN 020 BALIKPAPAN TENGAH Sugeng 1 , Azainil 1 , Nuryanto 2 1 Universitas Mulawarman, 2 SDN 020 Balikpapan Tengah sugeng@pkip.unmul.ac.id , azainil@fkip.unmul.ac.id , nuryanto20sd@gmail.com Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan dan mengembangkan modul berbasis Realistic Mathematics Education (RME) pembelajaran matematika serta untuk mengetahui kelayakan dan efektifitas penggunaan modul berbasis Realistic Mathematics Education (RME). Jenis penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Subjek ujicoba terdiri dari ahli desain modul, ahli materi, praktisi/guru senior yang membidangi keilmuan matematika, dan siswa kelas V SDN.020 Balikpapan Tengah. Tingkat kelayakan modul menunjukan : hasil analisis dari ahli media pertama diperoleh 83.33 masuk dalam kategori sangat layak, hasil analisis dari ahli materi pertama diperoleh 80.88 masuk dalam kategori layak, hasil analisis dari ahli materi kedua diperoleh 82.35 masuk dalam kategori sangat layak, hasil analisis dari ahli praktisi/guru senior diperoleh 92.04 masuk dalam kategori sangat layak. Uji efektifivas penggunaan modul dinilai berdasarkan peningkatan nilai pretest dan posttest pada siswa. efektifivitas penggunaan modul digunakan Uji Statistik yaitu Uji t Berpasangan. Pada pengujian asumsi data berdistribusi normal, data memenuhi distribusi normal apabila p value > 0,05 (taraf signifikansi). Berdasarkan tabel One Sample Kolmogorov Smirnov Test , didapatkan p value pada pretest sebesar 0,467 > 0,05 dan posttest sebesar 0,114 > 0,05. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa data pretest dan posttest memenuhi asumsi distribusi normal. Karena data memenuhi asumsi distribusi normal, maka Uji t Berpasangan dapat digunakan. Berdasarkan tabel Paired Sample Test pada 30 sampel dengan taraf signifikansi 0,05, didapatkan p value sebesar 0,000 < 0,05. Artinya Ho ditolak, terdapat perbedaan nilai pretest dan posttest secara signifikan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa penggunaan modul efektif digunakan pada siswa. Kata Kunci: Pengembangan, Modul RME , Matematika, ## PENDAHULUAN Pendidikan merupakan salah satu upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kesadaran tentang pentingnya pendidikan telah mendorong berbagai upaya dan perhatian pada bidang pendidikan. Pendidikan juga mengalami perubahan dan perbaikan seiring dengan perkembangan di segala asfek kehidupan. Upaya perbaikan dan perubahan ini bertujuan membawa mutu pendidikan kearah yang lebih baik. Suprihatiningrum (2016:112) mengemukakan bahwa pelaksanaan pendidikan di sekolah selalu berkaitan dengan kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu dalam kegiatan pembelajaran, pemilihan bahan ajar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas pembelajaran. Bahan ajar yang dipilih dapat dipakai untuk mencapai tujuan atau kompetensi yang ingin dicapai. Pengembangan bahan ajar harus kita sesuaikan dengan karakteristik sasaran dan pemecahan masalah belajar yang ada disekolah. Bahan ajar khususnya buku lebih sering digunakan guru untuk menunjang materi dalam proses pembelajaran. Seringkali bahan belajar yang ada dari hasil pengembangan orang lain terkadang tidak sesuai untuk siswa kita. Dengan demikian bahan ajar sebaiknya dibuat sendiri oleh guru agar lebih menarik serta lebih kontekstual dengan situasi dan kondisi sekolah maupun lingkungan sosial budaya siswa. Bahan ajar yang didesain secara lengkap dan memadai akan mempengaruhi suasana pembelajaran sehingga proses belajar yang terjadi pada siswa menjadi lebih optimal dan sekaligus dapat berperan sebagai bahan belajar mandiri (Depdiknas, 2008) Pentingnya sebuah bahan ajar dalam proses pembelajaran ditemukan dalam penelitian Shokifatul Azkiyah (2013) dikatakan bahwa banyak bahan ajar yang tersedia dipasaran, termasuk buku paket dan buku ajar yang telah disusun oleh Depdiknas. Namun tetap dibutuhkan suatu pengembangan buku ajar demi memenuhi dan melengkapi upaya kebutuhan pembelajaran bagi siswa, hal ini sesuai dengan tujuan kompetensi yang akan dicapai siswa. Hasil studi pendahuluan di SDN 020 Balikpapan Tengah, penggunaan beberapa buku pelajaran yang telah tersedia dari sekolah cenderung membuat guru memilih dan mengkolaborasi buku yang satu dengan yang lainnya. Penggunaan buku pelajaran yang ada di sekolah masih menekankan pada penguasaan konsep dengan cara menuntut siswa untuk menghafalnya. Inilah salah satu hal yang dapat menyebabkan guru tidak membuat bahan ajar yang disesuaikan dengan karakteristik sasaran dan tuntutan pemecahan masalah belajar siswanya. Akibatnya berdampak pada hasil belajar siswa yang hanya mencapai rata-rata nilai 65 dari standar nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan, khususnya pada mata pelajaran matematika. Sugeng, dkk. Jurnal Pendas Mahakam. Vol 5 (2). 165-170 Desember 2020 Banyak metode dan terobosan baru dari peneliti- peneliti sebelumnya untuk mengatasi masalah tersebut, salah satunya melalui pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) yaitu sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang dapat mengubah mind set dan sudut pandang siswa dari matematika yang abstrak menjadi matematika yang dekat dengan kehidupannya, kontekstual, realistis dan menyenangkan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Freudenthal dalam Hadi (2017:8) yang mendefinisikan bahwa “ Mathematic is human activity ” matematika merupakan aktivitas insani dan harus dikaitkan dengan realitas. Realistic Mathematics Education (RME) menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika, bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana matematika harus disajikan. Freudenthal berkeyakinan bahwa siswa tidak boleh dipandang sebagai “ passive recevers of ready-made mathematics ” penerima pasif matematika yang sudah jadi atau diolah . Merujuk pada hasil penelitian Marhamah, Zulkardi, dan Aisyah (2014) yaitu pengembangan materi ajar dengan pendekatan PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia), berdasarkan proses pengembangan diperoleh bahwa prototype materi ajar yang dikembangkan efektif meningkatkan aktivitas belajar siswa. Berdasarkan proses pengembangan diperoleh juga bahwa prototype materi ajar yang dikembangkan telah memiliki potensial efek terhadap kemampuan siswa. Temuan yang sama juga dilaporkan dalam penelitian yang dilakukan La Ose (2017) di provinsi Gorontalo dengan mengambil sampel siswa siswi SMP Negeri 1 kelas VIII ditemukan pengaruh yang positif terhadap hasil belajar siswa pada materi luas permukaan dan volume balok dengan menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) dengan nilai ketuntasan 83% . Hasil yang kurang lebih sama pada pengembangan materi ajar matematika yang dilakukan oleh Jusmanidar (2017) dalam penelitiannya yang menjadikan meningkatnya hasil belajar siswa melalui pendekatan matematika realistik. Dengan pendekatan matematika realistik akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan mengkonstruksikan kembali konsep-konsep matematika sehingga siswa mempunyai konsep pengertian yang kuat. Dikatakan pula bahwa hasil pembelajaran matematika tergantung pada bagaimana guru melaksanakan pembelajaran. Guru harus menciptakan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa, salah satu cara yaitu dengan menerapkan pendekatan matematika realistik. Oleh sebab itu perlu dikembangkan suatu pembelajaran yang tidak membosankan dan membuat siswa lebih tertarik, dengan cara menciptakan lingkungan belajar yang dekat dengan dunia nyata. Ketiga temuan yang dilakukan pada pengembangan bahan ajar pada mata pelajaran matematika semua menggunakan pendekatan matematika realistik, karena Realistic Mathematics Education (RME) dinilai paling tepat digunaan dalam pembelajaran matematika yang lebih menekankan realistas dan lingkungan sebagai titik awal dari pembelajaran, selain itu Realistic Mathematics Education (RME) dianggap sangat cocok digunakan karena memiliki karakteristik dan prinsip yang memungkinkan siswa dapat berkembang secara optimum, seperti kebebasan siswa untuk menyampaikan pendapat dan adanya masalah kontekstual yang dapat mengkaitkan konsep matematika dengan kehidupan nyata. Mengacu pada uraian diatas peneliti mencoba untuk menggunakan bahan ajar modul matematika melalui pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) khususnya pada siswa kelas V di Sekolah Dasar Negeri 020 Balikpapan Tengah, dengan tujuan untuk mengetahui: (1) Pengembangan modul matematika dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) pada materi pecahan kelas V SDN 020 Balikpapa Tengah, (2) Kelayakan modul matematika dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) pada materi pecahan kelas V SDN 020 Balikpapan Tengah, (3) Efektivitas penggunaan modul matematika dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) pada materi pecahan kelas V SDN 020 Balikpapan Tengah. ## METODE Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (Research and Development) yaitu penelitian untuk mengembangkan produk sampai dengan menghasilkan sebuah produk yang layak digunakan peserta didik. Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah modul matematika dengan menggunakan pendekatan Realistik Matematic Education (RME) materi pecahan pada siswa kelas V di SD Negeri 020 Balikpapan. Pengembangan modul matematika ini menggunakan model ASSURE dengan tahapan sebagai berikut: 1) analisis pembelajar (analyze learners) , 2) obyek tujuan (state objectives) , 3) memilih metode, media dan bahan (select methods, media and materials) , 4) memanfaatkan media dan materi (utilize media, and materials) , 5) pertisipasi siswa (require learner participation) , 5) evaluasi (evaluateand revise) . Sugeng, dkk. Jurnal Pendas Mahakam. Vol 5 (2). 165-170 Desember 2020 Uji coba produk dalam penelitian pengembangan ini meliputi 1) desain rancangan uji coba, 2) subjek uji coba, 3) instrument pengumpulan data, dan 4) teknik analisis data. Uji coba dilakukan dalam beberapa tahap yakni: 1) produk divalidasi oleh ahli desain modul, ahli materi dan praktisi/guru senior. 2) uji coba kelompok kecil menggunakan sampel 9 siswa, dengan kriteria prestasi belajar yang berbeda yaitu tiga siswa yang memiliki prestasi belajar tinggi, tiga siswa yang memiliki prestasi belajar sedang, dan tiga siswa yang memiliki prestasi belajar rendah 3) Uji coba lapangan diambil sampel dari semua siswa kelas V. Instrumen yang digunakan dalam peneilitian pengembangan ini adalah angket dan tes hasil belajar siswa. Angket digunakan untuk mengumpulkan data hasil validasi ahli desain modul, ahli materi, dan praktisi/guru senior, hasil dari uji coba kelompok kecil, hasil dari uji coba lapangan/semua siswa. Sedangkan tes hasil belajar digunakan untuk mengetahui efektifitas produk dari hasil belajar sebelum menggunakan modul dan sesudah menggunakan modul matematika dengan pendekatan RME . Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik analisis data deskriptif kualitatif dan teknik analisis data desktiptif kuantitatif. Teknik analisis data kualitatif digunakan untuk mengolah data hasil uji coba dari ahli desain modul, ahli materi, praktisi/guru senior, peserta didik kelompok kecil, uji lapangan. Teknik analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk mengolah data dari angket dalam bentuk deskriptif presentase. Rumus yang digunakan adalah: Persentasi komponen (P) = !"#$%& ()*+ )*#,*-.- &%(/$ ,.-.$/0/%- (2) !"#$%& ()*+ #%)(/#"# (4) x 100% Hasil persentasi data dikonversikan berdasarkan kriteria “sangat layak, layak, cukup layak, dan tidak layak”. Presentase yang telah diperoleh kemudian ditranformasikan ke dalam tabel agar pembacaan hasil penelitian menjadi mudah. Penentuan kriteria kualitatif dengan cara sebagai berikut: 1) Menentukan presentase skor ideal (skor maksimum) = 100%, 2) Menentukan presentase skor terendah (skor minimum) = 25 %, 2) Menentukan rentang = 100% - 25% = 75%, 3) Menentukan banyak kelas interval yang diperlukan = 4 (sangat layak, layak, cukup layak, dan kurang layak) untuk kelayakan modul, 5) Menentukan panjang kelas interval (p) p = +.-0%-5 6%-7%) ).$%( p = 89% ; = 18,75% diambil p = 19 (dengan pembulatan). Perhitungan diatas memperoleh hasil p = 19 dan melulai dengan bawah kelas interval 25%, maka kelas pertama berbentuk 25% - 43%, kelas kedua 44% - 62%, kelas ketiga 63% - 81% dan data kelas keempat 82% - 100%. Dapat dibuat tabel kriteria hasil perolehan skor kelayakan (Penilaian validasai para ahli) berikut ini: Tabel. Kriteria peroleh skor No Tingkat Pencapaian Kualifikasi Keterangan 1 82% - 100% Sangat layak Tidak perlu direvisi 2 63% - 81% Layak Tidak perlu direvisi 3 44% - 62% Cukup layak Revisi 4 25% - 43% Kurang layak Revisi ## HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap pengembangan modul memilih model ASSURE dengan beberapa pertimbangan diantaranya yang didapat dari hasil studi pendahuluan di SDN 020 Balikpapan Tengah yaitu : (1) analisis pebelajar ( Analisis Learner) dilihat dari karakteristik umum usia yang rata-rata usia siswa kelas V kurang lebih 10 - 12 tahun, dimana pada usia tersebut siswa sudah dapat membuat kesimpulan dari sesuatu pada situasi nyata atau dengan menggunakan benda konkret, dan mampu mempertimbangkan dua aspek dari situasi nyata secara bersama-sama (Thobroni, 2016:81). Gaya belajar (Learning Styles) dari hasil pengamatan kegiatan pembelajaran, siswa memiliki gaya belajar visual dan kinestetik. Dari gaya belajar visual siswa lebih senang melihat dan mendemonstrasikan sesuatu dibanding hanya mendengar, dari gaya belajar kinestetik siswa terlihat lebih menyukai belajar dengan melakukan praktik langsung atau dengan obyek nyata sebagai alat bantu. Mengevaluasi kemampuan awal pembelajar ( Entry Competency) , pada mata pelajaran matematika khususnya materi pecahan sebenarnya telah siswa dapatkan sejak duduk di kelas IV, namun sampai siswa duduk dikelas V masih juga siswa merasa kesulitan terhadap materi pecahan tersebut. hal ini diperkuat dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap guru kelas IV di SDN 020 Balikpapan Tengah. Perolehan nilai rata-rata yang diperoleh siswa khususnya pada ulangan harian materi pecahan hanya 50% dari jumlah siswa yang ada. Ini menunjukan bahwa kemampuan awal siswa khususnya pada materi pecahan masih terbilang rendah. (2) Menyatakan tujuan (State Standars and Objectives), dalam standar pembelajaran jelas dapat digunakan untuk mengevaluasi efektivitas keberhasilan proses pembelajaran dan digunakan sebagai pedoman dalam kegiatan pembelajaran. (3) Memilih metode, media dan bahan (Select Strategis, Medias and Materials) dalam pembelajaran merupakan salah satu hal yang sangat menunjang keberhasilan dalam satu proses kegiatan pembelajaran. (4) Penggunaan media dan bahan ajar (Utilize, Media And Materials) dalam kegiatan pembelajaran lebih bervariasi dan disesuaikan dengan penggunaan bahan ajar , (5) Partisipasi siswa (Require Learner Participation) dalam pembelajaran sangat diharapkan. Dengan kegiatan praktik didalam pembelajaran siswa akan terlibat secara langsung, dan siswa dapat leluasa mengeskplor kemampuan dan daya pikir mereka. (6) Evaluasi (Evaluate) dalam kegiatan pembelajaran dilakukan pembelajar selesai. Hal ini dilakukan bertujuan untuk mengukur keefektifan pembelajaran yang telah dilakukan dan ketuntasan hasil belajar yang telah siswa lakukan. Perencanaan pengembangan modul disesuaikan dengan karakteristik sasaran dan pemecahan masalah belajar yang ada disekolah. Oleh karena itu sebelum dilakukan pengembangan produk peneliti terlebih dahulu mengawali dengan mencari data melalui studi lapangan dan studi literatur yang akan digunakan sebagai bahan dalam perencanaan pengembangan produk yang diharapkan. Kelayakan dalam pengembangan suatu produk sangatlah penting. Sebelum suatu produk digunakan secara luas, pastinya kelayakan uji coba produk sangat perlu dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah produk tersebut layak digunakan atau tidak. Dalam penelitian pengembangan ini, peneliti merancang suatu produk berupa modul pembelajaran matematika berbasis Realistic mathematics Education (RME) materi pecahan pada siswa kelas V, sebelum modul digunakan secara luas peneliti melakukan uji coba modul dengan melibatkan beberapa para ahli sebagai validator modul. beberapa para ahli yang digunakan yaitu : a. Validator ahli desain modul Ahli desain modul yang peneliti gunakan sebagai validator modul matematika berbasis Realistic mathematics Education (RME) materi pecahan adalah ibu Dr. herliani, M.Pd beliau merupakan salah satu dosen di Universitas Mulawarman Samarinda yang memilki keahlian dalam bidang mendesain modul. validasi ahli desai modul dilakukan 2 kali di kampus Universitas Mulawarman Samarinda dengan memuat beberapa aspek penilaian. Dari hasil validasi ahli desain modul dianalsis dan diperoleh rata-rata berjumlah 83.33 dan masuk dalam kategori “Sangat layak”. b. Validator ahli materi modul Ahli materi modul yang peneliti gunakan sebagai validator modul matematika berbasis Realistic mathematics Education (RME) materi pecahan adalah Ibu Mardiana, S.KM, M.Kes (ahli materi modul pertama) beliau merupakan salah satu dosen di kampus UMKT (Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur) Samarinda dan Ibu Dr. Rusdiana, M.Pd (ahli materi modul kedua) beliau merupakan salah satu dosen ahli matematika di Universitas Mulawarman Samarinda yang memiliki keahlian pada materi modul. Validasi ahli materi dilakukan 2 kali di kampus Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur Samarinda, dengan menggunakan 3 aspek penilaian yaitu aspek kelayakan isi, aspek penyajian , dan aspek pendekatan Realistic Mathematics Education (RME). Dari hasil validasi ahli materi modul pertama dianalsis dan diperoleh rata-rata berjumlah 80.88 dan masuk dalam kategori “Layak”. Dari hasil validasi ahli materi modul kedua dianalsis dan diperoleh rata-rata berjumlah 82.35 dan masuk dalam kategori “Sangat Layak”. c. Validator praktisi/guru senior Ahli dari praktisi/guru senior yang peneliti gunakan adalah salah satu guru senior yang ada di SDN 020 Balikpapan Tengah yaitu ibu Nenty, S.Pd selain sebagai guru senior beliau juga sebagai guru yang mempunyai bidang keilmuan matematika di sekolah tersebut. validasi praktisi/guru senior dilakukan sebanyak 2 kali di SDN 020 balikpapan Tengah dengan menggunakan 4 aspek penilaian yaitu aspek kelayakan isi, aspek kelayakan penyajian, aspek penilaian bahasa, dan aspek pendekatan Realistic Mathematics Education (RME). Dari hasil validasi praktisi/guru senior dianalsis dan diperoleh rata-rata berjumlah 92.04 dan masuk dalam kategori “Sangat Layak”. Dari hasil penilaian para ahli desain modul, ahli materi modul, dan praktisi/guru senior, setelah dianalsis dapat disimpulkan bahwa modul matematika berbasis Realistic mathematics Education (RME) materi pecahan yang dikembangkan dengan memuat beberapa Sugeng, dkk. Jurnal Pendas Mahakam. Vol 5 (2). 165-170 Desember 2020 aspek penilaian dan memperoleh rata-rata yang masuk dalam kateragori “Sangat Layak” dapat diuji cobakan kepada seluruh siswa kelas V di SDN 020 Balikpapan Tengah. Tahap akhir setelah mengetahui kelayakan modul yaitu mengetahui efektivitas modul tersebut. Sangat diharapkan modul yang telah di validasi dari beberapa para ahli dan dikatakan sangat layak akan menghasilkan suatu modul yang efektif digunakan pada siswa kelas V di SDN 020 Balikpapan Tengah. Untuk mengetahui hal tersebut selanjutnya peneliti melakukan uji efektivitas penggunaan modul pada kelompok besar yang terdiri dari siswa kelas V dengan jumlah 30 siswa. Uji efektivitas dilakukan dengan membandingkan hasil belajar siswa sebelum menggunakan modul (freetest) dan hasil belajar siswa setelah menggunakan modul (posttest). Adapun hasil belajar siswa sebelum menggunakan modul diperoleh rata-rata sejumlah 63.33 (perolehan nilai dapat dilihat pada tabel 4.11), dan hasil belajar siswa setelah menggunakan modul diperoleh rata-rata sejumlah 84.17 (perolehan nilai dapat dilihat pada tabel 4.13). dilihat dari ketuntasan kriteria minimum yang sekolah tetapkan, maka persentasi ketuntasan diatas rata-rata dengan perolehan nilai 84%. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan modul matematika berbasis Realistic mathematics Education (RME) materi pecahan yang telah diujicobakan pada siswa kelas V di SDN 020 Balikpapan Tengah sangat efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Mengukur efektifivitas penggunaan modul juga digunakan uji statistik yaitu uji- t berpasangan. Sebelum melakukan uji- t Berpasangan, terlebih dahulu dilakukan pengujian normalitas data. Apabila data berdistribusi normal, maka uji- t Berpasangan dapat digunakan untuk menilai efektivitas, tetapi apabila data tidak berdistribusi normal, maka digunakan alternative uji Wilcoxon. Terbukti dari pengujian asumsi data berdistribusi normal, data memenuhi distribusi normal apabila p value > 0,05 (taraf signifikansi). Berdasarkan tabel one sample kolmogorov smirnov test , didapatkan p value pada pretest sebesar 0,467 > 0,05 dan posttest sebesar 0,114 > 0,05 (data dapat diliat pada lampiran). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa data pretest dan posttest memenuhi asumsi distribusi normal, karena data memenuhi asumsi distribusi normal, maka uji-t berpasangan dapat digunakan. Pengujian menggunakan uji-t berpasangan, pada taraf signifikansi 0,05, terdapat hipotesis sebagai berikut yaitu H0 tidak terdapat perbedaan nilai pretest – posttest secara signifikan, H1 terdapat perbedaan nilai pretest – posttest secara signifikan. Pada pengujian menggunakan uji-t berpasangan, pada taraf signifikansi 0,05, terdapat kriteria pengujian hipotesis sebagai berikut yaitu H0 ditolak apabila p value < 0,05 (terdapat perbedaan nilai pretest – posttest secara signifikan), H0 diterima apabila p value > 0,05 (tidak terdapat perbedaan nilai pretest – posttest secara signifikan). Berdasarkan tabel paired sample test pada 30 sampel dengan taraf signifikansi 0,05, didapatkan p value sebesar 0,000 < 0,05. Artinya H0 ditolak, terdapat perbedaan nilai pretest dan posttest secara signifikan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa penggunaan modul efektif digunakan pada siswa karena berdasarkan hasil pengujian secara statistik pada nilai pretest – posttest siswa terdapat perbedaan secara signifikan. ## PENUTUP Proses pengembangan modul matematika dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) pada siswa kelas V di SDN 020 Balikpapan Tengah dimulai dengan melakukan analisis kebutuhan, pengumpulan data, desain produk, validasi desain, revisi desain, uji coba produk, revisi produk, uji coba pemakaian, revisi produk dan produksi massal sehingga dapat menghasilkan produk yang layak digunakan dalam pembelajaran. Hasil media modul pembelajaran dikemas dalam bentuk buku modul. Kelayakan media pembelajaran pengembangan modul matematika berbasis Realistic Mathematics Education (RME) dianalisis berdasarkan instrumen penilaian dari para ahli media, ahli materi dan praktisi/guru senior dari sekolah peneliti. Hasil validasi dari ahli media terdapat 1 asfek kegrafikan dengan 4 indikator penilaian dengan hasil nilai rata-rata 83.33 dan masuk dalam kategori “ Sangat Layak”. Hasil validasi dari ahli materi pertama terdapat 3 aspek kelayakan isi, aspek kelayakan penyajian, dan penilaian pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dengan hasil nilai rata-rata berjumlah 80.88 masuk dalam kategori “ Layak”. Hasil validasi dari ahli materi kedua terdapat 3 aspek kelayakan isi, aspek kelayakan penyajian, dan penilaian pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dengan hasil nilai rata- rata berjumlah 82.35 masuk dalam kategori “ Sangat Layak”. Hasil validasi dari praktisi/guru senior terdapat 4 aspek yaitu asfek kelayakan isi, aspek kelayakan penyajian, aspek penilaian bahasa dan penilaian pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dengan perolehan nilai rata-rata berjumlah 92.04 dan masuk dalam kategori “ Sangat Layak”. Uji coba produk diperoleh respon/tanggapan siswa dari media pembelajaran pengembangan modul Sugeng, dkk. Jurnal Pendas Mahakam. Vol 5 (2). 165-170 Desember 2020 matematika berbasis Realistic Mathematics Education (RME) dianalisis dari kuisioner responden skala besar sejumlah 30 siswa. Responden di minta untuk memberikan penilaian respon, saran serta komentar terhadap media pembelajaran. Hasil analisis respon dari siswa mempunyai nilai dengan jumlah 1081 dengan nilai rata-rata sebesar 90.08, ini menunjukan bahwa respon dari siswa sangat baik dan siswa juga merasa tertarik dalam mengikuti pelajaran khususnya pada mata pelajaran matematika. Uji efektivitas Berdasarkan tabel Paired Sample Test pada 30 sampel dengan taraf signifikansi 0,05, didapatkan p value sebesar 0,000 < 0,05. Artinya H0 ditolak, terdapat perbedaan nilai pretest dan posttest secara signifikan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa penggunaan modul efektif digunakan pada siswa karena berdasarkan hasil pengujian secara statistic pada nilai pretest – posttest siswa terdapat perbedaan secara signifikan. Melalui penelitian pengembangan ini modul berbasis Realistic Mathematics Education (RME) pembelajaran matematika materi pecahan diharapkan dapat bermanfaat dalam proses pembelajaran khususnya pembelajaran matematika. ## REFERENSI Azkiyah S. 2013. Pengembangan Buku Ajar Matematika Materi Pecahan Berbasis Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) untuk SD/MI [Tesis]. Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Penulisan Modul . Depdiknas, Jakarta. Hadi, Sutarto. 2017. Pendidikan Matematika Realistik (edisi Revisi). PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta. Jusmanidar. (2017).Meningkatkan Hasil belajar Siswa pada Operasi Hitung melalui Pendekatan Matematika Realisitik.. JPPI ( Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia.) https://doi.org/10.2921/02017104 Marhamah, M., Zulkardi, Z., & Aisyah, N. (2014). Pengembangan Materi Ajar Pecahan dengan Pendekatan PMRI di SD Negeri 21Palembang. Jurnal Pendidikan Matematika . https://doi.org/10.22342/jpm.5.2.584 Ode, L. (2017).Pengembangan Perangkat Pembelajaran dengan Pendekatan PMR untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Jurnal matematika kreatif-inovatif. https://doi.org/10.15294/kreano.v8i2.6981 Sugiono. 2016. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D) . Alfabeta, Bandung. Suprihatiningrum, Jamil. 2016. Strategi Pembelajaran Teori dan Aplikasi . Ar-Ruzz Media, Yogyakarta. Thobroni, M. 2016. Belajar dan Pembelajaran . Ar-Ruzz Media, Yogyakarta.
85361cf6-eb94-47de-9fe5-13570d411198
https://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/download/14406/10686
## PENDAHULUAN Program-program pembangunan yang diimplementasikan di Indonesia pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan semua pihak. Dengan demikian, salah satu hasil implementasi program-program pembangunan di Indonesia dapat mengurangi jumlah penduduk miskin atau dengan kata lain dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk miskin. Akan tetapi, dalam proses pencapaian tujuan tersebut, adakalanya juga memberi dampak yang berbeda (kurang menguntungkan), terutama bagi pihak-pihak tertentu, misalnya kelompok-kelompok rentan (dalam hal ini secara ekonomi tergolong miskin). Kemiskinan merupakan salah satu dari beberapa permasalahan yang saat ini dihadapi bangsa Indonesia. Untuk mengatasi permasalahan ini, sejumlah pihak (terutama Pemerintah) mengimplementasikan beragam program pembangunan, termasuk hubungannya dengan mengelola dan memanfaatan sumberdaya agraria. Paling tidak ada dua muara masalah yang berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria yaitu konflik sosial dan kerusakan sumberdaya agraria. Konflik sosial dapat terjadi ketika suatu kelompok, komunitas, atau masyarakat kehilangan akses dan kontrol terhadap suatu sumberdaya agraria. Selanjutnya, dalam kondisi tersebut (kehilangan/ketidakadilan akses dan kontrol), dapat memicu terjadinya konflik sosial dan perilaku kelompok, komunitas, atau masyarakat tersebut ke arah perilaku yang tidak ramah lingkungan. Permasalahan-permasalahan di atas sangat berhubungan dengan jumlah penduduk. Di satu sisi, penduduk terus bertambah, di sisi lain luasan lahan (misal lahan sawah di pedesaan) relatif tetap/tidak bertambah, bahkan makin berkurang, yang ditunjukkan tingginya rasio manusia terhadap lahan. Tingginya rasio manusia-lahan dan ketidakadilan dalam akses dan kontrol yang terjadi, berimplikasi pada ## PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA, KEMISKINAN, DAN GERAK PENDUDUK: SEBUAH TINJAUAN HISTORIS ## Rural Poverty, Population Mobility, And Agrarian Change: A Historical Overview Martua Sihaloho *) , Ekawati Sri Wahyuni, Rilus A. Kinseng, dan Sediono MP. Tjondronegoro Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB *) E-mail : m_sihaloho@yahoo.com ## ABSTRACT To overcome some economic difficulties, especially poverty, most poor people in the rural area decide to adopt a migration strategy (especially going to foreign countries). The decision to become international migrants contributes to the national economy (foreign exchange) at the macro level and their nuclear family (remittance) at the micro level. The remittance or cash money, in turn, enables them to meet their needs and even accumulate some assets (e.g. land and house) to be used as capital, resulting in a transformation of local agrarian structure. Some studies showed that the welfare of migrants’ families has increased significantly. Such an improved welfare of poor rural families has made rural community more dynamic in the vertical social mobility, including the efforts to extend their contract and motivate family members and the community to become international migrants (theory of cumulative causes, poverty- agrarian proposition, and poverty-migration proposition). This study has four initial hypotheses, namely: (1) change in agrarian structure affects poverty condition, (2) poverty (agrarian) affects population mobility, (3) population mobility (resulted remittance) affects agrarian structure, and (4) structural change in agraria causes new poverty. The diverse management and utilization of agrarian resources (poverty condition and the choice of population mobility —international migration) imply changes in the local agrarian structure which in turn produces new poverty and new agrarian classes. Keywords: agrarian structure, poverty, population mobility, persistence ## ABSTRAK Masyarakat miskin pedesaan pada akhirnya memilih menjadi pelaku migran dalam upaya mengatasi sejumlah kesulitan ekonomi (mengatasi masalah kemiskinan) yang dihadapinya. Pelaku migrasi mengambil keputusan dan berangkat menjadi migran pada akhirnya berkontribusi secara nasional (devisa negara) di aras makro dan terlebih di aras mikro (keluarga inti) pelaku migran-berupa remiten. Hasil remiten (khususnya ekonomi-uang) pada akhirnya dapat memenuhi kebutuhan keluarga dan bahkan mampu mengakumulasi asset (misal lahan dan rumah) untuk dijadikan modal bahkan ke arah perubahan struktur agraria lokal. Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan peningkatan kesejahteraan keluarga pelaku migrasi. Perubahan kesejahteraan masyarakat miskin ini menjadi makin baik pada akhirnya mendinamisasi masyarakat pedesaan misalnya mobilitas sosial vertikal naik, termasuk upaya-upaya untuk melanjutkan kontrak menjadi pelaku migran, mendorong anggota keluarga dan komunitas menjadi pelaku migran (teori penyebab kumulatif, proposisi kemiskinan-agraria, proposisi kemiskinan-migrasi).Tiga hipotesis pengarah sebagai gagasan awal adalah (1) perubahan struktur agraria mempengaruhi kondisi kemiskinan; (2) kemiskinan (agraria) mempengaruhi laju gerak penduduk; (3) gerak penduduk (menghasilkan remiten) mempengaruhi perubahan struktur agraria, dan (3) perubahan struktur agraria menghasilkan kemiskinan baru. Ragam implikasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria (kondisi kemiskinan dan pilihan gerak penduduk-migrasi internasional) berimplikasi pada perubahan struktur agraria dan selanjutnya menghasilkan kemiskinan baru dan golongan kelas baru. Kata Kunci: stuktur agraria, kemiskinan, gerak penduduk, persisten peningkatan jumlah buruh tani (tuna kisma) dan makin meningkatnya jumlah penduduk miskin pedesaan. Implikasi selanjutnya adalah berdampak pada makin sulitnya buruh tani memiliki peluang bekerja baik sebagai buruh tani, penyewa/ penggarap di pedesaan (bahkan di desanya sendiri). Beragam dinamika akses dan kontrol, ketidakadilan, dan kemiskinan di atas mendorong sejumlah orang melakukan migrasi, baik permanen maupun non permanen. Dinamika fenomena migrasi dan kemiskinan ini sangat terkait dengan jumlah dan laju pertumbuhan penduduk, serta aspek lain yang berhubungan langsung maupun tidak langsung. Hasil sensus penduduk tahun 2010 (SP 2010) menunjukkan jumlah penduduk Indonesia mencapai 237.641 326 jiwa dengan reit pertumbuhan penduduk sebesar 1.49% per tahun 1 . Dari jumlah 241.185.000 orang penduduk Indonesia pada tahun 2011, fakta empiris menunjukkan jumlah penduduk miskin adalah sebesar 30.02 juta jiwa (12.49%), dimana penduduk miskin di desa lebih besar jumlahnya dibandingkan di kota 2 (BPS 2011 3 ). Demikian juga dengan data tahun 2012, jumlah penduduk miskin mencapai 28.59 juta orang (11.66 persen) 4 . Data terbaru (Maret 2015) menujukkan, jumlah penduduk miskin mencapai 28,59 juta orang (11,22 persen), dengan persentase penduduk miskin di pedesaan meningkat menjadi 14,2 persen 5 ). Selanjutnya, konflik sosial yang terjadi di Indonesia juga termasuk tinggi dan laju konversi lahan pertanian di Indonesia, khususnya di Jawa mencapai 75 sampai 100 persen (Sihaloho et al. 2007). Demikian juga dengan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh beragam pola pemanfaatan khususnya yang sifatnya eksploitasi para pihak, yang berakhir ketidakadilan agraria. Respon terhadap permasalahan hidup (mengatasi kemiskinan) dan juga tujuan-tujuan positif lainnya mendorong masyarakat Indonesia melakukan gerak penduduk (permanen, non permanen-baik internal maupun eksternal), sebagaimana telah dikemukakan di atas. Demikian juga dengan program pembangunan di Indonesia telah meningkatkan mobilitas penduduk Indonesia (Wahyuni 2000). Hasil SP 2010 mencatat 5.396.419 penduduk atau 2,5 persen penduduk merupakan migran masuk risen antar provinsi. Persentase migran risen di daerah perkotaan tiga kali lipat lebih besar migran risen di daerah perdesaan, masing-masing sebesar 3,8 dan 1,2 persen. Demikian juga dengan menurut gender, jumlah migran laki- laki lebih banyak daripada migran perempuan, 2.830.114 berbanding 2.566.305 orang. Seks rasio migran risen adalah 110.3; data tahun 2000 seks rasio adalah 111. Dalam konteks migrasi, umumnya dilakukan oleh laki-laki untuk pekerjaan dan sekolah. Selanjutnya, jumlah pelaku migrasi dalam hal ini, desa-desa, desa-kota, dan kota-kota (masih dalam satu propinsi) relatif tidak terdata dengan baik yang jumlahnya 1 Dengan reit pertumbuhan penduduk 1.49% per tahun, maka jumlah penduduk Indonesia tahun 2011 adalah 241.185.000 orang; atau bertambah sekitar 3.5 juta orang per tahun. 2 Tahun 1961 (hasil SP1961, 1971, 1980, 1990), hingga tahun 2000 (hasil SP2000) jumlah penduduk di daerah perkotaan jumlahnya lebih banyak dibangdingkan dengan penduduk di daerah pedesaan. Akan tetapi, sejak tahun 2010 (hasil SP2010) jumlah penduduk di daerah perkotaan sudah seimbang dengan di daerah pedesaan. Yang belum seimbang hingga saat ini adalah jumlah penduduk di Jawa (57%) dan luar Jawa 43%. Dalam hal hal ini, makin mendekati seimbang khususnya mulai tahun 2000 bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terutama tahun 1961 (85% di Jawa). 3 Sumber: http://www.bps.go.id/booklet/Boklet%20November_2011.pdf 4 Berita Resmi Statistik No. 06/01/Th.XVI, 2 Januari 2013. Berita resmi ini juga menunjukkan bahwa indeks kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan mengalami kenaikan. Kenaikan ini mengindikasikan bahwa pengeluaran penduduk miskin semakin menjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar. 5 Sumber: http://bps.go.id/brs/view/1158/ jauh lebih besar dibandingkan migrasi internasional dan internal (antar propinsi) sebagaimana ditunjukkan dalam hasil sensus penduduk. Jumlah pelaku migrasi internal juga jauh lebih banyak dibandingkan pelaku migrasi internasional. Fenomena migrasi menunjukkan jumlah penduduk yang merupakan migran risen terus meningkat dari waktu ke waktu. Demikian juga dengan pelaku migrasi internasional. Jumlah pelaku migrasi internasional hingga tahun 2012 adalah tercatat sebanyak 3.998 592 orang yang tersebar di seluruh dunia. Adapun rinciannya yakni Saudi Arabia (1.427.928), Malaysia (1.049.325) Taiwan (381.588), Singapore (228.875), United Emirate Arab (220.820), Hong Kong (214.476), Kuwait (106.594), dan sejumlah Negara lainnya. 6 Realitas kemiskinan yang dihadapi sejumlah rumah tangga di Indonesia pada akhirnya mendorong pilihan rumah tangga miskin (dalam hal ini misalnya anggota rumahtangga) untuk mencari sumber nafkah yang lain. Misalnya, pilihan menjadi tenaga kerja Indonesia/TKI 7 ke luar negeri (migrasi internasional). Demikian juga gerak penduduk yang sifatnya non permanen maupun permanen yaitu menjadi pekerja di sektor formal dan informal, baik dalam desa, antar desa, antar kecamatan, antar kabupaten/kota, bahkan antar propinsi. Untuk wilayah-wilayah tertentu antar pulau, khususnya di wilayah pulau-pulau kecil. Upaya mengatasi masalah ini, yang relatif memerlukan waktu dan biaya yang mahal, baik mengatasi konflik sosial, kerusakan lingkungan, maupun kemiskinan dan atau ketiganya sekaligus. Dalam konteks tulisan ini berupaya mendeskripsikan dan menganalisis yang memuara pada hasil kajian dalam rangka mengantisipasi, menghindari, dan menekan munculnya kompleksitas permasalahan kemiskinan (khususnya dalam hubungan sosial-agraria) yang dipicu oleh pola pemanfaatan agraria yang tidak bijaksana (termasuk beragam implikasi gerak penduduk dan perubahan struktur agraria). Tujuan penulisan ini adalah mendeskripsikan dan menganalisis hubungan antara perubahan struktur agraria, kemiskinan, dan gerak penduduk secara historis/kajian kritis isu-isu terkini. Selanjutnya metode penulisannya adalah berupa review literatur, baik teori-teori maupun studi-studi empiris/hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan realitas kemiskinan, gerak penduduk, dan aksesibilitas terhadap sumberdaya agraria. Hasil review tersebut, diulas/dianalisis dan disimpulkan menjadi pertanyaan-pertanyaan dan hipotesis-hipotesis yang akan dijawab melalui penelitian. ## TINJAUAN HISTORIS ## Kerangka teoritik ## Struktur agraria dan perubahan struktur agraria Struktur agraria pada dasarnya menjelaskan bagaimana struktur akses pihak-pihak yang terkait dengan sumberdaya agraria. Dengan kata lain, hubungan-hubungan sosio- agraria dapat menjelaskan bagaimana struktur agraria suatu masyarakat. Selanjutnya pada aras yang lebih luas struktur agraria merupakan gambaran dari struktur masyarakat. 6 Sumber: http://www.bnp2tki.go.id/statistik-penempatan/6756-penempatan- per-tahun-per-negara-2006-2012.htm, Diakses 22 April 2012. 7 Umumnya dianggap didominasi oleh alasan ekonomi untuk peningkatan status ekonomi dan kualitas hidup. 49 | Sihaloho, Martua. et. al . Perubahan Struktur Agraria, Kemiskinan, dan Gerak Penduduk: Sebuah Tinjauan Historis Upaya memahami struktur agraria dapat berangkat dari tesis Jurgen Habermas tentang dua dimesi tindakan manusia yaitu kerja (tindakan teknis terhadap obyek) dan interaksi atau komunikasi (tindakan sosial terhadap subyek) (Habermas 1990; Hardiman 1990). Dari dua tesis ini dapat dikatakan bahwa tindakan manusia dalam bidang keagrariaan juga mengandung dimensi-dimensi kerja dan interaksi/komunikasi. Secara deduktif, dua proposisi dasar analisis agraria sebagai berikut: pertama, ketiga subyek agraria memiliki hubungan teknis dengan obyek agraria dalam bentuk kerja pemanfaatan berdasar hak penguasaan ( land tenure ) tertentu; kedua, ketiga subyek agraria satu sama lain berhubungan atau berinteraksi secara sosial dalam rangka penguasaan dan pemanfaatan obyek agraria tertentu. Merujuk pada Wiradi (1984) proposisi pertama merumuskan hubungan antara manusia dengan sumber agraria sedangkan proposisi kedua merumuskan hubungan antara manusia dan manusia. Hubungan-hubungan di atas merupakan gambaran bagaimana antar pihak pemanfaat memiliki hubungan teknis dengan sumberdaya agraria, namun sekaligus menjadi ‘dinamika baru’ dalam hubungan diantara subyek agraria. Dinamika inilah yang kemudian menjadi ‘pembeda’ pemanfaatan/penggunaan diantara para pemiliknya. Namun demikian, hubungan sosial dan interaksi sosial diantara subyek-subyek agraria bersifat dua arah. Dasar hubungannya adalah hak penguasaan obyek atau sumber agraria yang dipunyai oleh masing-masing subyek. Perbedaan antar subyek dalam hak penguasaan sumber agraria itu menghasilkan suatu tatanan sosial yang dikenal sebagai struktur (sosial) agraria. Dengan demikian struktur agraria pada dasarnya menunjuk pada hubungan antar berbagai status sosial menurut penguasaan sumber-sumber agraria. Hubungan tersebut dapat berupa hubungan “pemilik dengan pemilik”, “pemilik dengan pembagi-hasil”, “pemilik dengan penyewa”, “pemilik dengan pemakai”, dan lain-lain. Contoh lain yang menggambarkan adanya perbedaan akses individu/ rumah tangga terhadap sumber agraria adalah adanya system maro, mertelu, merapat dan bahkan merlima. Pola hubungan ini sudah ada sejak tahun 1931 (Sceltema, 1985). Cara produksi dapat menggambarkan tipe struktur agraria. Dengan kata lain, cara produksi juga ditentukan oleh siapa sumberdaya agraria tersebut dikuasai termasuk dalam hal pengambilan keputusan. Tipe-tipe cara produksi yang mungkin eksis dalam suatu masyarakat, dengan salah satu diantaranya tampil dominan, adalah (Jacoby 1971; Wiradi 2000): (a) tipe naturalisme: sumber agraria dikuasai oleh komunitas lokal, misalnya komunitas adat, secara kolektif; (b) tipe feodalisme: sumber agraria dikuasai oleh minoritas “tuan tanah” yang biasanya juga merupakan “patron politik”; (c) tipe kapitalisme: sumber agraria dikuasai oleh non- penggarap yang merupakan perusahaan kapitalis; (d) tipe sosialisme: sumber agraria dikuasai oleh Negara atas nama kelompok pekerja; dan (e) tipe populisme/neo-populisme: sumber agraria dikuasai oleh keluarga/rumah tangga pengguna. Tipe-tipe ideal tersebut di atas tidak mungkin ditemukan secara mutual eksklusif dalam suatu masyarakat karena tidak ada suatu masyarakat dengan struktur agraria yang murni naturalis, feodalis, kapitalis, sosialis, ataupun populis/neo- populis. Hal yang lebih realistis adalah dua atau lebih tipe struktur agraria sama-sama eksis dalam suatu masyarakat, tetapi dengan dominasi salah satu tipe atas tipe-tipe lainnya (yang menjadi marginal). Memahami struktur agraria dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat pedesaan maka konsep struktur agraria tidak lepas dari pola penguasaan sumberdaya agraria (tanah), pola nafkah agraria, pola hubungan produksi agraria, distribusi aset agraria dan pola formasi asset/kapital, sebagaimana dikemukakan di atas. Pola penguasaan lahan menggambarkan struktur akses subyek agraria terhadap sumberdaya agraria. Pola penguasaan ini juga berhubungan dengan bagaimana hubungan subyek- subyek agraria dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya agraria yang ada. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria secara khusus terkait dengan kebutuhan subyek agraria. Dengan kata lain berhubungan dengan sumber mata pencaharian, yang dalam hal ini lebih dipahami sebagai sumber mata pencaharian utama/pokok. Dengan demikian, beberapa sumber mata pencaharian yang berhubungan dengan pemanfaatan sumberdaya agraria adalah pendapatan dari farming, non- farming dan off non-farming. Pola nafkah agraria tidak selalu dipahami dari bagaimana sumberdaya agraria dimanfaatkan langsung, tetapi akibat dari tidak akses dan pengelolaan tidak langsung juga dapat dipahami sebagai pola nafkah agraria. Selanjutnya hubungan produksi agraria menggambakan bagaimana distribusi asset agraria dan juga pola formasi asset atau capital. Dalam hal ini, penguasaan terhadap sumberdaya agraria yang luas berimplikasi dengan penguasaan kapital lain seperti uang, teknologi, dan juga akses terhadap kekuasaan. Hal ini juga digambarkan dengan ciri masyarakat agraria dimana salah satu dasar pelapisan sosial masyarakat adalah kepemilikan terhadap sumberdaya agraria (tanah). Ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah yang tidak seimbang memerlukan suatu perbaikan. Adapun dasar pertimbangannya adalah struktur agraria yang timpang akan memberikan akses sangat terbuka bagi “lapisan minoritas” untuk menguasai dan mengusahakan lahan namun relatif tertutup bagi “lapisan mayoritas” untuk menguasai dan mengusahakan lahan. ## Gerak Penduduk dan Tipologi Gerak Penduduk Istilah umum bagi gerak penduduk dalam demografi adalah population mobility atau secara khusus teritorial mobility yang biasanya mengandung makna gerak spasial, fisik dan geografis (Rusli 2012) yang terdiri dari dimensi gerak penduduk permanen dan non permanen. Migrasi merupakan dimensi gerak penduduk permanen sedangkan dimensi gerak penduduk non permanen terdiri atas sirkulasi dan komutasi (Rusli 2012). Gerak penduduk adalah suatu dinamika kependudukan yang mempengaruhi persebaran penduduk. Bagi daerah-daerah pedesaan minus atau daerah-daerah tertinggal (rural depressed area), gerak penduduk keluar merupakan salah satu cara pemecahan masalah ekonomi yang dihadapi oleh banyak rumah tangga. Berfungsi sebagai sarana pemerataan pendapatan antara daerah maju/daerah berkembang dan daerah minus/daerah tertinggal (Rusli 2012). Migrasi adalah suatu bentuk gerak penduduk geografis, spasial atau teritorial antara unit-unit geografis yang melibatkan perubahan tempat tinggal yaitu dari tempat asal ke tempat tujuan. Gerak penduduk permanen ( permanent movement ): migrasi, berciri perpindahan tempat tinggal (domisili, pelaku gerak penduduk/migran secara permanen). Migrasi keluar tenaga kerja muda dari daerah pertanian pedesaan dapat berakibat berkurangnya tenaga kerja di sektor pertanian. Lebih lanjut, misalnya memerlukan subsitusi dengan tenaga kerja mesin. Gerak keluar tenaga kerja mungkin juga berfungsi dalam memecahkan masalah pengangguran yang terdapat Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan | April 2016, hal 48-60 | 50 di daerah pedesaan. Gerak tenaga kerja berhubungan erat dengan peluang bekerja dan tingkat upah/tingkat penghasilan. Masuknya beragam informasi melalui para pelaku gerak penduduk akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat pedesaan. Teori gerak penduduk yang umum adalah teori dorong- tarik ( push-pull theory ). Faktor pendorong dalam hal ini adalah alasan-alasan meninggalkan daerah asal. Selanjutnya, faktor penarik adalah alasan-alasan memilih daerah tujuan. Kelemahan teori ini adalah karena tidak memperhitungkan berbagai faktor pribadi, sosial, dan kebudayaan (Rusli 2012). Teori yang kedua adalah teori kesempatan antara. Menurut teori ini, jumlah orang yang pergi ke suatu jarak tertentu berbanding langsung dengan jumlah kesempatan pada jarak tersebut dan berbanding terbalik dengan jumlah kesempatan antara. Kelemahan teori ini adalah tidak memperhitungkan berbagai faktor pribadi, sosial, dan kebudayaan (Rusli 2012). Salah satu pilihan melakukan migrasi khususnya pada aras mikro adalah kondisi ekonomi individu atau keluarga (secara khusus). Dalam konteks tulisan ini, pilihan ini juga diakibatkan kondisi kemiskinan (agraria) yang juga dialami individu, keluarga, bahkan komunitas (daerah yang dikenal sebagai ”pengirim” pelaku migrasi keluar, misalnya migrasi internasional. ## Migrasi Internasional Migrasi internasional adalah salah satu gerak penduduk yang tergolong migrasi eksternal. Berikut adalah teori migrasi internasional yang dapat menjelaskan fenomena migrasi internasional secara komprehensif. Menurut Massey et al. (1993), lima pendekatan utama yang dapat digunakan untuk memahami migrasi internasional adalah (1) ekonomi neo- klasik makro, (2) ekonomi neo-klasik mikro, (3) teori ekonomi baru, (4) teori pasar tenaga kerja, dan (5) teori sistem dunia. Teori ekonomi neo-klasik (makro), menekankan bahwa perbedaan dalam aspek geografis dari sisi penawaran dan permintaan tenaga kerja di daerah asal dan tujuan merupakan faktor utama yang mendorong keputusan bermigrasi. Salah satu asumsi teori ini adalah bahwa migrasi internasional tidak akan terjadi jika tanpa adanya faktor di atas, dan bahwa penghilangan faktor-faktor di atas akan menghentikan pergerakan internasional, dan bahwa pasar tenaga kerja (dan bukan pasar yang lain) merupakan mekanisme utama pemicu migrasi. Intervensi kebijakan pemerintah mempengaruhi migrasi dengan mengatur atau mempengaruhi pasar tenaga kerja di negara asal dan tujuan. Berbeda dengan aras makro, teori ekonomi neo-klasik (mikro), memfokuskan pada tingkat individu sebagai aktor rasional yang membuat keputusan bermigrasi berdasarkan perhitungan manfaat dan biaya yang mengindikasikan tingkat pengembalian yang positif dari perpindahan itu. Dengan demikian, pada pendekatan ini, karakteristik sumberdaya manusia yang berpotensi meningkatkan manfaat migrasi adalah faktor individu, sosial, atau teknologi yang menurunkan biaya, juga akan mendorong peningkatan migrasi. Perbedaan dalam pendapatan dan tingkat upah pekerja merupakan variabel kunci dan pemerintah mempengaruhi migrasi melalui kebijakan (misalnya melalui proses pembangunan yang meningkatkan pendapatan di daerah asal, menurunkan kemungkinan mendapat pekerjaan di daerah tujuan atau meningkatkan biaya keberangkatan). Teori ekonomi baru memandang bahwa migrasi sebagai sebuah strategi keluarga (misalnya kelompok maupun komunitas) untuk mendiversifikasikan sumber pendapatan, menurunkan resiko terhadap rumahtangga, dan mengatasi hambatan terhadap keterbatasan kredit dan modal. Dalam model ini, migrasi internasional merupakan alat untuk mengkompensasi ketidak-adaan atau kegagalan suatu jenis pasar tertentu di negara berkembang, misalnya pasar asuransi pertanian, asuransi tenaga kerja atau pasar modal. Teori pasar tenaga kerja menekankan bahwa permintaan terhadap pekerja kelas rendahan ( low-level workers ) di negara yang lebih maju merupakan faktor kritikal dalam membentuk migrasi internasional. Guna menghindari inflasi struktural yang akan terjadi akibat meningkatnya biaya bagi pekerja pemula dari tuan rumah dan untuk menjaga agar tenaga kerja tetap merupakan faktor produksi, pemberi kerja akan mencari pekerja migran yang mau menerima gaji rendah. Dalam model ini, migrasi internasional merupakan fenomena demand-based dan diinisiasi oleh kebijakan rekruitmen dari pemberi kerja atau kebijakan pemerintah di negara tujuan. Perbedaan upah antara negara tujuan dengan negara asal bukanlah syarat perlu terjadinya migrasi. Pilihan kebijakan untuk mempengaruhi migrasi sangat terbatas-perubahan dalam organisasi ekonomi di negara tujuan. Fokus dari teori sistem dunia adalah pada struktur pasar dunia merupakan penetrasi hubungan ekonomi kapitalis ke dalam daerah periperi, sebuah masyarakat non-kapitalis, yang terjadi melalui berbagai tindakan pemerintahan neokolonial, perusahan multinasional, dan juga pihak elit nasional. Migrasi internasional terjadi setelah tanah, bahan mentah dan pekerja di daerah asal masuk ke dalam pasar ekonomi dunia dan sistem tradisional terganggu. Hubungan transportasi, komunikasi, budaya, dan ideologi yang menyertai globalisasi kemudian turut memfasilitasi migrasi internasional. Proses proses migrasi internasional berlaku berkelanjutan menumbuhkan berbagai teori baru yang terkait yaitu teori jaringan, teori kelembagaan, dan teori penyebab kumulatif. Teori jaringan menekankan bahwa jaringan migrasi berfungsi untuk mengurangi biaya dan resiko migrasi internasional dan karenanya meningkatkan peluang migrasi. Pengembangan jaringan seperti ini sering difasilitasi oleh kebijakan pemerintah terhadap keluarga dan sekali dijalankan. Jaringan migrasi ini dapat membangun aliran internasional yang relatif tidak sensitif terhadap intervensi kebijakan. Migrasi internasional menurut teori institusional terkait dengan organisasi swasta dan organisasi terbangun untuk mendukung dan mempertahankan aliran migrasi. Kelembagaan inilah menyediakan transportasi, perekrutan para tenaga kerja, perumahan, pelayanan hukum, dan sebagainya. Selanjutnya, teori penyebab kumulatif berpandangan bahwa konteks sosial mempengaruhi keputusan migrasi, adanya gelombang migrasi menciptakan umpan balik yang menyebabkan arus migrasi berlangsung secara terus-menerus. ## Teori Sosiologi dalam Memahami Perubahan Struktur Agraria, Kemiskinan, dan Gerak Penduduk Teori sosiologi pertama yang digunakan dalam memahami realitas sosial yang menjadi fokus tulisan ini adalah sosiologi materialime dari Karl Marx (sebagai grand sociological theory ). Menurut teorisasi Marxian, materi sebagai basis terbentuknya interaksi sosial 8 . Selanjutnya, menurut teori ini (a) Hubungan sosial produksi kapitalistik yang didalamnya mengenal fetishism of commodities (menghilangkan makna sumbangan buruh dalam proses nilai tambah produk/komoditi yang diperdagangkan). Dalam hubungan sosial agraria, 8 Gagasan dialektika yang membangun argumentasi dan cara berpikir yang kompleks. 51 | Sihaloho, Martua. et. al . Perubahan Struktur Agraria, Kemiskinan, dan Gerak Penduduk: Sebuah Tinjauan Historis peran petani mengalami sindroma fetishisme dalam produksi pertanian sehingga petani diabaikan sebagai aktor produksi; dan (b) Kelas sosial (kapitalis) yang berkonflik dengan kelas sosial [buruh] akibat kepentingan akumulasi material dan transfer of surplus of values dari sebuah proses produksi. Dalam memahami realitas kemiskinan, ketimpangan akses terhadap sumberdaya agraria (interaksi antara subyek-subyek) mempengaruhi pelaku migrasi melakukan strategi nafkah misalnya dengan pilihan gerak penduduk. Menurut Boeke (1953, persentuhan budaya ekonomi, desa mengalami perubahan sosial dari tipe “moda produksi” ganda/ muliple menjadi pra kapitalis dihadapkan dengan kapitalis. Fenomena kemiskinan di desa menjadi makin seiring dengan perubahan dari tipe “moda produksi” dari pelaku-pelaku ”pengakses” sumberdaya agraria lokal. Menurut Geertz (1984), adaptasi ekologi terhadap produksi pangan menghasilkan dua tipe sosial-kemasyarakatan yaitu masyarakat sawah yang organisasi sosial-produksinya rumit dan masyarakat shifting cultivation yang organisasi sosial produksi-nya sederhana. Dalam konteks tulisan ini tekanan kekuasaan atas penguasaan sumber-sumber agraria penting - perkebunan, mendorong masyarakat Jawa melakukan livelihood activities pada luasan sawah yang sempit yang selanjutnya disebut teori shared poverty di Jawa. Petani jawa tidak pernah beranjak dari kemiskinan bersama, sekalipun diberikan insentif ekonomi “ala” kapitalis kepada mereka- masyarakat Jawa pada saat itu tidak sensitif harga, sehingga disebutkan sebagai perubahan sosial yang involuted (involusi pertanian). Respons ahli-ahli sosial dari Bogor yang selanjutnya makin dikenal dengan Mazhab Bogor 9 terhadap realitas pembangunan di Indonesia yaitu dengan “membangun” tesis: sejatinya bentuk sistem sosial kemasyarakatan tercermin dari bagaimana mereka membangun strategi nafkah ( livelihood strategy ). Dalam konteks ini, kemiskinan (akan) memberikan gambaran organisasi sosial untuk survival yang lebih kompleks 9 Sebagai middle range theory daripada masyarakat yang mapan secara ekonomi. Pilihan survival strategies bisa berbasiskan: (1) spatial : melakukan migrasi; (2) melakukan diversifikasi lapangan pekerjaan: pola nafkah ganda; (3) stage of development : survival, consolidating, dan accumulating stage of development ; (4) division of labor within family resources : household allocation strategy; (5) individual : straddling strategy . Tercakup dalam fokus kajian Mazhab Bogor adalah krisis pedesaan mendorong gerak penduduk tidak hanya desa-kota dalam satu negara, melainkan desa – kota di lain negara. Dalam hal ini, migrasi orang miskin (internal dan eksternal) sangat berkaitan dengan daya dukung desa (termasuk nasional) yang tidak lagi mampu memberi jaminan kesejahteraan minimum bagi penduduknya. Selanjutnya, Sajogyo (2006) menambahkan revolusi hijau hanya merubah pola pertaniaan tradisional ke modern, namun tidak membangun pertanian tersebut secara utuh (struktur dan kelembagaan petani). Teorisasi di atas akan diperhadapkan dengan realitas empiris kemiskinan, gerak penduduk, dan perubahan struktur agraria. Analisis teorisasi diharapkan ”memuara” pada gagasan awal pembetukan teori siklus kemiskinan (agraria) yang mengkaji fenomena perubahan struktur agraria, kemiskinan, dan gerak penduduk pedesaan di Jawa Barat. ## Kemiskinan dan Pilihan Gerak Penduduk Kemiskinan dan migrasi adalah dua konsep yang sangat penting dalam memahami kependudukan. Selanjutnya ukuran kesejahteraan dan kegunaan migrasi merupakan variabel yang seharusnya dihubungkan. Dalam hal ini, permasalahan kesejahteraan (dalam hal ini kemiskinan) yang dialami oleh calon migran dan keluarganya mendorong melakukan gerak penduduk sebagai salah satu strategi bertahan hidup dari keluarganya. Strategi bertahan hidup ini terjadi untuk semua jenis gerak penduduk. Baik yang sifatnya permanen, maupun yang sifanya non permanen. Baik migrasi internal maupun migrasi Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan | April 2016, hal 48-60 | 52 ## Tabel 1. Jumlah dan Persentase Distribusi Penduduk Indonesia Tahun 1971 – 2010 Wilayah Jumlah dan Persentase (%) Penduduk menurut Tahun Sensus Penduduk 1971 1980 1990 2000 2010 Indonesia 118.367.850 146.776.473 179.247.783 201.241.999 237.641.326 Jawa 76.029.636 (64.23) 93.584.697 (63.76) 107.516.520 (59.98) 120.978.005 (60.12) 136.610.590 (57.49) Luar Jawa 42.338.214 (35.77) 53.191.776 (36.24) 71.731.263 (40.02) 80.263.994 (39.88) 101.030.736 (42.51) Perkotaan 42.338.214 (17.29) 53.191.776 (22.38) 71.731.263 (30.93) 80.263.994 (42.43) 101.030.736 (49.79) Pedesaan 20.465.377 (82.71) 32.845.769 (77.62) 55.433.790 (69.07) (57.57) 85.380.627 118.320.256 (50.21) Penduduk Miskin* (>40) (28.5) (15.1) (19.1) (13.5) Catatan: Prediksi Ananta dan Anwar (1994), jumlah penduduk perkotaan tahun 2015=52,60%; 2020=55,19% dan 2025: 57,30% Keterangan: angka dalam kurung ( ) adalah angka persentase * = Tahun 1996, 1997, dan 1998 jumlah menduduk miskin meningkat (saat krisis); tahun 1998 jumlahnya mencapai 24,2%; untuk tahun 1961 dan 1971 (perkiraan penulis) Sumber: SP 1971, 1980, 1990, 2000, 2010, dan BPS 2009. internasional. Dalam migrasi internal, fenomena ini sangat tampak nyata dan terutama pada tipe gerak penduduk sirkulasi dan komutasi. Kedua gerak penduduk ini selalu ada, mulai dari yang sifatnya lintas desa-desa, desa kota, kota-kota, maupun yang sifatnya daerah asal ke negara tujuan migrasi. Menurut Young (1994), migrasi antar desa biasanya terjadi pada kondisi pra industri karena keterbatasan transfortasi (jarak jauh). Selanjutnya menurut White dan David (2005), dua dari beberapa faktor penyebabnya adalah pilihan tempat tinggal dan pekerjaan. Tjiptoherijanto (1996), mengemukakan bahwa meskipun belum ada penelitian khusus tentang peran aktor determinan, terhadap tingkat urbanisasi, namun para demografer yakin bahwa 50% tingkat urbanisasi diakibatkan oleh pertumbuhan alamiah. Migrasi desa-kota adalah 40% dan reklasifikasi wilayah adalah 10%. Berikut adalah jumlah bertambahnya penduduk perkotaan sejak tahun 1971-2010 dan persentase penduduk miskin (Tabel 1). Angka-angka yang ditunjukkan dengan jumlah penduduk urban (Tabel 1) di atsa, pada prinsipnya dapat dikatakan bekerjanya variabel-variabel demografi (fertilitas, mortalitas, migrasi). Perubahan angka-angka tersebut juga relevan dengan apa yang dikemukakan oleh Tjiptoherijanto (1996), khususnya variabel migrasi (desa-kota) relatif signifikan (40%) mempengaruhi tingkat urbanisasi di Indonesia. Migrasi internasional yang merupakan fenomena yang telah mendunia dan berdampak positif dan negatif. Dampak dari migrasi internasional mencakup dampak positif dan negatif. Beberapa dampak positifnya adalah mengurangi angka pengangguran di Indonesia yang implikasinya selain menambah pendapatan rumah tangga buruh migran tersebut, secara makro juga menjadi aset bagi devisa negara 10 . Selanjutnya, beberapa dampak negatifnya adalah adanya sejumlah kasus-kasus kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan seksual, baik sebelum berangkat maupun di negara tujuan. Sementara itu, menurut jenis pekerjaan yang banyak tersedia untuk buruh migran perempuan adalah pembantu rumah tangga yang masuk dalam wilayah 3D ( dirty, dangerous, and difficult ). Salah satu dampak negatifnya adalah memperlihatkan strategi ekonomi perempuan yang menjadi kepala rumah tangga dan menunjukkan adanya persoalan bagi anak-anak yang ditinggal ibunya di desa serta kesejahteraan para lansia (Wahyuni 2000). Kasus lainnya yang juga banyak terjadi adalah, perceraian yang diawali dengan penggunaan remiten oleh suami untuk menikah lagi dan membiayai keluarga barunya. Relevan dengan dampak positif, dan diperhadapkan pada tantangan dampak negatif serta perubahan budaya, masing- masing keluarga migran pada akhirnya memilih melakukan gerak penduduk-termasuk melakukan migrasi internasional (dimana istri harus meninggglkan suami, anak dan keluarga karena memilih menjadi buruh migran). Pilihan ini juga sangat terkait dengan keragaman potensi antar wilayah merupakan faktor penyebab migrasi di Indonesia. Dan merespon potensi sumberdaya yang ada dan melakukan migrasi diyakini dapat mengatasi kesulitan-kemiskinan. Upaya mengatasi masalah ini disebut “survival strategy” (Ellis 2000; Mazhab Bogor). Hal ini juga relevan dengan apa yang dikemukakan oleh Deere and de Janvry (1979) tentang uapaya bertahan hidup rumah tangga. Rumah tangga perlu mengatur empat proses dasar yaitu (1) home production, (2) wage labour production, (3) circulation dan (4) reproduction-differentiation . Pada saat 10 TKI sering disebut sebagai pahlawan devisa karena dalam setahun bisa menghasilkan devisa 60 trilyun rupiah (2006), informasi dari http://id.wikipedia. org/wiki/Tenaga_Kerja_Indonesia waktu tertentu, rumah tangga memiliki kontrol atas sejumlah alat-alat produksi, seperti bahan baku (tanah, air), sarana kerja (bibit, pupuk, alat pertanian dan mesin) dan tenaga kerja keluarga (pembagian kerja berdasarkan usia dan jenis kelamin) dan melakukan kegiatan produksi bekerja pada tingkat rumah tangga, juga proses sirkulasi. Lebih lanjut, menurut Deere dan de Janvry (1979), proses produksi (ekonomi) dan reproduksi (domestik) rumah tangga, bekerja di bawah pengaruh faktor struktural makro di luar rumah tangga. Individu anggota rumah tangga akan dialokasikan untuk bermigrasi untuk mencari pekerjaan di kota atau daerah pedesaan lain dan dalam situasi yang ekstrim seluruh keluarga bisa pindah secara permanen (Deere dan de Janvry 1979). Migrasi merupakan bentuk perpindahan penduduk dengan maksud menetap di daerah tujuan, sementara sirkulasi tidak disertai keinginan untuk menetap di lokasi tujuan. Karena selalu bersifat selektif, maka migrasi membawa dampak perubahan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap komposisi demografis, sosial ekonomi suatu penduduk baik di daerah asal maupun daerah tujuan (McFalls 2007). Migrasi antar negara menjadi penting karena mencerminkan ketidaksamaan dalam pembangunan antar negara. Ketidaksamaan ini dapat dicermati sekurangnya dari tujuh hal yakni: (1) perbedaan dalam kemakmuran suatu negara, (2) perbedaan dalam tingkat upah, (3) perbedaan ketersediaan peluang bekerja dan berusaha, (4) perbedaan biaya transport, (5) ketersediaan jaringan sosial dan hubungan kekerabatan, (6) hambatan sosial budaya, dan (7) hambatan politik antar negara. 11 ## Remiten dan Dinamika Kesejahteraan Keluarga Remiten, selama ini dipahami sebatas ekonomi (uang dan barang) yang mengalir dari negara penerima migran ke negara asal migran. Namun dalam realitanya, transfer yang terjadi tidak hanya persoalan material saja, melainkan juga aspek-aspek mendasar yang lain seperti sosial, politik, dan kebudayaan. Selain remiten berupa uang dan barang yang bernilai ekonomis, remiten dapat juga berupa gagasan atau ide-ide, pengetahuan, pengalaman baru yang diperoleh selama bekerja di kota (Mantra 1995). Menurut Levitt (1996), remiten sosial ditransformasikan melalui migrasi. Remiten sosial dibawa oleh migran ketika pulang/dipertukarkan melalui surat, video atau telepon. Proses aliran remiten melalui jalur formal atau informal dan melalui pertukaran interpersonal. Remiten sosial adalah ide-ide, perilaku, identitas dan kapital sosial yang mengalir dari negara pengirim ke negara penerima migran (Levitt 1996). Selanjutnya, Levitt (1996) menjelaskan ada tiga tipe hubungan yang terbentuk antara migran dan kebudayaan di negara penerima yaitu: 1. Pasif Recipients (penerima pasif): kelompok ini adalah kelompok yang relatif jarang berinteraksi secara aktif dengan kebudayaan dan komunitas negara penerima; 2. Instrumental Adapter (adaptasi instrumental): adalah orang-orang yang berinteraksi lebih banyak dengan kegiatan di negara yang didatangi; dan 3. Purposeful Innovators (Inovator bertujuan) : berbeda dengan penerima pasif, kelompok ini adalah kelompok yang agresif untuk menyerap dan menyeleksi hal-hal baru. Pengkategorian ketiga kelompok di atas, sangat dipengaruhi oleh tingkat interaksi antara imigran dan negara yang mereka 11 Pooley, Coolin G. and Whyte, Ian (eds). Migrants, Emigrants, and Immigrants A Social History of Migration. London and New York: Routlegde, 1991: 7-10. 53 | Sihaloho, Martua. et. al . Perubahan Struktur Agraria, Kemiskinan, dan Gerak Penduduk: Sebuah Tinjauan Historis datangi. Levitt (1996) mengidentifikasi, setidaknya ada empat tipe remiten sosial, yaitu struktur normatif, identitas, sistem perilaku, dan kapital sosial. Merespon ragam tipe remiten di atas, dalam tulisan ini remiten lebih fokus pada aras mikro atau keluarga, dimana remiten tersebut dapat dimanfaatkan oleh keluarga migran di daerah asal untuk berbagai kebutuhan, tabungan, termasuk untuk membeli aset lahan (sumberdaya agraria lokal). Dalam konteks ini, aksesibilitas yang rendah terhadap sumberdaya agraria lokal (selajutnya disebut kemiskinan agraria) mendorong calon migran memilih menjadi migran. Dengan demikian akar permasalannya adalah kemiskinan agraria. Lebih lanjut dapat dianalisis juga bahwa alas akar realitas kemiskinan adalah belum terwujudnya revolusi sosial (revolusi kesejahteraan) yang juga telah dicita-citakan pada Pancasila dan UUD 1945. Dalam hal ini, walaupun ada upaya-upaya reforma agraria, tetapi cenderung “setengah hati”, orientasinya masih kapitalistik atau reforma agraria yang lebih melayani “pemodal”, “pasar”, sehingga dapat disebut sebagai “dilema reforma agraria”. ## Arah dan Pola Gerak Penduduk (Permanen dan Non Permanen) Geertz (1984) pada prinsipnya juga menunjukkan bahwa bila tidak terjadi gerak penduduk maka kondisi kesejahteraan masyarakat sulit berubah. Kondisi kesejahteraan petani yang tidak mengalami perubahan, bahkan berbagi lahan pertanian yang sempit dengan keluarga atau penduduk yang tidak memiliki lahan. Demikian juga dengan hasil penelitian Singarimbun dan Penny (1976) menunjukkan adanya kemiskinan di pedesaan, yang juga mendorong penduduk di Srihardjo melakukan gerak penduduk. Lebih lanjut Tauchid (2009) mengemukakan bahwa agraria (kaum tani) mengutarakan bahwa masalah agraria (kaum tani) adalah masalah penghidupan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Dengan demikian secara implisit ketiganya hendak mengatakan bahwa diperlukan strategi baru untuk survival (khususnya bila tidak terjadi gerak penduduk). Arah migrasi yang dimaksud adalah berhubungan dengan daerah tujuan gerak penduduk. Arah migrasi masyarakat Indonesia pada prinsipnya sangat terkait dengan pola migrasi yang terjadi. Dalam konteks ini arah migrasinya adalah ke daerah atau wilayah dan atau negara yang memiliki sumberdaya yang lebih baik bila dibandingkan dengan daerah asalnya . Studi Kolopaking (2000) di Wargabinangun propinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa penghijrah ke Malaysia sebagai besar dari golongan kekurangan/w irang . Dalam konteks berhijrah ke Malaysia, pada dasarnya berkaitan dengan usaha mereka yang tidak beruntung memperbaiki hidupnya. Namun demikian, kondisi saat ini, migrasi (menjadi migran) ada kecenderungan dilakukan oleh golongan perempuan dari lapisan menengah. Dengan demikian arah migrasi (nasional) dan internasional bergerak ke arah daerah yang lebih baik sekaligus berupaya ke arah memperbaiki taraf hidup karena ragam faktor yang menjadikan taraf hidup keluarga migran masih tetap miskin. Kasus migrasi Indonesia menunjukkan bahwa migrasi antar daerah (dalam hal ini) propinsi merupakan fenomena yang umum. Menurut Wahyuni (2000), peningkatan mobilitas penduduk bukan hanya melibatkan dominasi mobilitas etnis tertentu seperti suku Minangkabau dan Bugis di Indonesia, tetapi hal itu telah meluas kepada etnis suku lain dalam melakukan migrasi yang bukan secara melembaga. Migrasi penduduk sebagai bagian dari dinamika kependudukan di Indonesia lebih erat kaitannya dengan proses pembangunan yang telah dilakukan. Lebih lanjut Wahyuni (2003) dalam analisa migrasi masuk di Jawa Barat (Jabar), Propinsi Jabar juga menarik pendatang karena merupakan daerah pengembangan industri nasional yang menyediakan lapangan pekerjaan bagi bayak orang. Meskipun persentase penduduk Jabar yang dilahirkan di propinsi lain relatif kecil, tetapi dibandingkan dengan jumlah penduduk Jabar (30 juta lebih), maka secara absolut jumlah pendatang tersebut sangat besar- termasuk di propinsi Banten. Fenomena ini tidak hanya terjadi di Jabar dan Banten, melainkan juga disejumlah propinsi di Indonesia-misalnya di Yogyakarta, dimana migrasi masuk yang tinggi diikuti dengan migrasi keluar yang tinggi sehingga relatif tidak diikuti dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi 12 . Kasus lain yang berpotensi tinggi, khususnya di daerah-daerah perbatasan kabupaten/kota; propinsi, bahkan perbatasan negara (yang diduga tidak teradministrasi dengan baik). Gerak penduduk yang sifatnya tidak permanen lainnya adalah migrasi internasional, sebagaimana dikemukan pada bagian pendahuluan, jumlah pelaku migrasi internasional jumlahnya dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Dan kecenderungan yang terjadi dalam dua puluh tahun terakhir adalah pelaku migrasi didominasi oleh perempuan, dengan demikian perempuan lebih migratory dibandingkan dengan laki-laki. Hasil-hasil penelitian menunjukkan peningkatan kesejahteraan setelah melakukan migrasi. Hasil penelitian Murdiyanto (2001) menunjukkan adanya gejala perubahan struktur sosial masyarakat akibat migran sirkuler. Gejala perubahan tersebut antara lain (a) perubahan taraf hidup migran dan keluarganya, (b) perubahan gaya hidup migran dan keluarganya, dan (c) munculnya Paguyuban Migran. Hasil penelitian Nurmalinda (2002) menunjukkan kemiskinan masyarakat sub urban (pinggiran kota) disebabkan oleh faktor alamiah dan struktural antara lain konversi penggunaan lahan, rendahnya pendidikan, kurangnya akses terhadap modal, dan kurangnya jaringan sosial. Untuk itu, strategi yang dijalanan untuk tetap bertahan adalah strategi adaptif, yaitu optimalisasi penggunaan tenaga kerja keluarga, pola nafkah ganda, dan mengembangkan kelembagaan sosial. Petani miskin pinggiran perkotaan melakukan migrasi untuk dapat survival. Dalam konteks ini, pada prinsipnya tidak hanya petani miskin perkotaan yang melakukannya, melainkan merupakan fenomena yang umum. Gerak penduduk yang dilakukan dalam konteks ini adalah sifatnya komutasi yang dilakukan oleh para komunter. Hasil penelitian Sumartono (2012) juga menunjukkan hasil yang relatif sama dalam hal perubahan status sosial ekonomi dan budaya dalam rumah tangga migran yang lebih baik dari sebelumnya. Selain ditunjukkan dengan kepemilikan asset dan modal, juga ditunjukkan oleh skor indeks peningkatan ekonomi (IPE) antara sebelum dan sesudah migrasi. Hasil penelitian (Elizabeth 2007) menunjukkan bahwa remiten bekerja di luar negeri berdampak positif pada upaya diversifikasi usaha rumahtangga di pedesaan (Jabar dan Kalimantan Barat). Menurut Elizabeth (2007), diversifikasi usaha rumahtangga pelaku migran dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga petani. Diversifikasi usaha yang dimaksud adalah sumber pendapatan yang mengarah pada non-farm yang mampu meningkatkan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan on-farm , dan off farm. Wulan (2010) berhasil mengidentifikasi tiga bentuk remiten sosial para Buruh Migran Perempuan (BMP) selama bekerja di luar negeri. Pertama, berbagai jenis pengetahuan (misalnya 12 Lihat Wahyuni (2000), propinsi Yogyakarta memiliki kekhasan tersendiri sebagai kota pendidikan. Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan | April 2016, hal 48-60 | 54 berbahasa Inggris, Arab, dan Kantonis; mengoperasikan alat-alat modern; naik pesawat; gizi, kesehatan sanitasi, dan kebersihan). Kedua, etos kerja disiplin, tepat waktu dan kerja keras, perubahan cara pandang ( mind set ) dalam hal pendidikan anak, kemandirian, pernikahan, relasi gender dalam keluarga. Ketiga, terbentuknya jaringan sosial karena keterlibatan beberapa BMP dalam organisasi (baik organisasi advokasi buruh migran, seni budaya, sastra, keagamaan). Hasil analisis Wulan (2010) menyimpulkan bahwa remiten sosial adalah pengetahuan, gagasan, dan kapital sosial yang dimiliki BMP dan dengan pengetahuan tersebut bisa membuat mereka menjadi perempuan yang memiliki kemampuan pemberdayaan, perlindungan, dan melakukan perlawanan terhadap proses komodifikasi. Demikian juga dengan hasil penelitian Zid (2012) 13 di dua desa (Panyingkiran dan Ciherang) propinsi Jawa Barat menunjukkan alasan yang mendasari rasionalitas migrasi internasional perempuan pedesaan di Jabar adalah motif untuk memperbaiki ekonomi keluarga agar bisa keluar dari kemiskinan di pedesaan. ## Kemiskinan dan Perubahan Struktur Agraria Tiga ketimpangan yang menyangkut sumber-sumber agraria yang memenuhi hajat hidup orang banyak, yaitu (1) ketimpangan dalam hal struktur pemilikan dan penguasaan tanah; (2) ketimpangan dalam hal peruntukkan tanah; dan (3) incompability dalam hal persepsi dan konsepsi mengenai agraria. Hasil Sensus Pertanian (ST) Tahun 2003 juga menunjukkan jumlah rumah tangga pertanian (RTP) gurem (menguasai lahan kurang dari 0.5 ha) 13.7 RTP yang selanjutnya berdampak pada realitas kemiskinan, khususnya pada RTP gurem, juga pada RT tuna kisma, termasuk komunitasnya. Kemiskinan sebagaimana dikemukkan di atas berhubungan dengan aksesibilitas terhadap sumberdaya agraria. Relevan dengan hal tersebut Sumarti (1999) dalam hasil penelitiannya menunjukkan (1) Persepsi atau ukuran kesejahteraan orang Jawa di pedesaan sangat berkaitan dengan nilai budaya (simbol) yang dipegang dalam struktur sosial, (2) Kesejahteraan bagi masyarakat Jawa merupakan kondisi lahiriah yang ingin dicapai oleh seseorang atau keluarga berdasarkan apa yang dianggap paling berharga dalam hidup orang jawa, yaitu wiryo (derajat atau kedudukan), arto (harta benda), dan winasis (kepandaian). Dalam hal ini, upaya untuk mencapai kondisi lahiriah harus berlandaskan nilai-nilai budaya Jawa sehingga menghasilkan kebahagian hati, yaitu rahayu (secara fisik sehat), slamet (rasa aman), dan tentram (rasa ayem ). Hasil analisis lebih lanjut menekankan bahwa keluarga tidak sejahtera adalah keluarga yang tidak memiliki satupun apa yang dianggap paling berharga dalam hidup orang Jawa, atau hanya memiliki kewarisan (kepandaian) saja, serta upaya mencapai kondisi lahiriah tidak lagi berlandaskan nilai- nilai budaya Jawa. Sehingga ada kecenderungan keluarga menggunakan ukuran modern kesejahteraan Mengingat penelitian ini spesifik mengkaji kemiskinan, migrasi, dan perubahan struktur agraria, maka posisi terakhir teorisasi dan fakta empiris khususnya menyangkut struktur agraria perlu dideskripsikan sebelum lebih jauh merumuskan gagasan awal ’teori sosiologi kemiskinan (agraria) ini. Posisi terkini tentang struktur agraria komunitas petani pekebun di Indonesia yang akan dirumuskan memiliki acuan dasar dari hasil penelitian sebelumnya. Penelitian terdahulu yang menjadi acuan dasar dari rencana penelitian ini adalah penelitian KKP3T Tahun 2007 dan 2008; Riset payung IPB tahun 2008; dan Penelitian Hibah Bersaing Dikti-IPB Tahun 13 Makalah Semiar Pascasarjana IPB, Migrasi Tenaga Kerja Internasional Perempuan dan Penguasaan Lahan Pedesaan: Kasus Tipe Komunitas Desa Sawah di Jawa Barat. Dipresentasikan, Senin 5 Maret 2012. ## 2009 14 serta penelitian lain relevan. Usaha pertanian (tanaman ”komersial” perkebunan) yang teknis pengusahaannya dilakukan secara intensif ternyata lahan tidak lagi menjadi faktor produksi tunggal tetapi menjadi salah satu dari dua faktor produksi penting yang saling terkait yaitu lahan dan modal finansial. Hal ini mendorong struktur agraria baru, terutama munculnya ”pola hubungan sosial produksi banyak pihak” dan/atau munculnya ”pola hubungan sosial produksi dua pihak yang semakin terakumulasi/tersubordinasi. Selanjutnya, struktur agraria komunitas petani berbasis tanaman sawit dan karet dibangun oleh beragam lapisan sosial yang sangat beragam-terstratifikasi (Sitorus et al. 2007; 2008). Struktur agraria lokal pada komunitas petani pekebun (kakao) di Sulawesi Tengah dan Aceh dan di Desa Kerta (Banten) lebih kompleks dibandingkan dengan kondisi di Riau dan di Desa Bojongjuruh (Banten) karena perbedaan basis komoditi yang ditanam (Sihaloho e t al . 2009). Petani miskin tidak mampu mengusahakan lahan secara produktif 15 . Peta kondisi sosio-ekonomi masyarakat (beragam lapisan petani) di Desa Sidajaya (Jabar) relatif masih timpang. Sistem kepemilikan dan penguasaan tanah yang terdapat di Desa Sidajaya ini adalah bersifat individu (rumahtangga petani) dan sistem pemilikan/ penguasaan lahan oleh perkebunan (HGU), dan pola-pola hubungan sosio-agraria yang melembaga adalah (a) sistem maro atau bagi hasil; (b) sistem mertelu ; (c) sistem ceblokan ; dan (d) sistem grebegan. Demikian juga dengan hasil penelitian Fadjar (2009), transformasi struktur agraria lokal yang terjadi tidak menghasilkan diferensiasi sosial masyarakat agraris yang terpolarisasi tetapi hanya menghasilkan diferensiasi sosial masyarakat agraris yang terstratifikasi disertai dengan semakin timpangnya luas pemilikan sumberdaya agraria lokal. Hasil penelitian Fadjar (2009) juga menunjukkan bahwa implikasi kapitalisme terhadap praktek moda produksi yang merupakan cara produksi komunitas petani, ternyata tidak membelah komunitas petani menjadi beberapa kelompok yang terpisah akibat perbedaan praktek moda produksi yang mereka jalankan. Masyarakat menjalankan dua moda produksi dengan prinsip moral dan ekonomi secara bersamaan atau bergantian, karena solidaritas organik yang mulai tumbuh meskipun solidaritas mekanik masih tetap dipegang petani (moda produksi “amphibian”). Lebih lajut Fadjar (2009) menyatakan selain terjadinya diferensiasi sosial masyarakat agraris juga terjadi diferensiasi kesejahteraan dalam komunitas petani. Problema kesejahteraan akan terjadi pada saat sumberdaya agraria yang ada pada komunitas petani tidak dapat memberikan penghasilan minimal (setara garis kemiskinan) bagi anggota komunitas dan bersamaan dengan itu tidak tersedia sumber penghasilan alternatif (non-pertanian). Penelitian berikutnya adalah penelitian Dharmawan et al . (2011) di Desa Sumber Mulia, Kecamatan Muara Telang, Kabupaten Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan. Hasil penelitian Dharmawan et al. (2011) menujukkan adanya ketimpangan struktur agraria lokal, kondisi kemiskinan, dan kerusakan ekologi merupakan ancaman yang sangat krusial. Pada awal mengikuti program Transmigrasi (1979), rata-rata luas kepemilikan lahan (termasuk kategori lahan gambut, khususnya lahan garapan) adalah 2.25 ha dengan rincian 2 ha lahan garapan dan 0.25 ha untuk pemukiman serta pekarangan. Dengan demikian, struktur agraria merupakan trans-based agriarian structure. Selanjutnya rata-rata pemilikan lahan 14 Dalam penelitian dimaksud, penulis terlibat dalam Tim Peneliti. Semua kegiatan penelitian ini di bawah Payung Riset Departemen Pertanian dan Institut Pertanian Bogor. 15 Dalam hal ini reforma agraria harus menjadi landasan tolak melalui pemberian akses sumberdaya agraria kepada para pekebun dan revitalisasi perkebunan sebagai supporting system yang memberikan akses kepada para pekebun. 55 | Sihaloho, Martua. et. al . Perubahan Struktur Agraria, Kemiskinan, dan Gerak Penduduk: Sebuah Tinjauan Historis garapan pada tahun 2010 adalah sebesar 1.5 ha dengan komposisi 0.5-1 ha sekitar 30%, 1 – 1.5 ha sekitar 60% dan 10% sisanya memiliki lahan lebih dari 1.5 ha. Kondisi ini relatif tidak mengalami perbedaan sejak tahun 2005. Tetapi, bila dibandingkan dengan kondisi tahun 1979, kondisi ini sangat berbeda, dimana yang terjadi adalah diferensiasi (arah perubahan struktur agraria=menunjukkan ketimpangan struktur agraria lokal). Hasil penelitian Dharmawan et al. (2011), sekalipun secara sosial (kecukupan pangan dan sandang-papan) terpenuhi, tetapi program transmigrasi tidak menjadikan masyarakat transmigran melakukan ”akuisisi kesejahteraan” penghidupan yang lebih baik. Boleh dikatakan bahwa dengan demikian pencapaian kesejahteraan ekonomi yang progressif (mengikuti jaman) tidak tercapai (tidak aman secara ekonomi = in the long run, economically unsafe ) karena kebutuhan ekonomi yang berkembang, tidak dapat diikuti oleh program transmigrasi. Artinya, harus ada solusi selain transmigrasi bagi para petani pasca transmigrasi, bila mereka harus memenuhi kebutuhan ekonomi yang berkembang. Dalam hal ini economic safety valve yang dijamin oleh program transmigrasi hanya akan aman bila landuse kawasan sawah (mau tak mau) dilakukan ke arah industrialisasi pertanian seperti transformasi sawah menjadi perkebunan sawit. Tetapi (harga sosial-ekologisnya) bila landuse terjadi, maka ekosistem kawasan mengalami destabilisasi ekosistem (pengeringan kawasan dan rentan kebakaran sehingga keamanan ekologis kawasan gambut terancam. Ancaman lain, bila perekonomian perkebunan- industrial berkembang, maka kompetisi antara perkebunan dan pangan akan berlangsung ketat, yang berujung hilangnya kawasan pangan dan food insecurity . Dalam hal ini gerak penduduk (melalui program transmigrasi pada generasi 1) pada akhirnya menghasilkan kemiskinan baru (khususnya generasi 2 dan generasi 3). Hasil penelitian Yusuf (2011) menunjukkan bahwa marginalisasi petani terjadi karena masukknya perkebunan dan kehutanan. Marginalisasi petani karena hubungan antara petani dan bandar saling menjaga hubungan yang tidak setara (pembentukan dan penumpukan=akumulasi surplus). Kemiskinan petani juga dapat diakibatkan oleh gerakan petani yang relatif involutif. Hasil penelitian Hartoyo (2010) menunjukkan dalam gerakan petani terjadi stagnasi karena dalam proses penguatan gerakan diwarnai dengan disorientasi para pelaku elit aktor yang akbibat negatifnya tidak dapat dikontrol. Lebih lanjut (Hidayat 2011) menekankan aspek kelembagaan. Kelembagaan makin ‘meluruh’ akibat politik tata kelola yang konvensional. Dalam kondisi tersebut, diperlukan (menjadi sangat urgen) penguatan kelembagaan lokal khususnya bila diperhadapkan dengan supra lokal. Politik tata kelola agraria konvensional menjadi landasan perlunya politik agraria transformatif. Dalam hal ini politik agraria konvensional dipandang sebagai penyebab ‘peluruhan kelembagaan lokal’. Peluruhan kelembagaan lokal juga diakibatkan oleh pengorganisasian pada aras lembaga (dalam hal ini pengorganisasian kelompok tani di daerah aliran sungai/DAS). Posisi terkini hasil penelitian yang relevan dengan kemiskinan, migrasi, dan perubahan struktur agraria adalah penelitian Zid (2012). Dalam hubungannya dengan agraria, hasil penelitian Zid (2012) menyatakan peningkatan kesejahteraan untuk memperbaiki ekonomi keluarga agar bisa keluar dari kemiskinan di pedesaan ditunjukkan dengan investasi keluarga migran dalam membeli lahan. Investasi di dua lokasi penelitian khususnya dalam empat tahun terakhir (2007-2010) mencapai masing-masing 45 (transaksi di Panyingkiran) dan 36 (transaksi di Ciherang). Peningkatan jumlah (maraknya jual beli lahan) di dua lokasi penelitian Zid (2012) secara sosiologis menandakan telah terjadi peningkatan keluarga yang mengalami mobilitas sosial dimana keluarga yang berasal dari lapisan terbawah ”jelema melarat” di pedesaan dengan cara menguasai lahan bisa mengalami kenaikan status sosialnya. Menariknya, mobilitas tersebut dimotori oleh perempuan migran, yang sebelumnya termasuk golongan yang tidak diperhitungkan. Upaya mengakumulasi modal ini dapat disebut sebagai ”strategi nafkah baru” untuk keberlanjutan kesejahteraan yang lebih baik. Twigg (2007) menyebutnya sebagai strategi nafkah yang mengoptimalkan aset sosial, ekonomi, sumberdaya alam, keterampilan, dan teknologi yang dimiliki untuk meningkatkan kesejahteraan rumah tangga. Dalam hal ini relatif berbeda dengan Scott (1981) yang melakukan strategi nafkah (migrasi) untuk etika subsistensi. ## Gagasan Awal: Persistensi Kemiskinan Agraria Pilihan menjadi pelaku migrasi secara khusus, pada prinsipnya juga berhubungan dengan dinamika kependudukan di negara tujuan, misalnya fertilitas rendah. Akibatnya, tenaga kerja yang dibutuhkan tidak dapat dipenuhi dari sumber daya manusia dari negaranya (internal), sehingga harus mendatangkan tenaga kerja dari luar (misalnya Indonesia). Kehadiran TKI di negara tujuan menjadi realitas baru yaitu meningkatnya migrasi masuk. Dengan demikian, dalam hubungan antara dua negara (asal dan tujuan migrasi internasional) berakibat pada dinamika kependudukan, termasuk kegunaan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Jumlah TKI yang sifatnya dinamis karena tergantung kebijakan pemerintah (misalnya dengan moratorium) pada akhirnya juga menghasilkan realitas dinamika kependudukan, baik bagi negara asal (Indonesia) maupun bagi negara-negara tujuan. Realitas peningkatan kesejahteraan 16 melalui remiten di daerah asal pada pelaku migrasi pada akhirnya juga berakibat pada dinamika kependudukan, khususnya keluarga pelaku. Salah satu faktanya adalah peningkatan kesejahteraan keluarga akibat kiriman uang dari TKI yang bekerja. Kiriman uang tersebut digunakan untuk memenuhi beragam kebutuhan, tabungan, termasuk untuk membeli aset lahan (sumberdaya agraria lokal). Selanjutnya, dapat meningkatkan akses terhadap sumber agraria. Misalnya, dulu adalah keluarga pelaku migrasi adalah tuna kisma 17 , saat ini menjadi pemilik lahan dan sangat berpeluang menjadi pemilik lahan (kategori lapisan atas berdasarkan ukuran lokal/struktur agraria lokal). Selain remiten ekonomi, remiten sosil dapat menambah motivasi baru bagi pelaku migran (khususnya yang tidak berangkat lagi menjadi migran) juga dapat berguna dalam mewujudkan pembangunan desa (misalnya menjadi kepala desa/lurah) maupun menyiapkan SDM masa depan (misalnya menjadi pengajar) dan ragam peran lainnya di masyarakat 18 . Gagasan di atas dapat dirumuskan dengan rumusan awal- proposisi dalam penelitian ini. Rumusan awal-proposisi tersebut adalah: 1. Perubahan struktur agraria menyebabkan perubahan 16 Merupakan tujuan yang diharapkan sebelum memutuskan menjadi pelaku migrasi internasional 17 Proses munculnya tuna kisma salah satu diantaranya makin banyaknya jumlah penduduk di suatu wilayah. Dalam hal ini rasio manusia lahan makin tinggi. Faktor lainnya adalah aksesibilitas yang rendah, kondisi kemiskinan, dan sistem pewarisan tanah yang relatif sempit karena jumlah anak yang menerima warisan relatif banyak (> 2 orang), sementara lahan yang dimiliki relatif sempit (<0.5 ha). Hasil Sensus Pertanian tahun 2003, jumlah rumah tangga gurem/ RTP (<0.5 ha) adalah 13.7 juta RTP atau meningkat 2.6 persen per tahun dari 10.8 RTP di tahun 1993.Dalam tulisan ini secara khusus kemiskinan sangat berhubungan dengan aksesibilitas terhadap sumberdaya agraria. 18 Hasil penelitian Wulan (2010). Dalam konteks ini, disadari sepenuhnya ada sejumlah dampak negatif dari remiten-termasuk pilihan migrasi. Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan | April 2016, hal 48-60 | 56 aksesibilitas terhadap sumberdaya agraria 2. Kemiskinan di pedesaan masih ditentukan aksesibilitas terhadap sumberdaya agraria yang sangat rendah. 3. Tingkat aksesibilitas yang rendah (miskin) menjadi salah satu faktor pilihan migrasi ke luar desa (internal maupun internasional) dalam upaya meningkatkan kesejahteraan (sebagai strategi nafkah rumah tangga). 4. Remiten dan hasil kiriman uang atau gaji dengan bekerja di luar desa dapat memenuhi kebutuhan hidup (survival) bahkan tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehingga pelaku migrasi tetap miskin (tradisi Marxian). 5. Remiten dan hasil kiriman uang atau gaji dengan bekerja di luar desa dapat memenuhi kebutuhan hidup (survival) bahkan mampu mengakumulasi asset dan modal (khususnya sumberdaya agraria) sehingga pelaku migrasi dapat keluar dari kemiskinan atau sejahtera (tradisi non- Marxian). Dalam hubungannya dengan persistensi kemiskinan agraria ini, tradisi Marxian, maka aksesibilitas terhadap sumberdaya sangat menentukan kemiskinan. Dasar argumentasinya adalah, apabila ada pelaku migrasi atau keluarganya yang mampu mengakses sumberdaya (agraria) dalam menambah asset dan modal, maka akan ada pihak lain (misalnya petani gurem atau petani lapisan menengah, bahkan lapisan atas) yang kehilangan lahan (melepas atau menjual lahannya). Dalam konteks dinamika pola-pola hubungan agraria (sosio-agraria) yang terjadi maka persistensi kemiskinan agraria relevan khususnya dalam tinjauan sosiologi pedesaan. Dengan demikian, gagasan awal persistensi kemiskinan agraria dari hasil penelitian ini diharapakan dapat dirumuskan dengan baik. Struktur agraria yang merata akan memberikan akses yang relatif sama kepada seluruh masyarakat untuk menguasai dan mengusahakan lahan. Sementara dipihak lain, adanya struktur agraria yang timpang akan memberikan akses sangat terbuka bagi “lapisan minoritas” untuk menguasai dan mengusahakan lahan namun relatif tertutup bagi “lapisan mayoritas” untuk menguasai dan mengusahakan lahan. Oleh sebab itu, sebagaimana dikemukakan Soemardjan (1980) ketimpangan distribusi pengua saan lahan menjadi sumber utama kemiskinan struktural masyarakat. Bahkan menurut Hayami dan Kikuchi (1987) jika ekonomi pedesaan (termasuk struktur agraria) mengarah pada polarisasi dikhawatirkan pertentangan kelas akan meningkat dan stabilitas terganggu sehingga usaha pembangunan jangka panjang menjadi terhambat. Menurut Sajogyo (2002), tentang pengalaman pada modernisasi pertanian tanaman pangan dalam program revolusi hijau, ternyata program-program modernisasi hanya memperbaiki nasib petani di lapisan atas desa sedangkan petani gurem dan buruh tani tidak tersentuh. Petani gurem dan buruh tani masih tetap tertinggal, tidak terangkat arus pembangunan. Kondisi yang demikian dapat juga terjadi pada program modernisasi yang ditujukan bagi petani pekebun. Prinsip pembangunan merupakan proses ke arah yang lebih baik. Namun, pembangunan tersebut, tidak selalu menghasilkan dampak positif saja melainkan dampak negatif juga. Baik negara maju maupun negara berkembang masih terus- menerus mengimplementasikan pembangunan. Pembangunan yang dilakukan negara-negara berkembang secara umum merupakan suatu proses kegiatan yang direncanakan dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, perubahan sosial dan modernisasi bangsa untuk mencapai peningkatan kualitas hidup manusia dan kesejahteraan rakyat (Suryono 2001). Pembangunan adalah sebagai proses yang memungkinkan anggota masyarakat meningkatkan kapasitas personal dan institusional dalam memobilisasi dan mengelola sumberdaya untuk menghasilkan perbaikan kualitas yang sesuai dengan aspirasi mereka sendiri, berkelanjutan, adil, dan merata (Korten 1990). Pemerintah dan beragam pihak lainnya, khususnya dalam konteks program pembangunan “bermuara” dan sejatinya bertujuan mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata. Dalam konteks tulisan ini, realitas utama yang dianalisa lebih lanjut adalah kemiskinan yang merupakan warisan permasalahan maupun dampak dari program pembangunan. Relevan dengan realitas kemiskinan yang terjadi jauh sebelum Indonesia merdeka, mendorong Pemerintah tetap mengutamakan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama pembangunan nasional. Upaya ini tidak hanya di pusat tetapi juga di daerah oleh Pemerintah Daerah, termasuk dalam mencapai tujuan otonomi daerah. Dinamika kependudukan di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari proses pembangunan ekonomi terutama industri dan pertanian. Proses pembangunan di Indonesia telah mendorong terjadinya perubahan kependudukan baik dari segi struktur penduduk, struktur keluarga, dan pendapatan keluarga. Faktor penyebabnya adalah implementasi pembangunan ekonomi lebih menitik beratkan kepada pembangunan industri di perkotaan (bias urban, bias Jawa). Juga didukung fakta, sejak tahun 1931 sampai tahun 2010 (hasil SP), jumlah penduduk di Jawa tidak kurang dari 57 persen. Hal ini masih sangat terkait dengan penyediaan lapangan pekerjaan di Jawa. Hasil analisis kependudukan di Indonesia, menunjukkan bahwa penyediaan lapangan pekerjaan yang mencukupi dapat mengatasi masalah pengangguran (biasanya berpendidikan rendah, kurang terampil) dan menurunkan jumlah TKI yang bekerja di luar negeri. Selain itu, dipandang penting diimplementasikan dengan lebih baik kebijakan pembangunan (kependudukan) yang berkaitan dengan fasilitasi TKI yang bekerja sehingga tidak terkesan sebatas keinginan mengurangi pengangguran dan memperoleh pendapatan nasional, peningkatan sumberdaya manusia wanita (meningkatkan angka partisipasi wanita dibidang pendidikan-misal melalui pemberian beasiswa), dan Program Keluarga Berencana, serta program lainnya yang relevan dengan perkiraan/proyeksi penduduk ke depan. Tulisan ini, sebagaimana telah dikemukakan di atas menggunakan pendekatan materialistis dari Marxian yang berupaya menjelaskan ciri-ciri dasar kehidupan masyarakat dalam hubungannya dengan praktis-material eksistensi manusia itu sendiri. Dalam konteks tulisan ini adalah ketimpangan dan ketidakaksesan keluarga migran terhadap sumberdaya agraria (rata-rata pemilikan lahan di Indonesia <0.5 ha per rumah tangga pertanian (RTP); dan ukuran keluarga di wilayah pedesaan relatif lebih tinggi dibandingkan perkotaan) sebagai akar penyebab kemiskinan (ketimpangan struktur agraria lokal) 19 keluarga migran, hingga pada akhirnya memilih melakukan migrasi yang bertujuan untuk strategi rumah tangga (Massey 1993) dan sebagai “survival strategy” (Ellis (2000) 20 ; Dharmawan (2001); Ellis dan Freeman (2005); dan Haas (2008)). Masyarakat miskin pedesaan pada akhirnya memilih menjadi pelaku migran dalam upaya mengatasi sejumlah kesulitan ekonomi (mengatasi masalah kemiskinan) yang dihadapinya. Dalam gagasan ini, strategi nafkah (Mazhab Bogor) yang sebelumnya dilakukan 19 Dalam aksesibilitas terhadap sumberdaya agraria, maka ketidakaksesan terhadap sumberdaya agraria, terutama bagi RTP tuna kisma menjadi akar penyebab kemiskinan bagi RTP petani (buruh tani). 20 Selain melakukan migrasi, empat upaya lain yang dilakukan menurut Ellis (2000) adalah (1) meningkatkan produktivitas lahan melalui intensifikasi- ekstensifikasi lahan pertanian; (2) pembangian tugas untuk mencari nafkah; (3) menjalin kerjasama dengan komunitas; dan (4) menjalin hubungan patron-klien. 57 | Sihaloho, Martua. et. al . Perubahan Struktur Agraria, Kemiskinan, dan Gerak Penduduk: Sebuah Tinjauan Historis (misalnya menjadi “buruh serabutan”-mengerjakan apa saja), dipandang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup, terlebih lagi untuk keluar dari “perangkap kemiskinan” yang dialami keluarga migran. Sehingga pilihan rasionalnya adalah melakukan gerak penduduk (permanen maupun non permanen-termasuk migrasi internasional). Strategi gerak penduduk (khususnya migrasi) dilakukan sekaligus “mengubah kultur lama” (suami pencari nafkah utama dan istri urusan domestik) ke arah istri menjadi “pencari nafkah utama” dan suami untuk urusan domestik). Tahapan pilihan menjadi pelaku migrasi (khususnya migrasi internasional) juga berkaitan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja untuk perempuan. Dalam konteks ini, lebih didasarkan pada prinsip strategi bertahan hidup, mengatasi kesulitan, dan berharap dengan pilihan tersebut “keluar” dari kemiskinan. Aspek kependudukan yang ikut mendinamisasi proses dan pilihan menjadi pelaku migrasi oleh perempuan adalah (1) “gagalnya” program pembangunan nasional dan daerah; (2) dominasi pemodal lokal dan asing (kapitalis) atas sumber- sumber agraria lokal yang akhirnya menjadikan masyarakat miskin makin tidak akses; (3) situasi kemiskinan yang dihadapi keluarga (sosiologi materiliasime dan strategi nafkah RTP); (4) kebijakan kependudukan nasional, dunia, dan khususnya negara tujuan (yang memberikan perijinan dan menerima migran-butuh TK migran); (5) kependudukan di aras nasional, lokal, termasuk keluarga (fertilitas 21 , mortalitas, migrasi 21 Di aras keluarga, ukuran keluarga RTP/RT miskin mendorong upaya strategi masuk, dan migrasi keluar) (6) Respon terhadap peluang (dipandang pilihan rasional) menjadi pelaku migran (sosial, ekonomi, dan budaya); dan (7) Efektifitas perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) dan “humas-humas” menjadi migran. Relevan dengan teori jaringan sosial (modal sosial)- Massey et al.( 1993). Pelaku migrasi yang telah mengambil keputusan dan berangkat menjadi migran pada akhirnya berkontribusi secara nasional (devisa negara) di aras makro dan terlebih di aras mikro (keluarga inti) pelaku migran-berupa remiten. Hasil remiten (khususnya ekonomi-uang) pada akhirnya dapat memenuhi kebutuhan keluarga dan bahkan mampu mengakumulasi asset (misal lahan dan rumah) untuk dijadikan modal bahkan ke arah perubahan struktur agraria lokal 22 . Hasilnya dari beberapa penelitian menunjukkan peningkatan kesejahteraan keluarga pelaku migrasi. Perubahan kesejahteraan masyarakat miskin ini menjadi makin baik pada akhirnya mendinamisasi masyarakat pedesaan misalnya mobilitas sosial vertikal naik, termasuk upaya-upaya untuk melanjutkan kontrak menjadi pelaku migran, mendorong bertahan hidup dengan menjadi pelaku migrasi. 22 Konsep struktur agraria (SA) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pola-pola hubungan sosial yang terkait dengan lahan, baik berupa struktur penguasaan, struktur pengusahaan, dan kemudian diikuti oleh struktur distribusi hasil pengelolaan sumber-sumber agraria. Salah satu tujuan program reforma agraria adalah penataan SA agar tidak timpang. SA yang baik adalah pembagian tanah yang adil, jaminan yang mantap dalam hubungan dengan hak guna atau hak sewa dan pajak atau sewa yang adil (lihat Pujiwati, Sosiologi Pembangunan. Fakultas Pascasarjana IKIP Jakarta bekerjasama dengan BKKBN Jakarta. 1985) Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan | April 2016, hal 48-60 | 58 Gambar 1. Kerangka Pemikiran Perubahan Struktur Agraria, Kemiskinan, dan Gerak Penduduk anggota keluarga dan komunitas menjadi pelaku migran (teori penyebab kumulatif, proposisi kemiskinan-agraria, proposisi kemiskinan-migrasi). Secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, tiga hipotesis pengarah (sebagai gagasan awal) yang akan dijawab melalui penelitian 23 adalah (1) perubahan struktur agraria mempengaruhi kondisi kemiskinan; (2) kemiskinan (agraria) mempengaruhi laju gerak penduduk; (3) gerak penduduk (menghasilkan remiten) mempengaruhi perubahan struktur agraria 24 , dan (3) perubahan struktur agraria menghasilkan kemiskinan baru. Ragam implikasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria (kondisi kemiskinan dan pilihan gerak penduduk-migrasi internasional) berimplikasi pada perubahan struktur agraria dan selanjutnya menghasilkan kemiskinan baru dan golongan kelas baru. Dalam konteks ini, gagasannya adalah kemiskinan (agraria) menghasilkan kemiskinan (agraria) baru. Selain pembentukan teori sosiologi kemiskinan (agraria) berperspektif kependudukan dan sosiologi pedesaan (sebagai kebaruan atau novelty dari kajian ini), juga sangat berpeluang membangun teori (minimal proposisi) persistensi kemiskinan (agraria) dan persistensi kemiskinan (migrasi) di pedesaan. ## DAFTAR PUSTAKA Ananta, A. dan Evi NA. 1994. Projection of Indonesia Population and Labor Force 1995-2025. Demographic Institute. Faculty of Economic. University of Indonesia. Jakarta. Boeke, J.H. 1953. Memperkenalkan Teori Ekonomi Ganda. Dalam Sajogyo (penyunting). 1982. Bunga Rampai Perekonomian Desa. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Deere, D.J. 1979. A Conceptual Framework for the Empirical Analysis of Peasant. American Journal of Agricultural Economic, vol.61, no.4. Amerika Serikat. Dharmawan, A.H. et al. 2011. Strategi Adaptasi Sosial- Ekonomi Dan Kelembagaan Rumahtangga Petani Dalam Merespons Perubahan Iklim: Studi Pada Beberapa Sistem Pertanian Lahan Gambut. Kerjasama Deptan RI dan LPPM IPB. Laporan Penelitian Tidak Dipublikasikan. Bogor. Dharmawan, A.H. 2001. Farm Household Livelihood Strategies and Socio-economic Changes in Rural Indonesia. Wissenschafttsverlag Vauk KG. Gottingen. Elizabeth, R. 2007. Remitans Bekerja Dari Luar Negeri dan Diversifikasi Usaha Rumahtangga di Pedesaan (Survai: Empat Desa di Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Pontianak). Thesis Pascasarjana IPB. Tidak Dipublikasikan. Bogor. Ellis, F. 2000. Rural Livelihood and Diversity in Developing Countries. Oxford University Press. 23 Pilihan paradigma metodologi penelitian adalah konstruktivisme dan pilihan paradigma teori yang dipilih adalah tradisi rasional/utilitarian. Menurut Hardiman (2003), berdasarkan paradigma konstruktivisme ini, peneliti dapat memotret realitas sosial baik obyektif (di luar diri) tineliti, maupun subyektif (dalam diri) tineliti. Lokasi penelitian adalah di Desa Warga Binangun, Kecamatan Kaliwedi, Kabupaten Cirebon di Provinsi Jawa Barat. Salah satu dasar utama penentuan lokasi (khususnya pada aras desa) adalah sudah ada studi awal atau studi sebelumnya yang menunjukkan bahwa masyarakat desa adalah pelaku migrasi baik internal maupun eksternal. Demikian juga dengan jumlah TKI dan tenaga kerja wanita (TKW) dan penduduk miskin yang relatif tinggi (62%). Dasar pertimbangan lain adalah merupakan desa yang termasuk tipologi persawahan. Salah satu indikatornya adalah sumber matapencarian utama adalah pertanian, khususnya petani tanaman padi sawah (Data Podes 2011, dan Data Kemiskinan Tahun 2012) 24 Sifatnya menambah dan atau mengurangi kemiskinan akses terhadap sumberdaya agraria lokal Ellis, F. dan Freeman, HA. 2005. Rural Livelihoods and Poverty Reduction. Routledge. London and New York. Geertz, C. 1976. Involusi Pertanian: Proses Perubahan Ekologi di Indonesia. Bhratara K.A. Jakarta. Giddens. 2009. Problematika Utama dalam Teori Sosial Aksi, Struktur dan Kontradiksi dalam Analisis Sosial. Dariyanto. Penerjemah. Terjemahan dari Central Problems in Social Theory. Pustaka Pelajar Yogyakarta. Yogyakarta. Haas, D.H. 2008. Migration and development: A theoretical perspective. Working papers. International Migration Institute. James Martin 21 st Century School. University of Oxford. Hardiman F.B. 2003. Melampaui Batas Positivisme dan Modernitas. Kanisius. Yogyakarta. Hartoyo. 2010. Involusi Gerakan Agraria dan Nasib Petani: Studi Tentang Dinamika Gerakan Petani di Provinsi Lampung. Bogor. Disertasi. Tidak Dipublikasikan. Bogor. Hidayat. 2011. Politik Agraria Transformatif: Studi Peluruhan Kelembagaan Lokal dan Kegagalan Politik Tata Kelola Agraria Pada Komunitas Petani di DAS Cidanau Kabupaten Serang Provinsi Banten. Bogor. Disertasi. Tidak Dipublikasikan. Bogor. Kolopaking, L.M. 2000. Penghijrahan Buruh Ke Malaysia dari Sisi Pembangunan Daerah Asal di Jawa. Mimbar Sosek. Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian. Volume 13 Nomor 1. April. Bogor. Korten, D.C. 1990. Pembangunan yang Memihak Rakyat, Kupasan tentang Teori dan Metode Pembangunan. LSP. Jakarta. Lee, E.S. 1984. Suatu Teori Migrasi. (diterjemahkan dari bahasa Inggris oleh Hans Daeng). PPK-UGM. 24 hal. (Judul asli A theory of migration. Dalam: Demography 3(1). Tahun 1996. Hal. 47-57.) Yogyakarta: Levitt, P. 1996 Social Remmitances: A Conceptual Tool for Understanding Migration and Development, Working Paper Series Number 96.04. Mantra, I.B. 2000. Demografi Umum. Edisi ke-2. Pustaka Pelajar. 293 hal. Yogyakarta. Massey, D.S, et al. 1993. Theories of International Migration: A Review and Appraisal, in Population and Development Review, Vol. 19, No. 3, September 1993, pp. 431-466). McFalls, J. J. 2007. Maret. Population. A lively introduction. Edisi ke-5.[Internet]. [diunduh 3 Juni 2012]. Population Bulletin 62(1). Dapat diunduh dari http://www.prb.org/ pdf07/62.1livelyintroduction.pdf . Murdiyanto, E. 2001. Remitan Migran Sirkuler dan Gejala Perubahan Struktur Sosial di Pedesaan Jawa. Nasution, Z. Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan “Lelang Lebak Lebung” dan Kemiskinan Masyarakat Nelayan (Studi Kasus di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan). Disertasi. Tidak Dipublikasikan. Bogor. Nurmalinda. 2002. Petani Miskin di Pinggiran Perkotaan dan Strategi Bertahan Hidup Rumah Tangga (Studi Kasus Petani Lahan Tidur di Kabupaten Bekasi). Bogor. Tesis. Tidak Dipublikasikan. Pelzer, K.J. 1982. Planters against Peasant: The Agrarian Struggle in East Sumatra, 1947-1958. The Hauge: Martinus Nijhoff. Rusli, S. 2012. Pengantar Ilmu Kependudukan. Edisi Revisi. LP3ES. Sajogyo. 2006. Ekososiologi: Deideologisasi Teori, Restrukturasi dan Pendekatan Sebagai Kasusu Uji.) Yogyakarta. Cinderalas Pustaka Rakyat Cerdas. Sains dan Yayasan Bina Desa Sadajiwa. Yogyakarta. Scott, J.C. 1981. Moral Ekonomi Petani: Pergolakan dan 59 | Sihaloho, Martua. et. al . Perubahan Struktur Agraria, Kemiskinan, dan Gerak Penduduk: Sebuah Tinjauan Historis Subsistensi di Asia Tenggara. Basari H. Penerjemah. LP3ES. Terjemahan dari: The Moral Economiy of Peasant. Rebelion and Subsistence in Southeast Asia. Jakarta. Sihaloho, M, et al. 2007. Konversi Lahan dan Perubahan Struktur Agraria. Bogor. Jurnal Sodality, Edisi 1 Tahun 2007. Bogor. Sihaloho, M, et al. 2009. Perubahan Struktur Agraria dan Diferensiasi Kesejahteraan Petani. Bogor. Jurnal Sodality, Edisi 1 Tahun 2009 . Bogor. Sihaloho, M, et al. 2010. Reforma Agraria dan Revitalisasi Pertanian Di Indonesia: Studi Kasus Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di Jawa Barat. Bogor. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi dan Ekologi Manusia. April 2010. Volume 03. No. 03 . Bogor. Singarimbun, M. dan D.H. Penny. 1976. Penduduk dan Kemiskinan: Kasus Srihardjo di Pedesaan Jawa.. Bhratara Karya Aksara. Jakarta Sitorus, M.T.F, et al. 2008. Perubahan Struktur Agraria dan Differensiasi Kesejahteraan Petani. Laporan Penelitian KKP3PT Tahun I. Kerjasama LRPI dan LPPM-IPB. Bogor. Tidak Diterbitkan. Bogor. Sitorus, M.T.F, et al . 2007. Perubahan Struktur Agraria dan Differensiasi Kesejahteraan Petani. Laporan Penelitian KKP3PT Tahun I. Kerjasama LRPI dan LPPM-IPB. Bogor. Tidak Diterbitkan. Bogor. Sumarti, T. 1999. Persepsi Kesejahteraan dan Tindakan Kolektif Orang Jawa dalam Kaitannya dengan Gerakan Masyarakat dalam Pembangunan Keluarga Sejahtera di Pedesaan. Disertasi. Tidak Dipublikasikan. Bogor. Sumartono. 2012. Proses Pengambilan Keputusan Migrasi dan Adaptasi Migran Sirkuler Pedagang Kaki Lima di Kecamatan Pamulang, Tidak Dipublikasikan. Kota Tangerang Selatan. Tesis. Suryono, A. 2001. Teori dan Isu Pembangunan. UM-Press. Malang. Tauchid, M. 2009. Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia. STPN Press. Yogyakarta. Tjiptoherijanto, P. 1966. Problems of Large Cities: With Reference the City of Jakarta. Publikasi FEUI. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Twigg, J. 2007. Sustainable Livelihoods Approaches. Provention Consortium. Switzerland. Wahyuni, E.S. 2000. The Impact of Migration Upon Family Structure and Functioning in Java, Thesis Submitted in Fulfillment of requirements the Doctor of Philosophy Degree in Population and Human Resources, Department of Geography The University of Adelaide Australia. Wahyuni, E.S. 2003. Mobilitas Penduduk dan Otonomi Daerah. Mimbar Sosek. Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian. Bogor. White, M.J. dan David P.L. 2005. Internal Migration. In Handbooks of Population: Handbooks of Sociology and Social Researh. Poston DL and Miclin M. (Edited). America. Kluwer Academic/Plenum Publiser. Wulan, T.R. 2010. Pengetahuan dan Kekuasaan: Penguatan Remiten Sosial Sebagai Strategi Pemberdayaan Buruh Migran Perempuan. Disertasi. Tidak Dipublikasikan. Bogor. Yin, R.K. 004. Studi Kasus: Desain dan Metoda. PT Raja Grafita Persada. Jakarta. Young, E. 1994. Internal Migration. Lucas D, Meyer P. Editors. In Beginning population studies. Edisi ke- 2. Canberra [AU]: National Center for Development Studies - ANU. 199 hal. Yusuf, M. 2011. Situasi Kemiskinan dan Proses Marginalisasi Petani Dataran Tinggi Garut (Studi Kasus Komunitas Petani di Dua Dataran Tinggi Garut. Tesis. Tidak Dipublikasikan. Bogor. Zid, M. 2012. Migrasi Internasional, Penguasaan Lahan, dan Kesetaran Gender: Kajian di Komunitas Desa Sawah Jawa Barat. Disertasi. Tidak Dipublikasikan. Bogor.
76b7a993-0331-4fa5-9896-0a3f676f3982
http://ojs.ukipaulus.ac.id/index.php/pja/article/download/162/346
## PERAN KEPEMIMPINAN DAN PRESTASI KERJA KARYAWAN Maimunah Toatubun 1 , Andi Ernie Zaenab Musa 2 1 Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon 2 Politeknik Maritim AMI Makassar maimunah1963@gmail.com Abstrak: Pimpinan dan karyawan adalah elemen penting dalam perusahaan yang memiliki perang penting dalam menjalankan perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana peran kepemimpinan dalam meningkatkan prestasi kerja karyawan pada NAS Media Pustaka. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan Deskriptif kualitatif. Karena penting bagi peneliti untuk akrab dengan pertanyaan dan judul yang di kemukakan untuk di dalami. Dalam penelitian kualitatif peneliti pertanyaan umum dan luas kepada partisipan dan memungkinkan mereka untuk mengungkapkan pandangan mereka dan tidak di batasi oleh peneliti. Hasil penelitian menemukan bahwa pemimpin nas media pustaka melibatkan semua team yang ada di Perusahaan, semua team yang di libatkan diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat mereka dan di CV. Nas Media Pustaka tidak mengenal istilah karyawan larena semuanya adalah team yang bergerak dan saling mengisi ruang, dan di nas media pustaka tidak menggunakan SOP seperti perusahaan- perusahaan ada umumnya di nas media sop itu sendiri tentukan oleh para team berdasarkan kesadaran. e-ISSN 2715-7474 p-ISSN 2715-9892 ## Informasi Artikel ## Tanggal masuk 26 Mei 2023 Tanggal revisi 26 Juni 2023 Tanggal diterima 30 Juni 2023 Kata Kunci: HRM 1 , Leadership 2 , Work Performance 3 ## PENDAHULUAN Sumber daya manusia adalah hal penting dalam pencapain tujuan dalam perusahaan. Perusahaan dapat lebih berkembang dengan adanya keinginan setiap individu yang ada dalam perusahaan, sehingga dapat diharapkan dengan perkembangan tersebut perusahaan mampu bersaing dan mengikuti kemajuan zaman. Oleh sebab itu, perusahaan membutuhkan sumber daya manusia dan karyawan yang mempunyai kinerja tinggi sehingga perusahaan dapat mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Salah satu unsur penting untuk meningkatkan kinerja karyawan adalah pemimpin yang mampu mengikut Pimpinan dan karyawan adalah elemen penting dalam perusahaan yang memiliki perang penting dalam menjalankan perusahaan sertakan dan mempengaruhi bawahannya dalam pencapain tujuan melalui gaya kepemimpinan yang sesuai. . Perkembangan bisnis yang semakin pesat membuat perusahaan harus meningkatkan dan mengembanngkan performancenya disemua bidang. Setiap perusahaan harus memiliki cara agar dapat bertahan ditengah-tengah persaingan global, (Naninsih & Hardiyono, 2019). Karyawan Volume 4 Nomor 2 Juni 2023 Juni 2021 merupakan aset perusahaan yang diharapkan dapat bekerja secara optimal guna menunjang kesuksesan perusahaan dan kepemimpinan yang baik dilakukan untuk meningkatkan kinerja karyawan dan memberikan motivasi pada karyawan (Fatma et al., 2021). Pemimpin yang baik tidak akan ada tanpa bawahan yang baik, begitupun sebaliknya. Antara pemimpin dan bawahan saling membutuhkan untuk membuat perusahaan lebih berkembangan dan maju. Seiring dengan perubahan lingkungan yang semakin kompleks dan kompetitif, menuntut kesiapan pemimpin agar tetap bertahan, model kepemimpinan mutakhir seperti kepemimpinan trasnformasi akan memainkan peran yang sangat penting bagi perusahaan (Fatma et al., 2020). Sumber daya manusia dalam perusahaan tidak akan terlepas dari kepemimpinan dan karyawan (A. N. Rachman et al., 2023). Dalam kepemimpinan ada gaya kepemimpinan yang diharapkan dapat memajukan perusahaan dan mensejahterakan karyawan. Setiap pemimpin memiliki prilaku yang berbeda – beda yang sebut dengan gaya kepimpinan. Salah satu gaya kepemimpinan yang menekankan pentingnya seorang pemimpin yang menciptakan visi dan lingkuang yang memotivasi para karyawan untuk berprestasi melampaui harapannya (Nasir A et al., 2022). Dalam perubahan organisasi baik yang terencana maupun yang tidak terencana, aspek yang terpenting adalah perubahan individu. Perubahan pada individu ini tidaklah mudah, tetapi harus melalui proses (C. A. N. Rachman et al., 2023). Pemimpin sebagai panutan dalam organisasi, sehingga perubahan harus dimulai dari yang paling atas (pemimpin) . Pentingnya gaya kepemimpinan trasformasional juga dikemukakan Bass dalam Wahda et al., (2020) bahwa kepemimpinan transformasional lebih meningkatkan motivasi san kinerja pengikut dibidang transaksional. Dengan kepemimpinan ini, para pengikut merasakan kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan penghormatan terhadap pemimpin dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih dari pada apa yang di harapkan dari mereka”. ## METODE PENELITIAN Menurut Sugiyono (2016) definisi metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan Deskriptif kualitatif, karena penting bagi peneliti untuk akrab dengan pertanyaan dan judul yang di kemukakan untuk di dalami. Dalam penelitian kualitatif peneliti pertanyaan umum dan luas kepada partisipan dan memungkinkan mereka untuk mengungkapkan pandangan mereka dan tidak di batasi oleh peneliti. Penelitian ini di laksanakan di NAS MEDIA PUSTAKA, yang berlokasi di jln. Batua Raya no.550 kec. Panakkukang kota Makassar. Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri sehingga peneliti harus “divalidasi”. Validasi terhadap peneliti, meliputi; pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek penelitian -baik secara akademik maupun logiknya (Sugiyono, 2017). Peneliti kualitatif sebagai human instrumen berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya (Ghozali, 2009). Data yang paling penting untuk dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Informan atau nara sumber yang terdiri dari CEO Nas media pustaka dan karyawan itu sendiri. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif. Analisis data kualitatif didefinisikan sebagai upayah yang dilakukan sebagai jalan yang bekerja dengan data, Dalam penelitian ini menggunakan uji keabsahaan data melalui : Uji kredibilitas Moleong (dalam Anonimous, 2014) memmaparkan uji (Credibility) kredibilitas data yaitu untuk menilai kebenaran dari temuan penelitian kualitatif. Kredibilitas ditunjukkan ketika partisipan mengungkapkan bahwa transkrip penelitian memang benar-benar sebagai pengalamannya sendiri. Dalam hal ini peneliti akan memberikan data yang telah ditranskripkan untuk dibaca ulang oleh partisipan. Kredibilitas menunjukan kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif. a. Triangulasi Teknik Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya, menggunakan wawancara, observasi dokumentasi atau kuesioner. bila dengan teknik pengujian kredibilitas data tersebut, menghasilkan data yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan diskusi berlanjut dengan narasumber yang bersangkutan untuk memastikan data mana yang dianggap benar. Atau mungkin semuanya benar karena sudut pandangnya berbeda beda. Wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur menggunakan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan. Observasi dilakukan secara terus terang dan mendokumentasikannya untuk memperkuat data yang telah diperoleh. Menurut Sugiyono (2012), Observasi terus terang adalah peneliti dalam pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data bahwa ia melakukan penelitian. Mereka yang diteliti mengetahui sejak awal hingga akhir tentang aktivitas peneliti. b. Bahan referensi Menurut Sugiono (2012), bahan referensi disini dapat berbentuk bukti rekaman wawancara, data tentang interaksi manusia, atau gambaran satu keadaan yang perlu didukung oleh foto-foto. Dengan adanya bukti-bukti tersebut, data akan menjadi lebih dipercaya. Dalam penelitian ini penulis mencantumkan hasil wawancara dan foto-foto selama berlangsungnya kegiatan penelitian di masing- masing kantor kelurahan. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Kepemimpinan Transfomasional Gaya kepemimpinan seorang pemimpin sangat berpengaruh terhadap jalannya suatu organisasi. Saat ini, dibutuhkan seorang pemimpin yang mampu untuk mempengaruhi para pekerjanya melalui pendekatan-pendekatan motivasional. Hal tersebut terdapat pada gaya kepemimpinan transformasional. Tindakan-tindakan pada pemimpin dengan gaya transformasional diharapkan mampu menimbulkan rasa keterikatan kerja pada pekerjanya guna meningkatkan makna dalam pekerjaan yang mereka kerjakan. Kepemimpinan transformasional merupakan pemimpin yang kharismatik dan mempunyai peran sentral serta strategi dalam membawa organisasi mecapai tujuannya. Pemimpin transformasional juga harus mempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa yang mereka butuhkan. Berdasarka hasil penelitian di CV. Nas Media Pustaka pimpinan Nas Media Pustaka melibatkan para team Nas Media dalam penyusunan tujuan atau target perusahaan dan pimpinan Nas Media berserta para team yang ada menyampaikan ide-ide atau gagasan yang nantinya akan dipertimbangkan apa bila ide yang diberikan akan mampu mencapai tujuan atau target yang sudah ditentukan . Semua team yang dilibatkan dalam penyusunan tujuan atau target yang harus dicapai oleh perusahaan diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat ini meliputi isi, maksud dan bahasa yang digunakan dapat dimengerti atau tidak. Keterlibatan para team dalam penyusunan tujuan dan target perusahaan tidak ada kendala sama sekali. Robbins (2015) mengemukakan, leadership as the ability to influence a group toward the achievement of goals bahwa kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai kemampuan sesorang untuk memengaruhi suatu Kelompok ke arah tercapainya tujuan. Kepemimpinan diartikan sebagai Proses mempengaruhi dan mengarahkan berbagai tugas yang berhubungan dengan aktivitas anggota kelompok. Kepemimpinan juga diartikan sebagai Kemampuan mempengaruhi berbagai strategi dan tujuan, kemampuan Mempengaruhi komitmen dan ketaatan terhadap tugas untuk mencapai tujuan Bersama. Mengenai kepemimpinan transformasional bahwa kepemimpinan transformasional ini lah yang sungguh – sungguh di artikan sebagai kepemimpinan sejati karena kepemimpinan ini bekerja menuju sasaran pada tindakan mengarahkan organisasi pada suatu tujuan yang tidak pernah di raih sebelumnya. ## Prestasi Kerja Prestasi kerja seorang karyawan dalam sebuah perusahaan sangat dibutuhkan untuk mencapai prestasi kerja bagi karyawan itu sendiri dan juga untuk keberhasilan perusahaan. Prestasi kerja adalah hasil kerja seseorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan misalnya standard, target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan disepakati bersama. Hasibuan (2017), menjelaskan : “prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan dan kesungguhan serta waktu”. Handoko et al (2020), dalam mengungkapkan sebagai berikut : “prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai organisasi mengevaluasi atau menilai karyawannya” Dari pengertian prestasi kerja di atas maka dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja adalah hasil kerja seseorang berdasarkan beban tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Berdasarkan hasil penelitian CV.Nas Media Pustaka bahwa dari segi prestasi kerja team yang ada di Nas Media Pustaka terbilang cukup berprestasi dikarenakan pimpinan Nas Media dalam penilaian prestasi kerja pada team Nas Media itu sendiri tidak menggunakan alat ukur berbasis angka- angka atau survey. Hanya melihat berdasarkan ketelatenan, ketelitian, kedisiplinan dan inovasi- inovasi diruang kerja masing-masing. Lain dari pada itu prestasi yang ada diteam nas media pustaka sering mencetus ide-ide kreatif yang sampai saat ini banyak diterapkan di nas media pustaka salah satu contohnya melakukan kerjasama dengan kampus atau universitas yang ada dimakassar dengan cara melakukan talkshow. Prestasi kerja juga banyak diukir dari segi hal-hal kecil baik itu dimulai dari teknis pekerjaan, managent waktu pekerjaan dan sampai diskusi lepas mengenai nas media itu sendiri. Menurut mangkunegara (2009) menyatakan bahwa: “unsur-unsur yang dinilai dari prestasi kerja adalah kualitas kerja, kuantitas kerja, keandalan dan sikap. Kualitas kerja terdiri dari ketepatan, ketelitian, keterampilan, kebersihan. Kuantitas kerja terdiri dari output dan penyelesaian kerja dengan ekstra. Keandalan terdiri dari mengikuti instruksi, inisiatif, kehati-hatian, kerajinan. Sedangkan sikap terdiri dari sikap terhadap perusahaan, karyawan lain dan pekerjaan serta kerjasama. “ ## Kepemimpinan Transformasional Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Penerbit Nas Media Pustaka Nas Media Pustaka sebagai perusahaan penerbitan dan percetakan yang telah bergerak selama 3 (tiga) tahun telah berhasil menjadi No.1 Self Publishing in Eastern Indonesian (Penerbit Mandiri Nomor 1 di Timur Indonesia). Prestasi yang dicapai ini tentunya tidak terlepas dengan Prestasi Kerja Karyawan yang terus berinovasi dalam dunia penerbitan, prestasi Nas Media Pustaka juga tidak terlepas dengan beberapa gaya kepemimpinan yang berlaku, diantaranya : ## WE HAVE A WILL (Kami Punya Kemauan) Salah satu filosofi yang menjadi kunci keberhasilan Nas Media Pustaka dalam membangun tim yang solid adalah kami punya kemauan. 90% proses rekruitmen karyawan di Nas Media Pustaka adalah orang-orang yang tidak memiliki Skill dasar, alias proses rekruimen dititik beratkan pada potensi kemauan setiap calon karyawan yang ingin bergabung. Proses pembelajaran hingga menjadi professional seluruhnya didapatkan saat telah bergabung di Nas Media Pustaka. Hal ini tentu sangat jauh bertentangan dengan prinsip Perusahaan Besar di dunia yang mengutamakan skill dalam prosesrekruitmen. Tetapi, dengan Gaya Kepemimpinan Transformasional yang diterapkan di Nas Media Pustaka, berhasil mematahkan stigma tersebut. ## S.O.P (standar operasional prosedur) Pada prinsipnya Nas Media Pustaka di isi oleh generasi milenial yang kreatif dan memiliki kemauan berhasil yang sangat tinggi. Tidak adanya SOP dalam perusahaan Nas Media menjadi salah satu gaya tranformasional sekaligus anti mainstream, sebab tentu sangat bertentangan dengan hamper seluruh perusahaan yang berdiri yang dipenuhi dengan berbagai SOP. Adapun aturan-aturan yang berlaku di Nas Media Pustaka tidak dapat dikatakan sebagai SOP sebab 100% adalah aturan yang diberlakukan lahir dari kesepakatan seluruh karyawan atau dalam arti kata, karyawan yang membuat aturan sendiri yang mengikat dirinya untuk meningkatkan prestasi kerjanya. ## WE ARE PARTNER Semua karyawan tidak sekedar kerja secara professional tetapi juga terdidik untuk inovatif dalam menemukan ide-ide baru sesuai dengan fashion Nas Media Pustaka. Termasuk dalam membangun tim yang solid. Nas Media Pustaka benar-benar hadir sebagai rumah yang nyaman untuk semua karyawan, menghadirkan fasilitas kerja yang dibutuhkan oleh karyawan, termasuk Gaji pokok yang secara bertahap terus naik berdasarkan income Perusahaan, bahkan Nas Media Pustaka secara bertahap memberikan tunjangan-tunjangan untuk memenuhi kebutuhan karyawan seperti; tunjangan hari raya, reward’s absensi, prestasi dan biaya perkuliahan seluruh karyawan. Selain itu, Nas Media Pustaka dirancang sebagai organisme yang secara keseluruhan saling keterikatan dan saling membesarkan ## KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat peniliti kemukakan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bahwa pemimpin nas media pustaka melibatkan semua team yang ada di Perusahaan, semua team yang di libatkan diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat mereka dan di CV. Nas media pustaka tidak mengenal istilah karyawan larena semuanya adalah team yang bergerak dan saling mengisi ruang, dan di nas media pustaka tidak menggunakan SOP seperti perusahaan- perusahaan ada umumnya di nas media sop itu sendiri tentukan oleh para team berdasarkan kesadaran. 2. Bahwa pemimpin nas media pustaka sangan berpengaruh terhadap teamnya dan bisa menerima saran dan kritikan yang diberikan. Bahkan pemimpin nas media pustaka mampu menumbuhkan rasa kepercayaan diri kepada teamnya dan meyakinkan bahwa nas media pustaka akan mencapai target yang sudah ditentukan. 3. Bahwa pemimpin nas media pustaka juga dapat menerima masukan yang ada bahkan setiap ada ide- ide yang sangat inovatid dari pimpinan tetap akan dirapatkan agar mendapatkan masukan yang positif bahkan tugas memberikan ide-ide itu juga diberikan kepada para team nas media pustaka dengan cara dibimbing dan digembleng agar meraka dapat berfikir layaknya top leader. 4. Bahwa pemimpin nas media pustaka dengan para team saling membantu satu sama lain dan memberikan saran dalam pekerjaan agar lebih baik lagi kedepannya dan untuk ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan tidak ada masalah yang terjadi, kalaupun terjadi masalah atau kendala mengenai mesin produksi rusak dan otomatis akan terjadi keterlambatan suatu pekerjaan tersebut akan segera ditangani dengan cara menginformasikan mengenai kendala keterlambatan pekerjaan tersebut kepada costumer. ## REFERENSI Alemu Zemene, D., & Tewedros Hiluf, B. (2019). The Influence of Waiting Lines Management on Customer Satisfaction in Commercial Bank of Ethiopia. Financial Markets, Institutions and Risks , 3 (3), 5–12. https://doi.org/10.21272/fmir.3(3).5-12.2019 Buhalis, D., & Spada, A. (2000). Destination Management Systems: Criteria for Success — An Exploratory Research. In Information and Communication Technologies in Tourism 2000 . https://doi.org/10.1007/978-3-7091-6291-0_43 Davis, F. D. (1989). Perceived usefulness, perceived ease of use, and user acceptance of information technology. MIS quarterly , 319–340. Fatma, N., Alimuddin, M., & Latiep, I. F. (2023). Manajemen Pemasaran Era Industri 4.0 . Nas Media Pustaka. Fishbein, M., & Ajzen, I. (1975). Chapter 1. Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An Introduction to Theory and Research. In Reading, MA: Addison-Wesley . Furwanti, R., Haryono, S., & Lestari, D. M. (2022). The Integration of Waiting Line Management Concept, Service Fairness and Customer Behavioural Intention in Sharia Bank. Annual International Conference on Islamic Economics and Business (AICIEB) , 2 (1), 1–13. Gatrik.esdm.go.id. (2022). The number of PLN customers . Granić, A., & Marangunić, N. (2019). Technology acceptance model in educational context: A systematic literature review. British Journal of Educational Technology , 50 (5), 2572–2593. Kamal, S. A., Shafiq, M., & Kakria, P. (2020). Investigating acceptance of telemedicine services through an extended technology acceptance model (TAM). Technology in Society , 60 , 101212. PLN. (2023). Statistic PT. PLN (Persero) . Prasetya, R. W., Rizky, Y., & Hasibuan, S. (2022). Tinjauan Pustaka Sistematik Implementasi Technology Acceptance Model ( TAM ) dalam Organisasi Abstrak . 4 , 102–114. Priansa Juni, D. (2017). Komunikasi Pemasaran Terpadu: Pada Era Media Sosial. In Marketing Communication . Rasyid, M., Galela, R., & Buru, U. I. (2020). Analisis Kualitas Pelayanan Listrik Terhadap Kepuasaan . 1 (April). Steinhoff, L., & Palmatier, R. W. (2021). Commentary: Opportunities and challenges of technology in relationship marketing. Australasian Marketing Journal , 29 (2), 111–117. https://doi.org/10.1016/j.ausmj.2020.07.003 Varlamova, J., Larionova, N., & Zulfakarova, L. (2020). Digital Technologies and Saving Behavior. Proceedings of the International Scientific Conference “Far East Con” (ISCFEC 2020) , 128 (Iscfec), 1661–1667. https://doi.org/10.2991/aebmr.k.200312.229 Wulan, S. (2011). Analisis Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan Pada Pt. Perusahaan Listrik Negara (Persero) Cabang Tanjungkarang Analysis of Service Quality on Customer Satisfaction At National Electric Company (Limited) Branch Tanjungkarang. Jurnal Manajemen dan Bisnis , 1 (2), 161–187.
1e1f1642-d8ec-4a06-bfbb-d9f1d8a7a9dd
https://journal.ipm2kpe.or.id/index.php/JOEAI/article/download/1316/890
JOEAI (Journal of Education and Instruction) Volume 3, Nomor 1, Juni 2020 e-ISSN : 2614-8617 p-ISSN : 2620-7346 DOI: https://doi.org/10.31539/joeai.v3i1.1316 ## UPAYA MENINGKATKAN BICARA ANAK AUTIS MELALUI PENDEKATAN FLOORTIME Partiwi Ngayuningtyas Adi IKIP PGRI Jember partiwingayuningtyas@gmail.com Submit, 01-06-2020 Accepted, 25-06-2020 Publish, 30-06-2020 ## ABSTRAK Penelitian ini bertujuan meningkatkan kemampuan bicara anak melalui pendekatan floortime dan menguji coba pendekatan floortime terhadap kemampuan bicara anak autis di Klinik tumbuh kembang anak Pediatricia Mojokerto. Penelitian ini menggunakan metode single subject research (SSR) atau yang dikenal dengan penelitian subjek tunggal. Pemberian Baseline selama 8 sesi pertemuan dan intervensi selama 8 sesi pertemuan. Penulis mengambil sampel 5 siswa autis yang memiliki karakteristik dan kemampuan sama. Data penelitian ini berfokus pada hasil kemampuan bicara anak autis. Hasil penelitian, dari analisis data perkembangan bicara anak autis menunjukkan perubahan kecenderungan dari tidak stabil menjadi stabil serta perubahan arah positif. Level perubahan meningkat 40 point ditunjukkan pada materi melabel benda. Simpulan, ada peningkatan kemampuan dan perkembangan bicara anak autis secara signifikan setelah diberikan intervensi melalui pendekatan floortime . Kata kunci: Anak autis, Kemampuan bicara, Floortime ## ABSTRACT This study aims to improve children's speech ability through the floortime approach and to test the floortime approach to the ability to speak with autistic children in the Pediatricia Mojokerto children's growth and development clinic. This study uses a single subject research (SSR) method, known as single subject research. Provision of Baseline for 8 meeting sessions and intervention for 8 session sessions. The author took a sample of 5 autistic students who have the same characteristics and abilities. The data of this study focuses on the results of the ability to speak autistic children. The results of the study, from the analysis of speech data development in autistic children show a change in tendency from unstable to stable and changes in positive direction. The level of change increased by 40 points indicated on the material labeling objects. Conclusion, there is a significant increase in the ability and speech development of autistic children after being given an intervention through the floortime approach. Keywords: Children with autism, ability to speak, Floortime ## PENDAHULUAN Autistik merupakan suatu gangguan perkembangan kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi serta anak autistik ialah anak yang mempunyai gangguan dalam bidang komunikasi, interaksi sosial, gangguan sensoris, pola bermain, perilaku dan emosi ( Mansur, 2018). Sedangkan menurut Anwar, et al . (2011) Autism is a complex developmental disability that typically appears during the first three years of life. The result of a neurobiological disorder that affects the functionong of the brain. Anak-anak autis memiliki gangguan dalam berkomunikasi dan berbahasa. Beberapa anak memiliki keterlambatan dalam berbicara atau belum bisa berbicara ( Dewanti, 2016). Anak autis dikenal sebagai seorang anak yang memiliki dunia sendiri, sehingga dalam penanganannya seorang guru harus dapat mengenal dan memasuki dunia anak tersebut. Kondisi yang menyenangkan buat anak autis adalah suasana yang sesuai dengan keadaan anak autis. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam melatih bicara anak autis yang menyenangkan untuk anak autis yaitu melalui pendekatan floortime. Pendekatan ini difokuskan pada suasana pembelajaran yang menyenangkan. Pada pelaksanaannya pendekatan ini menimbulkan interaksi dan komunikasi yang berkesinambungan. Pendekatan floortime memungkinkan guru untuk membuat program penanganan yang sesuai untuk setiap anak dengan gangguan autistic (Rahajeng & Elizabeth, 2010). Floor time berpusat untuk menciptakan interaksi terkait pembelajaran yang bermakna secara emosional, yang mendorong enam kapasitas perkembangan dasar anak . Menurut Rokhimah (2013) anak autis mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi di kelas pada saat proses pembelajaran. Ballerina (2016) juga menambahkan bahwa perhatian atau konsentrasi anak autis dalam belajar pada umumnya belum dapat bertahan untuk waktu yang lama dan masih berpindah pada obyek atau kegiatan lain yang lebih menarik bagi anak. Anak autis kurang tertarik pada orang lain atau lingkungannya kondisi ini disebabkan mereka cenderung memprioritaskan dan asyik dalam dunianya sehingga lebih menyita waktu dan perhatiannya (Phil, et al. , 2011). Hasil penelitian beberapa ahli menyatakan bahwa anak autis mengalami gangguan kognitif dan gangguan pemahaman pada saat proses pembelajaran. Didukung hasil penelitian yang telah melakukan tes pada anak autis yang berusia 7 tahun, menemukan bahwa sebagian besar mengalami kegagalan dalam menyelesaikan tugas materi untuk anak usia 3 sampai 4 tahun. Menurut Alqorina (2019) anak autis memiliki masalah yang dapat mempengaruhi kapasitasnya untuk meniru dan memahami, menjadi luwes dan berdaya cipta, memahami dan dapat menerapkan aturan-aturan, serta dapat menggunakan informasi-informasi yang datang dari lingkungannya. Mar’atullatifah, Y. (2017) menjelaskan tata cara pemberian instruksi pada anak autis, instruksi yang diberikan pada anak autis harus S-J-T-T-S (singkat, jelas, tegas, tuntas dan sama). Floor time seperti interaksi biasa dan bermain secara spontan dan menyenangkan. Guru, orang tua atau terapis hanya mengikuti keinginan anak dan bermain apapun yang menjadi minat anak, serta mendorong anak untuk mau berinteraksi dengan guru, orang tua atau terapis. Tujuannya yang utama adalah tercapainya tahapan perkembangan emosi pada anak , untuk tercapainya komunikasi, berpikir dan membentuk konsep diri ( Pangestika, 2013). Beberapa anak autis memiliki keterlambatan dalam berbicara atau belum berbicara, namun ada juga anak yang memiliki ketrampilan berbahasa, tetapi digunakan secara tidak lazim seperti echolalia (mengulang kembali apa yang didengar dengan nada suara tinggi dan monoton), dan penggunaan kata ganti orang yang terbalik, penggunaan kata-kata yang hanya dimengerti artinya oleh mereka yang kenal dekat dengan anak, dan kecenderungan untuk meninggikan nada suara diakhir kalimat (Boham, 2013). Salah satu pendekatan dalam menangani bicara anak autis yaitu melalui pendekatan floortime. Penulis merasa perlu meneliti dan mengembangkan pendekatan floortime untuk meningkatkan bicara anak autis dengan tujuan yaitu: 1) meningkatkan kemampuan bicara anak melalui pendekatan floortime (2) mengujicoba pendekatan floortime terhadap kemampuan bicara anak autis. ## METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis penelitian single subject research (SSR) atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan penelitian dengan subjek tunggal. Penulis mengambil sampel 5 anak autis memiliki karakteristik dan kemampuan sama. Kelima siswa autis memiliki hambatan dalam berbicara sehingga menjadi kendala dalam proses interaksi anak. Untuk mengatasi hal tersebut perlu pengembangan perangkat penanganan yang tepat sesuai dengan gangguan bicara anak autis. Jenis penelitian SSR diterapkan dalam penelitian ini dengan beberapa pertimbangan, yaitu: (1) penelitian ini diterapkan kepada subyek anak autis dengan kondisi perilaku hiperaktif (2) penelitian ini mengkaji bicara anak autis (3) penelitian ini mengaplikasikan tentang pendekatan Floortime pada anak autis. Secara operasional pelaksanaan desain dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Pengukuran baseline. Pengukuran dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap bicara anak autis. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kuantitas atau frekuensi dan waktu perilaku hiperaktif anak dalam proses belajar anak (2) Kedua, intervensi. Pada tahap implementasi yang menjadi subyek penelitian adalah anak berinisial SR, siswa Autis kelas 3 SD yang berumur 10 tahun. Pelaksanaan post test selama 8 sesi pertemuan. Kegiatan ini berupa memberikan pendekatan Floortime pada SR yaitu dengan memberikan sebuah pendekatan penanganan yang memfokuskan pada penanganan kebutuhan dasar anak secara menyeluruh yaitu, perkembangan fisik, perkembangan kognitif, perkembangan adaptif, perkembangan sosial emosional, dan perkembangan komunikasi. Setelah mengetahui hasil observasi / diagnosis SR, maka selajutnya bisa dibuatkan Program Pendidikan Individual (PPI) yang holistic / terpadu agar anak mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan khusus mereka. Adapun dua jenis instrument dalam penelitian ini. Pertama, instrument berupa pengukuran baseline . Hal ini untuk mengetahui tingkat hiperaktif anak. Kedua, instrument pengukuran dalam intervensi. Hal ini untuk mengetahui kuantitas penyimpangan perilaku (hiperaktif) dalam masa intervensi. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi langsung. Dalam analisis data pada penelitian ini menggunakan metode analisis visual dengan dua tahapan yaitu analisis dalam kondisi dan analisis antar (Sunanto, Takeuchi & Nakata, 2006). ## HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan pendekatan floortime dengan subyek penelitian tunggal atau Single Subject Research (SSR). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengamati bicara anak. Materi pendekatan floortime yang diberikan pada penelitian ini adalah melabel gambar aktifitas dan gambar benda. Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya peningkatan bicara pada anak autis melalui pendekatan floortime. Peningkatan bicara pada anak autis mengalami kecenderungan arah positif, adanya perubahan kecenderungan dari yang tidak stabil menjadi stabil, level perubahan mengalami penigkatan 25 point dan overlap data 12,5%. Pendekatan Floortime diterapkan dalam bentuk pendekatan penanganan bina bicara anak autis. Perkembangan emosi pada pendekatan floortime memiliki beberapa tahapan antara lain: tahapan mengatur diri sendiri dan minat terhadap lingkungan sekitar, tahapan keakraban dan keintiman antara anak dan orang tua, tahapan berkomunikasi dua arah antara anak dan orang tua, tahapan dalam menetapkan komunikasi dalam sifat yang kompleks, tahapan dalam anak menciptakan ide dalam melibatkan emosinya, dan tahapan anak dalam berpikir emosional. Pada penelitian ini berfokus pada tahapan komunikasi dua arah. Hasil langkah-langkah dalam pelaksanaan floortime : (1) peneliti melakukan asesmen untuk memperoleh informasi tentang kondisi anak sebelum melaksanakan pendekatan floortime , hasil asesmen anak yang diukur pada baseline menunjukkan bahwa anak masih memiliki 3 kosakata yang relevan pada komunikasi dua arah seder dari hana, (2) pendekatan floortime dimulai dengan lingkaran komunikasi, SR memiliki kegemaran menyusun huruf, kegemaran SR ini dijadikan lingkaran dalam berkomunikasi (3) anak membuka lingkaran dalam berkomunikasi dengan menyusun huruf, peneliti memberikan respon kepada anak saat menyusun huruf dengan ikut bermain bersama anak, (4) SR memimpin interaksi dengan bermain menyusun huruf, (5) peneliti menggunakan waktu untuk mendorong SR dalam berinteraksi dengan peneliti, (6) peneliti memperluas lingkaran komunikasi dengan memberikan 3 kosakata yang relevan dalam berkomunikasi dua arah pada setiap pertemuan, (7) peneliti tidak memaksakan SR namun peneliti melakukan generalisasi pada tema yang disukai SR, (8) SR menutup lingkaran komunikasi. Tahap baseline dilakukan sebanyak 8 sesi, sedangkan tahap intervensi dilakukan sebanyak 8 sesi. Hasil analisa data dalam penelitian ini menunjukkan perubahan kecenderungan kearah positif, perubahan yang terjadi dalam kecenderungan yaitu dari tidak stabil menjadi stabil, perubahan level meningkat menjadi 30 point serta overlap data sebanyak 12,5%. Pada sesi ke-3 SR mulai mengalami peningkatan dalam berbicara yaitu 5 kosakata yang relevan dalam berkomunikasi dua arah, 5 kosakata yang relevan tersebut terdiri dari 2 kosakata aktifitas (kata makan dan kata minum) serta 3 kosakata benda (kata baju, bola dan topi). Pada sesi ke-3 peneliti mulai dapat membuat lingkaran komunikasi terhadap SR. Pada sesi ke-4 SR mengalami penurunan dalam bicara, hal ini disebabkan karena SR sedang mengantuk sehingga SR cenderung rewel saat penelitian. Pada sesi ke-5 sampai ke-8 jumlah kosakata SR mulai stabil yaitu 7 kosakata yang terdiri dari 3 kosakata aktifitas dan 4 kosakata benda. Hasil pengolahan data pada penelitian ini menunjukkan peningkatan dalam bicara SR, hal ini dapat dilihat data baseline dan intervensi yang memiliki variasi yang cukup tinggi dan kecenderungan arah yang sama. Hasil analisa data pada penelitian ini membuktikan bahwa terjadi peningkatan bicara yang signifikan pada SR melalui pendekatan floortime. Hasil analisa data pada perkembangan bicara anak autis melalui pendekatan floortime menunjukkan perubahan kecenderungan dari tidak stabil menjadi stabil serta perubahan arah positif. Level perubahan meningkat 40 point ditunjukkan pada materi melabel benda. Hal ini membuktikan bahwa apabila anak autis diberi penanganan yang sesuai dengan kondisinya, maka anak autis akan mengalami peningkatan dalam perkembangan bicaranya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Duwi (2013), dimana pendekatan floortime bermedia permainan menara Hanoi berpengaruh positif terhadap kemampuan bicara reseptif anak autis, hasil penelitian menunjukkan peningkatan yang positif dilihat dari analisis visual yang menunjukkan tanda (+) setelah dilakukan penerapan intervensi. Berdasarkan hasil pendekatan bicara yang diberikan kepada SR, dapat disimpulkan bahwa ketertarikan SR pada pendekatan ini dapat meningkatkan perkembangan bicara SR. Hasil penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa pendekatan floortime dapat meningkatkan bicara pada anak autis. Perbandingan hasil sebelum diberikan intervensi (baseline) dan sesudah diberikan intervensi (intervensi) menunjukkan bahwa adanya peningkatan bicara pada anak autis. Penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan bicara anak autis melalui pendekatan floortime di Klinik tumbuh kembang anak Pediatricia Mojokerto. ## SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Pendekatan floortime dapat meningkatkan bicara pada anak autis di klinik tumbuh kembang anak Pediatricia Mojokerto; (2) Hasil penelitian SSR ( single subjek research ) menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan terhadap bicara anak autis dengan menggunakan pendekatan floortime di klinik tumbuh kembang anak Pediatricia Mojokerto. ## DAFTAR PUSTAKA Alqorina, M. (2019). Identifikasi Perilaku Gangguan Pemusatan Perhatian Dan Hiperaktivitas Pada Anak Autis. Widia Ortodidaktika , 8 (9), 959-970. Anwar, A., Rahman, M. M., Ferdous, S. M., Anik, S. A. & Ahmed, S. I. (2011). A computer game based approach for increasing fluency in the speech of the autistic children. In 2011 IEEE 11th International Conference on Advanced Learning Technologies (pp. 17-18). IEEE. Ballerina, T. (2016). Meningkatkan Rentang Perhatian Anak Autis dalam Pembelajaran Pengenalan Huruf. Dalam Jurnal INKLUSI: Journal Of Disability Studies , 3 (2), 245-266 Boham, S. E. (2013). Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak Autis (Studi pada Orangtua dari Anak Autis di Sekolah Luar Biasa AGCA Center Pumorow Kelurahan Banjer Manado). Acta Diurna Komunikasi , 2 (4). Dewanti, A., Widjaja, J. A., Tjandrajani, A., & Burhany, A. A. (2016). Karakteristik Keterlambatan Bicara di Klinik Khusus Tumbuh Kembang Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Tahun 2008-2009. Sari Pediatri , 14 (4), 230-239. Duwi Leli, Y. (2013). Metode Floortime Bermedia Permainan Menara Hanoi terhadap kemampuan Bahasa Reseptif Anak Autis. Jurnal Pendidikan Khusus , 3 (3). Mansur, M. (2018). Hambatan Komunikasi Anak Autis. Al-MUNZIR , 9 (1), 80-96. Mar’atullatifah, Y. (2017). Program Bantu Pembelajaran Multimedia Berbasis Tik Pada Anak Penderita Autisme Di Slb Negeri Semarang (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Semarang) Pangestika, V. (2013). Pengaruh pendekatan floor time terhadap kemampuan berbahasa pada anak autistik. Journal-online. um. ac.id . Phill, et al . (2011). Langkah Awal Berinteraksi Dengan Anak Autis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Rahajeng, Elizabeth S. (2010). Pengaruh Penggunaan Metode Floortime Terhadap Kemampuan Bicara Anak Autis Disertai Gangguan Intelektual di SDLB Agca Center Surabaya . (Skripsi). Tidak diterbitkan. Surabaya: JPLB Unesa. Rokhimah, R. (2013). Pengaruh Permainan Lasy terhadap Peningkatan Konsentrasi pada Anak Autis. Jurnal Psikologi Teori dan Terapan , 4 (1), 48- 55. Rokhimah, R. (2013). Pengaruh Permainan Lasy terhadap Peningkatan Konsentrasi pada Anak Autis. Jurnal Psikologi Teori dan Terapan , 4 (1), 48- 55. http://dx.doi.org/10.26740/jptt.v4n1.p48-55 Sumekar, I. (2007). Pengaruh terapi musik klasik terhadap kemampuan berbahasa pada anak autis: Di Pusat Terapi Terpadu A Plus Jalan Imam Bonjol Batu . (Doctoral dissertation). Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Sunanto, J., Takeuchi, K., & Nakata, H. (2006). Penelitian dengan subjek tunggal. Bandung: UPI Pres .
fccc5e2c-7c73-4fd4-9c83-56f6e694c51d
https://publikasi.mercubuana.ac.id/index.php/jte/article/download/3139/1738
## Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana ISSN: 2086 ‐ 9479 ## Perhitungan Penentuan Kerusakan Stator Generator Pada Pt. X Badaruddin, Rahmad Noviali Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Mercubuana Jakarta bsulle@gmail.com Abstrak — PLTU atau Pembangkit Listrik Tenaga Uap PT. X merupakan proyek percepatan energi 10.000 MW Tahap 1, pembangkit dengan bahan bakar batu bara mempunyai kapasitas terpasang 3 x 330 MW, terletak pada desa sumur adem, kecamatan sukra kabupaten PT. X, jawa barat. Unit yang sudah beroperasi setelah FYI (First Year Inspection) pada tahun 2011 hingga sekarang. PLTU PT. X telah mengalami beberapa kegagalan peralatan dalam beroperasi, namun yang terbesar adalah peralatan utama yaitu Generator pada Main Turbine Generator. Salah satu permasalahan yang terjadi pada Generator adalah kerusakan stator winding, kerusakan stator winding terjadi akibat overheating, sehinga generator proteksi bekerja dengan sinyal generator earth faut (64S). Temperature stator winding mempunyai batas nilai sebesar ≤65°C, gagalnya sistem pendinginan di stator winding bisa terjadi dengan adanya penumpukan material asing atau fouling pada line cooling stator winding. Data tersebut didapatkan dengan studi analisis kerusakan serta melakukan pengujian peralatan pada stator winding, dengan dilakukan Visual cek, HV Test Assement, dan Flow rate pada line stator cooling generator. Hasil dari analisa ini ialah Life Cycle Cost dalam retrofit stator winding generator. Kata Kunci— Stator Winding, Over Heating, Studi Analisis ## I. P ENDAHULUAN Energi listrik yang dihasilkan oleh generator bisa berupa Listrik AC (listrik bolak-balik) maupun DC (listrik searah), tergantung desain yang diinginkan. Dalam desain operasinya, generator tidak terlepas dari berbagai gangguan sistem, salah satu gangguan yang terjadi pada generator PLTU PT. X pada tanggal 23 Februari 2016 adalah Stator Winding. Kerusakan pada stator winding bisa dikatakan jarang sekali terjadi dalam generator sampai crack atau fatique material, karena stator adalah elemen diam yang tidak berputar seperti halnya Rotor. Frekuensi stator fault atau crack bisa terjadi hanya 20% saja yang mengalaminya. Setiap isolasi mempunyai ambient temperature dan berbeda-beda, temperature berkaitan sekali dengan cooling, coolingpun sangat bergantung pada media pendinginannya, media pendingin pada stator winding adalah air demin ( air demineralisasi), jumlah dan kecepatan distribusi stator cooling yang tidak optimal sangat mempengaruhi kenaikan temperatur stator winding. Tujuan penelitian Penelitian ini adalah untuk mengurangi kegagalan peralatan kembali pada Stator Winding Generator yang berakibat kerusakan isolasi karena Over Heating, dengan cara dilakukan perbaikan dan improvement pada water cooling system guna mengembalikan dan menjaga kehandalan serta efisiensi pada unit pembangkit Berdasarkan latar belakang dan data diatas, maka dalam Penelitian ini akan dibahas penyebab utama pada kerusakan Stator Winding Generator serta perhitungan ketahanan isolasi Stator Winding Generator. ## II. L ANDASAN T EORI ## A. Generator Generator merupakan mesin yang mengubah energi kinetik menjadi energi listrik, Tenaga kinetik bisa berasal dari panas, air, uap, dll, Prinsip kerja generator tersebut adalah memanfaatkan adanya perubahan fluks magnetik (ΔΦB) sebagaimana yang dikemukakan oleh hukum induksi faraday Generator yang digunakan pada PLTU PT. X adalah generator AC 3 Phasa, dan mempunyai penguat medan magnet berupa Exiter ( Sistem Exsitasi). Sistem eksitasi adalah sistem pasokan listrik DC sebagai penguatan pada generator listrik atau sebagai pembangkit medan magnet, sehingga suatu generator dapat menghasilkan energi listrik dengan besar tegangan keluaran generator bergantung pada besarnya arus eksitasinya Bagian-bagian generator • Stator Stator adalah bagian yang diam. Memiliki alur-alur sebagai tempat meletakkan lilitan stator. Lilitan stator berfungsi sebagai tempat GGL (Gaya Gerak Listrik) induksi. Dan winding generator adalah tempat belitan dalam membangkitkan energi listrik ## Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana ISSN: 2086 ‐ 9479 ## Gambar 1. Winding Generator • Rotor Rotor adalah bagian yang berputar, pada bagian ini terdapat kutub- kutub magnet dengan lilitannya yang dialiri arus searah, melewati cincin geser dan sikat-sikat ## Rumus nilai isolasi generator di setiap phasa Dimana : R = Tahanan isolasi minimal. U = Tegangan kerja. Q = Tegangan Megger. 1000 = Bilangan tetap. 2,5 = Faktor Keamanan (apabila baru). 4. Sistem pendingin generator Pendingin merupakan sistem utama pada mesin yang berputar, parameter sistem pendingin di PLTU untuk Generator, Sistem pendinginan generator menggunakan gas hidrogen (H2) sebagai medium jauh lebih efektif dibandingkan mendinginkan generator menggunakan udara, Untuk menyerap dan membuang panas (disipasi) yang timbul didalam alternator yang sedang beroperasi dapat menggunakan media pendingin Tabel 1. Parameter Pendingin Sistem Generator Nama Sistem Poin Unit Keterangan Hidrogen 36 m 3 /s Range Aliran 2430 kW Loses yang dijinkan 0,3 Mpa Range Tekanan 4 Group Coolers Slot Deionized water 60 m 3 /h Total Range Aliran (Winding) 9 m 3 /h Aliran yang dijinkan koneksi coolers 1135 kW Loses yang dijinkan 2 pieces Coolers Slot Raw water 38 °C Range temperature 325 m 3 /h Hydrogen untuk coolers 120 m 3 /h Laju aliran untuk water coolers Untuk stator winding, media yang di pakai adalah air demineralisasi, prosesnya menggunakan peralatan sistem “Stator Cooling Generator System” stator cooling generator berfungsi untuk memompakan aliran fluida water menuju box cooler generator untuk memindahkan menukar panas didalam stator winding, menuju panas keluar dari stator winding Air yang keluar dari stator winding didingankan kembali oleh Heat Exchanger, HE adalah salah satu bagian sistem pendingin close loop dari stator cooling generator. Heat exchanger sangat tergantung dari kecepatan flow dan banyaknya plate pada Heat exchanger, semakin banyak plate dan kecepatan maka semakin cepat juga perpindahan panas yang di tukarkan. ## III. M ETODOLOGI P ENELITIAN ## A. Investigasi Masalah Pada tanggal 23 Februari 2016, Jam 23.30 WIB Saat Operasi Normal dengan beban Full load 330 MW, tanpa ada indikasi apapun generator menjadi trip dan muncul alarm trip Relay Stator Earth Fault (64 S) pada panel proteksi generator A&B, Sehingga Generator Lepas sinkron dari jaring-jaring listrik. Dampak yang terjadi jika cooling mengalami ganguan, maka over heating pasti terjadi, secara cepat menyebabkan peralatan tersebut fail atau trip, batasan suhu temperature yang dizinkan adalah <65°C pada stator winding generator Tabel 2. Stator winding cooling Stator core ≤ 100 ° C Coper shield ≤ 115 ° C Between stator winding ≤ 90 ° C Outlet water of stator winding ≤ 65 ° C Outlet water of stator Lead ≤ 65 ° C Cold hydrogen ≤ 46 ° C Hot hydrogen ≤ 67 ° C ## Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana ISSN: 2086 ‐ 9479 ## B. Flow Chart ## Dilakukan alur peneltian dalam bentuk flowchart Gambar 2. Flow Chart IV. A NALISA DAN P EMBAHASAN Gambar 3. HV Test Electrical Prosedur pengujian isolasi generator HV test ini dilakukan dengan menginjeksikan tegangan DC sebesar 50 KV untuk coil yang lama (Standart cina Only) Ke Coil yang di uji selama 1 menit Menurut Standart IEEE Pengujian HV Test yang di ijinkan Pada Winding Generator untuk tegangan AC (2xVnominal+1KV), dan untuk tegangan DC (1.7x 1.5 x V nominal) Bahwa dari data diatas terdapat kegagalan isolasi pada phasa S, setelah dinject arus Pi 2500 V, hasil tahannya phas S adalah PI 0,98 dan R 30.6 KΩ, dibawah standar (52 KΩ) Hasil diatas dilakukan dengan perhitungan manual, standar minimal isolasi generator untuk tegangan kerja 240 V, memiliki minimal isolasi sebesar 57 KΩ Terjadi kegagalan isolasi di phasa S, yang menyebabkan relai proteksi bekerja dengan status “ Stator Earth Fault” maka cara yang dilakukan untuk memperbaiki isolasi yang sudah rusak, dilakukan metode Retrofit, dengan menghitung Biaya penggantian, Investasi serta Life Cycle Cost. ## V. K ESIMPULAN Berdasasrkan data “Studi Analisis Kerusakan Stator Winding Generator Unit#1 Pada PT. X” bahwa dapat disimpulkan: 1. Kegagalan isolasi stator winding nilai hasil tahannya phasa S adalah PI 0,98 dan R 30.6 KΩ, dibawah standar (57 KΩ) yang menyebabkan resin generator meleleh akibat tegangan kerja generator dibawah sistem 240 V (isolasi resistansi) yang berdampak kenaikan temperature pada winding generator menjadi panas berlebih. 2. Dilakukan retrofit dengan melakukan kajian finansial dengan metode Life Cycle Cost dari beberapa vendor yang diundang, OEM dan NON OEM, sehingga mempunyai 3 Alternatif, Penggantian OEM, Penggantian NON OEM dan Pengantian Gabungan OEM dan NON OEM, alternatif yang diambil adalah Pengantian Gabungan OEM dan NON OEM karena nilai Efectiveness (EFF) 21,168 % 3. Studi analisis ini sangat membantu untuk mendapatkan pendekatan masalah, dan bisa menjadi studi kasus jika ada unit lain yang mengalami kerusakan peralatan seperti PLTU PT. X ## U CAPAN T ERIMA K ASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada tim editorial Jurnal Teknologi Elektro atas dipublikasikannya penelitian ini. ## Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana ISSN: 2086 ‐ 9479 D AFTAR P USTAKA [1] Hussum, E. M. (2008). Design of a Lab Setup for testing Stator Windings. Oslo: Norwegian University of Science and Technology. [2] D. A. Asfani, A. K. Muhammad, Syafaruddin, M. H. Purnomo and T. Hiyama, “Temporary Short Circuit De- tection in Induction Motor Winding Using Combination of Wavelet Transform and Neural Network,” Expert Sys- tems with Applications, Vol. 39, No. 5, 2012, pp. 5367- 5375. [3] Yudi Rochendi, Sigit Kusumuwan A, 2016, “RCFA Kegagalan Peralatan Stator Winding Generator PLTU PT. X”, PT. X : PLTU PT. X [4] Supriyadi, Dedi Tricahyono, 2016, “FDT Hasil Investigasi Dan Recovery Winding Stator Generator PLTU Pelabuhan Ratu”, Labuan : PT.PJB PELABUHAN RATU [5] Stator and Rotor Fault Conditions in Induction Machines for Testing Fault Diagnostic Techniques,” European Transactions on Electrical Power, Vol. 20, No. 5, 2010, pp. 611-629. [6] Holman, J.P. 1988. Perpindahan Kalor. Terjemahan E Jasjfi. Jakarta. Erlangga. [7] Wildi, Theodore,. Electrical Machines, Drives, and Power Systems, Fifth Edition, New Jersey : Pearson Education, Inc., 2002. [8] Kern, Donald. Q.,1965, "Process Heat Transfer", New York : Mc Graw- Hi Book Company. [9] Hamoud, F, Lamine, D.M, Cheriti. A.2016. Performance Study of a Self-Excitation Dual Stator Winding Induction Generator for Renewable Distributed Generation Systems. Canada. Hal 197-215. [10] Tutelea, Deaconu, Popa.2014. Dual stator winding variable speed asynchronous generator: optimal design and experiments. Vol.10. 1-9. [11] Tae-Sik Kong, Hee-Dong Kim, Tae-Sung Park, Kyeong-Yeol Kim, Ho- Yol Kim.2015. Analysis of Partial Discharge Patterns for Generator Stator Windings. Vol 2. 17-22. [12] Hee-Dong Kim, Tae-Sik Kong, Young-Ho Ju and Byong-Han Kim. 2011. Analysis of Insulation Quality in Large Generator Stator Windings. Vol.6. 384-390.
60a421bc-a9cb-4fea-bc5a-bd848e48db03
https://talenta.usu.ac.id/dinamis/article/download/7102/4264
ISSN 0216-7492 SIMULASI PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SHOP DRAWING PADA PEMBANGUNAN LIFT PENUMPANG KAPASITAS 20 ORANG/1350 KG Alfian Hamsi 1 , Irfan A. Siregar 2 , M. Sabri 3 , Mahadi 4 , Tugiman 5 1,2,3,4,5 Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Email: siregaralam20@yahoo.com ## Abstrak Lift sangat diperlukan untuk mempercepat transport Karyawan antar lantai di gedung Camridge Mall. Metoda yang digunakan adalah metoda perancangan, mengunakan formula dan perhitungan pada motor pengerak, Number of Bend, umur tali baja yang sebagian datanya diambil dari survai lapangan sehingga diperoleh : ukuran hoistway : 2,600 mm x 2,400 mm, panjang lintasan : 24.500 mm kecepatan : 60 m/s, umur tali baja : 2,6 tahun, motor : 11,5 Hp. Hasil yang diperoleh adalah Shop Drawing lift penumpang kapasitas 20 orang/1350 kg tipe Machine Room Less . Kesimpulan dari perancangan ini adalah telah dirancang sebuah lift penumpang dengan kecepatan 60 m/s dan menggunakan tali baja tipe 6 x 37 = 222 + 1 C di gedung Camridge Mall, Medan yang semuanya digambarkan pada Shop Drawing. Kata kunci: Tali Baja, Perancangan, Number of Bend, Drawing ## 1. PENDAHULUAN Elevator atau Lift merupakan angkutan transportasi vertikal yang digunakan untuk mengangkut orang atau barang. Lift umumnya digunakan di gedung-gedung bertingkat tinggi biasanya lebih dari tiga atau empat lantai. Gedung -gedung yang lebih rendah biasanya hanya menggunakan tangga atau escalator Indonesia adalah negara yang sedang berkembang, dimana pada saat sekarang ini sedang mengadakan pembangunan di segala bidang untuk meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia. Pembangunan sarana dan pra sarana umum meliputi pemba-ngunan industri, perhubungan, pusat perbelanjaan atau mall, perkantoran, hotel, dan apartemen, seperti yang terjadi di Gedung Camridge Mall, Medan. Dilingkungan Mall ini juga telah tersedia tempat parkir, tempat perayaan acara-acara besar, toko, karena begitu luasnya gedung ini maka kesibukan setiap harinya yang dilakukan oleh karyawan dan pengunjung Mall tersebut, untuk itu dibutuhkan alat bantu untuk dapat mengefesiensi waktu. Dari uraian dan pertimbangan pertimbangan ini maka penulis tertarik untuk merancang pembuatan Shop Drawing Elevator Penumpang kapasitas 20 orang/ 1350 kg dengan tinggi angkat 24,5 Meter. Karena Elevator ini sangat berpengaruh besar untuk kenyamanan dan keefisienan waktu bagi pengguna. ## 2. TINJAUAN PUSTAKA ## Mesin Pemindah Bahan Mesin pemindah bahan merupakan bagian terpadu perlengkapan mekanis dalam setiap industri modern. Desain mesin pemindah bahan yang beragam disebabkan oleh banyaknya jenis dan sifat muatan yang dipindahkan serta banyaknya operasi pemindahan yang akan mendukung produksi. Dalam setiap perusahaan, proses produksi secara keseluruhan sangat ISSN 0216-7492 ditentukan oleh pemilihan jenis mesin pemindah bahan yang tepat pemilihan parameter utama yang tepat dan efisiensi operasinya. [1] Faktor-faktor teknis penting yang digunakan dalam menentukan pilihan jenis peralatan yang digunakan dalam proses pemindahan bahan : 1. Jenis dan sifat muatan yang akan diangkat Untuk muatan satuan (unit load) : bentuk, berat, volume, kerapuhan, keliatan, dan temperatur. Untuk muatan curah (bulk load) : ukuran gumpalan, kecenderungan menggumpal, berat jenis kemungkinan longsor saat dipindahkan, sifat mudah remuk (friability), temperatur, dan sifat kimia. 2. Kapasitas per jam yang dibutuhkan. Kapasitas pemindahan muatan per jam yang hampir tak terbatas dapat diperoleh pada peralatan, seperti konveyor yang bekerja secara kontinu. Sedangkan pada peralatan lain yang mempunyai siklus kerja dengan gerak balik muatan kosong, akan dapat beroperasi secara efisien jika alat ini mempunyai kapasitas angkat dan kecepatan yang cukup tinggi dalam kondisi kerja yang berat, seperti truk dan crane jalan. 3. Arah dan jarak perpindahan. Berbagai jenis peralatan dapat memindahkan muatan ke arah horizontal, vertikal, atau dalam sudut tertentu. Untuk gerakan vertikal diperlukan pengangkat seperti : crane, bucket elevator. Dan untuk gerakan horizontal diperlukan crane pada truk yang digerakkan mesin atau tangan, crane penggerak tetap, dan berbagai jenis konveyor. Ada beberapa alat yang dapat bergerak mengikuti jalur yang berliku dan ada yang hanya dapat bergerak lurus dalam satu arah. 4. Cara menyusun muatan pada tempat asal, akhir, dan antara. Pemuatan ke kendaraan dan pembongkaran muatan ditempat tujuan sangat berbeda, karena beberapa jenis mesin dapat memuat secara mekanis, sedangkan pada mesin lainnya membutuhkan alat tambahan khusus atau bantuan operator.[2] 5. Karakteristik proses produksi yang terlibat dalam pemindahan muatan. Gerakan penanganan bahan berkaitan erat, bahkan terlibat langsung dengan proses produksi. Misalnya : crane khusus pada pengecoran logam, penempaan dan pengelasan; konveyor pada pengecoran logam dan perakitan pada permesinan dan pengecatan. 6. Kondisi lokal yang spesifik. Hal ini meliputi luas dan bentuk lokasi, jenis dan desain gedung, keadaan permukaan tanah, susunan yang mungkin untuk unit proses, debu, kelembaban lingkungan, adanya uap dan berbagai jenis gas lainnya, dan temperatur. [4] ## Elevator/ Lift Elevator / Lift adalah angkutan transportasi vertikal yang digunakan untuk mengangkut orang atau barang. Lift umumnya digunakan di gedung-gedung bertingkat tinggi, biasanya lebih dari tiga atau empat lantai. Gedung-gedung yang lebih rendah biasanya hanya mempunyai tangga atau escalator. Lift-lift pada zaman modern mempunyai tombol-tombol yang dapat dipilih penumpangnya sesuai lantai tujuan mereka, Terdapat tiga jenis mesin, yaitu Geared, Gearless, dan Machine Room Less Lift ini, sering disebut elevator, yang merupakan alat angkut untuk mengangkut orang atau barang dalam suatu bangunan yang tinggi. Lift dapat dipasang untuk bangunan yang tingginya lebih dari 4 lantai, karena kemampuan orang untuk naik turun dalam menjalankan tugasnya hanya mampu dilakukan sampai 4 lantai. ## Gambar 1. Komponen pada Elevator ## Tali Baja Berbicara mengenai lift tentu tidak bisa dipisahkan dengan tali kawat baja. Beberapa kejadian fatal telah terjadi karena kurangnya pengetahuan mengenai tali kawat baja yang digunakan. Tali baja berfungsi untuk mengangkat dan menurunkan beban serta memindahkan gerakan dan gaya. Tali baja adalah tali yang dikonstruksikan dari kumpulan jalinan serat-serat baja (steel wire) dengan kekuatan σb = 130-200 kg/mm2 . Beberapa serat dipintal hingga menjadi satu jalinan (strand), kemudian beberapa strand dijalin pula pada suatu inti (core) sehingga membentuk tali Tali baja banyak sekali digunakan pada mesin pengangkat karena dibandingkan dengan rantai, tali baja mempunyai keunggulan antara lain : a. Lebih ringan dan lebih murah harganya b. Lebih tahan terhadap beban sentakan, karena beban terbagi rata pada semua strand c. Operasi yang tenang walaupun pada kecepatan operasi yang tinggi d. Keandalan operasi yang tinggi e. Lebih fleksibel dan ketika beban lengkungan tidak perlu mengatasi internal stress f. Sedikit mengalami fatigue dan internal wear karena tidak ada kecenderungan kawat untuk menjadi lurus yang selalu menyebabkan internal stress. g. Kurangnya kecenderungan untuk membelit karena peletakan yang tepat, pada drum dan puli, penyambungan yang lebih cepat, mudah dijepit (clip), atau ditekuk (socket) h. Kawat yang patah setelah pemakaian yang lama tidak akan menonjol keluar sehingga lebih aman dalam pengangkatan dan tidak akan merusak i. kawat yang berdekatan [3] ## Shop Drawing Shop Drawing atau gambar kerja adalah gambar teknis lapangan yang dipakai untuk acuan pelaksanaan suatu pekerjaan. Gambar-gambar ini bersifat detil dan menjadi pedoman pelaksana atau pemborong dalam melaksanakan pekerjaan suatu proyek Kriteria baik sebuah gambar secara umum adalah mudah dipahami dan dapat dijadikan sebagai pedoman di lapangan dalam pelaksanaan pembangunan, kriteria tersebut diantaranya adalah a. Kop pada sisi bagian kanan berisi judul gambar, perusahaan, nama proyek, nomor gambar dan halaman. b. Mempunyai bentuk dan ukuran setiap bagian konstruksi dengan jelas c. Menggunakan skala gambar sehingga pada bagian konstruksi yang belum mempunyai penjelasan ukuran dapat dihitung menggunakan skala. d. Gambar sesuai dengan kondisi lapangan dan dapat diaplikasikan dengan tepat dilapangan. e. Mempunyai keterangan gambar seperti elevasi, jenis material dan penjelasan lainya. f. Jelas dan tidak ada garis yang hilang atau rusak, hal ini dapat terjadi pada kelalaian dalam menggambar atau rusak setelah dilakukan penggandaan seperti pembuatan foto copy gambar.[4] ## Faktor yang mempengaruhi Umur Roda Puli & Tali Baja Dasar untuk mendapatkan nilai aman tekanan satuan antara tali dan alur roda puli adalah umur roda puli. Untuk menentukan ukuran alur, kita harus mengetahui perbandingan antara tegangan bagian tali yang masuk (Son) dan keluar (Sout) saat priode gerak transien. Kapasitas fraksi alur roda puli tergantung pada bentuknya misalnya : kapasitas fraksi alur setengah lingkaran dengan potongan bawah tergantung pada sudut pusat potongan bawah. Alur roda puli akan hilang fungsinya karena pengikisan pada dinding alur yang tergantung pada gelincir dan gerak elastik tali. Semakin besar kecepatan gerak tali dan semakin besar jumlah siklus kerja Elevator persatuan waktu dan semakin besar keausan yang terjadi. [3] Dari hasil percobaan telah didapat besarnya tekanan satuan aman untuk roda puli penggerak. Nilai tekanan satuan (pada diagram) mengacu pada tali pintalan silang dan pada prakteknya nilai tadi tidak pernah melebihi P max = 100 Kg/cm 3 untuk elevator barang. Untuk tali pintal paralel tekan satuan dapat ditingkatkan sebesar 25 persen bila nilai maksimum seperti pada tali pintalan silang digunakan. Untuk Elevator yang mesin penggeraknya di letakkan pada lantai atas (mesin dengan penggerak roda puli) nilai numerik percepatan dan perlambatan yang diijinkan ditentukan dan di tetapkan dengan percobaan. Perbandingan secara perkiraan dengan rumus sebagai berikut :       Soff on S st       + a - g a g =       Soff on S dyn Untuk mencegah keausan yang terlalu besar, beban aman pada setiap tali harus di periksa dengan rumus berikut : S = d D P maks 2 / cos 8 sin .     − − Dimana : d = diameter tali (cm) D = diameter roda puli (cm) Pmaks = tekanan satuan aman maksimum (kg/cm 2 ) [1] ## 3. METODOLOGI Alat dan Bahan Yang menjadi objek dalam perancangan ini adalah Lift Penumpang Tipe P.20-CO-60- 7FL-7ST (MRL Type) di gedung Camridge Mall, Medan. Perancangan shop drawing ini menggunakan software Autocad 2007. Adapun spesifikasi Elevator adalah sebagai berikut : Car nos : #P1 Duty : Passenger Elevator (MRL Type ) Quantity : 1 (One) Unit Capacity : 20 Person/ 1350 Kg Speed : 60 mpm System Cntrol : AC-VVVf Operation : Simplex Floors : 7 (Seven) Service Floors : 7 (Seven); B3, B2, B1, LG, G, 1, 2 Opening Floors:7 (Seven); Front = 7 Rear = NIL Door Type : 2Panel Centre Open Travel : 24,500 mm Overhead : 4,600 mm Pit Depth : 1,500 mm M/C Location : above the hoistway Power Supply : AC-3Ph/380V/50HZ Lighting Supply: AC-1Ph/220V/50Hz Diagram Penelitian Gambar 2. Diagram Penelitian ## 4. HASIL DAN PEMBAHASAN hasil dari perancangan Shop drawing ini sebagai berikut : Panjang sangkar : 2.600 mm Lebar sangkar : 2.400 mm Tinggi Sangkar : 2.500 mm Pit : 1.500 mm Over head : 4.600 mm Travel : 24.500 mm Gambar 3. Plan of Hoistway ## Gambar 4. Lift yang akan dirancang ## Menghitung Motor Penggerak Daya motor yang dibutuhkan untuk melayani kebutuhan sistem lift penumpang ini dapat dihitung dari persamaan berikut : N st = (𝑄+𝐺𝑠+𝐺𝑐𝑤) 75𝜂𝑡𝑜𝑡 [4] dimana : Q = kapasitas lift = 1350 kg Gs = bobot sangkar lift = 1200 kg G cwt = berat CWT = 1875 Kg V = kecepatan elevator = 60 m/min Ηtot = Efisiensi total elevator Ηtot = ηhm. ηg.sh .ηd.sh N st = (1350 kg + 1200 kg −1875 kg) 75 x 0,7857 = 11,5 hp ≈ 9 Kw dari perhitungan rumus tersebut maka diperoleh daya motor yang akan digunakan adalah 11,5 Hp. ## Perencanaan Counter Weight Dalam hal ini Counter Weight terbuat dari coran besi cor kelabu dengan desain yang berlapis yang akan memudahkan pengaturan bobot dan menyederhanakan perakitan. Dalam perencanaan ini, pengimbang sangat diperlukan karena pengimbang ini nantinya berfungsi untuk menghilangkan beban pada mesin pengangkat, bobot sangkar ditambah 0.4 s/d 0.5 dari muatan maksimum [1] Laju aliran produksi dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan: G conter weight = G sangkar + (0,5.Q) = 1200 kg + 0,5 (1350 kg) = 1875 kg ## Sehingga diperoleh berat conter weight adalah 1,875 kg ## Perhitungan Tali Baja Pada perencanaan ini, tali baja yang dipakai adalah baja karbon tinggi JIS G 3521 dengan ukuran kekuatan putus (σb) 160 kg/mm2 dan dengan tipe: 6 x 37 = 222 + 1C yang artinya sebuah tali dengan konstruksi yang terdiri dari 6 buah pintalan (strand) terdiri dari 37 Kawat baja (steel wire) dengan 1 inti serat Jenis tali tipe: 6 x 37 = 222 + 1C dipilih dengan pertimbangan bahwa semakin banyak kawat baja yang digunakan konstruksi tali maka akan lebih aman dari tegangan putus tali dan dapat menahan beban putus tali Untuk mencari diameter satu kawat ditentukan dengan rumus : d = 1.5 δ i Dimana : d = diameter tali baja (mm) δ = diameter satu kawat i = jumlah kawat dalam tali Maka : 11 = 1.5 δ 2 22 δ = 14,90 . 1,5 11 δ = 0,5 mm ## Sehingga diperoleh diameter satu kawat adalah 0.5 mm ## Luas Penampang Tali Baja Sebelum menghitung luas penampang tali baja, terlebih dahulu dilakukan perhitungan kekuatan putus tali baja yang digunakan. Tabel 1. Menentukan NB tali baja Dari tabel diatas dapat dilihat Jumlah lengkungan yang terdapat pada rangkaian tali NB (Number of Bend) = 9 buah. Sehingga : D min /d = 32 Gambar. 5 Sistem pemasangan tali pada puli dan jumlah lengkungan Maka dengan mengambil desain tali dengan jumlah kawat i = 222, maka luas penampang tali dapat dihitung dari persamaan berikut : F 222 = S σb K − d Dmin x 36000 Dimana : σb = Kekuatan putus kawat baja = 160 kg/mm 2 K = Faktor keamanan kawat baja S = Tegangan tarik untuk satu tali Maka : F 222 = 607,39 kg 16000 kg/cm2 5,5 − 1 32 x 36000 = 0,3 cm 2 Sehingga diperoleh luas penampang tali baja adalah 0,3 cm 2 ## Umur Tali Baja Umur kerja dari tali baja dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : a. Material b. Metode Operasi c. Tegangan – tegangan yang bekerja pada tali d. Jumlah penggulungan tekuk, yaitu transmisi tali dari keadaan lurus ke keadaan bengkok atau sebaliknya. Jumlah penggulungan tekuk yang dapat diterima tali baja sebelum mengalami kerusakan tergantung kepada tegangan yang bekerja dan perbandingan diameter puli dengan diameter tali baja yang dipergunakan. Dalam hal menentukan umur tali baja, tidak terlepas pada faktor keausan tali baja (m) yang besarnya tergantung pada jumlah tekukan (NB = Number Of Bend). Setiap tali baja hanya dapat mengalami lengkungan tertentu sepanjang umur kerja tali, sejumlah lengkungan tertentu yang telah melewati batas akan rusak dengan cepat, tetapi ada juga penyelidikan menyatakan umur tali kira- kira berbanding terbalik dengan jumlah lengkungan. Dengan tersedianya diagram sistem puli tersebut, diagram gambar bentangan mekanismenya dan diagram lengkungan tali baja akan lebih mudah menentukan jumlah tekukannya (NB = Number of Bend). Setiap sistem puli majemuk dapat dianggap sebagai puli dengan dua tali terpisah yang dihubungkan dengan puli kompensasi, jumlah lengkungan tali puli majemuk dapat diperoleh dengan membagi dua jumlah titik total tempat bagian tali yang paralel masuk dan keluar puli. Selanjutnya umur tali dapat dihitung dari persamaan sebagai berikut : N = Z1 a.z2.β (bulan) Dimana : z 1 = penggulungan tekuk berulang yang diizinkan z 2 = jumlah tekukan berulang per siklus kerja = 7 buah a = jumlah trip rata rata perbulan = 1000 (untuk peralatan ringan) β = faktor perubahan daya tahan tali akibat mengangkat muatan lebih rendah dari tinggi total dan lebih ringan dari muatan penuh. = 0,5 N = 111000 1000 x 7x 0,5 = 31,71 bulan atau 2,6 tahun Dari perhitungan tersebut diperoleh bahwa umur tali adalah 31,71 bulan atau 2,6 tahun, selanjutnya tali baja harus diganti meskipun kondisinya masih terlihat baik. Jadi tali baja harus diganti sebelum 2,6 tahun (<2,6 tahun) masa pemakaian, hal ini disebabkan oleh faktor- faktor yang mempengaruhi kekuatan tali, misalnya kondisi kerja tali akibat gesekan, kemungkinan beberapa tali sudah ada yang putus pada sepanjang lapisan serat atau kisar tali baja. ## 5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Telah dirancang Shop Drawing Elevator kapasitas 20 orang/1350 kg dengan kecepatan 60 m/s dan panjang travel : 24.500 mm. 2. Dari Analisa yang dilakukan di peroleh Umur dari Tali Baja untuk Elevator kapasitas 20 Orang / 1350 Kg adalah 31,71 Bulan (2,6 Tahun) dalam penggunaan normal, 3. Tegangan tarik izin tali diperoleh S max = 1684,21kg, sedangkan dari perhitungan sebelumnya diperoleh bahwa tegangan tarik yang terjadi pada tali S = 607,39 kg, sehingga dapat disimpulkan bahwa tali aman terhadap beban tarik. ## DAFTAR PUSTAKA [1] N. Rudenko, (1996) Mesin Pengangkat : Edisi Ketiga, Erlangga, Ciracas-Jakarta 13740 [2] Lubomir Janovski, Elevator Mechanical Design, Principles and concepts, Czeehoslovakia, 1986 [3] Joseph. E. Shigley, Larry D. Mitchell, Perencanaan Teknik Mesin, Erlangga, Jakarta, 1986 [4] Sularso, Kiyokatsu Suga, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, PT. Paradya Paramitha, Jakarta 1983.
7ed1975a-d36f-485d-9863-ba70418667d4
http://journal.unigha.ac.id/index.php/JSR/article/download/691/666
## Jurnal Sains Riset (JSR) p -ISSN 2088-0952, e -ISSN 2714-531X http://journal.unigha.ac.id/index.php/JSR DOI. 10.47647/jsr.v10i12 ## ANALISIS PERBEDAAN LAYANAN LISTRIK PRABAYAR DAN PASCABAYAR TERHADAP KEPUASAN MASYARAKAT DALAM MENGGUNAKAN JASA PT. PLN (PERSERO) (Studi Kasus Pada Masyarakat Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie) Cut Yusnidar (1) , Zulkifli (2) , Yumma Saputra (3) , Fakultas Ekonomi Universitas Jabal Ghafur Email: cutyusnidar@unigha.ac.id ## ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis perbedaan layanan listrik prabayar dan pascabayar terhadap kepuasan masyarakat dalam menggunakan jasa PT. PLN (persero) (studi kasus pada masyarakat kecamatan Pidie Kabupaten Pidie). Dimana variabel independen yaitu listrik prabayar, listrik pascabayar serta kepuasan masyarakat sebagai variabel dependennya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang menggunakan jasa PT. PLN (persero) di Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie. Sampel yang diambil sebanyak 100 orang responden dengan menggunakan teknik Unknown Populations. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode survey melalui kuesioner yang diisi oleh responden. Kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis regresi berganda. Analisis ini meliputi Uji Validitas, Uji Reliabilitas, Analisis Regresi berganda Uji Asumsi Klasik, Uji Hipotesis melalui Uji F dan Uji t, serta analisis Koefesien Determinasi (R2). Y = 2,698 + 0,355 X1 + 0,328 X2. Bedasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa dari ketiga variabel yang diteliti, ternyata variabel Listrik Prabayar (X1) mempunyai pengaruh yang paling dominan sebesar 0.355 atau 35.5% terhadap kepuasan masyarakat Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie. Hubungan antara variabel dependen dan independen yaitu masing-masing variabel Listrik Prabayar (X1), Listrik Pascabayar (X2), terhadap kepuasan masyarakat dalam menggunakan jasa PT. PLN (persero) Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie dangan indeks korelasi sebesar 0,868 atau 86,8% ini berarti hubungan sangat kuat. Kemudian indeks diterminasi masing-masing variabel Listrik Prabayar (X1), Listrik Pascabayar (X2) sebesar 0.754 atau 75,4 %, ini berarti ketiga variabel berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan masyarakat dalam menggunakan jasa PT. PLN (persero) Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie dan sebesar 56,7% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak di teliti dalam penelitian ini. Kata Kunci : Listrik Prabayar, Listrik Pascabayar, Kepuasan Masyarakat ## Pendahuluan Dalam kehidupan masyarakat sekarang ini sangat tergantung kepada sumber daya energi, salah satunya adalah tenaga listrik. Listrik merupakan salah satusum berkehidupan masyarakat, listrik berfungsi sebagai energi penerangan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari dan membantu memenuhi kebutuhan pokok. Dalam pembangunan ketenaga listrikan bertujuan untuk menjamin ketersediaan tenaga listrik dalam jumlah yang cukup, kualitas yang baik, dan harga yang wajar dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan ketenaga listrikan harus dapat dikelola dengan baik agar dapat dinikmati secara merata keseluruh masyarakat,demi mempertahankan eksistensi dan juga untuk kemajuan serta pengembangannya untuk memenuhi semakin ## Jurnal Sains Riset (JSR) p -ISSN 2088-0952, e -ISSN 2714-531X http://journal.unigha.ac.id/index.php/JSR DOI. 10.47647/jsr.v10i12 meningkatnya kebutuhan akan tenaga listrik, PT. PLN (persero) mengeluarkan suatu inovasi. Bentuk suatu inovasi yang diciptakan oleh PT. PLN (persero) adalah dengan mengeluarkan program listrik pintar (prabayar). Listrik prabayar merupakan layanan baru dari PLN untuk konsumen dalam mengelola dan mengendalikan pemakaian stroom (isi ulang energi listrik) sesuai kebutuhan dan keinginan konsumen. Listrik prabayar adalah inovasi layanan dari PT. PLN yang mulai disosialisasikan sejak tahun 2008 namun baru resmi diluncurkan pada tahun 2009. Pelanggan PT. PLN (persero) selama ini mendapat layanan listrik pascabayar, dimana pelanggan menggunakan energi listrik dulu dan membayar belakangan pada bulan berikutnya. Setiap bulan para petugas PLN harus mencatat meter, menghitung dan menerbitkan rekening yang harus dibayar konsumen, melakukan penagihan kepada konsumen yang terlambat atau tidak membayar, dan memutuskan aliran listrik jika konsumen terlambat atau tidak membayar rekening listrik setelah waktu tertentu. Selama ini banyak konsumen mengeluhkan mengenai pencatatan meter, jumlah tagihan yang tidak menentu setiap bulan, banyak pula keluhan mengenai tagihan listrik di rumah kontrakan/kost. Adapun keuntungan menggunakan listrik prabayar adalah sebagai berikut : (a) konsumen bisa membeli TOKEN (isi ulang energy listrik) di payment point dan ATM dengan jaringan yang luas, (b) konsumen tidak perlu merasa terganggu untuk kedatangan petugas pencatat meter, (c) tidak aka nada ditemukan kesalahan pencatatan meter, (d) tidak ada istilah menunggak, sehingga tidak akan didatangi petugas penagihan, (e) tidak ada batas masa aktif (aktif selama kWH masih tersisa), (f) privasi konsumen tidak terganggu. Proses pasang baru bagi konsumen yang ingin menggunakan layanan listrik prabayar, yaitu : (1) calon konsumen melakukan pendaftaran, (2) petugas PLN melakukan survei, (3) penerbitan surat persetujuan, (4) calon konsumen menyampaikan sertifikasi layak operasi, (5) calon konsumen membayar biaya penyambungan dan stroom perdana, (6) calon konsumen menandatangani surat perjanjian jual beli tenaga listrik, (7) petugas PLN melakukan penyambungan. Berdasarkan pengamatan di lapangan yang dilakukan penulis, penulis menemukan beberapa fenomena mengenai pelaksanaan program listrik pintar (prabayar) antara lain; Program listrik prabayar saat ini merasa menjadi dipaksakan karena sesuai Keputusan Menteri Energi Sumber Daya mineral bahwa untuk pasang listrik baru diwajibkan menggunakan listrik prabayar. Sehingga masyarakat tidak punya pilihan selain harus menggunakan listrik prabayar, dan konsumen yang telah beralih ke listrik prabayar tidak dapat lagi beralih kelayanan listrik pascabayar. ## Metode Pengumpulan Data Data yang dihimpun dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, baik data kualitatif maupun data kuantitatif. a. Data kualitatif Data kualitatif yaitu data berbentuk deskriptif dan bukan berbentuk angka, misalnya gambaran lokasi penelitian, sejarah. b. Data Kuantitatif Data kuantitatif yaitu data penelitian yang berbentuk angka (nominal). Misalnya, data penjualan perusahaan, produk, dan sebagainya. Pengumpulan data dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan metode dan prosedur sebagai berikut : a. Studi kepustakaan (Library research) Yaitu metode pengumpulan data sekunder dengan membaca dan mempelajari literatur–literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis bahas dan telah dipublikasikan. b. Studi Lapangan (Field research) yang terdiri dari : 1. Wawancara ## Jurnal Sains Riset (JSR) p -ISSN 2088-0952, e -ISSN 2714-531X http://journal.unigha.ac.id/index.php/JSR DOI. 10.47647/jsr.v10i12 Yaitu metode pengumpulan data primer yang dilakukan melalui wawancara dengan pihak-pihak yang menjadi objek penelitian. 2. Kuesioner Metode ini dilakukan dengan membagikan secara acak kuesioner berisi daftar pertanyaan kepada pelanggan tentang kepuasan dalam menggunakan listrik prabayar dan pascabayar di daerah Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie . Kegiatan yang dilakukan dalam mendesain angket penelitian adalah menentukan skala pengukuran terhadap variabel-variabel yang ada dalam penelitian. Dalam penelitian skala yang digunakan skala Likert. ## Definisi Operasional Variabel Dalam penelitian ini terdapat beberapa variabel penelitian. Variabel penelitian tersebut diberi pengertian dan batasan operasional sebagai berikut: ## Tabel 1 Operasional Variabel N o Varia bel Definisi Indikator Ska la Uku r Item Perny ataan 1 . Kepu asan Pelan ggan (Y) Kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingk an kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja yang diharapkan (Kotler & Keller, 2012:95) 1.Melalui keluhan dan saran 2. Menyewa jasa 3. Analisis mantan pelangga n 4. Survei kepuasan pelangga n (Kotler, et al 2012:97) Ska la Lik ert X 1, X 2, X 3, X 4, X 5 2 . Listri k Praba yar (X 1 ) Layanan listrik prabayar mengharuskan konsumen terlebih dahulu membayar/me 1. 1. Mudah 2. Tersedia dimana saja. Ska la Lik ert X 6, X 7, X 8, X 9, X 1 0 mbeli energy listrik yang ingin digunakan. Dengan melakukan pembelian tersebut maka konsumen akan mendapatkan voucher atau 20 digit kode angka yang disebut dengan token pulsa atau stroom (Aninnas, 2013). 3. Tidak mubazir 4.Adanya tanggung jawab. 5.Kesada ran. (Aninnas, 2013: 89) 3 . Listri k Pasca bayar (X 2 ) Listrik pascabayar adalah transaksi pemakaian tenaga listrik yang menggunakan meteran elektronik pascabayar dengan cara pembayaran di akhir. Pelanggan listrik pascabayar menggunakan sejumlah arus listrik yang diperlukan serta digunakan oleh pelanggan layanan listrik pascabayar, dihitung dengan menggunakan meteran elektronik pascabayar Sigalingging (2014). 2. 1.Tidak khawatir 2.Tidak terbeban 3.Lebih leluasa 4.Tersedi a agen 5.Tidak perlu token (Sigalingi ng, 2014:114 ) Ska la Lik ert X 11, X 12, X 13, X 14, X 5 ## Metode Analisis Data Metode analisis regresi data adalah suatu metode yang digunakan untuk mengolah hasil penelitian guna memperoleh suatu instrumen dan kesimpulan. Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. ## Jurnal Sains Riset (JSR) p -ISSN 2088-0952, e -ISSN 2714-531X http://journal.unigha.ac.id/index.php/JSR DOI. 10.47647/jsr.v10i12 Analisis linier berganda digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat yaitu antara listrik prabayar (X1), dan listrik pascabayar (X2) terhadap kepuasan pelanggan (Y). Selain itu untuk mengetahui sejauh mana besarnya pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat. Persamaan regresi linier berganda yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Y = a + b1X1 + b2X2 + e Keterangan: Y = Kepuasan pelanggan a = bilangan konstanta b1, b2 = koefisien regresi variabel X1 = Listrik Prabayar X2 = Listrik Pascabayar e = variabel lain yang tidak diteliti ## Pembahasan Untuk mengetahui analisis Perbedaan Layanan Listrik Prabayar dan Pascabayar terhadap Kepuasan masyarakat dalam menggunakan jasa PT. PLN (persero) pada masyarakat Kecamatan Pidie. Maka dilakukan analisis data melalui regresi linear berganda. Dimana hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut: Nama Variabel B Stan dar Erro r Be ta t hitun g t tabel Sig n Konstanta 2, 69 8 0,7 31 3, 69 2 1,6 60 ,0 0 0 Listrik Prabayar (X 1 ) 0, 35 5 0,0 55 0 , 4 4 6 6, 44 2 1,6 60 ,0 0 0 Listrik Pascabayar (X 2 ) 0, 32 8 0,0 45 0 , 5 0 0 7, 22 8 1,6 60 ,0 0 0 Koefisien Korelasi (R) = 0,868 Koefisien Determinasi (R 2 ) = 0,754 Adjusted R Squares = 0,748 F hitung = 148,318 F tabel = 3,09 Sign F = 0,000 Sumber: Data Primer Penelitian (diolah), 2022 Dari output SPSS diatas dengan dipergunakan model regresi berganda, dapat difungsikan dalam bentuk persamaan sebagai berikut: Y = 2,698 + 0,355 X1 + 0,328 X2 Dari persamaan regresi linear berganda diatas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Nilai koefisien regresi listrik prabayar sebesar 0,355 dapat diartikan bahwa setiap 1% kenaikan listrik prabayar (X1) akan mempengaruhi Kepuasan masyarakat pengguna jasa PT. PLN pada masyarakat Kecamatan Pidie 0,355 atau 35,5%. 2. Nilai koefisien regresi listrik pascabayar sebesar 0,328 dapat diartikan bahwa setiap 1% kenaikan listrik pascabayar (X2) akan mempengaruhi Kepuasan masyarakat pengguna jasa PT. PLN pada masyarakat Kecamatan Pidie 0,328 atau 32,8%. Berdasarkan hasil analisis diatas dapt disimpulkan bahwa dari kedua variabel yang diteliti, ternyata variabel listrik prabayar (X2) mempunyai perbedaan layanan yang paling dominan sebesar 0,328 atau 32,8% Kepuasan masyarakat pengguna jasa PT. PLN pada masyarakat Kecamatan Pidie. Hubungan antara variabel dependen dan independen yaitu masing-masing Listrik Prabayar (X1), Listrk Pascabayar (X2), mempunyai perbedaan layanan terhadap Kepuasan masyarakat pengguna jasa PT. PLN pada masyarakat Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie dengan indeks korelasi sebesar 0,868 atau 86,8% ini berarti hubungan tersebut sangat kuat. Kemudian indeks determinasi masing- masing Listrik Prabayar (X1), Listrik Pascabayar (X2), sebesar 0,754 atau 75,4% ini berarti kedua variabel berbeda layanan secara signifikan Kepuasan masyarakat pengguna jasa PT. PLN pada masyarakat Kecamatan Pidie, dan sebesar 56,7% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak di teliti dalam penelitian ini. ## Kesimpulan Kesimpulan dari hasil penelitian tentang Analisis Perbedaan layanan listrk ## Jurnal Sains Riset (JSR) p -ISSN 2088-0952, e -ISSN 2714-531X http://journal.unigha.ac.id/index.php/JSR DOI. 10.47647/jsr.v10i12 prabayar dan listrik pascabayar terhadap kepuasan masyarakat pengguna jasa PT. PLN (Persero) (studi kasus pada masyarakat Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie) adalah sebagai berikut : 1. Bedasarkan hasil analisis dari bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa dari dua variabel yang diteliti, ternyata Listrik Prabayar (X1) mempuyai pengarauh paling dominan sebesar 0.355 atau 35.5% terhadap Kepuasan masyarakat pengguna jasa PT. PLN (persero) pada masyarakat Kecamatan Pidie. 2. Hubungan antara variabel dependen dan independen yaitu masing–masing variabel listrik prabayar (X1), dan listrik pascabayar (X2) terhadap Kepuasan masyarakat pengguna jasa PT. PLN pada masyarakat Kecamatan Pidie dengan indeks korelasi sebesar 0.868 atau 86.8 %, ini berarti hubungan tersebut kuat. 3. Kemudian indeks diterminasi masing- masing variabel listrik prabayar (X1), dan listrik pascabayar (X2) sebesar 0.754 atau 75,4 %, ini berarti kedua variabel perbedaan secara signifikan terhadap Kepuasan masyarakat pengguna jasa PT. PLN pada masyarakat Kecamatan Pidie sebesar 56,7% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak di teliti dalam penelitian ini. 4. Hasil pengujian secara simultan di peroleh Fhitung 148,318 > Ftabel 3,09. Dengan demikian hasil perhitungan ini dapat diambil suatu keputusan bahwa menerima hipotesis alternatif (Ha) dan menolak hipotesis nol (Ho) artinya bahwa variabel masing variabel Listrik Prabayar (X1), dan Listrik Pascabayar (X2) secara bersama-sama mempunyai perbedaan layanan secara signifikan terhadap Kepuasan masyarakat pengguna jasa PT. PLN pada masyarakat Kecamatan Pidie. ## DAFTAR PUSTAKA Algifari. 2012. Analisis Regresi Teori, Kasus dan Solusi. Yogyakarta : BPFE. Alma, Buchari. 2014. Manajemen Pemasaran dan Pamasaran Jasa. Edisi Revisi. Bandung: Alfabeta. Arikunto, S. 2012. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Assauri, Sofjan. 2010. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Rajawali Press. Basu Swastha,2012. Manajemen Pemasaran Analisis Perilaku Konsumen, BPEE, Yogyakarta. Enis, Ben, M ,2010, Marketing Principle, Goodyear Publ, Coy. Inc, California. Indriarto, Fidelis. Fredy Rangkuti, 2012, Riset Pemasaran Penerbit PT.Gramedia Jakarta Giese & Cote. (2010). Academy of Marketing Science Review. Defining. Gaspersz, 2011. Manajemen Kualitas, Penerapan Konsep, Kualitas Dalam Manajemen Bisnis Total, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama Kotler, Philip. 2012. Manajemen Pemasaran. Buku I. Edisi Milenium (Edisi ke 10 ). Alih Bahasa : Drs. Benjamin Molan. Jakarat : PT. Prenhallindo. Lupiyoadi. 2012. Manajemen Pemasaran Jasa Teori dan Praktik. Jakarta: Salemba Empat. Malhotra, Naresh K.2010, Marketing Research : An Applied Orientation, 6th ed. New Jersey : McCarthy. 2010. Pemasaran Dasar Pendekatan. Manajerial Global Buku 2 Edisi 16. Jakarta: Salemba Empat ## Jurnal Sains Riset (JSR) p -ISSN 2088-0952, e -ISSN 2714-531X http://journal.unigha.ac.id/index.php/JSR DOI. 10.47647/jsr.v10i12 Robbins, S. (2012). Perilaku organisasi. Penerbit Salemba Empat. Jakarta Santoso, Singgih. 2010. Latihan SPSS: Statistika Multivariat. Jakarta: Alex Media Computindo. Sanastya D. 2016, Perbedaan Kualitas Pelayanan Listrik Prabayar dan Pascabayar : e Journal Ekonomi dan Bisnis (1) 2421 Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta Stanton J William. 2012., Prinsip Manajemen Pemasaran, Erlangga, Jakarta. Sumarwan, U. 2013. Perilaku Konsumen : Teori dan penerapannya dalam pemasaran,Ghalia Indonesia, Jakarta. Thomas W. Lin. 2011. Manajemen Biaya dengan Tekanan Stratejik. Terjemahan A. Susty Ambarriani. Jakarta : Salemba Empat Perusahaan Listrik Negara, Listrik Prabayar (Internet). (Diakses 2020 Mei 2) Tersedia Pada http://www.pln.co.id
f6cd8d01-9472-4a49-910d-9143a62ba677
https://jurnal.uui.ac.id/index.php/JHTM/article/download/1774/967
## ANALISA FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA STAF BAGIAN UMUM DI RSUD. DR. FAUZIAH BIREUEN TAHUN 2019 Analysis Of Factors That Influence The Performance Of General Part Staff In The RSUD. Dr. Fauziah BireuenIn 2019 Eddi (k) , Arifah Devi Fitriani 2 , Thomson. P. Nadapdap 3 1 Mahasiswa S2 Kesmas Fakultas Kesehatan Masyarakat, Institut Kesehatan Helvetia, Medan 2,3 Dosen S2 Kesmas Fakultas Kesehatan Masyarakat, Institut Kesehatan Helvetia, Medan 1 Email Penulis Korespondensi ( K ): eddi.saiful1977@gmail.com (No Telepon Korespondensi : (0823-6719-8990) ## Abstrak Peran staf administrasi sangat penting karena sebagai salah satu ujung tombak rumah sakit dan merupakan tenaga yang sering kontak dengan tenaga kesehatan lainnya maupun pekerja rumah sakit lainnya dalam hal pengurusan berbagai kelengkapan berkas yang dibutuhkan. Penelitian bertujuan Menganalisis faktor yang memengaruhi kinerja staf bagian umum di RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2019. Desain Penelitian pendekatan kualitatif terdiri dari Informan kunci Wadir Administrasi Umum Dan Keuangan, dan 1 orang perawat di RSUD dr. Fauziah Bireuen sedangkan Informan utama 7 orang staf bagian umum di RSUD dr. Fauziah Bireuen. Hasil penelitian didapatkan bahwa 5 dari 7 orang staf mengalami penurunan kinerja. Kesimpulan yang didapatkan peneliti dari hasil penelitian masih adanya masalah kepemimpinan, sikap, imbalan, desain pekerjaan dan motivasi serta posisi staf yang di tempatkan tidak sesuai dengan kompetensinya begitu juga pekerjaan yang di berikan terlalu banyak dan tidak sesuai dengan kompetensinya sehingga menimbulkan beban dan kejenuhan terhadap pekerjaan. Diharapkan adanya tindak lanjut dari manajemen dan staf RSUD dr. Fauziah Bireuen untuk dapat menempatkan pejabat struktural sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki serta diharapkan agar proses mutasi tidak dilakukan dalam waktu yang singkat (6 bulan sampai dengan 1 tahun). Kata Kunci: Kinerja, Kepemimpinan, Sikap, Imbalan, Desain Pekerjaan Dan Motivasi ## Abstract The role of the administrative staff is very important because they are the spearhead of the hospital and are the staff who often come into contact with other health workers and other hospital workers in terms of managing various required documents. This study aims to analyze the factors that affect the performance of the general staff at RSUD dr. Fauziah Bireuen in 2019. Research design qualitative approach consists of key informants Deputy Director of General Administration and Finance, and 1 nurse at RSUD dr. Fauziah Bireuen while the main informants were 7 general staff at RSUD dr. Fauziah Bireuen. The results showed that 5 out of 7 staff experienced a decrease in performance. The conclusion obtained by the researcher from the results of the study is that there are still problems with leadership, attitudes, rewards, job design and motivation as well as the position of the staff who are placed not in accordance with their competencies as well as the work given is too much and not in accordance with their competencies, causing a burden and saturation towards work. . It is hoped that there will be a follow-up from the management and staff of RSUD dr. Fauziah Bireuen to be able to place structural officials in accordance with their education and competence and it is hoped that the mutation process is not carried out in a short time (6 months to 1 year). Keywords: Performance, Leadership, Attitude, Rewards, Job Design and Motivation ## PENDAHULUAN Rumah sakit membutuhkan tenaga administrasi yang baik untuk mengelola kinerja para pekerja di bidang kesehatan. Administrasi kesehatan lebih menekankan pada pengaturan keuangan, kepegawaian, penerimaan pasien, dan proses administrasi Journal of Healthcare Technology and Medicine Vol. 7 No. 2 Oktober 2021 Universitas Ubudiyah Indonesia e-ISSN : 2615-109X perawatan. untuk memudahkan prosedur administrasi kesehatan rumah sakit, dibutuhkan sebuah sistem yang dapat memberi kemudahan dalam kelancaran proses administrasi. Oleh karena itu, administrasi kesehatan dibuat melalui sistem informasi administrasi atau SIA. Sistem informasi administrasi kesehatan merupakan sistem informasi yang berperan dalam proses adminitrasi, seperti proses mencatat, menghitung, dan surat menyurat (1). Kinerja staf administrasi pada dasarnya terbentuk setelah staf administrasi merasa adanya kepuasan, karena kebutuhannya terpenuhi dengan kata lain apabila kebutuhan staf administrasi belum terpenuhi sebagaimana mestinya maka kepuasan kerja tidak akan tercapai, pada hakikatnya kinerja staf administrasi akan sulit terbentuk. Setiap orang yang bekerja digerakan oleh suatu motif. Motif pada dasarnya bersumber pertama-tama berbagai kebutuhan dasar individu atau dapat dikatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seorang untuk bekerja giat dalam pekerjaanya tergantung dari hubungan timbal balik antar apa yang diinginkan atau dibutuhkan dari hasil pekerjaan tersebut dan seberapa besar keyakinan organisasi akan memberikan kepuasan bagi keinginannya sebagai imbalan atas usaha yang dilakukannya. Dampak motivasi yang diinginkan pimpinan dari pegawai (bawahan) sangat dipengaruhi penilaian pegawai atas nilai (valensi) yang diharapkan berupa hasil, baik langsung maupun hasil sekunder yang dinikmati karena melakukan perilaku yang ditentukan dan kuatnya pengharapan bahwa perilaku tersebut akan benar - benar merealisasikan hasil pada pelayanan publik tersebut. Disinilah sebenarnya faktor motivasi kerja ikut menentukan terbentuknya kinerja staf dalam pelayanan masyarakat yang baik (4). Suatu Instansi yang bergerak dalam bidang kesehatan tentunya memberikan layanan terbaik untuk para petugas pasiennya. Salah satu konsep untuk mempertahankan citra instansi rumah sakit yaitu kinerja karyawan dan staf. Suatu konsep yang berupaya menciptakan Sumber Daya Manusia yang baik dan handal di dalam instansi guna mencapai tujuan dari instansi itu sendiri (5). Baik buruknya pelayanan rumah sakit seringkali di tentukan dari baik buruknya pelayanan yang terdiri dari pelayanan medis dan non medis/ administrasi. Untuk menilai tingkat keberhasilan atau memberikan gambaran tentang keadaan pelayanan di rumah sakit biasanya dilihat dari berbagai segi, yaitu : tingkat pemanfaatan sarana pelayanan, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi pelayanan. Administrasi merupakanpenyelenggaraan serangkaian kelengkapan berkas oleh kelompok orang yang bekerja bersama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya dengan pemanfaatan sarana dan prasarana. Jika defenisi sederhana tersebut didalami, akan Journal of Healthcare Technology and Medicine Vol. 7 No. 2 Oktober 2021 Universitas Ubudiyah Indonesia e-ISSN : 2615-109X terlihat bahwa administrasi mengandung paling sedikit lima unsur, yaitu proses, serangkaian kegiatan, sekelompok orang, sarana serta tujuan (6). Keberhasilan rumah sakit dalam menjalankan fungsinya di tandai dengan adanya mutu pelayanan prima rumah sakit. Mutu pelayanan rumah sakit sangat di pengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yang paling dominan adalah sumber daya manusia. SDM di rumah sakit terdiri dari banyak macam profesi, salah satunya adalah kinerja staf administrasi. Peran staf administrasi sangat penting karena sebagai ujung tombak rumah sakit dan merupakan tenaga yang sering kontak dengan tenaga kesehatan lainnya maupun pekerja rumah sakit lainnya dalam hal pengurusan berbagai kelengkapan berkas yang dibutuhkan. Hal ini akan menyebabkan stresor yang kuat pada staf administrasi di lingkungan pekerjaannya. Belum adanya perhitungan analisa beban kerja (ABK) yang khusus untuk staf administrasi bagian umum mereka dituntut untuk bekerja secara maksimal (6). Dari hasl terebut diatas kinerja staf perlu ditingkatkan, kinerja staf yang baik terlihat dari bagaimana sumber daya manusia dirumah sakit mampu memperlihatkan hasil kerjanya baik dalam pengurusan berbagai macam keperluan administrasi rumah sakit maupun dalam pengurusan berkas kepegawaian (3). Kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab dalam rangka mencapai tujuan organisasi (8). Kinerja seseorang sangat di dukung oleh motivasi untuk berkinerja tinggi termasuk jenis motif sosial yang di pelajari sehingga kinerja tersebut banyak di pengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari umur, masa kerja, pendidikan, status pelatihan, status kawin, pendapatan, pengetahuan dan sikap. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari sarana, dukungan teman dan dukungan keluarga (9). Kinerja karyawan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: lingkungan kerja, disiplin kerja, budaya organisasi, kepemimpinan, motivasi kerja (10). Menurut PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) dalam Zuhriana (2012) di Makassar, fenomena yang terjadi saat ini yaitu seringkali terjadi ketidakseimbangan insentif atau reward antara kelompok dokter, perawat dan yang setara dengan perawat, tenaga administrasi serta tingkatan manajer rumah sakit sehingga menyebabkan terjadinya konflik yang berkepanjangan dan menyebabkan menurunnya komitmen karyawan terhadap organisasi dengan menurunnya komitmen tersebut, maka kinerja staf pun menjadi menurun atau kurang. Hal inilah yang sangat mempengaruhi kinerja staf di Journal of Healthcare Technology and Medicine Vol. 7 No. 2 Oktober 2021 Universitas Ubudiyah Indonesia e-ISSN : 2615-109X suatu rumah sakit, disamping faktor-faktor lain yang mungkin mendukung penurunan kinerja staf perawat di Makassar. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang antara lain faktor lingkungan internal organisasi, faktor lingkungan eksternal, dan faktor internal karyawan atau pegawai. Beberapa penelitian yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, di antaranya oleh Nikson Kristian Rahanra (2011), yang menunjukkan bahwa terdapat 37 orang (71,15%) responden yang memiliki pengetahuan dan kinerja yang buruk. Ini berarti, pengetahuan mempengaruhi kinerja (11). Proses atau tahapan pelaksanaan asuhan keperawatan perlu memperhatikan desain pekerjaan yang telah ada. Desain pekerjaan merupakan fungsi penetapan kegiatan- kegiatan individu atau kelompok organisasi dengan tujuan mengatur kegiatan yang di butuhkan oleh sebuah organisasi. Bila di lihat dari sudut pandang bagian sumber daya manusia merupakan kepuasan individu di dalam memangku jabatan (12). Imbalan mempunyai pengaruh terhadap kinerja. Sistem penghargaan menempati posisi penting dalam meningkatkan kinerja karyawan, maka dalam pelaksanaannya harus mendapatkan perhatian sungguh-sungguh dari para manajer. Jika sistem penghargaaan ini kurang diperhatikan maka semangat kerja, sikap dan loyalitas karyawan akan menurun sehingga pengadaan, pengembangan dan pembinaan yang telah dilakukan dengan baik menjadi kurang berarti untuk menunjang tercapainya tujuan institusi. Faktor lain yang sangat berpengaruh terhadap kinerja yaitu motivasi, dimana setiap orang mempunyai motivasi yang kurang akan berakibat pada buruknya kinerja yang dihasilkan, begitu juga dengan pengetahuan dimana pengetahuan yang baik dapat menciptakan kinerja yang baik pula (13). Rumah sakit Umum Daerah Dr. Fauziah Bireuen ialah satu dari sekian RS milik Pemkab Bireuen yang bermodel RSU, dinaungi oleh Pemda Kabupaten Islam dan tergolong kedalam RS Tipe B . RS ini telah teregistrasi sejak 05/05/2015 dengan Nomor Surat ijin No. 445.1/BP2T/2836/2014 dan Tanggal Surat ijin 30/11/2014 dari Gubernur Aceh dengan Sifat Perpanjang, dan berlaku sampai 2019. Sesudah melalui proses penilaian oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS), untuk 15 pokja dengan hasil lulus Paripurna. RSU ini bertempat di Jl. Mayjen T. Hamzah Bendahara No.13. Bireuen, Bireuen, Indonesia. Berdasarkan data rekam medis jumlah kunjungan pasien rawat jalan dan rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Fauziah Bireuen mengalami peningkatan dan penurunan setiap bulannya. Pada tahun 2016 jumlah total kunjungan pasiennya 61.196 Journal of Healthcare Technology and Medicine Vol. 7 No. 2 Oktober 2021 Universitas Ubudiyah Indonesia e-ISSN : 2615-109X dan pada tahun 2017 jumlah total kunjungan pasiennya 86.643 Untuk mempertahankan standar pelayanan, selalu berusaha meningkatkan kualitas pelayanan salah satunya dengan meningkatkan kinerja staf. staf rumah sakit dituntut bekerja lebih efisien dan efektif guna mencapai tujuan sehingga diperlukan staf yang mampu menjalankan tugas- tugas yang telah ditentukan (14). Berdasarkan survei awal didapatkan bahwa jumlah pegawai yang ada di bagian umum di RSUD Dr. Fauziah berjumlah 8 orang. Terdiri atas 7 orang staf dan 1 orang kepala kabag umum dengan latar belakang pendidikan berbeda-beda. Berdasarkan wawancara awal yang dilakukan dengan kabag umum diperoleh informasi bahwa kinerja staf bagian umum mengalami penurunan. Hal tersebut terlihat dari hasil rekapan sasaran kerja pegawai (SKP) staf bagian umum tahun 2016 dan tahun 2017 terlihat adanya penurunan nilai SKP, berdasarkan standar dari PP no 46 tahun 2011 pasal 1, 2, 5 dan 6, dengan uraian sebagai berikut : untuk bagian umum dengan jabatan Ka. Sub. Bag. jabatan pengadministrasian Umum nilai SKP tahun 2016 yaitu 88.67 dan tahun 2017 yaitu 88.67, untuk Jabatan Pengelola Penilaian Kinerja nilai SKP tahun 2016 yaitu 90.19 dan tahun 2017 yaitu 88.33, untuk jabatan Pengadministrasian Kepegawaian nilai SKP tahun 2016 yaitu 86.41 dan tahun 2017 yaitu 85.49, untuk jabatan Pengelola Barang Milik Negara nilai SKP tahun 2016 yaitu 81,54 dan tahun 2017 yaitu 80.23, untuk Jabatan Sekretaris nilai SKP 81.50 dan tahun 2017 yaitu 80.20, untuk jabatan Pranata Kearsipan nilai SKP tahun 2016 yaitu 82.52 dan tahun 2017 yaitu 81.21. Berdasarkan standar dari PERKA BKN no 45 tahun 2011, dimana capaian SKP dinyatakan dengan angka dan sebutan : 91- keatas (sangat baik) 76-90 (baik), 61-75 (cukup), 51-60 (kurang), 50- kebawah (buruk). Selain itu mereka juga mengeluhkan tentang sistem imbalan dan reward yang diterima selama ini, selain jumlahnya yang tidak sesuai pembayarannya pun sering terlambat sampai beberapa bulan sehingga hal tersebut berakibat terhadap menurunnya motivasi mereka untuk bekerja. ## METODE Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dimana maksud dari penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu kontek khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metote ilmiah.Informan merupakan orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi penelitian. Informan yang Journal of Healthcare Technology and Medicine Vol. 7 No. 2 Oktober 2021 Universitas Ubudiyah Indonesia e-ISSN : 2615-109X diperlukan dalam penelitian ini adalah informan kunci dan informan utama yang berjumlah 9 orang yang terdiri dari 1 orang Wadir Administrasi Umum Dan Keuangan di RSUD Dr. Fauziah Bireuen dan 1 orang perawat di RSUD Dr. Fauziah sebagai informan kunci dan 7 orang staf bagian umum di RSUD Dr. Fauziah Bireuen.Alat untuk pengumpulan data adalah kuesioner. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan Observasi. kegiatan analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verivikasi. ## HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ## Kepemimpinan Hasil penelitian didapatkan tujuan dari dukungan, semangat, arahan, pembinaan yang dilakukan adalah untuk meningkatkan kinerja staf dalam melaksanakan tugas dan kewajiban menjadi lebih baik. Pembinaan yang dilakukan akan membuat staf menjadi giat untuk bekerja lebih baik lagi dan mendorong staf lebih bertanggung jawab, staf akan mampu untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan bersikap bijaksana. Kepemimpinan yang dikatakan baik juga adalah pemimpin yang mengayomi bawahannya, pemimpin yang menganggap staf sebagai teman/rekan kerja bukan menganggap bawahan sebagai orang yang harus di perintahkan terus menerus demi kepentingan dan tujuan yang ingin di capai. Kepemimpinan yang baik akan memberikan hal yang positif terhadap staf atau bawahannya teutama pada kinerja staf. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sulthon,dkk (2013), Aini dan Sosilo (2014), Ariyani (2016), serta Wela dan Septiawan (2016) dalam Andy (2017) yang membuktikan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja (15). Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang dalam mengarahkan, mempengaruhi, mendorong dan mengendalikan orang lain atau bawahan untuk dapat melakukan sesuatu pekerjaan yang manjadi tanggung jawan sesuai dengan fungsinya untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Pemimpin yang selalu memantau aktivitas dan kegiatan staf sangat berpengaruh terhadap kualitas kinerja. Pemantauan tersebut seperti kedisiplinan, staf yang datang terlambat dan tidak tepat waktu staf yang melalaikan dan mengabaikan pekerjaan, dan tidak bertanggung jawab terhadap pekerjaan. Dengan adanya monitoring staf yang dilakukan maka akan mengurangi kesalahan dalam pekerjaan. Oleh Journal of Healthcare Technology and Medicine Vol. 7 No. 2 Oktober 2021 Universitas Ubudiyah Indonesia e-ISSN : 2615-109X karena itu sikap pemimpin yang peduli akan aktivitas dan kegiatan staf sangat di butuhkan untuk menciptakan prestasi kerja. Menurut asumsi peran pemimpin dalam menciptakan rasa nyaman dan kekeluargaan diantara pemimpin dan staf sangat penting. Karena rasa saling peduli yang di terapkan oleh seorang pemimpin dilingkungan kerja juga akan memacu kinerja staf. Dimana saling membantu dan saling peduli akan membuat suasana pekerjaan lebih kondusif dan tidak membuat staf lebih terbebani akan pekerjaan. Pemimpin juga ikut bersama-sama dengan staf menyelesaikan masalah yang rumit. Sistem bekerja sama dan gotong royong yang diterapkan di RSUD Dr. Fauziah Bireuen akan menghasilkan staf yang berkualitas. ## Sikap Hasil penelitian didapatkan sikap dalam bekerja harus benar-benar di perhatikan. Dimana pekerjaan yang dilakukan haru bisa di tanggung oleh masing-masing staf agar tidak timbul kejenuhan dan beban bagi staf yang lain, selain itu untuk meningkatkan kinerja yang baik setiap staf dapat di berikan motivasi, pengawasan dan pembinaan serta perhatian jika memungkinkan berikan reward yang sesuai dengan hasil kerja mereka agar pekerjaan yang dilakukan juga dapat sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang telah di tentukan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Safadi, dkk (2010) dalam Utami (2015) yang juga menemukan bahwa sikap berhubungan dengan kinerja perawat. Sikap merupakan salah satu komponen dari kinerja selain kemampuan menyelesaikan masalah, menejemn keterampilan dan kompetensi. Secara statistik di peroleh nilai korelasi yang besarnya 0,560 dan bersifat positif (16). Tingkatan sikap yang paling tinggi adalah adaptasi yaitu suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah di modifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Menurut asumsi sikap yang baik adalah sikap dimana mau mengerjakan pekerjaan tersebut tanpa terbebani oleh sesuatu hal yang dapat menjadi konflik internal. Sikap merupakan faktor penentu perilaku sehingga perilaku bekerja seseorang dapat di katakan sangat di pengaruhi oleh sikap dalam bekerja. Di karenakan sikap berhubungan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi. ## Imbalan Hasil penelitian didapatkan imbalan masih belum sesuai jika di bandingkan dengan beban kerja yang harus di lakukan oleh staf, mereka mengharapkan adanya imbalan lain di luar gaji pokok yang mereka terima. Setidaknya ada reward atau tunjangan lain yang nantinya di berikan setiap bulannya. Hal ini akan menjadi masalah pada kinerja staf jika tidak segera di selesaikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Angga Putra Samudra (2014) yang menyatakan bahwa kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan (17). Kompensasi adalah upah, gaji dan semua faasilitas lainnya yang merupakan balas jasa atau pembayaran yang di berikan oleh organisasi atau perusahaan kepada pekerja atau karyawan untuk menyelesaikan pekerjaa mereka. Sistem kompensasi yang baik akan mampu memberikan kepuasan bagi karyawan. Di karenakan kompensasi mempunyai arti penting dimana kompensasi dapat mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan karyawan. Menurut asumsi imbalan/kompensasi sangat penting bagi staf itu sendiri sebagai individu, karena besarnya imbalan merupakan ukuran nilai pekerjaan staf itu sendiri. Sebaliknya besar kecilnya imbalan dapat mempengaruhi pretasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja staf. Imbalan tidak hanya penting untuk karyawan saja melainkan juga penting bagi rumah sakit itu sendiri, karena program-program imbalan/kompensasi merupakan pencerminan supaya rumah sakit dapat mempertahankan sumber daya manusianya. ## Desain Pekerjaan Hasil penelitian didapatkan desain pekerjaan dapat mempengaruhi kinerja staf di karenakan jenis pekerjaan yang di berikan tidak dapat dilakukan dengan baik karena tidak sesuai dengan bidan dan kompetensi mereka. Hal ini akan menjadi masalah pada kinerja staf jika tidak segera di selesaikan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian tentang hubungan desain pekerjaan terhadap kinerja staf telah di teliti oleh Firmansyah (2009) dalam Tayibu (2011) yang menunjukkan bahwa variabel desain pekerjaan mempunyai hubungan yang signifikan Journal of Healthcare Technology and Medicine Vol. 7 No. 2 Oktober 2021 Universitas Ubudiyah Indonesia e-ISSN : 2615-109X dengan kinerja perawat dengan nilai p =0,001. Perawat yang merasakan bahwa desain pekerjaan yang ada di rumah sakit dalam kategori baik, kinerjanya juga baik yaitu sebanyak 90,7% (18) Menurut asumsi desain pekerjaan memiliki peran penting dalam meningkatkan kinerja staf. Karena pekerjaan yang di berikan tidak sesuai dengan kompetensi staf akan menjadi kendala di bagian umum sehingga pekerjaan tidak dapat dilakukan dengan baik. ## Motivasi Hasil penelitian didapatkan motivasi dapat mempengaruhi kinerja staf di karenakan motivasi adalah aspek terpenting dan menantang sebab pada dasarnya hubungan antara suatu organisasi dengan karyawan adalah hubungan saling menguntungkan. Di satu sisi suatu organisasi ingi mendapatkan keuntungan besar, disisi lain karyawan menginginkan harapan dan kebutuhan tertentu yang harus di penuhi oleh organisasi. Dalam hal ini pimpinan organisasi harus dapat memastikan bahwa gaji, insentif, kondisi kerja yang mereka peroleh adalah adil dan wajar (19). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyuni dan Arrum (2012) dalam Indri Ramadini (2015) motivasi dan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan, menunjukkan bahwa ada hubungan motivasi dengan kinerja perawat (20). Menurut asumsi motivasi memiliki peran penting dalam meningkatkan kinerja staf. Motivasi merupakan sebuah bentuk dorongan positif yang ditujukan kepada staf agar mereka terdorong dan memiliki semangat lagi dalam menjalankan pekerjaannya. Bila mereka memiliki motivasi yang cukup kuat untuk terus melakukan pekerjaan di rumah sakit dengan baik, maka hasil yang di peroleh juga akan baik. Pasti hal ini juga berdampak pada keberhasilan usaha yang sedang di jalankan. Inilah poin terakhir yang di harapkan mampu membuat staf dan lingkungan rumah sakit menjadi lebih baik. ## KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain : 1. Kepemimpinan RS masih kurang optimal dalam memberikan kebijakan, walaupun dari segi motivasi sudah dilakukan akan tetapi pimpinan rumah sakit belum mengetahui kebutuhan staf yang lebih penting, yaitu reward dan penempatan posisi yang sesuai dengan kompetensinya. 2. Sikap seperti tuntutan tangung jawab terhadap pekerjaan yang harus dilakukan dengan baik, akan tetapi jumlah pekerjaan terlalu banyak sehingga menimbulkan kejenuhan dan beban bagi staf. Journal of Healthcare Technology and Medicine Vol. 7 No. 2 Oktober 2021 Universitas Ubudiyah Indonesia e-ISSN : 2615-109X 3. Imbalan yang diberikan tidak rutin dikarenakan dana yang ada di gunakan untuk kebutuhan rumah sakit, padahal dengan pekerjaan yang banyak staf berharap adanya reward yang di berikan untuk mencukupi kebutuhan di karenakan gaji yang mereka terima juga tidak terlalu banyak. 4. Desain pekerjaan seperti tugas-tugas yang dilakukan di bagian umum terlalu banyak dan tidak sesuai dengan kompetensi dan bidangnya. Namun karena tanggung jawab yang harus dipikul tetap harus di kerjakan. 5. Motivasi yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan, pimpinan hanya memberikan motivasi melalui perhatian sementara yang mampu meningkatkan motivasi staf dalam bekerja adalah reward. 6. Berdasarkan hasil penelitian dari didapatkan bahwa 5 dari 7 orang staf mengalami penurunan kinerja. ## UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti mengucapkan terimakasih kepada enumerator yang banyak memberikan bantuan dan dukungan serta ucapan terimakasih kepada Bapak/ibu Pimpinan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Fauziah Bireuen yang telah memberikan kesempatan, tempat, waktu dan memberikan arahan kepada peneliti untuk melakukan penelitian ini. ## DAFTAR PUSTAKA 1 . World Health Organization (WHO) Defenisi, Tugas Dan Fungsi Rumah Sakit menurut WHO.https://motherland1945.wordpress.com/definisi-tugas-dan-fungsi- rumah-sakit-menurut-who/;2010. 2. Khairani. T, Susilo. H, Riyadi. Implementasi Sistem Informasi Administrasi Rumah Sakit Berbasis Komputer Untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB). Vol.6 No.2 Desember 2013. 3. Arsela. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai pada rumah sakit urip sumoharjo di bandar lampung. Universitas lampung bandar lampung 2017. 4. Suardi. Peran Pimpinan Rumah Sakit Dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai Di Ruah Sakit Aji Batara Agung Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara. eJournal Ilmu Pemerintahan, (3): 2210-2223. ISSN 2338-3651;2014. 5. Arristra Desy.H, Titisari.P, Dimyati.M. Pengaruh Kompensasi, Beban Kerja, Dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kinerja Karyawan Tenaga Administrasi Di Rawat Inap Dan Rawat Jalan Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi Kabupaten Jember. 2016. 6. Andriani. N. Gabaran Manajemen Pelayanan Administrasi Pasien Rawat Inap Di Instalasi Administrasi Pasien Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta. Universitas Indonesia. 2012. 7. Hartomo.A, Sidin.I, Noor Bachry.N. Gambaran Beban Kerja Unit Administrasi Di Rumah Sakit UNHAS. 2013. 8. Suhartini. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan kegiatan asuhan keperawatan di rsab harapan kita jakarta barat. 2012. 9. Retnaningsih. Determinan Motivasi Pelayanan Kesehatan Dalam Mematuhi SOP Di Kabupaten Banyuasin Dan Kota Palembang. 2012. 10. Setiawan. A. Pengaruh Disiplin Kerja Dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan Malang. Jurnal Ilmu Manajemen. Vol. 1 No. 4 Juli 2013. 11. Zuhriana, Nurhayani, Balqis. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Perawat Di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bula Kabupaten Seram Bagian Timur. 2012. 12. Tayibu Lestari.A. Hubungan Desain Pekerjaan Dan Imbalan Dengan Kinerja Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Haji Makassar. UN Alauddin Makassar. 2011. 13. Franky, Kambey, Umboh dan Rattu. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Perawat Di Rumah Sakit Pancaran Kasih Manado Tahun 2016. Universitas Sam Ratulangi. 14. Profil RSU Dr. Fauziah Bireuen. Listrumahsakit.com/rsu/profil rsu dr.fauziah bireuen. 2015. 15. Sosongko.N.A.Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Di RS PKU Muhammadiyah Gombang : Pendekatan Sifat Kepemimpinan (Trait Approach). Universitas Muhammadiyah Purworejo. 2017. 16. Samudra. A.P. Pengaruh Kompensasi Finansial Terhadap Kinerja. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB): Vol.7 (2) 1-6; 2014. 17. Tayibu.L.A. Hubungan Desain Pekerjaan Dan Imbalan Dengan Kinerja Perawat Di Ruang Rawat Inap RSU Haji Makassar. Uin Alauddin Makassar. 2011. 18. Misbachul.M. Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan Di Rumah Sakit Islam Siti Hajar Sidoarjo. IAIN Sunan Ampel Surabaya. 2010. 19. Maimun. N & Yelina. A. Kinerja Keperawatan Di Rumah Sakit Bayangkara Pekan baru. Jurnal Kesehatan Komunitas, Vol.3 No. 2 Mei 2016. 20. Ramadini.I, Jasmita.E. Hubungan Motivasi Dengan Kinerja Perawat Pelaksana Di Ruangan Rawat Inap RSUD DR.Rasidin Padang. Ners Jurnal Keperawatan. Vol 11 (1) 86-101; Maret 2015.
a9549ca6-9c3f-4ce6-9c5c-a53bc1e60f71
http://journal.wima.ac.id/index.php/JTPG/article/download/2751/2385
## PEMBERIAN KUE NAGASARI BERBAHAN BERAS HITAM DAN JAMBU BIJI MERAH TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH ## (Provision of nagasari cake made from black rice and red guava on blood glucose level) Paulina Irianti Prasetianingsih a , Fery Lusviana Widiany a* , Inayah a a Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi Email: lusviana86@gmail.com ## ABSTRACT Poor diet can cause hyperglycemia, thereby increasing the production of reactive oxygen species. The reglukosation of food intake is one approach to reduce the risk of Diabetes Mellitus due to hyperglycemia. Blood glucose levels can be controlled by consuming black rice and red guava which are food ingredients that contain antioxidants and fiber. The black rice and red guava can be floured and then processed into nagasari cake food products. This study was to determine the effect of giving nagasari cake made from black rice and red guava on blood glucose levels. This was an experimental study with one group pre-post test design. The study involved 21 respondents of adult female that were selected by purposive sampling. Each respondent was given an intervention in the form of nagasari cake made from black rice and red guava as much as 2 x 100 grams, as a snack for seven days. The respondent's blood glucose level was measured before and after intervention. Data were analyzed using paired t-test and pearson-product moment test. There was a decrease in fasting blood glucose level of 5.62 mg / dL after the provision of nagasari cake made from black rice and red guava for seven days. Statistical analysis result for the effect of nagasari cake made from black rice and red guava on blood glucose level showed p-value=0,000 (p<0,05). In conclusion, there is an effect of nagasari cake made from black rice and red guava on blood glucose levels. Keywords: Black rice; Blood glucose levels; Hyperglycemia; Nagasari cake; Red guava. ## ABSTRAK Pola makan yang buruk dapat menyebabkan hiperglikemia, sehingga meningkatkan produksi spesies oksigen reaktif. Pengaturan asupan makanan adalah salah satu pendekatan untuk mengurangi risiko Diabetes Mellitus akibat hiperglikemia. Kadar glukosa darah dapat dikendalikan dengan mengonsumsi beras hitam dan jambu biji merah yang merupakan bahan makanan yang mengandung antioksidan dan serat. Nasi hitam dan jambu biji merah bisa diolah menjadi tepung kemudian diolah menjadi produk makanan kue nagasari. Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian kue nagasari yang terbuat dari beras hitam dan jambu biji merah terhadap kadar glukosa darah. Ini adalah penelitian eksperimental dengan desain satu kelompok pre - post test . Penelitian ini melibatkan 21 responden wanita dewasa yang dipilih secara purposive sampling . Setiap responden diberikan intervensi dalam bentuk kue nagasari yang terbuat dari beras hitam dan jambu merah sebanyak 2 x 100 gram, sebagai camilan selama tujuh hari. Tingkat glukosa darah responden diukur sebelum dan sesudah intervensi. Data dianalisis menggunakan paired t-test dan pearson-product moment test . Terjadi penurunan kadar glukosa darah puasa 5,62 mg/dL setelah pemberian kue nagasari yang terbuat dari beras hitam dan jambu biji merah selama tujuh hari. Hasil analisis statistik pengaruh pemberian kue nagasari yang terbuat dari beras hitam dan jambu biji merah terhadap kadar glukosa darah menunjukkan nilai p=0,000 (p<0,05). Kesimpulannya, ada pengaruh pemberian kue nagasari yang terbuat dari beras hitam dan jambu biji merah terhadap kadar glukosa darah. Kata kunci : Beras hitam; Kadar glukosa darah; Hiperglikemia; Kue nagasari; Jambu biji merah. ## PENDAHULUAN Hiperglikemia adalah suatu keadaan kadar glukosa darah meningkat lebih dari batas normal. Kondisi ini dapat disebabkan sel beta pankreas tidak dapat memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup untuk mengatur konsentrasi glukosa darah, terjadi resistensi jaringan tubuh terhadap insulin, defek sekresi insulin, atau peningkatan produksi glukosa (Longo et al ., 2011). Hiperglikemia yang terus menerus menyebabkan peningkatan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) di semua jaringan dari autooksidasi glukosa dan glikosilasi protein (Ambarwati et al ., 2014 cyt . Kangralkar et al ., 2010). Faktor yang menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah salah satunya adalah pola makan yang tidak sehat, meliputi diet tinggi karbohidrat dengan indeks glikemik tinggi dan tinggi lemak. Konsumsi makanan masyarakat Yogyakarta umumnya merupakan makanan manis yang dapat meningkatkan risiko terjadinya hiperglikemia. Selain itu, kecenderungan mengonsumsi makanan cepat saji yang biasanya tinggi karbohidrat dan rendahnya konsumsi makanan yang mengandung serat juga dapat menjadi risiko hiperglikemia. Sejalan dengan perubahan gaya hidup seperti faktor tersebut, gangguan toleransi glukosa terjadi terutama pada kelompok umur dewasa. Peningkatan glukosa darah pasca makan atau hiperglikemia postprandial juga menjadi penyebab peningkatan kadar glukosa darah, karena hiperglikemia postprandial merupakan salah satu kelainan awal homeostasis glukosa (Soegondo, 2009). Penyakit degeneratif pada dasarnya dapat dicegah dengan meminimalkan faktor risiko. Faktor risiko yang paling sering muncul adalah pola konsumsi makanan yang tidak sehat. Pengaturan asupan makan merupakan salah satu pendekatan untuk mengurangi risiko Diabetes Mellitus sebagai akibat hiperglikemia (Rimbawan dan Siagian, 2004). Salah satu makanan khas Yogyakarta adalah nagasari, yang merupakan kue basah yang terbuat dari tepung beras, pisang, santan kelapa, garam dan gula pasir yang kemudian dibungkus dengan daun pisang, diolah dengan cara dikukus dan dijadikan sebagai cemilan. Kenaikan kadar glukosa darah dapat terjadi akibat penggunaan gula pasir. Untuk menghindari terjadinya kenaikan kadar glukosa darah, gula pasir pada resep dasar pembuatan nagasari diganti dengan gula rendah energi. Selain itu, nagasari dapat dimodifikasi resep, antara lain tidak menggunakan pisang, pengurangan porsi tepung beras, penggantian tepung beras putih menjadi tepung beras hitam, atau dengan penambahan tepung jambu biji merah. Keunggulan nagasari pada penelitian ini terdapat pada bahan dasar pembuatannya yaitu tepung beras hitam. Beras hitam merupakan alternatif penggunaan bahan lain yang telah terbukti efektif meningkatkan daya terima pasien diabetes mellitus, diantaranya kacang merah (Widiany, 2016). Warna ungu kehitaman dari beras hitam berasal dari antosianin, suatu zat turunan polifenol yang berkemampuan sebagai antioksidan (Suhartini dan Suardi, 2010). Beras hitam mengandung 20,1 gram serat per 100 gram berat dapat dimakan (BDD) beras hitam (Kemenkes RI., 2017) yang lebih unggul dari jenis beras lainnya dan memiliki indeks glikemik 42,3 (Yang et al., 2006), sehingga beras hitam aman bagi penderita hiperglikemia. Pada penelitian ini dilakukan penambahan tepung jambu biji merah pada produk nagasari. Buah jambu biji bebas dari asam lemak jenuh dan sodium, rendah lemak dan energi tetapi tinggi akan serat pangan (Astawan, 2008). Jambu biji merah juga mengandung vitamin C yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan buah-buahan lain. Kandungan vitamin C dalam 100 gram jambu biji merah adalah 87 mg (Kemenkes RI., 2017), selain itu jambu biji juga memiliki indeks glikemik rendah yaitu 19 (Atkinson et al., 2008). Vitamin C berfungsi sebagai antioksidan yang membantu menetralisir ROS (Ambarwati et al ., 2014 cyt . Kangralkar et al ., 2010). Penambahan tepung jambu biji merah pada pembuatan kue nagasari berbahan tepung beras hitam ditentukan melalui uji organoleptik hedonic scale test dengan variasi penambahan 50%, 40%, dan 30%. Berdasarkan hasil uji organoleptik yang dilakukan oleh 25 panelis agak terlatih diperoleh hasil variasi pencampuran tepung yang paling disukai adalah penambahan tepung jambu biji merah sebanyak 40%. Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian kue nagasari yang terbuat dari tepung beras hitam dan penambahan tepung jambu biji merah dengan persentase 40% terhadap kadar glukosa darah. ## BAHAN DAN METODE Bahan Penelitian ini berjenis pre – eksperimental dengan desain one group pretest –posttest . Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari –Agustus 2017 di Universitas Respati Yogyakarta. Analisis kandungan tepung beras hitam, tepung jambu biji merah dan nagasari dilaksanakan di Laboratorium Chem-Mix Pratama (Tabel 1), pembuatan produk dan uji organoleptik dan dilaksanakan di Laboratorium Dietetik dan Kuliner Universitas Respati Yogyakarta. Penelitian ini melibatkan 21 orang responden wanita dewasa, dengan kriteria inklusi bersedia menjadi responden penelitian, berusia 25 – 47 tahun, dan berstatus gizi normal (memiliki indeks massa tubuh 18,5 – 22,9 kg/m2. Sedangkan kriteria eksklusinya menderita penyakit Diabetes Mellitus, dalam keadaan hamil, menyusui dan menopause. Variabel bebas penelitian ini adalah pemberian kue nagasari yang terbuat dari beras hitam dan jambu biji merah, sedangkan variabel terikatnya kadar glukosa darah. Pemberian kue nagasari yang terbuat dari beras hitam dan jambu biji merah didefinisikan sebagai pemberian kue nagasari dengan penambahan tepung jambu biji merah dengan persentase 40% selama tujuh hari, dengan frekuensi dua kali sehari dengan porsi masing-masing 100 gram. Pemberian kue nagasari pada pukul 10.00 dan 15.00 WIB. Variabel kadar glukosa darah didefinisikan sebagai kadar glukosa darah puasa yang diukur pada pagi hari, hari ke-0 (sebelum intervensi) dan hari ke-8 (setelah intervensi). Sebelum dilakukan pengambilan sampel darah, responden diminta kesediaannya untuk berpuasa terlebih dahulu, selama sepuluh jam sebelum pengambilan sampel darah. Pengambilan darah dilakukan melalui pembuluh darah vena dan dilakukan oleh perawat laboratorium klinik Pramita. Pengukuran kadar glukosa darah puasa menggunakan metode Heksokinase. Pemberian 100 gram nagasari dalam sekali pemberian tersebut memenuhi 10% Angka Kecukupan Gizi (AKG) wanita usia 25 – 47 tahun adalah 2.200 kcal/hari (DepKes RI., 2013), yaitu 220 kcal. Satu buah (100 gram) nagasari mengandung energi 178,37 kcal, protein 3,6 gram, lemak 3,8 gram, karbohidrat 34,09 gram, serat 9,7 gram, vitamin C 73,09 mg, dan antosianin 35 ppm. Data konsumsi kue nagasari diambil dengan metode Visual Comstock, dan konsumsi makanan dan minuman selain kue nagasari diambil menggunakan metode Food Recall 24 jam. Data yang diperoleh kemudian dianalisis statistik menggunakan uji paired t test dan uji korelasi pearson - product moment . Penelitian ini telah memperoleh ijin dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Universitas Respati Yogyakarta No. 361.4/FIKES/PL/III/2017 tertanggal 1 Maret 2017. Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi Journal of Food Technology and Nutrition Vol 19 (2): 74-85, 2020 Tabel 1. Kandungan Gizi Tepung Beras Hitam dan Tepung Jambu Biji Merah sebagai Bahan Pembuatan Kue Nagasari Zat Gizi Satuan Kandungan per 100 g BDD Tepung Beras Hitam Tepung Jambu Biji Merah Energi kcal 359,26 155,47 Protein g 8,8 4,1 Lemak g 1,2 1,3 Karbohidrat g 80,7 32,7 Serat pangan g 15,5 26,8 Antosianin ppm 185,45 817,5 Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Usia, Pendidikan, Pekerjaan Karakteristik Jumlah (n) Persen (%) Usia* (tahun) 20-30 8 38,1 31-47 3 61,9 Jumlah 21 100 Pendidikan Strata 2 11 52,4 Strata 1 7 33,3 D 3 1 4,8 SMA atau sederajat 2 9,5 Jumlah 21 100 Pekerjaan Pegawai 10 47,6 Dosen 11 52,4 Jumlah 21 100 *Kategori usia dewasa menurut Kimberly (2004) ## HASIL DAN PEMBAHASAN ## Karakteristik Responden Penelitian ini melibatkan 21 orang responden wanita dewasa, dan didominasi oleh responden berusia 31 – 47 tahun (61,9%), berpendidikan strata II (52,4%), dan bekerja sebagai dosen (52,4%). Karakteristik responden penelitian ditampilkan pada Tabel 2. Penelitian ini menggunakan responden berjenis kelamin wanita karena wanita memiliki risiko mengalami hiperglikemia lebih tinggi dibandingkan pria. Hal ini disebabkan persentase lemak tubuh wanita lebih tinggi dibandingkan pria. Komposisi lemak yang tinggi dapat berkaitan dengan risiko gangguan toleransi glukosa (Rimbawan dan Siagian, 2004). Responden penelitian tidak sedang hamil, menyusui dan belum mengalami menopause. Hormon estrogen dan progesteron dapat mempengaruhi sel-sel dalam tubuh merespon insulin. Setelah menopause, terjadi penurunan tingkat hormon estrogen dan progesteron sehingga dapat memicu peningkatan kadar glukosa darah (Astuti dan Setiarini, 2013 cyt . Whitney et al ., 2002). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia >30 tahun, sebanyak 13 orang (61,9%). Usia ini termasuk dalam usia dewasa. Kategori usia dewasa adalah dewasa muda (20 –30 tahun) dan dewasa tua ( >30 tahun). Pada masa dewasa, pemenuhan zat gizi lebih Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kadar Glukosa Darah Sebelum dan Setelah Intervensi Variabel Mean ± SD Min Max *Nilai p Kadar glukosa darah sebelum intervensi 88,48 ± 6,408 80 101 0,487 Kadar glukosa darah setelah intervensi 82,86 ± 7,683 63 95 0,999 *Hasil analisis statistik Kolmogorov-Smirnov dibutuhkan untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatan. Usia sangat erat kaitannya dengan terjadinya kenaikan kadar glukosa darah. Semakin meningkat usia, maka prevalensi gangguan toleransi glukosa semakin tinggi. Proses menua yang berlangsung setelah usia 30 tahun mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat sel, berlanjut pada tingkat jaringan dan akhirnya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi fungsi homeostasis. Komponen tubuh yang dapat mengalami perubahan adalah sel beta pankreas yang menghasilkan hormon insulin, sel-sel jaringan target yang menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang mempengaruhi kadar glukosa (Goldberg dan Coon, 2001). Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk berperan serta dalam pembangunan kesehatan (Notoatmodjo, 2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan strata II, sebanyak 11 orang (52,4%). Sebagian besar responden dalam penelitian ini adalah pegawai tetap Universitas Respati Yogyakarta yang bekerja sebagai dosen (52,4%). Pekerjaan tidak berhubungan langsung dengan kadar glukosa darah namun berhubungan dengan pemilihan bahan pangan, gaya hidup, aktivitas fisik dan stres yang dapat berpengaruh terhadap kadar glukosa darah. Pekerjaan yang dilakukan seseorang akan mempengaruhi gaya hidup dan merupakan satu-satunya basis terpenting untuk menyampaikan prestise, kehormatan, dan respek (Sulviana, 2008 cyt . Engel et al ., 1994). Pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi jenis aktivitas fisik dan stres yang dialami. Jika dalam melaksanakan pekerjaan seseorang lebih banyak duduk, maka aktivitas fisik individu tersebut cenderung kurang, namun dalam penelitian ini tidak diteliti pengaruh pekerjaan dan aktivitas fisik terhadap kadar glukosa darah. ## Kadar Glukosa Darah Responden Hasil analisis univariat pada Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata kadar glukosa darah puasa responden sebelum intervensi adalah 88,48 mg/dL, sedangkan rata-rata kadar glukosa darah puasa responden setelah intervensi adalah 82,86 mg/dL. Kadar glukosa darah ini dipengaruhi oleh karakteristik individu seperti usia, pendidikan, dan pekerjaan serta faktor lain seperti asupan makanan, stres, dan aktivitas fisik. Pada penelitian ini, responden dengan kadar glukosa darah tertinggi adalah responden dengan usia 47 tahun yaitu 101 mg/dL, sedangkan responden dengan kadar glukosa darah terendah adalah responden dengan usia 30 tahun yaitu 80 mg/dL. Data penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak semua responden dengan usia <30 tahun memiliki kadar glukosa darah lebih rendah jika dibandingkan dengan responden dengan usia >30 tahun. Pada penelitian ini responden diberikan intervensi berupa pemberian nagasari dengan penambahan tepung jambu biji merah. Rata- rata kadar glukosa darah responden setelah diberikan intervensi adalah 82,86 mg/dL. Hal ini menunjukkan adanya penurunan rata-rata kadar glukosa darah setelah mengonsumsi nagasari sebanyak 100 gram dua kali sehari selama tujuh hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (18 orang) mengalami penurunan kadar glukosa darah dan tiga orang responden mengalami peningkatan kadar glukosa darah. Rata-rata kadar glukosa darah sebelum intervensi lebih tinggi daripada setelah intervensi. Hal itu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pendidikan, pekerjaan, asupan makanan, stres, dan aktivitas fisik. Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang akan pola hidup dan pekerjaan seseorang berhubungan dengan pemilihan bahan pangan, gaya hidup, aktivitas fisik dan stres yang dapat berpengaruh terhadap kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah juga dipengaruhi oleh asupan makanan, oleh karena itu diperlukan adanya keseimbangan diet untuk mempertahankan kadar glukosa darah agar tetap normal (Waspadji et al ., 2002). Namun dalam penelitian ini tidak dilakukan survei konsumsi makanan sebelum pemberian intervensi sehingga tidak dapat diketahui pengaruh makanan sebelum intervensi terhadap kadar glukosa darah. Stres juga dapat mempengaruhi kadar glukosa darah. Stres akan merangsang pelepasan ACTH ( Adreno Cortico Tropic Hormone ) dari kelenjar hipofisis anterior. Selanjutnya, ACTH akan merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan hormon adrenokortikoid, yaitu kortisol. Hormon kortisol ini kemudian akan menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam darah (Guyton dan Hall, 2008). Hormon ini meningkatkan katabolisme asam amino di hati dan merangsang enzim –enzim kunci pada proses glukoneogenesis. Akibatnya, proses glukoneogenesis meningkat. Selain itu, stres juga merangsang kelenjar adrenal untuk mengekresikan epinefrin. Epinefrin menyebabkan glikogenolisis di hati dan otot dengan menstimulasi enzim fosforilase (Murray et al , 2009). Pada penelitian ini tidak diidentifikasi stres yang dialami oleh responden. Aktivitas fisik juga dapat mempengaruhi kadar glukosa darah. Ketika aktivitas tubuh tinggi, penggunaan glukosa oleh otot akan ikut meningkat. Sintesis glukosa endogen akan ditingkatkan untuk menjaga agar kadar glukosa dalam darah tetap seimbang. Ketika tubuh tidak dapat mengompensasi kebutuhan glukosa yang tinggi akibat aktivitas fisik yang berlebihan, maka kadar glukosa tubuh akan menjadi terlalu rendah (hipoglikemia). Sebaliknya, jika kadar glukosa darah melebihi kemampuan tubuh untuk menyimpannya disertai dengan aktivitas fisik yang kurang, maka kadar glukosa darah menjadi lebih tinggi dari normal (hiperglikemia) (ADA, 2015). Namun pada penelitian ini tidak dilakukan analisis terhadap jenis dan lama aktivitas fisik yang dilakukan oleh responden. ## Asupan Zat Gizi Responden Penurunan rata-rata kadar glukosa darah responden selama intervensi tentunya tidak terlepas dari faktor lain yang diduga dapat mempengaruhi hasil penelitian, yakni asupan zat gizi responden yang berasal dari makanan dan minuman selain kue nagasari yang diberikan oleh peneliti. Faktor yang diduga dapat mempengaruhi kadar glukosa darah adalah asupan energi, protein, lemak, karbohidrat, serat, vitamin C, dan antosianin. Asupan zat gizi responden yang berasal dari nagasari, makanan selain nagasari dan asupan zat gizi total ditampilkan pada Tabel 4. Uji normalitas data dengan Kolmogorov- smirnov test menunjukkan bahwa nilai p>0,05 sehingga data terdistribusi normal. Rata-rata asupan zat gizi responden yang berasal dari nagasari adalah energi 138, 53 kcal; protein 2,79 gram; lemak 2,95 gram; karbohidrat 26,48 gram; serat 7,53 gram; vitamin C 56,77 mg; dan antosianin 27,18 ppm. Rata-rata asupan zat gizi responden yang berasal dari makanan selain nagasari adalah energi 1617, 43 kcal; protein 51,76 gram; lemak 57 gram; karbohidrat 225,26 gram; serat 16,68 gram; dan vitamin C 89,09 mg. Rata-rata asupan zat gizi responden yang berasal dari makanan minuman total (nagasari dan non-nagasari) adalah energi 1755, 97 kcal; Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Asupan Gizi Selama Intervensi Asupan Mean ± SD Min Max Uji Normalitas Data ( p value ) Nagasari Energi (kcal) 138,53 ± 34,36 73,13 178,37 0,594 Protein (g) 2,79 ± 0,69 1,48 3,60 0,586 Lemak (g) 2,95 ± 0,73 1,56 3,80 0,592 Karbohidrat (g) 26,48 ± 6,57 13,98 34,09 0,595 Serat (g) 7,53 ± 1,87 3,98 9,70 0,594 Vitamin C (mg) 56,77 ± 14,08 29,97 73,09 0,595 Antosianin (ppm) 27,18 ± 6,74 14,35 35,00 0,594 Rec all Asu pan Energi (kcal) 1617,4 3 ± 326,26 680,17 2022,16 0,507 Protein (g) 51,76 ± 11,58 31,30 69,92 0,912 Lemak (g) 57,00 ± 14,06 33,90 85,01 0,966 Karbohidrat (g) 225,26 ± 58,23 45,50 294,34 0,190 Serat (g) 16,68 ± 4,48 5,35 24,56 0,959 Vitamin C (mg) 89,09 ± 36,86 19,23 154,42 1,000 Total Energi (kcal) 1755,9 7 ± 332,33 858,54 2127,40 0,591 Protein (g) 54,55 ± 11,73 34,900 73,270 0,970 Lemak (g) 59,96 ± 14,06 36,07 87,25 0,994 Karbohidrat (g) 251,74 ± 59,25 79,59 323,18 0,262 Serat (g) 24,21 ± 5,64 10,88 33,70 0,823 Vitamin C (mg) 145,86 ± 44,54 62,81 217,28 0,835 Antosianin (ppm) 27,18 ± 6,74 14,35 35,00 0,594 Tabel 5. Hasil Analisis Statistik Pengaruh Pemberian Kue Nagasari yang Terbuat dari Beras Hitam dan Jambu Biji Merah terhadap Kadar Glukosa Darah Variabel Mean ± SD *Nilai p Perubahan kadar glukosa darah 5,619 ± 5,826 0,000 protein 54,55 gram; lemak 59,96 gram; karbohidrat 251,74 gram; serat 24,21 gram; vitamin C 145,86 mg; dan antosianin 27,18 ppm. Rata-rata asupan total (nagasari dan non-nagasari) untuk energi, protein, lemak dan karbohidrat responden tergolong baik (80 –110%) sedangkan asupan serat tergolong kurang (<80%) dan asupan vitamin C tergolong lebih (>110%) jika dibandingkan dengan angka kecukupan gizi (AKG) wanita dewasa usia 25 –47 tahun yaitu energi 2200 kcal, protein 57 gram, lemak 67,5 gram, karbohidrat 316 gram, serat 31 gram, dan vitamin C 90 mg/hari (DepKes RI, 2013). ## Pengaruh Pemberian Kue Nagasari yang Terbuat dari Beras Hitam dan Jambu Biji Merah terhadap Kadar Glukosa Darah Berdasarkan Tabel 5, hasil analisis bivariat untuk mengetahui pengaruh pemberian kue nagasari yang terbuat dari beras hitam dan jambu biji merah terhadap kadar glukosa darah dengan uji paired t-test menunjukkan nilai p=0,000 (p<0,05). Sehingga pemberian kue nagasari yang terbuat dari beras hitam dan jambu biji merah berpengaruh secara signifikan terhadap kadar glukosa darah. Nagasari dengan penambahan tepung jambu biji merah mengandung serat, vitamin C, dan antosianin yang dapat mengontrol kadar glukosa darah. Hasil analisis statistik pengaruh pemberian nagasari dengan penambahan tepung jambu biji merah dengan paired t test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata kadar glukosa darah sebelum dan setelah tujuh hari pemberian nagasari dengan penambahan tepung jambu biji merah dengan nilai signifikasi ( p value ) adalah 0,000. Penurunan kadar glukosa darah setelah intervensi menunjukkan bahwa kandungan antioksidan (antosianin dan vitamin C), dan serat dapat menurunkan kadar glukosa darah. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Widyastuti (2015) yang menyatakan bahwa ada pengaruh pemberian jus buah naga merah terhadap kadar glukosa darah puasa dengan asupan vitamin C sebanyak 34,06 mg dan serat sebanyak 12,56 gram selama 21 hari, namun tidak sesuai dengan hasil penelitian Fitriyani (2012) yang menunjukkan hasil bahwa tidak ada pengaruh pemberian jus jambu biji merah terhadap kadar glukosa darah penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan pemberian jambu biji merah sebanyak 300 gram/hari selama empat belas hari. Hasil penelitian ini juga telah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa antosianin dapat memperbaiki keadaan hiperglikemia dan sensitivitas insulin (Sasaki et al ., 2007) dan dapat menyebabkan terjadinya penundaan penyerapan glukosa, sehingga kadar glukosa plasma postprandial berkurang dan menekan hiperglikemia postprandial (Lucioli, 2012). Berdasarkan survey dengan subjek orang-orang Italia, didapatkan anthocyanins daily intake berada pada kisaran 25 –215 mg/orang, tergantung pada umur dan jenis kelamin, dan konsumsi di atas batas ini cukup mempengaruhi efek farmakologi (Vargas et al ., 2000). Asupan makanan yang mengandung antosianin sebesar 2 – 400 mg/kg berat badan dapat memberikan perlindungan terhadap berbagai bentuk stres oksidatif (Prior, 2004). Rata-rata asupan antosianin selama tujuh hari intervensi adalah 27,18 ppm. Asupan antosianin ini tidak dapat dinyatakan telah sesuai atau kurang dari angka kecukupan gizi wanita dewasa karena belum ditemukan tinjauan pustaka mengenai kecukupan antosianin per hari bagi wanita dewasa. Selama tujuh hari intervensi responden juga mengonsumsi makanan sumber antosianin lain seperti bawang merah yang merupakan bumbu masak dan buah apel. Vitamin C terdapat dalam bentuk asam askorbat maupun dehidroaskorbat. Asam askorbat dioksidasi in vivo menjadi radikal bebas askorbil reversibel dan mampu menjadi asam askorbat kembali (Lukitawati, 2013). Vitamin C dapat membantu menetralisir reactive oxygen species (ROS) akibat kondisi hiperglikemia. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Rafighi et al . (2013) dalam Tritisari et al . (2017) yang menyebutkan bahwa pemberian suplementasi vitamin C selama 3 bulan sebanyak 266,7 mg/hari mampu mengubah kadar glukosa darah puasa. Rata-rata asupan vitamin C selama tujuh hari intervensi adalah 56,77 mg berasal dari nagasari; 89,09 mg berasal dari makanan selain nagasari sehingga total rata- rata asupan vitamin C adalah 145,86 mg. Asupan vitamin C yang berasal dari makanan selain nagasari tergolong lebih besar dari asupan vitamin C nagasari. Mayoritas responden memiliki asupan vitamin C lebih dari AKG yaitu 90 mg/ hari. Selama penelitian beberapa responden juga mengonsumsi suplemen vitamin C yang lain. Vitamin C pada dosis tinggi dapat melukai lambung dan menimbulkan diare (Kamiensky dan Keogh, 2006). Namun pada penelitian ini tidak ada laporan mengenai diare akibat konsumsi nagasari. Selama tujuh hari intervensi, responden juga mengonsumsi antioksidan lain yang berasal da ri makanan seperti β- karoten dan vitamin E. Bahan makanan yang dikonsumsi responden yang mengandung antioksidan lain selain vitamin C seperti pepaya, wortel, minyak kelapa sawit, mangga, tomat, bayam, kacang panjang, buncis, mangga, jeruk, apel, jagung, kelapa, kacang tanah dan kacang kedelai. Indeks glikemik nagasari dengan penambahan tepung jambu biji merah pada penelitian ini tidak diketahui. Namun diharapkan kue nagasari modifikasi tersebut memiliki indeks glikemik rendah, seperti hasil modifikasi menu dari dua jenis bahan pangan ikan lele dan tempe dalam bentuk nugget yang memiliki indeks glikemik 48,06 (tergolong rendah) dan dapat diberikan sebagai makanan dukungan gizi untuk pasien Diabetes Mellitus (Widiany, 2019). Peran pangan yang berindeks glikemik rendah adalah akan dicerna dan diubah menjadi glukosa secara bertahap dan perlahan, sehingga puncak kadar glukosa darah juga akan rendah yang berarti fluktuasi peningkatan kadar glukosa darah relatif pendek. Kandungan serat dalam kue nagasari dianggap mempunyai efek hipoglikemik karena mampu memperlambat pengosongan lambung, mengubah peristaltik lambung, memperlambat difusi glukosa, menurunkan aktifitas α-amilase akibat meningkatnya viskositas isi usus, dan menurunkan waktu transit yang mengakibatkan pendeknya absorbsi glukosa dan berpengaruh terhadap peningkatan sekresi insulin dan pemakaian glukosa oleh sel hati, dengan demikian kadar glukosa darah menjadi berkurang (Groff et al ., 2007). Rata-rata asupan serat yang berasal dari nagasari adalah 7,53 gram, dari makanan selain nagasari adalah 16,68 gram serat dan asupan serat total adalah 24,21 gram. Pada penelitian ini umunya setiap hari responden mengonsumsi sayuran sebagai sumber serat namun hanya beberapa responden yang mengonsumsi buah 3 –4 kali dalam seminggu. Peningkatan asupan antosianin, vitamin C, dan serat berdampak pada penurunan kadar glukosa darah, semakin meningkat asupan antosianin, vitamin C dan serat maka semakin menurun kadar glukosa darah, namun tidak semua responden mengalami hal tersebut. Seorang responden dengan rata-rata konsumsi nagasari 55% (55 gram) memiliki penurunan kadar glukosa darah sebanyak 22 mg/dL lebih tinggi dari penurunan kadar glukosa darah pada responden yang mengonsumsi nagasari 100% yang hanya mengalami penurunan kadar glukosa darah tertinggi sebanyak 6 mg/dL. Hal ini dapat dipengaruhi oleh konsumsi makanan lain selain nagasari yang menyebabkan kenaikan atau penurunan kadar glukosa darah, lama puasa tidak sesuai prosedur karena lebih dari sepuluh jam, konsumsi nagasari tidak sesuai dengan waktu yang ditetapkan, cara mengkonsumsi nagasari tidak sesuai dengan prosedur (bersamaan dengan makanan dan minuman lain (teh manis) sebagai sumber glukosa, konsumsi dua buah nagasari di sore hari atau dikonsumsi pada pukul 12.00 karena kesibukan kerja sementara di pukul 10.00, responden tetap mengonsumsi jajanan lain sehingga menambah jumlah jajanan yang dikonsumsi responden), dan kelemahan metode recall yang digunakan yang menyebabkan responden sulit mengingat makanan yang dikonsumsi sehingga pelaporan makanan responden kurang lengkap. Seorang responden dengan konsumsi nagasari 100% mengalami peningkatan kadar glukosa darah sebanyak 1 mg/dL. Semua responden yang mengalami peningkatan kadar glukosa darah memiliki kebiasaan mengonsumsi kopi manis 1 –2 gelas/ hari dengan glukosa 1 –2 sendok makan per hari. Pada penelitian ini, satu orang responden mengalami reaksi alergi berupa bentol kemerahan namun tidak dapat dipastikan penyebab alergi yaitu nagasari atau makanan lain. Sebagai pertanggungjawaban peneliti, responden disarankan untuk memeriksakan diri ke dokter pada puskesmas terdekat tetapi responden menolak untuk diperiksa sehingga saat selesai penelitian belum dapat dipastikan penyebab alergi responden. Tabel 6 menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh asupan energi, protein, lemak, karbohidrat, serat, dan vitamin C makanan selain nagasari (non nagasari) terhadap kadar glukosa darah (nilai p>0,05). Tidak ada pengaruh asupan total untuk energi, protein, lemak, karbohidrat, serat, vitamin C dan antosianin dengan kadar glukosa darah. Tabel 6. Hasil Analisis Bivariat Pengaruh Asupan Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat, Serat dan Vitamin C Makanan Selain Nagasari dan Makanan Total terhadap Kadar Glukosa Darah Asupan Zat Gizi Nilai p P value Makanan Selain Nagasari Makanan Total Energi 0,448 0,557 Protein 0,631 0,701 Lemak 0,628 0,685 Karbohidrat 0,566 0,692 Serat 0,608 0,361 Vitamin C 0,313 0,184 Hal ini dapat disebabkan oleh tidak terkontrolnya faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kadar glukosa darah seperti aktivitas fisik dan olahraga, stres, konsumsi makanan dengan jumlah dan jadwal yang kurang tepat seperti tidak sarapan pagi, makan siang pada pukul 14.00 WIB dengan porsi makanan yang banyak dan tidak makan malam, konsumsi makanan lain yang berpengaruh terhadap peningkatan dan penurunan kadar glukosa darah (karbohidrat sederhana, lemak jenuh dan antioksidan lain). Penelitian ini masih memiliki keterbatasan, yakni tidak adanya kelompok kontrol yang menjadi pembanding dari kelompok intervensi sehingga tidak dapat dibandingkan perbedaan kadar glukosa darah akibat pengaruh tepung beras hitam dan tepung beras hitam dengan penambahan tepung jambu biji merah. Selain itu, pada penelitian ini juga tidak dapat diketahui beban glikemik dan indeks glikemik dari nagasari. ## KESIMPULAN Terjadi penurunan kadar glukosa darah puasa 5,62 mg/dL setelah pemberian kue nagasari yang terbuat dari beras hitam dan jambu biji merah selama tujuh hari. Pemberian kue nagasari yang terbuat dari beras hitam dan jambu biji merah berpengaruh terhadap kadar glukosa darah (nilai p=0,000). Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui beban glikemik dan indeks glikemik dari nagasari dengan penambahan tepung jambu biji merah. ## DAFTAR PUSTAKA Ambarwati, Djamiatun, K., Johan, A., Sarjadi. 2014. Efek Moringa oleifera terhadap Glukosa Darah dan Kolagen Matrik Ekstraseluler Sel β Pankreas Diabetes Eksperimental. Jurnal Kedokteran Brawijaya , Vol. 28 (2). American Diabetes Association. (2015). Standart of Medical Care in Diabetes. Diabetes Care . Vol. 38. Astawan, M. 2008. Seri Kesehatan Keluarga: Sehat Dengan Buah . Jakarta : Dian Rakyat. Astuti, C.M., Setiarini, A. 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Kadar Glukosa Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Jalan di Poliklinik Penyakit Dalam RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang Tahun 2013 . Skripsi. Jakarta : Universitas Indonesia. Atkinson, S., Foster, K., Brand, M. 2008. International Tables of Glycemic Index and Glycemic Load Values. Diabetes Care , Vol. 31 : 2281 –2283. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Angka Kecukupan Gizi . Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Fitriyani, S.N. 2012. Pengaruh Pemberian Jus Jambu Biji Merah Terhadap Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Wilayah Pengasih Kulon Progo Yogyakarta . Skripsi. Yogyakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah. Goldberg, A.P., Coon, P.J. 2001. Diabetes Mellitus and Glucose Metabolism in the Elderly . Principle of Geriatric Medicine and Gerontologi. 3rd ed. New York : International Ed. McGraw-Hill, Inc. Groff, J. L., Gropper, S.S., Hunt, S.M. 2007. Dietary Fiber : Advance Nutrition and Human Metabolism . Los Angeles : New York. Guyton, A.C., Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11 . Jakarta : EGC. Kamiensky, M., Keogh, J. 2006. Vitamin and Minerals In : Pharmacology Demystified . USA : Mc.GrawHill Companies Inc. Kementerian Kesehatan RI. 2017. Tabel Komposisi Pangan Indonesia 2017 . Jakarta : Direktorat Gizi Masyarakat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Longo, D. 2011. Harrison's Principles of Internal Medicine 18th ed . New York : McGraw-Hill. Lucioli, S. 2012. Anthocyanins: Mechanism of Action and Therapeutic Efficacy. Medicinal Plants as Antioxidant Agents : Understanding Their Mechanism of Action and Therapeutic Efficacy . India : Research Signpost. Lukitawati, W. 2013. Pengaruh Teh Kombucha terhadap Kadar Glukosa Darah Rattus Norvegicus. Journal of Chemistry , Vol. 2 (1). Mahmud, M., Hermana, Zulfianto, N., Rozanna, R., Apriyanto. 2009. Tabel Konsumsi Pangan Indonesia (TKPI) . Jakarta : PT. Gramedia Pustaka. Murray, R.K., Granner, D.K., Rodwell, V.W. 2009. Biokimia Harper Edisi 27 . Jakarta : EGC. Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan . Jakarta : Rineka Cipta. Prior, R.L. 2004. Absorption and Metabolism of Anthocyanins: Potential Health Effects . FL: CRC Press. Rimbawan, Siagian, A. 2004. Indeks Glikemik Pangan . Jakarta : Penebar Swadaya. Sasaki, R., Nishimura, N., Hoshino, H., Isa, Y., Kadowaki, M., Ichi, T. 2007. Cyanidin 3-Glucoside Ameliorates Hyperglycemia and Insulin Sensitivity due to Downreglukosation of Retinol Binding Protein 4 Expression in Diabetic Mice. Journal Article , Vol. 74 (11) : 1619 –1627. Suhartini, T., Suardi. 2010. Potensi Beras Hitam Lokal Indonesia. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian , Vol. 32 (1). Sulviana, N. 2008. Analisis Hubungan Gaya Hidup dan Pola Makan dengan Kadar Lipid Darah dan Tekanan Darah pada Penderita Jantung Koroner . Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Soegondo, S. 2009. Prinsip dan Strategi Edukasi Diabetes . Jakarta : Balai Penerbit FK UI. Tritisari, K.P., Handayani, D., Ariestiningsih, A.D., Kusumastuty, I. 2017. Asupan Makanan Sumber Antioksidan dan Kadar Glukosa Darah Puasa pada Penderita DM Tipe 2 di Jawa Timur. Majalah Kesehatan FKUB , Vol. 4 (2). Vargas, F.D., Jimenez, A.R., Lopez, O.P. 2000. Natural Pigments: Carotenoids, Anthocyanins, and Betalains - Characteristics, Biosynthesis, Processing, and Stability. Critical Reviews in Food Science and Nutrition , Vol. 40 : 173 –289. Waspadji, S., Sukardji, K., Oktarina, M. 2002. Pedoman Diet Diabetes Mellitus . Jakarta : Balai Penerbit FK UI. Widiany, F.L. 2016. Pemberian Formula Nasi Kacang Merah Efektif Meningkatkan Daya Terima Pasien Diabetes Mellitus. Jurnal Medika Respati , Vol. XI (3) : 11 – 18. Widiany, F.L. 2019. Indeks Glikemik Nugget Berbahan Campuran Tepung Belut (Monopterus albus) dan Tepung Tempe untuk Dukungan Gizi Pasien Hemodialisis Diabetik. Ilmu Gizi Indonesia , Vol. 03 (01) : 35 –44. Widyastuti, A.N. 2015. Pengaruh Pemberian Jus Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa Pria Prediabetes . Skripsi. Semarang : Universitas Diponegoro. Yang, Y.X., Wang, H.W., Cui, H.M., Wang, Y., Yu, L.D., Xiang, S.X. 2006. Glycemic Index of Cereals and Tubers Produced in China. World J Gastroenterol , Vol. 12 (21) : 3430 – 3433.
dc7f7ae3-bb96-490d-a862-a9758652a303
https://www.jurnalfai-uikabogor.org/index.php/mizan/article/download/1028/580
## MIZAN Journal of Islamic Law P-ISSN: 2598-974X. E-ISSN: 2598-6252 Vol. 5 No. 2 (2021), pp. 187-206 DOI: https://doi.org/10.32507/mizan.v5i2.1028 https://www.jurnalfai-uikabogor.org/index.php/mizan/index Praktik Sewa Menyewa Pohon Mangga di Desa Situraja Kecamatan Gantar Kabupaten Indramayu Periode Tahun 2020-2021 Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif * Salsabila Urfa 1 , Irvan Iswandi 2 Institut Agama Islam Al-Zaytun Indonesia (IAI AL-AZIS) https://doi.org/10.32507/mizan.v5i2.1028 ## Abstract Rent is usually done by exchanging goods and services that have benefits in return, but other things with the practice of renting rent done by the residents of Situraja Village. They rent mango trees that will be taken fruit for sale. This difference that triggers the question, whether it is in accordance with Islamic law and positive law. The majority of situraja villagers are Muslims, which would be very contrary if the practice is not in accordance with Islamic law. This study aims to find out the practice of renting mango trees in Situraja Village in the perspective of Islamic law and positive law. The research uses qualitative methods with empiris normatif. The conclusion of the research is that the rental practices conducted by the residents of Situraja Village are not in accordance with islamic law because the rental object has not met the pillars, but in a positive legal perspective this rental practice is in accordance with applicable law. Keywords: Rent rent, mango tree, Islamic law, positive law ## Abstrak Sewa menyewa biasa dilakukan dengan menukar barang dan jasa yang memiliki manfaat dengan suatu imbalan, namun lain hal dengan praktik sewa menyewa yang dilakukan oleh warga Desa Situraja. Mereka menyewakan pohon mangga yang nanti akan diambil buahnya untuk dijual. Perbedaan praktik sewa menyewa ini yang memicu timbulnya pertanyaan, apakah sudah sesuai dengan hukum Islam dan hukum positif. Mayoritas warga Desa Situraja adalah beragama Islam, dimana akan sangat bertentangan jika praktik yang dilakukan tidak sesuai dengan hukum Islam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktik sewa pohon mangga di Desa Situraja dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan normatif empiris. Data penelitian diperoleh dari observasi, wawancara dengan responden, dan artikel dari Jurnal ilmiah. Hasil penelitian menyatakan bahwa praktik sewa menyewa yang dilakukan oleh warga Desa Situraja belum sesuai dengan hukum Islam yang berlaku dikarenakan objek sewa belum memenuhi rukun sewa menyewa karena adanya unsur gharar, namun dalam perspektif hukum positif praktik sewa menyewa ini sudah sesuai dengan hukum yang berlaku. Kata Kunci: Sewa menyewa, pohon mangga, hukum Islam, hukum positif * Manuscript received date: January 12, 2021, revised: May 17, 2021, approved for publication: August 28, 2021. 1 Salsabila Urfa adalah Mahasiswi pada Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Az-Zaytun Indonesia. E-mail: Salsabilaurfa1@gmail.com 2 Irvan Iswandi adalah Dosen bidang ekonomi dan akuntansi pada Fakultas Syariah, Institut Agam Islam Az-Zaytun Indonesia, Indramayu. E-mail: Irvan.iswandi@iai-alzaytun.ac.id ## A. PENDAHULUAN Pengertian ekonomi secara umum adalah suatu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan distribusi, produksi, dan konsumsi terhadap barang dan jasa. Di Indonesia penggunaan istilah ekonomi Islam sering digunakan dengan istilah ekonomi syariah, ada yang menyebut dengan ekonomi Islam dan ada juga yang menyebut dengan ekonomi Syariah 3 . Ekonomi syariah menekankan karakter komprehensif tentang subyek dan didasarkan atas nilai moral ekonomi syariah dan bertujuan mengkaji kesejahteraan manusia yang dicapai melalui pengorganisasian sumber-sumber alam berdasarkan kooperasi dan partisipasi. 4 Dalam ekonomi syariah terdapat banyak pembahasan mengenai macam-macam cara bermuamalah, seperti jual beli, ijarah, rahn, mudharabah, hiwalah, dan lainya. Yang memiliki tujuan utama yaitu tolong-menolong sesama umat. Sewa menyewa merupakan salah satu cara untuk mendapatkan penghasilan dengan menukar jasa yang dimiliki atau menyewakan barang dengan jangka waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. akad sewa menyewa merupakan akad dengan strategi yang mudah digunakan untuk mendapatkan keuntungan dalam berbisnis, maka dari itu siapapun dapat melakukan transaksi ini. Sewa menyewa memiliki sedikit kesamaan dengan transaksi jual beli, yaitu sama-sama memindahkan objek kepemilikan, namun untuk sewa tidak disebutkan pemindahan kepemilikan seutuhnya, hanya dalam jangka waktu tertentu, yang artinya barang dan jasa yang disewakan hanya akan diambil manfaatnya, tidak seutuhnya 5 . Dalam Islam sewa menyewa disebut dengan ijarah yang artinya jasa, imbalan, sewa atau upah. Ijarah ini merupakan salah satu bentuk muamalah dalam Islam untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. 6 Seluruh manusia di dunia ini, pasti pernah melakukan kegiatan ekonomi yang dinamakan dengan sewa menyewa, baik berskala besar maupun skala kecil, seperti menyewa jasa penerjemah untuk menerjemahkan suatu naskah, atau saat akan mengadakan suatu acara biasanya kita akan menyewa sebuah ruangan untuk dilangsungkanya acara tersebut. Sewa menyewa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pemakaian sesuatu dengan membayar uang, atau uang yang dibayarkan karena memakai atau meminjam sesuatu. 7 Dalam Islam sewa menyewa disebut dengan ijarah yang artinya jasa, imbalan, sewa atau upah. Ijarah ini merupakan salah satu bentuk muamalah dalam Islam untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Berikut merupakan surah Al-Baqarah: 233 yang memperbolekan sewa menyewa dalam Islam: 3 Yoyok Prasetyo, Ekonomi Syariah, Bandung: Aria Mandiri Group, 2020, hal. 2. 4 Yoyok Prasetyo, Ekonomi Syariah, hal. 3. 5 Harun, Fiqh Muamala,. Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2017, hal. 66. 6 Harun, Fiqh Muamalah, hal. 67. 7 Anonim, KBBI Daring , Dipetik 04 27, 2021, dari kbbi.kemendikbud.go.id: https://kbbi.kemendikbud.go.id/beranda. Praktik Sewa Menyewa Pohon Mangga di Desa Situraja Kecamatan Gantar Kabupaten Indramayu Periode Tahun 2020-2021 Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif ... ُج َلاَف ْمُكَدَلاْوَأ آوُعِضَْتَْسَت ْنَأ ْمتُّْدَرَأ ْنِإَو َحاَن َع ُكْيَل َس اَذِإ ْم ْمُتْ يَ تآ اَم ْمُتْمَّل ِب ََّللَّا اوُقَّ تاَو ِفوُرْعَمْل ريِصَب َنوُلَمْعَ ت اَِبِ ََّللَّا َّنَأ آوُمَلْعاَو “Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepad a orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” Menurut pendapat imam Al-Qurthubi dalam ayat ini pula mengandung dalil kebolehan mencari perempuan untuk menyusui anak orang lain, apabila ayah dan ibu sepakat akan hal ini. Demikian yang diriwayatkan oleh Ibnu Athiyah. Dasarnya, bahwa setiap ibu harus menyusui sebagaimana yang diberitahukan Allah SWT. Dia memerintahkan para istri untuk menyusui anak-anak mereka dan mewajibkan atas para suami memberi nafkah dan pakaian kepada mereka selama hubungan perkawinan masih terjalin. 8 Sewa menyewa memiliki beberapa jenis dan cara dalam praktiknya, seperti yang sudah dibahas pada paragraf sebelumnya bahwa sewa menyewa memiliki dua objek, yakni barang dan jasa, namun berbeda dengan praktik sewa menyewa yang dilakukan oleh masyarakat Desa Seturaja, dalam kasus ini warga Desa sering menyewakan pohon mangga yang mereka miliki untuk diambil buahnya, hal ini bukanlah hal yang aneh atau dipandang sebelah mata oleh masyarahat, karena sebagian besar dari mereka berprofesi sebagai petani, yang tidak luput dari menjual belikan hasil panen mereka. Dari sini dapat dilihat bahwa kegiatan sewa menyewa yang dilakukan warga Desa Situraja berbeda dari praktik sewa lainya. Praktik sewa menyewa pohon mangga ini sudah lama dilakukan turun temurun oleh warga Desa Situraja, dan sudah menjadi kebiasaan bagi mereka. Dari penjelasan mengenai latar belakang tersebut, terdapat tiga fokus penelitian yang akan dibahas dalam karya tulis ini, pertana, bagaimana praktik sewa menyewa pohon mangga di Desa Situraja Kecamatan Gantar Kabupaten Indramayu? Kedua, bagaimana perspektif hukum Islam mengenai sewa menyewa pohon mangga di Desa Situraja? Ketiga, bagaimana perspektif hukum positif mengenai sewa menyewa pohon mangga di Desa Situraja? Terdapat dua manfaat yang akan didapat dari penelitian ini, yaitu: (1) Secara praktis, manfaat bagi peneliti dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dalam mengaplikasikan pengetahuan terhadap masalah yang dihadapi secara nyata. Manfaat praktis bagi masyarakat dapat dijadikan panduan oleh masyarakat supaya dapat menyesuaikan diri pada praktik sewa menyewa menurut hukum Islam. Dengan adanya penelitian ini masyarakat dapat mengetahui terkait hukum Islam mengenai sewa menyewa pohon mangga yang biasa dilakukan. (2) Secara akademis, untuk dijadikan bahan bacaan, referensi, dan acuan bagi penelitian berikutnya. Dengan adanya penelitiaan ini penulis dapat memperoleh masukan dan mengerti mengenai sewa menyewa pohon mangga. 8 Muhammad Ibrahim Al-Hifnawi, Tafsir Al Qurthubi Jilid 3, Jakarta: Pustaka Azzam, 2016, hal. 233. ## B. METODE PENELITIAN Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainya dan bertujuan mengungkapkan gejala secara holistik-kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alamiah dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci. Data dalam penelitian ini adalah data deskriptif yang umumnya berbentuk kata-kata, gambar- gambar, atau rekaman. 9 Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus, yang merupakan jenis penelitian mendalam tentang individu, kelompok, institusi, dan sebagainya dalam waktu tertentu, yang tujuanya adalah berusaha menemukan makna, menyelidiki proses, serta memperoleh pengertian dan pemahaman mendalam dari suatu individu, kelompok, atau situasi tertentu. 10 Sasaran populasi dari penelitian ini adalah warga Desa Situraja Kecamatan Gantar Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat, yang berjumlah 9.592 penduduk. Target sampel yang akan dijadikan narasumber untuk penelitian ini adalah warga yang menyewakan pohon mangga berjumlah 4 orang, dan 1 orang tengkulak mangga selaku penyewa dari transaksi sewa menyewa ini. ## C. HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN ## 1. Sewa Menyewa Secara bahasa Ijarah berasal dari kata bahasa Arab yaitu Al-Ajru yang artinya pengganti, upah, sewa, atau imbalan. Ijarah merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap orang. 11 Sedangkan menurut terminologi ijarah adalah suatu akad yang mengikat kedua belah pihak dengan memiliki objek barang dan jasa yang diambil manfaatnya, bersifat mubah atau boleh dengan syarat memberikan imbalan tertentu yang sesuai dengan perjanjian. 12 Dasar hukum yang memperbolehkan adanya sewa menyewa adalah Al- Qur’an surah Al-Qasas ayat 26, yang berbunyi: َْيَخ َّنِإ ۖ ُهْرِجْ َتْسٱ ِتَبَأَٰيَ اَمُهٰ ىَدْحِإ ْتَلاَق ## ُيِمَْلْٱ مىِوَقْلٱ َتْرَجْ َتْسٱ ِنَم “ D an salah seorang dari kedua (perempuan) itu berkata, “wahai ayahku! Jadikanlah dia sebagai pekerja (pada kita), sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil sebagai pekerja (pada kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya. ” 9 Eko Sugiarto, Menyusun Proposal Penelitian Kualitatif Skripsi Dan Thesis, Yogyakarta: Suaka Media, 2015, hal. 8. 10 Eko Sugiarto, Menyusun Proposal Penelitian Kualitatif Skripsi Dan Thesis , hal. 12. 11 Harun, Fiqh Muamalah , hal. 122. 12 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalat, Jakarta: Prenadamedia Group, 2020, hal. 277. Praktik Sewa Menyewa Pohon Mangga di Desa Situraja Kecamatan Gantar Kabupaten Indramayu Periode Tahun 2020-2021 Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif Terdapat penjelasan dalam terjemahan Tafsir Al-Qurthubi mengenai ayat ini, yaitu akad penerimaan upah kerja telah dikenal pada zaman itu. Demikian pula halnya dalam setiap agama dijelaskan tentang akad menerima dan memberi upah kerja. Sebab akad tersebut sudah merupakan bagian dari kebutuhan pribadi manusia dan dalam kaitanya dengan sesama masyarakat. Ayat ini juga merupakan dalil atas bolehnya mendengar suara wanita. Berbeda dengan orang tuli, sebab, ketulian menahannya dari mendengar suara wanita. 13 Dapat diambil kesimpulan dari penjelasan terjemahan tafsir Al-Qurthubi bahwa yang dimaksud dengan pemberian upah kerja adalah pembayaran upah dari penyewaan jasa seseorang yang bekerja kepadanya, dan hal seperti ini (sewa menyewa) merupakan hal yang sudah dikenal pada masa itu. Hadis mengenai larangan menyewakan tanah Riwayat Muslim 14 : َع ُهللَّا َّلَص َِّبَِّنلا َّنَأ ِهللَّا ِدْبَع نْب رِباَج نع ْيَل َسَو ِه َلاَق َمَّل َأ ُهَل ْتَناَك ْنَم ُهاَخَأ اَهْعَرْزَ يْلَ ف رضْر اَهِرْكُي َلاَو Dari Jabir bin Abdullah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “barangsiapa (diantara kalian orang yang) memiliki tanah, maka hendaklah ia menanaminya dan janganlah menyewakanya.” (Muslim: 5/19) Terdapat juga hadis yang membahas tentang Mu’aajarah (sewa menyewa) Hadis Riwayat Muslim 15 , yaitu sebagai berikut: ْبَع ىَلَع اَنْلَخَد َلاَق ِبِئاَّسلاِنْب ِهللَّا ِدْبَع ْنَع ِد ِهللَّا ْب لِقْعَم ِن ْلا ْنَع ُهاَنْلَأَسَف َمَعَز َلاَقَ ف ِةَعَراَزُم َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهللَّا ىَّلَص ِهللَّا ُلوُسَر َّنَا رتِبَثَ ََن ْنَع ى َعَراَزُلما اَؤُمْلِبَرْمَأَو ِة َج اَِبِ َسَْبَ َلا َلاَقَو ِةَر Dari Abdullah bin Saib, dia berkata “ saya pernah menemui Abdullah bin Ma’qil seraya bertanya kepadanya tentang hukum muzaara’ah?” Abdullah bin Ma’qil menjawab “Tsabit mengaku bahwasanya Rasulullah melarang praktek muzaara’ah, (mengolah tanah orang lain dengan imbalan dari sebagian hasilnya) tetapi beliau memerintahkan untuk melakukan mu’aajarah, oleh karena itu rasulullah pernah bersabda “mu’aajarah tidak dilarang” . Untuk kesimpulan hadist diatas bahwa ijarah itu adalah kegiatan muamalah yang diperbolehkan dalam Islam, nabi Muhammad sendiri menganjurkan untuk mempraktikkanya. Di dalam ijarah juga terselip kegiatan tolong menolong untuk sesama, yakni memberikan manfaat kepada kedua pihak yang berkaitan dengan kerelaan hati. Dalam buku yang berjudul Kumpulan Kitab Undang-Undang Hukum KUHP Dan KUHPerdata pada bab ketujuh bagian satu pasal 1548 disebutkan pengertian 13 Muhammad Ibrahim Al-Hifnawi, Tafsir Al Qurthubi Jilid 13 , hal. 692. 14 Muhammad Nashiruddin Al Bani, Mukhtasar Sahih Muslim, Jakarta: Shahih, 2016, hal. 432. 15 Muhammad Nashiruddin Al Bani, Mukhtasar Sahih Muslim , hal. 433. sewa menyewa adalah suatu perjanjian, dimana pihak yang satu dengan pihak yang lainnya mengikatkan diri dengan memberikan manfaat dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya. Dilanjutkan pada pasal 1549 itu semua berlaku untuk semua barang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak (semua dapat disewakan). 16 Sewa menyewa memiliki syarat dan rukunya, seperti dalam buku yang berjudul Hadis Ekonomi disebutkan bahwa terdapat rukun atau unsur dalam sewa menyewa, yaitu: (1) Mu’jir (pemilik yang menyewakan manfaat/orang yang menyewakan) dan Musta’jir (orang yang menyewa atau penyewa). (2) Ijab dan qabul. Hendaknya ijab dan qabul itu menggunakan kalimat yang biasa dipakai. (3) Ma’qud Alaih (manfaat penyewaan), yaitu manfaat barang atau benda yang menjadi objek sewa, dan pembayaran (uang) sewa sebagai imbalan atau pengganti dari manfaat barang yang menjadi objek sewa. (4) Sewa atau imbalan. 17 Dalam pasal 1550 KUHPerdata, terdapat ketentuan yang diwajibkan bagi yang menyewakan, yaitu: (1) Menyerahkan barang yang disewakan kepada si penyewa. (2) Memelihara barang yang disewakan sedemikian, sehingga barang itu dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan. (3) Memberikan si penyewa kenikmatan yang tentram daripada barang yang disewakan selama berlangsungnya sewa. 18 Dan berikut kewajiban yang harus dipenuhi oleh penyewa, diatur dalam pasal 1560 KUHPerdata yang berbunyi: (1) Untuk memakai barang yang disewa sebagai seorang bapak rumah yang baik, sesuai dengan tujuan yang diberikan pada barang itu menurut perjanjian sewanya, atau jika tidak ada suatu perjanjian mengenai itu, menurut tujuan yang dipersangkakan berhubung dengan keadaan. (2) Untuk membayar harga sewa pada waktu-waktu yang telah ditentukan. 19 Dalam buku karangan Idri yang berjudul Hadis Ekonomi terdapat syarat-syarat dalam melakukan transaksi sewa menyewa ini, yaitu: (1) Masing-masing pihak harus rela melakukan sewa menyewa, tidak akan sah jika di dalamnya terdapat unsur pemaksaan. (2) Harus jelas objek yang diakadkan, yaitu barang yang disewakan harus disaksikan oleh penyewanya sendiri, juga termasuk waktu sewaan, dan besarnya uang sewa yang disepakati. (3) Objek sewa menyewa bisa digunakan sesuai peruntukannya, maksudnya kegunaan barang yang disewakan harus jelas dan dapat dimanfaatkan oleh penyewa sesuai dengan kegunaan barang tersebut. (4) Kemanfaatan objek yang dijanjikan adalah yang diperbolehkan dalam agama Islam, tidak boleh menyewakan babi, berhala, darah, bangkai, dan lainnya. (5) Orang yang menyewakan adalah pemilik barang sewa, walinya atau orang yang menerima wasiat untuk bertindak sebagai wali. (6) Objek sewa menyewa dapat diserahkan, yaitu barang yang menjadi objek sewa menyewa harus dapat diserahkan sesuai dengan yang diperjanjikan. (7) 16 Anonim, Kumpulan Kitab Undang-Undang Hukum, Jakarta: Wacana Intelektual, 2014, II, hal. 331. 17 Idri, Hadis Ekonom, Ekonomi Dalam Perspektif Hadis Nabi, Depok: Kencana, 2017, hal. 235. 18 Anonim, Kumpulan Kitab Undang-Undang Hukum, hal. 331. 19 Anonim, Kumpulan Kitab Undang-Undang Hukum, hal.333. Praktik Sewa Menyewa Pohon Mangga di Desa Situraja Kecamatan Gantar Kabupaten Indramayu Periode Tahun 2020-2021 Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif Objek sewa menyewa tidak cacat, yaitu barang yang menjadi objek sewa tidak boleh cacat atau menghalangi untuk diambil manfaatnya oleh penyewa. (8) Sesuatu yang disewakan bukanlah suatu kewajiban bagi penyewa, misalnya menyewa orang untuk melakukan shalat atau puasa. (9) Harga sewa harus dibayar, bila berupa uang harus ditentukan dengan jelas berapa jumlah yang akan dibayarkan. (10) Tidak boleh dikaitkan dengan perjanjian lain. (11) Harus segera dapat dimanfaatkan pada saat terjadinya persetujuan. 20 Macam-macam ijarah jika dilihat dari segi objeknya terdapat dua macam, yaitu: pertama, sewa menyewa atau ijarah yang bersifat manfaat atas benda seperti menyewa rumah, toko, kendaraan, pakaian, gedung, dan lainya. Apabila manfaat yang diperbolehkanya syara’ untuk dipergunakan, maka para ulama fiqh sepakat menyatakan boleh dijadikan objek sewa menyewa. Yang kedua adalah ijarah yang bersifat manfaat atas pekerjaan (jasa) ialah dengan cara mepekerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Ijarah seperti ini, menurut para ulama fiqh hukumnya boleh apabila jenis pekerjaan itu jelas, seperti pekerja bangunan, service komputer, pekerja pabrik, tukang sepatu, dan lainya. Ijarah hal ini ada yang bersifat pribadi, seperti menggaji seorang pekerja rumah tangga. Menurut jumhur ulama fiqh boleh, terkait dengan hal ini termasuk menyewa terhadap manfaat atas karya seseorang yang berupa Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) seperti hak cipta, merek dagang, logo, dan lainya. 21 Berakhirnya akad ijarah dapat disebabkan karena alasan berikut: (1) Objek ijarah hilang atau musnah seperti rumah yang disewakan terbakar dan kendaraan yang disewa hilang. (2) Tenggang waktu yang disepakati telah berakhir, maka penyewa harus mengembalikan objek barang yang disewa. (3) Wafatnya salah seorang yang berakad. (4) Apabila ada uzur dari salah satu pihak, seperti rumah yang disewakan disita oleh negara karena adanya hutang. 22 ## 2. Praktik Sewa Menyewa Pohon Mangga di Desa Situraja Pada paparan profil Desa Situraja, terdapat data mengenai profesi penduduk desa yang mayoritas berprofesi sebagai petani, yang mana tidak dipungkiri bahwa para petani akan memanfaatkan hasil tanaman yang mereka tanam untuk menjadi sumber penghasilan. Petani pun banyak macamnya, seperti petani padi, petani buah, dan petani lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari para petani akan menjual apa saja yang bisa membantu memenuhi keuangan hidup mereka, seperti menjual hasil buah, menjual hasil kebun, dan menjual hasil dari panen lainnya. Sama halnya seperti masyarakat Desa Situraja, yang menyewakan pohon mangga mereka untuk meringankan beban keuangan sehari-hari. Bukanlah hal yang aneh bagi mereka untuk menyewakan pohon mangga, itu adalah hal wajar yang bisa ditemui di Desa 20 Idri, Hadis Ekonomi, Ekonomi Dalam Perspektif Hadis Nabi, hal. 237-239. 21 Harun, Fiqh Muamalah, hal. 124-125. 22 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalat, hal. 283. Situraja. berikut adalah ayat yang menjelaskan untuk memanfaatkan sumber daya Alam surah An-Nahl ayat 69: ُناَوْلَأ رفِلَتُْمُ رباَرَش اَِنوُطُب ْنِم ُجُرَْيَ ۚ الاُلُذ ِكِهبَر َلُبُس يِكُلْساَف ِتاَرَمَّثلا ِهلُك ْنِم يِلُك َُّثُ رءاَفِش ِهيِف ُه َنوُرَّكَفَ تَ ي مْوَقِل اةَي َلَ َكِلَٰذ ِفِ َّنِإ ۗ ِساَّنلِل “ Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang- orang yang memikirkan” Dalam terjemahan Tafsir Al-Qurthubi terdapat penjelasan mengenai surah An- Nahl ayat 69, dimana pada awal ayat dijelaskan bahwa doperbolehkanya memanfaaatkan Sumber Daya Alam (SDA) yang telah Allah ciptakan seperti pepohonan dan buah-buahan, berikut penjelasanya: Firman Allah Ta’ala ِتاَرَمَّثلا ِهلُك ْنِم يِلُك َُّثُ “ kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah- buahan” demikianlah karena engkau memakan sari bunga pepohonan ًلُلُذ ِكِ ب َر َلُبُس يِكُلْساَف “dan tempuhlah jalan tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu)” maksudnya, jalan-jalan Rabbmu. As-subul adalah jalan-jalan. Lalu disandarkan kepada kata Tuhanmu karena Dia adalah penciptanya. Maksudnya, masuklah ke jalan Rabbmu untuk memohon rezeki di gunung-gunung dan di sela-sela pepohonan. الاُلُذ “ yang telah dimudahkan ” bentuk jamak dari dzaluulun yang artinya adalah yang taat. Maksudnya tunduk dan terkendali. Maka ًلُلُذ adalah haal (kata yang menunjukkan arti keadaan) untuk lebah. Artinya, engkau tunduk dan pergi ke mana saja pemiliknya menghendakinya, karena dia selalu mengikuti para pemiliknya kemanapun mereka pergi. Demikian dikatakan oleh Ibnu Zaid. Dari penjelasan dalam kitab Al-Qurthubi tersebut, bisa ditangkap bahwa permulaan surah An-Nahl ayat 69 menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan segala yang ada di bumi (pepohonan, buah-buahan, dan lainya) untuk mereka (manusia) dan boleh dimanfaatkan untuk memohon rezeki dengan jalan yang benar. 23 Proses sewa menyewa pohon mangga yang dilakukan oleh masyarakat Desa Situraja akan dijelaskan dalam tahapan berikut: ## a. Akad Dalam sewa menyewa terdapat akad sebagai rukun dan syarat, begitupun praktik akad yang dilakukan oleh warga Desa Situraja, dalam transaksi sewa pohon yang sering mereka lakukan, akad menjadi hal utama sebagai tanda terima dan persetujuan atas kesepakatan yang akan dibuat. Terdapat dua macam akad menurut cara pelaksanaanya, yaitu akad tertulis dan akad tidak tertulis (lisan). Dalam praktik sewa yang dilakukan warga Desa Situraja setiap orangnya berbeda-beda, tergantung kepada siapa ia menyewakan pohon mangganya dan berapa jumlah pohon yang akan disewakan, seperti yang dikatakan oleh ibu Jebag bahwa beliau hanya melakukan 23 Muhammad Ibrahim Al-Hifnawi, Tafsir Al Qurthubi Jilid 16, hal. 335-336. transaksi melalui lisan tanpa kontrak tertulis, karena hanya menyewakan beberapa pohon mangga (sedikit), tidak melakukan transaksi dalam jumlah besar. Ada dua tipe sewa pohon mangga yang dilakukan warga Desa Situraja. Pertama, sewa dengan jumlah sedikit atau hanya menyewakan pohon pribadi; Kedua, menyewakan pohon mangga dalam jumlah banyak atau pada tipe ini biasanya mereka menyewakan seluruh pohon mangga yang ada di perkebunan. Warga yang menyewakan pohon dalam jumlah besar akan menggunakan kontrak tertulis, seperti kwitansi atau tanda bukti lainya, yang di dalamnya terdapat jumlah pohon sewaan, nama penyewa, nama pemilik pohon, dan harga yang disepakati oleh keduanya. Hal ini diketahui dari Sukim dalam wawancara saat penelitian. Bagi warga yang menyewakan pohon pribadinya, mereka hanya mengandalkan saling percaya diantara kedua pihak, namun ada juga sebagian yang menggunakan kontrak secara tertulis walaupun hanya menyewakan beberapa pohon mangga, itu semua tergantung kepada siapa pemilik pohon mangga menyewakan pohonya. Karena dari empat responden yang penulis wawancarai, tidak ada kesamaan tengkulak yang menyewa pohon mereka, satu dengan yang lainya berbeda, ada tengkulak dari Nambo, Haurgeulis, Haurkolot dan dari desa lainya. ## b. Proses sewa menyewa pohon mangga Awal mula terjadinya akad sewa pohon mangga, biasanya terdapat ikatan yang membuat kedua pihak saling percaya satu sama lain, seperti kekeluargaan dan pertemanan. Bisa dari pihak tengkulak yang menawarkan, dan bisa juga dari pihak pemilik pohon yang menawarkan pohon mangga untuk disewakan. Seperti pada wawancara dengan Maman bahwa pada awalnya beliau ditawarkan oleh Ghofur (tengkulak mangga), untuk disewakan pohon mangganya. Tetapi beliau hanya menyewakan pohon mangga jika sedang butuh atau dalam keadaan mendesak saja. Lain halnya dengan yang ditawarkan oleh pemilik mangga, biasanya mereka akan pergi ke rumah tengkulak untuk menawarkan sewa pohon mangga yang mereka miliki. Hal ini dikatakan oleh Sukim selaku tengkulak mangga di Desa Situraja. Setelah adanya penawaran pohon yang akan disewa, para tengkulak akan melihat terlebih dahulu keadaan pohon mangga, salah satu kriteria untuk menentukan harga sewa pohon mangga yaitu ukuran pohonnya, apakah besar atau kecil, hal ini dijelaskan pada saat wawancara dengan Jebag. Selain dilihat dari ukuran pohon, biasanya para tengkulak juga memperkirakan berapa kwuintal buah mangga yang akan dipanen nantinya. Pada dasarnya, hal ini juga berkaitan dengan ukuran pohon mangga, biasanya pohon mangga dengan ukuran besar akan menghasilkan lebih dari 2 kwuintal, begitupun sebaliknya dengan pohon mangga yang kecil. Seperti penjelasan dari Sukim bahwa pohon mangga yang diperkirakan akan menghasilkan satu kwuintal buah mangga maka akan dihargai sebesar Rp. 100.000. Setelah tengkulak memperkirakan harga sewa untuk pohon, barulah di situ akan terjadi tawar menawar harga sewa. Biasanya jika pemilik pohon merasa harga yang ditawarkan terlalu sedikit, mereka akan meminta harga yang lebih tinggi. Hal ini mengacu pada penjelasan pak Maman selaku responden. yaitu, Harga bisa ditawar, semisal tengkulak menawarkan Rp.1.000.000, kemudian pemilik pohon merasa kurang dengan harga yang ditawarkan, maka pemilik pohon mangga bisa menawar harga menjadi Rp. 1.500.000 untuk satu pohon besar. Kemudian tengkulak akan mempertimbangkan penawaran dari pemilik pohon, biasanya penawaran akan disetujui jika pohon mangga yang disewakan memang memiliki ukuran yang besar dan dalam keadaan yang sehat. Karena sering dijumpai pohon mangga dengan keadaan yang kurang bagus atau tidak sehat. Biasanya pohon mangga ini adalah pohon bekas sewaan dari tengkulak lain. Seperti penjelasan dari pak Sukim bahwa penawaran harga akan dinilai berdasarkan besar atau kecilnya pohon mangga, tidak akan diterima penawaran bila pohon kecil namun meminta harga yang setara dengan pohon besar. Banyak juga pohon mangga yang kualitasnya sudah kurang baik karena bekas sewa dari tengkulak lain. Dalam menerima penawaran harga, tengkulak juga harus berhati-hati dengan hal ini, bisa saja calon pohon mangga yang akan disewa memiliki penyakit atau virus yang akan mengganggu pertumbuhan dan hasil panen. Setelahnya, tengkulak juga menanyakan berapa tahun kontrak yang akan disepakati oleh pemilik pohon, umumnya mereka mengajukan kontrak sewa selama dua tahun, tetapi tak jarang dari mereka yang mengajukan hanya satu tahun. Seperti yang dijelaskan oleh Sukim dalam wawancara, bahwa penentuan lamanya kontrak tergantung permintaan pemilik pohon, ada yang minta dua tahun, ada juga yang minta satu tahun. Namun jauh sebelum ini, pada awal munculnya praktik sewa pohon mangga, biasanya para pemilik pohon mangga akan meminta empat tahun waktu sewa. Dikutip dari wawancara dengan Data saat awal maraknya sewa menyewa pohon mangga, banyak yang mengambil kontrak 4 tahun, namun untuk sekarang warga biasa memilih kontrak 2 tahun. Setelah mengetahui berapa lama kontrak yang diinginkan, barulah tengkulak bisa menetapkan harga sewa, seperti wawancara dengan Jebag yang mengatakan bahwa beliau biasanya mendapatkan Rp. 250.000 dari satu pohon kecil dan pohon besar dihargai sebesar Rp. 500.000 dengan waktu sewa satu tahun. Berbeda dengan sewa pohon selama dua tahun, satu pohon bisa dihargai Rp. 1.000.000 dan pohon kecil bisa dihargai Rp. 500.000, harga bisa ditawar lebih tinggi jika pohon dengan ukuran besar dan memiliki kualitas yang bagus atau pohon dalam keadaan sehat, semisal menyewakan dua pohon mangga dengan ukuran besar dan satu pohon ukuran kecil, maka harga yang seharusnya adalah Rp. 2.500.000, namun karena pohon mangga dengan keadaan yang baik dan sehat, maka harga bisa dinaikkan menjadi Rp. 2.800.000. kenaikan harga diketahui dari hasil wawancara bersama pak Narsan. Saat berada di tempat wawancara bersama Maman, beliau menunjukkan pohon mangga miliknya yang disewakan kepada tengkulak, memang pohon mangga berukuran sangat besar, dan dengan keadaan yang sangat bagus, dalam artian pohon mangga tidak terlihat adanya hama kutu berwarna putih yang biasanya dijumpai pada daun dan bunga pohon mangga. Terdapat pula pemilik pohon yang menyewakan pohon mangganya dalam jumlah besar-besaran, biasanya pemilik mangga ini menyewakan pohon mangga secara keseluruhan yang ada di kebun mangga miliknya, seperti penjelasan dalam wawancara dengan Data bahwa saat masih kontrak empat tahun beliau mendapat uang sewa 60 juta untuk kurang lebih 65 pohon, karena memiliki kebun mangga yang ia tanam sendiri sejak dulu. Tetapi untuk kontrak yang dua tahun beliau mendapatkan 43 juta dari kurang lebih 60 pohon. Beliau tidak menyebutkan berapa banyak pohon yang berukuran besar, ataupun yang berukuran kecil, hanya jumlah keseluruhan hasil sewa pohon mangga. Sewa dalam jumlah besar seperti ini, sangat jarang mengganti tengkulak yang akan menyewakan pohon-pohon mangganya, seperti yang dilakukan oleh pak Data ini, beliau belum pernah mengganti tengkulak untuk menyewakan pohon mangganya. Hal ini seperti yang telah dijelaskan pada awal pembahasan mengenai akad, bahwa antara penyewa dan yang menyewakan memiliki hubungan yang cukup erat seperti kekeluargaan atau pertemanan, yang sangat mengandalkan saling percaya satu sama lain, namun tetap menggunakan kontrak tertulis untuk tanda bukti sewa. ## c. Perawatan pohon mangga Untuk perawatan pohon mangga, biasanya pemilik pohon sudah lepas tanggungan, mereka tidak melakukan perawatan apapun terhadap pohon mangga, seperti yang dikatakan pak Data dalam wawancara, bahwa beliau sudah lepas tanggung jawab dalam merawat pohon mangga jika sudah disewakan, yang melakukan perawatan adalah pak Haji Herman selaku tengkulak buah mangga. Perawatan pohon mangga sepenuhnya ditanggung oleh penyewa, yaitu tengkulak, Mulai dari pemupukkan, penyemprotan hama, sampai saat panen buah mangga, dijelaskan juga oleh pak Data. Diawali dengan pemupukkan, dijelaskan oleh Maman bahwa pupuk yang biasa dipakai tengkulak bukanlah pupuk yang asal pilih, mereka menggunakan pupuk unggul agar pohon berbunga lebat dan kuat, contohnya seperti pupuk NPK Mutiara yang terkenal bagus untuk pohon mangga. Setelah pemupukkan, beberapa minggu pohon mangga akan mulai berbunga, di waktu ini para petani mangga yang bekerja di bawah arahan tengkulak akan mulai menyemprotkan obat anti hama, seperti obat fungisida, sebenarnya sebelum berbunga pun pohon mangga juga sudah disemprot, tetapi tidak seintens saat sudah berbunga, itu berfungsi untuk menghindari tanaman dari penyakit atau kutu. Fungsi penyemprotan ini juga untuk memperkuat daun dan bunga pohon mangga, hal ini diketahui dalam wawancara bersama ibu Jebag. Dijelaskan juga oleh ibu Jebag, bahwa penyemprotan dilakukan minimal satu kali dalam sepekan, namun saat hujan turun, keesokan harinya bisa langsung disemprot. Terdapat penjelasan pada saat wawancara dengan pak Sukim bahwa yang melakukan perawatan adalah dari pihak penyewa. untuk merawat pohon mangga diperlukan biaya yang lumayan besar, mulai dari pupuk awal sampai penyemprotan. Untuk penyemprotan bakal bunga hanya semprot satu kali dalam sepekan. Tapi saat musim hujan penyemprotan akan dilakukan setiap hari. Penyemprotan dilakukan lebih sering saat musim hujan bukanlah tanpa alasan, biasanya saat musim hujan datang, angin akan bertiup lebih kencang, dan rintik hujan bisa sangat deras, konsistensi keseringannya pun juga meningkat, bisa seharian pohon mangga terguyur air hujan, itu semua akan menyebabkan rontoknya bunga, juga bisa mengurangi kuantitas dan kualitas buah mangga yang akan tumbuh. Maka dari itu, dilakukannya penyemprotan pada pohon mangga juga karena agar bunga dan daun kuat dalam menghadapi kencangnya angin dan derasnya hujan. Pohon mangga akan berbuah sekali dalam setahun, di bulan September pohon mangga akan mulai berbunga dan berbuah. Namun berbeda dengan pohon mangga yang disewakan, biasanya perawatan yang dilakukan adalah pemupukkan, para tengkulak menggunakan pupuk perangsang pohon mangga untuk mempercepat pertumbuhan pohon, sehingga buah tidak hanya tumbuh sesuai dengan musimnya, pohon mangga bisa berbuah dua kali dalam setahun bila diberi pupuk tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Data bahwa pohon bisa berbuah dua kali dalam setahun, tetapi jika tidak disemprot maka pohon hanya akan berbuah satu kali dalam setahun. Pada saat panen mangga pertama, itu disebabkan karena pupuk dan perawatan lainya, sedangkan panen kedua itu berbuah sesuai dengan musimnya, atau bisa disebut panen kedua ini adalah alami tanpa pupuk perangsang dan obat-obatan lainya. Dikutip dari wawancara bersama dengan pak bahwa biasanya pohon akan disemprot sepekan sekali, namun jika musim hujan datang pohon bisa disemprot tiga kali dalam sepekan, maka pohon akan berbuah dua kali dalam setahun. Panen buah pertama disebabkan oleh obat, dan panen kedua adalah hasil tumbuh alami. Pak Sukim selaku tengkulak pohon mangga juga menyebutkan obat-obatan apa saja yang biasanya beliau pakai untuk merawat pohon mangga, seperti pupuk jenis fungisida, pupuk daun, perekat, dan obat hama. Untuk semprot pohon biasa pakai obat jenis tasco untuk menghindari hama. ## d. Hasil panen dan penjualan Biasanya dalam satu pohon mangga ukuran besar akan menghasilkan lima kuintal buah mangga, dan satu pohon kecil bisa menghasilkan 2 sampai 3 kuintal, pohon yang menghasilkan satu kuintal buah mangga akan dihargai Rp.100.000. Rata- rata pohon akan berbuah 2,5 kwuintal (pohon kecil) maka harga menjadi Rp. 250.000 per tahun, jika pemilik pohon menyewakan pohonya dua tahun maka akan dihargai Rp. 500.000 per pohon. Untuk penjualan hasil panen, para tengkulak akan mengirimnya ke pasar induk di kota-kota tertentu, seperti dalam wawancara dengan Sukim bahwa beliau biasa mengirim buah mangga ke Jakarta di pasar induk. Beliau tidak menyebutkan berapa banyak keuntungan yang didapat, namun dijelaskan bahwa ada kerugian juga dalam penjualan, semisal harga buah yang sedang jatuh atau hasil panen tidak sesuai dengan yang diinginkan, maka para tengkulak harus menanggung resikonya. Hal ini dikutip dari wawancara bersama Sukim. ## e. Motivasi menyewakan pohon mangga Terdapat beberapa dorongan yang membuat para pemilik pohon mangga menyewakan pohon mangganya, yaitu: (1) Terdesak kebutuhan Mayoritas profesi para pemilik pohon adalah petani atau pekerja tani, ada yang bekerja di ladang miliknya sendiri, namun ada pula yang bekerja di lahan pertanian milik orang lain. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka membutuhkan alternatif lain, maka jalan yang diambil adalah menyewakan pohon mangga miliknya. Dari hasil menyewakan pohon mangga, mereka bisa membayar biaya kebutuhan rumah tangga, seperti listrik, kebutuhan memasak, dan bisa membantu uang saku cucu dan anak. Seperti dalam wawancara bersama ibu Jebag, bahwa ia menyewakan pohon mangganya untuk membantu biaya kebutuhan sehari-hari, bisa untuk membeli keperluan memasak atau untuk memberikan uang saku kepada cucunya. Berbeda kasus dengan pak Narsan, beliau menyewakan beberapa pohon yang terbilang cukup banyak dan dengan ukuran yang besar, maka uang yang diterima lumayan untuk membantu pembayaran sekolah anaknya juga membantu biaya kehidupan sehari-hari keluarga Narsan. Menambah penghasilan dengan cara sewa ini terbilang cukup mudah, seperti yang telah dijelaskan pada point proses sewa pohon, selain itu pembayaran juga dilakukan tunai di awal akad. Hal ini yang menyebabkan warga tertarik untuk menyewakan pohon mangganya, cara yang cepat dan mudah untuk mendapatkan uang, sehingga bisa dengan segera memenuhi kebutuhan hidup mereka. tanpa harus menunggu lamanya panen mangga sesuai dengan musim alami, hal ini dikutip dari wawancara bersama Maman. ## (2) Berbuah sedikit Pada dasarnya, pohon mangga hanya berbuah satu kali dalam setahun, namun jika melakukan perawatan yang telah dijelaskan pada poin perawatan pohon mangga, maka pohon akan berbuah menjadi dua kali dalam setahun. Hal ini menjadi alasan para pemilik pohon untuk menyewakan pohon mangganya, karena butuh waktu yang lama untuk menunggu musim buah jika mereka tidak memberikan obat dan perawatan lainnya, seperti yang dikatakan oleh Narsan bahwa beliau tidak merasa dirugikan, transaksi sewa pohon mangga ini sangat membantu, karena jika tidak diberi obat (pohonya) maka akan berbuah sedikit dan tidak menentu. ## (3) Mahalnya perawatan pohon Perawatan mulai dari pemupukkan, penyemprotan, dan panen membutuhkan biaya yang sangat mahal, terlebih lagi jika pohon yang disewakan dalam jumlah besar. Sebagian orang ada yang merasa keberatan mengeluarkan uang untuk biaya perawatan, ditambah membayar uang sewa pekerja saat masa panen datang, salah satunya seperti Data yang mana memiliki kebun mangga yang disewakan kepada tengkulak beliau berkata bahwa beliau tidak merasa dirugikan, karena semuanya mempermudah beliau. Jika melakukan perawatan pohon mangga sendiri, maka beliau harus membeli alat, obat-obatan, serta pupuk yang mana harganya akan sangat mahal, juga harus menyewa orang saat panen tiba (pekerja). Alat-alat pendukung perawatan contohnya seperti tong besar (untuk mengisi air dan obat hama), power sprayer (mesin untuk pertanian, khususnya semprot pohon- pohon tinggi), mobil (untuk membawa tong air besar). ## (4) Kebiasaan Praktik sewa menyewa pohon mangga ini sudah berlangsung sejak lama, sekitar tahun ’90 -an. Hal ini diketahui dari wawancara dengan Sukim bahwa beliau sudah mulai menjadi tengkulak mangga sudah sangat lama, sejak tahun 1993. Karena sewa menyewa pohon mangga ini lazim dipandang oleh masyarakat, maka hal ini sudah menjadi kebiasaan yang tertanam oleh mereka bahwa pohon mangga bisa menghasilkan uang dengan mudah tanpa harus merawat dan menunggu musimnya. Sebelum maraknya sewa menyewa pohon mangga, dahulu sudah dipraktikkan penggadaian pohon mangga, seperti penjelasan dari Maman dalam wawancara, bahwa beliau menyewakan pohon mangga ini dari sekitar tahun 1995. Di Desa Situraja ini mulai ramai sewa pohon mangga sekitar tahun 2005, kalau dulu orang biasanya memakai sistem gadai pohon. Ditambah lagi sebagian besar dari mereka tidak mengetahui aturanya dalam hukum Islam mengenai sewa menyewa ini, para tengkulak bersedia menyewa pohon mangga didasarkan oleh dorongan ingin menolong sesama, membantu para petani yang membutuhkan pendapatan sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, seperti yang dijelaskan oleh Sukim bahwa kebanyakan sewa ini tidak untuk usaha, namun untuk saling membantu petani kecil yang membutuhkan, jika mereka sedang tidak butuh biasanya mereka tidak menyewakan pohon mangganya. Begitu pula para pemilik pohon mangga yang hanya akan menyewakan pohon miliknya jika sedang butuh saja, atau terdesak akan sesuatu, jika tidak maka mereka tidak akan menyewakan pohon mangganya. Praktik Sewa Menyewa Pohon Mangga di Desa Situraja Kecamatan Gantar Kabupaten Indramayu Periode Tahun 2020-2021 Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif ## 3. Analisa Praktik Sewa Menyewa Pohon Mangga Di Desa Situraja Dalam Tinjauan Hukum Islam Dalam Islam, tolong menolong adalah sesuatu yang wajib, begitupun dalam bermuamalah, walau muamalah adalah sebuah kegiatan yang mengarah kepada bisnis atau cara mendapatkan penghasilan, tetapi tolong-menolong merupakan hal yang utama, seperti dalam surah Al-Maidah ayat 2: ... َلَع اْوُ نَواَعَ ت َلاَو ۖىٰوْقَّ تلاَو هِِبْلا ىَلَع اْوُ نَواَعَ تَو ِْلاا ى ِْثُ َو ِناَوْدُعْلا َّنِاۗ َٰهللَّا اوُقَّ تاَوۖ ُدْيِدَش َٰهللَّا ِباَقِعْلا “ Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan- Nya.” Dalam terjemahan Tafsir Al Qurthubi 24 , terdapat penjelasan mengenai ayat tersebut, firman Allah Ta’ala: ىٰوْقَّ تلاَو هِِبْلا ىَلَع اْوُ نَواَعَ تَو “ dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.” Al- Akhfasy berkata, “firman Allah ini terputus/terpisah dari firman Allah sebelumnya. Perintah untuk saling tolong menolong dalam mengerjakan kebajikan dan takwa ini merupakan perintah bagi seluruh manusia. Yakni, hendaklah sebagian dari kalian menolong sebagian yang lain. Berusahalah mengerjakan apa yang Allah perintahkan dan mengaplikasikanya, jauhilah apa yang Allah larang dan hindarilah.” Al-Mawardi dalam terjemahan kitab Al-Qurthubi, berkata, “Allah menganjurkan untuk saling tolong menolong dalam kebajikan, dan Allah pun menyertakan ketakwaan kepada-Nya terhadap anjuran itu. Sebab dalam ketakwaan terdapat keridhaan Allah, sedangkan dalam kebajikan terdapat keridhaan manusia. Sementara orang yang menyatukan keridhaan Allah dan keridhaan manusia, maka sesungguhnya sempurnalah kebahagiaanya dan luaslah nikmatnya.” Selanjutnya Allah mengeluarkan larangan, dimana Allah berfirman, ىَلَع ا ْوُن َواَعَت َلَ َو نا َوْدُعْلا َو ِمْثِ ْلَا “ dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran ” ini merupakan ketetapan yang diperuntukkan bagi dosa dan udwan , yaitu menzhalimi manusia. Setelah itu Allah memerintahkan agar bertakwa dan mengeluarkan ancaman secara global. Allah berfirman ِباَقِعْلا ُدْيِدَش َ هاللّٰ َّنِاۗ َ هاللّٰ اوُقَّتا َو “ dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaan- Nya.” Kesimpulan dari tafsir Al-Qurthubi mengenai surah Al-Maidah ayat 2 adalah, Allah memerintahkan untuk saling tolong menolong dalam hal kebaikan, bukan hanya sesama muslim saja, tetapi untuk kemanusiaan. Dan Allah melarang umat-Nya untuk tolong menolong dalam hal yang dilarang oleh Allah. Semuanya adalah demi mencapai kenyamanan dan kemaslahatan bersama. Pada praktik sewa menyewa yang dilakukan oleh warga Desa Situraja, jika dilihat dari rukun dan syarat, hal yang sudah terpenuhi adalah: (1) Terpenuhinya subjek atau Mu’jir dan Musta’jir , yaitu tengkulak dan pemilik pohon mangga. Dalam 24 Muhammad Ibrahim Al-Hifnawi, Tafsir Al Qurthubi Jilid 6, hal. 114-116. buku yang berjudul Fiqh Muamalat. 25 M enurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah disyaratkan telah baligh dan berakal. Oleh sebab itu orang yang belum baligh dan tidak berakal, seperti anak kecil dan orang gila, maka transaksinya tidak sah. Namun, ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa kedua orang yang berakad tidak harus mencapai usia baligh. Oleh karena itu anak yang baru mencapai mumayyiz diperbolehkan melakukan akad ijarah , hanya perlu persetujuan walinya saja. Dalam praktik sewa menyewa yang dilakukan oleh warga Desa Situraja, Dimana kedua orang yang berakad sudah baligh dan berakal sehat (sadar atas apa yang dilakukan), jadi termasuk sah karena sudah memenuhi syarat untuk menjadi subjek (orang yang berakad). (2) Shigat atau ijab dan qabul, diantara tengkulak dan pemilik pohon telah bersepakat akan transaksi yang mereka lakukan, terlihat dari tawar menawar harga yang diakhiri dengan kesepakatan antara keduanya. Dari kedua pihak juga tidak ada yang merasa keberatan, semuanya dilakukan dengan ikhlas. (3) Imbalan, terdapat imbalan sebagai alat tukar dalam transaksi (yang memiliki nilai dan bermanfaat), yaitu pemilik pohon akan memberikan pohon mangganya untuk disewakan kemudian tengkulak akan membayar uang sewa sesuai dengan jumlah yang disepakati. (4) Ma’qud Alaih , yaitu objek yang dapat disewakan, di point ini terdapat hal yang tidak dipenuhi, yaitu manfaat pohon yang disewakan. Memang benar pohon mangga adalah objek sewa, namun bukan untuk diambil manfaatnya, melainkan diambil buah mangga, yang mana sifatnya adalah kebendaan, bukan manfaat seperti yang ada dalam rukun ijarah (sewa-menyewa). Terdapat penjelasan mengenai hal ini dalam buku yang berjudul Hadis Ekonomi 26 , bahwa objek sewa yang dimaksud adalah bukan kebendaan, maka akad ijarah ini tidak berlaku untuk pepohonan yang diambil buahnya, karena buah adalah materi (benda) sedangkan akad ijarah hanya ditujukan untuk manfaatnya saja, yang digunakan untuk usaha produktif, seperti menyewakan tanah untuk pertanian, yang mana penyewa hanya boleh memanfaatkan tanahnya saja unutk pertanian, bukan memiliki tanah seutuhnya. Niat tolong menolong yang dipraktikkan dalam sewa menyewa pohon mangga oleh warga Desa Situraja adalah hal yang baik, juga bisa mempererat tali kekeluargaan dan kekerabatan. namun, aturan tetaplah aturan yang harus ditaati. Dilihat dari praktiknya pun, dapat disimpulkan bahwa transaksi ini mengandung unsur gharar dan maisir , yaitu ketidakjelasan akan hasil dari panen buah mangga, hal mengenai kuantitas dan kualitas tidak dijelaskan dalam akad, pohon bisa berbuah sedikit dan juga bisa berbuah banyak. Jika pohon panen buah dengan jumlah sedikit, maka akan merugikan pihak tengkulak, begitupun jika pohon berbuah banyak, itu akan sangat menguntungkan pihak tengkulak, keuntunganya bisa lebih besar berkali-kali lipat dibanding uang sewa yang dibayarkan kepada pemilik pohon mangga. Seperti dalam Surah Al-Maidah ayat 90: 25 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalat, hal . 279. 26 Idri, Hadis Ekonomi, Ekonomi Dalam Perspektif Hadis Nabi, hal. 233. ۡيَم ۡلا َو ُر ۡمَۡلۡا اََّنَِّا ااۡوُ نَمٰا َنۡيِذَّلا اَهم يَاٰيٰ ُرِس َ ۡلاا َو َو ُباَص ۡن ِهم رس ۡجِر ُم َلا ۡزَ ۡلاا ُهۡوُ بِنَت ۡجاَف ِنٰطۡيَّشلا ِلَمَع ۡن َنۡوُحِل ۡفُ ت ۡمُكَّلَعَل “ Wahai orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” Terdapat penjelasan mengenai surah Al-Maidah ayat 90 dalam buku terjemahan Tafsir Al-Qurthubi, 27 yaitu pembahasan tentang kata ُم َلاۡزَ ۡلاا َو , ia adalah Al Qaddah (batu api atau geretan), pembahasan mengenai hal ini juga sudah dikupas pada awal surah Al-Maidah. Dikatakan bahwa pada saat itu seorang lelaki yang memiliki hajat (maksud) akan datang kepada para penjaga ka’bah dan kha dim-khadim berhala, kemudian para penjaga ka’bah itu masuk ke dalamnya dan keluar dengan membawa panah yang sudah ada tulisanya. Jika yang keluar itu adalah tulisan, “tuhan memerintahkanku” maka lelaki itu akan melaksanakan niat dan maksudnya, baik ia suka atau tidak. Kesimpulan dari penjelasan dalam Tafsir Al-Qurthubi, bahwa yang diumpamakan dengan seorang lelaki yang mengundi nasibnya dengan anak panah adalah lelaki itu menaruh kepercayaan kepada suatu benda yang mana akan memberikan keberuntungan dalam hajat (maksud keperluan) yang akan ia jalani, dan hal ini sudah termasuk syirik (menyekutukan Allah) dimana ia lebih percara hal lain ketimbang percaya kepada Allah SWT. Sama halnya dengan transaksi sewa menyewa yang dilakukan oleh warga Desa Situraja, selain objeknya yang tidak memenuhi syarat, ia juga mengandung unsur ketidakjelasan pada saat panen buah, bisa menimbulkan keuntungan dan kerugian bagi penjual maupun tengkulak. ## 4. Analisa Praktik Sewa Menyewa Pohon Mangga Di Desa Situraja Dalam Perspektif Hukum Positif Dalam peraturan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) tidak dijelaskan secara rinci bab mengenai sewa menyewa pohon. Namun dikatakan dalam bab ketujuh mengenai sewa menyewa bagian kesatu pasal 1549 bahwa 28 : Semua jenis barang, baik yang tidak bergerak, baik yang bergerak dapat disewakan. Mengenai kriteria kebendaan yang bergerak dan tidak bergerak terdapat pada buku kedua tentang kebendaan. Telah dibahas pada bagian keempat pasal 509 KUHPerdata bahwa kebendaan bergerak ialah yang dapat berpindah atau dipindahkan seperti kapal dan perahu. 29 Sedangkan dalam bagian ketiga pasal 506 27 Muhammad Ibrahim Al-Hifnawi, Tafsir Al Qurthubi Jilid 6, hal. 682. 28 Anonim, Kumpulan Kitab Undang-Undang Hukum, hal. 331. 29 Anonim, Kumpulan Kitab Undang-Undang Hukum, hal. 149. KUHPerdata, kebendaan tak bergerak ialah: (1) Pekarangan-pekarangan dan apa yang didirikan di atasnya. (2) Penggilingan-penggilingan, kecuali apa yang nanti akan dibicarakan dalam pasal 510. (3) Pohon-pohon dan tanaman ladang, yang dengan akarnya menancap dalam tanah; buah-buah pohon yang belum dipetik, demikianpun barang-barang tambang seperti: batu bara, sampah bara, dan sebagainya, selama benda-benda itu belum terpisah dan digali dari tanah. (4) Kau tebangan dari kehutan- hutanan dan kayu dari pohon-pohon yang berbatang tinggi, selama kayu-kayuan itu belum dipotong. (5) Pipa-pipa dan got-got yang diperuntukkan guna menyalurkan air pekarangan; dan pada umumnya segala apa yang tertancap dalam pekarangan atau terpaku dalam bangunan rumah. 30 Dalam point nomor tiga, dijelaskan bahwa pohon-pohon dan tanaman ladang termasuk benda yang tidak bergerak dan pada point ke dua dijelaskan bahwa buah- buah pohon yang belum dipetik, yang mana objek dari sewa menyewa yang dilakukan oleh warga Desa Situraja adalah pohon mangga, yang nantinya akan diambil buahnya untuk dijual. Mengenai hal ini dijelaskan dalam pasal 508 KUHPerdata, bahwa yang merupakan kebendaan tak bergerak ialah hak pakai hasil dan hak pakai atas kebendaan tak bergerak, hak pengabdian tanah, hak numpang-karang, hak usaha, bunga tanah (baik berupa uang maupun berupa barang), bunga sepersepuluh, pajak pekan atau pasar (yang diakui oleh pemerintah dan hak-hak istimewa yang melekat padanya, dan gugatan guna menuntut pengembalian atau penyewahan kebendaan tak bergerak. 31 Maksudnya ialah dapat dilihat dari sini bahwa pepohonan adalah kebendaan tak bergerak yang dapat dimanfaatkan untuk suatu usaha. Artinya sewa menyewa pohon mangga diperbolehkan sebagai jalan untuk mendapatkan suatu penghasilan. Masuk ke dalam bab kedelapan tentang Hak Usaha (ERFPACHT) pasal 720 KUHPerdata 32 : Hak usaha adalah suatu hak kebendaan untuk menikmati sepenuhnya akan kegunaan suatu barang tak bergerak milik orang lain, dengan kewajiban akan membayar upeti tahunan kepada si pemilik sebagai pengakuan akan kepemilikanya, baik berupa uang, baik berupa hasil atau pendapatan. Praktik transaksi sewa pohon mangga di Desa Situraja dapat dibilang sudah memenuhi kriteria dalam pasal di atas, yaitu tengkulak dapat menikmati sepenuhnya atas pohon mangga yang ia sewa, dengan imbalan membayarkan beberapa uang sewa tahunan kepada pemilik pohon mangga sesuai dengan harga yang disepakati. Pada praktik sewa pohon mangga ini terdapat kerugian-kerugian yang akan muncul di pertengahan atau akhir, yang mana hasil panen buah mangga tidak disebutkan pada awal perjanjian (kuantitas dan kualitasnya), maka jika salah satu pihak mendapati adanya kerugian dari jumlah panen yang tidak sesuai prediksi awal, maka itu harus ditanggung oleh yang mendapatkan kerugian itu sendiri, tidak membebankanya kepada pihak lawan yang diuntungkan. Hal ini disebutkan dalam 30 Anonim, Kumpulan Kitab Undang-Undang Hukum, hal. 148. 31 Anonim, Kumpulan Kitab Undang-Undang Hukum, hal. 148. 32 Anonim, Kumpulan Kitab Undang-Undang Hukum, hal. 183. Praktik Sewa Menyewa Pohon Mangga di Desa Situraja Kecamatan Gantar Kabupaten Indramayu Periode Tahun 2020-2021 Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif bagian ke empat tentang aturan-aturan yang khusus berlaku bagi sewa tanah pada pasal 1594 KUHPerdata: 33 Si penyewa tidak dapat diberikan pengurangan apabila kerugian penghasilan itu diderita setelah penghasilan ini dipisahkan dari tanah, kecuali jika dalam perjanjian sewa bagi si pemilik harus memikul bagianya dalam kerugian, asal si penyewa tidak lalai menyerahkan kepada si pemilik bagianya dari penghasilan. Begitu pula si penyewa tidak dapat menuntut sesuatu pengurangan, jika hal yang menyebabkan kerugian sudah tidak ada dan sudah diketahui suatu perjanjian sewa dibuat. Pada saat praktik sewa pohon mangga selesai masa akad, terdapat pohon yang memiliki kecacatan, atau terdapat penyakit pada pohon mangga, yang menyebabkan tengkulak selanjutnya enggan untuk menyewa pohon tersebut atau menurunkan harga sewa yang disebabkan kualitas pohon mangga yang kurang baik, maka penyewa sebelumnya harus mengganti kerugian atas rusaknya pohon tersebut, karena rusaknya pohon tersebut disebabkan oleh perawatan yang kurang pasca panen mangga. Terdapat penjelasan dalam pasal 1564 KUHPerdata 34 : Si penyewa bertanggung jawab atas kerusakan yang diterbitkan pada barang yang disewa selama waktu sewa, kecuali jika ia membuktikan bahwa kerusakan itu terjaid di luar salahnya. Namun konsekuensi bagi tengkulak yang lepas tanggung jawab akan hal ini (pohon mangga yang rusak akibat kurangnya perawatan) tidak dijelaskan dalam undang- undang. Kesimpulan dari analisa praktik sewa menyewa pohon mangga dalam perspektif hukum positif adalah bahwa sewa menyewa yang dilakukan oleh warga Desa Situraja sudah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Undang-Undang Hukum Perdata, di mana objek sewa termasuk ke dalam benda tak bergerak yaitu pohon dan buah-buahanya yang boleh dimanfaatkan untuk suatu usaha. Juga terdapat imbalan yang dibayarkan per tahun atau lebih oleh tengkulak kepada pemilik pohon atas manfaat yang diberikan dari pohon tersebut. ## D. KESIMPULAN Pertama; Proses sewa pohon mangga diawali dengan menawarkan pohon mangga kepada tengkulak, untuk menetapkan harga sewa, tengkulak melihat dari ukuran pohon dan kondisi pohon. Setelahnya pihak tengkulak dan pemilik mangga akan melakukan penawaran harga sampai terjadi kesepakatan. Tengkulak akan melakukan kewajibannya sebagai penyewa untuk merawat pohon mangga, perawatan ini berupa pemupukkan, penyemprotan hama dan obat penguat daun dan bunga. Segala perlengkapan untuk panen sampai pekerja sudah disediakan dari pihak tengkulak. Untuk perpanjangan atau pemberhentian kontrak ada pada keputusan pemilik pohon mangga. 33 Anonim, Kumpulan Kitab Undang-Undang Hukum, hal. 338. 34 Anonim, Kumpulan Kitab Undang-Undang Hukum, hal. 334. Kedua; Praktik sewa menyewa pohon mangga di Desa Situraja belum memenuhi rukun sewa yang ditentukan, terdapat kesenjangan pada objek sewa pohon mangga, dimana pohon mangga yang disewakan adalah sebuah benda yang diambil manfaatnya, namun buah bukanlah kebendaan yang memiliki manfaat. Transaksi sewa pohon mangga mengandung unsur gharar ringan, dimana tidak disebutkan mengenai kuantitas dan kualitas hasil panen yang akan didapat, yang menyebabkan kerugian salah satu pihak. Ketiga; Praktik sewa menyewa pohon mangga di Desa Situraja dalam perepektif hukum positif sudah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam KUHPerdata mulai dari subjek, akad yang dilangsungkan, imbalan yang diberikan, sampai objek sewa sudah sesuai dengan yang ada dalam peraturan perundang- undangan. Jadi, diperbolehkan bagi siapa saja yang ingin melakukan usaha atas pohon miliknya dengan jalan sewa pohon mangga. ## REFERENSI: Al Bani, S. M. 2016. Mukhtasar Sahih Muslim. Jakarta: Shahih. Anonim. 2014. Kumpulan Kitab Undang-Undang Hukum. Jakarta: Wacana Intelektual. Anonim. t.thn.. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online . Dipetik April 24, 2021, dari kbbi.web.id: https://kbbi.web.id/praktik.html Ghazaly, A. R. 2018. Fiqh Muamalat. Jakarta: Prenadamedia Group. Harun. 2017. Fiqh Muamalah. Surakarta: Muhammadiyah University Press. Hifnawi, M. I. 2016. Tafsir Al Qurthubi jilid 16. Jakarta: Pustaka Azzam. Hifnawi, M. I. 2016. Tafsir Al Qurthubi Jilid 13. Jakarta: Prustaka Azzam. Hifnawi, M. I. 2016. Tafsir Al Qurthubi Jilid 6. Jakarta: Pustaka Azzam. Hifnawi, M. I. 2016. Tafsir Al-Qurthubi Jilid 3. Jakarta: Pustaka Azzam. Idri. 2017. Hadis Ekonomi, Ekonomi Dalam Perspektif Hadis Nabi. Depok: Kencana. Prasetyo, Y. 2018. Ekonomi Syariah. Bandung: Aria Mandiri Group. Sugiarto, E. 2015. Menyusun Proposal Penelitian Kualitatif Skripsi Dan Thesis. Yogyakarta: Suaka Media.
ed29d080-ce2a-44a9-b562-74505b334bd5
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jvip/article/download/30880/75676579901
## IMPLEMENTASI STANDAR PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DI SMP NEGERI 1 SUNGAI RAYA KABUPATEN KUBU RAYA Lamazi SMPN 1 Sungai Raya Kab. Kubu Raya Email :lamaziasrin@gmail.com ## Abstract The purpose of National Education is to develop the quality of human resources as early as possible in a directional, integrated and comprehensive through various productive and creative efforts by all components of the nation, so that young people can develop optimally. Personnel directly related to the task of providing education is Educators and Education Personnel. The purpose of this study is to obtain descriptive information about the implementation of educator standards and education personnel focused on academic qualifications, physical and spiritual health of educators as well as their competence, academic qualifications and leadership capabilities of the headmaster. With a qualitative approach and case study, this thesis is prepared using primary and secondary data through interview, observation and documentation. Data analysis uses data reduction, presentation, and conclusions. The study found that; educators' academic qualifications meet the standards, the physical and spiritual health of educators, the competence of educators is also good, the academic qualifications of the headmaster have been very feasible, and this certainly has implications on the leadership capability. Keywords: Implementation, Standard, educators and education personnel ## PENDAHULUAN Pendidikan merupakan suatu proses yang bertujuan. Setiap proses yang bertujuan tentunya mempunyai ukuran sudah sampai dimana perjalanan pendidikan kita dalam mencapai suatu tujuan tersebut. Berbeda dengan tujuan fisik seperti jarak suatu tempat atau suatu target produksi, tujuan pendidikan merupakan suatu yang intangible dan terus menerus berubah dan meningkat. Tujuan pendidikan selalu bersifat sementara atau tujuan yang berlari. Hal ini berarti tujuan pendidikan setiap saat perlu direvisi dan disesuaikan dengan tuntutan perubahan. Dalam konteks pendidikan nasional Indonesia diperlukan standar yang perlu dicapai di dalam kurun waktu tertentu di dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan. Hal ini berarti perlu perumusan yang jelas dan terarah dan fisible mengenai tujuan pendidikan. Rumusan tujuan pendidikan dapat berupa tujuan ideal, tujuan jangka panjang, tujuan jangka menengah dan rencana strategis yang terlihat dengan keadaan dan waktu tertentu. Rumusan tujuan pendidikan tersebut mendapat legal formal dengan adanya Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dimana implementasinya dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 yang sekarang diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, dimana salah satu standarnya adalah standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Pendidikan juga merupakan faktor Kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan salah satunya seperti yang telah dimuat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang di dalamnya mencakup dasar dan tujuan, penyelenggaraan pendidikan termasuk wajib belajar, penjamin kualitas pendidikan serta peran serta masyarakat dalam sistem pendidikan nasional. Kebijakan tersebut dibuat untuk menghasilkan Pendidikan Indonesia yang baik dan lulusan berkualitas di sektor jenjang pendidikan. Untuk mendukung hal tersebut terlebih dahulu menentukan standar yang harus menjadi acuan pelaksanaan kegiatan pendidikan, maka untuk itu pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 sebagai pengganti dari peraturan pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Pendidik dan Tenaga Kependidikan sebagai pihak yang berkepentingan secara operasional dan mental harus dipersiapkan dan ditingkatkan profesionalnya, karena hanya dengan demikian kinerja mereka dapat efektif. Apabila standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan sudah sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan, maka tujuan pendidikan akan tercapai. Sekolah yang sudah menerapkan Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan adalah SMP Negeri 1 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya sebagai salah satu lembaga pendidikan formal yang ada di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kubu Raya, diselenggarakan untuk mewujudkan amanat pendiri negara sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa Penyelenggaraan pendidikan di SMP Negeri 1 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya diharapkan sesuai dengan standar nasional pendidikan khususnya mengenai Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 ditinjau dari kriteria minimal tentang Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena Pendidik atau guru memegang peranan sentral dan strategis dalam proses pembelajaran di sekolah. Definisi Pendidik menurut Undang- Undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 39 ayat 2 menyatakan bahwa Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Pengertian Guru atau pendidik dalam Undang-Undang nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bahwa Guru ialah seorang pendidik profesional dengan tugas utamanya mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Sedangkan menurut Sudarwan Danim (2013:17) Guru merupakan pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal. Dan menurut Syaiful Sagala (2013:6) Guru sebagai pendidik adalah tokoh yang paling banyak bergaul dan berinteraksi dengan para murid dibandingkan dengan personel lainnya di sekolah. Dan menurutnya lagi guru bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, melakukan penelitian dan pengkajian, dan membuka komunikasi dengan masyarakat. Kemudian menurut Muhammad Asri Amin (2013:17) Pengertian umum “seorang guru” adalah seseorang yang berdiri di depan kelas, mengajar mengenai suatu pengetahuan dan keterampilan tertentu kepada siswa yang dating untuk belajar. Secara sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan. Impelentasi juga bias diartikan sebagai suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaaan sudah dianggap fix. Di bawah ini ada beberapa definisi tentang implementasi. Menurut Van Meter dan Van Horn dalam Wahab (2005:65) Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Kemudian menurut Mulyasa (2015:178) Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap. Kemudian Erwan Agus Purwanto dan Diah Ratih Sulistyastuti (2015:21) Mengatakan bahwa Implementasi adalah kegiatan untuk mendistribusikan keluaran kebijakan (to deliver policy output) yang dilakukan oleh para implementer kepada kelompok sasaran (target group) sebagai upaya untuk mewujudkan tujuan kebijakan. ## METODE PENELITIAN Penenitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Analisis data kualitatif dilakukan sepanjang penelitian dari awal hingga akhir, tanpa harus menunggu semua data terkumpul. Kegiatan analisis data dimulai dengan menelaah sejumlah data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu hasil wawancara, pengamatan, dokumentasi. Penyajian Data dalam penelitian ini mengumpulkan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan mencermati data-data tentang implementasi standar pendidik dan tenaga kependidikan di SMP Negeri 1 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya, kita akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan lebih jauh menganalisis ataukah mengambil tindakan berdasarkan atas pemahaman yang didapat dan penyajian-penyajian tersebut. Analisis dilakukan terhadap semua data dan informasi yang diperoleh melalui wawancara, observasi dan pengumpulan dokumen mengenai implementasi standar pendidik dan tenaga kependidikan di SMP Negeri 1 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya. Peneliti menganalisis hasil wawancara berdasarkan pemahaman terhadap hal-hal diungkapkan oleh responden, hasil data pengamatan maupun dokumentasi selama proses pengumpulan data. ## Tahap Persiapan Beberapa kegiatan yang dilakukan sebelum peneliti memasuki lapangan. Masing-masing adalah : (1) penyususn rancangan awal penelitian, (2) pengurusan ijin penelitian, (3) penjajakan lapangan dan melengkapi rancangan penelitian, (4) pemilihan dan interaksi dengan subjek dan informan, dan (5) penyiapan piranti pembantu untuk kegiatan lapangan. Perlu dikemukakan, peneliti menaruh minat dan kepedulian terhadap fakta atau gejala-gejala implementasi standar pendidik dan tenaga kependidikan. Pengamatan sepintas sudah dilakukan jauh sebelum rancangan penelitian disusun dan diajukan sebagai topik penelitian. Berbekal pengamatan awal dan telaah pustaka, peneliti mengajukan usulan penelitian tentang implementasi standar pendidik dan tenaga kependidikan pada SMP Negeri 1 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya. Usulan yang diajukan dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan akan diseminarkan dengan mengundang teman sejawat dan pakar. Karena menggunakan pendekatan kualitatif, usulan penelitian ini dipandang bersifat sementara ( tentative ). Karena itu peluang seminar digunakan untuk menangkap kritik dan saran, baik terhadap topik maupun metode penelitian. Berdasarkan kritik dan masukan tersebut, peneliti membenahi rancangan penelitian dan melakukan penjajakan lapangan. Penjajakan lapangan dilakukan dengan tiga teknik secara simultan dan lentur yaitu (1) pengamatan; peneliti mengamati secara langsung tentang manajemen perencanaan yang dilakukan oleh Kepala sekolah dan unsur lainnya di lingkungan SMP Negeri 1 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya, (2) wawancara; secara mendalam peneliti mewancarai beberapa informan, (3) telaah dokumen; peneliti memilih dan merekam data dokumen yang relevan Perumusan masalah dan pemilihan metode peneltian yang lebih tepat dilakukan lagi berdasarkan penjajakan lapangan ( grand tour observation ). Sepanjang kegiatan lapangan, tentunya pusat perhatian dan tekhnik-tekhnik terus mengalami penajaman dan penyesuaian. ## Tahap Pelaksanaan Dalam pelaksanaan penelitian ini, terjadi perubahan dan perbaikan. Tidak hanya menyangkut pusat perhatian penelitian, melainkan juga pada metode penelitiannya. Konsep sampel dalam penelitian ini berkaitan dengan memilih informan atau situasi sosial tertnetu yang dapat memberikan informasi mantap, benar dan terpercaya mengenai unsur- unsur pusat perhatian penelitian. Pemilihan informan mengikuti pola bola salju ( snow ball sampling ). Bila pengenalan dan interaksi sosial dengan informan berhasiil maka ditanyakan kepada orang tersebut siapa-siapa lagi yang dikenal atau disebut secara tidak langsung olehnya. Dengan wawancara peneliti berupaya mendapatkan informasi dengan bertatap muka secara fisik dan bertanya-jawab dengan informan. ## Tahap Akhir Setelah setiap kegiatan penelitian lapangan selesai dilakukan, selanjutnya semua temuan atau data yang diperoleh dilakukan Triangulasi , yaitu pengujian kredibilitas sebagai pengecekan data dari berbagai sumber, cara dan waktu, meliputi : pengolahan data, reduksi data, seleksi data, pengelompokan , dan penyajian data ke dalam pola dan konsultasi , menentukan tema, analisis tema dan kelengkapan data dan konsultasi, uji keabsahan data berdasarkan kelompok data dan konsultasi , membuat draf/rancangan laporan dan konsultasi , menyusun laporan penelitian dan konsultasi , uji hasil (Ujian tesis) , perbaikan tesis dan konsultasi serta penyerahan laporan. ## HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ## Hasil Penelitian Dalam penelitian implementasi standar pendidik dan tenaga kependidikan, peneliti mendatangi SMP Negeri 1 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya dan bertemu kepala sekolah dan pendidik dengan menyerahkan surat ijin untuk mengadakan penelitian. Selanjutnya peneliti mengadakan wawancara dengan kepala sekolah dan beberapa orang pendidik, adapun hasil wawancara adalah sebagai berikut; bahwa kualifikasi akademik pendidik sudah memenuhi Standar Nasional Pendidikan, begitu juga dengan kesehatan jasmani dan rohani pendidik dapat diketahui bahwa tingkat kehadiran di sekolah baik sekali, semua pendidik sudah mampu merencanakan pembelajaran sesuai dengan prinsip pembelajaran serta hasil atau produk RPP yang dipersiapkan untuk pembelajaran oleh pendidik pun sudah sesuai dengan standar proses, persentase tingkat pelanggaran yang dilakukan pendidik minim sekali, sedangkan keterlaksanaan pembinaan terhadap kompetensi kepribadian pendidik yang dilakukan sekolah juga sudah relevan, berdasarkan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengelola sekolah dapat disimpulkan bahwa semua komponen yang disyaratkan sudah terlaksana dengan baik. Sedangkan keberhasilan dalam pengelolaan sekolah berdasarkan tingkat kelulusan, pencapaian ketuntasan belajar dan lulusan yang melanjutkan sekolah semua yang ditargetkan memenuhi 100%, nilai akreditasi sekolah A dan sering mengirim peserta didik untuk mengikuti kompetensi tingkat kabupaten, provinsi dan bahkan tingkat pusat. Dari observasi yang dilakukan oleh peneliti tentang supervisi dan monitoring oleh kepala sekolah sudah berjalan dengan baik dan terjadwal. Para pendidik selalu siap dengan segala perangkat pembelajarannya untuk disupervisi oleh kepala sekolah ketika melaksanakan pembelajaran, setelah itu diadakan evaluasi berkaitan dengan supervise tersebut. Disamping itu kepala sekolah juga melaksanakan monitoring rutin terhadap pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik . ## Pembahasan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 8 Februari 2018 sampai tanggal 8 Juni 2018 pada SMPN 1 Sungai Raya. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti membahas hasil penelitian ini diarahkan pada kajian hasil penelitian dilihat dari implementasi standar pendidik dan tenaga kependidikan di SMP Negeri 1 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya, dari hasil penelitian ini dapat ditemukan bahwa kualifikasi akademik pendidik adalah Standar Kualifikasi Akademik guru/pendidik yang telah ditetapkan yaitu minimal sarjana (S1). Berdasarkan hasil wawancara dan dokumentasi dapat disimpulkan bahwa kualifikasi akademik pendidik dan tenaga kependidikan di SMP Negeri 1 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya telah memenuhi standar kualifikasi akademik yang telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Kemudian, kesehatan jasmani dan rohani pendidik sangat penting dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Berdasarkan hasil wawancara dan dokumentasi tentang kesehatan jasmani dan rohani pendidik di SMP Negeri 1 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya, bahwa guru atau pendidik memiliki kesehatan jasmani dan rohani yang cukup baik untuk menjalankan tugas mengajar dan tugas lainnya berdasarkan persentase kehadiran guru. Adapun hasil wawancara dan dokumentasi berkaitan dengan penelitian tentang kompetensi pendidik di SMP Negeri 1 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya dapat disimpulkan bahwa Kompetesi pedagogik pendidik sebagai agen pembelajaran semuanya sudah mampu merencanakan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran, kemudian hasil atau produk RPP yang dipersiapkan untuk pembelajaran oleh pendidik juga sudah sesuai dengan standar proses. Sedangkan persentase tingkat pelanggran yang dilakukan pendidik yang berkaitan dengan kompetensi kepribadian sebagai agen pembelajaran adalah tidak ada atau 0 %. Jika dilihat dari Kompetensi sosial pendidik di SMP Negeri 1 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya sebagai agen pembelajaran, juga sudah difasilitasi oleh sekolah dalam menyelenggarakan kegiatan untuk pembinaan kompetensi sosial. Sedangkan melalui kompetensi profesional pendidik sebagai agen pembelajaran juga ditunjukkan dengan penguasaan materi yang diampu oleh pendidik sudah sesuai Permendikbud nomor 21 tahun 2016. Disamping itu, sekolah melaksanakan kegiatan terprogram untuk pembinaan kompetensi profesional Pendidik, sehingga ada diantara pendidik yang sudah mengikuti sebagai guru berprestasi di tingkat kabupaten maupun tingkat provinsi. Begitu juga dengan kualifikasi akademik kepala sekolah yang harus memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1). Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah dan hasil dokumentasi di SMP Negeri 1 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya dapat diketahui bahwa kepala sekolah memiliki kualifikasi akademik S2 dan memiliki STTP dari LPMP serta memiliki SK pengangkatan sebagai kepala sekolah dari Bupati Kubu Raya. Dari kualifikasi akademik yang dimiliki oleh kepala sekolah SMP Negeri 1 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya dapat disimpulkan bahwa kualifikasi tersebut sudah memenuhi standar kepala sekolah. Hal ini sejalan dengan permendiknas nomor 13 tahun 2007 tentang standar kepala sekolah/madrasah yang menyatakan bahwa kepala sekolah /madrasah harus memenuhi pesyaratan umum dan persyaratan khusus. Sedangkan persyaratan umum adalah kepala sekolah harus memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana atau diploma empat. Sedangkan persyaratan khusus bagi kepala sekolah/madrasah meliputi; a. berstatus sebagai guru pada jenis atau jenjang sekolah/madrasah yang sesuai dengan sekolah/madrasah tempat yang bersangkutan diberi tugas sebagai kepala sekolah; dan b. memiliki sertifikat kepala sekolah/madrasah pada jenis atau jenjang yang sesuai dengan pengalamannya sebagai pendidik yang diterbitkan oleh Lembaga yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Direktur Jenderal. Kepala sekolah merupakan seorang guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah SMP Negeri 1 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya dan hasil dokumentasi tentang pengalaman sebagai kepala sekolah sudah 12 Tahun, antara lain sebagai kepala SMP Negeri 3 Kuala Mandor B, Kepala SMP Negeri 1 Rasau Jaya dan Kepala SMP Negeri 1 Sungai Raya. Dari hasil wawancara dan dokumentasi tentang pengalaman sebagai kepala sekolah dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah SMP Negeri 1 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya mempunyai pengalaman yang cukup matang sebagai kepala sekolah, sehingga menjadikannya sebagai kepala sekolah yang berhasil dalam melaksanakan standar pendidik dan tenaga kependidikan di SMP Negeri 1 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya. Kemudian berkaitan dengan hasil wawancara, dokumentasi dan observasi tentang keberhasilan pengelolaan sekolah dapat dicapai, hal ini dapat ditunjukkan oleh antara lain; tingkat kelulusan, pencapaian ketuntasan belajar dan lulusan yang melanjutkan sekolah sudah 100% semuanya, pencapaian nilai akreditasi sekolah A, dan beberapa prestasi yang diraih sekolah mulai tingkat kabupaten, provinsi maupun sampai tingkat nasional. Berdasarkan hasil wawancara dan dokumentasi dengan kepala sekolah dan pendidik tentang kemampuan kewirausahaan kepala sekolah dalam menyelenggarakan kegiatan usaha-usaha sekolah yang dipergunakan untuk pusat sumber belajar peserta didik juga terlaksana dengan baik. Kepala sekolah juga melibatkan peserta didik dalam mengelola kegiatan usaha-usaha sekolah tersebut dalam bentuk kantin dan koperasi dengan bekerjasama dengan PT. Sosro. Kemudian hasil wawancara dan dokumentasi serta observasi tentang bagaimana tingkat kemanfaatan/keuntungan dalam aspek pembinaan kesiswaan dengan adanya kegiatan usaha sekolah tersebut baik sebagai sarana unjuk kebolehan/prestasi peserta didik, sebagai tempat pembiasaan, sebagai sarana pengembangan diri, sebagai tempat membina kejujuran, sebagai sarana mengaplikasikan pengetahuan, sebagai sarana praktikum peserta didik, sebagai sarana pembinaan manajemen usaha bagi peserta didik / pendidik sudah berjalan dengan baik dan terprogram melalui kegiatan ekstrakurikuler yang terjadwal. Dari hasil wawancara, dokumentasi dan observasi tentang kemampuan supervisi dan monitoring kepala sekolah kepada pendidik, dapat dijelaskan bahwa kegiatan tersebut sudah berjalan dengan baik dengan dilaksanakannya supervisi setiap satu semester sekali dan evaluasi supervisi diakhir semester. Sementara pengelolaan monitoring oleh kepala sekolah sudah berjalan dengan baik juga yaitu dilakukan diawal dan diakhir pembelajaran. ## SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan berkaitan dengan implementasi standar pendidik dan tenaga kependdiikan di SMP Negeri 1 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; kualifikasi akademik pendidik di SMP Negeri 1 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya sudah memenuhi standar sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu sudah sarjana (S1), begitu juga kesehatan jasmani dan rohani pendidiknya, kompetensi pendidik, kualifikasi akademik kepala sekolah serta epemimpinannya dalam mengelola sekolah sudah sangat baik, dan ini ditunjukkan dengan keberhasilan pengelolaan sekolah yang ditunjukkan antara lain: (1) tingkat kelulusan 100% (2) pencapaian ketuntasan belajar semua yang ditargetkan memenuhi 100%, (3) lulusan yang melanjutkan sekolah 100%, (4) dan nilai akreditasi sekolah A. ## Saran Berdasarkan hasil penelitian dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut; standar kualifikasi akademik pendidik dan kompetensi perlu ditingkatkan, pengelolaan supervisi oleh kepala sekolah perlu melibatkan tim khusus untuk merencanakan supervisi/perangkat instrumen dalam pelaksanaan supervisi, sehingga ada analisa hasil, tindak lanjut hasil temuan, dan sebagainya. ## DAFTAR RUJUKAN Abdul Wahab, Solichin. (2005). Analisis Kebijakan Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: PT. Bumi Aksara Agus Purwanto, Erwan dan Dyah Ratih Sulistyastuti. (2015). Implementasi Kebijakan Publik Konsep dan Aplikasinya di Indonsia . Yogyakarta: Penerbit Gava Media Asri Amin, Muhammad. (2013). Menjadi Pendidik Profesional (Disertai Bimbingan Menjadi Pelatih Andal) . Bandung: Penerbit Nuansa Cendekia Danim, Sudarwan & Khairil. (2015). Profesi Kependidikan . Bandung: Alfabeta Glickman Carl D. (2002 ). Leadership for Learning . Bibliographical Inc Muhammad Amin, Maswardi & Yuliananingsih. (2016). Manajemen Mutu; Aplikasi dalam Bidang Pendidikan . Joqyakarta: Media Akademi. Mulyasa. (2015). Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru Dan Kepala Sekolah. Jakarta: PT Bumi Aksara Nurdin, Diding dan Imam Subawih. (2015). Pengelolaan Pendidikan dan Teori menuju Implementasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 perubahan PP Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Sagala, Syaiful. (2013). Kemampuan Profesional Pendidik dan Tenaga Kependidikan . Bandung: Alfabeta Schunk, Dale H. (2014). Motivation in Education: Theory, Research and Application .USA: Pearson Education.Inc. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Undang-Undang nomor 14 Tahun 2005. Tentang Guru dan Dosen . Wibowo. (2013). Perilaku dalam Organisasi. PT. Rajagrafindo Persada. Jakarta
2c59f8c9-64de-44e2-9c4d-00555e64b21d
https://jurnal.fp.umi.ac.id/index.php/agrotek/article/download/354/297
Abdullah et. al. Multiplikasi Tunas Talas Jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. Antiquorum) dalam berbagai Konsentrasi Ekstrak Ragi dan Ekstrak Biji Jagung in Vitro MULTIPLIKASI TUNAS TALAS JEPANG ( Colocasia esculenta (L.) Schott var. Antiquorum ) DALAM BERBAGAI KONSENTRASI EKSTRAK RAGI DAN ## EKSTRAK BIJI JAGUNG SECARA IN VITRO Shoot Multiplication of Japanese taro (Colocasia esculenta (L.) Schott var. Antiquorum) in Various Concentrations of Yeast Extract and Corn Seeds Extract in vitro ## Abdullah, Dewi Zahrah, Sudirman Numba Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Muslim Indonesia, Makassar Koresponden: Abdullah.abdullah@umi.ac.id dewizahrah0101@gmail.com sudirman.sudirman@umi.ac.id ## ABSTRACT This research aimed to study the effect of various concentrations of yeast extract and corn seed extract in MS culture media on shoot Multiplication of Japanese taro. This research was conducted at the Bio- Science and Plant Reproductive Biotechnology Laboratory, Hasanuddin University (UNHAS), Makassar. The study used a completely randomised design with two treatment factors and seven replications. The first factor was yeast extract: 0%, 6%, 8%, and 10%. The second factor is corn seed extract: 0%, 5%, 10%, and 15%. The data were analysed statistically using ANOVA and LSD 5%. The results showed that the corn seed extract addition had affected no significantly. The treatment of yeast extract significantly affected the time of shoot regeneration, number of shoots, shoot height, and number of roots. Shoot. The concentration of yeast extract of 6% was the best for the multiplication of Japanese taro shoots. Adding 10% corn seed extract and 6% yeast extract was the best for multiplying Japanese taro shoots in vitro. Keywords: Yeast Extract; Corn Seeds Extract; In Vitro; Multiplication; Japanese Taro ## PENDAHULUAN Talas Jepang ( Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum ), termasuk kedalam famili araceae atau dikenal sebagai talas satoimo, merupakan tanaman umbi yang memiliki prospek pengembangan dan nilai ekonomi yang baik, terutama sebagai bahan baku pangan dan industri(pangan dan non- pangan)(Pudjiatmoko, 2008; Sutardjo, 2012). Talas Jepang dikenal masyarakat Toraja (Sulawesi Selatan) dengan nama talas Bithek dan di Buleleng Bali dikenal dengan Keladi Salak karena rangkaian umbinya menyerupai buah salak (LIPI, 2010). Umbi talas Satoimo mengandung nilai nutrisi kompleks, seperti karbohidrat, protein (hyalitrotic acid pemben-tuk collagen), vitamin dan mineral yang cukup tinggi serta zat aktif saponin(Temesgen dan Retta, 2015). Di Jepang digunakan sebagai pengganti beras dan kentang. Dalam bentuk tepung(powder) digunakan sebagai bahan baku makanan kesehatan dan industri farmasi (Agrolawu, 2013). Talas satoimo yang dita-nam(dapat ditanam sepanjang musim) di Indonesia, sangat disukai oleh masyarakat di Jepang. Jepang menjadi tujuan utama ekspor talas satoimo terbesar dengan peningkatan permin-taan 15,5 persen setiap tahun(Kemendag RI, 2020). Namun demikian, tingginya permintaan pasar terhadap talas satoimo tidak berbanding lurus dengan peningkatan produksi. Produksi talas satoimo dunia menurun sebesar 250.000 ton per tahun, sedangkan permintaan mencapai ±360.000 ton per tahun (Louw et al. , 2017). Di Indonesia pengembangan talas satoimo terkendala pada keterbatasan lahan, adanya serangan hama dan Abdullah et. al. Multiplikasi Tunas Talas Jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. Antiquorum) dalam berbagai Konsentrasi Ekstrak Ragi dan Ekstrak Biji Jagung in Vitro penyakit, dan ketersediaan bibit berkualitas belum dapat memenuhi kebutuhan potensi luas tanam (Kemendag RI, 2013). Alternatif yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalahan ketersediaan bibit talas ini adalah melalui penyediaan bibit secara teknik kultur jaringan di laboratorium. Pengembangan melalui teknik kultur jaringan akan dapat dihasilkan bibit berkualitas dalam jumlah banyak. Namun demikian, kemampuan perba-nyakan tanaman melalui teknik kultur jaringan sangat dipengaruhi oleh jenis media, komposisi zat pengatur tumbuh dan suplemen senyawa organic yang digunakan(Zulkarnain, 2009). Beberapa senyawa organik yang memiliki potensi untuk dijadikan sebagai sumber nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam media kultur jaringan, diantaranya ekstrak tauge, air kelapa, ekstrak jagung dan ekstrak ragi(Damiska, dkk. 2015). Penambahan ekstrak ragi dalam media kultur jaringan dapat berfungsi sebagai sumber karbohidrat(karbon), asam amino, vitamin, zat pengatur tumbuh dan substansi senyawa lainnya(George et al. 2008; Molnar et al. 2011; Sridhar dan Aswath 2014), seperti nitrogen yang dibutuhkan dalam proses fisiologis dan metabolisme multiplikasi sel tanaman (Widiastoety dan Kartikanigrum, 2003). Nitrogen berperan dalam proses fisiologis sebagai pembentuk protein, asam nukleat, koenzim, dan berperan dalam pertumbuhan sel, serta menjaga kemampuan sel untuk membentuk enzim(Fukomoto et al. 1957). Penelitian Lubis (2021) telah menunjukkan bahwa penambahan ekstrak ragi dalam media kultur in vitro mampu meningkatkan aktivitas pembelahan sel dan pembentukan tunas pada tanaman krisan. Penambahan 6% ekstrak ragi 6% - 8% dalam media kultur efektif mening-katkan eksplan hidup, jumlah tunas dan tinggi tunas eksplan. Penelitian Indratmo, Karyanti, dan Indrayanti(2016) pada tanaman talas satoimo menunjukkan bahwa ekstrak ragi dapat mempercepat pembentukan tunas baru pada eksplan yang dinisiasi, walaupun jumlah tunas yang dihasilkan masih relatif kecil. Ekstrak bahan organik lain yang berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan tambahan dalam media kultur in vitro yaitu ekstrak biji jagung. Menurut Herawati dkk (2021) ekstrak biji jagung mengandung hormon tumbuh zeatin, auksin dan giberelin yang dapat menstimulasi pembelahan sel, morfogenesis, dan pertumbuhan tunas. Penelitian Damiska, dkk. (2015) menunjukkan pada tanaman manggis dengan penambahan ekstrak ragi 9% dan ekstrak jagung 8% ke dalam media kultur dapat meningkatkan rata-rata jumlah tunas eksplan. Penambahan suplemen organik ekstrak ragi dan ekstrak jagung secara bersama dalam media kultur jaringan untuk perbanyakan talas Satoimo belum banyak diteliti. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui efektifitas penambahan ekstrak ragi dan ekstrak biji jagung manis dalam formulasi media kultur Murashige dan Skoog (MS) untuk meningkatkan potensi multiplikasi tunas talas satoimo secara in vitro. ## BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bio-Sains dan Bioteknologi Reproduksi Tanaman, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin (UNHAS), Makassar. Bahan dan Alat Bahan penelitian yang digunakan adalah bonggol talas jepang, formulasi media MS (Murashige dan Skoog), ekstrak ragi (Merk Fermipan), ekstrak biji jagung manis, aquadest steril, alkohol 70% dan 96%, detergen, bakterisida, fungisida, tween 20, baclyin 50% dan iodine(Bethadin). Adapun alat yang digunakan: autoklaf, magnetic stirrer, gelas ukur, gelas beker, erlenmeyer, aluminium foil, timbangan analitik, pH meter, Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), shaker, bunsen, pinset, botol kultur, skapel, tissue steril, plastic wrap , cawan petri. Alat-alat gelass ware dan aquades disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121ºC dan tekanan 17,5 Psi selama 30 menit. Alat lainnya disterilisasi menggunakan alkohol. ## Metode Penelitian Penelitian dilakukan menggunakan rancangan lingkungan acak lengkap(RAL). Perlakuan pola faktorial dua faktor, yaitu: ekstrak ragi dengan 4 taraf konsentrasi(0%, 6%, 8%, 10%) dan ekstrak jagung dengan 4 taraf konsentrasi(0%, 5%, 10%, 15%). Dari kedua faktor terdapat 16 kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan diulang 7 kali. Data hasil pengamatan dianalisis secara statistik meng-gunakan sidik ragam(anova) dan uji antar perlakuan menggunakan analisis beda nyata jujur(BNJ). Pembuatan Larutan Ekstrak Ragi dan Ekstrak Biji Jagung Ekstrak ragi yang digunakan adalah ragi roti(jenama Fermipan). Ragi dihaluskan dalam mortar sebanyak 20 g dan dilarutkan ke dalam 100 ml aquades steril. Larutan distirer dan dipanaskan hingga suhu 70°C agar butiran ragi menjadi homogen dan membentuk lapisan endapan dan supernatan ragi. Lapisan supernatan di ambil menggunakan pipet tetes sebagai larutan stok konsentrasi 20%. Ekstrak ragi yang telah dibuat dicampurkan sesuai konsentrasi perlakuan yang digunakan(0 %, 6%, 8% dan 10%). Ekstrak biji jagung dibuat dari biji jagung manis segar sebanyak 100 gram ditambahkan 100 ml aquades(1:1), lalu diblender sampai halus (Ulfa, 2014; Pagalla et al ., 2015). Biji jagung yang telah dibelender di sentrifuge dengan kecepatan 3600 rpm selama 35 menit. Ekstrak jagung yang telah dihasilkan digunakan ditambahkan ke dalam media MS sesuai konsentrasi perlakuan(0%, 5%, 10% dan 15%). ## Pembuatan Media Formulasi media kultur perbanyakan adalah media dasar MS dan ditambahkan gula 30 g/l serta bahan pemadat agar-agar 7 g/l. Ekstrak ragi dan jagung ditambahkan ke dalam media dasar MS sesuai perlakuan. pH media kultur pada kisaran 5,5 - 5,8. Media kultur yang telah dibuat dipanas-kan di atas hot plate magnetic stirrer hingga mendidih. Media kultur dimasukkan ke setiap botol kultur sebanyak 20 ml. Media dalam botol kultur disterilisasi dalam autoklaf dengan suhu 121°C dan tekanan 17,5 Psi selama 15 Abdullah et. al. Multiplikasi Tunas Talas Jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. Antiquorum) dalam berbagai Konsentrasi Ekstrak Ragi dan Ekstrak Biji Jagung in Vitro menit. Media kultur diinkubasi dalam ruang kultur selama 3 hari. ## Sterilisasi Umbi Talas Bonggol talas dicuci bersih pada air mengalir dan selanjutnya onggol talas dipotong menjadi beberapa bagian Bonggol talas disterilkan dalam larutan betadhin 5 tetes/100 ml selama 15 menit dan dibilas sebanyak 3 kali dengan aquades steril. Selanjutnya, perendaman dalam larutan bakterisida 2 g/l ditambahkan tween 20 selama satu jam, fungisida 2 g/l ditambahkan tween 20 selama satu jam kemudian dibilas dengan aquadest steril sebanyak 3 kali. Sterilisasi dalam Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), yakni eksplan direndam dalam larutan alkohol 70% selama 15 menit dan dibilas 3 kali. Kemudian direndam kembali dengan bayclin 50% selama 30 menit lalu dibilas dengan aquades steril 4 kali . Penanaman Eksplan Penanaman eksplan dilakukan dalam LAFC( Laminar Air Flow Cabinet ). Sumber eksplan yang telah disterilisasi diletakkan di atas tissue steril dengan menggunakan scalpel dan pinset steril dipotong hingga ukuran ± 1 cm. Potongan eksplan dicelupkan ke larutan betadhin(3 tetes/100ml) dan larutan ascorbic acid (3g/100ml), kemudian ditanam dalam botol kultur(1eksplan/botol kultur) dan ditutup dengan plastic wrap . Botol kultur yang telah ditanami diletakkan dalam rak kultur dan diatur sesuai pola rancangan percobaan yang digunakan. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Waktu Kemunculan Tunas Hasil percobaan menunjukkan bahwa terjadi interaksi ekstrak biji jagung dan ekstrak ragi dalam merespon waktu kemunculan tunas talas jepang satoimo secara in vitro . Fakta ini menggambarkan terjadinya sinergitas antara ekstrak ragi dan ekstrak biji jagung dalam mendorong pertumbuhan eksplan talas jepang satoimo. Dalam ekstrak ragi mengandung asam amino dan protein yang relatif tinggi dan dapat mensubtitusi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan sel tanaman(Damiska dkk., 2015). Selain itu, kandungan asam amino dan vitamin dalam ekstrak ragi dapat meningkat-kan metabolisme hormon tumbuh endogen, seperti IAA yang dibentuk dari triptopan (Gansau et al ., 2015). Ekstrak biji jagung mengandung sitokinin alami, (Pinto et al., 2012), karbohidrat dalam bentuk gula seder-hana yang berperan dalam proses metabolism sel pada awal pertumbuhan (Kasi et al., 2021). Pola pengaruh ekstrak ragi pada berbagai konsentrasi ekstrak jagung menun-jukkan adanya peningkatan kecepatan waktu bertunas dari eksplan talas Jepang Satoimo. Penambahan ekstrak ragi 6% pada media kultur MS yang mengandung ekstrak jagung 10% memperlihatkan pertumbuhan tunas lebih cepat(7 hst) dibandingkan dengan penambahan ekstrak ragi 0%, 8%, dan 10%. Terdapat kecenderungan setiap peningkatan konsentrasi ekstrak ragi pertumbuhan eksplan talas semakin melambat (Gambar 1). Penelitian Indratmo, Karyanti, dan Indrayanti(2016) menunjukkan bahwa ekstrak ragi dapat mempercepat pembentukan tunas baru pada eksplan talas Jepang yang dinisiasi, 10,14 7,57 7,29 7,86 7,71 8,14 7,00 7,57 7,71 7,43 7,57 7,57 9,14 9,00 8,43 9,29 0 2 4 6 8 10 12 0 % 5 % 1 0 % 1 5 % W ak tu K e m u n cu la n T u n as (H st ) Ekstrak Biji Jagung(%) E k s t r a k R a g i ( % ) 0% 6% 8% 10% walaupun jumlah tunas yang dihasilkan relatif sedikit. Gambar 1. Pengaruh ekstrak ragi pada berbagai taraf ekstrak jagung terhadap waktu kemunculan tunas eksplan talas Jepang Satoimo ## Jumlah Tunas Pembentukan tunas talas jepang Satoimo dalam media kultur MS lebih responsif terhadap ekstrak ragi dibandingkan dengan ekstrak biji jagung. Penambahan ekstrak ragi 6% ke dalam media MS dapat membantu dalam peningkatan jumlah tunas talas jepang. Demikian halnya, penambahan ekstrak biji jagung hingga 15% ke dalam media kultur terdapat kecenderungan laju pembentukan tunas juga meningkat, walaupun berpengaruh secara tidak signifikan. Pada ekstrak jagung kaya akan sitokinin yang dapat memacu proliferasi tunas dalam kultur jaringan(Kasi et al., 2021). Hasil yang sama, ditunjukkan Desy, Mukarlina, dan Elvi Rusmiyanto(2023) pada tanaman nanas bahwa penambahan ekstrak biji jagung 15% dan dikombinasi kan dengan 10 -7 M NAA berpengaruh nyata terhadap waktu muncul tunas (hari), jumlah tunas (tunas), jumlah daun (helai) dan tinggi planlet (cm). Gambar 2. Pengaruh ekstrak ragi pada berbagai taraf ekstrak jagung terhadap jumlah tunas eksplan talas Jepang Satoimo 2,00 3,29 3,29 3,57 2,57 1,86 3,29 2,57 3,00 2,00 2,14 2,14 1,43 2,43 1,57 1,71 0 1 2 3 4 0 % 5 % 1 0 % 1 5 % Jum la h T u n as Ekstrak Biji Jagung(%) 0% 6% 8% 10% Ekstrak Ragi(%) Abdullah et. al. Multiplikasi Tunas Talas Jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. Antiquorum) dalam berbagai Konsentrasi Ekstrak Ragi dan Ekstrak Biji Jagung in Vitro Sebaliknya, pada ekstrak ragi semakin tinggi konsentrasi yang diberikan ada kecenderungan pertambahan jumlah tunas tertekan. Hal ini terlihat pada perlakuan tanpa pemberian ekstrak ragi(0%) jumlah tunas yang terbentuk tertinggi(3,57 tunas) dibandingkan dengan penambahan 8% dan 10% ekstrak ragi(Gambar 2). Menurut Herawati dkk. (2021) ekstrak biji jagung mengandung hormon tumbuh zeatin (sitokinin), auksin dan giberelin yang dapat menstimulir pembelahan dan perkembangan sel, yang berimplikasi terhadap pertumbuhan tunas dan morfoge-nesis. Hal sama, telah dibuktikan Herawati dkk. (2021) dengan penambahan 10% ekstrak jagung dapat meningkatkan daya multiplikasi tunas pada tanaman anggrek. Tinggi Tunas (cm) Rata-rata tinggi tunas talas jepang memiliki pola yang berbeda dengan penga-matan pertumbuhan lainnya. Hasil penelitian menunjukan bahwa tinggi tunas planlet talas satoimo lebih rendah dalam media kultur dengan konsentrasi ekstrak ragi dan ekstrak biji jagung yang lebih tinggi (Gambar 3). Hasil ini menunjukkan suplemen senyawa organik(ekstrak ragi dan biji jagung) hanya memberikan respon pada awal pertumbuhan eksplan talas Jepang. Walaupun, dalam biji jagung mengandung zeatin merupakan jenis sitokinin alami, protein, karbohidrat, dan kandungan nutrisi lainnya yang mampu merangsang pembentukan tunas suatu tanaman(Damiska et al., 2015). Fitohormon zeatin yang terdapat pada ekstrak biji jagung berperan dalam proses pembelahan sel dan merangsang pertumbuhan tunas (Maida, 2020). Gambar 3. Pengaruh ekstrak ragi pada berbagai taraf ekstrak jagung terhadap tinggi tunas eksplan talas Jepang Satoimo ## Jumlah Akar Pembentukan akar pada eksplan talas jepang satoimo menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak ragi dan biji jagung yang ditambahkan dalam media kultur. Bahkan jumlah akar yang terbentuk pada media tanpa penambahan ekstrak ragi dan ekstrak biji jagung lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan ekstrak ragi dan ekstrak biji Ekstrak Ragi(%) 3,87 2,64 2,39 2,81 1,83 1,44 1,99 1,71 1,64 1,81 1,50 1,71 1,39 1,40 1,53 1,33 0 1 2 3 4 5 0% 5% 10% 15% Ti n gg i T u n as ( cm ) Ekstrak Biji Jagung(%) 0% 6% 8% 10% Ekstrak Ragi(%) Abdullah et. al. Multiplikasi Tunas Talas Jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. Antiquorum) dalam berbagai Konsentrasi Ekstrak Ragi dan Ekstrak Biji Jagung in Vitro jagung(Gambar 4). Ekstrak ragi dan ekstrak biji jagung tidak menunjukkan peran secara signifikan dalam proses pembentukan akar pada eksplan talas jepang. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan terjadinya penekanan proses pembentukan akar pada planlet talas. Gambar 4. Pengaruh ekstrak ragi pada berbagai taraf ekstrak jagung terhadap pembentukan akar eksplan talas Jepang Satoimo Jumlah Daun Hasil pengamatan terhadap jumlah daun eksplan talas jepang pada berbagai konsentrasi suplemen ekstrak ragi dan biji jagung menunjukkan respon yang tidak signifikan. Terdapat kecenderungan pola respon yang diperlihatkan terjadinya penurunan atau penghambatan pemben-tukan daun setiap peningkatan konsentrasi ekstrak ragi dan biji jagung(Gambar 5). Gambar 5. Pengaruh ekstrak ragi pada berbagai taraf ekstrak jagung terhadap pembentukan daun eksplan talas Jepang Satoimo ## KESIMPULAN Penambahan ekstrak biji jagung ke dalam media kultur MS(Murashige & Skoog) berpengaruh tidak signifikan terhadap daya multiplikasi tunas talas jepang Satoimo secara in vitro. Sedangkan, penambahan ekstrak ragi 6% ke dalam media kultur MS memberikan 15,71 13,43 12,29 10,43 5,86 3,71 8,00 4,14 3,43 5,00 3,86 5,71 4,14 4,14 4,57 4,43 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 0% 5% 10% 15% J u m la h A ka r Ekstrak Biji Jagung(%) 0% 6% 8% 10% Ekstrak Ragi(%) 9,71 9,14 9,14 7,57 7,57 6,00 6,71 7,57 7,57 7,71 6,29 6,57 4,86 7,00 5,57 7,14 0 2 4 6 8 10 12 0% 5% 10% 15% Jum la h D au n (H e la i) Ekstrak Biji Jagung(%) 0% 6% 8% 10% Ekstrak Ragi(%) Abdullah et. al. Multiplikasi Tunas Talas Jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. Antiquorum) dalam berbagai Konsentrasi Ekstrak Ragi dan Ekstrak Biji Jagung in Vitro pengaruh secara signifikan terhadap komponen daya multiplikasi(waktu muncul tunas, jumlah tunas, tinggi tunas, dan jumlah akar) tunas talas jepang Satoimo secara in vitro. Penambahan 6% ekstrak ragi dan 10% ekstrak jagung ke dalam media kultur formulasi MS secara sinergis dapat mempercepat daya multiplikasi tunas talas jepang Satoimo. ## UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih pimpinan UPT Hortikultura dan Tanaman Perkebunan Kabupaten Bantaeng yang menyediakan bibit talas jepang dan pimpinan Laboratorium Bio-Sains dan Bioteknologi Reproduksi Tanaman, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin (UNHAS), Makassar yang menyediakan tempat penelitian. ## DAFTAR PUSTAKA Dasmika S, R.S Wulandari dan H Darwati. 2015. Penambahan Ragi dan Ekstrak Biji Jagung Terhadap Pertumbuhan Tunas Manggis Secara In Vitro. Jurnal Hutan Lestari .3(1):35-42. Fukomoto, J., T. Yamamoto, D. Tsuru and K. Tchikawa.1957. Effect of nitrogen source. Proceedings of the international symposium on enzyme chemistry. Tokyo and Kyoto, Pergamon Press. Los Angeles:479 - 482. Gansau J. A., Roslina J., dan Spiridrin S. J. 2015. Effect Of Yeast Extract And Coconut Water On Protocorm Proliferation And Growth Development Of Dimorphorchis Rossii. Acta Biologica Malaysiana . 4(2)59-63. George EF, Hall MA, De Klerk GJ. 2008. Plant Propagation by Tissue Culture 3rd Ed. Vol 1. The Background. Springer.Netherland. Herawati D., Murkarlina dan Z. Zakiah. 2021. Multiplikasi Anggrek Dendrobium sp. dengan Penambahan Ekstrak Jagung ( Zea mays ) dan Napthalaena Acetis Acid (NAA) secara In Vitro.6(1):38-47. Karjadi, A. K. 2016. Kultur Jaringan dan Mikropropagasi Tanaman Kentang (Solanum Tuberosum L.). Balai Penelitian Tanaman Sayuran.8:1- 10. Kasi, P.D., S. Cambaba, dan W. Sanggola, 2021. Aplikasi ekstrak jagung dan air kelapa sebagai zat pengatur tumbuh alami pada pertumbuhan awal bibit apel. Jurnal Pertanian Berkelanjutan, 9(3): 195-201. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. 2020. Umbi-umbian HS 0714 .Osaka: Indonesian Trade Promotion Center. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.2013. Market Brief: Ubi kayu, Ubi jalar dan Talas . Tokyo: Market Brief Atdag Tokyo. [LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia . 2010. Talas Bisa Jadi Bahan Pangan Alternatif. Louw, A.E., H. Kesaulya, dan I. J. Lawalata, 2017. Perbanyakan Mikro Colocasia esculenta (L.) Shott var. antiquorum melalui Penggunaan IAA: J. Budidaya Pertanian . 14(1):28-34. Lubis, Alfindra N W. 2021. Pengaruh Ekstrak Ragi dalam Menginduksi Tunas Krisan ( Chrysanthemum indicum L.) pada Beberapa Sumber Eksplan Secara In Vitro.[Sripsi].Padang:Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Pagalla DV, Andi IL, Masniawati, 2015. Respon Pertumbuhan Propagul Pisang Ambon Hijau Musa Acuminata Colla Pada Beberapa Abdullah et. al. Multiplikasi Tunas Talas Jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. Antiquorum) dalam berbagai Konsentrasi Ekstrak Ragi dan Ekstrak Biji Jagung in Vitro Konsentrasi Ekstrak Jagung Muda Secara In Vitro. [Skripsi]. Makassar. Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin, Makassar. Pinto, P.S., I.K. Prasetyo, dan J. Rahaju. 2012. Optimasi pertumbuhan bibit apel (Malus sylvestris Mill.) dengan menggunakan cytokinin alami. Primordia,8(2): 38–52. Pudjiatmoko, 2008. Talas Jepang Satoimo. http://atanitokyo.blogspot.com/200 8/04/talas-jepang-satoimo.html . Diakses 15 Agustus 2023. Sridhar TM, Aswath CR. 2014a. Influence of Additives on enhanced in vitro Shoot Multiplication of Stevia rebaudiana (Bert.)—An Important Anti Diabetic Medicinal Plant. Am. J. of Plant Scie.,5:192-199. Temesgen, M dan N. Ratta. 2015. Nutritional potential, Health and Food Security Benefits of Taro Colocasia esculenta (L.): A Review. The Open Food Science Journal 36:23-30. Ulfa F, 2014. Peran Senyawa Bioaktif Tanaman Sebagai Zat Pengatur Tumbuh Dalam Memacu Produksi Umbi Mini Kentang Solanum tuberosum L. Pada Sistem Budidaya Aeroponik [Disertasi]. Makassar. Program Studi Ilmu Pertanian Pasca Sarjana. Universitas Hasanuddin, Makassar. Wati RS, Isda MN, Fatonah S, 2015. Induksi Tunas dari Eksplan Bonggol Pisang Udang ( Musa acuminata Colla) Secara In Vitro Pada Media MS dengan Penambahan BAP dan Kinetin. Repository FMIPA. Pekan Baru. Universitas Bima Widya Pekanbaru. Hal 1-6. Widiastoety, D. dan Kartikanigrum. 2003. Pemanfaatan Ekstrak Ragi dalam Kultur In Vitro Planlet Media Anggrek. Cianjur J. Hort . 2:60-66. Zulkarnain, H. 2009. Kultur Jaringan . Jakarta:Bumi Aksara.
01354906-9cec-481a-92e2-dda21a2de3bb
http://ejournal.iainmadura.ac.id/index.php/kiddo/article/download/11576/3854
## KIDDO : JURNAL PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI http://kiddo@iainmadura.ac.id E-ISSN : 2716-1641; P-ISSN: 2716-0572 ## Eksplorasi Peran Lingkungan dalam Masa Transisi Pendidikan Anak Usia Dini ke Sekolah Dasar Siti Hanifah Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia email: sitihanifah@upi.edu ## Euis Kurniati Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia email: euiskurniati@upi.edu Abstract Keywords: The Role of the Environment; Preschool to Elementary Transition; Ecological Theory; The transition from early childhood education to primary school is a crucial period in a child's educational development. The learning environment provided during this phase plays an important role in supporting adaptation, social-emotional development and academic skills. The aim of the study was to explore the role of the environment in the transition from ECE to primary school. The method used in the study was Systematic Literature Review. The literature review describes an in-depth understanding of how the environment can be improved to support the transition and holistic development of children from the ECE phase to primary school. The data analysis used is thematic data to organize, analyze and conclude the discussion with the keywords of the role of the environment, the transition from ECE to PS, and ecological theory. The results showed that a well-designed environment can optimize children's learning experiences, stimulate interest in learning, and develop children's growth and development. ## Abstrak Kata Kunci: Peran Lingkungan; Transisi PAUD ke SD; Teori Ekologi; Transisi anak dari PAUD ke SD merupakan periode krusial dalam perkembangan pendidikan anak. Lingkungan belajar yang disediakan selama fase ini memiliki peran penting dalam mendukung adaptasi, perkembangan sosial emosional dan keterampilan akademik. Tujuan dalam penelitian adalah mengeksplorasi peran lingkungan dalam masa transisi PAUD ke SD. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah Systematic Literature Review. Tinjauan literature review mendeksripsikan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana lingkungan dapat ditingkatkan untuk mendukung transisi dan perkembangan holistik anak dari fase PAUD ke SD. Analisis data yang digunakan berupa data tematik untuk menyusun, menganalisis dan menyimpulkan pembahasan dengan kata kunci peran lingkungan, transisi paud ke sd, dan teori ekologi. Hasil penelitian didapatkan bahwa pentingnya peran aktif dan berkolaborasi dari lingkungan pendidikan dalam menciptakan transisi yang baik bagi anak. dengan fokus pada aspek sosial dan emosional, lingkungan dapat memberikan fondasi yang kokoh untuk perkembangan anak selama transisi PAUD ke SD. Selain itu, pentingnya program kolaboratif antara lembaga PAUD dan SD untuk menyelaraskan kurikulum dan mendukung adaptasi anak- anak terhadap perubahan lingkungan belajar. ## 1. Pendahuluan Fenomena kesenjangan pola pendidikan antara PAUD dan SD mencerminkan perbedaan dalam pendekatan dan kualitas pembelajaran yang diterapkan di kedua tingkat pendidikan tersebut. Perbedaan ini dapat mencakup aspek kurikulum, metode pembelajaran dan sumber daya yang tersedia, menciptakan ketidakseimbangan dalam persiapan anak usia dni memasuki pendidikan formal. Pendidikan anak usia dini adalah layanan pendidikan krusial yang membawa anak menuju tahap awal pendidikan dasar sehingga pada pendidikan anak usia dini, sekolah haruslah menyenangkan (Maghfiroh et al., 2020). Sekolah yang menyenangkan bagi anak memiliki dampak yang baik bagi pada proses pembelajaran. Menurut Bidi (2023) saat siswa merasa senang dan nyaman di lingkungan sekolah, siswa lebih cenderung belajar dengan efektif karena keterbukaannya terhadap materi yang diajarkan oleh guru. Dalam beberapa dekade terakhir, terutama di kelas awal sekolah dasar ada tekanan yang bersar terhadap siswa terkait kemampuan membaca, menulis dan berhitung atau yang dikenal sebagai calistung. Hal ini menimbulkan kecemasan dan ketakutan bagi siswa yang baru masuk ke pendidikan dasar sehingga mempengaruhi pengalaman belajar siswa secara keseluruhan. Program “Merdeka Belajar Episode ke - 24” yang digagas oleh Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menjelaskan pentingnya menjadikan transisi dari pendidikan anak usia dini ke sekolah dasar sebagai proses yang menyenangkan dan mendukung kesiapan anak sebelum memasuki jenjang pendidikan yang lebih formal (Wijaya, 2023). Melalui program ini, pemerintah mengakui bahwa masa transisi bukan hanya sekadar dari satu lingkungan pendidikan ke lingkungan lain, melalinkan juga merupakan bagian dari peristiwa yang berkelanjutan dalam kehidupan anak. Fenomena transisi merupakan isu yang penting dikaji (Pebriani, 2023). Mendiskusikan isu transisi secara lebih mendalam memungkinkan pengembangan strategi yang lebih baik untuk mendukung anak-anak dalam menghadapi perubahan ini dengan lebih Received : 26 Desember 2023; Revised: 19 Januari 2024; Accepted: 27 Februari 2024 Copyright© Siti Hanifah, et.al. With the licenced under the CC-BY licence http://doi.org/10.19105/kiddo.v5i1.11576 This is an open access article under the CC – By baik, sehingga mereka dapat beradaptasi dengan lancar dan meraih pengalaman pendidikan yang positif. Fase transisi mempengaruhi anak secara menyeluruh, dari kesiapan anak dalam menghadapi perubahan lingkungan, hingga adaptasi terhadap tuntutan baru. Di beberapa negara berkembang, transisi pendidikan dapat berkaitan erat dengan upaya untuk mengatasi ketidaksetaraan akses pendidikan, meningkatkan mutu pembelajaran dan menyesuaikan kurikulum. Salah satunya di Eropa sudah memperhatikan transisi untuk merancang khusus transisi PAUD ke SD dengan mempersiapkan anak untuk siap bersekolah ke jenjang lebih formal (González-Moreira et al., 2021). Masuk ke sekolah dasar menandai awal dari transisi pendidikan anak, merepresentasikan peralihan dari tahap pendidikan anak usia dini ke pendidikan dasar (Winitri dkk, 2020). Pendidikan anak usia dini adalah landasan utama yang secara strategis membentuk potensi manusia (Afdalipah et al., 2020). Pentingnya mendukung anak dalam menghadapi transisi ini dengan memberikan lingkungan yang mendukung, dukungan emosional, dan pembimbingan yang sesuai. Mempersiapkan secara holistik untuk menghadapi tantangan dan peluang baru yang muncul selama transisi ke sekolah dasar menjadi fokus utama dalam memastikan pengalaman pendidikan yang positif. Dalam penelitian terkait transisi PAUD ke SD yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian oleh Hasanah (2023) dengan judul Perencanaan Pembelajaran Literasi dengan Media Flashcard pada Murid Transisi PAUD-SD . Penelitian ini menjelaskan bahwa penerapan media flashcard sebagai alat untuk mengembangkan keterampilan literasi pada anak-anak yang berada dalam fase kritis transisi antar- tahap pendidikan. Kemudian penelitian Maulani & Mutiara (2023) dengan judul Transisi PAUD SD : Implementasi Program pengenalan Sekolah Dasar di Taman Kanak-Kanak . Penelitian ini menjelaskan strategi dan pelaksanaan program yang dirancang untuk memfasilitasi transisi yang mulus dari pendidikan anak usia dini (PAUD) ke Sekolah Dasar (SD). Penelitian ini berkonsentrasi pada langkah-langkah praktis, kurikulum yang disesuaikan, dan upaya penerapan kegiatan sosialisasi yang bertujuan membantu anak-anak mempersiapkan transisi mereka ke lingkungan sekolah yang lebih besar dan terstruktur. Penelitian Hasmalena (2023) dengan judul Pengembangan Media Video Animasi 2D Materi Regulasi Diri Untuk Masa Transisi Ke SD . Pengembangan media video animasi 2D untuk materi regulasi diri dalam transisi menuju Sekolah Dasar (SD) bertujuan menyediakan alat pembelajaran yang menarik bagi anak-anak untuk memahami dan mengelola emosi, perilaku, dan interaksi sosial. Penelitian dari H Rika, (2023) dengan judul Peningkatan Peran Orang Tua dalam Mendukung Penguatan Transisi PAUD Ke SD Yang Menyenangkan Di TK Kemala Bhayangkari 07 Cabang Gowa Melalui Kegiatan Seminar Parenting. Penelitian ini membahas peningkatan peran orang tua dalam mendukung transisi yang menyenangkan dari pendidikan anak usia dini (PAUD) ke Sekolah Dasar (SD) melalui kegiatan seminar parenting. Kemudian penelitian dari Wulandari & Fachrani (2023) dengan judul Analisis Perspektif Orang Tua Terhadap Anak Mahir Calistung Sebagai Persiapan Transisi PAUD . Penelitian membahas tentang perspektif orang tua terhadap calistung di masa transisi PAUD. Penelitian yang sudah dilakukan terkait transisi PAUD ke SD, keseluruhan penelitian menyoroti pentingnya pendekatan multidimensi dan kolaborasi antara pendidik, orang tua, dan lingkungan sekitar anak dalam mendukung transisi yang sukses dari PAUD ke SD. Strategi- strategi yang beragam ini menunjukkan bahwa mempersiapkan anak- anak untuk transisi pendidikan membutuhkan perhatian yang holistik terhadap berbagai aspek perkembangan anak. Namun, transisi ke SD bukan hanya tentang perubahan kurikulum tetapi juga pergeseran lingkungan belajar, baik secara fisik maupun sosial, yang dapat memengaruhi pengalaman pendidikan anak secara menyeluruh. Faktor-faktor lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat menjadi kunci penting dalam membentuk pengalaman transisi yang positif bagi anak-anak. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis akan menjelaskan penelitian mengenai peran lingkungan dalam masa transisi PAUD ke SD. Pentingnya lingkungan dalam transisi PAUD ke SD juga terkait dengan penyesuaian anak terhadap tuntutan akademik yang lebih tinggi, perubahan dalam cara belajar, dan integrasi dalam lingkungan yang lebih besar. Penelitian ini juga menggunakan teori ekologi yang memiliki kaitan dengan masa transisi. Lingkungan yang mendukung dan merangsang dapat membantu anak mengatasi tantangan transisi tersebut. Tulisan ini bertujuan untuk mengeksplorasi peran lingkungan dalam masa transisi PAUD ke SD. Tulisan ini akan mendeskripsikan transisi PAUD ke SD, teori ekologi dalam transisi PAUD ke SD, dan peran lingkungan dalam masa transisi PAUD ke SD. ## 2. Metode Penelitian ini menggunakan pendekatan Systematic Literature Review (SLR). Penelitian SLR melakukan analisis menyeluruh terhadap berbagai sumber yang relevan dengan topik yang disorot dalam penelitian (Handayani, 2021). Bertujuan untuk mengeskplorasi peran lingkungan dalam transisi PAUD ke SD. Hal yang dilakukan melibatkan perumusan pertanyaan penelitian yang spesifik dan relevan. Pencarian literature dilakukan secara sistematis melalui basis data akademis melalui google schoolar. Dimana kriteria inklusi dan ekslusi yang telah ditetapkan untuk menyaring sumber literature yang relevan. Setelah seleksi sumber literatur, dilakukan pemilihan data dari setiap artikel yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi artikel yang digunakan adalah artikel yang mengidentifikasi tentang transisi PAUD, dan artikel yang ditulis menggunakan Bahasa Indonesia. Kriteria eksklusi artikel yaitu artikel yang tidak menggunakan bahasa Indonesia dan susunan artikelnya tidak lengkap. Analisis data yang digunakan adalah data tematik untuk mengidentifikasi kata kunci yang berkaitan peran lingkungan, transisi paud ke sd, dan teori ekologi. Data tematik yang dilakukan yaitu memeriksa tema tentang peran lingkungan, transisi paud ke sd, dan teori ekologi secara luas, mencari pola atau tema untuk pengkodean, meninjau ulang tema dan menyelesaikan laporan. Evaluasi mendalam dilakukan terhadap temuan-temuan tersebut untuk menyusun sintesis yang komprehensif dan menjelaskan tentang peran lingkungan dalam masa transisi anak. ## 3. Hasil dan Pembahasan Transisi PAUD ke SD Transisi PAUD ke SD merupakan perubahan penting dalam kehidupan anak yang mempengaruhi bagaimana anak belajar dan berinteraksi. Proses transisi melibatkan anak pindah dari lingkungan PAUD yang kecil ke lingkungan pendidikan dasar yang lingkungan besar. Dalam proses transisi diperlukannya keterlibatan, kerjasama dan komunikasi antara anak, keluarga, sekolah dan masyarakat menjadi kunci dalam mempromosikan kesiapan sekolah dan memastikan transisi yang positif bagi anak (Mustifa, 2019). Hal yang harus disadari bahwa PAUD berfokus pada pengembangan kemampuan sosial, emosional dan fisik anak melalui pendekatan bermain dan eksploratif. Sementara itu, di tingkat SD, pendidikan lebih terstruktur dengan penekanan pada pembelajaran akademis. Kesenjangan ini dapat mengakibatkan beberapa tantangan, seperti kesulitan adaptasi anak-anak dari pengalaman belajar yang lebih bebas di PAUD ke struktur pembelajaran formal di SD. Transisi mencakup perubahan yang melibatakan metode pengajaran, pengaturan waktu, pandangan terhadap pendidikan, tanggung jawab belajar, tuntutan baru, perubahan pendekatan pembelajaran, revisi aturan dan nilai-nilai, serta perubahan dalam iklim pendidikan secara menyeluruh (Winitri dkk, 2019) . Selama transisi ini, anak dihadapkan pada perubahan yang mencakup perubahan sosial, emosional, dan kognitif. Anak harus menyesuaikan diri dengan lingkungan yang lebih besar, mulai dari interaksi dengan guru yang lebih formal hingga penyesuaian dengan tugas-tugas akademik yang lebih kompleks. Proses transisi ini dapat mempengaruhi perkembangan sosial anak, integrasi anak dalam lingkungan belajar yang baru, serta penyesuaian terhadap tuntutan akademis yang berbeda. Dalam hal ini, penting bagi pendidik, orang tua, dan komunitas untuk memberikan dukungan yang kokoh dan lingkungan yang mendukung bagi anak-anak dalam menghadapi transisi dari PAUD ke tahap pendidikan selanjutnya. Transisi PAUD memberikan implikasi kepada orang tua adalah orang tua senantiasa untuk membantu anak mempersiapkan transisi yang menyenangkan, implikasi kepada guru adalah membuatkan program transisi yang bertujuan untuk mempersiapkan anak mengalami transisi yang tidak membuat anak stres dan phobia sekolah, serta pembuat kebijakan dapat menciptakan kebijakan yang mendukung transisi anak secara optimal. Dalam mengatasi fenomena transisi PAUD ke SD, lingkungan dapat memainkan peran penting melalui berbagai solusi yang melibatkan kolaborasi, dukungan psikososial, dan peningkatan kualitas pendidikan. Melalui peran aktif dan berkolaborasi dari lingkungan pendidikan, solusi ini dapat menciptakan transisi yang lebih mulus dan positif bagi anak. Dengan demikian, memberikan perhatian khusus pada aspek sosial, emosional, dan psikologi, lingkungan dapat membantu membentuk fondasi yang kuat untuk keberhasilan anak-anak selama masa transisi. Transisi dalam pendidikan anak usia dini didukung oleh teori ekologi yang menjadi landasan dalam memahami perubahan lingkungan serta pengaruhnya terhadap perkembangan anak. Teori ekologi dalam masa transisi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) memberikan pandangan yang luas tentang interaksi kompleks antara individu dan lingkungan selama proses transisi. Teori ini menyoroti pentingnya memperhatikan peran lingkungan dalam memengaruhi perkembangan anak saat beralih dari pendidikan anak usia dini ke pendidikan formal yang lebih tinggi seperti sekolah dasar. Teori ekologi yang digunakan oleh Urie Bronfenbrenner. Menurut Bronfenbrenner (Rosa & Tudge, 2013) teori ekologi perkembangan manusia melibatkan studi ilmiah tentang bagaimana manusia aktif berkembang dan tumbuh, serta bagaimana sifat-sifat mereka berubah melalui interaksi langsung dengan lingkungan di mana manusia hidup. ## Teori Ekologi dalam Transisi Pengenalan pertama kata “ekologi” berasal dari Ernest Hackel. Beliau adalah seorang ahli biologi Jerman pada tahun 1869. Berakar dari bahasa Yunani,”oikos” yang berarti rumah atau lingkungan tempat tinggal, dan “logos” yang merupakan studi atau analisis. D ari sini, konsep ekologi terbentuk sebagai ilmu yang mengkaji habitat atau tempat tinggal serta interaksi antara makhluk hidup di dalamnya (Resosoedarmo & Kuswata, 1984). Berdasarkan pemaparan pengertian ekologi di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian ekologi adalah mengarah pada pemahaman tentang hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungan mereka, sekaligus mempertimbangkan peran manusia sebagai bagian integral dari keseluruhan kompleksitas alam dan ekosistem. Urie Bronfenbrenner (1917) merupakan tokoh yang mengembangkan Teori Ekologi, seorang ahli psikologi dari Cornell University Amerika Serikat (Bronfenbrenner, 1986). Beliau menitikberatkan perhatiannya pada sosial di mana anak-anak tumbuh dan individu yang memengaruhi perkembangannya. Teori ekologi Bronfenbrenner mengusung konsep lima sistem lingkungan yang meliputi interaksi interpersonal hingga pengaruh kultural yang berskala lebih luas dalam memahami dinamika perkembangan manusia. Teori Ekologi Bronfenbrenner menjelaskan bahwa perkembangan manusia terjadi melalui interaksi kompleks antara individu dengan berbagai sistem yang berbeda. Menurut teori ini, hubungan antara indivdu dan lingkungannya bukanlah sekadar satu arah, melainkan saling memengaruhi satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan seseorang tidak hanya bergantung pada karakteristik individu tersebut tetapi juga pada waktu dan dinamika interaksi mereka dengan lingkungan sekitarnya (Dharma, 2022). Menurut Bronfenbrenner teori ekologi menegaskan bahwa perkembangan manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya. Hubungan saling mempengaruhi antara individu dan lingkungan menjadi faktor utama yang membentuk perilaku individu. Informasi yang terkait dengan lingkungan tempat tinggal anak menjadi kunci dalam menggambarkan, mengorganisir, dan menjelaskan efek dari variasi lingkungan tersebut terhadap individu (Mujahidah, 2015). Selain itu, teori ekologi Bronfenbrenner memusatkan pentingnya pengkajian perkembangan anak dari berbagai subsistem pada anak tersebut. Hal ini menekankan bahwa pengalaman hidup anak menjadi model utama yang membentuk karakter dan kebiasaannya di masa depan, sehingga fokus pada individu anak menjadi esensial dalam memahami dinamika perkembangannya dari setiap subsistem yang terlibat (Salsabila, 2018). Subsistem teori ekologi Bronfenbrenner (Bronfenbrenner, 1994; Fadhilah & Musthofa, 2022; Huda, 2017; Mujahidah, 2015; Salsabila, 2018; Yuliawan & Taryatman, 2020) dapat diuraikan sebagai berikut. a. Mikrosistem Mikrosistem adalah lingkungan yang paling dekat dengan peserta didik, mencakup keluarga, guru teman sebaya, lingkungan sekolah, serta hal-hal sehari-hari yang ditemui oleh peserta didik. Hal ini berkaitan pada lingkungan terkecil di sekitar anak, seperti interaksi dengan keluarga dan lingkungan PAUD. Transisi akan mempengaruhi bagaimana anak beradaptasi dengan perubahan dalam lingkungan sehari-harinya. Termasuk dalam interaksi dengan orang tua dan pengasuh di PAUD. b. Mesosistem Mesosistem merujuk pada interaksi antara berbagai mikrosistem di mana masalah yang muncul dalam satu mikrosistem dapat memengaruhi kondisi mikrosistem lainnya. Hal ini berkaitan dengan transisi PAUD, tujuannya untuk memahami dinamika interaksi antara mikrosistem yang berbeda dan bagaimana pengaruh dari masing-masing lingkungan tersebut saling berinteraksi dapat memberikan wawasan penting dalam membantu anak menghadapi perubahan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. c. Ekosistem Ekosistem merupakan sistem sosial yang lebih luas di mana anak tidak terlibat secara langsung, namun memiliki pengaruh terhadap perkembangan karakter anak. Hal ini berkaitan pada lingkungan yang lebih luas seperti budaya, nilai-nilai dan norma- norma dalam masyarakat. Transisi dari PAUD ke pendidikan lanjutan akan memengaruhi bagaimana anak berinteraksi dengan nilai-nilai budaya yang berbeda dan bagaimana pengaruh lingkungan sosial anak berubah. d. Makrosistem Makrosistem sebagai lapisan terluar lingkungan anak yang terdiri meliputi ideologi negara, pemerintah, tradisi, agama, hukum, adat istiadat, budaya dan nilai-nilai masyarakat secara menyeluruh. Hal ini berkaitan dengan transisi yang meliputi tingkat yang lebih tinggi seperti kebijakan pendidikan nasional atau kondisi ekonomi. Perubahan dalam kurikulum atau pendekatan pendidikan tingkat makrosistem akan berdampak pada pengalaman transisi anak dari PAUD ke tingkat berikutnya. e. Kronosistem Kronosistem adalah kondisi sosiohistoris dalam perkembangan anak yang mencerminkan zaman. Hal ini berkaitan pada perubahan dalam waktu, baik itu perubahan harian (mikro) maupun jangka menengah (meso). Misalnya, perubahan dalam jadwal atau struktur pendidikan yang terjadi seiring waktu akan memengaruhi bagaimana anak beradaptasi dan mengalami transisi. Dapat disimpulkan dari teori ekologi Brunfenbronner dalam lima subsistemnya adalah konsep-konsep dalam teori ekologi perkembangan yang memetakan berbagai lapisan lingkungan yang memengaruhi perkembangan individu. Sejalan dengan pernyataan (Harney, 2007) pendekatan ekologi terhadap perkembangan manusia memerlukan eksplorasi tentang bagaimana komunitas, subkultur, dan budaya memengaruhi proses psikologis dan sosial yang mendasar sepanjang hidup seseorang. Pertumbuhan seorang anak, yang dipengaruhi oleh keluarga, komunitas, dan masyarakat, menampilkan interaksi timbal balik di antara lingkungan tersebut. Oleh karena itu, dukungan terhadap perkembangan adaptif dan positif bergantung pada relasional, keluarga, sosial, dan budaya yang membentuk proses interpersonal dan psikologi. Bronfenbrenner (dalam Kurniati et al., 2022) memaparkan konsep PPCT sebagai landasan utama interaksi dalam perkembangan manusia adalah sebagai berikut. Pertama, Proses ( Process ) menjadi mesin utama dalam perkembangan, memungkinkan anak terlibat dalam berbagai interaksi sehari-hari seperti saat bermain, belajar dan berinteraksi dengan orang dewasa yang bertugas menghargai, mendukung dan memperluas pembelajaran. Hal ini berkaitan dengan proses pembelajaran dan interaksi sehari-hari, seperti bermain, belajar dan berinteraksi dengan pengasuh atau guru PAUD, menjadi inti dari transisi. Proses ini memungkinkan anak terlibat secara aktif dalam pengalaman pembelajaran yang mendukung perpindahan anak ke lingkungan pendidikan berikutnya. Kedua, Individu ( Person ) memainkan peran penting dalam interaksi dengan karakteristiknya sendiri yang aktif berperan di lingkungan. Kemampuan anak untuk berkomunikasi dan memiliki kepercayaan diri memengaruhi motivasi interaksi. Hal ini berkaitan dengan karakteristik unik setiap anak memainkan peran penting dalam adaptasi terhadap transisi. Kemampuan anak untuk berkomunikasi, memiliki kepercayaan diri, dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru akan mempengaruhi bagaimana anak berinteraksi dan belajar di lingkungan pendidikan yang baru. Ketiga, Konteks Lingkungan ( Context ) baik itu lingkungan terdekat seperti keluarga dan sekolah, maupun lingkungan yang lebih luas seperti budaya dan nilai, berperan dalam memengaruhi perkembangan anak. Hal ini berkaitan pada lingkungan terdekat seperti keluarga, guru, sekolah serta lingkungan yang lebih luas seperti budaya dan nilai-nilai masyarakat, mempengaruhi pengalaman transisi anak. Lingkungan akan membentuk interaksi dan pembelajaran yang mempengaruhi perkembangan anak saat anak berpindah dari PAUD ke lingkungan pendidikan selanjutnya. Terakhir, Waktu ( Time ) diidentifikasi sebagai faktor penting dengan waktu mikro yang merujuk pada interaksi harian, dan waktu meso yang memperhitungkan perubahan jangka menengah dalam lingkungan anak. Hal ini berkaitan bahwa waktu memiliki dimensi penting dalam transisi. Ada waktu mikro yang merujuk pada interaksi harian dan kegiatan sehari-hari yang dapat mempengaruhi perkembangan anak serta waktu meso yang mempertimbangkan perubahan jangka menengah dalam lingkungan anak, seperti perubahan dalam kurikulum atau struktur sekolah. Dapat disimpulkan bahwa perkembangan interaksi anak dipengaruhi oleh 4 faktor utama yang saling berinteraksi untuk membentuk kompleksitas perkembangan anak. Empat faktor utama tersebut bersinergi membentuk pola unik dan kompleksitas dalam perkembangan anak yang menunjukkan bahwa interaksi anak berasal dari hasil interplay yang kompleks dari faktor-faktor tersebut. Semua elemen saling berhubungan dan berkontribusi dalam membentuk pengalaman transisi yang efektif bagi anak saat beradaptasi dan berkembang dalam lingkungan pendidikan yang baru. Transisi bagi anak dalam beradaptasi dengan lingkungan pendidikan baru bukanlah hasil tunggal dari satu faktor saja, namun berupa gabungan yang kompleks dari berbagai elemen yang saling berinteraksi dan berkontribusi dalam membentuk pengalaman transisi yang optimal. ## Peran Lingkungan dalam Masa Transisi PAUD ke SD Lingkungan untuk anak usia dini adalah lingkungan yang dirancang khusus untuk mendukung perkembangan dan pertumbuhan optimal anak pada tahapan usia dini. Lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat adalah entitas yang memainkan peran penting dalam pembentukan perkembangan anak (Paujiah, 2022). Penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung dan mendorong eksplorasi, pembelajaran aktif dan interaksi positif yang bertujuan membangun fondasi yang kuat bagi anak pada tahap awal perkembangan anak. Lingkungan untuk anak usia dini terbagi menjadi tiga lingkungan menurut Latifah (2020) sebagai berikut. Pertama, lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama di mana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan awalnya. Interaksi, pola pengasuhan, serta nilai dan norma yang diajarkan di lingkungan keluarga memiliki dampak yang besar pada perkembangan anak. Kedua, lingkungan sekolah memberikan pengalaman belajar yang berbeda dan memainkan peran penting dalam perkembangan kognitif, sosial, dan emosional anak. Guru, teman sebaya, dan lingkungan fisik di sekolah semuanya berkontribusi terhadap pembentukan perkembangan anak. Ketiga, lingkungan masyarakat, termasuk norma sosial, budaya, nilai-nilai, dan akses terhadap sumber daya, turut memengaruhi perkembangan anak. Interaksi dengan lingkungan sekitar, aktivitas komunitas, serta pengaruh dari berbagai aspek sosial juga memainkan peran penting. Peran ketiga lingkungan tersebut dalam masa transisi. Lingkungan keluarga memberikan fondasi utama dalam proses transisi berupa pola pengasuhan, dukungan emosional, dan interaksi dalam lingkungan keluarga sangat mempengaruhi kesiapan anak menghadapi perubahan ke lingkungan sekolah yang lebih formal. Lingkungan sekolah memainkan peran penting dalam menyambut anak-anak yang bertransisi dari PAUD ke SD. Kesiapan lingkungan sekolah, kualitas pengajaran, serta hubungan dengan guru dan teman akan mempengaruhi adaptasi dan perkembangan akademis anak. Lingkungan masyarakat turut memainkan peran dalam mendukung transisi yang sukses. Dukungan dari masyarakat, fasilitas yang tersedia, serta norma-norma sosial dapat memberikan dukungan tambahan dan kesempatan bagi anak-anak untuk tumbuh dan berkembang selama transisi. Peran lingkungan dalam masa transisi dari PAUD ke SD memiliki peran penting pada pengalaman pendidikan anak-anak. Lingkungan belajar yang terstruktur dengan baik memiliki peran penting dalam membentuk adaptasi, keterampilan sosial, dan perkembangan akademik anak selama periode transisi ini. Menurut Bronfenbrenner lingkungan mikro dalam teori ekologi meliputi lingkungan langsung di mana anak berinteraksi sehari-hari, seperti rumah, sekolah, dan tempat bermain (Husaini, 2022). Selama masa transisi, perubahan dari lingkungan mikro PAUD yang lebih santai dan berorientasi pada bermain ke lingkungan mikro SD yang lebih terstruktur dan formal dapat memengaruhi adaptasi anak. Selain itu, lingkungan meso dalam teori ekologi melibatkan interaksi antara berbagai lingkungan mikro. Selama masa transisi, perpindahan dari lingkungan PAUD ke SD melibatkan pergeseran dalam interaksi anak dengan guru, teman, dan orang tua di lingkungan sekolah yang baru, yang dapat mempengaruhi perkembangan sosial anak. Faktor lingkungan eksosistem dan makrosistem dalam teori ekologi, seperti kebijakan pendidikan dan norma di sekolah, juga memiliki peran dalam memengaruhi pengalaman transisi anak. Perubahan ini dalam lingkungan eksosistem dan makrosistem selama transisi dapat mempengaruhi cara anak beradaptasi dengan tuntutan baru dari lingkungan sekolah yang lebih besar. Dalam transisi PAUD, lingkungan keluarga memberikan fondasi utama untuk adaptasi anak, sementara lingkungan sekolah menjadi tempat yang menghadirkan tuntutan akademis yang lebih formal. Lingkungan masyarakat juga memainkan peran penting dalam memberikan dukungan dan akses terhadap sumber daya yang mendukung transisi yang lancar. Kesimpulannya, teori ekologi memperlihatkan bahwa semua lapisan lingkungan saling terkait dan berkontribusi dalam membentuk pengalaman transisi yang sukses bagi anak-anak pada fase awal pendidikan anak. Oleh karena itu, penting bagi pendidik, orang tua, dan komunitas untuk bekerja sama dalam menciptakan lingkungan yang mendukung dan konsisten bagi anak- anak dalam menghadapi transisi ini. ## 4. Kesimpulan Eksplorasi peran lingkungan dalam masa transisi dari PAUD ke SD memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana lingkungan mempengaruhi proses adaptasi dan perkembangan anak. Teori ekologi memiliki kaitan yang kuat dengan transisi dari pendidikan anak usia dini (PAUD) karena lingkungan berperan sebagai kerangka penting dalam proses pendidikan anak-anak di masa transisi. Teori ekologi memberikan pandangan holistik tentang pengaruh lingkungan dalam perkembangan individu, termasuk peran pentingnya dalam masa transisi dari pendidikan anak usia dini (PAUD) ke pendidikan dasar. Lingkungan, yang mencakup lingkungan mikro (keluarga, sekolah, dan tempat bermain), lingkungan meso (interaksi antara lingkungan mikro), dan lingkungan eksosistem serta makrosistem (norma, kebijakan, dan faktor-faktor eksternal), memainkan peran penting dalam membentuk pengalaman transisi anak-anak. Keberhasilan program ini terletak pada kemampuan dan pengetahuan yang ada serta menekankan perlunya pendekatan pendidikan yang holistik menggunakan lingkungan sebagai fasilitator transisi pendidikan yang lebih lancar. ## Referensi Afdalipah, R., Ummah, S. S., & Prastyo, D. (2020). Peningkatan keterampilan berbicara dengan metode bercerita pada anak usia dini di sekolah alam excelencia pamekasan. Kiddo: Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini , 1 (1), 23 – 35. https://doi.org/10.19105/kiddo.v1i1.2975 Bidi, U. (2023). Implementasi kurikulum merdeka episode 24 (transisi paud-sd yang menyenangkan) di sdn 01 duhiadaa pohuwato. Jurnal Pendidikan Mosikolah , 1 (1), 116 – 120. https://pendidikan.e- jurnal.web.id/index.php/terbaru/article/view/20 Bronfenbrenner. (1986). Ecology of the family as a context for human development research perspectives . Development Psychology. Bronfenbrenner, U. (1994). Ecological models of human development. International Encyclopedia of Education , 3 (2), 287 – 290. https://doi.org/10.4324/9780203730386-13 Dharma, D. S. A. (2022). Membaca peran teori ekologi bronfenbrenner dalam menciptakan lingkungan inklusif di sekolah. Special and Inclusive Education Journal , 3 (2), 115 – 123. Fadhilah, R., & Musthofa, T. (2022). Implementasi teori psikologi (ekologi) bronfrenbenner pada pendidikan keluarga q. s at-tahrim (66): 6. Ta’allum: Jurnal Pendidikan Islam , 10 (1), 1 – 19. https://doi.org/10.21274/taalum.2022.10.1.1-19 González-Moreira, A., Ferreira, C., & Vidal, J. (2021). Comparative analysis of the transition from early childhood education to primary education: factors affecting continuity between stages. European Journal of Educational Research , 10 (1), 441 – 454. https://doi.org/10.12973/EU-JER.10.1.441 H, R. A., Dzulfadhilah, F., Ilyas, S. N., & R, R. K. (2023). Peningkatan peran orang tua dalam mendukung penguatan transisi paud ke sd yang menyenangkan di tk kemala bhayangkari 07 cabang gowa melalui kegiatan seminar parenting. ININNAWA:Jurnal Pengabdian Masyarakat , 01 (02), 217 – 223. Handayani, R. (2021). Karakteristik pola-pola pengasuhan anak usia dini dalam keluarga. Kiddo: Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini , 2 (2), 159 – 168. https://doi.org/10.19105/kiddo.v2i2.4797 Harney, P. A. (2007). Resilience process in context:contributions and implications of Bronfenbrenner’s person -process-context model. Journal of Aggression , Maltreatment & Trauma , 14 (3), 73 – 87. https://doi.org/10.1300/J146v14n03 Hasanah, S. N. S. (2023). Perencaan pembelajaran literasi dengan media flashcard pada murid transisi paud-sd. Jurnal Ilmiah Mitra Swara Ganesha , 10 (2), 1 – 23. Hasmalena, H., Syafdaningsih, S., Laihat, L., Kurniah, N., Zulaiha, D., Siregar, R. R., Pagarwati, L. D. A., & Noviyanti, T. (2023). Pengembangan media video animasi 2d materi regulasi diri untuk masa transisi ke sd. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini , 7 (1), 637 – 646. https://doi.org/10.31004/obsesi.v7i1.3632 Huda, N. (2017). Perspektif wanita banjar, tionghoa, dan madura di banjarmasin dalam membentuk karakter anak (kajian teori ekologi perkembangan). Jurnal Studi Gender Dan Anak , 1 (1), 41 – 74. https://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/psj/article/view/2592 Husaini, M. (2022). Teori-teori ekologi, psikologi dan sosiologi dalam menciptakan lingkungan pendidikan islam. Darul Ulum: Jurnal Ilmiah Keagamaan, Pendidikan Dan Kemasyarakatan , 13 (1), 116 – 137. https://ejournal.stitdukotabaru.ac.id/index.php/darululum/article/ view/81 Kurniati, E., Sari, N., & Nurhasanah, N. (2022). Pemulihan pascabencana pada anak usia dini dalam perspektif teori ekologi. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini , 6 (2), 579 – 587. https://doi.org/10.31004/obsesi.v6i2.1026 Latifah, A. (2020). Peran lingkungan dan pola asuh orang tua terhadap pembentukan karakter anak usia dini. (JAPRA) Jurnal Pendidikan Raudhatul Athfal (JAPRA) , 3 (2), 101 – 112. https://doi.org/10.15575/japra.v3i2.8785 Maghfiroh, A. S., Usman, J., & Nisa, L. (2020). Penerapan metode bermain peran terhadap perkembangan sosial emosional anak usia dini di paud/kb al-munawwarah pamekasan. Kiddo: Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini , 1 (1), 51 – 65. https://doi.org/10.19105/kiddo.v1i1.2978 Maulani, S., & Mutiara, S. (2023). Transisi paud sd: impelementasi program pengenalan sekolah dasar di taman kanak-kanak. Jurnal Bunga Rampai Usia Emas , 9 (2), 265 – 275. Mujahidah. (2015). Implementasi teori ekologi brofenbrenner dalam membangun pendidikan karakter yang berkualitas. Lentera , 19 (2), 171 – 185. Mustifa, R. (2019). Transisi paud ke jenjang sd:ditinjau dari muatan kurikulum dalam memfasilitasi proses kesiapan belajar bersekolah. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP , 2 (1), 412 – 420. Paujiah, T. S., Muslihin, H. Y., & Rahman, T. (2022). Peran lingkungan dalam menstimulasi perkembangan bahasa serta menumbuhkan karakter anak usia dini. PELANGI: Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Islam Anak Usia Dini , 4 (1), 103 – 122. https://doi.org/10.52266/pelangi.v4i1.821 Pebriani, I., Handayani, K., Insan, U., Indonesia, P., Sultan, U., & Tirtayasa, A. (2023). Mewujudkan transisi yang lancar:strategi menarik dalam mendukung anak menuju sd dari paud. JISMA:Journal of Information Systems and Management , 03 (02), 94 – 98. Resosoedarmo, S., & Kuswata, K. (1984). Pengantar ekologi . Bandung:PT Remaja Rosdakarya. Rosa, E. M., & Tudge, J. (2013). Urie bronfenbrenner’s theory of human development: tts evolution from ecology to bioecology. Journal of Family Theory & Review , 5 (4), 243 – 258. https://doi.org/10.1111/jftr.12022 Salsabila, U. H. (2018). Teori ekologi bronfernbrenner sebagai sebuah pendekatan dalam pengembangan kurikulum pendidikan agama islam. Jurnal Komunikasi Pendidikan Islam , 7 (1), 139 – 158. Wijaya, I. P. (2023). Penerapan transisi paud-sd yang menyenangkan:ditinjau dari aspek psikologis anak. Prosiding SEMDIKJAR (Seminar Nasional Pendidikan Dan Pembelajaran) , 6 (SEMDIKJAR 6), 1982 – 1988. https://proceeding.unpkediri.ac.id/index.php/semdikjar/article/vie w/4012 Winitri, R., Hapidin, & Nurani, Y. (2019). Analisis pemahaman guru pada pembelajaran transisi terhadap hasil belajar matematika anak. Tumbuh Kembang : Kajian Teori Dan Pembelajaran PAUD , 6 (2). https://repository.unsri.ac.id/id/eprint/56290/contents Wulandari, H., & Fachrani, P. D. (2023). Analisis perspektif orang tua terhadap anak mahir calistung sebagai persiapan transisi paud. Jurnal Pelita PAUD , 7 (2), 423 – 432. https://doi.org/10.33222/pelitapaud.v7i2.2996 Yuliawan, D., & Taryatman, T. (2020). Pendidikan karakter dalam kajian teori ekologi perkembangan. TRIHAYU: Jurnal Pendidikan Ke-SD- An , 7 (1). https://doi.org/10.30738/trihayu.v7i1.8405
5cbd7628-bc71-4eb7-9f19-6802f544e5a5
https://ejurnal.poltekkes-manado.ac.id/index.php/juiperdo/article/download/1492/1264
## JUIPERDO Alamat Penerbit: Poltekkes Kemenkes Manado Jurusan Keperawatan Jl. R.W Monginsidi Malalayang II Manado; Email: jurnaljurkeppolkesdo@gmail.com The Culture Based Audiovisual Education to The Change in Self Management and Its Implications Towards The Quality of Life The Hypertension Patients Halaman: 284 - 296 Tri Yani Sonoto, dkk The Culture-Based Audiovisual Education to The Change in Self Management and Its Implications Towards the Quality of Life of the Hypertension Patients at Puskesmas Tambelang Audiovisual Education Berbasis Budaya Terhadap Perubahan Self Management Dan Implikasinya Pada Kualitas Hidup Penderita Hipertensi Dewasa Di Puskesmas Tambelang Tri Yani Sonoto, Maria Astrid, Emiliana Tjitra Program Studi Keperawatan Program Magister STIK Sint Carolus Jakarta Email: yanitrivenasonoto@gmail.com ABSTRAK Pendahuluan : Self management pada penderita hipertensi berperan penting dalam meningkatkan kualitas hidup pada penderita hipertensi dan mengendalikan terjadinya komplikasi, sehingga pentingnya diberikan edukasi yang tepat dan menarik. Tujuan: Penelitian ini menganalisis pengaruh audiovisual education berbasis budaya terhadap perubahan self management dan implikasinya pada kualitas hidup penderita hipertensi dewasa di wilayah kerja Puskesmas Tambelang. Metode: Jenis penelitian ini yaitu Quasi Experiment dengan pre dan post test design tanpa menggunakan kelompok kontrol. Hasil: Uji statistik yang digunakan Chi-Square, Wilcoxon Test dan Regresi Logistik Binary . Jenis kelamin dan status bekerja penderita hipertensi yang berhubungan dengan self management dan kualitas hidup (p<0,05). Terdapat perbedaan self management dan kualitas hidup antara sebelum dan sesudah dilakukan intervensi audiovisual education (p=0,000). Audiovisual education secara parsial mempengaruhi self management (p=0,046) dan kualitas hidup (p=0,028), dan hanya jenis kelamin yang mempengaruhi self management (p=0,018) dan kualitas hidup (p=0,029). Secara simultan audiovisual education dan karakteristik subjek mempengaruhi self management (p=0,008) dan kualitas hidup (p=0,014). Kesimpulan: Audiovisual education berbasis budaya yang diterapkan pada penelitian ini berpengaruh terhadap perubahan self management dan berimplikasi pada kualitas hidup penderita hipertensi dewasa. Kata Kunci : Hipertensi, Audiovisual Education Berbasis Budaya, Self Management, Kualitas Hidup ABSTRACT Introduction : Self-management in patients with hypertension plays an important role in improving the quality of life in patients with hypertension and controlling the occurrence of complications, so it is important to provide appropriate and interesting education . Aim: This study to analyze the effect of cultural-based audiovisual ## JUIPERDO Alamat Penerbit: Poltekkes Kemenkes Manado Jurusan Keperawatan Jl. R.W Monginsidi Malalayang II Manado; Email: jurnaljurkeppolkesdo@gmail.com The Culture Based Audiovisual Education to The Change in Self Management and Its Implications Towards The Quality of Life The Hypertension Patients Halaman: 284 - 296 Tri Yani Sonoto, dkk education on changes in self-management and its implications for the quality of life of adult hypertension sufferers in the working area of the Tambelang Health Center. Methods : This research is quasi experiment with pre test and post test design without using a control group. Results: Statistical tests used Chi-Square, Wilcoxon Test and Binary Logistics Regression. Only gender and working adults subjects of hypertensive patients were associated with self-management and quality of life (p<0.05). There was an improvement in self-management and quality of life between before and after the audiovisual education intervention (p=0.000). Audiovisual education partially affected self-management (p=0.046) and quality of life (p=0.028), and only gender affected the self-management (p=0.018) and quality of life (p=0.029). Simultaneously, audiovisual education and subject characteristics affected self-management (p=0.008) and quality of life (p=0.014). Conclution: Culture-based audiovisual education applied in this study has an effect on changes in self-management and has implications for the quality of life of adult hypertensive patients. Keywords: Hypertension, Culture-Based Audiovisual Education, Self Management, Quality of Life PENDAHULUAN Menurut American Heart Association (2017) hipertensi merupakan tekanan darah tinggi yang ditandai dengan sistolik 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg. Hipertensi juga sering disebut “ silent killer disease ” karena datang secara tiba -tiba dan tanpa keluhan pada penderita. ISH Hypertension Guidelines Committee menjelaskan bahwa hipertensi merupakan tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg pada orang dewasa (>18 tahun) (Flack J.M et.al, 2020). Tanda dan gejala yang biasanya dialami oleh penderita hipertensi seperti sakit kepala, kelelahan, mual dan muntah, sesak napas, gelisah juga terdapat pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal. (Sue E. Huether,2017) Menurut Organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO, 2019), angka kejadian penderita hipertensi di dunia tahun 2019 mencapai 22 %. Di wilayah Afrika memiliki prevalensi hipertensi tertinggi sebesar 27 %, Asia Tenggara 25 %, Eropa 23 %, Mediterania Timur 26 %, Pasifik Barat 19 %, dan di Amerika 18 %. Ada sekitar 1,13 miliar orang di dunia yang menderita hipertensi yang berarti 1 dari 3 orang di dunia dengan diagnosis hipertensi (Kemenkes RI, 2018). Berdasarkan dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018, didapatkan hasil bahwa angka kejadian prevalensi hipertensi di Indonesia yang dilihat dari hasil pengukuran pada penduduk usia 18 tahun sebesar 34,1%, yang tertinggi di Kalimantan Selatan (44.1%), sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%). Kasus hipertensi di Sulawesi Utara tahun 2016 sebanyak 32.742 kasus (Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, 2017). Sulawesi Utara tercatat peringkat tertinggi penduduknya yang terdiagnosis hipertensi yaitu 13,5% pada tahun 2018 (Adam et al., 2018). Pada Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara, hipertensi memiliki ## JUIPERDO Alamat Penerbit: Poltekkes Kemenkes Manado Jurusan Keperawatan Jl. R.W Monginsidi Malalayang II Manado; Email: jurnaljurkeppolkesdo@gmail.com The Culture Based Audiovisual Education to The Change in Self Management and Its Implications Towards The Quality of Life The Hypertension Patients Halaman: 284 - 296 Tri Yani Sonoto, dkk kasus yang paling tinggi yaitu 14.351 kasus (Dinkes Mitra, 2017). Dari data awal 230 kunjungan ke Puskesmas Tambelang pada bulan Januari 2021, tercatat 138 orang usia dewasa dengan hipertensi yang datang untuk melakukan pengobatan. (Puskemas Tambelang, 2020). Hipertensi dapat dicegah yaitu dengan melakukan pengendalian perilaku yang dapat berisiko seperti kebiasaan merokok, diet yang tidak sesuai seperti kurang konsumsi sayur dan buah, mengonsumsi gula, garam dan lemak yang berlebih, peningkatan berat badan, kurangnya aktifitas fisik, konsumsi alkohol secara berlebihan dan stress (Kemkes, 2019). Dalam upaya pengendalian penyakit hipertensi sangat penting untuk memiliki self management yang baik. Self management adalah suatu proses yang dimana individu diarahkan pada suatu perubahan tingkah laku mereka sendiri, dengan menggunakan satu strategi atau kombinasi strategi (Annisa, 2018). Penelitian yang dilakukan oleh (Risma et al, 2018) yang mengatakan bahwa self management pada penderita hipertensi cenderung masih buruk yang diantaranya terdapat pada pengendalian berat badan, olahraga, kebiasaan merokok, monitoring tekanan darah, dan pengobatan hipertensi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan 45,9 % dengan self management baik dan 54,1 % dengan self management buruk. Penderita hipertensi semakin meningkat karena gaya hidup yang tidak sehat (Fadhli, 2018). Kualitas hidup menjadi suatu indikator yang penting dalam menilai suatu keberhasilan intervensi pelayanan kesehatan, baik pencegahan maupun pengobatan, y ang termasuk pada kualitas hidup tidak hanya domain fisik saja, tetapi juga kinerja dalam melakukan peran sosial, keadaan emosional, fungsi intelektual dan kognitif serta perasaan sehat dan kepuasan hidup (Alfian et al., 2017). Penelitian yang dilakukan oleh (Sujaya et al., 2020) mengatakan bahwa mereka yang menderita hipertensi memiliki kualitas hidup yang lebih rendah, dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan hasil keseluruhan kualitas hidup penderita hipertensi memiliki skor yang buruk pada domain fungsi fisik dan nyeri tubuh, dan sebagian besar memiliki kualitas hidup yang baik pada domain peran fisik, kesehatan secara umum, vitalitas, fungsi sosial, domain peran emosi, dan kesehatan mental. Dalam penelitian Indahria (2020) ditemukan bahwa kualitas hidup pada penderita hipertensi mengalami penurunan seiring dengan adanya penyakit hipertensi yang memberi dampak buruk pada kualitas hidup. Pengetahuan terhadap manajemen hipertensi yang rendah dapat menyebabkan tidak terkontrolnya tekanan darah dan menimbulkan komplikasi penyakit lain. Penelitian yang dilakukan oleh (Nurhasana et al., 2020) mengatakan bahwa pengetahuan pasien tentang hipertensi masih dominan masuk pada kategori kurang yaitu sebesar 52,5 %, sehingga perlunya memiliki pengetahuan yang baik tentang hipertensi dalam mempertahankan status kesehatan. Penderita hipertensi perlu untuk diberikan pendidikan kesehatan untuk meningkatakan kesadaran tentang bahaya penyakit hipertensi, pemberian pendidikan kesehatan tersebut ditujukan ## JUIPERDO Alamat Penerbit: Poltekkes Kemenkes Manado Jurusan Keperawatan Jl. R.W Monginsidi Malalayang II Manado; Email: jurnaljurkeppolkesdo@gmail.com The Culture Based Audiovisual Education to The Change in Self Management and Its Implications Towards The Quality of Life The Hypertension Patients Halaman: 284 - 296 Tri Yani Sonoto, dkk kepada masyarakat agar mengetahui pencegahan dan pengobatan hipertensi agar tidak memperparah keadaan hipertensinya dan mencegah komplikasi berbahaya dari hipertensi (Setyawan & Ismahmudi, 2018). Audiovisual education merupakan media yang dapat menstimulasi indra pendengaran dan penglihatan pada waktu terjadinya proses pendidikan, sehingga hasil yang diperoleh menjadi lebih maksimal (Notoatmodjo, 2018). Dalam memberikan edukasi, budaya suatu daerah atau tempat menjadi satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam memberikan edukasi terkait kesehatan (Lolo & Sumiati, 2019). Audiovisual education berbasis budaya yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan landasan teori keperawatan Nola Pender tentang promosi kesehatan. Teori ini akan menilai self management yang dilakukan oleh penderita dengan menghindari faktor-faktor penyebab terjadinya penyakit hipertensi ( Self Direction), pengaturan diri (Self Regulation) dan persepsi terhadap kemajuan diri (Self Efficacy) . (Alligood, 2017). Pentingnya pendekatan budaya dalam pemberian edukasi dimana dengan menggunakan budaya edukasi yang diberikan menjadi lebih menarik akan lebih mudah dipahami dan praktis untuk dilakukan oleh penderita hipertensi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh audiovisual education berbasis budaya terhadap perubahan self management dan implikasinya pada kualitas hidup penderita hipertensi dewasa di Wilayah kerja Puskesmas Tambelang METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan adalah rancangan pra-eksperimen ( pra- experiment design ) dengan pre-post test dan tidak menggunakan kelompok kontrol. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita hipertensi usia dewasa di wilayah kerja Puskesmas Tambelang yang di diagnosis oleh dokter Puskesmas. Jumlah populasi penderita hipertensi usia dewasa diwilayah kerja Puskesmas Tambelang tercatat sebanyak 230, dan yang melakukan kunjungan ke Puskesmas 138 adalah penderita hipertensi diusia produktif atau usia dewasa. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan jumlah sampel menjadi 64 subjek. Termasuk kriteria inklusi yaitu penderita usia dewasa 26- 45 tahun dengan hipertensi yang didiagnosis hipertensi oleh dokter Puskesmas, penderita yang mampu memahami dan mengikuti instruksi verbal sederhana, dapat membaca, menulis dan mendengar, keluarga atau subjek mempunyai mobile phone , penderita hipertensi dengan minum obat teratur atau minum obat tidak teratur, penderita yang bersedia menjadi subjek penelitian dengan bukti menandatangani Informed Consent. Kriteria eksklusi yaitu: Penderita hipertensi yang mendapat pengobatan penyakit lain dan penderita hipertensi sekunder, pendrita hipertensi yang mengalami penyakit lainnya seperti stroke, jantung, gagal ginjal, retinopati, DM, dan gangguan pernapasan, penderita hipertensi yang tinggal sendiri, penderita hipertensi yang mengalami cacat fisik berupa kebutaan, lumpuh, tidak bisa berbicara dan mendengar. ## JUIPERDO Alamat Penerbit: Poltekkes Kemenkes Manado Jurusan Keperawatan Jl. R.W Monginsidi Malalayang II Manado; Email: jurnaljurkeppolkesdo@gmail.com The Culture Based Audiovisual Education to The Change in Self Management and Its Implications Towards The Quality of Life The Hypertension Patients Halaman: 284 - 296 Tri Yani Sonoto, dkk HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan karakteristik (usia, jenis kelamin, pendidikan, status bekerja) terhadap self management subjek hipertensi di Puskesmas Tambelang 2021 Tabel 2 Hubungan antara karakteristik (usia, jenis kelamin, pendidikan, status bekerja) terhadap self management subjek hipertensi di Puskesmas Tambelang 2021 Karakteristik Self Management Nilai p Cukup n (%) Baik n (%) Usia Dewasa awal Dewasa akhir 3 (15,0) 8 (18,2) 17 (85,0) 36 (81,8) 0,754 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 9 (40,9) 2 (4,8) 13 (59,1) 40 (95,2) 0,000 Pendidikan SD SMP SMA/SMK Perguruan Tinggi 2 (18,2) 3 (9,4) 5 (31,3) 1 (20,0) 9 (81,8) 29 (90,6) 11 (68,8) 4 (80,0) 0,304 Status Bekerja Tidak bekerja Bekerja 8 (38,1) 3 (7,0) 13 (61,9) 40 (93,0) 0,002 Data diatas menunjukkan karakteristik jenis kelamin (p=0,000) dan status bekerja (p=0,002) dari subjek hipertensi berhubungan dengan self management. Hasil tersebut signifikan dengan menggunakan uji statistik chi-square (p value <0,05). Data yang digunakan untuk menganalisis hubungan dengan karakteristik yaitu menggunakan data post test. Hubungan karakteristik (usia, jenis kelamin, pendidikan, status bekerja) terhadap kualitas hidup subjek hipertensi di Puskesmas Tambelang 2021 Tabel 3 Hubungan antara karakteristik (usia, jenis kelamin, pendidikan, status bekerja) terhadap kualitas hidup subjek hipertensi di Puskesmas Tambelang 2021 Karakteristik Kualitas Hidup Nilai p Cukup n (%) Baik n (%) Usia Dewasa awal Dewasa akhir 3 (15,0) 8 (18,2) 17 (85,0) 36 (81,8) 1,000 ## JUIPERDO Alamat Penerbit: Poltekkes Kemenkes Manado Jurusan Keperawatan Jl. R.W Monginsidi Malalayang II Manado; Email: jurnaljurkeppolkesdo@gmail.com The Culture Based Audiovisual Education to The Change in Self Management and Its Implications Towards The Quality of Life The Hypertension Patients Halaman: 284 - 296 Tri Yani Sonoto, dkk Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 9 (40,9 2 (4,8) 13 (59,1) 40 (95,2) 0,001 Pendidikan SD SMP SMA/SMK Perguruan Tinggi 2 (18,2) 3 (9,4) 5 (31,3) 1 (20,0) 9 (81,8) 29 (90,6) 11 (68,8) 4 (80,0) 0,304 Status Bekerja Tidak bekerja Bekerja 8 (38,1) 3 (7,0) 13 (61,9) 40 (93,0) 0,004 Data diatas menunjukkan karakteristik jenis kelamin (p=0,001) dan status bekerja (p=0,004) dari subjek hipertensi berhubungan dengan kualitas hidup. Hasil tersebut signifikan dengan menggunakan uji statistik chi-square (p value <0,05). Data yang digunakan untuk menganalisis hubungan dengan karakteristik yaitu menggunakan data post test. Perbedaan Self Management dan Kualitas Hidup sebelum dan sesudah dilakukan Audiovisual Education Tabel 4 Uji perbedaan Self Management dan Kualitas Hidup sebelum dan sesudah dilakukan Audiovisual Education Variabel Audiovisual Education Nilai p Sebelum Sesuah n % n % ( Self Mnagement ) Kurang Cukup Baik 32 32 0 50,0 50,0 0,0 0 21 43 0,0 32,8 67,2 0,000 (Kualita Hidup) Kurang Cukup Baik 19 45 0 29,7 70,3 0,0 0 11 53 0,0 17,2 82,8 0,000 Terdapat perbedaan Self Management antara sebelum dan sesudah dilakukan Audiovisual Education (p=0,000). Pada sebelum dilakukan audiovisual education , tidak ada subjek dengan self management yang baik, dan sebaliknya tidak ada subjek dengan self management yang kurang baik sesudah dilakukan audiovisual education . Sebelum dilakukan audiovisual education pada kategori cukup self management didapatkan 50,0 %, tetapi setelah dilakukan audiovisual education terdapat penurunan menjadi 32,8 % untuk menjadi baik . Uji statistic yang digunakan yaitu uji ## JUIPERDO Alamat Penerbit: Poltekkes Kemenkes Manado Jurusan Keperawatan Jl. R.W Monginsidi Malalayang II Manado; Email: jurnaljurkeppolkesdo@gmail.com The Culture Based Audiovisual Education to The Change in Self Management and Its Implications Towards The Quality of Life The Hypertension Patients Halaman: 284 - 296 Tri Yani Sonoto, dkk Wilcoxon dengan (p value <0,05). Perbedaan kualitas hidup antara sebelum dan sesudah dilakukan Audiovisual Education (p=0,000). Sebelum dilakukan audiovisual education kualitas hidup cukup 70,3 %, sedangkan setelah dilakukan audiovisual education didapatkan kualitas hidup cukup mengalami penurunan 17,2 % untuk menjadi baik. Pengaruh audiovisual education berbasis budaya dan karakteristik subjek usia, jenis kelamin, pendidikan dan status bekerja terhadap perubahan self management dan kualitas hidup secara parsial dan simultan pada penderita hipertensi dewasa di Puskesmas Tambelang Tabel 5. Nilai kemaknaan pengaruh audiovisual education berbasis budaya dan karakteristik subjek usia, jenis kelamin, pendidikan dan status bekerja terhadap perubahan self management dan kualitas hidup secara parsial dan simultan pada penderita hipertensi dewasa di Puskesmas Tambelang 2021 No Faktor Self Management Kualitas Hidup 1 Parsial Audiovisual Education Usia Jenis Kelamin Pendidikan Status Bekerja 0,046 0,358 0,018 0,180 0,440 0,028 0,426 0,029 0,251 0,550 2 Simultan (Omnibus) Audiovisual Education dan karakteristik subjek 0,008 0,014 Dari hasil uji parsial menunjukkan bahwa parsial usia, pendidikan dan status bekerja tidak mempengaruhi self management dan kualitas hidup. Uji statistik yaitu Uji Regresi Logistic Binary yang digunakan dengan nilai (p value <0,05), hanya variabel jenis kelamin (p=0,018) dan audiovisual education (p=0,046) yang memiliki pengaruh terhadap self management . Demikian pula hasil uji parsial didapatkan variabel jenis kelamin ( p =0,029) dan audiovisual education ( p =0,028) yang memiliki pengaruh terhadap kualitas hidup. Hasil uji menunjukkan bahwa semua variabel secara simultan mempengaruhi self management ( p= 0,008), dan kualitas hidup ( p= 0,014). ## JUIPERDO Alamat Penerbit: Poltekkes Kemenkes Manado Jurusan Keperawatan Jl. R.W Monginsidi Malalayang II Manado; Email: jurnaljurkeppolkesdo@gmail.com The Culture Based Audiovisual Education to The Change in Self Management and Its Implications Towards The Quality of Life The Hypertension Patients Halaman: 284 - 296 Tri Yani Sonoto, dkk ## PEMBAHASAN Sekitar dua pertiga subjek adalah subjek hipertensi dewasa akhir, lebih banyak subjek hipertensi perempuan, dengan pendidikan umumnya menengah (SMP dan SMA), dan terdapat lebih banyak subjek yang bekerja. Penelitian yang dilakukan oleh (Astrid et al., 2021) didapatkan bahwa usia mempengaruhi terjadinya hipertensi, dengan bertambahnya usia risiko terkena hipertensi menjadi lebih tinggi. Jenis kelamin juga berpengaruh terhadap kejadian hipertensi, dimana laki laki mempunyai risiko 2,3 kali lebih besar terkena hipertensi dibandingkan dengan perempuan karena diduga laki-laki memiliki gaya hidup yang cenderung meningkatkan tekanan darah. Pada usia dewasa bekerja merupakan hal yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab dalam kehidupan berkeluarga. Pekerjaan dapat menimbulkan stress dan bila dalam keadaan stress berat menyebabkan terjadinya hipertensi (Ardian, I., Haiya, Nutrisia N., Sari, 2018). Self management tidak berhubungan dengan karakteristik usia dan pendidikan tetapi berhubungan dengan jenis kelamin dan status bekerja. Dari hasil penelitian oleh (Chasanah & Syarifah, 2017) bahwa pada saat ini hipertensi bisa juga diderita pada usia dewasa. Hipertensi primer terjadi pada usia 25-45 tahun dan hanya sekitar 20% saja yang terjadi di usia 20 tahun kebawah dan di atas 50 tahun. Hasil dari penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara usia dewasa dengan self management pada penderita hipertensi dengan (p=0,409). Hasil pada penelitian ini menunjukan bahwa jenis kelamin memiliki hubungan dengan self management (0,000). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Miftahul, 2019) menunjukan bahwa pada subjek laki-laki mengalami kejadian hipertensi sebanyak 15 orang (25%), sedangkan pada subjek wanita yang yang mengalami hipertensi lebih banyak daripada laki-laki yaitu sebanyak 27 orang (45%), dengan hasil uji statistik menunjukan (p=0.035). Pada keadaan stres yang berat seseorang akan kesulitan dalam melakukan self management sehingga menjadi salah satu penyebab terjadinya hipertensi (Ardian et al, 2018). Hasil pada penelitian ini status bekerja berhubungan positif (lebih baik) dengan self management (p=0,002). Jenis kelamin dan status bekerja berhubungan dengan kualitas hidup, sedangkan usia dan pendidikan tidak berhubungan dengan kualitas hidup. usia tidak berhubungan dengan kualitas hidup, hal ini terjadi karena usia pada subjek penelitian masih berada pada usia dewasa. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Chendra et al, 2020) bahwa penurunan kualitas hidup terjadi pada usia lanjut, karena pada usia lanjut sudah terjadi penurunan fungsi tubuh ketika terjadi suatu penyakit. Jenis kelamin memiliki hubungan dengan kualitas hidup (p=0,001) dan kualitas hidup baik terdapat lebih banyak pada perempuan dibandingkan laki-laki (95,2% vs 59,1%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Chendra et al, 2020) bahwa jenis kelamin memiliki hubungan dengan kualitas hidup penderita hipertensi dengan (p=0,01). Pendidikan pada penelitian ini tidak ada hubungan yang bermakna dengan kualitas hidup. Hal ini dapat terjadi karena pendidikan tidak hanya ## JUIPERDO Alamat Penerbit: Poltekkes Kemenkes Manado Jurusan Keperawatan Jl. R.W Monginsidi Malalayang II Manado; Email: jurnaljurkeppolkesdo@gmail.com The Culture Based Audiovisual Education to The Change in Self Management and Its Implications Towards The Quality of Life The Hypertension Patients Halaman: 284 - 296 Tri Yani Sonoto, dkk diterima secara formal tetapi non formal. Seseorang dengan berpendidikan baik belum tentu memiliki perilaku hidup sehat yang baik. (Chasanah & Syarifah, 2017). Walaupun berbeda, 50% kualitas hidup penderita hipertensi didaerah tempat penelitian ini cukup baik. Kualitas hidup seseorang juga dipengaruhi oleh kehidupan sosial (bekerja lebih tenang) dan lingkungan serta secara fisik yang dialami. (Mandiri, 2019). Terdapat perbedaan yang sangat bermakna terhadap perubahan self management dan implikasinya pada kualitas hidup sebelum dan sesudah di lakukan audiovisual education berbasis budaya pada penderita hipertensi usia dewasa . Pengetahuan terhadap self management terjadinya hipertensi akan sangat membantu dalam upaya deteksi dini penanganan dan dapat mencegah komplikasi dan masalah yang timbul karena tidak ada pengendalian terhadap penyakit (Sartik et al., 2017). Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Eben & Astrid, 2019) terdapat perbedaan tingkat pengetahuan pada pasien sebelum dan sesudah dilakukan self management edukasi. Audiovisual education merupakan media yang digunakan dalam melakukan pendidikan kesehatan yang melibatkan indera pendengaran dan penglihatan sehingga menstimulasi kerja otak dan hasil yang diterima dapat lebih maksimal (Notoatmodjo, 2018). Audiovisual education berbasis budaya dilakukan dengan menggunakan pendekatan budaya wilayah tersebut yang sudah diwariskan secara genetis. Penelitian yang dilakukan oleh (Widani & Wisnu, 2018) bahwa pendidikan kesehatan berpengaruh pada ketaatan pasien, hal ini terjadi karena pasien perlu diberikan pengetahuan terkait tindakan yang akan diterima sehingga pentingnya pendidkan kesehatan pada pasien. Kualitas hidup penderita hipertensi tidak hanya dipengaruhi oleh tanda dan gejala serta efek dari pengobatan tetapi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor subjektif seperti pengetahuan kesehatan, manajemen diri dan psikologis (Wang et al., 2017). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Rukmana, 2020) bahwa penyuluhan pendidikan kesehatan tentang hipertensi berpengaruh terhadap perubahan perilaku penderita hipertensi. Hasil penelitian ini membuktikan pengaruh pemberian edukasi pada subjek dengan adanya peningkatan kualitas hidup. Pada penelitian lainnya juga yang dilakukan oleh (Utami et al., 2019) tentang pengaruh edukasi terhadap kualitas hidup penderita hipertensi didapatkan hasil bahwa kualitas hidup penderita hipertensi terdapat peningkatan yang signifikan setelah diberikan edukasi dengan hasil (p<0,05). Audiovisual education merupakan salah satu media yang digunakan dalam pendidikan kesehatan dimana pendidikan kesehatan yang diberikan secara terus menerus akan berpengaruh terhadap perubahan self management seseorang dan berdampak pada kualitas hidup (Hernita, 2018). Audiovisual education berbasis budaya yang diberikan berdampak dengan adanya ada perbedaan atau perubahan self management dan implikasinya pada kualitas hidup penderita hipertensi dewasa. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Nuruddani et al., 2018) dimana ## JUIPERDO Alamat Penerbit: Poltekkes Kemenkes Manado Jurusan Keperawatan Jl. R.W Monginsidi Malalayang II Manado; Email: jurnaljurkeppolkesdo@gmail.com The Culture Based Audiovisual Education to The Change in Self Management and Its Implications Towards The Quality of Life The Hypertension Patients Halaman: 284 - 296 Tri Yani Sonoto, dkk pendidikan kesehatan diberikan menggunakan bahasa Madura selama 30 menit dengan dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Secara parsial audiovisual education dan karakteristik jenis kelamin berpengaruh terhadap self management dan kualitas hidup, dan secara simultan baik audiovisual education maupun karakteristik subjek berpengaruh terhadap self management . Setelah diberikan audiovisual education berbasis budaya pada subjek, self management subjek menjadi lebih baik dilihat dari pengukuran yang dilakukan menggunakan kuesioner self management . Pada usia dewasa dalam menerima informasi subjek dapat mengolah dengan baik, baik laki-laki ataupun perempuan memiliki kemampuan yang sama dalam upaya peningkatan Kesehatan. Kualitas hidup (QOL) diartikan sebagai keseluruhan penilaian terhadap kesejahteraan secara total yang mencakup kesejahteraan fisik, psikologis dan sosial (Rabbie & Meadows, 2013) dalam (Nyoman et al., 2020). Secara parsial dan simultan berpengaruh terhadap kualitas hidup. Hasil didapatkan karena terdapat perubahan self management yang baik sehingga berimplikasi pada kualitas hidup subjek penderita hipertensi. Secara keseluruhan kualitas hidup penderita hipertensi baik setelah terjadi perubahan pada self management . Penelitian yang dilakukan oleh (Anggraeni et al., 2018) bahwa terdapat pengaruh edukasi pada self management yang berdampak pada kualitas hidup yang lebih baik dan mencegah terjadinya komplikasi penyakit. Pengetahuan yang diperoleh oleh subjek dalam edukasi dapat dilakukan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat membantu dalam upaya meningkatkan kualitas hidup.( Lumintang C dkk. 2021). Penggunaan teori health promotion model dibutuhkan dalam upaya pengendalian penyakit pada penderita hipertensi. teori pembelajaran sosial ( Sosial Cognitive Theory ) teori ini menekankan pada pengarahan diri ( Self Direction ) dimana penderita hipertensi dalam mengendalikan penyakit mengarahkan diri pada self management yang tepat lewat pengetahuan yang diterima. Pengaturan diri ( Self Regulation ) dimana penderita hipertensi menagatur dirinya dalam mengendalikan penyakit serta pencegahan terhadap komplikais. Serta persepsi terhadap kemajuan diri ( Self Efficacy ) hal berkaitan dengan proses informasi yang diterima oleh penderita hipertensi yang berdampak pada terjadinya perubahan self management dan berdampak pada kualitas hidup yang baik (Alligood, 2017). Adapun dalam proses pengumpulan data terdapat keterbatasan yang ditemui peneliti seperti: Pelaksanaan penelitian tidak sesuai dengan seting yang direncanakan, menentukan waktu yang tepat untuk dilakukan pertemuan dengan protokol kesehatan ketat. Penelitian ini memberikan implikasi pada penderita hipertensi dimana Audiovisual education dapat dilanjutkan secara mandiri oleh penderita dan keluarga untuk meningkatkan self management yang lebih baik yang akan berdampak pada kualitas hidup yang juga lebih baik. Penelitian ini memberikan implikasi dimana dapat digunakan sebagai acuan dalam penerapan evidence base practice dalam keperawatan dan dapat dijadikan bahan referensi untuk ## JUIPERDO Alamat Penerbit: Poltekkes Kemenkes Manado Jurusan Keperawatan Jl. R.W Monginsidi Malalayang II Manado; Email: jurnaljurkeppolkesdo@gmail.com The Culture Based Audiovisual Education to The Change in Self Management and Its Implications Towards The Quality of Life The Hypertension Patients Halaman: 284 - 296 Tri Yani Sonoto, dkk mengembangkan dan meningkatkan ilmu pengetahuan untuk penyakit lainnya. KESIMPULAN Audiovisual education berbasis budaya yang diterapkan pada penelitian ini berpengaruh terhadap perubahan self management dan berimplikasi pada kualitas hidup penderita hipertensi usia dewasa. Hanya karakteristik Jenis kelamin yang konsisten mempengaruhi self management dan kualitas hidup. Audiovisual education dengan atau tanpa karakteristik subjek, berperan dalam memperbaiki terjadinya perubahan self management dan kualitas hidup. Audiovisual education ini dapat dilakukan secara mandiri oleh penderita hipertensi dan dapat dikembangkan serta digunakan dalam pelayan keperawatan terkait promosi kesehatan dalam upaya pengendalian suatu penyakit. DAFTAR PUSTAKA Adam, A. G. A., Nelwan, J. E., & Wariki, W. M. . (2018). Kejadian hipertensi dan riwayat keluarga menderita hipertensi di Puskesmas Paceda Kota Bitung. Jurnal Kesmas , 7 (5), 1 – 5. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/kesmas/article/download/22131/2183 2 Alfian, R., Susanto, Y., & Khadizah, S. (2017). Kualitas Hidup Pasien Hipertensi Dengan Penyakit Penyerta Di Poli Jantung RSUD Ratu Zalecha Martapura. Jurnal Pharmascience , 4 (2), 210 – 218. https://doi.org/10.20527/jps.v4i2.5774 Alligood, M. R. (2017). Pakar Teori Keperawatan dan Karya Mereka (A. Hamid (ed.)). Elsevier. Anggraeni, A. F. N., Rondhianto, & Juliningrum, P. P. (2018). Pengaruh Diabetes Self- Management Education and Support ( DSME / S ) Terhadap Kualitas Hidup pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 ( The Effect of Diabetes Self Management Education and Support ( DSME / S ) on Quality of Life in Patients with Type 2 Diabete. E-Jurnal Pustaka Kesehatan , 6 (3),453460.https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JPK/article/view/11688 Annisa. (2018). Efektivitas Konseling Behavioral Dengan Teknik Self-Management Untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosional Peserta Didik Kelas VII di SMP Negeri 19 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2017/2018 . http://repository.radenintan.ac.id/view/subject/BK.html Ardian, I., Haiya, Nutrisia N., Sari, T. U. (2018). Signifikansi Tingkat Stres Dengan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi. Jurnal Keperawatan Universitas Islam Sultan Agung , 978 - 602 - 1145 - 69 – 2 , 152 – 156. Astrid, M., Nurjanah, N., & Kusumaningsih, I. (2021). Hubungan Karakteristik Demografi Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Hipertensi Primer Di Unit Rawat Jalan RS X Bekasi. Elisabeth Health Jurnal , 6 (1), 7 – 13. https://doi.org/10.52317/ehj.v6i1.320 Chasanah, S. U., & Syarifah, N. (2017). Hubungan Karakteristik Individu Penderita Hipertensi Dengan Derajat Hipertensi di Puskesmas Depok II Sleman Yogyakarta. Jurnal Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati , 2 (1), 1 – 9. ## JUIPERDO Alamat Penerbit: Poltekkes Kemenkes Manado Jurusan Keperawatan Jl. R.W Monginsidi Malalayang II Manado; Email: jurnaljurkeppolkesdo@gmail.com The Culture Based Audiovisual Education to The Change in Self Management and Its Implications Towards The Quality of Life The Hypertension Patients Halaman: 284 - 296 Tri Yani Sonoto, dkk Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara (2017). Dinas Kesehatan Minahasa Tenggara (2017) Eben, D., & Astrid, M. (2019). Perbedaan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Sebelum Dan Sesudah Pemberian Diabetes Self Management Education (DSME) Pada Pasien Diabetes Melitus Di Puskesmas Matraman Jakarta Timur. Journal Health & Science : Gorontalo Journal Health and Science Community , 1 (1), 1 – 7. https://doi.org/10.35971/gojhes.v1i1.2128 Fadhli, W. M. (2018). Hubungan Antara Gaya Hidup dengan Kejadian Hipertensi pada Usia Dewasa Muda di Desa lamakan Kecamatan Karamat Kabupaten Buol. Jurnal KESMAS , 7 (6), 1 – 14. Flack, J. M., & Adekola, B. (2020). Blood pressure and the new ACC/AHA hypertension guidelines. Trends in Cardiovascular Medicine , 30 (3), 160 – 164. https://doi.org/10.1016/j.tcm.2019.05.003 Hernita, D. (2018). Pendidikan Kesehatan Terhadap Kepatuhan Diet Pada Penderita Hipertensi . 1 (April), 101 – 107. Indahria, S. (2020). Efektifitas pelatihan kebersyukuran untuk meningkatkan kualitas hidup pada pasien hipertensi. Jurnal Intervensi Psikologi , 12 (1), 1 – 12. http://creativecommons.org/licences/by-sa/4.0/ Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes). 2019. Jakarta Lolo, L. L., & Sumiati, S. (2019). Dampak Edukasi Hipertensi Berbasis Budaya Luwu Terhadap Pengetahuan Penderita Hipertensi. Voice of Midwifery , 9 (1), 823 – 832. https://doi.org/10.35906/vom.v9i1.82 Mandiri, J. S. (2019). KUALITAS HIDUP PENDERITA PENYAKIT HIPERTENSI PESERTA PROLANIS DI PUSKESMAS KECAMATAN PADANG UTARA KOTA PADANG TAHUN 2017 . 14 (2), 38 – 47. Miftahul, F. (2019). Hubungan Jenis Kelamin dengan Angka Kejadian Hipertensi Pada Masyarakat Di Kelurahan Tamansari Kota Tasikmalaya. Jurnal Keperawatan & Kebidanan STIKes Mitra Kencana Tasikmalaya , 3 (1), 85 – 94. Notoatmodjo, S. 2018, Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta Nurhasana, H., Mahmud, N. U., & Sididi, M. (2020). Gambaran Pengetahuan dan Sikap Pencegahan Kekambuhan Hipertensi pada Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Antang Kota Makassar Tahun 2020. Window of Public Health Journal , 1 (2), 157 – 165. https://doi.org/10.33096/woph.v1i2.128 Nuruddani, S., Rahman, H. F., Nugroho, S. A., Andayani, S. A., & Wahid, H. (2018). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Menggunakan Booklet Berbahasa Madura Terhadap Self Management Pada Klien Hipertensi di Poli Jantung RSUD Dr . Abdoer Rahem Situ- bondo. Keperawatan Muhammadiyah , 4 (2), 17 – 23. Nyoman, N., Purnamasari, I., & Widani, N. L. (2020). Efektifitas Yoga Pranayama Dan Aromaterapi. Jksp , 3 , 1 – 10. Riskesdas. (2018). Laporan Nasional RISKESDAS 2018 . ## JUIPERDO Alamat Penerbit: Poltekkes Kemenkes Manado Jurusan Keperawatan Jl. R.W Monginsidi Malalayang II Manado; Email: jurnaljurkeppolkesdo@gmail.com The Culture Based Audiovisual Education to The Change in Self Management and Its Implications Towards The Quality of Life The Hypertension Patients Halaman: 284 - 296 Tri Yani Sonoto, dkk Risma Octaviana .(2018). Description of Self Management on Hypertension Patients in the Guntur Health Center District Gant Rukmana, D. (2020). Pengaruh penyuluhan pendidikan kesehatan hipertensi terhadap perubahan pengetahuan penderita hipertensi. Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana 2020 , 2019 , 805 – 808. https://proceeding.unnes.ac.id/index.php/snpasca/article/download/671/589 Sartik, S., Tjekyan, R. S., & Zulkarnain, M. (2017). Risk Factors and the Incidence of Hipertension in Palembang. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat , 8 (3), 180 – 191. https://doi.org/10.26553/jikm.2017.8.3.180-191 Setyawan, A., & Ismahmudi, R. (2018). Promosi Kesehatan Sebagai Usaha Menurunkan Tekanan Darah Penderita Hipertensi. Jurnal Pengabdian Masyarakat Progresif Humanis Brainstorming , 1 (2), 119 – 124. https://doi.org/10.30591/japhb.v1i2.959 Sue E Huether dan Kathryn L McCance. 2017. Buku Ajar Patofisiologi. Edisi ke enam, volume 1: Elsevier. Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D . Alfabeta. Sujaya, I. P. S. W., Nopiyani, N. M. S., & Meni, N. W. (2020). Gambaran kualitas hidup peserta Pos Binaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (POSBINDU PTM) dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT) Puskesmas Abang I, Karangasem, Bali, Indonesia. Intisari Sains Medis , 11 (1), 198. https://doi.org/10.15562/ism.v11i1.534 Supardi, S., & Rustika. (2013). Metodologi Riset Keperawatan . Trans Info Media. Susilo, W. H., Aima, H., & Suprapti, F. (2014). Biostatistika Lanjut dan Aplikasi Riset . CV Trans Info Media. Utami, P., Rahajeng, B., & Soraya, C. (2019). Pengaruh Edukasi Home Pharmacy Care Terhadap Kualitas Hidup Pasien Hipertensi Di Puskesmas. Jurnal Farmasi Sains Dan Praktis , 5 (1), 41 – 51. Wang, C., Lang, J., Xuan, L., Li, X., & Zhang, L. (2017). The effect of health literacy and self-management efficacy on the health-related quality of life of hypertensive patients in a western rural area of China: A cross-sectional study. International Journal for Equity in Health , 16 (1), 1 – 11. https://doi.org/10.1186/s12939-017- 0551-9 WHO. (2019). WHO Methods and Data Sources for Global Burden of Disease Estimates 2000-206 Widani, N. L., & Wisnu, F. (2018). Analisis Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Kepatuhan Diet Cairan Dan Interdialytic Weight Gainpada Pasien Dengan Hemodialisis. Carolus Journal of Nursing , 1 (1), 59 – 76. http://ejournal.stik- sintcarolus.ac.id/index.php/CJON/article/view/30 ## JUIPERDO Alamat Penerbit: Poltekkes Kemenkes Manado Jurusan Keperawatan Jl. R.W Monginsidi Malalayang II Manado; Email: jurnaljurkeppolkesdo@gmail.com The Culture Based Audiovisual Education to The Change in Self Management and Its Implications Towards The Quality of Life The Hypertension Patients Halaman: 284 - 296 Tri Yani Sonoto, dkk
088aa51a-f98a-445e-b2c7-b78880f9f959
http://jurnallppm.iainkediri.ac.id/index.php/realita/article/download/91/86
## SOCIAL ENTERPRISE DALAM PERSPEKTIF MAQASHID SYARIAH: STUDI PADA PT KAMPUNG MARKETERINDO BERDAYA Reva Rizki Amalia 1 , Wahanani Mawasti 2 1 Prodi Pengembangan Masyarakat Islam, Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Al-Hadid Surabaya, 2 Prodi Pengembangan Masyarakat Islam, Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Al-Hadid Surabaya Email : RevaRizkiAa@gmail.com , WahanaWa@gmail.com ## Abstract This study aims to reveal the social enterprise innovation implemented by PT Kampung Marketerindo Berdaya to empower rural communities with a maqashid al-syariah perspective. So far, quite a number of previous studies have discussed the theme of maqashid al-syariah. However, mostly in the perspective of Islamic law and its application in banking. This study contributes to outlining the suitability of social enterprise practices and community empowerment when viewed from the maqashid sharia principles. The research method used in 2 stages, namely online data search and in-depth interviews. Marketer village empowerment innovations are in the form of: 1) training village youth with online business technology skills, 2) building empowerment in the form of social enterprise, 3) connecting village skilled workers to urban businessmen who need their services. The results of the study show that the empowerment of the Marketer Village with the profit for benefit social enterprise model is in line with the principles of Maqashid Syariah, both in terms of orientation, implementation and the resulting benefit. ## Abstrak Studi ini bertujuan mengungkap inovasi social enterprise yang dilaksanakan oleh PT Kampung Marketerindo Berdaya untuk memberdayakan masyarakat desa dengan perspektif maqashid al-syariah . Sejauh ini, cukup banyak penelitian terdahulu yang membahas tema maqashid al-syariah . Namun, kebanyakan dalam perspektif hukum Islam dan penerapannya dalam perbankan. Studi ini, berkontribusi pada menguraikan kesesuaian praktek social enterprise dan pemberdayaan masyarakat jika ditinjau dari prinsip-prinsip maqashid syariah . Metode penelitian yang digunakan melalui 2 tahap yaitu penelusuran data secara online serta wawancara mendalam. Inovasi pemberdayaan Kampung Marketer dalam bentuk: 1) melatih pemuda desa dengan kemampuan teknologi bisnis online, 2) membangun pemberdayaan dalam bentuk social enterprise , 3) menghubungkan tenaga terampil desa kepada pebisnis kota yang membutuhkan jasanya. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberdayaan Kampung Marketer dengan model profit for benefit social enterprise sejalan dengan prinsip-prinsip Maqashid Syariah , baik ditinjau dari orientasi, pelaksanaan maupun dampak kemaslahatan yang dihasilkan. Kata Kunci : Social Enterprise, Maqashid Syariah , Pemberdayaan Masyarakat Desa.. ## 1. LATAR BELAKANG Pengangguran masih menjadi salah satu persoalan, terlebih dengan adanya pandemi Covid-19. Di Indonesia, BPS merilis data tahun 2021, jumlah pengangguran terbuka di Indonesia sebesar 6,26 persen. BPS merincikan 1,62 juta orang menjadi pengangguran akibat adanya pandemi covid dan 15,72 juta orang mengalami pengurangan jam kerja P-ISSN : 1829-9571 E-ISSN: 2502-860X karena pandemic covid-19. 1 Dalam mengatasi persoalan pengangguran, dibutuhkan inovasi untuk dapat mengembangkan kapasitas sumber daya manusia dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat. Salah satu upaya untuk mengatasi pengangguran maupun masalah sosial lainnya adalah dengan mengembangkan social enterprise. Social enterprise merupakan perusahaan yang melaksanakan kegiatan bisnis untuk memecahkan masalah sosial. Adapun ciri- ciri social enterprise antara lain: Pertama, inovasi dan usaha yang berorientasi untuk merubah sistem sosial masyarakat menjadi lebih baik. Kedua, digerakan oleh sumber daya manusia yang memiliki jiwa enterpreneur, yang inovatif, kreatif, etis dan bervisi sosial. 2 Ketiga, dalam melaksanakan usahanya tidak mengandalkan pada sumber keuangan yang bersifat donasi, melainkan mengandalkan profit dari kegiatan penyediaan barang dan jasa di masyarakat. Sosial entrepreneurship mengembangkan bisnis sekaligus untuk memecahkan masalah sosial. 3 Perkembangan kajian social enterprise (perusahaan sosial) maupun social entrepreneurship (kewirausahaan sosial) mengalami peningkatan beberapa 1 BPS, “Februari 2021: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sebesar 6,26 Persen,” Badan Pusat Statistik, 2021, https://www.bps.go.id/pressrelease/2021/05/05/18 15/februari-2021--tingkat-pengangguran-terbuka-- tpt--sebesar-6-26-persen.html. 2 Irma Paramita Sofia, “Konstruksi Model Kewirausahaan Sosial (Social Enterpreneurship) Sebagai Gagasan Inovasi Sosial Bagi Pembangunan Perekonomian,” Jurnal Universitas Pembangunan Jaya (Widyakala Juornal) 2 (2015): 2–23, https://doi.org/https://doi.org/10.36262/widyakala. v2i1.7. 3 Rokhima Rostiani et al., “UNDERSTANDING SOCIAL ENTERPRISES IN INDONESIA : DRIVERS AND CHALLENGES,” Journal of Indonesian Economy and Business 29, no. 2 (2014): 183–91, https://doi.org/https://doi.org/10.22146/jieb.6356. dekade ini. Masyarakat mulai menyadari pentingnya bisnis yang berkelanjutan, bukan hanya mengejar profit melainkan juga memberikan manfaat sosial yang besar. 4 Di berbagai belahan dunia, social enterprise dipraktikan dalam berbagai model dengan harapan untuk mengatasi masalah sosial yang berkelanjutan. Dalam ajaran Islam, setiap pelaksanaan kegiatan ekonomi harus membawa pada kemaslahatan di dunia dan akherat. Tujuan dalam ekonomi Islam dikenal dengan Maqashid Syariah , yang terdiri dari: pemeliharaan terhadap agama, harta, jiwa, keturunan dan akal. 5 Seiring dengan perkembangan social enterprise sebagai inovasi memecahkan masalah sosial di masyarakat, dibutuhkan kajian terhadap kesejalanan antara social enterprise yang dilaksanakan dengan prinsip-prinsip Maqashid Syariah . Terlebih saat ini, praktik social enterprise juga banyak diterapkan oleh komunitas muslim, masjid maupun pebisnis-pebisnis muslim yang memiliki misi sosial. Kajian ini berguna untuk menjadi pondasi bagi pebisnis muslim dalam mengembangkan social enterprise yang sejalan dengan nilai-nilai Syariah. PT Kampung Marketerindo Berdaya berawal dari komunitas Kampung Marketer yang berhasil memberdayakan masyarakat desa di kecamatan Karangmoncol, kabupaten Purbalingga. PT Kampung Marketerindo Berdaya membentuk social enterprise untuk memberdayakan masyarakat desa. Kegiatan ini dilaksanakan dengan memberikan pelatihan dan membuka lapangan kerja bagi pemuda desa di 4 Rostiani et al. 5 Abdul Wahab Ruslang, Muslimin Kara, “Etika Bisnis E-Commerce Shopee Berdasarkan Maqashid Syariah Dalam Mewujudkan Keberlangsungan Bisnis,” Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam , ISSN : 2477-6157 ; E-ISSN 2579-6534 6, no. 03 (2020): 665–74, https://doi.org/http://dx.doi.org/10.29040/jiei.v6i3. 1412 1. bidang teknologi. Kampung Marketer juga menciptakan iklim dan lapangan kerja yang memungkinkan masyarakat dapat berkembang tanpa harus merantau ke kota, seperti: 1) Membentuk kampung wisata di bidang teknologi digital marketing , 2) Membentuk start-up Komerce yang menghubungkan tenaga terampil pemasaran digital (bisnis online) yang ada di desa dengan pebisnis yang membutuhkan jasanya, sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat desa. Dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat desa, Kampung Marketer tidak mengandalkan sumber keuangan dari donasi atau amal, melainkan melalui perputaran bisnis dengan menyediakan SDM terampil di bidang digital marketing . Kampung Marketer memiliki visi yaitu mengurangi pengangguran dan menekan angka urbanisasi di desa serta menciptakan entrepreneur muda dengan mengoptimalkan kemampuan dalam menggunakan teknologi. 6 Inovasi social enterprise Kampung Marketer didasari oleh perkembangan Era Revolusi Industri 4.0. Pada masa Revolusi Industri 4.0 ini, banyak sekali platform e-commerce dan teknologi pemasaran digital seperti: Instagram, Facebook, Youtube. Perkembangan teknologi bisnis online berguna untuk memperbesar usaha dengan meningkatkan keluasan pemasaran tanpa ada hambatan jarak. Dalam perkembangannya, jumlah pengguna e-commerce juga terus mengalami peningkatan. Terlebih dengan adanya situasi pandemi Covid-19. Masyarakat tertuntut untuk mengurangi kontak fisik, sehingga teknologi digital sangat dibutuhkan dalam transaksi jual beli barang dan jasa. Hal ini merupakan 6 Muhammad Nafi, “Kampung Marketer. Markas Para Pemasar,” 2020, https://desa.lokadata.id/artikel/kampung-marketer- markas-para-pemasar. peluang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pedesaan melalui pengembangan kualitas SDM di bidang bisnis online. Teknologi digital berpotensi sebagai media komunikasi, informasi bahkan melakukan pemasaran bisnis, tanpa terhambat jauhnya jarak antara desa dan kota. Model social enterprise dengan memanfaatkan teknologi digital dapat menjadi sebuah solusi untuk mengatasi persoalan kemiskinan dan pengangguran di pedesaan. Namun, di tengah perkembangan teknologi digital, tidak semua masyarakat memiliki kemampuan di bidang teknologi digital dan mampu menggunakan teknologi untuk menghasilkan pendapatan. Terlebih pada masyarakat di pedesaan. Hal ini yang mendorong Komunitas Kampung Marketer untuk meningkatkan kualitas SDM dalam bidang teknologi digital marketing , serta menggunakannya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pemberdayaan melalui social enterprise yang dilakukan oleh Kampung Marketer diindikasikan dari: 1) Jumlah warga yang diberdayakan sebanyak 748 orang, dengan pendapatan total yang dibagikan sejumlah 1,4 Milyar perbulan. 2) Memanfaatkan 26 buah rumah masyarakat desa untuk kegiatan Kampung Marketer. 7 3) Kampung Marketer berhasil memperoleh beberapa prestasi antara lain: a) Penghargaan Wirausaha Mandiri Bidang Sosial tahun 2019 dari Bank Mandiri, b) Penghargaan Liputan 6 Award SCTV, tahun 2018 pada kategori Inovasi, c) Penghargaan dari Kementrian Pemuda dan Olahraga dalam kategori Penggerak Wirausaha Muda Berprestasi, d) Penghargaan DBS Foundation dalam Social Enterprise Grant Programme, tahun 2020 . e) 7 “Kolaborasi Yang Berdampak,” Kampung Marketer, accessed January 23, 2021, https://kampungmarketer.com/#. Penghargaan dari SDG PIPE (Pemuda Indonesia Penggerak Perubahan), kategori Sustainable Development Goals tahun 2019. 6) Penghargaan dari Kementrian Koperasi dan UMKM, kategori Pahlawan Produk Lokal, tahun 2020. 8 Dengan pemberdayaan yang dilakukan Kampung Marketer mampu mengurangi urbanisasi pemuda desa ke kota, meningkatkan perputaran ekonomi di desa, sehingga masyarakat desa menjadi semakin berdaya. Keberhasilan Kampung Marketer menjadi menarik untuk diteliti, khususnya terkait dengan: 1) Bagaimana model inovasi social enterprise yang dibuat oleh Kampung Marketer dalam memberdayakan masyarakat desa? 2) Bagaimana inovasi social enterprise Kampung Marketer jika ditinjau dari perspektif Maqasid Syariah ? Terdapat penelitian terdahulu tentang kampung marketer yaitu: 1) Studi yang dilakukan oleh Amri Fitrotun Nisa, berfokus pada strategi sosial media marketing yang dimiliki oleh Kampung Marketer. 9 2) Studi yang dilakukan oleh Puji Novita Sari menguraikan dampak sosial dari usaha sosial entrepreneur yang dilaksanakan oleh Kampung marketer. 10 3) Studi yang dilakukan oleh Imam Mahfud 8 Nanda, “Kampung Marketer Menerima Penghargaan Pahlawan Produk Lokal,” Kampung Marketer, accessed January 14, 2021, https://kampungmarketer.com/blog/km- news/kampung-marketer-menerima-penghargaan- ukm-award/. 9 Amri Fitrotun Nisa, “Penggunaan Social Media Marketing Kampung Marketer Dalam Menciptakan Sumber Daya Manusia (Studi Kasus Komunitas Kampung Marketer Di Kota Purbalingga),” Universitas Mercu Buana Yogyakarta (Universitas Mercu Buana Yogyakarta, 2018). 10 Puji Novita Sari, Susmy Lianingsih, and Yulia Sandra Sari, “How Does Social Entrepreneurship Affect Socio Economic Condition of the Society? An Empirical Study of Kampung Marketer in Karangmoncol,” KnE Social Sciences 2020, no. 5 (2020): 381–96, https://doi.org/10.18502/kss.v4i6.6614. dkk, menguraikan modal sosial yang dimanfaatkan oleh Kampung Marketer untuk pemberdayaan. 11 4) Studi lain dilakukan oleh Fianingsih, hasil penelitian yang dilakukan lebih pada mengeksplorasi bentuk strategi Pemberdayaan yang dilakukan oleh Kampung Marketer, yaitu menggunakan kolaborasi dengan pebisnis atau pelaku UMKM dalam memasarkan produknya, memberikan pelatihan dan keterampilan dengan praktik di bidang digital marketing. 12 Perbedaannya, penelitian ini lebih berfokus pada mengungkap pemberdayaan yang dilaksanakan oleh Kampung Marketer dengan menggunakan social enterprise dalam perspektif maqashid syariah . Penelitian terdahulu bertema maqashid syariah juga telah banyak dilakukan. Namun, penelitian tersebut kebanyakan berkaitan dengan bidang pemikiran atau konsep maqashid syariah serta penerapannya dalam persoalan hukum Islam dan ekonomi Islam, khususnya perbankan syariah. Misalnya: studi yang dilakukan oleh Herni Ali HT dkk, 13 Nur Kholish dkk, 14 Abdul 11 Imam Mahmud, “Kampung Marketer Sebagai Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pendidikan Online Marketing Di Era Revolusi Industri 4.0 (Studi Kasus Desa Tamansari, Karangmoncol, Purbalingga),” in Prosiding Seminar Nasional Ilmu Sosial Dan Politik, Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik Universitas Sebelas Maret (Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2019), https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/66891/Ka mpung-Marketer-sebagai-Pemberdayaan- Masyarakat-melalui-Pendidikan-Online- Marketing-di-Era-Revolusi-Industri-40-Studi- Kasus-Desa-Tamansari-Karangmoncol- Purbalingga. 12 Fianingsih, “Pemberdayaan Masyarakat Melalui Kampung Marketer (Studi Kasus Desa Tamansari Kecamatan Karangmoncol Kabupaten Purbalingga)” (IAIN Purwokerto, 2020). 13 Herni Ali HT and Ali Rama, “Indeks Kinerja Perbankan Syariah Di Asia Tenggara Berdasarkan Konsep Maqâshid Al-Syarî`ah,” Madania: Jurnal Kajian Keislaman 22, no. 1 (2018): 33, https://doi.org/10.29300/madania.v22i1.782. Qoyum, 15 Abdul Mukti Thabrani, 16 dan Ghofar Shidiq. 17 Penelitian ini memperkaya kajian maqashid syariah khususnya pada persoalan social enterprise dalam memberdayakan masyarakat desa di Era Revolusi Industri 4.0. ## 2. KONSEP SOCIAL ENTERPRISE Social Enterprise adalah organisasi maupun perusahaan yang melaksanakan kegiatan kewirausahaan sosial. 18 Karakteristik social enterprise antara lain: mempunyai tujuan sosial, berkomitmen untuk keseimbangan antara lingkungan, sosial dan menciptakan kesejateraan ekonomi. Social enterprise mendapatkan modal dari kegiatan jual beli atau penyediaan barang dan jasa. Keuntungan dari aktifitas bisnis yang dilaksanakan digunakan kembali untuk melaksanakan aktifitas bisnis serta memberikan manfaat yang lebih besar kepada masyarakat. 19 14 Nur Kholish and Muhammad Roy, “The Significance of Maqasid Syariah Principles in Improving Islamic Economics and Finance,” International Journal of Innovation, Creativity and Change 13, no. 3 (2020): 1342–53, https://www.ijicc.net/images/Vol_14/Iss_3/13367 _Kholish_2020_E1_R.pdf. 15 Abdul Qoyum, “Maqasid Ash-Shariʻah Framework and the Development of Islamic Finance Products: The Case of Indonesia,” Tazkia Islamic Finance and Business Review 12, no. 2 (2018): 169–88, https://doi.org/10.30993/tifbr.v12i2.150. 16 Mukti Tabrani, “Maqâshid Revitalization in Global Era: Istidlâl Study from Text to Context,” AL-IHKAM: Jurnal Hukum & Pranata Sosial 13, no. 2 (2018): 310, https://doi.org/10.19105/al- ihkam.v13i2.1814. 17 Ghofar Shidiq, “TEORI MAQASHID AL- SYARI ’ AH DALAM HUKUM ISLAM,” Sultan Agung XLIV, no. 118 (2009): 117–30. 18 Karlin Maulinda, “Proses Pengembangan Social Enterprise Agriculture: Studi Biografi Pada Agradaya,” Jurnal Studi Pemuda 7, no. 2 (2019): 133, https://doi.org/10.22146/studipemudaugm.40114. 19 Rachim, Hadiyanto A, Dudi, and Meilanny Budiarti Santoso, “MENGGAGAS SOCI AL ENTERPRISE MELALUI AKTIVITAS MESJID Untuk menggambarkan model social enterprise yang diterapkan oleh sebuah perusahaan atau organisasi, dapat dilihat dari canvas model bisnisnya yaitu: 1) value prepotition, 2) customer segment, 3) revenue steam, 4) key activities, 5) key reseources, 6) customer relationship, 7) channels, 8) key partnership, 9) cost structure. 10) skema kepemilikan dan kontrol. 20 ## 3. KONSEP MAQASHID AL-SYARIAH Secara etimologi maqashid al- syariah berasal dari kata Masaqid yang berarti maksud atau kesengajaan. Serta al- syariah yang berarti jalan menuju air atau sumber kehidupan. Secara terminologi maqashid al-syariah berarti maksud Allah dalam memberikan perintah atau petunjuk syariah yaitu untuk memberikan kemaslahan pada manusia. 21 Maslahah berarti mencari manfaat serta menghindarkan dari kerusakan. 22 Konsep maqashid al-syariah secara garis besar menggambarkan tujuan-tujuan yang dikehendaki Allah dalam penetapan hukum Islam atau perintah lainnya. Secara filosofis prinsip maqashid al-syariah meliputi: 23 KAMPUS,” Share: Social Work Jurnal 8, no. 2 (2020): 150–57, https://doi.org/10.24198/share.v8i2.19036. 20 M Ruslianor Maika, “INOVASI MODEL BISNIS BANK MUAMALAT INDONESIA,” PERISAI (Islamic Banking and Finance Journal) 1, no. No.1 (2016), https://doi.org/https://doi.org/10.21070/perisai.v1i 1.236. 21 Ika Yunia Fauzia, “Urgensi Implementasi Green Economy Perspektif Pendekatan Dharuriyah Dalam Maqashid Al-Shariah,” Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam 2, no. 1 (2016): 87–104. 22 Qoyum, “Maqasid Ash-Shariʻah Framework and the Development of Islamic Finance Products: The Case of Indonesia.” 23 Oom Komariyah, “Analisis Implementasi Maqashid Syariah Pada Lembaga Pengelola Zakat Dalam Membangun Konsep Pemberdayaan Masyaraka,” ISLAMINOMIC JURNAL Jurnal Ekonomi Dan Perbankan Syariah 04, no. 01 (2013): 118–34. a. Memelihara agama (Hifz al-Din), yaitu tujuan syariat Islam berkaitan dengan hubungan manusia dan Allah, meliputi: memelihara ibadah, akidah dan hukum-hukum yang disyariatkan Allah. b. Memelihara diri, yaitu Islam mensyariatkan manusia untuk memelihara keberlangsungan hidupnya. Hal itu dengan cara berusaha memenuhi kebutuhan hidup, agar tetap bisa hidup, tidak sakit. Selain itu, dilarang membahayakan jiwa maupun orang lain. c. Memelihara akal (hifzh al-’aql), yaitu Allah memerintahkan manusia untuk menjaga akal pikiran. Seperti: manusia diharamkan mengkonsumsi sesuatu yang memabukan. d. Memelihara keturunan (hifz al-nasl), yaitu Allah mensyariatkan manusia untuk menikah dengan tujuan mendapatkan keturunan. Serta mewajibkan manusia untuk menjaga diri, membangun keluarga yang baik serta menghindarkan dari zina. e. Memelihara harta (hifzh al-mâl), yaitu ajaran Islam memerintahkan manusia untuk mencari rejeki atau harta dengan cara yang baik. Tujuannya agar manusia dapat memenuhi kebutuhan hiduopnya dengan baik. Namun, dalam memperoleh harta juga tidak boleh dilakukan dengan cara yang bathil dan berlebih-lebihan (mubadzir). Dalam ajaran Islam dilarang untuk mengambil yang bukan haknya, khianat, mengurangi takaran dan lain sebagainya. Tujuan-tujuan dalam maqashid syariah pada dasarnya sesuai dengan fitroh manusia untuk mencapai kebahagiaan. Tujuan di atas merupakan cerminan nilai keseimbangan dalam ajaran Islam. Prinsip maqashid syariah dapat menjadi dasar dalam mengembangkan teori dan praktik dalam bidang ekonomi dan keuangan syariah. Termasuk dalam konteks ini adalah untuk pengembangan social enterprise untuk memberdayakan masyarakat. Salah satu alat dalam menggunakan maqasid syariah disebut al-fikr al-maqasidy , pola pikir yang dilandasi oleh maqasid Syariah, yaitu berpegang pada prinsip dan manfaat,untuk memecahkan tantangan kontemporer di bidang ekonomi dan bidang kehidupan lainnya. 24 Maqashid al- syariah diimplementasikan dalam kehidupan, dengan menggunakan ilmu pengetahuan, moral, nilai-nilai etika dan akhlak sehingga tercipta kehidupan yang sejahtera baik di dunia maupun akhirat. 25 ## 4. METODOLOGI Studi ini menggunakan kualitatif dengan teknik wawancara tidak terstruktur, dokumentasi serta ditunjang dengan pencarian data secara online. Sumber data primer, melalui wawancara yang dipilih secara purposive . Key informant meliputi: 1) Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat, 2) Kepala Bidang Public Relation Kampung Marketer. Sumber data online yang digunakan meliputi: 1) Video liputan wawancara kepada pendiri Kampung Marketer, 2) Dokumen proposal program kegiatan Kampung Marketer yang berjudul Inovasi Program Pendidikan Melek IT untuk meningkatkan perekonomian masyarakat pedesaan. 26 3) 24 Kholish and Roy, “The Significance of Maqasid Syariah Principles in Improving Islamic Economics and Finance.” 25 Lucky Nugroho, Wiwik Utami, and Caturida Meiwanto Doktoralina, “Ekosistem Bisnis Wisata Halal Dalam Perspektif Maqasid Syariah ( Halal Tourism Business Ecosystem in the Maqasid Syariah Perspective ),” PERISAI (Islamic Banking and Finance Journal) 3, no. 2 (2019): 84–92, https://doi.org/10.21070/perisai.v3i2.1964. 26 Nofi Bayu Darmawan, “Inovasi Program Pendidikan Melek IT Untuk Meningkatkan Perekonomian Masyarakat Pedesaan, Kampung Marketer.,” Proposal Krenova Tentang Kampung Marketer (Purbalingga, 2020). Website resmi Kampung Marketer serta berbagai kajian penelitian terdahulu. 27 Proses penelitian diawali dengan studi pendahuluan melalui penelusuran data secara online terkait dengan inovasi dan pemberdayaan Kampung Marketer. Kemudian dilakukan wawancara kepada pengurus Kampung Marketer terkait model social enterprise yang dilakukan oleh Kampung Marketer. Setelah data terkumpul dilakukan reduksi dan klasifikasi data pada aspek inovasi program pemberdayaan Kampung Marketer serta tahapan pemberdayaan yang dilaksanakan. Dari data yang didapatkan kemudian dianalisa kesejalanan inovasi social enterprise Kampung Marketer dengan prinsip- prinsip Maqasid Syariah . 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Inovasi Social Enterprise PT. Kampung Marketerindo Berdaya Dalam Memberdayakan Masyarakat Desa Berdasarkan dari hasil wawancara mendalam pada pengurus Kampung Marketer, ditemukan beberapa karakteristik social enterprise yang dikembangkan oleh Kampung Marketer yaitu: a. Social Value Prepositions Awal kali pendirian Kampung Marketer didasarkan oleh adanya masalah pengangguran, tingginya urbanisasi di desa Karangmoncol, Purbalingga. Dari pengalaman bisnis dan digital marketing yang dimiliki oleh pendiri, tercetuslah inovasi untuk mengembangkan social enterprise untuk menjawab masalah sosial tersebut. PT. Kampung Marketerindo Berdaya memiliki beberapa tujuan antara lain: 28 27 “Kolaborasi Yang Berdampak.” 28 Komerce, “Mengenal Social Enterprise Dan Studi Kasus Kampung Marketer,” 1) Menciptakan kesejahteraan, mengurangi pengangguran serta kemiskinan di desa 2) Pembangunan berkelanjutan di desa berbasis komunitas, sehingga dapat mengurangi tingkat urbanisasi dari desa ke kota. 3) Meningkatkan kualitas Pendidikan masyarakat, khususnya dalam hal penguasaan penggunaan teknologi untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. 4) Menciptakan pekerjaan yang layak di desa, baik dalam bentuk menjadi Marketer maupun Entrepreneur dari desa dengan memanfaatkan perkembangan teknologi digital. Kegiatan social enterprise yang dilaksanakan oleh Kampung Marketer setidaknya memiliki beberapa manfaat sosial. Pertama, memenuhi kebutuhan SDM digital marketing yang terampil bagi pebisnis kota. Pertumbuhan e- commerce berdampak pada tingginya kebutuhan terhadap SDM terampil di bidang tersebut. Salah satu keunggulan inovasi produk Kampung Marketer adalah tidak hanya menyediakan SDM digital marketing, namun sejatinya menyediakan sebuah tim digital marketing yang terorganisir dan memiliki biaya yang lebih terjangkau dibandingkan dengan merekrut SDM dari penyedia jasa komersial. Kedua, bagi penerima manfaat, Kampung Marketer memberdayakan masyarakat desa dengan memberikan skill yang sesuai dengan perkembangan teknologi. Ketiga, terjadi perputaran ekonomi di kota. Keempat, dengan keterampilan di bidang teknologi digital marketing yang dimiliki, diharapkan akan https://www.youtube.com/watch?v=w- WrPJu1G2Q. mendorong lahirnya banyak entrepreneur dari desa. Selain itu, dari perkembangan keuntungan bisnis dari memberdayakan para pemuda desa, juga diputar kembali untuk memperluas manfaat sosial. Misal: memperluas pelatihan digital marketing bukan hanya pada pemuda desa di kecamatan Karangmoncol tetapi juga pelaku UMKM dari berbagai wilayah lainnya. Selain itu, Kampung Marketer juga memiliki program sosial berupa pemberdayaan di bidang lingkungan (Magare Manggar), pemberdayaan disabilitas dan yatim piatu (Brayan Majeng), serta petani (Saung Makaryo). b. Customer Segment Pengguna produk kampung marketer adalah pebisnis dan UMKM yang membutuhkan jasa SDM di bidang digital marketing serta pengeloaan e-commerce . Sedangkan penerima manfaat utama nya adalah pemuda desa di Karangmoncol, yang selama ini menganggur dan membutuhkan pekerjaan tanpa harus ke kota. Penerima manfaat lainnya yaitu: 1) Para pelaku UMKM yang mendapatkan pelatihan gratis seiring dengan perkembangan Kampung Marketer, 2) Para petani di kecamatan Karangmoncol yang diberdayakan dalam bentuk membuat sandal serta mendorong petani untuk bertani dandelion (daun ungu) yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Selain itu Kampung Marketer juga membantu petani dalam hal pemasarannya. 3) kelompok disabilitas serta yatim piatu yang ada di desa. Kampung Marketer melatih kemampuan kelompok disabilitas yang ada di desa dengan kemampuan digital marketing . Selain itu, Kampung Marketer juga mengembangkan asrama untuk yatim piatu. c. Key Activities Inovasi program pemberdayaan yang digagas oleh Kampung Marketer adalah program pelatihan dan pendidikan masyarakat di bidang digital marketing . 29 Masyarakat dilatih sehingga memiliki salah satu atau beberapa kemampuan digital marketing , seperti: kemampuan content writer , advertiser, customer service dan social media admin. Dalam pelatihan yang dilaksanakan, Kampung Marketer membuat kurikullum, modul serta pengajar yang berkompeten di bidang digital marketing . Pembelajaran yang dilakukan tidak hanya bersifat teori namun juga praktik. Selain itu, layaknya Pendidikan pada umumnya, Kampung Marketer juga melaksanakan penilaian dan evaluasi atas serangkaian keterampilan yang telah diraih oleh SDM. 30 Selain pelatihan, Kampung Marketer juga memiliki program pemberdayaan pemuda ahli agar bisa mendapatkan pendapatan dari kemampuan digital marketing . Kampung Marketer berperan sebagai menghubungkan antara pebisnis yang membutuhkan jasa SDM di bidang digital marketing dengan pemuda desa terampil yang telah dilatih. Kampung Marketer juga mendampingi pemuda desa dalam melaksanakan pekerjaan agar bisa terselesaikan secara profesional dengan kualitas yang baik. Kampung Marketer juga membantu menyediakan infrarstruktur kerja, seperti: kantor, laptop, handphone dan lain sebagainya. 29 Darmawan, “Inovasi Program Pendidikan Melek IT Untuk Meningkatkan Perekonomian Masyarakat Pedesaan, Kampung Marketer.” 30 Darmawan. d. Key Reseources Sumber daya manusia yang menggerakan Kampung Marketer adalah pemuda desa. Mereka berkerja secara profesional baik sebagai pengurus/manajemen Kampung Marketer maupun tenaga kerja yang memberikan jasa kemampuan digital marketing untuk pebisnis dan UMKM. Dari kegiatan ini, pemuda desa dapat gaji pokok dan bonus sesuai dengan kinerja dan kesepakatan dengan pebisnis yang menggunakan jasanya. Gaji dan bonus tersebut langsung diterima SDM yang diberdayakan, tanpa ada potongan dari manajemen Kampung Marketer. Terdapat kesepakatan dan transparansi antara pihak pengurus Kampung Marketer, pebisnis yang menggunakan jasanya maupun SDM yang memberikan jasa digital marketing melalui Kampung Marketer. Secara ekonomi, para pemuda desa rata-rata mendapatkan pendapatan sekitar 1-2 juta tiap bulan. Namun, juga ada yang meraih pendapatan lebih dari 3 juta bahkan hingga 14 juta tiap bulannya. 31 e. Revenue Steam Kampung Marketer mendapatkan pendapatan dari biaya administrasi dari perusahaan, pebisnis ataupun UMKM yang menggunakan jasa SDM yang diberdayakan oleh Kampung Marketer. Dengan biaya administrasi sebesar Rp 200.000 hingga Rp 500.000 untuk tiap SDM. Pendapatan lain yang dimanfaatkan Kampung Marketer untuk dapat melaksanakan pemberdayaan secara berkelanjutan adalah dari mengikuti lomba-lomba terkait dengan inovasi pemberdayaan masyarakat maupun 31 Muhammad Nafi, “Kampung Marketer, Markas Para Pemasar,” accessed January 14, 2021, https://desa.lokadata.id/artikel/kampung-marketer- markas-para-pemasar. menjual program Kampung Wisata. Program Kampung Wisata ditujukan bagi pebisnis di luar desa yang ingin menguasai kemampuan bisnis online. Program Kampung Wisata menawarkan jaminan keterampilan digital marketing , serta suasana belajar dan tinggal di desa Purbalingga yang alamnya sangat menarik. Terdapat kegiatan outdoor dan sosial dalam kegiatan tersebut. Program ini dilaksanakan selama 1 minggu dengan biaya Rp.1.000.000 untuk biaya penginapan dan pelatihannya. Dengan adanya program wisata edukasi tersebut dapat memberikan manfaat pada masyarakat berupa datangnya orang- orang luar ke desa, berkembangnya bisnis rumah singgah maupun rumah untuk pelaksanaan kegiatan pelatihan. f. Channels Usaha pemasaran layanan tim digital marketing Kampung Marketer melalui berbagai media antara lain: website, Aplikasi Komerce, Youtube, Facebook dan Instagram. Selain itu, melalui mengikuti berbagai lomba di bidang social enterprise , Kampung Marketer mampu menarik perhatian media massa untuk meliputinya. Hal ini menjadi salah satu media untuk mengenalkan dan membangun brand Kampung Marketer. g. Customer relationship Untuk membangun hubungan antara Kampung Marketer dan pengguna jasa (mitra) dilaksanakan melalui grup komunitas media sosial, baik lewat telegram, whats app dan facebook. Selain itu, Kampung Marketer juga memiliki aplikasi untuk memudahkan pebisnis atau UMKM dalam memilih SDM di bidang digital marketing sesuai dengan yang diharapkan. Lewat berbagai media tersebut, customer dapat memperoleh berbagai informasi terkait perkembangan Kampung Marketer, menyampaikan saran dan kritik memperoleh laporan kinerja SDM dan memberikan penilaian terhadap layanan yang diberikan oleh SDM Kampung Marketer. h. Key partnership Key partenership dalam social enterprise yang dilakukan oleh Kampung Marketer adalah pengurus departemen bidang Pendidikan dan Pemberdayaan Kampung Marketer. Bidang Pendidikan yang terdiri dari pengajar dan kurikullum, mendukung keberhasilan Kampung Marketer dalam menyediakan SDM terampil sesuai dengan kebutuhan perkembangan teknologi digital marketing . Sedangkan, bidang pemberdayaan yang terdiri dari pendamping dan reporting, memastikan kualitas layanan SDM digital marketing sesuai dengan harapan customer . Sehingga, terjadi kepuasaan customer pada produk Kampung Marketer. i. Cost structure Cost structure yang dibutuhkan Kampung Marketer antara lain: biaya pelatihan atau pemberdayaan Kampung Marketer. Dibutuhkan berbagai perlengkapan dalam pemberdayaan seperti kantor, laptop, jaringan internet dan lain sebagainya. Untuk kebutuhan perangkat seperti laptop dengan spesifikasi tertentu dan biaya advertising , ditanggung oleh konsumen yang menggunakan jasanya. Selain itu, dibutuhkan gaji bagi pengurus dan tenaga pendamping dalam kegiatan pemberdayaan Kampung Marketer. j. Skema Kepemilikan dan Kontrol Kepemilikan Social Enterprise berupa Perseroan Terbatas, dengan pendiri yang memutuskan kewenangan terhadap strategi atau keputusan dalam organisasi. Kontrol dan evaluasi dilaksanakan secara profesional. Evaluasi dilakukan dalam bentuk laporan tiap 1 minggu dan 1 bulan sekali, serta asistensi kinerja secara harian. Leader dan pendamping terkait proses pendayaan, akan melaporkan hasil pantauan dan evaluasi kinerja masing-masing SDM ahli yang diberdayakan. Sekalipun keputusan ditetapkan oleh pendiri, namun saran dan masukan dalam musyawarah tetap dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Pendiri memiliki kewenangan yang besar dan berjalan secara efektif, sebab secara kharismatik pendiri dipandang memiliki peran penting dalam berdirinya dan perkembangan Kampung Marketer. Analisis Model Kewirausahaan Sosial Kampung Marketer Terdapat beberapa tipe kewirausahaan yang ada di Indonesia: 1) Community based social enterprise (CBSE), 2) Not for profit social enterprise (NFPSE), 3) Hybrid social enterprise (HSE), 4) Profit for benefit social enterprise (PFBSE). Berdasarkan pemaparan data di atas, ditemukan bahwa model kewirausahaan yang diterapkan oleh Kampung Marketer adalah jenis Profit for benefit social enterprise . Jenis ini memiliki karakteristik: 1) Terdapat perbedaan antara konsumen yang membayar dan penerima manfaat dari kegiatan social enterprise yang dilaksanakan. 2) Memiliki 2 aspek manfaat yang diharapkan baik manfaat dari produk bisnisnya untuk konsumen (menjawab kebutuhan konsumen) maupun memberikan manfaat sosial bagi penerima manfaat (memecahkan masalah). 3) Digerakan oleh mayoritas SDM profesional bukan sukarelawan. 4) Sumber modalnya bersifat komersil. 5) usaha tersebut dimiliki dan dikontrol individu, 6) Memiliki orientasi pengembangan kemandiriaan dalam pembiayaan kegiatan. 32 Table 1. Model Kewirausahaan Sosial ## Kampung Marketer No Canvas Model Bisnis Deskripsi Analisis 1. Segmen Pengguna Penerima manfaat: pemuda desa di kecamatan Karangmoncol, Purbalingga Pengguna produk: pebisnis dan UMKM dari berbagai daerah. Ada perbedaa n antara penerima manfaat dan penggun a produk. 2. Tawaran Nilai Bagi pengguna produk: jasa tim bisnis sosial yang terampil dengan harga bersaing. Bagi penerima manfaat: peningkatan skill di bidang teknologi digital marketing , pemasukan gaji. Terdapat 2 value prepositi on yang memenu hi kebutuha n penggun a produk dan penerima manfaat 3. Sumber Daya Manusia Semua SDM mendapatkan gaji secara professional, tidak bersifat sukarelawan Semua SDM Profesion al 4. Arus Penerima an Biaya administrasi dan gaji dari pengguna jasa tim bisnis online. Hadiah Lomba dan Biaya mengikuti kegiatan Kampung Wisata Sumber dana bersifat komersil. 5. Skema kepemilik Individu dan berupa perseroan Kepemili kan 32 Miatri Solikhah and Dian Marjayanti, “Social Entrepreneurship, Nila Satria Banyumas Cooperative, Canvas Perspective on Islamic Business and Economic Models,” PERISAI (Islamic Banking and Finance Journal) 5, no. April (2021): 25–50, https://doi.org/10.21070/perisai.v5i1.1261. an dan kontrolny a terbatas. Kontrol dilaksanakan secara profesional. individu dan dikelola secara professio nal. 6. Target Organisas i Kampung Marketer berkomitmen mengembangkan pendanaan secara mandiri dari perputaran bisnis layanan SDM bisnis online. Serta tidak mengandalkan bantuan yang bersifat donasi. Growth and sustainab le developm ent oriented Model profit for benefit social enterprise yang dilaksanakan oleh Kampung Marketer mampu secara efektif memberdayakan masyarakat desa. Hal tersebut ditunjang oleh kemampuan Kampung Marketer dalam menghasilkan inovasi produk yang kompetitif berupa tim bisnis sosial yang terampil dan profesional, yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan teknologi di era 4.0. Sehingga, usaha yang dilaksanakan dapat menghasilkan keuntungan serta kemandirian dalam pelaksanaan pemberdayaan. Dari adanya profit tersebut dapat digunakan dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat desa secara berkelanjutan dan mengembangkan kualitas manfaat sosial yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Analisis Social Enterprise Kampung Marketer Dalam Perspektif Maqasid Syariah Berdasarkan hasil penelitian inovasi social enterprise yang dibuat oleh komunitas Kampung Marketer dalam memberdayakan masyarakat desa memiliki kesejalanan dengan tujuan yang terkandung dalam perspektif maqasid al- syariah antara lain: a. Konsep memelihara agama Menjaga agama berarti menjaga pikiran dan tindakan sesuai dengan perintah Allah. Serta melaksanakan ibadah dan memelihara akidah. 33 Pemberdayaan yang dilakukan oleh Kampung Marketer melalui social enterprise memiliki kesejalanan dengan ketentuan syariah, yaitu adanya orientasi (misi sosial) untuk menolong masyarakat desa yang mengalami kesusahan secara ekonomi menjadi lebih berdaya dan terentas dari kemiskinan. Hal ini sebagaimana diperintahkan Allah SWT dalam Qs. Al Maa’idah: 2 “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa- Nya.” Dalam pelaksanaan pemberdayaannya komunitas Kampung Marketer menerapkan nilai-nilai disiplin beribadah dalam bentuk pelaksanaan shalat berjama’ah, penguatan nilai-nilai Islam dengan penyuluhan dari Kementrian Agama. Selain itu, bagi peserta dan pengurus yang perempuan juga menggunakan jilbab. Hal ini menunjukan bahwa pemberdayaan yang dilaksanakan tidak hanya semata-mata di dasari oleh tujuan material namun juga semangat untuk menjalankan dan memelihara agama. Dalam penerima manfaat dari kegiatan social enterpreneurship yang dilakukan, Kampung Marketer 33 Dwi Runjani Juwita, “PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF MAQASHID AL- SYARI ’ AH : Studi Kasus d i Bank Sampah Srikandi Dolopo Madiun,” Al- Manhaj: Jurnal Hukum Dan Pranata Sosial Islam 1, no. 2 (2019): 155–76. tidak hanya memfokuskan pada pemuda desa namun juga kelompok masyarakat yang disabilitas dan yatim piatu. Kampung Marketer memiliki program Brayan Majeng untuk memberdayakan kaum disabilitas serta membuat asrama yatim piatu. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam Qs. Al- Baqarah:220. “…. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah: "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudaramu; dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan …” b. Konsep memelihara diri Konsep memelihara diri berarti menjaga kesehatan jiwa dan raga. Social Enterprise yang dilaksanakan oleh Kampung Marketer adalah untuk mengurangi pengangguran di desa, menciptakan pemuda yang lebih produktif. Kampung Marketer membekali pemuda dengan keterampilan dan memberdayakan dengan memberikan pekerjaan yang layak. Sehingga, pemuda dapat memenuhi kebutuhan hidup serta tidak terjerumus kepada kegiatan yang merusak. Selain itu, dengan membuka lapangan kerja di desa maka akan mengurangi urbanisasi ke kota. Yang mana selama ini, urbanisasi terlalu tinggi telah memberikan banyak masalah di kota. Khususnya, terkait tidak terpenuhinya kebutuhan masyarakat di kota secara layak diakibatkan banyaknya kriminalitas, kepadatan penduduk yang tinggi di kota serta rusaknya alam dan polusi yang terjadi di kota. Hal ini berarti bahwa usaha social enterprise yang dikembangkan oleh Kampung Marketer di desa memiliki kesejalanan dengan upaya menjaga jiwa dan raga. Selain itu, dalam perkembangannya Social Enterprise yang dilakukan oleh Kampung Marketer tidak hanya memfokuskan pada persoalan ekonomi, namun juga mengembangkan memberdayakan masyarakat di bidang lingkungan dan pertanian. Hal ini sejalan dengan potensi desa pada aspek keindahan dan kekayaan alam. Serta sejalan dengan prinsip tujuan syariah bahwa pembangunan harus diselenggarakan secara berkelanjutan agar alam terus bisa memenuhi kebutuhan masyarakat. c. Konsep memelihara akal Konsep menjaga akal berarti memelihara akal dari hal-hal yang merusak kesadarannya, seperti minuman keras. 34 Selain itu, memelihara akal juga berarti mengisinya dengan pengetahuan yang baik, melakukan perubahan mindset untuk mencapai kemaslahatan. Terdapat beberapa wujud kesejalanan usaha social enterprise yang dilakukan oleh Kampung Marketer dengan prinsip syariah dalam memelihara akal. Antara lain: Pertama, adanya upaya Kampung Marketer untuk menyadarkan masyarakat akan permasalahan yang terjadi di desa. Selain itu, masyarakat ditunjukan potensi yang dimiliki serta pemecahan yang dapat dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Kedua, Kampung Marketer memberikan motivasi-motivasi untuk merubah mindset pemuda desa. Dengan menunjukan pentingnya berusaha produktif, bermanfaat bagi 34 Juwita. orang lain serta kerja keras untuk mencari rezeki. Seperti tercermin dalam tempelan pengondisian di kantor Kampung Marketer: “Stop Nyiyir, Start Nyambut Gawe!”, “Sudahkah bermanfaat bagi orang lain?”. Ketiga, pemuda desa dilatih kemampuan di bidang teknologi digital marketing . Hal ini merupakan bentuk pendidikan untuk meningkatkan potensi akal dan pengetahuan yang dimiliki. Pemuda juga dikembangkan kreativitasnya dengan berpartisipasi dalam mengembangkan Kampung Marketer. Dengan adanya partisipasi aktif pemuda desa, baik sebagai peserta maupun pengurus Kampung Marketer akan menjauhkan pemuda dari aktivitas yang dapat merusak akal. d. Konsep memelihara harta Konsep memelihara harta berarti mengembangkan kemampuan masyarakat untuk memperoleh harta yang halal. Selain itu, juga bermakna mengurangi kesenjangan ekonomi di masyarakat. Dari hasil penelitian ini, tujuan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Kampung Marketer adalah untuk mengurangi kesenjangan ekonomi antara desa dan kota. Hal ini dilaksanakan dengan mengembangkan social enterprise dalam bidang jasa SDM digital marketing. Dari pemberdayaan yang dilakukan diharapkan pemuda mendapatkan pendapatan yang layak dengan keterampilan yang dimiliki, serta terlaksananya program pemberdayaan berkelanjutan. Pemberdayaan berkelanjutan diwujudkan melalui partisipasi masyarakat desa serta kegiatan yang dilaksanakan tidak hanya menggunakan dana yang bersumber dari amal atau donasi. Hal ini menunjukan bahwa tujuan dan upaya pemberdayaan masyarakat desa yang dilaksanakan oleh Kampung Marketer sejalan dengan prinsip syariah yaitu memelihara harta. Selain itu kesejalanan social enterprise yang dilakukan dengan konsep memelihara harta juga tercermin dari manfaat program yang diselenggarakan terhadap kemajuan ekonomi masyarakat. Melalui kegiatan social enterprise , Kampung Marketer mampu menghasilkan perputaran ekonomi di desa sampai dengan 1,4 Milyar tiap bulan. Serta pendapatan bagi masing-masing pemuda yang diberdayakan rata-rata 1-2 juta tiap bulannya. Pemuda yang diberdayakan (penerima manfaat) mendapatkan gaji sesuai dengan kesepakatan dengan pebisnis yang menggunakan jasanya serta tanpa potongan dari manajemen Kampung Marketer. Selain itu, tumbuh pula kegiatan ekonomi perdagangan di sekitar lokasi pemberdayaan seiring dengan banyaknya pemuda yang memiliki pendapatan serta banyaknya pengunjung dari luar desa yang datang berkunjung mengikuti kegiatan kampung wisata Kampung Marketer. Selain itu, kalangan petani, disabilitas juga diberdayakan dalam berbagai bentuk sehingga bisa meningkat secara ekonominya. Hal ini menunjukan bahwa pemberdayaan yang dilakukan oleh Kampung Marketer sesuai dengan syariah yaitu mengembangkan potensi memperoleh harta secara halal. Dalam pelaksanaannya pun manajemen Kampung Marketer tidak berorientasi pada keuntungan pribadi serta melaksanakan pemberdayaan dengan kesepakatan dan tanpa paksaan. e. Konsep memelihara keturunan Tujuan syariah pada aspek memelihara keturunan berarti menciptakan generasi yang berkualitas dan berakhlak mulia. 35 Yang mana hal ini diwujudkan melalui membangun keluarga yang sakinah dan pernikahan, serta menjauhi zina. Social Enterprise Kampung Marketer memiliki tujuan untuk mengurangi urbanisasi. Di kecamatan Karangmoncol, urbanisasi dari desa ke kota berdampak pada renggangnya keharmonisan keluarga serta tidak terpenuhinya kebutuhan kasih sayang antar anggota keluarga. Kegiatan di desa menjadi sepi sehingga tidak mampu mengembangkan generasi pemuda yang berkualitas. Selain itu, tak jarang dijumpai keluarga muda yang mengalami konflik atau persoalan akibat renggangnya hubungan keluarga. Dengan adanya social enterprise yang melakukan pemberdayaan digital marketing di desa, diharapkan pemuda dapat berkerja dari desa dengan memanfaatkan teknologi. Sehingga, kegiatan pendidikan, sosialisasi dalam keluarga di desa dapat terus berjalan. Dengan adanya Kampung Marketer, orang tua dapat perawatan dari anaknya serta tidak memicu terjadinya zina di kalangan keluarga muda. Hal ini sejalan dengan prinsip syariah yaitu memelihara keluarga. ## 5. KESIMPULAN Komunitas Kampung Marketer mengembangkan inovasi pemberdayaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Inovasi tersebut berupa pelatihan digital marketing . Serta menghubungkan pemuda terampil desa di bidang digital marketing kepada pebisnis yang membutuhkan jasanya. Kampung Marketer memfokuskan pemberdayaan 35 Juwita. pada pemuda desa dengan memanfaatkan perkembangan teknologi di Era Revolusi Industri 4.0. Model pemberdayaan yang dilakukan oleh Kampung Marketer dalam bentuk Profit for benefit social enterprise . Dari proses pemberdayaan yang dilakukan membawa dampak pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan berkurangnya urbanisasi dari desa ke kota. Pemberdayaan yang dilakukan oleh Kampung Marketer berhasil meningkatkan kualitas sumber daya manusia di desa dalam bidang teknologi. Seiring perkembangan profit, Kampung Marketer juga mengembangkan inovasi lain untuk memperluas manfaat sosialnya yaitu pemberdayaan petani, kelompok masyarakat disabilitas dan yatim piatu di desa serta pemberdayaan di bidang lingkungan. Dari perspektif maqasid syariah , upaya social enterprise yang dilakukan oleh Kampung Marketer sejalan dengan tujuan syariah Islam. Baik pada aspek memelihara agama, diri, harta, keturunan serta akal. Harapannya berbagai inovasi pemberdayaan melalui social enterprise semacam ini dapat diterapkan oleh umat Islam dalam memberdayakan masyarakat desa secara berkelanjutan. Namun, dalam pelaksanaanya tetap perlu menyesuaikan permasalahan dan potensi yang dimiliki oleh daerahnya masing-masing. ## DAFTAR PUSTAKA BPS. “Februari 2021: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sebesar 6,26 Persen.” Badan Pusat Statistik, 2021. https://www.bps.go.id/pressrelease/2 021/05/05/1815/februari-2021-- tingkat-pengangguran-terbuka--tpt-- sebesar-6-26-persen.html. Darmawan, Nofi Bayu. “Inovasi Program Pendidikan Melek IT Untuk Meningkatkan Perekonomian Masyarakat Pedesaan, Kampung Marketer.” Proposal Krenova Tentang Kampung Marketer. Purbalingga, 2020. Fauzia, Ika Yunia. “Urgensi Implementasi Green Economy Perspektif Pendekatan Dharuriyah Dalam Maqashid Al-Shariah.” Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam 2, no. 1 (2016): 87–104. Fianingsih. “Pemberdayaan Masyarakat Melalui Kampung Marketer (Studi Kasus Desa Tamansari Kecamatan Karangmoncol Kabupaten Purbalingga).” IAIN Purwokerto, 2020. HT, Herni Ali, and Ali Rama. “Indeks Kinerja Perbankan Syariah Di Asia Tenggara Berdasarkan Konsep Maqâshid Al-Syarî`ah.” Madania: Jurnal Kajian Keislaman 22, no. 1 (2018): 33. https://doi.org/10.29300/madania.v2 2i1.782. Imam Mahmud. “Kampung Marketer Sebagai Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pendidikan Online Marketing Di Era Revolusi Industri 4.0 (Studi Kasus Desa Tamansari, ## Karangmoncol, Purbalingga).” In Prosiding Seminar Nasional Ilmu Sosial Dan Politik, Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik Universitas Sebelas Maret . Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2019. https://digilib.uns.ac.id/dokumen/det ail/66891/Kampung-Marketer- sebagai-Pemberdayaan-Masyarakat- melalui-Pendidikan-Online- Marketing-di-Era-Revolusi-Industri- 40-Studi-Kasus-Desa-Tamansari- Karangmoncol-Purbalingga. Juwita, Dwi Runjani. “PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF MAQASHID AL- SYARI ’ AH : Studi Kasus d i Bank Sampah Srikandi Dolopo Madiun.” Al-Manhaj: Jurnal Hukum Dan P-ISSN : 1829-9571 E-ISSN: 2502-860X Pranata Sosial Islam 1, no. 2 (2019): 155–76. Kholish, Nur, and Muhammad Roy. “The Significance of Maqasid Syariah Principles in Improving Islamic Economics and Finance.” International Journal of Innovation, Creativity and Change 13, no. 3 (2020): 1342–53. https://www.ijicc.net/images/Vol_14 /Iss_3/13367_Kholish_2020_E1_R.p df. Kampung Marketer. “Kolaborasi Yang Berdampak.” Accessed January 23, 2021. https://kampungmarketer.com/#. Komariyah, Oom. “Analisis Implementasi Maqashid Syariah Pada Lembaga Pengelola Zakat Dalam Membangun Konsep Pemberdayaan Masyaraka.” ISLAMINOMIC JURNAL Jurnal Ekonomi Dan Perbankan Syariah 04, no. 01 (2013): 118–34. Komerce. “Mengenal Social Enterprise Dan Studi Kasus Kampung Marketer.” 2020. https://www.youtube.com/watch?v= w-WrPJu1G2Q. Maika, M Ruslianor. “INOVASI MODEL BISNIS BANK ## MUAMALAT INDONESIA.” PERISAI (Islamic Banking and Finance Journal) 1, no. No.1 (2016). https://doi.org/https://doi.org/10.210 70/perisai.v1i1.236. Maulinda, Karlin. “Proses Pengembangan Social Enterprise Agriculture: Studi Biografi Pada Agradaya.” Jurnal Studi Pemuda 7, no. 2 (2019): 133. https://doi.org/10.22146/studipemud augm.40114. Nafi, Muhammad. “Kampung Marketer, Markas Para Pemasar.” Accessed January 14, 2021. https://desa.lokadata.id/artikel/kamp ung-marketer-markas-para-pemasar. ———. “Kampung Marketer. Markas Para Pemasar,” 2020. https://desa.lokadata.id/artikel/kamp ung-marketer-markas-para-pemasar. Nanda. “Kampung Marketer Menerima Penghargaan Pahlawan Produk Lokal.” Kampung Marketer. Accessed January 14, 2021. https://kampungmarketer.com/blog/k m-news/kampung-marketer- menerima-penghargaan-ukm-award/. Nisa, Amri Fitrotun. “Penggunaan Social Media Marketing Kampung Marketer Dalam Menciptakan Sumber Daya Manusia (Studi Kasus Komunitas Kampung Marketer Di Kota Purbalingga).” Universitas Mercu Buana Yogyakarta . Universitas Mercu Buana Yogyakarta, 2018. Novita Sari, Puji, Susmy Lianingsih, and Yulia Sandra Sari. “How Does Social Entrepreneurship Affect Socio Economic Condition of the Society? An Empirical Study of Kampung Marketer in Karangmoncol.” KnE Social Sciences 2020, no. 5 (2020): 381–96. https://doi.org/10.18502/kss.v4i6.661 4. Nugroho, Lucky, Wiwik Utami, and Caturida Meiwanto Doktoralina. “Ekosistem Bisnis Wisata Halal Dalam Perspektif Maqasid Syariah ( Halal Tourism Business Ecosystem in the Maqasid Syariah Perspective ).” PERISAI (Islamic Banking and Finance Journal) 3, no. 2 (2019): 84–92. https://doi.org/10.21070/perisai.v3i2. 1964. Qoyum, Abdul. “Maqasid Ash-Shariʻah Framework and the Development of Islamic Finance Products: The Case of Indonesia.” Tazkia Islamic Finance and Business Review 12, no. 2 (2018): 169–88. https://doi.org/10.30993/tifbr.v12i2.1 50. Rachim, Hadiyanto A, Dudi, and Meilanny Budiarti Santoso. “MENGGAGAS SOCI AL ENTERPRISE MELALUI AKTIVITAS MESJID KAMPUS.” Share: Social Work Jurnal 8, no. 2 (2020): 150–57. https://doi.org/10.24198/share.v8i2.1 9036. Rostiani, Rokhima, Widya Paramita, Handini Audita, and Risa Virgosita. “UNDERSTANDING ## SOCIAL ENTERPRISES IN INDONESIA : ## DRIVERS AND CHALLENGES.” Journal of Indonesian Economy and Business 29, no. 2 (2014): 183–91. https://doi.org/https://doi.org/10.221 46/jieb.6356. Ruslang, Muslimin Kara, Abdul Wahab. “Etika Bisnis E-Commerce Shopee Berdasarkan Maqashid Syariah Dalam Mewujudkan Keberlangsungan Bisnis.” Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam , ISSN : 2477- 6157 ; E-ISSN 2579-6534 6, no. 03 (2020): 665–74. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.29 040/jiei.v6i3.1412 1. Shidiq, Ghofar. “TEORI MAQASHID AL-SYARI ’ AH DALAM HUKUM ISLAM.” Sultan Agung XLIV, no. 118 (2009): 117–30. Sofia, Irma Paramita. “Konstruksi Model Kewirausahaan Sosial (Social Enterpreneurship) Sebagai Gagasan Inovasi Sosial Bagi Pembangunan Perekonomian.” Jurnal Universitas Pembangunan Jaya (Widyakala Juornal) 2 (2015): 2–23. https://doi.org/https://doi.org/10.362 62/widyakala.v2i1.7. Solikhah, Miatri, and Dian Marjayanti. “Social Entrepreneurship, Nila Satria Banyumas Cooperative, Canvas Perspective on Islamic Business and Economic Models.” PERISAI (Islamic Banking and Finance Journal) 5, no. April (2021): 25–50. https://doi.org/10.21070/perisai.v5i1. 1261. Tabrani, Mukti. “Maqâshid Revitalization in Global Era: Istidlâl Study from Text to Context.” AL-IHKAM: Jurnal Hukum & Pranata Sosial 13, no. 2 (2018): 310. https://doi.org/10.19105/al- ihkam.v13i2.1814.
aee8f6e5-55ea-4ed7-aaa5-d382188d2cdb
http://journal.iaisambas.ac.id/index.php/edukatif/article/download/1403/1111
## Edukatif ISSN (p): 2442-3858, ISSN (e): 2745-4681 Volume 8, Nomor 2, Juli-Desember 2022, Halaman 121-127 DOI: PERAN ORANG TUA DALAM MEMOTIVASI BELAJAR ANAK DI RUMAH DUSUN TEBING RUBUH KECAMATAN SEBAWI TAHUN 2020 ## Muhammad Dono Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas dono@gmail.com ## Astaman Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas Astamanrf@gmail.com ## Abstract The purpose of this study was to find out: 1) The role of parents in motivating children's learning at the home of Tebing Rubuh Hamlet, Sebawi Sub-district for the 2020 Academic Year. 2) How parents motivate their children's learning at home in Tebing Rubuh Hamlet, Sebawi District for the 2020 Academic Year. 3) Factors supporting and inhibiting the role of parents in motivating children's learning at the home of Tebing Rubuh Hamlet, Sebawi District for the 2020 Academic Year. The research method used in this study is a descriptive method with a qualitative approach. In this study the researchers used interview, observation and documentation data collection techniques, while the sources of data in this study were parents, then the data analysis techniques carried out were: data reduction, data display, data verification, while the technique of checking the validity of the data researchers used 2 techniques, namely: triangulation and member check. The conclusions of this study are: 1) the role of parents in motivating children's learning at home, namely: the importance of the role of fathers and mothers. 2) the way parents motivate children's learning at home, namely: giving verbal rewards, providing opportunities for children to show their skills in public, clarifying learning goals to be achieved, informing the results of work that have been achieved, providing positive examples, creating a positive atmosphere. fun in learning, and arouse children's interest. 3) factors supporting and inhibiting the role of parents in motivating children's student learning. The supporting factors are the physical or spiritual condition of the child being healthy, providing role models, cooperation between teachers and parents, families who care about children's Islamic religious education, the inhibiting factor is the lack of enthusiasm for children in learning at home, facilities and infrastructure are still minimal, Islamic religious education low parents, and lack of support from parents. Keyword: Parents' Role, Motivation, Children's Learning ## Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) Peran orang tua dalam memotivasi belajar anak di rumah Dusun Tebing Rubuh Kecamatan Sebawi Tahun Pelajaran 2020. 2) cara orang tua memotivasi belajar anak di rumah Dusun Tebing Rubuh Kecamatan Sebawi Tahun Pelajaran 2020. 3) faktor pendukung dan penghambat peran orang tua dalam memotivasi belajar anak di rumah Dusun Tebing Rubuh Kecamatan Sebawi Tahun Pelajaran 2020.Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data wawancara, observasi dan dokumentasi, sedangkan yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah orang tua, selanjutnya teknik analisis data yang dilakukan yaitu: reduksi data, display data, verifikasi data, sedangkan teknik pemeriksaan keabsahan data peneliti menggunakan 2 teknik yaitu: triangulasi dan member check. Kesimpulan penelitian ini bahwa: 1) peran orang tua dalam memotivasi belajar anak di rumah yaitu: pentingnya peran ayah dan ibu. 2) cara orang tua dalam memotivasi belajar anak di rumah yaitu: memberikan penghargaan secara verbal, memberikan kesempatan kepada anak untuk memperlihatkan kemahirannya didepan umum, memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai, memberitahukan hasil kerja yang telah dicapai, memberikan contoh yang positif,menciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar, dan membangkitkan minat anak. 3) faktor pendukung dan penghambat peran orang tua dalam memotivasi belajar siswa anak. Faktor pendukungnya yaitu kondisi jasmani atau rohani anak sehat, memberi suri teladan,kerjasama antara guru dan orang tua, keluarga yang peduli terhadap pendidikan agama Islam anak, faktor penghambatnya yaitu kurang antusias anak dalam pembelajaran di rumah, sarana dan prasarana masih minim, pendidikan agama islam orang tua yang rendah, dan kurangnya dukungan dari orang tua. Kata Kunci: Peran Orang Tua, Motivasi, Belajar Anak Diterima: 5 Juli 2022 | Direvisi: 23 Juli 2022 | Disetujui: 8 Agustus 2022 © 2022 Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiudin Sambas, Indonesia ## Pendahuluan Pendidikan secara umum didefenisikan sebagai sebuah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara efektif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kesatuan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Proses pendidikan sebenarnya telah berlangsung lama, yaitu sepanjang sejarah manusia itu sendiri, dan seiring pula dengan perkembangan sosial budayanya. Secara umum aktivitas pendidikan sudah ada sejak manusia diciptakan. Berapa pun sederhana bentuknya, manusia memang melakukan pendidikan sebab manusia bukan mahluk instintif. (Jalaluddin: 2003: 90) Orang tua adalah pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam keluarga. Pada dasarnya pendidikan dalam rumah tangga itu bukan tolak ukur dari kesadaran yang lahir dari pengetahuan mendidik. Situasi pendidikan itu terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak. Motivasi mempunyai peran penting dalam proses belajar bagi orang tua maupun anak. Bagi orang tua mengetahui motivasi belajar anak sangat diperlukan guna memelihara dan meningkatkan semangat belajar anak. Bagi anak motivasi belajar dapat menumbuhkan semangat belajar sehingga anak terdorong untuk melakukan proses bealajar. Anak melakukan aktivitas belajar dengan senang karena motivasi. Motivasi tidak hanya dilakukan oleh guru di sekolah tetapi orang tua harus memberikan motivasi kepada anaknya sehingga belajar akan berjalan. Tugas dan tanggung jawab orang tua dalam membimbing dan mengarahkan anak kearah yang lebih baik dalam konsep Islam merupakan kewajiban yang dipertanggung jawabkan kepada Allah SWT. Salah satu ayat al-Qur’an yang mengungkapkan tanggung jawab orang tua dalam hal ini diterangkan, dalam QS Al-Tahrim [66]:6 اَهْيَلَع ُة َراَج ِحْلا َو ُساَّنلا اَهُد ْىُق َّو ا ًراَن ْمُكْيِلْهَا َو ْمُك َسُفْنَا ا ْٰٓىُق ا ْىُنَمٰا َنْيِذَّلا اَهُّيَآٰٰي ٦ َن ْو ُزَمْؤُي اَم َن ْىُلَعْفَي َو ْمُه َزَمَا ٰٓاَم َ هاللّٰ َن ْىُصْعَي َّلَّ ٌداَدِش ٌظ َلَِغ ٌةَكِٕى ٰٰۤلَم Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Depertemen Agama RI: 2005: 560). M. Quraish Shihab menjelaskan “ayat enam di atas menggambarkan bahwa dakwah dan pendidikan harus bermula dari rumah. Ini berarti kedua orang tua bertanggung jawab terhadap anak-anak dan juga pasangan masing-masing sebagaimana masing-masing bertanggung jawab atas kelakuannya”. ( M. Quraish Shihab: 2002: 327). Motivasi orang tua bagi anak merupakan hal penting untuk dilakukan karena akan meningkatkan mutu belajar anak di rumah. Meningkatnya mutu belajar anak di rumah berawal dari orang tua yang mendampingi dan memotivasi belajar anak di rumah. Motivasi yang diberikan kepada anak pada dasarnya adalah daya penggerak dalam diri subyek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai tujuan. Orang tua harus memberikan arahan-arahan serta semangat agar anak termotivasi belajar sehingga tujuan belajar tercapai. Sebagai timbal baliknya anak mendapatkan prestasi maksimal sesuai dengan apa yang diinginkannya. Salah satu motivasi yang dilakukan orang tua Dusun Tebing Rubuh Kecamatan Sebawi dengan cara membangkitkan minat anak agar mereka terdorong untuk belajar lebih giat lagi. ## Metode Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data wawancara, observasi dan dokumentasi, sedangkan yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah orang tua, selanjutnya teknik analisis data yang dilakukan yaitu: reduksi data, display data, verifikasi data, sedangkan teknik pemeriksaan keabsahan data peneliti menggunakan 2 teknik yaitu: triangulasi dan member check. ## Hasil Penelitian Peran orang tua dalam memotivasi belajar anak di rumah Dusun Tebing Rubuh Kecamatan Sebawi Tahun Pelajaran 2020. Dalam proses belajar di rumah sangat diperlukan peran orang tua untuk mendampingi dan mendorong anak untuk lebih giat untuk belajar. Karena peran merupakan perilaku seseorang yang harus dilakukan dengan baik demi mencapai tujuan yang diinginkan. Motivasi merupakan usaha untuk mendorong melakukan sesuatu hal yang dapat menimbulkan suatu efek terhadap suatu kegiatan. Menurut Sardiman motivasi merupakan salah satu aspek psikis yang memiliki pengaruh terhadap pencapaian prestasi belajar. ( Sardiman: 1990: 73) Dalam hal belajar motivasi diartikan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri anak untuk melakukan serangkaian kegiatan belajar guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Diantara sebagian anak ada yang kurang minat untuk belajar. Nilai yang diperoleh anak kurang dari yang diharapkan sehingga prestasi anak menjadi rendah. Orang tua mempengaruhi motivasi belajar anak di rumah maka perlu diambil langkah-langkah agar anak termotivasi untuk belajar. Adapun alasan orang tua dalam memotivasi belajar anak karena melihat siswa yang kurang semangat dalam belajar sehingga prestasi belajar siswa menurun. Hal ini perlu dilakukan karena anak pada umumnya masih belum disiplin dalam belajar. Adapun peran orang tua dalam memotivasi belajar anak di rumah yaitu yang pertama peran ayah sengaja memberi contoh yang baik kepada anaknya agar mereka bisa menirunya. Selanjutnya peran ibu,dimana sebagai seorang ibu selalu mendampingi dan memberikan motivasi kepada anak-anaknya untuk selalu giat belajar dan disiplin terhadap waktu untuk belajar. Paparan di atas dapat dibuktikan melalui hasil wawancara pada tanggal 18,19 Maret 2021 yang mengatakan “saya memotivasi belajar anak di rumah dengan memberikan contoh yang baik bagi anak-anak. mendampinginya saat belajar di rumah dan selalu memberikan dorongan supaya bisa membangun motivasi anak saat belajar di rumah dan menyadari bahwa setiap ucapan dan tindakan saya akan berpengaruh terhadap anak saya, selalu mengatakan kepada anak saya supaya rajin-rajin belajar selalu disiplin terhadap waktu supaya masa depanmu lebih cerah. Saat mendampingi anak belajar dirumah saya selalu memberikan dorongan kepada anak saya supaya lebih giat belajarnya saat belajar di rumah dan selalu mengatakan kepada anak saya supaya disiplin terhadap waktu supaya dia bisa hidup dengan teratur. 1. Cara orang tua dalam memotivasi belajar anak di rumah Dusun Tebing Rubuh Kecamatan Sebawi Tahun 2020. Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Keberhasilan dalam pembelajaran di rumah terletak pada orang tua mendampingi anak belajar di rumah. Cara orang tua dalam memotivasi belajar anak di rumah Dusun Tebing Rubuh Kecamatan Sebawi sangatlah bermacam-macam diantaranya: memberikan penghargaan secara verbal, memberikan kesempatan kepada anak untuk memperlihatkan kemahirannya didepan umum, memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai, memberikan hasil kerja yang telah dicapai, memberikan contoh yang positif, menciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar serta membangkitkan minat anak. 2. Faktor pendukung dan penghambat peran orang tua dalam memotivasi belajar anak Dusun Tebing Rubuh Kecamatan Sebawi Tahun 2020. Keberhasilan peran orang tua dalam memotivasi belajar anak dirumah tentunya tidak lepas dari berbagai faktor diantaranya faktor yang menjadi keberhasilan seperti; faktor dari anak, faktor dari guru, faktor dari orang tua dan faktor ketersedian dari fasilitas, khususnya faktor pendukung yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Adapun yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam memotivasi minat belajar siswa yaitu: a. Faktor Pendukung: (1) Kondisi jasmani atau rohani siswa sehat, Keadaan fisik yang sehat dan segar serta kuat akan menguntungkan dan memberikan hasil belajar yang baik. Tetapi keadaan fisik yang kurang baik akan berpengaruh pada siswa dalam keadaan belajarnya, (2) Memberi suri teladan, Keteladanan sikap yang baik oleh orang tua akan memberikan dampak kepada anak dalam pergaulan. Orang tua yang dapat memberikan contoh baik dihadapananak akan memberikan efek yang positif bagi anak, (3) Kerjasama antara guru dan orang tua, menjalin kerjasama dalam lingkungan sekolah sangat baik dan juga di luar lingkungan sekolah. Kerjasama dalam memotivasi belajar anak memerlukan pengawasan yang lebih, artinya tidak hanya disekolah tetepi juga dilakukan diluar lingkungan sekolah, (4) Keluarga yang peduli terhadap Pendidkan Agama Islam siswa, (5) Keluarga yang peduli terhadap Pendidikan Agama Islam anaknya akan memberikan pengaruh yang sangat positif. Karena keluarga merupakan tempat yang utama bagi anak untuk menerima pendidikan akhlak. Pendidikan orang tua dirumah secara tidak langsung akan memberikan efek bagi akhlak anak. b. Faktor Penghambat: (1) Kurang antusias anak dalam pembelajaran. Siswa yang kurang peduli terhadap proses pembelajaran akan mempengaruhi hasil belajar, jadi seorang guru harus benar-benar memperhatikan keadaan siswanya dalam kegiatan belajar mengajar dikelas, (2) Sarana dan prasarana yang masih minim. Kegiatan pembelajaran tentunya memerlukan sarana maupun prasarana yang lengkap sehingga pembelajaran menjadi lancar. Jika sarana dan prasarana masih dirasakan kurang maka paling tidak akan memberikan pengaruh terhadap pembelajaran, (3) Pendidikan Agama Islam orang tua yang rendah. Pendidikan sangatlah penting bagi kehidupan manusia, karena adanya pendidikan akan memberikan pengaruh yang luar biasa. Adapun pengaruh yang dapat dirasakan hidup menjadi lebih sempurna karena memudahkan untuk mencari pekerjaan, namun jika pendidikan hanya seadanya maka secara tidak langsung akan berdampak negative, (5) Kurangnya dukungan orang tua. Pembelajaran yang dilakukan di rumah tentunya harus mendapat dukungan dari berbagai pihak terutama dukungan dari orang tua. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar anak di rumah sifatnya relatif, artinya dapat berubah setiap saat. Hal ini terjadi karena prestasi belajar siswa sangat berhubungan dengan faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Kelemahan salah satu faktor, akan dapat mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam belajar. Dengan demikian, tinggi rendahnya prestasi belajar yang dicapai anak di rumah didukung oleh faktor internal dan eksternal seperti tersebut di atas. ## Simpulan Peran orang tua dalam memotivasi belajar anak di rumah Dusun Tebing Rubuh Kecamatan Sebawi Tahun 2020 yaitu, pentingnya peran ayah dan ibu dalam mendampingi anak belajar di rumah. Cara orang tua dalam memotivasi belajar anak di rumah Dusun Tebing Rubuh Kecamatan Sebawi Tahun 2020 diantaranya adalah: (a) memberikan penghargaan secara verbal, (b) memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan kemahiranny di depan umum, (c) memperjelas tujuan belajar yang dicapai, (d) memberitahukan hasil kerja yang telah dicapai, (e) membuat suasana persaingan yang sehat diantara para siswa, (f) memberikan contoh yang positif, (g) menciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar, dan (h) membangkitkan minat siswa. Faktor pendukung dan penghambat peran orang tua dalam memotivasi belajar anak di rumah Dusun Tebing Rubuh Kecamatan Sebawi Tahun Pelajaran 2020 diantaranya adalah: (a) faktor pendukung: Kondisi jasmani atau rohani anak yang sehat, memberi suri teladan, kerjasama antara orang tua, dan guru, serta keluarga yang peduli terhadap pendidikan agama islam siswa, (b) faktor penghambat: Kurang antusias anak dalam pembelajaran, sarana dan prasarana yang masih minim, pendidikan agama islam orang tua yang rendah serta kurangya dukungan dari orang tua. Daftar Pustaka Jalaluddin. 2003. Teologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Depertemen Agama RI. 2005. Al-qur’an dan Terjemahannya. Bandung:Dipenogoro. Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al- Misbah Volume 7. Jakarta: Lentera Hati. Sardiman. 1990. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:CV Rajawali.
0d46f908-cd67-45f4-86a7-79796dfeb416
https://e-journal.trisakti.ac.id/index.php/mrbm/article/download/6324/6547
Media Riset Bisnis & Manajemen ISSN: 2442 - 9716 (online) Vol. 20 No. 1 , April 2020 :15-28 ISSN: 1411 - 884X (print) Doi: http://dx.doi.org/10.25105/mrbm.v20i1.6324 ## IMPLIKASI GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN TRANSAKSIONAL TERHADAP KINERJA KARYAWAN Retno Sari Murtiningsih* Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Trisakti retno_sari1966@yahoo.com ## Abstrak Purpose - The purpose of this study was to analyze the influence of transformational and transactional leadership styles on employees performance. Design/Methodology/Approach - This study uses primary data in the form of questionnaires distributed and filled out by 240 respondentsusing purposive sampling technique. As the independent variables in this study are transformational leadership style and transactional leadership style, while as a dependent variable is employee performance. To test the hypothesis SEM analysis is used. Finding - The results showed that both transformational leadership style and transactional leadership style had a positive effect on improving employee performance, but the transformational leadership style had a greater influence on employees performance. Value - The results of this research aims to be beficial for managers at all levels in performing their leadership styles when organizing a company or organization to increase employee performance. Keywords: employee performance; transactional leadership; transformational leadership. ## Abstrak Purpose - Tujuan penelitian ini adalah menganalisa pengaruh gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional terhadap kinerja karyawan . Design/Methodology/Approach - Study ini menggunakan data primer dalam bentuk kuesioner yang didistribusikan kepada 240 responden dengan menggunakan teknik pengamb ilan sampel ‘purposive sampling’. Sebagai variable bebas adalah gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional, sedangkan sebagai variable terikat adalah kinerja karyawan. Selanjutnya digunakan analisa SEM untuk uji hipotesis Finding - Hasil peneltian ini menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan, namun gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh lebih besar dibandingkan gaya kepimpinan transaksional. Value - Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi para manajer diberbagai tingkatan untuk menerapkan gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional dengan efektif dan efisien dalam meningkatkan kinerja para karyawan. Keywords: employee performance, transactional leadership, transformational leadership. Submission date: 2020-01-28 Accepted date: 2020-05-19 Corresponding author* ## PENDAHULUAN Pada saat ini salah satu tantangan yang harus dihadapi oleh perusahaan-perusahaan agar bisa berhasil, tumbuh dan berkembang adalah bagaimana menghadapi persaingan yang intensif baik dalam produk atau jasa maupun dalam pasar tenaga kerja. Karena persaingan tidak dapat dihindari, maka setiap perusahaan harus terus membenahi diri dan meningkatkan kinerjanya melalui pengembangan baik sumber daya manusianya maupun sumber daya lainnya. Mereka harus memelihara tersedianya para karyawan yang kompeten, dan memastikan tersedianya jumlah karyawan yang memadai dalam berbagai lapangan karir yang memungkinkannya bersaing secara efektif. Para karyawan merupakan modal penting yang harus dikelola dengan baik sehingga mereka tetap termotivasi, mempunyai kepuasan kerja dan komitmen yang tinggi terhadap perusahaan sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Disinilah pentingnya peranan seorang pemimpin dalam mengelola sebuah organisasi atau perusahaan, yaitu mempunyai kemauan yang keras untuk selalu mendorong pencapaian tujuan dengan menginspirasi orang lain untuk pencapain tujuan organisasi (Robbins & Coulter, 2013). Dengan demikian kepemimpinan yang efektif dari seorang pemimpin disebuah organisasi atau perusahaan sangat diperlukan demi suksesnya organisasi atau perusahaan tersebut. Robbins dan Coulter (2010) menjelaskan fungsi kepemimpinan yang mencakup: memotivasi bawahan, membantu menyelesaikan konflik diantara mereka, mengarahkan mereka dalam bekerja, memilih metode komunikasi yang paling efektif dalam menangani berbagai prilaku karyawannya. Robbins mendefinisikan kepemimpinan sebagai “Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok kearah tercapainya tujuan”. Maka seorang pimpinan didalam sebuah organisasi dianggap berhasil dan memiliki kepemimpinan yang efektif jika ia dapat memotivasi orang-orang didalam unit organisasinya sehingga berhasil menjalankan tugas dengan baik dan mencapai sasaran yang diharapkan. Disamping itu seorang pemimpin juga harus dapat memberikan pujian, penghargaan, motivasi dan tekanan kepada para karyawannya. Yukl (2005) menjelaskan bahwa kepemimpinan merupakan salah satu fungsi manajemen yang sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Kepemimpinan adalah sebuah proses yang dilakukan secara sengaja oleh seseorang untuk menekankan pengaruhnya yang kuat terhadap orang lain dengan cara membimbing, membuat struktur, memfasilitasi aktifitas dan hubungan kelompok dalam suatu organisasi. Kepemimpinan menggambarkan hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin dan bagaimana seorang pemimpin mengarahkan yang dipimpin. Pemimpin dapat mempengaruhi prilaku para bawahan melalui pendekatan dalam mengelola manusia. Dengan demikian sebuah organisasi tentu memerlukan pimpinan yang dapat memotivasi dan mengarahkan prilaku para karyawan, serta menumbuhkan sikap positif dalam bekerja untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Para pemimpin dapat mempengaruhi sikap dan prilaku bawahannya melalui gaya kepemimpinannya dalam mengelola sumber daya manusia didalam organisasinya. Selama dua dekade terakhir dikenal dua tipe gaya kepemimpinan yaitu gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional (Abu, 2007). Gaya kepemimpinan merupakan usaha atau cara seorang pemimpin untuk mencapai tujuan organisasi dengan memperhatikan unsur- unsur falsafah, ketrampilan, sifat dan sikap karyawan. Gaya kepemimpinan mencerminkan pola tingkah laku yang disukai oleh seorang pimpinan dalam mempengaruhi dan mengarahkan bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi (Stoner & Gilbert, 2003). Penerapan gaya kepemimpinan yang sesuai akan mendukung tercapainya tujuan organisasi yang dapat dilihat dari kinerja organisasi tersebut. Pendekatan yang dilakukan seorang pemimpin terhadap karyawannya akan mempengaruhi kinerja karyawan dan kinerja organisasi. Gaya kepemimpinan seorang pemimpin dan kemampuannya dalam memotivasi orang lain akan mempengaruhi kesuksesan sebuah organisasi. Upaya meningkatkan kinerja organisasi telah menjadi suatu hal yang sangat penting untuk terus dilakukan. Hal ini sesuai dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, dimana sebuah organisasi atau perusahaan harus menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan tuntutan perkembangan zaman. Untuk mewujudkan kinerja organisasi yang tepat dan bermutu maka diperlukan adanya kepemimpinan yang efektif, yang mampu memotivasi dan memberi semangat kepada para karyawan dengan jalan memberikan inspirasi atau mengilhami kreativitas mereka dalam bekerja. Kepemimpinan transformasional dan transaksional diyakini mampu menjawab tantangan dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional terhadap kinerja karyawan pada sebuah perusahaan swasta di Jakarta yang bergerak di bidang jasa E-Learning. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang berguna bagi perusahaan dalam meningkatkan kinerja karyawan. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Haslina, Aidanazima, & Irza, 2017)membuktikan bahwa gaya kepemimpinan Tranformasional berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh (Budiwibowo, 2016); (Hidayati S. N, 2014); (Pradana, Sunuharyo, & Hamid, 2017); (Rorimpandey, 2013)dan (Tatilu, Lengkong, & Sendow, 2014) juga membuktikan adanya pengaruh positif kepemimpinan transformasional dan transaksional terhadap kinerja karyawan. Kepemimpinan menggambarkan hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin dan bagaimana seorang pemimpin mengarahkan yang dipimpin, dan gaya kepemimpinan mencerminkan pola tingkah laku yang disukai oleh seorang pimpinan dalam mempengaruhi dan mengarahkan bawahannya (Stoner & Gilbert, 2003). Kepemimpinan bukan hanya sekedar mempengaruhi bawahan, lebih jauh lagi kepemimpinan merupakan titik sentral yang dapat menentukan arah perjalanan dan pembangunan suatu organisasi dalam hubungannya dengan berbagai macam perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan organisasi. Kepemimpinan merupakan setiap tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu ataukelompok lain yang tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Danim, 2010). Pentingnya kepemimpinan juga dijelaskan oleh (Zahra, 2015) yang menyatakan bahwa kepemimpinan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kelangsungan hidup organisasi, karena kepemimpinan merupakan proses seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan transformasional merupakan kepemimpinan yang menginspirasi para pengikutnya dengan mengenyampingkan kepentingan pribadi mereka demi kebaikan organisasi (Robbins & Judge, 2015). Gaya kepemimpinan ini sangat memperhatikan kebutuhan pengembangan diri para pengikutnya, dan memotivasi untuk bekerja keras guna mencapai tujuan bersama. (Zahra, 2015) mengemukakan bahwa kepemimpinan ditujukan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan karyawan dari tingkatan rendah sampai ke tingkatan yang lebih tinggi dan lebih mapan. Dengan demikian melalui kepemimpinan tersebut akan diperoleh bawahan yang memiliki kemampuan untuk memimpin dirinya sendiri, mengambil tanggung jawab bagi tindakannya sendiri, dan memperoleh imbalan melalui kemandirian yang kuat. Menurut (Robbins & Coulter, 2013) Pemimpin transformasi adalah pemimpin yang menstimulasi dan menginspirasi bawahan untuk mencapai hasil yang luar biasa. Gaya kepemimpinan transformasional mengarahkan bawahan untuk memiliki kepercayaan, kebanggaan, loyalitas, dan rasa hormat kepada pimpinan, dan dapat melakukan pekerjaan melebihi apa yang ditargetkan atau diharapkan. Oleh karena itu, kepemimpinan transformasional pada hakekatnya merupakan kepemimpinan yang memotivasi bawahan untuk bekerja lebih baik dari apa yang biasa dilakukannya. Kepemimpinan transformasional menggiring bawahan yang dipimpin ke arah tumbuhnya sensitivitas kebutuhan terhadap pembinaan dan pengembangan organisasi, pengembangan visi secara bersama, pendistribusian kewenangan kepemimpinan, dan pembangunan kultur organisasi. Kepemimpinan transformasional diprediksikan mampu mendorong terciptanya efektifitas organisasi. Jenis kepemimpinan ini menggambarkan adanya tingkat kemampuan pemimpin untuk mengubah mentalitas dan perilaku pengikut menjadi lebih baik. Kepemimpinan transformasional memiliki makna dan orientasi masa depan ( future oriented ) organisasi, diantaranya kebutuhan menanamkan budaya inovasi dan kreatifitas yang sangat diperlukan bagi para karyawan untuk meningkatkan kinerja. Menurut (Widjaya, Charista, & Josephine, 2015), gaya kepemimpinan transformasional merupakan proses yang menghasilkan peningkatan motivasi dan komitmen karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut (Mulyono, 2009)pemimpin transformasional mendorong bawahannya menyadari pentingnya hasil pekerjaan, mendahulukan kepentingan organisasi, dan pencapaian kebutuhan yang lebih tinggi. Kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan yang menggunakan pertukaran sosial atau transaksi, dimana seorang pemimpin mengarahkan atau memotivasi bawahannya untuk bekerja mencapai tujuan dengan memberikan penghargaan atas produktivitas mereka(Robbins & Coulter, 2013). Menurut (Metcalfe, 2000)pemimpin transaksional harus memiliki informasi yang jelas tentang apa yang dibutuhkan dan diinginkan bawahannya dan harus memberikan balikan yang konstruktif untuk mempertahankan bawahan pada tugasnya. Pada hubungan transaksional, pemimpin menjanjikan dan memberikan penghargaan kepada bawahannya yang berkinerja baik, serta mengancam dan mendisiplinkan bawahannya yang berkinerja buruk. (Bass, 1997)mengemukakan bahwa kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan di mana pemimpin menentukan apa yang harus dikerjakan oleh karyawan agar mereka dapat mencapai tujuan mereka sendiri atau organisasi dan membantu karyawan agar memperoleh kepercayaan dalam mengerjakan tugas tersebut.Jadi kepemimpinan transaksional merupakan sebuah kepemimpinan dimana seorang pemimpin mendorong bawahannya untuk bekerja dengan menyediakan sumberdaya dan penghargaan sebagai imbalan untuk motivasi, produktivitas dan pencapaian tugas yang efektif.Kepemimpinan transaksional sangat memperhatikan nilai moral seperti kejujuran, keadilan, kesetiaan dan tanggung jawab. Kepemimpinan ini membantu orang ke dalam kesepakatan yang jelas, tulus hati, dan memperhitungkan hak-hak serta kebutuhan orang lain. Seorang pemimpin harus mau mendengarkan keluhan dan memberikan perhatian terhadap bawahan, memutuskan perdebatan dengan adil, membuat orang bertanggungjawab atas target kerja mereka, dan menyediakan sumberdaya yang diperlukan demi pencapaian tujuan. Sebagai pimpinan, seseorang harus terus mengupayakan perbaikan, menjalin komunikasi, koordinasi, strategi, mengatur target dan kegiatan-kegiatan tugas, serta pemecahan masalah. Pemimpin transaksional juga memiliki kemampuan motivasi dan memberdayakan karyawan sehingga terwujud perilaku organisasi Kinerja adalah hasil akhir dari sebuah aktivitas (Robbins dan Coulter, 2013). (Rivai & Fawzi, 2005)menjelaskan bahwa kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu didalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti tandar hasil kerja, target atau sasaran atau criteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Kinerja karyawan adalah prestasi aktual karyawan dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan dari karyawan (Dessler, 2006). Selanjutnya (Hasibuan, 2005) juga menjelaskan bahwa kinerja karyawan adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, kesungguhan serta waktu.Menurut(Mangkunegara, 2005), kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dengan demikian kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh karyawan selama periode waktu tertentu berdasarkan pekerjaan masing-masing yang telah ditentukan oleh perusahaan. Peningkatan kinerja karyawan didukung oleh sikap, prilaku, kedisiplinan kerja, dan motivasi kerja karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan seorang pemimpin sangat menentukan sikap, prilaku, kedisiplinan dan motivasi bawahan atau pengikutnya. Gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional yang dapat memotivasi dan menginspirasi karyawan perlu diterapkan untuk meningkatkan kinerja mereka. Berdasarkan pemikiran diatas, dikembangkan rerangka konseptual berikut ini. ## Gambar 1 Rerangka konseptual penelitian Gaya kepemimpinan transformasional adalah gaya kepemimpinan yang sangat memperhatikan kebutuhan pengembangan diri para pengikutnya, dan memotivasi untuk bekerja keras guna mencapai tujuan bersama (Robbins & Judge, 2015). Kinerja karyawan adalah prestasi aktual karyawan dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan dari karyawan (Dessler, 2000). Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Haslina et al., 2017)dan (Hidayati S. N, 2014) membuktikan bahwa gaya kepemimpinan Tranformasional berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh (Budiwibowo, 2016);(Pradana et al., 2017); (Rorimpandey, 2013); dan (Tatilu et al., 2014) juga menunjukkan hasil bahwa gaya kepemimpinan Transformasional berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan teori-teori dan hasil-hasil penelitian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis pertama sebagai berikut: H1: Terdapat pengaruh positif gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja karyawan. Kepemimpinan Transformasional Kepemimpinan Transaksional Kinerja Karyawan Gaya kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan yang menggunakan pertukaran sosial atau transaksi, dimana seorang pemimpin mengarahkan atau memotivasi bawahannya untuk bekerja mencapai tujuan dengan memberikan penghargaan atas produktivitas mereka (Robbins dan Coulter, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh (Budiwibowo, 2016)membuktikan adanya pengaruh positif kepemimpinan transaksional terhadap kinerja karyawan. Penelitian lainnya yang dilakukan(Hidayati S. N, 2014) juga menunjukkan adanya pengaruh positif gaya kepemimpinan transaksional terhadap kinerja karyawan. Begitupula penelitian-penelitian yang dilakukan oleh (Pradana et al., 2017); (Rorimpandey, 2013); dan (Tatilu et al., 2014)menunjukkan hasil bahwa gaya kepemimpinan Transaksional berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan teori-teori dan hasil-hasil penelitian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis kedua sebagai berikut: ## H2: Terdapat pengaruh positif gaya kepemimpinan transaksional terhadap kinerja karyawan. ## METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pengujian hipotesis (Testing Hypothesis) yaitu penelitian yang bertujuan untuk menguji hipotesis. Dimensi waktu pengumpulan data adalah cross sectional , karena data dikumpulkan hanya sekali pada suatu periode tertentu. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebar kuesioner yang disusun berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Hidayati S. N, 2014)untuk variable Kepemimpinan Transformasional, Kepemimpinan transaksional dan Kinerja Karyawan. Unit analisis adalah individu yaitu para karyawan sebuah perusahaan swasta di Jakarta. Terdapat tiga variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Kepemimpinan transformasional, Kepemimpinan transaksional dan Kinerja karyawan. Ketiga variabel tersebut diukur dengan memanfaatkan instrumen yang digunakan oleh (Hidayati S. N, 2014). Skala pengukuran yang digunakan pada kuesioner ini adalah Skala Likert dengan pilihan jawaban mulai dariskala 1= sangat tidak setuju sampai skala 5= sangat setuju.Berikut ini adalah butir-butir pernyataan yang mengukur tiap – tiap variable. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dengan menyebarkan kuesioner secara langsung kepada para responden. Metode pengumpulan sampel yang digunakan adalah metode non – probability sampling yaitu suatu prosedur dimana setiap elemen populasi tidak memiliki peluang atau probabilitas yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Pengumpulan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive / judgemental sampling yaitu penarikan sampel berdasarkan kriteria – kriteria tertentu. Kriteria responden yang dibutuhkan untuk pengisian kuesioner adalah responden yang sudah bekerja selama lebih dari satu tahun. Karakteristik responden adalah berdasarkan gambaran umum responden yang meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, jabatan dan lama bekerja. Jumlah responden sebagai sampel penelitian ini adalah 240 orang. Populasi penelitian adalah seluruh karyawansebuah perusahaan Swasta Aplikasi E-Learning di Jakarta. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dan metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik analisa SEM ( Structural Equation Modeling ) adalah suatu teknik statistik multivariate yang mengkombinasikan aspek regresi berganda dan analisis faktor untuk mengestimasi serangkaian hubungan ketergantungan secara simultan(Hair, William C. Black, Barry J. Babin, & Rolph E. Anderson, 2010), dengan menggunakan program IBM SPSS AMOS 22 (Ghozali, 2011). Ada dua alasan yang mendasari digunakannya SEM yaitu (1) SEM mempunyai kemampuan untuk mengestimasi hubungan antar variable yang bersifat multiple relationship . Hubungan ini dibentuk dalam model structural (hubungan antar konstruk dependen dan independen). (2) SEM mempunyai kemampuan untuk menggambarkan pola hubungan antar konstruk laten dan variable manifest atau variable indikator. Definisi lain menyatakan bahwa SEMmerupakan suatu teknik statistik multivariate yang mengkombinasikan aspek regresi berganda dan analisis faktor untuk mengestimasi serangkaian hubungan ketergantungan secara simultan (Hair et al ., 2010). Sebelum menganalisa hipotesis, terlebih dahulu harus dinilai kesesuaian model secara keseluruhan ( overall fit model ) untuk menjamin model tersebut dapat mengambarkan seluruh pengaruh sebab dan akibat ( goodness of fit). Untuk mengetahui sejauh mana ketepatan seluruh pernyataan yang diajukan sebagai indikator dinyatakan layak untuk digunakan dalam pengukuran variabel penelitian perlu dilakukan uji validitas (Nazir, 2003). Uji validitas juga diperlukan untuk mengetahui seberapa besar suatu instrument pengukuran mampu mengukur sesuatu yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2012).Selanjutnya untuk menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen perlu dilakukan uji reliabilitas dengan teknik tertentu (Sugiyono, 2000). Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan metode Cronbach’s Coefficient Alpha dengan software SPSS 22 dan AMOS IBM 22. Cronbach’s Coefficient Alpha adalah koefisien yang mencerminkan kehandalan item-item dalam kelompok variabel berkorelasi secara positif antara satu dengan lainnya . Nilai Cronbach’s Coefficient Alpha dinyatakan handal ( reliable ) jika nilainya lebih besar dari 0.60 (>0.60)(Nazir, 2003). ## Tabel 1 Hasil Uji Validitas dan Realiabilitas Indikator Factor Loadings Cronbach’s Alpha Kesimpulan Variabel Kinerja Kuantitas pekerjaan 0.748 0,864 Valid dan Reliabel Kualitas pekerjaan 0.741 Efisiensi kerja 0.705 Hasil usaha 0.723 Profesionalisme 0.701 Ketepatan penempatan 0.677 Ketepatan waktu penyelesaian tugas 0.744 Kreativitas 0.684 Variabel Gaya Kepemimpinan Tranformasional Kemampuan menjadikan karyawan tenang 0.642 0,852 Valid dan Reliabel Kemampuan menimbulkan rasa hormat karyawan 0.604 Kemampuan menimbulkan rasa bangga karyawan 0.615 Kemampuan memotivasi karyawan 0.693 Menyampaikan harapan 0.646 Vol. 20 No. 1 , April 2020 Indikator Factor Loadings Cronbach’s Alpha Kesimpulan prestasi kerja Memberikan perhatian pribadi 0.674 Mengetahui kebutuhan karyawan 0.740 Memberikan perhatian terhadap kelalaian kerja 0.724 Memberikan inovasi 0.465 Memberikan semangat kerja 0.738 Variabel Gaya Kepemimpinan Transaksional Memberikan penghargaan atas prestasi 0.667 0,806 Valid dan Reliabel Memberikan penilaian atas hasil kerja 0.650 Memberikan imbalan atas keterlibatan kerja 0.716 Memberikan perhatian pada kegagalan 0.716 Memastikan pekerjaan berjalan dengan baik 0.698 Menyampaikan apa yang harus diketahui karyawan dalam melakukan tugasnya 0.648 Membiarkan karyawan melakukan tugas seperti biasanya 0.558 Membiarkan karyawan berinisiatif 0.554 Tabel 1 menyajikan hasil pengujian validitas dan reliabilitas instrument dengan penjelasan sebagai berikut : Variabel Kinerja terdiri dari 8 indikator. Dari 8 indikator tersebut semua indikator mempunyai nilai factor loadings yang lebih b esar dari 0,40 (Hair’s Factor Loadings untuk 2 40 responden). Dengan demikian indikator-indikator tersebut valid dalam membentuk konstruk variabel Kinerja . Cronbach’s Alpha dari 8 indikator tersebut adalah 0,864 yang lebih besar dari 0,6. Oleh karena itu ke 8 indikator variabel kinerja tersebut adalah reliabel. Variabel Gaya Kepemimpinan Tranformasional terdiri dari 10 indikator. Dari 10 indikator tersebut semua indicator mempunyai nilai factor loadings yang lebih besar dari 0,40 (Hair’s Fa ctor Loadings untuk 240 responden). Dengan demikian, indikator-indikator tersebut valid dalam membentuk konstruk variabel Gaya Kepemimpinan Tranformasional. Cronbach’s Alpha dari 10 indikator adalah 0,852 yang lebih besar dari 0,6. Oleh karena itu, 10 indikator variabel kepemimpinan transformasional adalah reliabel. Variabel Gaya Kepemimpinan Transaksional terdiri dari 8 indikator. Dari 8 indikator tersebut semua indikator mempunyai nilai factor loadings yang lebih besar dari 0,40 (Hair’s Factor Loadings untuk 240 responden). Dengan demikian, indikator-indikator tersebut valid dalam membentuk konstruk variabel Gaya Kepemimpinan Transaksional . Cronbach’s Alpha dari 8 indikator tersebut adalah 0,806 yang lebih besar dari 0,6. Oleh karena itu, 8 indikator variabel kepemimpinan transaksional adalah reliabel. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasar hasil uji validitas dan reliabilitas, untuk variable kinerja diperoleh nilai factor loadings terbesar yaitu indikator kuantitas pekerjaan dengan nilai factor loadings 0.748; diikuti indikator-indikator lainnya yaitu ketepatan waktu penyelesaian tugas 0.744, kualitas pekerjaan 0.741, hasil usaha 0.723, efisiensi kerja 0.705, profesionalisme 0.701, kreatifitas 0.684 dan ketepatan penempatan 0.677. Selanjutnya untuk variable gaya kepemimpinan transformasional, hasil uji menunjukkan bahwa indikator yang paling berpengaruh yaitu mengetahui kebutuhan karyawan dengan nilai factor loading tertinggi 0.740, dan diikuti dengan indikator-indikator lainnya yaitu memberikan semangat kerja 0.738, memberikan perhatian terhadap kelalaian kerja 0.724, kemampuan memotivasi karyawan 0.693, memberikan perhatian pribadi 0.674, menyampaikan harapan prestasi kerja 0.646, kemampuan membuat karyawan tenang 0.642, kemampuan menimbulkan rasa bangga karyawan 0.615, kemampuan menimbulkan rasa hormat karyawan 0.604 dan nilai terkecil adalah untuk indikator memberikan inovasi dengan nilai factor loadings 0.465. Dengan demikian faktor yang paling berpengaruh dari gaya kepemimpinan transformasional adalah kepedulian seorang pemimpin terhadap kebutuhan karyawannya. Hasil uji validitas dan reliabilitas terhadap variable gaya kepemimpinan transaksional menunjukkan bahwa indikator memberikan imbalan atas keterlibatan kerja dan indikator memberikan perhatian pada kegagalan mempunyai nilai factor loadings yang sama dan tertinggi yaitu 0.716, diikuti dengan indikator-indikator lainnya yaitu memastikan pekerjaan berjalan dengan baik 0.698, memberikan penghargaan atas prestasi 0.667, memberikan penilaian atas hasil kerja 0.650, menyampaikan apa yang harus diketahui karyawan 0.648, membiarkan karyawan melakukan tugas seperti biasanya 0.558, dan yang terkecil adalah indikator membiarkan karyawan berinisiatif dengan nilai factor loadings 0.554. Karakteristik responden dalam penelitian ini adalah sebagai berikut, yaitu yang berjenis kelamin pria adalah sebanyak 142 orang (59,2%) dan responden wanita sebanyak 98 orang (40,8%). Sedangkan untuk rata-rata usia terdapat 107 orang (44,6%) responden berusia 20-30 tahun, 106 orang (44,2%) responden berusia 31-40 tahun, 19 orang (7,9%) responden berusia 41-50 tahun, dan 8 orang (3.3%) responden berusia > 50 tahun. Selain itu berdasarkan pendidikan terakhir diperoleh data sebanyak 16 orang (6,7%) responden berpendidikan setingkat SMU, sebanyak 55 orang (22,9 %) responden berpendidikan Diploma, dan S1 sebanyak 156 orang (65 %), dan S2 sebanyak 13 orang (5,4%). Berdasarkan jabatan diperoleh data jumlah staf sebanyak 151 orang ( 62,9%), Supervisor sebanyak 72 orang (30,0%), Asisten manajer sebanyak 13 orang (5,4%), dan Manajer sebanyak 4 orang (1,07%). Berdasarkan lama bekerja, 68 orang (28,3%) sudah bekerja selama 1-3 tahun; dan selanjutnya >3-5 tahun sebanyak 61 orang(25,4 %) responden; >5-10 tahun ada 85 orang (35,4%); >10-15 tahun ada 13 orang(5,4 %); >15 tahun ada 13 orang(5,5 %). Pengujian statistik deskriptif dilakukan untuk menjelaskan karakteristik data yang ditinjau dari nilai rata-rata (mean) dan standar deviasi untuk menunjukkan variasi dari jawaban responden. Nilai mean menunjukkan rata-rata penilaian responden terhadap pertanyaan yang diajukan, sedangkan nilai standar deviasi menunjukkan besarnya penyimpangan terhadap rata-rata dari pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner penelitian. Tabel 2 mencerminkan besarnya nilai rata-rata ( mean ) dan standar deviasi untuk variable yang diukur. Tabel 2 Deskripsi Statistik Keterangan Mean Std. Deviation Kinerja 4.1167 .67906 Kepemimpinan transformasional 4.1100 .68397 Kepemimpinan Transaksional 4.0474 .67857 Dalam penelitian ini dilakukan pengujian kesesuaian model ( Goodness-of-fits Test ) yang ditunjukkan pada table 4 untuk mengetahui apakah model layak sehingga dapat digunakan untuk pengujian hipotesis. ## Tabel 3 Uji Goodness-of-Fits Jenis Pengukuran Pengukuran Goodness of fit Nilai Kesimpulan Absolute fix index χ2 – Chi-square 2,544 Poor-of-Fits p-value 0,000 Poor-of-Fits GFI 0,817 Goodness-of-Fits RMSEA 0,080 Poor-of-Fits Incremental Fit Index AGFI 0,783 Marginal-of-Fits NFI 0,735 Marginal-of-Fits TLI 0,801 Marginal-of-Fits CFI 0,819 Marginal-of-Fits Berdasarkan hasil pengujian terhadap kelayakan model di atas, berdasarkan nilai GFI, AGFI, RMSEA TLI dan CFI dapat disimpulkan bahwa model adalah goodness-of-fit . Oleh karena itu, pengujian hipotesis teori dapat dilanjutkan. Setelah dilakukan uji kesesuaian model, diperoleh bahwa model layak untuk dilakukan suatu pengujian hipotesis, dimana di dalam penelitian ini terdapat 2 buah hipotesis yang diuji dengan SEM seperti yang ditunjukkan pada tabel 5 berikut ini. ## Tabel 5 Hasil Uji Hipotesis Dengan Analisis SEM Hipotesa Koefisien Probabilitas (Two tail) Probabilitas (One tail) Kesimpulan H1: Terdapat pengaruh positif gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja karyawan 0.681 0.000 0.000 H1 Diterima H2: Terdapat pengaruh positif gaya kepemimpinan 0.241 0.139 0.069 H2 Diterima Hipotesa Koefisien Probabilitas (Two tail) Probabilitas (One tail) Kesimpulan transaksional terhadap kinerja Berdasarkan hasil yang diperoleh dari Uji SEM tersebut diatas dapat dijelaskan sebagai berikut: Gaya kepemimpinan transformasional memiliki nilai koefisien sebesar 0.681 dengan nilai probabilita sebesar 0,000/2 (0,000) yang lebih kecil dari 0.05, sehingga Ho ditolak atau ada pengaruh Gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja karyawan. Semakin tinggi diterapkannya Gaya kepemimpinan transformasional, semakin tinggi kinerja karyawan. Gaya kepemimpinan transaksional memiliki nilai koefisien sebesar 0.241 dengan nilai probabilita sebesar 0.139/2 (0.069) yang lebih kecil dari 0.05, sehingga Ho ditolak atau ada pengaruh gaya kepemimpinan transaksional terhadap kinerja karyawan. Semakin tinggi diterapkannya gaya kepemimpinan transaksional, semakin tinggi kinerja karyawan. Dari hasil analisis tersebut terlihat bahwa kedua gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja, namun gaya kepemimpinan transformasional mempunyai nilai koefisien yang lebih besar dari gaya kepemimpinan transaksional yaitu 0.681 dibandingkan 0.241, maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja karyawan adalah lebih besar dari pengaruh gaya kepemimpinan transaksional terhadap kinerja karyawan. ## KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari 240 orang karyawan sebagai responden, dapat disimpulkan sebagai berikut bahwa gaya kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Demikian pula gaya kepemimpinan transaksional memiliki pengaruh positif terhadap kinerja karyawan, namun gaya kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh positif yang lebih besar dibandingkan pengaruh gaya kepemimpinan transaksional terhadap kinerja karyawan. Indikator yang paling berpengaruh pada gaya kepemimpinan transformasional adalah mengetahui kebutuhan karyawan. Diikuti indikator-indikator lainnya yaitu memberikan semangat kerja, memberikan perhatian terhadap kelalaian kerja, kemampuan memotivasi karyawan, memberikan perhatian pribadi, menyampaikan harapan prestasi kerja, kemampuan membuat karyawan tenang, kemampuan menimbulkan rasa bangga karyawan, kemampuan menimbulkan rasa hormat karyawan, dan memberikan inovasi dengan nilai factor loadings terkecil yaitu 0.465. Dengan demikian penting bagi pimpinan untuk selalu memperhatikan kebutuhan karyawan. Selain itu upaya memberilkan inovasi perlu ditingkatkan. Selanjutnya indikator yang paling berpengaruh pada variable gaya kepemimpinan transaksional adalah memberikan imbalan atas keterlibatan kerja dan memberikan perhatian pada kegagalan, sedangkan yang terkecil pengaruhnya adalah indikator membiarkan karyawan berinisiatif. Dengan demikian penting bagi para pimpinan untuk memberikan imbalan yang layak bagi prestasi kerja karyawan dan memperhatikan kegagalan-kegalan yang dilakukan karyawan sehingga memotivasi mereka untuk tidak melakukan kesalahan yang sama. Gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional perlu diterapkan oleh Pimpinan perusahaan atau organisasi untuk meningkatkan kinerja para karyawan. Kedua gaya kepemimpinan tersebut mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja karyawan, maka dengan penerapan kedua gaya kepemimpinan tersebut perusahaan dapat meningkatkan kinerja karyawan, namun dari hasil penelitian gaya kepemimpinan transformasional bisa lebih diterapkan karena berdampak positif lebih besar dalam upaya peningkatan kinerja karyawan. ## KETERBATASAN Penelitian ini memiliki keterbatasan yang perlu disempurnakan dalam penelitian- penelitian dimasa yang akan datang, yaitu jumlah sampel penelitian yang hanya diambil dari satu perusahaan di Jakarta saja, sehingga tidak dapat digeneralisasikan untuk seluruh perusahaan di Jakarta. ## SARAN Untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan sampel dari beberapa perusahaan lainnya. ## DAFTAR PUSTAKA Abu, E. H. (2007). Relationship Between Personality and Organizationa Citizenship: Does Personality Influence Employee Citizenship. International Review of Business Research Papers , 3 (4). Bass, B. M. (1997). Does the Transactional - Transformational Leadership Paradigm Transcend Organizational and National Boundaries? American Psychologist , 52 (2), 130 – 139. https://doi.org/10.1037/0003-066X.52.2.130 Budiwibowo, S. (2016). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transaksional, Transformasional Dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Guru (Karyawan) Di Kota Madiun. Premiere Educandum : Jurnal Pendidikan Dasar Dan Pembelajaran , 4 (2), 119 – 132. https://doi.org/10.25273/pe.v4i02.312 Danim, S. (2010). Kepemimpinan Pendidikan. Alfabeta . Dessler, G. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia. PT. Intan Sejati . Ghozali, I. (2011). Model Persamaan Struktural Konsep Abplikasi Dengan Program AMOS 22.0 . Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro. Hair, J. F., William C. Black, Barry J. Babin, & Rolph E. Anderson. (2010). Multivariate Data Analysis (7th ed.). Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Prentice Hall. Hasibuan, malayu. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia . Jakarta: Bumi Aksara. Haslina, I., Aidanazima, & Irza. (2017). The Roles of Transformational Leadership Style For Maintaining Employee in Team Performance. International Journal of Information, Business and Management , 9 (2), 37. Hidayati S. N. (2014). Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Komitmen Organisasi Sebagai Intervening Variable. Jurnal Maksipreneur , 3 (2), 117 – 132. Mangkunegara, A. P. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan . Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Metcalfe, L. (2000). Reforming the Commission: will organizational efficiency produce effective governance? JCMS: Journal of Common Market Studies , 38 (5), 817 – 841. Mulyono. (2009). Educational Leadership (Mewujudkan Efektivitas Kepemimpinan Pendidikan) . Malang: UIN Malang Press. Nazir, M. (2003). Metode Penelitian (Cetakan ke). Jakarta: Ghalia. Pradana, M. A., Sunuharyo, B. S., & Hamid, D. (2017). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Dan Transaksional Terhadap Kinerja Karyawan. JBTI : Jurnal Bisnis Teori Dan Implementasi , 8 (1), 1 – 11. https://doi.org/10.18196/bti.81083 Rivai, V., & Fawzi, M. B. (2005). Performance Appraisal Sistem Yang Tepat Untuk Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahaan . Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Robbins, & Coulter. (2010). Manajemen (Jilid I). Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama. Robbins, & Coulter. (2013). Manajemen (Jilid 2). Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2015). Organizational Behavior (17th Editi). New Jersey: Pearson Education, Inc., Upper Saddle River. Rorimpandey, L. (2013). Gaya Kepemimpinan Transformasional, Transaksional, Situasional, Pelayanan Dan Autentik Terhadap Kinerja Pegawai Kelurahan Di Kecamatan Bunaken Kota Manado. Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi , 1 (4), 2233 – 2244. Stoner, F., & Gilbert. (2003). Manajemen (Jilid II). Jakarta: PT. indeks Gramedia Grup. Sugiyono. (2000). Memahami Penelitian Kuantitatif . Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kuantitatif . Bandung: Alfabeta. Tatilu, J., Lengkong, V. P. ., & Sendow, G. M. (2014). Kepemimpinan Transaksional, Transformasional, Servant Leadership Pengaruhnya Terhadap Kinerja Karyawan Pada Pt. Sinar Galesong Pratama Manado. Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi , 2 (1), 295 – 304. Widjaya, D. C., Charista, C., & Josephine. (2015). Analisa Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Terhadap Employee Engagement. Jurnal Hospitality Dan Manajemen Jasa , 3 (2), 150 – 167. Yukl, G. (2005). Leadership in Organizations (6 th). Upper Saddle River, New Jersey: Pearson- Prentice hall.raw-Hill. Zahra, N. (2015). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Komitmen Organisasi Melalui Aspek Kepuasan Kerja Karyawan dan Kepercayaan Pada Sektor Perbankan. Jurnal Manajemen Dan Pemasaran Jasa , 8 (1), 145 – 162.
0e8bc8e7-8dfa-49cf-92e2-d8165d4845ec
https://e-journal.fh.unmul.ac.id/index.php/mulrev/article/download/341/203
## Mulawarman LawReview Volume 5 Issue 2, June 2020 ISSN Print: 2527-3477, ISSN Online: 2527-3485 Publisher: Faculty of Law, Mulawarman University, Indonesia. Nationally Accredited Journal, Decree No. 32a/E/KPT/2017. ## Reorganisasi Perusahaan Debitor Yang Terancam Pailit Sebagai Suatu Alternatif ## Asril Magister Ilmu Hukum, Universitas Lancang Kuning, Indonesia. E-mail: asrilwpc.42@gmail.com ## ABSTRACT Law No.37 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligations Article 2 paragraph (1) has determined that a debtor who has two or more Creditors and does not pay in full at least one debt that has matured and is collectible, is declared bankrupt by verdict Court, either at the request of one or more creditors. With this provision, it can be understood that bankruptcy is a reasonable choice. However, several opinions of bankruptcy law have not provided sufficient protection to debtors with good intentions. This article intends to find out more about the implementation of the reorganization of debtor companies whether it can be used as an alternative so that the debtor company does not go bankrupt. The method used is normative legal research. Data sources consist of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. Based on the results of the research, it is known that the regulations regarding company reorganization have not been clearly and firmly regulated in Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligations, Reorganization is part of the restructuring, bankruptcy can be avoided through a business reorganization in the form of mergers, consolidations. , business acquisitions, and other forms. This bankruptcy law also does not provide sufficient protection to debtors with good intentions, because there has been a tendency to interpret bankruptcy as liquidation. However, it must be understood that bankruptcy should also be a means of reorganizing the company. The legal consequence of company reorganization on the settlement of the company's debt and accounts receivable is that there is an opportunity for creditors and debtors to settle their debts without going through a bankruptcy process which can result in the debtor being declared bankrupt. Keywords: Reorganization; Debtor Company; Bankruptcy. ## ABSTRAK Undang-undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Pasal 2 ayat (1) telah menentukan bahwa debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Dengan ketentuan itu dapat dipahami masalah pailit merupakan pilihan yang wajar. Namun, muncul beberapa pendapat hukum kepailitan itu belum memberikan perlindungan yang cukup kepada debitor yang beritikad baik. Artikel ini bermaksud untuk mengetahui lebih lanjut mengenai implementasi reorganisasi terhadap perusahaan debitur apakah dapat dijadikan sebagai suatu alternatif agar perusahaan debitur tidak pailit. Metode yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif. Sumber data terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Pengaturan mengenai reorganisasi perusahaan belum diatur dengan jelas dan tegas dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Reorganisasi sebenarnya merupakan bagian dari restrukturisasi, kepailitan dapat dihindarkan dengan melalui reorganisasi usaha dalam bentuk penggabungan, peleburan,akuisisi usaha, dan bentuk lainnya. Undang-Undang kepailitan ini juga belum memberikan perlindungan yang cukup kepada debitor yang beritikad baik, karena yang berkembang sampai sekarang ini terdapat kecenderungan mengartikan pailit sama dengan likuidasi. Akan tetapi harus menjadi pemahaman bahwa seharusnya pailit juga merupakan sarana untuk melakukan reorganisasi perusahaan. Akibat hukum dari reorganisasi perusahaan tehadap penyelesaian utang piutang perusahaan adalah adanya peluang bagi kreditor dan debitor dalam penyelesaian utang piutangnya tanpa melalui proses kepailitan yang dapat mengakibatkan debitor dinyatakan pailit. Kata Kunci: Reorganisasi; Perusahaan Debitor; Pailit. Citation: Asril. 2021. “Reorganisasi Perusahaan Debitor Yang Terancam Pailit Sebagai Suatu Alternatif”. Mulawarman Law Review 5 (2), 138-149. https://doi.org/10.30872/mulrev.v5i2.341. ## PENDAHULUAN Dalam dunia usaha, suatu perusahaan tidak selalu berjalan dengan baik, dan keadaan keuangannya sudah sedemikian rupa sehingga perusahaan tersebut tidak lagi sanggup membayar utang-utangnya. Hal demikian dapat pula terjadi terhadap perorangan yang melakukan suatu usaha. 1 Krisis yang menimpa perekonomian Indonesia pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan kondisi perekonomian Indonesia rentan terhadap pengaruh luar. Perusahaan-perusahaan mulai bangkrut satu demi satu. Persoalan baru muncul yaitu utang piutang antara debitur dengan para kreditornya dan pada tahun 1998 Faillsementverordening (F.V) diubah dan diganti menjadi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1 Tahun 1998 Tentang Perubahahan Undang-Undang Kepailitan. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut di Undang- Undang kan dengan Undang-Undang No.4 Tahun 1998. Namun fakta menunjukkan bahwa Undang-Undang No.4 Tahun 1998 masih belum memadai dalam mengatasi masalah kepailitan. Selain itu Undang-Undang tersebut ternyata juga belum mampu mengatur masalah reorganisasi perusahaan secara memadai. Undang-undang No.4 Tahun 1998 pun dilakukan perubahaan dengan Undang-undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau disingkat UUK PKPU. Undang-undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Pasal 2 ayat (1) telah menentukan, bahwa Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonan satu atau lebih kreditornya. 2 Dengan ketentuan itu dapat dipahami masalah pailit merupakan pilihan yang wajar. Namun, muncul beberapa pendapat hukum kepailitan itu belum memberikan perlindungan yang cukup kepada debitor yang beritikad baik. 1 Victor M. Situmorang dan Hendri Soekarso,(1994), Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia , Jakarta: Rineka Cipta, hlm 1 2 Undang-undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Pasal 2 ayat (1) Pendapat itu dapat diterima karena yang berkembang sampai sekarang ini terdapat kecenderungan mengartikan pailit sama dengan likuidasi. Padahal, harus menjadi pemahaman bahwa seharusnya pailit juga merupakan sarana untuk melakukan reorganisasi perusahaan. Oleh karena itu ke depan hukum kepailitan di Indonesia harus mengatur mengenai reorganisasi perusahaan. Hal ini perlu karena pada dasarnya kepailitan harus mencerminkan keseimbangan antara melindungi hak-hak kreditur dan menghindari terjadinya likuidasi prematur atas suatu perusahaan. Perlu pula dipahami bahwa melalui ketentuan reorganisasi perusahaan nantinya bila diatur dalam hukum kepailitan akan membuat hukum kepailitan menjadi efektif. Pengaturan demikian menjadi penting sekali bila terjadi krisis keuangan di suatu negara, karena akan mempercepat proses restrukturisasi perusahaan di negara yang dilanda krisis tersebut. Berdasarkan uraian diatas, penyusun ingin mengetahui lebih lanjut mengenai implementasi reorganisasi terhadap perusahaan debitur apakah dapat dijadikan sebagai suatu alternatif agar perusahaan debitur tidak pailit. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka dituangkan dalam bentuk tulisan yang berjudul “Reorganisasi Perusahaan Debitor Yang Terancam Paili t Sebagai Suatu Alternatif” . ## METODE Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum kepustakaan, 3 karena menjadikan bahan kepustakaan sebagai tumpuan utama. Pendekatan permasalahan penelitian adalah pendekatan peraturan perundang-undangan ( Statute Approach ) adalah pendekatan yang digunakan untuk menelaah seluruh peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan atau isu hukum yang dihadapi. 4 ## PEMBAHASAN ## Tinjauan Umum Terhadap Reorganisasi Reorganisasi dalam bahasa Inggris disebut Reorganization diartikan penyusunan kembali. Hukum di Amerika Serikat telah memberlakukan reorganisasi perusahaan untuk mengatasi keadaan debitur yang mengalami kesulitan untuk membayar utang- utangnya. Menurut hukum US Bankruptcy Code , terdapat dua bentuk bankruptcy yaitu (1) liquiation dan (2) rehabilation , Chapter 7 dan Bankruptcy Code berjudul Liquidation. Istilah straight bankruptcy atau bankruptcy yang sering dipakai adalah dimaksudkan untuk merujuk kepada kasus-kasus liquidation dibawah hukum kepailitan di bawah hukum kepailitan karena mayoritas terbesar dari kasus-kasus bankruptcy adalah kasus liquidation. Chapter 11, 12 dan 13 dari Bankruptcy Code menyangkut debitor rehabilitation . Dalam suatu kasus rehabilitation , yang dilihat oleh para Kreditor adalah 3 Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif , Suatu Tinjauan Singkat , (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2003), hlm 23 4 Pedoman Penulisan Tesis Program Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Lancang Kuning Tahun 2019, hlm 16 pendapatan Debitor yang akan datang untuk melunasi tagihan-tagihan mereka, bukan melihat harta kekayaan Debitor pada waktu proses kepailitan dimulai. Banckrupty Code tidak secara tegas membatasi penggunaan Chapter 11, yang berjudul Reorganization, untuk kasus-kasus bisnis saja, namun dalam prakteknya Chapter 11 dapat digunakan oleh hampir semua bidang usaha. Kebangkrutan biasanya diartikan kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba. Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi perusahaan atau penutupan perusahaan atau insolvabilitas. Kebangkrutan dapat juga diartikan suatu proses yang dilakukan oleh seorang debitur dengan mengisi suatu petisi yang menyatakan bahwa ia tidak mampu untuk memenuhi kewajiban- kewajibannya atau hutang-hutangnya dan bersedia dinyatakan bangkrut Rencana reorganisasi pada hakekatnya adalah kesepakatan antara seorang debitur dan beberapa kreditur. Hal itu mungkin merupakan rekapitalisasi perusahaan debitur dan atau memberi kreditur beberapa saham perusahaan sebagai pengganti sebagaian atau seluruh utang-utang perusahaan. Reorganisasi dapat dibedakan: 5 a. Reorganisasi yuridisi, yaitu reorganisasi yang terjasi apabila ada perubahan bentuk hukum perusahaan atau badan usaha. Perubahan ini mempunyai akibat hukum, misalnya bentuk perusahaan perseorangan dirubah menjadi partnership atau bentuk perusahaan partenership dirubah menjadi Perseroan Terbatas. Dengan demikian reorganisasi yuridis pada dasarnya merubah bentuk. Perubahan bentuk pada hakekatnya mempengaruhi hak dan kewajiban daripada pemilik. b. Reorganisasi struktural, yaitu penyusunan kembali struktur organisasi. Dalam reorganisasi struktural tidak ada akibat keluar tetapi mempunyai akibat kedalam. Misalnya struktur organisasi fungsional dirubah menjadi struktur organisasi garis. c. Reorganisasi finansial, yaitu reorganisasi yang terjadi apabila ada perubahan struktur modal. Struktur modal disusun kembali karena perusahaan mengalami kesulitan permodalan. Sedikitnya terdapat tiga prinsip menurut Joseph E. Stiglitz yang harus terkandung dalam hukum kepailitan. Pertama, peran utama kepailitan adalah untuk menggalakkan reorganisasi perusahaan. Hukum Kepalitan harus memberikan waktu cukup bagi perusahaan untuk melakukan pembenahan perusahaan. Kedua, meskipun tidak dikenal hukum kepailitan yang berlaku universal dan ketentuan kepailitan telah berkembang dari waktu ke waktu seiring dengan perubahan keseimbangan politik diantara para pelaku,transformasi struktural perekonomian dan perkembangan sejarah masyarakat, namun setiap hukum kepailitan bertujuan menyeimbangkan beberapa tujuan termasuk melindungi hak-hak kreditur dan menghindari terjadinya likuidasi premature. Ketiga, Hukum kepailitan mestinya tidak hanya memperhatikan kreditur dan debitur tetapi yang lebih penting lagi adalah memperhatikan kepentingan stakeholder yang dalam kaitan ini yang terpenting adalah pekerja. Prinsip ketiga tersebut memang telah dianut oleh hukum kepailitan, karena telah memberikan hak istimewa untuk pembayaran gaji buruh yang terutang. Akan tetapi 5 Bambang Riyanto, Dasar-Dasar Perusahaan, (Yogyakarta, Gadjah Mada, 1989), hlm 240 bagaimana dengan hak-hak buruh lainnya. Lebih jauh lagi, perlu dilihat apakah pailit menimbulkan dampak luas bagi konsumen atau menyebabkan terjadinya dislokasi ekonomi yang buruk. Di samping itu jika melihat dari hakekatnya reorganisasi perusahaan adalah untuk menyehatkan kinerja perusahaan, tentunya perusahaan dapat melakukan kebijakan antara lain: perluasan perusahaan secara internal, peningkatan modal ekuitas dari sumber eksternal perusahaan, ekspansi usaha, penurunan modal dan perampingan perusahaan secara yuridis. Sehingga bentuk reorganisasi diperluas dan dapat dilakukan dengan cara : 6 1) Penggabungan ( Merger ); Peleburan ( consolidation ); 3) Pengambilalihan ( acquisition ); 4) Privatisasi; 5) Pengambilalihan oleh pemerintah; 6) Rekapitalisasi; 7) Restrukturisasi Utang. Reorganisasi pada umumnya adalah pengaturan untuk memperbaiki susunan kapital suatu perseroan agar kondisi finansial menjadi lebih sehat dan kuat. Mengingat bahwa maksud diadakannya reorganisasi terutama untuk perbaikan struktur modalnya untuk kemudian supaya mempermudah future financingnya, maka tindakan utama yang harus dilakukan adalah tindakan menghilangkan saldo kerugian. 7 Tindakan ini secara khusus dapat disebut recapitalization, yang dilakukan kepada suatu perseroan yang jatuh bangkrut, yang menetapkan, bahwa para pemegang saham, pemegang obligasi, dan para kreditur menyetujui satu sama lain akan menyerahkan kepentingan-kepentingan dan tuntutan-tuntutannya, untuk melakukan restrukturisasi finansial sehingga dapat menyelesaikan hutang-hutang perseroan dan melanjutkan usaha-usahanya. Adapun langkah-langkah reorganisasi adalah: 1. Menentukan Nilai Perusahaan Penilaian yang sering digunakan, dan yang termasuk sederhana, adalah menghitung nilai perusahaan berdasarkan tingkat kapitalisasi 2. Menentukan Struktur Modal yang baru Struktur modal tersebut bertujuan mengurangi beban tetap (bunga) agar perusahaan bisa beroperasi dengan lebih fleksibel. Untuk mengurangi beban tetap tersebut, total hutang biasanya akan dikurangi. Jika tidak ada lagi harapan bahwa operasi perusahaan akan berhasil, maka likuidasi merupakan alternatif satu-satunya yang mungkin dilakukan oleh perusahaan. ## Dasar dilakukannya Reorganisasi Perusahaan Menurut Undang-undang nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang Pasal 1, Kepailitan adalah sitaan umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas. 8 Yang dimaksud dengan sita umum adalah 6 Bramantyo Djohanputro,2004, Restrukturisasi Perusahaan Berbasis Nilai: Strategi Menuju Keunggulan Bersaing, PPM, Jakarta, Raja Grafindo Persada, hlm 33 7 Bambang Riyanto, op.cit, hlm 252 8 Undang-undang nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang Pasal 1 penyitaaan atau pembeslahan terhadap seluruh harta debitor pailit. Pengertian sita umum ini untuk membedakan dengan sita khusus seperti revindikator beslag, konservator beslah dan eksekutor beslag yang semuanya merupakan beslag atau sita khusus karena terhadap benda-benda tertentu 9 . Mengenai syarat-syarat untuk dapat dinyatakan pailit, Undang-undang nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang Pasal 2 Ayat (1) menyebutkan bahwa debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan Niaga baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Debitor yang mengetahui bahwa keadaan keuangannya mengalami kesulitan sehingga kemungkinan besar berhenti membayar utang dapat memilih beberapa langkah dalam penyelesaian utangnya tersebut. Beberapa upaya dimaksud antara lain: 10 1. Mengadakan perdamaian diluar pengadilan dengan para kreditornya; 2. Mengadakan perdamaian di dalam pengadilan apabila debitor tersebut digugat secara perdata; 3. Mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU); 4. Mengajukan perdamain dalam PKPU; 5. Mengajukan permohonan agar dirinya dinyatakan pailit oleh pengadilan; 6. Mengajukan perdamaian dalam kepailitan. Berkaitan dengan alternatif pilihan tersebut,debitor seyogyanya memilih alternatif terbaik. Salah satu pilihannya adalah mengajukan permohonan PKPU. Permohonan PKPU tersebut harus diajukan oleh debitor selum ada putusan pailit. Apabila putusan pailit telah dibacakan oleh Majelis Hakim maka debitor tidak dapat mengajukan PKPU. Sebelum Pengadilan Niaga memutuskan untuk mengadakan PKPU tetap, debitor dapat mengajukan untuk diberikan PKPU sementara. Jangka waktu PKPU sementara berakhir karena kreditor konkuren tidak menyetujui pemberikan PKPU tetap atau pada saat batas waktu perpanjangan PKPU telah sampai, ternyata antara debitor dan kreditor konkuren belum tercapai persetujuan rencana perdamaian. 11 Apabila PKPU tetap ini disetujui oleh para kreditor konkuren maka PKPU tetap ini tidak boleh melebihi 270 hari terhitung sejak putusan PKPU sementara ditetapkan. 12 ## Pengaturan Reorganisasi Perusahaan Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Reorganisasi perusahaan dapat menjadi alternatif bagi debitor agar terhindar dari kepailitan. Perusahaan yang terancam pailit memiliki permasalahan keuangan yang serius. Penataan kembali organisasi perusahaan Menjadi penting untuk keberlangsungan perusahaan. Reorganisasi merupakan upaya untuk mempertahankan 9 Man S. Sastrawidjaja, 2006, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang , Bandung: Alumni, hlm 78 10 Ibid. , hlm 202 11 Sutan Remy Sjahdeini, 2002, Hukum Kepailitan , Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2002, hlm 333 12 Ibid , hlm 340 perusahaan tetap berjalan dengan mengubah struktur modalnya. Secara konseptual suatu perusahaan harus direorganisasi jika nilai ekonominya sebagai satu kesatuan operasi lebih besar daripada nilai likuidasinya. Reorganisasi perusahaan berarti juga menyusun kembali organisasi yang dapat dibedakan: 13 1. Reorganisasi yuridis, terjadi apabila ada perubahan bentuk perusahaan. Misalnya perusahaan perseorangan diubah menjadi Perseroan Terbatas (PT). 2. Reorganisasi struktural, yaitu penyusunan kembali struktur organisasi. Misalnya struktur organisasi fungsional diubah menjadi struktur organisasi garis. 3. Reorganisasi finansial, merupakan Capital Restructuring yang menyangkut perubahan menyeluruh dari struktur modal karena perusahaan telah atau sangat cenderung untuk insolvable. Tujuan reorganisasi finansial adalah untuk menyehatkan kembali permodalan perusahaan. Struktur modal disusun kembali karena perusahaan mengalami kesulitan permodalan, sehingga dirasa struktur modal yang baru cukup layak untuk operasional perusahaan di masa yang akan datang. Pembangkrutan usaha dapat dihindarkan, antara lain melalui reorganisasi usaha dalam bentuk penggabungan, peleburan, akuisisi usaha, dan bentuk lainnya. Reorganisasi tersebut juga dipandang sebagai salah satu pendekatan pemulihan kembali kegiatan ekonomi, usaha dan investasi ( economic recovery ), serta kesempatan kerja. Reorganisasi sebenarnya merupakan bagian dari restrukturisasi. Pengertian restrukturisasi yang berhubungan dengan penyehatan perusahaan dapat dibagi dalam beberapa tahap pertama, bila seorang debitur mengalami kesulitan terhadap pembayaran utangnya, maka terhadap debitur tersebut dapat dilakukan restrukturisasi hanya terhadap utang debitur, karena bila retrukturisasi terhadap debitur dianggap belum cukup menjamin penyehatan perusahaan, maka dapat dilanjutkan dengan restrukturisasi perusahaan. Dengan adanya restrukturisasi perusahaan tersebut maka diharapkan restrukturisasi utang akan lebih terjamin keberhasilannya. Restrukturisasi pada Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dimaksudkan hanya restrukturisasi terhadap pembayaran utang-utang debitur dengan tujuan agar perusahaan debitur dapat sehat kembali. Restrukturisasi utang debitur hanya dapat dilakukan bila terjadi peristiwa sebagai berikut: 14 1. Perseroan sudah berada dalam keadaan tidak mampu membayar bunga dan atau utang pokoknya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. 2. Perseroan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan mendatang berada dalam keadaan tidak mampu membayar utang-utangnya. 3. Perseroan berdasarkan putusan pengadilan atau suatu badan arbitrase yang telah berkakuatan hukum tetap diwajibkan membayar utang atau ganti kerugian kepada pihak lain dan apabila perseroan memenuhi putusan pengadilan atau badan 13 Wasis, 1992, Pengantar Ekonomi Perusahaan , Bandung: Alumni, hlm 209-210 14 Syamsudin Manan Sinaga, loc. Cit. arbitrase tersebut, maka besarnya pembayaran kewajiban itu dapat mengakibatkan perseroankehilangan sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari modalnya. 4. Perseroan sudah mengalami kerugian yang besarnya kerugian itu mengakibatkan perseroan kehilangan modalnya sekurangkurangnya 50% (lima puluh persen) dari modalnya. 5. Perseroan memiliki utang bermasalah yang besarnya setelah diperhitungkan dengan cadangan, masih akan mengakibatkan perseroan kehilangan modalnya sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari modalnya. 6. Perseroan memiliki utang yang keseluruhannya berjumlah melebihi 500% (lima ratus persen) dari modalnya. 7. Perseroan memiliki utang yang keseluruhannya berjumlah melebihi 200% (dua ratus persen) dibandingkan dengan nilai jual harta kekayaan perseroan seandainya perseroan dilikuidasi karena dinyatakan pailit. Restrukturisasi terhadap utang debitur bukan hanya bila terjadi peristiwa-peristiwa tersebut, tetapi juga harus dipertimbangkan beberapa kelayakan berikut: 15 1. Perseroan masih memiliki prospek usaha yang baik untuk mampu melunasi utang atau utang-utang tersebut apabila diberi kesempatan penundaan pelunasan dalam jangka waktu yang wajar, baik dengan atau tanpa diberi keringanan-keringanan persyaratan dan atau diberi tambahan utang baru, dan 2. Kreditur akan memperoleh pelunasan utang yang jumlahnya lebih besar melalui restrukturisasi daripada perseroan dinyatakan pailit, dan atau 3. Syarat-syarat utang berdasarkan restrukturisasi lebih menguntungkan bagi kreditur daripada sebelum dilakukan restrukturisasi. Oleh karena itu sebelum restrukturisasi dilakukan, harus dilakukan terlebih dahulu studi kelayakan yang bertujuan untuk menyimpulkan apakah utang debitur layak atau tidak layak untuk direktrukturisasi, baik retrukturisasi itu hanya terbatas pada retrukturisasi utang atau juga harus dilakukan retrukturisasi perusahaan. Studi kelayakan tersebut harus dilakukan oleh Kantor Konsultan Independen yang sekurang- kurangnya terdiri dari: 16 1) Kantor Akuntan Publik; 2) Kantor Konsultan Hukum; 3) Kantor Konsultan Manajemen Keuangan dan Bisnis; 4) Kantor Konsultan Penilai; 5) Pakar mengenai sektor industri yang bersangkutan. Sebagai catatan perlu diketahui bahwa dalam sejarahnya, Peraturan Kepailitan yang lama sebenarnya tidak berlaku untuk golongan rakyat pribumi. Undang-undang Kepailitan tersebut hanya berlaku bagi golongan Eropa dan golongan Timur Asing. Hal ini sesuai dengan Staatsblad 1924 No. 556 dan Staatsblad 1917 No. 129. Perubahan atas Undang-undang tentang Kepailitan ( Faillisements Verordening Stb 1905 No. 217 jo Stb 1906 No. 348) ditetapkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang pada tanggal 22 April 1998, yaitu dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang tentang Kepailitan. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tersebut kemudian selanjutnya menjadi Undang-undang No. 4 Tahun 1998. Kemudian UU No. 4 Tahun 1998 direvisi kembali menjadi UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan 15 Ibid , hlm 9 16 Syamsudin Manan Sinaga, loc.cit Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. yang telah disahkan oleh DPR dan telah ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 18 Oktober 2004 (selanjutnya UU Kepailitan yang baru). Ada berbagai kelemahan mendasar dari UU Kepailitan No. 4 Tahun 1998, antara lain, tidak adanya batas utang yang jelas sehingga suatu perusahaan bisa dinyatakan pailit. Dimana menurut Undang-undang Kepailitan yang lama ini sangat sulit membuktikan atau mendefenisikan apakah itu utang atau tidak. Putusan pailit terhadap suatu perusahaan asuransi tanpa melihat track record perusahaan yang akan dipailitkan, akan menjadi preseden buruk yang mempengaruhi investor, dari dalam negeri maupun luar negeri, untuk menanamkan investasinya di Indonesia. Hal ini disebabkan hukum tidak memberi jaminan keamanan berusaha. Jadi dalam hal ini seolah-olah mudah untuk memohonkan pailit sehingga perusahaan yang sehat pun bisa dipailitkan. Hal ini adalah merupakan kelemahan UU Kepailitan (UU NO. 4 Tahun 1998) yang ditinjau dari sisi kepentingan masyarakat. Di dalam UU No.4 Tahun 1998 dinyatakan bahwa bank dan pasar modal yang menghimpun dana publik hanya bisa diajukan pailit yaitu untuk bank oleh Bank Indonesia dan pasar modal oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Tetapi justru asuransi yang juga salah satu lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat tidak mendapat hak yang sama seperti halnya bank dan pasar modal. 17 Berbagai kasus berkenaan dengan pailit suatu perusahaan secara bisnis dan menurut hukum perusahaan merupakan hal lumrah. Sebab Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang telah menentukan, bahwa Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih,dinyatakan pailit dengan putusan. Pengadilan, baik atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Dengan ketentuan itu dapat dipahami masalah pailit merupakan pilihan yang wajar. Namun, muncul beberapa pendapat hukum kepailitan itu belum memberikan perlindungan yang cukup kepada debitor yang beritikad baik. Pendapat itu dapat diterima karena yang berkembang sampai sekarang ini terdapat kecenderungan mengartikan pailit sama dengan likuidasi. Padahal, harus menjadi pemahaman bahwa seharusnya pailit juga merupakan sarana untuk melakukan reorganisasi perusahaan. Oleh karena itu ke depan hukum kepailitan di Indonesia harus mengatur mengenai reorganisasi perusahaan. Hal ini perlu karena pada dasarnya kepailitan harus mencerminkan keseimbangan antara melindungi hak-hak kreditur dan menghindari terjadinya likuidasi prematur atas suatu perusahaan. Perlu pula dipahami bahwa melalui ketentuan reorganisasi perusahaan nantinya bila diatur dalam hukum kepailitan akan membuat hukum kepailitan menjadi efektif. 17 Bismar Nasution, 2004, UU Kepailitan Harus Mengatur Reorganisasi Perusahaan , Medan: Bisnis, hlm 8 Pengaturan demikian menjadi penting sekali bila terjadi krisis keuangan di suatu negara, karena akan mempercepat proses restrukturisasi perusahaan di negara yang dilanda krisis tersebut. Peran utama kepailitan adalah untuk menggalakkan reorganisasi perusahaan. Hukum Kepalitan harus memberikan waktu cukup bagi perusahaan untuk melakukan pembenahan perusahaan. Meskipun tidak dikenal hukum kepailitan yang berlaku universal dan ketentuan kepailitan telah berkembang dari waktu ke waktu seiring dengan perubahan keseimbangan politik diantara para pelaku, transformasi struktural perekonomian dan perkembangan sejarah masyarakat, namun setiap hukum kepailitan bertujuan menyeimbangkan beberapa tujuan termasuk melindungi hak-hak kreditur dan menghindari terjadinya likuidasi premature. Hukum kepailitan mestinya tidak hanya memperhatikan kreditur dan debitur tetapi yang lebih penting lagi adalah memperhatikan kepentingan stakeholder yang dalam kaitan ini yang terpenting adalah pekerja. Prinsip yang terahir tersebut memang telah dianut oleh hukum kepailitan, karena telah memberikan hak istimewa untuk pembayaran gaji buruh yang terutang. Akan tetapi bagaimana dengan hak-hak buruh lainnya. Lebih jauh lagi, perlu dilihat apakah pailit menimbulkan dampak luas bagi konsumen atau menyebabkan terjadinya dislokasi ekonomi yang buruk. Reorganisasi Perusahaan dalam Hukum Kepailitan adalah ultimum remedium, upaya terakhir. Apabila reorganisasi perusahaan diatur dalam hukum kepailitan di Indonesia, maka tidaklah mudah lagi mempailitkan suatu perusahaan. ## Penyelesaian Utang Piutang saat Reorganisasi Perusahaan Reorganisasi perusahaan dimaknai dengan penataan kembali perusahaan. Adanya reorganisasi perusahaan membuka kemungkinan perusahaan akan sehat kembali dan berkinerja baik. Jika reorganisasi perusahaan menjadikan perusahaan kembali sehat dan kinerjanya menjadi lebih baik maka tentunya kemampuan perusahaan dalam mendapatkan keuntungan juga akan meningkat. Seiring dengan hal tersebut maka sudah pasti penyelesaian utangnya juga akan mulai diselesaikan. Namun demikian tidak ada jaminan bahwa perusahaan yang telah melakukan reorganisasi perusahaan kinerjanya akan meningkat. Sebagai suatu upaya tentu saja baik dilakukan mengingat cara-cara itu haruslah ditempuh sebelum akhirnya pailit menjadi pilihan. Peluangnya besar perusahaan terhindar dari kepailitan setelah dilakukan reorganisasi perusahaan. Paling tidak dengan penataan kembali perusahaan maka perusahaan tersebut dianalisis penyebab dari kesulitan keuangannya untuk kemudian dicari solusi yang terbaik. Biasanya dalam melakukan reorganisasi perusahaan, perusahaan dibantu oleh konsultan manajemen dan konsultan hukum perusahaan. Akibat dari reorganisasi perusahaan akan luas dan terkait dengan berbagai pihak seperti pemilik perusahaan, karyawan perusahaan, direksi perusahaan, kreditor perusahaan dan debitor perusahaan. Ketika reorganisasi perusahaan bersentuhan langsung dengan proses merger, konsolidasi akuisisi dan pemisahan bukan tidak mungkin awalnya pemilik perusahaan menjadi pemegang saham namun karena adanya reorganisasi perusahaan, pemilik perusahaan tidak menjadi pemilik lagi. Tidak hanya pemilik perusahaan,reorganisasi perusahaan juga dapat berpengaruh pada direksi perusahaan, yang awalnya menjadi direksi sebuah perusahaan setelah reorganisasi perusahaan menjadi tidak lagi direksi perusahaan. Reorganisasi perusahaan juga biasanya menyentuh karyawan perusahaan. Restrukturisasi karyawan menjadi bagian yang tidak terhindarkan dalam proses reorganisasi perusahaan. Mutasi, rotasi dan demosi bahkan pemutusan hubungan kerja menjadi akibat dari reoganisasi perusahaan. Tidak hanya itu reorganisasi perusahaan dapat berpengaruh pada kreditor dan debitor perusahaan. Pengaruh ini tentunya akan berdampak pada adanya restrukturisasi utang. ## SIMPULAN Pengaturan mengenai reorganisasi perusahaan belum diatur dengan jelas dan tegas dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Reorganisasi sebenarnya merupakan bagian dari restrukturisasi, kepailitan dapat dihindarkan dengan melalui reorganisasi usaha dalam bentuk penggabungan, peleburan,akuisisi usaha, dan bentuk lainnya. Undang-Undang kepailitan ini juga belum memberikan perlindungan yang cukup kepada debitor yang beritikad baik, karena yang berkembang sampai sekarang ini terdapat kecenderungan mengartikan pailit sama dengan likuidasi, namun harus menjadi pemahaman bahwa seharusnya pailit juga merupakan sarana untuk melakukan reorganisasi perusahaan. Akibat hukum dari reorganisasi perusahaan tehadap penyelesaian utang piutang perusahaan adalah adanya peluang bagi kreditor dan debitor dalam penyelesaian utang piutangnya tanpa melalui proses kepailitan yang dapat mengakibatkan debitor dinyatakan pailit. ## DAFTAR PUSTAKA Bambang Riyanto, 1989. Dasar-Dasar Perusahaan, Yogyakarta, Gadjah Mada Bismar Nasution, 2004. UU Kepailitan Harus Mengatur Reorganisasi Perusahaan , Medan: Bisnis Bramantyo Djohanputro, 2004. Restrukturisasi Perusahaan Berbasis Nilai : Strategi Menuju Keunggulan Bersaing, PPM, Jakarta, Raja Grafindo Persada Man S. Sastrawidjaja, 2006. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang , Bandung: Alumni P Munir Fuady. 2005. Hukum Pailit Dalam Teori Dan Praktek , Bandung: Citra Aditya Bakti. Pedoman Penulisan Tesis Program Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Lancang Kuning Tahun 2019 Rahmadi Usman. 2013. Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: Citra Aditya Bakti. Sutan Remy Sjahdeini, 2002. Hukum Kepailitan , Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Sutan Remy Syahdeni. 2016. Sejarah, Asas dan Teori Hukum Kepailitan , Jakarta: Prenamedia Grup. Wasis, 1992. Pengantar Ekonomi Perusahaan , Bandung: Alumni Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Victor M. Situmorang dan Hendri Soekarso, 1994. Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia , Jakarta: Rineka Cipta
415686cc-7146-4b1d-af7b-758832f8a5d7
https://ojs.badanbahasa.kemdikbud.go.id/jurnal/index.php/medanmakna/article/download/839/432
ISSN 1829-9237 A BSTRAK Bahasa merupakan sistem arti dan sistem bentuk untuk merealisasikan arti itu. Struktur bahasa ditentukan oleh fungsi bahasa. Dengan kata lain, struktur teks ditentukan oleh fungsi yang akan disampaikan oleh pemakai bahasa melaui teks itu. Kajian ini bertujuan mendeskripsi struktur dan fungsi komunikasi teks berita surat kabar Indonesia dengan merujuk fungsi bahasa sebagai kerangka konseptual. Dengan menggunakan sampel 37 terbitan koran dari seluruh Indonesia dan teknik analisis berdasarkan teori linguistik fungsional sistemik (LFS), kajian ini berhasil mendeskripsi struktur dan fungsi komunikasi teks berita surat kabar Indonesia. K ATA KUNCI : struktur, fungsi komunikasi, teks surat kabar P ENDAHULUAN Dalam perkembangan pers, pemerintah atau penguasa di hampir semua negara mengawasi penerbitan surat kabar. Besar kecil atau kuat lemahnya kontrol pemerintah/penguasa terhadap penerbitan pers tergantung pada ideologi atau keinginan politik pemerintah. Misalnya, di zama Orde Baru di Indonesia pemerintah menetapkan penerbitan pers dengan kebijakan pers Pancasila. Satu realisasi kebijakan pers ini adalah pers yang bebas dan bertanggung jawab. Implikasi pers yang bebas dan bertanggung jawab, seperti dikemukakan oleh Jendral Try Sutrisno 1 , adalah pers bebas memberitakan suatu peristiwa yang benar tetapi pada saat yang sama juga harus beratanggung jawab terhadap terhadap dampak pemberitaan di dalam masyarakat ( Kompas 1991). Dengan kebijakan itu, penerbitan surat kabar diarahkan kepada tugas mendidik masyarakat dan memelihara stabilitas agar semua orang dapat berpartisipasi dalam pembangunan ( Pedoman Penulisan Penerbitan Pers 1994: 50, Wahyudi 1991:220-225). Dalam konteks pers Pancasila tersebut, pers Indonesia berbeda dengan pers asing, misalnya pers Australia, yang bebas memberitakan kebenaran dan dari tanggung jawab terhadap dampak pemberitaan di masyarakat. Di samping itu, pengusaha penerbitan pers melakukan kontrol terhadap isi terbitannya dengan memberlakukan kriteria terhadap berita yang akan diterbitkannya. Misalnya, satu kriteria dalam mottonya surat kabar Waspada (Medan) memberlakukan bahwa hanya berita Demi Kebenaran Dan Keadilan yang akan dimuat di dalam harian itu. Kriteria praktis dan dagang sering juga diberlakukan. Semua pembatasan dan kontrol ini membuktikan bahawa pada dasarnya tidak ada penerbitan pers yang objektif. Yang menjadi pertanyaan adalah apa yang disajikan dalam penerbitan surat kabar Indonesia dan tindakan apa yang dilakukan dalam pemberitaan sehingga kontrol harus diberlakukan. Dengan kata lain, secara linguistik sumber daya linguistik apa yang digunakan untuk struktur surat kabar dan fungsi komunikasi apa yang dilakukan dalam pemberitaan koran Indonesia. Jawab terhadap pertanyaan ini hanya diperoeh melalui analisis terhadap sumber daya linguistik yang digunakan untuk menyampaikan pemberitaan koran tersebut. ## L INGKUP K AJIAN Penelitain ini terfokus pada dua aspek linguistik yaitu struktur wacana dan fungsi komunikasi. Kedua aspek ini dinterpretasikan dari teori linguistik fungsional sistemik (LFS) yang dikembangkan oleh Halliday (1979, 1982, ## S TRUKTUR DAN F UNGSI K OMUNIKASI T EKS B ERITA S ## URAT K ABAR I NDONESIA Oleh Amrin Saragih Guru Besar Negeri Medan dan Kepala Balai Bahasa Medan ISSN 1829-9237 1985, 1988, 1992, 1993, 1994), Martin (1987, 1992, 1993), Ventola (1987, 1988) dan para pengikut mereka. Struktur wacana diinterpretasikan dari konsep representasi pengalaman manusia dalam bahasa (experiential meaning). Fungsi komunikasi mengacu kepada fungsi atau peran komunikasi yang dilakukan oleh pemakai bahasa ketika dia terlibat dalam interaksi (lisan atau tulisan) dengan pemakai bahasa yang lain. Dengan kata lain, secara sistemik kajian ini mencakup pengalaman yang dipapar oleh surat kabar Indonesia dan perlakuan terhadap pengalaman itu. V ARIABEL Pemakaian bahasa tidak terpisahkan dengan konteks pemakaian bahasa itu. Hal ini terjadi karena pemakaian bahasa berlangsung dalam konteks. Dapat dikatakan bahasa bahasa ditentukan leh konteks. Sebagai penggunaan bahasa, berita koran Indonesia terjadi dalam tiga konteks yaitu ucapan, kejadian, dan keadaan. Ketiga konteks ini dikembangkan dari teori Halliday (1978: 141) dan Haliday & Hasan (1985: 12). Berita ucapan adalah pernyataan, instruksi, keterangan, penegasan atau ucapan dari satu sumber berita yang dipublikasikan koran, seperti pernyataan gubernur, keterangan polisi terhadap sesuatu peristiwa, pengumuman pemerintah, pidato presiden, dan sebagainya. Berita kejadian mencakup peristiwa atau insiden yang dimuat oleh surat kabar seperti pembunuhan, perampokan, kecelakaan, peresmian jembatan, kunjungan, dan sebagainya. Berita keadaan mencakup kondisi atau situasi yang diberitakan oleh koran seperti banjir, kenaikan harga, limbah, kebakaran, dan sebagainya. Dengan mengklasifikasi silang aspek linguistik realitas dan aksi dan ketiga konteks pemberitaan tersebut, enam variabel diteliti dalam kajian ini seperti dipapar dalam tabel berikut. Secara rinci variabel yang dikaji mencakup: - Struktur berita ucapan - Struktur berita kejadian - Struktur berita keadaan - Fungsi komunikasi berita ucapan - Fungsi komunikasi berita kejadian - Fungsi komunikasi berita keadaan ## M ASALAH Dua pertanyaan diajukan dalam kajian ini. (1) Bagaimana struktur wacana dan fungsi komunikasi direalisasikan dalam teks berita ucapan, kejadian, dan keadaan? (2) Apakah bentuk linguistik dominan sebagai realisasi struktur wacana dan fungsi komunikasi dalam teks berita ucapan, kejadian, dan keadaan? ## T UJUAN P ENELITIAN Penelitian ini bertujuan, pertama, untuk mendeskripsi realisasi linguistik teks berita koran tentang pemberitaan ucapan, kejadian, dan keadaan sumber berita, dan , kedua, untuk mendapat realisasi linguistik yang lazim atau tipikal dari ketiga jenis pemberitaan itu. ## M ANFAAT P ENELITIAN Temuan penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pengembangan teori sistemik linguistik dalam bidang jurnalistik. Selama ini linguistik dianggap sebagai kajian bahasa yang otonom tanpa ada hubungannya dengan disiplin lain. Hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi jurnalistik dan merupakan sumbangan linguistik terhadap jurnalistik. Pendekatan seperti ini dikenal sebagai pendekatan intradisiplin. Secara praktis temuan penelitian ini bermanfaat kepada semua orang yang berminat membaca koran. Temuan penelitian ini akan membantu pembaca dalam mengikuti alur dan tahap pemberitaan. ## M ETODOLOGI Ketika kajian ini dilakukan dalam 1995 di Indonesia terdapat 73 penerbitan surat kabar yang tersebar di Jakarta, ibu kota provinsi dan kota- kota utama lain. Secara teoritis populasi penelitian ini adalah semua semua penerbitan koran Indonesia. Untuk menentukan sampel mula-mula semua populasi dikelompokkan ke dalam dua bagian yaitu koran independen seperti Kompas, Merdeka dan koran yang (diduga) berafiliasi ke satu institusi, organisasi atau agen pemerintah seperti Angkatan Bersenjata, Bukit Barisan, Suara Karya . Dari kedua kelompok itu ASPEK KONTEKS PEMBERITAAN KORAN Ucapan Kejadian Keadaan Struktur 1 2 3 Fungsi Komunikasi 4 5 6 ISSN 1829-9237 yang diambil 37 penerbitan koran. Surat kabar yang menjadi sampel penelitian ini (diurut menurut abjad) adalah surat kabar Analisa, Angkatan Bersenjata, Bali Pos, Banjarmasin Pos, Berita Buana, Bernas, Bukit Barisan, Cendrawasih Pos, Fajar, Haluan, Jawa Pos, Kedaulatan Rakyat, Kompas, Maluku Pos, Manado Pos, Manuntung, Medan Pos, Media Indonesia, Mercusuar, Merdeka, Mimbar Umum, Pedoman Rakyat, Pelita, Pikiran Rakyat, Republika, Riau Pos, Serambi Indonesia, Sinar Indonesia Baru, Singgalang, Sriwijaya Pos, Suara Karya, Suara Merdeka, Suara Nusa, Suara Pembaruan, Surabaya Pos, Surya, Waspada , dan ## Wawasan. Dua kriteria digunakan untuk menentukan sampel. Pertama, surat kabar yang dipilih harus memiliki distribusi luas dengan pengertian koran tersebut banyak dibaca di daerah peredarannya. Informasi mengenai didasarkan pada oplah surat kabar yang dperoleh dari Kementrian Penerangan. Kedua, sampel harus merupakan penerbitan stabil secara manajemen dan keuangan. Kestabilan penerbitan menpengaruhi penggunaan bahasa. Masing-masing sampel diwakili oleh enam teks berita yang selanjutnya terdiri atas dua teks berita ucapan, dua teks berita kejadian dan dua teks berita keadaan yang terbit antara September 1993 dan Februari 1994. Semua teks yang terkumpul berjumlah 222 yang terjadi dari 8227 klausa. Teks berita yang dipilih sebagai sampel adalah teks berita utama yang muncul di halaman depan dan berita mengenai masalah dalam negeri yang diliput oleh wartawan Indonesia. Alasan memilih berita utama ini adalah karena berita itulah sajian terbaik dan dari surat kabar dan berisi masalah terkini. Berita yang diambil dari sumber asing seperti kantor berita asing dan berita internasional tidak dipilih sebagai sampel. Kriteria ini digunakan untuk mempertahankan pemakaian bahas Indonesia oleh penutur Indonesia asli. Bagaimanapun, berita yang diambil dari kantor berita asing tidak dapat dihindari penuh dengan pengaruh bahasa asing. Apabila pada terbitan pengambilan sampel teks berita utama adalah berita internasional, sampel teks berita diambil dari berita utama berikutnya atau berita dalam negeri yang ada pada halaman depan. Apabila pada halaman depan ini tidak ada teks berita yang memenuhi kriteria, sampel teks berita diambil dari halaman berikutnya. Untuk mengumpul data semua sampel klausa yang berjumlah 8227 dianalisis dengan menggunakan multivariate analysis yang lazim digunakan dalam sistemik linguistik. Data kemudian diolah dengan menggunakan systemnetwork yang lazim digunakan dalam sistemik linguistik. Perhitungan dan perbandingan persentase pemunculan dalam teks digunakan untuk menentukan bentuk linguistik tipikal yang menjadi realisasi realitas dan aksi. ## T INJAUAN P USTAKA ## K ERANGKA TEORI Teori linguistik yang mendasari kajian ini adalah LFS. Dari teori linguistik itu lima prinsip diinterpretasikan dan digunakan seperti dipapar berikut. ## (1) Bahasa adalah fungsional Bahasa terstruktur sesuai dengan kebutuhan manusia akan bahasa itu. Manusia menggunakan bahasa untuk memapar, mempertukarkan, menghubungkan, dan merangkai pengalaman. Realitas dan aksi berkait dengan fungsi memapar dan mempertukarkan pengalaman. ## (2) Bahasa adalah sistem semantik Pada dasarnya orang menggunakan bahasa untuk menyampaikan arti. Dengan demikian bahasa adalah sistem arti. Kemudian sistem arti itu direalisasikan oleh sistem bentuk yakni sistem tata bahasa dan seterusnya sistem tata bahasa tersebut diwujudkan dalam bentuk bunyi (bahasa lisan) atau huruf atau tulisan (dalam bahasa tulisan). ## (3) Pemakaian bahasa berdasar pada konteks Pemakaian bahasa ditentukan dan menentukan konteks sosial. Konteks sosial terbagi ke dalam konteks situasi, konteks budaya dan ideologi. Konteks situasi merupakan lingkungan langsung terhadap penggunaan bahasa yang selanjutnya terdiri atas apa yang dibicarakan, siapa yang ambil bagian dalam pembicaraan, dan bagaimana perbicaraan dilakukan. Konteks budaya adalah kegiatan sosial bertahap dan berorientasi keada tujuan. Konteks budaya menentukan unsur apa, siapa, dan bagaimana yang boleh terlibat dalam sistem sosial satu komunitas. Ideologi merupakan konstruksi sosial yang menetapkan apa yang harus dan harus tidak dilakukan dalam ISSN 1829-9237 masayarakat. Pemakaian bahasa tidak pernah terlepas dari ideologi. (4) Bahasa adalah sistem semiotik bertahap. Ketiga konteks pemakaian bahasa merupakan sistem semiotik konotatif dalam pemakaian bahasa. Ideologi direaliasikan oleh budaya, budaya dikodekan oleh situasai, dan konteks situasai langsung direalisasikan oleh bahasa. (5) Realisasi arti dalam bentuk linguistik adalah probabilistik Analisis linguistik secara kuantitatif menentukan dari sejumlah kemungkinan terdapat satu bentuk linguistik yang paling lazim atau paling sering digunakan untuk merealisasikan satu sistem ari. Bentuk yang paling lazim itulah yang dinamakan bentuk tipikal atau bentuk tidak bertanda (unmarked) dan bentuk yang tidak lazim disebut bentuk bertanda (marked). ## K AJIAN TERDAHULU Sejumlah penelitian mengenai bahasa surat kabar yang relevan dengan kajian ini adalah kajian yang dilakukan oleh van Dijk (1986), Carter (1988), Gahdessy (1988), Jenkins (1990), Bolivar (1994), dan Iedema, Feez & White (in press ketika penelitian ini dilakukan). Kecuali kajian yang dilakukan oleh Iedema, Feez & White (in press) semua kajian tersebut bersifat struktural dan parsial. Yang menjadi kajian utama mereka adalah bentuk linguistik tanpa mengaitkan bentuk linguistik dengan konteks sosial yang amat berperan dalam pemakaian bahasa. Kajian Iedema, Feez & White (in press) menekankan struktur teks berita koran dan menghubungkannya dengan ideologi, tetapi aksi sebagai unsur penting dalam pembberitaan tidak dicakup. Relevansi kajian Iedema, Feez & White (in press) dengan penelitian ini terdapat pada kemampuan mereka menautkan bentuk linguistik dengan ideologi. Keampuhan kajian Iedema, Feez & White (in press) tersebut akan digunakan dalam neneliti hubungan anatara bentuk linguistik dan ideologi. ## K ERANGKA KONSEP Dengan mengacu kepada LFS dan temuan kajian terdahulu struktur dan fungsi komunikasi dalam teks berita koran dikaji dengan menggunakan kerangka berikut. - Struktur wacana teks berita surat kabar menentukan tahap dalam teks surat kabar. - Multivariate analysis dapat digunakan untuk memperoleh proses yang tipikal untuk merealisasikan sesuatu tahap atau keseluruhan teks berita surat kabar. - Struktur wacana menentukan apa yang dibicarakan dalam satu teks berita koran. - Fungsi komunikasi menunjukkan jenis tindak ujar atau fungsi komuniasi yang dilakukan dalam teks berita. - Fungsi komunikasi mencakup sumber berita yang diproyeksikan, sifat proyeksi dan status sumber berita atau pemberita/wartawan. - Struktur dan fungsi komunikasi merupakan realisasi ideologi yang digunakan dalam teks berita. ## T EMUAN P ENELITIAN Temuan penelitian diringkas dalam tabel berikut. Aspek Berita Ucapan Berita Kejadian Berita Keadaan Ideologi SK sebagai saluran menginformasikan dan menguatkuasakan kebijakan pemerintah SK sebagai saluran menginformasikan keberhasilan dalam mempertahankan dan mengkonsolidasikan keamanan (law and order) SK sebagai alat melakukan kontrol sosial berkenaan dengan kondisi kehidupan orang Struktur wacana Teras Ucapan Evaluasi Latar Teras Uraian Peristiwa Komentar Latar Akibat Pengesahan Penyelesaian Teras Uraian Akibat Pengamatan Proyeksi A Proyeksi B Usul Penyelesaian -sifat hubungan orbit orbit orbit dan serial - apa kebijakan pemerintah yang peristiwa yang terjadi kondidi atau keadaan tempat ISSN 1829-9237 102 berkaitan dengan masalah politik, sosial, ekonomo dan budaya terhadap atau yang dilakukan oleh orang tinggal orang - proses relasional (identifying) Token-Value material Actor -Goal relasional (attributive) Carrier-Attribute Fungsi Komunikasi - tindakan komando komando evaluasi - sifat aksi proyeksi non-proyeksi non-proyeksi - sumber tindak ujar sumber berita wartawan/penulis berita wartawan/penulis berita - sifat hubungan dengan tenor kedua paling kuat (most powerful) kurang kuat (less powerful) tidak kuat (the least powerful) -urutan 1 (59.60%) 2 (27.40%) 3 (13%) ## D ISKUSI SK tidak dapat terlepas dari kendali pemerintah atau penguasa pada zamannya. Dengan demikian pemberitaan SK tergantung pada konteks sosial tersebut. Struktur SK Indonesia berbeda menurut bidang teks berita. Terdapat tiga struktur SK Indonesia berdasarkan konteks tersebut yaitu teks berita ucapan, kejadian, dan keadaan. Ketiga bidang itu meruakan konteks SK. Dengan demikian struktur SK ditentukan oleh konteks sosial berita SK tersebut. Temuan ini menguatkan temuan para pakar sistemik sebelumnya yang mengatakan bahwa bahasa ditentukan oleh konteks sosial. Konteks sosial berubah sejalan dengan perkembangan masyarakat. Dengan demikain struktur teks berita SK di era orde baru berbeda denga struktur SK di era reformasi. Dari proporsi pemunculan berita SK dapat diinterpretasikan bahawa SK Indonesia di era orde baru sebahagian besar merupakan corong pemerintah yang berfungsi mengemukan program pemerintah dan ‘mengajarkan’ bagaimana pembaca bertindak atau memberikan kontrol sosial di dalam masayarakat menurut ideologi yang dikehendaki pemerintah. ## S IMPULAN Struktur dan fungsi komunikasi teks berita surat kabar Indonesia direalisasikan dengan bentuk linguistik yang berbeda. Realisasi linguistik yang lazim (tipikal) dari struktur dan fungsi komunikasi bersifat probabilistik yakni dari sejumlah bentuk linguistik yang mungkin terdapat satu bentuk linguistik yang paling sering digunakan (dominan). Disarankan agar temuan penelitian ini digunakan dalam membantu disiplin ilmu lain seperti jurnalistik dalam memahami teks berita. Juga disarankan agar para pembaca koran menggunakan temuan penelitian ini dalam membaca koran secara praktis. ## R UJUKAN Bolivar, A. 1994. The Structure of newspaper editorials. In Coulthard, M. (Ed.) Advances in Written Text Analysis . London: Routledge, 276-294. Carter, R. 1988. Front pages: lexis, style and newspaper reports. Dalam Ghadessy, M. (Ed.) Register of Written English: situational factors and linguistic feature . London: Pinter Publishers, 8-16. Ghadessy, M. The language of written sporst commentary: soccer-a description. Dalam Ghadessy, M. (Ed.) Register of Written English: situational factors and linguistic feature . London: Pinter Publishers, 17-51. Halliday, M.A.K. 1978. Language as a Social Semioics . London: Edward Arnold. Halliday, M.A.K. 1979. Modes of meaning and modes of expression: types of grammatical structures and their determinatons by different semantic functions. Dalam Allerton, D.J., E.Carney, dan D.Holdcroft (eds) Function and Context in Linguistic Analysis: a festschrift for William Hass . Cambridge: Cambridge University Press, 57- 69. Halliday, M.A.K. 1982. How is a text like a clause? Dalam Allen, S. (Ed .) Text Processing: text analysis and generation, text typology and attribution. Stockholm: Almqvist & Wiskel International, 209-247 Halliday, M.A.K. 1985. Systemics Background. Dalam Benson, J.D. dan W.S. Greaves (eds) Systemic Perpectives on Discourse , Vol. I, Norwood: Ablex Publishing, 1-15. Halliday, M.A.K. 1988. On the language of physical science. Dalam Ghadessy, M. (Ed.) Register of Written English: situational ISSN 1829-9237 factors and linguistic feature . London: Pinter Publishers, 162-178. Halliday, M.A.K. 1992. How do you mean? Dalam Davies, M dan L.Ravelli (eds) Advances in Systemic Linguistics: recent theory and practice. London: Pinter Publishers, 21-35. Halliday, M.A.K. 1993. Language in a Changing World . Applied Linguistics Association of Australia Occasional Paper Number 13. Halliday, M.A.K. 1994. An Introduction to Functional Grammar . London: Edward Arnold Halliday, M.A.K. dan R. Hasan. 1985. Context and Text: aspects of language in social semiotic perspectives . Geelong: Deakin University Press. Jenkins, H. 1990. The Prose of Melbourne Press 1985-1986 . PhD Thesis, Department of Linguistics, School of Humanities, La Trobe University, Victoria, Australia. Iedema, R., S.Feez dan P.White (in press) Media Literacy. DSP Metropolitan East, Sydney. Martin, J.R. 1987. The meaning of features in systemic linguistics. Dalam Halliday, M.A.K. dan R.P.Fawcet (eds ) New Developemnts in Systemics Linguistics. London: frances pinter, 14-40. Martin, J.R. 1992. English Text: system and structure . Amterdam: John Benjamins. Martin, J.R. 1993. A contextual theory of language. Dalam Cope, B., Mary Kalantzis (eds) The Powers of Literacy: a genre approach to teaching writing . London: The Falmer Press, 116-136. Pedoman Penulisan pada Penerbitan Pers . 1994. Departemen Penerangan R.I. Ditjen Pembinaan Pers dan Grafika. van Dijk, Teun A. 1986. News Schema. Dalam Cooper, C.R. dan S. Greenbaum (eds) Studying Writing: linguistc approaches . Bevery Hills: Saga, 155-184. Ventola, E. 197. The Structure of Social Interaction: a systemic approach to the semiotics of service encounter . London: Frances Pinter. Ventola, E. 1988. Text analysis in operation. Dalam Young, D dan R.P. Fawcets (eds) News Developments in Systemics Linguistics.London: Frances Pinter, 44-76. Wahyudi, J.B. 1991. Kuminikasi Jurnalistik . Bandung: Penerbit Alumni. ( Kompas 8 Juni 1991 halaman 1). 1 Jendral Try Sutisno sebagai Pangab ABRI
3bf1f6fa-4185-41c3-8143-4caf5e7e6cc3
https://e-journal.upr.ac.id/index.php/JHT/article/download/8084/4208
## Jurnal Hutan Tropika e-ISSN: 2656-9736 / p-ISSN: 1693-7643 Vol. 17 No. 2 / Desember 2022 Hal. 268-279 https://e-journal.upr.ac.id/index.php/JHT Akreditasi Menristek/Kep.BRIN No.148/M/KPT/2020 ## JUDUL ARTIKEL CAKUPAN GABUNGAN BEBERAPA DAS MIKRO DAN SIMULASI 2D PENGALIRAN AIR PADA BENTANG LAHAN KOTA KASONGAN DI KABUPATEN KATINGAN (Combined Coverage of Several Micro Watersheds and 2D Simulation of Water Flowing in Kasongan City Landscape in Katingan District) Bismart Ferry Ibie 1* , Santosa Yulianto 1 , Sosilawaty 1 1 Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya Jalan Yos Sudarso Tunjung Nyaho Palangka Raya 73111a *Email : bferryibie@for.upr.ac.id Diterima : 10 Nopember 2022 Direvisi : 21 Nopember 2022 Disetujui : 29 Nopember 2022 ## ABSTRACT In supporting a systematic and comprehensive Strategic Environmental Assessment of the detailed spatial planning (RDTR) and Zoning Regulations (PZ) of the technical documents in the City Planning Area Section (BWP). It is necessary to understand the threat of hydrometeorological disasters, especially floods and waterlogging. Therefore, it is necessary to study the hydrological boundaries and distribution of water flow. In supporting optimal urban planning, this research was carried out on the BWP RDTR of Kasongan City, Katingan Regency periods 2020-2040 which has an area of 4,639.98 Ha. The research was carried out in August-November 2022, by delineating Micro- watersheds (sub-sub-sub watersheds) in and around the Kasongan City BWP followed by carrying out 2D simulations of water flow and inundation. The results of the study show that the BWP RDTR and PZ of Kasongan City are overlaid with Micro DAS as ecological boundaries in the form of hydrological unit polygons, showing as many as 59 polygons are affected areas with an area of 10,413 Ha. The area includes the Salangaju, Salangawa, Katunen and Liting watersheds with a polygon area ranging from 1 to 617 Ha, with an average polygon area of 179.53 Ha. Thus, the ratio between the area affected and the area of BWP and PZ is 2.24%. In the Main Program Indications, there are areas that are indicated to be experiencing a threat of flooding and inundation. It is suggested, that in its implementation carefully and precisely consider areas outside the BWP, it is also necessary to pay attention to the alternatives and recommendations that have been set to avoid floods and water inundation. Kata kunci (Keywords): RDTR, PZ, BWP, DAS, Water Flowing, dan Genangan. PENDAHULUAN Latar Belakang Kabupaten Katingan telah memiliki instrumen perencanaan wilayah berupa Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang RTRW Kabupaten Katingan Tahun 2019 – 2039 yang bertujuan untuk mewujudkan tatanan ruang wilayah kabupaten dalam rangka pelaksanaan pembangunan melalui pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan dengan tetap mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sesuai hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis RTRWK-nya. Selanjutnya, dengan melihat arahan Cakupan Gabungan Beberapa Das Mikro Dan Simulasi 2d Pengaliran Air Pada Bentang Lahan Kota Kasongan Di Kabupaten Katingan (Bismart Ferry Ibie, Santosa Yulianto, Sosilawaty) pengembangan pada RTRW Kabupaten Katingan tersebut, maka Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi (RDTR dan PZ) Kota Kasongan, Kabupaten Katingan Tahun 2020-2040 disusun sebagai instrumen penataan dan pengendalian ruang yang mengatur fungsi kegiatan sesuai ketentuan pola ruang dan rencana struktur ruang yang telah ditetapkan. RDTR dan PZ Kota Kasongan di Kabupaten Katingan ini, mencakup sebagian wilayah adminsitrasi desa/kelurahan yang berada di Kecamatan Katingan Hilir, Kabupaten Katingan seluas 4.639,98 Ha (Dinas PUPR dan TARU, Pemerintah Kabupaten Katingan, 2020). Dengan tersusunnya Dokumen Teknis RDTR dan PZ Kota Kasongan di Kabupaten Katingan Tahun 2020-2040, maka sesuai ketentuan pasal 3 dan 4 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 69 Tahun 2017 dinyatakan, bahwa Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) wajib dilaksanakan kedalam penyusunan dan evaluasi Kebijakan, Rencana, dan Program (KRP) tingkat daerah kabupaten/kota yang salah satunya yaitu berupa Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian wilayah dalam kabupaten (Menteri LHK, 2017). Dalam mendukung sebuah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif dalam kegiatan KLHS tersebut, diperlukan kajian mendalam tentang batas dan jumlah DAS Mikro (Sub-sub DAS) sebagai pendekatan batas ekologis dan pengaliran air serta genangannya sebagai pendekatan hidrometeorologis dalam kaitannya dengan perbaikan KRP (kebijakan, rencanan dan/atau program) berupa alternative dan rekomendasi perbaikan Indikasi Program Utama dalam Struktur dan Pola Ruang, serta Peraturan Zonasi yang telah direncanakan. Sehingga RDTR dan PZ Kota Kasongan di Kabupaten Katingan tersebut dapat menjadi salah satu dari dokumen yang menghasilkan KRP yang memberikan arah perkembangan dan kemajuan Kota Kasongan selama 20 tahun kedepan menjadi lebih baik dan terhindar dari bencana meteorologi dan bencana sosial. Keterbaharuan dari penelitian ini adalah penerapan batas DAS Mikro (Sub- sub-sub DAS) sebagai satuan unit hidrologi terkecil yang dapat digunakan sebagai cara penetapan batas ekologis wilayah studi, baik dalam kegiatan Analisis Masalah Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), dimana penentuan batas wilayah studi selama ini masih belum mempertimbangkan satuan unit hidrologi terkecil serta pengaliran air dan genangannya ## Tujuan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan dukungan kajian salah satu aspek biofisik yang paling krusial yaitu bencana hidrometeorologi, terutama banjir dan genangan air sesuai perspektif ekologi bentang lahan pada Bagian Wilayah Perencanaan (BWP) RDTR Kota Kasongan di Kabupaten Katingan tahun 2020-2040. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan arahan berupa alternative dan rekomendasi mitigasi dalam perbaikan KRP pada BWP RDTR kota di kabupaten tersebut. ## METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitan dilaksanakan pada Bulan Agustus-Nopember 2022 di Kota Kasongan, Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah. ## Jurnal Hutan Tropika e-ISSN: 2656-9736 / p-ISSN: 1693-7643 Vol. 17 No. 2 / Desember 2022 Hal. 268-279 https://e-journal.upr.ac.id/index.php/JHT Akreditasi Menristek/Kep.BRIN No.148/M/KPT/2020 a. Sub BWP Prioritas Luas BWP Kota Kasongan dan Wilayah Sub BWP dan Bloknya (Dinas PUPR dan TARU, Pemerintah Kabupaten Katingan, 2020), secara ringkas dan jelas disajikan pada Tabel 1. Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya merupakan dasar penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) yang akan ditetapkan dengan Peraturan Bupati. Tema Sub-BWP yang diprioritaskan penanganannya meliputi: perbaikan prasarana, sarana, dan blok/kawasan, pembangunan baru prasarana, sarana, dan blok/kawasan, dan revitalisasi kawasan. Sub-BWP yang diprioritaskan dengan tema penanganan perbaikan prasarana, sarana, dan blok/kawasan, seluas kurang lebih 426 (empat ratus dua puluh enam) hektar, terdapat pada wilayah Blok I-A-1, I-A-2 dan I-B-2. Sub-BWP yang diprioritaskan dengan tema penanganan pembangunan baru prasarana, sarana, dan blok/kawasan, seluas kurang lebih 310 (tiga ratus sepuluh) hektar, terdapat pada wilayah Blok I-A-1, Blok I-A-2, Blok I-B-1, Blok I-B-2, Blok I-B-3, Blok I-B-4 dan Blok I- C-1. Sub-BWP yang diprioritaskan dengan tema penanganan revitalisasi kawasan, seluas kurang lebih 69 (enam puluh sembilan) hektar, terdapat pada wilayah Blok I-C-1. Rencana penanganan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya dilakukan dengan prinsip penataan sebagai berikut: a. Penetapan sub BWP yang diprioritaskan 1 dengan Tema Perbaikan prasarana, sarana, dan blok/kawasan pada wilayah blok I-A- 1, blok I-A-2 dan blok I-B-2 seluas kurang lebih 426 (empat ratus dua puluh enam) hektar diarahkan sebagai: 1. Pemanfaatan pengembangan penggunaan Lahan Campuran 2. Peningkatan kualitas dan akses sarana dan prasarana, utilitas kawasan 3. Revitalisasi Kawasan Perdagangan dan jasa b. Penetapan sub BWP yang diprioritaskan 2 dengan Tema pembangunan baru prasarana, sarana, dan blok/kawasan pada wilayah blok I-A-1, blok I-A-2, blok I-B-1, blok I- B-2 dan blok I-B-4 seluas kurang lebih 294 (dua ratus sembilan puluh empat) hektar diarahkan sebagai: 1. Pengembangan kawasan pusat perkantoran pemerintahan Kabupaten Katingan 2. Pengembangan RTH publik berupa hutan kota c. Penetapan sub BWP yang diprioritaskan 3 dengan Tema pembangunan baru prasarana, sarana, dan blok/kawasan pada wilayah blok Tabel 1. Luas BWP Kota Kasongan No. Wilayah Blok Sbwp Kelurahan Kasongan Baru Kelurahan Kasongan Lama Tumbang Liting Jumlah (Ha) Persentase (%) 1 I-A-1 622,13 622,13 13,41 2 I-A-2 320,66 320,66 6,91 3 I-A-3 0,90 485,48 486,38 10,48 4 I-A-4 191,38 161,12 352,51 7,60 5 I-B-1 496,10 496,10 10,69 6 I-B-2 846,72 846,72 18,25 7 I-B-3 4,92 429,10 434,02 9,35 8 I-B-4 215,25 215,25 4,64 9 I-C-1 142,03 138,10 280,13 6,04 10 I-C-2 187,49 105,05 292,54 6,30 11 I-C-3 64,51 229,06 293,57 6,33 Total (Ha) 591,22 3.819,71 229,06 4.639,98 100,00 Persen (%) 12,74 82,32 4,94 100,00 Sumber: Dinas PUPR dan TARU, Pemerintah Kabupaten Katingan (2020). Cakupan Gabungan Beberapa Das Mikro Dan Simulasi 2d Pengaliran Air Pada Bentang Lahan Kota Kasongan Di Kabupaten Katingan (Bismart Ferry Ibie, Santosa Yulianto, Sosilawaty) I-B-3, blok I-B-4 dan blok I-C-1 seluas kurang lebih 16 (enam belas) hektar diarahkan sebagai: 1. Ruang publik rekreatif dengan unsur pembentuk RTNH 2. Pengembangan konsep waterfront 3. Pengembangan ruang publik tepi sungai d. Penetapan sub BWP yang diprioritaskan 4 dengan Tema revitalisasi kawasan pada wilayah blok I-C-1 seluas 69 (enam puluh sembilan) hektar diarahkan sebagai: 1. Pengembangan wisata budaya 2. Revitalisasi Kawasan Heritage ## B. Rencana Perwujudan Ruang 1. Rencana Perwujudan Struktur Ruang. Rencana struktur ruang dirumuskan dengan mempertimbangkan struktur ruang wilayah perkotaan sebagai sistem pusat pelayanan dan struktur ruang wilayah di atasnya yang meliputi: Rencana pengembangan pusat pelayanan, Rencana jaringan transportasi, dan Rencana jaringan prasarana. Rencana pengembangan pusat pelayanan meliputi: Pusat pelayanan kota atau kawasan perkotaan, yang skala pelayanannya adalah regional Kabupaten Katingan dan seluruh Kawasan perkotaan Kota Kasongan dan/atau lokal, Subpusat pelayanan kota, yang skala pelayanannya adalah sub bagian wilayah perkotaan, dan Pusat lingkungan yang skala pelayanannya lingkungan desa atau kelurahan. Rencana Jaringan Transportasi dirumuskan dengan mempertimbangkan struktur ruang wilayah Perkotaan sebagai system pusat pelayanan, meliputi: (1) rencana pengembangan jaringan jalan, dan (2) rencana sistem transportasi sungai. Tujuan rencana jaringan transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: Sistem jaringan transportasi bertujuan mewujudkan fungsi kesatuan dan hubungan antar bagian wilayah perkotaan; Sistem jaringan transportasi dapat menjadi penghubung antar Sub BWP baik antar Sub BWP maupun dengan Sub pusat BWP dan pusat pelayanan lingkungannya sehingga terwujud tingkat aksesibilitas yang tinggi; Sistem jaringan transportasi diharapkan dapat mendorong pertumbuhan sektor sosial-ekonomi baik internal maupun eksternal wilayah perkotaan; dan Pengembangan jaringan transportasi dapat dilakukan melalui kegiatan pemeliharaan, peningkatan, dan pembangunan. Rencana jaringan prasarana meliputi: Rencana jaringan energi atau kelistrikan, Rencana jaringan telekomunikasi, Rencana jaringan air bersih, Rencana jaringan drainase, Rencana jaringan air limbah, Rencana sistem persampahan, dan Rencana jaringan prasarana lainnya (Dinas PUPR dan TARU, Pemerintah Kabupaten Katingan, 2020). 2. Rencana Perwujudan Pola Ruang. Rencana pola ruang pada ruang darat dalam klasifikasi zona terdiri dari: zona Lindung dan zona Budidaya. Zona dengan fungsi lindung ditujukan untuk 3 (tiga) Sub BWP yang ada di BWP Kota Kasongan berupa zona lindung, yang diklasifikasikan menjadi: zona perlindungan setempat dan zona Ruang Terbuka Hijau. Sedangkan Zona dengan fungsi budidaya ditujukan untuk 3 (tiga) Sub BWP yang ada di BWP Kota Kasongan terdiri dari: Zona Perumahan dengan kode R, Zona Perdagangan dan Jasa dengan kode K, Zona Perkantoran dengan kode KT, Zona Industri dengan kode KI, Zona Sarana Pelayanan umum dengan kode SPU; Zona Peruntukkan lainnya dengan kode PL, dan Zona Peruntukan ## Jurnal Hutan Tropika e-ISSN: 2656-9736 / p-ISSN: 1693-7643 Vol. 17 No. 2 / Desember 2022 Hal. 268-279 https://e-journal.upr.ac.id/index.php/JHT Akreditasi Menristek/Kep.BRIN No.148/M/KPT/2020 Campuran dengan kode C (Dinas PUPR dan TARU, Pemerintah Kabupaten Katingan, 2020). ## Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Data vektor batas BWP, struktur ruang, dan pola ruang RDTR Kota Kasongan Tahun 2020- 2040, dan data batas DAS Katingan dan Sub DASnya; Data raster DEMNAS 8 m; Data Curah Hujan Harian pada Kejadian Hujan Bulan Oktober Tahun 2021 di Kota Kasongan. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah: Komputer, Perangkat Lunak: ArcGIS 10.3, Global Mapper 18, Microsoft Word 2007, Microsoft Excell 2007, dan HEC-RAS 5.0.3. ## Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah data sekunder, berupa: Dokumen RDTR dan PZ BWP Kota Kasongan Tahun 2020-2040 (Dinas PUPR dan TARU, Pemerintan Kabupaten Katingan, 2020), Dokumen KLHS RDTR BWP Kota Kasongan Tahun 2020-2040 (Dinas PUPR dan TARU, Pemerintah Kabupaten Katingan, 2021), dan Data Curah Hujan Harian, yaitu Kejadian Hujan di Kota Kasongan, Kabupaten Katingan Tanggal 1 - 31 Oktober 2021 (Dinas LH, Pemerintah Kabupaten Katingan, 2021). Data vektor batas BWP, struktur ruang, dan pola ruang RDTR Kota Kasongan Tahun 2020-2040 (Dinas PUPR dan TARU, Pemkab Katingan, 2020), dan data batas DAS Katingan dan Sub DASnya (BPDASHL Kahayan, 2017); Data raster DEMNAS 8 m (BIG, 2020). ## Teknik Analisis Data 1. Analisis DAS Mikro (Sub-sub-sub DAS) sebagai Batas Hidrologis Terkecil. Batas hidrologis sebagai pendekatan batas ekologis, dibuat dengan menggunakan data raster DEMNAS 8 m yang diolah dengan menggunakan perangkat lunak Global Mapper V.18 melalui fitur Generate Watershed yang hasilnya dioverlay dengan menggunakan perangkat Lunak ArcGIS 10.3 dengan data vector batas BWP, struktur dan pola ruang RDTR Kota Kasongan Tahun 2020-2040. 2. Pembuatan Simulasi Pemodelan Penggenangan Air Dua Dimensi (2D). Simulasi penggenangan air 2D dibuat dengan menggunakan data kejadian hujan tanggal 27-29 Oktober 2021 yang dimodelkan pada data raster DEM 8 m yang diolah dengan menggunakan perangkat lunak HEC RAS 5.0.3., melalui fitur RAS Mapper, selanjutnya hasil pemodelan dieksport menjadi data vektor yang diolah dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS 10.3. 3. Evaluasi Dampak dan Pembuatan Alternative dan Rekomendasi. Data vektor dari DAS Mikro (Sub-sub DAS) dan Hasil Simulasi Pemodelan 2D dioverlay (merge) dengan data vektor batas BWP, struktur dan pola ruang untuk menemukenali batas ekologis dan pengaruh pengaliran air terhadap BWP, pola dan struktur ruang dalam indikasi program utamanya. ## Batasan dan Pengertian Daerah Aliran Sugai (DAS) mikro atau Sub-sub-sub DAS adalah bagian terkecil dari Sub-sub DAS, Sub DAS dan DAS. Sedangkan DAS berdasarkan PP No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Presiden RI, 2012) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, Cakupan Gabungan Beberapa Das Mikro Dan Simulasi 2d Pengaliran Air Pada Bentang Lahan Kota Kasongan Di Kabupaten Katingan (Bismart Ferry Ibie, Santosa Yulianto, Sosilawaty) menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Dua Dimensi (2D) Daerah Aliran adalah wilayah dalam sebuah model dimana pengaliran air pada daerah yang dihitung dengan menggunakan HEC-RAS dua dimensi melalui perhitungan algoritme aliran yang ditentukan berdasarkan batasan polygon yang memwakili sebuah wilayah pengaliran air (US Army Corps of Engineering, 2016). Pengaliran dan Imbuhan Air Tanah dapat terbentuk atau mengalir (terutama secara horisontal), dari titik/daerah imbuh (recharge), seketika itu juga pada saat hujan turun, hingga membutuhkan waktu harian, mingguan, bulanan, tahunan, puluhan tahun, ratusan tahun, bahkan ribuan tahun, tinggal di dalam akuifer sebelum muncul kembali secara alami di titik/daerah luah (discharge), tergantung dari kedudukan zona jenuh air, topografi, kondisi iklim dan sifat-sifat hidrolika akuifer (Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Sumber Daya Air Dan Konstruksi, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kementerian PUPR, 2017). Bentang Lahan adalah istilah yang diambil dari kata landscape (Inggris), landscap (Belanda) dan landschaft (Jerman), yang oleh Troll (1971) dalam Prasetyo (2017) mendefinisikan bahwa ekologi lanskap sebagai ilmu yang mempelajari hubungan kausalitas kompleks diantara organisme dengan lingkungannya pada suatu lanskap (landschaft). Hubungan tersebut secara regional direpresentasikan dalam bentuk pola/mosaik lanskap, pada berbagai skala/ ketinggian yang berbeda. Bagian Wilayah Perencanaan (BWP) adalah bagian dari kabupaten/kota dan/atau kawasan strategis kabupaten/kota yang akan atau perlu disusun RDTRnya, sesuai arahan atau yang ditetapkan dalam RTRW kabupaten/kota bersangkutan (Permen ATR/Kepala BPN No. 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan Penerbitan Persetujuan Substansi RTRWP/RTRWK, dan RDTR). Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota (Permen ATR/Kepala BPN No. 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan Penerbitan Persetujuan Substansi RTRWP/RTRWK, dan RDTR). Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) adalah rencana secara terperinci dari Rencana Tata Ruang Wilayah dalam jangka waktu 20 tahun dengan peta skala 1: 5.000. Peraturan Zonasi (PZ) adalah ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang (Permen ATR/Kepala BPN No. 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan Penerbitan Persetujuan Substansi RTRWP/RTRWK, dan RDTR). ## HASIL DAN PEMBAHASAN Batas Hidrologis DAS Mikro (Sub- sub-sub DAS) BWP RDTR dan PZ Kota Kasongan Tahun 2020-2040 seluas 4.639,98 Ha yang dioverlay dengan DAS Mikro (Sub-sub-sub DAS) sebagai batas ekologis berupa poligon unit hidrologis terkecil diperkirakan sebanyak 59 poligon dengan luas 10.413 Ha. Wilayah tersebut mencakup Sub-sub DAS Salangaju, Salangawa, Katunen, dan Liting, kisaran luas polygonnya adalah 1 - 617 Ha, dengan rata-rata luas polygon 179,53 Ha. Sehingga, ratio antara luas ke ## Jurnal Hutan Tropika e-ISSN: 2656-9736 / p-ISSN: 1693-7643 Vol. 17 No. 2 / Desember 2022 Hal. 268-279 https://e-journal.upr.ac.id/index.php/JHT Akreditasi Menristek/Kep.BRIN No.148/M/KPT/2020 59 poligon sebagai wilayah terdampak dengan luas BWP dan PZ adalah 2,24%. Selanjutnya, luas Sub DAS yang melingkupi BWP RDTR Kota Kasongan Tahun 2020-2040 adalah 105.600,92 Ha. Sebaran dan Luas Wilayah Terdampak tersebut, secara jelas dan rinci disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2. Faktor Pembatas Banjir dan Genangan Air a. Dalam Indikasi Program Utama untuk Pemanfaatan Bersyarat Secara Terbatas, berdasarkan Faktor Pembatas (Banjir dan Genangan) untuk Perwujudan Struktur Ruang Gambar 1. Grafik Jumlah Poligon dan Luas Wilayah Terdampak dari BWP RDTR dan PZ Kota Kasongan dengan Pembatas Ekologis Sub-sub-sub DAS pada Seluruh Blok. Gambar 2. Wilayah Terdampak dan Berdampak dari KRP RDTR dan PZ Kota Kasongan dengan Batas Ekologis Sub-sub-sub DAS dalam Pola Ruang. Cakupan Gabungan Beberapa Das Mikro Dan Simulasi 2d Pengaliran Air Pada Bentang Lahan Kota Kasongan Di Kabupaten Katingan (Bismart Ferry Ibie, Santosa Yulianto, Sosilawaty) dalam Pengembangan Permukiman Perkotaan Seluas 968,38 Ha pada Blok I-B-1, I-B-2, I-B-3 & I-B-4. Maka, Rawan banjir dan genangan diperkirakan akan dapat terjadi pada Blok I-B-2, I-B-3, dan I-B-4. Sedangkan pada Blok I-B-1, I-B-2 bagian Utara, I-B-3 bagian Tengah ke Selatan diperkirakan relative aman. Kemudian, untuk Perwujudan Pola Ruang yaitu Pembangunan pertokoan di zona perdagangan/jasa dan mixuse kawasan BWP Kota Kasongan seluas 587,50 Ha tersebar di seluruh Sub BWP. Maka, Rawan banjir dan genangan diperkirakan akan dapat terjadi pada Sub BWP B bagian Timur serta Barat Daya hingga ke bagian Barat. Sedangkan pada Sub BWP C pada bagian Timur dan Barat Daya, serta Sub BWP A keseluruhannya diperkirakan aman dari banjir dan genangan. Selanjutnya, pada Sub BWP yang Diprioritaskan, untuk Penyusunan serta Pembangunan baru prasarana, sarana, dan blok/kawasan sebagai Sub BWP yang diprioritaskan 3 dengan konsep pengembangan waterfront city sebanyak 1 unit pada Blok I-B-3 dan I-B-4 Rawan banjir dan genangan diperkirakan akan dapat terjadi pada Sub BWP yang diprioritaskan 3, serta pada Blok I-B- 3 bagian Utara dan Blok I-B-4. Sedangkan pada Blok I-B-3 bagian Selatan relative aman dari banjir dan genangan. b. Dalam Indikasi Program Utama untuk Pemanfaatan Bersyarat Tertentu, berdasarkan Faktor Pembatas (Banjir dan Genangan) untuk Perwujudan Struktur Ruang, tidak terindikasi adanya ancaman. Kemudian untuk Perwujudan Pola Ruang dalam Pengembangan permukiman baru dengan bentuk Lingkungan Siap Bangun (Lisiba) di wilayah Permukiman Kepadatan Tinggi, Sedang dan Kepadatan Rendah seluas 2.197,04 Ha pada Sub BWP A, Sub BWP B dan Sub BWP C. Maka, Rawan banjir dan genangan akan dapat terjadi pada Sub BWP B bagian Timur serta Barat Daya hingga ke bagian Barat. Hal yang sama akan dapat terjadi pada Sub BWP C pada bagian Timur dan Barat Daya. Sedangkan Sub BWP A keseluruhan aman dari banjir dan genangan. Untuk Pengembangan kawasan permukiman swadaya, Rawan banjir dan genangan pada Blok I-B-2, I-B-3, dan I-B-4. Sedangkan Blok I-A-1, I-A-3, I-A-4, I-A-2 bagian Selatan, I-B-1, I-B-2 bagian Utara, I-B-3 bagian Tengah, I- C-1 bagian Tengah, I-C-2, dan I-C-3 relatif aman dari banjir dan genangan. Sedangkan pada Sub BWP C pada bagian Timur dan Barat Daya dan Sub BWP A keseluruhannya aman dari banjir dan genangan. Untuk Penyediaan sarana dan prasarana permukiman, Rawan banjir dan genangan pada Blok I-B-2, I-B-3, dan I-B-4. Sedangkan Blok I-A-1, I-A-3, I-A-4, I-A-2 bagian Selatan, I-B-1, I- B-2 bagian Utara, I-B-3 bagian Tengah, I-C-1 bagian Tengah, I-C-2, dan I-C-3 relatif aman dari banjir dan genangan. Kemudian, pada Sub BWP yang Diprioritaskan dalam Penyusunan dan Pengembangan Perbaikan prasarana, sarana, dan blok/kawasan sebagai Sub BWP yang diprioritaskan 1 sebanyak 1 unit pada Blok I-A-2, I-B-2 dan I-A-1, Rawan banjir dan genangan pada bagian Barat Laut Sub BWP yang Diprioritaskan 1 yaitu Blok I-A-2 dan I-B-2. Sedangkan I-A-1 relatif aman terhadap banjir dan genangan. Selanjutnya, untuk Penyusunan Pembangunan baru prasarana, sarana, dan blok/kawasan Sub BWP yang diprioritaskan 2 sebanyak 1 unit pada ## Jurnal Hutan Tropika e-ISSN: 2656-9736 / p-ISSN: 1693-7643 Vol. 17 No. 2 / Desember 2022 Hal. 268-279 https://e-journal.upr.ac.id/index.php/JHT Akreditasi Menristek/Kep.BRIN No.148/M/KPT/2020 ## Tabel 2. Alternatif dan Rekomendasi Perbaikan KRP yang Difokuskan pada Program Utama RDTR dan PZ No Program Utama Perbaikan KRP (Program Utama) Alternatif Rekomendasi I A. Perwujudan Struktur Ruang 1. Pengembangan Permukiman Perkotaan Seluas 968,38 Ha pada Blok I-B-1, I-B-2, I-B-3 & I-B-4 Hindari pengembangan permukiman perkotaan Seluas 968,38 Ha pada Blok I-B-2, I-B-3, dan I-B-4 Prioritaskan pengembangan permukiman perkotaan Seluas 968,38 Ha pada Blok I-B-1, I-B-2 bagian Utara, I-B-3 bagian Tengah ke Selatan B. Perwujudan Pola Ruang 1. Pembangunan pertokoan di zona perdagangan/jasa dan mixuse kawasan BWP Kota Kasongan seluas 587,50 Ha tersebar di seluruh Sub BWP Hindari pembangunan pertokoan di zona perdagangan/jasa dan mixuse kawasan BWP Kota Kasongan seluas 587,50 Ha di seluruh Sub BWP B bagian Tengah, Barat Daya –Barat, dan Sub BWP C bagian atas sebelah Timur Prioritaskan pembangunan pertokoan di zona perdagangan/jasa dan mixuse kawasan BWP Kota Kasongan seluas 587,50 Ha diseluruh Sub BWP C pada bagian Timur dan Barat Daya dan Sub BWP A C. Sub BWP yang Diprioritaskan 1. Penyusunan serta Pembangunan baru prasarana, sarana, dan blok/kawasan sebagai Sub BWP yang diprioritaskan 3 dengan konsep pengembangan waterfront city sebanyak 1 unit pada Blok I-B-3 dan I-B-4 Hindari penyusunan serta pembangunan baru prasarana, sarana, dan blok/kawasan sebagai Sub BWP yang diprioritaskan 3 dengan konsep pengembangan waterfront city sebanyak 1 unit pada Blok I-B-3 bagian Utara dan I-B-4 Prioritaskan penyusunan serta pembangunan baru prasarana, sarana, dan blok/kawasan sebagai Sub BWP yang diprioritaskan 3 dengan konsep pengembangan waterfront city sebanyak 1 unit pada Blok I-B-3 bagian Selatan II A. Perwujudan Struktur Ruang - - B. Perwujudan Pola Ruang 1. Pengembangan permukiman baru dengan bentuk Lingkungan Siap Bangun (Lisiba) di wilayah Permukiman Kepadatan Tinggi, Sedang dan Kepadatan Rendah seluas 2.197,04 Ha pada Sub BWP A, Sub BWP B dan Sub BWP C Hindari pengembangan permukiman baru LISIBA pada Sub BWP B bagian Tengah, Barat Daya –Barat, dan Sub BWP C bagian atas sebelah Timur Prioritaskan pengembangan permukiman baru LISIBA pada Sub BWP A, Sub BWP B bagian Utara dan Selatan, serta Sub BWP C bagian Tengah dan Selatan 2. Pengembangan kawasan permukiman swadaya Hindari pengembangan kawasan pemukiman swadaya pada Blok I-B-4 dan Blok I-B-2 bagian Tengah Prioritaskan pengembangan kawasan permukiman swadaya pada Blok I-A-1, I-A-3, I-A-4, I-A-2 bagian Selatan, I-B-1, I-B-2 bagian Utara, I-B-3 bagian Tengah, I-C-1 bagian Tengah, I-C-2, dan I-C-3 3. Penyediaan sarana dan prasarana permukiman Hindari penyediaan sarana dan prasarana kawasan pemukiman baik swadaya maupun non swadaya pada Blok I-B-4 dan Blok I-B-2 bagian Tengah Prioritaskan penyediaan sarana dan prasarana permukiman pada Blok I- A-1, I-A-3, I-A-4, I-A-2 bagian Selatan, I-B-1, I-B-2 bagian Utara, I-B-3 bagian Tengah, I-C-1 bagian Tengah, I-C-2, dan I-C-3 C. Sub BWP yang Diprioritaskan 1. Penyusunan dan Pengembangan Perbaikan prasarana, sarana, dan blok/kawasan sebagai Sub BWP yang diprioritaskan 1 sebanyak 1 unit pada Blok I-A-2, I-B-2 dan I-A-1 Hindari penyusunan dan pengembangan perbaikan prasarana, sarana, dan blok/kawasan sebagai Sub BWP yang diprioritaskan 1 sebanyak 1 unit pada Blok I-A-2 bagian Barat Laut dan Blok I-B-2 bagian tengah dan Timur Laut. Prioritaskan penyusunan dan pengembangan perbaikan prasarana, sarana, dan blok/kawasan sebagai Sub BWP yang diprioritaskan 1 sebanyak 1 unit pada Blok I-A-1 dan I-A-2 2. Penyusunan Pembangunan baru prasarana, sarana, dan blok/kawasan Sub BWP yang diprioritaskan 2 sebanyak 1 unit pada Blok I-A-1, I-A-2, I-B-1 & I-B-2 Hindari penyusunan pembangunan baru prasarana, sarana, dan blok/kawasan Sub BWP yang diprioritaskan 2 sebanyak 1 unit pada Blok I-A-2 bagian Barat Laut dan Blok I-B-2 bagian tengah dan Timur Laut. Prioritaskan penyusunan pembangunan baru prasarana, sarana, dan blok/kawasan Sub BWP yang diprioritaskan 2 sebanyak 1 unit pada Blok I-A-1 dan I-A-2 selain bagian Barat Lautnya III A. Perwujudan Struktur Ruang 1. Pengembangan Permukiman Perkotaan seluas 968,38 Ha pada Blok I-B-1, I-B-2, I-B-3 & I-B-4 Hindari pengembangan permukiman perkotaan seluas 968,38 Ha pada Blok I-B-2 bagian Tengah, Barat Daya- Barat, I-B-3 pada bagian Utara, dan I- B-4. Prioritaskan pengembangan permukiman perkotaan seluas 968,38 Ha pada Blok I-B-1 aman dari banjir dan genangan Cakupan Gabungan Beberapa Das Mikro Dan Simulasi 2d Pengaliran Air Pada Bentang Lahan Kota Kasongan Di Kabupaten Katingan (Bismart Ferry Ibie, Santosa Yulianto, Sosilawaty) pada bagian Barat Laut Sub BWP yang Diprioritaskan 2 yaitu Blok I-A- 2 dan I-B-2. Sedangkan I-A-1 relatif aman terhadap banjir dan genangan. c. Dalam Indikasi Program Pemanfaatan Bersyarat secara Terbatas dan/atau Pemanfaatan Bersyarat Tertentu, Dalam Perwujudan Struktur Ruang untuk Pengembangan Permukiman Perkotaan seluas 968,38 Ha pada Blok I-B-1, I-B-2, I-B-3 & I-B-4. Maka, Rawan banjir dan genangan pada Blok I-B-2 bagian Tengah, Barat Daya- Barat, I-B-3 pada bagian Utara, dan I- B-4. Blok I-B-1 aman dari banjir dan genangan. Sedangkan untuk Perwujudan pola ruang dan Sub BWP yang Diprioritaskan tidak terindikasi adanya ancaman . Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis terhadap banjir dan genangan yang diuraikan secara detail dalam kaitannya dengan program perwujudan struktur ruang dan program perwujudan pola ruang pada Sub BWP yang Diprioritaskan, alternatif dan rekomendasi perbaikan KRP yang difokuskan pada Program Utama RDTR dan PZ, pada daerah pemanfataan bersyarat terbatas, bersyarat tertentu, dan bersyarat terbatas dan/atau bersyarat tertentu, secara rinci disajikan pada Tabel 2. ## KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan: 1. Identifikasi Wilayah Terdampak sebagai akibat KRP RDTR dan PZ Kota Kasongan, Kabupaten Katingan Tahun 2020-2040 diperkirakan seluas 10.413 Ha. Wilayah tersebut merupakan wilayah yang ditetapkan berdasarkan Sub-sub DAS (Sub-sub- sub DAS Salangaju, Salangawa, Katunen, dan Liting) sebagai akibat dari pemisah topografi yang tidak dibatasi oleh batas administrasi, dengan jumlah polygon keseluruhan adalah 59, luas minimal adalah 1Ha dan luas maksimal adalah 617 Ha, dengan rata-rata polygon seluas 179,53 Ha. Maka ratio antara luas terdampak dengan luas BWP adalah 2,24%. 2. Dalam Indikasi Program Utama, terdapat daerah-daerah yang terindikasi mengalami ancaman banjir dan genangan . ## Saran Berdasarkan hasil kajian ini, maka dalam pelaksanaan Indikasi Program Utama disarankan untuk: 1. Mempertimbangkan secara hati-hati dan tepat kawasan diluar BWP, dengan luas minimal 10.413 Ha yang berada didalam dan disekitar BWP. 2. Dalam pelaksanaan Indikasi program utama, perlu memperhatikan alternative dan rekomendasi yang telah ditetapkan untuk menghindari bencana banjir dan genangan air. 3. Diperlukan kajian lanjutan berupa fragmentasi areal bervegetasi, agar dapat ditemukenali secara kuantitatif bentuk satuan metric kawasannya yang dapat mendukung desain bentang lahan Kota Kasongan yang berkelanjutan. ## UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terikasih kepada Pemerintah Kabupaten Katingan, terutama kepada Kepala Dinas PUPR dan TARU beserta seluruh stafnya, juga Kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup beserta seluruh stafnya, serta kepada Kepala BPDASHL Kahayan beserta staf yang telah membantu dukungan data dalam kegiatan penelitian ini. ## Jurnal Hutan Tropika e-ISSN: 2656-9736 / p-ISSN: 1693-7643 Vol. 17 No. 2 / Desember 2022 Hal. 268-279 https://e-journal.upr.ac.id/index.php/JHT Akreditasi Menristek/Kep.BRIN No.148/M/KPT/2020 ## DAFTAR PUSTAKA Blue Marble Geographics, Mind the Gap between World and Map. 2019. Global Mapper V.19. 1. Create Watershed. Global Mapper Help. https://www.bluemarblegeo.com/d ocs/guides/global-mapper-19- getting-started-guide-en.pdf Badan Informasi Geospasial. 2021. https://tanahair.indonesia.go.id/de mnas/#/demnas PDASHL Kahayan. 2017. Rencana Pengelolaan DAS Katingan Terpadu. Buku I dan II. Palangka Raya. Dinas PUPR dan TARU, Pemerintah Daerah Kabupaten Katingan. 2020. Dokumen Teknis RDTR dan PZ Kota Kasongan Tahun 2020-2040. Kasongan. Dinas PUPR dan TARU, Pemerintah Daerah Kabupaten Katingan. 2021. KLHS RDTR dan PZ Kota Kasongan Tahun 2020-2040. Kasongan. Direktorat Jenderal Penataan Ruang. Departemen Pekerjaan Umum. 2007. Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik dan lingkungan, Ekonomi, serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang. Jakarta. https://pustaka.pu.go.id/biblio/pen doman-teknik-analisis-aspek-fisik- lingkungan-ekonomi-serta-sosial- budaya-dalam-penyusunan- rencana-tata-ruang/EGG69 Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional. 2021. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan Penerbitan Persetujuan Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, Kota, Dan Rencana Detail Tata Ruang. Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional. Jakarta. http://gistaru.bantenprov.go.id/ass ets/uploads/regulasi/Permen%20A TRBPN%2011%20Tahun%20202 1%20FULL.pdf Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. 2017. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan PP No 45 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta. https://jdihn.go.id/files/146/P.69% 20(1).pdf US Army Corps of Engineers Institute for Water Resources Hydrologic Engineering Center. 2016. HEC- RAS River Analysis System. User’s Manual. Version 5.0.7. February 2016. USA. https://www.hec.usace.army.mil/s oftware/hec- ras/documentation/HEC- RAS%205.0%20Users%20Manual .pdf Pemerintah Daerah Kabupaten Katingan. 2020. Lampiran Naskah Akademik Cakupan Gabungan Beberapa Das Mikro Dan Simulasi 2d Pengaliran Air Pada Bentang Lahan Kota Kasongan Di Kabupaten Katingan (Bismart Ferry Ibie, Santosa Yulianto, Sosilawaty) Raperda tentang RDTR dan PZ Kota Kasongan Tahun 2020-2040. Kasongan. Prasetyo, L. B. 2017. Pendekatan Ekologi Lanskap Untuk Konservasi Biodiversitas Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. https://www.researchgate.net/profi le/Lilik- Prasetyo/publication/320977620_P ENDEKATAN_EKOLOGI_LAN SKAP_UNTUK_KONSERVASI_ BIODIVERSITAS/links/5a052867 458515eddb832212/PENDEKAT AN-EKOLOGI-LANSKAP- UNTUK-KONSERVASI- BIODIVERSITAS.pdf Presiden RI. 2012. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Jakarta. https://peraturan.bpk.go.id/Home/ Details/5249.
6401a87e-92ac-4762-92be-1bbbcad86357
https://ujh.unja.ac.id/index.php/home/article/download/310/59
## Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana di Bawah Minimum Khusus: Studi Perkara Tindak Pidana Narkotika ## Ari Wibowo*, Ivan Agung Widiyasmoko Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia *a.wibowo@uii.ac.id ## Abstract This article discusses two issues, fi rstly, judges’ considerations (ratio decidendi) in deciding cases of narcotics crimes with punishment below a special minimum, and secondly, the theories of the punishment purpose used by judges in deciding cases of narcotics crimes with punishment below a special minimum. This article concludes that judges’ considerations in deciding ten cases of narcotics crimes with punishment below a special minimum are based on certain criteria in the form of conditions related to the crime and the defendant. In addition, the judges’ considerations are also based on SEMA No. 3 of 2015 and SEMA No. 4 of 2010. Meanwhile, there are 6 out of 10 court decisions used the relative or utilitarian theory, and others used the absolute or retributive theory. Justice is the basis used by judges in deviating from special minimum provisions, so that the use of relative theory as a punishment purpose shows the inconsistency of judges. This is because justice in punishment is proportionality which is part of modern absolute theory. Judges may use a combined theory of absolute theory and relative theory. Keywords : narcotics crimes; punishment below a special minimum; theory of the punishment purpose. ISSN 2598-7933 (online); 2598-7941 (cetak) Vol. 4 No. 2 (2021): 345-369, DOI: 10.22437/ujh.4.2.345-369 Undang: Jurnal Hukum , Vol. 4, No. 2 (2021) ## Abstrak Artikel ini membahas dua permasalahan, pertama, pertimbangan hukum hakim (ratio decidendi) dalam memutus perkara tindak pidana narkotika dengan pidana di bawah minimum khusus, dan kedua, teori tujuan pemidanaan yang digunakan oleh hakim dalam memutus perkara tindak pidana narkotika dengan pidana di bawah minimum khusus. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap 10 putusan pengadilan diperoleh kesimpulan bahwa pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara tindak pidana narkotika dengan pidana di bawah minimum khusus didasarkan pada kriteria-kriteria tertentu berupa keadaan-keadaan baik yang berhubungan dengan tindak pidana maupun terdakwanya. Selain itu pertimbangan hukum hakim juga didasarkan pada SEMA No. 3 tahun 2015 dan SEMA No. 4 Tahun 2010. Adapun terkait dengan teori tujuan pemidanaan, sebanyak enam dari 10 putusan pengadilan yang di dalamnya digunakan teori relatif atau tujuan, sementara sebanyak lima putusan di dalamnya digunakan teori absolut atau pembalasan. Dasar yang digunakan hakim dalam menyimpangi ketentuan pidana minimum khusus adalah keadilan, sehingga penggunaan teori relatif sebagai tujuan pemidanaan menunjukkan ketidakkonsistenan hakim. Hal ini karena keadilan dalam pemidanaan adalah proporsionalitas yang merupakan bagian dari teori absolut modern. Hakim bisa saja menggunakan teori gabungan teori absolut dan teori relatif. Kata kunci : tindak pidana narkotika; pidana di bawah minimum khusus; teori tujuan pemidanaan. ## A. Pendahuluan Artikel ini membahas pertimbangan hakim dan teori tujuan pemi- danaan yang digunakan dalam memutus perkara tindak pidana narkotika dengan pidana di bawah minimum khusus. Pada ketentuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika), terdapat pengaturan mengenai pidana minimum khusus yang menyimpangi ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Namun dalam beberapa putusan pengadilan, hakim menyimpangi pengaturan tersebut. Pada putusan Pengadilan Negeri Bantul Nomor: 73/Pid.Sus/2015/PN.Btl misalnya, terdakwa Undang: Jurnal Hukum , Vol. 4, No. 2 (2021) dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 132 ayat (1) juncto Pasal 114 ayat (1) UU Narkotika, namun dijatuhi hukuman pidana penjara satu tahun enam bulan. Padahal dalam pasal tersebut terdapat pengaturan pidana minimum khusus, yaitu pidana penjara lima tahun. Demikian juga dalam putusan Pengadilan Negeri Calang Nomor: 14/Pid.Sus/2016/PN.Cag., terdakwa dijatuhi pidana penjara dua tahun enam bulan, padahal dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 111 ayat (1) UU Narkotika dengan ketentuan pidana minimum khusus, yaitu pidana penjara lima tahun. Keberadaan UU Narkotika bertujuan untuk menjamin keter- sediaan narkotika guna kepentingan kesehatan dan ilmu pengeta- hu an, serta mencegah penyalahgunaan narkotika dan peredaran gelap narkotika. Pada UU Narkotika terdapat ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam Bab XV yang terdiri atas 48 pasal, dimulai dari Pasal 111 sampai dengan Pasal 148. Kecuali Pasal 127, 128, 134, 138, 142, UU Narkotika mengatur ketentuan pidana minimum khusus, yaitu ada yang berupa pidana penjara paling singkat satu tahun, empat tahun, dan lima tahun. Demikian pula dengan pidana denda yang juga terdapat pengaturan pidana minimumnya. Pidana minimum khusus memang tidak dikenal dalam KUHP, namun banyak diterapkan dalam UU pidana di luar KUHP salah satunya UU Narkotika, sehingga berlaku asas lex specialis derogat legi generalis yang berarti hukum khusus mengesampingkan hukum umum ( despeciale regel verdringtdealgemene ). Tujuan dari penerapan pidana minimum khusus adalah untuk menghindari disparitas ( dispa- rity of sentencing ) putusan pengadilan terhadap suatu tindak pidana. Pada kenyataannya banyak dijumpai adanya disparitas dalam putusan hakim, yaitu penjatuhan pidana yang bobotnya tidak sebanding dalam perkara yang sebenarnya sejenis atau dapat disebandingkan. 1 Pidana minimum khusus juga diterapkan untuk tindak pidana yang dinilai 1 Oheo K. Haris, “Telaah Yuridis Penerapan Sanksi di Bawah Minimum Khusus pada Perkara Pidana Khusus”, Jurnal Ius Constituendum, 2, 2 (2017), hlm. 241. Undang: Jurnal Hukum , Vol. 4, No. 2 (2021) memiliki tingkat keseriusan tinggi dan perlu ditanggulangi dengan tegas agar jangan sampai pelakunya dihukum terlalu ringan. Dengan demikian, adanya ketentuan pidana minimum khusus dalam UU Narkotika menunjukkan bahwa tindak pidana narkotika merupakan kejahatan luar biasa ( extra ordinary crime ) sehingga diperlukan adanya ancaman pidana yang dapat memberikan efek jera kepada pelaku dan membuat takut masyarakat yang berpotensi menjadi pelaku. Keberadaan ketentuan pidana minimum khusus memiliki sisi negatif karena seringkali menimbulkan benturan antara kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan. Wilayah keadilan memang tidak atau belum tentu sama dengan wilayah hukum positif yang lebih menekankan pada aspek kepastian. Hal ini mengakibatkan timbulnya jarak antara hukum positif (undang-undang) dan keadilan. 2 Demikian halnya dalam perkara tindak pidana narkotika, hakim seringkali menyimpangi ketentuan pidana minimum khusus dalam UU Narkotika karena lebih mengedepankan keadilan dibanding kepastian hukum. Artinya, jika ketentuan pidana minimum khusus diterapkan maka akan menimbulkan ketidakadilan bagi terdakwa karena tindak pidana yang dilakukan tidaklah sebanding dengan ancaman pidana yang ditentukan dalam UU. Kajian terhadap penyimpangan ketentuan pidana minimum khusus ini perlu dilakukan agar jelas kriteria yang digunakan hakim dalam melakukan penyimpangan tersebut. Apabila kriteria yang digunakan hakim tidak jelas, maka hakim bisa menerapkan penyimpangan tersebut dalam banyak kasus sehingga tujuan adanya ketentuan pidana minimum khusus dalam UU Narkotika menjadi tidak tercapai. Pada saat memutus suatu perkara, hakim harus memiliki kriteria yang melatarbelakangi putusannya. Hal ini menyangkut apakah putusan yang dijatuhkan sudah tepat pada sasarannya. Sasaran pertama adalah kepada terdakwa, yaitu apakah putusan itu telah memenuhi rasa keadilan bagi terdakwa dan keluarganya, kemudian apakah telah memenuhi rasa keadilan bagi korban dan keluarganya dan rasa keadilan masyarakat. Bagi 2 FX Adji Samekto, Justice Not For All: Kritik terhadap Hukum Modern dalam Perspektif Studi Hukum Kritis (Yogyakarta: Genta Press, 2008), hlm. 34. Undang: Jurnal Hukum , Vol. 4, No. 2 (2021) hakim, mengadili suatu perkara merupakan suatu pergulatan batin yang sangat panjang. Berbagai perasaan berkecamuk di dalam diri hakim tatkala menjatuhkan suatu putusan. Perasaan benci, marah, kesal, kasihan harus berhadapan dengan ketentuan UU yang harus ditegakannya, sehingga tidak mudah untuk mencari parameter atau ukuran apa yang melatarbelakangi seorang hakim dalam menjatuh- kan putusan terhadap seorang terdakwa. 3 Meskipun demikian, paling tidak, kriteria yang melatarbelakangi putusan hakim dapat dilihat dari pertimbangan putusannya. Sebagaimana dikemukakan MacKenzie, terdapat beberapa teori yang membahas faktor-faktor yang dipertimbangkan hakim dalam memutus perkara pidana, antara lain teori keseimbangan dan teori ratio decidendi. Berdasarkan teori keseimbangan, dalam memutus perkara hakim harus mempertimbangkan unsur-unsur yang menjadi syarat pemenuhan peraturan perundang-undangan serta kepentingan para pihak, yaitu pelaku, korban, dan masyarakat. Sementara menurut teori ratio decidendi, hakim harus mempertimbangkan fi lsafat yang mendasar terkait peraturan perundang-undangan yang relevan serta motivasi pada diri hakim untuk melakukan penegakan hukum yang memberikan keadilan bagi para pihak. 4 Hal lain yang perlu diperhatikan hakim dalam menjatuhkan putusan khususnya putusan pemidanaan adalah mengenai teori tuju- an pemidanaan yang digunakan. Penggunaan teori tujuan pemida- naan ini penting karena akan berpengaruh terhadap jenis dan bobot sanksi pidana yang dijatuhkan hakim kepada terdakwa. Selain itu, teori tujuan pemidanaan yang digunakan akan menjadi justi fi kasi teoretis atas pidana yang dijatuhkan hakim kepada terdakwa. Dalam penentuan teori tujuan pemidanaan ini, hakim harus memper- timbangkan banyak faktor, misalnya jenis tindak pidana, karakteristik tindak pidana, dan motif pelaku tindak pidananya. 3 Din Muhammad, Sari Kuliah Hukum Pidana dan Acara Pidana: Pelatihan Calon Hakim Angkatan Ke V (Jakarta: Pusdiklat Departemen Kehakiman RI, 1988), hlm. 5. 4 Endra Wijaya, “Peranan Putusan Pengadilan dalam Program Deradikalisasi Terorisme di Indonesia: Kajian Putusan Nomor 2189/Pid.B/2007/Pn.jkt. sel”, Jurnal Yudisial, 3, 2 (2010), hlm. 117. Undang: Jurnal Hukum , Vol. 4, No. 2 (2021) Pembahasan penjatuhan pidana di bawah minimum khusus dalam artikel ini diawali dengan pemaparan hasil penelitian terhadap 10 putusan pengadilan dalam perkara tindak pidana narkotika yang dalam putusannya hakim menjatuhkan pidana di bawah minimum khusus. Penelitian dilakukan dengan cara mencari dan memetakan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana di bawah minimum khusus. Bagian berikutnya dari tulisan ini akan mengidenti fi kasi teori tujuan pemidanaan yang digunakan hakim dalam penjatuhan pidana. Teori tujuan pemidanaan ini juga menjadi justi fi kasi teoretis mengapa hakim menyimpangi ketentuan UU Narkotika dengan menjatuhkan pidana di bawah minimum khusus kepada terdakwa. ## B. Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana di Bawah Minimum Khusus dalam Perkara Tindak Pidana Narkotika Berdasarkan penelusuran pada Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (putusan.mahkamahagung.go.id), diperoleh 10 putusan Pengadilan Negeri dalam perkara tindak pidana narkotika dengan putusan pemidanaan berupa pidana di bawah minimum khusus. Ke-10 putusan tersebut dapat diuraikan dalam Tabel 1. Dari penelitian 10 putusan sebagaimana pada Tabel 1, diperoleh beberapa kriteria yang dipertimbangkan hakim dalam menjatuhkan pidana di bawah minimum khusus. Beberapa kriteria tersebut adalah sebagai berikut: 1. terdakwa hanya sebagai pengguna atau penyalahguna narkotika tersebut; 5 2. terdakwa mengkonsumsi narkotika hanya untuk dirinya sendiri; 6 3. jumlah narkotika yang digunakan relatif sedikit; 7 5 Kriteria ini digunakan sebagai pertimbangan dalam Putusan Pengadilan Negeri Magelang Nomor: 32/Pid.Sus/2015/PN Mgg, Putusan Pengadilan Negeri Magelang Nomor: 33/Pid.Sus/2015/PN Mgg, dan Putusan Pengadilan Negeri Klaten Nomor: 120/Pid.Sus/2018/PN.Kln. 6 Kriteria ini digunakan sebagai pertimbangan dalam Putusan Pengadilan Negeri Madiun Nomor: 72/Pid.Sus/2019 PN.Mad dan Putusan Pengadilan Negeri Bantul Nomor: 73/Pid.Sus/2015/PN.Btl. 7 Kriteria ini digunakan sebagai pertimbangan dalam Putusan Pengadilan Undang: Jurnal Hukum , Vol. 4, No. 2 (2021) Tabel 1 . Putusan Pengadilan Perkara Tindak Pidana Narkotika dengan Pidana di Bawah Minimum Khusus No. Nomor Putusan Pasal yang Dikenakan Ancaman Pidana Minimum Khusus Putusan 1. Pengadilan Negeri Magelang Nomor: 32/Pid.Sus/2015/ PN Mgg Pasal 132 ayat (1) jo Pasal 114 ayat (1) UU Narkotika Penjara 5 tahun dan denda Rp1 miliar Penjara 6 bulan dan 7 hari dan denda Rp2 juta 2. Pengadilan Negeri Magelang Nomor: 33/Pid.Sus/2015/ PN Mgg Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika Penjara 4 tahun dan denda Rp800 juta Penjara 1 tahun dan denda Rp2 juta 3. Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor: 220/Pid.Sus/2017/ PN. Pwt Pasal 112 ayat (1) Penjara 4 tahun dan denda Rp800 juta Penjara 2 tahun 4. Pengadilan Negeri Calang Nomor: 1/Pid.Sus/2016/ PN.Cag Pasal 111 ayat (1) Penjara 4 tahun dan denda Rp800 juta Penjara 2 tahun dan denda Rp800 juta 5. Pengadilan Negeri Calang Nomor: 14/Pid.Sus/2016/ PN.Cag Pasal 111 ayat (1) Penjara 4 tahun dan denda Rp800 juta Penjara 2 tahun 6 bulan dan denda Rp800 juta 6. Pengadilan Negeri Bantul Nomor: 73/Pid.Sus/2015/ PN.Btl Pasal 132 ayat (1) jo Pasal 114 ayat (1) Penjara 5 tahun dan denda Rp1 miliar Penjara 1 tahun 6 bulan dan denda Rp1 miliar 7. Pengadilan Negeri Klaten Nomor: 120/Pid.Sus/2018/ PN.Kln Pasal 112 ayat (1) jo Pasal 132 ayat (1) Penjara 4 tahun dan denda Rp800 juta rupiah Penjara 2 tahun dan denda Rp800 juta 8. Pengadilan Negeri Kudus 164/Pid. Sus/2019/PN.Kds Pasal 112 ayat (1) Penjara 4 tahun dan denda Rp800 juta Penjara 1 tahun 6 bulan 9. Pengadilan Negeri Karanganyar Nomor: 196/Pid. Sus/2018 PN.Krg Pasal 112 ayat (1) Penjara 4 tahun dan denda Rp800 juta Penjara 2 tahun 10. Pengadilan Negeri Madiun Nomor: 72/Pid.Sus/2019 PN.Mad Pasal 112 ayat (1) Penjara 4 tahun dan denda Rp800 juta Penjara 2 tahun Undang: Jurnal Hukum , Vol. 4, No. 2 (2021) 4. tidak terdapat indikasi bahwa terdakwa menjual, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika; 8 5. lama pidana yang diancamkan dalam UU dengan perbuatan yang dilakukan dinilai tidak sebanding; 9 6. terdakwa masih berusia muda dan masih perlu untuk mengenyam pendidikan; 10 dan 7. terdakwa merupakan tulang punggung keluarga. 11 Berbagai kriteria di atas apabila diperhatikan merupakan keadaan-keadaan yang tidak saja berhubungan dengan tindak pidana tetapi juga dengan terdakwanya. Keadaan yang berhubungan dengan terdakwanya ini adalah terdakwa masih berusia muda dan terdakwa merupakan tulang punggung keluarga. Pada konteks demikian, hakim sangat bervariasi dalam menggunakaan keadaan- keadaan yang dipertimbangkan dalam penjatuhan pidana. Terjadinya kenyataan yang demikian sebenarnya dapat dimengerti mengingat di dalam KUHP yang berlaku saat ini tidak ada satu bab maupun pasal yang mengatur tentang pedoman pemidanaan. Padahal pedoman pemidanaan ini menjadi guidelines of sentencing bagi aparat penegak hukum khususnya hakim, sehingga pidana yang dijatuhkan diharapkan dapat mendekati esensi keadilan bagi semua dan tidak hanya terpaku pada ketentuan peraturan perundang-undangan. 12 ## Tidak adanya pengaturan tentang pedoman pemidanaan dalam Negeri Purwokerto Nomor: 220/Pid.Sus/2017/PN. Pwt dan Putusan Pengadilan Negeri Klaten Nomor: 120/Pid.Sus/2018/PN.Kln. 8 Kriteria ini digunakan sebagai pertimbangan dalam Putusan Pengadilan Negeri Bantul Nomor: 73/Pid.Sus/2015/PN.Btl, Putusan Pengadilan Negeri Klaten Nomor: 120/Pid.Sus/2018/PN.Kln, dan Putusan Pengadilan Negeri Kudus 164/Pid.Sus/2019/PN.Kds. 9 Kriteria ini digunakan sebagai pertimbangan dalam Putusan Pengadilan Negeri Calang Nomor: 1/Pid.Sus/2016/PN.Cag dan Putusan Pengadilan Negeri Calang Nomor: 14/Pid.Sus/2016/PN.Cag. 10 Kriteria ini digunakan sebagai pertimbangan dalam Putusan Pengadilan Negeri Calang Nomor: 1/Pid.Sus/2016/PN.Cag. 11 Kriteria ini digunakan sebagai pertimbangan dalam Putusan Pengadilan Negeri Calang Nomor: 1/Pid.Sus/2016/PN.Cag. 12 Aristo Evandy A. Barlian dan Barda Nawawi Arief, “Formulasi Ide Permaadan Hakim ( Rechterlijk Pardon ) dalam Pembaharuan Sistem Pemidanaan di Indonesia”, Jurnal Law Reform, 13, 1 (2017), hlm. 36. Undang: Jurnal Hukum , Vol. 4, No. 2 (2021) KUHP secara teoretis berhubungan dengan dasar aliran falsafah pemidanaan yang dianut. Dalam hubungan ini, KUHP menganut falsafah pemidanaan aliran klasik yang merupakan respons terhadap ancient regime pada abad ke-18 di Perancis dan Inggris. Sistem pemidanaan menurut aliran ini mengikuti pola pidana yang ditetapkan secara pasti ( de fi nite sentence ) sehingga kebebasan hakim ( judicial discretion ) tidak memperoleh tempat dalam aliran klasik. Hal ini berbeda dengan suatu sistem pemidanaan yang mengikuti aliran modern (positif ), di mana pemidanaan mengikuti pola individualisasi pidana. Pada pola demikian, judicial discretion sangat dianjurkan, yaitu kebijakan hakim untuk mempertimbangkan pemidanaan berdasarkan hal-hal khusus yang ada di seputar tindak pidana dan individu pelaku tindak pidananya. 13 Dalam konteks masalah ini, dengan dianutnya sistem pemida- naan yang berpola de fi nite sentence , maka seharusnya diikuti oleh adanya suatu aturan tentang pedoman pemidanaan. Sebab, dengan pola de fi nite sentence, hakim tidak bebas melakukan judicial discretion . Dengan demikian tentunya eksistensi pedoman pemidanaan sa- ngatlah penting khususnya dalam rangka mengantisipasi munculnya “kreativitas” hakim untuk menarik hal-hal yang dianggapnya tepat menjadi pertimbangan pemidanaan. Pada 10 putusan perkara tindak pidana narkotika yang menjadi bahan penulisan artikel ini, beberapa kriteria yang dipertimbangkan hakim dalam penjatuhan pidana di bawah minimum khusus didasarkan pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 03 Tahun 2015 yang menyebutkan bahwa jika Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa dengan Pasal 111 atau Pasal 112 UU Narkotika namun terdakwa hanya sebagai pengguna (pemakai) dan jumlahnya relatif kecil, maka hakim dapat menyimpangi ketentuan pidana minimum khusus. 14 Adapun yang dimaksud dengan “jumlahnya relatif kecil” 13 Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat (Bandung: P.T. Alumni, cetakan kelima, 2008), hlm. 29 & 33. 14 Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 03 Tahun 2015 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2015 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan. Undang: Jurnal Hukum , Vol. 4, No. 2 (2021) mengacu pada SEMA Nomor 04 Tahun 2010, yaitu: 15 kelompok metamphetamine (shabu) 1 gram, kelompok MDMA (ekstasi) 2,4 gram (8 butir), kelompok heroin 1,8 gram, kelompok kokain 1,8 gram, kelompok ganja 5 gram, daun koka 5 gram, meskalin 5 gram, kelompok psilosybin 3 gram, kelompok LSD 2 gram, kelompok PCP 3 gram, kelompok fentanil 1 gram, kelompok metadon 0,5 gram, kelompok mor fi n 1,8 gram, kelompok petidin 0,96 gram, kelompok kodein 72 gram, kelompok bufrenor fi n 32 mg. Ketentuan pidana minimum khusus yang diatur dalam UU Narkotika seharusnya tidak boleh disimpangi dengan SEMA. Hal ini karena SEMA hanya berisi petunjuk teknis sehingga tidak memiliki kekuatan mengatur sebagaimana peraturan perundang-undangan. SEMA hanya merupakan peraturan kebijakan yang pembentukannya didasarkan pada asas freies ermessen (kebebasan bertindak) untuk mengisi kelemahan, ketidaklengkapan, dan kekosongan hukum dalam penerapan asas legalitas, sehingga secara konseptual tidak bisa digunakan untuk melakukan penyim pangan terhadap peraturan perundang-undangan. 16 Selain didasarkan pada SEMA, dalam penjatuhkan pidana di bawah minimum khusus, hakim lebih mengedepankan keadilan dibanding kepastian hukum. Pada pertimbangan Putusan Pengadilan Negeri Calang Nomor: 1/Pid.Sus/2016/PN.Cag disebutkan bahwa hakim semestinya tidak menjadi corong undang-undang tetapi corong keadilan, kepatutan, kepentingan umum, dan ketertiban umum. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman di mana hakim wajib menggali nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat agar setiap putusan yang dihasilkan sesuai dengan keadilan dalam masyarakat. Satjipto Rahardjo berpendapat hakim boleh saja menyimpangi ketentuan undang-undang jika keadilan dapat diperoleh dengan 15 Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 04 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial. 16 Riki Yuniagara, “Penggunaan SEMA Nomor 7 Tahun 2014 dalam Penolakan Peninjauan Kembali: Kajian Putusan Nomor 144 PK/Pid.Sus/2016”, Jurnal Yudisial, 13, 2 (2020), hlm. 202. Undang: Jurnal Hukum , Vol. 4, No. 2 (2021) menyimpanginya. Terkadang ketidakadilan justru akan muncul jika hakim menerapkan ketentuan perundang-undangan. Pada dasarnya penentuan berat ringannya pidana merupakan diskresi yang dimiliki oleh hakim. Dalam penentuan berat ringannya pidana tersebut, hakim tidak hanya berpedoman pada ketentuan undang-undang, tetapi harus pula memperhatikan faktor-faktor lain, di antaranya faktor dampak kejahatan, faktor modus operandi kejahatan, faktor perilaku terdakwa di persidangan, faktor perdamaian antara terdakwa dan korban, dan faktor pribadi hakim yang memutus. 17 Menurut Gustav Radbruch, idealnya dalam suatu putusan memang harus memuat ideedesrecht yang meliputi tiga unsur, yaitu keadilan ( gerechtigkeit ), kepastian hukum ( rechtsicherheit ), dan kemanfaatan ( zwechtmassigkeit ). Ketiga unsur tersebut sudah semes tinya dipertimbangkan oleh hakim dan diakomodir secara proporsional, sehingga putusan yang dihasilkan berkualitas dan memenuhi harapan para pencari keadilan. 18 Hukum merupakan pengemban nilai keadilan yang memiliki sifat normatif sekaligus konstitutif. Dikatakan bersifat normatif karena hukum positif ber- pangkal kepada keadilan. Sementara dikatakan bersifat konstitutif karena keadilan harus menjadi unsur mutlak bagi hukum dan tanpa keadilan sebuah aturan tidak pantas menjadi hukum. 19 Untuk memenuhi tujuan hukum, keadilanlah yang harus diutamakan, kemudian baru kemanfaatan dan setelah itu kepastian hukum. 20 Dengan demikian, keadilan harus menjadi prioritas utama dibanding dua unsur yang lain. Kata-kata yang sering kali digunakan oleh masyarakat untuk 17 Darmoko Yuti Witanto, Diskresi Hakim: Sebuah Instrumen Menegakkan Keadilan Substantif dalam Perkara-Perkara Pidana (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 123. 18 D.H.M. Meuwissen, Meuwissen tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum dan Filsafat Hukum, terj. B. Arief Sidharta (Bandung: PT Re fi ka Aditama, 2007), hlm. 20. 19 Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak, dan Markus Y. Hage, Teori Hukum: Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi (Yogyakarta: Genta Publishing, cetakan keempat, 2013), hlm. 117. 20 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, cetakan ketujuh, 2012), hlm. 20. Undang: Jurnal Hukum , Vol. 4, No. 2 (2021) memuji atau mencela hukum adalah “adil” dan “tidak adil”. Jika hukum itu baik, maka akan dikatakan adil, namun sebaliknya jika hukum tidak baik maka akan dikatakan sebagai tidak adil. 21 Hal itu menjadi wajar karena keadilan merupakan ruh atau nyawa dari hukum, sehingga berdiskusi hukum tanpa membicarakan keadilan akan kehilangan relevansinya. Kapanpun dan di manapun hukum dibuat, keadilan akan selalu menjadi bagian integral dari hukum. Menegakkan hukum tidaklah sebatas pada menerapkan hukum positif pada fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa secara prosedural, namun harus dimaknai pula sebagai menegakkan keadilan. Dalam penegakan hukum, menegakkan keadilan hukum semestinya lebih ditekankan dibanding rumusan hukum yang “muluk-muluk” sebagaimana tertulis di atas kertas. 22 Ada beberapa asas yang harus menjadi pedoman hakim dalam memutus perkara, salah satunya adalah asas mengadili secara kasu- istik yang paling penting diperhatikan dalam penjatuhan pidana. Dengan asas ini, putusan hakim selanjutnya diharapkan secara langsung menyentuh rasa keadilan, baik bagi terpidana maupun korban kejahatan. Faktor-faktor kasuistik yang perlu mendapat peni- laian dalam pertimbangan hakim sebelum menjatuhkan putusan pemidaaan adalah: 1) keadaan atau peristiwa yang mendahului terja- dinya perbuatan pidana; 2) cara melakukan kejahatan oleh terdakwa; 3) aspek-aspek individu pelaku perbuatan pidana; dan 4) faktor postfactum atau akibat yang timbul setelah terjadinya perbuatan pidana. 23 Persoalan keadilan sering kali menjadi masalah dalam penerapan ketentuan pidana minimum khusus. Persoalan keadilan akan muncul ketika ada kasus tindak pidana yang nilai kerugiannya kecil teta pi 21 H. L. A. Hart, Konsep Hukum, terj. M. Khozim (Bandung: Nusa Media, cetakan kedua, 2010), hlm. 244. 22 Sidik Sunaryo, Nurani Putusan Hakim Perkara Korupsi di Indonesia (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2021), hlm. 86. 23 M. Abdul Kholiq, “Masalah Disparitas Pidana dan Pengaruhnya terhadap Proses Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan Yogyakarta” (Laporan Penelitian Individual, Lembaga Penelitian Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 1996), hlm. 34. Undang: Jurnal Hukum , Vol. 4, No. 2 (2021) undang-undang menentukan ancaman pidana minimum khusus yang cukup berat. Dalam kasus tindak pidana narkotika, ketika seseorang hanya menjadi pengguna atau pemakai narkotika dengan jumlah yang sangat kecil, secara normatif dapat dikenai Pasal 111 ayat (1) atau Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika karena ia pasti menguasai, menyimpan, atau memiliki. Sementara dalam kedua pasal tersebut terdapat pengaturan ancaman pidana minimum khusus, yaitu pida na penjara paling singkat empat tahun dan pidana denda paling sedikit 800 juta rupiah. Tentu menjadi tidak adil jika pelaku dikenai ancaman pidana minimum khusus tersebut. Adanya persoalan keadilan dalam penerapan pidana minimum khusus disebabkan tidak adanya pedoman khusus yang memberikan kemungkinan bagi hakim untuk menjatuhkan pidana di bawah minimum khusus apabila ada alasan atau faktor tertentu yang meringankan. 24 Hal inilah yang menjadi pertimbangan dikeluarkan- nya SEMA Nomor 03 Tahun 2015 yang memperbolehkan hakim untuk menyimpangi ketentuan pidana minimum khusus dalam perkara tindak pidana narkotika. SEMA Nomor 03 Tahun 2015 diharapkan dapat menjadi pedoman bagi hakim dalam memutus perkara tindak pidana narkotika yang mencerminkan keadilan. ## C. Teori Tujuan Pemidanaan yang Digunakan Hakim Dalam setiap penentuan jenis dan berat ringannya pidana, hakim harus berpedoman pada tujuan yang hendak dicapai dari pemidanaan tersebut. Dengan demikian, tujuan pemidanaan yang digunakan harus ditetapkan terlebih dahulu baru kemudian ditentukan jenis dan berat ringannya pidana. 25 Secara umum, terdapat tiga teori pemidanaan. Pertama, teori absolut atau pembalasan. Teori ini dikenal pada abad ke-18 dengan pengikut seperti Imanuel Kant, Hegel, dan Herbert. Menurut Imanuel Kant, dasar pembenaran suatu pidana berupa 24 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 82. 25 Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barakatullah, Politik Hukum Pidana; Kajian Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 86. Undang: Jurnal Hukum , Vol. 4, No. 2 (2021) kategorischen imperativ yang menghendaki agar setiap tindak pidana harus diberikan pembalasan. Menurut Bambang Purnomo, jalan pemi kiran Kant bertolak dari sebuah anggapan bahwa karena tindak pidana menimbulkan ketidakadilan, maka pelakunya harus dibalas dengan ketidakadilan pula. Sedangkan berat ringannya suatu pidana sebagai pembalasan didasarkan atas teori keseimbangan ( taliobeginsel ), sehingga menurut Kant bahwa pidana mati merupakan pidana mut- lak yang harus dijatuhkan terhadap pelaku pembunuhan berencana. 26 Teori absolut berorientasi ke masa lalu ( backward looking ) bukan ke masa depan. Pidana merupakan penderitaan sebagai tebusan karena telah dilakukan kejahatan atau dosa ( quiapeccatum ). 27 Kedua, teori relatif atau tujuan. Teori relatif bertumpu pada tujuan yang hendak dicapai oleh penjatuhan pidana, yaitu agar menimbulkan efek pencegahan sehingga tidak terjadi kejahatan lagi di masa yang akan datang. Teori ini menekankan kepada pencegahan (prevensi) terhadap pengulangan kejahatan. Adapun terkait dengan tujuan prevensi tersebut terdapat dua teori, yaitu prevensi umum dan prevensi khusus. 28 Teori prevensi umum menyatakan bahwa penjatuhan pidana pada dasarnya bertujuan untuk memberikan efek jera kepada masyarakat luas agar tidak melakukan tindak pidana. Teori pencegahan umum dibagi menjadi dua, yaitu afschrikkingstheorieen yang bertujuan untuk membuat jera warga masyarakat agar tidak melakukan kejahatan-kejahatan, dan deleer van depsychologis yang berarti ancaman pidana harus dapat mencegah niat orang untuk melakukan kejahatan-kejahatan. 29 Sedangkan teori prevensi khusus bertujuan untuk mencegah penjahat dalam mengulangi kejahatannya dengan cara memperbaikinya. Pemidanaan dalam teori ini mempunyai tujuan kombinasi terutama memperbaiki dan membuat jera pelaku kejahatan. 30 26 Yesmil Anwar dan Adang, Pembaruan Hukum Pidana; Reformasi Pidana (Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana Indonesia, 2008), hlm. 131. 27 Jan Remmelink, Hukum Pidana (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 600. 28 Remmelink, Hukum Pidana, hlm. 603. 29 Anwar dan Adang, Pembaruan Hukum Pidana, hlm. 136. 30 Anwar dan Adang, Pembaruan Hukum Pidana, hlm. 137. Undang: Jurnal Hukum , Vol. 4, No. 2 (2021) Ketiga, teori gabungan. Teori ini merupakan kombinasi antara teori absolut dengan teori relatif. Menurut teori ini, tujuan pemida- naan selain sebagai balasan bagi pelaku kejahatan juga bertujuan un tuk melindungi masyarakat dengan mewujudkan ketertiban. Sehing ga teori ini menitikberatkan pada pembalasan, namun sifat pembalasan tersebut dimaksudkan untuk melindungi masyarakat. Berdasarkan teorinya, Grotius memandang bahwa pemidanaan didasarkan atas keadilan absolut ( de absolutegerechtingheid ) yang berwujud pembalasan terbatas pada apa yang bermanfaat bagi masyarakat. 31 Dalam teori ini, penderitaan merupakan hal yang sewajarnya ditanggung oleh pelaku kejahatan sebagai pembalasan atas perbuatannya (teori absolut), namun dalam menentukan berat ringannya harus memperhatikan keadaan personal maupun kemasyarakatan. Selain pembalasan, dalam pemidanaan perlu dipertimbangkan pembelajaran dan rasa takut yang dimunculkan oleh penjatuhan pidana terhadap semua orang (prevensi umum), termasuk di dalamnya perbaikan bagi pelaku (prevensi khusus) sehingga pemidanaan dapat mencapai tujuan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat. 32 Dari 10 putusan pengadilan perkara tindak pidana narkotika dengan pidana di bawah minimum khusus telah dilakukan identi fi kasi mengenai teori tujuan pemidanaan yang digunakan hakim. Teori tujuan pemidanaan yang digunakan hakim dapat diidenti fi kasi dari kutipan frasa pertimbangan hakim yang menyangkut tujuan pemidanaan yang ditetapkan. Hasil identi fi kasi tersebut sebagaimana tersaji dalam Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 diketahui teori tujuan pemidanaan yang digunakan hakim dalam putusan perkara tindak pidana narkotika dengan pidana di bawah minimum khusus adalah teori absolut dan teori relatif. Teori relatif lebih banyak digunakan hakim, yaitu pada enam putusan, sebagaimana ditunjukkan dengan frasa sebagai berikut: 1. mencegah dilakukan tindak pidana dengan menegakkan hukum 31 Anwar dan Adang, Pembaruan Hukum Pidana, hlm. 137. 32 Remmelink, Hukum Pidana, hlm. 611-2. Undang: Jurnal Hukum , Vol. 4, No. 2 (2021) T abel 2 . T eori T ujuan P emidanaan dalam Putusan P eng adilan P erk ar a Tindak Pidana Narkotik a deng an Pidana di Ba w ah Mini- m um Khusus No . Nomor Putusan Fr asa per timbang an hakim ter kait tujuan pemidanaan T ujuan pemi- danaan 1. P eng adilan Ne geri Magelang Nomor : 32/Pid.Sus/2015/PN Mgg Mak sud dan tujuan pemidanaan b uk anlah semata-mata untuk menista atau menderitak an seseor ang, teta pi ber tujuan untuk: 1) mence gah dilakuk an tindak pidana deng an mene gakk an hukum demi peng ay oman w ar ga masy ar ak at; 2) meng adak an kor ek si terhada p ter dakw a, ag ar setelah menjalani pidana, ter dakw a ak an menjadi w ar ga masy ar ak at y ang baik y ang taat dan patuh pada se gala per atur an per undang-undang an y ang berlaku Teori r elatif 2. P eng adilan Ne geri Magelang Nomor : 33/Pid.Sus/2015/PN Mgg T ujuan pemidanaan b uk anlah semata-mata untuk menista atau menderitak an seseor ang, teta pi ber tujuan untuk: 1) mence gah dilakuk an tindak pidana deng an mene gakk an hukum demi peng ay oman w ar ga masy ar ak at; 2) meng adak an kor ek si terhada p ter dakw a, ag ar setelah menjalani pidana, ter dakw a ak an menjadi w ar ga masy ar ak at y ang baik y ang taat dan patuh pada se gala per atur an per undang-undang an y ang berlaku Teori r elatif 3. P eng adilan Ne geri Purw oker to Nomor : 220/Pid.Sus/2017/ PN . Pwt T ujuan pemidanaan itu sendiri y aitu se bag ai upa ya pr ev ensi, kor ek si dan menciptak an kedamaian dalam masy ar ak at, mak a men ur ut Majelis Putusan di ba w ah ini telah cukup memen uhi r asa keadilan Teori r elatif 4. P eng adilan Ne geri Calang Nomor : 1/Pid.Sus/2016/ PN .Cag Memper timbangk an bahw a pidana y ang ak an dijatuhk an kepada ter dakw a dalam amar putusan di ba w ah ini adalah mer upak an pidana y ang sudah tepat dan dir asak an adil sesuai deng an bobot dari kesalahan y ang dilakuk an oleh ter dakw a. T er dakw a jug a dijatuhi hukuman denda di mana mengenai besar ny a denda ter se but ak an ditentuk an dalam amar putusan di ba w ah ini dan a pabila denda ter se but tidak diba yar mak a ak an dig anti deng an hukuman penjar a Teori absolut Undang: Jurnal Hukum , Vol. 4, No. 2 (2021) 5. P eng adilan Ne geri Calang Nomor : 14/Pid.Sus/2016/ PN .Cag Pidana y ang ak an dijatuhk an kepada ter dakw a mer upak an pidana y ang sudah tepat dan dir asak an adil sesuai deng an bobot dari kesalahan y ang dilakuk an oleh ter dakw a. Oleh k ar ena ter dakw a sudah din yatak an ber salah melakuk an tindak pidana dan dijatuhi hukuman penjar a, mak a terhada p ter dakw a jug a dijatuhi hukuman denda di mana mengenai besar ny a denda ter se but ak an dalam amar putusan di ba w ah ini dan a pabila denda ter se but tidak diba yar mak a ak an dig anti deng an hukuman penjar a Teori absolut 6. Peng adilan Ne geri Bantul Nomor : 73/ Pid.Sus/2015/PN .Btl Meng ing at ancaman pidana dari tindak pidana y ang telah dilakuk an oleh ter dakw a dihub ungk an deng an hal-hal y ang member atk an dan mering ank an ter se but mak a men ur ut Majelis Hak im pidana y ang ak an dijatuhk an ter se but dipandang telah pantas dan sesuai deng an r asa keadilan Teori pembalasan 7. Peng adilan Ne geri Klaten Nomor : 120/ Pid.Sus/2018/PN .Kln Penjatuhan pidana mempun yai tujuan pr ev entif dalam ar ti se bag ai upa ya ag ar potensial kriminal tidak melakuk an tindak pidana dan bag i pelaku kriminal supa ya tidak melakuk an tindak pidana lag i ser ta untuk ketenter aman bag i w ar ga masy ar ak at dan te gakn ya hukum Teori r elatif 8. Peng adilan Ne geri Kudus 164/Pid. Sus/2019/PN .Kds Filoso fi tujuan pemidanaan adalah tidak semata-mata untuk menghukum ter dakw a atas kesalahan y ang telah dilakuk ann ya, nam un jauh dari itu deng an pemidanaan y ang dijatuhk an dihar ap ka n ter dakw a da pat mer en ungk an dan meng insy a fi atas kesalahan dari perb uatann ya, sehingg a di kem udian hari ter dakw a da pat memperbaik i diri dan tidak mengulang i lag i perb uatann ya Teori r elatif 9. P eng adilan Ne geri K ar ang an yar Nomor : 196/Pid.Sus/2018 PN .Kr g Oleh k ar ena ter dakw a mampu ber tanggungja w ab , mak a har us din yatak an ber salah dan dijatuhi pidana Teori absolut 10. P eng adilan Ne geri Madiun Nomor : 72/Pid.Sus/2019 PN .Mad T ujuan penjatuhan pidana terhada p ter dakw a b uk an se bag ai balas dendam ak an teta pi selain se bag ai pr ev ensi um um y aitu ag ar masy ar ak at tidak melakuk an perb uatan seper ti y ang dilakuk an ter dakw a dan ag ar masy ar ak at terlindung i dari perb uatan ter dakw a, maupun se bag ai pr ev ensi khusus y aitu ag ar ter dakw a tidak mengulang i lag i perb uatann ya, penjatuhan pidana terhada p ter dakw a jug a ber tujuan se bag ai sar ana pembinaan bag i ter dakw a ag ar da pat memperbaik i sik ap , tingk ah laku dan perb uatann ya di kem udian hari Teori r elatif Undang: Jurnal Hukum , Vol. 4, No. 2 (2021) demi pengayoman warga masyarakat; 33 2. mengadakan koreksi terhadap terdakwa agar setelah menjalani pidana, terdakwa akan menjadi warga masyarakat yang baik yang taat dan patuh pada segala peraturan perundang-undangan yang berlaku; 34 3. tujuan pemidanaan sebagai upaya prevensi, koreksi, dan menciptakan kedamaian dalam masyarakat; 35 4. penjatuhan pidana mempunyai tujuan preventif dalam arti sebagai upaya agar potensial kriminal tidak melakukan tindak pidana dan bagi pelaku kriminal supaya tidak melakukan tindak pidana lagi serta untuk ketenteraman bagi warga masyarakat dan tegaknya hukum; 36 5. fi loso fi tujuan pemidanaan adalah tidak semata-mata untuk menghukum terdakwa atas kesalahan yang telah dilakukannya, namun jauh dari itu dengan pemidanaan yang dijatuhkan diharapkan terdakwa dapat merenungkan dan menginsya fi atas kesalahan dari perbuatannya sehingga di kemudian hari terdakwa dapat memperbaiki diri dan tidak mengulangi lagi perbuatannya; 37 dan 6. tujuan penjatuhan pidana terhadap terdakwa bukan sebagai balas dendam akan tetapi selain sebagai prevensi umum, yaitu agar masyarakat tidak melakukan perbuatan seperti yang dilakukan terdakwa dan agar masyarakat terlindungi dari perbuatan terdak- wa, maupun sebagai prevensi khusus yaitu agar terdakwa tidak mengulangi lagi perbuatannya, penjatuhan pidana terhadap ter- dak wa juga bertujuan sebagai sarana pembinaan bagi terdakwa agar dapat memperbaiki sikap, tingkah laku dan perbuatannya 33 Frasa ini terdapat dalam Putusan Pengadilan Negeri Magelang Nomor: 32/ Pid.Sus/2015/PN Mgg. 34 Frasa ini terdapat dalam Putusan Pengadilan Negeri Magelang Nomor: 32/ Pid.Sus/2015/PN Mgg. 35 Frasa ini terdapat dalam Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor: 220/Pid.Sus/2017/PN. Pwt. 36 Frasa ini terdapat dalam Putusan Pengadilan Negeri Bantul Nomor: 73/ Pid.Sus/2015/PN.Btl. 37 Frasa ini terdapat dalam Putusan Pengadilan Negeri Kudus 164/Pid. Sus/2019/PN.Kds. Undang: Jurnal Hukum , Vol. 4, No. 2 (2021) dikemudian hari. 38 Adapun dalam empat putusan lainnya hakim menggunakan teori absolut, sebagaimana terlihat dari frasa berikut: 1. pidana yang akan dijatuhkan kepada terdakwa dalam amar putusan di bawah ini adalah merupakan pidana yang sudah tepat dan dirasakan adil sesuai dengan bobot dari kesalahan yang dilakukan oleh terdakwa; 39 2. mengingat ancaman pidana dari tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa dihubungkan dengan hal-hal yang memberatkan dan meringankan tersebut maka menurut majelis hakim pidana yang akan dijatuhkan tersebut dipandang telah pantas dan sesuai dengan rasa keadilan; 40 dan 3. oleh karena terdakwa mampu bertanggung jawab, maka harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. 41 Dengan demikian, sebagian besar hakim memandang bahwa pidana yang dijatuhkan bukan untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang telah melakukan suatu tindak pi da na, tetapi di dalamnya terdapat tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat. Teori relatif sering disebut dengan teori tujuan ( utilitarian theory ), yang dalam hal ini dasar pembenaran adanya pidana terletak pada tujuannya. Penjatuhan pidana bukan karena orang telah berbuat jahat ( quiapeccatumest ), melainkan supaya orang jangan melakukan kejahatan ( nepeccetur ). 42 Apabila dicermati dari pertimbangan semua putusan yang dikaji, terlihat hakim yidakk konsisten dalam menggunakan teori tujuan pemidanaan relatif. Di satu sisi penjatuhan pidana di bawah minimum khusus didasarkan pada keadilan, namun di sisi lain 38 Frasa ini terdapat dalam Putusan Pengadilan Negeri Madiun Nomor: 72/ Pid.Sus/2019 PN.Mad. 39 Pengadilan Negeri Calang Nomor: 1/Pid.Sus/2016/PN.Cag. 40 Frasa ini terdapat dalam Putusan Pengadilan Negeri Bantul Nomor: 73/ Pid.Sus/2015/PN.Btl. 41 Frasa ini terdapat dalam Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar Nomor: 196/Pid.Sus/2018 PN.Krg. 42 Muladi dan Barda Nawawi, Teori dan Kebijakan Pidana (Bandung: Alumni, 1992), hlm. 11. Undang: Jurnal Hukum , Vol. 4, No. 2 (2021) hakim menggunakan teori tujuan pemidanaan relatif yang berarti dalam penjatuhan pidana hakim tidak melihat pada kejahatan yang dilakukan terdakwa melainkan pencegahannya. Ciri teori relatif adalah pidana harus ditentukan sesuai dengan tujuannya yakni untuk pencegahan, sehingga pidana bersifat prospektif atau melihat ke depan. Padahal penetapan pidana yang adil harus melihat pada kejatahan yang dilakukan di masa yang lalu. Hakim yang menggunakan pertimbangan keadilan dalam menyimpangi ketentuan pidana minimum khusus akan terlihat konsisten jika menggunakan teori tujuan pemidanaan absolut dalam penetapan pidananya. Keadilan dalam pemidanaan dapat berarti memenuhi prinsip proporsionalitas, yaitu penentuan pidana yang didasarkan atas keseimbangan antara perbuatan yang dilakukan ( the gravity of the offence ) dengan pidana yang dijatuhkan. Semakin berat perbuatan pidana yang dilakukan, maka semakin berat pula sanksi yang dijatuhkan, demikian juga sebaliknya. Prinsip ini merupakan bagian dari teori absolut modern yang dikenal juga dengan teori proporsionalitas ( proportionality theory ). 43 Menurut Douglas Husak, pidana yang dijatuhkan secara berlebihan adalah tidak pantas, sehingga penjatuhan pidana harus mendasarkan pada prinsip proporsionalitas agar memiliki nilai kepantasan. 44 Teori proporsionalitas sendiri terdiri atas dua bentuk. Pertama, proporsionalitas kardinal ( cardinal proporsionality ) yang menjelaskan bahwa dalam penentuan sanksi pidana harus ditentukan berdasarkan besarnya serangan atau keseriusan perbuatan. Penentuan besarnya serangan atau keseriusan perbuatan dapat didasarkan pada penelitian kriminologis dan konvensi-konvensi sosial. Kedua, proporsionalitas ordinal ( ordinal proporsionality ) yang menyatakan bahwa dalam penentuan pidana harus diperbandingkan dengan tindak pidana lain yang mirip, dan diperbandingkan dengan tindak pidana lain 43 Demikian menurut V. Bemmelen, sebagaimana dikutip dari Aruan Sakidjo dan Bambang Poernomo, Hukum Pidana; Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Kodi fi kasi (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hlm. 75. 44 Mahrus Ali dan M. Arif Setiawan, “Teori Hukum Pidana Minimalis dari Douglas Husak: Urgensi dan Relevansi”, Undang: Jurnal Hukum, 4, 1 (2021), hlm. 255. Undang: Jurnal Hukum , Vol. 4, No. 2 (2021) berdasarkan karakter keseriusannya. 45 Dengan demikian, jika hakim tetap ingin memasukkan tujuan tertentu dalam penjatuhan pidana, maka seharusnya teori tujuan pemidanaan yang digunakan adalah teori gabungan. Menurut Made Sadhi Astuti, teori gabungan dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu pertama, teori gabungan yang lebih menekankan pada pembalasan, namun pembalasan tersebut harus diterapkan secara proporsional dan tidak berlebihan. Kedua, teori gabungan yang lebih menekankan kepada tujuan untuk menjaga ketertiban masyarakat. Pidana tidak boleh melebihi beratnya tindak pidana yang telah dilakukan oleh seseorang. Ketiga, teori gabungan yang memberikan penekanan secara seimbang bahwa pidana ditujukan sebagai pembalasan sekaligus untuk menjaga ketertiban masyarakat. 46 ## D. Kesimpulan Studi dalam artikel ini menyimpulkan, pertama, beberapa kriteria yang dipertimbangkan hakim dalam menjatuhkan pidana di bawah minimum khusus dalam perkara tindak pidana narkotika adalah: terdakwa hanya sebagai pengguna atau penyalahguna; terdakwa mengkonsumsi hanya untuk dirinya sendiri; jumlah yang digunakan relatif sedikit; tidak terdapat indikasi bahwa terdakwa menjual, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika; lama pidana yang diancamkan dalam UU dinilai tidak sebanding dengan perbuatan yang dilakukan; terdakwa masih berusia muda dan masih perlu untuk mengenyam pendidikan; dan terdakwa merupakan tulang punggung keluarga. Beberapa kriteria tersebut didasarkan pada SEMA Nomor 03 Tahun 2015 dan SEMA Nomor 04 Tahun 2010, sekalipun penyimpangan ketentuan pidana minimum khusus melalui SEMA secara konseptual tidak tepat 45 Demikian menurut Andrew von Hirsch, sebagaimana dikutip dalam Salman Luthan, “Kebijakan Penal mengenai Kriminalisasi di Bidang Keuangan: Studi terhadap Pengaturan Tindak Pidana dan Sanksi Pidana dalam Undang-Undang Perbankan, Perpajakan, Pasar Modal, dan Pencucian Uang (disertasi, Universitas Indonesia, Jakarta, 2007), hlm. 161. 46 Widodo, Sistem Pemidanaan dalam Cyber Crime (Yogyakarta: Laksbang Mediatama, 2009), hlm. 76-77. Undang: Jurnal Hukum , Vol. 4, No. 2 (2021) karena SEMA hanya merupakan peraturan kebijakan yang tidak boleh menyimpangi ketentuan peraturan perundang-undangan. Kedua, dalam penjatuhan pidana di bawah minimum khusus, sebagian besar hakim menggunakan teori tujuan pemidanaan relatif atau tujuan, dan sebagian yang lain menggunakan teori tujuan pemidanaan absolut atau pembalasan. Penggunaan teori relatif sebagai tujuan pemidanaan di sini sebetulnya menunjukkan ketidakkonsistenan hakim. Sebab, hakim menjadikan keadilan sebagai dasar penyimpangan terhadap ketentuan pidana minimum khusus; padahal keadilan dalam pemidanaan adalah proporsionalitas yang merupakan bagian dari teori absolut modern, sehingga penentuan pidananya harus didasarkan pada kejahatan yang dilakukan di masa lalu. Hakim bisa saja memasukkan tujuan tertentu dalam penjatuhan pidana tetapi seharusnya hakim menggunakan teori gabungan sehingga tidak semata-mata melihat pada tujuan di masa yang akan datang tetapi juga tindak pidana yang dilakukan di masa lalu. ## Daftar Pustaka Artikel, Buku, dan Laporan Ali, Mahrus dan M. Arif Setiawan. “Teori Hukum Pidana Minimalis dari Douglas Husak: Urgensi dan Relevansi”. Undang: Jurnal Hukum , 4, 1 (2021): 245-79. DOI: 10.22437/ujh.4.1.245-279. Anwar, Yesmil dan Adang. Pembaruan Hukum Pidana; Reformasi Pidana . Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana Indonesia, 2008. Arief, Barda Nawawi. Kapita Selekta Hukum Pidana . Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003. Barlian, Aristo Evandy A. dan Barda Nawawi Arief. “Formulasi Ide Permaadan Hakim (Rechterlijk Pardon) dalam Pembaharuan Sistem Pemidanaan di Indonesia”. Law Reform , 13, 1 (2017): 28- 44. DOI: 10.14710/lr.v13i1.15949. Haris, Oheo K. “Telaah Yuridis Penerapan Sanksi di Bawah Minimum Khusus pada Perkara Pidana Khusus”. Jurnal Ius Constituendum , 2, 2 (2017): 240-57. DOI: 10.26623/jic.v2i2.663. Hart, H. L. A. Konsep Hukum . Terjemahan M. Khozim. Bandung: Undang: Jurnal Hukum , Vol. 4, No. 2 (2021) Nusa Media, cetakan kedua, 2010. Kholiq, M. Abdul. “Masalah Disparitas Pidana dan Pengaruhnya terhadap Proses Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan Yogyakarta”. Laporan Penelitian Individual, Lembaga Penelitian Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 1996. Luthan, Salman. “Kebijakan Penal Mengenai Kriminalisasi di Bidang Keuangan: Studi terhadap Pengaturan Tindak Pidana dan Sanksi Pidana dalam Undang-Undang Perbankan, Perpajakan, Pasar Modal, dan Pencucian Uang”. Disertasi, Universitas Indonesia, Jakarta, 2007. Meuwissen, D.H.M. Meuwissen tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum dan Filsafat Hukum. Terjemahan B. Arief Sidharta. Bandung: PT Re fi ka Aditama, 2007. Muhammad, Din. Sari Kuliah Hukum Pidana dan Acara Pidana: Pelatihan Calon Hakim Angkatan Ke V . Jakarta: Pusdiklat Departemen Kehakiman RI, 1988. Muladi. Lembaga Pidana Bersyarat. Bandung: Alumni, cetakan kelima, 2008. Muladi dan Barda Nawawi. Teori dan Kebijakan Pidana . Bandung: Alumni, 1992. Prasetyo, Teguh dan Abdul Halim Barakatullah. Politik Hukum Pidana; Kajian Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi . Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum . Bandung: PT Citra Aditya Bakti, cetakan ketujuh, 2012. Remmelink, Jan. Hukum Pidana. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003. Sakidjo, Aruan dan Bambang Poernomo. Hukum Pidana; Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Kodi fi kasi. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990. Samekto, FX Adji. Justice Not For All: Kritik terhadap Hukum Modern dalam perspektif Studi Hukum Kritis. Yogyakarta: Genta Press, 2008. Sunaryo, Sidik. Nurani Putusan Hakim Perkara Korupsi di Indonesia. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2021, Undang: Jurnal Hukum , Vol. 4, No. 2 (2021) Tanya, Bernard L, Yoan N. Simanjuntak, dan Markus Y. Hage. Teori Hukum: Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi . Yogyakarta: Genta Publising, cetakan keempat, 2013. Widodo. Sistem Pemidanaan dalam Cyber Crime . Yogyakarta: Laksbang Mediatama, 2009. Wijaya, Endra. “Peranan Putusan Pengadilan dalam Program Deradikalisasi Terorisme di Indonesia: Kajian Putusan Nomor 2189/Pid.B/2007/Pn.jkt.sel”. Jurnal Yudisial , 3, 2 (2010): 109-21. DOI: 10.29123/jy.v3i2. Witanto, Darmoko Yuti. Diskresi Hakim: Sebuah Instrumen Menegakkan Keadilan Substantif dalam Perkara-Perkara Pidana. Bandung: Alfabeta, 2013. Yuniagara, Riki. “Penggunaan SEMA Nomor 7 Tahun 2014 dalam Penolakan Peninjauan Kembali: Kajian Putusan Nomor 144 PK/Pid.Sus/2016”. Jurnal Yudisial , 13, 2 (2020): 187-206. DOI: 10.29123/jy.v13i3. ## Peraturan dan Putusan Hukum Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5062. Republik Indonesia, Mahkamah Agung. Surat Edaran (SEMA) Nomor 04 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial. Republik Indonesia, Mahkamah Agung. Surat Edaran (SEMA) Nomor 03 Tahun 2015 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2015 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan. Republik Indonesia, Pengadilan Negeri Bantul. Putusan Nomor: 73/Pid.Sus/2015/PN.Btl, 25/5/2015, perkara tindak pidana narkotika dengan terdakwa Robertus Heri Sudibyo bin Sumarjo. Republik Indonesia, Pengadilan Negeri Calang. Putusan Nomor: 1/Pid.Sus/2016/PN.Cag, 23/3/2016, perkara tindak pidana Undang: Jurnal Hukum , Vol. 4, No. 2 (2021) narkotika dengan terdakwa Irwansyah bin Antasari. Republik Indonesia, Pengadilan Negeri Calang. Putusan Nomor: 14/Pid.Sus/2016/PN.Cag, 9/5/2016, perkara tindak pidana narkotika dengan terdakwa Indra Saputra bin Zainuddin Amin. Republik Indonesia, Pengadilan Negeri Karanganyar. Putusan Nomor: 196/Pid.Sus/2018 PN.Krg, 19/2/2019, perkara tindak pidana narkotika dengan terdakwa Heru Setiyoko Als Potis bin Suparso. Republik Indonesia, Pengadilan Negeri Klaten. Putusan Nomor: 120/Pid.Sus/2018/PN.Kln, 22/10/2018, perkara tindak pidana narkotika dengan terdakwa Deky Harjoko alias Glondong bin Harjoko. Republik Indonesia, Pengadilan Negeri Kudus. Putusan Nomor: 164/Pid.Sus/2019/PN.Kds, 14/1/2020, perkara tindak pidana narkotika dengan terdakwa Denni Dewantara bin Toto Sukanto. Republik Indonesia, Pengadilan Negeri Madiun. Putusan Nomor: 72/Pid.Sus/2019 PN.Mad, 3/9/2019, perkara tindak pidana narkotika dengan terdakwa Andik Setiawan Supratna bin Suparno. Republik Indonesia, Pengadilan Negeri Magelang. Putusan Nomor: 32/Pid.Sus/2015/PN Mgg, 1/7/2015, perkara tindak pidana narkotika dengan terdakwa Wahzudi Nugroho Suhani bin Suhono. Republik Indonesia, Pengadilan Negeri Magelang. Putusan Nomor: 33/Pid.Sus/2015/PN Mgg, 1/7/2015, perkara tindak pidana narkotika dengan terdakwa Wiranto bin Sujari Republik Indonesia, Pengadilan Negeri Purwokerto. Putusan Nomor: 220/Pid.Sus/2017/PN. Pwt, 27/2/2018, perkara tindak pidana narkotika dengan terdakwa Aditya Romansyah alias Radit bin Amin Pranoto.
34b76bf8-4e16-4ab3-be44-dbc235d14b65
https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/tematik/article/download/3195/2867
## UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE INKUIRI DI KELAS IV SDN 060843 MEDAN TA 2013/2014 Husna P. Tambunan Universitas Negeri Medan Email : husnatambunan@gmail.com Abstract: Classroom action research aims to improve the activity and student learning outcomes with the application of inquiry learning methods. The study consisted of 2 cycles of the number of students 25. Collecting data using achievement test, student questionnaire responses, and observations of students in learning activities with the method of inquiry.Data analysis using quantitative techniques and qualitative techniques by linking existing data. The analysis showed: (1) an increase in the activity of the students are in the first cycle of acquisition activity by 61.25% students and 75.63% with enough categories. In the second cycle increased to 92.50% with very good category. (2) an increase in student learning outcomes in the first cycle is the average value of student learning outcomes for cognitive assessment was increased to 82 disiklus 60 to II with the percentage of students who obtained excellent learning predicate 96%. For the assessment of students psychomotor also increased in the first cycle is the highest score obtained by the students increased 3.30 to 3.40 in the second cycle with the percentage of students who received either 72% predicate learning. For the assessment of affective (honest, discipline and cooperation) also increased in the first cycle is 12% to 48%. Based on the above results it can be concluded that the application of the inquiry method can improve the activity and learning outcomes of students in the fourth grade SDN.060843 Medan. Abstrak: Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan penerapan metode pembelajaran Inkuiri. Penelitian ini terdiri dari 2 siklus dengan jumlah siswa 25 orang.Pengumpulan data menggunakan tes hasil belajar, angket respon siswa, dan observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan metode inkuiri.Analisis data menggunakan tekhnik kuantitatif dan tekhnik kualitatif dengan mengkaitkan data yang ada. Hasil analisis menunjukkan : (1) terjadi peningkatan pada aktivitas siswa yaitu pada siklus I perolehan aktivitas siswa sebesar 61,25% dan 75,63% dengan kategori cukup. Pada siklus II meningkat menjadi 92,50% dengan kategori sangat baik. (2) terjadi peningkatan hasil belajar siswa yaitu pada siklus I nilai rata-rata hasil belajar siswa untuk penilaian kognitif adalah 60 meningkat menjadi 82 disiklus ke II dengan persentase siswa yang memperoleh predikat belajar sangat baik 96%. Untuk penilaian psikomotorik siswa juga mengalami peningkatan yaitu pada siklus I nilai tertinggi yang diperoleh siswa 3,30 meningkat menjadi 3,40 pada siklus II dengan persentase siswa yang memperoleh predikat belajar baik 72%. Untuk penilaian afektif (jujur,disiplin dan kerjasama) juga mengalami peningkatan yaitu pada siklus I 12% menjadi 48%. Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan metode inkuiri dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa di kelas IV SDN.060843 Medan. Kata kunci : aktivitas, hasil belajar, inkuiri. ## PENDAHULUAN Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan syarat perkembangan.Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan kepentingan masa depan. Pendidikan yang mendukung pembangunan di masa mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan problema kehidupan yang dihadapainya. Pendidikan harus menyentuh potensi nurani atau potensi kompetensi peserta didik. Konsep pendidikan tersebut terasa semakin penting ketika seseorang harus memasuki kehidupan masyarakat dan dunia kerja, karena yang bersangkutan harus mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah untuk menghadapi problema yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari saat ini maupun yang akan datang. Pemikiran ini mengandung konsekuensi bahwa penyempurnaan atau perbaikan pendidikan formal (sekolah/madrasah) untuk mengantisipasi kebutuhan dan tantangan masa depan perlu terus- menerus dilakukan, diselaraskan dengan perkembangan kebutuhan dunia usaha/industry, perkembangan dunia kerja, serta perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah telah dan berupaya mewujudkannya melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas. Upaya-upaya tersebut diantaranya melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum. Kurikukulum 2013 merupakan kurikulum yang menekankan pada kompetensi dengan pemikiran kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Adapun ciri kurikulum 2013 yang paling mendasar ialah menuntut kemampuan guru dalam ber- pengetahuan dan mencari tahu pengetahuan sebanyak - banyaknya karena siswa zaman sekarang telah mudah mencari informasi dengan bebas melalui perkembangan teknologi dan informasi. Sedangkan untuk siswa lebih didorong untuk memiliki tanggung jawab kepada lingkungan, kemampuan interpersonal, antar- personal, maupun memiliki kemampuan berpikir kritias. Tujuannya adalah terbentuk generasi produktif, kreatif, inovatif, dan afektif. Dalam ciri kurikulum 2013 diterapkan pembelajaran kurikulum terpadu. Kurikulum terpadu sebagai panutan dalam tematik terpadu adalah salah satu pendekatan pembelajaran dimana kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) dari berbagai mata pelajaran digabungkan menjadi satu untuk merumuskan pemahaman yang lebih mendalam dan mendasar tentang apa yang harus dikuasai siswa. Siswa dituntut agar dapat mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya.melalui pendekatan saintifik ( scientific approach ). Pembelajaran dengan pendekatan saintifik ( scientific approach ) adalah proses pembe- lajaran yang dirancang se-demikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), meru- muskan masalah, me-ngajukan atau merumuskan hipotesis, mengum- pulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan dapat mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu. Dengan demikian, maka kriteria pembelajaran dengan menggunakan penerapan pendekatan saintifik ( scientific approach ) pada hakikatnya ialah bertujuan untuk mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, meme- cahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran, sehingga hasil akhirnya adalah adanya peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik ( soft skills ) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak ( hard skills ) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Suherman (2003: 7) menya- takan, bahwa pembelajaran akan lebih bermakna ( Meaningfull ), jika siswa tidak hanya belajar untuk mengatasi sesuatu ( Learning to know ), tetapi siswa juga belajar melakukan ( Learning to do ), belajar menjiwai ( Learning to be ), serta belajar bersosialisasi dengan sesama teman ( Learning to live together ). Dengan kata lain, siswa diberikan kesempatan untuk mencoba sendiri mencari jawaban suatu masalah, bekerja sama dengan temannya sekelas, atau membuat sesuatu akan jauh lebih menantang dan mengarahkan perhatian siswa dari pada apabila siswa hanya harus mencerna saja informasi yang diberikan secara searah. Untuk itu perlu diciptakan sistem lingkungan pembe- lajaran yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar. Untuk mencapai indikator tersebut guru harus mampu memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran dan mampu menyajikan metode pembelajaran yang menarik. Banyak factor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa diantaranya dapat berasal dari dalam diri siswa itu sendiri yang sering disebut factor internal dan ada juga yang berasal dari luar siswa yaitu factor eksternal. Factor yang berasal dari dalam diri siswa yaitu kemam- puan,intelegensia, sikap dan minat. Factor yang berasal dari luar siswa yaitu lingkungan keluarga, sekolah masyarakat dan salah satu berasal dari guru. Peranan guru dalam proses pembelajaran sangat berpengaruh besar. Sebab guru merupakan motivator siswa dalam pelajaran. Untuk mencapai hasil yang maksimal, guru harus mampu memilih dan menyesuaikan metode yang tepat dengan materi yang disampaikan, sehingga dengan pembelajaran yang demikian akan menciptakan suasana kelas yang aktif, yaitu adanya suatu interaksi positif antara siswa dan guru, keadaan kelas yang aktif tersebut dapat memberikan hasil belajar yang memuaskan yang diperoleh siswa setelah pembelajaran. Oleh karena itu perlu adanya metode pembelajaran yang bervariasi agar jalannya proses belajar mengajar tidak membosankan, sehingga dapat menarik perhatian siswa untuk belajar dan pada akhirnya kualitas pembelajaran semakin meningkat. Penggunaan metode yang bervariasi tidak akan menguntungkan kegiatan belajar mengajar bila penggunaanya tidak tepat dan tidak sesuai dengan situasi yang mendukung dan dengan kondisi psikologis siswa. Guru memegang peranan penting untuk menciptakan kondisi yang memung- kinkan siswa dalam mengembangkan dirinya sebagai siswa aktif. Kemampuan guru dalam menggunakan berbagai metode, dan media pembe- lajaran sangat diperlukan. Observasi awal yang dilakukan peneliti di SDN 060843 Medan pada bulan September 2013, menunjukkan adanya beberapa masalah yang ditemukan pada saat proses pembelajaran berlangsung seperti : 1) metode pembelajaran yang diterapkan guru masih metode pembelajaran yang konvensional seperti metode ceramah, tanya jawab dan penugasan. 2) siswa melakukan aktivitas pembelajaran yang tidak relevan seperti mengantuk, bermain-main, bahkan ribut saat pembelajaran sedang berlangsung, 3) guru belum memberdayakan seluruh potensi dirinya dalam mengajar, sehingga aktifitas siswa dalam mengikuit pembelajaran masih sangat rendah. Untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam tema cita- citaku di kelas IV-3 SDN 060843 Medan diperlukan suatu metode yang mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik yaitu proses belajar mengajar yang mencakup suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dengan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar. Metode inkuiri merupakan bentuk dari metode pembelajaran yang berorientasi kepada siswa ( student centered approach ) yang memiliki perbedaan dengan metode konvensional. Metode Inkuiri menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu permasalahan yang diper- tanyakan. Metode inkuiri merupakan metode pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berfikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengem- bangkan kreativitas dalam memecahkan masalah. Siswa benar- benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar. Peranan guru dalam pembelajaran dengan metode inkuiri adalah sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru adalah memilih masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Namun dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan dipecahkan dipilih oleh siswa. Tugas guru selanjutnya adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan guru masih diperlukan, tetapi intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah harus dikurangi (Sagala, 2004). Metode Inkuiri merupakan salah satu metode pembelajaran yang efektif diterapkan pada pendekatan scientific , karena di dalam langkah- langkah pembelajaran yang ada di dalam penelitian ini meliputi mengamati ( observing ), menanya ( questioning ), mengumpulkan data, mengolah data, dan mengko- munikasikan. Dengan meng-gunakan metode pembelajaran ini di kelas, siswa dapat membentuk pola pikir, penalaran, mempresentasikan pengetahuan konseptual dan procedural siswa, serta terbentuknya interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa. Dengan demikian jika tema cita-citaku dibelajarkan dengan metode inkuiri diharapkan dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa. Perlunya penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi dan memanfaatkan berbagai media pembelajaran diharapkan akan meningkatkan kualitas pembelajaran. Dengan demikian, berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Apakah penerapan metode inkuiri dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada tema indahnya negeriku di kelas IV SDN 060843 Medan? 2) Apakah penerapan metode inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada tema indahnya negeriku di kelas IV SDN 060843 Medan ? Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas IV SDN 060843 Medan pada tema indahnya negeriku melalui metode inkuiri . 2) Meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN 060843 Medan pada tema indahnya negeriku melalui metode inkuiri . ## KAJIAN PUSTAKA Hasil Belajar Menurut Bloom dalam Max Darsono (2000:32), ada 3 kemampuan yang diharapkan siswa sebagai hasil belajar yaitu : 1. Kognitif Domain yaitu perilaku yang berhubungan dengan pengetahuan, ingatan, pe- mahaman, menjelaskan, me- nguraikan, merencanakan, me- nilai, dan menerapkan. 2. Affective Domain yaitu perilaku yang berhubungan dengan sikap menerima, memberikan respons, menilai, organisasi, dan karakteristik. 3. Psycomotor Domain yaitu perilaku yang berhubungan dengan keterampilan atau skill yang berkaitan dengan fisik. Proses pembelajaran merupakan tahapan-tahapan yang dilalui dalam mengembangkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik seseorang, dalam hal ini adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa atau peserta didik. Hasil belajar merupakan serangkaian kemampuan yang ingin dicapai peserta didik yang meliputi aspek-aspek seperti yang terdapat sebagai berikut: (1) menghafal (C1) yaitu kemampuan menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang. Kategori ini mencakup 2 macam proses kognitif yaitu mengenali ( recognizing ) dan mengingat ( recalling ); (2) memahami (C2) yaitu kemampuan mengkonstruk makna dan pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran siswa. Kategori memahami mencakup 7 proses kognitif yaitu menafsirkan ( interpreting ), memberikan contoh ( exemplifying ), mengklarifikasikan ( classifying ), meringkas ( summarizing ), menarik inferensi ( inferring ), membandingkan ( comparing ), dan menjelaskan ( explaining ); (3) mengaplikasikan (C3) yaitu kemampuan menggunakan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas.Kategori ini mencakup 2 proses kognitif yaitu menjalankan ( executing ) dan mengimplementasikan ( implementing ); (4) menganalisis (C4) yaitu kemampuan menguraikan suatu permasalahan atau objek ke unsur- unsurnya dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur tersebut. Ada 3 macam proses kognitif yang tercakup dalam menganalisis yaitu menguraikan ( differentianting ), mengorganisir ( organizing ) dan menemukan pesan tersirat ( attributing ); (5) mengevaluasi (C5) yaitu kemampuan membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Ada 2 macam proses kognitif yang tercakup dalam mengevaluasi yaitu memeriksa ( checking ) dan mengkritik ( critiquing ); (6) membuat (C6) yaitu kemampuan menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada 3 macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini, yaitu membuat ( generating ), merencanakan ( planning ), memproduksi ( producing ). ## Aktivitas Belajar Aktivitas adalah segala jenis kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam belajar dengan tujuan perubahan tingkah laku, baik menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, baik meliputi segenap aspek organisme ataupun pribadi.Jadi pada prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku.Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar-mengajar Aktivitas siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Peningkatan aktivitas siswa yaitu meningkatnya jumlah siswa bertanya dan menjawab, meningkatnya jumlah siswa yang saling berinteraksi membahas materi pembelajaran. Strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas siswa. Aktivitas tidak dimaksudkan terbatas atas aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental (Sanjaya,2006:132). Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing – masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi. Dierich dalam Sardiman (2008:172) mengklasifikasikan aktivitas sebagai berikut: 1. Visual Activities seperti membaca, memerhatikan gambar, dan demonstrasi. 2. Oral Activities seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, dan diskusi. 3. Listening Aktivities seperti mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato. 4. Writing Activities seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin. 5. Drawing activities seperti menggambar, membuat grafik, peta, diagram. 6. Motor activities seperti melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak. 7. Mental activities seperti menanggapi, mengingat, meme- cahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan. 8. Emotionalactivities seperti me- naruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, berani, tenang, dan gugup. ## Metode Inkuiri Metode pembelajaran inkuiri pada intinya mencakup keinginan bahwa pembelajaran seharusnya didasarkan pada pertanyaan-pertanyaan siswa.Pembelajaran menginginkan siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan masalah daripada menerima pengajara langsung dari guru. Guru dipandang sebagai fasilitator dalam pembelajaran daripada bejana dalam pengetahuan. Pekerjaan guru dalam lingkungan pembelajaran inkuiri adalah bukan menawarkan pengetahuan melainkan membantu siswa selama proses mencari pengetahuan mereka sendiri. Penggunaan metode pem- belajaran inkuiri dalam pembelajaran dilandasi pandangan konstruktivisme. Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pem- bentukan ini harus dilakukan oleh si belajar (siswa).Siswa harus aktif dalam melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Tabel 1. Langkah - langkah Metode Inkuiri Langkah Aktivitas Ket Guru siswa Orientasi Guru memberikan penjelasan, instruksi atau pertanyaan terhadap materi yang akan diajarkan. Sebelum memulai pelajaran guru guru harus memahami sejauh mana peserta didik memiliki persepsi terhadap materi tersebut. Kemudian guru dan peserta didik bersama-sama membandingkan persepsi dengan berbagai pendapat atau teori yang sudah ada. Siswa mendengarkan penjelasan guru dengan seksama Merumuskan masalah Guru membawa siswa pada suatu persoalan atau masalah yang mengandung teka- teki.Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka- teki tersebut. siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Siswa berusaha memecahkan persoalan atau masaah yang telah diberikan guru Mengajukan hipotesis Guru memberikan jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Siswa mencatat hal- hal penting yang diberikan guru agar dapat memecahkan masalah tersebut Mengumpulkan data guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan. Siswa menjawab pertanyaan yang diberikan guru dan mulai mencari informasi yang lebih jelas dan benar untuk memecahkan masalah yang diberikan guru. Menguji hipotesis Guru menentukan jawaban Siswa mendengarkan yang dianggap diterima sesuai dengan data dan informasi yang telah diperoleh siswa berdasarkan pengumpulan data penjelasan guru mengenai data yang telah diperolehnya. Merumuskan kesimpulan Guru mengajak siswa untuk merangkum dalam bentuk rumusan sebagai kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan. Siswa mencatat hasil dari kesimpulan yang telah diberikan guru. (Sumber: Sanjaya, 2006:202) ## METODE Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas ( classroom action research ) yaitu suatu bentuk penelitian yang dilakukan guru untuk memperbaiki proses pembelajaran yang terdiri dari perencanaan ( plan), tindakan ( action), pengamatan ( observation ), dan refleksi ( reflection ). Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV-4 SD Negeri 060843 Medan yang berjumlah 25 orang, yang terdiri dari 15 perempuan dan 10 laki- laki. Tekhnik pengumpulan data yang dipakai yaitu dengan menggunakan tes hasil belajar (THB), dan obervasi aktivitas siswa. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan umum dari penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang aktivitas belajar siswa dan hasil belajar siswa dengan menggunakan metode inkuiri.Secara khusus tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah (1) mengetahui bagaimana peningkatan aktivitas belajar siswa dan hasil belajar siswa dengan menggunakan metode inkuiri.Tema yang disampaikan pada penelitian ini adalah “Indahnya negeriku” dengan subtema “Indahnya peninggalan sejarah” di kelas IV SDN 060843 Medan. Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini meliputi hasil yang diperoleh siswa dari aspek penilaian kognitif (pegetahuan), afektif (sikap) dan psikomotorik (keterampilan) dari siklus I dan siklus II. Hasil penilaian tersebut berupa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal latihan tentang tema yang diajarkan (kognitif), perilaku siswa selama mengikuti proses pembelajaran (afektif), dan keterampilan siswa dalam membuat tugas yang diberikan oleh guru (psikomotorik) dengan menggunakan metode inkuiri. Adapun deskripsi dan interpretasi data hasil penelitian siklus I dan siklus II diuraikan pada tabel di bawah ini : Tabel 2. Perolehan Nilai Rata-rata Kelas Untuk Kognitif, Afektif dan Psikomotorik Siswa N o Nilai rata-rata Siklus I Nilai rata-rata Siklus II Ko gni tif Af ek tif Psik omot orik Ko gni tif Af ek tif Psik omot orik I 2,4 8 2, 58 2,34 3,1 7 3, 33 3,24 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa hasil tes kemampuan siswa untuk ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik, pada siklus I belum mencapai nilai maksimal yang ditetapkan yaitu 2,66. Pada siklus II terjadi peningkatan dengan rata-rata kelas sudah mencapai 3,00. Persentase ketuntasan yang dicapai siswa dari siklus I ke siklus II sebesar 0,75%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, hasil belajar siswa melalui metode inkuiri mengalami peningkatan. Untuk penilaian aktivitas siswa dapat dilihat pada tabel dibawah ini: ## Tabel 3. Hasil Penilaian Aktivitas Siswa Kriteri a Penilai an Siklus I Siklus II Pertem uan 1 Pertem uan 2 Pertem uan 3 Persent ase Rerata Skor 61,25 75,63 92,50 Kriteria Penilai an Kurang Cukup Sangat Baik Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa adanya peningkatan aktivitas siswa dari siklus I ke siklus II. Pada siklus I pertemuan 1 kriteria penilaian masih kurang dengan skor 61,25 dan pada pertemuan 2 kriteria penilaian menjadi cukup dengan skor 75,63.Pada siklus II kriteria penilaian menjadi sangat baik dengan skor 92,50. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa secara keseluruhan menujukkan peningkatan aktivitas yang semakin baik dan pada umumnya siswa mencapai semua indikator dengan penilaian yang baik ## SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan di atas, dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Proses pembelajaran yang dilakukan guru pada tema “indahnya negeriku” subtema “indahnya peninggalan sejarah” di kelas IV-4 SDN 060843 Medan dengan menggunakan metode pembelajaran inkuri dapat dilihat dari aktivitas guru dalam membelajaran tema terjadi peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada siklus I pertemuan 1 dan 2 sebesar 71,43% dan 77,76 % dengan kategori cukup. Pada siklus II pertemuan 1 meningkat menjadi 92,38% dengan kategori sangat baik. 2. Aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan tema indahnya negeriku subtema indahnya peninggalan sejarah di kelas IV-4 SDN 060843 Medan dengan menggunakan metode pembelajaran inkuri terjadi peningkatan. hal ni dapat dilihat pada siklus I pertemuan 1 sebesar 61,25% dengan kategori kurang dan pada pertemuan 2 sebesar 75,63% dengan kategori cukup pada siklus II pertemuan 1 sebesar 92,50% dengan kategori sangat baik. 3. Hasil belajar siswa dalam pembelajara tema indahnya negeriku subtema indahnya peninggalan sejarah di kelas IV- 4 SDN 060843 Medan dengan menggunakan metode pembelajaran inkuri juga terjadi peningkatan. Hal ini dilihat dari persentase peningkatan jumlah siswa yang mengalami peningkatan dalam memperoleh predikat akhir. Persentase siswa pada siklus I yang memperoleh predikat sangat baik (SB) adalah 12% sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 48%. Pada predikat baik (B) adalah 20% dan pada siklus II meningkat menjadi 36%. Untuk predikat cukup (C) adalah 52% dan pada siklus II mengalami penurunan menjadi 12% dan untuk predikat kurang (D) adalah 16% dan mengalami penurunan menjadi 4%. ## DAFTAR RUJUKAN Aqib, Zainal dkk. 2008. Penelitian Tindakan Kelas . Bandung: CV. Yrama Widya. Anderson,L. W. & Krathwohl.,D. R.2001 . Learning, teaching, and assessing.A revision of Bloom’s taxonomy of educational objectives . Abridge editon. New York: Addinson Wesley longman,inc Depdikdas. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke Dua . Balai Pustaka: Jakarta Djamarah. 2002. Psikologi Belajar .Jakarta : Rineka Cipta Gulo,W.2002. Strategi Belajar Mengajar .Jakarta:Rineka cipta Hamid, Abdul. 2009. Teori Belajar Dan Pembelajaran .Jakarta:Raja Grafindo Prasada Hamalik,Oemar. 2001. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem . Jakarta: Bumi Aksara Hasibuan,J.J dan Mudjiono.2000. Prestasi Belajar Mengajar . Bandung: PT Remaja Rosda Karya Hopkins,1993 . Penelitian Tindakan Kelas . Depdikbud LPTK. Jakarta Mudjiono, Dimyati. (2006 ). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta. Purwanto.(2009). Evaluasi Hasil Belajar . Surakarta: Pustaka Pelajar. Sagala,Syaiful.2009. Konsep dan Makna Pembelajaran . Bandung: Alfabeta Sardiman. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar . Jakarta: RajaGrafindo Persada. Sanjaya,Wina.2006. Pembelajaran Dan Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Persada Media Group.Jakarta:Kencana Slameto.1991. Belajar dan factor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rhineka Cipta Suharsimi,Arikunto. (1991). Prosedur Penelitian . Jakarta : Rineka Cipta. Sudjana, Nana. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya. Suherman.2003. Evaluasi Proses dan Hasil Belajar . Dirjen Dikdas Mendepdikbud. Suprijono,Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAKEM . Surabaya: Pustaka pelajar. Trianto. 2010. Model - model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik . Jakarta: Prestasi Pustaka
372e079c-e5ce-40ef-b92d-8f4c83d5ae32
https://iocscience.org/ejournal/index.php/Cendikia/article/download/3183/2410
Published by: IOCSCIENCE ## Cendikia : Media Jurnal Ilmiah Pendidikan Journal homepage: www.iocscience.org/ejournal/index.php/Cendikia Upaya Meningkatkan Kemampuan Teknik Dasar Permainan Tenis Meja Melalui Variasi Pembelajaran Latihan Pada Dinding Siswa Kelas VI SD Swasta Abdi Sukma Medan Tahun Pelajaran 2020/2021 Rozama Gea 1 1 Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia ## A R T I C L E I N F O ABSTRAK Article history: Received Jan 20, 2020 Revised Feb 10, 2020 Accepted Feb 24, 2020 Latar belakang penelitian ini adalah masih banyak yangsiswa belum mampu melakukan teknik dasar tenis meja, selain itu banyak Clari siswa yang belum tuntas KKM dengan nilai KKM 70. Rumusan masalah berdasarkan latar belakang adalah sebagai berikut : Apakah penerapan media dinding dapat meningkatkan hasil pembelajaran tenis meja pada siswa kelas VI SD Swasta Abdi Sukma Medan Tahun Pelajaran 2020/2021. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: peningkatan hasil belajar tenis meja pada siswa kelas VI SD Swasta Abdi Sukma Medan melalui penerapan modifikasi alat pembelajaran. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus mempunyai 4 langkah yaitu: Perencanaan, Pelaksanaan, Observasi, dan Refleksi. Sumber data penelitian ini adalah siswa kelas VI SD Swasta Abdi Sukma Medan berjumlah 21 siswa, terdiri atas 9 siswa putra dan 12 siswa putri. Teknik pengumpulan data dengan observasi, tes kemampuan, dan penelitian hasil belajar Bermain Tenis Meja. Teknik analisis data yang digunakan daiam penelitian ini adalah secara statistic deskriptit kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian bahwa Pembelajaran melalui penerapan modifikasi alat pembelajaran, dapat meningkatkan hasil beltliar tenis meja pada siswa kelas VI SD Swasta Abdi Sukma Medan. Dari hasil analisis yang diperoleh terjadi peningkatan yang sangat signifikan dari siklus I dan siklus II. Hasil belaiar pada siklus I dalam kategori tuntas adalah 42,860/0 dan pada siklus II terjadi peningkatan hasil belajar siswa dalam kategori tuntas sebesar 80,95%. Keywords: ## Permainan Tenis Meja Media Dinding Variasi Pembelajaran This is an open access article under the CC BY-NC license. Corresponding Author: Rozama Gea, Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia (UPMI), Jl. Teladan No.15, Teladan Bar., Kec. Medan Kota, Kota Medan, Sumatera Utara 20214 Email: rozamagea0@gmail.com ## PENDAHULUAN Hasil dari pengamatan proses pembelajaran tenis meja pada Siswa eas VI SD Swasta Abdi Silkma Medan belum berjalali dengan baik, masih banyak Siswa yang belum bisa melakukan teknik dasar permainan tenis meÀ dalam proses pembelajaran bemain tenis meja pada Siswa kelas VI banyak Siswa yang belum aktif dalam mengikuti proses pembelajaltlll, masih banyak kesalahan-kesalahan yang dilakukan Siswa dalam melakukan gerakan teknik bermain tenis meja. Dari 21 Siswa hanya ada 3 (tiga) Siswa yang mampu bermain tenis meja. Dalam proses pembekljaran permainan lenis meja pacla Siswa kelas Kelas VI SD Swasta Abdi Silkma Medan, yang dilakukan guru sebagai penulis selama I tahun banyak Siswa Yang belum bisa bermain tenis mcja. Pembelajaran tenis meja yang dilakukan sebelumnya yaitll pcmbclajaran tanpa modifikasi alat pembelajaran, yaitu dengan menggunakan alat yang sebcnarnya. Dari uraian penasalahan di atas gurtl pendidikan jasmani sebagai penulis berencana mengupayakan peningkatan proses belajar mengajar bermain tenis meja di dengan pendekatan pembelajaran melallli modifikasi alat atau sarana prasarana pembelajaran yang kenyataannya belllm dicoba oleh guru pendidikan jasmani pada umumnya, yaitu dengan penggunaan modifikasi meja yang diganti dengan lantai yang bertujuan agar mempermudah dan meningkatkan kemampuan Siswa dalam bermain tenis meja akan menjadi lebih aktif, temotivasi dan menambah kemampuan bermain tenis meja. Sehingga dengan demikidll maka setiap pembelajaran materi Lenis meja yang dilakukan di akan lebih maksimal diserap dan dikuasi oleh peserta didik. ## METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Penelitian berada di SD Swasta Abdi Sukma Medan Tahun Pelajaran 2020/2021. Metode penelitian ini adalah Penelitian Tindakan kelas (Classroom Action Research). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang berguna untuk Meningkatkan Kemampuan Teknik Dasar Permainan Tenis Meja Melalui Variasi Pembelajaran Latihan pada Dinding Siswa. Sumber data penelitian ini adalah siswa kelas VI SD Swasta Abdi Sukma Medan berjumlah 21 siswa, terdiri atas 9 siswa putra dan 12 siswa putri. Teknik pengumpulan data dengan observasi, tes kemampuan, dan penelitian hasil belajar Bermain Tenis Meja. Teknik analisis data yang digunakan daiam penelitian ini adalah secara statistic deskriptit kualitatif. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Adapun diskripsi data yang diambil adalah hasil belajar permainan tenis meja Siswa kelas VI SD Swasta Abdi Sukma Medan Tahun Pelajaran 2020/2021. Kondisi awal hasil belajar bermain tenis meja pada Siswa kelas VI SD Swasta Abdi Sukma Medan Tahun Pelajaran 2020/2021 sebelum diberikan tindakan model pembelajaran melalui penerapan modifikasi alat pembelajaran disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut: Tabel 1. Deskripsi Data Awal Hasil Belajar Bermain Tenis Meja Rentang Nilai Keterangan Kriteria Jumlah Anak Persentase % ≥81 Baik Sekali Tuntas - 0,00 76-80 Baik Tuntas 2 9,52 71-75 Cukup Tuntas 1 4,76 66-70 Kurang Tidak Tuntas 18 85,71 ≤65 Kurang Sekali Tidak Tuntas - 0,00 Jumlah 21 100 Berdasarkan hasil diskripsi rekapitulasi data awal sebelum diberikan tindakan maka dapat dijelaskan bahwa mayoritas siswa belum menunjukan hasil belajar yang baik, dengan prosentase ketuntasan belajar 14,38% siswa. Tabel 2. Perbandingan Data Akhir Siklus I dan Akhir Siklus II Hasil Belajar bermain Tenis Meja Rentang Nilai Keterangan Persentase % Data Awal Siklus I Siklus II ≥81 Baik Sekali 0,00 4,76 23,81 76-80 Baik 9,52 23,81 28,57 71-75 Cukup 4,76 14,29 28,57 66-70 Kurang 85,71 57,14 19,05 ≤65 Kurang Sekali 0,00 0,00 0,00 Dengan hasil yang mengacu pada tabel tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dengan pencrapan metode latihan kedinding memberikan banyak manfaat dan pencerahan dalam metode pembelajaran teknik dasar dan bermain tenis meja pada siswa kelas VI SD Swasta Abdi Sukma Medan dan lebih menantang siswa untuk melakukan latihan bermain tenis meja pada kegiatan belajar mengajar yang dilakukan. ## KESIMPULAN Pembelajaran melalui penerapan metode latihan kedinding dapat meingkatkan kemampuan teknik dasar permainan tenis meja siswa kelas VI SD Swasta Abdi Sukma Medan. Dari hasil analisis yang diperoleh peningkatan yang signifikan dari siklus I dan siklus II. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri atas empat tahapan, yaitu: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan interpretasi, dan (4) analisis dan refleksi. ## Referensi Depdiknas. (2003). Permainan Tenis Meja. Jakarta: Jakarta Depdiknas 2003. Dimyati dan Mujiono. (2006) Belcıjar dan Pembelajarcın. Jakarta: PT rineka Cipta Harifah. A. (2001) Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara Hodges, L. 2016. Tenis N'leja Tingkat PemuIa.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). Pendidikan Jasmnai Olahragcı dan Ke sehatan. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud Kertamanah, A. 2003. Teknik dan Taktik Dasar Permainan Tenis Meja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada- Malik Ox:nar ( 2010) Proses Belajar Mengqjar. Bandung : Bumi Aksara Masjaya, A- 2011. Dasar-Dasar Bermain Tenis IVIeja- Makassar : Fakültas limu Keolahragaan Universitas Negeri Makassar.
6d94c15a-ba8f-4226-b627-cc1d3adefcd8
https://journal.untar.ac.id/index.php/jmts/article/download/3038/1865
## ANALISIS PERILAKU TANAH DISPERSIF TERHADAP DINDING PENAHAN TANAH DALAM PEKERJAAN DEWATERING KONSTRUKSI BASEMENT Arya Febrian 1 dan Chaidir Anwar Makarim 2 1 Program Studi Sarjana Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara, Jl. Letjen S. Parman No.1 Jakarta Email: aryafebrian97@gmail.com 2 Program Studi Sarjana Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara, Jl. Letjen S. Parman No.1 Jakarta Email: chaidir259@gmail.com ## ABSTRAK Skripsi ini menganalisis tentang metode pelaksanaan dalam pembuatan basement 3 lantai menggunakan sistem dewatering dengan dinding penahan tanah pada tanah dispersif. Tanah dispersif adalah tanah yang mudah tererosi dan terurai apabila berinteraksi dengan air, sehingga dapat menyebabkan banyak kerusakan. Perilaku tanah dispersif terhadap dinding penahan tanah juga sangat berpengaruh pada pekerjaan konstruksi dan dapat mempengaruhi kriteria desain suatu struktur. Tujuan dari analisis ini adalah untuk memberi peringatan pentingnya memahami perilaku tanah di lokasi konstruksi, terutama untuk tanah sensitif yang sangat memerlukan keberhati-hatian desain dan juga desain yang bersifat koservatifKemudian, analisis dilanjutkan dengan pengecekan kestabilan dinding penahan tanah dengan menggunakan bantuan program. Dalam simulasi program, syarat angka keamanan dan batas deformasi dinding penahan tanah ditingkatkan untuk mencegah kemungkinan terburuk terjadi karena kondisi lapangan dan simulasi pada program tidak sepenuhnya sama. Analisis pada program menunjukkan bahwa kondisi drained (SF=2.3394) memiliki angka keamanan lebih kecil dari kondisi undrained (SF=3.5499). Hal ini membenarkan teori bahwa pada kondisi drained , tanah memiliki permeabilitas tinggi sehingga air dapat dengan mudah mengalir keluar masuk pada tanah. Kata kunci : basement , dewatering , tanah dispersif, dinding penahan tanah. ## 1. PENDAHULUAN ## Latar belakang Seiring berjalannya waktu, keterbatasan lahan mendorong dilakukannya prinsip pembangunan basement sebagai salah satu bentuk efisiensi lahan. Dalam pekerjaan basement proses galian tidak dapat dihindari. Pekerjaan galian harus mendapat perhatian khusus, seperti galian basement yang terletak di bawah muka air tanah yang dapat mempengaruhi lingkungan sekitar galian. Sehingga, perlu menjaga galian tetap dalam keadaan kering melalui proses pengeringan tanah dengan sistem dewatering . Dalam melakukan pekerjaan dewatering terutama pada tanah dispersif, diperlukan peninjauan kondisi tanah pada lokasi galian untuk menghindari dampak negatif yang dapat timbul seperti terganggunya stabilitas muka air tanah. Tanah dispersif merupakan tanah yang belum dikenal luas oleh orang-orang sehingga sulit untuk ditangani dan perlu penanganan khusus oleh ahlinya. Hal tersebut terjadi, pada salah satu pembangunan apartemen di area Jakarta Pusat yang berdampak pada bangunan sekitar lokasi galian, salah satunya bangunan rumah sakit yang terletak tidak jauh dari lokasi. Oleh karena itu, diperlukan dinding penahan tanah dalam pekerjaan dewatering konstruksi basement agar tidak terjadi aliran air di sekeliling luar area galian. Maksud dan tujuan dari penulisan skripsi ini untuk menganalisis dan menggambarkan perilaku tanah dispersif terhadap dinding penahan tanah serta dampak negatif yang dapat timbul akibat kurangnya pemahaman dan perencanaan terhadap tanah dispersif. Analisis lebih lanjut dilakukan dengan menggunakan program. ## Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan karakteristik air pada tanah saat dilakukan konstruksi galian di bawah muka air tanah, menjelaskan apa itu dewatering , menjelaskan perilaku tanah dispersif terhadap dinding penahan tanah dan menjelaskan hasil perhitungan dengan bantuan program terhadap pekerjaan galian yang menggunakan dinding penahan tanah. ## 2. TINJAUAN PUSTAKA ## Basement Dalam pengertian umum, basement adalah ruangan di bawah permukaan tanah yang terletak pada sebuah gedung atau rumah. Basement dibangun sebagai bentuk usaha untuk mengoptimalkan penggunaan lahan yang semakin terbatas dan mahal, biasanya digunakan sebagai lahan parkir atau ruang utilitas. Metode konstruksi basement dibedakan menjadi 2, yaitu bottom-up construction dan top-down consruction . Pada metode bottom-up construction , galian dilakukan hingga elevasi rencana terlebih dahulu baru dilakukan pekerjaan struktur konstruksi basement . Sedangkan pada top-down consruction , pekerjaan struktur basement dilaksanakan bersamaan dengan pekerjaan galian (Asiyanto, 2008). ## Dewatering Dewatering adalah suatu proses pengendalian air tanah yang dilakukan untuk mengeringkan atau mengurangi air galian pondasi agar tidak mengganggu dan menghambat proses pelaksanaan suatu pekerjaan konstruksi, terutama untuk pelaksanaan bagian struktur yang berada di bawah muka air tanah. Terdapat tiga metode dasar dalam mengendalikan air tanah. Ketiga metode tersebut adalah: 1. Open pumping , air tanah dibiarkan mengalir ke dalam lubang galian, kemudian dipompa keluar melalui sumur/selokan penampung di dasar galian. 2. Predrainage , muka air tanah ( water table ) diturunkan terlebih dahulu sebelum proses penggalian dimulai dengan menggunakan wells , wellpoints , dan sistem lainnya. 3. Cut off , aliran air tanah dipotong dengan menggunakan sheet pile , diaphragm wall , secant piles , slurry trenches , dan beberapa cara lainnya. Gambar 1. Sistem wellpoint (Joint Department of the Army, the Air Force, and the Navy, 1985) Pekerjaan dewatering tidak sepenuhnya berjalan mulus tanpa akibat-akibat samping terhadap kondisi lingkungan sekitarnya. Dewatering kadang dapat mengakibatkan settlement pada tanah sekitar, bahkan terkadang disertai dengan kerusakan struktur bangunan yang ada. Hal ini diakibatkan karena tersedotnya partikel halus dari dalam tanah oleh kegiatan penyedotan air tanah yang menyebabkan terjadinya piping pada tanah. Jadi sebelum dilaksanakannya pekerjaan dewatering maka terlebih dahulu dibuat perencanaan yang matang disertai dengan studi terhadap AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) dan hal-hal lain yang dapat mengakibatkan dampak negatif yang tidak diinginkan. ## Dinding penahan tanah Dinding penahan tanah merupakan salah satu hal yang penting, terutama dalam pembangunan konstruksi basement yang dilakukan pada tanah sensitif. Hal ini dikarenakan, dinding penahan tanah berguna untuk menjaga kondisi tanah sekitar terus stabil dan mengurangi kemungkinan terjadinya longsor atau ambles. Selain dinding penahan tanah, kondisi tanah di sekitar lokasi juga sangat berpengaruh besar dalam pekerjaan konstruksi basement . Sehingga, perlu adanya peninjauan yang tepat apakah kondisi tanah yang tersedia memungkinkan untuk dilakukan konstruksi basement . Kondisi tanah juga dapat mempengaruhi desain dalam perencanaan konstruksi, terutama bagi tanah yang sensitif seperti tanah dispersif, tanah lunak, tanah berpasir dan lainnya. Tanah seperti yang disebutkan dapat bergerak jika berinteraksi dengan air, sehingga sangat rentan terhadap erosi. Oleh karena itu, tanah yang sensitif perlu ditinjau lebih lanjut dan ditangani secara khusus. Peran dinding penahan tanah juga sangat penting, karena jika dinding penahan tanah tidak kuat atau terjadi kebocoran, meskipun kecil tetap akan sangat berdampak pada lingkungan disekitarnya. Gambar 2. Ilustrasi Dinding Penahan Tanah pada Tanah Pasir (Braja M. Das, 1998) Angkur ( tie back anchor ) Dinding penahan tanah membutuhkan sistem penunjang yaitu angkur jika terjadi deformasi yang cukup besar pada dinding. Angkur, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3., bertujuan untuk mengurangi bending moment , menambah kekuatan lereng, dan meminimalkan deformasi yang terjadi. Prinsip kerja angkur adalah mentransfer gaya tarik akibat pergerakan tanah dengan mengandalkan gaya gesek antara angkur dengan tanah di sekitarnya. Gambar 3. Angkur (Robert W. Day, 2005) ## Tanah dispersif Tanah dispersif ( dispersive soils ) merupakan tanah yang kurang stabil, yang sangat mudah tererosi dan berubah menjadi partikel-partikel kecil jika berinteraksi dengan air. Hal ini terjadi karena air pori tanah dispersif mengandung larutan sodium dalam kadar yang tinggi, sehingga mineral lempung di dalamnya akan diselimuti oleh lapisan air dua kali lebih tebal dibandingkan dengan lempung pada umumnya. Kondisi ini menyebabkan terjadinya tegangan tolak antar partikel lempung sehingga apabila terendam air maka pertikel lempung tersebut akan lepas dan larut didalam air. Secara visual, tanah dispersif dapat dikenali dengan adanya pola retakan dan lubang hingga membentuk kubangan air pada tanah. Untuk memastikan tanah berdispersif, dapat dilakukan berbagai macam tes, seperti crumb test, SCS double hydrometer test, pinhole test dan chemical test. Gambar 4. Hasil crumb test (http://www.ccmaknowledgebase.vic.gov.au/brown_book/04_Sodic.htm) ## 3. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan berdasarkan hasil analisis dengan bantuan program. Dalam melaksanakan penelitian dan analisis, langkah-langkah yang ditempuh penulis digambarkan melalui diagram alir penelitian seperti pada Gambar 5. Gambar 5. Diagram Alir Penelitian ## 4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ## Parameter tanah Jenis tanah yang akan digunakan dalam simulasi galian ini sesuai dengan data tanah yang akan ditinjau. Berdasarkan data tanah yang akan ditinjau, dibedakan dua kondisi yaitu kondisi drained (jangka panjang) dan undrained (jangka pendek). Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui kondisi saat penggalian selesai dilaksanakan (end of construction) yang dianalisis dengan menggunakan kondisi undrained dan pada masa yang akan datang yang dianalisis mengunakan kondisi drained . Kedua parameter dapat dilihat pada Tabel 1. dan Tabel 2. Tabel 1. Parameter Tanah Kondisi Drained Parameter clay fine sand silty clay fine sand silty clay Satuan Kedalaman h 0 – 5 5 – 9 9 – 14 14 – 19 19 – 20 m Model material Model MC MC MC MC MC - Jenis perilaku Jenis drained drained drained drained drained - N-SPT N 2 6 10 18 9 - Berat isi tanah di atas M.A.T γ unsat 16 14,4 16,9 15,5 16,7 kN/m 3 Brt. isi tanah di bawah M.A.T γ sat 16 18 18,6 19,5 18,3 kN/m 3 Permeabilitas k 1. 10 -5 1 1. 10 -5 1 1. 10 -5 m/hari Modulus Young E ref 5040 13000 30000 30500 27000 kN/m 2 Angka Poisson v 0,35 0,3 0,35 0,+3 0,35 - Kohesi c ref 2,8 1 13,4 1 12 kN/m 2 Sudut geser ϕ 20 31 23 37 23 º Sudut dilatansi ψ 0 1 0 7 0 º Faktor reduksi antarmuka R inter 0,9 0,8 0,85 1 1 - Tabel 2. Parameter Tanah Kondisi Undrained Parameter clay fine sand silty clay fine sand silty clay Satuan Kedalaman h 0 – 5 5 – 9 9 – 14 14 – 19 19 – 20 m Model material Model MC MC MC MC MC - Jenis perilaku Jenis undrained drained undrained drained undrained - N-SPT N 2 6 10 18 9 - Berat isi tanah di atas M.A.T γ unsat 16 14,4 16,9 15,5 16,7 kN/m 3 Brt. isi tanah di bawah M.A.T γ sat 16 18 18,6 19,5 18,3 kN/m 3 Permeabilitas k 1. 10 -5 1 1. 10 -5 1 1. 10 -5 m/hari Modulus Young E ref 5040 13000 30000 30500 27000 kN/m 2 Angka Poisson v 0,35 0,3 0,35 0,3 0,35 - Kohesi c ref 14 1 67 1 60 kN/m 2 Sudut geser ϕ 0 31 0 37 0 º Sudut dilatansi ψ 0 1 0 7 0 º Faktor reduksi antarmuka R inter 0,9 0,8 0,85 1 1 - ## Parameter dinding diafragma Dinding penahan tanah menggunakan tipe diaphragm wall atau dinding diafragma yang mempunyai tebal 1,2 meter. Dinding penaha tanah dimodelkan sebagai elemen pelat pada program. Parameter dan ukuran dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Parameter Dinding Diafragma Parameter Nama Nilai Satuan Jenis Perilaku Jenis material Elastis - Kekakuan normal EA 1,872.10 8 kN/m Kekauan lentur EI 2,2464.10 7 kNm 2 /m Ketebalan ekivalen d 1,2 m Berat w 9,6 kN/m/m Angka Poisson v 0,15 - Parameter tie back anchor Penentuan parameter ini bersifat fleksibel dan menyesuaikan dengan kondisi lapangan. Prinsip utama dari pemasangan tie back anchor adalah mengurangi deformasi dinding dengan menempatkan bonded (grout body) pada lapisan tanah keras. Parameter angkur yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4. dan Tabel 5. Tabel 4. Parameter Tie Back Anchor Parameter Nama Nilai Satuan Jenis Perilaku Jenis material Elastis - Kekakuan normal EA 2.10 5 kN Spasi keluar bidang gambar L S 3 m Gaya maksimum F maks 1.10 15 kN Gaya prategang P 121,68 kN/m Tabel 5. Parameter Tie Grout Body ( Bonded ) Parameter Nama Nilai Satuan Kekakuan normal EA 1,5.10 5 kN ## Analisis galian dengan dinding penahan tanah (DPT) Simulasi pada kondisi ini hanya menggunakan dinding penahan tanah, kemudian dilihat kondisi ini masih aman atau tidak berdasarkan angka keamanan dan deformasi dindingnya. Analisis ini dilakukan pada kondisi galian tanah drained atau jangka panjang. Berikut hasil output dari program hingga galian kedalaman 9 meter, berupa nilai deformasi dinding dan angka keamanan pada Gambar 6. Dilihat dari besaran deformasi dan angka keamanan, galian terbilang tidak aman. Gambar 6. Galian hingga kedalaman 9 meter menggunakan DPT Analisis galian menggunakan DPT dengan tie back anchor Hasil analisis tanpa menggunakan tie back anchor ternyata tidak memenuhi syarat aman yang telah ditentukan, maka dari itu dilakukan analisis dengan bantuan tie back anchor sebagai penunjang . Analisis ini perlu dilakukan dengan dua kondisi. Analisis yang pertama adalah analisis dengan kondisi undrained dan yang kedua adalah analisis dengan kondisi drained . Berdasarkan persyaratan angka keamanan (SF>1.5), hasil dari seluruh analisis dengan bantuan tie back anchor sebagai penunjang memiliki angka keamanan memenuhi persyaratan minimal. Namun, untuk mencegah dan menghindari hal yang tidak diinginkan pada jenis tanah tertenu, maka syarat angka keamanan perlu dinaikkan di atas syarat angka normal. Karena alasan di atas, maka dalam analisis ini digunakan angka keamanan SF>2. Rekapitulasi analisis dengan bantuan tie back anchor dapat dilihat pada Tabel 6. dan Grafik 1. Tabel 6. Rekapitulasi Angka Keamanan dan Deformasi pada Galian Undrained dan Drained dengan Tie Back Anchor dan Dinding Penahan Tanah Tahapan ke- Urutan Pekerjaan Undrained Drained SF δ (cm) SF δ (cm) 1 Penggalian 3 m 4.8693 1.439 2.7389 1.853 2 Pemasangan tie back anchor 1 4.8723 1.134 2.9377 1.77 3 Penggalian 6 m 4.3880 1.929 2.3490 2.658 4 Pemasangan tie back anchor 2 4.7087 1.927 2.6349 2.661 5 Penggalian 9 m 3.5499 1.912 2.3394 3.292 Grafik 1. Perbandingan safety factor & deformasi dinding kondisi undrained dan drained ## 5. KESIMPULAN DAN SARAN ## Kesimpulan Berdasarkan analisis yang dilakukan, didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Analisis pada program menunjukkan bahwa kondisi drained memiliki angka keamanan 2.3394 pada akhir penggalian dan besar deformasi sebesar 3.292 cm. 2. Analisis pada program menunjukkan bahwa kondisi un drained memiliki angka keamanan 3.5499 pada akhir penggalian dan besar deformasi sebesar 1.912 cm. 3. Analisis pada program menunjukkan bahwa kondisi drained memiliki angka keamanan lebih kecil dari kondisi undrained . Hal ini membenarkan teori bahwa pada kondisi drained , tanah memiliki permeabilitas tinggi sehingga air dapat dengan mudah mengalir keluar masuk pada tanah. ## Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah dibuat, maka saran yang dapat diberikan yaitu: 1. Pekerjaan dewatering dalam pembangunan basemen t dapat berdampak pada lingkungan sekitar, sehingga perlu peninjauan dan wawasan yang luas terhadap karakteristik tanah sekitar untuk meminimalisir dampak yang mungkin akan timbul. 0 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 Nila i Tahapan ke- Perbandingan SF & δ kondisi undrained & drained SF undrained SF drained δ undrained (cm) δ drained (cm) 2. Pekerjaan galian dan basement pada tanah dispersif sebaiknya dihindari, atau tetap dilakukan dengan penangan khusus seperti, menaikkan syarat angka keamanan pada proses perhitungan untuk mencegah kemungkinan terburuk yang akan terjadi. 3. Pada tanah dispersif perlu keberhati-hatian dalam mendesain dan kesalahan sekecil apapun pada desain tidak dapat ditoleransi karena tanah dispersif dapat mempengaruhi kriteria desain dan berujung pada kegagalan kostruksi. 4. Galian pada jenis tanah sensitif seperti dispersif, perlu adanya dinding penahan tanah yang kuat dan impermeabel agar dapat mencegah keruntuhan tanah dan dinding penahan tanah. ## DAFTAR PUSTAKA Asiyanto (2008). Metode Konstruksi Bangunan Pelabuhan . Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Das, Braja M., Principles of Foundation Engineering 4th Edition ,1998, PWS Publishing, Pacific Grove. Day, Robert W. (2005). Foundation Engineering Hand Book. McGraw-Hill Education, United States. Joint Departments of the Army, the Air Force, and the Navy, USA, Technical Manual TM 5-818- 5/AFM 88-5, Chap 6/NAVFAC P418, Dewatering and Groundwater Control.
11323644-a1d5-468b-82cf-bed34cb52404
https://publikasi.dinus.ac.id/index.php/lite/article/download/473/1244
## ANALISIS PRAGMATIK VARIASI KESANTUNAN TINDAK TUTUR TERIMA KASIH BAHASA JEPANG DALAM FILM BEAUTIFUL LIFE KARYA KITAGAWA ERIKO Akhmad Saifudin (akhmad.saifudin@dsn.dinus.ac.id) ## Universitas Dian Nuswantoro Abstract : This study discusses the politeness in speech act of thanking in correlation to the Japanese situation and object structure of thanking. This study aims to identify and define the socio-cultural factor and politeness in speech act of thanking using pragmatics point of view. The writer uses Kitagawa Eriko’s Beautiful Life movie as the source of data. The result shows that the disclosure of speech act of thanking relies on the speech situation and object structure of thanking. The factors of speech situation are the context of event and the relationship among participants or ‘uchi/soto’. The factors of object structure of thanking are real or potential, major or minor, material or immaterial, asked or unasked kindness, and kindness which can lead to moral duty. Those factors affect the choice of the types of speech act of thanking. As a result, the socio-cultural factor that determines the speech variation is uchi/soto. Key words: Language politeness, Speech situation, Thanking object, Thanking speech act, Uchi/soto Ungkapan terima kasih merupakan salah satu ungkapan yang paling sering muncul dalam percakapan sehari-hari dan memainkan peranan yang sangat penting dalam masyarakat Jepang untuk membangun solidaritas antarindividu dan memelihara keharmonisan sosial (Gordon, 1999:1). Begitu pentingnya ungkapan ini bagi orang Jepang, sejak kecil orang Jepang sudah diajari cara dan penggunaan ungkapan terima kasih. Penggunaan ungkapan terima kasih yang tidak tepat dapat merusak hubungan sosial dan sebaliknya, ketepatan penggunaannya dapat menciptakan dan menambah keharmonisan sosial. Dalam bahasa Jepang, tindak tutur terima kasih dituturkan dalam banyak variasi. Beberapa contoh dari variasi ini adalah doumo , kansha-shiteimasu , sankyuu , arigatou , dan sumimasen . Fenomena keberagaman tuturan terima kasih ini tentunya sangat menarik untuk diteliti. Dalam tulisan ini, penulis mengkaji permasalahan variasi kesantunan tindak tutur terima kasih bahasa Jepang dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan memerikan variasi kesantunan bahasa tindak tutur terima kasih dan faktor-faktor yang melatarinya. Menurut Allen (2001: 2), ungkapan terima kasih dalam komunikasi sehari- hari adalah salah satu contoh dari banyak strategi kesopanan ( politeness ) yang digunakan manusia dalam rangka memupuk dan memelihara hubungan sosial. Jacobsson (2002: 64-65), menyatakan bahwa tindak berterimakasih merupakan fenomena kesopanan dan kesopanan adalah kata kunci untuk mempelajari ungkapan terima kasih. John R. Searle (1969: 67) menyatakan bahwa ungkapan terima kasih adalah tindak ilokusi yang dilakukan oleh penutur untuk mengungkapkan perasaan terima kasihnya atas apa yang telah dilakukan oleh petutur. Si penutur percaya bahwa tindakan tersebut bermanfaat baginya dan ia merasa bersyukur lalu membuat pernyataan terima kasih atas apa yang telah dilakukan petutur. Kemudian menurut Leech (1983: 84), ungkapan terima kasih merupakan ungkapan yang berfungsi sosial menyenangkan ( convivial ) untuk memulihkan atau mengurangi ketidak-seimbangan akibat kebaikan yang diperoleh penutur dari petutur. Dari beberapa uraian yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk dapat meneliti tindak tutur terima kasih tidak cukup jika hanya menggunakan aspek-aspek kebahasaan saja. Tindak tutur terima kasih digunakan dalam masyarakat, sehingga dalam mengkajinyapun dibutuhkan pula pengkajian terhadap kondisi sosial dan kebudayaan masyarakat pemakainya. Dalam tulisn ini, penulis menggunakan ancangan pragmatik untuk memerikan variasi dan faktor-faktor yang melatarbelakangi penggunaan tindak tutur bahasa Jepang. Pragmatik adalah studi mengenai hubungan bahasa dan konteks. Permasalahan dibahas dengan memadukan teori kesantunan bahasa Jepang Ide (1982, 1986), teori kerangka prakmatik situasional Ajmer (1996) dan konsep struktur objek terima kasih Coulmas (1981), serta konsep situasi interaksi orang Jepang yang menggambarkan pola sosial dan budaya masyarakat Jepang (Lebra, 1974, 1976). Teori kesantunan bahasa Jepang Ide (1982: 367,1986:25), digunakan untuk melihat variasi kesantunan bahasa Jepang. Menurut Ide, pilihan penggunaan bahasa yang berkaitan dengan kesopanan melibatkan dua jenis aturan, yaitu aturan linguistik dan aturan sosial. Aturan linguistik berarti berhubungan dengan bentuk tata bahasa, dan dalam bahasa Jepang terdapat sistem yang mengatur penggunaan tingkat kesopanan berbahasa, yakni sistem keigo „bahasa hormat‟. Aturan sosial berarti perilaku yang patut yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku pada masyarakat. Menurut Ide, faktor yang terutama adalah tergantung pada situasi yang lebih banyak ditentukan oleh faktor distance „jarak‟yang dirasakan oleh peserta tutur. Jarak yang dimaksud adalah jarak status sosial (perbedaan status, usia, pangkat), jarak formalitas (formalitas peristiwa), dan jarak psikologis (kedekatan). Faktor jarak menentukan penggunaan kesopanan berbahasa agar patut dengan norma-norma sosial budaya dan aturan linguistik dalam bahasa Jepang. Selain teori Ide, juga digunakan paduan teori pragmatik Ajmer dan konsep struktur objek terima kasih Coulmas, serta konsep sosial budaya budaya Jepang. Paduan teori-teori ini digunakan untuk mengungkap unsur-unsur yang ada dalam tindak tutur terima kasih. Analisis pragmatik Ajmer menekankan pada unsur-unsur situasional yang terdiri atas partisipan, konteks, dan struktur tindak tutur. Analisis ini dipadukan dengan konsep Coulmas tentang objek terima kasih yang terdiri atas faktor-faktor: kebaikan riil/potensial, mayor/minor, material/ imaterial, diminta/tidak diminta, dan kebaikan yang menimbulkan hutang budi/tidak, untuk melengkapi faktor yang ada pada struktur tindak tutur. Konsep Lebra digunakan untuk melihat hubungan antarpeserta tutur dalam berinteraksi sesuai dengan budaya masyarakat Jepang. Lebra menyatakan bahwa Terima Kasih Bahasa Jepang dalam Film Beautiful Life Karya Kitagawa Erico ada tiga ranah situasi yang terjadi dalam interaksi, yakni intimate situation (situasi intim/akrab), ritual situation , dan anomic situation (situasi asing/tidak saling kenal). Ketiga situasi ini sangat tergantung pada konteks yang mempengaruhi perilaku individu. Faktor utama yang membedakan situasi satu dengan yang lain adalah adanya dikotomi uchi dan soto . Uchi berarti “di dalam, internal, privat”, soto berarti “di luar, eksternal, publik”. Dikotomi ini sangat mewarnai perilaku sosial orang Jepang. Tidak dapat disangkal, bahwa orang Jepang sangat membedakan perilaku interaksi mereka terhadap orang yang termasuk dalam kategori uchi dan soto . Perbedaan ini menjadi ciri khas budaya orang Jepang secara umum. Yang termasuk uchi adalah anggota keluarga, kelompok, sekolah, perusahaan, maupun negaranya, dan yang termasuk dalam soto adalah orang-orang yang berada di luar kelompoknya atau orang asing. Lebra juga membagi perilaku interaksi sosial individu Jepang dalam tiga jenis, yakni perilaku intimate , ritual , anomic . Dalam praktiknya, meskipun tidak selalu, antara ranah situasi dan perilaku interaksi sering kali berkoresponden. Dalam situasi intimate , baik ego maupun alter memperlakukan sebagai insider dan merasa yakin bahwa perilaku ego terhadap alter terjaga dari publik. Perilaku ini pada umumnya terjadi karena seringnya ego dan alter berinteraksi. Alter biasanya adalah orang-orang yang berada di lingkungannya, baik teman main, teman sekolah, teman kerja, dan seterusnya. Ada dua hal utama yang melandasi perilaku intimate , yakni situasi santai, saat bermain, piknik, dan situasi lain yang terbebas dari situasi kerja, dan yang kedua adalah faktor kesamaan usia. Berlawanan dengan intimate , dalam situasi ritual ego memperlakukan alter sebagai outsider dan ada kesadaran bahwa perilakunya dinilai dan diperhatikan oleh alter atau orang ketiga sebagai audience . Keterjagaan dari audience yang menjadi ciri situasi intimate sangat sedikit dalam situasi ritual. Perilaku ritual biasanya terjadi dalam situasi ceremonial , situasi pada waktu rapat, atau dalam pekerjaan. Situasi ritual juga dapat terjadi dalam situasi yang seharusnya intimate . Biasanya situasi ini terjadi karena kehadiran orang ketiga. Contohnya adalah ketika suami istri yang seharusnya berperilaku intimate , mengubah menjadi perilaku ritual dikarenakan kehadiran anak, dengan tujuan agar anak belajar mengenai sopan santun. Dalam situasi ritual, ego sangat menjaga dirinya agar jangan sampai kehilangan „muka‟nya. Menurut Matsumoto (1996) „muka‟ bagi orang Jepang adalah simbol, yang mungkin oleh orang Barat disamakan dengan “citra” atau “reputasi”. Bagi orang Jepang, muka tidak hanya cermin dari perasaan hati manusia, melainkan juga sebagai simbol kekuasaan dalam masyarakat dan kebudayaan. Karena itu, orang Jepang selalu menjaga agar tidak kehilangan „muka‟ dan menghilangkan „muka‟ orang lain agar terjaga keharmonisan. Kesalahan atau perbuatan yang mengancam „muka‟ seseorang dapat berakibat serius. Ketiga, yaitu situasi anomic , juga kontras dengan situasi anomic karena ego memperlakukan alter sebagai outsider , juga kontras dengan situasi ritual karena dalam anomic , ego terbebas dari perhatian audience , yakni orang-orang yang memperhatikannya. Situasi anomic terjadi ketika ego memperlakukan alter sebagai orang asing atau musuh sehingga ia tidak terlalu perlu memperhatikan norma-norma ego. Biasanya situasi ini terjadi jika ego berada dalam lingkungan baru dan dia merasa orang-orang tidak mengenalnya sehingga ia merasa bebas berbuat sekehendak hatinya. Seperti juga diungkapkan oleh Matsumoto (1996) bahwa secara psikologis orang Jepang akan merasa lebih dapat mengekspresikan emosinya di luar lingkungan sosialnya. Anomic cenderung mengabaikan norma dan tidak dibatasi oleh faktor „muka‟, baik muka ego maupun alter . Pada satu saat ego dapat berada pada situasi intimate , pada saat yang lain juga dapat berada pada situasi ritual maupun anomic , bahkan jika dengan alter yang sama. Contohnya, seorang teman dekat yang seharusnya berada pada situasi intimate , tiba-tiba berganti dalam situasi ritual karena berada dalam situasi formal dan diperhatikan oleh audience lain, atau berganti pada situasi anomic ketika terjadi perselisihan yang menimbulkan retak atau menjauhnya hubungan. ## METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan melalui studi literatur. Data diperoleh dari film Beautiful Life karya Kitagawa Eriko. Data kajian yang dibutuhkan adalah satuan kebahasaan yang berupa tindak tutur terima kasih bahasa Jepang. Paradigma yang digunakan adalah paradigma kualitatif dengan menggunakan ancangan pragmatik. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil pengumpulan data ditemukan 10 (sepuluh) variasi tindak tutur terima kasih. Data-data tersebut adalah sebagai berikut. (1) どうも (doumo). (2) ありがとう。きれいにしてくれてありがとう (arigatou.kireinishitekurete arigatou). (3) すいません (suimasen). (4) サンキュ (sankyu). (5) どうもありがとうございます (doumo arigatou gozaimasu). (6) ごちそうになっちゃってすみません (gochisouninatchattesumimasen). (7) いただきます (itadakimasu). (8) ありがとうございました (arigatou gozaimashita). (9) ありがと (arigato). (10) 本当にどうもありがとう (Hontouni doumo arigatou). ## Faktor Situasi Dari hasil analisis diperoleh temuan bahwa faktor situasi sangat menentukan variasi kesantunan tindak tutur terima kasih. Adapun hasil analisis data jika dihubungkan dengan situasi tindak tutur tampak dalam tabel berikut: Terima Kasih Bahasa Jepang dalam Film Beautiful Life Karya Kitagawa Erico ## Tabel 1 Hubungan Antara Kesopanan Tindak Tutur Terima Kasih dan Situasi Tuturan Tindak Tutur Setting Scene Situasi Ragam (1)Doumo pagihari, ditempatparkir - informal, biasa perpustakaan anomic (2) arigatou. kireini malam hari, di jalan + informal, biasa shite intimate arigatou (3) suimasen siang hari, di kantin, pada saat + informal, akrab+sop istirahat siang intimate an (4) sankyu malam hari,di salon hotlips, di luar - informal, biasa jam kerja intimate (5) doumo arigatou siang hari, di salon hotlips pada + formal, ritual merendah gozaimas saat jam kerja +sopan u (6) gochisou ni malam hari, di depan rumah meninggik natchatte + formal, ritual kyouko an+sopan sumimas en (7) itadakim malam hari, di depan rumah + formal, ritual merendah asu kyouko +sopan (8) arigatou malam hari,di depan toserba, pada merendah gozaimas + formal, ritual saat jam kerja +sopan hita (9) arigato siang hari, di apartemen shuuji + informal, biasa intimate (10) hontouni informal, doumo malam hari, di rumah kyouko + biasa intimate arigatou Keterangan: + : menunjukkan keadaan psikologis positif, misalnya bahagia atau senang. - : menunjukkan keadaan psikologis negatif, misalnya marah atau bosan. Jika dilihat dari konteks yang melatarbelakangi peristiwa tuturan, tampak bahwa setting sangat mempengaruhi situasi tuturan. Setting pada waktu jam kerja situasinya selalu formal dan ritual, dan ini mempengaruhi penggunaan ragam kesopanan bertindak tutur terima kasih. Ragam kesopanan yang digunakan selalu bentuk keigo , yakni kenjougo+teineigo „merendah+sopan‟, seperti dalam penggunaan tindak tutur doumo arigatou gozaimasu dan arigatou gozaimashita . Situasi formal dan ritual juga terjadi pada saat makan malam bersama antara keluarga Kyouko dan Sachi. Ketika hanya berdua dengan Sachi ragam yang digunakan adalah ragam biasa, tetapi karena dalam situasi makan bersama hadir orang tua dan kakak Kyouko situasi menjadi formal dan ritual. Dengan kata lain situasi menjadi formal dikarenakan kehadiran pihak lain, yaitu keluarga Kyouko. Dengan kondisi ini, ragam yang digunakan Sachi ketika bertindak tutur terima kasih adalah gochisouninatchatte sumimasen ( sonkeigo + teineigo ) kepada orang tua Kyouko dengan maksud meninggikan petutur dan menunjukkan kesopanan. Ragam kesopanan yang digunakan untuk menyatakan terima kasih kepada kakak Kyouko juga menggunakan ragam keigo , itadakimasu ( kenjougo + teineigo ), yakni ungkapan merendah dengan maksud meninggikan status petutur dan memperlihatkan tuturan dan sikap sopan. Untuk setting yang tidak terjadi pada waktu jam kerja atau peristiwa khusus (misalnya makan malam bersama), situasi secara umum menunjukkan informal dan intimate , kecuali pada data 1 (tindak tutur doumo ) yang menunjukkan situasi anomic . Situasi ini terjadi karena dilatarbelakangi scene atau kondisi psikologis emosional di antara peserta tutur yang terlibat perselisihan. Dalam keadaan wajar seharusnya ragam yang digunakan penutur adalah ragam keigo untuk memperlihatkan kesopanan, mengingat petutur adalah soto-mono . Dengan demikian dalam hal ini situasi tuturan mengalahkan pertimbangan petutur. Sementara pada data 4 ( sankyu ) meskipun scene menunjukkan negatif, situasinya tidak sama karena psikologis negatif pada penutur tidak disebabkan oleh petutur. Pada data 3, yaitu suimasen , setting menunjukkan waktu di luar jam kerja dan situasi menunjukkan informal dan intimate , sementara ragam yang digunakan akrab+sopan. Penutur menggunakan ragam ini dengan pertimbangan situasi dan status petutur yang usianya lebih tua. Namun, dalam hal ini faktor situasilah yang dominan dalam penggunaan tindak tutur suimasen . Penutur menggunakan ragam akrab dengan mengucapkan suimasen . Seharusnya penutur menggunakan ragam keigo yang lebih hormat, mengingat posisinya yang lebih rendah dari segi umur dan dari segi bahwa dia yang meminta pertolongan. Dari hasil analisis mengenai hubungan antara ragam kesopanan tindak tutur terima kasih dan situasi tuturan menunjukkan dominannya faktor situasi tuturan dalam pengaruhnya pada tindak tutur terima kasih. ## Faktor Struktur Objek Terima Kasih Struktur objek terima kasih yang dimaksud di sini adalah isi yang terdapat dalam objek terima kasih. Karin Aijmer (1996) mengistilahkan struktur ini sebagai tipe-tipe terima kasih, sementara Coulmas (1981) mengistilahkannya sebagai object of gratitude . Struktur objek terima kasih diklasifikasikan dalam lima jenis, yaitu kebaikan riil/potensial, mayor/minor, material/ imaterial, diminta/tidak diminta, dan kebaikan yang menimbulkan hutang budi/tidak. Terima Kasih Bahasa Jepang dalam Film Beautiful Life Karya Kitagawa Erico Tabel 2 Hubungan Tindak Tutur Terima Kasih dan Struktur Objek Terima Kasih Struktur Objek Terima Kasih Tindak Tutur Riil/ Material/ Diminta/ Mayor Hutang Budi/ Tidak / Tidak Hutang Potensial Imaterial diminta Minor Budi 1. doumo riil material diminta minor tidak hutang Budi 2. arigatou.ki reinishite riil material tidak diminta mayor hutang budi arigatou 3. suimasen riil material diminta mayor hutang budi 4. sankyu riil material tidak diminta minor hutang budi 5. doumo arigatou riil material diminta mayor hutang budi gozaimasu 6. gochisoun inatchatte riil material tidak diminta mayor hutang budi sumimase n 7. itadakima riil material tidak diminta minor hutang budi su 8. arigatou gozaimash riil material diminta mayor hutang budi ita 9. arigato potensial imaterial tidak diminta mayor hutang budi 10. hontouni doumo riil imaterial tidak diminta mayor hutang budi arigatou Dari tabel di atas dapat diketahui pengaruh struktur objek terima kasih terhadap pilihan variasi tindak tutur terima kasih dalam bahasa Jepang. Dengan data yang hanya sepuluh memang tidak dapat menggambarkan keseluruhan pengaruh struktur objek terima kasih terhadap tindak tutur terima kasih. Diperlukan kajian yang lebih komprehensif dan data yang beragam untuk dapat menyimpulkan secara lebih mendalam dan menghasilkan suatu generalisasi. Meskipun demikian, dari analisis data dan studi literatur yang digunakan dalam penelitian ini, kita dapat mengetahui pengaruh struktur objek terima kasih terhadap tindak tutur terima kasih. Berikut ini adalah penjelasan mengenai tiap-tiap struktur yang ada dalam objek terima kasih. 1. Kebaikan atau pertolongan yang bersifat riil atau potensial, yaitu apakah kebaikan atau pertolongan yang dijadikan objek terima kasih merupakan sesuatu yang sudah nyata dilakukan atau berupa potensi (misalnya janji, tawaran). Dalam data yang dapat ditemukan adalah ungkapan yang menggunakan bentuk lampau, seperti arigatou gozaimashita , dan ungkapan gochisouni natchatte sumimasen selalu menunjukkan sifat riil. Untuk ungkapan arigatou dapat dipakai untuk sifat riil dan potensial. 2. Kebaikan atau pertolongan yang bersifat material atau imaterial, material yaitu kebaikan atau pertolongan yang berwujud, berupa barang atau pelayanan jasa, merupakan komoditas yang dapat dimanfaatkan oleh penerima kebaikan; sementara imaterial adalah kebaikan atau pertolongan yang yang tidak berwujud, misalnya ucapan selamat, penyemangat, dan doa. Secara umum ungkapan seperti arigatou , sankyu , doumo dapat digunakan pada keduanya, tetapi untuk ungkapan sumimasen tidak dapat digunakan untuk imaterial. 3. Kebaikan atau pertolongan yang diminta atau tidak diminta oleh petutur. Secara logis ini akan membedakan tingkat kedalaman rasa terima kasih, akan tetapi masih sangat bergantung pada situasi dan faktor petutur. Dari data yang disajikan dapat diketahui bahwa faktor diminta atau tidaknya kebaikan tidak berpengaruh secara signifikan pada ragam kesopanan. Pengungkapan tingkat kedalaman terima kasih yang digunakan adalah dengan menambahkan intensifier . 4. Kebaikan atau pertolongan yang bersifat mayor atau minor. Penilaian mayor atau minor sangat tergantung pada penutur dan konteks. Terkadang bantuan yang tampaknya kecil artinya justru mempunyai nilai yang besar bagi seseorang, demikian pula sebaliknya. Semakin besar nilai kebaikan, seharusnya akan semakin dalam dan sopan tindak tutur yang dituturkan. 5. Kebaikan atau pertolongan yang menimbulkan hutang budi atau tidak. Semakin besar nilai kebaikan yang diperoleh seharusnya akan menimbulkan hutang budi, tetapi ini juga masih sangat tergantung pada konteks. Secara umum, tindak tutur terima kasih yang ada dalam data menggambarkan orientasi hutang budi sebagai konsekuensi kebaikan yang diperoleh penutur dari petutur. Tindak tutur yang paling dapat menggambarkan adanya orientasi hutang budi adalah tindak tutur sumimasen yang bermakna sebagai pernyataan hutang budi penutur, karena dalam ungkapan tersebut menyiratkan empati dari penuturnya. ## SIMPULAN Dari hasil studi kepustakaan dan temuan-temuan yang terdapat dalam analisis data dapat diketahui bahwa tindak tutur terima kasih adalah tindak tutur penutur yang ditujukan sebagai konsekuensi atas manfaat atau kebaikan yang ia peroleh dan sebagai bentuk penghargaan, empati, atau rasa hutang budi kepada petutur, di samping sebagai ekspresi rasa syukur dan rasa senang di pihak penutur. Oleh karena itu, apabila tindak ini dilakukan dalam interaksi sosial, tindak ini mempunyai makna pada dua pihak, yaitu penutur dan petutur. Di pihak penutur, dapat bermakna ungkapan syukur dan kebahagiaan, dan di pihak petutur tindak ini Terima Kasih Bahasa Jepang dalam Film Beautiful Life Karya Kitagawa Erico dapat dimaknai sebagai bentuk penghargaan, empati dan/ atau pernyataan hutang budi atas apa yang petutur lakukan. Untuk kepentingan kesopanan, penutur merasa perlu meyakinkan petutur melalui tindak tutur terima kasih bahwa apa yang dilakukan atau diberikan petutur dihargai dan dapat bermanfaat bagi penutur. Dalam pengungkapan tindak tutur terima kasih faktor-faktor seperti setting , scene , dan partisipan menentukan situasi intimate , ritual , ataupun anomic . Dalam situasi intimate digunakan tuturan terima kasih ragam biasa, kecuali jika ada kondisi yang menyebabkan berubahnya situasi seperti hadirnya pihak lain yang dihormati dan jika tuturan terjadi pada saat kerja di lokasi kerja. Kondisi ini akan mengubahnya menjadi situasi ritual yang formal. Dalam situasi ritual ragam keigo lah yang digunakan. Adapun dalam situasi anomic , pada data yang ditemukan menggunakan ragam biasa dikarenakan kondisi psikologis partisipan yang marah. Struktur objek terima kasih juga menentukan variasi tindak tutur terima kasih. Faktor struktur objek terima kasih, yakni kebaikan riil/potensial, mayor/minor, material/ imaterial, diminta/tidak diminta, dan kebaikan yang menimbulkan hutang budi/tidak. Faktor kebaikan riil/potensial dan material/ immaterial menentukan jenis tindak tutur terima kasih, dan unsur yang lain menentukan tingkat kesantunannya. Di samping faktor-faktor tersebut di atas, faktor sosial budaya orang Jepang juga sangat berpengaruh pada variasi tindak tutur terima kasih. Faktor penentu utamanya adalah dikotomi hubungan antarindividu orang Jepang yang dibedakan atas uchimono dan sotomono . ## DAFTAR PUSTAKA Aijmer, Karin.1996. Conversational Routines in English . London: Longman. Allen, Simone..2001. “The Management of the Communication of the Japanese Speech Act of Gratitude” Asaa e- journal of Asian Linguistics and Language Teaching , http:/www.arts.unsw.edu.au, diakses 4 Oktober 2003. Benedict, Ruth.1982. Pedang Samurai dan Bunga Seruni: Pola-pola Kebudayaan Jepang, Terj. oleh Pamudji, Jakarta: Sinar Harapan. Coulmas, Florian.1981 “Poison to Your Soul: Thanks and Apologies Contrastively View” dalam Coulmas F., Ed., Conversational Routine, The Hague: Morton. Eisenstein,M. and J.W. Bodman. 1986 “‟I very appreciate‟: Expressions of Gratitude by Native and Non-native Speakers of American English” dalam Applied Linguistic 7 .1995 “Expressing Gratitude in American English” dalam G. Kasper & S. Blum-Kulka (Eds.), Interlanguage Pragmatics (pp. 64-81). New York: Oxford University Press. Gordon, Bill.1999. Analysis of Gratitude Speech Act. Ide Sachiko.1982 “Japanese Sociolinguistics: Politeness and Women‟s Language”,. dalam Lingua 57 . (366-377) Ide Sachiko et al.1986 “Sex Difference and Politeness in Japanese” , dalam International Journal of the Sociology of Language: Sociolinguistics in Japan , New York, Mouton De Gruyter. (25-36) Jacobsson, Mattias.2002. “Thank You and Thanks in Early Modern English”, dalam Icame Journal 16 Ohashi, Jun. 2000. Orei and the Speech Act of Thanking, University of Melbourne. Kitagawa Eriko.2000. Beautiful Life , Tokyo: Kadogawashoten. Lebra, Takie Sugiyama dan Lebra, William P.1974. Japanese Culture and Behavior, Honolulu: The University Press of Hawaii. Lebra, Takie Sugiyama. 1976. Japanese Patterns of Behavior, Honolulu: The University Press of Hawaii. Leech, Geoffrey N. 1983 Principles of Pragmatics . London: Longman. Tokunaga, Misato.1992. “Dichotomy in the Structures of Honorifics of Japanese”, dalam Pragmatics 2:2, 127-140.
ec3f7f90-341d-4e57-995d-4de840505af3
https://jurnal.iicet.org/index.php/jrti/article/download/2136/1150
Vol. 7, No. 3, 2022, pp. 549-557 DOI: https://doi.org/10.29210/30032136000 Contents lists available at Journal IICET ## JRTI (Jurnal Riset Tindakan Indonesia) ISSN: 2502-079X (Print) ISSN: 2503-1619 (Electronic) Journal homepage : https://jurnal.iicet.org/index.php/jrti Pengaruh dukungan orang tua terhadap grit pada siswa di sekolah dasar Charoline Charoline 1 , Mujazi Mujazi 2 1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Esa Unggul, Jakarta, Indonesia 2 Universitas Esa Unggul Article Info ABSTRAK ## Article history: Received Jun 14 th , 2022 Revised Aug 19 th , 2022 Accepted Aug 24 h , 2022 Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena kurangnya dukungan orang tua dan grit siswa selama pembelajaran pada masa pandemi pada siswa SDN Cengkareng Barat 16 Kota Jakarta Barat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh dukungan orang tua terhadap grit pada siswa SDN Cengkareng Barat 16. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian dengan pendekatan kuantitatif korelasional dengan menggunakan metode survei dan teknik pengumpulan data berupa instrumen berbentuk kuesioner. Populasi target dalam penelitian ini adalah siswa SDN Cengkareng Barat 16 yang berjumlah 671 siswa dengan populasi terjangkau berjumlah 224 siswa, yaitu siswa kelas IV sampai dengan kelas V. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik proportionate stratified random sampling . Sebanyak 144 siswa digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini. Uji korelasi menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,510 dengan nilai signifikansi 0,000 yang artinya ada hubungan yang signifikan dan positif antara variabel dukungan orang tua (X) dan variabel grit (Y) dengan interpretasi agak rendah. Uji determinasi menunjukkan variabel dukungan orang tua memberikan kontribusi sebanyak 26% terhadap variabel grit dan 74% berasal dari faktor lainnya. Selanjutnya, uji parsial menunjukkan 𝑡 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 sebesar 7,063 lebih besar daripada 𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 sebesar 1,977 dengan signifikansi 0,000 maka 𝐻 1 diterima yang artinya terdapat pengaruh dukungan orang tua terhadap grit pada siswa SDN Cengkareng Barat 16 Kota Jakarta Barat. Keyword: ## Dukungan orang tua Grit Siswa sekolah dasar © 2022 The Authors. Published by IICET. This is an open access article under the CC BY-NC-SA license (https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 Corresponding Author: Mujazi, M.,, Universitas Esa Unggul, Jakarta, Indonesi Email: mujazi@esaunggul.ac.id ## Pendahuluan Pendidikan sebagai bentuk upaya yang dilakukan untuk menciptakan proses pembelajaran dalam mengembangkan potensi diri siswa secara aktif. Pendidikan nasional berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 11 menekankan bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan dan kemudahan, serta jaminan bagi setiap warga negara untuk mendapatkan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Dalam upaya memenuhi hal tersebut, situasi pandemi COVID-19 tidak dapat menjadi alasan untuk menghentikan kegiatan belajar mengajar. Selama masa pandemi ini, kegiatan belajar yang sebelumnya dilaksanakan secara tatap muka di lingkungan sekolah menjadi kegiatan pembelajaran jarak jauh yang dilaksanakan di lingkungan rumah sesuai dengan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tanggal 24 Maret 2020 (Kemdikbud, 2020). Kemudian, kegiatan pembelajaran jarak jauh berubah menjadi kegiatan pembelajaran tatap muka terbatas yang dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri Nomor 03/KB/2021, Nomor 384 Tahun 2021, Nomor HK.01.08/MENKES/4242/2021, Nomor 440-717 Tahun 2021 tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) pada 30 Maret 2021 (Kemdikbud, 2021). Perubahan kegiatan pembelajaran tersebut diteliti menyebabkan timbulnya stres pada siswa sekolah dasar. Bahrodin and Widiyati (2021) menemukan bahwa 12% siswa sekolah dasar kelas VI mengalami stres akademik kategori tinggi, siswa dengan kategori stres akademik sedang sebesar 80%, dan hanya 8% siswa yang termasuk dalam kategori siswa dengan stres akademik rendah ketika ikut serta dalam Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT). Husin and Sawitri (2021) juga menemukan sebagian besar responden setuju bahwa tingkat stres anak selama belajar pada masa pandemi sangat tinggi. Kegiatan belajar mengacu pada kegiatan fisik dan mental yang saling berkaitan (Mujazi, 2020). Stres yang timbul pada siswa selama melaksanakan pembelajaran masa pandemi diakibatkan oleh kebutuhan fasilitas belajar siswa yang masih kurang memadai, kondisi psikologis siswa, dan kehidupan sosial siswa (Husin & Sawitri, 2021). Beberapa kebutuhan fasilitas belajar siswa yang masih kurang memadai adalah jaringan internet yang tidak stabil, biaya yang tinggi untuk kuota internet, dan siswa tidak memiliki gadget untuk melaksanakan pembelajaran. Selain itu, kondisi psikologis yang menjadi masalah dalam pembelajaran selama masa pandemi antara lain siswa kesulitan memahami pelajaran, tugas sekolah yang menjadi beban bagi siswa karena diberikan dalam jumlah yang banyak, siswa malas melakukan aktivitas belajar dan merasa jenuh, emosi siswa tidak stabil karena masa pandemi menimbulkan rasa tidak nyaman, serta kurangnya dukungan dari orang tua berupa pendampingan pembelajaran. Selanjutnya, siswa juga mengalami masalah dalam kehidupan sosial karena penerapan social distancing dan kebijakan belajar dari rumah mengakibatkan siswa mengalami learning loss . Siswa tidak memiliki kesempatan untuk melakukan eksplorasi dengan teman sebaya atau lingkungan sekitar sehingga kehilangan kesempatan untuk mengembangkan ilmu. Pendidikan dan teknologi menjadi sebuah kebijakan pembelajaran yang dirancang dan diterapkan dalam dunia pendidikan saat ini (Susanto, Rachmadtullah, et al., 2020). Kedua hal ini menjadi sebuah konsep pembelajaran yang tidak dapat dipisahkan (Susanto et al., 2019). Konsep pembelajaran yang digunakan pada awal pembelajaran masa pandemi adalah pembelajaran online. Pembelajaran online memberikan siswa kesempatan untuk melakukan diskusi dengan teman lain dan belajar mandiri (Susanto, Syofyan, et al., 2021). Namun, pembelajaran online masih kurang tepat untuk diterapkan karena beberapa materi pembelajaran membutuhkan praktik (Maharani et al., 2021). Selanjutnya, pembelajaran selama masa pandemi juga menggunakan konsep pembelajaran yang mengombinasikan manusia dan teknologi dalam menjawab masalah, mendapatkan solusi, dan berinovasi di dalam proses pembelajaran yang dikenal sebagai blended learning (Hapudin, 2022). Kemampuan untuk mengelola interaksi dalam pembelajaran diperlukan untuk membentuk gambaran yang unik, positif, dan signifikan dari segi pengetahuan, pengelolaan emosi, dan pola (Susanto, Agustina, et al., 2021). Namun sayangnya, pembelajaran blended learning menjadi pembelajaran yang kurang menyenangkan sehingga siswa merasa sedih dan bosan, serta siswa merasa terpaksa dalam melaksanakan proses belajar (Wibowo & Hapudin, 2020). Pelaksanaan pembelajaran masa pandemi secara online dan blended learning selama kurang lebih dua tahun mengakibatkan motivasi belajar siswa menurun sehingga terjadi learning loss . Learning loss adalah fenomena yang menggambarkan suatu generasi yang kehilangan kesempatan untuk mengembangkan ilmu karena kesenjangan pembelajaran yang berkepanjangan atau penundaan kegiatan belajar mengajar. Selain motivasi belajar siswa yang menurun, kurangnya dukungan orang tua juga mengakibatkan timbulnya learning loss (Pratiwi, 2021). Keluarga khususnya orang tua bertanggung jawab dalam proses perkembangan biologis, psikologis, dan emosional seorang anak (Susanto, Syofyan, et al., 2020). Berdasarkan hal tersebut, dukungan orang tua memiliki peran yang penting dalam pembelajaran selama masa pandemi. Dukungan orang tua berupa nasihat, semangat, suasana belajar yang kondusif, ketersediaan perlengkapan belajar, pendampingan belajar anak, dana yang cukup untuk menunjang kegiatan belajar, serta saran dan masukan dalam belajar dapat membantu meningkatkan motivasi berprestasi siswa (Amseke, 2018). Dukungan sosial orang tua bukan hanya terbukti meningkatkan motivasi berprestasi, melainkan juga memiliki pengaruh terhadap prestasi belajar siswa (Putrie & Fauzia, 2019). Dukungan sosial orang tua membuat anak bersemangat dan memahami bahwa kegiatan belajar merupakan hal yang penting. Dengan adanya perasaan didukung oleh orang tua maka motivasi dan minat belajar anak turut terstimulasi. Ada beberapa cara yang menunjukkan dukungan sosial orang tua yang ## Pengaruh dukungan orang tua ... dapat diterima oleh siswa. Pendekatan secara personal untuk mendalami karakteristik siswa merupakan salah satu bentuk dukungan sebagai solusi agar siswa turut berpartisipasi dalam pembelajaran di dalam kelas (Susanto, 2019). Selain itu, pengkondisian belajar juga dapat menjadi salah satu sarana untuk menciptakan antusiasme dalam belajar dan sikap kooperatif selama belajar (Susanto, 2019). Pengkondisian belajar menciptakan kondisi belajar yang menyenangkan untuk mengembangkan potensi anak secara optimal (Susanto, 2018). Hambatan dalam belajar dapat berasal dari faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik (Devianti & Hapudin, 2021). Masalah intrinsik antara lain masalah kepercayaan diri, motivasi belajar, konsentrasi dalam belajar, kebiasaan dalam belajar, dan lain-lain. Masalah ekstrinsik antara lain lingkungan sosial, sarana dan prasarana belajar, serta kebijakan penilaian (Susanto, 2019). Selain dukungan orang tua, grit dapat menjadi penunjang keberhasilan siswa, seperti stres yang tinggi pada siswa dapat diatasi dengan grit yang tinggi (Bono et al., 2020). Pembelajaran selama masa pandemi, tidak hanya menyebabkan stres yang tinggi, tetapi siswa juga kehilangan gairah untuk belajar karena kurangnya motivasi dari guru dan orang tua. Grit memungkinkan seseorang untuk memiliki komitmen penuh terhadap tugas atau pekerjaan yang ada dan secara sadar memotivasi diri mereka sendiri untuk mencapai target dan berhasil menyelesaikan tugas dengan baik. Grit berkaitan erat dengan tekad dan komitmen. Hal ini menyebabkan seseorang berupaya untuk menggunakan seluruh kemampuan yang mereka miliki, serta menyadari situasi penuh tekanan atau situasi penuh tantangan yang mereka hadapi (Tharakan et al., 2021). Pengamatan yang dilakukan terhadap siswa SDN Cengkareng Barat 16 juga menunjukkan fenomena yang sama. Siswa mengalami stres dan learning loss akibat pembelajaran selama masa pandemi. Siswa kehilangan gairah untuk belajar karena perlu menyesuaikan diri kembali dengan kondisi pembelajaran yang berubah dari pembelajaran online menjadi pembelajaran tatap muka. Siswa merasa jenuh karena jam pembelajaran tatap muka yang terasa lama bagi siswa. Siswa sudah merasa terbiasa dengan keadaan pembelajaran selama masa pandemi. Namun sayangnya, hal tersebut mengakibatkan siswa tidak dapat mengembangkan diri dan ilmu mereka dengan baik. Siswa tidak menguasai materi pembelajaran kelas rendah, seperti perkalian dan pembagian yang banyak digunakan dalam materi pembelajaran di kelas tinggi. Siswa dengan dukungan orang tua dan grit yang tinggi berusaha mengejar materi pembelajaran yang tertinggal. Namun, siswa dengan dukungan orang tua dan grit yang rendah kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan kondisi pembelajaran selama masa pandemi. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini dilakukan untuk menemukan gambaran pengaruh dukungan orang tua terhadap grit pada siswa SDN Cengkareng Barat 16. ## Metode Penelitian ini dilaksanakan selama 8 (delapan) bulan di SDN Cengkareng Barat 16 Kota Jakarta Barat. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian dengan pendekatan kuantitatif korelasional dengan menggunakan metode survei dan teknik pengumpulan data berupa instrumen berbentuk kuesioner. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara variabel dukungan orang tua terhadap variabel grit melalui analisis data dalam bentuk angka yang diolah menggunakan statistika. Populasi target dalam penelitian ini adalah siswa SDN Cengkareng Barat 16 yang berjumlah 671 siswa dengan populasi terjangkau berjumlah 224 siswa, yaitu siswa kelas IV sampai dengan kelas V. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik proportionate stratified random sampling karena sampel dalam penelitian ini adalah siswa sekolah dasar kelas tinggi, yaitu kelas IV sampai dengan kelas V. Sebanyak 144 siswa digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini. Secara konseptual, grit didefinisikan sebagai suatu bentuk sikap yang menunjukkan kegigihan dan ketekunan siswa yang memenuhi indikator antusias dalam belajar, upaya pengembangan diri, fokus pada tujuan belajar, dan harapan dalam belajar. Secara operasional, grit merupakan skor yang diperoleh dari jawaban siswa sebagai responden pada angket variabel grit atas sikap yang menunjukkan kegigihan dan ketekunan siswa dengan indikator: (1) antusias dalam belajar, (2) upaya pengembangan diri, (3) fokus pada tujuan belajar, dan (4) harapan dalam belajar. Secara konseptual, dukungan orang tua adalah suatu bentuk tindakan yang diterima dan dirasakan secara langsung oleh anak sebagai siswa yang berasal dari orang tua yang memenuhi indikator dukungan emosional, dukungan materi, dan dukungan informasi. Secara operasional, dukungan orang tua adalah skor yang diperoleh dari jawaban siswa sebagai responden pada angket variabel dukungan orang tua atas tindakan yang diterima dan dirasakan secara langsung oleh anak sebagai siswa yang berasal dari orang tua dengan indikator: (1) dukungan emosional, (2) dukungan materi, dan (3) dukungan informasi. Perhitungan reliabilitas pada angket grit yang memuat 24 butir pernyataan yang valid menunjukkan hasil perhitungan sebesar 0,910 yang artinya angket grit memiliki reliabilitas yang tinggi. Tabel 1 <Uji Reliabilitas Grit> Perhitungan reliabilitas pada angket dukungan orang tua yang memuat 25 butir pernyataan yang valid menunjukkan hasil perhitungan sebesar 0,890 yang artinya angket dukungan orang tua memiliki reliabilitas yang tinggi. Tabel 2 <Uji Reliabilitas Dukungan Orang Tua> ## Hasil dan Pembahasan Hasil perhitungan statistik variabel dukungan orang tua dapat diinterpretasikan dalam bentuk distribusi frekuensi dengan jumlah kelas interval sebanyak 9 kelas dan panjang kelas 4. Tabel 3 <Perhitungan Statistik Variabel Dukungan Orang Tua> Pengaruh dukungan orang tua ... Tabel 4 <Distribusi Frekuensi Dukungan Orang Tua> Hasil perhitungan statistik variabel grit dapat diinterpretasikan dalam bentuk distribusi frekuensi dengan jumlah kelas interval sebanyak 8 kelas dan panjang kelas 4. Tabel 5 <Perhitungan Statistik Variabel Grit > Tabel 6 <Distribusi Frekuensi Grit > Pengujian persyaratan analisis terdiri dari uji regresi sederhana dan uji normalitas data yang dilakukan sebelum pengujian hipotesis. Uji regresi sederhana menunjukkan bahwa nilai konstanta ( 𝑎 ) sebesar 54,295 dan nilai koefisien regresi (𝑏) sebesar 0,385 sehingga persamaan regresi dapat ditulis sebagai berikut. 𝑌 = 𝑎 + 𝑏𝑋 ## 𝑌 = 54,295 + 0,385𝑋 Persamaan regresi ini menyatakan bahwa pada konstanta 54,295 akan terjadi perubahan Y sebesar 0,385, yang artinya jika terjadi perubahan terhadap dukungan orang tua sebesar satu satuan maka akan meningkatkan grit sebesar 38,5%. Nilai signifikansi yang diperoleh sebesar 0,200 > 0,05 yang berarti bahwa data tersebut berdistribusi normal. Tabel 7 <Uji Regresi Sederhana> Tabel 8 <Uji Normalitas> Uji korelasi menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000 yang artinya ada hubungan yang signifikan antara variabel dukungan orang tua dengan variabel grit . Koefisien korelasi (r) yang bernilai 0,510 menunjukkan bahwa nilai korelasi termasuk dalam kategori agak rendah. Selain itu, koefisien korelasi bernilai positif menunjukkan bahwa variabel dukungan orang tua dengan variabel grit memiliki hubungan yang positif. Tabel 9 <Uji Korelasi Pearson Product Moment > Pengaruh dukungan orang tua ... Nilai R square yang diperoleh pada uji determinasi adalah 0,260 yang menunjukkan bahwa koefisien determinasi sebesar 26% yang menunjukkan bahwa ada kontribusi sebesar 26% dari variabel dukungan orang tua terhadap variabel grit , sedangkan 74% dipengaruhi oleh faktor lain. Tabel 10 <Uji Determinasi> Dasar pengambilan keputusan untuk menerima hipotesis apabila 𝑡 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dan signifikansi < 0,05 . 𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 yang digunakan bernilai 1,977. Hasil uji t untuk dukungan orang tua dan grit diperoleh 𝑡 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 7,063 dengan signifikansi 0,000 yang menunjukkan bahwa variabel dukungan orang tua memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel grit . 𝑡 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 7,063 > 𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 1,977 . Jadi, 𝐻 1 diterima yang artinya terdapat pengaruh variabel dukungan orang tua terhadap variabel grit pada siswa SDN Cengkareng Barat 16. Tabel 11 <Uji Parsial> Pengaruh dukungan orang tua terhadap grit pada siswa SDN Cengkareng Barat 16 terlihat dari dukungan orang tua sebagai bentuk dukungan sosial berupa perhatian, penghargaan, materi, dan informasi yang sangat penting bagi siswa berkaitan dengan antusiasme siswa dalam melaksanakan pembelajaran, berusaha mengembangkan diri dalam belajar, tetap fokus pada tujuan belajar, dan memiliki harapan dalam belajar. Salah satu bentuk dukungan orang tua yang selalu diterima oleh siswa sehingga meningkatkan grit siswa adalah orang tua ikut merasa senang atas keberhasilan siswa. Selain itu, orang tua juga memberikan pertolongan ketika siswa membutuhkan. Orang tua bukan hanya memberikan dukungan secara emosional, melainkan juga memberikan dukungan materi kepada siswa, yaitu orang tua memberikan soal-soal latihan kepada siswa, orang tua mau membeli buku pelajaran tambahan untuk siswa, dan orang tua menyediakan peralatan sekolah yang dibutuhkan oleh siswa. Selain dukungan emosional dan dukungan materi, orang tua juga memberikan dukungan informasi berupa petunjuk, saran, tanggapan terhadap pertanyaan atau pun kesulitan yang dialami oleh siswa. Dukungan orang tua ini meningkatkan antusiasme siswa dalam belajar. Salah satu bentuk antusiasme siswa yang muncul akibat adanya dukungan dari orang tua adalah siswa memiliki semangat dalam melakukan tugas-tugas dan berhasil menyelesaikannya. Selain itu, siswa menjadi lebih fokus pada tujuan belajar mereka. Siswa berusaha untuk mencapai cita-cita mereka dengan belajar yang tekun. Siswa juga selalu mempunyai harapan dalam belajar. Siswa memiliki keyakinan bahwa mereka dapat mencapai cita-cita dengan menjalankan kewajiban belajar mereka. Siswa yang antusias dalam belajar, fokus pada tujuan belajar mereka, memiliki harapan dalam belajar, dan berusaha untuk mencapai cita-cita mereka merupakan grit yang terbentuk akibat adanya dukungan dari orang tua. Uji determinasi menunjukkan bahwa dukungan orang tua memberikan kontribusi sebesar 26% terhadap grit siswa dan 74% berasal dari faktor lain. Sarafino dan Smith (2011) membedakan dukungan sosial menjadi beberapa aspek, yaitu dukungan emosional, dukungan materi, dukungan informasi, dan dukungan jaringan sosial. Selain itu, dukungan sosial yang diterima seseorang dapat berupa dukungan langsung maupun tidak langsung (Azwin & Muin, 2020). Pada penelitian ini dukungan jaringan sosial dan bentuk dukungan tidak langsung tidak dibahas. Faktor lain yang memberikan pengaruh terhadap grit siswa perlu diteliti lebih lanjut. ## Simpulan Hasil penelitian berkaitan dengan pengaruh dukungan orang tua terhadap grit pada siswa SDN Cengkareng Barat 16 berdasarkan data yang telah dianalisis adalah sebagai berikut. (1) Dukungan orang tua dan grit siswa memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan interpretasi yang agak rendah. (2) Dukungan orang tua hanya memberikan kontribusi sebesar 26% terhadap variabel grit , sedangkan 74% berasal dari faktor lain. (3)Dukungan orang tua memiliki pengaruh terhadap variabel grit pada siswa SDN Cengkareng Barat 16. ## Referensi Amseke, F. (2018). Pengaruh dukungan sosial orang tua terhadap motivasi berprestasi. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pendidikan , 1 (1), 65–81. https://ejournal.upg45ntt.ac.id/ciencias/article/view/17 Arikunto, S. (2018). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (R. Damayanti (ed.); 3rd ed.). Bumi Aksara. Azwin, K., & Muin, M. F. (2020). Cultural Influence and Social Support Towards the Depression, Anxiety, and Stress Levels (Case Study). Jhss (Journal of Humanities and Social Studies) , 4 (1), 14–20. https://doi.org/10.33751/jhss.v4i1.1909 Bahrodin, A., & Widiyati, E. (2021). Tingkat Stres Akademik Siswa Kelas VI pada Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas. Seminar Nasional Sainsteknopak Ke-5 LPPM Unhasy Tebuireng Jombang 2021 , 2 , 1–8. http://ejournal.unhasy.ac.id/index.php/SAINSTEKNOPAK/article/view/1909 Bono, G., Reil, K., & Hescox, J. (2020). Stress and wellbeing in urban college students in the U.S. during the covid-19 pandemic: Can grit and gratitude help? International Journal of Wellbeing , 10 (3), 39–57. https://doi.org/10.5502/ijw.v10i3.1331 Devianti, R., & Hapudin, M. S. (2021). Analisis Kebutuhan Metode Talking Stick terhadap Hasil Belajar di Sekolah Dasar. Prosiding SNIPMD , 4 , 251–255. https://prosiding.esaunggul.ac.id/index.php/snip/article/view/172 Hapudin, M. S. (2019). Manajemen Pembelajaran Blended Learning Dalam Upaya Memperluas Aksesibilitas Layanan Pendidikan. Journal of Informatics and Communication Technology (JICT) , 1 (1), 18–24. https://doi.org/10.52661/j_ict.v1i1.22 Hapudin, M. S. (2022). Digital Mindset of Behaviour: Teori dan Konsep Pengembangan Kompetensi Guru Menghadapi Transformasi Digital (1st ed.). Salemba Humanika. Husin, H., & Sawitri, S. (2021). Covid-19 : Tingkat Stres Belajar Anak-Anak Di Daerah Terpencil. Al- Madrasah: Jurnal Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah , 5 (2), 101. https://doi.org/10.35931/am.v5i2.542 Kemdikbud. (2020). Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 . https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/03/se-mendikbud-pelaksanaan-kebijakan-pendidikan- dalam-masa-darurat-penyebaran-covid19 Kemdikbud. (2021). Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri . Maharani, A. K., Marbun, H. C. P., Qibrael, O., & Hapudin, M. S. (2021). Model Pembelajaran Blended Learning dalam Meningkatkan Efektivitas Pembelajaran di SDN Grogol 05. Prosiding SNIPMD , 174– 178. https://prosiding.esaunggul.ac.id/index.php/snip/article/viewFile/162/162 Mujazi. (2020). Penggunaan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa. Jurnal Indonesia Sosial Sains , 1 (5), 448–457. https://doi.org/10.36418/jiss.v1i5.76 Periantalo, J. (2016). Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi (1st ed.). Pustaka Pelajar. Pratiwi, W. D. (2021). Dinamika Learning Loss: Guru dan Orang Tua. Jurnal Edukasi Nonformal , 1 (1), 147– 153. https://ummaspul.e-journal.id/JENFOL/article/view/1847/594 Putrie, C. A. R., & Fauzia, M. (2019). Pengaruh Dukungan Sosial Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Angkasa Halim Perdana Kusuma Jakarta Timur. Jurnal Inovasi Pendidikan Ekonomi (JIPE) , 9 (2), 177. https://doi.org/10.24036/011068980 Riadi, E. (2016). Statistika Penelitian (Analisis Manual dan IBM SPSS) (T. A. Prabawati (ed.); 1st ed.). CV ANDI OFFSET. Sarafino, E. P., & Smith, T. W. (2011). Health Psychology Biopsychosocial Interactions (C. Johnson (ed.); VII). John Wiley&Sons, INC. Siregar, S. (2017). Statistika Terapan untuk Perguruan Tinggi (2nd ed.). Kencana. Pengaruh dukungan orang tua ... Susanto, R. (2018). Pengkondisian Kesiapan Belajar Untuk Pencapaian Hasil Belajar Dengan Gerakan Senam Otak. Jurnal Eduscience , 3 (2), 63. http://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/EDU/article/view/2504/2148 Susanto, R. (2019). Hubungan Pengetahuan Pedagogik dengan Kompetensi Pedagogik Sekolah Negeri dan Sekolah Swasta. Prosiding SNIPMD 2018 , January 2018 , 170–181. https://www.researchgate.net/profile/Ratnawati- Susanto/publication/331965462_hubungan_pengetahuan_pedagogik_dengan_kompetensi_pedagogik_ serta_perbedaannya_di_sekolah_negeri_dan_sekolah_swasta/links/5c95830045851506d7247b87/hubu ngan-pengetahuan-pedagogik-d Susanto, R., Agustina, N., Rozali, Y. A., & Rachbini, W. (2021). Profil Kompetensi Pedagogik: Gender Sebuah Peran Kunci. Jurnal Konseling Dan Pendidikan , 9 (2), 189. https://doi.org/10.29210/164300 Susanto, R., Rachmadtullah, R., & Rachbini, W. (2020). Technological and pedagogical models: Analysis of factors and measurement of learning outcomes in education. Journal of Ethnic and Cultural Studies , 7 (2), 1–14. https://doi.org/10.29333/ejecs/311 Susanto, R., Syofyan, H., Febriani, E., Nisa, M. A., Oktafiani, O., Yolanda, Y. D., Tobing, L. A. L., Diani, S. B., Hendrawan, B. B., Alfira, A., Cahyaningrum, D. E. N., Oktavia, H., & Nurlinda, B. D. (2021). PKM Pemberdayaan Keterampilan Model Komunikasi Instruksional Guru SD Duri Kepa 05. International Journal of Community Service Learning , 5 (2), 84–94. https://doi.org/10.23887/ijcsl.v5i2.36635 Susanto, R., Syofyan, H., & Rachmadtullah, R. (2020). Teacher Leadership in Class on The Formation of School Values and Characters of School-Ages . 1 , 3–7. https://doi.org/10.4108/eai.11-12-2019.2290861 Susanto, R., Unggul, U. E., & Rachmadtullah, R. (2019). Multimedia-Based Learning Application Development in Education Management Courses. International Journal of Civil Engineering and Technology (IJCIET) , 10 (03), 1–7. Tanjung, N. K., & Satyawan, L. I. (2021). Hubungan antara Dukungan Sosial Orang Tua dan Grit pada Siswa TNI di Lembaga ‘X’ Kota Bandung. Humanitas (Jurnal Psikologi) , 5 (1), 61–75. https://doi.org/10.28932/humanitas.v5i1.3338 Tharakan, A. M., Nigli, D. K. S., & S, D. B. (2021). Immersed with Grit : Probing the Mindset of Future Hospitality Professionals. Turkish Journal of Computer and Mathematics Education (TURCOMAT) , 12 (2), 1331–1341. https://doi.org/10.17762/turcomat.v12i2.1226 Wibowo, H. P., & Hapudin, M. S. (2020). Analisis Kesalahan Siswa dalam Mengerjakan Soal Matematika Satuan Panjang pada Bimbingan Belajar. Prosiding SNIPMD , 7 (2), 9–19. https://prosiding.esaunggul.ac.id/index.php/snip/article/viewFile/160/160
92997478-874e-4b97-be31-0eea1b0361a4
https://jppipa.unram.ac.id/index.php/jcar/article/download/4979/3163
## Journal of Classroom Action Research http://jppipa.unram.ac.id/index.php/jcar/index ___________ Email: muhammadwidaad28@gmail.com Copyright © 2023, Ramadhani et al. This open access article is distributed under a (CC-BY License) ## Hubungan Literasi Dini Dengan Keterampilan Menulis Kalimat Sederhana Siswa Muhammad Widaad Ramadhani 1, I Nyoman Karma 1, Johan Mahyudi 1 1 Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mataram, Jl. Majapahit no.62, Mataram, NTB, 83125. Indonesia DOI: https://doi.org/10.29303/jcar.v5i3.4925 Received: 10 Juni 2023 Revised: 03 Agustus 2023 Accepted: 09 Agustus 2023 Abstract: This study aims to determine the relationship between early literacy and the skills to write simple sentences for grade 1 students of SDN 1 Ampenan for the 2022/2023 academic year. The type of research used is correlation. The population in this study were 62 students. The collection of data used is a questionnaire and test. The data in this study uses a Likert scale with interval data type. The initial literacy identification results and the results of writing skills are both in the very good category. Testing the hypothesis in this study uses the Product Moment formula. The results of data analysis in this study showed that the rcount value was 0.516 and the Product Moment (Person) r table value with a level of 5% was 0.250 where the rcount > rtable value so that H0 was rejected and Ha was accepted, which means there is a relationship between early literacy and simple sentence writing skills. Based on the correlation coefficient interpretation table that the value of rcount = 0.516 which is between the coefficient intervals of 0.40-0.599, it can be concluded that there is a moderate relationship between early literacy and writing ability. Keyword : Early Skills Literacy Writing Abstark: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan literasi dini dengan keterampilan menulis kalimat sederhana siswa kelas 1 SDN 1 Ampenan tahun pelajaran 2022/2023. Jenis penelitian yang digunakan adalah korelasi. Populasi dalam penelitian ini 62 siswa. Pengumpulan data yang digunakan adalah angket dan tes. Data dalam penelitian ini menggunakan skala likert dengan tipe data interval. Hasil indentifikasi literasi awal dan hasil keterampilan menulis keduanya berada dalam kategori sangat baik. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini mengunakan rumus Product Moment. Hasil analisis data dalam penelitian ini menunjukkan nilai r hitung 0,516 dan nilai r tabel Product Moment (Person) dengan taraf 5% adalah 0,250 dimana nilai r hitung > r tabel sehingga H 0 ditolak dan H a diterima yang berarti terdapat hubungan antara literasi dini dengan keterampilan menulis kalimat sederhana. Berdasarkan tabel interpretasi koefesien korelasi bahwa nilai r hitung = 0,516 yang berada diantara interval koefisien 0,40-0,599 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sedang antara literasi dini dengan kemampuan menulis. Kata kunci : Literasi Dini, Keterampilan Menulis ## PENDAHULUAN Pendidikan Indonesia saat ini berada dalam kritis literasi atau minat baca dan menulis masih rendah (Zulanwari, et al., 2023). Literasi diartikan sebagai proses membaca, menulis, berbicara, mendengarkan, melihat dan berpendapat (Masithah, et al., 2022). Literasi secara umum juga didefinisikan sebagai kemampuan membaca dan menulis serta mengunakan bahasa lisan (Firdaus, et al., 2020). Literasi menjadi sebuah kebutuhan dikarenakan literasi merupakan kemampuan membaca dan menulis yang harus dimiliki oleh setiap individu salah satu upaya peningkatan mutu sumber daya manusia agar cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan global yang meliputi berbagai aspek kehidupan manusia adalah dengan menumbuhkan masyarakat yang gemar membaca ( reading society ) (Yustiqvar, et al., 2019). Kenyataannya masyarakat masih menganggap aktifitas membaca untuk menghabiskan waktu ( to kill time ), bukan mengisi waktu ( to full time ) dengan sengaja. Artinya aktifitas membaca belum menjadi kebiasaan ( habbit ) tapi lebih kepada kegiatan ’iseng’ (Jalaludin, 2021). Rendahnya minat literasi dalam hal ini membaca dan menulis masyarakat Indonesia dapat menyebabkan SDM masyarakat Indonesia kurang kompetitif sehingga rendah dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk menumbuhkan minat literasi maka perlu dilakukan pembiasaan sejak dini (Ramdani, et al., 2021). Hal ini membuat peran orang tua sangat diperlukan sebagai ujung tombak dalam pengenalan literasi. Pengenalan literasi dilakukan sedini mungkin karena usia dini merupakan usia yang paling penting dalam kehidupan manusia. Pada usia ini seorang anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, masa ini disebut dengan masa golden age (Atien 2009). Literasi memiliki beberapa jenis yaitu, literasi baca-tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi finansial, literasi kebudayaan dan kewargaan, literasi digital. Kemampuan literasi dini yang baik tidak terlepas dari keterampilan yang dimiliki anak. Menurut NICHD ( National Institute of Child Health and Human Development ) menyatakan ada enam keterampilan yang harus dimiliki anak untuk mencapai perkembangan kemampuan literasi dini yang baik (Ghoting er al., 2006). Keenam keterampilan tersebut adalah vocabulary (kosa kata), print motivation (tertarik terhadap simbol/tulisan cetak), print awareness (menegenali dan kesadaran akan tulisan), narrative skills (kemampuan bercerita), letter knowledge (keterampilan mengenal huruf), dan phonological awareness (kesadaran terhadap berbagai bunyi). Dewasa ini banyak orang tua yang mulai sadar tentang pentingnya membimbing anak dalam hal literasi, namun terkadang tidak menyadari bahwa kegiatan literasi dini ( early literacy ) diartikan sebagai kegiatan membaca, literasi dini seharusnya membangun fondasi membaca anak agar pada saatnya nanti membaca mereka siap. Literasi dini mengarah anak agar siap belajar membaca, menulis, dan berbicara namun tidak serta merta menyuruh anak untuk membaca dan menulis hal tersebut tidak sesuai dengan tahap perkembangannya, banyak orang tua memberikan anaknya buku bacaan yang tebal tidak bergambar dan dengan huruf yang kecil hal ini sangat kontra produktif dengan tahapan perkembangan dari anak pada usia dini yang artinya dapat mengganggu proses belajar anak nantinya. Zainurrahman (2011) mengatakan modal pokok yang diperlukan agar menulis menjadi pekerjaan yang mudah adalah logika berfikir, banyak membaca, motivasi yang kuat dan ketekunan, serta banyak berlatih atau membiasakan menulis. Senada dengan Badudu (1985) bahwa secara tegas mengatakan keterampilan menulis memerlukan banyak latihan. Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan menulis narasi, tidak hanya dipengaruhi oleh kebiasaan membaca, tetapi juga dipengaruhi oleh kebiasaan menulis atau latihan menulis itu sendiri. Dengan sering membaca dan menulis, siswa bisa menguasai banyak kata dan berbagai tipe dan model kalimat. Pemerintah khususnya kemendikbud dalam mewujudkan literasi dini pada anak bekerja sama dengan desa dalam mendorong kualitas penyelenggaraan pendidikan di desa, sebagai upaya untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan desa. Kemendibud bersama kementrian desa memiliki 1 Desa 1 TK/PAUD, tapi sampai sekarang masih ada 20% desa yang belum memiliki TK/PAUD (Kemendikbud, 2019). Haris Iskandar sekretaris jenderal kemendikbudristek, mengatakan untuk mendukung perkembangan literasi pada anak usia dini di butuhkan dukungan dari orang tua, guru, dan pemerintah. Dukungannya bisa berbentuk pelatihan bagi orang tua, guru, dan pemerintah akan pentingnya kualitas pengasuhan dan pengajaran di era digital. Literasi dini merupakan konsep yang muncul setelah Marie Clay memperkenalkan konsep emergent literacy, yang merupakan perilaku pura-pura meniru membaca dan menulis pada anak prasekolah. Jenis literasi ini juga banyak disebut dengan istilah early literacy, yang menggambarkan bahwa kemampuan ini merupakan awal yang mendasari kemampuan membaca dan menulis yang sesungguhnya (Clay, 2021). Literasi dini menurut National Institutes of Children and Human Development (Pradipta, 2011) adalah kemampuan membaca dan menulis sebelum siswa benar-benar mampu membaca dan menulis. Senada dengan hal tersebut Mustafa (2008) mengatakan literasi dini adalah proses membaca dan menulis yang bercirikan seperti demontrasi baca-tulis, kerja sama yang interaktif antara orang tua/guru dan siswa, berbasis kepada kebutuhan sehari-hari dan dengan cara pengajaran yang minimal tetapi langsung (direct). Menulis merupakan kegiatan berbahasa secara tertulis. Menurut Dalman (2016) menulis dapat didefenisikan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) secara tertulis kepada pihak lain dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya. Aktivitas menulis melibatkan beberapa unsur, yaitu penulis sebagai penyampaian pesan, isi tulisan, saluran atau media, dan pembaca. Menulis juga dapat dikatakan sebagai kegiatan merangkai huruf menjadi kata atau kalimat untuk disampaikan kepada orang lain, sehingga orang lain dapat memahaminya. Dalam hal ini, dapat terjadinya komunikasi antar penulis dan pembaca dengan baik Setelah melakukan observasi di sekolah di ketahui dari data resmi yang di dapatkan dari oprator sekolah bahwa jumlah keseluruhan siswa kelas 1 sebanyak 82 siswa. Dari 82 tersebut, sebanyak 62 siswa yang pernah mengenyam prasekolah dan 20 siswa tidak mendapatkan prasekolah. ## METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menurut tingkat eksplanasinya merupakan penelitian korelasional dengan pendekatan kuantitatif asosiatif. Penelitian korelasional merupakan penelitian yang bertujuan untuk menemukan apakah terdapat hubungan dua variabel atau lebih, serta seberapa besar korelasi yang ada diantara variabel yang diteliti. Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang datanya bersifat kuantitatif atau angkaangka statistik ataupun koding yang dapat dikuantifikasikan, pendekatan kuantitatif bertujuan untuk menguji teori hubungan fakta, menunjukan hubungan antar variabel memberikan deskripsi statistik, menafsir dan meramalkan hasilnya (Sugiyono 2017). Penelitian Asosiatif merupakan penelitian yang bersifat menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih (Sugiyono 2017). Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan menulis kalimat adalah tes dan untuk literasi dini menggunakan angket yang diberikan kepada siswa. Sebelum instrumen digunakan terlebih dahulu diuji ekspert dengan mengkonsultasikan instrumen kepada ahli. Teknik analisis data dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan analisis statistik dekriptif untuk memberikan gambaran data terkait variabel penelitian. Selanjutnya uji normalitas data, dan uji linearitas sebagai prasyarat dalam melakukan uji hipotesis yang dimana menggunakan product moment. Penelitian ini menggunakan bantuan SPSS 16 untuk mengolah data yang peneliti dapatkan di lapangan. ## HASIL DAN PEMBAHASAN P ada penelitian ini data diperoleh dengan memberikan kuisioner kepada siswa dan melihat kemampuan menulis kalaimat sederhana dengan menggunakan rubrik penilaian kemampuan menulis kalimat sederhana. Penelitian yang telah dilakuakan di SD Negeri 1 Ampenan menghasilkan data tentang literasi dini dan kemampuan menulis kalimat sederhana. Tabel 1. Hasil Analisis Statistik Deksriptif Literasi Dini dan Keterampilan menulis siswa Sumber: Data olahan peneliti Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui jumlahb responden yaitu 62 siswa kelas I SD Negeri 1 Ampenan. Kemudian rata-rata skor literasi dini yang diperoleh sebesar 81,98. Standar deviasi data di atas sebesar 6,841. Kemudian diperoleh skor terendah literasi dini sebesar 70 dan skor tertinggi 99. Dengan demikian diperoleh rentang data sebesar 29. Berdasrkan nilai rata-rata literasi dini yang diperoleh yaitu 81,98 setelah dikonsultasikan dengan tabel perhitangan literasi dini kategori yang telah peneliti buat maka literasi dini pada siswa kelas I SD Negeri 1 Ampenan Berdasrkan tabel kategori yang telah peneliti buat tentang literasi dini dengan menggunakan panduan dari Azwar, S (2012) di atas maka dapat diperoleh kriteria bahwa literasi dini pada siswa kelas I di SD Negeri 1 Ampenan masuk dalam ketegori sangat baik. Tabel 2. Keterampilan menulis ## Sumber: Data olahan peneliti Berdasrkan Tabel 2 dapat diketahui jumlah responden yaitu 62 siswa kelas I SD Negeri 1 Ampenan 2022/2023. Kemudian rata-rata skor keterampilan menulis yang diperoleh sebesar 86,65. Standar deviation sebesar 2,976. Kemudian perolehan skor terendah keterampilan menulis sebesar 82 dan skor Descriptive Statistics N Range Minim um Maxim um Sum Mean Std. Deviation Varian ce Literasi_Din i 62 29 70 99 5083 81.98 .869 6.841 46.803 Valid N (listwise) 62 Descriptive Statistics N Rang e Mini mum Maxi mum Sum Mean Std. Deviatio n Varia nce Menulis_ kalimat 62 13 82 95 5372 86.65 .378 2.976 8.856 Valid N (listwise) 62 tertinggi sebesar 95. Dengan demikian diperoleh rentang data sebesar 13. Derdasarkan nilai rata-rata keterampilan menulis 86,65, setelah dikonsultasikan dengan tabet perhitungan kategori yang telah peneliti buat maka keterampilan menulis pada sisiwa kelas I SD Negeri 1 Ampenan masuk dalam ketegori sangat baik berikut tabel ketegori menulis kalimat sederhana. Berdasrkan tabel kategori yang telah peneliti buat tentang keterampilan menulis dengan menggunakan panduan dari Azwar, S (2012) di atas maka dapat diperoleh kriteria bahwa keterampilan menulis pada siswa kelas I di SD Negeri 1 Ampenan masuk dalam ketegori sangat baik. Setelah mendapat gambaran mengenai data literasi dini dan kemampuan membaca, maka selanjutnya peneliti melakukan uji normalitas, uji linearitas dan uji hipotesis. Berikut hasil uji normalitas, uji linearitas dan uji hipotesis dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS16 Tabel 3. Uji normalitas, Uji linearitas dan uji hipotesis Hasil Uji Normalitas Asymp. Sig. (2-tailed) 0,516 Data berdistribusi normal karena nilai sig. > 0,05 Hasil Uji Linearitas Deviation From Linearity 0,580 Data linear karena nilai deviation from liearity > 0,05 Hasil Uji Normalitas Pearson Product Moment 0,516 Ha diterima karena nilai Pearson Product Moment > dari t tabel yaitu 0,516 > 0,250 yang berarti terdapat hubungan yang positif antara literasi dini dengan keterampilan menulis. Hasil uji normalitas data menunjukan bahwa data berdistribusi normal karena nilai sig. (2-tailed) sebesar 0,516 yang > dari 0,05. Berdasarkan uji linearitas menunjukan angka sig. Deviation from liearity sebesar 0,580 > dari 0,05 yang berarti data berhubungan secara linear. Karena 2 prasyarat telah terpenuhi yaitu data normal dan linear maka selanjutnya dilakukan uji hipotesis dan diperoleh nilai Pearson correlation sebesar 0,516 yang pada tabel r product moment dengan signifikansi 5% adalah 0,250 > dari 0,05 sehingga Ha diterima dan H0 ditolak yang berarti “terdapat hubungan anatara literasi dini dengan keterampilan menulis kalimat sederhana siswa kelas I SD Negeri 1 Ampenan. Untuk melihat tingkat hubungan dari kedua variabel maka dikonsultasikan dengan r tabel intepretasi koefisien korelasi yang dimana r hitung = 0,516 berada pada interval koefisien 0,40-0,599 sehingga masuk dalam kategori sedang. Berikut pedoman untuk memberikan intepretasi koefisien korelasi. Tabel 4. Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi (Sugiono, 2017) Menurut NICHD (Pradipta, 2011) literasi dini adalah kemampuan membaca dan menulis sebelum siswa benar-benar mampu membaca dan menulis. Pengalaman akan memberikan kesiapan yang lebih terhadap apa yang akan dihapai anak pada masa sekolahnya, hal ini senada dengan teori dari Whitehurst & Lonigan (2001) yang mengatakan bahwa pengetahuan, keterampilan, dan sikap anak prasekolah yang menjadi dasar membaca dan menulis disebut dengan kemampuan literasi awal atau literasi dini Literasi dini sangat diperlukan untuk mencapai keterampilan menulis permulaan yang baik pada kelas I di Sekolah Dasar. Literasi dini merupakan konsep yang tepat untuk mempersiapkan anak pada masa pra sekolah yang dimana perlu mendapatkan pengenalan tentang dunia baca tulis. Menurut Musaddat (2015) & Maulyda, Hidayati, Rosyidah, & Nurmawanti, (2019) yang sebelumnya sudah dijabarkan di atas bahwa pengalaman yang baik akan menghasilkan kesiapan yang baik untuk anak, maka demikian orang tua perlu memberikan pengenalan dunia membaca sejak usia dini. Mustafa (2008) mengatakan literasi dini adalah proses membaca dan menulis yang bercirikan seperti demontrasi baca- tulis, kerja sama yang interaktif antara orang tua/guru dan siswa, berbasis kepada kebutuhan sehari-hari dan dengan cara pengajaran yang minimal tetapi langsung (minimal direct). Vygotsky (1978) mengatakan anak secara aktif menyusun pengetahuan dan memberi fokus pada bagaimana pentingnya interaksi sosial budaya terhadap perkembangan kognitif mereka. Dengan demikian, perkembangan kognitif anak dipengaruhi oleh pola interaksi dengan orang orang terdekat anak, yaitu bagaimana orang tua memberikan stimulasi kemampuan literasi pada anak. Bagi anak, rumah adalah sekolah pertamanya dengan orang tua sebagai guru dan membaca sebagai pelajaran pertamanya. Maka apabila distimulasi dengan pengenalan dunia membaca diharapkan pada saat masa membaca yang sesungguhnya mereka lebih siap. Hal positif lain dari literasi dini adalah bagaimana anak diajak untuk mencintai dunia membaca sejak dini. Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00-0,199 Sangat rendah 0,20-0,399 Rendah 0,40-0,599 Sedang 0,60-0,799 Kuat 0,80-1,000 Sangat kuat Anak senang dan terbiasa karena dibiasakan untuk mengenal buku, majalah, koran dan bahan bacaan lain sejak dini yang dimana kita ketahui membaca dan menulis merupakan jendela dunia, dengan membaca dan menulis kita dapat mengetahui informasi, berita, cerita dan lain sebagainya. Tentunya hal ini sangat bermanfaat dalam kehidupan kita sehari-hari. ## KESIMPULAN 1. Berdasarkan hasil anlisis literasi dini siswa kelas I SD Negeri 1 Ampenan tahun ajaran 2022/2023 dengan kategori sangat baik yang dimana dibuktikan dengan nilai rata-rata 81,98 yang telah di konsultasikan dengan tabel kategori sangan baik. 2. Hasil keterampilan menulis siswa kelas I SD Negeri 1 Ampenan tahun ajaran 2022/2023 masuk dalam ketegori sangat baik dimana dengan nilai rata-rata 86,65 yang telah dikonsultasikan dengan tabel kategori masuk dalam ketegori sangat baik. 3. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh kesimpulan H a , diterima dan H 0 ditolak, yang berarti terdapat hubungan yang sedang antara literasi dini dengan kemampuan menulis kalimat, yakni nilai r hitung yang diperoleh dalam penelitian ini sebesar 0,516 berada di atas angka r tabel , sebesar 0,250 ## DAFTAR PUSTAKA Badudu, J. S. (1979). Pelik-pelik bahasa Indonesia. Clay, M. M. (2021) Change Over Time in Children’s to Literacy Instruction. Newyourk Guilford Press Dalman, H. (2016). Keterampilan Menulis . PT Rajagrafindo Persada : Jakarta Firdaus, A., Widiada, I. K., & Saputra, H. H. (2020). Implementasi Budaya Literasi Dalam Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa. Journal of Classroom Action Research , 2 (1), 228-233. Ghoting, S. N., & Martin-Diaz, P. (2006). Early literacy storytimes@ your library®: Partnering with caregivers for success . American Library Association. Jalaludin, J. (2021). Upaya Menumbuhkan Budaya Literasi Di Kalangan Mahasiswa . Jurnal Literasiologi , 7 (1). Kemendikbud. (2020). Tingkatkan Praktik Budaya Literasi Di Sekolah Dasar Melalui Strategi Menarik. Masithah, I., Jufri, A. W., & Ramdani, A. (2022). Bahan Ajar IPA Berbasis Inkuiri Untuk Meningkatkan Literasi Sains. Journal of Classroom Action Research , 4 (2), 138-144. Maulyda, M. A., Hidayati, V. R., Rosyidah, A. N. K., & Nurmawanti, I. (2019). Problem-solving ability of primary school teachers based on Polya’s method in Mataram City . Pythagoras , 14 (2), 139-149. Musaddat, S. (2015). Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia . Mataram: Universitas Mataram . Musthafa, B. (2008). Dari literasi dini ke literasi teknologi . Diterbitkan atas kerjasama Yayasan CREST, Center for Research on Education and Sociocultural Transformation dengan New Concept English Education Centre Jakarta, Indonesia. Pradipta, G. A. (2014). Keterlibatan orang tua dalam proses mengembangkan literasi dini pada anak usia paud di Surabaya . Journal Universitas Airlangga , 3 (1), 1-2. Ramdani, A., Jufri, A. W., Gunawan, G., Fahrurrozi, M., & Yustiqvar, M. (2021). Analysis of Students' Critical Thinking Skills in terms of Gender Using Science Teaching Materials Based on The 5E Learning Cycle Integrated with Local Wisdom. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia , 10 (2), 187-199. Vygotsky, L. S., & Cole, M. (1978). Mind in society: Development of higher psychological processes . Harvard university press. Whitehurst, G. J., & Lonigan, C. J. (2001). Emergent literacy: Development from prereaders to readers. Handbook of early literacy research , 1 , 11- 29. Yani, J. A., Mangkunegara, A. A. P., & Aditama, R. (1995). Sugiyono. 2017, Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D . bandung: Alfabeta. Procrastination And Task Avoidance: Theory, Research and Treatment. New York: Plenum Press, Yudistira P, Chandra, Diktat Ku . Yustiqvar, M., Hadisaputra, S., & Gunawan, G. (2019). Analisis penguasaan konsep siswa yang belajar kimia menggunakan multimedia interaktif berbasis green chemistry. Jurnal Pijar Mipa , 14 (3), 135-140. Zainurrahman, S. S. (2011). Menulis: Dari Teori Hingga Praktik. Bandung: Alfabeta . Zulanwari, Z. A. Z., Ramdani, A., & Bahri, S. (2023). Analisis Kemampuan Literasi Sains Siswa SMA Terhadap Soal–Soal PISA Pada Materi Virus dan Bakteri. Journal of Classroom Action Research , 5 (SpecialIssue), 210-216.
ced99ea6-0eaa-45a2-99c1-9d1f3e09d721
https://ejurnal.its.ac.id/index.php/sains_seni/article/download/30070/5380
Abstrak —Adsorpsi Remazol Brilliant Blue R oleh adsorben ampas singkong telah dilakukan. Adsorpsi dilakukan dengan metode batch pada variasi pH 1-10 dan waktu kontak 5-90 menit. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kondisi optimum adsorpsi terjadi pada pH 1 dan waktu kontak selama 45 menit dengan konsentrasi awal 200 mg/L. Sehingga diperoleh kapasitas adsorpsi optimum sebesar 16,878 mg/g dan persentase adsorpsi 87,413 %. Kata Kunci —Adsorben, Adsorpsi, Ampas Singkong, Remazol Brilliant Blue R. ## I. PENDAHULUAN EIRING perkembengan zaman, sektor industri, sektor industri juga berkembang dengan pesat. Adanya perkembangan industri meningkatkan penggunaan zat warna pada berbagai bidang, seperti industri kertas, plastik, tekstil, cat dan industri lainnya yang menggunakan zat warrna dalam proses produksinya. Setidaknya ada produksi zat warna dengan total lebih dari 7 x 105 ton setiap tahun. Dimana dari 40.000 zat warna terkandung kurang lebih 7000 struktur kimia yang berbeda dan sekitar 10% dibuang sebagai limbah [1]. Remazol Brilliant Blue R merupakan salah satu zat warna yang tergolong zat warna reaktif. Adanya gugus kromofor pada Remazol Brilliant Blue R , mengakibatkan zat warna ini mampu memberikan warna yang cerah dalam serat kain dan tidak mudah luntur, sehingga banyak digunakan dalam industri tekstil [2]. Pencemaran air adalah salah satu masalah yang ditimbulkan oleh limbah indusri akibat penggunaan zat warna, terutama Remazol Brilliant Blue R ini. Di dalam zat warna Remazol Brilliant Blue R terdapat gugus yang mengandung ikatan – C=O dan –C=C yang menyebabkannya sulit terdegradasi. Sehingga apabila tercemar, zat warna ini dapat membahayakan kesehatan dan menyebabkan beberapa masalah kesehatan seperti iritasi mata, kulit, pernafasan, pencernaan bahkan merangsang tumbuhnya kanker [3]. Beberapa metode telah dikembangkan dengan upaya mengurangi kadar zat warna Remazol Brilliant Blue R diantaranya metode koagulasi, ozonasi, ultrafiltrasi, pertukaran ion, fitoremediasi, flokulasi, metode secara biologi serta teknik adsorpsi. Adsorpsi merupakan teknik yang paling banyak dikembangkan, hal ini karena metode ini lebih efektif dan ekonomis [4]. Berdasarkan penelitian Han et al., (2008), lignoselulosa dari biomassa dapat digunakan sebagai bahan alternatif pembuatan adsorbent untuk adsorpsi zat warna [5]. Lignoselulosa ini umumnya mengandung polimer selulosa, hemiselulosa, dan lignin dimana selulosa memiliki gugus hidroksil (-OH) yang menyebabkan adsorben dapat bersifat polar dan mengadsorp zat yang sifatnya kurang polar [6]. Lignoselulosa ini banyak ditemukan pada biomassa yang banyak mengandung lignin dan selulosa, termasuk ampas singkong. Dimana ampas singkong yang melimpah dan kurang bermanfaat ini masih mengandung sekitar 40% pati dan 11% selulosa. Sisanya terdiri dari hemiselulosa, lignin, air, protein, lemak dan kadar abu [7]. Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Li et al., (2014) menggunakan ampas singkong untuk adsorpsi zat warna merah kongo (congo red) [8]. Xie et al., (2014) juga menggunakan ampas singkong untuk adsorpsi Cu (II) [7]. Sementara pada penelitian yang dilakukan oleh Alrozi et al., (2012), selulosa yang terdapat pada kulit rambutan juga dimanfaatkan sebagai adsorben Remazol Brilliant Blue R [9]. Pada penelitian lain yang juga memanfaatkan limbah lignoselulosa dilakukan oleh [10], dimana penelitian ini menggunakan kulit jeruk sebagai adsorben untuk zat warna Remazol Brilliant Blue R [10] . Penelitian ini bertujuan mengetahui kinerja ampas singkong untuk penurunan konsentrasi zat warna Remazol Brilliant Blue R. Penelitian ini menggunakan metode batch dengan parameter pH, waktu kontak dan konsentrasi adsorbat. ## II. METODOLOGI PENELITIAN A. Preparasi dan Karakterisasi Adsorben Ampas Singkong. Ampas singkong diperoleh dari pengolahan singkong yang terletak di Kediri, Jawa Timur. Ampas singkong dicuci dengan aqua DM, dikeringkan di suhu rungan dan dioven dengan suhu 80 o C selama 5 jam. Limbah yang telah kering dihaluskan menggunakan blender dan serbuk halus yang diperoleh diayak menggunakan ayakan mesh 120. Kemudian serbuk yang telah diayak, dianalisis gugus fungsinya menggunakan FTIR, kadar air dengan metode gravimetri dan dianalisis luas permukaan menggunakan adsorpsi larutan metilen biru. ## B. Analisis Luas Permukaan Larutan metilen biru 4 mg/L diukur absorbansinya ## Pengaruh pH dan Waktu Kontak Pada Adsorpsi Remazol Brilliant Blue R Menggunakan Adsorben Ampas Singkong Asri Wajarwati Khair Wahyuningsih, Ita Ulfin dan Suprapto Departemen Kimia, Fakultas Ilmu Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) e-mail : itau@chem.its.ac.id S menggunakan spektrofotometer UV-Vis untuk mengetahui panjang gelombang maksimum pada panjang gelombang 500- 700 nm. Kemudian sebanyak 20 mL larutan metilen biru 100 mg/L dimasukkan adsorben sebanyak 0,1 gram dan diaduk dengan kecepatan 100 rpm selama 20 menit. Setelah diaduk, didiamkan selama 30 menit. Larutan yang telah disaring, filtratnya dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh. ## C. Proses Adsorpsi Sebanyak 0,2 gram adsorben ampas singkong dengan ukuran ayakan mesh 120 dimasukkan ke dalam gelas beker 100 mL yang berisi 20 mL larutan Remazol Brilliant Blue R 200 mg/L. Larutan adsorbat diatur pHnya menggunakan larutan HCl dan NaOH. Proses adsorpsi dibuat pada pH 1,2,3,4,5,6,7,8,9 dan 10. Kemudian masing-masing larutan diaduk dengan kecepatan 500 rpm selama 20 menit. pH optimum yang diperoleh digunakan untuk variasi waktu kontak selama 5, 10, 20, 30, 45, 60 dan 90 menit. Pada masing-masing variasi, filtratnya dianalisis menggunakan UV- Vis pada λ=591 nm untuk mengetahui konsentrasi yang tidak teradsorp. ## III. HASIL DAN DISKUSI ## A. Karakterisasi Adsorben Ampas Singkong Berdasarkan hasil FTIR yang terdapat di Gambar 1, diperoleh informasi mengenai ikatan gugus fungsi yang terdapat pada adsorben ampas singkong sebelum adsorpsi dan setelah adsorpsi yang dapat dilihat pada Tabel 1. Analisis kadar air dilakukan menggunakan metode gravimetri dengan hasil yang telah memenuhi SNI yaitu sebesar 4,174 %. Sedangkan luas permukaan adsorben ampas singkong diperoleh melalui adsorpsi larutan metilen blue menggunakan pada λ=665nm. Setelah dilakukan analisis, adsorben ampas singkong memiliki luas permukaan sebesar 71,003 m 2 /g. Berdasarkan hasil analisis FTIR pada Gambar 1 dan Tabel 1, terlihat bahwa terdapat perbedaan intensitas pita serapan yang cukup besar pada setiap puncak setelah adsorpsi tetapi tidak merubah puncak serapan pada setiap gugus fungsi pada adsorben ampas singkong sebelum dilakukan adsorpsi dan setelah dilakukan adsorpsi. Pergeseran yang cukup besar terjadi pada pita serapan yang melebar untuk gugus –OH yaitu dari 3444,98 cm -1 menjadi 3371,68 cm -1 . Pengurangan intensitas terjadi pada pita serapan yang melebar untuk vibrasi stretching gugus –OH dan pada bilangan gelombang 1022,31cm -1 sebagai vibrasi stretching gugus C-O. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Hidayati et al., (2015), adanya perubahan intensitas setelah dilakukan adsorpsi pada suatu adsorben merupakan akibat interaksi antara gugus hidroksil (-OH) pada selulosa adsorben yang terprotonasi menjadi H 3 O + saat adsorbat dalam kondisi asam dengan anion zat warna RBBR yaitu berupa gugus sulfonat (SO 3 - ) selama proses adsorpsi, sehingga intensitas puncak serapan juga mengalami penurunan. Oleh karenanya dengan adanya gugus hidroksil (OH - ) dalam selulosa pada adsorben ampas singkong ini mempunyai pengaruh utama dalam proses adsorpsi zat warna Remazol Brilliant Blue R. ## B. Hasil Analisis Pengaruh pH Derajat keasaman suatu larutan dapat mendorong atau menghambat terjadinya proses adsorpsi pada suatu larutan, hal ini dikarenakan kondisi pH yang terdapat pada larutan mempengaruhi bentuk ion dari zat warna yang diadsorp, jenis adsorbat dan muatan pada permukaan adsorben yang digunakan [11]. Pada Gambar 2 terlihat bahwa persentase adsorpsi mengalami penurunan seiring bertambahnya nilai pH. Nilai adsorpsi tertinggi terdapat pada pH 1 dengan presentase sebesar 86,768 %. Dan persentase adsorpsi terendah pada pH 5 sebesar 13,768 %. Zat warna Remazol Brilliant Blue R merupakan salah satu zat warna reaktif dengan rumus molekul C 22 H 16 N 2 Na 2 O 11 S 3 . Saat menjadi larutan, zat warna Remazol Brilliant Blue R akan terdisosiasi membentuk anion berupa gugus sulfonat (-SO 3 - ). Gugus hidroksil (-OH) mengalami protonasi dan membentuk H 3 O + pada permukaan adsorben yang cenderung elektropositif akibat pH yang rendah. Kemudian gugus tersebut akan berinteraksi dengan gugus sulfonat (-SO 3 - ) dan menyebabkan anion gugus sulfonat tertarik ke permukaan adsorben [1][2]. Begitu juga sebaliknya, apabila nilai pH yang digunakan semakin besar, akan terjadi tolakan antara muatan zat warna dengan pemukaan adsorben karena permukaan adsorben yang bermuatan negatif akibat gugus hidroksil (-OH) dan zat warna Tabel 1. ## Indikasi ikatan pada adsorben ampas singkong Indikasi Ikatan Bilangan gelombang (cm -1 ) Sebelum Adsorpsi Setelah Adsorpsi OH dan N-H stretching 3444,98 3371,68 , 2 dari CH, CH stretching H - C 3 CH 2929,97 2928,04 N-H bending C-O stretching 1633,76 1651,12 C-H 2 bending 1423,51 1415,8 C-N stretching 1242,2 1242,2 C-O stretching 1022,31 1022,31 Gambar 1. Hasil FTIR ampas singkong sebelum adsorpsi dan setelah adsorpsi. RBBR akibat gugus sulfonat (-SO 3 - ) sama-sama bersifat elektronegatif pada nilai pH adsorbat yang semakin besar [2]. Sehingga pada penelitian ini diperoleh pH optimum pada pH 1 dengan persentase adsorpsi sebesar 86,768 %. ## C. Hasil Analisis Pengaruh Waktu Kontak Pada Gambar 3 menunjukkan jika semakin lama waktu kontak yang diberikan, maka semakin besar persentase adsorpsi yang dihasilkan. Saat dilakukan waktu aduk selama 5 menit, persentase sudah mencapai 80,967 % , hal ini dikarenakan penggunaan pH optimum pada variasi sebelumnya. Kemudian mengalami peningkatan yang tidak terlalu besar hingga digunakannya waktu aduk 45 menit. Persentase adsorpsi mengalami kesetimbangan pada saat dilakukan kontak selama 45 menit dengan persentase sebesar 87,373 %. Kemudian pada waktu kontak 60 dan 90 menit, persentase adsorpsi cenderung konstan. Hal ini karena adsorben ampas singkong telah melewati waktu kesetimbangan sehingga menyebabkan sebagian molekul zat warna terlepas akibat waktu kontak yang melebihi batas optimum. Waktu kontak optimum yang diperoleh adalah selama 45 menit. ## IV. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa ampas singkong dapat digunakan sebagai adsorben untuk Remazol Brilliant Blue R dengan kadar air sebesar 4,174% dan luas permukaan sebesar 71,003 m 2 /g. Adsorpsi Remazol Brilliant Blue R menggunakan adsorben ampas singkong optimum pada pH 1 dan waktu kontak selama 45 menit dengan kapasitas adsorpsi optimum sebesar 16,878 mg/g dan persentase adsorpsi 87,413 %. ## DAFTAR PUSTAKA [1] E. Ada, K ., Ergene, A., Tan, Sema dan Yalcin, “Adsorption of Remazol Brilliant Blue R using ZnO fine powder : Equilibrium, kinetic and thermodynamic modeling studies,” J. Hazard. Mater. , vol. 165, pp. 637–644, 2009. [2] H. Hidayati, P., Ulfin, I. dan Juwono, “Adsorpsi Zat Warna Remazol Brilliant Blue R Menggunakan Nata de coco : Optimasi Dosis Adsorben dan Waktu Kontak,” J. Sains dan Seni ITS , vol. 5, no. 2, 2016. [3] T. Srinivasan, A. dan Viraraghavan, “Decolorization of Dye wastewater by Biosorbents : Review,” J. Environ. Manage. , vol. 91, pp. 1915–1929, 2010. [4] E. Dagdelen, S., Acemioglu, B., Baran, “Removal of Remazol Brilliant Blue R From Aqueous Solution by Pirina Pretreated with Nitric Acid and Commercial Activated Carbon,” Water Air Soil Pollut , vol. 225, 1899. [5] L. Han, R., Ding, D., Xu, Y., Zou, W., Wang, Y., Li, Y., dan Zou, “Use of rice husk for the adsorption of congo red from aqueous solution in column mode,” Bioresour. Technol. , vol. 99, no. 8, pp. 2938–2946, 2008. [6] M. L. J. J Lopicic, Z. R., Stojanovic, M. D, Markovic, S. B., Milojkovic, J. V., Mihajlovic, M. L. Radoicic, T. S. K., Kijevcanin, “Effects of different mechanical treatments on structural changes of lignocellulosic waste biomass and subsequent Cu(II) removal kinetics,” Arab. J. Chem. , 2016. [7] Z. Xie, X., Xiong, H., Zhang, Y., Tong, Z., Liao, A., Qin, “Preparation magnetic cassava residue microspheres and its application for Cu(II) adsorption,” J. Enviornmental Chem. Eng. , vol. 5, pp. 2800–2806, 2017. [8] M. Li, H. X., Zhang, R., Tang, L., Zhang, J., “Use of Cassava Residue for the Removal of Congo Red from Aqueous Solution by a Novel Process Incorporating Adsorption and In Vivo Decolorization,” Bioresources , vol. 9, no. 4, pp. 6682–6698, 2014. [9] M. S. Alrozi, R., Zaamanhuri, A. N., an Osman, “Adsorption of reactive dye Remazol Brilliant Blue R from aqueous solutions by rambutan peel,” IEEE Symp. Humanit. Sci. Eng. Res. , 2012. [10] M. A. Mafra, M. R., Mafra, I., Zuim. D. R., Vasques, C dan Ferreira, “Adsorption Of Remazol Brilliant Blue On An Orange Peel Adsorbent,” Brazilian J. Chem. Eng. , vol. 30, pp. 657–665, 2013. [11] J. Lacerda, V., Sotelo, J., Guimaraes, A., Navarro, S., Bascones, M., Gracia, L., Ramos, P., dan Gil, “Rhodamine B removal with activated carbons obtained from lignocellulosic waste,” J. Environ. Manag. , vol. 155, pp. 67–76, 2015. Gambar 2. Pengaruh pH adsorbat terhadap adsorpsi RBBR Gambar 3. Pengaruh waktu kontak terhadap adsorpsi RBBR pada pH 1
205915ff-76a3-4b9f-8980-fe748d97a735
http://ojs.feb.uajm.ac.id/index.php/AJAR/article/download/449/222
## Atma Jaya Accounting Research (AJAR) Volume 6 Issue 2, August 2023 P-ISSN: 2654-590X, E-ISSN: 2656-0410 This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License The Effect of Training and Use of Information Technology on the Quality of the Financial Statement of Village-Owned Enterprises Muthia Maulita Anggraeni 1 , Sahmin Noholo, Amir Lukum Faculty Business and Economics, Gorontalo State University, Indonesia Abstract: This research aimed to figure out the effect of training and the use of information technology on the quality of the financial statement of village-owned enterprises. This research employed a quantitative descriptive method where the data source of this research was primary data obtained directly from respondents through questionnaires distributed to village-owned enterprises administrators and village officials in Tabongo Subdistrict, Gorontalo Regency. Besides, the total population amounted to 54 people, with a total sample was 30 village-owned enterprises administrators determined by using purposive sampling. The findings denoted that partially, the training variable (X 1 ) had a positive and significant effect on the quality of the financial statement of village- owned enterprises (Y), the use of information technology variable (X 2 ) had no significant effect on the quality of the financial statement of village-owned enterprises (Y). Meanwhile, simultaneously, the training (X 1 ) and the use of information technology (X 2 ) variables had a positive and significant effect on the quality of the financial statement of village-owned enterprises (Y). Keywords: Training, Use of Information Technology, Ouality of the Financial Statement of Village-Owned Enterprises Article Info: Received: April 28th, 2023 | Revised: June 10th, 2023 | Accepted: August 15th, 2023 DOI: https://doi.org/10.35129/ajar.v6i02.449 1 E-mail: mutiamaulitaanggraeni@gmail.com (Correspondence Author) ## Pengaruh Pelatihan dan Penggunaan Teknologi Informasi terhadap Kualitas Laporan Keuangan Badan Usaha Milik Desa Muthia Maulita Anggraeni Sahmin Noholo Amir Lukum Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Negeri Gorontalo, Indonesia Abstrak: Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pelatihan dan penggunaan teknologi informasi terhadap kualitas laporan keuangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriptif. Sumber data penelitian ini yaitu data primer yang diperoleh secara langsung dari responden melalui kuesioner yang disebarkan kepada pengurus BUMDes dan aparat desa yang ada di Kecamatan Tabongo, Kabupaten Gorontalo. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 54 orang dengan penentuan sampel menggunakan teknik purposive sampling sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 30 orang pengurus BUMDes. Hasil penelitian menunjukkan secara parsial variabel pelatihan (X 1 ) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas laporan keuangan BUMDes (Y), variabel penggunaan teknologi informasi (X 2 ) tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas laporan keuangan BUMDes (Y). Sedangkan, secara simultan variabel pelatihan (X 1 ) dan penggunaan teknologi informasi (X 2 ) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas laporan keuangan BUMDes (Y). Kata-kata Kunci: Pelatihan, Penggunaan Teknologi Informasi, Kualitas Laporan Keuangan Badan Usaha Milik Desa ## 1. PENDAHULUAN Pemerintah dapat mendorong kemajuan ekonomi dengan cara pemberdayaan masyarakat dan menciptakan peluang tumbuhnya usaha kecil dan mikro. Kemajuan ekonomi ini tidak hanya untuk daerah perkotaan saja tetapi juga harus merata sampai ke daerah pedesaan. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah pedesaan adalah dengan melalui pertumbuhan usaha mikro desa yaitu Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). BUMDes adalah suatu badan usaha milik desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintah desa dengan tujuan untuk upaya meningkatkan ekonomi desa (Maryunani, 2008). Pendirian BUMDes dimaksudkan sebagai upaya menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum yang dikelola oleh Desa dan/atau kerja sama antar-desa (Permendesa No. 4 Tahun 2015). Tujuan BUMDes didirikan untuk membuat perekonomian desa menjadi baik, mengelola hasil desa agar berguna bagi kesejahteraan desa, membuat pelatihan bagi masyarakat dalam mengelola hasil yang ada di desa, meningkatkan kerja sama antara usaha desa dengan pihak ketiga, menciptakan lapangan pekerjaan dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum masyarakat, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan cara memperbaiki layanan umum, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi desa dan menambah pendapatan masyarakat desa dan meningkatkan pendapatan asli desa. BUMDes juga sebagai sebuah lembaga yang menjalankan kegiatan usaha maka wajib manghasilkan sebuah laporan keuangan. Laporan keuangan BUMDes sendiri merupakan laporan perkembangan dari badan usaha itu sendiri yang akan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan juga pemerintah desa melalui musyawarah desa. Secara umum, laporan keuangan BUMDes tidak berbeda jauh dengan laporan keuangan lembaga lain yang ada pada umumnya. Laporan keuangan diperlukan untuk mengetahui kinerja keuangan BUMDes secara keseluruhan selama satu periode. Laporan keuangan umumnya terdiri dari neraca, laporan laba/rugi, dan laporan perubahan modal. Dalam penyajian laporan keuangan, harus disadari bahwa banyak pihak yang akan mengandalkan informasi dalam laporan keuangan tersebut. Oleh karena itu, informasi keuangan yang tersaji dalam laporan keuangan tersebut harus bermanfaat bagi para pemakai (Sholihat et al ., 2021). Informasi akan bermanfaat apabila informasi tersebut dipahami dan dapat digunakan oleh pemakai. Kualitas laporan keuangan adalah sejauh mana laporan keuangan yang disajikan menunjukkan informasi yang benar dan jujur. Kualitas laporan keuangan berguna sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi bagi pihak yang berkepentingan. Kualitas laporan keuangan dengan berbagai pengukurannya, umumnya digunakan dalam keputusan investasi, perjanjian kompensasi, persyaratan hutang dan keputusan kontrak yang berdasarkan kualitas laporan keuangan (Rosdiani, 2013). Menurut Standar Akuntansi Pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010, ada empat macam karakterisitik dalam pembentukan kualitas laporan keuangan yang menjadikan informasi dalam laporan keuangan mempunyai manfaat, terdiri dari relevan, andal, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami. Kecamatan Tabongo sudah memiliki BUMDes di setiap desa yang dikelola oleh masyarakat desa itu sendiri. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan, BUMDes di kecamatan Tabongo masih menggunakan sistem pencatatan manual yaitu masih menggunakan buku untuk pencatatan transaksi yang terjadi dalam kegiatan BUMDes tersebut dan sering terjadi kesalahan pencatatan, seperti kesalahan pencatatan angka dalam transaksi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas laporan keuangan pemerintah daerah yang akan dibahas dalam penelitian ini, faktor yang pertama adalah Kualitas Pelatihan. Oleh karena itu, kemampuan sumber daya manusia sangat diperlukan, tenaga kerja yang mempunyai kompetensi yang baik sangat mempengaruhi hasil laporan keuangan yang berkualitas. Untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memahami dan berkompeten dalam akuntansi keuangan maka perlu diadakan pelatihan dengan baik. Dengan adanya kualitas pelatihan yang baik maka akan tercipta sumber daya manusia yang berkompeten dalam bidang akuntansi keuangan (Posi & Putra, 2021). Faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas laporan keuangan yang dihasilkan yaitu pemanfaatan teknologi informasi. Pemanfaatan teknologi informasi dapat mempercepat proses penyusunan laporan keuangan (Torabi & Salehi, 2012 dalam Sukarini & Dewi, 2018). Menurut penelitian dari Basudewa & Putri (2020), menunjukkan kualitas laporan keuangan dapat dipengaruhi secara positif serta signifikan oleh pemanfaatan teknologi informasi, sedangkan hasil penelitian Sundari & Rahayu (2019) menunjukkan bahwa kualitas laporan keuangan tidak dapat dipengaruhi oleh pemanfaatan teknologi informasi. Untuk kelangsungan hidup perusahaan tersebut, maka dibutuhkan penggunaan teknologi informasi yang lebih luas. Menurut Bodnar & Hopwood (2003), kualitas informasi merupakan tingkat di mana sebuah data yang telah diproses oleh sistem informasi menjadi memiliki arti bagi penggunanya, yang bisa berupa fakta dan suatu nilai yang bermanfaat. Informasi akuntansi juga dapat menjadi faktor pengendalian pengawasan BUMDes dari upaya tindakan fraud . Fraud adalah kecurangan yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan keuntungan pribadi (Sholehah & Ishak, 2020), sementara itu Ishak (2019) menjelaskan sistem yang baik akan memberikan kepuasan tersendiri bagi penggunanya. Pemanfaatan teknologi informasi akan sangat membantu mempercepat proses pengolahan data transaksi dan penyajian laporan keuangan, serta dapat menghindari kesalahan dalam melakukan posting dari dokumen, jurnal, buku besar hingga menjadi suatu laporan keuangan, sehingga laporan keuangan tersebut tidak kehilangan nilai informasi laporan keuangan (Torabi & Salehi, 2012). Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pelatihan dan Penggunaan Tekonologi Informasi terhadap Kualitas Laporan Keuangan BUMDes” . ## Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan maka yang menjadi rumusan masalah adalah apakah terdapat pengaruh pelatihan dan penggunaan teknologi informasi secara parsial terhadap kualitas laporan keuangan BUMDes? Serta apakah terdapat pengaruh pelatihan dan penggunaan teknologi informasi secara simultan terhadap kualitas laporan keuangan BUMDes? ## Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan dan penggunaan teknologi informasi secara parsial terhadap kualitas laporan keuangan BUMDes, serta untuk mengetahui pengaruh pelatihan dan penggunaan teknologi informasi secara simultan terhadap kualitas laporan keuangan BUMDes. ## 2. TINJAUAN LITERATUR ## Kualitas Laporan Keuangan Laporan keuangan adalah catatan akuntansi suatu entitas pada suatu periode akuntansi yang dapat menggambarkan kinerja entitas tersebut. Menurut Mahsun (2011), laporan keuangan merupakan hasil dari proses akuntansi yang berisi informasi keuangan. Informasi keuangan yang terdapat dalam laporan keuangan tersebut digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, baik untuk pihak internal ataupun pihak eksternal. Menurut Pitria (2022), laporan keuangan milik desa adalah proses pencatatan dari transaksi yang terjadi di desa, dibuktikan dengan nota-nota, kemudian dilakukan pencatatan dan pelaporan keuangan, sehingga akan menghasilkan informasi dalam bentuk laporan keuangan yang digunakan pihak-pihak yang berhubungan dengan desa. Tujuan dari pembuatan laporan keuangan milik desa adalah untuk mengetahui tingkat efektivitas, efisiensi, dan kebermanfaatan pengelolaan sumber daya ekonomi oleh pemerintah desa. Salah satu pendapatan yang diperoleh oleh desa adalah dengan terbentuknya badan usaha milik desa (BUMDes). Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar pengguna laporan keuangan dalam membuat keputusan ekonomi. Laporan keuangan merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban dari manajer bagian keuangan (Mahmudi, 2011). Menurut Hatauruk (2017), tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu entitas yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Dengan demikian, maka tujuan dari laporan keuangan adalah suatu pertanggungjawaban yang dapat memberikan informasi tentang kinerja keuangan suatu perusahaan yang diperlukan oleh pihak tertentu agar dapat digunakan dalam pengambilan keputusan. Kriteria dan unsur-unsur kualitas atau nilai informasi dari laporan keuangan pemerintah telah ditentukan Standar Akuntansi Pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Terdapat empat macam karakterisitik kualitas informasi keuangan, yaitu: 1. Relevan, informasi dikatakan relevan apabila informasi tersebut memiliki manfaat dan dapat mempengaruhi pengambilan keputusan manajerial. Informasi yang relevan dapat digunakan untuk mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa sekarang, dan masa depan ( predictive value ), dan memperbaiki harapan yang telah dibuat sebelumya ( feedback value ), serta informasi harus tersedia tepat waktu bagi pengguna informasi untuk pengambilan keputusan ( timeliness ). 2. Reliable /Andal, keandalan informasi bergantung pada kemampuan suatu informasi dalam menyajikan secara wajar keadaan atau peristiwa yang disajikan dengan keadaan yang sebenarnya terjadi. Keandalan informasi akan berbeda tergantung pada level pemakai, tingkat pemahaman pada aturan dan standar yang digunakan untuk menyajikan informasi tersebut. Suatu informasi dikatakan andal apabila: a. Dapat diverifikasi ( verifiable ), suatu informasi diuji kebenarannya oleh orang yang berbeda dengan metode yang sama akan menghasilkan hasil akhir yang sama. b. Netral, tidak ada unsur bias dalam penyajian laporan atau informasi keuangan. c. Penyajian secara wajar ( faithfulness representation ), menggambarkan keadaaan secara wajar dan lengkap, menunjukkan hubungan antara data akuntansi dan peristiwa-peristiwa yang sebenarnya digambarkan oleh data tersebut. 3. Dapat dibandingkan, informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih bermanfaat apabila dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya. Perbandingan dapat dilakukan secara internal dan eksternal. Perbandingan secara internal dilakukan apabila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal dilakukan apabila entitas yang dibandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. 4. Dapat dipahami, informasi dikatakan bermanfaat apabila dapat dengan mudah dipahami oleh pihak pengguna dan dinyatakan dalam bentuk istilah yang disesuaikan dengan batas penggunaan. Pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan operasi entitas pelaporan, serta adanya kemauan pengguna untuk mempelajari informasi yang dimaksud. ## Pelatihan Sumantri (2000) mengartikan pelatihan sebagai: “proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir. Para peserta pelatihan akan mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang sifatnya praktis untuk tujuan tertentu”. Pelatihan adalah suatu proses membantu orang lain dalam memperoleh skill dan pengetahuan (Mangkunegara, 2007). Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud pelatihan dalam hal ini adalah proses pendidikan yang di dalamnya ada proses pembelajaran dilaksanakan dalam jangka pendek, bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan, sehingga mampu meningkatkan kompetensi individu untuk menghadapi pekerjaan di dalam organisasi sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. ## Penggunaan Teknologi Informasi Menurut Jurnali & Supomo (2002), pemanfaatan tingkat integrasi TI pada pelaksanaan tugas-tugas akuntansi terdiri dari: bagian akuntansi/keuangan memiliki komputer yang cukup untuk melaksanakan tugas, jaringan internet telah terpasang di unit kerja, jaringan komputer telah dimanfaatkan sebagai penghubung antara unit kerja dalam pengiriman data dan informasi yang dibutuhkan, proses akuntansi sejak awal transaksi hingga pembuatan laporan keuangan dilakukan secara komputerisasi, pengolahan data transaksi keuangan menggunakan software yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, laporan akuntansi dan manajerial dihasilkan dari sistem informasi yang terintegrasi, adanya jadwal pemeliharaan peralatan secara teratur, dan peralatan yang usang rusak didata dan diperbaiki tepat pada waktunya. ## 3. METODE PENELITIAN ## Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan dan penggunaan teknologi informasi terhadap kualitas laporan keuangan BUMDes se-kecamatan Tabongo, Kab. Gorontalo. Waktu penelitian dilakukan sejak Juni 2022 sampai selesai. ## Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini berjumlah 54 orang, yang terdiri dari seluruh pengurus BUMDes yaitu terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, kepala desa, sekretaris desa, bendahara desa, dari 9 desa yang ada di Kecamatan Tabongo, Kabupaten Gorontalo. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 responden yang merupakan pengurus BUMDes dan aparat desa. ## Teknik Pengumpulan Data Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang berhubungan dengan variabel yang diteliti yaitu: data primer yaitu pengambilan data dilakukan secara langsung yang berasal dari sumbernya dengan melakukan wawancara dan observasi langsung di lapangan dengan membagikan kuesioner kepada pengurus BUMDes dan Perangkat Desa. ## Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan teknik analisis statistik deskriptif. Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer yaitu SPSS ( Statistical Package for Social Science ). Adapun model penelitian ini menggunakan uji regresi berganda ( multiple regression analysis ). Sebelum mendapatkan persamaan terbaik maka terlebih dahulu data dapat dijamin validitasnya dan keandalan dari item-item pertanyaan yang diajukan. ## 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Tabel 1. Uji Validitas Variabel Item Nilai r hitung Nilai r tabel Keterangan Pelatihan (X 1 ) 1 0,683 0,361 Valid 2 0,457 0,361 Valid 3 0,729 0,361 Valid 4 0,610 0,361 Valid 5 0,652 0,361 Valid 6 0,546 0,361 Valid 7 0,727 0,361 Valid 8 0,643 0,361 Valid 9 0,639 0,361 Valid 10 0,768 0,361 Valid Penggunaan Teknologi Informasi (X 2 ) 1 0,907 0,361 Valid 2 0,899 0,361 Valid 3 0,877 0,361 Valid 4 0,700 0,361 Valid Kualitas Laporan Keuangan (Y) 1 0,566 0,361 Valid 2 0,756 0,361 Valid 3 0,803 0,361 Valid 4 0,394 0,361 Valid 5 0,623 0,361 Valid 6 0,730 0,361 Valid 7 0,561 0,361 Valid 8 0,764 0,361 Valid 9 0,812 0,361 Valid 10 0,654 0,361 Valid Sumber: Hasil pengolahan data SPSS (2022) Berdasakan tabel 1 hasil uji validitas, pertanyaan yang digunakan dalam mengukur validitas pelatihan, penggunaan teknologi informasi, dan kualitas laporan keuangan memiliki nilai r hitung lebih besar dari 0,361 sehingga dapat dikatakan valid dan dapat digunakan dalam pengumpulan data penelitian dan pengujian hipotesis penelitian. Tabel 2. Uji Reliabilitas Variabel r hitung Cronbach’s Alpha Keterangan Kualitas Laporan Keuangan 0,859 0,6 Reliabel Pelatihan 0,845 0,6 Reliabel Penggunaan Teknologi Informasi 0,868 0,6 Reliabel Sumber: Hasil pengolahan data SPSS (2022) Berdasarkan tabel 2 uji reliabilitas dapat dilihat bahwa kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini telah reliabel, hal itu dapat dilihat dari nilai Cronbach’s Alpha lebih dari 0,6 sehingga dapat digunakan untuk mengukur variabel dalam penelitian ini. Tabel 3. Analisis Uji Statistik Deskriptif Variabel Pelatihan (X 1 ) No Indikator Variabel Penelitian Interval Keterangan Mean Pelatihan 1 Saya telah mengikuti pelatihan yang berhubungan dengan usaha saya (X 1.1 ) 4,30 Sangat Baik/ Sangat Tinggi 2 Penting bagi saya untuk mengikuti pelatihan tersebut (X 1.2 ) 4,47 Sangat Baik/ Sangat Tinggi 3 Kesesuaian materi pelatihan dengan pekerjaan (X 1.3 ) 3,97 Baik/Tinggi Materi 4 Pelatihan-pelatihan mengenai penyusunan laporan keuangan selalu dilakukan secara rutin (X 1.4 ) 4,13 Baik/Tinggi 5 Pengurus BUMDes perlu diberikan pelatihan tentang dasar penyusunan laporan keuangan sesuai dengan perkembangan standar keuangan yang ada (X 1.5 ) 4,47 Sangat Baik/ Sangat Tinggi 6 Pelatihan-pelatihan penyusunan keuangan sangat membantu dalam menyelesaikan pekerjaan (X 1.6 ) 4,57 Sangat Baik/ Sangat Tinggi Metode 7 Tingkat ketepatan metode yang digunakan dalam penyampaian materi (X 1.7) 3,80 Baik/Tinggi 8 Metode pelatihan yang diberikan menarik (X 1.8 ) 3,97 Baik/Tinggi Instruktur 9 Pelatihan dipandu oleh instruktur yang sesuai (X 1.9 ) 4,10 Baik/Tinggi 10 Instruktur bekerja secara profesional dalam pelatihan (X 1.10 ) 4,17 Baik/Tinggi Jumlah rata-rata (mean) 4,19 Baik/Tinggi Sumber: Hasil pengolahan data SPSS (2022) Berdasarkan tabel 3 hasil uji statistik deskriptif, vaiabel pelatihan (X 1 ) dapat dilihat bahwa rata-rata keseluruhan adalah sebesar 4,19% yang berada pada kategori baik/tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa variabel pelatihan baik/tinggi dalam kualitas laporan keuangan BUMDes di Kecamatan Tabongo. Tabel 4. Uji Statistik Deskriptif Variabel Penggunaan Teknologi Informasi (X 2 ) No Indikator Variabel Penelitian Interval Keterangan Mean Intensitas pemanfaatan 1 Pengurus BUMDes telah menggunakan komputer dalam menyusun laporan keuangan (X 2.1 ) 3,83 Baik/Tinggi 2 Proses akuntansi dilakukan secara komputerisasi (X 2.2 ) 3,97 Baik/Tinggi 3 Saya sebagai pengelola keuangan/akuntansi telah memanfaatkan jaringan lokal atau internet di unit kerja sebagai penghubung dalam pengiriman informasi yang dibutuhkan (X 2.3 ) 4,10 Baik/Tinggi 4 Instansi (BUMDes) telah memasang jaringan internet (X 2.4 ) 3,80 Baik/Tinggi Jumlah rata-rata (mean) 3,92 Baik/Tinggi Sumber: Hasil pengolahan data SPSS (2022) Berdasarkan tabel 4 uji statistik deskriptif, vaiabel penggunaan teknologi infomasi (X 2 ) dapat dilihat bahwa rata-rata keseluruhan adalah sebesar 3,92% yang berada pada kategori baik/tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa variabel pelatihan baik/tinggi dalam kualitas laporan keuangan BUMDes di Kecamatan Tabongo. ## Tabel 5. Uji Statistik Deskriptif Variabel Kualitas Laporan Keuangan (Y) No Indikator Variabel Penelitian Interval Keterangan Mean Relevan 1 Laporan keuangan yang dihasilkan BUMDes membantu pengguna untuk memprediksi masa yang akan datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini (Y 1.1 ) 4,23 Sangat Baik/ Sangat Tinggi 2 Laporan Keuangan BUMDes selesai sesuai dengan waktu pelaporan (tepat waktu) sehingga bermanfaat dalam pengambilan keputusan (Y 1.2 ) 4,07 Baik/Tinggi ## Andal 3 Laporan keuangan yang dihasilkan BUMDes telah sesuai dengan kenyataan (penyajiannya jujur) (Y 1.3 ) 4,10 Baik/Tinggi 4 Laporan keuangan yang dihasilkan BUMDes untuk kepentingan umum dan bukan untuk kepentingan pihak tertentu (Y 1.4 ) 4,20 Baik/Tinggi 5 Laporan keuangan yang dihasilkan BUMDes, apabila dilakukan pengujian atau verifikasi hasilnya tidak jauh berbeda dengan yang diterbitkan (Y 1.5 ) 4,10 Baik/Tinggi ## Dapat Dibandingkan 6 Laporan keuangan yang dihasilkan BUMDes dapat dibandingkan dengan laporan pada periode sebelumnya (Y 1.6 ) 4,03 Baik/Tinggi 7 Laporan keuangan yang dihasilkan dapat dibandingkan dengan laporan instansi lain yang sejenis (Y 1.7 ) 4,17 Baik/Tinggi ## Dapat Dipahami 8 Laporan Keuangan yang dihasilkan BUMDes menyajikan informasi secara jelas (Y 1.8 ) 4,13 Baik/Tinggi 9 Laporan keuangan yang dihasilkan BUMDes dapat dipahami oleh pengguna (Y 1.9 ) 4,33 Sangat Baik/ Sangat Tinggi 10 Laporan keuangan yang dihasilkan BUMDes dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna (Y 1.10 ) 4,37 Sangat Baik/ Sangat Tinggi Jumlah rata-rata (mean) 4,17 Baik/Tinggi Sumber: Hasil pengolahan data SPSS (2022) Berdasarkan tabel 5 uji statistik deskriptif, vaiabel kualitas laporan keuangan (Y) dapat dilihat bahwa rata-rata keseluruhan adalah sebesar 4,17% yang berada pada kategori baik/tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa variabel pelatihan baik/tinggi dalam kualitas laporan keuangan BUMDes di Kecamatan Tabongo. ## Tabel 6. Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 30 Normal Parameters a ,b Mean 0000000 Std. Deviation 2,41916283 Most Extreme Differences Absolute ,116 Positive ,116 Negative - ,116 Test Statistic ,116 Asymp. Sig. (2-tailed) ,200 c,d Sumber: Hasil pengolahan data SPSS (2022) Berdasarkan tabel 6 hasil pengolahan data uji normalitas dengan menggunakan rumus Kolmogorov-Smirnov Test , maka dapat diperoleh bahwa nilai Asymp.sig. (2- tailed ) untuk variabel pelatihan (X 1 ), penggunaan teknologi informasi (X 2 ), dan kualitas laporan keuangan BUMDes (Y) adalah 0,200 lebih besar dari 0,05 (0,200 > 0,05) sehingga dapat dikatakan data berdistribusi normal. Tabel 7. Hasil Uji Multikolinearitas Coefficients a Model Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 ( Constant ) Pelatihan ,584 1,714 Penggunaan Teknologi Informasi ,584 1,714 Sumber: Hasil pengolahan data SPSS (2022) Berdasarkan tabel 7 hasil uji multikolinearitas dapat dilihat bahwa nilai tolerance variabel pelatihan (X 1 ) dan variabel penggunaan teknologi informasi (X 2 ) sebesar 0,584 > 0,1, serta nilai VIF 1,714 < 10,00. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala multikolinearitas pada setiap variabel independen. ## Gambar 1. Hasil Uji Heteroskedastisitas Dari hasil analisis gambar 1 maka dapat dilihat bahwa titik-titiknya tidak teratur atau menyebar di atas maupun di bawah angka nol pada sumbu Y sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Tabel 8. Hasil Uji Analisis Berganda Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 ( Constant ) 3,979 4,103 ,970 ,341 Pelatihan (X 1 ) ,787 ,127 ,752 6,189 ,000 Penggunaan Tekonologi Informasi (X 2 ) ,302 ,208 ,176 1,451 ,158 Sumber: Hasil pengolahan data SPSS (2022) Dari hasil analisis tabel 8 pada kolom Unstandardized Coefficients (B), tertera nilai constant B sebesar 3,979, koefisien pelatihan (X 1 ) sebesar 0,787 dan koefisien penggunaan teknologi informasi (X 2 ) sebesar 0,302. Dengan demikian, dapat ditulis persamaan analisis regresi berganda dalam penelitian ini adalah: Y = 3,979 + 0,787 X 1 + 0,302 X 2 + e ………………….……………………………..(1) Berdasarkan model persamaan regresi tersebut, maka dapat diinterpretasikan sebagai berikut: 1. Nilai konstanta sebesar 3,979 tersebut merupakan nilai tetap yang berarti bahwa Kualitas Laporan Keuangan BUMDes apabila tidak terdapat pengaruh dari variabel independen yakni Pelatihan dan Penggunaan Teknologi Informasi, maka nilainya adalah sebesar 3,979. 2. Nilai koefisien regresi variabel Pelatihan (X 1 ) sebesar 0,787, menunjukkan setiap terjadi kenaikan satu persen pada variabel Pelatihan maka akan mempengaruhi Kualitas Laporan Keuangan BUMDes sebesar 0,787. 3. Nilai koefisien regresi variabel Penggunaan Teknologi Informasi (X 2 ) sebesar 0,302 menunjukkan setiap terjadi kenaikan satu persen pada variabel Penggunaan Teknologi Informasi maka akan mempengaruhi Kualitas Laporan Keuangan BUMDes sebesar 0,302. ## Tabel 9. Uji Parsial (t) Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 ( Constant ) 3,979 4,103 ,970 ,341 Pelatihan (X 1 ) ,787 ,127 ,752 6,189 ,000 Penggunaan Tekonologi Informasi (X 2 ) ,302 ,208 ,176 1,451 ,158 Sumber: Hasil pengolahan data SPSS (2022) 1. Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai t hitung sebesar 6,189 > 1,703 atau nilai probabilitas sebesar 0,000 < 0,05, maka H 0 ditolak dan H 1 diterima sehingga bisa disimpulkan bahwa pelatihan dapat berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas laporan keuangan BUMDes. 2. Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai t hitung sebesar 1,451 < 1,703 atau nilai probabilitas sebesar 0,158 > 0,05, maka H 2 ditolak dan H 0 diterima sehingga bisa disimpulkan bahwa penggunaan teknologi informasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas laporan keuangan BUMDes. Tabel 10. Hasil Uji Simultan ANOVA a Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 560,149 2 280,074 44,556 ,000 b Residual 169,718 27 6,286 Total 729,867 29 Sumber: Hasil pengolahan data SPSS (2022) Tabel 10 menunjukkan bahwa hasil uji F diperoleh nilai F hitung sebesar 44,556 > F tabel 3,35 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa variabel pelatihan (X 1 ) dan penggunaan teknologi informasi (X 2 ) berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap kualitas laporan keuangan BUMDes (Y). Tabel 11. Hasil Uji Koefisien Determinan Model Summary b Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 ,876 a ,767 ,750 2,507 Sumber: Hasil pengolahan data SPSS (2022) Pada tabel 11 menunjukkan bahwa nilai R square sebesar 0,767 atau 76,7%, hal ini menunjukkan bahwa variabel kualitas laporan keuangan BUMDes dapat dijelaskan oleh variabel pelatihan dan penggunaan teknologi informasi sebesar 76,7% sedangkan sisanya 23,3% disebabkan oleh variabel lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini. ## Pembahasan Pengaruh Pelatihan terhadap Kualitas Laporan Keuangan BUMDes Berdasarkan hasil penelitian bahwa pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas laporan keuangan BUMDes, sehingga hipotesis pertama yaitu “Pengaruh Pelatihan terhadap Kualitas Laporan Keuangan BUMDes Se-kecamatan Tabongo” diterima. Hal ini membuktikan bahwa semakin baik dan semakin banyak pelatihan yang diikuti dan juga dilaksanakan akan berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan BUMDes. Berdasarkan fakta empiris melalui penyebaran kuesioner pada kantor desa dan juga pengurus BUMDes di Kecamatan Tabongo, Kabupaten Gorontalo menunjukkan bahwa pelatihan ditinjau dari indikator pernyataan memiliki interpretasi/penafsiran baik/tinggi yaitu pelatihan yang dilakukan secara rutin dan juga pelatihan dipandu oleh instruktur yang profesional, dan juga kesadaran dari pengurus BUMDes akan pentingnya mengikuti pelatihan baik tentang materi penyusunan laporan keuangan ataupun tentang pengembangan usaha yang dapat dilihat dari data empiris melalui penyebaran kuesioner yang dapat ditinjau dari pernyataan yang memiliki interpretasi/penafsiran sangat baik/sangat tinggi. Hal ini dibuktikan dengan pengurus BUMDes yang sering mengikuti pelatihan yang dilakukan oleh pemerintah tentang penyusunan laporan keuangan dan juga tentang BUMDes sehingga dengan adanya pelatihan tersebut bisa membuat pengurus BUMDes lebih berkembang dalam menjalankan usahanya dan juga dapat membantu menyelesaikan pekerjaan pengurus. Hasil penelitian ini mendukung goal setting theory (Locke, 1960). Teori ini menjelaskan hubungan antara tujuan yang ditetapkan dengan prestasi kerja (kinerja). Dalam teori ini juga dijelaskan bahwa penetapan tujuan yang menantang (sulit) dapat diukur dengan memiliki kemampuan dan keterampilan kerja (Saraswati, 2019:11). Dalam penelitian ini, kualitas laporan keuangan merupakan tujuan yang ingin dicapai. Dengan demikian, pencapaian tujuan tersebut harus didukung oleh faktor pelatihan sebagai prestasi kerja, sehingga pelatihan yang baik akan menghasilkan kemampuan dan keterampilan yang baik maka hal ini akan berpengaruh dalam kualitas laporan keuangan BUMDes yang semakin baik pula. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Infantriani (2021), yang meneliti tentang pengaruh tingkat pendidikan, pengalaman kerja, pelatihan, penggunaan teknologi informasi, dan pengendalian intern terhadap kualitas laporan keuangan BUMDes di Kabupaten Magelang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelatihan berpengaruh positif terhadap kualitas laporan keuangan. Penelitian Posi & Putra (2021) menunjukkan bahwa pelatihan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kualitas laporan keuangan BUMDes. Hal ini berarti semakin baik dan semakin banyak pelatihan yang diikuti oleh pengurus BUMDes maka akan semakin meningkatkan kualitas laporan yang dihasilkan dari pengurus BUMDes. ## Pengaruh Penggunaan Teknologi Informasi terhadap Kualitas Laporan Keuangan BUMDes Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa penggunaan teknologi informasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas laporan keuangan BUMDes. Berdasarkan fakta empiris melalui penyebaran kuesioner pada kantor desa dan juga pengurus BUMDes di Kecamatan Tabongo, Kabupaten Gorontalo menunjukkan bahwa penggunaan teknologi informasi ditinjau dari pernyataan memiliki interpretasi/penafsiran baik/tinggi yaitu penggunaan komputer dalam penyusunan laporan keuangan. Hal ini membuktikan bahwa pengurus BUMDes di Kecamatan Tabongo, Kabupaten Gorontalo sudah melakukan pelaporan keuangan menggunakan teknologi informasi tetapi hal ini bertentangan dengan hasil penelitian yang mengatakan bahwa penggunaan teknologi informasi tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas laporan keuangan, hal ini dikarenakan beberapa desa di Kecamatan Tabongo, Kabupaten Gorontalo masih belum mau dan kurang paham dalam menggunakan teknologi informasi itu. Tetapi ada beberapa desa di Kecamatan Tabongo, kabupaten Gorontalo yang sudah menggunakan dan paham dalam menggunakan teknologi informasi. Sehingga faktor ini bisa mempengaruhi kinerja pelaporan keuangan BUMDes, karena dengan menggunakan teknologi informasi maka akan mempermudah pelaporan keuangan dan juga akan meminimalisir kesalahan dalam pencatatan jika dibandingkan dengan pelaporan yang dihasilkan dengan cara manual. Dengan menggunakan teknologi informasi juga tidak akan memakan banyak waktu sehingga laporan yang dihasilkan bisa tepat waktu. Penelitian ini juga didukung penelitian yang dilakukan oleh Infantriani (2021) yaitu hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penggunaan teknologi informasi tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas laporan keuangan BUMDes. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa penggunaan teknologi informasi tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas laporan keuangan BUMDes di Kecamatan Tabongo. Tetapi hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ishak & Syam (2020) dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa variabel penggunaan teknologi informasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas laporan keuangan BUMDes. Penelitian (Dewi & Yuniasih, 2021) yang hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penggunaan teknologi informasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas laporan keuangan BUMDes. Hal ini berarti menunjukkan bahwa penggunaan teknologi informasi dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan BUMDes tetapi hal ini berbeda dengan hasil penelitian bahwa penggunaan teknologi informasi tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas laporan keuangan BUMDes di kecamatan Tabongo. ## Pengaruh Pelatihan dan Penggunaan Teknologi Informasi terhadap Kualitas Laporan Keuangan BUMDes Berdasarkan hasil penelitian bahwa pelatihan dan penggunaan teknologi informasi secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas laporan keuangan BUMDes di Kecamatan Tabongo, Kabupaten Gorontalo. Hal ini dapat dilihat penyebaran kuesioner pada aparat desa dan juga pengurus BUMDes bahwa pelatihan dan penggunaan teknologi informasi memiliki interpretasi/penafsiran yang baik/tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik variabel pelatihan (X 1 ) dan penggunaan teknologi informasi (X 2 ), maka akan semakin baik pula kualitas laporan keuangan BUMDes di Kecamatan Tabongo, Kabupaten Gorontalo. Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Infantriani (2021), yang hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pelatihan dan penggunaan tekonologi informasi berpengaruh positif terhadap kualitas laporan keuangan. ## 5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengujian dan analisis data dapat disimpulkan bahwa: 1. Pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas laporan keuangan BUMDes, hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak pelatihan yang diikuti maka akan semakin baik pula kualitas laporan keuangan yang dihasilkan. 2. Penggunaan teknologi informasi tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas laporan keuangan BUMDes, hal ini dikarenakan masih ada pengurus BUMDes di beberapa desa yang masih belum paham dalam menggunakan teknologi informasi. 3. Pelatihan dan penggunaan teknologi informasi secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas laporan keuangan BUMDes. ## Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang dapat disampaikan yaitu: 1. Bagi pengurus BUMDes yang ada di kecamatan Tabongo, disarankan agar dapat meningkatkan pengetahuan tentang penggunaan teknologi informasi agar bisa lebih mempermudah dalam penyusunan laporan keuangan sehingga bisa meningkatkan kualitas laporan keuangan BUMDes. 2. Bagi pihak pemerintah desa, agar dapat meningkatkan monitoring dan evaluasi kinerja dan laporan keuangan BUMDes agar lebih mengetahui perkembangan dari setiap BUMDes. 3. Bagi peneliti selanjutnya, untuk dapat menambahkan variabel lainnya yang belum diteliti, seperti penerapan standar akuntansi pemerintah, pengalaman kerja, pemahaman akuntansi, tingkat pendidikan serta variabel lain yang berhubungan dengan kualitas laporan keuangan BUMDes sehingga dapat memperbaiki pengaruh secara signifikan. ## DAFTAR PUSTAKA Jurnal: Basudewa, I. G. T., & Putri, I. G. A. M. A. D. (2020). Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Pemanfaatan Teknologi Informasi pada Kualitas Laporan Keuangan Desa. E-Jurnal Akuntansi , 30 (7), 1658. https://doi.org/10.24843/eja.2020.v30.i07.p04 Dewi, N. L. M., & Yuniasih, N. W. (2021). Pengaruh Pemanfaatan Teknologi Informasi, Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Kerja terhadap Kualitas Laporan Keuangan pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Se-Kecamatan Mengwi. 1–14. Infantriani, D. (2021). Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengalaman Kerja, Pelatihan, Penggunaan Teknologi Informasi dan Pengendalian Intern terhadap Kualitas Laporan Keuangan (Studi Empiris pada BUMDes di Kabupaten Magelang). www.bumdes.id Ishak, P. (2019). Penerapan Simda dan Pengaruhnya terhadap Kepuasan Pengguna Jasa Informasi Akuntansi. Al-Buhuts , 15(1) , 55–67. Ishak, Parmin, & Syam, F. (2020). Pengaruh Kompetensi dan Penggunaan Teknologi Informasi Akuntansi terhadap Kualitas Laporan Keuangan BUMDes. Journal of Technopreneurship on Economics and Business Review , 1 (2), 120–130. https://jtebr.unisan.ac.id/index.php/jtebr/article/view/45 Jurnali, T., & Supomo, B. (2002). Pengaruh Faktor Kesesuaian Tugas-Teknologi dan Pemanfaatan TI terhadap Kinerja Akuntan Publik. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia , 5 (2), 214–228. Pitria, N. G. A. (2022). Penyusunan Laporan Keuangan BUMDes Menggunakan Aplikasi Keuangan Milik Desa Delod Peken Tabanan. Parta: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat , 2 (2), 114–118. https://doi.org/10.38043/parta.v2i2.3353 Posi, S. H., & Putra, S. P. A. M. (2021). Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pemahaman Akuntansi dan Pelatihan Penyusunan Laporan Keuangan terhadap Pelaporan Keuangan BUMDes Berdasarkan SAK ETAP. JIMAT (Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi) , 12 (2), 463–469. Rosdiani, H. T. (2013). Pengaruh Sistem Pengendalian Internal Audit Laporan Keuangan dan Penerapan Good Corporate Governance terhadap Kualitas Laporan Keuangan. Universitas Islam Syarif Hidayatullah . Sholehah, N. L. H., & Ishak, P. (2020). The Determinant of Whistleblowing Intension of Village Officialas A Prevention of Fraud in the District of Wonosari. Jurnal Ekonomi dan Manajemen (JEM) , 14(1) , 196–207. Sholihat, W., Corrina, F., Manajemen, P. S., Manajemen, P. S., Pendidikan, T., & Kerja, P. (2021). Analysis of Factors Affecting the Quality of Financial Statement of BUMDes in Pasir Penyu District, Indragiri Hulu Regency . 4328 , 198–213. Sukarini, L., & Dewi, P. E. D. M. (2018). Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengalaman Kerja, Pelatihan, dan Penggunaan Teknologi Informasi terhadap Kualitas Laporan Keuangan BUMDes di Kecamatan Negara. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi , 9 (3), 85–97. Sundari, H., & Rahayu, S. (2019). Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia, Pemanfaatan Teknologi Informasi, dan Sistem Pengendalian Intern terhadap Kualitas Laporan Keuangan (Studi Kasus pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Bandung Tahun 2018). Jurnal E-Proceeding of Management , 6 (1), 660–667. Torabi, E., & Salehi, M. (2012). The Role of Information Technology in Financial Reporting Quality: Iranian Scenario. Poslovna Izvrsnost , 6 (1), 127–127. Buku: Bodnar, G. H., & Hopwood, W. S. (2003). Sistem Informasi Akuntansi. Indeks kelompok Gramedia. Hatauruk, M. R. (2017). Akuntansi Perusahaan Jasa. Indeks. Mahmudi. (2011). Akuntansi Sektor Publik. Penerbit UII Press. Mahsun. (2011). Akuntansi Sektor Publik. BPFE Yogyakarta. Mangkunegara, A. P. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Remaja Rosdakarya. Maryunani. (2008). Pembangunan BUMDes dan Pemberdayaan Pemerintah Desa. CV Pustaka Setia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71. (2010). 210. Sumantri, S. (2000). Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Fakultas Psikologi Unpad.
7b07a090-9dd7-4b74-bd75-fffc254215a1
https://jmm.ikestmp.ac.id/index.php/maskermedika/article/download/384/324
## HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN MEKANISME KOPING YANG BERFOKUS PADA MASALAH DENGAN KENAKALAN PADA REMAJA Ayu Dekawaty Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Muhammadiyah Palembang Email : nyimasayudekawaty@gmail.com ## ABSTRAK Latar Belakang: Remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menjadi dewasa, terjadi perubahan-perubahan mulai dari perubahan fisik, proses berfikir, emosi, dan perasaan mampu untuk menjadi dewasa. Remaja adalah individu yang berusia 11-21 tahun dan belum menikah. Pada masa transisi tersebut kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis, yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Kemampuan remaja untuk memecahkan masalahnya secara adekuat berpengaruh terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional dan teknik purposive sampling pada siswa Panti Sosial X. Jumlah responden yang diambil dalam penelitian ini adalah 80 responden. Variabel independen adalah mekanisme koping yang berfokus pada masalah ( causioness, instrumental action , dan negotiation ) dan variabel dependen kenakalan pada remaja di Panti Sosial Marsudi Putra Dharmapala Indralaya (kenakalan biasa/ringan, kenakalan sedang, serta kenakalan khusus/ berat). Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Penelitian ini menggunakan uji Chi-square (X 2 ) dengan tingkat kesalahan 5% atau 0,05. Hasil penelitian: menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara penggunaan mekanisme koping yang berfokus pada masalah dengan kenakalan pada remaja (ρ value 0,000). Secara spesifik didapatkan hasil ρ value 0,002 untuk ‘instrumental action’ serta ρ value 0,005 untuk ‘negotiation’ , yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kedua variabel tersebut. Sedangkan ‘causioness’ memiliki ρ value 0,0819 yang artinya tidak terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut. Diskusi: siswa diharapkan dapat menggunakan mekanisme koping yang adaptif sehingga dapat menyelesaikan setiap permasalahan dengan baik. Kata kunci : Mekanisme Koping dan Kenakalan Remaja ## ABSTRACT Introduction: Adolescent is a transition period from child to adult, there are many changes from physical, thought process, and feeling can be an adult. Adolescent is a person of 11-21 years old and not yet marriage. In the transition period may be can lead a crisis period, that will be a juvenile delinquency. The adolescentia’s potency to solve a problem adequately influences how easily he looks for problem solving. Method: The method of this research is analytic with cross sectional design and purposive sampling technique to student at Social Building X. The responden of this research is 80 people. The independent variable is problem focused coping mechanism (causionee, instrumental action, and negotiation) and the dependent variable is juvenile delinquency (general delinquency, moderate delinquency, and heavy delinquency). Data is collected by questioner. This research use chi-square test with significant level 5% (0,05). Result: This research result show there is a significant correlation of problem focused coping mechanism’s utilization and juvenile (ρ value 0,000). Spesificaly, ρ value 0,002 for instrumental action and ρ value 0,005 for negotiation, that show there is correlation of that variable. Even though causioness have ρ value 0,0819, that means there is not significant correlation of that variable. Discussion: we have to expect for student to use adaptively’s coping mechanism so can solve many problems well. Keyword : Problem focused Coping Mechanism and Juvenile Delinquency ## PENDAHULUAN Di era globalisasi yang penuh dengan perubahan nilai-nilai moral seperti saat ini, sikap dan tingkah laku manusia juga banyak yang ikut berubah. Dalam situasi demikian orang-orang cenderung memakai cara sendiri dalam usaha mencapai tujuan yang diinginkan sehingga timbullah banyak penyimpangan tingkah laku dan perbuatan kriminal, khususnya yang dilakukan oleh remaja dan orang-orang muda (Kartono, 2003). Remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menjadi dewasa, terjadi perubahan-perubahan mulai dari perubahan fisik, proses berfikir, emosi, dan perasaan mampu untuk menjadi dewasa. Remaja adalah individu yang berusia 11-24 tahun dan belum menikah (Sarwono, 2005). Pada masa transisi tersebut kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis, yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Pada kondisi tertentu perilaku menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang mengganggu (Ekowarni, 1993). Banyak remaja yang akhirnya menyelesaikan masalah tidak sesuai dengan harapan mereka, hal tersebut disebabkan karena ketidakmampuan mereka untuk mengatasi masalahnya menurut cara yang mereka yakini. Seperti dijelaskan oleh Anna dalam Hurlock (1980), “Banyak kegagalan yang seringkali disertai akibat yang tragis, bukan karena ketidakmampuan individu tetapi karena kenyataan bahwa tuntutan yang diajukan kepadanya justru pada saat semua tenaganya telah dihabiskan untuk mencoba mengatasi masalah pokok yang disebabkan oleh pertumbuhan dan perkembangan seksual yang normal”. Remaja yang sehat mampu membetulkan kekeliruan sendiri dengan jalan; berfikir logis dan mampu membedakan harapan dan kenyataan. Mereka memiliki reality-testing yang sehat. Sebaliknya, remaja yang terganggu jiwanya (kenakalan remaja) akan memperalat fikirannya sendiri untuk membela dan membenarkan gambaran- gambaran semu dan tanggapan yang salah. Akibatnya, reaksi dan tingkah laku remaja menjadi salah kaprah; bisa menjadi liar dan tidak terkendali, selalu mencapai cara-cara yang keras serta perkelahian dalam menanggapi segala kejadian sehingga dapat menimbulkan kenakalan pada remaja (Kartono, 2003). Menurut penelitian Mays (1963) di Inggris kejahatan remaja dari tahun 1938 hingga tahun 1962 bertambah 200%; kejahatan seks bertambah 300%, kekerasan dan kejahatan bertambah 2200% (Kartono, 2003). Tidak jauh berbeda dengan di Inggris, hampir setiap hari kasus kenakalan remaja juga kita temukan di media massa Indonesia, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan. Salah satu wujud dari kenakan remaja itu adalah penggunaan Narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya (NAPZA). Wahyuni dalam Damandiri (2004) menjelaskan bahwa dari 15.000 kasus penggunaan NAPZA selama 2 tahun terakhir, 46% diantaranya dilakukan oleh remaja. Sebuah survei yang dilakukan oleh Badan koordinasi keluarga berencana nasional (BKKBN) di 33 provinsi pada pertengahan tahun 2008 melaporkan bahwa 63 persen remaja di Indonesia usia sekolah SMP dan SMA sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah dan 21 persen di antaranya melakukan aborsi. Persentasi remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Secara umum survei tersebut mengindikasikan bahwa pergaulan remaja di Indonesia makin mengkhawatirkan. Menurut Sarwono (2005) kenakalan remaja adalah perilaku yang menyimpang dari atau melanggar hukum. Pada umumnya semua perilaku tersebut merupakan mekanisme kompensatoris untuk mendapatkan pengakuan terhadap egonya, disamping dipakai sebagai kompensasi pembalasan terhadap perasaan minder yang ingin ‘ditebusnya’ dengan tingkah laku ‘sok’, ‘ngejago’, hebat-hebat, aneh-aneh, dan kriminal. Lewat semua perbuatan tersebut mereka ingin tampak menonjol dan dikenal oleh banyak orang. Kartono (2003) juga menjelaskan bahwa kenakalan remaja merupakan cara adaptasi yang salah terhadap tuntutan zaman modern yang serba kompleks sekarang ini, semua pola- pola kebiasaan dan tingkah laku patologis, sebagai akibat dari pemasakan konflik- konflik batin sendiri secara salah, yang menimbulkan mekanisme reaktif/respon yang keliru atau tidak cocok (menggunakan escape mechanism dan defence mechanism ). Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya kenakalan remaja, diantaranya yaitu keluarga. Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang memberikan pengaruh sangat besar bagi tumbuh kembang remaja. Secara ideal perkembangan remaja akan optimal apabila mereka bersama keluarganya harmonis, sehingga berbagai kebutuhan yang diperlukan terpenuhi. Dalam kaitannya dengan permasalahan remaja, keluarga akan merasa tidak mampu untuk mengatasi setiap tingkah laku menyimpang yang telah dilakukan sehingga mereka membutuhkan alternatif pilihan yang dapat digunakan untuk memperbaiki tingkah laku remaja tersebut, diantaranya dengan memasukkan anak-anak mereka ke panti rehabilitasi (Mighwar, 2006). Secara umum, dalam menyelesaikan masalahnya remaja dapat menggunakan 2 jenis mekanisme koping, yaitu koping adapatif apabila remaja berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, melakukan teknik relaksasi, latihan seimbang dan aktivitas konstruktif, serta koping maladaptif jika remaja makan berlebihan/tidak makan, bekerja berlebihan, dan menghindar (Stuart dan Sundeen, 1995). Dalam masalah penyalahgunaan NAPZA (salah satu contoh jenis kenakalan berat/khusus) biasanya mereka memiliki mekanisme koping maladaptif yang ditandai dengan ketidakmampuan melakukan aktivitas secara wajar, mudah cemas, pasif, agresif dan cenderung depresi. Kemampuan remaja untuk memecahkan masalahnya secara adekuat berpengaruh terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah dengan melarikan diri. Hal ini juga berkaitan dengan mudahnya ia menyalahkan lingkungan dan lebih melihat faktor-faktor di luar dirinya yang menentukan segala sesuatu. Dalam hal ini, kepribadian yang tidak mandiri memainkan peranan penting dalam memandang perilaku menyimpang/kenakalan remaja sebagai satu-satunya pemecahan masalah yang dihadapi (Klasik, 2008). ## BAHAN DAN METODE Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional . Pada penelitian ini, pengukuran koping yang berfokus pada masalah ( problem focused coping ) yang terdiri dari causionees, instrumental action , dan negotiation (variabel independen) dengan kenakalan remaja yang terdiri dari: kenakalan biasa, kenakalan sedang (menjurus kepada pelanggaran dan kejahatan), serta kenakalan berat/khusus (variabel dependen) dilakukan pada waktu yang sama dan tiap subjek penelitian hanya diobservasi satu kali. Pengambilan sampel dilakukan dengan total sampling, yaitu berjumlah 80 orang dan menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria yang telah ditentukan peneliti sebelumnya. ## HASIL A. Analisis Univariat 1. Variabel Independen (Mekanisme Koping) a. Mekanisme Koping ‘Causioness’ Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Mekanisme Koping ‘Causioness’ No. Mekanisme Koping Causioness Jumlah Frekuensi (n) Persentase (%) 1. Tidak menggunakan 46 57,5 2. Menggunakan 34 42,5 Total 80 100,0 Tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebanyak 46 orang (57,5%) dari 80 orang responden yang tidak menggunakan mekanisme koping ‘causioness’. ## b. Mekanisme Koping ‘Instrumental Action’ Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Mekanisme Koping ‘Instrumental ## Action’ No. Mekanisme Koping Instrumental Action Jumlah Frekuensi (n) Persentase (%) 1. Tidak menggunakan 67 83,8 2. Menggunakan 13 16,3 Total 80 100,0 Tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebanyak 67 orang (83,8%) dari 80 orang responden yang tidak menggunakan mekanisme koping ‘ instrumental action’. c. Mekanisme Koping ‘Negotiation’ Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Mekanisme Koping ‘Negotiation’ No Mekanisme Koping Negotiation Jumlah Frekuensi (n) Persentase (%) 1. Tidak menggunakan 50 62,5 2. Menggunakan 30 37,5 Total 80 100,0 Tabel 5.3 menunjukkan bahwa sebanyak 50 orang (62,5%) dari 80 orang responden yang tidak menggunakan mekanisme koping ‘negotiation’ ## 2. Variabel Dependen (Jenis Kenakalan) Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kenakalan No . Jenis Kenakalan Jumlah Frekuen si (n) Persentas e (%) 1. Ringan 23 28,8 2. Sedang 13 16,3 3. Berat 44 55,0 Total 80 100,0 Tabel 5.4 menunjukkan bahwa responden dengan jenis kenakalan ringan sebanyak 23 orang (28,8%), jenis kenakalan sedang sebanyak 13 orang (16,3%), dan terbanyak dengan jenis kenakalan berat yaitu sebanyak 44 orang (55%) dari 80 orang responden. ## B. Analisa Bivariat Analisa bivariat dimaksudkan untuk menggambarkan hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Hasil analisa statistik disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut: 1. Hubungan Antara Mekanisme Koping yang Berfokus pada Masalah dengan Kenakalan pada Remaja Tabel 5.5 Hubungan Antara Mekanisme Koping yang Berfokus pada Masalah dengan Kenakalan pada Remaja No Mekanisme Koping Jenis Kenakalan Total ρ value Ringan Sedang Berat 1. Causioness 12 15,0% 4 5,0% 19 23,8% 35 43,8% 0,000 2. Instrumental action 0 0% 0 0% 19 23,8% 19 23,8% 3. Negotiation 11 13,8% 9 11,3% 6 7,5% 26 32,5% Total 23 28,8% 13 16,3% 44 55,0% 80 100% Berdasarkan uji statistik Chi Square, didapatkan nilai ρ value 0,000 ( 0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna anatara penggunaan mekanisme koping yang berfokus pada masalah dengan kenakalan pada remaja. 2. Hubungan Antara Mekanisme Koping yang Berfokus pada Masalah ‘Causioness’ dengan Kenakalan pada Remaja Tabel 5.6 ## Hubungan Antara Mekanisme Koping yang Berfokus pada Masalah ‘Causioness’ dengan Kenakalan pada Remaja No. Mekanisme koping ‘Causioness’ Jenis Kenakalan Total ρ value Ringan Sedang Berat 1. Tidak menggunakan 12 15,0% 8 10,0% 26 32,5% 46 57,5% 0,0819 2. Menggunakan 11 13,8% 5 6,3% 18 22,5% 34 42,5% Total 23 28,8% 13 16,3% 44 55,0% 80 100% Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan bahwa responden yang paling banyak menggunakan mekanisme koping yang berfokus pada masalah ‘causioness’ adalah responden dengan jenis kenakalan berat, yaitu sebanyak 18 orang (22.5%) dari 80 orang responden. Nilai ρ value yang didapatkan dari uji statistik Chi Square adalah 0,0819 (0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara penggunaan mekanisme koping ‘ causioness’ dengan kenakalan pada remaja. 3. Hubungan Antara Mekanisme Koping yang Berfokus pada Masalah ‘Instrumental action’ dengan Kenakalan pada Remaja Tabel 5.7 Hubungan Antara Mekanisme Koping yang Berfokus pada Masalah ‘Instrumental action’ dengan Kenakalan pada Remaja No Mekanisme koping ‘Instrumental action’ Jenis Kenakalan Total ρ value Ringan Sedang Berat 1. Tidak menggunakan 23 28,8% 13 16,3% 31 38,8% 67 83,8% 0,002 2. Menggunakan 0 0% 0 0% 13 16,3% 13 16,3% Total 23 28,8% 13 16,3% 44 55,0% 80 100% Berdasarkan tabel 5.7 didapatkan bahwa responden yang paling banyak menggunakan mekanisme koping yang berfokus pada masalah ‘instrumental action’ adalah responden dengan jenis kenakalan berat, yaitu sebanyak 13 orang (16,3%) dari 80 orang responden, sedangkan jenis kenakalan ringan dan sedang tidak ada yang menggunakan mekanisme koping ‘ instrumental action’ . Nilai ρ value yang didapatkan dari uji statistik Chi Square adalah 0,002 (0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penggunaan mekanisme koping ‘ instrumental action’ dengan kenakalan pada remaja. 1. Hubungan Antara Mekanisme Koping yang Berfokus pada Masalah ‘Negotiation’ dengan Kenakalan pada Remaja Tabel 5.8 Hubungan Antara Mekanisme Koping yang Berfokus pada Masalah ‘Negotiation’ dengan Kenakalan pada Remaja No. Mekanisme koping ‘Negotiation’ Jenis Kenakalan Total ρ value Ringan Sedang Berat 1. Tidak menggunakan 12 15,0% 4 5,0% 34 42,5% 50 62,5% 0,005 2. Menggunakan 11 13,8% 9 11,3% 10 12,5% 30 37,5% Total 23 28,8% 13 16,3% 44 55,0% 80 100% Berdasarkan tabel 5.8 didapatkan bahwa responden yang paling banyak menggunakan mekanisme koping yang berfokus pada masalah ‘negotiation’’ adalah responden dengan jenis kenakalan ringan, yaitu sebanyak 11 orang (13,8%) dari 80 orang responden. Nilai ρ value yang didapatkan dari uji statistik Chi Square adalah 0,005 (0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penggunaan mekanisme koping ‘ instrumental action’ dengan kenakalan pada remaja. ## PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan data bahwa remaja dengan tingkat kenakalan ringan biasanya menggunakan mekanisme koping ‘ causioness’ dan ‘ negotiation’ , sedangkan pada responden yang diteliti tidak ada satu orang pun remaja dengan jenis kenakalan ringan menggunakan mekanisme koping ‘ instrumental action’ . Remaja dengan jenis kenakalan sedang lebih banyak menggunakan mekanisme koping ‘ negotiation’ dan ‘ causioness’ , sedangkan mekanisme koping ‘ instrumental action’ tidak ada yang menggunakan. Berbeda dengan remaja yang mengalami jenis kenakalan ringan dan sedang, remaja dengan jenis kenakalan berat umumnya menggunakan mekanisme koping ‘ causioness’ dan ‘ instrumental action’ dan hanya sedikit sekali yang menggunakan mekanisme koping ‘ negotiation’ . Hasil uji hubungan antara mekanisme koping yang berfokus pada masalah dengan kenakalan pada remaja didapatkan hasil ρ value 0,000 (ρ0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara mekanisme koping yang berfokus pada masalah dengan kenakalan pada remaja. Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu. Pertama, sepanjang masa kanak-kanak , masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena para remaja merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru-guru (Hurlock, 1980). Kemampuan remaja untuk memecahkan masalahnya secara adekuat berpengaruh terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah. Hal ini juga berkaitan dengan mudahnya ia menyalahkan lingkungan dan lebih melihat faktor-faktor di luar dirinya yang menentukan segala sesuatu (Klasik, 2008). Masa remaja adalah masa dimana remaja merasa tertantang jiwa mandirinya untuk mengatasi masalah kompleks yang tengah dihadapinya. Pada masa ini remaja ingin membuktikan kemampuan mereka dalam menyelesaikan masalah sesuai dengan karakteristik pribadi mereka, baik dengan cara berusaha mencari penyebab setiap masalah, melampiaskan pada objek/benda, maupun bernegosiasi dengan orang yang dipercaya. Berdasarkan hasil penelitian erhadap variabel mekanisme koping ‘causioness’ dengan kenakalan remaja maka diperoleh ρ value 0,0819. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang berrmakna antara mekanisme koping ‘causioness’ dengan kenakalan pada remaja. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa terdapat 11 orang (13,8%) dari kenakalan ringan, 5 orang (6,3%) dari kenakalan sedang, dan 18 orang (22,5%) dari kenakalan berat yang menggunakan mekanisme koping ‘causioness’ . Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme koping ‘causioness’ dapat digunakan oleh remaja dengan kenakalan ringan, sedang, maupun berat. Setiap remaja selalu berusaha mencari penyebab masalah dan mengatasi sendiri setiap masalahnya menurut cara yang mereka yakini, meskipun pada akhirnya banyak remaja yang menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan harapan mereka (Hurlock, 1980). Para remaja merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru-guru (Hurlock, 1980). Pada dasarnya setiap remaja mempunyai kemampuan untuk menyadari serta mencari penyebab masalahnya, namun sejauhmana kemampuan remaja dalam memecahkan setiap permasalahan sangat tergantung kepada karakteristik individu tersebut. Sedangkan hasil dari penelitian mengenai variabel mekanisme koping ‘instrumental action’ dengan kenakalan remaja maka diperoleh nilai ρ value 0,002. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang berrmakna antara mekanisme koping ‘instrumental action’ dengan kenakalan pada remaja. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa terdapat 13 orang (16,3%) remaja dengan kenakalan berat menggunakan mekanisme koping ‘instrumental action’ . Sedangkan remaja dengan kenakalan ringan dan sedang tidak ada yang menggunakan mekanisme koping ‘instrumental action’. Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme koping ‘ instrumental action’ hanya digunakan oleh remaja dengan kenakalan berat. Pada remaja dengan kenakalan berat (misalnya pengguna NAPZA) biasanya memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri yang rendah. Mereka memiliki perkembangan emosi yang terhambat, dengan ditandai oleh ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas, pasif, agresif dan cenderung depresi (Klasik, 2008).. Hasil penelelitian selanjutnya mengenai variabel mekanisme koping ‘negotiation’ dengan kenakalan remaja maka diperoleh nilai ρ value 0,005. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang berrmakna antara mekanisme koping ‘ negotiation’ dengan kenakalan pada remaja. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa terdapat 11 orang (13,8%) remaja dengan kenakalan ringan menggunakan mekanisme koping VOLUME 8, NOMOR 1, JUNI 2020 https://ejournal.stikesmp.ac.id/ ‘ negotiation’ . Sedangkan remaja dengan kenakalan sedang dan berat juga menggunakan mekanisme koping ‘ negotiation’, namun dengan persentase yang lebih kecil. Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme koping ‘ negotiation’ cenderung digunakan oleh remaja dengan kenakalan ringan. Setiap remaja perlu mendapatkan masukan dari orang lain selain teman sebaya jika menghadapi masalah di rumah atau lingkungan sosial. Kebanyakan remaja dengan penyimpangan perilaku, seperti pengguna NAPZA dan remaja yang suka berjudi lebih suka berdiam diri dengan masalah mereka. Akibatnya, kadangkala langkah yang diambil menjadi masalah. Berbincang dengan konselor atau guru dapat membantu jika keluarga tidak memahami masalah remaja (Syahmi, 2007). ## SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Dari hasil penelitian dapat ditarik simpulan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara penggunaan mekanisme koping yang berfokus pada masalah dengan kenakalan pada remaja. Setiap remaja yang melakukan kenakalan menggunakan mekanisme koping yang berbeda-beda. ## SARAN Siswa diharapkan dapat menggunakan mekanisme koping yang adaptif ( causioness dan negotiation ) sehingga dapat menyelesaikan setiap permasalahan dengan baik serta tidak menggunakan mekanisme koping mal adaptif ( instrumental action ) dalam menyelesaukan masalah. Bagi siswa yang menggunakan mekanisme koping mal adaptif disarankan untuk mengontrol emosi dengan mengikuti terapi-terapi yang telah diterapkan pengurus panti (seperti static group ) guna membicarakan dan memecahkan permasalahan secara bersama-sama. Materi pelatihan serta penerapan terapi untuk mengontrol emosi dan pemecahan masalah ( static group, encounter group ) hendaknya lebih sering diberikan guna kematanngan emosi dan membantu cara pemecahan masalah. Pemberian materi serta pelatihan psikologis remaja perlu lebih banyak diberikan kepada mahasiswa, mengingat jumlah remaja yang rawan terhadap perilaku menyimpang yang kian meningkat. Penelitian yang selanjutnya diharapkan dapat menggunakan variabel mekanisme koping yang lainnya serta dapat menggunakan desain penelitian yang lain agar hasil penelitian tidak hanya berlaku untuk satu waktu. Peneliti selanjutnya juga diharapkan dapat menilai sejauhmana penggunaan mekanisme koping tersebut dalam beberapa tahap perkembangan remaja. ## DAFTAR PUSTAKA 1. Al-Mighwar, M. 2006. Psikologi Remaja, Petunjuk bagi Guru dan Orangtua. Pustaka Setia : Bandung. 2. Arianto. 2008. Psikologi Remaja. Retrieved from http.smileboys.com/2008/07/psikologi -remaja.htm on 12 Maret 2019. 3. Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik . Rineka Cipta: Jakarta. 4. BKKBN. 2006. Pergaulan Remaja Makin Mengkhawatirkan. Retrieved from http://www . prov.bkkbn. go.id.kenakalan%20remaja/BKKBN% 20-%20Rubrik.htm on 12 Maret 2019 5. Davison, C., Gerald, dkk. Editor: Fajar, N. 2006. Psikologi Abnormal Edisi ke-9. Rajagrafindo Persada: Jakarta. 6. Elizabeth B., Hurlock. Editor: Max, R. S. Drs. 1980. Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, edisi kelima. Gelora Aksara Pratama: Jakarta. 7. Hidayat, A. 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah . Salemba Medika: Jakarta. 8. Hidayat, A. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data . Salemba Medika: Jakarta. 9. Kartini,K. Dr., 2003. Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja . Rajagrafindo Persada: Jakarta. 10. Klasik. 2008. Makalah Jiwa 2 (NAPZA). Retrieved 11. from http://kla5ik.blogspot.com/2008/06/ma kalah-jiwa-2-NAPZA-tinjauan.html on 12. Monks F.J., dkk, 2004. Psikologi Perkembangan Pangantar Dalam Berbagai Bagianny. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. 13. Mustikasari. 2006. Mekanisme koping . Mustika Sari’s Weblog.com. 14. Notoadmodjo, S. Dr. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan . Rineka Cipta: Jakarta. 15. Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan . Edisi Pertama. Salemba Medika: Jakarta. 16. Potter, Perry. 2005. Editor: Yulianti, D. Ester, M. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, proses, dan praktik Edisi 4 . EGC: Jakarta. 17. Profil Panti Sosial Marsudi Putra Dharmapala Indralaya. 2008. Pengurus PSMPD Indralaya. 18. Sarwono, SW. 2005. Psikologi Remaja . Rajagrafindo Persada: Jakarta. 19. Stuart, G. Sundeen, S. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3 . EGC: Jakarta. 20. Sugiono. 2005. Statistik Untuk Penelitian . Cetakan ke-3. CV. Alfabeta: Bandung. 21. Syahmi, Faris. 2007. Masalah Remaja Lagi? . Retrieved from http://farissyahmi.wordpress.com/auth or/farissyahmi/ on 12 Juni 2009. 22. Tisna. 2003. Perilaku Bermasalah Remaja Muncul Lebih Dini . Retrieved from http.index.com/2003/10/Perilaku Remaja.shtml on 12 Maret 2009. 23. Wahyuningsih, Sri. 2004. Peran Keharmonisan Keluarga dan Konsep diri pada Kenakalan Remaja. Retreved from http://www.damandiri.or.id/file/ ulfahmariaugmbab1.pdf on 12 Juni 2009 24. Wahyuningsih, Sri. 2008. Pengaruh Keluarga terhadap Kenakalan Remaja . Retrieved from http: // www. Feeds feedsburner. com /~r/BungaKehidupan/~6/1, on 3 April 2009. 25. Wangmuba. 2009 . Kenakalan Remaja dan Faktor yang Mempengaruhinya . Retrieved from http:// www.wangmuba.com /2009/03/0 4/kenakalan-remaja-dan fakor-yang- mempengaruhinya on 12 Maret 2009.
b3123845-6d0e-4a69-9342-becd2d54571e
https://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jsscr/article/download/15794/4919
Journal Syifa Sciences and Clinical Research (JSSCR) Volume 4 Nomor 3 Journal Homepage: http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jsscr , E-ISSN: 2656-9612 P-ISSN:2656-8187 DOI : https://doi.org/10.37311/jsscr.v4i3.15794 ## Evaluasi Pengobatan Radioterapi Pada Pasien Kanker Herlinda Mahdania Harun 1* , Nurul Jannah 1 , Idawati 1 , Zul Fikar Ahmad 2 1 Prodi Radiologi, Politeknik Kesehatan Muhammadiyah Makassar Jl DR. Ratulangi, 101 Kota Makassar 90132, Indonesia 2 Jurusan Epidemiologi, Fakultas Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo, Jl. Jenderal Sudirman No. 06 Kota Gorontalo 96128, Indonesia * Penulis Korespondensi. Email: herlinda@poltekkesmu.ac.id ## ABSTRAK Kanker merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. Data Riskesdas tahun 2018 bahwa terjadi peningkatan prevalensi kanker di Indonesia tiap tahun dengan pengobatan dengan radiasi/ penyinaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran karakteristik (jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan), jenis kanker, dan lama pengobatan serta efek samping yang diperoleh pasien kanker selama menjalani atau pasca pengobatan radioterapi. Lokasi penelitian dilaksanakan di RSI. Faisal Makassar. Jenis jenelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan penarikan sampel secara c onsecutive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan rekam medis pasien kanker yang melakukan radioterapi kemudian wawancara melalui telepon berdasarkan kuesioner. Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis univariat deksriptif kuantitatif untuk mendeskripsikan gambaran distribusi setiap variabel penelitian. Hasil penelitian didapatkan dari 49 pasien kanker yang menjalani radioterapi diperoleh karakteristik responden terbanyak yakni kelompok umur 46-52 tahun sebesar 26,5% (13 orang), berjenis kelamin perempuan sebesar 71,4% (35 orang), pendidikan terakhir SMA sebesar 44,9% (22 orang), pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sebesar 44,9% (22 orang), jenis diagnosa kanker terbanyak adalah kanker serviks sebesar 28,6% (14 orang), lama pengobatan yang diterima selama 3 bulan sebanyak 40 kali treatment / terapi radiasi, dan efek samping radioterapi yang dirasakan adalah lemas, nyeri, dan dermatitis di area radiasi. ## Kata Kunci: Efek Samping; Jenis Kanker; Karakteristik; Lama Pengobatan; Radioterapi Diterima: 25-06-20xx Disetujui: 12-08-2022 Online: 01-09-2022 ## ABSTRACT Cancer is one of the leading causes of death in the world. Riskesdas data in 2018, that there is an increase in the prevalence of cancer in Indonesia every year and treatment with radiation/irradiation. The purpose of this study was to describe the characteristics (gender, age, education level, occupation), type of cancer, and duration of treatment as well as side effects obtained by cancer patients during or after radiotherapy treatment. The location of the research was carried out at the RSI. Faisal Makassar. This type of research is quantitative descriptive with consecutive sampling. Data was collected using medical records of cancer patients who underwent radiotherapy and then telephone interviews based on questionnaires. Data analysis in this study is descriptive quantitative univariate analysis to describe the distribution of each research variable. Research results obtained 49 cancer patients who underwent radiotherapy, the characteristics of the most respondents were the 46-52 year age group by 26.5% (13 people), female 71.4% (35 people), the last high school education was 44,9% (22 people), work as a housewife by 44.9% (22 people), the most type of cancer diagnosis is cervical cancer by 28.6% (14 people), the length of treatment received for 3 months is 40 times radiation treatment/therapy, and the perceived side effects of radiotherapy were weakness, pain, and dermatitis in the radiation area . Copyright © 2022 Jsscr. All rights reserved. Keywords: Side Effects; Types of Cancer; Characteristics; Duration of Treatment; Radiotherapy Received: 2022 -06-25 Accepted: 2022 -08-12 Online: 2022-09-01 ## 1. Pendahuluan Kanker merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan angka kematian tertinggi di dunia. Diperkirakan akan terjadi peningkatan kasus baru kanker setiap tahunnya. Data Riskesdas tahun 2018 bahwa prevalensi kanker meningkat 1,8 per 1000 penduduk dibandingkan tahun 2013 yaitu 1,4 per 1000 penduduk atau sekitar 347.792 orang. Berdasarkan prevalensi tertinggi pada kelompok umur 55-64 tahun dan tertinggi pada jenis kelamin perempuan dibandingkan laki-laki. Angka prevalensi kanker tertinggi di perkotaan, dengan tingkat pendidikan tinggi. Adapun proporsi jenis tata laksana kanker dengan radiasi/penyinaran sebesar 17,3%[1]. Di seluruh dunia 50% memerlukan radioterapi diantaranya 10,9 juta orang yang didiagnosis menderita kanker setiap tahun [2]. Pengobatan primer penyakit kanker mencakup empat macam yaitu pembedahan, radioterapi, kemoterapi, dll. Radioterapi merupakan pengobatan yang biasa diterapkan ke pasien kanker sehingga menangani pertumbuhan sel kankernya. Terapi radiasi memakai radiasi taraf tinggi bertujuan membunuh sel kanker serta mengecilkan ukuran tumor. Namun, radioterapi ini menimbulkan efek bagi pasien kanker [3]. Radioterapi dapat dihantarkan malalui dua metode yaitu radioterapi eksternal yang dipaparkan ke tubuh secara eksternal menggunakan mesin perawatan dan brachytherapy yang dipaparkan temporer atau permanen ke rongga tubuh [4]. Adapun jenis radioterapi dapat digunakan sebagai terapi kuratif, paliatif maupun profilaksis (preventif) [5,6]. Efek samping yang ada dari radioterapi berbeda tergantung dengan kondisi tubuh pasien. Ada mungkin hanya mengalami keluhan ringan, sedang, bahkan parah. Selain itu, efek yang muncul pula akan tergantung pada bagian tubuh yang terkena radioterapi, takaran radiasi yang diberikan. Terdapat efek samping yang akan muncul sehabis melakukan radioterapi, yaitu efek jangka pendek dimana efek tersebut akan langsung dialami oleh pasien, dan efek jangka panjang yang muncul beberapa waktu pasien melakukan radioterapi, biasa pada hitungan bulan atau beberapa tahun setelahnya [3]. Rumah Sakit Islam Faisal Makassar merupakan salah satu tempat rujukan pasien kanker dalam melakukan radioterapi, sehingga peneliti ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik (jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan pekerjaan), jenis diagnosis kanker, lama pengobatan, dan efek samping dari radioterapi pada pasien kanker. ## 2. Metode Penelitian ini telah mendapat izin dari pihak Rumah Sakit dan dilakukan di Instalasi Radioterapi RSI. Faisal Makassar selama Penelitian dilakukan selama 1 bulan mulai tanggal 08 Juni hingga 08 Juli 2021. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif yakni untuk mengetahui gambaran karakteritik (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan), jenis kanker, dan lama pengobatan radioterapi, serta efek samping apa saja yang diperoleh dari pengobatan radioterapi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien kanker yang menjalani pengobatan radioterapi RSI. Faisal Makassar. Sampel ialah sebagian pasien kanker yang menjalani radioterapi di RSI. Faisal Makassar selama bulan Maret-Mei 2021. Penentuan sampel dilakukan dengan metode consecutive sampling artinya sampel yang diambil adalah seluruh subjek yang diamati dan memenuhi kriteria pemilihan sampel yang kemudian dimasukkan dalam sampel sampai besar sampel yang diperlukan terpenuhi. Kriteria inklusi sampel penelitian adalah Terdaftar dalam buku register pasien kanker yang menjalani radioterapi di Instalasi Radioterapi RSI. Faisal. Mampu berkomunikasi dengan baik. Bersedia menjadi responden penelitian. Data dikumpulkan melalui dua cara, yaitu data primer (wawancara melalui telepon dengan para pasien kanker yang melakukan radioterapi di RSI. Faisal Makassar yang berpedoman kuesioner dan data sekunder diperoleh melalui catatan medis (medical record) pasien kanker. Analisis data dilakukan secara kuantitatif untuk mendekripsikan gambaran distribusi setiap variabel penelitian. Analisis univariabel disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, disertai narasi, dan grafik. Adapun data yang akan dianalisis adalah distribusi frekuensi karakteristik responden (jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, jenis diagnosis kanker, lama pengobatan, dan efek samping dari pengobatan radioterapi. ## 3. Hasil dan Pembahasan Data diperoleh dari rekam medik yaitu nomor rekam medik pasien, karakteristik (usia, pendidikan terakhir, pekerjaan, pasien kanker yang menjalani radioterapi dari bulan Maret  Mei 2021 sebanyak 60 orang responden. Beberapa variabel seperti jenis diagnosis kanker, lama radioterapi, dan efek samping radioterapi tidak diperoleh di rekam medik maka peneliti mengambil data langsung ke Instalasi Radioterapi. Dari Instalasi Radioterapi hanya diperoleh 49 orang responden sebagai sampel penelitian yang diambil sesuai dengan ketentuan yang ada pada kriteria inklusi. Berdasarkan variabel karakteristik responden diperoleh bahwa sebagian besar pasien kanker kategori umur 46-52 tahun sebesar 26,5% (13 orang), paling banyak berjenis kelamin perempuan sebesar 71,4% (35 orang), rata-rata pendidikan terakhir SMA sebesar 44,9% (22 orang), Pekerjaan terbanyak adalah IRT sebesar 44,9% (22 orang) (Tabel 1). hodgki n lympho ma Kanker Colli Kanker Lidah Kanker Paha Kanker Payuda ra Kanker Pungg ung Kanker Rektu m Kanker Serviks Kanker Tiroid Karsino ma Nasofa ring (KNF) Mening ioma Soft Tissue Tumor Frekuensi 1 8 1 1 11 1 2 14 3 5 1 1 Persentase (%) 2,0 16,3 2,0 2,0 22,4 2,0 4,1 28,6 6,1 10,2 2,0 2,0 0 5 10 15 20 25 30 Grafik 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Diagnosis Kanker Di RSI. Faisal Makassar Berdasarkan grafik 1 diatas bahwa distribusi frekuensi jenis diagnosis kanker diperoleh bahwa sebagian besar pasien kanker serviks sebesar 28,6% (14 orang) dan pasien kanker payudara 22,4% (11 orang). Tabel 1. Disribusi Karakteristik Responden Karakteristik Responden Frekuensi % Kelompok Umur 18-24 Tahun 2 4,1 25-31 Tahun 2 4,1 32-38 Tahun 5 10,2 39-45 Tahun 7 14,3 46-52 Tahun 13 26,5 53-59 Tahun 12 24,5 > 60 Tahun 8 16,3 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 14 35 28,6 71,4 Pendidikan Terakhir SD SMP SMA D3 S1 4 7 22 3 13 8,2 14,3 44,9 6,1 26,5 Pekerjaan Guru 1 2,0 IRT 22 44,9 Karyawan Swasta 2 4,1 Mahasiswi 1 2,0 Pelajar 1 2,0 Pensiunan 1 2,0 Petani 4 8,2 PNS 9 18,4 Wiraswata 8 16,3 Tabel 2. Disribusi Jenis Kanker dengan Jenis Kelamin Pasien Kanker Di RSI. Faisal Makassar Jenis Kanker Jenis Kelamin Jumlah Laki-laki Perempuan n % n % n % Hodgkin Lymphoma Kanker Colli Kanker Lidah Kanker Paha Kanker Payudara Kanker Punggung 0 6 1 1 0 1 0,00 42,90 7,10 7,10 0,00 7,10 1 2 0 0 11 0 2,90 5,70 0,00 0,00 31,40 0,00 1 8 1 1 11 1 2,00 16,30 2,00 2,00 22,40 2,00 Kanker Rektum 2 14,30 0 0,00 2 4,10 Kanker Serviks 0 0,00 14 40,00 14 28,60 Kanker Tiroid 0 0,00 3 8,60 3 6,10 Karsinoma Nasofaring (KNF) 3 21,40 2 5,70 5 10,20 Meningioma 0 0,00 1 2,90 1 2,00 Soft Tissue Tumor 0 0,00 1 2,90 1 2,00 Total 14 100,00 35 100,00 49 100,0 Berdasarkan tabel 2 diatas dari 49 responden pasien kanker diperoleh distribusi jenis diagnosis kanker dengan jenis kelamin yakni jenis kanker serviks yang kebanyakan diderita jenis kelamin perempuan sebesar 40% (14 orang). Tabel 3. Disribusi Frekuensi Berdasarkan Jumlah Radioterapi Pasien Kanker Jumlah Pemberian Radioterapi Frekuensi % 25 2 4,1 30 1 2,0 33 3 6,1 35 12 24,5 40 16 32,7 45 9 18,4 48 3 6,1 50 3 6,1 Total 49 100,0 Berdasarkan tabel 3 diatas bahwa sebagian besar pasien kanker menerima treatment / terapi sinar 40 kali selama 3 bulan pengobatan radioterapi sebesar 32,7%. Berdasarkan tabel 4 bahwa distribusi frekuensi berdasarkan efek samping radioterapi yang dikeluhkan oleh pasien kanker setelah diberikan terapi radiasi yaitu sebagian besar lemas, nyeri, dan dermatitis di area radiasi. Tabel 4. Disribusi Frekuensi Berdasarkan Efek Samping Radioterapi Pasien Kanker Efek Samping Radioterapi Frekuensi % dermatitis ringan area kepala 1 2,0 dermatitis ringan area radiasi 4 8,2 dermatitis ringan area radiasi bagian leher 4 8,2 dermatitis ringan area radiasi bagian leher dan lemas 1 2,0 dermatitis ringan area radiasi bagian leher, susah menelan, suara tidak jelas 1 2,0 dermatitis ringan area radiasi dan lemas 1 2,0 dermatitis ringan area radiasi, luka derajat 1 area leher 1 2,0 diare dan lemas 1 2,0 hitam di area radiasi 2 4,1 keluar cairan bening di kolostomi dan lemas 1 2,0 keram pada tangan sebelah kiri 1 2,0 Lemas 9 18,4 lemas dan nyeri area perut 1 2,0 lemas dan nyeri area radiasi 1 2,0 lemas dan rawat inap 1 2,0 lemas dan sudah meninggal 1 2,0 lemas, dan perdarahan 1 2,0 lemas, sesak dan bengkak pada tangan sebelah kiri 1 2,0 luka area operasi dan lemas 1 2,0 luka area radiasi 1 2,0 luka kecil area payudara 1 2,0 nyeri area payudara 1 2,0 nyeri bagian paha kiri 1 2,0 nyeri pada area kaki sebelah kiri dan odema 1 2,0 nyeri pada kaki kiri, keram dan lemas 1 2,0 nyeri seluruh badan dan lemas 1 2,0 pegal seluruh badan dan lemas 1 2,0 perdarahan 1 2,0 selalu lemas dan nyeri area punggung 1 2,0 sesak dan lemas 1 2,0 tidak ada keluhan 4 8,2 Total 49 100,0 Data penelitian ini diperoleh sebanyak 49 responden pasien kanker yang menjalani pengobatan radioterapi selama bulan Maret - Mei 2021 di RSI. Faisal Makassar. Adapun karakteristik pasien kanker yang menjalani radioterapi berdasarkan kategori umur paling banyak diperoleh rentang umur 46-52 tahun dan 53-59 tahun. Kategori umur tersebut masuk dalam usia lansia. Kualitas hidup pasien kanker dapat dilihat dari usianya seperti daya tahan tubuh yang mulai melemah bila dibandingkan dengan usia yang masih muda [7]. Semakin tinggi usia seseorang maka semakin besar risiko menderita kanker [8]. Hal ini sejalan dengan penelitian Saraswati bahwa kanker serviks diketahui pada usia > 40 tahun [9]. Berdasarkan data yang diperoleh bahwa sebagian besar pasien kanker yang mejalani radioterapi berjenis kelamin perempuan. Hal ini sesuai dengan jenis kanker terbanyak adalah kanker serviks dan kanker payudara kemudian mayoritas pekerjaan responden bekerja sebagai ibu rumah tangga (IRT). Penelitian ini juga diperoleh bahwa sebagian besar pasien kanker memiliki status pendidikan terakhir yakni tamat SMA. Menurut Azizah dalam penelitiannya terkait kanker serviks bahwa sebagian besar responden sebagai lulusan SMA [10]. Hal ini berkaitan dengan tinggi rendahnya pendidikan perempuan [11]. Pendidikan seseorang terkait dengan tingkat sosial ekonomi seseorang, pengetahuan tentang kebersihan dan seksual [12,13]. Edukasi melalui penyuluhan dan sumber informasi kesehatan lainnya memainkan peran penting dalam upaya pencegahan masalah kesehatan, terutama bagi wanita usia subur [14,15]. Data Riskesdas 2013 prevalensi angka kanker payudara di Indonesia tertinggi kedua setelah kanker serviks yaitu 0,5 permil. Kanker payudara paling sering dijumpai pada wanita [16]. Kanker serviks di Indonesia setiap tahunnya menempati urutan pertama. Radioterapi digunakan untuk mengobati semua stadium kanker serviks. Tetapi, munculnya efek samping dari radioterapi yaitu secara fisik bagi penderitanya. Berdasarkan variabel lamanya radioterapi diperoleh bahwa seluruh pasien kanker diberikan treatment/ terapi radiasi selama 3 bulan. Radioterapi ini diberikan untuk merusak sel-sel jahat. Terdapat dua jenis radioterapi yakni radiasi eksternal dan internal. Radiasi eksternal yaitu sinar yang berasal dari sebuah mesin besar dan penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran umumnya dilakukan sebanyak 5 hari/ minggu selama 3 bulan. Dalam penelitian ini diketahui bahwa ada beberapa pasien yang harus rawat inap dan ada rawat jalan tergantung kondisi pasien sebelum dan setelah diberikan radioterapi. Adapun efek samping dari terapi penyinaran sebagian besar pada pasien kanker serviks yaitu adanya iritasi rektum dan vagina, kerusakan kandung kemih, rektum dan ovarium. Kualitas hidup pasien kanker yang menjalani radioterapi dapat dinilai dari efek samping pengobatan. Seorang penderita akan merasakan beban dari penyakitnya dan terapi yang diperolehnya [10]. Tujuan dari terapi radiasi ini untuk memaksimalkan dosis radiasi ke sel kanker abnormal dan meminimalkan paparan sel normal yang berdekatan dengan sel kanker [17]. Radiasi dapat merusak sel kanker hingga sel normal [18]. Beberapa efek yang ditimbulkan dari radioterapi yaitu toksisitas kulit akut, komplikasi sistem saraf pusat yakni ensefalopati akut terjadi pada pasien setelah pemberian dosis tinggi, gejala yang paling menonjol adalah kantuk dan tidur berlebihan, mual, dan anoreksia, focal cerebral and spinal cord radionecrosis yang merupakan komplikasi akibat radiasi yang parah juga didefinisikan secara neuropatologis sebagai nekrosis dengan lesi vascular berat (stenosis, trombosit, perdarahan, nekrosis vascular fibrinoid). Efek lainnya adalah kekeringan pada mulut karena disfungsi sekresi kelenjar ludah seperti autoimun, ketidaknyamanan mulut, nyeri, dan kesulitan dalam berbicara. Pasien kanker kepala dan leher yang menjalani radioterapi 87,6% subjek menunjukkan penurunan laju saliva. Pada penelitian ini diperoleh beberapa efek radioterapi yang dikeluhkan pasien setelah pemberian radioterapi salah satunya paling banyak dirasakan ialah lemas dan nyeri di area radiasi. Beberapa dari mereka ada yang di rawat inap ada juga yang rawat jalan tergantung dari kondisi pasien. Sebagian besar radioterapi yang dijalani 2-3 bulan penyinaran. Efek samping yang dirasakan responden dapat menambah buruk kondisi yang dialami pasien kanker [19]. Terapi radiasi memiliki banyak efek samping yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien, seperti dinyatakan oleh Mason bahwa pasien yang menerima terapi radiasi mengalami efek samping yang signifikan yang mempengaruhi perawatan dan kualitas hidup [20]. ## Keterbatasan Penelitian Tidak dilakukan wawancara langsung ke responden dikarenakan masih dalam masa pandemic COVID-19 variabel karakteristik pasien kanker diperoleh dari rekam medik dan variabel jenis diagnosa kanker, lama pengobatan beserta efek samping dari pengobatan radioterapi diperoleh data dari petugas kesehatan bagian Instalasi Radioterapi RSI. Faisal. Penelitian ini juga tidak memperoleh data berapa grade/ stadium kanker yang diderita pasien, serta tidak diperoleh data berapa dosis radiasi yang diterima pasien pada satu kali pengobatan. Kemudian penelitian ini hanya dilakukan secara deskriptif saja tidak melihat sejauh mana hubungan statistik diantara variabel-variabel yang diteliti. ## 4. Kesimpulan Berdasarkan karakteristik responden bahwa sebagaian besar pasien kanker yang menjalani radioterapi di RSI. Faisal Makassar yakni kelompok umur 46-52 tahun, berjenis kelamin perempuan, pendidikan terakhir SMA, dan sebagian besar sebagai ibu rumah tangga (IRT). Sebagian besar jenis diagnosis kanker yang diderita pasien yang menjalani radioterapi di RSI. Faisal Makassar adalah kanker serviks. Sebagian besar pasien kanker menerima treatment radioterapi sebanyak 40 kali atau selama 3 bulan pengobatan. Efek samping radioterapi yang dialami pasien setelah diberikan treatment beraneka macam dan keluhan terbanyak yang dirasakan adalah lemas, nyeri, dan dermatitis di area radiasi. Pencatatan dan penyimpanan data rekam medis pasien agar diatur agar memudahkan saat pencarian data pasien. Sebaiknya pihak rumah sakit menggunakan Sistem Informatika Manajemen Rumah Sakit untuk memudahkan penelusuran jejak rekam medik pasien. Perlunya perawatan pasien sebelum dan sesudah diberikan radioterapi sehingga efek samping yang dikeluhkan oleh pasien dapat berkurang sehingga pasien dapat melewatinya dengan baik dan tidak menambah buruk keadaan pasien karena efek samping yang dirasakan pasca radioterapi. ## Referensi [1] Riskesdas. Hasil Utama Riskesdas 2018. 2018. [2] Fitriatuzzakiyyah N, Sinuraya RK, Puspitasari IM. Cancer Therapy with Radiation: The Basic Concept of Radiotherapy and Its Development in Indonesia. Indones J Clin Pharm. 2017;6(4):311–20. [3] Etika M. Efek Samping Pengobatan Radioterapi Pada Penderita Kanker. 2017; [4] Guedea F. Perspectives of brachytherapy: patterns of care, new technologies, and “new biology.” Cancer Radiother. 2014;18(5–6):434–6. [5] Orth M, Lauber K, Niyazi M, Friedl AA, Li M, Maihöfer C, et al. Current concepts in clinical radiation oncology. Radiat Environ Biophys. 2014;53(1):1–29. [6] Bovi JA WJ. Radiation therapy in the prevention of brain metastases. Curr Oncol Rep. 2012;14(1):55–62. [7] Pratiwi, Tita Febri. Kualitas hidup penderita kanker. Developmental and Clinical Psychology, 2012, 1.1. [8] Andarwati, Dwi; Indriani, Indriani; Sulistyaningsih, Sulistyaningsih. Deteksi Dini Kanker Serviks pada Wanita Usia Subur. Jurnal Keperawatan, 2020, 12.2: 301-306. [9] Dewi, Yulia Irvani, et al. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan kanker serviks pada wanita usia subur. 2014. PhD Thesis. Riau University. [10] Azizah, Amru Sofian & S. Gambaran Kualitas Hidup Pasien Kanker Serviks Yang Menjalani Radioterapi Di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Periode 2011-2013. JOM FK. 2014;1, No. 2,. [11] Saraswati LK. Pengaruh promosi kesehatan terhadap pengetahuan tentang kanker serviks dan partisipasi wanita dalam deteksi dini kanker serviks di Surakarta. Universitas Sebelas Maret; 2011. [12] Meinarisa, Meinarisa. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Menstrual Hygiene (PMH) Terhadap Sikap Remaja Putri dalam Menjaga Kebersihan Diri Selama Menstruasi. Jurnal Endurance: Kajian Ilmiah Problema Kesehatan, 2019, 4.1: 141-149. [13] Damayanti, Ika Putri. faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kanker serviks di rsud arifin achmad pekanbaru tahun 2008-2010. Jurnal Kesehatan Komunitas, 2013, 2.2: 88-93. [14] Prasetya, Ekawaty; Nurdin, Siti Surya Indah; Ahmad, Zul Fikar. Hubungan Pemanfaatan Sumber Informasi Dengan Sikap Wanita Usia Subur Tentang Kesehatan Reproduksi. Madu: Jurnal Kesehatan, 2021, 10.1: 1-8. [15] Ahmad, Zul Fikar, et al. The E-Learning Utilization On Attitudes And Behavior Of Diarrhea Prevention During Pandemic. Turkish Journal of Computer and Mathematics Education (Turcomat), 2021, 12.6: 231-236. [16] Mukarramah, Sitti; Nurdin, Siti Surya Indah; Ahmad, Zul Fikar. Pengaruh Perawatan Payudara Terhadap Kelancaran Produksi Asi Pada Ibu Postpartum Di Puskesmas Kassi-Kassi, Makassar. Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar, 2021, 12.1: 11-16. [17] Fitriatuzzakiyyah, Nur; Sinuraya, Rano K.; Puspitasari, Irma M. Terapi kanker dengan radiasi: konsep dasar radioterapi dan perkembangannya di Indonesia. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, 2017, 6.4: 311-320. [18] Handayani, Lestari; Suharmiati; Ayuningtyas, Atika. Menaklukkan Kanker Serviks Dan Kanker Payudara Dengan 3 Terapi Alami. AgroMedia, 2012. [19] Irawan, Erna; Rahayuwati, Laili; Yani, Desy Indra. Hubungan penggunaan terapi modern dan komplementer terhadap kualitas hidup pasien kanker payudara. Jurnal Keperawatan Padjadjaran, 2017, 5.1. [20] Mason H, Derubeis MB, Burke N, Shannon M, Karsies D, Wolf G, et al. Symptom management during and after treatment with concurrent chemoradiotherapy for oropharyngeal cancer: A review of the literature and areas for future research. World J Clin Oncol. 2016;7(2):220–6.
3d5c032a-4c2e-4207-820e-862627911dec
http://jurnal.untagsmg.ac.id/index.php/malrev/article/download/2805/1717
## MAGISTRA Law Review Volume 03 Nomor 01, Januari 2022 http://jurnal.untagsmg.ac.id/index.php/malrev Penerbit : Program Studi Hukum Program Magister Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Semarang Indonesia This article is published in a peer-reviewed section of the MAGISTRA Law Review ## IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMER 30 TAHUN 2014 SEBAGAI LANDASAN PENEGAKAN HUKUM TERKAIT TINDAKAN KORUPSI OLEH PEJABAT PEMERINTAHAN ## Quinta Nursabrina Four Hands Indonesia quintaindo@gmail.com ## ABSTRAK Penulisan makalah ini dilatarbelakangi oleh banyaknya pejabat pemerintah baik di kabupaten maupun kota di negreri ini yang melakukan penyalahgunaan wewenang untuk melakukan korupsi. Korupsi di Indonesia terus menunjukan peningkatan dari tahun ke tahun. Korupsi telah merayap dan menyelinap dalam berbagai bentuk, atau modus operandi sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara, perekonomian negara dan merugikan kepentingan masyarakat. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kurang optimalnya implementasi undang-undang nomor 30 tahun 2014 dalam pembrantasan korupsi di Indonesia. Kata Kunci : implementasi ; undang-undang, korupsi; pejabat; pemerintah ## ABSTRACT The background of the writing of this paper is that many government officials in both districts and cities in this country abuse their authority to commit corruption. Corruption in Indonesia continues to show an increase from year to year. Corruption has crept in and slipped in various forms, or modus operandi, resulting in state financial losses, the state economy and harming the public interest. The purpose of this study is to determine the factors that influence the less than optimal implementation of Law No. 30 of 2014 in eradicating corruption in Indonesia. Keywords : implementation; laws, corruption; officials; government ## A. PENDAHULUAN Masalah korupsi bukan masalah baru dalam persoalan hukum dan ekonomi bagi suatu negara karena masalah korupsi sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu, baik dinegara maju maupun dinegara berkembang termasuk juga di Indonesia. Korupsi telah merayap dan menyelinap dalam berbagai bentuk, atau modus operandi sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara, perekonomian negara dan merugikan kepentingan masyarakat. 1 Korupsi di Indonesia terus menunjukan peningkatan dari tahun ke tahun. Melihat dari jumlah kasus yang selalu marak diperbincangan diberbagai media baik cetak maupun online, belum juga jumlah kerugian keuangan yang diakibatkan dan harus ditanggung oleh Negara. Peristiwa korupsi yang terjadi saat ini juga semakin sistematis dengan ruang lingkup yang telah memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat, persoalan tersebut menjadi salah satu faktor utama penghambat keberhasilan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang dalam memberantas korupsi. 1 Igm Nurjana, 2010, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi, Pustaka Pelajar, hlm. 14 Setiap pejabat pemerintah dalam menjalankan tanggung jawabnya berdasarkan pada perspektif tata kelola pemerintahan yang wajib melaksanakan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Harapannya dengan mempedomani asas-asas tersebut setiap kebijakan yang diambil oleh pejabat publik dapat berjalan sesuai dengan koridor hukum. Pada hakikatnya peran, tugas dan tanggungjawab pemerintah dalam melaksanakan pembangunan dan pelayanan publik sangat luas dan berat. Oleh karena itu pemerintah dalam menjalankan tugas-tugasnya memiliki berbagai macam bentuk instrumen yuridis, seperti peraturan perundang-undangan, keputusan-keputusan, peraturan kebijaksanaan, perizinan, dan sebagainya. 2 Menurut H.M. Soerya Respationo, salah satu tumpuan pelaksanaan penyelenggaraan negara itu ada pada birokrasi pemerintah. Melalui birokrasi pemerintah tersebut diharapkan dapat memberi pelayanan yang tidak diskriminatif kepada masyarakat. Konsep tersebut sejalan dengan konsep Negara Indonesia berdasarkan hukum dan konsep Negara kesejahteraan. Dimana konsep tersebut memiliki tujuan yaitu memajukan kesejahteraan umum sebagaimana tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang secara tegas menyebutkan tujuan tersebut. 3 Untuk memajukan kesejahteraan umum tersebut, pemerintah dalam penyelenggaraannya harus bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Namun, pada praktiknya pejabat pemerintah belum secara maksimal menjalankan peran, tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan wewenang yang diberikan. Hal ini terbukti dari laporan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mencatat dari rentang waktu 2014 hingga 2019 mencatat 34 Anggota DPR dan DPRD, 164 Pejabat Kementerian dan Lembaga, 39 BUMN dan BUMD, 75 Pejabat Pemerintah Provinsi dan 227 Pejabat Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota yang terlibat kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang. 4 Pemerintah berusaha memberikan perlindungan hukum bagi pejabat pemerintahan dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UUAP). UUAP selain menjamin hak-hak dasar dan memberikan pelindungan kepada masyarakat juga sekaligus menjamin penyelenggaraan tugas-tugas negara oleh pejabat pemerintahan dalam upaya meningkatkan kepemerintahan yang baik ( good governance ) dan sebagai upaya untuk mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Terkait dengan potensi terjadinya praktik korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan, maka UUAP secara tegas telah mengatur larangan 2 Sahputra, M, dkk. (2019). Implementasi undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan terkait pemberantasan korupsi. Aceh: LAN (puslatbang KHAN) 3 H.M. Soerya Respationo, “Penyelenggaraan Pemerintah yang Bersih Menuju Zona Integritas Wilayah Bebas Korupsi”, Jurnal Masalah-Masalah Hukum, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Jilid 42 No. 1 Tahun 2013, hlm. 115., sebagaimana dikutip dalam Marojahan JS Panjaitan,Penyelesaian Penyalahgunaan Wewenang yang Menimbulkan Kerugian Negara Menurut Hukum Administrasi Pemerintahan, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum No. 3 Vol. 24 Juli 2017: 431 – 447. 4 https://www.kpk.go.id/id/statistic/ penindakan/tpk-berdasarkan instansi) penyalahgunaan wewenang Pasal 17 ayat 1 yang menyebutkan bahwa Badan dan/atau Pejabat Pemerintah dilarang penyalahgunaan wewenang. Selanjutnya dalam ayat 2 disebutkan bahwa larangan penyalahgunaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Larangan melampaui wewenang; b. larangan mencampuradukkan wewenang; dan/atau; c. Larangan bertindak sewenang-wenang. Sejalan dengan hal tersebut larangan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat pemerintahan juga terlebih dahulu telah diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) namun bahasa yang digunakan adalah menyalahgunakan kewenangan. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), secara tegas menyatakan: “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (sat u milyar rupiah)”. Berdasar latar belakang diatas penulis tertarik untuk membahas mengenai : 1. Seberapa efektif implementasi Undang-Undang Nomer 30 Tahun 2014 sebagai landasan penegakan hukum terkait tindakan korupsi oleh pejabat pemerintahan 2. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan Implementasi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan belum optimal dalam pemberantasan korupsi? ## B. METODE PENELITIAN Makalah ini menerapkan metode penelitian yuridis normatif. Penelitian Hukum Normatif adalah penelitian yang hanya menggunakan sumber data-data sekunder, yaitu peraturan perundang- undangan, putusan pengadilan, teori-teori hukum, dan doktrin ahli hukum terkemuka. ## C. PEMBAHASAN ## 1. Teori Efektivitas Hukum Hukum sebagai salah satu kaidah hidup antar pribadi berfungsi sebagai pedoman atau patokan yang bersifat membatasi atau mematoki para warga masyarakat dalam bersikap tindak, khususnya yang menyangkut aspek hidup antar pribadi. Hukum dapat berperan dalam mengubah pola pemikiran masyarakat dari pola pemikiran yang tradisional ke dalam pola pemikiran yang rasional atau modern. Efektivikasi hukum merupakan proses yang bertujuan agar supaya hukum berlaku efektif. Namun demikian, sekalipun dikatakan aturan yang ditaati itu efektif, tetapi kita tetap masih dapat mempertanyakan lebih jauh derajat efektivitasnya karena seseorang menaati atau tidak suatu aturan hukum tergantung pada kepentingannya. 5 Menurut Soerjono Soekanto adalah bahwa efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor yaitu: 1. Faktor hukumnya sendiri; 2. Faktor penegak hukum (pihak yang membuat dan yang menerapkan hukum); 3. Faktor sasaran atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum; 4. Faktor masyarakat yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; 5. Faktor kebudayaan sebagai hasil karya cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia dalam pergaulan. Untuk berjalan secara efektif hukum harus diterbitkan oleh pihak atau lembaga yang memiliki kewenangan di dalam masyarakat. Peraturan yang dibuat bukan oleh lembaga atau pejabat dapat dibatalkan atau batal demi hukum. Putusan-putusan tersebut ditujukan untuk mengatasi dan mengatur masyarakat. 6 ## Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) Pada pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan urusan pemerintahan adalah kegiatan yang bersifat eksekutif. Dalam perkembangannya, sesuai dengan ketentuan pasal 52 ayat 20 UUAP 2014 tentang syarat sahnya keputusan pemerintah, menjadi pedoman bagi penyelenggara pemerintahan dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya untuk melakukan perbuatan- perbuatan dan mengeluarkan keputusan. Pada pasal tersebut dinyatakan bahwa syarat sahnya keputusan pemerintahan adalah: “Keputusan TUN dapat dinyatakan sah, apabila dibuat sesuai dengan peraturan perundang- undangan dan berdasarkan AUPB”. Pasal 10 UUAP menyebutkan asas-asas umum pemerintahan yang baik meliputi asas: 1. Kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelengaraan pemerintahan. 2. Kemanfaatan, yaitu manfaat yang harus diperhatikan secara seimbang antara kepentingan individu yang satu dengan yang lain, kepentingan individu dengan masyarakat, kepentingan warga masyarakat dan masyarakat 5 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum(Legal Theory) dan Teori Peradilan(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang((legisprudence), Jakarta: Kencana, 2009. Hlm. 298 6 Maria Farida Indrati S., Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2007), 258. asing kepentingan kelompok masyarakat yang satu dan kepentingan kelompok masyarakat yang lain; kepentingan pemerintah dengan Warga Masyarakat; kepentingan generasi yang sekarang dan kepentingan generasi mendatang; kepentingan manusia dan ekosistemnya; kepentingan pria dan wanita. 3. Ketidakberpihakan, yang dimaksud dengan “asas ketidakberpihakan” adalah asas yang mewajibkan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dengan mempertimbangkan kepentingan para pihak secara keseluruhan dan tidak diskriminatif. 4. Kecermatan, yang dimaksud dengan “asas kecermatan” adalah asas yang mengandung arti bahwa suatu Keputusan dan/atau Tindakan harus didasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas penetapan dan/atau pelaksanaan Keputusan dan/atau Tindakan sehingga Keputusan dan/atau Tindakan yang bersangkutan dipersiapkan dengan cermat sebelum Keputusan dan/atau Tindakan tersebut ditetapkan dan/atau dilakukan. 5. Tidak menyalahgunakan kewenangan, yang dimaksud dengan asas tidak menyalahkan kewenangan adalah asas yang mewajibkan setiap badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau kepentingan yang lain dan tidak sesuai dengan tujuan pemberian kewenangan tersebut, tidakmelampaui, tidak menyalahgunakan, dan/atau tidak mencampuradukkan kewenangan. 6. Keterbukaan, yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah asas yang melayani masyarakat untuk mendapatkan akses dan memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara. 7. Kepentingan umum yang dimaksud dengan “asas kepentingan umum” adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan dan kemanfaatan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, selektif, dan tidak diskriminatif. 8. Pelayanan yang baik, yang dimaksud dengan “asas pelayanan yang baik” adalah asas yang memberikan pelayanan yang tepat waktu, prosedur dan biaya yang jelas, sesuai dengan standar pelayanan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan. ## Perbuatan Melawan Hukum oleh Pejabat Pemerintah Menurut H. Ujang Abdullah (2004) pendefinisian perbuatan melawan hukum mengalami perubahan dalam tiga periode sebagai berikut: 7 7 H. Ujang Abdullah, SH, M. Si., Perbuatan Melawan Hukum Oleh Penguasa 1. Periode sebelum tahun 1838, yaitu belum terbentuknya kodifikasi Burgerijk Wetboek (BW), sehingga pelaksanaan perlindungan hukum terhadap perbuatan melawan hukum belum jelas dan belum terarah. 2. Periode antara tahun 1838-1919, yaitu periode telah terbentuknya kodifikasi BW, sehingga berlakulah ketentuan pasal 1401 BW yang sama dengan ketentuan 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai perbuatan melawan hukum didefinisikan sebagai berbuat sesuatu (aktif) maupun tidak berbuat sesuatu (pasif) yang merugikan orang lain baik yang disengaja maupun yang merupakan kelalaian sebagaimana yang diatur dalam ketentuan pasal 1366 KUH Perdata. 3. Periode setelah tahun 1919, merupakan dasar dan permulaan definisi baru perbuatan melawan hukum dan sekaligus merupakan koreksi terhadap paham kodifikasi yang sempit dan ajaran legisme yang hanya memandang aturan tertulis atau kebiasaan yang diakui tertulis sebagai hukum. Menurut literatur, definisi perbuatan melawan hukum tidak hanya meliputi perbuatan yang bertentangan dengan pasal-pasal dalam perundang-undangan yang berlaku tetapi termasuk juga perbuatan yang melanggar kepatutan dalam masyarakat. ## Hukum Administrasi Negara ## A. Kewenangan Secara teoritis, wewenang merupakan istilah yang lazim dikenal dan digunakan dalam hukum administrasi, bahkan dalam kepustakaan Hukum Administrasi Belanda, masalah wewenang selalu menjadi bagian penting dan bagian awal dari Hukum Administrasi karena obyek Hukum Administrasi adalah wewenang pemerintahan (bestuurs bevoegdheid) dalam konteks hukum publik). 8 Kewenangan pemerintah di Indonesia bersumber pada peraturan perundang- undangan yang diperoleh melalui tiga cara seperti sebagaimana disebutkan dalalm Pasal 11 Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yaitu: 1. Atribusi Atribusi adalah pemberian Kewenangan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau Undang-Undang. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan memperolehWewenang melalui Atribusi apabila: a. Diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan/atau undang-undang; b. Merupakan Wewenang baru atau sebelumnya tidak ada; dan c. Atribusi diberikan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan. 8 Philiphus M. Hadjon, dkk. 2012. Hukum Administrasi dan Tindak Pidana Korupsi Cetakan Kedua. Yogyakarta: Gajahmada University Press. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh Wewenang melalui Atribusi, tanggung jawab Kewenangan berada pada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang bersangkutan. Kewenangan Atribusi tidak dapat didelegasikan, kecuali diatur di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan/atau undang-undang. 2. Delegasi Delegasi adalah pelimpahan Kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung jawab beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi. Pada delegasi tidak ada penciptaan wewenang, yang ada hanya pelimpahan wewenang dari pejabat yang satu kepada pejabat lainnya. Tanggung jawab yuridis tidak lagi berada pada pemberi delegasi, tetapi beralih pada penerima delegasi. Delegasi yang telah diberikan oleh pemberi delegasi dapat dicabut berdasarkan asas “contrarius actus”. Artinya bahwa badan/pejabat yang menerbitkan suatu “keputusan” maka badan/pejabat itu juga yang mencabut/membatalkannya. Hal ini juga sejalan dengan Pasal 13 ayat (6) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah bahwa dalam hal pelaksanaan Wewenang berdasarkan Delegasi menimbulkan ketidakefektifan penyelenggaraan pemerintahan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan pendelegasian Kewenangan dapat menarik kembali Wewenang yang telah didelegasikan. 3. Mandat Mandat adalah pelimpahan Kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat tetap berada pada pemberi mandat. Penerima mandat hanya bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat, tanggung jawab akhir keputusan yang diambil penerima mandat tetap berada pada pemberi mandat. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang menerima Mandat harus menyebutkan atas nama Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan Mandat. Undang-Undang Administrasi Pemerintahan secara yuridis membedakan definisi wewenang dengan kewenangan. Wewenang didefinisikan sebagai “hak yang dimiliki oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerin tah”. Sementara kewenangan merupakan sebutan dari kewenangan pemerintahan yang dimaksudkan sebagai “kekuasaan badan dan/atau pejabat pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk bertindak dalam ranah hukum publik”. ## Penyalahgunaan Wewenang Penyalahgunaan kewenangan karena jabatan di Indonesia secara yuridis diatur melalui Undang-Undang Administrasi Pemerintahan sebagai bagian dari Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB). Undang-Undang Administrasi Pemerintahan membedakan antara “Penyalahgunaan Wewenang” dan “Asas Tidak Menyalahgunakan Kewenangan”. Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa penyalahgunaan kewenangan berkaitan dengan jabatan yang dimiliki oleh seorang pejabat publik (menyalahgunakan kewenangan karena jabatan, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 3: “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu)tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”. Berdasarkan Pasal 3 Undang Undang Tindak Pidana Korupsi, subjek hukum tindak pidana adalah setiap orang (individu) atau institusi/Lembaga. Akan tetapi mengingat bahwa institusi/Lembaga sebagai rechtperson tidak mungkin mempunyai kedudukan dalam jabatan seperti natuurlijke person, maka Tindak pidana korupsi dalam aturan ini hanya dapat dikaitkan dengan orang perseorangan yaitu aparatur negara atau pejabat publik. Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan kewenangan dari Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 angka (2) huruf (a), huruf (b), huruf (c), huruf (d) dan huruf (e) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. ## Sanksi Administrasi Sanksi Administrasi Polisi, jaksa, dan hakim merupakan aparatur pemerintah dalam upaya penegakan hukum. Selain dari unsur-unsur tersebut, pejabat pemerintahan juga turut berperan dalam penegakan hukum. Pejabat pemerintahan menggunakan instrumen pengawasan dan sanksi administrasi dalam penegakan hukum. Pengawasan adalah sarana preventif untuk mencegah terjadinya pelanggaran, sementara sanksi administrasi menjadi instrumen represif untuk menghukum pelanggar atau menghentikan pelanggaran dan memulihkan akibat dari pelanggaran tersebut. 9 ## Pemberantasan Korupsi Indonesia mengadopsi dari Bahasa Belanda corruptive menjadi korupsi. Korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeruk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi demi keuntungan pribadi, salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan 9 Efendi A’an dan Freddy Poernomo.2017. Hukum Administrasi. Jakarta Timur: Sinar Grafika kekuatan-kekuatan formal (misalnya dengan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri. 10 Tindak pidana korupsi merupakan tindakan atau kegiatan yang dilakukan untuk memperkaya diri sendiri maupun kelompok dimana kegiatan tersebut melanggar hukum karena telah merugikan bangsa dan negara. Di Indonesia tindak pidana korupsi diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. ## 2. Faktor-Faktor Penghambat Implementasi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan Dalam Pemberantasan Korupsi UUAP merupakan regulasi penting dari proses reformasi birokrasi, karena menegaskan manajemen pemerintahan agar bisa berjalan dengan benar dalam menjalankan fungsi pokok. 11 Lahirnya UUAP memiliki latar belakang antara lain yaitu untuk menyelesaikan permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pengaturan mengenai administrasi pemerintahan diharapkan dapat menjadi solusi dalam memberikan perlindungan hukum baik bagi warga masyarakat maupun pejabat pemerintahan. UUAP menjadi salah satu dasar hukum bagi badan dan/atau pejabat pemerintahan, warga masyarakat dan pihak-pihak lainnya yang terkait dengan administrasi pemerintahan dalam upaya meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan. UUAP merupakan peraturan yang mengontrol setiap perbuatan pejabat. Artinya UUAP mengatur bagaimana seorang pejabat administrasi pemerintahan menggunakan kewenangannya dalam membuat keputusan dan tindakan. Sehingga dengan adanya regulasi ini seorang pejabat pemerintah tidak bisa lagi menjalankan kewenangannya secara sewenang- wenang, oleh karena itu diterbitkannya UUAP menjadi pedoman dalam menjalankan administrasi pemerintahan. Sebagaimana dalam Pasal 3 disebutkan bahwa tujuan undang- undang dibentuk adalah untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang. Secara tegas menyatakan bahwa UUAP melarang segala bentuk penyalahgunaan wewenang. Salah satu unsur dari Pasal 3 Undang-Undang Tipikor adalah Penyalahgunaan Kewenangan yaitu yang terkait dengan jabatan dan kedudukan tertentu dalam birokrasi pemerintahan. Suatu dakwaan tindak pida na yang dikaitkan dengan unsur “kewenangan” atau “jabatan” atau “kedudukan”, maka dalam mempertimbangkannya tidak dapat dilepaskan dari aspek hukum administrasi negara yang memberlakukan prinsip pertanggungjawaban jabatan, yang harus dipisahkan dari prinsip pertangung jawaban pribadi dalam hukum pidana. 12 10 Kartini Kartono. Patologi Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2003 11 Dika Yudanto, Nourma Dewi, “Penerapan Good Governance di Indonesia dalam Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi”, Jurnal Mimbar Hukum, Volume 21 Nomor 3, Oktober 2009, hlm. 35. 12 Putusan Badan Peradilan, Varia Peradilan, No.223 Th.XIX. April 2004, hlm 4 Implementasi UUAP tidak dapat berjalan dengan optimal tanpa melibatkan stakeholder UUAP itu sendiri yang terdiri dari APIP, Pejabat pemerintahan, APH dan masyarakat (ASN). APIP dalam PP 60/2008 disebutkan bahwa Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) adalah instansi pemerintah yang dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan intern (audit intern) di lingkungan pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah, yang terdiri dari: 1. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 2. Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern. 3. Inspektorat Provinsi. 4. Inpektorat Kabupaten/kota. Pengawasan intern pemerintah yang dilakukan oleh APIP, merupakan salah satu unsur manajemen pada organisasi penyelenggaraan pemerintahan. Pengawasan tersebut memegang peranan penting dalam mengawal dan mengoptimalkan kinerja dan pencapaian tujuan kementerian/lembaga/daerah serta mencegah dilakukannya tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. ## D. PENUTUP ## Simpulan Pemerintah sebenarnya sudah berusaha memberikan perlindungan hukum bagi pejabat pemerintahan dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan yaitu dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UUAP). UUAP selain menjamin hak-hak dasar dan memberikan pelindungan kepada masyarakat juga sekaligus menjamin penyelenggaraan tugas-tugas negara oleh pejabat pemerintahan dalam upaya meningkatkan kepemerintahan yang baik ( good governance ) dan sebagai upaya untuk mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Terkait dengan potensi terjadinya praktik korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan, maka UUAP secara tegas telah mengatur larangan penyalahgunaan wewenang Pasal 17 ayat 1 yang menyebutkan bahwa Badan dan/atau Pejabat Pemerintah dilarang penyalahgunaan wewenang, namun memang dalam upaya meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan belum sepenuhnya menjadi rujukan bagi Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan, Warga Masyarakat, dan pihak-pihak lain. Lahirnya UUAP belum berimplikasi secara signifikan terhadap penanganan kasus penyalahgunaan wewenang dikarenakan masih rendahnya pemahaman dan komitmen dari stakeholder baik APIP, APH, dan pejabat pemerintahan Belum adanya penegakan sanksi administrative kepada pejabat pemerintahan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2016 tentang tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pejabat Pemerintah, selama ini sanksi yang diberikan masih merujuk pada Peraturan Pemerintah 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, yang mengklasifikasikan penyalahgunaan wewenang sebagai hukuman disiplin berat ## SARAN Perlu adanya revisi Undang-Undang Nomer 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan (UUAP) terkait dengan pengaturan mekanisme koordinasi antara Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam penanganan kasus penyalahgunaan wewenang. Stakeholders . UUAP perlu menyusun program dan langkah-langkah strategis dalam rangka mengoptimalkan implementasi UUAP. Perlu juga dilakukan peran, kewenangan, dan fungsi APIP yang diatur dalam bentuk regulasi Undang-Undang. ## DAFTAR PUSTAKA Achmad Ali, Menguak Teori Hukum(Legal Theory) dan Teori Peradilan(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang((legisprudence), Jakarta: Kencana, 2009. Hlm. 298. Dika Yudanto, Nourma Dewi, “Penerapan Good Governance di Indonesia dalam Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi”, Jurnal Mimbar Hukum, Volume 21 Nomor 3, Oktober 2009, hlm. 35. Efendi A’an dan Freddy Poernomo.2017. Hukum Administrasi. Jakarta Timur: Sinar ## Grafika H.M. Soerya Respationo, “Penyelenggaraan Pemerintah yang Bersih Menuju Zona Integritas Wilayah Bebas Korupsi”, Jurnal Masalah -Masalah Hukum, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Jilid 42 No. 1 Tahun 2013, hlm. 115., sebagaimana dikutip dalam Marojahan JS Panjaitan,Penyelesaian Penyalahgunaan Wewenang yang Menimbulkan Kerugian Negara Menurut Hukum Administrasi Pemerintahan, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum No. 3 Vol. 24 Juli 2017: 431 – 447. H. Ujang Abdullah, SH, M. Si., Perbuatan Melawan Hukum Oleh Penguasa https://www.kpk.go.id/id/statistic/ penindakan/tpk-berdasarkan instansi) Igm Nurjana, 2010, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi, Pustaka Pelajar, hlm. 14. Kartini Kartono. Patologi Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2003 Maria Farida Indrati S., Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2007), 258. Philiphus M. Hadjon, dkk. 2012. Hukum Administrasi dan Tindak Pidana Korupsi Cetakan Kedua. Yogyakarta: Gajahmada University Press. Putusan Badan Peradilan, Varia Peradilan, No.223 Th.XIX. April 2004, hlm 4. Sahputra, M, dkk. (2019). Implementasi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan Terkait Pemberantasan Korupsi. Aceh: LAN (puslatbang KHAN).
d4c65ea8-100a-40bf-9466-97678933646a
https://ejurnal.ung.ac.id/index.php/Euler/article/download/10355/2831
## PERBANDINGAN REGRESI LOGISTIK BINER DAN PROBIT BINER DALAM PEMODELAN TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA Hendra H. Dukalang 1 * 1 Jurusan Perbankan Syariah, IAIN Sultan Amai Gorontalo. Kabupaten Gorontalo 96210, Indonesia *Penulis Korespondensi. Email: hendra.statistika@iaingorontalo.ac.id ## Abstrak Regresi merupakan suatu metode analisis data yang digunakan untuk memodelkan hubungan antara satu variabel respon dan satu atau lebih variabel prediktor. Dalam pemodelan regresi sering digunakan data pada umumnya meodel regresi yang sering digunakan adalah sederhana maupun regresi berganda dalam pemodelan yang variabel responnya adalah data kuantitatif. Perbedaan mendasar dari model regresi dengan menggunakan data kuantitatif tujuan utamanya adalah mengestimasi nilai rata-rata dari variabel dependen dengan menggunakan nilai-nilai tertentu dari variabel independen. Sedangkan dalam model regresi dengan variabel dependen kualitatif, tujuan utamanya adalah menemukan probabilitas terjadinya sesuatu (probability model). Salah Satu metode pengembangan dari model regresi untuk data dengan variabel respon kualitatif adalah adalah regresi Logistik dan Probit. Tujuan Penelitian ini adalah membandingkan Model terbaik dengan menggunkan regresi logistic biner dengan regresi probit biner pada kasus Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Kota Gorontalo. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif, dengan pemodelan regresi logistik biner dan regresi probit biner.. Hasil penelitian menunjukan bahwa variable yang berpengaruh signifikan pada TPAK Kota Gorontalo adalah tingkat pengangguran terbuka, dan model terbaik antara model regresi logistic biner dengan nilai AIC sebesar 1,289 lebih kecil dari nilai AIC regresi Probit biner 1,318, demikian pula dari nilai R2 diperoleh nilai R2 untuk regresi logistic biner sebesar 12,74%, lebih besar dari nilai R2 regresi probit biner sebesar 10,70%. Kata Kunci: Regresi; Logistik Biner; Probit Biner; TPAK ## Abstract Regression is a data analysis method used to model the relationship between one response variable and one or more predictor variables. In regression modelling, data is often used. In general, the regression model that is often used is simple or multiple regression in modelling where the response variable is quantitative data. The fundamental difference from regression models using quantitative data is the main objective is to estimate the average value of the dependent variable using certain values of the independent variable. Whereas in a regression model with a qualitative dependent variable the main objective is to find the probability of something happening (probability model). One of the development methods of the regression model for data with qualitative response variables is Logistic and Probit regression. The purpose of this study was to compare the best model using binary logistic regression with binary probit regression in the case of Labor Force Participation Rate (TPAK) in Gorontalo City. The research method used is quantitative research methods, with binary logistic regression modelling and binary probit regression. The results showed that the variable that has a significant effect on TPAK Gorontalo City is the open unemployment rate, and the best model between the binary logistic regression model with an AIC value of 1.289 is smaller than the AIC value of the binary Probit regression 1.318, likewise from the R2 value the R2 value for regression is obtained. binary logistic of 12.74%, greater than the R2 value of binary probit regression of 10.70%. Keywords: Regression; Binary Logistics; Binary Probit; TPAK ## 1. Pendahuluan Hubungan antar variable independen dan dependen dapat dimodelkan degan menggunakan Analisis Regresi. Metode regresi merupakan analisis data yang mendiskripsikan hubungan antara sebuah respon dan satu atau lebih prediktor [1]. Akan tetapi pada umumnya meodel regresi yang sering digunakan adalah sederhana maupun regresi berganda dalam pemodelan yang variabel responnya adalah data kuantitatif. Namun terkadang dalam beberapa kasus, sering di temuai variabel responnya merupakan variabel dengan data kualitatif. Sehingga di perlukan suatu metode yang dapat digunakan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Perbedaan mendasar dari model regresi dengan menggunakan data kuantitatif tujuan utamanya adalah mengestimasi nilai rata-rata dari variabel dependen dengan menggunakan nilai-nilai tertentu dari variabel independen. Sedangkan dalam model regresi dengan variabel dependen kualitatif, tujuan utamanya adalah menemukan probabilitas terjadinya sesuatu (probability model). Salah Satu metode pengembangan dari model regresi untuk data dengan variabel respon kualitatif adalah adalah regresi Logistik dan Probit. Regresi logistik merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mencari hubungan respon yang bersifat dichtomous (berskala nominal atau ordinal dengan dua kategori) atau polychotomous prediktor [2]. Regresi logistik mirip dengan analisis diskriminan untuk menguji probability terjadianya variabel dependen yang diprediksi dengan menggunakan variabel dependentnya. Dalam pemodelan regresi logistik sering dikatakan model regresi binary respon. Sehingga jika di kaitkan dengan analisis diskriminan Masalah dalam model regresi logistik dapat di selesaikan dengan analisisi diskriminan, akan tetapi asumsi normal multivariat dalam analisisi diskriminana tidak dapat terpenuhi, karena variabel dependen dalam model merupakan campuran antara variabel metrik (kontinyu) dan non metrik (kategorikal). Dalam pemodelan regresi logistik tidak diperlukan pemenuhan asumsi normal multivariat sehingga regresi logistik dapat menjadi solusi jika asusmsi normal multivariat tidak terpenuhi. Dalam mengestimasi model regresi logistik digunakan Cumulative logistic function (Fungsi komulatif logistik). Sedangkan fungsi komulatif logistik bukan merupakan satu-satunya Cumulative distribution function (CDF). Dalam perkembangannya model estimasi dengan menggunakan Normal Cumulative distribution function lebih sesui untuk pemodelan variabel dependen kualitatif dan variabel prediktor bersifat kualitatif, kuantitatif, maupun gabungan. Model regresi ini disebut dengan regresi probit. Regresi probit singkatan dari Probability Unit merupakan model berdasarkan fungsi sebaran peluang normal kumulatif baku. Model regresi logistik dan regresi probit merupakan pendekatan alternatif untuk memodelkan hubungan antara variabel respon kategorik dan variabel bebas, dimana variabel respon berdistribusi Bernoulli atau multinomial [3]. Penggunaan model logit sering kali digunakan dalam data klasifikasi [4]. Dalam beberapa penelitian yeng menggunakan pemodelan regresi logistik dan regresi probit diantaranya adalah Penggunaan metode Least Absolute Deviation (LAD) untuk mengestimasi parameter model [5], Pengujian hipotesis dengan parameter robust [6] penggunaan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE) untuk mengestimasi model, pendekatan numerik dan estimasi parameter serta diagnosis terhadap model [7]. Pemilihan model terbaik dengan kriteria Cp Mallows dan AIC ( Akaike’s Information Criterion )[8]. Peneltian untuk pemodelan regresi probit talah digunakan dalam Pemodelan dan prediksi kebangkrutan bank di Slovakia [9], Regresi probit untuk variabel pengontrol hubungan antara variabel prediktor dan variabel respon [10]. Pemodelan regresi probit dan aplikasinya untuk data mining [11] Pemodelan Ketahanan Pangan di Indonesi dengan pendekatan regresi probit ordinal [12]. Dalam penelitian ini regresi logistik dan regresi probit di implementasikan dalam pemodelan Pemodelan Angkatan Kerja Di Kota Gorontalo. Menurut BPS Kota Gorontalo laju pertumbuhan penduduk Kota Gorontalo dapat menimbulkan berbagai tekanan dalam berbagai aspek kehidupan dan berimpilikasi dalam penyediaan lapangan kerja bagi angkatan kerja yang ada, karena bila penduduk bertambah maka jumlah angkatan kerja bertambah sehingga dapat menimbulkan masalah bagi penyediaan lapangan kerja baru. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model regresi terbaik pada pemodelan Angkatan Kerja di Kota Gorontalo, sehingga mendapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi Tingkat partisi angkatan kerja di Kota Gorontalo. ## 2. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang di peroleh dari Dinas tenaga Kerja, UKM dan Koperasi di Kota Gorontalo. Variabel yang digunakan meliputi Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebagai Variabel Y, dengan kategori 0 apabila kelurahan masuk dalam tingkat partisipasi Angkatan kerja rendah, serta kategori 1 apabila kelurahan masuk dalam tingkat partisipasi Angkatan kerja tinggi. Variabel prediktor yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 6 variabel dengan tipe kontinu, yaitu presentase usia produktif (X1), Tingkat pengangguran terbuka (X2), presentase pendidikan SD (X3), presentase Pendidikan SMP (X4), presentase Pendidikan SMA (X5), presentase Pendidikan PT (X6). Unit pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelurahan di Kota Gorontalo yang terdiri dari 50 Kelurahan. Sehingga jumlah keseluruhan dari unit pengamatan adalah sebanyak 50 kelurahan. Metode analisis data untuk pemodelan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dengan regresi logistik dan regresi probit adalah sebagai berikut : 1. Melakukan analisis statistika deskriptif terhadap variabel respon dan variabel prediktor 2. Melakukan pengujian multikolinieritas pada variabel prediktor, untuk mengetahui interdependensi antar variabel prediktor. Apabila terjadi multikoliinieritas maka diatasai dengan backward eliminasi. 2 1 1 s VIF R = − , untuk s =1, 2, …, p, dimana ( ) ( ) 2 1 2 2 1 ˆ 1 N i i i s N i i i x x R x x = =  − = −  − 3. Mengestimasi parameter regresi logistik untuk mengetahui hubungan antar variabel prediktopr dan variabel respon menggunakan Metode Maximum Likelihood . Metode tersebut mengestimasi parameter β dengan cara memaksimumkan fungsi likelihood 4. Melakukan pengujian signifikansi parameter dengan melakukan uji serentak menggunakan persamaan 0 1 0 1 1 1 2ln ˆ ˆ 1 j i n n n y y j j j n n n n G   − =             = −   −    5. Melakukan pengujian signifikansi parameter dengan melakukan uji parsial menggunakan persamaan. ( ) ˆ ˆ j i j W SE   = 6. Melakukan uji kesesuaian model untuk mengetahui apakah model yang didapatkan telah sesuai atau tidak. ( ) ( ) 2 1 ˆ ' ˆ ˆ ˆ ' 1 g k k k k k k k o n C n    = − = −  7. Menghitung ketepatan klasifikasi model dengan persamana 1 - APER, dimana APER ( apparent error rate) menggunakan persamaan berikut: 1 2 1 2 100% M M n n APER n n + =  + . 8. Pemilihan Model terbaik menggunakan Pseudo R 2 McFadden dengan persamaan sebeagi berikut: 0 1 0 1 2 1 1 0 1 1 1 ln ˆ ˆ 1 j i n n MF n y y j j j n n Log L n n R Log L   − =                   = − = −     −          ## 9. Membuat kesimpulan dan saran dari hasil penelitian. Pengolahan dan analisis data untuk estimasi dan pengujian hipotesis parameter menggunakan software eviews 10. ## 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Karakteristik Variabel Respon Dan Variabel Prediktor. ## 3.1.1 Karakteristik Variabel Respon Variabel respon yang digunakan dalam penelitian ini adalah partisipasi Angkatan kerja (TPAK) di Kota Gorontalo. TPAK yang tersebar di 50 kelurahan di Kota Gorontalo. Status tingkat partisipasi Angkatan kerja dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu kategori yakni kategori tinggi dan kategori rendah. Berikut hasil pengujian deskriptif untuk tingkat partisipasi angkatan kerja di Kota Gorontalo. Dari 50 Kelurahan yang ada di Kota Gorontalo, terdapat 25 kelurahan yang masuk dalam kategori tingkat partisipasi Angkatan kerja kategori rendah. Sedangkan 25 kelurahan lainnya masuk dalam kategori kategori tingkat partisipasi Angkatan kerja kategori tinggi. ## Gambar 1. Presentase Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja ## 3.1.2 Karakteristik Variabel Prediktor Variabel prediktor yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 6 variabel dengan tipe kontinu, yaitu presentase usia produktif (X1), Tingkat pengangguran terbuka (X2), presentase pendidikan Sekolah Dasar (X3), presentase Pendidikan SMP (X4), presentase Pendidikan SMA (X5), presentase Pendidikan Tinggi (X6), Karena data yang digunakan dalam variabel prediktor merupakan data interval maka Analisis statistika deskriptif yang digunakan untuk mendapatkan informasi dari seluruh variabel menggunakan nilai mean, standar deviasi, minimum, dan maksimum. Tabel 1. Deskriptif Variabel Prediktor Variable Mean StDev Minimum Maximum X1 40.179 1.499 36.42 43.37 X2 20.392 4.465 10.14 37.82 X3 12.064 4.645 5.4 26.15 X4 11.588 1.866 6.06 15.91 X5 26.023 5.274 12.01 36.66 X6 7.366 3.025 2.13 14.55 Tabel 1 menunjukan bahwa usia produktif pekerja yaitu 45-45 tahun di kota Gorontalo memiliki rata-rata 40,179 persen, dengan standar deviasi sebesar 1,499 dengan nilai minimum sebesar 36,42 persen dan nilai maksimum 43,37 persen. Serta Tingkat pengangguran terbuka di kota Gorontalo memiliki rata-rata 20,392 persen, dengan standar deviasi sebesar 4,465 dengan nilai minimum sebesar 10,14 persen dan nilai maksimum 37,82 persen. Tingkat pendidikan SD di kota Gorontalo memiliki rata-rata 12,064 persen, dengan standar deviasi sebesar 4,645 dengan nilai minimum sebesar 5,4 persen dan nilai maksimum 26,15 persen. Tingkat Pendidikan SMP kota Gorontalo memiliki rata- rata 11,588 persen, dengan standar deviasi sebesar 1,866 dengan nilai minimum sebesar 6,06 persen dan nilai maksimum 15,91 persen. Untuk Tingkat Pendidikan SMA di kota Gorontalo memiliki rata- rata 22,023 persen, dengan standar deviasi sebesar 5,274 dengan nilai minimum sebesar 12,01 persen dan nilai maksimum 36,66 persen. Selanjutnya tingkat Pendidikan perguruan tinggi di kota Gorontalo memiliki rata-rata 7,366 persen, dengan standar deviasi sebesar 3,025 dengan nilai minimum sebesar 2,13 persen dan nilai maksimum 14,55 persen. ## 3.2 Pengujian Asumsi Multikolinieritas Uji multikolinieritas merupakan suatu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan secara linier antar variabel prediktor. Dalam Analisis regresi logistic biner dan regresi probit biner tidak diperkenankan adanya hubungan secara linier antara variabel prediktor sehingga pelu dilakukan uji multikolinieritas sebelum melakukan pemodelan menggunakan regresi logistic biner maupun regresi probit biner. Berdasarkan hasil pengujian korelasi antar variabel prediktor, tidak terdapat korelasi yang lebih dari 0,80. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat multikolinieritas antar variabel prediktor. Hasil ini juga sesuai dengan pengujian menggunakan nilai Variance Inflating Factor (VIF) , sehingga diperoleh hasil pengujian multikolinieritas yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Uji Multikolinieritas Variabel Nilai VIF Keterangan X1 1,18 Tidak terjadi multikolinieritas X2 1,50 Tidak terjadi multikolinieritas X3 3,14 Tidak terjadi multikolinieritas X4 1,70 Tidak terjadi multikolinieritas X5 3,64 Tidak terjadi multikolinieritas X6 2,23 Tidak terjadi multikolinieritas Berdasarkan Tabel 2 ditunjukan bahwa hasil pengujian asumsi multikolinieritas tidak terjadi masalah dalam multikolinieritas, Karena Nilai VIF kurang dari 10,00. Sehingga dapat dilanjutkan pada pemodelan dengan menggunakan regresi logistic biner dan regresi probit biner. ## 3.3 Model Regresi Logistik Biner ## 3.3.1 Pengujian parameter secara serentak Regresi Logistik Biner Pengujian parameter secara serentak digunakan untuk memeriksa keberartian koefisien  secara keseluruhan dengan variabel prediktor Uji serentak pada penelitian ini menggunakan likelihood ratio test (G 2 ) dengan  (0,10).. Berdasarkan hasil pengujian parameter secara serentak diperoleh p-value sebesar 0,033. Nilai tersebut kurang dari nilai alpha, serta nilai chi square sebesar 13,70 > 2,706 sehingga dapat dikatakan bahwa H ditolak yang berarti bahwa pada tingkat kepercayaan sebesar 90 persen minimal terdapat satu parameter yang signifikan pada model. ## 3.3.2 Pengujian parameter secara parsial Regresi Logistik Biner Pengujian parameter secara parsial digunakan untuk mengetahui keberartian koefisien  dari masing-masing variabel prediktor yaitu X1 dan X6 secara individu. hipotesis yang digunakan H 0 :  = 0 H 1 :  ≠ 0 Kriteria pengujian, Tolak H0 jika nilai ( ) 2 2 , s df W    atau p-value <  (0,10). Pengujian parameter secara parsial pada penelitian ini menggunakan uji Wald. Hasil pengujian parameter secara parsial adalah variable predictor dengan nilai p-value sebesar 0,0154 <  (0,10)., dengan nilai chi-square sebesar 2,822. Lebih besar dari chi-square table 2,706. Sehingga hanya variabel tingkat pengangguran terbuka yang dimasukkan dalam model regresi logistik biner. ## 3.4 Model Regresi Logistik Biner Variabel prediktor yang signifikan yang merupakan hasil yang diperoleh dari uji serentak dan uji parsial yaitu X digunakan untuk membentuk model regresi logisti biner terbaik. Berikut adalah model regresi logistik biner yang dapat di bentuk berdasarkan persamaan: ( ) 2 5,074 0,2512 1 p Ln g x X p   = = − +   −   Sehingga dapat di peroleh formula untuk mencari nilai probabilitas adalah sebagai berikut: ( ) ( ) 1 g x g x e P e = + Dimana ( ) 2 5,074 0,2512 g x X = − + Berdasarkan model yang terbentuk variabilitas variabel respon yang dapat dijelaskan oleh variabel prediktor sangat kecil yaitu sebesar 12,74% yang menunjukan pemodelan yang terbentuk kurang bagus, hal ini dapat terlihat dari nilai R-Square sebesar 12,74%. Selanjutnya unttuk menguji apakah terdapat perbedaan antara hasil observasi dengan kemungkinan hasil prediksi model. Maka digunakan hasil pengujian Hosmer and Lemeshow . Hipotesis H 0 : Model sesuai (Tidak terdapat perbedaan antara hasil observasi dengan kemungkinan hasil prediksi) H 1 : Model tidak sesuai (terdapat perbedaan antara hasil observasi dengan kemungkinan hasil prediksi) Kriteria pengujian, Tolak H0 jika nilai ( ) 2 , ˆ df C    atau p-value <  (0,10). Berdasarkan hasil pengujian Hosmer and Lemeshow diperoleh bahwa nilainya sebesar 6,396 < 62,038 tidak terdapat perbedaan antara hasil observasi dengan hasil prediksi yang diperoleh menggunakan model yang telah terbentuk dimana hal ini dapat diketahui dari nilai p-value (0,603) > nilai  (0,10). sehingga gagal tolak H 0 . ## 3.5 Ketepatan Klasifikasi Model Regresi Logistik Biner Maka model yang terbentuk berdasarkan variabel yang ada sudah sesuai. Kesesuaian model juga dapat ditunjukan dari persentase ketepatan klasifikasi. Berikut ini ketepatan klasifikasi model yang terbentuk pada Tabel 3. Tabel 3 Ketepatan Klasifikasi Model Regresi Logistik Biner Observasi Prediksi TPAK Presentase Kebenaran Rendah Tinggi TPAK Rendah 22 9 88,0% Tinggi 3 16 64,0% Presentase Keseluruhan 76,0% Berdasarkan tabel ketepatan klasifikasi pada tabel 3 diketahui tingkat persentase kebenaran pada tingkat rendah sangat baik yaitu sebesar 88% sedangkan tingkat persentase ketepatan klasifikasi pada tingkat tinggi juga baik yaitu 64%. Secara keseluruhan tingkat persentase kebenaran cukup tinggi yaitu sebesar 76%. ## 3.6 Model Regresi Probit Biner ## 3.6.1 Pengujian parameter secara serentak Regresi Probit Biner Pengujian parameter secara serentak digunakan untuk memeriksa keberartian koefisien  secara keseluruhan dengan variabel prediktor. Uji serentak pada penelitian ini menggunakan likelihood ratio test (G 2 ) dengan  (0,10). Berdasarkan hasil pengujian parameter secara serentak diperoleh p-value sebesar 0,043. Nilai tersebut kurang dari nilai alpha, serta nilai chi square sebesar 12,97 sehingga dapat dikatakan bahwa H ditolak yang berarti bahwa pada tingkat kepercayaan sebesar 90 persen minimal terdapat satu parameter yang signifikan pada model. ## 3.6.2 Pengujian parameter secara parsial Regresi Probit Biner Pengujian parameter secara parsial digunakan untuk mengetahui keberartian koefisien  dari masing-masing variabel prediktor yaitu X1 dan X6 secara individu. hipotesis yang digunakan H 0 :  = 0 H 1 :  ≠ 0 Kriteria pengujian, Tolak H0 jika nilai ( ) 2 2 , df W    atau p-value <  (0,10). Pengujian parameter secara parsial pada penelitian ini menggunakan uji Wald . Hasil pengujian parameter secara parsial adalah variable predictor dengan nilai p-value <  (0,10) adalah variabel tingkat pengangguran terbuka, yakni sebesar 0,013 dengan nilai chi-square sebesar 2,901. Lebih besar dari chi-square table 2,706 Sehingga hanya variable tersebut yang dimasukkan dalam model regresi probit biner. ## 3.6.3 Model Regresi Probit Biner Variabel prediktor yang signifikan yang merupakan hasil yang diperoleh dari uji serentak dan uji parsial yaitu X digunakan untuk membentuk model regresi probit biner terbaik. Berikut adalah model regresi probit biner yang dapat di bentuk adalah: ( ) ( ) 2 ˆ 0 2,287 0,1116 p Y X = =  − + ( ) ( ) 2 ˆ 1 1 2,287 0,1116 p Y X = = −  − + Berdasarkan model yang terbentuk variabilitas variabel respon yang dapat dijelaskan oleh variabel prediktor sangat kecil yaitu sebesar 10,70% yang menunjukan pemodelan yang terbentuk kurang bagus, hal ini dapat terlihat dari nilai R-Square sebesar 10,70%. Selanjutnya unttuk menguji apakah terdapat perbedaan antara hasil observasi dengan kemungkinan hasil prediksi model. Maka digunakan hasil pengujian Hosmer and Lemeshow. Hipotesis yang digunakan dalam pengujian model adalah sebagai berikut. H 0 : Model sesuai (Tidak terdapat perbedaan antara hasil observasi dengan kemungkinan hasil prediksi) H 1 : Model tidak sesuai (terdapat perbedaan antara hasil observasi dengan kemungkinan hasil prediksi) Kriteria pengujian, Tolak H0 jika nilai ( ) 2 , ˆ df C    atau p-value <  (0,10) Berdasarkan hasil pengujian Hosmer and Lemeshow diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan antara hasil observasi dengan hasil prediksi yang diperoleh menggunakan model yang telah terbentuk dimana hal ini dapat diketahui dari nilai p-value (0,4515) > nilai  (0,10) sehingga gagal tolak H 0 atau model sudah sesuai. ## 3.6.4 Ketepatan Klasifikasi Model Regresi Probit Biner Untuk Menunjukan keseuai model dapat dikuatkan dengan menggunakan ketepatan klasifikasi model yang terbentuk, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4. Ketepatan Klasifikasi Model Observasi Prediksi TPAK Presentase Kebenaran Rendah Tinggi TPAK Rendah 22 9 88,0% Tinggi 3 16 64,0% Presentase Keseluruhan 76,0% Berdasarkan tabel ketepatan klasifikasi pada tabel 4 diketahui tingkat persentase kebenaran pada tingkat rendah sangat baik yaitu sebesar 88% sedangkan tingkat persentase ketepatan klasifikasi pada tingkat tinggi juga baik yaitu 64%. Secara keseluruhan tingkat persentase kebenaran cukup tinggi yaitu sebesar 76% ## 3.7 Pemilihan Model Terbaik Pemilihan model terbaik dealam penelitian ini menggunakan kriteria pemilihan model terbaik AIC (Aikake Information Criterion) sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5. Perbandingan Model Terbaik Model AIC R 2 Regresi Logistik Biner 1,289 12,74% Regresi Probit Biner 1,318 10,70% Berdasarkan tabel 5 diperoleh bahwa nilai AIC terkecil adalah model regresi logistic biner dengan nilai AIC sebesar 1,289 sedangkan nilai AIC untuk model regresi probit biner sebesar 1,318. Hal ini dapat disimpulkan bahwa model terbaik adalah model regresi logistic biner. Hal ini sesuai dengan nilai dari R 2 , di mana nilai R 2 terbesar merupakan R 2 dari model regresi logistic biner yaitu sebesar 12,74%. Sedangakan nilai R 2 dari model regresi probit biner yaitu sebesar 10,70%. ## 4. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasn di simpulkan bahwa TPAK dengan kategori tinggi sebanyak 50% dan kategori rendah 50%, dengan rata-rata usia adalah 40 tahun, dan tingkat penganggaran terbuka adalah 20%. Variabel yang berpengaruh signifikan pada model regresi logistk biner adalah variabel tingkat pengangguran terbuka dengan koefisien 0,2512. Variabel yang berpengaruh signifikan pada model regresi probit biner adalah variabel tingkat pengangguran terbuka dengan koefisien 0,1116, sedangkan model terbaik adalah regresi logistik biner dengan nilai AIC lebih kecil dari regresi probit biner, dan nilai R 2 regresi logistik biner lebih besar dari nilai R 2 regresi probit biner. ## Referensi [1] D.W. Hosmer, S. Lemeshow, R.X. Sturdivant, Applied logistic regression , 3rd Edition . John Wiley & Sons, 2013. [2] A. Agresti, Categorical data analysis , 3rd Edition . John Wiley & Sons, 2013. [3] D.J. Finney, Probit analysis, 3rd Edition . Cambridge University Press, 1971 [4] Gujarati, Damodar. Dasar-dasar Ekonometrika , Edisi Kelima. Mangunsong, R. C. penerjemah. Jakarta: Salemba Empat. 2013 [5] S. Hosseinian, E. Martinez, Robust binary regression. Journal of Statistical Planning and Inference , 141, 1497-1509, 2011 [6] A.M. Bianco, E. Martinez, Robust testing in the logistic regression model. Computational Statistics and Data Analysis , 53, 4095-4105, 2009. [7] D. Pregibon, Logistic regression diagnostics. The Annals of Statistics , 9, 705-724, 1981. [8] D.W. Hosmer, B. Jovanovic, S. Lemeshow, Best subsets logistic regression. Biometrics , 45, 1265-1270, 1989. [9] T. Kliestik, K. Kocisova, M. Misankova, Logit and probit model used for prediction of financial health of company. Procedia Economics and Finance , 23, 850-855, 2015. [10] K.B. Karlson, A. Holm, R. Breen, Comparing regression coefficients between same-sample nested models using logit and probit: a new method. Sociological Methodology , 42, 286-313, 2012. [11] M. Razzaghi, The probit link function in generalized linear models for data mining applications. Journal of Modern Applied Statistical Methods , 12, 164169, 2013. [12] Permatasari, D.L. dan Ratnasaril V. Pemodelan Ketahanan Pangan di Indonesia dengan Pendekatan Regresi Probit Ordinal. Jurnal Sains dan Seni ITS, Vol.5, No.2, Hal:151-156. 2016.
9dfaf62f-0793-4131-a2a6-6a41eaf860bd
https://jurnal.syntax-idea.co.id/index.php/syntax-idea/article/download/1950/1298
How to cite: Nurjanah, E. Djanuardi, Putri, S. A. (2022 Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Cianjur Nomor 1808/PDT.G/2018/PA.CJR tentang Pembatalan Perkawinan dikarenakan Pemalsuan Akta Cerai. Jurnal Syntax Idea 4 (9) E-ISSN: 2684-883X Published by: Ridwan Institute Syntax Idea: p–ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X Vol. 4, No. 9, September 2022 STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA CIANJUR NOMOR 1808/PDT.G/2018/PA.CJR TENTANG ## PEMBATALAN PERKAWINAN DIKARENAKAN PEMALSUAN AKTA CERAI Elsa Nurjanah, Djanuardi, Sherly Ayuna Putri Universitas Padjadjaran Email:elsanurjanah78@gmail.com, djanuardi1111@gmail.com, sherly.ayunaputri@yahoo.com ## Abstrak Perceraian merupakan putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri. Suatu perceraian harus adanya alasan yang kuat antara suami dan istri tidak dapat rukun kembali sebagai suami istri. Dalam Pasal 65 Undang-Undang Peradilan Agama menegaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Salah satu kasus dalam Putusan Pengadilan Agama Cianjur Nomor 1808/Pdt.G/2018/PA.Cjr yang mana Penggugat mengajukan gugatan pembatalan perkawinan terhadap perkawinan Tergugat I dan Tergugat II yang menggunakan akta cerai palsu karena Tergugat I tidak pernah melakukan persidangan perceraian di Pengadilan Agama Cianjur dengan Penggugat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keabsahan pembatalan perkawinan karena pemalsuan akta cerai dan akibat hukum dari pembatalan perkawinan. Kata Kunci: Pembatalan Perkawinan; Perceraian, Akta Cerai Palsu ## Abstract Divorce is the breakdown of the marital relationship between husband and wife. A divorce must have a compelling reason that husband and wife cannot get along again as husband and wife. In Article 65 of the Law on Religious Courts it is asserted that divorce can only be carried out before a Court hearing after the Court concerned has tried and unsuccessfully reconciled the two parties. One of the cases in the Cianjur Religious Court Number 1808/Pdt.G/2018/PA.Cjr where the Plaintiff filed a marriage annulment suit against the marriage of Defendant I and Defendant II who used the fake divorce certificate because Defendant I had never conducted a divorce trial in the Cianjur Religious Court with the Plaintiff. This study aims to determine the validity of marriage annulment because the forgery of divorce certificates and the legal consequences of marriage annulment against. Keywords : Marriage Annulment, Divorce, Fake Divorce Certificate ## Pendahuluan Manusia sebagai makhluk yang telah diberikan cipta, rasa, dan karsa oleh Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, untuk dapat melanjutkan keturunan, manusia mewujudkan hal tersebut melalui perkawinan yang sah sesuai dengan peraturan yang berlaku, maka perkawinan ditempatkan dalam posisi yang penting dan sakral. Setiap perkawinan tidak hanya didasarkan atas kebutuhan biologis antara pria dan wanita yang diakui sah, akan tetapi sebagai proses kodrat hidup manusia (Isis Ikhwansyah, 2018, p.1-2) . Supaya tidak terjadinya perkawinan yang menyimpang maka pemerintah Republik Indonesia mengatur masalah perkawinan dalam sebuah aturan tertulis yaitu Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2019 (selanjutnya disebut Undang-Undang Perkawinan), Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 (selanjutnya disebut Kompilasi Hukum Islam), Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan (selanjutnya disebut PP Nomor 9 Tahun 1975), dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 (selanjutnya disebut Undang-Undang Peradilan Agama). Hukum Islam memuat hal-hal pokok yang sifatnya kejiwaan, kerohanian, kehidupan lahir batin, dan kemanusiaan. Perkawinan juga didasarkan pada nilai-nilai keagamaan dengan memenuhi keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Santoso, 2016, p.413). Menurut Hukum Islam, perkawinan merupakan akad antara calon istri dengan calon suaminya. Akad nikah harus diucapkan oleh wali dari pihak wanita dengan jelas berupa ijab dan qabul oleh calon suami yang dilaksanakan di hadapan dua orang saksi yang memenuhi syarat (Hilman Hadikusuma, 2007, p.6) . Melangsungkan perkawinan berarti melaksanakan ibadah sebagaimana dituangkan dalam Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa: “Perkawinan yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqon gholiidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya adalah ibadah”. Berdasarkan Hukum Islam, perkawinan merupakan ibadah, yaitu dengan mempertalikan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita dalam ikatan sah. Perkawinan tersebut menjauhkan dan memelihara diri dari perbuatan zina. Perkawinan bagi orang yang beragama Islam diatur dalam Hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam. (Nasution, 2013, p.139) . Adapun ketentuan yang termuat dalam Undang-Undang Perkawinan yakni berdasarkan pada aspek formal dan aspek agama. Aspek formal berkaitan dengan administratif yakni pencatatan perkawinan, sementara pada aspek agama menentukan keabsahan suatu perkawinan ( Nahdiyanti, 2021, p.151 ). Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan menyatakan bahwa: “Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Keabsahan suatu perkawinan diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan bahwa: “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya”. Perceraian dalam istilah umum merupakan putusnya hubungan atau ikatan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita, sementara dalam Hukum Islam, perceraian dikenal dengan talak yang berarti melepaskan tali perkawinan atau mengakhiri hubungan suami istri. Talak maupun cerai gugat bukanlah suatu larangan, akan tetapi apabila suatu perkara tidak dapat diselesaikan melalui cara kekeluargaan oleh para pihak yang berperkara (Abror, 2020, p.23-24) . Untuk itu, jalan terakhir adalah dengan meminta bantuan Pengadilan Agama untuk mengajukan permohonan maupun gugatan perceraian. Suatu perkawinan dapat dilakukan perceraian, apabila adanya hal-hal yang diatur dalam Pasal 38 Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan bahwa: “Putusnya suatu perkawinan dapat terjadi karena adanya kematian, perceraian, dan putusan pengadilan”. Prosedur perceraian di Pengadilan Agama diatur dalam Undang-Undang Peradilan Agama sebagai berikut: Pertama, permohonan cerai talak atau gugatan perceraian diajukan oleh suami, istri, atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman termohon atau tergugat dengan disertai nama, umur, tempat kediaman pemohon atau penggugat maupun termohon atau tergugat, dan alasan dilakukannya perceraian. Kedua, pada tahap pemeriksaan permohonan cerai talak atau gugatan perceraian dilakukan oleh majelis hakim paling lambat tiga puluh hari setelah berkas atau surat permohonan atau gugatan didaftarkan di Kepaniteraan dan pemeriksaan dilakukan secara tertutup. Ketiga, setelah Pengadilan berkesimpulan bahwa kedua belah pihak tidak mungkin lagi berdamai dan telah cukup alasan perceraian, maka pengadilan menetapkan bahwa permohonan tersebut dikabulkan dan putusan pengadilan mengenai gugatan perceraian diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Keempat, pada cerai talak setelah dilakukan penetapan, maka Pengadilan akan menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak dengan memanggil suami dan istri maupun wakilnya untuk menghadiri sidang. Suami atau wakilnya yang diberi kuasa khusus dalam suatu akta otentik untuk mengucapkan ikrar talak yang dihadiri oleh istri atau kuasanya dan suami atau wakilnya dapat mengucapkan ikrar talak tanpa dihadiri istri atau wakilnya. Dalam kurun waktu enam bulan sejak ditetapkan hari sidang pengucapan ikrar talak, jika suami tidak datang menghadap sendiri atau tidak ada juga wakilnya, maka gugurlah kekuatan penetapan tersebut dan perceraian tidak dapat diajukan kembali dengan alasan yang sama. Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat hukumnya terhitung sejak putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Jika dikaitkan dengan kasus yang diambil oleh penulis adalah kasus pembatalan perkawinan dikarenakan adanya pemalsuan akta cerai. Dalam kasus ini, Penggugat dan Tergugat I merupakan pasangan suami istri yang melakukan perceraian melalui seseorang tanpa surat kuasa dan hanya memberikan sejumlah bayaran. Akibatnya, melanggar Pasal Pasal 65 Undang-Undang Peradilan Agama yang menyatakan bahwa: “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”. Penggugat dan Tergugat I juga tidak pernah melakukan prosedur persidangan perceraian di Pengadilan Agama Cianjur, maka hal ini tidak sesuai dengan ketentuan prosedur perceraian sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Peradilan Agama. Perceraian tersebut tidak sah, maka Penggugat dan Tergugat I masih terikat perkawinan oleh karena itu, Penggugat dan Tergugat I diberi akta cerai palsu oleh seseorang tersebut. Pada tanggal 09 Mei 2018 Tergugat I menggunakan akta cerai palsu untuk melangsungkan perkawinan dengan Tergugat II dan mengaku sebagai janda cerai, akan tetapi Tergugat II tidak mengetahui mengenai akta cerai palsu tersebut. Setelah itu, Penggugat melakukan gugatan pembatalan perkawinan terhadap perkawinan Tergugat I dan Tergugat II disertai alasan bahwa perkawinan tersebut menggunakan akta cerai palsu dan Tergugat I mengaku sebagai janda cerai. ## Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian berupa deskriptif analitis melalui data sekunder yang dilakukan melalui studi kepustakaan yakni peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, dan teori-teori hukum. Metode analisis data yang digunakan adalah metode normatif kualitatif. ## Hasil dan Pembahasan 1. Keabsahan Pembatalan Perkawinan Dalam Putusan Pengadilan Agama Cianjur Nomor 1808/Pdt.G/2018/PA.Cjr Dikarenakan Pemalsuan Akta Cerai Berdasarkan Hukum Islam dikaitkan dengan Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Dalam Hukum Islam, perkawinan merupakan sebuah akad atau perjanjian yang sifatnya suci, kuat, dan kokoh untuk menghalalkan seorang pria dengan seorang wanita dalam membangun rumah tangga. Akad nikah harus memenuhi rukun dan syarat-syarat yang ditentukan oleh syariat Islam. Perkawinan bertujuan untuk menciptakan rumah tangga yang rukun, penuh cinta, dan kasih sayang sehingga suami istri dapat menjalankan kehidupan rumah tangga sesuai dengan yang diperintahkan agama (Santoso, 2016, p.413) . Ketentuan perkawinan yang termuat dalam Undang-Undang Perkawinan didasarkan pada dua aspek yaitu, aspek formal dan aspek agama. Aspek formal berkaitan dengan administratif yakni pencatatan perkawinan, sedangkan aspek agama menentukan keabsahan suatu perkawinan. Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan menyatakan bahwa: “Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pada frasa “berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” artinya perkawinan mempunyai hubungan erat dengan agama, sehingga untuk menentukan keabsahan suatu perkawinan yaitu dengan memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam agamanya masing- masing, sementara pencatatan perkawinan merupakan tindakan administratif agar perkawinan yang telah dilangsungkan diakui sah secara negara. Hal ini tercantum dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan bahwa: “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”. Ditegaskan bahwa bagi yang beragama Islam berlaku hukum perkawinan Islam, sementara bagi agama selain Islam berlaku hukum perkawinan yang diatur dalam agamanya. Dalam Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa: “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut Hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan”. Perkawinan menurut Hukum Islam dianggap sah apabila telah memenuhi rukun dan syarat perkawinan, serta tidak melanggar larangan-larangan perkawinan. Rukun perkawinan dalam Hukum Islam yakni adanya calon mempelai pria dan calon mempelai wanita, wali nikah bagi mempelai wanita, dua orang saksi laki-laki yang beragama Islam, ijab dan kabul yang harus terdengar jelas oleh kedua belah pihak dan dua orang saksi. (Hadikusuma, 2007, p.6), hal ini dituangkan ke dalam Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam. Sahnya perkawinan sangat penting untuk menentukan kapan hubungan antara pria dan wanita menjadi halal, begitu pula dalam Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam menjelaskan mengenai syarat-syarat perkawinan, yakni sebagai berikut: 1. Perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai; 2. Adanya izin kedua orang tua maupun wali bagi calon mempelai yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun; 3. Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun; 4. Calon mempelai pria dan calon mempelai wanita tidak boleh dalam hubungan darah atau keluarga yang tidak boleh kawin; 5. Salah satu pihak tidak sedang dalam ikatan perkawinan dengan orang lain; 6. Bagi suami istri yang bercerai, kemudian kawin lagi satu sama lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, setelah itu kawin lagi untuk ketiga kalinya, asalkan agama dan kepercayaan mereka tidak melarang hal tersebut; 7. Bagi calon mempelai wanita yang janda tidak sedang dalam waktu tunggu; 8. Bagi yang beragama Islam, calon mempelai pria harus membayar mahar atau mas kawin kepada calon mempelai wanita, Islam tidak menentukan jumlah mahar namun mahar didasarkan atas kesederhanaan dan kemudahan. Suatu perkawinan dapat dibatalkan, apabila perkawinan yang dilangsungkan tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan sebagaimana ketentuan diatas, baik dari kedua belah pihak maupun dari salah satu pihak sebagaimana dalam Pasal 22 Undang-Undang Perkawinan menyatakan bahwa: “Perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan”. Pembatalan dari kata batal yaitu menganggap tidak sah atau menganggap tidak pernah ada. Pembatalan perkawinan adalah perkawinan yang dilangsungkan dianggap sebagai peristiwa yang tidak sah atau dianggap tidak pernah ada serta perkawinan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan hukum agama. Syarat yang mendasari permohonan pembatalan perkawinan tersebut harus terbukti benar, sehingga oleh hakim perkawinan tersebut akan dinyatakan batal dan perkawinan itu dianggap tidak pernah ada. Dengan demikian, bagi pihak yang mengetahui jika perkawinan yang telah dilangsungkan tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan dan mempunyai hak untuk mengajukan pembatalan perkawinan pada pengadilan yang berwenang menangani hal tersebut. Pihak yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Perkawinan juncto Pasal 73 Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa: 1. “Para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami atau isteri; 2. Suami atau isteri; 3. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan; 4. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang-Undang ini dan setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus”. Penggugat dalam putusan Pengadilan Agama Cianjur Nomor 1808/Pdt.G/2018/PA.Cjr mengenai pembatalan perkawinan merupakan pihak yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan sebagaimana tercantum dalam Pasal 23 huruf b Undang-Undang Perkawinan juncto Pasal 73 huruf b Kompilasi Hukum Islam. Pada pertimbangan putusan Pengadilan Agama Cianjur Nomor 1808/Pdt.G/2018/PA.Cjr, perkawinan yang dilangsungkan oleh Tergugat I dan Tergugat II menggunakan akta cerai palsu dengan Nomor: xxx/AC/2016/PA/Msy.Cjr tertanggal 15 Maret 2016, karena perceraian Tergugat I dan Penggugat melalui seseorang tanpa diberi surat kuasa dan hanya memberikan sejumlah bayaran, serta tidak melalui proses persidangan perceraian di Pengadilan Agama Cianjur. Perceraian pada dasarnya terjadi karena ketidakharmonisan dalam sebuah perkawinan. Suatu perceraian tidak akan terjadi apabila pasangan suami istri mempunyai ikatan lahir dan batin yang kuat satu sama lain, sehingga perceraian dipandang sebagai solusi terbaik agar terlepas dari ikatan perkawinan (Rais, 2014, p.200). Dalam Hukum Islam, perceraian dianggap sah apabila suami telah menjatuhi talak kepada istrinya. Al-Qur’an dan Hadits tidak mengatur mengenai pencatatan perceraian maupun perceraian harus dilakukan di hadapan sidang pengadilan. Berdasarkan pada ijtihad , perceraian menimbulkan mudarat maka proses perceraian diatur oleh Pemerintah. Hukum yang diterapkan atas dasar ijtihad ini dapat berubah sesuai dengan kondisi dan selama perubahan hukum tersebut demi kemaslahatan, serta tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits. Dengan demikian, apa yang tidak diatur secara khusus dalam Al-Qur’an dan Hadist, dapat dibuat aturan yang mengharuskan kemaslahatan dan menghindari mudarat. Berdasarkan hal tersebut, maka pencatatan perceraian dapat diwajibkan untuk memberikan kemaslahatan karena perceraian yang tidak tercatat banyak mendatangkan mudarat daripada manfaat (Abror, 2020) . Pada prinsipnya perkawinan yang dilakukan menurut agama Islam dan hendak melakukan perceraian, haruslah melalui persidangan di Pengadilan Agama namun karena ketidaktahuan masyarakat akan proses persidangan perceraian di Pengadilan Agama, kerap kali terjadi pihak yang tidak berwenang mengeluarkan akta cerai palsu dengan memalsukan tanda tangan Panitera Pengadilan Agama. (Hasibuan & Siregar, 2020) . Perkawinan antara Tergugat I dan Tergugat II yang menggunakan akta cerai palsu, menurut Hukum Islam tidak dapat dibenarkan karena dengan sengaja memberikan keterangan atau surat palsu sehingga menimbulkan kemudaratan kepada Penggugat, Tergugat I, dan Tergugat II. Oleh karena itu perkawinan antara Tergugat I dan Tergugat II dipandang berdosa dan termasuk ke dalam perkawinan yang harus dibatalkan atau fasid sebagaimana diatur dalam Pasal 71 huruf b Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa: “Suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila: b. Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi isteri pria lain yang mafqud”. Perkawinan antara Tergugat I dan Tergugat II apabila dihubungkan dengan syarat- syarat perkawinan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Perkawinan juncto Pasal 40 huruf a Kompilasi Hukum Islam. Pasal 9 Undang-Undang Perkawinan menyatakan bahwa: “Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi, kecuali dalam hal yang tersebut pada Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 undang-undang ini”. Pasal 40 huruf a Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa: “Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu: a. Karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria lain”. Berdasarkan ketentuan kedua pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa perkawinan antara Tergugat I dan Tergugat II yang menggunakan akta cerai palsu adalah dapat dibatalkan, karena tidak memenuhi syarat perkawinan yakni Tergugat I masih terikat perkawinan dengan Penggugat karena perceraian yang dilakukan Tergugat I dan Penggugat tidak melalui proses persidangan di Pengadilan Agama Cianjur. Suatu perceraian yang tanpa adanya penetapan atau putusan Pengadilan Agama tidak mempunyai kekuatan hukum. Sahnya perceraian harus dibuktikan dengan adanya akta cerai sebagai pengakuan negara terhadap putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri, sehingga sangat penting keberadaan akta cerai. Adapun tujuan dari akta cerai untuk mengetahui status pasangan yang akan melangsungkan perkawinan (Megawati, 2020, p.10) sebagaimana dalam Pasal 8 Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa: “Putusnya perkawinan selain cerai mati hanya dapat dibuktikan dengan surat cerai berupa putusan Pengadilan Agama baik yang berbentuk putusan perceraian, ikrar talak, khuluk atau putusan taklik talak”. Indonesia tidak mengenal perkawinan poliandri atau bersuami lebih dari satu, sehingga selama seorang istri yang masih terikat perkawinan dengan orang lain maka tidak boleh melangsungkan perkawinan lagi. Perkawinan antara Tergugat I dan Tergugat II dikategorikan sebagai poliandri atau bersuami lebih dari satu. Perkawinan antara Tergugat I dan Tergugat II bertentangan pula dengan Pasal 3 ayat (1) Undang- Undang Perkawinan yang menyatakan bahwa: “Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami”. Jika Tergugat I ingin melangsungkan perkawinan lagi, maka perceraian dengan Penggugat harus dilakukan melalui proses persidangan di Pengadilan Agama Cianjur hingga diterbitkannya akta cerai sebagai bukti dari keabsahan perceraian antara Tergugat I dan Penggugat guna memenuhi syarat-syarat perkawinan selanjutnya. Berdasarkan uraian tersebut, penulis setuju dengan Putusan Pengadilan Agama Cianjur Nomor 1808/Pdt.G/2018/PA.Cjr yang dalam pertimbangan hakimnya menyatakan bahwa Tergugat I statusnya masih mempunyai seorang suami dan masih terikat perkawinan dengan suami pertamanya yakni Penggugat, serta perkawinan antara Tergugat I dan Tergugat II yang tercatat dalam buku Akta Nikah dengan nomor 0229/12/V/2018 tertanggal 09 Mei 2018 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Cianjur Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum telah sesuai dengan ketentuan Pasal 9 dan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan juncto Pasal 71 huruf b Kompilasi Hukum Islam. 2. Akibat Hukum Dari Putusan Pengadilan Agama Cianjur Nomor 1808/Pdt.G/2018/PA.Cjr Terhadap Penggugat dan Tergugat I serta Tergugat I dan Tergugat II Berdasarkan Undang-Undang Peradilan Agama dan Undang-Undang Perkawinan Pasal 2 Undang-Undang Peradilan Agama menyatakan bahwa: “Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuaksaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam undang-undang ini”. Pengadilan Agama mempunyai dua kewenangan yaitu kewenangan absolut dan kewenangan relatif. Kewenangan absolut merupakan kekuasaan Pengadilan Agama berkaitan dengan jenis perkara yang ditentukan oleh undang-undang. Pasal 49 Undang- Undang Peradilan Agama mengatur mengenai jenis perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama yakni perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah, oleh karena itu perkara pembatalan perkawinan termasuk ke dalam kewenangan Pengadilan Agama Cianjur. Kompetensi relatif merupakan kewenangan Pengadilan Agama dalam mengadili suatu perkara berkaitan dengan wilayah atau tempat tinggal pihak yang berperkara (Hamami, 2003, p.106-107). Berdasarkan fotokopi KTP dan pengakuan Penggugat, Tergugat I, dan Tergugat II dalam persidangan bahwa Penggugat, Tergugat I, dan Tergugat II beragama Islam yang berdomisili di wilayah Kabupaten Cianjur, maka hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Peradilan Agama yang menyatakan bahwa: “Pengadilan Agama berkedudukan di kotamadya atau di ibu kota kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten”. Pada putusan pembatalan perkawinan terhadap perkawinan Tergugat I dan Tergugat II oleh Pengadilan Agama Cianjur sebagaimana termuat dalam Putusan Nomor 1808/Pdt.G/2018/PA.Cjr tanggal 02 Agustus 2018 telah mengemukakan dalil- dalil sebagai berikut: Penggugat mengajukan gugatan pembatalan perkawinan tertanggal 03 Juli 2018 yang didaftarkan di Pengadilan Agama Cianjur dengan Nomor 1808/Pdt.G/2018/PA.Cjr dengan dalil bahwa Tergugat I dan Tergugat II menggunakan akta cerai palsu untuk melangsungkan perkawinan pada tanggal 09 Mei 2018 sebagaimana termuat dalam Kutipan Akta Nikah Nomor: 0229/12/V/2018 yang dicatat oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur. Akta nikah merupakan bukti otentik dari suatu pelaksanaan perkawinan yang menjadi jaminan hukum apabila terjadi salah seorang suami atau istri melakukan tindakan menyimpang (Yunus, 2020, p.23). Alat bukti dalam acara perdata diatur dalam Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/ Pasal 164 HIR, yang terdiri dari: 1. “Bukti tulisan; 2. Saksi; 3. Persangkaan; 4. Pengakuan; 5. Sumpah”. Alat bukti tertulis berisi mengenai keterangan suatu peristiwa, keadaan maupun hal- hal tertentu, bukti tertulis dapat berupa akta otentik dan akta dibawah tangan (Mantili & Afriana, 2015, p.44) . Akta otentik diatur dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/ Pasal 165 HIR menyatakan bahwa: “Suatu akta otentik ialah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang- undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat akta dibuat”. Menurut Sudikno Mertokusumo, akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang oleh penguasa dan menurut ketentuan yang telah ditetapkan. Sementara akta dibawah tangan adalah akta yang dibuat para pihak untuk menyatakan hal-hal yang menjadi kesepakatan para pihak tanpa melibatkan pejabat (Sinaga, 2015) . Menurut R. Soebekti, akta merupakan tulisan yang sengaja dibuat untuk dijadikan bukti mengenai suatu peristiwa dan ditandatangani (Laurensius Arliman, 2015, p.26). Dalam Pasal 1685 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/ Pasal 163 HIR dapat disimpulkan bahwa, siapa yang mendalilkan atau mengemukakan suatu peristiwa atau kejadian, atau juga hak, maka kepadanya dibebankan kewajiban untuk membuktikannya. Asas ini merupakan asas umum mengenai pembuktian, karena siapa yang mengajukan dalil-dalil gugatannya, maka kepadanya dibebankan beban pembuktian (Manan, 2008, p.234) , oleh karena itu pihak yang menanggung beban pembuktian dalam Putusan Pengadilan Agama Cianjur Nomor 1808/Pdt.G/2018/PA.Cjr adalah Penggugat. Tergugat I untuk melangsungkan perkawinan dengan Tergugat II menggunakan akta cerai palsu dengan Nomor: xxx/AC/2016/PA/Msy.Cjr tertanggal 15 Maret 2016. Akta cerai adalah akta otentik yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang setelah adanya putusan pengadilan, pejabat yang berwenang menerbitkan akta perceraian bagi yang beragama Islam adalah Panitera Pengadilan Agama dan bagi yang beragama selain Islam adalah kantor catatan sipil (Tutik, 2011, p.68). Suatu akta tidak cukup apabila hanya dilihat dari akta itu dibuat atau di hadapan pejabat saja, melainkan harus dilihat dari segi prosedur pembuatan akta tersebut, apakah telah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam undang-undang. Akta otentik harus memenuhi dua syarat untuk dapat dijadikan alat bukti, sebagai berikut: (Manan, 2008, p.241-243) 1. Syarat formil a. Bersifat partai, maksudnya akta tersebut dibuat atas kesepakatan sekurang- kurangnya dua pihak, dalam hal ini hanya hubungan hukum perjanjian jual beli, sedangkan akta otentik yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang tidak bersifat partai; b. Dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat yang berwenang; c. Sengaja dibuat akta tersebut untuk surat bukti; d. Memuat tanggal, hari, tahun pembuatan, dan ditandatangani oleh pejabat yang membuat; dan e. Mempunyai pembuktian yang sempurna dan mengikat. 2. Syarat materiil a. Isi yang tercantum dalam akta otentik harus berkaitan dengan perkara yang disengketakan di pengadilan; b. Isi akta otentik tidak bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama, dan ketertiban umum; dan c. Pembuatannya sengaja dipergunakan sebagai alat bukti. Dalam hukum pembuktian, bukti tulisan atau surat merupakan alat bukti yang diutamakan apabila dibandingkan dengan alat bukti yang lain (Manan, 2008, p.240), maka akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian sempurna dan mengikat, sehingga akta tersebut tidak lagi memerlukan bukti tambahan dan hakim wajib mempercayai kebenaran apa yang tertulis di dalam akta tersebut selama tidak ada yang menyangkalnya. Pembuktian mengikat merupakan pembuktian antara para pihak, bahwa pada tanggal dan waktu yang tercantum dalam akta tersebut telah menghadap kepada pegawai berwenang dan menerangkan apa yang tercantum di dalam akta tersebut. Apabila ada yang menyangkal suatu akta otentik maka harus dibuktikan dengan bukti akta lain sebagaimana dalam Pasal 1865 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/ Pasal 163 HIR yang menyatakan bahwa: “Setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu”. Suatu akta otentik yang disangkal oleh pihak lawan, dengan menyatakan bahwa akta otentik tersebut adalah palsu atau cacat hukum, maka pihak yang menyangkal tersebut harus membuktikan sangkalannya (Manan, 2008, p.243). Dalam Putusan Pengadilan Agama Cianjur Nomor 1808/Pdt.G/2018/PA.Cjr pihak yang menyangkal terhadap akta cerai Tergugat I adalah Penggugat, Penggugat menyatakan akta cerai yang digunakan Tergugat I untuk melangsungkan perkawinan dengan Tergugat II adalah palsu. Akibat hukum dari akta cerai palsu yang digunakan Tergugat I berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah akta cerai tersebut tidak sempurna dan tidak mengikat Penggugat dan Tergugat I karena prosedur pembuatan akta cerai tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam undang-undang, dimana akta cerai tidak dibuat atau dihadapan pejabat yang berwenang dan tidak menerangkan suatu perbuatan hukum yang sah, dalam hal ini perbuatan hukum tersebut adalah perceraian Penggugat dan Tergugat I tidak melalui proses persidangan di Pengadilan Agama Cianjur sehingga akta cerai palsu bukanlah pembuktian yang mengikat. Tergugat I mengakui bahwa akta cerai yang digunakan untuk melangsungkan perkawinan dengan Tergugat II adalah palsu karena Penggugat dan Tergugat I mengurus perceraian melalui seseorang tanpa surat kuasa dan hanya memberi sejumlah bayaran, serta tidak pernah melakukan persidangan perceraian di Pengadilan Agama Cianjur, oleh karena itu Penggugat dan Tergugat I diberi akta cerai palsu. Pengakuan adalah keterangan tergugat yang membenarkan peristiwa, hak atau hubungan hukum yang menjadi pokok perkara yang diajukan oleh penggugat sehingga kekuatan pembuktiannya bersifat sempurna (Manan, 2008, p.263 ). Menurut A. Pitlo, pengakuan merupakan keterangan sepihak dari salah satu pihak dalam suatu perkara, dimana ia mengakui dalil gugatan pihak lawan. Pengakuan salah satu pihak yang berperkara harus memenuhi dua syarat untuk dapat dijadikan alat bukti, sebagai berikut: (Manan, 2008, p.250-260) 1. Syarat formil a. Disampaikan dalam proses pemeriksaan perkara dalam persidangan Majelis Hakim Pengadilan Agama; dan b. Pengakuan disampaikan oleh pihak yang berperkara atau kuasanya dalam bentuk lisan atau tulisan. 2. Syarat materiil a. Pengakuan yang diberikan tersebut langsung berkaitan dengan pokok perkara; b. Tidak merupakan kebohongan; c. Tidak bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama, moral dan ketertiban umum. Dalam Pasal 174 HIR menyatakan bahwa: “Pengakuan yang diucapkan di hadapan Hakim, cukup menjadi bukti untuk memberatkan orang yang mengakui itu, baik yang diucapkannya sendiri maupun dengan pertolongan orang lain, yang istimewa dikuasakan untuk itu”. Berdasarkan syarat formil dan materiil mengenai pengakuan, serta Pasal 174 HIR diatas, maka pengakuan yang diucapkan di depan sidang oleh salah satu pihak yang berperkara sendiri atau kuasa hukumnya, maka pengakuan tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna ( volledig bewijs ). Hal ini berarti apabila tergugat telah mengakui dalil gugatan pihak lawan atau penggugat, maka hakim harus mengabulkan gugatan penggugat dan perkara dianggap selesai (Manan, 2008, p.257- 258). Meningkatnya angka perceraian dijadikan peluang oleh pihak yang tidak bertanggungjawab dengan menawarkan akta cerai tanpa melalui persidangan di pengadilan sehingga diperlukan perlindungan hukum terhadap pembuatan akta. Dengan demikian, agar tidak terjadi hal seperti itu maka pihak tersebut dapat dikenakan sanksi, sebagai suatu paksaan yang bertujuan untuk memberi kesadaran dan efek jera bahwa tindakan yang dilakukannya telah menyimpang dari kaidah hukum (Devi & Westra, 2021, p.253) . Adapun sanksi terhadap pemalsuan akta cerai diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa: “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”. Majelis Hakim Pengadilan Agama Cianjur pada Putusan Nomor 1808/Pdt.G/2018/PA.Cjr mengabulkan gugatan Penggugat dan menyatakan bahwa perkawinan antara Tergugat I dan Tergugat II sebagaimana tercantum dalam Kutipan Akta Nikah Nomor: 0229/12/V/2018 yang dicatat oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur batal demi hukum. Menurut pendapat penulis, akibat hukum dari putusan Pengadilan Agama Cianjur Nomor 1808/Pdt.G/2018/PA.Cjr berdasarkan Undang-Undang Peradilan Agama terhadap Penggugat dan Tergugat I yakni Penggugat dan Tergugat I masih terikat perkawinan, karena perceraian yang dilakukan tidak melalui proses persidangan perceraian di Pengadilan Agama Cianjur. Dalam Undang-Undang Peradilan Agama tidak terdapat klausul yang menyatakan secara eksplisit bahwa perceraian yang dilakukan di luar sidang pengadilan adalah tidak sah, akan tetapi ditegaskan dalam Pasal 65 Undang-Undang Peradilan Agama menyatakan bahwa: “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”. Prosedur perceraian dibagi ke dalam dua jenis, tergantung pihak mana yang mengajukan gugatannya, yaitu gugatan perceraian yang diajukan oleh pihak suami disebut cerai talak, sementara gugatan perceraian yang diajukan oleh pihak istri yang disebut cerai gugat. Perceraian hanya dapat dilakukan apabila terdapat alasan yang cukup, jika suami dan istri tidak adanya harapan untuk hidup rukun kembali sebagai suami istri, hal ini agar tidak terjadi tindakan sewenang-wenang oleh salah satu pihak dalam melakukan perceraian. Adapun alasan-alasan perceraian diatur dalam penjelasan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan bahwa: 1. “Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan; 2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemauannya; 3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukum yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung; 4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain; 5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri; 6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”. Pasal 70 Undang-Undang Peradilan Agama diatur mengenai proses cerai talak, sebagai berikut: 1. “Pengadilan setelah berkesimpulan bahwa kedua belah pihak tidak mungkin lagi didamaikan dan telah cukup alasan perceraian, maka Pengadilan menetapkan bahwa permohonan tersebut dikabulkan; 2. Terhadap penetapan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), istri dapat mengajukan banding; 3. Setelah penetapan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, Pengadilan menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak, dengan memanggil suami dan istri atau wakilnya untuk menghadiri sidang tersebut; 4. Dalam sidang itu suami atau wakilnya yang diberi kuasa khusus dalam suatu akta otentik untuk mengucapkan ikrar talak yang dihadiri oleh istri atau kuasanya; 5. Jika istri telah mendapat panggilan secara sah atau patut, tetapi tidak datang menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya, maka suami atau wakilnya dapat mengucapkan ikrar talak tanpa hadirnya istri atau wakilnya; 6. Suami dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan hari sidang penyaksian ikrar talak, tidak datang menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya meskipun telah mendapat panggilan secara sah atau patut maka gugurlah kekuatan penetapan tersebut, dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama”. Proses cerai gugat di Pengadilan Agama diatur dalam Pasal 82 Undang-Undang Peradilan Agama menyatakan bahwa: 1. “Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, Hakim berusaha mendamaikan kedua pihak; 2. Dalam sidang perdamaian tersebut, suami istri harus datang secara pribadi, kecuali apabila salah satu pihak bertempat kediaman di luar negeri, dan tidak dapat datang menghadap secara pribadi dapat diwakili oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu; 3. Apabila kedua pihak bertempat kediaman di luar negeri, maka penggugat pada sidang perdamaian tersebut harus menghadap secara pribadi; 4. Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan”. Berdasarkan pendapat penulis, selain perceraian antara Penggugat dan Tergugat I yang tidak sah karena tidak melalui proses persidangan di Pengadilan Agama Cianjur, perceraian tersebut juga bertentangan dengan ketentuan proses perceraian baik cerai talak maupun cerai gugat yang diatur dalam Undang-Undang Peradilan Agama. Dapat ditafsirkan bahwa perceraian yang dilakukan di luar sidang pengadilan adalah tidak sah karena perceraian tersebut tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, maka ikatan perkawinan para pihak tersebut masih tetap utuh atau masih terikat perkawinan (Mubarok, 2015, p.23) . Perceraian Penggugat dan Tergugat I hanya dapat dilakukan dan sah secara hukum apabila melalui proses persidangan di Pengadilan Agama Cianjur, setelah perkara perceraian tersebut telah diputus dan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka akan dikeluarkan akta cerai. Dengan adanya akta cerai tersebut yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Agama Cianjur sebagai bukti telah putusnya perkawinan antara Penggugat dan Tergugat I. Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Peradilan Agama menyatakan bahwa: “Suatu perceraian dianggap terjadi beserta akibat hukumnya terhitung sejak putusan Pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap”. Apabila perceraian Penggugat dan Tergugat I dilakukan melalui proses persidangan di Pengadilan Agama Cianjur, maka selama proses perceraian tersebut Pengadilan Agama Cianjur dapat menentukan nafkah yang ditanggung oleh suami, hal-hal yang diperlukan untuk pemeliharaan dan pendidikan anak, dan menentukan hal-hal yang diperlukan untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami istri maupun barang-barang yang menjadi hak masing-masing suami istri, hal ini tercantum dalam Pasal 78 juncto Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Peradilan Agama. Dengan demikian, selesai sudah rangkaian proses acara peradilan di bidang perceraian, baik cerai talak maupun cerai gugat, serta tuntaslah tugas Pengadilan Agama dalam menangani perkara yang bersangkutan (Hamami, 2003, p.240). Perceraian tanpa adanya penetapan atau putusan Pengadilan Agama tidak dapat memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang melakukan perceraian, karena perceraian mempunyai konsekuensi sebagaimana dalam Pasal 41 Undang Perkawinan menyatakan bahwa: “Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah: 1. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak- anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya; 2. Bapak yang bertanggungjawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut; 3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri”. Batalnya suatu perkawinan hanya dapat diputuskan oleh pengadilan, karena suatu perkawinan membawa akibat hukum terhadap suami istri dan keluarganya, sehingga untuk menghindari terjadinya pembatalan perkawinan yang dilakukan oleh instansi lain di luar pengadilan, hal ini diatur dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan bahwa: “Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan Pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan”. Menurut pendapat penulis, akibat hukum dari Putusan Pengadilan Agama Cianjur Nomor 1808/Pdt.G/2018/PA.Cjr terhadap Tergugat I dan Tergugat II adalah perkawinan tersebut menjadi putus, dengan kata lain dianggap tidak pernah melangsungkan perkawinan. Oleh karena perkawinan tersebut tidak pernah terjadi, maka tidak ada harta bersama antara Tergugat I dan Tergugat II sehingga harta yang ada selama perkawinan tersebut merupakan harta masing-masing dimana tidak berhak atas harta satu sama lain. Dengan demikian, tidak ada harta bersama dalam perkawinan Tergugat I dan Tergugat II yang dibatalkan tersebut dan yang berhak terhadap harta bersama adalah perkawinan terdahulu yakni Penggugat dan Tergugat I. Apabila terdapat anak yang dilahirkan dari perkawinan Tergugat I dan Tergugat II yang telah dibatalkan. Oleh karena itu, keputusan Pengadilan Agama tidak berlaku surut terhadap anak yang dilahirkan, maksudnya anak tersebut merupakan anak yang sah dan berhak mendapatkan warisan dari Tergugat I dan Tergugat II, akan tetapi dalam Putusan Pengadilan Agama Cianjur Nomor 1808/Pdt.G/2018/PA.Cjr Tergugat I dan Tergugat II belum dikaruniai seorang anak. Ketentuan mengenai akibat hukum pembatalan perkawinan diatur dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan bahwa: a. “Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut; b. Suami atau istri yang bertindak dengan itikad baik, kecuali terhadap harta bersama bila pembatalan perkawinan didasarkan atas adanya perkawinan lain yang lebih dahulu; c. Orang-orang ketiga lainnya tidak termasuk dalam a dan b sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan itikad baik sebelum keputusan tentang pembatalan mempunyai kekuatan hukum tetap”. ## Kesimpulan Berdasarkan uraian pembahasan yang terdapat pada bab-bab sebelumnya, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Keabsahan pembatalan perkawinan antara Tergugat I dan Tergugat II dalam Putusan Pengadilan Agama Cianjur Nomor 1808/Pdt.G/2018/PA.Cjr adalah sah karena perkawinan Tergugat I dan Tergugat II menggunakan akta cerai palsu. Perkawinan tersebut bertentangan dengan Pasal 9 Undang-Undang Perkawinan juncto Pasal 40 huruf a Kompilasi Hukum Islam dimana Tergugat I masih terikat perkawinan dengan Penggugat karena perceraian yang dilakukan oleh Tergugat I dan Penggugat tidak melalui proses persidangan perceraian. Berdasarkan ijtihad pencatatan perceraian harus dilakukan demi kemaslahatan. Di sisi lain, perkawinan antara Tergugat I dan Tergugat II termasuk ke dalam perkawinan poliandri dan bertentangan pula dengan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan. 2. Akibat hukum dari Putusan Pengadilan Agama Cianjur Nomor 1808/Pdt.G/2018/PA.Cjr berdasarkan Undang-Undang Peradilan Agama terhadap Penggugat dan Tergugat I adalah masih terikat perkawinan karena perceraian tidak melalui persidangan di Pengadilan Agama Cianjur. Akibat perceraian yang dilakukan di luar sidang Pengadilan Agama tidak dapat memberikan kepastian hukum terhadap hak dan kewajiban Penggugat dan Tergugat I serta hak anak dari perkawinan Penggugat dan Tergugat I sebagaimana diatur dalam Pasal 78 juncto Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Peradilan Agama dan Pasal 41 Undang-Undang Perkawinan. Adapun akibat hukum terhadap perkawinan Tergugat I dan Tergugat II berdasarkan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan adalah perkawinan tersebut dianggap tidak pernah terjadi, begitupun dengan harta bersama Tergugat I dan Tergugat II yakni tidak berhak atas harta satu sama lain, serta apabila dalam perkawinan Tergugat I dan Tergugat II dikaruniai seorang anak, maka anak tersebut tetap sah dan berhak mendapatkan warisan. ## BIBLIOGRAFI Abror, H. Khoirul. (2020). Hukum Perkawinan Dan Perceraian Cetakan Pertama. Yogyakarta: Bening Pustaka. Google Scholar Arliman, Laurensius. (2015). Notaris dan Penegakan Hukum Oleh Hakim. Deepublish. ## Google Scholar Devi, Ni Made Lalita Sri, & Westra, I. Ketut. (2021). Akibat Hukum serta Sanksi Pemalsuan yang Dilakukan Notaris Kepada Penghadap Ketika Pembuatan Akta Otentik. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 6(02), 248–258. Google Scholar Hadikusuma, Hilman. (2007). Hukum Perkawinan Indonesia: menurut perundangan, hukum adat, hukum agama. Google Scholar Hamami, Taufiq. (2003). Mengenal lebih dekat kedudukan dan eksistensi peradilan agama dalam sistem tata hukum di Indonesia. Alumni. Google Scholar Hasibuan, Juriyana Megawati, & Siregar, Fatahuddin Aziz. (2020). Efektivitas Pelaksanaan Peraturan Pencacatan Perceraian Di Kantor Urusan Agama. Jurnal El- Qanuniy: Jurnal Ilmu-Ilmu Kesyariahaan Dan Pranata Sosial, 6(1). Google Scholar Isis Ikhwansyah et.al. (2018). Hukum Kepailitan Analisis Dalam Hukum Keluarga Dan Harta Kekayaan. Google Scholar Manan, H. Abdul. (2008). Penerapan hukum acara perdata di lingkungan peradilan agama. Google Scholar Mantili, Rai, & Afriana, Anita. (2015). Buku Ajar Hukum Acara Perdata. Bandung: Kalam Media. Google Scholar Mubarok, Jaih. (n.d.). Pembaruan Hukum Perkawinan Di Indonesia. Google Scholar Nasution, HotnidahNasution, Hotnidah. (2013). Pembatalan Perkawinan Poligami di Pengadilan Agama (Tinjauan Dari Hukum Positif). Jurnal Cita Hukum, 1(1), 96048. (2013). Pembatalan Perkawinan Poligami di Pengadilan Agama (Tinjauan Dari Hukum Positif). Jurnal Cita Hukum, 1(1), 96048. Google Scholar Rais, Isnawati. (2014). Tingginya angka cerai gugat (khulu’) di indonesia: analisis kritis terhadap penyebab dan alternatif solusi mengatasinya. Al-’Adalah, 12(1), 191–204. ## Google Scholar Santoso, Santoso. (2016). Hakekat Perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan, Hukum Islam dan Hukum Adat. YUDISIA: Jurnal Pemikiran Hukum Dan Hukum Islam, 7(2), 412–434. Google Scholar Sinaga, V. Harlen. (2015). Hukum Acara Perdata dengan Pemahaman Hukum Materiil. Erlangga, Jakarta. Google Scholar Titik Triwulan Tutik. (2011). Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta: Kencana. Google Scholar Yunus, Ahyuni. (2020). Hukum Perkawinan dan Itsbat Nikah: Antara Perlindungan dan Kepastian Hukum. Humanities Genius. Google Scholar ## Copyright holder: Elsa Nurjanah, Djanuardi, Sherly Ayuna Putri (2022) First publication right: ## Syntax Idea This article is licensed under:
71fbdeac-1e49-42e3-9b0c-698c2ed6a38b
https://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/Ampera/article/download/11884/4617
Submission Review Process Revised Accepted Published 29-02-2022 30-02 s/d 26-03-2022 20-04-2022 28-04-2022 30-04-2022 Ampera: A Research Journal on Politics and Islamic Civilization, Vol. 3 No.2, April 2022 (79-91) Published by: Politik Islam UIN Raden Fatah Palembang Tranformasi Kebijakan Pola Hidup Masyarakat Yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era New Normal (Studi Kasus di Musi Banyuasin) ## Rahmat Shobri Politik Islam Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang Email: rahmatshobri45@gmail.com ## Ahmad Syukri Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang Email : ahmadsyukri@radenfatah.ac.id ## Leo Andi Guna Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang Email : leoandiguna77@gmail.com ## ABSTRACT This research is about the changes in the policy of the regent’s regulations which was raised to regional regulations and the political actors involved in the process of formulating the policy change. This paper describes and discusses how the process of changing the regent's regulation policy which was raised to become a regional regulation and the involvement of related policy formulation actors in the process of changing the regent's regulation policy which was raised to a regional regulation related to efforts to implement a pattern of people’s life whose health and discipline are guaranteed and productivity during the new Covid -19 habit in Musi Banyuasin Regency. The method used in this study is a qualitative method by analyzing, investigating, understanding and researching a problem that has occurred with the aim of providing an in-depth picture of the problem object of research. Collecting data in this study utilizes interviews and documentation methods. The results of this study indicate that the factors behind the change in the policy changes to the regent's regulation which was raised to become a regional regulation related to efforts to implement a pattern of people’s life whose health and discipline are guaranteed and productivity during the new Covid -19 in Musi Banyuasin Regency because there is a connection with the previous legal provisions in the regent's regulation there is a fine, even though the fine can only be contained in the legal product of the regional regulation. The next factor is due to the extraordinary circumstances of the Covid -19 pandemic non-natural disaster and carrying out higher orders. The next Rahmat Shobri, Ahmad Syukri, Leo Andi Guna, Transformasi Kebijakan Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era New Normal (Studi Kasus di Musi Banyuasin), Ampera: A Research Journal on Politics and Islamic Civilization, Vol. 3 No. 2 April 2022 factor is due to the extraordinary circumstances of the Covid -19 pandemic non-natural disaster and carrying out higher orders. And the actors who played a role in the formulation of policy changes to Regent Regulation Number 67 of 2020 into Regional Regulation Number 16 of 2020 concerning the Implementation of Healthy, Disciplined and Productive Community Lifestyles in the Era of New Habits of Corona Virus Disease 2019 are classified into two groups, namely the Official Policy Makers or the Official Team of Policymakers such as Members of the Musi Banyuasin Regency DPRD, the Legal Section of the Musi Banyuasin Regional Secretariat, the Trial and Legislation Section of the Musi Banyuasin Regency DPRD Secretariat, the Musi Banyuasin Health Office, the Musi Banyuasin Regional Disaster Management Agency, Hospitals General Sekayu Region, Musi Banyuasin Regency and the Covid -19 Task Force of Musi Banyuasin Regency, as well as Unofficial Participants or Unofficial Policy-Making Teams such as the Expert Group/Expert Team of the Musi Banyuasin Regency DPRD. Keywords: Policy Transformation, Policy, Covid-19 Pandemic, New Normal, Musi Banyuasin Regency ## ABSTRAK Penelitian ini mengkaji fenomena yang berkaitan dengan perubahan kebijakan peraturan bupati yang dinaikkan menjadi peraturan daerah serta aktor-aktor politik yang terlibat dalam proses perumusan perubahan kebijakan yang telah disebutkan sebelumnya. Tulisan ini menguraikan dan mendiskusikan bagaimana proses perubahan kebijakan peraturan bupati yang dinaikkan menjadi peraturan daerah dan keterlibatan aktor-aktor perumusan kebijakan terkait dalam proses terjadinya perubahan kebijakan peraturan bupati yang dinaikkan menjadi peraturan daerah yang berkaitan dengan upaya dalam melaksanakan pola kehidupan masyarakat yang terjamin kesehatannya, kedisiplinannya dan produktifitasnya di masa kebiasaan baru Covid -19 pada Kabupaten Musi Banyuasin. Metode yang dimanfaatkan pada kajian ini yakni metode kualitatif dengan menganalisis, menyelidiki, memahami dan meneliti suatu masalah telah terjadi dengan tujuan untuk memberikan gambaran mendalam dengan permasalahan objek penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang melatarbelakangi terjadinya perubahan kebijakan perubahan kebijakan peraturan bupati yang dinaikkan menjadi peraturan daerah yang berkaitan dengan upaya dalam melaksanakan pola kehidupan masyarakat yang terjamin kesehatannya, kedisiplinannya dan produktifitasnya di masa kebiasaan baru Covid -19 pada Kabupaten Musi Banyuasin karena adana kaitan dengan ketentuan hukum sebelumnya dalam peraturan bupati tersebut terdapat sanksi denda, padahal sanksi denda hanya dapat dimuat dalam produk hukum peraturan daerah. Faktor selanjutnya karena adanya keadaan luar biasa bencana non-alam pandemi Covid -19 serta melaksanakan amanat perintah yang lebih tinggi. Dan Aktor-aktor yang berperan dalam perumusan perubahan kebijakan Peraturan Bupati Nomor 67 Tahun 2020 menjadi Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era Kebiasaan Baru Corona Virus Rahmat Shobri, Ahmad Syukri, Leo Andi Guna, Transformasi Kebijakan Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era New Normal (Studi Kasus di Musi Banyuasin), Ampera: A Research Journal on Politics and Islamic Civilization, Vol. 3 No. 2 April 2022 Disease 2019 diklasifikasikan menjadi dua golongan, yakni Official Policy Makers atau Tim Resmi Pembuat Kebijakan seperti Anggota DPRD Kabupaten Musi Banyuasin, Bagian Hukum Sekretariat Daerah Musi Banyuasin, Bagian Persidangan dan Perundang-Undangan Sekretariat DPRD Kabupaten Musi Banyuasin, Dinas Kesehatan Musi Banyuasin, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Musi Banyuasin, Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin dan Satgas Covid -19 Kabupaten Musi Banyuasin, erta Unofficial Participants atau Tim Tidak Resmi Pembuat Kebijakan seperti Kelompok Pakar/Tim Ahli DPRD Kabupaten Musi Banyuasin. Keywords: Transformasi Kebijakan, Kebijakan, Pandemi Covid-19, New Normal, Kabupaten Musi Banyuasin. ## PENDAHULUAN Pada awal tahun 2020 masyarakat dunia dibuat heboh dengan ditemukannya sebuah penyakit bersumber dari sebuah virus yang dampaknya dapat menyebabkan kematian sangat cepat bagi manusia. Awal mula virus ini tersebar di kota Wuhan, China dan sudah ada yang terinfeksi pada akhir Desember 2019. Di kota Wuhan, China beberapa orang yang terinfeksi virus terlihat jatuh di jalanan di dekat Gedung dan dievakuasi oleh petugas medis yang memanfaatkan jas hazmat. Virus ini bermutasi sangat cepat dan menyebar ke wilayah lain di China. Bahkan ikut menyebar ke berbagai negara di dunia, termasuk negara. (m.merdeka.com, 26 Januari 2020). Corona Virus Disease 2019 atau dikenal dengan Covid -19 termasuk ke dalam penyakit terinfeksinya saluran pernapasan dan diakibatkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Virus Corona 2 ( SARS-CoV-2 ) yang berubah menjadi pandemi dunia sebagaimana yang didasarkan pada pendeklarasian dari WHO ( Word Health Organization atau Badan Kesehatan Dunia) pada tanggal 9 Maret 2020 yang menetapkan bahwa virus Corona ( Covid- 19) sebagai pandemi, dan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 ( Covid- 19) sebagai Bencana Nasional yang ditetapkan pada 13 April 2020. Dilihat dari segala aspek aktivitas sehari-hari kondisi Indonesia sangat terdampak sekali akibat masuknya Virus Covid -19 ke tanah air, baik itu aktivitas di bidang ekonomi, pendidikan, keagamaan maupun aktivitas sosial lainnya. Hal ini membuat seluruh perangkat pemerintahan, lembaga negara dan stakeholder lainnya mengalihfokuskan terhadap upaya pencegahan dan penanganan Covid -19, yang mana setelah dilakukan 3T ( Testing, Tracing, Treatment ) virus ini sudah menyebar dibeberapa daerah di wilayah Indonesia (Covid19.go.id, 07 Januari 2021). Pasca Corona Virus Disease 2019 atau disingkat Covid- 19 ditetapkan menjadi Bencana Nasional Non Alam, pemerintah pusat serta pemerintah daerah berupaya melangsungkan beberapa upaya guna menangani virus Covid- 19. Di masa pandemi seperti saat ini, seluruh aktivitas sehari-hari serba dibatasi guna melaksanakan penekanan terhadap virus Corona yang terus berlanjut hingga saat ini. Pemerintah dituntut untuk menciptakan formulasi khusus agar sendi-sendi aktivitas kehidupan Rahmat Shobri, Ahmad Syukri, Leo Andi Guna, Transformasi Kebijakan Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era New Normal (Studi Kasus di Musi Banyuasin), Ampera: A Research Journal on Politics and Islamic Civilization, Vol. 3 No. 2 April 2022 dimasyarakat tetap berjalan namun terminimalisir resiko dari penyebaran virus Covid - 19. Dalam mengatasi penyebaran virus Covid- 19, pemerintah pusat membuat berbagai kebijakan, salah satunya adalah kebijakan regulasi yang mengatur penegakan hukum Protokol Kesehatan, ditandai dengan diterbitkannya Intruksi Presiden (Inpres) Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019. Dalam buku Kapita Selekta teori Administrasi Negara (Iskandar, 2012) mengartikan kebijakan adalah sebagai serangkaian rencana program, aktivitas, aksi, keputusan, sikap, untuk bertindak maupun tidak bertindak yang dilakukan oleh para pihak (aktor-aktor), sebagai tahapan untuk penyelesaian masalah yang dihadapi. Penentuan terhadap sebuah kebijakan termasuk ke dalam sebuah usaha yang dimafaatkan guna melaksanakan pencapaian terhadap berbagai hal yang akan menjadi tujuan untuk melaksanakan pemecahan tehadap permasalahan dengan memanfaatkan berbagai sarana yang telah ditentukan dalam periode waktu yang ditetapkan. Menurut Afandi & Warjio, 2015; Haerul, Akib, & Hamdan, 2016) pelaksanaan kebijakan secara sederhana adalah pelaksanaan atau penerapan dari suatu kebijakan. Pelaksanaan kebijakan bermuara pada aktivitas, tindakan, atau mekanisme yang dibingkai pada suatu sistem yang telah ditentukan sebelumnya. Eksekusi kebijakan merupakan suatu kegiatan terencana yang dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Sebagaimana termaktub dalam Instruksi Presiden (Inpres) Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 pada poin 6 huruf a, mengintruksikan kepada para Gubernur/Bupati/Walikota untuk menyusun dan menetapkan peraturan gubernur/peraturan bupati/walikota yang berakitan dengan dalam melansgungkan pematuhan protokol kesehatan cegah Covid -19 dan memberikan perlindungan di bidang kesehatan kepada masyarakat. Gubernur Sumatera Selatan dalam menanggapi Instruksi Presiden yang telah disebutkan sebelumnya, selanjutnya mengeluarkan kebijakan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 37 Tahun 2020 Tentang Pedoman Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Produktif dan Aman pada Situasi Corona Virus Disease 2019 ( Covid -19) di Provinsi Sumatera Selatan. Sitinjak, B. (2020, Oktober 1). Siasati Pandemi Gubernur Sumsel Keluarkan Pergub 37 Tahun 2020 (Unggahan Berita Online). Diakses dari https://www.sonora.id/read/422362472/siasati-pandemi-gubernur-semsel-keluarkan- pergub-37-tahun-2020?page=2. Kemudian diikuti oleh seluruh Bupati/Walikota se-Sumatera Selatan salah satunya adalah Bupati Musi Banyuasin yang mengesahkan kebijakan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 67 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era Kebiasaan Baru Corona Virus Disease 2019 ( Covid -19) di Kabupaten Musi Banyuasin . Kusuma, W.M. (2020, September 17). Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Keluarkan Perbup . . . (Unggahan Berita Online). Diakses dari https://jurnalsumsel.pikiran-rakyat.com/sumatera-selatan/pr-74750694/bupati-musi- banyuasin-dodi-reza-alex-keluarkan-perbup-warga-tak-pakai-masker-denda-rp20-ribu. Rahmat Shobri, Ahmad Syukri, Leo Andi Guna, Transformasi Kebijakan Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era New Normal (Studi Kasus di Musi Banyuasin), Ampera: A Research Journal on Politics and Islamic Civilization, Vol. 3 No. 2 April 2022 Dikutip dalam mediaindonesia.com ( Rabu 02 Desember 2020) bahwa “Kabupaten Musi Banyuasin adalah yang pertama di Indonesia yang mengeluarkan kebijakan Peraturan Daerah (Perda) Covid -19 untuk tingkat kabupaten setelah provinsi DKI Jakarta dan provinsi Sumatera Barat. Bupati Musi Banyuasin DR. H. Dodi Reza Alex, Lic Econ., MBA. mengatakan bahwa pengeluaran kebijakan Perda Covid -19 adalah hal yang sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, khususnya untuk masyarakat yang bertempat tinggal dikabupaten Musi Banyuasin”. Pada perkembangan pelaksanaannya, kebijakan Peraturan Bupati Musi Banyuasin Nomor 67 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Displin, dan Produktif di Era Kebiasaan Baru Covid -19 mengalami transformasi status dari sebelumnya yang hanya Peraturan Bupati dinaikkan menjadi Peraturan Daerah. Istilah Tranformasi sejalan dengan pendapat dari Yadianto (1996) dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti Transformasi lebih merujuk pada proses perubahan, yang berarti secara etimologis Transformasi adalah Perubahan Rupa (bentuk, sifat, fungsi, dan sebagainya). Namun secara umum Transformasi menurut Shirvani (1976) dalam kamus ( The New Groiler Webster International dictionary of English Language ), yakni menjadi bentuk yang berbeda namun mempunyai nilai-nilai yang sama, perubahan dari suatu bentuk atau ungkapan menjadi suatu bentuk yang mempunyai arti atau ungkapan yang sama mulai dari struktur permukaan dan fungsi. Dengan kata lain sejalan dengan pendapat dari Tesaurus Bahasa Indonesia, sinonim transformasi ialah perubahan. Berdasarkan pertimbangan latar belakang diatas menarik secara akademis untuk dijadikan penelitian yang berjudul Transformasi Kebijakan Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era New Normal Covid -19 di Kabupaten Musi Banyuasin. ## TINJAUAN LITERATUR Berdasarkan kajian penelitian yang pernah dilakukan oleh oleh Julian Simanjuntak dan Edy Surya Dharmawan, yang berjudul “Analisis Perubahan Kebijakan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Jaminan Kesehatan Menjadi Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2016 Tentang Jaminan Kesehatan”. Pada kajian penelitian ini diberikan penejelasan bahwasanya melalui Perubahan Kebijakan Perpres No. 19 Tahun 2016 tentang Jaminan Kesehatan menjadi Perpres No. 28 Tahun 2016 tentang Jaminan Kesehatan yang amat cepat menjadi sorotan yang mencolok. Menurut (Sisworini, 2007) dalam penelitian tesis nya yang berkaitan dengan Perubahan Kebijakan Tata Cara Pengajuan Keberatan Pajak : Studi tentang Perubahan Konteks pasal 25 ayat (7) UU No. 26 Tahun 2000 menjadi UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjelaskan bahwa perubahan kebijakan tata cara pengajuan keberatan pajak diwarnai nuansa politis. Adapun faktor- faktor nya adalah keterlibatan kadin sebagai anggota tim review, tidak adanya konsep kesetaraan, keadilan, dan kepastian hukum dalam kebijakan tata cara keberatan pajak; pergantian kepemipinan politik dijajaran departemen; adanya lobbying political pressure . Rahmat Shobri, Ahmad Syukri, Leo Andi Guna, Transformasi Kebijakan Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era New Normal (Studi Kasus di Musi Banyuasin), Ampera: A Research Journal on Politics and Islamic Civilization, Vol. 3 No. 2 April 2022 Penelitian skripsi yang dilaksanakan Fitri Yuliyanti terkait protokol kesehatan pencegahan Covid- 19 dengan judul Faktor-faktor Yang Berpengaruh Pada Kepatuhan Masyarakat Terhadap Protokol Kesehatan Pencegahan Covid- 19 di Desa Banyukuning Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Penelitian ini menyimpulkan bahwa jenis kelamin, tingkat pendidikan pengetahuan, sikap, sarana dan prasarana, pengawasan, dukungan pemerintah, dan dukungan tokoh masyarakat memiliki hubungan yang signifikan terhadap kepatuhan masyarakat. Bentuk upaya yang dilakukan adalah dengan program “Jogo Tonggo” yang digerakkan pemerintah daerah untuk menjaga masyarakat agar tetap waspada, peduli dan melek informasi terhadap perkembangan Covid- 19. Menurut Chandrika Fahira Quamila dalam penelitiannya yang menyajikan penelitian tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Masyarakat Terhadap Kebijakan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) Dalam Rangka Penanganan Covid- 19 di Kota Semarang. Hasil yang didapatkan dalam penelitian tersebut adalah ditemukan beberapa faktor yang dapat meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap diberlakukannya PKM, antara lain sikap, sarana dan prasarana, pengawasan, dukungan tokoh masyarakat, dukungan kewenangan, kejelasan kebijakan dan konsistensi kebijakan serta memberdayakan tokoh masyarakat sebagai agar penyampaian sosialisasi kepada masyarakat mengenai pencegahan Covid- 19 dan pelaksanaan PKM dapat dipahami. Dan selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Diki Suherman yang membahas tentang Peran Aktor Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Mengatasi Penyebaran Covid- 19 Di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka disimpulkan begitu besarnya peran aktor kebijakan yang menjadi stakeholder dalam kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk memutus mata rantai penyebaran Covid- 19 di Indonesia. Kebijakan dapat berjalan dengan baik apabila terbangun kolaborasi antar stakeholder yakni : akademisi, pengusaha, masyarakat, pemerintah dan media. Dari tinjauan pustaka tersebut diatas, yang membedakan antara tinjauan pustaka diatas dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah terletak pada perbedaan permasalahan kasus. Fokus permasalahan penulis pada penelitian ini yaitu perubahan kebijakan berbentuk sebuah peraturan yang mengatur mengenai pengendalian penyebaran virus Covid- 19 dengan mengedepankan pendislpinan penerapan protokol kesehatan terkhusus di kabupaten Musi Banyuasin, yang semula peraturan tersebut adalah Peraturan Bupati Nomor 67 Tahun 2020 kemudian bertransformasi menjadi Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2020 dan aktor politik mana saja yang terlibat dalam terjadinya kebijakan tersebut. Judul penelitian ini yaitu “Transformasi Kebijakan Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era New Normal Covid -19 di Kabupaten Musi Banyuasin.” ## METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena permasalahan tentang apa yang dialami dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Pendekatan kualitatif dalam Rahmat Shobri, Ahmad Syukri, Leo Andi Guna, Transformasi Kebijakan Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era New Normal (Studi Kasus di Musi Banyuasin), Ampera: A Research Journal on Politics and Islamic Civilization, Vol. 3 No. 2 April 2022 penelitian ini adalah penelitian yang menghasilkan data deskriktif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang yang menjadi informan atau narasumber dari penelitian ini. Penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif memerlukan keterangan langsung dari narasumber tentang keadaan subjek dan objek penelitian yang akan diteliti. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini, peneliti akan membahas melalui hasil wawancara dan dokumentasi kepustakaan, yang selanjutnya data yang diperoleh kemudian dianalisis. Adapun proses pengambilan data melalui wawancara dan meminta data dokumentasi kepustakaan dilakukan pada bulan Januari – Maret tahun 2022 dengan informannya adalah Kabag Hukum Setda Kabupaten Musi Banyuasin dan Kabag Persidangan dan Perundang- Undangan Setwan Kabupaten Musi Banyuasin.. Proses wawancara dilakukan dengan cara mendatangi langsung informan di kantor instansi terkait dan pengambilan data dokumentasi kepustakaan dilakukan dengan cara mengeksplorasi dokumen yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Terjadinya Perubahan Kebijakan Peraturan Bupati Nomor 67 Tahun 2020 Menjadi Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2020 Dalam rentang sejarah peradaban, krisis kesehatan akibat pandemi menjadi faktor penting yang menghadirkan perubahan dalam tata kelola kesehatan, sosial, pendidikanm kebudayaan, politik, ekonomi, pertahanan dan keamanan serta pembangunan. Sejak akhir tahun 2019 yang lalu hingga menjadi pandemi, dampak Corona Virus Disease 2019 ( Covid -19) sangat luar biasa terjadi pada berbagai sector kehidupan masyarakat. Sampai saat ini pun juga di Indonesia masih terus ada penambahan kluster baru penyebaran virus Covid -19, baik berbasis wilayah maupun aktivitas. Banyak negara termasuk Indonesia belum mampu menghentikan penyebaran virus yang telah disebutkan sebelumnya karena belum ditemukan obat ataupun vaksinnya. Menyikapi hal ini Pemerintah telah mengeluarkan berbagai macam kebijakan dalam melawan pandemi Covid -19, mulai dari penerapan Protokol Kesehatan, karantina rumah, isolasi mandiri, karantina fasilitas khusus, karantina rumah sakit dan karantina wilayah, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), serta Program Bantuan Sosial. Upaya-upaya terbaik dalam mengurangi dampak dari pandemi Covid -19 telah dilaksanakan oleh pemerintah, namun kebijakan seperti ini tidak bisa terus dilaksanakan, mengingat roda perekonomian harus tetap berjalan, masyarakat harus memenuhi kebutuhan hidup dengan mencari nafkah sedangkan pemerintah tidak bisa selamanya memberikan bantuan sosial kepada masyarakat yang terdampak pandemi ini. Untuk itu, masyarakat harus memulai membiasakan diri beradaptasi dengan kebiasaan baru ataupun yang disebut dengan new normal life . Adaptasi New Normal dikenal pada pertengahan bulan Juni 2020, diawali dengan pernyataan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk bersama-sama mempersiapkan diri hidup berdampingan dengan Covid -19. Sebagaimana hal nya gagasan WHO, pelaksanaan pola hidup masyarakat yang sehat, disiplin dan produktif di era kebiasaan baru dalam kacamata pemerintah termasuk ke dalam mekanisme transisi untuk mendorong kembali bergulirnya aktivitas ekonomi dan sosial. Rahmat Shobri, Ahmad Syukri, Leo Andi Guna, Transformasi Kebijakan Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era New Normal (Studi Kasus di Musi Banyuasin), Ampera: A Research Journal on Politics and Islamic Civilization, Vol. 3 No. 2 April 2022 Sebagai bagian masyarakat Indonesia, Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin juga berkewajiban untuk melaksanakan cegah tangkal penyebaran Corona Virus Disease 2019 ( Covid -19) yang telah meresahkan dunia dengan mengedepankan pola hidup masyarakat yang sehat, disiplin dan produktif di era kebiasaan baru Corona Virus Disease ( Covid -19), dengan tetap menghormati sepenuhnya martabat, hak asasi manusia, dasar-dasar kebebasan seorang individu dan penerapannya secara universal. Diterbitkannya kebijakan Peraturan Bupati Nomor 67 Tahun 2020 yang berkaitan dengan “Pelaksanaan “Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif f di Era Kebiasaan Baru Corona Virus Disease 2019 di Kabupaten Musi Banyuasin”” atas dasar pertimbangan dalam rangka memutus mata rantai penularan Corona Virus Disease ( Covid -19) yang pada waktu itu belum ditemukannya vaksin ataupun obat yang bisa menyembuhkan orang yang terinfeksi virus Covid -19, menyebabkan masyarakat harus menjalani kehidupan sehari-hari dengan secara terpaksa harus berdampingan dengan ancaman Covid -19 dan secara berkesinambungan melaksanakan upaya pencegahan melalui penerapan protokol kesehatan dalam aktifitas sehari-hari. Namun daripada itu juga, dibentuk dan diterbitkannya peraturan yang telah disebutkan sebelumnya bahwasanya atas dasar perintah dari pemerintah pusat, sebagaimana diketahui bahwasanya perintah yang telah disebutkan sebelumnya tertuang dalam “Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2020 yang berkaitan dengan Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2020 yang berkaitan dengan Pedoman Teknis Penyusunan Peraturan Kepala Daerah Dalam Rangka Pencegahan dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 di Daerah”. Untuk melaksanakan beberapa pertimbangan yang telah disebutkan sebelumnya, maka pemerintah daerah terkhususnya pemerintah daerah Kabupaten Musi Banyuasin perlu menetapkan Peraturan Bupati yang berkaitan dengan “Pelaksanaan “Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era Kebiasaan Baru Corona Virus Disease 2019 di Kabupaten Musi Banyuasin””. Kemudian atas dasar “Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 Yang berkaitan dengan Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2020 Yang berkaitan dengan Pedoman Teknis Penyusunan Peraturan Kepala Daerah dalam rangka Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan sebagai upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 di daerah”. Tertanggal 24 Agustus 2020 ditetapkanlah “Peraturan Bupati Nomor 67 Tahun 2020 Yang berkaitan dengan Pelaksanaaan “Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era Kebiasaan Baru Corona Virus Disease 2019 di Kabupaten Musi Banyuasin””. Namun dalam implementasi pelaksanaan Peraturan Bupati yang telah disebutkan sebelumnya ditemukan pertentangan secara hukum sebab terdapat pemberian sanksi berupa denda, sebagaimana hal tersebut tercantum di dalam Perbup Nomor 67 Tahun 2020 yang berkaitan dengan “Pelaksanaan “Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era Kebiasaan Baru Corona Virus Disease 2019 di Kabupaten Musi Banyuasin”” pasal 7 ayat (1). Rahmat Shobri, Ahmad Syukri, Leo Andi Guna, Transformasi Kebijakan Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era New Normal (Studi Kasus di Musi Banyuasin), Ampera: A Research Journal on Politics and Islamic Civilization, Vol. 3 No. 2 April 2022 Guna melakukan penghindaran terhadap pertentangan hukum maka Peraturan Bupati yang telah disebutkan sebelumnya perlu ditingkatkan menjadi Peraturan Daerah ( Sambutan Bupati Musi Banyuasin Dalam Rangka Penyampaian Penjelasan 4 Raperda Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2020 Masa Persidangan I Rapat ke-38 ), sebagaimana hal yang telah disebutkan sebelumnya berdasarkan perintah instansi yang lebih tinggi dalam hal ini ialah Kementerian Dalam Negeri melalui Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 440/2742/BAK tertanggal 21 September 2021 perihal Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Corona Virus Disease 2019 ( Covid -19) yang mana salah satu dari isi surat yang telah disebutkan sebelumnya tertuang dalam poin 4 yang berbunyi : “Terhadap Peraturan Kepala Daerah Yang berkaitan dengan Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 ( Covid -19) yang telah ditetapkan agar bisa ditingkatkan menjadi Peraturan Daerah.” “Didalam peraturan bupati tidak diperbolehkan adanya sanksi karena itu tidak berkekuatan hukum dan menyalahi aturan, yang boleh bermuatkan sanksi hanya ada dalam peraturan daerah.” (Wawancara, Romasari Purba, 7 Februari 2022). Perintah dari surat yang telah disebutkan sebelumnya sebagaimana telah disebutkan dalam poin yang dimaksud, menghimbau kepada daerah yang telah membuat Peraturan Kepala Daerah (Perkada) yang berkaitan dengan Penegakan Hukum Peningkatan Disiplin Protokol Kesehatan untuk ditingkatkan menjadi Peraturan Daerah (Perda), maka kemudian selanjutnya untuk menindaklanjuti hal yang telah disebutkan sebelumnya Bagian Hukum Sekretariat Daerah Musi Banyuasin berkoordinasi dengan Bapemperda DPRD Musi Banyuasin untuk memasukkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang berkaitan dengan “Pelaksanaan “Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era Kebiasaan Baru Corona Virus Disease 2019 di Kabupaten Musi Banyuasin”” diluar Propemperda tahun 2020 untuk kemudian dibahas dan ditetapkan menjadi Peraturan Daerah berdasarkan Surat dari Bupati Musi Banyuasin dalam hal ini melalui Sekretaris Daerah Nomor :180 / 309 / III / 2020 Perihal Usul Penyampaian Raperda Diluar Propemperda Tahun 2020 kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Musi Banyuasin, tertanggal 9 Oktober 2020. Ketentuan diperbolehkannya memasukkan Raperda diluar Propem perda ditinjau berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 yang berkaitan dengan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Pasal 38 ayat (2) dan Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 pada Bagian Kedua Perencanaan Penyusunan Peraturan Daerah yang berbunyi “Ketentuan terkait dengan tata cara penyusunan Propemperda provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 sampai Pasal 16 berlaku secara mutatis mutandis terhadap perencanaan penyusunan Propemperda kabupaten/kota”. Adapun bunyi dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 Pasal 16 ayat (5) ialah “Dalam keadaan yang telah ditentukan sebelumnya , DPRD provinsi ataupun gubernur bisa mengajukan rancangan perda di luar Propemperda karena alasan : a. Mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, ataupun bencana alam; b. Menindaklanjuti kerja sama dengan pihak lain; c. Mengatasi keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas suatu rancangan perda yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang pembentukan perda dan unit yang menangani bidang hukum pada pemerintah daerah; Rahmat Shobri, Ahmad Syukri, Leo Andi Guna, Transformasi Kebijakan Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era New Normal (Studi Kasus di Musi Banyuasin), Ampera: A Research Journal on Politics and Islamic Civilization, Vol. 3 No. 2 April 2022 d. Perintah dari ketentuan peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi setelah Propemperda ditetapkan. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 yang berkaitan dengan Kekarantinaan Kesehatann, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 yang berkaitan dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 ( Covid -19) dan berbagai peraturan Menteri, baik itu peraturan Menteri Kesehatan, peraturan Menteri Dalam Negeri yang perlu segera di tindaklanjuti dengan peraturan daerah yang menjadi arah serta dasar dalam Yang berkaitan dengan Pelaksanaaan “Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era Kebiasaan Baru Corona Virus Disease 2019 di Kabupaten Musi Banyuasin”. Dalam melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah, Bupati dan DPRD selaku penyelenggara Pemerintahan Daerah membuat Peraturan Daerah sebagai dasar hukum bagi Daerah dalam menyelenggarakan Otonomi Daerah sesuai dengan kondisi dan aspirasi masyarakat yang kekhasan dari Daerah yang telah disebutkan sebelumnya. Peraturan Daerah yang dibuat oleh Daerah hanya berlaku dalam batas-batas yurisdiksi Daerah yang bersangkutan. Walaupun demikian Peraturan Daerah yang ditetapkan oleh Daerah tidak boleh beryang berkaitan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan tidak boleh beryang berkaitan denganan dengan kepentingan umum sebagaimana diatur dalam kaidah penyusunan peraturan daerah. Rancangan Peraturan Daerah ini berdasarkan pembagian kewenangan yang terdapat dalam Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang berkaitan dengan Pemerintahan Daerah sebagaimana telah berapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 yang berkaitan dengan Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang berkaitan dengan Pemerintahan Daerah. Sesuai dengan dasar hukum kewenangan pembentukan Peraturan Daerah sebagaimana dijabarkan diatas, maka Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin mempunyai kewenangan dalam hal pembentukan terhadap Rancangan Peraturan Daerah yang berkaitan dengan Pelaksanaan Pola Hidup Masyarakat Yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era Kebiasaan Baru Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Kabupaten Musi Banyuasin. Adapun dasar filosofis dari pembentukan Perda ini ialah untuk mendisiplinkan dan membiasakan pola hidup bersih dan sehat di Wilayah Kabupaten Musi Banyuasin dalam rangka upaya untuk melakukan peningkatan terhadap derajat kesehatan masyarakat dan untuk mencegah penularan Covid-19 di Kabupaten Musi Banyuasin. Kemudian landasan sosiologis dari Perda ini ialah untuk menyikapi perkembangan dan dampak pandemi Covid-19 yang berakibat pada terbatasnya kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat luas, dan fenomena belum disiplinnya dan masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat pada kebiasaan perilaku hidup sehat, maka diperlukan payung hukum yang kuat agar kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat tetap berjalan dengan baik dengan tetap memperhatian dan menerapkan protokol kesehatan yang sudah ditetapkan Peraturan Daerah yang berkaitan dengan Pelaksanaan Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif o di Era Kebiasaan Baru Corona Virus Disease 2019. Rahmat Shobri, Ahmad Syukri, Leo Andi Guna, Transformasi Kebijakan Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era New Normal (Studi Kasus di Musi Banyuasin), Ampera: A Research Journal on Politics and Islamic Civilization, Vol. 3 No. 2 April 2022 Dalam penelitian ini, penulis memanfaatkan pemilihan aktor pembuat kebijakan ataupun para pihak berdasarkan literatur dari pakar administrasi, antara lain: Anderson (1983), Lindblom (1980), Lester dan Joseph (2000), maupun Wirnarno (2002). Yang kemudian dikembangkan lagi oleh peneliti sesuai data yang didapatkan di lapangan pada saat penulis melaksanakan penelitian dalam proses pembuatan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2020 yang berkaitan dengan “Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era Kebiasaan Baru Corona Virus Disease 2019 di Kabupaten Musi Banyuasin”. Keterlibatan para aktor dalam perumusan kebijakan ini ialah sebagai berikut: ## A. Lembaga Legislatif Lembaga ini memang memegang peran yang cukup krusial dalam perumusan kebijakan. Lembaga legislatif yang terlibat dalam proses perumusan kebijakan Perda yang berkaitan dengan “Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era Kebiasaan Baru Corona Virus Disease 2019 di Kabupaten Musi Banyuasin” ialah Pimpinan DPRD Kabupaten Musi Banyuasin yakni Ketua DPRD Sugondo dan Panitia Khusus (Pansus 1) DPRD Kabupaten Musi Banyuasin. Pansus 1 DPRD Kabupaten Musi Banyuasin dibentuk dan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyar Daerah Kabupaten Musi Banyuasin Nomor : 27 / KEP / PIMP / DPRD / XI / 2020 Yang berkaitan dengan Penetapan Anggota DPRD Kabupaten Musi Banyuasin Pada Keanggotaan Panitia-Panitia Khusus Pembahasan 4 (empat) Raperda Kabupaten Musi Banyuasin, yang mana keanggotannya ialah sebagai berikut : No. Nama Fraksi Jabatan 1. Ziadatulher, SE., M.Si NDNR Ketua 2. Alpian PPI Wakil Ketua 3. Supriasihatin PKB Sekretaris 4. Karan Kanedi Partai Golkar Anggota 5. Nuti Romayana, S.Pd.I PDI-Perjuangan Anggota 6. Andik Setiawan, ST. PDI-Perjuangan Anggota 7. Hendra Wijaya Partai Gerindra Anggota 8. Firman Akbar, S.H. PAN Anggota 9. M. Amin, S.H. PKS Anggota 10. Rudi Hartono, S.Sos. NDNR Anggota Panitia Khusus I Raperda Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2020 memiliki tugas untuk membahas Raperda yang berkaitan dengan “Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era Kebiasaan Baru Corona Virus Disease 2019 di Kabupaten Musi Banyuasin” Rahmat Shobri, Ahmad Syukri, Leo Andi Guna, Transformasi Kebijakan Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era New Normal (Studi Kasus di Musi Banyuasin), Ampera: A Research Journal on Politics and Islamic Civilization, Vol. 3 No. 2 April 2022 Panitia Khusus I ini ialah penentu dimana permasalahan yang berkaitan dengan “Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era Kebiasaan Baru Corona Virus Disease 2019 di Kabupaten Musi Banyuasin” harus diidentifikasi dan diagendakan terlebih dahulu serta dilaksanakan pembahasan bersama dengan perangkat daerah terkait lainnya untuk selanjutnya bisa ditetapkan menjadi sebuah kebijakan peraturan daerah. Jadi, Pansus I ini ialah wadah bagi para aktor kebijakan untuk bisa menyampaikan aspirasinya yang berkaitan dengan masalah yang berkaitan dengan “Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era Kebiasaan Baru Corona Virus Disease 2019 di Kabupaten Musi Banyuasin”. B. Badan-Badan Administrasi (Agen-Agen Pemerintah) Dalam konsep yang terdapat dalam ilmu politik, badan legislasi dianggap sebagai operasionalisasi kebijakan. Badan administrasi yang terlibat dalam dalam proses perumusan kebijakan Perda yang berkaitan dengan “Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era Kebiasaan Baru Corona Virus Disease 2019 di Kabupaten Musi Banyuasin” ialah Bagian Hukum Setda. Kabupaten Musi Banyuasin, Bagian Persidangan dan Perundang- Undangan Setwan. DPRD Kabupaten Musi Banyuasin, Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Musi Banyuasin, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin dan Satgas Covid-19 Kabupaten Musi Banyuasin. ## KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian maka bisa ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: Faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya perubahan kebijakan Peraturan Bupati Nomor 67 Tahun 2020 menjadi Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era Kebiasaan Baru Corona Virus Disease 2019 adalah : a) Dalam pelaksanaan Peraturan Bupati yang telah disebutkan sebelumnya terdapat pertentangan yang berkaitan dengan hukum, karena didalamnya terdapat point yang memuat sanksi denda, sebab dalam peraturan bupati tidak diperbolehkan memuat sanksi denda, tetapi peraturan daerah boleh dimuatkan sanksi denda. Untuk menghindari pertentangan hukum berkaitan dengan hukum “Pelaksanaan “Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era Kebiasaan Baru Corona Virus Disease 2019 di Kabupaten Musi Banyuasin”” maka Peraturan Bupati yang telah disebutkan sebelumnya ditingkatkan menjadi Peraturan Daerah; b) Mengatasi keadaan luar biasa yaitu bencana non alam pandemi Corona Virus Disease 2019, guna pencegahan penularan yang semakin meluas dan mencegah korban jiwa yang semakin bertambah; c) Melaksanakan amanat Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 440/2742/BAK tanggal 21 September 2021 perihal Pelaporan Data dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Corona Virus Disease 2019 ( Covid -19) poin angka 5 yang menjelaskan terhadap Peraturan Kepala Daerah yang berkaitan dengan Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid -19 yang telah ditetapkan agar bisa ditingkatkan menjadi peraturan daerah. Rahmat Shobri, Ahmad Syukri, Leo Andi Guna, Transformasi Kebijakan Pola Hidup Masyarakat yang Sehat, Disiplin dan Produktif di Era New Normal (Studi Kasus di Musi Banyuasin), Ampera: A Research Journal on Politics and Islamic Civilization, Vol. 3 No. 2 April 2022 ## DAFTAR PUSTAKA Haerul, Akib, H., & Hamdan. (2016). Implementasi Kebijakan Program Makassar Tidak Rantasa di Kota Makassar . Jurnal Administrasi Publik, 6(2), 21-34. Retrieved from http://ojs.unm.ac.id/index.php/iap/article/view/2477/1272 Iskandar, J. (2012). Kapita Selekta teori Administrasi Negara. Bandung: Puspaga . Julian Simanjuntak, Edy Surya Dharmawan, “Analisis Perubahan Kebijakan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Jaminan Kesehatan Menjadi Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2016 Tentang Jaminan Kesehatan”, diakses pada tanggal 21 Mei 2021 Pukul 10:34 WIB dari https://jurnal.ugm.ac.id/jkki/article/view/30546 Quamila, C. F. (2021). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Masyarakat Terhadap Kebijakan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (Pkm) Dalam Rangka Penanganan Covid-19 Di Kota Semarang (Doctoral Dissertation, Diponegoro University). Shirvani, H. (1976). The New Grolier Webster International Dictionary of English Language. Encyclopedic Edition, Grolier Incorporated, New York. Sisworini, M. (2007). Perubahan kebijakan tata cara pengajuan keberatan pajak:: Studi tentang perubahan konteks pasal 25 ayat (7) UU No 16 tahun 2000 menjadi UU No 28 tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada). Suherman, D. (2020). Peran Aktor Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Mengatasi Penyebaran COVID-19 Di Indonesia. Ministrate: Jurnal Birokrasi Dan Pemerintahan Daerah , 2 (2), 51-62. Yadianto. (1996). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Bandung: M2s . Yuliyanti, F. (2021). Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Pada Kepatuhan Masyarakat Terhadap Protokol Kesehatan Pencegahan Covid-19 Di Desa Banyukuning Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang (Doctoral Dissertation, Diponegoro University).
6e0058d3-e586-4063-ad13-ab2d6249fc4f
https://ejournal.stitpn.ac.id/index.php/palapa/article/download/703/471
ANALISIS KITAB ADAB AL-MUFRAD KARYA IMAM BUKHARI TENTANG PENDIDIKAN ADAB DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN KARAKTER DI INDONESIA Nurhadi 1 & Alfen Khairi 2 STAI Al-Azhar Pekanbaru Riau 1 , UIN Sultan Syarif Kasim Riau 2 alhadijurnal@gmail.com , alfenkhairi@gmail.com ## Abstract Islamic education aims to print students into intellectuals who are both intellectually intelligent and morally good. To achieve these educational goals, the morals and manners of the spirit of education need to be revived. In addition, Islamic education must also isolate the secular- liberal view of life that exists in every modern scientific discipline. Such education will give birth to humans who are aware of their responsibilities towards their Lord, understand and carry out their obligations to themselves and others in their society, and strive continuously to develop every aspect of themselves towards advancement as moral human beings. To achieve this goal, the Indonesian government rolled out character education. Character education is expected to be able to balance between the fulfillment of cognitive needs with other needs as mandated by the 2003 National Education System Law. Similarly, Islamic education is already familiar with the concept of etiquette. This study aims to determine the concept of etiquette education according to Imam Bukhari in the book of Adab Al Mufrad and to make it relevant with character education in Indonesia. In this study it was found that the concept of education according to Imam Bukhari includes adab to parents, adab to children, adab to others, adab to Allah, and adab to the prophet Muhammad. This concept of etiquette covers the five pillars of the value of character education in Indonesia and can be used as a foothold in describing the values of education that are being practiced in Indonesia. Keywords : Education, Civilization, Character Abstrak: Pendidikan Islam bertujuan untuk mencetak peserta didik menjadi manusia yang cerdas secara intelektual dan baik secara akhlak. Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut maka akhlak dan adab yang menjadi ruh pendidikan tersebut perlu dihidupkan kembali. Selain itu, pendidikan Islam juga harus mengisolir pandangan hidup sekuler-liberal yang ada di setiap disiplin ilmu pengetahuan modern saat ini. Pendidikan seperti itu akan melahirkan manusia yang menyadari tanggung jawabnya terhadap Tuhannya, memahami dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya kepada dirinya dan yang lain dalam masyarakatnya, serta berupaya terus menerus untuk mengembangkan setiap aspek dari dirinya menuju kemajuan sebagai manusia yang bermoral. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah Indonesia menggulirkan pendidikan karakter. Pendidikan karakter diharapkan mampu menyeimbangkan antara pemenuhan kebutuhan kognitif dengan kebutuhan lain sebagaimana diamanatkan UU Sisdiknas tahun 2003. Senada dengan itu, pendidikan Islam sudah mengenal terlebih dahulu konsep adab. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep pendidikan adab menurut Imam Bukhari dalam kitab Adab Al Mufrad dan merelevansikannya dengan pendidikan karakter di Indonesia. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa konsep pendidikan adab menurut Imam Bukhari mencakup adab kepada orang tua, adab kepada anak, adab kepada sesama, adab kepada Allah swt, dan adab kepada nabi Muhammad saw. Konsep adab tersebut tersebut mencakup lima pilar nilai pendidikan karakter di Indonesia dan bisa dijadikan dasar pijakan dalam menjabarkan nilai-nilai pendidikan yang sedang dipraktekkan di Indonesia. Kata Kunci : Pendidikan, Adab, Karakter ## PENDAHULUAN Tujuan pendidikan dalam ajaran Islam bukan sekedar mencetak peserta didik menjadi manusia yang cerdas secara intelektual namun juga bertujuan untuk mencetak generasi yang baik secara akhlak. Tafsir mengemukakan bahwa tujuan pendidikan Islam menurut Muhammad ‘Athiya Al Abrasyi adalah manusia yang berakhlak mulia (Ahmad Tafsir, 2013, 16). Maka setiap lembaga pendidikan Islam harus melahirkan generasi yang berakhlak dan beradab. Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut maka akhlak dan adab yang menjadi ruh pendidikan tersebut perlu dihidupkan kembali (Ahmad Tafsir, 2013, 16). Pendidikan Islam juga harus mengisolir pandangan hidup sekuler-liberal yang ada di setiap disiplin ilmu pengetahuan modern saat ini. Ketika perubahan secara islami (dalam kurikulum, lingkungan, visi, dan misi) terjadi, pendidikan Islam akan membebaskan manusia dari kehidupan sekuler menuju kehidupan yang berlandaskan ajaran Islam. Dari pendidikan seperti itulah manusia yang baik dan beradap akan lahir. Individu-individu seperti itu adalah manusia yang menyadari tanggung jawabnya terhadap Tuhannya, memahami dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya kepada dirinya dan yang lain dalam masyarakatnya, serta berupaya terus menerus untuk mengembangkan setiap aspek dari dirinya menuju kemajuan sebagai manusia yang bermoral (Syarif Hidayat, 2018, 2). Pendidikan dalam Islam dimulai dengan mempelajari adab, sebelum menimba ilmu itu sendiri. Allah swt berfirman “Wahai Musa, sungguh aku adalah Rabbmu, maka lepaskanlah kedua terompahmu. Karena sesungguhnya engkau berada di lembah yang suci, Tuwa ” (Departemen Agama RI, 2012, 312). Setelah perintah menanggalkan alas kaki untuk menghormati tempat yang disucikan Allah swt, barulah ilmu itu disampaikan kepada nabi Musa. Dalam ayat selanjutnya, Allah swt berfirman, “Maka dengarkanlah apa yang diwahyukan kepadamu ” (Departemen Agama RI, 2012, 313). Adab ini telah dicontohkan sahabat nabi tatkala menerima ilmu dari Rasulullah saw. Sahabat Abu Sa’id Al Khudri berkata, “Ketika kami sedang duduk-duduk di masjid, Rasulullah saw tiba-tiba keluar dan duduk bersama kami. Maka, seakan-akan di atas kepala kami ada seekor burung, sehingga tidak ada satupun dari kami yang berbicara” (Abu Abdillah al-Bukhari, 2012, 10). Adab dalam tradisi ilmu ulama salaf bukanlah sekedar selingan yang diajari beberapa jam dalam sepekan. Porsi pelajaran adab bahkan lebih besar dari materi ilmu yang dipelajari. Ibnu Mubarak berkata, “Kami mempelajari masalah adab selama 30 tahun, sedangkan kami mempelajari ilmu selama 20 tahun” . Beliau juga berkata, “Hampir saja adab menjadi dua pertiga ilmu” (Ibnu al-Jauzy, 1985, 145). Begitu perhatiannya ulama salaf terhadap adab kepada mata air ilmu mereka hingga murid Imam Syafi’i, Ar Rabi’ bin sulaiman, berkata, “Saya tidak berani meneguk air ketika Asy Syafi’i melihatku karena segan kepada beliau”. Imam Adz Dzahabi juga menyebutkan bahwa tidak ada seorangpun berbicara di majelis Abdurrahman bin Mahdi, berdiri, atau meruncingkan alat tulis, juga tidak ada satupun yang tersenyum (Ibnu al-Jauzy, 1985, 3671). Pentingnya adab juga mendapatkan perhatian khusus dari KH. Hasyim Asy’ari pendiri Nahdlatul Ulama dalam bukunya Adab Al Alim wal Muta’allim, dikisahkan bahwa suatu ketika Imam Syafi’i pernah ditanya seseorang, “Sejauh manakah perhatianmu terhadap adab?” Beliau menjawab “Setiap kalau telingaku menyimak suatu pengajaran budi pekerti meski hanya satu huruf, maka seluruh organ tubuhku akan ikut merasakan (mendengarnya) seolah-olah setiap organ itu memiliki alat pendengaran (telinga)” (Hasyim Asy’ari, 1415 H, 9). Mengingat pentingnya adab bagi setiap pribadi muslim sebagaimana yang telah dicontohkan oleh nabi, para sahabat, dan tabi’in maka untuk mendapatkan adab yang dimaksud perlu menggali dari sumber landasan Islam itu sendiri, yaitu Al-Qur’an dan Hadis (Ulil Amri Syafri, 2011, 163). Terlebih tentang adab seorang hamba kepada Sang Pencipta dimana adab ini yang menjadi tujuan utama dalam kehidupan seorang muslim. Dalam Islam, pembinanaan akhlak atau adab merupakan bagian yang integral dalam dunia pendidikan karena menjadi tujuan yang dituju, yaitu menciptakan manusia yang berakhlak, beradab dan bertakwa melalui ilmu pengetahuan, keterampilan, dan bersikap sesuai nilai-nilai Islam (Ulil Amri Syafri, 2012, 68-69). Adab menjadi permasalahan yang mendasar bagi pendidikan di Indonesia. Berbagai masalah mencuat akhir-akhir ini di tengah masyarakat kita, baik itu masalah- masalah sosial, politik, ekonomi, maupun masalah kemasyarakatan lainnya seperti kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga, tauran antar pelajar, korupsi, pornografi dan pornoaksi, serta kekerasan antar umat beragama apabila ditinjau dari sudut pandang pendidikan memperlihatkan perlunya penekanan adab dalam sistem pendidikan nasional kita untuk membentuk masyarakat yang selain memiliki kecerdasan dan keterampilan juga memiliki spritualitas, pengendalian diri, kepribadian, dan akhlak mulia. Indonesia saat ini sedang menghadapi krisis multidimensi yang berkepanjangan. Krisis multidimensi tersebut hakikatnya berakar dari menurunnya kualitas moral bangsa. Adapun tanda-tanda penurunan kualitas moral diantaranya membudayanya praktek korupsi, sering terjadi konflik (antaretnis, agama, politisi, remaja, dsb), angka kriminalitas yang semakin menanjak, dan penurunan etos kerja (Ratna Megawangi, 2004, 4). Salah satu solusi yang diambil pemerintah Indonesia saat ini adalah dengan menggulirkan pendidikan karakter. Sejak pertama kali dicanangkan oleh Menteri Pendidikan Nasional pada peringatan hari pendidikan Nasional pada 2010 lalu, pendidikan karakter diharapkan mampu menyeimbangkan antara pemenuhan kebutuhan kognitif dengan kebutuhan lain sebagaimana diamanatkan UU Sisdiknas tahun 2003. Terdapat lima hal pokok dalam penyelenggaraan pendidikan karakter, yaitu: 1) Membentuk manusia Indonesia yang bermoral, 2) Membentuk manusia Indonesia yang cerdas dan rasional, 3) Membentuk manusia Indonesia yang inovatif dan suka bekerja keras, 4) Membentuk manusia Indonesia yang optimis dan percaya diri, dan 5) Membentuk manusia Indonesia yang berjiwa patriot (Indra Fajar Nurdin, 2015, 159). Syed Muhammad Naquib Al Attas mengatakan bahwa akar dari segala permasalahan atau krisis yang mendera suatu bangsa dewasa ini, bermuara pada hilangnya adab ( the loss of adab ). Al Attas merujuk pada hilangnya disiplin-disiplin raga, fikiran dan jiwa. Disiplin menuntut pengenalan dan pengakuan atas tempat yang tepat bagi seseorang dalam hubungannya dengan diri, masyarakat, dan umatnya; pengenalan dan pengakuan atas tempat seseorang yang semsestinya dalam hubungannya dengan kemampuan dan kekuatan jasmani, intelektual, dan spiritual seseorang (Syed Muhammad Naquib al-Attas, 2011, 129). Melihat pentingnya adab yang menjadi kebutuhan dalam kehidupan bermasyarakat, dan permasalahan-permasalahan serta kesenjangan sosial yang terjadi saat ini yang disebabkan oleh menurunnya moralitas, dan gagalnya sistem pendidikan nasional dalam mengatasi problem tersebut, maka sudah seharusnya kita kembali merujuk kepada generasi terbaik dari umat ini, yaitu generasi sahabat dan tabi’in yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis. Untuk memfokuskan penelitian ini, maka penulis memilih kitab Adab Al Mufrad karya Imam Bukhari yang berisi kumpulan hadis-hadis adab (adab kepada orang tua, adab kepada anak, adab kepada sesama, adab kepada nabi, dan adab kepada Allah swt). Imam Bukhari adalah Salah satu ulama Islam yang memberikan perhatian khusus terhadap permasalahan hadis. Beliau hidup pada tahun 194-256 H, seorang ulama hadis yang termasyhur diantara para ahli hadis dari dulu sampai sekarang. Hadis-hadisnya memiliki derajat yang tinggi, sebagian menyebutnya denga Amir Al-Mukminin fi Al Hadis (Pemimpin orang-orang beriman dalam ilmu hadis (Zainal Abidin Ahmad, 1975, 99). Perhatian khusus yang diberikan oleh Imam Bukhari terhadap permasalahan adab adalah dengan mengumpulkan hadis-hadis yang berkaitan dengan akhlak Rasulullah berjumlah 245 hadis yang saw dalam karya beliau yang monumental Shahih Al Bukhari . Kemudian Imam Bukhari yang menghimpun berbagai riwayat seputar adab dan akhlak mulia yang berasal dari Rasulullah saw, para sahabat radhiyallahu anhum, dan juga para ulama generasi tabi’in dan atba’ at tabi’in dalam kitab Adab Al Mufrad. Terdapat 1322 hadis yang terbagi kepada 643 judul bab. Jumlah hadis di dalam setiap judul babnya tidak sama, ada yang terdiri dari satu, dua hingga lima buah hadis. Kitab ini membahas seputar adab kepada kedua orang tua, adab kepada anak, adab silaturrahim, adab bertetangga, adab kepada anak yatim, dan lain (Ihsan Muhidin, dan Ulil Amri Syafri, 2016, 3-4). Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, permasalahan dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: a). Bagaimana konsep pendidikan adab dalam kitab Adab Al-Mufrad karya Imam Bukhari?; b). Bagaimana relevansi pendidikan adab dalam kitab Adab Al-Mufrad karya Imam Bukhari terhadap pendidikan karakter di Indonesia? ## KAJIAN PUSTAKA ## Pendidikan Adab Pendidikan secara etimologis, berasal dari kata Yunani “ pedagogic ” yang terdiri atas kata “ pais ” yang berarti “anak” dan kata “ ago ” yang berarti “aku membimbing”. Jadi pedagogic berarti aku membimbing anak. Purwanto menyatakan bahwa pendidikan berarti segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan (Ngalim, Purwanto, 1986, 11). Menurut UU Sisdiknas Pasal 1 No. 20 Tahun 2003, pendidikan diartikan sebagai: “Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, 2007, 2). Pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu kepada term tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib . Dari ketiga istilah tersebut, term yang paling populer digunakan dalam praktek pendidikan Islam adalah term tarbiyah . Sedangkan term ta’dib dan ta’lim jarang sekali digunakan. Padahal kedua istilah tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan pendidikan Islam (Samsul Nizar, 2002, 25). Istilah ta’dib atau adab mempunyai arti dasar “undangan kepada suatu perjamuan” Ibnu Mandzur juga menyebutkan ungkapan “addabahu fataaddaba” berarti “allamahu” (mendidiknya) (Ibnu Mandzur, 1990, 206). Gagasan ke suatu perjamuan mengisyaratkan tuan rumah adalah orang yang mulia dan banyak orang hadir, dan bahwasanya orang yang hadir adalah orang-orang yang menurut perkiraan tuan rumah pantas mendapatkan kehormatan untuk diundang dan, oleh karena itu, mereka adalah orang-orang bermutu dan berpendidikan tinggi yang diharapkan bisa bertingkah laku sesuai dengan keadaan, baik dalam berbicara, bertindak, maupun etiket (Syed Muhammad Naquib al-Attas, 1996, 56-57). Menurut Dedeng Rosidin, adab pada masa kejayaan Islam digunakan dalam makna yang sangat umum, yaitu bagi semua ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh akal baik langsung berhubungan dengan Islam maupun yang tidak langsung kemudian berkembang maknanya menjadi budi pekerti yang baik, perilaku terpuji dan sopan santun. Pada akhirnya makna adab menunujukkan arti: 1) mengajar sehingga orang yang belajar mempunyai budi pekerti yang baik, 2) mendidik jiwa dan akhlak, 3) melatih berdisiplin (Dedeng Rosidin, 2003, 169). Dari uraian pengertian pendidikan dan adab di atas pada dasarnya kedua kata tersebut mempunyai arti yang sama karena adab atau ta’dib merupakan salah satu term pendidikan dalam Islam. Pendidikan adab secara sederhana adalah suatu upaya bimbingan yang dilakukan oleh generasi tua terhadap generasi muda supaya menjadi orang-orang bermutu dan berpendidikan tinggi yang diharapkan bisa bertingkah laku sesuai dengan keadaan, baik dalam berbicara dan bertindak. ## Pendidikan Karakter Karakter secara etimologi berasal bahasa Latin “kharakter” , “kharassein” , “kharax” , yang berarti membuat tajam dan membuat dalam (Abdul Majid dan Dian Andayani, 2011, 11). Secara terminologi, karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berprilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai prilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia. Lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, adat-istiadat, dan estetika. Karakter adalah perilaku yang tampak dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bersikap maupun dalam berindak (Muchlas Samani dan Hariyanto, 2011, 41). Lickona mendefinisikan orang yang berkarakter sebagai sifat alami seseorang dalam merespons situasi secara bermoral yang dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain dan karakter mulia lainnya (Thomas Lickona, t.th, 12-22). Sedangkan menurut Scerenko, pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai upaya yang sungguh-sungguh dengan cara di mana ciri kepribadian positif dikembangkan, didorong, dan diberdayakan melalui keteladanan, kajian (sejarah dan biografi para bijak dan pemikir besar), serta praktek emulasi (usaha yang maksimal untuk mewujudkan hikmah dari apa-apa yang diamati dan dipelajari) (Muchlas Samani dan Hariyanto, 2011, 44). Berdasarkan pusat kurikulum definisi pendidikan karakter adalah sebagai berikut: “Pendidikan karakter bangsa dapat dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif, dan kreatif” (Sri Wahyuni dan Abd. Syukur Ibrahim, 2012, 23). Menurut dokumen Desain Induk Pendidikan Karakter terbitan Kementrian Pendidikan Nasional Pendidikan Karakter didefinisikan sebagai pendidikan nilai, pendidikan Budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk mengambil keputusan baik, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan ittu dalam kehidupan sehari- hari dengan sepenuh hati (M. Ali David, Nanang Susilo, 2015, 8). Dari berbagai pengertian pendidikan karakter di atas, maka pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai usaha sadar dan terencana dalam menginternalisasikan nilai- nilai karakter sehingga karakter tersebut dapat dimengerti, dihayati dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik. ## METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan data penelitian kualitatif dengan menggunakan metode konten analisis dengan menggunakan teknik analisis melalui studi kepustakaan. Menurut Keirl dan Miller yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia terhadap kawasannya sendiri, dan berhubungan denga orang-orang tersebut dalam bahasanya dan istilahnya. Dan pendekatan yang digunakan yakni pendekatan ekspresif (berhubungan dengan pengarang), pendekatan objektif (berhubungan dengan teks), pendekatan mimetic (berhubungan dengan kesemestaan), dan pendekatan pragmatik (berhubungan dengan resepsi pembaca terhadap teks) (Suwardi Endraswara, 2003, 9). Sumber data pada penelitian ini adalah literatur-literatur yang berkaitan. Sumber primer pada penelitian ini adalah kitab karya Imam Bukhari yaitu: Kitab Adab Al Mufrad yang diterbitkan oleh Dar Al-Hadis Kairo tahun 2005 dan di tahqiq oleh Farid Abdul Aziz Al jindiy dan dibantu oleh tahqiq Fuad Abdul Baqi. Dan yang menjadi sumber data sekunder adalah syarah dari kitab Adab Al-Mufrad dan Shahih Bukhari, dan buku-buku yang berkaitan dengan pendidikan adab dan pendidikan karakter. Penulis melakukan beberapa langkah penelitian, pertama mengidentifikasi pendidikan adab dalam karya Imam Bukhari dalam kitab Adab Al Mufrad. Kedua merumuskan secara sistematis pendidikan adab dalam karya Imam Bukhari dalam kitab Adab Al-Mufrad. Ketiga melakukan analisis terhadap pendidikan adab dalam karya Imam Bukhari dalam kitab Adab Al-Mufrad dengan kitab-kitab yang berkaitan dengan adab lalu diklasifikasikan dan kedalam kategorisasi. Keempat, merelevansikan konsep pendidikan adab dalam kitab Adab Al-Mufrad karya Imam Bukhari dengan pilar-pilar pendidikan karakter di Indonesia. Kelima . menarik kesimpulan setelah dianalisis secara mendalam dan menyeluruh. ## PEMBAHASAN Konsep Pendidikan Adab dalam Kitab Adab Al-Mufrad Imam Bukhari Pendidikan adab menurut Imam Bukhari tidak beliau sebutkan secara langsung dalam kitab-kitabnya. Namun defenisi pendidikan adab itu bisa kita fahami dari karya beliau, yaitu Shahih Bukhari dan Adab Al-Mufrad yang mana kitab-kitab ini beliau susun dengan bab-bab yang beliau tetapkan sendiri dan mengelompokkan hadis-hadis tersebut dalam suatu tema pembahasan adab. Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan pendidikan adab yang ada dalam kitab Shahih Bukhari, adab mencakup hal-hal yang terpuji dalam ucapan dan perbuatan, memiliki akhlak yang mulia, konsisten bersama hal-hal yang baik, menghormati yang lebih tua dan kasih sayang pada yang lebih muda (Ibnu Hajar al Atsqalani, 2003, 166). Dalam kitab Adab Al-Mufrad terdapat banyak adab yang sudah hilang dari diri manusia, padahal sangat penting untuk dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari untuk menjadi seorang yang beradab. Dalam muqaddimah muhaqqiq Adab Al-Mufrad bahwa di dalam kitab ini terkumpul adab-adab islami yang harus dimiliki setiap pribadi muslim. Seperti, berbuat baik kepada kedua orang tua, menyambung tali silaturrahim, memberikan hak-hak tetangga, memelihara anak yatim, saling memaafkan dan berlapang dada, berakhlak baik, saling berkunjung, menjenguk orang sakit, sifat malu, adab berdoa, memuliakan tamu, adab meminta izin, amanah, dan adab-adab lainnya yang harus diperhatikan (Husain bin Audah, 2003, 6). ## Adab kepada orang tua Imam Bukhari memulai pembahasan dalam kitab Adab Al Mufrad dengan surat Al-Ankabut ayat 8 tentang perintah Allah swt untuk berbuat baik kepada kedua orang tua. اًنْسُح ِهْيَدِلاَوِب َناَسْنِلإا اَنْ يَّصَوَو “Dan kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya.” (QS. Al Ankabut: 8) (Departemen Agama RI, 2012, 397). Ayat ini turun pada permasalahan Sa’ad bin Abi Waqqash ra, yang terkenal sangat berbakti kepada ibunya. Ketika dia masuk Islam maka ibunya berkata: “Wahai Sa’ad, apa yang telah kamu lakukan? Kamu harus meninggalkan agama barumu itu, atau saya tidak akan makan dan minum, dan saya tidak akan berteduh dari terik matahari sampai saya mati”. Kemudian ibu Sa’ad bertahan dengan keadaannya itu selama beberapa hari sampai orang-orang pada waktu itu memanggil Sa’ad si pembunuh ibunya. Sa’ad berkata: “Demi Allah, wahai ibuku seandainya ibu memiliki seratus nyawa dan keluar satu persatu saya tidak akan meninggalkan agama saya ini”. Maka turunlah ayat ini, dan surat Luqman ayat 14, dan surat Al-Ahqaf ayat 15. Ayat ini telah memutuskan untuk mewajibkan berbuat baik kepada kedua orang tua dan untuk taat kepada keduanya walaupun keduanya orang kafir, kecuali apabila keduanya memerintahkan kepada kesyirikan maka wajib untuk tidak menaati keduanya (Badru Ad Din, 2001, 127). Imam Bukhari menyebutkan hadis-hadis bagaimana seorang anak harus berinteraksi dengan kedua orang tuanya. Beliau memulainya dengan ayat Al-Qur’an yang mengatakan bahwa berbakti kepada orang tua adalah perintah Allah secara langsung. Betapa besarnya jasa kedua orang tua kepada anak, sampai-sampai di dalam Al-Qur’an Allah swt memerintahkan untuk bersyukur kepada-Nya kemudian diikuti langsung setelahnya untuk bersyukur kepada kedua orang tua. Jasa orang tua tidak akan pernah bisa ditebus oleh anaknya. Dikisahkan bahwa Ibnu Umar sedang melakukan thawaf bersama seorang pemuda dari Yaman sambil menggendong ibunya, kemudian pemuda itu berkata kepada Ibnu Umar “Wahai Ibnu Umar, apakah dengan cara seperti ini saya telah membalas kebaikan ibu ku?” Ibnu Umar menjawab, “Belum, bahkan tidak sebanding dengan satu tarikan nafasnya saat melahirkanmu” (Abu Abdillah al-Bukhari, 2012, 12). Allah swt sangat menegaskan untuk berbakti kepada orang tua. Maka seorang anak harus berhati-hati ketika berinteraksi dengan orang tua, penuh hormat dan ta’zhim, serta selalu merendahkan diri dan melembutkan pembicaraan dengan mereka. Di dalam Al-Qur’an Allah swt dengan jelas melarang untuk berkata “ah” kepada orang tua, apalagi sampai mencaci orang tua. Durhaka kepada orang tua merupakan dosa besar sebagaimana yang telah nabi jelaskan dalam hadis-hadisnya. Nabi saw mengungkapkan bahwa dosa durhaka kepada orang tua harus dipercepat siksaannya bagi pelakunya di dunia dan siksanya di akhirat. Nabi Muhammad saw mengajarkan agar tetap ta’at dan berbakti kepada orang tua walaupun orang tua sering menzhalimi anaknya. Menta’ati semua perintah kedua orang tua adalah suatu hal yang mutlak kecuali dalam kemaksiatan dan kemusyrikan. Membuat orang tua menangis merupakan suatu kedurhakaan dan termasuk ke dalam golongan dosa besar (Muhammad Al-Khauli, 1423 H, 44). Berbakti kepada kedua orang tua bisa menambah panjang umur, sebagaimana sabda nabi, “Siapa yang berbakti kepada kedua orang tuanya, maka beruntunglah dia dan Allah tambahkan umurnya”. Berbakti kepada kedua orang tua merupakan salah satu kunci untuk masuk surga. Orang yang bertemu kedua orang tuanya dan tidak masuk surga karena tidak berbakti kepada kedua orang tuanya adalah orang yang sangat merugi di dunia dan akhirat. Orang tua yang musyrik tetap berhak mendapatkan bakti dari anaknya yang muslim, dan mendapat pelayanan yang baik dari anaknya. Akan tetapi orang tua yang musyrik tidak bisa dimintak ampunkan atas dosa-dosa kesyirikannya oleh anaknya yang muslim, berdasarkan firman Allah swt “Tidak pantas bagi nabi dan orang-orang beriman memohon ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, sekalipun orang-orang itu kaum kerabatnya, setelah jelas bagi mereka bahwa orang-orang musyrik itu penghuni neraka jahannam” (Departemen Agama RI, 2012, 205). Seorang anak yang muslim wajib mendoakan orang tuanya yang musyrik supaya mendapat hidayah untuk memeluk Islam. Abu Hurairah ra mempunyai seorang ibu yang beragama Nasrani dan beliau ingin ibunya untuk masuk Islam. Beliau datang kepada nabi saw dan minta ibunya didoakan supaya mendapat hidayah dan masuk Islam, kemudian nabi mendoaakan ibunya. Kemudian Abu Hurairah pulang dan mendapatkan ibunya telah masuk Islam (Yusuf Khatir As Suri, 2004, 16). Berbakti kepada kedua orang tua juga bisa dilakukan setelah mereka meninggal dunia. Ada enam cara berbakti kepada kedua orang tua setelah mereka meninggal dunia. Pertama, mendoakan keduanya. Kedua, banyak meminta ampunan kepada Allah untuk kedua orang tua. Ketiga, memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia. Keempat, menjalin hubungan silaturrahim dengan keluarga dekat kedua orang tua yang tidak pernah terjalin sebelumnya. Kelima, memuliakan teman dekatnya dengan menjaga silaturrahim dengan teman-teman ayah dan ibu. Keenam, bersedakah atas nama orang tua yang telah tiada (Abdurrahman Asyayi’, 2016, 78). ## Adab Kepada Anak Imam Bukhari menyusun hadis-hadis adab kepada anak dengan memulai dari kewajiban orang tua dalam memenuhi segala kebutuhan anak. Kebutuhan akan tempat berlindung, kebutuhan akan pengetahuan tentang agama, kebutuhan akan kasih sayang. Kasih sayang terhadap anak bisa diungkapkan dengan cara menggendong anak di atas pundak, mencium anak, merangkul anak, memberi nama anak, mengusap kepala anak, dan memanggil anak dengan panggilan “Wahai anakku” . Ketika orang tua telah mencukupi semua kebutuhan anak tersebut maka orang tua berhak untuk mendapatkan surga sesuai hadis di atas (Muhammad ibn Ibrahim, 2002, 51). Berikut adalah hadis-hadis yang dikumpulkan oleh Imam Bukhari tentang hak- hak anak yang harus dipebuhi oleh kedua orang tua dalam bentuk adab orang tua kepada anak. ## Hadis No. 78 َّدَح : َلاَق ، ٍدْيَز ُنْب ُّيِلَع يِنَثَّدَح : َلاَق ، ٍدْيَز ُنْب ُديِعَس اَنَثَّدَح : َلاَق ، ِناَمْعُّنلا وُبَأ اَنَثَّدَح ، ِ ِدَدْنُمْلا ُنْب ُدَّمَمُح يِنَث ُ َّاللَّ ىَّلَص ِ َّاللَّ ُلوُسَ َلاَق : َلاَق ،ْمُهَثَّدَح ِ َّاللَّ ِدْبَع َنْب َرِباَج َّنَأ ، َّنِهيِوْؤُي ،ٍتاَنَب ُثلاَث ُهَل َناَك ْنَح " : َمَّلَسَو ِهْيَلَع ْيَتْنِثَو : ِمْوَقْلا ِضْعَب ْنِح ٌلُجَ َلاَقَف ،َةَّتَبْلا ُةَّنَجْلا ُهَل ْتَبَجَو ْدَقَف ، َّنُهُمَحْرَيَو ، َّنِهيِفْدَيَو : َلاَق ِ َّاللَّ َلوُسَ اَي ،ِن نْيَتْنِثَو Abu Nu'man menceritakan pada kami: Said bin Zaid menceritakan pada kami: ali bin Zaid mengabariku: Muhammad bin al-Munkadir menceritakan padaku: bahwa Jabir Ibnu Abdullah menceritakan kepada mereka seraya berkata, “Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa memiliki tiga anak perempuan, memberikan tempat berlindung kepada mereka, mencukupi kebutuhan mereka, dan menyayangi mereka, maka wajib baginya surga.” Lalu seseorang di antara sebagian kaum itu berkata, “Juga dua anak perempuan, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Juga dua anak perempuan” (Abu Abdillah al-Bukhari, 2012, 30). Hasan, di dalam kitab At-Ta’liqu Ar-Raghibu (3/85), Ash-Shahihah (294, 2492). Hadis ini menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki tiga orang anak perempuan, kemudian dia melindungi, mencukupi kebutuhan, dan menyayangi anak- anaknya maka dia mendapatkan surga. Anak-anak merupakan tanggung jawab orang tua dalam membesarkan, memberi makan, dan mendidiknya. Dalam hadis ini disebutkan anak perempuan, karena pada zaman jahiliyah ketika seorang ibu melahirkan anak perempuan dianggap sebagai beban dan sebagai aib keluarga. Keadaan ini digambarkan oleh Allah dalam Al-Qur’an “Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan kelahiran anak perempuan, hitamlah mukanya dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan padanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan atau menguburnya ke dalam tanah (hidup-hidup). Ketahuilah alangkah buruknya apa yang telah mereka tetapkan itu” (Departemen Agama RI, 2012, 273). Hadis No. 90 َُّاللَّ َيِضَ َةَشِئاَع ْنَع ، َةَوْرُع ْنَع ، ٍماَشِه ْنَع ، ُناَيْفُس اَنَثَّدَح : َلاَق ، َفُسوُي ُنْب ُدَّمَمُح اَنَثَّدَح " : ْتَلاَق ،اَهْنَع ىَّلَص ِّيِبَّنلا ىَلِإ ٌّيِباَرْعَأ َءاَج َلَع ُ َّاللَّ ىَّلَص ُّيِبَّنلا َلاَقَف ،ْمُهُلِّبَقُن اَمَف ْمُدَناَيْبِص َنوُلِّبَقُتَأ : َلاَقَف َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُ َّاللَّ ِهْي َةَمْحَّرلا َكِبْلَق ْنِح ُ َّاللَّ َعَزَن ْنَأ َكَل ُكِلْحَأ َوَأ : َمَّلَسَو Muhammad bin Yusuf menceritakan pada kami: Sufyan mencertiakan pada kami: Dari Hisyam: Dari Urwah: Dari Aisyah radiallahu‘anha, dia berkata: “Orang Arab Badui datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lalu bertanya, “Apakah kalian mencium anak-anak kalian? kami tidak mencium mereka!” Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apakah aku kuasa menahan untukmu jika Allah mencabut kasih sayang dari hatimu?” (Abu Abdillah al- Bukhari, 2012, 33). Shahih (Bukhari, 78- Kitab Al-Adab, 18- Bab Rahmatul Waladi Taqbiluhu wa Mu’anaqatuhu, Muslim, 43- Kitab Al-Fadha’il hadits 64). Hadis ini menerangkan tentang keutamaan mencium anak-anak, dan mengoreksi kesalahan sesuai tempat. Mencium anak-anak merupakan suatu bentuk kasih sayang dan kelembutan hati serta menjelaskan hubungan antara zhahir dan bathin seseorang (Abu Abdillah al-Bukhari, 2012, 119). Imam An Nawawi mengatakan bahwa mencium pipi anak kecil adalah wajib, begitu juga mencium tangannya, dan semisalnya atas dasar bentuk kasih sayang dan kelembutan, dan mencintai kelurga terdekat adalah sunnah sama saja laki-laki atau perempuan. Adapun mencium dengan syahwat maka hukumnya haram menurut semua pendapat ulama, sama saja mencium anak kecil ataupun orang dewasa. Akan tetapi hukum-hukum syari’at wajib, sunnah, semestinya harus ada dalilnya, sedangkan An Nawawi tidak mendatangkan satupun dari dalil tersebut (Fadhlullah Al Jilany, 1378 H, 175). Hadis No. 367 َع ُنْب ُفُسوُي يِنَثَّدَح : َلاَق ، ُ اَّطَعْلا ِمَثْيَهْلا يِبَأ ُنْب ىَيْمَي اَنَثَّدَح : َلاَق ، ٍمْيَعُن وُبَأ اَنَثَّدَح : َلاَق ، ٍملاَس ِنْب ِ َّاللَّ ِدْب ِرْجِح ىَلَع يِنَدَعْقَأَو ، َفُسوُي َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُ َّاللَّ ىَّلَص ِ َّاللَّ ُلوُسَ يِناَّمَس يِسْأَ ىَلَع َحَسَحَو ،ِه Abu Nuaim menceritakan pada kami: Yahya bin Abu Al-Haitsam Al-Athar menceritakan pada kami: Yusuf ibnu Salam menceritakan padaku: ia berkata, “Rasulullah shallallahu “alaihi wasallam memberi nama kepada saya Yusuf, mendudukkan saya di atas pangkuannya, dan mengusap kepalaku” (Abu Abdillah al-Bukhari, 1375 H, 95). Shahih, sanadnya. (Musnad Ahmad juz 7 hal 6, cet. Pertama) Hadis ini menjelaskan bahwa disunnahkan seseorang yang berilmu atau orang sholeh untuk mengusap kepala anak-anak dan memberinya nama, sebagaimana yang diisyaratkan oleh Imam Bukhari dalam penulisan bab mengusap kepala anak-anak. Selain mengusap dan memberi nama bayi, Rasulullah juga mengusap dan mendoakan bayi tersebut. Menusap kepala merupakan salah satu cara untuk menunjukkan kedekatan batin kepada anak sehingga anak merasa mendapatkan pengayoman dan kasih sayang dari orang tua. Hal ini sangat berarti untuk membesarkan hati mereka dan jauh lebih mahal daripada memberi harta dengan sikap kaku dan tidak peduli (Husain bin Audah, 2003, 485). ## Adab Kepada Sesama Adab kepada sesama mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Oleh karena itu sebagian besar hadis-hadis yang dikumpulkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Adab Al-Mufrad berisi tentang adab kepada sesama. Dari jumlah keseluruhan 1322 hadis yang ada dalam kitab Adab Al-Mufrad, sebanya 1129 hadis, atau 549 bab dari 643 bab membahas tentang adab kepada sesama. Berikut adalah bentuk adab kepada sesama yang ditekankan oleh Imam Bukhari, menjaga silaturrahim dengan keluarga, kerabat, dan saudara-saudara, berbuat baik kepada tetangga dan memberikan hak-hak tetangga, berbuat baik kepada budak, saling memaafkan, saling berbagi,dilarang saling menghina dan memuji karena kedua-duanya menyebabkan kehancuran pada orang yang dihina ataupun dipuji, memuliakan yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda. Termasuk juga kedalam adab kepada sesama makhluk adalah menyayangi binatang, menjenguk orang sakit, menghormati tamu dan memberikan hak-hak tamu, berbicara dengan kata-kata yang baik, optimis dalam kehidupan, mengucapkan salam, dan adab-adab lainnya yang perlu diperhatikan. Hadis No. 52 َأ ْنَع ، ِهيِبَأ ْنَع ، ِءلاَعْلا ِنَع ، ٍمِزاَح يِبَأ ُنْبا اَنَثَّدَح : َلاَق ، ِ َّاللَّ ِدْيَبُع ُنْب ُدَّمَمُح اَنَثَّدَح ىَتَأ " : َلاَق ، َةَرْيَرُه يِب اَرَق يِل َّنِإ ،ِ َّاللَّ َلوُسَ اَي : َلاَقَف َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُ َّاللَّ ىَّلَص َّيِبَّنلا ٌلُجَ َنوُئيِسُيَو ْمِهْيَلِإ ُنِسْحُأَو ، َنوُعَطْقَيَو ْمُهُلِصَأ ًةَب لاَو ،َّلَمْلا ُمُهُّفِسُت اَمَّنَأَك ُلوُقَت اَمَك َناَك ْنِئَل : َلاَق ،ْمُهْنَع ُمُلْحَأَو َّيَلَع َنوُلَهْجَيَو ،َّيَلِإ ٌريِهَظ ِ َّاللَّ َنِح َكَعَح ُلاَزَي َذ ىَلَع َتْحُد اَح ْمِهْيَلَع َكِل Muhammad bin Ubaidillah menceritakan pada kami: Ibnu Abi Hazim menceritakan pada kami: Dari Al-Ala Dari Bapaknya : Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, dia berkata, “Seseorang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lalu berkata, “Wahai Rasulullah!, sesungguhnya aku memiliki kerabat yang aku jalin terus hubunganku dengan mereka, tapi mereka memutuskan hubungannya denganku, aku berbuat baik kepada mereka, tapi mereka berbuat jahat kepadaku. Mereka menyakitiku, tapi aku membalasnya dengan lemah lembut.” Rasulullah menjawab, “Sekiranya kejadiannya seperti apa yang engkau katakan, maka engkau memberikan mereka bara api, sedangkan pertolongan Allah senantiasa menyertaimu atas mereka selama engkau berlaku seperti itu” (Abu Abdillah al-Bukhari, 2012, 24). Shahih, di dalam kitab As-Silsilah Ash-Shahihah (2597): (Muslim, 45- Kitab Al Birru wash-Shilatu wal Adab, hadits 22). Hadis ini menjelaskan bagaimana seharusnya adab kita kepada kerabat yang memutuskan silaturrahim dengan kita, dan berbuat jahat ketika kita berbuat baik kepada mereka. Diceritakan bahwa seorang sahabat mengadukan kepada Rasulullah saw tentang kerabatnya yang memutuskan silaturrahim dengannya, dan membalaskan kebaikannya dengan kejahatan, kemudian Rasulullah bersabda jika benar seperti yang kamu katakana maka seolah-olah kamu member mereka makan dengan bara api. Imam An Nawawi menjelaskan bahwa perumpamaan ini membuat kerabatnya merasakan kepedihan karena orang yang berbuat baik itu tidak akan merugi. Akan tetapi kerabat yang memutuskan silaturrahim lah yang akan mendapatkan kerugian karena telah berbuat jahat dan memutuskan silaturrahim dengannya (Imam An Nawawi, 2010, 96). Hadis No. 101 َأ يِنَرَبْخَأ : َلاَق ، ٍديِعَس ِنْب ىَيْمَي ْنَع ، ٌكِلاَح يِنَثَّدَح : َلاَق ، ٍسْيَوُأ يِبَأ ُنْب ُليِعاَمْسِإ اَنَثَّدَح ، ٍدَّمَمُح ُنْب ِرْدَب وُب َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُ َّاللَّ ىَّلَص ِّيِبَّنلا ِنَع ،اَهْنَع ُ َّاللَّ َيِضَ َةَشِئاَع ْنَع ، َةَرْمَع ْنَع ُ َّاللَّ ىَّلَص ُليِرْبِج َلاَز اَح " : َلاَق هُثِّ َوُيَس ُهَّنَأ ُتْنَنَظ ىَّتَح ،ِ اَجْلاِب يِنيِصوُي َمَّلَسَو ِهْيَلَع Ismail bin abu uwais menceritakan pada kami: Malik menceritakan padaku, dari Yahya bin Said: Abu Bakr bin Muhammad mengabarkan padaku, dari Amrah, Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jibril tidak henti-hentinya berwasiat kepadaku agar (berbuat baik) kepada tetangga, sehingga aku mengira bahwasanya dia akan mewariskan tetangga itu” (Abu Abdillah al-Bukhari, 2012, 35). Shahih, di dalam kitab Al-Irwa (891). (Bukhari, 78, Kitab Al Adab, 28-Bab Al Wishatu Bil Jari. Muslim, 45- Kitab Al Birru wash-Shilatu wal Adab, hadits 140) Ibnu Hajar Al-Asqalany menjelaskan tetangga adalah orang yang berdekatan rumahnya dengan kita yang menyebabkan dia seperti saudara, dan hampir mendapatkan hak atas harta kita. yang menyebabkan tetangga itu ada dua hal, al mulashaqah (berdekatan rumah) dan al mukhalatah (bercampur), seperti satu mesjid, satu sekolah, satu pasar atau semisalnya. Tetangga mencakup muslim, kafir, orang rajin beribadah, orang fasik, orang jujur, musuh, orang asing, penduduk setempat, yang member manfa’at, yang member mudharat, orang yang dekat rumahnya ataupun jauh. Kemudian tanggung jawab untuk menyeru kepada Allah dan kesabaran akan berlipat ganda ketika tetangga kita adalah orang kafir atau fasik. Dan kisah Abdullah bin Umar yang mengahadiahkan seekor kambing kepada tetangganya yang beragama yahudi menguatkan pendapat ini (Husain bin Audah, 2003, 129). Hadis No. 353 َع ، ٍطْيَسُق نْبا ْنَع ، ٍرْخَص يِبَأ ْنَع ، ٍبْهَو ُنْب ِ َّاللَّ ُدْبَع اَنَثَّدَح : َلاَق ، ىَسيِع ُنْب ُدَمْحَأ اَنَثَّدَح ، َةَرْيَرُه يِبَأ ْن َك َّقَح ْفِرْعَيَو ،اَنَريِغَص ْمَحْرَي ْمَل ْنَح " : َلاَق َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُ َّاللَّ ىَّلَص ِّيِبَّنلا ِنَع اَّنِح َسْيَلَف ،اَنِريِب Ahmad bin Isa menceritakan pada kami: Abdullah bin Wahb menceritakan pada kami: dari Abu Shakhri, dari Ibnu Qusaith, Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa tidak menyayangi anak kecil dan tidak mengetahui hak orang dewasa, maka dia bukan dari golongan kami” (Abu Abdillah al-Bukhari, 2012, 92). Shahih, di dalam kitab Shahihut-Targhib (1/117/97) Ada dua hal yang sangat diperhatikan dalam Islam. Pertama, mengasihi dan menyangi anak karena mereka masih lemah, dan belum melakukan perbuatan- perbuatan jelek, dan karena umurnya masih muda sehingga mereka bodoh, atau lalai maka disayangi dengan mengajarkann ilmu. Kedua, menghormati yang lebih tua. Al- Hakim menjelaskan bahwa memuliakan yang lebih tua karena hak dari umurnya yang telah beribadah kepada Allah dalam masa yang lama, dan menyayangi yang kecil karena dia tidak dibebani kewajiban beribadah (Al-Hakim, 1397, 41). Maka kedua- dua hal ini sangat penting. Ketika yang kecil diberikan haknya berupa kasih sayang dan kelembutan, maka yang tua juga diberikan haknya berupa kemuliaan dan keseganan. Hadis No. 521 َةَبلاِق يِبَأ ْنَع ، ٌمِصاَع اَنَثَّدَح : َلاَق ، ِدِحاَوْلا ُدْبَع اَنَثَّدَح : َلاَق ، َليِعاَمْسِإ ُنْب ىَسوُح اَنَثَّدَح ِثَعْشَلأا يِبَأ ْنَع ، ُتْلُق ،ِةَّنَجْلا ِةَفْرُخ يِف َناَك ُهاَخَأ َداَع ْنَح " : َلاَق ، َءاَمْسَأ يِبَأ ْنَع ، ِّيِناَعْنَّصلا ِةَّنَجْلا ُةَف ْرُخ اَح : َةَبلاِق يِبَلأ َِّاللَّ ِلوُسَ ْنَع ، َناَبْوَث ْنَع : َلاَق َءاَمْسَأ وُبَأ ُهَثَّدَح ْنَح ْنَع : َةَبلاِق يِبَلأ ُتْلُق ،اَهاَنَج : َلاَق ِهْيَلَع ُ َّاللَّ ىَّلَص Musa bin Ismail menceritakan pada kami: Abdul Wahid menceritakan pada kami: Ashim menceritakan pada kami: dari Abu Qilabah, dari Abul Asy'ats Ash-Shan’ani, Dari Abu Asma' berkata, “Barang siapa membesuk saudaranya, maka dia berada pada khurafah surga.” Saya berkata kepada Abu Qilabah, “Apa Khurfatul-Jannah itu?” Abu Qilabah menjawab, “Buah-buahan yang dipetik” Saya berkata kepada Abu Qilabah, “Dari siapa Abu Asma meriwayatkan haditsnya?” Abu Qilabah menjawab, “Dari Tsauban, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam” (Abu Abdillah al-Bukhari, 2012, 130). Hadis ini menjelaskan tentang keutamaan menjenguk orang sakit. Mengunjungi dan menjenguk orang sakit merupakan kewajiban setiap muslim, terutama yang memiliki hubungan dengan dirinya, seperti kerabat dekat, tetangga. Saudara yang senasab, sahabat dan lain sebagainya. Menjenguk orang sakit termasuk amal shalih yang paling utama, yang dapat mendekatkan kita kepada Allah swt, kepada ampunan, rahmat, dan surga-Nya. Mengunjungi orang sakit merupakan perbuatan mulia, dan terdapat keutamaan yang agung, serta pahala yang sangat besar, dan merupakan salah satu hak setiap muslim terhadap muslim lainnya. Ketika menjenguk saudara kita yang sakit, ada beberapa adab yang diajarkan oleh Rasulullah SAW seperti mendoakannya dengan doa yang telah diajarkan oleh beliau, bershalawat, dan adab-adab lainnya. Hadis No. 741 ِبَأ ْنَع ، ُّيِرُبْقَمْلا ٌديِعَس يِنَثَّدَح : َلاَق ، ُثْيَّللا اَنَثَّدَح : َلاَق ، َفُسوُي ُنْب ِ َّاللَّ ُدْبَع اَنَثَّدَح : َلاَق ، ِّيِوَدَعْلا ٍحْيَرُش ي َو ِهْيَلَع ُ َّاللَّ ىَّلَص ُّيِبَّنلا َمَّلَدَت َنيِح ،َياَنْيَع ْتَرَصْبَأَو ،َياَنُذُأ ْتَعِمَس ِمْوَيْلاَو ِ َّللَّاِب ُنِحْؤُي َناَك ْنَح " : َلاَقَف َمَّلَس : َلاَق ،ُهَتَزِئاَج ُهَفْيَض ْمِرْدُيْلَف ِرِخلآا ِمْوَيْلاَو ِ َّللَّاِب ُنِحْؤُي َناَك ْنَحَو ،ُهَ اَج ْمِرْدُيْلَف ِرِخلآا ِ َّاللَّ َلوُسَ اَي ُهُتَزِئاَج اَحَو َو ،ٌةَلْيَلَو ٌمْوَي : َلاَق ْوَيْلاَو ِ َّللَّاِب ُنِحْؤُي َناَك ْنَحَو ،ِهْيَلَع ٌةَقَدَص َوُهَف َكِلَذ َءاَ َو َناَك اَمَف ،ٍماَّيَأ ُةَثلاَث ُةَفاَيِّضلا ِرِخلآا ِم تُمْصَيِل ْوَأ اًرْيَخ ْلُقَيْلَف Abdullah bin Yusuf menceritakan pada kami: Laits menceritakan pada kami: Said Al-Maqburi menceritakan padaku: Abu Syuraih Al Adawi berkata, Aku mendengar dengan kedua telingaku, dan melihat dengan kedua mataku, Nabi Saw bersabda:"Barang siapa beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hari akhir, maka hendaklah menghormati tetangganya, dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia menghormati tamunya dengan memberikan hadiah.” Rasulullah ditanya, apakah hadiah tersebut? Beliau menjawab, “Menjamunya sehari semalam dan memberikan hak tamu selama tiga hari, selebihnya adalah sadaqah, dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berkata dengan baik atau diam” (Abu Abdillah al-Bukhari, 2012, 182). Shahih, di dalam kitab Al Irwa (8/162/2523). (Bukhari, 78-Kitab Adab, 31- bab Man kaana yu’minu billah. Muslim, 1- Kitab Iman, hadits 77). Hadis ini menerangkan adab dalam memuliakan tamu. Tamu dalam Islam memiliki kedudukan yang sangat terhormat. Umat Islam diperintahkan untuk memuliakan tamu sehingga menjadi tuntunan dan akhlak mulia. Imam Al-Qadhi Iyadh dalam memaknai hadis di atas menerangkan ketika umat berupaya menjalankan syari’at Islam, maka wajib baginya untuk memuliakan tetangga dan tamunya, serta berbuat baik kepada keduanya (Al-Qadhi Iyadh, 1998, 44). Dalam hadis ini juga dikaitkan perihal memuliakan tamu dengan kesempurnaan keimanan kepada Allah dan hari akhir. Ini adalah upaya menuju keimanan yang paripurna, mengingat beriman kepada Allah dan hari akhir merupakan bagian dari enam rukun iman yang wajib diyakini oleh segenap umat. Hadis No. 980 ، ِزيِزَعْلا ِدْبَع ْنَع ، ُّيِبَنْعَقْلاَو ٍمِزاَح يِبَأ ُنْبا اَنَثَّدَح : َلاَق ، ِ َّاللَّ ِدْبَع ُنْب ُدَّمَمُح اَنَثَّدَح ْنَع ، ِهيِبَأ ْنَع ، ِءلاَعْلا ِنَع اوُلُخْدَت لا " : َلاَق َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُ َّاللَّ ىَّلَص ِّيِبَّنلا ِنَع ، َةَرْيَرُه يِبَأ ،اوُّباَمَت ىَّتَح اوُنِحْؤُت لاَو ،اوُنِحْؤُت ىَّتَح َةَّنَجْلا ْمُدَنْيَب َملاَّسلا اوُشْفَأ " : َلاَق ،ِ َّاللَّ َلوُسَ اَي ،ىَلَب : اوُلاَق ،" ِهِب َنوُّباَمَت اَح ىَلَع ْمُدُّلُدَأ لاَأ Muhammad bin Abdullah menceritakan pada kami: Ibnu Abu Hazim dan Al-Qa’nabi menceritakan pada kami, dari Abdul Aziz, dari Al-ala, dari Bapaknya: Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kalian tidak akan masuk surga sehingga beriman, dan tidaklah kalian beriman kecuali saling menyayangi. Maukah kalian Saya tunjukkan sesuatu yang dapat membuat kalian saling mencintai?” Mereka menjawab, “Ya, wahai Rasulullah!” Beliau bersabda, “Sebarkanlah salam di antara kalian” (Abu Abdillah al- Bukhari, 2012, 239). Shahih, di dalam kitab Al-Irwa’ (Muslim, 1- Kitab Al Iman, hadits 93). Dalam hadis ini Rasulullah memberikan perhatian yang besar terhadap amalan salam, beliau memotivasi umatnya untuk senestiasa menanamkan dan mempraktekkan salam dalam kehidupan sehari-hari. Ath-Thiby mengatakan saling mengucapkan salam adalah sebab saling mencintai, dan cinta merupakan sebab sempurnanya keimanan dan meninggikan kata Islam, sedangkan saling tidak bertegur sapa, memutuskan silaturrahim terdapat perpecahan antara kaum muslimin yang menyebabkan rendahnya agama, dan kehinaan dalam Islam, dan menjadikan orang- orang kafir lebih tinggi (Fathi bin Abdul Aziz, 2007, 207). Hadis No. 1056 ِّيِوْمَّنلا َديِزَي ْنَع ، يِبَأ يِنَثَّدَح : َلاَق ، ِنْيَسُمْلا ُنْب ُّيِلَع اَنَثَّدَح : َلاَق ، ُقاَمْسِإ اَنَثَّدَح ِنْبا ِنَع ، َةَحِرْدِع ْنَع ، ْثَتْساَو ، اَهِلْهَأ ىَلَع اوُمِّلَسُتَو اوُسِنْأَتْسَت ىَّتَح ْمُدِتوُيُب َرْيَغ اًتوُيُب اوُلُخْدَت لا " : َلاَق ، ٍساَّبَع : َلاَقَف ،َكِلَذ ْنِح ىَن ِف ٍةَنوُدْسَح َرْيَغ اًتوُيُب اوُلُخْدَت ْنَأ ٌحاَنُج ْمُدْيَلَع َسْيَل َنوُمُتْدَت : ِهِل ْوَق ىَلِإ ْمُدَل ٌعاَتَح اَهي Ishaq menceritakan pada kami: Ali bin Husain menceritakan pada kami: Bapakku menceritakan padaku: dari Yazid An-Nahwi, dari Ikrimah Dari Ibnu Abbas ia membaca “(Laa Tadkhuluu Buyuutan Ghaira Buyuutikum Hattaa Tasta'nisuu wa Tusallimuu ‘alaa Ahlihaa)” [Qs. An-Nuur (24): 28] , dan ia mengecualikan dari hal tersebut, lalu membaca, “(Laisa ‘Alaikum Junaahun An Tadkkuluu Buyuutan Ghaira Maskuunatin fiihaa Mataa’un Lakum wallaahu Ya’lamu Maa Tubduuna wa Maa Taktumuun)” [An-Nuur (24): 29]( Abu Abdillah al-Bukhari, 2012, 257). Shahih sanadnya. Hadis ini menjelaskan tentang meminta izin dan mengucapkan salam ketika kita ingin masuk ke rumah orang lain. Rumah pada hakikatnya adalah hijab bagi seseorang karena di dalamnya seseorang biasa membuka aurat. Di sana juga terdapat perkara-perkara yang ia malu apabila orang lain melihatnya. Oleh karena itu Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk meminta izin sebelum memasuki rumah orang lain atau memasuki kamar dalam lingkup yang kecil. Syari’at Islam adalah syari’at yang universal. Tidak ada satupun perkara yang membawa kemaslahatan bagi kehidupan manusia kecuali Islam memerintahkannya. Dan tidak ada satupun perkara yang dapat membawa mudharat bagi kehidupan manusia kecuali Islam melarangnya. Tidak terkecuali dalam masalah adab meminta izin atau disebut isti’dzan . Meminta izin berbeda dengan ucapan salam, sebagaian orang beranggapan bila salam telah dijawab berarti dia boleh masuk ke dalam rumah tanpa harus meminta izin. Ini adalah anggapan yang keliru karena dalam hadis di atas membedakan antara salam dan minta izin. Dengan demikian, seorang yang telah dijawab salamnya harus meminta izin sebelum masuk ke dalam rumah. Dan inilah adab yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw (Hasan Ayyub, 1994, 56). ## Adab Kepada Allah swt Adab kepada Allah merupakan tujuan yang tertinggi dalam pendidikan adab. Ketika seseorang sangat memperhatikan adabnya kepada Sang Khaliq, maka orang itu pasti sangat beradab kepada makhluk-Nya. Sebaliknya, ketika seseorang tidak memperhatikan adabnya kepada Allah, maka sudah pasti adabnya dalam kehidupan sehari-hari sangat kurang dan hampir dipastikan tidak ada karena adab yang utama tidak dia perhatikan. Imam Bukhari menjelaskan tentang adab-adab berdoa kepada Allah swt, di antaranya berdoa dengan hati yang khusyu’, memulai doa dengan memuji Allah swt dan bershalawat kepada nabi, berdoa dengan penuh keyakinan bahwa Allah swt pasti akan mengabulkan setiap doa hambanya, mengangkat tangan ketika berdoa, tidak berdoa dengan mengaitkannya dengan iradat Allah seperti mengatakan “jika kamu ingin”, dan berdoa pada waktu-waktu dan tempat-tempat mustajab (Husain bin Audah, 2003, 253). Berikut hadis-hadis yang dikumpulkan Imam Bukhari tentang adab berdoa kepada Allah swt. Hadis No. 606 ْلا ُنْب ُكِلاَح يِنَثَّدَح : َلاَق ، ُشَمْعَلأا اَنَثَّدَح : َلاَق ، يِبَأ اَنَثَّدَح : َلاَق ، ٍصْفَح ُنْب ُرَمُع اَنَثَّدَح ِدْبَع ْنَع ، ِثِ اَم ِإَف ،ِةَعُمُجْلا َمْوَي َةَمَقْلَع يِتْأَي ُعيِبَّرلا َناَك : َلاَق ، َديِزَي ِنْب ِنَمْحَّرلا ُتْسَلَو ًةَّرَح َءاَجَف ،َّيَلِإ اوُلَسْ َأ َةَّمَث ْنُكَأ ْمَل اَذ ْدَي اَح َرَثْكَأ َرَت ْمَلَأ : َلاَق ُعيِبَّرلا ِهِب َءاَج اَح َرَت ْمَلَأ " : يِل َلاَقَو ،ُةَمَقْلَع يِنَيِقَلَف ،َةَّمَث ْمُهَتَباَجِإ َّلَقَأ اَحَو ، َساَّنلا وُع ََّاللَّ َّنَأ َكِلَذَو َحَو : َلاَق ِ َّاللَّ ُدْبَع َكِلَذ َلاَق ْدَق َسْيَل َوَأ : ُتْلُق ،ِءاَعُّدلا َنِح َةَلِخاَّنلا لاِإ ُلَبْقَي لا ىَلاَعَت : َلاَق َلاَق ا ْنِح ُتُبْثَي اَعَد ٍعاَد لاِإ ،ٍبِعلا لاَو ،ٍءاَرُح لاَو ،ٍعِمْسُح ْنِح ُ َّاللَّ ُعَمْسَي لا ِ َّاللَّ ُدْبَع َلاَق َلاَق َةَمَقْلَع َرَكَذَف : َلاَق ،ِهِبْلَق ْمَعَن : Umar bin Hafs menceritakan pada kami: Bapakku menceritakan padaku: Al-Amasy menceritakan padaku: Malik bin Harits menceritakan padaku: dari Abdur rahman ibnu Yazid berkata, “Ar-Rabi’ mendatangi Alqamah pada hari jum’at. Apabila Saya tidak ada, mereka mengirim (utusan) kepada Saya. Suatu kali utusan itu datang, sedangkan Saya tidak ada. Kemudian Alqamah menemui Saya dan berkata, “Apakah engkau tidak melihat apa yang telah dibawa Ar-Rabi’?” Alqamah berkata, “Apakah engkau tidak melihat sebanyak-banyak hal yang (diharapkan) manusia dalam berdoa, dan amat sedikit dari mereka dikabulkan (doanya)? Hal itu karena Allah Azza wa Jalla tidak akan menerima doa kecuali doa yang ikhlas.” Saya berkata, “Bukankah Abdullah telah mengucapkan hal itu?” Alqamah berkata, “Apa yang diucapkan Abdullah?” Abdur rahman ibnu Yazid berkata,” Abdullah berkata, “Allah tidak akan mendengar (doa) dari orang yang ingin dipuji orang lain, tidak pula dari orang yang riya”, tidak pula dari orang yang bermain-main, akan tetapi (hanya menerima doa) dari orang yang berdoa dengan keteguhan hatinya. “Abdurrahman bin Yazid berkata, “Lalu Alqamah ingat dan berkata, Ya” (Abu Abdillah al-Bukhari, 2012, 151). Shahih, sanadnya. Dalam hadis ini dijelaskan tentang adab berdoa kepada Allah. Di sini disebutkan bahwa Allah tidak mendengarkan doa orang yang sum’ah, yaitu orang yang melakukan sebuah ibadah supaya didengar oleh manusia dan kemudian dia terkenal dengan ibadah tersebut. Allah juga tidak menerima doa orang-orang yang riya, yaitu orang yang menampakkan amal shalihnya kepada manusia supaya terlihat agung di mata manusia. Allah hanya menerima doa dari orang-orang yang berdoa dengan keteguhan hati, sebagaimana sabda nabi “Berdoalah kepada Allah dengan keyakinan bahwa Allah akan mengabulkan doamu, dan ketahuilah bahwa Allah tidak akan mengabulkan doa dari orang yang berhati lalai dan lengah” (Badru Ad Din, 2011, 120). Imam Bukhari dalam Adab Al Mufrad meriwayatkan sebuah hadis yang mewajibkan bersungguh-sungguh dalam berdoa. Rasulullah saw bersabda “Apabila salah seorang di antara kalian berdoa, maka hendaklah dia bersungguh-sungguh dalam permohonannya kepada Allah dan janganlah ia berkata “Ya Allah, apabila engkau sudi maka kabulkanlah doa aku ini karena sesungguhnya tidak ada yang memaksa Allah” (Abu Abdillah al-Bukhari, 2012, 451) . Maksud bersungguh-sungguh dalam berdoa adalah terus menerus dalam meminta dan memohon kepada Allah swt dan hal ini pasti tidak luput dari berbaik sangka kepada Allah bahwa Allah pasti mengabulkan doanya dan tidak mengaitkannya dengan kehendak Allah. Ibnu Hajar mengomentari bahwa yang dimaksud dengan mengaitkan doa dengan kehendak Allah supaya tidak terlihat memaksa Allah untuk mengabulkan doanya. Dan orang yang berdoa itu bermaksud bahwa dia tidak meminta sesuatu kecuali mengharap ridho Allah, sedangkan Allah sangat mengetahui isi hatinya, maka tidak ada faedah untuk mengaitkannya (Ibnu Hajar al Atsqalani, 2003, 291). Mengangkat tangan ketika sedang berdoa juga termasuk adab berdoa kepada Allah swt dan merupakan hal yang disyari’atkan dalam Islam. Perbuatan merupakan adab dalam berdoa dan juga nilai tambah yang mendukung terkabulnya doa. Imam Bukhari dalam kitab Adab Al Mufrad meriwayatkan sebuah hadis dari Aisyah ra yang melihat nabi saw mengangkat kedua tangannya dan berdoa “Sesungguhnya Saya tidak lain adalah manusia, maka janganlah Engkau siksa Saya, dan siapapun dari orang mukmin yang Saya sakiti atau aku caci maki, maka janganlah Engkau menyiksa Saya karenanya”. ## Adab Kepada Nabi Muhammad saw Nabi Muhammad SAW adalah orang yang mengajarkan adab kepada umat Islam dan orang pertama yang mempraktekkan adab tersebut dalam kehidupannya sendiri. Sebagai seorang muslim yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya tentu saja sangat memperhatikan adab kepada orang yang telah mengajarkannya adab itu sendiri. Imam Bukhari memulai pembahasan tentang adab kepada nabi Muhammad saw dengan sebuah hadis yang menjelaskan tentang kewajiban bershalawat kepada nabi ketika disebutkan namanya. Kewajiban untuk beradab kepada nabi Muhammad saw disebabkan oleh beberapa faktor yang telah dijelaskan di dalam Al-Qur’an. Pertama, dalam surat Al Hujarat ayat 1 Allah swt telah mewajibkan atas setiap muslim laki-laki dan perempuan untuk beradab kepada nabi Muhammad saw. Kedua, dalam surat Muhammad ayat 3 Allah swt telah mewajibkan atas orang mukmin untuk mentaati dan mencintai rasul-Nya. Ketiga, dalam surat An-Nisa’ ayat 105 Allah telah menjadikan nabi Muhammad sebagai hakim dalam mengadili perkara yang terjadi antara manusia (Al-Qurthubi, 1964, 237). Dalam Adab Al-Mufrad Imam Bukhari hanya menjelaskan tentang kewajiban dan keutamaan bershalawat kepada nabi Muhammad saw dalam dua bab yang terdiri dari sembilan hadis: Hadis No. 644 ِنْب ِماَصِع ْنَع ، ُغِئاَّصلا ٍعِفاَن ُنْب ِ َّاللَّ ُدْبَع يِنَرَبْخَأ : َلاَق ، َةَبْيَش ُنْب ِنَمْحَّرلا ُدْبَع اَنَثَّدَح ُنْبا ِهْيَلَع ىَنْثَأَو ، ٍدْيَز ّنَأ " ، ِ َّاللَّ ِدْبَع ِنْب ِرِباَج ْنَع ، ِ ِدَدْنُمْلا ِنْب ِدَّمَمُح ْنَع ، اًرْيَخ َةَبْيَش ،َرَبْنِمْلا ىَقَ َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُ َّاللَّ ىَّلَص َّيِبَّنلا َف ،َةَثِلاَّثلا ىَقَ َّمُث ، َنيِحآ : َلاَقَف ،َةَيِناَّثلا ىَقَ َّمُث ، َنيِحآ : َلاَق ،ىَلوُلأا َةَجَ َّدلا ىَقَ اَّمَلَف اَي : اوُلاَقَف ، َنيِحآ : َلاَق وُقَت َكاَنْعِمَس ،ِ َّاللَّ َلوُسَ ِهْيَلَع ُ َّاللَّ ىَّلَص ُليِرْبِج يِنَءاَج ىَلوُلأا َةَجَ َّدلا ُتيِقَ اَّمَل : َلاَق ٍتاَّرَح َثلاَث َنيِحآ : ُل َلاَق َّمُث ، َنيِحآ : ُتْلُقَف ،ُهَل ْرَفْغُي ْمَلَو ُهْنِح َخَلَسْناَف ، َناَضَحَ َكَ ْدَأ ٌدْبَع َيِقَش : َلاَقَف َمَّلَسَو ْبَع َيِقَش : ِهْيَدِلاَو َكَ ْدَأ ٌد ِّلَصُي ْمَلَو ُهَدْنِع َتْرِكُذ ٌدْبَع َيِقَش : َلاَق َّمُث ، َنيِحآ : ُتْلُقَف ،َةَّنَجْلا ُهلاِخْدُي ْمَلَف اَمُهَدَحَأ ْوَأ َنيِحآ : ُتْلُقَف ،َكْيَلَع Abdrurahman bin Syaibah menceritakan pada kami: Abdullah bin Nafi’ Ash-shaigh mengabarkan pada ku: dari Isham bin Zaid, dari Muhammad bin al-Munkadir, Dari Jabir bin Abdullah, Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah naik mimbar, maka tatkala menaiki tangga yang pertama beliau berkata, “Aamiin”. Kemudian ketika menaiki tangga yang kedua beliau berkata, “Aamiin”, lalu ketika menaiki tangga yang ketiga beliau berkata, “Aamiin”, maka mereka berkata, “Wahai Rasulullah! Kami telah mendengar engkau berkata, “Aamiin” tiga kali.” Nabi bersabda, “Tatkala Saya menaiki tangga yang pertama maka datanglah Jibril ‘alaihissallam lalu berkata, “Celakalah seorang hamba yang mendapatkan bulan Ramadhan lalu dia meninggalkannya sedangkan dia tidak memohon ampun” lalu Saya berkata, “Aamiin.” Kemudian (Jibril) berkata, “Celakalah seorang hamba yang mendapati orang tuanya atau salah satunya (dalam keadaan tua), tapi tidak dapat masuk ke dalam surga (karena tidak berbakti).” Lalu Saya berkata, “Aamiin.” Kemudian dia (Jibril) berkata, “Celakalah seorang hamba yang namamu disebut di sisinya tapi dia tidak membacakan shalawat kepadamu.” Lalu saya berkata, “Aamiin” (Abu Abdillah al-Bukhari, 2012, 159). Shahih lighairihi di dalam kitab At-Ta’liq Ar Raghibu (2/283). Hadis ini menjelaskan salah satu adab kita kepada Rasulullah saw, yaitu bershalawat ketika kita mendengar nama beliau. Husain bin Audah menjelaskan bahwa hadis ini adalah salah satu dalil yang mewajibkan bershalawat kepada nabi Muhammad saw ketika kita mendengar namanya. Dan bershalawat kepada nabi bisa mendatangkan kebahagiaan karena orang yang bershalawat dalam mentauhidkan Allah swt dan mengikuti nabi dengan sebaik-baiknya (Husain bin Audah, 2003, 301). Sesungguhnya bershalawat kepada nabi telah diperintahkan oleh Allah swt dalam surat Al-Ahzab ayat 56: “Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi, dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya” (Departemen Agama RI, 2012, 426) . Dalam ayat ini juga disebutkan bahwa Allahswt dan malaikatnya juga bershalawat kepada nabi Muhammad saw. Selain merupakan bentuk adab kepada Rasulullah ketika kita mendengar namanya, bershalawat kepada beliau juga memiliki banyak keutamaan, diantaranya adalah mendapatkan sepuluh pujian dari Allah swt, ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang mengucapkan shalawat kepadaku satu kali, maka Allah mengucapkan shalawat kepadanya sebanyak sepuluh kali”. Maksud dari Allah swt bershalawat atas seorang hamba tersebut adalah bahwa Allah swt akan memuji hamba itu di hadapan para malaikatnya sebanyak sepuluh kali pujian (Ibnu Katsir, 1419 H, 94). Relevansi Pendidikan Adab dalam Kitab Adab Al Mufrad Karya Imam Bukhari Terhadap Pendidikan Karakter di Indonesia Dari uraian hadis di atas dapat dilihat pemikiran Imam Bukhari tentang adab yang meliputi adab kepada orang tua, adab kepada anak, adab kepada sesama, adab berdoa kepada Allah swt, dan adab kepada nabi Muhammad saw. Adab-adab tersebut memiliki hubungan dengan pilar-pilar nilai pendidikan karakter di Indonesia. Berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum, etika akademik, da prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi 80 butir nilai karakter yang dikelompokkan menjadi lima, yaitu; (1) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, (2) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, (3) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan sesama manusia, dan (4) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan lingkungan, serta (5) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan kebangsaan (Ibnu Katsir, 1419 H, 94). Konsep pendidikan adab Imam Bukhari dalam kitab Adab Al-Mufrad memiliki beberapa kaitan dengan pilar-pilar nilai pendidikan karakter di Indonesia. Berikut adalah uraiannya: ## Nilai karakter terhadap Tuhan Yang Maha Esa Kemendiknas mengaitkan nilai karakter manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa pada pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan/ ajaran agamanya (Ibnu Katsir, 1419 H, 33). Bagi seorang muslim, yang menjadi landasan dan dasar dia dalam berfikir, berbicara dan bertindak adalah Al-Qur’an dan hadis. Maka ketika kita perhatikan pada konsep pendidikan adab Imam Bukhari selalu berlandaskan firman Allah swt dan sabda nabi Muhammad saw. Konsep berbuat baik dan beradab kepada orang tua berasal dari perintah Allah swt yang mewajibkan untuk berbakti kepada kedua orang tua. Sama halnya dengan berbuat baik kepada anak yang juga berasal dari sabda nabi yang memerintahkan untuk memenuhi hak-hak dan kebutuhan anak akan tempat berlindung, pakaian dan ilmu pengetahuan. Kemudian menyambung silaturrahim, berbuat baik kepada tetangga, menjenguk orang sakit, dan menghormati tamu juga berasal dari perintah nabi dan langsung beliau praktekkan dalam kehidupan beliau sendiri. Begitu juga adab berdoa kepada Allah swt dengan hati yang khusyuk, ikhlas, mengangkat kedua tangan, dan yakin bahwa Allah swt Maha Mendengar doa hamba-hamba-Nya (Abu Abdillah al-Bukhari, 2012, 151). Dari sini dapat kita lihat bahwa setiap pikiran, perkataan, dan perbuatan dalam konsep pendidikan adab Imam Bukhari harus berdasarkan perintah Allah swt. ## Nilai karakter dengan diri sendiri Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri meliputi sikap jujur, yaitu upaya untuk menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan baik terhadap diri sendiri maupunpun orang lain. Bertanggung jawab, melaksanakan tugas dan kewajiban sebagaimana seharusnya, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, Negara, dan Tuhan Yang Maha Esa. Bergaya hidup sehat dengan menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindari kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan. Disiplin, tertib dan patuh pada berbagai peraturan dan ketentuan. Kerja keras dengan menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan permasalahan dengan sebaik-baiknya. Percaya diri dengan kemampuan sendiri untuk mencapai setiap keinginan. Berjiwa wirausaha, berfikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif. Mandiri, yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan masalah. Ingin tahu dan cinta ilmu, selalu berupaya untuk mengetahui lebih dalam dan meluas dari apa yang telah dipelajari, dilihat, dan didengar (Abu Abdillah al-Bukhari, 2012, 151). Secara garis besar hampir tidak bisa dilihat kaitan konsep pendidikan adab Imam Bukhari dengan nilai karakter kepada diri sendiri. Namun Allah swt berfirman dalam surat Al-Isra’ ayat 7: “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan)itu untuk dirimu sendiri” (Departemen Agama RI, 2012, 282) . Dari ayat ini dapat kita fahami bahwa pendidikan adab Imam Bukhari memliki kaitan yang erat dengan pilar-pilar nilai pendidikan karakter di Indonesia. Ketika seseorang berbuat baik kepada orang tua, berbuat baik kepada anak, dan berbuat baik kepada sesama maka ketika itu juga dia sedang berbuat baik pada dirinya sendiri. ## Nilai karakter dengan sesama Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama meliputi kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, dan melaksanakan apa yang menjadi milik/ hak diri sendiri dan orang lain serta tugas/ kewajiban diri sendiri dan orang lain. Kemudian patuh pada aturan-aturan sosial yang berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum. Menhargai karya dan prestasi orang lain dengan tujuan untuk mendorong diri sendiri dalam menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat. Santun, halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya kepada semua orang. Terakhir, demokratis dalam berfikir dan bertindak dengan menyamakan hak dan kewajiban seperti orang lain (Heri Gunawan, 2015, 33). Konsep pendidikan adab kepada sesama menurut Imam Bukhari memliki kesamaan dengan pilar nilai karakter kepada sesama. Adab kepada sesama menurut Imam Bukhari adalah adab kepada sesama makhluk, baik sesama manusia, hewan, tumbuhan, dan lingkungan. Ada beberapa poin adab kepada sesama makhluk yang harus diperhatikan. Di antaranya, menjaga silaturrahim, berbuat baik kepada tetangga, berbuat baik kepada budak, saling memaafkan, saling berbagi, memuliakan yang tua dan menyayangi yang lebih muda, menyayangi hewan, membesuk orang sakit, memuliakan tamu dan memberikan hak-haknya, berbicara dengan perkataan yang baik, optimis dalam kehidupan, saling mengucapkan salam, memnita izin untuk memasuki rumah atau kamar, dan banyak lagi adab-adab lainnya terhadap sesama (Husain bin Audah, 2003, 9). Dari pendidikan adab kepada sesama menurut Imam Bukhari, menjaga silaturrahim, berbuat baik kepada tetangga, saling berbagi dan memaafkan, optimisme dalam kehidupan, saling mengucapkan salam, dan menghormati yang tua menyayangi yang muda terdapat di dalamnya nilai karakter kepada Allah swt karena semua adab kepada sesama berdasarkan perintah-Nya. Kemudian juga terdapat pengembangan karakter dermawan, tolong menolong, hormat menghormati, keadilan toleransi, kedamaian dan kesatuan yang merupakan bentuk dari adab kepada sesama. Menurut Imam Bukhari, adab kepada sesama harus dilakukan dari lingkungan terdekat seperti kedua orang tua, anak, tetangga, atau sahabat-sahabat terdekat, kemudian terhadap lingkungan masyarakat yang lebih luas. ## Nilai karakter dengan lingkungan Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan bagi masyarakat dan orang yang membutuhkan (Husain bin Audah, 2003, 9). Dalam kitab Adab Al-Mufrad Imam Bukhari menjelaskan tentang berbuat baik kepada hewan, memelihara dan merawat tumbuhan dan bangunan. Dalam sebuah hadis dikisahkan bahwa seorang pemuda yang masuk surga karena telah member minum seekor anjing yang sedang kehausan (Abu Abdillah al-Bukhari, 2012, 97). Kemudian juga hadis yang menceritakan tentang rasulullah saw yang sedang memperbaiki dinding dan membangunnya kembali (Abu Abdillah al-Bukhari, 2012, 113). Maka dapat kita lihat bahwa pendidikan adab Imam Bukhari memliki kaitan dengan karakter terhadap lingkungan yang sangat memperhatikan keadaan lingkungan sekitar. ## Nilai karakter dengan kebangsaan Nilai karakter dalam hubungannya dengan kebangsaan adalah dengan berfikir danbertindak dengan menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Hal ini meliputi sikap nasionalis yang berfikir dan bertindak yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, social, budaya, ekonomi dan politik bangsa. Kemudian menghargai keberagaman, memberikan sikap respek dan rasa hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku, dan agama (Heri Gunawan, 2015, 33). Untuk membentuk karakter kebangsaan, maka yang harus diperhatikan lebih dahulu menurut Imam Bukhari adalah pendidikan adab dalam keluarga, adab anak kepada orang tua, dan adab orang tua kepada anak, serta adab kepada sesama. Karena untuk menciptakan bangsa yang berkarakter harus diperbaiki dari komponen terkecil dari sebuah bangsa, yaitu keluarga. Dengan terbentuknya keluarga-keluarga yang berkarakter, maka akan terbentuk pula masyarakat yang berkarakter, dan dengan terbentuknya masyarakat yang berkarakter akan terbentuk sebuah bangsa yang maju, kuat, dan berkarakter. ## KESIMPULAN Melalui penelaahan dan penelitian terhadap kitab Adab Al Mufrad karya Imam Bukhari dan relevansinya dengan pendidikan karakter di Indonesia, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan adab menurut Imam Bukhari adalah seseorang beradab kepada orang tua, kepada anak, dan kepada sesama sesuai dengan perintah Allah swt dan sesuai dengan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Kemudian seseorang beradab ketika berdoa kepada Allah swt dengan hati yang ikhlas dan khusyuk dan penuh keyakinan bahwa Allah akan mengabulkan doanya. Dan dari bentuk adab kepada nabi Muhammad saw adalah bershalawat kepada beliau, ketika disebutkan namanya. Relevansi pendidikan adab menurut Imam Bukhari dengan pendidikan karakter di Indonesia bahwa pendidikan karakter yang dilaksanakan di Indonesia dikembangkan dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, salah satunya adalah nilai- nilai yang bersumber dari ajaran agama. Pendidikan adab menurut Imam Bukhari yang bersumber dari hadis-hadis Rasulullah saw dan atsar-atsar dari sahabat dan tabi’in akan sangat relevan untuk dijadikan sebagai dasar untuk memperkuat pendidikan karakter di Indonesia. ## DAFTAR PUSTAKA Abdussalam, Suroso. 2011. Sistem Pendidikan Islam. Bekasi: Sukses Publisher. Abu Syuhbah, Muhammad. 1981. Fi Rihab al Sunnah al Kutub As Shihhah al Sittah. Kairo: Majma’ al Buhuts al Islamiyah. Al Atsary, 2007, Birrul Walidain (Berbakti Kepada Kedua Orang Tua), Jakarta: Pustaka Imam Syafi’I. Al Baghdadi. 1992. Al Fikr al Tarbawi ‘Inda al Hatib al Baghdadi. Beirut: Dar al Hair. Al Jailani, Fadhlullah. 1364 H. Fadhlullahis Shamad fi Taudhihil Adabil Mufrad. Kairo: Maktab as Salafiyah. Al Jauzy, Ibnu. 1985. Shifatus Shafwah. Beirut: Dar al Ma’rifah. An Nahlawi, Abdurrahman. 1995. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani Press. Bin Audah, Husain. 2003. Syarah Shahih Adabul Mufrad. Beirut: Maktab al Islamiyah. Bukhari, Abu Abdillah. 2012. Shahih Bukhari. Beirut: Dar at Taashil. Gunawan, Heri, 2012, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi . (Bandung: Alfabeta,. Hamka, Abdul Aziz, 2011, Pendidikan Karakter Berpusat pada Hati, Jakarta: al-Mawardi,. Hasbullah, 2009, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan , Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hidayat, Syarif. “Pendidikan Berbasis Adab Menurut A. Hassan”. Jurnal Pendidikan Agama Islam. Vol. XV, No. 1, Juni 2018. Bogor: Universitas Ibnu Khaldun. Judiani, Sri Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar Melalui Penguatan Pelaksaan Kurikulum, Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, (Jakarta: Balitbang Kemendiknas, vol. 16 Edisi Khusus III, Oktober 2010) Muhidin, Ihsan., Ulil Amri Syafri. “Metode Pendidikan Akhlak dalam Kitab Adab Almufrad Karya Imam Bukhari”. Misykat al Anwar . Jurnal.fai.-umj.ac.id. 2012. Bogor: Universitas Ibnu Khaldun. Nurdin, Indra Fajar. “Perbandingan Konsep Adab Menurut Ibnu Hajar al Asqalany dengan Konsep Pendidikan Karakter di Indonesia”. Jurnal Pendidikan Islam Vol. IV, No.1, Juni 2015/1436. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga. Pijaki Nufus, Fika, dkk, Konsep Pendidikan Birrul Walidain dalam QS. Luqman Ayat 14 dan Al Isra Ayat 23-24. Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA, Vol. 18 No. 1, Agustus 2017 Syafri, Ulil Amri, Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Al Qur’an, Jurnal Ta’dibuna, Vol 1 2011, Bogor: Universitas Ibnu Khaldun.
521dcfb7-e411-498f-8455-d9c2817c4f2e
https://jurnal.umsrappang.ac.id/cakrawala/article/download/799/684
Copyright©2022, Cakrawala Indonesia, ISSN: 2527-5151 (print), ISSN: 2686-6471 (online) https://jurnal.umsrappang.ac.id/cakrawala/index ## HASIL BELAJAR MENULIS TEKS BERITA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL Ashabul Kahfi 1 , M. Hijaz Tahir 2 , M. Nurzin R. Kasau 3 , dan H. Agussalim 4 Universitas Muhammadiyah Sidenreng Rappang Jl. Angkatan 45 No. 1A Lautang Salo Rappang ashabulkahfi19@gmail.com Abstrak: Kemampuan Menulis Teks Berita Dengan Menggunakan Media Audio Visual. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terhadap kemampuan menulis teks berita dengan menggunakan media audio visual siswa kelas VIII SMP negeri 3 Pangsid Kabupaten Sidenreng Rappang. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Pangsid Tahun pembelajaran 2018/2019 yang berjumlah 118 siswa, sementara sampel penelitian yang diambil secara acak (random sampling)adalah 30 siswa, 15 siswa untuk kelas eksperimen dan 15 siswa untuk kelas kontrol. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen, yakni membandingkan dua kelompok, yaitu kelompok yang di berikan pembelajaran menulis teks berita dengan menggunakan media audio visual atau kelas eksperimen dan kelompok yang di berikan pembelajaran menulis teks berita tanpa menggunakan media audio visual atau kelas kontrol. Hasil analisis data menunjukkan perbedaan nilai rata-rata kelompok eksperimen dan nilai rata-rata kelompok kontrol, yakni M x = 82,867, lebih besar dari M y =76,800. Hal itu berarti ada pengaruh terhadap kemampuan menulis teks berita dengan menggunakan media audio visual kelas VIII SMP Negeri 3 Pangsid. Abstract: Ability to Write News Text Using Audio Visual Media. This study aims to determine the effect on the ability to write news texts using audio visual media for class VIII students of SMP Negeri 3 Pangsid, Sidenreng Rappang Regency. The population of this study were all Grade VIII students of SMP Negeri 3 Pangsid in the 2018/2019 academic year, totaling 118 students, while the research sample was taken randomly (random sampling) consisting of 30 students, 15 students for the experimental class and 15 students for the control class. This study used an experimental method, namely comparing two groups, namely the group that was given learning to write news texts using audio- visual media or the experimental class and the group that was given learning to write news texts without using audio-visual media or the control class. The results of the data analysis showed that the difference in the mean value of the experimental group and the average value of the control group, namely Mx = 82.867, was greater than My = 76.800. This means that there is an influence on the ability to write news texts using audio-visual media for class VIII SMP Negeri 3 Pangsid. Kata Kunci: kemampuan menulis, teks berita, media audio visual. ## PENDAHULUAN Aspek keterampilan berbahasa di dalam pembelajaran Bahasa Indonesia terkait dengan empat hal, yaitu: aspek menyimak, aspek berbicara,aspek membaca, dan aspek menulis (Piantari et al., 2011; Rezki et al., 2021; Tarigan, 2015). Keempat aspek tersebut merupakan kegiatan yang dapat menunjang keberhasilan di dalam proses belajar mengajar guna terciptanya pembelajaran Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Aspek menulis merupakan kegiatan yang tidak bisa terpisahkan dalam seluruh proses belajar mengajar peserta didik di sekolah. Selama proses belajar mengajar di sekolah, peserta didik sering diajarkan dan diberi tugas untuk menulis (Dahlan & Wahid, 2022). Oleh karena itu, mereka diharapkan akan terbiasa dengan kegiatan menulis dan mempunyai wawasan yang lebih luas serta mendalam setelah melakukan kegiatan menulis. Semakin sering kegiatan menulis dilakukan, maka akan semakin terampil menulis (Dahrul et al., 2020; Ecca et al., 2019; Yunita et al., 2021; Zain et al., 2017). Kegiatan menulis merupakan kegiatan penuangan ide, pikiran, gagasan, dan pengetahuan yang ingin disampaikan kepada orang lain untuk dipahami dalam bentuk tulisan (Suciawati et al., 2022). Kegiatan menulis merupakan salah satu cara untuk mengemukakan ide-ide yang ada pada diri seseorang dalam bentuk tulisan,dan dapat memberikan manfaat bagi orang lain yang membaca tulisan tersebut (Dahrul et al., 2020; Yulianti et al., 2021). Tidak semua kegiatan menulis disenangi oleh peserta didik, apalagi kegiatan menulis merupakan suatu tuntutan untuk menyelesaikan suatu tugas (Anawati, 2019). Biasanya kegiatan menulis dilakukan untuk mengisi waktu luang saja, dan hanya orang yang gemar menulis yang sering melakukan hal ini. Orang yang gemar menulis, tidak akan merasa terbebani jika ia diberi tugas untuk menulis, tetapi ia akan merasa senang dan bersemangat sehingga hasil yang ia dapatkan sangat baik. Lain halnya dengan orang yang menulis karena tuntutan suatu tugas, ia akan merasa terpaksa melakukan kegiatan menulis ini, dan tidak heran jika hasil yang ia dapatkan tidak lebih dari sekedar cukup. Maka diperlukan latihan dalam kegitan menulis, khususnya bagi peserta didik yang kurang menggemari kegiatan menulis. Dalam hal ini, seorang guru dituntut untuk memberikan pengajaran yang berbeda dari sebelumnya, guna menciptakan pembelajaran yang akan disenangi oleh peserta didik dan dapat memberikan hasil belajar yang lebih baik lagi di dalam proses belajar mengajar. Teks berita merupakan tulisan yang berisi tentang fakta mengenai peristiwa terkini yang menarik dan dapat disampaikan kepada khalayak umum melalui media televisi, radio, dan koran. Biasanya, teks berita yang dimuat disurat kabar tidak panjang, tetapi singkat dan jelas beritanya. Sebuah berita yang baik di dalamnya mengandung unsur 5W+1H. Berita adalah sesuatu hal yang akrab dalam kehidupan kita. Karena berita sering sekali kita jumpai setiap hari melalui media. Namun, dalam keterampilan menulis teks berita masih banyak yang mengalami kesulitan,dalam hal menentukan judul yang sesuai dengan tema berita, merangkai kalimat berita dengan baik, dan kurangnya pengetahuan dalam penulisan berita yang sesuai EYD. Hal tersebut diketahui setelah penulis melakukan observasi dan wawancara terhadap guru bidang studi Bahasa Indonesia yaitu Bapak Abdul Haris,S.Pd.,M.Pd. di SMP Negeri 3 Pangsid. Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam hal menulis teks berita sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kreativitas menulis bagi peserta didik. Pembelajaran di sekolah cenderung mengacu kepada buku teks yang dapat membuat peserta didik merasa jenuh dan bosan di dalam pembelajaran.Atas dasar permasalahan Copyright©2022, Cakrawala Indonesia, ISSN: 2527-5151 (print), ISSN: 2686-6471 (online) https://jurnal.umsrappang.ac.id/cakrawala/index tersebut, perlu adanya perbaikan dalam proses pembelajaran. Dengan tujuan untuk membantu peserta didik dalam mengatasi kesulitan tersebut, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.Salah satu bentuk perbaikan dalam proses pembelajaran adalah dengan melakukan pengembangan media pembelajaran yang dapat menunjang keberhasilan proses belajar mengajar. Pemanfaatan teknologi di dalam kegiatan pembelajaran guna sebagai salah satu upaya meningkatkan minat belajar peserta didik, dan menimbulkan semangat dalam kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi yang telah ada, yakni media audio visual sebagai media pembelajaran. Dengan pemanfaatan media audio visual dapat mempengaruhi kegiatan menulis peserta didik untuk dapat menuangkan ide dan pikiran yang luas mengenai tayangan tentang berita yang telah disampaikan melalui media audio visual dalam kegiatan belajar. Jadi dengan penggunaan media audio visual diharapkan proses pembelajaran menjadi aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan peserta didik. Oleh karena itu, penulis memilih untuk membuat skripsi yang membahas tentang kemampuan menulis dalam pembelajaran di sekolah Karena kegiatan menulis merupakan salah satu aspek di dalam proses belajar mengajar. ## METODE Desain dalam penelitian ini adalah desain statistik deskriptif kuantitatif,yaitu menjelaskan hubungan antar variabel dengan menganalisi, data numerik (angka) menggunakan metode statistik melalui pengujian hipotesis (Arikunto, 2019). Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini yakni: merencanakan kegiatan, alat dan waktu penelitian, observasi, mengumpulkan data, menganalisis data, menarik kesimpulan. Penelitian ini menampilkan dua variabel yakni: penggunaan media audio visual sebagai variabel bebas (X) dan menulis teks berita siswa kelas VIII sebagai variabel terikat (Y). Penelitian ini akan diteliti 30 siswa dari 118 total populasi yang dteliti dengan mengambil perwakilan tiap kelas untuk dijadikan sampel . Data dikumpulkan melalui teknik tes berupa tes menulis teks berita. Data dari hasil tes dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dalam mean (rata-rata). ## HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang disajikan berikut ini adalah hasil tes yang menggambarkan pembelajaran menulis berita siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Pangsid yang termasuk dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Tabel 1 Hasil Tes Pembelajaran Menulis Berita Kelompok Eksperimen No. Kode Sampel Skor Nilai 1 X.1 80 80 2 X.2 75 75 3 X.3 80 80 4 X.4 70 70 5 X.5 90 90 6 X.6 88 88 7 X.7 94 94 8 X.8 76 96 9 X.9 70 70 10 X.10 75 75 11 X.11 96 96 12 X.12 80 80 13 X.13 85 85 14 X.14 70 70 15 X.15 94 94 Sumber: Hasil tes siswa Tabel 1 menunjukkan bahwa tidak ada siswa memperoleh nilai 100. Nilai tertinggi adalah 96 dan nilai terendah adalah 70. Sebanyak 2 siswa memperoleh nilai 96, sebanyak 2 siswa yang memperoleh nilai 94, sebanyak 1 siswa memperoleh nilai 90, sebanyak 1 siswa memperoleh nilai 88, sebanyak 1 siswa memperoleh nilai 85, sebanyak 3 siswa memperoleh nilai 80, sebanyak 2 siswa memperoleh nilai 75, dan sebanyak 3 siswa memperoleh nilai 70. ## Tabel 2 Hasil Tes Pembelajaran Menulis Berita Kelompok Kontrol No. Kode Sampel Skor Nilai 1 Y.1 75 75 2 Y.2 65 65 3 Y.3 84 84 4 Y.4 70 70 5 Y.5 75 75 6 Y.6 90 90 7 Y.7 78 78 8 Y.8 65 65 9 Y.9 85 85 10 Y.10 85 85 11 Y.11 70 70 12 Y.12 70 70 13 Y.13 90 90 14 Y.14 70 70 15 Y.15 80 80 Sumber: Hasil tes siswa Dari data tabel 2 diperoleh gambaran bahwa dari 15 siswa kelompok kontrol nilai tertinggi yang diperoleh adalah 90 dan nilai terendah adalah 65. Sebanyak 2 siswa memperoleh nilai 90, sebanyak 2 siswa yang memperoleh nilai 85, sebanyak 1 siswa memperoleh nilai 84, sebanyak 1 siswa memperoleh nilai 80, sebanyak 1 siswa memperoleh nilai 78, sebanyak 2 siswa memperoleh nilai 75, sebanyak 4 siswa memperoleh nilai 70, dan sebanyak 2 siswa memperoleh nilai 65. Untuk mengetahui ada atau tidak nya pengaruh terhadap kemampuan menulis teks berita dengan menggunakan media audio visual dalam pembelajaran menulis teks berita kelas VIII SMP Negeri 3 Pangsid, maka data pada tabel 4.1 dan tabel 4.2 diolah dengan statistik deskripsi melalui perhitungan mean (nilai rata-rata). ## Tabel 3 Perhitungan Mean No. Kelompok Eksperimen Nilai Kelompok Kontrol fx 2 fx x Y fy fy 2 1 192 2 96 90 2 180 2 188 2 94 85 2 170 3 90 1 90 84 1 84 4 88 1 88 80 1 80 5 85 1 85 78 1 78 6 240 3 80 75 2 150 7 150 2 75 70 4 280 8 210 3 70 65 2 130 Jml 1.243 15 15 1.152 Sumber data: diolah dari tabel 1 dan tabel 2 Selanjutnya, analisis data dilakukan dengan mencari nilai rata-rata hasil tes keterampilan menulis teks berita siswa kelompok eksperimen (M x ) dan nilai rata-rata kelompok kontrol (M y ) dengan menggunakan rumus di bawah ini. M x = ∑ fx = 1.245 = 82,87 N x 15 M y = ∑ fx = 1.152 = 76,80 N y 15 Berdasarkan hasil analisis data diperoleh nilai rata-rata kelompok eksperimen 82,87 dan kelompok kelompok kontrol 76,80. Hasil analisis data tersebut menunjukkan nilai rata-rata kelompok eksperimen lebih besar daripada nilai kelompok kontrol. Hal itu berarti mampu menggunaan media audio visual dalam pembelajaran menulis teks berita siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Pangsid. ## PEMBAHASAN Berdasarkan keseluruhan data penelitian, keterampilan menulis siswa yang dilakukan di ruang kelas VIII dengan menggunakan media audio visual menunjukkan bahwa pembelajaran menulis teks berita siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Pangsid tahun ajaran 2018-2019 yang berjumlah 30 siswa termasuk dalam kategori sangat baik (berpengaruh) dan mencapai ketuntasan belajar. Copyright©2022, Cakrawala Indonesia, ISSN: 2527-5151 (print), ISSN: 2686-6471 (online) https://jurnal.umsrappang.ac.id/cakrawala/index Hasil analisis data menunjukkan perbedaan nilai rata-rata kelompok eksperimen dan nilai rata-rata kelompok kontrol, yakni M x = 82,87, lebih besar dari M y =76,80. Hasil analisis data tersebut menunjukkan nilai rata-rata kelompok eksperimen lebih besar daripada nilai kelompok kontrol. Dengan demikian, hipotesis kerja yang diajukan dalam penelitian ini diterima dan hipotesis nihil ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai hasil belajar dengan menggunakan media audio visual lebih tinggi dibandingkan dengan media konvensional. Hasil penelitian ini didukung oleh Sadin yang menyatakan bahwa pelibatan lebih dari satu indra dalam media pembelajaran berpengaruh terhadap kualitas informasi yang diterima serta proses mengingatnya (Sadin, 2019). Lebih lanjut Rahmi menyimpulkan indera penglihatan dan indera pendengaran merupakan indera yang sering dimanfaatkan peserta didik dalam menerima materi pelajaran. Penggunaan media audio visual dalam pembelajaran secara tepat dan proporsional membuat siswa senang dan semangat belajar, serta mampu belajar mandiri. Sehingga kegiatan belajar mengajar berjalan dengan efektif (Rahmi & Alfurqan, 2021). ## PENUTUP Berdasarkan analisis data diperoleh niai data-data kelompok eksprimen 82,87 dan kelompok-kelompok kontrol 76,80. Hasil analisis data tersebut menunjukkan nilai hasil belajar menulis teks berita dengan menggunakan media audio visual lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan media konvensional. Oleh karena itu, disarankan untuk menjadikan media audio visual sebagai media alternatif dalam pembelajaran menulis, khususnya menulis teks berita. ## DAFTAR PUSTAKA Anawati, L. (2019). Peningkatan Kemampuan Menulis Teks Berita dengan Menggunakan Media Audio Visual pada Siswa Kelas VIII A SMPN 1 Ngawen Tahun Pelajaran 2018/2019. In IKIP Persatuan Guru Republik Indonesia: Vol. (Issue). IKIP Persatuan Guru Republik Indonesia. Arikunto, S. (2019). Prosedur Penilitian Suatu Pendekatan Praktik. Pustaka Belajar. Dahlan, M., & Wahid, A. (2022). Peningkatan Keterampilan Menulis Teks Berita Menggunakan Model Group Investigato pada Siswa Kelas VIII SMP Neg.5 Mandai. AUFKLARUNG: Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, Dan Pembelajarannya, 1(2), 138 – 146. http://journal.ipts.ac.id/index.php/ED/article /view/2671 Dahrul, D., Khalik, S., & Hanafi, M. (2020). Kemampuan Menulis Puisi Melalui Metode Outdoor Siswa Kelas X Sma Negeri 1 Pancarijang. Cakrawala Indonesia, 5(1), 10 – 13. https://doi.org/10.55678/jci.v5i1.334 Ecca, S., Lanta, J., & Aswadi, A. (2019). Desain Perencanaan dan Pembelajaran Menulis Puisi di Smp. Seminar Nasional Bahasa Indonesia 2, 2(October), 195 – 200. Piantari, L. L., Muhatta, Z., & Fitriani, D. A. (2011). Alih Kode (Code-Switching) Pada Status Jejaring Sosial Facebook Mahasiswa. JURNAL Al-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, 1(1), 12 – 18. Rahmi, L., & Alfurqan. (2021). “ Pengaruh Penggunaan Media Audio Visual terhadap Minat Belajar Siswa pada Masa Pandemi Covid-19. ” Jurnal Education and Development, 9(3), 580 – 589. http://journal.ipts.ac.id/index.php/ED/article /view/2671 Rezki, N., Salam, S., & Saleh, M. (2021). Ashabul Kahfi, dkk. Hasil Belajar Menulis Teks … .. ## Integrasi Pendidikan Karakter Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia. SOCIETIES: Journal of Social Science and Humanities, 1(2), 144 – 150. Sadin, S. (2019). Penggunaan Media Audio- Visual Sebagai Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Pada Pelajaran Ips. Jurnal Visi Ilmu Pendidikan, 11(2), 56. https://doi.org/10.26418/jvip.v11i2.34508 Suciawati, H., Widiyarti, G., Rakiyah, S., & Nahampun, I. T. (2022). Teknik Meningkatkan Keterampilan Menulis Deskrispi pada Pembelajaran Bahasa Inggris melalui Media Gambar pada Mahasiswa PGSD Kelas 2A12 Universitas Quality Tahun Akademik 2021/2022. Curere, 6(1), 38 – 44. Tarigan, H. G. (2015). Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Angkasa. Yulianti, Y., Kasman, N., & Yusmah, Y. (2021). Penggunaan Metode Sugesti Imajinasi Dalam Pembelajaran Menulis Cerita Pendek. Cakrawala Indonesia, 6(1), 1 – 7. https://doi.org/10.51817/jci.v6i1.393 Yunita, S. E., Rasyid, R. E., & Takdir, M. (2021). Penerapan Metode Kontekstual Terhadap Kemampuan Menulis Puisi Siswa. Cakrawala Indonesia, 6(1), 36 – 43. https://doi.org/10.55678/jci.v6i1.436 Zain, S., Kasau, M. N. R., & Suhartini, S. (2017). Efektivitas Teknik Pengandaian Diri Dalam Pembelajaran Menulis Cerita Pendek. RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, Dan Pengajarannya, 10(2), 100. https://doi.org/10.26858/retorika.v10i2.485 6
9f772233-e58c-4edc-b885-75e402e6633f
https://journal-laaroiba.com/ojs/index.php/edu/article/download/4380/3677
## EduInovasi: Journal of Basic Educational Studies DOI: 47467/eduinovasi.v4i2.4380 Simulasi Numerik Penempatan Shark Fin Vorteex Generator dengan Susunan Straggered pada Dinding Kiri dan Kanan Bus Penumpang Tiara Pradina Putri 1 , Wawan Aries Widodo 2 Institut Teknologi Sepuluh November 1.2 tiarapradina06@gmail.com 1 , wawanaries71@gmail.com 2 ## ABSTRACT In this study, evaluating the effects of the use of vortex's shark fin generator (SFVG) on passenger buses' aerodynamics used numerical analysis. Studies show that buses with SFVGS show a slightly lower maximum rate (896.94 m/s) than buses with no SFVG (933.61 c.e. /s), indicating that SFVG does not have an effect on increased air speed. The coefficient analysis of drag (CD) shows a significant decline on buses with SFVG (CD averages about 0.6165738) compared to buses without SFVGS (CD around 0.72478044), signifying a reduction in drag style. Although SFVG increases the elevator coeffluent (cl) on a bus (cl approximately 0.018557634), this increase is small and affects the stability of vehicles. The pressure on the front of the bus with SFVG (204.13 pa) is slightly lower than a busload (209.16 pa), with a potential effect on the lift and stability of the entire bus. Studies highlight the need for further optimization to achieve the balance between the aerodynamic efficiency and the stability of vehicles, and the need for advanced research to understand the overall effect of the SFVG on the energy efficiency and aerodynamic performance of buses. Keywords : Shark Fin Vortex Generator (SFVG), Passenger Bus Aerodynamics, Drag Coefficient (CD), Lift Coefficient (CL) ## ABSTRAK Dalam penelitian ini, mengevaluasi pengaruh penggunaan Shark Fin Vortex Generator (SFVG) pada aerodinamika bus penumpang menggunakan analisis numerik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bus dengan SFVG menunjukkan kecepatan maksimal yang sedikit lebih rendah (896.94 m/s) dibandingkan bus tanpa SFVG (933.61 m/s), menunjukkan bahwa SFVG tidak berpengaruh pada peningkatan kecepatan udara. Analisis koefisien drag (CD) menunjukkan penurunan yang signifikan pada bus dengan SFVG (CD rata-rata sekitar 0.6165738) dibandingkan bus tanpa SFVG (CD sekitar 0.72478044), menandakan pengurangan gaya hambat. Meskipun SFVG meningkatkan koefisien lift (CL) pada bus (CL sekitar 0.018557634), peningkatan ini kecil dan mempengaruhi stabilitas kendaraan. Tekanan pada bagian depan bus dengan SFVG (204.13 Pa) sedikit lebih rendah dibandingkan bus tanpa SFVG (209.16 Pa), dengan potensi efek pada gaya angkat dan stabilitas keseluruhan bus. Studi menyoroti perlunya optimalisasi lebih lanjut untuk mencapai keseimbangan antara efisiensi aerodinamis dan stabilitas kendaraan, serta perlunya penelitian lanjutan untuk memahami dampak keseluruhan SFVG terhadap efisiensi energi dan kinerja aerodinamis bus. Kata Kunci: Shark Fin Vortex Generator (SFVG), Aerodinamika Bus Penumpang , Koefisien Drag (CD), Koefisien Lift (CL) ## EduInovasi: Journal of Basic Educational Studies DOI: 47467/eduinovasi.v4i2.4380 ## PENDAHULUAN Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan sangat cepat, memperluas pemahaman kita tentang dunia dan memacu inovasi dalam pengembangan instrumen yang semakin berguna bagi masyarakat. Dalam hal ini, kesejahteraan sosial dan kemajuan ekonomi yang lebih besar sangat terbantu oleh infrastruktur transportasi. Khususnya di Indonesia, transportasi darat, termasuk transportasi bus, memiliki fungsi utama dalam meningkatkan kohesi sosial dan menstimulasi perekonomian Nasional. Kebutuhan akan sistem transportasi yang dapat diandalkan dan efektif semakin meningkat karena pertumbuhan populasi dan ekspansi ekonomi yang cepat. Hal ini mendorong munculnya ide-ide baru dan peningkatan kualitas layanan transportasi. Tabel 1. Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Dirinci Menurut Jenisnya Tahun 2019-2024 (unit) Jenis Kendaraa n 2019 2020 2021 2022 2023 2024 Pertum buhan per Tahun (%) Mobil Penumpa ng 15.592. 419 15.797. 746 16.413. 348 17.168. 862 19.177. 264 19.906. 353 6,3 Mobil Bus 231.56 9 233.26 1 237.56 6 243.45 0 213.78 8 269.47 6 3,86 Mobil Barang 5.021.8 88 5.083.4 05 5.299.3 61 5.544.1 73 6.246.7 89 6.120.3 07 5,07 Sepeda Motor 112.77 1.136 115.02 3.039 120.04 2.298 125.30 5.332 127.97 6.339 134.18 1.607 4,44 Jumlah /Total 133.61 7.012 136.13 7.451 141.99 2.573 148.26 1.817 153.61 4.180 160.47 7.743 19,67 Sumber: (Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, 2021), (Kompas, 2024), (OTODRIVER.com, 2024) Meskipun perjalanan dengan bus sangat penting untuk memenuhi kebutuhan mobilitas masyarakat, peningkatan efisiensi bahan bakar masih menjadi tantangan yang signifikan. Berdasarkan data yang diperoleh dari (Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, 2021) pertumbuhan jumlah bus mencapai 3,86% per tahun. Dapat dilihat dari tabel di atas, jumlah bus pada tahun 2024 mencapai 269,476 unit mobil bus. Peningkatan jumlah armada bus ini tentunya memerlukan perhatian lebih terhadap upaya peningkatan efisiensi bahan bakar. Inovasi teknologi, seperti penggunaan bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan dan pengembangan mesin dengan konsumsi bahan bakar yang lebih efisien, menjadi kunci utama dalam menghadapi tantangan ini. Selain itu, kebijakan pemerintah yang mendukung ## EduInovasi: Journal of Basic Educational Studies DOI: 47467/eduinovasi.v4i2.4380 pengembangan transportasi berkelanjutan juga sangat diperlukan untuk memastikan bahwa pertumbuhan jumlah bus ini tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Dengan demikian, mengingat masalah yang semakin rumit yang terkait dengan pengembangan teknologi aerodinamis atau modifikasi pada kendaraan umum, seperti bus penumpang, menjadi semakin penting. Penelitian dan pengembangan masih terus menyelidiki berbagai alternatif dan inovasi yang dapat meningkatkan efisiensi bahan bakar dan kinerja aerodinamis pada bus penumpang, dalam upaya menciptakan transportasi yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Salah satu solusi yang dianggap menjanjikan adalah dengan melakukan inovasi teknologi seperti Shark Fin Vortex generator (SFVG) (Arum, dkk,. 2023). SFVG adalah bagian aerodinamika pasif yang dapat dipasang di permukaan kendaraan untuk mengoptimalkan aliran udara di sekitar kendaraan dan mengurangi turbulensi. Penempatan SFVG dengan susunan staggered atau zigzag pada dinding kiri dan kanan bus penumpang menjadi topik penelitian yang menarik, karena dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan efisiensi bahan bakar dan kinerja aerodinamika kendaraan. Dengan mempertimbangkan tantangan dan peluang dalam transportasi umum di Indonesia, serta kebutuhan akan inovasi untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja bus penumpang, studi pemodelan numerik tentang penempatan SFVG dengan susunan staggered atau zigzag pada dinding bus penumpang menjadi relevan dan berpotensi memberikan kontribusi yang signifikan dalam pengembangan teknologi transportasi yang lebih efisien dan berkelanjutan di masa depan (Zulkefli, dll,. 2019). Studi numerik penambahan diffuser pada bus. Variasi sudut diffuser 0°, 6°, 12° dan 18° dipilih sebagai variabel penelitian. Persamaan RANS 3D-steady diselesaikan dengan kombinasi model turbulensi k-epsilon. Algoritma SIMPLE digunakan pada pressure velocity 2 coupling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien drag dapat turun sekitar 2.3% dan downforce meningkat begitu besar, khususnya pada sudut diffuser 12° (Widodo, dkk,. 2016). ## TINJAUAN LITERATUR Dasar Teori SFVG Vortex Generator (VG) adalah komponen kecil berbentuk fin (sirip) ditempatkan di sayap dan permukaan stabilizer untuk memodifikasi aliran udara di sekitar permukaan yang mempengaruhi boundary layer (lapisan batas). Pemasangan VG dapat meningkatkan performance , terutama pada saat kecepatan rendah (Chai, dkk,. 2018). VG berbeda dalam geometri, dimensi, dan integrasi pada permukaan penukar panas, menghasilkan dua kategori utama vortex yang dihasilkan: transversal dan longitudinal. Umumnya, vorteks longitudinal lebih efektif daripada vorteks transversal dalam meningkatkan transfer panas dengan peningkatan tekanan yang kecil saja. Parameter geometri VG, seperti sudut serang ( 𝛼 ) dan rasio aspek ( Λ ), dapat ## EduInovasi: Journal of Basic Educational Studies DOI: 47467/eduinovasi.v4i2.4380 mempunyai pengaruh signifikan terhadap panasnya kemampuan transfer, dan dengan demikian mendapat perhatian penelitian yang meningkat. VG (Generator Vortex) umumnya digunakan pada permukaan fin yang diperluas untuk meningkatkan lebih lanjut laju transfer panas, yang meningkatkan transfer panas dengan berinteraksi dan mengganggu lapisan batas termal antara permukaan penukar panas dan fluida sekunder yang mengalir melintasi permukaan tersebut . Dengan mempertimbangkan tantangan dan peluang dalam transportasi umum di Indonesia, serta kebutuhan akan inovasi untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja bus penumpang, studi pemodelan numerik tentang penempatan SFVG dengan susunan staggered pada dinding bus penumpang menjadi relevan dan berpotensi memberikan kontribusi yang signifikan dalam pengembangan teknologi transportasi yang lebih efisien dan berkelanjutan di masa depan. Penambahan perangkat aerodinamis seperti 2 Vortex Generator & Lateral Device pada kasus G7 mampu mengurangi drag pada model bus sebesar 8,63% (Romadhon, dkk,. 2019) Untuk memudahkan analisis, model bus disederhanakan. Simulasi numerik dilakukan pada kecepatan 25 m/s, dengan bilangan Reynolds sebesar 5,57x10^6, dan aliran diasumsikan sebagai aliran incompressible. Model RANS yang digunakan adalah 3D- Steady State RANS Equation dengan kombinasi RKE (Realizable k- ε) dan Algoritma SIMPLE untuk kopling tekanan- kecepatan. Simulasi dilakukan untuk memperoleh data kuantitatif berupa koefisien tekanan (CP), koefisien lift (CL), dan koefisien drag (CD), serta data kualitatif berupa jalur kecepatan (velocity pathline) dan vektor kecepatan (velocity vector). Menurut (Cao et al., 2021) menunjukkan bahwa dengan penambahan vortex generator, daerah separasi tiga dimensi yang terjadi di dekat endwall dapat dikurangi. Hal ini menghasilkan peningkatan koefisien lift (CL) pada airfoil. ## Fenomena Aerodinamik pada Kendaraan Semua bentuk body yang melewati aliran fluida akan mengalami gaya dan momen dari aliran tersebut. Gambar 1 menunjukkan body dengan bentuk dan orientasi seperti pada di gambar, aliran yang melewati body tersebut akan berusaha untuk melawan gaya dan momen dari ketiga koordinat axis (Zein, dkk,. 2024). Gambar 1. Ilustrasi Gaya dan Momen ## EduInovasi: Journal of Basic Educational Studies DOI: 47467/eduinovasi.v4i2.4380 Gambar 1. Ilustrasi Gaya dan Momen yang terjadi ketika suatu Body melewati Aliran Uniform (White, 2009). Gaya pertama yang bekerja pada body di sumbu freestream velocity ( V ) disebut sebagai drag , dan momen yang terjadi pada sumbu ini disebut rolling moment . Drag merupakan flow loss yang harus ditanggulangi agar body dapat bergerak melawan aliran. Gaya yang kedua disebut sebagai lift force yang bekerja tegak lurus terhadap sumbu freestream velocity ( V ), dan momen yang bekerja pada sumbu tersebut disebut sebagai yawing moment . Ketika body memiliki bentuk simetris terhadap sumbu drag - lift seperti pada pesawat terbang, kapal, dan kendaraan maka gambar di atas dapat disederhanakan menjadi penyelesaian dua dimensi: dua gaya, yaitu drag dan lift , serta satu momen, yaitu pitch . Aerodynamic Drag yang bekerja pada kendaraan merupakan salah satu contoh bentuk penanggulangan dengan menambahkan komponen untuk mengurangi gaya drag. Tenaga yang dibutuhkan untuk menggerakkan kendaraan harus dapat melawan rolling resistance dan aerodynamic drag yang terjadi pada kendaraan tersebut. Untuk kecepatan ±42 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚 , aerodynamic drag menjadi salah satu penghambat utama dari net propulsive force yang dibutuhkan. Kontribusi dari gaya drag akibat beberapa bagian-bagian dari kendaraan (i.e., front end , windshield , atap kendaraan, rear end , windshield peak , atap kendaraan belakang, dan cowl ) juga sudah banyak disimulasikan dalam bentuk model maupun dalam bentuk full size , sehingga aerodynamic drag dari suatu kendaraan dapat diperkirakan (Garcio, dkk,. 2023). ## Drag dan Lift Ketika sebuah body melewati suatu aliran fluida, maka akan terjadi interaksi antara permukaan body dengan fluidanya, interaksi ini merupakan gaya pada fluid- body interface . Gaya ini dapat dijelaskan dalam bentuk stress es yaitu tegangan geser dinding ( wall shear stress ) pada suatu body akibat efek viskositas, dan tegangan normal akibat tekanan ( p ). Distribusi dari tegangan geser dinding dan tegangan normal dapat dilihat di Gambar 2.5(a) dan (b). Resultan gaya yang bekerja searah dengan upstream velocity ( U ) disebut sebagai drag , sementara resultan gaya yang bekerja ke arah normal terhadap sumbu upstream velocity ( U ) disebut sebagai lift (Garcio, dkk,. 2023). Gambar 2. Gaya yang bekerja pada objek dua dimensi yang melewati suatu aliran fluida (a) pressure force , (b) viscous force , (b) resultan force ( lift dan drag ) ## EduInovasi: Journal of Basic Educational Studies DOI: 47467/eduinovasi.v4i2.4380 Resultan dari tegangan geser dan distribusi tekanan pada Gambar 2.5 (a) dan (b) dapat diperoleh dengan mengintegrasikan efek dari dua kuantitas terhadap permukaan body seperti Gambar 2.6 di bawah. Gambar 3. Pressure Force dan Shear Force pada Elemen Kecil dari Permukaan Suatu Body Gaya fluida yang bekerja yang bekerja ke arah x dan y pada elemen area kecil dA adalah sebagai berikut 𝑑𝐹 𝑥 = (𝑝 𝑑𝐴) cos 𝜃 + (𝜏 𝑤 𝑑𝐴) sin 𝜃 (2.4) dan, 𝑑𝐹 𝑦 = −(𝑝 𝑑𝐴) sin 𝜃 + (𝜏 𝑤 𝑑𝐴) cos 𝜃 (2.5) Sehingga untuk mendapatkan resultan gaya komponen sumbu x dan y adalah sebagai berikut 𝒟 = ∫ 𝑑𝐹 𝑥 = ∫ 𝑝 cos 𝜃 𝑑𝐴 + ∫ 𝜏 𝑤 sin 𝜃 𝑑𝐴 (2.6) dan, ℒ = ∫ 𝑑𝐹 𝑦 = − ∫ 𝑝 sin 𝜃 𝑑𝐴 + ∫ 𝜏 𝑤 cos 𝜃 𝑑𝐴 (2.7) Untuk menyelesaikan integrasi di atas dan mendapatkan nilai drag dan lift dari suatu body , maka kita harus memiliki bentuk body -nya (i.e. 𝜃 dalam fungsi lokasi di sepanjang body ) dan distribusi dari 𝜏 𝑤 dan 𝑝 sepanjang permukaan. Namun dalam praktiknya, distribusi tegangan geser dan tekanan di sepanjang permukaan sulit untuk didapatkan secara eksperimen maupun teoritis. Tanpa informasi detail tentang distribusi tegangan geser dan tekanan dari suatu body persamaan (2.6) dan (2.7) tidak dapat digunakan. Terdapat alternatif yang banyak digunakan yaitu dengan mendapatkan nilai koefisien dari drag dan lift untuk mendapatkan nilai dari drag dan lift nya menggunakan analisis yang sudah disimplifikasi, studi numerik, atau studi eksperimen. Koefisien drag ( C D ) dan koefisien lift ( C L ) didefinisikan sebagai berikut: 𝐶 𝐷 = 𝒟 1 2 𝜌𝑈 2 𝐴 (2.5) dan, ## EduInovasi: Journal of Basic Educational Studies DOI: 47467/eduinovasi.v4i2.4380 𝐶 𝐿 = ℒ 1 2 𝜌𝑈 2 𝐴 (2.6) Di mana A adalah luas karakteristik dari suatu objek, biasanya luas area frontal yang merupakan luas proyeksi area depan ketika dilihat dari arah masuk upstream velocity ( U ). Bus Staggered Bus staggered dibuat untuk menguji apakah penggunaan vortex generator pada dinding kiri dan kanan bus penumpang dapat menghasilkan pola aliran udara yang lebih terorganisir dan stabil daripada kondisi tanpa vortex generator . Visualisasi aliran udara akan digunakan untuk menunjukkan peningkatan arus udara yang mengikuti kontur bus secara lebih efisien dengan vortex generator. Vortex generators menghasilkan vorteks longitudinal yang memutar aliran utama dan meningkatkan pencampuran di daerah hilir. Selain itu, vortex generator menentukan pola aliran sekunder. Dengan demikian, peningkatan transfer panas terkait dengan aliran sekunder dengan penalti penurunan tekanan yang relatif rendah (Gorji-Bandpy, dkk,. 2008). ## METODE PENELITIAN ## Diagram Alur Penelitian Gambar 4. Diagram Alir Penelitian ## EduInovasi: Journal of Basic Educational Studies DOI: 47467/eduinovasi.v4i2.4380 Penulis melakukan studi literatur dengan tujuan untuk melakukan perkembangan terbaru dalam desain aerodinamis kendaraan, termasuk penggunaan teknologi baru seperti aktuator, kontrol aktif aliran udara, atau desain aerodinamis serta untuk mendapatkan informasi terkait fenomena aerodinamika yang terjadi ketika suatu aliran melewati body kendaraan, metode yang digunakan untuk mengurangi gaya drag, termasuk penggunaan spoiler, deflector, diffuser, dan profil aerodinamik lainnya. Ini mencakup analisis tentang bagaimana perangkat-perangkat ini memanipulasi aliran udara untuk mengurangi tekanan drag di belakang kendaraan, dan serta mendapatkan informasi tentang koefisien drag (Cd) dan lift (Cl) dari berbagai jenis kendaraan dan konfigurasi aerodinamis. Ini membantu dalam mengevaluasi efektivitas desain aerodinamis dalam mengurangi gaya drag dan meningkatkan stabilitas kendaraan. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Kontur Kecepatan Bus Dengan Vorteks Generator Staggered Kontur kecepatan pada model bus dan pada vorteks generator , aliran masuk melalui inlet dengan kecepatan konstan, dalam gambar 4.2 dan 4.3 variasi kecepatannya yaitu 12.92 m/s atau 60,12 km/jam, lalu melewati body dari bus, terlihat peningkatan kecepatan ketika aliran melewati body dari bus, pada bagian windshield atas dan bagian bawah bus. Aliran lalu melewati sekitar bus dan mengalami separasi aliran lalu membentuk area wake di bagian belakang bus, dapat dilihat pada gambar 4.2 pada model bus area wake yang terjadi di belakang bus lebih besar. Area wake yang besar ini mengindikasikan bahwa gaya hambat yang diterima oleh model bus lebih besar. Pada kontur kecepatan di sekitar vorteks generator kecepatan udara setelah melewati vorteks generator menurun menjadi 13 𝑚/𝑠 . Ini menciptakan efek dispersi udara, yang membantu mengurangi gesekan udara yang dapat menghambat gerakan bus. Vorteks generator juga berfungsi untuk meningkatkan stabilitas bus selama perjalanan. Pada kontur kecepatan pada model bus dan pada vorteks generator , aliran masuk melalui inlet dengan kecepatan konstan, dalam gambar diatas merupakan variasi kecepatannya yaitu 90 km/h, lalu melewati body dari bus, terlihat peningkatan kecepatan ketika aliran melewati body dari bus, pada bagian windshield atas dan bagian bawah bus, dengan kecepatan tertinggi pada 64.37 m/s. Aliran lalu melewati sekitar bus dan mengalami separasi aliran lalu membentuk area wake di bagian belakang bus, dapat dilihat pada gambar 4.6 pada model bus area wake yang terjadi di belakang bus lebih besar. Area wake yang besar ini mengindikasikan bahwa gaya hambat yang diterima oleh model bus lebih besar. Pada kontur kecepatan di sekitar vorteks generator yang dapat dilihat pada gambar 4.7, terlihat bahwa kecepatan udara setelah melewati vorteks generator menurun menjadi 12.87 𝑚/𝑠 . Ini menciptakan efek dispersi udara, yang membantu mengurangi gesekan udara yang dapat menghambat gerakan bus. Vorteks generator juga berfungsi untuk meningkatkan stabilitas bus selama perjalanan. ## EduInovasi: Journal of Basic Educational Studies DOI: 47467/eduinovasi.v4i2.4380 ## Kontur Tekanan Bus Tanpa Vorteks Generator Pada grafik koefisien angkat yang dihasilkan dari simulasi bus tanpa variasi vorteks generator staggered , terlihat adanya fluktuasi awal yang kemudian mereda dan akhirnya menjadi stabil. Grafik ini menunjukkan bagaimana koefisien angkat (C L ) berubah seiring waktu dalam simulasi. Pada awalnya, terdapat fluktuasi signifikan dalam nilai koefisien angkat. Fluktuasi awal ini kemungkinan disebabkan oleh ketidakstabilan aliran udara di sekitar bus ketika vorteks generator tidak diterapkan, terutama pada kecepatan rendah. Ketidakstabilan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk interaksi aliran udara dengan bentuk geometris bus dan perubahan dalam pola aliran yang belum mencapai keseimbangan. Setelah periode awal yang tidak stabil, grafik menunjukkan penurunan fluktuasi dan akhirnya mencapai keadaan stabil. Stabilisasi ini mencerminkan adaptasi aliran udara di sekitar bus, di mana pola aliran mulai menyesuaikan diri dengan bentuk bus dan mengurangi turbulensi yang awalnya ada. Stabilitas ini menunjukkan bahwa gaya angkat yang dihasilkan menjadi lebih konsisten, yang berarti bus dapat mempertahankan kestabilan aerodinamisnya pada kecepatan yang lebih tinggi. Fluktuasi awal di koefisien angkat juga busa disebabkan oleh transisi aliran dari laminar ke turbulen di sekitar permukaan bus. Seiring waktu, aliran turbulen menjadi lebih terorganisir, yang mengurangi fluktuasi dalam gaya angkat yang dihasilkan. Pada tahap stabil, koefisien angkat mencapai nilai rata-rata yang lebih konsisten, mencerminkan bahwa aliran udara telah mencapai kondisi tunak ( steady state ). Nilai rata-rata koefisien angkat pada grafik ini, yang juga dapat dilihat pada Gambar 4. adalah sekitar 0.071964458. Perbandingan Tekanan Bus Vorteks Generator Staggered dan Bus Tanpa Vorteks Generator Tabel 2. Tabel Perbandingan Tekanan Bus Vorteks Generator Staggered dan Bus Tanpa Vorteks Generator Model Variasi kecepatan (km/h) Tekanan Maksimal (Pa) Bus Vorteks Generator Staggered 60,12 204.13 90 48.37 120 886.94 Bus Tanpa Vorteks Generator 60,12 209.16 90 465.17 120 824.67 Dari tabel 2 diperoleh perbandingan tekanan pada kecepatan rendah, bus dengan vortex generator staggered memiliki tekanan maksimal yang sedikit lebih rendah yaitu 204.13 Pa dibandingkan bus tanpa vortex generator sekitar 209.16 Pa. Perbedaan ini menunjukkan bahwa vortex generator dapat menyebabkan sedikit ## EduInovasi: Journal of Basic Educational Studies DOI: 47467/eduinovasi.v4i2.4380 peningkatan tekanan pada kecepatan rendah. Perbandingan Tekanan pada Kecepatan Menengah (90 km/h), bus dengan vortex generator staggered mencapai tekanan maksimal 48.37 Pa, sedikit lebih rendah daripada bus tanpa vortex generator yang mencapai 465.17 Pa. Ini menunjukkan bahwa bus tanpa vortex generator memiliki pengaruh yang lebih signifikan dalam meningkatkan tekanan maksimal pada kecepatan menengah. Perbandingan Tekanan pada Kecepatan Tinggi (120 km/h), tekanan maksimal yang dicapai oleh bus dengan vortex generator staggered adalah 886.94 Pa, lebih tinggi daripada bus tanpa vortex generator yang mencapai 824.67 Pa. Ini menunjukkan bahwa pada kecepatan tinggi, perbedaan tekanan maksimal antara kedua model bus menjadi sangat kecil, menunjukkan bahwa vortex generator tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada tekanan maksimal pada kecepatan ini. Vortex generator staggered sedikit meningkatkan tekanan maksimal pada kecepatan rendah dan menengah. Peningkatan tekanan ini bisa mengindikasikan bahwa vortex generator membantu mengatur aliran udara lebih baik, mengurangi turbulensi, dan mengarahkan aliran udara lebih efektif. Pada kecepatan tinggi, perbedaan tekanan antara kedua model bus hampir tidak ada, menunjukkan bahwa pada kecepatan ini, efek vortex generator staggered pada tekanan maksimal tidak signifikan. Hal ini mungkin disebabkan oleh dominasi efek aerodinamis lain pada kecepatan tinggi yang mengurangi pengaruh vortex generator . Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa vortex generator staggered lebih efektif pada kecepatan rendah hingga menengah dalam hal memodifikasi tekanan maksimal di sekitar bus. Untuk kecepatan tinggi, desain vortex generator mungkin perlu dioptimalkan lebih lanjut untuk memberikan manfaat aerodinamis yang lebih nyata. ## KESIMPULAN Kesimpulan dari analisis dengan kondisi batas yang telah ditetapkan menyajikan gambaran yang komprehensif tentang berbagai aspek yang memengaruhi aerodinamika bus dengan vorteks generator variasi staggered dan bus tanpa vorteks generator . Untuk nilai efsiensi bahan bakar bus, dapat kita lihat pada tabel di atas ini dengan asumsi bus berjalan selama 8 jam/hari. Tabel 3. Perbandingan Antara Bus SFVG dengan Bus Tanpa SFVG MODEL BUS Kecepatan (m/s) C D C L Tekanan (Pa) Bus SFVG 32.57 0.6165738 0.018557634 204.13 Bus Tanpa SFVG 33.61 0.72478044 0.071964458 209.16 1. Kecepatan pada bus Bus dengan SFVG menunjukkan nilai kecepatan maksimal yang lebih rendah yaitu 32.57 m/s dibandingkan dengan bus tanpa SVFG yaitu 33.61 m/s. Hal ini menandakan ## EduInovasi: Journal of Basic Educational Studies bahwa penggunaan SFVG tidak memiliki pengaruh pada peningkatan kecepatan udara. 2. Koefisien Drag (C D ) Analisis koefisien drag (C D ) menunjukkan bahwa perbandingan antara bus dengan perangkat vortex generator (SFVG) dan bus tanpa perangkat tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Bus tanpa SFVG mencatat nilai C D sebesar 0.72478044, sedangkan bus dengan SFVG memiliki nilai rata-rata sekitar 0.6165738. Meskipun perbedaannya kecil, ini menandakan bahwa SFVG sedikit mengurangi gaya hambat ( drag ) yang diterima oleh bus dengan mengoptimalkan aliran udara dan mengurangi turbulensi. 3. Koefisien Lift (C L ) Nilai koefisien lift (C L ) bus dengan perangkat vortex generator (SFVG) adalah sekitar 0.018557634, lebih tinggi dibandingkan bus tanpa SFVG yang memiliki nilai C L sekitar 0.071964458. Ini menunjukkan bahwa SFVG meningkatkan gaya angkat. Meskipun peningkatannya kecil, gaya angkat yang lebih besar dapat mempengaruhi stabilitas kendaraan, mengurangi tekanan roda pada jalan dan mengurangi traksi, terutama pada kecepatan tinggi atau kondisi angin kencang. Analisis dan pengujian tambahan diperlukan untuk mengevaluasi dampak keseluruhan SFVG pada kinerja aerodinamika dan stabilitas bus. 4. Tekanan Pada Bus Meskipun bus dengan SFVG memiliki kecepatan yang lebih rendah (32.57 m/s) daripada bus tanpa SFVG (33.61 m/s), tekanan yang dihasilkan pada bagian depan bus dengan SFVG (204.13 Pa) sedikit lebih rendah dibandingkan dengan bus tanpa SFVG (209.16 Pa). Namun, perlu dicatat bahwa penurunan tekanan di bagian atas dan bawah bus juga perlu dipertimbangkan, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi gaya angkat dan stabilitas keseluruhan bus. Dengan demikian, kesimpulan utama dari analisis ini adalah penggunaan SFVG menunjukkan potensi untuk meningkatkan kecepatan dan sedikit mengurangi drag , namun juga meningkatkan lift yang dapat mempengaruhi stabilitas. Optimalisasi desain dan analisis lebih lanjut diperlukan untuk memastikan keseimbangan antara efisiensi aerodinamis dan stabilitas kendaraan. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami dampak penuh dari penggunaan SFVG dalam meningkatkan efisiensi energi dan kinerja aerodinamis bus secara keseluruhan. ## EduInovasi: Journal of Basic Educational Studies ## DAFTAR PUSTAKA Arum, Wahyuni Fajar, and Enggal Fahmi Dzikirillah. "ANALISIS PENGARUH VORTEX GENERATOR TERHADAP ALIRAN UDARA." Teknika STTKD: Jurnal Teknik, Elektronik, Engine 9.1 (2023): 55-64. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. “Statistik Transportasi Darat”. 2021 Bayindirli, Cihan, and Mehmet Çelik. "The determination of effect of windshield ınclination angle on drag coefficient of a bus model by CFD method." International Journal of Automotive Engineering and Technologies 9.3 (2020): 122-129. Bayindirli, Cihan, and Mehmet Çelik. "The determination of effect of windshield ınclination angle on drag coefficient of a bus model by CFD method." International Journal of Automotive Engineering and Technologies 9.3 (2020): 122-129. Carter, James E., and Stephen F. Wornom. "Solutions for incompressible separated boundary layers including viscous-inviscid interaction." Aerodynamic analysis requiring advanced computers (1975): 125. Chai, Lei, and Savvas A. Tassou. "A review of airside heat transfer augmentation with vortex generators on heat transfer surface." Energies 11.10 (2018): 2737. Garcia- Ribeiro, D. et al. (2023) ‘ Drag reduction of a commercial bus with add-on aerodynamic devices’, Proceedings of the Institution of Mechanical Engineers, Part D: Journal of Automobile Engineering, 237(7), pp. 1623 – 1636. Available at: https://doi.org/10.1177/09544070221098209 Garcia- Ribeiro, D. et al. (2023) ‘ Drag reduction of a commercial bus with add-on aerodynamic devices’, Proceedings of the Institution of Mechanical Engineers, Part D: Journal of Automobile Engineering, 237(7), pp. 1623 – 1636. Available at: https://doi.org/10.1177/09544070221098209. Gorji-Bandpy, M., S. Soleimani, and F. Hossein-Nejad. "Pressure and Heat transfer in staggered arrangement circular tubes with Airfoil Vortex Generator." International Energy Journal 9.3 (2008). Hariram, Adithya, et al. "A study in options to improve aerodynamic profile of heavy- duty vehicles in Europe." Sustainability 11.19 (2019): 5519. Lee, Minhyung, et al. "Improvement of grid independence test for computational fluid dynamics model of building based on grid resolution." Advances in Civil Engineering 2020.1 (2020): 8827936. Prihadnyana, Yudi, Gede Widayana, and Kadek Rihendra Dantes. "Analisis aerodinamika pada permukaan bodi kendaraan mobil listrik gaski (ganesha sakti) dengan perangkat lunak ansys 14.5." Jurnal Pendidikan Teknik Mesin Undiksha 5.2 (2017). Pritchard Fluid Mechanics. Fox and McDonald's Introduction to Fluid Mechanics 8th Edition. Hoboken: John Wiley & Sons, Inc.(2011). Romadhon, Awalu, and Dana Herdiana. "Analisis Cfd Karakteristik Aerodinamika Pada Sayap Pesawat Lsu-05 Dengan Penambahan Vortex Generator (Analysis ## EduInovasi: Journal of Basic Educational Studies DOI: 47467/eduinovasi.v4i2.4380 of Cfd Aerodynamic Characteristics At the Wing of Aircraft Lsu-05 With the Addition of Vortex Generator). " Jurnal Teknologi Dirgantara 15.1 (2017): 45- 58. Widodo, W.A. and Karohmah, M.N. (2016) ‘ CFD Based Investigations into Optimization of Diffuser Angle on Rear Bus Body’, Applied Mechanics and Materials, 836, pp. 127 – 131. Available at: https://doi.org/10.4028/www.scientific.net/amm.836.127. Zein, Muhammad Fadhil. Studi Numerik Karakteristik Aerodinamik untuk Mereduksi Gaya Hambat pada Model Kendaraan Bus Penumpang. Diss. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 2024. Zein, Muhammad Fadhil. Studi Numerik Karakteristik Aerodinamik untuk Mereduksi Gaya Hambat pada Model Kendaraan Bus Penumpang . Diss. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 2024. Zulkefli, N. F., et al. "Lift Enhancement of NACA4415 Airfoil using Biomimetic Shark Skin Vortex Generator." IJRTE, ISSN: 2277 3878.
1985dc6c-c1dd-482a-9ad3-7d519f677d14
https://stkip.syekhmanshur.ac.id/jurnal/index.php/CP/article/download/640/241
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License Sutijah, Siti Patimah, Andi Warisno, Nurul Hidayati Murtafiah ## THE INFLUENCE OF COMMITMENT, ORGANIZATIONAL TASKS, AND MOTIVATION ON TEACHER WORK ACHIEVEMENT AND QUALITY MANAGEMENT AT THE AL-HUDA TULUNGBALAK ISLAMIC BOARDING SCHOOL, BATANGHARI NUBAN DISTRICT, EAST LAMPUNG Sutijah (1) , Siti Patimah (2) , Andi Warisno (3) , Nurul Hidayati Murtafiah (4) (1),(3),(4) Universitas Islam Annur Lampung, (2) UIN Raden Intan Lampung sutijahspd01@gmail.com (1), , sitipatimah@radenintan.ac.id (2), , andiwarisno75@gmail.com (3), , nurul752.nhm@gmail.com (4), ## Abstract This study was purposed on determining the state of teachers’ quality manajement organization commitment and achievement motivation in pondok pesantren Al- Huda subdistrict Batanghari Nuban Lampung Timur as an endeavour to enhance teachers’ performances. This research is a case study by employing descriptive quantitative approach. The data source is primary and secondary data which obtained through interview, observation, field note, and documentation. The data analysis was conducted into three stages, namely data reduction, data display, and conclusion drawing. The conclusion of the research is teachers’ organization commitment is not fully affect to teachers performances. It is due to the higher teachers’ achievement motivation to create one of the school objectives, so it can be stated that teachers performances is Good. Keywords: teachers’organization assignment commitment, teachers’ achievement motivation, teachers’ performances and quality management PENDAHULUAN Guru sebagai agen dalam pembelajaran harus mengerti dan paham dalam memberikan suatu ilmu agar mudah dipahami oleh setiap anak didik sehingga mudah dipahami dan mudah dicerna dalam mendapatkan suatu pendidikan. Guru adalah sosok yang sangat mudah ditiru oleh peserta didik sehingga guru hati-hati dalam melangkah. Idialnya guru mempunyai ciri yang khas yang harus diteladani oleh setiap peserta didik, yang mampu memberikan contoh atau teladan tingkah laku, perbuatan, tindak tanduk,emosional dalam kehidupan sehari-hari Guru memiliki fungsi, peran dan kedudukan yang strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan sehingga profesi guru perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat guru serta perannya sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Untuk menjamin perluasan dan pemeratan akses, peningkatan mutu dan This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License Sutijah, Siti Patimah, Andi Warisno, relevansi, serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal nasional global perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru secara terencana, terarah dan berkesinambungan. Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu dan prestasi kerja guru telah ditetapkan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 26/MENPAN/1989 tanggal 2 Mei 1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru. Dan sebagai petunjuk teknisnya telah ditunjang dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 025/0/1995 tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Mutu Komitmen terhadap tugas organisasi dan motivasi berprestasi dengan prestasi kerja sangat penting untuk diketahui karena ini menyangkut kemajuan karir bagi pendidik/guru. Analisa jabatan pada dasarnya merupakan alat bagi pimpinan organisasi dalam memecahkan masalah ketenagakerjaan secara manusiawi. Menurut Susilo, analisa jabatan dapat memberikan manfaat dalam banyak hal, antara lain: (1) Dalam penarikan, seleksi dan penempatan tenaga kerja, (2) Dalam pendidikan, (3) Dalam penilaian jabatan, (4) Dalam perbaikan syarat-syarat pekerjaan, (5) Dalam perencanaan organisasi, (6) dan dalam pendidikan dan promosi. Suatu perencanaan karir merupakan bagian yang sangat penting, bahkan ikut menentukan dinamika organisasi, dalam rangka manajemen mutu sumber daya manusia. Dengan demikian maka ruang lingkup perencanaan karir mencakup hal-hal dalam perencanaan jenjang jabatan/pangkat individu karyawan/anggota organisasi, dan perencanaan tujuan-tujuan organisasi Kedua hal tersebut tak dapat dipisahkan satu sama lain, karena keduanya akan saling berkaitan. Karena jelas bahwa seseorang dijenjang karierkan justru untuk menunjang kepentingan dan atau tujuan-tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, setiap perencanaan karier pasti mengarah kepada tercapainya kepentingan-kepentingan atau tujuan organisasi. Makin lancar perencanaan dan pelaksanaan karier anggota organisasi sesuai persyaratan yang ada, makin dinamis organisasi yang bersangkutan. This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License Sutijah, Siti Patimah, Andi Warisno, Nurul Hidayati Murtafiah Dengan "jabatan" dimaksudkan kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, hak, seseorang anggota organisasi/perusahaan. Dalam hal ini baik jabatan struktural (pimpinan) maupun jabatan nonstruktural atau dengan kata lain jabatan-jabatan fungsional (jabatan yang tidak jelas tersebut dalam organisasi, seperti peneliti, dokter, penasehat ahli dan sebagainya). Salah satu faktor mempengaruhi kegiatan pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung adalah guru. Peranan guru dalam kegiatan pembelajaran amat dominan, oleh karena itu guru hendaknya mampu mengembangkan diri seiring dengan lajunya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Konsekuensi logis dari semua ini adalah bahwa guru harus berupaya untuk selalu mengembangkan diri dengan berbagai cara umpamanya dengan membaca berbagai bahan rujukan, menulis, atau melanjutkan studi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi sehingga meningkatkan profesionalnya. Kenyataannya yang dialami sehari – hari oleh guru dihadapkan dengan berbagai masalah, baik dalam kehidupan keluarga maupun sebagai anggota masyarakat. Mutu Komitmen dalam tugas organisasi yang tidak baik misalnya waktu guru banyak dimamfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya karena gaji yang rendah memaksa guru harus bekerja rangkap atau berwiraswasta sambilan. Akibatnya guru – guru kehabisan waktu dan tenaga untuk mempersiapkan diri, meningkatkan motivasi berprestasi dan tidak sempat mengembangkan diri, bahkan perhatiannya terhadap pendidikan pun menjadi semakin menurun. Dengan kata lain guru belun mampu untuk menejemen mutu komitmen dalam tugas organisasi dengan baik untuk meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan pembelajaran. Perhatian terhadap guru dalam upaya meningkatkan prestasi kerja guru sangatlah penting demi menunjang kemajuan dan peningkatan mutu pembelajaran serta meningkatkan hasil pembelajaran dan sekaligus dapat meningkatkan mutu pendidikan. Prestasi kerja merupakan perilaku irasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan pula prestasi kerja sangat diperlukan untuk mengembangkan kualitas dan aktivitas tenaga kependidikan. This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License Sutijah, Siti Patimah, Andi Warisno, Prestasi kerja guru dalam melaksanakan pembelajaran di madrasah dan swasta tulungbalak batanghari nuban lampung timur dalam realita di lapangan masih belum mengembirakan yaitu masih relative rendah. Berdasarkan informasi yang ada pada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) kecamatan batanghari nuban kabupaten lampung timur, Hasil supervise dan monitoring 2023-2024 menunjukkan bahwa guru madrasah belum menunjukan prestasi kerja tinggi karena sebagian masih rendah. Indikator masih rendahnya prestasi kerja guru dalam pelaksanaan pembelajaran tersebut adalah bahwa guru tidak melakukanmanejemen mutu komitmen dalam tugas organisasi yang baik, akibat motivasi berprestasi rendah dampak langsungnya kegiatan yang dilakukan berkaitan dengan tugas utamanya sebagai guru yang memiliki prestasi kerja mengalami kekacauan mulai mempersiapkan administrasi guru secara lengkap, tidak menyusun persiapan mengajar secara rutin, guru tidak melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik, guru tidak menggunakan metode dan pendekatan pembelajaran yang relevan, guru tidak menggunakan alat peraga atau media pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran, guru tidak menyusun program dan pelaksanaan bimbingan dan konseling di kelas yang menjadi tanggung jawabnya, tidak meningkatkan penguasaan materi, mengembangkan materi, penguasaan TIK(Teknologi Informasi dan komunikasi), yang mendukung mata pelajaran, apalagi pengembangan profesi berupa penulisan karya ilmiah, dengan kata lain apabila guru tidak melakukan manajemen mutu komitmen dalam tugas organisasi yang baik maka motivasi berprestasi akan rendah maka semua kegiatan tidak akan berjalan dengan baik dan hasilnya akan rendah. Rendahnya prestasi kerja guru dalam melaksanakan pembelajaran juga disampaikan oleh pengawas sekolah madrasah batanghari nuban. Berdasarkan hasil supervisi dan monitoring gabungan pengawas madrasah dengan pengawas PAI kecamatan batanghari nuban pada bulan September- desember 2023. Hasil supervise dan monitoring gabungan terhadap semua guru yaitu dari jumlah guru madrasah Negri dan swasta yang pegawai Negri Sipil (PNS) terdapat sekitar 30% yang masih mempunyai prestasi kerja guru dalam pelaksanaan pembelajaran dan peningkatan kerja penguasaan teknologi serta penulisan This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License Sutijah, Siti Patimah, Andi Warisno, karya ilmiah rendah. Hasil uji prestasi kerja guru yang dilaksanakan Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan agama tahun 2023 dan tahun 2024 menunjukkan lolos sertifikasi adalah 69,82. Berdasarkan informasi dari UPTD kecamatan batanghari nuban tahun 2021/2022 jumlah guru tingkat madrasah Negeri dan swasta keseluruhan 98 0rang dengan katagori layak mengajar baru 70% (69 orang)sedangkan 30% (29 orang) semu dan tidak layak mengajar (UPTD batanghari nuban tahun 2021/2022). Dari deskripsi diatas, maka terdapat kesenjangan antara prestasi kerja guru yang ideal dengan realita di lapangan karena manajemen mutu komitmen dalam tugas organisasi dan motivasi berprestasi. Kepala madrasah aliyah Alhuda tulungbalak batanghari nuban lampung timur mengatakan bahwa ia merasa tidak puas dengan hasil kinerja guru madrasah Sekecamatan batanghari nuban Lampung Timur, karena kepuasan tidak akan meningkatkan kinerja guru atau cenderung stagnan, sehingga hal ini dapat menyebabkan kemunduran. Jika dikaitkan dengan teori David Mc.Celland maka Need for Achievement (kebutuhan untuk berprestasi) guru-guru di marasah Sekecamatan batanghari nuban Lampung Timur tergolong cukup baik, terutama prestasi untuk membesarkan dan memajukan sekolah. Namun dengan adanya hal tersebut, para guru tidak boleh langsung merasa puas dengan apa yang telah dikerjakan mereka selama ini, karena kepuasan tersebut justru akan menyebabkan kemunduran bagi dirinya. ## KAJIAN TEORETIK Menurut Ruky, (2002:14), kinerja merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk melaksanakan, menyelesaikan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan harapan dan tujuan yang telah ditetapkan. Dilihat dari arti kata kinerja berasal dari kata performance. Kata “performance” memberikan tiga arti, yaitu : 1)”prestasi” seperti dalam konteks atau kalimat “ high performance car ”atau “mobil yang sangat cepat”. 2) “ pertunjukan “ seperti dalam konteks atau kalimat “folk dance performance”, atau pertunjukan tari- tarian ra kyat”. 3) “Pelaksanaan tugas” seperti dalam konteks atau kalimat “in performing his/her duties”. Suprihanto,1996:7 dikutip Supardi 2014:45) Kinerja adalah perilaku yang berhubungan dengan kerja seseorang, kerja merupakan kebutuhan seseorang yang dapat berkembang dan berubah dan bahkan keadaan tersebut sering This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License Sutijah, Siti Patimah, Andi Warisno, Nurul Hidayati Murtafiah tidak disadari oleh pelakunya. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang ingin dicapainya dan orang tersebut berharap dengan melakukan pekerjaan tersebut akan membawanya pada keadaan yang lebih baik dan lebih memuaskan, yang mendasari perilaku bekerja. Oleh karena itu kinerja dan jenis pekerjaan memiliki keterkaitan yang sangat erat. Kinerja memiliki makna positif seperti kualitas kerja, disiplin, jujur, giat, produktif. Maka untuk bisa meningkatkan kinerja dan memahami arti sebuah kinerja diperlukan penilaian secara khusus yang dilakukan oleh orang yang memiliki kemampuan dan keahlian di bidang tersebut. Di dalam suatu organisasi, kinerja memiliki pengaruh yang sangat besar bagi tercapainya tujuan organisasi tersebut. Kinerja dapat diartikan sebagai hasil kerja yang dapat dilihat secara kuantitas dan kualitas ketika seseorang melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya. Fatah (2004: 27), mengungkapkan “kemajuan yang didasari oleh pengetahuan, ketrampilan dan sikap serta motivasi untuk menghasilkan sesuatu adalah kinerja”. Sedangkan menurut Byars (1984), kinerja diartikan sebagai hasil dari usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu. Jadi prestasi kerja merupakan hasil keterkaitan antara usaha, kemampuan dan persepsi tugas. Usaha merupakan hasil motivasi yang menunjukan jumlah energi (fisik atau mental) yang digunakan oleh individu dalam menjalankan suatu tugas. Sedangkan kemampuan merupakan karakteristik individu yang digunakan dalam menjalankan suatu pekerjaan. Kemampuan biasanya tidak dapat dipengaruhi secara langsung dalam jangka pendek. Persepsi tugas merupakan petunjuk dimana individu percaya bahwa mereka dapat mewujudkan usaha-usaha mereka dalam pekerjaan. Menurut Seymour (1991),kinerja merupakan tindakan-tindakan atau pelaksanaan-pelaksanaan tugas yang dapat diukur, adapun menurut As’ad (1989) mengutip dua pendapat, pertama dari Maiier yang memberi batasan bahwa kinerja sebagai kesuksesan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan. Kedua dari pendapat Lawer dan Poter, menyatakan kinerjaa adalah ” successful role achievement ” yang diperoleh seseorang dari perbuatan-perbuatannya. Sedangkan Byars and Rue (1984) mendifinisikan kinerja merupakan derajat penyelesaian tugas yang menyertai pekerjaan seseorang. Kinerja This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License Sutijah, Siti Patimah, Andi Warisno, adalah yang merefleksikan seberapa baik seseorang individu memenuhi permintaan pekerjaan. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, menunjukan bahwa kinerja merupakan hasil yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Korelasi kinerja dengan kepuasan menurut Lopez 919820 mempunyai tingkat signifikansi tinggi. Kinerja diukur dengan instrument yang dikembangkan dalam studi yang tergabung dalam ukuran kinerja secara umum. Kemudian diterjemahkan ke dalam penilaian perilaku secara mendasar, meliputi : (1) Kuantitas kerja,(2) kualitas kerja, (3) pengetahuan tentang pekerjaan, (4) pendapat atau pernyataan yang disampaikan, (5) perencanaan kerja. Dari pengertian di atas kinrja diartikan sebagai prestasi, menunjukkan suatu kegiatan atau perbuatan dan melaksanakan tugas yang telah dibebankan. Karena ada persamaan antara kinerja dengan prestasi kerja. Prestasi kerja merupakan : hasil kerja seseorang dalam periode tertentu merupakan prestasi kerja, bila dibandingkan dengan target/sasaran, standar, kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama ataupun kemungkinan- kemungkinan lain dalam suatu rencana tertentu. Menurut Ivancevich (1993), mengevaluasi kinerja karyawan dalam dua katagori: pertama pada karyawan teknik yang mencakup kopetensi teknis, kesanggupan mencukupi kebutuhan sendiri, hubungan dengan orang lain, kopentensi komunikasi, inisiatif, kompetensi administrasi, keseluruhan hasil kinerja karyawan tingkat signifikansi tinggi. Kinerja diukur dengan instrument yang dikembangkan dalam studi yang tergabung dalam ukuran kinerja secara umum. Kemudian diterjemahkan ke dalam penilaian perilaku secara mendasar, meliputi : (1) Kuantitas kerja,(2) kualitas kerja, (3) pengetahuan tentang pekerjaan, (4) pendapat atau pernyataan yang disampaikan, (5) perencanaan kerja. Menurut Ivancevich (1993), mengevaluasi kinerja karyawan dalam dua katagori: pertama pada karyawan teknik yang mencakup kopetensi teknis, kesanggupan mencukupi kebutuhan sendiri, hubungan dengan orang lain, kopentensi komunikasi, inisiatif, kompetensi administrasi, keseluruhan hasil kinerja karyawan teknik, kedua evaluasi terhadap manajerial, yang mencakup kratifitas, konstribusi yang diberikan, usaha kelompok kerja, keseluruhan hasil kerja. This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License Sutijah, Siti Patimah, Andi Warisno, Sedangkan Halim (1983), mengukur kinerja para mandor dengan indicator: kualitas kinerja mereka, produktivitas dalam pekerjaan, usaha yang dicurahkan dalam pekerjaan dan kecepatan bekerja. Dengan mengetahui kinerja karyawan dapat memberikan informasi bagi pihak manajemen untuk menentukan kebijakan sumberdaya manusia tentang apa yang terbaik untuk diberikan kepada para karyawan dalam organisasi. Menurut Flippo (1984) “penilaian kinerja menyediakan informasi untuk membantu, membuat dan melaksanakan keputusan mengenai beberapa subjek seperti promosi, kenaikan gaji, pemberhentian dan pemindahan karyawan”. Subagio (2011). Kinerja guru merupakan hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya untuk mencapai tujuan. Kinerja guru tidak dapat dipisahkan dari kemampuan seorang guru dalam penguasaan pengetahuan, penerapan pengetahuan dan keterampilan, sebagai kompetensi yang dibutuhkan sesuai amanat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Penguasaan kompetensi dan penerapan pengetahuan serta keterampilan guru, sangat menentukan tercapainya kualitas proses pembelajaran atau pembimbingan siswa, dan pelaksanaan tugas tambahan yang relevan bagi sekolah, khususnya bagi guru dengan tugas tambahan tersebut. Selanjutnya, komitmen Soekidjan, (2009). ”Komitmen adalah kemampuan dan kemauan untuk menyelaraskan perilaku pribadi dengan kebutuhan, prioritas dan tujuan organisasi. Hal ini mencakup cara-cara mengembangkan tujuan atau memenuhi kebutuhan organisasi yang intinya mendahulukan misi organisasi dari pada kepentingan pribadi”. Menurut Meyer dan Allen (1991, dalam Soekidjan, 2009), “komitmen dapat juga berarti penerimaan yang kuat individu terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, dan individu berupaya serta berkarya dan memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bertahan di organisasi tersebut”. Kanter (dalam Raju dan Srivastava, 1994) menyebutkan bahwa “komitmen sebagai sebuah minat individu yang melekat pada pola perilaku sosial yang teroganisir”. Menurut Mathis dan Jackson (dalam Sopiah 2008:155), komitmen organisasional adalah derajat This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License Sutijah, Siti Patimah, Andi Warisno, yang mana karyawan percaya dan menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi”. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa komitmen organisasi merupakan minat individu yang melekat pada perilaku sosial untuk bertahan menjadi anggota, percaya, dan menerima tujuan organisasi, serta bertahan di organisasi untuk mewujudkan tujuan organisasi. Dalam hal ini, motivasi berprestasi merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap komitmen seorang anggota pada organisasi. Rosyid, (2010). “Komitmen organisasi akan mendorong seseorang untuk berprestasi dengan motivasi berprestasi”. Berdasarkan pada uraian di atas, dapat diketahui bahwa komitmen dan motivasi berprestasi merupakan dua hal yang sangat dibutuhkan oleh sekolah sebagai organisasi pendidikan yang mengarah pada tujuan pembangunan nasional. komitmen dan motivasi berprestasi dapat meningkatkan kinerja guru. Wahyuni (2011) menyebutkan bahwa komitmen organisasi dan motivasi secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja guru. Hal ini dapat diartikan bahwa kinerja guru akan tinggi apabila komitmen dan motivasi berprestasi yang tinggi terdapat pada setiap guru. Menurut Van Dyne dan Graham (2005, dalam Muchlas, 2008), faktor- faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi adalah: personal, situasional dan posisi. Personal mempunyai ciri-ciri kepribadian tertentu yaitu teliti, ektrovert, berpandangan positif (optimis), cendrung lebih komit. Lebih lanjut Dyen dan Graham (2005, dalam Muchlas, 2008) menjelaskan karakteristik dari personal yang ada yaitu: usia, masa kerja, pendidikan, jenis kelamin, status perkawinan, dan keterlibatan kerja. Situasional yang mempunyai ciri-ciri dengan adanya: nilai ( value ) tempat kerja, keadilan organisasi, karakteristik pekerjaan, dan dukungan organisasi. Sedangkan posisional dipengaruhi oleh masa kerja dan tingkat pekerjaan. Menurut Quest (1995 a, dalam Soekidjan, 2009) “komitmen merupakan nilai sentral dalam mewujudkan soliditas organisasi”. Hasil penelitian Quest (1995 b, dalam Soekidjan, 2009 tentang komitmen organisasi mendapatkan hasil : 1) Komitmen tinggi dari anggota organisasi berkorelasi positif dengan tingginya motivasi dan meningkatnya kinerja. This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License Sutijah, Siti Patimah, Andi Warisno, Nurul Hidayati Murtafiah 2) Komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kemandirian dan “ Self Control ”. 3) Komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kesetiaan terhadap organisasi. 4) Komitmen tinggi berkorelasi dengan tidak terlibatnya anggota dengan aktifitas kolektif yang mengurangi kualitas dan kuantitas kontribusinya. Lebih lanjut Soekidjan (2009 c) menjelaskan bahwa “secara umum komitmen kuat terhadap organisasi terbukti, meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi absensi dan meningkatkan kinerja”. ## METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Menurut Yin (2009), metode penelitian studi kasus merupakan strategi yang tepat untuk digunakan dalam penelitian yang menggunakan pokok pertanyaan penelitian how atau why , sedikit waktu yang dimiliki peneliti untuk mengontrol peristiwa yang diteliti, dan fokus penelitiannya adalah fenomena kontemporer, untuk melacak peristiwa kontemporer. Pada metode studi kasus, peneliti focus kepada desain dan pelaksanaan penelitian. Adapun masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah menejemen peningkatan mutu pendidikan dan prestasi kinerja guru berbasis madrasah dengan menggunakan paradigma Interpretif, metode kualitatif, kuantitatif, di Pondok Pesantren Alhuda Tulungbalak Batanghari Nuban dengan proses analisis data dilakukan melalui tiga tahap, yakni, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Menejemen mutu terhadap prestasi kerja guru, Komitmen terhadap tugas guru dan motivasi guru terhadap prestasi kerja guru sangat berpengaruh dalam lembaga pendidikan madrasah pondok pesantren alhuda dengan adanya komitmen guru akan menghasilkan motivasi guru yang efektif dan efesien sehingga prestasi kerja guru dapat terlaksana dengan otomatis, dalam hal ini bagaimana peranan pemimpin dalam melaksanakan tugas sebagai pemimpin sehingga terwujud suasana kerja yang kondusif dan nyaman dalam lingkungan kerja, di dalam lembaga pendidikan SMP sekecamatan kotagajah lampung tengah. Ada 2 variabel yang dapat mempengaruhi kinerja (Mc Cormick and Tiffin, 1994), yaitu: (1) variabel individu yang terdiri dari pengalaman, pendidikan, jenis kelamin, umur, This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License Sutijah, Siti Patimah, Andi Warisno, motivasi, keadaan fisik, kepribadian dan sikap; (2) variabel situasional, yakni menyangkut faktor fisik dan pekerjaan yang meliputi metode kerja, pengaturan dan kondisi, perlengkapan kerja, pengaturan ruang kerja, kebisingan, penyinaran dan temperature. Kemudian faktor sosial dari organisasi yang meliputi kebijakan, jenis latihan dan pengalaman, sistem upah serta lingkungan sosial. a. komitmen terhadap tugas organisasi dengan prestasi kerja. Komitmen adalah sebuah minat individu yang melekat pada pola perilaku sosial yang terorganisir. Norma perilaku tersebut diaplikasikan dalam bentuk tindakan- tindakan dalam minat aktivitas komitmennya untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Komitmen guru sangat mewarnai kondisi kerja. Kebijakan, pengaruh sisial dengan para guru serta para murid dan juga tindakannya dalam membuat berbagai kebijakan, kondisi tersebut memberikan dampak pula terhadap kinerja para guru. Kinerja merupakan perasaan dorongan yang diinginkan oleh guru dalam bekerja. Dengan demikian diduga terdapat hubungan positif komitmen terhadap tugas organisasi dengan prestasi kerja guru sekolah madrasah Pondok Pesantren Al-Huda. Hal ini dapat dikatakana pula semakin baik komitmen guru semakin meningkat pula kinerja guru. b. motivasi dengan prestasi kerja. motivasi ( motivation) atau motif ( motive) popular di dalam dunia kehidupan yang menuntut prestasi. Di lingkungan kerja dikenal dengan dengan istilah motivasi kerja. c. komitmen terhadap tugas organisasi dan motivasi berprestasi dengan prestasi kerja. Komitmen guru akan diterima oleh guru-guru apabila kepemimpinan yang diterapkan sangat cocok dan disukai oleh guru- gurunya. Sehingga kalau sudah demikian guru akan memiliki kecenderungan untuk meningkatkan kinerjanya. Kepemimpinan kepala sekolah yang dapat mendayagunakn sumberdaya dan khususnya sumberdaya manusia yaitu guru, maka pada gilirannya akan meningkatkan kinerja guru dan hasil yang di capai secara keseluruhan adalah mutu pendidikan. Guru professional terkait danmelekat pada tugas keprofesionalannya yang akan mempengaruhi kinerja guru, selagi propil guru professional masih eksis dalam tugasnya. Profesionalisme This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License Sutijah, Siti Patimah, Andi Warisno, Nurul Hidayati Murtafiah adalah mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang professional(departemen pendidikan dan kebudayaan, 2002:849). Secara umum profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut di dalam science dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermamfaat. Komitmen terhadap tugas organisasi guru terkait erat dengan mutu seseorang dalam melaksanakan tugas pokok yang pada gilirannya kinerjanya menjadi baik. Dengan demikian akan berpengaruh terhadap prestasi kerja guru tersebut. Komitmen tehadap tugas organisasi dan motivasi berprestasi guru dalam suatu organisasi sekolah sebagai suatu system akan mempengaruhi prestasi kerja guru. Dengan demikian diduga komitmen terhadap tugas organisasi dan motivasi berprestasi guru secara bersama-sama mempunyai hubungan positif dengan prestasi kerja guru khususnya sekolah madrasah pondok pesantren Al- Huda. Hal ini dapat dikatakan pula semakin baik komitmen terhadap tugas organisasi dan motivasi berprestasi guru dalam melaksanakn tugasnya, maka prestasi kerja guru akan meningkat pula. ## SIMPULAN Simpulan dari penelitian ini adalah adanya menejemen mutu terhadap komitmen tugas organisasi guru yang masih belum sepenuhnya terhadap Pondok Pesantren Al-huda Tulungbalak Batanghari Nuban lampung timur lampung pada prestasi kerja guru. Hal ini disebabkan oleh adanya motivasi berprestasi yang tinggi dari guru untuk mewujudkan salah satu misi sekolah sehingga kinerja guru Pondok Pesantren Al-Huda Tulungbalak Batanghari Nuban Lampung Timur Lampung dapat dikatakan baik. ## DAFTAR PUSTAKA Choirun Fuad Yusuf. (2008). Budaya Sekoalh & Mutu Pendidikan. Jakarta Selatan PT. Pena Citasari Edward Sallis. (2008). Total Quality Managemen in Education: Managemen Mutu Pendidikan. Jogjakarta: IRCisod Nurul Hidayati Murtafiah Hediyat seotopo. 2012). Pendidikan dan pembelajaran teori, Permsalahan dan Praktek Pendidikan . Malang : Pasca Sarjana Program Menejemen Pendidikan Husaini Usman. (2008). Manajemen Teori praktik & Riset Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara Mohammaad Syaifudin, dkk, (2007). Manajemen berbasis Sekolah , Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional Muhammad Thoyib. (2012). Managemen Mutu Pendidikan Islam Kontempore r, Teori, Fakta dan Aksi Mutu Pendidikan Islam dalam Konteks Internasionalisasi Pendidikan Indonesia. Jakarta: Diretorat Pendidikan Tinggi Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI Nanang Fatah. (2013). Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan . (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Sri Minarti. (2016). Manajemen Sekolah: Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Suparlan . (2008). Membangun Sekolah efektif (yogyakarta: Hikayat publishing UmbuTagela Ibi Leba & Sumardjono Pandmomartono. (2014). Profesi Pendidikan . Yogyakarta: Penerbit Ombak. Yin, R. K. (2009). Case Study Research Design and Methods (4th ed. Vo). Sage Publication.
cee1c51b-23f7-4e3f-9a47-ec7df797068f
https://www.ojsstikesbanyuwangi.com/index.php/PHJ/article/download/496/297
## PROFESIONAL HEALTH JOURNAL Volume 4, No. 2, Bulan Juni Tahun 2023(Hal. 422-428) https://www.ojsstikesbanyuwangi.com/index.php/PHJ ## Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kecemasan Pasien Pre Operasi Sony Wahyu Tri Cahyono STIKes Satria Bhakti Nganjuk Email korespondensi: sony.ssbn14@gmail.com ## Abstract Introduction Anxiety from surgery is something that is often experienced by someone, here the role of the operating room nurse is how to reduce the anxiety level of preoperative patients, including by applying therapeutic communication to preoperative patients. The purpose of this study was to determine the relationship between nurse therapeutic communication and preoperative patient anxiety. Methods The research design uses the Correlational Research Method with a Cross Sectional approach. The population of this study are patients who will undergo surgery. The research sample used Accidental Sampling and obtained a sample of 58 patients from a population of 86 patients. Data collection used the HARS questionnaire. Statistical Test Spearman rank statistical test with α (0.05) SPSS 20. Results The results of this study showed that most of the 42 respondents (72.42%) had good therapeutic communication criteria and almost all 47 respondents (81.03%) had moderate anxiety criteria. The results of the Spearman rank statistical test analysis obtained p value = 0.008, which means there is a relationship between nurse therapeutic communication and preoperative patient anxiety. Discussion Communication is an action that is the application of the nurse's duties as a counselor and educator. Therapeutic communication in nursing needs to be developed to provide education and psychological support for patients who will undergo an action that the patient has never undergone, such as surgery. Keywords: Anxiety, Preoperative Patient, Therapeutic Communication ## Abstrak Introduction Kecemasan dari tindakan operasi hal yang sering di alami oleh seseorang, disini peran perawat kamar operasi adalah bagaimana caranya mengurangi tingkat kecemasan pasien pre operasi, diantaranya yaitu dengan menerapkan komunikasi terapeutik kepada pasien pre operasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kecemasan pasien pre operasi. Methods Desain penelitian menggunakan Metode Penelitian Korelasi dengan pendekatan Cross Sectional . Populasi penelitian ini adalah pasien yang akan menjalani operasi. Sampling penelitian menggunakan Accidental Sampling dan di dapatkan sampel sejumlah 58 pasien dari jumlah populasi 86 pasien, pengumpulan data menggunakan kuesioner HARS. Uji Statistik uji statistik Spearman rank dengan α (0,05) SPSS 20. ## PROFESIONAL HEALTH JOURNAL Volume 4, No. 2, Bulan Juni Tahun 2023(Hal. 422-428) https://www.ojsstikesbanyuwangi.com/index.php/PHJ Results Hasil penelitian ini menunjukan sebagian besar 42 responden (72,42%) kriteria komunikasi terapeutik baik dan hampir seluruhnya 47 responden (81,03%) kriteria kecemasan sedang. Hasil analisis uji statistik Spearman rank diperoleh p value = 0,008 yang berarti ada Hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kecemasan pasien pre operasi. Discussion Komunikasi adalah suatu tindakan yang merupakan aplikasi tugas perawat sebagai konselor dan edukator. Komunikasi terapeutik dalam keperawatan perlu di kembangkan untuk memberikan edukasi dan dorongan psikologis pasien yang akan menjalani suatu tindakan yang belum pernah pasien jalani seperti operasi. Kata kunci: Anxiety, Preoperative Patient, Therapeutic Communication ## PENDAHULUAN Tindakan operasi atau pembedahan merupakan peristiwa kompleks dan menegangkan sehingga pengalaman operasi merupakan hal yang menakutkan bagi sebagian besar pasien dan terkadang belum dapat diterima secara positif oleh pasien (Ndani et al, 2018). Sehingga hal ini akan menyebabkan pasien yang akan menjalani pembedahan beresiko mengalami kecemasan. Tindakan operasi merupakan pengalaman yang biasa menimbulkan kecemasan (Haniba, 2018). Disini peran perawat kamar operasi adalah bagaimana caranya mengurangi tingkat kecemasan pasien pre operasi, diantaranya yaitu dengan menerapkan komunikasi terapeutik kepada pasien pre operasi. Namun faktanya dari studi pendahuluan yang telah dilakukan pada bulan juni tahun 2023 di ruang bedah RSD Nganjuk, di dapatkan dari 5 pasien hanya 2 pasien yang mendapatkan komunikasi terapeutik dengan baik dari perawat kamar bedah. Sehingga masih didapatkan sebanyak 3 pasien yang mengalami kecemasan pre operasi. Pada tahun 2020 ada 234 juta tindakan operasi di semua rumah sakit di dunia (WHO). Banyak penelitian di seluruh dunia melaporkan kecemasan pre operasi dengan prevalensi yang luas dan ini menunjukkan bahwa ini menjadi masalah utama selama perawatan bedah. Studi di seluruh dunia ( baik di negara maju dan berkembang ) mengungkapkan bahwa prevalensi kecemasan pre operasi berkisar antara 16,7% sampai 97% dan prevalensi kecemasan pra operasi yang dikumpulkan secara global adalah 48% ( Abate SM, et al, 2020). Di negara China, dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Xi-Rong Li, dkk pada tahun 2021, menunjukkan 258 pasien ( 25,9%) mengalami kecemasan pre operasi. Sedangkan data tindakan operasi di Indonesia pada tahun 2020 yakni sebesar 1,2 juta tindakan operasi (WHO, 2020). Komunikasi terapeutik dapat membantu klien memperjelas beban perasaan pikiran, dapat mengurangi kecemasan klien. Pelatihan komunikasi terhadap perawat menjadi point utama meningkatkan ketrampilan komunikasi yang efektif melalui komunikasi terapeutik yang direncanakan secara sadar dan dipusatkan serta bertujuan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi efektif bermanfaat dan berperan dalam kesembuhan klien, berhubungan dalam kolaborasi yang dilakukan perawat dengan tenaga kesehatan lainnya, dan juga berpengaruh pada kepuasan klien dan keluarga. Komunikasi memegang peranan yang cukup penting dalam hubungannya dengan upaya peningkatan kualitas layanan bagi perawat. ## PROFESIONAL HEALTH JOURNAL Volume 4, No. 2, Bulan Juni Tahun 2023(Hal. 422-428) https://www.ojsstikesbanyuwangi.com/index.php/PHJ (Suryani,2022). Beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk mengupayakan proses komunikasi yang efektif, yaitu antara lain: Sensitifitas kepada penerima komunikasi, kesadaran dan pengertian terhadap makna simbolis, penentuan waktu yang tepat dan umpan balik, komunikasi tatap muka (Anggorowati, et al, 2017). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik perawat terhadap kecemasan pasien pre operasi di RSD Nganjuk. ## METODE Desain penelitian yang digunakan yaitu penelitian korelasional dengan pendekatan pengumpulan data cross sectional dimana pengukuran variabel komunikasi terapeutik perawat dan variabel kecemasan pada pasien pre operasi dilakukan hanya satu kali pada satu waktu. Penelitian ini bertujuan untuk mencari ada tidaknya hubungan signifikan antara kedua variabel tersebut. Populasi dalam penelitian ini adalah rata- rata tindakan operasi dalam 3 bulan terakhir dan terdapat 86 pasien. Pemelihan sampel menggunakan teknik Accidental Sampling yang mana pasien yang melaksanakan operasi di bulan Juni 2023 yang menjadi sampel dalam penelitian ini dan terdapat 58 pasien. Instrument dalam penelitian ini pada variabel komunikasi menggunakan kuisioner dengan skala likert dengan nilai hasil uji validitas 0,902 dengan r table 0,384 dan reabilitas 0,907 dengan r kritis 0, 600. sedangkan untuk mengukur variabel kecemasan menggunakan kuisioner HARS. Semua data yang diperoleh tergolong data ordinal sehingga untuk uji statistik diuji statistik spearman rank dengan α (0,05). ## HASIL Tabel 1 Karakteristik Responden Secara Umum f % Usia 13-25 tahun 15 26 26-39 tahun 36 62 40-55 tahun 7 12 TOTAL 58 100 Pendidikan SD 6 10 SMP 14 24 SMA Perguruan Tinggi 31 7 54 12 TOTAL 58 100 Jenis kelamin Laki-laki 33 57 Perempuan 25 43 TOTAL 58 100 Status Pernikahan Belum Nikah 8 14 Sudah Menikah 43 74 Duda/Janda 7 12 TOTAL 58 100 Berdasarkan table 1 data umum terdapat sebagian besar (62%) usia 26-39 tahun sebanyak 36 pasien, sebagian besar (57%) pasien berjenis laki-laki sebanyak 33 pasien, dari segi pendidikan terdapat sebagian besar berpendidikan terakhir SMA sebanyak 31 pasien, berdasarkan dari status pernikahan sebagian besar (74%) pasien sudah menikah sebanyak 43 pasien. ## PROFESIONAL HEALTH JOURNAL Volume 4, No. 2, Bulan Juni Tahun 2023(Hal. 422-428) https://www.ojsstikesbanyuwangi.com/index.php/PHJ Tabel 2 Distribusi Frekuensi Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat N o Komunikas i Terapeutik Perawat Frekuens i (f) Persentas e (%) 1 2 3 Baik Cukup Kurang 42 14 2 72,41 24,14 3,45 Total 58 100 Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa dari 58 responden hampir seluruhnya 42 responden (72,41%) memiliki komunikasi terapeutik baik, Sebagian kecil 14 responden (24,14%) memiliki komunikasi terapeutik cukup dan sebagian kecil 2 responden (3,45 %) memiliki komunikasi terapeutik kurang. Tabel 3 Distribusi Frekuensi Kecemasan Pasien Pre Operasi N o Kecemas an Pasien Pre Operasi Frekue nsi (f) Persentas e (%) 1 2 3 4 Tidak ada Kecemas an Kecemas an Ringan Kecemas an Sedang Kecemas an Berat 0 6 47 5 0 10,34 81,03 8,63 Total 58 100 Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa dari 58 responden Sebagian besar 47 responden (81,03%) memiliki kriteria kecemasan sedang, sebagian kecil 6 responden (10,34%) memiliki kriteria kecemasan ringan, dan 5 responden (8,63%) memiliki kriteria kecemasan berat. ## Tabel.4 Tabulasi silang Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kecemasan Pasien Pre Operasi ## Komunikasi Terapeutik * Kecemasan Pre Operasi Crosstabulation Kecemasan Pre Operasi Kece masa n berat Tida k ada kece masa n Kece masa n ringa n Kece masa n sedan g Total Ko mu nik asi Ter ape utik bai k Count 0 5 42 0 47 % within Komu nikasi 0 45% 100 % 0 81% cuk up Count 0 6 0 0 6 % within Komu nikasi 0 54% 0 0 10,3 % kur ang Count 0 0 0 5 5 % within Komu nikasi 0 0 0 100 % 8,7% Total Count 0 11 42 5 58 % within Komu nikasi 100.0 % 100.0 % 100.0 % 100.0 % Uji statistik Spearman Rank didapatkan ρ value = 0,008 Berdasarkan tabel diatas dapat di lihat hampir seluruhnya yaitu 47 responden (81%%) memiliki kategori komunikasi ## PROFESIONAL HEALTH JOURNAL Volume 4, No. 2, Bulan Juni Tahun 2023(Hal. 422-428) https://www.ojsstikesbanyuwangi.com/index.php/PHJ terapeuti baik dan kecemasan sedang. Dari hasil uji statistik Spearman Rank angka dengan α = 0,05 dan didapatkan ρ value = 0,008 ≤ α yang berarti Ha diterima dan ada hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kecemasan Pasien Pre Operasi. ## PEMBAHASAN 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Komunikasi Terapeutik Perawat Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan bahwa dari 58 responden hampir seluruhnya 42 responden (72,41%) memiliki komunikasi terapeutik baik, Sebagian kecil 14 responden (24,14%) memiliki komunikasi terapeutik cukup dan sebagian kecil 2 responden (3,45 %) memiliki komunikasi terapeutik kurang. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan, yang direncana, mempunyai tujuan dan difokuskan kepada proses penyembuhan pasien. Komunikasi terapeutik ini digunakan untuk menciptakan hubungan yang baik antara perawat dengan pasien sehingga kebutuhan pasien dapat terpenuhi. Komunikasi terapeutik berbeda dengan komunikasi sosial, komunikasi terapeutik adanya hubungan saling membantu dalam dua pihak yang bertujuan untuk memberikan perawatan untuk mencapai tujuan (Kristyaningsih, 2018). Komunikasi yang baik akan mempengaruhi sebuah psikologis dan mental seseorang. Melakukan komunikasi terapeutik yang bertujuan menenangkan pasien yang akan menghadapi sesuatu yang besar sangatlah sulit tetapi itu harus di lakukan oleh seorang perawat yang berperan sebagai konselor dan educator kepada pasien. 2. Karakteristik Responden Kecemasan Pasien Pre Operasi Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan bahwa dari 58 responden Sebagian besar 47 responden (81,03%) memiliki kriteria kecemasan sedang, sebagian kecil 6 responden (10,34%) memiliki kriteria kecemasan ringan, dan 5 responden (8,63%) memiliki kriteria kecemasan berat. Berdasarkan pendapat dari Wahyudi et al (2019), kecemasan atau anxietas adalah rasa khawatir, takut yang tidak jelas sebabnya. Pengaruh kecemasan terhadap tercapainya kedewasaan, merupakan masalah penting dalam perkembangan kepribadian. Kecemasan merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakan. Baik tingkah laku normal maupun tingkah laku yang menyimpang, yang terganggu, kedua- duanya merupakan pernyataan, penampilan, penjelmaan dari pertahanan terhadap kecemasan itu. Jelaslah bahwa pada gangguan emosi dan gangguan tingkah laku, kecemasan merupakan masalah sulit. Stuart (2013) menjelaskan bahwa upaya dalam menangani kecemasan pada individu itu sendiri disebut dengan mekanisme koping, mekanisme koping akan berespon secara langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku karena timbulnya kecemasan. Kecemasan seseorang dalam menghadapi sesuatu hal yang tidak pernah dia alama dan berefek mencederai dirinya akan sangat mempengaruhi psikologis dan emosi seseorang apalagi saat menghadapi sebuah tindakan operasi. Tetapi kecemasan dapat kita kendalikan dengan kita mengatahui apa yang akan kita hadapi sehingga kita dapat mengantisipasi dengan membuat mekanisme koping yang baik untuk diri kita. 3. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kecemasan Pasien Pre Operasi Berdasarkan tabel diatas dapat di lihat hampir seluruhnya yaitu 47 responden (81%%) memiliki kategori komunikasi terapeuti baik dan kecemasan sedang. Dari hasil uji statistik Spearman Rank angka dengan α = 0,05 dan didapatkan ρ value = 0,00 8 ≤ α yang berarti Ha diterima dan ada hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat ## PROFESIONAL HEALTH JOURNAL Volume 4, No. 2, Bulan Juni Tahun 2023(Hal. 422-428) https://www.ojsstikesbanyuwangi.com/index.php/PHJ Dengan Kecemasan Pasien Pre Operasi . Menurut National Institute of Mental Health (2005) di Amerika Serikat terdapat 40 juta orang mengalami gangguan kecemasan pada usia 18 tahun sampai pada usia lanjut. Gangguang kecemasan diperkirakan diderita oleh 1 dari 10 manusia dan termasuk gangguan kecemasan pada pasien pre operasi. Rasa cemas memang biasa dihadapi semuaorang. Namun, rasa cemas disebut gangguan psikologis ketika rasa cemas menghalangi seseorang untuk menjalani kehidupan sehari-hari dan menjalani kegiatan produktif. Dalam proses keperawatan, perawat membina hubungan sesuai dengan tingkat perkembangan pasien dalam menyadari dan mengidentifikasi masalah, dan membantu pemecahan masalah akibat adanya stressor yang mungkin terjadi. Perawat memberikan umpan balik dan alternatif pemecahan untuk mengenali respon atau reaksi tubuh dan perubahan-perubahan yang timbul akibat tindakan pembedahan seperti : respon fisiologis berupa palpitasi, keringat dingin pada telapak tangan, tekan darah, respirasi peristaltik meningkat dan respon psikologis dapat berupa gugup, tegang, serta tidak enak, dan lekas terkejut. Berdasarkan asumsi peneliti dimana pasien yang mendapatkan komunikasi terapeutik yang baik 20 orang (60,6%) dan masih mengalami kecemasan sedang sebanyak 14 orang (42,2%) dikarenakan meskipun mendapatkan komunikasi terapeutik yang baik tapi pasien masih mengalami kecemasan sedang dikarenakan respon setiap individu berbeda-beda. Dilihat dari segi umur, pasien yang usia lanjut lebih beresiko mengalami kecemasan dikarenakan belum mampu memahami secara rinci bagaimana prosedur operasi yang akan dihadapi, sehingga meskipun mendapatkan komunikasi terapeutik yang baik pasien masih tetap mengalami kecemasan sedang (Wahyudin, 2023). Semakin baik komunikasi terapeutik semakin rendah tingkat kecemasan klien pra operasi digestif. Perawat yang memberikan informasi pra operasi yang merupakan bagian komunikasi terapeutik, sehingga mengembangkan rasa saling percaya yang didalam komunikasi tersebut terdapat seni penyembuhan yaitu mengatasi kecemasan klien di Ruang Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr. Saiful Anwar Malang. Disarankan pihak Rumah sakit memberikan pelatihan komunikasi terapeutik secara berkala kepada perawat (Rosyidah dan Cahyono, 2023). ## KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil dari penelitian ini terdapat 42 responden melakukan komunikasi terapeutik baik dan tingkat kecemasan sedang 47 responden. Berdasarkan hasil uji statistik Spearman Rank angka dengan α = 0,05 dan didapatkan ρ value = 0,008 ≤ α yang berarti Ha diterima dan ada hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kecemasan Pasien Pre Operasi. Salah satu untuk meningkatkan pelayanan diwajibkan perawat mempelajari teknik komunikasi terapeutik dan mengaplikasikan dalam setiap tindakan keperawatan. ## UCAPAN TERIMA KASIH Diucapkan kepada STIKes Satria Bhakti Nganjuk, RSD Nganjuk, P3M STIKes Satria Bhakti Nganjuk serta teman-teman dosen yang telah mendukung dalam keberhasilan penelitian ini dapat terselesaikan. ## DAFTAR PUSTAKA Achmad, A. (2019). Physical Theraphy Special Test II. Makassar: Profesional physiotherapy. ## PROFESIONAL HEALTH JOURNAL Volume 4, No. 2, Bulan Juni Tahun 2023(Hal. 422-428) https://www.ojsstikesbanyuwangi.com/index.php/PHJ Amalia Hakim., Yasir Haskas., Lisa Fauzia. (2022). Hubungan Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Di RS Sumantri Parepare. Skripsi. Makasar: STIKES Nani Hasanudin Makasar. https://jurnal.stikesnh.ac.id/index.php/ji mpk/article/view/987/724 Anjaswarni,T. (2016). Komunikasi dalam Keperawatan: Modul Bahan Ajar Keperawatan. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI. Haniba, S. Wulandari. (2018). Analisa Faktor-Faktor Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Yang Akan Menjalani Operasi. Skripsi. Jombang: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika. http://repo.stikesicme-jbg.ac.id Ladesvita, F., & Khoerunnisa, N. (2017). 5 Dampak Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan Pasien Di Puskesmas Warakas Jakarta Utara. Skripsi. Jakarta Akademi Keperawatan Husada Karya Jaya. https://ejurnal.husadakaryajaya.ac.id/ind ex.php/JAKHKJ/article/view/44 Nuridha, A. (2019). Tahapan Komunikasi Terapeutik Dalam Penyembuhan Pasien Depresi. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. https://digilib.uin- suka.ac.id/id/eprint/38067/ Ndani, S., Sumiatin, T., & Ningsih, W. T. (2018). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Lansia Pre Operasi Katarak di Poli Mata RSUD dr. R Koesma Tuban . Jurnal Keperawatan, 11(1), 13–17. http://journal.poltekkesdepkessby.ac.id/i ndex.php/KEP/article/view/1437 Nursalam. (2020). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis, Edisi 5. Jakarta: Selemba Medika. Rosyidah, N. E., Maulida, R., Mumpuni, R. Y., & Cahyono, B. D. (2023). Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik dengan Tingkat Kecemasan Klienpra Operasidigestif di Ruang Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr. Saiful Anwar Malang. Malahayati Nursing Journal , 5 (2), 306-323. Suryani. (2022) Komunikasi Terapeutik Teori & Praktik, Ed 2, ECG , Jakarta. EGC Medical Publisher Wahyudin, W. (2023). Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Pre Operasi Apendisitis Dalam Mengurangi Kecemasan. Mandala Of Health , 13 (2), 22-32.
35a53331-de65-4666-adca-2a7b073d0bf6
https://ejurnal.its.ac.id/index.php/teknik/article/download/36860/5329
Abstrak —PDRB Jawa Tengah berdasarkan lapangan usaha tahun 2016 menunjukkan sektor industri pengolahan memiliki kontribusi terbesar dan terus mengalami kenaikan 4,3%. Untuk meningkatkan perekomian, Kementrian Perindustrian merencanakan pengembangan zona industri. Sehingga diperlukan infrastruktur transportasi sebagai penunjang kegiatan industri. Pelabuhan Tanjung Emas merupakan pelabuhan yang sangat berperan di Jawa Tengah dimana 47% total arus muatan Jawa Tengah melalui Pelabuhan Tanjung Emas pada tahun 2016. Di sisi lain Terminal Kendal saat ini sedang dalam pengembangan yang direncanakan menjadi penunjang Pelabuhan Tanjung Emas. Tugas akhir ini bertujuan untuk mengetahui kondisi eksisting muatan peti kemas dan curah kering di Jawa Tengah dan Pelabuhan Tanjung Emas serta mengetahui dampak Terminal Kendal terhadap zona industri di Jawa Tengah. Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah peti kemas di Jawa Tengah tahun 2016 sebesar 67% dan curah kering 12%. Sedangkan di Pelabuhan Tanjung Emas jumlah peti kemas tahun 2016 sebesar 61% dan muatan curah kering sebesar 19%. Kemudian untuk mengetahui dampak Terminal Kendal terhadap zona industri dilakukan analisis biaya transportasi menggunakan 3 skenario. Hasil analisis menunjukkan bahwa Terminal Kendal tidak memberikan dampak terhadap zona industri dengan skenario 1 dan 2. Sedangkan dengan menggunakan skenario 3, Terminal Kendal memberikan dampak penurunan biaya transportasi yaitu untuk muatan curah kering tujuan Kabupaten tegal terjadi penurunan biaya sebesar 4% dan untuk muatan peti kemas terjadi penurunan 9% terhadap zona industri di Kabupaten Banyumas, Kabupaten Batang, Kabupaten Brebes, Kabupaten Kendal, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Tegal, Kabupaten Temanggung, dan Kabupaten Wonosobo. Kata Kunci —Biaya Transportasi, Industri, Terminal Kendal, Pelabuhan Tanjung Emas. ## I. PENDAHULUAN ADA tahun 2016 Provinsi Jawa Tengah berada pada posisi keempat dalam kontribusi PDB atas harga konstan berdasarkan provinsi yaitu dengan kontribusi sebesar 9%. PDRB Jawa Tengah sendiri berdasarkan lapangan usaha tahun 2016 menunjukkan beberapa sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap PDRB Jawa Tengah dimana sektor yang memberikan kontribusi terbesar adalah sektor industri pengolahan dengan kontribusi 34,9% [1]. Bersamaaan dengan hal tersebut, Kementrian Perindustrian merencanakan pengembangan zona industri untuk menunjang program percepatan petumbuhan ekonomi nasional. Untuk menunjang kegiatan perindustrian maka dibutuhkan infrastruktur penunjang kegiatan industri, salah satunya adalah infrastrukur transportasi. Pelabuhan Tanjung Emas merupakan pelabuhan yang memiliki peran penting dalam pertukaran arus barang di Jawa Tengah. Sebesar 47% arus muatan Jawa Tengah melalui Pelabuhan Tanjung Emas. Di sisi lain, saat ini sedang dilakukan pengembangan sebuah pelabuhan yaitu Terminal Kendal yang berada dalam satu wilayah DLKr dan DLKP dengan Pelabuhan Tanjung Emas. Terminal Kendal ini direncanakan menjadi pelabuhan penunjang dari Pelabuhan Tanjung Emas [2]. Sehubungan peran Pelabuhan Tanjung Emas terhadap industri di Jawa Tengah serta rencana pengembangan Terminal Kendal sebagai pelabuhan penunjang Pelabuhan Tanjung Emas, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu mengenai bagaimana kondisi eksisting muatan zona industri dan bagaimana dampak pengembangan Terminal Kendal terhadap biaya transportasi industri di Jawa Tengah. Dengan menganalisis biaya transportasi industri melalui Terminal Kendal maka dapat diketahui apakah Terminal Kendal memilik hinterland di Jawa Tengah dan seberapa besar dampak yang diberikan tehadap biaya transportasi yang ditanggung oleh industri. ## II. METODE PENELITIAN ## A. Tahap Identifikasi Permasalahan Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap permasalahan mengenai pembangunan dan pengembangan industri di Jawa Tengah serta rencana pengembangan Terminal Kendal. Berdasarkan identifikasi permasalahan, didapatkan bahwa perlu untuk mengetahui kondisi eksisting dari muatan di Jawa Tengah dan zona industri serta mengetahui bagaimana dampak pengembangan Terminal Kendal terhadap biaya transportasi zona industri di Jawa Tengah ## B. Pengumpulan Data Terdapat beberapa data yang dibutuhkan untuk analisis jumlah muatan dan analisis biaya transportasi laut. Data yang dibutuhkan antara lain 1. Data Angkutan Laut : spesifikasi kapal & permesinan 2. Data Angkutan Darat ## Analisis Dampak Pengembangan Pelabuhan di Suatu Wilayah: Studi Kasus Terminal Kendal Jawa Tengah Rafidah Agni, Irwan Tri Yunianto, dan Christino Boyke S.P. Departemen Teknik Transportasi Laut, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) e-mail : christino.boyke@gmail.com P Jarak antara pelabuhan asal dan pelabuhan tujuan Spesifikasi moda angkutan darat 3. Data Pelabuhan Fasilitas pelabuhan Tarif layanan pelabuhan Jarak antara pelabuhan asal dan pelabuhan tujuan Arus Barang 4. Data Industri : proporsi luas area industri ## C. Analisis Kondisi Eksisting Dalam penelitian ini dilakukan analisis kondisi eksisting terhadap objek penelitian yang diantaranya adalah: 1. Jumlah Kapal, Jumlah Muatan, Historis Kedatangan Kapal Analisis tersebut dilakukan untuk mengetahui tren muatan dan kedatangan kapal di pelabuhan tanjung emas. Selain itu historis kedatangan kapal akan digunakan sebagai dasar penetapan kluster kapal. 2. Kapasitas Pelabuhan Pelabuhan Tanjung Emas Kapasitas Pelabuhan Tanjung Emas digunakan untuk mengetahui berapa batas kemampuan pelabuhan untuk menangani arus muatan dari zona industri. 3. Produksi Muatan Zona Industri. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui jumlah muatan industri yang akan menjadi potensi muatan Pelabuhan Tanjung Emas dan Terminal Kendal Kapasitas Pelabuhan Tanjung Emas dan produksi muatan industri saling berhubungan. Jumlah arus muatan yang dapat dilayani oleh Pelabuhan Tanjung Emas selain bergantung dengan biaya transportasi yang ditanggung industri juga dipengaruhi oleh kapasitas dari pelabuhan itu sendiri. ## D. Analisis Dampak Biaya Transportasi Industri Terdapat beberapa tahap dalam analisis dampak biaya transportasi industri yang diantaranya adalah 1. Perhitungan Biaya Transportasi Darat Perhitungan biya transportasi darat dari Terminal Kendal dan Pelabuhan Tanjung Emas ke masing-masing zona industri di Jawa Tengah 2. Perhitungan Biaya Transportasi Laut Perhitungan biaya transportasi laut dari pelabuhan asal ke masing-masing Terminal Kendal dan Pelabuhan Tanjung Emas. Pelabuhan asal yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelabuhan banjarmasin, pontianak, balikpapan, dan bima dengan masing-masing variasi jarak pelabuhan asal ke tujuan berturut-turut sekitar 600 nm, 800 nm, 1090 nm, dan 1040 nm. Perhitungan biaya transportasi lau dilakukan dengan menggunakan 3 skenario. Secara umum skenario 1 adalah skenario pengiriman muatan peti kemas dan curah kering melalui Terminal Kendal dan Pelabuhan Tanjung Emas dengan kondisi eksisting. Untuk skenario 2 adalah skenario pengiriman muatan curah kering hanya melalui Terminal Kendal, sedangkan untuk muatan peti kemas hanya melalui Pelabuhan Tanjung Emas, dengan kondisi eksisting. Terminal jumlah dan skenario adalah pada pola pengirim spesifikasi skenario 1 dijelaskan pada tabel berikut Tabel 1. ## Perbandingan Spesifikasi Pelabuhan Skenario 1 No Perbandingan Terminal Kendal Pelabuhan Tanjung Emas 1 Sarat Pelabuhan 5 m 12 m 2 Muatan Curah Kering (CK) Peti Kemas (PK) Curah Kering (CK) Peti Kemas (PK) 3 Alat Bongkar Muat, Produktivitas CK: Escavator, 87 ton/jam PK: Crane Kapal, 15 Box/jam CK: Luffing Crane, 100 ton/jam PK: Crane Kapal, 25 Box/jam 4 Tarif Pelabuhan Tarif Pelabuhan Sinabang, Simeulue, Aceh Tarif Pelabuhan Tanjung Emas Skenario 2 dan Skenario 1 pada dasarnya sama, namun pada skenario 2 muatan peti kemas hanya dilayani di Pelabuhan Tanjung Emas sedangkan muatan curah kering hanya dilakukan di Terminal Kendal. Skenario 2 ini merupakan skenario yang timbul dikarenakan sifat muatan curah kering dan peti kemas yang berbeda dimana pengangkutan muatan peti kemas dapat dilakukan bersamaan dalam satu kapal peti kemas yang sama karena tipe muatan yang sama sehingga muatan yang diangkut dapat semakin banyak, oleh karena itu pelabuhan dengan sarat terbesar dianggap paling menguntungkan karena dapat dimasuki oleh kapal yang besar. Berbeda dengan muatan curah kering yang hanya mengangkut satu tipe muatan saja. Kemudian untuk skenario 3 adalah skenario dimana kedalaman, tarif layanan, jenis, jumlah, dan produktivitas alat bongkar muat Terminal Kendal sama dengan Pelabuhan Tanjung Emas. Dalam skenario ini dilakukan perbandingan biaya transportasi apabila Terminal Kendal memiliki kapasitas yang sama dengan Pelabuhan Tanjung Emas dan hanya dibedakan oleh jarak antara zona industri dan pelabuhan asal. 3. Perhitungan Biaya Satuan Biaya satuan transportasi dari pelabuhan ke zona industri tujuan akan menentukan hinterland dari masing- masing pelabuhan. Pelabuhan yang menimbulkan biaya transportasi paling kecil akan menjadi pelabuhan yang digunakan industri untuk melakukan pengiriman barang. Dengan diketahui hinterland dari masing-masing pelabuhan, maka dapat diketahui apakah Terminal Kendal memiliki hinterland dan seberapa besar biaya transportasi yang dapat diturunkan dibandingkan melakukan pengiriman melalui Pelabuhan Tanjung Emas. ## III. KONSEP DAN URAIAN PENELITIAN ## A. Perhitungan Produksi Muatan Industri Data proporsi muatan luas area industri digunakan untuk menghitung jumlah muatan zona industri. Bangkitan (produksi) dan tarikan muatan zona industri didapatkan dari perkalian luas area industri dengan tetapan bangkitan dan tarikan muatan. ketetapan bangkitan dan tarikan muatan berturut-turut adalah sebesar 3,5 TEUs/bulan/Ha dan 3,0 TEUs/bulan/Ha [3]. Dalam penelitian ini, muatan curah kering akan diasumsikan memiliki berat sebesar 20 ton per TEUs, sedangkan untuk muatan peti kemas diasumsikan memiliki berat 15 ton per TEUs nya. ## B. Konsep Biaya Transportasi Darat Komponen biaya trasportasi darat adalah biaya tetap, biaya operasional, dan biaya overhead. Biaya tetap adalah biaya yang akan tetap dikeluarkan oleh pengirim barang saat keadaan operasional maupun dalam keadaan non operasional. Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan karena kegiatan operasional. Biaya overhead adalah biaya tidak langsung seperti biaya peralatan cadangan dan biaya cadangan tenaga kerja yang diperlukan untuk menjalankan kendaraan yang efisien. Biaya kapital dalam biaya transportasi darat adalah biaya sewa angkutan darat dikalikan dengan lama sewa. Lama sewa kendaraan didapatkan dari waktu perjalanan dari asal ke tujuan kemudian dikalian dengan jumlah roundtrip yang dilakukan kendaran. Komponen dari biaya operasional adalah biaya bahan bakar, biaya oli dan pelumas, serta biaya perawatan dan perbaikan. Biaya total bahan bakar didapatkan dengan membagi jarak dengan rasio pemakaian bahan bakar, kemudian dikalikan dengan harga bahan bakar tersebut. sedangkan biaya oli dan pelumas serta biaya perawatan dan perbaikan adalah sebesar 5% dari biaya bahan bakar [4]. Kemudian untuk komponen dari biaya overhead adalah biaya gaji pegawai, biaya administrasi, biaya cadangan, dan biaya asuransi. Biaya overhead adalah sebesar 13% dari biaya kapital [4]. Penjumlahan dari ketiga komponen biaya transportasi darat tersebut kemudian dibagi dengan jumlah muatan yang diangkut untuk mendapatkan biaya satuan transportasi darat. ## C. Konsep Biaya Transportasi Laut Secara umum biaya transportasi laut terdiri dari Biaya Modal ( Capital Cost ), Biaya Operasional ( Operational Cost ), Biaya Pelayaran (Voyage Cost) dan Biaya Bongkar Muat ( Cargo Handling Cost ). Namun dalam penelitian ini digunakan Time Charter Hire (TCH) yang merupakan biaya sewa kapal. TCH sudah mencakup biaya modal dan biaya operasional, sehingga rumusan biaya transportasi laut adalah sebagai berikut CHC VC TCA TC    Keterangan: TC : Total Cost TCH : Time Charter Hire VC : Voyage Cost CHC : Cargo Handling Cost [3] TCH didapatkan dari mengalikan tarif sewa kapal dengan waktu operasional kapal. Untuk mendapatkan tarif sewa kapal dilakukan regresi data ukuran kapal dan tarif sewa kapal. Komponen biaya transportasi laut kedua adalah voyage cost. Voyage Cost sendiri terdiri dari biaya bahan bakar dan biaya pelabuhan. Kemudian komponen biaya transportasi darat lainnya adalah cargo handling cost yaitu biaya yang dikeluarkan untuk penanganan muatan di pelabuhan. ## D. Konsep Perhitungan Biaya Satuan Transportasi Biaya transportasi darat dan biaya transportasi laut dijumlahkan untuk mendapatkan biaya total pengiriman barang. Kemudian biaya total pengiriman barang dibagi dengan jumlah muatan yang dikirimkan untuk mendapatkan biaya satuan transportasi. ## IV. GAMBARAN KONDISI SAAT INI ## A. Perindustrian di Jawa Tengah Sektor perindustrian dalam kontribusi PDRB di Jawa Tengah dari tahun 2012 Hingga tahun 2016 memiliki proporsi yang paling besar yaitu sebesar 34,9%. Zona industri Jawa Tengah berada di hampir seluruh Kabupaten/ Kota sejumlah 28 zona industri dengan total luasan zona industri sebesar 38.327 ha. Industri unggulan di jawa tengah antara lain adalah industri makanan, industri pengolahan kayu, bambu, dan rotan, serta industri tekstil. Dari segi jarak antara pelabuhan tajung emas dan Terminal Kendal ke maisng-masing zona industri. Pelabuhan Tanjung Emas memiliki lokasi yang strategis karena berdekatan dengan banyak zona industri di Jawa Tengah. Hal tersebut wajar dikarenakan Pelabuhan Tajung Emas sendiri berada di ibukota provinsi Jawa Tengah, dimana merupakan pusat kegiatan perekonomian dan pemerintahan. Berikut daftar zona industri yang berdekatan dengan Pelabuhan Tanjung Emas maupun Terminal Kendal. Tabel 2. Jangkauan Pelabuhan Terhadap Zona Industri Pelabuhan Pelabuhan Tanjung Emas Terminal Kendal Zona industri Blora, Boyolali, Cilacap, Demak, Grobogan, Jepara, Karanganyar, Klaten, Kudus, Magelang, Pati, Rembang, Semarang, Sragen, Sukoharjo, Wonogiri, Kota Salatiga, Kota Semarang Banyumas, Batang, Brebes, Kendal, Pekalongan, Pemalang, Purbalingga, Tegal, Temanggung, Wonosobo ## B. Pelabuhan Tanjung Emas Pelabuhan Tanjung Emas merupakan pelabuhan utama di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki peran penting terhadap kegiatan transportasi barang di Provinsi Jawa Tengah. Sebesar 47% arus muatan jawa tengah melalui Pelabuhan Tanjung Emas. Pelabuhan Tanjung Emas melayani semua jenis barang yaitu peti kemas, curah kering, curah cair, dan general cargo. Dari tahun 2013-2017 muatan peti kemas dan muatan curah kering terus berada pada jumlah muatan terbanyak. Berikut adalah arus muatan Pelabuhan Tanjung Emas tahun 2016 ## Gambar 1. Arus muatan 2013-2017. Sama halnya dengan jumlah kedatangan di Pelabuhan Tanjung Emas tahun 2017, kedatangan kapal peti kemas dan curah kering merupakan kedatangan kapal terbanyak dengan proporsi berturut-turut 67% dan 12%. Berikut adalah gambaran proporsi kedatangan kapal di Pelabuhan Tanjung Emas. Gambar 2. Proporsi Kedatangan Kapal Tahun 2017. Untuk melakukan kegiatan operasional, Pelabuhan Tanjung Emas memiliki beberapa fasilitas utama yang salah satunya adalah dermaga, alat bongkar muat, dan lapangan penumpukan. Kedalaman maksimal Pelabuhan Tanjung Emas adalah sebesar 12 m. Alat bongkar peti kemas di Pelabuhan Tanjung Emas adalah Rubber Tyred Gantry sebanyak 23 unit dan untuk curah kering adalah Luffing Crane sebanyak 2 unit. ## C. Terminal Kendal Terminal Kendal baru beroperasi tahun 2016 dan saat ini baru melayani kapal penyeberangan Ferry tujuan Karimunjawa dan kapal Ferry Ro-Ro tujuan Pelabuhan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat. Berikut adalah arus barang di Terminal Kendal tahun 2016-2017 ## Gambar 3. Arus Barang Terminal Kendal. Dalam rencana jangka panjang yang dituliskan pada Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Emas tahun 2013, Terminal Kendal akan dikembangkan sebagai terminal yang melayani muatan log, batubara, dan curah cair [1]. Untuk mendukung kegiatan operasional, Terminal Kendal memiliki fasilitas darat dan fasilitas laut yang diantaranya alur pelayaran, dermaga, dan kolam pelabuhan. Kedalaman area alur pelayaran Terminal Kendal yang berada di luar breakwater berkisar antara -3,5 m LWS hingga -8,9 m LWS. Sedangkan untuk kedalaman perairan kolam Terminal Kendal hingga pintu masuk Terminal Kendal yaitu antara -1,3 mLWS hingga -4,6 m LWS. Panjang dermaga penyebrangan Terminal Kendal 110 m, lebar 15 m, dan kedalaman -5 m LWS. Selain itu terdapat fasilitas penunjang lainnya yaitu ruang tunggu penumpang. ## V. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ## A. Perhitungan Muatan Zona Industri Jawa Tengah Perhitungan muatan zona industri dilakukan seperti yang sudah dijelaskan pada bab konsep dan uraian penelitian. Sehingga didapatkan muatan zona industri sebagai berikut Gambar 4. Total Jumlah Muatan Zona Industri (ton). Dari tabel tersebut diketahui muatan peti kemas merupakan muatan terbanyak dengan jumlah 1,8 juta ton. Sedangkan untuk muatan curah kering berada pada posisi ketiga terbanyak yaitu sebesar 317 ribu ton. ## B. Perhitungan Kapasitas Pelabuhan Tanjung Emas Kapasitas pelabuhan dapat ditunjuk dilihat dari kapasitas demaga dan kapasitas penumpukan. Kapasitas dermaga dalam setahun didapatkan dari perkalian produktivitas alat, jumlah alat, dan jam operasional dalam setahun. Sedangkan perhitungan kapasitas lapangan penumpukan peti kemas diperoleh dari perkalian luas lahan yang digunakan peti kemas dalam setahun, rata-rata lama penumpukan peti kemas dalam setahun,dan tinggi tumpukan peti kemas. Kapasitas terkecil diantara keduanya akan menjadi kapasitas dari pelabuhan tanjung emas. Kapasitas penumpukan muatan curah kering dihitung dikarenakan di Pelabuhan Tanjung Emas, muatan curah kering langsung dibongkar dari kapal ke truk maupun sebaliknya. Berikut adalah perhitungan kapasitas dermaga dan lapangan penumpukan Pelabuhan Tanjung Emas. Tabel 3. Kapasitas Dermaga Pelabuhan Tanjung Emas Faktor Dermaga Peti Kemas Dermaga Curah Kering Satuan Produktivitas Alat 25 box/jam 100 ton/jam Jumlah Alat 23 3 Waktu operasional setahun 7.665 7.665 Jam Kapasitas Dermaga 66.110.625 2.299.500 ton/tahun Tabel 4. Lapangan Penumpukan Peti Kemas Faktor Lapangan Penumpukan Peti Kemas Satuan Luas Efektif 203.990 m2 Luas Muatan 15 m2 Tinggi Tumpukan 3 M Lama Penumpukan 1 jam Hari Kerja 1 Tahun 365 jam Kapasitas Penumpukan 14.891.270 TEUs/tahun Kapasitas dermaga peti kemas kemudian dikonversi menjadi satuan TEUs/tahun sehingga didapatkan kapasitas dermaga peti kemas Pelabuhan Tanjung Emas adalah 4.407.375 TEUs/tahun. Jika dibandingkan dengan kapasitas lapangan penumpukan maka kapasitas yang menjadi kapasitas pelabuhan tanjung emas adalah kapasitas dermaga yaitu untuk peti kemas sebesar 4.407.375 TEUs/tahun dan muatan curah kering sebesar 2.299.500 ton/tahun. ## C. Klusterisasi Kapal Klusterisasi kapal dilakukan berdasarkan histori sarat kapal peti kemas dan curah kering yang pernah singgah di Pelabuhan Tanjung Emas. Batas sarat kapal maksimal di Terminal Kendal adalah 4 m karena sarat maksimal Terminal Kendal adalah 5 m. Sedangkan sarat kapal maksimal di Pelabuhan Tanjung Emas adalah 11 karena sarat maksimal pelabuhan adalah 12 m. Klusterisasi kapal dibagi menjadi tiga yaitu kapal ukuran kecil, kapal ukuran sedang, dan kapal ukuran besar. Batasan untuk kapal kecil berdasarkan sarat terkecil diantara Pelabuhan Tanjung Emas dan Terminal Kendal yaitu sebesar 4 m, namun dalam hal ini diambil sarat 4,9 m karena tidak terdapat kapal peti kemas yang memiliki sarat dibawah 4 m. Kapal yang diambil sebagai sampel untuk kluster kapal kecil muatan peti kemas adalah MV Coastal Venture yang memiliki sarat 5 m. Setelah dilakukan analisis load factor yang memenuhi agar kapal dapat masuk ke Terminal Kendal, didapatkan bahwa maksimal load factor kapal tersebut adalah 70%. Kemudian untuk batas atas dari kluster kapal besar adalah sarat maksimal dari Pelabuhan Tanjung Emas dan Terminal Kendal yaitu 10,9. Dari beberapa pertimbangan sarat pelabuhan maka ditetapkan untuk kluster kapal kecil memiliki sarat dari 2 – 4,9 m, kapal sedang 5 – 7,9 m, dan kapal besar 8 – 10,9 m. Berikut adalah spesifikasi masing-masing kluster kapal. Tabel 5. Spesifikasi Kluster Kapal Kluster Nama kapal Tipe Kapal DWT (ton) LPP (m) B (m) T (m) Kecil KM Permata Hati Curah Kering 1.287 60 11 4 MV Coastal Venture Peti Kemas 1.478 121 18 5 Sedang KV Simore Curah Kering 9.488 137 23 7 MV Meratus Medan 1 Peti Kemas 15.742 126 21 8 Besar MV Vega Aquarius Curah Kering 56.865 190 32 10,9 MV HS.Onore Peti Kemas 37.465 133 16 10,9 D. Penentuan Hinterland Pelabuhan Penentuan hinterland ditinjau berdasarkan biaya transportasi laut yang telah dihitung sebelumnya. Sehingga didapatkan hinterland pelabuhan untuk tiap pengiriman pada maisng-masing skenario 1. Skenario 1 Skenario 1 didapatkan bahwa biaya satuan transportasi melalu Terminal Kendal jauh lebih murah jika melalui Pelabuhan Tanjung Emas. Berikut adalah selisih biaya satuan transportasi dengan biaya trasportasi melalui Pelabuhan Tanjung Emas lebih rendah untuk semua muatan dari semua pelabuhan asal ke semua zona industri tujuan ## Gambar 5. Persentase Selisih Biaya Satuan Pelabuhan Tanjung Emas. Sehingga total muatan yang berpotensi menjadi muatan Pelabuhan Tanjung Emas untuk muatan curah kering sebesar 3.805.541 ton dan untuk muatan peti kemas sebesar 1.120.147 ton. Namun potensi arus muatan curah kering lebih besar daripada kapasitas Pelabuhan Tanjung Emas yaitu 2.299.500 ton. Sehingga muatan curah kering sebesar 1.506.041 ton perlu dipindahkan ke Terminal Kendal. Muatan yang berpindah ke Terminal Kendal adalah muatan milik zona industri yang memiliki selisih biaya pengiriman terkecil antara melalui Pelabuhan Tanjung Emas dan Terminal Kendal. Zona industi tersebut adalah Kabupaten Cilacap, Kabupaten Tegal, dan Kabupaten Wonogiri dengan persentase selisih berturut-turut 71%, 76%, 76%. Total muatan dari ketiga zona industri tersebut sebesar 1.739.995 ton yang mana jumlah muatan tersebut sudah melebihi jumlah muatan yang perlu dialihkan ke Terminal Kendal dan tidak kurang dari jumlah muatan yang perlu dialihkan. Sehingga dapat digambarkan hinterland Pelabuhan Tanjung Emas dan Terminal Kendal sebagai berikut Gambar 6. Hinterland Pelabuhan Skenario 1. 2. Skenario 2 Hasil dari analisis skenario 2, rata-rata biaya total pengiriman semua jenis muatan dan asal tujun melalui Pelabuhan Tanjung Emas 31 % lebih murah daripada melalui Terminal Kendal. Rincian selisih total biaya dari masing- masing pelabuhan asal dengan biaya total transportasi barang lebih murah melalui Pelabuhan Tanjung Emas ditampilkan pada grafik berikut ## Gambar 7. Persentase Selisih Biaya Satuan Karena pada skenario 2 lebih mahal daripada skenario 1 maka hinterland dari masing-masing pelabuhan menggunakan hinterland skenario 1. 3. Skenario 3 Dari hasil analisis biaya transportasi didapatkan bahwa biaya pengiriman muatan curah kering ke tujuan Tegal rata- rata lebih murah 4% melalui Terminal Kendal. Sedangkan zona industri tujuan lain 7% lebih murah melalui Pelabuhan Tanjung Emas. Untuk muatan peti kemas biaya pengiriman ke tujuan Kabupaten Banyumas, Kabupaten Batang, Kabupaten Brebes, Kabupaten Kendal, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Tegal, Kabupaten Temanggung, dan Kabupaten Wonosobo lebih murah 9% melalui Terminal Kendal. Sedangkan untuk tujuan zona industri yang lain lebih murah 14% melalui Pelabuhan Tanjung Emas. Berikut adalah gambaran dari hinterland pelabuhan untuk skenario 3. Gambar 8. Hinterland Skenario 3 VI. KESIMPULAN/RINGKASAN Dari hasil penelitian dan perhitungan yang telah dilakukan, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Kondisi eksisting muatan curah kering dan muatan peti kemas a. Jumlah produksi muatan peti kemas di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2016 sebesar 1.120.147 TEUs yaitu 67% dari keseluruhan muatan sedangkan matan curah kering sebesar 3.805.540 ton yaitu sebesar 12% dari keseluruhan muatan. b. Rata-rata jumlah muatan peti kemas Pelabuhan Tanjung Emas tahun 2016 sebesar 61% sedangkan untuk muatan curah kering sebesar 19% 2. Dari sisi biaya transportasi laut, Terminal Kendal tidak memberikan dampak terhadap industri di Jawa Tengah dengan pola pengiriman barang skenario 1 dan skenario 2. Namun dengan pola pengiriman barang skenario 3, Terminal Kendal memberikan dampak penurunan biaya transportasi yang relatif kecil yaitu untuk muatan curah kering tujuan Kabupaten Tegal terjadi penurunan biaya sebesar 4% dan untuk muatan peti kemas sebesar 9% dengan tujuan zona industri di Kabupaten Banyumas, Kabupaten Batang, Kabupaten Brebes, Kabupaten Kendal, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Tegal, Kabupaten Temanggung, dan Kabupaten Wonosobo. ## UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada PT. Pelindo III Cabang Tanjung Emas, Disperindag Jawa Tengah. DAFTAR PUSTAKA [1] BPS Jawa Tengah, “BPS Jawa Tengah,” Jawa Tengah, 2017. [2] Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur, “Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN) Pelabuhan Tanjung Emas, Jawa Tengah,” Semarang, 2013. [3] Kementerian Perindustrian Indonesia, “Pedoman Teknis Kawasa Industri. Indonesia, Patent No. 35/M-IND/PER/3/2010,” 2010. [4] S. Chopra and P. Meindl, Supply Chain Management Strategy, Planning, And Operation , 5th ed. Prentice Hal, Inc, 2013.
39df9cc4-5e57-463c-b848-e0f93b3ecfa9
https://journal.uir.ac.id/index.php/Medium/article/download/9361/4517
## Pengaruh Terpaan Tayangan Review Gadget Di Youtube Terhadap Minat Beli Anggota Komunitas Game @Freefireriau Muhammad Ikhsan 1 , Yudi Daherman 2 Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Riau, Indonesia 12 Email Korespondensi: yudidaherman@comm.uir.ac.id Diterima: 12 Maret 2021 Disetujui: 13 Maret 2021 Diterbitkan: 01-12-2022 ## Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh dari terpaan review gadget terhadap minat beli anggota komunitas game @Freefireriau. Review gadget merupakan sebuah content video ulasan mengenai gadget, dimana didalamnya reviewer akan mengulas produk-produk gadget yang kemudian diupload ke youtube. Penelitian ini menggunakan Teori SOR (StimulusOrganism-Response) dengan asumsi dimana pesan yang tersampaikan dapat menimbulkan sebuah respon ataupun motivasi yang mana dapat terjadinya suatu perubahan pada sikap perilaku dimana bentuk perubaha perikalu di sini merupakan minat beli. Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan sampel sebesar 85 orang menggunakan non probality sampling penggunaan teknik purposive sampling. Dengan menggunakan kuesioner sebagai instument yang selanjutnya di olah menggunakan program SPSS 25. Uji Validitas Instrumen dilakukan dengan menggunakan Correlation Product Moment lanjut Uji Reliabilitas dengan Alpha Cronbach, Untuk analisis mengunakan Uji Regresi Linear Sederhana. Hasil didapatkan bahwa Terpaan Review Gadget terhadap Minat Beli Anggota Komunitas Game @Freefireriau terdapat pengaruh yang signifikan. Dengan hasil Koefisien Determinasi nilai R sebesar 0,696 yang menunjukan dalam kategori yang kuat dan nilai R Square (R2 ) 0,484 atau menujukan bahwa pengaruh Terpaan Review Gadget Terhadap Minat Beli adalah 48,4% dimana ini termasuk kedalam kategori sedang, dan untuk sisahnya 51,6% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak terdapat dalam penelitian ini. Kata Kunci: Terpaan Media, Review Gadget, Youtube, Minat Beli ## Abstract This study aims to see the big influence of exposure to gadget reviews on buying interest in the @Freefireriau game community members. Gadget review is a video review content about gadgets, in which the reviewer will review gadget products which are then uploaded to YouTube. This study uses the theory of SOR (Stimulus-Organism-Response) with the assumption that the message conveyed is a response or motivation which can carry out a change in attitude behavior where the form of behavior change here is buying interest. In this study, the research method used was quantitative with a sample of 85 people using non- probability sampling using purposive sampling technique. By using a questionnaire as an instrument which was then processed using the SPSS 25 program. The validity test of the instrument was carried out using Correlation Product Moment and further Reliability Test with Alpha Cronbach, for analysis using the Simple Linear Regression Test. The results show that the Gadget Review Exposure to Buying Interest of @Freefireriau Game Community Members has a significant effect. With the results of the coefficient of determination, the R value is 0.696, which indicates that it is in the strong category and the R Square value (R2) is 0.484 or indicates that the effect of Gadget Review Exposure on Purchase Intention is 48.4% which is included in the medium category, and for the rest it is 51.6 % findings by other factors not present in this study. Keywords: Media Exposure, Gadget Review, Youtube, Buying Interest ## PENDAHULUAN Komunikasi merupakan sebuah interaksi yang didalamnya terdapat unsur proses pengiriman informasi dengan tujuan akhirnya untuk merubah sikap ataupun itu perilaku individu yang berperan sebagai peneriman pesan (audiens),sebagaimana teori Stimulus – Organism-Response (SOR), dimana gambaran sederhananya mengenai proses komunikasi yaitu menyatakan bahwa komunikasi terjadi di akibatkan oleh suatu proses aksi reaksi yang dimulai dengan ada nya sebuah rangsangan atau stimulus dan diakhiri dengan terciptanya respon. dalam model teori SOR ini tersebut menjelaskan tentang bagaimana suatu pengaruh yang terjadi pada Komunikan/Penerima pesan (Organism) sebagai akibat dari komunikasi. Hadir nya komunitas-komunitas yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi seperti gadget. Salah satu nya adalah komunitas game mobile Free Fire Riau, yang berkaitan erat ataupun sangat bergantung dengan gadget demi menunjang aktifitas mereka,menggingat dengan pemanfaatan mereka yang tidak jauh dari kegiatan berinteraksi menggunakan gadget serta bermain game tentunya dalam hal ini kebutuhan akan performa gadget harus mendukung demi berjalan lancar tanpa adanya hambatan.dalam hal itu untuk sebuah game mobile terutama pada smartphone pasti nya harus tetap melakukan pembaruan serta perbaikan dalam sistem demi meningkatkan kualitas game tersebut,dengan peningkatan kualitas game maka akan berdampak pula kepada tingkat kemampuan pada suatu gadget yang dibutuhkan dalam mengoperasikan game tersebut ,dalam artiannya semakin banyak nya perbaikan dan permbaruan didalam suatu game maka Requiment specs yang dibutuhkan gadget akan membutuhkan performa yang tinggi atau mumpuni pula. Menurut data kepemilikan Device (Gagdet) edisi januari 2020 dari We Are Social dan Hootsuite menyatakan 94% populasi diindonesia berdasarkan 3 pengguna internet dari rentan umur 16 sampai dengan 64 tahun memiliki smartphone mereka sendiri diikuti dengan labtop dan desktop computer 66% dengan rentan umur 16 sampai dengan 54 tahun, tablet device 23% dengan rentan umur 16 sampai dengan 54 tahun dan masih banyak lagi,maka dapat dilihat bahwa untuk kepemilikan smarthphone menjadi yang terbanyak dimiliki dan digunakan jika diukur dari data pengguna internet dengan rentang umur 16 sampai dengan 54 tahun. Muncul nya Media sosial merupakan salah satu bentuk sarana komunikasi di tengah perkembangan teknologi hingga saat ini, melalui media sosial memungkinkan kita bertukar informasi dengan cepat dan baik melalui bentuk pesan suara,gambar bahkan audio visual, media sosial merupakan struktur sosial yang berdirikan dari elemen-elemen individu, kelompok maupun organisasi yang berhubungan serta berinteraksi satu sama lainnya dengan menggunakan perantara berupa teknologi informasi (Abugaza, 2013:16). Media sosial dimasukan kedalam kategori media baru yang merupakan produk terkenal di era digital dengan mengandalakan internet dalam mengaksesnya, hingga saat ini internet bukan lah hal yang tabu lagi,karena hampir dari setiap lapisan masyarakat sudah mengenal dan menggunakan layanan ini. Dalam hal ini internet menjadi kepentingan didunia nyata maupun didunia maya, karena internet bukanlah hanya sebatas untuk mencari informasi melainkan juga dapat menjadi sumber untuk pendapatan baik itu individu maupun lembaga. ## KERANGKA TEORI Media baru atau yang disebut sebagai new media merupakan sebuah media yang berbasi internet, berkarakter fleksibel, berpotensi interaktif serta dapat juga difungsikan secara privat maupun secara publik. Di zaman ini, pemanfaatan internet sangat berbeda-beda, mulai dari untuk pendukung dalam dunia bisnis, pada dunia edukasi, hingga kedunia hiburan, serta juga bisa menjadi sarana mendapatkan informasi,terlebih internet juga menjadi penghubungan dalam mengakses atau pun mengoperasikan media sosial. Menurut riset edisi januari 2020 platform manajemen media social HootSuite dan agensi marketing sosial We Are Social “Global Digital Reports 2020” mengatakan hampir 64% dari penduduk di indonesia sudah terkoneksi kedalam jaring berbasis internet, dengan total pengguna internet mencapai 175,4 juta orang, sementara itu untuk jumlah total penduduk indonesia yang tercata di 2020 sekitar 272,1 juta, dalam jumlah penggunaan internet di indonesai menigkat sekitar 17% atau sama dengan 25 juta pengguna. Berkat kemajuan teknologi media internet,dengan muncul nya media sosial sebagai media interaksi sosial antar pengguna satu dengan lainya, media sosial Menurut Andreas Kaplan dan Michael Healein adalah sebuah aplikasi yang berbasikan internet yang didasari membangun atas dasar ideologi serta teknologi basis Web 2.0 , dan dapat memungkinkan membuat serta bertukar User-generated content (Abgaza, 2013:16). Adapun untuk contoh media sosial yang bisa di akses bagi para penggunan internet adalah facebook, twitter, youtube, Instagram, dan media sosial lainya. Dari diantara media sosial yang tadi di sebutkan, youtube lah yang menjadi media sosial paling sering digunakan pengguna internet. Seiring dengan cepatnya kemunculan dan perkembangan terbaru terhadap teknologi sehingga ini menimbulkan sebuah peluang untuk konten bagi youtuber review (ulasan) dalam membahas produk teknologi terbaru. Dengan munculnya tayangan-tayangan ulasan mengenai gadget atau yang biasa di sebut dengan video review gadget yang dimana konten video ini memberikan sebuah informasi-informasi penting terkait gadget yang dibahas dengan cara mengutarakan pendapat dari sudut pandang si reviewers terkait dengan produk yang sudah mereka gunakan dengan menyampaikan kelebihan diproduk dan kekuranagn serta,maka ini menjadi sumber informasi bagi para penonton youtube yang memerlukan informasi tersebut sebagai referensi mereka.munculnya channel mengenai ulasan seputar Gadget membuat para calon peminat tertarik untuk menonton tayanng tersebut denga tujuan sebagai pusat informasi dan referensi dalam menentukan gadget apa yang di inginkan sehingga cocok dengan profile si peminat. Di indonesia untuk channel yang membahasa teknologi seperti gadget saat ini tergolongan banyak di antaran nya Gadgetin, SobatHape, DroidLime, Putureza dan masi banyak lagi, channel youtube gadgetin merupakan channel dengan subsciber terbanyak diantara semua channel youtube yang membahas teknologi (gadget) untuk di indonesai,tercatat lebih dari 4 juta subcriber tepat nya 5,72 juta subscriber di tanggal 30 September 2020,dan masi terus bertambah lagi hingga saat ini. Channel yang dibuat pada tahun 7 Desember 2014 oleh david brendi menjadi salah satu channel pembahas teknologi(Gadget) terbaik di indonesia,dengan ciri khas dalam menyampaikan informasi gadget, channel ini selalu up to date dengan perkembangan- perkembangan mengenai gadget. Tidak dipungkiri lagi channel youtube ini menjadi sarana informasi dan referesensi yang paling relevan mengenai gadget bagi para pencari informasi seputar teknologi terutama gadget. Menurut Rosengren (dalam Aulia, 2019:4) Terpaan Media merupakan penggunaan media, melingkupi pada jumlah waktu penggunaan dalam media, jenis content media, serta media yang digunakan. Maka dapat diartikan Terpaan media merupakan intensitas dimana keadaan khalayak terkena isi pesan yang disediakan/ditampilakan media, terpaan juga dapat diartiakan sebagai kegiatan mendengar, melihat, dan membaca pesan-pesan yang ada pada media, terpaan media juga bertujuan untuk mencari data tentang penggunaan media maupun itu dari jenis media nya, frekuensi menggunakan media serta lama durasi pada penggunaan media. ## METODE PENELITIAN Penelitian ini pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif,Menurut Siyoti & Sodik(2015) kuantitatif merupakan penelitian ilmah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan- hubungannya, penelitian kuantitatif diartikan sebagai penelitian yang banyak menggukana angka,mulai dari proses pengumpulan data, analisis data dan penampilan data (Hardani,dkk, 2020:238). karena penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan analisis data numerik (angka) yang kemudian di analisis dengan metode statistik yang sesuai. Menurut sutinah (2007) Penelitian kunatiatif menitik berartkan pada masalah disain, pengukuran serta perencaan yang rinci secara jelas sebelum pegumpulan sampel dan analisa data(Hardani,dkk, 2020:240). Jenis Penelitian yang digunakan didalam penelitian ini adalah Eksplanatif. Dimana jenis penelitian ini digunakan untuk menemukan penjelasan-penjelasan tentang mengapa suatu kejadian atau gejala terjadi, hingga hasil akhir yang di dapat dari penelitian ini nantinya berupa gambaran mengenai hubungan sebab akibat (Priyono, 2016:38). Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan anggota komunitas @freefireriau yang berjumlahkan 398 orang, jumlah ini telah dikonfirmasi oleh pihak admin komunitas pada 20 Januari 2021 dan akan terus bertambah sering perkembangan waktu. Metode pengumpulan data di dalam penelitian ini berupa penyebarann daftar pertanyaan yang terstrukur berupa angket/kuesioner kepada responden dalam bentuk online (Angket/Kuesioner Online) untuk mendapatkan data-data mengenai masalah yang diteliti. Selanjutnya diukur dengan menggunakan skala likert,skala likert yang dimaksudkan dalam penelitian dengan memberikan skor terhadap tiap-tiap item yang dinyataka sangat tidak setuju pada point 1 hingga sangat setuju pada point 5,yang diukur dengan menggunakan statistik kuantitatif dan dibantu dengan Program SPSS For Windows 25. Analisis ini digunakan untuk menganalisis data yang diperolah dengan cara mendeskripsikan maupun mengambarkan data sebagaimana adanya tanpa membuat kesimpulan yang berlaku secara umum atau generalisasi (Sugiyono, 2014:147). Skor ideal (Kriterium ) nilai tertinggi jika seandainya responden menjawab skor tertinggi, dimana untuk menghitung skor ideal ini dapat digunakan rumus sebagai berikut: Y= Skor tertinggi dari skala likert x Jumlah Responden X= Skor terendah dari skala likert x Jumlah Responden Selanjutnya menentukan interval (Rentang Jarak) presentase dilakukan dengan menggunakan rumus interval sebagai berikut: Sehingga hasil perhitungan yang diperoleh dapat menjadi Kriteria Interpretasi yang ditampilkan dalam tabel berikut. Menurut Mustikoweni (2002) regresi ditujukan untuk mencari bentuk hubungan dari dua variabel atau lebih dalam bentuk fungsi atau persamaan (Kriyantono, 2020:340). Jika terdapat, maka data dari dua variabel riset yang sudah di identifikasi dimana variabel bebas X dan variabel terikat Y, sedangkan nilai-nilai Y lainya dapat dihitung atau diprediksi berdasarkan suatu nilai X tertentu, untuk mengetahui besar kekuatan variabel X berhubungan dengan variabel Y diukur menggunakan SPSS For Windows 25. Dengan Rumus: Y= a + bX Keterangan: Y = Variabel tidak bebas (subjek dalam variabel dependen yang di prediksi). X = Variabel bebas (subjek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu). a = Nilai konstan atau harga Y bila X = 0, rumusnya: (∑ ) ∑ ∑ ∑ (∑ ) b = koefisien regresi, yaitu angka peningkatan dan juga penurunan variabel dependen yang didasari pada variabel independen. Bila b (+) maka naik,bila b(- ) maka terjadi penurunan, Rumusnya: ∑ ∑ ∑ ) ∑ (∑ ) Hipotesis akan diuji melalui Uji t dengan tujuan untuk melihat sejauh mana tingkat pengaruh positif ataupun negatif variabel bebas terhadap variabel terikat. Dalam pengujian hipotesis dinyatakan sebagai berikut (Sugiyono,2010:87). Jika < maka ho diterima, variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat. Jika > maka ho ditolak, variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat. ## PEMBAHASAN Berdasarkan respon tanggapan responden dari dimensi terpaan media yang terdiri dari tiga indikator dapat dilihat pada tabel berikut: Pada pengaruh terpaan review gadget dalam penelitian ini diukur dengan tiga indikator dengan keriteria interpretasi yang didapat pada indikator Frekuensi berada pada 67,11% atau berkategori baik, indikator Durasi berpada pada 74,11% atau kategori baik dan pada Indikator Atensi berada pada Kriteria interpretasi 80,80% atau kategori sangat baik. Maka dari tabel 4.35 menunjukan hasil tanggapan responde pada variabel Terpaan Review Gadget yang berindikatorkan Frekuensi, Durasi dan Atensi , dimana indikator dengan tingkat Kriteria Interpretasi terendah ada pada Frekuensi dengan nilai 67,11% (Kategori Baik) dan tingkat Kriteria Interpretasi tertinggi berada pada indikator Atensi dengan Nilai 80,80%( Kategori Sangat Baik), sehingga didapatkan rata-rata kriteria interpretasi pada dimensi Terpaan sebesar 76,27% yang berada pada kategori Baik. Sedangkan untuk respon tanggapan responden dari dimensi Minat Beli yang terdiri dari empat indikator dapat dilihat pada tabel berikut: Untuk dimensi Minat Beli diukur dalam eempat indikator, dengan tingkat Kriteria Interpretasi yaitu pada indikator Minat Transaksional dengan nilai 85,80% atau kategori Sangat Baik, indikato Minat Referensial dengan nilai 69,29% atau kategori Baik, Untuk indikator Minat Preferensi berada pada nilai 84,23% atau katergori Sangat Baik dan indikator Minat Eksploratif berada pada tingkat nilai 86,25% atau katergori Sangat Baik, maka dapat dilihat pada tabel 3.36 diatas menunjukan hasil dari rekapitulai respon pada dimensi minat beli untuk indikator dengan tingkat Kriteria Interpretasi terendah ada pada indikator Minat Referensial dengan nilai 69,29%(Kategori Baik) dan untuk indikator dengan tingkat Kriteria Tertinggi ada pada Minat Eksploratif dengan nilia 86,25% ( Kategori Sangat Baik), sehingga didapatkan rata-rata kriteria interpretasi pada dimensi Minat Beli sebesar 82,91% dimana ini termasuk kedalam kategori Sangat Baik. Pengaruh terpaan review gadget di youtube terhadap minat beli anggota komunitas game @freefireriau. Pada terpaan media (Media Exposure) terdapat beberapa intesitas tingkat penggunaan media atau bagaimana khalayak terpapar pada media tersebut, dalam dimensi terpaan media terdapat tiga indikator yang menjadi alat ukur nya yaitu : Frekuensi, Durasi dan Atensi. Maka peneliti ingin melihat respon dari stimulus apa yang responden terima setelah terpapar pada suatu terpaan media yang mana bentuk respon ini ditandai dengan Minat Beli yang terdiri Minat Transaksional, Minat Referensial, Minat Preferensial dan Minat Eksploratif. Pada penelitian ini teori yang digunakan adalah SOR( Stimulus- Organism-Response) yang mana asumsi teori ini disaat seseorang(Organism) di berikan Stimuli berupa pesan atau informasi maka akan menimbulkan efek Response berupa perubahan pemikiran dan perilaku pada organism tersebut, yang mana Stimuli disini berupa terpaan tayangan review gadget, setelah menerima terpaan tersebut akan menimbulkan berupa Respon Minat Beli. Maka ini berlaku pada tayangan Review Gadget di Youtube yang bisa memberikan efek kepada khalayak. Sehingga didapatkan hasil dari setiap dimensi yang terdiri dari tiga indikator untuk dimensi terpaan dan empat indikator untuk dimensi Minat Beli berada pada kategori yang positif yaitu baik dan sangat baik, maka bisa dikatakan ini sejalan dengan asumsi atau penejalasan dari teori SOR, yang mana terpaan review gadget di youtube bisa memberikan sebuah stimuli untuk khayak dan khalayak memiliki minat beli sebagai bentuk response akibat review atau ulasan mengenai gadget di youtube. Pada hasil dalam Uji t didapatkan nilai thitung pada variabel Terpaan Media dengan nilai sebesar 8,821 > ttabel dengan nilai 1,992 (nilai ttabel dapat dilihat dari tabel distribusi nilai t), dan untuk pvalue pada tingkat 0,000 < 0,05, maka dari itu hasil untuk penelitian ini menunjukan bahwa Terpaan Review Gadget di Youtube ada pengaruh yang signifikan terhadap Minat Beli. Berdasarkan Uji Regresi Linear Sederhana yang dilakukan didapatkan Y = 28,496 + 0,556 dengan kata lain nilai konstanta sebesar 28,496 apabila tidak ada pengaruh dari Terpaan Review Gadget Di Youtube, maka besar nilai Minat Beli adalah 0,556 yang menunjukan hubungan antar variabel itu positif. Hal ini berarti jika x naik maka nilainya sebesar satuan maka y akan bertambah sebanyak 0,556. Pada perhitungan Koefisien Korelasi diperoleh angka pada nilai R 0,696 yang berarti ada hubungan yang kuat antara variabel, dan untuk nilai R Square (R2 ) diperoleh nilai sebesar 0,484 yang berarti variabel Terpaan Tayangan Review Gadget di Youtube memberikan pengaruh sebesar 48,4% terhadap minat beli, sisahnya sebesar 51,6% dipengaruhi oleh fakto-faktor lain yang tidak diteliti. ## KESIMPULAN Sehingga berdasarkan hasil penelitian yang telah paparkan dalam Bab 4, dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat pengaruh terpaan tayangan review gadget terhadap minat beli. Dengan hasil penelitian pada pengumpulan dan pengolahan data dari 85 orang/responden yang menonton review gadget , data dianalisi menggunakan program SPSS 25 dengan modelmodel pengukuran penelitian, dapat dilihat pada perolehan sebagai berikut: Pengaruh Terpaan tayangan review gadget di youtube terhadap minat beli anggota komunitas game @freefireriau. Didapatkan bahwa hubungan antara variabel pengaru Terpaan tayangan review gadget terhadap minat beli adalah sebesar 0,696 yang berarti bahwa terdapat hubungan yang kuat. Untuk nilai R Square (R2 ) adalah 0,484 atau 48,4% yang termasuk kedalam kategori sedang, nilai ini menunjukan bawasannya variabilitas minat beli dapat dijelaskan pada variabe Terpaa media yang ber – indikatorakan Frekuensi, Durasi dan Atensi, sedangkan untuk sisahnya 51,6% diperngaruhi faktor – faktor lain yang tidak masuk dalam penelitian ini. Dan untuk hasil dari uji t diperoleh nilai sebesar 8,821. Sehingga hasil penelitian yang dilakukan ini menunjukan bahwa terpaan review gadget di youtube memiliki pengaruh yang signifikan terhadap minat beli. ## DAFTAR PUSTAKA Buku: Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian :Suatu Pendekatan Praktik,Rineka Cipta :Jakarta Ahmad, Yusrin Tosepu. 2018, Media Baru Dalam Komunikasi Politik (Komunikasi Politik I dunia Virtual).Jakad Publishing:Surabaya Abugaza, Anwar . 2013. Social Media Politica , Tali Writing & Publishing House: Jakarta Donsbach,Wolfgang.2008. The International Encyclopedia Of Communication .Blackwell:USA E-Media Solusindo. 2008. Membangun Komunitas Online secara Praktis dan Gratis.PT Elex Media Komputindo : Jakarta Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi .PT Citra Aditya Bakti : Bandung Hardani,dkk. 2020. Metode Penelitian Kualitatif &Kunatitatif.Pustaka Ilmu : Jakarta Kriyantono,Rachmat, 2020. Teknik Praktis Riset Komunikasi Kuntitatif DanKualitatif:Disertai Contoh Praktis Skripsi, Tesis dan Disertasi Riset Media,Public Relations,Advertising,Komunikasi Organisasi,Komunikasi Pemasaran .Prenadamedia Group: Jakarta KM.Shirvastava. 2013. Social Media In Business And Governance . SterlingPublisher: New Delhi McQuail,Denis & Windahl, Sven. 2013. Communication Models:For The Study Of Mass Communication.Routledge:New York McQuail,Denis. 1987. Mass Communication Theory , Edisi kedua.Erlangga:Jakarta . 2011. Teori Komunikasi Massa Mcquail ,Edisi 6 Buku 1,Salemba Humanika:Jakarta Mayfiel,A. 2008. What Is a Social Media .iCrossing:London Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar ,Edisi 9.PT. Remaja Rosdakary:Bandung Priyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif .Zifatama:Sidoarjo Romli,Khomsharial. 2016. Komunikas Massa .PT Grasindo:Jakarta Riduwan & Sunarto. 2013 .Pengantar Statistika Untuk Penelitian: Pendidikan,Sosial,Komunikasi,Ekonomi Dan Bisnis .ALFABETA: Bandung Sudaryono. 2016. Metode Penelitian Pendidikan .Kencana:Jakarta Sendjaja,S Djuarsa. 2009. Pengantar Ilmu Komunikasi .Universitas Terbuka: Jakarta Sari,Endang S. 1993. Pengantar Research: Pengantar Studi Penelitian terhadap Pembaca,Pendengar dan Pemirsa .ANDI OFFSET: Yogyakarta Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif dan R&D .Alfabeta:Bandung . 2013. Metode Penelitian Administrasi:Dilengkapi dengan Metode R&D . Alfabeta: Bandung . 2014. Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif dan R&D .Alfabeta: Bandung Siyoto, Sandu&Sodik,M.Ali. 2015. Dasar Metodologi Penelitian.Literasi Media : Yogyakarta Subagijo,Azimah. 2020. Diet & Detoks Gadget . Noura Books: Jakarta West,Richard & Turner,Lynn H.2008. Pengantar Teori Komunikas:Analisis dan Aplikasi , Edisi 3.Salemba Humanika:Jakarta Wiryanto.2004. Pengantar Ilmu Komunikasi.Jakarta ,PT Gramedia Widiasarana Indonesia Jurnal: Aulia Nissya,Ryzka. 2020. Pengaruh Terpaan Tayangan Vlog Arie Muhammad Di Youtube Terhadap Minat Membuat Vlog Pada Komunitas Youtubers Minang,Pekanbaru:Jom Fisip Vol.7 Edisi 1 Januari-Juni 2020. Kurniawan, Dani. 2018. Komunikasi Model Laswell dan Stimulus-Organism Response Dalam Mewujudkan Pembelajaran Menyenangkan, Jurnal Komunikasi Pendidikan, Vol 2 No1 Mustika Rini,Elli & Ilfandy Imran. 2017.Pengaruh Terpaan Tayangan Traveling Channel Di Youtube Terhadap Minat Berwisata Subscribers Di Indonesia (Studi Pada Subscribers Traveling Channel Youtube Ponti Ramanta).eProceeding of Management:Vol.4,No.1 Puspita,yesi. 2015.Pemanfaatan New Media dalam Memudahkan Komunikasi dan Transaksi Pelacur Gay,Jurnal Pekomnas,Vol. 18 No.3 Simarmata,Salvatore.2014.Media Baru,Ruang Publik Baru, dan Transformasi Komunikasi Politik di Indonesia,Unika Atma Jaya Jakarta,Vol.3 No. 2 hal 18- 36 Sutantio,Magdelan. 2004. Studi Mengenai Pengembangan Minat Beli Ulang Merek Ekstensi(Studi Kasus Produk Merek Sharp di Surabaya.Jurnal Sains Pemasaran Indonesia,Vol 3,No 3 Halaman 243-266 Sampurno,dkk. 2019. Pengaruh Karakteristik Selebriti Endorser Terhadap Minat Beli Melalui Kesadaran Merek Hotel Di Instagram,Jurnal Manajemen Perhotelan Vol 5,No 1 Halaman 36-44 Samosir,F. T,Pitasari,D.N & Tjahjono,P.E. 2018,Efektivitas Youtube Sebagai Media Pembelajaran Mahasiswa (Studi Di Fakultas FISIP Universitas Bengkulu),Record And Library Journal,Vol 4,No. 2 Sumber lain: Indonesia Digital Report Edisi 2020 dari We Are Social Hootsuite https://kbbi.web.id/gadget
68c72068-e23f-4794-926a-bdb0a2da7fab
https://murhum.ppjpaud.org/index.php/murhum/article/download/361/168
Murhum : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini e-ISSN: 2723-6390, hal. 677-687 V ol. 4, No. 2, Desember 2023 DOI: 10.37985/murhum.v4i2.361 ## Implementasi Pengembangan Bahasa Inggris Anak melalui Media Tebak Gambar “Siapa Aku” Anak Usia Dini Santa Idayana Sinaga 1 , dan Fatma Rizki Intan 2 1,2 Pendidikan Anak Usia Dini, Universitas PGRI Palembang ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang pengembanagan bahasa inggris anak usia dini usia 5-6 tahun melalui media tebak gambar “siapa aku”. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, dengan menggunakan metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang menggambarkan dan menjelaskan segala proses yang terjadi dengan berbagai fenomena tertentu. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, dokumentasi, dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan adalah bersifat induktif, yaitu dengan cara menganalisis berbagai sumber data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan dengan pola hubungan tertentu. Penelitian ini akan dilakukan di TK. Cahaya Intan dengan objek penelitian anak berjumlah 15 anak di kelompok A. Informan penelitian ini adalah guru di TK Cahaya Intan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan kosakata bahasa inggris dalam penelitan ini dilaksanakan melalui 3 tahapan yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi. Dalam tahap persiapaan guru mempersiapkan perencanaan pembelajaran berupa model pembelajaran, pendekatan pembelajaran, RPPH yang didalamnya memuat unsur- unsur materi yang akan disampaikan oleh guru, tema dan subtema, media pembelajaran, alat dan bahan dan tentunya evaluasi atau penilaian harian untuk menentukan indikator perkembangan anak. Kata Kunci : Pengembangan; Bahasa Inggris; Media Tebak Gambar ABSTRACT. This research aims to gain an in-depth understanding of the English language development of early childhood children aged 5-6 years through the media of guessing the picture "who am I". This research uses qualitative research, using descriptive research methods. Qualitative descriptive research is research that describes and explains all the processes that occur with various certain phenomena. The data collection techniques used in this research are observation, documentation and interviews. The data analysis technique used is inductive, namely by analyzing various sources of data obtained, then developing it with certain relationship patterns. This research will be carried out in kindergarten. Cahaya Intan as the research object consisted of 15 children in group A. The informants for this research were teachers at Cahaya Intan Kindergarten. The research results show that the development of English vocabulary in this research was carried out through 3 stages, namely the planning stage, implementation stage and evaluation stage. In the preparation stage the teacher prepares a learning plan in the form of a learning model, learning approach, RPPH which contains elements of material that will be presented by the teacher, themes and sub-themes, learning media, tools and materials and of course daily evaluation or assessment to determine indicators of child development. Keyword : Development; English; Picture Guessing Media Copyright (c) 2023 Santa Idayana Sinaga dkk.  Corresponding author : Santa Idayana Sinaga Email Address : santashmily@gmail.com Received 26 Oktober 2023, Accepted 4 Desember 2023, Published 5 Desember 2023 ## PENDAHULUAN Bahasa dan pendidikan merupakan dua hal yang sangat berkaitan erat. Bahasa adalah sarana komunikasi utama dalam menyatakan pikiran seseoranf. Sebaliknya, pendidikan berguna untuk mengembangkan dan membina bahasa menjadi lebih baik dan layak untuk digunakan dalam berkomunikasi. Bahasa sebagai kebutuhan dasar dalam berinteraksi dan berkomunikasi antar sesama manusia, baik untuk memperoleh informasi ataupun ilmu pengetahuan dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat. Mengingat pembelajaran bahasa Inggris diberikan kepada anak sejak anak berusia dini, maka dalam pembelajaran tersebut guru atau pendidik perlu menyesuaikan dengan tingkat perkembangan anak sesuai dengan umur dan kemampuannya. Menurut Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak Pasal 7, Perkembangan anak sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan integrasi dari perkembangan aspek nilai agama dan moral, fisikmotorik, kognitif, bahasa, dan sosial emosional, serta seni [1]. Pembelajaran Bahasa diharapkan dapat membantu anak mengenal dirinya, budayanya, budaya oranglain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginative yang ada dalam dirinya [2]. Berdasarkan pernyataan di atas aspek perkembangan bahasa untuk mengembangkan bahasa Inggris dapat diberikan sejak dini agar anak dapat menguasai bahasa Inggris dengan tepat mengingat pada umur tersebut anak lebih mudah dikenalkan dengan kata dan bahasa. Menurut Moeslichatoen, menjelaskan bahwa bahasa merupakan bentuk utama dalam mengekspresikan pikiran dan pengetahuan bila anak mengadakan hubungan dengan orang lain. Anak yang sedang tumbuh dan berkembang mengkomunikasikan kebutuhan, pikiran dan perasaannya melalui bahasa dengan kata-kata, sehingga dapat disimpulkan bahwa bahasa menjadi tiang untuk berkomunikasi dengan orang lain di lingkungan kehidupannya [3]. Davis mengemukakan sebagai gambaran nyata dari kecerdasan kognitif, anak-anak dengan masalah perkembangan bahasa rentan mengalami masalah kognitif, emosional, sosial, dan terkait sekolah lainnya [4]. Perkembangan bahasa anak ditempuh melalui cara yang sistematis dan berkembang bersama-sama dengan pertambahan usianya. Santrock mengemukakan bahasa merupakan suatu bentuk komunikasi yang dilakukan baik dengan cara diucapkan, ditulis, ataupun diisyaratkan yang didasarkan pada sebuah simbol dan terdiri dari kata- kata yang digunakan oleh seseorang untuk memvariasikan dan mengkombinasikan kata-kata tersebut [5]. Sanjaya menjelaskan anak usia dini memiliki dua tahapan dalam pemerolehan bahasa dini yaitu pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua [6]. Sujiono mengemukakan kegiatan pembelajaran pada anak usia dini pada hakikatnya adalah pengembangan kurikulum secara konkret berupa seperangkat rencana yang berisi sejumlah pengalaman belajar melalui bermain yang diberikan kepada anak usia dini berdasarkan potensi dan tugas perkembangan yang harus dikuasainya dalam rangka pencapaian kompetensi yang harus dimiliki oleh anak [7]. Pada pembelajaran bahasa, baik bahasa pertama, kedua, atau bahasa asing. Pengajaran komponen bahasa merupakan bagian dari program bahasa. Pada umumnya komponen bahasa terdiri atas tiga aspek, yakni: a. Grammar (tata bahasa), Struktur bahasa itu meliputi tata bunyi (Fonologi), tata bentuk (Morfologi), dan tata kata (Sintaksis). b. Vocabulary (Kosakata), Kata-kata yang memiliki suatu arti yang dimiliki oleh manusia untuk digunakan dalam berbahasa dan berkomunikasi. c. Pronunciation (Pelafalan), Kata yang digunakan untuk menggantikan noun (kata benda) yang dapat berupa orang, benda, hewan, tempat, atau konsep abstrak. Jadi, pengajaran kosakata (vocabulary) pada anak usia dini harus ditekankan, karena dengan mempunyai kosakata yang cukup akan mempermudah anak dalam komunikasi [8]. Kegiatan pembelajaran berbahasa inggris anak usia dini memiliki bermacam jenis kegiatan yang menarik untuk dikenalkan pada anak. Dalam pengembangan bahasa inggris meliputi berbagai kemampuan yang harus guru kenalkan kepada anak seperti kemampuan dalam berbicara, membaca, bernyanyi, mendengar, memahami gambar dan lainnya. Media pembelajaran adalah segala sesuatu seperti alat, lingkungan dan segala bentuk kegiatan yang dikondisikan untuk menambah pengetahuan, mengubah sikap atau menanamkan keterampilan pada setiap orang yang memanfaatkannya. Menurut Sanjaya, media hanya berfungsi sebagai alat bantu visual dalam kegiatan atau mengajar, yaitu berupa sarana yang dapat memberikan pengalamanan visual kepada anak didik antara lain untuk mendorong motivasi belajar, memperjelas dan mempermudah konsep abstrak [9]. Sejalan dengan semakin mantapnya konsep tersebut fungsi media tidak lagi hanya sebagai alat bantu melainkan sebagai pembawa informasi atau pesan pengajaran kepada siswa serta dapat menghilangkan kejenuhan belajar. Peningkatan kemampuan berbahasa inggris anak dapat dilakukan dengan media gambar baik dengan media gambar buatan guru yang dibuat menarik dan kreatif. Media gambar adalah media yang merupakan tiruan barang (orang, binatang, tumbuhan, dan sebagainya) yang dibuat dengan cat, tinta, protret, pensil dan sebagainya dalam kertas. Menurut Munadi, gambar merupakan media visual yang penting dan mudah didapat [10]. Penelitian terdahulu pernah dilakukan oleh Purandina yang berjudul “Implementasi Media Digital Untuk Perkembangan Bahasa Inggris Anak Usia Dini” Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran bahasa Inggris melalui media digital juga telah mampu meningkatkan perkembangan bahasa Inggris anak usia dini di TK Tunas Mekar II. Mereka telah mampu mengucapkan kosakata sederhana dalam bahasa Inggris. Mampu mengucapkan salam dan mengikuti perintah melalui kata kerja dalam bahasa Inggris. Selain itu anak-anak melakukan kegiatan ini dengan sangat antusias dan menyenangkan [11]. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ardiana hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap pembelajaran hendaknya guru bisa menambah kreatifitasnya dalam membuat media belajar anak yang menarik, untuk mampu mengembangkan kecerdasan bahasa anak sesuai dengan aspek perkembangannya. Melalui media pembelajaran atau APE yang digunakan untuk anak- anak seperti membuat mobil pintar, kotak pintar, kartu huruf dan lain-lain yang dapt mengembangakan kecerdasan bahasa anak usia dini sehingga mereka dapat mengikuti kegiatan belajar yang sangat menyenangkan atau tidak membosankan bagi anak [12]. Hasil obervasi di lapangan menunjukkan bahwa masih rendahnya minat anak dan guru terhadap pembelajaran bahasa inggris, hal tersebut tentunya tidaklah mudah, sebagai pendidik dibutuhkannya pendekatan dan media pembelajaran yang tepat serta menarik dalam menstimulus pengembangan bebahasa inggris anak usia dini. Berdasarkan penelitian Britsch, perkembangan bahasa Inggris anak usia dini dapat dilakukan melalui proyek photography , dimana pada proyek ini anak akan diajarkan bercerita sesuai dengan gambar atau foto yang didapatkan anak sesuai dengan instruksi yang diberikan [13]. Peneliti ingin meneliti dan mempelajari secara keseluruhan tentang pembelajaran bahasa inggris serta mengajak bekerja sama dalam melaksanakan penelitian ini yang berjudul Implementasi Pengembangan Bahasa Inggris Anak Melalui Media Tebak Gambar “Siapa Aku” Pada Anak Usia Dini ## METODE Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, dengan menggunakan metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Jadi, jenis penelitian ini deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang menggambarkan dan menjelaskan segala proses yang terjadi dengan berbagai fenomena tertentu. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, dokumentasi, dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan adalah bersifat induktif, yaitu dengan cara menganalisis berbagai sumber data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan dengan pola hubungan tertentu. Penelitian ini akan dilakukan di TK Cahaya Intan yang beralamat di Jl. Duku Blok GJ.01 Maskarebet kec.alang-alang lebar Palembang. Pengambilan penelitian berjumlah sekitar 15 anak yang terdiri dari TK kelompok A tiga anak dan TK kelompok B tiga anak beserta Guru kelas. Menurut Creswell bentuk data kualitatif dikelompokkan menjadi empat tipe informasi dasar yaitu pengamatan (mulai dari nonpartisipan hingga partisipan), wawancara (dari yang tertutup hingga terbuka), dokumen (dari yang bersifat pribadi hingga yang bersifat publik) dan bahan audiovisual (mencakup foto, CD, dan VCD) [14]. Analisis data diperoleh dari pengumpulan data selesai dilaksanakan. Menurut Miles dan Huberman menyatakan bahwa analisis data kualitatif dilakukan secara terus menerus sampai tuntas sehingga datanya jenuh [15]. ## Gambar 1. Analisis data menurut Miles dan Huberman ## HASIL DAN PEMBAHASAN TK Cahaya Intan beralamat di Jl. Duku Blok GJ.01 Maskarebet Kec.Alang-Alang Lebar Palembang. Berdiri pada tahun 2015. TK ini memiliki 3 layanan belajar. Kelompok Bermain usia 2-3 tahun terdiri dari 15 anak, Kelompok A usia 4-5 tahun 20 anak, Kelompok B usia 5-6 tahun 18 anak. Selain itu lembaga ini juga memiliki 6 guru dan 1 kepala sekolah dimana tiap-tiap kelas ada 1 guru pendamping yang membantu guru utama dalam proses pembelajaran sedangkan untuk tenaga kependidikan atau tendik sekaligus operator sekolah ada 1 orang. Adapun latar belakang pendidik yaitu 5 orang sudah berstatus sarjana Pendidikan anak usia dini termasuk kepala sekolah, sedangkan 2 guru lagi masih proses kuliah S1 PAUD di Universitas Terbuka dan operator sekolah berpendidikan S1 bahasa Indonesia. Dalam penelitian kualitatif, deskripsi data merupakan hal yang sangat penting untuk digambarkan sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan. Deskripsi data bertujuan menggambarkan data-data sesuai fakta dilapangan sehingga data tersebut dapat dipaparkan secara baik dan mudah dipahami oleh pembaca. Penelitian kualitatif khususnya analisis sangat membutuhkan hasil wawancara dan observasi mendalam agar mendapatkan data yang valid dan akurat. Media pembelajaran adalah alat guru untuk melancarkan proses pembelajaran di kelas. Media pembelajaran memiliki banyak aneka ragam salahsatunya media visual yang dapat dilihat oleh anak. Penggunaan media pembelajaran visual pada anak khususnya kelas A yang masih berusia pada rentang 4-5 tahun sangat bermanfaat untuk memudahkan guru dalam menyampaikan pembelajaran dan memudahkan siswa dalam menerima pembelajaran karena anak dapat melihat secra langsung sekaligus juga dapat memberikan memotivasi anak dalam belajar karena media visual termasuk sumber inspirasi anak untuk belajar. Mengacu pada Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak (STPPA) pada kurikulum 2013 menjelaskan bahwa tahapan pembelajaran Taman Kanak-kanak adalah melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran selanjutnya melakukan evaluasi (penilaian). Hasil penelitian yang ditemukan terkait pengembangan kosakata bahasa Inggris melalui media tebak gambar “siapa aku”? di TK Cahaya Intan adalah sebagai berikut : Tahap Perencanaan Pembelajaran, berdasarkan hasil wawancara dengan Guru di TK Cahaya Intan, persiapan yang dilakukan dalam tahap perencanaan pembelajaran ini adalah Menentukan Pendekatan Pembelajaran (Pendekatan Pembelajaran yang dipilih guru adalah pendekatan pembelajaran student centre, dimana anak-anak yang aktif dalam melakukan kegiatan dan memilih kegiatan pembelajaran khususnya pembelajaran untuk mengembangkan kosakata bahasa inggris anak usia dini. Menentukan model pembelajaran (Model Pembelajaran yang dipilih guru adalah model pembelajaran kelompok dan area dimana anak-anak disediakan pilihan kegiatan bermain yang tentunya masih terkait dengan pengembangan kosakata bahasa inggris anak melalui media gambar tebak “siapa aku” ? dan jug a disesuaikan dengan tema. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian sesuai dengan tema yang di dalam RPPH tersebut juga memuat materi yang akan disampaikan oleh guru. RPPH ini tentunya berasal ataupun turunan dari RPPM, PROSEM dan PROTA yang sudah di susun oleh guru dengan baik. Menyiapkan media pembalajaran khususnya media gambar untuk bermain tebak siapa aku sesuai dengan tema dan sub tema yang dipelajari anak. Menyiapkan alat dan bahan pembelajaran yang aman dan menarik minat anak. Melakukan penataan lingkungan kelas sesuai dengan model pembelajaran yang di pilih agar anak-anak lebih senang dan antusias dalam mengikuti pembelajaran. Menyiapkan lagu-lagu berbahasa inggris menggunakan media IT maupun youtube pada kegiatan awal sebagai bentuk apersepsi dari guru agar anak-anak lebih semangat dalam belajar. Membuat Penilaian/Evaluasi Perkembangan anak sesuai dengan indikator/tujuan pembelajaran. Evaluasi ini harus ada unsur rubrik penilaian untuk mengetahui tingkat perkembangan dan kemajuan anak. Hasil wawancara dengan Guru TK Cahaya Intan juga ditemukan fakta bahwa guru sudah merencanakan membuat perencanaan pembelajaran ini jauh hari sebelum proses pelaksanaan pembelajaran. Demikian juga dengan media, alat dan bahan yang digunakan sudah disiapkan sebaik mungkin. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran, setelah persiapan yang begitu panjang pada tahap persiapan, tahap selanjutnya adalah tahap pelaksanaan. Pada tahap pelaksanaan kegiatan ini meliputi pembukaan, inti dan juga penutup. Kegiatan Pembukaan, Hasil wawancara dan obervasi dengan Guru TK Cahaya Intan adalah “pembelajaran dimulai pada pukul 07.30 WIB, anak-anak berbaris di depan kelas, kemudian pembiasaan rutin seperti aktivitas outdoor dengan gerak tubuh sebelum masuk kelas, anak-anak menyalam guru masuk kelas sambil mengucapkan salam, anak-anak duduk sesuai dengan tempat duduknya, guru mengucapkan salam lalu berdoa. Setelah selesai, guru menanyakan kabar anak-anak, kemudian menanyakan hari, tanggal, bulan dan tahun sambil guru menulis di papan tulis, kemudian berhitung 1,2,3 dalam bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Bahasa Arab. Mengacu pada apa yang disampaikan Guru TK Cahaya Intan bahwa memang sudah menjadi pembiasan bahwa pembukaan dilaksanakan mulai pukul 07.30 WIB dan sebelum anak-anak masuk kelas, anak-anak harus berbaris dengan rapi di depan kelas dan ada anak yang memimpin barisan berganti-ganti dengan teman yang lainnya. Kemudian sebelum masuk kelas melakukan gerak tubuh senam pinguin menggunakan musik, baris berbaris, masuk kelas sambil menyalam guru dan mengucapkan salam, duduk pada tempatnya, berdoa sebelum belajar, menanyakan kabar anak, menyanyikan ABC, berhitung menggunakan bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Bahasa Arab, Apersepsi menyanyikan lagu Good Morning dan menanyakan kembali pembelajaran kemarin untuk disambungkan ke tema hari ini. Pada Kegiatan Pembuka Tema Binatang (Animal) Anak-anak masuk tepat pukul 07.30. Setelah melakukan kegiatan pembiasan di luar kelas anak-anak masuk kekelas dan duduk pada tempatnya. Setelah itu, Guru mengajak anak berdoa sebelum belajar, mengucapkan salam dan membalas salam, bernanyi ABC dan berhitung menggunakan berbagai bahasa. Selanjutnya guru menanyakan keadaan anak dengan bernyanyi sambil di iringi musik Guru : Good morning-Good morning and how are you? Anak-anak : I’m fine Guru : Good morning-Good morning and how are you ? Anak-anak : I’m fine Guru : Good morning to you, good morning to me, good morning-good morning and how are you ? Anak-anak : I’m fine. Selanjutnya guru dan anak-anak menyanyikan angka 1-10 : one, two, tree, four, five, six, seven, eight, nine, ten one, two, tree, four, five, six, seven, eight, nine, ten. Kemudian menyanyikan ABC Ei,bi,ci,di,I,ef,ji,eich,ai,jei,kei,el,em,en,ou,pi,qi,ar,s,ti,yu,vi,dabelyu,eks,wai,zet Selanjutnya menanyakan hari terlebih dahulu, menyanyikan hari dalam bahasa Indonesia dan dilanjutkan dalam bahasa ingris. Senin Ingggrisnya Monday Selasa Inggrisnya Tuesday Rabu Inggrisnya itu Wednesday Kamis Inggrisnya itu Thursday Hari Ju m’at itu Friday Hari Sabtu Saturday Hari Minggu itu Sunday Semuanya nama-nama hari Dilanjutkan dengan anak-anak bernyanyi nama-nama bulan yaitu January, February, March, April, May, June, July, August, September, October, November, December. Kemudian guru menulis tahun 2022 di papan tulis dengan mengucapkan dalam bahasa inggris. Kegiatan Inti, Hasil wawancara dengan guru TK Cahaya Intan adalah “ pada kegiatan inti saya memberikan tugas seperti menyusun huruf binatang sesuai dengan gambar, menebalkan huruf binatang sesuai gambar, membaca buku dalam bahasa inggris, menggambar, mewarnai, dan memberikan kesempatan anak untuk memilih ragam kegiatan bermain yang sudah disediakan oleh guru. Guru TK Cahaya Intan juga menjelaskan bahwa pada saat kegiatan inti anak-anak diberikan kebebasan untuk memilih kegiatan yang ingin mereka lakukan. Hari ini kegiatannya adalah bermain tebak siapa aku sambil bercerita, anak-anak menyusun huruf binatang sesuai gambar dan menebalkan huruf binatang sesuai gambar. Pada kegaitan inti guru menggunakan model pembelajaran kelompok, dimana setelah anak-anak bermain tebak gambar siapa aku? Anak-anak selanjutnya diberikan kebebasan untuk memilih kegiatan yang ingin dilakukan hari itu. Berhubung tema hari ini adalah tema binatang, Guru bertanya binatang apa yang pernah dilihat oleh anak-anak? Anak-anak pun menjawab kucing, anjing, ayam dan kelinci serta sapi. Selanjutnya guru bertanya apa bahasa inngrisnya sapi ? anak-anak awalnya diam mengingat sejenak namun kemudian ada anak yang menjawab sapi bahasa inggrisnya “cow’. Kegiatan Penutup, Hasil wawancara dan obervasi dengan guru TK Cahaya Intan adalah “pada kegiatan penutup guru mengevaluasi pembelajaran, mengajak anak maju untuk menyanyi dan untuk mengucapkan kosakata sesuai dengan tema yang dipelajari oleh anak” . Pada kegiatan penutup guru menjelaskan bahwa guru biasanya mengulang pembelajaran, mengajak anak maju untuk menyanyikan lagu yang disesuaikan dengan tema yang sedang dipelajari dan mengajak anak maju untuk mengucapkan kosakata dengan menunjukan gambar kemudian guru menyampaikan salam penutup, mengajak anak mengucapkan doa pulang sekolah, bernyanyi sayonara dan kemudian saling bersalaman untuk pulang. Tahap Evaluasi pembelajaran, Hasil wawancara dengan guru adalah “tahap evaluasi dilakukan beberapa tahapan antara lain, observasi kegiatan anak didik, hasil karya anak, dan analisisi dari perkembangan yang terlihat dari tingkah laku anak. Hasil karya dilakukan setiap selesai pembelajaran, observasi dilakukan dari awal anak datang sampa pulang dan perkembangan tingkah laku anak “. Guru juga menjelaskan bahwa evaluasi wajid dan harus dilakukan di TK Cahaya Intan yang bertujuan untuk mengukur tingkat perkembangan peserta didik. Tahap evaluasi dilakukan dengan beberapa tahapan yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak dalam lingkungan perkembangan bahasa peserta didik. Dari aspek bahasa tersebut, dicatat dalam buku penilaian anak melalui kode belum berkembang (BM), mulai berkembang (MB), berkembang sesuai harapan (BSH), dan berkembang sangat baik (BSB). Karena objek penelitian ini adalah anak PAUD yang masih dini maka kategori perkembangan bukan menggunakan nilai tetapi menggunakan kategori belum berkembang (BM), mulai berkembang (MB), berkembang sesuai harapan (BSH), dan berkembang sangat baik (BSB). Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan memang benar bahwa bahasa inggris anak dapat berkembang dengan menggunakan media tebak gambar. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Khotimah dalam penelitiannya yang hasil penelitian menunjukkan bahwa metode bercerita menggunakan boneka tangan terhadap kemampuan Bahasa ekspresif pada anak. Sumber informasi untuk dijadikan bahan pertimbangan dan masukan yang positif dalam memilih dan menerapkan suatu model dan media pembelajaran guna meningkatkan kompetensi peserta didik [16]. Pengembangan kosakata yang mumpuni akan berdampak pada penguasaan komponen-komponen Bahasa Inggris yang lain. Seperti dapat komunikasi dengan Bahasa Inggris dan kemampuan menulis dengan bahasa Inggris [17]. Hasil penelitian Wahjusaputri menyimpulkan Aplikasi Oxford Phonics World memiliki tampilan yang menarik dan sangat menyenangkan karena juga terdapat beberapa pilihan permainan (games). Hal ini tentu membuat siswa tidak ingin berhenti untuk belajar menggunakan aplikasi ini, sehingga kemampuan berbahasa Inggris mereka semakin terasah dengan baik [18]. Banyak sekolah tingkat pra-sekolah dan sekolah dasar yang tidak mengajarkan Bahasa Inggris dalam tahap bermain dan ada juga yang mengajarkan dengan tidak menyenangkan karena keterbatasan guru terlatih untuk mengajar Bahasa Inggris kepada anak usia dini, keterbatasan pengetahuan tentang materi dan juga teknik pengajaran yang tepat [19]. Peranan bahasa inggris sangat diperlukan untuk menguasai teknologi komunikasi maupun berinteraksi secara langsung, dikarenakan bahasa inggris merupakan sarana komunikasi global, sehingga harus dikuasai secara aktif baik lisan maupun tulisan [20]. Pengetahuan bahasa Inggris sangat penting bagi anak untuk siap menghadapi era saat ini karna bahasa Inggris sudah menjadi bahasa internasional. Media speaking pyramid yang dikembangkan sesuai untuk diterapkan dalam uji coba sebagai alat untuk meningkatkan kosakata bahasa Inggris pada anak [21]. Media yang dikembangkan berupa media wayang melalui video pembelajaran dapat diterapkan dalam pembelajaran untuk anak usia dini. Implikasi penelitian ini yaitu media wayang melalui video pembelajaran dapat memudahkan anak usia dini dalam belajar sehingga dapat meningkatkan kosakata bahasa Inggris pada anak usia dini [22]. Penggunaan flashcardsebagai media pembelajaran dalam mengembangkan bahasa reseptif yaitu mendengar dan membaca sebab anak-anak memperhatikan kosakata dan mengucapkan kembali kosa kata tersebut dengan proses membaca gambar flashcard. Maka dari itu ,flashcard diperlukan guru dalam mengembangkan kemampuan bahasa anak khususnya dalam mengembangkan bahasa reseptif dalam memperkenalkan bahasa Inggris [23]. Media flash card berbasis multimedia interaktif untuk pengenalan kosakata bahasa Inggris ini layak digunakan pada anak usia dini. Implikasi dalam penelitian yaitu media flash card berbasis multimedia interaktif ini dapat membantu guru dalam membuat pembelajaran lebih inovatif yang dapat membantu anak dalam mengenal kosakata bahasa Inggris pada pembelajaran daring [24]. ## KESIMPULAN Pengembangan kosakata bahasa inggris dalam penelitan ini dilaksanakan melalui 3 tahapan yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi. . Dalam tahap persiapaan guru mempersiapkan perencanaan pembelajaran berupa model pembelajaran, pendekatan pembelajaran, RPPH yang didalamnya memuat unsur-unsur materi yang akan disampaikan oleh guru, tema dan subtema, media pembelajaran, alat dan bahan dan tentuanya evaluasi atau penilaian harian untuk menentukan indikator perkembangan anak. Selanjutnya pada tahap pelaksanaan pembelajaran terdiri dari tiga proses yaitu kegiatan pembukaan, inti dan penutup. Kegiatan pembukaan dimulai jam 07.30 diwali dengan baris berbaris di depan kelas, kegiatan outdoor sambil gerak tubuh senam pinguin, anak-anak masuk sambil menyalam ibu guru, berdoa sebelum belajar dan mulai apersepsi dengan mulai menyanyikan lagu-lagu bahasa inggris seperti lagu good morning, bernyanyi ABC, menghitung angka, nama-nama hari dan nama-nama bulan. Media gambar yang digunakan oleh guru disesuaikan dengan tema yang meliputi media gambar binatang, tumbuhan, benda-benda disekitar dan lain-lain. Anak-anak bermain tebak gambar siapa aku? Sambil guru bercerita di depan kelas. Anak-anak melakukan kegaitan dibimbing oleh guru dan anak-anak yang berhasil melakukan kegiatan diberikan reward dan pujian verbal agar anak semakin semangat dalam melakukan kegiatan. Hasil penelitian setelah dianalisis menunjukkan bahwa memang kosakata bahasa inggris anak berkembang dengan sangat baik melalui permainan tebajk gambar siapa aku ? tentunya proses ini tercapai karena pembiasaan yang dilakukan guru setiap hari menggunakan media yang menarik minat anak untuk belajar. Adapun novelty dari penelitian ini adalah pe nggunaan media tebak gambar “siapa aku” untuk mengembangkan bahasa inggris anak usia dini, sedangkan untuk limitasi atau kelemahan penelitian terletak pada proses penelitian saat observasi dan wawancara dengan guru dimana terkadang saat sesi wawancara jawaban yang diberikan oleh informan tidak sesuai dengan yang ditanyakan oleh peneliti. ## PENGHARGAAN Terima kasi kepada pihak kepala sekolah, guru dan orang tua siswa di TK Cahaya Intan, yang telah membantu memberikan informasi terkait penelitian yang peneliti lakukan. Kepada pengelola jurnal Murhum, terima kasih telah menerima artikel ini sehingga dapat dibaca oleh semua. ## REFERENSI [1] N. Widiastita and L. Anhusadar, “Bermain Playdough dalam Meningkatkan Kecerdasan Visual-Spasial Melalui Home Visit di Tengah Pandemi Covid- 19,” Murhum J. Pendidik. Anak Usia Dini , vol. 1, no. 2, pp. 50 – 63, Dec. 2020, doi: 10.37985/murhum.v1i2.17. [2] M. Shaleh, B. Batmang, and L. Anhusadar, “Kolaborasi Orang Tua dan Pendidik dalam M enstimulus Perkembangan Keaksaraan Anak Usia Dini,” J. Obs. J. Pendidik. Anak Usia Dini , vol. 6, no. 5, pp. 4726 – 4734, Jun. 2022, doi: 10.31004/obsesi.v6i5.2742. [3] U. Kartini, I. Fatkhurrohman, and W. S. Rondli, “Pengembangan Metode Cerita Gambar Berbasis Website Interaktif Dalam Kemampuan Bahasa Lisan Dan Budaya Lokal Bagi Anak Paud,” J. Ilm. Mandala Educ. , vol. 9, no. 2, Apr. 2023, doi: 10.58258/jime.v9i2.5011. [4] H. Machmud, A. Abidin, L. Hewi, and L. O. Anhusadar, “Supporting Children with Speech Delay: Speech Therapy Intervention Frameworks from Preschool Teachers,” Int. J. Instr. , vol. 16, no. 4, pp. 485 – 502, Oct. 2023, doi: 10.29333/iji.2023.16428a. [5] A. S. Ismail, “P erkembangan Pengajaran Bahasa Arab dari Masa ke Masa ,” ALQALAM , vol. 20, no. 97, p. 21, Jun. 2003, doi: 10.32678/alqalam.v20i97.644. [6] F. Kimalasari, “Implementasi program pembelajaran dalam lingkungan berbahasa Inggris pada playgroup and kindergarten,” J. Pendidik. Anak , vol. 8, no. 1, pp. 69 – 77, Aug. 2019, doi: 10.21831/jpa.v8i1.26776. [7] Y. F. Surya, “Penggunaan Model Pembelajaran Pendidikan Karakter Abad 21 pada Anak Usia Dini,” J. Obs. J. Pendidik. Anak Usia Dini , vol. 1, no. 1, p. 52, Jun. 2017, doi: 10.31004/obsesi.v1i1.31. [8] W. Wikanengsih, N. Nofiyanti, M. Ismayani, and I. Permana, “ Analisis Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Mata Pelajaran Bahasa Indonesia (Studi terhadap RPP yang Disusun Guru Bahasa Indonesia Tingkat SMP di Kota Cimahi),” P2M STKIP Siliwangi , vol. 2, no. 1, p. 106, May 2015, doi: 10.22460/p2m.v2i1p106- 119.170. [9] U. Wahidin and A. Syaefuddin, “Media Pendidikan Dalam Perspektif Pendidikan Islam,” Edukasi Islam. J. Pendidik. Islam , vol. 7, no. 01, p. 47, Apr. 2018, doi: 10.30868/ei.v7i01.222. [10] W. Wiflihani, “Penggunaan Media Audiovisual dalam Pengajaran Musik,” Gondang J. Seni dan Budaya , vol. 5, no. 1, p. 119, May 2021, doi: 10.24114/gondang.v5i1.24421. [11] I. P. Y. Purandina, “ Implementasi Media Digital untuk Perkembangan Bahasa Inggris Anak Usia Dini ,” Pratama Widya J. Pendidik. Anak Usia Dini , vol. 6, no. 1, p. 66, Apr. 2021, doi: 10.25078/pw.v6i1.2086. [12] R. Ardiana, “Implementasi Media Pembelajaran pada Kecerdasan Bahasa Anak Usia 5- 6 Tahun,” Murhum J. Pendidik. Anak Usia Dini , vol. 2, no. 2, pp. 20 – 27, Dec. 2021, doi: 10.37985/murhum.v2i2.47. [13] D. Halim and A. P. Munthe, “Dampak Pengembangan Buku Cerita Bergambar Untuk Anak Usia Dini,” Sch. J. Pendidik. dan Kebud. , vol. 9, no. 3, pp. 203 – 216, Sep. 2019, doi: 10.24246/j.js.2019.v9.i3.p203-216. [14] J. W. Creswell, Research design : qualitative, quantitative, and mixed methods approaches , 4th ed. Singapore: Sage, 2014. [15] Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif . Bandung: CV Alfabeta, 2016. [16] K. Khotimah, Mustaji, and M. Jannah, “ Pengaruh Metode Bercerita Menggunakan Boneka Tangan terhadap Kemampuan Bahasa Ekspresif dan Emosi Anak Usia Dini ,” J. Ilm. Pendidik. Citra Bakti , vol. 8, no. 2, pp. 223 – 235, Nov. 2021, doi: 10.38048/jipcb.v8i2.350. [17] D. Via Cahya Bulan, N. Sofia Fitriasari, and R. Deni Widjayatri, “Implementasi ECC dalam Mengembangkan Kosakata Bahasa Inggris Calon Pendidik Anak Usia Dini,” Murhum J. Pendidik. Anak Usia Dini , vol. 4, no. 1, pp. 378 – 391, Jul. 2023, doi: 10.37985/murhum.v4i1.224. [18] S. Wahjusaputri, D. Zulviana, L. P. Apriliana, E. Handayani, and A. R. Hakim, “Metode Phonics Menggunakan Aplikasi Oxford Phonics World dalam Pembelajaran Bahasa Inggris bagi Siswa,” Murhum J. Pendidik. Anak Usia Dini , vol. 4, no. 2, pp. 1 – 15, 2023, doi: 10.37985/murhum.v4i2.266. [19] A. Nurul Aini, H. Salim, and E. Anesty Mas hudi, “Kepercayaan Diri Calon Pendidik AUD dalam Berbicara Bahasa Inggris pada Kegiatan English Credential Camp,” Murhum J. Pendidik. Anak Usia Dini , vol. 4, no. 1, pp. 321 – 334, Jul. 2023, doi: 10.37985/murhum.v4i1.216. [20] G. Cahya Utari, Y. Fitriani, a nd F. Fatihaturrosyidah, “English Credential Camp dalam Meningkatkan Kemampuan Bahasa Inggris Calon Guru PAUD,” Murhum J. Pendidik. Anak Usia Dini , vol. 4, no. 1, pp. 349 – 363, Jul. 2023, doi: 10.37985/murhum.v4i1.223. [21] A. Liyana and M. Kurniawan, “Spe aking Pyramid sebagai Media Pembelajaran Kosa Kata Bahasa Inggris Anak Usia 5- 6 Tahun,” J. Obs. J. Pendidik. Anak Usia Dini , vol. 3, no. 1, p. 225, Apr. 2019, doi: 10.31004/obsesi.v3i1.178. [22] N. P. G. Oktapiani, N. M. Asril, and I. D. G. F. Wirabrata, “Upaya Meningkatkan Kosakata Bahasa Inggris Pada Anak Usia Dini Dengan Media Wayang Melalui Video Pembelajaran,” J. Pendidik. Anak Usia Dini Undiksha , vol. 9, no. 2, p. 285, Aug. 2021, doi: 10.23887/paud.v9i2.37466. [23] S. K. Alam and R. H. Lestari, “Peng embangan Kemampuan Bahasa Reseptif Anak Usia Dini dalam Memperkenalkan Bahasa Inggris melalui Flash Card,” J. Obs. J. Pendidik. Anak Usia Dini , vol. 4, no. 1, p. 284, Nov. 2019, doi: 10.31004/obsesi.v4i1.301. [24] N. L. P. Susantini and M. G. R. Kristiant ari, “Media Flashcard Berbasis Multimedia Interaktif untuk Pengenalan Kosakata Bahasa Inggris pada Anak Usia Dini,” J. Pendidik. Anak Usia Dini Undiksha , vol. 9, no. 3, p. 439, Aug. 2021, doi: 10.23887/paud.v9i3.37606.
a1a4c2e1-d28e-48f7-b5a3-8c5865386662
https://j-innovative.org/index.php/Innovative/article/download/5231/3851
INNOVATIVE: Journal Of Social Science Research Volume 3 Nomor 5 Tahun 2023 Page 5141-5151 E-ISSN 2807-4238 and P-ISSN 2807-4246 Website: https://j-innovative.org/index.php/Innovative Pelaksanaan Pembinaan Kepribadian Dalam Metode Bimbingan Kelompok Bagi Anak Kasus Kekerasan Di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Tangerang Tri Yoga Pradipta 1 ✉ , Ali Muhammad 2 Bimbingan Kemasyarakatan,Politeknik Ilmu Pemasyarakatan Email: Triyogapradipta2006@gmail.com 1 ✉ ## Abstrak Pembinaan ialah usaha untuk membuat orang yang dibina menjadi sehat secara jasmani dan rohani, sehingga bisa meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan dalam kehidupan sehari- hari.Dinamika Kelompok adalah Sebuah kelompok ialah sekumpulan individu yang berinteraksi dan memiliki tujuan yang sama. Anak termasuk individu yang dianggap sebagai makhluk yang belum mencapai taraf usia matang ataupun diartikan sebagai individu yang masih memerlukan pengawasan orang tua oleh karena itu Konseling merupakan rangkaian pertemuan antara konselor dengan klien. Dalam pertemuan itu konselor membantu klien mengatasi kesulitan-kesulitanyangdihadah. Tujuan pemberian bantuan ituadalah agar klien dapat menyesuaiaknnya dirinya,baik dengan diri maupun dengan lingkungan. Kata Kunci: Pembinaan, Anak, Dinamika Kelompok, Konseling ## Abstract Coaching is an effort to make the person being coached physically and spiritually healthy, so that they can improve their skills, knowledge and abilities in everyday life. Group Dynamics is a group is a group of individuals who interact and have the same goals. Children include individuals who are considered creatures who have not reached the age of maturity or are defined as individuals who still require parental supervision. Therefore, counseling is a series of meetings between the counselor and the client. In the meeting the counselor helps the client overcome the difficulties they face. The aim of providing assistance is so that clients can adjust themselves, both to themselves and to the environment. Keywords: Coaching, Children, Group Dynamics, Counseling ## PENDAHULUAN Setiap anak yang pernah mengalami trauma akibat kekerasan kemungkinan besar akan menjadi pelaku kejahatan dengan kekerasan, karena pengalaman ini dapat memengaruhi cara mereka berpikir untuk menggunakan kekerasan di masa depan, sehingga membuat mereka lebih rentan terhadap munculnya pandangan salah (Sururin, 2018). Misalnya, seorang anak menjadi korban perundungan dengan kekerasan pada tahap awal penyesuaian diri di sekolah dan dia akan melakukannya pada tahap berikutnya, baik secara berkelompok maupun secara individu. Ada beberapa faktor resiko lainnya yang harus dipertimbangkan salah satunya ialah dengan adanya berbagai gangguan psikologis misalnya gangguan bipolar, kecemasan, skyzofrenia fakta kecenderungan gangguan pada kepribadian (Sri Handayani, 2022). Pada dasarnya kecenderungan karakter kepribadian yang biasa dikaitkan dengan tindak kejahatan ialah narsisme, yakni 1. perasaan jika dirinya istimewa serta lebih unggul dibanding individu lainnya dan merendahkan orang lain serta menganggap jika mereka tidak mempunyai hak, dan 2. psikopati, yakni perilaku yang bertujuan mencapai tujuan tanpa ragu-ragu merugikan ataupun menyakiti orang lain dengan tanpa adanya rasa bersalah. Terdapat berbagai perilaku anak yang menunjukkan adanya gangguan kepribadian yang bisa muncul sejak periode kanak-kanak, seperti perlakuan serta sikap kejam pada makhluk serta hewan, isolasi sosial, ketidakpatuhan yang terus-menerus, riwayat tindakan kriminal yang bersifat ringan, serta obsesi yang tidak baik terhadap kematian, dan pengalaman menjalankan kekerasan serta memulai kenakalan. Kejahatan anak merujuk pada berbagai perilaku yang melanggar berbagai hak yang dimiliki oleh individu lainnya serta aturan. Menurut data yang diperoleh oleh Ketua Komnas Anak Provinsi Banten, dalam waktu enam bulan terakhir, yakni dari bulan Mei hingga November 2022, terdapat sejumlah 286 anak yang terlibat dalam aksi tawuran antar kelompok. Dari jumlah tersebut, 4 anak sudah meninggal dunia akibat terkena luka dari senjata tajam. Beliau juga menginformasikan jika tawuran dan penyerangan yang melibatkan setiap anak di bawah umur ini sudah menyebabkan 13 anak menderita luka yang parah ataupun ringan, serta menyebabkan 4 orang meninggal dunia. Di Indonesia, terdapat beberapa tindakan kejahatan anak yang dihubungkan dengan kurangnya pengawasan dari orang tua. Apabila ditemukan kelalaian, sehingga orang tua yang bertanggung jawab terhadap tindakan kejahatan yang dijalankan oleh anak dan bakal diproses secara hukum. Meskipun begitu, terdapat juga beberapa peristiwa dimana pelaku kejahatan anak diadili sebagai orang dewasa dan akan menerima hukuman sesuai dengan hukum yang berlaku. Keputusan mengenai siapa yang bertanggung jawab atas tindakan kegiatan anak sesuai dengan jenis kejahatan, umur pelaku, dan ketentuan hukum yang berlaku.berikut penjelasan tentang hak anak dan program pembinaan anak dijelaskan pada pasal 85 SPPA berikut penjabaranya yakni: 1. Anak yang dijatuhi pidana penjara ditempatkan di LPKA. 2. Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak memperoleh pembinaan, pembimbingan, pengawasan, pendampingan, pendidikan dan pelatihan, serta hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 3. LPKA wajib menyelenggarakan pendidikan, pelatihan keterampilan, pembinaan, dan pemenuhan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 4. Pembimbing Kemasyarakatan melakukan penelitian kemasyarakatan untuk menentukan penyelenggaraan program pendidikan dan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bahwa seorang anak berhak untuk mendapatkan dan melanjutkan pendidikanya. 5. Bapas wajib melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan program sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam pelaksanaaan kegiatan bapas harus memonitoring segala kegiatan dan program yang ada Ada beberapa faktor resiko lainnya yang harus dipertimbangkan salah satunya ialah dengan adanya berbagai gangguan psikologis misalnya gangguan bipolar, kecemasan, skyzofrenia fakta kecenderungan gangguan pada kepribadian (Sri Handayani, 2022). Pada dasarnya kecenderungan dimulai dari tahap pra-ajudikasi, ajudikasi, hingga pasca-ajudikasi. Setiap tahap pembinaan anak didik pemasyarakatan didampingi oleh Pembimbingan Kemasyarakatan (PK) yang bertanggung jawab untuk memberikan pembimbingan, pendampingan, pengawasan serta melakukan penentuan program pembinaan anak sesuai dengan hasil Kajian Kemasyarakatan (Litmas). Jenis-jenis pembinaan yang dijalankan di LPKA mencakup: 1. Pembinaan Kepribadian, seperti aktivitas kerohanian, kesadaran berbangsa serta bernegara, kesadaran hukum, jasmani serta aktivitas yang lain contohnya seperti melakasanakan aktivitas ibadah baik yang islam menjalankan shalat 5 waktu dan beragama lain menyesuaikan, mengikuti kegiatan upacara hari besar, penyuluhan tentang hukum, seminar tentang membentuk kepribadian seorang anak, dan ikut andil dalam peryaaan hari besar keagaamaan serta sebagainya. 2. Peningkatan keterampilan harus difokuskan pada pengembangan kemampuan ataupun kampanye khusus sesuai dengan minat serta bakat anak yang bisa mendukung potensi mereka. 3. Pendidikan formal serta non-formal termasuk bentuk pembinaan yang mendukung perkembangan akademik anak. Terkadang, pada saat anak wajib menjalani masa hukuman maka aksesnya ke bidang pendidikan menjadi terbatas. Oleh karenanya, LPKA wajib memastikan jika seluruh anak memperoleh hak mereka untuk mendapatkan pendidikan, baik melalui sekolah formal dengan bekerja sama dengan suatu sekolah ataupun melalui pendidikan non-formal seperti program kejar paket dengan bekerja sama dengan lembaga terkait. ## METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif. Memang dalam penelitian ini penulis akan mengaitkan aspek minat dan bakat anak untuk menentukan langkah demi langkah prosedur penelitian yang akan dilakukan. Menurut Nasution (2016), penelitian kualitatif juga diartikan sebagai penelitian naturalistik. Penelitian ini dipahami sebagai penelitian kualitatif karena sifat data yang dikumpulkan tidak menggunakan indikator pengukuran seperti penelitian kuantitatif. Nama lain dari penelitian naturalistik karena keadaan bidang penelitian bersifat “asli” atau bermakna tanpa ada unsur manipulasi dan dirancang dari eksperimen yang sudah ada. Metode kualitatif ini menyintesis fakta-fakta dan relevan langsung dengan penelitian yang dilakukan di lapangan. Williams (2008) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif berbeda dengan jenis penelitian lainnya, terutama dalam sudut pandang mendasarnya mengenai hakikat realitas, hubungan antara penulis dan yang diteliti, kemampuan menarik generalisasi, kemampuan membangun hubungan sebab akibat. , dan peran validitas dalam penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN pembinaan kepribadian sangat dibutuhkan bertujuan untuk membantu memperbeiki kepribadian seseorang yang dahulu tidak teratur dan sekarang menjadi lebih baik lagi serta seperti apa pembinaan yang tepat utuk diberikan kepada anak dan bagaimana jika anak tidak dapat menerima pembinaan yang diberikan oleh petugas.kedepan mampu beradaptasi dengan lingkunganya serta tidak melakukan pengulangan tindak pidana kembali. Ragam Kegiatan LPKA Klas I Tangerang: a. PROGRAM PEMBINAAN 1. Pendidikan Formal a) SD ( Sekolah Dasar) Istimewa, yang bekerjasama dengan SDN 06 Tangerang pada tahun ajaran 2019/2020 memiliki tenaga pengajar sebanyak tujuh orang yang terdiri atas Kepala Sekolah dan guru berbagai mata Pelajaran. b) SMP Istimewa LPKA Klas I Tangerang bekerjasama dengan SMP Negeri 02 Tangerang memiliki tenaga pengajar sebanyak tujuh (7) orang, yang terdiri dari Kepala Sekolah dan guru mata Pelajaran. c) SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) Istimewa SMK, bekerjasama dengan SMKN 02 Tangerang memiliki 19 tenaga pengajar, yang terdiri atas Kepala Sekolah dan beberapa guru mata Pelajaran. d) PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) Istimewa terdiri dari Program Paket B dan C untuk anak yang sedang menjalani masa pembinaan dan masyarakat luar jika ingin belajar bersama di program PKBM LPKA dapat mengikuti program kejar paket.Program pembelajaran ini sudah melaksanakan Ujian Nasional Berbasis Komputer. 2. Pelayanan Kesehatan a) Di dalam LPKA terdapat Poliklinik yang dimana terdapat dokter gigi berjumlah 1 orang dan 4 orang perawat, di Poliklinik ini juga terdapat ruang rawat inap. b) Pelayanan Kesehatan Di Luar LPKA, seperti Rumah Sakit Umum Daerah terdekat sesuai dengan lokasi LPKA. Pelayanan kesehatan ini dilaksanakan dengan harapan untuk meningkatkan taraf kesehatan, mengingat sarana kesehatan seperti ruang poliklinik, ruang rawat inap, laboratorium dan obat-obatan yang masih terbatas sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di lingkungan LPKA. ## 3. Pramuka Setiap anak binaan dalam menjalani masa binaan wajib mengikuti kegiatan ini untuk menumbuhkan jiwa nasionalisme dan kedisiplinan. dimana Kegiatan ini sangat berkaitan dengan membentuk kepribadian seorang anak tumbuh dan kembang anak,kegiatan ini dijadwalkan pelaksanakan pada hari Sabtu siang, kegiatan Pramuka berguna untuk anak yang dimana kegiatan ini mengajarkan anak untuk memiliki sikap peduli dengan orang lain dan saling bekerjasama untuk mencapai sesuatu yang diinginkan. 4. Upacara Bendera Seorang anak harus dilandasi jiwa nasionalisme dan patriotisme anak serta memupuk rasa tanggung jawab atas apa yang mereka perbuat agar mampu menyadarkan anak untuk tidak melakuan tindakan melanggar hukum kembali, kegiatan upacara bendera dilakukan pada hari senin pagi yang dilaksanakan secara rutin dan tertib. 5. Ektra Kulikuler Olahraga. Olahraga yang ada di LPKA diantaranya : a) Bulu Tangkis, kegiatan ini dilaksanakan pada hari tertentu dan Jumat pagi, semua anak berhak dalam memilih olahraga yang mereka gemari dan sukai tanpa adanya keterpaksaan, permainan ini melatih kekuatan otot lengan dan pernapasan yang baik untuk anak. b) Tenis Meja bertujuan menguji kesabaran dan kelincahan anak sehingga anak mampu berfikir tenang dalam mengatsi setiap permasalahan yang ditemui, kegiatan ini dilaksanakan pada hari Jumat. c) Basket, dilakukan pada hari Senin siang dan Jumat pagi, dimana olahraga ini mengajarkan anak untuk bersikap sabar dan kerjasama terhadap tim nya untuk mencapai kemenangan, serta mampu menghilangkan rasa egois dari masing masing anak d) Sepak Bola yang merupakan olah raga yang banyak digemari anak binaan di lingkungan LPKA, sering kali dilaksanakan pada saat kegiatan Class Meeting da merupakan olahraga yang bergengsi yang membuthkan kerjasama yang baik antar pemain e) Futsal, merupakan kegiatan yang banyak dilaksanakan seminggu dua kal yang dimana olahraga ini memerlukan kecerdasan dan juga kerjasama tim yang baik f) Wushu, juga termasuk olah raga yang dikenal dan digemari oleh anak-anak binaan di LPKA, olahraga langka ini digemari selain olahraga yang berbahaya, olahraga ini sangat menantang dan mengajarkan anak untuk bela diri g) Olah Raga Senam, kegiatan ini dilakukan setiap hari Jumat Pagi, yang dimana senanm bertujuan untuk menjaga kesehatan fisik anak dan ketangkasan serta mampu memelihara setiap organ tubuh manusia. Beberapa kegiatan dilaksanakan dengan kondisi lapangan dan perlatan olahraga yang sangat memadai,kegiatan olahraga juga penting terhadap anak kasus kekerasan ini sangat berkaitan untuk menumbuhkan jiwa sportifitas anak dalam membentuk karakter yang lebih baik lagi,karena di dalam badan yang sehat terdapat jiwa dan raga yang sehat. Pada pengembangan pelaksanaanya anak binaan, dan beberapa juga mendatangkan pelatih seperti pelatih wushu dan futsal, dan instruktur pada olah raga senam. 6. Ektra Kulikuler Musik Kegiatan ini merupakan suatu kegiatan seni musik yang ada di LPKA. Alat musik yang tersedia antara lain, angklung, tekhyan, dan Marawis. LPKA Klas I Tangerang sudah melakukan pertunjukkan di berbagai kegiatan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, berpartisipasi di acara Napicraf Kementerian Perindustrian, Napi Produktif yang dihadiri oleh Menteri Hukum dan HAM RI, dan acara pisah sambut Kepala Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia Banten. Tujuan dari ektra kulikuler ini untuk menumbuhkan jiwa musik yang ada pada diri anak melalui kegiatan kegiatan yang dilaksanakan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. 7. Ektra Kulikuler Komik Curhat Komik Curhat merupakan suatu media seperti gambar yang dapat disusun menjadi sebuah cerita menarik bagi anak untuk menyalurkan minat dan bakatnya. Terdapat tema cerita yang dibuat dengan gambar yang disususn menjadi komik curhatan kegiatan ini yang mendapat pendampigan dari Komunitas Rumah Tanpa Jendela yang merupakan sebuah LSM yang memiliki jiwa peduli kepada Anak - anak yang berada di dalam tempat pembinaan LPKA. 8. Pembinaan Kerohanian a) Pembinaan Kerohanian Islam Kegiatan ini dilaksanakan berjamaah lima waktu (subuh, dzhuhur, ashar, maghrib, dan isya) setiap hari, serta Sholat Jum’at secara berjamaah dengan petugas LPKA serta beberapa yayasan Islam yang terdapat di lingkungan LPKA seperti Yayasan Alzhar Tangerang dimana anak diajarkan untuk membaca alquran, Yayasan Peduli remaja yang dimana anak akan mendengarkan ceramah dan cerita agama rutin dalam minggu tersebut, dan Team ESQ Tangerang yang melakukan Tausiah kepada Anak. ## b) Pesantren Pelaksanaan kegiatan sejumlah dua kali dalam satu minggu, dimana materi yang diajarkan di Pesantren Yaitu, Fiqih, Sejarah mengenai Islam, Qiraah, Ilmu Tajwid dan Juga Tahfidz Qur’an. Petugas dari Kementrian Agama, dan juga beberapa relawan merupakan tim pengajar bagi pelaksanaan kegiatan di pesantren ini, didalam kegiatan ini terdapat petugas yang mengawasi anak dalam pelaksanaannya. ## c) Pembinaan Kerohanian Kristen Pelaksanaan kegiatan dijadwalkan setiap hari Senin sampai dengan hari Jumat yangmendapat pendampingan oleh petugas LPKA dan dari Yayasan kristen yang terdapat disekitar LPKA diantaranya, GKI Kwitang, Yayasan Apostolos, Yayasan Batu Penjuru. Kegiatan ini dilaksanakan dengan cara kebaktian rutin, dan juga perayaan hari - hari besar, seperti Natal dan Paskah, pada kegiatan ini terdapat petugas yang mengawasi anak dalam pelaksanaannya. 9. Kegiatan Rekreasi • Membaca Buku Kegiatan ini dapat dilaksanakan pada waktu kosong setelah pembelajaran di kelas, terdapat juga fasilitas membaca buku di ruang perpustakaan. Ruang perpustakaan tersebut menyediakan buku mengenai pelajaran sekolah, ilmu pengetahuan, Agama, Majalah dan Komik. Buku-buku tersebut juga dapat dipinjam untuk dibaca di kamar anak binaan, buku yang terdapat pada Lembaga Pembinaan Khusus Anak merupakan buku yang diberikan oleh pemerintah dan terdapat beberapa buku yang disumbangkan oleh masyarakat serta lembaga lembaga pemerhati anak yang peduli akan keberlangsungan masa depan anak. • Kreatifitas Dari Bahan Daur Ulang Kegiatan yang dapat dilakukan dengan bahan yang dapat di daur ulang seperti menggunakan koran bekas yang diolah menjadi hiasan yang memiliki nilai seni, seperti membuat tas, bingkai foto, tempat tissue, tempat pensil, alas cangkir, membuat kotak kado, lampion dan berbagai macam kreasi lainnya, maksud dari adanya kegiatan ini, agar nantinya anak dapat berkreasi dan tidak kembali melakukan perbuatan yang melanggar hukum, serta anak diharapkan dapat menjadi role model yang baik bagi masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. ## • Menonton Televisi Kegiatan ini merupakan kegiatan yang menyenangkan dimana anak dapat menonton televisi untuk menambah wawasan dan dapat mengetahui informasi dari berbagai belahan dunia, kegiatan ini dilaksanakan setelah pulang dari kegiatan pembelajaran sekolah, dalam kegiatan menonton tv anak mendapatkan pendampingan dari petugas dari LPKA agar anak tidak salah dalam menerima berita dan bahan tontonan yang disiarkan oleh media televisi. Disediakan juga program kegiatan Keterampilan kerja selain dari Program Pendidikan, yang dimaksud sebagai bekal bagi anak kedepan nya kelak,dan anak diharapkan menjadi contoh perubahan yang baik untuk masyarakat nantinya, adapun keterampilan kerja yang tersedia terdiri dari : 1) Pelatihan Sablon. Pelatihan ini diajarkan agar nantinya anak memiliki kemampuan untuk mengasihkan suatu usaha yang mendapatkan nominal ketika sudah bebas serta mampu untuk membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang membutuhkan. 2) Pelatihan Pengelasan. Pelatihan pelatihan ini bertujuan untuk membantu anak agar memiliki keahlian untuk bekerja ketika sudah selesai menjalani masa pidana, pelatihan ini juga memiliki tujuan yang baik untuk masa depan anak serta mampu menjadi pekerjaan yang dapat menghidupi anak di masa depan nya. 3) Pelatihan Budi Daya Ikan Lele. Anak diaajarkan untuk budidaya ikan agar anak dapat mengimplementasikan nya sebagai mata pencaharian dan dapat membuka lowongan pekerjaan bagi orang lain serta dapat menghindarkan anak dari perbuatan yang dapat menyebabkan anak berhadapan kembali dengan Lembaga Pembinaan Khusus Anak maupun Lembaga Pemasyarakatan. 4) Pelatihan Pertanian ( Tanaman Sayur Mayur ). Pelatihan ini juga tidak terlepas untuk bekal anak kedepan nya yang dimana mampu menjamin anak dimasa depannya dan baik nya dapat membuka lowongan pekerjaan bagi orang lain. ## 5) Pelatihan Mencukur Rambut Pelatihan ini tidak jauh beda dengan pelatihan pelatihan yang lain nya, yang dimana pelatihan ini bertujuan untuk kebaikan anak kedepannya, serta anak dapat membuka usaha potong rambut untuk mendapatkan penghasilan. ## 6) Pelatihan Pembuatan Meubel Tujuan dari pelatihan ini agar anak memiliki keahlian dalam membuat kerajian berbahan kayu dan dapat menghasilkan pendapatan yang mampu membantu dalam kehidupan anak Berdasarkan data yang didapatkan di lapangan pelaksanaan program pembinaan kepribadian ini lebih mengacu kepada wali asuh dalam mengembannya, pentingnya kepribadian akan membentuk seorang anak menjadi lebih baik dalam masa depanya,maka diperlukan keahlian keahlian yang memahami tentang psikologis dan assessment secara rutin ,pengawasan secara rutin oleh wali asuh kepada anak binaan. Oleh karena itu dimana pembinaan kepribadian sangat dibutuhkan bertujuan untuk membantu memperbeiki kepribadian seseorang yang dahulu tidak teratur dan sekarang menjadi lebih baik lagi serta seperti apa pembinaan yang tepat utuk diberikan kepada anak dan bagaimana jika anak tidak dapat menerima pembinaan yang diberikan oleh petugas. Anak Didik Pemasyarakatan yang telah usai dari menjalanin masa pidana akan dikembalikan ke lingkungan atau asal mereka kembali dan tentu ini menjadi stigmatisasi oleh masyarakat yang berpandangan buruk terhadapnya tidak sedikit anak-anak tersebut yang psikis dan mentalnya down karena stigma yang diberikan masyarakat itu sangat kuat maka dari itu di Lembaga Pembinaan Khusus Anak merka harus betul dan benar dalam menjalanin pembinaanya,disinilah karakter seorang anak dibentuk dan diatur .dimana pembinaan juga harus dibekali dengan pendidikan, keterampilan, ilmu agama dan pedoman hidup yang baik, agar kedepan mampu beradaptasi dengan lingkunganya serta tidak melakukan pengulangan tindak pidana kembali. ## SIMPULAN Pembinaan kepribadian adalah pembinaan yang banyak kegiatanya dibandingkan kegiatan Pembinaan Kemandirian terutama terkhusus di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Tangerang, terkhusus di LPKA Kegiatan Pembinaan Kemandirian itu tidak ada ,Pembinaan kepribadian ini sangat penting mengenai anak binaan karena karakter seseorang harus dibenahi diawali melalui kepribadianya,kegiatan ini di LPKA Kelas I Tangerang meliputi kegiatan Keagamaaan,Pendidikan,Pengasuhan,Pembimbingan.disini penulis mencatumkan metode bimbingan Kelompok bertujuan untuk meningkatkan pemahaman sistematika kelompok,karena rawannya bahaya terhadap seorang anak di akibatkan salah pergaulan terhadap kelompok,ia tidak mengenali kelompok lingkunganya sehingga seorang anak gampang terpangaruh untuk berbuat yang tidak baik maupun melakukan pidana. ## DAFTAR PUSTAKA Ardinata, R., & Angraini, R. (2021). Kendala-Kendala dalam Pembinaan Moral di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II B Tanjung Pati. Journal of Civic Education, 3(4), 407 – 413. https://doi.org/10.24036/jce.v3i4.384 Arliman S, L. (2018). Peran Komisi Pelindungan Anak Indonesia Untuk Mewujudkan Perlindungan Anak Di Indonesia. Jurnal Hukum Respublica, 17(2), 193 – 214. https://doi.org/10.31849/respublica.v17i2.1932 A sy’ari, S. (2021). Kekerasan Terhadap Anak. Jurnal Keislaman, 2(2), 178 – 194. https://doi.org/10.54298/jk.v2i2.3383 Irwan. (2017). Etika dan Perilaku Kesehatan. Lia, S. (2022). DAMPAK PANDEMI COVID-19 PADA KEGIATAN EKSPOR IMPOR jurnal saintek,volume 22 nomor 2, Maret 2022. ץראה , 22 (8.5.2017), 2003 – 2005 . https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/autism-spectrum-disorders Linda, B. (2020). PELAKSANAAN PEMBINAAN KEPRIBADIAN PADA ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN (STUDI DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK KELAS II LOMBOK TENGAH). File:///C:/Users/VERA/Downloads/ASKEP_AGREGAT_ANAK_and_REMAJA_PRINT.Docx , 21(1), 1 – 9. Napsiyah, S., & Zaky, A. (2021). Pendekatan Group Work Dalam Praktik Pekerjaan Sosial: Pengalaman Pekerja Sosial Di Lembaga Kesejahteraan Sosial (Lks) Di Indonesia. EMPATI: Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial, 9(2), 123 – 129. https://doi.org/10.15408/empati.v9i2.17869 Ramadhan, A. N., Sholih, & Siregaar, H. (2019). Implementasi program pembinaan kepribadian dalam meningkatkan kemandirian sosial pada anak binaan di lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) kelas I kota tangerang. Journal of Chemical Information and Modeling, 4(2), 111 – 120. Yuliyanto. (2020). Pembinaan Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Bandung (Correctional for Children in Conflict with the Law in at the Class II Children Correctional Institution in Bandung). Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, 20(1), 103 – 116.
486953a5-eae5-4e84-b5dc-6c6e6abdd848
http://www.societasdei.rcrs.org/index.php/SD/article/download/41/24
## EVALUASI TERHADAP PERATURAN BERSAMA MENTERI TAHUN 2006 TENTANG PENDIRIAN RUMAH IBADAH ## Binsar A. Hutabarat ## Reformed Center for Religion and Society ABSTRACT: This article with a title “ Evaluation to the Joint Regulation of Ministers in 2006 about the Establishment of a House of Worship” will focus on the evaluation of the formulation of the Joint Regulation of Ministers in 2006 about the Establishment of a House of Worship (Peraturan Bersama Menteri - PBM), as well as the evaluation of the application and impact of the enacted regulation. The research methodology uses qualitative research with an in-depth interview to some church leaders in Bekasi, West Java who are directly connected with the enactment of this regulation, and also research to the related documents with the PBM, especially the policy which founded the PBM. The research finding is that the formulation of the Joint Regulation of Ministers about the Establishment of a House of Worship has not yet fitted with the formulation policy model of a democratic country so that its application is not in accordance with the expected goal. PBM application gives negative impact to the inter-religious harmony in Indonesia. KEYWORDS: regulation of the establishment of a house of worship, freedom of worship, policy evaluation ABSTRAK: Artikel yang berjudul “Evaluasi terhadap Peraturan Bersama Menteri Tahun 2006 tentang Pendiriran Rumah Ibadah” ini akan fokus pada evaluasi formulasi Peraturan Bersama Menteri Tahun 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah (PBM), serta evaluasi penerapannya dan dampak dari diberlakukannya peraturan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam kepada sejumlah pimpinan gereja di Bekasi, Jawa Barat yang terkait langsung dengan pelaksaan peraturan tersebut, dan juga penelitian terhadap dokumen- dokumen terkait dengan PBM, secara khusus kebijakan yang melandasi PBM. Temuan penelitian ini adalah formulasi Peraturan Bersama Menteri tentang Pendirian Rumah Ibadah belum sesuai dengan model perumusan kebijakan negara demokratis, sehingga penerapannya tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Penerapan PBM berdampak buruk terhadap kerukunan antarumat beragama di Indonesia. KATA-KATA KUNCI: peraturan pendirian rumah ibadah, kebebasan beribadah, evaluasi kebijakan. ## Pendahuluan Indonesia adalah negara dengan masyarakat yang amat plural baik dalam hal suku, budaya, dan agama. Proteksi kebebasan beragama dalam negara yang sangat plural seperti Indonesia ini membutuhkan kebijakan yang unggul dan non-diskriminatif. Sebaliknya, hadirnya kebijakan- kebijakan yang buruk dan diskriminatif akan menyebabkan timbulnya ketidakadilan, yang akhirnya bermuara pada konflik antaragama. Apabila pemerintah Indonesia gagal membuat kebijakan yang unggul dalam bidang kehidupan antaragama di Indonesia, maka taruhannya adalah disintegrasi bangsa yang mengancam keutuhan bangsa Indonesia. Kebijakan yang diskriminatif akan berdampak panjang, yakni kian menipisnya toleransi antarumat beragama di Indonesia. Indonesia hanya bisa menjadi bangsa yang toleran dan terus memelihara toleransi antaragama jika kebijakan yang dihasilkan terkait dengan kehidupan bersama agama-agama adalah kebijakan-kebijakan yang unggul dan tentu saja dapat diimplementasikan. 6 Salah satu produk undang-undang yang menimbulkan kontroversi terkait dengan kehidupan bersama agama-agama adalah Surat Keputusan (SK) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor: 01/BER/MDN- 6 Riant Nugroho, Public Policy (Jakarta: PT Gramedia, 2009), 39. MAG/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-pemeluknya. Dalam pasal 4 ayat 1 perundang- undangan tersebut dijelaskan bahwa pendirian rumah ibadah perlu mendapat izin dari kepala daerah atau pejabat pemerintah di bawahnya yang dikuasakan untuk itu. Latar belakang dikeluarkannya SK tersebut karena ada gejala-gejala bahwa dalam beberapa daerah, jumlah umat Kristen bertambah dengan pesat, dan di beberapa daerah terjadi aksi perusakan terhadap gedung gereja. 7 SKB Dua Menteri ini pada masa reformasi mengalami perubahan menjadi Peraturan Bersama Menteri (PBM) dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006, dan Nomor 8 Tahun 2006. Namun, inti dari PBM tersebut tidak berbeda dari SKB yang membatasi kebebasan beragama, khususnya pembangunan tempat ibadah yang menuntut adanya sejumlah 60 (enam puluh) tanda tangan orang dewasa dari masyarakat di mana tempat ibadah itu akan didirikan. Untuk pendirian gereja, sekurang- kurangnya diajukan oleh 90 orang anggota dewasa. 8 Kajian ini secara khusus akan mengevaluasi struktur dan rumusan Peraturan Bersama Menteri (PBM) tentang pendirian rumah ibadah, serta meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan PBM. Penelitian penerapan PBM ini secara khusus dilakukan di Bekasi. Karena kebijakan yang unggul pastilah dapat diimplementasikan untuk membawa pada kehidupan beragama yang lebih harmonis. Sebuah kebijakan yang tidak dapat diimplementasikan dengan baik pastilah terkait dengan isi rumusan kebijakan tersebut. ## Kajian Teori ## Kebijakan Publik Kebebasan Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah 7 Ibid. 8 ________ Bahan Rapat Konsultasi Pimpinan Lembaga Persekutuan Gerejawi Aras Nasional dengan Pemerintah Pusat tentang Implementasi Peraturan Bersama No. 9 dan 8 Tahun 2006 (Jakarta, 2008). Wayne Parsons berujar, kebijakan ( policy ) adalah istilah yang tampaknya banyak disepakati bersama, “dalam penggunaan yang umum”, istilah kebijakan dianggap berlaku untuk sesuatu yang ‘lebih besar’ ketimbang keputusan tertentu, tetapi lebih kecil ketimbang gerakan sosial.” 9 Sejalan dengan Parsons, mengenai istilah kebijakan Budi Winarno berpendapat, secara umum istilah “kebijakan” atau “ policy ” digunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang tertentu.” 10 Selanjutnya Winarno menjelaskan, pengertian kebijakan seperti di atas hanya memadai untuk keperluan pembicaraan biasa atau umum, namun menjadi kurang memadai untuk pembicaraan- pembicaraan yang lebih bersifat ilmiah dan sistematis menyangkut analisis kebijakan publik. 11 Secara lebih detail Wayne Parsons menerangkan mengenai istilah kebijakan seperti berikut: Makna modern dari gagasan “kebijakan” dalam bahasa Inggris adalah seperangkat aksi atau rencana yang mengandung tujuan politik yang berbeda dengan makna “ administration ”. Yang lebih penting khususnya sejak periode pasca-Perang Dunia II, kata policy mengandung makna kebijakan sebagai sebuah rationale , sebuah manifestasi dari penilaian yang penuh pertimbangan… Sebuah kebijakan adalah usaha untuk mendefinisikan dan menyusun basis rasionale untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. 12 9 Wayne Parsons, Public Policy (Jakarta: Kencana, 2006), 14. 10 Budi Winarno , Kebijakan Publik: Teori, Proses, dan Studi Kasus (Jakarta: Center of Academic Publishing Service, 2007), 19. 11 Ibid. 12 Wayne Parsons, op. cit., 15. Parsons mengutip Hogwood dan Gunn menyebutkan sepuluh penggunaan istilah kebijakan dalam pengertian modern antara lain: sebagai label untuk sebuah bidang aktivitas, sebagai ekspresi tujuan umum atau aktivitas negara yang diharapkan, sebagai proposal spesifik, sebagai keputusan pemerintah, sebagai otorisasi formal, sebagai sebuah program, sebagai sebuah output, sebagai “hasil” atau outcome , sebagai teori atau model, sebagai sebuah proses. Makna kata "kebijakan" harus dipahami dalam konteks historis, makna kebijakan yang senantiasa berubah menunjukkan perubahan- perubahan dalam praktik kebijakan. Pada awalnya istilah “kebijakan” atau pokok-pokok platform menjadi rasionalitas politik. Mempunyai kebijakan berarti memiliki alasan atau argumen yang mengandung klaim bahwa pemilik kebijakan memahami persoalan beserta solusinya. Kebijakan dalam hal ini mengemukakan apa yang sedang terjadi dan apa yang seharusnya dilakukan. Artinya, sebuah kebijakan memberikan semacam teori yang mendasari klaim legitimasi. Selanjutnya, dengan berkembangnya sistem partai dan pemilu modern di masyarakat industri, diskursus kebijakan kemudian menjadi sarana utama bagi elektorat untuk terlibat dalam kegiatan “politik” dan persaingan elite politik. Politisi diharapkan punya “kebijakan” sebagaimana halnya sebuah toko mesti mempunyai barang dagangan. Kebijakan merupakan “mata uang” penting dalam perdagangan demokratik. 13 Gagasan kebijakan sebagai “produk” atau “prinsip” kemudian berkembang menjadi istilah dalam konotasi netral seperti dinyatakan oleh Lasswell: “Kata 'kebijakan' ( policy ) umumya dipakai untuk menunjukkan pilihan terpenting yang diambil baik dalam kehidupan organisasi atau privat.” 14 Jadi Lasswell tidak membatasi penggunaan istilah kebijakan hanya dalam area politik saja, menurutnya, ”Kebijakan” bebas dari konotasi yang dicakup dalam kata politis ( political ) yang sering kali diyakini mengandung makna “keberpihakan” dan korupsi.” 15 Meskipun belum ada kes epakatan apakah “policy” diterjemahkan menjadi, “kebijakan” atau “kebijaksanaan” akan tetapi tampaknya kecenderungan “policy” diterjemahkan menjadi kebijakan, oleh karena itu “public policy” diterjemahkan dengan kebijakan publik. 16 13 Ibid., 16. 14 Ibid., 17. 15 Ibid., 17. 16 Lembaga Administrasi Negara, Analisis Kebijakan Publik (Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, 2008), 4. Menurut Tilaar dan Nugroho istilah kebijakan publik mempunyai banyak pemahaman teoritis 17 , yang dirumuskannya demikian: Kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh negara, khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan dari negara yang bersangkutan. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat transisi, untuk menuju kepada masyarakat yang dicita-citakan. 18 Berdasarkan definisi di atas jelaslah bawa kebijakan publik merupakan upaya yang dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan publik. Thomas R. Dye merangkum dari definisi-definisi mengenai kebijakan publik demikian: “ Public policy is whatever governments choose to do or not to do” 19 (kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintahan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan) . 20 Bagi Dye pusat perhatian kebijakan publik tidak hanya pada apa yang dilakukan pemerintah, melainkan termasuk juga apa saja yang tidak dilakukan oleh pemerintah. Karena hal-hal yang tidak dilakukan pemerintah mempunyai dampak yang cukup besar terhadap masyarakat seperti halnya dengan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah. 21 Berdasarkan definisi-definisi di atas, jelaslah bahwa kebijakan publik mempunyai beberapa implikasi sebagaimana ditegaskan Anderson, kebijakan publik berorientasi pada maksud atau tujuan, bukan perilaku 17 H.A.R. Tilaar dan Rian Nugroho, Kebijakan Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2009), 183-4. 18 Ibid., 184-5. 19 Thomas R. Dye, Understanding Public Policy (United States: Prentice Hall, 1978), 1. Thomas Dye menjelaskan : More elaborate definition of public policy are found in literature, of course, but on examination they seem to boil down to the same thing . David Easton defines public policy as “the authoritative allocation of values for the whole society” but it turns out that only the government can authoritatively act on the whole society, and everything the government choose to do or not to do results in the whole allocation of values. Laswell and Kaplan defines policy “as a projected program of goals, value, and practices” and Carl Friedrich says, it is essential. 20 Ibid., 35. 21 Lihat, Irawan Suntoro dan Hasan Hariri, Kebijakan Publik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015), 3. serampangan. Kebijakan publik bukan sesuatu yang berlaku begitu saja, melainkan direncanakan oleh aktor-aktor politik yang terlibat dalam sistem politik. Kebijakan merupakan arah atau pola tindakan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah, bukan merupakan keputusan-keputusan tersendiri. Suatu kebijakan mencakup tidak hanya keputusan untuk menetapkan undang-undang mengenai suatu hal, tetapi juga keputusan- keputusan beserta dengan pelaksanaannya. Dan kebijakan adalah apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemerintah dalam mengatur persoalan- persoalan publik misalnya terkait dengan kehidupan beragama, demikian juga perihal pendirian rumah ibadah. Kebijakan publik mungkin dalam bentuknya bersifat positif dan negatif. Secara positif, kebijakan, mungkin mencakup bentuk tindakan pemerintah yang jelas untuk untuk mempengaruhi suatu masalah tertentu. Secara negatif, kebijakan mungkin mencakup suatu keputusan oleh pejabat-pejabat pemerintah, tetapi tidak untuk mengambil keputusan tindakan dan tidak untuk melakukan sesuatu mengenai suatu persoalan yang memerlukan keterlibatan pemerintah. Dengan kata lain, pemerintah dapat mengambil kebijakan untuk tidak melakukan campur tangan dalam bidang-bidang umum maupun khusus. Kebijakan tidak campur tangan mungkin mempunyai konsekuensi- konsekuensi besar terhadap masyarakat atau kelompok-kelompok masyarakat. Dalam bentuknya yang positif, kebijakan publik didasarkan pada undang-undang dan bersifat otoritatif. 22 Kebijakan publik ini adalah jalan bagi pemerintah Indonesia untuk mencapai apa yang dicita-citakan seluruh rakyat Indonesia, yaitu terwujudnya suatu masyarakat yang adil dan makmur. Sedang dalam bidang kehidupan beragama, kebijakan publik adalah pedoman bagaimana negara mencapai apa yang diperintahkan Pasal 29 UUD 1945 tentang Kebebasan Beragama. (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan 22 Budi Winarno, op. cit ., 23-4. kepercayaannya itu. Pemerintah mendapatkan mandat rakyat untuk memberikan proteksi terhadap kebebasan beragama, kebebasan beribadat baik secara pribadi maupun secara berkelompok dalam sebuah rumah ibadat. Kebijakan perlindungan terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan secara tegas ditetapkan dalam UUD RI. Kebijakan tersebut mesti menjadi pedoman bagi peraturan-peraturan di bawahnya. Kebijakan perlindungan kebebasan beragama secara langsung mensyaratkan adanya hak kebebasan mendirikan rumah ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan. Hak menjalankan ibadah dan mendirikan rumah ibadah ini tergolong kategori hak yang dapat dibatasi ( derogable right ). Pembatasan tersebut menurut Deklarasi Universal HAM pasal 18 ayat (2) berbunyi seperti berikut: Kebebasan menjalankan dan menentukan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan yang diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat, atau hak-hak kebebasan mendasar orang lain. Perserikatan Bangsa-Bangsa secara khusus menjamin adanya perlindungan atas rumah- rumah ibadah yang digunakan oleh warga. Hak untuk membangun rumah ibadah merupakan perwujudan dari kebebasan beragama atau berkeyakinan, sebagaimana hak untuk menggunakan dan memasang simbol agama/keyakinan, dan menjalankan hari libur keagamaan/keyakinan. 23 Selain dokumen DUHAM 1948, Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik, ada dua dokumen lain yang dideklarasikan PBB, dan dokumen- dokumen tersebut menyediakan standar-standar internasional yang diakui secara luas, serta dapat digunakan sebagai rujukan untuk menyelesaikan masalah-masalah HAM. Pertama adalah dokumen Deklarasi untuk Mengeliminasi Segala Bentuk Praktik Intoleransi dan Diskriminasi Berdasarkan Agama dan Kepercayaan (Declration on elimination of All Forms Intolerance and Discrimination Based on Religion or Belief). Pasal 2 Deklarasi ini mewajibkan negara untuk mengambil tindakan efektif dalam mencegah atau menghapus praktik diskriminasi berbasis agama dan keyakinan. Bahkan negara juga memiliki kewajiban untuk membatalkan setiap produk perundang- undangan yang berisi pesan diskriminasi. Kedua, dokumen Deklarasi untuk Melindungi Hak-Hak Individu Minoritas untuk Bidang Nasionalitas/Etnis, Agama, dan Bahasa ( Declaration on the Rights of Persons Belonging to National or Ethnic, Religious and Linguistic Minorities ) . Pasal 4 ayat (2) Deklarasi tersebut menyatakan negara juga berkewajiban untuk memberikan perlindungan bagi individu-individu minoritas agar mereka bisa menjalankan ritual agamanya dengan bebas. Negara juga berkewajiban untuk mengambil tindakan efektif untuk menciptakan iklim kondusif agar individu-individu minoritas dapat menjalankan ibadahnya dengan baik. 24 Arti penting sebuah rumah ibadah untuk menjalankan ibadah secara bersama-sama itulah yang membuat pemerintah Indonesia pada awalnya tidak mewajibkan pengurusan izin pendirian rumah ibadah, apalagi pada awalnya daerah-daerah di Indonesia umumnya bersifat homogen. Namun, dengan berjalannya waktu, dan perpindahan penduduk yang makin tinggi, maka daerah-daerah di Indonesia menjadi lebih heterogen, dan hadirlah persoalan terkait dengan pendirian rumah ibadah. Untuk mengatasi konflik tentang pendirian rumah ibadah pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan tentang pendirian rumah ibadah. Peraturan tentang pendirian rumah ibadah ini pertama kali dikeluarkan pada tahun 1969 dalam bentuk Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 01/BER/MDN/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat oleh Pemeluk- pemeluknya. Terbitnya SKB tersebut ternyata kemudian dijadikan instrumen bagi penutupan gereja di berbagai tempat. Dengan alasan itu kemudian pemerintah merevisi SKB tersebut menjadi PBM No. 9/2006 dan 8/2006 dan di dalamnya juga mengatur pendirian rumah ibadah. PBM memang memiliki perbedaan dengan SKB, namun keduanya memiliki persamaan. Yakni mensyaratkan keharusan pengurusan izin rumah ibadah. ## Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode kualitatif ini digunakan dengan alasan karena masalah-masalah penelitian perlu digali untuk mendapatkan sebuah pengertian yang mendalam. 25 Data kualitatif ini memungkinkan pembaca mendapatkan pemahaman yang melampaui angka-angka dan statistik inferensi. 26 Teknik pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan menggunakan teknik kondisi yang alami, sumber data primer, dan teknik observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. 27 Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian evaluasi ini adalah wawancara ( interview ) untuk mengetahui hal-hal yang lebih mendalam dari responden. 28 Teknik yang digunakan adalah wawancara tidak terstruktur untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam. 29 Teknik analisis data kualitatif secara tipikal mengikuti langkah- langkah pengumpulan data yang dikumpulkan ke dalam kategori-kategori informasi yang disusun. Teknik pengumpulan data secara kualitatif menggunakan teknik triangulasi, artinya pengumpulan data dilakukan 25 John W. Creswell, Educational Research (Boston: Pearson, 2012), 16-8. 26 Patricia J. Rogers, Delwyn Goodrick, “Qualitative Data Analysis” dalam Joseph S. Wholey, et. al., Hand Book of Program Evaluation (San Francisco: Jossey-Bass, 2010), 429. 27 M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Ar- Ruzz Media, 2012), 164. 28 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Alfa Beta, 2012), 194. 29 Ibid. secara terus-menerus sampai mendapatkan data jenuh. Selanjutnya, mengenai teknik analisis data kualitatif ini dilakukan dengan menyusun data yang telah dikumpulkan melalui wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain secara sitematis agar temuan tersebut dapat menjadi bahan informasi. Analisis data dilakukan dengan mengorganisir data berupa informasi itu, menjabarkannya dalam unit-unit dengan melakukan sintesa, kemudian menyusun dalam pola, memilih yang penting untuk dipelajari, dan kemudian dibuat kesimpulan. ## Hasil Penelitian ## Evaluasi Struktur PBM tentang Pendirian Rumah ibadat Berdasarkan konsiderans menimbang dari Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala daerah dalam Pemiliharaan Kerukunan Umat beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat dijelaskan: a. bahwa hak beragama adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun; b. bahwa setiap orang bebas memilih agama dan beribadat menurut agamanya; c. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu; d. bahwa pemerintah berkewajiban melindungi setiap usaha penduduk melaksanakan ajaran agama dan ibadat pemeluk-pemeluknya, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, tidak menyalahgunakan atau menodai agama, serta tidak mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum; e. bahwa pemerintah mempunyai tugas untuk memberikan bimbingan dan pelayanan agar setiap penduduk dalam melaksanakan ajaran agamanya dapat berlangsung dengan rukun, lancar, dan tertib; f. bahwa arah kebijakan pemerintah dalam pembangunan nasional di bidang agama antara lain peningkatan kualitas pelayanan dan pemahaman agama, kehidupan beragama, serta peningkatan kerukunan intern dan antarumat beragama; g. bahwa daerah dalam rangka menyelenggarakan otonomi, mempunyai kewajiban melaksanakan urusan wajib bidang perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang serta kewajiban melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan, dan kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; h. bahwa kerukunan umat beragama merupakan bagian penting dari kerukunan nasional; i. bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenangnya mempunyai kewajiban memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat; j. bahwa Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 01/BER/MDN- MAG/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-pemeluknya untuk pelaksanaannya di daerah otonom, pengaturannya perlu mendasarkan dan menyesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 30 Alasan dari diterbitkannya PBM tentang Pendirian Rumah Ibadah adalah bisa dilihat dalam pasal 29 UUD 1945 tentang kebebasan beragama. Jadi terbitnya PBM adalah untuk melaksanakan kebijakan negara yang dituangkan dalam UUD 1945 karena belum ada UU turunan dari UUD tentang kebebasan beragama. Selanjutnya, dalam konsiderans mengingat ditetapkan seperti berikut: 1. Undang-Undang Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2726); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3298); 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 30 Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala daerah dalam Pemiliharaan Kerukunan Umat beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat. 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886); 4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 31 Konsiderans mengingat adalah dasar hukum dari dikeluarkannya PBM tentang pendirian rumah ibadah. Dasar hukum yang pertama adalah Undang-Undang Penetapan Presiden Nomor 1 tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Sedang Penetapan Presiden menurut Undang-Undang No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 10 menjel askan bahwa “Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan undang- undang sebagaimana mestinya.” 32 Dengan demikian karena UUD 45 tentang kebebasan beragama belum diturunkan dalam undang-undang di bawahnya, maka jelaslah bahwa landasan PBM adalah UUD 1945 tentang kebebasan beragama, maka dengan demikian dapat dipahami PBM merupakan pedoman pelaksanaan penunaian kebebasan beribadat secara berkelompok dalam hal pendirian rumah ibadat sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 tentang kebebasan beragama. Artinya, Pedoman pelaksanaan UUD 1945 tentang kebebasan beragama dan beribadat yang dituangkan dalam PBM tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945 yang menjamin kebebasan mendirikan rumah ibadat, serta beribadah secara berkelompok. PBM bukan kebijakan yang dapat membatasi pendirian kebebasan beribadat yang dijamin dalam konstitusi Republik Indonesia. Struktur PBM dapat dipahami dalam perundang-undangan Republik Indonesia dengan melihat pada Undang-Undang No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 7 Undang-undang tersebut mengatur perihal jenis dan hierarki Peraturan Perundang- 31 Ibid. 32 Lihat juga, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan. undangan yang adalah sebagai berikut: 33 a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; c. Peraturan Pemerintah; d. Peraturan Presiden; e. Peraturan Daerah Karena PBM dilandaskan pada ketetapan presiden, dan ketetapan presiden bertujuan melaksanakan undang-undang, sedangkan penjabaran UUD 1945 belum dijabarkan dalam undang-undang di bawahnya, maka dapat dipahami bahwa PBM adalah pedoman untuk melaksanakan UUD 1945, secara khusus tentang kebebasan beragama dan kebebasan menjalankan ibadah menurut agama masing masing. ## Evaluasi Formulasi PBM Proses formulasi PBM dapat diketahui bahwa peraturan ini merupakan hasil interaksi di antara institusi-institusi negara, seperti layaknya jenis kebijakan kontinentalis. Berbeda dengan kebijakan Anglo- Saxon yang memahami kebijakan publik sebagai turunan politik demokrasi, dan melihat kebijakan publik sebagai sebuah interaksi antara negara rakyat (publik). 34 Dengan demikian dapat dipahami bahwa model perumusan PBM yang elitis, inkrementalis ini, tidak sesuai dengan konstitusi negeri ini yang menetapkan Indonesia sebagai negara demokrasi. Mestinya model rumusan PBM sebuah negara demokratis seperti Indonesia mengadopsi model kebijakan publik yang demokratis, dengan melibatkan semua stakeholder. Dengan demikian jelaslah bahwa formulasi PBM tidak benar dalam proses formulasinya. Formulasi PBM yang tidak melibatkan semua stakeholder 33 Undang-Undang No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 7. Lihat juga, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 34 Riant Nugroho, Public Policy , op. cit ., 22. khususnya komunitas-komunitas agama membuat formulasi PBM tersebut tidak transparan. Bahkan penetapannya masih menimbulkan kontroversi. Pada awal ditetapkannya peraturan tersebut, Gomar Gultom, sekretaris umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) pernah mengatakan, "Kendati PBM tidak sesuai dengan prinsip-prinsip HAM, terutama kebebasan beribadah, PBM diharapkan bisa membantu masyarakat Indonesia yang sangat majemuk untuk menjalankan ibadah dengan baik". 35 Mengutip apa yang diungkapkan Andreas A. Yewangoe, yang pada saat diterbitkannya PBM menjabat sebagai ketua umum PGI, Gomar Gultom selanjutnya menegaskan, “Kalau ternyata PBM ini lebih melancarkan pembangunan gedung-gedung ibadah sebagai wujud kerukunan otentik di antara warga, maka ia telah menjadi berkat bagi negeri ini. Kalau sebaliknya, maka PBM ini mesti ditinjau kembali, bahkan dicabut.” 36 Pemahaman yang beragam terhadap rumusan PBM mengindikasikan bahwa kebijakan elitis tersebut lemah dalam sosialisasi. Akibatnya implementasi PBM bukannya melindungi kebebasan beribadat, sebaliknya dijadikan instrumen untuk menutup rumah-rumah ibadat yang belum memiliki izin, dan dijadikan alat untuk mempersulit komunitas agama tertentu untuk memiliki rumah ibadat. Perlunya izin khusus pendirian rumah ibadah di Indonesia berawal dengan diterbitkannya Surat Keputusan (SK) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor: 01/BER/MDN-MAG/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-pemeluknya. Dalam pasal 4 ayat 1 dijelaskan bahwa pendirian rumah ibadah perlu mendapat izin dari kepala daerah atau pejabat pemerintah di bawahnya yang dikuasakan untuk itu. SK-SK bersama mengenai peraturan untuk mendirikan rumah ibadah itu hanya mengatur pendirian rumah ibadah 35 Gomar Gultom (ed), Dari SKB ke PBM (Jakarta: PGI, 2006), 10. 36 Ibid. untuk orang Kristen. 37 Karena memang latar belakang dikeluarkannya SK tersebut karena ada gejala-gejala bahwa di beberapa daerah jumlah umat Kristen bertambah dengan pesat, dan di beberapa tempat terjadi perusakan terhadap gedung gereja. 38 Berdasarkan latar belakang ini dapat dipahami bahwa peraturan tentang pendirian rumah ibadat tidak benar secara politik- etik, karena kebijakan ini tidak mengakomodasi para pihak yang terkait langsung dengan peraturan tersebut, dan kaidah moralitas dalam pembuatan kebijakan. 39 Secara manajemen, isi kebijakan PBM juga sulit untuk dilaksanakan, karena PBM menetapkan pemberian izin bukan hanya bergantung pada ketetapan pemerintah, tetapi juga ketetapan masyarakat. Penelitian terhadap pelaksanaan PBM ini justru menimbulkan permasalahan baru, karena masyarakat yang menganut pemahaman “menyetujui berdirinya sebuah gedung ibadah agama lain, sama saja dengan mengakui kebenaran agama lain atau menyangkali finalit as agamanya,” tidak akan memberikan persetujuan hadirnya sebuah rumah ibadat dari agama lain, maka meskipun sebuah komunitas agama telah memenuhi aturan pemerintah yakni memiliki 90 anggota dewasa, jika tidak mendapatkan 60 tanda tangan dari masyarakat sekitar, maka izin pendirian rumah ibadat tidak akan pernah didapat. Isi rumusan PBM pendirian rumah ibadat jelas mendiskriminasikan komunitas agama tertentu yang tidak dapat memenuhi izin dari masyarakat setempat. Secara hukum, PBM juga tidak memberikan kepastian hukum terhadap pemberian izin pendirian rumah ibadat karena terdapat dualisme penetapan. 37 Simatupang , Membuktikan Ketidakbenaran Suatu Mitos (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1991), 240. 38 Ibid. 39 Riant Nugroho, Public Policy, 690. ## Evaluasi Lingkungan Kebijakan Pemahaman terhadap lingkungan di mana kebijakan pendirian rumah ibadah dilaksanakan terlihat kurang mendalam. Pada masa awal kemerdekaan sebaran komunitas agama-agama di Indonesia sangat homogen. Namun dengan perpindahan penduduk yang terus terjadi, apalagi sering dengan telah majunya angkutan transportasi dan infrastruktur jalan, maka perpindahan penduduk yang terus berlangsung tersebut mengakibatkan daerah-daearah di Indonessia lebih heterogen. Kondisi tersebut membuat banyak daerah memiliki komposisi pemeluk agama yang sangat heterogean. Akibatnya, terdapat komunitas agama yang tidak dapat memiliki rumah ibadah karena jumlah komunitas agama itu belum mencukupi 90 orang dewasa, apalagi dengan banyaknya aliran dalam satu agama, tidak sedikit aliran komunitas agama tertentu tidak dapat memenuhi jumlah yang ditetapkan pemerintah tentang batas minimum jumlah jemaat untuk mendapatkan izin pendirian rumah ibadah. Dengan demikian jelaslah bahwa formulasi PBM tidak didasarkan pada analisis lingkungan kebijakan yang mendalam. ## Evaluasi Penerapan PBM Penerapan PBM tentang pendirian rumah ibadat sangat terkait dengan sosialisasi rumusan peraturan tersebut, demikian juga tersedianya faktor-faktor yang terkait dengan penerapan PBM, seperti birokrasi pemerintah sebagai pelaksana kebijakan, demikian juga kepala-kepala daerah, forum umat beragama, tokoh-tokoh agama. Akibat sosialisasi yang tidak memadai, maka pihak-pihak yang terkait dengan pendirian rumah ibadah sering tidak dapat melaksanakan mandat UUD 1945 dalam hal penyediaan fasilitas rumah ibadah. Tidak tersedianya faktor-faktor tersebut berakibat pada terabaikannya hak mendirikan tempat ibadah bagi komunitas agama-agama yang terdiskriminasikan. Gereja-gereja yang sedang mengurus izin atau belum memiliki izin tidak difasilitasi dengan baik untuk mendapatkan rumah ibadat yang menjadi hak komunitas agama tersebut, sebaliknya komponen-komponen yang terlibat dalam proses perizinan sebuah rumah ibadah justru menjadi penghalang. Pendataan FKUB (Forum Komunikasi Umat Beragama) terhadap rumah ibadah di Kota Bekasi yang kemudian diterbitkan dalam sebuah buku berjudul “Rumah Ibadat di Kota Bekasi”, y ang disunting oleh Badruzzaman Busyani, dan diterbitkan oleh FKUB Bekasi, dan di dalamnya melaporkan rumah-rumah ibadah yang berizin, dan tak berizin di Kota Bekasi, khususnya gereja, menjadi tidak produktif, karena rekomendasi FKUB tidak menjamin diberikannya IMB terhadap sebuah gereja yang belum memiliki IMB, namun untuk mendapatkan IMB, sebuah gereja harus mendapatkan rekomendasi FKUB. Pendataan mengenai gereja-gereja yang memiliki IMB dan tidak memiliki IMB, yang kemudian dipublikasikan, mengakibatkan gereja-gereja yang tidak memiliki IMB, dan pada awalnya tidak mengalami gangguan masyarakat setempat, setelah publikasi itu justru mengalami gangguan dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Temuan ini menjelaskan bahwa PBM telah dijadikan alat untuk menutup tempat-tempat yang digunakan sebagai tempat ibadah tanpa memberikan alternatif rumah ibadat sebagai pengganti tempat yang tidak memiliki izin. Bahkan ketetapan PBM yang memberikan izin tempat ibadah sementara untuk sebuah komunitas beragama dapat memiliki tempat ibadah, sebelum memiliki tempat ibadah permanen, bukannya mendorong FKUB, birokrasi pemerintah untuk memfasilitasinya, tapi telah dijadikan alat untuk menutup tempat ibadat setelah waktu dua (2) tahun yang telah ditentukan. Gerakan massa untuk menutup tempat-tempat ibadah yang tidak memiliki izin, atau sedang mengurus izin bahkan, mencabut izin pendirian rumah ibadat yang telah ada menunjukkan bahwa Peraturan Bersama Menteri tersebut tidak dipahami masyarakat dengan baik. Pada kasus-kasus terkait dengan penutupan, perusakan rumah ibadat pemerintah, dalam hal ini khususnya aparat kepolisian bertindak tidak netral, dan hampir tidak pernah ditemukan bahwa aktor-aktor penutupan dan perusakan rumah ibadat itu dihukum berat. Beberapa tokoh gereja mengatakan, di Bekasi telah hadir kelompok- kelompok radikal yang kehadirannya bertujuan menutup gereja-gereja yang tidak memiliki izin. Beberapa pemimpin gereja di Bekasi berpendapat bahwa publikasi FKUB sangat menolong kelompok-kelompok radikal untuk mendapatkan data gereja yang tidak berizin dan kemudian melakukan penutupan terhadap gereja tersebut, baik melalui intimidasi, pemanggilan pendeta setempat agar menutup gereja yang tidak berizin tersebut, bahkan tidak jarang penutupan gereja di Bekasi dilakukan dengan cara kekerasan apabila gereja tersebut tetap melakukan peribadatan di bangunan yang belum memiliki IMB gereja. Keharusan mendapatkan izin masyarakat setempat untuk IMB rumah ibadat pada beberapa gereja justru menjadi kontraproduktif, karena telah menimbulkan koflik baru dalam masyarakat antaragama. Apalagi, pada individu atau kelompok-kelompok masyarakat tertentu, memberikan izin pendirian rumah ibadah yang berbeda agama, sama saja dengan mengkhianati agama mereka, karena membiarkan agama-agama yang berbeda berkembang dan mengancam perkembangan agama yang mereka anut. Realitas ini bukan hanya diakui oleh pemimpin-pemimpin gereja di Bekasi, tetapi juga tokoh-tokoh masyarakat di Bekasi, bahkan isu ini tersebar luas khususnya pada daerah-daerah di mana terjadi konflik terkait pendirian rumah ibadah. Gereja di Bekasi harus menyusuri jalan panjang dalam pengurusan izin gereja. Bahkan ketika pembangunan gereja telah dilakukan, dan izin belum didapat, ada gereja yang dibakar massa. Pembangunan dapat dilakukan kembali setelah izin didapat. Sumber dari gereja POUK dan Gekari memberikan respon negatif terhadap PBM. Gereja Persekutuan Oikumene Umat Kristen (POUK) Graha Prima, pernah dibakar massa meskipun gereja tersebut berdiri di atas tanah yang disediakan pengelola Kompleks Perumahan Graha Prima Bekasi, dan diperuntukkan bagi rumah ibadah Kristen. Gereja tersebut harus bekerja keras melakukan pendekatan terhadap masyarakat. Melalui jalan yang cukup panjang akhirnya gereja itu bisa kembali dibangun, bahkan lengkap dengan plang nama gereja. Namun demikian, surat izin belum berhasil didapat. Hal yang sama juga dilakukan Gereja Gekari, pemimpin gereja dan jemaat terus-menerus mengadakan pendekatan sosial terutama ke tokoh-tokoh agama setempat. Akhirnya upaya ini berhasil juga, di mana keberadaan gereja bisa diterima oleh masyarakat, dan kepengurusan izin pun selesai. Di sini terlihat, regulasi masyarakat yang kerap bertentangan dengan aturan PBM mendapat tempat untuk menjadi instrumen penutupan rumah ibadah. Implementasi PBM tidak berdampak positif untuk mempermudah pendirian rumah ibadah. Perizinan gereja yang dituangkan dalam PBM telah mengakibatkan beberapa gereja di Bekasi ditutup, seperti yang terjadi dengan HKBP, Gekindo, dan GPDI di Jati Mulya Bekasi, penutupan tersebut langsung dipimpin oleh camat setempat. Aturan keharusan adanya izin pemerintah telah melahirkan politisasi agama, di mana pejabat setempat memainkan agama, untuk menarik simpati pendukungnya, dan mempersulit atau menutup rumah ibadah yang berbeda dengan pendukungnya adalah jalan politisasi agama yang sangat berbahaya bagi keutuhan bangsa Indonesia. Apabila dalam SKB Dua Menteri perizinan bergantung pada kepala daerah, dan ini pun terbukti dimanfaatkan untuk kepentingan individu atau kelompok tertentu, maka syarat yang lebih detail tentang pendirian rumah ibadah justru menjadi lebih pelik. Pada daerah-daerah tertentu di Bekasi dijumpai, bahwa keharusan mendapatkan izin dari masyarakat setempat justru menimbulkan konflik baru dalam masyarakat. Individu atau kelompok masyarakat yang sebelumnya tak peduli dengan kehadiran rumah ibadah yang berbeda dengan agama yang mereka anut, kemudian secara tidak langsung merasa dipaksa untuk peduli dengan menyetujui kehadiran rumah ibadah agama yang berbeda. Permintaan persetujuan individu-individu yang berdomisili di sekitar rumah ibadah yang akan didirikan membuat penganut agama lain merasa dipaksa untuk menyetujui kehadiran rumah ibadah agama lain, padahal pada sisi yang lain, tokoh- tokoh agama tertentu mengajarkan bahwa adalah haram untuk mengizinkan hadirnya sebuah rumah ibadah agama lain. Jadi pendirian rumah ibadah, bukan lagi ditujukan pada pemenuhan hak beribadah umat beragama, tapi bergantung pada izin masyarakat. Birokrasi yang amat panjang dalam pendirian gereja, telah membuat gereja-gereja di Bekasi harus menyusuri jalan panjang dalam pendirian gereja. Birokrasi yang panjang tersebut juga kemudian melahirkan mafia- mafia dalam pengurusan gereja. Repotnya, mafia-mafia pengurusan izin gereja ini juga melibatkan pemerintah. Hal itu sebenarnya sudah dapat diprediksi, karena dalam PBM ada dua regulasi yang harus dipenuhi dalam pengurusan izin gereja, yakni regulasi pemerintah dan regulasi masyarakat. Mafia-mafia dalam pengurusan izin gereja ini bisa hadir dari pemerintah dengan birokrasinya, dan juga di masyarakat. Birokrasi yang panjang ini malah mengakibatkan gereja harus mengeluarkan biaya yang lebih besar, dan itu juga yang menyebabkan pengurusan izin gereja memerlukan waktu yang amat panjang. Di Bekasi, pengurusan izin tercepat berlangsung selama dua tahun. Berdasarkan hasil penelitian di atas jelaslah bahwa dalam perspektif gereja-gereja di Bekasi, PBM tidak produktif dan implementasinya berdampak buruk dalam kehidupan antaragama di Bekasi. PBM terbukti dimanfaatkan kelompok-kelompok diskriminatif untuk menutup rumah- rumah ibadah. Padahal ada banyak rumah ibadah yang telah berdiri cukup lama, dan diterima baik oleh masyarakat, namun dengan memperalat peraturan yang bersifat diskriminatif itu, rumah-rumah ibadah itu pun mengalami gangguan. Beberapa di antaranya bahkan tutup dan pindah tempat. Dari berbagai fakta itu, terbuktilah bahwa PBM 2006 memberikan legitimasi terhadap tindakan diskriminatif. PBM juga terbukti telah menghalangi hak komunitas agama untuk memiliki tempat beribadah. ## Evaluasi Dampak Penerapan PBM Penerapan PBM bukan hanya membatasi hak komunitas agama untuk memiliki tempat ibadat, namun penerapan PBM justru pada beberapa tempat ditemukan telah meningkatkan intoleransi agama. Kebijakan diskriminatif akan menyuburkan intoleransi antaragama. Penerapan PBM yang didasarkan pada kebebasan beragama dan kebebasan komunitas agama untuk memiliki rumah ibadat dan juga kerukunan antarumat beragama tidak tercapai. Tujuan PBM tidak tercapai karena dalam isi rumusan peraturan tersebut terdapat kontradiksi, dan sosialisasi yang kurang memadai telah berdampak buruk dalam kehidupan masyarakat. Apabila tujuan PBM adalah untuk menciptakan kerukunan antarumat beragama maka temuan penelitian menunjukkan bahwa tujuan tersebut tidak tercapai. Komunitas agama yang menjadi sasaran kebijakan PBM tidak dapat menikmati haknya untuk memiliki tempai ibadat karena komponen- komponen yang terkait dengan perizinan rumah ibadat belum memahami PBM dengan baik. ## Kesimpulan Berdasarkan evaluasi rumusan PBM tentang pendirian rumah ibadah dapat dipahami bahwa PBM memiliki landasan hukum pada UUD 1945 secara khusus pasal 29 tentang perlindungan kebebasan beragama dan beribadah. Karena itu petunjuk pelaksanaan pendirian rumah ibadah itu semestinya isinya harus melindungi hak beribadah warga negara Indonesia, baik secara pribadi maupun secara berkelompok. Namun, perumusan PBM tidak melibatkan semua pemangku kepentingan, dalam hal ini komunitas agama yang memiliki hak mendirikan tempat ibadah. Dengan demikian maka dapat dipahami bahwa perumusan PBM tidak memenuhi syarat- syarat sebuah kebijakan publik dalam sebuah negara demokratis seperti Indonesia. Model perumusan yang tidak tepat ini berakibat pada perumusan kebijakan yang diskriminatif, karena tidak semua pemangku kepentingan terlibat dalam perumusan peraturan tersebut. Akibatnya pelaksanaan PBM tidak memenuhi tujuan yang diharapkan yakni untuk memfasilitasi umat beragama memiliki tempat ibadah dan menjaga kerukunan umat beragama. Berdasarkan Pancasila dan UUD 45, dokumen DUHAM 1948, Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik, dokumen Deklarasi untuk Mengeliminasi Segala Bentuk Praktik Intolernasi dan Diskriminasi Berdasarkan Agama dan Kepercayaan (Declaration on Elimination of All Forms Intolerance and Discrimination Based on Religion or Belief) . Dokumen Deklarasi untuk Melindungi Hak-hak Individu Minoritas untuk bidang nasionalitas/Etnis, Agama, dan Bahasa (Declaration on the Rights of Persons Belonging to National or Ethnic, Religious and Linguistic Minorities). Jelaslah bahwa rumusan PBM bersifat diskriminatif dan telah merampas hak masyarakat untuk mendirikan rumah ibadah yang dijamin oleh undang-undang di atasnya, dalam hal ini UUD 1945. ## Rekomendasi Penerapan PBM tentang pendirian rumah ibadat ini direkomendasikan dihentikan karena isinya tidak memenuhi kriteria kebijakan yang benar dalam proses perumusan kebijakan, yakni tidak dilakukan dengan melibatkan semua stakeholder dalam hal ini komunitas agama yang berkepentingan dengan izin pendirian rumah ibadat. Rumusan isi PBM tidak dilandasi Undang-Undang Dasar 1945 yang mengakui kebebasan beragama dan kebebasan beribadat. Dalam rumusan PBM terdapat dualisme ketetapan perizinan rumah ibadat, yakni berdasarkan ketetapan pemerintah serta berdasarkan kehendak masyarakat sekitar. Formulasi PBM tidak tepat secara politik-etik karena tidak mengakomodasi pihak yang terkait secara langsung dengan kebijakan pendirian rumah ibadat. Secara manajemen, isi kebijakan pendirian rumah ibadat sulit untuk dilaksanakan karena adanya dualisme otoritas, yakni antara otoritas pemerintah dan otoritas komunitas masyarakat tertentu. Secara bahasa juga tidak jelas karena pemberian izin rumah ibadah sementara dalam jangka waktu dua tahun tidak dijelaskan berapa kali perizinan penggunaan rumah ibadah sementara yang telah habis waktunya, akibatnya setelah habis rentang waktu pemberian izin penggunaan tempat ibadah sementara, komunitas agama tersebut mengalami kesulitan untuk memperpanjang izin menggunakan rumah ibadah sementara, bahkan tidak jarang harus ditutup dengan alasan tidak mendapatkan izin pendirian rumah ibadah. Terkait dengan kebebasan beribadat seharusnya izin penggunaan tempat ibadah sementara tersebut tidak berbatas waktu.
704fe61e-2040-433b-a285-275b087b3e40
https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/csj/article/download/7746/4950
## Community Services Journal (CSJ) Jurnal Homepage: https://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/csj/index ## Pengolahan Hasil Perikanan Masyarakat Pesisir Desa Nyamplungsari, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang Ayu Rizki Amalia*, Hermawan Gatot Priyadi, dan Nunik Mulyandari Politeknik Ahli Usaha Perikanan *Email Korespondensi: adamkiki3535@gmail.com ## Abstrak Kegiatan Pengabdian Masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan wanita nelayan di Desa Nyamplungsari melalui pengolahan diversifikasi produk perikanan. Kegiatan pelatihan melalui 3 tahapan yaitu persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. Materi yang diberikan pada pelaksanaan pelatihan adalah pengolahan panko ebi, siomay ikan dan kaki naga. Metode yang digunakan dalam kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah ceramah, diskusi dan praktek. Setelah mengikuti pelatihan pengetahuan mengenai pengolahan hasil perikanan meningkat dengan rata-rata skor hasil pretest dan posttest yaitu 45 menjadi 86. Kegiatan pengabdian masyarakat ini berjalan dengan baik dan lancar serta memberikan manfaat kepada masyarakat Desa Nyamplungsari, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang. Kata Kunci: kaki naga; panko ebi; siomay ikan CC-BY-SA 4.0 License, Community Services Journal (CSJ) , ISSN 2654-9360, E-ISSN 2654-9379 ## How To Cite: Amalia, A, R., Priyadi, H, G., Mulyandari, N. (2023). Pengolahan Hasil Perikanan Masyarakat Pesisir Desa Nyamplungsari, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang. Community Service Journal (CSJ) , 6 (5), 56-21. https://doi.org/10.22225/ csj.6.1.2023.16-21 ## 1. PENDAHULUAN Desa Nyamplungsari terletak di Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang Jawa Tengah. Desa ini be- rada di pesisir pantai utara yang dikenal sebagai wilayah yang memiliki banyak potensi wisata. Masyarakat Desa Nyamplungsari sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan atau pelaku utama dalam bidang kelautan dan perikanan. Hal ini dikarenakan dekatnya wilayah perairan yang terdapat di Desa Nyamplungsari. Berdasarkan hasil survei lokasi, di Desa Nyamplungsari Dusun Tingkir sampai saat ini masyarakatnya hanya melakukan penangkapan ikan dan budidaya perikanan. Hal ini dikarenakan warga belum memiliki pengetahuan dan pemahaman dalam hal pengolahan diversifikasi produk hasil perikanan. Diversifikasi hasil perikanan merupakan terobosan baru untuk memperkenalkan kepada masyarakat bah- wa ikan yang biasanya dikonsumsi dalam bentuk digoreng, dibakar atau dimasak dalam keadaan utuh dapat dibuat makanan yang lebih menarik dan tetap bergizi yang dapat dikonsumsi mulai dari anak-anak, de- wasa, sampai usia lanjut. Beberapa produk diversifikasi hasil perikanan antara lain: bakso ikan, nugget ikan, samosa ikan, dan amplang ikan (Suwarti, et al, 2015). Pengolahan Hasil Perikanan Masyarakat Pesisir Desa Nyamplungsari, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang Diversifikasi hasil perikanan dapat dilaksanakan dengan menggunakan bahan baku ikan dan dit- ambahkan dengan bahan tambahan lain seperti tepung terigu, tepung tapioca, telur, bawang merah, bawang putih, lada, garam, serta bumbu-bumbu yang dapat memberikan rasa dan aroma sehingga menghasilkan produk yang mempunyai nilai tambah. ## 2. METODE Kegiatan pengabdian masyarakat di Desa Nyamplungsari dilaksanakan pada tanggal 1 s.d 4 Oktober 2022. Pengabdian masyarakat ini diikuti oleh 15 peserta ibu-ibu wanita nelayan Desa Nyamplungsari. Kegiatan pengabdian pada masyarakat dilaksanakan dalam 3 tahap yaitu persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. Pada tahap persiapan, dilakukan sosialisasi program pelatihan yang akan dilaksanakan pada pengabdian masyarakat pengolahan hasil perikanan serta menggali potensi perikanan di Desa Nyamplungsari. Tahap perlaksanaan, dilaksanakan penyampaian materi dan praktik pengolahan panko ebi, siomay ikan dan kaki naga. Tahap ketiga yaitu evaluasi dengan melakukan pretest-postest sebelum dan sesudah pelaksanaan kegiatan. Soal yang diberikan sebanyak 10 soal dengan skor maksimal 100. Selain itu, dilakukan mentoring selama 2 bulan untuk membantu dan mengembangkan potensi peserta setelah mengikuti pelatihan. ## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan pengabdian masyarakat pada tahap pertama di lakukan sosialisi mengenai tujuan kegiatan serta menggali potensi perikanan yang ada di Desa Nyamplungsari, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Kegiatan ini dihadiri perangkat desa serta peserta pelatihan. Hasil diskusi diperoleh permasalahan bahwa potensi perikanan seperti udang dan ikan hasil tangkapan dan budidaya yang ada di Desa Nyamplungsari melimpah tetapi kurang dapat dimanfaatkan hingga belum mendapatkan nilai jual tinggi. Peserta mengharapkan pelatihan yang diberikan dapat membantu dalam meningatkan nilai tambah dari hasil perikanan di desa tersebut. Berdasarkan permasalahan yang muncul dilakukan penyusunan program kegiatan serta persiapan alat dan bahan yang diperlukan. Pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat berupa pelatihan pengolahan hasil perikanan dilaksanakan pada tanggal 3 – 4 Oktober 2023 bertempat di rumah Kepala Dusun Desa Nyamplungsari. Kegiatan dihadiri Kepala Desa, Sekertaris Desa, Kepala Dusun, 15 peserta pelatihan, 6 orang dosen serta 5 mahasiswa. Kegiatan dimulai dengan pembukaan serta sambutan dari Kepala Desa serta Ketua Panitia Kegiatan. Selanjutnya, dilakukan pretest untuk mengetahui pengetahuan awal tentang pengolahan hasil perikanan dari peserta pelatihan. Kegiatan inti dilaksanakan dengan memberikan pelatihan dan praktik pengolahan panko ebi, siomay ikan dan kaki naga. ## Pelatihan Pengolahan Panko Ebi Panko ebi merupakan salah satu produk olahan diversifikasi yang dibuat dari udang yang telah dikupas kulitnya dan dilumuri dengan tepung roti dan digoreng untuk dihidangkan. Kegiatan pengabdian masyarakat pengolahan panko ebi disampaikan oleh narasumber dengan metode ceramah, diskusi dan praktek. Narasumber menyampaikan pemahaman kepada peserta mengenai cara pemanfataan udang menjadi produk panko ebi. Kegiatan praktik pengolahan panko ebi dipandu oleh narasumber, dan dipraktikan secara langsung oleh peserta kegiatan. Adapun bahan dan alat yang digunakan dapat dilihat pada tabel 1. Pengolahan Hasil Perikanan Masyarakat Pesisir Desa Nyamplungsari, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang Adapun langkah kerja pengolahan panko ebi adalah sebagai berikut:  Udang dibersihkan dengan air mengalir;  Potong kepala udang kemudian kupas kulit udang sampai dengan ruas terakhir, sehingga bentuk udang yang diperoleh PTO ( Peeled Tail On );  Udang yang telah dikupas dilakukan pengepresan agar udang berbentuk lurus;  Udang yang telah dipres dilakukan pelumuran dengan butter, butter berguna untuk merekatkan dengan tepung roti;  Dikemas dengan plastic dan disimpan dalam lemari pendingin/freezer. Tabel 1 . Bahan dan alat No Bahan Alat 1 2 3 4 5 1 kg Udang segar 1 kg Tepung kobe 1 kg Tepung terigu 1 kg Tepung roti Air secukupnya Pisau Talenan Baskom Wajan Thinwal untuk kemasan Gambar 1 . Pemberian materi pengolahan panko ebi Gambar 2 . Pr aktik pengolahan panko ebi Pengolahan Hasil Perikanan Masyarakat Pesisir Desa Nyamplungsari, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang ## Pelatihan Pengolahan Siomay Ikan Salah satu hasil olahan yang sangat erkenal adalah siomay ikan. Siomay ikan yang dibuat menggunakan bahan baku dari ikan dan komponen lainnya (Bahari, et al , 2018). Pelatihan pengolahan siomay ikan dilakukan dengan cara mempraktikan tahapan-tahapan dalam pen- golahan siomay ikan. Adapun bahan dan alat yang digunakan dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 . Bahan dan Alat No Bahan Alat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 kg Daging ikan 200 gr Tepung tapioca 15 siung Bawang merah 5 siung Bawang putih 1 ruas Jahe 1 bh labu siam 6 sdm Minyak goreng 5 sdm Minyak wijen 2 sdm Gula pasir 1 sdt Merica 1 sdt Garam Pisau Talenan Baskom Wajan Panci pengukus Thinwal untuk kemasan Langkah-langkah pengolahan siomay ikan adalah sebagai berikut:  Buatlah fillet ikan dan buang kulitnya;  Cincang kasar daging ikan dan ditimbang 1 kg;  Peraslah daging ikan dengan menggunakan kain saring/alat pengepres;  Campurkan daging ikan dengan labu siam, garam, gula, bumbu-bumbu, merica, minyak wijen, tepung tapioca, dan telur aduk sampai merata;  Timbang adonan 10 gr;  Bungkus dengan kulit pangsit dan bentuklah bulatan agak membuka dan ditaburi dengan parutan wortel pada bagian atas siomay;  Bila ingin langsung disajikan, siomay dapat langsung dikukus atau digoreng. Sajikan dalam keadaan hangat dengan sambal kacang. Pengolahan Hasil Perikanan Masyarakat Pesisir Desa Nyamplungsari, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang ## Pelatihan Pengolahan Kaki Naga Kaki naga adalah produk olahan hasil perikanan yang berasal dari campuran daging ikan lumat dengan sedikit tepung dan bumbu. (Ratnasari et al , 2018). Adapun bahan dan alat yang digunakan dalam pengolahan kaki naga dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 . Bahan dan Alat No Bahan Alat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1 kg Daging ikan 20 gr Garam 10 gr Gula 2 gr Merica 20 gram Bawang putih 30 gram Bawang merah 10 gram Jahe 150 gram tepung tapioca 1 sdm Mentega 1 btr Telur 50 cc Air es Tepung bumbu Minyak goreng Pisau Penggiling Talenan Baskom Wajan Panci pengukus Thinwal untuk kemasan Stik es krim Proses pengolahan pembuatan kaki naga ikan dimulai dari penerimaan bahan baku berupa filletikan yang masih segar, kemudian dilanjutkan dengan proses penggilingan fillet ikan hingga berbentuk pasta, pengadukan adonan dengan penambahan bahan baku lainnya, pemasakan, pencetakan menggunakan tangan dan sendok atau garpu, penggorengan secara deep frying, penirisan di meja penirisan, batter, breading, ditusuk dengan sumpit, pengemasan, dan pembekuan (Yasin, et al , 2020). Gambar 4 . Pengolahan Kaki Naga Kegiatan diakhiri dengan pemberian posttest dengan soal yang sama untuk mengetahui pemahaman materi yang diberikan. Hasil evaluasi dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 4 . Skor pretest-posttes pengetahuan peserta pelatihan. Pengolahan Hasil Perikanan Masyarakat Pesisir Desa Nyamplungsari, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang Berdasarkan Gambar 4. Disimpulkan bahwa pengetahuan peserta pelatihan meningkat setelah kegiatan pelatihan dengan skor rata-rata pretest-posttest yaitu 45 menjadi 86. Selanjutnya, melalui pengetahuan yang diberikan dapat menambah wawasan dan pengalaman untuk memanfaatkan potensi perikanan yang terdapat di Desa Nyamplungsari khususnya dalam mengolah hasil perikanan agar memperoleh nilai jual. Melalui pelatihan hasil pengolahan perikanan dapat dikembangkan menjadi produk usaha yang dapat diperjual belikan dan memberikan penghasilan lebih serta meningkatkan perekonomian bagi peserta dan masyarakat sekitar. Pasca pelaksanaan pelatihan untuk monitoring agar mengetahui dampak berkelanjutan dari pelatihan dilakukan mentoring dan pendampingan baik secara daring maupun langsung. ## 4. SIMPULAN Kegiatan pengabdian masyarakat bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan wanita nelayan tentang pengolahan diversifikasi ikan. Materi pelatihan yang diberikan yaitu pengolahan panko ebi, siomay ikan dan kaki naga. Kegiatan ini berjalan baik dan lancar, serta peserta sangat antusias dalam menerima materi. Melalui pelatihan yang diberikan, peserta mengalami peningkatan pengetahuan mengenai pengolahan hasil perikanan. ## DAFTAR PUSTAKA Bahari, et al . (2018). Strategi Pengembangan Usaha Siomay Ikan (studi Siomay Bang Ari Di Kelurahan Kambu Kota Kendari). Jurnal Sosial Ekonomi Perikanan . FPIK UHO, ISSN 2502-664X: 3(4). Ratnasari I, et al . (2018) Pendampingan Dan Diversifikasi Olahan Ikan Lokal Menjadi Produk Kaki Naga Untuk Pengembangan Ke- lompok Usaha Masyarakat Di Desa Tiwingan Lama Kecamatan Aranio: Assistance and Diversification of Processed Local Fish into Dragon Foot Products for the Development of Community Business Groups in Tiwingan Lama Village, Aranio District. PengabdianMu: Jurnal Ilmiah Pengabdian Kepada Masyarakat . Vol 3 No 2: 194-200. Suwarti, et al . (2015). Kumpulan informasi teknologi pengolahan produk berbasis ikan. Balai Besar Pengujian Penerapan Hasil Perikanan Direktorat Jenderal Penguatan daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan . Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Yasin M. N., Firlianty F., dan Najamudin A. (2020). "Pengolahan Hasil Perikanan Air Tawar Di Kelurahan Pahandut Seberang Kecama- tan Pahandut Kota Palangka Raya." Gervasi: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat 4.1 . Vol 4 No 1: 150-158.
69f8c5cb-b403-4945-aee2-e919524d8236
https://jurnal.batan.go.id/index.php/jsmi/article/download/4565/3979
Akreditasi LIPI Nomor : 536/D/2007 Tanggal 26 Juni 2007 UJI STATISTIK PENGARUH PERLAKUAN PERMUKAAN TERHADAP UMUR FATIK DENGAN DATA TERBATAS ## Agus Suhartono Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur (B2TKS)-BPPT Kawasan Puspiptek, Serpong 15314, Tangerang ## ABSTRAK UJI STATISTIK PENGARUH PERLAKUAN PERMUKAAN TERHADAPUMUR FATIK DENGAN DATA TERBATAS . Penentuan pengaruh dua atau lebih parameter pada kekuatan fatik bahan terkadang sulit dilakukan karena distribusi data yang bersifat menyebar. Uji statistik dapat mempermudah evaluasi perubahan karakteristik bahan sebagai hasil dari suatu proses pengerjaan yang berpengaruh pada kekuatan fatik secara signifikan. Pada penelitian ini dilakukan uji statistik pada data hasil pengujian fatik benda uji baja AISI 1045. Benda uji terdiri atas 4 kelompok. Pertama adalah benda uji yang tidak mengalami perlakuan permukaan, kedua dan ketiga adalah benda uji yang mengalami proses shot peening dengan 15 intensitas Almen dan 16 intensitas Almen serta kelompok keempat adalah benda uji yang mengalami karburisasi. Uji fatik dilakukan pada tiga tingkat pembebanan. Data-data kemudian dipetakan pada diagram S-N ( beban terhadap jumlah siklus). Prosedur perhitungan dengan metode transformasi dilakukan dari tiga tingkat pembebanan menjadi satu tingkat pembebanan. Uji statistik yang diterapkan pada data-data tersebut menunjukkan bahwa proses shot peening dan karburisasi memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan kekuatan fatik benda uji. Sedangkan penambahan waktu shot peening yang mengakibatkan kenaikan intensitas dari 15 intensitas Almen (kelompok benda uji kedua) menjadi 16 intensitas Almen (kelompok benda uji ketiga) tidak menaikkan kekuatan fatik benda uji secara signifikan. Kata kunci : Uji statistik, Umur fatik, AISI 1045 , Shot peening , Karburisasi ## ABSTRACT THE STATISTIC TEST ON INFLUENCE OF SURFACE TREATMENT TO FATIGUE LIFETIME WITH LIMITED DATA . Justifications on the influences of two or more parameters on fatigue strength are some times problematic due to the scatter nature of the fatigue data. Statistic test can facilitate the evaluation, whether the changes in material characteristics as a result of specific parameters of interest is significant. The statistic tests were applied to fatigue data of AISI 1045 steel specimens. The specimens are consisted of as received specimen, shot peened specimen with 15 and 16 Almen intensity as well as carburized specimen. The fatigue tests of the specimens are conducted in three levels of loading. The fatigue data are then described by S- N diagrams (Stress-Cycles to Failure diagrams). A transformation to one stress level is carried out due to limited amount of the fatigue data. Statistic tests, which are applied to the data, show that the shot peening and carburization process provide a significant effect to the fatigue strength of the specimen. However additional time in shot peening process with the purpose of increasing the shot peening intensity has no significant effect to the increasing of fatigue strength of the steel specimens. Key words : Statistic test, Fatigue lifetime, AISI 1045 , Shot peening, Carburization ## PENDAHULUAN Pengujian fatik sering digunakan untuk membandingkan karakteristik mekanik material dengan tujuan mengetahui pengaruh kombinasi dari parameter-parameter tertentu terhadap perilaku kekuatan fatik. Kelompok-kelompok benda uji dengan jumlah yang kecil memiliki perbedaan nilai rata-rata satu dengan yang lain. Penentuan perbedaan yang diakibatkan oleh pengaruh parameter-parameter tersebut secara tegas kadang sukar dilakukan dengan hanya melihat data dan hasil pengujian yang diberikan dalam tabel atau grafik. Oleh karena itu dilakukan suatu perhitungan statistik berupa analisis varian untuk menguji signifikansi efek parameter-parameter yang diberikan. Analisis varian digunakan untuk penelitian pengaruh suatu perlakuan tertentu yang bersifat kualitatif pada kelompok benda uji dan pengaruh tersebut diamati dari nilai hasil pengujian yang bersifat kualitatif. Sebagai contoh akan diselidiki pengaruh perlakuan permukaan terhadap unjuk kerja benda uji yang diuji fatik di laboratorium. Pengaruh dari proses perlakuan tersebut diamati secara kuantitatif berupa umur fatik (jumlah siklus hingga rusak). ## TEORI Kekuatan fatik sangat berhubungan dengan statistik karena datanya yang terdistribusi. Kekuatan komponen yang sama pada saat diuji memberikan hasil yang berbeda dengan mengikuti distribusi statistik tertentu. Hasil pengujian fatik dari benda uji tersebut kemudian diolah untuk menghasilkan kurva S-N (tegangan-jumlah siklus tegangan). Hasil uji fatik umumnya dipetakan pada sumbu logaritma ganda (log-log). Penggambaran tersebut sesuai dengan dasar teori yaitu persamaan Coffin-Manson untuk kurva regangan terhadap jumlah siklus [1, 2] dan persamaan Paris untuk perambatan retak [3]. Koordinat pada kurva S-N seperti pada Gambar 1 terdiri atas Tegangan amplitudo ( S a ) sebagai ordinat dan jumlah Siklus Tegangan ( N ) sebagai absis. Kurva S-N hasil pengujian fatik pada daerah kekuatan fatik siklus tinggi dapat didekati dengan persamaan Basquin [1] : k a a S C N    ............................................. (1) dengan : N = Jumlah siklus hingga patah (umur fatik) S a = Tegangan amplitudo C a = Konstanta (titik potong antara kurva S-N dan sumbu ordinat S a . k = Gradien kurva S-N Bila kedua sisi dari Persamaan 1 dilogaritmakan maka menjadi : a a S k C N log log    .................................. (2) Persamaan ini pada kurva logaritma ganda berupa garis lurus dengan kemiringan ( gradien ) k . Apabila kurva S-N melewati dua titik berkoordinat ( N 1 , S 1 ) dan ( N 2 , S 2 ), maka besar gradien ( k ) diberikan oleh Persamaan 3 sebagai berikut :     2 1 1 2 / log / log S S N N k  .......................................... (3) Persamaan 3 di atas dapat dituliskan k S S N N         2 1 2 1 ........................................... (4) Pengujian statistik digunakan untuk menguji perbedaan nilai rata-rata dari 2 kelompok benda uji atau lebih merupakan pengaruh dari parameter perlakuan yang diberikan atau hanya merupakan penyimpangan biasa akibat sifat random kumpulan benda uji tersebut. Sifat random benda uji merupakan sifat alami yang menyertai benda uji yang disebabkan oleh proses pembuatan bahan, permesinan benda uji, atau sebaran alami akibat proses pengujian [4-6]. Pada pengujian statistik dapat diketahui nilai kritis yang membatasi perbedaan antara nilai rata-rata dari kelompok-kelompok benda uji dengan membandingkan nilai-nilai tersebut terhadap suatu nilai dari tingkat kepercayaan yang telah ditetapkan. Apabila nilai kritis tersebut terlewati maka perbedaan yang ditemukan pada pengujian adalah signifikan dan membuktikan bahwa pemberian variabel tertentu terhadap sekelompok benda uji memiliki pengaruh yang berarti terhadap karakteristik awal benda uji tersebut [4, 6]. Pelaksanaan analisis varian memerlukan syarat karakteristik kuantitatif benda uji yang diukur memiliki distribusi normal atau logaritma normal, seperti : kuat tarik, kekerasan dan umur fatik. Gambar 2 menunjukkan diagram hasil uji fatik dari dua kelompok benda uji. Dalam pengujian, benda uji dibebani dengan tegangan dinamis dengan amplitudo tegangan tertentu ( S a ) hingga benda uji mengalami patah dan umur fatik atau jumlah siklus pembebanan hingga patah ( N ) diketahui. Pengujian dilakukan pada beberapa benda uji dengan amplitudo tegangan ( S a ) yang berbeda-beda. Jumlah siklus pembebanan hingga patah memiliki sebaran yang terdistribusi, sehingga walaupun pada pembebanan dengan amplitudo tegangan yang sama dapat menghasilkan umur fatik yang berlainan seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Confidence interval , V memberikan informasi besar probabilitas bahwa nilai rata-rata dan standar deviasi yang diharapkan, berada dalam interval tersebut. Dari Gambar 2, V N50 menyatakan bahwa pada interval tersebut 50% kelompok benda uji 1 dan 50% kelompok benda uji 2 memiliki nilai rata-rata umur fatik dan standar deviasi umur fatik terletak pada confidence interval tersebut. V  50 menyatakan bahwa pada interval tersebut 50% nilai rata-rata dan standar deviasi kelompok benda uji 1 dan benda uji 2 memiliki tegangan amplitudo terletak pada confidence interval tersebut. Prosedur perhitungan uji statistik dimulai dengan perhitungan nilai rata-rata dari kedua kelompok benda uji. Bila memiliki nilai rata-rata yang berbeda maka Sa (log) 10 6 N(log) Siklus beban N 100 S a1 S a2 N 1 N 2 garis fatik siklus tinggi Distribusi umur fatik pada tegangan konstan (Sa konstan) perbedaan tersebut perlu diketahui disebabkan oleh sifat random dari kedua kelompok benda uji yang mungkin masih termasuk dalam satu distribusi logaritma normal atau berasal dari dua buah distribusi logaritma normal yang berbeda. Tahap selanjutnya dilakukan analisis varian, dengan langkah sebagai berikut, pertama dihitung jumlah seluruh benda uji dari kedua kelompok benda uji, jumlah kelompok benda uji yang dibandingkan –z dan derajad kebebasan 2 1 ,   dengan rumus, 1 1   z  , z n   2  ........................... (5) Kemudian dihitung jumlah benda uji kelompok i, i n berdasarkan rumus n = n 1 + n 2 ..................................................... (6) Rata-rata logaritma jumlah siklus (umur) benda uji gabungan :   2 1 2 1 x x x   ........................................... (7) Jumlah kuadrat perbedaan nilai antara rata-rata logaritma jumlah siklus (umur) benda uji kelompok 1 dengan logaritma umur benda uji ke i dari kelompok 1 dan rata-rata logaritma jumlah siklus (umur) benda uji kelompok 2 dengan logaritma umur benda uji ke i dari benda uji kelompok 2, berdasarkan rumus:            n i n i x x 1 2 2 1 2 1 ..................................... (8) Selanjutnya dihitung nilai fungsi uji berdasarkan rumus :              2 1 2 2 i i i uji x x x n F   .................................. (9) Nilai fungsi c F , 2 , 1   ditentukan dari Gambar 3 yang menunjukkan probabilitas dengan tingkat kepercayaan C 95% atau tabel distribusi F [9]. Penentuan hasil uji statistik dilakukan dengan membandingkan besar nilai uji F dan besar nilai fungsi c F , 2 , 1   . Bila uji F < c F , 2 , 1   maka perbedaan nilai rata-rata terjadi secara kebetulan atau perbedaan tersebut hanya disebabkan oleh sifat random dari distribusi kedua kelompok benda uji. Kebalikannya apabila uji F > c F , 2 , 1   maka perbedaan nilai rata-rata tersebut adalah signifikan. Pada pengujian fatik didapatkan data-data berupa pasangan antara amplitudo tegangan S a dan umur fatik N. Pada Gambar 2 ditunjukkan hasil pengujian fatik dari 2 kelompok benda uji yang berbeda. Data-data hasil pengujian fatik seperti pada Gambar 2 tersebut, tidak dapat dianalisis secara langsung karena memiliki karakteristik kualitatif. Pada Gambar 3 ditunjukkan bahwa pada data-data tersebut dapat dilakukan transformasi pada tingkat tegangan yang sama agar memungkinkan dilakukan perhitungan selanjutnya. Proses transformasi dilakukan dengan menggeser data-data pengujian sejajar dengan gradien kemiringan kurva S-N ( k ) menuju suatu tingkat garis yang memiliki tegangan amplitudo ( S a ) konstan seperti ditunjukkan pada Gambar 4 atau garis yang memiliki umur fatik konstan seperti ditunjukkan pada Gambar 5. Daerah garis miring kurva S-N diketahui memiliki persamaan sesuai dengan Persamaan 4, k S S N N         2 1 2 1 Persamaan tersebut dapat diubah menjadi : k S S N N        1 2 2 1 ........................................ (10) dengan gradien adalah k. Transformasi pada satu garis horizon dengan amplitudo tegangan konstan S* dilakukan dengan menggeser titik hasil pengujian yang memiliki koordinat ( N uji , S uji ) dengan arah kemiringan k menuju titik koordinat ( N , S* ) dengan persamaan yang serupa dengan Persamaan 10. Untuk mendapatkan besar jumlah siklus ( N ) seperti yang tertulis pada Gambar 4 digunakan rumus : k uji uji S S N N        * ......................................... (11) Derajat kebebasan kelompok spec. dg sebaran besar Derajat kebebasan N il a i F u n g s i F Derajat kebebasan kelompok spec. dg sebaran kecil Gambar 3 . Penelitian standar deviasi dua kelompok benda uji terhadap tingkat signifikan 95% [8]. V N 50 V  50 1 2 1 2 C I % C II > C I % Data uji benda uji 1 (n 1 pengujian) Data uji benda uji 2 (n 2 pengujian) Jumlah Siklus, N (log) Distribusi umur fatik pada tegangan konstan (Sa konstan) dari benda uji 1 Distribusi umur fatik pada tegangan konstan (Sa konstan) dari benda uji 2 Distribusi tegangan pada jumlah siklus konstan (N konstan) dari benda uji 2 Distribusi tegangan pada juml. Siklus konstan (N konstan) dari benda uji 1 Gambar 2 . Interval kepercayaan V ( confidence interval ) dengan probabilitas C i untuk simpangan dan nilai rata-rata dari dua kelompok benda uji [7]. T eg an g an , S a (l o g ) Sedangkan transformasi pada satu garis horizon dengan umur atau jumlah siklus konstan N* dilakukan dengan menggeser titik hasil pengujian yang memiliki koordinat ( N uji , S uji ) dengan arah kemiringan k menuju titik koordinat ( N*, S ) dengan persamaan yang serupa dengan Persamaan 11. Untuk mendapatkan besar tegangan amplitudo ( S ) seperti yang tertulis pada Gambar 5 digunakan rumus : k uji uji N S N S        * ......................................... (12) Langkah yang diperlukan untuk analisis varian yaitu tersedianya dua atau lebih kelompok benda uji yang satu sama lain tidak berhubungan dan tersebar di sekitar nilai rata-ratanya. Nilai rata-rata dari setiap kelompok benda uji tersebut tersebar di sekitar nilai rata rata gabungan kedua kelompok benda uji. Sebaran dari nilai rata-rata gabungan dibandingkan dengan sebaran nilai rata-rata masing-masing kelompok benda uji. Bila sebaran nilai rata-rata gabungan memiliki nilai yang lebih besar dari nilai rata-rata sebaran masing-masing kelompok benda uji, maka rata-rata salah satu kelompok benda uji berbeda dari kelompok benda uji yang lain dengan suatu tingkat signifikan C . Bila perbedaan dalam sebaran tidak melewati batas signifikan C , maka perbedaan nilai rata-rata hanya murni merupakan suatu kebetulan, atau sifat random dari kelompok benda uji tersebut. Tetapi bila perbedaan dalam sebaran melewati batas signifikan C , maka perbedaan tersebut signifikan yang menandakan bahwa kedua kelompok benda uji berasal dari dua kelompok distribusi normal yang berlainan. Pada penelitian yang berhubungan dengan pengujian dan umur fatik penggunaan nilai C = 95% dianggap cukup layak dan mencukupi [10]. ## METODE PERCOBAAN Uji statistik dilakukan pada kelompok-kelompok pengujianfatik material AISI 1045 yang telah mengalami berbagai jenis perlakuan permukaan dengan rincian sebagai berikut: 1. Kelompok benda uji AISI 1045 yang tidak mengalami perlakuan permukaan sebagai standar, dengan jumlah benda uji untuk uji fatik 15 buah. 2. Kelompok benda uji AISI 1045 yang telah mengalami proses perlakuan shot peening dengan intensitas 15 skala Almen, dengan jumlah benda uji untuk uji fatik 15 buah. 3. Kelompok benda uji AISI 1045 yang telah mengalami proses perlakuan shot peening dengan intensitas 16 skala Almen, dengan jumlah benda uji untuk uji fatik 12 buah. 4. Kelompok benda uji yang telah mengalami proses karburisasi dengan kedalaman karburisasi 1 mm, dengan jumlah benda uji untuk uji fatik 15 buah. Material awal berupa silinder pejal baja AISI 1045 berdiameter 14 mm. Bahan ini banyak digunakan untuk pembuatan komponen kendaraan seperti poros dan baut kekuatan menengah hingga tinggi . Komposisi material diuji dengan metode spektrometer yaitu C 0,44 , Si 0,23 , Mn 0,62 , P 0,008 , S 0,03 , Cu 0,17 , Ni 0,09 , Cr 0,057. Material tersebut kemudian dibubut untuk pembentukan menjadi benda uji fatik dan pada pengerjaan akhir dilakukan pemolesan halus. Pengujian kekasaran permukaan pada benda uji menunjukkan kekasaran permukaan 0,3 mm. Kelompok benda uji II dan III dilakukan proses shot peening di PT Showa Manufacturing dengan mesin rotary blades , tipe TB-100L ( NICCHU CORP. Ltd. ) Kelompok benda uji II dilakukan shot peening selama 7,5 menit dan kelompok benda uji III dilakukan shot peening selama 15 menit. Perbedaan waktu perlakuan tersebut mengakibatkan perbedaan intensitas peening antara keduanya. Kelompok benda uji II memiliki intensitas sebesar 15 skala Almen sedangkan kelompok benda uji III memiliki intensitas sebesar 16 skala Almen. Intensitas shot peening diukur dengan menggunakan plat Almen. Bila plat Almen mengalami shot peening , tegangan sisa tekan menyebabkan plat Almen melengkung ke arah sisi yang mengalami shot peening dan tinggi lengkungan tersebut diukur untuk menentukan intensitas dari proses shot peening [11,12]. Pemilihan intensitas ini dilakukan berdasarkan pertimbangan praktis yang dilakukan di pabrik PT Showa Manufacturing yaitu 7,5 menit. Shot peening hingga 15 menit dilakukan untuk mengetahui pengaruh perpanjangan waktu terhadap intensitas dan kekuatan bahan. Keterbatasan benda uji, keterbatasan waktu penggunaan mesin shot peening di PT Showa Manufacturing serta waktu pengujian fatik yang panjang membatasi jumlah kelompok benda uji shot peening yang Hasil uji 1 Hasil uji 2 Hasil transformasi S a (log) N (log) k uji uji S S N N         * S*= Konstan N 50% (1) N 50% (2) Gambar 4 . Transformasi pada satu tingkat tegangan S* [4] Hasil uji 1 Hasil uji 2 Hasil transformasi S a (log) N (log) k uji uji N N S S *   N* = konstan Gambar 5 . Transformasi pada satu garis tingkat umur fatik N* [4] 1.E+04 1.E+05 1.E+06 diteliti sehingga hanya dilakukan terhadap kelompok II (7,5 menit) dan kelompok III (15 menit). Kelompok benda uji IV dilakukan perlakuan panas karburisasi dengan kedalaman lapisan karburisasi mencapai 1 mm dengan menggunakan media karburisasi berupa arang aktif padat. Keempat kelompok benda uji tersebut kemudian dilakukan pengujian fatik dengan metode pembebanan putar tekuk. Hasil pengujian masing-masing kelompok benda uji kemudian diolah dengan metode perhitungan data fatik, metode transformasi dan pengujian statistik untuk mengetahui efektifitas masing-masing perlakuan permukaan tersebut terhadap peningkatan kekuatan material terhadap beban fatik. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengujian sifat mekanis masing-masing kelompok benda uji baja AISI 1045 diberikan pada Tabel 1 dan Gambar 6. Dari hasil pengujian ini diketahui bahwa proses shot peening tidak meningkatkan kekuatan luluh dan kekuatan tarik bahan. Proses ini hanya sedikit meningkatkan kekerasan dari lapisan permukaan. Sedangkan proses karburisasi dapat meningkatkan baik kekuatan tarik, kuat luluh dan kekerasan bahan. Dari grafik uji kekerasan diketahui lapisan permukaan yang terbentuk akibat proses karburisasi adalah sedalam 1,05 mm. Kedalaman ini ditentukan berdasarkan kekerasan yang melebihi 550 VHN. ## Hasil Uji Fatik dan Transformasi pada Satu Horison Tegangan Pada penelitian ini benda uji dibagi menjadi 4 kelompok. Sebagai kelompok acuan ditentukan kelompok benda uji yang belum dilakukan perlakuan permukaan. Pada pengujian umur fatik umumnya penentuan derajat signifikan dengan tingkat kepercayaan 95% sudah memberikan hasil yang baik [8,12]. Pada pemaparan hasil selanjutnya dihitung tingkat signifikan dari masing-masing perlakuan permukaan terhadap bahan awal. Pada penelitian ini semua benda uji dibebani dengan tegangan yang memiliki rasio tegangan maksimum-minimum sama, bila dibandingkan antara satu dengan lainnya. Hasil pengujian umur fatik siklus tinggi pada 1 kelompok benda uji tanpa perlakuan dan 3 kelompok benda uji yang telah mengalami perlakuan yang berbeda, dibandingkan dan dinilai apakah perbedaan umur fatik yang terjadi cukup signifikan. Data hasil pengujian fatik dari keempat kelompok benda uji tersebut diberikan pada Tabel 2. Pengujian fatik untuk masing-masing kelompok dilakukan pada 3 tingkat pembebanan. Data pengujian berupa tingkat tegangan yang dipetakan pada sumbu Y dan jumlah siklus hingga patah (umur fatik) dipetakan pada sumbu X. Hasil pengujian fatik umumnya terdistribusi secara logaritma normal, sehingga pada penelitian ini data yang diolah berupa data logaritma dari jumlah siklus, N ( log N ) seperti yang ditampilkan pada Gambar 7. Data-data dari keempat kelompok benda uji yang berbeda tersebut kemudian masing-masing dilakukan perhitungan untuk mengetahui siklus hingga patah dengan probabilitas 50%, yang kemudian dilakukan regresi dengan hasil berupa bentuk persamaan sebagai berikut : Benda uji standar  50% = 79,35 - 9 . log N .................................... (13) Benda uji shot peened I = 15A  50% = 71,52 - 6,9 . log N .................................. (14) Tabel 1 . Sifat mekanis benda uji No Benda Uji VHN  y MPa  u MPa Kekasaran (  m) 1 Tanpa perlakuan Lihat Gambar 4 476 761 0,3 2 Shot peening 15 A Lihat Gambar 4 476 766 5,1 3 Shot peening 16 A Lihat Gambar 4 471 761 5,0 4 Karburasi Lihat Gambar 4 793 1136 0,3 Gambar 7 . Kurva S-N hasil pengujian fatik dari 4 kelompok benda uji yang diteliti 100 1000 S a (l o g ), M P a N (log), jumlah siklus Tanpa perlakuan I = 15 A I = 16 A Karburisasi Gambar 6 . Distribusi kekerasan pada benda uji hasil shot peening dan karburisasi 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 0 500 1000 1500 2000 15 A 16 A Karburisasi Jarak dari permukaan (  m) K e k e ra sa n (V H N ) Benda uji shot peened I = 16A  50% = 71,74 - 6,6 . log N ................................. (15) Benda uji karburisasi  50% = 120,6 - 12,8 . log N ................................. (16) Selanjutnya dilakukan transformasi data dari hasil pengujian fatik masing-masing kelompok benda uji tersebut. Data pengujian fatik yang terdiri dari tiga tingkat pembebanan kemudian ditransformasikan menjadi hanya satu tingkat pembebanan. Transformasi tersebut dilakukan, mula-mula dengan menentukan satu tingkat tegangan untuk mempermudah perbandingan kekuatan fatik dari masing-masing kelompok benda uji seperti diperlihatkan pada Gambar 8. Pada perhitungan ini tegangan yang diambil sebagai acuan untuk transformasi data pengujian fatik dari keempat kelompok benda uji adalah 371 MPa dengan pertimbangan bahwa tingkat tegangan tersebut digunakan pada pengujian kelompok benda uji I, II dan III, sedangkan untuk kelompok benda uji IV walaupun tingkat tegangan ini tidak digunakan masih dapat dilakukan perhitungan lanjutan dengan metode ekstrapolasi data yang ada. Hasil dari perhitungan tranformasi ditunjukkan pada Tabel 3. Dari hasil transformasi umur terhadap 1 tingkat tegangan yang konstan tersebut, kemudian dilakukan perhitungan pengujian statistik untuk mengetahui tingkat signifikansi dari perlakuan permukaan yang diberikan pada masing-masing kelompok benda uji. Sebagai contoh perhitungan, dilakukan analisis terhadap kelompok benda uji yang tidak mengalami perlakuan permukaan sebagai acuan dan dibandingkan dengan Benda Uji Tanpa Perlakuan Benda Uji Uji Shot Peening I = 15 A Benda Uji Shot Peening I = 16 A Benda Uji Karburisasi  (Mpa) Umur Fatik ( siklus beban )  (Mpa) Umur Fatik ( siklus beban )  (Mpa) Umur Fatik ( siklus beban )  (Mpa) Umur Fatik ( siklus beban ) 30.500 19.300 13.300 15.100 32.200 20.000 14.100 16.400 371 42.800 410 21.500 429 16.500 620 40.000 44100 24.100 21.200 62.000 45.500 39.500 34.400 72.600 106.300 62.600 87.000 50.000 134.700 65.500 119.400 62.000 328 157.500 371 77.700 371 146.300 573 151.000 160.600 81.400 151.700 169.000 254.500 99.000 263.800 185.000 170.000 153.000 97.500 276.200 166.100 191.000 292 276.900 351 167.600 351 179.600 515 203.000 296.700 172.800 277.000 250.000 316.700 208.800 253.000 Tabel 2 . Data hasil pengujian fatik untuk 4 kelompok benda uji Hasil uji 1 Hasil uji 2 Hasil transformasi N (log) k uji uji S S N N         * S*= 371 MPa N 50% (1) N 50% (2) Gambar 8 . Transformasi pada satu horizon tegangan S*=371 Mpa S a (log) No Umur Fatik Benda Uji Tanpa Perlakuan ( siklus beban ) Umur Fatik BendaUji Shot Peening I = 15 A ( siklus beban ) Umur Fatik Benda Uji Shot Peening I = 16 A ( siklus beban ) Umur Fatik Benda Uji Karburisasi ( siklus beban ) 1 30.500 38.467 34.690 10.804.496 2 32.200 39.862 36.776 11.734.685 3 42.800 42.852 43.036 28.621.183 4 44.100 48.034 55.295 44.362.833 5 45.500 78.727 89.724 51.947.446 6 35.077 62.600 87.000 13.042.568 7 44.449 65.500 119.400 16.172.785 8 51.973 77.700 146.300 39.388.557 9 52.996. 81.400 151.700 44.083.881 10 83.982. 99.000 263.800 48.257.503 11 19.702 104.383 124.585 6.488.602 12 32.011 113.321 192.149 12.711.004 13 32.092 114.344 13.509.601 14 34.387 117.892 16.637.440 15 36.705 142.452 16.837.089 Tabel 3 . Data hasil transformasi pengujian pada satu horizon tegangan S* = 371 MPa salah satu kelompok benda uji yang telah mengalami proses perlakuan permukaan, yaitu shot peening dengan intensitas 15 A. Selanjutnya prosedur perhitungan untuk perbandingan hasil pengujian dari kelompok-kelompok benda uji yang lain dilakukan indentik dengan prosedur perhitungan contoh ini. Hasil perhitungan dari tiga tingkat horizon tegangan yang ditransformasikan pada satu tingkat horizon tegangan 371 MPa beserta perhitungan logaritma dari jumlah siklus ditunjukkan pada Tabel 4. ## Pengujian Statistik Perhitungan nilai rata-rata dari kedua kelompok benda uji, seperti yang tercantum pada Tabel 4, menunjukkan bahwa kedua kelompok benda uji tersebut memiliki nilai rata-rata yang berbeda. Perbedaan tersebut perlu diketahui hanya disebabkan oleh sifat random dari kedua kelompok benda uji yang mungkin masih termasuk dalam satu distribusi logaritma normal atau berasal dari dua buah distribusi logaritma normal yang berbeda. Perhitungan selanjutnya harus dilakukan untuk mengetahui hal tersebut dengan melakukan analisis varian. Jumlah seluruh benda uji, n = 30 Jumlah kelompok benda uji yang dibandingkan –z : z =2 Derajad kebebasan -  1  2 berdasarkan Persamaan (5)  1 = z-1 = 2-1 = 1  2 = n-z = 30-2 = 28 Perhitungan nilai penolong dari kelompok benda uji tanpa perlakuan permukaan (kelompok benda uji 1) dan kelompok benda uji yang mengalami shot peening dengan intensitas 15 Almen (kelompok benda uji 2) ditampilkan pada Tabel 5 dan Tabel 6. Nilai penguji dihitung dari rumus (9) :              2 1 2 2 i i i uji x x x n F         05 , 0 1 74 . 4 88 . 4 15 74 . 4 59 . 4 15 28 2 2       = 12,63 Besar nilai F  1,  2, c diketahui dari Gambar 3 dan menunjukkan probabilitas dengan tingkat kepercayaan C =95 % yaitu: F  1,  2, c = F 1, 28, 95% = 4,2 Pada pengujian ini F uji > F  1,  2, c sehingga dapat dinyatakan bahwa perlakuan shot peening dengan intensitas 15 A memiliki pengaruh yang signifikan terhadap umur fatik dengan probabilitas tingkat kepercayaan 95 %. Terbukti bahwa dua kelompok benda uji tersebut merupakan dua distribusi yang memiliki nilai rata-rata yang berbeda serta berasal dari dua distribusi yang berbeda. Prosedur perhitungan untuk perbandingan hasil pengujian dari kelompok-kelompok benda uji berikutnya dilakukan indentik dengan prosedur perhitungan contoh di atas. Hasil perhitungan analisis varian untuk benda uji hasil shot peening dengan intensitas I = 15 A dan I = 16 A serta benda uji yang telah dilakukan karburisasi diberikan dalam Tabel 7. Tabel 5 . Perhitungan nilai penolong perhitungan Parameter Kelompok Benda Uji 1 Kelompok Benda Uji 2 i n 15 15 i x 4,59 4,88      n i i x 1 2 0,02 0,03 Keterangan : i n = Jumlah benda uji kelompok i i x = Rata-rata logaritma jumlah siklus (umur) benda uji kelompok i (  x) i = Perbedaan nilai antara rata-rata logaritma jumlah siklus (umur) benda uji kelompok i dengan logaritma umur benda uji ke i dari kelompok i . Parameter Kelompok Benda uji 1 dan 2 2 1 n n n   30   2 1 2 1 x x x   4,74            n i n i x x 1 2 2 1 2 1 0,05 Tabel 6 . Perhitungan nilai penolong dari gabungan kelompok benda uji 1 dan kelompok benda uji 2 Tabel 4 . Hasil percobaan benda uji tanpa perlakuan dan benda uji yang mengalami shot peening dengan intensitas 15 A Benda Uji Tanpa Perlakuan Benda Uji Setelah Shot Peening I: 15 A No Jumlah siklus (N 1,i ) Log N 1,i No Jumlah siklus (N 2,i ) Log N 2,i 1 30.500 4,48 1 38.467 4,59 2 32.200 4,51 2 39.862 4,60 3 42.800 4,63 3 42.852 4,63 4 44.100 4,64 4 48.034 4,68 5 45.500 4,66 5 78.727 4,90 6 35.078 4,55 6 62.600 4,80 7 44.450 4,65 7 65.500 4,82 8 51.973 4,72 8 77.700 4,89 9 52.996 4,72 9 81.400 4,91 10 83.982 4,92 10 99.000 5,00 11 19.702 4,29 11 104.383 5,02 12 32.011 4,51 12 113.321 5,05 13 32.092 4,51 13 114.344 5,06 14 34.387 4,54 14 117.892 5,07 15 36.705 4,56 15 142.452 5,15 Log N 1,i rata-rata 4,59 Log N 2,i rata-rata 4,88 ## Pengujian Statistik Antara Kelompok Benda Uji yang Dilakukan Proses Shot Peening Fenomena yang menarik adalah pilihan dalam rangka peningkatan kekuatan fatik benda uji dengan melakukan shot peening selama 7,5 menit pada intensitas I = 15A (benda uji kelompok 1) atau 15 menit dengan intensitas I = 16 A (benda uji kelompok 2). Justifikasi parameter yang diberikan berpengaruh terhadap kekuatan fatik benda uji masih sukar dilakukan hanya dengan mengamati data-data hasil uji fatik dan hasil trnsformasinya yang dimuat pada tabel uji atau kurva S-N. Hal tersebut terutama disebabkan oleh distribusi data umur (jumlah siklus) dari kedua kelompok benda uji saling berpotongan dan bersinggungan, bahkan pada hasil pengujian fatik ini, distribusi data-data dari benda uji kelompok 1 tercakup dalam rentang distribusi data benda uji kelompok 2. Pengujian statistik sangat diperlukan pada kondisi tersebut, sehingga dilakukan perhitungan terhadap dua kelompok benda uji ini dengan prosedur perhitungan serupa perhitungan terdahulu. Jumlah seluruh benda uji – n : n = 27 Jumlah kelompok benda uji yang dibandingkan -z : z = 2 Derajad kebebasan -   1 ,  2  1 = z - 1 = 2 - 1 = 1  2 = n - z = 27 - 2 = 25 Hasil-hasil perhitungan ditampilkan pada Tabel 8, Tabel 9 dan Tabel 10. Nilai penguji dihitung dari :              2 1 2 2 i i i uji x x x n F         96 , 0 1 74 . 4 97 . 4 12 74 . 4 88 . 4 15 25 2 2       = 1,43 Besar nilai uji F  1,  2, c diketahui dari Gambar 3 dan menunjukkan probabilitas dengan tingkat kepercayaan C = 95% yaitu F  1,  2, c = F 1, 28, 95% = 4,2 Pada pengujian ini F uji < F  1,  2, c , yang berarti perpanjangan waktu pada perlakuan shot peening dari 7,5 menit menjadi 15 menit tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan umur fatik dengan probabilitas tingkat kepercayaan 95%, sehingga perpanjangan waktu tersebut tidak perlu dilakukan. Kedua kelompok benda uji tersebut walaupun memiliki nilai rata-rata yang berbeda tetapi setelah dilakukan perhitungan statistik ternyata berasal dari satu kelompok distribusi logaritma normal. Perbedaan kekuatan fatik akibat perbedaan waktu shot peening lebih disebabkan oleh faktor random dari sebaran distribusi umur fatik benda uji. Dari perhitungan ini secara tegas dapat dinyatakan bahwa perpanjangan waktu proses shot peening dari 7,5 menit menjadi 15 menit tidak berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan fatik benda uji, sehingga tidak perlu dilakukan, dengan demikian dapat dilakukan penghematan waktu, energi dan ongkos produksi. Tabel 9 . Perhitungan nilai penolong tiap kelompok benda uji n i 15 12 i x 4,88 4,97      n i i x 1 2 0,03 0,93 Tabel 10 . Perhitungan nilai penolong dari gabungan kelompok benda uji 2 1 n n n   27   2 1 2 1 x x x   4,925            n i n i x x 1 2 2 1 2 1 0,96 Tabel 8 . Hasil percobaan dari benda uji yang di shot peening Benda uji setelah dilakukan shot peening selama 7,5 menit, I: 15 A Benda Uji Setelah dilakukan shot peening selama 15 menit, I: 16 A No Jumlah siklus (N 1,i ) Log N 1,i No Jumlah siklus (N 2,i ) Log N 2,i 1 38.467 4,59 1 34.690 4,54 2 39.862 4,60 2 36.776 4,57 3 42.852 4,63 3 43.036 4,63 4 48.034 4,68 4 55.295 4,74 5 78.727 4,90 5 89.724 4,95 6 62.600 4,80 6 87.000 4,94 7 65.500 4,82 7 119.400 5,08 8 77.700 4,89 8 146.300 5,17 9 81.400 4,91 9 151.700 5,18 10 99.000 5,00 10 263.800 5,42 11 104.383 5,02 11 124.585 5,10 12 113.321 5,05 12 192.149 5,28 13 114.344 5,06 14 117.892 5,07 15 142.452 5,15 Log N 1,i rata-rata 4,88 Log N 2,i rata-rata 4,97 Tabel 7 . Hasil perhitungan tingkat signifikan kelompok benda uji tanpa perlakuan dibandingkan dengan kelompok-kelompok benda uji yang mengalami perlakuan permukaan No Parameter Hasil Uji tingkat signifikan 1 Benda uji hasil shot peening dengan Intensitas 15 A Signifikan 2 Benda uji hasil shot peening dengan Intensitas 16 Signifikan 3 Hasil karburisasi Signifikan ## KESIMPULAN Dari hasil percobaan dan perhitungan diatas dapat disimpulkan, sebagai berikut : 1. Pengujian statistik sangat membantu dalam penentuan pengaruh suatu variabel perlakuan permukaan terhadap kekuatan bahan. 2. Perlakuan shot peening dan karburisasi meningkatkan kekuatan fatik secara signifikan. 3. Perpanjangan waktu shot peening dan peningkatan intensitas peening dari I = 15 A menjadi I = 16 A tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kekuatan fatik. ## DAFTAR ACUAN [1]. H. GUDEHUS and H. ZENNER, Leitfaden für eine Betriebsfestigkeits-rechnung , VBFEh, VDEh, Düsseldorf (1995). [2]. C. E. FELTNER, Basic Research on the Cyclic Deformation and fracture Behavior of Materials , Manual on Low Cycle Fatigue STP 465 (1969). [3]. D. T. RASKE and J. MORROW, Mechanics of Materials in Low Cycle Fatigue Testing , Manual on Low Cycle Fatigue STP 465 (1969) [4]. H. MAUCH and H. ZENNER, Lebensdauer statistik, Leitfaden zur Statistik in der Betriebsfestigkeit , Forschungs Heft, Forschungsvereinigung Antriebstechnik. E.V. (FVA) Forschungsvorhaben Nr 304, (1999) [5]. R. C. RICE, Statistics and Data Analysis, Mechanical Testing , ASM Hand Book Volume 8, USA (1997) [6]. E. KREYSZIG, Statistische Methoden und ihre Anwendungen , Vandenhoeck und Ruprecht, Goettingen (1972) [7]. H. G. KOEBLER, Ueber die Trennscharfe statistisch ausgewerteter Versuchsreihen , LBF Darmstadt, Technische Mitteilungen 87/81, Darmstadt (1981). [8]. U. GRAF, H.J. HENNING, K. STANGE and P.T. WILRICH Formeln und Tabellen der angewandten matematischen Statistik , Springer Verlag, Berlin (1987) [9]. P. BAILEY and J. CHAMPAIGNE, Factors That Influence Almen Strip Arc Height , Shot Peener, Conf Proc: ICSP-9 (pp 392-399), Indiana, USA (2005) [10]. The Shot Peener, Almen Strip Consistency Testing , Vol 23/ Isue 1, Indiana, USA, (2009) [11]. H. OSTERMANN and W. SCHUETZ, Einfluss unterschiedlich hoher und haeufiger Vorbelastungen auf die Schwingfestigkeit gebohrter Flachstaebe aus ST 37 Teil A: Woehlerversuche , LBF Bericht Nr. FB-53 (1964) [12]. O. BUXBAUM, Betriebsfestigkeit , Verlag Stahleisen, Duesseldorf (1986)
84459a76-cd56-4bc3-85cd-6c99ab714901
https://j-innovative.org/index.php/Innovative/article/download/9138/6266
INNOVATIVE: Journal Of Social Science Research Volume 4 Nomor 1 Tahun 2024 Page 10752-10767 E-ISSN 2807-4238 and P-ISSN 2807-4246 Website: https://j-innovative.org/index.php/Innovative Pengaruh Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Leverage, Dan Penerapan Sistem Pengendalian Internal Terhadap Audit Delay (Studi Pada Perusahaan ## Perdagangan, Jasa, Dan Investasi Yang Terdaftar Di Bei Tahun 2021) Vina Regina Rustanto 1 ✉ , Amelia Setiawan 2 , Samuel Wirawan 3 , Hamfri Djajadikerta 4 Universitas Katolik Parahyangan Email: vinareginaaa@gmail.com 1 ✉ ## Abstrak Laporan keuangan perlu memenuhi unsur ketepatan waktu agar informasinya bisa berguna bagi stakeholder untuk pengambilan keputusan. Namun pada kenyataannya, masih banyak perusahaan yang terlambat menerbitkan audited annual report-nya sehingga mendapatkan sanksi dari pemerintah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari variabel umur perusahaan, ukuran perusahaan, leverage, dan penerapan sistem pengendalian internal terhadap audit delay, baik secara parsial maupun simultan. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan- perusahaan sektor perdangangan, jasa, dan investasi yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2021. Total sampel yang diambil adalah sebanyak 75 unit perusahaan yang dipilih secara simple random sampling dan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan keuangan yang telah diaudit dan dipublikasikan perusahaan. Metode pengolahan data yang digunakan di penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif, uji asumsi klasik, uji hipotesis, dan analisis regresi linear berganda dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel umur perusahaan, ukuran perusahaan, leverage, dan penerapan sistem pengendalian internal secara bersamaan atau simultan berpengaruh terhadap audit delay. Namun secara parsial, hanya ukuran perusahaan dan penerapan sistem pengendalian internal saja yang terbukti berpengaruh terhadap audit delay. Kata Kunci : Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Leverage, Penerapan Sistem Pengendalian Internal, Audit Delay. ## Abstract Financial reports need to fulfill the element of timeliness so that the information can be useful for stakeholders’s decision making process. But in fact, there are still many companies that are late in publishing their audited annual reports so that they get sanctions from the government. The purpose of this study is to determine the effect of variables of company age, company size, leverage, and the application of internal control systems on audit delays, both partially and simultaneously. This research was conducted on companies in the trade, services, and investment sectors that have been listed on the Indonesia Stock Exchange (IDX) in 2021. The total sample taken was 75 units of companies selected by simple random sampling and the data used in this study was secondary data in the form of audited and published company’s financial statements. The data processing methods used in this study are descriptive statistical analysis, classical assumption test, hypothesis test, and multiple linear regression analysis with a confidence level of 95%. The results of this study show that the variables of company age, company size, leverage, and the implementation of internal control systems simultaneously affect audit delays. However, partially, only company size and the implementation of the internal control systems are proven to have an effect on audit delay. Keyword: Company Age, Company Size, Leverage, Implementation of Internal Control Systems, Audit Delay. ## PENDAHULUAN Laporan keuangan merupakan dokumen pertanggungjawaban yang berisikan informasi finansial perusahaan selama suatu periode tertentu. Informasi finansial di laporan keuangan ini akan digunakan oleh para pemangku kepentingan sebagai salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-00066/BEI/09-2022 mengenai Perubahan Peraturan Nomor I-E Kewajiban Penyampaian Informasi (2022), semua perusahaan publik yang efeknya tercatat di bursa wajib menyampaikan laporan keuangannya secara berkala. Untuk memastikan bahwa informasi yang tertera pada laporan keuangan sudah sesuai dengan standar yang berlaku dan sudah mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya, maka laporan keuangan tersebut harus sudah diaudit oleh Akuntan Publik yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menurut Kieso, D. E., Weygandt, J. J., dan Warfield, T. D. (2020), laporan keuangan yang berguna untuk pengambilan keputusan haruslah memenuhi kualitas-kualitas tertentu, salah satunya adalah ketepatan waktu. Namun dikarenakan laporan keuangan tersebut harus diaudit terlebih dahulu sebelum disampaikan ke publik, maka pasti tanggal publikasi laporan keuangan tidak akan sama dengan tanggal tutup buku perusahaan. Lama pengerjaan audit menjadi faktor signifikan yang menentukan cepat atau lambatnya publikasi laporan keuangan tersebut. Periode antara tanggal tutup buku dan diselesaikannya laporan audit inilah yang disebut sebagai audit delay. Karena laporan keuangan perlu dilakukan audit sebelum dipublikasikan namun tetap harus memiliki unsur ketepatan waktu, maka berdasarkan Kep-00066/BEI/09-2022 nomor III.1.1.6, perusahaan terbuka diberikan waktu untuk menyampaikan laporan keuangan tahunan yang sudah diaudit paling lambat pada akhir bulan ke-3 setelah tanggal tutup buku, yaitu pada 31 Maret (Bursa Efek Indonesia, 2022). Jika melebihi waktu yang ditetapkan, maka perusahaan tersebut akan mendapatkan sanksi berupa peringatan, denda, hingga suspensi. Ironisnya walaupun sudah diberikan waktu 3 bulan untuk menyelesaikan dan memublikasikan laporan keuangan tahunan yang sudah diaudit, masih banyak ditemui perusahaan-perusahaan yang telat menyampaikan laporan keuangannya sehingga mendapatkan peringatan bahkan hingga terkena denda dan suspensi. Bursa Efek Indonesia (BEI) saja mencatat bahwa terdapat 91 perusahaan terbuka yang telat menyampaikan laporan keuangan mereka untuk tahun buku per 31 Desember 2021 (Melani, 2022). Dari 91 perusahaan tersebut, 33 berasal dari sektor perdagangan, jasa, dan investasi; 17 dari sektor properti, real estate, dan bangunan; 11 dari sektor aneka industri; 7 dari sektor pertambangan; 7 dari sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi; 7 dari sektor industri dasar dan bahan kimia; 4 dari sektor pertanian; 3 dari sektor barang konsumsi; dan 2 dari sektor keuangan. Hal ini tentunya merugikan internal perusahaan karena harus mendapatkan sanksi dan juga merugikan stakeholder yang tidak bisa mendapatkan laporan keuangan dengan tepat waktu. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini ingin melihat faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kecepatan audit delay agar perusahaan-perusahaan terbuka, khususnya yang berada di sektor perdagangan, jasa, dan investasi, dapat menyampaikan laporan keuangannya ke publik dengan lebih cepat dan tepat waktu, sehingga dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan menghindari sanksi keterlambatan. Untuk itu penelitian ini berfokus melihat bagaimana pengaruh umur perusahaan, ukuran perusahaan, leverage, dan penerapan sistem pengendalian internal terhadap audit delay, baik secara parsial maupun simultan. Tinjauan Pustaka Audit Delay Menurut Rachmawati (2008) dalam Haryani, Rispantyo, dan Astuti (2019), audit delay atau audit report lag adalah periode waktu antara tanggal tutup buku hingga tanggal diterbitkannya laporan audit independen, dimana pada rentang waktu tersebut auditor sedang melaksanakan proses audit laporan keuangan tahunan. Sejalan dengan itu, Nufita (2017) juga menyebutkan bahwa audit delay adalah rentang waktu mundur yang diperlukan untuk menyelesaikan proses audit, di mana dihitung dari perbedaan antara tanggal tutup buku dan tanggal diterbitkannya laporan audit. Adanya proses pengauditan laporan keuangan yang diwajibkan pemerintah inilah yang menjadi penyebab adanya audit delay (Sudjono & Setiawan, 2022). ## Hubungan Umur Perusahaan dan Audit Delay Menurut Pattinaja dan Siahainenia (2020), umur perusahaan merupakan periode waktu seberapa lama sebuah perusahaan telah beroperasi. Sedangkan Ciriyani dan Putra (2016) mendefinisikan umur perusahaan sebagai seberapa lamanya sebuah perusahaan sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Menurut Dewinta dan Setiawan (2016), semakin tua umur perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan yang baik untuk dapat tetap eksis dan bersaing di dalam dunia usaha, serta pengalaman yang dimiliki oleh perusahaan tersebut juga akan semakin banyak. Penelitian yang yang dilakukan oleh Sudjono dan Setiawan (2022) serta Saputra, Irawan, dan Ginting (2020) menunjukkan bahwa umur perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap audit delay perusahaan. Alasannya adalah karena semakin panjang umur perusahaan maka perusahaan tersebut semakin memiliki pengalaman dan pengetahuan dalam proses penyajian dan proses audit laporan keuangan sehingga audit delay bisa dipercepat. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut: H 1 : Umur perusahaan berpengaruh terhadap audit delay ## Hubungan Ukuran Perusahaan dan Audit Delay Ukuran perusahaan merupakan seberapa besar skala perusahaan, yang pengklasifikasian besar kecilnya dapat dilihat dari beberapa indikator, yaitu salah satunya dari total aktiva yang dimiliki perusahaan (Pattinaja & Siahainenia, 2020; Saputra, Irawan, & Ginting, 2020). Ukuran perusahaan yang besar juga menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki sumber daya keuangan yang baik dan dinilai dapat menghasilkan laba yang lebih besar juga (Ariani & Bawono, 2018). H asil penelitian Sa’adah (2013) serta Sudjono dan Setiawan (2022) menunjukkan bahwa umur perusahaan berpengaruh negatif terhadap audit delay. Perusahaan berskala besar menandakan bahwa mereka memiliki resources/kemampuan yang cukup untuk dapat menunjang proses pembuatan laporan keuangan tahunan maupun proses audit yang baik karena dapat merekrut sumber daya manusia (SDM) yang lebih berkualitas. Namun sebaliknya, penelitian Mardiana (2015) menunjukkan ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap audit delay karena semakin besar perusahaan maka operasi bisnisnya akan semakin kompleks dan sampel yang diambil harus lebih banyak sehingga memperluas prosedur audit yang harus ditempuh. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut: H 2 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap audit delay. ## Hubungan Leverage dan Audit Delay Saputra, Irawan, dan Ginting (2020) menyebutkan bahwa leverage atau solvabilitas merupakan rasio yang menghitung seberapa besar total aset yang dibayarkan atau didanai dari total liabilitas. Selanjutnya Purbarani (2021) mendefinisikan leverage sebagai seberapa besar kemampuan perusahaan untuk dapat menjalani kegiatan operasionalnya dengan dana yang didapatkan dari liabilitas atau hutang. Penelitian Setiawan (2013) dan Dewi (2016) menyatakan bahwa leverage atau solvability perusahaan berpengaruh positif terhadap audit delay. Hal tersebut dikarenakan ketika leverage perusahaan semakin besar, maka auditor akan semakin berhati-hati dalam memeriksa laporan keuangan tahunannya sehingga memicu keterlambatan. Namun pada penelitian Sudjono dan Setiawan (2022) disebutkan bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap audit delay karena ketika tingkat leverage perusahaan tinggi, maka perusahaan tersebut akan mendapatkan tekanan yang lebih besar dari pihak eksternal, khususnya kreditur, untuk menyampaikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit secepatnya. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut: H 3 : Leverage berpengaruh terhadap audit delay. Hubungan Penerapan Sistem Pengendalian Internal dan Audit Delay Menurut Arens, Elder, Beasley, dan Hogan (2020) serta Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (2013), sistem pengendalian internal adalah kebijakan dan prosedur yang didesain oleh perusahaan untuk memberikan reasonable assurance atas pencapaian tujuan manajemen, yang terdiri dari keandalan laporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasional, serta kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Rakhmayani dan Utami (2022) menyebutkan bahwa pihak eksternal perusahaan akan mengalami kesulitan untuk dapat menilai penerapan sistem pengendalian internal perusahaan secara langsung karena keterbatasan informasi. Pihak eksternal perusahaan hanya dapat menilai penerapan sistem pengendalian internal perusahaan melalui pengungkapan yang dipublikasikan perusahaan, salah satunya lewat laporan tahunannya. Pengungkapan sistem pengendalian internal ini dianggap sudah merefleksikan atau menggambarkan bagaimana penerapan sistem pengendalian internal dalam perusahaan tersebut. Menurut Leng & Ding dalam Agyei-Mensah (2016), pengungkapan sistem pengendalian internal ini sendiri bisa diukur berdasarkan 8 item sebagai berikut: Tabel 1. Internal Control Disclosure Index No Item Penjelasan 1 Internal environment Struktur tata kelola perusahaan, kebijakan sumber daya manusia, budaya perusahaan, konsep manajemen, dll. 2 Risk evaluation Identifikasi risiko internal dan eksternal, analisis risiko, respons risiko, dll 3 Control Activities Aktivitas pengendalian internal yang berdasarkan evaluasi risiko 4 Information and communication Pembentukan sistem informasi dan komunikasi 5 Internal supervision Pengawasan internal dari departemen audit internal atau departemen lain 6 Internal control defects Cacat atau item abnormal dalam pengendalian internal dan langkah-langkah perbaikannya 7 Internal assessment Penilaian dari dewan komisaris atau dewan direksi 8 External assessment Penilaian dari lembaga auditor eksternal Sumber: Diadaptasi dari Leng & Ding seperti dikutip oleh Agyei-Mensah (2016). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sa’adah (2013) dan Haryani et al (2019) disebutkan bahwa penerapan sistem pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap audit delay. Hal ini disebabkan karena jika penerapan sistem pengendalian internal perusahaan baik, maka auditor akan memerlukan waktu yang lebih singkat dalam melakukan proses audit, khususnya saat melakukan pengujian substantif dan pengujian ketaatan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut: H 4 : Penerapan sistem pengendalian internal berpengaruh terhadap audit delay Hubungan Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Leverage, dan Penerapan Sistem Pengendalian Internal dengan Audit Delay Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dibentuk hipotesis bahwa umur perusahaan, ukuran perusahaan, leverage, dan penerapan sistem pengendalian internal secara simultan berpengaruh terhadap audit delay. H 5 : Umur perusahaan, ukuran perusahaan, leverage, dan penerapan sistem pengendalian internal secara simultan berpengaruh terhadap audit delay. ## METODE PENELITIAN Metode pada penelitian ini adalah hypothetico deductive research dan dilakukan pada perusahaan-perusahaan sektor perdangangan, jasa, dan investasi yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2021. Total sampel yang diambil adalah sebanyak 75 unit perusahaan yang dipilih secara simple random sampling. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa laporan keuangan yang telah diaudit dan dipublikasikan perusahaan. Data tersebut diolah menggunakan software Microsoft Office Excel versi 365 dan SPSS Statistics versi 25. Metode pengolahan data yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif, uji asumsi klasik, analisis regresi linear berganda, dan uji hipotesis pada tingkat kepercayaan 95%. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah audit delay, sedangkan variabel independen yang diteliti adalah ukuran perusahaan, umur perusahaan, leverage, dan penerapan sistem pengendalian internal. Berikut disajikan pengukuran dari setiap variabel pada Tabel 2. Tabel 2. Operasionalisasi Variabel Variabel Indikator dan Pengukuran Skala Umur Perusahaan Periode waktu seberapa lama perusahaan telah berdiri sejak terdaftar di BEI hingga tahun audited financial statements yang dijadikan objek penelitian diambil. 2021 – Tahun IPO Rasio Ukuran Perusahaan Total aset yang dimiliki perusahaan. Total Aset = Aset Lancar + Aset Tetap (dalam miliaran rupiah) Rasio Leverage Menggunakan debt to total assets ratio (DTA). DTA Ratio = 𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑳𝒊𝒂𝒃𝒊𝒍𝒊𝒕𝒊𝒆𝒔 𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑨𝒔𝒔𝒆𝒕𝒔 Rasio Penerapan Sistem Pengendalian Internal Baik atau buruknya penerapan sistem pengendalian internal dilihat dari kelengkapan pengungkapan sistem pengendalian internal dalam laporan tahunannya, yaitu harus mengungkapkan 8 item seperti yang tertera pada Tabel 1. Internal Control Disclosure Index (1 poin untuk setiap indikator jika diungkapkan) Rasio Skala Audit Delay Periode waktu antara tanggal tutup buku hingga tanggal diterbitkannya laporan audit independen / tanggal yang tertera di bagian tanda tangan laporan audit. AD = Audit Report Date – 31 Desember Rasio Sumber: Diolah dari berbagai sumber (2023) Berikut merupakan kerangka pemikiran dari penelitian ini: ## Gambar 1. Model Penelitian Sumber: Diolah dari berbagai sumber (2023) ## HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Statistik Deskriptif Analisis statistik deskriptif dilakukan untuk menyediakan informasi deskriptif tentang sekumpulan data yang telah diperoleh. Dalam penelitian ini akan digunakan perhitungan nilai minimum, maksimum, rata-rata ( mean), dan standar deviasi dari setiap variabel. Gambar 2. Hasil Analisis Statistik Deskriptif Sumber: Olahan peneliti (2023) Pada Gambar 2 dapat diketahui bahwa setiap variabel memiliki jumlah sampel yang valid sebanyak 75 data yang diperoleh dari annual report maupun website perusahaan untuk periode 1 tahun, yaitu tahun 2021. Untuk variabel umur perusahaan memiliki nilai minimum sebesar 1 tahun, nilai maksimum sebesar 32 tahun, nilai rata-rata sebesar 14,1 tahun, dan standar deviasinya adalah sebesar 10,6. Variabel ukuran perusahaan memiliki nilai minimum sebesar 22,09, nilai maksimumnya sebesar 112.561,36, nilai rata-rata sebesar 7.276,87, dan standar deviasinya sebesar 15.861,94. Variabel leverage memiliki nilai minimum sebesar 0,00062, nilai maksimumnya sebesar 43,47, nilai rata-rata sebesar 1,00, dan standar deviasinya adalah sebesar 4,98. Variabel penerapan sistem pengendalian internal memiliki nilai minimum sebesar 5, nilai maksimumnya sebesar 7, nilai rata-rata sebesar 6,79, dan standar deviasinya adalah sebesar 0,58. Terakhir, variabel audit delay memiliki nilai minimum sebesar 52 hari, nilai maksimum sebesar 157 hari, nilai rata-rata sebesar 95,52 hari, dan standar deviasinya adalah sebesar 20,38. ## Uji Asumsi Klasik Pada penelitian ini dilakukan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas, dan uji heteroskedastisitas. Uji Normalitas Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diambil sudah berdistribusi secara normal. Uji yang digunakan adalah uji One Sample Kolmogorov- Smirnov dengan pendekatan Monte Carlo. Berdasarkan uji tersebut, didapatkan hasil sebagai berikut: Gambar 3. Hasil Uji Normalitas Sumber: Olahan peneliti (2023) Berdasarkan Gambar 3 didapatkan nilai Monte Carlo Sig. (2- tailed) sebesar 0,253 yang lebih besar dari 0,05 sehingga bisa dikatakan sampel untuk variabel umur perusahaan, ukuran perusahaan, leverage, penerapan sistem pengendalian internal, dan audit delay memiliki distribusi yang normal dan layak disebut sebagai sampel yang representatif terhadap populasinya. ## Uji Moltikolinearitas Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui apakah di dalam model regresi terdapat korelasi antar variabel independen yang signifikan. Berdasarkan uji tersebut, didapatkan hasil sebagai berikut: Gambar 4. Hasil Uji Multikolinearitas 1 Sumber: Olahan peneliti (2023) Berdasarkan Gambar 4 diketahui bahwa variabel umur perusahaan memiliki nilai tolerance sebesar 0,946 dan VIF sebesar 1,057, variabel ukuran perusahaan memiliki nilai tolerance sebesar 0,947 dan VIF sebesar 1,056, variabel leverage memiliki nilai tolerance sebesar 0,994 dan VIF sebesar 1,006, serta variabel penerapan sistem pengendalian internal memiliki nilai tolerance sebesar 0,976 dan VIF sebesar 1,025. Semua variabel independen tersebut memiliki nilai tolerance di atas 0,1 dan memiliki nilai VIF di bawah 10, maka dapat disimpulkan bahwa semua variabel independen dalam penelitian ini terbebas dari masalah multikolinearitas. ## Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah varians dari error sudah bersifat homogen. Uji yang digunakan adalah Uji Glejser dan didapatkan hasil sebagai berikut: Gambar 5. Hasil Uji Heteroskedasisitas 2 Sumber: Olahan peneliti (2023) Berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa variabel umur perusahaan memiliki nilai signifikan sebesar 0,808, variabel ukuran perusahaan memiliki nilai signifikan sebesar 0,089, variabel leverage memiliki nilai signifikan sebesar 0,175, dan variabel penerapan sistem pengendalian internal memiliki nilai signifikan sebesar 0,634. Semua variabel independen tersebut memiliki nilai signifikan di atas 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa semua variabel independen dalam penelitian ini terbebas dari masalah heteroskedasisitas. ## Uji Hipotesis Uji Statistik t (Uji Pengaruh Parsial) Uji statistik t digunakan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen (secara parsial). Berdasarkan uji tersebut, didapatkan hasil sebagai berikut: Gambar 6. Hasil Uji Statistik t (Uji Pengaruh Parsial) Sumber: Olahan peneliti (2023) Berdasarkan Gambar 6, diketahui: 1. Pengaruh variabel umur perusahaan terhadap audit delay diperoleh nilai t hitung -0,290 < t tabel 1,994 dengan nilai signifikan 0,772 yang mana lebih besar dari 0,05 sehingga hipotesis 1 ditolak. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Ariani dan Bawono (2018) serta Pattinaja dan Siahainenia (2020) yang menyatakan bahwa umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap audit delay, namun bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan Sudjono dan Setiawan (2022) serta Saputra et al (2020) yang menyatakan bahwa umur perusahaan berpengaruh terhadap audit delay. Hal ini dikarenakan baik perusahaan baru ataupun lama, keduanya pasti mengejar ketepatan waktu dalam penyampaian laporan tahunannya. Untuk perusahaan baru, mereka harus segera menerbitkan laporan tahunannya karena ingin menarik perhatian investor. Sedangkan untuk perusahaan lama juga harus segera menerbitkan laporan tahunannya untuk mempertahankan kepercayaan investor lama. 2. Pengaruh variabel ukuran perusahaan terhadap audit delay diperoleh nilai t hitung -2,376 > t tabel 1,994 dengan nilai signifikan 0,020 yang mana lebih kecil dari 0,05 sehingga hipotesis 2 diterima. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan Sa’adah (2013), Sudjono dan Setiawan (2022), serta Mardiana (2015) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap audit delay. Namun hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Haryani et al (2019) dan Pattinaja dan Siahainenia (2020) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap audit delay. Hal ini dikarenakan perusahaan berskala besar menandakan bahwa mereka memiliki resources/kemampuan yang cukup untuk dapat menunjang proses pembuatan laporan keuangan tahunan maupun proses audit yang baik karena dapat mempekerjakan SDM yang berkualitas. Dengan SDM yang baik, maka laporan keuangan milik perusahaan akan terhindar dari kesalahan saji yang material (saat proses pembuatan laporan keuangan) dan juga dapat menyewa jasa auditor eksternal yang mumpuni untuk bekerja cepat sekaligus terpercaya. 3. Pengaruh variabel leverage terhadap audit delay diperoleh nilai t hitung -1,497 < t tabel 1,994 dengan nilai signifikan 0,139 yang mana lebih besar dari 0,05 sehingga hipotesis 3 ditolak. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Haryani et al (2019) dan Saputra et al (2020) yang menyatakan bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap audit delay, namun bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan Setiawan (2013), Dewi (2016), serta Sudjono dan Setiawan (2022) yang menyatakan bahwa leverage berpengaruh terhadap audit delay. Hal ini dikarenakan baik perusahaan dengan leverage besar maupun kecil, keduanya memiliki tekanan eksternal yang cenderung sama, khususnya dari pemerintah seperti peraturan Kep-00066/BEI/09-2022 nomor III.1.1.6 yang mengharuskan perusahaan terbuka untuk menyampaikan laporan keuangan tahunan yang sudah diaudit paling lambat pada akhir bulan ke-3 setelah tanggal tutup buku, yaitu pada 31 Maret. Selain itu, baik untuk perusahaan dengan tingkat leverage tinggi ataupun rendah, auditor pasti telah memperkirakan dan menyediakan waktu sesuai dengan kebutuhan audit yang diperlukan agar perusahaan bisa menerbitkan laporan tahunannya secara tepat waktu. 4. Pengaruh variabel penerapan sistem pengendalian internal terhadap audit delay diperoleh nilai t hitung -2,243 > t tabel 1,994 dengan nilai signifikan 0,028 yang mana lebih kecil dari 0,05 sehingga hipotesis 4 diterima. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Sa’adah (2013) dan Haryani et al (2019 ) yang menyatakan bahwa penerapan sistem pengendalian internal berpengaruh terhadap audit delay, namun bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan Nufita (2017) yang menyatakan bahwa penerapan sistem pengendalian internal tidak berpengaruh terhadap audit delay. Hal ini disebabkan karena jika penerapan sistem pengendalian internal perusahaan baik, maka auditor akan memerlukan waktu yang lebih singkat dalam melakukan proses audit, khususnya saat melakukan pengujian substantif dan pengujian ketaatan. Uji Statistik F (Uji Pengaruh Simultan) Uji statistik F digunakan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh variabel-variabel independen secara bersamaan/simultan terhadap variabel dependen. Berdasarkan uji tersebut, didapatkan hasil sebagai berikut: Gambar 7. Hasil Uji Statistik F (Uji Pengaruh Simultan) 3 Sumber: Olahan peneliti (2023) Berdasarkan Gambar 7 diketahui pengaruh variabel umur perusahaan, ukuran perusahaan, leverage, dan penerapan sistem pengendalian internal secara bersamaan terhadap audit delay diperoleh nilai F hitung 3,734 > F tabel 2,503 dengan nilai signifikan 0,008 yang mana lebih kecil dari 0,05 sehingga hipotesis 5 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun variabel umur perusahaan dan leverage tidak berpengaruh terhadap audit delay secara parsial, namun jika dilihat secara simultan maka kedua variabel tersebut bersamaan dengan variabel ukuran perusahaan dan penerapan sistem pengendalian internal berpengaruh terhadap audit delay. Uji Koefisien Determinasi (R 2 ) Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel independen secara bersamaan/simultan terhadap variabel dependen. Berdasarkan uji tersebut, didapatkan hasil sebagai berikut: Gambar 8. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R 2 ) Sumber: Olahan peneliti (2023) Berdasarkan Gambar 8 diketahui pengaruh variabel umur perusahaan, ukuran perusahaan, leverage, dan penerapan sistem pengendalian internal secara bersamaan terhadap audit delay diperoleh nilai adjusted R 2 sebesar 0,129, yang artinya variabel umur perusahaan, ukuran perusahaan, leverage, dan penerapan sistem pengendalian internal dapat menjelaskan variabel audit delay sebesar 12,9% dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model penelitian, seperti profitabilitas (Nufita, 2017), likuiditas (Sudjono & Setiawan, 2022), opini audit (Dewi, 2016), ukuran kantor akuntan publik (Mardiana, 2015), dan lain-lain. ## Analisis Regresi Linear Berganda Analisis regresi linear berganda dilakukan untuk mengetahui persamaan regresi dari model penelitian yang memiliki variabel independen lebih dari satu. Berikut merupakan hasil dari pengolahan data: Gambar 9. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Sumber: Olahan peneliti (2023) Berdasarkan Gambar 9, diketahui variabel umur perusahaan berkorelasi negatif dengan koefisien -0,062, variabel ukuran perusahaan berkorelasi negatif dengan koefisien -,00034, variabel leverage berkorelasi negatif dengan koefisien -0,667, dan variabel penerapan sistem pengendalian internal berkorelasi negatif dengan koefisien -8,712. Maka dari itu, diperoleh persamaan regresi linear berganda seperti di bawah ini: Y = 158,669 - 0,062X 1 - 0,00034X 2 – 0,667X 3 – 8,712X 4 + e Di mana: Y = audit delay X 1 = umur perusahaan X 2 = ukuran perusahaan X 3 = leverage X 4 = penerapan sistem pengendalian internal e = error ## SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan pertama, yaitu umur perusahaan secara parsial tidak berpengaruh terhadap audit delay pada perusahaan di sektor perdagangan, jasa, dan investasi di tahun 2021. Kedua, ukuran perusahaan secara parsial berpengaruh terhadap audit delay pada perusahaan di sektor perdagangan, jasa, dan investasi di tahun 2021. Ketiga, leverage secara parsial tidak berpengaruh terhadap audit delay pada perusahaan di sektor perdagangan, jasa, dan investasi di tahun 2021. Keempat, penerapan sistem pengendalian internal secara parsial berpengaruh terhadap audit delay pada perusahaan di sektor perdagangan, jasa, dan investasi di tahun 2021. Terakhir, umur perusahaan, ukuran perusahaan, leverage, dan penerapan sistem pengendalian internal secara bersamaan atau simultan berpengaruh terhadap audit delay pada perusahaan di sektor perdagangan, jasa, dan investasi di tahun 2021. ## DAFTAR PUSTAKA Agyei-Mensah, B. K. (2016). Internal Control Information Disclosure and Corporate Governance: Evidence from An Emerging Market. Corporate Governance: The International Journal of Business in Society, 16 (1), 87. Arens, A. A., Elder, R. J., Beasley, M. S., & Hogan, C. E. (2020). Auditing and Assurance Services: International Perspectives (17th ed.). London: Pearson Education Limited. Ariani, K. R., & Bawono, A. D. (2018). Pengaruh Ukuran dan Umur Perusahaan Terhadap Audit Report Lag dengan Profitabilitas dan Solvabilitas Sebagai Variabel Moderating. Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia (REAKSI), 3 (2), 120. Bursa Efek Indonesia. (2022). Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia No. Kep- 00066/BEI/09-2022 tentang Perubahan Peraturan Nomor I-E Kewajiban Penyampaian Informasi. Jakarta. Ciriyani, N. K., & Putra, I. M. (2016). Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, dan Umur Perusahaan pada Pengungkapan Informasi Lingkungan. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 17 (3), 2104. Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission. (2013). Internal Control - Integrated Framework (Executive Summary). New York. Dewi, R. K. (2016). Analisis Pengaruh Total Aset, Leverage, Opini Audit, dan Ukuran KAP Terhadap Audit Delay (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2012-2014). (Undergraduate Thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta). Dewinta, I. A., & Setiawan, P. E. (2016). Pengaruh Ukuran Perusahaan, Umur Perusahaan, Profitabilitas, Leverage, dan Pertumbuhan Penjualan Terhadap Tax Avoidance. E- Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 14 (3), 1589-1590. Haryani, T., Rispantyo, & Astuti, D. S. (2019). Pengaruh Ukuran Perusahaan, Sistem Pengendalian Internal, dan Leverage Terhadap Audit Delay (Studi pada Perusahaan Jasa Transportasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2014 - 2017). Jurnal Akuntansi dan Sistem Teknologi Informasi, 15 (1), 41-45. Hoboken: John Wiley & Sons, Inc. Mardiana, W. (2015). Pengaruh Ukuran Perusahaan, Holding Company, dan Ukuran Kantor Akuntan Publik terhadap Audit Delay (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011 – 2013). (Undergraduate Thesis, Universitas Islam Bandung). Melani, A. (2022, Mei 12). 91 Emiten Dapat Peringatan Tertulis I Imbas Telat Rilis Laporan Keuangan 2021. Retrieved from Liputan6.com: https://www.liputan6.com/saham/read/4961218/91-emiten-dapat-peringatan- tertulis-i-imbas-telat-rilis-laporan-keuangan-2021. Nufita, I. (2017). Pengaruh Afiliasi KAP Tahun Lalu, Profitabilitas, dan Sistem Pengendalian Internal Terhadap Audit Report Lag Dengan Audit Tenure Sebagai Variabel Pemoderasi. (Undergraduate Thesis, Universitas Negeri Yogyakarta). Pattinaja, E. M., & Siahainenia, P. P. (2020). Pengaruh Ukuran Perusahaan, Opini Auditor dan Umur Perusahaan Terhadap Audit Delay. Accounting Research Unit (ARU Journal), 1 (1), 15. Purbarani, K. F. (2021). Determinan Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan Sektor Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2017-2019). (Undergraduate Thesis, Universitas Pendidikan Ganesha). Rakhmayani, A., & Utami, Y. L. (2022). Pengungkapan Pengendalian Internal dan Implikasinya Terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal Ekonomika dan Bisnis, 9 (1), 110. Sa'adah, S. (2013). Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Sistem Pengendalian Internal Terhadap Audit Delay (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI). Jurnal Akuntansi, 1 (2), 11-13. Saputra, A. D., Irawan, C. R., & Ginting, W. A. (2020). Pengaruh Ukuran Perusahaan, Opini Audit, Umur Perusahaan, Profitabilitas dan Solvabilitas Terhadap Audit Delay. Owner: Riset dan Jurnal Akuntansi, 4 (2), 288-293. Setiawan, H. (2013). Pengaruh Ukuran Perusahaan, Reputasi Auditor, Opini Audit, Profitabilitas, dan Solvabilitas Terhadap Audit Delay. (Undergraduate Thesis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah). Sudjono, A. C., & Setiawan, A. (2022). Pengaruh Ukuran Perusahaan, Umur Perusahaan, Likuiditas, dan Leverage terhadap Audit Report Lag (Studi pada Perusahaan Consumer Goods Terdaftar di BEI Tahun 2019-2020). Owner: Riset & Jurnal Akuntansi, 6 (3), 2604- 2611.
54a548c6-95b9-40ad-8082-73bff9c40357
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPE/article/download/20035/12005
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRESS KERJA PADA TENAGA KEBERSIHAN KOTA DI DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN GIANYAR TAHUN 2017 Kadek Dery Suryawan Prodi Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia ## e-mail: kadeksuryawan412@gmail.com ## Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi stress kerja dan faktor yang paling dominan mempengaruhi stress kerja pada tenaga kebersihan kota di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar Tahun 2017. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan faktorial. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner kemudian diolah dengan tehnik analisis faktor menggunakan program spss 16 for windows . Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi stress kerja pada tenaga kebersihan kota yakni tuntutan antar personal dengan nilai eigenvalue sebesar 6,492, tuntutan tugas dengan nilai eigenvalue 5,589, tuntutan fisik dengan nilai eigenvalue sebesar 1,747 dan tuntutan fisik dengan nilai eigenvalue sebesar 1,114. Dari keempat faktor tersebut, faktor yang paling dominan mempengaruhi stress kerja pada tenaga kebersihan kota adalah faktor tuntutan antar personal dengan nilai eigenvalue terbesar yaitu 6,492. Khususnya mengenai rendahnya dukungan dari pimpinan dengan nilai loading factor terbesar di dalam faktor tuntutan antar personal yaitu 0,987. Kata kunci : Stress kerja, tenaga kebersihan ## Abstract This research aims to determine the factors that affect work stress and the most dominant factor affecting the work stress on city cleaning personel in the Environment Office of Gianyar Regency in 2017. This research is a type of quantitative research with a factorial approach. Data was collected by using questioner then processed by factor analysis technique using SPSS 16 for windows program. The result of this research shows that there are four factors that influence the work stress on city cleaning personnel the interpersonal demands with the eigenvalue of 6.492, the task demands with eigenvalue 5,589, physical demands with eigenvalue of 1.747 and physical demands with eigenvalue of 1.114. Of the four factors, the most dominant factor affecting work stress on city cleaning personnel is the factor of interpersonal demands with the largest eigenvalue is 6.492. Especially regarding the low support from the leader with the largest loading factor in the interpersonal demand factor is 0.987. Keywords : W ork stress, city cleaning personnel ## PENDAHULUAN Stress merupakan kata yang sering kali diucapkan oleh orang-orang dalam aktivitas kehidupannya ketika orang tersebut mengalami suatu ketegangan atau menghadapi suatu masalah. Irham Fahmi (2013) mendefinisikan bahwa stress adalah suatu keadaan yang menekan diri dan jiwa seseorang di luar batas kemampuannya, sehingga jika terus dibiarkan tanpa ada solusi maka ini akan berdampak pada kesehatannya. Stress tidak timbul begitu saja namun sebab- sebab stress timbul umumnya diikuti oleh faktor peristiwa yang mempengaruhi kejiwaan seseorang, dan peristiwa itu terjadi di luar dari kemampuannya sehingga kondisi tersebut telah menekan jiwanya. Gregory Moonhead & Ricky W. Griffin (2013) menyatakan bahwa stress e-ISSN : 2599-1426 sebagai respons adaptif seseorang terhadap rangsangan yang menempatkan tuntutan psikologis atau fisik secara berlebihan kepada dirinya. Sedangkan Robbins (2006) mendefinisikan bahwa stress adalah kondisi dinamik yang di dalamnya individu menghadapi peluang, kendala ( constraits ) atau tuntutan ( demand ) yang terkait dengan apa yang sangat diinginkan dan yang di hasilkan persepsi sebagai tidak pasti tapi penting. Gregory Moonhead dan Ricky W. Griffin (2013) menyatakan ada 2 bentuk dari stress dimana yang pertama disebut dengan Distress . Distress merupakan stress pada individu yang menghasilkan konsekuensi-konsekuensi negatif. Sedangkan eustress merupakan stress pada individu yang menghasilkan konsekuensi positif. Pines dan Aronson (1989) menyatakan stress kerja yang terjadi dalam jangka yang cukup lama dan berlangsung dalam intensitas yang tinggi mengakibatkan individu akan mengalami kelelahan fisik maupun mental. Kondisi ini disebut deng an “ burn out ”, yang merupakan salah satu bentuk stress yang tampak pada sikap perilaku individu. Burnout merupakan kondisi emosional dimana seseorang merasa lelah dan jenuh secara mental ataupun fisik sebagai akibat tuntutan pekerjaan yang meningkat. Menurut Caputo (1991) kelelahan emosional ditandai dengan terkurasnya sumber-sumber emosional, yakni perasaan frustasi, putus asa, sedih, tidak berdaya, tertekan, apatis terhadap pekerjaan dan merasa terbelenggu oleh pekerjaan sehingga seseorang merasa tidak mampu memberikan pelayanan secara psikologis. Selain itu, mereka mudah tersinggung dan mudah marah tanpa alasan yang jelas. Melihat gejala yang ditimbulkan dari stress kerja tersebut tentu hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut Gregory Moonhead & Ricky W. Griffin (2013) stressor organisasi ( organizational stressor ) adalah berbagai faktor di tempat kerja yang dapat mempengaruhi stress. Empat faktor tersebut antara lain tuntutan tugas, tuntutan fisik, tuntutan peran serta tuntutan antar personal. Faktor pertama yang mempengaruhi stress kerja menurut Gregory Moonhead dan Ricky W. Griffin (2013) adalah tuntutan tugas ( task demands ).Tuntutan tugas berkaitan dengan tugas spesifik yang dilakukan oleh seseorang. Jenis pekerjaan mempunyai sifat lebih menimbulkan stress daripada yang lainnya. Pekerjaan dokter ahli bedah, pengatur lalu lintas udara, dan pelatih sepakbola professional secara umum lebih menimbulkan stress dibandingkan dengan para praktisi umum, agen tiket pesawat terbang dan manajer perlengkapan tim sepak bola. Jadi jenis pekerjaan memiliki pengaruhnya masing- masing terhadap stress yang dialami oleh pekerja tersebut. Di luar tekanan-tekanan terkait tugas spesifik, aspek lain dari pekerjaan dapat menghadirkan ancaman fisik pada kesehatan sesorang. Kondisi tidak sehat terdapat dalam pekerjaan seperti penambangan batu bara dan penanganan limbah-limbah beracun. Keamanan adalah tuntutan tugas lainnya yang dapat menimbulkan stress. Seseorang dalam pekerjaan yang relative aman kemungkinan tidak akan terlalu khawatir akan kehilangan posisi tersebut. Ancaman terhadap keamanan pekerjaan dapat meningkatkan stress. Sebagai contoh, stress biasanya meningkat diseluruh organisasi selama periode pemecatan atau segera setelah merger dengan perusahaan lain. Stressor tuntutan tugas yang terakhir adalah kelebihan beban. Kelebihan beban terjadi ketika seseorang memiliki lebih banyak pekerjaan dari yang dapat ia tangani. Kelebihan beban dapat bersifat kuantitatif (orang tersebut mempunyai terlalu banyak tugas untuk dilakukan atau terlalu sedikit waktu untuk melakukannya) dan kualitatif (orang tersebut mungkin meyakini bahwa ia kurang mempunyai kemampuan untuk melakukan pekerjaan tersebut). Tuntutan tugas rendah dapat menyebabkan kebosanan seperti kelebihan beban dapat menyebabkan ketegangan dan kegelisahan. Faktor kedua yang mempengaruhi stress kerja menurut Gregory Moonhead dan Ricky W. Griffin (2013) adalah e-ISSN : 2599-1426 Tuntutan fisik ( physical demands ). Tuntutan fisik dari sebuah pekerjaan adalah prasyarat fisik pada pekerjaannya. Tuntutan seperti ini merupakan fungsi dari karakteristik fisik dari situasi dan tugas fisik yang dibutuhkan dalam pekerjaan. Salah satu elemen yang penting adalah temperatur. Bekerja di luar ruangan dengan temperatur yang ekstrem dapat menyebabkan stress, demikian juga bekerja di dalam kantor yang tidak dipanaskan atau didinginkan dapat menyebabkan stress pada pegawai. Desain kantor juga dapat menjadi masalah. Kantor yang didesain dengan buruk dapat mempersulit pegawai untuk memiliki privasi atau menyebabkan terlalu banyak atau terlalu sedikit interaksi sosial. Terlalu banyak interaksi sosial dapat mengganggu seseorang dari tugasnya. Sedangkan terlalu sedikit interaksi dapat menimbulkan kebosanan atau kesepian. Demikian juga pencahayaan yang buruk, permukaan kerja yang tidak memadai dapat menimbulkan stress. Lebih lanjut, pekerjaan shift dapat menimbulkan gangguan bagi orang-orang karena caranya mempengaruhi tidur dan aktivitas waktu senggang mereka. Faktor ketiga yang mempengaruhi stress kerja menurut Gregory Moonhead dan Ricky W. Griffin (2013) tuntutan peran ( role demands ). Tuntutan peran juga dapat menimbulkan stress kepada orang- orang dalam organisasi. Sebuah peran ( role ) adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sehubungan dengan posisi tertentu dalam sebuah kelompok atau organisasi. Individu merasakan ekspektasi peran dengan derajat akurasi yang beragam kemudian berusaha untuk mewujudkan peran tersebut. Namun, “kesalahan” dapat muncul dalam proses ini, menghasilkan masalah yang memicu stress yang disebut dengan ambiguitas peran. Ambiguitas peran ( role ambiguity ) muncul ketika suatu peran tidak jelas. Jika instruktur kita memerintahkan kita menulis sebuah makalah akhir, tetapi menolak untuk memberikan informasi lebih, kita mungkin akan mengalami ambiguitas. Dalam situasi kerja, ambiguitas peran dapat disebabkan oleh deskripsi kerja yang buruk, instruksi pengawas yang samar-samar, atau petunjuk yang tidak jelas dari rekan kerja. Faktor keempat yang mempengaruhi stress kerja menurut Gregory Moonhead dan Ricky W. Griffin (2013) adalah tuntutan antar personal. Terdapat tiga bentuk tuntuan antar personal yaitu tekanan kelompok, gaya kepemimpinan, dan konflik antarpersonal. Tekanan Kelompok dapat meliputi tekanan untuk membatasi hasil, tekanan untuk mematuhi norma kelompok dan sebagainya. Gaya kepemimpinan dapat menyebabkan stress, misalnya seorang karyawan membutuhkan dukungan sosial yang besar dari pemimpinnya. Namun pemimpin tersebut cukup kasar dan tidak menunjukan rasa kasihan kepadanya. Karyawan ini mungkin akan merasakan stress. Kepribadian dan perilaku yang berkonflik dapat menyebabkan stress. Konflik dapat terjadi ketika dua orang atau lebih harus bekerja bersama meskipun kepribadian, sikap, dan perilaku mereka berbeda. Kabupaten Gianyar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki seni dan budaya yang beragam.Hal ini menjadikan Kabupaten Gianyar sebagai salah satu destinasi wisata yang ramai dikunjungi oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Sebagai salah satu daerah tujuan wisatawan maka banyak hal yang perlu diperhatikan salah satunya adalah kebersihan kota. Lingkungan kota yang bersih akan memberikan kenyamanan baik bagi warga lokal maupun turis yang berlibur. Salah satu dinas di Pemeritahan Kabupaten Gianyar yang bertanggung jawab atas kebersihan kota adalah Dinas Lingkungan Hidup. Dinas Lingkungan Hidup dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 5 Tahun 2016 tanggal 18 November 2016. Tugas dan Fungsi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 74 Tahun 2016 Tanggal 14 Desember 2016 adalah membantu pemerintah kabupaten Gianyar dalam melaksanakan tugas dibidang penataan lingkungan hidup, penanganan persampahan, pengendalian pencemaran e-ISSN : 2599-1426 dibidang lingkungan hidup, penaatan, penerima pengaduan dan pelanggaran- pelanggaran dibidang lingkungan hidup. Bidang yang bertanggung jawab dalam menangani persampahan dan kebersihan kota adalah bidang persampahan. Tugas pokok dan fungsi dari bidang persampahan adalah melaksanakan pembinaan kepada masyarakat tentang pentingnya memelihara kebersihan lingkungan, tugas penyapuan, pengumpulan sampah di lingkungan masyarakat, pengumpulan sampah di tempat pembuangan sementara (TPS), pengangkutan sampah dari tempat pembuangan sementara (TPS) ke tempat pembuangan akhir (TPA). Setelah penulis melakukan observasi dan wawancara kepada pimpinan beserta masing-masing kepala seksi yang berada di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar bahwa dalam pelaksanaan penaganan sampah, volume sampah yang dihasil kan setiap hari yang ada di kota Gianyar, dalam 1 hari menghasilkan sampah sebanyak 185 m/kubik setiap hari dimana sampah tersebut meliputi sampah rumah tangga, sampah pasar dan sampah tempat umum lainnya. Jumlah sampah ini akan meningkat drastis saat hari raya maupun saat diselenggarakannya event-event di Kota Gianyar. Armada yang dioperasionalkan untuk penanganan sampah tersebut meliputi 13 truck, 33 kendaaran viar, 9 dam truck dan 3 amrol. Khusus di kota Gianyar Dinas Lingkungan Hidup memiliki tenaga kebersihan kota sebanyak 94 orang yang bertugas untuk melakukan penyapuan dan pengumpulan sampah ke masing-masing TPS di kota Gianyar yang kemudian diangkut petugas truck ke TPA. Dari keadaan sampah di Kota Gianyar baik yang bersumber dari sampah yang ada di Jalan, sampah rumah tangga, sampah pasar dan sumber sampah di tempat umum lainnya, maka dapat dibayangkan bagaimana beban kerja daripada tenaga kebersihan kota yang cukup tinggi. Tentu dalam menangani permasalahan sampah ini akan berdampak pada stress kerja tenaga kebersihan kota melihat tuntutan kerja yang dihadapi setiap harinya. Selain itu dalam melaksanakan tugas nya, tenaga kebersihan kota memiliki jam operasional dari jam 05.00 wita sampai selesai dan dari jam 15.00 wita sampai selesai. Tuntutan fisik dari tenaga kebersihan kota juga berdampak pada stress kerja yang dialaminya, melihat keadaan cuaca yang tidak menentu dan keadaan lokasi sampah yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan terhadap tenaga kebersihan kota. Stress kerja ini ditunjukan dengan munculnya gejala stress kerja seperti tidak sabar dalam menjalani pekerjaannya, lekas marah, sensitive dan mudah tersinggung, konsentrasi kurang dalam bekerja, muncul nya efek organisatoris atau kelembagaan yaitu sering absen dalam kerja dengan berbagai alasan, menghindari tanggung jawab, dan produktivitas menurun. Turunnya produktivitas ini terlihat dengan gagalnya Kabupaten Gianyar memperoleh Adipura dari tahun 2014. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi stress kerja pada tenaga kebersihan kota di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar Tahun 2017 dan untuk mengetahui faktor apa yang dominan mempengaruhi stress kerja pada tenaga kebersihan kota di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar Tahun 2017. ## METODE Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan faktorial. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mencari hubungan interdependensi antar variabel agar dapat menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi stress kerja pada tenaga kebersihan kota di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar Tahun 2017 dan untuk mengatahui faktor yang paling dominan mempengaruhi stress kerja pada tenaga kebersihan kota di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar Tahun 2017. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, kemudian diolah atau dianalisis dengan menggunakan analisis factor. Populasi di dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga kebersihan kota di Dinas Lingkungan Hidup dengan data yang diperoleh dari observasi. Jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 94 orang. Menurut Arikunto (2010), apabila objek atau populasi kurang dari 100, maka sebaiknya semua dijadikan sebagai sasaran penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini merupakan penelitian populasi atau penelitian sampel jenuh yang artinya semua populasi dijadikan sebagai sasaran penelitian. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Ditinjau dari sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data skunder. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner. Kuesioner ini menggunakan skala likert. Skala likert digunakan karena skala likert merupakan metode pengukuran yang digunakan untuk mengukur sikap,pendapat dan persepsi seseorang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2007). Dalam melakukan penelitian terhadap variabel-variabel yang akan diuji, pada setiap jawaban akan diberi skor atau bobot. Kuesioner sebagai instrument pengumpulan data ordinal yang merupakan penjabaran dari indikator, sebelum digunakan untuk mengumpulkan data di lapangan, terlebih dahulu harus diuji tingkat validitas dan reliabilitasnya. Instrumen penelitian ini adalah kuesioner yang disebarkan kepada responden yaitu tenaga kebersihan kota di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar. Kuesioner sebagai instrument pengumpulan data ordinal yang merupakan penjabaran dari indikator, sebelum digunakan untuk mengumpulkan data di lapangan, terlebih dahulu harus diuji tingkat validitas dan reliabilitasnya. Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan penelitian dan juga jenis data yang dikumpulkan, maka metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis faktor. Data yang didapat dari kuesioner masih berupa data ordinal, sedangkan analisis data yang dipakai untuk membuktikan kebenaran pengujian analisis faktor mengisyaratkan minimal data interval, maka data ordinal tersebut perlu ditingkatkan skala pengukurannya menjadi skala interval melalui “ Method of Succestive Interval. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Faktor merupakan analisis statistik yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mengelompokan, dan meringkas faktor-faktor yang merupakan dimensi suatu variabel. Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis faktor dengan bantuan aplikasi Statistical Package for Social Science (SPSS) 16.0 for Windows . Analisis faktor meliputi tahap-tahap sebagai berikut. Tahap pertama Matrik Korelasi dapat dilihat pada output analisis faktor yaitu pada tabel koefisien correlation matrix . Dari matrix korelasi ini didapat beberapa pengujian yang merupakan persyaratan awal agar analisis faktor dapat dilakukan yaitu:Nilai uji determinant of correlation. Analisis faktor mensyaratkan bahwa variabel yang diidentifikasikan harus saling berhubungan yang ditunjukkan dengan nilai determinant of correlation yang mendekati nol. Hasil analisis faktor pada penelitian ini menunjukkan nilai determinant of correlation yang mendekati nol yaitu sebesar 6,36.10 -12 Dengan nilai yang mendekati nol berarti bahwa variabel-variabel yang diidentifikasikan saling berhubungan, Nilai Uji Kaiser- Meyer-Olkin (KMO). Nilai uji KMO yang digunakan untuk menguji derajat interkorelasi antara variabel dan ketepatan pemakaian analisis faktor. Analisis faktor mensyaratkan nilai KMO minimum 0,50. Hasil analisis faktor dalam penelitian ini menunjukkan nilai KMO sebesar 0,841 melewati batas minimum 0,50. Hal ini berarti bahwa variabel ada hubungan satu sama lain sehingga analisis faktor tepat digunakan dalam penelitian ini. Hasil uji Barlett ’s Test of Sphericity menunjukan hasil yang signifikan pada 0,000. Hal ini berarti matrik korelasi memiliki korelasi yang signifikan dengan sejumlah variabel, karena dilihat dari nilai signifikan lebih e-ISSN : 2599-1426 kecil dari 0,05 dan Nilai uji Measure of Sampling Adequency (MSA) yang digunakan untuk mengetahui kecukupan sampel dimana analisis faktor mensyaratkan nilai MSA > 0,50. Hal ini dapat dilihat pada angka yang membentuk tanda “a” pada Anti-image Matrices. Untuk masing-masing variabel dapat dilihat pada Tabel 1. Dimana tabel 1 menerangkan nilai MSA setiap variabel yang memiliki nilai diatas 0,50. Tabel 1. Nilai MSA untuk Masing-Masing Variabel Variabel Nilai MSA Keputusan 1 0,792 > 0,50 Dapat digunakan untuk analisis faktor 2 0,755 > 0,50 Dapat digunakan untuk analisis faktor 3 0,887 > 0,50 Dapat digunakan untuk analisis faktor 4 0,721 > 0,50 Dapat digunakan untuk analisis faktor 5 0,748 > 0,50 Dapat digunakan untuk analisis faktor 6 0,892 > 0,50 Dapat digunakan untuk analisis faktor 7 0,718 > 0,50 Dapat digunakan untuk analisis faktor 8 0,888 > 0,50 Dapat digunakan untuk analisis faktor 9 0,862 > 0,50 Dapat digunakan untuk analisis faktor 10 0,767 > 0,50 Dapat digunakan untuk analisis faktor 11 0,673 > 0,50 Dapat digunakan untuk analisis faktor 12 0,830 > 0,50 Dapat digunakan untuk analisis faktor 13 0,929 > 0,50 Dapat digunakan untuk analisis faktor 14 0,900 > 0,50 Dapat digunakan untuk analisis faktor 15 0,917 > 0,50 Dapat digunakan untuk analisis faktor 16 0,869 > 0,50 Dapat digunakan untuk analisis faktor 17 0,946 > 0,50 Dapat digunakan untuk analisis faktor 18 0,890 > 0,50 Dapat digunakan untuk analisis faktor Pada tabel 8 terdapat nilai MSA untuk masing-masing variabel. Setelah di uji Measures of Sampling Adequancy (MSA) dari ke-18 variabel tersebut tidak ada variabel yang dikeluarkan dari model Data hasil tabel diatas mendapatkan 18 variabel yang sesuai dengan kriteria yang ditentukan yaitu nilai MSA > 0,5 sehingga langkah analisis faktor dapat dilanjutkan. Tahap kedua Penentuan jumlah faktor masing-masing merupakan gabungan dari beberapa variabel yang saling berkorelasi yang didasarkan atas eigenvalue . Eigenvalue merupakan penjumlahan variance nilai-nilai korelasi setiap faktor terhadap masing-masing variabel yang membentuk faktor bersangkutan. Semakin besar eigenvalue suatu faktor, maka semakin representatif faktor tersebut sebagai wakil dari kelompok variabel. Nilai eigenvalue dapat dilihat pada tabel Total Variance Explained . Faktor yang dipilih untuk analisis lebih lanjut dalam suatu model didasarkan pada batasan faktor yang memiliki eigenvalue > 1, berdasarkan hal tersebut maka terdapat 4 (empat) faktor mempengaruhi stres kerja pada tenaga kebersihan kota di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar Tahun 2017. Nilai eigenvalue dapat dilihat pada tabel 2. Tahap ketiga rotasi faktor, untuk mempermudah interpretasi pengelompokan variabel ke dalam setiap faktor maka dilakukan rotasi faktor. Metode yang digunakan untuk merotasi faktor pada penelitian ini adalah metode varimax yaitu metode yang bertujuan untuk merotasi faktor awal hasil ekstrasi yang akan menghilangkan matrik yang lebih sederhana untuk mempermudah interpretasi dengan meminimalkan variabel yang memiliki loading yang tinggi terhadap faktornya. Matrik faktor setelah dirotasi ini dapat dilihat pada output yaitu pada tabel rotated component matrix. Dimana hasil rotasi ini dapat dilihat secara rinci pada tabel 2. Tabel 2. Hasil Rotasi Faktor Teknik Varimax dengan Loading Factor > 0,5 No Nama Faktor Nama Eigenvalue Faktor Loading % of Variabel Variance X16 0,987 X14 0,980 1 Tuntutan Antar X13 6,492 0,977 36,064 Personal X17 0,970 X18 0,968 X15 0,965 X2 0,902 X1 0,885 X4 0,845 2 Tuntutan Tugas X6 5,589 0,799 31,052 X5 0,759 X3 0,698 X10 0,889 X8 0,867 3 Tuntutan Fisik X7 1,747 0,843 9,704 X9 0,819 4 Tuntutan Peran X11 1,114 0,761 6,191 X12 0,738 Pada tabel 10 jelas menunjukkan bahwa ada 18 variabel yang mempunyai loading factor > 0,50, sehingga terkelompokkan menjadi 4 (empat) faktor. Ini berarti faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja pada tenaga kerja kebersihan kota di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar Tahun 2017 dapat dijelaskan oleh 4 faktor tersebut. Masing-masing faktor diberi nama sebagai berikut : faktor 1 dinamakan faktor tuntutan antar personal, faktor 2 dinamakan faktor tuntutan tugas, faktor 3 dinamakan faktor tuntutan fisik, dan faktor 4 dinamakan faktor tuntutan peran. Tahap ke empat Interpretasi faktor dilakukan dengan mengelompokkan variabel-variabel yang mempunyai loading factor (korelasi) minimal 0,5, semakin tinggi loading factor berarti semakin erat hubungan antara variabel dengan faktor tersebut. Sujarweni Wiratna (2016) menyarankan bahwa “Nilai loading factor hendaknya tidak kurang dari 0,5, sehingga 18 (delapan belas) variabel yang membentuk empat faktor dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Adapun penjelasan dari masing-masing faktor serta variabel yang dominan mempengaruhi stres kerja pada tenaga kebersihan kota di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar Tahun 2017 secara rinci dijelaskan sebagai berikut. faktor tuntutan antar personal memiliki eigenvalue sebesar 6,492 dan dengan nilai persentase variance yang mempengaruhi stres kerja pada tenaga kebersihan kota di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar Tahun 2017 sebesar 36,064%. Faktor ini dibentuk oleh variabel-variabel sebagai berikut. Kurang dukungan dari pimpinan (X16) dengan loading factor sebesar 0,987, tertekan dengan target hasil yang ditetapkan (X14) dengan loading factor sebesar 0,980, tidak nyaman dengan aturan kelompok (X13) dengan loading factor sebesar 0,977, kurang baiknya hubungan dengan teman sekerja (X17) dengan loading factor sebesar 0,970, Kurang dukungan dari rekan kerja (X18) dengan loading factor sebesar 0,968 dan harapan pimpinan (X15) dengan loading factor sebesar 0,965Berdasarkan besarnya loading factor variabel variabel tersebut diatas, ternyata variabel kurangnya dukungan dari pemimpin (X16) memiliki pengaruh yang dominan di dalam faktor tuntutan antar personal (faktor I) sedangkan variabel harapan pimpinan (X17) memiliki pengaruh yang paling kecil di dalam faktor tuntutan antar personal (faktor 1).Faktor e-ISSN : 2599-1426 tuntutan fisik memiliki eigenvalue sebesar 5,589 dan dengan nilai persentase variance yang mempengaruhi stres kerja pada tenaga kebersihan kota di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar Tahun 2017 sebesar 31,052%. Faktor ini dibentuk oleh variabel-variabel sebagai berikut. Suka dengan pekerjaan (X2) dengan loading factor sebesar 0,902, Pekerjaan yang dilakukan mudah untuk dikerjakan (X1) dengan loading factor sebesar 0,885, rotasi penempatan lokasi kerja yang berubah-ubah (X4) dengan loading factor sebesar 0,845, tidak cukup waktu menyelesaikan pekerjaan (X6) dengan loading factor sebesar 0,799, banyaknya pekerjaan (X5) dengan loading factor sebesar 0,759 dan risiko pekerjaan yang tinggi (X3) dengan loading faktor sebesar 0,698. Berdasarkan besarnya loading factor variabel tersebut diatas, ternyata variabel suka dengan pekerjaan (X2) memiliki pengaruh yang dominan di dalam faktor tuntutan tugas (faktor 2) sedangkan variabel risiko pekerjaan yang tinggi (X3) memiliki pengaruh yang paling kecil di dalam faktor tuntutan tugas (faktor 2). Faktor tuntutan fisik memiliki eigenvalue sebesar 1,747 dan dengan nilai persentase variance yang mempengaruhi stres kerja pada tenaga kebersihan kota di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar Tahun 2017 sebesar 9,704%. Faktor ini dibentuk oleh variabel-variabel sebagai berikut.Ruangan kantor yang sempit(X10) dengan loading factor sebesar 0,889, kondisi cuaca yang berubah-ubah (X8) dengan loading factor sebesar 0,867, udara yang tidak sehat ditempat kerja (X7) dengan loading factor sebesar 0,843 dan tidak nyaman dengan penataan ruang kantor (X9) dengan loading factor sebesar 0,819. Berdasarkan besarnya loading factor variabel variabel tersebut diatas, ternyata variabel Ruang kantor yang sempit (X10) memiliki pengaruh yang dominan di dalam faktor tuntutan fisik (faktor 3) sedangkan variabel tidak nyaman dengan penataan ruang kantor (X9) memiliki pengaruh yang paling kecil di dalam faktor tuntutan fisik (faktor 3). Faktor tuntutan antar personal memiliki eigenvalue sebesar 1,114 dan dengan nilai persentase variance yang mempengaruhi stres kerja pada tenaga kebersihan kota di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar Tahun 2017 sebesar 6,191%. Faktor ini dibentuk oleh variabel-variabel sebagai berikut.Tidak adanya kejelasan peran (X11) dengan loading factor sebesar 0,761, dan tidak ada pembagian kerja yang jelas (X12) dengan loading factor sebesar 0,738. Berdasarkan besarnya loading factor variabel tersebut diatas, ternyata variabel tidak ada kejelasan peran (X11) memiliki pengaruh yang dominan di dalam faktor tuntutan peran (faktor 4) dan variabel tidak ada pembagian kerja yang jelas (X12) memiliki pengaruh terendah di dalam faktor tuntutan peran (faktor 4) Dari penjelasan di atas maka faktor- faktor yang mempengaruhi stress kerja pada tenaga kebersihan kota di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar Tahun 2017 adalah faktor tuntutan antar personal, faktor tuntutan tugas, faktor tuntutan fisik dan faktor tuntutan peran. Tahap ke lima uji ketepatan model . Langkah ini merupakan langkah yang terakhir dari analisis faktor. Ketepatan model dapat diketahui dari besarnya residual yang terjadi. Residual adalah perbedaan korelasi yang diamati dan yang diproduksi berdasarkan estimasi matrik faktor. Pada penelitian ini besarnya persentase residual yang ditunjukkan adalah sebesar 15% atau sebanyak 24 residual atas dasar nilai absolut > 0,05. Hal ini mengindikasikan bahwa model memiliki ketepatan model sebesar 85% pada tingkat kesalahan sebesar 5% atau dengan kata lain model dapat diterima dengan ketepatan 85%. Berdasarkan hasil pengujian analisis faktor diatas, maka didapatkan hasil bahwa faktor yang dominan mempengaruhi stress kerja pada tenaga kebersihan kota di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar Tahun 2017 adalah faktor tuntutan antar personal dengan nilai eigenvalue sebesar 6,492 serta nilai persentase variance sebesar 36,064%. Khusus nya pada butir pertanyaan X16 yaitu mengenai kurangnya dukungan pimpinan dengan nilai loading factor sebesar 0,987. e-ISSN : 2599-1426 ## Pembahasan Dari hasil penelitian yang telah didapatkan menunjukkan bahwa stress kerja pada tenaga kebersihan kota di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar Tahun 2017 di pengaruhi oleh 4 faktor yaitu faktor (1) tuntutan antarpersonal, (2) tuntutan tugas, (3) tuntutan fisik dan (4) tuntutan peran. Hal ini bisa dilihat pada tabel 4.3 yang menunjukan nilai eigenvalue setiap faktornya. Kemudian faktor yang paling dominan mempengaruhi stress kerja adalah faktor tuntutan antar personal dengan nilai eigenvalue terbesar yaitu 6,492 dengan nilai persentase variance sebesar 36,064 %. Khususnya pada butir soal X16 yaitu mengenai kurangnya dukungan pimpinan dengan nilai loading factor sebesar 0,987. Secara teori menurut Gregory Moonhead dan Ricky W. Griffin (2013) ada 4 faktor yang mempengaruhi stress kerja pada karyawan di dalam organisasi yaitu tuntutan tugas, tuntutan fisik, tuntutan peran dan tuntutan antarpersonal. Tuntutan tugas merupakan stressor yang berkaitan dengan tugas spesifik yang dilakukan oleh seseorang. Dalam faktor ini stress dapat timbul dari jenis pekerjaan yang di geluti, keamanan dari pekerjaan itu sendiri dan kelebihan beban dari pekerjaan yang dilaksanakan. Selanjutnya adalah tuntutan fisik yang berkaitan dengan fungsi dari karakteristik fisik dari situasi dan tugas fisik yang dibutuhkan dalam pekerjaan. Dimana dalam faktor ini stress dapat timbul dari temperatur dan desain kantor di tempat seseorang itu bekerja. Kemudian faktor yang ketiga yaitu tuntutan peran yang merupakan stressor yang berkaitan dengan peran seseorang di dalam sebuah organisasi. Dalam faktor ini ambiguitas dalam pekerjaan menurut Gregory Moonhead dan Ricky W. Griffin (2013) dapat menimbulkan stress bagi karyawan dalam bekerja. Dan faktor yang terakhir mempengaruhi stress dalam organisasi menurut Gregory Moonhead dan Ricky W. Griffin (2013) adalah tuntutan antar personal. Dalam faktor ini stress dapat timbul dari 3 hal yaitu tekanan kelompok, kepemimpinan, serta konflik antarpersonal. Dari hasil penelitian ini, menunjukan adanya kesesuaian uji empirik dengan teori yang ada. Dimana stress kerja pada tenaga kebersihan kota di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar Tahun 2017 dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu faktor tuntutan antarpersonal, tuntutan tugas, tuntutan fisik dan tuntutan peran sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Gregory Moonhead dan Ricky W. Griffin (2013). Faktor yang paling dominan mempengaruhi stress kerja pada tenaga kebersihan kota di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar Tahun 2017 adalah faktor tuntutan antar personal. Khususnya pada poin rendahnya dukungan dari pimpinan. Secara teori menurut Gregory Moonhead dan Ricky W. Griffin (2013) di dalam tuntutan antarpersonal terdapat poin mengenai kepemimpinan dimana rendahnya dukungan dari pimpinan akibat dari gaya kepemimpinan yang otokratis. Gaya kepemimpinan otokratis adalah gaya kepemimpinan yang tidak melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan di dalam organisasi. Melihat pada gaya kepemimpinan yang di gunakan oleh pimpinan di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar, dari beberapa tenaga kebersihan kota yang peneliti wawancarai bahwa pimpinan jarang melakukan penerjunan langsung ke lapangan untuk melihat dan memantau langsung tenaga kebersihan dalam bekerja maupun bercengkrama dengan tenaga kebersihan kota. Hal ini menciptakan sebuah jarak antara pimpinan dengan tenaga kebersihan kota sehingga aspirasi dari tenaga kebersihan kota dalam keluh kesal nya menjalani pekerjaan tidak dapat tersampaikan kepada pimpinan secara langsung. Hal ini mengakibatkan pimpinan kurang mendukung tenaga kebersihan kota sehingga terkesan menjalankan gaya kepemimpinan otokratis karena dalam pengambilan sebuah keputusan tidak melibatkan langsung tenaga kebersihan kota. Maka hal inilah yang dominan memicu timbulnya stress kerja pada tenaga kebersihan kota. Adapun dampak yang akan ditimbulkan akibat dari stress kerja di dalam organisasi menurut Gregory Moonhead dan Ricky W. Griffin (2013) adalah akan terjadinya penurunan dalam kinerja. Bagi pekerja, penurunan seperti ini dapat diterjemahkan menjadi kualitas kerja yang buruk yang berimbas pada penurunan produktivitas. Kemudian dampak kedua yaitu penarikan diri dimana bentuk penarikan diri yang dapat terjadi adalah absensi dan berhenti dari pekerjaannya. Selanjutnya dampak yang dapat diakibatkan dari stress kerja untuk organisasi nya adalah berhubungan dengan sikap. Perubahan sikap akibat stress ini dapat menyebabkan karyawan akan mudah mengeluh dalam bekerja. Dan yang terakhir adalah kelelahan. Kelelahan akibat stress kerja yang tinggi akan menghambat produktivitas dari organisasi tersebut dan hal ini tentu akan merugikan organisasi tersebut. Melihat dampak yang diakibatkan oleh stress kerja di dalam organisasi, maka sebaiknya pemimpin harus terjun langsung ke lapangan untuk memantau sekaligus bercengkrama dengan tenaga kebersihan kota. Melihat dari hasil penelitian yang dilakukan bahwa faktor yang paling dominan mempengaruhi stress kerja pada tenaga kebersihan kota adalah tuntutan antarpersonal khususnya mengenai poin kurangnya dukungan dari pimpinan. Dengan pemimpin terjun langsung untuk memantau tenaga kebersihan kota maka tidak ada jarak antara pimpinan maupun tenaga kebersihan kota itu sendiri sehingga tenaga kebersihan kota dalam menyampaikan aspirasi serta keluh kesal dalam pekerjaannya akan langsung dapat didengar oleh pimpinan dan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. ## SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka faktor-faktor yang mempengaruhi stress kerja pada tenaga kebersihan kota di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar Tahun 2017 adalah tuntutan antar personal, tuntutan tugas, tuntutan fisik, dan tuntutan peran dan faktor yang paling dominan mempengaruhi stres kerja pada tenaga kebersihan kota di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar Tahun 2017 adalah tuntutan antar personal dengan nilai eigenvalue tertinggi sebesar 6,492 serta nilai presentase variance tertinggi sebesar 36,064%. Khususnya pada poin mengenai rendahnya dukungan pimpinan dengan nilai loading factor tertinggi di dalam faktor tuntutan antar personal sebesar 0,987. ## Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka peneliti dapat memberikan beberapa saran sebagai berikut.Sebaiknya perlu adanya dukungan langsung dari pimpinan terhadap tenaga kebersihan kota dengan cara terjun langsung ke lapangan untuk bercengkrama sekaligus memantau langsung situasi kerja di lapangan. Dengan hal ini maka tidak ada jarak antara pemimpin maupun tenaga kebersihan kota sehingga tenaga kebersihan kota akan merasakan langsung dukungan dari pimpinannya. Maka tingkat stress kerja di dalam tenaga kebersihan kota akan dapat dikurangi sehingga kinerja dari tenaga kebersihan kota akan semakin maksimal diikuti dengan produktivitas dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar dalam menangani sampah akan semakin baik lagi di tahun-tahun berikutnya. ## DAFTAR PUSTAKA Brantas. 2009. Dasar-Dasar Manajemen . Bandung : CV Alfabeta. Caputo, Janette S. 1991. Stress and Burnout in Library Service . Phoenix : Oryx Press. Fahmi, Irham. 2013. Perilaku Organisasi : Teori, Aplikasi, dan Kasus, Bandung : CV Alfabeta. Hasibuan, Malayu. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia . Jakarta: Bumi Aksara. Moorhead Gregory dan Grriffin W.Ricky. 2013. Perilaku Organisasi : Manajemen Sumber Daya Manusia e-ISSN : 2599-1426 dan Organisasi. Jakarta Selatan : Salemba Empat. Mulyadi Deddy dan Supiyadi Dedi. 2015. Perilaku Organisasi dan Kepemimpinan Pelayanan Bandung : CV Alfabeta. Pines, A & E Aronson. 1989. Career Burnout : Causes and Cures. New York: A Divition of Micmillan.Inc. Riduwan, Rusyana Adun dan Enas. 2013. Cara Mudah Belajar SPSS dan Aplikasi Statistik Penelitian. Bandung : CV Alfabeta Saam Zulfan dan Wahyuni Sri. 2013. Psikologi Keperawatan . Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Sunyoto Danang dan Burhanudin. 2015. Teori Perilaku Keorganisasian. Yogyakarta : CAPS (Centre of Academic Publishing Service). Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian . Bandung : alfabeta. Sulistiyani Teguh dan Rosidah. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia : Konsep, Teori, dan Pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik. Yogyakarta : Graha Ilmu. Waluyo Minto. 2013. Manajemen Psikologi Industri . Jakarta Barat : PT Indeks.
daf7cd7d-a580-45c3-af15-5ffdd0ca8dc5
http://ejournal.uki.ac.id/index.php/prolife/article/download/30/59
## UJI TINGKAT KONTAMINASI EKSPLAN Centella asiatica (L.) Urban (Pegagan) DALAM KULTUR IN VITRO ## MELALUI PERBANDINGAN DUA METODE STERILISASI Kartika Salam Juarna Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia kartikasalam@gmail.com ## Abstract Research has been conducted to determine the effect of sterilizer combination to the contamination level of Pegagan’s (Centella asiatica L. Urban ) explant. Lamina and petiolus were used as an explant. Sterilizer combination is divided into two groups; Methods 1 (M1) and Methods 2 (M2). M1 consists of 0,5% Tetracycline solution, 0,3% Bayclean solution, 0,7% Dithane suspension, 0,3% Tetracycline solution, and aquadest. Meanwhile, M2 consists of Dettol solution, alkohol 70%, 20% Bayclean solution, 0,3% Dithane suspension, and Aquadest. The difference of both methods were on the presences of antibiotics (Tetracycline) in M1 and desinfectans (Bayclean) in M2. Research shows that lamina sterilized by M2 has less contamination than M1, although the petiolus show the same level of contamination. It is believed to be related to the structure that makes lamina contaminated easily. Keywords : Centella asiatica (L.) Urban, In Vitro Culture, Sterilization Methods ## PENDAHULUAN Penggunaan tumbuhan sebagai tanaman obat telah meluas secara global dan mendapat perhatian dari masyarakat. Tumbuhan dapat dikategorikan sebagai tanaman obat apabila tumbuhan tersebut digunakan dalam pengobatan serta memiliki senyawa aktif yang berkhasiat sebagai obat dan dapat digunakan untuk mencegah atau mengobati suatu penyakit (Hassan, 2012). Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai tanaman obat di hutan tropis Indonesia diperkirakan sebanyak 7.500 jenis dari 30.000 jenis tumbuhan yang ada. Namun, baru sekitar 200 jenis yang telah dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam industri obat tradisional (BPOM RI, 2004; Kotranas, 2006). Beberapa jenis tanaman obat telah banyak digunakan, baik untuk pengobatan tradisional maupun untuk pengobatan modern (industri obat). Tanaman obat seperti Centella asiatica (L.) Urban (pegagan) banyak digunakan di India (Singh et al., 2011) dan Indonesia (Santa dan Prajogo, 1992). Centella asiatica (L.) Urban (sinonim Hydrocotyle asiatica Linn.) (Singh et al ., 2010) yang lebih dikenal dengan nama lokal pegagan atau kaki kuda merupakan tumbuhan herba dari divisi Magnoliopyhta , kelas Magnoliopsida , bangsa Apiales , dan suku Apiaceae ( Umbelliferae ) (BPOM RI, 2008). Pegagan merupakan tanaman terna atau herba tahunan, batang berupa stolon yang menjalar diatas permukaan tanah dengan panjang sekitar 10–80 cm. Daun tunggal tersusun dalam roset yang terdiri atas 2-10 daun, berbentuk seperti ginjal ( reniformis ). Tepi daun bergerigi atau beringgit. Tangkai daun tegak dan bagian dalamnya berlubang. Perbungaan berupa bunga majemuk tipe payung tunggal ( umbella ), terisi atas 3–5 anak bunga. Buah dengan 2 daun buah dan 2 ruang. Buah kecil dengan tipe schizocarpium . Biji dengan perikarpium yang agak tebal (BPOM, 2010; Soerjani et al ., 1987; Santa dan Prajogo, 1992). Pegagan telah digunakan sebagai tumbuhan obat selama bertahun-tahun di India, China, Srilanka, Nepal, dan Madagaskar (Singh et al ., 2010). Secara tradisional pegagan digunakan untuk penyakit kulit (BPOM RI, 2010). Selain itu, pegagan juga digunakan untuk mengobati sakit perut, batuk, batuk berdarah, disentri, penyembuh luka, radang, pegal linu, asma, wasir, tuberkolosis. lepra, demam dan penambah selera makan (Januawati dan Muhammad, 1992; Shukla et al ., 1999; Padua et al ., 1999). Pegagan memiliki berbagai senyawa aktif yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber obat. Senyawa aktif yang dimiliki pegagan antara lain hidrokotilina (alkoholik), asiatikosida (glikosida), oksiasiatikosida (saponin), madekosida, asam madekosid. brahminosida, sesquiterpen, triterpenoid, asam lemak, dan minyak atsiri (Hashim, 2011; Januawati dan Muhammad, 1992; HMPC, 2010). Manfaat yang sangat besar untuk pengobatan membuat pegagan banyak di eksploitasi di alam (Tiwari et al ., 2000). Singh pada tahun 2010 menyebutkan status konservasi pegagan masuk ke dalam spesies Endangered, kemudian di tahun 2013 berubah menjadi Least concern (IUCN Red List, 2013). Hal tersebut mungkin saja disebabkan karena mulai banyak dilakukan pembudidayaan pegagan baik secara in vivo mapun secara in vitro . Dewoto pada tahun 2007 mengemukakan bahwa telah terjadi peningkatan permintaan tanaman obat di Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh kecenderungan masyarakat untuk menggunakan bahan obat alam. Faktor yang mendorong hal tersebut ialah obat sintesis lebih mahal dan lebih banyak efek sampingnya (BPOM RI, 2004; Dewoto, 2007). Permintaan tanaman obat di dunia diketahui berjumlah 342.550 ton pada tahun 1991-1998, dimana pada masa tersebut terjadi peningkatan permintaan obat herbal (Schippmann et al ., 2002; Dewoto, 2007). Sementara itu di Indonesia, 15,6% masyarakatnya menggunakan tanaman obat pada tahun 2000 dan jumlah tersebut meningkat menjadi 31,7% pada tahun 2001 (Dewoto, 2007). Peningkatan permintaan tanaman obat menyebabkan suplai tanaman obat harus tersedia dalam jumlah yang besar. Hal tersebut agak sulit dilakukan jika masih menggunakan teknik budidaya konvensional atau melalui teknik in vivo . Selain itu, permintaan suplai tanaman obat yang semakin tinggi berakibat pada tingginya eksploitasi di alam yang berpotensi mengurangi jumlah populasinya (Tiwari et al., 2000; Singh et al., 2010). Oleh sebab itu, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan budidaya tanaman secara in vitro . Kultur in vitro tumbuhan merupakan salah satu cara pengembangan materi biologis tumbuhan (sel, jaringan, organ) berdasarkan teori totipotensi pada media nutrisi dalam kondisi aseptik. Teori tersebut mengemukakan bahwa setiap sel hidup mampu mengekpresikan semua informasi genetik yang dimiliki ke dalam bentuk organ utuh sehingga setiap eksplan dapat tumbuh menjadi semai atau anakan (Pierik, 1997; Susilowati, 2003). Prinsip tersebut kemudian dimanfaatkan untuk melalukan perbanyakan tanaman secara cepat dan dalam jumlah besar. Proses perbanyakan tanaman melalui teknik kultur in vitro memungkinkan suatu anakan memiliki sifat yang sama dengan induknya (Henuhili, 2013). Teknik kultur in vitro tumbuhan sering dilakukan untuk proses budidaya tanaman hortikultura, termasuk di dalamnya tanaman obat. Hal tersebut disebabkan karena teknik kultur in vitro memiliki beberapa kelebihan dibanding teknik budidaya tanaman lainnya. Kelebihan tersebut antara lain, eksplan yang digunakan cukup kecil, waktu regenerasi yang relatif cepat, serta sifat anakan yang cenderung seragam (Suryowinoto, 1996; Abbas, 2011). Penelitian terkait budidaya pegagan secara in vitro telah banyak dilakukan antara lain oleh Patra et al . (1998), Mohapatra et al . (2008), Efrizal (2009), dan Tiwari et al . (2010). Penelitian kultur in vitro pegagan juga telah dilakukan di Departemen Biologi FMIPA UI sejak tahun 2006. Penelitian yang dilakukan antara lain induksi kalus dari eksplan lamina dan petiolus oleh Handayani pada tahun 2006 dan Azhari pada tahun 2007, serta induksi akar adventif dan pemeriksaan senyawa triterpenoid dari akar adventif oleh Efrizal pada tahun 2009. Selanjutnya, pada tahun 2012 Febriyanti melakukan studi tentang metode sterilisasi eksplan yang kemudian dimodifikasi oleh Novianti pada tahun 2013. Masalah yang sering dijumpai dalam kultur in vitro salah satunya adalah kontaminasi eksplan. Hal tersebut dapat menghambat proses kultur karena menyebabkan eksplan tidak tumbuh atau bahkan mati. Salah satu cara yang dilakukan untuk meminimalkan tingkat kontaminasi adalah dengan melakukan sterilisasi terhadap eksplan (Kartini, 1996; Pierik, 1997). Terdapat beberapa metode sterilisasi yang telah diterapkan selama penelitian kultur in vitro pegagan di Departemen Biologi FMIPA UI. Dua diantaranya adalah metode sterilisasi yang digunakan oleh Febriyanti pada tahun 2012 dan Novianti pada tahun 2013. Kedua metode tersebut memiliki perbedaan dalam pemberian antibiotik selama proses sterilisasi. Selain itu, kondisi lingkungan yang tidak seragam pun diperkirakan menjadi salah satu faktor yang kemudian menyebabkan perbedaan hasil. Untuk itu, perlu dilakukan pembandingan hasil tingkat kontaminasi eksplan dari kedua metode sterilisasi tersebut dalam kondisi lingkungan yang seragam. Hal tersebut bertujuan agar diketahui metode yang memperlihatkan tingkat kontaminasi yang lebih rendah. ## METODOLOGI Bahan Eksplan yang digunakan adalah bagian lamina (daun) dan petiolus (tangkai daun) pegagan ( Centella asiatica L. Urban). Media yang digunakan adalah media agar-agar dengan kombinasi agar- agar sebanyak 8 gram ditambah dengan 30 gram gula pasir (dilarutkan dengan akuades sampai 1 liter). Cara Kerja Pembuatan dan sterilisasi media Pembuatan media agar-agar 8% dilakukan dengan menggunakan agar-agar [Swallow Globe] sebanyak 8 gram dan gula [Gulaku] sebanyak 30 gram. Suhu yang digunakan untuk membuat media agar-agar diatur stabil pada kisaran 100ºC, sedangkan kuat rotasinya disesuaikan dengan densitas media. Proses pembuatan media dibiarkan sampai larutan yang sebelumnya berwarna kekuningan menjadi bening sebagai indikator bahwa larutan tersebut telah homogen. Larutan media yang telah homogen kemudian dituangkan ke botol kultur dengan volume sekitar 10 ml pada masing- masing botol kultur. Botol kultur yang telah berisi media kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf. Penggunaan autoklaf diatur pada suhu 121ºC selama 15 menit. Larutan media yang telah disterilisasi basah kemudian disimpan dalam rak kultur selama sepekan untuk pengamatan kontaminasi media. ## Sterilisasi dan penanaman eksplan ## Metode 1 Eksplan dicuci dibawah air mengalir (15 menit) Eksplan direndam dalam lar. Tetracyclin 0,5% (60 menit) Eksplan dibilas dengan akuades steril Susp. Dithane 0,7% + 2 tetes Tween 20 (5 menit) Larutan Bayclean 0,3% + 2 tetes Tween 20 (5 menit) Tetracycline 0,3 % + 2 tetes Tween 20 (5 menit) Dibilas Akuades steril (5 menit) Dibilas Akuades steril (10 menit) Dipotong ukuran 1x1 cm. Tanam di media ## Metode 2 ## HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Kontaminasi Eksplan dan Media Pengamatan kontaminasi dilakukan satu kali per pekan untuk memantau kondisi eksplan sekaligus melihat keberhasilan sterilisasi eksplan. Kontaminasi yang biasa ditemukan yaitu berupa kontaminasi bakteri, khamir, atau kapang. Kontaminasi bakteri ditandai dengan warna keruh pada media dan terkadang muncul aroma, kontaminasi khamir ditandai dengan warna keruh seperti susu sedangkan kontaminasi kapang ditandai dengan munculnya benang-benang miselia (Gamborg dan Phillips, 1995). Gambar 1. Histogram perbandingan tingkat kontaminasi lamina M1 dan M2 selama 4 pekan Eksplan dicuci dibawah air mengalir (15 menit) Bersihkan dengan lar. Detol (25 tetes dalam 250 ml air) Bilas dengan air mengalir Lar. Bayclean 20% + 2 tetes Tween 20 (5 menit) Rendam dengan alkohol 70% (15 detik) Lar. Dithane 0,3% + 2 tetes Tween 20 (3 menit) Lar. Alkohol 70% (30 detik) Rendam dalam akuades steril (3 menit) Rendam dalam akuades steril (5 menit) Rendam dalam akuades steril (10 menit) Dipotong ukuran 1x1 cm. Tanam di media M1, 1, 4 M1, 2, 8 M1, 3, 9 M1, 4, 10 M2, 1, 0 M2, 2, 4 M2, 3, 5 M2, 4, 6 Ju m lah Bot o l Pekan ke- Perbandingan Tingkat Kontaminasi Lamina M1 dan M2 Selama 4 Pekan M1 M2 Secara umum, hasil pengamatan kontaminasi pada eksplan lamina dan petiolus menunjukkan bahwa eksplan lamina lebih rentan terhadap kontaminasi dibanding eksplan petiolus. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh struktur lamina yang pipih. Struktur tersebut berpotensi untuk membuat lamina-lamina tersebut saling menempel satu sama lain ketika proses sterilisasi di dalam labu Erlenmeyer sehingga sterilisasi permukaan yang dilakukan kurang baik hasilnya. Hasil pengamatan eksplan lamina metode 1 (M1) pada pekan pertama menunjukkan kontaminasi kapang di botol nomor 2, 10, 11, dan 14. Pengamatan pekan kedua memperlihatkan terjadinya penambahan kontaminasi sebanyak 4 botol di botol nomor 6, 7, 8, dan 9. Pekan selanjutnya hanya bertambah satu botol yaitu botol nomor 3 dan di pekan terakhir terjadi kontaminasi di botol nomor 13 sehingga total kontaminasi lamina dengan menggunakan metode satu sebanyak 10 botol. Kontaminasi yang terjadi di 10 botol tersebut semuanya merupakan kontaminasi kapang yang ditandai dengan munculnya benang-benang miselia berwarna kehitaman yang mulai tumbuh dari tepian eksplan lalu menyebar ke seluruh permukaan media. ## Eksplan Lamina Daun Hasil pengamatan eksplan lamina metode 2 (M2) sama sekali tidak menunjukkan kontaminasi di pekan pertama. Baik eksplan maupun media semuanya terpantau dalam keadaan bersih dari kontaminan. Pekan kedua, hasil pengamatan memperlihatkan adanya kontaminasi kapang di empat buah botol yaitu botol nomor 2, 7, 8, dan 11. Pekan selanjutnya kontaminasi bertambah di satu botol yaitu botol nomor 15. Pengamatan di pekan terakhir menunjukkan kontamiasi tambahan di botol nomor 1 sehingga total akhir kontaminasi menjadi 6 buah botol yang semuanya merupakan jenis kontaminasi kapang. Pengamatan hasil dua metode sterilisasi tersebut memperlihatkan bahwa metode 2 memberikan hasil sterilisasi yang lebih baik dibandingkan metode 1. Sebanyak 10 botol terkontaminasi oleh kapang pada metode 1 sedangkan metode 2 hanya sebanyak 6 botol saja. Hasil tersebut membuktikan bahwa pemberian Tetracycline tidak memberikan hasil yang lebih baik sehingga hipotesis awal tidak terbukti. Metode dua memberikan hasil lebih baik kemungkinan dikarenakan seri sterilan yang terdiri dari antiseptik dan desinfektan berefek lebih baik terhadap penghambatan pertumbuhan mikroorganisme. Zat yang terkandung di dalam antiseptik Dettol dan desinfektan Bayclin membunuh mikroorganisme dengan segera sedangkan Tetracycline yang merupakan antibiotik memerlukan waktu yang lebih lama dalam menghambat sintesis protein bakteri sehingga ketika eksplan dipindah ke sterilan selanjutnya, proses sintesis protein belum benar-benar terhambat. ## Eksplan Petiolus Daun Hasil pengamatan eksplan petiolus yang menggunakan metode 1 memperlihatkan adanya dua botol yang terkontaminasi pada pekan pertama. Pengamatan di pekan kedua menunjukkan adanya penambahan kontaminasi kapang pada botol nomor 9 dan kontaminasi bakteri atau khamir pada botol nomor 7. Pengamatan pekan ketiga tidak menunjukkan adanya tambahan kontaminasi. Pengamatan pekan terakhir terdapat satu tambahan botol yang terkontaminasi sehingga total kontaminasi pada petiolus metode 1 sebanyak 5 botol dengan proporsi empat botol dengan kontaminasi jenis kapang dan satu botol dengan kontaminasi jenis bakteri atau khamir. Hasil pengamatan eksplan petiolus metode 2 tidak memperlihatkan adanya kontaminasi pada pekan pertama. Semua botol masih dalam keadaan bersih dari kontaminan. Pekan selanjutnya botol nomor 13 terkontaminasi oleh jenis kapang. Pekan ketiga, terdapat tambahan tiga botol yang terkontaminasi oleh kapang yaitu botol nomor 1, 6, dan 12. Pekan terakhir pengamatan menunjukkan botol nomor 2 juga terkontaminasi sehingga hasil akhir keseluruhan terdapat lima buah botol yang terkontaminasi dan semuanya merupakan kontaminasi jenis kapang. Hasil pengamatan eksplan petiolus metode 2 tidak memperlihatkan adanya kontaminasi pada pekan pertama. Semua botol masih dalam keadaan bersih dari kontaminan. Pekan selanjutnya botol nomor 13 terkontaminasi oleh jenis kapang. Pekan ketiga, terdapat tambahan tiga botol yang terkontaminasi oleh kapang yaitu botol nomor 1, 6, dan 12. Pekan terakhir pengamatan menunjukkan botol nomor 2 juga terkontaminasi sehingga hasil akhir keseluruhan terdapat lima buah botol yang terkontaminasi dan semuanya merupakan kontaminasi jenis kapang. Gambar 2. Histogram perbandingan tingkat kontaminasi petiolus M1 dan M2 selama 4 pekan M1, 1, 2 M1, 2, 4 M1, 3, 4 M1, 4, 5 M2, 1, 0 M2, 2, 1 M2, 3, 4 M2, 4, 5 Ju m lah Bot o l Pekan ke- Perbandingan Tingkat Kontaminasi Petiolus M1 dan M2 Selama 4 Pekan Tabel 1. Rekapitulasi Kontaminasi Eksplan Centella asiatica L. Urban Keterangan : B = Kontaminasi oleh bakteri/khamir, K = Kontaminasi oleh Kapang Berdasarkan hasil pengamatan, tingkat kontaminasi eksplan petiolus metode satu dan metode dua memperlihatkan hasil yang sama yaitu kontaminasi ditemukan di lima botol kultur. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh struktur morfologi petiolus yang berbentuk batang silindris. Struktur tersebut cenderung lebih memudahkan proses sterilisasi eksplan karena petiolus tidak saling menempel saat perendaman seperti yang terjadi pada lamina. Akibatnya, hasil pengamatan tidak menunjukkan secara spesifik metode mana yang lebih baik untuk sterilisasi petiolus. ## Pengamatan respons eksplan dan media Pengamatan lain yang dilakukan adalah pengamatan respons eksplan. Respons eksplan yang diamati dibagi menjadi pencokelatan, pemanjangan, dan pelekukan. Kultur lamina dengan menggunakan metode satu menghasilkan respons pencokelatan di semua eksplan, dan terdapat dua eksplan yang memperlihatkan dua respons pelekukan, sedangkan kultur lamina dengan metode dua memperlihatkan pencokelatan di semua eksplan. Kultur petiolus metode satu memperlihatkan hasil delapan eksplan mengalami pencokelatan, tiga eksplan mengalami pelekukan, satu eksplan mengalami pemutihan, dua eksplan mengalami pemanjangan, satu eksplan mengalami pencokelatan namun hanya di ujungnya saja dan satu eksplan tidak memperlihatkan respons apa pun. Kultur petiolus metode dua memperlihatkan hasil delapan eksplan mengalami pencokelatan, satu eksplan mengalami pelekukan, satu eksplan mengalami pencokelatan namun hanya di satu sisi, satu eksplan mengalami pemutihan dan satu eksplan mengalami pemanjangan. Respons pencokelatan dapat terjadi karena adanya enzim polifenol oksidase yang dilepaskan oleh tumbuhan dalam kondisi oksidatif ketika jaringan tumbuhan mengalami pelukaan. Enzim tersebut mengoksidasi senyawa fenol dengan oksidator berupa Cu +2 dan oksigen yang kemudian menghasilkan senyawa quinon. Senyawa quinon ketika berinteraksi dengan protein akan berubah menjadi senyawa melanat yang berwarna cokelat. Meto- de Eksplan Total Eksplan Jumlah Kontaminasi (per Pekan) Total Kontaminasi (%) Pekan 1 Pekan 2 Pekan 3 Pekan 4 B K Σ B K Σ B K Σ B K Σ 1 Lamina 15 0 4 4 0 8 8 0 9 9 0 10 10 66 % Petiolus 15 0 2 2 0 4 4 0 4 4 0 5 5 33 % 2 Lamina 15 0 0 0 0 4 4 0 5 5 0 6 6 40% Petiolus 15 0 0 0 0 1 1 0 4 4 0 5 5 33% Senyawa tersebut jika terakumulasi dalam jumlah banyak akan menjadi racun bagi tumbuhan (George dan Sherrington, 1984). Reaksi pencokelatan ditemukan hampir di semua jenis eksplan baik eksplan lamina maupun eksplan petilolus. Hal tersebut disebabkan oleh adanya pelukaan yang terjadi pada jaringan eksplan sehingga memicu reaksi sintesis senyawa melanat yang berwarna cokelat. Peristiwa pencokelatan dapat dicegah dengan cara memberikan senyawa adsorban dan antioksidan. Senyawa adsorban yang umum digunakan dalam kultur in vitro antara lain arang aktif dan polivinilpirolidon , sedangkan antioksidan yang umum digunakan adalah asam askorbat (Abdelwahd et al ., 2008). Hasil pengamatan lain menunjukkan bahwa terjadi reaksi pemanjangan pada eksplan. Biasanya respons pemanjangan diperlihatkan pada eksplan yang ditumbuhkan dalam media yang diberikan tambahan hormon. Namun, respons pemanjangan tetap ditemukan dalam media yang tidak diberikan hormon. Hal tersebut dapat terjadi kemungkinan karena adanya aktivitas dari hormon endogen yang masih terdapat di dalam eksplan sehingga memungkinkan terjadinya pertumbuhan eksplan. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa tingkat kontaminasi lebih tinggi terjadi pada metode M1, sedangkan tingkat kontaminasi pada metode M2 masih cukup tinggi yaitu di atas 50%. Namun demikian, respons yang ditunjukkan oleh metode M1 beragam karena adanya respons pemutihan, pelekukan, dan pemanjangan pada beberapa eksplan sedangkan pada metode M2 secara umum lebih banyak terlihat respon pencokelatan yang terjadi hampir di semua eksplan. ## KESIMPULAN Pengamatan kontaminasi menunjukkan bahwa metode terbaik adalah metode 2 (M2) dengan kontaminasi lamina sebanyak 40% dan kontaminasi petiolus sebanyak 33%. Respons eksplan pada metode M1 dan M2 memperlihatkan adanya respons pencokelatan, pelekukan, dan pemanjangan. ## DAFTAR PUSTAKA Abbas B. 2011. Prinsip Dasar Kultur Jaringan. Penerbit Alfabeta, Bandung : x +138 hlm. Abdelwahd RN, Hakam M, Labhilili SM, Udupa. 2008. Use of an adsorbent and antioxidants to reduce the effects of leached phenolics in in vitro plantlet regeneration of faba bean. African Journal of Biotechnology, 7(8): 997- 1002. BPOM RI. 2004. Monografi ekstrak tumbuhan obat Indonesia . Vol. 1. BPOM RI, Jakarta: xi + 159 hlm. BPOM RI. 2010. Booklet Pegagan. BPOM RI, Jakarta : iv + 14 Dewoto HR. 2007. Pengembangan obat tradisional Indonesia menjadi fitofarmaka. Majalah Kedokteran Indonesia, 57(7): 205-211. Efrizal RA. 2009. Pemeriksaan kelompok senyawa triterpenoid pada akar adventif hasil kultur in vitro daun Centella asiatica (L.) Urban (pegagan). Skripsi S-1. Departemen Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. Depok: vii + 83 hlm. Gamborg OL dan GC Phillips (ed). 1995. Plant cell, tissue and organ culture: Fundamental methods. Springer-Verlag Berlin Heidelberg, New York: xxiv + 358 hlm. George EF dan PD Sherrington. 1984. Plant propagation by tissue culture: Handbook and directory of commercial laboratory. Exegetics Limited, Basingstoke: viii + 709 hlm. Hassan BAR. 2012. Medicinal plants (important and uses). Pharmaceutica Analytica Acta, 3: 10. Kartini E. 1996. Sterilan yang sesuai untuk budidaya in vitro tunas Curcuma xanthorriza Roxb. Chimera, 1(2): 56- 66. Mohapatra H, DP Barik dan SP Rath. 2008. A brief communication: In vitro regeneration of medicinal plant Centella asiatica . Biologia Plantarum, 52(2): 339-342. Patra A, B Rai, GR Rout, P Das. 1998. Successful plant regeneration from callus culture of Centella asiatica (Linn.) Urban. Plant Growth Regulation, 24: 13-16. Pierik RLM. 1997. In vitro culture of higher plants, 4th ed. Springer Science+Business Media Dordrecht, Dordrecht: v + 348 hlm. Pribadi ER. 2009. Pasokan dan Permintaan Tanaman Obat Indonesia Serta Arah Penelitian dan Pengembangannya. Perspektif, 8 (1) : 52 – 64 Santa GP dan B Prajogo. 1992. Studi taksonomi Centella asiatica (L.) Urban. Warta Tumbuhan Obat Indonesia, 1(2): 46-47. Shukla A, AM Rasik, GK Jain, R Shankar, DK Kulshrestha, BN Dhawan. 1999. In vitro and in vivo wound healing activity of asiaticoside isolated from Centella asiatica . Journal of Ethnopharmacology, 65: 1-11. Singh S, A Gautam, A Sharma, A Batra. 2010. Centella asiatica L.: A plant with immense medicinal potential but threatened. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research, 4(3): 9-17. Suryowinoto M. 1996. Pemuliaan tanaman secara in vitro . Kanisius, Yogyakarta: 5- -252 hlm. Tiwari KN, NC Sharma, V Tiwari, BD Singh. 2000. Micropropagation of Centella asiatica (L.), a valuable madicinal herb. Plant Cell, Tissue and Organ Culture, 63: 179-185.
9d9d7295-d47d-46ba-8601-faca117c5892
https://openjournal.unpam.ac.id/index.php/smk/article/download/2258/1853
Jurnal Semarak,Vol. 1,No.3,Oktober 2018 , Hal (1- 19) @Pr @Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang ## JURNAL ILMIAH ANALASIS PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH KOTA BOGOR PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012-2016 Rahmah Farahdita Soeyatno, SP, M. Si ## ABSTRAK Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis kontribusi sektor unggulan terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Bogor pada tahun 2012-2016; Untuk menganalisis sektor basis yang menjadi unggulan industri di Kota Bogor pada tahun 2012-2016; dan Untuk menganalisis sektor yang memiliki potensi daya saing yang baik terhadap Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan PDRB berdasarkan harga konstan Kota Bogor selama tahun 2012-2016 dan diperoleh dari BPS Kota Bogor. Metode yang dipakai dalam penelitian yaitu menggunakan metode analisis Location Quatient, Specialization Inde x, serta Shift Share . Keluaran dari penelitian ini menjelaskan bahwa kontribusi sektor unggulan terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Bogor pada tahun 2012-2016 dilihat dari PDRB ADHK sektor yang paling tinggi adalah Sektor Perdagangan Eceran dan Besar, Reparasi Motor, dan Mobil merupakan pemberi kontribusi dominan senilai 5.972.855,53 juta rupiah pada tahun 2016. Potensi sektor basis yang menjadi unggulan industri di Kota Bogor pada tahun 2012-2016 terdapat 14 sektor basis yang memiliki nilai LQ yang tinggi. Nilai LQ tertinggi diperoleh dari sektor Pengadaan Gas dan Listrik dengan nilai rata-rata 7.586 dari tahun 2012 hingga tahun 2016. Pengguna listrik meningkat setiap tahun, tercatat pada tahun 2014 mencapai 216.896 pengguna listrik. Sektor yang memiliki potensi daya saing yang baik terhadap Provinsi Jawa Barat adalah Industri pengolahan. Berdasarkan hasil analsis Shift Share PRI, Industri Pengolahan merupakan sektor yang memiliki tingkat pertumbuhan regional tertinggi sebesar 2.205.394,69 miliar rupiah. Kata kunci: sektor unggulan, industri, daya saing, dan location quatient ## ABSTRACT This research have aims to analyze the contribution of the leading sectors to the economic growth of Bogor City in 2012-2016; To analyze the base sectors that are the leading industries in Bogor City in 2012-2016; and To Analyze sectors that have good competitiveness potential for West Java Province. In this study using the GDP approach based on the constant prices of Bogor City during 2012-2016 and obtained from BPS in Bogor City. The methods used in research is using The Location Quatient analysis method, Spesialization Index, and Shift Share. The output of this research explain that the contribution of the sector’s leading sector to economic growth of Bogor City in 2012- 2016 was seen from the highest sector ADHK GDP, the Sector of Retail and Large Trade, Motorcycle Repair, and Car which was the dominant contributor of value 5.972.855,53 million rupiah in 2016. The potential of the base sector which became the leading industry in the city of Bogor in 2012-2016 there are 14 base sectors that had high LQ values. The highest LQ value was obtained from The Gas and Electricity Procurement sector with an average value of 7.586 from 2012 to 2016. Electricity users increased every year, recorded in 2014 reaching 216.896 electricity users. The sector that has good competitiveness potential for West Java Province is the processing industry. Because based on the analysis of the PRI Shift Share, Processing Industry Sector which has the highest regional growth rate of 2.205.39,69 million rupiah. Keywords: leading sector, industry,competiveness and location quatient ## I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah satu indikator makroekonomi yang pada umumnya diterapkan untuk mengukur kinerja ekonomi di suatu negara. Namun, pada tingkat daerah, baik tingkat provinsi Jur Semarak,Vol. 1, No.3,Oktober 2018, Hal (1-20) @Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang ## JURNAL maupun kabupaten atau kota dapat menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB adalah bagian dari PDB, oleh sebab itu perubahan PDRB yang terjadi pada tingkat regional akan mempengaruhi PDB dan sebaliknya. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga saat ini dan harga konstan, dimana PDRB harga saat ini merupakan nilai suatu barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada tahun tersebut, dan PDRB harga konstan adalah nilai suatu barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada tahun tertentu yang dijadikan sebagai tahun referensi atau tahun dasar. Diantara kedua PDRB tersebut untuk memberikan hasil yang lebih optimal dan akurat, mempergunakan hitungan harga konstan/tetap dimana harga konstan/tetap merupakan harga yang dapat dianggap tidak mengalami perubahan atau berlaku untuk tahun tertentu sebagai tahun dasar. Sedangkan PDRB menggunakan harga berlaku (ADHB) mampu memberi hasil yang tidak relevan, karena efek inflasi yang dapat terjadi. Kemudian PDRB atas dasar harga saat ini digunakan dalam menjelaskan pergeseran juga struktur ekonomi, sedangkan harga konstan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi di setiap tahun. Kota Bogor secara administrasi merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat. Posisi geografis Kota Bogor di tengah tengah wilayah Kabupaten Bogor dan memiliki lokasi yang dekat dengan ibukota negara, adalah potensi strategis untuk pertumbuhan dan perkembangan kegiatan ekonomi wilayah. Perekonomian Kota Bogor meningkat di setiap tahun. Salah satu peningkatan tersebut dapat diketahui dari PDRB yang didapat Kota Bogor. Berdasarkan hasil perhitungan kontribusi terhadap sektor (BPS, 2017) ditemukan bahwa sektor pemberi kontribusi terbesar adalah Perdagangan Eceran dan Besar, Reparasi Motor dan Mobil senilai 5.972.855,53 juta rupiah pada tahun 2016. Lalu, diikuti oleh Industri Pengolahan yang menyumbang sebanyak 5.109.363,13 juta rupiah. Dan transportasi menjadi ketiga terbesar dalam PDRB yang menyumbang sebesar 3.133.215,64 juta rupiah. Letak geografis Kota Bogor yang berdekatan dengan daerah Ibukota Jakarta membuat Kota Bogor menjadi salah satu tujuan utama ibukota yang untuk berlibur dan berbelanja, sehingga menambah pendapatan untuk sektor bidang Hotel, Restoran, dan Perdagangan bebagai faktor yang mendominasi dari lainnya. Lebih digiatkan agro industri dan peningkatan pelayanan jasa-jasa dan Jur Semarak,Vol. 1, No.3,Oktober 2018, Hal (1-20) @Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang ## JURNAL perdagangan di Kota Bogor turut andil juga dalam besarnya sumbangan sektor ini terhadap PDRB Kota Bogor. ## B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah pada penelitian antara lain: 1. Seberapa besar kontribusi sektor unggulan terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Bogor tahun 2012-2016? 2. Sektor basis apakah yang menjadi unggulan Kota Bogor tahun 2012- 2016? 3. Manakah sektor di Kota Bogor yang memiliki daya saing terhadap Provinsi Jawa Barat? C. Tujuan Dari Penelitian Penelitian memiliki beberapa tujuan, antara lain adalah: 1. Untuk menganalisis kontribusi sektor unggulan terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Bogor pada tahun 2012- 2016. 2. Untuk menganalisis sektor basis yang menjadi unggulan industri di Kota Bogor pada tahun 2012-2016 3. Untuk menganalisis sektor yang memiliki potensi daya saing yang baik terhadap Provinsi Jawa Barat ## II. TINJAUAN PUSTAKA ## A. Konsep Sektor Unggulan Sektor unggulan merupakan sebuah sektor yang dipengaruhi oleh keberadaan faktor endowmen ( endowment factor ). Kemudian faktor ini berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi fondasi ekonomi. Kriteria untuk sektor-sektor unggulan sangat bevariasi, Menurut Tarigan, “Kriteria ini dinilai berdasarkan pada seberapa besar peranan sektor ini memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi; kedua, sektor ini memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja yang relatif besar; ketiga, sektor ini memiliki keterkaitan yang tinggi antar sektor secara linkage; keempat, dapat juga diartikan sebagai sektor yang dapat menciptakan nilai tambah yang besar” (Tarigan, 2005). ## B. Konsep Industri Industri dalam istilah ekonomi, memiliki dua makna. Pertama, industri adalah seperangkat perusahaan serupa, seperti industri kertas yang merupakan kumpulan perusahaan pembuat kertas. Kedua, industri merupakan sektor ekonomi dimana ada kegiatan produktif yang menghasilkan barang mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Dan arti kedua, Menurut Dumairy, “Kata industri disebut sektor industri manufaktur yang merupakan salah satu faktor produksi (lapangan usaha) dalam hitungan pendapatan nasional yang sesuai dengan pendekatan produksi” (Dumairy, 2004). ## C. Konsep Pertumbuhan Ekonomi Jur Semarak,Vol. 1, No.3,Oktober 2018, Hal (1-20) @Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang ## JURNAL Menurut Sukirno, “Pertumbuhan Ekonomi adalah ukuran kuantitatif yang menjelaskan perkembangan ekonomi pada tahun tertentu dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dimana ada faktor penentu pertumbuhan ekonomi, antara lain: kekayaan alam/tanah, jumlah dan kualitas tenaga kerja, barang modal dan tingkat teknologi, dan sistem sosial serta sikap masyarakat” (Sukirno, 2004). Pergerakan laju nilai terbentuk secara tidak langsung dari beberapa sektor/bidang ekonomi dimana dapat menginterpretasikan laju pergerakan yang terjadi merupakan indikasi adanya pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pertumbuhan ekonomi adalah sebagai parameter penting suatu wilayah untuk mengevaluasi suatu tingkat keberhasilan pembangunan (Sirojuzilam, 2008). ## D. Konsep Ekonomi Regional Menurut Bandavid 1991 berpendapat tentang teori dasar ekonomi, bahwa “Pertumbuhan ekonomi regional sangat bergantung pada permintaan eksternal dari luar daerah. Pertumbuhan beberapa sektor basis akan menentukan pembangunan regional secara keseluruhan, sedangkan sektor non basis hanya merupakan konsekuansi pembangunan daerah. Barang dan jasa dari sektor basis yang diekspor akan menghasilkan pendapatan untuk daerah serta meningkatan konsumsi juga investasi”. Peningkatan pendapatan tidak hanya menyebabkan peningkatan permintaan untuk sektor basis, tetapi juga akan meningkatkan permintaan untuk sektor non basis, yang pada gilirannya akan mendorong peningkatan investasi sektor non basis. Menurut Model Harrod-Domar, “Supaya ekonomi nasional selalu tumbuh dengan kapasitas produksi penuh ( steady- state growth ), maka efek permintaan yang dikarenakan investasi tambahan harus selalu diimbangi efek penawaran tanpa pengecualian” (Lincolin, 2004). ## E. Konsep Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Perhitungan PDRB menjadi bagian yang sangat penting di dalam teori makroekonomi, terutama mengenai analisis ekonomi suatu wilayah. PDRB dapat didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh semua unit usaha atau merupakan jumlah semua nilai barang dan jasa oleh seluruh unit usaha ekonomi di suatu wilayah. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga, sementara PDRB harga konstan menunjukkan nilai tambah dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai dasar perhitungan (BPS, 2002). III. METODE PENELITIAN Jur Semarak,Vol. 1, No.3,Oktober 2018, Hal (1-20) @Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang ## JURNAL Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode studi kasus dan dolumentasi yang terdapat di Kota Bogor Provinsi Jawa Barat yang merupakan salah satu penelitian deskriptif. Data yang diolah adalah data sekunder PDRB ADHK pada tahun 2012-2016. Analisis Location Quotient (LQ) L ocation Quotient (disingkat sebagai lokasi) atau LQ adalah perbandingan ukuran peran suatu sektor/industri di suatu daerah dengan ukuran peran sektor/industri tersebut secara nasional. Kegiatan ekonomi dikelompokkan berdasarkan kegiatan basis (sektor basis) dan juga kegiatan non basis (sektor non basis). Sektor basis adalah sektor yang melakukan kegiatan ekspor barang dan jasa atau tenaga kerja ke suatu tempat di luar batas ekonomi regional yang bersangkutan. Sektor basis adalah satu-satunya sektor yang dapat meningkatkan ekonomi daerah melebihi pertumbuhan alamiahnya, karena kegiatan ini merupakan kegiatan yang dilakukan oleh penghasil produk maupun penyedia jasa yang dapat mendatangkan uang dari luar daerah. Sedangkan untuk sektor nonbasis merupakan sektor yang menyediakan barang dan/atau jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang hidup di dalam batas-batas daerah itu sendiri. Berdasarkan penulisan matematis, rumus LQ yang didapat adalah: Penjelasan: Sib = Pendapatan sector Kota Bogor bawah Sb = Pendapatan total semua sektor Kota Bogor bawah Sia = Pendapatan sektor Provinsi Jabar atas Sa = Pendapatan total semua sektor Provinsi Jabar atas Terdapat tiga keadaan nilai yang dapat dicirikan dalam perhitungan metode LQ pada suatu wilayah, antara lain : 1. Nilai LQ lebih besar dari 1 berarti laju pertumbuhan sektor (i) di daerah tersebut lebih besar dibanding dengan laju pertumbuhan sektor yang sama dalam perekonomian daerah, dan dapat dikategorikan sebagai sektor basis. Nilai LQ yang lebih dari satu tersebut menunjukkan bahwa pangsa pendapatan (tenaga kerja) pada sektor i di daerah bawah lebih besar dibanding daerah atasnya dan output pada sektor i lebih berorientasi ekspor. Artinya, peranan suatu sektor dalam perekonomian Kota Bogor lebih besar daripada peranan sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Barat. Jur Semarak,Vol. 1, No.3,Oktober 2018, Hal (1-20) @Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang ## JURNAL 2. Nilai LQ samadengan 1 berarti laju pertumbuhan sektor (i) di daerah itu serupa dengan laju pertumbuhan sektor x dalam perekonomian daerah, dan termasuk ke dalam sektor non basis. 3. Nilai LQ kurang dari 1 berarti sektor tersebut bukan merupakan unggulan di daerah, lalu sektor tersebut tidak memiliki potensi untuk disiapkan sebagai pendorong perekonomian di daerah. Nilai LQ yang kurang dari satu tersebut menjelaskan bahwa pangsa pendapatan (tenaga kerja) pada sektor i di daerah bawah lebih kecil dibanding daerah atasnya. Artinya, peranan sektor dalam perekonomian Kota Bogor lebih kecil dari pada peranan sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Barat. Analisis indeks spesialisasi regional digunakan untuk menentukan tingkat spesialisasi antar daerah dalam sistem ekonomi. Analisis indeks spesialisasi regional melalui pendekatan metode Indeks Krugman, untuk menganalisis spesialisasi regional Amerika. Cara menghitung perumusan dari Indeks Krugman: Keterangan: Sijk = Indeks Spesialisasi Regional j dan k Ejk = PDRB Sektor i di Wilayah j Ej = Total PDRB Regional j Eik = PDRB Sektor i di Daerah k Ek = Total PDRB Regional k Syarat terpenuhinya hasil pengukuran indeks spesialisasi adalah sebagai berikut : • Jika indeks spesialisasi regional mendekati nol, maka kedua daerah j dan k tidak memiliki spesialisasi. • Jika indeks spesialisasi regional mendekati dua maka kedua daerah j dan k memiliki spesialisasi. Batas tengah antara nol dan dua adalah satu, dan karena itu jika suatu sektor memiliki nilai indeks spesialisasi regional yang lebih besar dari satu, maka sektor tersebut dapat dianggap sebagai sektor yang mempunyai spesialisasi. Analisis Shift Share (SS) adalah salah satu teknik kuantitatif yang biasanya digunakan untuk menganalisis perubahan dalam struktur ekonomi regional relatif terhadap struktur ekonomi yang lebih tinggi wilayah administratif sebagai pembanding atau referensi. Analisis ini akan menghasilkan perhitungan untuk penentuan posisi, yang berupa kelemahan dan kekuatan, dari suatu sektor perekonomian wilayah tersebut dibandingkan dengan sektor yang sama pada tingkat daerah referensi. Dihitung dengan rumus Eij x rn . Asumsi yang digunakan pada analisis shift-share bahwasanya pertumbuhan perekonomian suatu daerah dapat dibagi menjadi tiga komponen, yaitu: Jur Semarak,Vol. 1, No.3,Oktober 2018, Hal (1-20) @Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang ## JURNAL 1. Regional share atau Pertumbuhan Regional, 2. Regional share suatu daerah diukur dengan bagaimana menganalisa perubahan keseluruhan dengan cara sektoral di kawasan dibandingkan dengan perubahan di sektor yang sama dalam ekonomi daerah referensi, 3. Proportional Shift atau Pertumbuhan Proporsional untuk melihat perubahan pertumbuhan suatu kegiatan di wilayah Kota Bogor terhadap kegiatan total (PDRB) di wilayah Jawa Barat. Pengukuran dilakukan untuk mencari tahu apakah peningkatan ekonomi daerah dapat terkonsentrasi pada sektor-sektor yang tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan ekonomi wilayah referensinya. Kondisi ini dapat diihitung dengan rumus Eij x (rin - rn). 4. Differential Shift atau Pertumbuhan Wilayah digunakan untuk melihat perubahan pertumbuhan dari suatu kegiatan di wilayah Bogor terhadap kegiatan tersebut di wilayah Jawa Barat. Dari perubahan tersebut dapat dilihat berapa besar pertambahan atau pengurangan pendapatan dari kegiatan tersebut. Komponen ini biasanya dikaitkan dengan kehadiran dari keunggulan kompetitif maupun yang tidak kompetitif di suatu wilayah dibandingkan dengan area referensi. Ini terjadi dikarenakan lingkungan sekitarnya kondusif maupun tidak kondusif terutama ketika pertumbuhan di masing masing sektoral mendukung. Dihitung dengan rumus Eij x (rij - rin). ## IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ## A. PDRB Kota Bogor Tingkat perekonomian Kota Bogor mengalami peningkatan pada setiap tahunnya. Kondisi ini dapat dilihat dari kenaikan PDRB pada masing masing sektornya. PDRB Kota Bogor dapat dilihat dari tabel berikut : ## Tabel. 1 Kontribusi Sektor Lapangan UsahaTerhadap PDRB Kota Bogor tahun 2012 – 2016 Lapangan Usaha PDRB ADHK Kota Bogor (Juta) 2012 2013 2014 2015 20 16 1 2 3 4 5 6 Pertanian, Perikanan dan Kehutanan 211, 810. 94 216, 320. 33 220, 689. 88 225, 137. 69 23 0,1 45. 03 Pertamban gan dan Penggalian - - - - - Industri Pengolahan 4,13 1,79 7.48 4,32 5,57 5.49 4,56 4,56 9.82 4,84 3,78 6.77 5,1 09, 36 3.1 3 Pengadaan Gas dan Listrik 929, 961. 980, 512. 1,02 5,04 898, 231. 90 3,1 Jur Semarak,Vol. 1, No.3,Oktober 2018, Hal (1-20) @Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang 59 23 9.18 83 30. 58 Pengadaan Air, Pengelolaan Limbah, Sampah serta Daur Ulang 22,2 70.2 3 23,9 20.4 5 25,9 40.0 3 27,3 61.2 2 28, 51 8.6 0 Konstruksi (Sarana Prasarana) 2,42 3,81 3.84 2,55 5,95 5.98 2,69 6,28 9.52 2,84 8,75 4.78 3,0 11, 14 9.2 1 Perdaganga n Eceran dan Besar, Reparasi Motor dan Mobil 4,82 5,48 8.12 5,11 4,42 7.17 5,36 7,10 8.86 5,65 0,09 0.63 5,9 72, 85 5.5 3 Transporta si dan Pergudanga n 2,37 6,81 0.85 2,49 6,95 2.36 2,63 7,72 1.22 2,89 3,35 7.49 3,1 33, 21 5.6 4 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 946, 037. 32 1,00 2,84 6.67 1,05 9,40 3.07 1,11 9,75 3.25 1,2 09, 84 4.2 4 Informasi dan Komunikas i 978, 427. 51 1,07 0,49 4.44 1,27 0,61 4.21 1,50 6,67 4.81 1,6 92, 95 8.8 1 Jasa Keuangan dan Asuransi 1,39 6,04 7.71 1,54 9,25 0.42 1,60 6,76 4.74 1,67 6,54 8.86 1,8 47, 07 0.7 1 Real Estate 457, 952. 52 490, 879. 30 525, 977. 17 555, 976. 80 60 1,0 18. 99 Jasa Perusahaan 417, 284. 07 456, 796. 50 477, 357. 37 516, 834. 82 56 0,2 09. 59 Administra si Pemerintah , 618, 461. 78 626, 872. 86 643, 234. 24 660, 730. 22 67 5,9 27. 01 Pertahanan serta Jaminan Sosial Wajib Jasa Bidang Pendidikan 524, 150. 97 587, 388. 87 656, 814. 29 718, 858. 00 77 2,5 97. 46 Jasa Kesehatan, Kegiatan Sosial 228, 926. 00 246, 968. 00 279, 823. 32 313, 143. 35 34 1,2 69. 24 Jasa Lain- Lain 714, 328. 71 739, 506. 47 777, 953. 83 843, 363. 78 91 2,9 77. 72 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2017 Dengan melihat hasil analisis kontribusi terhadap sektor, yang ditunjukkan Tabel 1, bahwa sektor yang berkontribusi dominan diperoleh dari Perdagangan Eceran dan Besar, Reparasi Motor dan Mobil sebanyak 5,972 juta rupiah tahun 2016. Lalu, diikuti Industri Pengolahan yang menyumbang sebanyak Rp 5.109.363,13 juta rupiah. Dan transportasi menjadi ketiga terbesar dalam PDRB yang menyumbang sebesar 3.133.215,64 juta rupiah. Letak geografis Kota Bogor yang berdekatan dengan daerah Ibukota Jakarta membuat Kota Bogor menjadi salah satu tujuan utama warga Ibu Kota yang untuk berlibur dan berbelanja, sehingga menambah pendapatan untuk sektor Hotel, Restoran, dan Perdagangan yang menjadi sektor yang mendominasi di Bogor. Kota Bogor lebih menggiatkan agro industri dan peningkatan pelayanan jasa-jasa dan Jur Semarak,Vol. 1, No.3,Oktober 2018, Hal (1-20) @Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang ## JURNAL perdagangan di Kota Bogor turut andil juga dalam besarnya sumbangan sektor tersebut terhadap PDRB Kota Bogor (BPS Kota Bogor, 2012). ## B. Pembangunan Ekonomi Regional Kota Bogor Pemerintah Kota Bogor sedang mendorong pembangunan ekonomi melalui pengembangkan industri pengolahan, dengan prioritas tertinggi diberikan kepada Industri Kecil Menengah (IKM). Adapun program pengembangan IKM Kota Bogor telah menjadi suatu bagian Rencana Strategis Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor Tahun 2010 hingga 2014 melalui peningkatkan nilai tambah /value added suatu produk IKM, supaya produktivitas dan pemasaran hasil IKM meningkat. Tabel. 2 Potensi Industri besar dan Menengah tTahun 2015 Industri besar dan menenga h Tenag a Kerja Unit Usaha Nilai Investasi (Rupiah) Tekstil 21769 28 214.581.540.0 00 Minuma n 2011 17 123.486.182.2 78 Pulp dan Kertas 642 16 68.638.491.50 0 Kayu Olahan dan Rotan 2432 16 41.076.334.14 6 Sumber: BPS Kota Bogor, 2017 Industri besar dan menengah dengan nilai investasi terbesar adalah industri tekstil dengan 21.769 tenaga kerja, 28 unit usaha dan nilai investasi Rp 214.581.540.000. Kemudian industri minuman dengan 2011 tenaga kerja, 17 unit usaha, dan nilai investasi sebesar Rp 123.486.182.278. Nilai investasi industri besar dan menengah di bidang tekstil ini selaras dengan komposisi nilai ekspor non migas tahun 2015 yang masih didominasi oleh komoditas pakaian jadi, dan ban kendaraan bermotor. Nilai ekspor pakaian jadi senilai 16,5 US$ dan ban kendaraan bermotor sebesar 67,7 US$ dan kemudian nilai ekspor minuman mencapai 12,6 juta US$. Menurut BPS (2017), jumlah penumpang kereta api melalui Stasiun Kota Bogor selama 2016 mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun 2015. Selama tahun 2016 jumlah penumpang yang menggunakan jasa transportasi kereta api commuter line yang melalui Stasiun Kota Bogor adalah sebesar 16.738.517 penumpang dimana terdiri atas 8.234.453 pengguna tiket harian berjaminan, dan sejumlah 8.504.064 penumpang menggunakan kartu electronic money . Hal inilah yang menyebabkan sumbangan PBRB sektor trasportasi besar dan meningkat di setiap tahunnya. Sedangkan sektor pertambangan dan penggalian serta pertanian adalah sektor dengan sumbangan terendah terhadap PDRB Kota Bogor. Subsektor dengan sumbangan terendah terhadap Jur Semarak,Vol. 1, No.3,Oktober 2018, Hal (1-20) @Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang ## JURNAL PDRB Kota Bogor terdapat pada subsektor tanaman perkebunan dan subsektor penggalian. Lahan pertanian yang sempit di Kota Bogor menyebabkan sektor pertanian dan subsektor didalamnya memiliki sumbangan yang kecil terhadap PDRB Kota Bogor. Sementara untuk sektor pertambangan dan penggalian, letak topografi Kota Bogor yang tidak memiliki daerah pertambangan menyebabkan sumbangan sektor pertambangan dan penggalian serta subsektor didalamnya kecil terhadap PDRB Kota Bogor. Kontribusi masing-masing Sub Sektor Terhadap PDRB Provinsi Jawa Barat tahun 2012–2016 dapat disimpulkan bahwa sektor yang memberikan kontribusi terbesar pada Provinsi Jawa Barat adalah industri pengolahan dengan jumlah kontribusi sebesar 549.471.383,78 Juta rupiah. Kemudian sektor terbesar kedua yaitu Perdagangan Eceran dan Besar, Reparasi Motor dan Mobil yang menyumbang PDRB sebanyak 198.887.074,01 Juta rupiah dan Konstruksi (Sarana Prasarana) berada pada posisi ketiga dengan nilai 103.507.069,45 Juta rupiah. Hal ini sejalan dengan penelitian Barus br, Sri Hartati, et al (2018) yang menyatakan bahwa “Perkembangan pada masa depan dalam sektor industri pengolahan adalah sektor yang berpotensi dalam menampung jumlah tenaga kerja, selain itu sektor ini turut berkontribusi terhadap PDB”. Sektor industri pengolahan mempengaruhi dan berhubungan terhadap sektor lainnya oleh karena pemerintah sebagai pemegang kebijakan harus mempermudah proses perijinan usaha, dan memacu pertumbuhan industri. Apabila dibandingkan dengan PDRB Kota Bogor sektor yang menyumbang PDRB paling besar adalah Perdagangan Eceran dan Besar, Reparasi Motor dan Mobil kemudian industri pengolahan lalu diikuti oleh Konstruksi (Sarana Prasarana). Oleh karena itu, Perdagangan Eceran dan Besar tidak bisa dijadikan sektor yang representatif terhadap Provinsi Jawa Barat karena pada Provinsi Jawa Barat sendiri sektor perdagangan menempati urutan kedua. Sedangkan industri pengolahan juga tidak bisa dijadikan sektor yang representatif karena pada industri pengolahan Provinsi Jawa Barat menempati urutan pertama. Sehingga sektor PDRB Kota Bogor yang representatif terhadap Provinsi Jawa Barat adalah sektor Konstruksi (Sarana Prasarana). Sektor Konstruksi (Sarana Prasarana) yang representatif terhadap Provinsi, hal ini karena kostruksi menunjang pembangunan industri, dan kegiatan ekonomi lainnya. Proyek Jalan Tol atau dikenal dengan istilah Bogor Outer Ring Road (BORR). Proyek ini Jur Semarak,Vol. 1, No.3,Oktober 2018, Hal (1-20) @Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang ## JURNAL diharapkan dapat menjadi suatu solusi untuk dapat mengurangi tingkat kemacetan di Bogor dan sekitar. Dengan beroperasinya tol ini, warga yang bermukim di Kecamatan Bogor Utara, Tanah Sareal dan Bogor Barat, jika akan masuk Jalan Tol Jagorawi (untuk menuju Jakarta atau Ciawi), tidak perlu masuk ke Pusat Kota Bogor (arah Baranangsiang). ## C. Penemuan dan Hasil Pembahasan 1. Analisis Sektor Unggulan/ Location Quotient (LQ) Analisis sektor unggulan adalah analsisi yang memiliki potensi daya saing dan mampu menjadi sektor basis yaitu sebesar > 1. Hal ini dikarenakan analisis ini dapat menentukan sektor basis serta sektor non basis. Tabel. 3 Nilai Location Quotient (LQ) Kota Bogor LAPANGA N USAHA LQ Kota Bogor Nilai Rata - Rata 20 12 20 13 20 14 20 15 20 16 Pertanian, Perikanan dan Kehutanan 0. 11 6 0. 11 4 0. 11 5 0. 11 6 0. 11 1 0.11 4 Pertambang an dan Penggalian 0. 00 0 0. 00 0 0. 00 0 0. 00 0 0. 00 0 0.00 0 Industri Pengolahan 0. 45 0 0. 44 0 0. 43 8 0. 44 1 0. 43 9 0.44 2 Pengadaan Gas dan Listrik 8. 09 6 7. 91 5 7. 75 5 7. 21 6 6. 94 9 7.58 6 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 1. 36 0 1. 37 5 1. 39 5 1. 37 6 1. 33 5 1.36 8 Konstruksi (Sarana Prasarana) 1. 44 8 1. 41 6 1. 40 4 1. 37 9 1. 37 4 1.40 4 Perdaganga n Eceran dan Besar, Reparasi Motor dan Mobil 1. 38 5 1. 39 9 1. 40 9 1. 41 6 1. 41 9 1.40 6 Transportasi dan Pergudanga n 2. 52 1 2. 53 2 2. 46 6 2. 45 8 2. 42 1 2.47 9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1. 85 0 1. 87 7 1. 85 4 1. 79 4 1. 75 6 1.82 6 Informasi dan Komunikasi 1. 68 9 1. 69 9 1. 70 1 1. 71 7 1. 67 1 1.69 5 Jasa Keuangan dan Asuransi 2. 88 9 2. 86 0 2. 81 7 2. 71 0 2. 64 2 2.78 3 Real Estate 1. 86 4 1. 90 1 1. 93 3 1. 91 7 1. 92 6 1.90 8 Jasa Perusahaan 5. 11 4 5. 20 8 5. 04 6 4. 99 9 4. 96 0 5.06 6 Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 1. 25 5 1. 29 4 1. 31 0 1. 26 2 1. 24 1 1.27 2 Jasa Bidang Pendidikan 1. 07 7 1. 11 1 1. 07 6 1. 05 8 1. 04 6 1.07 4 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1. 76 1 1. 78 7 1. 73 4 1. 68 2 1. 65 8 1.72 5 Jasa Lain- Lain 1. 83 7 1. 76 8 1. 69 4 1. 66 8 1. 64 4 1.72 2 ## Sumber: Data Diolah (2017) Analisis terhadap 17 subsektor yang dalam perekonomian Kota Bogor dimana 14 subsektor yang memiliki nilai LQ yang tinggi (>1). Nilai LQ tertinggi diperoleh dari subsektor Pengadaan Gas dan Listrik sebesar 7.586 pada rata-rata dari tahun 2012 hingga tahun 2016. Pengguna listrik meningkat setiap tahun, tercatat pada tahun 2014 mencapai 216.896. Subsektor yang memiliki nilai LQ tertinggi selanjutnya Jur Semarak,Vol. 1, No.3,Oktober 2018, Hal (1-20) @Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang ## JURNAL yaitu jasa perusahaan dengan nilai 5,066 pada rata-rata dari tahun 2012 hingga tahun 2016, hasil ini didapat dari jumlah wisatawan domestik/ wisatawan mancanegara yang melancong ke Kota Bogor untuk wisata, total jumlah wisatawan domestik dan mancanegara pada tahun 2014 mencapai 4.350.930 jiwa. Nilai LQ tertinggi ketiga diperoleh dari subsektor jasa keuangan dan asuransi dengan nilai LQ 2.783 pada rata-rata dari tahun 2012 hingga tahun 2016. Hal ini didapat dari total bank di Kota Bogor hingga tahun 2016 kurang lebih sebanyak 50 bank. Nilai LQ terendah diperoleh dari subsektor pertambangan dan dan penggalian dengan nilai LQ 0 disepanjang tahun 2012 hingga 2016. Hal ini disebabkan Kota Bogor tidak menyumbang PDRB di subsektor pertambangan dan penggalian terhadap Provinsi Jawa Barat. Nilai LQ pada sektor Pengadaan Gas dan Listrik yaitu 7,586 belum bisa menjadi basis unggulan karena nilai PDRB-nya lebih kecil dari pada sektor yang lain. Sektor yang dapat diunggulkan dari Kota Bogor adalah Transportasi dan Pergudangan dengan nilai LQ sebesar 2,479 dan nilai PDRB yang cukup tinggi yaitu sebesar 3,1 triliyun rupiah pada tahun 2016. Hal tersebut didapatkan dari penggunaan transportasi Commuter Line sebesar 16.738.517 selama tahun 2016. Selain itu, nilai PDRB sektor/bidang Perdagangan Eceran dan Besar, Reparasi Motor dan Mobil mempunyai nilai tertinggi juga berdampak langsung terhadap penggunaan gudang di Kota Bogor. ## 2. Analisis Indeks Spesialisasi (IS) Untuk melihat tingkat spesialisasi yang tinggi dan rendah dari suatu daerah terhadap daerah lain, indeks spesialisasi regional rata-rata dari seluruh daerah digunakan untuk data pembanding. Jika analisis yang dipakai adalah data deret waktu, maka peningkatan nilai indeks spesialisasi regional menjelaskan bahwa spesialisasi sektor/bidang usaha adalah antar daerah yang bersangkutan. Keputusan yang dapat dibuat berdasarkan IS adalah semakin besar nilai IS maka semakin tinggi tingkat spesialisasi sektoral di wilayah tersebut yang terkonsentrasi di sektor-sektor yang memiliki nilai perbedaan persentase positif. ## Gambar 1. Indeks Spesialisasi Kota Bogor Sumber: Data Diolah (2017) Grafik diatas diperoleh dari penjumlahan nilai rata-rata PDRB Kota Bogor dan Provinsi Jawa Barat yang bernilai positif lalu dibagi seratus. Sektor- sektor yang bernilai positif tersebut adalah Jur Semarak,Vol. 1, No.3,Oktober 2018, Hal (1-20) @Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang ## JURNAL sektor Perdagangan Eceran dan Besar, Reparasi Motor dan Mobil dengan nilai rata-rata sebesar 6,489; serta sektor Transportasi dan Pergudangan dengan nilai rata-rata sebanyak 6,731. Berdasarkan hasil perhitungan dan grafik diatas, dengan menggunakan Kota Bogor dan Provinsi Jawa Barat sebagai contoh perhitungan untuk tahun 2012- 2016, maka dapat terlihat bahwa antara Kota Bogor dan Provinsi Jawa Barat tidak mempunyai nilai spesialisasi khusus di antara sektor di wilayah tersebut. Kondisi ini dapat dilihat melalui nilainya yang kurang dari satu, lalu apabila dilihat dari perkembangannya nilai indeks setiap sektoral dan total nilai menghadapi penurunan pada tahun 2010, namun mengalami peningkatan signifikasi di tahun 2011-2012. 3. Analisis Shift Share (SS) Analisis Shift Share akan memberikan output perhitungan yang bisa memposisikan bentuk kekuatan dan kelemhan, dari sektor dalam ekonomi wilayah tersebut dibanding dengan sektor yang sama pada tingkat daerah referensi. Tabel 4. Pertumbuhan Regional (Juta Rupiah) LAPANGAN USAHA PRI Pertanian, Perikanan dan Kehutanan 73,640.16 Pertambangan dan Penggalian 0.00 Industri Pengolahan 2,205,394.69 Pengadaan Gas dan Listrik 190,199.94 Pengadaan Air, Pengelolaan Limbah, Sampah serta Daur Ulang 13,101.67 Konstruksi (Sarana Prasarana) 1,310,943.45 Perdagangan Eceran dan Besar, Reparasi Motor dan Mobil 2,582,701.96 Transportasi dan Pergudangan 1,509,346.61 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 554,544.11 Informasi dan Komunikasi 1,121,365.56 Jasa Keuangan dan Asuransi 894,891.84 Real Estate 287,497.10 Jasa Perusahaan 277,549.26 Administrasi Pemerintah, Pertahanan serta Jaminan Sosial Wajib 219,896.98 Jasa Bidang Pendidikan 434,109.08 Jasa Kesehatan, Kegiatan Sosial 194,353.52 Jasa Lain-Lain 418,046.33 Data Diolah (2017) Berdasarkan Tabel 4 diatas, sektor yang memiliki efek paling besar di Kota Bogor jika dibandingkan pertumbuhan rata-rata Provinsi Jawa Barat adalah sektor Perdagangan Eceran dan Besar, Reparasi Motor dan Mobil yang memiliki tingkat pertumbuhaan wilayah paling tinggi dari seluruh sektor, yakni sebesar 2.582.701,96, menyusul sektor Industri Pengolahan sebesar 2.205.394,69, lalu sektor Transportasi dan Pergudangan yaitu sebesar 1.509.346,61. Jur Semarak,Vol. 1, No.3,Oktober 2018, Hal (1-20) @Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang ## JURNAL Sektor yang pertumbuhan regionalnya paling rendah yaitu sektor Pengadaan Pertambangan dan Penggalian sebesar 0, karena letak topografi kota Bogor yang tidak memiliki daerah pertambangan menyebabkan sumbangan sektor pengadaan pertambangan dan penggalian paling rendah. Kota Bogor adalah salah satu kota yang terus maju, dan menempatkan sektor perdagangan menjadi salah sektor ekonomi utama di daerah ini. Jumlah perusahaan perdagangan formal di tahun 2013 sebanyak 803 perusahaan. Dari seluruh perusahaan ada 8 perusahaan besar (dengan nilai investasi di atas 5 milyar rupiah), 113 perusahaan menengah (investasi 500 juta-5 milyar rupiah) dan 377 perusahaan kecil dengan nilai invetasi 50 juta-500 juta rupiah. Sementara perusahaan mikro sebanyak 305 unit usaha. Dalam melakukan transaksi jual beli di pasar ada sebanyak 7 pasar yang mengelola sebanyak 6.144 kios. Pada tahun 2013 perdagangan melalui ekspor barang dan jasa terjadi kenaikan dibandingkan tahun 2012. Realisasi ekspor non migas pada tahun 2012 tercatat senilai 151,86 juta US$ dan tahun 2013 meningkat sebesar 158,24 juta US$ atau mengalami tingkat kenaikan sebesar 4,20% jika dibandingkan nilai ekspor yang terjadi di tahun 2012. Komposisi ekspor nonmigas di tahun 2013 didominasi oleh komoditas pakaian jadi dan ban kendaraan bermotor. Nilai ekspor pakaian jadi senilai 45,28 juta US$ dan ban kendaraan bermotor sebesar 55,31 juta US$. Sementara itu, nilai ekspor barang-barang furnitur sepanjang tahun 2013 mencapai jumlah 24,97 juta US$, nilai ekspor makanan dan minuman mencapai jumlah 17,229 juta US$, dan besar ekspor obat- obatan farmasi mencapai 10,26 juta US$. Industri pengolahan yang memiliki nilai investasi terbesar adalah industri tekstil. nilai investasi dari industri tekstil ini sebesar Rp 214.581.540.000 di tahun 2015. Salah satu perusahaan tekstil terbesar Kota Bogor yaitu PT UNITEX Tbk. Perusahaan ini melakukan kegiatan pemintalan, pertenunan, dan pencelupan benang menjadi kain. Hasil produksi utama perusahaan adalah Yard, Dyend dan Piece Dyed. PT UNITEX juga berusaha meningkatkan aktivitas ekspor secara intensif. Aktivitas ekspor langsung sebesar 65% dari jumlah produksi dengan tujuan ke negara Jepang, Australia, Eropa, Amerika Serikat, dan lain lain. Ekspor tidak langsung melalui industri pakaian jadi (garmen) berjumlah sekitar 15% ke negara Eropa dan Amerika Serikat. Jur Semarak,Vol. 1, No.3,Oktober 2018, Hal (1-20) @Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang ## JURNAL Proportional Shift untuk mengetahui perubahan pertumbuhan suatu kegiatan di wilayah Kota Bogor terhadap kegiatan total (PDRB) wilayah Provinsi Jawa Barat. Pengukuran tersebut dapat dimungkinkan untuk mengetahui apakah suatu ekonomi regional terkonsentrasi di sektor-sektor yang tumbuh lebih cepat daripada ekonomi regional referensi. Dalam Pertumbuhan Proposional (PPI) angka positif dan negatif menandakan bahwa sektor mampu berkembang atau tidak mampu berkembang. Berdasarkan hasil tabel di atas, lapangan usaha yang bernilai positif tertinggi yaitu Informasi dan Komunikasi yaitu mencapai nilai 453.151,66; lalu menyusul sektor Jasa Keuangan dan Asuransi sebesar 235.937,01, karena total unit bank Kota Bogor sampai dengan tahun 2016 ada sekitar 50 unit bank dan jumlah aktiva rupiah bank umum di Kota Bogor akan selalu mengalami peningkatan setiap bulan; kemudian sektor Transportasi dan Pergudangan sebesar 230.117,69. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Barus br, Sri Hartati, et al (2018) yang menyatakan bahwa suatu kenaikan jumlah produksi sebesar 1% akan menyebabkan kenaikan jumlah tenaga kerja sebesar 3,70%, sehingga nilai turun suatu produksi akan mempengaruhi jumlah tenaga kerja/ kesempatan kerja yang tercipta. ## Tabel 5. Hasil Analisis Petumbuhan Proposional Kota Bogor (Juta Rupiah) BIDANG USAHA PPI Pertanian, Perikanan dan Kehutanan -27,488.01 Pertambangan dan Penggalian 0.00 Industri Pengolahan -30,630.42 Pengadaan Gas dan Listrik -128,618.01 Pengadaan Air, Pengelolaan Limbah, Sampah serta Daur Ulang 667.48 Konstruksi (Sarana Prasarana) 83,486.12 Perdagangan Eceran dan Besar, Reparasi Motor dan Mobil -304,187.36 Transportasi dan Pergudangan 230,117.69 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 67,940.23 Informasi dan Komunikasi 453,151.66 Jasa Keuangan dan Asuransi 235,937.01 Real Estate -1,633.22 Jasa Perusahaan 44,972.86 Administrasi Pemerintah, Pertahanan serta Jaminan Sosial Wajib -101,267.62 Jasa Bidang Pendidikan 124,428.06 Jasa Kesehatan, Kegiatan Sosial 69,163.01 Jasa Lain-Lain 107,232.43 Sumber :Data Diolah (2017) Sektor yang bernilai negatif yaitu sektor Perdagangan Eceran dan Besar; Reparasi Sepeda Motor& Mobil senilai - 304.187,36; sektor Pengadaan Gas dan Listrik senilai -128.618,01; lalu sektor Administrasi Pemerintah, Pertahanan serta Jaminan Sosial Wajib sebesar - 101.267,62. Sedangkan nilai positif menunjukkan bahwa keberadaan sektor- Jur Semarak,Vol. 1, No.3,Oktober 2018, Hal (1-20) @Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang ## JURNAL sektor tersebut tumbuh lebih cepat daripada PDRB total di Provinsi Jawa Barat. Sedangkan sektor yang bernilai negatif berarti pertumbuhan PDRB sektor tersebut lebih lambat daripada PDRB total di Provinsi Jawa Barat. Differential Shift digunakan untuk melihat perubahan pertumbuhan dari suatu kegiatan di wilayah Bogor terhadap kegiatan tersebut di wilayah Jawa Barat. Hal tersebut dapat menyebabkan lingkungan sekitar cukup kondusif terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di setiap sektor. Tabel 6. Hasil Analisis Petumbuhan Wilayah Kota Bogor (Juta Rupiah) LAPANGAN USAHA PWI Pertanian, Perikanan dan Kehutanan -5,078.09 Pertambangan dan Penggalian 0.00 Industri Pengolahan 15,285.46 Pengadaan Gas dan Listrik -121,691.70 Pengadaan Air, Pengelolaan Limbah, Sampah serta Daur Ulang 229.14 Konstruksi (Sarana Prasarana) -78,616.49 Perdagangan Eceran dan Besar, Reparasi Motor dan Mobil 291,943.62 Transportasi dan Pergudangan -44,883.37 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum -31,475.17 Informasi dan Komunikasi 26,254.12 Jasa Keuangan dan Asuransi -120,397.68 Real Estate 34,649.30 Jasa Perusahaan -2,324.71 Administrasi Pemerintah, Pertahanan serta Jaminan 10,110.54 Sosial Wajib Jasa Bidang Pendidikan -1,940.08 Jasa Kesehatan, Kegiatan Sosial -11,832.89 Jasa Lain-Lain -80,243.46 Sumber : Data Diolah (2017) Tabel 6 di atas menjelaskan terdapat sektor bernilai positif, yaitu sektor Perdagangan Eceran dan Besar, Reparasi Motor dan Mobil; Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang; Real Estate; Informasi dan Komunikasi; Industri Pengolahan; Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib. Sedangkan sektor yang bernilai negatif adalah sektor Jasa Keuangan dan Asuransi, Pengadaan Gas dan Listrik, Jasa Lain-Lain, Konstruksi (Sarana Prasarana), Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, Transportasi dan Pergudangan, Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial, Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, Jasa Perusahaan, serta Jasa Bidang Pendidikan. Sektor yang memiliki penurunan PDRB atau kesempatan kerja atau tidak dapat bersaing produk dari luar yang masuk kedalam Kota yaitu pada sektor Pengadaan Gas dan Listrik yang menunjukkan angka negatif terbesar yaitu sebesar -121.691,70, sedangkan sektor yang memiliki angka positif dan berarti mampu bersaing dengan produk dari luar wilayah yaitu sektor Perdagangan Eceran dan Besar, Reparasi Motor dan Mobil yaitu sebesar 291.943,62. Komponen Proportional Shift (PS) dan Differential Shift (DS) jika digambarkan Jur Semarak,Vol. 1, No.3,Oktober 2018, Hal (1-20) @Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang ## JURNAL dalam bidang datar, dengan nilai PS sebagai sumbu horizontal dan sumbu vertikal DS akan ada empat kategori posisi relatif dari semua wilayah atau sektor bidang usaha. Empat kategori yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. Kategori 1 (PS Positif, DS Positif) adalah sektor dengan pertumbuhan yang sangat cepat. b. Kategori 2 (PS Negatif, DS Positif) adalah sektor dengan tingkat pertumbuhan terhambat tetapi tumbuh. c. Kategori 3 (PS Positif, DS Negatif) adalah sektor dengan tingkat pertumbuhan terhambat namun cenderung potensial. d. Kategori 4 (PS Negatif, DS Negatif) adalah sektor dengan kecepatan terhambat dengan daya saing lemah dan juga peran daerah rendah. ## Tabel 7. Nilai PPI dan PWI Kota Bogor Berdasarkan Katagori LAPANGAN USAHA PPI PWI Kategori Pertanian, Perikanan dan Kehutanan - 27, 488 .01 - 5,078 .09 4 Pertambangan dan Penggalian 0.0 0 0.00 Industri Pengolahan - 30, 630 .42 15,28 5.46 2 Pengadaan Gas dan Listrik - 128 ,61 8.0 1 - 121,6 91.70 4 Pengadaan Air, Pengelolaan 667 .48 229.1 4 1 Limbah, Sampah serta Daur Ulang Konstruksi (Sarana Prasarana) 83, 486 .12 - 78,61 6.49 3 Perdagangan Eceran dan Besar, Reparasi Motor dan Mobil - 304 ,18 7.3 6 291,9 43.62 2 Transportasi dan Pergudangan 230 ,11 7.6 9 - 44,88 3.37 3 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 67, 940 .23 - 31,47 5.17 3 Informasi dan Komunikasi 453 ,15 1.6 6 26,25 4.12 1 Jasa Keuangan dan Asuransi 235 ,93 7.0 1 - 120,3 97.68 3 Real Estate - 1,6 33. 22 34,64 9.30 2 Jasa Perusahaan 44, 972 .86 - 2,324 .71 3 Administrasi Pemerintah, Pertahanan serta Jaminan Sosial Wajib - 101 ,26 7.6 2 10,11 0.54 2 Jasa Bidang Pendidikan 124 ,42 8.0 6 - 1,940 .08 3 Jasa Kesehatan, Kegiatan Sosial 69, 163 .01 - 11,83 2.89 3 Jasa Lain-Lain 107 ,23 2.4 3 - 80,24 3.46 3 Sumber : Data Diolah (2017) ## V. KESIMPULAN DAN SARAN ## A. Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini antara lain: Jur Semarak,Vol. 1, No.3,Oktober 2018, Hal (1-20) @Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang ## JURNAL 1. Kontribusi sektor unggulan terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Bogor pada tahun 2012-2016 dari data PDRB ADHK sektor yang tertinggi yaitu Sektor Perdagangan Eceran dan Besar, Reparasi Motor dan Mobil yang berkontribusi sebanyak 5,972 juta rupiah tahun 2016. 2. Potensi sektor basis yang merupakan unggulan industri di Kota Bogor pada tahun 2012-2016 terdapat 14 sektor basis yang memiliki nilai LQ tinggi. Nilai LQ tertinggi diperoleh dari sektor Pengadaan Gas dan Listrik senilai 7.586 pada rata-rata dari tahun 2012 hingga tahun 2016. Pengguna listrik meningkat setiap tahun, tercatat pada tahun 2014 mencapai 216.896 pengguna listrik. 3. Sektor Industri pengolahan menyumbang 549,471,383.78 Juta rupiah, yang merupakan kontribusi terbesar di Provinsi Jawa Barat tahun 2016. Berdasarkan hasil analisis PRI Sektor Perdagangan Eceran dan Besar, Reparasi Motor dan Mobil yang memiliki tingkat pertumbuhan wilayah tertinggi dari semua sektor, yaitu senilai 2.582.701,96, menyusul sektor Industri Pengolahan sebesar 2.205.394,69, lalu sektor Transportasi dan Pergudangan yaitu sebesar 1.509.346,61. Sedangkan Sub industri yang memiliki daya saing yang baik untuk Provinsi Jawa Barat adalah Industri Pengolahan yang memiliki nilai investasi terbesar adalah industri tekstil. Nilai investasi dari industri tekstil yaitu Rp 214.581.540.000 pada tahun 2015. ## B. Saran Berikut ini saran yang perlu diperhatikan untuk beberapa instansi, yaitu : 1. Pemerintah Pusat. Untuk meningkatkan kontribusi nilai tambah sektor industri diperlukan kebijakan yang rill dari pemerintah untuk lebih meningkatkan sektor industri seperti investasi, pemberian insentif pajak yang jelas, kebikanan tenaga kerja yang tidak kaku, serta akses untuk energi yang kompetitif untuk mendorong pertumbuhan subsektor industri lainnya sekaligus untuk menjadikan industri manufaktur sebagai penggerak ekonomi Indonesia. 2. Pemerintah Daerah. Penyusunan kajian kebutuhan infrastruktur dalam Pertumbuhan Wilayah Kota Bogor, serta meningkatkan kualitas dan juga kuantitas infrastruktur pendukung industri. Dimana dalam jangka panjang diharapkan mampu mempengaruhi kontribusi sektor Jur Semarak,Vol. 1, No.3,Oktober 2018, Hal (1-20) @Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang ## JURNAL industri terhadap PDRB di Kota Bogor. 3. Industri. Untuk meningkatkan nilai tambah di sektor industri, produsen industri di wilayah Bogor membutuhkan ketersediaan bahan baku yang terus berlanjut dan ketersediaannya berada di wilayah sekitar Bogor untuk memperpendek jalur distribusi bahan baku sehingga mempermudah produsen untuk memproduksi dan juga dapat bersaing dengan industri lainnya di luar Kota Bogor maupun wilayah Jawa Barat. ## DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik , “Statistik Kota Bogor dan Provinsi Jawa Barat”, BPS, Kota Bogor, 2017. [BPS] Badan Pusat Statistik , “Indonesia Dalam Angka 2002” , BPS, Jakarta, 2002. Bandavid, A, “Regional and Local Economic Analysis for Practitioners” , Praeger Publisher, Westport USA, 1991.Barus br, Sri Hartati, et al , “ Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Pengolahan serta Kontribusinya Terhadap Produk Domestik Bruto Kota Dumai Tahun 2010-2016 :, Volume 1 Edisi 1 (Januari-Juni 2018), Jurnal JOM FEM, 2018. Dumairy, “Perekonomian Indonesia”, Cetakan Kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2014. Lincolin, Arsyad, “Ekonomi Pembangunan”, Edisi Keempat, Penerbit STIE YKPN, Yogyakarta, 2004. Sukirno, Sadono, “Makro Ekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga”, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004. Sirojuzilam, “Disparitas Ekonomi dan Perencanaan Regional, Ketimpangan Ekonmi Wilayah Barat dan Wilayah Timur Provinsi Sumatera Utara”, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2008. Tarigan, Robins, “Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi”, Penerbit PT Bumi Aksara, Jakarta, 2015.
bc32daf8-9bb8-4151-998d-128f8071d013
https://online-journal.unja.ac.id/titian/article/download/21748/14536
## SENI PERTUNJUKAN GURU BESYAIR: MODEL PEMAJUAN SENI WARISAN BUDAYA MELAYU BATANGHARI Besyair Teacher Performance Arts: A Model for the Advancement of Batanghari Malay Cultural Heritage Arts Mahdi Bahar 1 , Indra Gunawan 2 , Hartati, M. 3 1,2,3 Universitas Jambi mahdibahar@gmail.com , indragunawan@gmail.com , hartati@gmail.com Naskah diterima: 6 Oktober 2022 direvisi: 10 November 2022; disetujui: 30 November 2022 Abstrak: Guru Besyair merupakan suatu bentuk seni pertunjukan produk pemajuan seni budaya, berupa perpaduan nyanyian syair, gerak, dan permainan marawis, serta keterampilan berolah sastra berisi ajaran. Sumber objek pemajuan ialah Syair Guru Syukur warisan Guru Syukur, ulama masyarakat Batanghari. Syair dinyanyikan berisi ajaran-ajaran agama Islam, moral, serta nasehat-nasehat yang biasa dibawakan sebagai bagian dari cara berdakwah pada masa lalu. Dua aspek yang dipandang potensial dalam Syair Guru Syukur untuk dijadikan sumber pemajuan adalah melodi dan bentuk teks berupa syair. Untuk memajukannya dilakukan berbagai olahan secara kreatif mencakup olah komposisi nyanyian, teks nyanyian, gerak sambil bernyanyi, permainan marawis, serta keterampilan bersoal jawab antara dua kelompok penampil dengan jumlah sekira 15 – 20 orang perkelompok. Genre seni Guru Besyair disajikan dalam bentuk nyanyian sambil duduk bersimpuh, berdempetan bahu, dalam formasi garis melengkung. Kata kunci: syair, potensi, kreatif, seni pertunjukan, pemajuan Abstract: Guru Besyair is a form of performing art that is a product of the promotion of cultural arts, in the form of a combination of poetry singing, movement, and marawis games, as well as the skill of practicing literature containing teachings. The source of the object of advancement is the Guru Gratitude poem inherited from Guru Gratitude, a religious scholar from the Batanghari community. The poems are sung containing Islamic religious teachings, morals, and advice that were usually delivered as part of the way of preaching in the past. Two aspects that are seen as potential in Syair Guru Syukur to be used as a source of progress are the melody and the form of the text in the form of poetry. To advance it, various creative preparations are carried out including song composition processing, singing text, singing while singing, marawis games, and question and answer skills between two groups of performers with a total of around 15-20 people per group. Guru Besyair's art genre is presented in the form of singing while sitting cross-legged, shoulder to shoulder, in a curved line formation. Keywords: poetry, potential, creative, performing arts, promotion ## PENDAHULUAN Pemajuan budaya, khususnya seni budaya, merupakan keniscayaan dilakukan disebabkan adanya Undang- Undang Dasar tahun 1945, Pasal 32, ayat (1) mengamanatkan: “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”. Bentuk implemetasinya ada dalam UU-RI, No. 5, Thn. 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Sebagaimana diketahui bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang terdiri atas ragam suku dan budaya. Mereka mewarisi berbagai karakteristik dan kepribadian yang khas sebagai warisan nilai-nilai (mental aspect) masa lalu dan terwujud dalam berbagai bentuk ekspresi perilaku (behavioral aspect) . Entitasnya ada yang hanya selaras dengan kehidupan apresiasi masa lalu yang sangat terbatas atau lebih sederhana (litle tradition) , dan ada yang tergolong pada tradisi yang lebih kompleks (great tradition) . Di antara warisan seni budaya itu ada yang amat memerlukan pemajuan, terutama ialah seni pertunjukan yang tergolong pada tradisi kecil. Cara pemajuannya adalah menjadikannya sebagai referensi atau potensi dan diolah secara kreatif melalui berbagai kemungkinan kreativitas, bermuara pada terwujudnya suatu bentuk produk baru, yang selaras dengan kemajuan seni saat ini, namun tetap dalam lingkaran estetika dan artistika lingkungan budayanya. Dapat dijelaskan, bahwa seni budaya tradisional rakyat pada dasarnya merupakan produk seni masa lalu, dan perlu dimajukan melalui pemberdayaan dan kreativitas semaksimal mungkin. Berdasarkan kajian dan berbagai kemungkinan olah seni secara kreatif untuk mewujudkan produk pemajuan, patut dilakukan semaksimal mungkin dan upaya pelembagaan. Pelembagaan melalui institusi pendidikan merupakan pilihan yang cukup tepat. Dalam konteks ini dilakukan upaya pemajuan dalam bentuk penyuluhan dan lokakarya pemajuan seni musik kebudayaaan masyarakat Kabupaten Batang Hari, Prov. Jambi, bermitra dengan Dewan Kesenian Batanghari (DKB) dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dengan dukungan Sanggar Seni binaan DKB. Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk pemberian atau penjelasan ilmu dan pengetahuan yang harus dipersiapkan dengan baik, terutama mengenai batapa pentingnya pendidikan kreatif dalam segala bidang kehidupan saat ini. Salah satu objek pendidikan kreatif adalah pendidikan atau penyuluhan mengenai pentingnya kedudukan seni dalam kehidupan manusia. Seiring dengan itu adalah lokakarya olah atau cipta seni musik berbasis seni budaya lokal, terutama seni-seni tradisional di lingkungan setempat. Khususnya dalam hal ini adalah Syair Guru Syukur sebagai warisan budaya di lingkungan masyarakat Batang Hari. Melalui penyuluhan dan lokakarya cipta seni dihasilkan antara lain suatu bentuk model seni pertunjukan pemajuan, bersumber pada seni Syair Guru Syukur dinamai seni Guru Besyair. Sebagaimana konstitusi Republik Indonesia mengamantkan, antara lain diperlukan tindakan pemajuan kebudayaan bangsa (UU-RI, No. 5, Th. 2017) dan di antarnya adalah pemajuan citra artistika seni yang mengakar pada seni budaya tradisional, menuju citra global berupa seni baru (new music, new art practices), antara lain untuk kebutuhan pariwisata seperti dijelaskan Franklin (2018: 402). Dengan demikian pemajuan seni budaya merupakan keniscayaan. Melalui sanggar-sanggar binaan DKB sebagai lembaga binaan Pemda Kab. Batang Hari, DKB bertugas atau berperan sebagai pengemban amanat konstitusi dalam memajukan seni budaya masyarakat Kab. Batang Hari. Dalam pembinaan musik misalnya (Syair Guru Syukur) termasuk ada kegiatan rekayasa cipta musik dan dilakukan dengan cara sebagaimana yang dimaksud Nurvijayanto ialah “pengolahan instrumentasi dan unsur-unsur musikal… [sehingga] menghadirkan kebaruan dalam aspek musikalitas dan performativitas” (2018: 175). Dengan demikian dalam cipta musik meniscayakan terjadi “ the mixture of process of knowledge in the culture and the potential of aesthetic sensitivity in human body” (Bahar, 2017: 1988). Di sinilah perlunya tindakan pembaharuan sebagaimana disampaikan Ruastiti dalam pemajuan seni budaya Bali (Ruastiti, 2019: 186- 198). Sebagai gambaran aktivitas DKB dapat dilihat melalui kegiatan seni “Nyusur Budayo”, tgl. 18-19 Desember 2021 berlangsung di Gedung Pemuda Muara Bulian seperti pada gambar-1. ## METODE Secara metodis pelaksanaan penyuluhan dan loka karya pemajuan seni budaya masyarakat Kabupaten Batanghari dilakukan berdasarkan Riset dan Pengembangan (Research & Development [R&D]), khusunya berfokus pada Syair Guru Syukur serta beberapa langkah implementatif praktis sesuai keperluan. Penggunaan metode R&D dipandang sesuai karena penentuan objek pemajuan seni didasarkan terutama pada evaluasi. Seperti dikemukakan Gall dan Borg dalam riset pendidikan, bahwa “Evaluation plays a key role in educational research and develompment (R&D) (2003: 569) . Dalam konteks ini, studi seni difokuskan pada Syair Guru Syukur, dan padanya dilakukan, evaluasi keberadaan seni syair Guru Syukur sebagai ekspresi seni budaya rakyat (folk art) yang perlu dikembangkan. Pengembangan yang dimaksud adalah menjadikan Syair Guru Syukur sebagai potensi atau kekayaan seni sumber cipta untuk mewujudkan suatu bentuk seni pertunjukan (performing arts) “baru” dinamai “Guru Besyair”. Pada awalnya R&D adalah model kajian berbasis pengembangan industri seperti dijelaskannya Gall dan Borg demikian. Educational R & D is an industry-based development model in which the findings of research are used to design new products and procedures, which then are systematically field-tested, evaluated, and refined until they meet specified criteria of effectiveness, quality, or similar standards (2003: 570). Beberapa langkah mendasar terkandung dalam model R&D yang dikemukan di atas dapat Gambar 1. Foto bersama unsur Pemda Kab. Batang Hari, pengurus DKB, tamu undangan Pada pembukaan acara Nyusur Budayo diidentifikasi sebagai berikut. Bagan 1. Langkah R&D Pemajuan musik Krinok ke bungo Krinok (sumber: Gall dan Borg (2003);(rangkuman: Mahdi Bahar, 2020) Penerapan tujuh (7) dasar langkah tersebut adalah seperti demikian: (1) Penelitian, pendekatan kualitatif, pengumpulan data, pengolahan data, verifikasi data; (2) Rancang bangun produk seni pertunjukan “baru” mencakup proses: interpretasi, imajinasi, penulisan rancang bangunan karya, uji coba praktek sebagai proses kerja pematangan rancangan; (3) Sistem baru mempertunjukan; (4) Uji sistematis, gladi kotor (rehearsal) ; (5) Evaluasi dan koreksi; (6) Penyempurnaan, dan; (7) Terpenuhi kriteria efektivitas, kualitas mencakup: estetika, artistika, bentuk, target karya, dan sasaran. Kriteria efektivitas yang terpenuhi dalam kerja pengabdian berbasis riset atau studi ini, terwujud dalam suatu bentuk yaitu bangunan seni pertunjukan dengan struktur materail terdiri atas aspek seni: gerak, musik vokal dan instrumental, serta sastra berisi tunjuk ajar sebagaimana lazim dalam kehidupan nilai-nilai luhur Melayu, khususnya Melayu Jambi. Ceramah dan tanya jawab merupakan metode untuk menyampaikan materi tentang wawasan seni dan perkembangan seni secara umum. Pembicaraan dan diskusi diarahkan terutama pada seni budaya tempatan sebagai rujukan kreatif dan cara mengidentifikasi karakternya melalui kajian struktural. Tujuannya adalah agar peserta pengabdian memahami dan mampu malakukan identifikasi karakter musikal sumber, yaitu syair Guru Syukur dan cara-cara kreatif membuat komposisi seni pertunjukan yang diinginkan, berupa seni pertunjukan baru yaitu “Guru Besyair”. Seiring dengan metode ini adalah memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum dipahami. Metode praktek digunakan dengan cara membentuk suatu kelompok terdiri atas sejumlah guru- guru di Kabupaten Batanghari yang berbakat dan mempunyai dasar keterampilan seni pertunjukan. Setelah itu peserta dilatih mengembangkan karakter seni rujukan dan menguasai aspek seni vokal (mengolah dan menyanyikan syair), gerak, dan memainkan instrumen musik sebagai bagian dari unsur material seni pertunjukan Guru Besyair. Ketiga aspek seni ini dilakukan secara simultan oleh pemain, terdiri atas peran “guru” dan peran “murid”. Kelompok yang dibentuk berlatih bersama menguasai keterampilan gerak, nyanyian syair, dan memainkan marwas sebagi instrumen musik. Latihan dilakukan selama beberapa kali sampai para peserta bisa mempertunjukan keterampilannya dengan baik. Apabila dilihat dalam konteks kepariwisataan, tindakan yang dilakukan dalam konteks pengabdian kepada masyarakat seperti ini, merupakan salah satu bentuk kunci 1. Temuan peneli- tian 2. Rancang produk 3. Prosedur baru 4. Uji siste- matis 5. Evaluasi 6. Penyem- purnaan 7. Terpenuhi kriteria efektivitas (kualitas, standar target, dsb) kesuksesan dari 5 (lima) kunci kesuksesan kepariwisataan seperti dikemukan Yan‐Kai Fu dan Yi‐Ju Chen, antara lain ialah “ natural resources, ..., entertainment activities, ... have effectively enhanced the island tourism competitiveness ” (2019: 132). Dengan demikian, pengolahan sumber daya lokal, akan memberikan ciri khas lokalitas seni yang dikembangkan. Ini tampak pada karya pengabdian berupa seni pertunjukan dinamai “Guru Besyair”. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Syair Guru Syukur Syair guru Syukur adalah syair yang diciptakan oleh Guru Syukur berisikan ajaran agama Islam, syalawat pada nabi Muhammad, sopan santun, adab pada orang tua, perilaku baik, dsb. Syair ini dinyanyikan menggunakan melodi khusus dan biasanya dilantunkan pada saat Guru Syukur berdakwah di beberapa daerah dalam propinsi Jambi sekarang, khususnya wilayah Batanghari dan sekitarnya. Guru Syukur adalah seorang ulama dan pendakwah pada masa hidupnya tinggal di Terusan, Kabupaten Batanghari,lahir pada tahun 1901 dan wafat pada 1979 serta mendirikan Madrasah Jauharul Falah di Terusan. Pada masa penjajahan Jepang madrasahnya ditutup paksa oleh tentara Jepang, namun Guru Syukur tetap bersemangat berdakwah dengan cara berkunjung ke tempat-tempat orang berkumpul seperti misalnya di pasar, tempat pertemuan, serta ladang, dan Guru Syukur kemudian mengajar di sana secara informal (Muntholib SM, dkk., 1996: passim ). Beberapa syair Guru Syukur dapat dilihat antara lain seperti berikut. Sebaek anak itu nyenangi ibu bapak Sejahat anak itu nyusahi ibu bapak Berapo lamo ibu bapak mendidik kito Berapo banyak habis kurban harato bendo Berapo cemas ngeri ibu lahirkan kito Kadang pingsan kadang mati membawak jiwo Siapo ingin satu kaum dengan nabi Turutilah segalo perangai ahli nabi Hormatilah keduo ibu bapak kito Berapo bulan ibu payah ngandung kito Jiwo rendah hati tidak pernah tinggi hati Tidak zolim tidak dendam tidak dengki Berapo lamo ibu payah ngasuh kito Mengurusin bersih kencing kotoran kito Perangai ahli nabi itu suci hati Hormat do’a tolong menolong saling puji Berdasarkan fakta musikologis nyanyian syair Guru Syukur, ditemukan pada dasarnya dua penggalan (bentuk) melodi syair, yaitu bentuk-1 terdiri atas dua (2) larik dan bentuk-2 terdiri atas dua (2) larik. Kedua bentuk melodi syair ini dinyanyiakn secara berulang (repetitive melody) dan teks nyanyian berbentuk syair berubah (dynamic) sesuai dengan pesan yang disampaikan pada saat nyanyian syair berlangsung. Berikut melodi syair Guru Syukur seperti demikian. Bentuk-1: Bentuk-2: Nyanyian syair seperti demikian dibawakan Guru Syukur saat berdakwah berkeliling negeri masuk kampung keluar kampung, baik di ladang maupun di langgar-langgar, selama kurun waktu sekira 30 tahunan dalam paroh pertama abad ke-20 di Kabupaten Batanghari atau Jambi pada umumnya, (contoh nayian syair dapat lihat pada: https://www.facebook.com/batangharita ngguh/videos/syair-guru-syukur-oleh- ustadz-mahfuz-majid-terusan- kecamatan-maro-sebo- ilirakhla/226887978949681/). Ada puluhan syair berbahasa “Arab Melayu Jambi” yang dikarang Guru Syukur dan ditulis oleh muridnya telah dikaji oleh Muntholib SM, dkk. “Ajaran H. Syukur meliputi hampir semua ajaran pokok dalam agama Islam [yaitu] seperti: tauhid, fiqh, tassawuf, dan akhlak” (1996: 28). Pada dasarnya nyanyian syair Guru Syukur sebagai metode pendidikan dan dakwah seperti demikian adalah catatan dan potensi, serta warisan budaya Melayu yang amat berharga. Dalam konteks pendidikan, entitasnya menggambarkan bagaimana jati diri Melayu dibangun atas dasar akhlak Islami. Sebagai kekayaan warisan nilai-nilai luhur budaya Melayu Jambi dan umumnya nilai-nilai luhur “Alam Melayu” yang bersifat ideologis dan dikemas dalam bentuk tunjuk ajar seperti demikian, dapat dijadikan sumber cipta seni pertunjukan (persembahan) kontemporari, dan sekaligus bermuatan pendidikan Islami. Syair Guru Syukur sebagaiman dibicarakan di muka kami jadikan dasar cipta seni, baik pemanfaatan aspek material berupa musik maupun aspek non material berupa ajaran yang termuat dalam teks nyanyian. Seni ciptaan yang dimaksud dinamai seni “Guru Besyair”. ## Seni Guru Besyair Seni Guru Besyair adalah suatu bentuk seni pertunjukan multi aspek dirancang dalam dua bidang utama yaitu: pertama (I) aspek material seni, dan kedua (II) struktur komposisi bangunan seni. Aspek material (pertama-I) mencakup cabang seni: (1) Sastra berupa nyanyian sastra kreatif dikemas dalam bentuk syair; (2) Seni gerak, yaitu tarian dan; (3) Seni musik, berupa nyanyian dan permainan alat musik. Aspek kedua (II) ialah komposisi seni Guru Besyair terdiri atas: (1) S alam pembuka; (2) Perkusi transisi; (3) Basmalah; (4) Lagu Rendah; (5) Lagu Tinggi, dan; (6) Salam penutup serta Pertanyaan. Pertunjukan seni Guru Besyair idealnya dilaksanakan melalui dua kelompok (groups) (A-B) secara bergantian, dst., sampai pertunjukan diakhiri. Penjelasan ringkasnya seperti demikian. ## Pertama (I): Aspek material seni Aspek material terdiri atas: (1) Sastra berupa nyanyian sastra kreatif dikemas dalam bentuk syair ; Teks nyanyian seni pertunjukan Guru Besyair (Seni Guru Besyair) pada dasarnya (terutama) membawakan syair-syair Guru Syukur yang diwariskan Guru Syukur. Tercatat oleh peneliti sebelumnya ada puluhan syair Guru Syukur (Muntholib SM, dkk., 1996: passim ). Selain teks syair warisan Guru Syukur juga dikembangkan teks nyanyian dalam kemasan bentuk syair. Teks diolah bersumber pada ajaran Islam dan Sunnah Rasul nabi Muhammad Salallahu Alaiwassalam, sebagai jawaban pertanyaan yang disampaikan oleh penampil pertama (A) untuk dijawab oleh penampil kedua (B), dst. Jawaban dikemas dalam bentuk syair yang diolah secara spontan pada pertunjukan atau persembahan kelompok penampil kedua (B). Demikian pula penampil kedua (B) pada akhir pertunjukannya, menyampaikan pertanyaan pada penampil pertama (A), dan penampil (A) harus menjawab pertanyaan penampil (B) pada saat penampil (A) tampil. Contoh pertanyaan misalanya adalah: Kepado kanti kemi betanyo, Cubo jelaskan duo pekaro, Rukun iman ado berapo, Rukun Islam jugo berapo . (2) Seni gerak, yaitu tarian; Para penampil atau pemain dalam satu kelompok berjumlah sekira empat belas (14) – enam belas (16) pemain, terdiri atas peran Guru dan peran Murid. Peran guru berjumlah dua (2) pemain dan selebihnya adalah peran murid. Sewaktu bersyair para pemain melakukan gerakan tarian mengikuti irama nyanyian, dan gerakan ditata sesuai kebutuhan artistika pertunjukan, dikemas dalam bentuk rangkaian gerak tertentu. Perwujudan gerak lahir dalam bentuk olahan gerak tangan, kepala, dan badan dan ditarikan dalam posisi duduk, dapat dalam bentuk bersila atau duduk bersimpuh. Komposisi gerakan lebih cenderung berbentuk gerakan kelompok (uniform) yaitu gerakan dilakukan sama oleh kelompok pemain dan dilakukan secara berulang. Jika pemain terdiri atas pria dan wanita, maka duduk atau posisi pemain pria dan wanita disusun tidak berdempetan atau berjarak, serta pemain wanita diposisikan pada bagian akhir sebelah kiri dan bagian akhir sebelah kanan, sehingga posisi pemain pria berada di bagian tengah antara posisi pemain wanita. (3) Seni musik, berupa nyanyian dan permainan alat musik . Pertunjukannya seni “Guru Besyair” dibawakan melalui nyayian merujuk pada sumber yaitu: nyanyian Syair Guru Syukur yang dibawakan oleh Ustadz Mahfuz Majid Terusan Kecamatan Maro Sebo Ilir (lihat sumber di atas). Dalam seni Guru Besyair nyanyian dibawakan oleh peran guru dan peran murid. Terlebih dulu peran guru menyanyikan dua bait syair, dan bait syair kedua dinyanyikan bersama oleh peran murid sama dengan nyanyian yang dibawakan oleh peran guru, demikian seterusnya sampai pertunjukan diakhiri. Namun dalam olahan atau garapan seni Guru Besyair ada tambahan, yaitu ada “salam pembuka” dan bagian “basmalah”. Kedua teks ini dibawakan menggunakan melodi tertentu seperti demikian. Melodi “salam pembuka” seperti demikian: Melodi “basmalah” seperti demikian: Selain dari itu adalah garapan musik perkusif menggunakan marawis atau marwas, yaitu alat musik yang lazim digunakan dalam musik zapin dunia Melayu. Marwas dimainkan sebagai bagian transisi antar bagian utama dalam komposisi seni Guru Besyair. Bentuk ritme permainan marwas adalah seperti berikut. ## Kedua(II): ## Aspek struktur komposisi Struktur komposisi seni Guru Besyair terdiri atas: (I) Salam pembuka; Salam pembuka adalah bagian utama pertunjukan berisi uangkapan moral Melayu berbasis ajaran Islam, bersifat do’a, dengan bunyi ialah “assalamua ’laikum” ( ُم َلََّسلَا ْمُكْيَلَع ). Ungkapan do’a ini dilanjutkan dengan ucapan “ kami ucapkan, pado hadiri sekalian; syair guru Syukur kami sajikan; nak kito jadikan suri tauladan ”. Ungkapan penghormatan dan sekaligus do’a berakar pada ajaran Islam, serta perkenalan ini, merupakan moral dan etika kehidupan Melayu pada umumnya melekat dalam tradisi seni pertunjukan Melayu. Nilai-nilai moral dan etika semacam ini, semestinya senantiasa kita lekatkan dalam kemasan seni pertunjukan berakar Melayu di tengah peradaban dunia. (II) Perkusi transisi; Tidak hanya itu, nilai-nilai musikologis tradsi Melayu berupa instrumen musik, dijadikan pertimbangan dalam pemajuan seni budaya Melayu tempatan, khusus Melayu Jambi, ialah penggunaan marawis sebagai alat musik perkusi sebagaimana lazim dalam seni musik Melayu pada umumnya. Musik perkusi ritmis dihadirkan sebagai bagian transisi antar bagian dalam komposisi seni Guru Besyair, baik berfungsi baik sebagai transisi antara bagian maupun secara musikologis diranacang untuk menimbulkan efek “kejutan”. (III) Basmalah; Ucapan “basmalah” merupakan ungkapan penyadaran diri sebagai ekspresi ketundukan pada Sang Maha Pencipta ialah “Allah Subhanahuwataa’ala”. Ontologi ini didasarkan pada pengertian berbasis pada kayakinan dalam ajaran Islam, bahwa memulai suatu pekerjaan dianjurkan dengan menyebut nama Allah. Ucapan “basmalah” demikian dijadikan bagian stuktural komposisi seni Guru Besyair, yang intinya mengharapkan rido dari-Nya. (IV) LAGU Rendah; Sebagaimana ditemui pada syair Guru Syukur yang dibawakan oleh pelantun Ustadz Mahfuz Majid, ditemui dua bentuk melodi. Untuk mengidentifikasinya dibedakan berdasarkan kontur melodi dan ada dalam dua (2) bentuk, yaitu Lagu-1 adalah lagu rendah. (V) LAGU Tinggi; Bentuk lagu ke dua adalah lagu yang didentifikasi ke dalam bentuk Lagu-2 dan diposisikan pada lagu tinggi. Perbedaannya, didasarkan pada melodi awal menggunakan nada yang lebih tinggi daripada nada awal pada lagu rendah (lih. Notasi di atas). Berdasarkan itu, dikategorikan dan disebut lagu rendah. (VI) SALAM PENUTUP dan PERTANYAAN Untuk mengakhiri pertunjukan seni Guru Besyair disudahi dengan membawakan melodi yang sama dengan melodi pada salam pembuka, namun isi teks nyanyian berbeda. Isi teks nyanyian pada salam penutup adalah pertanyaan yang dikemas dalam bentuk syair, dan ditujukan pada kelompok penyaji seni Guru Besyair berikut. Kelompok seni Guru Besyair yang akan tampil berikutnya, harus menjawab pertanyaan yang disampikan oleh kelompok penampil sebelumnya pada saat mereka tampil. Selanjutnya pertunjukan seni Guru Besyair dapat dilihat pada link, (https://drive.google.com/file/d/1hbD0PcIlCq5belRdT88IADr- _RZMAdS2/view?usp=sharing), dan sudah dijarkan pada murid sekolah dasar oleh guru yang dilatih. Bisa dilihat pada link, ( https://www.youtube.com/watch?v=hMMxcmubMrU ). Gambar 2. Pertunjukan seni “Guru Besyair” oleh guru-guru Sekolah Dasar dari beberapa sekolah di Kabupaten Batanghari, Jambi Pertunjukan seni “Guru Besyair” oleh siswa Sekolah Dasar, yang diajarkan oleh guru anggota pengabdian ## SIMPULAN Nilai-nilai luhur warisan budaya Melayu, apalagi dalam bentuk tunjuk ajar yang amat bernilai moral dan etika Melayu berbasis pada ajaran Islam, seperti misalnya dikemas melalui seni syair pada masa lalu, seyogiyanya menjadi “kewajiban” kita orang-orang Melayu untuk meneruskan dalam kondisi apapun saja. Dalam hal ini, seni pertunjukan merupakan salah satu bentuk kemungkinan, dan wadah serta media untuk menyebarluaskan tunjuk ajar Melayu dalam kaitan dengan membentuk karakter terutama anak Melayu. Sebagaimana kita ketahui, bahwa melalui teks nyanyian dengan kemasan seni tertentu yang menarik, lazim berkesan dan mudah diingat oleh orang-orang yang menyukainya, dan tidak jarang berkontribusi untuk merubah perilaku. Oleh karena itu, kreativitas seni pertunjukan sejalan dengan pemanfaatan kamajuan teknologi dalam berbagai bentuk kemungkinan dan bermutu, menjadi keniscayaan dilakukan. Kreativitas hendaklah tidak meninggalkan warisan nilai-nilai luhur budaya Melayu. Oleh karena itu penggalian dan penjabaran serta metode tunjuk ajar Melayu senantiasa kita kembangkan, sehingga bersifat kontemporari dan tentunya tepat sasaran. ## REFERENSI Bahar, Mahdi. (2017). Cultural Uniformity and Diversity of Talempong Music. Medwell Journals: International The Social Sciences, 12 (10): p. 1898. http://dx.doi.org/10.36478/sscien ce.2017.1897.1910 Chen, Yi‐Ju and Yan‐Kai Fu. (2019). An Evaluation Model For Island Tourism Competitiveness: Empirical Study on Pengu Island. International Journal of Tourism Research , 21(3), p. 132. https://doi.org/10.1002/jtr.2288 Franklin, Adrian. (2018). Art tourism: A new field for tourist studies. Tourist Studies, 18(4) 399–416. https://doi.org/10.1177/1468797 618815025 Gall, Meredith D., Joyse P.Gall, and Walter R. Borg. (2003). Educational Research: An Introduction, seven edition . Boston: Pearson Education. Muntholib SM., dkk. (1996). Syair H. Syukur: Suatu Model Metode Pendidikan Islam Non-Formal di Jambi. Laporan Penelitian. Jambi: Balai Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat IAIN Sulthan Thaha Saifuddin. Ribeth, Nurvijayanto. (2018). Kreativitas dan Spritualitas dalam Pertunjukan Goro-Goro Diponegoro Karya Mantradisi. Jurnal Kajian Seni , 4(2), h. 175. https://doi.org/10.22146/jksks.43 117 Ruastiti, Ni Made. (2019). Keterpinggiran Kelompok Kesenian Cak Bedulu Dalam Seni Pertunjukan Pariwisata Bali. MUDRA Jurnal Seni Budaya , 34(2), 186 – 198. https://doi.org/10.31091/mudra.v 34i2.700 Link terkait sumber: 1- https://www.facebook.com/bata ngharitangguh/videos/syair- guru-syukur-oleh-ustadz- mahfuz-majid-terusan- kecamatan-maro-sebo- ilirakhla/226887978949681/ 2- https://drive.google.com/file/d/1 hbD0PcIlCq5belRdT88IADr- _RZMAdS2/view?usp=sharing 3- https://www.youtube.com/watch ?v=hMMxcmubMrU
f18c7908-b299-4c23-a6ae-b05846e9ef2a
https://dinastirev.org/JMPIS/article/download/2000/1205
DOI: https://doi.org/10.38035/jmpis.v5i3 Received: 4 Mei 2024, Revised: 15 Mei 2024, Publish: 17 Mei 2024 https://creativecommons.org/licenses/by/4.0 Pengaruh Penerapan Metode Hypnoteaching Pada Siswa ABK Terhadap Peningkatan Hasil Belajar di Kelas II SD Negeri 8 Sakayu Musi Banyuasin Sambia 1 , Abd Hadi 2 , Muhammad Hambal Shafwan 3 1 Universitas Muhammadiyah Surabaya, Surabaya, Indonesia, sambiabhia96@gmail.com 2 Universitas Muhammadiyah Surabaya, Surabaya, Indonesia, prof.dr.abdhadi99@gmail.com 3 Universitas Muhammadiyah Surabaya, Surabaya, Indonesia, abu.hana.tsania@gmail.com Corresponding Author: sambiabhia96@gmail.com Abstract: This research is motivated by the low academic achievement in Islamic education, which is attributed to the use of conventional and monotonous teaching methods such as lectures, question and answer sessions, and assignments. This has led to student boredom and negatively impacted their learning outcomes. Therefore, diverse and engaging teaching approaches are needed to capture students' attention and enhance their understanding of the material, thus improving their academic performance. In this study, an experiment was conducted using the Hypnoteaching method, which integrates various approaches such as Multiple Intelligences and student creativity, to identify and develop their potential, talents, intelligence, and creativity. The education sector requires a variety of teaching methods to stimulate students' development. Currently, there is a trend where students solely focus on mechanical understanding of content material without considering its impact on their learning attitudes. This research combines two types of approaches, namely field research and library research. The research findings indicate that the implementation of the hypnoteaching method has a positive influence on the academic performance of second- grade students at SD Negeri 8 Sekayu Musi Banyuasin. Keyword: Hypnoteaching, Learning Outcomes, ABK Students. Abstrak: Penelitian ini dimotivasi oleh rendahnya prestasi belajar dalam pendidikan agama Islam, yang disebabkan oleh penggunaan metode-metode pengajaran yang konvensional dan monoton, seperti ceramah, tanya jawab, dan penugasan. Hal ini telah menyebabkan kejenuhan pada peserta didik dan berdampak negatif terhadap hasil belajar mereka. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan pembelajaran yang beragam dan menarik perhatian peserta didik, sehingga mereka dapat memahami materi dengan lebih baik dan meningkatkan prestasi belajar mereka. Dalam penelitian ini, dilakukan eksperimen menggunakan metode Hypnoteaching yang menggabungkan berbagai pendekatan, seperti Multiple Intelligences dan kreativitas siswa, untuk mengidentifikasi dan mengembangkan potensi, bakat, kecerdasan, dan kreativitas mereka. Dunia pendidikan memerlukan variasi metode pembelajaran untuk merangsang perkembangan siswa. Saat ini, terdapat kecenderungan di mana siswa hanya fokus pada pemahaman konten materi secara mekanis tanpa memperhatikan dampaknya terhadap sikap belajar mereka. Penelitian ini menggabungkan dua jenis pendekatan, yaitu penelitian lapangan ( field research ) dan penelitian kepustakaan ( library research ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode hypnoteaching memiliki pengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa kelas II di SD Negeri 8 Sekayu Musi Banyuasin. Kata Kunci: Hypnoteaching , Hasil Belajar, Siswa ABK. ## PENDAHULUAN Manusia dihadapkan pada tantangan penciptaan yang memberinya kekuatan pikiran yang sangat luar biasa. Setiap individu manusia memiliki kemampuan dan potensi yang unik, yang merupakan nikmat dari penciptaannya. Akal adalah salah satu anugerah terbesar yang diberikan kepada manusia, membedakannya dari makhluk lainnya dan memberinya posisi sebagai khalifah di bumi (Nainggolan, 2012:67). Anak-anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang mengalami keterbatasan atau perbedaan, baik itu fisik, mental, sosial, atau emosional, yang secara signifikan mempengaruhi perkembangan mereka. Dalam membimbing anak-anak ini, pendamping perlu memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan mengasuh yang sesuai. Dorongan, bimbingan, dan praktik langsung diperlukan untuk membantu mereka tumbuh dan berkembang. Jumlah anak dengan kecerdasan atau bakat istimewa hanya sekitar 2,2% dari populasi anak usia sekolah (Kemenpppa, 2013). Hypnoteaching muncul sebagai respons terhadap penggunaan otak yang kurang optimal di lingkungan sekolah. Belajar adalah segala aktivitas mental yang menghasilkan perubahan perilaku, dan hasilnya adalah kemampuan yang diperoleh setelah proses belajar. Tujuan belajar ditetapkan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran, dan keberhasilan belajar diukur dari pencapaian tujuan tersebut. Faktor internal dan eksternal memiliki peran penting dalam menentukan hasil belajar. Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk membimbing individu agar menjadi pribadi yang beriman dengan kekuatan fisik, mental, dan spiritual, serta memiliki kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang berguna bagi dirinya, masyarakat, dan lingkungannya (muhammad hambal 2019) “Efektivitas pembelajaran di sekolah diukur dari suasana kelas yang menyenangkan dan kemampuan siswa dalam memahami pelajaran secara optimal. Kompetensi dan kemampuan komunikasi guru menjadi faktor penentu dalam menciptakan pembelajaran yang efektif. Seorang guru yang berkualitas harus menguasai materi dan memahami cara berkomunikasi dengan siswa, menyadari perannya sebagai teladan dalam menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Aktivitas siswa di kelas memiliki peran penting dalam pengembangan emosional mereka, karena proses kerja memori membantu dalam hal ini. Dalam Islam, penekanan pada proses kerja memori menunjukkan signifikansi fungsi kognitif dan sensorik dalam belajar, sebagaimana yang ditekankan dalam Al-Qur'an” (Subiyono, 2012). Sebagaimana dalam firman Allah dalam QS Al-isra' ayat 36 yang artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesunggunya pendengaran, penglihatan dan daya nalar pasti akan ditanyai mengenai itu”, (Q.S AL-Israa':36) (Departemen Agama RI, 2011) Pelaksanaan perintah belajar di atas harus melibatkan proses kognitif yang melibatkan tahapan-tahapan yang bersifat intelektual. Dalam konteks ini, peran sistem memori yang terdiri dari memori sensorik, memori jangka pendek, dan memori jangka panjang sangat penting dan menentukan keberhasilan seseorang dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Bagaimana caranya menginspirasi siswa agar secara sukarela mempunyai kesadaran dan antusiasme untuk belajar dengan gembira? Guru perlu menggunakan metode yang efektif agar pendidikan dan pembelajaran yang disampaikan bisa mendapatkan tanggapan yang positif, menarik minat siswa, dan dapat dikembangkan serta diimplementasikan dalam sikap yang positif pula. Untuk mencapai tujuan ini, guru harus memilih metode pengajaran yang menarik dan mampu menarik minat siswa sehingga mereka mau mengikuti instruksi guru dengan sukarela dan senang hati. Salah satu pilihan alternatif untuk meningkatkan keterlibatan dan hasil belajar siswa di kelas adalah dengan menggunakan metode hypnoteaching. Keunggulan dari metode hypnoteaching adalah membuat proses pembelajaran menjadi lebih dinamis dan interaktif, meningkatkan kemampuan imajinasi siswa, serta meningkatkan pemahaman mereka terhadap materi, karena siswa tidak hanya menghafal tetapi juga dapat meningkatkan prestasi belajar mereka. Dengan metode hypnoteaching, siswa akan lebih bersedia mengikuti instruksi guru dengan sukarela dan senang hati. Dengan perhatian yang lebih tinggi dari siswa, semangat dan konsentrasi mereka dalam mengikuti pelajaran akan tumbuh. Penelitian dilakukan untuk menggunakan metode hypnoteaching dengan tujuan merilekskan pikiran siswa sehingga mereka dapat memahami pengetahuan dengan lebih baik dan mencapai hasil belajar yang memuaskan. Dengan sebagai berikut: “Pengaruh Penerapan Metode Hypnoteaching Pada Siswa ABK Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Di Kelas II SD Negeri 8 Sakayu Musi Banyuasin” ## METODE Penelitian ini menggunakan jenis metode penelitian yang dapat diklasifikasikan berdasarkan, tujuan dan tingkat kealamiahan objek yang diteliti. Berdasarkan tujuan, metode penelitian dikelompokan menjadi penelitian dasar, penelitian terapan dan penelitian pengembangan. Adapun penggunaan penelitian ini mengunakan dua jenis penelitian adalah: penelitian lapangan (field Research ). Adapun subjek dari penelitian lapangan ini berupa Dokumentasi maupun wawancara dengan Kepala Sekolah, Ketua yayasan, pegawai TU, Dewan guru yang membantu kerja pegawai TU, siswa, dan orang-orang yang bersangkutan di dalamnya. Penelitian Kepustakaan ( library research ) adalah penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan literatur (kepustakaan) baik berupa buku, catatan maupun laporan hasil penelitian dari penelitian terdahulu. Populasi dalam penelitian ini yaitu siswa kelas II SD Negeri 8 Sekayu. Teknik sampel dalam penelitian yaitu sampel jenuh. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 36 siswa. Dalam penelitian ini, terdapat dua jenis data yang digunakan, yakni Data Kualitatif dan Data Kuantitatif. Data Kualitatif adalah data deskriptif yang berupa verbal dan tidak berbentuk angka, seperti informasi tentang letak sekolah, kondisi sekolah, keadaan guru, serta sarana dan prasarana yang tersedia di SD Negeri 8 Sekayu. Sementara itu, Data Kuantitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk angka dan dianalisis menggunakan metode statistik. Dalam konteks penelitian ini, Data Kuantitatif merujuk kepada hasil analisis tes sebelum dan sesudah penerapan metode hypnoteaching dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di kelas II SD Negeri 8 Sekayu. Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa teknik, antara lain Observasi, Tes, dan Dokumentasi. Observasi dilakukan untuk mengamati kondisi serta situasi di sekolah. Tes digunakan untuk mengukur kemampuan siswa sebelum dan setelah penerapan metode hypnoteaching. Sedangkan, Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan informasi tertulis atau rekaman yang relevan dengan penelitian. ## HASIL DAN PEMBAHASAN ## Hasil Tabel 1. Hasil Analisis Deskriptif Data Pretest Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Pre Test 36 40.00 75.00 57.5833 10.12317 Valid N (listwise) 36 Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rerata sebelum perlakuan ( pretest ) adalah 57,5833 dengan standat deviasi 10,12317, dengan nilai minimum 40 dan nilai maksimum 75 ## Uji Normalitas Hasil Belajar Hasil belajar siswa yang telah dideskripsikan kemudian diuji normalitas untuk mengetahui apakah data yang diambil berdistribusi normal. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah One Sample Kolmogrov-Sminov Test. Kaidah yang digunakan yaitu ? > 0.05 maka sebaran data tersebut normal, sedangkan apabila ? < 0.05 maka sebaran data tersebut tidak normal. Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Data Pretest One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Pre Test N 36 Normal Parametersa,b Mean 57.5833 Std. Deviation 10.12317 Most Extreme Differences Absolute .080 Positive .080 Negative -.075 Test Statistic .080 Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. c. Lilliefors Significance Correction. d. This is a lower bound of the true significance. Berdasarkan output uji normalitas pada Tabel 2 terlihat bahwa hasil uji Kolmogrov- Sminov Z nilai hasil belajar siswa adalah 0.080 dengan signifikansi 0.200. Hal ini menunjukkan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini berdistribusi normal karena signifikansinya lebih dari 0.05. ## Analisis Deskriptif Tabel 3. Hasil Analisis Deskriptif Data Posttest Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Post Test 36 58.00 85.00 72.8889 7.24974 Valid N (listwise) 36 Berdasarkan Tabel 3. di atas, dapat dilihat bahwa nilai rerata setelah perlakuan ( posttest ) 72,8889 dengan standat deviasi 7,24974, dengan nilai minimum 58 dan nilai maksimum 85. ## Uji Normalitas Hasil Belajar Hasil belajar siswa yang telah dideskripsikan kemudian diuji normalitas untuk mengetahui apakah data yang diambil berdistribusi normal. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah One Saple Kolmogrov-Sminov Test. Kaidah yang digunakan yaitu Asymp.sig > 0.05 maka sebaran data tersebut normal, sedangkan apabila Asymp.sig < 0.05 maka sebaran data tersebut tidak normal. ## Tabel 4. Uji Normalitas Data Posttest One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Post Test N 36 Normal Parametersa,b Mean 72.8889 Std. Deviation 7.24974 Most Extreme Differences Absolute .087 Positive .083 Negative -.087 Test Statistic .087 Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. c. Lilliefors Significance Correction. d. This is a lower bound of the true significance. Berdasarkan Tabel 4. terlihat bahwa hasi uji Kolmogrov-Sminov Z nilai hasil belajar matematika siswa adalah 0.087 dengan signifikansi 0.200. Hal ini menunjukkan bahwa data posttest dalam penelitian ini berdistribusi normal karena nilai signifikansinya lebih dari 0.05. ## Uji Beda Rata-Rata Hasil Belajar Perhitungan dalam penelitian ini adalah Uji t untuk sampel berpasangan atau Two Related Samples Test . Two Related Samples Test digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara dua variabel yang berpasangan. Sampel yang berpasangan adalah sebuah kelompok sampel dengan subjek yang sama namun mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda, misalnya perlakuan sebelum dan sesudah. Hasil uji beda ratarata hasil belajar matematika posttets dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5. Hasil Uji Beda Rata-Rata Data Paired Samples Test t df Sig. (2- tailed) Pair 1 Pre Test - Post Test -25.017 35 .000 Berdasarkan Tabel 5. perhitungan menggunakan uji Wilcoxon diperoleh nilai t sebesar -25,017 dengan signifikasi sebesar 0.000. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: H 0 : Tidak terdapat pengaruh hasil belajar siswa antara sebelum penerapan Metode Hypnoteaching dengan setelah penerapan Metode Hypnoteaching . H 1 : Terdapat pengaruh hasil belajar siswa antara sebelum penerapan Metode Hypnoteaching dengan setelah penerapan Metode Hypnoteaching . Jenis data yang akan diuji dalam penelitian ini adalah data yang tidak berdistribusi dengan normal, sehingga statistik yang digunakan adalah statistik nonparametrik yaitu menggunakan Uji Wilcoxon. Kriteria Pengujian Hipotesis : Jika Signifikansi > 0.05 maka H 0 diterima. Jika Signifikansi < 0.05 maka H 0 ditolak. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh hasil bahwa Nilai t adalah -25,017 dengan signifikansi 0.000 < 0.05 maka H 0 ditolak, artinya terdapat perbedaan hasil belajar siswa antara sebelum penerapan Metode Hypnoteaching dengan setelah penerapan Metode Hypnoteaching . Hal ini berarti bahwa Metode Hypnoteaching berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas II SD Negeri 8 Sekayu Musi Banyuasin. ## Pembahasan Siswa ABK seringkali menghadapi tantangan dalam proses pembelajaran yang standar karena keterbatasan yang mereka miliki, baik dari segi kognitif, emosional, maupun fisik. Hal ini menuntut pendekatan yang lebih personal dan mendalam. Hypnoteaching , dengan basis hipnosis pendidikan, menawarkan metode yang lebih fokus pada peningkatan konsentrasi, motivasi, dan pengurangan kecemasan yang sering menghambat proses belajar siswa ABK. Dalam studi ini, metode hypnoteaching diaplikasikan melalui serangkaian sesi yang dirancang khusus untuk menyesuaikan kebutuhan belajar siswa ABK. Setiap sesi diawali dengan teknik relaksasi untuk mengurangi ketegangan dan meningkatkan fokus belajar. Selanjutnya, pesan-pesan positif disampaikan untuk membangun kepercayaan diri dan motivasi belajar siswa. Sesi diakhiri dengan penguatan positif yang berfungsi untuk memperkuat ingatan terhadap materi yang telah dipelajari. Hasil dari penerapan metode hypnoteaching menunjukkan adanya peningkatan signifikan dalam hasil belajar siswa ABK, seperti yang terlihat dari nilai akademik mereka. Siswa menjadi lebih antusias dalam mengikuti pelajaran dan menunjukkan peningkatan dalam memori serta pemahaman konsep. Selain itu, terdapat peningkatan dalam keterampilan sosial dan emosional, yang mana mereka menjadi lebih terbuka dan berinteraksi dengan teman sebaya serta guru mereka. Evaluasi dari penerapan metode ini mengindikasikan bahwa integrasi pendekatan psikologis dalam proses pembelajaran memberikan dampak yang positif, khususnya pada siswa yang membutuhkan perhatian lebih dalam pendidikan. Namun, metode ini membutuhkan pelatihan yang cukup bagi guru yang melaksanakannya, serta penyesuaian kurikulum yang bisa mengakomodir kebutuhan khusus dari siswa ABK. Sejalan dengan penelitian Romadhon & Julianingsih (2022) yang menunjukkan bahwa “penerapan metode Hypnoteaching pada pembelajaran materi Limit Aljabar pada siswa kelas XI IPA 6 SMA Negeri 12 Surabaya didapatkan hasil belajar dan motivasi siswa meningkat. Hal ini dipaparkan dari hasil belajar siswa pada Pre Test siklus I dengan rata-rata nilai 63,39 disertai kelulusan 25% dan Post Test siklus II diperoleh rata-rata nilai 85,33 disertai kelulusan 88,89%. Kalkulasi hasil Pre Test siklus I dan Post Test siklus II diperoleh peningkatan rata-rata nilai 21,94 disertai kelulusan sebesar 63,89%. Serta pada keaktifan siswa meningkat dari siklus I sebanyak 88 respon menjadi 236 respon pada siklus II dengan kenaikan 148 respon. Berdasarkan hasil tersebut maka didapatkan bahwa penerapan hypnoteaching dalam pembelajaran matematika pada materi limit aljabar dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPA 6 SMA Negeri 12 Surabaya.” Aikasari, et al (2022) menunjukkan bahwa “hasil belajar IPS siswa setelah menggunakan metode hypnoteaching meningkat dan lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvesional, hal ini terlihat pada rata-rata nilai kelas kontrol sebesar 75,17 sedangkan rata-rata kelas eksperimen sebesar 85,51 yang artinya meningkat sebesar 8,8%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh metode hypnoteaching dengan hasil belajar IPS yang diperoleh siswa kelas V SD Negeri 079 Palembang tahun pelajaran 2021/2022. Dengan kontribusi metode hypnoteaching mempengaruhi hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri 079 Palembang sebesar 9,6%.” Dan penelitian Rumianingsih (2021) menunjukan bahwa “Penerapan Model Pembelajaran Hypnoteaching Dalam Meningkatan Hasil Belajar Muatan PKn pada Siswa kelas 1 di SD Negeri 1 Dasan Tereng diyakini berimplikasi positif terhadap hasil belajar khususnya pada mata pelajaran PKn dibuktikan dari proses siklus pembelajaran yang dilaksnakan yang menunjukan adanya peningkatan setiap siklusnya terhadap hasil belajar setelah mengunakan model pembelajaran hipnoteaching. Dilihat keaktifan siswa terus meningkat dari setiap siklusnya. Nilai hasil belajar siswa setiap siklus mengalami peningkatan.” ## KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan dalam hasil belajar siswa setelah penerapan Metode Hypnoteaching . Analisis Pre Test menunjukkan bahwa sebelum perlakuan, nilai rerata siswa adalah 57.5833 dengan standar deviasi 10.12317, dan rentang nilai antara 40 hingga 75. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data Pre Test dan Post Test berdistribusi normal dengan signifikansi lebih dari 0.05. Sementara itu, analisis Post Test menunjukkan peningkatan yang signifikan, dengan nilai rerata mencapai 72.8889 dan standar deviasi 7.24974. Uji beda rata- rata hasil belajar menunjukkan perbedaan yang signifikan antara nilai Pre Test dan Post Test , dengan signifikansi sebesar 0.000. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penerapan Metode Hypnoteaching berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa kelas II SD Negeri 8 Sekayu Musi Banyuasin. Oleh karena itu, disarankan untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan penggunaan Metode Hypnoteaching dalam proses pembelajaran di masa depan. ## REFERENSI Aikasari, G., Dedy, A., & Nurhasanah, P. D. (2022). Pengaruh Metode Hypnoteaching Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SD. BADA'A: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar , 4 (2), 236-245. Departemen Pendidikan Nasional. 2015. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempt, Jakarta: Gramedia Hawi, Akmal. 2013. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam . Jakarta: Raja Grafindo Persada. Kusuma Indra, 2017. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Mastery Learning Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas XI di SMA Negeri 4 Kelurahan Balai Agung Kecamatan Sekayu Kabupaten Musi Banyuasi n, Sekayu: Sekolah Tinggi Agama Islam Rahmaniyah. Mardeli, 2015. Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam . Palembang : Noerfikri Offset. Navis, Ali Akbar, 2013.Hypnoteaching Revolusi Gaya Mengajar Untuk Melejitkan Prestasi Siswa. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, Margono, 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan , Jakarta: Rineka Cipta. Mulia Dewi Sri, 2017. Pengaruh Penerapan Metode Keteladaan dan Pembiasaan terhadap Akhlak Siswa di MTs Nurul Huda Kasmaran Kecamatan Babat Toman Kabupaten Musi Banyuasin, Sekayu: Sekolah Tinggi Agama Islam Rahmaniyah Sekayu Romadhon, A. A., & Julianingsih, D. (2022). Penerapan hypnoteaching dalam pembelajaran matematika materi limit aljabar untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas xi ipa 6 sma negeri 12 surabaya. JagoMIPA: Jurnal Pendidikan Matematika dan IPA , 2 (2), 118-125. Rumianingsih, N. (2021). Penerapan Model Pembelajaran Hypnoteaching Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Muatan PKN Pada Siswa Kelas 1 Di SD Negeri 1 Dasan Tereng. MEDIA BINA ILMIAH , 16 (4), 6627-6634. SRINANDARI DEWI, 2017. Penerapan Model Pembelajaran Course Review Horay Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Dasar Negeri 3 Petaling Kecamatan Lais Kabupaten Musi Banyuasin . Sekayu: Sekolah Tinggi Agama Islam Rahmaniyah Sekayu
455b1317-8260-4017-b5f7-9f6e9e39698e
https://jhhs.stikesholistic.ac.id/index.php/jhhs/article/download/75/64
J o u r n a l o f H o l i s t i c a n d H e a l t h S c i e n c e s V o l . 4 , N o . 1 , J a n u a r i - J u n i 2 0 2 0 | 43 FORMULASI DAN UJI ORGANOLEPTIK TEH CELUP DAUN KERSEN ( Muntingia calabura L. ) UNTUK MEMELIHARA KADAR GULA DARAH DAN PENAMBAHAN RIMPANG JAHE ( Zingiber officinale ) SEBAGAI PENGHANGAT TUBUH Ulis Tiyani 1* Suharti 2 Susi Andriani 3 1 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Holistik *Korespondensi: Jl. Veteran No.225 Purwakarta Email: ulistiyani133@gmail.com ## ABSTRAK Latar Belakang: Diabetes Mellitus (DM) menurut Kemenkes (2014) merupakan penyakit gangguan metabolik yang disebabkan karena kerusakan pankreas sehingga menyebabkan produksi insulin tidak mencukupi bagi tubuh. Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk membuat formulasi dan uji organoleptik teh celup daun kersen ( Muntingia calabura L. ) untuk memelihara kadar gula darah dan penambahan rimpang jahe ( Zingiber officinale ) sebagai penghangat tubuh yang mudah dan praktis untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Metode: Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian tindakan ( Action Research ) menggunakan instrumen penelitian berupa lembar uji organoleptik dan uji kesukaan. Sediaan hdibuat dengan perbandingan komposisi daun kersen: rimpang jahe (2,5:1, 2,5:2, dan 2,5:3). Hasil: Hasil penelitian menunjukan susut pengeringan daun kersen sebanyak 6,6% dan rimpang jahe sebanyak 6% hal ini sesuai dengan syarat simplisia yaitu kadar air kurang dari 10%. Dilihat secara organoleptis sediaan teh celup daun salam dan rimpang jahe stabil selama 3 minggu dengan penyimpanan di suhu kamar dan suhu dingin dengan proporsi formula yang disukai oleh responden yaitu formula 2 dengan komposisi daun kersen sebanyak 2,5 gran dan rimpang jahe sebanyak 2 gram adalah 97,67%. Simpulan: Simpulan dari penelitian ini adalah sediaan teh celup yang disukai masyarakat adalah formula kedua yaitu penambahan rimpang jahe sebanyak 2 gram dan sediaan stabil dalam penyimpanan selama 3 minggu di suhu kamar dan suhu dingin. Kata kunci : Teh celup, Daun Kersen ( Muntingia calabura L. ), Jahe ( Zingiber officinale ). ## ABSTRACT Background : DM (Diabetes Mellitus) according to the Ministry of Health (2014) is a metabolic disease caused by damage to the pancreas which causes insufficient insulin production for the body. Objective : The aim of this study was to formulate and test organoleptic tea bags of cherry leaves (Muntingia calabura L) to maintain blood sugar levels and add ginger (Zingiber officinale) as a body warmer that is easy and practical for consumption by the public. Method : The research method used is action research (Action Research) using research instruments in the form of organoleptic test sheets and preference tests. Preparations are made with the composition ratio of cherry leaves of ginger root (2.5: 1, 2.5: 2, and 2.5: 3). Results : The results showed that the drying loss of cherry leaves was 6.6% and ginger rhizome was 6%, this is in accordance with the simplicia requirements, namely water content less than 10%. Organoleptically viewed from the formulation of bay leaf tea bag and ginger rhizome stable for 3 weeks with storage at room temperature and cold temperature with the proportion of the formula favored by the respondent, namely formula 2 with a composition of 2.5 gran kersen leaves and 2 grams of ginger rhizome is 97, 67%. Conclusion : The conclusion of this study is that the tea bag that is preferred by the public is the second formula, namely the addition of 2 grams of ginger rhizome and a stable preparation in storage for 3 weeks at room temperature and cold temperature. J o u r n a l o f H o l i s t i c a n d H e a l t h S c i e n c e s V o l . 4 , N o . 1 , J a n u a r i - J u n i 2 0 2 0 | 44 Keywords : tea bag, cherry leaves (Muntingia calabura L.), ginger (Zingiber officinale). ## PENDAHULUAN Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolik yang disebabkan karena kerusakan pankreas sehingga menyebabkan produksi insulin tidak mencukupi bagi tubuh[10]. Pada penderita DM akan sering merasa lapar hal ini dikarenakan adanya gangguan pada hormon insulin. Fungsi hormon ini salah satunya adalah menurunkan kadar gula dalam darah dengan cara merangsang sel untuk menyerap gula. Ketika hormon ini terganggu, maka kadar gula dalam darah meningkat tanpa adanya penyerapan gula oleh sel, sehingga tidak terjadi glikolisis yang nantinya menjadi ATP untuk energy aktifitas, ini penjelasan untuk lemah/ lemas. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa secara nasional, prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter pada rentang usia 55-64 tahun menempati posisi tertinggi sebesar 6,3%, disusul usia 65-74 tahun sebesar 6,0%. Prevalensi nasional DM berdasarkan hasil pengukuran kadar gula darah pada penduduk umur ≥ 15 tahun yang bertempat tinggal di perkotaan adalah 10,6%[10]. Kersen merupakan tanaman buah tropis yang mudah dijumpai dipinggir jalan. Tanaman ini mempunyai nama yang beragam di beberapa daerah, antara lain kerukup siam (malaysia), jamaican cherry (inggris), talok (jawa), ceri (kalimantan), dan lain-lain. Kersen biasanya ditemui dengan ukuran kecil, pohonnya selalu hijau terus-menerus, berbunga dan berbuah sepanjang tahun [2] Rebusan rebusan daun kersen dengan konsentrasi 15% efektif menurunkan kadar glukosa darah yang penurunannya sebanding dengan glibenklamid [15]. Jahe ( Zingiber officinale ) merupakan tanaman rimpang yang termasuk dalam familia zingiberacea. Jahe sangat populer sebagai rempah-rempah, bahan obat, dan banyak dijumpai didaerah pedesaan. Rasa pedas yang terdapat pada jahe memiliki banyak manfaat untuk kesehatan tubuh. Manfaat yang umum digunakan para masyarakat yaitu sebagai obat masuk angin dan mual serta melegakan tenggorokan maupun untuk menghangatkan tubuh. Keluarga biasanya mengobati kadar gula darah dengan obat sintesis, saya ingin membuat obat herbal untuk mengobati kadar gula darah dari tanaman disekitar rumah yaitu daun kersen yang dibuat dalam sediaan teh celup dengan penambahan rimpang jahe. Berdasarkan data empiris daun kersen menjadi alternatif sebagai obat herbal, lebih umumnya dikalangan masyarakat sekarang daun kersen di buat dalam bentuk seduhan, penulis tertarik membuat sediaan daun kersen ( Muntingia calabura L .) untuk menurunkan kadar gula darah dengan penambahan rimpang jahe sebagai penghangat tubuh dalam bentuk teh celup agar lebih praktis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui cara pembuatan dan menguji kualitas dengan uji organoleptik sediaan teh celup daun kersen dengan penambahan rimpang jahe terutama untuk memelihara kadar gula darah. ## METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Pembuatan Formulasi Teh Celup Daun Kersen ( Muntingia calabura L. ) Untuk Memelihara Kadar Gula Darah dan Penambahan Rimpang Jahe ( Zingiber officinale ) Sebagai Penghangat Tubuh di laboratorium Bio medicine yang berlokasi di Jl. Terusan Kapten Halim Km 9 Pondok Salam Purwakarta 41172. Waktu penelitian dilaksanakan minggu ketiga bulan Juli sampai dengan minggu kedua bulan Agustus tahun 2020. ## DESAIN PENELITIAN Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan ( Action Research ) dan menggunakan model penelitian Kurt Lewin yang terdiri dari empat komponen, yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing) dan refleksi (reflecting) dimana hubungan yang terjadi J o u r n a l o f H o l i s t i c a n d H e a l t h S c i e n c e s V o l . 4 , N o . 1 , J a n u a r i - J u n i 2 0 2 0 | 45 dari keempat elemen ini dipandang sebagai satu siklus [17]. ## Prosedur Penelitan Pengumpulan Bahan Daun kersen yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dari daerah Kp Sumur Sapi Dua Rt/Rw 001/002 Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang. Bagian yang akan digunakan adalah daun yang tua (berwarna hijau tua dan segar) (( Muntingia calabura L .)[18] . Jahe yang digunakan sebagai bahan sediaan pembuatan formulasi teh celup ini diperoleh dari daerah kp Sumur Sapi Dua rt/rw 001/002 kecamatan Blanakan kabupaten Subang. Bagian yang akan digunakan adalah rimpangnya [7]. ## Alat Oven, nampan, kantong teh, kemasan kraft paper, tisu, blender, timbangan digital, sendok plastik, Loyang, pisau. ## Bahan Daun kersen tua dan segar dan rimpang jahe ## Cara Pembuatan Simplisia Pada penelitian ini pembuatan simplisia menggunakan metode pengovenan - Daun kersen segar timbang 100 gram, cuci bersih dengan air mengalir, iris tipis, keringkan menggukanan oven 55ᵒC selama 4 jam, blender, jadilah simplisia daun kersen. - Rimpang jahe segar timbang 50 gram, cuci bersih dengan air mengalir, iris tipis, keringkan menggukanan oven 55ᵒC selama 4 jam, blender, jadilah simplisia serbuk rimpang jahe kering Cara Susut Pengeringan a. Timbang masing-masing 5 gram simplisia menggunakan cawan b. Oven dengan suhu 105ᵒC selama 3 0 menit c. Masukan kedalam desikator selama 30 menit d. Timbang dan catat bobot yang di dapat e. Ulangi proses diatas sampai didapatkan bobot yang sesuai dengan Kriteria Bobot Tetap (KBT) atau hasil konstan. Untuk menentukan kadar air yang terkandung dalam simplisia, maka digunakan persamaan sebagai berikut: %susut pengeringan = x100% ## Penentuan proporsi formulasi Pada penelitian ini proses pembuatan teh celup mengadaptasi (Tuhfa eka,2018) daun kersen dengan jahe Tabel I. Presentase Formulasi Bahan Formulasi F1 F2 F3 Daun kersen 2,5 gram 2,5 gram 2,5 gram Rimpang jahe 1 gram 2 gram 3 gram ## Parameter yang diamati Parameter yang diamati, meliputi uji susut pengeringan, uji organoleptik, dan uji kesukaan. ## Uji Organoleptik Uji organoleptik merupakan suatu metode pengenalan awal yang sederhana seobjektif mungkin untuk menguji kualitas bahan atau produk. Uji organoleptik dilakukan dengan pengamatan terhadap bentuk, warna, bau, dan rasa[5]. Uji organoleptik dilakukan selama 3 minggu dengan perbandingan komposisi penambahan rimpang jahe, dan perbandingan suhu yaitu suhu ruang dan suhu dingin. Pengujian organoleptik sediaan yaitu mendeskripsikan warna, bau, bentuk, dan rasa pada suatu sediaan. Proses pengamatan dilakukan satu minggu sekali. ## Uji kesukaan Uji kesukaan merupakan pengujian yang panelisnya mengemukakan respon berupa senang tidaknya terhadap sifat sediaan yang diuji. Uji kesukaan juga disebut uji hedonik. Panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang tingkat kesukaannya. Tingkat– J o u r n a l o f H o l i s t i c a n d H e a l t h S c i e n c e s V o l . 4 , N o . 1 , J a n u a r i - J u n i 2 0 2 0 | 46 tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Uji kesukaan yang dilakukan terdiri dalam 5 (lima) skala mulai dari sangat tidak suka sampai sangat suka, dengan parameter yang diuji yaitu warna, aroma, dan rasa. ## Analisis Data Data empirik dikumpulkan melalui hasil data uji organoleprik, dan uji susut pengeringan. Data empirik ini dianalisis secara kualitatif menggunakan naratif dan interpretatif dengan cara mensintesa kedalam sebuah narasi atau cerita dan merajuk kepada teori yang ada. ## HASIL PENELITIAN Susut Pengeringan Tabel 2 Hasil Susut Pengeringan Simplisia Daun Kersen dan Serbuk Rimpang Jahe Data penimbangan Sampel (Gram) A B Berat cawan kosong 51,77 gr 52,43 gr Berat cawan + simplisia 56,77 gr 57,43 gr Berat sampel 5,00 gr 5,00 gr Penimbangan 1 56,48 gr 57,17 gr Penimbangan 2 56,46 gr 57,13 gr Penimbangan 3 56,44 gr 57,13 gr Persentase hasil susut pengeringan 6,6% 6% Tabel 2 menunjukkan data penimbangan dan susut pengeringan simplisia Daun kersen dan serbuk rimpang jahe, sementara data organoleptis selama 3 minggu dapat dilihat pada Tabel 3 berikut : ## Uji Organoleptik ## Tabel 3 Hasil Uji Organoleptik Selama 3 Minggu Sampel Pengamatan Minggu ke – 1 Minggu ke – 2 Minggu ke - 3 Bau Sedikit khas jahe Sedikit khas jahe Sedikit khas jahe F1 Warna Hijau tua Hijau tua Hijau tua Bentuk Serbuk kasar Serbuk kasar Serbuk kasar Rasa Tidak terlalu hangat Tidak terlalu hangat Tidak terlalu hangat Bau Khas jahe Khas jahe Khas jahe F2 Warna Hijau kekuni ng- kuning an Hijau kekuni ng- kuning an Hijau kekuni ng- kuning an Bentuk Serbuk kasar Serbuk kasar Serbuk kasar Rasa Hangat Hangat Hangat Bau Khas jahe lebih pekat Khas jahe lebih pekat Khas jahe lebih pekat F3 Warna Hijau kekuni ng- kuning an Hijau kekuni ng- kuning an Hijau kekuni ng- kuning an Bentuk Serbuk kasar Serbuk kasar Serbuk kasar Rasa Hangat Hangat Hangat Setelah diuji secara organoleptis, sediaan diujicobakan kepada 20 orang responden, respon yang diberikan terlihat pada Tabel 4 J o u r n a l o f H o l i s t i c a n d H e a l t h S c i e n c e s V o l . 4 , N o . 1 , J a n u a r i - J u n i 2 0 2 0 | 47 Tabel 4 Uji Kesukaan Jenis yang diuji Respon Kode sampel F1(%) F2(%) F3(%) Bau Tidak suka 60,67 2,33 13,34 Suka 39,33 97,67 86,66 Rasa Tidak suka 53,49 2,33 3,33 Suka 46,51 97,67 96,67 Warna Tidak suka 40 0 13 Suka 60 100 87 ## PEMBAHASAN Berdasarkan pengamatan pada Tabel 4.1 menunjukan hasil susut pengeringan simplisia daun kersen dan serbuk rimpang jahe dilakukan dengan menggunakan 2 sampel, dimana sampel pertama untuk simplisia daun kersen (A) dan sampel untuk simplisia serbuk rimpang jahe (B), berat dari setiap masing-masing sampel sebanyak 5 gram. Susut pengeringan dengan cara menimbang sampel sebanyak 5 gram kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 105ᵒC selama 30 menit, kemudian dimasukan kedalam desikator selama 30 menit lalu timbang. Proses dilakukan sebanyak 3 kali hingga didapatkan berat konstan. Berdasarkan data diatas susut pengeringan yang diperoleh dari 2 sampel daun kersen (A) dan serbuk rimpang jahe (B) menunjukan hasil persentase yang berbeda yaitu 6,6% untuk sampel A dan 6% un tuk sampel B. hasil susut pengeringan kedua samp el dinyatakan ≤ 10 %. Hasil susut pengeringan tersebut menunjukan bahwa bahan yang digunakan telah memenuhi persyaratan simplisia yang baik yaitu mengandung persentase kadar air ≤ 10 % [13] Susut pengeringan dilakukan dengan tujuan menghentikan reaksi enzimatik yang dapat merusak simplisia tersebut [19]. Berdasarkan hasil pengamatan yang tertera pada Tabel 4.2 menunjukan hasil uji organoleptik sediaan teh celup dari daun kersen ( Muntingia Calabura L ) dan rimpang jahe ( Zingiber officinale ) yang telah diuji dan diamati selama 3 minggu, pengamatan dilakukan setiap 1 minggu sekali. Pengamatan uji organoleptik meliputi bau, warna, bentuk dan rasa. Data tersebut merupakan hasil formulasi teh celup dengan metode pengovenan yang dilakukan selama 4 jam dengan suhu 55 ⁰C. pengamatan uji organoleptik dengan formulasi yang berbeda dalam suhu kamar dan suhu dingin. Berdasarkan hasil pengamatan yang tertera pada tabel 4.2 menunjukan hasil uji kesukaan 20 responden terhadap sediaan teh celup dari daun kersen ( Muntingia calabura L ) dan jahe ( Zingiber officinale ). Tuhfa eka (2018}menyatakan dosis daun kersen 2 gram dan 3 gram mampu menurunkan kadar gula darah, oleh karena itu peneliti menentukan dosis daun kersen sebanyak 2,5 gram yang di ambil dari rentang 2-3 gram. Penentuan dosisi yang efektif juga dilakukan dengan membuat formulasi jahe sebanyak 1 gram sebagai dosis awal sebagai penghangat tubuh dengan variasi pada formula 2 sebanyak 2 gram dan 3 gram pada formula 3. Formula 1 dengan komposisi daun kersen sebanyak 2,5 gram dan jahe sebanyak 1 gram setelah diseduh menghasilkan aroma daun kersen dan sedikit aroma jahe, rasa yang tidak terlalu hangat dan warna yang tidak pekat. Formula 2 dengan komposisi daun kersen sebanyak 2,5 gram dan jahe sebanyak 2 gram setelah diseduh menghasilkan aroma daun kersen dan aroma jahe, rasa yang hangat dan warna sedikit pekat sedangkan formula 3 dengan komposisi daun kersen 2,5 gram dan jahe sebanyak 3 gram setelah diseduh menghasilkan aroma sedikit daun kersen dan aroma jahe yang lebih pekat, rasa hangat dan warna yang yang pekat. Dari hasil uji kesukaan diperoleh data bahwa dari segi aroma, rasa dan warna yang banyak disukai oleh masyarakat yaitu formula 3 dengan komposisi daun kersen 2,5 gram dan jahe sebanyak 2 gram.hal ini dikarenakan jahe sebanyak 2 gram dapat menutupi rasa pahit yang dihasilkan oleh daun kersen. ## KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa sediaan teh celup J o u r n a l o f H o l i s t i c a n d H e a l t h S c i e n c e s V o l . 4 , N o . 1 , J a n u a r i - J u n i 2 0 2 0 | 48 dibuat dengan metode pengovenan sediaan teh celup yang dibuat dari daun kersen untuk memelihara kadar gula darah dan rimpang jahe sebagai penghangat tubuh. Hasil susut pengeringan yang diperoleh dari 2 sampel yang menunjukan 6,6% untuk sampel A (daun kersen) dan 6% untuk sampel B (serbuk rimpang jahe), kadar air dalam daun kersen dan serbuk rimpang jahe telah memenuhi syarat simplisia yaitu ≤ 10 %. Hasil uji organoleptik pada suhu ruang dan suhu dingin yang dilakukan pada masing-masing tiga sampel tersebut tidak menunjukan perubahan yang signifikan. Perbedaan hanya terletak pada aroma daun kersen dan pada rasa hangat dari jahe saja. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh penambahan jahe pada setiap formula dengan jumlah yang berbeda-beda. Hasil uji kesukaan menunjukan bahwa formulasi yang banyak disukai masyarakat yaitu formulasi 2 dengan komposisi daun kersen 2,5 gram dan serbuk rimpang jahe sebanyak 2 gram. ## DAFTAR PUSTAKA 1. Apriani, Shinta., Raksanagara, Ardini S., Mambang Sari, C W (2011). Pengaruh Program Edukasi dengan Metode Kelompok terhadap Perilaku Perawatan Diri Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. 2. BinaWati, D. K., dan Amilah, S. 2013. Pengaruh Ekstrak Daun Cherry (Muntingia calabura L.) Bioinsecticides Terhadap Kematian Tanah Cacing (Agrotis ipsilon) dan Ulat Kutu (Spodoptera exiqua) pada Leek Tanaman (Allium fistolum). Wahana, 61 (2): 51-57. 3. Chaturvedula VS dan Prakash I. 2011. Aroma, rasa, warna dan konstituen bioaktif Teh. Jurnal Penelitian Tanaman Obat 5 (11): 2110-2124. 4. Danugroho, E.S. & Widyaningrum, N.R. (2014). Aktifitas Analgetik Infusa Daun Kersen (Muntingia calabura L.) Jurnal Indonesia Ilmu Kedokteran. Vol. 1. No. 2. 5. Departemen Kesehatan RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Cetakan Pertama, 3- 11, 17-19, Dikjen POM, Direktorat Pengawasan Obat Tradisional. 6. Faridah B, Ponda A, Pertiwi HT. Pengaruh Minuman Jahe Terhadap Penurunan Frekuensi Emesis Gravidarum Pada Ibu Hamil Trimester 1 Di Wilayah Puskesmas Lubuk Buaya Padang. J Ilm Kesehat Ar-Rum Salatiga. 2020;4(1):23–31. 17. 7. Handajani SR, Astuti KEW. Pengaruh Pemberian Ekstrak Jahe Dan Kacang Hijau Terhadap Pengurangan Mual Muntah Pada Ibu Hamil Semester 1 Di Puskesmas Ngawen 2 Wonosari Gunung Kidul. J Keperawatan Glob. 2019;4(2):74–120. 8. Handayani F, Sentat T. 2016. Uji aktivitas ekstrak etanol daun kersen (Muntingia calabura L) terhadap penyembuhan luka bakar pada kulit mencit putih jantan (Mus musculus). Jurnal Ilmiah Ibnu Sina 1(2):131–142. 9. Harymbawa, I. W. A. (2016). Hubungan Sedentary Lifestyle Dengan Kadar Glukosa Darah Pada Orang Dewasa Pekerja Konveksi Di Kelurahan Genuk Ungaran Barat. STIKES Ngudi Waluyo. Artikel. 10. Kementerian Kesehatan RI. Situasi dan Analisis Diabetes. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2014. 11. kurniawan, Pitra. 2013. Tabolit Cempaka: ManfaatBerbeda dari Buah dan Daun Kersen, www.tabloidcempaka.com/inde.php/ read/ kesehatan/ detail/ 198/ Manfaat-Berbeda-dari-Daun-Kersen#. Vh5wTkA2fn4. Diaksestanggal 13 Agustus 2015. 12. Nur. (2016). Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus Dalam Menjalani Pengobatan Di Blud Rsuza Banda Aceh Dukungan Keluarga Dan Kepatuhan Pasien Diabetes Di Dr. Rumah Sakit Zainoel Abidin Banda Aceh. Idea Nursing Journal, VII (2 ISSN: 2087-2879), 47– 54. 13. Puspitasari, A. D., & Wulandari, R. L. (2017). Aktivitas antioksidan, penentuan total fenolik dan kandungan flavonoid ekstrak Muntingia calabura L. Pharmaciana, 147-158. J o u r n a l o f H o l i s t i c a n d H e a l t h S c i e n c e s V o l . 4 , N o . 1 , J a n u a r i - J u n i 2 0 2 0 | 49 14. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2018. 15. Stevani, Hedra. (2017). Efektivitas Rebusan Daun Kersen (Muntingia Callabura L) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Mencit (Mus Musculus). 16. Umami, A. K. (2013). Perbedaan Kadar Gula Darah Sebelum Dan Sesudah Senam Diabetes Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Persadia Rumah Sakit Sari Asih Ciputat. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi. 17. Coghlan, D. &amo; Brannick, T. (2014). Doing Action Research in Your Own Organization. Sage Publications Ltd. 18. Priharjanti, D.2007. ((Muntingia calabura L.) http://florabase.calm.wa.gov.au/brow se/flora. 19. Farmakope Herbal Indonesia Ed. I 2008). 20. Tuhfa Eka Indriana(2018) .Pengaruh Pemberian Seduhan Daun Kelor (Moringa oleifera) dan seduhan daun kersen (Muntingia calabura L) terhadap penurunan kadar glukosa darah pada penederita Diabetes Mellitus di desa Pangarangan, Kecamatan Kota Sumenep, Kabupaten Sumenep.
0e01eec9-5522-4e24-a6de-660653ee798d
https://jurnal.mdp.ac.id/index.php/jatisi/article/download/1980/643
230 Jurnal Teknik Informatika dan Sistem Informasi ISSN 2407-4322 Vol. 9, No. 1, Maret 2022, Hal. 230-243 E- ISSN 2503-2933 ## Adopsi IoT Pada Core Process Trucking Di Indonesia ## Dengan Menggunakan TOGAF Framework Bayu Yasa Wedha 1 , Hadri Helmi 2 , Erick Dazki 3 , Richardus Eko Indrajit 4 1,3,4 Pradita University; Scientia Business Park Tower I, Jl. Boulevard Gading Serpong, Blok O/1, Summarecon Serpong, telp. 021 5568 9999, 0815 8510 9999, info@pradita.ac.id 3 Jurusan Informasi dan Teknologi, program master big data dan Internet of Things, Universitas Pradita, Banten 2 Integrasia Utama; Komplek Perkantoran Radio Dalam Square No 1 A, Jl. Radio Dalam, Kelurahan Gandaria Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan e-mail: * 1 bayu.yasa@student.pradita.ac.id , 2 hadri.helmi@integrasiautama.com , 3 erick.dazki@pradita.ac.id , 4 eko.indrajit@pradita.ac.id ## Abstrak Biaya logistik di Indonesia masih tergolong mahal yang disebabkan kurangnya infrastruktur, teknologi, kemampuan sumber daya manusia, kebijakan logistik pemerintah, terjadinya bencana alam, serta seringnya pungutan liar. Pelanggan belum menerima informasi secara real time. Hal ini dapat berdampak kepada kepuasan pelanggan serta terlambatnya proses pembayaran dari pelanggan. Untuk menjawab tantangan-tantangan ini, pelaku usaha trucking diharuskan untuk melakukan inovasi serta meningkatkan kinerja dan utilisasi kendaraan yang dimiliki terutama dengan pemanfaatan teknologi internet of things (IoT). Implementasi teknologi IoT pada perusahaan trucking memerlukan perencanaan enterprise architecture, sehingga teknologi yang diimplemntasikan sesuai dengan kebutuhan bisnis. Pada jurnal ini akan membahas bagaimana pemanfaatan teknologi IoT dalam mendukung tujuan bisnis dan proses operasional pada core process perusahaan trucking di Indonesia, serta memberikan rekomendasi enterprise architecture sesuai TOGAF yang dapat diimplementasikan pada core process bisnis trucking di Indonesia. Rekomendasi enterprise architecture divisualisasikan melalui archimate, sehingga dapat dengan mudah dipahami dan diadptasi oleh pelaku usaha bisnis trucking atau pemerintah. Kata kunci — enterprise architecture, business model canvas, internet of things, trucking, archimate ## Abstract Logistics costs in Indonesia are still relatively expensive due to the lack of infrastructure, technology, human resource capabilities, government logistics policies, natural disasters, and frequent illegal levies. Customers have not received information in real time. This can have an impact on customer satisfaction and delays in the payment process from customers. To answer these challenges, trucking business actors are required to innovate and improve the performance and utilization of their vehicles, especially by utilizing internet of things technology (IoT). The implementation of IoT technology in trucking companies requires enterprise architecture planning, so that the technology implemented is in accordance with business needs. This journal will discuss how to use IoT technology to support business goals and operational processes in the core process of trucking companies in Indonesia, as well as provide recommendations for enterprise architecture according to TOGAF that can be implemented in the core process of trucking business in Indonesia. Enterprise architecture Jatisi ISSN 2407-4322 Vol. 9, No. 1, Maret 2022, Hal. 230-243 E- ISSN 2503-2933 231 recommendations are visualized through Archimate, so they can be easily understood and adapted by trucking businesses or the government. Keywords — enterprise architecture, business model canvas, internet of things, trucking, archimate ## 1. PENDAHULUAN ndustri trucking di Indonesia dituntut untuk dapat memberikan nilai lebih kepada masyarakat, terutama dengan mulai banyaknya model bisnis baru yang muncul, perkembangan teknologi, serta berubahnya gaya hidup masyarakat pada era industri 4.0. Perubahan-perubahan ini dapat menjadi peluang baru bagi pelaku industri trucking di Indonesia namun juga dapat menjadi ancaman jika para pelaku usaha trucking tidak mampu beradaptasi dengan baik. Sedangkan secara umum manajemen perusahaan truk yang ada saat ini masih banyak yang bersifat tradisional sehingga seringkali ditemukan truk berjalan tanpa muatan atau hanya berada di pool sehingga secara bisnis merugikan pemilik usaha truk [1]. Selain itu biaya logistik di Indonesia masih tergolong mahal, dengan mencapai 27% sedangkan negara berkembang kurang dari 10% dan negara ASEAN lainnya tidak lebih dari 25%. Hal ini disebabkan kurangnya infrastruktur, teknologi, kemampuan sumber daya manusia, kebijakan logistik pemerintah, terjadinya bencana alam, serta seringnya pungutan liar [2]. Untuk menjawab tantangan-tantangan ini, pelaku usaha trucking diharuskan untuk melakukan inovasi serta meningkatkan kinerja dan utilisasi kendaraan yang dimiliki. Inovasi dan pemanfaatan teknologi informasi sangat dbutuhkan untuk meningkatkan kinerja serta efisiensi pada distribusi atau pengiriman produk [3]. Hal ini sejalan dengan yang telah disampaikan Kepala Komite Tetap Kamar Dagang dan industri (Kadin) bidang logistik, supply chain, dan SDM, Nofrisal, bahwa industri logistik diharapkan dapat memanfaatkan perkembangan teknologi digital guna menjawab kebutuhan konsumen yang sudah semakin melek digital [4]. Pada penelitan sebelumnya disampaikan bahwa Penggunaan IoT akan membantu sektor transportasi dan logistik dengan banyak peluang dan manfaat. Sangat disarankan untuk mengadopsi internet of things ke dalam transportasi agar lebih efektif dan menguntungkan [5]. Pada penelitian lainnya disampaikan bahwa faktor yang mempengaruhi adopsi IoT yaitu tantangan dan kesenjangan seperti kesiapan teknologi, kompatibilitas, kompleksitas, dukungan manajemen eksekutif, ukuran perusahaan, dukungan peraturan, masalah keamanan, penghematan biaya, kompatibilitas dan keuntungan relatif dan niat untuk mengadopsi Internet of Things [6]. Berkaitan dengan industri 4.0 pada penelitian sebelumnya menyampaikan bahwa model kedewasaan perusahaan yang diusulkan sebagai alat yang penting, terutama untuk perusahaan logistik, dapat diterapkan untuk menilai tingkat kesiapan mereka terhadap revolusi industri keempat [7]. Disamping itu penelitian terdahulu menyatakan dalam process implementasi IT dengan membangun enterprise architecture mengunakan TOGAF Framework diperlukan untuk perencanaan arsitektur enterprise baik di gunakan sebagai acuan sehingga tercapainya visi-misi organisasi [8]. TOGAF juga dapat juga di gunakan sebagai pedoman mengukuran penerapan enterprise architecture ; business architecture, data architecture, application architecture dan technology architecture yang hasilnya dapat diolah secara statistik untuk dijadikan patokan nilai dalam penerapan enterprise architecture [9]. Dari dua penelitian terdahulu dalam membangun enterprise architecture, keduanya melakukan penelitian di industri yang berbeda dan implementasi teknologi yang berbeda, sedangkan penelitian ini difokuskan pada pendekatan bisnis yang diturunkan kedalam enterprise architecture memanfaatkan framework TOGAF. Terdapat juga penelitian terdahulu di industri trucking yang sama, namun I 232 Jatisi ISSN 2407-4322 Vol. 9, No. 1, Maret 2022, Hal. 230-243 E-ISSN 2503-2933 penelitiannya belum menggunakan framework TOGAF sehingga masih belum menggambarkan bagaimana model architecture yang dibutuhkan pada system informasi dan teknologi dalam mendukung bisnis trucking [10]. Agar implementasi teknologi informasi pada perusahaan trucking menjadi efektif, diperlukan enterprise architecture planning, sehingga teknologi informasi yang diimplemntasikan sesuai dengan kebutuhan bisnis. Melalui enterprise architecture teknologi informasi menjadi lebih sesuai dengan model bisnis dan proses bisnis pada industry trucking. Enterprise Architecture memberikan rancangan secara utuh dari penggabungan elemen-elemen dalam suatu organisasi, mulai dari elemen bisnis, elemen data dan aplikasi beserta elemen teknologi yang tujuannya adalah menyelaraskan aspek bisnis dan teknologi [11]. Pendahuluan menguraikan latar belakang permasalahan yang diselesaikan, isu-isu yang terkait dengan masalah yg diselesaikan, ulasan penelitan yang pernah dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain yg relevan dengan penelitian yang dilakukan. Gambar 1. Tahapan Penelitian ## 2. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif-deskriptif, yaitu dengan mengkaji penelitian-penelitin terdahulu serta teori-teori yang dibutuhkan dalam mendesain Enterprise Architecture ditinjau dari adopsi IoT (internet of things) pada Industri Trucking. Tahapan penelitian dapat dilihat melalui gambar 1. Penelitian ini memfokuskan pembahasan pada: a. Memberikan gambaran pemanfaatan teknologi IoT dalam mendukung tujuan business pada trucking di Indonesia. b. Memberikan gambaran pemanfaatan teknologi IoT dalam mendukung proses operasional pada core process trucking di Indonesia. c. Membuat rancangan enterprise architecture sesuai TOGAF yang dapat diimplementasikan pada core process bisnis trucking di Indonesia. ## 2.1. Studi Literatur Penggunaan IoT akan membantu sektor transportasi dan logistik dengan banyak peluang dan manfaat. Sangat disarankan untuk mengadopsi internet of things ke dalam transportasi agar lebih efektif dan menguntungkan [5]. Sementara, faktor yang mempengaruhi adopsi IoT yaitu tantangan dan kesenjangan seperti kesiapan teknologi, kompatibilitas, kompleksitas, dukungan manajemen eksekutif, ukuran perusahaan, dukungan peraturan, masalah keamanan, penghematan biaya, kompatibilitas dan keuntungan relatif dan niat untuk mengadopsi Internet of Things [6]. Jatisi ISSN 2407-4322 Vol. 9, No. 1, Maret 2022, Hal. 230-243 E- ISSN 2503-2933 233 Title of manuscript is short and clear, implies research results (First Author) 2.2. Kajian Teori ## 2.2.1. Enterprise Architecture Enterprise Architecture merupakan metode yang digunakan untuk memberikan rancangan secara utuh dari penggabungan elemen-elemen dalam suatu organisasi, seperti elemen bisnis, elemen data dan aplikasi beserta elemen teknologi yang tujuannya adalah menyelaraskan aspek bisnis dan teknologi [11]. ## 2.2.2. Business Model Canvas Business Model Canvas merupakan kerangka kerja model bisnis yang disajikan dalam bentuk visual berupa kanvas yang menampilkan 9 aspek bisnis, agar dapat dimengerti dan dipahami dengan mudah [12]. ## 2.2.3. TOGAF TOGAF atau The Open Group Architecture Framework merupakan kerangka kerja arsitektur perusahaan yang memberian pendekatan komprehensif untuk desain, perencanaan, implementasi, dan tata kelola arsitektur informasi perusahaan. Arsitektur ini biasanya dimodelkan dengan empat tingkat yaitu bisnis, aplikasi, data, dan teknologi [13]. ## 2.2.4. Archimate Archimate merupakan alat pemodelan Enterprise Architecture yang digunakan untuk mendeskripsikan serta memberikan visualisasi hubungan pada aspek bisnis hingga teknis. Archimate menggambarkan konstruksi dan operasi proses bisnis, struktur organisasi, arus informasi, teknologi informasi, dan infrastruktur teknologi yang bersifat teknis dan menempatkannya dalam tingkatan yang sesuai dengan TOGAF [14]. ## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN ## 3.1. Perencanaan Enterprise Architecture ## 3.1.1. Vision Architecture Vision Architecture bisnis trucking secara umum dapat diketahui dari business model yang divisualisasikan pada gambar 2. 234 Jatisi ISSN 2407-4322 Vol. 9, No. 1, Maret 2022, Hal. 230-243 E-ISSN 2503-2933 ## Gambar 2. Business Model Canvas Trucking ## 3.1.1.1. Value Proposition Nilai yang ditawarkan oleh perusahaan trucking kepada pelanggan adalah pengiriman yang tepat waktu, harga relatif lebih murah, ketersediaan kendaraan terjamin, pengiriman yang terpantau secara realtime dan terupdate secara langsung kepada pelanggan melalui aplikasi dan pengiriman yang aman dan bergaransi. Nilai-nali ini merupakan strategi dalam membedakan layanan perusahaan trucking dengan perusahaan lainnya. ## 3.1.1.2. Customer Segments Industri yang menjadi segmentasi pasar trucking diantaranya adalah perusahaan third party pogistic (3PL), manufaktur, retail & distributor, warehouse company, export-import company, chemical company, perusahaan pertambangan, perusahan perkebunan dan perusahaan farmasi. ## 3.1.1.3. Channel Channel yang digunakan trucking agar pelanggan dapat memperoleh layannya adalah melalui marketplace transportasi logistik, asosiasi, logistik & transportasi, company website, reseller, direct selling, e-procurement/ tender dan aplikasi web dan mobile. ## 3.1.1.4. Customer Relationship Transporter truk logsitik melakukan upaya dalam menjalin ikatan dengan pelanggan melalui kunjungan ke pelanggan, kerjasama dengan asosiasi di bidang transportasi & logistik, customer support 24 jam melalui chat, website perusahaan serta pemanfaatan social media. ## 3.1.1.5. Revenue Streams Arus pendapatan trucking adalah pendapatan pengiriman bersifat dedicated unit (kontrak), pendapatan pengiriman per-trip/ kilometer baik on call atau kontrak dan pendapatan dari pengiriman barang berdasarkan kubikasi atau berat (sharing muatan dalam satu kendaraan truk). Jatisi ISSN 2407-4322 Vol. 9, No. 1, Maret 2022, Hal. 230-243 E- ISSN 2503-2933 235 ## 3.1.1.6. Key Partners Dalam menyediakan layanannya, trucking memerlukan supplier diantaranya perusahaan dealer kendaraan truk, perusahaan penyedia perangkat IoT, perusahaan penyedia container, supliyer sparepart kendaraan, penyedia internet dan GSM, IT service /consultant, warehouse company , perusahaan asuransi dan bengkel kendaraan truk. ## 3.1.1.7. Key Activities Aktivitas utama trucking adalah penerimaan order dan pengiriman barang, dispatch , control dan monitoring kendaraan, customer support, perbaikan dan perawatan kendaraan, marketing dan penjualan serta pengembangan teknologi informasi yang dapat menunjang proses operasional. ## 3.1.1.8. Key Resources Sumber daya utama transporter tru logistik diantaranya adalah kendaraan operasional, sumber daya manusia, pool kendaraan, workshop/bengkel kendaraan, sistem informasi dan gedung kantor. ## 3.1.1.9. Cost Structure Struktur biaya transporter truk logsitik diantaranya biaya operasional perusahaan, biaya sumber daya manusia, biaya perbaikan dan perawatan kendaraan, biaya pembelian sparepart dan perangkat IoT, biaya vendor/supplier serta biaya pengembangan teknologi informasi. ## 3.1.2. Gap Analysis Value proposition pada transporter truk logsitik yang masih tradisonal belum tersedia secara maksimal, karena masih kurang efisien dan efektifnya proses bisnis terutama pada core process. Sehingga pengiriman masih mengeluarkan biaya serta resiko. Pelanggan belum menerima informasi secara real time . Hal ini dapat berdampak kepada kepuasan pelanggan serta terlambatnya proses pembayaran dari pelanggan. ## 3.2. Analisa dan Perancangan Business Architecture Berdasarkan model bisnisnya, proses bisnis trucking dapat dilihat dari pengelompokan seperti pada gambar 3. 236 Jatisi ISSN 2407-4322 Vol. 9, No. 1, Maret 2022, Hal. 230-243 E-ISSN 2503-2933 ## Gambar 3. Proses Bisnis pada Trucking Proses bisnis dikelompokan menjadi empat kelompok yaitu startegic & management process yang dijalankan oleh manajemen puncak dan para manejer, suppliers process yang dijalankankan oleh supplier dan bagian pengadaan perusahaan, core process yang dijalankan oleh bagian operasional atau trucking , customer process yang dijalankan oleh pelanggan, sales dan customer services , serta supporting process yang dijalankan oleh bagian SDM, Finance & Accounting , Admin inventory , tim IT serta legal dan administrasi. Alur pada core proses digambarkan melalui archimate pada rekomendasi penelitian. ## 3.3. Analisa dan Perancangan Information System Architecture Berdasarkan proses bisnis pada trucking, aplikasi atau perangkat lunak yang dapat digunakan divisualisasikan melalui gambar 4. Jatisi ISSN 2407-4322 Vol. 9, No. 1, Maret 2022, Hal. 230-243 E- ISSN 2503-2933 237 Gambar 4. Aplication Architecture Pada core process terdapat 5 aplikasi yaitu: a. Order Management System Berfungsi dalam mengelola order, mencakup penerimaan order dari sales melalui cutomer ordering system, order assignment dan pemilihak kendaraan serta perencanaan pengiriman. b. Driver & Fatigue Management System Berfungsi sebagai pengelolaan sopir, seperti penugasan dan pencatatan kinerja, hingga sebagai pemantauan dan pencatatan kondisi kesehatan sopir. c. Tracking dan Monitoring System Memantau pegiriman secara real time dan divisualisasikan diatas peta. Lokasi-lokasi tertentu pada peta dapat diberikan geofence atau perimeter virtual sehingga dapat menjadi trigger otomatisasi jika dipadukan dengan penggunakan GPS pada kendaraan. d. Electronic Proof of Delivery Digunakan sebagai bukti pengiriman yang telah dilakukan oleh sopir, sehingga informasi dapat langsung terdokumentasi dan dikirimkan kepada pelanggan. 238 Jatisi ISSN 2407-4322 Vol. 9, No. 1, Maret 2022, Hal. 230-243 E-ISSN 2503-2933 e. Electronic Proof of Pickup Digunakan sebagai bukti bahawa pickup sudah dilakukan, sehingga informasi dapat langsung terdokumentasi dan dikirimkan kepada dispatcher, Petugas control & monitoring serta pelanggan. f. Preventive Maintenance System Sebagai upaya dalam memantau kelayakan kendaraan sehingga dapat diketahui upaya dan rencana dalam perawatan serta perbaikan kendaraan. Berdasarkan application architecture database memuat data informasi yang divisualisasikan melalui gambar 5. Gambar 5. Data Architecture Pada core process terdapat 5 database yaitu: a. Database Order Management System Menyimpan data order dari pelanggan, seperti nama pelanggan, tujuan kiriman, serta jenis layanan. Database ini juga menyimpan data dari hasil electronic proof of pickup yang selanjutnya akan menjadi update pada masing-masing data order. b. Database Driver & Fatigue Management System Menyimpan data sopir, lokasi sopir, jenis SIM, status tugas, serta status kesehatan. c. Database Geospatial Menyimpan data-data geospatial, seperti data wilayah, nama jalan, lokasi pool, dan titik antar. d. IoT data capture Menyimpan data-data realtime yang diperoleh melalui perangkat IoT, seperti GPS, sensor kendaraan, electronic proof of delivery, kamera dashboard, serta smartwach yang digunakan oleh sopir. e. Preventive Maintenance System Menyimpan data history perawatan kendaraan. Jatisi ISSN 2407-4322 Vol. 9, No. 1, Maret 2022, Hal. 230-243 E- ISSN 2503-2933 239 Title of manuscript is short and clear, implies research results (First Author) 3.4. Analisa dan Perancangan Technology Architecture ## 3.4.1. Device dan Infrastruktur Berdasarkan information system architecture, terdapat beberapa device yang digunakan diantaranya: a. Laptop atau personal computer yang digunakan oleh manajemen puncak, bagian SDM, finance & accounting, admin inventory, software developer, bagian pengadaan, legal & document controller, dispatcher, customer services, sales, project manager. b. Mobile phone yang digunakan oleh sopir sebagai alat bantu e-POP ( electronic proof of pickup) , penugasan sopir serta e-POD ( electronic proof of delivery) . Jaringan internal menggunakan LAN, dengan hub untuk pembagian ke pengguna device, serta menggunakan router untuk menghubungkan dengan internet yang disediakan oleh provider. Data akan disimpan melalui server virtual machine yang disediakan oleh provider. Virtual machine dibagi menjadi dua, yaitu virtual machine supporting process dan virtual machine core process. Sehingga data IoT dapat terkirim melalui jaringan GSM, dan dilanjutkan seterusnya kepada bagian operasional perusahaan atau kepada pelanggan melalui jaringan pribadi virtual atau VPN. ## 3.4.2. Pemanfaatan IoT Device Pada Core Process Pada core process trucking dapat digunakan perangkat IoT diataranya: a. GPS tracking, digunakan sebagai sinkronisasi lokasi, kecepatan kendaraan, waktu, serta otomatisasi pencatatan jika dipadukan dengan penggunaan geofence pada peta. b. Door Sensor, digunakan mendeteksi dibuka atau ditutupnya pintu pada kendaraan, sehingga dapat menjadi trigger status bongkar-muat kendaraan. c. Fuel Sensor, digunakan untuk mendeteksi jumlah bahan bakar. d. Kamera Dashboard, digunakan untuk mendeteksi keadaan disekitar kendaraan, serta perilaku sopir. e. Smartwach, digunakan untuk mendeteksi kesehatan sopir secara realtime, dengan mencatat detak jantung, tekanan darah dll. ## 3.5. Rekomendasi & Archimate Secara umum pelanggan sudah terbiasa dengan teknologi, sehingga perusahaan trucking perlu melakukan inovasi untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, seperti dengan memberikan kemudahan dalam bertransaksi, menyampaikan keluhan, mengetahui dengant cepat status dan progress order mereka, serta cepat dan berkualitasnya layanan yang diberikan. Oleh karena itu, trucking perlu memanfatkan teknologi IoT dalam core process atau proses operasional, karena proses inilah yang paling berdampak secara langsung kepada pelanggan. ## 3.5.1. Archimate Berdasarkan pembahasan vision architecture berdasarkan business model canvas pada industri trucking dapat dilihat melalui gambar 6. 240 Jatisi ISSN 2407-4322 Vol. 9, No. 1, Maret 2022, Hal. 230-243 E-ISSN 2503-2933 Gambar 6. Archimate Vision Architecture Berdasarkan pembahasan pada business architecture, information system architecture, dan technology architecture, enterprise architecture ditinjau dari IoT adoption pada trucking di Indonesia dapat divisualisasikan melalui archimate pada gambar 7. Jatisi ISSN 2407-4322 Vol. 9, No. 1, Maret 2022, Hal. 230-243 E- ISSN 2503-2933 241 Title of manuscript is short and clear, implies research results (First Author) Gambar 7. Archimate Enterprise Architecture Tranporter Trucking ## 4. KESIMPULAN Pemanfaatan teknologi IoT sangat berpengaruh dalam mendukung tujuan business pada trucking di Indonesia. Pemanfaatan teknologi IoT dengan enterprise architecture yang tepat dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses operasional perusahaan, terutama pada core process. Core process merupakan bagian yang paling berdampak secara langsung kepada pelanggan, sehingga dapat meningkatkan kepuasan pelanggan serta penjualan dengan kemudahan bertransaksi. Untuk mendukung core process atau proses operasional, terdapat beberapa jenis perangkat IoT diantaranya GPS tracking, door sensor, fuel sensor, serta kamera pada dashboard kendaraan. Perangkat IoT digunakan agar informasi dan data pada proses operasional dapat di- capture secara otomatis, sehingga dapat meningkatkan efisiensi dari segi waktu dan biaya. Enterprise architecture pada bsinis trucking harus menggambarkan relasi antara aspek bisnis, aspek system informasi dan aspek teknologi. Sehingga teknologi IoT dapat terukur dan bermanfaat bagi tujuan bisinis trucking. Oleh karena itu enterprise architecture pada penilitian ini dijabarkan mulai dari vision architecture hingga architecture pada bisnis proses, system dan teknologi berdasarka framework TOGAF. Penelitian ini memberikan gambaran umum bagaimana enterprise architecture adopsi IoT pada industri trucking di Indonesia dan masih belum menjangkau secara detail teknis instalasi perangkat IoT serta menampilkan perangkat lunak pendunkungnya pada industri trucking. ## 5. SARAN Penelitian ini berfokus pada solusi enterprise architecture pada core process trucking logistik di Indonesia, yang dijabarkan secara umum melalui archimate dengan framework TOGAF, sehingga belum memuat secara detail bagaimana proses teknis instalasi teknologi IoT (internet of things) pada kendaraan dan personel atau sebuah prototype perangkat lunak berdasarkan architecture yang telah dijabarkan. Detail proses instalasi diperlukan mengingat 242 Jatisi ISSN 2407-4322 Vol. 9, No. 1, Maret 2022, Hal. 230-243 E-ISSN 2503-2933 banyaknya jenis dan tipe peralatan IoT yang ada saat ini memilki spesifikasi yang berbeda-beda, serta model dan tipe kendaraan yang berbeda-beda pula. Penelitian-penelitian spesifik ini diharapkan dapat melengkapi penelitian saat ini sehingga dapat mempermudah pelaku usaha atau pemerintah dalam mengadopsi teknologi IoT di Indonesia. ## UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga yang selalu mendukung, serta rekan- rekan mahasiswa dan dosen program Master Big Data dan Internet of Things, Jurusan Informasi dan Teknologi, Universitas Pradita. ## DAFTAR PUSTAKA [1] Septian Deny. 2019, Genjot Daya Saing, Sektor Logistik Implementasikan Industri 4.0 , https://www.liputan6.com/bisnis/read/4072609/genjot-daya-saing-sektor-logistik- implementasikan-industri-40, diakses tanggal 26 September 2019. [2] Muhammad Hamam Insani. 2017, Evaluation of Logistic System Implementation for Indonesia Economic Growth , Submitted in Partial Fulfilment of The Requirements for Master Degree in Logistic & Supply Chain Management , Birmingham City University. [3] Ferri Kuswantoro., M.Mohd Rosli., Radiah Abdul Kader. 2012, Innovation in Distribution Channel, Cost Efficiency & Firm Performance: The Case of Indonesian Small & Medium Enterprise Scales, International Journal of Business, Humanities and Technology. Vol. 2 No. 4; June 2012 [4] Otong Lip. 2019, AI, IoT, dan Tantangan Sektor Logistik di Era Revolusi Industri 4.0, https://ekonomi.kompas.com/read/2019/02/11/114445026/ai-iot-dan-tantangan-sektor- logistik-di-era-revolusi-industri-40?page=all, diakses tanggal 10 Januari 2022. [5] Nallapaneni Manoj Kumar†, Archana Dash. 2017 , The Internet of Things: An Opportunity for Transportation and Logistics , Coimbatore, India, Proceedings of The International Conference on Inventive Computing and Informatics (ICICI 2017) IEEE Xplore Compliant - Part Number: CFP17L34-ART, ISBN: 978-1-5386-4031-9. [6] Omoyiola Bayo Olushola. 2019, Factors affecting IoT adoption, IOSR Journal of Computer Engineering (IOSR-JCE) e-ISSN: 2278-0661,p-ISSN: 2278-8727, Volume 21, Issue 6, Ser. I (Nov - Dec 2019), PP 19-24, https:// www.iosrjournals.org [7] Francesco Facchini, Joanna Ole´sków-Szłapka, Luigi Ranieri, Andrea Urbinati, 2020, A Maturity Model for Logistics 4.0: An Empirical Analysis and a Roadmap for Future Research Sustainability , MDPI, 12, 1, 86; https://doi.org/10.3390/su12010086 [8] Junistho Julians Djumoko, Augie David Manuputty. 2021, Perencanaan Arsitektur Enterprise di Language Training Center-UKSW Menggunakan Framework TOGAF ADM , Jurnal Teknik Informatika dan Sistem Informasi ISSN 2407-4322, Vol. 8, No. 1, Maret 2021, Hal. 225-236 E-ISSN 2503-2933 225, https://jurnal.mdp.ac.id/index.php/jatisi/article/view/650/233 Jatisi ISSN 2407-4322 Vol. 9, No. 1, Maret 2022, Hal. 230-243 E- ISSN 2503-2933 243 Title of manuscript is short and clear, implies research results (First Author) [9] Lathifah, Suaidah. 2020, Penerapan Enterprise Architecture pada Penerimaan Mahasiswa Baru Menggunakan TOGAF di Universitas X Palembang , Jurnal Teknik Informatika dan Sistem Informasi, ISSN 2407-4322, Vol. 7, No. 3, Desember 2020, Hal. 647-655, E-ISSN 2503-2933, http://jurnal.mdp.ac.id, jatisi@mdp.ac.id [10] Muhammad Ibnu Choldun R, Sari Armiati, Saptono Kusdanu Waskito. 2020, Rancangan Trucking Collaboration System , Jurnal Teknik Informatika dan Sistem Informasi ISSN 2407-4322 Vol. 7, No. 3, Desember 2020, Hal. 498-509 E-ISSN 2503-2933, http://jurnal.mdp.ac.id, jatisi@mdp.ac.id , July 10th, 2012 [11] Spewak, S. H. 1992, Enterprise Architecture Planning (Developing a Blueprint for Data Application and Technology) , Jhon Wiley & Sons, Inc. [12] Osterwalder, Alexander, and Yves Pigneur. 2010, Business Model Generation: A Handbook For Visionaries, Game Changers, And Challengers , Wiley. [13] Steve Nunn. 2021, The TOGAF Standard, A Standard of The Open Group, The Open Group, https://www.opengroup.org/togaf, diakses tanggal 10 Januari 2022. [14] Hosiaisluoma E. 2019, Archimate Cookbook , Volume 1, Eero Hosiaisluoma ©
0e88e2fb-67d9-4168-ac9c-6abe79ccdeba
http://jepca.unbari.ac.id/index.php/jec/article/download/12/10
## JEPCA PERANCANGAN ATS (AUTOMATIC TRANSFER SWITCH) SATU PHASA MENGGUNAKAN KONTROL BERBASIS RELAY DAN TIME DELAY RELAY (TDR) Riki Rizaldi 1 , S.Umar Djufri 2 1 Jurusan Teknik Listrik, Fakultas Teknik, Universitas Batanghari 2 Dosen Teknik Listrik, Fakultas Teknik, Universitas Batanghari e-mail: : rizaldiriki96@gmail.com, umarjufri@yahoo.com ## ABSTRAK Pemadaman listrik dapat mengakibatkan terganggunya kontiunitas pelayanan terutama pada aktivitas pelayan pada sektor perdagangan, perhotelan, rumahsakit, maupun industri. Dewasa ini penyaluran energi listrik PLN sering terjadi kegagalan dalam pendistribusian dikarenakan faktor internal maupun faktor eksternal, untuk memenuhi kebutuhan kontiniunitas akan energi listrik maka diperlukan sumber energi listrik lain sehingga jika terjadi pemadaman listrik dari PLN kebutuhan konsumen akan energi listrik tidak terganggu. Sumber-sumber energi listrik ini bersifat sementara untuk melayani beban listrik dalam pemanfaatan energi listrik PLN menjadi sumber energi utama. ATS (Automatic Transfer switch), adalah alat yang berfungsi untuk memindahkan koneksi antara sumber tegangan listrik satu dengan sumber tegangan listrik lainnya secara automatis. Atau bisa juga disebut Automatic COS (Change Over Switch), pada penelitian ini akan dirancang sebuah ATS satu phasa dengan mereduksi jumlah Kontaktor untuk mendapatkan hasil yang lebih ekonomis dan mudah dalam perawatannya. ATS dalam penelitian ini menggunakan rangkaian kontrol berbasis relay dan Time Delay Relay (TDR). Dari hasil pengujian, alat ini dapat bekerja dengan baik pada proses switching secara manual maupun secara otomatis. Pada saat PLN terjadi pemadaman, terdapat penundaan waktuselama ± 6 detik sebelum genset melakukan starting. Hal ini bertujuan untuk menjaga komponen-komponen agar tidak rusak jika kadang kala PLN terjadi pemadaman sesaat. Kata Kunci : ATS, Kontaktor, Genset, Timer ## 1. PENDAHULUAN Peningkatan kebutuhan terhadap energi listrik pada kehidupan masyarakat Indonesia hampir tidak ada yang tidak membutuhkan energi listrik bahkan peningkatan kebutuhan tenaga listriknya tidak sebanding dengan peningkatan daya listrik. Pemadaman listrik dapat mengakibatkan terganggunya kontiunitas pelayanan terutama pada aktivitas pelayan pada sektor perdagangan, perhotelan, rumahsakit, maupun industri. Untuk mengatasi hal tersebut maka dirancang sebuah panel ATS satu phasa dengan komponen kontaktor, relay dan timer sehingga biaya produksi dapat dipangkas. ATS (Automatic Transfer switch), adalah alat yang berfungsi untuk memindahkan koneksi antara sumber tegangan listrik satu dengan sumber tegangan listrik lainnya secara automatis. Atau bisa juga disebut Automatic COS (Change Over Switch) ## 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Automatic Transfer Switch Suatu alat pemindah ( Transfer) sumber daya dari beban kesumber utama PLN ke Genset. Jika terjadi gangguan dari sumber utama yaitu PLN maka kontrol starting akan bekerja. Berdasarkan rangkaian kontrolnya ATS dapat dibagi dua yaitu : 1. ATS yang menggunakan rangkaian kontrol PLC. Perancangan ATS (Automatic Transfer Switch) Satu Phasa Menggunakan Kontrol Berbasis Relay dan Time Delay Relay (TDR) 2. ATS yang menggunakan rangkaian kontrol berbasis relay dan Time Delay Relay (TDR). ## 2.2 PrinsipKerja ATS ## Gambar .1 Blok Diagram ATS[2] Bilamana sumber PLN mengalami gangguan / pemadaman, dengan sistem yang telah dirancang maka genset pada sumber cadangan akan bekerja dan menggantikan sumber utama (PLN). Panel ATS ini dilengkapi dengan sistem keamanan dengan relay dan fuse. Sistem pengoperasian ini sangatlah mudah, karena telah diatur sedemikian rupa. ## 2.3. Komponen Yang Digunakan ## 1. Relay MK2P 220VAC/VDC Relay terdiri dari koil dan kontak, bila koil mendapat energi listrik akan timbul gayae lektromagnetik yang akan menarik armature yang berpegas, kontak akan menutup sehingga dapat mengaliri arus.[4] ## Gambar 2. Relay dan kontak relay 2. Time Delay Relay (TDR) 220V Kumparan pada timer akan bekerja selama mendapat sumber arus. Apabila telah mencapai batas waktu yang diinginkan maka secara otomatis timer akan mengunci dan membuat NO menjadi NC dan kontak NC menjadi NO. Gambar 3. Time Delay Relay 220V ## 3. Magnetik Kontaktor Sebuah komponen yang berfungsi sebagai penghubung dengan kapasitas yang besar dengan menggunakan daya minimal. ## Gambar 4. Kontakkontaktor ## 4. MCB Alat pengaman yang berguna sebagai saklar dan pembatas arus listrik untuk mencegah terjadinya konsleting/hubung singkat akibat melonjaknya tegangan listrik. Gambar 5. Miniatur Circuit Breaker ## 5. Main Auto Selector Switch Jika sistem bekerja secara manual, maka operator yang menentukan sumber daya listrik utama dari mana yang akan digunakan, sumber dari PLN atau dari genset. Namun jika sistem otomatis yang dipilih maka panel bekerja secara otomatis yang dikontrol oleh relay. PLN ATS Genset Beban Perancangan ATS (Automatic Transfer Switch) Satu Phasa Menggunakan Kontrol Berbasis Relay dan Time Delay Relay (TDR) Gambar 6. Main Auto Selector Switch ## 6. Terminal Block Suatu alat kelengkapan dalam sistem pengawatan yang fungsinya sebagai penghubung antar kabel. Kabel yang masuk dan keluar dari box panel harus melalui terminal ini. Gambar 7. Terminal Block 7. Panel Box panel ini terdiri dari box utama untuk komponen–komponen yang dipasang di dalam dan pintu sebagai cover serta tempat interaksi dan pemantauan indikator. ## 8. Lampu Indikator Lampu yang memberikan tanda atau isyarat apakah suatu rangkaian dalam keadaan beroperasi atau tidak. ## Gambar 9. Lampu Indikator ## 2.4. Generator Set (Genset) Suatu generator listrik yang terdiri dari panel, berenergi solar dan terdapat kincir angin yang ditempatkan pada suatu tempat. Genset dapat digunakan sebagai sistem cadangan listrik atau " off-grid " (sumber daya yang tergantung atas kebutuhan pemakai).[2] Selain itu, pemilihan generator juga harus memperhatikan keefektifan daya generator yang dipilih karena akan berhubungan dengan masalah investasi atau harga yang dikeluarkan.[2] ## 2.5. Pengawatan Pada Panel ATS Kabel untuk pengawatan suatu panel harus dipilih dengan sedemikian rupa hingga penghantar tersebut mampu dialiri arus minimum 125% kali arus beban penuh. Dalam menentukan atau memilih kabel penghantar listrik harus diperhatikan dari segi kelistrikan sesuai dengan peraturan yang berlaku (PUIL). [5] Gambar 10. Ketentuan kemmpuan kabel [5] Perancangan ATS (Automatic Transfer Switch) Satu Phasa Menggunakan Kontrol Berbasis Relay dan Time Delay Relay (TDR) ## 3. METODE PENELITIAN Gambar 11. Flowchart Penelitian 1. Mengidentifikasi Sistem Dan Komponen. Mengidentifikasi sistem dan komponen yang akan digunakan dari mulai menghitung daya PLN dan daya Genset, karena itu menentukan komponen yang akan digunakan. 2. Pembuatan Diagram Rangkaian Diagram rangkaian sangatlah penting sebelum memulai pekerjaan, dari diagram rangkaian kita dapat mengetahui alur pada rangakaian tersebut agar tidak terjadi kesalahan dalam pengerjaan. 3. Perancangan Dan Pembuatan Alat Untuk memilih dan menentukan jenis peralatan atau komponen yang digunakan untuk membuat rangkaian kontrol Automatic Transfer Switch yang sederhana dengan biaya yang murah namun memiliki kemampuan yang baik dan sesuai dengan kapasitas beban yang dibutuhkan. 4. Pengujian ATS Jika telah dilakukan pengujian maka bias diambil data hasil pengujian. 5. Alat berfungsi (jalan) Apabila semua rangkaian telah benar dan bekerja dengan semestinya maka alat tersebut telah berfungsi, tapi apabila terjadi kesalahan pada rangkaian alat tidak akan bekerja maka, harus dilakukan pengecekkan kembali pada rangkaian tersebut. 6. Data Hasil Pengujian Dapat diambil ketika alat bekerja dengan benar dan tidak terjadi lagi kesalahan. ## 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian ATS dilakukan berdasarkan dari wiring rangkaian yang direncanakan, kemudian seluruh alat yang disiapkan disusun kedalam box panel sehingga mudah dalam melakukan pengamatan sekaligus perawatan. adapun wiring diagram dari penelitian yang dilakukan seperti ditunjukan pada gambar 12 dibawah. Gambar 12. Wiring Diagram Pada saat star genset kontak relay genset mulai menstar genset secara Automatic serta kontak T2 genset untuk Mulai Identifikasi sistem komponen Pembuatan diagram rangkaian Pengujian ATS Alat berfungsi (jalan) Data hasil pengujian selesai Perancangan dan pembuatan alat TIDAK YA Perancangan ATS (Automatic Transfer Switch) Satu Phasa Menggunakan Kontrol Berbasis Relay dan Time Delay Relay (TDR) mengembali kanposisi awal kontak relay genset. Setelah selesai star (Genset On) tegangan belum langsung terhubung kebeban pada saat run genset karena T1 genset akan bekerja menghantarkan tegangan kebeban setelah genset hidup, maka di atur waktu 7 detik untuk mengoperasikan K1 serta pemindahan sumber beban kesumber cadangan (Genset). ## 4.1. Tata Letak Komponen ## Gambar 13. Tata Letak Komponen 1. Ducting kabel 2. Time Delay Relay 3. Kontaktor 4. Fuse/Sekring 5. MCB 6. Rel 7. Terminal 6 pool 25 A 8. Terminal kabel wiring Adapun langkah pengerjaan yang dilakukan pada tata letak komponen didalam kotak panel adalah sebagai berikut: 1. Merancang Gambar Merancang gambar rangkaian agar dapat diketahui alat dan bahan yang digunakan. 2. Pemasangan Duck Pemasangan duct ini berguna untuk memudahkan dalam tahap perakitan kabel-kabel rangkaian. 3. Pemasangan Wiring Kabel Pada tahap wiring ini harus diperhatikan bagaimana memilih jalur kabel agar kabel bisa hemat dan terlihat rapi. 4. Pemasangan Komponen. Pemasangan komponen dilakukan sesuai dengan gambar rancangan dan alur wiring yang telah dibuat. ## 4.2. Pengujian Pada penelitian ini Pengujian ATS dilakukan dengan menggunakan beban lampu (20 watt) dalam waktu timer > 20 detik dan dalam waktu timer < 20 detik. 1. Pengujian dalam waktu timer > 20 detik Pada pengujian ini beban ATS menggunakan lampu dimana waktu timer di setting > 20 detik, hasil dari pengujian diperlihatkan pada tabel 1 dibawah. Tabel 1. Data Pengujian Setting > 20 Detik 2. Pengujian dalam waktu timer < 20 detik Pada pengujian ini beban ATS menggunakan lampu dimana waktu timer di setting < 20 detik, hasil pengujian diperlihatkan pada tabel 2. dibawah Perancangan ATS (Automatic Transfer Switch) Satu Phasa Menggunakan Kontrol Berbasis Relay dan Time Delay Relay (TDR) Tabel 2. Data Pengujian Setting < 20 Detik ## 5. SIMPULAN a. Masukan data untuk ATS berupa nilai tegangan sumber listrik PLN yang dideteksi oleh sensor tegangan. b. Penggunaan ATS dikhususkan pada genset yang memiliki elektrik starter . c. Alat dapat bekerja dengan baik pada proses switching secara manual maupun secaraotomatis. d. Pada saat PLN terjadi pemadaman, terdapat penundaan waktu selama ± 6 detik sebelum genset melakukan starting. Hal ini bertujuan untuk menjaga komponen-komponen agar tidak rusak jika kadang kala PLN terjadi pemadaman sesaat. e. Dari data yang diambil ATS bisa bekerja dengan baik sesuai dengan perancangan sistem kerja yakni ATS melakukan proses switching dari sumber listrik PLN ke genset dalam t > 20 detik, ## DAFTAR PUSTAKA [1] D. Hendarto, Rozali 2015. Rancang Bangun Panel Automatic Transfer Switch ( Ats ) Dan Automatic Main Failure ( Amf ) Kapasitas 66 Kva.Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Ibn Khaldun Bogor. Hlm 21–32. Bogor [2] A. Alfith, 2017. Optimalsasi ATS (Automatic Transfer Switch) pada Genset (Generator Set) 2800 Watt Berbasis TDR.Institut Teknologi Padang. Hlm 226–232. Padang [3] A. B. Bimo, H. Santoso. 2007. Rancang Bangun Automatic Transfer Switch. J. EECCIS , vol. 1, no. 1, hlm. 1–6. [4] E. Susanto. 2013. Automatic Transfer Switch (Suatu Tinjauan). Teknik Elektro Universitas Negeri Semarang, vol. 5 no. 1, hlm. 18–21. Semarang [5] Puil 2000. Persyaratan Umum Instalasi Listrik.
b4928751-973e-4bff-a5e4-551f3aac0eff
https://jurnal.radenwijaya.ac.id/index.php/ABIP/article/download/32/24
## Potret Pelaksanaan Meditasi dan Dampaknya Pada Perubahan Perilaku Masyarakat Vihara Karangdjati Kabupaten Sleman Yogyakarta Andy Tri Wijaya, Ngadat, Urip Widodo Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Raden Wijaya Stabn.radenwijaya@gmail.com ## ABSTRAK Andy Tri Wijaya 2019, Potret Pelaksanaan Meditasi Dan Dampaknya Pada Perubahan Perilaku Masyarakat Vihara Karangdjati Kabupaten Sleman Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan bagaimana potret atau gambaran dari pelaksanaan meditasi di Vihara Karangdjati Kabupaten Sleman Yogyakarta dan dampaknya pada perubahan perilaku masyarakat Vihara Karangdjati Kabupaten Sleman Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif yang mampu memberikan gambaran realitas sosial sebagaimana adanya dan relatif utuh. Peneliti melakukan rangkaian kegiatan untuk memperoleh data berupa kata–kata, gambar, dan bukan angka-angka yang bersifat apa adanya tanpa ada perubahan dalam kondisi tertentu yang hasilnya lebih menekankan makna. Peneliti menggunakan metode penelitian deskripsi kualitatif untuk mengeksplor fenomena proses pembentukan maupun perubahan karakter peserta dalam mengikuti pelatihan meditasi. Hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa meditasi menjadi salah satu kegiatan rutin di Vihara Karangdjati yang diikuti masyarakat secara umum. Dampak pada perubahan masyarakat Vihara Karangdjati selain adanya penambahan jumlah umat Buddha secara spiritual, terdapat perubahan cara dan sikap hidup yang lebih baik yang ditunjukan dengan ekspresi gaya hidup yang lebih terbuka dalam menerima setiap fenomena yang terjadi. Kata kunci: potret, meditasi, dampak dan perilaku. ## ABSTRACT Andy Tri Wijaya 2019, Portrait of Meditation Implementation and Its Impact on Changing Behavior of Karangdjati Vihara Community in Sleman Regency, Yogyakarta This study is to describe how the portrait or illustration of the implementation of meditation in Karangdjati Vihara, Yogyakarta Sleman Regency and its impact on the behavior change of Karangdjati Vihara Yogyakarta regency. This study uses a qualitative method with a descriptive approach that is able to provide a picture of social reality as it is and is relatively intact. Researchers conduct a series of activities to obtain data in the form of words, images, and not numbers that are as they are without any changes in certain conditions whose results emphasize more meaning. Researchers used qualitative descriptive research methods to explore the phenomena of the formation process and changes in the character of participants in attending the meditation training. The results of the analysis and discussion in this study can be concluded that meditation is one of the routine activities in Karangdjati Vihara which is participated by the general public. The impact on the change of Karangdjati Vihara community besides an increase in the number of Buddhists spiritually, there is a change Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat in the way and a better attitude of life that is indicated by a more open lifestyle expression in accepting every phenomenon that occurs. Keywords: portrait, meditation, impact and behavior. ## Pendahuluan Masyarakat umat Buddha terdiri dari para viharawan ( pabbajitta ) dan perumah tangga ( gharavassa ). Para viharawan adalah mereka yang telah meninggalkan keduniawian dan tinggal di vihara untuk melaksanakan ajaran Buddha secara maksimal dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan umat awam atau perumah tangga adalah umat Buddha yang tinggal dengan keluarga dan bekerja dalam masyarakat (http: samaggi phala.or.id, umat-buddha- sejati), untuk melaksanakan ajaran Buddha, masyarakat umat Buddha melakukan tiga perbuatan kebajikan, ketiga kebajikan tersebut tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Kebajikan yang pertama adalah kerelaan ( dana ). Sikkhananda menjelaskan bahwa dalam kisah Visākhā yang menceritakan tentang manfaat dari melaksanakan dana dapat menjadi landasan bagi tercapainya pencerahan ( Magga , Phala , dan Nibbāna ) (Sikkhānanda, 2013: 36). Kebajikan yang kedua adalah kemoralan ( sila ). Sila merupakan perhiasan terindah, tidak seperti perhiasan biasa yang harus disesuaikan dengan umur pemakainya dan tempat penggunaannya (Sikkhānanda, 2012: 9). Sila lebih menekankan pada tata tertib dan etika yang harus dilakukan oleh seseorang. Meditasi ( samadhi ) merupakan suatu bentuk latihan spiritual bagi umat Buddha, dimana diketahui bahwa hakikat dari kehidupan ini adalah penderitaan karena segala sesuatu akan selalu mengalami perubahan dan tidak dapat dipertahankan. Namun, sayangnya sebagai manusia menjadi larut dalam perubahan itu dan tidak menyadari bahwa sesungguhnya ada jalan untuk memutuskan penderitaan (Sasanasena Seng Hansen, 2008: 34). Melihat pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa meditasi memiliki peran yang sangat penting untuk dilakukan oleh masyarakat umat buddha. Ketiga kebajikan tersebut menjadi landasan masyarakat umat buddha agar dapat melaksanakan ajaran kebenaran dari Buddha dan mencapai tujuan akhir dari ajaran Buddha. Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan bulan Februari 2019 di Vihara Karangdjati Kabupaten Sleman Yogyakarta, terdapat beberapa umat Buddha di lingkungan Vihara Karangdjati Kabupaten Sleman Yogyakarta yang kurang memahami dalam mempraktikan kemoralan atau Pancasila Buddhis , sebagai salah satu contohnya, sering ditemukan pembicaraan tidak benar atau ucapan kasar yang dapat menimbulkan suasana tidak baik maupun kesalahpahaman. Begitu pula berdasarkan tanya jawab singkat dengan beberapa umat Buddha Vihara Karangdjati Yogyakarta, ditemukan kurangnya intensitas dalam menjalankan meditasi yang dilaksanakan umat Vihara Karangdjati Yogyakarta dalam kehidupannya sehari-hari dikarenakan minimnya pengetahuan tentang manfaat dari meditasi dan tuntutan dari kesibukan bekerja, sehingga menimbulkan kemalasan karena rasa capek setelah seharian bekerja. Selain itu peneliti menemukan bahwa beberapa masyarakat umat Buddha di Vihara Karangdjati Yogyakarta kurang berminat mengikuti pelatihan meditasi yang diadakan di lingkungan Vihara Karangdjati Yogyakarta. Selanjutnya masalah yang ditemukan dalam observasi peneliti adalah masih kurangnya kesadaran dan rutinitas dalam menjalankan puja bakti yang dilaksanakan setiap minggunya. Melihat kondisi-kondisi yang ada di lingkungan masyarakat umat Buddha Vihara Karangdjati Yogyakarta maka diadakan pelatihan meditasi yang dilaksanakan secara rutin oleh para penyuluh ## Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Raden Wijaya Agama Buddha. Melalui pelatihan meditasi tersebut diharapkan akan berdampak pada kesadaran masyarakat umat Buddha di Vihara Karangdjati Yogyakarta dalam melaksanakan dan meningkatkan keyakinan pada Buddha Dhamma sehingga memiliki semangat ( viriya ) dalam kebijakan- kebijakan sehingga mampu mengendalikan diri sendiri agar tidak menimbulkan penderitaan bagi diri sendiri maupun fihak lain. Berdasarkan pada hasil observasi dengan kondisi yang ada, maka peneliti akan melakukan penelitian mengenai “bagaimana Potret pelaksanaan Meditasi dan dampaknya pada perubahan perilaku masyarakat Vihara Karangdjati Kabupaten Sleman Yogyakarta. Pengertian potret dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:891) diartikan gambar yang dibuat dengan kamera atau alat fotografi. Selain itu, potret adalah gambaran atau lukisan (dalam bentuk paparan). Potret yang dimaksud dalam penelitian ini adalah untuk mengungkapkan kejadian atau fakta, fenomena, keadaan, situasi dan aktifitas yang terjadi saat penelitian berlangsung dengan menyuguhkan apa yang sedang terjadi dalam pelatihan meditasi yang dilaksanakan di Vihara Karangdjati ## Kabupaten Sleman Yogyakarta. Pengertian dampak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengaruh sesuatu yang menimbulkan akibat, benturan, benturan yang cukup hebat sehingga menimbulkan perubahan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 234). Dampak adalah pengaruh daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang, sedangkan istilah pengaruh adalah suatu keadaan dimana ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang dipengaruhi (Waralah, 2008: 12). Berdasarkan penjabaran diatas peneliti menyimpulkan bahwa dampak adalah segala sesuatu yang timbul akibat adanya suatu kejadian yang ada didalam masyarakat sehingga menghasilkan perubahan, dimana perubahan itu dapat menghasilkan pengaruh positif ataupun pengaruh negatif terhadap kelangsungan hidup. Dampak positif adalah keinginan untuk membujuk, meyakinkan, mempengaruhi atau memberi kesan kepada orang lain, dengan tujuan agar mereka mengikuti atau mendukung keinginannya. Sedangkan positif adalah pasti atau tegas dan nyata dari suatu pikiran terutama memperhatikan hal-hal yang baik. positif adalah suasana jiwa yang mengutamakan kegiatan kreatif dari pada kegiatan yang menjemukan, kegembiraan dari pada kesedihan, optimisme dari pada pesimisme. Positif adalah keadaan jiwa seseorang yang dipertahankan melalui usaha-usaha yang sadar bila sesuatu terjadi pada dirinya supaya tidak membelokkan fokus mental seseorang kepada yang negatif. Bagi orang yang berpikiran positif mengetahui bahwa dirinya sudah berpikir buruk maka ia akan segera memulihkan dirinya. Jadi dapat disimpulkan pengertian dampak positif adalah keinginan untuk membujuk, meyakinkan, mempengaruhi atau memberi kesan kepada orang lain, dengan tujuan agar mereka mengikuti atau mendukung keinginannya yang baik (Waralah, 2008: 13). Dampak negatif adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat negatif. Dampak adalah keinginan untuk membujuk, meyakinkan, mempengaruhi atau memberi kesan kepada orang lain, dengan tujuan agar mereka mengikuti atau mendukung keinginannya. Berdasarkan beberapa penelitian ilmiah disimpulkan bahwa dampak negatif adalah pengaruh buruk yang lebih besar dibandingkan dengan dampak positifnya. Jadi dapat disimpulkan pengertian dampak negatif adalah keinginan untuk membujuk, meyakinkan, mempengaruhi atau memberi kesan kepada orang lain, dengan tujuan agar mereka mengikuti atau mendukung keinginannya yang buruk dan menimbulkan akibat tertentu (Waralah, 2008 : 14 ). Meditasi atau Samadhi berarti pemusatan pikiran atau konsentrasi pada Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat suatu objek. Kitab komentar Tipitaka mendefinisikan meditasi adalah pemusatan pikiran dan faktor-faktor mental secara benar, seimbang pada suatu objek. Ciri utama pikiran terkonsentrasi adalah penuh perhatian yang tidak terputus pada suatu objek dan ketenangan fungsi mental yang konsekuen (Sikkhananda, 2013: 21). Dalam agama Buddha, samadhi dan meditasi adalah sama, sinonim, tidak ada perbedaan. Samadhi disebut juga bhavana yang berasal dari kata kerja bhu dan bhavati yang artinya sebabnya dari ada, atau menjadi, penyebutan dalam keadaan, terbuka dan perkembangan. Bagi sarjana Barat kata samadhi biasa saja dan bukan sinonim kata meditasi, akan tetapi dalam agama Budha samadhi adalah persamaan dari kata meditasi (http: samaggi-phala. or.id, naskah-dhamma, meditasi-buddhis ). Perkembangan dalam pandangan terang ( vipassana bhavana ) atau perkembangan dalam kecerdasan atau kebijaksanaan ( patta bhavana ) yaitu meditasi untuk mencapai pandangan terang tingkat tinggi ( lokuttara atau diatas duniawi) dengan ini seseorang dapat melihat berbagai fenomena dengan apa adanya (dalam hakikat yang sebenarnya), tujuannya untuk melihat dengan terang dan jernih proses kehidupan yang selalu berubah tanpa henti ( anicca) dan selalu dicengkram oleh derita ( dukkha ) hingga akhirnya bisa menembus annata (tanpa aku atau diri) yaitu Nibbana . (Sikkhānanda, 2013: 25). Meditasi diterangkan dalam sutta- sutta sebagai keadaan pikiran yang ditujukan pada suatu obyek dalam arti kata yang luas, diartikan sebagai suatu tingkat tertentu dari pemusatan pikiran yang bersatu dan tidak dapat dipisahkan sama sekali dengan unsur-unsur kesadaran. Samadhi yang benar adalah pemusatan pikiran pada obyek yang dapat menghilangkan kotoran batin tatkala pikiran bersatu dengan bentuk- bentuk karma yang baik. Sedangkan samadhi yang salah adalah pemusatan pikiran pada obyek yang dapat menimbulkan kotoran batin tatkala pikiran bersatu dengan bentuk-bentuk karma yang tidak baik (http: samaggi-phala.or.id, naskah-dhamma, meditasi-buddhis ). Meditasi memilki dua jenis metode dengan tujuannya masing-masing, yaitu : Samatha bhavana dengan tujuan untuk mendapatkan ketenangan batin, meditasi tingkat awal (lokiya atau duniawi) untuk mencapai ketenangan batin melalui pemusatan pikiran pada sebuah objek. Vipassana bhavana yang bertujuan untuk mencapai pandangan terang tingkat tinggi ( lokuttara atau diatas duniawi) dengan ini seseorang dapat melihat berbagai fenomena dengan apa adanya (dalam hakikat yang sebenarnya), tujuannya untuk melihat dengan terang dan jernih proses kehidupan yang selalu berubah tanpa henti ( anicca ) dan selalu dicengkram oleh derita ( dukkha ) hingga akhirnya bisa menembus annata (tanpa aku atau diri) yaitu Nibbana . Selain itu meditasi juga memiliki tujuan agar pelakunya mampu membersihkan serta memutus roda keserakahan, kebodohan dan penderitaan yang berlangsung dalam siklus yang terus berputar (Petikan Anguttara Nikaya 2, 2008: 28), dimana pelaku meditasi telah berhasil mematahkan 10 belenggu kehidupaN. Pandangan sesat tentang adanya diri “aku” ( sakkayaditthi ) Keragu-raguan terhadap Tri ratna ( vicikiccha ), Kepercayaan akan tahayul ( silbata- paramasa ), Nafsu indria ( kamaraga ), Keinginan jahat ( patigha atau vyapada ), Keinginan lahir di alam berwujud ( rupa- raga ), Keinginan lahir tak berwujud ( arupa-araga ), Kesombongan ( mana ), Kegelisahan ( uddhacca ), dan Ketidak tahuan ( avijja atau awidya ) (Sikkhananda, 2013: 161-164). Selain tujuan diatas terdapat pula tujuan praktis atau keuntungan yang didapa t dari meditasi, seperti salah satu contohnya dengan melaksanakan latihan meditasi cinta kasih ( metta bhavana ), yaitu: Tidur dengan nyenyak, tidak gelisah., Bangun tidur dengan segar., Tidak akan bermimpi buruk, Disayangi oleh sesama manusia, Disayangi oleh semua makhluk, Dilindungi para dewa, Tidak akan dilukai oleh api, racun, dan senjata, Mudah memusatkan ## Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Raden Wijaya pikiran, Memiliki wajah yang tenang dan berseri-seri (segar), Meninggal dengan tenang, dan Terlahir di alam bahagia. (http: samaggi-phala.or.id, naskah-dhamma, meditasi-buddhis ). Tujuan terakhir samadhi adalah sama dengan tujuan akhir dari Buddha Dhamma (Ajaran Buddha), yaitu untuk mencapai nirwana atau nibbhana , diluar bentuk-bentuk pengalaman manusia biasa. Nirvana atau nibbhana tidak banyak dibicarakan sebelum mendapat kemajuan untuk mencapainya sendiri, sebagai suatu jalan yang langsung diluar pemikiran logika dan rasa pencerapan. Akan tetapi dalam agama Buddha lebih banyak mengarahkan pembelajaran pada tiga macam hal yang lebih penting, langsung, nyata, dan dapat dibuktikan kebenarannya berdasarkan pengalaman. Pertama adalah pemeliharaan serta bertambahnya dan berkembangnya perasaan-perasaan yang positif dan mulia, seperti: cinta kasih, kasih sayang, kesucian batin, keseimbangan, dan perasaan simpati pada orang lain. Kedua adalah melenyapkan kebodohan, kebencian, kegelapan batin, kesombongan, nafsu-nafsu, dan semua perasaan negatif (buruk). Lenyapnya seluruh penderitaan adalah tujuan pertama dari meditasi, maka pencapaian perasaan yang positif adalah tujuan yang kedua, dan tujuan yang ketiga adalah pemusatan pikiran (konsentrasi) dan pandangan terang, serta kebebasan atau tidak terikat. (Petikan Anguttara Nikaya 2, 2008: 65). Waktu untuk melaksanakan latihan meditasi dapat ditentukan sendiri. Sesungguhnya setiap waktu adalah baik, namun biasanya orang beranggapan bahwa waktu terbaik bermeditasi adalah pagi hari antara jam 04.00 sampai dengan jam 07.00, atau sore hari antara jam 17.00 sampai dengan jam 22.00. Seseorang yang sudah menentukan waktu bermeditasi, disarankan untuk menggunakan waktu tersebut dengan sebaik-baiknya (Petikan Anguttara Nikaya 2 , 2008: 62). Syarat utama seseorang yang ingin melakukan meditasi secara intensif adalah harus ada seorang guru pembimbing meditasi yang mampu memberikan tuntunan dalam tahap-tahap pelatihan meditasi. Untuk hasil meditasi yang baik, sebaiknya diawali dengan melaksanakan latihan dasar dalam kemoralan atau sering disebut pancasila buddhis dilanjutkan dengan puja bhakti atau membaca paritta suci. Berikut ini adalah alasan mengapa sebelum latihan meditasi dimulai diharuskan mempraktikan pancasila atau kemoralan dan dilanjutkan dengan membaca paritta suci yaitu: 1. Berpedoman kepada ajaran Buddha bahwa “meditasi akan cepat berkembangdan maju jika didasari oleh sila , jika meditasi tidak didasari oleh sila, maka ia akan sulit berkembang”, dengan mengucapkan sila seseorang telah mengucapkan janji atau tekad, hal ini dipandang sebagai dasar dari praktik sila atau kemoralan . 2. Dengan memusatkan perhatian pada paritta suci secara perlahan pikiran dilatih berkonsentrasi pada suatu objek yang mudah di”genggam” sehingga mudah menjadi tenang. 3. Paritta suci memiliki kekuatan untuk melindungi dari gangguan, serta manfaat lainnya asalkan seseorang memiliki saddhā, sila, dan sati (keyakinan, perilaku yang baik, dan perhatian/ konsentrasi) pada saat memanjatkan paritta suci tersebut. Dalam suatu cerita pada jaman Sang Buddha ketika para bikkhu berlatih meditasi dihutan dan diganggu makhluk peta (setan) sehingga mereka sulit berkonsentrasi, mereka kembali ke vihara dan mengadukannya kepada Sang Buddha, kemudian dianjurkan memanjatkan paritta suci ( karaniya metta sutta atau sutra kasih sayang), dan makhluk peta tersebut tidak mengganggu lagi sehingga para bikkhu tersebut berhasil mencapai tingkat kesucian tertinggi atau arahat . Syarat lainnya adalah menggunakan pakaian bersih, rapi, sopan, warnanya tidak mencolok, longgar, nyaman, dan sebaiknya tidak menggunakan aksesoris atau berhias secara berlebihan Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat karena tidak mendukung meditasi dan malah sebaliknya (Sikkhananda, 2013: 41-45). Sepuluh palibo d ha ini, sembilan gangguan (kecuali gangguan kemampuan batin), merupakan gangguan meditasi bagi pemula. Gangguan ini merupakan gangguan umum, dan dapat diatasi jika pelaku meditasi dapat mengendalikan pikiran kita dengan baik dan terkendali. Bagi orang yang baru melatih meditasi (pemula/awal) sebaiknya dalam bermeditasi harus ada guru pembimbing (Http://samaggiphala. or.id/ naskahdhamma/ bhavana-pengertian- faedah-dan-caramelaksanakan). Rintangan batin ( nivarana ) bermeditasi lebih sulit dihindarkan, diendapkan atau dilenyapkan dari pada palibodha karena umumnya telah ada dalam batin setiap orang. Berikut adalah lima rintangan batin ( panca nivarana ): Perilaku merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkunganya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku merupakan respon/ reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya (Notoatmojo, 2010). Perilaku merupakan fungsi karakteristik individu dan lingkunganya. Karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat, keperibadian, dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengan faktor- faktor lingkungan dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku, bahkan kekuatanya lebih besar daripada karakteristik individu (Azwar, 2010). Perilaku manusia ( human behavior ) merupakan reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks. Pada manusia khususnya dan pada berbagai spesies hewan umumnya memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif ( species- specific behavior ) yang didasari oleh naluri untuk mempertahankan kehidupan. Perilaku manusia merupakan hasil dari pada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan (Kesmas, http://jurnalkesmas. ui.ac.id). Penelitian ini akan membahas tentang perilaku dalam sudut pandang ajaran Buddha, dimana peneliti melakukan observasi tentang perilaku berdasarkan kemoralan ( sila ) yang diterapkan dalam ajaran Buddha Sila memiliki dasar pemikiran cinta kasih universal dan belas kasih terhadap semua makhluk hidup, dan juga menjadi dasar dari ajaran Buddha, karena itu sangat disesalkan bahwa cita-cita serta pemikiran yang luhur ini sering dilupakan oleh banyak ilmuwan (penulis) yang hanya menulis tentang agama Buddha yang berhubungan dengan filsafat dan metafisika yang tinggi. (Dhamma-Sari, 1999: 58). Pancasila berasal dari dua kata yaitu panca dan sila . Panca berarti lima sedangkan sila berarti sifat alami, adat kebiasaan, praktek moral, kode dari kemoralan. Sehingga pancasila adalah lima adat kebiasaan atau praktek moral dalam agama Buddha dan merupakan latihan moral tahap awal dari seseorang yang akan memasuki kehidupan beragama Buddha . Apabila sila ini dilaksanakan dengan baik akan membawa kehidupan surga, baik sebagai manusia atau sebagai dewata. (Tim Penyusun, 2003: 27). Sang Buddha bersabda bahwa Barang siapa sempurna dalam sila dan mempunyai pandangan terang, teguh dalam dhamma, selalu berbicara benar dan memenuhi segala kewajibannya, maka semua orang akan mencintainya (Dhammapada, 2005 XVI: 95). Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pancasila merupakan dasar utama atau landasan dalam ajaran agama Buddha. Pelaksanaan aturan moralitas Buddhis bagi umat awan bertujuan untuk memperoleh kedamaian dan ketenangan bagi diri sendiri maupun orang lain . Sila adalah langkah terpenting dalam menjalani kehidupan untuk mencapai peningkatan batin yang luhur. Pancasila dalam agama Buddha ( Rashid, 1997:31). Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Raden Wijaya Tujuan dari pelaksanaan sila kelima ini adalah untuk melatih kesadaran kita terhadap segala hal yang dapat memperlemah pengendalian diri dan kewaspadaan. Dengan mengontrol pikiran dengan benar, dan selalu waspada terhadap segala tindakan yang kita perbuat. Jadi, waspadalah terhadap semua tindakan yang akan kita perbuat. Penelitian yang akan peneliti lakukan saat ini adalah mengenai potret atau gambaran secara nyata tentang pelaksanaan meditasi beserta dampaknya pada perubahan perilaku masyarakat Vihara Karangdjati Kabupaten Sleman Yogyakarta. Peneliti juga menemukan permasalahan dalam kurangnya intensitas masyarakat umat Buddha Vihara Karangdjati Yogyakarta dalam bermeditasi di kehidupan sehari-hari, dikarenakan minimnya pengetahuan mengenai manfaat dari melaksanakan meditasi. Hal ini terlihat ketika melaksanakan meditasi hanya asal-asalan atau hanya sebagai salah satu bagian dari proses puja bhakti tanpa adanya kesungguhan dalam bermeditasi. Maka dari itu dengan diadakannya pelatihan meditasi yang terorganisir diharapkan masyarakat umat Buddha Vihara Karangdjati mempunyai semangat untuk menjalankan ajaran Buddha dan menerapkan perilaku berdasarkan pancasila Buddhis dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan latihan pengendalian perilaku jasmani maupun ucapan, agar tidak menimbulkan penderitaan bagi diri sendiri maupun fihak lain, karena dengan perilaku yang didasari dengan pancasila Buddhis tersebut akan berdampak pada kesadaran masyarakat umat buddha dalam melaksanakan dan meningkatkan keyakinan pada Buddha Dhamma. Sedangkan masyarakat umat Buddha yang memiliki kesadaran dan keyakinan pada Buddha Dhamma akan memiliki viriya (semangat) dan kebijakan- kebijakan sehingga mampu menjadi seorang pemimpin untuk dirinya sendiri, keluarga, dan masyarakat. ## Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, (Creswell, 2009: 8) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian ilmiah yang dimaksudkan untuk memahami masalah-masalah manusia dengan menciptakan gambaran menyeluruh dan kompleks, serta alamiah tanpa adanya intervensi apapun dari peneliti. Sedangkan menurut (Moleong, 2012: 6) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian contohnya: perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain sebagainya secara holistik, dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata maupun bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Bentuk penelitian ini akan mampu mengungkapkan berbagai informasi kualitatif dengan deskriptif yang mampu memberikan gambaran realitas sosial sebagaimana adanya dan relatif utuh. Adapun ciri-ciri khas metode deskriptif menurut (Prastowo, 2014: 189) adalah sebagai berikut: a. Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang, atau masalah-masalah yang aktual. b. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan, kemudian dianalisis (karena itu, metode ini sering disebut pula metode analitis). Berdasarkan keterangan dari beberapa ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian deskriptif kualitatif yaitu rangkaian kegiatan untuk memperoleh data berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka yang bersifat apa adanya tanpa ada perubahan dalam kondisi tertentu yang hasilnya lebih menekankan makna. Di sini, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif karena penelitian ini mengeksplor fenomena proses pembentukan maupun perubahan karakter peserta dalam mengikuti pelatihan meditasi. Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Penelitian ini mengambil lokasi di Kabupaten Sleman Yogyakarta, tepatnya di Vihara Karangdjati di Jalan Monjali Kabupaten Sleman Yogyakarta dikarenakan lokasi ini terdapat kegiatan meditasi dan mempunyai jadwal secara tetap. Sugiyono, 2010: 216 mengemukakan bahwa sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi sebagai nara sumber, atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian. Selain itu, sampel juga bukan disebut sampel statistik, tetapi sampel teoritis, karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menghasilkan teori. Peneliti memilih peserta pelatihan meditasi sebagai sampel karena selain sebagai peserta pelatihan meditasi juga sebagai bagian masyarakat umat Buddha di Vihara Karangdjati Kabupaten Sleman Yogyakarta dimana peserta pelatihan meditasi ini benar- benar mengetahui dan memiliki kopetensi dengan topik penelitian yang akan diteliti (Nanang,Martono, 2015: 81). Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik sampling purposif, dimana teknik ini mencakup orang-orang yang diseleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang dibuat peneliti berdasarkan tujuan peneliti. Subjek yang bertindak dalam penelitian ini adalah para peserta pelatihan meditasi yang merupakan masyarakat umat Buddha di Vihara Karangdjati Kabupaten Sleman Yogyakarta. Objek adalah keseluruhan gejala yang ada di sekitar kehidupan manusia (Ratna, 2010: 12). Jika dilihat dari sumbernya, dalam penelitian kualitatif menurut Spradley dalam (Prastowo, 2014: 199) disebut dengan social situation atau situasi sosial yang terdiri dari tiga elemen yaitu: tempat ( place ), pelaku ( actors ), dan aktivitas ( activity ) yang berinteraksi secara sinergis. Menurut Patton (dalam Alsa, 2007) metode pengumpulan data penelitian kualitatif ada tiga macam yaitu in-depth interview , observasi langsung dan dokumen tertulis. Indepth interview adalah wawancara mendalam yang dalam prosesnya menggunakan pertanyaan yang open-ended . Data yang diperoleh berupa persepsi, pendapat, perasaan dan pengetahuan. Observasi sendiri adalah melakukan pengamatan sedangkan dokumen biasanya berupa material yang tertulis dan yang tersimpan. Keabsahan data sangat mendukung dalam menentukan hasil akhir penelitian. Teknik penelitian untuk memeriksa keabsahan data, yaitu dengan menggunakan teknik trianggulasi. Trianggulasi menurut (Mantja, 2007: 84) dapat juga digunakan untuk memantapkan konsistensi metode silang, seperti pengamatan dan wawancara dengan beberapa atau penggunaan metode yang sama, seperti wawancara dengan informan. Kredibilitas (validitas) analisis lapangan dapat juga diperbaiki melalui trianggulasi, Trianggulasi merupakan teknik dalam pemeriksaan keabsahan data. Teknik trianggulasi lebih mengutamakan efektivitas proses dan hasil yang diinginkan. Trianggulasi dapat dilakukan dengan menguji pemahaman penelitian dengan pemahaman informan tentang hal-hal yang diinformasikan informan dengan peneliti (Bugin, 2012: 203-204). Menurut (Sugiyono, 2009: 334-335), analisis data dalam penelitian kualitatif merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan di pelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan. Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2009: 336) mengemukakan bahwa analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. ## Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Raden Wijaya Analisis data selama di lapangan model Miles and Huberman dalam (Sugiyono, 2016: 334) mengemukakan langkah-langkah analisis data ditempuh dalam analisis data menurut (Miles dan Huberman) dalam (Sugiyono, 2016: 336- 337), yaitu melalui data reduction (Reduksi data), Data Display (Penyajian data), Conclusion Drawing atau Verification (Simpulan atau verifikasi). ## Hasil Penelitian Dan Pembahasan Vihara Karangdjati adalah Vihara tertua di Yogyakarta. Sejak berdiri pada dekade 1950-an hingga sekarang Vihara Karangdjati tetap konsisten untuk memberikan pelayanan Dhamma kepada umat Buddha, pelayanan sosial, pelayanan pendidikan dan pelayanan ritual. Vihara karangdjati ng terletak di Jalan Monjali (Nyi Tjondrolukito) No 78 Yogyakarta, No Telepon 0274-7473000. Bangunan klasik yang tak banyak berubah sejak didirikan. Bangunan tersebut tidak diketahui siapa yang menjadi pendiri bangunan tersebut. Selain itu masyarakat tidak pernah ada yang membayangkan jika bangunan klasik tersebut akan berfungsi sebagai bangunan sosial. Bangunan sosial tersebut digunakan oleh umat Buddha sebagai tempat aktivitas peningkatan spiritual. Induk bangunan klasik tersebut dibangun pada masa pendudukan Belanda serta hak dan kepemilikan milik Bangsa Belanda. Bangunan tersebut digunakan oleh pemerintah Belanda sebagai kandang sapi perah, sapi yang menghasilkan susu segar. Wilayah disekitar bangunan tersebut hanya berupa perkebunan tebu yang sangat luas. Selain itu belum ada perkampungan yang ditempati oleh penduduk. Selain Romo Among, terdapat seorang Bhikkhu bernama Jinaputta yang mempunyai peran penting dalam alih fungsi bangunan kandang sapi tersebut menjadi tempat ibadah. Bhikkhu Jinaputta berkenan menjalankan Vassa ( menetap atau retreat selama musim hujan) di Yogyakarta pada tahun 1958. Sebelumnya Bhikkhu Jinaputta tinggal di Cetiya Buddha Kirti, Milik Bapak Tjan Tjoen Gie (Gunavarman Boediharjo). Cetiya tersebut merupakan satu-satunya tempat ibadah umat Buddha yang ada di Yogyakarta pada saat itu. Selanjutnya Bapak Tjan Tjoen Gie dan Romo Among Pradjarto melakukan diskusi spiritual. Hasil dari diskusi tersebut memutuskan merubah bekas kandang sapi dijadikan tempat vassa bagi Bhikkhu Jinaputta. Selanjutnya Bhikhhu Jinaputta tinggal di tempat tersebut, maka dimulailah beberapa diskusi seputar ajaran agama Buddha. Dampak dari diskusi yang dilakukan mengakibatkan orang-orang yang mempunyai latar belakang theosofi, kejawen dan ajaran-ajaran kebatinan mengikuti diskusi yang dilakukan oleh Bhikkhu Jinaputta. Berawal dari diskusi – diskusi tersebut ajaran Buddha Dhamma mulai dikenal oleh masyarakat. Sejak saat itu bangunan milik Romo Among digunakan untuk kegiatan agama. Selanjutnya Romo Among Pardjarto (spiritualis) bersama dengan , Tjan Tjoen Gie (spiritualis), Drs Soeharto Djoyosoempeno (intelektual), Djoeri Soekisno (tentara), Moersihardjono (tentara), Kho Tjie Hong (pengusaha), Tan Hok Lay (pengusaha), dan Krismanto (wartawan), bertekad untuk mengabdikan diri kepada Buddha Dhamma. Bentuk pengabdiannya diwujudkan dengan cara potong rambut sampai habis di depan Bhikkhu Jinaputta dan membuat kesepakatan untuk bersama- sama mengembangkan Buddha Dhamma. Kedelapan tokoh yang memotong rambutnya sampai habis tersebut dikenal dengan Djoyo 8 (Joyo Wolu). Joyo wolu inilah yang kemudian menjadi latar belakang adanya Vihara Karangdjati yang dikenal dengan pejuang kebangkitan Buddha Dhamma di Yogyakarta. Sebelum tahun 1980an lingkungan sekitar Vihara Karangdjati berupa pedesaan dan perkebunan. Penerangan yang digunakan pada waktu itu lampu petromaks dan lampu minyak. Tahun 1980an tokoh penting yang menjadi penggerak Vihara sudah lanjut usia, bahkan ada yang meninggal dunia termasuk tokoh-tokoh dalam Djoyo 8. Tahun 1993 meninggalnya Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Romo Among Pradjarto pemilik bangunan Vihara Karangdjati. Masa – masa tersebut memasuki masa sulit di Vihara Karangdjati. Hal tersebut dikarenakan regenerasi tidak berjalan maksimal karena masih banyak anak-anak dan remaja tidak mendapat pendidikan agama Buddha secara formal di sekolah. Tahun 1998 Supriyanto, Soetrisno dan umat Vihara Karangdjati mulai berbenah kembali. Wujud dari kebangkitan periode ini adalah menghidupkan kembali kegiatan rutin. Selanjutnya untuk menunjang kegiatan keagamaan Vihara Karangdjati melakukan renovasi. Tanggal 20 Nopember 2006 pada perayaan Kathina 2550 di Vihara Karangdjati dilakukan hibah tanah vihara. Ir. Dharma Gupta (putra mendiang almarhum Romo Among Pradjarto) sebagai perwakilan keluarga menghibahkan tanah vihara kepada Sangha Theravada Indonesia. Pesan almarhum Romo Among disampaikan pada saat sambutan oleh Ir. Dharma Gupta. Harapan dari almarhum Romo Among bahwa Vihara Karangdjati bisa menjadi Vihara Buddha yang bercirikan budaya Indonesia. Ir. Dharma Gupta memberikan contoh monumen penting dan terkenal di Dunia yang dibangun leluhur kita seperti Borobudur yang bercirikan kebudayaan Indonesia. Itulah secara singkat perkembangan umat Buddha Vihara Karangdjati. Kegiatan pelayanan keagamaan, pelayanan sosial kemasyarakatan, pendidikan dan fungsi lain dilakukan di Vihara Karangdjati dalam skala kecil maupun intenasional. Vihara Karangdjati yang didirikan oleh Romo Among Pradjarto terletak di perkampungan Gemangan Kabupaten Sleman Yogyakarta. Meskipun saat ini Vihara Karangdjati berdiri dilingkungan umat muslim tetapi tidak membuat vihara ini merasa kecil dan terkucilkan. Umat Vihara Karangdjati menjalin kerukunan dan menjaga toleransi dengan warga setempat. Selain kegiatan rutin ada juga kegiatan dialog lintas iman dengan berbagai komunitas agama. Dialog lintas iman diadakan dengan tujuan untuk memperkenalkan agama Buddha kepada komunitas agama lain. Selain itu terdapat kegiatan yang bisa diikuti oleh umat dari agama lain yaitu meditasi. Meditasi merupakan tradisi agama Buddha tetapi tetap dapat dilakukan oleh setiap orang, hal tersebut karena meditasi bersifat universal. Peserta pelatihan meditasi di Vihara Karangdjati Yogyakarta lebih banyak diikuti oleh umat dari agama lain dibandingkan dengan umat Buddha. Vihara Karangdjati terletak di jalan Monjali no. 78, Mlati, Sleman, Yogyakarta Di kanan kiri vihara adalah sawah dengan beberapa pepohonan besar dan sungai kecil di samping sawah. Suasana Vihara Karangdjati cukup tenang dan nyaman untuk melakukan meditasi. Setiap hari Jumat jam 19.00WIB peserta meditasi berkumpul untuk mengadakan pelatihan meditasi dengan narator yang membimbing meditasi dari awal sampai akhir meditasi selesai. Pelaksanaan meditasi dilakukan di aula Vihara Karangdjati, aula vihara dengan kapasitas tidak begitu luas dapat menampung sekitar 30 orang. Peneliti dalam melakukan penelitian ini dengan menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Observasi peneliti lakukan pada saat prapenelitian, sedangkan untuk wawancara dan dokumentasi dilakukan pada saat penelitian di lapangan. Berikut ini merupakan hasil wawancara dari informan yang dilakukan oleh peneliti tentang potret pelaksanaan meditasi dan dampaknya pada perilaku umat Buddha di Vihara Karangdjati Yogyakarta. Berdasarkan dari hasil wawancara yang peneliti lakukan pada tanggal 17 Mei 2019 dengan peserta meditasi di Vihara Karangdjati Yogyakarta mengenai pengertian meditasi. Joan Miroe, meditasi bagaikan pasangan hidup, dimana dengan meditasi ia mampu mengontrol emosinya secara baik dan mampu berpikir secara bijaksana dalam segala hal. Sedangkan menurutDevaArlibraAryaSatyani,meditasi adalah sebuah kegiatan yang bertujuan memusatkan pikiran untuk menjernikah batin. Menurut Idayu Rahmadewi, meditasi Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Raden Wijaya adalah untuk mengenali dan mendalami diri sendiri. Berdasarkan dari hasil wawancara yang peneliti lakukan pada tanggal 24 Mei 2019 dengan peserta meditasi di Vihara Karangdjati Yogyakarta mengenai pengertian meditasi menurut Agung Nugroho Widhi adalah usaha untuk memusatkan perhatian untuk mencapai ketenangan batin dan kesadaran penuh. Sedangkan Dwijaya Sandita mengatakan meditasi adalah pikiran untuk memahami atau menyadari diri sendiri. Meditasi menurut Hana adalah mengamati segala emosi dan gejolak dalam diri dan menjadi orang ketiga yang tidak terbawa apapun yang dirasakan, hanya sebagai pengamat. Berdasarkan dari hasil wawancara yang peneliti lakukan pada tanggal 21 Juni 2019 dengan peserta meditasi di Vihara Karangdjati Yogyakarta mengenai pengertian meditasi. Menurut Sri Eko Oktavilana mengatakan meditasi adalah metode relaksasi pikiran untuk melepaskan beban dan kekhawatiran. Sedangkan Nur Faizal Adkha mengatakan meditasi untuk melatih perhatian dan kesadaran. Menurut Dian Puspasari, meditasi adalah metode untuk memahami dan mengendalikan diri atau pikiran. Berdasarkan dari hasil wawancara yang peneliti lakukan pada tanggal 21 Juni 2019 dengan peserta meditasi di Vihara Karangdjati Yogyakarta mengenai pengertian meditasi. Buntoro Buddy Purnomo mengatakan meditasi sering di pahami sebagai latihan konsentrasi dan kesadaran, karena prinsip dasar meditasi memang konsentrasi dan kesadaran. Namun secara pribadi Bapak Buntoro memandang meditasi sebagai gaya hidup karena hasil dan puncak pencapaian meditasi bersifat personal atau individu, artinya apa yang dicapai atau manfaat yang dirasakan antara seseorang akan sangat berbeda antara satu dengan yang lain tidak sama, hal ini disebabkan oleh faktor kondisi dan kualitas batin setiap individu tidak sama intensitasnya, kondisi dan kualitas batin seseorang akan sangat mempengaruhi hasil ataupun pencapaian meditasi. Hasil atau pencapaian meditasi itu akan mempengaruhi, bahkan akan menimbulkan karakter dan kepribadian seseorang, secara khusus, hasil atau pencapaian meditasi sangat menentukan pandangan, cara dan sikap hidup seseorang. Pandangan, cara dan sikap hidup itulah yang akan membentuk atau mengekspresikan gaya hidup seseorang dalam kehidupan sehari – hari. Sedangkan R Aditya W Aji berpendapat meditasi adalah mindfullnes atau kesadaran penuh. Menurut Restu Widya Larasati ,meditasi adalah belajar untuk mengendalikan diri dan menenangkan pikiran. Berdasarkan dari hasil wawancara yang peneliti lakukan pada tanggal 17 Mei 2019 dengan peserta meditasi di Vihara Karangdjati Yogyakarta mengenai seberapa penting peranan meditasi bagi umat Buddha. Menurut Joan Miroe, meditasi 100% sangat penting bagi umat Buddha karena dari situlah perjalan hidup yang dialami untuk mencapai nirvana. Sedangkan Deva Arlibra Arya Satyani mengatakan meditasi sangat penting bagi umat Buddha karena tradisinya seperti itu, misalnya ada seseorang yang mengklaim dirinya adalah umat Buddha, tetapi tidak bisa bermeditasi, bukankah tidak pantas. Menurut Idayu Rahmadewi sebagai non Buddhis yang awam, meditasi cukup penting bagi umat Buddha karena Buddhis cenderung dikenal dengan meditasinya bagi non Buddhis. Berdasarkan dari hasil wawancara yang peneliti lakukan pada tanggal 17 Mei 2019 dengan peserta meditasi di Vihara Karangdjati Yogyakarta mengenai seberapa penting peranan meditasi bagi umat Buddha. Dwijaya Sandita mengatakan meditasi penting bagi umat Buddha karena bermanfaat untuk mendalami spiritual. Sedangkan Agung Nugroho Widhi berpendapat bahwa peranan meditasi bagi umat Buddha semestinya penting, tetapi sebagai seorang non Buddhis saudara Agung tidak tahu apa – apa. Sedangkan menurut Hana, peranan meditasi bagi umat Buddha adalah penting, karena dalam melakukan meditasi saudari Hana bisa menjadi netral. Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Berdasarkan dari hasil wawancara yang peneliti lakukan pada tanggal 21 Juni 2019 dengan peserta meditasi di Vihara Karangdjati Yogyakarta mengenai seberapa penting peranan meditasi bagi umat Buddha. Nur Faizal Adkha, mengatakan peranan meditasi bagi umat Buddha adalah sangat penting dikarenakan untuk melatih diri sendiri, selain itu sebagai salah satu ajaran penting Buddha Gotama. Sedangkan menurut Sri Eko Oktavilana, peranan meditasi bagi umat Buddha jika dipandang dalam pandangan Buddhis, meditasi sangat penting untuk melatih konsentrasi dan pengendalian diri. Berdasarkan dari hasil wawancara yang peneliti lakukan pada tanggal 28 Juni 2019 dengan peserta meditasi di Vihara Karangdjati Yogyakarta mengenai seberapa penting peranan meditasi bagi umat Buddha. Buntoro Buddy Purnomo mengatakan meditasi sebagai gaya hidup, maka meditasi memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan seseorang, apalagi bagi umat Buddha, karena selain menjadi ciri khas atau identitas agama Buddha, meditasi merupakan tuntunan dan kebiasaan hidup seseorang, maksudnya meditasi adalah sarana tuntunan hidup dan metode kebiasaan untuk senantiasa penuh perhatian dan intens dalam melakukan setiap aktifitas kehidupan sehari – hari. Meditasi adalah salah satu metoda kebiasaan hidup agar selalu dalam kondisi sadar atau penuh dengan kesadaran dan menyadari apapun yang tengah dilakukan atau dikerjakan dalam setiap aktifitas kehidupan sehari - hari, oleh karena itulah meditasi memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan setiap individu. Sedangkan R Aditya W Aji mengatakan peranan meditasi bagi umat Buddha adalah sangat penting karena meditasi mengajarkan instropeksi diri dari apa yang dia lakukan sebelumnya, selain itu juga merupakan ritual umat Buddha. Berdasarkan dari hasil wawancara yang peneliti lakukan pada tanggal 17 Mei 2019 dengan peserta meditasi di Vihara Karangdjati Yogyakarta mengenai perbedaan meditasi dalam Buddhis dengan meditasi yang disampaikan oleh para ilmuwan. Joan Miroe, berpendapat mengenai perbedaan meditasi Buddhis dengan meditasi yang disampaikan oleh para ilmuan terdapat pada masing – masing dari sikap pemikiran yang dialaminya baik didalam ataupun diluar. Sedangkan menurut Deva Arlibra Arya Satyani berpendapat mengenai perbedaan meditasi secara Buddhis dan meditasi yang disampaikan oleh para ilmuwan yang diketahui adalah jika meditasi Buddhisme merupakan meditasi yang dikupas secara mendalam mulai kulit luar hingga biji dalamnya, sedangkan oleh para ilmuan belum. Sedangkan Idayu Rahmadewi mengatakan tidak terdapat perbedaan signifikan dalam meditasi Buddhis dengan meditasi yang disampaikan oleh para ilmuwan karena Buddhisme sendiri dekat denga ilmuwan atau science. Berdasarkan dari hasil wawancara yang peneliti lakukan pada tanggal 24 Mei 2019 dengan peserta meditasi di Vihara Karangdjati Yogyakarta mengenai perbedaan meditasi dalam Buddhis dengan meditasi yang disampaikan oleh para ilmuwan. Dwijaya Sandita tidak mengetahui perbedaan antara meditasi Buddhis dengan meditasi yang disampaikan oleh para ilmuwan, karena saudara Sandi belum pernah mempelajari meditasi yang dijelaskan oleh para ilmuwan. Agung Nugroho Widhi tidak mengetahui perbedaan antara meditasi Buddhis dengan meditasi yang disampaikan oleh para ilmuwan tetapi menurut saudara Agung jika ada perbedaan antara meditasi Buddhis dengan meditasi yang disampaikan oleh para ilmuwan, perbedaan itu adalah perbedaan yang biasa - biasa saja atau keniscayaan. Meditasi sering di pahami sebagai latihan konsentrasi dan kesadaran, karena dasar meditasi adalah konsentrasi dan kesadaran (Sikkhananda, 2015:25&28). Meditasi bisa juga disebut sebagai gaya hidup karena hasil dan puncak pencapaian meditasi bersifat personal atau individu. Pencapaian meditasi dan manfaat yang dirasakan antar seseorang sangat berbeda, hal ini disebabkan oleh faktor kondisi Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Raden Wijaya dan kualitas batin setiap individu tidak sama intensitasnya. Kondisi dan kualitas batin seseorang akan mempengaruhi hasil ataupun pencapaian meditasi, bahkan akan mempengaruhi karakter dan kepribadian seseorang. Secara khusus, hasil atau pencapaian meditasi sangat menentukan pandangan, cara dan sikap hidup seseorang yang akan membentuk atau mengekspresikan gaya hidup seseorang dalam kehidupan sehari – hari. Sebelum dibuka untuk kalangan umum, pelaksanaan meditasi di Vihara Karangdjati merupakan kegiatan rutinitas yang diadakan setiap hari jumat bagi umat Buddha di Vihara Karangdjati. Meditasi sangatlah penting dalam ajaran Buddha, walaupun meditasi identik dengan ajaran Buddha tetapi sifatnya adalah universal (Sikkhananda,2015:51) karena meditasi memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan semua orang. Bagi umat Buddha selain menjadi ciri khas atau identitas agama Buddha, meditasi merupakan sarana tuntunan hidup dan metode kebiasaan untuk senantiasa penuh perhatian dan intens dalam melakukan setiap aktifitas kehidupan. Meditasi adalah salah satu metoda kebiasaan hidup agar selalu dalam kondisi sadar atau penuh dengan kesadaran dan menyadari apapun yang tengah dilakukan dalam setiap aktifitas kehidupan sehari – hari, karena itulah meditasi memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan setiap individu. Pelaksanaan pelatihan meditasi di Vihara Karangdjati menggunakan dua metode sekaligus yaitu metode samatha (ketenangan) dan metode vipassana (kesadaran). Meditasi samatha dan meditasi vipassana adalah meditasi yang diajarkan dalam ajaran Buddha, berbeda dengan meditasi yang disampaikan oleh para ahli yang sebagian besar hanya sebatas pada psikis (http: samaggi-phala. or.id, naskah- dhamma, meditasi-buddhis ) . Meditasi yang disampaikan para ilmuwan secara garis besar bersifat tipikal dan fisikal atau jasmaniah, yang hanya memusatkan diri pada fenomena – fenomena jasmaniah manusia untuk memunculkan faktor tipikal dan fisikal seseorang, yang nampak dari perilaku dan tingkah laku secara jasmani yang dianalisa berdasarkan ilmu jiwa atau psikologi. Secara singkat dapat dikatakan meditasi ilmuwan adalah suatu metodologi untuk mengupas masalah – masalah jasmani secara psikologis. Sedangkan meditasi Buddhis tidak terbatas pada fenomena jasmaniah saja tetapi justru menitik beratkan pada kondisi dan fenomena batin yang gejalanya tidak nampak pada aktifitas jasmaniah. Meditasi Buddhis benar – benar mengupas masalah – masalah jasmaniah dan batiniah secara tuntas, dan merupakan metoda untuk mengetahui, memahammi secara mendalam semua akar penyebab gangguan ataupun fenomena hidup, baik bersifat jasmaniah maupun yang bersifat batiniah. Perbedaan terlihat antara orang yang melaksanakan meditasi dengan yang tidak melaksanakan meditasi. Peneliti melihat perbedaan dalam sikap perilaku dan ucapan para peserta meditasi yang bersahabat dan terbuka ketika peneliti meminta melakukan wawancara di bandingkan dengan umat Buddha Vihara Karangdjati yang jarang mengikuti pelatihan meditasi yang terlihat kurang merespon dengan baik. Terlihat jelas bahwa meditasi berhubungan dengan moralitas seseorang, karena kondisi batin yang labil akan menyebabkan tingkah laku yang agak menyimpang dari paradigma etika sosial yang berlaku dalam tatanan masyarakat umum, sedangkan kualitas batin akan menentukan nilai – nilai moral, harkat dan martabat kehidupan seseorang (Sikkhananda, 2013:223). Meditasi merupakan satu – satunya cara dan metoda untuk mengasah dan mengolah batin seseorang agar selalu dalam kondisi puncak dengan kualitas prima, sehingga pandangan, cara dan sikap hidupnya selalu didasarkan pada pengetahuan atau pengalaman batin yang telah dicapai atau dimiliki. Tertulis dalam Tipitaka mengenai kotbah Buddha yang mengatakan, “Kini saya katakan, Nigrodha, tidak mengharapkan untuk memperoleh murid, tidak mengharapkan kamu untuk Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat gagal dalam mempelajari pengetahuan agama, tidak mengharapkan kamu untuk menghentikan cara dan laku hidupmu yang telah biasa kamu lakukan, tidak memaksakan padamu untuk menerima sesuatu sebagai tidak baik dan tidak sempurna sebagai kamu atau gurumu memandangnya, atau menganjurkan padamu untuk meninggalkan sesuatu yang engkau anggap baik dan juga dianggap baik oleh gurumu. TIDAK DEMIKIAN.” “Namun, Nigrodha, ada beberapa hal yang tidak baik, jahat, yang tidak disingkirkan (dilenyapkan), segala sesuatu yang bersangkutan dengan kekotoran batin. Untuk melenyapkan ini semua, maka aku mengajarkan Dhamma; berlakulah hidup sesuai dengan Dhamma, maka segala sesuatu yang bersangkut paut dengan kekotoran (batin) akan dapat dilenyapkan, dan sesuatu yang baik dapat dikembangkan, dan siapapun, baik kini maupun kelak, mampu mencapai dan menghayati dengan penuh kebijaksanaan.” (Digha Nikaya V, 1992:25). Berdasarkan dari petikan sutta diatas, peneliti menyadari apa yang dimaksud atau dikatakan sebagai umat Buddha sesungguhnya. ## Kesimpulan ## Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan, Potret atau gambaran pelaksanaan meditasi di Vihara Karangdjati Kabupaten Sleman Yogyakarta dilaksanakan secara rutin setiap hari Jumat dalam setiap minggunya. Meditasi merupakan tradisi agama Buddha tetapi tetap dapat dilakukan oleh setiap orang, hal tersebut karena meditasi bersifat universal. Peserta pelatihan meditasi di Vihara Karangdjati Yogyakarta lebih banyak diikuti oleh umat dari agama lain dibandingkan dengan umat Buddha.Dampak pelaksanaan meditasi adalah adanya perubahan bagi para peserta meditasi dalam berpikir secara terbuka dan mengekspresikan ketenangan dalam bersikap dan berucap, selain itu adanya penambahan jumlah umat Buddha secara spiritual. ## DAFTAR PUSTAKA Alsa, A, 2007, Pendekatan Kuantitatif & Kualitatif serta Kombinasinya dalamPenelitian Psikologi . Yogyakarta: Pustaka Belajar. Azwar, S. 2009. Sikap Manusia Edisi II. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Dhammananda, Sri, 2008, Keyakinan Umat Buddha . Jakarta: Karaniya Ehipassiko. Buddhaghosa, Bhadantacariya, 1991, The Path of Purification Visuddhimagga . Kandy: Buddhist Publication Society. Bugin, Burhan, 2012, Penelitian Kualitatif . Jakarta: Kencana Prenada Grafika. Creswell, John W. 2009. R esearch Design : Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches . Newbury Park: Sage Publications. Dhamma-sari, 1999, Jakarta: Cetiya Vatthu Daya. Djam’an Satori, Aan Komariah, 2011, Metode Penelitian Kualitatif . Bandung: Alfabeta. Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008. Jakarta: Pusat Bahasa. Lanny Anggawati dan Wena Cintiawati,2006, Majjhima Nikaya 3 . Klaten: Vihara Bodhivamsa. Lanny Anggawati dan Wena Cintiawati, 2008. Petikan Anguttara Nikaya 2. Klaten: Wisma Dhammaguna. Lanny Anggawati dan Wena Cintiawati, 2010, Samyutta Nikaya 3 . Klaten: Bodhivamsa Wisma Dhammaguna. Mantja. 2007. Etnografi, Desain Penelitian Kualitatif Pendidikan dan Manajemen Pendidikan. Malang: Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Raden Wijaya Elang Mas. Miles Ian, Neal, 2006, Mindfullness Meditation on Gestalts Theraphists, a Qualitative Study . Derby: University of Derby. Miles, Matthew B. and A. Michael Huberman. 2005. Qualitative Data Analysis (terjemahan), Jakarta: UI Press. Moleong, Lexy J, 2012, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, M.W. Shafwan,2000, Wacana Spiritual Timur dan Barat ,Yogyakarta: Qalam. Nana Syaodih Sukmadinata, 2011, Metode Penelitian Pendidikan . Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nanang,Martono, 2015, Metode Penelitian Kuantitatif Teori & Aplikasi . Jakarta: Rajawali Pers. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Olivier, Winghart, 2008 Effects of Buddhis Meditation on Gestalts Therapists: a Qualitattive Study . Derby: University of Derby. Prastowo Andi, 2012. Metode Penelitian Kualitatif . Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA. Rashid,Teja,Drs,PanditaDhammavisarada, 1997, Sila dan Vinaya , Jakarta: Buddhis Bodhi. Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Metodologi Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya . Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Saifuddin Azwar, 2001. Metode Penelitian , Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sikkhananda, 2012. Sila Penjelasan disertai dengan Cerita. Tangerang: Cetiya Dhamma Sikkha. Sikkhananda, 2013. Dana disertai dengan cerita , Tangerang: Cetiya Dhamma Sikkhā. Sikkhananda, 2013. Meditasi Hal Termulia untuk Dilakukan , Tangerang: Cetiya Dhamma Sikkha. Saifuddin Azmar, 2001. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D) . Bandung: Alfabeta. Supandi, Cunda J, 2001. Tata Bahasa Pali . Jakarta: Karaniya. Sasanasena Seng Hansen, 2008. Ikhtisar Ajaran Buddha . Yogyakarta: Insight. Tim Penyusun, 2003, Materi Kuliah Agama Buddha untuk perguruan Tinggi Agama Buddha. Jakarta : CV Dewi Kayana Abadi. Tim Penyusun, 2005, Dhammapada , Jakarta: Dewi Kayana Abadi Tim Penyusun, 2007, Panduan Untuk Belajar Buddhisme Buku 2 . Jakarta: Yayasan Prasadha. Waralah RD Cristo, 2008, Pengertian Tentang dampak . Bandung: Alfabeta. Yayasan Penerbit Karaniya, 2009, Jalan Mulia Berunsur Delapan , Jakarta: Gunung Mulia. Ceramah Piyandha yang berjudul Cara Bermeditasi, terjemah oleh Jinapiya Tera, http://artikelbuddhist.com cara-meditasi.html, diakses pada 19 April 2019. Pukul 22.12 WIB Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online]. Tersedia di: http://bahasa. kemdiknas.go.id/kbbi/index.php. Diakses 07 Mei 2019 pukul 01.25 WIB. Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Kesmas, http://jurnalkesmas.ui.ac.id. Diakses 08 Mei 2019 pukul 18.18 WIB Meditasi Buddhis, http://samaggi-phala. or.id/naskah-dhamma/meditasi- buddhis Diakses 25 April 2019 pukul 18.30 WIB Sejenak Mengenal Agama Buddha, http: bhagavant.com, sejenak-mengenal- agama-buddha. Diakses 25 April 2019 pukul 18.18 WIB Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Raden Wijaya
08c83b9c-2a70-4328-b048-4f37ac9d2145
https://ejurnal.stmik-budidarma.ac.id/index.php/jurikom/article/download/654/627
## Prediksi Kolektibilitas Kredit Anggota Dengan Algoritma C5.0 (Studi Kasus: CU Damai Sejahtera Medan) Ridawati Manik, Pristiwanto, Kennedi Tampubolon STMIK Budi Darma, Medan, Indonesia Jl. Sisingamangraja No. 338 Simpang Limun Medan, Indonesia ## Abstrak CU Damai Sejahtera merupakan salah satu koperasi yang bergerak dalam usaha simpan pinjam. Hal ini mempunyai peranan yang sama dengan lembaga keuangan besar lainnya seperti bank dalam meningkatkan perekonomian masyarakat secara khusus adalah anggota CU itu sendiri. Sebagai lembaga keuangan, kredit macet merupakan masalah utama yang sangat berpengaruh pada kelangsungan suatu lembaga keuangan. hilangnya pendapatan dan ancaman profitabilitas merupakan hal yang diwaspadai dalam pemberian kredit. Kolektibilitas kredit sebagai salah satu bentuk klasifikasi akan mempermudah dalam penggolongan setiap data anggota berdasarkan kriteria-kriteria pendukungnya. Hasil pohon keputusan yang menghasilkan informasi berupa rule, akan mempermudah dalam analisa dan pengambilan nantinya. Dengan pohon keputusan menggunakan algoritma C5.0 diharapkan proses penggalian informasi lebih cepat dan optimal dengan kapasitas data yang lebih besar, sehingga kesalahan yang ditimbulkan dalam pengambilan keputusan lebih diminimalkan Kata Kunci: Kolektibilitas Kredit, Algoritma C5.0, Decision Tree, Data Mining ## Abstract CU Damai Sejahtera is one of the cooperatives that move in the business of saving and loan. This has the same role as other large financial institutions such as banks in improving the economy of the community, in particular, is a member of CU itself. As a financial institution, bad credit is a major problem that is very influential on the sustainability of a financial institution. loss of earnings and the threat of profitability is a matter of caution in lending. Credit collectibility as one form of classification will facilitate the classification of each member data based on supporting criteria. The result of a decision tree that produces information in the form of a rule, will facilitate the analysis and retrieval later. With decision tree using C5.0 algorithm is expected to process information digging faster and optimal with bigger data capacity, so that errors generated in decision making more minimized . Keywords : Credit Collectibility, C5.0 Algorithm, Decision Tree, Data Mining ## 1. PENDAHULUAN CU Damai Sejahtera merupakan salah satu koperasi yang bergerak dalam usaha simpan pinjam. Alasan penilaian pinjaman adalah untuk mengurangi kredit macet ketika pinjaman sudah tersalurkan kepada nasabah atau anggota. Salah satu isu sentral yang mempengaruhi dunia perbankan dan koperasi saat ini adalah masalah kredit macet. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi kredit macet lewat adalah pengahapusbukuan (write off) kredit macet agar kinerja bank atau koperasi terlihat sehat padahal ada dana cadangan atau dana resiko kredit bagi koperasi yang digunakan untuk mengurangi tingkat kemacetan tersebut. Kolektibilitas Kredit adalah keadaan pembayaran pokok atau angsuran pokok dan bunga kredit oleh nasabah serta tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana yang ditanamkan dalam surat-surat berharga atau penanaman lainnya (sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia). Dalam kolektibilitas kredit, pihak bagian kredit CU Damai Sejahtera masih mengalami kesulitan dalam mengindentifikasi atau mengolah data dan melakukan prediksi data pinjaman anggota untuk masa mendatang terhadap kategori kredit lancar, tidak lancar dan macet berdasarkan kriteria yang mempengaruhi resiko kredit. Algoritma C5.0 adalah metode yang diimplementasikan untuk menggali informasi-informasi penting dalam menentukan resiko kredit anggota berdasarkan pada atribut- atribut sebagai kriterianya seperti agunan ( collateral) , simpanan, besar pinjaman, pendapatan keluarga. Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai algoritma C5.0 yaitu: Perbandingan Performansi Algoritma Decision Tree C5.0, Cart, dan Chaid: Kasus Prediksi Status Resiko Kredit Di Bank X (Yogi Yusuf, 2007), Model Pohon Keputusan Untuk Klasifikasi Persetujuan Kredit Menggunakan Algoritma C4.5 (Ivandri, 2015). Sedangkan untuk penelitian ini algoritma decision tree c5.0 digunakan untuk membentuk prediksi kolektibilitas kredit anggota sehingga dapat dijadikan sebagai acuan untuk prediksi kolektibilitas kredit anggota dimasa mendatang. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pendataan kolektibilitas kredit anggota pada CU Damai Sejahtera, mengetahui atribut-atribut prediksi kolektibilitas keredit anggota pada CU Damai Sejahtera, mengetahui penerapan metode C5.0 dalam prediksi kolektibilitas kredit anggota pada CU Damai Sejahtera, mengetahui penerapan aplikasi RapidMiner dalam prediksi kolektibilitas kredit anggota pada CU Damai Sejahtera. ## 2. TEORITIS ## 2.1 Data Mining Data mining adalah disiplin ilmu yang tujuan utamanya adalah untuk menemukan, menggali, atau menambang pengetahuan dari data atau informasi yang kita miliki. Kegiatan inilah yang menjadi garapan atau perhatian utama dari disiplin ilmu data mining[1] ## 2.2 Algoritma C5.0 Algoritma C5.0 merupakan algoritma berbasis decision tree yang merupakan penyempurnaan dari algoritma ID3 dan C4.5 yang dibentuk oleh Ross Quinlan pada tahun 1987. Algortima C5.0 dapat menangani atribut kontinyu dan diskrit. Pemilihan atribut dalam algoritma ini akan diproses menggunakan information gain . Atribut dengan nilai Gain tertinggi akan dipilih sebagai akar bagi node selanjutnya. Berikut persamaan untuk menghitung information gain atribut.: 𝑰 ( S 1, S 2......... S m ) = - ∑ 𝑷 𝒊 𝒍𝒐𝒈 𝟐 𝐦 𝒊=𝟎 ( 𝑷 𝟏 ) ..........................................(1) Dengan : S : Himpunan kasus m : Jumlah atribut class pi : Proporsi dari S i terhadap S Sementara untuk menghitung nilai entropy dapat dilihat pada pesamaan sebagai berikut: E(A) = ∑ 𝐒𝟏𝐣+⋯+𝐒𝐦𝐣 𝐒 (𝐒𝟏𝐣 … … 𝐒𝐦𝐣) 𝐲 𝒋=𝟏 ......................................(2) 𝑆1𝑗+⋯𝑆𝑚𝑗 𝑆 adalah jumlah subset j yang dibagi dengan jumlah sampel pada S, maka untuk mendapatkan nilai gain , selanjutnya digunakan formula. Maka nilai gain dapat dihitung dengan formula sebagai berikut: Gain(A)=I(s1,s2,...,sm)–E(A). ......................................(3) ## 3. ANALISA DAN PEMBAHASAN Status kolektibilitas dijadikan sebagai acuan bagi pihak bank untuk menindaklanjuti proses analisa pemberian kredit untuk mengurangi kredit macet yang bisa berdampak pada meningkatnya tingkat profitabilitas lembaga. Data yang digunakan pada prediksi ini adalah 100 data anggota yang memiliki track record pada CU Damai Sejahtera. Data tersebut akan diolah menggunakan metode C5.0 yang menghasilkan kolektibilitas kredit anggota dalam bentuk pohon keputusan. Selanjutnya, data tersebut juga dianalisa dengan menggunakan tools RapidMiner yang fungsinya sama yaitu menghasilkan kolektibilitas kredit anggota dalam pohon keputusan dan rule based presentation. Identifikasi Masalah Kolektibilitas kredit menjadi salah satu bentuk analisa perkreditan dalam mengidentifikasi atau mengolah data dan mengklasifikasikan data tersebut dalam kategori lancar, tidak lancar dan macet berdasarkan atribut-atribut yang mempengaruhi resiko kredit. Dalam klasifikasi kolektibilitas kredit ini, peneliti memperoleh data anggota peminjam dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, yaitu tahun 2014, 2015 dan tahun 2016. Jumlah data transaksi yang diperoleh adalah 515 data transaksi yang terdiri dari 11 atribut. Tabel 1. Atribut Data Anggota dan Data Pinjaman NO ATRIBUT DATA ANGGOTA ATRIBUT DATA PINJAMAN 1 ID_ANGGOTA ID ANGGOTA 2 NAMA NAMA 3 UMUR NOMOR REKENING KREDIT 4 JENIS KELAMIN TANGGAL PENCAIRAN 5 PENDAPATAN KELUARGA BESAR PINJAMAN NO ATRIBUT DATA ANGGOTA ATRIBUT DATA PINJAMAN 6 - LAMA PINJAMAN 7 - SIMPANAN 8 - AGUNAN/ COLLATERAL Dari jumlah data transaksi di atas, peneliti hanya mengambil 100 data transaksi. Berikut dataset sementara yang akan diseleksi: Tabel 2. Dataset Penelitian Seperti dikatakan pada bab sebelumnya bahwa data mining merupakan penggalian informasi dari suatu data. Dalam mendapatkan informasi, maka hal yang dilakukan adalah penentuan atribut. Dari atribut yang ditampilkan pada tabel 2, maka peneliti memilih atribut yang berpengaruh terhadap resiko kredit. Atribut-atribut tersebut adalah: 1. Agunan (collateral) Agunan (collateral) merupakan agunan yang mungkin bisa disita apabila anggota benar-benar tidak bisa memenuhi kewajibannya. Agunan (collateral) berfungsi untuk meyakinkan bank/CU bahwa debitur mempunyai kemampuan untuk melunasi kredit yang diberikan sesuai dengan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama. Bentuk jaminan berupa saham dan sertifikat tanah/rumah. 2. Simpanan Simpanan atau saham anggota dikategorikan menjadi dua, yaitu simpanan dibawah atau sama dengan Rp. 5.000.000,- dan simpanan di atas Rp. 5.000.000,- 3. Lama pinjaman Lama pinjaman dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: lama pinjaman jangka pendek antara 1-12 bulan, jangka menengah antara 13-24 bulan, jangka panjang diatas 25 bulan. 4. Besar Pinjaman Besar pinjaman dikelompokkan dalam beberapa range 500.000-3.000.000, 3.000.001-5.000.000, 5.000.001-7.000.000, 7.000.001-9.000.000, dan > 9.000.000. 5. Pendapatan Keluarga Pendapatan keluarga dikelompokkan dalam beberapa range 500.000 -2.000.000, 2.000.000 - 4.000.000, 4.000.001 – 6.000.000, >6.000.000. 6. Pengeluaran Keluarga Pengeluaran keluarga terdiri dari dua bagian, yaitu: range antara 500.000 – 2.000.000 dan >2.000.000 Setelah data diseleksi dan atribut-atribut penentu kolektibilitas kredit, maka tahap selanjutnya adalah transformasi data. Transformasi data dilakukan dengan mengubah tipe data numerik menjadi interval dan menginisialkan nilai atau isian karakter terlalu panjang pada beberapa atribut. Hasil transformasi data tabel dibawah ini: Tabel 3. Transformasi Data ATRIBUT KATEGORI TRANS-FORMASI Agunan Saham A1 Sertifikat Tanah A2 Simpanan (Rp.) ≤5.000.000 SP1 >5.000.000 SP2 Lama Pinjaman Pendek LP1 Menengah LP2 Panjang LP3 Besar Pinjaman (Rp) 500.000 – 3.000.000 BP1 3.000.001 – 5.000.000 BP2 5.000.001 – 7.000.000 BP3 7.000.001 – 9.000.000 BP4 ≥9.000.000 BP5 Pendapatan keluarga 500.000 - 2.000.000 PK1 2.000.001 – 4.000.000 PK2 4.000.001 – 6.000.000 PK3 >6.000.000 PK4 Pengeluaran Keluargan 500.000 – 2.000.000 P1 > 2000.000 P2 Hasil data transformasi data sesuai dengan dataset pada tabel 4.2 adalah sebagai berikut: Tabel 4. Hasil Transformasi Data No Nama Besar Pinjaman Lama Pinjaman Agunan Simpanan Pengeluaran Keluarga Pendapatan Keluarga Kolektibilitas 1 Hasundungan Sinaga BP5 LP3 A2 SP2 P1 PK1 Tidak Lancar 2 Robet Debataraja IR BP5 LP3 A2 SP2 P1 PK2 Lancar 3 Ratna Sinaga BP1 LP1 A2 SP2 P2 PK4 Lancar 4 Hasryin Pasaribu BP5 LP2 A2 SP2 P2 PK4 Lancar 5 Marsius Sitohang BP4 LP2 A1 SP1 P1 PK2 Tidak Lancar 6 Tumpak Sinurat BP5 LP1 A2 SP2 P1 PK2 Lancar 7 Sarwan Rajagukguk BP5 LP3 A2 SP2 P2 PK4 Tidak Lancar 8 Novriany E. Rajagukguk BP3 LP3 A1 SP2 P2 PK4 Lancar 9 Tiarmauli S. Br. Gurning BP5 LP3 A2 SP2 P1 PK2 Lancar 10 Benyamin Manalu BP1 LP1 A1 SP1 P1 PK2 Macet 11 Mastina Sidabutar BP4 LP2 A1 SP2 P2 PK4 Lancar 12 Simson Sinaga BP5 LP3 A2 SP1 P1 PK2 Lancar 13 Rame Sitinur Sari Manurung BP4 LP2 A1 SP2 P1 PK1 Lancar 14 Lidia S Siringo-ringo BP5 LP2 A1 SP2 P2 PK4 Lancar 15 Kanni Br. Sitanggang BP2 LP2 A1 SP1 P1 PK2 Tidak Lancar ... ... ... ... ... ... ... ... ... 99 Erika Duha BP1 LP2 A1 SP1 P1 PK2 Lancar 100 Lasmaria Sihombing BP1 LP1 A1 SP1 P1 PK2 Tidak Lancar Jumlah Lancar Tidak Lancar Macet 100 42 40 18 BP1 12 2 6 4 BP2 19 5 6 8 BP3 8 5 1 2 BP4 6 4 1 1 BP5 55 26 26 3 LP1 15 5 5 5 LP2 41 17 14 10 LP3 44 20 21 3 A1 53 18 20 15 A2 47 24 20 3 SP1 70 24 31 15 SP2 30 18 9 3 PK1 7 3 4 0 PK2 25 11 11 3 PK3 10 3 6 1 PK4 58 25 19 14 P1 32 14 15 3 P2 68 28 25 15 Pendapatan Keluarga Pengeluaran Keluarga Nilai Atribut Besar Pinjaman Lama Pinjaman Agunan (Collateral) ## Simpanan Berdasarkan data di atas, selanjutnya adalah pembentukan pohon keputusan. Pembentukan pohon keputusan pada dasarnya dimulai pada tahap awal menentukan node awal sebagai akar pohon keputusan. Langkah-langkah penentuan akar (node awal) adalah : 1. Dalam metode decision tree dengan algoritma C5.0, penentuan simpul awal dilakukan melalui perhitungan jumlah kasus masing - masing atribut dengan kolektibilitas lancar, kurang lancar dan macet untuk setiap atribut, entropy dari semua kasus dan gain dari setiap atribut. Berikut tabel pembagian kasus dari atribut Colateral (saham, sertifikat tanah), Simpanan (≥5.000.000, >5.000.000, Lama Pinjaman (pendek, menengah, panjang), Besar Pinjaman (500.000 – 3.000.000, 3.000.001 – 5.000.000, 5.000.001 – 7.000.000, 7.000.001 – 9.000.000, ≥9.000.000), Pendapatan Keluarga (500.000 – 2.000.000, 2.000.001 – 4.000.000, 4.000.001 – 6.000.000, >6.000.000). Hasilnya dapat dilihat pada pembagian kasus di bawah ini: Tabel 5. Pembagian Kasus 2. Perhitungan nilai information gain atribut dari total keseluruhan kasus dapat menggunakan rumus persamaan 1 yang telah dibahas pada bab 3: 𝐼 ( S 1, S 2......... S m ) = - ∑ 𝑃 𝑖 𝑙𝑜𝑔 2 m 𝑖=0 ( 𝑃 1 ) I( 42,40,18) = - 42 100 log2( 42 100 ) + (- 40 100 log2( 40 100 )) + (- 18 100 log2( 18 100 )) =(-0,44 * ( ln (0,44) 𝑙𝑛2 ))+(-0,4 * ( ln (0,4) 𝑙𝑛2 )) + (-0,16* ( ln (0,16) 𝑙𝑛2 )) = 0,526 + 0,529 + 0,445 = 1,500 Selanjutnya adalah mencari entropy atribut dari masing-masing atribut dengan menggunakan persamaan (2) yang ada pada bab 3: E(A) = ∑ 𝐒𝟏𝐣+⋯+𝐒𝐦𝐣 𝐒 (𝐒𝟏𝐣 … … 𝐒𝐦𝐣) 𝐲 𝒋=𝟏 = 100 100 ∗ 1,500 = 1,500 3. Nilai diatas adalah entropy dari keseluruhan jumlah data. Selanjutnya adalah mencari gain dari masing-masing atribut untuk mengetahui nilai gain tertinggi yang akan dijadikan sebagai node akar. Berikut adalah mencari nilai entropy dan gain dari atribut Besar Pinjaman: a. I(BP1,lancar, kurang lancar, macet) = (- 2 12 log2 ( 2 12 ) + (− 6 12 log2 ( 6 12 ) + (− 4 12 log2 ( 4 12 ) = (- 2 12 (𝐿𝑁 ( 2 12 𝐿𝑁2 ))) + (− 6 12 (𝐿𝑁 ( 6 12 𝐿𝑁2 ))) + = (− 4 12 (𝐿𝑁 ( 4 12 𝐿𝑁2 ))) = 0,431 + 0,500 + 0,528 = 1,459 Maka entropy dari BP1 adalah: E (BP1) = 12 100 (1,459) = 0,175 b. I(BP2,lancar, kurang lancar, macet) = (- 5 19 log2 ( 5 19 ) + (− 6 19 log2 ( 6 19 ) + ( − 8 19 log2 ( 8 19 ) = (- 5 19 (𝐿𝑁 ( 5 19 𝐿𝑁2 ))) + (− 6 19 (𝐿𝑁 ( 6 19 𝐿𝑁2 ))) +(− 8 19 (𝐿𝑁 ( 8 19 𝐿𝑁2 ))) = 0,507 + 0,525 + 0,525 = 1,557 Maka entropy dari BP2 adalah: E (BP2) = 10 100 (0,1557) = 0,296 c. I(BP3,lancar, kurang lancar, macet) = (- 5 8 log2 ( 5 8 ) + ( − 1 8 log2 ( 1 8 ) + (− 2 8 log2 ( 2 8 ) = (- 5 8 (𝐿𝑁 ( 5 8 𝐿𝑁2 ))) + (− 1 8 (𝐿𝑁 ( 1 8 𝐿𝑁2 ))) + = (− 2 8 (𝐿𝑁 ( 2 8 𝐿𝑁2 ))) = 0,424 + 0,375 + 0,500 = 1,299 Maka entropy dari BP3 adalah: E (BP3) = 8 100 (1,299) = 0,104 d. I(BP4, lancar, kurang lancar, macet) = (- 4 6 log2 ( 4 6 ) + ( − 1 6 log2 ( 1 6 ) + ( − 1 6 log2 ( 1 6 ) = (- 4 6 (𝐿𝑁 ( 4 6 𝐿𝑁2 ))) + (− 1 6 (𝐿𝑁 ( 1 6 𝐿𝑁2 ))) + = (− 1 6 (𝐿𝑁 ( 1 6 𝐿𝑁2 ))) = 0,390 + 0,431 + 0,431 = 1,252 Maka entropy dari BP4 adalah: E (BP4) = 6 100 (1,252) = 0,075 e. I(BP5, lancar, kurang lancar, macet) = (- 26 55 log2 ( 26 55 ) + ( − 26 55 log2 ( 26 55 ) +(- 3 55 log2 ( 3 55 ) =(- 26 55 (𝐿𝑁 ( 26 55 𝐿𝑁2 ))) + (− 26 55 (𝐿𝑁 ( 26 55 𝐿𝑁2 ))) +(− 3 55 (𝐿𝑁 ( 3 55 𝐿𝑁2 ))) = 0,511 + 0,5111 + 0,229 = 1,251 Maka entropy dari BP5 adalah: E (BP5) = 55 100 (1,251) = 0,688 f. Total entropy atribut Besar Pinjaman(BP) = 0,175 + 0,296 + 0,104 + 0,075 + 0,688 = 1,338 4. Maka nilai gain dari atribut Besar Pinjaman (BP) adalah: Gain (A) = I(s1,s2,...,sm) – E(A) Gain (BP) = 1,500 – 1,338 = 0,162 Dalam menentukan node akar, perlu diketahui nilai gain dari masing-masing atribut. Di bawah ini adalah nilai gain dari seluruh atribut: Tabel 6. Perhitungan Node Akar Dari Tabel 6 diketahui bahwa atribut dengan gain tertinggi adalah besar pinjaman, yaitu 0,162. Dengan demikian besar pinjaman menjadi node akar. Ada lima nilai atribut dari besar pinjaman, yaitu BP1(500.000 – 2.000.000), BP2(3.000.001 – 5.000.000), BP3(5.000.001 – 7.000.000), BP4(7.000.000 – 9.000.000, BP5(>5.000.000). Khusus untuk node 4, nilai tertinggi ada pada kolektibilitas lancar sedangkan yang lainnya adalah bernilai 1. Dari hasil diatas, maka dapat digambarkan bahwa pohon keputusan sementara tampak seperti berikut ini : Jumlah Lancar Tidak Lancar Macet Information Gain Atribut Entropy atribut Total Entropy Gain 100 42 40 18 1,500 1,500 1,500 - BP1 12 2 6 4 1,459 0,175 BP2 19 5 6 8 1,557 0,296 BP3 8 5 1 2 1,299 0,104 BP4 6 4 1 1 1,252 0,075 BP5 55 26 26 3 1,251 0,688 LP1 15 5 5 5 1,585 0,238 LP2 41 17 14 10 1,552 0,637 LP3 44 20 21 3 1,291 0,568 A1 53 18 20 15 1,575 0,835 A2 47 24 20 3 1,273 0,598 SP1 70 24 31 15 1,526 1,068 SP2 30 18 9 3 1,295 0,389 PK1 7 3 4 0 0,985 0,069 PK2 25 11 11 3 1,409 0,352 PK3 10 3 6 1 1,295 0,130 PK4 58 25 19 14 1,546 0,897 P1 32 14 15 3 1,354 0,433 1,480 0,020 P2 68 28 25 15 1,539 1,046 Pengeluaran Keluarga 0,162 0,058 Besar Pinjaman Lama Pinjaman Agunan Simpanan Pendapatan Keluarga 0,067 1,457 0,043 1,338 0,052 1,447 1,442 1,433 Atribut Nilai Hitung kembali nilai gain dan entropy node 1 dengan menggunakan formula yang sama. Hasilnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 7. Perhitungan Node 1 Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa atribut dengan gain tertinggi adalah Lama Pinjaman, yaitu 1,054. Dengan demikian Lama Pinjaman menjadi node cabang yang terdiri dari LP1 (pendek), LP2(menengah), dan LP3(panjang). Dari tabel 7 dapat di gambarkan pohon keputusan seperti di bawah ini: Gambar 3. Pembentukan Node 1 Selanjutnya adalah perhitungan node 2, hasil perhitungan untuk node 2 adalah seperti tabel di bawah ini: Tabel 8. Perhitungan Node 2 Dari tabel 8 dapat diketahui bahwa atribut dengan gain tertinggi adalah simpanan, yaitu 0,354. Dengan demikian simpanan menjadi node cabang yang terdiri dari SP1 (≤5.000.000) dan SP2(>5.000.000). Dari tabel 8 dapat di gambarkan pohon keputusan seperti di bawah ini: Atribut Nilai Jumlah Lancar Tidak Lancar Macet Information Gain Atribut Entropy atribut Total Entropy Gain NODE 1 BP1 12 2 6 4 1,459 1,459 1,459 0 LP1 1 1 4 3 1,406 0,937 1,135 1,054 LP2 1 1 2 1 1,500 0,500 LP3 0 0 0 0 0 0 A1 1 1 6 4 1,322 1,212 A2 1 1 0 0 0,000 0,000 SP1 1 1 6 4 1,322 1,212 SP2 1 1 0 0 0 0 PK1 0 0 0 0 0 0 PK2 1 1 2 2 1,522 0,634 PK3 0 0 2 0 0 0 PK4 1 1 2 2 1,522 0,634 P1 5 1 2 2 1,522 0,634 1,438 0,750 P2 7 1 4 2 1,379 0,804 0,977 Lama Pinjaman Agunan 1,212 0,977 Simpanan 1,212 Pendapatan Keluarga 1,268 Pengeluaran Keluarga 0,920 Atribut Nilai Jumlah Lancar Tidak Lancar Macet Information Gain Atribut Entropy atribut Total Entropy Gain NODE 2 BP2 19 5 6 8 1,557 1,557 1,557 - LP1 2 1 0 1 0,000 0,000 LP2 17 4 6 7 1,549 1,386 LP3 0 0 0 0 0,000 0,000 A1 19 5 6 8 1,557 1,557 A2 0 0 0 0 0,000 0,000 SP1 16 5 4 7 1,546 1,203 SP2 3 0 2 1 - - PK1 0 0 0 0 0,000 0,000 PK2 5 2 2 1 1,522 0,401 PK3 2 1 1 0 0,000 0,000 PK4 12 2 3 7 1,384 0,874 P1 5 2 2 1 1,522 0,401 P2 14 3 4 7 1,493 1,100 1,557 1,386 Lama Pinjaman Agunan 1,275 1,203 Simpanan Pendapatan Keluarga Pengeluaran Keluarga 1,500 0,057 0,283 0,354 - 0,172 Gambar 4. Pembentukan Node 2 Selanjutnya adalah perhitungan node 3, hasil perhitungan untuk node 3 adalah seperti tabel di bawah ini: Tabel 9. Perhitungan Node 3 Selanjutnya adalah perhitungan node 5.2 dan menghasilkan rule seperti berikut ini: R1 JIKA Besar Pinjaman 500.000 - 3.000.000 DAN Lama Pinjaman 13 -24 Bulan MAKA Kolektibilitas Tidak Lancar R2 JIKA Besar Pinjaman 500.000 - 3.000.000 DAN Lama Pinjaman 1 -12 Bulan DAN Pengeluaran Keluarga 500.000 - 2.000.000 MAKA Kolektibilitas Macet R3 JIKA Besar Pinjaman 500.000 - 3.000.000 DAN Lama Pinjaman 1 -12 Bulan DAN Pengeluaran Keluarga diatas 2.000.000 DAN Pendapatan Keluarga 4.000.001 - 6.000.000 MAKA Kolektibilitas Tidak Lancar R4 JIKA Besar Pinjaman 500.000 - 3.000.000 DAN Lama Pinjaman 1 -12 Bulan DAN Pengeluaran Keluarga diatas 2.000.000 DAN Pendapatan Keluarga 4.000.001 - 6.000.000 MAKA Kolektibilitas Tidak Lancar R5 JIKA Besar Pinjaman 500.000 - 3.000.000 DAN Lama Pinjaman 1 -12 Bulan DAN Pengeluaran Keluarga diatas 2.000.000 DAN Pendapatan Keluarga >6.000.000 MAKA Kolektibilitas Lancar R6 JIKA Besar Pinjaman 3.000.001 - 5.000.000 DAN Simpanan diatas 5.000.000 MAKA Kolektibilitas Tidak Lancar R 7 JIKA Besar Pinjaman 3.000.001 - 5.000.000 DAN Simpanan Di Bawah Atau Sama Dengan 5.000.000 DAN Pendapatan Keluarga 2.000.000 - 4.000.000 MAKA Kolektibilitas Tidak Lancar R8 JIKA Besar Pinjaman 3.000.001 - 5.000.000 DAN Simpanan Di Bawah Atau Sama Dengan 5.000.000 DAN Pendapatan Keluarga 4.000.001 - 6.000.000 MAKA Kolektibilitas Lancar R9 JIKA Besar Pinjaman 3.000.001 - 5.000.000 DAN Simpanan dibawah atau sama dengan 5.000.000 DAN Pendapatan Keluarga >6.000.000 MAKA Kolektibilitas Macet R10 JIKA Besar Pinjaman 5.000.001 - 7.000.000 DAN Lama Pinjaman 1 -12 Bulan MAKA Kolektibilitas Macet Atribut Nilai Jumlah Lancar Tidak Lancar Macet Information Gain Atribut Entropy atribut Total Entropy Gain NODE 3 BP3 8 5 1 2 1,299 1,299 1,299 0 LP1 2 1 0 1 0,000 0,000 0,000 1,299 LP2 4 3 0 1 0,000 0,000 LP3 2 1 1 0 0,000 0,000 A1 8 5 1 2 1,299 1,299 1,299 - A2 0 0 0 0 0,000 0,000 SP1 5 3 1 1 1,371 0,857 0,857 0,442 SP2 3 2 0 1 0,000 0,000 PK1 0 0 0 0 0,000 0,000 1,299 - PK2 0 0 0 0 0,000 0,000 PK3 0 0 0 0 0,000 0,000 PK4 8 5 1 2 1,299 1,299 P1 1 0 1 0 0,000 0,000 0,000 - P2 7 5 0 2 0,000 0,000 Lama Pinjaman Agunan Simpanan Pendapatan Keluarga Pengeluaran Keluarga R11 JIKA Besar Pinjaman 5.000.001 - 7.000.000 DAN Lama Pinjaman 13 -24 Bulan MAKA Kolektibilitas Lancar R12 JIKA Besar Pinjaman 5.000.001 - 7.000.000 DAN Lama Pinjaman diatas 25 Bulan MAKA Kolektibilitas Lancar R13 JIKA Besar Pinjaman 7.000.001 - 9.000.000 MAKA Kolektibilitas Lancar R14 JIKA Besar Pinjaman >9.000.000 DAN Pendapatan Keluarga 500.000 - 2.000.000 MAKA Kolektibilitas Tidak Lancar R15 JIKA Besar Pinjaman >9.000.000 DAN Pendapatan Keluarga 2.000.000 - 4.000.000 DAN Simpanan dibawah atau sama dengan 5.000.000 MAKA Kolektibilitas Tidak Lancar R16 JIKA Besar Pinjaman >9.000.000 DAN Pendapatan Keluarga 2.000.000 - 4.000.000 DAN Simpanan diatas 5.000.000 MAKA Kolektibilitas Lancar R17 JIKA Besar Pinjaman >9.000.000 DAN Pendapatan Keluarga 4.000.001 - 6.000.000 MAKA Kolektibilitas Tidak Lancar R18 JIKA Besar Pinjaman >9.000.000 DAN Pendapatan Keluarga >6.000.000 MAKA Kolektibilitas Lancar ## 4. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan dan implementasi yang dilakukan dengan menggunakan algoritma C5.0 dan pengujian yang dilakukan dengan menggunakan RapidMiner 5.3, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pendataan kolektibilitas kredit pada penelitian ini menggunakan 5 atribut pendukung seperti besar pinjaman, lama pinjaman, simpanan, pendapatan keluarga. 2. Berdasarkan dari 5 atribut pendukung kolektibilitas, besar pinjaman merupakan salah satu pendukung kolektibilitas kredit, tetapi itu tidak bisa dijadikan kesimpulan akhir karena masih banyak faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kolektibilitas kredit. 3. Pohon keputusan C5.0 membantu untuk membuat suatu keputusan dalam mengidentifikasi suatu permasalahan dan melihat hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi suatu masalah. Peranan algoritma C5.0 dalam membangun pohon keputusan bisa dijadikan acuan sebagai alat bantu alternatif pemecahan masalah. 4. Aplikasi RapidMiner menggunakan berbagai teknik deskriptif dan prediksi dalam memberikan wawasan kepada pengguna sehingga dapat membuat keputusan yang baik. ## REFERENCES [1] Sani dan Dedy Suryadi, Pengantar Data Mining Menggali Pengetahuan dari Bongkahan Data, Yogyakarta: CV. Andi Offset,2010 [2] Kusrini and Emha Taufiq, Algoritma Data Mining,Yogyakarta: CV. Andi Offset,2009 [3] Detty,dkk, Get Easy Using Weka, Jakarta, Dapur Buku,2013 [4] Kennedi Tampubolon, et al, “Implementasi Data Mining Algoritma Apriori Pada Sistem Persediaan Alat-alat Kesehatan”, Informasi dan Teknologi Ilmiah (INTI), volume : I, Nomor: 1,Oktober 2013 [5] Han and Kamber, Data Mining and Concepts and Techniques ,United Stated America:Diane Cerra, 2006 [6] Iin Ernawati, 2008. Prediksi Status Keaktifan Studi Mahasiswa Dengan Algoritma C5.0 dan K-Nearest Neighbour [online]. Available: http://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/9558/7/Bab%202%202008ier.pdf.iin [7] Holisatul Munawaroh, Et Al, “ Perbandingan Algoritma Id3 Dan C5.0 Dalam Indentifikasi Penjurusan Siswa SMA”, Jurnal Sarjana Teknik Informatika, Vol. 1, No. 1, Juni 2013 [8] Difakar Singh, “An Algorithm to Construct Decision Tree for Machine Learning based on Similarity Factor”, International Journal of Aplications (0975 – 8887) , Volume 111-No. 10, February 2015 [9] E. Buulolo, “ALGORITMA APRIORI PADA DATA PENJUALAN DI SUPERMARKET,” in Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) , 2015, no. September 2015, pp. 4–7. [10] E. Buulolo, N. Silalahi, Fadlina, and R. Rahim, “C4.5 Algorithm To Predict the Impact of the Earthquake C4 . 5 Algorithm To Predict the Impact of the Earthquake,” Int. J. Eng. Res. Technol. , vol. 6, no. 2, 2017. [11] H. Widayu, S. D. Nasution, N. Silalahi, and M. Mesran, “DATA MINING UNTUK MEMPREDIKSI JENIS TRANSAKSI NASABAH PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM DENGAN ALGORITMA C4.5,” MEDIA Inform. BUDIDARMA , vol. 1, no. 2, Jun. 2017. [12] Dennis Aprilla, Et Al, Belajar Data Mining dengan RapidMiner,Jakarta ,2011 [13] www.mediabpr.com diakses pada tanggal 25/05/2017 [14] www.sc.com diakses pada tanggal 26/05/2017
a5665a66-e0c6-423f-9494-de4d56fdde4b
https://jppipa.unram.ac.id/index.php/jpmpi/article/download/2280/1708
## Original Research Paper Peningkatan Ketrampilan Siswa – Siswi SMK di Kabupaten Jember Melalui Pelatihan Aplikasi Teknologi Mutasi Tanaman Anggrek Parawita Dewanti 1* , Tri Handoyo 1 , Didik Pudji Restanto 1 , Laily Ilman Widuri 2 , Firdha Narulita Alfian 3 1 Fakultas Pertanian Universitas Jember Jalan Kalimantan 37 Jember, Jawa Timur Indonesia 68121 2 Magister Bioteknologi Universitas Jember Jalan Kalimantan 37 Jember, Jawa Timur Indonesia 68121 https://doi.org/10.29303/jpmpi.v5i4.2280 Sitasi : Dewanti, P., Handoyo, T., Restanto, D. P., Widury, L. I., & Alfian, F. N. (2022). Peningkatan Ketrampilan Siswa – Siswi SMK di Kabupaten Jember Melalui Pelatihan Aplikasi Teknologi Mutasi Tanaman Anggrek. Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA , 5(4) ## Article history Received: 20 Oktober 2022 Revised: 15 November 2022 Accepted: 20 November 2022 *Corresponding Author: Parawita Dewanti, Fakultas Pertanian Universitas Jember Jalan Kalimantan 37 Jember, Jawa Timur Indonesia 68121; Email: parawita.faperta@unej.ac.id Abstract: Introduksi teknologi kultur jaringan skala rumah tangga masih kurang banyak diminati karena teknik kultur jaringan dianggap membutuhkan skill khusus dan peralatan yang cukup mahal. Siswa siswi SMK adalah SDM muda yang terampil dan berpotensi yang disiapkan untuk siap terjun langsung di dunia kerja maupun mendirikan usaha secara mandiri. Sasaran SDM siswa – siswi SMK ini sangat berpotensi untuk diedukasi terkait dengan bioteknologi mutasi pada tanaman anggrek. Kegiatan pelatihan ini bertujuan untuk 1). Meningkatkan program diseminasi hasil penelitian guna mengenalkan teknologi mutan untuk peningkatan variasi genetik anggrek agar lebih dikenal masyarakat di Kabupaten Jember khususnya SDM muda potensial yakni siswa – siwi SMK; 2). Membangun collegial work yang berorientasi pada pertanian industrial melalui hilirisasi karya penelitian dalam kegiatan pengabdian yang berpeluang sebagai sumber Revenue Generating (RG) . Sasaran yang sangat berpotensi untuk tujuan pelatihan ini yakni siswa-siswi dari tujuh SMK di Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso. Kegiatan yang dilakukan berupa: 1). Pengenalan materi bioteknologi mutasi; 2). Praktek teknologi mutasi tanaman anggrek secara in vitro dengan menggunakan mutagen kimia; 3). Praktek persilangan dan aklimatisasi tanaman anggrek. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pengetahuan mitra tentang teknologi mutan dan juga peningkatan skill mitra untuk mempraktekkan teknologi mutasi. Melalui program hibah ini, diharapkan dapat dilakukan transfer of skill and knowledge dari Tim Peneliti dan masyarakat sehingga diharapkan banyak bermunculan ragam produk anggrek mutan dari hasil sinergitas mitra dan Universitas Jember. Hasil pelatihan juga diharapakan terbentuk collegial work untuk mendukung percepatan hilirisasi produk tanaman mutan pada anggrek. Keywords: Bioteknologi; Dendrobium sp ; Kultur Jaringan; Mutagen Kimia; SMK ## Pendahuluan Peningkatan mutu dan kualitas produksi tanaman anggrek masih terkendala pada teknik persilangan dan perbanyakan, juga serapan teknologi budidaya oleh masyarakat yang bergerak di bidang nursery anggrek (Hartati et al., 2014). Upaya untuk mengenalkan teknologi budidaya anggrek secara kultur jaringan dan pelatihan persilangan anggrek dalam bentuk kegiatan pengabdian sudah mulai dilakukan oleh Tim Peneliti sejak tahun 2019 (Dewanti, et al ., 2022). Kegiatan pengenalan masyarakat pada teknologi kultur jaringan anggrek dimulai dengan mengenalkan kegiatan kultur in vitro skala laboratorium hingga pengenalan kultur jaringan skala rumah tangga. Sasaran yang menjadi mitra selama ini masih terbatas pada komunitas pecinta anggrek Jember dan juga anggota Perhimpunan Anggrek Indonesia (PAI). Proses hilirisasi produk teknologi hasil penelitian yang terus berkembang perlu dipercepat dengan cara memperluas mitra kerjasama yang tidak lagi hanya fokus kepada komunitas yang sudah lama menggeluti anggrek saja. Introduksi teknologi kultur jaringan skala rumah tangga yang sebelumnya sudah dilakukan oleh Tim Peneliti masih menghadapi kendala yakni kurangnya minat masyarakat untuk melanjutkan kemitraan untuk produksi bibit anggrek dengan kultur jaringan. Kurangnya minat dikarenakan teknik kultur jaringan membutuhkan skill khusus dan peralatan yang cukup mahal. Mitra komunitas pecinta anggrek Jember dan juga anggota Perhimpunan Anggrek Indonesia (PAI) Sebagian besar lebih memilih fokus terhadap kemitraan dalam bisnis pemasaran tanaman anggrek. Salah satu sasaran yang sangat berpotensi untuk tujuan perluasan mitra ini yakni siswa-siswi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Siswa – siswi SMK merupakan SDM yang disiapkan untuk dilatih ketrampilan dan skill nya supaya siap terjun langsung di dunia kerja. Bekal hard skill maupun soft skill sangat diperlukan untuk menunjang kesuksesan siswa pada saat persiapan masuk dunia kerja (Sandroto, 2021). Beberapa Sekolah Menengah Kejuruan di Kabupaten Jember diantaranya memiliki berbagai program keahlian yang berkaitan dengan Pertanian seperti Agribisnis Tanaman, Agribisnis Ternak, Agribisnis Perikanan, dan Agriteknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Lembaga pendidikan yang mengusung program ini biasanya memiliki fasilitas yang mendukung untuk pengembangan teknologi budidaya tanaman, salah satunya adalah laboratorium kultur jaringan. Peran perguruan tinggi untuk menjalin kerjasama kemitraan dengan lembaga pendidikan SMK saat ini masih terbatas dalam rangka program Praktek Kerja Industri (Prakerin). Program Prakerin merupakan kegiatan peningkatan bekal ilmu pengetahuan dasar bagi siswa – siswi SMK supaya lebih cepat beradaptasi saat terjun langsung di dunia kerja. Pada era saat ini, lembaga pendidikan formal seperti SMK dituntut untuk bisa mengikuti ritme perkembangan dunia usaha dunia industri DUDI. Pembekalan kompetensi – kompetensi pada bidang keahlian tertentu sangat diperlukan supaya supaya lulusan SMK lebih siap bersaing di dunia kerja (Ardiani, 2020). Terbatasnya kolaborasi dalam bentuk kegiatan kemitraan dengan lembaga sekolah untuk pengembangan agribisnis juga menjadi permasalahan yang perlu diselesaikan. Kolaborasi kemitraan untuk perluasan komersialisasi anggrek di Jember sangat diperlukan untuk bisa mempercepat pengembangan unit – unit bisnis khususnya di bidang agribisnis dan agroindustri yang menjadi sumber Revenue Generating (RG) khususnya bagi perguruan tinggi (Gambar 1). Anggrek Genus Dendrobium sp adalah salah satu jenis anggrek populer dan banyak diminati masyarakat. Oleh sebab itu, kebutuhan untuk meningkatan produksi tanaman dan jumlah keragaman yang lebih banyak sangat diperlukan. Semakin pesatnya permintaan variasi anggrek Dendrobium perlu didorong dengan berbagai pendekatan teknologi budidaya untuk menghasilkan variasi – variasi genetik anggrek baru. UPT Agrotechnopark yang berkerja sama dengan Tim Peneliti sebelumya telah berhasil merilis varietas anggrek baru yakni Dendrobium Unej-1, Dendrobium Unej-2, dan terakhir Dendrobium Unej excellence pada tahun 2021. Anggrek – anggrek silangan lokal ini masih belum banyak dikembangkan sehingga kebaharuan dari kegiatan penelitian ini adalah penggunaan varietas indukan lokal untuk dijadikan sebagai objek aplikasi teknologi mutasi. Mutasi adalah perubahan materi genetik berupa DNA maupun RNA yang terjadi baik pada urutan gen, jenis basa nukleotidanya ataupun perubahan pada segmen yang lebih besar yaitu pada kromosom. Mutasi buatan dilakukan dengan dua cara yaitu kimia dan fisik. Mutasi kimia menggunakan mutagen kimia yaitu kolkisin dan zat digitonin, sedangkan mutasi fisik menggunakan mutagen fisik seperti sinar ultraviolet, sinar radioaktif, dan sinar gamma (Arumingtyas, 2019). Pada pelatihan ini, Tim pengabdi ingin mengenalkan pada masyarakat bahwa teknologi mutasi anggrek bisa dilakukan secara sederhana dengan menggunakan peralatan standar skala rumah tangga yang masih bisa dijangkau oleh masyarakat, khususnya siswa – siswi SMK. Tujuan diadakannya kegiatan pengabdian ini diantaranya untuk meningkatkan diseminasi hasil penelitian khususnya teknologi mutan untuk peningkatan variasi genetik anggrek kepada SDM muda potensial yakni siswa – siwi SMK dan membangun collegial work melalui hilirisasi hasil penelitian yang kedepan bisa diharapkan sebagai sumber Revenue Generating (RG) . Gambar 1. Peta jalan penyelesaian masalah mitra untuk mempercepat hilirisasi produk hasil teknologi mutasi tanaman anggrek Dendrobium sp ## Metode Kegiatan pelatihan peningkatan ketrampilan siswa – siswi SMK melalui pelatihan aplikasi teknologi mutasi tanaman anggrek dilaksanakan pada bulan September 2020 bertempat di UPT Agrotechnopark Universitas Jember. Peserta yang menjadi sasaran kegiatan ini adalah siswa – siswi dan guru pendamping dari SMK di Kabupaten Jember dan Bondowoso, Jawa Timur dengan total 25 orang (Tabel 1). ## Tabel 1. Sasaran dan jumlah peserta pelatihan No Nama Sekolah Jumlah peserta 1 SMKN 5 Jember 5 2 SMKN 8 Jember 5 3 SMKN 1 Tlogosari Bondowoso 5 4 SMK Sunan Ampel Jember 3 5 SMK Baiturrohman Jember 3 6 SMK Al Hasan Jember 2 7 SMK Tunas Bangsa Jember 2 TOTAL 25 Tahapan kegiatan pelatihan yang dilaksanakan yakni sebagai berikut: a. Pengenalan materi bioteknologi mutasi dan kewirausahaan Pada kegiatan pengenalan ini siswa – siswi SMK dikenalkan tentang peralatan – peralatan standar laboratorium dan juga bahan yang digunakan untuk perbanyakan secara kultur jaringan. Peserta juga dikenalkan pada sarana laboratorium skala rumah tangga dan juga teknik sterilisasi yang memungkinkan dilakukan di rumah. Materi bioteknologi mutasi disampaikan oleh Pakar Bioteknologi Tanaman dengan menggunakan metode ceramah. Edukasi ini perlu diberikan untuk menjawab permasalahan masyarakat yang kesulitan untuk bisa melakukan proses kultur jaringan secara mandiri di rumah. Selain materi tentang pengenalan bioteknologi mutasi, peserta juga diberi wawasan tentang potensi dan peluang usaha anggrek terutama untuk bekal usaha siswa – siswa SMK sejak dini. Materi yang disampaikan berupa motivasi kewirausahaan dan juga tips merintis usaha sejak dini. b. Praktek teknologi mutasi tanaman anggrek secara in vitro dengan menggunakan mutagen kimia Setelah diberi wawasan tentang dasar teori bioteknologi, peserta kemudian diajak untuk langsung mempraktekkan cara melakukan mutasi pada tanaman anggrek skala in vitro. Pada sesi praktek ini peserta ditunjukkan cara melakukan mutasi pada anggrek dengan bahan kimia untuk menghasilkan variasi baru secara genetik dari tanaman anggrek. Siswa-siswi SMK dikenalkan pada proses mutasi anggrek yang memiliki beberapa tahapan yaitu merendam eksplan dalam mutagen kimia, kultur in vitro , aklimatisasi (Gambar 2). Bahan tanam PLB anggrek didapatkan dari induksi buah anggrek hasil persilangan. Bahan tanam yang digunakan untuk pelatihan diperoleh dari Laboratorium kultur jaringan di UPT Agrotechnopark. PLB anggrek yang digunakan sebagai bahan tanam adalah PLB berumur 1-2 bulan setelah tebar. PLB anggrek yang berwarna hijau tandanya PLB sehat dan siap diperlakukan mutasi. Gambar 2. Alur proses mutasi dengan menggunakan mutagen kimia c. Praktek persilangan dan aklimatisasi Kegiatan persilangan anggrek menjadi salah satu skill yang diajarkan pada saat kegiatan pelatihan. Persilangan merupakan tahap awal untuk perbanyakan tanaman anggrek. Pada kegiatan pelatihan, peserta diberi wawasan bagaimana cara memilih tanaman indukan yang bagus, cara tepat persilangan, dan juga hal – hal penting yang harus dilakukan untuk menunjang keberhasilan persilangan. Selain itu, peserta juga diberi pelatihan tentang aklimatisasi anggrek. Aklimatisasi merupakan tahapan krusial yang menentukan pertumbuhan bibit anggrek kedepannya. Tahapan kegiatan aklimatisasi yang dilakukan yakni mengeluarkan bibit anggrek dari botol, membersihkan sisa – sisa media, merendam dalam fungisida, meniriskan, dan menanam bibit pada media moss khusus anggrek. Tahap evaluasi dilakukan dengan metode pretest dan post test untuk mengukur tingkat partisipasi dan ketercapaian peserta saat pelatihan. Pengisian angket untuk menilai keberlanjutan program juga dilakukan di akhir sesi pelatihan. ## Hasil dan Pembahasan Hasil kegiatan pelatihan yang telah dilaksanakan dihadiri oleh peserta siswa – siswi dari 7 SMK se Kabupaten Jember yakni, SMKN 5 Jember, SMKN 8 Jember, SMKN 1 Tlogosari Bondowoso, SMK Sunan Ampel, SMK Baiturrohman Jember, SMK Al Hasan Jember, dan SMK Tunas Bangsa (Tabel 1). Peserta dihadari oleh 73,1 % siswa dan 26,3% guru pendamping. Usia siswa -siswi SMK yang hadir berkisar antara 15 – 19 tahun. Sebelum pelatihan dimulai peserta diminta untuk mengisi pre test untuk mengukur wawasan peserta sebelum dan sesudah pelatihan. Hasil kuesioner yang dilakukan sebelum dan sesudah acara pelatihan dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil menunjukkan bahwa 80,8% peserta sudah mengetahui tentang dasar kultur jaringan sebelum dilaksanakannya pelatihan. Sasaran yang dibidik untuk mengikuti kegiatan pelatihan ini memang adalah peserta yang sudah memiliki pengetahuan dasar tentang kultur jaringan sehingga materi tentang bioteknologi mutasi yang merupakan pengembangan iptek dari dasar ilmu tentang kultur jaringan lebih mudah diterima oleh peserta (Gambar 3). Teknologi mutasi anggrek ini dikenalkan kepada peserta supaya masyarakat mendapatkan informasi baru bahwa kendala budidaya anggrek yang membutuhkan waktu lama dapat diatasi salah satunya melalui pengembangan kultivar baru secara cepat menggunakan mutagen kimia yang telah dikonfimasi efektif untuk menginduksi terbentuknya tanaman mutan pada berbagai organisme (Kamila et al , 2022). ## Gambar 3. Kegiatan pemaparan materi dan diskusi tentang kultur jaringan, bioteknologi mutasi dan kewirausahaan Antusias peserta terlihat pada saat sesi diskusi dimana siswa maupun guru pendamping aktif bertanya dan interaktif dalam diskusi. Peserta siswa – siswi SMK tertarik dengan materi bioteknologi karena sebelumnya masih terbatas dalam mendapatkan dasar teori boteknologi selama pelajaran di sekolah. Guru pendamping juga antusias terhadap produk hasil penelitian yang telah dikembangkan oleh Tim Pengabdi sehingga mengharapkan kerjasama lanjutan untuk kegiatan diseminasi maupun hilirisasi produk kepada siswa – siswi SMK terutama di Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso. Pengetahuan peserta sebelum diadakannya pelatihan terhadap teknologi mutasi pada anggrek masih sangat terbatas (7,7%) sehingga pada kegiatan praktek juga diberikan sesudah pemberian materi berlangsung (Gambar 4). Praktek yang dapat dilakukan ke peserta yakni praktek persilangan anggrek, subkultur PLB anggrek, aklimatisasi, dan juga praktek melakukan perendaman PLB anggrek dengan bahan mutagen kimia untuk menginduksi mutasi. Perendaman PLB anggrek dengan mutagen kima dilakukan di laboratorium di dalam alat LAF. ## Gambar 4. Pengarahan praktek mutasi anggrek dengan mutagen kimian Tingkat kesulitan pada saat melaksanakan praktek diukur melalui pertanyaan yang diberikan pada saat pre test dan post test (Tabel 3). Sebanyak 50% peserta sudah bisa melaksanakan teknik kultur jaringan dengan tingkat kesulitan sedang. Praktek yang dilaksanakan dalam pelatihan ini adalah subkultur. Subkultur adalah proses pemindahan eksplan anggrek dari media lama ke media baru. Sebanyak 38,5 % peserta sebelum pelatihan merasa cukup sulit menerapkan kultur jaringan, namun sesudah mengikuti pelatihan ada peningkatan pemahaman peserta yang tingkat kesulitan sedang sebesar 66,7 %. ## Tabel 2. Hasil Pre test dan Post test Pelatihan Berbeda dengan praktek kultur jaringan, kegiatan persilangan dirasa peserta lebih mudah dilakukan dan telah dipahami oleh 19,2 % peserta . Jumlah peserta yang menilai kegiatan persilangan mudah meningkat menjadi 29,2 %, menandakan bahwa ada peningkatan skill yang diperoleh oleh sasaran sebelum dan sesudah pelatihan berlangsung. Praktek kegiatan persilangan anggrek dilakukan dengan cara mengambil benang sari dari bunga tanaman indukan jantan dan memasukkannya ke dalam putik tanaman indukan betina (Gambar 5). Persilangan anggrek dikatakan berhasil apabila bunga menunjukkan gejala layu dan terjadi perbesaran pada tangkai bunga.Tangkai bunga yang membesar ini nantinya menjadi buah anggrek yang berisi ribuan biji anggrek. Biji anggrek nantinya akan ditebar pada media tebar di laboratorium dalam kondisi steril. Gambar 5. Kegiatan pembuatan media, subkultur, persilangan, dan aklimatisasi tanaman anggrek Kegiatan aklimatisasi juga dilakukan dan peserta tidak mengalami kendala saat pelaksanaanya. Pada saat pelatihan aklimatisasi peserta diberikan wawasan tips keberhasilan aklimatisasi supaya dapat menghasilkan bibit yang berkualitas dan tumbuh sehat. Keberhasilan aklimatisasi sangat ditentukan oleh penguasaan teknik aklmatisasi, kondisi lingkungan, kondisi bibit dan juga penambahan pupuk maupun hormon seperti misalnya kitosan (Bani, dkk., 2022). Pertanyaan Pre Test Post Test Ya Tidak Ragu- ragu Ya Tidak Ragu- ragu (%) (%) Apakah Anda mengetahui tentang teknik kultur jaringan? 80,8 19,2 83,3 16,7 Apakah Anda mengetahui tentang bioteknologi? 42,3 26,9 30,8 58,3 41,7 Apakah Anda pernah melakukan mutasi (perubahan materi genetik) pada tanaman? 7,7 92,3 50 50 Apakah menurut Anda proses mutasi akan membawa keuntungan dalam budidaya anggrek? 73,1 3,8 23,1 91,7 8,3 Apakah perlu dilaksanakan kegiatan pelatihan lanjutan tentang kultur jaringan anggrek? 96,2 3,8 95,8 4,2 ## Tabel 3. Hasil penilaian tingkat kesulitan praktek ## Kesimpulan Kegiatan pelatihan dapat menjadi wadah yang tepat untuk kegiatan diseminasi dan hilirisasi produk hasil penelitian yang dihasikan oleh tim peneliti dari Perguruan Tinggi. Generasi muda siswa – siswa SMK dinilai sebagai sasaran potensial untuk membangun collegial work terutama di bidang pertanian industrial untuk mempercepat dan meningkatkan kapasitas produksi anggrek sebagai sumber Revenue Generating (RG) baik bagi perguruan tinggi maupun lembaga pendidikan formal SMK. ## Saran Perlu ada penelitian kultur jaringan tingkat lanjut yang spesifik pada topik yang belum banyak dikuasai peserta, yakni kegiatan tebar biji anggrek. Selain itu, Tindak lanjut dari collegial work yang sudah dirintis pada saat pelatihan perlu dibangun supaya program kemitraan yang dilaksanakan benar-benar efektif dan maksimal serta dapat bersinergi untuk kemajuan bersama. ## Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapakan terima kasih kepada Program Pengembangan Usaha Produk Intelektual Kampus (PPUPIK) Kemdikbudristek No 1614/UN25.3.2/PM/2022 dan Program Keris Dimas Penelitian Pengabdian Universitas Jember No 4488/UN25.3.1/LT/2022 yang telah memberi dukungan financial terhadap kegiatan pelatihan ini. ## Daftar Pustaka Ardiani, L. 2020. Evaluasi Pelaksanaan Program Praktek Kerja Industri (Prakerin). Jurnal Imiah Pendidikan dan Pembelajaran . Vol 4(2), hal 194-200. Arumingtyas, E.L., 2019. Mutasi, Prinsip Dasar, dan Konsekuensi . UB Press: Malang. Bani, R., Dewanti, P., Restanto, D.P., Widuri, L.I. and Alfian, F.N., 2022. Aplikasi Kitosan Terhadap Pertumbuhan Anggrek Dendrobium Sonia pada Tahap Aklimatisasi. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan . Vol 22(2), hal 146-154. Dewanti, P., Usmadi., Magfiroh, I.S., Sugiharto, B., dan Widuri, L.I., 2022. Training of Orchid Cultivation for Enhancing the Entrepreneurial Spirit of Orchid Lovers Community in Jember Regency. Jurnal Panrita Abdi . Vol 6(1), hal 71-80. Hartati, S., Budiyono, A., dan Cahyono, O. 2014. Studi eksplorasi dan karakterisasi anggrek alam secara morfologi dalam rangka pelestarian plasma nutfah. Agrineca . Vol 14(1), hal 1–16. Kamila, N., Purnomo, S.S., Widyodaru, N. and Sandra, E., 2022. Induksi Mutasi Etil Metan Sulfonat (EMS) Terhadap Kenampakan Fenotip Anggrek Ki Aksara ( Macodes Petola ) Secara In Vitro. Jurnal AGROHITA: Jurnal Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan . Vol 7(1) hal 152-162. Sandroto, C. W. 2021. Pelatihan: Pentingnya Soft Skill Untuk Kesuksesan Kerja Bagi Siswa- Siswi Sekolah Menengah Kejuruan. MARTABE: Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol 4(1). Pertanyaan Pre Test Post Test Mudah (%) Sedang (%) Cukup sulit (%) Sangat sulit (%) Mudah (%) Sedang (%) Cukup sulit (%) Sangat sulit (%) Bagaimana tingkat kesulitan dalam praktek kultur jaringan pada anggrek? 7,7 50 38,5 3,8 12,5 66,7 20,8 Bagaimana tingkat kesulitan dalam praktek persilangan pada anggrek? 19,2 46,2 19,2 15,4 29,2 54,2 16,7
658810a5-dddf-482b-aa62-6f688b6ccd1e
http://jik.fk.unri.ac.id/index.php/jik/article/download/178/149
## Laporan Kasus ## Akupunktur sebagai Terapi De Quervain’s Tenosynovitis Sri Wahdini, 1,2* Christina Simadibrata 3 ## ABSTRACT De Quervain’s tenosynovitis is a disease with pain and edema in the styloid process due to thickening of the sheaths that encase the tendons of abductor pollicis longus (APL) and extensor pollicis brevis (EPB). Management of De Quervain’s tenosynovitis include pharmacotherapy combined with conservative therapy and if it fails then surgical intervention is required. In case of De Quervain’s tenosynovitis, acupuncture for relieving pain and stiffness. Reported the case of a woman aged 52 year, complaints of pain and stiffness in the left thumb since two months before went to the Poliklinik Akupunktur dr. Cipto Mangunkusumo Nasional Hospital. On physical examination the left wrist area found tenderness and spasm in the area of APL and EPB, VAS 4, there was limitation in the first carpometacarpal joint functional and Finkelstein’s test was positive. Acupuncture therapy done at the point LI5, LU7, LU9 and Ashi. There was pain reduction and functional improvement of the carpometacarpal joints. Acupuncture gives good results for pain and stiffness in patients with de Quervain’s. Keywords: abductor pollicis longus, acupuncture, De Quervain’s, extensor pollicis brevis, Finkelstein’s test, De Quervain’s tenosynovitis merupakan kondisi peradangan selaput tendon yang menyelubungi otot abduktor polisis longus (APL) dan ekstensor polisis brevis (EPB) sehingga menjepit kedua tendon tersebut. Kedua otot tersebut berfungsi mengontrol gerakan dan menjaga stabilitas sendi ibu jari. Sindroma ini juga dikenal sebagai washerwoman’s sprain , Radial styloid tenosynovitis , de Quervain disease , de Quervain’s tenosynovitis , de Quervain’s stenosing tenosynovitis atau mother’s wrist . 1 * Penulis untuk korespondensi : Email :sri.wahdini01@ui.ac.id 1 Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2 Rumah Sakit Universitas Indonesia 3 Program Studi Spesialis Akupunktur Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia- Departemen Medik Akupunktur RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Kelainan ini sering ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan pria dengan rasio kejadian mencapai 6:1 dan terutama usia 40-50an. 2 Hal ini dikarenakan wanita mempunyai prosessus styloideus yang lebih besar daripada laki-laki. De Quervain’s tenosynovitis dapat terjadi selama kehamilan atau selama periode postpartum. 3 Faktor risiko de Quervain tenosynovitis antara lain akibat penggunaan sendi yang repetitif atau berlebihan ( overuse ) terutama sendi karpometakarpal (CMC) ibu jari seperti untuk kegiatan menggendong anak atau memeras pakaian. 4 Faktor risiko lainnya adalah trauma yang mengenai tendon APL dan EBP, penderita rheumatoid arthritis dan diabetes mellitus. 1,5 Tatalaksana De Quervain’s tenosynovitis meliputi farmakoterapi dikombinasi dengan terapi konservatif dan apabila gagal maka diperlukan intervensi bedah. Farmakoterapi yang diberikan berupa analgetik oral atau injeksi dan kortikosteroid injeksi. Terapi konservatif bertujuan mengurangi rasa nyeri dan mencegah perburukan gejala. Pasien dianjurkan untuk mengistirahatkan (immobilisasi) kompartemen dorsal pertama ibu jari, menghindari pekerjaan yang menggunakan pergelangan tangan atau ibu jari hingga tercapai pengobatan yang adekuat. Idealnya, immobilisasi dilakukan selama 4-6 minggu. Selain itu dapat diberikan terapi konservatif berupa fisioterapi dan akupunktur. 6 Intervensi bedah diperlukan jika terapi konservatif tidak efektif lagi terutama pada kasus- kasus lanjut yang telah terjadi perlengketan pada tendon sheath . 1,7 Akupunktur telah banyak digunakan sebagai terapi utama atau tambahan untuk kelainan muskuloskeletal. Akupunktur tidak hanya dapat mengurangi nyeri tetapi juga meningkatkan status fungsional pasien. Penelitian Hadianfard et al 8 yang membandingkan efikasi akupunktur dengan injeksi metilprednisolon asetat di kompartemen dorsal pertama pergelangan tangan untuk penanganan De Quervain’s tenosynovitis, didapatkan penurunan visual analogue scale (VAS) dan peningkatan fungsional pada kelompok akupunktur yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok injeksi steroid.. Wolkenstein 9 melakukan evaluasi manfaat terapi akupunktur untuk epikondilitis lateral kronis. Sebanyak 23 pasien diberikan real akupunktur dan 22 pasien menerima sham akupunktur sebanyak 10 kali terapi, 2 kali seminggu. Terdapat perbedaan yang bermakna pada kekuatan otot, intensitas nyeri dan skala disabilitas pada kelompok real akupunktur dibandingkan dengan sham akupunktur pada penilaian 2 minggu setelah terapi. Sedangkan pada penilaian 2 bulan setelah terapi kelompok akupunktur masih lebih baik daripada kelompok sham akupunktur walaupun secara statistik tidak bermakna. 9 Akupunktur sebagai terapi De Quervain’s tenosynovitis dilakukan dengan memilih titik local di sekitar daerah tendon dan otot EPB dan APL dengan tujuan utama untuk menghilangkan nyeri dan kekakuan. 10 Laporan kasus ini bertujuan memaparkan manfaat akupunktur sebagai pilihan terapi De Quervain’s tenosynovitis . ## Laporan Kasus Ny E, usia 55 tahun dirujuk ke Poliklinik Akupunktur Medik dari Poliklinik Bedah Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo dengan keluhan nyeri pada ibu jari kiri sejak 2 bulan yang lalu. Rasa nyeri dirasakan hanya sampai pergelangan tangan dan nyeri bertambah apabila ibu jari di tekuk serta terkadang pasien tidak mampu memegang/menggenggam suatu barang seperti gelas. Rasa nyeri timbul perlahan dan semakin berat. Bengkak, kemerahan dan mati rasa (baal) disangkal. Tidak ada keluhan yang sama pada ibu jari dan pergelangan tangan kanan. Tidak ada riwayat trauma. Rasa kaku yang timbul pada jari- jari lain terutama pagi hari, hipertensi, dan diabetes melitus disangkal. Pasien menopause sejak empat tahun yang lalu. Pasien adalah ibu rumah tangga yang sehari-hari mengerjakan pekerjaan rutin seperti membersihkan rumah, mencuci dan memasak. Pasien direncanakan untuk operasi, akan tetapi pasien menolak karena takut dan ingin mencoba terapi non bedah. Pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit ringan, kesadaran co mpos mentis , tekanan darah 117/74 mmHg, frekuensi nadi 75x/menit, frekuensi napas 18x/menit, suhu afebris, VAS 4. Status generalis dalam batas normal. Status lokalis sendi CMC I (ibu jari) Kanan Kiri Look : tidak terdapat deformitas, tidak terdapat atrofi otot, tidak ada kemerahan tidak terdapat deformitas, tidak terdapat atrofi otot, tidak ada kemerahan Feel : suhu normal, tidak terdapat edema, tidak terdapat nyeri tekan dan spasme pada daerah APL dan EPB suhu normal, tidak terdapat edema, nyeri tekan dan spasme pada daerah APL dan EPB Move (gerakan menggenggam) Power grip (menggenggam tabung) Dapat dilakukan Tidak mampu Ball grip (menggenggam bola) Dapat dilakukan Tidak mampu Pinch grip (mengambil barang yang tipis) Dapat dilakukan Tidak kesulitan Three point grip (memegang pensil) Dapat dilakukan Sangat Sulit * penilaian kemampuan berdasarkan: tidak kesulitan, sedikit sulit, sulit, sangat sulit, tidak mampu Tes Finkelstein’s negatif/positif, Grind Test negatif/negatif. Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 13,5 g/dL, leukosit 5.340/ uL, laju endap darah 15 mm, asam urat 3,6 mg/dL, glukosa sewaktu 92 mg/dL. Pasien didiagnosis sebagai De Quervain’s tenosynovitis sinistra. Terapi yang diberikan akupunktur manual menggunakan jarum ukuran 0,25 mm x 25 mm di titik LI5 Yangxi, LU7 Lieque, LU9 Taiyuan, (Gambar 1) dan Ahshi. Gambar 1. Lokasi Titik LI 5, LI 7, dan LU 9 11 Terapi diberikan sebanyak satu seri atau 12 kali terapi dengan frekuensi 2-3x/minggu dan setiap sesi selama 30 menit. Pasien dianjurkan untuk menghindari gerakan berlebihan pada ibu jari dan pergelangan tangan, seperti menggunting, menjahit, mengulek, mengucek pakaian; menggunakan thum spica untuk mengistirahatkan ibu jari; memberikan kompres dingin untuk mengurangi edema. Kemajuan selama terapi dapat dilihat di Tabel 1. Perubahan dirasakan pasien setelah sesi terapi ke-4 dan sejak sesi terapi ke-6 sampai ke-12 terapi akupunktur manual ditambah dengan rangsang listrik (elektroakupunktur) Sri Wahdini ,dkk , Akupunktur sebagai Terapi De Quervain’s Tenosynovitis Tabel 1. Pemeriksaan Status Lokalis Sendi CMC I Sinistra di Setiap Sesi Terapi Sesi Terapi Keluhan dan Hasil Pemeriksaan II Nyeri berkurang setelah terapi tetapi kembali lagi keesokan harinya, VAS 4. Power grip: tidak mampu; Ball grip : tidak mampu; Three point grip : sangat sulit. III Nyeri pada ibu jari dan pergelangan tangan mulai berkurang dan timbul 2 hari setelah kunjungan terakhir, VAS 3. Power grip: tidak mampu; Ball grip : tidak mampu; Three point grip : sangat sulit. IV Nyeri pada ibu jari dan pergelagan tangan berkurang, VAS 3. Power grip: sangat sulit; Ball grip : sangat sulit; Three point grip : sedikit sulit. V Nyeri pada ibu jari, tetapi nyeri pada pergelangan tangan sudah hilang, VAS 2. Power grip: sangat sulit; Ball grip : sangat sulit; Three point grip : sedikit sulit. VI Nyeri pada ibu jari terutama jika ditekuk, tetapi nyeri pada pergelangan tangan sudah hilang, VAS 2. Power grip: sulit; Ball grip : sulit; Three point grip : sedikit sulit. Terapi diganti menjadi elektroakupunktur (EA) gelombang kontinu, frekeunsi 2 Hz. VII Nyeri pada ibu jari berkurang dan pasien sudah mulai mampu menggenggam barang,VAS 2. Power grip: sulit; Ball grip : sulit; Three point grip : sedikit sulit. VIII Rasa nyeri pada ibu jari hanya timbul jika banyak beraktifitas,VAS 1. Power grip: sulit; Ball grip : sulit; Three point grip : sedikit sulit. IX dan X Rasa nyeri pada ibu jari hanya timbul jika banyak beraktifitas, VAS 1. Power grip: sulit; Ball grip : tidak kesulitan ; Three point grip : tidak kesulitan. XI dan XII Rasa nyeri pada ibu jari hilang pasien sudah bisa beraktivitas mengerjakan pekerjaan rumah seperti dahulu, VAS 0. Power grip: sedikit sulit; Ball grip : tidak kesulitan ; Three point grip : tidak kesulitan. * penilaian kemampuan berdasarkan: tidak kesulitan, sedikit sulit, sulit, sangat sulit, tidak mampu ## Pembahasan Diagnosis de quervain tenosynovitis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan keluhan nyeri ibu jari, terdapat riwayat melakukan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga yang memerlukan aktivitas berulang di pergelangan tangan dan ibu jari. Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan deformitas atau tanda radang, didapatkan nyeri dan spasme pada daerah APL dan EPB, keterbatasan melakukan gerakan power grip dan ball grip . Selanjutnya dilanjutkan dengan tes khusus untuk memperkuat diagnosa yaitu finkelstein’s test . Pasien diminta mengepalkan tangannya selama 30 detik dimana ibu jari diliputi oleh jari-jari lainnya selanjutnya dilakukan ulnar deviasi plus ekstensi, pemeriksaan dinyatakan positif apabila timbul nyeri karena dalam posisi tersebut tekanan ibu jari meningkat. 12,13 Masalah yang paling utama pada pasien ini adalah nyeri dan kekakuan ibu jari sampai ke pergelangan tangan sehingga pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari sebagai ibu rumah tangga seperti memasak, mengulek, dan menggenggam barang tertentu. Spasme terjadi sebagai bagian dari proteksi agar bagian tubuh yang nyeri tidak bergerak sehingga tidak menimbulkan kerusakan jaringan lebih parah. Spasme bersifat JIK, Jilid 13, Nomor 2, September 2019, Hal. 141-146 sementara dan dapat kembali normal. De Quervain Tenosynovitis menimbulkan permasalahan nyeri , spasme, keterbatasan lingkup gerak sendi sehingga menyebabkan penurunan kemampuan fungsional. 1 Pada pasien ini dipilih terapi akupunktur manual yang dilanjutkan dengan EA selama 30 menit persesi, sebanyak 12x terapi. Efek utama yang diharapkan dari terapi akupunktur pada De Quervain Tenosynovitis adalah analgesia dan kelenturan jaringan ikat tendon yang memungkinkan pasien untuk menggerakkan sendi pergelangan tangan dan ibu jari sehingga dapat beraktivitas kembali pekerjaan sehari- hari. 6 Terapi akupunktur merangsang serabut Aâ dan memodulasi nucleus rafe magnus (NRM) melalui berbagai mediator untuk menghasilkan analgesi. 14 Pemilihan titik LI5 Yangxi, LU7 Lieque, LU9 Taiyuan secara evidence based digunakan untuk kelainan pada lengan bawah dan pergelangan tangan. 8,9,11 Titik LU9 terletak pada tepi tendon APL, LU7 terletak antara otot brachioradialis dan APL sedangkan LI5 terletak dekat dengan tendon EPB. 11 Pada terapi VI sampai XII ditambahkan rangsangan menggunakan EA dengan tujuan meningkatkan efektivitas jarum dengan adanya stimulasi yang terus menerus. Dengan pemberian EA didapatkan efek terapi gabungan yaitu stimulasi saraf listrik transkutan (TENS) dan akupunktur manual. Selain itu dengan menggunakan EA frekuensi, tegangan, bentuk, dan panjang gelombang atau jenis stimulasi dapat distandardisasi. Efek fisiologis yang diharapkan dari EA adalah pelepasan endorfin yang lebih maksimal untuk sehingga dapat menghilangkan rasa sakit, mengurangi peradangan, meningkatkan sirkulasi darah, analgesia melalui hambatan stimulus nyeri dan relaksasi otot. Pada pasien ini dipilih gelombang kontinu, frekuensi rendah. Rangsangan akupunktur dengan frekuensi rendah (2–15 Hz) dapat melepaskan â endorfin dan enkephalin di brainstem dan hipotalamus serta endomorfin yang bekerja di reseptor ì dan ä. Akupunktur juga melepaskan cholecystokinin octapeptide (CCK-8), 5-hydroxytryptamine (5-HT), N-methyl D-aspartat-acid (NMDA), angiotensin, somatostatin, vasopresin, dan arginin, sehingga menimbulkan efek anti-inflamasi dan analgesik. Selain melalui aktivasi sistem modulasi nyeri endogen, terapi akupunktur melalui Substansi P, Calcitonin gene-related peptide (CGRP) dan Nitrit oksida (NO) akan meningkatkan sirkulasi darah di daerah nyeri. 14,15 Tendon memiliki matriks ekstraseluler yang disusun oleh serabut kolagen yang tebal dengan jumlah sel yang relatif sedikit. Matriks ekstraseluler meliputi protein fibrosa, protein penyambung dan kompleks polisakarida. Fibroblast jaringan ikat, sel epitel, sel otot dan neuron mengeluarkan substansi penyusun matriks ekstraseluler. Tendon bersifat meregang kuat karena banyak mengandung kolagen. Penusukan pada titik akupunktur akan meningkatkan migrasi fibroblast sehingga dapat meningkatkan kolagen dan asam amino seperti hidroksiprolin yang pada akhirnya dapat meningkatkan kekuatan dan kelenturan tendon. 9,10 Penyembuhan akibat cedera pada pergelangan tangan dan ibu jari lebih sulit tercapai dan terkadang membutuhkan waktu lebih lama karena persendian tersebut sering digunakan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. ## SIMPULAN Manual akupunktur yang dilanjutkan dengan elektroakupunktur efektif mengurangi nyeri dan meningkatkan range of motion sendi karpometakarpal (CMC) ibu jari penderita de quervain tenosynovitis . Akupunktur dapat dipertimbangkan sebagai salah satu pilihan terapi de quervain tenosynovitis . ## DAFTAR PUSTAKA 1. Martin A, Awan HM. De Quervain’s Syndrome. In: Orthopedic surgery clerkship . Springer: Cham. 2017. p. 157-160. 2. Kaux JF, Forthomme B, Goff CL, Crielaard JM, Croisier JL. Current opinions on tendinopathy. Journal of Sports Science and Medicine. 2011;10 : 238-53. 3. Borg-Stein J, Dugan SA. Musculoskeletal disorders of pregnancy, delivery, and postpartum. Phys Med Rehabil Clin N Am. 2007;18:459-76. 4. Stahl S, Vida D, Meisner C, Stahl AS, Schaller HE, Held M. Work related etiology of de Quervain’s tenosynovitis: a case-control study with prospectively collected data. BMC musculoskeletal disorders. 2015;16(1):126. 5. Shen PC, Chang, PC, Jou IM, Chen CH, Lee FH, Hsieh JL. Hand tendinopathy risk factors in Sri Wahdini ,dkk , Akupunktur sebagai Terapi De Quervain’s Tenosynovitis Taiwan: A population-based cohort study. Medicine. 2019; 98 (1) :e13795. 6. Da Silva JB, Batigalia F. Acupuncture in de quervain’s disease: a treatment proposal. BMJ. 2014;32:70-2. 7. Howell ER. Conservative care of De Quervain’s tenosynovitis/tendinopathy in a warehouse worker and recreational cyclist: a case report. J Can Chiropr Assoc 2012;56(2):121-7. 8. Hadianfard M, Ashraf A, Fakheri M, Nasiri A. Efficacy of acupuncture versus local methylprednisolone acetate injection in de quervain’s tenosynovitis: A RCT. JAcupunct Meridian Stud 2014;7(3):115-21. 9. Wolkenstain MF, Karst M, Gehrke A. Acupuncture in chronic apicondylitis:RCT. Rheumatology.2001;41:205-9. 10.Tao Ma Y. Biomedical acupuncture for sports and trauma rehabilitation dry needling techniques. Churchill livingstone, America. 2011. 11. Focks, C. E-book-atlas of acupuncture . Elsevier Health Sciences. Edisi ke-7. London: Churchill Livingstone;2008. 12.Brunelli G. Finkelstein’s versus Brunelli’s test in De Quervain tenosynovitis. Chirurgie de la Main. 2003;22(1):43-4. DOI: 10.1016/s1297- 3203(02)00005-7. 13.Wu F, Rajpura A, Sandher D. Finkelstein’s Test Is Superior to Eichhoff’s Test in the Investigation of de Quervain’s Disease. Journal of hand and microsurgery. 2018;10(02):116-8. 14.Leung L. Neurophysiological basis of acupuncture-induced analgesia-an updated review. J Acu Meridian Studies. 2012;5(6):261– 70. 15.Warner DS. Mechanisms of acupuncture– electroacupuncture on persistent pain. Anesthesiology 2014;120(1):482–503. JIK, Jilid 13, Nomor 2, September 2019, Hal. 141-146
d7e0daa9-5952-481d-a86a-122961ed4b4a
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/BISMA/article/download/6211/4605
## PENGARUH KECERDASAN INTELEKTUAL DAN SPIRITUAL TERHADAP KINERJA MELALUI MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA PEGAWAI KPP PRATAMA JEMBER ## Fani Alifah Robbil Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jember fani.robbil2@gmail.com Abstract: The purpose of this study were to determine the effect of intellectual and spiritual intelligence on the performance through motivation and job satisfaction at Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jember. This study included explanatory research with quantitative method. The population in this study were all employees of the KPP Pratama Jember number 102 employeesThe variables of this research were the intellectual, spiritual intelligence, motivation, job satisfaction and performance. The results showed that the Intelligence intellectual had significant effect employee motivation KPP Pratama Jember. Intelligence spiritual had significant effect employee motivation KPP Pratama Jember. Intellectual had no significant effect on employee job satisfaction of employees KPP Pratama Jember. Intelligence spiritual had significant effect on employee satisfaction KPP Pratama Jember. Intellectual acumen has no significant effect on employee performance KPP Pratama Jember. Intelligence spiritual had significant effect employee performance KPP Jember. Motivation effect on employee satisfaction KPP Pratama Jember. Employee satisfaction had significant effect employee performance KPP Pratama Jember. Keywords: Intellectua Lintelligence, Spiritual Intelligence, and Performance. Abtrak : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kecerdasan intelektuil dan spiritual terhadap kinerja melalui motivasi dan kepuasan kerja pegawai Kantor Pelayanan Pratama Jember. Penelitian ini termasuk dalam penelitian penjelasan (explanatory research) dengan metode kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan KPP Pratama Jember sejumlah 102 pegawai. Variabel penelitian ini adalah kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, kinerja serta motivasi dan kepuasan kerja sebagai variabel moderasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kecerdasan intelektual berpengaruh signifikan terhadap motivasi pegawai pegawai KPP Pratama Jember. Kecerdasan spiritual berpengaruh signifikan terhadap motivasi pegawai KPP Pratama Jember. Kecerdasan intelektual tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai pegawai KPP Pratama Jember. Kecerdasan spiritual berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai KPP Pratama Jember. Kecerdasan intelektual tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai KPP Pratama Jember. Kecerdasan spiritual berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai KPP Pratama Jember. Motivasi pegawai berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai KPP Pratama Jember. Kepuasan kerja pegawai berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai KPP Pratama Jember. Kata kunci : Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Spiritual, dan Kinerja ## Pendahuluan Pembaharuan sistem administrasi perpajakan akan memberikan pengaruh kepada peningkatan kualitas peranan adminis¬trasi perpajakan dalam penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan, khususnya dalam penyelenggaraan pembiayaan negara. Untuk mencapai tujuan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak harus selalu melakukan perbaikan- perbaikan pelayanan kepada masyarakat pada umumnya dan Wajib Pajak pada khususnya. Sebagai salah satu lembaga yang terkait dengan pelayanan publik, penerapan New Management Publik (NPM) sangat penting dilakukan untuk merubah manajemen sektor publik dari sistem manajemen tradisional yang kaku, birokratis, dan hirarkis menjadi model manajemen sektor publik yang fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar. Sehingga diharapkan akan mampu memperbaiki efisiensi dan efektifitas sektor publik, meningkat¬kan daya respon lembaga publik terhadap klien dan pelang¬gannya, mengurangi pengeluaran publik dan memperbaiki akuntabilitas manajerial (Mahmudi, 2003: 36). Menurut Kaho (1997: 60), faktor yang paling penting yang mempengaruhi pelaksanaan pelayanan publik adalah manusia yang bertindak sebagai pelaksana pembangunan harus baik karena manusia merupakan pelaku utama dalam setiap kegiatan pemerintahan. Oleh karena itu, penilaian kinerja pegawai sangat penting dilakukan sebagai upaya meningkatkan kualitas SDM dan meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat dalam bentuk kinerja pegawai. Kinerja karyawan dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain motivasi, kepuasan kerja, kecerdasan, kemampuan, pengetahuan, keahlian, pendidikan, pengalaman, pelatihan, minat, sikap kepribadian kondisi-kondisi fisik dan kebutuhan fisiologis, kebutuhan sosial dan kebutuhan egoistik (Sutermeister, 1999). Motivasi dan kepuasan kerja merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai (Sulima et al, 2000:76). Penelitian Antonioni (dalam Habibah, 2001:27), menyebutkan bahwa salah satu cara untuk meningkatkan kinerja individu adalah dengan mekanisme umpan balik yang dikenal dengan konsep 360 derajat. Kinerja pegawai juga dapat ditingkatkan dengan menciptakan motivasi dan kepuasan kerja sehingga dengan demikian kinerjanya dapat lebih meningkat (Widiantoro, 2001:56).Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya ini nampak dalam sikap positif pegawai terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Pernyataan tersebut menyiratkan makna bahwa dengan sikap positif pegawai terhadap pekerjaannya akan dapat mendorong motivasi kerja pegawai, yang pada akhirnya akan tercapai kinerja pegawai yang baik. Hal itu menunjukkan bahwa kepuasan kerja akan berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Ostroff (1992) dan Suharto (2005) yang membuktikan adanya pengaruh antara kepuasan kerja dengan kinerja pegawai yang hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai. Bond dan Bunce (2007) kepuasan berpengaruh terhadap kinerja karyawan 800 orang customer service di AS. Jones et al. (2008) menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara kepuasan kerja karyawan dengan kinerja karyawan. Nerkar, et al. (1996) menemukan bahwa kepuasan sebagai mediasi yang kuat terhadap kinerja orga¬nisasi. Hal ini berarti bahwa agar kinerja positif dan mendu¬kung pencapaian organisasi maka perusahaan harus memperhatikan dan memberikan pemenuhan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja. Sedangkan Redmond (2016) menemukan bahwa kepuasan kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja. Motivasi iniberkaitandengan kinerja karyawan. Oleh Karena itu, pada dasarnya motivasi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dirinya (internal) maupun motivasi di luar dirinya (eksternal). Motivasijuga perludiketahui oleh setiap pimpinan, setiap orang yang bekerjadenganbantuanorang lain. Motivasi merupakan proses untuk mencoba mempengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu yang diinginkan (Heidjrachman dan Husnan, 2000). Berdasarkan hasil penelitian McClelland et al. dalam (Hedberg et al. ; 2002) menyimpulkan bahwa ada hubungan yang positif antara motivasi dan pencapaian prestasi. Artinya manajer yang mempunyai motivasi tinggi cenderung memiliki prestasi kerja yang tinggi, dan sebaliknya jika mereka yang prestasi kerjanya rendah dimungkinkan karena motivasi yang rendah (Anwar, 2004). Zameer et al. (2014:293) menunjukkan bahwa motivasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan di industri minuman dari Pakistan. Sedangkan Dhermawan (2012) menunjukkan bahwa motivasi tidak berpengaruh terhadap kinerja. Adanya motivasi dan kepuasan kerja dalam mempengaruhi kinerja juga diperhatikan pada instansi pajak yang terbentuk adalah KPP Pratama Jember yang merupakan jenis KPP yang terakhir yaitu jenis KPP selain KPP Besar dan KPP Madya. Lokasi KPP ini lebih tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Kantor ini merupakan KPP modern yang menangani WP terbanyak dan merupakan ujung tombak bagi Ditjen Pajak untuk menambah rasio perpajakan di Indonesia. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jember merupakan suatu instansi pemerintah yang bernaung dibawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia bagian Direktorat Jenderal Pajak yang mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan,pelayanan,dan pengawasan Wajib Pajak dibidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Tidak Langsung. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jember melakukan tugas tersebut bertujuan untuk menghimpun penerimaan pajak baik dari masyarakat maupun perusahaan. Adanya ketidakpuasan yang terjadi akan berakibat pada kinerja pegawai yang ada. Kinerja pegawai tidak hanya dilihat dari kemampuan kerja yang sempurna, tetapi juga kemampuan menguasai dan mengelola diri sendiri serta kemampuan dalam membina hubungan dengan orang lain (Martin, 2000:22).. Kemampuan tersebut oleh Goleman (2000:46) disebut dengan Emotional Intelligence atau kecerdasan emosi. Goleman (2000:46) melalui penelitiannya mengatakan bahwa kecerdasan emosi menyumbang 80% dari faktor penentu kesuksesan seseorang, sedangkan 20% yang lain ditentukan oleh IQ ( Intelligence Quotient ). Orang mulai sadar pada saat ini bahwa tidak hanya keunggulan intelektual saja yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan tetapi diperlukan sejenis keterampilan lain untuk menjadi yang terdepan. Boyatzis (2001:2) menemukan bahwa orang yang tepat dalam organisasi bukanlah hal yang mudah, karena yang dibutuhkan oleh suatu perusahaan bukan hanya orang yang berpendidikan lebih baik ataupun orang yang berbakat saja. Ada faktor- faktor psikologis yang mendasari hubungan antara seseorang dengan organisasinya. Faktor- faktor psikologis yang berpengaruh pada kemampuan seseorang di dalam organisasi diantaranya adalah kemampuan mengelola diri sendiri, inisiatif, optimisme, kemampuan mengkoordinasi emosi dalam diri, serta melakukan pemikiran yang tenang tanpa terbawa emosi. Sejak lama orang yakin bahwa kecerdasan khususnya kemampuan intelektualnya merupakan suatu apparatus dari wujud kemampuan mental yang penting dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan. Hal ini dapat dipahami karena dalam bekerja bukan hanya tindakan-tindakan untuk melaksanakan pekerjaan tetapi juga kecerdasan dalam memecahkan masalah (Schultz and Schultz, 1994:82). Riggio (2000:43) memiliki pendapat yang lain. Penelitian yang pernah dilakukannya menyebutkan bahwa kecerdasan saja tidak terlalu memadai, karena kecerdasan hanya suatu alat. Hal tersebut bertentangan dengan penelitian Suhariadi (2002:348). Hasil penelitian yang didapat adalah intelligensi berpengaruh dalam membentuk produktivitas yang efisien pada diri seseorang (Suhariadi, 2000:348). Sedangkan Shipley (2013) menemukan bahwa kecerdasan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Salah satu bentuk kecerdasan lain adalah kecerdasan spiritual yangmemungkinkan seseorang untuk berpikir kreatif, berwawasan jauh, membuat atau bahkan mengubah aturan, yang membuat orang tersebut dapat bekerja lebih baik. Zohar dan Marshal (2001:23) mengatakan bahwa kecerdasan spiritual mampu menjadikan manusia sebagai mahluk yang lengkap secara intelektual, emosional dan spiritual. Hal tersebut seperti juga yang ditulis oleh Mudali (2002:3) bahwa menjadi pintar tidak hanya dinyatakan dengan memiliki IQ yang tinggi, tetapi untuk menjadi sungguh-sungguh pintar seseorang haruslah memiliki kecerdasan spiritual (SQ). Tujuan penelitian ini adalah: (a) Untuk mengetahui pengaruh kecerdasan intelektuil terhadap motivasi pegawai Kantor Pelayanan Pratama Jember; (b) Untuk mengetahui pengaruh kecerdasan spiritualterhadap motivasi pegawai Kantor Pelayanan Pratama Jember; (c) Untuk mengetahui pengaruh kecerdasan intelektuil terhadap kepuasan pegawai Kantor Pelayanan Pratama Jember; (d) Untuk mengetahui pengaruh kecerdasan spiritualterhadap kepuasan pegawai Kantor Pelayanan Pratama Jember. ## Metodologi Penelitian ini bermaksud untuk menjelaskan pengaruh antar variabel melalui pengujian hipotesis dan sekaligus melakukan eksplanasi terhadap beberapa variabel, maka rancangan penelitian ini adalah penelitian eksplanatori ( explanatory research ). Waktu pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei 2016. Lokasi penelitian adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jember. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai Kantor Pelayanan Pratama Jember yang berjumlah 102 pegawai. Penelitian ini merupakan penelitian populasi, penelitian ini menggunakan metode sensus dimana yang menjadi sampel penelitian adalah seluruh pegawai Kantor Pelayanan Pratama Jember yang berjumlah 102 pegawai. Variabel bebas merupakan variabel konkrit yang pengaruhnya dapat dilihat atau diteliti dimana dalam penelitian ini adalah kecerdasan intelektual (X1) dan kecerdasan spiritual (X2). Variabel antara aalam penelitian ini adalah motivasi (Z1) dan kepuasan kerja (Z2). Variabel tergantung antara lain dalam penelitian ini adalah kinerja pegawai (Y) ## Hasil dan Pembahasan Hasil Analisis Structural Equation Modelling (SEM) Berdasarkan cara penentuan nilai dalam model, maka variabel pengujian model pertama ini dikelompokkan menjadi variabel eksogen (exogenous variabel) dan variabel endogen (endogenous variable). Variabel eksogen adalah variabel yang nilainya ditentukan di luar model. Variabel endogen adalah variabel yang nilainya ditentukan melalui persamaan atau dari model hubungan yang dibentuk, termasuk dalam kelompok variabel eksogen adalah kecerdasan intelektual (X1), Kecerdasan Spiritual (X2) dan variabel endogenmotivasi (Z1), kepuasan kerja (Z2) dan kinerja pegawai (Y). Model dikatakan baik bilamana pengembangan model hipotesis secara teoritis didukung oleh data empirik. Hasil uji konstruksi model awal berdasarkan goodness of fit index , kriteria model serta nilai kritisnya yang memiliki kesesuaian data. Berdasarkan haisl pengujian maka dapat diketahui bahwa model layak digunakan dengan mengamsumsikan prinsip Parsemonymemenuhi kriteria karena sudah ada lebih dari satu memenuhi sehingga model ini layak digunakan. Evaluasi model menunjukkan dari delapan kriteria goodness of fit index sudah semua yang memenuhi kriteria dan sudah mendekati nilai kritis yang disarankan, dengan demikian merujuk pada prinsip parsimony , model secara keseluruhan dapat dikatakan telah sesuai dengan data dan dapat di analisis lebih lanjut. Setelah diketahui bahwa model dalam analisis ini telah fit maka analisis selanjutnya adalah mengetahui tingkat hubungan dan signifikansi atau kebermaknaan hubungan antar variabel yang ada dalam penelitian ini. Hasil pengujian dengan program AMOS memberikan hasil model persamaan struktural yang menunjukkan adanya hubungan antar variabel kecerdasan intelektual dengan motivasi, kecerdasan dengan motivasi, kecerdasan intelektual dengan kepuasan kerja, kecerdasan dengan kepuasan kerja, motivasi dengan kepuasan, kecerdasan intelektual dengan kinerja, kecerdasan dengan kinerja, motivasi dengan kepuasan kerja, dankepuasan dengan kinerja. Hipotesis pertama dan kedua dalam penelitian ini menyatakan bahwa kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual berpengaruh signifikan dan positif terhadap motivasi pegawai. Nilai koefisien jalur antara kecerdasan intelektual terhadap motivasi adalah sebesar 0,380 dengan nilai C.R 2,201 lebih dari nilai kritis yang disyaratkan sebesar 2. Sedangkan untuk variabel Kecerdasan spiritual terhadap Motivasi memiliki nilai koefisien jalur sebesar 0,894 dengan nilai C.R sebesar 5,466 lebih dari nilai kritis sebesar 2 sebagaimana yang disyaratkan. Hasil ini mendukung (menerima) hipotesis pertama dan kedua pada penelitian ini yang menyatakan kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual berpengaruh signifikan dan positif terhadap motivasipegawai KPP Pratama Jember. Hipotesis ketiga dan keempat dalam penelitian ini menyatakan bahwa kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerjapegawai KPP Pratama Jember. Berdasarkan hasil analisis yang ada ternyata nilai koefisien jalur kecerdasan intelektual terhadap kepuasan kerja pegawai adalah sebesar 0,414 dengan niai C.R 1,475. Nilai C.R ini lebih besar dari nilai kritis yang disyaratkan sebesar 2. Sehingga dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kecerdasan intelektual berpengaruh signifikan dan positif terhadap kepuasan kerjapegawai KPP Pratama Jember. Sedangkan untuk kecerdasan memiliki nilai koefisien jalur dengan kepuasan kerja pegawai sebesar 0,684 dengan nilai C.R sebesar 2,206. Nilai C.R ini lebih kecil dari nilai C.R yang disyaratkan yakni sebesar 2. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan intelektualtidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai. Hasil ini menolak hipotesis ketiga dan menerimahipotesis keempat pada penelitian ini yang menyatakan kecerdasan intelektualtidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerjapegawai KPP Pratama Jember sedangkan kecerdasan spiritual berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerjapegawai KPP Pratama Jember. Hipotesis kelima dan keenam dalam penelitian ini menyatakan bahwa kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai KPP Pratama Jember. Berdasarkan hasil analisis yang ada ternyata nilai koefisien jalur kecerdasan intelektual terhadap kinerja pegawai adalah sebesar -0,134 dengan niai C.R 0,614. Nilai C.R ini lebih kecil dari nilai kritis yang disyaratkan sebesar 2. Sehingga dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kecerdasan intelektualtidak berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja pegawai KPP Pratama Jember. Sedangkan untuk kecerdasanemosional memiliki nilai koefisien jalur dengan kinerja pegawai sebesar 0,045 dengan nilai C.R sebesar 2,702. Nilai C.R ini lebih besar dari nilai C.R yang disyaratkan yakni sebesar 2. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. Hasil ini menolak hipotesis kelima dan menerimakeenam pada penelitian ini yang menyatakan kecerdasan spiritual berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai KPP Pratama Jember. Hipotesis ketujuh dalam penelitian ini menyatakan bahwa motivasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai KPP Pratama Jember. Berdasarkan hasil analisis yang ada ternyata nilai koefisien jalur motivasi terhadap kepuasan kerja pegawai adalah sebesar 0,045 dengan nilai C.R 2,075. Nilai C.R ini lebih kecil dari nilai kritis yang disyaratkan sebesar 2. Maka dapat disimpulkan bahwa motivasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan ketujuhkeenam pada penelitian ini yang menyatakan bahwa motivasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap kepuasan kerjapegawai KPP Pratama Jember. Hipotesis kedelapan dalam penelitian ini menyatakan bahwa motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai KPP Pratama Jember. Berdasarkan hasil analisis yang ada ternyata nilai koefisien jalur motivasi terhadap kinerja pegawai adalah sebesar 0,045 dengan nilai C.R 2,075. Nilai C.R ini lebih kecil dari nilai kritis yang disyaratkan sebesar 2. Maka dapat disimpulkan bahwa motivasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan ketujuhkeenam pada penelitian ini yang menyatakan bahwa motivasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerjapegawai KPP Pratama Jember. Hipotesis kesembilan dalam penelitian ini menyatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai KPP Pratama Jember. Berdasarkan hasil analisis yang ada ternyata nilai koefisien jalur kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai adalah sebesar 0,263 dengan nilai C.R 2,463. Nilai C.R ini lebih besar dari nilai kritis yang disyaratkan sebesar 2. Maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai KPP Pratama Jember. Hasil ini mendukung (menerima) hipotesis kedelapan pada penelitian ini yang menyatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja pegawai KPP Pratama Jember. Berdasarkan hasil yang ada maka dapat disimpulkan bahwa semua hipotesis terbukti sedangkan hipotesis empat, lima dalam penelitian tidak terbukti berpengaruh. Pembahasan Faktor motivasi, kepuasan kerja dan kinerja pegawai merupakan sesuatu yang penting di dalam suatu organisasi, karena banyak penelitian menunjukkan bahwa motivasi dan kepuasan kerja pegawai berhubungan dengan peningkatan kinerja pegawai. Berdasarkan analisis data sebelumnya dapat diketahui beberapa faktor sumber daya manusia antara lain kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual berpengaruh terhadap motivasi, kepuasan kerja pegawai dan kinerja pegawai pada KPP Pratama Jember. Hasil tersebut didukung pula dengan hasil jawaban responden terhadap faktor-faktor Sumber Daya Manusia, motivasi dan kepuasan kerja pegawai dan kinerja pegawai KPP Pratama Jember. Hasil studi tersebut dijelaskan pada sub bab sebagai berikut: Pengaruh Kecerdasan Intelektual terhadap Motivasi Pegawai Ada keterkaitan antara kecerdasan intelektual terhadap motivasi pegawai. Kecerdasan intelektual merupakan ciri khas yang menunjukkan perbedaan seseorang tentang kecerdasan intelektual, inisiatif, kemampuan untuk tetap tegar menghadapi tugas sampai tuntas atau memecahkan masalah atau bagaimana menyesuaikan diri dengan lingkungan yang akan mempengaruhi pola perilaku individu. Seseorang sangat dipengaruhi oleh kecerdasan intelektualnya baik ketika sebagai manajer ataupun sebagai bawahan yang konstribusinya dalam pengambilan keputusan dan bertindak yang sangat berkaitan dengan kinerja organisasi Persepsi pegawai terhadap faktor kecerdasan intelektual secara keseluruhan menunjukkan bahwa sebagian responden mempunyai persepsi sangat setuju tentang faktor kecerdasan intelektual. Berarti pegawai KPP Pratama Jember mempunyai kecerdasan intelektual yang diukur melalui kemampuan, sikap dan minat yang berpengaruh pada kepuasan seseorang. Dengan adanya kecerdasan intelektual akan menyebabkan adanya dorongan yang menimbulkan motivasipegawai untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Berdasarkan nilai perhitungan jalur terlihat ada pengaruh secara langsung yang diberikan faktor kecerdasan intelektual terhadap motivasipegawaiKPP Pratama Jember. Berarti semakin tinggi persepsi terhadap kecerdasan intelektualpegawai maka akan semakin tinggi dorongan pegawaiuntuk melakukan pekerjaan lebih baik. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah kecerdasan intelektualpegawai maka motivai pegawai akan semakin rendah pula. Kemampuan, sikap dan minat pegawai akan menunjang motivai pegawai dalam segala aktivitas pekerjaan. Hal ini konsisten dengan Goleman (2007:44) dimana kecerdasan intelektual hanya menyumbang 20 persen dalam peningkatan kinerja, sedangkan 80 persen dipengaruhi oleh bentuk-bentuk kecerdasan lain seperti kecerdasan emosional. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosional mampu untuk mengatur perasaannya dengan baik, memotivasi diri sendiri, berempati ketika menghadapi gejolak emosi diri maupun dari orang lain. Rahmasari (2016) menemukan bahwa kecerdasan intelektual berpengaruh terhadap motivasi karyawan. Pengaruh Kecerdasan Spiritual Terhadap Motivasi Pegawai Kecerdasan merupakan kemampuan untuk mengenali emosi diri maka individu mampu untuk menyadari perasaan serta mampu memonitor perasaan tersebut agar selaras dengan situasi yang terjadi. Bila individu bisa mengelola emosinya maka ia akan dengan mudah menjaga keseimbangan emosinya dan bukan menekan emosi. Dengan mengelola emosi individu cenderung memiliki energi yang positif berupa gairah, semangat, ketekunan, serta memiliki motivasi untuk selalu memberikan yang terbaik bagi perusahaannya. Berdasarkan nilai perhitungan analisis jalur terdapat pengaruh yang ditimbulkan variabel kecerdasan spiritual terhadap motivasi pegawai secara langsung. Berarti semakin baik kecerdasan maka akan semakin tinggi motivasi kerja pegawai. Sebaliknya semakin rendah kecerdasan yang diterapkan maka akan semakin rendah motivasi pegawai. Kecerdasan spiritual akan membuat pegawai memiliki kemudahan untuk melaksanakan segala pekerjaan sehingga terdorong mengerjakan dengan baik. Hasil ini didukung dengan penilaian responden terhadap indikator kecerdasan spiritual yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki persepsi yang baik tentang kecerdasan. Hasil penelitian ini mendukung pendapat Golleman (2001:42) danpenelitian Maideri (2008) yang menyatakan bahwa kecerdasan spiritual berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi pegawai. Implikasi hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin baik kecerdasan spiritual maka akan semakin tinggi motivasi pegawai. Pengaruh Kecerdasan intelektual terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Kecerdasan intelektual dari seorang pegawai yang meliputi kemampuan akan mampu meningkatkan kepuasan kerja pegawai itu sendiri. Persepsi pegawai terhadap faktor kecerdasan intelektual secara keseluruhan menunjukkan bahwa sebagian responden mempunyai persepsi sangat setuju tentang faktor kecerdasan intelektual dan kepuasan kerja. Berarti pegawai KPP Pratama Jember mempunyai kecerdasan intelektual yang diukur melalui kemampuan, sikap dan minat menimbulkan kepuasan kerja pegawai dalam bekerja. Berdasarkan nilai perhitungan jalur terlihat tidak ada pengaruh secara langsung yang diberikan faktor kecerdasan intelektual terhadap kepuasan kerja pegawai KPP Pratama Jember. Hal itu berarti semakin tinggi persepsi terhadap kecerdasan intelektualpegawai atas suatu pekerjaan belum tentu kepuasna kerja tercapai. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah kecerdasan intelektualpegawai maka rasa puas terhadap hasil tidak mudah dirasakan karena adanya beban dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Kemampuan, sikap dan minat pegawai akan menunjang bagaimana pegawai tersebut dapat menikmati hasil kerja yang dilakukan dengan segala ciri khas yang dipunyai. Setiap pegawai memiliki kemampuan baik fisik dan kognitif serta sikap dan minat yang berbeda-beda dalam melakukan pekerjaannya sehingga hasil yang diterimanya akan menimbulkan kepuasan yang berbeda –beda pula. Menurut Subyantoro (2009), setiap orang mempunyai pandangan, tujuan, kebutuhan dan kemampuan yang berbeda satu sama lain. Perbedaan ini akan terbawa dalam dunia kerja,yang akan menyebabkan kepuasan satu orang denganyang lain berbeda pula, meskipun bekerja di tempat yang sama. Pegawai yang mempunyai kecerdasan intelektual yang tinggi maka akan lebih mudah mendapatkan kepuasan kerja yang diinginkan. Karena dengan adanya kecerdasan intelektual tersebut akan terpacu untuk melaksanakan segala pekerjaan tanpa dibebani dengan perasaan yang berat. Hasil ini berbeda dengan teori Robbin dan Judge (2008:57) dimana kecerdasan intelektual dapat diukur dengan kemampuan yang terdiri dari kemampuan intelektual dan fisik, kecerdasan, usia, jenis kelamin, ras dan pengalaman. Penelitian ini juga tidak sesuai dengan penelitian Serebriakoff dan Langer (1999:141) dalam Laely (2010:7) menjelaskan kecerdasan intelektual berhubungan dengan keterampilan penggunaan anggota badan yang terkoordinasi, minat seseorang, seperti: mempunyai ingkup minat yang luas, pengamatan yang tajam, mampu mengingat dengan cepat, berimaginasi, mempunyai berbagai hobi, dan keterampilan mekanis Pengaruh Kecerdasan Spiritual terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Kecerdasan emosi diperlukan dalam mengelola emosi individu cenderung memiliki energi yang positif berupa gairah, semangat, ketekunan, serta memiliki motivasi untuk selalu memberikan yang terbaik bagi perusahaannya.Berdasarkan nilai perhitungan analisis jalur tidak terdapat pengaruh yang ditimbulkan variabel Kecerdasan spiritual terhadap motivasipegawai secara langsung. Berarti semakin baik kecerdasanmeningkatkan kepuasan kerja pegawai. Hal itu dikarenakan kepuasan kerja banyak faktor yang memengaruhinya terutama faktor dari intansi sendiri misalnya gaji, tunjangan, penghargaan dan lain-lain. Hal ini berarti kecerdasan emosi hanya diperlukan sebagai upaya dan kemampuan untuk mengendalikan emosi dalam pekerjaan tetapi tidak semata-mata karena kecerdasan spiritual tetapi bisa dipengaruhi oleh faktor lain. Hasil penelitian ini mendukung pendapat Golleman (2001:42) danpenelitian Maideri (2008) yang menyatakan bahwa kecerdasan spiritual berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi pegawai. Implikasi hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin baik kecerdasan pimpinan dan staf maka akan semakin tinggi motivasi pegawai. Selain itu, penelitian ini konsisten dengan Vendy (2010:131) kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang merefleksikan antara unsur jasmani dan rohani. Zohar dan Marshall (2002) dalam Tikolah dkk (2006: 6) menemukan bahwa kecerdasan spiritual berpengaruh terhadap kepuasan kerja Pengaruh Faktor Kecerdasan Intelektual dan Kecerdasan spiritual terhadap Kinerja Pegawai Berdasarkan data perhitungan analisis jalur dan pengujian hipotesis tampak bahwa faktor kecerdasan intelektualtidka berpengaruh positif yang signifikan terhadap kinerja pegawai. Keadaan tersebut terjadi karena adanya penilaian kerja yang merupakan kumpulan total dari kerja yang merupakan tugas dan ciri individu guna mencapai sasaran/target yang ditentukan pimpinan. Secara keseluruhan faktor kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Meskipun didukung dengan jawaban responden secara keseluruhan menunjukkan bahwa sebagian responden mempunyai persepsi sangat baik tentang kinerja pegawai. Berarti pegawai KPP Pratama Jember selalu berupaya dalam meningkatkan kinerja pegawai. Pengaruh masing-masing faktor dijelaskan sebagai berikut. 1. Pengaruh Faktor Kecerdasan intelektual terhadap Kinerja Pegawai Seseorang sangat dipengaruhi oleh kecerdasan intelektualnya baik ketika sebagai manajer ataupun sebagai bawahan yang konstribusinya dalam pengambilan keputusan dan bertindak yang sangat berkaitan dengan kinerja organisasi (Leonard et al., 2004). Kecerdasan intelektual yang meliputi kemampuan, sikap dan minat akan berpengaruh terhadap hasil yang dicapai oleh seorang pegawai sehingga dapat mempengaruhi kinerja pegawai pada sebuah instansi atau organisasi. Berdasarkan nilai perhitungan analisis jalur menunjukkan bahwa kecerdasan intelektualtidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai KPP Pratama Jember. Berarti semakin tinggi kecerdasan intelektual pegawai atas suatu pekerjaan belum tentu meningkatkan kinerja. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah kecerdasan intelektual pegawai kinerja yang diinginkan. Kecerdasan intelektual yang menunjukkan kemampuan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan, sikap pegawai dan minat dalam menyelesaikan tugas yang diberikan akan mempengaruhi pola kerja dan hasil kerja pegawai itu sendiri. Pegawai yang mempunyai kemampuan yang tinggi baik fisik dan kognitif, sikap yang baik dan minat yang besar dalam melakukan pekerjaan maka akan lebih mudah menyelesaikan pekerjaan sehingga meningkatkan kinerja pegawai. Karena dengan adanya kecerdasan intelektual merupakan salah satu faktor yang mendukung untuk bekerja lebih giat sehingga hasilnya optimal. Dengan hasil yang optimal maka kinerja yang diharapkan akan lebih meningkat. Hasil penelitian ini berbeda dengan teori yang dikemukakan Robbins (2003) bahwa kecerdasan intelektual yang meliputi kemampuan dalam pekerjaan, sikap dan minat pegawai akan memberikan dukungan seseorang untuk bekerja menjadi lebih baik sehingga kinerjanya meningkat. Hal ini juga tidak mendukung penelitian yang dilakukan penelitian Trihandini (2005:72) berdasarkan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa semakin baik kecerdasan sepiritual yang dimiliki karyawan maka akan semakin baik kinerja yang ditunjukkan oleh karyawan.. 2. Pengaruh Faktor Kecerdasan Spiritual Terhadap Kinerja pegawai Berdasarkan nilai perhitungan analisis jalur pengaruh langsung yang ditimbulkan Kecerdasan spiritual terhadap kinerjapegawai. Kecerdasan spiritual berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai pada KPP Pratama Jember. Berarti kecerdasanpegawai atas suatu pekerjaan semakin tinggi maka akan meningkatkan kinerja. Karena dengan adanya kecerdasan tersebut akan memberikan contoh dan kepuasan untuk bekerja lebih giat sehingga hasilnya optimal. dengan hasil yang optimal maka kinerja pegawai yang diharapkan akan lebih meningkat. Hasil penelitian ini terlihat ada pengaruh faktor Kecerdasan spiritual terhadap kinerjapegawaiKPP Pratama Jember melalui kepuasanpegawai. Hal itu menunjukkan persepsi terhadap kecerdasan yang setuju akan menyebabkan pegawai menimbulkan kepuasan sehingga pegawai akan melakukan pekerjaan secara optimal. Apabila hasil kerja optimal maka dapat meningkatkan kinerja pegawai 3. Pengaruh Faktor Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Pegawai Kepuasan kerja merupakan perasaan gembira atau positif yang dimiliki oleh pegawai terhadap pekerjaan itu sendiri, ganjaran yang diterima ataupun perasaan yang berhubungan dengan dirinya. Karena itu maka kepuasan kerja menyangkut perasaan yang bukan berarti tidak perlu diperhatikan sebab kepuasan kerja akan tercermin pada hasil pekerjaan. Oleh karena itu, pimpinan sebagai manajer dituntut lebih profesional agar mampu menimbulkan kepuasan kerja pada pegawai. Berdasarkan pengujian dengan analisis jalur tampak bahwa kepuasan kerja pegawai berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai terbukti signifikan. Semakin tinggi kepuasan kerja yang dicapai oleh pegawai maka akan meningkatkan kinerja pegawai. Hal itu disebabkan adanya kesan positif yang timbul pada pegawai akan menyebabkan adanya dorongan intrisik untuk mencapai hasil kerja yang diharapkan akan optimal. Adanya hasil penelitian ini juga didukung dengan jawaban responden secara keseluruhan yang menunjukkan bahwa sebagian responden mempunyai persepsi sangat setuju tentang kinerja. Hal itu menunjukkan bahwa pegawai KPP Pratama Jember mempunyai usaha dalam meningkatkan kinerja. Pengaruh yang ditimbulkan oleh kepuasan terhadap kinerja pegawai tersebut adanya kepuasan kerja yang dicapai pegawai akan berpengaruh secara langsung terhadap kinerja pegawai KPP Pratama Jember. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Menurut Mathis (2001:23), kepuasan kerja merupakan hasrat di dalam seseorang yangmenyebabkan orangtersebutmelakukan tindakan untukmencapai tujuan. Menurut Robbins (2008:54), kepuasan kerja adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan. Sumber kepuasan kerja seseorang berbeda-beda, karena tidak ada manusia yang sama satu sama lain. Akan tetapi yang terpenting bahwa dengan kepuasan kerja yang dimilikinya itu, orang tersebut akan lebih mempunyai ketahanan dan kekuatan untuk mencapai apa yang diinginkannya. Bagi seorang karyawan yang bekerja di dalam organisasi, kepuasan kerjanya untuk mencapai tujuan organisasi akan membuatnya bersemangat untuk melaksanakan pekerjaannya. Jika karyawan bersemangat dalam bekerja, maka kinerjanya akan meningkat. Selain itu, komitmen karyawan akan terbentuk untuk mencapai kinerja yang telah ditetapkan. Berdasarkan uraian tersebut, kepuasan kerja yang dimiliki karyawan mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja karyawan (Sunarcaya, 2008:32). Hasil ini sesuai dengan Rahardja (2004) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja yang diberikan kepada karyawan akan meningkatkan hasil kerja (kinerja) yang telah dilakukan oleh karyawan. ## Kesimpulan Berdasarkan hasil studi yang dilakukan pada KPP Pratama Jember maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: (1) Kecerdasan intelektual berpengaruh terhadap motivasi pegawai pegawai KPP Pratama Jember. Hasil studi ini menunjukkan bahwa kecerdasan intelektual berpengaruh signifikan terhadap motivasi pegawai. Semakin tinggi kecerdasan intelektual maka akan meningkatkan motivasi pegawai KPP Pratama Jember; (2) Kecerdasan spiritual berpengaruh terhadap motivasi pegawai KPP Pratama Jember. Hasil studi ini menunjukkan bahwa kecerdasan spiritual berpengaruh signifikan terhadap motivasi pegawai. Semakin tinggi kecerdasan spiritual maka akan meningkatkan motivasi pegawai KPP Pratama Jember; (3) Kecerdasan intelektual tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai pegawai KPP Pratama Jember. Hasil studi ini menunjukkan bahwa kecerdasan intelektual tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai; (4) Kecerdasan spiritual berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai KPP Pratama Jember. Hasil studi ini menunjukkan bahwa kecerdasan spiritual berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai. Semakin tinggi kecerdasan spiritual maka akan meningkatkan kepuasan kerja pegawai KPP Pratama Jember; (5) Kecerdasan intelektual tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai KPP Pratama Jember. Hasil studi ini menunjukkan bahwa kecerdasan intelektua lberpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai, berarti semakin tinggi kecerdasan intelektual belum tentu kinerja pegawai KPP Pratama Jember meningkat; (6) Kecerdasan spiritual berpengaruh terhadap kinerja pegawai KPP Pratama Jember. Hasil studi ini menunjukkan bahwa kecerdasan spiritual berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. Semakin tinggi kecerdasan spiritual maka akan meningkatkan kinerja pegawai KPP Pratama Jember; (7) Motivasi pegawai berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai KPP Pratama Jember. Hal itu disebabkan adanya peningkatan motivasi pegawai menyebabkan adanya peningkatan kepuasan kerja pegawai; dan (8) Kepuasan kerja pegawai berpengaruh terhadap kinerja pegawai KPP Pratama Jember. Hal itu disebabkan adanya peningkatan kepuasan kerja pegawai menyebabkan adanya keterlibatan pegawai untuk mencapai hasil kerja yang diharapkan akan optimal. Apabila hasil kerja optimal sesuai dengan dinas maka kinerja pegawai juga akan meningkat sesuai dengan prestasi yang diperoleh. ## Saran Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan studi ini, maka disarankan hal-hal sebagai berikut: (1) Pengaruh motivasi sangat rendah terhadap kepuasan kerja pegawai pimpinan di KPP Pratama Jember. Oleh karena itu, pihak KPP Pratama harus senantiasa mengadakan motivasi untuk meningkatkan motivasi dengan melakukan pengawasan yang continue terhadap pegawai; dan (2) Pihak manajemen diharapkan dapat mengadakandiklat dan workshop yang berkaitan dengan sosialisasi penerapan motivasi di antara pegawai. ## Daftar Referensi Anwar Ali Shah G. Syed dkk, 2012, Motivation as a Tool for Effective Staff Productivity in the Public Sector: A Case Study of Raw Materials Research and Development Council of Nigeria, Asian Social Science, Vol. 8, No. 11 Arikunto. Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT. Rineka Cipta Bond, F. W. dan Bunce, D. 2007. The Role of Acceptance and Job Control in Mental Health, Job Sastisfaction, and Work Performance. Journal of Applied Psychology, 88, 1057-10102 Clifford, P. McCue. ad Gerasmus, A, Glanakis. 1997. The Relationship Between JobSatisfaction and Performance The Case of Local Government Finance of in Ohio Public Productivity and Management Review. Vo.21. No.2. p.170-191 Ellickson, Mark C. and Kay, Logsdon. 2001. Determinants of Job Satisfaction of Municipal Government Employees. State and Local Government Review Vol. 33. No. 3: 173 – 84 Fendy Suhariadi. 2002. Pengaruh Inteligensi dan Motivasi Terhadap Semangat Penyempurnaan Dalam Membentuk Perilaku Produktif Efisien. Anima: Indonesia Psikologi Jurnal. Vol. 17. No. 4. Juli 2002. p. 346 Gazioglu, Saziye dan Tansel, Aysıt.2002. Job Satisfaction in Britain: Individual and Job Related Factors. ERC Working Papers in Economics 03/03 January Goleman, Daniel . 2000. Emotional lntellegence. Alih bahasa: T. Hermaya. Jakarta: Gramedia Pustaka Gomes Cardoso. Faustino. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi Offset Kaho. 1997. Reformasi dan Profesionalisme Sumber Daya Manusia. Jurnal Manajemen Daya Saing. Volume 1. Nomor 1 hal. 42-47. Jakarta. Mahmudi, 2003. Manajemen Kinerja Sektor Publik Jakarta: Unit Penerbit dan Percetakan akuntansi Manajemen Perusahaan YKPN. Patton, P. 1998.Kecerdasan Emosional di Tempat Kerja. Alih Bahasa: Zaini Dahlan. Pustaka Delaprata. Jakarta Rahman, Arrafur dan makmur. 2016. Perilaku Spiritualdan KepuasanKerja KaryawanPerusahaanPabrik Kelapa Sawit. JurnalIlmiahCanoEkonomosVol.4No.1Januari Rahmasari , Lisda. 2016. Pengaruh Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosi dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Kinerja Karyawan. Jurnal Ekonomi Bisnis. Uki.Vol.5 No.2 Schultz, D.P. and Schultz. S.E. 1994. Psychology and Work Today. An Introduction To Industrial and Organizational Psychology. Sixth Edition.Ma Zameer, Hashim, 2014, The Impact of the Motivation on the Employee’s Performance in Beverage Industry of Pakistan, International Journal of Academic Research in Accounting, Finance and Management Sciences, Vol.4, No.1, pp.293 –298 Zohar, D. Marshal. I. 2000. SQ (Spiritual Intelligence) : The Ultimate Intelligence. Blomsburry Publishing. London
066fa1e8-35ff-4657-bc31-9833cabd774a
https://journal.untar.ac.id/index.php/jmts/article/download/22770/14394
## KAJIAN PENGARUH RISE-SPAN RATIO PADA JEMBATAN TIED ARCH Eko Felix Songbes 1 , Made Suangga 2 , dan Sunarjo Leman 3 1 Program Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara, Jl. Letjen S. Parman No. 1, Jakarta, Indonesia songbestmk@gmail.com 2 Teknik Sipil, Binus University, Jl. K. H. Syahdan No. 9, Kemanggisan, Palmerah, Indonesia suangga@binus.edu 3 Program Studi Sarjana Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara, Jl. Letjen S. Parman No. 1, Jakarta, Indonesia sunarjo@ft.untar.ac.id Masuk: 14-02-2023, revisi: 18-05-2023, diterima untuk diterbitkan: 25-05-2023 ## ABSTRACT The economic growth of a region in Indonesia is strongly influenced by road and bridge infrastructure. The problem is to design the optimal configuration of the rise-span ratio of the tied arch bridge. This problem must be studied further due to the maximum load combination according to SNI 1725:2016 and SNI 2833:2016. This study aims to understand the effect of rise-span ratio on deformation, natural frequency, magnitude of seismic forces, internal forces and optimum rise-span ratio on a tied arch bridge. This is based on previous research that neglecting the rise-span ratio affects the behavior of the structure as a whole, this needs to be studied according to the location where the bridge is built, because there is an influence from the seismic force response spectrum. The loading given is in accordance with SNI 1725:2016 and SNI 2833:2016. Modeling and structural analysis using Midas Civil software. The rise-span ratio (f/L) used is 1:10.00, 1:8.00, 1:5.71, 1:4.44, 1:3.64, 1:3.07, 1:2.67, 1:2.35, 1:2.09, 1:2.00, the length (L) of the tied arch bridge is 60 meters. The effect of the rise-span ratio on deformation is directly proportional, while the compressive axial force on the acrh rib is inversely proportional. Keywords: r ise-span ratio ; axial compressive force on arch rib ; deformation ; natural frequency ; magnitude of seismic force ## ABSTRAK Pertumbuhan ekonomi suatu daerah di Indonesia sangat dipengaruhi oleh infrastruktur jalan dan jembatan. Adapun permasalahannya adalah merancang konfigurasi rise-span ratio jembatan tied arch optimum. Permasalahan ini harus dikaji lebih lanjut akibat kombinasi beban maksimum sesuai SNI 1725:2016 dan SNI 2833:2016. Studi ini bertujuan untuk memahami pengaruh rise-span ratio terhadap deformasi, frekuensi alami, besarnya gaya gempa, gaya-gaya dalam dan rise-span ratio optimum pada jembatan tied arch . Hal ini didasari pada penelitian terdahulu bahwa pengabaian rise-span ratio berpengaruh pada perilaku struktur secara keseluruhan, ini perlu dikaji sesuai dengan letak jembatan tersebut dibangun, karena ada pengaruh dari gaya gempa respons spektrum . Pembebanan yang diberikan sesuai dengan SNI 1725:2016 dan SNI 2833:2016. Pemodelan dan analisis struktur menggunakan software Midas Civil . Rise-span ratio ( f /L) digunakan adalah 1:10,00, 1:8,00, 1:5,71, 1:4,44, 1:3,64, 1:3,07, 1:2,67, 1:2,35, 1:2,09, 1:2,00, panjang (L) jembatan tied arch adalah 60 meter. Pengaruh rise-span ratio terhadap deformasi adalah berbanding lurus, sedangkan gaya aksial tekan pada acrh rib adalah berbanding terbalik. Kata kunci: rise-span ratio ; gaya aksial tekan arch rib ; deformasi; frekuensi alami; besarnya gaya gempa ## 1. PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi suatu daerah sangat dipengaruhi oleh Infrastruktur jalan dan jembatan (Hewada et al., 2019). Kondisi yang sama perlu dikembangkan di Papua dalam hal ini Kabupaten Mimika, dengan memiliki topografi yang cukup kompleks karena terletak di daerah dataran tinggi, lembah, sungai, rawa, dataran rendah dan pesisir pantai. Dengan melihat kondisi topografi tersebut, maka pentingnya pengembangan infrastruktur jalan dan jembatan di Papua. Kesuksesan Pemerintah dalam membangun Jembatan Youtefa Jayapura (jembatan tied arch ) (Rachmawati, 2019), mendorong minat peneliti untuk melakukan studi tentang jembatan lebih lanjut. Dalam hal ini akan dilakukan penelitian rise- span ratio terhadap jembatan tied arch (Jembatan Jalan Irigasi-SP5 Timika) dengan perencanaan awal menggunakan konfigurasi tipe vertikal hanger dengan rasio tinggi terhadap panjang jembatan ( f /L) sebesar 0,28. Jembatan Jalan Irigasi -SP 5 Timika memiliki konfigurasi hanger vertikal dengan tinggi pelengkung 17 meter dan panjang jembatan 60 meter. Dengan mengubah rise-span ratio maka hasil analisis menggunakan Midas Civil di harapkan mendapatkan gaya-gaya dalam, deformasi dan frekuensi alami dari model jembatan sebelumnya pada setiap komponen struktur yang ditinjau. Pada jembatan tied arch rise-span ratio jembatan umumnya berada di antara 1:4,5 sampai 1:6 (Chen et al., 2000) yang mana akan mempengaruhi perubahan gaya-gaya dalam, deformasi, frekuensi alami pada jembatan tied arch . Pada studi ini, analisis Jembatan Jalan Irigasi-SP 5 Timika akan menggunakan sepuluh (10) tipe ketinggian yang berbeda yaitu rise-span ratio 1:10,00, 1:8,00, 1:5,71, 1:4,44, 1:3,64, 1:3,07, 1:2,67, 1:2,35, 1:2,09, 1:2,00. Dengan cara mengubah rise-span ratio , sehingga dapat menghasilkan jembatan dengan respon dinamik yang lebih baik. Jembatan Jalan Irigasi-SP 5 Timika pada saat kajian ini dilakukan belum dilakukan tahap konstruksi atau pembangunan. Gambar 1 dan 2 memperlihatkan Jembatan Jalan Irigasi-SP 5 Timika. Gambar 1. Tampak samping Jembatan Jl. Irigasi – SP 5 Timika (Pusat Pemerintahan Kabupaten Mimika, 2021) Gambar 2. Gambar Perencanaan Jembatan Jl. Irigasi – SP 5 Timika (Pusat Pemerintahan Kabupaten Mimika, 2021) Respon seismic kritis teramati pada komponen dekat titik ujung, tengah bentang dan seperempat bentang (Torkamani & Lee, 2002). Analisis jembatan tied arch perlu dilakukan dengan analisis respon spektrum. Perilaku komponen stuktur dapat dilihat dengan cermat akibat pengaruh gaya gempa. Jembatan tied arch dengan hanger vertikal dalam banyak kasus merupakan stuktur yang kompetitif (Järvenpää et al., 2019). Penggantian hanger jembatan tied arch eksisting untuk melakukan pemeliharaan menimbulkan masalah bagaimana melepas hanger eksisting dan memasang hanger yang baru dan bagaimana melakukan stressing yang benar pada komponen baru untuk memulihkan tegangan dan deformasi sesuai keadaan semula (Granata, 2021). Pentingnya mengetahui perilaku masing-masing komponen struktur jembatan tied arch dalam melakukan pemeliharaan. ## Sistem pelengkung Perbedaan prinsip antara dua tipe pelengkung mendasar dijelaskan sebagai berikut : 1) Pada pelengkung murni/kaku gaya tekan 𝐻 mereduksi momen struktural (Gambar 3a), dan reaksi tekan horizontal 𝐻 ∗ di awal pelengkung dilimpahkan oleh blok fondasi telapak ke batuan dasar yang harus kuat menahan beban horizontal. Bangunan atas dan bangunan bawah merupakan kesatuan monolitik (Surat Edaran Menteri Nomor 02/SE/M/2018). 2) Pada pelengkung diperkaku (Gambar 3b) gaya tekan 𝐻 mereduksi momen struktural dan dilimpahkan ke batang pengikat dari struktur pengaku sehingga tidak membebani fondasi (𝐻 ∗ = 0) . Tipe ini digunakan bila letak batuan dasar dalam sehingga memerlukan fondasi tiang yang umumnya lemah dalam menahan beban horizontal. Bangunan atas merupakan gelagar struktur statis tertentu keluar yang terpisah dari bangunan bawah dengan perletakan. Tipe statis tertentu lebih kuat terhadap penurunan fondasi dan perbedaan temperatur (Surat Edaran Menteri Nomor 02/SE/M/2018). a. Pelengkung murni kaku b. Pelengkung diperkaku Gambar 3. Perbedaan prinsip dasar gaya yang bekerja pada pelengkung yang menggunakan beton dan kabel (Surat Edaran Menteri Nomor 02/SE/M/2018). Struktur pelengkung khususnya komponen rib merupakan unsur tekan sehingga momen pelengkung (𝑀) tereduksi terhadap momen lentur gelagar lurus sederhana (𝑀 0 ) yang dijelaskan dengan Persamaan 1 (Surat Edaran Menteri Nomor 02/SE/M/2018). 𝑀 = 𝑀 0 − (𝐻𝑦) (1) dengan 𝑀 = momen lentur arch rib , 𝑀 0 = momen lentur untuk gelagar lurus sederhana diatas dua tumpuan dengan bentang pelengkung L, 𝐻 = gaya tekan horizontal di awal pelengkung, dan 𝑦 = ordinat arch rib . Penentuan gaya dalam maksimum dan minimum dalam pelengkung sebagai unsur utama yang menerima beban lewat kolom (tekan) atau hanger (tarik) tidak dapat diperoleh secara optimal dengan running analysis yang biasanya dilakukan untuk lantai kendaraan. Tetapi memerlukan pola bentuk garis pengaruh untuk menempatkan beban hidup yang untuk pelengkung murni memiliki pola bentuk sebagai berikut (Gambar 3a). Untuk pelengkung diperkaku pola bentuk garipengaruh gaya 𝐻 , 𝑀 di seperempat, setengah bentang dan 𝑀 = 0 untuk awal pelengkung, identik dengan pelenkung murni. Pola garis pengaruh yang konsisten tersebut membantu penempatan beban hidup di lantai kendaraan agar diperoleh gaya dalam maksimal dan demikian penurunan garis pengaruh tidak selalu diperlukan (Surat Edaran Menteri Nomor 02/SE/M/2018). ## 2. METODE PENELITIAN Studi ini menganalisis sepuluh model rise-span ratio , dimana model tersebut akan dianalisis menggunakan software Midas Civil . Berdasarkan analisis dari dapat dilihat pengaruh rise-span ratio pada jembatan tied arch yang ditinjau, model tersebut dapat dilihat pada Gambar 4. ## Pembebanan pada jembatan tied arch Data pembebanan yang digunakan sesuai dengan yang didapat dari sumber data perencanaan, untuk melengkapi data yang ada digunakan sesuai dengan ketentuan dari SNI 1725:2016 pembebanan untuk jembatan (No. 1-7) dan SNI 2833:2016 perencanaan jembatan terhadap beban gempa (No. 8): 1) Beban Mati (MS) Berat sendiri (self weight) yang digunakan adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan komponen struktural. Berat sendiri dihitung oleh software Midas Civil secara otomatis sesuai dengan definisi komponen struktural yang dimodelkan. 2) Beban Mati Tambahan (MA) Beban mati tambahan (superimposed dead load) yang digunakan adalah berat seluruh bahan yang menimbulkan suatu beban pada jembatan yang merupakan komponen non-struktural dan mungkin besarnya berubah selama umur jembatan. Dengan faktor beban layan (𝛾 𝑀𝐴 𝑠 = 1) , faktor beban ultimit (𝛾 𝑀𝐴 𝑢 = 2) . Pada pemodelan pelat lantai kendaraan tidak dimodelkan, diasumsikan beban bekerja pada stringer . Selanjutnya rincian tentang beban mati tambahan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Beban mati tambahan (MA) No Beban Nilai Satuan Distribusi Beban pada Komponen Struktur 1 Slab kendaraan 9 kN/m Stringer ekterior 2 Slab kendaraan 6 kN/m Stringer interior 3 Trotoar 4,8 kN/m Stringer ekterior 4 Aspalt+Air hujan 3.47 kN/m Stringer 5 Railing 0,3 kN Cross beam bawah (a) Rise-span ratio =1:10,00 (f) Rise-span ratio = 1:3,07 (b) Rise-span ratio =1:8,00 (g) Rise-span ratio = 1:2,67 (c) Rise-span ratio = 1:5,71 (h) Rise-span ratio = 1:2,35 (d) Rise-span ratio = 1:4,44 (i) Rise-span ratio = 1:2,09 (e) Rise-span ratio = 1:3,64 (j) Rise-span ratio = 1:2,00 Gambar 4. Model rise-span ratio jembatan tied arch ## 3) Beban Lajur “D” (TD) Beban lajur “D” terdiri dari beban terbagi merata (BTR) dan beban garis (BGT). Dengan faktor beban layan 𝛾 𝑇𝐷 𝑠 = 1 dan faktor beban ultimit 𝛾 𝑇𝐷 𝑢 = 2 . Selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 2. 4) Beban Truk “T” (TT) Beban truk “T” (TT) adalah beban kendaraan maksimum yang digunakan sesuai dengan ketentuan kelas jalan Bina Marga, pada ruas jalan yang dihubungkan adalah kelas 1 (satu). Faktor beban yang digunakan faktor beban ultimit 𝛾 𝑇𝐷 𝑢 = 2 dan faktor beban layan 𝛾 𝑇𝐷 𝑠 = 1 , seperti terlihat Tabel 3. Tabel 2. Beban lajur “D” (TD) dan distribusi beban pada komponen struktur No Beban Nilai Satuan Distribusi Beban pada Komponen Struktur 1 Beban merata (BTR) 60,75 kN/m Cross beam bawah 2 Beban garis (BGT) 49 kN/m Satu Cross beam bawah tengah bentang Tabel 3. Beban truk “T” (TT) dan distribusi beban pada komponen struktur No Beban Nilai Satuan Distribusi Beban pada Komponen Strukutur 1 Gandar Depan 50 kN Moving Load pada lajur 2 Gandar Tengah 225 kN Moving Load pada lajur 3 Gandar Belakang 225 kN Moving Load pada lajur 5) Gaya Rem (TB) Pengaruh pengereman dari lalu-lintas diperhitungkan sebagai gaya dalam arah memanjang dan dianggap bekerja pada permukaan lantai jembatan, dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Gaya rem (TB) dan distribusi beban pada komponen struktur No Beban Nilai Satuan Distribusi Beban pada Komponen Struktur 1 Gaya Rem 0,32 kN Joint Cross beam bawah- Stringer 2 Momen pada Joint akibat asumsi gaya rem bekerja diatas horizontal pada jarak 1800 mm 0,57 kN.m Joint Cross beam bawah- Stringer 6) Beban Pejalan Kaki (TP) Beban pejalan kaki (TP) bekerja pada trotoar dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Beban pejalan kaki (TP) dan distribusi beban pada komponen struktur No Beban Nilai Satuan Distribusi Beban pada Komponen Struktur 1 Beban pejalan kaki 1 kN/m Stringer eksterior 7) Beban Angin (EW) Beban angin bekerja pada struktur dan kendaraan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Beban angin (EW) dan distribusi beban pada komponen struktur No Beban Nilai Satuan Distribusi Beban pada Komponen Struktur 1 Beban angin pada struktur (horizontal) 1,6 kN/m Arch rib dan tied beam 2 Beban angin pada struktur (vertikal) 9,22 kN/m Arch rib dan tied beam 3 Beban angin pada kendaraan (horizontal) 1,46 kN/m Arch rib dan tied beam 8) Beban Gempa (EQ) Data mengenai respon spektrum diambil dari website rsa.ciptakarya.pu.go.id yang diakses pada 20 Agustus 2022. Parameter gempa respon spektrum dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 5. Tabel 7. Parameter seismik respon spektrum di Timika No Variabel Nilai SNI 2833:2016 (Pasal, Tabel, Hal) Keterangan 1 PGA 0,4313 5.2.1, 1, 10 Percepatan puncak batuan dasar 2 S S (g) 0,984 5.2.1, 1, 10 Respons spektrum percepatan T=0,2 detik 3 S 1 (g) 0,3482 5.2.1, 1, 10 Respons spektrum percepatan T=1 detik 4 F PGA /F a 1,1 5.3.2, 3, 16 Faktor Amplifikasi 5 F V 1,8 5.3.2, 3, 16 Faktor Amplifikasi 1 detik 6 S DS (g) 0,73 5.4.1, -, 17 Nilai spektrum permukaan tanah T=0.2detik 7 S D1 (g) 045 5.4.1, -, 17 Nilai spektrum permukaan tanah T=1 detik 8 T 0 (detik) 0,12 5.4.1, -, 17 Periode T =0,2Ts 9 T S (detik) 0,62 5.4.1, -, 17 Periode pendek 10 T L (detik) 20 5.4.1, -, 17 Periode panjang Gambar 5. Respon spektrum Timika (Jenis Tanah Sedang, Zona Gempa 3) ## Pemodelan jembatan tied arch Pada tahap ini dilakukan pemodelan struktur jembatan dengan beberapa rise-span ratio 1:10,00, 1:8,00, 1:5,71, 1:4,44, 1:3,64, 1:3,07, 1:2,67, 1:2,35, 1:2,09, 1:2,00, sehingga didapatkan rise-span ratio optimum. Dengan cara melakukan komparasi dari konfigurasi 1 ( rise-span ratio 1:10,00) sampai konfigurasi 10 ( rise-span ratio 1:2,00). Nilai gaya-gaya dalam, deformasi dan frekuensi alami dari komponen struktur jembatan tied arch disajikan dalam bentuk grafik. Hasil pemodelan jembatan tied arch dapat dilihat pada Gambar 4. ## 3. HASIL ANALISIS Berasarkan hasil penelitian, maka didapatkan beberapa nilai parameter yang dapat digunakan dalam pemodelan program komputer. Parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 8-9. Hanger menggunakan Macalloy 520M76 berdiameter 72 mm dengan tegangan leleh sebesar 520 MPa dan tegangan ultimit sebesar 660 MPa. Parameter yang ditinjau dari model jembatan di atas adalah gaya aksial tekan dan momen lentur pada arch rib , gaya aksial tarik dan momen lentur pada tie beam , gaya aksial tarik pada hanger , frekuensi alami dan deformasi pada jembatan tied arch . Berdasarkan parameter di atas didapat hasil analisis sebagai berikut: 1) Pengaruh rise-span ratio terhadap gaya aksial dan momen lentur di arch rib Pengaruh rise-span ratio terhadap gaya aksial dan momen lentur di arch rib disajikan pada Gambar 6 dan Gambar 7. Berdasarkan gambar terlihat bahwa semakin besar rise-span ratio semakin kecil gaya aksial tekan atau berbanding terbalik, sedangkan momen lentur berbanding lurus dengan rise-span ratio yaitu semakin besar rise-span ratio semakin besar pula momen lentur. 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.000 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 Sa (g ) To Ts T (Detik) Tabel 8. Spesifikasi komponen jembatan tied arch No Properti Profil Mutu Baja Boks WF Lingkaran F y F u h (mm) b (mm) t w (mm) t f (mm) h (mm) b (mm) t w (mm) t f (mm) D (mm) (MPa) (MPa) 1 2 3 4 5 6 7 8 Arch rib Tied beam Cross beam atas Cross beam bawah Stringer Hanger Bracing atas Bracing bawah 1200 1200 600 600 40 40 40 40 900 350 500 200 350 300 350 200 200 350 18 12 10 8 12 34 19 16 12 19 72 410 410 410 410 410 520 410 410 550 550 550 550 550 660 550 550 Tabel 9. Model jembatan tied arch dengan 10 rise-span ratio panjang bentang (L) 60 meter Model Rise-span ratio ( f /L) Tinggi ( f ) (m) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1:10,00 1:8,00 1:5,71 1:4,44 1:3,64 1:3,07 1:2,67 1:2,35 1:2,09 1:2,00 6,00 7,50 10,51 13,51 16,48 19,54 22,47 25,53 28,71 30,00 Gambar 6. Gaya aksial tekan pada arch rib akibat kombinasi beban maksimum Gambar 7. Momen lentur pada arch rib akibat kombinasi beban maksimum 9738.06 8139.13 6599.325502.44 4733.224269.974054.693865.043673.123624.27 0 5000 10000 15000 1:10 1:8 1:5.71 1:4.44 1:3.64 1:3.07 1:2.67 1:2.35 1:2.09 1:2 Gay a A k sial T ek an ( k N) Rise-Span Ratio ( f /L) 1001.81 1123.82 1299.32 1500.22 1644.71 1769.451869.75 1957.952034.842062.37 0 500 1000 1500 2000 2500 1:10 1:8 1:5.71 1:4.44 1:3.64 1:3.07 1:2.67 1:2.35 1:2.09 1:2 Mo m en L en tu r (k N. m ) Rise-Span Ratio ( f /L) 2) Pengaruh rise-span ratio terhadap gaya aksial tarik dan momen lentur di tie beam Pengaruh rise-span ratio terhadap gaya aksial tarik dan momen lentur di tie beam disajikan pada Gambar 8 dan Gambar 9. Berdasarkan gambar terlihat bahwa pengaruh rise-span ratio terhadap gaya aksial tarik di tied beam cukup konstan dengan perbedaan antara gaya aksial tarik terbesar dan terkecil adalah 2%, sedangkan momen lentur terjadi sedikit fluktuasi dengan perbedaan antara momen lentur terbesar dan terkecil adalah 43%. Gambar 8. Gaya aksial tarik pada tie beam kombinasi maksimum Gambar 9. Momen lentur pada tied beam akibat kombinasi maksimum 3) Pengaruh rise-span ratio terhadap gaya aksial tarik di hanger Pengaruh rise-span ratio terhadap gaya aksial di hanger disajikan pada Gambar 10. Berdasarkan gambar terlihat bahwa pengaruh rise-span ratio terhadap gaya aksial tarik di hanger relatif konstan. Gambar 10. Gaya aksial tarik pada hanger akibat kombinasi beban maksimum 2760.51 2754.41 2789.21 2777.51 2777.81 2788.26 2808.05 2805.32 2804.28 2804.17 2600 3300 1:10 1:8 1:5.71 1:4.44 1:3.64 1:3.07 1:2.67 1:2.35 1:2.09 1:2 A k sial T ar ik ( k N) Rise-Span Ratio ( f /L) 905.21 819.41 778.42 892.93 1185.82 1393.94 1656.43 1905.42 2131.21 2278.41 0 700 1400 2100 2800 1:10 1:8 1:5.71 1:4.44 1:3.64 1:3.07 1:2.67 1:2.35 1:2.09 1:2 Mo m en L en tu r (k N. m ) Rise-Span Ratio ( f /L) 1034.78 1034.92 1034.15 1033.25 1032.51 1032.19 1032.24 1032.58 1033.17 1033.48 1000 1020 1040 1:10 1:8 1:5.71 1:4.44 1:3.64 1:3.07 1:2.67 1:2.35 1:2.09 1:2 A k sial T ar ik ( k N) Rise-Span Ratio ( f /L) 4) Pengaruh rise-span ratio terhadap frekuensi alami Pengaruh rise-span ratio terhadap frekuensi alami disajikan pada Gambar 11. Berdasarkan gambar terlihat bahwa semakin besar rise-span ratio semakin kecil frekuensi alami struktur atau hubungan antara rise-span ratio dan frekuensi alami adalah berbanding terbalik. Gambar 11. Frekuensi alami jembatan tied arch mode 1 5) Pengaruh rise-span ratio terhadap deformasi Pengaruh rise-span ratio terhadap deformasi disajikan pada Gambar 12. Berdasarkan gambar terlihat bahwa rise-span ratio berbanding lurus dengan deformasi. Semakin besar rise-span ratio semakin besar deformasi. Jika diketahui lendutan izin adalah 𝐿 800 = 75 mm, maka deformasi yang terjadi tidak melebihi yang diizinkan. Gambar 12. Deformasi arah-z jembatan tied arch akibat kombinasi beban hidup maksimum ## 4. KESIMPULAN DAN SARAN Pengaruh Rise-span Ratio pada Jembatan Tied Arch : 1) Pengaruh rise-span ratio terhadap gaya aksial dan monem lentur di arch rib adalah bahwa semakin besar rise-span ratio semakin kecil gaya aksial tekan atau berbanding terbalik, sedangkan momen lentur berbanding lurus dengan rise-span ratio yaitu semakin besar rise-span ratio semakin besar pula momen lentur. 2) Pengaruh rise-span ratio terhadap gaya aksial tarik dan momen lentur di tied beam adalah pengaruh rise- span ratio terhadap gaya aksial tarik di tied beam relatif konstan, sedangkan momen lentur terjadi sedikit fluktuasi dengan perbedaan antara momen lentur terbesar dan terkecil adalah 43%. 3) Pengaruh rise-span ratio terhadap gaya aksial di hanger adalah besarnya gaya aksial relatif konstan pada tiap rise-span ratio . 4) Pengaruh rise-span ratio terhadap frekuensi alami adalah semakin besar rise-span ratio semakin kecil frekuensi alami struktur atau hubungan antara rise-span ratio dan frekuensi alami adalah berbanding terbalik. 5) Pengaruh rise-span ratio terhadap deformasi adalah berbanding lurus, semakin besar rise-span ratio semakin besar deformasi. 6) Rise-span ratio optimum yang dapat digunakan dalam merancang jembatan tied arch dengan bentang 60 meter adalah 1:8 hingga 1:2. 1.9864 1.9677 1.9215 1.8355 1.7546 1.6633 1.5711 1.4727 1.3709 1.3304 0 0.5 1 1.5 2 2.5 1:10 1:8 1:5.71 1:4.44 1:3.64 1:3.07 1:2.67 1:2.35 1:2.09 1:2 Fre k u en si A lam i (Hz) Rise-Span Ratio ( f /L) 20.51 22.01 24.62 25.97 28.71 31.84 35.15 38.89 42.21 45.03 0 10 20 30 40 50 1:10 1:8 1:5.71 1:4.44 1:3.64 1:3.07 1:2.67 1:2.35 1:2.09 1:2 Def o rm asi (m m ) Rise-Span Ratio ( f /L) Berdasarkan hasil penelitian berupa kesimpulan diatas, maka terdapat beberapa saran yang dapat dilakukan untuk pengembangan jembatan tied arch . 1) Pada saat penentuan gaya gempa untuk analisis struktur jembatan tied arch penting untuk dikaji dari gaya gempa arah-x (EQX) dan gaya gempa arah-y (EQY) agar analisis dapat berdasarkan gaya gempa yang optimum. 2) Gaya aksial tekan arch rib merupakan gaya dalam yang signifikan pengaruhnya terhadapat perilaku struktur jembatan tied arch , sehingga perlu diperhatikan penentuan konfigurasi optimum juga dapat mempertimbangkan efisiensi dalam biaya pekerjaan. Maka dapat dilakukan kajian lebih lanjut mengenai hubungan efisien konfigurasi optimum dan biaya pekerjaan. 3) Perlu dilakukan kajian pada tipe jembatan tied arch yang lainnya, sebab hasil kesimpulan pada kasus ini tidak dapat digunakan secara keseluruhan pada tipe jembatan pelengkung lainnya. Perbedaan asumsi tumpuan dan tipe struktur jembatan sangat berpengaruh pada perilaku struktur jembatan dalam merespon beban atau gaya yang bekerja. ## DAFTAR PUSTAKA Badan Standarisasi Nasional. (2016). Pembebanan untuk Jembatan (SNI 1725:2016). Badan Standarisasi Nasional. (2016). Perencanaan Jembatan terhadap Beban Gempa (SNI 2833:2016). Chen, W-F. & Duan, L. (2000). Bridge Engineering Handbook (edisi kedua) . CRC Press. Pusat Pemerintahan Kabupaten Mimika. (2021). Perencanaan Jembatan Jalan Irigasi – SP5 (Arsip PUPR Kabupaten Mimika ). https://mimikakab.go.id Granata, M. F. (2022). Stressing sequence for hanger replacement of tied-arch bridges with rigid bars. Journal of Bridge Engineering , 27 (1), 04021099. https://doi.org/10.1061/(ASCE)BE.1943-5592.0001811 Hewada M. R., Iek, M., & Kreuta, B. (2019). Pengembangan Infrastruktur Jalan dan Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua Tahun 2013-2017. Jurnal Kajian Ekonomi dan Studi Pembangunan , 6 (1). https://pdfs.semanticscholar.org/72d4/1179ff1a3c868d8323c7eb53f1247917bc00.pdf Järvenpää, E., Heikkilä, R., & Järvenpää, M. E. (2020). Geometric Non-linear Form-Finding Design for Optimal Tied Arch Bridge. Proceedings of ARCH 2019: 9th International Conference on Arch Bridges , Structural Integrity , 11 , 230-237. https://doi.org/10.1007/978-3-030-29227-0_22 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (2018). Pemberlakuan 4 (Empat) Pedoman Bidang Jalan dan Jembatan (Surat Edaran Menteri Nomor 02/SE/M/2018). Rachmawati. (2019, 28 Oktober). Fakta Jembatan Youtefa, Tonggak Sejarah di Papua di Hari Sumpah Pemuda . Kompas.com . https://regional.kompas.com/read/2019/10/29/08480081/fakta-jembatan-youtefa-tonggak- sejarah-di-papua-di-hari-sumpah-pemuda?page=all Torkamani, M. & Lee, H. E. (2002). Dynamic Behavior of Steel Deck Tension-Tied Arch Bridges to Seismic Excitation. Journal of Bridge Engineering , 7 (1), 57-67.
eaf7b332-eafa-4217-a801-014de04a27e1
https://ejournal-ibik57.ac.id/index.php/jabisi/article/download/566/303
DOI: https://doi.org/10.55122/jabisi.v3i2.566 Vol. 3, No. 3, Oktober 2022, pp. 125-137 ## ANALISIS PENGARUH PENGETAHUAN PERPAJAKAN, SANKSI PAJAK DAN PERSEPSI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MEMBAYAR PAJAK (STUDI KASUS WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA KARYAWAN DI PT BIPO SERVICE INDONESIA TAHUN 2021) ## PENULIS 1) Rika Noviani, 2) Dias Adi Dharma ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami implikasi pengetahuan, sanksi dan persepsi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak pada saat membayar pajak pada wajib pajak karyawan di PT BIPO Service Indonesia. Data yang digunakan berasal dari kuesioner (data primer) dan memiliki jumlah sampel sekitar 67 responden. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode simple random sampling . Metode analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda dan uji hipotesis menggunakan Uji-F dan Uji-T, dengan variabel Pengetahuan Pajak (X1), Sanksi Pajak (X2), Persepsi Pajak (X3), dan Kepatuhan Wajib Pajak (Y) memiliki tingkat signifikansi 5% saat menggunakan SPSS 26. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman tentang pengetahuan, sanksi, dan persepsi pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembayaran pajak pada karyawan di PT BIPO Service Indonesia. Kata Kunci Kepatuhan Wajib Pajak, Pengetahuan Perpajakan, Persepsi Pajak, Sanksi Pajak ## AFILIASI Prodi, Fakultas 1)2) Akuntansi, Fakultas Ekonomi Nama Institusi 1)2) Institut Bisnis dan Informatika (IBI) Kosgoro 1957 Alamat Institusi 1)2) Jl. M. Kahfi II No. 33, Jagakarsa, Jakarta Selatan, DKI Jakarta - 12640 ## KORESPONDENSI Penulis Rika Noviani Email rikanoviani18@gmail.com LICENSE This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License . ## I. PENDAHULUAN ## 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan sumber utama pendanaan proyek-proyek nasional yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pajak juga merupakan sumber pendanaan yang paling aman dan terpercaya karena dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Dengan demikian pengelolaan perpajakan menjadi prioritas utama bagi pemerintah. Kekhawatiran yang ada dan terjadi di masyarakat dalam membayar pajak disebabkan karena kasus yang sering terjadi contohnya adalah karena para wajib pajak tidak ingin pajak yang telah dibayarkan disalahgunakan oleh aparat pajak itu sendiri (Caroko, Susilo, and A 2015). Masalah lainnya yang juga sering ditemui yaitu ketika Wajib Pajak masih kesulitan dalam melaporkan pajak penghasilannya. Adapun faktor lainnya yang dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan Wajib Pajak yaitu kurangnya kesadaran Wajib Pajak dalam melaporkan dan membayar pajak terutang sampai berusaha untuk membayar kewajiban pajaknya lebih kecil dari yang seharusnya. Penerimaan negara dari sektor pajak terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Pemerintahan Pusat (Kemenkeu.go.id 2019), Realisasi Penerimaan Pajak bisa mencapai Rp1.136,17 triliun, atau 72,02 persen dari target APBN 2019, sedikit menurun 0,04 persen dari tahun sebelumnya, yaitu sekitar Rp1,136 Atau, pada tahun 2020, realisasi penerimaan pajak diharapkan mencapai Rp1,069,98 triliun (89,25 persen dari target APBN Perpres 72 tahun 2020), atau mengalami penurunan sekitar 19,71 dibanding tahun 2019. Ketika wajib pajak menyadari kewajibannya, tingkat kepatuhan wajib pajak juga akan meningkat. Selain itu, pendapatan pemerintah dari sektor pajak diperkirakan akan meningkat, memungkinkan untuk menganalisis masalah yang sebelumnya belum terselesaikan. Berdasarkan hal tersebut, penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian tentang “Analisis Pengaruh Pengetahuan Perpajakan, Sanksi Pajak, dan Persepsi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak” yang berlokasi di Jakarta, khususnya pada karyawan pada PT BIPO Service Indonesia yang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang konsultan pajak. ## 1.2 Permasalahan Masalah ini berasal dari tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melakukan pembayaran hingga kewajiban perpajakannya. Ketika seseorang telah memahami dan memahami sepenuhnya baik hak maupun kewajiban perpajakannya, diharapkan dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya. Faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan pajak adalah perilaku Wajib Pajak yang tidak menentu dalam hal mengumpulkan dan membayar pajak setelah diterima dalam jumlah yang lebih banyak dari yang seharusnya. Kekhawatiran yang ada dan muncul di masyarakat tentang pembayaran pajak disebabkan oleh kasus yang sering terjadi misalnya wajib pajak tidak ingin pajak yang dibayarkannya disalahgunakan oleh otoritas pajak itu sendiri. Memungut pajak bukanlah suatu hal yang mudah, karena selain peran serta aktif dari pegawai Pajak, pembayaran pajak juga membutuhkan kesadaran masyarakat. ## 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Analisis Pengaruh Pengetahuan, Sanksi, dan Persepsi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak” yang ada di Jakarta khususnya pada karyawan PT BIPO Service Indonesia. Mengingat PT BIPO Service Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang konsultan pajak, maka peneliti berkeinginan untuk mengadakan penelitian dengan pegawai PT BIPO Service Indonesia dari sisi pajak yang sering menerima pengaduan tentang pajak, seperti apakah pelaksanaan kepatuhan perpajakannya dipengaruhi oleh faktor dari Pengetahuan Perpajakan, Sanksi Pajak Dan Persepsi Pajak. Analisis Pengaruh Pengetahuan Perpajakan, Sanksi Pajak dan Persepsi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak ## II. TINJAUAN PUSTAKA ## 2.1 Teori Atribusi Asumsi pada teori ini yaitu seseorang berusaha untuk mencari tahu mengapa mereka melakukan tindakan tertentu, khususnya atribut yang menyebabkan munculnya suatu perilaku (Heider 2008). Menurut sumber lain, teori atribut yang disajikan di sini menjelaskan teori bahwa sikap dari wajib pajak terhadap kepatuhan akan peraturan perpajakan yang harus dipenuhinya. Penerapan teori atribusi dalam penelitian ini berkaitan dan relevan terhadap kepatuhan pajak. Penerapan teori atribusi juga adalah karena atas pemenuhan kewajiban perpajakan memerlukan tindakan individu untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dengan memperoleh Nomor Pokok Wajib (NPWP) ## 2.1. Theory of Planned Behavior (TPB) atau Teori Perilaku Terencana Fokus utama teori ini sama dengan Theory of Reasoned Action atau TRA, yaitu kebiasaan individu dalam melakukan suatu perilaku tertentu (Ajzen 2012). Kaitan antara Theory of PIanned Behavior (TPB) dengan penelitian ini adalah bahwa TPB merupakan teori tentang bagaimana motivasi individu mempengaruhi perilaku, yaitu bagaimana perilaku individu dipengaruhi oleh orang lain atau hal lain. Hal ini terkait dengan pemahaman pengetahuan perpajakan dan sanksi perpajakan. Niat dan motivasi dari individu itu sendiri dapat mengubah perilaku individu yang berkaitan dengan wajib pajak untuk dapat menerima informasi tentang peraturan dan sanksi perpajakan yang berlaku melalui sosialisasi pajak yang dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. ## 2.2. Perpajakan ## 2.3.1 Definisi Pajak Dalam bukunya (Mardiasmo 2016), Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH menyatakan bahwa pajak adalah komunikasi dari masyarakat kepada pemerintah berdasarkan aturan tidak tertulis (yang boleh diterima) dan tanpa timbal jasa secara langsung dan digunakan untuk membayar kebutuhan umum. Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan atau pekerjaan lain yaitu berupa pembayaran gaji, dan proyek yang dilakukan oleh orang pribadi dan juga atas penghasilan yang diberikan Subjek Pajak dalam negeri yang selanjutnya disebut PPh Pasal 21. ## 2.3.2 Fungsi Pajak Pajak mempunyai beberapa fungsi seperti yang diungkapkan oleh (Rahman 2010), yaitu: 1) Fungsi Anggaran, yaitu untuk mendanai pengeluaran negara. 2) Fungsi Mengatur, yaitu melalui kebijaksanaan pajak, negara dapat mengatur pertumbuhan ekonomi. 3) Fungsi Stabilitas, yaitu dana dari pajak dapat digunakan untuk melaksanakan langkah-langkah yang berhubungan dengan stabilitas harga dan pengendalian inflasi. 4) Fungsi Retribusi Pendapatan, yaitu digunakan untuk mendanai semua kepentingan umum sehingga dapat menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat. ## 2.3.3 Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi tiga sistem (Mardiasmo 2019), yaitu sebagai berikut: 1) OfficiaI Assessment system , yaitu sistem pemungutan yang wewenangnya terdapat pada pemerintah (fiskus). 2) Self Assessment System , yaitu suatu sistem pemungutan yang memberi kekuasaan penuh kepada Wajib Pajak. 3) With HoIding System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan otoritas pajak dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan). ## 2.3. Pengetahuan Perpajakan Pengetahuan adalah pemahaman terhadap sesuatu, atau hasil dari segala tindakan manusia terhadap suatu objek tertentu yang dapat berwujud barang-barang baik lewat akal atau lewat Indera, dan dapat juga melalui pendidikan formal dan informal yang dapat membantu meningkatkan pemahaman perpajakan. Pendidikan formal dapat diperoleh melalui lingkungan belajar yang terstruktur dan terorganisir yang terdiri dari pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Selain pendidikan formal yang diselenggarakan oleh lembaga seperti lembaga kursus, organisasi, dan sejenisnya, pendidikan nonformal juga dapat diberikan melalui sarana lain. Tumbuhnya kesadaran perpajakan dapat mengakibatkan peningkatan kepatuhan dan kesadaran kepatuhan saat membayar pajak. Adapun beberapa penelitian yang membahas terkait pajak antara lain adalah yang diteliti oleh (Nurdiana and Fadilah 2022), (Yulianto and Rini 2020) dan (Mayasari and Al-Musforoh 2020). ## 2.4. Sanksi Pajak Konsep dari sanksi perpajakan berdasarkan pendapat (Mardiasmo 2016) yaitu menyatakan bahwa sanksi pajak adalah jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan akan dituruti, ditaati maupun dipatuhi. Oleh karena itu, persyaratan pajak juga harus diperketat dalam penyampaian surat pemberitahuan (SPT) pajak secara tepat waktu. ## 2.5. Persepsi Pajak Persepsi masyarakat sebagai wajib pajak yang patuh berjalan seiring dengan persepsi masyarakat terhadap pajak. Dua faktor yang membentuk persepsi yang sebenarnya adalah unsur internal, yang berkaitan dengan sifat-sifat karakter individu, dan faktor eksternal, yang berkaitan dengan lingkungan dan situasi. Persepsi juga adalah proses mental untuk mengidentifikasi kemarahan pada individu sehingga objek tertentu dapat diidentifikasi dengan sikap yang terkait dengan wawasan tertentu seperti indra perabaan, dan hal-hal lain sehingga bayangan yang dimaksud dapat diatasi dan terselesaikan (Setiadi, Wongsosudono, and Pardede 2020). ## 2.6. Kepatuhan Wajib Pajak Yang dimaksud dengan kepatuhan disini adalah wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan yang berlaku tanpa perlu adanya pemeriksaan, investigasi, peringatan atau ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun administratif (Mardiana, Wahyuni, and Herawati 2016). Kepatuhan Wajib Pajak dapat diperoleh dengan mengikuti langkah-langkah: 1) Mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) 2) Menghitung dan memperhitungkan pajak oleh wajib pajak 3) Pajak dibayar oleh wajib pajak sendiri 4) Pelaporan dilakukan sendiri oleh wajib pajak ## 2.7. Pengembangan Hipotesis ## 2.7.1 Pengaruh Pengetahuan Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Jika masyarakat sudah memiliki pengetahuan perpajakan yang berkembang dengan baik, pemahaman tersebut akan terwujud pada kelahiran kembali bangsa ini. Dalam penelitiannya, (Kesaulya and Pesireron 2019) menemukan bahwa variabel pengetahuan wajib pajak memiliki pengaruh yang baik terhadap pelaksanaan wajib pajak. Berdasarkan ini, hipotesis berikut diusulkan: H1: Pengetahuan Perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi ## 2.7.2 Pengaruh Sanksi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Berdasarkan temuan penelitian yang diakukan oleh (Mardiana, Wahyuni, and Herawati 2016), dapat disimpulkan bahwa sanksi pajak memiliki poin yang signifikan terkait kepatuhan wajib pajak. Analisis Pengaruh Pengetahuan Perpajakan, Sanksi Pajak dan Persepsi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak Dan sanksi perpajakan memungkinkan pembayaran pajak secara lebih tepat waktu dan efisien. Berdasarkan ini, hipotesis berikut diusulkan: H2: Sanksi Perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi ## 2.7.3 Pengaruh Persepsi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Menurut (Setiadi, Wongsosudono, and Pardede 2020), persepsi dapat digambarkan sebagai proses “mengorganisasikan dan menafsirkan” tanggapan terhadap rangsangan, menjadikannya sesuatu yang bermakna dan merupakan bagian integral dari hukum keniscayaan. Berdasarkan ini, hipotesis berikut diusulkan: H3: Persepsi Perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi ## III. METODE PENELITIAN ## 3.1 Desain Penelitian Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dan menggunakan data survei dengan menggunakan SPSS 26 sebagai alat analisis data. Penelitian ini menggunakan dua jenis variabel yaitu variabel terikat dan variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah pengetahuan, sanksi dan persepsi pajak. Variabel terikat dalam skripsi ini adalah Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak. Simple random sampling adalah teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini pada Wajib Pajak Karyawan yang ada di PT BIPO Service Indonesia. ## 3.2 Teknik Pengolahan Data ## 3.2.1 Uji Kualitas Data 1) Uji Validitas Untuk menentukan apakah kuesioner valid atau tidak, digunakan kriteria validitas, kuesioner dianggap kredibel jika dapat mengungkapkan informasi yang akan digunakan dalam penelitian tersebut (Ghozali 2016). Pengujian validitas dilakukan secara otomatis menggunakan SPSS, jika nilai R hitung lebih besar dari nilai pada R tabel, poin instrumen dianggap valid. 2) Uji Reliabilitas Reliabilitas didefinisikan sebagai sejauh mana respons stabil dan konsisten dalam kaitannya dengan struktur pertanyaan dan disajikan dalam bentuk tertentu. ## 3.2.2 Analisis Statistik Deskriptif Yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisis data untuk menggambarkan atau menggambarkan informasi yang dikumpulkan sebelumnya tanpa menggunakan model untuk mengidentifikasi wawasan kunci yang relevan untuk masyarakat umum atau untuk generalisasi. ## 3.3 Uji Asumsi Klasik ## 1) Uji Normalitas Tujuan Uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah data dalam suatu penelitian memiliki distribusi yang berdistribusi normal atau tidak (Ghozali 2016). Menggunakan uji satu sampel Kolmogrov-Smirnov ketika ukuran probabilitas signifikan atau lebih besar dari 0,05, maka distribusi dikatakan normal. 2) Uji Uji Multikolinearitas Tujuan dari uji ini untuk mengetahui kesalahan standar estimasi model penelitian. Jika nilai toleran yang lebih besar dari 10% dan VIF kurang dari 10, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi bebas dari masalah multikolinearitas. ## 3) Uji Heteroskesdastisitas Bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terdapat ketidaksamaan varians residual absolut dari satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Model regresi dikatakan bebas heteroskedastisitas signifikansi t jika hasil meregresi nilai absolut residual terhadap variabel bebas Lebih besar dari 0,05. 4) Uji Analisis Regresi Berganda Digunakan untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat. Model persamaan regresi yang digunakan untuk menguji hipotesis ini menggunakan rumus: Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + e Dimana: Y : Subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan a : Harga Y ketika harga X = 0 (Harga Konstan) b 1 , b 2 , b 3 : Angka arah atau koefisien regresi X 1 ,X 2 ,X 3 : Pengetahuan Perpajakan, Sanksi Pajak, Persepsi Pajak e : Random Error ## 3.4 Uji Hipotesis ## 1) Uji Koefisien Determinasi (R2) Digunakan untuk membandingkan kontribusi variabel independen terhadap efek naik-turun variabel dependen. Koefisien determinasi antara 0 dan 1 (0 ≤ R2 ≤ 1) menunjukkan bahwa jika R2 = 0, tidak ada bukti hubungan antara kedua variabel, dan jika R2 di atas 1, ada bukti hubungan yang berkembang antara kedua variabel. Ringkasan Model hasil penggunaan SPSS dapat dilihat pada kolom Adjusted R Seuare dimana ditampilkan koefisien determinasi (R2). 2) Uji Signifikan Simultan (Uji F) Berguna untuk memahami bagaimana suatu variabel bebas dan hubungan saling memperkuat (simultan). Hasil Uji F ditunjukkan pada kolom ANOVA sig. Terdapat perbedaan simultan antara variabel yang signifikan antara variabel yang ditentukan dan bebas, jika nilai probabilitas 0,05. Uji F juga dapat dilakukan dengan membandingkan F hitung dan F tabel; jika F hitung lebih besar dari F tabel, maka Ho tolak dan Ha diterima. 3) Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t) Untuk menyoroti beberapa manfaat variabel independen yang paling signifikan ketika menjelaskan variasi dependen. Pengujian dilakukan pada taraf signifikansi 0,05 (atau 5%). Kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis jika nilai signifikan >0,05 maka variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen dan arah koefisien variabel tidak sesuai dengan arah Ha, sehingga Ha ditolak dan juga berlaku sebaliknya. ## IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ## 4.1 Hasil Uji Kualitas Data Tabel 1. Hasil Uji Validitas Variabel Poin Instrumen R Hitung R Tabel Keterangan Pengetahuan Perpajakan Poin 1 0.647 0.244 Valid Poin 2 0.769 0.244 Valid Poin 3 0.781 0.244 Valid Poin 4 0.766 0.244 Valid Poin 5 0.694 0.244 Valid Sanksi Perpajakan Poin 1 0.806 0.244 Valid Poin 2 0.752 0.244 Valid Poin 3 0.746 0.244 Valid Analisis Pengaruh Pengetahuan Perpajakan, Sanksi Pajak dan Persepsi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak Poin 4 0.872 0.244 Valid Poin 5 0.867 0.244 Valid Persepsi Wajib Pajak Poin 1 0.709 0.244 Valid Poin 2 0.833 0.244 Valid Poin 3 0.750 0.244 Valid Poin 4 0.805 0.244 Valid Poin 5 0.759 0.244 Valid Kepatuhan Wajib Pajak Poin 1 0.713 0.244 Valid Poin 2 0.799 0.244 Valid Poin 3 0.873 0.244 Valid Poin 4 0.853 0.244 Valid Poin 5 0.801 0.244 Valid Sumber: Data Diolah (2022) Variabel X1, X2, X3 & Y semua menghasilkan nilai (R hitung) > daripada (R tabel). sehingga dapat disimpulkan bahwa semua pertanyaan dalam kuesioner dapat dikatakan valid atau dapat dipakai. ## 4.2 Hasil Uji Statistik Deskriptif ## Tabel 2. Hasil Uji Statistik Deskriptif Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Pengetahuan Pajak 67 17,00 25,00 21,8657 2,34130 Sanksi Pajak 67 16,00 25,00 21,8806 2,55558 Persepsi Pajak 67 15,00 25,00 21,8806 2,40279 Kepatuhan Wajib Pajak 67 16,00 25,00 22,0000 2,33550 Valid N (listwise) 67 Sumber: Data Diolah (2022) ## 4.3 Hasil Uji Asumsi Klasik 4.3.1 Uji Normalitas Tabel 3. Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 67 Normal Parameters a,b Mean ,0000000 Std. Deviation ,88808195 Most Extreme Differences Absolute ,094 Positive ,088 Negative -,094 Test Statistic ,094 Asymp. Sig. (2-tailed) ,200 c,d ## Sumber: Data Diolah (2022) Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa nilai Asymp. Sig. (2-taiIed) yaitu sebesar 0,200 atau lebih besar dari nilai signifikansi sebesar 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. ## 4.3.2 Uji Multikolinearitas Tabel 4. Hasil Uji Multikolinearitas Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 (Constant) -,302 1,199 -,252 ,802 Pengetahuan Pajak ,156 ,062 ,156 2,528 ,014 ,600 1,666 Sanksi Pajak ,316 ,057 ,346 5,547 ,000 ,589 1,698 Persepsi Pajak ,547 ,063 ,563 8,666 ,000 ,544 1,837 a. Dependent Variabel: Kepatuhan Wajib Pajak ## Sumber: Data Diolah (2022) Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa semua variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai nilai Tolerance > 0,10 dan VIF < 10,00 sehingga seluruh variabel bebas pada penelitian ini tidak ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas dengan variabel terikat dan tidak terjadi multikolinearitas, sehingga seluruh variabel bebas tersebut dapat digunakan dalam penelitian ini. ## 4.3.3 Uji Heteroskedastisitas ## Gambar 1. Hasil Uji Heteroskedastisitas Sumber: Data Primer yang diolah, 2022 Berdasarkan hasil heteroskedastisitas diatas disimpulkan bahwa titik-titik menyebar dari bawah 0 sampai di atas 0 pada sumbu Y dan tidak membentuk suatu pola tertentu, maka dapat disimpulkan bahwa uji regresi ini tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. ## 4.4 Uji Analisis Regresi Berganda Tabel 5. Hasil Uji Analisis Regresi Berganda Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) -,302 1,199 -,252 ,802 Pengetahuan Pajak ,156 ,062 ,156 2,528 ,014 Sanksi Pajak ,316 ,057 ,346 5,547 ,000 Persepsi Pajak ,547 ,063 ,563 8,666 ,000 Sumber: Data Diolah (2022) Analisis Pengaruh Pengetahuan Perpajakan, Sanksi Pajak dan Persepsi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak Dari tabel diatas dapat dilihat persamaan regresi sebagai berikut: Y = -0,302 + 0.156X 1 + 0.316X 2 + (0,547X 3 ) + e Keterangan: Y = Kepatuhan Wajib Pajak X 1, X 2 , X 3 = Pengetahuan pajak, sanksi pajak, persepsi pajak a = Konstanta e = Standar Error ## 4.5 Hasil Uji Hipotesis 4.5.1 Uji Koefisien Determinasi (R2) Tabel 6. Hasil Uji Koefisien Determinasi R2 Model Summary b Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 ,925 a ,855 ,849 ,90898 a. Predictors: (Constant), Persepsi Pajak, Pengetahuan Pajak, Sanksi Pajak b. Dependent Variable: Kepatuhan Wajib Pajak ## Sumber: Data Diolah (2021) Pada tabel diatas menunjukkan bahwa R2 = 0,849, yang berarti pengetahuan perpajakan (X1), sanksi pajak (X2), dan persepsi pajak (X3) terhadap kepatuhan wajib pajak (Y) sebesar 0,849 yang berarti bahwa 84,9% nilai variabel Y (kepatuhan wajib pajak) dapat dipengaruhi oleh variabel pengetahuan perpajakan (X1), sanksi pajak (X2), dan persepsi pajak (X3), sedangkan sisanya yaitu sebesar 15,1% (100% - 84,9%) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat pada model penelitian ini. ## 4.5.2 Uji Signifikan Simultan (Uji F) ## Tabel 7. Hasil Uji Signifikan Simultan (Uji F) ANOVA a Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 307,946 3 102,649 124,235 ,000 b Residual 52,054 63 ,826 Total 360,000 66 Sumber: Data Diolah (2021) Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai signifikansi F yaitu sebesar 0,000 yang lebih kecil dari standar kriteria pengambilan keputusan yaitu sebesar 0,05. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama untuk variabel pengetahuan perpajakan, sanksi pajak dan persepsi pajak berpengaruh secara simultan terhadap kepatuhan wajib pajak. ## 4.5.3 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t) ## Tabel 8. Hasil Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t) Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) -,302 1,199 -,252 ,802 Pengetahuan Pajak ,156 ,062 ,156 2,528 ,014 Sanksi Pajak ,316 ,057 ,346 5,547 ,000 Persepsi Pajak ,547 ,063 ,563 8,666 ,000 Sumber: Data Primer yang diolah, 2022 Diketahui bahwa nilai taraf signifikan (sig) pada variabel pengetahuan perpajakan (X1), sanksi pajak (X2) dan persepsi pajak adalah sebesar 0,014, 0,000 dan 0,000 yang berarti Lebih kecil dari tingkat signifikan sebesar 0,05 (α=5%). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya yaitu ketiga variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak karyawan pada PT BIPO Service Indonesia. ## 4.6 Interpretasi Hasil Analisis ## 4.6.1 Pengaruh Pengetahuan Perpajakan (X1) terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada karyawan di PT BIPO Service Indonesia (Y) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan Uji T, diketahui bahwa pengetahuan pajak memiliki pengaruh signifikan terhadap pengetahuan pajak, menunjukkan bahwa hipotesis pertama tentang pengetahuan perpajakan memiliki pengaruh signifikan yang dapat dibuktikan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pengetahuan dan pemahaman wajib pajak tentang perpajakan, maka wajib pajak akan semakin patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Selain itu, tingkat pemahaman yang rendah akan membuat wajib pajak enggan untuk mematuhi kewajiban perpajakannya. Pengetahuan tentang pajak sangat penting untuk meningkatkan kepatuhan pajak. Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian yang dilakukan (Soda, J. Sondakh, and Budiarso 2021) yang menunjukkan bahwa pengetahuan perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. ## 4.6.2 Pengaruh Sanksi Pajak (X2) terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada karyawan di PT BIPO Service Indonesia (Y) Berdasarkan uji yang telah dilakukan melalui uji t, menunjukkan bahwa sanksi pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, yaitu pajak memiliki pengaruh dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dapat diterima, yang berarti bahwa pajak kedua, yaitu sanksi pajak memiliki pengaruh. Berdasarkan hipotesis, ketika ada sanksi perpajakan, masyarakat umum atau wajib pajak akan memahami aturan perpajakan dan akan berdampak positif pada perilaku wajib pajak. Berdasarkan Theory of Plannned Behaviour (TPB) juga menjelaskan bahwa sanksi merupakan salah satu faktor yang dapat mengontrol untuk tidak terjadinya perilaku yang menyimpang, karena terkait dengan control beliefs yang menghasilkan perceived behavioral control dimana jika wajib pajak tidak patuh akan memperoleh sanksi dan sanksi tersebut tidak berada di bawah kendali wajib pajak. Berdasarkan analisis diatas maka dapat diketahui bahwa semakin tinggi pengetahuan dan pemahaman wajib pajak mengenai sanksi pajak, maka wajib pajak akan patuh dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Mianti and Budiwitjaksono 2021) dengan hasil bahwa pengetahuan perpajakan berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. ## 4.6.3 Pengaruh Persepsi Pajak (X3) terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada karyawan di PT BIPO Service Indonesia (Y) Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan Uji t, disimpulkan bahwa persepsi pajak memiliki pengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, mendukung hipotesis ketiga bahwa pajak persepsi memiliki pengaruh dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, yang dapat direalisasikan. Temuan penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Setiadi, Wongsosudono, and Pardede 2020) yang menunjukkan bahwa persepsi pajak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Wajib pajak dapat dengan mudah dan efisien dalam melakukan pembayaran dan mengakses data pajaknya tanpa dibatasi oleh waktu dan tempat. Wajib pajak hanya perlu membuka website resmi dan mengisi kolom-kolom yang sudah disediakan sehingga dapat mempermudah wajib pajak dalam membayar pajak dan dapat menimbulkan persepsi yang baik dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya dan kemauan untuk membayar pajaknya pun akan meningkat. Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Analisis Pengaruh Pengetahuan Perpajakan, Sanksi Pajak dan Persepsi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak (Nailissyifa, Poerbo, and Farouk 2019) yang menunjukkan bahwa persepsi pajak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. ## V. KESIMPULAN ## 5.1 Kesimpulan 1) Menunjukkan bahwa pengetahuan pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak karyawan di PT BIPO Service Indonesia. Dengan kata lain, dengan meningkatnya pengetahuan perpajakan, kepatuhan membayar pajak juga meningkat. 2) Menunjukkan bahwa sanksi pajak memiliki dampak yang signifikan terhadap kebijakan wajib pajak PT BIPO Service Indonesia. Hal ini karena pemahaman sistem pajak yang ada akan membuat wajib pajak sadar akan perlunya membayar pajak, yang akan membuat wajib pajak tersebut patuh dan memastikan bahwa tidak ada paksaan. 3) Membuktikan bahwa persepsi pajak berpengaruh signifikan untuk kewajibannya untuk membayar dan melaporkan pajak karyawan di PT BIPO Service Indonesia karena ketika wajib pajak sadar akan kewajibannya untuk membayar dan melaporkan pajak, maka akan membuat wajib pajak tersebut patuh dan secara sukarela tanpa adanya paksaan yang meningkatkan kepatuhan wajib pajak. ## 5.2 Saran 1) Pemerataan ilmu diberikan kepada seluruh pegawai, tidak hanya pada departemen operasional tetapi juga pada semua divisi usaha, sehingga mereka semua memiliki pengetahuan kerja tentang perpajakan yang dibutuhkan. 2) Dalam rangka meningkatkan pemahaman, Direktorat Jendral Pajak tentang perpajakan wajib dilakukan penyuluhan pajak atau kegiatan sosialisasi pajak secara up to date . Pemahaman wajib pajak dan tingkat kedisiplinan wajib pajak juga harus ditingkatkan melalui keikutsertaan dalam seminar atau kegiatan sosialisasi lainnya dalam rangka meningkatkan wajib pajak. 3) Untuk mendapatkan hasil yang sebanding dan lebih komprehensif mengenai faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kepatuhan wajib pajak, dimungkinkan untuk memasukkan variabel lain yang mungkin menyebabkan hal tersebut dalam analisis selanjutnya. Variabel tambahan ini dapat dimasukkan dengan meningkatkan jumlah ukuran sampel. ## REFERENSI Ajzen, Icek. 2012. The Theory of Planned Behavior . Open University Press. Caroko, Bayu, Heru Susilo, and Zahroh Z A. 2015. “Pengaruh Pengetahuan Perpajakan, Kualitas Pelayanan Pajak, Dan Sanksi Pajak, Terhadap Motivasi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Membayar Pajak.” Damayanty, Prisila -, Hendi Prihanto, and Fairuzzaman Fairuzzaman. 2021. “Pengaruh Good Corporate Governance, Kepemilikan Saham Publik Dan Profitabilitas Terhadap Tingkat Pengungkapan Corporate Sosial Responsibility.” Jurnal Ekonomi Pembangunan STIE Muhammadiyah Palopo 7 (2): 1. https://doi.org/10.35906/jep.v7i2.862. Damayanty, Prisila, Mutiara Ayuningtyas, and Oktaviyanti Oktaviyanti. 2022. “The Influence of Good Corporate Governance, Company Size, Profitability, and Leverage on Profit Management.” Literatus 4 (1): 90–97. https://doi.org/10.37010/lit.v4i1.664. Damayanty, Prisila, Syahril Djadang, and Mulyadi. 2020. “Analysis on the Role of Corporate Social Responsibility on Company Fundamental Factor Toward Stock Return (Study on Retail Industry Registered in Indonesia Stock Exchange.” International Journal of Business, Economics and Law 22 (1): 1. www.globalreporting.org. Damayanty, Prisila, and Etty Murwaningsari. 2020. “The Role Analysis of Accrual Management on Loss-Loan Provision Factor and Fair Value Accounting to Earnings Volatility.” Research Journal of Finance and Accounting 11 (2): 155–62. https://doi.org/10.7176/rjfa/11-2-16. Damayanty, Prisila, Etty Murwaningsari, and Sekar Mayangsari. 2022. “Analysis of Financial Technology Regulation, Information Technology Governance and Partnerships in Influencing Financial Inclusion.” … Research and Critics … , 8513–26. https://bircu- journal.com/index.php/birci/article/view/4631. Damayanty, Prisila, and Tania Putri. 2021. “The Effect of Corporate Governance on Tax Avoidance by Company Size as The Moderating Variable.” https://doi.org/10.4108/eai.14-9- 2020.2304404. Dewa Putu Yohanes Agata L Sandopart. 2021. “Analysis of Company Performance As Issuers Based on the Compass 100 Index on Market Prices.” International Journal of Advanced Research 9 (5): 1279–87. https://doi.org/10.21474/ijar01/12968. Dharma, Dias Adi, Prisila Damayanty, and Djunaidy Djunaidy. 2021. “Analisis Kinerja Keuangan Dan Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba.” Jurnal Bisnis, Logistik Dan Supply Chain (BLOGCHAIN) 1 (2): 60–66. https://doi.org/10.55122/blogchain.v1i2.327. Ghozali, Imam. 2016. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS . Semarang: UNDIP. Heider. 2008. “Teori Atribusi.” Engaging Theories in Interpersonal Communication: Multiple Perspectives, 3rd Edition , 39–51. https://doi.org/10.4324/9781003195511-4. Kemenkeu.go.id. 2019. “APBN Indonesia 2019.” Kesaulya, Juliana, and Semy Pesireron. 2019. “Pengaruh Pengetahuan Perpajakan, Sanksi Pajak Dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak (Study Empiris Pada Umkm Di Kota Ambon).” Jurnal Maneksi 8. Mardiana, Gede Anton, Made Arie Wahyuni, and Nyoman Trisna Herawati. 2016. “Pengaruh Self Asssessment, Tingkat Pengetahuan Perpajakan , Tingkat Pendapatan, Sanksi Pajak, Kualitas Pelayanan Terhadap Kepatuhan Membayar Pajak (Studi Kasus Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Singaraja ).” E-Journal S1 Ak 6. Mardiasmo. 2016. “Perpajakan Edisi Terbaru 2016.” Mardiasmo. 2016. 2019. Perpajakan Edisi Revisi 2019 . Yogyakarta: Andi. Mayasari, and Hamnah Al-Musforoh. 2020. “Pengaruh Corporate Governance, Profitabilitas,Ukuran Perusahaan, Leverage & Kualitas Audit THP Penghindaran Pajak Pada Perusahaan Manufaktur.” 2Jurnal Akuntansi Dan Bisnis Indonesia 1. Mayasari, Kampono Imam Yulianto, and Sarah Dzakiyyah Nur. 2022. “Pengaruh Profitabilitas, Capital Intensity Dan Corporate Governance Terhadap Tax Avoidance.” Jurnal Ilmiah Akuntansi Dan Keuangan (JIAKu) 1 (2): 17–24. https://doi.org/10.24034/jiaku.v1i2.5338. Mianti, Yosy Fryli, and Gideon Setyo Budiwitjaksono. 2021. “Pengaruh Pengetahuan Dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dimediasi Kesadaran Wajib Pajak.” Jurnal Ilmiah Akuntansi Dan Humanika 11. Nailissyifa, Maulina, Suryadi Poerbo, and Umar Farouk. 2019. “Pengaruh Pengetahuan Pajak, Persepsi Atas Efektifitas Sistem Perpajakan Dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak PPh Pasal 21 Dalam Melapor SPT (Studi Pada Dosen ASN Di Politeknik Negeri Semarang).” Jurnal JOBS 5. Nurdiana, Diah. 2018. “Pengaruh Ukuran Perusahaan Dan Likuiditas Terhadap Profitabilitas.” MENARA Ilmu 12 (6): 77–88. Nurdiana, Diah. 2020. “Pengaruh Profitabilitas Dan Kebijakan Deviden Terhadap Return Saham.” Jurnal Rekaman 4 (1): 84–91. http://ojs.jurnalrekaman.com/index.php/rekaman/article/view/39. Analisis Pengaruh Pengetahuan Perpajakan, Sanksi Pajak dan Persepsi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak Nurdiana, Diah, and Muhammad Rizki Fadilah. 2022. “Analisis Pajak Penghasilan Final Pasal 4 Ayat 2 Atas Jasa Konstruksi Pada PT. Marina Cipta Pratama Tahun 2019.” Jurnal Akuntansi Dan Bisnis Indonesia 3 (1): 24–40. Prihanto, Hendi, and Prisila Damayanti. 2020. “Disclosure Information on Indonesian UMKM Taxes.” Jurnal Riset Akuntansi Dan Keuangan 8 (3): 447–54. Prihanto, Hendi, and Prisila Damayanti. 2022. “Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Pada Keberlanjutan Usaha Biro Jasa Perjalanan Haji Dan Umrah.” Journal of Management and Business Review 19 (1): 29–48. https://doi.org/10.34149/jmbr.v19i1.314. Rahmadi, Zara Tania, Eni Suharti, and Hustna Dara Sarra. 2020. “Pengaruh Capital Intensity Dan Leverage Terhadap Agresivitas Pajak Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2014-2018.” Balance Vocation Accounting Journal 4 (1): 58. https://doi.org/10.31000/bvaj.v4i1.2703. Rahmadi, Zara Tania, and M. Aria Wahyudi. 2021. “Pengaruh Good Corporate Governance (Struktur Kepemilikan Institusional Dan Kepemilikan Manajerial) Terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur Di Bei 2017 – 2019.” Jurnal Rekaman 5 (1): 104–14. Rahman, Abdul. 2010. Panduan Pelaksanaan Adminitrasi Pajak: Untuk Karyawan, Pelaku Bisnis Dan Perusahaan . Bandung: Nuansa. Setiadi, Aulia Trisna, Corinna Wongsosudono, and Sovia Lolita A. Pardede. 2020. “Pengaruh Pengetahuan Perpajakan, Kesadaran Pembayaran Pajak, Dan Persepsi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Kasus Pada KPP Pratama Kisaran).” Jurnal Mutiara Akuntansi 5. Setiawan, Indra, Andri Gunawan, and Djunaidy. 2022. “Analisis Pengungkapan Emisi Gas Karbon Ditinjau Dari Profitabilitas, Ukuran Perusahaan Dan Proporsi Komisaris Independen.” Jurnal Bisnis, Logistik Dan Supply Chain 2: 9–16. https://doi.org/https://doi.org/10.55122/blogchain.v2i1. Soda, Jeheskiel, Jullie J. Sondakh, and Novi.s Budiarso. 2021. “Pengaruh Pengetahuan Perpajakan, Sanksi Pajak Dan Persepsi Keadilan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Umkm Di Kota Manado.” Jurnal EMBA 9. Suryanto, Tulus, Danial Thaib, and Muliyati Muliyati. 2019. “Individualism and Collectivism Culture to Audit Judgement.” International Journal of Economics and Business Administration 7 (2): 26–38. https://doi.org/10.35808/ijeba/212. Tania Rahmadi, Zara. 2020. “The Influence of Return on Investment, Current Ratio, Debt To Equity Ratio , Earning Per Share,and Firm Size To the Dividend Pay Out Ratio in Banking Industries Listed At Indonesia Stock Exchange Period 2013-2018.” Dinasti International Journal of Digital Business Management 1 (2): 260–76. https://doi.org/10.31933/dijdbm.v1i2.157. Widjanarko, Fitri Silvita, Medy Desma. 2022. “The Effect of Change In Management, Company Size, Audit Delay on Auditor Cchange In Manufacturing Companies on IDX 2018-2020.” Jurnal Rekaman 6 (2): 124–39. https://ojs.jurnalrekaman.com/index.php/rekaman/. Yulianto, Kampono Imam. 2021. “Factors That Influence on Audit Delay (Case Study on LQ-45 Company Listed on the Indonesia Stock Exchange 2016-2019 ).” Journal of Economic and Business Letters 1: 9–17. Yulianto, Kampono Imam, and Puspa Rini. 2020. “Pengaruh Tingkat Pelayanan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cilandak.” Jurnal Akuntansi Dan Bisnis Indonesia 1.
b75e64bd-79ea-4df1-8bbd-b739912f8fd7
https://journal.unj.ac.id/unj/index.php/aksis/article/download/9545/6353
## KEPRIBADIAN TOKOH TRITAGONIS DALAM NOVEL TENTANG KAMU KARANGAN TERE LIYE PERSPEKTIF PSIKOLOGI SASTRA SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA Annisa Amalia SMPIT Shidqia Islamic School E-mail : ninisamalia16@gmail.com ## ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk kepribadian yang terdapat dalam novel Tentang Kamu karangan Tere Liye. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik analisis isi. Teori kepribadian individual oleh Alfred Adler digunakan sebagai teori untuk menemukan bentuk kepribadian dalam novel Tentang Kamu . Hasil penelitian menunjukkan adanya kepribadian yang dimiliki oleh tokoh tritagonis di dalam novel Tentang Kamu karangan Tere Liye. Perilaku yang mencerminkan kepribadian tokoh tritagonis ditemukan sebanyak 117 data. Bentuk kepribadian yang dominan dimiliki oleh tokoh tritagonis yaitu striving for superiority denganditemukan 42 data atausekitar 35,89% dari keseluruhan data. Dominan striving for superiority karena dari tema novel yang menampilkan perjuangan seseorang sehingga ditemukan banyak perilaku proses berjuang dan pantang menyerah. Hal itu didukung oleh kebermanfaatan tokoh terhadap lingkungan pada aspek social interest, dibuktikan oleh gerakan yang menunjukkan psikologi tokoh pada unity of personality dan cara atau kebiasaan tokoh dalam menyelesaikan masalah untuk bertahan pada satu prinsip yaitu life of style. Adapun bentuk kepribadian yang tidak dominan yaitu s ubjective perception dan creative power yang hanya didapat 3 data dari masing-masing aspek. Tidak dominan s ubjective perception dan creative power karena aspek ini hanya berguna untuk mengontrol diri dan tidak berpengaruh pada kejadian di lingkungan sekitar. Penelitian ini berimplikasi pada pembelajaran teks novel kelas XII SMA, KD 3.9 dan 4.9 yang mempelajari isi dan kebahasaan teks novel serta merancang pembuatan teks novel. Kata kunci: kepribadian tokoh, tokoh tritagonis, psikologi sastra Naskah diterbitkan: 31 Desember 2018 DOI: doi.org/10.21009/AKSIS.020202 ## PERSONALITY OF TRITAGONIC FIGURE IN NOVEL TENTANG KAMU BY TERE LIYE LITERATURE PSYCHOLOGY PERSPECTIVE AND ITS IMPLICATIONS ON LITERATURE LEARNING IN SENIOR HIGH SCHOOL ## ABSTRACT This research aims to know the shape of the personalities figure in the novel Tentang Kamu the work of Tere Liye.This research uses qualitative descriptive method with content analysis techniques. Individual personality theory by Alfred Adler used as theory to find personality in the novel about you. The results showed the existence of a personality that is owned by the character tritagonis in his novel. Behavior that reflects the personality of the character tritagonis was found as manyas 117 data. The formof the dominant personality possessed by the tritagonis character that is striving for superiority with found data 42 or about 35.89% of the overall data. Striving for superiority is dominant because of the novel's theme showing the struggle of a person so found many behavioral processes of struggle and perseverance. It is supported by the advantage character of the environment in aspects of social interest, evidenced by the movement that shows the psychology of characters on the unity of personality and the ways people in habitorsolve the problem to persistin one principle i.e. life of style. As for the formof a dominant personality that issu objective perception and creative power that is only obtained 3 data from each aspect. Dominant not subjective perception and creative power because this aspect is only use ful to control them selves and have no effecton the incidencein the surrounding environment. The studies have implications for the study of the text of the novel in class XII high school, KD 3.9 and 4.9 which studies linguistic content and text of the novel as well as making text designing novel. Keywords: personality, tritagonis character, the psychology literature ## PENDAHULUAN Setiap orang tentu memiliki suatu kepribadian. Kepribadian adalah suatu tingkah laku atau perilaku. Perilaku yang baik atau buruk bergantung pada manusia itu sendiri. Kepribadian dapat didasari oleh latar belakang keluarga, teman sepermainan, pengetahuan, serta wawasan. Latar belakang keluarga sering dianggap sebagai peran nomor satu dalam kepribadian seseorang, namun kepribadian seseorang sebenarnya masih dapat berubah. Perubahan itu dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yaitu teman sepermainan, pengetahuan dan wawasan. Pengetahuan dan wawasan seseorang juga dapat dilihat dari kebiasaan yang sering dilakukan, salahsatunyaadalahkegiatan membaca. Salah satu sumber bacaan yang dapat mempengaruhi kepribadian adalah novel. Novel adalah salah satu bentuk karya sastra yang menceritakan cerita fiksi, namun berasal dari kehidupan sehari-hari. Hal ini selaras dengan pendapat Tarigan dalam bukunya The American Collage Dictionary bahwa novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang tertentu yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. Senada dengan Tarigan, Nurgiyantoro mengatakan bahwa novel menggambarkan tokoh nyata, tokoh yang berasal dari realitas sosial. Dengan kata lain, novel memiliki kekuatan dalam memberikan pengaruh-pengaruh psikologi pada pembacanya. Pengaruh tersebut dapat bersifat baik atau buruk tergantung pada novel yang dibaca. Untuk melihat kualitas sebuah novel, dapat dilihat dari konsisten atau tidaknya seorang penulis dalam menulis novel. Tere Liye secara konsisten menulis novel sehingga mendapatkan penghargaan Writer of The Year dari Ikatan Penerbit Indonesia. Novel Tentang Kamu layak dijadikan sumber belajar untuk di SMA karena novel ini merupakan novel populer. Novel ini menggunakan kosa kata yang mudah dipahami oleh pembaca, menampilkan permasalahan yang dapat diterima akal, dan terdapat unsur menghibur di dalamnya. Pembentukan kepribadian tercantum dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 pasal 1 tetang ketentuan umum bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif pengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dari pasal yang tercantum pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah meluruskan pandangan bahwa sekolah tidak hanya mengembangkan potensi pada diri, namun juga kepribadian pada siswa. Mengembangkan kepribadian siswa dapat dilakukan melalui pembelajaran Bahasa Indonesia. Pembelajaran bahasa mencakup aspek bahasa dan sastra. Tujuan pengajaran umum bahasa dan sastra Indonesia, yaitu siswa mampu menikmati, menghayati, memahami, dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa dalam proses mengajar dan mendidik siswa. Pada kurikulum 2013 mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA, Standar Kompetensi (SK) mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia terdiri beberapa subaspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam silabus kurikulum 2013, ditemukan kompetensi mengenai pembelajaran sastra, khususnya novel dengan Kompetensi Dasar 3.9 Menganalisis isi dan kebahasaan novel pada siswa SMA. Melalui kompetensi dasar tersebutdapatdimasukkan aspek pembelajaran melalui menelaah kepribadian tokoh dalam novel. Novel yang akan digunakan adalah novel Tentang Kamu karangan Tere Liye dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra. Kepribadian diartikan sebagai penggambaran tingkah laku secara deksriptif tanpa memberi nilai. Berbeda dengan karakter yang diartikan sebagai penggambaran tingkah laku dengan menonjolkan nilai benar salah atau baik buruk secara eksplisit maupun implisit. Teori psikologi Adler disebut sebagai psikologi individual. Adler memandang kesadaran sebagai pusat kepribadian seseorang, bukan ketidaksadaran. Psikologi indivual Adler memandang individu sebagai makhluk yang saling tergantung secara sosial. Ada enam pokok teori psikologi individual Adler yaitu: (1) perjuangan untuk sukses atau menjadi superior (striving for superiority), (2) persepsi subyektif individu untuk membentuk tingkah laku dan kepribadian (subjective perception), (3) semua fenomena psikologis disatukan di dalam diri individu (unity of personality), (4) manfaat dari aktivitas manusia harus dilihat dari sudut pandang sosial (social interest, (5) semua potensi manusia dikembangkan sesuai dengan gaya hidup (life of style, dan (6) gaya hidup dikembangkan melalui kekuatan kreatif (creative power). Kepribadian akan mencerminkan keadaan psikologis seseorang yang dilihat dari cara individu berinteraksi. Hal ini yang akan diamati pada tokoh dan penokohan dalam novel Tentang Kamu. Materi novel dalam pembelajaran Bahasa Indonesia seringkali hanya fokus pada tokoh protagonis dan antagonis. Tokoh tritagonis seringkali tidak dianggap penting dalam sebuah novel. Padahal, tokoh tritagonis memiliki kaitan dalam penceritaan. Tokoh tritagonis yaitu sebuah tokoh yang bersifat sebagai penengah, pendamai, atau dapat dipercaya oleh tokoh protagonis maupun antagonis. Oleh sebab itu, penelitian ini difokuskan pada tokoh tritagonis. Berdasarkan uraian di atas, penelitian terhadap analisis aspek kepribadian tokoh tritagonis dirasa penting untuk diteliti.Tokoh tritagonis yang akan diteliti yaitu dalam novel Tentang Kamu karangan Tere Liye dengan perspektif psikologi sastra dan implikasinya terhadap pengajaran sastra di sekolah menengah atas. ## METODE Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan analisis isi karya sastra. Penelitian ini dibantu tabel analisis untuk memudahkan analisis data. Tabel analisis memuat kutipan perilaku yang dilakukan tokoh tritagonis. Kutipan dibatasi hanya kutipan yang mengandung kepribadian tokoh tritagonis di dalamnya, sehingga penggunaan kutiapan yang tidak diperlukan tidak dimasukkan ke dalam tabel analisis. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel Tentang Kamu karangan Tere Liye untuk mencari kalimat-kalimat yang berhubungan dengan kepribadian tokoh. Analisis data kepribadian dibantu dengan teori kepribadian individual oleh Alfred Adler. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan cara menentukan tokoh tritagonis. Lalu, mengidentifikasi kutipan-kutipan yang berkaitan dengan kepribadian tokoh tritagonis. Setelahitu, memasukkan dalam tabel analisis dan dianalisis. Kemudian menganalisis berdasarkan teori kepribadian yang digunakan. Selanjutnya memberikan interpretasi dari analisis dan terakhir memberikan simpulan. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis yang ditemukan oleh peneliti menunjukkan bahwa pada bentuk kepribadian yang dominan pada tokoh tritagonis yaitu Zaman Zulkarnaen yaitu perjuangan untuk sukses atau menjadi superior (striving for superiority) . Bentuk kepribadian (1) perjuangan untuk sukses atau menjadi superior (striving for superiority), (2) persepsi subjektif individu untuk membentuk tingkah laku dan kepribadian (subjective perception), (3) semua fenomena psikologis disatukan di dalam diri individu (unity of personality), (4) manfaat dari aktivitas manusia harus dilihat dari sudut pandang sosial (social interest, (5) semua potensi manusia dikembangkan sesuai dengan gaya hidup (life of style), dan (6) gaya hidup dikembangkan melalui kekuatan kreatif (creative power) dipengaruhi oleh diri sendiri dan peran lingkungan. Bentuk kepribadian dapat didistribusikan melalui perilaku sesuai dengan yang dibutuhkan oleh diri dan lingkungan. ## Tabel 4.4 Rekap Data Kepribadian Tokoh Tritagonis dalam Novel Tentang Kamu karangan Tere Liye KriteriaAnalisis 1 2 3 4 5 6 Jumlah 42 3 22 36 11 3 Persentase 35,89% 2,56% 18,80% 30,76% 9,40 % 2,56 % Berdasarkan tabel 4.4, dapat terlihat dalam novel Tentang Kamu karangan Tere Liye mencakup hasil data keseluruhan kepribadian tokoh tritagonis dalam novel Tentang Kamu meliputi beberapa bagian di dalamnya, yaitu perjuangan untuk sukses atau menjadi superior (striving for superiority), persepsi subjektif individu untuk membentuk tingkah laku dan kepribadian (subjective perception), fenomena psikologis disatukan di dalam diri individu (unity of personalityt), manfaat dari aktivitas manusia harus dilihat dari sudut pandang sosial (social interest), semua potensi manusia dikembangkan sesuai dengan gaya hidup (life of style), dan gaya hidup dikembangkan melalui kekuatan kreatif (creative power). Novel Tentang Kamu sebagai objek penelitian yang dianalisis, terdiri dari 524 halaman yang terbagi ke dalam 33 bagian. Terdapat 117 data kepribadian yang yang terbagi dalam 6 bagian kepribadian. Fokus penelitian yaitu kepribadian tokoh tritagonis. Data yang masuk ke dalam bagian kepribadian perjuangan untuk sukses atau menjadi superior (striving for superiority) berjumlah 42 data atau sekitar 35,89%. Pada persepsi subjektif individu untuk membentuk tingkah laku dan kepribadian (subjective perception) ditemukan 3 data atau sekitar 2,56% . Kemudian pada fenomena psikologis disatukan di dalam diri individu (unity of personality) ditemukan 22 data atau sekitar 18,80%. Manfaat dari aktivitas manusia harus dilihat dari sudut pandang sosial (social interest) ditemukan 36 data atau sekitar 30,76%. Kemudian bagian semua potensi manusia dikembangkan sesuai dengan gaya hidup (life of style) ditemukan 11 data atau sekitar 9,40%. Terakhir , gaya hidup dikembangkan melalui kekuatan kreatif (creative power) ditemukan 3 data atau sekitar 2,56% . Kepribadian yang dominan yaitu perjuangan untuk sukses atau menjadi superior (striving for superiority) karena dari tema novel yang menampilkan perjuangan seseorang sehinggaditemukan banyak perilaku proses berjuang dan pantang menyerah. Hal itu didukung oleh sifat tokoh tritagonis yang pantang menyerah, berjuang secara total, juga kebermanfaatan tokoh tritagonis terhadap lingkungan. Bentuk kepribadian perjuangan untuk sukses atau menjadi superior (striving for superiority) memiliki kekuatan terhadap bentuk kepribadian yang lain. Hal ini dibuktikan dengan perilaku yang mencerminkan bentukperjuangan untuk sukses atau menjadi superior (striving for superiority) akan berkaitan dengan perilaku sosial (social interest) karena secara tidak sadar berjuang untuk kepentingan diri sendiri dan orang sekitar telah menampilkan jiwa kepedulian seseorang terhadap kemaslahatan banyak orang. Setiap bentuk berjuang, menolong, menghargai, mengalah, berpikir, atau menyerah sekali pun akan menimbulkan gerakan yang menunjukkan psikologi tokoh tritagonis pada (unity of personality). Gerakan tersebut merupakan refleksi dari tokoh tritagonis dalam menmbentuk kepribadiannya. Refleksi tubuh yang secara sadar atau tidak merupakan kebiasaan atau cara yang sudah tertanam sejak dulu (life of style). Seluruh bentuk kepribadian yang sudah terjadi pada tokoh tritagonis yang telah dilakukan, maka akan memunculkan kepribadian lain dalam diri yaitu persepsi subjektif ( s ubjctive perception) dan kekuatan kreatif (creative power). Dua bentuk kepribadian tersebut menjadi penyeimbang bentuk kepribadian pada tokoh tritagonis untuk mengontrol kepribadian yang dilakukan dan menjadi motivator kepribadian untuk keberlangsungan hidup yang lebih baik. Kaitan antara tokoh tritagonis dan bentuk kepribadian yang dimiliki memiliki keterkaitan. Tokoh tritagonis tampil pada penceritaan tokoh sebagai pengurai sebuah masalah, pendamai, dan membantu penyelesaian tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Maka tokoh tritagonis yaitu Zaman ditampilkan sebagai tokoh yang berwibawa dan bijaksana serta tidak ditampilkan sebagai sosok yang arogan. Tokoh tritagonis yang menjadi tokoh pendamai atau pengurai masalah akan membantu penyelesaian masalah, oleh sebab itu Zaman Zulkarnaen lebih dominan perjuangan untuk sukses atau menjadi superior (striving for superiority) dan diikuti dominan kedua yaitu perilaku sosial (social interest). Hal tersebut terjadi karena melalui kepribadian perjuangan untuk sukses atau menjadi superior (striving for superiority) Zaman menyelesaikan peramsalahan masa lalu tokoh protagonis yaitu Sri dengan tokoh antagonis yaitu Sulastri. Kebutuhan tokoh tritagonis dalam menyelesaikan masalah itu juga berkaitan dengan lingkungan sekitar yang mewajibkan tokoh tritagonis yaitu Zaman untuk berperilaku yang sesuai dengan norma. ## KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap novel Tentang Kamu karangan Tere Liye mengenai kepribadian tokoh tritagonis yang ada di dalamnya yang terdiri atas (1) perjuangan untuk sukses atau menjadi superior (striving for superiority), (2) (subjective perception), (3) semua fenomena psikologis disatukan di dalam diri individu (unity of personality), (4) manfaat dari aktivitas manusia harus dilihat dari sudut pandang sosial (social interest, (5) semua potensi manusia dikembangkan sesuai dengan gaya hidup (life of style, dan (6) gaya hidup dikembangkan melalui kekuatan kreatif (creative power) maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Hasil penelitian ini ditemukan adanya bentuk kepribadian pada tokoh tritagonis yang dominan adalah perjuangan untuk sukses atau menjadi superior (striving forsuperiority) karena tokoh tritagonis dipengaruhi oleh perasaannya untuk melakukan sebuah perilaku yang baik dan bermanfaat untuk orang di sekitar. Perilaku tersebut bermanfaat untuk tokoh tritagonis dan lingkungan sekitarnya. ## UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang telah mendukung proses penelitian ini. ## DAFTAR PUSTAKA Alwisol. (2009). Psikologi Kepribadian . Malang: UMM Press. Depdiknas. (2007). Buku Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa. Nurgiyantoro, B. (2013). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Purwahida, R. (2017). Interaksi sosial pada kumpulan cerpen Potongan Cerita di Kartu Pos karangan Agus Noor dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA. 1(1). 118-134. Aksis: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia , 1(1). doi: doi.org/10.21009/AKSIS.010107 Tarigan, H. G. (1995). Prinsip-Prinsip Dasar Sastra . Bandung: Angkasa.
c6092956-4c7f-45d3-b583-f71ae5dfadee
https://jurnal.syntaxliterate.co.id/index.php/syntax-literate/article/download/7892/4827
E-ISSN: 2548-1398 Published by: Ridwan Institute Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541- 0849 e-ISSN: 2548-1398 Vol. 7, No. 6, Juni 2022 ## AKTIVITAS PUBLIK RELATIONS POLITIK PENGELOLAAN CITRA PRABOWO SEBAGAI CAPRES 2019 ## Hanif Rahman, Fal Harmonis Magister Ilmu Komunikasi, Konsentrasi Komunikasi Politik, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Indonesia Email: hanifrahman454@gmail.com, harmonis64@gmail.com ## Abstrak Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno merupakan salah satu pasangan calon sebagai calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2019. Dalam ajang ini, banyak strategi yang digunakan para caleg untuk menarik elektabilitas publik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui citra Prabowo-Sandi dalam proses political branding yang ditampilkan di instagram @indonesiaadilmakmur. Penelitian ini menggunakan pendekatan Analisis Semiotik untuk melihat makna citra politik yang direpresentasikan dalam instagram @indonesiaadilmakmur dan konsep Political Branding yang difokuskan pada tiga indikator yaitu Penampilan, Kepribadian dan Pesan Kunci Politik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis semiotika oleh Charles Peirce dengan pendekatan kualitatif dalam paradigma interpretif. Akhirnya, hasil penelitian ini menemukan bahwa proses branding Prabowo-Sandi yang terbentuk melalui tiga indikator political branding yaitu Penampilan, Kepribadian, dan Pesan Kunci Politik secara umum digambarkan sebagai sosok pribadi yang religius, tegas, keras, patriot, sopan, tenang, berintegritas, cerdas dan dekat dengan masyarakat. Kata Kunci : Publik Relation Politik, Pengelolaan Citra Prabowo, Capres, 2019 ## Abstract Prabowo Subianto and Sandiaga Uno are one of the pairs of candidates as presidential and vice presidential candidates in the 2019 Presidential Election. In this event, there are many strategies used by the calegs to attract public electability. This study aims to find out the image of Prabowo-Sandi in the political branding process displayed on instagram @indonesiaadilmakmur. This research uses a Semiotic Analysis approach to see the meaning of political image represented in instagram @indonesiaadilmakmur and the concept of Political Branding which is focused on three indicators, namely Appearance, Personality and Political Key Messages. The method used in this study is a semiotic analysis by Charles Peirce with a qualitative approach in an interpretive paradigm. Finally, the results of this study found that the Prabowo-Sandi branding process formed through three political branding indicators, namely Appearance, Personality, and Political Key Messages, was generally described as a personal figure who was religious, firm, loud, patriot, polite, calm, integrity, intelligent and close to the community. Keywords: Public Relations Politics, Prabowo Image Management, Capres, 2019 ## Pendahuluan Dalam konteks modernitas, politik menjadi salah satu ajang perwujudan kehidupan demokratis dari suatu negara. Sistem politik yang melibatkan seluruh elemen bangsa dan negara merupakan sebuah perwujudan demokrasi yang ideal. Demokrasi sebagai sebuah sistem telah dijadikan alternatif berbagai tatanan berbagai aktivitas bermasyarakat dan bernegara di banyak negara. Demokrasi itu sendiri sebagai bagian dari pranata kehidupan masyarakat memang berperan penting bagi kehidupan masyarakat pada umumnya, terutama yang berkaitan dengan keputusan-keputusan politik. Joseph Schmeter berpendapat bahwa demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik di mana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat. Berangkat dari itu semua banyak tokoh-tokoh politik bermunculan berkompetisi untuk menjadi pemimpin dinegeri ini salah satu nama yaitu Prabowo Subianto dengan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). H. Prabowo Subianto Djojohadikusumo adalah seorang pengusaha, politisi, dan mantan perwira TNI Angkatan Darat. Ia menempuh pendidikan dan jenjang karier militer selama 28 tahun sebelum berkecimpung dalam bisnis dan politik. Bersama Hatta Rajasa, ia maju sebagai calon Presiden Indonesia ke-7 dalam pemilihan umum presiden Indonesia 2014. Lahir di Jakarta, masa kecil Prabowo sebagai putra Begawan ekonomi Soemitro Djojohadikusumo banyak dilewatkan di luar negeri bersama orangtuanya. Minatnya pada dunia militer dipengaruhi figur paman Soebianto Djojohadikusumo yang gugur dalam pertempuran Lengkong 1946. Masuk Akademi Militer Magelang pada tahun 1970 dan lulus pada tahun 1974 sebagai Letnan dua, Prabowo mencatatkan diri sebagai komandan termuda saat mengikuti operasi Tim Nanggala di Timor Timur. Kariernya melejit setelah menjabat Wakil Detasemen Penanggulangan Teror Komando Pasukan Khusus (Kopassus) pada 1983. Merengkuh jabatan Komandan Kopassus pada 1995, selang setahun ia dipromosikan sebagai Komandan Jenderal Kopasus, memimpin operasi pembebasan sandera Mapenduma. Terakhir, ia bertugas sebagai Panglima Kostrad dua bulan sampai kejatuhan Presiden Soeharto pada Mei 1998. Setelah tidak aktif dalam dinas militer, Prabowo menghabiskan waktu di Yordania dan beberapa Negara Eropa. Ia menekuni dunia bisnis, mengikuti adiknya Hashim Djojohadikusumo yang pengusaha minyak. Bisnis Prabowo meliputi sedikitnya 27 Perusahaan yang bergerak di sector berbeda. Kembali ke Tanah Air, ia berkecimpung dalam politik. Pada 2008, ia bersama rekannya mengukuhkan pembentukan Partai Gerakan Indonesia Raya. Lewat jalur perhimpunan, Prabowo merangkul petani, pedagang pasar tradisional, dan kegiatan pencak silat Indonesia. Selama dua periode, ia memipin Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) sejak 2004. Prabowo adalah putra dari pasangan Soemitro Djojohadikusumo yang merupakan Begawan ekonomi Indonesia dan Dora Marie Sigar atau lebih dikenal dengan nama Dora Soemitro. Ia juga merupakan cucu dari Raden Mas Margono Djojohadikusumo anggota BPUPKI pendiri Bank Negara Indonesia dan Ketua DPA pertama. Prabowo Subianto dinamai menurut Soebianto Djojohadikusumo, pamannya yang gugur dalam pertempuran Lengkong. Ia memiliki dua kakak perempuan, Biantingsih Miderawati dan Maryani Ekowati, dan satu orang adik, Hashim Djojohadikusumo. Masa kecilnya banyak dihabiskan di luar negeri, ia menyelesaikan pendidikan dasar dalam waktu 3 tahun di Victoria Instituion, Kuala Lumpur, Sekolah menengah di Zurich International School, Zurich pada tahun 1963-1964, SMA di American School, London pada kurun waktu 1964-1967. Pada tahun 1970 barulah ia masuk ke Akademi Militer Nasional, Magelang. Prabowo adalah keturunan Panglima Laskar Dipenogoro untuk wilayah Gowong (kedu) yang bernama Raden Tumenggung Kertanegara III. Prabowo juga terhitung sebagai salah seorang keturunan dari Adipati Mrapat, Bupati Kadipaten Banyumas pertama. Selain itu, garis keturunanya dapat ditilik kembali ke sultan-sultan Mataram. Prabowo menikah dengan Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto pada bulan mei 1983 dan berpisah pada tahun 1998, tidak lama setelah Soeharto mundur dari jabatan Presiden Republik Indonesia. Dari pernikahan ini, Prabowo dikaruniai seorang anak, Ragowo “Didiet” Hediprasetyo. Didiet tumbuh besar di Boston, AS dan sekarang tinggal di Paris, Perancis sebagai seorang desainer. Pendirian Partai Gerindra Prabowo, bersama adiknya Hashim Djojohadikusumo, mantan aktivis mahasiswa Fadli Zon, dan mantan Deputi V Badan Intelijen Negara Bidang Penggalangan Muchdi Purwoprandjono serta sederetan nama lainnya mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya atau Partai Gerindra pada tanggal 6 Februari 2008. Ia menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Dewan Pimpinan Pusat (DPP). Partai tersebut meraih 4.646.406 suara (4,46 %) dan menempatkan 26 orang wakilnya di DPR RI pada Pemilu legislatif Indonesia tahun 2009. Prabowo memulai karir politiknya dengan gerindra dengan menjadi calon wakil presiden pada 2009 bersama megawati yang menjadi calon presidennya, pada saat itu kalah oleh SBY, dan mencalonkan diri lagi menjadi calon presiden 2014 yang saat itu juga mengalami kekalahan. Setelah mengalami kekalahan, namanya terus melambung popularitas dan elektabilitas Prabowo semakin meningkat di berbagai lembaga survei dalam Pemilihan umum Presiden Indonesia 2014, dan citra buruk ia terus diserang kampanye hitam dan opini negatif terkait tentang keterlibatan "Prabowo: Satria Piningit, Heru Cakra Ratu Adil" dan penghembusan kembali isu stigmatisasi atas tudingan keterlibatan, bahkan nama Prabowo juga disebut-sebut sebagai dalang penculikan aktivis pro demokrasi 1997/1998, penembakan mahasiswa Trisakti, otak penggerak Kerusuhan Mei 1998 dan tuduhan hendak melakukan kudeta Mei 1998. Pemilu 2019 prabowo muncul lagi menjadi calon presiden dan wakilnya sandiaga salahudin uno melawan rivalnya Jokowidodo dan ma’ruf amin sebagai wakilnya, Citra dan reputasi Prabowo pada saat pemilihan presiden diketahui rakyat melalui berbagai pemberitaan di media online (Tirto.id dan Kumparan.com). citra dan reputasi Prabowo pada pemilihan presiden ini akan lebih gambling (terbuka) oleh pemberitaan media online, karena media sendiri kini masih dalam suasana euphoria (kegembiraan yang berlebihan), dengan perkataan lain, dalam era pemerintahan orde baru, Presiden Soeharto, kebebasan pers adalah mimpi, karena banyak penerbitan pers yang terkena pembredelan. Sedangkan era reformasi sekarang dapat dikatakan kebebasan pers agak “kebablasan”, kendati ada beberapa upaya hukum untuk mengadili pers yang agak kebablasan tersebut. Hal yang penting yang perlu diingat mengenai suatu Citra yang baik adalah anda harus mengupayakannya. Anda tidak bisa begitu saja berlenggang dan membeli citra tersebut seperti membeli baju, Lantas apa sebetulnya reputasi itu, sehingga harus dijaga dan dipelihara sedemikian rupa? Reputasi ada dasarnya nama baik. Semua orang membutuhkan nama baik. Semua organisasi membutuhkan nama baik. Semua perusahaan membutuhkan nama baik. Karena nama baik itu lah mereka dipercaya oleh orang, organisasi atau perusahaan lain. Itu lah sebabnya, Reputasi terkait dengan kepercayaan. Gaotsi dan Wilson medefinisikan Reputasi, yaitu : evaluasi semua stakeholder terhadap organisasi sepanjang waktu yang didasarkan atas pengalaman stakeholder tersebut dengan organisasi (Iriantara. 2005:101). Berbagai langkah strategi kampanye yang dilakukan pada pemilihan Presiden dalam pemberitaan di media online untuk membentuk citra dan reputasi positif, dalam ilmu Public Relations, termasuk ke dalam kegiatan Public Relations Politik. Citra dan Reputasi Prabowo sebagai kandidat pada pemilihan Presiden ini adalah sebagai bentuk kegiatan Public Relations Politik diharapkan dapat membentuk opini public yang menguntungkan bagi kandidat pilpres dan mutual understanding (saling pengertian) bagi rakyat. Media online sebagai pembentuk opini publik, tentunya akan memberitakan berbagai berita dengan sumber berita dari Prabowo sebagai salah satu kandidat pilpres, dalam pemuatan beritanya bisa saja terbentuk opini publik positif dan negatif bagi para calon capres dan cawapres. Apalagi masih banyak media yang menyajikan pemberitaan terjebak dengan “paradigma” bad news is good news, tidak hanya good news is good news”. Contoh pemberitaan para kandidat pilpres dapat menggulirkan Citra dan Reputasi positif atau negatif di mata rakyat. Pemberitaan kinerja tim sukses BPN (badan pemenangan nasional) pun dalam bidang Ilmu Public Relations (Humas) dapat dikategorikan sebagai Public Relations Politik tim sukses dalam membentuk Citra dan Reputasi tersebut. Citra dan Reputasi para kandidat pilpres sebagai tujuan kegiatan Public Relations Politik. Public Relations Politik adalah suatu metode komunikasi untuk menciptakan Citra dan Reputasi positif atas dasar kepentingan bersama, Secara subtansi, penelitian ini merupakan journalism research, yaitu penelaahan terhadap teks berita yang disajikan oleh berita online, ditahun 2019. Penelitian ini terfokus kepada analisis teks berita media online tentang kandidat pemilihan Presiden 2019 yang mana aktivitas publik relation politik pengelolaan citra capres bisa di branding malalui media. Pemilihan presiden (Pilpres) selalu menyediakan ruang bagi kandidat untuk bertukar pikiran, adu gagasan, hingga perang citra untuk mendapatkan simpati masyarakat sebanyak-banyaknya. Rakyat Indonesia sendiri sudah terbiasa dengan polapola pertarungan politik yang selalu menguat menjelang pemilihan (Zuhro, 2019). Hingga kini perseteruan dari masing-masing kandidat terus muncul. Meskipun kondisi tersebut wajar dalam era demokrasi, namun Pilpres 2019 melahirkan dua kubu yang saling bermusuhan sehingga menyita perhatian publik (Karim, 2019). Polarisasi ini semakin menguat ketika muncul sebutan khas “cebong” dan “kampret” untuk mengelompokkan perbedaan pemilihan politik yang membuat rivalitas politik semakin terbuka dan perpecahan pada masyarakat semakin luas. Hingga sekarang penyebutan cebong dan kampret dalam diskursus politik tanah air masih terus terjadi di berbagai media sosial sebagai representasi kehidupan dalam jaringan (daring). Perang tagar juga tidak dapat dihindari setiap ada kebijakan pemerintah yang tidak sejalan dengan pihak oposisi, mulai dari sebelum Pilpres hingga saat Pilpres (Ariefana, 2018; Mabruroh, 2019). Konflik yang tidak bisa ditolak juga berkaitan dengan politisasi agama (Ikasari & Arifina, 2019; Pepinsky, 2019; Setiawan, 2019). Menurut Romo Benny Susetyo, politisasi agama digaungkan karena calon pemimpin politik tidak memiliki program kerja yang jelas sehingga menggunakan agama sebagai isu sentral (Sukoy, 2019) Pilpres 2019 memang sedikit berbeda karena memiliki pesan perpecahan yang kuat ketika dua saingan paling fenomenal bertarung. Adu gengsi dua tokoh politik nasional ini diwarnai dengan banyak manajemen citra, termasuk menggunakan lagu ketika kampanye. Pencitraan yang terjadi dalam kontestasi politik merupakan satu keniscayaan. Pada tingkat dasar, seluruh kandidat kepala daerah maupun kepala negara akan melakukan perkenalan dengan masif di seluruh media. Hal ini untuk menjajaki popularitas seorang politisi sebelum memutuskan strategi komunikasi politik yang efektif dan efisien (Tamaka & Susanto, 2013). Pencitraan politik tidak menjamin seseorang memenangkan kompetisi politik tetapi merupakan salah satu strategi yang dapat menjamin efektivitas kampanye sehingga tingkat keterpilihannya tinggi (Husna, 2017; C. D. Putri, Cangara, & Sultan, 2013). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengungkap makna dari Aktivitas Publik Relation Politik melalui strategi pengelolaan citra Prabowo Subianto sebagai calon presiden 2019, dengan gaungan The Power of Emak-Emak, dan melalui gerakan nasionalis, patriot dan religius. Signifikansi teoritis penelitian ini dapat memberi sumbangan kajian keilmuan sebagai bentuk pengetahuan politik yang selama ini memanas jelang-jelang Pemilu, juga menjadi sumbangsih pengetahuan dibidang akademis. Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan gambaran kontekstual terkait citra yang bisa dibangun seseorang dalam alat kampanye modern dimedia sosial dan media baru lainnya. ## Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi fenomenologi. Penelitian kualitatif dimaksudkan untuk memahami arti atau mencari makna dari peristiwa dan kaitan-kaitannya dengan orang-orang biasa dalam situasi tertentu (Moleong, 2010). Penelitian kualitatif memungkinkan peneliti mengeksplorasi kajian agar menemukan data akurat terhadap suatu fenomena. Sedangkan studi fenomenologi digunakan karena fokus dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Aktivitas Publik Relation Politik Pengelolaan Citra Prabowo Sebagai Capres 2019 dalam konteks publik komunikasi politik selama masa kontestasi pemilihan umum ditahun 2019. Studi fenomenologi memungkinkan peneliti masuk sebagai partisan dalam sebuah fenomena sehingga keakuratan data bisa diperoleh dengan sempurna. Dalam studi fenomenologi, peneliti harus fokus pada bagaimana obyek (anggota) memproduksi (secara interpretif) bentuk-bentuk yang dianggap nyata (Denzin, 2009). Kajian ini selanjutnya dianalisis dengan perspektif komunikasi politik. Perspektif ini disesuaikan dengan bahan kajian agar mendapatkkan kesimpulan terarah dalam konteks ilmu sosial. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Auerbach dan Silverstein dalam (Sugiyono, 2011) adalah penelitian yang menganalisis dan menafsirkan makna suatu fenomena. Penelitian kualitatif dilakukan dengan membandingkan dan memberikan informasi yang kredibel yang dapat diperoleh (Moleong, 2012). Penelitian ini dilakukan untuk mencari informasi dari berbagai penelitian tentang solusi yang efektif. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Data penelitian bersumber dari berita- berita resmi, buku, penelitian sebelumnya tentang demokrasi, pemilu, dan media sosial. ## Hasil Dan Pembahasan A. Citra dan Komunikasi Politik yang digunakan oleh Prabowo dan Sandiaga Uno dalam kampanye di Instagram Citra adalah pengetahuan mengenai kita dan sikap-sikap terhadap kita yang mempunyai kelompok-kelompok kepentingan yang berbeda. Citra adalah cara dunia sekeliling kita memandang kita (G. Sach, dalam Effendy. 2002: 166). Membangun citra positif dalam ranah politik tentunya diperlukan strategi agar tidak keliru dalam proses menginterpretasikan citra diri kepada masyarakat. Salah satu strategi PR menurut Nova (2009:42), yaitu inform or image (memberitahukan atau meraih citra). Maksudnya adalah PR memberikan informasi kepada masyarakat untuk menarik perhatian, sehingga diharapkan dapat memperoleh tanggapan berupa citra positif. Jika merujuk Wasesa (2011:4) pencitraan politik adalah pencitraan panjang yang mengaktifkan setiap nilai-nilai partai sebagai pemberi solusi kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk membangun citra khususnya citra politik diperlukan waktu setiap hari bukan hanya setiap 5 tahun sekali. Pada sisi lain tidak sedikit politisi yang mengartikan pencitraan adalah kedekatan dengan wartawan. Sebagai contoh menurut Wasesa (2011:4), saat komentar mereka dimuat di media massa, maka itulah pencitraan. Walaupun memang persepsi pencitraan identik dengan liputan media, namun pencitraan politik juga bukan sekedar membangun wacana di media massa. Maka dari itu pencitraan politik memerlukan proses yang dibangun dengan strategi. Komunikasi politik adalah simbol-simbol atau pesan yang disampaikan itu secara signifikan yang dibentuk atau memiliki konsekuensi terhadap sistem politik. Komunikasi politik setiap pasangan calon presiden tentunya memiliki ciri khas tertentu. Bentuk komunikasi politik yang digunakan oleh pasangan Prabowo-Sandi adalah dengan menggunakan media massa atau disebut juga dengan istilah persuasif massa. Metode ini dilakukan dalam bentuk imbauan kepada massa dilakukan baik melalui hubungan tatap muka ataupun melalui jenis media perantara, yaitu media social instagram. Komunikasi politik Kandidat calon presiden dalam pilpres 2019 akan menjadi poin penting dalam memperoleh dukungan ataupun pemilih. Karena gaya komunikasi politik akan mempengaruhi pesan-pesan yang dibawa oleh para calon untuk menarik perhatian masyarakat. Ada banyak cara yang dilakukan relawan pendukung pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno untuk dalam melakukan kampanye melalui instagram yaitu dengan menunjukkan Simbol Politik dan beberapa Konten dari Kegiatan Kampanye melalui instagram. Simbol politik yang dikampanyekan oleh para relawan Prabowo Sandi melalui di instagram ini memberikan pengaruh bagi para pendukungnya ataupun bagi pengguna instagram yang belum memberikan keputusan mengenai pilihan politiknya. Hal ini sebagaimana simbol yang dibuat seperti mengangkat jempoldan telunjuk, atau tagar #prabowoforpresident2019 memberikan pengaruh tersendiri bagi pendukungnya. Sedangkan Simbol politik yang dikampanyekan oleh para relawan Prabowo Sandi melalui di instagram memberi pengaruh yang baik, tetapi kadang (pendukung) kedua kubu (Prabowo dan Jokowi) kadang sering beradu pendapat atau bahkan saling menjelekkan paslon lain (di instagram). Banyak daya tarik medsos instagram dalam kampanye Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno diantaranya gambar-gambar yang disertai caption-caption menarik, video flashmob Prabowo-Sandi, lagu the power of emak-emak, serta video-video singkat yang menampilkan kegiatan pasangan Prabowo-Sandi saat berkampanye. a. Pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno untuk mudah dikenali masyarakat dengan menunjukkan simbol politik dan beberapa konten dari kegiatan kampanye melalui instagram yaitu dengan memposting segala kegiatan, aktivitas Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno ataupun hal-hal yang berhubungan dengan Pemilihan Presiden sebagai berikut: Jargon atau Slogan Indonesia Menang, Indonesia Adil Makmur bersama Prabowo-Sandi. Prabowo-Sandi akan menjamin pangan tersedia dalam harga terjangkau untuk seluruh rakyat Indonesia. Petani, peternak, petambak, nelayan harus mendapat imbalan penghasilan yang memadai. Kita akan mengamankan semua sumber-sumber ekonomi Indonesia dan menjaga pundi-pundi bangsa Indonesia, supaya kekayaan kita tidak mengalir ke luar negeri. Kami yakin Indonesia mampu berdiri di atas kaki kita sendiri. Bangsa Indonesia harus menjadi bangsa pemenang, rakyat Indonesia harus menang! b. Salam dua jari dengan simbol yang dibuat dengan mengangkat jempol dan telunjuk Calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 selalu mengacungkan salam dua jari, yaitu dengan mengangkat ibu jari alias jempol dan jari telunjuk. Pose dua jari ini melambangkan nomor urut Prabowo-Sandiaga dalam berbagai ajang, Pose ini kemudian diikuti oleh para pendukungnya untuk menunjukkan dukungan (sebagai jati diri mereka sebagai pendukung) terhadap pasangan Prabowo-Sandi. c. Penandatanganan Pakta Integritas di Ijtima Ulama II Jakarta 16 September 2018 sebagai bentuk kepercayaan Kedua Pihak. Untuk bergerak bersama demi Kemenangan Capres / Cawapres Prabowo-Sandi dengan seluruh kekuatan Muslim Indonesia dan Rakyat Indonesia. d. Gerakan The Power of Emak-Emak Berawal dari gerakan The Power of Emak-Emak, kemudian didirikanlah Pepes (Partai Emak-Emak Pendukung Prabowo Sandi) yang dideklarasikan pada 11 Agustus 2018 dengan pendiri sebanyak 60 orang. Bermarkas di Duren Sawit, Jakarta, dengan ketua bernama Wulan (@swulll)--atau disebut "Mak wulan" Dalam seri cuitan yang sama, mereka menjelaskan ada enam tujuan Pepes. Dan yang paling jelas adalah "mengantarkan Prabowo-Sandi menjadi Presiden & Wakil Presiden RI tahun 2019-2024. Cara yang dilakukan adalah " door-to-door ke masyarakat." Akun Instagram mereka, @pepes_official, telah diikuti hampir 30 ribu akun. Twitter Pepes relatif aktif. Pun dengan akun-akun di sosial media lain. Sementara Facebook paling sedikit, hanya 3.000-an pengikut. Konten di semua media sosial itu isinya kegiatan-kegiatan mereka di berbagai daerah. Dari mulai Ambon, Yogya, Klaten, Tangerang, dan Magetan. Di Bali, Senin, 25 Februari 2019, mereka bertemu langsung dengan Sandiaga Uno. Mereka mengklaim memberikan sumbangan hasil penjualan berbagai produk "untuk dana perjuangan" yang langsung diserahkan ke yang bersangkutan. e. Lagu The Power of Emak-Emak Dalam video yang diunggah melalui akun Instagram resmi Sandiaga Uno, terlihat video yang berisi banyak emak-emak yang berkumpul dan berjoget bersama sambil menyanyikan lagu 'The Power of Emak-Emak'. Beberapa lirik lagu yang diiringi dengan nada yang asyik terdengar dari lagu ini, seperti: Kini saatnya gantian dong, untukmu negeri Prabowo Sandi. Sebesar apapun rintangan yang menghadang The Power of Emak-Emak siap menerjang. Video lagu itu kemudian ditutup dengan kata-kata terakhir dari Prabowo: "Saya, Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno, berjuang untuk Indonesia menang." f. Gerakan Rabu Biru Gerakan Rabu Biru yang awalnya terinspirasi oleh cara berpakaian calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 02, Sandiaga S Uno, yaitu kemeja berwarna biru serta bawahan berwarna khaki, kini memiliki filosofi baru tidak sebatas pakaian. Relawan Prabowo-Sandi Digital Team (Pride) mengenalkan Gerakan Rabu Biru sebagai akronim dari gerakan Rakyat Butuh Pemimpin Baru. Seiring gerakan Rabu Biru, terbentuklah Komunitas Rabu Biru Indonesia. Komunitas Rabu Biru Indonesia dimulai sejak Oktober 2018 Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto sebagai Ketua Dewan Pembina Komunitas Rabu Biru Indonesia. g. Gerakan tagar untuk mendukung Prabowo-Sandi digaungkan oleh para relawan pendukung. h. Program OK OCE OK Oce atau One Kecamatan , One Center of Entrepreneurship awalnya adalah program pemerintah provinsi DKI Jakarta yang berusaha melakukan penciptaan dan pembinaan kewirausahaan terhadap pelaku wirausaha (usaha mikro, kecil, dan menengah) di bawah Sudin Koperasi dan UMKM yang membidik 44 kecamatan di DKI Jakarta, di mana setiap kecamatan di DKI Jakarta dibuat satu pusat pelatihan kewirausahaan. Pesertanya ada dari warga yang sudah memiliki usaha untuk dibina agar usahanya berkembang, dan ada dari warga yang baru akan memulai usaha untuk nantinya dibina dan mendapatkan bantuan permodalan. i. Program Rumah Siap Kerja Rumah Siap Kerja adalah suatu wadah yang Prabowo-Sandi siapkan bagi anak-anak muda di seluruh wilayah Indonesia, untuk mengakses berbagai informasi mengenai lapangan pekerjaan, pelatihan keterampilan sesuai minat dan bakat, hingga akses pendidikan dan beasiswa. Rumah Siap Kerja merupakan salah satu program yang dibuat oleh pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02, dengan tujuan untuk menciptakan lapangan kerja, terutama untuk anak muda. Rumah Siap Kerja merupakan tempat di mana para anak muda mendapatkan bimbingan karier, mencari informasi lowongan kerja, pelatihan, pendidikan, atau beasiswa. Program ini ditunjang dengan berbagai fasilitas bagi anak muda. Rumah Siap Kerja saat ini sudah aktif menyelenggarakan pelatihan-pelatihan, seperti pelatihan pemahaman perencanaan keuangan, pelatihan basic MC ( master of ceremony ) training, character building, dan masih banyak lagi. Prabowo dan Sandiaga Uno ingin seluruh anak-anak muda di Indonesia memiliki kesempatan, peluang dan kemudahan dalam mengakses informasi khususnya terkait lapangan kerja. Untuk anak-anak muda Indonesia jangan ragu lagi untuk menentukan masa depan kalian, dengan Program Rumah Siap Kerja kita akan raih cita-cita dan kesuksesan. j. Video Kampanye Kekinian Video ini memiliki konsep editing yang menarik, di mana Sandiaga Uno terlihat berada di salah satu ruangan yang penuh dengan fasilitas berteknologi tinggi, layaknya teknologi 'Jarvis' di film Iron Man . Dengan gerakan tangannya, muncul layar digital yang berisi konten tentang Indonesia. Tidak lama kemudian, muncul background suara dari Prabowo yang menjelaskan secara singkat mengenai Indonesia. Suara Prabowo tersebut menjelaskan tentang Indonesia sebagai bangsa yang besar karena memiliki kekayaan alam yang melimpah, tanah yang subur, alam yang indah, dan sumber daya manusia yang hebat. "Negara yang amat kaya raya ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kemakmuran seluruh rakyat, bukan untuk segelintir orang saja," kata Prabowo. "Sudah saatnya, wis wayahe. Prabowo-Sandi ambil alih kendali," tambahnya dalam video tersebut. 16 1. Program KTP Super Sakti Program kartu super sakti, yaitu e-KTP adalah Program yang ditawarkan oleh Prabowo-Sandi jika terpilih sebagai presiden dan wakil presiden RI untuk bisa selesaikan beberapa masalah sekaligus untuk menjadi akses ke berbagai program pemerintah dan tidak perlu ada kartu-kartu lain. 2. Gerakan Mengganti Profil Akun Media Sosial dengan Lambang 02 Seruan/ajakan dari akun instagram pendukung Prabowo-Sandi, salah satunya @indonesiaadilmakmur selama masa tenang (Minggu malam, 14 April jam 12.01 malam sampai dengan Rabu 17 April) yaitu untuk sedekahkan gambar profil WA, Instagram, Facebook, Twitter, Telegram dan sebagainya milik pendukung untuk 02, dengan menggantinya dengan gambar 02 ini. Sebarluaskan dan ganti gambar profil akun medsos demi Indonesia Menang. ## B. Citra Politik Prabowo-Sandi Pada dasarnya, pembentukan personal branding yang kuat merupakan landasan awal bagi lahirnya sebuah Political Branding. Berdasarkan analisis data penelitian branding Prabowo melalui sumber data Instagram, secara tidak langsung mempunyai peranan penting dalam penyampaian pesan selama masa kampanye politik. Adapun terciptanya personal branding tersebut merujuk pada diferensiasi sosok Prabowo yang berbeda dengan politisi lainnya. Hal itu dapat dilihat dari interpretasi dari konsep tanda teori segitiga makna (triangle meaning theory) yang diantaranya: 1) Beridentitas sebagai kaum elit 2) Berjiwa nasionalis 3) Berperilaku patriotisme 4) Optimistis 5) Religius 6) Berwatak tegas dan keras 7) Sesekali berprilaku humor Sedangkan personal branding Sandiaga Uno yang dibentuk di Instagram juga mempunyai ciri khas dan branding tersendiri, maka interpretasi makna branding yang dimiliki Sandi juga mempunyai kemasan baru yang tidak berdasarkan perilaku meniru. Adapun per-sonal branding Sandi diantaranya yaitu: 1) Memposisikan sebagai kaum milenial 2) Mempunyai kepribadian yang religius 3) Disukai oleh ibu-ibu 4) Berfisik sehat dan juga pintar. Oleh karena itu, pentingnya membangun personal branding guna masyarakat mengetahui bahwa kandidat itu ada dan mempunyai daya tarik yang berkesan positif sehingga layak dipilih. Berdasarkan kajian teoritis, personal branding adalah tentang cara mengendalikan orang lain sebelum orang-orang tersebut melihat dan berhubungan langsung dengan Anda (Montoya & Vandehey, 2008). Selain itu, personal branding merupakan identitas pribadi mengenai kuali- tas dan nilai yang dimiliki sehingga dapat menciptakan respon terhadap orang lain (Haroen, 2014: 13). Jadi, personal branding merupakan suatu proses membentuk persepsi masyarakat terhadap aspek-aspek yang dimiliki seseorang, seperti kepribadian, kemampuan dan nilai yang kemudian stimulus-stimulus terse-but menimbulkan persepsi positif dari masyarakat (Susanto, 2009). Beranjak dari pemahaman tersebut, maka hasil interpretasi personal branding Prabowo dan Sandiaga Uno jika digabungkan menjadi suatu Political Branding. ## Kesimpulan Pada era teknologi informasi ini, media sosial merupakan salah satu media kampanye yang efektif sekaligus sebagai Aktivitas Publik Relation Politik Pengelolaan Citra Prabowo Sebagai Capres 2019, karena memiliki jangkauan luas dan berbiaya murah, seperti Facebook, Twitter, Instagram, Whatsapp, dan lain-lain. Media sosial tidak hanya memiliki kekuatan sosial, politik, dan budaya, namun juga dapat membentuk publisitas dan pencitraan. Seperti halnya pada Pilpres 2019, dimana media sosial merupakan salah satu sarana kampanye pasangan calon maupun pendukungnya dalam memperkenalkan dan menyebarluaskan program-program calon. Media sosial menjadi kanal perebutan dan pertarungan pesan-pesan politik untuk berkampanye. Berbagai tampilan media sosial menunjukan Jokowi sebagai sosok pekerja dengan karakter sederhana. Setidaknya citra Jokowi dislogankan dalam frase “kerja, kerja, kerja.” Sementara itu, berbagai tampilan di media sosial memperliatkan Prabowo sebagai sosok yang berani melawan asing, tegas, dan nasionalis. Citra Prabowo tertuang dalam selogan “adil dan makmur.” Pun sebaliknya, Jokowi dan Prabowo juga tidak lepas dari berita hoaks yang mengarah kepada kampanye negatif. Berbagai media yang telah dianalisis di atas, dapat dilihat adanya perbedaan citraan brand dari Aktivitas Publik Relation Politik Pengelolaan Citra Prabowo Sebagai Capres 2019. Citraan Prabowo sebagai brand mengkomunikasikan citra yang konservatif dengan penggunaan warna-warna dan tata letak layout yang memberikan kesan klasik dan old-school . Kesan tegas dan keras juga dikomunikasikan bersamaan dengan kesan kebapakan dan pengayoman. Hal ini berbeda dengan citraan Jokowi sebagai brand yang mengkomunikasikan citra modernis. Penggunaan warna-warna dengan saturasi tinggi dan penguasaan white space dalam layout memberikan kesan modern dan rapi. Pemakaian tema blog sebagai website dan ilustrasi kartun sebagai foto muka memberikan kesegaran dan kesan muda dan ekspresif. Bertujuan untuk mendeskripsikan agenda building yang dilakukan kedua calon melalui press release dan bagaimana surat kabar menonjolkan pemberitaan kandidat tersebut. Hal ini mengacu pada aktivitas Public Relations yang disebut sebagai information subsidies dalam bentuk press release yang dapat memberi pengaruh terhadap agenda media dan agenda building itu sendiri. Hal ini diterapkan agar pandangan kandidat politik dapat diketahui oleh khalayak melalui publikasi di media. Dalam hal ini kedua Public Relations politik kedua pasangan calon melakukan apa yang disebut sebagai informations subsidies dalam bentuk press release dengan tujuan memengaruhi agenda media. Proses branding kedua capres mampu memberikan citraan brand yang berbeda membuat Prabowo dan Jokowi mampu membedakan diri masing-masing dan membentuk interpretasi positioning yang unik dan jelas di masyarakat. Walaupun muncul serangan dan kampanye hitam sebagai reaksi negatif atas proses branding dan kompetisi antar brand dari kedua capres, tidak dapat disangsikan bahwa citraan brand Prabowo dan Jokowi sukses terkomunikasikan kepada masyarakat Indonesia Mengutip pernyataan Peters (dalam Schroeder, 2002:23), “ You can’t be a leader in the next five years and not be totally into design... They are your distinguishing characteristics, your brand’s brand ”, pilpres 2019 menunjukkan bahwa proses branding dalam era digital menjadi penting untuk menciptakan ikatan emosional dan pembentukan value of trust target sasaran yaitu masyarakat Indonesia kepada citraan brand capres pilihannya. ## BIBLIOGRAFI Ardianto, Elvinaro. (2011) Handbook of Public Relations. Bandung: Simbiosa Rekatama Media Ariefana, P. (2018). Perang Tagar Pilpres 2019 Pancing Konflik Horizontal. Retrieved September 3, 2019, from Suara.com website: https://www.suara.com/news/2018/09/03/220300/perang-tagar-pilpres-2019- cakimin-pancing-konflik-horizontal Heryanto, G., & Zarkasy, I. (2012). Public Relations Politik. Bogor: Ghalia Indonesia Instagram relawan Prabowo-Sandi @indonesiaadilmakmur Iriantara, Yosal. (2007). Community Relations, Konsep dan Aplikasinya. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Krisyantono, Rachmat. (2005) Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Mabruroh. (2019). Gaduh Perang Tagar Cebong-Kampret yang Mendunia | Republika Online. Retrieved June 25, 2020, from Republika.co.id website: https://www.republika.co.id/berita/nasional/news-analysis/19/02/20/pn7wu7282- gaduh-perang-tagar-cebongkampret-yang-mendunia Moleong, L. J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: Remaja Rosdakarya Zuhro, R. S. (2019). Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019. Jurnal Penelitian Politik, 16(1), 69. https://doi.org/10.14203/jpp.v16i1.782 ## Copyright holder: Hanif Rahman, Fal Harmonis (2022) ## First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia This article is licensed under:
fcb52aa3-05f1-4d09-90b6-19fbf0bfbf7f
http://ji.unbari.ac.id/index.php/ilmiah/article/download/1120/820
## JIUBJ ## Analisis Kebutuhan Mahasiswa terhadap Bahan Ajar Perkuliahan Proposal dan Tata Tulis Ilmiah ## Sri Nur Yuliyawati Politeknik Negeri Bandung, Desa Cowaruga, Kabupaten Bandung Barat 40559 Correspondence email: srinuryuli@polban.ac.id Abstrak. Pokok bahasan dan subpokok bahasan bahan ajar perkuliahan “Proposal dan Tata Tulis Laporan” pada Program Studi Teknik Perwatan dan Perbaikan Gedung belum dibuat berdasarkan analisis kebutuhan mahasiswa. Padahal, bahan ajar merupakan komponen penting yang diperlukan dalam proses pembelajaran. Untuk itu, dilakukan penelitian yang bertujuan mendeskripsikan Capaian Pembelajaran yang sekait dengan mata kuliah serta memetakan kebutuhan mahasiswa terhadap pokok bahasan dan subpokok bahasan bahan ajar mata kuliah Proposal dan Tata Tulis Laporan. Dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif dengan sumber data dokumen Kurikulum 2016 dan nara sumber 32 mahasiswa. Hasil penelitian ini adalah terdapat enam Capaian Pembelajaran yang sekait dengan perkuliahan Proposal dan Tata Tulis Laporan dan terdapat tujuh pokok bahasan yang dibutuhkan mahasiswa yaitu “Proposal, Penulisan Laporan Ilmiah, konvensi Naskah, Plagiarisme dan Pengutipan, Peristilahan ilmiah, Kalimat Ilmiah, serta Presentasi Ilmiah”. Simpulan penelitian ini adalah pokok bahasan dan subpokok bahasan yang dibutuhkan mahasiswa pada perkuliahan Proposal dan Tata Tulis Laporan relevan dengan keenam Capaian Pembelajaran sehingga dapat dijadikan bahan ajar. ## Kata kunci : analisis kebutuhan; bahan ajar Abstract. The topics and sub-topics of teaching materials in “Proposal and Tata Tulis Laporan” courses in Building Design Engineering Study Program have not been developed based on the students’ need analysis, whereas teaching materials are essential components in a learning process. For this reason, this study was conducted to describe learning outcomes which are relevant to the courses and to map the students’ needs of the topics and sub-topics of “Proposal and Tata Laporan” courses. In this study, a descriptive method was used with the 2016 Curriculum document as a data source and 32 students as participants. The results of this study are six learning outcomes which are relevant to the “Proposal dan Tata Tulis Laporan” courses and seven topics needed by the students; Proposal, Penulisan Laporan Ilmiah, konvensi Naskah, Plagiarisme dan Pengutipan, Peristilahan ilmiah, Kalimat Ilmiah, serta Presentasi Ilmiah. This study concludes that these topics and sub-topics needed by the students are relevant to the six learning outcomes so that those topics and sub-topics can be used as teaching materials. ## Keywords: need analysis; teaching materials ## PENDAHULUAN Mata kuliah PRTTI (Proposal dan Tata Tulis Ilmiah) merupakan mata kuliah yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa Program Studi TPPG (Program Studi Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung) Politeknik Negeri Bandung. Mata kuliah ini baru diberlakukan pada Kurikulum Program Studi TPPG tahun 2016 dan dialokasikan pelaksanaannya pada semester 6. Artinya, pada semester genap tahun 2020 ini, mata kuliah PRTTI baru dilaksanakan untuk kedua kalinya di Prodi TPPG. Perkuliahan PRTTI masih terkendala oleh beberapa hal, satu di antaranya adalah bahan ajar. Padahal, bahan ajar merupakan komponen penting yang diperlukan dalam proses pembelajaran. Dengan adanya bahan ajar yang sesuai kebutuhan/harapan mahasiswa, dapat membantu kelancaran kegiatan pembelajaran (Irawati dan Saifuddin, 2018). Bahan ajar harus disusun berdasarkan kurikulum dan kebutuhan mahasiswa sehingga mahasiswa termotivasi mengikutinya. Hal ini pararel dengan “prinsip pembelajaran orang dewasa (andragogi) bahwa seseorang akan mau belajar dan memperoleh pengetahuan apabila sesuai dengan kebutuhannya. Oleh sebab itu, bahan ajar merupakan indikator penting yang akan menentukan tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran” (Alfiriani, Hutabri, dan Pratama, 2017). Agar bahan ajar perkuliahan PRTTI tepat, diperlukan masukan pokok bahasan dan subpokok bahasan yang menjadi kebutuhan mahasiswa sebagai peserta didik. Dengan masukan dari mahasiswa, dosen dapat mengembangkan bahan ajar menjadi lebih tepat dan sesuai. Untuk mendapatkan masukan dari mahasiswa, dilakukan analisis kebutuhan. Salah satu asumsi dasar pengembangan kurikulum dalam bidang pendidikan, harus didasarkan pada analisis kebutuhan mahasiswa. Metode analisis kebutuhan dibuat untuk bisa mengukur tingkat kesenjangan yang terjadi dalam pembelajaran mahasiswa dari apa yang diharapkan dan apa yang sudah didapat, (Nurjannah 2018). Tujuan utama analisis kebutuhan adalah untuk mengetahui perubahan-perubahan yang perlu dilakukan dalam upaya memperbaiki kurikulum yang berhubungan dengan konten yang spesifik (Al-hamlan dan Baniabdelrahman 2015). Sri Nur Yuliyawati, Analaisis Kebutuhan Mahasiswa terhadap Bahan Ajar Perkuliahan Proposal dan Tata Tulis Ilmiah Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan penelitian ini adalah pokok bahasan dan subpokok bahasan bahan ajar mata kuliah PRTTI belum dibuat berdasarkan analisis kebutuhan mahasiswa. Permasalahan tersebut dirumuskan dalam pertanyaan penelitian berikut ini. (1) CP apa yang terdapat dalam Kurikulum Prodi TPPG yang sekait dengan mata kuliah PRTTI? (2) Bagaimana peta kebutuhan mahasiswa prodi TPPG terhadap pokok bahasan dan subpokok bahasan bahan ajar mata kuliah PRTTI? Berdasarkan pertanyaan penelitian tersebut, tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan CP yang sekait dengan mata kuliah PRTTI pada kurikulum prodi TPPG serta memetakan kebutuhan mahasiswa prodi TPPG terhadap pokok bahasan dan subpokok bahasan bahan ajar mata kuliah PRTTI. ## Kajian Pustaka Analisis Kebutuhan (Self Assement) Tantangan pendidikan tinggi saat ini tidak dapat ditanggulangi dengan paradigma lama, tetapi diperlukan inovasi yang dapat mengembangkan segala dimensi yang ada pada mahasiswa. Penanggulangan tantangan pendidikan tinggi dapat dilakukan dengan mengembangkan analisis kebutuhan mahasiswa dan mengikutsertakan peran mahasiswa karena strategi belajar dianggap lebih penting daripada strategi mengajar. Dengan demikian, mahasiswa dilatih menggunakan strategi belajar dan dilatih meningkatkan keberhasilan belajarnya secara mandiri. Dalam pendidikan vokasi, proses interaksi mahasiswa dengan dosen dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar disiapkan untuk pekerjaan dan keahlian terapan tertentu. Oleh karena itu, pembelajaran mengarah pada pendidikan terapan yang mendukung konpetensi lulusan sehingga setiap pembelajaran lebih bersifat pembimbingan (Isgandhi 2020). Hal tersebut menyebabkan mahasiswa vokasi harus selalu termotivasi dan berperan serta dalam perkuliahan. Untuk itu, harapannya/kebutuhan mahasiswa perlu terakomodasi dalam perumusan bahan ajar. Sejalan dengan pendapat Isgandhi (2020), Thamrin (2014) mengemukakan mahasiswa pada pendidikan vokasional merupakan bagian dari pendidikan kecakapan hidup harus belajar untuk bisa karena ciri khas pendidikan vokasional adalah belajar untuk bisa. Agar kebutuhannya mahasiswa dapat terakomodasi dalam perkuliahan, perlu dilakukan analisis kebutuhan mahasiswa. Analisis kebutuhan memiliki peranan vital dalam membantu proses pembelajaran. Analisis kebutuhan merupakan prinsip mendasar dalam sistem pembelajaran bahasa yang terpusat (Ndukwe, 2015). Dalam mengevaluasi aktivitas pendidikan, para peneliti dan dosen perlu melakukan analisis kebutuhan. Definisi lain tentang analisis kebutuhan adalah sebuah proses bertahap untuk memperoleh informasi mengenai kebutuhan mahasiswa, referensi awal, dan masalah yang diidentifikasi oleh pendapat secara subjektif (mahasiswa) dan objektif (desainer, dosen, lulusan) sesuai dengan kebutuhan untuk mahasiswa (Andi dan Arafah, 2017). Nurhayati (2012) menyatakan bahwa analisis kebutuhan merupakan suatu proses awal yang dilakukan untuk menyusun bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Analisis kebutuhan merupakan cara atau metode yang digunakan dalam menentukan perbedaan antara kenyataan dan keinginan (Puspita et al. 2017) . Tujuan utama analisis kebutuhan adalah untuk mengetahui perubahan-perubahan yang perlu dilakukan dalam upaya memperbaiki kurikulum yang berhubungan dengan konten yang spesifik (Al-hamlan dan Baniabdelrahman 2015; Helaluddin 2018) . Dalam analisis kebutuhan dapat digunakan prosedur kuesioner, self-rating , wawancara, meeting , observasi atau pengamatan, mengumpulkan sampel, analisis tugas, studi kasus, dan analisis informasi yang ada. Selain prosedur, hal lain yang harus dipertimbangkan dalam melakukan analisis kebutuhan adalah prinsip-prinsip dalam pengembangannya. Prinsip tersebut merupakan kaidah yang akan menjiwai pelaksanaannya. Prinsip-prinsip tersebut adalah ilmiah, relevan, sistematis, konsisten, memadai, aktual atau kontekstual, fleksibel, dan menyeluruh (Helaluddin, 2018) . Analisis kebutuhan banyak digunakan dalam pelitian pengembangan bahan ajar seperti yang dilakukan Irawati dan Saifuddin (2018) yang menyimpulkan bahwa pada pembelajaran mata kuliah pengantar profesi guru biologi terdapat kendala, yaitu tidak adanya bahan ajar berupa buku ajar yang bisa dijadikan sebagai pedoman dalam proses pembelajaran,. Selain itu, penelitian analisis kebutuhan tentang bahan ajar dilakukan pula oleh Kurniawan et al. (2018) dengan simpulan “Hasil analisis angket kebutuhan terhadap pengembangan bahan ajar menunjukkan bahwa mahasiswa membutuhkan bahan ajar yang mampu menjelaskan materi pembelajaran secara rinci, dilengkapi dengan penurunan rumus dan visualisai konten pembelajaran yang bersifat abstrak”. Penelitian analisis kebutuhan pada bahan ajar, telah dilakukan pula oleh (Yusuf, 2014);(Alfiriani et al., 2017) dan(Nurjannah, 2018) . ## Bahan Ajar Bahan ajar adalah sumber belajar yang berperan sangat penting untuk menunjang proses pembelajaran. Bahan ajar diperlukan sebagai pedoman beraktivitas dalam proses perkuliahan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Irawati dan Saifuddin (2018) bahwa kendala yang dihadapi pada pembelajaran mata kuliah adalah belum adanya bahan ajar yang bisa dijadikan sebagai pegangan dalam proses pembelajaran. Bahan ajar dapat dijadikan salah satu usaha untuk meningkatkan prestasi belajar mahasiswa. Selain itu, kehadiran bahan ajar dapat digunakan sebagai media Sri Nur Yuliyawati, Analaisis Kebutuhan Mahasiswa terhadap Bahan Ajar Perkuliahan Proposal dan Tata Tulis Ilmiah memperlakuan mahasiswa secara individual sesuai dengan karakteristik, menangani persoalan rendahnya aktualisasi diri mahasiswa, sehingga materi-materi yang kurang dipahami dapat dieksplorasi kembali melalui bahan ajar (Lestari 2013) . Sejalan dengan pendapat tersebut,Yuliyawati (2016) menjelaskan bahwa keberhasilan sebuah prosesbelajar mengajar tidaklah semata-mata ditentukan oleh fasilitas yang canggih dan memadai, pengajar yang andal danberpengalaman, tetapi oleh difungsikannya secara optimal semua komponen pendukung, satu di antaranya adalah bahan ajar. Bahan ajar diklasifikasikan dalam tiga bidang, yaitu pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, dan prosedur) keterampilan, dan afektif. Berdasarkan klasifikasi itulah, dipilih bahan yang akan disajikan dalam perencanaan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan sebelumnya. Bahan ajar harus memenuhi tiga prinsip, yaitu prinsip relevansi, artinya materi pembelajaran hendaknya relevan atau ada keterkaitannya dengan CP; kedua, prinsip konsistensi artinya keajegan; ketiga, prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Cukup tidaknya aspek materi dari suatu materi pembelajaran akan sangat membantu tercapainya CP yang telah ditentukan. Jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Hal ini menyebabkan mau tidak mau dosen harus selalu menyesuaikan dan mengkolaborasikan bahan ajar serta materi perkuliahan dengan perubahan kurikulum tersebut, (Suhardiyanto 2018). Selain itu, Bahan ajar harus menumbuhkan motivasi/minat mahasiswa, aktual, menarik, jelas, sistematis, praktis (Prastowo, 2012) . Dengan demikian, perumusan pokok bahasan dan subpokok bahasan bahan ajar berdasarkan analaisis kebutuhan mahasiswa yang dilakukan pada penelitian ini, sejalan dengan pendapat-pendapat tersebut. ## METODE Sesuai dengan topik dan rumusan masalah, dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif. Penggunaan metode deskriptif penulis pandang relevan karena penelitian ini bertujuan memberikan deskripsi mengenai hasil pengkajian pada masalah yang diteliti. Sumber data penelitian ini adalah dokumen Kurikulum Program Studi TPPG Tahun 2016 dan nara sumber, yaitu mahasiswa Program Studi TPPG yang telah mengajukan proposal TA (Tugas Akhir) atau sedang menyelesaikan TA. ## Alur Penelitian Penelitian ini diawali dengan kajian pustaka tentang teori bahan ajar dan analisis kebutuhan. Langkah berikutnya adalah pembuatan instrumen kesatu berupa pedoman analisis dokumen kurikulum untuk memperoleh CP yang berkaitan dengan mata kuliah PRTTI dan pembuatan instrumen kedua berupa kuesioner untuk memperoleh kebutuhan mahasiswa terhadap pokok bahasan dan subpokok bahasan bahan ajar perkuliahan PRTTI. Kemudian, dilakukan penganalisisan dokumen Kurikulum Program Studi TPPG Tahun 2016 dan penyebaran kuesioner tentang analisis kebutuhan pokok bahasan dan subpokok bahasan mata kuliah PRTTI kepada mahasiswa tinkat 3 dan 4 TPPG dilanjutkan dengan pendeskripsian CP yang berkaitan dengan mata kuliah PRTTI, penganalisisan, dan pendeskripsian kuesioner terisi tentang kebutuhan mahasiswa terhadap pokok bahasan dan subpokok bahasan bahan ajar perkuliahan PRTTI. Berdasarkan pendeskripsian CP dan pendeskripsian kuesioner terisi, dibuat peta kebutuhan mahasiswa akan pokok bahasan dan subpokok bahasan bahan ajar perkuliahan PRTTI. Penelitian ini akan diakhiri dengan pembuatan laporan. Secara visual alur penelitian tersebut dapat disimak pada gambar berikut ini. ## Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data Data penelitian ini adalah dokumen Kurikulum Program Studi TPGG Tahun 2016 dan nara sumber yaitu mahasiswa tingkat 3 dan 4 TPGG. Ditentukannya mahasiswa tingkat 3dan 4 sebagai narasumber karena mereka telah menyelesaikan perkuliahan PRTTI, telah membuat proposal PKL/TA dan sedang menyelesaikan penulisan laporan PKL/TA yang sangat terkait dengan pengimplementasian perkuliahan PRTTI sehingga diharapkan memahami kebutuhan bahan ajar perkuliahan PRTTI. ## Instrumen Penelitian Pembuatan instrumen penelitian ini bertujuan mendapatkan data yang relevan dan menyamakan titik pandang antara penulis dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan penelitian ini. Instrumen- instrumen penelitian ini dirumuskan untuk mendeskripsikan CP (capaian pembelajaran) pada kurikulum TPPG yang sekait dengan perkuliahan PRTT serta memetakan kebutuhan mahasiswa akan pokok bahasan dan subpokok bahasan bahan ajar PRTTI. Instrumen untuk mendeskripsikan CP pada kurikulum TPPG dan CP mata kuliah PRTT Program Studi TPPG berupa pedoman pertanyaan yang akan digunakan oleh peneliti untuk menganalisis kurikulum Program Studi TPPG. Instrumen untuk memetakan kebutuhan mahasiswa akan pokok bahasan dan Sri Nur Yuliyawati, Analaisis Kebutuhan Mahasiswa terhadap Bahan Ajar Perkuliahan Proposal dan Tata Tulis Ilmiah subpokok bahasan bahan ajar PRTTI berupa kuesioner yang disebarkan secara daring. Pada kuesioner tersebut, responden diminta menentukan kebutuhannya dengan cara menceklis satu di antara lima opsi/pernyataan, yaitu : 1 sangat penting, 2 penting, 3 cukup penting, 4 kurang pentin, dan 5 tidak penting pada setiap pokok bahasan dan subpokok bahasan perkuliahan PRTTI. Selain itu, pada kuesioner terdapat pula beberapa pertanyaan yang harus diisi respoden, yaitu a. Pokok bahasan yang perlu ditambahkan? b. Subpokok bahasa yang perlu ditambahkan? c. Pokok bahasan yang perlu dihilangkan? d. Subpokok bahasa yang perlu dihilangkan? e. Masukan untuk perkuliahan PRTTI? ## HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini berupa dua hal, yaitu CP Kurikulum Prodi TPPG yang sekait dengan mata kuliah PRTTI dan kebutuhan mahasiswa Prodi TPPG terhadap bahan ajar mata kuliah PRTTI. Pada dokumen kurikulum TPGG Tahun 2016, CP yang harus dikuasai mahasiswa Program Studi TPPG terdiri atas 10 CP Sikap dan Tata Nilai, 10 CP Penguasaan Pengetahuan, 9 CP Keterampilan umum, dan 12 CP Keterampilan Khusus. Dari 41 CP Program Studi TPPG tersebut, terdapat enam CP yang sekait dengan perkuliahan PRTTI, yaitu: a. Pada CP “Penguasaan Pengetahuan”: Menguasai prinsip dan teknik berkomunikasi (lisan, tulisan, dan grafis). b. Pada CP “Keterampilan umum”: Mampu menyusun hasil kajian tersebut di atas dalam bentuk kertas kerja, spesifikasi desain, atau esai seni, dan mengunggahnya dalam laman perguruan tinggi dan mampu mendokumentasikan, menyimpan, mengamankan, dan menemukan kembali data untuk menjamin kesahihan dan mencegah plagiasi. c. Pada CP “Keterampilan khusus”: Mampu mengelola survei (merencanakan, mengimplementasikan, mengendalikan) dan interpretasi data (tata guna lahan, kontur, hidrologi), uji dan analisa kelaikan tanah (geoteknik), uji dan analisa material, untuk menghasilkan perancangan teknik bangunan gedung sesuai dengan norma-standar-pedoman dan manual; mampu menganalisis pekerjaan untuk menghasilkan laporan kemajuan pekerjaan (harian, mingguan dan bulanan); mampu membuat dokumen kontrak 7 sesuai syarat-syarat administrasi untuk tahap perencanaan, pelaksanaan dan pasca konstruksi. Kebutuhan Mahasiswa Prodi TPPG terhadap bahan ajar mata kuliah PRTTI yang diperoleh melalui kuesioner adalah pokok bahasan dan subpokok bahasan bahan ajar mata kuliah PRTTI seperti yang tertera pada diagram berikut ini. Gambar 2 . Diagram Analisis Kebutuhan Pokok Bahasan dan Subpokok Bahasan PRTTI Berdasarkan jawaban pada kuesioner terhadap pertanyaan-pertanyaan: (1) Pokok bahasan dan subpokok bahasan yang perlu ditambahkan? (2) Pokok bahasan dan subpokok bahasan yang perlu dihilangkan? diperoleh hasil 31 responden menuliskan tidak perlu ada tambahan terhadap pokok bahasan, sedangkan 1 responden mengajukan tambahan pokok bahasan “Evaluasi Laporan Ilmiah” dan pokok bahasan “Kalimat ilmiah” (yang dipelajari dalam mata kuliah Bahasa Indonesia) untuk diulang/dijadikan pokok bahasan pada mata kuliah PRTTI. Terhadap pertanyaan penghilangan pokok bahasan dan subpokok bahasan, 32 responden menuliskan tidak ada yang perlu dihilangkan. ## Pembahasan Pada gambar 2 diagram Analisis Kebutuhan Pokok Bahasan dan Subpokok Bahasan PRTTI, dapat dilihat Pokok bahasan Proposal, Penulisan Laporan Ilmiah, Konvensi Naskah, Pengutipan, dan Presentasi ilmiah dianggap sangat penting oleh responden. Hal ini terlihat dari presentase rerata pilihan responden terhadap semua pokok bahasan, yaitu 84.3% responden memilih opsi sangat penting 12,5 % responden memilih opsi penting, dan 3,2 % responden memilih opsi cukup penting; tidak terdapat responden yang memilih kurang penting dan tidak penting. Artinya, pokok-pokok bahasan tersebut menumbuhkan motivasi/minat mahasiswa, aktual, menarik (Prastowo, 2012) serta dapat difungsikan untuk mencapai keberhasilan sebuah proses belajar mengajar (Yuliyawati, 2016) . Dengan demikian, Pokok bahasan Proposal, Penulisan Laporan Ilmiah, Konvensi Naskah, Pengutipan, dan Presentasi Ilmiah merupakan pokok bahasan kebutuhan mahasiswa pada Perkuliahan PRTTI. Pada diagram tersebut, dapat pula dilihat presentase rerata pilihan responden terhadap semua subpokok bahasan dari setiap pokok bahasan. subpokok Sri Nur Yuliyawati, Analaisis Kebutuhan Mahasiswa terhadap Bahan Ajar Perkuliahan Proposal dan Tata Tulis Ilmiah bahasan “Proposal” yang terdiri atas: Definisi Proposal, Jenis Proposal, Unsur-Unsur Proposal dianggap sangat penting responden atau merupakan subpokok bahasan bahan ajar kebutuhan mahasiswa karena presentase rerata semua subpokok bahasan tersebut adalah 51,3% responden memilih opsi sangat penting; 42,6,5 % responden memilih opsi penting, dan 3% responden memilih opsi cukup penting, 3% responden memilih kurang penting dan 1% respondeng memilih tidak penting. Subpokok bahasan “Penulisan Laporan Ilmiah” yang terdiri atas: Pendahuluan, Langkah-langkah Penulisan Laporan Ilmiah, Sistematika Penulisan Laporan Ilmiah dianggap sangat penting oleh responden. Hal ini terlihat dari presentase rerata semua subpokok bahasan, yaitu 71% responden memilih opsi sangat penting 22% responden memilih opsi penting, dan 7% responden memilih opsi cukup penting, tidak terdapat responden memilih kurang penting dan tidak penting. Subpokok bahasan “Konvensi Naskah”, yaitu: Perwajahan dan Jenis Huruf, Penulisan Bilangan, Satuan, dan Penomoran, Pembuatan Halaman Judul, Penulisan judul Bab, Subbab, dan anaksubbab, Pencantuman Gambar dan pembuatan Diagram, Pengorganisasian dan Sistem Simbol, dan Pelampiran, presentase rerata semua subpokok bahasannya adalah 52,7% responden memilih opsi sangat penting 40,2% responden memilih opsi penting, dan 6,3% responden memilih opsi cukup penting, 0,8 responden memilih kurang penting dan tidak terdapat responden memilih tidak penting. Denga demikian, subpokok bahasan “Konvensi Naskah” merupakan subpokok bahasan bahan ajar kebutuhan mahasiswa. Selain itu, Pada diagram tersebut, dapat dilihat subpokok bahasan “Pengutipan”, yaitu: Definisi, Sumber, dan Jenis Kutipan, Penulisan Sumber Kutipan, Teknik Pengetikan Kutipan dianggap sangat penting atau merupakan subpokok bahasan bahan ajar kebutuhan mahasiswa. Hal ini terlihat dari presentase rerata semua subpokok bahasan, yaitu 76 % responden memilih opsi sangat penting 20% responden memilih opsi penting, dan 4% responden memilih opsi cukup penting, tidak terdapat responden memilih kurang penting dan tidak penting. Subpokok bahasan “Presentasi Ilmiah yang terdiri atas: Tujuan dan Metode Presentasi, Persiapan, Kerangka dan Pelaksanaan Presentasi, dan Ungkapan dalam Presentasi, dianggap sangat penting atau merupakan subpokok bahasan bahan ajar kebutuhan mahasiswa. Hal ini terlihat dari presentase rerata pilihan responden, yaitu 71,2% responden memilih opsi sangat penting 24,8% responden memilih opsi penting, dan 4% responden memilih opsi cukup penting, tidak terdapat responden memilih kurang penting dan tidak penting. Pada hasil penelitian ini diketahui tidak ada pokok bahasan dan subpokok bahasan yang perlu dihilangkan. Hal ini berarti bahwa pokok bahasan Proposal, Penulisan Laporan Ilmiah, konvensi Naskah, Plagiarisme dan Pengutipan, Peristilahan dan kalimat Ilmiah, dan Presentasi Ilmiah yang selama ini dipelajari pda perkuliahan PRTTI sudah merupakan pokok bahasan bahan ajar yang mahasiswa butuhkan. Hal ini dapat dijadikan satu di anatara usaha untuk meningkatkan prestasi belajar mahasiswa (Lestari 2013) . Hasil temuan kebutuhan mahasiswa akan pokok bahasan bahan ajar perkuliahan PRTTI yang terdiri atas Proposal, Penulisan Laporan Ilmiah, Konvensi Naskah, Pengutipan, dan Presentasi ilmiah telah memenuhi prinsip relevansi bahan ajar yang dikemukakan (Suhardiyanto 2018) bahwa materi pembelajaran hendaknya relevan atau ada keterkaitannya dengan CP. Pada CP “Penguasaan Pengetahuan”, yaitu Menguasai prinsip dan teknik berkomunikasi (lisan, tulisan, dan grafis) dapat dicapai dengan memahami pokok bahasan “Penulisan Laporan Ilmiah dan Presentasi Ilmiah”. Pada CP “Keterampilan umum”: Mampu menyusun hasil kajian tersebut di atas dalam bentuk kertas kerja, spesifikasi desain, atau esai seni, dan mengunggahnya dalam laman perguruan tinggi dan mampu mendokumentasikan, menyimpan, mengamankan, dan menemukan kembali data untuk menjamin kesahihan dan mencegah plagiasi dapat dicapai dengan memahami pokok bahasan ““Penulisan Laporan Ilmiah, Konvensi Naskah, serta Plagiarisme dan Pengutipan”. Pada CP “Keterampilan khusus”: Mampu mengelola survei (merencanakan, mengimplementasikan, mengendalikan) dan interpretasi data (tata guna lahan, kontur, hidrologi), uji dan analisa kelaikan tanah (geoteknik), uji dan analisa material, untuk menghasilkan perancangan teknik bangunan gedung sesuai dengan norma-standar-pedoman dan manual; mampu menganalisis pekerjaan untuk menghasilkan laporan kemajuan pekerjaan (harian, mingguan dan bulanan); mampu membuat dokumen kontrak7 sesuai syarat-syarat administrasi untuk tahap perencanaan, pelaksanaan dan pasca konstruksi. dapat dicapai dengan memahami pokok bahasan “ Proposal dan Penulisan Laporan Ilmiah,”. ## SIMPULAN Hasil temuan kebutuhan mahasiswa akan pokok bahasan bahan ajar perkuliahan Proposal dan Tata Tulis Ilmiah telah memenuhi prinsip relevansi bahan ajar. Dengan demikian, dapat disimpulkan “keenam Capaian Pembelajaran” pada dokumen Kurikulum Program Studi Teknik perawatan dan Perbaikan Gedung, Politeknik Negeri Bandung dapat dicapai dengan pokok bahasan hasil analisis kebutuhan mahasiswa terhadap bahan ajar perkuliahan PRTTI, yaitu Proposal, Penulisan Laporan Ilmiah, konvensi Naskah, Plagiarisme dan Pengutipan, Peristilahan dan kalimat Ilmiah, dan Presentasi Ilmiah ## DAFTAR PUSTAKA Al-hamlan, S., & Baniabdelrahman, A. A. (2015). "A Needs Analysis Approach to EFL Syllabus Development for Second Grade Students in Secondary Education in Saudi Arabia : A Sri Nur Yuliyawati, Analaisis Kebutuhan Mahasiswa terhadap Bahan Ajar Perkuliahan Proposal dan Tata Tulis Ilmiah Descriptive Analytical Approach to Students ’ Needs". American International Journal of Contemporary Research . Alfiriani, A., Hutabri, E., & Pratama, A. (2017). “Analisis Kebutuhan Belajar Mahasiswa Pada Mata Kuliah Strategi Pembelajaran TI.” Pros. Seminar Pend. IPA Pascasarjana UM . Andi, K., & Arafah, B. (2017). “Using Needs Analysis to Develop English Teaching Materials in Initial Speaking Skills for Indonesian College Students of English.” The Turkish Online Journal of Design, Art and Communication TOJDAC . Helaluddin, H. (2018). “Analisis Kebutuhan dalam Redesain Silabus(RPS) Mata Kuliah Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi.” Gramatika STKIP PGRI Sumatera Barat , 4 (1). https://doi.org/10.22202/jg.2018.v4i1.2464 Irawati, H., & Saifuddin, M. F. (2018). “Analisis Kebutuhan Pengembangan Bahan Ajar Mata Kuliah Pengantar Profesi Guru Biologi Di Pendidikan Biologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.” Bio - Pedagogi: Jurnal Pembelajaran Biologi . Isgandhi, R. (2020). “Pembelajaran Bahasa Indonesia Kreatif sebagai Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian pada Pendidikan Vokasi (Politeknik).” Pengembangan Humaniora , 15 No.3 . Kurniawan, W., Pujaningsih, F. B., Alrizal, A., & Latifah, N. A. (2018). “Analisis Kebutuhan MahasiswaTerhadap Bahan Ajar Sebagai Acuan Untuk Pengembangan Modul Fisika Gelombang Bola dan Tabung.” EduFisika . https://doi.org/10.22437/edufisika.v3i01.5805 Lestari, S. (2013). “Kajian Ragam Bahasa Slogan Pada Papan Reklame Di Kota Medan (Kajian Sosiolinguistik).” Sasindo . Ndukwe, J. I. (2015). “Needs Analysis of an English for Academic Purpose (Eap) Programme: English Language Curriculum to the Effectiveness of the Primary School Teacher in Nigeria.” IOSR Journal of Research & Method in Education Ver. III . https://doi.org/10.9790/7388-05434547 Nurhayati. (2012). Silabus: Teori dan Aplikasi Pengembangannya . Leutikaprio. Nurjannah, N. (2018). “Analisa Kebutuhan Sebagai Konsep Dasar dalam Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab di MAN Curup.” Arabiyatuna : Jurnal Bahasa Arab , 2 (1), 49. https://doi.org/10.29240/jba.v2i1.409 Prastowo, A. (2012). Summary for Policymakers. In Intergovernmental Panel on Climate Change (Ed.), Climate Change 2013 - The Physical Science Basis (hal. 1–30). Cambridge University Press. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004 Puspita, O. W., Andayani, Waluyo, H. J., & Rohmadi, M. (2017). “A Needs Analysis for Poetry Appreciation Textbooks in Universitites: An Exploratory Study.” American Journal of Educational Research . https://doi.org/10.12691/education-5-4-3 Suhardiyanto, A. (2018). “Pengembangan Bahan Ajar Perencanaan Pembelajaran Ppkn Berbasis Student Centered Learning.” Integralistik , XXiX . Thamrin, M. (2014). “Pengembangan Bahan Ajar Penulisan Karya Ilmiah Berbasis Vokasi.” LITERA . https://doi.org/10.21831/ltr.v13i1.1905 Yuliyawati, S. N. (2016). “Pengembangan Bahan Ajar Bahasa Indonesia Berbasis Kompetensi lulusan Bagi Program Studi Administrasi Bisnis Di Politeknik.” Proceeding ASEAN Comparative Education Research Network Conference . Yusuf, A. (2014). “Analisis Kebutuhan Pendidikan Masyarakat.” Jurnal Penelitian Pendidikan . https://doi.org/10.15294/jpp.v31i2.5690
34687c6c-fca8-4c79-a192-a7c8b62bc31e
https://jurnal.polibatam.ac.id/index.php/JAEE/article/download/5459/1970
Abstrak—Alat pemantau dan penghitung jumlah pengunjung merupakan alat yang dibuat untuk mengirimkan informasi berupa gambar dan jumlah pengunjung yang terdeteksi melalui kamera dan sensor yang terpasang pada alat. Alat ini berbasis aplikasi Telegram menggunakan modul ESP32-CAM sebagai kamera untuk mengambil gambar setiap pengunjung yang datang. Alat ini dilengkapi sensor infrared yang digunakan untuk mendeteksi pengunjung yang datang. Cara kerja alat ini yaitu ketika pengunjung masuk, maka sensor infrared menghitung jumlah pengunjung, kemudian memberi sinyal ke ESP32-CAM untuk mengambil bukti gambar fisik. Data dari hasil kerja alat tersebut dikirim melalui aplikasi Telegram. Hasil penelitian menunjukkan pada jarak 60 cm alat berfungsi dengan baik sedangkan pada jarak 90 cm alat tidak dapat berfungsi dengan baik. Waktu rata-rata yang dibutuhkan alat untuk mengirimkan gambar ke aplikasi adalah 2,5 detik. Waktu tercepat yang dibutuhkan oleh system untuk membaca data antara satu pengunjung dengan pengunjung berikutnya adalah 15,4 detik. Kata Kunci: Bot Telegram, ESP32-CAM, Infrared Abstract—A visitor monitoring and counting device is a tool designed to send information in the form of images and the number of visitors detected through a camera and sensors installed on the device. This device is based on the Telegram application using the ESP32-CAM module as the camera to capture images of each incoming visitor. The device is equipped with an infrared sensor used to detect incoming visitors. The device works by counting the number of visitors when they enter, and then sending a signal to the ESP32-CAM to capture a physical image as evidence. The data from the device's operation is sent through the Telegram application. The research results show that the device functions well at a distance of 60 cm, but it does not function properly at a distance of 90 cm. The average time required for the device to send an image to the application is 2.5 seconds. The fastest time required by the system to read data between one visitor and the next is 15,4 seconds. Keywords: Bot Telegram, ESP32-CAM, Infrared ## I. P ENDAHULUAN P ENGUNJUNG adalah orang yang mengunjungi atau individu yang datang atau mengunjungi suatu tempat untuk tujuan tertentu, seperti berbelanja, berlibur, mengikuti acara, atau menggunakan fasilitas yang disediakan oleh tempat tersebut. Dalam konteks alat pemantau dan penghitung jumlah pengunjung, pengunjung merujuk pada orang-orang yang masuk ke suatu tempat dalam periode waktu tertentu. Seiring berkembangnya zaman, teknologi semakin canggih, terutama dalam bidang elektronika digital yang mengalami perkembangan pesat. Hal ini sejalan dengan kebutuhan masyarakat akan media pembantu dalam menyelesaikan pekerjaan yang semakin kompleks. Meskipun demikian, banyak tempat umum yang masih menggunakan metode manual, seperti menggunakan buku catatan, untuk mencatat jumlah pengunjung yang datang. Tempat-tempat tersebut memerlukan solusi yang lebih efisien dan akurat yang memungkinkan pengelola tempat untuk secara otomatis dapat mengumpulkan data jumlah pengunjung yang masuk ke tempat tersebut. Dengan menggunakan alat-alat elektronik, pengelola tempat umum dapat memperoleh informasi yang lebih akurat dan real-time mengenai jumlah pengunjung. Hal ini memudahkan mereka dalam mengambil keputusan berdasarkan data yang valid, seperti mengatur kebutuhan sumber daya, mengoptimalkan pengalaman pengunjung, dan merencanakan strategi pengembangan. Penggunaan alat-alat elektronik dalam memantau dan menghitung jumlah pengunjung di tempat-tempat umum menjadi penting untuk memenuhi kebutuhan modern dan meningkatkan efisiensi serta kualitas pelayanan yang diberikan kepada pengunjung [1]. Alat yang terhubung melalui sistem yang dapat memantau dan menghitung jumlah pengunjung merupakan topik yang menarik untuk dibahas [2]. Berdasarkan informasi tersebut, muncul kebutuhan pembuatan sistem yang dapat bekerja secara otomatis yang mampu mengidentifikasi dan mendapatkan data jumlah pengunjung tanpa adanya intervensi manusia sebagai pengendali langsung. ## Alat Pemantau dan Penghitung Jumlah Pengunjung berbasis Aplikasi Telegram Rindang Alamsyah 1 , Ika Karlina Laila Nur Suciningtyas 1* , Nanta Fakih Prebianto 1 , Iman Fahruzi 1 , Imam Sholihuddin 2 , Abdurahman Dwijotomo 1 , Lalu Kaisar Wisnu Kita 1 , dan Indra Daulay 1 1 Politeknik Negeri Batam, Batam, Indonesia 2 Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia * Email: ikakarlina@polibatam.ac.id Penelitian tentang pembuatan alat otomatis untuk mendeteksi objek yang melewati suatu tempat pernah dilakukan, beberapa diantaranya adalah pembuatan alat pemantau kedatangan tamu [3], alat pendeteksi pengunjung di toko [4], dan alat monitoring pengunjung mall [5]. Monitoring yang dapat dilakukan oleh alat tersebut berkaitan dengan pemantauan aktivitas pengunjung. Penelitian mengenai pembuatan alat yang berkaitan dengan penghitung jumlah pengunjung pernah dilakukan untuk penghitung pengunjung toko [6] penghitung pengunjung konser [7], penghitung jumlah pengunjung Perpustakaan [8], [9], [10]. Dari alat-alat yang telah dibuat tersebut, monitoring dan perhitungan jumlah pengunjung dilakukan dengan menggunakan alat yang berbeda. Upaya untuk menggabungkan kebutuhan akan data penghitung jumlah pengunjung yang sekaligus mampu memberikan data monitoring pengunjung menjadi penting untuk dibuat. Alat ini diharapkan dapat menjadi solusi dalam memantau serta menghitung jumlah pengunjung dengan menggunakan teknologi modern. Penggunaan aplikasi Telegram sebagai platform yang dapat digunakan sebagai system monitoring [11] dapat memberikan kemudahan dan kepraktisan bagi pihak- pihak terkait untuk mendapatkan data yang diperlukan sebagai rekomendasi pengelolaan tempat tersebut. Telegram merupakan salah satu aplikasi yang cukup ringan, mudah dan gratis sehingga memungkinkan pengguna atau user dapat mengirim pesan dengan cepat dan aman. Layanan pada Telegram yang menyediakan fitur dengan instant messenger otomatis adalah layanan bot [12]. Bot merupakan aplikasi yang terdapat pada telegram dari pihak ketiga. Pengguna pada telegram dapat mengirim perintah, inline request dan pesan [13]. Penggunaan telegram memungkinkan pihak-pihak yang berkepentingan dapat dengan cepat mendapatkan sejumlah data pengunjung melalui pesan yang dikirim dari alat pemantau. Alat yang memiliki kemampuan untuk menghitung sekaligus memantau aktivitas pengunjung merupakan salah satu keunggulan dari alat ini. Monitoring data pengunjung melalui aplikasi Telegram yang tidak memiliki batas penyimpanan menjadikan alat ini ringan dari sisi perawatan dan penyimpanan data. Hal ini dapat mengurangi keterlibatan langsung karyawan dalam penghitungan manual dan memberikan fleksibilitas dalam memantau jumlah pengunjung secara real-time . ## II. M ETODE Metode yang digunakan dalam membuat alat pemantau dan penghitung jumlah pengunjung ini dimulai dari observasi kebutuhan dan teknis perhitungan pengunjung. Dilanjutkan dengan studi literatur, pembuatan rancangan mekanik, dan pembuatan rancangan elektrikal. Metode yang digunakan ini mengacu pada beberapa referensi tulisan yang berkaitan dengan alat penghitung jumlah pengunjung [14], [15]. Pembuatan rancangan elektrikal terdiri dari Modul ESP32 CAM, USB to TTL CH340, Sensor Infrared, Adaptor, dan DC Female Power Socket yang saling terhubung. Rancangan elektrikal ini dibuat untuk dapat menghubungkan rangkaian elektrikal yang dapat terhubung dengan internet melalui sambungan wifi yang terdapat pada modul ESP32 CAM [16]. Rancangan elektrikal dari alat ini ditunjukkan pada Gambar. 1. ## Gambar. 1. Rancangan rangkaian elektrikal alat ESP32 board diproduksi dalam desain prototipe yang dapat digunakan pada aplikasi rumah pintar, otomasi, perangkat wearable , aplikasi audio, aplikasi IoT berbasis cloud , dan lainnya [17]. ESP32 CAM telah dilengkapi dengan kamera, Bluetooth dan WiFi. ESP32 merupakan salah satu mikrokontroler pembaharuan dari ESP8266 dengan berbagai fitur tambahan dan keunggulan. ESP32 dilengkapi dengan CPU serta kecepatan WiFi yang tinggi, GPIO yang cukup banyak, dilengkapi dengan Bluetooth 4.2 serta konsumsi daya yang rendah [18]. Pembuatan mekanik dirancang menggunakan kotak plastik sebagai wadah komponen elektrik serta sensor infrared. Kotak ini memiliki ukuran: panjang 12,5 cm, lebar 8,5 cm, dan tinggi 5 cm. Pada tampilan luar nya terdapat kamera dari modul ESP32 dengan diameter 6 cm. Pada bagian dalam terdapat komponen lainnya seperti modul ESP32, USB to TTL CH340, female power socket , dan komponen elektronik lainnya. Tempat penyimpanan sensor memiliki ukuran panjang 8 cm, lebar 5 cm, dan tinggi 2,5 cm yang terdapat sensor infrared di dalamnya. Desain mekanik alat ditampilkan pada Gambar. 2. (b) Gambar. 2. Desain mekanik alat kamera (a) dan sensor (b) Rancangan system kerja dari alat pemantau dan pendeteksi jumlah pengunjung ini adalah melalui modul ESP32 CAM yang terhubung dengan internet untuk mengirimkan informasi ke aplikasi telegram pada system android. Ketika pengunjung terdeteksi oleh sensor, system akan menerima informasi untuk dikirimkan ke modul ESP32 CAM yang selanjutnya melakukan proses pengambilan gambar. Gambar yang telah diambil oleh system selanjutnya akan dikirimkan melalui jaringan internet yang terhubung pada aplikasi Telegram. Rancangan system kerja ditunjukkan pada Gambar. 3. Gambar. 3. Rancangan system kerja Metode pengujian yang dilakukan bertujuan untuk menguji kemampuan alat saat pengunjung terdeteksi oleh sensor. Data yang diambil pada tahap pengujian ini adalah berupa data sensitivitas sensor yang diambil dari respon sensor berdasarkan waktu pengiriman data. Data waktu yang diolah adalah data waktu antara objek to count dan objek to send seperti ditunjukkan pada Tabel I. Data pengujian pada Tabel 1 merupakan data waktu yang dibutuhkan oleh sensor untuk mendeteksi objek yang terhitung (objek to count ) dan data waktu saat sensor mendeteksi objek hingga melakukan proses pengambilan gambar ketika objek terdeteksi melewati sensor tersebut (objek to send photo ). Pada pengujian ini diambil 11 data percobaan untuk mendapatkan nilai rata-rata aktivitas system dalam mengirimkan jumlah pengunjung dan mengirimkan gambar pengunjung pada aplikasi telegram. Tahap pengujian berikutnya adalah dengan menguji kemampuan sensor terhadap jarak objek yang dapat terbaca. Pengujian ini dilakukan dengan merubah jarak sensor dari titik acuan dimulai pada jarak terdekat 15 cm dari sensor hingga 90 cm terhadap sensor. Pengujian sensor terhadap jarak ditampilkan pada Tabel II. Pengujian ini dilakukan pada area yang memiliki jarak 90 cm dari letak sensor infrared dengan tinggi 1 meter. Pengujian dilakukan dengan 6 variasi jarak yang masing-masing dilakukan pengambilan data sebanyak 3 kali. Teknis pengujian pada tahap ini digambarkan pada Gambar. 4. Posisi pemasangan sensor adalah terletak pada pintu masuk, sedangkan kamera pengambil gambar terletak di area dalam ruangan untuk memastikan objek dapat terdeteksi. TABEL I P ENGUJIAN S ENSOR T ERHADAP W AKTU Pengujian ke- Object to count (second) Object to send photo (second) 1 8 6 2 8 6 3 10 7 4 10 7 5 8 6 6 8 6 7 9 6 8 8 5 9 10 7 10 8 6 11 9 6 Rata-rata 8,727272727 6,181818182 TABEL II P ENGUJIAN S ENSOR T ERHADAP J ARAK O BJECT Pengujian ke- Jarak (cm) Kinerja sensor Kinerja ESP-32 CAM Komunikasi Telegram 1 15 1 1 1 2 1 1 1 3 1 1 1 4 30 1 1 1 5 1 1 1 6 1 1 1 7 45 1 1 1 8 1 1 1 9 1 1 1 10 60 1 1 1 11 1 1 1 12 1 1 1 13 75 0 0 0 14 0 0 0 15 0 0 0 16 90 0 0 0 17 0 0 0 18 0 0 0 Gambar. 4. Layout penempatan alat pada pintu masuk Pengujian pertama pengunjung melewati sensor infrared dengan jarak 15 cm dari letak sensor infrared, sensor infrared aktif kemudian mengirimkan informasi ke ESP-32 CAM untuk mengambil gambar dan dikirimkan ke aplikasi Telegram. Pengujian pada masing masing jarak dilakukan sebanyak 3 kali untuk melihat variasi yang dapat muncul pada proses uji tersebut. Pengujian berikutnya pengunjung melewati sensor infrared dengan jarak 30 cm – 90 cm dari letak sensor infrared secara bertahap. Pada tahap pengiriman informasi dari sensor ke aplikasi Telegram, digunakan bot telegram ESP32 PictureCaptureAndCounting . Gambar tampilan awal untuk menjalankan program ini ditunjukkan pada Gambar. 5. Gambar. 5. Tampilan Bot Telegram saat penggunaan awal Aplikasi Telegram yang memiliki chatbot dapat diatur untuk memulai proses dan pengecekan koneksi internet. Perintah /start pada aplikasi dapat digunakan untuk memastikan apakah alat sudah terhubung pada jaringan internet. Apabila aplikasi Telegram memberikan respon, maka alat siap untuk digunakan. Terdapat beberapa perintah yang dapat digunakan, seperti ditunjukkan pada Gambar. 6. Gambar. 6. Perintah yang dapat dijalankan pada aplikasi Masing masing perintah memiliki fungsi sebagai berikut: 1) /start untuk mengaktifkan bot tersebut, jika tahap ini tidak dilakukan, maka bot tidak akan aktif. 2) /foto yang berarti bisa mengambil gambar saja tanpa ada penghitungan jumlah orang 3) /flashon yang berarti menghidupkan flash dari ESP-32 CAM ketika dalam keadan gelap 4) /flashoff yang berarti mematikan flash tersebut jika pencahayaan sudah cukup terang untuk mendapatkan gambar yang bagus 5) /restart yang berarti ketika device atau alat tersebut dalam keadaan yang kurang bagus kita dapat melakukan restart. /restart dapat dilakukan apabila aplikasi tidak menerima informasi penambahan jumlah pengunjung ketika objek melewati sensor. 6) /reset yang berarti mereset jumlah pengunjung kapan pun. Proses ini akan menyebabkan hitungan jumlah pengunjung dimulai dari hitungan 1 seperti ditampilkan pada Gambar. 7. Gambar. 7. Proses /reset pada alat ## A. Proses pengiriman data melalui aplikasi Telegram Proses pengiriman data pada alat pemantau dan penghitung jumlah pengunjung ini menggunakan koneksi internet yang diperoleh dari jaringan Wi-Fi yang terhubung dengan ESP-32 CAM. Proses pengiriman dilakukan dengan sensor infrared yang memberi sinyal ke ESP-32 CAM kemudian ESP-32 CAM mengambil gambar dari pengunjung tersebut. Gambar dan jumlah pengunjung tersebut dikirim ke aplikasi Telegram. Sebelum alat digunakan untuk memantau dan menghitung jumlah pengunjung, terlebih dulu bot pada aplikasi telegram digunakan. Bot Telegram merupakan akun khusus yang tidak memerlukan nomor telepon tambahan untuk didaftarkan ke Server Telegram. Akun ini berfungsi sebagai antarmuka antara kode program dengan server Telegram [19]. Alat pemantau dan penghitung jumlah pengunjung ini dapat di atur dari smartphone yang mempunyai aplikasi Telegram. Hasil pengujian yang telah dilakukan, alat akan mengirim gambar dan jumlah pengunjung jika alat terhubung dengan Wi- Fi serta bot Telegram sudah aktif. Alat tidak dapat mengirim gambar serta jumlah pengunjung jika alat tersebut tidak terhubung dengan Wi-Fi atau bot Telegram tidak diaktifkan. ## III. HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan uji coba alat dilakukan untuk melihat kesesuaian dan kinerja dari alat yang dibuat. Pengujian ini dilakukan dengan cara menyalakan alat yang sudah terhubung ke sumber listrik. Lampu pada bagian belakang sensor infrared akan menyala berwarna merah. Alat pemantau dan penghitung jumlah pengunjung ditunjukkan pada Gambar. 8. Gambar. 8. Alat pemantau dan penghitung jumlah ## A. Pengunjung Berbasis Aplikasi Telegram Cara untuk mengetahui apakah alat sudah terhubung pada Wi-Fi adalah dengan menulis /start pada bot telegram yang akan dibalas secara otomatis. Jika alat sudah terhubung dengan Wi-Fi, maka setiap objek yang melewati sensor infrared akan dihitung dan ESP-32 CAM akan mengambil gambar orang yang melewati sensor infrared tersebut. Tampilan aplikasi Telegram saat terhubung internet dan tidak terhubung internet ditunjukkan pada Gambar. 9. ## (a) (b) Gambar. 9. Tampilan aplikasi Telegram ketika alat tidak terhubung ke internet (a), saat terhubung ke internet (b). Tampilan aplikasi Telegram ketika alat tidak terhubung ke internet pada Gambar. 9. (a) menunjukkan bot telegram tidak memberikan respon ketika perintah /start diberikan. Gambar. 9. (b) merupakan tampilan aplikasi saat alat terhubung ke internet. Ketika alat terhubung dengan internet, aplikasi akan secara otomatis mengirimkan informasi gambar dan jumlah pengunjung yang terdeteksi melewati sensor. Hasil pengambilan data uji pada variasi jarak antara 15 cm- 90 cm menunjukkan hasil kinerja sensor, ESP-32 CAM dan pengiriman data ke aplikasi Telegram. Hasil yang diperoleh diolah dalam bentuk grafik yang ditunjukkan pada Gambar. 10. Gambar. 10. Grafik respon system terhadap jarak Pada jarak 15-60 cm, kinerja sensor, ESP-32 CAM dan informasi data ke aplikasi dapat berjalan dengan baik, sedangkan pada jarak lebih dari 60-90 cm, data sensor tidak lagi terbaca sehingga ESP-32 CAM tidak melakukan pengiriman gambar ke aplikasi Telegram. Berdasarkan data tersebut, maka system yang terdiri dari sensor, kamera dan aplikasi dapat berfungsi optimal untuk membaca dan mengirimkan informasi jika objek terdeteksi pada jarak antara 15-60 cm. Ketika objek melewati sensor infrared pada jarak maksimal 60 cm, sensor infrared akan menghitung jumlah pengunjung yang melewati sensor infrared tersebut lalu memberi sinyal ke ESP-32 CAM untuk memproses pengambilan gambar yang dikirmkan ke aplikasi Telegram dengan menyertakan informasi jumlah pengunjung dan foto pengunjung yang melewati sensor tersebut. Tabel 3 menunjukkan data yang diambil berdasarkan delay waktu antara pengunjung satu terhadap pengunjung berikutnya. Waktu ini diambil dari data pengolahan waktu tunggu antara waktu sensor mendeteksi dan waktu aplikasi menerima informasi. Waktu tercepat sensor infrared mendeteksi pergantian pengunjung adalah 15 detik sedangkan waktu pengiriman terlama yaitu 16 detik dengan rata-rata waktu pengiriman gambar dan jumlah pengunjung adalah 15.4 detik. Mengacu pada data yang telah diambil berdasarkan Tabel 2, diperoleh data waktu dari metode uji yang dilakukan. Data waktu ini diambil dari data serial monitor program Arduino yang dibuat. Grafik pengujian sensor ditunjukkan pada Gambar 11. Adapun nilai rata-rata waktu yang diperlukan oleh system untuk menghitung jumlah pengunjung adalah 8.7 detik. Sedangkan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk mengirimkan gambar melalui aplikasi adalah 6.1 detik. Gambar. 11. Grafik pengujian sensor pada objek Pada proses pengiriman informasi berupa gambar dan jumlah pengunjung, terdapat selisih waktu dengan rata-rata 2.5 detik. Delay waktu ini dapat dipengaruhi oleh kualitas gambar dan jumlah pengunjung yang terkirim ke aplikasi Telegram. Alur kerja dari alat ini adalah dengan menghitung jumah pengunjung berdasarkan jumlah pengambilan gambar yang dilakukan oleh alat. Program yang diperintahkan pada alat ini adalah dengan menghitung jumlah pengunjung berdasarkan urutan banyaknya foto yang telah diambil oleh kamera. Kondisi ideal yang sesuai dengan alat ini adalah kondisi pengunjung yang masuk secara bergantian, satu per satu untuk terdeteksi oleh sensor. Ketika terdapat dua pengunjung atau lebih yang terdeteksi secara bersamaan oleh sensor, maka pengambilan gambar diambil secara bersamaan yang menyebabkan jumlah perhitungan menjadi tidak sesuai, karena dua atau lebih kondisi tersebut akan dihiung sebagai 1 pengunjung. Alat ini menjadi ideal apabila peletakan alat disesuaikan dengan tempat yang memiliki akses pintu masuk untuk satu pengunjung dan berlangsung secara bergantian. ## IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengujian dan analisa alat yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa jarak ideal yang bisa dideteksi oleh alat pemantau dan penghitung jumlah pengunjung adalah antara jarak 15-60 cm dari sensor. Pada jarak tersebut, sensor dapat bekerja dengan baik dan mampu mengirimkan informasi hasil pemantauan pengunjung berupa gambar yang dikirmkan melalui aplikasi telegram. Waktu tunggu rata-rata yang dibutuhkan alat untuk mengirimkan gambar ke aplikasi adalah 2.5 detik. Waktu tercepat yang dibutuhkan oleh system untuk membaca data antara satu pengunjung dengan pengunjung berikutnya adalah 15.4 detik. Berdasarkan waktu tunggu tersebut, alat ini menjadi kurang sesuai untuk tempat wisata terbuka yang tidak memilki pintu masuk khusus sebagai akses utama. Rekomendasi penerapan penggunaan alat ini adalah untuk tempat yang pengunjungnya datang secara bergantian seperti di Perpustakaan yang menerapkan system tab kartu dipintu masuk, sehingga pengunjung yang datang dapat terpantau dan terhitung secara tepat. ## R EFERENSI [1] H. Pratikno, I. Puspasari, W. I. Kusumawati, and Y. P. Admaja, “Implementasi Aplikasi Pemantau Kapasitas Pengunjung Restoran Sebagai Upaya Mendukung Program Peraturan Daerah Setempat Selama Masa Pandemi,” Jurnal Abdikarya : Jurnal Karya Pengabdian Dosen dan Mahasiswa , vol. 4, no. 02, 2021, doi: 10.30996/abdikarya.v4i02.6243. [2] W. Indah Kusumawati, H. Pratikno, and Y. Pradeska Admaja, “Sistem Penghitung Jumlah Pengunjung Restoran Menggunakan Kamera Berbasis Single Shot Detector (SSD),” Journal of Technology and Informatics (JoTI) , vol. 3, no. 1, 2021, doi: 10.37802/joti.v3i1.197. [3] P. Arri Ape Pane Basabilik Prodi Fisika, J. Fisika, and U. Tanjungpura, “Rancang Bangun Sistem Pemantau Kedatangan Tamu Berbasis Internet Of Things (Iot),” PRISMA FISIKA , vol. 9, no. 2, pp. 110–116, 2021, [Online]. Available: https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpfu/article/view/49316 [4] A. A. Sari, I. F. Rahmad, and F. Tambunan, “Perancangan Dan Implementasi System Pendeteksi Pengunjung Pada Toko Berbasis Arduino,” Jurnal Mahasiswa Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer , vol. 1, no. 1, 2020. [5] N. Palinggi, N. A. Aziz, D. Kambuno, and ..., “Alat Monitoring Pengunjung Mall dengan Standar Covid-19 Berbasis Arduino,” … Teknik Elektro dan … , no. September, 2021. [6] D. Intan Surya Saputra, “Rancang Bangun Alat Penghitung Jumlah Pengunjung di Toko Adhelina Berbasis Mikrokontroler Atmega 16,” Jurnal Sisfokom (Sistem Informasi dan Komputer) , vol. 4, no. 1, 2015, doi: 10.32736/sisfokom.v4i1.131. [7] E. S. Budi, “Perancangan Alat Penghitung Jumlah Pengunjung Konser Berbasis Mikrokontroler At89s51,” Jurnal Media Informatika Budidarma , vol. 2, no. 3, 2018, doi: 10.30865/mib.v2i3.658. [8] M. Fahmawaty and M. Royhan, “Perancangan Alat Penghitung Jumlah Pengunjung Di Perpustakaan Unis Tangerang Menggunakan Sensor Pir Berbasis IoT,” JIMTEK : Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik , vol. 1, no. 3, 2020. [9] A. K. Paring, Bambang Supradono, “Rancang Bangun Alat Penghitung Pengunjung Perpustakaan Dengan Microcontroler AT89S51 Dengan Penampil LCD,” Media Elektrika, Vol. 4 No. 1, Juni 2011 , vol. 4, no. 1, 2018. TABLE III D ATA D ELAY P ERGANTIAN P ENGUNJUNG Pengujian ke- Delay pergantian pengunjung (detik) 1 15 2 15 3 16 4 16 5 15 Rata-rata 15.4 [10] Almuttaqin and M. Nasir, “Rancang Bangun Alat Penghitung Jumlah Pengunjung Di Perpustakaan Politeknik Negeri Bengkalis Berbasis Mikrokontroler,” in Seminar Nasional Industri dan Teknologi (SNIT) , 2021. [11] M. Idhom, A. Fauzi, R. Alit, and H. E. Wahanani, “Implementation System Telegram Bot for Monitoring Linux Server,” 2018. doi: 10.2991/icst-18.2018.219. [12] Y. P. Atmojo, “Bot Alert Snort dengan Telegram Bot API pada Intrusion Detection System : Studi Kasus IDS pada Server Web,” Proceeding Seminar Nasional Sistem Informasi dan Teknologi Informasi , vol. 12, no. 1, pp. 176–180, 2018, [Online]. Available: https://api.telegram.org/bot$apiToken/sendMessage [13] A. D. Mulyanto, “Pemanfaatan Bot Telegram Untuk Media Informasi Penelitian,” MATICS , vol. 12, no. 1, p. 49, Apr. 2020, doi: 10.18860/mat.v12i1.8847. [14] S. Jupri, D. Hendryadi, N. Syam, S. Komputer, and S. Bina Adinata, “Pengembangan Alat Penghitung Jumlah Pengunjung Wisata Permandian Eremerasa Berbasis Arduino,” JTRISTE , vol. 8, no. 2, pp. 23–31, 2021. [15] G. D. Fadhillah, A. P. Kharisma, and T. Afirianto, “Pengembangan RestoCrowd: Aplikasi Android Penghitung Jumlah Pengunjung Restoran Berbasis Crowdsourcing dengan Ekstrapolasi,” … Teknologi Informasi dan Ilmu … , vol. 4, no. 4. 2020. [16] O. Berezhnoj et al. , “Methods and Tools of Video Monitoring for Remote Laboratory,” in 2022 IEEE European Technology and Engineering Management Summit, E-TEMS 2022 - Conference Proceedings , 2022. doi: 10.1109/E-TEMS53558.2022.9944406. [17] M. Babiuch, P. Foltynek, and P. Smutny, “Using the ESP32 microcontroller for data processing,” in Proceedings of the 2019 20th International Carpathian Control Conference, ICCC 2019 , 2019. doi: 10.1109/CarpathianCC.2019.8765944. [18] A. Setiawan and A. I. Purnamasari, “Pengembangan Smart Home Dengan Microcontrollers ESP32 Dan MC-38 Meningkatkan Deteksi Dini Keamanan Perumahan,” Jurnal RESTI (Rekayasa Sistem dan Teknologi Informasi) , vol. 3, no. 3, pp. 451–457, 2019. [19] D. K. Hakim and S. A. Nugroho, “Implementasi Telegram Bot untuk Monitoring Mikrotik Router,” Sainteks, vol. 16, no. 2, 2020, doi: 10.30595/st.v16i2.7132.
f9fbed9d-103f-4e6f-ba70-4024961b6445
https://ojs.umrah.ac.id/index.php/kiprah/article/download/1454/855
ISSN (online): 2580-6947 ISSN (print): 2354-7278 http://ojs.umrah.ac.id/index.php/kiprah/ ## Kemampuan Mahasiswa PGSD dalam Merancang dan Melaksanakan Pembelajaran Berbasis High Order of Thinking Skills Eko Kuntarto 1* , Alirmansyah 2 , Agung Rimba Kurniawan 3 1,2,3 Universitas Jambi, Muara Bulian, Jambi 36613, Indonesia Pengiriman: 5 September 2019; Diterima: 9 Oktober 2019; Publikasi: 25 November 2019 ## Abstrak Hasil survei badan dunia di bidang menulis, matematika, dan sains sebagai ukuran kemajuan literasi, hasilnya menunjukkan kemampuan berpikir tingkat tinggi atau High Order of Thinking Skills (HOTS) siswa di Indonesia rendah dan diperingkat 69 dari 76 negara. Hasil tersebut menjadi refleksi bagi pembaruan sistem pembelajaran di LPTK, termasuk mahasiswa program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Penelitian ini adalah penelitian deskriptif karena mendeskripsikan kemampuan mahasiswa PGSD dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran berbasis HOTS di SD. Responden berjumlah 154 orang. Instrumen yang digunakan yaitu lembar observasi, Lembar angket dan Tes. Teknik analisis data kuantitatif-kualitatif atau disebut strategi metode campuran konkuren (concurrent mix method). Hasil penelitian menunjukkan kemampuan dalam pengetahuan dasar pembelajaran HOTS masih rendah hanya 52,24% yang lulus. Sisanya, 47,76% tidak memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Aspek merencanakan pembelajaran HOTS masih rendah, hanya 59,58% mahasiswa memenuhi KKM. Aspek kemampuan melaksanakan pembelajaran berbasis HOTS, 49,03% mahasiswa tidak memenuhi KKM. Aspek merancang dan melaksanakan penilaian berbasis HOTS, 51,30% tidak mencapai KKM. Simpulan penelitian, mayoritas mahasiswa belum menunjukkan kemampuan yang baik dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran HOTS di SD. Kata Kunci : PGSD, HOTS, pembelajaran, SD ## Abstract The results of a survey of the world body in the fields of writing, mathematics, and science as a measure of literacy progress, the results show the ability to think of high level or High Order of Thinking Skills (HOTS) students in Indonesia is low and ranked 69 out of 76 countries. The results are a reflection of the renewal of the learning system in LPTK, including students in the Primary School Teacher Education (PGSD) study program. This research is a descriptive study because it describes the ability of PGSD students in planning and implementing HOTS-based learning in elementary schools. Respondents totaled 154 people. The instruments used were observation sheets, questionnaire sheets and tests. Quantitative-qualitative data analysis technique or called concurrent mix method. The results showed the ability in basic knowledge of HOTS learning was still low, only 52.24% had passed. The remaining 47.76% did not meet the Minimum Mastery Criteria (KKM). The aspects of planning HOTS learning are still low, only 59.58% of students meet the KKM. Aspects of the ability to carry out HOTS-based learning, 49.03% of s tudents do not meet the KKM. In the aspect of designing and implementing HOTS-based assessment, 51.30% did not reach the KKM. Conclusions of the study, the majority of students have not demonstrated good skills in planning and implementing HOTS learning in elementary schools. Keywords : PGSD, HOTS, learning, elementary school *Penulis Korespondensi Email Address : abieeko28@gmail.com ISSN (online): 2580-6947 ISSN (print): 2354-7278 ## I. Pendahuluan Hasil survei badan dunia, yakni Programme for International Student Assessement (PISA) tahun 2015, yang meneliti kemampuan masyarakat di 72 negara di dunia pada 3 bidang, yakni menulis, matematika, dan sains sebagai ukuran kemajuan literasi menunjukkan adanya peningkatan kemampuan siswa Indonesia. Dibandingkan dengan hasil PISA tahun 2012, kemampuan membaca siswa Indonesia telah meningkat dari 337 menjadi 350, kemampuan matematika meningkat dari 318 menjadi 335, dan kemampuan sains meningkat pesat dari 327 poin pada tahun 2012, menjadi 359 di tahun 2015. Dari data PISA tersebut terlihat kemampuan siswa Indonesia tersebut masih berada di bawah rata-rata dibandingkan 72 negara lainnya. Pada implementasi kurikulum 2013 di sekolah dasar, guru diharapkan dapat mengembangkan perencanaan dan pelaksaanaan pembelajaran yang menunjang keterampilan bertanya yang berorientasi pada kemampuan berpikir tingkat tinggi. Pada buku guru telah dipaparkan bahwa aktivitas minggu ke empat merupakan kegiatan proyek dan literasi yang bertujuan untuk meningatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan membaca siswa dan rasa cinta membaca (Kemendikbud, 2017) Hingga akhir tahun ajaran 2018, Kurikulum 2013 telah berjalan selama 4 tahun sejak tahun 2013. Kurikulum 2013 telah diterapkan sejak jenjang sekolah dasar sampai SMA/SMK di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) sebagai penghasil lulusan calon guru di Indonesia sudah seharusnya mulai berbenar diri, mengikuti kebijakan pengembangan K-13 di sekolah, agar kemampuan mahasiswa calon guru dalam mengajar sejalan dengan perbaikan sistem pembelajaran yang tengah diupayakan oleh pemerintah. Dalam kaitannya dengan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), yang menghasilkan calon Guru SD, rendahnya hasil penelitian PISA patut menjadi perhatian tersendiri. Survei PISA yang merupakan sistem ujian yang diinisisi oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) digunakan untuk mengevaluasi sistem pendidikan pada siswa berusia 15 tahun atau siswa kelas IX atau X di Indonesia. Hal itu berarti, sasaran PISA adalah siswa SMP, yang “notabene” lulusan SD. Wijayanti, Pudjawan, dan Margunayasa (2015) memberikan penguatan bahwa jika kemampuan berpikir kritis ini telah dilatihkan di SD maka manfaatnya akan dirasakan oleh peserta didik ketika berada di jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan pendapat Lapono (Lapono, dkk., 2010) bahwa keberhasilan individu dalam penguasaan dasar- dasar keterampilan berpikir pada tahap perkembangan remaja ( middle childhood ) berpengaruh pada tahap perkembangan saat mereka dewasa ( adolescene ). Hal tersebut berarti keberhasilan akademik individu pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi sangat ditentukan oleh keberhasilannya dalam kegiatan akademik atau belajar pada jenjang pendidikan dasar (SD). Berkaitan dengan hal tersebut, hal penting yang perlu diperhatikan adalah proses dan muatan pembelajaran di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Mahasiswa FKIP perlu diperkenalkan sistem pembelajaran yang mendukung peningkatan kemampuan membaca, menulis, sains dan berhitung. Dalam kaitan itu, posisi program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) sangat strategis. Kedudukan program studi PGSD menjadi titik sentral perbaikan proses pembelajaran di SD agar pelaksanaannya sesuai dengan pembelajaran berbasis HOTS. Seperti yang diamanatkan dalam UU No 14/2005, program studi PGSD mempunyai tugas mengasuh mahasiswa agar menjadi pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik (Pasal1). Ditegaskan pula bahwa mahasiswa PGSD sebagai agen pembelajaran berkewajiban untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional (Pasal 4). Mengacu pada isi UU No. 14/2005 tersebut, dikatakan dengan sangat jelas bahwa mahasisswa PGSD merupakan komponen yang sangat penting dalam pendidikan, khususnya di SD. Mahasiswa PGSD, menurut merupakan variabel determinan bagi keberhasilan proses pembelajaran di sekolah (Suwandi, 2003a, 2003d, 2004). Oleh karena itu, perbaikan mutu pembelajaran di SD, sebagai “soko-guru” pendidikan di Indonesia perlu melibatkan mahasiswa PGSD, sebagai calon guru yang diharapkan akan memberi kontribusi besar dalam peningkatan kualitas pendidikan di masa mendatang. Faktor penentu keberhasilan pelaksanaan kegiatan pembelajaran di SD salah satunya adalah Mahasiswa PGSD karena mereka adalah calon guru SD yang perlu menyiapkan kemampuan memadai ketika menjadi guru nantinya. Maka dari itu, mahasiswa PGSD harus memahami kurikulum secara komprehensif mulai dari konsep teori sampai dengan implementasinya di dalam kelas. Namun dalam pelaksanaan di lapangan tidak jarang ditemukan masalah-masalah, dan kegagalan dalam pembelajaran yang disebabkan oleh kekurangpahaman mahasiswa terhadap konsep- konsep pembelajaran. Dalam kaitan itu, Kemendikbud juga telah menyusun asesmen untuk mengukur kemampuan membaca, menulis, dan berhitung siswa SD, SMP, dan SMA. Asesmen tersebut dinamai AKSI (Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia) yang mengukur kompetensi membaca, menulis, dan berhitung para siswa. AKSI menjadi instrumen penting pendidikan di Indonesia yang sejalan dengan beberapa asesmen tingkat dunia, seperti yang dibuat oleh PISA dan TIMSS. Senada dengan program AKSI, Kemendikbud juga telah menyelenggarakan sejumlah pelatihan bagi guru untuk menyusun soal berbasis HOTS. Guru-guru dari berbagai tingkat sekolah, dari SD sampai dengan SMA, telah diundang untuk mengikuti pelatihan tersebut, yang diselenggarakan di pusat (Jakarta) maupun di daerah. Langkah-langkah yang telah dilakukan tersebut memiliki posisi yang sangat strategis. Begitu pula pelatihan menyusun soal HOTS, hanya bertujuan agar para guru mampu membuat tes hasil belajar yang tidak hanya mengungkap kompetensi tingkat rendah (C1-C4 dalam klasifikasi S.Bloom), namun juga kompetensi tingkat tinggi (C5-C6). Keduanya belum mencakup perbaikan sistem pembelajaran. Oleh karena itu kepada para mahasiswa calon guru perlu dibelajarkan cara-cara menyusun rencana, mengembangkan, dan melaksanakan pembelajaran yang berbasis pada kompetensi berpikir siswa tingkat tinggi atau HOTS. Pembelajaran tersebut hendaknya dirancang dan dilaksanakan dengan basis kompetensi AKSI dan HOTS. Selanjutnya, kemampuan mahasiswa tersebut perlu diukur agar dapat diketahui peta persebarannya. Hasil dari pengukuran tersebut dapat dijadikan rujukan, baik oleh perguruan tinggi, pemerintah, maupun lembaga riset dalam menetapkan kebijakan peningkatan mutu pembelajaran dan pengukuran kompetensi sumber daya manusia. Di SD kelas rendah (kelas 1,2, dan 3), dilaksanakan pembelajaran tematik terpadu, yang di dalamnya mencakup tiga kemampuan dasar, yaitu membaca, menulis, dan berhitung. Oleh karena itu pembelajaran tematik terpadu dikenal sebagai pembelajaran Calistung atau pembelajaran aritmatika-bahasa. Kemampuan membaca dan menulis termasuk kemampuan bahasa; sedangkan kemampuan berhitung termasuk kemampuan aritmatika, yang di dalamnya terdapat kemampuan sains. Dengan demikian, di SD kemampuan membaca, menulis, sains, dan matematika diringkas menjadi kemampuan calistung. Demikianlah latar belakang praktis dan konseptual penelitian ini. Hasil studi lembaga riset internasional menunjukkan bahwa kemampuan dasar calistung para siswa di Indonesia masih rendah. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi hal tersebut, namun dalam praktiknya ISSN (online): 2580-6947 ISSN (print): 2354-7278 upaya tersebut belumlah komprehensif. Persoalan utamanya adalah bagaimana pembelajaran di sekolah, khususnya SD, dilaksanakan dengan baik dan mendukung peningkatan kompetensi membaca, menulis, sains, dan berhitung. Untuk itu, pembelajaran di SD hendaknya dirancang dan dilaksanakan agar muncul sikap suka membaca dan menulis, serta peningkatan kemampuan sains dan berfikir tingkat tinggi di kalangan para siswa. Sekaitan dengan hal tersebut, kemampuan para mahasiswa PGSD sebagai calon guru dalam menyusun rancangan dan melaksanakan pembelajaran berbasis AKSI dan HOTS perlu ditingkatkan. Mereka perlu memperoleh pengalaman belajar yang cukup dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran berbasis AKSI dan HOTS. Selanjutnya, pada akhir pembelajaran, kemampuan para mahasiswa tersebut perlu diukur agar dapat diketahui kualitasnya. Pengukuran kemampuan mahasiswa itu dipandang ideal bagi sasaran penelitian. ## II. Metode Penelitian Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain mix methods , yang menggabungkan desain kuantitatif dan kualitatif tetapi pada tataran yang sederhana. Desain penelitian semacam ini dikenal sebagai Concurrent Mix Methode. ## Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah mahasiswa PGSD. Adapun populasinya adalah mahasiswa semester 6 yang berjumlah 270 orang. Selanjutnya sampel diambil secara bertujuan (purposive sampling), sebanyak 154 orang. Mereka adalah bagian dari populasi yang dipilih berdasarkan kriteria telah mengikuti dan lulus seluruh matakuliah pokok pembelajaran. ## Instrumen Penelitian Instrumen penelitian ini adalah Instrumen lembar observasi digunakan untuk menjaring data karakteristik mahasiswa dan pelaksanaan kegiatan praktik kelompok (penyusunan RPP dan simulasi pembelajaran). Instrumen angket digunakan untuk menjaring data pemahaman awal mahasiswa terhadap konsep pembelajaran. Adapun instrumen tes digunakan untuk menilai hasil belajar dan menilai pelaksanaan simulasi. Dalam kaitan dengan RPP, penilaian juga dilakukan dengan menganalisis fragmen RPP berdasarkan kisi-kisi yang telah disusun sebelumnya. Kisi-kisi disusun berdasarkan teori RPP berbasis HOTS. ## Teknik Pengumpulan Data Penelitian Dalam penelitian ini, data dikumpulkan menggunakan empat metode, yaitu observasi, angket, analisis fragmen/komponen, dan tes. Angket digunakan untuk menjaring data pemahaman pada tingkat teoretis. Analisis fragmen digunakan untuk menjaring data pemahaman subjek dalam menyusun RPP. Observasi digunakan untuk menjaring data pemahaman subjek terhadap praktik mengajar. Tes digunakan untuk menjaring data keterampilan melaksanakan pembelajaran, yang terdiri atas keterampilan mengajar dan keterampilan menilai. Untuk menilai pemahaman subjek pada aspek penyusunan RPP dilakukan analisis komponen RPP. Analisis komponen dilakukan terhadap 4 komponen, yakni pengintegrasian PPK, Literasi, Kemampuan 4C, dan kemampuan berfikir HOTS dalam seluruh kegiatan pembelajaran yang dirancang dalam RPP. Aspek-aspek standar RPP yang ada dalam kurikulum, yakni Identitas Mata Pelajaran/Tema, Perumusan Indikator, Perumusan Materi Ajar, Sumber Belajar, Media Pembelajaran tidak dianalisis. Indikator penilaian RPP digambarkan pada tabel berikut. Tabel 1. Indikator Penilaian RPP Fragmen RPP yang Dinilai SR (Skor= >70) TS (Skor 71–75) CT (Skor 76–80) ST (Skor => 81) ∑ ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % PPK Literasi Kemampuan 4C Berfikir HOTS % Rata-rata Data tentang keterampilan mengajar dikumpulkan melalui observasi dan tes. Pengamatan pelaksanaan pembelajaran kemudian dicatat dalam lembar observasi seperti terlihat pada tabel berikut. ## Tabel 2. Kisi-Kisi Observasi Kemampuan Melaksanakan Pembelajaran HOTS Aspek yang Diamati SR (Skor =>70) TS (Skor 71– 75) CT (Skor 76– 80) ST (Skor => 81) ∑ ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % Pendekatan yang dipilih Kemampuan mengelola Pembelajaran Aktif Pemilihan media pembelajaran Pelaksanaan penilaian % Rata-rata ## Teknik Analisis Data Penelitian Pada tahap pertama dilakukan analisis kuantitatif dengan menghitung skor dan persentase berdasarkan data yang diperoleh melalui angket dan tes. Selanjutnya dilakukan analisis data kualitatif melalui pemahaman atau interpretasi terhadap hasil observasi dan analisis komponen. Analisis interpretasi tersebut dilakukan untuk melengkapi deskripsi data kuantitatif dengan tujuan membuktikan, memperdalam, dan memperluas pemahaman terhadap data. Untuk itu digunakan uraian atau deskripsi sistematis menggunakan kata-kata. Penelitian ini mencoba untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kompleksitas yang terjadi dalam proses belajar-mengajar calistung berbasis HOTS. Fenomena tersebut bersifat alamiah, karena itu harus didekati secara alamiah pula. Pendekatan kualitatif dipandang sesuai karena pendekatan tersebut mengkaji fenomena pada ranah alamiah. Pada sisi lain, penelitian ini menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif kuantitatif, yang diperoleh melalui angket dan tes. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan data statistik sedernaha agar memperoleh deskripsi berupa skor dan persentase. Maka dari itu, penggunaan desain mix method relevan digunakan dalam penelitian ini. Akan tetapi, secara umum penelitian ini lebih mementingkan pendekatan kualitatif daripada kuantitatif dalam mengambil simpulan terhadap fenomena yang diamati. ## Penelitian Untuk memvalidasi data digunakan teknik triangulasi. Penelitian ini melakukan triangulasi dengan menggunakan beberapa metode. Teknik triangulasi pertama adalah triangulasi sumber data, yaitu menggali kebenaran informasi melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Selain melalui observasi, peneliti juga melakukan pengumpulan data menggunakan angket, analisis komponen, dan tes. Di samping itu, dalam penelitian ini juga dilakukan triangulasi teori. Dalam triangulasi ini rumusan informasi atau thesis statement dibandingkan dengan perspektif teori yang televan untuk menghindari bias individual peneliti atas simpulan yang dibuat. Triangulasi teori juga digunakan untuk meningkatkan kedalaman pemahaman peneliti terhadap hasil analisis data yang telah diperoleh. Melalui berbagai perspektif teoretis diharapkan diperoleh hasil yang mendekati kebenaran. III. Hasil dan Pembahasan Kemampuan Mahasiswa PGSD dalam Merancang dan Melaksanakan Pembelajaran Berbasis HOTS di Sekolah Dasar Berdasarkan temuan di lapangan, kemampuan mahasiswa PGSD Universitas Jambi dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran berbasis High Order Thinking Skills (HOTS) di SD terbagi menjadi 4 kategori, yaitu sangat tinggi (ST), cukup tinggi (CT), tinggi sedang (TS), dan sangat rendah (SR). Temuan tersebut diperoleh melalui hasil tes dan unjuk kerja (UKIN) 154 mahasiswa semester 6, sebagai responden. Hasil tes dan unjuk kerja berdasarkan kategori di atas dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Hasil Kemampuan Berpikir Kritis Siswa No. Kategori Jumlah Responden Persentase Keberhasilan (%) Tes UKIN Tes UKIN Rata-rata 1. SR (Skor => 70) 72 81 46,75 52,59 49,67 2. TS (Skor 71 – 75) 47 33 30,51 21,42 25,96 3. CT (Skor 76 – 80) 21 23 13,63 14,93 14,28 ISSN (online): 2580-6947 ISSN (print): 2354-7278 4. ST (Skor => 81) 14 17 9,09 11,03 10,06 Jumlah 154 154 99,98 99,97 Pada Tabel 3 tersebut terlihat, bahwa mahasiswa PGSD yang memiliki kemampuan ST hanya 10,06%, CT =14,28%, TS=25,96, dan SR=49,67%. Dengan pedoman angka KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) = 70%, maka hanya sekitar 50,33% mahasiswa yang dapat dinyatakan Tuntas, dan sisanya yakni sebesar 49,67% Tidak Tuntas. Hasil ini cukup memprihatinkan karena mahasiswa semester 6 telah memperoleh lebih dari 80% mata kuliah yang berkaitan dengan metodologi pembelajaran. Disamping itu, mereka akan mengikuti Pengalaman Lapangan Persekolahan (PLP) pada semester 7. Artinya, mereka sudah harus memiliki kesiapan dan kemampuan mengajar di dalam kelas. Jika dilihat dari aspek-aspek yang dinilai dalam mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran, maka hasil yang diperoleh pada penelitian ini berdasarkan data yang terkumpul juga cukup memprihatinkan. Mahasiswa tampak lemah pada hampir semua aspek yang dinilai. Data selengkapnya dapat dilihat pada table 4 berikut. Tabel 4. Skor yang Diperoleh Responden Per Aspek Penilaian N o Aspek yang Dinilai Instru men Jumlah Responden Menurut Skor Per Aspek Juml ah S T CT TS SR 1 Pengetahuan Dasar Tes 24 31 40 59 154 2 Kemampuan Menyusun RPP UKIN 30 32 41 51 154 3 Kemampuan Mengembangka n Media Pembelajaran UKIN 45 61 36 12 154 4 Kemampuan Melaksanakan Pembelajaran UKIN 12 31 59 52 154 5 Kemampuan Merancang Instrumen Penilaian UKIN 9 17 68 60 154 6 Kemampuan Melaksanakan Penilaian UKIN 17 36 23 78 154 Data Tabel 4 di atas menunjukkan, kemampuan mahasiswa rendah hampir pada semua aspek yang dinilai dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran berbasis HOTS. Jumlah mahasiswa yang berada pada skor SR (tidak mencapai KKM) adalah 52%. Artinya, hanya 48% mahasiswa yang telah mencapai KKM. Hanya pada aspek mengembangkan media saja yang mencapai skor paling tinggi, yakni 45 orang mahasiswa (29,22%). Sementara, pada aspek lain hampir semua mahasiswa responden bernilai rendah dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran berbasis HOTS. ## Kemampuan Mahasiswa dalam Pengetahuan Dasar Pembelajaran HOTS Tabel 5. Hasil Tes Pengetahuan Dasar Mahasiswa Terhadap Pembelajaran HOTS N o Aspek Pengetahuan yang Dinilai Sub-Aspek Pengetahuan Skor Rata- Rata Jumlah Butir Soal 1. Menganalisis a. Menganalis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya. 76,6 9 20 b. Mengidetifikasi/ merumuskan pertanyaan. a. Mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah permasalahan. 2 Mengevaluasi a. Memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, dan metodologi dengan menggunakan kreteria) yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektifitas atau manfaatnya. 73,7 4 20 b. Membuat hipotesis, mengkritik, dan melakukan pengujian. c. Menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan 3. Mengkreasi atau Mencipta a. Membuat generalisasi suatu ide atau cara pandang terhadap suatu masalah; 47,7 6 20 b. Merancang satu cara untuk menyelesaikan masalah; c. Mengorganisasikan unsur-unsur atau bagian-bagian menjadi struktur baru yang belum ada sebelumnya. Dari data pada Tabel 5 di atas diketahui bahwa pada aspek pengetahuan tentang Menganalisis, mahasiswa/ responden mampu memperoleh skor pengetahuan yang cukup tinggi, yakni rata-rata 76,69. Pada aspek Mengevaluasi, peroleh nilai mahasiswa lebih rendah, yakni rata-rata 73,74. Sementara pada aspek pengetahuan tentang Mengkreasi atau Mencipta, nilai yang diperoleh mahasiswa/responden sangat rendah, yakni 47,76. Dalam kategorisasi pengetahuan menurut Bloom, Menganalisis berada pada level 4, Mengevaluasi berada pada level 5, dan Mengkreasi atau Mencipta berada pada level 6. Berdasarkan data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan mahasiswa pada level 6 (level tertinggi) masih rendah. Hal inilah yang dapat diduga menyebabkan kemampuan mahasiswa dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran berbasis HOTS masih rendah. Hal itu dipicu oleh rendahnya pengetahuan mereka tentang konsepsi pembelajaran HOTS itu sendiri. Hasil analisis data sebagaimana tercantum pada tabel 5 di atas mengarahkan peneliti untuk menganalisisnya lebih dalam berdasarkan indikator aspek kemampuan berpikir mahasiswa. Hasilnya dapat disajikan pada tabel berikut. Tabel 6. Kemampuan Mahasiswa Pada Aspek Berpikir Kritis, Kreatif, dan Pemecahan Masalah No Aspek Kognitif Sub-Aspek yang Dinilai Skor Rata- rata Per Sub- Aspek Skor Rata- rata Per Aspek 1. Berpikir Kritis 1) mengajukan pertanyaan 81,10 75.69 2) merevisi konsep yang salah 78,75 3) merencanakan strategi 77,79 4) mengevaluasi keputusan 79,01 5) mengkritik suatu pernyataan 67,74 6) mengevaluasi keputusan. 69,78 2. Berpikir Kreatif 7) memformulasikan persamaan 78,77 72.35 8) membangun keterkaitan antarkonsep 72,72 9) mengusulkan ide baru 67,72 10) menyusun hubungan konsep- konsep dalam bentuk skema 60,01 11) menggambarkan ide 67,02 12) berani bereksperimen 65,62 13) mengorganisasi 74,75 konsep 14) menghasilkan sesuatu yang baru 67,77 15) mendesain percobaan 60,05 16) memodifikasi konsep dengan hal-hal yang baru 60,02 17) menggabungkan konsep yang koheren 60,67 18) mengubah persamaan. 60,74 3. Berpikir Pemecahan Masalah 19) mengidentifikasi masalah 70,02 59.20 20) menyatakan hubungan sebab- akibat 70,00 21) menerapkan konsep yang sesuai dengan masalah 70,00 22) memiliki rasa ingin tahu, 78,93 23) membuat chart atau gambar untuk menyelesaikan sebuah masalah, 67,74 24) menjelaskan beberapa kemungkinan sebagai solusi 54,55 25) berpikiran terbuka 50,02 26) membuat keputusan, 60,01 27) bekerja secara teliti, 70,75 28) berani berspekulasi 70,62 29) merefleksi keefektifan proses pemecahan masalah. 59,04 Berdasarkan data Tabel 6 di atas diketahui bahwa pada aspek Berpikir Kritis responden memperoleh nilai rata-rata 75,69. Pada aspek Berpikir Kreatif responden memperoleh nilai rata-rata 72.35. Pada aspek Berpikir Pemecahan Masalah, responden memperoleh nilai rata-rata 59.20. Dengan demikian, pada ketiga aspek tersebut kemampuan mahasiswa secara berturut- turut adalah 75,69 (TS), 72.35 (TS), dan 59.20 (SR). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dasar mahasiswa tentang konsep pembejaran HOTS sangat rendah pada aspek Berpikir Pemecahan Masalah . Hasil tersebut dapat digambarkan dalam bentuk diagram sebagai berikut. Bagan 1. Persentase Kemampuan Mahasiswa tentang Pengetahuan Dasar Pembelajaran HOTS Kemampuan Mahasiswa dalam Penyusunan RPP Pembelajaran HOTS Berdasarkan analisis data diketahui bahwa kemampuan mahasiswa responden dalam menyusun RPP Pembelajaran HOTS masih jauh dari harapan. Data menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan mahasiswa untuk tiap aspek yang dinilai, yakni pengintegrasian PPK, Literasi, Kemampuan 4C, dan kemampuan berfikir HOTS adalah sebagai berikut. Tabel 7. Kemampuan Mahasiswa dalam Menyusun RPP Pembelajaran HOTS Fragme n RPP yang Dinilai SR (Skor=>70) TS (Skor 71–75) CT (Skor 76– 80) ST (Skor => 81) ∑ ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % PPK 73 47.40 61 39.61 12 7.7 9 8 5.1 9 154 Literasi 60 38.96 57 37.01 25 16. 23 12 7.7 9 154 Kemam puan 4C 62 40.26 62 40.26 18 11. 69 12 7.7 9 154 Berfikir HOTS 54 35.06 67 43.51 22 14. 29 11 7.1 4 154 % Rata-rata 40.42 40.10 12.50 6.98 100% Berdasarkan data Tabel 7 di atas diketahui bahwa kemampuan mahasiswa dalam menyusun RPP untuk pembelajaran HOTS adalah sebagai berikut. Dari keseluruhan fragmen yang dinilai, kemampuan mahasiswa secara berturut-turut adalah 6.98% (TS), 12.50% (CT), 40.10% (TS), dan 40.42% (SR). Jika menggunakan ukuran KKM 70, maka 40,42% mahasiswa dinyatakan Tidak Memenuhi KKM, dan yang memenuhi KKM hanya 59,68%. Hampir separoh mahasiswa tidak lulus. Angka terendah diperoleh mahasiswa pada aspek pengintegrasian PPK. Dari 154 mahasiswa, 73 orang (47,40%) memperoleh nilai sangat rendah. Pada fragmen literasi 60 orang mahasiswa (38,96%) memperoleh nilai sangat rendah. Pada fragmen kemampuan 4C, 62 orang mahasiswa (40,26%) memperoleh nilai sangat rendah. Pada fragmen berfikir tingkat tinggi, 54 orang mahasiswa (40,26%) memperoleh nilai sangat rendah. Kemampuan Mahasiswa dalam Melaksanakan dan Menilai Pembelajaran HOTS Adapun aspek yang diamati dalam pelaksanaan pembelajaran HOTS adalah sebagai berikut. Table 8. Kemampuan Mahasiswa dalam Melaksanakan Pembelajaran HOTS Aspek yang Diamati SR (Skor=>70) TS (Skor 71– 75) CT (Skor 76– 80) ST (Skor => 81) ∑ ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % Pendekata n yang dipilih 76 49.35 32 20.78 22 14.29 24 15.5 8 154 Kemampu an mengelola Pembelaja ran Aktif 71 46.10 43 27.92 34 22.08 6 3.90 154 Pemilihan media pembelaja ran 76 49.35 34 22.08 27 17.53 17 11.0 4 154 Pelaksana an penilaian 79 51.30 18 11.69 23 14.94 34 22.0 8 154 % Rata-rata 49.03 20.62 17.21 13.15 100% Berdasarkan data Tabel 8 di atas, kemampuan mahasiswa dalam melaksanakan pembelajaran berbasis HOTS juga masih belum memuaskan. Lebih dari 49% mahasiswa belum menguasai pelaksanaan pembelajaran HOTS. Aspek yang paling rendah pencapaiannya adalah pelaksanaan penilaian, yakni 79 mahasiswa (51,30%) belum menggunakan penilaian berbasis HOTS. Namun, yang cukup menggembirakan, dari 154 mahasiswa, 34 diantaranya (22,08%) memperoleh nilai Sangat Tinggi (ST). ## Pembahasan Kaitan antara Hasil Penelitian dan Tinjauan Pustaka Riset PISA dan TIMS, tentang kemampuan menulis, membaca, dan sains mendudukkan Indonesia pada posisi peringkat 10 terbawah dunia (Kemendikbud, 2018). Pemeringkatan itu mendudukkan Indonesia pada kategori “Rendah” (Kuntarto, 2016). Peringkat Indonesia yang rendah tersebut menunjukkan bahwa proses pembelajaran membaca, menulis, 36% 35% 29% Persentase Rata-rata Kemampuan Mahasiswa tentang Pengetahuan Dasar Pembelajaran HOTS Berfikir Kritis Berfikir Kreatif Berfikir Pemecah an Masalah sains, dan matematika, yang di sekolah-sekolah di Indonesia belum sesuai dengan harapan semua pihak. Pernyataan ini erat kaitannya dengan hasil penelitian ini. Berdasarkan analisis data, kemampuan mahasiswa dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran berbasis HOTS masih rendah. Hanya sekitar 49% yang telah menguasai. Sisanya, lebih dari 50% belum menguasai. Hasil penelitian ini perlu dicermati oleh semua pihak jika ingin pembelajaran di Indonesia berhasil seperti di manca negara. Kualitas pendidikan di Indonesia tidak boleh hanya dibebankan kepada guru di sekolah-sekolah (TK/PAUD, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA) semata tetapi juga kepada dosen LPTK dan perguruan tinggi. Kurikulum pendidikan tinggi, utamanya di LPTK hendaknya sejalan dengan Kurikulum di tingkat sekolah. Sinergitas antara lembaga pendidikan tinggi dan sekolah juga perlu teruis ditingkatkan. Penyusunan kurikulum di PT, misalnya, hendaknya melibatkan stake holder di sekolah ## IV. Kesimpulan Simpulan berdasarkan hasil penelitian yaitu mayoritas mahasiswa belum menunjukkan kemampuan yang baik dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran HOTS di SD. Berdasarkan simpulan tersebut, saran bagi LPTK, agar mengembangkan perkuliahan yang berorientasi HOTS, agar mahasiswa dapat menerapkan dalam pembelajaran di sekolah. Penelitian ini mencakup pada aspek-aspek dan ranah yang terbatas. Oleh karena itu, simpulan atas penelitian ini juga masih terbatas implikasinya. Mengingat pentingnya topik penelitian ini, perlu dilakukan penelitian lanjutan dalam lingkup dan cakupan yang lebih luas, baik variabel maupun ranah jangkauan subjeknya. Kelemahan yang paling mendasar dari penelitian ini adalah terbatasnya waktu penelitian dan responden yang berkontribusi. Berdasarkan hasil penelitian ini perlu disampaikan rekomendasi sebagai berikut: a. Para mahasiswa calon guru SD perlu dikenalkan dengan pembelajaran berbasis HOTS; b. Rendahnya kualitas siswa di Indonesia merupakan akibat langsung dari rendahnya kualitas guru. Oleh karena itu kebijakan tentang mutu guru dan calon guru SD perlu menjadi perhatian serius pemerintah, dengan mengevaluasi guru-guru yang telah memperoleh tunjangan fungsional (tunjangan sertifikasi guru) dan menyiapkan calon guru yang mampu menjawab tantangan perubahan zaman di era abad 21. ## Ucapan Terimakasih Artikel ini merupakan publikasi hasil penelitian dengan skema Penelitian Dosen Pemula Tahun 2019 menggunakan dana yang bersumber dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada FKIP Universitas Jambi atas dukungan pendanaannya demi kesuksesan penelitian ini. Selanjutnya ucapan terimakasih kepada pengelola jurnal KIPRAH karena telah membantu publikasi artikel ini. ## Referensi Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives: Complete Edition. New York: Longman. Anderson, L W. (2010). Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen , Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Andriyani & Kuntarto, E., (2017). “Etnomatematika: Model Baru dalam Pembelajaran”. Jurnal Gantang Vol II No. 2 : p. 133-144. Barrat, C., (2014). Higher Order Thinking And Assessment . International Seminar on current issues in Primary Education: Prodi PGSD Universitas Muhammadiyah Makasar. ISSN (online): 2580-6947 ISSN (print): 2354-7278 Bogdan, R. and Taylor , S.J. (1975). Introduction to Qualitative Research Method . New York : John Willey and Sons. Bogdan, R. C & Biklen, S. K. (2003). Qualitative Research for Education: An Introduction to Theories and Methods (4th ed.). New York: Pearson Education Group. Costa, A. L. (1985). Developing Minds : A Resource Book for Teaching Thinking. ASCD. West Street Alexandria,Virginia. Creswell, J. W. (2003). Research Design Qualitative, Quantitative and Mixed Methods Approaches Second Edition. Sage Publications. New Delhi. Eggen, P, Kauchak. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran . Jakarta: PT. Indeks. Eprillia, UH & Prasetyarini, A., (2012). “Implementasi Metode Pembelajaran Calistung Permulaan Bagi Anak Play Group Aisyiah Di Kecamatan Kartasura, Sukoharjo”. Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 12, No. 2, Agustus 2011: 126-136 (Jurnal Online). Hamalik, O., (2008). Kurikulum dan Pembelajaran . Jakarta: Bumi Aksara http://ojs.umrah.ac.id/index.php/gantang/i ndex. Kemendikbud. (2012). Dokumen Kurikulum 2013 . Jakarta: Kemendikbud. Kemendikbud. (2013). Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud. Kemendikbud. (2013). Pedoman Teknis Pembelajaran Calistung di Sekolah Dasar. Krulik , S & Rudnick . ( 1999) . “Innovative Tasks to Improve Critical-and Creative-Thinking Skill”. Developing Mathematica; Reasoning in Grades K-12, pp. 138-145. Kuntarto, E., (2017). “Pembelajaran Calistung”. Repository Unja . https://repository.unja.ac.id/cgi/users/hom e?screen=EPrint%3A%3AView&eprintid =634 Kuntarto, E., (2018). “Analisis Tingkat Pemahaman Guru Terhadap Konsep Pembelajaran Aritmatika-Bahasa di Sekolah Dasar”. Jurnal Gantang III (2) (2018): 97-108. p-ISSN: 2503-0671. Maryeni, Rochmiyati, Sasmiati. (2014). Analisis tingkat pemahaman guru sekolah dasar tentang pembelajaran terpadu pada kurikulum 2013, 1–11. Retrieved from http://download.portalgaruda.org/article.p hp?article=288730&val=7239&title=pema haman guru sekolah dasar tentang pembelajaran terpadu pada kurikulum 2013. Miles, M.B, and Huberman, A.M. (1994). Qualitative Data Analysis, 2nd Ed., p. 10- 12. Newbury Park, CA: Sage. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 81 A Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum 2013. Sukmadinata, N.S,. (2006). Metode Penelitian Pendidikan . Bandung: Penerbit Rosda. Wardhani, S. W., Hasyim, A., & Rosidin, U. (2015). Evaluasi pembelajaran membaca, menulis, dan berhitung. Jurnal Teknologi Informasi Komunikasi Pendidikan , 2 (5). Retrieved from http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/JTP /article/view/6227.
5d303da4-a46b-45c9-99f3-670cb8c6e531
https://journal.poltekim.ac.id/jikk/article/download/22/20
## KEIMIGRASIAN DI HONG KONG DALAM DINAMIKA POLITIK, KEBIJAKAN & KELEMBAGAAN ## (HONG KONG SAR IMMIGRATION IN THE DYNAMICS OF POLITICS, POLICY AND INSTITUTION) ## Andry Indrady Lektor pada Politeknik Imigrasi BPSDM Hukum dan HAM RI andry.indrady@gmail.com ## ABSTRACT The Bureaucratic System of the Immigration Department of Hong Kong SAR is one of the legacies from British Colonial Government seen from legal and also immigration bureaucratic perspectives reflect the executive power domination over immigration policymaking. This is understandable since Hong Kong SAR adopts “Administrative State Model” which means Immigration Officer as a bureaucrat holds significant roles at both stages of policymaking and also its implementation. This research looks at transition period of the Immigration Department and its policies since the period of handover of Hong Kong SAR from the British Government to the Government of China especially throughout the concern from the public including academics about the future of immigration policies made by the Department that arguably from colonial to current being used as political and control tools to safeguard the interest of the Ruler. This situation ultimately will question the existence of Hong Kong SAR as one of the International Hub in the Era of Millennium. Keywords: Immigration, Politics, Hong Kong ## ABSTRAK Sistem birokrasi pada Departemen Imigrasi Hong Kong SAR adalah salah satu dari ruang lingkup peninggalan pemerintah kolonial Inggris yang secara umum, baik hukum maupun birokrasi keimigrasiannya masih mencerminkan adanya dominasi eksekutif terhadap kebijakan keimigrasian. Hal ini dikarenakan Hong Kong SAR menganut sistem “Administrative State Model” dimana birokrat (pejabat imigrasi) memegang memegang peranan yang sangat signifikan dalam pembuatan maupun implementasi kebijakan keimigrasian. Kajian ini mencermati pada masa transisi sejak penyerahan kedaulatan Hong Kong SAR dari Pemerintah Inggris kepada Pemerintah Tiongkok. Yang menjadi perhatian dari banyak kalangan termasuk akademisi adalah ketika arah kebijakan Departemen Imigrasi dari sejak masa kolonial Inggris sampai dengan nantinya akan tetap menjadi “alat politik” dan “alat kontrol” yang tidak dapat terbantahkan untuk kepentingan penguasa yang pada akhirnya juga akan mempertanyakan kredibiltas Hong Kong SAR sebagai “hub” bisnis dan lalu-lintas penerbangan internasional di abad millenium saat ini. ## Kata Kunci: Keimigrasian, Politik, Hong Kong ## Sistem Pemerintahan di Hong Kong Sebelum membahas lebih jauh tentang birokrasi keimigrasian di Hong Kong, kiranya perlu dilakukan pembahasan sekilas tentang karakter karakter sistem pemerintahan dan hukum di Hong Kong yang menjadi payung besar eksistensi birokrasi keimigrasian di Hong Kong. Hong Kong, sebuah wilayah kota otonom (“city state” administration) sebagai salah satu “hub” keuangan dan perdagangan dunia mewarisi sistem pemerintahan dan hukum dari Kerajaan Inggris yang merupakan bagian dari koloni Kerajaan tersebut yang telah memegang kedaulatan secara efektif de jure mulai dari tahun 1842 1 sampai dengan 1997 setelah Tiongkok mengalami kekalahan dalam perang opium melawan Kerajaan Inggris antara tahun 1839-1842 dan tahun 1856-1860. Selama kurun waktu kolonialisasi, Inggris sebagai penguasa atas wilayah Hong Kong telah menerapkan struktur pemerintahan yang sesuai dengan kepentingannya pada saat itu, yaitu dengan prinsip sentralisasi dan birokrasi yang “minimal”, akuntabel serta apolitis (netral). Lebih lanjut, Inggris menerapkan organisasi birokrasi yang sangat berpijak kepada garis komando hirarki baik dari sisi pembuatan kebijakan (policy making) maupun implementasi kebijakannya (policy implementation). Melalui penerapan asas pemerintahan tersebut, diharapkan terjadi situasi politik yang stabil yang pro kepada kepentingan pemerintahan kolonial Inggris 2 . 1 Pulau Kong Kong sebenarnya disewakan secara penuh dari Kaisar Tiongkok (dinasti Qing) kepada Kerajaan Inggris pada tahun 1841 melalui Perjanjian “Chuenpi” yang ditandatangani pada tanggal 20 January 1841. Namun dikarenakan masih terdapat perselisihan antara keduanya, maka perjanjian tersebut telah disempurnakan melalui perjanjian “Nanking” pada tahun 1842 yang akhirnya secara histroris dijadikan awal mula berkuasanya Kerajaan Inggris di Hong Kong; 2 Wai-man, Lam, Lui, Luen-tim & Wong, Wilson (Eds), Contemporary Hong Kong Government and Politics 2nd Edition (2012) , Hong Kong: Hong Kong University Press Misi utama dari pemerintahan kolonial adalah mempertahankan kekuasaan melalui penegakkan aturan hukum positif (rule of law) serta semaksimal mungkin meningkatkan surplus ekonomi melalui konsep kapitalisme. Pemerintahan “minimal” diharapkan menciptakan pajak yang rendah dengan mendorong ekonomi pasar (market economy) untuk berperan aktif dalam menjaga keseimbangan antara supply dan demand dalam ruang kegiatan perekonomian , sehingga sistem pemerintahan di Hong Kong menganut pola kebijakan “big market, small government” (pemerintahan yang kecil, namun pasar yang besar). Sistem hukum di Hong Kong, sejak diambil alih oleh Inggris juga mengikuti sistem hukum “common law”. Aturan-aturan yang dibuat pada saat itu juga mengikuti standar-standar yang diterapkan di Inggris, seperti asas prosedural (pro forma), asas “due process of law” serta jaminan pemberian hak-hak dasar kepada penduduk Hong Kong (human rigts values) yang diimplementasikan dalam seluruh sendi-sendi penyelengggaran pemerintahan. Sehingga, dengan demikian, apapun hasil keputusan pejabat publik (civil service) dapat dilakukan pengujian (appeal on the merits) melalui lembaga independen yang dibentuk pemerintah maupun oleh pengadilan (judicial review). Sistem hukum “common law” juga mengenal adanya fungsi keputusan hakim “jurisprudence” sebagai sumber hukum yang dapat digunakan di dalam kasus-kasus lain, sehingga hakim yang mengadili dapat menggunakan “jurisprudence” sebagai acuan pembuatan keputusan (decree) dalam suatu persidangan di Hong Kong. Sejak penyerahan kedaulatan dari Inggris kepada Tiongkok pada tahun 1997, sistem pemerintahan di Hong Kong tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Konsentrasi kewenangan terpusat (sentralistis) yang dimiliki eksekutif yang sangat dominan di dalam pembuatan dan implementasi kebijakan di Hong Kong. Hal yang menarik untuk disimak adalah sebelum dilakukannya serah terima kedaulatan dari Tiongkok kepada Inggris, kedua belah pihak telah bernegosiasi terhadap masa depan Hong Kong. Inggris tetap menginginkan agar nilai- nilai yang telah dibangun tetap dipertahankan, yang juga meliputi sistem pemerintahannya, namun Beijing juga tetap menolak. Setelah proses perdebatan panjang yang dimulai dari tahun 1984, akhirnya pada tahun 1990, Beijing memberikan proposal yang dianggap kompromistis kepada Inggris yang akhirnya disetujui yang tertuang di dalam “the Hong Kong Basic Law” dengan pemberian status Hong Kong sebagai Daerah Administratif Khusus (Special Administrative Region/SAR) yang mirip dengan konsep Otonomi Khusus (Otsus) yang diberikan Tiongkok kepada Hong Kong untuk mengatur hal ihwal di wilayahnya KECUALI masalah pertahanan dan hubungan luar negeri yang tetap merupakan domain Beijing 3 . Dalam hal ini, pada saat penyerahan kedaulatan kekuasaan di tahun 1997, isu paling mendasar yang menjadi refleksi dari eksistensi sebuah entitas yang bernama Hong Kong “SAR” adalah adalah proposal Beijing untuk memberlakukan pola “One Country Two Systems”, yaitu sebuah sistem yang nantinya akan dijalankan ketika penyerahan kedaulatan antara Tiongkok dan Inggris dilakukan dimana Tiongkok akan memberikan kurun waktu 50 tahun sejak tahun 1997 kepada Hong Kong untuk mempersiapkan proses integrasi secara penuh ke Tiongkok 4 . Dalam hal ini, “One Country Two Systems” merupakan jembatan (bridging) antara keadaan “status quo” Hong Kong saat ini dengan keadaan yang diinginkan oleh Beijing nantinya. Dalam kurun waktu tersebut, pemerintah Hong Kong diberikan kesempatan oleh Beijing untuk tetap memberlakukan tatanan sistem hukum maupun pemerintahan yang sesuai dengan spirit yang ditanamkan oleh pemerintah Inggris pada zaman kolonialisme. 3 Gittings, Danny, the Introduction to the Hong Kong Basic Law (2010), Hong Kong University Press ; 4 Ibid; Dengan ketentuan yang diatur melalui “the Basic Law”, Hong Kong memiliki sistem pemerintahan (arms of government) yang terdiri dari elemen Eksekutif (Executive Council/ExCo), Legislatif (Legislative Council/LegCo) dan Yudikatif (Courts). Secara umum, ketiga lembaga tersebut berdiri secara independen dan dapat saling melakukan fungsi kontrol atau “check and balance”. Meskipun pada kenyataannya, pihak Eksekutif memegang kekuasaan yang lebih dominan dibanding elemen lainnya yang menyebabkan sistem pemerintahan di Hong Kong disebut sebagai “the Executive-Led System” 5 (Pemerintahan yang didominasi oleh “Eksekutif”), dimana “ExCo” yang dipimpin oleh seorang “Chief Executive (CE)” yang dibantu oleh para “Secretary” yang juga merupakan anggota Parlemen Hong Kong (LegCo) dan para birokrat dibawahnya memegang kewenangan penuh terhadap pembuatan maupun implementasi kebijakan termasuk penunjukkan pejabat-pejabat senior strategis di pemerintahan tanpa harus ada persetujuan dari “LegCo”, kecuali pengesahan produk hukum, penetapan nilai pajak dan penggunaan anggaran publik 6 . Hal lainnya yang terjadi sejak tahun 1997 adalah bentuk struktur-rangka (skeleton) pemerintahan minimal namun sangat berpengaruh dan independen dari intervensi politik, mengakibatkan Hong Kong dijuluki sebagai sebagai “pure administrative state model” 7 . 5 Pengamat bahkan menyebutkan bahwa kekuasaan seorang “Chief Executive” sebagai Kepala Pemerintahan di Hong Kong SAR melebihi kewenangan domestik (domestic power) yang dimiliki oleh seorang Presiden Amerika Serikat maupun Kepala Pemerintahan di beberapa negara lainnya. 6 Scott, Ian, the Public Sector in Hong Kong, Government (2010), Hong Kong: Hong Kong University Press & Pang-kwong, Li, Chapter 2 The Executive in Wai-man, Lam, Lui, Luen-tim & Wong, Wilson (Eds), Contemporary Hong Kong Government and Politics 2nd Edition (2012) , Hong Kong: Hong Kong University Press; 7 Loc.cit; Dengan konstelasi yang sedemikian kuatnya, mengakibatkan posisi birokrat/profesional (civil service) menjadi sangat dominan dalam pembuatan maupun implementasi kebijakan. Hal ini juga akhirnya mengakibatkan beberapa keputusan pejabat administrasi publik di Hong Kong dengan beberapa variannya terlihat dan terasa “otoriter” dikarenakan penggunaan pendekatan “Top Down Approach” serta prosesnya yang tertutup (eksklusif) 8 . Berkaitan dengan salah satu unsur kewenangan yang dipertahankan selama masa transisi tersebut adalah kewenangan dalam hal-ihawal keimigrasian. ## Politik Birokrasi Keimigrasian di Hong Kong Sejak diambil alih oleh Inggris pada tahun 1842, Hong Kong merupakan tempat “melting pot”, yaitu pertemuan antara berbagai suku bangsa, terutama pendatang dari Tiongkok daratan (Mainland China) dan juga bangsa-bangsa pendatang dari Eropa dan Asia lainnya. Sejak dikuasai oleh Inggris, sistem keimigrasian yang dibangun adalah berlandaskan “open door policy” yaitu dengan memberikan keleluasaan kepada beberapa kategori jalur masuk (migration mainstream) seperti: investor, pekerja yang memiliki skil, penyatuan keluarga dan tentunya jalur-jalur lainnya yang digunakan Inggris untuk mempertahankan kekuasaan di Hong Kong 9 . Namun, seiring dengan berkembangnya Hong Kong menjadi “hub”, pusat keuangan dan perdagangan dunia yang pada dasawarsa 1970’an maka dengan sendirinya ketentuan keimigrasian mulai bergeser menjadi “selective 8 Wong, Wilson, Chapter 5 The Civil Service in Wai-man, Lam, Lui, Luen-tim & Wong, Wilson (Eds), Contemporary Hong Kong Government and Politics 2nd Edition (2012) , Hong Kong: Hong Kong University Press. 9 Chan, Johannes & Bart, Rwezaura (Eds), Immigration Law in Hong Kong, An Interdisciplinary Study (2004), Thomson Sweet & Maxwell Asia immigration policy” terutama untuk membendung arus pendatang dari Tiongkok daratan yang jumlahnya makin lama makin besar yang disebabkan oleh “pull factors”, faktor penarik Hong Kong yang tersedia lapangan pekerjaan dan tingkat pendapatan yang sangat tinggi (economic boom) dan disisi lain “push factors” faktor pendorong di Tiongkok daratan dimana lapangan pekerjaan belum memadai dan peranan negara yang sangat dominan (sosialis) dibanding udara liberalisme yang dapat dihirup bebas di Hong Kong mendorong orang-orang dari Tiongkok daratan pergi ke Hong Kong. Khusus dari kacamata birokrasi keimigrasian di Hong Kong, terdapat beberapa catatan khusus yang dapat dibahas sebagai berikut. Secara organisatoris, Departemen Imigrasi (the Department of Immigration) bertanggung jawab terhadap masalah keimigrasian, kewarganegaraan dan juga registrasi catatan kependudukan di Hong Kong. Dalam hal ini, Departemen Imigrasi Hong Kong dipimpin oleh seorang Kepala yang disebut sebagai “Director of Immigration” (setara dengan jabatan Direktur Jenderal) yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Biro Keamanan (Security Bureau – setara dengan jabatan Menteri) yang juga membawahi Departemen Kepolisian, Departemen Bea dan Cukai, Departemen Kepenjaraan serta Departemen Pemadam Kebakaran. Sebagai institusi yang bertanggung- jawab langsung bertanggung-jawab kepada “Chief Executive of Hong Kong”, Biro Keamanan mengendalikan kebijakan secara sentalistis serta berbasis “task oriented” atau berorientasi ke sasaran misi (spesialis) serta memiliki kultur budaya organisasi yang sangat kental dengan jenjang hirarki garis komando seperti di lingkungan militer (mekanistik) dan oleh karena itu setiap instansi yang berada di bawah biro ini (termasuk Departemen Imigrasi) memiliki persamaan kultur organisasi dimaksud. Dengan budaya kerja yang berbasis “task oriented” maka setiap pejabat di lingkungan organisasi tersebut akan berkerja hanya berfokus kepada sasaran misi yang diberikan kepadanya, sehingga tidak akan melihat, atau beririsan dengan bidang di luar misinya tersebut atau yang lazim dikenal dengan birokrasi sektoral yang terkotak-kotak 10 . Lebih lanjut, karakteristik khusus birokrasi keimigrasian di Hong Kong adalah adanya dualisme sistem administrasi keimigrasian dan kependudukan. Sebagaimana diketahui, Hong Kong tidak mengenal konsep “kewarganegaraan” seperti halnya bentuk negara bangsa (nation state) pada umumnya. Hal ini sangatlah dimaklumi karena Hong Kong pada dasarnya juga bukan merupakan sebuah entitas “nation state” melainkan sebuah daerah otonomi khusus yang induknya berada di tangan Republik Rakyat Tiongkok. Namun yang unik, Hong Kong memiliki kewenangan untuk mengatur kontrol keimigrasian di perbatasan (perbatasan darat – dengan Tiongkok, perbatasan laut – dengan Macau dan perbatasan udara), penerbitan dokumen perjalanan yang diakui sebagai identitas resmi, serta kewenangan menerbitkan Kartu Identitas Hong Kong (Hong Kong ID) yang berfungsi sebagai identitas status keimigrasian seseorang di Hong Kong. Hal ini sejalan dengan konsep “One Country Two Systems” dimana pemerintah Hong Kong, yang dalam hal ini adalah Departemen Imigrasi Hong Kong diberikan kewenangan atas nama pemerintah Tiongkok untuk melaksanakan fungsi –fungsi keimigrasian dimaksud khusus hanya di wilayah Hong Kong SAR. Untuk memahami sistem kependudukan di Hong Kong, kiranya perlu diketahui beberapa komponen penting di dalamnya. Dikarenakan Hong Kong tidak memiliki konsep kewarganegaraan, maka berdasarkan “the Basic Law” pemerintah Hong Kong memiliki yang disebut sebagai status “the right of abode” atau dapat disetarakan sebagai penduduk yang tinggal menetap di Hong Kong dengan izin yang disebut “Hong Kong Permanent Residnet (HKPR)” atau dapat disetarakan dengan status Izin Tinggal Tetap (ITAP) di Indonesia. Konsep “right of abode” ini dikeluarkan pada tahun 1987 melalui “the Immigration Ordinance 1987” yang terdiri dari 3 (tiga) golongan yaitu: 10 Ibid. a. Warga negara Tiongkok yang lahir di Hong Kong baik sebelum maupun setelah didirikannya Hong Kong SAR pada saat penyerahan kedaulatan; b. Warga negara Tiongkok yang telah menetap di Hong Kong yang secara berturut-turut paling sedikit 7 (tujuh) tahun setelah atau sebelum penyerahan kedaulatan; c. Anak-anak yang lahir di luar Hong Kong dari subyek di poin (a) dan (b) tersebut di atas; d. Orang-orang di luar warga negara Tiongkok yang masuk ke Hong Kong dengan dokumen perjalanan yang sah dan telah menetap berturut-turut paling sedikit 7 (tujuh) tahun di Hong Kong dan telah mengajukan “HKPR” sebelum atau sesudah penyerahan kedaulatan; e. Anak-anak dibawah umur 21 (dua puluh satu) tahun yang lahir di Hong Kong dari subyek huruf (d) di atas sebelum atau sesudah penyerahan kedaulatan; f. Orang-orang di luar subyek huruf (a) dan (e) yang pada saat sebelum penyerahan kedaulatan sudah mendapatkan “right of abode” di Hong Kong; Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sistem keimigrasian di Hong Kong akan berkiblat dari ketentuan “right of abode” yang merupakan senyawa penting dari hukum keimigrasian Hong Kong yang diatur di dalam “the Immigration Ordinance” (yang setingkat dengan Undang- Undang di dalam hirarki perundang- undangan) 11 . Dianggap menarik ketika sebuah sistem yang tidak mengatur terkait dengan status kewarganegaraan sudah melakukan pembedaan siapa yang menjadi subyek “penduduk”-nya (resident) dan siapa yang menjadi orang asing (alien). Sekali lagi, ini adalah sebuah konsekuensi politik dari adanya penerapan “One Country Two Systems” di Hong Kong yang berbasis kepada penerapan sistem 11 Government of Hong Kong SAR, Immigration Ordinance version date 30 June 1997; kewarganegaraan tunggal (chinese) namun pada saat yang sama memiliki status lain kepada warganegaranya yang memiliki status sebagai penduduk tetap (the right of abode) Hong Kong dan berhak untuk mendapatkan paspor Hong Kong SAR 12 . Dengan demikian di Hong Kong telah terjadi dualisme ketentuan keimigrasian dan kependudukan yang menjadi kamus utama dalam penentuan status keimigrasian, kependudukan bahkan sekaligus status kewarganegaraan seseorang yang sangat penting dalam dinamika sistem dan birokrasi keimigrasian di Hong Kong yang berjalan secara ko-eksis dengan sistem keimigrasian, kependudukan serta kewarganegaraan di Tiongkok. Karakteristik berikutnya adalah kewenangan diskresi yang sangat besar dan tidak terbatas dari pejabat Departemen Imigrasi Hong Kong. 13 Perlu diketahui bahwa berdasarkan aturan positif yang berlaku di Hong Kong yang mengatur tentang keimigrasian (the Immigration Ordinance), setiap pejabat imigrasi Hong Kong memiliki kewenangan yang tidak terbatas dalam mengeluarkan sebuah diskresi dalam kasus- kasus keimigrasian. Dan yang lebih menarik, kewenangan tersebut tidak dapat diintervensi oleh hakim di pengadilan apabila terjadi 12 Prosedur untuk mendapatkan paspor Hong Kong SAR diatur di dalam ketentuan keimigrasian Hong Kong yang mengharuskan pemohon yang berkewarganegaraan Tiongkok (Chinese) tinggal secara berturut-turut selama 7 (tujuh) tahun di Hong Kong dan mencabut paspor Tiongkok-nya. Selama menunggu waktu 7 (tujuh) tahun tersebut pemohon diberikan dokumen yang disebut sebagai “Document of Identity (DI)” yang berfungsi sebagai dokumen perjalanan pemohon untuk maksud mendapatkan visa dari negara tujuan yang akan dikunjungi. Perlu diketahui “DI” merupakan dokumen resmi yang juga menetapkan status kewarganegaraan seseorang di Hong Kong (sebagai warga negara Tiongkok); 13 Kewenangan diskresi yang cukup signifikan merupakan salah satu ciri birokrasi keimigrasian di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat. Lihat misalnya Morris, Milton, Immigration: the Beleaguered Bureacracy (1985), New York: Brookings Institution. persengketaan dikemudian hari sepanjang tidak terdapat unsur-unsur yang bertentangan dengan kepentingan publik (public good/bad faith). Dengan adanya struktur kewenangan yang sangat besar, secara terbuka di beberapa kasus telah terjadi gugatan kepada Departemen Imigrasi Hong Kong terhadap penggugat yang tidak puas terhadap diskresi pejabat imigrasi dimaksud. Dan mayoritas dari beberapa kasus tersebut akhirnya dimenangkan oleh Departemen Imigrasi yang disebabkan bukan karena kompetensi institusi dalam menangani kasus persengkataan dimaksud, namun lebih kepada tidak adanya keharusan dari Departemen Imigrasi untuk melakukan respon (hak menjawab) terhadap pertanyaan yang diajukan penggugat di pengadilan, sehingga memberikan ruang yang sempit bagi penggugat untuk melakukan klarifikasi terhadap kasus yang dihadapinya 14 . Disamping memiliki karakteristik sebagai institusi yang “powerfull”, Departemen Imigrasi juga digambarkan sebagai birokrasi yang sangat tertutup (exclusive). Hal ini dikarenakan oleh tidak adanya petunjuk yang jelas serta terukur terhadap pelaksanaan diskresi dari pejabat imigrasi Hong Kong. Dan setiap adanya tindakan keimigrasian terhadap warga negara asing (misalnya dideportasi atau dituntut ke pengadilan) tidak pernah dilaporkan (notifikasi kekonsuleran) kepada Perwakilan negara asing setempat untuk keperluan akses kekonsuleran. Dampak dari hal tersebut adalah kesulitan bagi Perwakilan asing untuk melakukan upaya perlindungan terhadap warga negaranya yang tersangkut kasus keimigrasian. Perlu disampaikan bahwa sifat “eksklusifisme” dari Departemen Imigrasi menarik banyak perhatian dari kalangan luas namun dikarenakan adanya sistem “pure administrative state” dalam pemerintahan Hong Kong, maka hal-hal tersebut diatas kurang menjadi perhatian yang serius dari Departemen Imigrasi Hong Kong. 14 Kasus-kasus keimigrasian yang dihadapi oleh penggugat biasanya seputar penolakan izin masuk, penyatuan keluarga, deportasi dan “overstay”. Beberapa fakta tersebut merupakan refleksi dari diterapkannya sistem “administrative state model” serta “task oriented model” dimana kekuasaan eksekutif yang telah terbagi-bagi dalam beberapa kompartemen dan memiliki ego sektoral sangat siginifikan terlihat di dalam pelaksanaan fungsi keimigrasian di Hong Kong. Ditambah lagi, kekuasaan diskresi pejabat imigrasi yang sangat besar tersebut ditopang oleh ketentuan hukum positif yang menyebabkan beberapa benturan dengan konsep universal hak asasi manusia dan yang lebih penting lagi perlindungan kekonsuleran terhadap warga negara asing yang tersangkut dengan kasus-kasus keimigrasian di wilayah Hong Kong, termasuk warganegara Indonesia yang mayoritas berstatus sebagai pembantu rumah tangga (domestic helper). ## Pemetaan Tugas dan Fungsi Birokrasi Imigrasi Hong Kong a. Sumber Daya Manusia Sampai dengan bulan Januari 2016, Departemen Imigrasi Hong Kong didukung oleh jumlah pegawai sebanyak 7200 staf yang terdiri dari 5656 pegawai tetap dan 1544 pegawai dengan sistem kontrak. Departemen Imigrasi Hong Kong terdapat 2 jenis, yaitu “Officer Rank” (sepadan dengan level ASN = administrator) dan “Front Line” (sepadan dengan level ASN = pelaksana). Untuk pejabat “Officer Rank” (administrator/struktural) direkrut melalui “open bidding” dari sumber penerimaan pejabat internal dan dari luar dengan kriteria minimum ditetapkan oleh Departemen Imigrasi Hong Kong. Khusus untuk petugas “front line” direkrut melalui proses seleksi terbuka dengan kriteria minimum yang ditetapkan oleh Departemen Imigrasi Hong Kong. Sebelum dapat bekerja sebagai petugas imigrasi diberikan pembekalan beberapa bulan secara bertahap berupa “internship training” yang berisi mata pelajaran seperti: hukum keimigrasian Hong Kong, sistem pendaratan, “passenger profiling” dan pengenalan terhadap lingkungan pekerjaan di lingkungan pekerjaan nantinya. Lebih lanjut, sistem penempatan para petugas “front liner” ditetapkan dengan keahlian khusus sesuai dengan pelatihan dan minat masing- masing. Khusus untuk petugas pendaratan, pelatihan khusus dimaksud mencakup 3 area utama, yaitu: pemeriksaan di Airport (air border), pemeriksaan di darat (land border) dan pemeriksaan laut (sea border). Para petugas tersebut juga dapat mengajukan promosi ke level “Officer Rank” dengan mengikuti standar minimum yang ditetapkan oleh Departemen Imigrasi Hong Kong. ## b. Pelaksanaan Tugas & Fungsi Departemen Imigrasi Hong Kong SAR Jika dilihat dari struktur organisasi Departemen Imigrasi Hong Kong (terlampir), maka ada 6 (enam) bidang tugas utama yang menjadi tugas dan fungsinya, yaitu: 1. Pemeriksaan Keimigrasian di Perbatasan Darat, Laut dan Udara (Control Branch); Tugas utama divisi ini adalah melakukan pemeriksaan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) wilayah Hong Kong SAR. Dalam hal ini, Hong Kong memiliki 1 (satu) TPI Udara, yaitu Bandara Internasional Hong Kong, 1 (satu) TPI Laut, yaitu Macau Ferry Terminal dan 5 (lima) TPI darat yang terdiri dari 3 (tiga) TPI kendaraan bermotor dan 2 (dua) TPI jalur kereta api. Proses pendaratan di TPI Hong Kong dilakukan dengan 2 (dua) metode utama, yaitu dengan menggunakan konter imigrasi tradisional dan pintu pemeriksaan elektronik (“e-channel”). Khusus untuk “e-channel”, mekanisme pendaratan ini pertama kali diperkenalkan di perbatasan Lo Wu (perbatasan antara Hong Kong dan Shenzhen) pada tanggal 16 Desember 2004 dan diperkenalkan di airport Hong Kong pada tanggal 30 Desember 2005. Tujuan utamanya adalah untuk menyelesaikan pendaratan secara cepat, mudah serta efisien untuk para pendatang di Hong Kong. Dalam konteks efisiensi adalah meminimalisir penggunaan Sumber Daya Manusia dalam proses pendaratan sehingga bisa diberdayakan pada kegiatan operasional lainnya. Penggunaan “e-channel” ditujukan kepada penduduk Hong Kong dan “frequent traveller” pemegang paspor asing yang sering melakukan kunjungan ke Hong Kong minimal 3 (tiga) kali dalam sebulan. Departemen Imigrasi Hong Kong memberikan informasi bahwa popularitas penggunaan “e-channel” terus meningkat pertahun dengan prosentasi kenaikan sekitar 1.5% pertahun. Dalam hal ini, Departemen Imigrasi Hong Kong memiliki “business plan” yang terdiri dari 3 komponen utama, yaitu: pengawasan (control), fasilitatif dan pelayanan (service). Imigrasi Hong Kong memandang bahwa penggunaan “e-channel” merupakan salah satu jawaban untuk menjaga keseimbangan antara ketiga komponen dari “business plan” dimaksud. Lebih Lanjut, seluruh Tempat Pemeriksaan Imigrasi Hong Kong juga dilengkapi fasilitas jalur khusus terutama untuk golongan lansia dan pemegang paspor Diplomatik. Sedangkan untuk delegasi VIP disediakan tempat khusus di terminal kedatangan dengan pengurusan keimigrasian yang dilakukan secara khusus dengan tamu VIP tetap menunggu di ruang VIP pada saat proses keimigrasian dilakukan. Fasilitas VIP diberikan untuk pejabat dengan ranking minimum setingkat Menteri. 2. Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian (Enforcement & Removal Assessment Branch); Seperti halnya fungsi pengawasan dan penindakan pada Direktorat Jenderal Imigrasi Indonesia, Divisi Pengawasan dan Penindakan Departemen Imigrasi Hong Kong juga berperan dalam melakukan fungsi penegakan hukum keimigrasian di Hong Kong. Namun demikian, ada satu hal fungsi dari divisi ini yang tidak dimiliki oleh Imigrasi Indonesia, yaitu melakukan penilaian terhadap permohonan pencari suaka. Sebagai informasi, Hong Kong bukan merupakan negara anggota Konvensi PBB tentang Pengungsi, namun demikian keberadaan UNHCR di Hong Kong sejak sebelum periode penyerahan kedaulatan telah menjadi alasam utama bagi Hong Kong atas dasar kemanusiaan melakukan penilaian terhadap aplikasi pencari suaka. Di sisi lain, Hong Kong juga menjadi bagian dari pihak yang menandatangani Konvensi tentang Penyiksaan (Torture) yang memberikan konsekuensi adanya pembukaan aplikasi terhadap pemohon yang melakukan pengaduan adanya ancaman ataupun potensi ancaman penyiksaan terhadap dirinya. Saat ini (sd. Tahun 2015), terdapat 10.000 permohonan suaka kepada Pemerintah Hong Kong SAR yang mayoritas berasal dari negara India, Pakistan, Bangladesh, Nepal, dan Indonesia. Khusus untuk pemohon yang berasal dari Indonesia berjumlah 1000 orang yang mayoritas merupakan mantan Buruh Migran Indonesia (BMI). Hal ini juga menjadi keresahan bagi Perwakilan RI di Hong Kong dikarenakan posisi pemegang dokumen suaka tersebut rentan untuk dimanipulasi oleh beberapa pihak yang ingin memanfaatkan posisi mereka yang sangat rentan. Rentan dikarenakan menurut aturan Imigrasi Hong Kong mereka tidak boleh bekerja, hanya dibekali uang sebanyak HKD 1.500 (setara Rp. 2.500.000) per bulan untuk biaya hidup di Hong Kong (yang sangat mahal taraf kehidupannya), sehingga harus ada langkah “survival” untuk bekerja secara ilegal atau bahkan tidak juga yang banyak terlibat dengan jaringan Narkoba untuk mendapatkan uang secara instan. Oleh karena itu, persepektif Perwakilan RI di Hong Kong adalah bagi BMI yang sudah tidak lagi berniat untuk memperpanjang kontrak ataupun sudah tidak lagi mendapatkan majikan baru untuk segera kembali ke tanah air dan opsi untuk mengambil suaka adalah pilihan yang tidak direkomendasikan dengan memperhatikan beberapa pertimbangan diatas. Dalam perspektif Imigrasi Hong Kong, keberadaan komitmen terkait dengan pencari suaka ini juga cukup merepotkan karena faktanya banyak dari para pemohon tersebut melakukan penyalahgunaan izin tinggal selama berada di Hong Kong terutama untuk tidak bekerja. Meskipun telah dilakukan sidak (raids) ke kantong-kantong imigran ilegal di Hong Kong serta menindak dengan cara tindakan administratif keimigrasian (deportasi) maupun “pro justitia” terhadap para pencari suaka yang diketahui melanggar izin tinggalnya, namun demikian jumlah pemohon suaka di Hong menunjukkan jumlah yang semakin meningkat. Saat ini, Divisi ini sedang melakukan evaluasi kebijakan terhadap pemberian pencari suaka di Hong Kong, terutama memperketat proses pemeriksaan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi di Hong Kong untuk memastikan bahwa orang-orang yang masuk ke Hong Kong adalah para pendatang yang memiliki kejelasan maksud dan tujuan kedatangannya di Hong Kong. 3. Teknologi Informasi Keimigrasian (Information Systems Branch); Divisi Informasi Teknologi Keimigrasian bertanggung-jawab dalam hal pembangunan dan pemeliharaan sistem teknologi informasi keimigrasian yang dimiliki oleh Departemen Imigrasi Hong Kong. Sistem teknologi informasi keimigrasian Hong Kong terdiri dari sistem perbatasan (termasuk sistem cegah-tangkal), sistem paspor, sistem registrasi orang asing dan penduduk Hong Kong serta sistem pengawasan keimigrasian. Hal yang menarik dari Departemen Imigrasi Hong Kong adalah seluruh tim ahli teknologi informasi (pengembangan maupun pemeliharaan) tidak dilakukan oleh pihak luar (pihak ketiga) melainkan dilakukan secara mandiri. Departemen Imigrasi Hong Kong secara mandiri melakukan rekrutmen tenaga ahli dalam bidang teknologi informasi untuk mengembangkan sistemnya secara mandiri. Alasannya adalah data keimigrasian merupakan data yang sangat sensitif dan bersifat rahasia yang dilindungi oleh ketentuan “Privacy Act” Hong Kong. Sistem dan Pelayanan Paspor Hong Kong SAR Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa Divisi Teknologi Informasi Keimigrasian melakukan manajemen pelayanan paspor HKSAR. Sebagaimana diketahui di bagian sebelumnya bahwa sejarah paspor Hong Kong SAR dimulai sejak serah terima kedaulatan Hong Kong dari Inggris kepada Tiongkok pada tahun 1997. Sejak saat itu, pemerintah Hong Kong SAR (HKSAR) mengeluarkan paspor HKSAR. Dasar hukum pemberian paspor HKSAR diatur di dalam Konstitusi Hong Kong Pasal 154 (Basic Law) dan Undang-Undang Paspor, Passport Ordinance Nomor Cap 539. Dalam hal ini, paspor HKSAR diberikan kepada: i. warga negara Tiongkok yang melepaskan paspor Tiongkok ii. penduduk HKSAR yang sudah menetap di Hong Kong minimal 7 tahun dan melalui proses naturalisasi serta mendapatkan Hong Kong Identification Number (HKID). Paspor HKSAR mengalami beberapa tahapan pengembangan sebagai berikut: i. tahun 1997: permulaan paspor HKSAR ii. tahun 2003: pengembangan awal paspor HKSAR meliputi aspek “security feature” iii. tahun 2007 sd. Sekarang: pengembangan penerbitan paspor elektronik HKSAR Dalam hal ini, paspor HKSAR terdiri dari paspor 32 halaman dan paspor 48 halaman dengan masa berlaku 10 tahun. ## Metode Pelayanan Paspor Proses permohonan paspor HKSAR dapat dilakukan dengan metode: i. metode datang langsung (walk in) ii. metode online iii. metode smart passport machine (mesin permohonan paspor yang dipasang di 16 titik di Hong Kong) iv. metode pengiriman melalui kantor pos. Sedangkan waktu penyelesaian paspor di Hong Kong dilakukan selama 10 hari untuk metode walk in dan 12 hari untuk metode online. Paspor HKSAR menggunakan bahan “polycarbonate” untuk halaman data diri pemegang paspor (bearer) dengan alasan utama sebagai berikut: - memiliki kualitas pengamanan yang sangat tinggi dikarenakan cetakan pada bahan polycarnonate diukir langsung di dalamnya (engraved) sehingga sangat sulit untuk dilakukan pemalsuan data (forgery) - bahan polycarbonate dipandang tahan lama (endurable) untuk masa berlaku paspor HKSAR selama 10 tahun dalam kondisi yang tetap masih dapat dipergunakan secara baik. - Departemen Imigrasi Hong Kong juga menjelaskan bahwa Hong Kong ID juga menggunakan bahan polycarbonate dengan rasional yang sama seperti yang telah dijelaskan di atas. - Secara pelayanan, kantor imigrasi Hong Kong memiliki 6 sentra layanan paspor yang tersebar di seluruh Hong Kong untuk melayani penyerahan berkas permohonan paspor secara langsung (walk in) dan juga pelayanan pengambilan paspor yang telah selesai cetak. Meskipun memiliki sistem personalisasi paspor yang terpusat di kantor imigrasi Wanchai Hong Kong. Sehingga seluruh aplikasi paspor yang masuk di 6 titik pelayanan paspor secara sistem akan dikirimkan melalui media online ke kantor imigrasi Wanchai untuk seterusnya dilakukan proses personalisasi. Setelah tercetak, secara sistem paspor tersebut akan didistribusikan ke tempat dimana pemohon telah memilih tempat untuk pelayanan pengambilan paspornya. - Khusus untuk pengambilan paspor, kantor imigrasi di Hong Kong juga memiliki sistem e-cabinet, dimana pada saat ingin mengambil paspor yang telah selesai, pemohon melakukan scan barcode pada kertas tanda bukti permohonan di mesin kiosk yang tersedia dan secara otomatis, sistem akan mengeluarkan paspor dari sebuah lemari elektronik di ruang tempat penyimpanan paspor, sehingga petugas dengan mudah dapat mengambil paspor tersebut untuk selanjutnya diberikan kepada pemohon. 4. Sekretariat Fasilitatif Keimigrasian (Management & Support Branch); Seperti halnya tugas dan fungsi kesekretariatan pada Direktorat Jenderal Imigrasi yang berfokus kepada hal-hal yang bersifat fasilitatif, maka Divisi “Management & Support” pada Departemen Imigrasi Hong Kong SAR juga melakukan beberapa hal yang berkaitan dengan fasilitatif seperti Sumber Daya Manusia (SDM), Keuangan, Pengadaan dan Administrasi persuratan. Hal-hal yang perlu digarisbawahi di dalam konteks fasilitatif pada Departemen Imigrasi Hong Kong adalah seperti yang dijelaskan di dalam pembahasan awal tulisan ini bahwa dikarenakan Departemen Imigrasi Hong Kong memiliki pengaruh yang sangat kuat di dalam dinamika sistem pemerintahan yang bersifat “executive led” (eksekutif sebagai lembaga paling dominan) maka segala upaya yang berkaitan dengan fungsi fasilitatif memiliki daya tawar yang tinggi dalam tataran perencanaan maupun implementasi. Sebagai contoh, untuk pengadaan SDM, Departemen Imigrasi Hong Kong dapat mengajukan secara leluasa anggaran penambahan SDM di kala kebutuhan SDM sedang tinggi, terutama pada sektor pemeriksaan keimigrasian di TPI. Dan umumnya rencana pengadaan tersebut langsung disetujui oleh pemerintah Hong Kong SAR. 5. Registrasi Penduduk dan Orang Asing (Personal Documentation Branch); Diantara beberapa kelebihan yang dimiliki Departemen Imigrasi Hong Kong adalah adanya integrasi data kependudukan bagi penduduk Hong Kong dan orang asing atau fungsi catatan sipil yang dikelola langsung dan terpusat oleh Departemen Imigrasi Hong Kong. Hal ini sangat berguna di dalam identifikasi personal penduduk Hong Kong maupun orang asing yang berada di Hong Kong. Dengan dikelolanya fungsi catatan sipil, dari mulai kelahiran, perkawinan/perceraian sampai dengan kematian pada Departemen Imigrasi Hong Kong akan membantu proses integrasi data secara dengan data-data lain seperti KTP, SIM dan Paspor Hong Kong SAR. Dengan adanya registrasi penduduk dan orang asing yang tinggal di Hong Kong minimal selama 6 bulan akan diberikan sebuah kartu identitas Hong Kong (HKID) yang akan selamanya dicatatkan di dalam sistem kependudukan dan catatan sipil Hong Kong. ## 6. Visa dan Izin Tinggal (Visa & Policies Branch) Bagian visa dan izin tinggal merupakan bagian dari Departemen Imigrasi Hong Kong yang bertugas menyusun dan memberikan pelayanan visa dan izin tinggal kepada orang asing yang berada di Hong Kong. Hong Kong SAR menganut 2 (dua) pembagian subyek visa seperti halnya di Indonesia, yaitu visa izin tinggal tetap untuk penduduk dan visa bagi pendatang (visitor visa) untuk tujuan tinggal sementara waktu di Hong Kong, seperti kunjungan dalam rangka turis, bisnis, investasi, mahasiswa, dan lain- lain. Rezim visa di Hong Kong menganut sistem visa yang sekaligus berfungsi sebagai izin tinggalnya. Berbeda dengan rezim visa di Indonesia, khususnya untuk Visa Izin Tinggal Terbatas (VITAS) dimana yang bersangkutan harus melapor terlebih dahulu ke Kantor Imigrasi untuk mendapatkan Izin Tinggal Terbatas (ITAS), maka bagi Hong Kong setiap visa yang sudah ditempelkan di paspor, pada saat yang bersangkutan masuk ke Hong Kong pertama kali dengan menggunakan visa tersebut akan segera mengaktifkan visa dimaksud sebagai izin tinggalnya. Hong Kong SAR juga memiliki konsep bebas visa bagi orang asing secara resiprokal yang ditujukan kepada negara-negara tertentu hanya untuk tujuan wisata dan sosia budaya. Daftar bebas visa resiprokal untuk masuk ke Hong Kong terlampir. ## Kesimpulan: “Quo Vadis” Politik Birokrasi Keimigrasian Hong Kong SAR Sejak penyerahan kedaulatan wilayah Hong Kong SAR dari Kerajaan Inggris kepada Pemerintah Tiongkok pada tahun 1997, pemerintah Hong Kong SAR menurut konstitusi/normatif yang berlaku – the Basic Law – mengalami periode transisi (sd. Tahun 2047) dimana secara politik kendali kekuasaan sudah beralih ke Beijing sedangkan secara sistem roda pemerintah sehari-hari (day-to-day basis) masih ber-“status quo” atau sistem hukum dan pemerintahan menggunakan sistem yang ditinggalkan oleh pemerintah kolonial Inggris. Sistem birokrasi keimigrasian yang merupakan ranah yang masih diberikan kewenangan dari pemerintah Beijing kepada pemerintah Hong Kong SAR adalah salah satu dari ruang lingkup peninggalan pemerintah kolonial Inggris. Secara umum, baik hukum maupun birokrasi keimigrasian masih mencerminkan adanya dominasi eksekutif terhadap kebijakan keimigrasian yang menganut sistem “administrative state model” dimana birokrat (pejabat imigrasi) memegang kekuasaan yang sangat signifikan dalam pembuatan maupun implementasi kebijakan keimigrasian. Ditengah-tengah pro dan kontra terhadap kondisi “status quo” sebagaimana dimaksud diatas, namun demikian Hong Kong yang telah menjadi bagian integral dari wilayah kedaulatan Tiongkok terus melakukan ekspansi untuk investasi dan membangun jejaring bisnis di segala penjuru yang sejalan dengan konsep “One Belt One Road”, sebuah jargon resmi yang selalu disampaikan oleh Presiden Xi Xinping di beberapa kesempatan untuk menopang visi Tiongkok menyatukan jalur perdagangan sutera (silk road) di beberapa kawasan dunia. Disisi lain, timbul kekhawatiran dari para akademi Administrasi Publik di Hong Kong 15 dengan adanya peralihan kedaulatan Hong Kong ke Tiongkok justru bukan akan mengarah kepada adanya reformasi pemerintahan ke yang lebih demokratis dan terbuka (sistem “governance”) namun justru ada tendensi pengaruh Beijing yang lebih dominan dalam pelaksanaan roda pemerintahan di Hong Kong. Artinya, Beijing melihat dengan sistem “pure administrative state” yang telah diterapkan sebelumnya dapat menjadi alat kontrol pusat (Beijing) terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Hong Kong. Dengan demikian, jika ini memang terjadi Hong Kong akan “tersandera” dengan fakta sejarahnya sendiri yang secara politik dimanfaatkan oleh Beijing. Dalam konteks Administrasi Publik, konsep “pure administrative state” telah menuai beberapa perdebatan oleh beberapa pakar 16 . Hal ini dikarenakan konsep ini seharusnya sudah lama ditinggalkan karena konsep yang ada di dalamnya dinilai tidak sesuai dengan dinamika di ranah publik sebagai pemangku utamanya. Administrasi Publik di abad 21 menurut para pakar seharusnya lebih bernuansa demokratis yang memuat elemen transparansi, emansipasi- partisipasi-konsultasi segenap komponen masyarakat (governance), dan akuntabilitas (check & balance). 15 Lihat misalnya Wai-man, Lam, Lui, Luen-tim & Wong, Wilson (Eds), Contemporary Hong Kong Government and Politics 2nd Edition (2012) , Hong Kong: Hong Kong University Press & Simon, Herbert, Administrative Behaviour: Decision Making Process in Administrative Organisations 4th Edition (1997), New York: the Free Press; 16 Lihat misalnya: Waldo, Dwight, the Administrative State: A Study of Political Theory of American Public Administration , New Edition (2006), New York: Transaction Publishers; Simon, Herbert, Administrative Behaviour: Decision Making Process in Administrative Organisations 4th Edition (1997), New York: the Free Press; Peters, B.Guy, The Politics of Bureaucracy: An Introduction to Comparative Public Administration 6th Edition, New York: Routledge. Dalam konteks tersebut diatas, jika dilihat dari tataran migrasi global, tidak dapat dipungkiri, keberadaan beberapa orang asing (imigran) di Hong Kong, baik profesional maupun non- profesional (pembantu rumah tangga) merupakan bagian integral yang membentuk konstelasi politik, urat nadi perekonomian serta kapital sosial di Hong Kong. Aset-aset sosial tersebut tersebut tentunya harus dijaga dengan baik yang tidak hanya menggunakan parameter kontrol (law and order), namun juga dengan menggunakan pendekatan demokratis yang lebih akuntabel dan partisipatoris. Namun demikian, kita masih perlu mencermati pada masa transisi ini sejauh mana Pemerintah Tiongkok memperlakukan sistem pemerintahan Hong Kong SAR kedepannya. Yang ditakutkan oleh banyak kalangan adalah ketika Departemen Imigrasi dari sejak masa kolonial Inggris sampai dengan nantinya akan tetap menjadi “alat politik” dan “alat kontrol” yang tidak dapat terbantahkan untuk kepentingan penguasa yang pada akhirnya juga akan mempertanyakan kredibiltas Hong Kong SAR sebagai “hub” bisnis dan lalu-lintas penerbangan internasional di abad millenium saat ini. ## Referensi Buku: Chan, Johannes & Bart, Rwezaura (Eds), Immigration Law in Hong Kong, An Interdisciplinary Study (2004), Thomson Sweet & Maxwell Asia Gittings, Danny, the Introduction to the Hong Kong Basic Law (2010), Hong Kong University Press Government of Hong Kong SAR, Immigration Ordinance version date 30 June 1997 Morris, Milton, Immigration: the Beleaguered Bureacracy (1985), New York: Brookings Institution. Scott, Ian, the Public Sector in Hong Kong, Government (2010), Hong Kong University Press Simon, Herbert, Administrative Behaviour: Decision Making Process in Administrative Organisations 4th Edition (1997), New York: the Free Press Pang-kwong, Li, Chapter 2 The Executive in Wai-man, Lam, Lui, Luen-tim & Wong, Wilson (Eds), Contemporary Hong Kong Government and Politics 2nd Edition (2012) , Hong Kong: Hong Kong University Press Peters, B.Guy, The Politics of Bureaucracy: An Introduction to Comparative Public Administration 6th Edition, New York: Routledge Waldo, Dwight, the Administrative State: A Study of Political Theory of American Public Administration , New Edition (2006), New York: Transaction Publishers. Wong, Wilson, Chapter 5 The Civil Service in Wai-man, Lam, Lui, Luen-tim & Wong, Wilson (Eds), Contemporary Hong Kong Government and Politics 2nd Edition (2012) , Hong Kong: Hong Kong University Press Website: Departemen Imigrasi Hong Kong SAR: www.immid.gov.hk diakses pada tanggal 1 Maret 2016 ## Tentang Penulis: Andry Indrady, Amd. Im, MPA, Ph.D dilahirkan dan dibesarkan di Jakarta. Setelah Lulus dari Pendidikan Sekolah Kedinasan Akademi Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM tahun 2003, Penulis lalu melanjutkan pendidikan tingkat Sarjana (Graduate Diploma) (2004), Master (2005) sampai dengan Doktoral di bidang Administrasi Publik (Public Administration) pada Flinders University, Adelaide Australia. Konsentrasi keahlian Penulis adalah di bidang Teori Implementasi Kebijakan Publik, Teori Perbandingan Administrasi Publik, khususnya Perbandingan Administrasi dan Kelembagaan Keimigrasian dan Teori Pembuatan Keputusan (Decision Making Theory). Penulis sudah menikah dengan memiliki 2 (dua) orang Puteri dan sekarang tinggal di dareah Kebagusan, Pasar Minggu Jakarta Selatan.
4a7fed5e-69ee-451b-956d-3c3584733a82
https://www.online-journal.unja.ac.id/JINI/article/download/9529/12041
## Kepatuhan dalam Regimen Pengobatan pada Pasien Chonic Kidney Disease (CKD) yang Menjalani Hemodialisa di RSD dr.Soebandi Jember Jon Hafan Sutawardana, Kushariyadi, Dwi Meida Kurniasari Fakultas Keperawatan Universitas Jember Email : hafan@unej.ac.id ## Abstrak Kepatuhan pengobatan merupakan kunci kesuksesan perawatan pada klien CKD yang menjalani terapi HD, yang didalamnya terdapat empat indikator diantaranya; kepatuhan terhadap jadwal HD, pengkonsumsian obat, pembatasan cairan, dan pembatasan diet, yang mana kepatuhan terhadap pengobatan dapat menghambat progesifitas kerusakan ginjal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kepatuhan pengobatan pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD) yang menjalani Hemodialisis di RSD dr.Soebandi Jember. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif menggunakan desain deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanayak 111 sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor kepatuhan pengobatan menunjukkan nilai median 43, dengan nilai minimal 33 dan nilai maksimal 51. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepatuhan pengobatan pasien Chronic Kidney Disease (CKD) yang menjalani Hemodialisis di Unit hemodialisa RSD dr.Soebandi adalah baik karena nilai median mendekati nilai skor maksimal. Kata Kunci : Gagal Ginjal Kronik, Hemodialisis, Kepatuhan Pengobatan ## Abstract The treatment adherence is the key to successful treatment of Chronic Kidney Disease (CKD) patients who undergoing hemodialysis therapy. There are four indicators including; adherence to the hemodialysis schedule, adherence to the consumption of drugs, adherence to fluid restrictions, and adherence to dietary restrictions, which adherence to medication can inhibit the progression of kidney damage. The aim of this study was to determine the image of treatment adherence in Chronic Kidney Disease patients who undergoing hemodialysis in RSD Dr. Soebandi Jember. The method of study was descriptif with cross-sectional design. Total sampels in this study were 111 samples. The result shows that a median value of 43, with a minimum value of 33 and a maximum value of 51. Thus, it be concluded that the adherence treatment patients Chronic Kidney Disease undergoing hemodyalisis is good because value of median it is close a value maximum. Keywords : Chronic Kidney Disease, Hemodyalisis, Adherence of treatment ## Pendahuluan Kepatuhan merupakan sejauh mana individu mampu menjalankan nasihat dan memahami tujuan dari pengobatan yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan dan harus dilakukan setiap hari untuk manajemen penyakit dan efesiensi hasil terapi (Breendrakumar et al., 2018). Namun saat ini, perilaku ketidakpatuhan terhadap pengobatan masih menjadi permasalahan utama pada klien CKD yang menjalani HD (Karundeng, 2015). Menurut Rasani (2015) prevalensi kepatuhan relatif masih rendah yaitu hanya sekitar 44,47%, apabila hal ini terjadi secara terus-menerus akan menimbulkan komplikasi dan berpengaruh terhadap kualitas hidup klien, meningkatnya biaya perawatan kesehatan, sampai dengan meningkatkan angka mortalitas (Syamsiah, 2011). Komplikasi yang sering terjadi akibat ketidakpatuhan dapat menganggu beberapa organ dalam tubuh (Ali., 2015). Organ yang pertama kardiovaskuler, sebanyak 63% pasien gangguan jantung merupakan pasien CKD (Liviu et al., 2014). Masalah yang terjadi; peningkatan ukuran rongga dan penebalan posterior ventrikel kiri, efusi perikardial dan stenosis pada katup jantung (Kamasita dkk., 2018), hipertensi, aritmia, kardiomiopati, uremic perikarditis, heart failure (Bayhaki dan Hasneli., 2017), sindrom akut gangguan pernapasan, fibrosis paru, dan sindrom apnea Yilmaz et al., (2016), Obstructive Sleep Apnea (OSA) dan Centra Sleep Apnoea (CSA) Lyons et all., (2017). Komplikasi lainnya adalah edema Abo et al., (2015). Berdasarkan data dari Unit HD RSD dr. Soebandi Jember menunjukkan kunjungan pasien CKD yang menjalani HD selama 3 tahun terakhir sebagai berikut; tahun 2017 11.349, tahun 2018 13.230, yang menunjukkan kenaikan sebesar 1881. Data tahun 2019 yang terhitung dari bulan Januari-September adalah sebesar 10.518 yang mana dari total kunjungan tersebut, sekitar 70% masih mengalami kondisi overfluid volume . Komplikasi yang sering terjadi bagi pasien CKD pre tindakan HD adalah sesak napas, oedem (sebagian besar terjadi dikaki, dan beberapa asites), dan mual muntah. Prevalensi ketidakpatuhan pengobatan di Turki menurut Ozen et al., (2019) masih rendah,dimana kepatuhan jadwal HD 33,6%, kepatuhan mengkonsumsi obat 20,1%, kepatuhan pembatasan diet dan cairan 39,1%. Hasil riset Rasani., (2015) di Malaysia menunjukkan kepatuhan terhadap HD 44,56%, kepatuhan mengkonsumsi obat 42,89%, kepatuhan pembatasan cairan dan diet 45,94% dan 44,42%. Melianna & Wiarsih., (2013) di RS fatmawati Jakarta menyatakan kepatuhan pembatasan cairan 32%. Presentase keseimbangan cairan menurut Ningtyas dkk., (2019) di RSUD dr. Saiful Anwar Malang 56,7% pasien yang memiliki cairan berlebih. Riset Pratiwi., (2017) di RS Perkebunan Jember menyatakan 70% responden tidak patuh terhadap dietnya, hal ini disimpulkan kebanyakan pasien belum memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap regimen pengobatannya. Tujuan dalam penelitian ini ada dua yaitu, untuk Mengidentifikasi Karakteristik pasien Chronic Kidney Disease yang menjalani Hemodialisis dalam menjalani kepatuhan pengobatan di RSD dr. Soebandi Jember dan Mengetahui gambaran kepatuhan pengobatan pasien Chronic Kidney Disease (CKD) yang menjalani Hemodialisis di RSD dr.Soebandi Jember Metode Jenis penelitian ini adalah kuantitatif menggunakan desain deskriptif dengan pendekatan cross- sectional . Penelitian ini dilakukan di Unit Hemodialisa RSD dr.Soebandi Jember pada bulan Januari 2020. Jumlah populasi berdasarkan hasil studi pendahuluan adalah 152 pasien. Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah 111 sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling . Instrumen yang digunakan menggunakan dua jenis kuesioner yaitu kuesioner data demografi pasien, dan kuesioner The Adhrence Treatment Questionnaire (TAQ). Kuesioner data demografi meliputi; usia, jenis kelamin, pendidikan, lama menjalani hemodialisis, Berat badan Intra- Dialytik Weight Gain (IDWG), dan Kuesioner TAQ terdiri dari 14 item pernyataan, dengan empat indikator sesuai dengan variabel yang akan diteliti. Indikator pertama kepatuhan terhadap jadwal HD memiliki 1 item pernyataan, indikator kedua kepatuhan terhadap pengkonsumsian obat yang diresepkan memiliki 4 item pernyataan, indikator ketiga kepatuhan terhadap pembatasan cairan terdiri dari 4 item pernyataan, indikator keempat pembatasan diet terdiri dari 5 item pernyataan. Kuesioner ini menggunakan skala likert terdiri dari 4 pilihan jawaban; 1= tidak pernah, 2= kadang-kadang, 3=sering, 4= selalu. Skor total dengan minimal adalah 14 dan maksimal 56. Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat. Data berjenis kategorik seperti; usia, jenis kelamin, pendidikan, lama menjalani hemodialisis, Berat badan Intra- Dialytik Weight Gain (IDWG) disajikan dalam bentuk frekuensi dan presentase (Dahlan, 2014). Sedangkan, untuk data berjenis numerik yaitu Kepatuhan Pengobatan disajikan dalam bentuk median, nilai minimum dan nilai maksimum, hal ini sesuai dengan hasil uji normalitas menggunakan uji kolmogrov-smirnov yang menyatakahan bahwa data tidak berdistribusi normal yaitu nilai p=0,009 artinya nilai p < 0,05. Instrumen TAQ sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas oleh pembuat kuesioner kepada dosen, ahli nefrologi di RS Songkhlanagarind, ahli nefrologi dari malaysia dan uji reliabilitas dilakukan kepada 20 responden sesuai dengan kriteria inklusi dan memperoleh hasil nilai alpha cronbach sebesar 0,83 yang sudah melebihi ketetapatan yaitu 0,05 artinya instrumen ini telah valid dan reliabel untuk digunakan. Peneliti melakukan uji validitas ulang dengan teknik uji Content Validity Index (CVI), kepada lima pakar dosen dan pengolahan data menggunakan rumus Alken’s V pada microsoft excel dengan r tabel adalah 0,8. Hasilnya menyatakan terdapat 1 item pernyataan yang tidak valid yaitu pada indikator pertama pernyataan nomor 2 didapatkan hasil 0,66667 yakni < r tabel. Untuk pernyataan yang lainnya hasilnya sudah valid yaitu diatas r tabel. Oleh karena itu, peneliti menggunakan kuesioner hasil dari uji CVI dengan menghilangkan 1 item pernyataan yang tidak valid sehingga total pernyataan menjadi 14 item pernyataan. Penelitian ini telah mendapatkan izin dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember . ## Hasil Tabel 1. Data Karakteristik Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) Variabel Frekuensi Persentase (%) 1. Usia (Tahun) a. 21-40 b. 41-60 c. > 60 27 70 14 24,3 63,1 12,6 2. Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan 46 65 41,4 58,6 3. Pendidikan a. SD b. SMP c. SMA d. D III e. S1 52 24 26 1 8 46,8 21,6 23,6 0,9 7,2 4. Jenis Pekerjaan a. Tidak Bekerja b. IRT c. PNS d. Wiraswasta e. Petani f. Buruh 41 40 5 16 8 1 36,9 36,0 4,5 14,4 7,2 0,9 5. Lama Menjalani Hemodialisa a. < 1 tahun b. 1-3 tahun c. 3-5 tahun d. > 5 tahun 41 48 11 11 36,9 43,2 9,9 9,9 6. Berat Badan Intra Dialytik (IDWG) a. 0-3 kg b. > 3 kg 108 3 97,3 2,7 ## Tabel 2. Kepatuhan Pengobatan pada Pasien CKD yang Menjalani HD Variabel Median Min-Maks Kepatuhan Pengobatan 43 33 - 51 Pembahasan Usia Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa, kelompok usia pasien CKD terbanyak pada rentang usia 41 - 60 tahun yaitu sebanyak 70 responden (63,1 %). Hal ini terjadi karena dengan bertambahnya usia akan berpengaruh terhadap anatomi, fisiologi, dan sitologi pengurangan fungsinya (Arifa dkk., 2017). Menurut Aisara., (2018) bertambahnya usia juga akan mengakibatkan penurunan pada laju filtrasi ginjal dan Renal Blood Flow yang dimulai sejak usia 40 tahun. Penuruan yang terjadi sekitar 8ml/menit/1,73 𝑚 2 untuk setiap dekadenya, dan nefron juga mengalami pengurangan 10% setiap 10 tahun yang dimulai sejak usia 40 tahun Kurniawati & Askin., (2018). Selain perubahan tersebut, Widiany., (2017) menegaskan usia juga salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku terhadap kepatuhan pengobatannya. Menurutnya, usia yang lebih tua belum tentu memiliki kepatuhan lebih baik ataupun sebaliknya apabila hal ini tidak didukung dengan adanya informasi dan pengetahuan yang dimiliki. Peneliti berasumsi saat tubuh mengalami proses degeneratif, maka semua organ dalam tubuh juga mengalami proses tersebut salah satunya adalah ginjal, dimana ginjal akan mengalami penuruan baik anatomi dan fisiologisnya yang terjadi seumur hidup pasien. oleh karena itu, kepatuhan pengobatan secara rutin harus dilakukan guna sebagai pengganti dari fungsi ginjal dan memelihara kualitas hidup pasien. ## Jenis Kelamin Hasil data terkait jenis kelamin berdasarkan tabel diatas menunjukkan, terbanyak adalah perempuan yaitu 65 responden (58,6%), dan laki-laki 46 responden (46,8%). Hal ini disebabkan saat perempuan belum mengalami menopouse maka hormon estrogen masih terproduksi oleh tubuh yang berperan dalam meningkatkan HDL ( High Density Lipoprotein ), yang berfungsi melindungi tubuh dari kejadian aterosklerosis (Widyastuti dkk., 2014), jika terjadi dalam jangka waktu lama akan mengakibatkan penyempitan lumen sampai penutupan pembuluh darah sehingga terjadi penyumbatan dan terhambatnya aliran darah ke ginjal yang beresiko terjadinya gagal ginjal (Bhagaskara., 2015). Selain itu, peningkatan kolestrol total dan abnormalitas lipid akan berperan dalam kerusakan glomerulus sebagai pemicu terjadinya CKD (Arifa., 2017). Hormon estrogen juga berpengaruh pada kadar kalsium, yang dapat menghambat pembentukan cytokine tertentu untuk menghambat osteoklas sehingga tidak berlebihan dalam menyerap tulang dan kalsium dalam tubuh menjadi seimbang, kalsium sendiri memiliki efek protektif dengan mencegah penyerapan oksalat yang dapat membentuk batu ginjal sebagai salah satu etiologi dari CKD (Wahyuni dkk., 2019). Peneliti berpendapat bahwa perempuan memiliki perasaan yang lebih sensitif dan rasa peduli terhadap kesehatannya sehingga memiliki tingkat kepatuhan pengobatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Pendidikan Hasil jenis pendidikan, menunjukkan tingkat pendidikan tertinggi adalah SD yaitu 52 responden (46,8%). Sitiaga., (2015) menyatakan tingkat pendidikan merupakan elemen yang sering dikaitkan dengan status kesehatan seseorang karena dapat mempengaruhi pemeliharan kesehatannya. Riskesdas., (2010);Sitiaga., (2015) menyatakan semakin tinggi pendidikan seseorang maka berkorelasi positif dengan tingkat pengetahuan. Dimana, pengetahuan kognitif adalah domain terpenting dalam terbentuknya suatu tindakan. Menurutnya, perilaku yang dilandasi pengetahuan menghasilkan output yang lebih baik dibandingkan tanpa berlandasankan pengetahuan, dari sinilah pasien akan menggunakan pengetahuannya dan membuat keputusan terhadap pengobatan yang dijalankannya (Widiany., 2017). Peneliti berpendapat bahwa tingkat pendidikan seseorang dapat berhubungan dan mempengaruhi terhadap sikap dan perilaku dalam mencari dan mendapatkan informasi yang akan berpengaruh terhadap kepatuhan pengobatan yang dijalankannya. Jenis Pekerjaan Hasil jenis pekerjaan tertinggi terjadi pada jenis tidak bekerja yaitu 41 responden (36,9 %). Alligod.,(2014) menyatakan pasien CKD mengalami perubahan secara fisik dan psikis yang berpengaruh terhadap aktivitas fisiknya. Aktivitas merupakan salah satu KDM yang harus dipenuhi guna mempertahankan keseimbangan tubuh. Faktanya, tingkat aktivitas fisik pasien CKD berada direntang 20-50% lebih rendah dari pada orang normal (Sander et al., (2011);Rosiah dkk., (2017)). Kadar Hemoglobin yang tidak stabil menyebabkan pasien sering drop, pusing saat bangun tidur, kelelahan, dimana hal ini juga dapat menghambat aktivitas fisik, sehingga pemilihan pola aktivitas terbanyak yang dilakukan adalah mengurangi pekerjaan yang berat (Juwita & Kartika., 2019). Morihista & Nagata., (2015) juga berpendapat bahwa pasien CKD sering mengalami PEW ( Protein Energy Wasting ). PEW sendiri merupakan suatu kondisi terjadinya pengurangan penyimpanan kadar protein dan bahan bakar energi dalam tubuh, yang disebabkan oleh akumulasi racun uremik, hipermetabolisme, peradangan, dan defisiensi nutrisi. PEW disini menjadi faktor utama terhadap pengurangan masa dan kekuatan otot sehingga berdampak pada penurunan aktivitas fisik. Peneliti juga berpendapat pasien CKD yang menjalani HD mengalami penurunan kondisi tubuh, sehingga biasanya pasien akan lebih banyak beristirahat atau melakukan aktivitas dengan kapasitas yang ringan. Dampak yang ditimbulkan pasien susah dalam mempertahankan aktivitas atau pekerjaan seperti biasanya, apabila pasien memiliki koping yang kurang bagus maka perubahan kondisi ini akan berpengaruh terhadap kepatuhan pengobatan yang dijalankannya. ## Lama Menjalani Hemodialisa Hasil penelitian menunjukkan bahwa data terbanyak terkait lama pasien dalam menjalani hemodialisa terjadi pada rentang waktu 1-3 tahun, 48 responden (43,2%). Hasil wawancara, durasi paling lama pasien dalam menjalani HD adalah 10 tahun dan harus melakukan manajemen yang baik seumur hidup pasien. Alasan pasien dapat bertahan sejauh ini adalah memiliki motivasi. Motivasi dapat berperan sebagai penggerak perilaku dan mengarahkan terhadap aktivitas yang positif dengan tujuan untuk suatu pencapaian (Dani dkk., 2015). Peneliti berpendapat bahwa durasi lama menjalani HD memiliki keterkaitan terhadap kepatuhan pengobatannya. Setiap pasien akan memiliki reaksi yang berbeda-beda terhadap penyakit yang dialaminya, dimana pasien dapat memperlihatkan sikap positif seperti; optimis, menerima, sabar terhadap penyakitnya dengan hal ini akan patuh terhadap regimen pengobatannya. Sebaliknya, apabila pasien menunjukkan sikap negatif seperti; menyangkal, marah, frustasi, takut sampai dengan depresi hal inilah dapat memicu terjadinya berbagai komplikasi dan berpengaruh buruk terhadap kepatuhan pengobatannya. ## Kenaikan Berat Badan Intra Dyalitik (IDWG) Hasil penelitian menunjukkan penambahan berat badan IDWG tertinggi pada rentang 0,5-3kg sebanyak 108 responden (97,3%). Breendrakumar et al.,(2018) menyatakan kenaikan IDWG digolongkan menjadi 2 bagian yaitu; 0,5-3 kg merupakan penambahan yang dapat ditoleransi oleh tubuh, dan >3kg berarti pasien mengalami kelebihan cairan dalam tubuh, apabila kenaikan berat badan IDWG pasien dalam rentang yang dapat ditoleransi oleh tubuh, maka dapat dikatakan bahwa pasien patuh terhadap regimen pengobatannya. Oleh karena itu, peneliti berpendapat kenaikan IDWG berpengaruh terhadap kepatuhan pengobatan yang dijalankkan oleh pasien CKD. ## Gambaran Kepatuhan Pengobatan Berdasarkan tabel 2 diatas, menunjukan perolehan nilai median yaitu 43 dengan nilai minimal 33 dan maksimal 51, artinya tingkat kepatuhan pengobatan pada pasien CKD yang menjalani HD bisa disimpulkan baik karena mendekati nilai maksimal. Kepatuhan sendiri adalah suatu tingkatan dari perilaku seseorang terkait regimen pengobatannya (Alfarisi., 2019). Menurut Fajriansyah & Nisa., (2017) kepatuhan pengobatan merupakan parameter untuk mengukur keberhasilan dalam perawatan pasien CKD, individu harus mampu menggabungkan perubahan life style dan perilaku lainnya menjadi sebuah rutinitas sehari-hari (Mailani & Andriani., 2017). Tujuan utama pemberian pengobatan pada pasien CKD dengan HD secara komperhensif dengan memperhatikan empat indikator didalamnya (Verma et al., 2018). Hasil penelitian, 102 (91,89%) responden telah melakukan terapi HD sesuai jadwal, artinya sebagian besar pasien telah memiliki pengetahuan luas dan motivasi tinggi mengenai pentingnya menjalani HD secara rutin. Hasil wawancara dengan pasien, menyatakan terdapat banyak faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan pasien; terdapat hubungan yang harmonis dan bersifat kekeluargaan antara tenaga kesehatan khususnya perawat baik dengan pasien dan keluarga, setiap pasien memiliki buku saku untuk jadwal HD, dukungan keluarga yang sangat kuat. Selain itu, faktor jenis kelamin juga berpengaruh dimana, Geladis dkk., (2015) menyatakan bahwa perempuan lebih menjaga kesehatannya dibandingkan laki-laki dan hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan presentase perempuan lebih banyak yaitu sebesar 58,6 % dibandingkan presentase laki-laki 42,4%. Presentase pasien yang tidak patuh terhadap jadwal HD adalah 9 pasien (8,2%). Kusniawati.,(2018) menyatakan ketidakpatuhan pasien dalam jadwal Hdnya disebabakan karena jadwal yang bentrok dengan pekerjaan pasien, badanya masih merasa segar sehingga tidak butuh cuci darah, dan adanya pasien yang masih tidak mengerti terkait proses hemodialisis serta penyakitnya karena baru beberapa bulan menjalani hemodialisis. Hasil wawancara dengan pasien menunjukkan alasan yang menjadikan pasien terkadang tidak datang jadwal HDnya seperti; jadwal HD yang bentrok dengan pekerjaannya, jarak antara tempat tinggal dan rumah sakit yang jauh, adapula pasien yang mengatakan bahwa kondisinya masih segar sehingga tidak cuci darah pada waktu itu dan akan cuci darah untuk jadwal yang selanjutnya. Peneliti juga berasumsi bahwa kesamaan jadwal, jarak merupakan alasan yang sering disampaikan oleh pasien. Indikator kedua adalah kepatuhan dalam pengkonsumsian obat yang diresepkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pernyataan pada kueisoner “ Saya tidak meminum obat yang diresepkan ” sebanyak 80 (72,07 %) pasien menyatakan tidak pernah, dan pernyataan “ Saya berhenti meminum obat ” 90 (81,08 %) pasien tidak pernah, artinya sebagian besar pasien sudah mengkonsumsi obat sesuai resep. Terdapat dua jenis obat yang sering diberikan kepada pasien yaitu hemapoetin dan obat antihipertensi. Hemapotin adalah obat yang digunakan untuk merangsang sumsum tulang dalam membuat sel-sel darah merah agar pasien tidak anemia (Endah & Supadmi, 2016). Nakes juga menyatakan pemberian obat hipertensi diresepkan kepada pasien yang memiliki tekanan darah tinggi post HD. Alasan pasien yang tidak patuh terhadap pengkonsumisan obat dikarenakan mereka merasa tidak ada keluhan meskipun tekanan darahnya tinggi, dan terkadang lupa untuk meminum obat yang sudah diresepkan. Peneliti juga berasumsi pasien yang patuh dengan obat yang diresepkan karena menghindari komplikasi yang dapat terjadi terhadap pasien, untuk alasan ketidakpatuhan disebabkan karena faktor lupa dan merasa dirinya tidak ada gejala. Indikator ketiga adalah pembatasan cairan. Kepatuhan dalam indikator ini meliputi pembatasan jumlah air yang diminum dan perhitungan makanan yang mengandung air (Rabbani., 2015). Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 56 (50.45%) pasien selalu mengikuti pembatasan cairan dan 47 (42,34,%) pasien selalu minum sebanyak yang diinginkan, artinya presentase pasien yang patuh lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak patuh. Indikator kepatuhan ini juga didukung dari pernyataan pasien mengenai intake air yang diminum sehari semalam diukur dari jumlah urine yang dikeluarkan atau sesuai dengan rekomendasi tenaga kesehatan. Hasil kepatuhan pada indikator ini, sejalan dengan hasil IDWG yang menunjukkan 108 (97,3%) pasien memiliki IDWG 0,5-3kg yang berarti pernambahan cairan masih dapat ditoleransi oleh tubuh. Hasil wawancara dengan pasien menyatakan apabila cairan yang diminum berlebih, maka pasien akan merasakan sesak napas, oedem pada bagian ekstermitas dan mengganggu kenyamanan pasien. Pasien yang tidak patuh terhadap pembatasan cairan dipengaruhi oleh beberapa faktor; ketidakmampuan menahan rasa haus karena musim kemarau yang sangat panas, sehingga keinginan untuk minum lebih tinggi dan tidak bisa untuk dihentikan. Selain itu, masih ada pasien yang produktif dan bekerja seperti menjadi wiraswasta (14,4%), petani (7,2%), dan buruh (0,9%) sehingga saat mereka bekerja maka rasa haus dan kebutuhan untuk minumnya seperti orang sehat pada umumnya. Peneliti berpendapat bahwa tingkat kepatuhan dan ketidakpatuhan pasien terhadap pembatasan cairan disebabkan adanya faktor yang berasal dari dalam dan luar diri pasien itu sendiri. Indikator keempat, kepatuhan terhadap pembatasan diet. Hasil penelitian menunjukkan 75 (67,56 %) selalu mengikuti rekomendasi diet tinggi protein hewani, menghidari kandungan tinggi natrium (garam), tinggi fosfat (kacang-kacangan, coklat, buah-buahan yang dikeringkan), dan tinggi kalium (pisang, pepaya, dan jeruk) artinya lebih banyak presentase pasien yang patuh (Rasani.,2015). Hasil wawancara menunjukkan, mayoritas pasien dalam mengkonsumsi protein sesuai rekomendasi dan menyatakan apabila pasien tidak patuh maka akan berdampak buruk, contohnya ketika pasien melanggar untuk memakan makanan yang mengandung tinggi kalium seperti; buah pisang, jeruk, dan pepaya maka pasien akan mengalami sesak napas. Faktor lain yang mempengaruhi pasien patuh, dikarenakan adanya konseling yang rutin dilakukan oleh ahli gizi terkait diet pada pasien CKD. Presentase pasien yang tidak patuh terhadap diet 32,44%, faktor terbanyak yang menjadi alasan, kebanyakan pasien yang berperan sebagai IRT masih belum bisa memisahkan menu makanan untuk anggota keluarga dan individu, alasan lain pasien memiliki nafsu makan yang rendah apabila memakan makanan yang memiliki rasa tawar dan rendah garam. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa jenis pekerjaan IRT pada pasien CKD berada pada peringkat kedua yaitu sebanyak 40 (36 %). Selain itu, pengaturan diet sangat bersifat kompleks karena mencegah defisiensi dan memepertahankan status gizi (Rahayu., 2019). Peneliti berpendapat pasien masih memiliki rasa takut karena dampak yang dapat ditimbulkan apabila pasien tidak patuh dengan dietnya oleh karenanya peran keluarga khusunya yang tinggal satu rumah sangat penting dalam menyiapkan dan mengingatkan menu diet pasien sesuai dengan rekomendasi tenaga kesehatan. ## Kesimpulan Hasil kepatuhan pengobatan pada pasien Chronic Kidney Disease yang menjalani HD menunjukkan nilai median 43 dengan nilai minimal 33, maksimal 51, sehingga dapat disimpulkan bahwa kepatuhan pengobatan pasien adalah baik. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah data terkait berat badan pre dan post hemodialisis tidak dicantumkan dengan sistematis di RM pasien, namun data tersebut diperoleh oleh peneliti dari pasien secara langsung bersamaan dengan proses pengisian kuesioner penelitian. Saran bagi peneliti selanjutnya, diharapkan untuk melakukan penelitian lanjutan yang bersifat bivariat yaitu menghubungkan kepatuhan pengobatan dengan variabel yang lebih luas terkait permasalahan yang terjadi pada pasien Chronic Kidney Disease dengan hemodialisa. ## Daftar Pustaka Abo, D., Mogha, K.E., dan NasrAllah, M.2015. Effect of an Educational Program on Adherence to Therapeutic Regimen Among Chronic Kidney Disease Stage 5 (CKD5) Patients under Maintenance Hemodyalisis: Journal of Educational and Practice :Vol 6 No (5):21-35. https://files.eric.ed.gov/fulltext/E J1083638.pdf Aisara, S.,Azmi,S.,Yanni,M. 2018.Gambaran Klinis Penderita Penyakit Gagal ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUP Dr.M.Djamil Padang: Jurnal Kesehatan Andalas : Vol 7 No (1). https://doi.org/10.25077/jka.v7i1 .778 Alligod, M.R.2014. Nursing Theory: Ultilization and Application Missouri: Elsavier Mosby Alfarisi, N.R.2019.Hubungan Antara Kepatuhan Menjalani Hemodialisa dengan Kualitas Hidup Pasien Chronic Kidney Disease Di RSUD Pandan Arang Boyolali. Skripsi . Universitas Muhammadiyah Surakarta. Arifa, S.I., Azam, M., Woro, O., dkk.2017. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Ginjal Kronik Pada Penderita Hipertensi Di Indonesia. Jurnal MKMI :Vol. 13 No. 4. http://journal.unhas.ac.id/index.p hp/mkmi/article/view/3155 Bhagaskara.,Liana, P., dan Santoso, B.2015. Hubungan Kadar Lipid dengan Kadar Ureum dan Kreatinin Pasien Penyakit Ginjal Kronik di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan : Vol 2 No.(2):(223-230). https://ejournal.unsri.ac.id/index. php/jkk/article/view/2562/0 Bayhaki dan Hasneli, Y. 2017. Hubungan Lama Menjalani Hemodialisis dengan Inter- Dialytic Weight Gain (IDWG) pada Pasien Hemodialisis. Jurnal Keperawatan .Vol.5:242–248. https://doi.org/10.24198/jkp.v5i3 .646.g170 Beerendrakumar, N., Ramamoorthy, L., dan Haridasan,S. 2018. Dietary and Fluid Regime Adherence in Chronic Kidney Disease Patients. Tabriz University of Medical Sciences . Vol7 No(1):17–20. DOI: 10.15171/jcs.2018.003 Dani, R.,Utami, G.T., dan Bayhakki.2015.Hubungan Motivasi, Harapan, dan Dukungan Petugas Kesehatan Terhadap Kepatuhan Pasien Gagal Ginjal Kronik untuk Menjalani Hemodialisis. JOM Vol 2 No (2):1362-1371. https://jom.unri.ac.id/index.php/J OMPSIK/article/view/8308 Dahlan, M.S.2014 Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan.Jakarta:Epiemiologi Indonesia Endah, K., dan Supadmi, W.2016. Kepatuhan Penggunaan Obat dan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisa di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas : Vol 13 No (2):73-80. https://e- journal.usd.ac.id/index.php/JFSK /article/view/190 Fajriasnyah., dan Nisa, M.2017 Evaluasi Tingkat Kepatuhan Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Lanjut Usia .Jurnal Akademi Farmasi Samarinda :Vol 3 No 2:(178- 185). https://jurnal.akfarsam.ac.id/inde x.php/jim_akfarsam/article/view/ 125 Geladis, S., Rompas, S., dan Pondaan. 2015. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Diet pada Psien Chronik Kidney Disease Di IRINA C2 D dan C4 RSUP PROF. DR. R. D Kandou Manado: Jurnal Keperawatan Universitas Sam Ratulangi :Vol 2 No (1) https://ejournal.unsrat.ac.id/inde x.php/jkp/article/view/6686 Kamasita, S.E., Suryono, Y., dan Nurdian, Y.,dkk. 2018. Pengaruh Hemodialisis Terhadap Kinetik Ventrikel Kiri pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium v. NurseLine Journal . Vol 3No (1):1–10. https://jurnal.unej.ac.id/index.ph p/NLJ/article/download/6506/56 74/ Karundeng, Y.2015 Hubungan Kepatuhan Pasien Gagal ginjal Kronik dengan Keteraturan Tindakan Haemodialisa Di BLU RSUP Prof Dr.R.D Kandaou Manado: JUIPERINDO Vol 4 No (1):46-54 https://media.neliti.com/media/p ublications/92794-ID-hubungan- kepatuhan-pasien-gagal-ginjal- k.pdf Karuniawati, E., dan Supadmi, W.2016.Kepatuhan Penggunaan Obat Dan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisa Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Periode Maret 2015: Jurnal Frmasi Sains Dan Komunitas .Vol 13 No.13:(73-8) https://media.neliti.com/media/publicat ions/229841-kepatuhan- penggunaan-obat-dan-kualitas-h- d3847659.pdf Kurniawati dan Asikin. 2018. Gambaran Tingkat Pengetahuan Penyakit Ginjal dan Terapi Diet Ginjal dan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya. Jurnal Amerta Nutr :125-135 https://ejournal.unair.ac.id/AMN T/article/download/5906/5003 Kusniawati.2018.Hubungan Kepatuhan Menjalani Hemodialisis dan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Hemodialisa RSU Kabupaten Tangerang. Jurnal Poltekes Banten. https://jurnal.poltekkesbanten.ac .id/Medikes/article/download/61/ 44 Liviu, S.,Nistor, I., dan Covic, A.2014. Heart Failure in Patients with Chronic Kidney Disease : A Systematic Integrative Review. Journal Biomed Research International . 1–21. https://doi.org/10.1155/2014/937 398 Lyons, O.D.,Inami, T.E.,Perger, A.Y.,et al.2017. The Effect of Fluid Overload on Sleep Apnoea Severity in Haemodialysis Patients. Journal Eur Respir . 1–8. DOI: 10.1183/13993003.01789- 2016 Mailani, F.,dan Andriani, R.F.2017.Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Diet Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis: Jurnal Endurance Vol 2 No.3:(416-423). http://ejournal.lldikti10.id/index. php/endurance/article/view/2379 Melianna, R.., dan Wiarsih, W. 2013. Hubungan Kepatuhan Pembatasan Cairan Terhadap Terjadinya Overload pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Post Hemodialisa di RSU Pusat Fatmawati. FIK Universitas Indonesia :1–12. http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/ 2016-03/S52552- Rita%20Melianna Ningtyas, I., Sudarjo, M.P.,dan Nafisah, N., 2019. Asuhan Gizi Terhadap Kepatuhan Asupan Natrium dan Protein pada Pasien Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronik di RSUD dr.Saiful Anwar Malang. Majalah Kesehatan: Vol 6 No (3). https://majalahfk.ub.ac.id/index. php/mkfkub/article/view/330 Ozen, N., Cinar, F.W.,Askin, D.,et al. 2019. Non Adherence in Hemodyalisis Patients and Related Factors : A Multicenter Study: Journal of Nursing Research :Vol 27 No(4). DOI: 10.1097/jnr.000000 0000000309 Pratiwi, F.M.I.2017. Hubungan Kepatuhan Diet dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RS Perkebunan Jember. Skripsi . Fakultas Keperawatan Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Rasani, M.A.A.2015. The Effect of Illness Representation Promoting Program on Treatment Adherence Among Patients with End Stage Renal Disease Receiving Hemodyalisis. Thesis :Songkla University Rahayu, W.C.2019.Pengaruh Kepatuhan Diet Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis di Unit Hemodialisa RS Sumber Waras,.Jurnal Ilmiah Kesehatan : Vol 11 No (1):12-20. DOI: https://doi.org/10.37012/jik .v11i1.63 Rosiah., Chasani, S.,dan Hidayati, W.2017.Studi Fenomenologi:Pengalaman Aktivitas Fisik Klien yang Menjalani Hemodialisis. Jurnal Keperawatan Komprehensif :Vol. 3 No (1):1-8. http://journal.stikep- ppnijabar.ac.id/index.php/jkk/arti cle/view/78 Sitiaga,S.2015.Hubungan Tingkat Pendidikan,Pengetahuan dan Dukungan Keluarga dengan Asupan Protein Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa Rawat Jalan Di RSUD Kabupaten Sukoharjo. Skripsi .Universitas Muhammadiyah Surakarta. Syamsiah, N. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pasien yang Menjalani HD di RSPAU Dr. Esnawan Antariksa Halim Perdana Kusuma. Skripsi .Universitas Indonesia. Verma, B.,Sighn, A.,dan Bishoni, J.A et all.2-2018. Adherence to Medications in Chronic Kidney Disease: Prevalence, Predictors and Outcome. Jurnal of Current Research and Intrerview : Vol 10 No (19). https://doi.org/10.1155/2018/290 3139 Wahyuni, A., Kartika, I.R., Imelda.,dkk.2019.Hubungan Lama HD dengan Fungsi Kognitif. Real in Nursing Journal :Vol2 No(1):1-9. DOI (PDF): http://dx.doi.org/10.3288 3/rnj.v2i1.328.g115 Widiany, F.L.2017. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Diet Pasien Hemodialisis. Jurnal Gizi Klinik Indonesia :Vol 14 No (2):72-79. DOI: https://doi.org/10.22146/ijc n.22015
57708c47-e849-460a-aa88-b7469885e4d3
https://jurnal.syntaxliterate.co.id/index.php/syntax-literate/article/download/15266/9652
E-ISSN: 2548-1398 Published by: Ridwan Institute Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398 Vol. 9, No. 2, Februari 2024 ## OPTIMALISASI KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN OGAN ILIR ## Tri Dianita, Heni Fitriani, Puteri K. Whardani Program Studi Magister Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya, Indonesia Email: dianitatri55@gmail.com, heni.fitriani@unsri.ac.id, puterikusumawardhani@unsri.ac.id ## Abstrak Penelitian ini membahas optimalisasi kinerja pengelolaan sampah di Kabupaten Ogan Ilir. Masalah pelayanan sampah di daerah ini melibatkan aspek teknis dan kelembagaan, mempengaruhi kondisi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Kabupaten ini mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur, yang berdampak pada peningkatan timbunan sampah. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pengolahan sampah dan merumuskan upaya optimalisasi kinerja pengolahan sampah di Kabupaten Ogan Ilir. Kata Kunci: pengelolaan sampah, kinerja, optimalisasi, Kabupaten Ogan Ilir. ## Abstract This research discusses optimizing waste management performance in Ogan Ilir Regency. Waste service problems in this area involve technical and institutional aspects, affecting environmental conditions and public health. This district is experiencing increased economic growth and infrastructure development, which has an impact on increasing waste accumulation. This research aims to analyze the factors that influence waste processing performance and formulate efforts to optimize waste processing performance in Ogan Ilir Regency. Keywords: waste management, performance, optimization, Ogan Ilir Regency. ## Pendahuluan Sampah adalah masalah yang selalu terjadi di setiap daerah, baik daerah yang maju bahkan daerah yang baru berkembang, hal tersebut menjadi salah satu faktor permasalahan pada lingkungan (Mulasari dkk., 2014)Sampah juga merupakan pencemaran lingkungan yang mempengaruhi turunnya nilai lingkungan, karena hubungan ekosistem manusia dan lingkungan menjadi ketergantungan maupun timbal balik (Rahardjo, 2014a). Sistem pengolahan limbah pada daerah berkembang memiliki dampak positif maupun dampak negatif, oleh karena itu masyarakat harus menyadari bahwa limbah bisa menjadi pokok penghasilan maupun pokok permasalahan, apabila sistem pelayanan hingga pengolahannya kurang baik, untuk kenyamanan dan kesehatan lingkungan (Mahyudin, 2017a). Meningkatnya sampah dari hasil tingginya suatu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kawasan, serta pola konsumsi gaya hidup di lingkungan sekitar yang berdampak merusak ekosistem perairan dan daratan (Ríos & Picazo-Tadeo, 2021).Penumpukan limbah setiap harinya tidak hanya dari pola hidup masyarakat, juga dapat diakibatkan oleh sistem pelayanan yang belum dikategorikan baik, bisa karenakan kurangnya pemisahan, penggunaan atau daur ulang. Jika terus menerus dibiarkan serta tidak ada tindak lanjut oleh pemerintahan sekitar, akan menjadi permasalahan dan faktor yang menyebabkan penumpukan limbah (Marshall & Farahbakhsh, 2013). Pemerintahan daerah, pihak swasta serta masyarakat harus berperan aktif dengan memperhatikan beberapa berbagai macam aspek sehingga pengoptimalan berjalan dengan semestinya (Dewi, 2017a). Suatu daerah berkembang tentu mempertimbangkan aspek sosial, aspek hukum, aspek teknis, aspek pembiayaan serta aspek operasional sehingga tercapainya pelayanan sampah yang optimal (Silva & Lopes, 2017).Peran masyarakat tidak hanya menjadi faktor pelayanan sampah kurang baik, akan tetapi dapat diakibatkan oleh operasional sarana maupun prasarana fasilitas yang belum terpenuhi, dan kawasan daerah yang tidak tertata serta relatif kecil berdekatan (Widyaningsih dkk., 2015) Kabupaten Ogan Ilir merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Provinsi Sumatera Selatan dengan luas total 2.382,48 km², yang mempunyai jumlah penduduk 409.171 jiwa yang terbagi dalam 16 Kecamatan, 14 Kelurahan, dan 227 Desa. Salah satunya Kecamatan Indralaya dengan luas 77,65 km2 yang terbagi ke dalam 17 Desa dan 3 Kelurahan. Dengan jumlah sampah ditimbun di TPA maupun sampah yang tidak dikelola sebanyak 6,00 Liter/Orang/Hari (MAULANA & Hadinata, 2020). Pengangkutan sampah sangat memerlukan pengoptimalan pada titik lokasi sampah yang banyak dan menumpuk, sehingga peningkatan armada sangat penting dan jika hal tersebut tidak memungkinkan, maka kinerja pengolahan sampah yang harus dilakukan. Sejalan dengan meningkatnya timbunan sampah di suatu daerah, penting untuk mempertimbangkan limbah yang muncul saat menangani pembuangan suatu limbah yang lemah dan armada pengangkutan yang kurang memadai menjadikan pengolahan sampah yang sangat lemah, salah satunya diakibatkan suatu program pelayanan yang kurang terintegritas serta kurangnya partisipasi dan ikut serta masyarakat, baik dari pihak swasta maupun masyarakat umum (Gobai dkk., 2020a) Pada kondisi saat ini, Kabupaten Ogan Ilir mengalami perkembangan dibidang infrastruktur, pendidikan, kesehatan, serta sektor pemerintahan yang sangat meningkat dan pesat menjadi prioritas utama, dengan demikian terbangunnya usaha swasta dan kompleks perumahan serta pembangunan jalan tol membuat pusat pertumbuhan ekonomi semakin meningkat, oleh karena itu tentunya penimbunan sampah juga semakin melonjak. Hal tersebut harus diiringi dengan perubahan pola hidup masyarakat yang dapat berdampak peningkatan timbunan sampah (Hartanto, 2006a). Maka dari itu juga memerlukan prioritas terkait armada pengangkutan dengan biaya operasional dan waktu rintasi yang rendah, mengakibatkan jumlah rintasi daya angkut sampah menjadi tinggi (Maulana & Hadinata, 2020). Masalah pelayanan sampah sering muncul karena perilaku dan gaya hidup masyarakat menyebabkan peningkatan laju timbunan sampah yang sangat mengkhawatirkan petugas kebersihan. Sumber daya, anggaran, personel dan fasilitas untuk petugas kebersihan juga terbatas. Secara umum, laju timbunan sampah lebih besar dari pada upaya remediasi (Gobai dkk., 2020a). Penelitian terdahulu telah mengidentifikasi berbagai aspek dan faktor yang memengaruhi keberlanjutan kinerja pengolahan sampah. Triana & Sembiring (2019) mengemukakan aspek teknis tindakan, pembiayaan, kelembagaan, partisipasi masyarakat, dan pengetahuan sebagai variabel kunci, dengan indikator yang mencakup strategi pemilihan dan pewadahan, jenis lembaga, dan informasi yang akurat. Surjandari dkk. (2009) menekankan pentingnya membedakan jenis sampah dan memperhatikan manfaatnya untuk mencegah timbunan sampah. Hartanto (2006a) melibatkan persepsi masyarakat dalam menilai kinerja pengelolaan sampah, dengan variabel seperti keadaan kebersihan, kondisi sarana prasarana, dan kualitas petugas. Šerifi dkk. (2015) menyoroti aspek pengolahan sampah terpadu, termasuk teknis, lingkungan, biaya, sikap dan perilaku, kelembagaan, dan aspek politik. A. M. Ríos & Picazo-Tadeo (2021) menambahkan dimensi lingkungan pada penelitian mereka, menyoroti kesadaran masyarakat, kekhawatiran kesehatan, dan aspek ekonomi dan hukum. Dalam rekapitulasi kinerja pengolahan sampah, variabel seperti keikutsertaan, pembangunan, perencanaan, kebersihan infrastruktur, keadaan total lokasi Tempat Pembuangan Sampah (TPS), waktu pengangkutan, kualitas petugas, dan biaya investasi lingkungan muncul sebagai indikator penting. Namun, penelitian ini juga mengidentifikasi kekurangan dalam beberapa aspek seperti kebersihan lingkungan instansi, kondisi kendaraan, kebijakan, dan dampak. Oleh karena itu, studi ini memberikan landasan untuk penelitian lebih lanjut tentang kinerja pengelolaan sampah di Kabupaten Ogan Ilir, dengan fokus pada peningkatan aspek-aspek tersebut guna mengoptimalkan pelayanan sampah di daerah tersebut. Berdasarkan pada permasalahan seperti tersebut di atas, ada indikasi pengelolaan sampah di Kabupaten Ogan Ilir saat ini belum optimal. Untuk mengetahui bagaimana kinerja pengelolaan sampah maka perlu dilakukan penelitian terhadap ”Optimalisasi Kinerja Pengelolaan Sampah di Kabupaten Ogan Ilir” dengan menetapkan berbagai kriteria untuk mengukur kinerja yang di lakukan oleh Pemerintah dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Ogan Ilir. Dari hasil penelitian ini selanjutnya diharapkan dapat diketahui gambaran tentang kondisi pengelolaan sampah di Kabupaten Ogan Ilir serta pemecahannya sehingga dapat dijadikan bahan masukan bagi Pemerintah dalam menentukan pelayanan pengelolaan sampah. Rumusan masalah penelitian ini mencakup temuan pola pembuangan sampah yang masih terjadi di sungai, saluran irigasi, pekarangan, dan lahan kosong, disertai dengan keterbatasan sumber daya manusia, pembiayaan, dan sarana prasarana pengelolaan sampah yang tidak proporsional dengan jumlah sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Kabupaten Ogan Ilir. Selain itu, rendahnya jumlah sampah yang terangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan keterbatasan jangkauan pelayanan pengelolaan sampah pada daerah permukiman penduduk juga menjadi permasalahan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pengolahan sampah dan merumuskan upaya optimalisasi kinerja pengolahan persampahan di Kabupaten Ogan Ilir. Penelitian ini membatasi fokus pada pengelolaan sampah oleh Pemerintah, terutama Dinas Lingkungan Hidup (Bidang Kebersihan dan Pertamanan), dengan penilaian kinerja berdasarkan standar normatif dan persepsi masyarakat. Manfaat dari penelitian ini meliputi kontribusi sebagai bahan pertimbangan untuk Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir dalam mengatasi permasalahan persampahan, memberikan masukan untuk peningkatan pelayanan sampah, pengembangan sistem pengelolaan sampah, dan sebagai referensi literatur untuk perkembangan ilmu pengetahuan terkait kinerja pengelolaan sampah. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Ogan Ilir dengan fokus pada optimalisasi kinerja pengelolaan sampah. Wilayah penelitian terletak antara 30°02' LS hingga 30°48' LS dan 104°20' BT hingga 104°48' BT, dengan luas 2.666,07 km². Ibukota kabupaten, Indralaya, memiliki luas 77,65 km² dan memproduksi 6.00 Liter/Orang/Hari sampah yang ditimbun di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) atau tidak dikelola. Kabupaten ini berbatasan dengan berbagai daerah. Metode penelitian melibatkan pengumpulan data primer dari wawancara, observasi, dan kuesioner, serta data sekunder dari instansi terkait. Analisis dilakukan dengan mengukur tingkat kinerja dan kepuasan masyarakat terhadap pengelolaan sampah menggunakan berbagai variabel dan sub-variabel. Metode Importance Performance Analysis (IPA) digunakan untuk merumuskan dan mengukur tingkat kepuasan masyarakat, dan hasilnya disajikan dalam matriks IPA dengan empat kuadran, yang masing-masing memberikan strategi perbaikan layanan berdasarkan kinerja dan kepentingan pelanggan. ## Hasil dan Pembahasan Analisa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pelayanan Sampah Sistem pengelolaan limbah sampah di Kabupaten berlandaskan dan dapat dilihat dari komponen sub sistem yang saling berinteraksi dan mendukung. Komponen tersebut yaitu aspek teknis, kelembagaan, pembiayaan, hukum dan peran serta masyarakat (Sahil dkk., 2016) Dari hal tersebut, maka baik buruknya kinerja pengelolaan sampah dapat dipengaruhi oleh kelima aspek tersebut. Namun dalam penelitian ini hanya membahas 2 (dua) aspek saja yaitu aspek teknis dan aspek kelembagaan. Metode yang digunakan yaitu teknik analisis delphi dengan berdasarkan hasil wawancara, observasi maupun kuesioner terhadap stakeholder yaitu Dinas Lingkungan Hidup (Bidang Kebersihan dan Pertamanan) Kabupaten Ogan Ilir dan Kecamatan Indralaya. Seperti yang terlihat pada lampiran I mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pengelolaan sampah, lampiran II mengenai faktor kinerja pengolahan sampah, lampiran III mengenai pemetaan stakeholders kunci, lampiran IV dan lampiran V mengenai kompilasi jawaban responden. Responden Sampling Sebagai Representasi Dari Kelompok Stakeholders Berdasarkan Tingkat Kepentingan dan Pengaruh Terhadap Faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengolahan sampah Kabupaten Ogan Ilir sebagai berikut: ## Tabel 1. Responden Sampling Sebagai Representasi Dari Kelompok Stakeholders Utama Kelompok Kepentingan Kepentingan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hdiup Kabupaten Ogan Ilir Bertanggung jawab melaksanakan kegiatan kebersihan, pengangkutan sampah, dan perawatan sarana dan prasarana kebersihan Staff Pelaksanaan Bidang Kebersihan Dinas Lingkungan Hdiup Kabupaten Ogan Ilir Bertanggung jawab atas pelaksanaan teknis pengolahan sampah SekCam Indralaya Lapangan dan Kondisi Eksisting Terkait masalah pengolahan sampah Petugas Kebersihan Sumber : Hasil Analisa 2022 Berdasarkan hasil sintesa yang didapatkan dari teori terkait faktor yang mempengaruhi kinerja pengolahan sampah pada pembahasan sebelumnya, aspek yang digunakan adalah aspek teknis dan aspek kelembagaan. Setelah didapatkan hasil dari analisa deskriptif, dilakukan analisa delphi yang bertujuan untuk mengeksplorasi faktor- faktor yang digunakan sesuai dengan stakeholder yang telah terpilih sebelumnya. Berikut ini analisa delphi yang dilakukan: ## Kuisioner Tahap I Berikut ini merupakan hasil eksplorasi pendapat dari responden tentang faktor yang mempengaruhi kinerja pengolahan sampah di Kabupaten Ogan Ilir tahap 1. Tabel 2. Hasil Analisa Delphi Tahap I Sumber : Hasil Analisis, 2022 S : Setuju TS : Tidak Setuju : Butuh Iterasi R1 : Kepala Dinas Lingkungan Hidup R2 : Staff Pelaksanaan Bidang Kebersihan R3 : Sekretaris Kecamatan Indralaya R4 : Kepala Petugas Kebersihan Faktor R1 R2 R3 R4 Pelayanan Sampah S S S S Timbulan Sampah S S S TS Pewadahan S S TS TS Pengumpulan Sampah S S TS TS Pemindahan S S S S Pengangkutan Samapah ke TPA S S S S Tata Laksana Kerja Teknis S S S S Aspek Teknis Aspek Kelembagaan Dari hasil eksplorasi delphi tahap 1 diperoleh hasil pendapat dari para responden mengenai faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja pengolahan sampah. Dalam kuisioner delphi ini, dua aspek yakni aspek teknis dan aspek kelembagaan. Untuk lebih jelasnya, berikut ini merupakan uraian penjelasan eksplorasi para responden : 1. Pelayanan sampah. Empat responden menyatakan setuju jika pelayanan sampah merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja pengolahan sampah. Berdasarkan responden 1 Kepala Dinas Lingkungan Hidup pelayanan sampah yang baik dan teratur akan membuat Kabupaten bersih dan sehat. Berdasarkan responden 2 Staff Pelaksana Bidang Kebersihan agar Kabupaten selalu bersih dari sampah, selalu memberikan pelayanan sampah yang baik dan teratur. Berdasarkan responden 3 Sekertaris Kecamatan Indralaya Karena sampah harus benar benar diperhatikan dan diupayakan pelayanan secara sistematis supaya tercipta lingkungan yang bersih dan sehat. Berdasarkan responden 4 Kepala Petugas Kebersihan agar Kabupaten tidak kotor dan dipenuhi oleh sampah pelayanan sampah wajib dilakukan. 2. Timbulan Sampah Hasil dari wawancara yang dilakukan pada beberapa stakeholder terkait, didapat hasilnya yakni tiga orang dari empat orang setuju jika timbunan sampah merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja pengolahan sampah. Responden yang setuju yakni responden 1, responden 2, dan responden 3. Berdasarkan responden 1 Kepala Dinas Lingkungan Hidup dengan mengetahui timbulan sampah di tiap tempat dapat mempermudah proses pengumpulan sampah. Berdasarkan responden 2 Staff Pelaksana Bidang Kebersihan Dapat mengklasifikasi jumlah timbulan sampah berdasarkan jumlah penduduk dan aktifitas masyarakat pada masing masing wilayah sehingga mempermudah proses pelayanan sampah pada masyarakat sedangkan responden 3 Sekertaris Kecamatan Indralaya, Dinas Lingkungan Hidup dapat mengetahui titik-titik mana saja yang rawan penumpukan sampah. Sedangkan responden yang tidak setuju bahwa timbunan sampah mempengaruhi kinerja pengolahan sampah adalah responden 4. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden 4 Kepala Petugas Kebersihan karena jumlah konsumsi masyarakat tidak selalu sama bisa sewaktu waktu terjadi lonjakan sampah. 3. Pewadahan Dua dari dari empat responden menyatakan setuju jika pewadahan adalah faktor yang mempengaruhi kinerja pengolahan sampah. Dua responden yang setuju yakni responden 1, dan responden 2. Menurut responden 1 Kepala Dinas Lingkungan Hidup menyatakan dengan adanya pewadahan sebagai tempat pengumpulan sampah sementara untuk mencegah sampah berserakan dimana mana. Dan menurut responden 2 Staff Pelaksana Bidang Kebersihan Memacu peran serta masyarakat untuk ikut aktif menjaga lingkungannya agar slalu bersih. Sedangkan responden yang tidak setuju bahwa pewadahan mempengaruhi kinerja pengolahan sampah adalah responden 3 dan responden 4. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden 3 Sekertaris Kecamatan Indralaya karena pewadahan belum berjalan di masyarakat. Menurut responden 4 Kepala Petugas Kebersihan hal tersebut akan memperbanyak spot penampungan sampah di lingkungan dan apabila menumpuk pada saat musim hujan sampah akan tetap menyebar dimana mana. 4. Pengumpulan sampah Dua dari empat responden menyatakan setuju jika pengumpulan sampah merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja pengolahan sampah. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, responden ke 1 menyatakan setuju karena dengan adanya pengumpulan sampah dapat mencegah penumpukan sampah dan Kabupaten tidak akan kotor. Dan untuk responden 2 menyatakan setuju karena akan mempermudah petugas untuk mengangkut sampah dan juga agar sampah lebih terkonsentrasi. Pendapat lainnya dari responden yang menyatakan tidak setuju yakni koresponden 3 karena akan memperlama proses pengangkutan sampah ke TPA dan sampah akan menumpuk dimana mana. Dan untuk koresponden 4 menyatakan tidak setuju karena Memperlama proses pengangkutan sampah ke TPA dan apabila terjadi penumpukan akan menimbulkan bau yang tidak sedap dan mengganggu lingkungan. 5. Pemindahan Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, empat responden setuju proses pemindahan sampah merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja pengolahan sampah. Responden 1 setuju dengan catatan untuk mempermudah dan memperlancar proses ini diperlukan dan sarana dan prasarana yang memadai. Responden 2 setuju supaya tidak terjadi penumpukan sampah dan sampah tidak sampai menimbulkan bau yang terlalu menyengat. Sedang responden 3 setuju dengan catatan petugas selalu tepat waktu dalam proses pemindahan agar tidak sampai terjadi penumpukan di tempat pengumpulan sampah. Dan responden 4 setuju karena dengan rutin menjemput bola mengambil sampah langsung ke tiap tiap rumah akan mempercepat proses pengambilan sampah dan menghindari penumpukan dimana mana. 6. Pengangkutan ke TPA Empat responden menyatakan setuju jika pengangkutan ke TPA merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja pengolahan sampah. Responden 1 menyatakan setuju dan menyatakan agar pengangkutan sampah ke TPA selalu berjalan dengan baik perawatan sarana dan prasarana sangat penting. Responden 2 setuju karena dengan selalu melakukan pengangkutan sampah ke TPA tepat waktu dapat menciptakan Kabupaten yang bersih dan sehat. Responden 3 setuju jika pengangkutan ke TPA merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja pengolahan sampah dan dengan pemilihan TPA yang jauh dari pemukiman dan akses yang mudah menuju TPA akan memperlancar proses pengangkutan dan responden 4 menyatakan setuju dan dengan pengoptimalan proses pengangkutan sampah ke TPA akan menciptakan lingkungan bersih tanpa sampah. 7. Tata laksana kerja teknis Semua responden menyatakan setuju jika tata laksana kerja teknis juga merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja pengolahan sampah. Berikut ini hasil wawancara dengan responden 1 setuju karena dengan diisi oleh SDM yang cukup dan mampu menjalankan tugasnya akan memperlancar proses pelayanan sampah. Responden 2 menyatakan bahwa Petugas harus selalu optimal dan tepat waktu dalam smua proses pelayanan sampah. Responden 3 menyatakan bahwa petugas kebersihan yang cukup akan menjangkau semua wilayah pelayanan sampah dan armada yang cukup, perawatan yang baik juga sangat penting dalam pelayanan sampah. Sedangkan responden 4 menyatakan bahwa dengan adanya petugas yang cukup dan menjalankan tugasnya dengan baik sesuai dengan bidangnya akan mempermudah dan memperlancar proses pelayanan sampah. ## Tahap II iterasi kedua Tahap analisa delphi, dilanjutkan dengan iterasi kembali jika belum konsensus. Berikut ini lanjutan dari iterasi pertama, dijelaskan sebagai berikut: ## Tabel 3. Hasil Analisa Delphi Tahap II Sumber : Hasil Analisis, 2022 S : Setuju TS : Tidak Setuju : Butuh Iterasi R1 : Kepala Dinas Lingkungan Hidup R2 : Staff Pelaksanaan Bidang Kebersihan R3 : Sekretaris Kecamatan Indralaya R4 : Kepala Petugas Kebersihan Berdasarkan hasil dari iterasi pertama masih belum dicapai konsensus, sehingga dibutuhkan iterasi kembali. Dalam tahap ini dilakukan pemberian kuisioner kembali pada stakeholder terkait. Hasil dari iterasi ke-2 yakni sebagai berikut. 1. Pelayanan sampah Berdasarkan hasil iterasi yang dilakukan kembali, 4 responden akhirnya menyetujui jika pelayanan sampah merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja pengolahan sampah karena apabila pelayanan sampah dilakukan secara baik dan teratur akan membuat Kabupaten Ogan Ilir menjadi bersih dan sehat. 2. Timbulan sampah Berdasarkan hasil iterasi yang dilakukan kembali, responden 1 responden 2 Faktor R1 R2 R3 R4 Pelayanan Sampah S S S S Timbulan Sampah TS TS TS TS Pewadahan TS TS TS TS Pengumpulan Sampah TS TS TS TS Pemindahan S S S S Pengangkutan Samapah ke TPA S S S S Tata Laksana Kerja Teknis S S S S Aspek Teknis Aspek Kelembagaan dan responden 3 akhirnya tidak menyetujui jika timbulan sampah merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja pengolahan sampah. Menurut responden 1 timbulan sampah tidak signifikan berpengaruh pada kinerja pengolahan sampah karena bisa saja tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Menurut koresponden 2 tidak setuju karena timbulan sampah di masing masing wilayah bisa sewaktu waktu berubah. Sedangkan menurut koresponden 3 tidak setuju timbulan sampah tidak berpengaruh pada kinerja pengolahan sampah karena hal ini tergantung pada kesadaran pada tiap warga. Responden 4 tetap tidak setuju dan berasumsi bahwa jumlah konsumsi masyarakat tidak slalu sama bisa sewaktu waktu berubah. 3. Pewadahan Berdasarkan hasil iterasi yang dilakukan kembali, responden 1, responden 2 berubah tidak menyetujui jika pewadahan dimasukan dalam faktor yang berpengaruh pada kinerja pengolahan sampah. Hasil iterasi menunjukan bahwa responden 1 tidak menyetujui dengan alasan bahwa pewadahan tergantung dari peran aktif dan kesadaran masyarakat. Menurut responden 2 berganti tidak setuju karena pewadahan akan memperlama proses pengangkutan sampah ke TPA. Responden 3 tetap tidak setuju karena pewadahan masih belum berjalan di masyarakat dan masih perlu pembinaan pada masyarakat. Responden 4 tetap tidak setuju juga karena sampah akan masih mengumpul dimana mana dan bisa juga mengganggu kenyamanan lingkungan. 4. Pengumpulan sampah Berdasarkan hasil iterasi yang dilakukan kembali, tentang pengumpulan sampah merupakan faktor yang berpengaruh pada kinerja pengolahan sampah tidak disetujui oleh semua responden. Semua responden beralasan bahwa, pengumpulan sampah akan memperlama proses pengangkutan sampah ke TPA, selain itu menurut responden yang setuju yakni 5. Pemindahan 6. Pengangkutan sampah ke TPA 7. Tata laksana kerja teknis ## Tahap III Iterasi Fixasi Faktor Tahapan ini di lanjutkan untuk merevisi penilaian, untuk menentukan alasan yang berada diluar kuesioner dan membuat kesepakatan atau klarifikasi lebih terdepan untuk mencapai informasi dan penilaian yang sebenarnya ## Tabel 4. Hasil Analisa Delphi Tahap III Sumber : Hasil Analisis, 2022 S : Setuju TS : Tidak Setuju : Butuh Iterasi R1 : Kepala Dinas Lingkungan Hidup R2 : Staff Pelaksanaan Bidang Kebersihan R3 : Sekretaris Kecamatan Indralaya R4 : Kepala Petugas Kebersihan Dari hasil kuisioner 1 dan kuisioner 2 didapatkan kuesioner tahap 3 adalah kesepakatan antar responden mengenai faktor yang berpengaruh kinerja pengolahan sampah. Seluruh responden menyatakan setuju bahwa faktor-faktor di atas berpengaruh terhadap kinerja dalam pengolahan sampah Kabupaten. Faktor yang terpilih yakni pelayanan sampah, pemindahan sampah, pengangkutan sampah ke TPA serta tata laksana kerja. ## Analisa Kinerja Pelayanan Sampah di Kabupaten Ogan Ilir Analisis komprehensif kinerja pelayanan sampah merupakan penjelasan secara keseluruhan rangkaian hasil analisis dikaitkan dengan teori. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis servqual. Analisis IPA (Importance Performance Analysis) yang bertujuan untuk mengukur sejauh mana tingkat kepuasan masyarakat di Kecamatan Indralaya Kabupaten Ogan Ilir yang diukur dari SERVQUAL Dinas Lingkungan Hidup Kabapaten Ogan Ilir. Tanggapan masyarakat dilakukan dengan mendapatkan nilai ata-rata untuk setiap variabel SERVQUAL (Ubilla dkk., 2019). Analisis IPA ( Importance Performance Analysis ) dalam penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut: Faktor R1 R2 R3 R4 Pelayanan Sampah S S S S Pemindahan S S S S Pengangkutan Samapah ke TPA S S S S Tata Laksana Kerja Teknis S S S S Aspek Teknis Aspek Kelembagaan ## Tabel 5. Analisis IPA (Importance Performaxnce Analysis) Per Item SERVQUAL ## Sumber : Data Kuisioner, 2023 Dapat dilhat bahwa pada item atribut SERVQUAL dari pengelolaan sampah yang dirasakan oleh masyarakat Kecamatan Indralaya Kabupaten Ogan Ilir, yang memiliki nilai IPA (I mportance Performance Analysis ) negatif yaitu pada atribut Responsiveness, emphaty , reliabilty dan assurance . Hal tersebut menunjukkan bahwa rendahnya tingkat kepuasan masyarakat yang ditunjukkan bahwa harapan yang diinginkan masyarakat atas item atribut SERVQUAL yang diberikan oleh Dinas adalah sangat tinggi, hal ini dibuktikan dari rata-rata jawaban masyarakat untuk masing-masing item dari atribut SERVQUAL. Sedangkan jika dilihat dari kenyataannya kinerja layanan pengelolaan oleh dinas terkait, terdapat beberapa hal yang dinyatakan masyarakat masih cukup atau dinyatakan minim pada dimensi responsiveness yaitu mengenai ketepatan waktu pengambilan sampah, dan seluruh indikator dari dimensi emphaty , reliabilty dan assurance . Hal ini berarti pihak manajemen pengelolaan sampah oleh Dinas Lingkungan Hidup (Bidang Kebersihan dan Petamanan) Kabupaten Ogan Ilir di Kecamatan Indralaya Kabupaten Ogan Ilir kurang memperhatikan hal tersebut. Oleh karena itu, pihak manajemen hendaknya memperbaiki kualitas layanan pada dimensi responsivenss mengenai ketepatan waktu pengambilan sampah, demikian pula untuk dimensi emphaty membutuhkan perbaikan pada indikator sikap petugas ketika mengambil sampah, diminta bantuan oleh penghuni rumah, menerima keluhan dan dalam menjawab pertanyaan beserta informasi, untuk dimensi reliability membutuhkan perbaikan pada indikator dinas dan petugasnya mengangkut sampah sesuai yang dijanjikan, dapat diandalkan dalam menangani sampah masyarakat, memiliki catatan administrasi masyarakat dengan baik Harapan Kinerja 1 3,63 4,14 0,51 Sangat Puas 2 3,34 4,33 0,99 Sangat Puas 3 3,12 4,43 1,31 Sangat Puas 4 3,25 4,31 1,06 Sangat Puas 1 4,5 3,72 -0,78 Tidak Puas 2 4,4 3,67 -0,73 Tidak Puas 3 4,43 3,16 -1,27 Tidak Puas 4 4,26 3,58 -0,68 Tidak Puas 1 3,61 3,88 0,27 Sangat Puas 2 4,24 4,1 -0,14 Tidak Puas 3 4,1 3,99 -0,11 Tidak Puas 4 4,13 4,07 -0,06 Tidak Puas 1 4,36 3,58 -0,78 Tidak Puas 2 4,22 3,48 -0,74 Tidak Puas 3 4,27 3,15 -1,12 Tidak Puas 4 4,5 3,09 -1,41 Tidak Puas 1 4,61 3,67 -0,94 Tidak Puas 2 3,91 3,64 -0,27 Tidak Puas 3 4,05 3,69 -0,36 Tidak Puas 4 4,55 2,98 -1,57 Tidak Puas 4,07 3,73 0,34 Assurance Data GAP Dimensi SERQUAL Item Selisih Katagori Mean Tangible Emphaty Responsiveness Reliability dan petugas dinas terampil dalam melakukan pekerjaannya, untuk dimensi assurance membutuhkan perbaikan pada indikator masyarakat merasa aman ketika petugas sampah memasuki rumah, ketika membayar iuran bulanan dan masyarakat dapat mempercayai Dinas dan petugasnya, serta Petugas Dinas konsisten bersikap sopan kepada masyarakat, pada kawasan masyarakat Kecamatan Indralaya di Kabupaten Ogan Ilir. ## Tabel 6. Analisis IPA (Importance Performance Analysis) /Atribut SERVQUAL ## Sumber : Data Kuisoner (2023) Untuk melihat lebih jelas pengelompokkan pada Atribut SERVQUAL Dinas Lingkungan Hidup (Bidang Kebersihan dan Petamanan) Kabupaten Ogan Ilir yang terdiri dari item Tangible , Emphaty , Responsiveness , Reliability , dan Assurance , dapat dilihat pada gambar grafik analisis IPA ( Importance Performance Analysis ) yang ditunjukkan sebagai berikut : Gambar 1. Grafik Analisi IPA (Importance Performance Analysis) Kinerja (K) Harapan (H) Tangible 3,34 4,30 Sangat Puas Emphaty 4,40 3,53 Tidak Puas Responsiveness 4,02 4,01 Tidak Puas Reliability 4,34 3,33 Tidak Puas Assurance 4,28 3,50 Tidak Puas Elemen ServQual Hasil Data GAP 2,9 3,2 3,5 3,8 4,1 4,4 4,7 3 3,2 3,4 3,6 3,8 4 4,2 4,4 4,6 4,8 Har apan Kinerja/Kepuasan ## DIAGRAM KARTESIUS Berdasarkan grafik analisis IPA ( Importance Performance Analysis ) diatas menunjukkan posisi untuk item Atribut SERVQUAL Dinas Lingkungan Hidup (Bidang Kebersihan dan Petamanan) Kabupaten Ogan Ilir pada antara tingkat harapan masyarakat dengan yang kenyataan dialami oleh masyarakat. Dengan menggunakan acuan mean keseluruhan harapan masyarakat dari Atribut SERVQUAL Dinas Lingkungan Hidup (Bidang Kebersihan dan Petamanan) Kabupaten Ogan Ilir (4.07) dan mean keseluruhan kenyataan masyarakat dari Atribut SERVQUAL Dinas Lingkungan Hidup (Bidang Kebersihan dan Petamanan) Kabupaten Ogan Ilir (3.73) sebagai sumbu koordinat. Dari gambar diagram kartesius pada Gambar di atas dapat dianalisis sebagai berikut: ## Kuadran I Kuadran I adalah wilayah yang dianggap penting oleh masyarakat tetapi pada kenyataannya faktor-faktor ini belum sesuai seperti yang diharapakan (tingkat kepuasan yang diperoleh masih sangat rendah). Atribut yang berada pada kuadran I, yaitu : a. Menginformasikan kepada masyarakat mengenai waktu penjemputan sampah (Responsiveness 1) b. Kelayakan kendaraan pengangkut sampah (Tangible 1) c. Perlengkapan untuk mengangkut sampah (Tangible 2) d. Seragam petugas (Tangible 3) e. Alat keselamatan dan kesehatan petugas pengangkut (Tangible 4) Hasil pengelompokan pada kuadaran I, dapat diketahui pihak Dinas Lingkungan Hidup (Bidang Kebersihan dan Petamanan) Kabupaten Ogan Ilir menangani pengelolaan dan pengangkutan sampah di Kecamatan Indralaya Kabupaten Ogan Ilir hendaknya melakukan penghematan atau pengurangan pada dimensi Tangible , dan Responsiveness . Tangible ada empat indikator yaitu (1) Kelayakan kendaraan pengangkut sampah, Perlengkapan untuk mengangkut sampah, seragam petugas. Alat keselamatan, kesehatan, petugas pengangkut, dan dimensi Responsiveness ada 1 indikator, yaitu informasi waktu penjemputan. ## Kuadran II Kuadran II adalah wilayah yang dianggap penting oleh masyarakat dan faktor-faktor yang dianggap masyarakat sudah sesuai dengan yang dirasakannya, sehingga tingkat kepuasannya relatif lebih tinggi. Atribut yang berada pada kuadran II, yaitu : a. Ketepatan waktu penjemputan sampah (Responsiveness 2) b. Kesiapan dan ketenggapan merespon keluhan Masyarakat (Responsiveness 3) c. Kesediaan Dinas membantu masyarakat dalam urusan administrasi, informasi, dan konsultasi yang berkenaan dengan sampah (Responsiveness 4) Berdasarkan hasil pengelompokan pada kuadaran II, dapat diketahui bahwa pihak Dinas Lingkungan Hidup (Bidang Kebersihan dan Petamanan) Kabupaten Ogan Ilir menangani pengelolaan dan pengangkutan sampah di Kecamatan Indralaya Kabupaten Ogan Ilir hendaknya mempertahankan dimensi Resposiveness ada tiga indikator yaitu (1) Ketepatan waktu penjemputan sampah; (2) Kesiapan dan ketanggapan dinas merespon keluhan masyarakat, dan (3) Kesediaan Dinas membantu masyarakat dalam urusan administrasi, informasi, dan konsultasi yang berkenaan dengan sampah. ## Kuadran III Kuadran III adalah wilayah yang dianggap kurang penting oleh masyarakat dan kinerjanya dirasakan terlalu berlebihan. Atribut yang berada pada kuadran III, yaitu : a. Rasa aman ketika membayar iuran bulanan (Assurance 2) b. Masyarakat dapat mempercayai Dinas dan petugasnya (Assurance 3) Hasil kuadaran III diketahui bahwa pihak Dinas Lingkungan Hidup (Bidang Kebersihan dan Petamanan) Kabupaten Ogan Ilir yang menangani pengelolaan dan pengangkutan sampah di Kecamatan Indralaya Kabupaten Ogan Ilir baiknya melakukan pertimbangan pada dimensi Assurance indikator kedua dan ketiga yaitu rasa aman ketika membayar iuran bulanan, masyarakat dapat mempercayai Dinas, dan petugasnya. ## Kuadran IV Kuadran IV adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh masyarakat dan pada kenyataannya kinerjanya tidak terlalu istimewa. Atribut yang berada pada kuadran IV, yaitu : a. Sikap petugas ketika mengambil sampah (Emphaty 1) b. Sikap petugas ketika dimintai bantuan oleh penghuni rumah (Emphaty 2) c. Sikap petugas ketika menerima keluhan (Emphaty 3) d. Sikap petugas dalam menjawab pertanyaan dan permintaan informasi (Emphaty 4) e. Dinas dan petugasnya mengangkut sampah sesuai yang dijanjikan (Reliability 1) f. Dinas dan petugasnya dapat diandalkan dalam menangani sampah masyarakat (Reliability 2) g. Dinas memiliki catatan administrasi masyarakat dengan baik (Reliability 3) h. Petugas Dinas terampil dalam melakukan pekerjaannya (Reliability 4) i. Masyarakat merasa aman ketika petugas sampah memasuki rumah (Assurance 1) j. Petugas Dinas konsisten bersikap sopan kepada masyarakat (Assurance 4) Berdasarkan hasil pengelompokan pada kuadaran VI, dapat diketahui bahwa pihak Dinas Lingkungan Hidup (Bidang Kebersihan dan Petamanan) Kabupaten Ogan Ilir yang menangani pengelolaan dan pengangkutan sampah di Kecamatan Indralaya Kabupaten Ogan Ilir hendaknya melakukan perbaikan secara terus menerus pada dimensi emphaty terutama pada indikator sikap petugas ketika mengambil sampah (Emp 1), diminta bantuan oleh penghuni rumah (Emp 2), menerima keluhan (Emp 3) dan dalam menjawab pertanyaan beserta informasi (Emp 4). Demikian pula pada dimensi Reliabilty yang perlu diperbaiki ada 4 indikator, yaitu : Dinas dan petugasnya mengangkut sampah sesuai yang dijanjikan (Rel 1), dapat diandalkan dalam menangani sampah masyarakat (Rel 2), memiliki catatan administrasi masyarakat dengan baik (Rel 3) dan Petugas Dinas terampil dalam melakukan pekerjaannya (Rel 4). ## Rumusan Upaya Optimalisasi Kinerja Pelayanan Sampah Upaya optimalisasi analisis IPA Per Atribut SERVQUAL untuk mengukur kinerja pengelolaan sampah di Kabupaten Ogan Ilir: 1. Pihak manajemen hendaknya memperbaiki kualitas layanan pada dimensi responsiveness (x3) mengenai ketepatan waktu pengambilan sampah. 2. Pihak manajemen hendaknya memperbaiki kualitas layanan pada dimensi emphaty membutuhkan perbaikan pada indikator sikap petugas ketika mengambil sampah, diminta bantuan oleh penghuni rumah, menerima keluhan dan dalam menjawab pertanyaan beserta informasi. 3. Kualitas layanan dimensi reliability (x4) membutuhkan perbaikan pada indikator dinas dan petugasnya mengangkut sampah sesuai yang dijanjikan, dapat diandalkan dalam menangani sampah masyarakat, memiliki catatan administrasi masyarakat dengan baik dan petugas dinas terampil dalam melakukan pekerjaannya 4. Kualitas layanan untuk dimensi assurance (x5) membutuhkan perbaikan pada indikator masyarakat merasa aman ketika petugas sampah memasuki rumah, ketika membayar iuran bulanan dan Masyarakat dapat mempercayai Dinas dan petugasnya, serta Petugas Dinas konsisten bersikap sopan kepada masyarakat, pada kawasan masyarakat Kecamatan Indralaya di Kabupaten Ogan Ilir. Berdasarkan perumusan di atas, diharapkan segera dioptimalisasi perbaikannya oleh pihak terkait agar masyarakat merasa puas dengan pelayanan publik oleh pemerintah setempat. ## Kesimpulan Sarana dan prasarana persampahan di Kabupaten Ogan Ilir saat ini terfokus pada sistem pewadahan dengan menggunakan tong (Bin), sementara untuk pengumpulan sampah, becak sampah dianggap lebih efisien daripada gerobak sampah. Kontainer dianggap lebih tepat sebagai sarana pemindahan daripada TPS batu bata karena memiliki kelebihan tertentu. Dalam sistem pengangkutan sampah, arm roll truck dinilai lebih efisien daripada dump truck. Namun, kondisi sarana dan prasarana persampahan dinilai masih kurang memadai, terutama dengan penggunaan bak sampah batu bata dan TPS batu bata yang tidak lagi dianjurkan, menyebabkan kurangnya efisiensi dalam pengelolaan sampah. Rendahnya kinerja pengelolaan sampah di Kabupaten Ogan Ilir disebabkan oleh kurang optimalnya sistem pengelolaan sampah, terutama dalam aspek pelayanan sampah, pemindahan sampah, pengangkutan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), dan tata laksana kerja. Oleh karena itu, diperlukan analisis komprehensif kinerja pengelolaan sampah dengan menggunakan teknik analisis SERVQUAL atau Analisis IPA untuk meningkatkan kepuasan masyarakat. Upaya optimalisasi kinerja pengelolaan sampah di Kabupaten Ogan Ilir seharusnya lebih memperhatikan keinginan masyarakat terkait ketepatan waktu pengambilan sampah, keterampilan petugas, penanganan keluhan, dan pemberian informasi kepada masyarakat untuk mencapai kebersihan dan kesehatan di wilayah tersebut. ## BIBLIOGRAFI Gobai, R. M., et al. (2020). Municipal solid waste management and energy consumption in Papua Province, Indonesia. Energy Reports, 6, 769-777. DOI: 10.1016/j.egyr.2020.02.092 Gobai, R. M., et al. (2020b). Municipal solid waste management in Jayapura City, Indonesia: Current status and future challenges. Case Studies on Transport Policy, 8(3), 1024-1031. DOI: 10.1016/j.cstp.2020.05.005 Hartanto, T. (2006). Evaluasi pengelolaan sampah kota Surakarta dan alternatif peningkatan pelayanannya. Jurnal Ilmu Lingkungan, 6(1), 10-17. Hartanto, T. (2019). Municipal solid waste management in Indonesia: A case study of Denpasar City. Procedia CIRP, 80, 98-103. DOI: 10.1016/j.procir.2019.02.269 Marshall, R. E., & Farahbakhsh, K. (2013). Systems approaches to integrated solid waste management in developing countries. Waste Management, 33(4), 988-1003. DOI: 10.1016/j.wasman.2012.12.016 Maulana, A., & Hadinata, Y. (2020). Application of Geographic Information System (GIS) in optimizing the solid waste management system in urban areas: A case study in Palembang City, Indonesia. Case Studies on Transport Policy, 8(3), 1174- 1181. DOI: 10.1016/j.cstp.2020.04.004 Mulasari, S. A., et al. (2014). Municipal solid waste management performance in Indonesia capital city. Procedia Environmental Sciences, 20, 582-590. DOI: 10.1016/j.proenv.2014.03.072 Ríos, A. M., & Picazo-Tadeo, A. J. (2021). Assessing the efficiency of municipal solid waste management through a comprehensive and flexible cost frontier approach. Waste Management, 125, 423-432. DOI: 10.1016/j.wasman.2021.01.033 Ríos, A. M., et al. (2018). Solid waste management in small towns: An analysis of the determinants of waste generation and collection performance. Journal of Cleaner Production, 183, 1027-1039. DOI: 10.1016/j.jclepro.2018.02.182 Sahil, A. K., et al. (2016). Municipal solid waste management in Indian cities – A review. Journal of Environmental Management, 190, 262-276. DOI: 10.1016/j.jenvman.2016.12.009 Šerifi, Q., et al. (2015). Factors influencing municipal solid waste management in less developed countries: A case study of the municipalities in the Gaza Strip. Journal of Environmental Management, 153, 42-49. DOI: 10.1016/j.jenvman.2015.01.035 Silva, J. S., & Lopes, A. L. (2017). A review of waste management practices and their impact on human health. Waste Management & Research, 35(6), 575-586. DOI: 10.1177/0734242X16666830 Silva, S. S. G., & Lopes, J. B. (2017). The importance of integrated solid waste management in developing countries. Procedia Environmental Sciences, 38, 160- 166. DOI: 10.1016/j.proenv.2017.03.078 Surjandari, I., et al. (2009). Social aspects of solid waste management in Indonesian local governments. International Journal of Environmental Health Research, 19(4), 231- 245. DOI: 10.1080/09603120902747253 Triana, E., & Sembiring, R. L. (2019). Analyzing municipal solid waste management performance in Indonesia: A case study of Deli Serdang Regency. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 251(1), 012044. DOI: 10.1088/1755- 1315/251/1/012044 Ubilla, G., et al. (2018). Measuring the service quality in primary care: The psychometric properties of the translated and adapted SERVQUAL questionnaire in Chile. BMC Health Services Research, 18, 658. DOI: 10.1186/s12913-018-3490-y Ubilla, G., et al. (2019). Applying Servqual model to measure the quality of service in a public hospital in Chile. BMC Health Services Research, 19, 796. DOI: 10.1186/s12913-019-4653-8 Widyaningsih, P., et al. (2015). A review on composting of organic solid waste: Current status, problems, and prospects. Journal of Environmental Management, 160, 212- 228. DOI: 10.1016/j.jenvman.2015.06.023 Widyaningsih, P., et al. (2017). Evaluation of waste management in Indonesian urban areas: A case study of Yogyakarta. Journal of Material Cycles and Waste Management, 19(3), 1222-1230. DOI: 10.1007/s10163-016-0540-2 ## Copyright holder: Tri Dianita, Heni Fitriani, Puteri K. Whardani (2024) First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia This article is licensed under:
6bd4491a-bea3-4619-b575-270f86a9a4c0
https://journal.unhas.ac.id/index.php/zonalaut/article/download/10760/5635
eISSN : 2721-5717 ## ZONA LAUT ## JURNAL INOVASI SAINS DAN TEKNOLOGI KELAUTAN -spasi -Times New Roman 11 Italic- -spasi -Times New Roman 11 Italic- ## PENGARUH PERBANDINGAN RESIN DAN KATALIS TERHADAP KEKUATAN TARIK KOMPOSIT FIBERGLASS-POLYESTER UNTUK BAHAN PEMBUATAN KAPAL *Alamsyah, Taufik Hidayat dan Arif Nur Iskandar Program Studi Teknik Perkapalan Institut Teknologi Kalimantan *alamsyah@itk.ac.id n 11 Italic- -spasi-Times New Roman 11 Italic--spasi-Times New Roman 11 Italic- Abstrak Penggunaan komposit berbahan dasar fiberglass banyak dijumpai dalam pembuatan kapal. Akan tetapi, penggunaan komposit pada proses pembuatan kapal belum memiliki standar mutu yang jelas dan baku mengenai perbandingan antara jumlah resin dan katalis yang digunakan. Sedangkan, jumlah penggunaan resin dan katalis memiliki pengaruh terhadap kekuatan dari komposit berpenguat serat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah katalis yang dicampurkan ke resin terhadap kekuatan tarik komposit fiberglass-polyester . Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yang menggunakan mesin pengujian tarik dengan memvariasikan jumlah katalis pada resin dari 0,5% sampai dengan 2%. Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa komposit dengan jumlah katalis 0,5% memiliki nilai kekuatan tarik 4,85 kgf/mm 2 , elongasi 2,43% dan modulus elastisitas 2,26 kgf/mm 2 . Komposit dengan jumlah katalis 1% memiliki nilai kekuatan tarik 5,02 kgf/mm 2 , elongasi 1,71% dan modulus elastisitas 2,96 kgf/mm 2 . Komposit dengan jumlah katalis 1,5% memiliki nilai kekuatan tarik 5,49 kgf/mm 2 , elongasi 1,97% dan modulus elastisitas 3,07 kgf/mm 2 . Komposit dengan jumlah katalis 2% memiliki nilai kekuatan tarik 4,97 kgf/mm 2 , elongasi 1,62% dan modulus elastisitas 3,11 kgf/mm 2 . Kekuatan tarik komposit fiberglass-polyester mengalami peningkatan di jumlah katalis 0,5 hingga 1,5% dan mengalami penurunan di jumlah katalis 2%. Nilai kekuatan tarik tertinggi terdapat pada komposit dengan komposisi jumlah resin 100% dan jumlah katalis 1,5%. -spasi-Times New Roman 11 Italic- Kata Kunci: Fiberglass , Katalis, Kekuatan Tarik, Komposit. -spasi-Times New Roman 11 Italic- -spasi-Times New Roman 11 Italic- ## Abstract The use of fiberglass-based composites is often found in shipbuilding. However, the use of composites in the shipbuilding process does not yet have clear and standard quality standards regarding the ratio between the amount of resin and catalyst used. Meanwhile, the amount of use of resin and catalyst has an influence on the strength of the fiber-reinforced composite. This study aims to determine the effect of the amount of catalyst mixed into the resin on the tensile strength of fiberglass-polyester composites. The method used in this study is an experimental method that uses a tensile testing machine by varying the amount of catalyst in the resin from 0.5% to 2%. In this study, the results showed that composites with a catalyst amount of 0.5% had a tensile strength value of 4.85 kgf/mm 2 , elongation of 2.43% and elastic modulus of 2.26 kgf/mm 2 . Composites with a catalyst amount of 1% had a tensile strength value of 5.02 kgf/mm 2 , elongation of 1.71% and elastic modulus of 2.96 kgf/mm 2 . Composites with a catalyst amount of 1.5% had a tensile strength value of 5.49 kgf/mm 2 , elongation of 1.97% and elastic modulus of 3.07 kgf/mm 2 . Composites with a catalyst amount of 2% had a tensile strength value of 4.97 kgf/mm 2 , elongation of 1.62% and elastic modulus of 3.11 kgf/mm 2 . The tensile strength of fiberglass-polyester composites has increased in the amount of catalyst 0.5 to 1.5% and has decreased in the amount of catalyst 2%. The highest value of tensile strength is in composites with a composition of 100% resin and 1.5% catalyst. -spasi-Times New Roman 11 Italic- Keywords: Fiberglass, Catalyst, Tensile Strength, Composite. ## 1. i PENDAHULAN Komposit merupakan suatu material yang tersusun dari penggabungan dua atau lebih material pembentuknya melalui campuran yang tidak homogen, dimana sifat mekanik dari masing-masing material pembentuknya berbeda [1]. Komposit tersusun dari dua jenis material yang berbeda yaitu matrix yang berfungsi sebagai bahan pengikat dan reinforcement yang berfungsi sebagai bahan penguat. Pada umumnya yang sering digunakan sebagai bahan penguat ( reinforcement ) komposit adalah serat kaca ( fiberglass ). Dan yang digunakan sebagai bahan pengikat ( matrix ) komposit adalah resin yang dicampurkan dengan katalis. Penggunaan komposit berbahan dasar fiberglass banyak dijumpai dalam pembuatan kapal dikarenakan memiliki banyak kelebihan. Adapun kelebihan dari komposit berbahan dasar fiberglass yaitu ringan, tahan terhadap korosi, mudah dibentuk, memiliki sifat sebagai penghantar isolator yang baik dan memiliki harga yang terjangkau [2]. Akan tetapi, penggunaan komposit pada proses pembuatan kapal belum memiliki standar mutu yang jelas dan baku mengenai perbandingan antara jumlah resin dan katalis yang digunakan sebagai bahan pengikat pada material komposit. Pemberian bahan tambahan katalis pada resin berfungsi untuk mempercepat proses pengerasan cairan resin. Penggunaan katalis dalam jumlah yang terlalu banyak dapat menimbulkan panas yang berlebihan pada saat proses pengerasan [3]. Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, diperoleh hasil bahwa penambahan katalis pada cairan resin berpengaruh terhadap sifat mekanik dari matriks tanpa serat [4]. Sedangkan, sifat mekanik dari matriks merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan dari komposit yang diperkuat serat [5]. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa jumlah penggunaan resin dan katalis memiliki pengaruh terhadap kekuatan dari komposit berpenguat serat. Namun, belum ada penelitian yang meneliti tentang pengaruh perbandingan resin dan katalis terhadap kekuatan tarik komposit berpenguat serat kaca. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan meneliti mengenai “Pengaruh Perbandingan Resin dan Katalis Terhadap Kekuatan Tarik Komposit Fiberglass-Polyester untuk Bahan Pembuatan Kapal”. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis hasil perbandingan resin dan katalis terhadap kekuatan tarik pada komposit fiberglass-polyester . Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat berguna bagi penelitian terkait material komposit sebagai bahan pembuatan kapal. ## 2. METODE Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen yang menggunakan mesin pengujian tarik dengan memvariasikan jumlah katalis pada resin dari 0,5% sampai dengan 2% pada bahan pembuatan komposit. Penelitian ini dilakukan dengan tahapan awal yaitu studi literatur sebagai bahan pencarian sumber informasi terkait penelitian. Studi literatur ini dimaksudkan untuk memahami konsep dan metode yang tepat untuk menyelesaikan masalah yang telah dirumuskan pada tahap sebelumnya dan untuk mewujudkan tujuan yang dimaksudkan. Studi literatur ini termasuk mencari referensi atas teori-teori terkait atau hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Kemudian tahap pesiapan alat dan bahan dimana pada tahap ini semua alat dan bahan yang dibutuhkan untuk penelitian disiapkan agar memudahkan jalannya proses penelitian. Adapun alat- alat yang digunakan untuk pembuatan komposit adalah sarung tangan, masker, cetakan kaca dengan ukuran 19 cm x 15 cm x 0,5 cm, release agent atau wax, spidol, penggaris, gunting, timbangan digital, gelas atau wadah, suntikan, klip penjepit, cutter, gergaji, mesin bench grinder , jangka sorong dan mesin uji tarik UTM ( Universal Testing Machine ). Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari resin polyester ETERNAL . Resin yang digunakan dalam material komposit berperan untuk mentransfer muatan mekanik eksternal ke penguat dan melindunginya dari lingkungan eksternal. Oleh karena itu resin harus cukup fleksibel dan menawarkan kompatibilitas yang baik dengan penguat. Selain itu, mereka harus memiliki kerapatan yang rendah untuk menjaga sifat spesifik penguat yang tinggi [6]. Bahan kedua adalah katalis MEPOXE . Katalis merupakan bahan pemicu ( initiator ) yang berfungsi untuk mempersingkat reaksi curing atau proses pengerasan pada temperatur ruang. Pemberian bahan tambahan katalis pada resin berfungsi untuk mempercepat proses pengerasan cairan resin. Katalis yang dipakai sebagai proses curing dalam pembuatan FRP berasal dari organic peroxide seperti methyl ethyl ketone peroxide dan acetyl actone perocide . Katalis digunakan sebagai bahan tambahan pada resin polyester . Resin ini mulai mengalami proses curing saat terjadinya reaksi antara resin dengan katalis. Penggunaan katalis dalam jumlah yang terlalu banyak dapat menimbulkan panas yang berlebihan pada saat proses pengerasan. Reaksi panas yang berlebihan antara kedua bahan ini akan mengakibatkan kerusakan pada hasil [3] . Banyak katalis yang digunakan dapat mempengaruhi sifat mekanis dari matriks tanpa serat. Penambahan katalis di atas 1% dapat menurunkan kekuatan tarik dan bending resin polyester tak jenuh [4] . Dan bahan terakhir adalah serat kaca chopped strand mat sebagai penguat dari komposit. Penguat ( reinforcement ), yaitu bagian komposit yang berfungsi sebagai penanggung beban utama pada komposit, umumnya berbentuk serat yang mempunyai sifat kurang ductile tetapi lebih kuat. Adapun bahan penyusun dari komposit ini dapat dilihat pada Gambar 1 berikut: ## Gambar 1. Bahan Penyusun Komposit [7] Selanjutnya, tahap pembuatan komposit dimana komposit dibuat dengan memvariasikan persentase penambahan katalis mulai 0,5% hingga 2% dengan tiap kenaikan katalis 0,5%. Pada masing-masing variasi jumlah katalis, dibuat 3 buah spesimen sehingga jumlah keseluruhan spesimen adalah 12 buah. Pembuatan komposit dilakukan dengan menggunakan metode hand lay-up . Proses pembuatan komposit dengan metode hand lay-up ini adalah pembuatan komposit dengan menggunakan lapisan demi lapisan sehingga diperoleh ketebalan yang ditentukan atau diinginkan. Lapisan tersebut berisi resin dan bahan penguat ( reinforcement ), biasanya bahan panguat yang sering digunakan adalah serat fiberglass dan serat alam. Setelah didapatkan ketebalan yang diinginkan, langkah selanjutnya adalah menggunakan roller untuk dapat meratakan dan menghilangkan udara yang terjebak di atasnya. Metode hand lay-up dapat dilihat pada Gambar 2 berikut: Gambar 2. Metode Hand Lay-Up [8] Komposit yang telah dibuat kemudian dibentuk menjadi spesimen pengujian tarik sesuai dengan standar ASTM D638-14. Untuk bentuk dan dimensi dari spesimen pengujian dapat dilihat pada Gambar 3 berikut: Gambar 3. Bentuk dan Dimensi Spesimen Pengujian Tarik [9] Setelah komposit dibentuk menjadi benda uji sesuai dengan standar ASTM D638-14, kemudian spesimen diuji dengan menggunakan mesin pengujian tarik dengan menggunakan mesin UTM ( Universal Testing Machine ). Pengujian tarik ini bertujuan untuk dapat mengetahui kekuatan tarik rata-rata dan regangan dari setiap variasi perbandingan resin dan katalis. Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan atau material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu. Salah satu pengujian komposit ini ditinjau dari kekuatan tarik dengan menggunakan Universal Testing Machine . Dengan menarik suatu bahan akan diketahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu bertambah panjang, skema penarikan spesimen uji tarik dapat dilihat pada Gambar 4 berikut: ## Gambar 4. Skema Pengujian Tarik [10] Tahap terakhir adalah tahap analisis data atau pengolahan data yang diperoleh dari hasil pengujian tarik. Pada pengujian tarik yang dilakukan, hasilnya berupa print-out grafik hubungan beban dan pertambahan panjang. Untuk dapat menghitung kekuatan tarik dan regangan dari pengujian tersebut, maka menggunakan rumus sebagai berikut: 1. Tensile strength atau kekuatan tarik dapat didefinisikan sebagai gaya per unit luas material yang menerima gaya tersebut. Untuk dapat memperoleh kekuatan tarik dari suatu material dapat dihitung menggunakan Persamaan 1 berikut: 𝜎 = 𝑃 𝐴 (1) dimana σ adalah kekuatan tarik (kgf/mm 2 ), P adalah beban (kgf) dan A adalah luas penampang (mm 2 ). 2. Tensile strain adalah ukuran perubahan panjang suatu material setelah dilakukan uji tarik, sehingga dari hasil pengujian tarik dapat digunakan untuk mencari nilai regangan dari suatu material. Untuk mencari tensile strain dapat dihitung menggunakan Persamaan 2 berikut: 𝜀 = 𝛥𝐿 𝐿𝑜 (2) dimana ε adalah regangan, 𝛥𝐿 adalah pertambahan panjang (mm) dan Lo adalah panjang awal (mm). 3. Modulus elastisitas ( Young Modulus ) adalah perbandingan antara tegangan ( stress ) dengan regangan (strain ). Untuk mencari modulus elastisitas dapat dihitung menggunakan Persamaan 3 berikut: 𝐸 = 𝜎 𝜀 (3) dimana E adalah modulus elastisitas (kgf/mm 2 ), σ adalah tegangan (kgf/mm 2 ) dan 𝜀 adalah regangan [10]. ## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil pengujian tarik diperoleh data yang dapat dilihat pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Hasil Data Uji Tarik Spesimen Komposit Persentase Katalis (%) Sampel Kekuatan Luluh (kgf/mm 2 ) Kekuatan Tarik (kgf/mm 2 ) Elongasi (%) Modulus Elastisitas (kgf/mm 2 ) 0,5 1 2,24 5,03 3,08 1,63 2 2,58 5,11 1,44 3,55 3 1,69 4,42 2,78 1,59 Rata-rata 2,17 4,85 2,43 2,26 1 1 2,19 3,85 1,56 2,47 2 2,52 5,65 2,07 2,73 3 2,87 5,56 1,51 3,68 Rata-rata 2,53 5,02 1,71 2,96 1,5 1 2,34 5,39 1,23 4,38 2 2,53 5,91 2,07 2,86 3 2,64 5,18 2,62 1,98 Rata-rata 2,50 5,49 1,97 3,07 2 1 2,97 4,00 1,79 2,23 2 2,59 6,06 1,60 3,79 3 2,42 4,85 1,47 3,30 Rata-rata 2,66 4,97 1,62 3,11 Dari data yang diperoleh di atas, maka dapat dibuat grafik hubungan antara penambahan jumlah katalis dengan nilai kekuatan tarik dari komposit yang dapat dilihat pada Gambar 5 berikut: ## Gambar 5. Grafik Hubungan Jumlah Katalis Dengan Nilai Kekuatan Tarik Komposit Dari Gambar 5, dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan nilai kekuatan tarik sebesar 3,43% dari komposit dengan jumlah katalis 0,5% sampai dengan komposit dengan jumlah katalis 1%. Kemudian, terjadi peningkatan nilai kekuatan tarik lagi sebesar 9,43% dari komposit dengan jumlah katalis 1% sampai dengan komposit dengan jumlah katalis 1,5% dan terjadi penurunan nilai kekuatan tarik sebesar 9,53% pada komposit dengan jumlah katalis 2%. Hal ini senada dengan penelitian terdahulu bahwa penambahan katalis di atas 1% dapat menurunkan kekuatan tarik dan bending resin polyester tak jenuh [4]. Kecenderungan tersebut diperkuat oleh teori lainnya yang menyebutkan penggunaan katalis dalam jumlah yang terlalu banyak dapat menimbulkan panas yang berlebihan pada saat proses pengerasan, sehingga reaksi panas yang berlebihan antara kedua bahan ini akan mengakibatkan kerusakan pada hasil [3]. Dari persentase perubahan nilai kekuatan tarik ini, maka dapat disimpulkan bahwa penambahan jumlah katalis pada cairan resin sangat mempengaruhi nilai kekuatan tariknya. Semakin bertambah jumlah katalis yang digunakan maka semakin bertambah pula nilai kekuatan tariknya. Namun, penambahan dalam jumlah yang terlalu banyak dapat menurunkan nilai kekuatan tariknya. Peningkatan nilai kekuatan tarik ini dikarenakan penggunaan katalis yang terlalu sedikit membuat proses pengeringan resin menjadi lambat, sehingga cairan resin menjadi kental yang mengakibatkan hasil komposit menjadi lunak dan elastis, hal itu yang membuat komposit dengan jumlah katalis yang sedikit memiliki nilai elongasi yang tinggi. Namun, penggunaan katalis yang terlalu banyak juga dapat menurunkan nilai kekuatan tarik dari komposit. Hal ini dikarenakan katalis yang digunakan terlalu banyak membuat proses pengeringan cairan resin menjadi sangat cepat, sehingga komposit yang dihasilkan menjadi sangat keras dan getas. Komposit dengan penggunaan jumlah katalis yang terlalu banyak membuat nilai elongasinya menjadi semakin kecil, karena komposit menjadi material yang getas dan pada saat dilakukan pengujian tarik pada komposit tersebut, komposit menjadi cepat patah dan regangan yang dihasilkan sangat kecil. Pada pengujian tarik, spesimen yang diuji diberi beban tarik sampai spesimen tersebut menjadi patah. Hasil patahan spesimen uji tarik dapat dilihat pada Gambar 6 berikut: ## Gambar 6. Hasil Patahan Spesimen Uji Tarik Komposit Dari Gambar 6, dapat dilihat bahwa hasil patahan pada tiap-tiap spesimen berbeda. Patahan yang terjadi pada spesimen bervariasi, mulai dari yang patah di bagian tengah spesimen sampai dengan patah yang tidak pas di bagian tengahnya. Hal ini dikarenakan pada saat proses pembuatan komposit, serat yang digunakan sebagai penguat tidak memiliki jumlah yang sama pada tiap permukaannya. Sehingga saat komposit dipotong menjadi tiga bagian, jumlah serat yang terdapat pada tiap komposit tidak sama rata. Selain itu, pada saat proses pembuatan komposit, terdapat gelembung-gelembung udara yang membuat hasil komposit menjadi berlubang. Gelembung-gelembung udara ini dihasilkan dari proses pengadukan cairan resin saat dicampurkan dengan katalis. Proses pengadukan yang terlalu cepat membuat gelembung-gelembung udara yang dihasilkan menjadi sangat banyak. Posisi dari lubang-lubang ini mempengaruhi hasil patahan dari spesimen saat diuji tarik. Hal itulah yang membuat hasil patahan pada spesimen berbeda-beda setelah dilakukan pengujian tarik. ## 4. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa komposit fiberglass-polyester dengan jumlah katalis 0,5% memiliki nilai kekuatan tarik 4,85 kgf/mm 2 , elongasi 2,43% dan modulus elastisitas 2,26 kgf/mm 2 . Komposit dengan jumlah katalis 1% memiliki nilai kekuatan tarik 5,02 kgf/mm 2 , elongasi 1,71% dan modulus elastisitas 2,96 kgf/mm 2 . Komposit dengan jumlah katalis 1,5% memiliki nilai kekuatan tarik 5,49 kgf/mm 2 , elongasi 1,97% dan modulus elastisitas 3,07 kgf/mm 2 . Komposit dengan jumlah katalis 2% memiliki nilai kekuatan tarik 4,97 kgf/mm 2 , elongasi 1,62% dan modulus elastisitas 3,11 kgf/mm 2 . Kekuatan tarik komposit fiberglass-polyester mengalami peningkatan di jumlah katalis 0,5 hingga 1,5% dan mengalami penurunan di jumlah katalis 2%. Untuk komposit fiberglass-polyester diperoleh nilai kekuatan tarik tertinggi pada komposisi resin 100% dan katalis 1,5%, dengan nilai kekuatan tarik 5,49 kgf/mm 2 , elongasi 1,97% dan modulus elastisitas 3,07 kgf/mm 2 . ## UCAPAN TERIMA KASIH Ungkapan terimakasih kepada Laboratorium Desain Perencanaan Gambar Konstruksi dan Permesinan Kapal Teknik Perkapalan Institut Teknologi Kalimantan, Laboratorium Pengujian Tarik TMM Politeknik Negeri Balikpapan yang telah menfasilitasi penelitian ini, dan reviewer yang tidak diketahui namanya sehingga makalah ini layak dipublikasikan. ## DAFTAR PUSTAKA [1] Rawlings, F. L., Composite Materials: Engineering and Science. New York: CRC Press, 1999. [2] Sapuan, S. M., Composite Materials. Oxford: Elsevier, Inc, 2017. [3] Billmeyer, F. W., Textbook of Polymer Science. New York: John Wiley & Sons, Inc, 1984. [4] Hestiawan, H., Pengaruh Penambahan Katalis Terhadap Sifat Mekanis Resin Poliester Tak Jenuh. Yogyakarta: Teknosia, 2017. [5] Schwartz, M. M. (2002). Composite Materials Handbook. New York: McGraw-Hill, Inc, 2002. [6] Berthelot, J.-M. Mechanics of Composite Materials and Structures. Vallouise: Compomecha, 2015. [7] Kumar, Y. K., Influence of Aviation Fuel on Mechanical Properties of Glass Fiber-Reinforced Plastic Composite. Chennai: IARJSET, 2016. [8] Akay, M., An Introduction to Polymer-Matrix Composites. Bookboon, 2015. [9] ASTM., Standard Test Method for Tensile Properties of Plastics D638-14. Philadelphia: American Society for Testing and Material, 2014. [10] Callister, W. D., Materials Science and Engineering: An Introduction. Hoboken: John Wiley & Sons, Inc, 2010. -Times New Roman 11 Italic- -spasi-Times New Roman 11 Italic-
bc0fa181-22cc-4f82-b573-3c63f6a7cd82
https://jurnal.stkipbima.ac.id/index.php/ES/article/download/1188/682
## Peran Ganda Perempuan Bekerja di Desa Cijaku Provinsi Banten Rahmannisa Syifa Awalya 1 , Yustika Irfani Lindawati 2 1,2 Jurusan Pendidikan Sosiologi, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Jl. Ciwaru Raya, Cipare, Kec. Serang, Kota Serang, Banten 42117, Indonesia Email Coresponden*: rahmannisasyifa@email.com ## Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran ganda perempuan yang ada di Desa Cijaku. Adapun alasan memilih permasalahan tersebut karena seringkali peran ganda pada perempuan disamakan dengan beban ganda. Sementara tidak semua perempuan menganggap bahwa peran ganda merupakan beban ganda, melainkan menjadikannya motivasi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Teknik pengambilan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan studi literatur. Penelitian ini dianalisis menggunakan teori Talcott Parsons tentang relasi gender dalam institusi keluarga . Kata Kunci : Perempuan, Keluarga, Peran Ganda ## PENDAHULUAN Pada era modern ini, setaranya hak antara perempuan dan laki-laki bukanlah hal yang tabu dalam kehidupan bermasyarakat. Kini perempuan tidak hanya berada di sumur, kasur dan dapur. Namun juga turut andil berkontribusi dalam berbagai kegiatan sosial masyarakat. Pola pikir perempuan modern membawa perempuan pada mimpi dan cita- cita besar untuk mrmberikan sumbangsi dalam pembangunan negeri. Sehingga ruang publik yang dulu tabu bagi perempuan kini diakui sebagai tempat mereka berekspresi dan memenuhi diri mereka sendiri (Mustikawati, 2015). Keluarga yang memiliki sistem dan struktur sosial tersendiri merupakan lembaga terkecil dalam masyarakat dan negara. Dalam model keluarga tradisional, suami berfungsi sebagai pemberi nafkah dan pelindung keluarga (Aisyah, 2013). Pandangan tentang keluarga ini menunjukkan bagaimana laki-laki diberi tanggung jawab strategis dan bagaimana perempuan dibuat bergantung pada laki-laki. Sebaliknya, perempuan secara alami memikul tanggung jawab sebagai ibu dan isteri dalam keluarga. Ibu memainkan peran penting dalam memastikan kebahagiaan dan keutuhan keluarga (Zahrok, 2018). Mulai dari tahap awal mengandung, melahirkan, serta merawat tumbuh kembang anak-anaknya. Menanggapi berbagai anggapan bahwa modernisasi telah mengurangi pentingnya fungsi keluarga, Parsons mengembangkan teori struktural-fungsional tentang relasi gender dalam institusi keluarga. Menurut (Rahmawati, 2016) menjelaskan bahwa pembagian peran gender antara laki-laki dan perempuan dalam hal tugas rumah tangga, dengan tanggung jawab utama perempuan adalah rumah tangga dan mengasuh anak dan keterlibatan laki-laki dalam tanggung jawab ini hanya sebagian. Teori ini berpendapat bahwa pembagian peran secara seksual dalam konteks relasi gender adalah wajar Dengan menyediakan makanan, tempat tinggal, dan titik kontak dengan orang lain untuk keluarga, suami memainkan peran penting dalam menjaga integritas sosial dan fisik rumah tangga. Sementara istri memainkan peran ekspresif, mendukung koneksi, menawarkan dukungan emosional, dan memberikan pembinaan terbaik yang menjunjung tinggi integritas keluarga dan memastikan semuanya berjalan sesuai rencana (Aisyah, 2013). Peran gender untuk setiap suami dan istri tidak seragam atau tidak fleksibel, sehingga kadang- kadang harus dinegosiasikan seiring pertumbuhan keluarga (Puspitawati, 2013). Peran Perempuan dalam keluarga tidak hanya mengurus urusan domestic atau urusan rumah tangga, namun juga ikut andil dalam kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Seperti para perempuan bekerja yang ada di Desa Cijaku yang melakukan peran domestic sebagai ibu rumah tangga, dimana para perempuan disana mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti mengurus dapur, membersihkan rumah, merawat suami dan anak-anaknya. perempuan di Desa Cijaku juga ikut andil dalam kegiatan public seperti berkumpul dengan perempuan- perempuan lain dalam kegiatan pengajian mingguan yang biasa diadakan pada hari minggu, yang mana hari minggu ini para perempuan bekerja dapat lebih bersantai dirumah dan dapat melakukan hal lain selain mengurus pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan di luar rumah yang setiap hari digiatinya. Tidak dapat disangkal bahwa ilmu pengetahuan adalah kunci keberhasilan rumah tangga, dan memenuhi kebutuhan finansial adalah salah satu faktor lain yang dapat meningkatkan kesejahteraan rumah tangga (Afrizal, 2021). Dalam hal ini, ilmu pengetahuan yang didapat para perempuan bekerja di Desa Cijaku merupakan pengetahuan agama yang didapat dari pengajian mingguan ini. Selain itu, perempuan juga merupakan seorang individu yang pasti mempunyai mimpi atau cita-cita dalam hidupnya. Sehingga ketika menikah, perempuan tidak hanya mengurus urusan domestic atau urusan rumah tangga, namun juga memiliki peran sebagai Wanita karir dalam dunia kerjanya. Hal ini sesuai dengan pemikiran bahwa meningkatkan kesejahteraan keluarga tidak hanya menjadi tugas kepala keluarga tetapi juga melibatkan ibu rumah tangga. (Hanum, 2017) Problematika peran ganda perempuan mengacu pada situasi di mana perempuan harus menghadapi tuntutan yang bertentangan atau konflik antara peran mereka di rumah dan peran mereka di tempat kerja atau masyarakat. Dengan beragamnya peran yang dimainkan, ketegangan dan persoalan mudah muncul pada perempuan sehingga rentan terhadap penyakit mental seperti depresi. Keadaan ini niscaya akan menghalangi wanita untuk menemukan kebahagiaan (Patnani, 2012). Meskipun peran ganda juga dapat dialami oleh pria, tetapi umumnya lebih sering terjadi pada wanita karena adanya ekspektasi sosial dan budaya yang kuat terhadap peran wanita dalam keluarga dan tanggung jawab rumah tangga. Kecenderungan perempuan terpinggirkan dalam pekerjaan yang bergaji rendah, memiliki kondisi kerja di bawah standar, dan kurangnya keamanan kerja merupakan masalah yang sering dialami perempuan di tempat kerja, seperti halnya di sektor public (Susiana, 2017). Tidak sampai disitu, kedua peran yang dijalani perempuan ini membutuhkan kemampuan yang sama, dan apabila seorang wanita memberikan prioritas lebih besar pada pekerjaannya, dia dapat kehilangan banyak hal untuk keluarganya (Mayangsari dan Amalia, 2018). Oleh karena itu, bagi seorang perempuan, memiliki peran ganda adalah tantangan dan bukan pilihan (Arif, 2019). Sehingga perempuan yang memiliki peran ganda dalam sebuah keluarga setidaknya harus dapat mengatur keluarganya dengan manajemen yang baik baik. Menurur (Rizki dan Santoso, 2022) membagi keterampilan manajemen yang harus dimiliki oleh perempuan berperan ganda menjadi empat, yaitu manajemen waktu, manajemen konflik, manajemen diri, dan manajemen pendidikan. Keempat manajemen ini merupakan fondasi utama yang harus dimiliki oleh perempuan berperan ganda agar rumah tangga yang dijalaninya berjalan dengan harmonis. Hal ini dilakukan oleh para Ibu rumah tangga yang juga turut berkecimpung dalam kegiatan ekonomi keluarga di Desa Cijaku, Kecamatan Cijaku, Kabupaten Lebak. Dimana para perempuan di sana turut membantu untuk meningkatkan perekonomian keluarga untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Karena manusia memiliki kemampuan untuk memahami, menemukan, dan menggunakan alat yang dapat digunakan untuk produksi, setiap individu memiliki kemampuan untuk menghasilkan sesuatu (Zuhdi, 2018). Perubahan sosial yang terus berputar ini membawa perempuan di Desa Cijaku berpikir lebih maju dan enggan untuk meneruskan pekerjaan orang tuanya untuk menjadi petani di kebun sendiri atau di kebun milik orang lain. Pemikiran yang maju membuat perempuan di Desa Cijaku lebih sadar akan kesempatan lain untuk mengembangkan dirinya di dunia yang modern ini. namun tidak dapat disangkal, pembagian peran dalam keluarga konvensional seperti perempuan yang mengurus pekerjaan rumah tangga dan suami yang bekerja tidak lepas dari mindset para perempuan disana. Yang menyebabkan perempuan di Desa Cijaku tetap mengerjakan peran sebagai ibu rumah tangga dan juga perannya sebagai pegawai di tempat bekerja sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui dinamika peran ganda di Desa Cijaku, Kecamatan Cijaku, Kabupaten Lebak. ## METODE Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Dimana teknik pengambilan data dilakukan dengan melakukan kegiatan observasi, wawancara dan studi literatur. Tujuan dari penelitian kualitatif adalah untuk memahami dan menginterpretasikan kejadian dalam pengertian makna yang diberikan individu kepada peneliti dalam konteks alami. Peneliti menggunakan teknik ini karena membutuhkan data lapangan yang aktual dan kontekstual. Selain itu, peneliti juga mengumpulkan studi literatur dengan mengmabil referensi jurnal. Penelitian ini dilakukan di Desa Cijaku, Kecamatan Cijaku, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten karena melihat banyaknya perempuan bekerja yang memiliki peran ganda sebagai ibu rumah tangga. Pada penelitian ini digunakan teknik pemilihan informan yaitu purposive dimana ditentukan individu yang dirasa memiliki kualifikasi sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun penelitian dilakukan dalam waktu 3 bulan, dari bulan April sampai Juni 2023. Informan yang terlibat dalam penelitian sebanyak 3 orang dengan rincian: Ibu Nurlaela yang bekerja sebagai bidan, Ibu Sri yang bekerja sebagai asisten rumah tangga, dan Ibu Meli sebagai seorang penjaga konter. Proses analisis data dilakukan menggunakan pendekatan Miles & Hubermen berupa pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan ## HASIL DAN PEMBAHASAN Ketika sepasang laki-laki dan perempuan mengujapkan janji suci atas nama pernikahan, maka keduanya telah diberikan tanggung jawab untuk membangun Institusi keluargaKeluarga adalah institusi sosial utama yang dibentuk oleh pernikahan dan memiliki elemen dengan peran sosial dan fungsi masing-masing (Afrizal, 2021). Dimana institusi kecil ini beranggota Ayah, Ibu, dan Anak sebagai keluarga inti yang memiliki peran masing-masingDalam keluarga, beberapa anggota memiliki hubungan darah baik secara kandung maupun secara angkat, yang berasal dari pernikahan dua orang yang saling bergantung dan tinggal bersama (Susanti, 2022). Secara naluriah, Seorang ibu cenderung merasa memiliki tanggungjawab yang lebih besar untuk merawat anak-anak. Karena seorang Ibu yang mengandung, melahirkan, juga merawat hingga sang anak tumbuh dewasa. Sementara seorang Ayah berperan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dengan mencari nafkah. Tidak hanya itu, seorang Ibu dan Ayah jika dilihat dari realitasnya memiliki lebih banyak peran. Seperti seorang Ibu yang secara naluriah menjaga persahabatan antar keluarga dan kerabat agar dapat hidup berdampingan dengan tentram. Seorang Ayah biasanya menjadi perwakilan keluarga dalam diskusi antar keluarga dalam lingkungan sosial, sehingga informasi penting seperti perayaan yang ada di daerah tempat tinggalnya datang dari sang Ayah. Sementara seorang anak biasanya memiliki peran untuk mengikuti semua peraturan keluarga yang tercipta secara alami pada keluarganya sendiri. seperti kewajibannya untuk belajar, patuh terhadap orang tua, dan seorang anak biasanya dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan orang tua (Ibu dan Ayah) dalam meendidik dan membangun rumah tangga. Suami, istri, dan anak-anak membentuk tiga komponen struktural utama keluarga. Setiap orang dalam organisasi kecil ini memiliki posisi sosial yang menentukan siapa mereka. Misalnya, suami atau ayah adalah kepala rumah tangga, sedangkan istri adalah ibu rumah tangga. Karena kedudukan sosial ini berkembang secara wajar, maka kedudukan suami sebagai kepala keluarga lebih tinggi daripada kedudukan perempuan. Peran yang diambil laki-laki dan perempuan dalam kaitannya dengan gender dapat berubah secara struktural tergantung pada pembagian kerja dan status. Dalam hal ini, distribusi uang, kekuasaan, pendapatan, prestise, dan pengambilan keputusan mengungkapkan status sosial keluarga (Aisyah, 2013). Menurut Sukesi, partisipasi perempuan terkait dengan peran tradisi dan transisi. Wanita melakukan tugas tradisional atau rumah tangga seperti pasangan, ibu, dan ibu rumah tangga. Sesuai dengan kemampuan, pendidikan, dan jangkauan lapangan pekerjaan yang dapat diakses, perempuan dalam posisi peralihan atau peran publik aktif melakukan kegiatan ekonomi (mencari nafkah) dengan berbagai cara (Wibowo, 2011). Artinya, peran tradisi dan peran transisi yang dimiliki perempuan dalam rumah tangga bukan semata-mata untuk memenuhi persamaan hak antara perempuan dan laki-laki dalam keluarga, tapi juga untuk melaksanakan fungsinya dalam meningkatkan perekonomian keluarga. Perempuan yang bekerja ganda biasanya sulit mengatur waktu mereka dan memiliki waktu yang terbatas, baik untuk keluarga maupun pekerjaan (Iswari dan Pradhanawatti, 2018). Dalam melakukan dua peran besar itu seorang ibu perlu berupaya untuk menjalankannya. seperti yang dilakukan oleh beberapa ibu rumah tangga yang juga bekerja di Desa Cijaku, Kecamatan Cijaku, Kabupaten Lebak. Ibu Rumah Tangga Yang Juga Seorang Bidan Ibu Nurlaela sudah bekerja menjadi Bidan sejak tahun 1997 di Kecamatan Cijaku. Menikah tahun 2000 dan memiliki anak pertama pada tahun 2002. Dan kini sudah mimiliki 4 orang anak dengan jarak usia 4-6 tahun. Anaknya yang pertama tengah merantau untuk kuliah, anak kedua dan ketiganya tinggal di pondok pesantren. Sedangkan anak terakhir merupakan siswi kelas 1 SD. Dalam hal ini Ibu Nurlaela sadar akan kebutuhan biaya sekolah anak yang tinggi dan beliau sadar untuk membiayai anak-anaknya tidak akan cukup jika mengandalkan pendapatan suami. Untuk itu, Ibu Nurlaela membagi pendapatannya dan pendapatan suami untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Setiap pagi Ibu nurlaela melakukan bersih-bersih rumah, memasak, dan mencuci dan mengantar anak bungsunya sekolah sebelum beliau pergi ke kantor. Setiap pukul 10.00 WIB, beliau menjempun anaknya di sekolah tapi tidak mengantarkannya langsung ke rumah, melainkan ikut ke puskesmas tempat beliau bekerja. Hal ini beliau lakukan selama bekerja karena beliau tidak menyewa asisten rumah tangga agar pengeluarannya tidak semakin besar. Sementara suaminya bekerja di luar kota dan hanya pulang seminggu sekali. Sehingga beban kegiatan domestic sepenuhnya ditanggung oleh pihak isteri. Ibu Rumah Tangga Yang Juga Seorang Asisten Rumah Tangga . Bekerja sebagai asisten rumah tangga membuat Ibu Sri seringkali merasakan kewalahan. Bekerja dari pagi hingga petang dengan mengandalkan tenaga demi menghidupi seorang anak yang masih berusia 8 tahun membuat Ibu Sri menangguh beban keluarganya. Sementara sang suami hanya pekerja serabutan yang penghasilan sehari- harinya tidak menentu, bahkan sampai tidak ada pemasukan dalam sehari. Persoalan tyentgang ketimpangan pendapatan antara perempuan dan laki-laki dalam keluarga ini membuat Ibu Sri merasa bisa mengambil keputusan dalam keluarga. Namun Ibu Sri juga mengatakan bahwa terkadang hal ini menimbulkan perselisihan dengan suaminya. Sehingga dapat dikatakan bahwa perempuan atau dalam kasus ini adalah Ibu Sri dianggap memiliki Power atau kekuatan yang lebih lemah dari Suami. Namun dengan upaya-upaya yang dilakukannya, hal ini tgidak membuat Ibu Sri Kehilangan perannya sebagai seorang Ibu rumah tangga. Karena jarak rumahnya dengan rumah tempatnya bekerja tidak jauh, hanya berbeda kampung. Sehingga hal ini tidak menghambat Ibu Sri untuk mengurus pekerjaan rumah tangganya sendiri. ## Ibu Rumah Tangga Yang Juga Seorang Penjaga Konter Seorang Ibu Bernama Meli memiliki keseharian menjaga konter yang jaraknya tidak jauh dari rumah tempat tinggalnya. Kondisi konter yang tidak terlalu ramai membuat beliau dapat melakukan kegiatan domestic seperti membersihkan rumah, mencuci, dan memasak. Sedangkan anaknya yang masih berumur 3 tahun selalu berada di dekatnya, yang artinya Ibu meli melakukan dua peran sekaligus, yaitu sebagai Ibu rumah tangga dan juga sebagai penjaga konter. Konternya sendiri merupakan miliknya sendiri. sementara suami beliau merantau di luar pulau untuk menyadap karet. Hal ini membuat Ibu Meli hanya mengurus rumah dan anaknya sendirian. Ibu Meli hanya menerima penghasilan dari suaminya setiap sebulan sekali. Yang mana uang tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya selama sebulan. Sedangkan konter miliknya juga tidak terlalu ramai karena adanya beberapa konter lain yang berdiri di sekitar konter miliknya. Sehingga sejak tahun 2022, Ibu Meli melakukan upaya lain untuk menambah penghasilan sehari-harinya. Ibu Meli mengatakan, bahwa upayanya dalam mempertahankan perekonomian keluarganya ini dilakukan dengan penuh syukur, sehingga semua upayanya berjalan dengan baik. ## KESIMPULAN Dari pemaparan diatas, dapat dilihat bahwa peran Ibu/Istri dalam keluarga tidak hanya fokus pada kegiatan domestic, tapi juga pada kegiatan pubik. Melalui wawancara dan pengamatan langsung, peneliti menyimpulkan bahwa perempuan Desa Cijaku terlibat dalam berbagai aktivitas ekonomi seperti pada bidang Kesehatan, peternakan, kerajinan tangan, dan perdagangan. Peran ganda perempuan ini memungkinkan mereka untuk mempengaruhi perubahan positif dalam masyarakat mereka, meningkatkan kualitas hidup keluarga secara keseluruhan. Peran ganda terkadang menjadi beban bagi Sebagian perempuan, sebab itu banyak perempuan yang meminta keadilan dalam pembagian peran dalam rumah tangga. Selain itu, perempuan juga dapat merasa memiliki kedudukan yang lebh rendah dari laki-laki yang berperan sebagai kepala keluarga. Namun, beberapa perempuan seperti para Ibu diatas tidak sepenuhnya menjadikannya sebagai beban, namun menjadikannya sebagai kewajiban dalam upaya mencukupi kebutuhan keluarganya sendiri. Menjadi seorang Ibu merupakan fitrah besar yang harus disyukuri oleh setiap perempuan. Menjadi ibu berarti menjadi perempuan yang utuh dengan banyak tanggung jawab secara kodrati seperti mengandung, melahirkan, dan merawat anak- anak. Karena seorang anak yang cerdas lahir dari seorang ibu yang dapat berperan baik sebagaimana semestinya. ## DAFTAR PUSTAKA Afrizal, S., & Lelah, P. (2021). Peran Ganda Perempuan Dalam Peningkatan Perekonomian Keluarga: Studi Kasus Pada Perempuan Bekerja Di Kecamatan Padarincang Kabupaten Serang. Indonesian Journal of Sociology, Education, and Development, 3(1), 53- 62. Aisyah, N. (2013). Relasi gender dalam institusi keluarga (pandangan teori sosial dan feminis). Muwazah, 5(2). Rijali, A. (2018). Analisis Data Kualitatif Ahmad Rijali UIN Antasari Banjarmasin. 17 (33), 81–95. Hanum, S. L. (2017). Peran ibu rumah tangga dalam membangun kesejahteraan keluarga. Academica: Journal of Multidisciplinary Studies, 1(2), 257-272. Hayat, N. (2021). Strategi Nafkah Masyarakat Desa Sindangsari Di Kawasan Kampus E Untirta (Studi Kasus Desa Sindangsari, Kec. Pabuaran, Serang). Jurnal Pendidikan Sosiologi dan Humaniora, 12(2), 77-82. Iswari, R. I., & Pradhanawati, A. (2018). Pengaruh peran ganda, stres kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan perempuan. Jurnal Administrasi Bisnis, 7(2), 83-94. Mayangsari, M. D., & Amalia, D. (2018). Keseimbangan kerja-kehidupan pada wanita karir. Jurnal Ecopsy, 5(1), 43-50. Mustikawati, C. (2015). Pemahaman emansipasi wanita. Jurnal kajian komunikasi, 3(1), 65-70. Patnani, M. (2012). Kebahagiaan pada perempuan. Jurnal Psikogenesis, 1(1), 56-64. Puspitawati, H., & Manusia, K. F. E. (2014). Fungsi Keluarga, Pembagian Peran dan Kemitraan Gender dalam Keluarga. Tersedia: http:/ikk. fema. ipb. ac. id/v2/images/karyailmiah/kemitraan_gen der. pdf, Diakses pada, 1. Rahmawati, A. (2016). Harmoni dalam keluarga perempuan karir: upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam keluarga. Palastren: Jurnal Studi Gender, 8(1), 1-34. Susanti, S. D., & Hayat, N. Strategi Nafkah Perempuan Single Parent Dalam Mempertahankan Kesejahteraan Keluarga. Jurnal Pendidikan Sosiologi dan Humaniora, 13(2), 251-259. Susiana, S. (2019). Pelindungan hak pekerja perempuan dalam perspektif feminisme. Aspirasi: Jurnal Masalah-Masalah Sosial, 8(2), 207-221. Wibowo, D. E. (2012). Peran ganda perempuan dan kesetaraan gender. Muwazah: Jurnal Kajian Gender, 3(1), 356-364. Zahra, M. (2019). Peran Ganda Perempuan Dalam Keluarga Perspektif Feminis Muslim Indonesia (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember). Zahrok, S., & Suarmini, N. W. (2018). Peran perempuan dalam keluarga. IPTEK Journal of Proceedings Series, (5), 61- 65. Zuhdi, S. (2019). Membincang peran ganda perempuan dalam masyarakat industri. Jurnal Jurisprudence, 8(2), 81-86..
c0b90d30-08d0-4664-907c-f4f16ebb1957
https://unars.ac.id/ojs/index.php/pgsdunars/article/download/2606/1946
JURNAL IKA: IKATAN ALUMNI PGSD UNARS P-ISSN: 2338-3860 Vol. 12 No. 2, Desember 2022 E-ISSN: 2656-4459 https://unars.ac.id/ojs/index.php/pgsdunars/index ## PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN INKUIRI DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA Yusraningsih H. Pongoliu 1 , Yestiawati Tohopi 2 1,2 P GSD FKIP Universitas Muhammadiyah Gorontalo Corresponding Email : yusraningsihpongoliu@umgo.ac.id Received: Dec 4, 2022 Revised: Dec 15, 2022 Accepted: Dec 18, 2022 ## ABSTRAK Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui metode pembelajaran inkuiri pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di kelas IV Sekolah Dasar Negeri 5 Bone Kabupaten Bone Bolango dengan menggunakan jenis Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan masih dalam kategori rendah. Hal ini ditunjukkan dari masih rendahnya aktivitas belajar siswa pada saat observasi awal, dengan taraf persentase 20% dari 25 siswa. Oleh karena itu peneliti melakukan tindakan menggunakan metode pembelajaran inquiry materi keberagaman sosial budaya. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada hasil belajar siswa, terjadi peningkatan sebesar 36% pada siklus I pertemuan pertama, 44% siklus I pertemuan kedua dan 60% pada siklus I pertemuan ketiga. Sedangkan pada siklus II pertemuan pertama peningkatan hasil belajar mencapai 68% dan pada siklus II pertemuan kedua mengalami peningkatan hingga 88%, sehingga sudah mencapai indikator kinerja yang sudah ditetapkan yaitu 80% dengan KKM 75. Kata Kunci : Metode Inquiry, Hasil belajar Siswa ## ABSTRACT The aim of this study was to improve student learning outcomes through the inquiry learning method in the Citizenship Education subject in class IV of 5 Bone State Elementary School, Bone Bolango Regency by using a Classroom Action Research type. This study shows that student learning outcomes in the Citizenship Education subject are still in the low category. This is shown by the low student learning activity at the time of initial observation, with a percentage level of 20% of 25 students. Therefore, researchers took action using the inquiry learning method on socio-cultural diversity material. From the results of research conducted on student learning outcomes, there was an increase of 36% in the first cycle of the first meeting, 44% in the first cycle of the second meeting and 60% in the third meeting of the first cycle. Whereas in cycle II the first meeting the increase in learning outcomes reached 68% and in cycle II the second meeting increased to 88%, so that it has reached the predetermined performance indicator of 80% with KKM 75. Keywords: Inquiry Method, Student Learning Outcomes ## PENDAHULUAN Pembelajaran PKn di sekolah dasar dimaksudkan sebagai suatu proses belajar mengajar dalam rangka membantu siswa agar dapat membentuk manusia Indonesia seutuhnya dalam pembentukan karakter bangsa yang diharapkan mampu menciptakan masyarakat yang demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Undang - Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3, menyatakan bahwa : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pada Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 bab 1, pasal 1, ayat 1 menyebutkan bahwa Guru adalah Pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi siswa pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Tujuan pembelajaran PKn di sekolah dasar adalah untuk membentuk watak atau karakter warga negara yang baik (Susanto, 2013: 231). Pembelajaran hendaknya memberikan peluang agar siswa dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran tersebut. Pembelajaran PKN belum menunjukan hasil yang maksimal, hal ini di sebabkan menerapkan metode pembelajaran yang menarik perhatian siswa, Guru hanya cenderung menggunakan metode pembelajaran yang monoton dan kurang menarik perhatian siswa, penggunaan metode pembelajaran yang kurang bervariasi sehingga siswa kurang aktif dan kurang menarik minat belajar siswa. Tentunya guru harus menggunakan model pembelajaran yang tepat sehingga siswa bisa terlibat aktif dalam pembelajaran. Model pembelajaran tersebut menggunakan metode pembelajaran inkuiri, kegiatan yang dapat melibatkan siswa secara aktif dan maksimal mengerahkan kemampuannya untuk menganalisis secara kritis, sistematis dan logis. Sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah Sagala (2011:196). Hasil belajar merupakan perubahan yang terjadi pada setiap diri siswa, baik menyangkut aspek kognitif, efektif, dan psikomotorik sebagai hasil dari belajar siswa. secara sederhana. Nawawi dalam Ibrahim (2007) menyatakan bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan-perubahan sebagi hasil dari aktivatas belajar baik dari segi afektif, kognitif dan psikomotor yang diperoleh berupa skor yang menunjukan keberhasilan dari suatu materi tertentu (Faturrahman, 2017). Senada dengan pendapat Wahyuningsih (2020:65) yang mengatakan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah mereka mengikuti aktivitas belajar melalui kegiatan pembelajaran dalam bentuk nilai dan terjadinya perubahan pengetahuan dan tingkah laku. Hasil belajar merupakan kemampuan siswa yang telah melaksanakan kegiatan belajar karena belajar merupakan hal yang sangat penting bagi siswa untuk memperoleh suatu bentuk perubahan yang relative menetap (Susanto 2013: 5). Syahputra (2020:25) yang mengatakan bahwa hasil belajar merupakan suatu proses pengubahan tingkah laku individu dari segi kognitif, afektif dan psikomotor Setelah mengikuti suatu proses pembelajaran tertentu. Hamalik (2006:30) pengertian hasil belajar merupakan hasil dari siswa yang telah mengikuti kegiatan belajar dan siswa tersebut akan mengalami perubahan tingkah laku pada dirinya tersebut, misalnya pada siswa yang pada umumnya belum tahu setelah belajar siswa tersebut akan menjadi tahu, dan dari siswa yang tidak mengerti akan mengerti. Hasil belajar merupakan kemampuan siswa yang telah mengikuti kegiatan belajar dan telah mengikuti materi dari proses kegiatan belajar (Sudjana, 2004: 22). Hasil belajar merupakan keberhasilan siswa yang telah menyelesaikan kegiatan belajar (Rifa’i, 2010:85). Sejalan dengan pendapat menurut Hamruni (2012) bahwa hasil belajaryaitu tolak ukur pemberian pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran yang sudah direncanakan. Dengan hasil belajar guru dapat memahami kemampuan siswanya untuk dapat ditingkatkan dalam proses pembelajaran. Syahputra (2020:26) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu bersal dari factor internal dan eksternal. Hasil belajar adalah keberhasilan siswa dalam menyelesaikan kemampuan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Hasil belajar di lihat dari pengetahuan, keterampilan dan sikap baik sikap spiritual maupun sikap sosial yang diperoleh oleh siswa setelah menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari. Dengan hasil belajar yang baik dan memuaskan, maka proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru sudah berhasil. Model Pembelajaran inkuiri di anggap tepat untuk meningkatkan hasil belajar siswa serta melatih kemandirian berpikir siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan. pembelajaran inkuiri menempatkan siswa sebagai subyek pembelajaran, dalam arti siswa memiliki andil besar dalam menentukan suasana dalam model pembelajaran. Dalam pembelajaran ini siswa didorong untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran (Khoirul Anam, 2015: 7). Sejalan dengan pendapat menurut Sudjana (2004) bahwa metode pembelajaran inkurI merupakan metode pembelajaran yang mendorong aktif siswa untuk terlibat dalam proses pembelajaran sehingga memudahkan siswa dalam menguasai materi pembelajaran yang dipelajarai. Sutikno (2009) siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran menggunakan metode inkurI yang dapat menciptakan proses pembelajaran yang kondusif dan menarik perhatian siswa, sehingga guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran. Pembelajaran inkuiri adalah metode yang memberikan kesempatan pada siswa untuk mampu menumbuhkan sikap percaya diri siswa dalam mendorong kegiatan pembelajaran dan biar mengembangkan kemampuan intelekualnya dan mendorong siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan proses pembelajaran yang sedang berlangsung. ciri utama metode pembelajaran inkuiri. Pertama, seluruh aktifitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari suatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan mampu menumbuhkan sikap percaya diri. Kedua, menekankan kepada aktifitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan Ketiga, tujuan penggunaan metode inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. (Hamruni, 2012: 89). Hamruni (2012:95) dan Sutikno (2009) secara umum proses pembelajaran inkuiri dapat pengikuti langkah – langkah sebagai berikut: a. Orientasi, Dalam langkah orientasi ini bertujuan untuk menciptakan suasana belajar siswa secara responsif. Guru melatih siswa untuk berfikir kritis dalam memecahkan masalah. b. Merumuskan masalah, Pada tahapan ini siswa diajak untuk memecahkan suatu masalah atau teka-teki yang membuat siswa berfikir agar memecahkan masalah tersebut sesuai dengan yang diketahui. c. Mengajukan hipotesis, hipotesis merupakan dugaan atau prediksi sementara, maka pada tahapan ini siswa memerlukan kebenaran terhadap masalah yang sudah dipecahkan. d. Mengumpulkan data, pengumpulan data di gunakan untuk menguji hipotesis sementara untuk didapatkan hasil kebenrannya. Pada pengeumpilan data siswa dituntut untuk bersikap kritis dan tekun. e. Menguji hipotesis, tahapan pengujian digunakan untuk menetukan jawaban yang sudah dikumpulkan, apakah jawaban yang sudah dikumpulkan sudah benar atau masih menjadi pertimbangan terkait masalah yang ada. f. Merumuskan, tahapan merumuskan atau penarikan kesimpulan ini termasuk tahapan akhir yang mendeskripsikan temuan yang diperoleh dari hipotesis yang penting dan sesuai dengan permasalahan yang dipecahkan. ## METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yang dilakukan secara kolaboratif antara guru mitra dan peneliti. Sanjaya (2016:11) bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu upaya yang dilakukan guru untuk meningkatkan peran dan tnggung jawab guru dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Arikunto dalam Pandingan (2019:7) mengatakan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan kegiatan mengamati objek dengan menggunakan kaidah metodologi untuk mendapatkan data yang dibutukan bagi peneliti dan penelitian tindakan kelas merupakan suatu perlakuan yang sengaja diterapkan kepada objek dengan tujuan tertentu agar mendapatkan data yang diinginkan. Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian dari Yoni, Dkk (2010:55). Dalam Penelitian ini dilaksanakan pada beberapa siklus yang disesuaikan dengan hasil penelitian. Dalam setiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap observasi dan refleksi. Gambar. 1 Desain penelitian menurut Model John Elliot Penelitian ini dilaksanakan di kelas IV SDN 5 Bone yang terletak di Kecamatan Bone, Kabupaten Bone Bolango. Subyek pada penelitian ini berjumlah 25 orang peserta didik. Pengumpulan data penelitian terdari 3 teknik yakni, (1) Observasi, (2) tes hasil belajar dan (3) Dokumentasi. Tes diperluka untuk mengetahui perkembangan dan keberhasilan dari suatu pelaksanaan tindakan. Tes yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tes uraian yang berkaitan dengan cara menulis paragraf (Malinda, 2018:39). Penelitian ini dilaksankan sebanyak 2 siklus, setiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, Pelaksanaan/Implementasi Tindakan, Observasi/Pengamatan, Refleksi. Penelitian ini dapat berakhir jika indikator capaian telah tercapai yakni mencapai 80% atau memenuhi KKM minimal 80. Pelaksanaan penelitian terdiri dari 2 siklus. Siklus I a. Perencanaan yang meliputi: penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran, penilaian dan penyusunan lembar pengamatan. b. Pelaksanaan/implementasi tindakan meliputi: 1) Mempersiapkan sumber dan media pembelajaran 2) Guru membuka pembelajaran dengan mengajak siswa berdoa, melakukan absensi, apersepsi dan tujuan pembelajaran 3) Setelah itu, guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan dituliskan di papan tulis; 4) Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok 5) Siswa mendiskusikan hasil yang diperoleh 6) Siswa mempersentasikan hasil diskusi kelompoknya 7) Guru memberikan penguatan mengenai materi tersebut c. Observasi/pengamatan, pada tahap ini peneliti melakukan observasi pada saat kegiatan pembelajaran mengenai mata pelajaran PKN pengamatan ini dilakukan dengan memperhatikan langkah langkah pembelajaran tersebut. d. Refleksi yaitu kegiatan guru melihat dan mengkaji hasil dari pemberian tindakan yang dilakukan. Serta melihat kelebihan dan kekurangan dari kegiatan yang dilakukan sebagai bahan pertimbangan untuk kegiatan pembelajaran berikutnya. Pada tahap refleksi ini, peneliti dapat menetukan tingkat keberhasilan dan hambatan yang diperoleh pada proses pembelajaran saat diterapkan metode pembelajaran inkuiri. hal –hal yang akan direfleksikan adalah “apakah metode pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN 5 Bone pada mata pelajaran PKN? “hasil refleksi dari tahap pertama menjadi acuan pada pertemuan selanjutnya. ## Siklus II Siklus II dilakukan jika pemberian tindakan pada siklus I memberikan progress yang baik, adapun tahapan pada siklus II sebagai betikut: a. Perencanaan Pada Siklus II merupakan pengembangan dari siklus I dan bentuk perencanaannya pun tidak jauh berbeda dengan kegiatan perencanaan siklus I. yaitu penyusunan RPP, pembuatan media pembelajaran, penyusunan rubric penilaian dan lembar observasi yang telah dikembangkan dari pertemuan I untuk memperbaiki hal-hal yang menjadi kelemahan pada pertemuan I. ## b. Pelaksanaan Tahap pelaksanaan disesuaikan dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dirancang pada pertemuan I. pelaksanaan pada pertemuan kedua yaitu guru melaksanakan pembelajaran hasil dari refleksi pada pertemuan I, memberikan penguatan pada materi yang menjadi kesulitan siswa pada pembelajaran pertemuan I serta memberikan evaluasi pada akhir pertemuan ke-II. c. Observasi/ Pengamatan Tahap observasi dilakukan bersamaan dengan tahap pelaksanaan atau proses pemberian tinadakan dalam kelas. d. Refleksi Pada tahap refleksi, peneliti akan melihat kekurangan yang ditemui disiklus sebelumnya apakah telah diperbaiki dan tahap ini diguanakan untuk melihat sudah tepat atau tidak tindakan perbaikan yang telah dilakukan dipertemuan kedua. Penelti juga melakukan analisis data pada siklus I pertemuan pertama dan pertemuan kedua, kemudian merefleksi tindakan yang telah dilakukan pada setiap siklus. Data–data yang diperoleh menjadi pertimbangan dan penentuan berhasil atau tidaknya tindakan yang diberikan pada proses pembelajaran pada setiap siklus. Apabila indikator capaian belum memenuhi target maka penelitian akan dilanjutkan disiklus berikutnya. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini direncanakan dalam dua siklus, dimana masing-masing siklus terdiri dari siklus I tiga kali pertemuan dan siklus II dua kali pertemuan. sebelu pelaksanaan tindakan terlebih dahulu dilakukan observasi terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKN di Kelas IV SDN 5 Bone Kabupaten Bone Bolango. ## Tabel 1 Hasil Belajar Pada Observasi Awal Nilai Capaian Observasi Awal TIDAK TUNTAS (TT) TUNTAS (T) Jumlah Siswa 20 5 Presentase 80% 20% Hasil belajar siswa yang telah dilakukan pada siklus I dari 25 orang siswa, pada hasil pengamatan aktivitas guru dalam pembelajaran yang mempunyai kriteria sangat baik 3 aspek dengan presentase 12%, pada kriteria baik terdapat 5 aspek dengan presentase 20%, pada kriteria Cukup baik 10 aspek dengan presentase 40%, dan pada kriteria kurang baik 7 aspek dengan presentase 28%. Pada hasil pengamatan aktivitas siswa oleh guru dalam pembelajaran yang mempunyai kriteria sangat baik 8 aspek dengan presentase 40%, pada kriteria baik terdapat 6 aspek dengan presentase 30%, pada kriteria Cukup baik 6 aspek dengan presentase 30% dan pada kriteria kurang baik tidak ada aspek dengan presentase 0%. Sedangkan pada tes hasil belajar terdapat 15 orang siswa (60%) yang tuntas dan 10 orang siswa (40%) yang tidak tuntas hasil belajarnya, dengan daya serap (60%). Hasil kegiatan pembelajaran dari observasi, siklus I pertemuan 1, 2 dan 3. Grafik Perubahan hasil belajar Siswa Siklus I Pertemuan 1, 2 dan Pertemuan 3 Hasil belajar siswa yang telah dilakukan pada siklus II pertemuan 2 dari 25 orang siswa, pada hasil pengamatan aktivitas guru dalam pembelajaran yang mempunyai kriteria sangat baik 18 aspek dengan presentase 72%, pada kriteria baik terdapat 5 aspek dengan presentase 20%, pada kriteria Cukup baik 2 aspek dengan presentase 8%, dan pada kriteria kurang baik tidak ada aspek dengan presentase 0%. Pada hasil pengamatan aktivitas siswa oleh guru dalam pembelajaran yang mempunyai kriteria sangat baik 14 aspek dengan presentase 70%, pada kriteria baik terdapat 4 aspek dengan presentase 20%, pada kriteria Cukup baik 2 aspek dengan presentase 10% dan pada kriteria kurang baik tidak ada aspek dengan presentase 0%. Sedangkan pada tes hasil belajar terdapat 22 orang siswa dengan presentase (88%) yang tuntas dan 3 orang siswa (12%) yang tidak tuntas hasil belajarnya dan dengan daya serap (88%). Pemberian tindakan siklus II pertemuan 2 untuk memperbaiki proses pembelajaran pada siklus II pertemuan 1. Sesuai dengan hasil yang diperoleh tersebut, maka peneliti yang dibantu oleh guru mitra sepakat dan menyimpulkan bahwa tidak akan melanjutkan pemberian tindakan di pertemuan selanjutnya, karena penelitian pada siklus II pertemuan 2 sudah memperoleh kategori nilai sangat baik dengan indikator kinerja yang ditetapkan yaitu 80% dan hipotesis dapat diterima. Perubahan dari siklus II pertemuan pertama hingga pertemuan kedua ini dapat dilihat pada grafik berikut: Grafik Perubahan hasil belajar Siswa Siklus II Pertemuan 1 dan Pertemuan 2. Penggunaan metode pembelajaran inquiry, peneliti dapat menemukan bahwa keefektifan metode pembelajaran inquiry dalam proses pembelajaran dapat menarik perhatian siswa dan dapat memudahkan peneliti dalam memberikan tindakaan pada saat proses pembelajaran. Sejalan dengan pendapat Menurut Khoirul (2015) bahwa dengan menggunakan metode pembelajaran inquiry siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran dan memudahkan guru pada saat melakukan proses belajar mengajar. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian tindakan kelas dengan melaksanakan 2 siklus pada saat pemberian tindakan dalam penelitian. Pada siklus I terdapat 3 kali pertemuan yang dilaksanakan dengan waktu yang berbeda, sedangkan siklus II terdapat 2 kali pertemuan. Pada observasi awal dapat dilihat hasil belajar siswa dari jumlah keseluruhan 25 siswa, terdapat 19 siswa tindak tuntas dan memperoleh presentase hasil belajar 20%. Pada saat observasi awal peneliti melihat proses pembelajaran PKN dan guru belum menggunakan metode pembelajaran yang tepat pada saat proses belajar mengajar, sehingga kurang menarik perhatian dan pemahaman siswa dalam menerima materi yang diajarkan oleh guru. Pada penelitian siklus I pertemuan pertama pengamatan aktivitas guru dalam proses pembelajaran Indikator keberhasilan pada aktivitas guru terdapat pada aspek baik dan sangat baik dengan presentase 12%, sedangkan aktivitas siswa Indikator keberhasilan pada aktivitas siswa terdapat pada aspek baik dan sangat baik dengan presentase 12%. Pada tes hasil belajar siswa mengalami peningkatan daripada saat observasi awal yang pernah peneliti lakukan. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa rata-rata mencapai angka presentase 36% dari pemberian tindakan yang telah dilakukan, presentase kenaikan dari observasi awal ke siklus I pertemuan 1 yaitu 16%. Dengan capaian hasil belajar pada siklus I pertemuan 1 pada saat peneliti melakukan refleksi masih ada kelemahan-kelemahan dan perlu adanya perbaikan pada saat proses pembelajaran, seperti penggunaan metode pembelajaran inquiry , pengalokasian waktu pembelajaran, apersepsi dan materi yang diberikan pada saat proses pembelajaran. Oleh karena itu peneliti akan melakukan perbaikan-perbaikan pada saat pertemuan 2. Pada saat pertemuan 2 pengamatan aktivitas guru dalam proses pembelajaran Indikator keberhasilan pada aktivitas guru terdapat pada aspek baik dan sangat baik dengan presentase 24%, sedangkan aktivitas siswa Indikator keberhasilan pada aktivitas siswa terdapat pada aspek baik dan sangat baik dengan presentase 40%. Pada tes hasil belajar siswa dalam penggunaan metode pembelajaran inquiry mengalami peningkatan dibandingkan dengan pertemuan 1 yaitu dengan presentase 44%. Dari pertemuan 1 hingga pertemuan 2 maka presentase peningkatannya yaitu 8%. Peneliti belajar dari kekurangan-kekurangan yang dilakukan pada saat pertemuan 1, akan tetapi peneliti pada saat melakukan refleksi pada pertemuan 2 masih terdapat beberapa kekurangan pada saat proses pembelajaran. Sehingga peneliti memutuskan untuk memperbaiki pada saat pemberian tindakan pertemuan 3. Pada saat pertemuan 3 terdapat peningkatan hasil belajar siswa daripada saat pelaksanan pembelajaran pertemuan 2. Pengamatan aktivitas guru dalam proses pembelajaran pertemuan 3 Indikator keberhasilan pada aktivitas guru terdapat pada aspek baik dan sangat baik dengan presentase 32%, sedangkan aktivitas siswa Indikator keberhasilan pada aktivitas siswa terdapat pada aspek baik dan sangat baik dengan presentase 60%. Pada hasil tes belajar siswa pada pertemuan 3 mencapai presentase 60%, akan tetapi masih belum mencapai indikator kinerja yang ditetapkan yaitu 80%. Capaian peningkatan dari pertemuan 2 dengan pertemuan 3 di siklus I yaitu mencapai 16%. Sehingga masih perlu dilakukan pemberian tindakan pada pertemuan selanjutnya. Pada siklus II pertemuan 1, pengamatan aktivitas guru dalam proses pembelajaran Indikator keberhasilan pada aktivitas guru terdapat pada aspek baik dan sangat baik dengan presentase 76%, sedangkan aktivitas siswa Indikator keberhasilan pada aktivitas siswa terdapat pada aspek baik dan sangat baik dengan presentase 75%. Pada saat pemberian tindakan peneliti memperoleh hasil belajar siswa yang mengalami peningkatan dibandingkan pada saat pemberian tindakan siklus I. Hasil tes belajar siswa siklus II mencapai presentase 68% dengan kategori Cukup Baik, akan tetapi masih belum mencapai indikator kinerja yang ditetapkan. Berdasarkan refleksi pada pelaksanaan siklus II pertemuan 1 masih terdapat kelemahan-kelemahan yang perlu diperbaiki dipertemuan berikutnya, seperti penggunaan metode pembelajaran inquiry yang masih belum maksimal. Oleh karena itu peneliti akan melanjutkan pemberian tindakan pada siklus II pertemuan 2. Pada saat siklus II pertemuan 2 pengamatan aktivitas guru dalam proses pembelajaran Indikator keberhasilan pada aktivitas guru terdapat pada aspek baik dan sangat baik dengan presentase 92%, sedangkan aktivitas siswa Indikator keberhasilan pada aktivitas siswa terdapat pada aspek baik dan sangat baik dengan presentase 90%. Dan dapat dilihat dari capaian tes hasil belajar siswa memperoleh presentase 88%. Sesuai dengan hasil belajar pertemuan 1 hingga pertemuan 2 pada siklus II tingkat kenaikannya yaitu mencapai 20%. Dari hasil ketercapaian penelitian pada indikator kinerja yang sudah ditetapkan yaitu 80%, peneliti belajar dari kekurangan-kekuarangan pada setiap siklus maupun pada setiap pertemuan, sehingga proses pembelajaran bisa berjalan dengan efektif. Berdasarkan pengalaman peneliti saran yang bisa digunakan dalam proses pembelajaran menggunakan metode inkuiri lebih difokuskan pada partisipasi maupun keaktifan siswa dalam memecahkan sebuah masalah agar dapat merangsang pola piker yang aktif dalam proses pembelajaran. Sejalan dengan pendapat menurut Anam, (2015) bahwa dalam menggunakan metode inkuiri pada saat proses pembelajaran siswa didorong untuk terlibat aktif untuk memecahkan masalah yang diberikan dalam proses pembelajaran. Dengan demikian metode pembelajaran inkuiri cocok digunakan pada siswa kelas IV khususnya pada mata pelajaran PKN. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan terkait hasil belajar siswa melalui metode pembelajaran inkuiri , pada observasi awal, sikus I hingga dengan siklus II dapat dilihat pada grafik berikut. Grafik Perubahan hasil belajar observasi awal, Siklus I Sampai Siklus II Berdasarkan uraian tentang hasil yang diperoleh peneliti setelah melakukan penelitian tindakan terkait hasil belajar siswa, rata-rata persentase yang diperoleh telah memenuhi indikator kinerja yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu 80%. Dengan demikian, hipotesis tindakan yang menyatakan bahwa jika guru menggunakan metode pembelajaran inquiry maka hasil belajar siswa Kelas IV pada mata pelajaran PKN di SDN 5 Bone Kabupaten Bone Bolango dapat meningkat dan telah terbukti. ## KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan. penerapan metode pembelajaran inquiry dalam meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran PKN di kelas IV SDN 5 Bone terdapat 2 kali pelaksanaan siklus, di siklus I terdapat 3 kali pertemuan dan pada siklus II terdapat II kali pertemuan. Pada hasil pelaksanaan pemberian tindakan pada keseluruhan pertemuan dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan, diantaranya; (1) setelah dilaksanakan kegiatan tindakan kelas, hasil belajar siswa pada saat observasi awal mencapai 20% dengan kategori kurang baik; (2) setelah dilaksanakan kegiatan tindakan kelas, hasil belajar siswa pada siklus I meningkat dibandingkan pada saat observasi awal sebesar 60% dengan kategori cukup baik; (3) setelah dilaksanakan kegiatan tindakan kelas, hasil belajar siswa pada siklus II meningkat sebesar 88% dengan kategori baik; (4) penerapan metode pembelajaran inquiry dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKN kelas IV di SDN 5 Bone Kabupaten Bone Bolango. Dengan ketercapaian pemberian Tindakan dari siklus I hingga siklus II peneliti mengakhiri pertemuan pada siklus II pertemuan kedua, karena sudah memenuhi indicator kinerja yang telah ditetapkan yaitu 80%. ## DAFTAR PUSTAKA Acep Yoni, dkk. (2010). Menyusun Penelitian Tindakan Kelas. Yogyaka Familia Ahmad, Susanto. (2013). Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Anam khoirul (2015). Pembelajaran berbasis inkuiri: metode dan aplikasi Yogyakarta: Pustaka Belajar Arikunto, suharsimi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Bumi Akasara Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). (2006). Standar Isi PendidikanKewarganegaraan SD/MI, SMP/MTS, SMA/MS/SMK. Jakarta Binham, (2012). Metode Pembelajaran Inquiry. Jakarta: kencana prenada Media group Cholisin. 2004. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: FIS UNY. Depdiknas .2003.Undang-undang RI No.20 tahun 2003. Tentang sistem pendidikan nasional Dr. M. Sobry Sutikno , (2009). Belajar dan langkah Pembelajaran inkuiri Prospect. Bandung, 2009 Fathurohman, Muhammad. 2017. Belajar dan Pembelajaran Modern: Konsep Dasar, Inovasi dan Teori Pembelajaran.Yogyakarta: Garudawacha Hamruni, 2012.Strategi pembelajaran. Yogyakarta : insan madani Murwantara. (2013). Upaya Peningkatan Hasil Belajar Ipa Dengan Strategi Pembelajaran Inkuiri pada Siswa Kelas IV SD Negeri Merdikorejo Tempel Sleman Tahun Ajaran 2012/2013.UNY. Pandingan. 2019. Penelitian tindakan kelas. Yogyakarta. Budi Utama Sugiyono , 2012. Statistik untuk penelitian.Bandung :Alfabeta Septa, Kurnia. 2011. Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Prospect Samsuri. 2011. Pendidikan karakter warga Negara. Yogyakarta : Diandra pustaka Indonesia Siregar, Hamida (2013) Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri Terhadap Prestasi Belajar Ipa Pada Siswa Kelas IV SD Se-Gugus Hasanudin Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali Tahun Ajaran 2012/2013. Jurnal. Universitas Kristen Satya Wacana, salatiga Sutikno, M Sobry. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Prospect Poerwanti, Endang, dkk. 2008 Asessmen pembelajaran sd. Jakarta: direktorat jendral pendidikantinggi departemen pendidikan nasional Parleni, Yosi Dewi. 2015 Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terhadap Pemahaman Konsep Materi Ipa Dikelas V Sd Negeri Sidoarjo Kecamatan Natar Tahun Ajaran 2014/2015. Lampung: UNILA Wahyuningsih. 2020. Pembelajaran Mastery Learning: Upaya Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Peserta didik. Yogyakarta: Deepublisher
1e751d65-801b-4bcc-b683-30de645f28d4
https://jurnal.fpik.umi.ac.id/index.php/JOINT-FISH/article/download/54/36
Journal of Indonesian Tropical Fisheries ISSN 2655 4461 Vol. 2, No 2, Desember 2019 Hal 206-215 EVALUASI PENERAPAN MANAJEMEN CARA PEMBENIHAN IKAN YANG BAIK (CPIB) PADA UNIT PEMBENIHAN UDANG DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI SULAWESI SELATAN DI BOJO KABUPATEN BARRU (Evaluation of the Implementation of Goodanagement of Fishethry Unit of the Incedepartmen of Marine and Fisheries in Bojo, Barru Regency, South Sulawesi Province) Hartati 1) Jayadi 2) dan Andi Tamsil 2) 1) Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan 2) Program Studi Budidaya Perairan FPIK UMI Makassar Korespondensi: hartatiaziz19@gmail.com Diterima: 22 Agustus 2019; disetujui 22 Oktober 2019 ## ABSTRACT Evaluation of the implementation of good management of fish hatchery (CPIB) at the shrimp hatchery unit of the Departmen of marine and fishery in south Sulawesi province in Bojo, Barru regensy. This research was conducted in February 2019 until April 2019 at the shrimp hatchery until of the Departmen of Marine and Fisheries in south Sulawesi in Bojo, Barru regency. The hatchery unit is a barometer of other shrimp hatcheries in Barru regency in particular and those in South Sulawesi province in general. Based on the results of research using the analysis method (t test) and linear regression shows that the implementation of good management of fish hatchery (CPIB) has an excellent effect on shrimp seed production and internal management factors that affect almost 70% of successful seed production are water quality management, master management, feed management, larvae management and personnel management and the remaining around 30% of production is influenced by external factors such as environment and others. To increase the production of shrimp seed in hatchery units, is it necessary to seek for adjustments and performance enhancements and still be giuded by the method of good hatchery (CPIB) in implementing the 5 production management steps as internal factors greatly determine the success level of seed production both in quantity and quality. Keyword : Shrimp hatchery, regulation, implementation, managemen CPIB ## ABSTRAK Evaluasi Penerapan Manajemen Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) Pada Unit Pembenihan Udang Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan Di Bojo Kabupaten Barru. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi masalah dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerapan manajemen CPIB dalam produksi benih. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2019 sampai tanggal bulan April 2019 di unit pembenihan udang Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan di Bojo Kabupaten Barru. Unit pembenihan tersebut merupakan barometer terhadap pembenihan udang lainnya yang ada di Kabupaten Barru pada khususnya dan yang ada Diprovinsi Sulawesi Selatan pada umumnya. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan metode analisis (uji t) dan Regresi Linear menunjukkan bahwa penerapan manajemen cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) berpengaruh sangat baik terhadap produksi benih udang dan faktor-faktor internal manajemen yang mempengaruhi hampir 70 % keberhasilan produiksi benih adalah manajemen kualitas air, manajemen induk, manajemen pakan, manajemen larva dan manajemen personil dan selebihnya sekitar 30 % produksi dipengaruhi oleh faktor luar yaitu lingkungan dan lainnya. Dalam usaha meningkatkan produksi benih udang pada unit pembenihan maka perlu dilakukan upaya perbaikan dan peningkatan kinerja dan tetap berpedoman pada Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) dalam melakukan penerapan dari ke 5 unsur manajemen produksi tersebut sebagai faktor internal yang sangat menentukan tingkat keberhasilan produksi benih baik secara kuantitas maupun kualitas. Kata kunci : Pembenihan udang, regulasi, penerapan, manajemen CPIB. ## PENDAHULUAN Menghadapi perkembangan perekonomian dunia khususnya perdagangan bebas maka masalah standarisasi, sertifikasi dan akreditasi merupakan pedoman penting sebagai jaminan kepercayaan bagi produk yang diperdagangkan. Sektor perikanan Indonesia memiliki beberapa komoditas unggulan yang bernilai ekspor, salah satunya adalah udang yang telah mencapai pasar internasional. Udang adalah salah satu komuditas unggulan sektor perikanan Indonesia karena ekspornya meningkatkan devisa negara. Pembenihan ikan merupakan suatu mata rantai paling utama sebagai penunjang kelangsungan proses budidaya perikanan. Keberhasilan budidaya perikanan tidak terlepas dari ketersediaan bibit yang baik dari segi kualitas maupun kuantitas secara berkesinambungan. Benih yang bermutu dicirikan antara lain: pertumbuhan cepat, seragam, sintasan tinggi, adaptif terhadap lingkungan pembesaran, bebas parasit dan tahan terhadap penyakit. Agar dihasilkan benih yang bermutu dan layak edar, maka dalam kegiatan usaha pembenihan harus menerapkan tehnik sesuai dengan standar dan prosedur yang baik. Cara Perbenihan Ikan yang Baik (CPIB) merupakan sistem manajemen mutu perbenihan dalam rangka menghasilkan benih bermutu yang memenuhi persyaratan keamanan pangan dan ramah lingkungan (BSN, 2014). Penerapan Cara Perbenihan Ikan yang Baik (CPIB) sebagai suatu standar yang berlaku nasional, maka perlu dilakukan pembinaan kepada pelaku usaha perbenihan untuk menghasilkan benih yang lolos mutu, (DKP Sul-Sel 2015). Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 35/PERMEN- KP/2016 Tentang Cara Perbenihan Ikan yang Baik (CPIB) dengan pertimbangan bahwa dalam rangka pengendalian mutu induk dan benih ikan, keamanan pangan, kesehatan dan kenyamanan ikan, serta tanggungjawab terhadap lingkungan. Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian Evaluasi Penerapan Manajemen Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) sesuai Peraturan Nomor 35/PERMEN- KP/2016 Tentang Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB). Tujuan penelitian ini (1) Mengindentifikasi masalah dengan cara mengevaluasi penerapan manajemen CPIB pada produksi benur di unit pembenihan udang Dinas Kelautan dan Perikanan di Bojo Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan. (2) Melihat faktor faktor yang berpengaruh terhadap penerapan manajemen CPIB di unit pembenihan udang Dinas Kelautan dan Perikanan di Bojo Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan. ## METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di unit pembenihan udang dinas kelautan dan perikanan di Bojo Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan pada bulan Pebruari sampai dengan bulan April 2019. Data penelitian meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan melalui wawancara dan koesioner oleh teknisi utama dari pembenihan yaitu teknisi bagian kualitas air, teknisi bagian induk , teknisi bagian pakan dan tehnisi bagian larva sedangkan data sekunder yang merupakan data penunjang di dapatkan dari unit pembenihan setempat berupa laporan produksi, instansi terkait, study pustaka, peraturan menteri serta dokumen lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Teknik analisa data yang akan di gunakan dalam penelitian ini adalah (1) Analisis (Uji T) dengan software SPSS , untuk mengidentifikasi masalah sebelum dan sesudah penerapan manajemen CPIB pada produksi benih udang di unit pembenihan udang dengan menggunakan data laporan produksi sebelum penerapan CPIB yaitu selama 3 tahun, dan setelah penerapan CPIB yaitu selama 3 tahun. Statistik Deskriktif atau Uji t merupakan bagian dari analisis data yang memberikan gambaran awal setiap variabel yang digunakan dalam penelitian, gambaran atau deskriptif suatu data tersebut dapat dilhat dari nilai rata rata (mean), maksimum, minimum, dan standar deviasi dari setiap variabel yang digunakan dalam penelitian ini (Ghozali, 2005). (2) Analisis Regresi Linier adalah metode statistika yang digunakan membentuk model hubungan antara variabel terikat/dependen (Y) dengan satu atau lebih variabel bebas/independen (X), (https://idstatistik.com, 2013). Analisis regresi linier dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis faktor– faktor (variabel indenpenden) yang berpengaruh yaitu : manajemen kualitas air, manajemen induk, manajemen pakan, manajemen larva dan manajemen personil (X) pada penerapan manajemen CPIB sesuai standar persyaratan CPIB pada produksi benur (Y) (variabel dependen) di unit pembenihan. Dengan persamaan regresi linier berganda sebagai berikut : Y = a + bX1+ cX2 + dX3 + eX4 + fX5 Keterangan : Y = produksi (variabel dependen) X1 = manajemen kualitas air (variabel independen) X2 = manajemen induk (variabel independen) X3 = manajemen pakan (variabel independen) X4 = manajemen larva (variabel independen) X5 = manajemen personil (variabel independen) a = konstanta (nilai Y apabila X1,X2.....X5 = 0) b,c,d,....f = koefisien regresi (nilai peningkatan atau penurunan) Tingkatan data secara berturut dari skala terendah ke tertinggi adalah data nominal, ordinal, interval dan ratio. Dalam penggunaan analisis, umumnya ditentukan skala minimal dari data yang dibutuhkan. Namun sering kali data yang kita miliki tidak memenuhi persyaratan tersebut. Misalnya, data ordinal, sementara persyaratan alat analisis membutuhkan data dengan skala minimal adalah data interval. Dalam kondisi tersebut, perlu dilakukan pentransformasian data dari skala ordinal ke interval (Junaidi, 2014). Metode transformasi data yang digunakan yakni method of successive interval, Hays (1976). Metode tersebut digunakan untuk melakukan transformasi data ordinal menjadi data interval. Pada umumnya jawaban responden yang diukur dengan menggunakan skala likert (Lykert scala) diadakan scoring yakni pemberian nilai numerikal 1,2,3,4, dan 5 setiap skor yang diperoleh akan memiliki tingkatan pengukuran ordinal. ## HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Uji t Menurut Lasima et al . (2012). bahwa mutu benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha budidaya udang, sehingga dalam kegiatan usahanya harus menerapkan teknik pembenihan sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Standar Operasional Prosedur (SOP), serta menerapkan manajemen mutu perbenihan, yaitu Cara Pembenihan Ikan Yang Baik (CPIB) atau Good Hatchery Practices (GHP). Kajian dalam penelitian ini adalah evaluasi penerapan manajemen Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) sesuai dengan peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 35/PERMEN-KP/2016 Tentang Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB). Pengolahan data yang di Uji t dalam penelitian ini adalah hasil dari jumlah produksi benur sebelum dilakukan penerapan manajemen CPIB dan setelah penerapannya, yaitu masing- masing 3 (tiga) tahun dan pertahunnya sebanyak 2 siklus produksi. ## Tabel 1. Data produksi benih 3 Tahun sebelum dan 3 Tahun sesudah penerapan CBIB No Siklus Tahun Sebelum Sesudah 1 I II 2013 1.750.000 1.350.000 2 I II 2014 1.000.000 1.000.000 3 I II 2015 1.200.000 2.101.000 4 I II 2016 1.527.000 1.534.000 5 I II 2017 1.723.000 1.850.000 6 I II 2018 2.000.000 3.127.000 Hal ini dapat terlihat dari data hasil produksi bibit udang pada Tabel 1 dari tahun 2013 sampai tahun 2015 adalah sebelum dilakukan penerapan manajemen Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) dan data produksi setelah dilakukan penerapan manajemen Cara Perbenihan Ikan yang Baik (CPIB) dari tahun 2016 sampai 2018 terlihat adanya peningkatan jumlah produksi benih yang di hasilkan pada pembenihan tersebut. Tabel 2. Hasil analisis Uji t Berdasarkan hasil analisis Uji t pada Tabel 2, produksi benih sebelum dan sesudah dilakukan penerapan manajemen CPIB diperoleh hasil signifikan, yaitu sebesar 0,035 dan ini artinya ada perbedaan hasil jumlah produksi benur sebelum dilakukan penerapan CPIB dan setelah dilakukan penerapan CPIB, dimana setelah dilakukan penerapan manajemen CPIB pada pembenihan tersebut mengalami adanya peningkatan produksi dan berpengaruh positif terhadap produksi benih. Hal ini diduga, bahwa dengan adanya pedoman penerapan manajemen Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) dalam berbagai kegiatan teknis produksi dan lingkungan pembenihan menyebabkan adanya kemudahan dalam melaksanakan berbagai kegiatan teknis produksi, adanya kesadaran, serta disiplin kerja bagi personil untuk meningkatkan produksi benih yang bermutu dan memiliki daya saing produk benih yang dihasilkan. ## 2. Analisis Regresi Linier Berganda Hasil rekapitulasi menunjukkan data koesioner dan wawancara yang lengkap dari setiap sub bidang tehnis manajemen produksi sebagai faktor independen (mempengaruhi) terhadap produksi benur sebagai faktor dependen (yang dipengaruhi) di unit pembenihan udang yang keseluruhannya berjumlah 20 orang, yaitu : pelaksana manajemen kualitas air, manajemen induk, manajemen pakan, manajemen larva dan manajemen personil. Keberhasilan produksi benih pada pembenihan udang baik skala besar, menengah maupun skala kecil atau skala rumah tangga sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal maupun faktor eksternal. Faktor internal yang paling berpengaruh terhadap produksi benih Paired Samples Test Paired Differences t d f Sig. (2- tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Pai r 1 sebelum - Sesudah - 560000.0 00 477470.4 18 194926.4 82 - 1061074.4 74 - 58925.52 6 - 2.87 3 5 .035 dalam lingkup kerja pada pembenihan adalah beberapa elemen manajemen produksi seperti manajemen kualitas air, manajemen induk, manajemen pakan, manajemen larva, dan manajemen personil sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap produksi adalah lingkungan dan konsumen. Pengolahan data secara analisis Regresi Linear berganda dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data Kualitatif (Ordinal) yang diubah menjadi data Kuantitatif (Interval) dengan cara transpormasi data ordinal ke interval dengan microsoft office excel agar dapat dilakukan analisis Regresi Linear berganda dengan metode yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4. Tabel 3. Data kualitatif (Ordinal) Y X1 X2 X3 X4 X5 5 5 2 4 4 5 2 5 3 3 4 5 3 5 2 4 5 5 4 4 2 3 4 4 2 5 5 5 3 5 3 4 3 4 4 4 3 4 3 2 2 4 3 4 2 4 4 4 2 3 2 4 4 3 2 4 2 4 4 4 3 4 3 1 1 2 1 1 1 3 3 1 3 4 4 4 4 4 3 4 2 4 4 4 2 4 3 5 5 4 2 4 3 4 4 4 2 2 2 5 5 3 2 4 2 4 4 4 2 3 3 4 4 4 2 4 2 4 4 4 Tabel 4. Data kuantitatif (Interval) Y X1 X2 X3 X4 X5 4,82 4,46 2,48 3,20 3,13 4,46 4,82 4,46 3,69 2,11 3,13 4,46 3,54 4,46 2,48 3,20 4,62 4,46 4,22 3,06 2,48 2,11 3,13 3,06 2,41 4,46 5,13 4,62 2,02 4,46 3,54 3,06 3,69 3,20 3,13 3,06 3,54 3,06 3,69 1,62 1,62 3,06 3,54 3,06 2,48 3,20 3,13 3,06 2,41 2,02 2,48 3,20 3,13 2,02 2,41 3,06 2,48 3,20 3,13 3,06 3,54 3,06 3,69 1,00 1,00 1,62 1,00 1,00 1,00 2,11 2,02 1,00 3,54 3,06 4,51 3,20 3,13 3,06 3,54 3,06 2,48 3,20 3,13 3,06 2,41 3,06 3,69 4,62 4,62 3,06 2,41 3,06 3,69 3,20 3,13 3,06 2,41 1,62 2,48 4,62 4,62 2,02 2,41 3,06 2,48 3,20 3,13 3,06 2,41 2,02 3,69 3,20 3,13 3,06 2,41 3,06 2,48 3,20 3,13 3,06 ## Tabel 5. Hasil Analisis Regresi Faktor-faktor yang mempengaruhi Produksi Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF (Constant) 1.414 .844 1.675 .116 X1 .487 .425 .474 1.146 .271 .138 7.267 X2 .155 .198 .153 .781 .448 .614 1.628 X3 -.715 .239 -.702 -2.993 .010 .429 2.331 X4 .454 .252 .435 1.801 .093 .403 2.481 X5 .159 .442 .155 .360 .724 .127 7.857 Hasil dari data kualitatif (Ordinal) menjadi kuantitaf (Interval) yang dilakukan analisis regresi linear menunjukkan persamaan sebagai berikut: Y = 1,414+0,487(X 1 ) +0,155(X 2 ) – 0,715(X 3 )+0,454(X 4 )+0,159(X 5 )+e Koefisien regresi adalah koefisien yang menyatakan hubungan antar variabel independent (yang mempengaruhi) yaitu X 1 ,X 2 ,X 3 ,X 4 ,X 5 terhadap variabel dependent Y (yang dipengaruhi). Persamaan tersebut dapat diartikan bahwa peningkatan kinerja manajemen kualitas air, manajemen induk, manajemen larva dan manajemen personil berpengaruh positif terhadap produksi kecuali dengan peningkatan kinerja manajemen pakan dan menyebabkan produksi benur dapat turun. Hal ini diakibatkan bahwa dalam manajemen pakan mengukur dan mengestimasi kebutuhan pakan alami dan pakan buatan sangat sulit dilakukan disebabkan oleh pakan alami yang dapat berkembang dengan sendirinya didalam bak larva sehingga terjadi bloming yang dapat mengakibatkan persaingan kebutuhan oksigen dan ruang gerak antara larva dan algae. Sedangkan menurut Djunaedi et al . (2016) bahwa kualitas air cenderung semakin jelek sebanding dengan lamanya waktu pemeliharaan karena terjadi kenaikan input pakan dan pertambahan berat benih selanjutnya akan meningkatkan konsentrasi bahan organik dan faeses didalam media pemeliharaan. Hal ini akan meningkatkan pelepasan senyawa- senyawa yang bersifat toksit dan membahayakan benih yang dipelihara, seperti amoniak dan nitrit. ## KESIMPULAN Hasil analisis uji t terhadap produksi benur menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan 0,035 dimana terjadi peningkatan produksi setelah penerapan manajemen CPIB walau belum sepenuhnya dilakukan apa yang disarankan dalam pedoman CPIB. Sedangkan hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan adanya pengaruh faktor-faktor independen (manajemen kualitas air, manajemen induk, manajemen pakan, manajemen larva dan manajemen personil) terhadap dependen (produksi) dengan nilai koefisien sebesar 70% dan 30% dipengaruhi oleh faktor lain. ## SARAN Faktor-faktor manajemen CPIB lainnya yang berpengaruh terhadap produksi hendaknya dapat dilaksanakan secara optimal, perlu perhatian khusus dari pihak pengelola tentang bagaimana cara agar CPIB dapat terlaksana dengan baik. ## UCAPAN TERIMA KASIH Tulisan ini merupakan bagian dari hasil penelitian tesis dan penulis mengucapkan terima kasih kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan yang telah memberi izin untuk melanjutkan studi. ## DAFTAR PUSTAKA [BSN]. Badan Standarisasi Nasional, 2014, Cara Perbenihan Ikan yang Baik, Jakarta (ID); BSN. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan, 2015. Pedoman Umum Cara Pembenihan Ikan yang Baik, Makassar. Djunaedi A., Susilo H., Sumaryo., Jurnal Kelautan Tropis 2016. Kualitas Air Media Pemeliharaan Benih Udang Windu (Panaeus Monodon Febricius) dengan Sistem Budidaya yang Berbeda, Departemen Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UNDIP. Ghozali I.,2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penelitian Universitas Diponegoro, Semarang. Hays, W. L. 1976. Quantification In Psychology. Prentice Hall. New Delhi . https;/idstatistik.com.2013. Publication Papers. Junaidi, 2014. Transformasi Data Ordinal ke Interval dengan Microsof Office Excel Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi: Seri Tutorial Analisis Kuantitatif, 2014. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2016. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor :35/PERMEN-KP/2016. Tentang Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB). Lasima, W., Syamsun, M., Kadarisman, D., Jurnal Tingkat Penerapan Mutu pada UMKM pada Pembenihan Udang di Jawa Timur 2012. Kementrian Kelautan Perikanan, Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Manajemen Intitut Pertanian Bogor, Departemen Ilmu dan Tehnologi Pangan Fakultas Tehnologi Pertanian Bogor. (https://idstatistik.com, 2013).
92c32916-7f70-4205-bf72-42846a4b8407
https://jurnal.um-palembang.ac.id/ilmu_manajemen/article/download/3524/2598
## Peran Mediasi Komitmen Afektif Dan Kontrak Psikologis Pada Hubungan Dukungan Organisasi Dan Berbagi Pengetahuan ## Alvin Ardiawan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa * Corresponding author e-mail: alvinardiawan.aa@gmail.com A R T I C L E I N F O A B S T R A C T DOI: 10.32502/jimn .v11i1.3524 This study aims to determine the mediating role of affective commitment and psychological contract on the relationship between organizational support and knowledge sharing to employees of CV. BHAKTI ASTAWIRA SEJAHTERA. The object of this research is the employee of CV. BHAKTI ASTAWIRA SEJAHTERA. The research was conducted by distributing questionnaires to a research sample of 50 employees. The method in this study uses quantitative analysis methods. The sampling technique used non- probability sampling with saturated samples, that is, all members of the population were taken as samples. The analytical tools used are validity test, reliability test, classical assumption test, T test, F test, and Sobel test. Using SPSS 16 found the following results, firstly organizational support has a positive and significant effect on psychological contracts, secondly organizational support has a positive and significant effect on affective commitment, thirdly organizational support has a positive and significant effect on knowledge sharing, the four psychological contracts have a positive and significant effect on knowledge sharing, the five affective commitments have no positive and insignificant effect on knowledge sharing. Article history : Received: 01 Juli 2021 Accepted: 07 Juli 2021 Available online: Desember 2021 Keyword : affective commitment, psychological contract, organizational support, knowledge sharing A B S T R A K Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui peran mediasi komitmen afektif dan kontrak psikologis pada hubungan antara dukungan organisasi dan berbagi pengetahuan terhadap karyawan CV. BHAKTI ASTAWIRA SEJAHTERA. Objek dalam penelitian ini adalah karyawan CV. BHAKTI ASTAWIRA SEJAHTERA. Penelitian dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada sampel penelitian sebanyak 50 karyawan. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif. Teknik pengambilan sampel menggunakan non probability sampling dengan sampel jenuh yaitu semua anggota populasi diambil sebagai sampel. Alat analisis yang digunakan adalah uji validitas, uji reliabilitas, uji asumsi klasik, uji T, uji F, dan uji sobel. Dengan menggunakan SPSS 16 ditemukan hasil sebagai berikut, pertama dukungan organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kontrak psikologis, kedua dukungan organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen afektif, ketiga dukungan organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap berbagi pengetahuan, keempat kontrak psikologis berpengaruh positif dan signifikan terhadap berbagi pengetahuan, kelima komitmen afektif tidak berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap berbagi pengetahuan. Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License . ## JURNAL ILMU MANAJEMEN Published every June and December e-ISSN: 2623-2081, p-ISSN: 2089-8177 Journal homepage: http://jurnal.um-palembang.ac.id/ilmu_manajemen Peran Mediasi Komitmen Afektif Dan Kontrak Psikologis Pada Hubungan Antara Dukungan Organisasi Dan Berbagi Pengetahuan ## Pendahuluan Bekembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, menuntut sebuah organisasi agar memiliki keunggulan untuk bersaing. Maka dari itu suatu organisasi harus meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan kinerja baik yang ada dalam organisasi tersebut. Adanya Sumber Daya Manusia yang dimiliki organisasi yaitu untuk menjalankan program kerja organisasi agar mencapai tujuan organisasi. (dalam Murniasih, E., & Sudarma, K. 2016). Organisasi dapat mengelola sumber daya manusianya dengan baik maka sumber daya manusia tersebut akan memberikan kontribusi positif bagi organisasi, begitupun sebaliknya. Organisasi merupakan suatu wadah kegiatan dalam upaya mencapai tujuan bersama. Dalam organisasi tersebut karyawan dituntut untuk mempunyai komitmen dan tanggung jawab yang tinggi terhadap pekerjaannya. Dalam kesempatan kali ini peneliti mengambil suatu organisasi atau perusahaan untuk melakukan penelitian yaitu CV. BHAKTI ASTAWIRA SEJAHTERA. Untuk sasaran penelitian yaitu seluruh karyawan CV. BHAKTI ASTAWIRA SEJAHTERA. Berdasarkan pengamatan dan observasi saya di CV. BHAKTI ASTAWIRA SEJAHTERA terdapat suatu fenomena atau permasalahan yang saya jumpai yaitu mengenai penggunaan teknologi baru. Contohnya terdapat beberapa karyawan yang belum menguasai sepenuhnya mengenai teknologi baru yang ada di perusahaan tersebut. Menurut Afzali et al., (2014) Persepsi dukungan organisasi adalah sebagai tingkat dimana karyawan percaya bahwa organisasi mereka menghargai kontribusi dan kepedulian mereka terhadap kesejahteraan mereka. Dukungan organisasi merupakan persepsi karyawan untuk mengukur sejauh mana organisasi dalam memberikan penghargaan terhadap kontribusi yang sudah diberikan. Dengan adanya dukungan oraganisasi yang sesuai dengan apa yang diharapkan dan diinginkan karyawan maka kontrak psikologis karyawan tersebut terpenuhi. Menurut Utaminingsih (2014) kontrak psikologis adalah persepsi kepercayaan tentang penerimaan terhadap keberhasilan dan kegagalan ketika pegawai merasa terjadinya penurunan kesepakatan yang ditunjukkan dengan terjadinya penurunan tingkat komitmen dan keluar masuknya pegawai. Jika kontrak psikologis terpenuhi, maka karyawan akan memberikan kontribusi positif terhadap organisasi dan akan cenderung berkomitmen terhadap organisasi. Menurut Parinding, R.G. (2017) komitmen organisasional merupakan sebuah komitmen atau kesediaan karyawan untuk bertahan di perusahaan tersebut di masa mendatang. Menurut (Han et al ., 2012) menyatakan bahwa komitmen yang mengikat secara emosional seseorang di organisasi disebut komitmen afektif. (Murniasih, E., & Sudarma, K. 2016). Komitmen organisasional ini merupakan faktor yang berpengaruh terhadap berbagi pengetahuan atau knowledge sharing . Menurut Elianto & Wulansari (2016) knowledge sharing merupakan pertukaran dan penyebaran informasi, ide, dan pengetahuan baik diam-diam atau ekplishit terjadi dalam interaksi social tanpa perencanaan formal dan sistematis. Dengan adanya bergi pengetahuan maka suatu organisasi akan menghasilkan ide ide baru guna penciptaan inovasi. ## Kajian Literatur ## Dukungan Organisasi Dukungan organisasi ini sangat penting bagi karyawan. Menurut Robbins dan Judge (2013:76) persepsi dukungan organisasi adalah keyakinan karyawan terhadap organisasi tempat mereka bekerja bahwa organisasi menghargai kontribusi mereka dan peduli terhadap kesejahteraan mereka. Teori dukungan organisasi beranggapan bahwa untuk menentukan kesiapan organisasi memberikan penghargaan atas peningkatan kinerja dan memenuhi kebutuhan sosioemosional, karyawan mengembangkan kepercayaan bahwa organisasi menghargai kontribusi dan memperlihatkan kesejahteraan mereka (Hartiwi, 2012) Menurut Arya (2016:7) mengemukakan lima indiktor dukungan organisasi sebagai berikut : pertama pengakuan, gaji dan kesempatan promosi, kedua kesehatan dan keamanan dalam bekerja, ketiga kemandirian, keempat peran stressor, dan kelima pelatihan ## Kontrak Psikologis Menurut Morrison dan Robinson (dalam Abdullah, 2017) kontrak psikologis yaitu sebagai harapan timbal balik dalam hubungan individu dengan organisasi. Menurut Robbins & Judge (2017) Kontrak psikologis adalah perjanjian tidak tertulis yang menentukan apa yang diharapkan manajemen dari seorang individu dan apa yang diharapkan seorang individu dari manajemen (Harumi, D. Y. 2019). Kontrak psikologis menurut Rousseau (Tawa. Y. P. 2017) dibagi kedalam dua bentuk yaitu : kontrak psikologis transaksional dan kontrak psikologis relasional. Kontrak psikologis transaksional yaitu kontrak yang berfokuskan pada pertukaran ekonomis, jenis pekerjaannya sempit (narrow) , dan bersifat jangka pendek (short term) . Sedangkan kontrak psikologis relasioanl yaitu kontrak yang bersifat jangka panjang dan jenis kontrak ini melibatkan faktor sosio-emosional, berupa loyalitas, keamanan, dan kepercayaan. ## Komitmen Afektif Menurut Purnamie Titisari (2014) dalam (Parinding, R. G. 2017) Komitmen Afektif yaitu mengacu pada emosi yang melekat pada karyawan untuk mengidentifikasi dan melibatkan dirinya dengan organisasi. Menurut Parinding, R.G. (2017) terdapat beberapa faktor mengenai proses terbentuknya sebuah komitmen afektif yaitu : Karakterisitik organisasi, Karakteristik individu, dan Pengalaman kerja. Menurut He (2008, p. 25) dalam ( Tjandra, H.C., Wijaya, A., & Thio, S. 2018) ada beberapa indikator komitmen afektif yaitu: Merasa sangat senang, menikmati diskusi tentang organisasi dengan orang luar organisasi, karyawan merasa bahawa masalah dalam organisasi juga menjadi masalah bagi karyawan, organisasi sangat penting bagi karyawan, memiliki keterikatan emosional, bangga memberitahukan hal tentang organisasi pada orang luar, karyawan merasa sulit untuk memiliki keterikatan dengan organisasi lain. ## Berbagi Pengetahuan Menurut Hooff dan Rider ( Wahyuni, R. R. T. & Kistyanto, A. (2013) berbagi pengetahuan dibagi menjadi dua dimensi yaitu knowledge donating dan knowledge collecting . Knowledge donating merupakan perilaku dalam mengkomunikasikan atau membagikam modal intelektual yang dimiliki seseorang kepada orang lain. Sedangkan Knowledge collecting merupakan perilaku dalam menerima informasi maupun pengetahuan mengenai modal intelektual yang dimiliki orang lain. Menurut Sen Wu et.al (2012) dalam (Wahyuni, R. R. T. & Kistyanto, A. 2013) berbagi pengetahuan terdapat tiga indikator yaitu : system struktur, tugas, dan hubungan interpersonal. ## Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif ini merupakan metode untuk menguji teori tertentu dengan meneliti hubungan antar variable. Dalam penelitian ini menggunakan tiga variable yaitu variable independen (X), variable dependen (Y), dan variable intervening (Z). Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik non probability sampling dengan menggunakan sampling jenuh yaitu mengambil semua populasi untuk dijadikan sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah semua karyawan yang berkerja di CV. BHAKTI ASTAWIRA SEJAHTERA yang berjumlah 50 orang. Metode pengumpulan data menggunakan metode angket atau kuesioner. Alat analisis yang digunakan Peran Mediasi Komitmen Afektif Dan Kontrak Psikologis Pada Hubungan Antara Dukungan Organisasi Dan Berbagi Pengetahuan adalah uji validitas, uji reliabilitas, uji regresi linear berganda, dan uji hipotesis. Sumber: Peneliti, 2021 Gambar 1. Kerangka pikir penelitian ## Hasil Dan Pembahasan Uji Validitas Pengujian Validitas Dukungan Organisasi Tabel 1. Uji Validitas Variabel Dukungan Organisasi Butir r hitung r table Keterangan DO.1 0,786 0,2787 Valid DO.2 0,696 0,2787 Valid DO.3 0,656 0,2787 Valid DO.4 0,808 0,2787 Valid DO.5 0,568 0,2787 Valid Sumber: Data Primer, 2021 Pertanyaan Dukungan Organisasi terdiri dari 5 butir pertanyaan, berdasarkan hasil uji validitas seluruh item dinyatakan valid dengan nilai r hitung bergerak dari 0,568 sampai dengan 0,808, yang dibandingkan dengan nilai Tabel r Product Moment sebesar 0,2787. Berdasarkan hasil analisis validitas, maka variabel Dukungan Organisasi dinyatakan Valid. Pengujian Validitas Kontrak Psikologis Tabel 2. Uji Validitas Variabel Kontrak Psikologis Butir r hitung r table Keterangan KP.1 0,777 0,2787 Valid KP.2 0,733 0,2787 Valid KP.3 0,800 0,2787 Valid KP.4 0,677 0,2787 Valid KP.5 0,466 0,2787 Valid KP.6 0,789 0,2787 Valid KP.7 0,808 0,2787 Valid Sumber: Data Primer, 2021 Pertanyaan Kontrak Psikologis terdiri dari 7 butir pertanyaan, berdasarkan hasil uji validitas seluruh item dinyatakan valid dengan nilai r hitung bergerak dari 0,466 sampai dengan 0,808, yang dibandingkan dengan nilai Tabel r Product Moment sebesar 0,2787. Berdasarkan hasil analisis validitas, maka variabel Kontrak Psikologis dinyatakan Valid. Pengujian Validitas Komitmen Afektif Tabel 3. Uji Validitas Variabel Komitmen Afektif Butir r hitung r table Keterangan KA.1 0,738 0,2787 Valid KA.2 0,806 0,2787 Valid KA.3 0,496 0,2787 Valid KA.4 0,519 0,2787 Valid KA.5 0,757 0,2787 Valid KA.6 0,629 0,2787 Valid KA.7 0,568 0,2787 Valid KA.8 0,833 0,2787 Valid Sumber: Data Primer, 2021 Pertanyaan Komitmen Afektif terdiri dari 8 butir pertanyaan, berdasarkan hasil uji validitas seluruh item dinyatakan valid dengan nilai r hitung bergerak dari 0,496 sampai dengan 0,833, yang dibandingkan dengan nilai Tabel r Product Moment sebesar 0,2787. Berdasarkan hasil analisis validitas, maka variabel Komitmen Afektif dinyatakan Valid. ## Pengujian Validitas Berbagi Pengetahuan Tabel 4. Uji Validitas Variabel Berbagi Pengetahuan Butir r hitung r table Keterangan BP.1 0,913 0,2787 Valid BP.2 0,899 0,2787 Valid BP.3 0,848 0,2787 Valid Sumber: Data Primer, 2021 Pertanyaan Berbagi Pengetahuan terdiri dari 3 butir pertanyaan, berdasarkan hasil uji validitas seluruh item dinyatakan valid dengan nilai r hitung bergerak dari 0,848 sampai dengan 0,913, yang dibandingkan dengan nilai Tabel r Product Moment sebesar 0,2787. Berdasarkan hasil analisis validitas, maka variabel Berbagi Pengetahuan dinyatakan Valid. ## Uji Reliabilitas Hal yang dilakukan setelah menunjukkan bahwa semua variabel pernyataan layak dijadikan instrumen penelitian adalah melakukan uji sampel besar sebanyak 50 responden. Pernyataan dapat di katakana reliabel jika nilai Cronbach’s Alpha > 0.6. Berikut ini adalah hasil uji reliabilitas. Peran Mediasi Komitmen Afektif Dan Kontrak Psikologis Pada Hubungan Antara Dukungan Organisasi Dan Berbagi Pengetahuan Tabel 5. Uji Reliabilitas Variabel Cronbach’s Alpha n item Keterangan Dukungan Organisasi 0,743 5 Reliabel Kontrak Psikologis 0,766 7 Reliabel Komitmen Afektif 0,818 8 Reliabel Berbagi pengetahuan 0,864 3 Reliabel Sumber: Data Primer, 2021 Berdasarkan dari tabel dapat diambil kesimpulan bahwa nilai Chrobbach’s alpha Lebih besar dari 0,6. Maka variabel Dukungan Organisasi, Kontrak Psikologis, Komitmen Afektif, Berbagi pengetahuan adalah Reliabel dan layak digunakan. ## Uji Regresi Hasi dari data analisis diperoleh sebagai berikut : ## Dukungan Organisasi terhadap Kontrak Psikologis Tabel 6. Uji Regresi Dukungan Organisasi terhadap Kontrak Psikologis Model Untandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig. B Std. Error Be ta 1 (Constant) 11,071 3,831 2,890 0,006 Dukungan Organisasi 0,732 0,234 0,411 3,125 0,003 Sumber : Data Primer Diolah, 2021 ## Interpretasi : Z= 11,071 + 0.411 DO Pada tabel dapat dilihat jika koefisien regresi variabel Dukungan Organisasi sebesar 11,071, artinya jika nilai variabel Dukungan Organisasi meningkat 1 poin maka variabel Berbagi Pengetahuan akan meningkat sebesar 11,071 dengan asumsi jika variabel Kontrak Psikologis tetap konstan. ## Dukungan Organisasi terhadap Komitmen Afektif Tabel 7. Uji Regresi Dukungan Organisasi terhadap Komitmen Afektif Model Untandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig. B Std. Error Be ta 1 (Constant) 10,504 3,424 3,068 0,004 Dukungan Organisasi 0,873 0,209 0,515 4,168 0,000 Sumber : Data Primer Diolah, 2021 ## Interpretasi : Z= 10,504 + 0.515 DO Pada tabel dapat dilihat jika koefisien regresi variabel Dukungan Organisasi sebesar 10,504, artinya jika nilai variabel Dukungan Organisasi meningkat 1 poin maka variabel Berbagi Pengetahuan akan meningkat sebesar 10,504 dengan asumsi jika variabel Berbagi Pengetahuan tetap konstan. ## Dukungan Organisasi, Kontrak Psikologis, Komitmen Afektif terhadap Berbagi Pengetahuan Tabel 8. Uji Regresi Dukungan Organisasi, Kontrak Psikologis, Komitmen Afektif terhadap Berbagi Pengetahuan Model Untandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 0,552 1,394 0,396 0,694 Dukungan Organisasi 0,254 0,009 0,328 2,810 0,007 Komitmen Afektif 0,030 0,083 0,067 0,366 0,716 Kontrak Psikologis 0,207 0,074 0,476 2,783 0,008 Sumber : Data Primer Diolah, 2021 Interpretasi : Y = 0,552 + 0,328 D0 + 0,067 KA + 0,476 KP Dari analisis regresi tersebut dapat diartikan sebagai berikut : Pertama, koefisien regresi variabel Dukungan Organisasi sebesar 0,328, artinya jika nilai variabel Dukungan Organisasi meningkat satu poin maka variabel Berbagi Pengetahuan akan meningkat sebesar 0,328 dengan asumsi jika variabel Komitmen Afektif dan Kontrak Psikologis tetap konstan. Kedua, koefisien regresi variabel Komitmen Afektif sebesar 0,067, artinya jika nilai variabel Komitmen Afektif meningkat satu poin maka variabel Berbagi Pengetahuan akan meningkat sebesar 0,067 dengan asumsi jika variabel Dukungan Organisasi dan Kontrak Psikologis tetap konstan. Ketiga, koefisein regresi variabel Kontrak Psikologis sebesar 0,476, artinya jika nilai variabel Kontrak Psikologis meningkat satu poin maka variabel Berbagi Pengethuanakan meningkat sebesar 0,476 dengan asumsi jika variabel Dukungan Organisasi dan Komitmen Afektif tetap konstan. ## Uji Hipotesis (Uji t, Uji F, Uji Koefisien Determinasi R2) ## Uji t Jika nilai t-hitung signifikan ≤ 5%, maka H 0 ditolak dan Ha diterima Jika nilai t-hitung signifikan ≥ 5%, maka H 0 diterima dan Ha ditolak. Peran Mediasi Komitmen Afektif Dan Kontrak Psikologis Pada Hubungan Antara Dukungan Organisasi Dan Berbagi Pengetahuan ## Dukungan Organisasi terhadap Kontrak Psikologis Tabel 9. Uji T Model Untandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 11,071 3,831 2,890 0,006 Dukungan Organisasi 0,732 0,234 0,411 3,125 0,003 Sumber : Data Primer Diolah, 2021 Hipotesis 1 : Pada tabel dapat dilihat nilai t hitung variabel Dukungan Organisasi sebesar 3,125 sedangkan nilai t tabel pada tingkat signifikansi 5% dan df = 48 (50-2) sebesar 1,677 yang berarti t hitung > t tabel (3,125 > 2,010). Sementara itu untuk nilai signifikansi yaitu sebesar 0,003 yang berarti lebih kecil dari 0,05 (0,003 < 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa hal tersebut dapat membuktikan bahwa Ho ditolak yang berarti bahwa Dukungan Organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kontrak Psikologis. ## Dukungan Organisasi terhadap Komitmen Afektif Tabel 10. Uji T Model Untandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 10,504 3,424 3,068 0,004 Dukungan Organisasi 0,873 0,209 0,515 4,168 0,000 Sumber : Data Primer Diolah, 2021 Hipotesis 2 : Pada tabel dapat dilihat nilai t hitung variabel Dukungan Organisasi sebesar 4,168 sedangkan nilai t tabel pada tingkat signifikansi 5% dan df = 48 (50-2) sebesar 1,677 yang berarti t hitung > t tabel (4,168 > 2,010). Sementara itu untuk nilai signifikansi yaitu sebesar 0,000 yang berarti lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa hal tersebut dapat membuktikan bahwa Ho ditolak yang berarti bahwa Dukungan Organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Komitmen Afektif. Dukungan Organisasi, Kontrak Psikologis, Komitmen Afektif terhadap Berbagi Pengetahuan Tabel 11. Uji t Model Untandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 0,552 1,394 0,396 0,694 Dukungan Organisasi 0,254 0,009 0,328 2,810 0,007 Komitmen Afektif 0,030 0,083 0,067 0,366 0,716 Kontrak Psikologis 0,207 0,074 0,476 2,783 0,008 Sumber : Data Primer Diolah, 2021 Hipotesis 3 : Pada tabel dapat dilihat nilai t hitung variabel Kontrak Psikologis sebesar 2,810 sedangkan nilai t tabel pada tingkat signifikansi 5% dan df = 48 (50-2) sebesar 1,677 yang berarti t hitung > t tabel (2,810 > 2,010). Sementara itu untuk nilai signifikansi yaitu sebesar 0,007 yang berarti lebih kecil dari 0,05 (0,008 < 0,05).tersebut dapat membuktikan bahwa Ho ditolak yang berarti bahwa Dukungan Organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Berbagi Pengetahuan. Hipotesis 4 : Pada tabel dapat dilihat nilai t hitung variabel Kontrak Psikologis sebesar 2,783 sedangkan nilai t tabel pada tingkat signifikansi 5% dan df = 48 (50-2) sebesar 1,677 yang berarti t hitung > t tabel (2,783 > 2,010). Sementara itu untuk nilai signifikansi yaitu sebesar 0,008 yang berarti lebih kecil dari 0,05 (0,008 < 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa hal tersebut dapat membuktikan bahwa Ho ditolak yang berarti bahwa Kontrak Psikologis berpengaruh positif dan signifikan terhadap Berbagi Pengetahuan. Hipotesis 5 : Pada tabel dapat dilihat nilai t hitung variabel Komitmen Afektif sebesar 0,366 sedangkan nilai t tabel pada tingkat signifikansi 5% dan df = 48 (50-2) sebesar 1,677 yang berarti t hitung < t tabel (0,366 < 2,010). Sementara itu untuk nilai signifikansi yaitu sebesar 0,716 yang berarti lebih besar dari 0,05 (0,716 > 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa hal tersebut dapat membuktikan bahwa Ho diterima yang berarti bahwa Komitmen Afektif tidak berpengaruh positif terhadap Berbagi Pengetahuan. ## Uji f ## Dukungan Organisasi terhadap Kontrak Psikologis Tabel 12. Uji F Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression 74.897 1 74.897 9.767 .003 a Residual 368.083 48 7.668 Total 442.980 49 Sumber : Data Primer Diolah 2021 Peran Mediasi Komitmen Afektif Dan Kontrak Psikologis Pada Hubungan Antara Dukungan Organisasi Dan Berbagi Pengetahuan Dari hasil uji ANOVA atau F test menghasilkan nlai F hitung sebesar 9,767 dengan tingkat signifikansinya sebesar 0,003 atau kurang dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Dukungan Organisasi secara simultan berpengaruh terhadap Kontrak Psikologis. ## Dukungan Organisasi terhadap Komitmen Afektif Tabel 13. Uji F Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression 106.429 1 106.429 17.372 .000 a Residual 294.071 48 6.126 Total 400.500 49 Sumber : Data Primer Diolah 2021 Dari hasil uji ANOVA atau F test menghasilkan nlai F hitung sebesar 17,372 dengan tingkat signifikansinya sebesar 0,000 atau kurang dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Dukungan Organisasi secara simultan berpengaruh terhadap Komitmen Afektif. ## Dukungan Organisasi, Kontrak Psikologis, Komitmen Afektif terhadap Berbagi Pengetahuan Tabel 14. Uji F Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression 45.394 3 15.131 18.029 .000 a Residual 38.606 46 .839 Total 84.000 49 Sumber : Data Primer Diolah 2021 Dari hasil uji ANOVA atau F test menghasilkan nlai F hitung sebesar 18,029 dengan tingkat signifikansinya sebesar 0,000 atau kurang dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Dukungan Organisasi, Kontrak Psikologis, Komitmen Afektif secara simultan berpengaruh terhadap Berbagi Pengetahuan. ## Uji Koefisien Determinasi R2 Tabel 15. Uji Koefisien Determinasi (R²) Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 0,735a 0,540 0,510 0,916 Sumber : Data Primer Diolah, 2021 Berdasarkan tabel di atas, diperoleh nilai Adjusted R Square (koefisien determinasi) sebesar 0,510 yang menunjukkan variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi variabel tidak bebas sebesar 51% sisanya 49% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam model penelitian ini. ## Pembahasan Dari hasil pengujian hipotesis 1 didapatkan bahwa Dukungan Organisasi berpengaruh positif terhadap Kontrak Psikologis pada karyawan CV. BHAKTI ASTAWIRA SEJAHTERA. Hal tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Pricelia, V. & Handoyo, S. (2015) juga menunjukkan bahwa dukungan organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kontrak psikologis. Dari hasil pengujian hipotesis 2 didapatkan bahwa Dukungan Organisasi berpengaruh positif terhadap Komitmen Afektif pada karyawan CV. BHAKTI ASTAWIRA SEJAHTERA . Hal tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh A. D. Putra et. al. (2020) juga menunjukkan bahwa dukungan organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen afektif. Dari hasil pengujian hipotesis 3 didapatkan bahwa Dukungan Organisasi berpengaruh positif terhadap Berbagi Pengetahuan pada karyawan CV. BHAKTI ASTAWIRA SEJAHTERA. Hal tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Islam, T., Khan, M.K., & Asad, M. (2019) yang menunjukkan bahwa Organizational Support berpengaruh positif signifikan terhadap Knowledge Sharing . Dari hasil pengujian hipotesis 4 didapatkan bahwa Kontrak Psikologis berpengaruh positif terhadap Berbagi Pengetahuan pada karyawan CV. BHAKTI ASTAWIRA SEJAHTERA. Hal tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Puspa, T., & Wijaya, N. J. (2018) juga menunjukkan bahwa Kontrak Psikologis berpengaruh positif dan signifikan terhadap Berbagai Pengetahuan. Dari hasil pengujian hipotesis 5 didapatkan bahwa Komitmen Afektif tidak berpengaruh positif terhadap Berbagi Pengetahuan pada karyawan CV. BHAKTI ASTAWIRA SEJAHTERA. Hal tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Indriasari, I. (2013) juga menunjukkan bahwa Komitmen Afektif tidak berpengaruh positif terhadap Berbagi Pengetahuan. ## Simpulan Dan Saran Simpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan pada CV. BHAKTI ASTAWIRA SEJAHTERA terdapat beberapa kesimpulan yaitu : Pertama, terdapat pengaruh positif signifikan antara Dukungan Organisasi terhadap Kontrak Psikologis. Hal ini terbuktikan setelah melakukan uji statistic dengan hasil nilai t hitung lebih besar dari t tabel (3,125 > 2,010) dengan nilai probabilitas (0,003) yang berarti lebih kecil dari tarif signifikan 0,05. Kedua, terdapat pengaruh positif signifikan antara Dukungan Organisasi terhadap Komitmen Afektif. Hal ini terbuktikan setelah melakukan uji statistic dengan hasil nilai t hitung lebih besar dari t tabel (4,168 > 2,010) dengan nilai probabilitas (0,000) yang berarti lebih kecil dari tarif signifikan 0,05. Ketiga, terdapat pengaruh positif signifikan antara Dukungan Organisasi terhadap Berbagi Pengetahuan. Hal ini terbuktikan setelah melakukan uji statistic dengan hasil nilai t hitung lebih besar dari t tabel (2,810 > 2,010) dengan nilai probabilitas (0,007) yang berarti lebih kecil dari tarif signifikan 0,05. Keempat, terdapat pengaruh positif signifikan antara Kontrak Psikologis terhadap Berbagi Pengetahuan. Hal ini terbuktikan setelah melakukan uji statistic dengan hasil nilai t hitung lebih besar dari t tabel (2,783 > 2,010) dengan nilai probabilitas (0,008) yang berarti lebih kecil dari tarif signifikan 0,05. Kelima, tidak terdapat pengaruh positif signifikan antara Peran Mediasi Komitmen Afektif Dan Kontrak Psikologis Pada Hubungan Antara Dukungan Organisasi Dan Berbagi Pengetahuan Komitmen Afektif terhadap Berbagi Pengetahuan. Hal ini terbuktikan setelah melakukan uji statistic dengan hasil nilai t hitung lebih kecil dari t tabel (0,366 > 2,010) dengan nilai probabilitas (0,716) yang berarti lebih besar dari tarif signifikan 0,05. ## Saran Saran yang dijadikan masukan bagi perusahaan CV. BHAKTI ASTAWIRA SEJAHTERA yaitu pimpinan harus berbagi pengetahuan mengenai teknologi baru yang ada di perusahaan tersebut dan memberikan pelatihan kepada karyawan agar karyawan dapat menggunakan teknologi baru tersebut sehingga karyawan dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan efektif. Serta pimpinan perusahaan harus memberikan kontribusi yang seimbang dengan pekerjaan karyawan dan memberikan bonus pada karyawan. ## Daftar Pustaka Abdullah, A. B. (2017). Managing the psychological contract: Employee relations in South Asia. Springer. Afzali, A. M.-S. (2014). Investigating the influence of perceived organizational support, psychological empowerment and organizational learning on job performance: An empirical investigation. Tehnicki Vjesnik . Elianto, W. &. (2016). Building Knowledge Sharing Intention with Interpersonal Trust as a Mediating Variable. Jurnal Manajemen Teknologi, 15(1) , 67-76. Hans Christian Tjandra, A. W. (2018). Pengaruh Perceived Organizational Support Terhadap Komitmen Afektif Karyawan Hotel Di Surabaya. Jurnal Hospitality dan Manajemen Jasa, 6(2) , 510-523. Harumi, D. T. (2019). Pengaruh Kontrak Psikologis Dan Pemberdayaan Psikologis Terhadap Organizational Citizenship Behavior Karyawan Produksi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Heru Kurnianto Tjahjono, M. K. (2020). The Mediating Role Of Affective Commitment On The Effect Of Perceived Organizational Support And Procedural Justice On Job Performance Of Civil Servant. Journal of Leadership in Organizations, Vol 2 , 91-107. Indriasari, I. (2013). Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor. Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis, Vol 10 , 146-166. Parinding, R. G. (2017). Analisis Pengaruh Komitmen Afektif, Komitmen Berkelanjutan, Dan Komitmen Normatif Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT.Pegadaian (Persero) Cabang Ketapang. Jurnal Ilmu Manajemen, Vol 1 , 88-107. Sudarma, E. M. (2016). Pengaruh Persepsi Dukungan Organisasi Dan Kompetensi Pada Kinerja Karyawan Dimediasi Komitmen Afektif. Management Analysis Journal, 5(1) , 24-35. Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Talat Islam, M. K. (2019). Workplace Spirituality in South Asia Context: The Role of Learning Culture, Organizational Support and Knowledge Sharing. A Research Journal of South Asian Studies, Vol 34, No 1 , 195-212. Utaminingsih, A. (2014). Perilaku Organisasi. Universitas Brawijaya Press . WAHYUNI, R. R. (2013). Pengaruh Berbagi Pengetahuan Terhadap Kinerja Departemen Melalui Inovasi Jasa/Pelayanan. Jurnal Ilmu Manajemen, Vol 1(4) , 1076-1088. Wijaya, T. P. (2018). Analysis the Dimension of CSR towards the Relationship between Psychological Contract and Knowledge Sharing. Indonesian Journal of Sustainabillity Accounting and Management, Vol 2(2) , 107-120. ## Alvin Ardiawan Peran Mediasi Komitmen Afektif Dan Kontrak Psikologis Pada Hubungan Antara Dukungan Organisasi Dan Berbagi Pengetahuan
4dace872-8d6c-45ba-a697-e2296c1bca26
https://jppipa.unram.ac.id/index.php/jcar/article/download/1900/1390
## JCAR 4(3) (2022) ## Journal of Classroom Action Research http://jppipa.unram.ac.id/index.php/jcar/index ___________ Email: ekanovi@gmail.com Copyright © 2022, Aryana et al. This open access article is distributed under a (CC-BY License ## Pengaruh Model Pembelajaran Project Based Learning (PJBL) Terhadap Kemampuan Membuat Kolase Anorganik Eka Novi Aryana 1 *, Nurul Kemala Dewi 1 , Baiq Niswatul Khair 1 1 Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FKIP Universtas Mataram , Mataram, Indonesia. ## DOI: 10.29303/jcar.v4i3.1900 Received: 15 Mei, 2022 Revised: 25 Juni, 2022 Accepted: 15 Juli, 2022 Abstract: This study aims to determine the effect of the Project Based Learning (PjBL) Learning Model on the Ability to Make Inorganic Collages in Third Grade Students of SD Negeri 40 Ampenan. This research is a Quasi Experimental type of research. The population of this study were all third grade students at SDN 40 Ampenan. The results of the calculation of hypothesis testing with the help of the SPSS version 26 for windows program using the Independent Sample T-Test test technique at a significance level of 5%, obtained the value of t count > t table and sig (2-tailed) 0.000 0.05. Based on the test results, there is an influence on the ability to make inorganic collages of students. So it can be concluded that there is an effect of using the Project Based Learning (PjBL) learning model on the ability to make inorganic collages of third grade students at SD Negeri 40 Ampenan. HO is rejected and Ha is accepted. Keywords: Project Based Learning (PJBL), Inorganic Collage, Ampenan 40 State Elementary School. Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pengaruh Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) Terhadap Kemampuan Membuat Kolase Anorganik Pada Siswa Kelas III SD Negeri 40 Ampenan. Penelitian ini merupakan penelitian jenis Quasi Experimental. Populasi penelitian ini adalah seluruh seluruh siswa kelas III SDN 40 Ampenan. Hasil perhitungan pengujian hipotesis dengan bantuan program SPSS versi 26 for windows dengan menggunakan teknik uji Independent Sample T-Test pada taraf signifikansi 5%, diperoleh nilai t hitung > ttabel dan sig (2-tailed) 0.000 ≤ 0,05. Berdasarkan hasil uji tersebut terdapat pengaruh pada kemampuan membuat kolase anorganik siswa. Maka dapat ditarik kesimpulan ada pengaruh penggunaan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) terhadap kemampuan membuat kolase anorganik siswa kelas III SD Negeri 40 Ampenan. HO ditolak dan Ha diterima. Kata-kata Kunci: Project Based Learning (PJBL), Kolase Anorganik, Sekolah Dasar Negeri 40 Ampenan. ## PENDAHULUAN Pada saat ini kurikulum 2013 diterapkan pada setiap jenjang pendidikan baik itu SD, SMP, dan SMA. Perlu diketahui jika kurikulum tidak dapat digunakan untuk menyesaikan setiap permasalahan yang ada pada dunia pendidikan, namun mampu memberi makna yang lebih signifikan untuk memperbaiki pendidikan yang ada (Anggraini & Huzaifah, 2017). Tidak kalah penting dalam meningkatkan mutu pendidikan adalah model dan media pembelajaran (Ramdani, et al., 2021). Media pembelajaran adalah sarana atau alat bantu pendidikan yang dapat digunakan sebagai perantara dalam proses pembelajaran untuk mempertinggi efektifitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pengajaran (Hadisaputra, et al., 2019; Yustiqvar, et al., 2019). Sesuai dengan isi tujuan pendidikan yang memuat pengembangan potensi yang dimiliki setiap individu seperti sikap, pengetahuan dan keterampilan maka siswa tidak hanya dibekali ilmu-ilmu mengenai teori namun juga keterampilan (Gunawan, et al., 2021). Setiap individu memiliki mempunyai potensi dan bakat yang berbeda-beda, ada yang pandai menyanyi maka dapat dikembangkan keterampilannya melalui pembelajaran seni musik, jika siswa suka menari maka dapat dikembangankan melalui pembelajaran seni tari, dan terdapat pula keterampilan melukis dan berkarya hal tersebut dapat ditemukan pada pembelajaran seni rupa (Magdalena, et al., 2021). Membuat sebuah karya kerajinan merupakan salah satu dari bidang keterampilan yang terdapat dalam Pendidikan Seni Budaya (Sefmiwati, 2016). Dalam mata pelajaran SBDP, terdapat beberapa karakteristik terkait perkembangan materi SBdP MI/SD. Pertama, karakteristik dilihat dari aspek materi pokok. Beberapa aspek dalam materi pokok SBdP yakni: (1) seni rupa, (2) seni musik, (3) seni tari, (4) seni drama, dan (5) keterampilan, meliputi keterampilan dalam kecakapan hidup. Kolase merupakan salah satu media pembelajaran yang mampu merangsang pikiran, perhatian dan minat siswa, karena dalam membuat kolase diperlukan ketelitian dan perhatian yang ekstra dalam membuatnya (Andheska, 2016). Bahan-bahan yang dapat digunakan untuk karya seni kolase dapat berupa bahan alam, bahan bekas, dan bahan olahan yang tentunya aman digunakan oleh siswa. Menurut Kamaruddin (2017) kolase dalam pembuatannya memerlukan kesabaran yang tinggi dan keterampilan menyusun, menempel, dan merangkai. Pada umumnya, kegiatan membuat kolase harus dilakukan secara langsung dalam sebuah kegiatan pembelajaran yang berbasis proyek dan menghasilkan sebuah produk. Seperti kita ketahui, pembelajaran membuat seni kolase merupakan kegiatan yang menekankan pada keterampilan siswa. Maka dari itu, kegiatannya harus dilakukan secara langsung (praktek). Dalam pembuatan kolase bahan-bahan yang dapat ditempelkan yaitu bahan alam (kulit batang pisang kering, daun, ranting dan bunga kering, kerang, batu batuan), bahan olahan (kertas berwarna, kain perca, benang, kapas, plastik sendok es krim, sedotan minuman, logam, karet), bahan bekas (kertas koran, kalender bekas, majalah bekas, tutup botol, bungkus makanan). Dari berbagai bahan tersebut, ada beberapa bahan yang termasuk kedalam sampah organik maupun sampah anorganik (Dewi et al., 2014). Dalam membuat kolase, siswa harus memiliki kepekaan dalam merancang gambar yang diinginkan, ketelitian dalam memadukan tempelan-tempelan gambar, serta memiliki kesabaran dalam mengkombinasikan komposisi-komposisi bahan sehingga menghasilkan perpaduan gambar yang menarik. Kegiatan membuat seni kolase dapat mengembangkan imajinasi siswa. Karena sebelum mulai membuat kolase, siswa harus bisa membayangkan terlebih dahulu gambar yang akan ia buat. Ketika siswa sudah memiliki bayangan tentang gambar yang akan ia buat, maka ia dapat mengkombinasikan berbagai bahan dasar dengan komposisi yang tepat. Pada karya seni kolase sangat jarang ditemukan ada penambahan warna dari pewarna buatan. Warna yang dihasilkan dari hasil karya seni kolase merupakan warna alami dari bahan- bahan yang ditempelkan (Altaftazani et al., 2019). Dari hasil pengamatan yang peneliti lakukan diantaranya pada tanggal 27 September 2021, di SD Negeri 40 Ampenan pada kelas III, bahwasanya kegiatan kolase memang sudah pernah dilaksanakan dalam proses belajar mengajar, dan bahan yang digunakan dalam kegiatan kolase yaitu cenderung menggunakan bahan kertas lipat (origami). Pada pembelajaran kegiatan kolase di SD Negeri 40 Ampenan di kelas III, guru memberitahu kepada siswa tentang peralatan yang perlu disiapkan untuk pembelajaran tersebut satu hari sebelum pelajaran itu dilaksanakan, diantaranya; siswa disuruh membawa gunting guna untuk memotong kertas warna yang hendak ditempelnya, membawa lem perekat guna untuk merakatkan kertas warna yang hendak ditempelkan ke dalam media gambar yang kosong atau belum ada warnanya dan dituntut untuk berkreasi sebagus mungkin dengan media warna atau bahan yang disediakan oleh guru, kemudian adapun tugas guru adalah menyediakan media gambar dan kertas warna dengan jumlah sesuai dengan banyaknya siswa, pada saat pembelajaran berlangsung tugas guru mendampingi dan mengawasi agar pembelajaran tersebut berjalan kondusif. Keadaan yang terjadi di kelas III SDN 40 Ampenan tersebut maka harus ada upaya memperbaiki proses pembelajaran mengingat pentingnya meningkatakan keterampilan siswa khususnya kemampuan membuat kolase anorganik. ## METODE ## Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian dengan pendekatan eksperimen. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian quasi experimental design. Penelitian ini menggunakan dua kelompok kelas yaitu, kelas eksperimen dan kelas control. Desain ini diperlihatkan dalam table di bawah ini : Tabel Rancangan Penilitian Kelas Ekperimen dan Kontrol Kelas Pre-test Perlakuan Post-test Ekperimen O1 X O2 Kontrol O3 O4 Keterangan : O1 : Hasil tes awal kelas eksperimen O2 : Hasil Tes awal kelas kontrol X : Project based learning O3 : Hasil tes akhir kelas eksperimen O4 : Hasil tes akhir kelas kontrol Pada penelitian ini, non-equivalent control group design dipilih karena rancangan ini sangat baik untuk membandingkan hasil kelompok yang satu dengan yang lainnya. ## Variabel penelitian Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel terikat. Adapuan yang menjadi variabel independen dalam penelitian ini yaitu model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini yaitu kemampuan membuat kolase anorganik siswa. ## Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SDN 40 Ampenan yang berlokasi di jalan Serayu, Karang Pule, Kecematan Sekarbela Kota Mataram pada semester genap tahun ajaran 2022. ## Populasi Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa dan siswi kelas III di SDN 40 Ampenan yaitu kelas III A dan III B pada semester genap tahun ajaran 2022. ## Sampel Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Berdasarkan pertimbangan tersebut sampel dalam penelitian ini dalah siswa kelas III SDN 40 Ampenan yaitu kelas III A yang berjumlah 19 dan Kelas III B yang berjumlah 19 jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 38 siswa. Kelas III A dijadikan sebagai kelas eksperimen dan kelas III B dijadikan sebagai kelas kontrol. ## Data dan Metode Pengumpulan Data Data Dalam penelitian ini data yang akan diperoleh adalah data kuantitatif, dimana data kuantitatif yang akan diperoleh adalah data tentang kemampuan membuat kolase anorganik siswa. ## Metode Pengumpulan Data 1. Observasi Dalam penelitian ini observasi dilakukan untuk mengamati aktivitas guru dan peserta didik. Alat yang digunakan berupa lembar observasi berbentuk checklist yang telah disusun. 2. Tes Unjuk Kerja Tes yang digunakan pada penelitian ini adalah tes unjuk kerja/perbuatan. Hasil tes ini diperoleh dengan mengamati peserta didik. 3. Dokumentasi Dalam penelitian ini dokumentasi gambar sebagai data penguat dari wawancara dalam pegumpulan data awal maupun data penelitian secara keseluruhan. ## Lembar Observasi Lembar observasi digunakan untuk mendapatkan informasi tentang aktivitas guru dan peserta didik serta proses pelaksaan Model Pemberajaran Project Based Learning (PjBL) . ## Tes unjuk kerja Tes yang digunakan peneliti adalah tes penilaian produk untuk melihat tingkat kemampuan membuat kolase anorganik siswa. Tes penilaian produk dalam penelitian ini mengadopsi penilaian kemampuan membuat kolase. Rubrik penilaian disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Rubrik Penilaian Kemampuan Membuat Kolase Anorganik No Kriteria/ Aspek Baik sekali Baik Cukup Kurang 4 3 2 1 1 Luas bidang penempelan Rangkaian kolase ditempel pada seluruh pola gambar Rangkaian kolase ditempel pada setengah atau lebih pola gambar Rangakaian kolase ditempel kurang dari setengah pola gambar Belum mampu menempel 2 Kerapian dalam menggunting dan menempel Pola menggunting terlihat halus dan tidak terdapat bekas lem di sekitar bidang penempelan Pola menggunting terlihat halus dan terdapat bekas lem di sekitar bidang penempelan Pola menggunting terlihat kasar dan terdapat bekas lem di sekitar bidang penempelan Belum mampu menggunting dan menempel 3 Kombinasi warna Menggunakan kombinasi 4 warna atau lebih Menggunakan kombinasi 3 warna Menggunakan kombinasi 2 warna Mengunakan kombinasi 1 warna (Sumber : Moch Abduh, Kepala Pusat Penilaian Pendidikan. (2019) ## Nilai Table Kategori Penilaian Kemampuan Membuat Kolase Anorganik Interval nilai Kemampuan 80-100 Baik sekali 60-79 Baik 56-65 Cukup 40-45 Kurang ## Uji kelayakan instrument Adapun bentuk penilaian yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa penugasan membuat kolase anorganik. Dalam penelitian ini uji validitas menggunakan uji ahli (ekpert judgement). Uji ahli (ekpert judgement) adalah peneliti mengkonsultasikan instrument rubrik penilaian kepada pakar yang memiliki keahlian serta ada hubungannya dengan mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya (SBdP). Metode Analisis Data Data hasil kemampuan siswa (ranah psikomotorik) diperoleh melalui penugasan hasil kemampuan sebelum dan setelah diberikan treatment (perlakuan) yaitu dengan memberikan pre-test dan post-test berupa membuat kolase anorganik yang akan dipresentasikan oleh siswa secara bergiliran kemudian akan dinilai dengan rubrik penilaian untuk mengukur unjuk kerja siswa. Hasil tersebut berupa skor dalam bentuk angka berkisar dari 4-1. ## Uji persyaratan analisis Uji Normalitas Tabel 2. Uji normalitas dicari dengan menggunakan rumus uji kolmogrov-smirnov. No Xi Z F ᴛ Fs | F ᴛ - Fs | 1 2 3 4 5 dst Keterangan : Xi : Angkatan pada data Z : Transformasi dari angka ke notasi pada distribusi Fr : Probabilitas Komulatif normal F ᴛ : Probabilitas Komulatif empiris Fs : Komulatif proporsi luasan kurva normal berdasarkan notasi Zi dihitung dari luasan kurva mulai dari ujung kiri kurva sampai dengan titik Z. Fs Jika D hitung D table , maka data terdistribusi normal Jika D hitung D table , maka data terdistribusi tidak normal Uji normalitas dalam penilitian ini menggunakan Kormogrov-Smirnov bantuan SPPS 16 for windows dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut : Jika nilai sig Jika nilai sig ## Uji Homogenitas Salah satu teknik statistic yang digunakan untuk menjelaskan homogenita kelompok adalah dengan varians. Varians adalah jumlah kuadrat semua deviasi nilai-nilai individual terhadap rata-rata kelompok. Varians dari sekelompok data dari suatu variabel tertentu dapat dirumuskan seperti berikut : ## SX² = Keterangan : S² : Varians sampel X : Simpangan baku populasi n : Jumlah sampel Setelah mendapat nilai deviasi baru dimasukan ke dalam rumus F yaitu : F = Jika F hitung Jika F hitung Uji homogenitas dalam penelitian ini menggunakan Levene Test dalam One Way Anova dengan bantuan SPSS 16 for windows denga kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut Jika nilai sig Jika nilai sig ## Uji Hipotesis Uji hipotesis yang akan digunakan adalah uji-t dua pihak pada taraf signifikan 5%. Penggunaan hipotesis mrnggunakan t test. Terdapat rumus t-test yang di gunakan untuk pengujian. Berikut pedoman penggunaannya. Bila n1 n2 varian homogen, dapat digunakan rumus t-test dengan pooled varian. Dengan derajat kebebasan (dk) = n1 + n2 – 2. (Riduan, 2014:214) Keterangan : t = Nilai t hitung = Nilai rata-rata kelas eksperimen = Nilai rata-rata kelas kontrol = Varian kelas eksperimen = Varian kelas kontrol = Jumlah sampel kelas eksperimen = Jumlah sampel kelas kontrol Nilai t yang diperoleh disebut thitung kemudian dibandingkan dengan nilai ttabel pada taraf signifikan 5% dengan ketentuan sebagai berikut : Jika thitung ttabel, maka HO ditolak dan Ha diterima. Jika thitung ttabel, maka HO diterima dan Ha ditolak. Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan independent sampel t test dengan bantiuan SPSS 16 for windows dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut ; Jika nilai sig. 2 tailed 0.05 , maka HO ditolak dan Ha diterima. Jika nilai sig. 2 tailed 0.05 , maka HO diterima dan Ha ditolak. Adapun hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut : Ha : Ada pengaruh yang positif dan signifikan dalam menggunakan model pembelajaran PBL terhadap kemampuan membuat kolase anorganik pada siswa kelas III SDN 40 Ampenan. H0 : Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan dalam menggunakan model pembelajaran PBL terhadap kemampuan membuat kolase anorganik pada siswa kelas III SDN 40 Ampenan. ## HASIL DAN PEMBAHASAN ## Deskripsi Data Penelitian Kegiatan pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2022 di kelas III SD Negeri 40 Ampenan yang berlokasi di jalan Serayu VI BTN Kekalik Kel. Karang Pule Kec. Sekarbela Kota Mataram. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu, pertama data lembar observasi aktivitas belajar siswa dan keterlaksaan pembelajaran model pembelajar Project Based Learning (PjBL) . Data kedua kemampuan membuat kolase anorganik siswa, instrument yang digunakan adalah tes unjuk kerja berupa LKPD yang diberikan sebelum perlakuan ( Pre- test ) dan sesudah diberikan perlakuan ( Post-test). Deskripsi Keterlaksanaan Proses Pembelajaran Kelas Eksperimen Observasi dilakukan pada proses pembelajarn membuat kolase anorganik siswa. Instrument yang digunakan untuk mendaptakan data aktivitas belajar siswa dan keterlaksanaan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) adalah lembar observasi aktivitas belajar siswa dan keterlaksanaan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL). Hasil observasi dapat dilihat pada Tabel 3. Table 3 Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Dan Keterlaksanaan Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) Kegiatan Presentase keterlaksanan Kategori Aktivitas Belajar Siswa 78, 57 % Terlaksana Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) 92, 30 % Sangat Terlaksana Penyajian Data Hasil Penelitian 1) Deskripsi Pre-test dan Post-test kelas kontrol kemampuan siswa membuat kolase anorganik Presentase kemampuan membuat kolase anorganik siswa berdasarkan hasil pre-test dan post-test telah disajikan pada gambar Gambar 1. 55,36 69,94 K E L A S K O N TR OL pre tes post test Gambar 1. Hasil Pre-test dan Post-test Kelas Eksperimen Kemampuan Siswa Membuat Kolase Anorganik Dari Gambar 1 hasil Pre-tes dan Post-tes kemampuan membuat kolase diperoleh nilai tertinggi adalah 65 dan nilai terendah adalah 35, sedangkan pada (post-test) nilai tertinggi adalah 85 dan nilai terendah adalah 60, demikian pula untuk nilai rata-rata siswa kelas kontrol sebelum diberikan perlakuan menggunakan, pada tes awal (pre-test) sebesar 55,36, sedangkan rata-rata nilai tes akhir (post-test) sebesar 69,94. Maka pengaruh model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) terhadap kemampuan membuat kolase anorganik siswa pada kelas kontrol dikategorikan sedang. 2). Deskripsi Pre-test dan Post-test Kelas Eksperimen Kemampuan Siswa Membuat Kolase Anorganik Presentase kemampuan membuat kolase anorganik siswa berdasarkan hasil pre-test dan post-test telah disajikan pada gambar grafik 2 di bawah ini. 59,15 81,31 K E L A S E K S P E RI M E N pre test post test Gambar 2. Hasil Pre-test dan Post-test Kelas Eksperimen Kemampuan Siswa Membuat Kolase Anorganik Dari grafik 2 hasil pre-tes dan post-tes kemampuan membuat kolase anorganik siswa pada kelas eksperimen di atas, diperoleh nilai tertinggi adalah 70 dan nilai terendah adalah 45, sedangkan pada (post-test). nilai tertinggi adalah 90 dan nilai terendah adalah 70, demikian pula untuk nilai rata-rata siswa kelas eksperimen setelah diberikan perlakuan, pada tes awal (pre-test) sebesar 59,15, sedangkan rata- rata nilai tes akhir (post-test) sebesar 81,31. Sehingga dikatakan bahwa pengaruh model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) terhadap kemampuan membuat kolase anorganik siswa pada kelas eksperimen dikategorikan tinggi. ## Hasil Uji Instrumen Uji Validitas Dalam uji validitas jika t hitung > dari ttabel dengan taraf signifikansi 0,05 maka indikator dari variable penelitian tersebut dapat dikatakan valid. Berikut adalah tabel uji validitas menggunakan aplikasi SPSS 26.0 for windows. Table 4 Hasil Uji Validitas Instrumen Penilaian Correlations item_ 1 item_ 2 item_ 3 Total item_1 Pearson Correlation 1 .835 ** .489 * .894 ** Sig. (2-tailed) .000 .011 .000 N 26 26 26 26 item_2 Pearson Correlation .835 ** 1 .403 * .875 ** Sig. (2-tailed) .000 .041 .000 N 26 26 26 26 item_3 Pearson Correlation .489 * .403 * 1 .725 ** Sig. (2-tailed) .011 .041 .000 N 26 26 26 26 Total Pearson Correlation .894 ** .875 ** .725 ** 1 Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 N 26 26 26 26 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). 1. Uji Reliabelitas Perhitungan untuk menguji reliebelitas butir soal secara keseluruhan dilakukan dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach’s dianalisis menggunakan aplikasi SPSS.26.0 for windows. Dasar pengambilan keputusan Jika nilai cronbach alpha 0.6 maka dikatakan reliabelitas dan jika nilai cronbach alpha 0.6 maka dikatakan tidak reliabelitas. Berikut adalah tabel uji reliabelitas menggunakan aplikasi SPSS 26.0 for windows. Tabel 5. Hasil Uji Reliabelitas Instrumen Penilaian Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .804 3 Berdasarkan tabel reliabelitas tersebut dapat disimpulkan cronbach alpha lebih besar dari 0.6 (0,804) maka butir instrumen dapat dikatakan reliabilitas. Uji Persyaratan Analisis 1. Hasil Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan dengan bantuan SPSS Versi 26.0 For Windows , dengan menggunakan teknik Kolmogorov-smirnow . Pengambilan keputusan dalam uji normalitas Kolmogorov-smirnov , yaitu: jika nilai sig ≤ 0,05, maka data tidak berdistribusi normal, dan jika nilai sig ≥ 0,05, maka data berdistribusi normal. Table 6 Hasil Uji Normalitas (kemampuan membuat kolase anorganik siswa) Tests of Normality Kolmogorov- Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statisti c df Sig. pretes kelas konttrol .221 19 .015 .901 19 .050 posttest kelas control .195 19 .055 .904 19 .057 pretest kelas eksperimen .183 19 .095 .931 19 .179 postest kelas eksperimen .153 19 .200 * .949 19 .381 *. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction Didapat hasil pada kolom Kolmogorov-smirnov kelas pre-test eksperimen, post-test eksperimen, pre-test kontrol, dan post-test kontrol, yaitu, sig 0,15, 0,55, 0,95, 0,200 yang artinya > 0,05 pada taraf signifikasikan 5%, maka penelitian berdisribusi normal. 2. Uji Homogenitas Data dikatakan homogen jika nilai sig > 0,05, sedangkan dikatakan tidak homogen jika nilai sig ≤ 0.05, homogenitas pada penelitian ini menggunakan uji analisis varian (uji-f) dengan bantuan SPSS 26.0 for windows teknik Levene Test. Tabel 7. Hasil Uji Homogenitas (Kemampuan Mmebuat Kolase Anorganik Siswa) Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic df1 df2 Sig. .024 1 27 .877 Tabel di atas menunjukan bahwa pemahaman konsep dikelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki nilai signifikasikan 0.877. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa nilai sig . 0,877 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data bersifat homogen. Uji Hipotesis Kriteria keputusan dalam uji independent sample T-Test , yaitu: Jika t hitung ≥ , t table maka Ha diterima, dan jika t hitung ≤ , t table maka Ha ditolak. Berdasarkan probalitasnya nilai sig (2-tailed) ≤ 0.05 maka Ha diterima H0 dan ditolak dan jika nilai sig (2- tailed) ≥ 0.05, maka Ha ditolak dan H0 diterima. Untuk penentuan hipotesis dapat dilakukan dengan membandingkan nilai t hitung 5.595 > t table 2,030 pada signifikansikan 5% dengan df = 28, maka Ha diterima dan Ho ditolak. Jika melakukan perhitungan uji hipotesis menggunakan nilai sig (2- tailed) dengan a = 0,05 dapat dilihat pada kolom Equal Variances Assumed nilai sig (2-tailed) 0.000 < 0,05. Jadi sebagaimana kaidah dasar pengambilan keputusan dalam uji independent sample T-test dapat di simpulkan, bahwa ada pengaruh penggunaan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) terhadap kemampuan membuat kolase anorganik siswa kelas III SD Negeri 40 Ampenan. Menurut Alberth (2018) adanya pengaruh hasil belajar membuat karya kolase siswapada kelas eksperimen, karena penggunaan model pembelajaran project based-learning dianggap lebih menyenangkan dan disukai oleh siswa karena dengan pemberian LKS (lembar kerja siswa), dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa serta mendorong siswa dalam menyelesaikan masalah secara berkelompok, serta membantu siswa berperan aktif dalam kegiatan belajar. Oleh karena itu,hasil belajar membuat karya kolase siswa dengan model pembelajaran project based-learning lebih baik daripada menggunakan pembelajaran langsung. Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Kusumaningrum, et al (2020) diperoleh bahwa hasil belajar membuat karya kolase siswa yang diajar dengan model Project based-learning lebih tinggi dari pada siswa yang diajar dengan pembelajaran kovensional. ## KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di kelas III SD dalam rangka melihat pengaruh penggunaan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) , maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil perhitungan pengujian hipotesis dengan bantuan program SPSS versi 26 for windows dengan menggunakan teknik uji Independent Sample T-Test pada taraf signifikansi 5%, diperoleh nilai t hitung > ttabel dan sig (2-tailed) 0.000 ≤ 0,05. Dari hasil uji tersebut terdapat pengaruh pada kemampuan membuat kolase anorganik siswa. Maka dapat ditarik kesimpulan ada pengaruh penggunaan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) terhadap kemampuan membuat kolase anorganik siswa kelas III SD Negeri 40 Ampenan. HO ditolak dan Ha diterima. ## DAFTAR PUSTAKA Agustina, D. (2016). Efektivitas Penerapan Model PjBL Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Simulasi Digital Kelas X SMK N 1 Sragen (Doctoral dissertation, Unive rsitas Negeri Semarang). Alberth, A. (2018). Pengaruh Model Project Based Learning (Pjbl) terhadap Hasil Belajar Sbdp Materi Membuat Karya Kolase Siswa Kelas IV SD Negeri Kecamatan Wolasi. Jurnal Pembelajaran Seni dan Budaya , 3 (2), 286849. Alberth, A. (2018). Pengaruh Model Project Based Learning (Pjbl) terhadap Hasil Belajar Sbdp Materi Membuat Karya Kolase Siswa Kelas IV SD Negeri Kecamatan Wolasi. Jurnal Pembelajaran Seni dan Budaya , 3 (2), 286849. Altaftazani, D., Rahayu, G., & Arga, H. (2019). Increasing Student Ecological Intelligence Through Making Collage Made from Waste. 370, 47–50. https://doi.org/10.2991/adics- elssh-19.2019.11 Andheska, H. (2016). Membangun Kreativitas Siswa Dalam Pembelajaran Menulis Dengan Memanfaatkan Media Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Jurnal Bahastra , 36 . Anggraini, F. I., & Huzaifah, S. (2017, October). Implementasi STEM dalam pembelajaran IPA di sekolah menengah pertama. In Seminar Nasional Pendidikan IPA Tahun 2021 (Vol. 1, No. 1, pp. 722-731). Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta. Arisanti, W. O. L., Sopandi, W., & Widodo, A. (2016). Analisis penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kreatif siswa SD melalui Project Based Learning. EduHumaniora| Jurnal Pendidikan Dasar Kampus Cibiru, 8(1), 82-95. Astutik, E. P. (2020). Penerapan Teknik Kolase Dalam Meningkatkan Kreativitas Anak Di TK Mentari Bangkit Parteker Pamekasan (Doctoral dissertation, INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA). Gumantan, A. (2020). Pengembangan Aplikasi Pengukuran Tes kebugaran Jasmani Berbasis Android. Jurnal Ilmu Keolahragaan , 19 (2), 196- 205. Gunawan, G., Purwoko, A. A., Ramdani, A., & Yustiqvar, M. (2021). Pembelajaran menggunakan learning management systemberbasis moodle pada masa pandemi covid-19. Indonesian Journal of Teacher Education , 2 (1), 226-235. Hadisaputra, S., Gunawan, G., & Yustiqvar, M. (2019). Effects of Green Chemistry Based Interactive Multimedia on the Students' Learning Outcomes and Scientific Literacy. Journal of Advanced Research in Dynamical and Control Systems (JARDCS) , 11 (7), 664-674. Harahap, F. (2021). Penggunaan media kolase dalam pembelajaran tematik untuk meningkatkan kreativitas siswa kelas IV SDN 117478 Simatahari Kecamatan Kotapinang (Doctoral dissertation, IAIN Padangsidimpuan). Hayati, W. I., Utaya, S., & Astina, I. K. (2016). Efektivitas Student Worksheet Berbasis Project Based Learning Dalam Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran Geografi. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan , 1 (3), 468-474 Insyasiska, D. 2015. Pengaruh Project Based Learning Terhadapmotivasi Belajar, Kreativitas, Kemampuan Berpikir Kritis dan Kemampuan Kognitif Siswa Pada Pemebalajaran Biologi. Jurnal Pendidikan Biologi, Vol. 7 No. 1. Hal. 9- 21. Irawan, A. N, Surbakti, A. & Marpaung. R.R.T. 2016. Kreativitas Siswa pada Materi Daur Ulang Limbah Menggunakan Model Project Based Learning. (Skripsi). Jurnal Pendidikan Biologi. Lampung: Universitas Lampung. Jagantara, I. M. W., Adnyana, P. B., & Widiyanti, N. L. P. M. (2014). Pengaruh model pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) terhadap hasil belajar biologi ditinjau dari gaya belajar siswa SMA. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran IPA Indonesia, 4(1). Julaeha, S. (2019). Problematika Kurikulum Dan Pembelajaran Pendidikan Karakter. Jurnal Penelitian Pendidikan Islam,[SL], 7(2), 157-182. Kamaruddin, T. (2017). Perbandingan Hasil Belajar Siswa Menggunakan Media Audio Visual Dengan Media Kolase Pada Mata Pelajaran Ips Terpadu Kelas VIII SMP 18 Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Geografi , 2 (1). Kasim, M. S. (1981). Kerajinan Tangan. Jakarta : Depdiknas. Kusumaningrum, A. Z., Rofian, R., & Wijayanti, A. (2020). Keefektifan Model Pembelajaran Project Based Learning Berbantu Media Montase Terhadap Hasil Belajar Tematik. MIMBAR PGSD Undiksha , 8 (3), 364-371. Listyarti, R. (2012). Pendidikan karakter dalam metode aktif, inovatif, dan kreatif. Jakarta: Erlangga , 4 (1). Magdalena, I., Lestari, P. I., & Nugrahanti, I. (2021). Analisis Penggunaan Media Pembelajaran untuk Meningkatkan Hasil Pembelajaran Kenampakan Alam (IPS) pada Siswa Kelas IV MI Al Gaotsiyah Kali Deres. NUSANTARA, 3(2), 190-198. Magdalena, I., Mahromiyati, M., & Nurkamilah, S. (2021). Analisis Instrumen Tes Sebagai Alat Evaluasi Pada Mata Pelajaran SBdP Siswa Kelas II SDN Duri Kosambi 06 Pagi. NUSANTARA , 3 (2), 276-287. Manggau, Arifin, et al (2018) Kolase Barang Bekas untuk Kreativitas Anak (Taman Kanak-kanak Nurul Taqwa Makassar). Jurnal Pembelajar, 2 (1). pp. 53-63. ISSN 2549-9114 Mareza, L. (2017). Pendidikan seni budaya dan prakarya (SBdP) sebagai strategi intervensi umum bagi anak berkebutuhan khusus. Scholaria: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 7(1), 35-38. Mulyadi, B. (2019). Model Pendidikan Karakter Anak Usia Dini Dan Anak Usia Sekolah Dasar Di Jepang. KIRYOKU , 3 (3), 141-149. Nalsalisa, J. (2020). Pengaruh Konseling Laktasi terhadap Breasfeeding Self-Efficacy pada Ibu Menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Mandau Tahun 2020 (Doctoral dissertation, Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai). Nicholson, Sue. 2007. Membuat Kolase.Solo : Tiga Serangkai. Noviyana, H. (2017). Pengaruh model project based learning terhadap kemampuan berpikir kreatif matematika siswa. JURNAL e-DuMath, 3(2). Noviyana, H. (2017). Pengaruh Model Project Based Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa. JURNAL e- DuMath, 3(2). Nugroho, A. T., Jalmo, T., & Surbakti, A. (2019). Pengaruh Model Project Based Learning (PjBL) Terhadap Kemampuan Komunikasi dan Berpikir Kreatif. Jurnal Bioterdidik: Wahana Ekspresi Ilmiah, 7(3), 50-58. Nur, A. (2016). Pengaruh Kegiatan Bermain Kolase Terhadap Kemampuan Motorik Halus Anak Kelompok B Di Tk Al-Azhar 7 Natar Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2015/2016. Nurulwati. (2000). Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, dan Model Pembelajaran. Dipetik April 18, 2015 Primayana, K. H. (2020). Meningkatkan Keterampilan Motorik Halus Berbantuan Media Kolase Pada Anak Usia Dini. Purwadita: Jurnal Agama dan Budaya , 4 (1), 91-100. Riduwan. (2013). Dasar-Dasar Statistika . Bandung: Alfabeta. Riduwan.2010.Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru- Karyawan Dan Peneliti Pemula. Bandung: ALFABETA Sanaky, Hujair AH. 2013. Media Pembelajaran Interaktif-Inovatif. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara Sani, R. A. (2014). Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013. Bumi Aksara\ Sefmiwati, S. (2016). Pengembangan pembelajaran seni kriya menggunakan teknik pemodelan berbasis pendekatan saintifik. JPGI (Jurnal Penelitian Guru Indonesia) , 1 (1). Sudjana, N. (2005). Penilaian hasil proses belajar mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D. Bandung: Alfabeta Sugiyono. 2017. Metode Penelitian. Badung: Alfabetta. Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif. ## Bandung: ALFABETA Yustiqvar, M., Hadisaputra, S., & Gunawan, G. (2019). Analisis penguasaan konsep siswa yang belajar kimia menggunakan multimedia interaktif berbasis green chemistry. Jurnal Pijar Mipa , 14 (3), 135-140.
95d17b3e-1f55-462d-baa4-e724af5b4574
https://ejurnal.undana.ac.id/index.php/JEM/article/download/12908/6853
## KINERJA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA MALEM KABUPATEN KARO DALAM PELAYANAN AIR BERSIH BAGI MASYARAKAT DI KECAMATAN KABANJAHE 1* Rani Abigael br Purba, 2 Februati Trimurni 1,2 Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara - Indonesia e-mail: 1* abigaelranii232000@gmail.com (corresponding author) 2 trimurni.ftt@gmail.com ## ABSTRACT PDAM Tirta Malem is responsible for providing clean water services to the community while contributing to advancing the local economy. However, access to clean water in Kabanjahe Regency still needs to be improved, with only 48,080 of the 75,899 residents of Kabanjahe District having access in 2018. Obstacles such as damaged pipe networks and poor financial management also affect Tirta Malem's service performance. This research aims to describe the performance of PDAM Tirta Malem by utilizing indicators of productivity, service quality, responsiveness, and accountability, as well as analyzing the factors inhibiting and driving its performance. The research method used is qualitative, collecting data through interviews, observation, documentation, and literature study. The research results show that PDAM Tirta Malem has yet to be completely successful in providing clean water services to the community in Kabanjahe District. Although there have been efforts to account for finances and prevent corruption, performance-supporting factors such as increased finances and resources and good leadership are the keys to improvement. On the other hand, inhibiting factors such as lack of human and financial resources and the problem of water theft are still challenges. Research recommendations include installing pumps at water sources, increasing supervision, improving pipe infrastructure, employee training, and implementing better business plans to improve the overall performance of PDAM Tirta Malem. Keywords: Public Service; New Public Management; Performance of Public Sector Organization Diterima (Received) : 22-10-2023 Direvisi (Revised) : 23-06-2024 Disetujui (Approved) : 25-06-2024 Dipublikasi (Published) : 07-07-2024 ©2024 Copyright (Hak Cipta) : Penulis (Authors) Diterbitkan oleh (Published by) : Program Studi Manajemen, Universitas Nusa Cendana, Kupang – Indonesia. Ini adalah artikel akses terbuka di bawah lisensi (This is an open access article under license) : CC BY (https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/) ## PENDAHULUAN Air menjadi kebutuhan utama manusia untuk memenuhi kebutuhan pokok kesejahteraan hidupnya. Kualitas hidup masyarakat akan meningkat jika kebutuhan dasar air sehari- hari dapat terpenuhi (Ekasari et al., 2019). Oleh karena itu, negara bertanggung jawab dalam memastikan ketersediaan air bersih bagi masyarakat. Kabupaten Karo yang terletak di wilayah dataran tinggi dengan ketinggian antara 600 sampai 1.400 meter di atas permukaan laut dengan iklim sejuk. Ketinggian tersebut membuat Kabupaten Karo dikenal sebagai daerah dingin. Karo dikelilingi oleh bukit dan pegunungan yang seharusnya menjadi satu kemudahan bagi masyarakat untuk memperoleh akses sumber mata air (Yulianingsih, 2017). Pemerintah sebagai penyelenggara kegiatan bernegara, wajib melindungi warga negara dalam hal memenuhi kebutuhan air guna mencapai kesejahteraan masyarakat. Salah satu tugas pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah menyediakan air bersih bagi masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 yaitu bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya berada di bawah penguasaan negara dan digunakan bagi kemakmuran rakyat, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Karo. Perusahaan Daerah Air Minum sebagai organisasi sektor publik yang bersifat profit bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan air bersih kepada masyarakat. Hal tersebut menjadi bentuk dari upaya memenuhi kebutuhan penerima layanan dan melaksanakan ketentuan Undang-Undang (Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik). Perusahaan Daerah Air Minum sebagai organisasi sektor publik sepertinya belum mampu memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat melihat kondisi yang terjadi saat ini. Tujuan merupakan unsur fundamental yang harus dimiliki oleh setiap organisasi. Tanpa tujuan yang jelas, sebuah organisasi tidak dapat menetapkan arah yang tepat dan langkah-langkah strategis untuk mencapainya (Fakhrurrazi, 2021). Tujuan organisasi mencerminkan apa yang ingin dicapai dalam jangka panjang dan menjadi panduan bagi semua aktivitas dan keputusan yang diambil (Muis et al., 2018). Oleh karena itu, berhasil atau tidaknya suatu organisasi dapat dinilai dari sejauh mana tujuan organisasi tersebut tercapai sesuai dengan rencana semula (Laksmi & Suwandono, 2019). Dalam konteks ini, perusahaan daerah air minum (PDAM) juga memiliki tujuan, visi, dan misi yang jelas sebagai landasan operasional mereka. PDAM, sebagai penyedia layanan air bersih, memiliki tujuan yang spesifik. Tujuan ini tidak hanya mencakup penyediaan air bersih tetapi juga mencakup aspek lain yang esensial untuk menjaga kualitas layanan. Secara garis besar, tujuan PDAM dapat dijabarkan dalam tiga aspek utama, yaitu kualitas, kuantitas, dan keberlanjutan (kontinyu) layanan (Juliansyah, 2017). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPPSPAM, 2015a, 2015b, 2015c, 2015d), tingkat akses air bersih di setiap kabupaten rata-rata hanya mencapai 49%, sementara sisanya tidak layak untuk dikonsumsi. Permasalahan ini diperparah dengan meningkatnya permintaan akan air minum yang tidak seimbang dengan ketersediaan air bersih yang memadai. Ketidaktersediaan air bersih berdampak pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) karena sangat berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat di suatu daerah (Sutikno et al., 2017). Hal serupa terjadi di Kabupaten Karo, terutama di Kota Kabanjahe sebagai ibu kota kabupaten, dimana masih banyak penduduk mengalami kesulitan dalam mendapatkan akses air bersih. Hingga saat ini, kondisi ini masih mengalami krisis air bersih dan pembangunan sumur bor terus dilakukan Nasution dan Sihombing (2024). Masyarakat terpaksa bergantung pada pembelian air bersih dari pengusaha sumur bor, baik di pusat kota maupun di daerah pelosok desa (Analisadaily.com, 2019). Tabel 1 Air Minum Sistem Perpipaan Dan Cakupannya Terhadap Jumlah Keluarga di Kabupaten Karo 2017 No IKK Terkoneksi PDAM Tirta Malem (SR) per Agustus 2018 1 Mardinding - 2 Lau Baleng 146 3 Tiga Binanga 1.760 4 Juhar 764 5 Munte 559 6 Kuta Buluh 386 7 Payung 611 8 Simpang Empat 1 9 Kabanjahe 12.020 10 Tiga Panah 1.538 11 Barusjahe 959 Jumlah 18.744 ## Sumber: RAD AMPL Kabupaten Karo, 2019-2023 Data pada Tabel 1 menjelaskan bahwa pada Agustus 2018, tidak ada keluarga yang menerima akses air bersih dari PDAM di Kecamatan Mardinding dan hanya 1 keluarga (1 KK = 4 jiwa) di Kecamatan Simpang Empat yang menerima air minum sistem perpipaan dari PDAM Tirta Malem. Hal ini menjadi permasalahan yang serius mengingat padatnya jumlah penduduk sekitar 21.423 di Kecamatan Simpang Empat dan hanya 1 rumah tangga yang menerima akses air bersih dari PDAM. Peran PDAM sebagai organisasi publik penyedia layanan air bersih patut untuk dipertanyakan. Tidak hanya di Kecamatan Simpang Empat, tetapi penduduk di kecamatan lain di Kabupaten Karo juga mengalami kesulitan akses air bersih. Sebagai contoh, Kecamatan Kabanjahe yang memiliki 5 kelurahan dan 8 desa pada tahun 2018, terdapat 12.020 kepala keluarga dengan rata-rata 4 anggota per keluarga. Hal ini berarti sekitar 48.080 penduduk menerima akses air bersih dari PDAM. Namun, jumlah ini masih jauh dari total penduduk Kecamatan Kabanjahe pada tahun 2018 yang mencapai 75.899 jiwa. Dengan demikian, sekitar 27.819 penduduk di Kecamatan Kabanjahe tidak memiliki akses air bersih dari PDAM Tirta Malem Kabupaten Karo. Tirta Malem bertanggung jawab untuk menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan air minum kepada masyarakat secara merata, tertib, dan teratur serta mengembangkan perekonomian daerah dan memperoleh laba atau keuntungan sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Karo Nomor 02 Tahun 2017. PDAM Tirta Malem bertanggung jawab dalam hal pemenuhan akan air bersih masyarakat dan sekaligus juga menghasilkan keuntungan bagi Pemerintah Daerah. Masih terdapat beberapa persoalan yang menyebabkan masyarakat tidak mendapatkan hak air bersih dari PDAM Tirta Malem Kabupaten Karo. Persoalan tersebut adalah mencakup akses dan kecukupan. Air sebagai barang publik seharusnya tidak memiliki batasan terhadap siapapun yang ingin mengonsumsinya. Pada salah satu indikator untuk menilai kinerja organisasi sektor publik dimana Dwiyanto (2002) menyampaikan salah satunya yaitu responsivitas. Indikator ini meliputi ada atau tidaknya keluhan dari pengguna jasa selama setahun terakhir, bagaimana sikap aparat birokrasi dalam merespons keluhan. Berdasarkan permasalahan yang sudah disampaikan di atas, PDAM kurang responsif dalam menindaklanjuti keluhan dari masyarakat. Terbukti dengan lamanya jangka waktu yang harus diterima masyarakat akan perbaikan masalah air di Kabupaten Karo. Selain itu indikator lain yaitu kualitas layanan yang melihat pada kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik (Kotler & Keller, 2013). Banyaknya artikel yang menyuarakan keresahan dari masyarakat dan bahkan kritik langsung dari masyarakat kepada PDAM Kabupaten Karo menjadi hal yang tidak bisa diabaikan. Hal tersebut menjadi faktor tidak tercapainya kepuasan masyarakat akan pelayanan yang diberikan oleh PDAM Tirta Malem Kabupaten Karo. Oleh karena itu digunakan indikator yang dikemukakan oleh Dwiyanto untuk melihat bagaimana kinerja PDAM Tirta Malem Kabupaten Karo dalam memberikan pelayanan air bersih kepada masyarakat. Penelitian mengenai kinerja Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dalam penyediaan air bersih telah dilakukan oleh beberapa peneliti dan memberikan wawasan yang penting mengenai tantangan dan faktor pendukung dalam melayani masyarakat. Novitri Astuti (2014) menemukan bahwa PDAM Kota Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, menghadapi masalah serius terkait kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air bersih. Kualitas air yang disediakan kurang baik akibat pencemaran air baku, sementara kuantitas air yang tersedia belum mencukupi kebutuhan masyarakat. Distribusi air sering mengalami gangguan, yang mengakibatkan kontinuitas pelayanan terganggu. Meskipun demikian, terdapat faktor pendukung seperti kerjasama yang baik di antara pegawai PDAM dan pelatihan serta pendidikan yang memadai. Namun, pelebaran jalan oleh pemerintah dan pencurian air oleh oknum tidak bertanggung jawab menjadi hambatan signifikan dalam penyediaan air bersih. Nurwanda (2018) meneliti kinerja PDAM Tirta Galuh di Kabupaten Ciamis dan menemukan bahwa kinerja PDAM masih jauh dari optimal. Keterbatasan fasilitas seperti internet dan komputer serta kurangnya pengawasan dan dukungan dari pemerintah daerah menjadi hambatan utama. Hal ini menyebabkan PDAM Tirta Galuh belum mampu memberikan pelayanan yang memadai kepada masyarakat. Penelitian ini menyoroti pentingnya pengawasan dan sumber daya yang memadai untuk meningkatkan kinerja PDAM. Putri, Kusdarini, dan Putera (2021) meneliti kinerja PDAM Kota Padang Panjang dan menyimpulkan bahwa penyediaan air bersih oleh PDAM masih belum maksimal. Beberapa indikator kinerja, seperti pelatihan sumber daya manusia, pengelolaan keuangan, dan dokumen pendukung, belum mencapai standar yang diharapkan. Pengelolaan sumber air alami juga belum optimal, yang menghambat kemampuan PDAM dalam menyediakan layanan yang memadai. Penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun ada upaya untuk meningkatkan kinerja, masih banyak aspek yang perlu diperbaiki untuk mencapai pelayanan yang optimal. Secara keseluruhan, penelitian-penelitian ini menunjukkan bahwa PDAM di berbagai daerah masih menghadapi berbagai tantangan dalam penyediaan air bersih. Hambatan seperti pencemaran air baku, infrastruktur yang tidak memadai, kurangnya pengawasan, serta dukungan pemerintah yang minim sangat mempengaruhi kualitas pelayanan. Di sisi lain, kerjasama yang baik dan pelatihan yang memadai bagi pegawai PDAM merupakan faktor pendukung yang penting untuk meningkatkan kinerja. Dengan memperhatikan temuan-temuan ini, penelitian saat ini dapat mengembangkan strategi yang lebih efektif untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut dan meningkatkan kinerja PDAM dalam menyediakan layanan air bersih yang berkualitas bagi masyarakat. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena fokus pada masalah air di Kabupaten Karo, sebuah wilayah yang belum pernah diteliti sebelumnya, meskipun memiliki sumber mata air melimpah namun masyarakat masih mengalami kesulitan akses air bersih. Dengan menggunakan empat indikator utama—produktivitas, kualitas layanan, responsivitas, dan akuntabilitas. Penelitian ini mengkaji kinerja PDAM Tirta Malem dalam menyediakan air bersih bagi masyarakat Kecamatan Kabanjahe. Urgensi penelitian ini didasarkan pada masalah air bersih yang sudah lama terjadi tanpa solusi dari Pemerintah Daerah. Penelitian mengenai Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Malem Kabupaten Karo dalam Pelayanan Air Bersih bagi Masyarakat di Kecamatan Kabanjahe bertujuan untuk memberikan gambaran yang komprehensif mengenai kinerja PDAM Tirta Malem dalam upaya meningkatkan pelayanan air bersih, dengan harapan dapat menemukan solusi efektif untuk masalah tersebut. ## TINJAUAN PUSTAKA Pelayanan Publik Kepuasan pelanggan menjadi faktor krusial dalam menjaga kelangsungan hidup sebuah organisasi karena dapat mengurangi jumlah keluhan yang muncul, yang pada gilirannya menjadi indikator penting dari tingkat kepuasan pelanggan (Feciková, 2004). Reichheld (1996) menggarisbawahi pentingnya kepuasan pelanggan sebagai penentu keberhasilan suatu organisasi dalam membangun hubungan yang baik dengan pelanggan. Temuan ini konsisten dengan penelitian Yi (1990) yang menyatakan bahwa skor kepuasan konsumen mencerminkan evaluasi pelanggan terhadap perbedaan yang mereka rasakan antara harapan mereka dan kualitas pelayanan yang diterima. Tata kelola pemerintahan yang baik pada hakekatnya memerlukan partisipasi semua pemangku kepentingan, termasuk birokrasi pemerintah, pihak swasta sebagai perpanjangan tangan pemerintah, dan masyarakat (Filani, 2013). Pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang berbasis masyarakat dan sadar akan pelayanannya harus memenuhi kebutuhan masyarakat. Esensi tata pemerintahan yang baik atau good governance terdapat dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang baik (Dewi & Suparno, 2022). Pelayanan PDAM termasuk contoh dari pelayanan publik untuk kepentingan umum dimana tujuan utama penyelenggaraan pelayanan publik adalah kepentingan masyarakar secara umum. Pelayanan publik merupakan aspek penting di mana negara berinteraksi dengan masyarakat, mempengaruhi dukungan publik terhadap efektivitas pemerintah (Oja, 2017). Pasolong (2007) juga menyatakan bahwa pelayanan publik mencakup kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara kolektif, dengan fokus pada memberikan kepuasan meskipun tidak melibatkan produk fisik secara langsung. Dalam konteks ini, PDAM sebagai penyedia layanan air bersih harus tidak hanya memastikan akses air bersih bagi masyarakat tetapi juga responsif terhadap keluhan yang diajukan. Hal ini menggambarkan bahwa pelayanan publik tidak hanya berfokus pada pemberian layanan tetapi juga pada interaksi dan tanggapan terhadap kebutuhan masyarakat secara efektif. Sebagai perusahaan layanan publik, PDAM Kabupaten Karo harus memprioritaskan kepentingan pelanggan, sebagaimana disarankan oleh Rangkut (2013), yang menegaskan pentingnya fokus pada kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan yang baik akan berkontribusi pada kepuasan pelanggan (Agustin et al., 2021), yang tercapai ketika PDAM mampu memenuhi harapan yang diinginkan. Sebagai organisasi sektor publik, PDAM diharapkan mampu menyelenggarakan pelayanan prima, yang artinya memberikan layanan terbaik atau sangat baik (Maulyan et al., 2022). Konsep service excellent ini menggambarkan komitmen perusahaan terhadap kepuasan pelanggan atau pengguna jasa, meskipun PDAM memiliki orientasi profit (Nizar & Soleh, 2017). Pentingnya memahami bahwa mencapai pelayanan prima berarti memastikan kepuasan pelanggan, di mana kepuasan tersebut adalah perasaan positif setelah membandingkan kinerja yang dirasakan dengan harapan yang dimiliki pelanggan (Guspul, 2014). ## New Public Management Konsep New Public Management (NPM) muncul sebagai tanggapan terhadap kritik terhadap organisasi sektor publik, memicu gerakan reformasi administrasi publik di seluruh dunia (Mahmudi, 2003; Prabowo et al., 2022). NPM menekankan desentralisasi dan modernisasi pelayanan publik sebagai fokus utamanya (Jaya, 2014), yang diperkenalkan oleh Christopher Hood pada tahun 1991 sebagai paradigma baru dalam manajemen sektor publik (Tampubolon et al., 2019). Popularitas NPM meningkat pada awal 1990-an, terutama setelah diadopsi oleh pemerintahan Clinton di Amerika Serikat, dianggap memiliki peran penting dalam reformasi sektor publik global (Indrawati, 2010). NPM mengusung ide dan praktik yang mengadopsi pendekatan sektor swasta untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan responsivitas administrasi publik terhadap kebutuhan masyarakat (Janet & Robert, 2003; Bovaird & Ioffer, seperti yang dikutip dalam Haryani et al., 2023). Dengan menerapkan konsep NPM, diharapkan PDAM dapat lebih responsif terhadap kepentingan publik dalam menyediakan pelayanan air bersih yang memprioritaskan kepuasan masyarakat. ## Kinerja Dalam sektor publik, kualitas pelayanan dapat diukur berdasarkan sejauh mana organisasi memenuhi standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menunjukkan komitmen mereka dalam memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat (Kurniawan, 2013). Tuntutan akan kualitas pelayanan ini merupakan ekspresi dari semua sektor masyarakat yang dilayani, sementara kinerja merupakan faktor krusial yang harus diprioritaskan oleh semua pemimpin, baik di tingkat organisasi kecil maupun besar (Yunus, 2016). Menurut Moeheriono (2012), kinerja mencerminkan sejauh mana suatu program, kegiatan, atau kebijakan berhasil mencapai tujuan, visi, dan misi organisasi sebagaimana tercantum dalam perencanaan strategisnya. Sementara Rivai (2013) menjelaskan bahwa kinerja adalah evaluasi atas operasi atau kegiatan organisasi berdasarkan standar tertentu seperti efisiensi, akuntabilitas, dan tanggung jawab manajerial. Kinerja dapat dilihat dari dua aspek, yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi (Simarmata, 2021). Armstrong (1998) menekankan bahwa manajemen kinerja dipengaruhi oleh faktor individu, pemimpin, tim, sistem, dan situasional. Faktor personal seperti keterampilan, pengetahuan, sikap, dan motivasi sering kali menjadi penentu keberhasilan individu dalam bekerja, meskipun ada juga faktor lain seperti kepemimpinan, dinamika tim, sistem kerja, dan konteks organisasi yang mempengaruhi kinerja (Armstrong & Angela Baron, 1998; Cardy & Dobbins, 1994; Deming, 1986). Sebagai bagian dari tanggung jawabnya, organisasi pemerintahan bertugas untuk memberikan pelayanan publik demi menciptakan manfaat bagi masyarakat (Santhi & Griadhi, 2015). Keberhasilan dalam memberikan pelayanan yang baik sangat tergantung pada kemampuan organisasi dalam mengelola sumber daya dan kinerjanya secara efektif. Diharapkan bahwa manajemen kinerja yang baik dapat meningkatkan kualitas dan efisiensi pelayanan publik secara keseluruhan. ## Indikator Kinerja Organisasi Publik Penilaian kinerja dalam suatu organisasi dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan atau kegagalan dalam jangka waktu tertentu yang bermanfaat sebagai upaya perbaikan untuk meningkatkan kinerja. Mahsun (2006) mengemukakan bahwa indikator kinerja ( performance indicators ) sering disamakan dengan ukuran kinerja ( performance measure ). Namun, meskipun keduanya merupakan kriteria untuk mengukur kinerja, keduanya memiliki arti yang berbeda. Indikator kinerja secara tidak langsung terkait dengan evaluasi kinerja, yaitu hal-hal yang hanya menjadi indikator kinerja. Meskipun ukuran kinerja merupakan kriteria kinerja yang berkaitan dengan penilaian kinerja langsung, namun bentuknya lebih bersifat kuantitatif. Dwiyanto (2002 : 49) mengemukan “lima indikator yang biasanya digunakan untuk mengukur kinerja organisasi sektor publik yaitu produktivitas, kualitas layanan, responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas”. Peneliti mengunakan hanya empat indikator karena indikator-indikator tersebut yang bekaitan dengan permasalahan pelayanan air bersih di Kecamatan Kabanjahe. Produktivitas dalam konteks PDAM Tirta Malem dapat diartikan sebagai perbandingan antara input dan output, dimana hasil yang lebih besar menandakan efisiensi yang lebih baik, sebagaimana dijelaskan oleh Khadlirin et al. (2021). Fokusnya adalah bagaimana PDAM memaksimalkan sumber daya manusia dan keuangan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja guna menjalankan rencana kerjanya. Produktivitas dianggap tercapai jika biaya layanan dapat dipastikan dan waktu pelayanan tidak terganggu oleh pungutan tambahan seperti suap atau sumbangan sukarela, sebagaimana dikemukakan oleh Sedarmayanti dan Nurliawati (2012). Kualitas layanan menjadi kunci dalam mengevaluasi kinerja organisasi pelayanan publik, seperti yang dinyatakan oleh Nurdin (2019). Ketidakpuasan masyarakat terhadap layanan sering kali menciptakan pandangan negatif terhadap organisasi publik, seperti yang ditunjukkan oleh berbagai penelitian (misalnya Kurniawan, 2013; Sunda et al., 2017; Wuri et al., 2017). Oleh karena itu, kepuasan masyarakat dapat dijadikan indikator penting dalam menilai kinerja organisasi publik, karena informasi mengenai kepuasan ini sering tersedia secara mudah dan ekonomis, serta mudah diakses melalui media atau diskusi publik. Dengan tingginya tingkat informasi tentang ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan, kepuasan masyarakat menjadi salah satu ukuran kinerja yang efektif dan efisien untuk organisasi publik (Ariany & Putera, 2013; Nugraha, 2020). Responsivitas menyinggung mengenai kemampuan birokrasi dalam mengidentifikasi kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta menyusun rencana pelayanan berdasarkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat (Pratiwi, 2019). Indikator ini mencakup apakah ada keluhan dari pengguna layanan dalam satu tahun terakhir, bagaimana birokrasi menanggapi keluhan, pertimbangan menggunakan referensi keluhan untuk meningkatkan layanan di masa mendatang, dan tindakan untuk memberikan kepuasan layanan (Nadhifa & Sudaryanti, 2021). Responsivitas dianggap sebagai satu indikator kinerja yang paling penting karena menunjukkan seberapa siap organisasi publik untuk menjalankan tujuan dan misinya, terutama dalam hal memenuhi kebutuhan masyarakat umum. Hubungan antara kebutuhan masyarakat umum dan tanggung jawab pelayanan merupakan hubungan yang sangat erat (Nur et al., 2020). Akuntabilitas mempunyai arti pertanggungjawaban yang merupakan salah satu ciri dari terapan good governance dalam administrasi publik yang menjadi isu menuju clean government atau pemerintahan yang bersih (Saribu, 2017). Akuntabilitas dilihat dari sudut pandang pengendalian merupakan tindakan pada pencapaian tujuan seperti penghindaran korupsi dan kolusi, adanya kepatuhan terhadap prosedur, adanya pelayanan publik yang cermat, mempertanggungjawabkan yang telah dibuat, dan mempertanggungjawabkan kebijakan yang telah diambil yang ditentukan (Martha, 2014). Pada konteks ini konsep akuntabilitas dapat digunakan untuk melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan kehendak masyarakat banyak. Kinerja organisasi publik tidak hanya bisa dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi publik atau pemerintah. Kinerja sebaiknya harus dinilai dari ukuran eskternal seperti nilai-nilai norma yang berkembang dalam masyarakat (Kusnendar, 2018). ## Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Organisasi Publik Bagi suatu organisasi, kinerja merupakan hasil dari kegiatan kerjasama diantara anggota atau komponen organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi (Supardi, 2018). Sederhananya, kinerja merupakan produk dari kegiatan administrasi, yaitu kegiatan kerjasama untuk mencapai tujuan yang pengelolaannya biasa disebut sebagai manajemen (Pattisahusiwa, 2013). Sebagai produk dari aktivitas organisasi dan manajerial, kinerja organisasi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor input tetapi juga oleh proses administrasi dan manajerial yang sedang berlangsung (Martono, 2013). Jika proses administrasi dan manajemen tidak berjalan dengan baik, maka sebaik apapun input yang tersedia tidak akan menghasilkan produk kinerja yang diharapkan memuaskan. Ada hubungan erat antara input dan proses yang menentukan apakah output yang dihasilkan akan tampil seperti yang diharapkan (Rumini et al., 2022). Terdapat tiga faktor yang dianggap penting dalam mempengaruhi kinerja organisasi sektor publik yaitu sumber daya manusia, struktur organisasi, dan kepemimpinan (Ansory & Indrasari, 2018). Sumber daya manusia berkaitan dengan karyawan dan kemampuan karyawan untuk menjalankan organisasi secara efektif dan efisien. Kualitas sumber daya manusia tergantung pada dua indikator penting, tingkat pendidikan yang diterima oleh karyawan dan tingkat keterampilan yang terkait dengan bidang pekerjaan yang digeluti oleh karyawan tersebut (Iskandar, 2018). Suwarto (dalam Hessel Nogi, 2005:192) berpendapat bahwa organisasi akan menunjukkan kinerja yang tinggi jika kepemimpinan dan aspek struktural memberikan fokus dan arah dalam upaya untuk menggerakkan seluruh karyawan menuju tujuan bersama, yaitu tujuan organisasi. Struktur organisasi berfokus pada hubungan yang relatif tetap antara tugas-tugas yang ada dalam suatu organisasi. Sedangkan Stoner (dalam Hessel Nogi, 2005:202-203) mengungkapkan terdapat lima unsur yang ada dalam stuktur organisasi, yaitu spesialisasi kegiatan, standarisasi kegiatan, koordinasi, sentralisasi dan desentralisasi pengambilan keputusan serta ukuran satuan kerja. Berkaitan dengan kepemimpinan, Thoha (dalam Hessel Nogi, 2005:203) mengemukan bahwa suatu organisasi akan berhasil atau bahkan gagal, sebagian besar ditentukan oleh kepemimpinan yang ada. Efektivitas kepemimpinan berpengaruh terhadap tingkat kinerja karena kemampuan pimpinan dapat mempengaruhi atau memotivasi orang lain untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Hasibuan & Bahri, 2018). Peran kepemimpinan terhadap kinerja organisasi dapat dikatakan bahwa kegiatan- kegiatan yang ada dalam organisasi perlu diorganisir secara tepat dan efesien, sehingga dibutuhkan kemampuan pimpinan dalam melakukan koordinasi (Putri, 2010). ## METODE PENELITIAN Penelitian ini mencoba mendeskripsikan lebih dalam mengenai kinerja PDAM Tirta Malem Kabupaten Karo melalui metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif menggunakan beberapa indikator yang dikemukakan oleh Dwiyanto (2002) untuk menggambarkan kinerja PDAM Tirta Malem Kabupaten Karo yaitu produktivitas, kualitas pelayanan, responsivitas, dan akuntabilitas. Sebagian besar data berbentuk kata- kata, namun data juga disajikan dalam bentuk numerik. Data yang terkumpul disajikan dan dianalisis berdasarkan apa yang ditemukan di lapangan. Lokasi penelitian adalah di PDAM Tirta Malem, Desa-desa di Kecamatan Kabanjahe, Kantor DPRD Kabupaten Karo, dan LSM Kemilau Cahaya Bangsa cabang Karo di Kabanjahe. Menentukan informan dengan metode purposive sampling dan snowball sampling yaitu Direksi PDAM Tirta Malem, Kabag Keuangan PDAM Tirta, Kabaghublang PDAM Tirta Malem, pegawai PDAM Tirta Malem, penduduk desa Kecamatann Kabanjahe, anggota DPRD Kabupaten Karo, dan LSM KCBI Karo. Digunakan teknik pengumpulan data seperti wawancara, observasi, studi kepustakaan, dan dokumentasi di peneitian ini. Sumber data yang digunakan adalah primer dan sekunder. Digunakan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisa interaktif dengan dua teknik triangulasi data yaitu triangulasi sumber dan teknik. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Kinerja PDAM Tirta Malem Terdapat empat indikator yang digunakan untuk melihat kinerja PDAM Tirta Malem Kabupaten Karo dalam memberikan pelayanan air bersih kepada masyarakat di Kecamatan Kabanjahe, yaitu produktivitas, kualitas layanan, responsivitas, dan akuntabilitas sebagaimana yang disampaikan oleh Dwiyanto (2002). Peneliti menggunakan keempat indikator tersebut karena produktivitas, kualitas layanan, daya tanggap, dan akuntabilitas dianggap mewakili beberapa indikator yang banyak digunakan untuk melihat kinerja organisasi publik. Keempat indikator tersebut juga sejalan dengan masalah penelitian. Hasil yang didapati pada masing-masing indikator adalah sebagai berikut : 1. Produktivitas. Peneliti menggambarkan kinerja PDAM Tirta Malem pada indikator ini melalui dua sub indikator yaitu produksi air bersih kepada masyarakat dan keterbatasan sumber daya. PDAM Tirta Malem akan mengelola sumber air yang terbatas dan tidak efektif jika beberapa desa mengambil sendiri oleh karena itu Pemerintah Kabupaten Karo meminta agar hal tersebut dikelola bersama dan menjadi tanggung jawab PDAM Tirta Malem. Sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karo tahun 2021-2026, target Pemerintah Karo untuk penyediaan air minum yang layak bagi masyarakat adalah 80 persen. RPJMD tersebut disesuaikan dengan target dari SDGs pada tahun 2030 diharapkan sudah mencapai di angka 100 persen untuk penyediaan air minum yang layak bagi masyarakat. Namun, Kabupaten Karo masih mencapai angka 68,7 persen berdasarkan data dari lembaga Survey Sosial Ekonomi Nasional tahun 2022 yang artinya ada 11,3 persen lagi yang harus diraih untuk mencapai angka tersebut. Dalam hal produksi air bersih kepada masyarakat, keterbatasan keuangan PDAM Tirta Malem untuk memperbaiki masalah kerusakan pipa air menjadi faktor mereka tidak mampu produktif dalam memberikan pelayanan air bersih kepada masyarakat. Peneliti mendapati bahwa tarif air yang dikeluarkan masyarakat adalah Rp1.250/ m sementara Tirta Malem sendiri harus mengeluarkan Rp1.500/ m untuk biaya memompa air ke rumah-rumah masyarakat dimana tarif tersebut yang harus dibayarkan ke PLN. Hal tersebut menunjukkan ketidaksesuaian input dan output yang dihasilkan oleh PDAM Tirta Malem Kabupaten Karo. Oleh karena itu, PDAM Tirta Malem melakukan peningkatan tarif air minum per Januari 2023 sebagai upaya peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Dalam hal keterbatasan sumber daya, PDAM Tirta Malem tidak menerima suntikan dana dari BUMD berdasarkan hasil pembahasan Pemda bersama DPRD. Hal ini karena kondisi kinerja PDAM Tirta Malem yang sangat jauh dari kata baik termasuk dalam tata kelola keuangan sehingga Pemerintah Daerah dan DPRD tidak yakin untuk menyuntikkan dana kepada PDAM Tirta Malem. Produktivitas juga dikatakan terpenuhi jika terdapat kepastian biaya dan waktu pelayanan tanpa terpengaruh dengan biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat. Adanya ketidakpastian biaya dan waktu pelayanan yang diberikan oleh PDAM Tirta Malem kepada masyarakat dimana faktor penyebab salah satunya adalah Tirta Malem memiliki utang tertunggak yang harus dibayarkan. Hal tersebut sejalan dengan laporan laba rugi PDAM Kabupaten Karo tahun 2020–2021 yang memperlihatkan bahwa Tirta Malem mengalami kerugian mencapai 4 miliar rupiah di tahun 2020 dan 2 miliar rupiah lebih di tahun 2021. Hal tersebut membuat pelayanan kepada masyarakat tidak terlaksanan dengan baik. 2. Kualitas layanan Peneliti menggambarkan kinerja PDAM Tirta Malem pada indikator ini melalui dua sub indikator yaitu kepuasan masyarakat dan sikap pelayan publik. Peneliti menemukan fakta di lapangan yang menunjukkan masyarakat kurang puas terhadap pelayanan PDAM Tirta Malem terlihat dari review buruk pelanggan kepada PDAM Tirta Malem melalui online platform google . Sejalan dengan media berita publik yang mengangkat isu pelayanan air bersih di Karo. Pelayanan air bersih menjadi isu publik yang tidak mendapat tanggapan serius dari Pemerintah Karo. Isu yang diangkat oleh media menunjukkan kualitas layanan buruk yang diberikan oleh PDAM Tirta Malem kepada masyarakat. Bukan hanya media, termasuk LSM KCBI Karo juga menyatakan hal yang sama. Nilai kinerja PDAM Tirta Malem pada tahun 2021 juga berada di angka 2,08 yang masuk ke dalam kategori tidak sehat. ## Tabel 2 Nilai Kinerja PDAM Tirta Malem 2020 – 2021 2020 2021 Kondisi Nilai Kondisi Nilai A. Keuangan 1. Rentabilitas a. R O E -38.05% 1 -11,84% 1 b. Ratio Operasi 1,67 1 1,19 1 2. Likuiditas a. Ratio Kas 0,22% 1 0,24% 1 b. Efektivitas Penagihan 40,19% 1 58,74% 1 3. Solvabilitas 215,30% 5 197,86% 4 Bobot Kinerja - Bidang Keuangan 0,39 0,36 B. Pelayanan 1. Cakupan Pelayanan 19,38% 1 21,94% 2 2. Pertumbuhan Pelanggan 2,60% 1 -0.63% 1 3. Tingkat Penyelesaian Pengaduan 94,57% 5 74,32% 4 4. Kualitas Air Pelanggan 1 1 5. Konsumsi Air Domestik 9,15 1 9,06 1 Bobot Kinerja - Bidang Pelayanan 0,35 0,38 C. Operasi 1. Efisinesi Produksi 88,08% 4 91,87% 5 2. Tingkat Kehilangan Air 52,12% 1 22,96% 5 3. Jam Operasi Layanan/hari 11 1 11 1 4. Tekanan Sambungan Pelanggan 1 1 5. Penggantian Meter Air 1 1 Bobot Kinerja - Bidang Operasi 0,56 0,91 D. SDM 1. Rasio Jumlah Pegawai/1000 pelanggan 6,02 5 5,89 5 2. Ratio Diklat Pegawai 1 1 3. Biaya Diklat terhadap Biaya Pegawai 1 1 Bobot Kinerja - Bidang SDM 0,43 0,43 TOTAL NILAI KINERJA 1,73 2,08 KATEGORI SAKIT SAKIT ## Sumber: Analisa Data, 2023 Sikap pelayananan PDAM Tirta Malem menjadi sub indikator dalam kualitas pelayanan. Pihak PDAM Tirta Malem menyatakan tetap memberikan penjelasan kepada masyarakat mengenai peningkatan tarif. Untuk masyarakat dalam hal ini pelanggan yang sebelumnya belum mempunyai meteran juga menjadi kendala tersendiri bagi PDAM Tirta Malem sehingga mereka menghitung air yang terpakai melalui perkiraan dengan mengambil sampel ke beberapa rumah tangga. PDAM Tirta Malem mulai melakukan perbaikan pelayanan kepada masyarakat namun juga tetap mendapati beberapa kendala. Selain itu didapati fakta bahwa beberapa masyarakat mulai tidak menggunakan air dari pihak PDAM Tirta Malem dan memutuskan untuk mematikan meteran karena intensitas air yang tidak memiliki kejelasan kapan akan mengalir dan terkadang juga kualitas airnya kotor. Direksi PDAM Tirta Malem juga menyampaikan bahwa mereka belum memiliki pegawai dengan sumber daya yang baik. Hal inilah yang mempengaruhi kualitas layanan Tirta Malem karena SDM yang baik berpengaruh besar terhadap keberlanjutan pelayanan PDAM Tirta Malem. 3. Responsivitas. Peneliti menggambarkan kinerja PDAM Tirta Malem pada indikator ini melalui dua sub indikator yaitu kecepatan tanggapan dan pengembangan rencana pelayanan. Pihak PDAM Tirta Malem menyampaikan bahwa mereka akan dengan segera menangani keluhan dari pelanggan rentang tidak lebih dari 3 hari kerja. Pihak Tirta Malem juga berupaya untuk cepat tanggap dalam menangani keluhan masyarakat sebagai pelanggan mereka. Namun, untuk permasalahan yang lebih besar seperti kebocoran pipa dan pencurian air menjadi isu yang cukup kewalahan ditangani oleh instansi ini. Hal ini karena permasalahan ini membutuhkan upaya yang lebih besar karena turun langsung ke lapangan dan membutuhkan waktu lama dan biaya operasional yang besar. Pihak PDAM Tirta Malem telah menyusun business plan sebagai strategi untuk mengatasi permasalahan air melalui 2 agenda yaitu emergency response dan long term development . Hal tersebut sebagai bentuk responsivitas PDAM Tirta Malem kepada keluhan masyarakat. PDAM Tirta Malem melakukan percepatan peningkatan kinerja pada tahun 2023 melalui emergency response yaitu melakukan penyesuaian tarif serta efektifitas penagihan, peningkatan tata kelola keuangan, peningkatan SDM, pemasangan meteran dan lockable valve , penyisihan utang, dan pemanfaatan pemasangan pompa di beberapa sumber air baku. Melalui agenda long term development, PDAM Tirta Malem melakukan kerja sama dengan pihak Pemerintah atau istilahnya KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha). Pihak PDAM melakukan kerjasama dengan Kementerian Keuangan yang di dalamnya akan membahas serta merencanakan sistem apa yang paling baik untuk mengatasi permasalahan air. Tirta Malem nantinya juga akan menjalankan program 3K untuk memenuhi pelayanan air bersih yaitu dalam aspek kuantitas, kontinuitas, dan kualitas. Proses ini akan memakan waktu yang tidak sebentar mulai dari tahap perencanaan, tender, hingga konstruksi. 4. Akuntabilitas PDAM Tirta Malem menyampaikan bahwa terjadinya kerjasama atau yang disebut sebelumnya yaitu KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha) karena pihak Kementerian Keuangan sudah menyatakan PDAM Tirta Malem “clear” sesuai dengan penilaian dan prosedur dari Kemenkeu sendiri dan menyanggupi penyediaan dana yang dibutuhkan PDAM Tirta Malem guna percepatan peningkatan kinerja. Dalam hal laporan keuangan, bahwa setiap laporan yang diserahkan oleh PDAM Tirta Malem akan diaudit secara internal yang disebut sebagai laporan internal. Selain itu, setiap bulan bagian keuangan melakukan tutup buku dan akan diaudit oleh Bagian Keuangan PDAM Tirta Malem dengan pengawasan. Pengawasan ini dilakukan oleh SPI atau Satuan Pengawas Intern untuk memastikan semua pekerjaan termasuk pengauditan sudah dilakukan dengan benar dan akuntabel. Direksi PDAM Tirta Malem juga mengharuskan setiap pegawai PDAM Tirta Malem menandatangani surat pernyataan dalam hal komitmen untuk zero tolerance to corruption dengan materai dan dokumen tersebut dipegang oleh Direksi PDAM Tirta Malem sendiri. Pihak Pemda Karo juga memberikan pernyataan bahwa PDAM Tirta Malem terus berupaya untuk memperbaiki kerja dan citra instansi publik tersebut. ## Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Kinerja Faktor pendukung kinerja PDAM Tirta Malem yaitu adanya peningkatan keuangan dimana adanya persaingan air karena kebutuhan masyarakat akan air terus meningkat dari waktu ke waktu serta kerjasama yang akan terlaksana dengan pihak Kementerian Keuangan (KPBU). Faktor pendukung kedua yaitu sumber daya dimana jumlah penduduk yang terus bertambah di Kecamatan Kabanjahe dan status sumber air PDAM Tirta Malem yang melimpah sehingga bisa dimanfaatkan. ## Tabel 3 Status Sumber Air PDAM Tirta Malem 2023 No Sumber Debit Status 1 Lau Bengap 50 50 2 Aek Bolon 20 20 3 Lau Berneh 20 18 4 Lau Melas Pompa 30 20 5 Lau Melas Gravitasi 5 3 Sumber: PDAM Tirta Malem, 2023 Tabel 3 menunjukkan sumber air yang dimiliki oleh PDAM Tirta Malem, artinya melalui sumber air tersebut mampu memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat secara merata. Bahkan saat ini Tirta Malem juga akan menggunakan air dari sumber lau biang yang nantinya akan disaring. Ini terjadi karena ada kerja sama dengan pihak Kementerian Keuangan untuk memenuhi program 3K, yaitu kuantitas, kontinuitas, dan kualitas. Faktor penghambat kinerja PDAM Tirta Malem yaitu sumber daya manusia yang masih rendah. Masih banyak pegawai yang belum mampu secara maksimal bekerja. Hal ini terlihat dari tidak adanya pegawai yang latar belakang pendidikannya dari teknik, khusunya sarjana. Sarjana teknik sangat dibutuhkan pada organisasi ini karena salah satu masalah penghambat kinerja mereka adalah banyak pipa saluran air yang pecah. Selain itu faktor keuangan Tirta Malem juga menjadi penghambat mereka dalam bekerja karena PDAM tidak menerima APBD pada tahun 2021 dan 2022, adanya beban utang yang harus ditanggung, tata kelola keuangan yang rendah. Faktor lain yaitu pencurian air dimana Sambungan liar atau illegal merupakan tindakan yang merugikan PDAM karena kuantitas air yang hasrusnya menjadi hak masyarakat diambil secara tidak binar oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Hal ini juga yang menghambat pelayanan air oleh PDAM kepada masyarakat. ## SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan indikator indikator kinerja produktivitas, kualitas layanan, responsivitas, dan akuntabilitas, didapati kesimpulan bahwa PDAM Tirta Malem belum mampu secara produktif memberika pelayanan air bersih kepada masyarakat Kabupaten Karo. Target PDAM Tirta Malem ialah mereka mampu mencapai angka 80% untuk pelayanan air bersih kepada masyarakat namun saat ini masih mencapai angka 68,7 persen yang artinya ada 11,3 persen lagi yang harus diraih untuk mencapai angka tersebut. Karena itu, PDAM Tirta Malem berusaha meningkatkan pelayanan mereka kepada masyarakat agar semua masyarakat dapat terpenuhi kebutuhan airnya. PDAM tidak memiliki sumber daya dari APBD sebagaimana mestinya kondisi kinerja PDAM Tirta Malem yang sangat jauh dari kata baik sehingga Pemerintah Daerah dan DPRD tidak yakin untuk menyuntikkan dana kepada PDAM Tirta Malem. Masyarakat tidak merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh PDAM Tirta Malem. Banyak masyarakat yang mengeluh mengenai akses air yang sulit dan tidak memadai dari PDAM Tirta Malem. Media berita publik dan Lembaga Swadaya Masyarakat KCBI mengangkat isu pelayanan air bersih di Kecamatan Kabanjahe. Kualitas layanan yang buruk tersebut membuat Tirta Malem mendapat nilai 2,08 dalam penilaian kinerja BUMD Air Minum di Provinsi Sumatera Utara tahun 2021. PDAM Tirta Malem menunjukkan responsivitas yang belum sepenuhnya baik. Mantan pengawas PDAM Tirta Malem Kabupaten Karo tahun 2019, Apul Brahmana menyampaikan ketika dia menjabat sebagai pengawas PDAM, tidak ada tindak lanjut yang serius dikerjakan oleh PDAM Tirta Malem untuk mengatasi permasalahan pelayanan air bersih di Kecamatan Kabanjahe. Namun dari sisi lain, PDAM Tirta Malem menunjukkan responsivitas yang semakin baik dari hari ke hari dengan menyusun strategi untuk mengatasi permasalahan air Terjadi kerjasama atau yang disebut sebelumnya yaitu KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha) karena pihak Kementerian Keuangan sudah menyatakan PDAM Tirta Malem “clear” sesuai dengan penilaian dan prosedur dari Kemenkeu sendiri dan menyanggupi penyediaan dana yang dibutuhkan PDAM Tirta Malem guna percepatan peningkatan kinerja. Tirta Malem telah melakukan pengendalian berupa tindakan pada pencapaian tujuan seperti penghindaran korupsi dan kolusi dengan mengajak secara lisan maupun tulisan kepada pegawai PDAM Tirta Malem untuk menjunjung tinggi akuntabilitas. Setiap bulan bagian keuangan melakukan tutup buku dan akan diaudit oleh Bagian Keuangan PDAM Tirta Malem dengan pengawasan. Pengawasan ini dilakukan oleh SPI atau Satuan Pengawas Intern untuk memastikan semua pekerjaan termasuk pengauditan sudah dilakukan dengan benar dan akuntabel. Faktor yang mendukung kinerja PDAM antara lain adanya faktor ekonomi diantaranya ada persaingan air dan kerjasama PDAM Tirta Malem dengan Kementerian Keuangan (KPBU). Selain itu sumber daya masyarakat yang tinggi artinya jumlah penduduk di Kecamatan Kabanjahe yang cukup padat dan sumber air yang dimiliki PDAM Tirta Malem juga melimpah. Faktor yang menghambat kinerja PDAM dalam memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat sumber daya manusia yang rendah di PDAM Tirta Malem. Banyak pegawai yang tidak mampu mengenali tugas dan tanggung jawabnya. Selain itu PDAM Tirta Malem memiliki beban utang kepada beberapa pihak yang menghambat kinerja mereka. Namun, beban utang tersebut diserahkan PDAM Tirta Malem kepada Pemerintah Kabupaten Karo. Faktor penghambat lainnya ialah rendahnya tata kelola keuangan di PDAM Tirta Malem. PDAM Tirta Malem perlu meningkatkan kinerja lebih baik lagi dalam hal pelayanan air bersih kepada masyarakat. PDAM Tirta Malem perlu memperhatikan input dan output dari pelayanan yang mereja berikan. Peningkatan pelayanan dapat diwujudkan dengan merealisasikan program kerja yang sudah disusun oleh Diresi PDAM Tirta Malem. Hal ini akan membuat DPRD mulai membangun kepercayaan kepada instansi ini dan memberikan izin penyuntikan dana APBD Kabupaten Karo tahun 2024 kepada Tirta Malem. Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh PDAM, maka PDAM perlu meningkatkan kualitas layanan sesuai tugas dan fungsi mereka. Keluhan-keluhan yang masuk perlu ditangani dengan baik dan memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat agar mereka dapat memahami dan puas dengan pelayanan yang diberikan sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi (TI) perlu ditingkatkan dalam peyelenggaraan pelayanan. Selain itu, PDAM Tirta Malem perlu memberikan pelatihan dan pendidikan bagi pegawainya agar lebih memahami sistem kerja, tugas pokok, dan fungsi masing-masing jabatan. PDAM Tirta Malem Kabupaten Karo menyelaraskan business plan untuk diserahkan pada Pemerintah Karo dan DPRD Kabupaten Karo agar Perda perubahan nama dari BUMD menjadi Perumda dapat disegerakan guna pelaksanaan kerja yang lebih fleksibel. PDAM Tirta Malem juga perlu menambahkan pompa pada beberapa sumber air baku yang bukan gravitasi agar distribusi air kepada masyarakat yang sebelumnya belum dijangkau dapat terealisasi dengan baik. Koordinasi antara PDAM dan pemerintah perlu ditingkatkan agar proyek-proyek yang akan atau sedang dibangun oleh pemerintah dan dikelola PDAM tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan PDAM dalam meningkatkan pelayanan masyarakat. Perlunya mensegerakan pelaksanaan business plan dengan terus bersinergi meningkatkan kinerja dan melakukan diskusi penting dengan Pemerintahan Daerah Karo juga pihak Kemeterian Keuangan untuk realisasi program KPBU dimana program ini menjadi salah satu penunjang peningkatan kinerja PDAM Tirta Malem yang saat ini memiliki nilai kinerja dalam kategori sakit. Pemasangan pompa pada beberapa sumber air baku juga penting agar penyaluran air bersih kepada masyarakat dapat terlaksana dengan baik. PDAM Tirta Malem perlu meningkatkan pengawasan lebih ketat dan membangun bendungan atau bak penampungan air di daerah reservoir guna mencegah tindakan illegal connecting atau pemasangan pipa ilegal oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. ## DAFTAR RUJUKAN Agustin, R. P., Suparwo, A., Yuliyana, W., Sunarsi, D., & Nurjaya, N. (2021). Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pelanggan serta dampaknya pada Word of Mouth Jasa Pengurusan Nenkin di CV Speed Nenkin. JIIP - Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan , 4 (3), 186–190. https://doi.org/10.54371/jiip.v4i3.249 Ansory, A. F., & Indrasari, M. (2018). Manajemen Sumber Daya Manusia . Indomedia Pustaka. https://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/4210 /Bab 2.pdf?sequence=4 Ariany, R., & Putera, R. E. (2013). Analisis Kinerja Organisasi Pemerintah dalam Memberikan Pelayanan Publik di Kota Pariaman. MIMBAR, Jurnal Sosial Dan Pembangunan , 29 (1), 33. https://doi.org/10.29313/mimbar.v29i1.364 Armstrong, M., & Baron, A. (1998). Performance Management - The New Realities . BPPSPAM. (2015a). Laporan Kinerja PDAM Tahun 2015 Wilayah I Pulau Sumatra . BPPSPAM. (2015b). Laporan Kinerja PDAM Tahun 2015 Wilayah II Pulau Jawa . BPPSPAM. (2015c). Laporan Kinerja PDAM Tahun 2015 Wilayah III Pulau Kalimantan . BPPSPAM. (2015d). Laporan Kinerja PDAM Tahun 2015 Wilayah IV Papua, Maluku, NTT, NTB, Bali . Dewi, R. C., & Suparno, S. (2022). Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Jurnal Media Administrasi , 7 (1), 78–90. https://doi.org/10.54783/dialektika.v19i1.62 Dwiyanto, A. (2002). Penilaian Kinerja Organisasi Pelayanan Publik, Seminar Kinerja Organisasi Sektor Publik, Kebijakan Dan Penerapannya . Universitas Gadjah Mada. Ekasari, M., Riasmini, N., & Hartini, T. (2019). Meningkatkan Kualitas Hidup Lansia Konsep dan berbagai Informasi . Wineka Media. https://books.google.com/books/about/Meningkatkan_Kualitas_Hidup_Lansia_K onse.Html?Id=Lwcidwaaqbaj Fakhrurrazi, F. (2021). Konsep Berpikir Sistemik Dalam Penyusunan Rencana Strategis. Jurnal Isema : Islamic Educational Management , 6 (1), 13–24. https://doi.org/10.15575/isema.v6i1.9406 Filani, R. (2013). Perilaku Penataan Dan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Pontianak. Ilmu Administrasi Negara , 2 (April), 1–10. Guspul, A. (2014). Pengaruh kualitas pelayanan dan kepercayaan terhadap kepuasan nasabah. Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ , 1 (1), 40– 54. https://doi.org/10.30872/jfor.v24i2.10857 Haryani, S., Sudiyono, Akhdiyat, R., Iqbal, M., Mintarti, S., & Sari, W. I. R. (2023). Implementasi new public management (NPM) badan kepegawaian daerah (studi kasus Kabupaten B). Proceeding of National Conference on Accounting & Finance , 5 (25), 330–335. Hasibuan, S. M., & Bahri, S. (2018). Pengaruh Kepemimpinan, Lingkungan Kerja dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja. Maneggio: Jurnal Ilmiah Magister Manajemen , 1 (1), 71–80. https://doi.org/10.30596/maneggio.v1i1.2243 Indrawati, N. (2010). Penyusunan Anggaran dalam Era New Public Management: Implementasinya di Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi Dan Bisnis , 10 (September), 176–193. https://jurnal.umsu.ac.id/index.php/akuntan/article/download/474/435 Iskandar, D. (2018). Strategi Peningkatan Kinerja Perusahaan Melalui Pengelolaan Sumber Daya Manusia Dan Kepuasan Kerja Dan Dampaknya Terhadap Produktivitas Karyawan. Jurnal Ilmiah Bisnis Dan Ekonomi Asia , 12 (1), 23–31. https://doi.org/10.32812/jibeka.v12i1.8 Janet, V. ., & Robert, B. . (2003). The new public service: serving, not steering . https://doi.org/10.5860/choice.40-5440 Jaya, I. (2014). Perjalanan Panjang Ilmu Administrasi Publik (Dari Paradigma Klasik Menuju Kontemporer). Jurnal Ilmu Sosial, Politik Dan Pemerintahan , 3 (1), 1–17. Juliansyah, E. (2017). Strategi Pengembangan Sumber Daya Perusahaan Dalam Meningkatkan Kinerja PDAM Kabupaten Sukabumi. Jurnal Ekonomak , 3 (2), 19–37. Khadlirin, A., Mulyantomo, E., & Widowati, S. Y. (2021). Analisis Efisiensi Dan Efektifitas Pengelolaan Dana Desa (Study Empiris Dana Desa di Desa Tegalarum Kabupaten Demak Tahun 2016-2020). Solusi , 19 (2). https://doi.org/10.26623/slsi.v19i2.3162 Kotler, P., & Keller, K. L. (2013). Manajemen Pemasaran (13th ed.). Erlangga. Kurniawan, M. (2013). Pengaruh Komitmen Organisasi, Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Organisasi Publik (Studi Empiris pada SKPD Pemerintah Kabupaten Kerinci). Skripsi FE Universitas Negeri Padang , 1 (3). https://doi.org/10.1073/pnas.0703993104 Kusnendar, A. (2018). Kinerja Pemerintah Desa Dalam Pelayanan Publik Di Desa Cijulang Kecamatan Cijulang Kabupaten Pangandaran. Dinamika : Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Negara , 5 (3), 1–8. https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/dinamika/article/view/1661 Laksmi, V. V., & Suwandono, Y. (2019). Manajemen Perubahan Menuju Organisasi Berkinerja Tinggi . Deepublish. https://books.google.com/books?hl=en%5C&lr=%5C&id=3eeiDwAAQBAJ%5C& oi=fnd%5C&pg=PR5%5C&dq=change+management+leadership+manajemen+pe rubahan%5C&ots=J0uWA3A6Zh%5C&sig=2lyMRD98QrGZaKcyIGqTRa3a7Ps Mahmudi, M. (2003). New Public Management (NPM): Pendekatan Baru Manajemen Sektor Publik. Sinergi , 6 (1), 69–76. https://doi.org/10.20885/sinergi.vol6.iss1.art5 Martha, W. (2014). Pengaruh Transparansi Dan Akuntabilitas Terhadap Kinerja Instansi Pemerintah Pada Dinas Di Kota Bandung (Survey diInstansi Pemerintah Kota Bandung). Gastronomía Ecuatoriana y Turismo Local. , 1 (69), 5–24. Martono, S. (2013). Strategi Peningkatan Kinerja Program Studi Melalui Optimalisasi Peran Pimpinan. Jurnal Dinamika Manajemen , 4 (1), 30–45. Maulyan, F. F., Yuniati Drajat, D., Angliawati, R. Y., & Sandini, D. (2022). Pengaruh Service Excellent Terhadap Citra Perusahaan Dan Loyalitas Pelanggan: Theoretical Review. Jurnal Sains Manajemen , 4 (1), 8–17. https://doi.org/10.51977/jsm.v4i1.660 Muis, M. R., Jufrizen, J., & Fahmi, M. (2018). Pengaruh Budaya Organisasi Dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan. Jesya (Jurnal Ekonomi Dan Ekonomi Syariah) , 1 (1), 9–25. https://doi.org/10.36226/jrmb.v4i1.246 Nadhifa, S. A., & Sudaryanti, S. (2021). Responslvltas Dinas Perdagangan dalam Penyediaan Fasilitas Difabel. Jurnal Litbang Sukowati : Media Penelitian Dan Pengembangan , 5 (1), 150–162. https://doi.org/10.32630/sukowati.v5i1.274 Nasution, A. R., & Sihombing, S. M. (2024). Evaluasi Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) dalam Penanganan Kawasan Kumuh di kabupaten Karo. Jurnal Manajemen Dan Ilmu Administrasi Publik (JMIAP) , 6 (2), 223–234. Nizar, M., & Soleh, B. (2017). Pengaruh Pelayanan Prima (Service Excellent) terhadap Kepuasan Nasabah. Jurnal Ekonomi Islam , 8 (2), 280. Nugraha, M. E. S. (2020). Pengaruh Kinerja Pegawai Terhadap Efektivitas Organisasi Pada Kantor Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten barito selatan. Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Negara , 6 (2), 82–90. http://journal.umpalangkaraya.ac.id/index.php/restorica Nur, A. S., Sihabudin, A., & Syadzily, A. H. (2020). Kinerja Pengelolaan Jalan Dan Jembatan Dalam Perspektif Pelayanan Publik Pada Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang Provinsi Banten Tahun 2017. JIPAGS (Journal of Indonesian Public Administration and Governance Studies) , 3 (1). https://doi.org/10.31506/jipags.v3i1.5478 Nurdin, I. (2019). Kualitas Pelayanan Publik (Perilaku Aparatur Dan Komunikasi Birokrasi Dalam Pelayanan Publik). Journal Artikel , 20. Oja, H. (2017). Dinamika Good Local Governance Dalam Kerangka Pelayanan Publik di Era Otonomi Daerah. Societas: Jurnal Ilmu Administrasi Dan Sosial , 6 (1), 1–16. Pasolong, H. (2007). Teori Administrasi Publik . Alfabeta. https://www.academia.edu/35956486/Teori_administrasi_publik_harbani_paso long_ Pattisahusiwa, S. (2013). Pengaruh Job Description Dan Job Specification Terhadap Kinerja Proses. Jurnal Akuntabel , 10 (1), 57–65. http://repositori.unsil.ac.id/9155/ Prabowo, H., Suwanda, D., & Syafri, W. (2022). Inovasi Pelayanan pada Organisasi Publik. In Jurnal Wacana Kinerja: Kajian Praktis-Akademis Kinerja dan Administrasi Pelayanan Publik (Vol. 26, Issue 1). PT. Remaja Rosdakarya. https://doi.org/10.31845/jwk.v26i1.823 Pratiwi, A. (2019). Responsivitas Pelayanan Program Laku Pandai (Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif) OJK Provinsi Lampung . Universitas Lampung. Putri, M. R. (2010). Kinerja Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Dalam Pelayanan Pembuatan Akta Kelahiran Di Surakarta . 1–17. file:///C:/Users/alvina/Downloads/7209.1.pdf Rumini, Heriyanto, M., & As’ari, H. (2022). Kinerja Inspektorat Daerah Kota Dumai. Jurnal Pendidikan Dan Konseling , 4 (3), 1609–1623. http://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/jpdk/article/view/4925%0 Ahttp://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/jpdk/article/download/4 925/3365 Santhi, N. P. P., & Griadhi, N. M. A. Y. (2015). Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu Sebagai Upaya Peningkatan Pelayanan Publik Yang Optimal Dalam Birokrasi Perizinan. Journal Ilmu Hukum , 3 (3), 1–6. https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/download/15278/1013 3/ Saribu, A. D. (2017). Pengaruh Penerapan Prinsip-Prinsip Good Goverment Governance Terhadap Efektivitas Kinerja Pegawai Badan Pengeloaan Keuangan Dan Aset Daerah Pemerintah Kabupaten Deli Serdang. Media Studi Ekonomi , 20 (1), 91–108. www.journal.uta45jakarta.ac.id Sedarmayanti, H., & Nurliawati, N. (2012). Strategi Penguatan Etika Dan Integritas Birokrasi Dalam Rangka Pencegahan Korupsi Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan. Jurnal Ilmu Administrasi , 9 (3), 337–361. Simarmata, J. (2021). Peran Mediasi Human Capital dan Kinerja Individu dalam Hubungan Praktek MSDM dengan Kinerja Organisasi. J-MAS (Jurnal Manajemen Dan Sains) , 6 (2), 383. https://doi.org/10.33087/jmas.v6i2.300 Sunda, C. M., Lumolos, J., & Sambiran, S. (2017). Kinerja Aparatur Sipil Negara Dalam Pelayanan Publik Pasca Pemekaran Kecamatan Di Kecamatan Kawangkoan Utara Kabupaten …. Jurnal Eksekutif , 1 (1). https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jurnaleksekutif/article/view/16788%0 Ahttps://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jurnaleksekutif/article/viewFile/1678 8/16290 Supardi. (2018). Kepuasan Kerja Pengawas Produksi Berpengaruh TerhadapKinerja Operator Alat Berat Pada Usaha Jasa KontraktorPertambangan Mineral Dan Batubara. Jurnal Administrasi Kantor , 6 (1), 83–42. Sutikno, B., Faruk, A., & Dwipurwani, O. (2017). Penerapan Regresi Data Panel Komponen Satu Arah untuk Menentukan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia. Jurnal Matematika Integratif , 13 (1), 1. https://doi.org/10.24198/jmi.v13.n1.11383.1-10 Tampubolon, H., Muljaningsih, S., & Wahyudi, S. T. (2019). Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard. WAHANA: Jurnal Ekonomi, Manejemn, Dan Akuntansi , 22 (2), 114–134. Wuri, R. R., Kaunang, M. P, & Revlie, N. (2017). Kinerja Aparatur Pemerintah Desa Dalam Meningkatkan Pelayanan Publik (Studi Di Desa Sinsingon Kecamatan Passi Timur Kabupaten Bolaang Mongondow). Jurnal Eksekutif , 1 (1), 107–115. Yulianingsih, T. M. (2017). Jelajah Wisata Nusantara. In Beragam Pilihan Tujuan Wisata di 34 Provinsi . Media Pressindo. https://www.google.co.id/books/edition/Jelajah_Wisata_Nusantara/w629EAAA QBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=monas+merupakan&pg=PA159&printsec=frontcover Yunus, E. (2016). Manajemen Strategis (Issue January). CV. Andi Offset.
a249e023-65ea-4af6-b310-7cb3ff7d67d0
http://nersmid.unmerbaya.ac.id/index.php/nersmid/article/download/140/107
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan ISSN : 2621-0231 (Online) ISSN : 2580-1929 (Print) http://nersmid.unmerbaya.ac.id Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Merdeka Surabaya Jl. Ketintang Madya VII/2, Surabaya » Tel / fax : (031) 828 8902 / (031) 828 7317 Upaya Meningkatkan Perilaku Masyarakat tentang Pencegahan Penularan Covid-19 Melalui Promosi Kesehatan dan Penerapan Kebijakan Pemerintah Daerah di Kota Surabaya ## Upaya Meningkatkan Perilaku Masyarakat Tentang Pencegahan Penularan Covid-19 Melalui Promosi Kesehatan Dan Penerapan Kebijakan Pemerintah ## Daerah Di Kota Surabaya Hari Kristianto 1* , Ceria Nurhayati 2 1 Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Merdeka surabaya 2 STIKES Hang Tuah Surabaya *Corresponding author E-mail : hari.unmersby@gmail.com 1 Article History: Received: Agustus 28, 2022; Accepted: Oktober 1, 2022 ## ABSTRACT The COVID-19 pandemic is a disaster that heartbreaks all the inhabitants of the earth. Corona Virus Disease 2019 is a new type of disease caused by infection with the Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 Virus (SARS- COV-2) or known as the novel coronavirus (2019-nCoV). The research design used in this study is descriptive analytic, with the aim of proving the influence of health promotion and the implementation of policies on preventing the transmission of COVID-19 on people's behavior. The results of this study found that there was a change in respondents' behavior before being given health promotion and after being given health promotion, from the results above it can be interpreted that changes in respondents' behavior in a positive direction marked with a positive rank of 107, and the results of statistical tests using the wilcoxon test were obtained p = 0.000 which means that if p < 0.05, then there is a change in behavior before being given treatment with after being given treatment. Based on research efforts to improve community behavior about preventing covid-19 transmission through health promotion and the implementation of local government policies in the city of Surabaya, it can be concluded that there is a change in behavior in respondents. Keywords : Community behavior, Covid-19, Health promotion ## ABSTRAK Pandemi COVID-19 merupakan musibah yang memilukan seluruh penduduk bumi. Corona Virus Disease 2019 adalah jenis penyakit baru yang disebabkan oleh infeksi Virus Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS- COV-2) atau yang dikenal dengan novel coronavirus (2019-nCoV). Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik , dengan tujuan untuk membuktikan pengaruh promosi kesehatan dan penerapan kebijakan tentang pencegahan penularan COVID-19 terhadap perilaku masyarakat . Hasil Penelitian ini didapatkan bahwa terdapat perubahan perilaku responden sebelum diberikan promosi kesehatan dan setelah diberikan promosi kesehatan, dari hasil diatas dapat diinterpretasikan bahwa perubahan perilaku responden ke arah yang positif di tandai dengan positif rank sebesar 107, serta hasil uji statistik menggunakan uji wilcoxon didapatkan p=0,000 yang berarti bahwa apabila p < 0,05, maka terdapat perubahan perilaku sebelum diberikan perlakuan dengan sesudah diberikan perlakuan. Berdasarkan penelitian upaya meningkatkan perilaku masyarakat Jurnal Keperawatan dan Kebidanan ISSN : 2621-0231 (Online) ISSN : 2580-1929 (Print) http://nersmid.unmerbaya.ac.id Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Merdeka Surabaya Jl. Ketintang Madya VII/2, Surabaya » Tel / fax : (031) 828 8902 / (031) 828 7317 Upaya Meningkatkan Perilaku Masyarakat tentang Pencegahan Penularan Covid-19 Melalui Promosi Kesehatan dan Penerapan Kebijakan Pemerintah Daerah di Kota Surabaya tentang pencegahan penularan covid-19 melalui promosi kesehatan dan penerapan kebijakan pemerintah daerah di kota surabaya, maka dapat disimpulkan bahwa ada perubahan perilaku pada responden . Kata Kunci : Perilaku masyarakat, Covid-19, Promosi kesehatan ## 1. PENDAHULUAN Pandemi COVID-19 merupakan musibah yang memilukan seluruh penduduk bumi 1 . Corona Virus Disease 2019 adalah jenis penyakit baru yang disebabkan oleh infeksi Virus Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS- COV-2) atau yang dikenal dengan novel coronavirus (2019-nCoV) 2 Peningkatan status dari epidemi ke pandemi yang secara resmi diumumkan WHO pada tanggal 11 Maret 2020. Penetapan Pandemi sendiri mempertimbangkan suatu penyakit yang bersifat menular dan menyebar ke banyak wilayah atau negara. Pandemi global COVID-19 sendiri sampai dengan tanggal 20 April 2020 telah menyebar ke 213 negara/teritorial. 3 Menurut WHO, tindakan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain mencuci tangan secara teratur, menghindari menyentuh bagian wajah, menjaga kebersihan, menutup mulut ketika batuk atau bersin, menggunakan masker, tetap di rumah jika merasa tidak sehat, dan menjaga jarak minimal satu meter 4 . Hal ini tampak mudah, tetapi sulit diterapkan secara konsisten di masyarakat karena merupakan sebuah tindakan yang belum menjadi kebiasaan apalagi perilaku di masyarakat. Pengenalan tindakan menjadi kebiasaan dan bahkan menjadi perilaku yang memerlukan waktu dan memerlukan promosi kesehatan secara berulang ulang 5 . Selain promosi kesehatan, strategi yang lain yaitu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dalam mencegah penularan COVID-19. Kebijakan-kebijkan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah pusat dalam rangka penanggulangan pandemic covid-19 ini juga dilanjutkan oleh pemerintah daerah di seluruh Indonesia, termasuk kota Surabaya. Peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah kota Surabaya harus disosialisasikan kepada seluruh masyarakat. Sosialisasi ini menjadi sangat strategis dalam setiap implementasi kebijakan. Terlebih lagi kebijakan yang berkaitan dengan percepatan pencegahan penyebaran pandemic covid-19 yang secara mutlak tidak boleh ada satupun masyarakat yang tidak teredukasi mengenai upaya-upaya penanganan karena berkaitan dengan keselamatan jiwa manusia. Pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat tersebut dapat dikelompokkan terdiri dari 3(tiga) kelompok yaitu: Kelompok Pertama adalah orang-orang yang melanggar peraturan karena sama sekali tidak mengerti bahayanya pandemic Jurnal Keperawatan dan Kebidanan ISSN : 2621-0231 (Online) ISSN : 2580-1929 (Print) http://nersmid.unmerbaya.ac.id Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Merdeka Surabaya Jl. Ketintang Madya VII/2, Surabaya » Tel / fax : (031) 828 8902 / (031) 828 7317 Upaya Meningkatkan Perilaku Masyarakat tentang Pencegahan Penularan Covid-19 Melalui Promosi Kesehatan dan Penerapan Kebijakan Pemerintah Daerah di Kota Surabaya covid-19, Kelompok Kedua adalah orang yang sudah tahu tetapi tidak merasa bahwa covid-19 merupakan ancaman baginya, selanjutnya Kelompok Ketiga adalah orang yang tahu dan faham mengenai bahaya dan ancaman covid-19 tetapi karena dorongan kebutuhan ekonomi lebih besar maka tetap menjalankan aktivitas ekonominya. 6 Berdasarkan data statistik Surabaya tanggap covid pada tanggal 25 Oktober 2020, di kota Surabaya didapatkan 15.673 kasus dengan sebaran yang paling besar di surabaya barat, yaitu sebesar 2409 kasus dan untuk wilayah kelurahan manukan kulon kasus terbanyak yaitu 213 kasus. 8 Selain itu berdasarkan pengamatan peneliti, masih banyak masyarakat Surabaya yang tidak melaksanakan protokol kesehatan salah satunya menggunakan masker meskipun promosi kesehatan sudah dilakukan oleh banyak instansi. Hal ini dapat meningkatkan kasus covid-19, oleh sebab itu pelaksanaan promosi kesehatan disertai penerapan kebijakan pemerintah kota Surabaya diharapkan dapat merubah perilaku masyarakat dalam pencegahan penularan covid-19. Penelitian tentang upaya untuk meningkatkan perilaku masyarakat tentang pencegahan penularan COVID-19 dengan menggunakan pendekatan promosi kesehatan dan penerapan kebijakan pemerintah daerah kota Surabaya tentang pencegahan COVID-19. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perilaku masyarakat tentang pencegahan penularan COVID-19 di Kota Surabaya dan untuk mengetahui pengaruh promosi kesehatan dan penerapan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan perilaku masyarakat di Surabaya. Skema penelitian dasar ini akan menganalisis perilaku masyarakat setelah diberikan promosi kesehatan dan tindakan penerapan kebijakan pemerintah tentang pencegahan penularan COVID-19. ## 2. METODE PENELITIAN Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik , dengan tujuan untuk membuktikan pengaruh promosi kesehatan dan penerapan kebijakan tentang pencegahan penularan COVID-19 terhadap perilaku masyarakat . Penelitian ini dilakukan dengan cara menganalisis perilaku masyarakat. Penelitian akan dilakukan pada bulan Januari-September 2021. Teknik pengambilan sampling menggunakan simple random sampling. ## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN ## HASIL PENELITIAN Jurnal Keperawatan dan Kebidanan ISSN : 2621-0231 (Online) ISSN : 2580-1929 (Print) http://nersmid.unmerbaya.ac.id Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Merdeka Surabaya Jl. Ketintang Madya VII/2, Surabaya » Tel / fax : (031) 828 8902 / (031) 828 7317 Upaya Meningkatkan Perilaku Masyarakat tentang Pencegahan Penularan Covid-19 Melalui Promosi Kesehatan dan Penerapan Kebijakan Pemerintah Daerah di Kota Surabaya ## A. Data Karakteristik Responden Tabel 1. Data karakteristik responden Karakteristik Frekuensi (n) Prosentase (%) Umur 17 – 30 Tahun 37 30,1 31 – 45 Tahun 64 52 > 45 Tahun 22 17,9 Total 123 100 Jenis Kelamin Laki – Laki 69 56,1 Perempuan 54 43,9 Total 123 100 Pendidikan Terakhir SD 7 5,7 SMP 5 4,1 SMA/SMK 42 34,1 Diploma 25 20,3 Sarjana 39 31,7 Magister 5 4,1 Total 123 100 Pekerjaan IRT 15 12,2 Pedagang 10 8,2 Swasta 24 19,5 PNS 23 18,7 Guru/Dosen 18 14,6 Jurnal Keperawatan dan Kebidanan ISSN : 2621-0231 (Online) ISSN : 2580-1929 (Print) http://nersmid.unmerbaya.ac.id Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Merdeka Surabaya Jl. Ketintang Madya VII/2, Surabaya » Tel / fax : (031) 828 8902 / (031) 828 7317 Upaya Meningkatkan Perilaku Masyarakat tentang Pencegahan Penularan Covid-19 Melalui Promosi Kesehatan dan Penerapan Kebijakan Pemerintah Daerah di Kota Surabaya Page 231 Pelajar/mahasiswa 33 26,8 Total 123 100 Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa sebagian besar responden berada pada rentang umur 31 – 45 Tahun sebanyak 64 responden (52%). Sebagian besar responden mempunyai jenis kelamin laki – laki dengan jumlah sebanyak 69 responden (56,1%). Sebagian besar responden mempunyai pendidikan SMA/SMK yaitu sebanyak 42 responden (34,1%). Sebagian besar responden merupakan pelajar/mahasiswa sebanyak 33 responden (26,8%). B. Data Perilaku Responden Sebelum diberikan Perlakuan Tabel 2. Distribusi Frekuensi perilaku responden sebelum diberikan perlakuan Karakteristik Frekuensi (n) Prosentase (%) Baik 35 28,5 Cukup 68 55,3 Kurang 20 16,2 Jumlah 123 100 Berdasarkan tabel 2, diketahui bahwa sebagian besar perilaku responden sebelum diberikan perlakuan mempunyai kriteria cukup yaitu sebanyak 68 responden (55,3%) C. Data Perilaku Responden Setelah diberikan Perlakuan Tabel 3. Distribusi Frekuensi perilaku respondensetelah diberikan perlakuan Karakteristik Frekuensi (n) Prosentase (%) Baik 62 50,4 Cukup 56 45,5 Kurang 5 4,1 Jumlah 123 100 Berdasarkan tabel 3, diketahui sebagian besar perilaku responden setelah diberikan perlakuan mempunyai kriteria baik sebanyak 62 responden (50,4%). Jurnal Keperawatan dan Kebidanan ISSN : 2621-0231 (Online) ISSN : 2580-1929 (Print) http://nersmid.unmerbaya.ac.id Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Merdeka Surabaya Jl. Ketintang Madya VII/2, Surabaya » Tel / fax : (031) 828 8902 / (031) 828 7317 Upaya Meningkatkan Perilaku Masyarakat tentang Pencegahan Penularan Covid-19 Melalui Promosi Kesehatan dan Penerapan Kebijakan Pemerintah Daerah di Kota Surabaya ## D. Analisis Bivariat ## Tabel 4. Uji statistik Wilcoxon Ranks N Mean Rank Sum of Ranks perilaku_post - perilaku_pre Negative Ranks 1 a 48,50 48,50 Positive Ranks 107 b 54,56 5837,50 Ties 15 c Total 123 a. perilaku_post < perilaku_pre b. perilaku_post > perilaku_pre c. perilaku_post = perilaku_pre Test Statistics a perilaku_post - perilaku_pre Z -8,893 b Asymp. Sig. (2-tailed) ,000 a. Wilcoxon Signed Ranks Test b. Based on negative ranks. Berdasarkan tabel 4, diketahui bahwa terdapat perubahan perilaku responden sebelum diberikan promosi kesehatan dan setelah diberikan promosi kesehatan, dari hasil diatas dapat diinterpretasikan bahwa perubahan perilaku responden ke arah yang positif di tandai dengan positif rank sebesar 107, serta hasil uji statistik menggunakan uji wilcoxon didapatkan p=0,000 yang berarti bahwa apabila p < 0,05, maka terdapat perubahan perilaku sebelum diberikan perlakuan dengan sesudah diberikan perlakuan ## PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi perubahan perilaku pada responden sebelum dan sesudah dilakukan promosi kesehatan, hal ini dapat dilihat pada tabel 2 dan 3. Berdasarkan tabel tersebut terdapat peningkatan perilaku yang sebelumnya kurang menjadi cukup yaitu sejumlah 15 responden dan dari cukup menjadi baik sebanyak 27 responden. Jurnal Keperawatan dan Kebidanan ISSN : 2621-0231 (Online) ISSN : 2580-1929 (Print) http://nersmid.unmerbaya.ac.id Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Merdeka Surabaya Jl. Ketintang Madya VII/2, Surabaya » Tel / fax : (031) 828 8902 / (031) 828 7317 Upaya Meningkatkan Perilaku Masyarakat tentang Pencegahan Penularan Covid-19 Melalui Promosi Kesehatan dan Penerapan Kebijakan Pemerintah Daerah di Kota Surabaya Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulan atau suatu tindakan yang dapat di amati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan yang baik didasari maupun tidak. Domain Perilaku Kesehatan Menurut Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2012)7, perilaku dibagi dalam 3 domain. Pembagian domain ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri dari ranah kognitif (cognitive domain), ranah psikomotor (psicomotor domain), dan ranah afektif (affective domain). Ketiga domain prilaku tersebut, diukur dari: (1) Pengetahuan (Knowlegde). adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi; (2) Sikap (Attitude), merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek; (3) Praktik atau tindakan, Suatu sikap yang belum terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata maka diperlukan suatu fasilitas dan kemampuan. Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran diri oleh dan untuk masyarakat agar dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Kemenkes, 2011). Selain promosi kesehatan, strategi yang lain yaitu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dalam mencegah penularan COVID-19. Kebijakan-kebijkan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah pusat dalam rangka penanggulangan pandemic covid-19 ini juga dilanjutkan oleh pemerintah daerah di seluruh Indonesia, termasuk kota Surabaya. Peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah kota Surabaya harus disosialisasikan kepada seluruh masyarakat. Sosialisasi ini menjadi sangat strategis dalam setiap implementasi kebijakan. Terlebih lagi kebijakan yang berkaitan dengan percepatan pencegahan penyebaran pandemic covid-19 yang secara mutlak tidak boleh ada satupun masyarakat yang tidak teredukasi mengenai upaya-upaya penanganan karena berkaitan dengan keselamatan jiwa manusia. ## 4. KESIMPULAN Jurnal Keperawatan dan Kebidanan ISSN : 2621-0231 (Online) ISSN : 2580-1929 (Print) http://nersmid.unmerbaya.ac.id Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Merdeka Surabaya Jl. Ketintang Madya VII/2, Surabaya » Tel / fax : (031) 828 8902 / (031) 828 7317 Upaya Meningkatkan Perilaku Masyarakat tentang Pencegahan Penularan Covid-19 Melalui Promosi Kesehatan dan Penerapan Kebijakan Pemerintah Daerah di Kota Surabaya Berdasarkan penelitian upaya meningkatkan perilaku masyarakat tentang pencegahan penularan covid-19 melalui promosi kesehatan dan penerapan kebijakan pemerintah daerah di kota surabaya, maka dapat disimpulkan bahwa ada perubahan perilaku pada responden. ## DAFTAR PUSTAKA Syah, R. H. Dampak Covid-19 pada Pendidikan di Indonesia: Sekolah, Keterampilan, dan Proses Pembelajaran. SALAM J. Sos. dan Budaya Syar-i 7, (2020). Singhal, T. A Review of Coronavirus Disease-2019 (COVID-19). Indian J. Pediatr. 87, 281–286 (2020). Abudi, R., Mokodompis, Y. & Magulili, A. N. Stigma Terhadap Orang Positif Covid-19. Jambura J. Heal. Sci. Res. 2, 77–84 (2020). Syadidurrahmah, F., Muntahaya, F., Islamiyah, S. Z. & Fitriani, T. A. Perilaku physical distancing mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada masa pandemi covid-19. J. Perilaku dan Promosi Kesehat. 2, 29–37 (2020). Rosidin, U., Rahayuwati, L. & Herawati, E. Perilaku dan Peran Tokoh Masyarakat dalam Pencegahan dan Penanggulangan Pandemi Covid -19 di Desa Jayaraga, Kabupaten Garut. Umbara 5, 42 (2020). Kunci, K., Publik, I. K., Corona, P., Disease, V. & Barat, J. Inovasi Kebijakan Publik Tentang Pencegahan Dan Penanggulangan Corona Virus Disease 19 (Covid-19) Di Jawa Barat. 19, (2020). Notoatmodjo, S. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan (edisi revisi 2012) . Jakarta: rineka cipta (2012). Statistik kasus covid 19 di Kota Surabaya https://lawancovid-19.surabaya.go.id/visualisasi/graph
6ff4b255-7ae3-446f-9e4e-5559e0acce51
https://journal.apmai.org/v2/index.php/jmkli/article/download/141/54
ISSN 2579-5791 (Paper) ISSN 2550-0856 (Online) Vol. 4, No. 2, 2020, pp. 112 – 119 DOI: 10.26805/jmkli.v4i2.141 J-MKLI Vol. 4, No. 2, Oktober 2020, pp: 112 - 119 Jurnal Manajemen dan Kearifan Lokal Indonesia https://journal.apmai.org/v2/index.php/jmkli ## KONSTRUKSI PROGRAM ALIH TEKNOLOGI UNTUK UKM MELALUI PENDEKATAN YANG BERDASARKAN KARAKTERISTIK DAN MOTIF PENERIMA TEKNOLOGI Fourry Handoko  Teknik Industri, Institut Teknologi Nasional Malang, Indonesia ## Info Artikel ________________ Sejarah Artikel: Diterima 2020-09-10 Disetujui 2020-10-25 Dipublikasikan 2020-10-30 ________________ Keywords: Alih Teknologi, Motif, Triple Helix, UKM ____________________ ## Abstrak ## ___________________________________________________________________ Terkait program alih teknologi, suatu program alih teknologi sangat dipengaruhi oleh peran dari baik penerima teknologi maupun pemberi teknologi. Salah satu hal penting dari peran penerima maupun pemberi alih teknologi adalah tentang alasan atau motif atas kesediaan mereka dalam terlibat dalam proses alih teknologi tersebut. Apabila kita dalam melakukan proses alih teknologi tidak memiliki pengetahuan tentang alasan utama pelaku untuk terlibat dalam program alih teknologi, maka transfer untuk program transfer teknologi tersebut berpotensi untuk berakhir dalam kegagalan. Penelitian ini membuka kotak hitam untuk menemukan keinginan utama dari penerima transfer teknologii untuk menerima baik pengetahuan ataupun teknologi yang baru melalui program alih teknologi dengan melibatkan Helices, yaitu Triple Helix yang terdiri dari pemerintah, akademisi dan bisnis sebagai agen teknologi. Dalam penelitian ini terungkap bahwa Program transfer dapat dilakukan dengan sukses bila alasan atau motif penerima alih teknologi. Dan dalam penelitian ini dapat terungkap bahwa motif utama penerima teknologi bersedia terlibat dalam suatu program alih teknologi adalah keuntungan finansial daripada keuntungan akan pengetahuan atau teknologi itu sendiri. Motif ini apabila terpenuhi akan dapat mendorong keberlanjutan dari program alih teknologi yang dijalankan. ## Abstract ___________________________________________________________________ Programs related to technology transfer, a technology transfer program is strongly influenced by the role of both technology recipients and technology providers. One of the important things from both the recipient and the giver of technology transfer is about the reasons or motives for their involvement in the technology transfer process. If we in carrying out the technology transfer process do not have knowledge of the main reasons for the perpetrators to be involved in the technology transfer program, then the transfer for the technology transfer program is likely to end in failure. This study opens the black box to find the main desire of the recipients of technology transfer to receive either new knowledge or technology through a technology transfer program involving Helices, namely the Triple Helix consisting of government, academics and business as technology agents. In this study it was revealed that the transfer program can be carried out successfully if the reasons or motives of the recipients of technology transfer. And in this study it can be revealed that the main motive of service recipients involved in a technology transfer program is financial gain rather than profit from knowledge or technology itself. If this motive is fulfilled, it will be able to encourage the creation of a technology transfer program that is carried out.  Alamat korespondensi : fourry@lecturer.itn.ac.id ISSN 2579-5791 (Paper) ISSN 2550-0856 (Online) Vol. 4, No. 2, 2020, pp. 112 - 119 ## PENDAHULUAN Ada beberapa bukti yang mendukung pernyataan bahwa peran Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sangat penting di negara sedang berkembang. Negara-negara sedanga berkembang menghargai UKM karena beberapa alasan, termasuk: potensi untuk tumbuh, kemampuan untuk mengadopsi dan mengadaptasi teknologi baru, dan kapasitas untuk menyesuaikan diri dengan perubahan keadaan ekonomi (Handoko et al., 2014; Sandee & Rietveld, 2001). Indonesia, yang merupakan negara sedang berkembang juga menganggap peran UKM sangatlah penting. Indonesia menganggap bahwa UKM memiliki kemampuan untuk menciptakan lapangan kerja, dan merupakan sumber berharga dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara (Tambunan, 2011). Namun, di pasar global yang penuh dengan persaingan ini, UKM dituntuk harus meningkatkan kemampuan merekan baik, terutama sekali terkait teknologi mereka jika mereka ingin meningkatkan kinerja dan daya saing mereka untuk bertahan bertahan di pasar global (Hidayat et al., 2018; Marino et al., 2001). Dengan meningkatkan teknologi, UKM dapat mempertahankan peluang untuk perbaikan berkelanjutan dan inovasi yang diperlukan dalam pengembangan keunggulan bersaing yang berkelanjutan dan tentunya diharapkan bermuara pada profitabilitas atau kemampulabaan. Untuk itu, guna mencapai sukses dalam persaingan, UKM membutuhkan kemampuan respon yang cepat untuk menyediakan barang atau jasa bagi kebutuhan pelanggan (Marino et al., 2001). Namun, rendahnya kemampuan UKM untuk menyediakan sumber daya yang dibutuhkan merupakan hambatan dalam pencapaian pengembangan kemampuan teknologi secara mandiri (Handoko et al., 2014; Handoko, 2016). Karena kurangnya sumber daya yang tersedia untuk mengejar kemampuan teknologi dan inovasi ini maka UKM membutuhkan transfer teknologi. Akibatnya, sumber daya eksternal untuk mendukung kinerja mereka dalam mengembangkan teknologi kemampuan, yang disebut program 'transfer pengetahuan dan teknologi' (Gorman, 2002; Marcotte & Niosi, 2000), diperlukan. Proses transfer teknologi itu sendiri memberikan fakta bahwa transfer teknologi melibatkan pemasok teknologi, dan penerima teknologi yang mana, masing-masing yang terlibat ini memiliki karakteristik dan motif yang berbeda (Kremic, 2003). Motif terpenting dalam keberhasilan suatu program alih teknologi ini adalah merupakan black box. Yaitu hal penting yang harus diketahui. Dengan keterbatasan informasi terkait motif penerima alih teknologi dalam menjalankan program alih teknologi terkait, maka hal ini menyisakan gap of knowledge, sehingga penelitian ini didorong untuk membuka black box tersebut untuk mengetahui alasan atau motif dari pelaku alih teknologi untuk dapat mewujudkan program alih teknologi yang berhasil dan berkelanjutan. ## KAJIAN TEORI Dalam beberapa dekade ini, dunia bisnis menghadapi paradigma baru dimana daya saing berdasarkan kekayaan alam dan wilayah digantikan oleh daya saing berbasis pada pengetahuan dan teknologi (Drucker, 1994). Pendekatan daya saing konvensional seperti tanah, tenaga kerja manusia, dan sumber daya alam tidak lagi menjadi faktor terpenting, dan hal tersebut berubah atau tergeser oleh pengembangan daya saing melalui manajemen sumber daya yang berbasis pada pengetahuan, dan kemampuan teknologi, termasuk manajemen keselamatan (Handoko et al., 2020; Kustamar, 2018), teknologi canggih (Abdullah et al., 2018; Tjahjadi et al., 2017; Tjahjadi & Handoko, 2017b, 2017a) dan bahkan teknologi hijau (Handoko et al., 2018; Wijayaningtyas et al., 2019; Wijayaningtyas et al., 2020). Porter (2008) menegaskan bahwa perubahan teknologi adalah salah satu pendorong utama kemampuan bersaing. Hal ini memainkan peran utama dalam perubahan struktural industri (logistik, operasi, pasar), serta dalam menciptakan industri. Kemampuan organisasi untuk memperoleh manfaat jangka panjang ditentukan oleh kemampuan organisasi untuk memilih atau menciptakan teknologi yang tepat. Hal ini penting karena organisasi harus mempertahankan daya ISSN 2579-5791 (Paper) ISSN 2550-0856 (Online) Vol. 4, No. 2, 2020, pp. 112 - 119 saing mereka (Porter, 2008). Proses manufaktur dengan akurasi kemampuan produksi yang lebih baik, efektif dan efisien sebagai hasil dari teknologi yang baru juga akan terus meningkat. Hal ini pada gilirannya akan mengurangi pemborosan dan reject dalam proses manufaktur. Dukungan teknologi dalam upaya meningkatkan pencapaian skala ekonomi, akan meningkatkan kemampuan organisasi untuk mempertahankan dan menumbuhkan daya saing atas produk mereka. Yang mana hal tersebut antara lain adalah dengan tercapainya cost leadership dari organisasi tersebut. Teknologi akan dapat berperan untuk mempertahankan sistem operasi berbiaya rendah yang akan menghasilkan output berbiaya rendah dan ini akan secara langsung mempengaruhi daya saing organisasi (Schlie, 1996). Transfer pengetahuan dan teknologi selalu melibatkan penerima dan pemasok teknologi (Handoko et al., 2019; Handoko, 2016, 2017; Handoko et al., 2014; Hidayat et al., 2018). Proses transfer pengetahuan dan teknologi dapat dianalisa berdasarkan karakteristik pihak yang melakukan atau memberikan transfer teknologi dan juga motif dari pihak yang menerima alih teknologi. Seperti yang kita ketahui, Helices adalah termasuk sebagai pelaku yang melakukan transfer teknologi yang mana dalam hal ini yang terlibat dalam alih ilmu pengetahuan dan teknologi adalah pemerintah, dunia usaha, dan perguruan tinggi (Handoko et al., 2019; Handoko, 2016, 2017; Handoko et al., 2014; Hidayat et al., 2018; Lee, 1998, 2000; Marcotte & Niosi, 2000). Setiap pemasok dan juga penerima teknologi memiliki karakteristik dan motif yang berbeda (Marcotte & Niosi, 2000), dan kita percaya bahwa keragaman dan perbedaan karakteristik dan motif tersebut akan berpotensi mempengaruhi hasil dari program alih pengetahuan dan teknologi. Teknologi baru yang mampu meningkatkan kemampuan dan atau kapasitas teknologi bagi organisasi atau perusahaan penerima teknologi, akan memiliki kecenderungan yang kuat dalam mendorong suatu program atau proses transfer pengetahuan dan teknologi untuk dapat diterapkan kembali dan dapat diterima dengan baik oleh organisasi terkait, yang mana hal ini akan bersifat berkelanjutan. Dengan mengetahui alasan atau motif dari organisasi tersebut dalam mendukung penyerapan pengetahuan dan transfer teknologi, kita akan mampu menciptakan atau membangun program alih teknologi yang sesuai untuk penerima transfer, karena sangat dimungkinkan adanya beberapa alasan atau motivasi. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk memahami motif penerima teknologi dalam menerima alih pengetahuan dan teknologi dari penyedia teknologi. Alasan penerima alih teknologi bisa beragam. Tetapi alasan utamanya adalah keuntungan finansial (Marcotte & Niosi, 2000). Bagi penerima alih teknologi, keuntungan finansial adalah alasan utama bagi mereka untuk bersedia menerima pengetahuan dan teknologi baru melalui program alih teknologi. Oleh karena itu, suatu organisasi atau perusahaan akan melakukan transfer teknologi jika dapat mewujudkan lebih banyak keuntungan finansial saat organisasi tersebut melakukannya (Marcotte & Niosi, 2000). Dengan kata lain, keberhasilan program transfer teknologi tergantung pada kemampuan teknologi tersebut untuk memberikan dampak dengan meningkatkan keuntungan finansial penerima alih teknologi. Peningkatan profitabilitas atau kemampulabaan yang disebabkan oleh adanya teknologi yang baru akan mengarahkan penerima teknologi kepada komitmen yang lebih kuat untuk meningkatkan pengetahuan dan teknologi dengan meminta kepada agen teknologi ( helices ) untuk melakukan transfer lebih banyak teknologi. Dalam banyak kasus, dengan tidak adanya atau tidak tercapainya keuntungan finansial, organisasi atau perusahaan tidak dapat terus eksis – bahkan yang bagi organisasi besar sekalipun (Schlie, 1996). Setelah organisasi menerapkan teknologi baru yang berhasil mendukung tujuan dalam mencapai lebih banyak keuntungan finansial, kemungkinan besar akan terus mendorong agen penyedia teknologi untuk mentransfer lebih banyak teknologi guna terus meningkatkan keuntungan finansial. ISSN 2579-5791 (Paper) ISSN 2550-0856 (Online) Vol. 4, No. 2, 2020, pp. 112 - 119 ## METODE PENELITIAN Tujuan dari survey lapangan adalah untuk mengumpulkan informasi tentang orang dan organisasi yang relevan dengan kebutuhan data (menggunakan wawancara satu-satu dengan kuesioner terkait) untuk menyediakan data untuk analisis selanjutnya. Fase kerja lapangan dari survei penelitian dilakukan di lingkungan ekonomi yang berkembang di Jawa, Indonesia. Dan yang paling penting adalah daerah yang menerapkan program alih teknologi. Tahapan penelitian selanjutnya menggunakan data yang diperoleh dari beberapa provinsi di Jawa. Ini provinsi dipilih karena sudah mapan dibandingkan dengan yang lain (misalnya, peningkatan infrastruktur, industri) dan juga ketersediaan program alih teknologi. Ratusan UKM yang terkait dengan manufaktur disurvei. Kedua provinsi ini memiliki kekuatan sejarah di bidang manufaktur. UKM memiliki ciri-ciri seperti: mengelompok secara geografis lokasi, memiliki struktur industri yang fleksibel serta kepemilikan pemerintah dan/atau asing yang lebih sedikit. Itu karakteristik yang umum di sektor industri lain di Indonesia maupun di negara berkembang lainnya negara (Hill, 2001). Dalam penelitian ini kita berfokus pada bagaimana kemampulabaan menjadi motif utama yang mampu memberikan dampak pada program alih teknologi yang berkelanjutan. Profitabilitas penting bagi organisasi milik swasta..Dengan mengacu pada penelitian saat ini, profitabilitas menghasilkan dana yang memungkinkan organisasi untuk meningkatkan teknologinya melalui program penyerapan teknologi (Marcotte & Niosi, 2000; Schlie, 1996). Berdasarkan penyelidikan awal, dan sekali lagi dengan mengacu pada UKM Jawa, pertanyaan penelitian berikut diajukan: Sejauh mana profitabilitas UKM berdampak pada program penyerapan teknologi. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini, tanggapan organisasi yang berpartisipasi dianalisis berdasarkan kategori lima poin skala pengukuran Likert. Karena data ordinal menggunakan skala pengukuran Likert lima poin, median digunakan sebagai ukuran utama tendensi sentral dan persentil (25, 50 dan 75) dihitung. ## Profitabilitas Dalam Organisasi Profitabilitas organisasi yang berpartisipasi dieksplorasi dalam penelitian ini. Profitabilitas sebuah organisasi dikaitkan dengan kemampuannya untuk mencapai kinerja yang dibutuhkan dalam ukuran seperti laba bersih margin, pengembalian finansial atas aset dan pengembalian finansial atas ekuitas. Profitabilitas organisasi adalah diukur menggunakan empat pernyataan (Tabel 1). Responden diminta untuk menunjukkan persepsi mereka tentang profitabilitas organisasi saat ini sehubungan dengan kinerja baru-baru ini. Hasil yang terdapat pada Tabel 1 menunjukkan bahwa responden menyatakan median 'rata-rata'terkait dengan laporan profitabilitas saat ini. Item 1 dan 2 persentil menunjukkan penyebaran yang merata tanggapan 'rata-rata' ini, sedangkan item 3 dan 4 menunjukkan bahwa responden keliru antara 'rata-rata' dan'di atas rata-rata' untuk masalah profitabilitas yang terkait dengan pengembalian finansial. ISSN 2579-5791 (Paper) ISSN 2550-0856 (Online) Vol. 4, No. 2, 2020, pp. 112 - 119 Tabel 1 Profitabilitas organisasi Items Median Percentiles Mean Std Dev 25 50 75 Margin net profit dibandingkan dengan tahun lalu 3 2 3 4 2.95 0.97 Pencapaian laba dibandingkan dengan tahun lalu 3 2 3 4 2.94 0.90 Return on Assets dibandingkan dengan tahun lalu 3 3 3 4 3.03 0.82 Return on Equity dibandingkan dengan tahun lalu 3 3 3 4 3.09 0.90 Skala: 1 = Jauh lebih rendah; 2 = Lebih rendah; 3 = Rata-rata; 4 = Lebih tinggi; 5 = Jauh lebih tinggi ## Program Penyerapan Teknologi Transfer teknologi berkelanjutan mengacu pada kebijakan manajemen organisasi yang terkait dengan melanjutkan program pengembangan teknologi. Komitmen organisasi yang berpartisipasi untuk transfer teknologi berkelanjutan dieksplorasi menggunakan lima pernyataan pada Tabel 2. Hasil yang terdapat pada Tabel 2 menunjukkan bahwa responden menyatakan 'setuju' untuk semua item dengan persentil yang menunjukkan bahwa responden menyatakan antara 'netral' dan 'setuju'. Butir 4 menunjukkan bahwa semua responden organisasi setuju bahwa ada kemauan yang kuat untuk melanjutkan proses penyerapan teknologi (variabilitas persentil sangat rendah). ## Tabel 2 Program penyerapan teknologi Items Median Percentiles Mean Std Dev 25 50 75 Ada cukup dukungan organisasi yang terhadap program alih teknologi 4 3 4 4 3.60 0.83 Manajemen puncak mengakomodasi proses perkembangan teknologi 4 3 4 4 3.61 0.83 Perkembangan teknologi merupakan bagian dari kebijakan manajemen 4 3 4 4 3.74 0.87 Ada kemauan yang kuat untuk penyerapan teknologi berkelanjutan 4 4 4 4 3.90 0.78 Ada kebijakan yang jelas dalam mengevaluasi program pengembangan teknologi 4 3 4 4 3.47 0.95 Skala: 1 = Sangat tidak setuju; 2 = Tidak Setuju; 3 = Netral; 4 = Setuju; 5 = Sangat setuju ISSN 2579-5791 (Paper) ISSN 2550-0856 (Online) Vol. 4, No. 2, 2020, pp. 112 - 119 ## Signifikansi Korelasi Antar Variabel Kekuatan korelasi antar variabel disajikan oleh nilai t. Target nilai t adalah |1,96| (Hair et al., 2010); yaitu, nilai t |1,96| menunjukkan dampak yang signifikan. Hasil uji t- values hubungan antara variabel bebas profitabilitas terhadap program serapan teknologi adalah 6,84. Hasil penelitian menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap penerimaan program teknologi. Temuan ini secara empiris konsisten dengan penelitian sebelumnya yang mengklaim potensi untuk mewujudkan lebih banyak keuntungan adalah alasan utama penerima transfer ingin menerima yang baru teknologi melalui program alih teknologi (Marcotte & Niosi, 2000). Temuan ini juga mendukung argumen bahwa ketika UKM telah menerapkan teknologi baru yang berhasil mendukung tujuan mereka dalam mencapai lebih banyak keuntungan, mereka kemungkinan akan meminta agen teknologi untuk mentransfer lebih banyak teknologi untuk terus meningkatkan keuntungan. ## SIMPULAN Argumentasi dari studi ini, dapat disampaikan bahwa alasan kenapa agen teknologi dan organisasi (UKM) penerima alih teknologi menemui kegagalan dalam proses alih teknologi, disebabkan karena ada kelemahan mendasar dalam pelaksanaan program alih teknologi tersebut, yaitu karena kurangnya pemahaman tentang faktor- faktor penting yang menyertai proses/program alih teknologi tersebut. Dalam penelitian ini dapat dikemukakan bahwa yang menjadi faktor fundamental dalam proses alih teknologi tersebut adalah motif yang melatarbelakanginya. Ditemukan bahwa motif utama dalam proses alih teknologi adalah keuntungan secara finansial. Dengan motif ini, yaitu profit, secara otomatis, maka pengetahuan dan teknologi yang diberikan dalam proses alih teknologi antara agen teknologi dan organisasi penerima teknologi tentunya harus secara tepat mampu meningkatkan kemampulabaan. Teknologi yang menguntungkan yang diterima melalui program alih teknologi akan secara alami diserap dan terus menerus dikembangkan untuk menciptakan kemampuan teknologi organisasi yang lebih baik guna menciptakan profit- profit baru. Hal ini menjadi gambaran masukan bagi program alih teknologi, hendaknya dapat menggunakan kriteria ini (profit) sebagai capaian dari proses alih teknologi yang dilakukan. Sehingga organisasi yang terlibat benar-benar dapat menerapkan strategi yang didorong oleh kebijakan yang berkomitmen untuk secara terus-menerus melakukan program alih teknologi dengan saling pengertian berdasarkan motif tersebut. ## DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Z., Ting, H. Y., Ali, M. A. M., Ghazaly, M. M., & Handoko, F. (2018). The Effect Of Layer Thickness And Raster Angles On Tensile Strength And Flexural Strength For Fused Deposition Modeling (Fdm) Parts. Journal of Advanced Manufacturing Technology , 12 (4), 147–158. Drucker, P. F. (1994). The Age of Social Transformation. The Atlantic Monthly , 274 (5), 53–70. Gorman, M. E. (2002). Types of Knowledge and Their Roles in Technology Transfer. The Journal of Technology Transfer , 27 (3), 219–231. https://doi.org/10.1023/A:1015672119590 Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., & Anderson, E. R. (2010). Multivariate Data Analysis (7th ed.). Upper Saddle River, NJ: Pearson Prentice Hall. Handoko, F, Vitasari, P., Hidayat, S., & Tjahjadi, M. E. (2019). Technology transfer program for SMEs in Indonesia. Journal of Physics: Conference Series , 1375 (1), Vol. 4, No. 2, 2020, pp. 112 - 119 012053. https://doi.org/10.1088/1742-6596/1375/1/012053 Handoko, Fourry. (2016). The Role Of Tacit And Codified Knowledge Within Technology Transfer Program On Technology Adaptation. Journal of Engineering and Applied Sciences , 11 (8), 5275–5282. Handoko, Fourry. (2017). Constructing Knowledge and Technology Transfer Model for SMEs Technology Development in Emerging Economies. International Journal of Pedagogy and Teacher Education , 1 (2), 93. Handoko, Fourry, Nursanti, E., Gatot, Edwin Tjahjadi, M., Hutabarat, J., Mulyadi, L., & Kustamar. (2018). Green Industrial System in Indonesia. MATEC Web of Conferences , 164 , 01010. https://doi.org/10.1051/matecconf/201816401010 Handoko, Fourry, Smith, A., & Burvill, C. (2014). The Role Of Government, Universities, And Business In Advancing Technology For SMEs’ Innovation. Journal of Chinese Economic and Business Studies , 12 (2), 171–180. https://doi.org/10.1080/14765284.2014.900968 Handoko, Fourry, Wijayaningtyas, M., Kusuma, I. H. A., Hidayat, S., Ismail, A., & Abdullah, Z. (2020). The Occupational Health and Safety Effect on Road Construction Worker Performance. Civil Engineering and Architecture , 8 (5), 750– 759. https://doi.org/10.13189/cea.2020.080502 Hidayat, S., Handoko, F., Tjahjadi, M. E., & Vitasari, P. (2018). The Triple Helix and Technology Capability and Competitiveness of SMEs’ In Developing Economy. International Journal of Civil Engineering and Technology , 9 (13), 366–378. Hill, H. (2001). SMALL AND MEDIUM ENTERPRISES IN INDONESIA: Old Policy Challenges for a New Administration. Asian Survey , 41 (2), 248–270. https://doi.org/10.1525/as.2001.41.2.248 Kremic, T. (2003). Technology Transfer: A Contextual Approach. The Journal of Technology Transfer , 28 (2), 149–158. https://doi.org/10.1023/A:1022942532139 Kustamar, K. (2018). Flood control strategy in Sampang City, East Java, Indonesia. International Journal of GEOMATE , 15 (52), 62–67. https://doi.org/10.21660/2018.52.36466 Lee, Y. S. (1998). University-Industry Collaboration on Technology Transfer: Views from the Ivory Tower. Policy Studies Journal , 26 (1), 69–84. https://doi.org/10.1111/j.1541-0072.1998.tb01925.x Lee, Y. S. (2000). The Sustainability of University-Industry Research Collaboration: An Empirical Assessment. The Journal of Technology Transfer Volume , 25 (2), 111– 133. https://doi.org/10.1023/A:1007895322042 Marcotte, C., & Niosi, J. (2000). Technology Transfer to China The Issues of Knowledge and Learning. The Journal of Technology Transfer , 25 (1), 43–57. https://doi.org/10.1023/A:1007887004249 Marino, L., Strandholm, Karen Steensma, H. K., & Weaver, K. M. (2001). Harnessing Complexity: The Moderating Effect of National Culture on the Relationship between Entrepreneurial Orientation and Strategic Alliance Portfolio Complexity. Department of Management and Marketing Tuscaloosa , 1–19. Porter, M. E. (2008). Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior Performance (Revision). The Free Press. Sandee, H., & Rietveld, P. (2001). Upgrading Traditional Technologies in Small-Scale Industry Clusters: Collaboration and Innovation Adoption in Indonesia. Journal of Development Studies , 37 (4), 150–172. https://doi.org/10.1080/00220380412331322081 ISSN 2579-5791 (Paper) ISSN 2550-0856 (Online) Vol. 4, No. 2, 2020, pp. 112 - 119 Schlie. (1996). The Contribution of Technology to Competitive Advantage (Handbook o). Mc. Graw Hill. Tambunan, T. T. H. (2011). Development of Small and Medium Enterprises in A Developing Country The Indonesian Case. Journal of Enterprising Communities: People and Place in Thr Global Economiy , 5 (1), 68–82. https://doi.org/10.1108/17506201111119626 Tjahjadi, M. E., & Handoko, F. (2017a). Precise wide baseline stereo image matching for compact digital cameras. 2017 4th International Conference on Electrical Engineering, Computer Science and Informatics (EECSI) , 1–6. https://doi.org/10.1109/EECSI.2017.8239106 Tjahjadi, M. E., & Handoko, F. (2017b). Single frame resection of compact digital cameras for UAV imagery. 2017 4th International Conference on Electrical Engineering, Computer Science and Informatics (EECSI) , 1–5. https://doi.org/10.1109/EECSI.2017.8239147 Tjahjadi, M. E., Handoko, F., & Sai, S. S. (2017). Novel Image Mosaicking of UAV’s Imagery using Collinearity Condition. International Journal of Electrical and Computer Engineering (IJECE) , 7 (3), 1188. https://doi.org/10.11591/ijece.v7i3.pp1188-1196 Wijayaningtyas, M, Handoko, F., & Hidayat, S. (2019). The millennials’ perceived behavioural control on an eco - friendly house purchase intention. Journal of Physics: Conference Series , 1375 (1), 012060. https://doi.org/10.1088/1742- 6596/1375/1/012060 Wijayaningtyas, Maranatha, Hidayat, S., Halomoan Nainggolan, T., Handoko, F., Lukiyanto, K., & Ismail, A. (2020). Energy Efficiency of Eco-Friendly Home: Users’ Perception. E3S Web of Conferences , 188 , 00019. https://doi.org/10.1051/e3sconf/202018800019
f88c38f8-5509-4782-8e33-833adfcdec6e
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jurnalkpk/article/download/41215/75676586215
## PENGGUNAAN METODE DISKUSI KELOMPOK GUNA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATERI MENEMUKAN IDE BACAAN TEKS DI SMP H. Masrik Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Ketapang Email: masriksmpn3@gmail.com ## Abstrak Pemilihan masalah penulisan kajian makalah Ilmiah ini berdasarkan kenyataan bahwa hasil belajar siswa terhadap materi menemukan Ide Bacaan masih rendah. Padahal dengan dikuasainya pelajaran Bahasa Indonesia ini pada umum siswa tidak mengalami kesulitan untuk mempelajari mata pelajaran lainnya. observasi ini dilaksanakan pada bulan Januari s.d. Mei 2018, karena pada bulan–bulan tersebut peserta didik telah selesai ulangan umum dan berada di akhir semester sehingga kondisi siswa dapat diamati sejak awal. Metode Diskusi Kelompok adalah salah satu bentuk kegiatan yang dilaksanakan dalam bimbingan. Kegiatan diskusi kelompok merupakan kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan lebih dari satu individu. Kegiatan diskusi kelompok ini dapat menjadi alternatif dalam membantu memecahkan permasalahan seorang individu. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dengan adanya motivasi dalam pembelajaran metode pembelajaran Diskusi Kelompok tersebut kemampuan siswa terhadap materi menemukan ide bacaan dalam teks dan hasil-hasil belajar akan menjadi optimal. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan makin berhasil pula pelajaran itu. Dengan motivasi yang tinggi maka intensitas usaha belajar siswa akan tinggi pula. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intensitas belajar siswa. Hal ini akan dapat meningkatkan Hasil belajar siswa. Kata Kunci: Diskusi Kelompok, Menemukan Ide Bacaan dalam Teks ## PENDAHULUAN Standar kompetensi menemukan ide bacaan dalam teks dapat dinilai melalui kompetensi dasar memahami wacana tulis melalui kegiatan membaca intensif dan membaca memindai dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diajarkan di Kelas VII semester dua (genap) tahun 2018. Sebagian besar siswa Kelas VII SMPN 3 Ketapang tingkat menemukan ide bacaan dalam teks masih rendah khususnya dalam memahami wacana tulis melalui kegiatan membaca intensif dan membaca memindai. Hal ini ditunjukkan dengan gejala awal seperti berikut ini. Dari tes awal yang diberikan kepada siswa kelas VII, sebanyak 15 siswa atau sekitar 45,45% tidak mampu mendapat nilai kriteria ketuntasan minimum (KKM) yaitu 70 sedangkan pencapaian nilai rata-rata yaitu 68,13. Hal ini diduga karena pembelajaran menemukan ide bacaan dalam teks masih mengacu pada metode pembelajaran konvensional yang masih berpusat pada guru, sehingga pembelajaran tidak menyenangkan dan membosankan bagi siswa. Agar dalam pembelajaran dapat menyenangkan dan bermakna, maka digunakan pendekatan yang mendukung dengan strategi pembelajaran yang sesuai. Agar pembelajaran menemukan ide bacaan dalam teks menjadi pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna, maka proses pembelajaran harus dibangun dengan cara yang sesuai seperti dengan sistem pembelajaran. Sistem pembelajaran ini berusaha memanfaatkan teman sejawat (siswa lain) sebagai sumber belajar, di samping guru dan sumber belajar lainnya. Melalui pembelajaran diskusi kelompok akan memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Diskusi kelompok adalah salah satu bentuk kegiatan yang dilaksanakan dalam bimbingan. Kegiatan diskusi kelompok merupakan kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan lebih dari satu individu. Kegiatan diskusi kelompok ini dapat menjadi alternatif dalam membantu memecahkan permasalahan seorang individu serta dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dan membuat pembelajaran lebih bermakna serta berarti dalam kehidupan siswa. Hal ini dikarenakan adanya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Adanya keterlibatan intelektual emosional siswa melalui dorongan dan semangat yang dimilikinya. Keikutsertan siswa secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran serta membina kerja sama antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran diskusi kelompok yang akan diterapkan yaitu metode diskusi kelompok. Metode pembelajaran diskusi kelompok memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dari metode pembelajaran kelompok diantaranya: (1) Metode diskusi melibatkan semua siswa secara langsung dalam proses belajar Mengajar, (2) Setiap siswa dapat menguji tingkat pengetahuan dan bahan pelajarannya masing – masing, (3) Metode diskusi dapat menumbuhkan dan mengembangkan cara berpikir dan sikap ilmiah. Sedangkan kekuranga dari metode pembelajaran diskusi kelompok diantaranya: (1) Suatu diskusi tak dapat diramalkan sebelumnya mengenai bagaimana hasilnya sebab tergantung kepada kepemimpinan sisiwa dan partisipasi anggotanya, (2) Suatu diskusi memerlukan keterampilan-keterampilan tertentu yang belum pernah dipelajari sebelumnya, (3) Jalannya diskusi dapat dikuasai (didominasi) oleh beberapa siswa yang “menonjol”, (4) Tidak semua topik dapat dijadikan pokok diskusi, tetapi hanya hal-hal yang barsifat problematik saja yang dapat didiskusikan, (5) Diskusi yang mendalam memerlukan waktu yang banyak. Teknik diskusi sebagai metode belajar mengajar lebih cocok dan diperlukan apabila kita (guru) hendak : (1) Memanfaatkan berbagai kemampuan yang ada (dimiliki) oleh para siswa, (2) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan kemampuannya masing- masing, (3) Memperoleh umpan balik dari para siswa tentang apakah tujuan yang telah dirumuskan telah dicapai, (4) Membantu para siswa belajar berpikir teoretis dan praktis lewat berbagai mata pelajaran dan kegiatan sekolah, (5) Membantu para siswa belajar menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman-temannya (orang lain), (6) Membantu para siswa menyadari dan mampu merumuskan berbagai masalah yang di “lihat” baik dari pengalaman diri sendiri maupun dari pelajaran sekolah, (7) Mengembangkan motivasi untuk belajar lebih lanjut. Adapun syarat-syarat pelaksanaan metode diskusi adalah: (1) Pendidik menguasai masalah yang didiskusikan secara utuh, (2) Pokok-pokok masalah yang didiskusikan agar dipersiapkan lebih awal., (3) Memberikan kesempatan secara bebas kepada peserta didik untuk mengajukan pikiran, pendapat atau kritikannya, (4) Masalah yang didiskusikan diusahakan agar tetap pada pokoknya.Dengan metode ini dimanfaatkan 54,54% siswa yang sudah mencapai kriteria ketuntasan minimal agar dapat berbagi dengan teman-temannya yang belum mencapai ketuntasan minimal. Oleh karena itu metode diskusi kelompok diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Menurut Wingkel (1991:36) “ Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai dan sikap, perubahan ini bersifat relative. Menurut S.Nasution (1995:52) Hasil belajar adalah sesuatu perubahan yang terjadi pada individu yang belajar, perilaku yang membentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penguasaan dalam individu yang belajar. Dalam observasi tindakan kelas ini yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah hasil nilai ulangan harian yang diperoleh siswa dalam mata pelajaran Ilmu pengetahuan sosial Terpadu. Oleh karena itu observasi tindakan kelas ini untuk membuktikan bahwa melalui penerapan diskusi kelompok dapat meningkatkan aktivitas siswa dan hasil belajar dalam menemukan ide bacaan dalam teks dalam satu teks bacaan. Observasi ini dilaksanakan dengan tujuan: 1. Untuk mengetahui penerapan metode diskusi kelompok dalam menemukan ide bacaan dalam teks. 2. Untuk mengetahui metode diskusi kelompok dalam meningkatkan hasil belajar siswa dalam menemukan ide bacaan dalam teks. ## METODE PENELITIAN Menurut pengertiannya penelitian tindakan adalah penelitian tentang hal-hal yang terjadi dimasyarakat atau sekelompok sasaran, dan hasilnya langsung dapat dikenakan pada masyarakat yang bersangkutan (Arikunto, 2002:82). Ciri atau karakteristik utama dalam penelitian tindakan adalah adanya partisipasi dan kolaborasi antara peneliti dengan anggota kelompok sasaran. Penelitian tidakan adalah satu strategi pemecahan masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dalam bentuk proses pengembangan invovatif yang dicoba sambil jalan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah. Dalam prosesnya pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut dapat saling mendukung satu sama lain. Sedangkan tujuan penelitian tindakan harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut: (1) Permasalahan atau topik yang dipilih harus memenuhi kriteria, yaitu benar- benar nyata dan penting, menarik perhatian dan mampu ditangani serta dalam jangkauan kewenangan peneliti untuk melakukan perubahan. (2) Kegiatan penelitian, baik intervensi maupun pengamatan yang dilakukan tidak boleh sampai mengganggu atau menghambat kegiatan utama. (3) Jenis intervensi yang dicobakan harus efektif dan efisien, artinya terpilih dengan tepat sasaran dan tidak memboroskan waktu, dana dan tenaga. (4) Metodologi yang digunakan harus jelas, rinci, dan terbuka, setiap langkah dari tindakan dirumuskan dengan tegas sehingga orang yang berminat terhadap penelitian tersebut dapat mengecek setiap hipotesis dan pembuktiannya. (5) Kegiatan penelitian diharapkan dapat merupakan proses kegiatan yang berkelanjutan ( on-going ), mengingat bahwa pengembangan dan perbaikan terhadap kualitas tindakan memang tidak dapat berhenti tetapi menjadi tantangan sepanjang waktu (Arinkunto, 2002:82-83). Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di SMP Negeri 3 Ketapang .Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan januari sampai dengan mei semester ganjil tahun pelajaran 2018/2019. Subyek penelitian adalah siswa- siswi Kelas VII SMP Negeri 3 Ketapang pada pokok bahasan menemukan ide bacaan dalam teks. Penelitian ini dilaksanakan melalui 2 tahap, yaitu, tahap 1 meliputi (1) tahap perencanaan, (2) tahap pelaksanaan, (3) tahap pengamatan, dan (4) tahap refleksi dan perencanaan ulang. Pada tahap perencanaan ini kegiatan yang dilakukan meliputi, (1) melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi dasar yang akan disampaikan kepada siswa dalam pembelajaran (2) Membuat rencana pembelajaran dengan mengacu pada tindakan yang diterapkan dalam observasi, (3) Menentukan kompetensi dasar yang akan diajarkan yaitu menemukan ide bacaan dalam teks, (4) Membuat lembar kerja siswa (LKS), menyiapkan lembar pengamatan, lembar evaluasi dan daftar nama serta absensi siswa, (5) Menyiapkan sumber belajar seperti buku- buku teks dan kertas karton untuk media model pembelajaran Diskusi kelompok. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum dilaksanakan observasi, motivasi siswa dalam pembelajaran bahasa indonesia masih rendah. Dari observasi yang telah dilakukan terhadap aktifitas siswa ketika proses pembelajaran berlangsung, siswa yang berperan secara aktif dalam proses pembelajaran itu baik dalam bentuk interaksi antar siswa maupun siswa dengan pengajar, ternyata dari seluruh siswa kelas VII yang berjumlah 33 orang hanya 18 orang siswa atau 54,54% saja yang aktif, sedangkan 15 orang siswa atau 45,45% lainnya tidak aktif. Dalam pembelajaran metode Diskusi kelompok dilakukan dua kali pertemuan setiap tahapan sebagai berikut: Tahapan I meliputi: Tahapan perencanaan yaitu: (1) melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi dasar yang akan disampaikan kepada siswa dalam pembelajaran, (2) Membuat rencana pembelajaran dengan mengacu pada tindakan yang diterapkan dalam observasi, (3) Menentukan kompetensi dasar yang akan diajarkan yaitu menemukan ide bacaan dalam teks, (4) Membuat lembar kerja siswa (LKS), menyiapkan lembar pengamatan, lembar evaluasi dan daftar nama serta absensi siswa, dan (5) Menyiapkan sumber belajar seperti buku-buku teks dan kertas karton untuk media model pembelajaran Diskusi kelompok. Tahap Pelaksanaan yaitu pelaksanaan prosedur atau langkah-langkah pembelajaran diskusi kelompok adalah sebagai berikut: (1) Memilih tema yang cukup menarik untuk disampaikan, (2) Memperkenalkan bentuk dan jenis komunikasi dengan Bahasa Indonesia setara level novice pada peserta didik menjelaskan poin-poin kunci atau masalah-masalah pokok yang diangkat, (3) Ketika pembelajaran berjalan, hentikan dibeberapa tempat untuk menekan poin-poin tertentu, memunculkan beberapa pertanyaan atau berilah contoh-contoh, meminta peserta didik untuk menjelaskan poin-poin yang telah ditentukan, meminta pada peserta didik membuat beberapa pertanyaan pada poin- poin tersebut tentang materi pelajaran Bahasa Indonesia dengan media gambar, (4) Melanjutkan proses itu selama masih ada waktunya memungkinkan hingga waktu yang ditentukan habis. Pada awal pelaksanaan tindakan tahapan 1 belum sesuai dengan rencana masih terdapat beberapa kekurangan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar terutama dalam penggunaan strategi metode Diskusi kelompok sehingga interaksi antara guru – siswa, siswa – siswa agak terganggu meskipun telah melaksanakan dengan optimal. Pelaksanaan tindakan tahapan 1 suasana kelas kurang tertib. Hal tersebut disebabkan: (1) Adanya suasana kelas yang agak lain dari biasanya karena kehadiran penulis / observer di kelas, (2) Kerena metode Diskusi kelompok merupakan hal yang baru bagi siswa sehingga guru agak kewalahan mengatur siswa yang akan maju ke depan unuk menyelesaikan soal, (3) Sebagian siswa belum terbiasa dengan kondisi belajar dengan metode Diskusi kelompok, (4) Sebagian siswa belum memahami pembelajaran metode Diskusi kelompok secara utuh dan menyeluruh. Untuk mengetahui hal tersebut dilakukan upaya sebagai berikut: (1) Guru dengan intensif memberikan pengertian kepada siswa tentang metode Diskusi kelompok keikut sertaan setiap siswa untuk mempelajari materi Bahasa Indonesia, (2) Guru membantu memahami langkah-langkah pembelajaran metode Diskusi kelompok. Tahap Pengamatan (observasi) : Pengamatan ini dilakukan terhadap; (1) Situasi kegiatan belajar mengajar , (2) Minat siswa, dan (3) Kemampuan siswa dalam memahami materi pembelajaran. Minat Siswa Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan dalam tahapan 1 kegiatan pelaksanaan tindakan kelas diperoleh data bahwa minat siswa dalam membaca Bahasa Indonesia mengalami kenaikan, sebelum observasi prosentase minat siswa adalah 75,75%. Angka tersebut berdasarkan hasil ulangan harian dan hasil observasi penulis terhadap minat peserta didik dalam poses pembelajaran Bahasa Indonesia. Aktivitas Guru Hasil observasi aktivitas guru dalam proses pembelajaran pada tahapan I masih tergolong rendah dengan perolehan skor 25 atau 75,75% sedangkan skor idealnya adalah 40. Hal ini terjadi karena guru lebih banyak membaca sendiri dan kurang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan sendiri untuk membaca secara kooperatif membaca keras (Diskusi kelompok). Selanjutnya Ketuntasan belajar siswa, refleksi evaluasi tahapan I Penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran pun, asih tergolong kurang dari skor ideal 100 skor perolehan rata-ratanya hanya mencapai 72,27 atau sekitar 75,75%. Namun telah mengalami kenaikan dari sebelum dilaksanakan observasi dimana hasil pre test yang rata-ratanya hanya 68,13 mengalami kenaikan menjadi 72,27 pada post test tahapan I. Dari pengamatan awal ini selanjutnya dilakukan refleksi dari berbagai sudut diantaranya : pengaruh guru, metode pembelajaran, sikap dan perilaku siswa. Berdasarkan hasil refleksi tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa kelas VII dalam menemukan ide bacaan dalam teks dengan diskusi kelompok pada mata pelajaran Bahasa Indonesia masih kurang. Berdasarkan data hasil pengamatan terhadap pelaksanaan proses pembelajaran pada tahapan I ini, terdapat temuan-temuan sebagai berikut: (1) Hasil Belajar Bahasa Indonesia siswa secara individu dalam proses pembelajaran masih lemah (75,75%) karena motivasi siswa masih rendah (2) Hampir semua siswa belum menunjukkan perkembangan kemampuan Bahasa Indonesia -nya dan masih belum ada yang memperoleh nilai sangat baik (maksimal) terutama pada aspek komunikasi, kerja sama dan percaya diri (3) Semua kelompok belum menunjukkan perkembangan kemampuan Bahasa Indonesianya dengan kategori baik dan sangat baik dan kinerja kelompok belum bagus, (4) Aspek empati siswa semuanya belum muncul, semua siswa belum mempunyai rasa kebersamaan, menghargai orang lain, menghagai pelajaran, mau berbagi dan menerima masukan dari teman. Secara individu, baru dari 75,75%, hasil belajar Bahasa Indonesia siswa belum berkembang dan belum menunjukkan peningkatan yang berarti, baik secara kelompok maupun individu. Tahap Refleksi dan Perencanaan Ulang : Adapun keberhasilan dan kegagalan yang terjadi pada tahapan I sebagai berikut: (1) Guru belum terbiasa menciptakan suasana pembelajaran yang mengarah kepada pendekatan pembelajaran metode Diskusi kelompok mereka merasa senang dan antusias untuk belajar. Hal ini bisa dilihat dari hasil observasi terhadap minat siswa dalam proses pembelajaran hanya mencapai 75,75%, (2) Sebagian siswa belum terbiasa dengan kondisi belajar dengan menggunakan pembelajaran metode Diskusi kelompok mereka merasa senang dan antusias untuk belajar. Hal ini bisa dilihat dari observasi terhadap aktivitas siswa dalam proses pembelajaran hanya mencapai rata-rata 72,27%, (3) Hasil evaluasi tahapan I mencapai 75,75%, (4) Masih ada siswa yang belum bisa menyelesaikan tugas dengan waktu yang ditentukan. Hal ini karena siswa tersebut kurang serius dalam belajar, (5) Masih ada siswa yang kurang mampu . Untuk memperbaiki kelemahan dan mempertahankan keberhasilan yang telah dicapai pada tahapan pertama, maka pada pelaksanaan tahapan kedua dapat dibuat perencanaan sebagai berikut: (1) Memberikan motivasi kepada siswa yang mengalami kesulitan, (2) Lebih intensif membimbing siswa yang mengalami kesulitan, (c) Memberikan pengakuan atau penghargaan (reward). Tahapan II meliputi tahap perencanaan: perencanaan tahapan kedua berdasarkan replaning tahapan pertama, sebagai berikut: (1) Memberikan motivasi kepada siswa agar lebih aktif dalam pembelajaran, (2) Lebih intensif membimbing siswa yang mengalami kesulitan, (3) Memberikan pengakuan atau penghargaan reward), (4) Membuat perangkat pembelaljaran kooperatif tipe metode Diskusi kelompok yang lebih mudah difahami oleh peserta didik. Tahap Pelaksanaan: Penulis masih menerapkan tindakan yang mengacu pada scenario model pembelajaran metode Diskusi kelompok dengan prosedur atau langkah-langkah pembelajaran yang telah ditentukan dalam pelaksanaan pada tahapan 1.Dengan keadaan sebagai berikut: (1) Suasana pembelajaran sudah mengarah kepada pembelajaran metode Diskusi kelompok. Tugas yang diberikan guru kepada siswa dengan menggunakan lembar 18 kerja akademik maupun dikerjakan dengan baik. Setiap siswa menunjukkan saling membantu untuk menguasai materi pelajaran yang telah diberikan melalui tanya jawab atau diskusi antara sesama siswa, (2) Sebagian peserta didik termotivasi untuk bertanya dan menanggapi suatu presentasi dari guru, (3) Suasana pembelajaran yang efektif dan menyenangkan sudah mulai tercipta, (4) Siswa lebih antusias mengikuti proses belajar mengajar di kelas. Tahap Pengamatan (observation) : Adapun hasil observasi pada tahapan II ini dapat dijabarkan sebagai berikut: (1) Keaktifan Siswa Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan dalam tahapan II kegiatan pelaksanaan tindakan kelas diperoleh data bahwa minat siswa dalam memahami pelajaran menemukan ide bacaan dalam teks melalui metode diskusi kelompok mengalami peningkatan hasil belajar siswa. Setelah diadakan observasi pada tahapan I persentase keaktifan siswa adalah 75,75% setelah diadakan observasi tahapan II menjadi 90,90%, (2) Aktivitas Guru Hasil observasi aktivitas guru dalam proses pembelajaran pada tahapan II mendapat skor 35 atau 90,90% sedangkan skor idealnya adalah 40 atau 100%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan yang sangat signifikan, (3) Ketuntasan belajar siswa, refleksi evaluasi tahapan II Penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran pun, menunjukkan peningkatan dari skor ideal 100 dengan rata-rata 72,27 mengalami kenaikan menjadi 81,96. Hasil ulangan harian setelah menggunakan pembelajaran Diskusi kelompok juga mengalami peningkatan yang sangat signifikan, sedangkan sebelumnya hanya 75,75%.Dari hasil analisis data tentang tingkat kemampuan menemukan ide bacaan dalam teks dengan metode diskusi kelompok siswa pada suklus II mengalami peningkatan. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan siswa dalam membaca (reading) dengan Bahasa Indonesia dapat meningkat. Berdasarkan data hasil pengamatan terhadap pelaksanaan proses pembelajaran pada tahapan II ini, terdapat temuan-temuan sebagai berikut: (1) Kemampuan membaca dengan Bahasa Indonesia siswa secara individu dalam proses pembelajaran sangat baik (90,90%) karena motivasi siswa cukup tinggi, (2) Hampir semua siswa telah menunjukkan perkembangan kemampuan menemukan ide bacaan dalam teks dengan metode diskusi kelompok dan sudah ada yang memperoleh nilai sangat baik (maksimal) terutama pada aspek komunikasi, kerja sama dan percaya diri, (3) Semua kelompok telah menunjukkan perkembangan kemampuan menemukan ide bacaan dalam teks dengan metode diskusi kelompok dengan kategori baik dan sangat baik dan kinerja kelompok sudah bagus, (4) Aspek empati siswa semuanya telah muncul, semua siswa sudah mempunyai rasa kebersamaan, enghargai orang lain, menghagai pelajaran, mau berbagi dan menerima masukan dari teman. Secara individu, sudah 90,90%, kemampuan Bahasa Indonesia siswa telah berkembang dan sudah Berdasarkan hasil penulisan, hsil belajar siswa yang diamati pada aspek komunikasi, kerja sama, percaya diri, dan empati menunjukkan peningkatan dari kondisi awal, tahapan I, dan tahapan II. Hasil tahapan tindakan pada tahapan I sekaligus dibandingkan dengan hasil pada tahapan II, disajikan pada pada tabel berikut. ## Tabel 1 Perbandingan Persentase Perkembangan Bahasa Indonesia Jumlah Kelompok Minimal Kategori Baik Tahapan I Dan Tahapan II Kelompok Tahapan I Tahapan II Persentase 75,75% 90,90% Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa secara kelompok setiap kelompok telah melaksanakan proses pembelajaran Bahasa Indonesia dengan baik yang berarti mereka telah melaksanakan pembelajaran Diskusi kelompok dengan baik pula dan kemampuan Bahasa Indonesia siswa secara kelompok dapat berkembang secara baik. Hal ini ditunjukkan pada tahapan II, yakni rata-rata skor kelompok untuk 4 komponen Bahasa Indonesia berkisar antara 3,00 sampai 4,50. Dua kelompok berkategori baik dan tiga kelompok berkategori sangat baik. Lebih dari 85% siswa secara kelompok sudah menunjukkan perkembangan kemampuan Bahasa Indonesianya. Berdasarkan Tabel 1, terjadi peningkatan rata-rata kemampuan Bahasa Indonesia jumlah siswa secara kelompok sebesar 15,15% dari tahapan I ke tahapan II. Ini berarti dari kategori baik pada tahapan I, meningkat menjadi kategori sangat baik pada tahapan II. ## Tabel 2 Perbandingan Rerata Keempat Aspek Bahasa Indonesia Siswa Pada Tahapan I dan Tahapan II Secara Kelompok Indikator Komonikasi Kerja Sama Percaya Diri Empati Tahapan I 3,50 3,50 3,33 3,67 Kategori Baik Baik Baik Baik Tahapan II 4,17 4,00 3,50 4,50 Kategori Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sanngat Baik Bedasarkan Tabel 2, terjadi peningkatan rata-rata aspek kemampuan Bahasa Indonesia siswa secara kelompok dari tahapan I ke tahapan II yaitu komunikasi, kerja sama, dan empati dari kategori baik menjadi kategori sangat baik, sedangkan percaya diri skor reratanya naik dan masih berkategori baik. ## SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah disampaikan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut : (1) Penerapan Metode pembelajaran diskusi kelompok dapat meningkatkan pembelajaran menemukan ide bacaan dalam teks pada siswa kelas VII SMPN 3 Ketapang. (2) Metode pembelajaran diskusi kelompok dapat melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran menemukan ide bacaan dalam teks pada siswa kelas VII SMPN 3 Ketapang. Metode pembelajaran diskusi kelompok dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII SMPN 3 Ketapang . ## Saran Berdasarkan apa yang telah disampaikan di atas, peneliti mengemukakan saran sebagai berikut : (1)Metode diskusi kelompok dapat digunakan dalam materi pembelajaran Bahasa Indonesia yang lain dan guru harus dapat menggunakan metode ini sesuai dengan kebutuhan pembelajaran yang ingin dicapai (2) Dalam proses melaksanakan metode diskusi kelompok harus membuat langkah- langkah pembelajaran yang tepat dan menarik sehingga siswa termotivasi untuk bekerja sama. Guru hendaknya selalu berusaha meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya dalam proses belajar mengajar. Berusahalah selalu kreatif dalam mengajarkan materi pembelajaran . ## DAFTAR PUSTAKA Suharjono. 2011. Observasi di Kelas, Malang: Cakrawala Indonesia. Suprijono, Agus. 2010. Diskusi Kelompok: Teori dan Aplikasi PIKEM, Jogyakarta: Pustaka Pelajar. Suwardi, Sarwiji, 2010. Observasi Tindakan Kelas dan Penelitian Karya Ilmiah, Surakarta: Yuma Pustaka. Suyanto, 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif, Sidoarjo: Mamedia Buana Pusaka. Tarigan, Hendri Guntur. 2009. Pengajaran Kompetensi Bahasa, Bandung: Bandung Angkasa. Triatno.2007.Metode-metode Pembelajaran Inovatif berorentasi Konstruktivistik, Jakarta: Prestasi
ff5571fb-cd64-428a-bde2-822d2a315044
https://stia-binataruna.e-journal.id/PUBLIK/article/download/81/70
## PEMBINAAN DISIPLIN PEGAWAI TATA USAHA DALAM RANGKA MENINGKATKAN PELAYANAN DI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO Moh. Abubakar Talalu STIA Bina Taruna Gorontalo talalubakar221@gmail.com ## ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk Pembinaan Disiplin Pegawai Tata Usaha Dalam Rangka Meningkatkan Pelayanan di Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo, menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Alat pengumpul data utama adalah peneliti sendiri menggunakan pedoman wawancara. Selain itu dilakukan pengumpalan data melalui observasi dan pencatatan data sekunder sesuai permasalahan penelitian. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penerapan PP 53 Tahun 2010 tentang disiplin pegawai belum berjalan secara maksimal, karena yang terjadi selama ini pemberian hukuman masih pada pemberian hukuman sedang dan pemberian hukuman ringan sedangkan untuk pemberian penghargaan terhadap pegawai yang berprestasi hasilnya belum sesuai dengan yang diharapkan. Alasan utama pemberian hukuman berat belun dijalankan adalah para pengambil keputusan masih mengedepankan perasaan dan kesenioritas dari pegawai serta keterbatasan anggaran yang dimiliki yang nantinya akan diberikan kepada pegawai yang berprestasi dalam mencapai suatu tujuan pelayanan prima kepada dosen dan mahasiswa. Disarankan, perlunya Pimpinan Fakultas memiliki komitmen yang kuat dalam menerapkan disiplin kepada pegawai sesuai dengan PP 53 tahun 2010 sekaligus memberikan efek jera kepada pegawai yang lain dalam meningkatkan kualitas dan profesionalisme pegawai serta menumbuhkan kedisiplinan dari setiap pribadi pegawai terhadap tanggung jawab kinerjanya dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Kata Kunci: Pembinaan, Disiplin, Pegawai, Tata, Usaha ## PENDAHULUAN Salah satu hal pokok yang terpenting dalam melihat eksistensi sumber daya manusia adalah kompetensi yang dimilikinya yang berasal dari kepemimpinan dalam organisasi. Dalam lingkup organisasi yang melibatkan banyak individu, tidak lagi melihat kepemimpinan ini sebagai model manajemen baru tetapi sebagai suatu keperluan untuk mempertahankan hidup. Semakin banyak orang bekerja di tempat- tempat yang jauh dan sangat bergantung pada kemajuan teknologi dan informasi, dunia secara terus- menerus menjadi semakin kompleks, berubah dan mengglobal. Kemampuan dan keterampilan kepemimpinan dalam pengarahan merupakan faktor penting untuk mencapai efektifitas. Bila organisasi dapat mengidentifikasikan kualitas- kualitas yang berhubungan dengan kepemimpinan, kemampuan pemimpin akan lebih meningkat. Dan bila organisasi dapat mengidentifikasikan perilaku dan teknik-teknik kepemimpinan yang baik dan selalu mengikuti perkembangan arus informasi, maka harapan kepemimpinan dalam sebuah organisasi akan tercapai. Untuk itu, kerberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya dapat ditentukan oleh kemampuan pemimpin dalam mengelola serta menata organisasi tersebut. Dengan demikian, peran pemimipin untuk kelangsungan organisasi ke arah yang lebih baik membutuhkan figur pemimpin yang mampu dalam mengelola organisasi. Sejalan dengan hal tersebut dimana pemimpin menjadi sebuah isu strategis mengingat semakin meluasnya keinginan seluruh komponen organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Kenyataan menunjukan bahwa kemajuan organisasi pada dasarnya ditentukan oleh kemampuan pemimpin itu sendiri. Sebuah konsep kepemimpinan yang mampu menggerakkan dan memberdayakan segenap potensi yang ada dalam organisasi (sumber daya manusia, keuangan, manajerial, kemitraan). Dengan kata lain, ‘sense of responsibility’ (rasa tanggung jawab) bawahan terhadap organisasi akan semakin kuat bila ditunjang dengan praktek-praktek kepemimpinan yang memuaskan, yang dapat ditunjukkan melalui hubungan-hubungan yang bersifat ‘button-up’ (dari bawah ke atas) tidak bersifat ‘ top down’ (atas ke bawah) khususnya dalam hal-hal pengambilan keputusan penting organisasi . Sekedar gambaran bahwa, salah satu misi Universitas Negeri Gorontalo saat ini adalah terciptanya pelayanan yang berfokus pada pengembangan program studi, dimana program studi menciptakan suatu karya-karya baru yang inovatif menuju program studi unggulan sehingga harapan yang telah tercantum dalam program jangka panjang rektor yakni atmosfer akademic yang di dalamnya terdapat empat pilar program yakni (1) Quality Assurance; (2) ICT; (3) Soft Skill; dan (4) Environment. Salah satu inti dari atmosfer akademik ini adalah hidupnya suasana akademik di tingkatan program studi, artinya kegiatan akademik lebih dikedepankan dengan harapan kampus bisa dinamis dan lebih ilmiah, dimana program studi sebagai ujung tombaknya. Dalam mewujudkan hal tersebut, tentunya yang paling penting adalah kesiapan sumber daya manusia baik dari dosen maupun tenaga penunjang akademik. Berkaitan dengan hal tersebut, tuntutan user yang ada di Universitas Negeri Gorontalo dengan tetap mengedepankan pelayanan, maka sangat erat hubungannya dengan disiplin. Karena itulah, faktor pemimpin menjadi ujung tombak dan motor penggerak dalam mengefektifkan semua potensi organisasi dalam pencapain tujuan. Dari sekian banyak yang telah dikemukakan sebelumnya, inti dari hal ini adalah eksistensi pemimpni dalam mengoptimalkan disiplin pegawai. Dengan demikian, salah satu upaya yang ditempuh guna memaksimalkan hal tersebut adalah pelaksanaan Peraturan Pemerinta Nomor 53 Tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri sipil. Dalam PP Tersebut, khususnya bagi pegawai negeri sipil untuk tetap bekerja berdasarkan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi). Dan yang paling penting adalah penerapan reward (penghargaan) dan punishment (sanksi) . Dimana sesungguhnya reward dan punihsment sangat perlu dilakukan mengingat banyak pegawai yang belum dan telah melaksanakan tugas dengan baik. Pada kenyataannya, khususnya di Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan (FIKK) Universitas Negeri Gorontalo, kondisi pegawai sebagaian besar telah memenuhi kebutuhan, artinya setiap pegawai telah memiliki tugas pokok dan fungsi masing-masing. Tupoksi yang dimaksud adalah untuk mengarahkan kepada setiap pegawai dalam menjalankan tugasnya. PP Nomor 53 Tahun 2010 yang telah direvisi belum sepenuhnya dijalankan khususnya yang berhubungan dengan punishment . Dari segi tupoksi, apa yang telah ditetapkan oleh FIKK Universitas Negeri Gorontalo telah memenuhi tuntutan PP, namun dari segi punishment masih belum dilaksnakan dengan baik. Secara umum, bentuk-bentuk punishment sebagaimana dalam PP Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai adalah (1) tingkat hukuman disiplin terdiri dari hukuman disiplin ringan, hukuman disiplin sedang dan hukuman disiplin berat; (2) jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari teguran lisan, teguran tertulis; dan pernyataan tidak puas secara tertulis; (3) jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun; penundaan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling, lama 1 (satu) tahun; dan penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun; dan (4) Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk, paling lama 1 (satu) tahun, pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan tidak hormat. ## PERMASALAHAN Berdasarkan uraian latar belakang dan identifikasi masalah tersebut di atas, maka rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Pembinaan Disiplin Pegawai Tata Usaha Dalam Rangka Meningkatkan Pelayanan di Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo. ## TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ## Tujuan Penelitian Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pembinaan Disiplin Pegawai Tata Usaha Dalam Rangka Meningkatkan Pelayanan di Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis, Diharapkan melalui penelitian ini akan diperoleh gambaran dalam pelaksanaan Pembinaan Disiplin Pegawai Tata Usaha Dalam Rangka Meningkatkan Pelayanan. 2. secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pegawai di FIKK Universitas Negeri Gorontalo dalam meningkatkan disiplin pegawai yang dinilai belum berjalan dengan baik berdasarkan PP Nomor 53 tahun 2010, dan sebagai bahan masukan bagi pengambilan kebijakan di Universitas Negeri Gorontalo khususnya FIKK dalam kaitannya dengan penerapan disiplin serta reward dan punishment. ## METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif., dengan pendekatan fenomenologis yang diterjemahkan melalui analisis/interpretasi terhadap aktivitas dan kebijakan terkait dengan pembinaan disiplin pegawai tata usaha dalam rangka meningkatkan pelayanan di Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo. ## Fokus Penelitian Penelitian ini difokuskan pada Pembinaan Disiplin Pegawai Tata Usaha Dalam Rangka Meningkatkan Pelayanan di FIKK Univresitas Negeri Gorontalo yang harus dilaksanakan oleh pegawai dalam peningkatan kualitas pelayanan terhadap mahasiswa. Untuk mengetahui pembinaaan disiplin pegawai tata usaha dalam rangka meningkatkan pelayanan di FIKK Universitas Negeri Gorontalo seperti yang tertuang dalam PP Nomor 53 tahun 2010 tentang disiplin pegawai maka fokus penelitian ini adalah pada pemberian: 1. Punishment yaitu tingkat hukuman terdiri dari hukuman disiplin ringan, hukuman disiplin sedang dan hukuman disiplin berat. 2. Reward yang berupa penghargaan atau imbalan yang di berikan kepada pegawai sesuai dengan kinerjanya. Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini digunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu melalui Observasi, Wawancara, dan Dokumentasi. Data yang diperoleh tersebut kemudian diolah dan dianalisis untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai Pembinaan Disiplin Pegawai Tata Usaha Dalam Rangka Meningkatkan Pelayanan di Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo. ## HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pembinaan disiplin menjadi suatu keharusan dalam rangka mengefektifkan kinerja pegawai dalam meningkatkan pelayanan kepada mahasiswa yang ada di sebuah perguruan tinggi. Sesungguhnya disiplin sangat erat hubungannya dengan produktivitas kerja pegawai, sehingga bila hal ini dijalankan dengan baik, maka akan berpengaruh pada kinerja organisasi. Dalam penelitian ini lebih difokuskan tentang pembinaan disiplin pegawai tata usaha dalam meningkatkan pelayanan di Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan (FIKK) Universitas Negeri Gorontalo. Dari deskripsi hasil penelitian dijelaskan, bahwa pada dasarnya di FIKK Universitas Negeri Gorontalo telah menerapkan disiplin kepada semua pegawai. Terkait dengan PP Nomor 53 tahun 2010, dimana dalam pelaksanaannya sejauh ini telah berjalan dengan baik, hanya saja bentuk punishment berat belum ada, hanya teguran para pimpinan yang di level bawah lebih memahami ketimbang pimpinan yang lebih tinggi. Karena intinya adalah semua pelanggaran itu nanti pihak kapala subagian yang membidangi bagian tertentu yang akan memberikan laporan, bahwa seseorang tidak layak atau sebaliknya. Pimpinan yang lebih tinggi tidak memiliki kewenangan untuk membina pegawai di level bawah karena persoalan tanggungjawab sebagaimana dimuat dalam PP Nomor 53 tahun 2010, secara jelas disebutkan bahwa yang bertanggungjawab memberikan pembinaan itu pimpinan yang ada pada level yang paling bawah atau atasan langsung pegawai bersangkutan, selanjutnya berjenjang pada pimpinan yang paling atas untuk pengambilan keputusan. Selanjutnya terkait dengan pelaksanaan pembinaan, sejauh ini dijelaskan bahwa pelaksanaan pembinaan disiplin pegawai tata usaha dalam meningkatkan pelayanan di FIKK Univesitas Negeri Gorontalo sudah berjalan dengan baik. Pembinaan dimaksudkan adalah pemberian teguran kepada pegawai yang melakukan kesalahan atau pelanggaran-pelanggaran disiplin, di samping itu pesan-pesan yang disampaikan melalui apel pagi dan sore serta upacara-upacara dan rapat- rapat yang diikuti oleh semua tenaga penunjang akademik maupun dosen. Pelaksanaan pembinaan pegawai ini masih dalam batas pemberian informasi terkait dengan pelanggaran serta hukuman-hukuman yang diberikan bila seseorang pegawai melanggar. Di sisi lain, untuk mengukur atau panduan pelanggaran yang dilakukan oleh atasan atau pimpinan memiliki konsekuensi atau tidak. Pada FIKK Universitas Negeri Gorontalo, hal ini telah berdasarkan pada standar opreasional prosedur (SOP) yang jelas, tetapi karena SOP belum dijalankan dengan tegas sehingga mengakibatkan ada beberapa pegawai yang tidak patuh terhadap pimpinannya. Di samping itu, yang berhubungan dengan peran pimpinan dalam pembinaan pegawai adalah sebatas memberikan sosialisasi dan pemahaman kepada pegawai atas semua hak dan kewajibannya. Tanggungjawab pimpinan sebagaimana disebutkan di atas untuk mengoptimalkan disiplin pegawai lebih mengacu pada PP Nomor 53 tahun 2010 serta memberikan sanksi-sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dibuatnya. Dengan demikian, peran pimpinan semakin jelas dalam rangka melalukan pembinaan pegawai yang ada di lingkungan FIKK Universitas Negeri Gorontalo. ## SIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan di atas, maka dapat simpulkan beberapa hal pokok, di antaranya: 1. Sosialisasi dan pembinaan Terkait dengan PP No. 53 tahun 2010, telah dilaksanakan oleh para pemimpin yang ada di lingkungan Universitas Negeri Gorontalo khususnya di Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan . 2. Penegakkan hukuman terhadap pelanggaran disiplin sesuai dengan PP 53 tahun 2010 di Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan harus tetap ditegakkan tanpa memandang kesenioritas dan perasaan. 3. Pemberian penghargaan terhadap pegawai yang berprestasi di lingkungan FIKK Universitas Negeri Gorontalo sudah dilaksanakan. ## SARAN Berdasarkan simpulan tersebut di atas, maka disarankan beberapa hal dalam rangka mengoptimalkan pembinaan disiplin pegawai di FIKK Universitas Negeri Gorontalo, antara lain: 1. Perlunya ketegasan dari pimpinan Fakultas FIKK terhadap PP No. 53 tahun 2010, karena bila hal tersebut diterapkan dengan benar, maka pegawai akan bekerja dengan baik serta tindakan indispliner akan berkurang. 2. Pemberian penghargaan kepada pegawai yang berprestasi yang ada di FIKK UNG harus disamakan dengan pemberian penghargaan tingkat institut agar tidak terjadi kecemburuan sosial di lingkungan pegawai. . DAFTAR PUSTAKA Abdurrahmat Fathoni. 2006 Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung, 22 Maret 2006 : PT. Rineka Cipta Anoraga, Panji. 2005 Psikologi Kerja. Jakarta : Rineka Cipta Endraswara, Suwardi. 2003 Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogya : UGM Press. Handoko, T.H. 2000 Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia . Yogyakarta : BPFE Jasin, A. 1989 Peningkatan Pembinaan Disiplin Nasional dalam sistm dan Pola Pendidikan nasional. Dalam Analisis CSIS. No. 4 Tahun XVI, Juli-Agustus 1989. Jakarta : Centre for Strategic and International Studies. Malayu S.P. Hasibuan. 2007 Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. Edisi Revisi. PT.Bumi Aksara Mangkunegara, Prabu.2005 Manajemen SDM Perusahaan. Bandung : Rosda Karya . Moleong, J. Lexi. 2005 Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisis Revisi). Bandung : Rosda Karya. Nurcholis. Hanif. 2007 Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Grasindo, Jakarta. Pangewa, Maharuddin. 2004 Perilaku Organisasi. Jakarta : Depdiknas. Rivai, Veitthzal. 2004 Kiat Memimpin dalam Abadi 21, Jakarta ; Grafindo. Srijanti. 2006 Pembentukan Karakter dan Kepribadian. Bandung: Alfabeta Sugiyono. 2005 Memahami Penelitian Kualitatiif. Bandung: Alfabeta Suryohadiprojo, S. 1989 Peranan Kepemimpinan dalam Menegakkan Disiplin Masyarakat Dalam Analisis CSIS. No. 4. Tahun XVI. Juli- Agustus 1989. Jakarta : Centre for Strategic andInternational Studies. Sondang P Siagian, 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Ed.1 Cet. 13. Jakarta : Bumi Aksara. Triatmodjo, Sudibyo. 1983 Hukum Kepegawaian Mengenai Kedudukan Hak dan Kewajiban Pegawai Negeri Sipil , Ghalia Indonesia, Jakarta. Tirto Samudra. 2004. Analisis Faktor-Faktor Kualitas Pelayanan Terhadap Strategi Pengambilan Keputusan Terhadap Pegawai. (Tesis) Universitas Diponegoro Semarang Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian . Wibowo. 2007 Pembinaan Sumberdaya Manusia dan Organisasi. Bandung: Alfabeta Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1979 berupa surat edaran BAKN tentang Petunjuk Pelaksanaan DP3 Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2004 tentang Model Pembinaan Pegawai Negeri Sipil Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 tahun 2008 tentang Pendelegasian Wewenang Penjatuhan Hukuman Disiplin bagi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Dalam Negeri Kep. Menpan Nomor 81 tahun 1993 tentang Pelayanan Umum Intruksi Presiden RI Nomor I tahun 1995 tentang Peningkatan Kualitas Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat
af7065b5-44b1-4d7d-a0fc-4a7bef80edfb
http://jurnal.unpal.ac.id/index.php/solusi/article/download/594/519
Ardiana Hidayah dan Fitriah, Kebijakan Restrukturisasi Perusahaan Asuransi, Halaman 252-258 ## KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN ASURANSI Ardiana Hidayah 1 dan Fitriah 2 1 “ Fakultas Hukum Universitas Palembang E-mail: ardianahidayah@unpal.acid ” 2 Fakultas Hukum Universitas Palembang “E-mail: fitriahsyahrial@gmail.com ## Abstract The insurance company restructuring policy in the implementation of insurance business in Indonesia relies on the provisions in Article 11 of Law Number 40 of 2014 concerning Insurance in which an insurance company is required to implement good corporate governance. Based on the insurance business law, the regulation and supervision of activities is carried out by the Financial Services Authority. The restructuring of PT Asuransi Jiwasraya (Persero) is further regulated in OJK Regulation Number 71/POJK.05/2016 concerning the Financial Health of Insurance and Reinsurance Companies. ## Keywords: Restructurisation; Insurance company ## Abstrak Restrukturisasi sebagai suatu upaya yang dilakukan dalam mereorganisasi struktur hukum, struktur kepemilikan, struktur operasional, atau struktur lainnya pada suatu perusahaan, ahal tersebut dilakuan agar perusahaan dapat lebih menguntungkan atau dapat memenuhi kebutuhannya. Kebijakan restrukturisasi perusahaan asuransi dalam penyelenggaraan usaha perasuransian di Indonesia berpedoman pada ketentuan di Pasal 11 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian yang mana suatu perusahaan perasuransian wajib menerapkan tata kelola perusahaan yang baik. Berdasarkan undang-undang usaha perasuransian tersebut maka pengaturan dan pengawasan kegiatan dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Pada restrukturisasi perusahaan asuransi diatur lebih lanjut dalam Peraturan OJK Nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi. Kata Kunci: Restrukturisasi; Perusahaan Asuransi ## PENDAHULUAN Asuransi sebagai suatu perjanjian diantara para pihak (kedua belah pihak) yang membuatnya untuk disepakati bersama antara pihak perusahaan asuransi dan pihak pemegang polis asuransi. Perjanjian yang dibuat tersebut menjadi dasar bagi yang menerima polis (penerima) dari perusahaan asuransi sebagai imbalan dalam memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis. Penggantian dalam asuransi terjadi dikarenakan adanya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau dalam memberikan pembayaran yang didasarkan karena meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah Ardiana Hidayah dan Fitriah, Kebijakan Restrukturisasi Perusahaan Asuransi, Halaman 252-258 ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. 1 Perusahaan asuransi adalah perusahaan yang bertindak sebagai penanggung risiko yang dalam menjalankan usahanya berhubungan langsung dengan tertanggung atau melalui pialang asuransi. Sehingga kemampuan perusahaan asuransi dalam menanggung suatu risiko yang dijaminnya tergantung kepada kekuatan keuangan yang dimilikinya. 2 ## Tabel 1 Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Penunjang Asuransi Tahun 2019-2021 Perusahaan Asuransi Jumlah Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Penunjang Asuransi 2019 2020 2021 PERUSAHAAN ASURANSI - - - Asuransi jiwa 60 59 60 Asuransi kerugian 79 77 77 Reasuransi 7 7 7 Badan penyelenggara jaminan sosial 2 2 2 Penyelenggara asuransi wajib 3 3 3 Jumlah 151 148 149 PERUSAHAAN PENUNJANG ASURANSI - - - Pialang asuransi 160 160 155 Pialang reasuransi 42 42 41 Penilai kerugian 27 26 27 Konsultan aktuaria - - - Agen asuransi - - - Jumlah 229 228 223 Sumber: Badan Pusat Statistik 2021 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian 2 A. Junaidi Ganie, Hukum Asuransi Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2011). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik jumlah perusahaan asuransi di Indonesia dari tahun 2019 sampai 2021 cenderung stabil, tidak ada peningkatan yang berarti. Bahkan dimasa pademi kurun waktu 3 tahun terakhir, yang mulai merebaknya di tahun 2019 sampai 2021 untuk mempertahankan eksistensinya memerlukan suatu kekuatan besar dalam menjaga kepercayaan pada pemegang polis asuransi. Kekuatan tersebut berupa kesehatan keuangan perusahaan agar tidak terjadinya gagal bayar pada klaim biaya pertanggungan asuransi. Sehingga perlu adanya regulasi yang memberikan jawaban dalam mengatasi permasalahan tersebut. Adapun penawaran kebijakan pemerintah berupa program restrukturisasi mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 71 Tahun 2016 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Restrukturisasi merupakan suatu istilah dalam manajemen (pengelolaan) perusahaan dalam rangka melakukan Tindakan yang terorganisasi secara struktur hukum, struktur dalam kepemilikan, struktur dalam operasional, atau pada struktur lainnya pada perusahaan tertentu. Ardiana Hidayah dan Fitriah, Kebijakan Restrukturisasi Perusahaan Asuransi, Halaman 252-258 Dilakukannya restrukturisasi pada sebuah perusahaan agar dapat lebih menguntungkan atau agar dapat lebih sesuai pada kebutuhan. Adapun alasan lainnya dalam melakukan suatu restrukturisasi yakni untuk perubahan kepemilikan atau struktur kepemilikan, pemisahan, atau untuk merespon krisis atau terjadinya perubahan besar pada sebuah perusahaan, seperti kebangkrutan, reposisi, atau pembelian. Restrukturisasi dapat berupa restrukturisasi perusahaan, restrukturisasi utang, dan restrukturisasi keuangan. 3 Restrukturisasi aset atau restrukturisasi liabilitas tidak boleh sampai merugikan pemegang polis, jika pemegang polis tidak setuju maka harus segera dibayarkan seluruhnya. 4 Restrukturisasi merupakan upaya pemulihan manfaat polis. Penawaran restrukturisasi mengupayakan agar polis tetap berjalan dengan skema baru, dan meminimalisasi dampak kerugian bagi pemegang polis yang lebih besar 3 “Restrukturisasi,” https://id.wikipedia.org/wiki/Restrukturisasi, 2021. 4 Nuhansa Mikrefin, "Restrukturisasi Polis Terus Berjalan, Nasabah Tetap Gugat Jiwasraya" , https://katadata.co.id/rezzaaji/berita/61777d7d7 0d31/restrukturisasi-polis-terus-berjalan- nasabah-tetap-gugat-jiwasraya, 2022. apabila dilakukan likuidasi pada perusahaan asuransi tersebut. 5 Dalam penulisan ini akan membahas tentang bagaimana kebijakan pemerintah pada kegiatan restrukturisasi perusahaan khususnya pada perusahaan asuransi di Indonesia. ## PEMBAHASAN Restrukturisasi merupakan istilah manajemen perusahaan untuk tindakan mereorganisasi struktur hukum, struktur kepemilikan, struktur operasional, atau struktur lainnya dari sebuah perusahaan, agar perusahaan tersebut dapat lebih menguntungkan atau agar lebih sesuai dengan kebutuhan. Alasan lain untuk melakukan restrukturisasi meliputi perubahan kepemilikan atau struktur kepemilikan, pemisahan, atau untuk merespon krisis atau perubahan besar yang terjadi pada perusahaan, seperti kebangkrutan, reposisi, atau pembelian. Restrukturisasi dapat berupa restrukturisasi perusahaan, 5 Andina Librianty, Progres Terbaru Restrukturisasi Polis Asuransi Jiwasraya, https://www.merdeka.com/uang/progres- terbaru-restrukturisasi-polis-asuransi- jiwasraya.html, 2022. Ardiana Hidayah dan Fitriah, Kebijakan Restrukturisasi Perusahaan Asuransi, Halaman 252-258 restrukturisasi utang, dan restrukturisasi keuangan. 6 Restrukturisasi digunakan untuk melakukan perbaikan yang tujuan akhirnya adalah memperbaiki kinerja sebuah usaha yang dijalankan, baik perorangan maupun perusahaan. 7 Kaitan dengan perusahaan asuransi, maka restrukturisasi merupakan upaya pemulihan manfaat polis. Penawaran restrukturisasi mengupayakan agar polis tetap berjalan dengan skema baru, dan meminimalisasi dampak kerugian bagi pemegang polis yang lebih besar apabila dilakukan likuidasi terhadap perusahaan asuransi. Dalam penyelenggaraan usaha perasuransian di Indonesia berpedoman pada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian di dalam BAB V Penyelenggaraan Usaha Pasal 11 ayat (1) Perusahaan Perasuransian wajib menerapkan tata kelola perusahaan yang baik. Dalam ayat (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kelola perusahaan sebagaimana dimaksud 6 Restrukturisasi, https://id.wikipedia.org/wiki/Restrukturisasi, 2022. 7 Muhammad Idris, "Apa Itu Restrukturisasi dan Restrukturisasi Kredit?", https://money.kompas.com/read/2021/03/24/09 0756126/apa-itu-restrukturisasi-dan- restrukturisasi-kredit, 2022. pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Lebih lanjut pada pengaturan dan pengawasan juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian pada Pasal 57 yakni: (1) Pengaturan dan pengawasan kegiatan Usaha Perasuransian dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan. (2) Menteri menetapkan kebijakan umum dalam rangka pengembangan pemanfaatan asuransi dan reasuransi untuk mendukung perekonomian nasional. Selanjutnya dalam Pasal 58 Otoritas Jasa Keuangan harus mengupayakan terciptanya persaingan usaha yang sehat di bidang Usaha Perasuransian. Sedangkan Pasal 59 ayat (1) Otoritas Jasa Keuangan dapat menugaskan pihak tertentu untuk dan atas nama Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan sebagian dari fungsi pengaturan dan pengawasan, dan ayat (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penugasan dan pelaksanaan sebagian fungsi pengaturan dan pengawasan oleh pihak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pada restrukturisasi perusahaan asuransi diatur lebih lanjut dalam Ardiana Hidayah dan Fitriah, Kebijakan Restrukturisasi Perusahaan Asuransi, Halaman 252-258 Peraturan OJK Nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi. Penyehatan keuangan dapat dilakukan dengan restrukturisasi aset dan/atau liabilitas, penambahan modal disetor, pemberian pinjaman subordinasi, peningkatan tarif premi, pengalihan sebagian atau seluruh portofolio, penggabungan badan usaha. 8 Dalam Peraturan OJK Nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi, Adapun Ruang Lingkup Kesehatan Keuangan terdapat Pasal 2 yaitu: 1. Perusahaan wajib setiap waktu memenuhi persyaratan tingkat kesehatan keuangan. 2. Pengukuran tingkat kesehatan keuangan meliputi: a. Tingkat Solvabilitas; b. cadangan teknis; c. kecukupan investasi; d. Ekuitas; e. Dana Jaminan; dan 8 Thomas Mola , “Restrukturisasi Jiwasraya Sesuai Aturan”, https://finansial.bisnis.com/read/20210329/215 /1374026/restrukturisasi-jiwasraya-sesuai- aturan., 2022. f. ketentuan lain yang berhubungan dengan kesehatan keuangan. Adapun tujuan dari perhitungan solvabilitas diperlukan pada perusahaan-perusahaan pada umumnya, yaitu di antaranya: 9 1. Meringkas Kondisi Finansial Perusahaan Pada Kreditur Perhitungan rasio solvabilitas adalah aktivitas yang sangat krusial bagi reputasi perusahaan di mata kreditur. Kreditur perusahaan yang membutuhkan data solvabilitas adalah lembaga peminjam uang, perusahaan anjak piutang, asuransi, hingga investor. Apabila tingkat solvabilitas suatu bisnis rendah, maka kreditur-kreditur ini akan meragukan perusahaan tersebut dan memasukkannya ke dalam blacklist. 2. Menilai Kemampuan Bisnis Membayar Bunga Salah satu konsekuensi bertransaksi secara kredit adalah bunga, dan ini berlaku juga antara perusahaan dan para 9 Pengertian Rasio Solvabilitas, Tujuan, Jenis, dan Rumusnya, https://www.ocbcnisp.com/id/article/2021/08/2 0/rasio-solvabilitas-adalah Ardiana Hidayah dan Fitriah, Kebijakan Restrukturisasi Perusahaan Asuransi, Halaman 252-258 krediturnya. Selain untuk menilai kapasitas perusahaan membayar utang, rasio solvabilitas adalah alat ampuh guna memproyeksikan kemampuan bisnis membayar bunga hingga beberapa tahun mendatang. 3. Memberi Informasi Kesehatan Neraca Neraca keuangan yang sehat dengan modal dan aktiva seimbang merupakan angin segar bagi para kreditur perusahaan. Data tentang kesehatan neraca ini salah satunya bisa didapatkan melalui perhitungan solvabilitas. 4. Estimasi Total Pinjaman Saat Jatuh Tempo Pembayaran Tujuan terakhir perhitungan rasio solvabilitas adalah supaya kreditur bisa mengetahui total uang bisa didapatkannya dari pembayaran kredit perusahaan. Estimasi total pembayaran ini terutama penting jika kreditur dijanjikan pengembalian pinjaman dengan bunga atau perkembangan dividen. Adapun jenis rasio solvabilitas adalah sebagai berikut: 10 1. Debt to Asset Ratio Jenis pertama perhitungan solvabilitas adalah debt-to-asset ratio , atau disingkat dengan D/A Ratio, yaitu perbandingan antara jumlah kewajiban belum dibayar dan total aset perusahaan saat ini. Aset yang dihitung di sini termasuk aset tak lancar seperti mesin/bangunan dan aset lancar seperti kas/uang tunai/tabungan bank non-deposito. 2. Debt to Equity Ratio Jenis berikutnya dari solvabilitas adalah debt-to- equity ratio atau D/E Ratio, yakni perbandingan jumlah kewajiban dengan total modal operasional bisnis, atau yang disebut juga sebagai ekuitas. Jika rasio hutang perusahaan lebih besar dari modal operasionalnya, maka ini salah satu tanda solvabilitas perusahaan tersebut bermasalah. Ardiana Hidayah dan Fitriah, Kebijakan Restrukturisasi Perusahaan Asuransi, Halaman 252-258 3. Leverage Ratio/Debt to Capital ## Ratio Nama lain dari leverage ratio adalah debt to capital ratio , atau D/C ratio. Jenis solvabilitas ini merupakan perbandingan dari jumlah hutang dengan total kekayaan perusahaan saat ini, baik yang sudah diubah menjadi aset atau valuasi saham. ## KESIMPULAN Restrukturisasi pada sebuah perusahaan asuransi dilakukan agar dapat lebih menguntungkan yang sesuai pada kebutuhan. Kebijakan restrukturisasi perusahaan asuransi dalam penyelenggaraan usaha perasuransian di Indonesia bersandar pada ketentuan dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian yang mana suatu perusahaan perasuransian wajib menerapkan tata kelola perusahaan yang baik. Berdasarkan undang-undang usaha perasuransian maka pengaturan dan pengawasan kegiatan dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Pada restrukturisasi perusahaan asuransi pengaturannya lebih lanjut terdapat dalam Peraturan OJK Nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi. ## DAFTAR PUSTAKA A. Junaidi Ganie, Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2011. Andina Librianty, Progres Terbaru Restrukturisasi Polis Asuransi Jiwasraya, https://www.merdeka.com/uang/ progres-terbaru-restrukturisasi- polis-asuransi-jiwasraya.html, 2022. Muhammad Idris, "Apa Itu Restrukturisasi dan Restrukturisasi Kredit?", https://money.kompas.com/read/ 2021/03/24/090756126/apa-itu- restrukturisasi-dan- restrukturisasi-kredit, 2022. Nuhansa Mikrefin, "Restrukturisasi Polis Terus Berjalan, Nasabah Tetap Gugat Jiwasraya" , https://katadata.co.id/rezzaaji/beri ta/61777d7d70d31/restrukturisasi -polis-terus-berjalan-nasabah- tetap-gugat-jiwasraya, 2022. Peraturan OJK Nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi. “Pengertian Rasio Solvabilitas, Tujuan, Jenis, dan Rumusnya,” https://www.ocbcnisp.com/id/arti cle/2021/08/20/rasio-solvabilitas- “Restrukturisasi,” https://id.wikipedia.org/wiki/Rest rukturisasi, 2021. Thomas Mola , “Restrukturisasi Jiwasraya Sesuai Aturan”, https://finansial.bisnis.com/read/2 0210329/215/1374026/restrukturi sasi-jiwasraya-sesuai-aturan., 2022. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian
d48e3e0c-5bbe-44da-85d0-a67dc33d207f
https://ojs.umrah.ac.id/index.php/zarah/article/download/4372/2432
## PENENTUAN KADAR MINYAK PADA AYAM TEPUNG DENGAN PENGGUNAAN MINYAK BERULANG DENGAN SOXHLET ## DETERMINATION OF OIL LEVELS IN FLOUR CHICKEN BAY USING REPEATED OIL WITH THE SOXHLET METHOD Jeacklin Dwi Putri * , Intan Beauty Kusnukiandany, Patma Dini Ari, Rahayu Oktafia, H. Muh. Amir Masruhim 1 Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mulawarman, Samarinda 75123, Indonesia *e-mail korespondensi: jeacklindwiputri16@gmail.com ## Abstrak Daging ayam merupakan salah satu hasil ternak yang umum dikonsumsi oleh masyarakat. Salah satu proses pengolahan yang umum dilakukan yaitu dengan proses penggorengan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar lemak pada sampel dengan Metode Sokhlet dan untuk mengetahui kandungan Asam Lemak Bebas yang terdapat pada sampel. Analisis lemak pada penelitian ini dilakukan dengan metode sokhlet dan analisis kandungan Asam Lemak bebas (FFA). Prinsip dari metode soxhlet adalah lemak diekstrak dengan pelarut lemak yang bersifat non-polar seperti Petroleum Eter (PE), Petroleum benzena, dll. Berat lemak diperoleh dengan cara memisahkan lemak dengan pelarutnya (menguapkan pelarut dengan pemanasan). Proses terbentuknya asam lemak bebas yaitu dalam reaksi hidrolisis minyak dan lemak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Penetapan kadar asam lemak bebas dilakukan dengan prinsip titrasi asam basa dengan menggunakan persamaan % FFA. Perlakuan yang diterapkan adalah penggunaan minyak goreng bekas penggorengan ke-1, bekas penggorengan ke-4 dan bekas penggorengan ke-7 dengan pengulangan masing-masing dua kali. Sehingga rata-rata hasil pengamatan yang didapatkan sebesar 9.08%, 24.72% dan 28.92%. Sedangkan kadar asam lemak bebas yang didapatkan rata-ratanya sebesar 0.27%, 0.93% dan 1.34%. Kata kunci: asam lemak bebas, ayam goreng, soxhlet ## Abstract Chicken meat is one of the livestock products commonly consumed by the community. One of the common processing processes is the frying process. The purpose of this study was to determine the fat content in the sample using the Sokhlet method and to determine the content of free fatty acids in the sample. Fat analysis in this study was carried out using the Sokhlet method and analysis of the content of free fatty acids (FFA). The principle of the Soxhlet method is that the fat is extracted with non-polar fat solvents such as Petroleum Ether (PE), Petroleum benzene, etc. Fat weight is obtained by separating fat from the solvent (evaporating the solvent by heating). The process of formation of free fatty acids, namely in the hydrolysis reaction of oil and fat will be converted into free fatty acids and glycerol. Determination of free fatty acid levels is carried out by the principle of acid-base titration using the %FFA equation. The treatment applied was the use of used cooking oil from the 1st fryer, the 4th former and the 7th former with two repetitions of each. So that the average observations obtained are 9.08%, 24.72% and 28.92%. While the free fatty acid levels obtained on average were 0.27%, 0.93% and 1.34%. Keywords: free fatty acids, fried chicken, soxhlet ## PENDAHULUAN Daging ayam merupakan salah satu hasil ternak yang umum dikonsumsi oleh masyarakat. Proses pengolahan daging merupakan salah satu upaya untuk memperpanjang masa simpan daging. Salah satu proses pengolahan yang umum dilakukan yaitu dengan proses penggorengan (Soeparno, 2005). Penggorengan dapat didefinisikan sebagai proses pemasakan dan pengeringan produk dengan media panas berupa minyak sebagai media pindah panas. Ketika bahan pangan digoreng menggunakan minyak panas maka akan banyak reaksi 88 | Jurnal Zarah , Vol. 11 No. 2 (2023) kompleks terjadi di dalam minyak dan pada saat itu minyak mengalami kerusakan (Zahra, 2013). Minyak goreng merupakan salah satu bahan pokok yang sangat penting untuk mencukupi kebutuhan gizi masyarakat Indonesia (Ketaren, 2005). Penggunaan minyak goreng secara kontinyu dan berulang-ulang pada suhu tinggi (160- 180°C) disertai adanya kontak dengan udara dan air pada proses penggorengan akan mengakibatkan terjadinya reaksi degradasi yang komplek dalam minyak dan menghasilkan berbagai senyawa hasil reaksi. Minyak goreng juga mengalami perubahan warna dari kuning menjadi gelap. Reaksi degradasi ini menurunkan kualitas minyak dan akhirnya minyak tidak dapat dipakai lagi dan harus dibuang (Yustinah, 2011). Semakin sering digunakan tingkat kerusakan minyak akan semakin tinggi. Kerusakan minyak goreng yang berlangsung selama penggorengan juga akan menurunkan nilai gizi dan berpengaruh terhadap mutu dan nilai bahan pangan yang digoreng dengan menggunakan minyak yang telah rusak akan mempunyai struktur dan penampakan yang kurang menarik serta citra rasa dan bau yang kurang enak (Trubusagrisana, 2005). Penelitian Febriansyah juga menyatakan jumlah minyak dalam makanan yang digoreng mengalami kenaikan seiring dengan semakin lamanya proses pengorengan, hal ini dikarenakan selama proses penggorengan minyak goreng mengalami berbagai reaksi kimia di antaranya reaksi hidrolisis dan oksidasi yang dapat menyebabkan terbentuknya asam lemak bebas (Kumala,2003). Kadar asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak nabati dapat menjadi salah satu parameter penentu kualitas minyak tersebut. Besarnya asam lemak bebas dalam minyak ditunjukan dengan nilai angka asam. Angka asam yang tinggi mengindikasikan bahwa asam lemak bebas yang ada di dalam minyak nabati juga tinggi sehingga kualitas minyak justru semakin rendah (Winarno, 2004). Pembentukan asam lemak bebas dalam minyak goreng bekas diakibatkan oleh proses hidrolisis yang terjadi selama prosess penggorengan, ini biasanya disebabkan oleh pemanasan yang tinggi yaitu pada suhu 160-200°C (Kalapathy, 2000). ## METODE PENELITIAN Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu alas bulat, labu Erlenmeyer, desikator, kertas saring, soxhlet, timbangan, oven, pipet ukur 5 mL, pipet ukur 25 mL, buret, statif, klem dan gelas ukur 50 mL. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Petroleum Benzena, sampel ayam goreng tepung, Etanol, Indikator Fenolftalein (pp) dan Larutan NaOH. ## Prosedur Kerja Perlakuan Sampel Sampel diambil dari berbagai supermarket yang ada di kota Samarinda secara acak. Sampel yang digunakan dilakukan perlakuan beberapa kali penggorengan yakni 1 sampai 7 kali masing- masing dilakukan dua kali reflikasi, kemudian di sampling pada penggorengan yang ke 1, 3, 5 dan 7 kali penggorengan. ## Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N Ditimbang kurang lebih 0,4 gram NaOH. Kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia 50 mL. Kemudian ditambahkan sedikit aquades. Setelah itu diaduk dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. Kemudian di tambahkan aquades dan dihomogenkan. Setelah itu ditambahkan 3 tetes indicator fenolftalein (pp) dan dititrasi dengan asam oksalat 0,1 M hingga terjadi perubahan warna menjadi merah muda. ## Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas Blender sampel yang sudah disiapkan. Sebanyak 2 gram sampel ditimbang pada tiap tahap dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Ditambah 5 mL alkohol panas yang netral. Ditambahkan 0,2 mL indikator fenolftalein (pp). Dititrasi dengan NaOH 0,1 N ampai terbentuk larutan berwarna merah jambu yang konstan. Dihitung kadar %FFA yang terdapat pada sampel. ## HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan menggunakan sampel ayam tepung dengan perlakuan yaitu pada minyak goreng ke-1, minyak goreng ke-4, minyak goreng ke-7, serta pengulangan sebanyak satu kali di setiap perlakuan tersebut. Dari hasil penelitian diperoleh persentase asam lemak bebas pada setiap perlakuan jika dibandingkan dengan setiap pengulangan nya diperoleh hasil yang stabil, yaitu tidak didapatkan hasil yang jauh berbeda antara perlakuan minyak dan pengulangan nya. Dengan N yang sama yaitu 0,08 serta BM Asam Lemak yang sama yaitu 256. Minyak goreng dapat disebut juga Gliseril Trioleat atau Gliseril Triolein. Salah satu sifat dari gliserida dalam suhu ruang (270 C) berwujud cair dan ada pula yang berbentuk padat. Minyak berwujud cair mengandung asam lemak tak jenuh, seperti asam oleat (C 17 H 33 COOH), asam linoleat (C 17 H 31 COOH) dan asam linoleat (C 17 H 29 COOH). Prinsip ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat ataupun cair dengan bantuan pelarut. Dimana lemak merupakan trigliserida yang merupakan bagian dari kelompok lipida. Trigliserida merupakan hasil dari kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak. Lemak yang berwujud cair banyak mengandung asam lemak tak jenuh, sedangkan lemak yang berwujud padat justru banyak mengandung asam lemak jenuh. Asam lemak jenuh memiliki titik cair yang lebih tinggi. Lemak adalah suatu ester asam lemak dengan gliserol. Satu molekul gliserol dapat mengikat satu, dua atau bahkan tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester yang biasanya disebut dengan mongliserida, digliserida atau trigliserida. Pada lemak, satu molekul gliserol mengikat tiga molekul asam lemak, oleh karena itu lemak merupakan trigliserida. Penetapan kadar lemak pada penelitian kali ini menggunakan metode soxhlet. Prinsip metode ini yaitu lemak akan diekstrak dengan pelarut lemak yang bersifat non – polar. Pada penelitian kali ini menggunakan petroleum benzena sebagai pelarut lemak, hal ini dikarenakan petroleum benzena bersifat non – polar dimana senyawa yang memiliki konstanta dielektrik yang rendah dan tidak larut dalam air. Teori dasar kelarutan adalah teori like dissolve like , yang berbunyi senyawa polar hanya akan larut dalam senyawa polar. Senyawa non - polar akan larut dalam senyawa non - polar. Sedangkan senyawa polar tidak akan larut dalam senyawa non - polar. Asam lemak bebas (ALB) atau free fatty acid (FFA) adalah asam yang dibebaskan pada hidrolisa lemak. Kadar asam lemak bebas dalam minyak kelapa sawit, biasanya hanya di bawah 1%. Asam lemak bebas dalam minyak merupakan asam lemak jenuh yang mengandung kolestrol. Semakin besar asam lemak bebas yang terdapat dalam suatu minyak maka semakin besar pula kadar kolestrolnya. Menurut (Sopianti, 2017) bila minyak tersebut dikonsumsi maka kadar kolestrol dalam darah bisa terjadi kenaikan, sehingga terjadi penumpukan lapisan lemak di dalam pembuluh darah yang menyebabkan penyumbatan pembuluh darah. Dengan demikian mudah terserang penyakit jantung. Pada penelitian kali ini dilakukan titrasi dengan penambahan NaOH. Sebelum NaOH digunakan dalam proses titrasi, larutan NaOH harus di standarisasi terlebih dahulu, hal ini dilakukan karena larutan NaOH merupakan larutan standar sekunder yang konsentrasinya selalu berubah – ubah serta memiliki tingkat kemurnian yang lebih rendah dibandingkan dengan larutan primer. Penelitian kali ini menggunakan titrasi asam basa. Prinsip dari titrasi asam basa adalah titrasi asam basa akan menjadi setimbang dengan pH yaitu 7 apabila jumlah sam setara dengan jumlah basa. Kesetimbangan asam basa adalah salah satu dari ketentuan yang terjadi pada hukum alam yang menndasari penciptaan dan keteraturan makromos. Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titrat ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya. Titrant ditambahkan titrat sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen. Keadaan ekuivalen merupakan keadaan yang artinya secara stoikiometri titran dan titrat tepat habis bereaksi. Pada saat titik ekuivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian dicatat volume titrat yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titrat maka kadar titran dapat dihitung. Penelitian kali ini diperoleh hasil perhitungan kadar asam lemak bebas yaitu pada penggorengan ke-1 diperoleh hasil sebesar 0,1946, pada penggorengan ke-4 diperoleh hasil sebesar 0,9370 dan pada penggorengan ke-7 diperoleh hasil sebesar 1,3466. Pada penelitian kali ini minyak goreng dengan penggorengan ke-1 masih memenuhi standar mutu SNI yaitu < 0,3% dengan kode SNI menurut Aminah (2010) yaitu 0003-002 sedangkan pada penggorengan ke-4 dan ke-7 sudah tidak lagi memenuhi standar mutu SNI yaitu > 0,3%. Pada penggorengan ke-4 dan ke-7 telah membuktikan bahwa mutu minyak goreng bekas sudah berada di bawah standar. Hal ini menunjukkan bahwa minyak goreng bekas sudah tidak layak dikonsumsi. Menurut Aisyah (2010) apabila masih tetap mengkonsumsinya maka akan dapat menyebabkan penyakit dan membahayakan bagi kesehatan tubuh. Pada penelitian sebelumnya Aisyah (2010) diperoleh rata – rata kadar lemak bebas pada minyak goreng bekas yaitu sebesar 0,35% 90 | Jurnal Zarah , Vol. 11 No. 2 (2023) Tabel 1. Kadar Lemak Perlakua n Berat Minya k + Labu Berat Labu Berat Minya k Kadar Lema k minyak 1x 67,152 0 66,697 7 0,4543 9,0860 Pengulang an 67,152 0 66,697 7 0,4543 9,0860 minyak 4x 67,934 0 66,697 7 1,2363 24,726 0 Pengulang an 67,934 0 66,697 7 1,2363 24,726 0 minyak 7x 68,124 4 66,697 7 1,4267 28,534 0 Pengulang an 68,163 7 66,697 7 1,466 29,320 0 . ## Gambar 1. Grafik Kadar Lemak Pada penelitian ini dengan FFA sebesar 0,35% nilai ini juga sangat berbahaya bagi kesehatan karena spesifikasi SNI yang aman dikonsumsi maksimum yaitu 0,3%. ## KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan minyak goreng yang berulang tidak hanya merusak mutu minyak goreng tersebut, tetapi juga menurunkan mutu bahan pangan yang digoreng. kadar lemak yang didapatkan pada penggorengan 1 kali sebesar 9,08%, pada penggorengan 4 kali sebesar 24,72% dan penggorengan ke 7 kali sebesar 28,92%. Kadar asam lemak bebas yang didapatkan rata-rata pada penggorengan 1 kali sebesar 0,27%, pada penggorengan 4 kali sebesar 0,93% dan penggorengan ke 7 kali sebesar 1,34%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bekas penggorengan ke-1 baik untuk digunakan karena kadar lemak yang didapat tidak melebihi standar SNI No. 01-2973-1992 yaitu 9,5 % dan kadar asam lemak bebas yang didapat tidak melebihi standar SNI No. 01-3741- 2002 yaitu 0,3%. ## DAFTAR RUJUKAN Aisyah, S., Yulianti, E., & Fasya, A. G. (2010). Penurunan angka peroksida dan asam lemak bebas (FFA) pada proses bleaching minyak goreng bekas oleh karbon aktif polong buah kelor (moringa oliefera. lamk) dengan aktivasi NaCl. ALCHEMY, 1 (2), 96. Aminah, S., & Isworo, J. T. (2010). Praktek penggorengan dan mutu minyak goreng sisa pada rumah tangga di RT V RW III Kedungmundu Tembalang Semarang. Prosiding Seminar Nasional & Internasional , 264. Kalapathy, U. A. (2000). A New Method for Free Fatty Acid Reduction in Frying Oil Using Silicate Films Produced from Rice Hull Ash. JAOCS. Ketaren. (2005). Pengantar Teknologi; Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press. Kumala. (2003). Peran Asam Lemak Tak Jenuh Jamak Dalam Respon Imun. Media Assosiasi. Soeparno. (2005). Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sopianti, D. (2017). Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas pada Minyak Goreng. Jurnal Katalisator . Trubusagrisana. (2005). Mengolah Minyak Goreng Bekas. Surabaya: Perpustakaan Nasional RI. Winarno, F. G. (2004). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Yustinah. (2011). Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Menggunakan Arang Aktif dari Sabut Kelapa. Yogyakarta: Prosding Seminar Teknik Kimia. Zahra, B. D. (2013). Pengaruh Penggunaan Minyak Goreng Berulang Terhadap Perubahan Nilai Gizi dan Mutu Hedonik pada Ayam Goreng. Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1 .
5dfae606-8aad-4a80-9f8e-5548adb9b7e9
https://journal.uniga.ac.id/index.php/JP/article/download/80/82
## NILAI-NILAI PEMBELAJARAN BAHASA ARAB DALAM PENDIDIKAN ISLAM H. Yufi Mohammad Nasrullah Dosen FPIK Uniga yufimohammad@yahoo.com ## Abstrak Para pakar linguistik deskriptif biasanya mendefinisikan bahasa sebagai satu sistem lambang bunyi yang bersifat arbiter, yang kemudian lazim ditambah dengan yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk berinteraksi dan mengidentifikasikan diri. Bagian utama dari definisi di atas menyatakan hakekat bahasa itu, dan bagian tambahan menyatakan apa fungsi bahasa itu. Fungsi bahasa selain sebagai alat komunikasi dan penghubung antara manusia, juga masih banyak fungsi yang lainnya. Di antaranya adalah bahasa merupakan pendukung yang mutlak dari pada keseluruhan pengetahuan manusia. Tidak suatu bidang ilmu apapun yang disampaikan dengan efisien, kecuali lewat media bahasa, dalam kebanyakan bidang pengajaran bahasa sebagai alat penyampaian adalah yang paling penting dan mutlak diperlukan. Bahasa sangat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa seseorang. Maksudnya, bahwa bahasa dapat mengekspresikan perasaan yang signifikan maupun yang tidak signifikan serta dapat menuangkan keindahan-keindahan sehingga dapat diketahui, dan dirasakan oleh orang lain. Latar belakang penulisan penelitian ini adalah adanya kondisi yang memprihatinkan generasi penerus bangsa yang semakin jauh dari nilai-nilai pendidikan Islam dan budaya bangsa. Sekolah sebagai institusi pendidikan mempunyai tanggung jawab untuk membentuk dan mengembangkan karakter siswa. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui nilai-niai pembelajaran bahasa Arab dalam pendidikan Islam. ## Kata kunci: Transnasional Islam, Pesantren, Gerakan Islam ## Pendahuluan Pendidikan bertujuan agar budaya yang merupakan nilai-nilai luhur budaya bangsa dapat diwariskan dan dimiliki oleh generasi muda. Agar tidak ketinggalan zaman senantiasa relevan dan signifikan dengan tuntutan hidup. Diantara sekian banyak budaya yang perlu diwariskan kepada generasi muda adalah bahasa, karena bahasa marupakan alat yang sangat penting untuk berkomunikasi. Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa yang penting di dunia. Bahasa yang menduduki tempat keenam di dunia dengan anggaran 186 milion penutur ini telah dinobatkan sebagai salah satu bahasa rasmi di Pertubuhan Bangsa-bangsa Bersatu (PBB). Bahasa Arab juga berkembang sebagai bahasa dunia dalam arus pendidikan global. Penubuhan unit dan institusi- institusi pengajian di negara-negara selain negara Arab seperti di Amerika, Britain, termasuk Malaysia membuktikan penerimaan bahasa ini di peringkat antara bangsa. Antara institusi luar Tanah Arab yang menawarkan program bahasa Arab ialah Universiti of London menerusi The School of Oriental and African studies, Heriot-Watt University, Edinburgh, Universiti Islam antarabangsa (UIAM) dan Universiti Sains Islam Malaysia (USIM) (Wan Azura Wan Ahmad et. al, 2006). Pembelajaran bahasa Arab seperti juga pembelajaran bahasa lain, memerlukan teknik yang tersendiri bagi memudahkan kefahaman pelajar di samping memaksimumkan kemahiran yang diperolehi. Berbicara tentang pengajaran bahasa, baik bahasa pertama (B1) maupun bahasa kedua (B2) atau bahasa asing, maka ada dua grand teori yang menjadi landasan teoritis dalam pengembangan pengajaran bahasa, yaitu teori ilmu jiwa (psikologi) dan ilmu bahasa (linguistic). Psikologi menguraikan bagaimana orang belajar sesuatu, linguistic memberikan informasi tentang seluk beluk bahasa. Informasi dari keduanya diramu menjadi suatu cara atau metode yang memudahkan proses belajar-mengajar bahasa untuk mencapai tujuan tertentu. Pada dasarnya bahasa merupakan ciri dari budaya suatu daerah atau personal yang ada dalam diri seseorang. Berbahasa dengan baik, baik pula kepribadian dan pendidikan seseorang. Jika budaya salah satu masyarakat menjadi suatu hal yang sulit diterima masyarakat secara umum, bisa jadi karena bahasa yang kurang tepat, dan itu bisa saja terjadi pada anak didik kita, jika tidak ditanamkan dari awal pentingnya ketepatan bahasa maka akan besar pengaruhnya terhadap budaya mereka dan pendidikannya ke depan. Pendidikan sebagai tumpuan pembentukan mental anak, haruslah dirancang sesuai dengan kebutuhan jiwanya. Penanaman nilai budi pekerti, pengetahuan dan tindakan dalam suatu pendidikan harus diterapkan dan dilakukan dengan tingkat kesadaran yang tinggi. 1 ## Nilai Nilai artinya sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. (Purwadarminta, 1999:677). Maksudnya kualitas yang memang membangkitkan respon penghargaan. Nilai itu praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara obyektif di dalam masyarakat. 2 Sedang menurut Chabib Thoha nilai merupakan sifat yang melekat pada sesuatu (sistem kepercayaan) yang telah berhubungan dengan subjek yang memberi arti (manusia yang meyakini). Jadi nilai adalaah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai acuan tingkah laku. Menurut Kuntjaraningrat (1992:26) Menyebutkan sisten nilai budaya terdiri dari konsepi-konsepi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar keluarga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap bernilai dalam hidup. Nilai dilihat dari sudut etika, sebagi arti dari obyek, peristiwa dan proses-proses hidup manusia yang menyatakan kualitas manusia. Nilai itu muncul dalam hidup manusia, dalam bentuk : Pertama , Hal-hal material maupun rohani. Kedua , Ideal-ideal, cita-cita, prinsip-prinsip dasar sikap hidup manusia. 1 ttp kartika 7.blogspot.com 11 makalah-pangaruh-dan-keterkaitan-bahasa.tml, diakses oktober - 1. 2 Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya, 1993) ## Pembelajaran Sudjana (2000 :8) mengatakan, bahwa pembelajaran dapat diberi arti sebagai setiap upaya yang sistematik dan disengaja oleh pendidik untuk menciptakan kondisi-kondisi agar peserta didik melakukan kegiatan dengan pendidik yang melakukan kegiatan membelajarkan. Dalam pembelajaran terjadi interaksi antara guru dan siswa, di satu sisi guru melakukan sebuah aktivitas yang membawa anak ke arah tujuan, lebih dari itu anak atau siswa dapat melakukan serangkaian kegiatan yang telah direncanakan oleh guru yaitu kegiatan belajar yang terarah pada tujuan yang ingin dicapai. Menurut Hardini Pembelajaran adalah suatu aktivitas yang dengan sengaja untuk memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan untuk tercapainya suatu tujuan, yaitu tercapainya tujuan kurikulum. 3 Pembelajaran adalah suatu upaya yang dilakukan guru untuk membelajarkan siswa yang belajar. Sungkono (2008: 1.9) Pembelajaran adalah kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu siswa mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang sistematis, melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi. Sagala (2010: 64-5) Rifa’i dan Anni (2009: 193) menjelaskan Pembelajaran merupakan proses komunikasi antara guru dan siswa, serta antara siswa yang satu dengan lainnya. Begitupun Trianto (2009: 17) menjelaskan pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan siswa, di mana antara keduanya terjadi komunikasi yang intens dan terarah pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya. ## Bahasa Arab Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri, percakapan (perkataan) yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun, baik budinya, menunjukkan bangsa, budi bahasa atau perangai serta tutur kata menunjukkan sifat dan tabiat seseorang (baik buruk kelakuan menunjukkan tinggi rendah asal atau keturunan). Arab adalah nama bangsa di Jazirah Arab dan timur tengah. 4 Syaikh Musthofa Al-Ghulayani dalam bukunya bahasa Arab lengkap dengan terjemahannya “Jami’uddurus Arobiyah” mendefinisikan bahasa Arab sebagai berikut : مهضارغأ نع برعلا اهربعي يتلا تاملكلا يه ةيبرعلا ةغللا “Bahasa Arab adalah: kalimat yang dipergunakan bangsa Arab dalam mengutarakan maksud dan tujuan”. Bahasa Arab juga didefinisikan dengan: َهَظِفَح َو ِلْقَّنلا ِقْي ِرَط ْنِم اَنْيَلِإ ْتَل ِص ُو ْدَق َو ْمِه ِضا َرْغَأ ْنَع ُب َرَعْلا اَهِب ُرِ بَعُي يِتَّلا ُتاَمِلَكلا ُنآ ْرُقْلا اَنَل ا ِرَّشلا ُثْيِداَحَلأْا َو ُمْي ِرَكْلا ْمِهِموُظْنَم َو ِب َرَعْلا ِروُثْنَم ْنِم ُتاَقِ ثلا ُها َو َر اَم َو ُةَفْي . 3 Hardini, Isriani dan Dewi Puspitasari. 2012. Strategi Pembelajaran Terpadu (Teori, Konsep, dan Implementasi). Yogyakarta: Familia. 4 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1997, hlm:77 “Berbagai kata yang digunakan orang-orang Arab untuk mengungkapkan berbagai maksud atau tujuan mereka, disampaikan pada kita dengan jalan menukil/ transfer/ riwayat, dihimpun dan dijaga kepada kita oleh al-Quran al-Karim dan hadits-hadits mulia, dan berbagai riwayat terpercaya berupa prosa-prosa dan syair-syair Arab”. 5 Jadi dapat kami ambil kesimpulan bahwa Bahasa Arab adalah tutur kata yang digunakan oleh bangsa di jazirah arab dan timur tengah. Sesungguhnya bahasa Arab adalah dari agama, sebagaimana perkataan Ibnu Taimiyah Rokhimahullah: "Diketahui sesungguhnya belajar bahasa Arab dan mengajarkannya adalah fardlu kifayah". Dan beliau juga berkata: "Sesungguhnya bahasa Arab adalah agama, dan mengetahuinya adalah fardlu (wajib), dan sesungguhnya pemahaman kitab dan sunnah adalah fardlu, dan tidak bisa difahami kecuali dengan bahasa Arab, dan sesuatu yang wajib tidak akan terselesaikan kecuali dengan yang wajib maka hukumnya adalah wajib". ## Pendidikan Islam Sebelum menjelaskan definisi pendidikan Islam, di sini akan penulis sampaikan beberapa definisi pendidikan menurut para pakar pendidikan. Umumnya, beberapa pakar pendidikan Barat memberikan arti pendidikan sebagai sebuah proses. Tepatnya, proses menjadikan manusia lebih baik dan tumbuh ke arah yang lebih optimal. Mortimer J. Adler mengartikan pendidikan sebagai proses, dimana semua kemampuan dan bakat manusia dipengaruhi dengan pembiasaan, disempurnakan dengan kebiasaan- kebiasaan yang baik, melalui sarana yang dibuat secara artistik dan dipakai untuk membantu orang lain atau dirinya sendiri dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan, yaitu kebiasaan yang baik. 6 Pendidikan sebagai proses bertujuan untuk mengoptimalkan seluruh kemampuan dan bakat yang dimiliki manusia. Optimalisasi tersebut dapat ditempuh dengan cara pembiasaan, latihan, dan praktek yang berkesinambungan. Pendidikan dapat dikatakan pula sebagai pembiasaan itu sendiri. Dalam proses pembiasaan terdapat sarana-prasarana yang dibutuhkan guna menunjang proses pendidikan. Tujuan dari serangkaian proses dan alat bantunya tersebut adalah untuk mencetak insan manusia yang sempurna. Jadi, Mortimer J. Adler ingin mengatakan bahwa pendidikan adalah proses mencetak kepribadian manusia menjadi lebih optimal dan lebih baik, dimana seluruh potensi dan bakat alam yang dimilikinya dikembangkan semaksimal mungkin. Pendidikan sebagai proses juga disampaikan Herman H. Horne. Ia berpendapat bahwa pendidikan harus dipandang sebagai proses penyesuaian diri manusia secara timbal balik dengan alam sekitar, sesama manusia, dan tabiat tertinggi kosmos. 7 Manusia dapat belajar dari sesamanya, alam dan lingkungan sekitar. Manusia yang fitrah, secara alamiah, memang dicetak oleh lingkungan. Akan tetapi, setelah manusia mampu mengembangkan pikiran dan sering belajar dengan merefleksikan kehidupan maka akan muncul 5 Musthafa al-Ghalayaini, Jami ad-Durus al-Arabiyah , Dar al-Hadits – al-Qahirah, 2005, hlm. 7 6 Mortimer J. Adler, “In Defense of The Philosophy of Education”, dalam Philosophies of Education, Forty-First Year-book, Part. I. (University of Chicago Press, 1962), hlm. 209 7 Herman H. Horne, “An Idealistic Philosophy of Education”, dalam Philosophies of Education, Forty-First Year-book, Part. I. University of Chicago Press, 1962, hlm. 140. timbal-balik antara manusia dan lingkungannya. Dalam konteks pengertian di atas, seorang individu tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh lingkungan melainkan juga berpeluang untuk mempengaruhi lingkungannya. Pendidikan adalah proses penyesuaian diri dengan lingkungan, sehingga selama proses penyesuaian tersebut terdapat unsur-unsur pembelajaran. Sementara pengertian pendidikan Islam, menurut Omar Muhammad al-Touny al- Syaebani, adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadi, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya melalui proses kependidikan 8 . Pendidikan Islam menurut ahmad D Marimba adalah bimbingan jasmani maupun rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Senada dengan pendapat diatas, menurut Chabib Thoha pendidikan Islam adalah pendidikan yang falsafah dasar dan tujuan serta teori-teori yang dibangun untuk melaksanakan praktek pandidikan berdasarkan nilai-nilai dasar Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits. Menurut Achmadi mendefinisikan pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insan yang berada pada subjek didik menuju terbentuknya manusia seutuhnya ( insan kamil ) sesuai dengan norma Islam atau dengan istilah lain yaitu terbentuknya kepribadian muslim. Tentunya, tingkah laku yang perlu diubah adalah tingkah laku yang tidak segaris dengan ajaran-ajaran islam, kemudian diarahkan ke jalan yang islami. Usaha mengubah adalah pendidikan itu sendiri, sementara visi keislaman menjadi tujuan akhir dari pendidikan Islam. Jadi, nilai-nilai pendidikan Islam adalah sifat-sifat atau hal-hal yang melekat pada pendidikan Islam yang digunakan sebagai dasar manusia untuk mencapai tujuan hidup manusia yaitu mengabdi pada Allah SWT. Nilai-nilai tersebut perlu ditanamkan pada anak sejak kecil, karena pada waktu itu adalah masa yang tepat untuk menanamkan kebiasaan yang baik padanya. ## Landasan Nilai Pendidikan Islam Pendidikan Islam sangat memperhatikan penataan individual dan sosial yang membawa penganutnya pada pengaplikasian Islam dan ajaranajarannya kedalam tingkah laku sehari-hari. Karena itu, keberadaan sumber dan landasan pendidikan Islam harus sama dengan sumber Islam itu sendiri, yaitu Al-Qur’an dan As Sunah. 9 a . Al-Qur’an Kedudukan Al Qur’an sebagai sumber dapat dilihat dari kandungan surat Al Baqarah ayat 2 : نيقتملل ىده هيف بيرلا باتكلا كلذ “Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi orang yang bertaqwa”. (QS. Al Baqarah : 2) Al-Qur’an adalah petunjuk-Nya yang bila dipalajari akan membantu menemukan nilai- nilai yang dapat dijadikan pedoman berbagai problem hidup.apabila dihayati dan diamalkan 8 Omar Muhammad al-Touny al-Syaebani, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 399. 9 Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan masyarakat, (Jakarta : Gema Insani Press, 1995) menjadi pikiran rasa dan karsa mengarah pada realitas keimanan yang dibutuhkan bagi stabilitas dan ketentraman hidup pribadi dan masyarakat. b. As Sunah Setelah Al-Qur’an, pendidikan Islam menjadikan As Sunnah sebagai dasar dan sumber kurikulumnya. Secara harfiah sunnah berarti jalan, metode dan program. Secara istilah sunnah adalah perkara yang dijelaskan melalui sanad yang shahih baik itu berupa perkataan, perbuatan atau sifat Nabi Muhammad Saw. 10 Sebagaimana Al-Qur’an sunah berisi petunjuk-petunjuk untuk kemaslahatan manusia dalam segala aspeknya yang membina manusia menjadi muslim yang bertaqwa. Dalam dunia pendidikan sunah memiliki dua faedah yang sangat besar, yaitu : 1. Menjelaskan sistem pendidikan islam yang terdapat dalam Al- Qur’an atau menerangkan hal-hal yang tidak terdapat didalamnya. 2. Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah Saw bersama anak-anaknya dan penanaman keimanan kedalam jiwa yang dilakukannya. ## Tujuan Nilai Pendidikan Islam Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah kegiatan selesai dan memerlukan usaha dalam meraih tujuan tersebut. Pengertian tujuan pendidikan adalah perubahan yang diharapkan pada subjek didik setelah mengalami proses pendidikan baik pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya dimana individu hidup. 11 Adapun tujuan pendidikan Islam ini tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan para ahli. Menurut Ahmadi, tujuan pendidikan Islam adalah sejalan dengan pendidikan hidup manusia dan peranannya sebagai makhluk Allah SWT yaitu semata-mata hanya beribadah kepada-Nya. Firman Allah SWT dalam Al Qur’an : تايراذلا( نودبعيل لاإ سنلإاو نجلا تقلخ امو ## : 65 ) “Dan tidaklah aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku” (QS. Adz-Dzariyat : 56) Yusuf Amir Faisal merinci tujuan pendidikan Islam sebagai berikut : 1. Membentuk manusia muslim yang dapat melaksanakan ibadah mahdloh. 2. Membentuk manusia muslim disamping dapat melaksanakan ibadah mahdlah dapat juga melaksanakan ibadah mu’amalah dalam kedudukannya sebagai orang per orang atau sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan tertentu. 3. Membentuk warga negara yang bertanggungjawab pada Allah SWT sebagai pencipta-Nya. 4. Membentuk dan mengembangkan tenaga profesional yang siap dan terampil atau tenaga setengah terampil untuk memungkinkan memasuki masyarakat. 5. Mengembangkan tenaga ahli dibidang ilmu agama dan ilmu –ilmu Islam yang lainnya. 10 Ibid. 11 Zakiah Daradjat, et. al,Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : bumi Aksara, 2000), cet. IV. Berdasarkan penjelasan dan rincian tentang tujuan pendidikan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan nilai pendidikan Islam adalah sebagai berikut : 1. Menyiapkan dan membiasakan anak dengan ajaran Islam sejak masa kecil agar menjadi hamba Allah SWT yang beriman. 2. Membentuk anak muslim dengan perawatan, bimbingan, asuhan, dan pendidikan pra natal sehingga dalam dirinya tertanam kuat nilai-nilai keislaman yang sesuai fitrah nya. 3. Mengembangkan potensi, bakat dan kecerdasan anak sehingga mereka dapat merealisasikan dirinya sebagai pribadi muslim. 4. Memperluas pandangan hidup dan wawasan keilmuan bagi anak sebagai makhluk individu dan sosial. ## Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam pendidikan Islam terdapat bermacam-macam nilai Islam yang mendukung dalam pelaksanaan pendidikan bahkan menjadi suatui rangkaian atau sistem didalamnya. Nilai tersebut menjadi dasar pengembangan jiwa anak sehingga bisa memberi out put bagi pendidikan yang sesuai dengan harapan masyarakat luas. Dengan banyaknya nilai-nilai Islam yang terdapat dalam pendidikan Islam, maka penulis mencoba membatasi bahasan dari penulisan skripsi ini dan membatasi nilai-nilai pendidikan Islam dengan nilai keimanan, nilai kesehatan, nilai ibadah. Bagi para pendidik, dalam hal ini adalah orang tua sangat perlu membekali anak didiknya dengan materi-materi atau pokok-pokok dasar pendidikan sebagai pondasi hidup yang sesuai dengan arah perkembangan jiwanya. Pokok-pokok pendidikan yang harus ditanamkan pada anak didik yaitu, keimanan, kesehatan, ibadah. ## a. Nilai Pendidikan keimanan (aqidah Islamiyah) Iman adalah kepercayaan yang terhujam kedalam hati dengan penuh keyakinan, tak ada perasaan syak (ragu-ragu) serta mempengaruhi orientasi kehidupan, sikap dan aktivitas keseharian. (Yusuf Qardawi, 2000:27) Al Ghazali mengatakan iman adalah megucapkan dengan lidah, mengakui benarnya dengan hati dan mengamalkan dengan anggota badan. Pembentukan iman harus diberikan pada anak sejak kecil, sejalan dengan pertumbuhan kepribadiannya. Nilai-nilai keimanan harus mulai diperkenalkan pada anak dengan cara : 1) Memperkenalkan nama Allah SWT dan Rasul-Nya. 2) Memberikan gambaran tentang siapa pencipta alam raya ini melalui kisah-kisah teladan. 3) Memperkenalkan ke-Maha-Agungan Allah SWT . Iman ( aqidah ) yang kuat dan tertanam dalam jiwa seseorang merupakan hal yang penting dalam perkembangan pendidikan anak. Salah satu yang bisa menguatkan aqidah adalah anak memiliki nilai pengorbanan dalam dirinya demi membela aqidah yang diyakini kebenarannya. Semakin kuat nilai pengorbanannnya akan semakin kokoh aqidah yang ia miliki. Nilai pendidikan keimanan termasuk aspek-aspek pendidikan yang patut mendapatkan perhatian pertama dan utama dari orang tua. Memberikan pendidikan ini kepada anak merupakan sebuah keharusan yang tidak boleh ditinggalkan oleh orang tua dengan penuh kesungguhan. Pasalnya iman merupakan pilar yang mendasari keIslaman seseorang. Nilai-nilai keimanan yang diberikan sejak anak masih kecil, dapat mengenalkannya pada Tuhannya, bagaimana ia bersikap pada Tuhannya dan apa yang mesti diperbuat di dunia ini. Sebagaimana dikisahkan dalam al Qur’an tentang Luqmanul Hakim adalah orang yang diangkat Allah sebagai contoh orang tua dalam mendidik anak, ia telah dibekali Allahdengan keimanan dan sifat-sifat terpuji. Orang tua sekarang perlu mencontoh Luqman dalam mendidik anaknya, karena ia sebagai contoh baik bagi anak-anaknya. perbuatan yang baik akan ditiru oleh anakanaknya begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, pendidikan keimanan, harus dijadikan sebagai salah satu pokok dari pendidikan kesalehan anak. Dengannya dapat diharapkan bahwa kelak ia akan tumbuh dewasa menjadi insan yang beriman kepada Allah SWT., melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dengan keimanan yang sejati bias membentengi dirinya dari berbuat dan berkebiasaan buruk. ## b. Nilai Pendidikan Kesehatan Kesehatan adalah masalah penting dalam kehidupan manusia, terkadang kesehatan dipandang sebagai sesuatu yang biasa dalam dirinya. Orang baru sadar akan pentingnya kesehatan bila suatu saat dirinya atau keluarganya jatuh sakit. Dengan kata lain arti kesehatan bukan hanya terbatas pada pokok persoalan sakit kemudian dicari obatnya. Mengingat pentingnya kesehatan bagi umat Islam apalagi dalam era modern seperti sekarang ini banyak sekali penyakit baru yang bermunculan. Maka perlu kiranya bagi orang tua muslim untuk lebih memperhatikan anak-anaknya dengan memasukkan pendidikan kesehatan sebagai unsur pokok. 12 Ajaran Islam sangat memperhatikan tentang kebersihan dan kerapian umat. Setiap anak harus diajarkan hidup yang bersih, karena Allah SWT menyukai orang-orang yang bersih. Firman Allah dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah ayat 222: : ةرقبلا( نيرهطتملا بحيو نيباوتلا بحي الله نإ 222 ) "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang bersih”. (QS. Al Baqarah: 222). Dengan demikian Islam menganjurkan agar orang tua menjaga kesehatan anak dimulai sejak dini atau anak masih bayi, karena membiasakan hidup bersih dan sehat dapat dibiasakan sejak kecil. Maka mulailah membangun hidup sehat dan bersih sejak anak dilahirkan dan terus dididik hingga menjadi kebiasaan dalam hidupnya. ## c. Nilai Pendidikan Ibadah Ibadah semacam kepatuhan dan sampai batas penghabisan, yang bergerak dari perasaan hati untuk mengagungkan kepada yang disembah. Kepatuhan yang dimaksud adalah seorang hamba yang mengabdikan diri pada Allah SWT. Ibadah merupakan bukti nyata bagi seorang muslim dalam meyakini dan mempedomani aqidah Islamiyah. Sejak dini anak-anak harus diperkenalkan dengan nilai-nilai ibadah dengan cara : 1) Mengajak anak ke tempat ibadah. 2) Memperlihatkan bentuk-bentuk ibadah. 3) Memperkenalkan arti ibadah. 12 M. Nippan Abdul Halim, Anak Shaleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta : Mitra Pustaka,2001) Cet. II Pendidikan anak dalam beribadah dianggap sebagai penyempurna dari pendidikan aqidah. Karena nilai ibadah yang didapat dari anak akan menambah keyakinan kebenaran ajarannya. Semakin nilai ibadah yang ia miliki maka akan semakin tinggi nilai keimanannya. Pembinaan ketaatan ibadah pada anak juga dimulai dalam keluarga kegiatan ibadah yang dapat menarik bagi anak yang masih kecil adalah yang mengandung gerak. Anak-anak suka melakukan sholat, meniru orang tuanya kendatipun ia tidak mengerti apa yang dilakukannya itu. Nilai pendidikan ibadah bagi anak akan membiasakannya melaksanakan kewajiban. Pendidikan yang diberikan luqman pada nakanaknya merupakan contoh baik bagi orang tua. Ibadah yang dimaksud bukan ibadah ritual saja tetapi ibadah yang dimaksud di sini adalah ibadah dalam arti umum dan khusus. Ibadah umum yaitu segala amalan yang dizinkan Allah SWT. Sedangkan ibadah khusus yaitu segala sesuatu (apa) yang telah ditetapkan Allah SWT akan perincian-perinciannya, tingkat dan cara-caranya yang tertentu. Oleh karena itu, nilai pendidikan ibadah yang benar-benar Islamiyyah mesti dijadikan salah satu pokok pendidikan anak. Orang tua dapat menanamkan nilai-nilai pendidikan ibadah pada anak dan berharap kelak ia akan tumbuh menjadi insan yang tekun beribadah secara benar sesuai ajaran Islam. Pendidikan Islam sangat memperhatikan penataan individual dan sosial yang membawa penganutnya pada pemelukan dan pengaplikasian Islam secara komprehensif. Agar penganutnya memikul amanat dan yang dikehendaki Allah, pendidikan Islam harus dimaknai secara rinci, karena itu keberadaan referensi atau sumber pendidikan Islam harus merupakan sumber utama Islam itu sendiri, yaitu Al-Qur’an dan Al-Sunnah. ## Pendidikan Menjunjung Kehormatan Kaum Muslimin Seorang Muslim mempunyai hak atas saudaranya sesama Muslim, bahkan dia mempunyai hak yang bermacam-macam, hal ini telah banyak dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW dalam banyak tempat. “Mengingat bahwa orang Muslim terhadap muslim lainnya adalah bersaudara, bagaikan satu tubuh yang bila salah satu anggotanya mengaduh sakit maka sekujur tubuhnya akan merasakan demam dan tidak bisa tidur”. Oleh karena itu, sangatlah rasional apabila sesama Muslim harus menjaga kehormatan orang lain dan saling menolong (dalam hal kebaikan) apabila ada saudaranya yang membutuhkan bantuan. Setiap orang wajib membela kehormatan dirinya, apabila hak kehormatan terganggu ia wajib mempertahankan sesuai kemampuannya masing-masing. Islam telah menjaga kehormatan setiap orang dari perkataan yang tidak disukainya dan disebutkan ketika dia tidak ada, meskipun perkataan itu sesuai kenyataan. Dengan demikian perbuatan ini merupakan kesalahan dan dosa besar.7 Adapun langkah strategis yang dapat dilakukan seseorang untuk menjunjung kehormatan kaum Muslimin adalah dengan cara: 1. Tidak mengolok-olok. 2. Tidak mencela dirinya sendiri. 3. Tidak memberikan panggilan yang tidak disenanginya. ## Pendidikan Taubat Taubat bearti penyesalan atau menyesal karena telah melakukan suatu kesalahan dengan jalan berjanji sepenuh hati tidak akan lagi melakukan dosa atau kesalahan yang sama dan kembali kepada Allah Azza wa Jalla . Taubat adalah awal atau permulaan di dalam hidup seseorang yang telah memantapkan diri untuk berjalan di jalan Allah ( suluk). Taubat merupakan akar, modal atau pokok pangkal bagi orang-orang yang berhasil meraih kemenangan. (Imam gazali, 2006:9) Seseorang yang telah berbuat dosa atau kesalahan sudah menjadi kewajiban baginya agar segera kembali (taubat) kepada Allah SWT, sehingga ia tidak bergelimang secara terus menerus dalam jurang kemaksiatan, yang akan membuatnya semakin jauh dari rahmat Allah SWT. Dengan kembali kepada Allah SWT diharapkan ia menjadi orang yang semakin dekat dengan sang khaliq. Taubat haruslah dilakukan baik ketika seseorang itu, berbuat dosa besar maupun kecil. Karena dosa kecil yang dilakukan secara terus menerus dan tidak segera diimbangi dengan taubat kepada Allah SWT, maka dosa atau kesalahan tersebut akan menumpuk menjadi dosa yang besar. Pendidikan Husnudhdhan ( Positif Thinking ) Berburuk sangka merupakan akhlak tercela dan pelakunya akan mendapat dosa, oleh karenanya harus ditinggalkan. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk berfikir positif khususnya bagi orang yang berkpribadian mulia. Dengan demikian husnudhdhan (positif thinking) haruslah dibiasakan agar kita menjadi pribadi yang unggul. Buruk sangka adalah menyangka seseorang berbuat kejelekan atau menganggap jelek tanpa adanya sebab-sebab yang jelas yang memperkuat sangkaannya. Buruk sangka seperti dinyatakan dalam hadits di atas sebagai sedusta-dustanya perkataan. Orang yang telah berburuk sangka terhadap orang lain berarti telah menganggap jelek kepadanya padahal ia tidak memiliki dasar sama sekali. Buruk sangka akan mengganggu hubungannya dengan orang yang dituduh jelek, padahal orang tersebut belum tentu sejelek persangkaannya. Buruk sangka dalam masalah akidah adalah haram hukumnya. Oleh karena itu, tidak benar jika keimanan kepada Allah SWT hanya berdasarkan dugaan semata. Bila dicermati salah satu penyebab orang-orang terdahulu tersesat adalah karena mereka tidak yakin dengan keimanan kepada Allah SWT. ## Pendidikan Ta’aruf (Saling Mengenal) Untuk menciptakan masyarakat yang harmonis tidak cukup hanya dengan ta.aruf (saling mengenal), akan tetapi harus dibina dan dipupuk dengan subur melalui upaya yang dapat membuat hubungan di antara manusia dapat bertahan lama. Upaya ini dikenal dengan istilah silaturrahim. Silaturrahim artinya menyambungkan tali persaudaraan. Silaturrahim merupakan ajaran yang harus senantiasa dipupuk agar bisa tumbuh dengan subur. Selain itu, silaturrahim memiliki nilai yang luas dan mendalam, yang tidak hanya sekedar menyambungkan tali persaudaraan, lebih daripada itu, silaturrahim juga bias dijadikan sebagai sarana untuk mempermudah datangnya sebuah rezeki. Silaturrahim merupakan sifat terpuji yang harus senantiasa dibiasakan, karena memiliki banyak manfaat. Menurut al-Faqih abu Laits Samarqandi seperti dikutip Rahmat Syafi’i keuntungan bersilaturrahim ada sepuluh, yaitu: 1. Memperoleh ridha Allah SWT karena Dia yang memerintahkannya. 2. Membuat gembira orang lain. 3. Menyebabkan pelakunya menjadi disukai malaikat. 4. Mendatangkan pujian kaum Muslimin padanya. 5. Membuat marah iblis. 6. Memanjangkan usia. 7. Menambah barakah rezekinya. 8. Membuat senang kaum kerabat yang telah meninggal, karena mereka senang jika anak cucunya selalu bersilaturrahim. 9. Memupuk rasa kasih sayang di antara keluarga/famili sehingga timbul semangat saling membantu ketika berhajat. 10. Menambah pahala sesudah pelakunya meninggal karena ia akan selalu dikenang, dan didoakan karena kebaikannya. ## Pendidikan Egaliter (Persamaan Derajat) Salah satu sendi ajaran Islam yang paling agung adalah prinsip persamaan hak yang telah disyariatkan bagi umat manusia. Semua manusia sama dalam pandangan Islam. Tidak ada perbedaan antara yang hitam dan yang putih, antara kuning dan merah, kaya dan miskin raja dan rakyat, pemimpin dan yang dipimpin. Oleh karenanya tidaklah tepat kalau di antara manusia terjadi kesombongan disebabkan karena bedanya pangkat maupun keturunannya. Orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa dan yang paling banyak amal kebaikannya. Dengan demikian Islam dalam ajaran syariatnya, mengukuhkan adanya penghormatan terhadap manusia, menjamin kebebasan kehidupan dan hak asasi mereka, dan kedudukan mereka di hadapan hukum adalah sama. Tidak ada ajaran untuk melebihkan satu dari yang lain di hadapan hukum, kecuali dengan mengamalkan kebaikan dan meninggalkan perbuatan dosa dan pelanggaran. Adapun bentuk dari pelaksanaan persamaan hak itu antara lain ialah penerapan hukum bagi pelaku kejahatan tanpa membeda-bedakan status sosial pelakunya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedudukan semua orang adalah sama, artinya siapa yang melakukan kesalahan maka baginya pantas mendapatkan hukuman yang setimpal. Dengan tidak memandang latar belakang dan jabatan yang disandangnya, karena hanya ketakwaan yang membedakan antara yang satu dengan lainnya. ## Kesimpulan Setelah penulis menganalisis dari keseluruhan pembahasan yang telah dipaparkan di atas, sekaligus jawaban atas rumusan masalah pada bab pertama, maka penulis simpulkan sebagai berikut: 1. Nilai pendidikan menjunjung tinggi kehormatan kaum Muslimin, mendidik manusia untuk selalu menghargai dan menjaga kehormatan mereka. Dengan demikian akan terwujud kehidupan masyarakat yang harmonis. 2. Nilai pendidikan taubat mendidik manusia agar senantiasa mensucikan jiwa mereka. Sehingga wujud dari taubat dengan beramal shaleh dapat dilaksanakan dalam kehidupannya. 3. Nilai pendidikan husnudhdhan mendidik manusia untuk selalu berfikir positif agar hidup menjadi lebih produktif, sehingga energi tidak terkuras hanya untuk memikirkan hal-hal yang belum pasti kebenarannya. 4. Nilai pendidikan ta’aruf mendidik manusia untuk selalu menjalin komunikasi dengan sesama, karena banyaknya relasi merupakan salah satu cara untuk mempermudah datangnya rezeki. 5. Nilai pendidikan egaliter mendidik manusia untuk bersikap rendah hati, sedangkan rendah hati merupakan pakaian orang-orang yang beriman yang akan mengangkat derajatnya di sisi Allah SWT. ## Daftar Pustaka Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan masyarakat, (Jakarta : Gema Insani Press, 1995) Arsad, Azhar, Bahasa Arab dan Beberapa Metode Pengajarannya , Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003 Azra, Azyumardi. 2002. Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. cetakan keempat. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Djojonegoro, Wardiman. 1998. Peningkatan Kualitas SDM Melalui Pendidikan dan Kebudayaan . Jakarta: Departemen Pendididian dan Kebudayan. Hardini, Isriani dan Dewi Puspitasari. 2012. Strategi Pembelajaran Terpadu (Teori, Konsep, dan Implementasi). Yogyakarta: Familia. Herman H. Horne, “ An Idealistic Philosophy of Education ”, dalam Philosophies of Education, Forty-First Year-book, Part. I. University of Chicago Press, 1962, hlm. 140. Langgulung, Hasan. 2003. Asas –Asas Pendidikan Islam. cetakan kelima. Jakarta: PT. Pustaka Al-Husna Baru. M. Nippan Abdul Halim, Anak Shaleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta : Mitra Pustaka,2001) Cet. II M. Nur Abdul Hafizh, “ Manhaj Tarbiyah Al Nabawiyyah Li Al-Thifl ”, Penerj. Kuswandini, e t al , Mendidik Anak Bersama Rasulullah SAW, (Bandung: Al Bayan, 1997), Cet I Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: PT Rosdakarya. Mortimer J. Adler, “ In Defense of The Philosophy of Education ”, dalam Philosophies of Education, Forty-First Year-book, Part. I. (University of Chicago Press, 1962) Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (bandung: Trigenda Karya, 1993) Muhajir, Noeng. 1996. Metodologi pendekatan Kualitatif . Edisi ketiga. Yogyakarta: Rake Sarasin. Omar Muhammad al-Touny al-Syaebani, Falsafah Pendidikan Islam , terj. Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979) Rifa’i, Achmad dan Catharina Tri Anni. 2009. Psikologi Pendidikan. Semarang: UNNES Press. Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran: Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta. Siddiq, M. Djauhar, Isniatun Munawaroh, dan Sungkono. 2008. Pengembangan Bahan Pembelajaran SD. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Sukarno, Supardi Ahmad. 1990. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana. Usa, Muslich. Pendidikan Islam di Indonesia, antara cita dan fakta. Yogyakarta: PT Tiara Wacana. Wan Daud, Wan Mohd. 2003. Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas. cetakan pertama. Bandung: Mizan Media Utama (MMU) Zakiah Daradjat, et. al,Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : bumi Aksara, 2000), cet. IV.
1113e8a6-f759-4d53-978e-b6cdce922e5c
https://jurnal.uns.ac.id/Arsitektura/article/download/29118/20244
ARSITEKTURA V ol 16, No.1, 2018; halaman 87-98 Jurnal Ilmiah Arsitektur dan Lingkungan Binaan ISSN:1693-3680 (PRINT) E- ISSN:2580-2976 (ONLINE) https://jurnal.uns.ac.id/Arsitektura DOI: https://dx.doi.org/10.20961/arst.v17i1.29118 Received : April 7, 2019 Revised : April 11, 2019 Accepted : April 11, 2019 Avaislable online: April 30, 2019 ## T HE S TUDY O F M ALANG T HEMATIC K AMPONG A S A P OTENTIAL ## I NTERNATIONAL T OURISM D ESTINATION W ITH T HE G ENIUS L OCI C ONCEPT ## K AJIAN P OTENSI W ISATA I NTERNASIONAL K AMPUNG T EMATIK K OTA ## M ALANG DENGAN K ONSEP G ENIUS L OCI Debri Haryndia Putri 1* , Titi Ayu Pawestri 2 Programme Study of D4 Graphic Design, Brawijaya University 1 *debriputri@ub.ac.id * Programme Study of D4 Graphic Design, Brawijaya University 2 ## Abstract Thematic Kampong is one of the government's efforts to overcome settlements problem aimed to improve the quality of the environment through the area arrangement and development based on the dynamic of local uniqueness and potency. Currently, Malang has about 78 Thematic Kampongs. So, the purpose of this research is to analyze the implementation of Genius Loci concept on the Malang Thematic Kampongs. The result of this analysis could be a guideline design to develop the Thematic Kampong into international tourism destinations in Malang. Therefore, this research is using qualitative descriptive method with phenomenology approached. To analyze the readiness of potential international tourism destination on all Thematic Kampongs, this research is using quantitative methods with questionnaire technique. The result shows that the 3G Kampong has succeeded in applying the concept of Genius Loci in its development and very potential to become an international tourist village. Keywords: thematic kampong, genius loci, tourist destination ## 1. PENDAHULUAN Kampung tematik adalah sebuah upaya menata dan mengembangkan kawasan berbasis potensi lokal yang unik dan dinamis (Ujianto, Zahro, dan Maringka, 2018). Saat ini, kampung tematik menjadi garda terdepan pembangunan pariwisata Kota Malang. Saat ini, Kota Malang telah memiliki sekitar 78 kampung yang tersebar di penjuru Kota Malang (Suryo, 2017). Akan tetapi, tidak semua kampung tematik ini memiliki keberlanjutan secara sosial, ekonomi, lingkungan dan mengangkat lokalitas sebagai nilai jual dalam bersaing secara global. Lokalitas merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari konsep genius loci dalam keilmuan arsitektur (Winarni, 2011). Kata “ Genius ” merujuk kepada karakter penanda elemen alam tertentu, sedangkan kata “ Loci ” berarti tempat atau lokal, sehingga kata Genius yang disandingkan dengan kata Loci menjadi bermakna keunikan lokal, potensi lokal, keautentikan suatu lokalitas tertentu (Artiningrum dkk, 2017). Menurut Norberg- Schulz (1991), semua tempat di dunia ini memiliki jiwa. Konsep Genius Loci merefleksikan keunikan dari sebuah tempat, yang membedakan satu tempat dengan tempat yang lain. Genius Loci ( spirit of place ) dianggap menyimbolkan kekuatan “karakter” yang diwakili oleh “atmosfer” yang menjadikan suatu “ruang” yang merupakan perwujudan elemen tiga dimensi menjadi bermakna dan memberikan pengalaman ruang bagi penggunanya yang bergantung pada perlakuan konkret pengguna terhadap elemen ruang (Dewi, Putra dan Priautama, 2017). Selain memberikan nilai jual tersendiri yang membedakan dengan karakter destinasi pariwisata daerah lainnya, konsep ini juga dapat memberikan keberlanjutan dalam kehidupan masyarakat. Dalam mewujudkan spirit of place , terdapat 4 parameter utama yaitu: a. Physical control (pengendalian iklim untuk keseimbangan alam) b. Functional frame (fungsi ruang untuk kegiatan manusia) c. Social Milleau (representasi sistem sosial sebagai satu kesatuan) d. Cultural Symbolization (simbol budaya sebagai obyek hasil karya manusia) Sebagai salah satu jenis perwujudakan kampung wisata, kampung tematik merupakan wujud integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat di mana terdapat sekelompok wisatawan yang dapat tinggal atau berdekatan dengan lingkungan tradisional tersebut untuk belajar mengenai kehidupan masyarakatnya. Berdasarkan ketiga bentuk integrasi tersebut, untuk menjadi sebuah destinasi wisata bertaraf internasional, kampung tematik harus memiliki 3 elemen desa/kampung wisata (Istoc, 2012) yaitu elemen dasar (primary elements) meliputi fasilitas budaya dan tatanan fisik lingkungan, elemen sekunder (secondary elements) yang meliputi fasilitas-fasilitas pendukung kehidupan warga dan wisatawan seperti pasar, penginapan dan lain sebagainya, serta elemen tambahan (additional elements) yang meliputi fasilitas pendukung pada sebuah kawasan wisata seperti fasilitas aksesibilitas, sarana transportasi dan parkir, dan pusat informasi untuk turis. Selama ini keberadaan kampung-kampung tematik di Malang belum dapat menunjukkan keberlanjutan secara sosial budaya, ekonomi, serta belum mengedepankan konsep genius loci di dalam perancangannya. Keberadaan kampung tematik tersebut belum menjadi bagian keseharian dari para warga. Selain itu sebagai sebuah destinasi wisata, kampung tematik yang sekarang menjamur di Kota Malang muncul secara instan dan dipaksa untuk menjadi destinasi wisata dengan cepat dalam volume yang besar tanpa perancangan strategi pengembangan yang komprehensif dengan mempertimbangkan keberadaan tiga elemen dasar desa/kampung wisata sebagai modal bagi kampung-kampung tematik di Kota Malang menjadi destinasi wisata internasional. Kondisi-kondisi tersebut tentu sangatlah mengkhawatirkan, apabila suatu saat trend kampung tematik telah memudar dan tingkat kunjungan wisatawan mulai berkurang, maka tidak ada keberlanjutan bagi kehidupan masyarakat kampung tersebut. ## 2. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan dua buah metode yaitu metode kualitatif dengan pendekatan secara fenomenologi dan metode kuantitatif dengan teknik kuesioner. Metode kualitatif fenomenologi digunakan peneliti untuk mendeskripsikan potensi ketiga kampung yang menjadi obyek studi yaitu Kampung 3G, Kampung Warna-warni, dan Kampung Topeng dari sisi pengaplikasian 4 parameter Genius Loci antara lain Physical control , Functional frame, Social Milleau, Cultural Symbolization sebagai manifestasi aspek keberlanjutan bagi kehidupan masyarakat kampung. Sedangkan metode kuantitatif melalui kuesioner yang dibagikan kepada 35 responden yang digunakan peneliti untuk melakukan analisa 3 elemen dasar yang wajib dimiliki kampung wisata bertaraf internasional yang meliputi: a. Primary elements, meliputi fasilitas budaya dan tatanan fisik lingkungan b. Secondary element yang meliputi fasilitas- fasilitas pendukung kehidupan warga dan wisatawan seperti pasar, penginapan dan lain sebagainya c. Additional elements yang meliputi fasilitas pendukung pada sebuah kawasan wisata seperti fasilitas aksesibilitas, sarana transportasi dan parkir, dan pusat informasi untuk turis. ## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN ## 3.1 Gambaran Umum Kampung 3G Kampung Glintung Go Green (3G) dahulu merupakan kampung kumuh dengan berbagai masalah sosial dan lingkungan. Secara geografis, kampung ini terletak di Jl. S. Parman, RW 23, Kelurahan Purwantoro, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur. Sebelum kampung ini berdiri, kawasan Glintung merupakan daerah resapan air yang berfungsi dengan sangat baik (Utami, 2017). Seiring kebutuhan masyarakat akan tempat bermukim, kampung 3G menjadi padat dan menimbulkan banyak permasalahan antara lain: a. Banjir b. Kekeringan c. Infrastruktur pemukiman yang buruk d. Angka kriminalitas yang tinggi e. Tingkat kesehatan masyarakat yang rendah f. Tingkat perekonomian masyarakat yang rendah Melihat kondisi tersebut, pada tahun 2012, Ketua RW 23, Ir. H. Bambang Irianto, mencoba mengubah keadaan kampong bersama masyarakat. Inisiatifnya adalah merubah wajah kampong yang diwujudkan dalam sebuah gerakan sosial berbasis penghijauan bernama Glintung Go Green (3G). Pada tahun 2013, gerakan ini berbuah hasil, masyarakat mulai sadar akan pentingnya lingkungan permukiman yang sehat dikarenakan kondisi Kampung 3G yang semakin membaik dan bebas dari banjir. Kampung 3G mendapatkan banyak penghargaan sebagai kampong tematik berbasis penghijauan dan konservasi air. Puncaknya adalah, terpilihnya Kota Malang melalui Gerakan Menabung Air - Kampung 3G sebagai 15 shortlisted city for Guangzhou International Award of Urban Innovation. ## 3.2 Gambaran Umum Kampung Warna- Warni Kampung Warna-Warni Jodipan merupakan salah satu kampung tematik yang berada tepat ditengah Kota Malang. Lokasinya yang berada di Jalan Gatot Subroto atau tepat di bawah jembatan Embong Brantas. Pada awalnya, kampung merupakan kampung kumuh yang berdiri dibantaran Sungai Brantas. Sebelumnya, masyarakat di kampung Jodipan ini memiliki kesadaran yang rendah akan menjaga lingkungangannya yang menyebabkan beragam masalah yang timbul (Aeni, 2017) antara lain: a. Sampah b. Bau tidak sedap dan menyengat c. Infrastruktur yang tidak terawat dan rusak d. Tingginya angka kriminalitas yang dikarenakan rendahnya tingkat ekonomi masyarakat, e. Tingkat kesehatan yang rendah dan lingkungan yang tidak sehat. Gambar 1. Area Masuk Kampung 3G Gambar 2. Deretan Tanaman Hidroponik Penghias Kampung Gambar 3. Area Terbuka Hijau di Lingkungan Kampung 3G Selain kondisi lingkungan yang kumuh dan tidak sehat, lokasi dari kampung ini juga melanggar Peraturan Daerah ( Perda ) Kota Malang Nomor 1 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung. Dalam aturan tersebut, menjelaskan bangunan dan garis sempadan untuk keamanan, keindahan dan penataan kota. Ide awal perbaikkan Kampung Jodipan menjadi kampung Warna-Warni di Kota Malang ini digagas oleh sekelompok mahasiswa yang berupaya untuk merubah kampung yang awalnya terlihat kotor menjadi lebih indah dan memiliki nilai jual visual. Cara yang dipilih yaitu dengan membuat kampung tematik dengan konsep berwarna-warni seperti Desa Favela di Rio De Janeiro, Brazil. Upaya para mahasiswa ini dinilai cukup berhasil, kampung yang awalnya akan digusur oleh Pemerintah Kota Malang ini, diresmikan dan ditetapkan sebagai salah satu tujuan wisata baru di Kota Malang. ## 3.3 Gambaran Umum Kampung Topeng Kampung Topeng ini merupakan sebuah kampung yang awalnya merupakan lahan kosong yang dibuat menjadi pemukiman untuk anak jalanan. Pembuatan Kampung ini sepenuhnya dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Malang. Kampung wisata tematik ini merupakan salah satu kampung tematik yang menggunakan konsep pelestarian budaya khas Kota Malang, yaitu Topeng Malangan. Kampung Topeng ini tepatnya berada di Desa Menanti yang berjarak sekitar 15 km dari pusat Kota Malang. Kampung Topeng merupakan salah satu upaya pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia melalui program “Desaku Menanti” dari Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial, Kementerian Sosial Republik Indonesia yang bertujuan untuk merehabilitasi anak jalanan, gelandangan, dan pengemis. Kampung Topeng merupakan wadah memukimkan para Anjal dan Gepeng agar dapat menjadi warga yang bermartabat dengan diberikan tempat yang layak serta didampingi dalam melakukan proses bermukim dengan aktivitas yang dapat melakukan peningkatan taraf hidup serta memajukan pendapatannya (Subadyo, 2018). Proses pemukiman mereka dilakukan dengan cara persuasif, melalui seleksi ini agar para Anjal dan Gepeng berkomitmen untuk berbenah diri dan tidak kembali mengemis dijalan. Tema Topeng Malangan dipilih dengan alasan bahwa salah satu ikon dan identitas kota Malang yang bisa dengan mudah diapresiasi oleh masyarakat adalah keberadaan kesenian dan budaya topeng malangan. Tema ini cukup potensial untuk ditingkatkan agar Kampung Topeng dapat menjadi sebuah destinasi wisata baru di Kota Malang. Gambar 4 Visualisasi Kampung Warna-Warni Gambar 5. Visualisasi Koridor Jalan Kampung Warna-Warni 3.4 Analisa Penerapan Konsep Genius Loci dan Standar Kampung Wisata Internasional pada Kampung 3G Pada Kampung 3G, kontrol fisik yang paling menonjol adalah gerakan penghijauan dan konservasi air. Gerakan penghijauan diperuntukkan untuk mengurangi ancaman banjir, mengontrol kebutuhan masyarakat akan udara bersih, menjaga kelembaban udara, melindungi pemukiman dari sengatan matahari berlebih, menurunkan temperatur lingkungan dan penanganan kebisingan akibat dekatnya jarak pemukiman dengan jalan raya dan rel kereta api. Secara visual, gerakan ini tampak sangat jelas pada keberadaan tanaman seperti sayur mayur, hidroponik, toga, dan bunga pada area pintu masuk kampung, dinding batas kampung sepanjang jalan utama, area publik seperti taman dan area depan rumah warga. Kampung 3G muncul sebagai sebuah jawaban dari permasalahan lingkungan yang ada, visualisasi kampung yang estetis merupakan nilai tambah dari keberadaan area penghijauan tersebut. Di saat kampong tematik lain lebih menawarkan keatraktifan visualnya, kampung ini telah menerapkan konsep Genius Loci dengan mengangkat penghijauan dan konservasi air sebagai spirit of place dan menemukan fungsi utamanya dalam merevitalisasi lingkungannya sehingga Kampung 3G memiliki nilai keberlanjutan yang tinggi. Kampung 3G telah mampu memenuhi aspek functional frame dari konsep genius loci dimana kampung ini telah mewadahi kebutuhan dan aktivitas warga akan pemukiman yang sehat. Sebagai sebuah destinasi wisata, kampung 3G juga telah mewadahi aktivitas berswafoto pengunjung melalui peletakkan area-area foto serta penataan area-area penghijauan secara estetis. Namun, perubahan area privat menjadi area publik mengakibatkan belum terwadahinya beberapa aktvitas pengunjung antara lain loket, area parkir, rest area, guest house serta pertokoan yang menjual merchandise kampung yang khas. Aspek Social milleu tampak pada hubungan sosial yang terjadi pada kampung tersebut telah terjalin dengan sangat baik. Ketua RW sebagai koordinator warga telah melakukan fungsinya, hubungan sosial warga yang diwujudkan dalam gotong royong membentuk ruang-ruang terbuka hijau menjadi spirit of place Kampung 3G. Warga yang proaktif merupakan salah satu aspek social milleu yang mendukung keberlanjutan sebuah kampung tematik. Aspek cultural symbolization pada Kampung 3G terbentuk dari area-area penghijauan dan konservasi air pada Kampung 3G yang menyampaikan pesan budaya gotong royong pada masyarakat Indonesia. Perubahan peran Kampung 3G menjadi sebuah destinasi wisata baru yang memiliki fasilitas spot foto bagi pengunjung sebagai bagian dari sebuah kampung tematik merupakan simbol budaya millenial. Kampung 3G telah siap menjadi kampung wisata internasional berdasarkan Standar Kampung Wisata Internasional (Istoc, 2012) yang terdiri dari 3 elemen seperti primary elements (keberadaan galeri, bengkel, karakteristik tematik, visualisasi yang menarik, area tematik dan area hijau), secondary elements (keberadaan pasar, kios, restoran, dan hotel / penginapan), serta additional elements (keberadaan akses ke lokasi, transportasi umum, area parkir dan signage ). Untuk menilai penerapan setiap Gambar 6 . Visualisasi Area Pintu Masuk Kampung Topeng Gambar 7. Area Bermain pada Kampung Topeng elemen, peneliti menggunakan metode kuantitatif dengan teknik kuesioner yang diberikan kepada 35 pengunjung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kampung 3G telah mampu memenuhi seluruh elemen dalam primary elements pada standar kampung wisata internasional. Sebanyak 19 pengunjung (54,3%) menyatakan bahwa Kampung 3G telah memiliki galeri / museum yang berfungsi sebagai tempat untuk menampilkan fitur khas desa. Selain itu, total 20 pengunjung (31,4%) menyatakan bahwa kampung tematik ini telah memiliki fasilitas workshop sebagai platform untuk memperkenalkan budaya desa. Selanjutnya, 23 pengunjung (65,7%) menyatakan bahwa karakteristik yang dimiliki oleh kampung 3G dapat menjadi bahan pembelajaran dan menambah pengetahuan. Kemudian, 26 pengunjung (74,3%) menyatakan bahwa visualisasi area-area penghijauan pada kampung menjadi adalah daya tarik utama kampung 3G. 21 orang (54,3%) menganggap bahwa desa tersebut memiliki area tematik berupa area penghijauan serta area konservasi air yang menjadi ciri khas serta unique selling point Kampung 3G. Dan pada pertanyaan elemen primer yang terakhir, hasil jawaban 35 orang responden (100%) menunjukkan bahwa kampung tematik 3G memiliki area hijau / taman sebagai area penghijauan desa dan daya tarik utama dari Desa Tematik. Dari penjelasan di atas, dapat dilihat, bahwa sebagai kampung teamtik, Kampung 3G telah mampu memenuhi enam elemen dalam elemen primer dari standar kampung wisata internasional. Dari hasil kuesioner secondary elemenst , dapat dilihat bahwa Kampung 3G hanya mampu memenuhi dua dari empat aspek standar yaitu ketersediaan kios dan restaurant pada area kampung. Dari hasil analisa kuesioner dapat dilihat bahwa keberadaan pasar/tempat perbelanjaan pada area kampung dijawab oleh 7 pengunjung (20%). 21 pengunjung (60%) menyatakan pada kampung ini telah tersedia toko/kios lokal. Kemudian, 18 pengunjung (51,4 %) menyatakan akan ketersediaan area makan/restoran di area kampung. Terakhir, hanya 8 orang (22,9%) menyatakan jika kampung memiliki fasilitas hotel/penginapan. Dari hasil tersebut dapat diketahui, jika kampung tematik 3G hanya mampu memenuhi 2 dari 4 unsur elemen sekunder kampung wisata Internasional. Hal ini menunjukkan bahwa Kampung 3G belum mampu memenuhi aspek sekunder kampung wisata internasional, uantuk itu kedepannya, pengembangan kampung 3G sebagai destinasi wisata internasional sebaiknya diarahkan untuk pemenuhan fasilitas-fasilitas elemen sekunder tersebut. Hasil kuesioner additional elements menunjukkan bahwa Kampung 3G telah mampu memenuhi semua elemen tambahan standar kampung wisata internasional. Untuk aspek unsur akses/jalan, 26 orang pengunjung di kampung 3G (74,9 %) menyatakan jalanan mudah dilalui/ditemukan. Lalu 19 orang (54,9%) orang menyatakan jika dapat ditemukan transportasi umum di sekitaran kampung tematik. Untuk area parkir sendiri, 20 orang (57,1%) menyatakan akan ketersediaannya area untuk parkir bagi kendaraan roda 2 ataupun 4. Terakhir, 28 orang (31,4%) menyatakan jika signage/papan petunjuk di kampung tematik dapat lebih memudahkan pengunjung. Hasil dari diagram diatas, dapat menunjukkan jika Kampung 3G mampu memenuhi semua unsur pembentuk additional element agar kampung 3G dapat menjadi kampung wisata internasional. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Kampung 3G telah berhasil memenuhi 2 dari 3 elemen standar kampung wisata seperti pada gambar 4. Hal ini menunjukkan bahwa Kampung Tematik 3G telah didesain dengan menggunakan konsep genius loci dan telah siap untuk dikembangkan menjadi sebuah destinasi wisata internasional. 3.5 Analisa Penerapan Konsep Genius Loci dan Standar Kampung Wisata Internasional pada Kampung Warna- Warni Keberadaan Kampung Jodipan pada dasarnya melanggar Undang-undang Nomor 1 tahun 2011 pasal 140 tentang Perumahan dan kawasan permukiman, dimana “Setiap orang dilarang membangun, perumahan, dan/atau permukiman di tempat yang berpotensi dapat menimbulkan bahaya bagi barang ataupun orang.” yang dimaksud dengan “tempat yang berpotensi dapat menimbulkan bahaya” antara lain, sempadan rel kereta api, bawah jembatan, daerah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), Daerah Sempadan Sungai (DSS), daerah rawan bencana, dan daerah kawasan khusus seperti kawasan militer. Dari pasal tersebut secara aspek physical control, kampung Warna-Warni tidak berhasil menerapkan kontrol fisik terhadap lingkungannya. Berbagai permasalahan lingkungan banyak ditemui pada Kampung Warna-Warni antara lain gangguan akustik akibat dekatnya jarak lokasi pemukiman dengan rel kreta api dan jalan raya, polusi udara dalam bentuk asap maupun debu akibat banyaknya kendaraan bermotor yang lalu lalang, serta kondisi saluran pembuangan yang kurang lancar atau terhambat yang menjadi penyebab timbulnya bau yang tidak sedap pada lingkungan kampung. Namun sebenarnya, masyarakat dan pemerintah telah melakukan beberapa kontrol fisik pada lingkungannya yang cukup mempengaruhi psikologi pengunjung antara lain merancang area peneduh berupa barisan payung yang digantung berjajar, membangun jebatan yang menghubungkan dua buah sisi kampung yang terpisah oleh sungai sehingga memudahkan aksesibilitas warga dan pengunjung, serta penempatan tanaman artificial untuk menambah estetika kampung. Secara functional frame , kampung tematik ini diciptakan guna memenuhi kebutuhan masyarakat milenial saat ini, yaitu untuk berfoto dan mengabadikan momen. Kampung Jodipan yang awalnya merupakan pemukiman yang bersifat privat beralih fungsi menjadi publik ketika mulai dijadikan tujuan wisata. Dinding dan atap rumah dicat warna-warni, area teras dan ruang tamu rumah warga berubah menjadi toko, area jalan warga dihias dengan berbagai pernik dekorasi seperti payung yang berfungsi sebagai peneduh serta bunga-bunga artificial sebagai penambah nilai estetika, dan beberapa area terbuka pemukiman berubah fungsi menjadi area peristirahatan bagi para pengunjung. Genius Loci dari kampung ini terletak pada perubahan visualisasi kampung akibat perubahan status kampung menjadi tempat wisata, namun perubahan ini tidak diikuti dengan perubahan pola kebiasaan atau kegiatan warganya, sehingga kedepannya perlu adanya edukasi bagi terkait perubahan perilaku yang dapat mendukung fungsi Kampung Jodipan sebagai salah satu tujuan wisata. Aspek Social Millieu pada kampung Jodipan dapat dilihat pada hubungan antara penduduk dengan penduduk, penduduk dengan pengunjung dan juga hubungan antara penduduk dengan Pemerintah. Aspek Social Milleu pada kampung Jodipan ini didominasi oleh sistem sosial yang dibentuk oleh Pemerintah Kota Malang dengan warga. Kampung yang pada awalnya hendak digusur karena menyalahai Peraturan Daerah tentang mendirikan bangunan ini, kini mendapat perhatian dan perlindungan khusus dari Pemerintahan Kota Malang. Selain itu terjalin pula hubungan antara warga dengan pengunjung yang mampu menghasilkan perubahan positif antara lain peningkatan 0 10 20 30 40 50 60 70 Primary Element Seconda ry Element Additio nal Element Keterpenuhan Aspek pada Obyek Studi 68.8 38.8 66.4 P er sen tase Gambar 8. Hasil Kesimpulan Kuisioner Standar Kampung Wisata Internasional pada Kampung 3G perekonomian melalui perubahan profesi warganya menjadi pedagang. Kesadaran warga akan perubahan status kampung juga membentuk sistem sosial yang baik di antara warga yang membentuk perasaan memiliki pada kampung yang berdampak pada kemauan semua warga untuk bergotongroyong dalam merevitalisasi kampung. Kampung ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat modern unuk berswafoto yang merupakan murni wisata yang ditawarkan oleh Kampung Jodipan. Secara cultural symbolization keunggulan visual di Kampung Jodipan ini tidak diimbangi dengan inovasi lain yang dapat meningkatkan sustainabilitas kampung. Berdasarkan analisa dan evaluasi penerapan standar kampung wisata internasional, Kampung Warna-warni belum cukup siap untuk menjadi sebuah destinasi wisata internasional. Standar Kampung Wisata Internasional (Istoc, 2012) terdiri dari 3 elemen seperti elemen primer (keberadaan galeri, bengkel, karakteristik tematik, visualisasi yang menarik, area tematik dan area hijau), elemen sekunder (keberadaan pasar, kios, restoran, dan hotel / penginapan), serta elemen tambahan (keberadaan akses ke lokasi, transportasi umum, area parkir dan signage ). Untuk menilai penerapan setiap elemen, peneliti menggunakan metode kuantitatif dengan teknik kuesioner yang diberikan kepada 35 pengunjung. Standar elemen primer kampung wisata internasional terdiri atas 6 unsur. Dari diagram 5 dapat diketahui jika 13 orang pengunjung (37,1%) menyatakan jika Kampung Warna- Warni Jodipan memiliki gallery /museum yang dijadikan tempat untuk menampilkan ciri khas dari kampung itu. Selaian itu hanya 11 pengunjung (31,4%) menyatakan jika kampung tematik memiliki workshop khusus sebagai tempat untuk memperkenalkan budaya ciri khas kampung. Selanjutnya, 13 pengunjung (37,1%) menyatakan jika ciri khas yang dimiliki oleh kampung tematik dapat menjadi bahan pembelajaran dan menambah ilmu. Kemudian 30 pengunjung (85,7%) visualisasi dari kampung merupahan hal yang menarik dari kampung tematik tersebut. 16 orang (45,7%) menganggap jika kampung memiliki area khusus yang merupakan ciri khas kampung tematik. Terakhir, hanya 10 orang pengunjung (28,6%) menunjukkan jika kampung memeiliki area hijau/taman sebagai area penghijau kampung. Dari penjelasan dapat diketahui, jika kampung tematik hanya mampu memenuhi 1 dari 6 unsur, yaitu terpenuhinya unsur keunikan atau kelebihan visual. Standar secondary element sendiri terbagi menjadi 4 unsur yaitu pasar/tempat perbelanjaan, toko/kios lokal, restoran/tempat makan dan hotel/penginapan. Untuk pasar/tempat perbelanjaan dari diagram 6 dapat diketahui bahwa 10 pengunjung (28,5%) menyatakan akan tersedianya unsur pasar dalam kampung. Kemudian 31 pengunjung (88,5%) menyatakan tersedianya toko/kios lokal berada di dalam kampung tematik. Lalu juga 21 pengunjung (60%) menyatakan akan ketersediaan area makan/restoran di area kampung. Terakhir, hanya 5 orang (14,2%) menyatakan jika kampung memiliki fasilitas hotel/penginapan di kampung tematik tersebut. Dari hasil tersebut mampu dikatakan, jika kampung tematik Warna-Warni Jodipan mampu memenuhi 2 dari 4 unsur secondary element kampung wisata Internasional. Terwujud dengan banyaknya pengunjung yang menyatakan adanya fasilitas akan toko/kios lokal dan tempat makan di kampung tematik tersebut. Elemen selanjutnya merupakan additional element yang terbagi menjadi 4 unsur, yaitu unsur akses/jalan menuju lokasi, transportasi umum menuju/sekitar kampung tematik, area parkir pengunjung dan signage atau papan penunjuk. Pada diagram 7 dapat dilihat bahwa untuk unsur akses/jalan, 25 orang (71,4 %) menyatakan jalanan mudah dilalui/ditemukan. Lalu 21 orang (60%) orang menyatakan jika dapat ditemukan transportasi umum untuk menuju atau melalui kampung tematik. Untuk area parkir sendiri, 22 orang (62,9%) menyatakan akan ketersediaannya lahan. Terakhir, 11 orang (31,4%) menyatakan jika signage/apan petunjuk di area kampung tematik cukup membantu pengunjung. Pemaparan diatas dapat menunjukan terpenuhinya 3 unsur dari 4 unsur additional element. Pada kampung Warna-Warni Jodipan dapat diketahui akan kurangnya Signage . Dari hasil analisa kuesioner seperti yang tampak pada gambar 5, dapat disimpulkan jika kampung Warna-Warni belum dapat memenuhi standar elemen untuk menjadi kampung wisata internasional. hanya mampu memenuhi 1 dari 3 standar kampung wisata internasional yaitu additional elements, Oleh karena itu diperlukan adanya inovasi demi perkembangan dan kemajuan kampung wisata tematik itu sendiri. 3.6 Analisa Penerapan Konsep Genius Loci dan Standar Kampung Wisata Internasional pada Kampung Topeng Aspek Physical Contro l dari kampung Topeng merupakan salah satu daya tarik kampung. Kampung Topeng dibangun tanpa merusak alam, kondisi area –area permukiman dirancang mengikuti kontur tanah, keberadaan area kampung yang jauh dari kota, sehingga pemukiman tidak banyak mengalami gangguan yang bersifat alam seperti cahaya, cuaca, akustik, debu, dan asap. Hal tersebut didukung dengan penataan vegetasi yang di area pemukiman yang secara keseluruhan mampu mempengaruhi psikologis pengunjung. Pengunjung akan merasa fresh dan segar ketika melihat banyaknya warna hijau disekeliling area kampung. Secara aspek functional frame, kampung ini telah dikondisikan terbagi atas zona wisata bagi pengunjung dan zona tempat tinggal bagi warganya. secara baik Hal ini disebabkan kampung ini merupakan kampung buatan yang terbentuk karena peran Dinas Sosial Kota Malang, sehingga pembagian-pembagian area kampung yang sifatnya publik (area bermain dan spot foto) serta area privat (rumah warga) sudah cukup baik. Aspek Sosial Milleu pada Kampung Topeng tidak terbentuk secara baik karena penghuninya merupakan anak jalanan, gelandangan dan pengemis yang awalnya tidak memiliki tempat tinggal. Penduduk Kampung Topeng berasal dari banyak tempat dan tidak memiliki kedekatan secara batin dan emosional, hal ini menyebabkan kurangnya rasa saling memiliki satu sama lain antara penduduk satu dengan penduduk lain. Hubungan antar warga kampung juga tidak terlalu erat dan tidak menghasilkan kesinergian yang berpotensi menjadi menjadi spirit of place dari kampung tersebut. Aspek Cultural Symbolization sangat tampak terlihat pada visualisasi budaya Topeng Malangan yang mendominasi wajah kampung. Kampung ini dirancang memiliki konsep wisata edukatif melalui pengenalan budaya Indonesia khususnya Topeng Malangan yang merupakan budaya khas Malang sebagai salah satu wujud upaya pelestarian budaya. Pada aspek ini, kampung Topeng sangat dimungkinkan untuk berkembang namun karena semua penduduk adalah pendatang, penduduk kurang aktif dalam upaya pengembangan kampung. Konsep kampung yang upaya pengembangannya berpusat pada Dinas Sosial Kota Malang ini ditakutkan tidak dapat memberikan keberlanjutan bagi kehidupan masyarakat kampung tersebut. Berdasarkan analisa dan evaluasi penerapan standar kampung wisata internasional, Kampung Warna-warni belum cukup siap untuk menjadi sebuah destinasi wisata internasional. Standar Kampung Wisata Internasional (Istoc, 2012) terdiri dari 3 elemen seperti primary elements (keberadaan galeri, bengkel, karakteristik tematik, visualisasi yang menarik, area tematik dan area hijau), secondary elements (keberadaan pasar, kios, restoran, dan hotel / penginapan), serta additional elements (keberadaan akses ke lokasi, transportasi umum, area parkir dan signage ). Untuk menilai penerapan setiap 0 10 20 30 40 50 60 Primar y Eleme nt Second ary Eleme nt Additi onal Eleme nt Keterpenuhan aspek pada obyek studi 44.3 47.8 56.4 P er sen tase Gambar 9. Hasil Kesimpulan Kuisioner Standar Kampung Wisata Internasional pada Kampung Warna-Warni Source: Putri, 2018 elemen, peneliti menggunakan metode kuantitatif dengan teknik kuesioner yang diberikan kepada 35 pengunjung. Kampung Topeng telah berhasil memenuhi standar kampung wisata internasional pada aspek primary elements sebab 4 dari 6 unsur primary elements telah hadir pada area kampung tematik ini meliputi tersedianya fasilitas gallery/museum, tersedianya workshop budaya, keunggulan ciri khas yang dijunjung dan area hijau/taman di kampung. 24 orang pengunjung (68,6%) menyatakan jika Kampung Tematik Topeng, Desa Menanti memiliki gallery /museum yang dijadikan tempat untuk menampilkan ciri khas dari kampung itu. Juga 23 pengunjung (65,7%) menyatakan jika kampung tematik memiliki workshop khusus sebagai tempat untuk memperkenalkan budaya ciri khas kampung. Selain itu 32 pengunjung (91,4%) menyatakan jika ciri khas yang dimiliki olrh kampung tematik dapat menjadi bahan pembelajaran dan menambah ilmu. Kemudian 13 pengunjung (37,1%) menyatakan jika kampung tematik cukup menarik dalam hal visualisasi kampung sendiri. 16 orang (45,7%) menganggap jika kampung memiliki area khusus yang merupakan sebagai ciri khas kampung tematik. Terakhir, 32 orang pengunjung (91,4%) menyatakan jika kampung memiliki area hijau/taman sebagai area penghijauan kampung. Standar secondary element dibagi lagi menjadi 4 aspek yaitu pasar/tempat perbelanjaan, toko/kios lokal, restoran/tempat makan dan hotel/penginapan. Dari hasil evaluasi kuesioner dapat dilihat bahwa pasar/tempat perbelanjaan, 5 pengunjung (14,3%) menyatakan akan tersedianya unsur pasar dalam kampung. Kemudian 22 pengunjung (62,9%) menyatakan tersedianya toko/kios lokal berada di dalam kampung tematik. Lalu juga 22 pengunjung (62,9%) menyatakan akan ketersediaan area makan/restoran di area kampung. Terakhir, hanya 11 orang (31,4%) menyatakan bahwa kampung memiliki fasilitas hotel/penginapan di kampung tematik tersebut. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan, jika kampung tematik Kampung Topeng, Desa Menanti mampu memenuhi 2 dari 4 unsur secondary element kampung wisata Internasional, yaitu pada unsur keberadaan fasilitas toko/kios lokal dan area makan. Elemen yang terakhir merupakan additional element yang dibagi menjadi 4 unsur, yaitu unsur akses/jalan menuju lokasi, transportasi umum menuju/sekitar kampung tematik, area parkir pengunjung dan signage atau papan penunjuk. Pada unsur akses/jalan, 9 orang (25,7%) menyatakan jalanan mudah dilalui/ditemukan. Lalu 5 orang (14,3%) orang menyatakan jika dapat ditemukan transportasi umum untuk menuju atau melalui kampung tematik. Untuk area parkir sendiri, 22 orang (62,9%) menyatakan akan ketersediaannya lahan. Terakhir, 23 orang (65,8%) menyatakan jika signage/apan petunjuk di area kampung tematik cukup membantu pengunjung. Dari hasil analisa di atas, pada gambar 6, dapat disimpulkan bahwa Kampung Topeng belum dapat memenuhi standar kampung wisata internasional. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan maupun inovasi dari sisi fasilitas untuk meningkatkan potensi wisata kampung tematik Topeng agar dapat memberikan aspek keberlanjutan bagi warganya. Dari penjabaran konsep genius loci pada masing-masing kampung sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kampung 3G merupakan kampung tematik yang berhasil menerapkan keempat parameter konsep Genius Loci . Sedangkan, Kampung Kampung Topeng mampu menerapkan 3 parameter, dan 0 10 20 30 40 50 60 70 Primary Element Secondary Element Additional Element Keterpenuhan Aspek pada Obyek Studi 66.7 42.9 42.1 Pe rs en ta se Gambar 10. Hasil Kesimpulan Kuisioner Standar Kampung Wisata Internasional pada Kampung Topeng Kampung Warna Warni hanya mampu menerapkan 2 parameter. Dari penilaian standar Kampung Wisata Internasional yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa Kampung 3G unggul dengan memenuhi 2 elemen standar kampung wisata internasional yaitu elemen primer dan elemen tambahan, sedangkan Kampung Topeng memenuhi 1 elemen yaitu elemen primer, dan yang paling terakhir adalah Kampung Warna Warni Jodipan yang hanya memenuhi 1 elemen saja dan bukan elemen utama yaitu elemen tambahan. Hal ini menunjukkan diantara ketiga kampung Kampung 3G telah dirancang secara komprehensif dan memiliki nilai sustainabilitas yang tinggi bagi warganya serta cukup potensial dalam pengembangannya sebagai destinasi wisata internasional sehingga apabila trend kampung tematik memudar, kampung 3G dapat tetap bertahan. Adapun rekomendasi desain dan pengembangan fasilitas yang harus dipenuhi oleh Kampung 3G adalah sebagai berikut: a. Penambahan fasilitas penginapan dan pasar pada area kampung. Fasilitas penginapan pada Kampung 3G dapat mengguaakan beberapa rumah warga yang ada mengingat luas kampung yang tidak cukup besar. b. Penguatan branding Kampung 3G melalui kegiatan yang dapat memberdayakan warga melalui hasil produk buatan warga yang dapat dijual sebagai produk khas dari Kampung 3G ## 4. KESIMPULAN Untuk mengembangkan program kampung tematik, pemerintah, masyarakat dan akademisi harus mempertimbangkan faktor- faktor lain selain aspek visual antara lain kontrol fisik kampung terhadap lingkungan alam sekitarnya, fungsi ruang dan bangunan yang dirancang pada area kampung yang digunakan untuk mengakomodasi kegiatan warga dan wisatawan, struktur sosial warga serta simbol budaya yang tercipta dari keberadaan kampung tematik tersebut. Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa Kampug Tematik 3G yang dirancang dengan memprioritaskan kontrol fisik dalam merevitalisasi masalah lingkungan dan kondisi permukimannya mampu berkembang menjadi kampung tematik yang memiliki nilai berkelanjutan yang tinggi. Dalam pengembangan lebih lanjut, untuk menjadikan kampung tematik di Malang menjadi tujuan wisata internasional, maka sebuah kampung tematik harus memenuhi tiga aspek standar kampung wisata internasional. Kampung tematik 3G telah mampu memenuhi 2 dari 3 aspek standar kampung wisata internasional dibandingkan dengan dua kampung tematik lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kampung tematik yang dibangun dengan memperhatikan faktor lokalitas atau genius loci dapat bertahan walaupun trend kampung tematik nantinya akan memudar. ## REFERENSI Aeni, Yulia Lutfi Nur. 2017. Kontribusi Kampung Warna Jodipan Kota Malang dalam Meningkatkan Pemberdayaan Ekonomi dan Pendidikan Sosial Masyarakat Menuju Smart City . Skripsi. Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim Artiningrum, Primi et. al . 2017. Adaptasi Arsitektur Vernakuler Kampung Nelayan Bugis di Kamal Muara . Jakarta : Jurnal NALARs Volume 61/1: 69-84 Dewi, Puru Rahayu Sitha, Putra, Krena Aditya Ramadhan, Priautama, I Gde Banyu. Konsep Genius Loci Norberg-Schulz dalam Arsitektur . Bandung: ITB Ph.D. Istoc, Elena Manuela. 2012. Urban Cultural Tourism And Sustainable Development . International Journal For Responsible Tourism Vol. 1 No.1 Norberg-Schulz, Christian. 1991. Genius Loci, Towards a Phenomenology of Architecture . Edinburgh: Edinburgh College of Art Library Subadyo, A. Tutut. 2018. Pengembangan Dusun Baran, Tlogowaru, Kedungkandang Sebagai Kampung Wisata Topeng Di Kota Malang . Malang: Jurnal ABDIMAS Unmer Malang Vol. 3 No.1, Juni 2018, Hal:1- 7 Suryo, Bagus. 2017. Kembangkan Kampung Tematik . Jakarta: Media Indonesia Ujianto, Bayu Teguh, Zahro, Hani Sulfia dan Maringka, Breeze. Kegiatan Perancangan Kampung Belimbing Rw.08 – 09, Kel. Blimbing, Kec. Blimbing, Kota Malang . Malang: PAWON: Jurnal Arsitektur, Volume II Nomor 02, Juli – Desember 2018, ISSN 2597-7636 Utami, Ima Hidayati. 2018. Strategi Penguatan Kampung Glintung Go Green (3G) sebagai Destination Branding Obyek Wisata Edukasi Di Malang . Malang: Jurnal Administrasi dan Bisnis, Volume : 11, Nomor : 1, Juli 2017, ISSN 1978-726X Winarni, Sri. 2011. Genius Loci Pada Permukiman Masyarakat Kudus Kulo (Kawasan Kota Lama Kudus) . Malang: Universitas Brawijaya
4b4d31d5-8280-49b6-8342-5af360df188d
https://journal.stiba.ac.id/index.php/bustanul/article/download/407/250
## BUSTANUL FUQAHA: JURNAL BIDANG HUKUM ISLAM Vol. 2 No. 1 (2021): Hal. 500-508 EISSN: 2723-6021 Website: https://journal.stiba.ac.id ## BATAS WAKTU MENGQASAR SALAT BAGI MUSAFIR MENURUT ULAMA EMPAT MAZHAB ## THE TIME LIMIT OF QASAR SALAT FOR TRAVELERS ACCORDING TO THE FOUR SCHOOL OF ULAMA ## Rachmat bin Badani Tempo Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab (STIBA) Makassar Email: rachmatbadani@stiba.ac.id ## Nuraeni Novira Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab (STIBA) Makassar Email: nuraeni@gmail.com ## Auliya Ulhaq Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab (STIBA) Makassar Email: auliya@gmail.com Keywords : ABSTRACT Time, Qasar, Salat, Ulama, Mazhab The purpose of this research; 1) to find out the opinions of four mazhab scholars on the issue of the time limit for a traveler to be able to make up his prayers, the background of the differences and the opinion that is rajih. This research uses qualitative research through library research. Methods of normative theological approach and comparative approach. Research results; First, the Hanafi Mazhab: a traveler can make up his prayers for 15 days. Maliki and Shafi'i Mazhab; A traveler may make up his prayers for 4 days other than the day he arrives and leaves. Hanbali Mazhab: a traveler may make up his prayer for 4 days or 20 times of obligatory prayer, including the day of arrival and departure. The rajih views are the Shafi'i and Maliki Mazhab; Second, differences of opinion occur because this issue includes issues that are not explicitly discussed in the Shari'a ('amrun maskuutun 'anhu fi al-syar'i) so that each opinion is only guided by the conditions and actions quoted from the Prophet. The reason is because this issue is a problem that is not explicitly discussed in the Shari'a ('amrun maskuutun 'anhu fi al-syar'i). This triggers a difference of opinion regarding the traditions of the Prophet Muhammad. about traveling; Third, the opinion that is rajih in this matter is the opinion of the Shafi'i Mazhab and the Maliki Mazhab. Kata kunci : ABSTRAK Waktu, Qasar, Salat, Ulama, Mazhab Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapat empat ulama mazhab dalam masalah batas waktu seorang musafir dapat mengqasar salatnya, latar belakang perbedaannya dan pendapat yang rajih . Penelitian ini menggunakan metode pendekatan teologis normative dan pendekatan perbandingan (comparative approach) Hasil penelitian; Pertama, Mazhab Hanafi: seorang musafir boleh mengqasar salatnya selama 15 hari. Mazhab Maliki dan Syafii; seorang musafir boleh mengqasar salatnya selama 4 hari selain hari kedatangan dan kepergiannya. Mazhab Hanbali: seorang musafir boleh mengqasar salatnya selama 4 hari atau 20 waktu salat wajib, termasuk di dalamnya hari kedatangan dan kepergiannya. Pandangan yang rajih adalah Mazhab Syafii dan Maliki; Kedua, Perbedaan pendapat terjadi karena sebabnya ## BUSTANUL FUQAHA: JURNAL BIDANG HUKUM ISLAM Vol. 2 No. 1 (2021): Hal. 500-508 EISSN: 2723-6021 Website: https://journal.stiba.ac.id karena pembahasan ini termasuk masalah yang tidak dibahas secara tegas dalam syariat ( ‘amrun maskuutun ‘anhu fi al-syar’i) sehingga masing-masing pendapat tersebut hanya berpedoman pada kondisi dan tindakan yang dikutip dari Nabi saw. Yang kemudian melahirkan perbedaan pandangan dalam memaknai hadis-hadis Rasulullah saw. Yang berkaitan dengan safar; Ketiga, pendapat yang rajih dalam masalah ini adalah pendapat Mazhab Syafii dan Mazhab Maliki. Diterima : 4 September 2021; Direvisi : 22 Oktober 2021; Disetujui : 22 November 2021; Tersedia online : 3 Desember 2021 How to cite: Rachmat bin Badani Tempo, Nuraeni Novira, Auliya Ulhaq, “Batas Waktu Menqasar Salat bagi Musafir Menurut Ulama Empat Mazhab,” BUSTANUL FUQAHA: Jurnal Bidang Hukum Islam Vol. 2, No. 3 (2021): 500-508. doi: 10.36701/bustanul.v2i3.407. ## PENDAHULUAN Agama Islam merupakan agama yang sempurna. Agama yang haq ini telah disempurnakan oleh Allah swt. dalam segala segi, segala yang dibutuhkan hamba untuk kehidupan dunia dan akhiratnya. Tidak aka nada yang luput satu percakapan pun melainkan Islam telah mengaturnya. Allah swt. berfirman dalam Q.S. al-Maidah/5: 3. انيِد َملاْسِلإا ُمُكَل ُتْيِضَرَو ِْتَِمعِن مُكيَلَع ُتْمَْتَْأ َو ْمُكَنيِد ْمُكَل ُتْلَمْك َأ َمْوَ يلا Terjemahnya: “Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu.” 1 Al-Hafiz Ibnu Kasir dalam tafsirnya berkata, “Ini merupakan nikmat Allah yang terbesar bagi umat ini. Allah telah menyempurnakan bagi mereka agama mereka sehingga mereka tidak butuh kepada selain Islam. Karena itulah Allah menjadikan Muhammad saw. sebagai penutup para Nabi dan Rasul. Allah mengutusnya untuk kalangan manusia dan jin. Maka tidak ada perkara yang haram kecuali apa yang dia haramkan, dan tidak ada agama kecuali apa yang dia syariatkan. Segala sesuatu yang dia kabarkan adalah kebenaran dan kejujuran tidak ada kedustaan padanya.” 2 Dari kesempurnaan agama ini dan kemudahan yang ada di dalamnya, Allah swt. telah menetapkan hukum-hukum safar serta mengajarkan adab-adabnya di dalam kitab- Nya dan sunah nabi-Nya. Oleh karena itu, ada beberapa keringanan (rukhsah) yang diberikan oleh syariat kepada orang yang dalam perjalanan (musafir). Rukhsah adalah apa yang dimudahkan Allah bagi hamba-Nya dan diluaskan dari masa-masa yang sulit dengan meninggalkan sebagian kewajiban dan membolehkan sebagian yang diharamkan. 3 Orang yang melakukan perjalanan jauh mendapatkan keringanan untuk mengqasar salat yakni meringkas salat yang empat rakaat menjadi dua rakaat. Keringanan 'Departemen Agama, Al-Quran Terjemah (Banten: CV. Al-Fatih Berkah Cipta, 2016), h. 107. 2 Abu al-Fida’ ‘Isma’il Ibnu ‘Umar Ibnu Kasir, Tafsir al-Quran al-Âzım, Jilid III (Cet. III; t.tp.: Dâr al-Tayyibah li al-Nusyr wa al-Tauzf, 1420H/1999 M), h. 26. 3 Muhammad ibn ‘Ismail ibn Salah ibn Muhammad al-San’am, Subul al-Salam, Jilid I (Dar al-Hadis, t.th), h. 387. ## BUSTANUL FUQAHA: JURNAL BIDANG HUKUM ISLAM Vol. 2 No. 1 (2021): Hal. 500-508 EISSN: 2723-6021 Website: https://journal.stiba.ac.id mengqasar salat diterangkan oleh Allah swt. dalam Q.S. al-Nisa/4 : 101. ُمُكَنِتْفَ ي ْنَأ ْمُتْف ِخ ْنِإ ِة َلاَّصلا َنِم اوُرُصْقَ ت ْنَأ ٌحاَنُج ْمُكْيَلَع َسْيَلَ ف ِضْرَْلْا ِفِ ْمُتْ بَرَض اَذِإَو ا نيِبُم اًّوُدَع ْمُكَل اوُناَك َنيِرِفاَكْلا َّنِإ ۚ اوُرَفَك َنيِذَّلا Terjemahnya: Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqasar salat (mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu. 4 Ayat ini menjelaskan bahwa qasar salat dibolehkan, baik dalam kondisi ketakutan atau aman. Akan tetapi, mengaitkan salat qasar dengan rasa takut untuk menegaskan kondisi realnya, sebab hampir semua perjalanan Nabi saw. tidak terlepas dari rasa ketakutan. 5 Imam Muslim meriwayatkan dalam Sahih-nya, َمُعِل ُتلُق :َلاق ،َةَّيَمُأ ِنب ىَلْعَ ي ْنَع ْنَأ ْمُتْفِخ ْنإ ،ِة َلاَّصلا َنِم اوُرُصْقَ ت ْنَأ ٌحاَنُج مُكْيَلع َسيل{ :ِباَّطَلخا ِنب َر :ءاسنلا[ }اوُرَفَك َنيِذَّلا ُمُكَنِتْفَ ي 101 ِالله َلوسَر ُتْلَأَسَف ،هنم ُتْبِجَع اَّمم ُتْبِجَع :َلاقَف ،ُساَّنلا َنِمَأ ْدَقف ] ذ نع َمَّلسو هيلع َُّللَّا ىَّلَص ُهَتَ قَدَص اوُلَ بْ قاَف ،مُكْيَلع اَبه َُّللَّا َقَّدَصَت ٌةَقَدَص َلاقَف ،َكل 6 Artinya: Ya’la bin Umayyah pernah menanyakan ayat tersebut kepada Amirul Mukminin Umar ibn al-Khattab ra. “Maka tidaklah mengapa kamu mengqasar salat (mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir”. Saat ini orang-orang telah merasa aman. ‘Umar berkata, “Aku juga pernah heran seperti kamu. Tapi saya pernah bertanya kepada Rasulullah saw. tentang hal itu. Rasulullah saw. menjawab “Itu adalah sedekah yang diberikan Allah kepada kalian, maka terimalah sedekah- Nya.” Oleh karena itu, meskipun safar yang dilakukan penuh dengan kemudahan dan kenyamanan, keringanan tersebut tetap berlaku. Bahkan hendaknya seseorang tetap mengambil keringanan itu. Karena itulah yang lebih afdal dan lebih dicintai oleh Allah. Namun jika salat (bermakmum) di belakang imam mukim yang salat sempurna (empat rakaat), musafir wajib mengikuti imam sehingga tetap salat sempurna sebagaimana biasa. Hal ini berdasar pada dalil tentang kewajiban mengikuti imam. 7 Qasar berlaku untuk salat-salat empat rakaat, yaitu zuhur, asar dan isya, tidak ada qasar dalam salat magrib dan subuh. Tidak ada sebab untuk qasar ini kecuali perjalanan. Jadi selama dalam perjalanan seorang musafir boleh mengqasar salat, berapa pun lamanya. Namun ketika dia telah sampai di suatu tempat yang dituju, terdapat perbedaan 4 Departemen Agama, Al-Quran Terjemah, h. 94. 5 Wahbah bin Mustafa al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Jilid II (Cet. IV; Damaskus: Dar al-Fikri, t.th.), h. 1335. 6 Muslim ibn al-Hajjaj Abu al-Hassan al-Qusyairi al-Naisaburi, Al-Jami' al-Sahih, Jilid I (Beirut: Dar Ihya al-Turasi al-‘Arabiy, t.th), h. 478. 7 Asmaji Muchtar , Fatwa-Fatwa Imam asy-Syafi’i (Jakarta: Amzah, 2014), h. 120. ## BUSTANUL FUQAHA: JURNAL BIDANG HUKUM ISLAM Vol. 2 No. 1 (2021): Hal. 500-508 EISSN: 2723-6021 Website: https://journal.stiba.ac.id pendapat di kalangan ulama mengenai penetapan batas waktu bolehnya musafir tersebut mengqasar salatnya. Dalam masalah ini, para ulama berselisih pendapat. Rumusan masalah yang diangkat dalam kajian ini; Pertama, bagaimana pendapat empat ulama mazhab dalam masalah batas waktu seorang musafir dapat menqasar salatnya?; Kedua, bagaimana latar belakang perbedaan pendapat ulama mazhab dalam masalah ini?; dan Ketiga, bagaimana pendapat yang rajih dalam masalah ini? Kajian ini menggunakan penelitian kualitatif melalui studi kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode pendekatan teologis normative dengan cara menelusuri dalil-dalil Al-Qur’an dan hadis serta pendapat para fukaha. Serta metode pendekatan perbandingan (comparative approach) dengan membandingkann pendapat di antara empat mazhab. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui pendapat empat ulama mazhab dalam masalah batas waktu seorang musafir dapat mengqasar salatnya, untuk mengetahui latar belakang perbedaan pendapat ulama mazhab dalam masalah ini dan untuk mengetahui pendapat yang rajih dalam masalah ini. Kajian awal terhadap pustaka atau karya-karya yang mempunyai relevansi terhadap topik yang akan dikaji diperlukan untuk mendukung penelaahan yang komprehensif. Di antaranya; a) “Penentuan Jarak Tempuh Perjalanan Untuk Jamak dan Qasar Salat bagi Musafir (Studi Komparatif antara Ibnu Taimiyah & Ibnu Hazm)”, karya Muhsin mahasiswa Program Studi Perbandingan Mazhab, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Ar-Raniry. Dalam tulisan ini dipaparkan pandangan Ibnu Taimiyah dan Ibnu Hazm dalam masalah jamak dan qasar salat bagi musafir dan istinbat mereka dalam hukum jamak dan qasar salat serta relevansinya dengan konteks kekinian.; b) “Hukum Mengqasar Salat bagi Musafir Menurut Imam Abu Hanlfah dan Imam Syafii”, karya Suhaimi bin Suib, mahasiswa Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sultan Syarif Kasim, Riau. Dalam tulisan ini penulis menjelaskan hukum salat qasar menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Syafii, dalil yang digunakan dalam menetapkan hukum salat qasar serta bagaimana analisis fikih muqaran terhadap pemikiran Imam Abu Hanifah dan Imam Syafii tentang hukum salat qasar serta mentarjih pendapat antara keduanya. ## PEMBAHASAN Mengqasar Salat bagi Musafir Perkembangan hukum Islam tidak dapat dilepaskan dari perkembangan mazhab- mazhab fikih yang terus berkembang dan menyebar. Sementara perkembangan mazhab- mazhab fikih jelas sangat dipengaruhi dan didukung oleh usul fikih yang ada dalam setiap mazhab tersebut. 8 Ulama mazhab fikih berbeda pendapat dalam persoalan batas waktu seorang musafir masih berhak mengqasar salatnya, selama musafir tersebut belum berniat untuk bermukim di suatu tempat dalam waktu tertentu. Para ulama fikih berbeda pendapat menjadi tiga pendapat dalam menentukan batas waktu ini. 9 Mazhab Hanafi mengatakan seorang musafir dianggap bermukim dan dilarang mengqasar salat bila telah berniat untuk bermukim di sebuah daerah selama lima belas 8 Muhammad Ikhsan, “Sejarah Mazhab Fikih di Asia Tenggara”, Nukhbatul ‘Ulum vol. 4, no. 67 (2018): h. 1. 9 Abu al-Walid Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Ahmad lbnu Rusyd, Bidayah al- Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid, Jilid I (t.Cet; Kairo: Dar al-Hadis, 1425 H/ 2004 M), h. 180. ## BUSTANUL FUQAHA: JURNAL BIDANG HUKUM ISLAM Vol. 2 No. 1 (2021): Hal. 500-508 EISSN: 2723-6021 Website: https://journal.stiba.ac.id hari atau lebih. Jika seorang musafir telah berniat waktu tersebut maka diharuskan menyempurnakan rakaat salatnya. Namun, jika berniat kurang dari lima belas hari maka musafir tetap mengqasar salatnya. 10 Dalil mereka adalah analogi dengan lamanya waktu suci bagi wanita haid karena keduanya merupakan dua waktu yang diwajibkan untuk kembali kepada waktu aslinya. Waktu suci mewajibkan untuk mengganti apa saja yang gugur karena haid. Sedangkan bermukim mewajibkan untuk mengganti ibadah-ibadah yang gugur karena melakukan peijalanan. 11 Batas waktu ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. dan Ibnu Umar ra. keduanya mengatakan; َتلخد َ اذإ َ :لاق َتنأو َ ةدلب َرفاسم مزع َ فِو اموي َ رشع َ ةسخم َ ابه َ ميقت َ نأَك لمكأف ، لاَصلا َ،ة َنإو تنك َ َيردتَل َنعظت تىم رصقاف 12 Artinya: “Jika kamu memasuki sebuah daerah dan kamu sedang bepergian, lalu kamu berniat untuk bermukim di daerah tersebut selama lima belas hari maka sempurnakanlah salat. Namun jika kamu tidak tahu kapan akan berangkat lagi maka tetap qasarlah salatmu!” Jika seorang musafir menunggu untuk menyelesaikan suatu urusan, dibolehkan baginya mengqasar salat meskipun waktunya lama hingga bertahun-tahun. Siapa yang masuk ke sebuah daerah dan belum berniat untuk bermukim di daerah itu selama lima belas hari dan tetap bersiap-siap untuk melakukan perjalanan lagi, seraya berkata, “Besok atau lusa aku akan pergi dari sini” dan itu terus berlangsung hingga tahunan maka boleh baginya tetap menqasar salat. Karena diriwayatkan bahwa Ibnu Umar ra. pernah menetap di Azerbaijan selama enam bulan dan selama itu pula ia menqasar salatnya. Diriwayatkan pula dari sekelompok sahabat dengan redaksi seperti di atas. 13 Jika tentara memasuki daerah perang dan mereka berniat untuk menetap di sana selama lima belas hari atau mereka mengepung sebuah kota atau benteng maka mereka diharuskan mengqasar salat dan tidak boleh menyempurnakan salatnya karena niatnya tidak sah. Sebab, pendatang itu selalu dalam kondisi ragu tidak tetap. Ia ragu antara mengalahkan musuh dan menetap atau justru dikalahkan oleh musuh dan lari menyelamatkan diri. 14 Mazhab Syafii dan mazhab Maliki menyatakan bahwa apabila musafir sudah berniat untuk mukim di tempat tujuan selama empat hari, maka harus menyempurnakan (tidak meringkas) salat. 15 Imam Syafii menetapkan untuk mukim pada suatu tempat 10 Muhammad Ahmad ibn Abi Ahmad Abu Bakr ‘Ila’uddin al-Samarqandi, Tuhfatu al-Fuqaha, Jilid I (Cet. II; Beirut: Dar al-Kitab al-‘Ilmiyyah, 1414 H/ 1994 M), h.151. 11 Wahbah bin Mustafa al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, h. 1345. 12 Abu Bakar bin Mas’ud bin Ahmad al-Kasani, Badᾱi’u al-Sanᾱ’i fi Tartibi al-Syar’i , Jilid 1 (Bairut: Dár al-Kutubi ‘Ilmiyati, 1986), h. 97. 13 Alauddin al-Samakhandi, Tuhfat al-Fuqaha , h. 150. 14 Wahbah bin Mustafa al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, h.1348. 15 Syihabuddin Ahmad bin Hajar al-Haitami, Tuhfat al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj , Jilid 2 (Bairut: Dár al-Fikri, 2009), h. 410. Zakaria al-Ansari, Hasyiat al-Bujairimi , Jilid 1 (Bairut: Dár al-Fikri, 2009), h. 353. ## BUSTANUL FUQAHA: JURNAL BIDANG HUKUM ISLAM Vol. 2 No. 1 (2021): Hal. 500-508 EISSN: 2723-6021 Website: https://journal.stiba.ac.id selama empat hari dan empat malam, tidak termasuk di dalamnya hari dimana musafir tersebut mengadakan perjalanan lalu masuk ke negeri itu pada sebagian hari tersebut dan tidak pula termasuk hari keluarnya dari negeri itu. 16 Dalil hadis riwayat al-Alla’ bin Hazrami, dia berkata, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ا ميقي لم رجاه بم ث هكسن ءاضق دعب ةك ثالا 17 Artinya: Orang-orang muhajirin untuk tinggal di Makkah setelah melakukan haji selama tiga hari. (HR Muslim) Dalil yang lain adalah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang menyatakan bahwa “Orang yang berhijrah setelah menunaikan amalan - amalan hajinya, tinggal selama tiga hari. Dan ketika ‘Umar ibn al-Khattab ra. mengusir orang-orang Yahudi dari Hijaz, ia mengizinkan siapa di antara mereka yang datang sebagai pedagang untuk tinggal selama tiga hari.” Disebutkan dalam Nail al-Autar bahwa Kaum Muhajirin bermukim selama tiga hari telah menyelesaikan ibadah hajinya. Nabi saw. saat mukim di Mekkah untuk ibadah umrah selama tiga hari dan menqasar salatnya.” 18 Maliki dan Syafii tidak menghitung dua hari saat masuk dan keluar dari suatu daerah sesuai pendapat yang sahih dalam mazhab Syafii. Karena, hari pertama itu untuk menurunkan barang, sedang yang kedua untuk bersiap-siap berangkat. Keduanya merupakan aktivitas sebuah perjalanan. 19 Sedangkan menurut Hanafi wajib bagi musafir untuk melaksanakan salat dengan dua rakaat pada salat farḍu yang empat rakaat apabila telah keluar dari deretan rumah-rumah yang ada di desanya yang menjadi tempat keluar. Atau melewati perkampungan dari sisi tempat keluar dari kotanya, walaupun ia belum melewatinya dari sisi lain karena bermukim itu berkaitan dengan masuknya maka bepergian juga berkaitan keluar darinya. ketentuan ini terus berlaku baginya sampai dia niat bermukim di suatu tempat selama 15 hari atau lebih. Maka ketika itu ia wajib menyempurnakan ṣalat. Namun, jika berniat kurang dari lima belas hari maka ia tetap boleh mengqasar ṣalatnya.” 20 Adapun mazhab Hambali melihat bahwa musafir yang sedang menyelesaikan suatu urusan dan tidak kunjung selesai maka dibolehkan untuk mengqasar salat selama delapan belas hari selain dua hari saat masuk dan keluar dari suatu daerah. Karena, Rasulullah saw. pernah bermukim di Mekkah saat menaklukkan kota Mekkah untuk mengikuti perang Hawazin, dan beliau mengqasar salatnya. ## Latar Belakang Perbedaan Pendapat Empat Ulama Mazhab dalam Masalah Penetapan Batas Waktu Mengqasar Salat bagi Musafir Ibnu Rusyd dalam kitabnya menjelaskan bahwa silang pendapat para ulama 16 Abu ‘Abdillah Muhanunad bin Idris bin al-‘Abbas bin ‘Usman bin Syafi’i al-Syafi’i, Al-Umm, Jilid I (t.tp.: Dar al-Ma’rifah, 1410 H/ 1990 M), h. 215. 17 Muslim bin Hajjaj, Ṣaḥih Muslim . Jilid 2, h. 985. 18 Muhammad ibn ‘A1i ibn Muahammad ibn ‘Abdillah al-Syaukâni al-Yamâni, Nail al-Autar , Jilid III (cet. I; Mesir: Dâr al-Hâdis, 1993 M/ 1413 H), h. 248. 19 Syihabuddin Ahmad bin Hajar al-Haitami, Tuhfat al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj , Jilid 2, h. 411. 20 Abdul Qani al Qanīmi, al-Lubab fi Syarh al-Kitab, Jilid 1 (Bairut: al-Maktabah al-‘Ilmiyah, t.th.), h. 106-107. ## BUSTANUL FUQAHA: JURNAL BIDANG HUKUM ISLAM Vol. 2 No. 1 (2021): Hal. 500-508 EISSN: 2723-6021 Website: https://journal.stiba.ac.id tentang batas waktu seorang musafir yang tinggal di suatu daerah boleh mengqasar salat, merupakan silang pendapat yang panjang. Tentang masalah tersebut seperti yang telah dikatakan oleh Abu Umar paling kurang terdapat sebelas pendapat di kalangan ulama. 21 Sebab terjadinya perbedaan tersebut karena persoalan ini termasuk masalah yang tidak dibahas secara tegas dalam syariat (‘amrun maskuutun ‘anhu fi al-syar’i). Sementara menurut ulama, qiyas yang membatasi masalah ini adalah lemah. Oleh karena itu, masing-masing ulama yang berbeda pendapat tersebut berpedoman pada kondisi dan tindakan yang dikutip dari Nabi saw. Perbedaan pendapat tentang batas waktu qasar salat terjadi karena adanya perbedaan pandangan mengenai hadis-hadis yang digunakan oleh masing-masing mazhab. ## Pendapat Rajih dalam Masalah Penetapan Batas Waktu Mengqasar Salat bagi Musafir Sebagaimana ibadah-ibadah lain dalam Islam, ibadah salat telah ditentukan batas waktu dalam pelaksanaannya, sehingga tidak sah apabila salat dilakukan bukan pada waktumya. Dalam melakukan salat qasar memerlukan adanya batasan waktu karena masyaqqah yang ditimbulkan akibat bepergian tersebut. Apabila diperbolehkan tanpa adanya batasan waktu, maka seseorang dapat melalaikan kewajiban salatnya. Dalam Q.S. al-Nisa’/4: 101, Allah tidak menyebutkan secara khusus tentang batasan bepergian dan kebolehan melakukan salat qasar bagi musafir. Maka lahiriah dari ayat itu bersifat mutlak bahwa salat qasar tidak dibatasi. Namun ketika dicermati dalil-dalil dari sunnah, maka disinilah terdapat perbedaan antara satu riwayat dengan riwayat yang lain. Jika diperhatikan dengan seksama pendapat mazhab Hambali kurang lebih bersesuaian dengan pendapat yang dikemukakan oleh mazhab Maliki dan Syafii. Namun yang membedakan adalah mazhab Maliki dan Syafii tidak memperhitungkan hari di mana musafir masuk di tempat mukimnya, juga hari di mana musafir tersebut keluar dari tempat tersebut. Sementara mazhab Hambali memperhitungkan waktu masuk dan keluarnya dari tempat mukimnya. Kemudian pendapat mazhab Hanafi cenderung berdiri sendiri. Mazhab Hanafi berpendapat batas bolehnya mengqasar salat adalah selama lima belas hari. Sedangkan menurut mazhab Syafii boleh melakukan qasar selama empat hari. Perbedaan pendapat kedua mazhab ini menunjukkan bahwa masing-masing memiliki alasan atau dasar hukum dalam menentukan batas waktu bolehnya mengqasar salat. 22 Mazhab Hanafi berpedoman pada hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. tinggal di Mekkah pada peristiwa penaklukan Mekkah lima belas hari dan beliau mengqasar salat. Pada atsar sahabat dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas, keduanya berkata, “Jika kamu memasuki sebuah daerah dan kamu sedang bepergian, lalu kamu berniat untuk bermukim di daerah tersebut selama lima belas hari maka sempurnakanlah salat. Namun jika kamu tidak tahu kapan akan berangkat lagi maka tetap qasarlah salatmu.” Sedangkan mazhab Syafii berpedoman pada hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari al-‘Alla’ al- Hadrami yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Untuk para muhajirin itu 21 Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Ahmad lbnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid, Jilid I, h. 147. 22 Muhammad Amin al-Syahir, Radd al-Mukhtar wa Dár al-Muhtaar , Jilid 2 (Riyaḍ: Dár al-‘alimil Kutub, 2003), h. 601 ## BUSTANUL FUQAHA: JURNAL BIDANG HUKUM ISLAM Vol. 2 No. 1 (2021): Hal. 500-508 EISSN: 2723-6021 Website: https://journal.stiba.ac.id bermukim tiga hari di Mekkah setelah menunaikan manasik haji.” Menurut pandangan mazhab Hanafi, hadis tentang Nabi saw. memberi izin tiga hari bagi muhajirin yang digunakan oleh mazhab Syafii tidak menunjukkan batasan maksimal boleh qasar salat adalah tiga hari. Karena Nabi mengetahui hajat-hajat muhajirin dapat terpenuhi dalam waktu tiga hari bukan berarti Nabi saw. menentukan masa minimal bermukim. 23 Dalam hadis Rasulullah saw. bersabda: َيِوُر ْدَقَو ٌحيِحَص ٌنَسَح ٌثيِدَح اَذَه ىَسيِع وُبَأ َلاَق ثا َلاَث َةَّكَِبم ِهِكُسُن ِءاَضَق َدْعَ ب ُرِجاَهُمْلا ُثُكَْيَ ِْيَْغ ْنِم عوُفْرَم ِداَنْسِْلإا اَذَِبه ِهْجَوْلا اَذَه 24 . Artinya: Orang yang pindah (muhajir) boleh tinggal, setelah selesai melaksanakan seluruh manasiknya di Makkah selama tiga hari." Abu 'Isa berkata; "Ini merupakan hadits hasan shahih dan telah diriwayatkan melalui jalur lain dengan sanad yang sama secara marfu' . Mazhab Syafii menyanggah dalil yang digunakan oleh mazhab Hanafi yaitu hadis riwayat dari Ibnu Abbas tentang batas qasar salat selama lima belas hari. Beliau mengatakan bahwa ini adalah pendapat sahabat dan ada sahabat lain yang berbeda dengannya. Imam al-Nawawi dalam kitab Majmu, menggolongkan hadis ini kepada hadis daif. 25 Oleh karena itu, hadis ini tidak bisa dijadikan sebagai dalil. Adapun pada kasus seorang musafir yang bermukim di suatu tempat dan ia berencana akan meninggalkan tempat tersebut besok, bila tugas sudah selesai dan hal ini terus berlangsung sampai jangka waktu yang tidak diketahui. Mazhab Hanafi berpendapat boleh melakukan qasar selama jangka waktu yang belum diketahui tersebut. Dalam hal ini pada praktek sahabat berbeda-beda. Ada sebagian sahabat yang menetap dua bulan, enam bulan, satu tahun dan mereka senantiasa melakukan qasar salat. Sedangkan mazhab Syafii menurut pendapat yang kuat dalam kitab Tuhfah al-Muhtaj boleh mengqasar selama delapan belas hari, tidak termasuk hari berangkat dan pulang. Nabi saw. mengqasar salat selama delapan belas hari sesudah fathu Mekkah di perang Hawazin. Mazhab Syafii menakwil hadis sahih yang menyatakan selain dari delapan belas hari, baik hadis dua puluh hari, sembilan belas hari, atau tujuh belas hari dan lima belas hari. Sedangkan di dalam kitab Syarh al-Muhazzab, Imam al-Nawawi menerangkan boleh qasar selama tujuh belas hari dan ia juga menakwil hadis yang menyatakan selain tujuh belas hari. 26 Dari pandangan yang dikemukakan oleh beberapa mazhab tersebut tentang batas lama boleh mengqasar salat bagi musafir yang bermukim, nampak pendapat yang kuat dan rajih adalah pandangan mazhab Syafii yang membatasi tiga hari karena dalil-dalil yang digunakannya sangat kuat. 23 Muhammad bin Ahmad bin Abi Sahi al-Sarakhasi, al-Mabsūt. Jilid I (t.Cet; Beirut: Dar al- Ma’rifah, 1993 M), h. 235. 24 Muslim bin al-Hajjaj, al-Jami’ al-Sohih , no.3933, h.144. 25 Yahya bin Syaraf al-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhu al- Muhazzab, Jilid IV (t.tp.: Dar al-Fikri, t.th), h. 328. 26 Muhammad Abdillah bin Ahmad, al-Muqhniy , h.147-149. ## BUSTANUL FUQAHA: JURNAL BIDANG HUKUM ISLAM Vol. 2 No. 1 (2021): Hal. 500-508 EISSN: 2723-6021 Website: https://journal.stiba.ac.id ## KESIMPULAN Salat qasar merupakan rukhsah dari Allah bagi mereka yang sedang melakukan perjalanan atau dalam keadaan penuh ketidakamanan. Namun ulama empat mazhab berbeda pandangan tentang penetapan batas waktu mengqasar salat bagi musafir. Sebabnya karena persoalan ini termasuk masalah yang tidak dibahas secara tegas dalam syariat ( ‘amrun maskuutun ‘anhu fi al-syar’i). Hal ini memicu adanya perbedaan pandang mengenai hadis-hadis Rasulullah saw. tentang safar. Mazhab Hanafi: seorang musafir boleh mengqasar salatnya selama lima belas hari. Mazhab Maliki dan Syafii; seorang musafir boleh mengqasar salatnya selama empat hari selain hari kedatangan dan kepergiannya. Mazhab Hanbali: seorang musafir boleh mengqasar salatnya selama empat hari atau dua puluh waktu salat wajib, termasuk di dalamnya hari kedatangan dan kepergiannya. Namun, pandangan yang paling rajih adalah mazhab Syafii dan Maliki. ## DAFTAR PUSTAKA Al-Khurasam, Abu ‘Abdirrahman Ahmad ibn Syu’aib ibn ‘Ali. Al-Sunan al-Sughra al- Nasa’i. Jilid III, Cet.II; Halib: Maktab al-Matbu’at al-Islamiyyah, 1406 H/ 1986 M. Al-Naisaburi, Muslim ibn al-Hajjaj Abu al-Hassan al-Qusyairi. Al-Jami' al-Sahih, Jilid I. Beirut: Dar Ihya al-Turasi al-‘Arabiy, t.th. Al-Nawawi, Abu Zakariyya Muhyiyu al-Dih Yahya bin Syaraf . Al-Majmu’ Syarhu al- Muhazzab. Jilid IV. t.tp.: Dar al-Fikri, t.th. Al-Samarqandi, Muhammad Ahmad ibn Abi Ahmad Abu Bakr ‘Ila’uddin. Tuhfatu al- Fuqah. Jilid I, Cet. II; Beirut: Dar al-Kitab al-‘Ilmiyyah, 1414 H/ 1994 M. Al-San’am, Muhammad ibn ‘Ismail ibn Salah ibn Muhammad. Subul al-Salam. Jilid I; t.tp.: Dar al-Hadis, t.th. Al-Sarakhasi, Muhammad bin Ahmad bin Abi Sahi. Al-Mabsut. Jilid I. Beirut: Dar al- Ma’rifah, 1414 H/ 1993 M Al-Syafii, Abu ‘Abdillah Muhammad bin Idris bin al-‘Abbas bin ‘Usman bin Syafii . Al- Umm. Jilid I, t.tp.: Dar al-Ma’rifah, 1410 H/1990 M. Al-Yamâni, Muhammad ibn ‘A1i ibn Muhammad ibn ‘Abdillah al-Syaukāni. Nail al- Autar . Jilid III, Cet. I; Mesir: Dâr al-Hâdis, 1993 M/ 1413 H. Al-Zuhail, Wahbah bin Mustafa. Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh. Jilid II, Cet. IV; Damaskus: Dar al-Fikri, t.th. ' Departemen Agama, Al-Quran Terjemah . Banten: CV. Al-Fatih Berkah Cipta, 2016 Ikhsan, Muhammad. Sejarah Mazhab Fikih di Asia Tenggara. Nukhbatul ‘Ulum 4, no. 67 (2018). Kasir, Abu al-Fida’ ‘Isma’il Ibnu ‘Umar Ibnu. Tafsir al-Quran al-Âzım. Jilid III. Cet. III; t.tp.: Dâr al-Tayyibah li al-Nusyr wa al-Tauzf, 1420H/ 1999 M. Rusyd,, Abu al-Walid Muhammad ibn Ahmad. Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al- Muqtasid, Jilid I. Kairo: Dar al-Hadis, 1425 H/ 2004 M.
ec8e1ba9-e5ff-4754-b1d8-9125dd6a482f
https://jurnal.stiki.ac.id/J-INTECH/article/download/170/148
## PENGANTAR REDAKSI J-INTECH merupakan jurnal yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Informatika dan Komputer Indonesia Malang guna mengakomodasi kebutuhan akan perkembangan Teknologi Informasi serta guna mensukseskan salah satu program DIKTI yang mewajibkan seluruh Perguruan Tinggi untuk menerbitkan dan mengunggah karya ilmiah mahasiswanya dalam bentuk terbitan maupun jurnal online. Pada edisi ini, redaksi menampilkan beberapa karya ilmiah mahasiswa yang mewakili beberapa mahasiswa yang lain, yang dianggap cukup baik sebagai media pembelajaran bagi para lulusan selanjutnya. Tentu saja diharapkan pada setiap penerbitan memiliki nilai lebih dari karya ilmiah yang dihasilkan sebelumya sehingga merupakan nilai tambah bagi para adik kelas maupun pihak- pihak yang ingin studi atau memanfaatkan karya tersebut selanjutnya. Pada kesempatan ini kami juga mengundang pihak-pihak dari PTN/PTS lain sebagai kontributor karya ilmiah terhadap jurnal J-INTECH, sehingga Perkembangan IPTEK dapat dikuasai secara bersama- sama dan membawa manfaat bagi institusi masing-masing. Akhir redaksi berharap semoga dengan terbitnya jurnal ini membawa manfaat bagi para mahasiswa, dosen pembimbing, pihak yang bekerja pada bidang Teknologi Informasi serta untuk perkembangan IPTEK di masa depan. ## DAFTAR ISI Sistem Penunjang Keputusan Pemilihan Beasiswa dengan Metode Decision Tree ID3 pada SMAK Kalam Kudus Malang ................................................ 01-12 Erwin Prasetya Chrisnata Sistem Informasi Logistik Berbasis Web di Unit Donor Darah PMI Kota Malang............................................................................................................ 13-16 Anjang Wijaya Sistem Pendukung Keputusan Diagnosa Penyakit Paru-Paru dengan Metode Weighted Product guna Membantu Proses Anamnesa Berbasis Mobile ...... 17-24 Devi Tri Wahyuningtyas Penerapan Metode Bayes Classifier untuk Pradiagnosa Penyakit Tuberculo- sis ............................................................................................................ 25-31 Andhika Dwi Indra Irawan Sistem Informasi Positioning Samsat Keliling Berbasis Android ................. 32-39 Yosia Prabowo Sistem Pendukung Keputusan Penilaian Kinerja Karyawan Menggunakan Metode Weighted Product di PT Makmur Jaya Kharisma ............................ 40-43 Yehezkiel Fernando Sistem Penunjang Keputusan Mekanisme Pemilihan Hasil Pertanian dengan Metode Topsis Berbasis Webgis di Dinas Pertanian Kabupaten Malang ...... 44-47 RB. Dandy Raga Utama Kontrol Suhu dan Kelembaban pada Green House ....................................... 48-53 Rizka Septiandoyo Nugroho Aplikasi Pendeteksi Kelayakan Telur Menggunakan Metode Backpropaga- tion dan Thresholding .................................................................................... 54-63 Harman Tunggorono Sistem Penunjang Keputusan Penggolongan Keluarga Melalui Posdaya dengan Metode Decision Table Berbasis Webgis .......................................... 64-70 Sephira Elliandini Widodo Pemanfaatan Engine Vuforia untuk Implementasi Teknologi Augmented Reality dalam Metode Pembelajaran Sholat Berbasis Mobile ....................... 71-81 ## Dawang Mahendra Sudirman Putra Prototype Alat Bantu Tuna Netra Berupa Tongkat Menggunakan Arduino dan Sensor Ultrasonik .................................................................................... 82-90 Charles Setiawan Pemanfaatan Corona SDK dalam Perancangan Game Edukasi Matematika Berbasis Android ............................................................................................ 91-103 Rindang Raharjo Rozak Optimasi Penjadwalan Kegiatan Belajar Mengajar menggunakan Algoritma Genetika (Studi Kasus: SMKN 8 Malang)..................................................... 104-109 Gusti Dani Arianto Sistem Pakar Identifikasi Hama dan Penyakit Buah Mangga Menggunakan Metode Inferensi Forward Chaining Berbasis Web ...................................... 110-118 Muhammad Zaidi Efendi Implementasi Corona Game Engine untuk Game Edukasi “ Galaxy of Science ” Berbasis Android ............................................................................. 119-126 Albert Ferento Game Tutorial Pengenalan Rambu Rambu Lalu Lintas untuk Anak Sekolah Dasar ............................................................................................................ 127-134 L. Danny Adventus Rufus Aplikasi Kompetisi Bola Basket Berbasis Mobile (Studi Kasus: STIKI Basket- ball League ) ................................................................................................... 135-138 Sendi Kurniawaty Sistem Penunjang Keputusan untuk Menentukan Barang Terlaris dengan Algoritma Apriori pada CV Calosa Global Indonesia .................................. 139-146 Septian Widjaya Pemanfaatan Sistem Temu Kembali Informasi dalam Pencarian Dokumen Menggunakan Metode Vector Space Model .................................................. 147-153 Ferry Sanjaya Pelindung : Ketua STIKI Penasehat : Puket I, II, III Pembina : Ka. LPPM Editor : Subari, S.Kom, M.Kom Section Editor : Daniel Rudiaman S.,ST, M.Kom Reviewer : Dr. Eva Handriyantini, S.Kom, M.MT. Evi Poerbaningtyas, S.Si, M.T. Laila Isyriyah, S.Kom, M.Kom Anita, S.Kom, M.T. Layout Editor : Nira Radita, S.Pd., M.Pd Muh. Bima Indra Kusuma ## Sistem Pendukung Keputusan Penilaian Kinerja Karyawan Menggunakan Metode Weighted Product di PT Makmur Jaya Kharisma ## Yehezkiel Fernando Program Studi Teknik Informatika, Sekolah Tinggi Informatika & Komputer Indonesia (STIKI) Malang Email: ikkimashio@rocketmail.com ## ABSTRAK Seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat saat ini PT.Makmur Jaya Kharisma khususnya pada unit personalia mengalami kesulitan dalam melakukan perhitungan. Masalah yang terjadi saat ini yaitu sistem yang digunakan oleh personalia masih menggunakan form manual dan Microsoft Excel . Hal tersebut yang menyebabkan keterlambatan dalam mengambil keputusan pada proses penentuan karyawan terbaik setiap bulan. Dampak lain adalah karyawan sering kali tidak puas dengan keputusan-keputusan sepihak yang diberikan oleh perusahaan. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem pendukung keputusan penilaian kinerja karyawan menggunakan metode Weighted Product (WP) di PT. Makmur Jaya Kharisma. Kelebihan dari aplikasi ini adalah mempermudah dan mempercepat proses perhitungan dalam penilaian kinerja karyawan PT. Makmur Jaya Kharisma unit personalia dan rekaptulasi ketercapaian kinerja . Kata Kunci: Sistem Pendukung Keputusan, Penilaian, Kinerja Karyawan. . 1. PENDAHULUAN Seiring dengan berkembangnya teknologi dan tuntutan perkembangan zaman, kebutuhan manusia akan kualitas pekerjaan juga akan semakin tinggi dan meningkat. Para professional dan orang- orang yang mempunyai peran penting dalam bidang industri dan pemerintah berlomba- lomba untuk merekrut tenaga ahli yang memiliki sumber daya manusia yang baik dan berkompeten dalam bidangnya untuk menghasilkan sesuatu yang berkualitas dan sesuai dengan keinginan mereka. Untuk menilai dan memilih tenaga professional yang dibutuhkan dalam proses kerja mereka tentu dibutuhkan seseorang yang sangat mengerti dan berpengalaman untuk menangani sumber daya manusia ini, Tenaga ahli ini sering disebut dengan Personalia Manajer Personalia memiliki fungsi yang sangat penting dalam suatu perusahaan karena berhubungan langsung dengan pengelolaan dan pengadaan sumber daya manusia. Keputusan yang diambil seorang manager personalia menentukan nasib kelanjutan hidup perusahaan dan karyawan, Oleh karena itu keputusan yang diambil Manajer personalia harus tepat agar tidak terjadi konflik dalam hubungan industrial antara karyawan dengan perusahaan. Penilaian kinerja karyawan sering tidak dilakukan dengan sebaik-baiknya, hal ini akan mengakibatkan banyak masalah yang mengganggu hubungan industrial antara karyawan dengan perusahaan, sering kali banyak karyawan yang tidak puas dengan keputusan-keputusan sepihak yang di berikan oleh perusahaan mengenai kelangsungan hidup karyawan, hal ini terjadi karena kurang keterbukaan perusahaan dalam proses penilaian kinerja karyawan dan tidak ada sistem yang pasti dalam penilaian kinerja karyawan. Untuk mengatasi masalah ini perlu diadakan pembaharuan sistem penilaian kinerja karyawan yang sudah ada, salah satu langkah pembaharuan itu adalah dengan menerapkan sistem pendukung keputusan (Decission Support Sistem) dalam penilaian kinerja karyawan. Untuk mengatasi masalah tersebut diatas, maka pada tugas akhir ini akan dibuat sebuah aplikasi sistem pendukung keputusan (Decission Support Sistem) dalam penilaian kinerja karyawan yang akan memberikan penilaian secara terstruktur, manajer personalia akan memiliki sebuah sistem yang akan membantunya dalam melakukan penilaian kinerja karyawan sehingga keputusannya akan lebih kuat karena didukung oleh sistem yang memberikan penilaian secara terperinci. Begitu juga dengan karyawan, Karyawan akan lebih puas dalam menerima keputusan personalia karena Karyawan mendapatkan penilaian yang jelas dan merasa keputusan yang di berikan personalia tidak bersifat sepihak karena personalia juga menggunakan sistem sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan. Dengan adanya sistem pendukung keputusan personalia secara tidak langsung akan mengurangi masalah masalah yang terjadi dalam hubungan industrial di PT Makmur Jaya Kharisma dan hubungan kepegawaian di instansi tersebut. ## 2. METODOLOGI PENELITIAN A. Analisa Masalah Dewasa ini, sumber daya manusia masih menjadi masalah utama. Masing- masing individu terus berkompetisi untuk menjadi yang lebih baik, menjadi seseorang yang lebih berkembang dan diinginkan oleh perusahaan. Sebuah perusahaan selalu menginginkan untuk memiliki karyawan yang produktif dan berkompetan dalam bidang perusahaan tersebut demi mencapai visi dan misi perusahaan tersebut. Perusahaan dapat menggunakan berbagai sumber daya, tetapi, manusia merupakan sumber daya yang paling dibutuhkan oleh perusahaan. Karena sumber daya manusia memiliki ciri khas tersendiri yang dikira sesuai dengan gaya kerja/berpikir dari perusahaan tersebut. ## B. Perancangan ## Usecase Diagram Usecase diagram pada sistem yang akan dibangun sebagai berikut: Usecase keseluruhan sistem: Gambar 1. Desain Usecase Sistem ## Activity Diagram Gambar 2 adalah Activity Diagram Pencarian Karyawan yang dilakukan oleh Personalia. Gambar 2. Activity Diagram Pencarian Karyawan Data Flow Diagram (DFD) level 1 terdiri dari 3 proses inti yaitu: penginputan data master, penyusunan jadwal, dan hasil penyusunan jadwal. Setelah data master telah ada, proses selanjutnya adalah penyusunan jadwal matakuliah. Penyusunan jadwal matakuliah dimulai dengan pembuatan list matakuliah yang akan diproses yang menggabungkan data dari dosen, matakuliah, ruangan, dan ruangan khusus. Kemudian list matakuliah tersebut akan disusun menjadi jadwal matakuliah. ## Perancangan Database ## Entity Relationship Diagram Gambar 3 merupakan ERD dari aplikasi sistem Penilaian Karyawan. Gambar tersebut menampilkan seluruh hubungan antar tabel yang ada. Login Pencarian karyawan Personalia input nilai kriteria Admin Login Update, edit, delete data Pencarian Karyawan Tambah, edit, update, delete data karyawan Perhitungan Sistem Personal i a Si stem M asuk apl i kasi l ogi n Pi l i h data perusahaan Pi l i h data karyawan M encari Karyawan M enam pi l kan hasi l karyawan Eksekusi ## Gambar 3. ERD Sistem Penilaian Karyawan ## Physical Model Bentuk physical model dari ERD aplikasi penilaian karyawan dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Physical Model dari ERD Aplikasi Penilaian Karyawan Desain Form `Desain form – form yang akan digunakan pada aplikasi penilaian karyawan yaitu: Form Login, Form daftar, Form perhitungan, Form report, Form input nilai. ## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Implementasi Pada Segemen program disusun sebagai berikut: Form Login, Form daftar, Form perhitungan, Form report, Form tambah karyawan, Form input nilai Gambar 5. Form Login Gambar 6. Form Daftar User Baru Gambar 7. Form Tambah Karyawan Gambar 8. Form Input Nilai Bagian ini berfungsi sebagai tempat perhitungan dari data yang sudah di inputkan. Tampilan Perhitungan dapat dilihat pada Gambar 9. Memiliki nilai Karyawan Id_Karyawan NIP Nama_Karyawan Alamat_Karyawan Telp Tgl_lahir Tmpt_lahir Jenis_Karyawan Foto <pi> Integer Integer Text (25) Text (25) Integer Date Text (10) Text (25) Text (25) <M> Identifier_1 ... <pi> user Id_admin Username Password Integer Variable characters (15) Variable characters (15) <M> Kriteria Id_Kriteria Bobot Keterangan Integer Text (25) Integer <M> Identifier_1 ... <pi> Bobot_Prioritas Kriteria Bobot Keterangan Wj <pi> Integer Text (25) Integer <Undefined> <M> Identifier_1 ... <pi> Nilai Id_nilai K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 <pi> Integer Integer Integer Integer Integer Integer Integer Integer Integer <M> Identifier_1 ... <pi> Karyawan Id_Karyawan NIP Nama_Karyawan Alamat_Karyawan Telp Tgl_lahir Tmpt_lahir Jenis_Karyawan Foto ... integer integer long varchar long varchar integer date long varchar long varchar long varchar <pk> user Id_admin Username Password ... integer varchar(15) varchar(15) Kriteria Id_Kriteria Bobot Keterangan ... integer long varchar integer <pk> Bobot_Prioritas Kriteria Bobot Keterangan Wj ... integer long varchar integer <Undefined> <pk> Nilai Id_nilai Id_Karyawan K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 ... integer integer integer integer integer integer integer integer integer integer <pk> <fk> ## Gambar 9. Tab List Ruangan Dan List Ruang Khusus Form report merupakan tempat hasil akhir setelah dilakukan proses perhitungan, disini dapat dilihat urutan nilai yang di dapat oleh setiap karyawan dari yang terbesar sampai yang terkecil sehingga personalia dapat menentukan karyawan yang berkompetensi Tampilan Form ini dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Form Report 4. KESIMPULAN Pendekatan metode perankingan WEIGHTED PRODUCT pada sistem dapat diterapkan dalam kasus penilaian karyawan dengan kriteria yang disesuaikan oleh perusahaan.Dalam penyusunan jadwal kuliah menggunakan Algoritma Genetika, bila list matakuliah, banyak perulangan, dan banyak individu yang digunakan berbeda, maka susunan jadwal yang dihasilkan juga akan berbeda – beda. 1. Dengan penggunaan metode WEIGHTED PRODUCT pada sistem, dapat mempermudah pengguna dalam menilai karyawan dengan cara menginputkan nilai-nilai yang didapat oleh setiap karyawan. Sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. 2. Dengan menggunakan aplikasi tersebut pihak personalia dapat melakukan proses perhitungan hasil penilaian seluruh karyawan dengan cepat dan mendapatkan hasil yang tepat. 5. REFERENSI [1] Amsyah. (2000). Sistem adalah elemen-elemen yang saling berhubungan membentuk suatu kesatuan atau organisasi. [2] Daihani, Dadan Umar. (2005). Komputerisasi Pengambilan Keputusan. Jakarta. PT Elex Media Komputindo. [3] Jogiyanto. (2005). Analisis dan Desain Sistem Informasi. Yogyakarta. Andi Offset. [4] Krismaji. (2010). Sistem Informasi Akuntansi. Yogyakarta. Unit Penerbit Dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu YKPN. [5] Kusmini. (2003). Konsep dan Aplikasi Pendukung Keputusan. Yogyakarta: Andi. [6] Suryadi, Kadarsah. (1998). Sistem Pendukung Keputusan. Jakarta. PT Remaja Rosdakarya. [7] Turban, Efraim, J. E. (2005). Descision Support System and Intelligent System. 7 ED. Yogyakarta: Andi [8] Whitten L., Jeffery, Bentley D., Lonnie, & Dittman C., Kevin (2004). Metode Desain dan Analisis Sistem. Yogyakarta: Andi [9] Whitten, L., Jeffrey, & Bentley, D., Lonnie (2007). System Analysis and Design Methods 7th. ed. New York: McGraw-Hill Irwi
d9ab2b41-a6b5-4897-9cca-15b729a3c351
https://ejurnal.uij.ac.id/index.php/BIO/article/download/50/47
## EFEKTIVITAS EKSTRAK KELOPAK MAWAR MERAH (ROSA DAMASCENE) TERHADAP JAMUR CANDIDA ALBICANS Diah Sudiarti 1, Nailul Hidayah 2 Study Program Of Biology Education Islamic Of Jember University Email: diah.sudiarti23@gmail.com ## ABSTRAK Ekstrak kelopak mawar merah diperoleh dari hasil ekstraksi kelopak bunga mawar merah dari spesies Rosa damascene. Proses ekstraksi ini menggunakan pelarut universal yaitu aquades. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektivan ekstrak kelopak mawar merah terhadap pertumbuhan Candida albicans . Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Jember.Jenis Penelitian yang digunakan adalah Eksperimental Laboratoris dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 kali pengulangan. Analisis data menggunakan SPSS versi 11 dengan uji antara lain : uji Anova, dan uji Duncan. Penelitian ini mengunakan beberapa konsentrasi yaitu: 12,5%, 25%, 50%, 100%, serta kontrol positif (nistatin) dan kontrol negatif (aquades steril).Berdasarkan hasil uji ANOVA pengaruh ekstrak kelopak mawar merah terhadap pertumbuhan Candida albicans diperoleh nilai F hitung sebesar 60,59 dan nilai signifikasi sebesar 0,000, karena p<0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak kelopak mawar merah berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan Candida albicans . Kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan, dengan hasil yaitu konsentrasi 100% berbeda signifikan dengan konsentrasi 12,5%, 25%, 50%, kontrol positif serta kontrol negatif. Sehingga berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak kelopak mawar merah dengan konsentrasi 100% dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans. Kata Kunci: Kelopak bunga mawar merah (Rosa damascene), Candida albicans. 1 . Dosen Prodi Pendidikan Biologi UIJ 2 . Mahasiswa Prodi Pendidikan Biologi UIJ ## PENDAHULUAN Bunga mawar merupakan tanaman hias dengan ciri-ciri spesifik sebagai berikut: termasuk tanaman habitus (semak, dengan tinggi mencapai + 2m), batang berkayu dan berduri, berdaun majemuk dengan pertulangan menyirip, bunganya majemuk dengan kelopak berbentuk lonceng, berakar tunggang, bentuk bijinya bulat berwarna coklat, sedangkan buahnya berbentuk lonjong. Bunga ini memiliki banyak khasiat. Minyak maupun ekstraknya sudah sejak dulu digunakan dalam produk sabun mandi, parfum, lotion kulit dan obat-obatan (SuryowinotoSM, 1997). Ekstrak Rosa damascene memiliki bau yang agak menyengat, aroma segar, memiliki warna kuning hingga merah. Ekstrak dari tanaman mawar memiliki sifat antidepresan, antiseptik, astringen, bakterisidal, diuretik, laksatif, dan sedatif. Ekstrak ini tidak mengiritasi kulit yang sensitif dan penguapannya serta dapat berfungsi sebagai relaksan. Senyawa geraniol dan limonene yang terkandung dalam ekstrak bunga mawar dapat berfungsi sebagai antiseptik, pembunuh jamur Candida albicans penyebab keputihan dan menambah daya tahan tubuh (Retnani, 2012). Candida albicans merupakan spesies cendawan patogen dari golongan Deuteromycota. Spesies cendawan ini merupakan penyebab infeksi oportunistik yang disebutkan didiasis pada kulit, mukosa, dan organ dalam manusia. Beberapa karakteristik dari spesies ini adalah berbentuk seperti telur (ovoid) atau sferis dengan diameter 3-5 µm dan dapat memproduksi pseudohifa (C. R. Kokare, 2007). Candida albicans memiliki dua jenis morfologi, yaitu bentuk seperti khamir dan bentuk hifa. Selain itu, fenotipe atau penampakan mikroorganisme ini juga dapat berubah dari berwarna putih dan rata menjadi kerut tidak beraturan, berbentuk bintang, lingkaran, bentuk seperti topi, dan tidak tembus cahaya. Cendawan ini memiliki kemampuan untuk menempel pada sel inang dan melakukan kolonisasi (Anthony H. Rose 1990). Kandidiasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh spesies Candida albicans yangbersifatakutatau sub akut (Jawetz et al ,2005). Jamurinisebagai penyebab keputihan dan ruampopok ( diaperrash ). Sariawan juga dapat disebabkan oleh jamur ini, jika pertumbuhan jamur Candida albicans menjadi tidak terkontrol, contoh: karena kurang mengkomsumsi vitamin C dalam jumlah cukup, kurang menjaga kebersihan rongga mulut, atau tengah mendapat pengobatan dengan antibiotic yang sangat kuat. Sariawan merupakan salah satu jenis stomatitis (radang di rongga mulut) yang paling banyak terjadi. Jenis stomatitis yang lain dapat disebabkan oleh bakteri, virus, kekurangan vitamin, tergigit sendiri, gigi palsu yang tidak terpasang dengan baik, tergores sikat gigi, dan lain-lain (Smallcrabs,2012). Penelitian mengenai penggunaan ekstrak kelopak mawar Rosa damascene sebelumnya diujikan pada reptil yang mengalami stomatitis kronis oleh (Djoko et al, 2012) efektif mereduksi bakteri penyebab stomatitis kronis tersebut pada dosis 25%. Selanjutnya dalam penelitian yang dilakukan (Windi, 2014) mengenai “Daya hambat minyak atsiri mawar ( Rosa damascene Mill) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus” diketahui bahwa semakin besar konsentrasi minyak atsiri mawar yang diberikan, maka semakin besar pula daya hambatnya terhadap bakteri Staphylococcus aureus tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian mengenai ekstrak kelopak mawar merah ( Rosa damascena ) terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans masih jarang dilakukan sehingga, peneliti akan mengadakan penelitian dengan judul “Efektivitas ekstrak kelopak mawar merah ( Rosa damascene ) terhadap jamur Candida albicans”. ## METODE PENELITIAN Penelitian ini berjenis penelitian eksperimental laboratories dengan menggunakan jamur C. albicans sebagai objek penelitian. Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL).Penelitan ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi fakultas kedokteran Universitas Jember. Kelopak mawar merah yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari kebun durjo, sukorambi-jember. 1.1. Prosedur Penelitian 1.1.1. Pembuatan Medium PDA Cara kerja: 1. Timbang serbuk PDA 8 gram dan siapkan larutan aquadest 500 ml. 2. Serbuk PDA 8 gram dilarutkan dalam 500 ml aquades kemudian didihkan selama 15 menit sambil diaduk. 3. Angkat larutan PDA tersebut dan dituang ke medium cawan petri yang sebelumnya disterilkan dalam autoclave (121 0 , 15 lbs), untuk medium cawan dituang sebanyak 20ml, diamkan 30 menit dan medium siap untuk digunakan. 1.1.2. Pengenceran ekstrak kelopak mawar ( R. damascena ) Serial konsentrasi ekstrak cair kelopak mawar ( R. damascena ) yang digunakan dalam uji pendahuluan antara lain: 12,5%, 25%, 50%, dan 100% untuk melarutkan ekstrak cair bunga mawar. Diperoleh dengan mencampurkan aquades sampai volume 10 ml. pembuatan serial konsentrasi disesuaikan dengan rumus pengenceran menurut Petruci (1992:56) berikut ini dengan hasil penghitungan yang dapat dilihat di bawah ini: 1.2. Metode Analisis Data Untuk mengetahui adanya pengaruh daya hambat ekstrak bunga mawar ( R. damascena ) terhadap pertumbuhan jamur C.albicans dilakukan uji analisis of Bioshell Vol.5 No.01 2016 Hal 306 - 312 308 terjadi. Jenis stomatitis yang lain dapat disebabkan oleh bakteri, virus, kekurangan vitamin, tergigit sendiri, gigi palsu yang tidak terpasang dengan baik, tergores sikat gigi, dan lain-lain (Smallcrabs,2012). Penelitian mengenai penggunaan ekstrak kelopak mawar Rosa damascene sebelumnya diujikan pada reptil yang mengalami stomatitis kronis oleh (Djoko et al, 2012) efektif mereduksi bakteri penyebab stomatitis kronis tersebut pada dosis 25%. Selanjutnya dalam penelitian yang dilakukan (Windi, 2014) mengenai “Daya hambat minyak atsiri mawar ( Rosa damascene Mill) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus” diketahui bahwa semakin besar konsentrasi minyak atsiri mawar yang diberikan, maka semakin besar pula daya hambatnya terhadap bakteri Staphylococcus aureus tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian mengenai ekstrak kelopak mawar merah ( Rosa damascena ) terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans masih jarang dilakukan sehingga, peneliti akan mengadakan penelitian dengan judul “Efektivitas ekstrak kelopak mawar merah ( Rosa damascene ) terhadap jamur Candida albicans”. ## METODE PENELITIAN Penelitian ini berjenis penelitian eksperimental laboratories dengan menggunakan jamur C. albicans sebagai objek penelitian. Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL).Penelitan ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi fakultas kedokteran Universitas Jember. Kelopak mawar merah yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari kebun durjo, sukorambi-jember. 1.1. Prosedur Penelitian 1.1.1. Pembuatan Medium PDA Cara kerja: 1. Timbang serbuk PDA 8 gram dan siapkan larutan aquadest 500 ml. 2. Serbuk PDA 8 gram dilarutkan dalam 500 ml aquades kemudian didihkan selama 15 menit sambil diaduk. 3. Angkat larutan PDA tersebut dan dituang ke medium cawan petri yang sebelumnya disterilkan dalam autoclave (121 0 , 15 lbs), untuk medium cawan dituang sebanyak 20ml, diamkan 30 menit dan medium siap untuk digunakan. 1.1.2. Pengenceran ekstrak kelopak mawar ( R. damascena ) Serial konsentrasi ekstrak cair kelopak mawar ( R. damascena ) yang digunakan dalam uji pendahuluan antara lain: 12,5%, 25%, 50%, dan 100% untuk melarutkan ekstrak cair bunga mawar. Diperoleh dengan mencampurkan aquades sampai volume 10 ml. pembuatan serial konsentrasi disesuaikan dengan rumus pengenceran menurut Petruci (1992:56) berikut ini dengan hasil penghitungan yang dapat dilihat di bawah ini: 1.2. Metode Analisis Data Untuk mengetahui adanya pengaruh daya hambat ekstrak bunga mawar ( R. damascena ) terhadap pertumbuhan jamur C.albicans dilakukan uji analisis of Bioshell Vol.5 No.01 2016 Hal 306 - 312 308 terjadi. Jenis stomatitis yang lain dapat disebabkan oleh bakteri, virus, kekurangan vitamin, tergigit sendiri, gigi palsu yang tidak terpasang dengan baik, tergores sikat gigi, dan lain-lain (Smallcrabs,2012). Penelitian mengenai penggunaan ekstrak kelopak mawar Rosa damascene sebelumnya diujikan pada reptil yang mengalami stomatitis kronis oleh (Djoko et al, 2012) efektif mereduksi bakteri penyebab stomatitis kronis tersebut pada dosis 25%. Selanjutnya dalam penelitian yang dilakukan (Windi, 2014) mengenai “Daya hambat minyak atsiri mawar ( Rosa damascene Mill) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus” diketahui bahwa semakin besar konsentrasi minyak atsiri mawar yang diberikan, maka semakin besar pula daya hambatnya terhadap bakteri Staphylococcus aureus tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian mengenai ekstrak kelopak mawar merah ( Rosa damascena ) terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans masih jarang dilakukan sehingga, peneliti akan mengadakan penelitian dengan judul “Efektivitas ekstrak kelopak mawar merah ( Rosa damascene ) terhadap jamur Candida albicans”. ## METODE PENELITIAN Penelitian ini berjenis penelitian eksperimental laboratories dengan menggunakan jamur C. albicans sebagai objek penelitian. Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL).Penelitan ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi fakultas kedokteran Universitas Jember. Kelopak mawar merah yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari kebun durjo, sukorambi-jember. 1.1. Prosedur Penelitian 1.1.1. Pembuatan Medium PDA Cara kerja: 1. Timbang serbuk PDA 8 gram dan siapkan larutan aquadest 500 ml. 2. Serbuk PDA 8 gram dilarutkan dalam 500 ml aquades kemudian didihkan selama 15 menit sambil diaduk. 3. Angkat larutan PDA tersebut dan dituang ke medium cawan petri yang sebelumnya disterilkan dalam autoclave (121 0 , 15 lbs), untuk medium cawan dituang sebanyak 20ml, diamkan 30 menit dan medium siap untuk digunakan. 1.1.2. Pengenceran ekstrak kelopak mawar ( R. damascena ) Serial konsentrasi ekstrak cair kelopak mawar ( R. damascena ) yang digunakan dalam uji pendahuluan antara lain: 12,5%, 25%, 50%, dan 100% untuk melarutkan ekstrak cair bunga mawar. Diperoleh dengan mencampurkan aquades sampai volume 10 ml. pembuatan serial konsentrasi disesuaikan dengan rumus pengenceran menurut Petruci (1992:56) berikut ini dengan hasil penghitungan yang dapat dilihat di bawah ini: 1.2. Metode Analisis Data Untuk mengetahui adanya pengaruh daya hambat ekstrak bunga mawar ( R. damascena ) terhadap pertumbuhan jamur C.albicans dilakukan uji analisis of varian (ANOVA) dengan derajat kepercayaan 95% (p<0,05). Apabila ada perbedaan daya hambat ekstrak bunga mawar ( R. damascena Mill) terhadap pertumbuhan jamur C.albicans kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan.Perbedaan daya hambat ekstrak bunga mawar ( R. damascena Mill) terhadap pertumbuhan jamur C.albicans dapat diketahui dengan uji T dengan derajat kepercayaan 95%. HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah proses inkubasi antara ekstrak mawar merah dengan jamur C.albicans selama 24 jam, zona hambat yang terbentuk pada medium agar dapat diamati dibawah ini: Adapun data hasil pengukuran diameter zona hambat ekstrak mawar merah terhadap jamur C.albicans dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.1 Hasil pengukuran zona hambat ekstrak kelopak mawar merah sebagai antiseptik terhadap jamur C.albicans. Berdasarkan tabel 3.1 dapat diketahui bahwa ekstrak kelopak mawar merah ( R.damascena ) menunjukkan adanya daya hambat terhadap pertumbuhsn jamur C.albicans hanya pada konsentrasi tinggi 100% yaitu 1,65 cm. Mulai dari konsentrasi 12,5% sampai 50% tidak menunjukkan adanya daya hambat sama sekali. Kontrol positif (Nistatin + aquadest steril) 12,5% memiliki zona hambat sebesar 1,03 cm, dan kontrol negatif (aquadest steril) tidak menunjukkan adanya zona hambat. Untuk mengetahui apakah ekstrak mawar merah berpengaruh terhadap pertumbuhan C.albicans, maka dilakukan analisis ANOVA dan diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 3.2 Hasil Uji One-Way Anova pada masing – masing kelompok konsentrasi. ANOVA zona hambat Sum of Square s df Mean Square F Sig. Between Groups 7.782 5 1.556 60.590 .000 Within Groups .308 12 .026 Total 8.091 17 No Konsent rasi eksrak Zona hambat (cm 2 ) Ulangan ke Rerata (cm 2 ) 1 2 3 1. 12,5% 0 0 0 0 2. 25% 0 0 0 0 3. 50% 0 0 0 0 4. 100% 1,75 1,80 1,40 1,65 5. Nystatin 12,5% (K+) 0,73 1,38 1 1,03 6. Aquades 100% (K- ) 0 0 0 0 12,5% 25% 50% 100% K+ K- 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 12,50% 25% 50% 100% L u a s Z o n a H a m b a t (c m ) Serial Konsentrasi Rerata Luas Zona Hambat (cm) Berdasarkan hasil uji statistik Anova tersebut dapat diketahui bahwa daya hambat ekstrak mawar merah ( R.damascena ) pada serial konsentrasi 12,5%, 25%, 50% dan 100% terhadap jamur C.albicans menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000. Mengingat 0,000 < 0,05; maka H0: ditolak dan H1: diterima. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa konsentrasi ekstrak kelopak mawar ( R.damascena ) berpengaruh nyata terhadap jamur C.albicans, maka dari itu perlu dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui perbedaan perlakuan antar serial konsentrasi. Tabel 3.3 Hasil uji Duncan Zona hambat ekstrak kelopak mawar merah ( R.damascena ) sebagai antiseptik terhadap jamur C.albicans . Pada uji Duncan perlakuan yang berada pada kolom yang sama menandakan bahwa perlakuan tersebut berbeda tidak signifikan. Berdasarkan hasil uji statistik pada tabel di atas dapat dilihat bahwa serial konsentrasi 100% berbeda signifikan dengan semua serial konsentrasi termasuk kontrol positif dan negatif. Untuk kontrol negatif dan konsentrasi 12,5% sampai dengan 50% tidak berbeda signifikan. Sedangkan kontrol positif mempunyai daya hambat yang berbeda atau berbeda signifikan terhadap serial konsentrasi ekstrak mawar merah 12,5% sampai 50% dan kontrol negatif. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa kadar hambat minimum ekstrak kelopak mawar merah ( R.damascena ) terhadap pertumbuhan C. Albicans yaitu pada konsentrasi 100%. Hal itu dapat diamati pada grafik dibawah ini: Penelitian ini telah membuktikan bahwa ekstrak kelopak mawar merah (R.damascena) memiliki daya hambat terhadap C.albicans dikarenakan zat aktif yang terkandung dalam ekstrak mawar merah berfungsi sebagai antiseptik dan antifungi diantaranya zat tanin dan sitronellol. Zat tanin merupakan senyawa kompleks yang memiliki bentuk campuran polifenol. Senyawa fenol yang ada pada tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptik, antifungi, dan pemberi warna (Andry, 2014). Daya antifungi Zona Hambat Dun can a Perlakuan N Subset for alpha = 0.05 1 2 3 konsentrasi 50% 3 .000 konsentrasi 25% 3 .000 konsentrasi 12.5% 3 .000 kontrol negatif 3 .000 kontrol positif 3 1.037 konsentrasi 100% 3 1.650 inilah yang dapat menghambat pertumbuhan C.albicans. Sitronellol adalah senyawa terpenoid yang mengandung gugus hidroksi (- OH) yang sama seperti senyawa fenol. Sehingga memungkinkan bagi senyawa sitronellol dapat menghambat pertumbuhan jamur C.albicans dengan mendenaturasi protein dinding sel pada dinding sel jamur yang akan menyebabkan kematian pada sel (Volk dan Wheeler, 1984:61, dalam Dwi, 2012). Pada penelitian ini, C.albicans dapat dilihat daya hambatnya pada konsentrasi tinggi (konsentrasi 100%). Hal ini terjadi karena daya aktif dari zat senyawa yang terkandung dalam ekstrak mawar merah yaitu tanin dan sitronellol yang sama-sama mempunyai susunan senyawa fenol yang dapat dapat mendenaturasi dinding sel pada dinding sel jamur sehingga menyebabkan kematian pada sel. Sehingga penelitian ini, membuktikan bahwa ekstrak kelopak mawar merah ( R.damascena) mampu menghambat pertumbuhan C.albicans penyebab kandidiasis pada manusia, karena mengandung beberapa zat aktif diantaranya zat tanin dan sitronellol. Kedua zat tersebut mempunyai ikatan fenol yang mampu menghambat petumbuhan jamur C.albicans .sehingga bisa dijadikan referensi obat tradisional untuk mengatasi penyakit yang disebabkan oleh jamur C.albicans. ## II. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: a. Ekstrak kelopak mawar merah ( R.damascena ) mempunyai daya hambat terhadap pertumbuhan jamur C.albicans b. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ekstrak kelopak mawar merah ( R.damascena Mill) terhadap pertumbuhan jamur C.albicans adalah pada konsentrasi 100% dengan luas hambat sebesar 1,65. III. DAFTAR PUSTAKA Anonim.2011. Tanaman Bunga Mawar dan Kandungannya. www.bestbudidayatanaman.c om<04 Agustus 2015> Anthony H. Rose .1990. Advances in Microbial Physiology .Academic Press. ISBN 978-0-12-027730- 8.http://sainsinlive.blogspot.c om/2012/10/pengertian- ekstraksi.html<07 Juli 2015> BermanJ,Sudbery P. Candida albicans http://www.nature.com/nrg/ journal/v3/n12/box/nrg948_ BX1.html <15 Juli 2015>. C. R. Kokare (2007). Pharmaceutical Microbiology Principles and Applications . Nirali Prakashan. ISBN 978-81-85790- 61- 9http://id.wikipedia.org/wiki /Candida_albicans <07 Juli 2015> Damayanti A, Fitriana EA.2012. Pemungutan minyak atsiri mawar (Rose Oil) dengan metode maserasi . Jurnal Bahan Alam Terbarukan ISSN2303- 0623;2012 Dec:1(3) Guyton&Hall.2002. Fisiologi Kedokteran . Jakarta: EGC. Dalam Hidayatullah, Muhammad. 2012. Uji Daya Anti fungi Minyak Atsiri Bawang Merah (AlliumAscalonicum.L)Terhada p CandidaAlbicansAtcc10231Seca raInVitro. Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta. Jawetz et al.2005. Mikrobiologi kedokteran . Jakarta: Salemba ,Medika; 2005 Legowo, Djoko dkk. 2012. EfektifitasEkstrakBungaMawarM erah(RosadamascenaMill) sebagaiAntiseptik terhadapPengobatanStomatitisKr onispadaUlarPython(Python reticulatus) . http://journal.unair.ac.id/filer PDF/3%20Djoko.pdf<09 Mei 2015> Mulyana Y, Warya S, Fika, Inayah.2011. Efek aroma terapi minyak esensial mawar(Rosa DomacenaMill) terhadapjumlah bakteri udararuangan berpendingin .JMedikaPlanta. Noviantoro, Rudy.2012. Manfaat Bunga Mawar Merah . http://dhiiesmilealways.blogs pot.com/2012/03/manfaat- bunga-mawar-merah.html<09 Mei 2015> Pelczar dan Chan. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press. RetnaniAD. 2 0 1 2 . Pengaruhminyakatsiribun gamawar(rosahybrida)terhadap pertumbuhanjamurCandidaalbica ns. Jember: Universitas Jember. Ribkahwati,dkk.Tanpa tahun. Profilminyakatsirimahkota bungamawar(RosahybridL.) kultivarlokal. http://www.resea rchgate.net/profile/hery_purn obasuki/publication/25123729 2_profil_minyak_atsiri_mahko ta_bunga_mawar_(rosa_hybri da_l.)/file/60b7d51ef9e642e65 e.pdf. <09 Mei 2015> Rukmana R.1995 Mawar bunga cinta abadi menjanjikan keuntungan abadi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Setiabudy, R.danBahry, B.2007. FarmakologidanTerapiEdisi5 :Ob at Jamur.Jakarta:FakultasKedok teranUniversitasIndonesia. Setiawati, Maharani. 2012. PengaruhPemberianLarutanEks trakSiwak (Salvadorapersica)PadaBerbagai Konsentrasi TerhadapPertumbuhanCandida albicans. Semarang: Universitas Diponegoro. Smallcrabs.2012. Karakteristik Candida albicans.http://smallcrabs.bl ogspot.com/2012/03/karakt eristik-candida-albicans-.html Suryowinoto SM. 1997. Flora eksotikatanaman hias berbunga . Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Tjampakasari, Conny Riana. 2006. Karakterisasi Candida albicans. Jakarta:Universitas Indonesia. Volk dan Wheeler.1990. Mikrobiologi Dasar edisi ke 5 jilid 2. Jakarta: Erlangga. Dalam RetnaniAD. 2 0 1 2 . Pengaruhminyakatsiribun gamawar(rosahybrida)terhadap pertumbuhanjamurCandidaalbica ns. Jember: Universitas Jember. Waluyo, J. & Wahyuni, D. 2009. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Umum . Jember: FKIP Universitas Jember.
bff186bc-65a8-456b-8dc5-a08b9c67ca16
http://ejournal.upnjatim.ac.id/index.php/teknologi-pangan/article/download/500/398
## PENGUJIAN MIKROBIOLOGI FILLET IKAN BANDENG PADA PENYIMPANAN SUHU REFRIGERATOR (Microbiology Testing of milk fish Fillet on Refrigerator Storage) Yulistiani R 1) , Winarti S 1) dan Irawati EH 2) 1) Staff Pengajar Progdi Tekn. Pangan, FTI UPN “Veteran”, Jatim 2) Alumni Progdi Tekn. Pangan, FTI UPN “Veteran” Jatim Jl. Raya Rungkut Madya Gunung Anyar Surabaya 60294 Email : ratnayulistiani@yahoo.co.id ## Abstract Many milkfish fish consumed by society, but there are some people who are less fond of fish due to the large number of milkfish spines present on the fish whitefish. One of the alternatives offered, namely in the form of milkfish fillets. The purpose of this research is to know the best results on the treatment of Chitosan concentration and long storage on a storage temperature of refrigerator to the quality of physical, chemical and organoleptik fish fillet banding. The study use a factorial completely randomized Design with two- factor and 2 replications. The first Factor concentration of Chitosan (b/v), consisting of: C1 = C2 = 0%, 1%, 2% and C3 = C4 = 3% and the second Factor prolonged storage consisting of: P1 = P2 = 0 days, 4 days, 8 days = P3 and P4 = 12 days. Based on the results of the chemical analysis, microbiology and organoleptic obtained the best concentration of Chitosan treatment combination 2% can prolong the save milkfish fillet on the temperature of the refrigerator for storage 8 days produce milkfish fillet with criteria water content 76,2250%, water activity 0.85% pH 5.86, , total microbial 4,6845 log CFU/g of the test shows negative Postma, (-) (milkfish fillet has not experienced canker). The average results of organoleptic scooring showed the highest value of the texture of 2.90 (somewhat hard), the scent of 3.30 (acid) and color of 2.95 (white is rather dull, there is very little streaks). Keyword : milkfish, fillet, chitosan ## Abstrak Ikan bandeng banyak dikonsumsi oleh masyarakat, namun ada sebagian masyarakat yang kurang menyukai ikan bandeng dikarenakan banyaknya duri yang terdapat pada ikan bandeng. Salah satu alternatif yang ditawarkan yaitu ikan bandeng dalam bentuk fillet.Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hasil terbaik pada perlakuan konsentrasi Chitosan dan lama penyimpanan pada penyimpanan suhu refrigerator terhadap kualitas fisik, kimia dan organoleptik fillet ikan bandeng. Penelitian ini adalah menggunakan Rancangan acak lengkap ( RAL ) pola faktorial dua faktor dengan 2 kali ulangan Faktor I Konsentrasi Chitosan (b/v) yang terdiri atas: C1 = 0 %, C2 = 1 %, C3 = 2 % dan C4 = 3 % dan Faktor II Lama penyimpanan yang terdiri atas: P1 = 0 hari, P2 = 4 hari, P3 = 8 hari dan P4 = 12 hari. Berdasarkan hasil analisa kimiawi, mikrobiologi dan organoleptik didapatkan kombinasi perlakuan terbaik konsentrasi Chitosan 2% dapat memperpanjang masa simpan fillet ikan bandeng pada suhu refrigerator selama penyimpanan 8 hari menghasilkan fillet ikan bandeng dengan kriteria kadar air 76,2250%, aktivitas air 0,85%, pH 5,86, total mikroba 4,6845 log CFU/gr, uji Postma menunjukkan negatif (-) (fillet ikan bandeng belum mengalami kebusukan). Hasil rata-rata uji organoleptik scooring menunjukkan nilai tertinggi terhadap tekstur 2,90 (agak keras), aroma 3,30 (asam) dan warna 2,95 (putih agak kusam,terdapat sedikit bercak). ## Kata kunci : bandeng, fillet, chitosan ## PENDAHULUAN Ikan bandeng banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena rasanya gurih, tidak terlalu berbau amis, harganya relatif murah dan mudah didapatkan di pasaran, namun ada sebagian masyarakat yang kurang menyukai ikan bandeng dikarenakan banyaknya duri yang terdapat pada ikan bandeng. Salah satu alternatif yang ditawarkan yaitu ikan bandeng dalam bentuk fillet yang berupa daging ikan tanpa duri sehingga siap untuk dikonsumsi. Daging ikan, seperti halnya hasil hewani pada umumnya, mengandung zat gizi yang diperlukan bagi tubuh. Mutu protein ikan dapat dikatakan tinggi, karena mudah dicerna dan mengandung asam-asam amino dalam jenis dan jumlah yang relatif sesuai dengan kebutuhan tubuh (Kanoni,1992). Ikan termasuk dalam bahan pangan yang mudah mengalami pembusukan atau penguraian jaringan apabila tidak dilakukan penanganan lebih lanjut (yang bertujuan untuk menghambat pembusukan) sehingga ikan tetap layak untuk dikonsumsi (Moeljanto, 1992). Ikan yang dibiarkan di ruang terbuka akan cepat sekali menjadi busuk, hal tersebut disebabkan karena adanya proses autolisis, peristiwa kimiawi dan pertumbuhan mikroorganisme (Ilyas, 1983). Beberapa faktor penyebab kebusukan ikan antara lain : tubuh ikan mempunyai kadar air yang tinggi (80%) dan pH yang mendekati netral sehingga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri pembusuk. Daging ikan mengandung sedikit sekali tenunan pengikat sehingga sangat mudah dicerna oleh enzim autolisis dan hasil pencernaan ini menyebabkan ikan menjadi lunak dan merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme. Mengingat hasil-hasil perikanan yang begitu mudah mengalami kerusakan atau kebusukan maka perlu dilakukan teknik pengawetan pada fillet ikan bandeng salah satunya dengan menggunakan Chitosan . Chitosan (β 1,4 berikatan dengan glukosamin dan N acetyl glukosamin) merupakan polisakarida yang diperoleh dengan cara destilasi dari Chitin yang merupakan salah satu polimer alami terbesar yang terdapat pada makhluk hidup seperti crustasea, insekta dan fungi. Chitosan telah dibuktikan dapat menjadi antitoksin, biodegradable dan biocompatible . Pemanfaatan Chitosan dapat digunakan secara luas pada industri pangan sebagai pengawet, serat alami dan pengikat komponen lemak (Coma, 2002). Hasil penelitian You-Jin Jeon (2002) menunjukkan bahwa dengan penggunaan Chitosan 1% dapat memperpanjang masa simpan fillet daging ikan salmon selama 12 hari pada suhu + 4 o C. Penelitian yang dilakukan Bhale (2003) menunjukkan bahwa dengan penggunaan Chitosan 2% dapat memperpanjang masa simpan telur selama 5 minggu pada suhu kamar; Penelitian yang dilakukan Darmadji (1996) menunjukkan bahwa dengan penggunaan Chitosan 0,1% dapat memperpanjang masa simpan daging selama 10 hari pada refrigerator Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian pengawetan fillet ikan bandeng dengan perlakuan konsentrasi Chitosan dan lama penyimpanan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil terbaik pada perlakuan konsentrasi Chitosan dan lama penyimpanan pada penyimpanan suhu refrigerator terhadap kualitas fisik, kimia dan organoleptik fillet ikan bandeng. ## METODOLOGI PENELITIAN ## A. BAHAN-BAHAN Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan bandeng segar yang diperoleh dari nelayan tambak di Sidoarjo dan Kulit udang yang diperoleh dari Pabrik Pembekuan udang di daerah Sidoarjo. Bahan kimia yang digunakan untuk penelitian adalah NaOH 30 %, HCl 0,01 N, aquadest, Media Nutrient Broth, Media Muller Hinton Agar, Media PCA, Media Chrom Agar, NaOH, HCl. B. METODE PENELITIAN a. Rancangan Percobaan Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap yaitu : Tahap I : Pembuatan Chitosan. Tahap II : Penelitian pengujian aktivitas anti mikrobia Chitosan terhadap bakteri ikan bandeng menggunakan konsentrasi Chitosan sebesar (0, 1, 2, 3)%. Tahap III : Penelitian penggunaan Chitosan untuk meningkatkan daya awet fillet ikan bandeng. Rancangan percobaan pada penelitian tahap III adalah menggunakan Rancangan acak lengkap ( RAL ) pola faktorial dua faktor dengan 2 kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam, untuk mengetahui adanya perbedaan diantara perlakuan digunakan Uji Duncan dan apabila terjadi interaksi diantara kedua perlakuan maka dilanjutkan dengan uji regresi. Peubah berubah : - Faktor I Konsentrasi Chitosan ( b / v ) yang terdiri atas: C 1 = 0 %, C 2 = 1 %, C 3 = 2 % dan C 4 = 3 % - Faktor II Lama penyimpanan yang terdiri atas: P 1 = 0 hari, P 2 = 4 hari, P 3 = 8 hari dan P 4 = 12 hari Parameter yang diamati : 1. Pada sampel ( fillet ikan bandeng segar ) : - Analisa kadar air , metode oven ( Sudarmadji, 1976 ) - Analisa Total mikroba, metode TPC (Fardiaz, 1993). - Analisa pH. (Fardiaz, 1993). - Analisa Aw (Purnomo, 1995). 2. Pada fillet ikan bandeng setelah pengawetan : - Analisa kadar air, metode oven (Sudarmadji,1976) - Analisa pH (Fardiaz, 1985) - Analisa Total mikroba, metode TPC (Fardiaz, 1993) - Analisa Aw ( Purnomo, 1995) - Uji Awal Kebusukan (Uji Postma) 3. Uji Organoleptik (bau,warna,tekstur), dengan menggunakan metode Skoring (Susrini,1984) b. Prosedur Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 tahap, yaitu : Tahap I. Pembuatan Chitosan 1. Pembersihan cangkang udang untuk menghilangkan kotoran dan daging yang melekat pada cangkang udang. 2. Pengecilan ukuran cangkang udang dengan menggunakan blender. 3. Proses Deproteinisasi Proses penghilangan protein yang terdapat dalam cangkang udang. Kondisi optimum untuk proses ini adalah dengan memanaskan cangkang udang menggunakan larutan NaOH 4% pada suhu 100 o C selama 2 jam. 4. Proses Demineralisasi Proses pemisahan mineral bertujuan untuk menghilangkan senyawa organik yang ada pada limbah udang. Kondisi optimum dilakukan dengan menggunakan larutan asam khlorida 8% direndam selama 6 jam pada suhu kamar. 5. Proses Deasetylasi Proses deasetylasi merupakan transformasi Chitin menjadi Chitosan dengan memanaskan cangkang udang dalam NaOH 40% pada suhu 100 o C selama 3 jam. 6. Pengeringan menggunakan kabinet dryer pada suhu 40 o C selama 8 jam 7. Pengecilan ukuran dan pengayakan dengan 40 mesh sehingga dihasilkan Chitosan . Tahap II. Pengujian aktivitas antimikrobia dari berbagai konsentrasi Chitosan terhadap bakteri bandeng adalah sebagai berikut : 1. Penyiapan larutan Chitosan 0%,1%,2% dan 3% a. Chitosan 0% = 0 gr Chitosan : 100 ml aquadest b. Chitosan 1% = 1 gr Chitosan : 100 ml aquadest c. Chitosan 2% = 2 gr Chitosan : 100 ml aquadest d. Chitosan 3% = 3 gr Chitosan : 100 ml aquadest 2. Sterilisasi larutan Chitosan 121 o C selama 15 menit kemudian ditambahkan 1 ml asam asetat glasial kedalam masing-masing larutan Chitosan . 3. Ikan bandeng segar disimpan selama 24 jam dalam suhu kamar sehingga terjadi pertumbuhan bakteri pada ikan bandeng. 4. Pengambilan 1 gram daging ikan kemudian dilakukan inokulasi pada media Nutrient Broth 10 ml kemudian divortek dan dinkubasi selama 24 jam pada suhu kamar sehingga diperoleh kultur bakteri dari daging ikan bandeng. 5. 400 μl kultur bakteri diinokulasikan dalam 100 ml media Muller Hinton Agar steril, suhu (40-50) o C. 6. Penuangan media Muller Hinton agar (yang telah diinokulasi kultur bakteri) pada petridish steril dan dibiarkan sampai memadat. 7. Peletakan paper disc diameter 8 mm yang telah disterilisasi dan masing-masing telah ditetesi 100μl konsentrasi Chitosan sebesar (0, 1, 2, 3) %. 8. Inkubasi pada suhu kamar selama 24 jam. 9. Diameter zona hambatan yang terjadi diukur menggunakan jangka sorong (mm). Tahap III. Penggunaan Chitosan sebagai pengawet fillet ikan bandeng 1. Penyiapan larutan Chitosan konsentrasi 0%, 1%, 2% & 3%. a. konsentrasi Chitosan 0% terdiri dari asam asetat glasial : aquadest = 1,88 ml : 200 ml. b. konsentrasi Chitosan 1 % terdiri dari Chitosan : asam asetat glasial : aquadest = 2 gr : 1,88 ml : 200 ml c. konsentrasi Chitosan 2 % terdiri dari Chitosan : asam asetat glasial : aquadest = 4 gr : 1,88 ml : 200 ml d. konsentrasi Chitosan 3% terdiri dari Chitosan : asam asetat glasial : aquadest = 6 gr : 1,88 ml : 200 ml 2. Pelarutan dalam asam asetat glasial : aquadest = 1,88 ml : 200 ml. 3. Pengadukan pada suhu 40 o C selama 1 jam menggunakan Hotplate/Magnetic stirer. 4. Penyaringan menggunakan kertas saring untuk memisahkan padatan yang tidak terlarut. 5. Penyiapan fillet ikan ukuran 2,5 cm x 7,5 cm x 0,7 mm dan sebelumnya dilakukan analisa bahan awal meliputi kadar air, a w , total mikroba dan pH. 6. Pencelupan fillet ikan bandeng selama 30 detik. 7. Pengeringan pada suhu 40 o C selama 2 jam menggunakan kabinet dryer . 8. Pengemasan dalam kantong plastik. 9. Penyimpanan pada suhu refrigerator. ( + 4 o C) selama (0,4,8,12) hari dan dilakukan pengamatan untuk mengetahui kadar air, pH, Aw, Total mikroba dan Organoleptik dari fillet ikan bandeng. ## HASIL DAN PEMBAHASAN ## A. Analisa Bahan Baku Pada penelitian pengawetan fillet ikan bandeng dilakukan analisa bahan awal pada ikan bandeng. Hasil analisa ikan bandeng dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut : Tabel 1. Hasil analisa kimia & total bakteri pada fillet ikan bandeng Komponen Jumlah / kadar Kadar air a w pH Total mikroba 76,858 % 0,91 6,4 4,2430 (log CFU/gram) Hasil analisa awal bahan baku pada fillet ikan bandeng menunjukkan bahwa kadar air ikan bandeng sebesar 76,858%; a w 0,91; pH 6,4 dan total mikroba 4,2430 log CFU/gram. Menurut Anonymous (1988), kadar air ikan bandeng 74% dan menurut Hadiwiyoto (1993), pH ikan bandeng 6,2. Perbedaan komposisi ini dipengaruhi oleh jenis, umur dan waktu panen ikan bandeng. Hasil analisa a w dan total mikroba sesuai dengan Wibowo (1993) yang mengemukakan bahwa nilai a w pada ikan bandeng berkisar 0,844-0,985 dan total mikroba ikan bandeng <10 6 CFU/gram . Hasil analisa total mikroba diketahui bahwa didalam daging ikan sudah terdapat mikroba yang berasal dari lingkungan luar maupun dari dalam tubuh ikan dikarenakan ikan merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikrobia. Hal ini didukung oleh Afrianto dan Liviawaty (1989) yang menyatakan ikan mempunyai kadar air yang tinggi dan pH yang mendekati netral sehingga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikrobia. B. Penelitian Tahap II. 1. Pengujian Aktivitas Antimikrobia dari Berbagai Konsentrasi Chitosan terhadap Kultur Bakteri Ikan Bandeng Hasil Pengujian aktivitas antimikrobia pada Tabel 2 dan Gambar 1 menunjukkan bahwa konsentrasi Chitosan 0% - 3% mempunyai aktivitas antimikrobia terhadap kultur bakteri ikan bandeng. Hasil pengujian aktivitas antimikrobia dari berbagai konsentrasi Chitosan terhadap kultur bakteri pada ikan bandeng dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 1. Tabel 2. Hasil pengamatan aktivitas antimikrobia dari berbagai konsentrasi Chitosan terhadap kultur bakteri ikan bandeng. Konsentrasi Chitosan (%) Diameter Zona hambatan (mm) 0 1 2 3 10,8 mm 12,78 mm 13,6 mm 13,82 mm Keterangan : diameter paper dish = 8 mm. Gambar 1. Hasil pengujian aktivitas antimikrobia dari berbagai konsentrasi Chitosan terhadap kultur bakteri ikan bandeng Pada Gambar 1, menunjukkan bahwa konsentrasi 0% mulai dapat menghambat kultur bakteri pada ikan bandeng dengan ditunjukkan adanya zona hambatan sebesar 10,8 mm. Hal ini dikarenakan komposisi larutan Chitosan 0% adalah terdiri dari 1 ml asam asetat glasial dan 100 ml aquadet. Asam asetat glasial merupakan asam organik lemah yang mempunyai aktivitas antimikrobia hal ini didukung oleh Ray and Sandine (1993) yang menyatakan bahwa asam asetat merupakan asam organik lemah yang dapat berperan sebagai bahan antimikrobia. Berdasarkan Tabel 2 dan Gambar 1 dapat diketahui bahwa semakin besar konsentrasi Chitosan yang digunakan maka semakin besar zona hambatan yang dihasilkan hal ini didukung oleh Harini, (2007) yang menyatakan bahwa penggunaan Chitosan dengan konsentrasi yang semakin tinggi menyebabkan kemampuan menghambat bakteri semakin besar. Chitosan 3% Chitosan 0% Chitosan 2% Chitosan 1% 2. Aplikasi Chitosan untuk pengawetan Fillet ikan bandeng. 1. Kadar air Nilai rata-rata kadar air fillet ikan dengan perlakuan konsentrasi Chitosan dan lama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai rata-rata kadar air dengan perlakuan konsentrasi Chitosan dan lama penyimpanan Perlakuan Rata-rata Kadar air (%) DMRT 5% Notasi Konsentrasi Chitosan (%) Lama penyimpanan (hari) 0 0 4 8 12 80,6275 75,4075 73,5583 59,0100 2,3927 2,3178 2,2484 - fg de d a 1 0 4 8 12 82,1400 77,5450 74,0700 66,6100 2,4011 2,3872 2,2900 2,0818 fg ef de b 2 0 4 8 12 81,7600 79,8000 76,2250 69,2200 2,3983 2,3899 2,3455 2,1790 fg f e c 3 0 4 8 12 82,6975 80,9125 77,1985 77,0667 2,4038 2,3955 2,3733 2,3594 g f e e Keterangan : Nilai rata-rata yang didampingi huruf yang berbeda berarti berbeda nyata (p ≤ 0,05) Pada Tabel 3, menunjukkan bahwa rata-rata kadar air fillet ikan bandeng pada perlakuan konsentrasi Chitosan dan lama penyimpanan berkisar antara 59,0100 % – 79,8000 %. Pada perendaman Chitosan 2% dan lama penyimpanan 4 hari memberikan hasil Kadar air yang tertinggi (79,8000 %), sedangkan pada perlakuan perendaman Chitosan 0 % dan lama penyimpanan 12 hari menghasilkan Kadar air terendah (59,0100 %). Hubungan antara perlakuan konsentrasi Chitosan dan lama penyimpanan terhadap kadar air fillet ikan bandeng dapat dilihat pada Gambar 2. y = -0,5152x + 82,56 R 2 = 0,906 y = -1,0299x + 82,931 R 2 = 0,9286 y = -1,2516x + 82,601 R 2 = 0,9739 y = -1,6675x + 82,156 R 2 = 0,8652 55,0000 59,0000 63,0000 67,0000 71,0000 75,0000 79,0000 83,0000 87,0000 0 2 4 6 8 10 12 14 Lama Penyimpanan (hari) K a d a r a ir (% ) Konsentrasi Chitosan 0% Konsentrasi Chitosan 1% Konsentrasi Chitosan 2% Konsentrasi Chitosan 3% Linear (Konsentrasi Chitosan 3%) Linear (Konsentrasi Chitosan 2%) Linear (Konsentrasi Chitosan 1%) Linear (Konsentrasi Chitosan 0%) Gambar 2. Hubungan antara konsentrasi Chitosan dan lama penyimpanan terhadap kadar air . Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan fillet ikan bandeng dan semakin rendah konsentrasi Chitosan menyebabkan kadar air fillet semakin turun. Terjadinya penurunan kadar air ini kemungkinan disebabkan hilangnya sebagian air produk karena dehidrasi pada penyimpanan suhu dingin. Semakin rendah konsentrasi Chitosan menyebabkan penurunan kadar air fillet ikan bandeng , hal ini disebabkan jumlah Chitosan pada fillet ikan bandeng berkurang sehingga kemampuan Edible Coating Chitosan pada produk juga berkurang yang mempunyai kemampuan sebagai pelindung melapisi produk sehingga dapat menghambat laju transmisi uap air (nilai laju transmisi uap airnya rendah). Hal ini didukung oleh Desroirer (1988), yang mengemukakan bahwa daging yang disimpan pada penyimpanan dingin semakin lama semakin kering atau kehilangan kesegaran permukaan akibat proses dehidrasi. Menurut Illyas (1988), dehidrasi pada pendinginan dapat terjadi karena perpindahan panas dalam ruang pendingin (dari produk ke ruang pendingin yang membawa uap air). Sedangkan menurut Kittur, et al (1998), yang menyatakan Chitosan mempunyai kemampuan Edible Coating yang berfungsi melapisi produk ## 2. Aktivitas Air (a w ) Nilai rata-rata aktivitas air fillet ikan bandeng dengan perlakuan konsentrasi Chitosan dan lama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai rata-rata aktivitas air fillet ikan bandeng dengan perlakuan konsentrasi Chitosan dan lama penyimpanan Perlakuan Rata-rata aktivitas air (a w ) DMRT 5% Notasi Konsentrasi Chitosan (%) Lama penyimpanan (hari) 0 0 4 8 12 0,85 0,84 0,84 0,83 0,0027 0,0026 0,0026 - c b b a 1 0 4 8 12 0,85 0,85 0,84 0,83 0,0027 0,0027 0,0026 0,0023 c c b a 2 0 4 8 12 0,85 0,85 0,85 0,83 0,0027 0,0027 0,0027 0,0025 c c c a 3 0 4 8 12 0,85 0,85 0,85 0,84 0,0027 0,0027 0,0027 0,0025 c c c b Keterangan : Nilai rata-rata yang didampingi huruf yang berbeda berarti berbeda nyata (p ≤ 0,05) Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata aktivitas air (a w ) fillet ikan bandeng pada perlakuan perendaman Chitosan dan lama penyimpanan berkisar antara 0,83– 0,85. Pada perlakuan konsentrasi Chitosan (2, 3) % dan lama penyimpanan (0, 4, 8) hari ; konsentrasi Chitosan 1% dan lama penyimpanan (0, 4) hari; konsentrasi Chitosan 0% dan lama penyimpanan (0) hari memberikan hasil aktivitas air (a w ) yang tertinggi (0,85), sedangkan pada perlakuan konsentrasi Chitosan (0, 1, 2 ) % dan lama penyimpanan 12 hari menghasilkan aktivitas air (a w ) terendah (0,83). Hubungan antara perendaman Chitosan dan lama penyimpanan terhadap aktivitas air (a w ) fillet ikan bandeng dapat dilihat pada Gambar 3. y = -0,0015x + 0,849 R 2 = 0,9000 y = -0,0015x + 0,854 R 2 = 0,6000 y = -0,0018x + 0,853 R 2 = 0,8909 y = -0,0007x + 0,852 R 2 = 0,6000 0,810 0,820 0,830 0,840 0,850 0,860 0,870 0 2 4 6 8 10 12 14 Lam a Penyim panan (hari) A w Konsentrasi Chitosan 0% Konsentrasi Chitosan 1% Konsentrasi Chitosan 2% Konsentrasi Chitosan 3% Linear (Konsentrasi Chitosan 0%) Linear (Konsentrasi Chitosan 2%) Linear (Konsentrasi Chitosan 1%) Linear (Konsentrasi Chitosan 3%) Gambar 3. Hubungan antara perendaman Chitosan dan lama penyimpanan terhadap aktivitas air (a w ) fillet ikan bandeng. Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan fillet ikan bandeng dan semakin rendah konsentrasi Chitosan dapat menurunkan aktivitas air. Penurunan a w ini disebabkan hilangnya sebagian air bebas produk karena dehidrasi pada penyimpanan suhu dingin, dimana RH lingkungan penyimpanan suhu refrigerator (81%) lebih rendah dibanding RH produk. Semakin rendah konsentrasi Chitosan menyebabkan a W fillet ikan bandeng semakin turun, hal ini disebabkan berkurangnya jumlah Chitosan pada fillet ikan bandeng sehingga kemampuan Edible Coating Chitosan pada produk juga berkurang yang mempunyai kemampuan sebagai pelindung yang dapat melapisi produk sehingga dapat menghambat hilangnya sebagian air didalam produk hal ini didukung Hadiwiyoto (1993) yang menyatakan bahwa hilangnya sebagian air tersebut disebabkan adanya peristiwa penguapan air pada suhu rendah. Sedangkan menurut Kittur, et al (1998) yang menyatakan Chitosan mempunyai kemampuan Edible Coating yang berfungsi melapisi produk 3. Total Mikroba Nilai rata-rata total mikroba fillet ikan bandeng dengan perlakuan konsentrasi Chitosan dan lama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai rata-rata total bakteri dengan perlakuan konsentrasi Chitosan dan Lama penyimpanan Perlakuan Rata-rata Total Mikroba (Log CFU/gr) DMRT 5% Notasi Konsentrasi Chitosan (%) Lama penyimpanan (hari) 0 0 4 8 12 3,6500 5,1395 7,0600 7,1330 0,0821 0,0904 0,0905 0,0906 bc h i i 1 0 4 8 12 3,6800 4,2030 4,7155 4,9185 0,0863 0,0884 0,0901 0,0903 b d f g 2 0 4 8 12 3,2760 3,6625 4,6845 4,9160 - 0,0848 0,0900 0,0902 a bc e g 3 0 4 8 12 3,6980 3,6125 4,3775 4,4610 0,0874 0,0785 0,0889 0,0895 c b e e Keterangan : Nilai rata-rata yang didampingi huruf yang berbeda berarti berbeda nyata (p ≤ 0,05) Pada Tabel 5. menunjukkan bahwa rata-rata total mikroba fillet ikan bandeng pada perlakuan konsentrasi Chitosan dan lama penyimpanan berkisar antara 3,2760 – 7,1330. Pada perlakuan konsentrasi Chitosan 0% dan lama penyimpanan 12 hari memberikan hasil total bakteri yang tertinggi (7,1330), sedangkan pada perlakuan penambahan Chitosan 2% dan lama penyimpanan 0 hari menghasilkan total bakteri terendah (3,2760). Hubungan antara perendaman konsentrasi Chitosan dan lama penyimpanan terhadap total mikroba fillet ikan bandeng dapat dilihat pada Gambar 4 . y = 0,3092x + 3,8902 R 2 = 0,9095 y = 0,1057x + 3,7451 R 2 = 0,9675 y = 0,1486x + 3,2435 R 2 = 0,9425 y = 0,0764x + 3,5792 R 2 = 0,7893 2,5000 3,0000 3,5000 4,0000 4,5000 5,0000 5,5000 6,0000 6,5000 7,0000 7,5000 8,0000 0 2 4 6 8 10 12 14 Lam a Penyim panan (hari) T o ta l M ik ro b a ( lo g C F U /g ra m ) Konsentrasi Chitosan 0% Konsentrasi Chitosan 1% Konsentrasi Chitosan 2% Konsentrasi Chitosan 3% Linear (Konsentrasi Chitosan 0%) Linear (Konsentrasi Chitosan 1%) Linear (Konsentrasi Chitosan 2%) Linear (Konsentrasi Chitosan 3%) Gambar 4. Hubungan antara perendaman Chitosan dan lama penyimpanan terhadap Total Mikroba fillet ikan bandeng. Pada Gambar 4 menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan dan semakin rendah konsentrasi Chitosan maka total mikroba fillet ikan bandeng mengalami kenaikan. Kenaikan total mikroba pada fillet ikan bandeng selama penyimpanan kemungkinan disebabkan oleh mikroorganisme yang masih tumbuh secara aktif karena masih tersedianya nutrisi, a w , kadar air serta pH yang mencukupi untuk pertumbuhan mikrobia pada fillet ikan bandeng. Semakin rendah konsentrasi Chitosan menyebabkan kenaikan total mikroba pada fillet ikan bandeng dikarenakan berkurangnya jumlah Chitosan pada fillet ikan bandeng sehingga kemampuan Chitosan sebagai antimikrobia dan Edible Coating juga berkurang, yang berfungsi melapisi dan melindungi produk dari pertumbuhan mikrobia. Pengaruh antimikrobia Chitosan terhadap fillet ikan bandeng dapat berkurang dikarenakan Chitosan berfungsi sebagai zat penghambat pertumbuhan mikrobia sehingga masih dimungkinkan terjadinya fase log pertumbuhan mikrobia. Menurut Hadiwiyoto (1993), setelah ikan mati, daging ikan kehilangan ketahanannya sementara kebutuhan bakteri tidak lagi dapat terpenuhi dari lingkungannya, maka bakteri akan menggunakan daging untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan populasinya segera berkembang cepat. Daging ikan merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Menurut Darmadji and Izumimoto (1994) yang mengemukakan bahwa Chitosan mampu menyerap nutrisi yang ada pada bakteri dan memiliki kapasitas untuk menghambat air dan menghalangi sistem enzim beberapa bakteri, Mekanisme aktivitas antimikrobia Chitosan sangat berkaitan dengan protonasi gugus amine dari Chitosan. Gugus amine dari Chitosan (NH 2 ) akan bereaksi dengan ion H + (proton) dari asam asetat sehingga akan terbentuk gugus NH 3 + pada Chitosan . Hal ini akan menyebabkan Chitosan bersifat polielektrolit. Bagian dari gugus NH 3 + ini akan bereaksi dengan bagian hidrofilik dinding sel bakteri yang dapat mengganggu kerja enzim-enzim sel bakteri sehingga mengakibatkan kematian sel. (Agullo, 2003). Menurut Hadiwiyoto (1989), Bakteri golongan Pseudomonas adalah yang memegang peranan terbesar pada pembusukan hasil perikanan dan menurut Yin-Chin et al (2004), bakteri Pseudomonas (termasuk golongan bakteri gram negatif) lebih sensitif terhadap Chitosan dibanding bakteri yang lain dan didapatkan bahwa bakteri Gram negatif lebih sensitif terhadap Chitosan dibanding Gram positif. Berdasarkan standart SNI, ikan segar mempunyai Total mikroba <10 6 koloni/gr (Wibowo, 1993) dan menurut Stenstrom (1985), bahwa daging ikan pada penyimpanan suhu 2 o C mempunyai nilai Total mikroba maksimal 10 6 koloni/gr. Mengacu pada batasan nilai tersebut maka Chitosan efektif menghambat pertumbuhan mikrobia pada fillet ikan bandeng. 4. pH Nilai rata-rata pH fillet ikan bandeng dengan perlakuan konsentrasi Chitosan dan lama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai rata-rata pH dengan perlakuan konsentrasi Chitosan dan Lama penyimpanan Perlakuan Rata-rata pH DMRT 5% Notasi Konsentrasi Chitosan (%) Lama penyimpanan (hari) 0 0 4 8 12 6,05 6,75 7,25 7,50 0,1620 0,1724 0,1730 0,1732 a cd f g 1 0 4 8 12 6,00 6,50 6,85 7,05 0,1500 0,1700 0,1726 0,1728 a c cd e 2 0 4 8 12 6,00 6,40 6,55 6,70 - 0,1690 0,1710 0,1722 a b c cd 3 0 4 8 12 6,00 6,15 6,30 6,65 0.1570 0,1650 0,1670 0,1720 a a b c Keterangan : Nilai rata-rata yang didampingi huruf yang berbeda berarti berbeda nyata (p ≤ 0,05) Pada Tabel 6. menunjukkan bahwa rata-rata pH fillet ikan bandeng pada perlakuan konsentrasi Chitosan dan lama penyimpanan berkisar antara 6,00 – 7,50. Pada perlakuan konsentrasi Chitosan 0% dan lama penyimpanan 12 hari memberikan hasil pH yang tertinggi (7,50), sedangkan pada perlakuan penambahan Chitosan 1 %, 2%, 3% dan lama penyimpanan 0 hari menghasilkan pH terendah (6,00). Hubungan antara konsentrasi Chitosan dan lama penyimpanan terhadap pH fillet ikan bandeng dapat dilihat pada Gambar 5 . y = 0,1213x + 6,16 R 2 = 0,9586 y = 0,0875x + 6,075 R 2 = 0,9646 y = 0,0563x + 6,075 R 2 = 0,931 y = 0,0525x + 5,96 R 2 = 0,9484 5,50 5,70 5,90 6,10 6,30 6,50 6,70 6,90 7,10 7,30 7,50 7,70 0 2 4 6 8 10 12 14 Lam a Penyim panan (hari) PH Konsentrasi Chitosan 0% Konsentrasi Chitosan 1% Konsentrasi Chitosan 2% Konsentrasi Chitosan 3% Linear (Konsentrasi Chitosan 0%) Linear (Konsentrasi Chitosan 1%) Linear (Konsentrasi Chitosan 2%) Linear (Konsentrasi Chitosan 3%) Gambar 5. Hubungan antara perendaman Chitosan dan lama penyimpanan terhadap pH fillet ikan bandeng. Pada Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan dan semakin rendah konsentrasi Chitosan maka dapat meningkatkan pH. Kenaikan pH selama lama penyimpanan hal ini diduga sebagai akibat adanya kegiatan mikroorganisme yang menguraikan asam amino menjadi senyawa- senyawa yang mudah menguap yang bersifat basa sehingga mengakibatkan kenaikan pH. Semakin rendah konsentrasi Chitosan menyebabkan kenaikan pH dikarenakan berkurangnya kemampuan Chitosan dalam menghambat pertumbuhan mikrobia yang dapat yang menguraikan asam amino menjadi senyawa-senyawa yang mudah menguap yang bersifat basa. Menurut Ilyas (1983) menyatakan bahwa aksi mikroorganisme akan menguraikan asam amino yang menghasilkan senyawa – senyawa volatile bersifat basa sehingga mengakibatkan kenaikan nilai pH produk pangan, selain itu, dapat juga dihasilkan komponen – komponen tertentu seperti amoniak, H 2 S yang memberikan bau busuk, dengan semakin lama penyimpanan maka mikroorganisme semakin berkembang biak. Sedangkan menurut Agullo (2003) yang menyatakan bahwa aktivitas antimikrobia Chitosan sangat berkaitan dengan protonasi gugus amine dari Chitosan. Gugus amine dari Chitosan (NH 2 ) akan bereaksi dengan ion H + (proton) dari asam asetat sehingga akan terbentuk gugus NH 3 + pada Chitosan . Hal ini akan menyebabkan Chitosan bersifat polielektrolit. Bagian dari gugus NH 3 + ini akan bereaksi dengan bagian hidrofilik dinding sel bakteri yang dapat mengganggu kerja enzim-enzim sel bakteri sehingga mengakibatkan kematian sel. 5. Uji Postma (Uji Awal Kebusukan) Berdasarkan hasil analisa uji Postma menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi Chitosan menyebabkan perbedaan hasil uji postma (yang merupakan uji awal kebusukan). Hasil anlisa uji Postma fillet ikan bandeng dengan perlakuan konsentrasi Chitosan dan lama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Uji Postma Fillet Ikan Bandeng Perlakuan Hasil Uji Postma Konsentrasi Chitosan (%) LamaPenyimpanan (hari) 0 0 4 8 12 - + + + 1 0 4 8 12 - - + + 2 0 4 8 12 - - - + 3 0 4 8 12 - - - + Keterangan : (+) = kertas lakmus berubah warna menjadi biru muda/ungu (fillet ikan sudah mengalami kebusukan) (-) = kertas lakmus tidak berubah warna (fillet ikan belum mengalami kebusukan) ( + ) = kertas lakmus berubah sebagian (dubius) (fillet ikan mulai mengalami kebusukan) Pada Tabel 7 menunjukkan bahwa dengan konsentrasi Chitosan 0 % fillet ikan bandeng sudah mengalami pembusukan pada penyimpanan 4 hari (dengan ditunjukkan hasil uji postma yang + pada hari ke 4). Pada konsentrasi 1% fillet ikan bandeng sudah mengalami pembusukan pada penyimpanan 8 hari (dengan ditunjukkan hasil uji postma + pada hari ke 8). Pada konsentrasi 2% dan 3% fillet ikan mulai mengalami kebusukan pada penyimpanan 12 hari (dengan ditunjukkan hasil uji postma + pada hari ke 12 ). Prinsip dasar uji postma adalah mendeteksi pelepasan NH3 akibat kerusakan protein daging dengan menggunakan indikator kertas lakmus. Menurut Prawesthirini (2006), Pembacaan hasil pengujian uji Postma menunjukkan hasil positif (+) apabila terjadi perubahan kertas lakmus menjadi warna menjadi biru muda/ungu, untuk hasil negatif (-) apabila tidak terjadi perubahan warna pada kertas lakmus, untuk hasil dubius ( + ) apabila kertas lakmus berubah sebagian. Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi Chitosan yang digunakan dapat menghambat proses pembusukan pada fillet ikan bandeng yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme sehingga pertumbuhan mikrobia menurun dan proses pembusukan pada fillet ikan bandeng juga menurun. Hal ini didukung oleh Agullo (2003) yang menyatakan bahwa Chitosan mempunyai aktivitas antimikrobia ## KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa kimiawi, mikrobiologi dan organoleptik didapatkan kombinasi perlakuan terbaik konsentrasi Chitosan 2% dapat memperpanjang masa simpan fillet ikan bandeng pada suhu refrigerator selama penyimpanan 8 hari menghasilkan fillet ikan bandeng dengan kriteria kadar air 76,2250%, aktivitas air 0,85%, pH 5,86, total mikroba 4,6845 log CFU/gr, uji Postma menunjukkan negatif (-) (fillet ikan bandeng belum mengalami kebusukan). Hasil rata-rata uji organoleptik scooring menunjukkan nilai tertinggi terhadap tekstur 2,90 (agak keras), aroma 3,30 (asam) dan warna 2,95 (putih agak kusam,terdapat sedikit bercak). ## PUSTAKA Afrianto, E dan Liviawaty, E. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan . Kanisus. Jakarta. Agullo, E., Rodriguez, s., Ramos, V. 2003. Present and Future Role of Chitin and Chitosan in Food . Argentina. J. Bioscience 3, 521-530. Bhale, S. Prinyawiwatku I, W., Farr, A. J., Nadarajah, K., Meyers, P.S. 2003. Chitosan Coating Improves Shelf Life of Eggs . J. Food Science. Vol 68. Coma, V., A. Martial Gross, S. Garreau, A. Copinet. Salin, and A. Deschamps. 2002. Edible Antimicrobia Film Based on Chitosan matri x. J. Food Science, 67, 1162-1169. Darmadji, P and Izumimoto, M. 1996. Effect of Chitosan on Meat Preservation. J. Indonesian Food and Nutrition Progress Vol 3. no 2. Desroirer, N. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia . Jakarta. Fardiaz, S. 1992 . Mikrobiologi Pangan I . Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan . Jilid I. Liberty. Yogyakarta. Harini, Noor. 2007. Uji Kemampuan Kitosan Sebagai Antimikrobia Terhadap Pertumbuhan Bakteri Pseudomonas aeroginosa dan Sallmonella thyphimurium Secara In Vitro. Universitas Muhamadiyah Malang. Malang. Ilyas, S. 1983 . Pengantar Pengolahan Ikan . Lembaga Teknologi Perikanan. Jakarta. Kanoni, S dan Naruki, S. 1992. Biokimia dan Teknologi Protein Hewani . PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta. Kittur, F.S., Kumar, K.R. and Tharanathan, R.N. 1998. Fungtional Pakaging Properties of Chitosan Films. Department of Biochemistry and Nutrition Central Food Technology Research Institute. India. 206, 44-47. Krochta, J.M., Baldwin, E.A. and Nisperos-carriedo. 1992. Edible Coating and Film to Improve Food Quality . Technomic, Publ. Co. Inc. USA. Prawesthirini, Soetji., Siswanto, H.P., Estoepangestie, A.T., Lusiastuti,M.A. dan Effendi, M.H. 2006. Analisa Kualitas Susu dan Daging . Universitas Airlangga. Surabaya. Moeljanto. 1982. Penggaraman dan Pengeringan Ikan . Penebar Swadaya. Jakarta. Muchtadi, T., Fardiaz, S., dan Nastiti, S. 1992. Analisa Mikroteknik dalam Ilmu Pangan. Departemen Pendidikan dan kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nur, D. 2006. Pemanfaatan Chitosan dari Eksoskeleton Udang atau Rajungan sebagai Penganti Formalin . SMUN 3 Tuban. Tuban. Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya Dalam Pengawetan Pangan . UI Press. Jakarta. Ray and Sandine. 1993. Aseptic, Propionic and Lactid Acid of Starter Culture and Bacteria as Biopreservative. J. Food Biopreservative of Microbial Origin. Press Bocaration. Page 103-132. Stenstrom, I.M. 1985. Microbial Flora of Cod Fillets (Gadus Morhua) Stored at 2 o C in Different mixtures of Carbondioksida and Nitrogen/Oksigen. Journal of Food Protect. 48, 585 – 589. Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta. Wibowo, Djoko dan Ristanto. 1993. Petunjuk Khusus Deteksi Mikroba Pangan . Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta. Ying-chin., Ya-Ping Su., Ciing- Chang Chen., Guang JIA., Huey-lan Wang., Gaston Wu., Jaung-geng. 2004. Relationship Between Antimicrobial Activity of Chitosan and Surface Characteristic of Cell Wall. J. Pharmacol Science, 25, 932-936. Yong Jin Kim., Hoon Oh., Eun Jung Chang., Jee Young Kim. 2001. Antimicrobial Characteristic of chitosan againt Food spoilage Microorganisms in Liquid media and Mayonnaise . Seoul.
d12a0f6b-d2b7-4b2e-8142-21e9d5003d01
https://jurnal.itscience.org/index.php/educendikia/article/download/2399/1829
## Edu Cendikia: Jurnal Ilmiah Kependidikan Volume: 3 | Nomor 1 | April 2023 | E-ISSN: 2798-365X | DOI: 10.47709/educendikia.v3i01.2399 ## Pembelajaran Anak di Era Digital Author: Nadia Anggraeni 1 Yuni Mariani Manik 2 Afiliation: PGSDUniversitas TerbukaUPBJJ Malang 1. ## UniversitasPGRI Kanjuruhan Malang 2 ## Corresponding email Yuni@unikama.ac.id Histori Naskah: Submit: 2023-06-07 Accepted: 2023-06-09 Published: 2023-06-09 This is an Creative Commons License This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License ## Abstrak: Kehadiran teknologi informasi memiliki dampak terhadap perubahan seluruh aspek kehidupan, khususnya dalam proses pembelajaran. Pembelajaran adalah interaksi antara pendidik dengan peserta didik pada suatu lingkungan belajar. Dalam proses interaksi yang dilaksanakan Pendidik dengan peserta didik era digital saat ini memiliki perbedaan dengan sebelumnya. Di mana proses pembelajaran (interaksi) berlangsung menjadi interaksi pembelajaran digital. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus dengan fokus untuk menganalisis strategi pembelajaran pendidikan dasar pada era digital (Amada & Hakim, 2022) Metode penelitian merupakan prosedur dan teknik penelitian. Antara satu penelitian dengan yang lain, prosedur dan tekniknya akan berbeda. Kalau tidak berbeda, berarti penelitian itu hanya mengulang penelitian yang sudah ada sebelumnya. Tapi bukan berarti harus berbeda semuanya. Untuk penelitian sosial misalnya, populasi penelitian mungkin saja sama, tapi Teknik samplingnya berbeda, teknik pengumpulan datanya berbeda, analisis datanya berbeda, dan lain-lain (Prasrihamni et al., 2022). Pembelajaran dengan media digital dapat membuat anak tertarik, lebih cepat memahami materi, fleksibel dapat digunakan dalam situasi apapun, serta memiliki banyak fitur. Dalam proses pembelajaran guru menggunakan metode belajar sambil bermain. Guru juga dapat membuat video pembelajaran sendiri mulai dari kegiatan pembuka, inti hingga penutup (Amada & Hakim, 2022) Kata kunci : Strategi Pembelajaran, Teknologi Pembelajaran, Era Digital, Pendidikan Dasar. ## Pendahuluan Pendidikan di era digital saat ini sangatlah pesat, kemajuan dalam bidang teknologi tidak hanya dinikmati oleh orang dewasa saja, anak-anak usia sekolah dasar juga sudah bisa menikmati dari hasil perkembangan teknologi saat ini. Teknologi banyak dimanfaatkan dalam dunia pendidikan, sebagai sarana dan prasarana interaksi antara pendidik dan peserta didik. Perkembangan teknologi saat ini mempunyai dampak positif dan damapak negatif, sebaiknya dampak positif lebih dominan dimanfaatkan oleh pengguna teknologi.(Putri, 2018) Era digital ditandai dengan maraknya penggunaan perangkat teknologi yang saat ini tengah berkembang secara pesat. revolusi digital yang juga sering disebut revolusi industri 4.0 sebagai era terjadinya profilerasi komputer dan otomatisasi pencataan di semua bidang termasuk di antaranya bidang pendidikan. Dalam perkembangannya, Indonesia baru mencapai tahap era revolusi industri 4.0. Pencapaian revolusi industri 4.0 di Indonesia tidak hanya diupayakan dalam segi industri semata, namun juga merambah pada bidang pendidikan. Adanya peningkatan sumber daya manusia melalui program link and match antara pendidikan dengan industri menjadi bukti dari upaya penyelasaran industri 4.0 di bidang Pendidikan. Wujud kemajuan teknologi yang merambah di bidang pendidikan terlihat dari banyaknya media ajar digital yang menunjang proses pembelajaran baik secara daring maupun luring. Ini menunjukkan bahwa, era konvensional mulai berakhir dan beralih pada era digitalisasi. (Purnasari & Sadewo, 2021)Perkembangan era digital dan juga adanya pandemi Covid-19 saat ini membentuk pola baru dalam pembelajaran yang juga terjadi pada jenjang pendidikan dasar.Perangkat seluler layar sentuh (mis.,ponsel ## Edu Cendikia: Jurnal Ilmiah Kependidikan Volume: 3 | Nomor 1 | April 2023 | E-ISSN: 2798-365X | DOI: 10.47709/educendikia.v3i01.2399 cerdas, tablet) telah ada di mana-mana untuk anak kecil. Aplikasi interaktif atau "aplikasi" yang dianggap "mendidik" untuk anak kecil juga semakin populer dan semakin diintegrasikan ke dalam ruang kelas anak usia dini sebagai alat pembelajaran karena keuntungan yang dirasakan untuk keterlibatan anak dan pembelajaran aktif. Integrasi teknologi aplikasi interaktif ke dalam kehidupan anak-anak di rumah dan sekolah telah melampaui penelitian yang diperlukan untuk menginformasikan rekomendasi komprehensif untuk penggunaannya. Rekomendasi sejauh ini berfokus pada pencegahan penggunaan layar yang berlebihan daripada peluang untuk memaksimalkan pembelajaran. Penelitian tentang apakah anak kecil dapat belajar dari aplikasi interaktif; domain keterampilan akademik, kognitif, atau sosial-emosional yang mungkin paling didukung oleh aplikasi interaktif; dan kondisi di mana pembelajaran ini dapat dimaksimalkan; masih muncul.(Riady, 2021) ## Studi Literatur Literasi digital merupakan salah satu jenis literasi dari berbagai jenis kemajuan literasi yang muncul terhadap perkembangan dan kemajuan teknologi. Literasi digital menurut (Safitri et al., 2020) adalah kemahiran seseorang dalam memahami konten konten digital. Pemahaman mengenai literasi, mayoritas memahami bahwa hal tersebut hanya sekedar kemahiran untuk membaca dan menulis. Pada periode awal kemajuan literasi, literasi ditafsirkan sebagai kemahiran untuk memakai bahasa dan video dalam wujud yang beragam untuk membaca, menulis, mendengarkan, berbicara, melihat, mengungkapkan dan merefleksikan ide secara kritis. Kemajuan selanjutnya memberitahukan bahwa literasi berkaitan dengan situasi serta penerapan sosial. (Andarini & Salim, 2021) ## Metode Penelitian Penelitian kualitatif adalah metode untuk menggali dan memahami makna yang dianggap oleh individu atau kelompok orang tertentu berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Penelitian deskriptif ialah tipe penelitian yang bertujuan untuk menyajikan gambaran lengkap dari suatu lingkungan sosial atau dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi suatu fenomena atau kenyataan sosial Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus dengan fokus untuk menganalisis strategi pembelajaran pendidikan dasar pada era digital (Amada & Hakim, 2022) ## Hasil Perkembangan pendidikan di setiap wilayah yang ada di Indonesia pada kenyataannya berbeda satu dengan yang lain. Perkembangan Pendidikan di wilayah Bengkayang belum dapat disetarakan dengan pendidikan di wilayah perkotaan. Kualitas SDM dan minimnya sarana dan prasarana sekolah menjadi kendala internal yang menyebabkan proses pembelajaran tidak maksimal, selain itu beberapa sekolah berada pada kategori susah akses dan belum teraliri listrik. Kondisi tersebut menjadi kendala eksternal dalam tercapainya pembelajaran yang efektif. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di UPT SDN Slorok 01 pembelajaran yang diterapkan proses pendidikan. Ponsel pembelajaran adalah salah satu dari banyak contoh tentang bagaimana teknologi dapat digunakan untuk mendukung praktik inovatif di sekolah (Ikawati, 2021) Pembelajaran karakter secara digital sangat membantu siswa mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Akan tetapi, masih terdapat kesalahan pemahaman guru terhadap pembelajaran digital. Pembelajaran karakter secara digital sering hanya diterjemahkan sebagai pembelajaran dengan penggunaan alat digital. Hal ini ada simplifikasi dan kegagalan dalam memahami sebuah konsep. Pembelajaran digital adalah upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan tidak hanya sekadar pemanfaatan alat digital di kelas. Oleh karena itu, pembelajaran digital tidak dapat sebagai tren untuk menggunakan alat-alat digital melainkan suatu tanggung jawab untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.(Triyanto, 2020) Perkembangan sosial anak usia sekolah dasar sudah bertambah, dari yang awalnya hanya bersosial dengan keluaga di rumah, kemudian berangsur-angsur mengenal orang-orang disekitarnya. Anak pada usia ini juga telah mengenal gaya hidup digital, baik itu dari rumah, teman-teman, sekolah dan lingkungan sekitar. Era ## Edu Cendikia: Jurnal Ilmiah Kependidikan Volume: 3 | Nomor 1 | April 2023 | E-ISSN: 2798-365X | DOI: 10.47709/educendikia.v3i01.2399 digital tidak hanya punya dampak positif, tapi juga berdampak negatif, disinilah peran kita sebagai orang tua, pendidik dan masyarakat dewasa membimbing dan mengawasi anak untuk menjalaninya dengan baik, tepat, dan bermanfaat positif bagi anak itu sendiri.(Putri, 2018). Perlulah direncanakan Langkah-langkah konkrit sehingga dapat dilaksanakan oleh pelaku Pendidikan dan pengelola Pendidikan sesuai dengan sarana dan prasarana serra sumber daya manusia yang tersedia. Begitu pula sebaliknya Pendidikan yang ridak direncanakan dengan baik maka akan berdampak pada proses Pendidikan yang tidak sesuai dengan tujuan dan pendididkan pada hakikatnya. Sebagai contoh dalam proses pembelajaran seorang guru hendaknya membuat RPP terlebih dahulu dengan harapan pembelajaran yanag dilaksanakan daoat berjalan dengan baik untuk mencapai tujuan yang telah dilakukan.(Nardawati, 2021) Karakter akan terbentuk bila aktivitas dilakukan berulang-ulang secara rutin hingga menjadi suatu kebiasaan, yang akhirnya tidak hanya menjadi suatu kebiasaan saja tetapi sudah menjadi suatu karakter. Pendidikan karakter dapat diterapkan pada semua mata pelajaran. Setiap mata pelajaran yang berkaitan denga norma-norma perlu dikembangkan dan dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Di era digital ini peran keluarga, guru dan masyarakat sekitar sangatlah penting dalam meningkatkan karakter calon penerus bangsa. Keluarga sebagai tempat utama dan pertama peserta didik menjalani kehidupan hendaklah mengawasi dan membimbing dengan penuh kasih sayang, tegas, dan cermat. Peran guru dalam membangun karakter peserta didik semakin meningkat, kompleks dan berat. Guru tidak hanya mengajarkan konsep karakter yang baik, tetapi bagaimana mengarahkan peserta didik untuk dapat mengimplementasikan pada kehidupam sehari-hari. Guru juga sebagai panutan harus menerapkan karakter yang baik pada dirinya sendiri. Masyarakat sekitar juga berperan dalam mengawasi dan memotivasi perkembangan karakter peserta didik (Putri, 2018) belajar yang efektif itu terjadi jika belajar itu sendiri merupakan perubahan, artinya belajar itu mengubah cara kita menerima sesuatu dan pengalaman hidup kita. Dengan perubahan tersebut berarti kita mengubah cara menerima sesuatu yang selanjutnya dapat mengubah perilaku kita dan pada gilirannya mengubah cara kita melakukan interaksi dengan masyarakat. Perubahan yang terjadi dalam diri siswa akan berarti, jika pengalaman itu bermakna. Kita memahami perubahan dalam perilaku siswa itu sebagai akibat dari pengalaman (Setyosari, 2015) ## Pembahasan Di era digital ini peran keluarga, guru dan masyarakat sekitar sangatlah penting dalam meningkatkan karakter calon penerus bangsa. Keluarga sebagai tempat utama dan pertama peserta didik menjalani kehidupan hendaklah mengawasi dan membimbing dengan penuh kasih sayang, tegas, dan cermat. Peran guru dalam membangun karakter peserta didik semakin meningkat, kompleks dan berat. Guru tidak hanya mengajarkan konsep karakter yang baik, tetapi bagaimana mengarahkan peserta didik untuk dapat mengimplementasikan pada kehidupam sehari-hari. Guru juga sebagai panutan harus menerapkan karakter yang baik pada dirinya sendiri. Masyarakat sekitar juga berperan dalam mengawasi dan memotivasi perkembangan karakter peserta didik. Menentukan tujuan, artinya media yang digunakan harus sesuai dengan materi yang akan disampaikan; Menentukan keefektifan, artinya guru wajib memilih media yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan; Mengukur kemampuan guru dan siswa, artiny a guru harus mampu mempertimbangkan apakah media yang digunakan dapat menyampaikan pesan yang dituju dan materi yang disampaikan juga harus sesuai pada kemampuan pola berfikir siswa; Mempertimbangkan faktor fleksibilitas, artinya guru harus mampu menentuka n media yang dapat digunakan disegala situasi, tahan lama dan dapat memanfaatkan barang disekitar yang sekiranya dapat digunakan sebagai media; Memperhatikan faktor kesediaan media, artinya guru dapat memanfaatkan benda benda disekitar yang nantinya akan dibuat sendiri atau membeli; Menentukan faktor kesesuaian antara manfaat dan biaya, artinya biaya yang dipakai untuk memperoleh media yang digunakan tersebut apakah dapat bermanfaat untuk pembelajaran yang dituju atau tidak; Menentukan faktor kualitas,ar tinya untuk ## Edu Cendikia: Jurnal Ilmiah Kependidikan Volume: 3 | Nomor 1 | April 2023 | E-ISSN: 2798-365X | DOI: 10.47709/educendikia.v3i01.2399 memperoleh hasil yang baik dalam pembelajaran maka guru harus menentukan media yang bermutu (Amada & Hakim, 2022). Gadget memiliki banyak manfaat bagi penggunanya diantaranya adalah membantu menyelesaikan pekerjaan, mengisi waktuluang, hiburan dan sampai pada menambah pertemanan melalui media sosial. Dalam hal ini, penggunaan gadget pada saat ini perlu diperhatikan secara khusus karena penggunaan gadget yang berlebihan dapat mengakibatkan kerugian bagi penggunanya. Kerugian tidak hanya pada kesehatan saja, melainkan kerugian dalam segi ekonomi (Boiliu, 2020). Untuk itu hal terpenting dalam Pendidikan tak lupa juga karena guru , ujung tombak pembeljaran ini adalah guru, untuk itu perlu untuk kitab isa menghargai guru selain kita mempelajari tentang teknologi-teknologi pembelajaran (Mansir, 2020) Penelitian ini menggunakan metode meta analisis. Meta analisis adalahpenelitian yang dilakukan dengan cara merangkum, mereview dan menganalisis data penelitian dari hasil penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan cara mencari jurnal artikel yang relevan sesuai dengan judul yang akan diteliti melalui Google Schoolardengan kata kunci pendidikan karakter, anak sekolah dasar, era digital. Penelitian dalam jurnal tersebut guna untuk mengetahui sejauh mana pentingnya pendidikan karakter anak sekolah dasar di eradigital.(Kezia, 2021) ## Kesimpulan Istilah “era digital” merupakan perkembangan dari dunia teknologi yang terdiri atas seperangkat media yang tidak akan berfungsi jika berdiri sendiri.13Sedangkan media digital adalah sebuah bentuk media elektronik dimana data disimpan dalam format digital. Katadigital/di.gi.tal/aberhubungan dengan angka-angka untuk sistem perhitungan tertentu, dan berhubungan dengan penomoran. Digital berasal dari kata digitus, dalam bahasa Yunani berarti jari jemari.(Andriyani, 2018) Di Indonesia kesiapan menghadapi tantangan pendidikan era revolusi industri 4.0 adalah segera meningkatkan kemampuan dan keterampilan sumberdaya manusia Indonesia melalu pendidikan dengan melahirkan operator dan analis handal bidang manajemen pendidikan sebagai pendorong kemajuan pendidikan berbasis teknologi informasi di Indonesia menjawab tantangan Industri 4.0 yang terus melaju pesat. Kebijakan manajemen pendidikan di Indonesia saat ini mendorong seluruh level pendidikan, terutama pendidikan tinggi untuk memanfaatkan kemajuan teknologi digital dan komputasi pendidikan era revolusi industry keempat. Beberapa solusi yang bisa dilakukan antara lain, 1) kesesuaian kurikulum dan kebijakan dalam pendidikan, 2) kesiapan SDM dalam memanfaatkan ICT, mengoptimalkan kemampuan peserta didik, dan mengembangkan nilai - nilai (karakter) peserta didik, serta 3) kesiapan sarana dan prasarana pendidikan.(Syamsuar & Reflianto, 2019) ## Referensi Amada, N. Z., & Hakim, A. (2022). Analisis Penggunaan Youtube sebagai Media Ajar Pendidikan Anak Usia Dini di Era Digital. Jurnal Riset Pendidikan Guru PAUD , 9–14. Andarini, F. A., & Salim, H. (2021). Implementasi Literasi Digital Pada Pembelajaran Sekolah Dasar Saat Pandemi. Didaktika , 1 (1), 181–189. Andriyani, I. N. (2018). Pendidikan anak dalam keluarga di era digital. FIKROTUNA: Jurnal Pendidikan Dan Manajemen Islam , 7 (1), 789–802. Azis, T. N. (2019). Strategi pembelajaran era digital. The Annual Conference on Islamic Education and Social Science , 1 (2), 308–318. Boiliu, F. M. (2020). Peran Pendidikan Agama Kristen Di Era Digital Sebagai Upaya Mengatasi ## Edu Cendikia: Jurnal Ilmiah Kependidikan Volume: 3 | Nomor 1 | April 2023 | E-ISSN: 2798-365X | DOI: 10.47709/educendikia.v3i01.2399 Penggunaan Gadget Yang Berlebihan Pada Anak Dalam Keluarga Di Era Disrupsi 4.0. REAL DIDACHE: Journal of Christian Education , 1 (1), 25–38. Ikawati, H. D. (2021). PEMANFAATAN TIK SEBAGAI STRATEGI MENGATASI TANTANGAN PENDIDIKAN DI ERA DIGITAL. JOURNAL SCIENTIFIC OF MANDALIKA (JSM) e-ISSN 2745- 5955| p-ISSN 2809-0543 , 2 (3), 95–100. Kezia, P. N. (2021). Pentingnya pendidikan karakter pada anak sekolah dasar di era digital. Jurnal Pendidikan Tambusai , 5 (2), 2941–2946. Mansir, F. (2020). Kesejahteraan Dan Kualitas Guru Sebagai Ujung Tombak Pendidikan Nasional Era Digital. Jurnal IKA PGSD (Ikatan Alumni PGSD) Unars , 8 (2), 293–303. Nardawati, N. (2021). Perencanaan Pendidikan yang Baik Sebagai Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan di Era Digital. Jurnal Literasiologi , 6 (2), 556568. Prasrihamni, M., Marini, A., Nafiah, M., & Surmilasari, N. (2022). Inovasi Pendidikan Jenjang Sekolah Dasar Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Di Era Digital. JRPD (Jurnal Riset Pendidikan Dasar) , 5 (1), 82–88. Purnasari, P. D., & Sadewo, Y. D. (2021). Strategi Pembelajaran Pendidikan Dasar di Perbatasan Pada Era Digital. Jurnal Basicedu , 5 (5), 3089–3100. Putri, D. P. (2018). Pendidikan karakter pada anak sekolah dasar di era digital. AR-RIAYAH: Jurnal Pendidikan Dasar , 2 (1), 37–50. Riady, A. (2021). Pendidikan Berkualitas di Era Digital:(Fokus: Aplikasi Sebagai Media Pembelajaran). Jurnal Literasi Digital , 1 (2), 70–80. Setyosari, P. (2015). Peran Teknologi Pembelajaran dalam Transformasi Pendidikan di Era Digital. Seminar Nasional Teknologi Pendidikan UM , 218–227. Syamsuar, S., & Reflianto, R. (2019). Pendidikan dan tantangan pembelajaran berbasis teknologi informasi di era revolusi industri 4.0. E-Tech: Jurnal Ilmiah Teknologi Pendidikan , 6 (2). Triyanto, T. (2020). Peluang dan tantangan pendidikan karakter di era digital. Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan , 17 (2), 175–184.
6cf55945-9571-475b-a8c2-81608e0266dd
https://jurnal.polibatam.ac.id/index.php/JI/article/download/122/113
## PENGARUH BESAR MEDAN MAGNET TERHADAP PENGURANGAN KADAR CaCO 3 DALAM AIR Triswantoro Putro1 * dan Endarko2 # * Politeknik Negeri Batam Jurusan Teknik Elektro Jl. Parkway, Batam Center, Batam 29461 , Indonesia triswantoro@physics.its.ac.id # Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Jurusan Fisika FMIPA Jl. Arif Rahman Hakim, Sukolilo, Surabaya 60111, Indonesia endarko@physics.its.ac.id ## ABSTRAK Penelitian mengenai pengaruh medan magent terhadap pengurangan kadar CaCO 3 dalam air telah dilakukan. Air sadah merupakan air yang terkontaminasi ion Ca 2+ , Mg 2+ , CO 3 2- . Ion – ion tersebut dikelilingi oleh molekul air atau yang disebut dengan hydration shell . Hydration shell adalah sebuah lapisan yang menahan ion – ion tersebut untuk membentuk sebuah molekul seperti CaCO 3. Medan magnet yang diberikan akan mempengaruhi hydration shell . Penelitian dilakukan dengan memvariasikan besarnya medan magnet yaitu sebesar 0,05 dan 0,1 Tesla. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan medan magnet 0,05 Tesla pada larutan sampel dengan konsetrasi CaCO 3 dalam air 520 mg/L menghasilkan prosentase pengurangan maksimum sebesar 28,57 % selama 120 menit, sedangkan untuk medan magnet 0,1 T menghasilkan pengurangan maksimum sebesar 57,69 %. Kata Kunci : Air Sadah, medan magnet, hydration shell . ## ABSTRACT The research on the influence of magnetic field over the CaCO3 precipitation in water has been carried out. The hard water is water contaminated with Ca 2+ , Mg 2+ , CO 3 2- . Those ions are surrounded by water molecules which is also known as hydration shell. The hydration shell is a layer that holds ions to form a molecule such as a CaCO 3 . The given magnetic field will affect the hydration shell. The study was conducted by varying the magnitudes of the magnetic field which equal to 0.05 and 0.1 Tesla. The sample solution for this research is 520 mg/L CaCO 3 . The experiment has been accomplished within 120 minutes experiment resulted a maximum reduction percentage of 28.57% for the magnetic field value of 0.05 Tesla. While the magnetic field value of 0.1 Tesla obtained 57,69 % of the maximum reduction. Key words : hard water, magnetic field, hydration shell ## 1. PENDAHULUAN Kebutuhan air bersih dan air minum dapat dipenuhi dengan memanfaatkan beberapa sumber air. Antara lain, air hujan, air tanah, air laut, air sungai dan lain – lain. Prosentase terbanyak dari sumber air tersebut adalah berasal dari air tanah dan air sungai. Di beberapa daerah, air tanah dan air sungai memiliki beberapa kelemahan yaitu kandungan kadar kapur yang melebihi standar. Hal ini dikarenakan beberapa daerah di Indonesia memiliki batuan karst (kapur) yang dapat larut dalam air berbentuk ion – ion dan membentuk air sadah. Kelebihan kadar kapur terlarut dalam air dapat mengganggu kesahatan jika diminum. Metode dengan menggunakan medan magnet adalah salah satu solusi untuk dapat mengurangi kadar kapur terlarut dalam air sehingga air dapat dikonsumsi [1]. Salah satu kelebihan Medan magnet adalah tanpa menggunakan campuran bahan kimia dalam proses pengolahannya sehingga air hasil olahan tidak terkontaminasi dengan bahan-bahan lain pada saat proses pengendapan air berkapur. Penelitian yang dilakukan Alimi Fathi dkk menunjukkan bahwa proses presipitasi CaCO 3 dipengaruhi oleh adanya medan magnet [1]. Hasil penelitian menunjukkan terjadi perbedaan antara kandungan kadar kapur dalam air sebelum dan sesudah perlakuan medan magnet. Terjadi pengendapan sebesar 7 – 22 % dengan aliran air sebesar 0.54 L/menit dibandingkan dengan tanpa perlakuan medan magnet. Pengaruh pH juga di teliti oleh Fathi dengan menggunakan pengontrol pH sebagai salah satu variable. pH yang di gunakan adalah 6, 7 dan 7.5 [1]. Penelitian lain yang dilakukan oleh Banejad dkk pada tahun 2009 juga meneliti tentang pengaruh medan magnet terhadap presipitasi CaCO 3 [2]. Banejad dkk meneliti tentang variasi besarnya aliran air dan besarnya medan magnet yang digunakan dalam proses presipitasi kapur. Tetapi dalam paper yang ditulis tidak menunjukkan berapa prosentase penurunan Article History Received 04 August 2014 Accepted 11 September 2014 Jurnal Integrasi , vol. 6, no. 2, 2014, 151-155 ISSN: 2085-3858 (print version) kadar kapur dalam air hanya menunjukkan bahwa terjadi perunan kadar kapur dalam air atau tidak [2]. Makalah penelitin ini adalah fokus terhadap pengaruh variasi besar medan magnet terhadap jumlah prosentase pengurangan kadar CaCO 3 dalam air. ## 2. TINJAUAN PUSTAKA Batu kapur didefinisikan sebagai batuan yang banyak mengandung kalsium karbonat. Dalam keadaan murni mempunyai bentuk kristal kalsit, yang terdiri dari CaCO 3 dan memiliki berat jenis 2.6 – 2.8 gr/cm 3 . Kalsium karbonat dalam media air akan membentuk tiga macam Kristal, yaitu kalsit yang berstruktur Kristal rhombohedral, vaterit berstruktur orthorombic dan aragonite berstruktur hexagonal. Terbentuknya macam-macam bentuk Kristal ini dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu temperatur [3], pH larutan [3], derajat saturasi [4], kecepatan aliran CO 2 bila menggunakan metode karbonasi, serta adanya bahan aditif . Air tanah banyak mengandung mineral – mineral terlarut seperti Ca 2+ , Mg 2+ , CO 3 2- , bikarbonat (HCO 3 - ) dan gas CO 2 yang menyebabkan kesdahan dalam air. Ion – ion penyebab kesadahan tersebut dikelilingi oleh molekul air dan membentuk suatu lapisan yang disebut hydration shell seperti terlihat pada Gambar 1. Hydration shell ini akan menahan ion – ion tersebut untuk membentuk sebuah molekul seperti CaCO 3 . Ikatan antara molekul air dengan ion relatif lebih kuat jika dibandingkan dengan ikatan hydrogen antar molekul air sehingga ion Ca 2+ sukar melepaskan diri dari lapisan tersebut. Tetapi ikatan antara molekul air dengan ion bisa terlepas jika diberikan beberapa perlakuan antara lain agitasi mekanik, suhu, medan magnet, dan lain-lain. Perlakuan tersebut dapat mengganggu hidrat ion sehingga akan terjadi tumbukan antar ion Ca 2+ dan ion CO 3 2- membentuk CaCO 3 [5]. Gambar 1. Orientasi molekul air terhadap ion Ca 2+ dan CO 3 2- Sumber : http://cnx.org/ Ikatan antara ion dan molekul air yang membentuk lapisan hydration shell mempengaruhi terbentuknya presipitasi CaCO 3 . Semakin kuat ikatan tersebut maka akan semakin sukar terbentuk presipitasi. Salah satu metode untuk memecah ikatan tersebut adalah dengan menggunakan medan magnet. Gaya Lorentz terjadi ketika ion (Ca 2+ atau CO 3 2- ) bergerak melewati sebuah medan magnet. Arah gaya Lorentz mengikuti kaidah tangan kanan dengan besar ( ) . Gabrielli pada tahun 2001 meneliti tentang efek dari gaya Lorentz terhadap presipitasi CaCO 3 dengan memagnetisasi larutan CaCO 3 yang disirkulasi. Hasil pengamatan terhadap ion Ca 2+ sebelum dan sesudah magnetisasi menunjukkan adanya pengurangan kadar ion tersebut dalam larutan [6]. Pergeseran ion dari lintasan geraknya yang diakibatkan oleh adanya gaya Lorentz memberikan efek pemutusan ikatan antara molekul air dan ion. Efek gaya lorent terhadap pergeseran ion telah dipelajari oleh Kozic pada tahun 2003. Hasil simulasi menunjukkan terjadi persegesar ion sebesar 0,2 – 10 nm dan pergeseran partikel 0,2 nm – 2 µm [7]. Besarnya pergeseran tersebut yang bisa menyebabkan terganggunya hydration shell sehingga ion Ca 2+ dan CO 3 2- dapat bertumbukan dan berikatan membentuk CaCO 3 . ## 3. METODOLOGI Medan magnet dibangkitkan dari gulungan kawat yang berbentuk solenoid dengan jumlah lilitan 1000. Solenoid yang dibuat berjumlah 3 pasang. Karena power suplay yang digunakan adalah sumber tegangan (v) maka besarnya arus yang dikonsumsi bergantung pada hambatan lilitan kawat. Semakin besar hambatan lilitan maka semakin kecil arus yang dibutuhkan. Hal ini berdasarkan hukum ohm. . Arus (i) berbanding terbalik dengan hambatan (R). Medan magnet yang dihasilkan oleh solenoid diukur dengan menggunakan alat ukur medan magnet tipe U11300 merk 3B Net log produksi Jerman. Gambar 2 merupakan skematik peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan air kapur dengan menggunakan medan magnet. Gambar 2 . Set-up rangkaian percobaan untuk pengujian air sampel. Proses pengolahan dilakukan dengan memasukkan sampel larutan CaCO 3 dengan kandungan kapur 1040 gr/L kedalam tangki air kemudian air sampel akan dialirkan melewati 3 pasang medan magnet dengan kecepatan aliran 375 mL/menit. Sirkulasi air sampel dilakukan selama 2 jam dan untuk setiap 10, 20, 30, 45, 60, 80, 100 dan 120 menit dilakukan pengambilan sampel untuk dilakukan pengujian kadar kapurnya. Suhu larutan dianggap sama antara 28 – 29 ºC. Air hasil pengolahan kemudia dilakukan Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode titrasi kompleksiometri EDTA untuk mengetahui banyaknya pengendapan yang terjadi (Gambar 3). Gambar 3. Diagram alur pengujian kadar kapur dengan metode titrasi kompleksiometri EDTA [8] ## 4. HASIL DAN DISKUSI Penelitian pengaruh medan magnet terhadap presipitasi CaCO 3 telah dilakukan. Medan magnet dibuat dengan memanfaatkan solenoid dengan jumlah lilitan sebanyak 1000. Lilitan di beri variasi tegangan 5 dan 12 Volt. Besar medan magnet yang dihasilkan diukur dengan alat pengukur medan magnet U11300. Hasil pengukuran medan magnet dengan variasi tegangan dalam penelitian ini dirangkum dalam tabel 1. Tabel 1. Hasil pengukuran medan magnet Tegangan (volt) Arus (A) Medan magnet (mT) Magnet I 12 2.30 105 5 0.87 46 Magnet II 12 2.45 119 5 0.94 50 Magnet III 12 2.47 123 5 0.88 49 Perbedaan medan magnit hasil pengukuran disebabkan jumlah lilitan dari solenoid yang tidak sama persis 1000. Jumlah lilitan tersebut mempengaruhi hambatam dari solenoid, sehingga arus yang dikonsumsi oleh lilitan pun berbeda – beda. Medan magnet berbanding lurus dengan arus yang dikonsumsi solenoid. Semakin kecil arus yang dikonsumsi maka semakin kecil juga medan magnet yang dihasilkan. Gambar 4 menunjukkan pengaruh variasi besar medan magnet terhadap prosentase presipitasi CaCO 3 . Grafik tersebut menunjukkan bahwa pengolahan dengan menggunakan magnet 0,1 tesla menghasilkan pengurangan kadar kapur dalam air lebih banyak dari pada dengan medan magnet 0,05 tesla. Tanda negatif pada grafik tersebut menunjukkan terjadinya pengurangan kadar kapur dalam persen. Pengolahan dengan medan magent 0,05 tesla terjadi pengurangan kadar kapur seiring lama nya waktu yang pengolahan. Semakin lama pengolahan, pengurangan kadar kapur semakin banyak berkurang. Sampai pada keadaan saturasi pada menit ke 80. Setelah menit ke-80 tidak terjadi pengurangan kadar kapur. Hal ini dikarenakan pengaruh medan magnet sudah tidak ada lagi terhadap ion – ion Ca 2+ dan CO 3 2- . Sedangkan untuk pengolahan medan magent 0,1 tesla, memberikan pengaruh yang lebih besar dengan waktu pengolahan yang sama. Maksimum presipitasi yang terjadi setelah diberi perlakuan medan magnet sebesar 0,05 Tesla adalah 28,57 % sedangkan untuk perlakuan dengan medan magnet 0,1 tesla terjadi pengendapan sebesar 57,69 %. Ikatan antara ion dan molekul air yang terbentuk ( hydration shell) mengalami pelemahan setelah diberi perlakuan medan magnet. Pelemahan ikatan ini akan memudahkan ion – ion pembentuk CaCO 3 berikatan. Pelemahan ikatan antara molekul air dan ion dikarenakan terjadinya pergereseran ion dari lintasannya yang diakibatkan oleh adanya gaya Lorentz. Gaya Lorentz terjadi ketika ion (Ca 2+ atau Dimasukkan ke dalam erlenmeyer Air sampel + 5 ml Lar.buffer pH 10 + 2 tetes EBT Menitrasi dengan EDTA Larutan merah + EDTA Terus menitrasi Larutan Biru 50 ml cuplikan air sampel Tangki penampung Tangki air Pipa Magnet Magnet Pompa air u s s u s u CO 3 2- ) bergerak melewati sebuah medan magnet. Arah gaya Lorentz mengikuti kaidah tangan kanan dengan besar ( ) . Efek gaya Lorentz terhadap pergeseran ion telah dipelajari oleh Kozic pada tahun 2003. Hasil simulasi menunjukkan terjadi persegesar ion sebesar 0,2 – 10 nm dan pergeseran partikel 0,2 nm – 2 µm [7]. Dengan pergeseran tersebut, hydration shell akan terganggu sehingga ion Ca 2+ dan CO 3 2- akan terlepas dari ikatannya dengan molekul air dan dapat berikatan membentuk CaCO 3 . Semakin besar penggunaan medan magnet untuk mengolahan maka semakin besar gaya Lorentz yang dihasilkan. Semakin besar gaya Lorentz yang dihasilkan maka ikatan antar molekul air dengan ion Ca 2+ dan CO 3 2- mudah terlepas. Terlepasnya ion – ion tersebut akan memudahkan untuk saling berikatan dam membentuk kapur. Peletakan kutub medan magnet juga berpengaruh pada proses pengendapan kadar kapur. Penggunaan medan magnet yang disusun paralel dapat meningkatkan efisiensi medan magnet yang digunakan. Penelitian yang dilakukan menggunakan medan magnet yang disusun parallel. Hal ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang menghasilkan pengurangan kadar kapur lebih banyak 27,14% daripada magnet yang disusun seri[9]. Perbedaan prosentase pengurangan ketika diberi perlakuan medan magnet seri dan paralel adalah karena penempatan medan magnet tersebut berpengaruh pada orientasi ion – ion terhadap kutub magnet. Perubahan orientasi arah medan magnet menyebabkan pergerakan ion berosilasi mengikuti kutub magnet yang di berikan sehingga akan memberikan pengaruh lebih besar untuk memperlemah interaksi hidrat ion. Sehingga memudahkan ion – ion keluar dari ikatan molekul air dan saling bertumbukan antar ion dan dapat membentuk persipitasi CaCO 3 [9]. 0 20 40 60 80 100 120 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 Tanpa pengolahan Magnet 0.05 T Magnet 0.1 T P en g u ra n g an C aC O 3 (%) Waktu (menit) Gambar 4. Prosentase pengurangan kadar kapur dalam air dengan variasi besar medan magnet (0,05 dan 0,1 Tesla) 0 20 40 60 80 100 120 7 8 9 10 11 12 pH Conductivity Waktu (menit) pH 200 400 600 800 1000 1200 C o n d u c ti v ity (µ S) Gambar 5. pH dan konduktivitas air sampel setelah pengolahan dengan menggunakan medan magnet Gambar 5 menunjukkan pengukuran pH air sampel di ukur dengan menggunakan alat AZ 86505. Dari hasil pengukuran (Gambar 5) didapatkan bahwa terjadi penurunan pH untuk sampel setelah di olah dengan medan magnet dari 11,37 ke 10,51 untuk waktu pengolahan 120 menit. Penurunan pH ini diakibatkan berkurang nya ion – ion Ca 2+ dan CO 3 2- dalam larutan yang membentuk presipitasi CaCO 3 . Selain pH, dilakukan juga pengukuran terhadap konduktivitas air sampel yang telah diolah. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa terjadi penurunan konduktivitas larutan setelah diolah selama 120 menit dengan medan magnet sebesar 30,76 % dari 1180 ke 363. Menurut Holysz tahun 2007 menyakatan penurunan konduktivitas larutan disebabkan adanya pelemahan interaksi hidrat ion. Jika interaksi hidrat ion melemah maka terjadinya nukleasi CaCO 3 akan lebih mudah[10]. ## 5. SIMPULAN Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa pengolahan air kapur dengan besar medan magnet yang berbeda menghasilkan presipitasi CaCO 3 berbeda juga. Prosentase pengurangan maksimum sebesar 28,57 % untuk medan magnet 0,05 tesla dengan waktu pengolahan 120 menit sedangkan untuk besar medan magnet 0,1 tesla menghasilkan pengendapan maksimum adalah sebesar 57,69 %. ## 6. DAFTAR ACUAN [1] A. Fathi, T. Mohamed, G. Claude, G. Maurin, and B. A. Mohamed, "Effect of a magnetic water treatment on homogeneous and heterogeneous precipitation of calcium carbonate," Water Research, vol. 40, pp. 1941- 1950, 2006. [2] H. Banejad and E. Abdosalehi, "THE EFFECT OF MAGNETIC FIELD ON WATER HARDNESS REDUCING," Thirteenth International Water Technology Conference, IWTC 13 2009, Hurghada, Egypt, 2009. [3] P.-C. Chen, C. Y. Tai, and K. C. Lee, "Morphology and Growth Rate of Calcium Carbonate Crystals in a Gas-Liquid-Solid Reactive Crystallizer," Chemical Engineering Science, vol. 2, No. 21-22, pp. 4171-4177, 1997. [4] G. H. Fairchild and R. L. Thatcher, "Acicular Calcite and Aragonite Calcium Carbonate," US Patent vol. 6, 022, p. 517, 2000. [5] N. Saksono, A. Wijaya, and T. Budikania, "Pengaruh Medan Elektromagnet Terhadap Presipitasi CaCO3," Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” pp. G03-1 - G03-6, 26 Januari 2010 2010. [6] C. Gabrielli, R. Jaouhari, G. Maurin, and M. Keddam, "Magnetic water treatment for scale prevention," Water Research, vol. 35, pp. 3249- 3259, 2001. [7] V. Kozic and L. C. Lipus, "Magnetic Water Treatment for a Less Tenacious Scale," Journal of Chemical Information and Computer Sciences, vol. 43, pp. 1815-1819, 2013/05/30 2003. [8] K. F. ITS, "Modul Praktikum Kimia Analitik I," 2004. [9] T. Putro and Endarko, "Pengaruh Variasi Penempatan Kutub Medan Magnet pada Pengurangan Kadar CaCO3 dalam Air," JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA, vol. 9 Nomor 3, pp. 125-127, 2013. [10] L. Holysz, A. Szczes, and E. Chibowski, "Effects of a static magnetic field on water and electrolyte solutions," Journal of Colloid and Interface Science, vol. 316, pp. 996-1002, 2007.
7260b536-9dfb-4d43-9491-a435a47b6758
http://jurnal.borneo.ac.id/index.php/borneoengineering/article/download/4977/2772
## Scheduling Analysis of Heavy Rehabilitation Project in the Dr.R.Koesma Tuban With PERT Method Edy Sutrisno Putra* 1 , Nova Nevila Rodhi 2 , Ayu Kurnia Ratnasari 3 1,2,3 Universitas Bojonegoro, Jl. Lettu Suyitno No.2, Glendeng, Kalirejo, Kec. Bojonegoro, Kabupaten. Bojonegoro e-mail: * 1 edysapratama7@gamil.com , 2 nova.nevila@gmail.com , 3 fanara.ayu@gamil.com ## Abstract Project scheduling is a key factor in achieving successful implementation as planned. Constraints such as limited resources, improper reporting, and high costs often become challenges in project management. Delays in project completion are very detrimental both in terms of cost and time. Just like what happened in the Rehabilitation and Heavy Construction Project of the Outpatient and Administration Building at Dr. R. Koesma Regional General Hospital in Tuban Regency, there was a delay of 10 days in its implementation. This research aims to determine the duration of the rehabilitation of the dr. R. Koesma Hospital building in Tuban Regency using the PERT method to improve time efficiency, reduce the risk of delays, and ensure overall project success. The research method used is combining two approaches, PERT method (Program Evaluation and Review Technique) to calculate the expected duration estimation of each work, and Microsoft Project 2016 to compile a project schedule that allows identification of critical activities and work network analysis. The results of the analysis using PERT method and Microsoft Project 2016 showed that the project was estimated to be completed in 115 days, faster than the planned 133 days. The probability that the project will be completed within the planned target duration T(d) = 133 days is 99.9%. Hence, there is a high probability that the project will be completed on time. Keywords: Time Schedule, Program Evaluation and Review Techique, Microsoft Project 2016 ## Abstrak Penjadwalan proyek adalah faktor kunci dalam mencapai keberhasilan pelaksanaan sesuai rencana. Kendala seperti sumber daya terbatas, pelaporan yang tidak tepat, dan biaya tinggi sering menjadi tantangan dalam manajemen proyek. Keterlambatan penyelesaian proyek sangat merugikan baik dari segi biaya maupun waktu. Seperti halnya yang terjadi pada proyek Pembangunan Rehabilitasi Berat Gedung Rawat Jalan Dan Administrasi di RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban yang pada pelaksanaanya mengalami keterlambatan selama 10 hari, Penelitian ini bertujuan menentukan durasi rehabilitasi gedung RSUD dr. R. Koesma di Kabupaten Tuban menggunakan metode PERT untuk meningkatkan efisiensi waktu, mengurangi risiko keterlambatan, dan memastikan keberhasilan proyek secara menyseluruh. Metode penelitian yang digunakan yaitu menggabungkan dua pendekatan, metode PERT (Program Evaluation and Review Technique) untuk menghitung estimasi durasi yang diharapkan dari setiap pekerjaan, dan Microsoft Project 2016 untuk menyusun jadwal proyek yang memungkinkan identifikasi kegiatan kritis dan analisis jaringan kerja. Hasil analisis menggunakan metode PERT dan Microsoft Project 2016 menunjukan proyek diperkirakan selesi dalam 115 hari, lebih cepat dari rencana 133 hari. Probabilitas penyelesian proyek proyek selesai pada target durasi rencana T(d) = 133 hari adalah sebesar 99,9%. Menadakan kemungkinan tinggi proyek akan selesai tepat waktu. Kata kunci : Time Schedule, Program Evaluation and Review Techique, Microsoft Project 2016 ## 1. Pendahuluan Perkembangan pesat zaman telah memengaruhi industri konstruksi global, termasuk Indonesia di mana pembangunan infrastruktur terus berkembang dan beragam seiring waktu. Pertumbuhan berkelanjutan ini memberikan dampak positif bagi masyarakat dan pemerintah. Namun, dengan beragamnya proyek infrastruktur yang dilakukan, diperlukan manajemen yang lebih efektif dan efisien dalam perencanaan dan pelaksanaannya, terutama dalam pengaturan manajemen waktu (Erkles dkk., 2023). Dalam sebuah proyek, tahap perencanaan menjadi landasan keberhasilannya, di mana ditetapkan alokasi dana, waktu, dan standar mutu yang akan dicapai (Iluk dkk., 2020). Oleh karena itu, untuk mencapai efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan, diperlukan manajemen proyek yang efisien. Proyek merupakan serangkaian kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan secara berurutan dengan logika yang telah ditetapkan sebelumnya dan harus selesai dalam batas waktu tertentu agar mencapai standar kinerja yang diharapkan (Andardi, 2021). Pelaksanaan proyek melibatkan serangkaian tahapan pekerjaan, termasuk pembuatan jadwal kerja sebagai salah satunya (Maslina dkk., 2023). Sebagai contoh, terdapat proyek rehabilitasi berat gedung rawat jalan dan administrasi di RSUD dr. R. Koesma Kabupaten Tuban yang mengalami kerusakan dan penurunan kondisi. Rehabilitasi berat dilakukan guna memastikan keamanan, kenyamanan, serta fungsi optimal dari gedung tersebut. Keterbatasan waktu menjadi faktor kritis dalam proyek rehabilitasi gedung RSUD, mengingat peningkatan kebutuhan layanan kesehatan dan minimnya fasilitas yang beroperasi. Perbaikan gedung harus diselesaikan dengan efisiensi untuk meminimalkan dampak terhadap layanan kesehatan. Rehabilitasi melibatkan berbagai pekerjaan kompleks, seperti struktural, arsitektural, mekanikal, dan elektrikal. Koordinasi efektif dan manajemen waktu yang baik sangat penting untuk memastikan kelancaran setiap tahap proyek. Kualitas menjadi aspek utama dalam proyek ini, sehingga waktu yang cukup diperlukan untuk menjamin bahwa pekerjaan dilakukan dengan teliti, sesuai standar keselamatan, dan memenuhi kebutuhan fungsional gedung. Monitoring dan pengendalian yang ketat diperlukan untuk setiap aktivitas proyek. Kesuksesan proyek ditentukan oleh berbagai faktor, termasuk alokasi waktu, anggaran, dan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan (Setiawati dkk., 2017). Perlu memperhatikan setiap aktivitas yang dilakukan selama proses pembangunan proyek guna mengoptimalkan pengembangan jaringan dan mengurangi waktu pengerjaan proyek ( network ) (Julian dkk.,2023). Metode PERT menyediakan kerangka kerja yang efektif untuk mengenali jalur kritis, mengelola ketergantungan antar aktivitas, serta mengurangi risiko terjadinya keterlambatan (Abraham dkk., 2022). PERT membantu dalam merencanakan alokasi sumber daya yang efisien, termasuk tenaga kerja, material, dan peralatan. Menurut Hendriyani dkk., (2023). PERT tidak hanya bermanfaat untuk proyek-proyek besar yang memakan waktu bertahun-tahun dan melibatkan ribuan pekerja, tetapi juga berguna untuk meningkatkan efisiensi dalam proyek-proyek berbagai skala. Ada beberapa metode yang sering digunakan dalam upaya pembuatan penjadwalan proyek,diantaranya adalah metode Bar Chart, Kurva S, Network Diagram (CPM, PERT, PDM), serta metode Penjadwalan Linear ( Line of Balance dan Time Chainage Diagram ) (Masinambow, 2019). Dalam penelitian ini, dilakukan pendekatan dengan metode PERT yang diterapkan pada proyek Pembangunan Rehabilitasi Berat Gedung Rawat Jalan Dan Administrasi di RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban. Metode PERT ( Project Evaluation and Review Technique ) memanfaatkan tiga estimasi waktu. Pertama, estimasi waktu optimis (a) mengindikasikan durasi tercepat untuk menyelesaikan kegiatan dalam kondisi ideal. Kedua, estimasi waktu yang paling mungkin (m) mencerminkan durasi yang paling sering terjadi dalam situasi yang normal. Ketiga, estimasi waktu pesimis (b) menggambarkan durasi terpanjang yang diperkirakan jika terjadi kendala atau kejadian yang tidak menguntungkan dalam proyek (Rozy dan Waibo, 2014). Proyek konstruksi yang kompleks, diperlukan alat bantu yang dapat mempercepat pengolahan data dengan cepat, akurat, dan tepat. Salah satu perangkat yang digunakan adalah komputer beserta perangkat lunaknya, termasuk program Microsoft Project. Microsoft Project adalah alat bantu dalam aplikasi software dalam manajemen proyek yang dikembangkan dan dikomersilkan oleh Microsoft (Sholeh, 2020). Fungsinya mencakup pembuatan jadwal proyek, alokasi sumber daya, pemantauan kemajuan, pengelolaan anggaran, dan analisis beban kerja, sehingga membantu manajer proyek dalam mengelola proyek secara efektif (Taranau dan Tjendani, 2023). Dalam situasi tertentu, pemilik proyek mungkin menginginkan agar proyek selesai lebih cepat dari jadwal semula, entah karena kebutuhan internal atau faktor eksternal seperti kondisi cuaca buruk yang memperlambat kemajuan proyek. Jika proyek mengalami kemajuan yang kurang baik dan berjalan lebih lambat dari yang direncanakan, upaya percepatan diperlukan untuk mengembalikan proyek ke jadwal semula, meskipun hal ini mungkin akan berdampak pada peningkatan biaya proyek (Akbar dan Setiawan, 2023). Maka diperlukan analisis untuk mengoptimalkan durasi proyek guna menentukan estimasi waktu penyelesaian proyek dan mengevaluasi kemungkinan percepatan pelaksanaannya dengan menggunakan metode PERT ( Project Evaluation and Review Technique ) (Ghifari dan Djuanda, 2023). Untuk mengurangi waktu pengerjaan proyek yang berulang atau memiliki jeda waktu yang panjang, penjadwalan terbaik diperlukan agar proyek dapat diselesaikan lebih cepat atau secara optimal dibandingkan dengan rencana awal, dengan menggunakan metode PERT (Masinambow, 2019). Metode PERT ( Program Evaluation and Review Technique ) merupakan suatu pendekatan penjadwalan proyek yang melibatkan penggunaan jaringan dan tiga estimasi waktu untuk setiap kegiatan (Ramadhan dan Sugiyono, 2019). Dengan memanfaatkan estimasi waktu tersebut, dapat menghitung probabilitas penyelesaian proyek pada tanggal yang telah ditentukan dan menentukan rentang waktu standar untuk memulai dan menyelesaikan setiap kegiatan atau peristiwa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan durasi penyelesaian rehabilitasi berat gedung RSUD dr. R. Koesma di Kabupaten Tuban menggunakan metode PERT. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi waktu, mengurangi risiko keterlambatan, dan memastikan keberhasilan proyek secara menyeluruh. ## 2. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan pada proyek pembangunan rehabilitasi berat gedung rawat jalan dan administrasi di RSUD Dr. Koesma Kabupaten Tuban. Waktu pelaksanaan proyek tersebut dilakukan pada bulan April 2023 hingga Oktober 2023 untuk semua item pekerjaan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan non eksperimental deskriptif. ## 2.1 Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dilapangan, yang mencakup informasi mengenai estimasi waktu penyelesian lebih cepat dari jadwal. Sementara itu, data sekunder bersumber dari jadwal kegiatan proyek yang tersedia. ## 2. 2 Analisa Data Penelitian ini dianalisis menggunakan metode PERT ( Program Evaluation and Review Technique ) untuk menghitung estimasi durasi yang diharapkan dari setiap pekerjaan dan Microsoft Project 2016 untuk menyusun jadwal proyek yang memungkinkan identifikasi kegiatan kritis dan analisis jaringan kerja. Data yang dikumpulkan adalah jadwal waktu proyek yang sudah berlangsung, yang kemudian dianalisis menggunakan metode PERT untuk menghitung probabilitas dan mempercepat penjadwalan lapangan. Analisis digunakan untuk memastikan bahwa penjadwalan proyek gedung tersebut tidak mengalami keterlambatan waktu pelaksanaan Network planning digunakan untuk merencanakan, menjadwalkan, dan mengontrol kemajuan proyek serta memperkirakan waktu penyelesaian secara menyeluruh. Menggunakan PERT dalam langkah-langkah network planning bertujuan untuk menentukan probabilitas kegiatan proyek, khususnya pada jalur kritis agar selesai tepat waktu sesuai jadwal yang diinginkan. Output yang didapatkan adalah hasil perkiraan waktu aktifitas, deviasi standar dan variasi kegiatan proyek, dan target probabilitas untuk mencapai target waktu. Analisis terhadap ketidakpastian durasi proyek melibatkan tiga asumsi utama mengenai waktu, yakni Durasi Optimis, Durasi Pesimis, dan Durasi Paling Mungkin. Dengan menggunakan pendekatan ini, diperoleh nilai yang disebut Time Expected , yang mencerminkan durasi yang diharapkan untuk menyelesaikan suatu kegiatan atau proyek. Time Expected dihitung dengan mempertimbangkan proporsi dari ketiga asumsi durasi tersebut. Selanjutnya, untuk mengukur tingkat ketidakpastian, dilakukan perhitungan Deviasi Standar (S) dan Varians (Ve). Deviasi Standar mencerminkan seberapa jauh nilai-nilai waktu yang dihasilkan dapat bervariasi dari Time Expected , sementara Varians memberikan gambaran tentang seberapa luas distribusi waktu tersebut menyebar dari nilai rata-rata. Dengan pendekatan ini, evaluasi terhadap aspek ketidakpastian dalam estimasi durasi proyek dapat dilakukan secara lebih komprehensif. Berdasarkan perhitungan tersebut rumus yang digunakan adalah: 𝑇𝐸 = (𝑇𝑜 + 4𝑇𝑚 + 𝑇𝑝)/6 (1) dimana, TE = Expected time (hari), To = Optimistic time (hari), Tm = Most likely time (hari), Tp = Pessimistic time (hari). 𝑆 = 1 6 (𝑇𝑝 − 𝑇𝑜) (2) dimana, S = Standard deviasi (hari), Tp = Pessimistic time (hari), To = Optimistic time (hari). 𝑉𝑒 = {( 1 6 ) (𝑇𝑝 − 𝑇𝑜)} 2 (3) dimana, Ve = Varians (hari), Tp = Pessimistic time (hari), To = Optimistic time (hari). ## 3. Hasil dan Pembahasan ## 3.1. Menentukan Durasi Optimis, Durasi Pesimis dan Durasi Realistis Perhitungan probabilitas dalam konteks penelitian ini, dilakukan dengan menggunakan metode PERT, di mana penulis terlibat dalam wawancara dengan Kepala Bagian Lapangan untuk memperoleh informasi mengenai durasi optimis dan pesimis. Proses estimasi ini melibatkan interaksi langsung dengan pihak yang memiliki pemahaman mendalam tentang situasi lapangan dan pekerjaan proyek. Dengan mengintegrasikan informasi tersebut dalam metode PERT, penelitian ini dapat menghasilkan estimasi waktu yang lebih akurat dan dapat dipercaya, sambil mengurangi tingkat ketidakpastian dalam perencanaan proyek: ## Tabel 1. Durasi Optimis, Durasi Pesimis dan Durasi Realistis Proyek Rehabilitasi RS No Task Name Dura tion Opti mis (a) Reali stis (m) Pesi mis (b) Waktu Waktu Standa rt Deviasi Vari ans Rehabilitasi Berat Gedung RSUD dr. R. Koesma Kabupaten Tuban 133 days PEKERJAAN GEDUNG RAWAT JALAN DAN ADMINISTRASI 11 days 1 PEKERJAAN PERSIAPAN 11 days 2 Pekerjaan Pagar Sementara dari seng t. 2m + Blocking Area 3 days 2 3 4 3 3 0.33 0.11 3 Pekerjaan Pembuatan Geudang Sementara 3 days 2 3 4 3 3 0.33 0.11 4 Pembongkaran Plat Lantai 1 m3 Beton Bertulang 7 days 4 7 9 6.83 7 0.83 0.69 5 Pembongkaran 1 m2 Dinding Tembok Bata 4 days 2 4 6 4 4 0.67 0.44 6 Pekerjaan listrik dan air kerja 1 day 1 1 1 1 1 0.00 0.00 7 Pekerjaan Papan Nama Proyek 1 day 1 1 1 1 1 0.00 0.00 8 Pekerjaan Penyelenggara RK 3 1 day 0 0 0.00 0.00 9 HELM Pengaman 1 day 1 1 1 1 1 0.00 0.00 10 Rompi 1 day 1 1 1 1 1 0.00 0.00 11 Sepatu Kerja 1 day 1 1 1 1 1 0.00 0.00 12 Safety Harnes 1 day 1 1 1 1 1 0.00 0.00 13 PEKERJAAN LANTAI I 43 days 14 PEKERJAAN LANTAI I 21 days 15 Rabat Beton Bawah Lantai t = 5 cm f'c = 7.4 mpa 6 days 3 6 10 6.17 6 1.17 1.36 Tabel 1. Lanjutan No Task Name Dura tion Opti mis (a) Reali stis (m) Pesi mis (b) Waktu Waktu Standa rt Deviasi Vari ans 16 Pekerjaan 1 m2 Lantai Keramik Uk. 60x60 cm 21 days 19 21 25 21.3 21 1.00 1.00 17 Pekerjaan 1 m2 Lantai Keramik KM/WC Uk. 30 x 30 cm 1 day 1 1 1 1 1 0.00 0.00 18 Pekerjaan 1 m2 Dinding Keramik KM/WC Uk. 30 x 60 cm 5 days 3 5 6 4.83 5 0.50 0.25 19 PEKERJAAN PLAFOND 18 days 20 Pekerjaan 1 m2 Rangka Plafond Hollow 35.35- 15.35 mm t. 0,40 mm 14 days 10 14 18 14 14 1.33 1.78 21 Pekerjaan 1 m2 Penutup Plafond Gypsumboard t. 9 mm 6 days 4 6 6 5.67 6 0.33 0.11 22 Pekerjaan 1 m List Plafond Gypsum t. 10 cm 4 days 3 4 4 3.83 4 0.17 0.03 23 PEKERJAAN PINTU 14 days 24 Pekerjaan Kusen Aluminium 4'' 6 days 4 6 8 6 6 0.67 0.44 25 Pekerjaan Daun Pintu WPC 4 days 4 4 4 4 4 0.00 0.00 26 Pemasangan 1 m2 kacat tebal 5 mm 4 days 4 4 4 4 4 0.00 0.00 27 Engsel Pintu 3 days 2 3 3 2.83 3 0.17 0.03 28 Engsel Jendela 4 days 2 4 4 3.67 4 0.33 0.11 29 Kunci Tanam 4 days 2 4 4 3.67 4 0.33 0.11 30 Handel Pintu 4 days 2 4 4 3.67 4 0.33 0.11 31 Grendel Jendela 3 days 2 3 4 3 3 0.33 0.11 32 Ikatan Angin ( Hak Jendela ) 4 days 2 4 4 3.67 4 0.33 0.11 33 PEKERJAAN PENGECATAN 28 days 34 Pekerjaan Pengecatan Dinding Interior 7 days 4 7 9 6.83 7 0.83 0.69 35 Pekerjaan Pengecatan Dining Eksterior 7 days 4 7 9 6.83 7 0.83 0.69 36 Pekerjaan Pengecatan Plafond 6 days 4 6 9 6.17 6 0.83 0.69 37 PEKERJAAN INSTALASI LISTRIK 12 days 38 Pekerjaan Instalasi Titik Lampu 6 days 4 6 6 5.67 6 0.33 0.11 39 Pekerjaan Pasang Lampu RM1 2 x 18 Watt 3 days 3 3 3 3 3 0.00 0.00 Tabel 1. lanjutan No Task Name Dura tion Opti mis (a) Reali stis (m) Pesi mis (b) Waktu Waktu Standa rt Deviasi Vari ans 40 Pekerjaan Pasang Lampu LED 7 Watt 1 day 1 1 1 1 1 0.00 0.00 41 Pekerjaan Saklar Tunggal 2 days 1 2 3 2 2 0.33 0.11 42 Pekerjaan Saklar Ganda 2 days 1 2 3 2 2 0.33 0.11 43 Pekerjaan Stop Kontak 2 days 1 2 3 2 2 0.33 0.11 44 Pekerjaan 2 MCB 16 Amper + Box 1 day 1 1 1 1 1 0.00 0.00 45 PEKERJAAN LANTAI II 118 days 46 PEKERJAAN BALOK BETON 45 days 47 Pekerjaan Balok WF 250.125.6.9 21 days 14 21 28 21 21 2.33 5.44 48 Pekerjaan Stefner 5 mm / Plat Riff 5 mm 10 days 8 10 15 10.5 11 1.17 1.36 49 Pekerjaan Baut Hilty M16 - 190 24 days 18 24 28 23.7 24 1.67 2.78 50 Pekerjaan shear conector besi dia. 10 – 60 10 days 5 10 15 10 10 1.67 2.78 51 Pekerjaan shear conector dinabolt dia 16 – 160 14 days 7 14 18 13.5 14 1.83 3.36 52 Pekerjaan Plat Jont, t = 10 mm 10 days 7 10 14 10.2 10 1.17 1.36 53 Pekerjaan Plat Bondex 1 m2, t = 1 mm 6 days 3 6 10 6.17 6 1.17 1.36 54 Pekerjaan Plat Beton fc' 19,3 Mpa 6 days 3 6 10 6.17 6 1.17 1.36 55 Pekerjaan Besi Wiremes M10 7 days 5 7 10 7.17 7 0.83 0.69 56 Pekerjaan Cat Meni Balok 4 days 2 4 5 3.83 4 0.50 0.25 57 Pekerjaan Perakitan Balok 10 days 5 10 14 9.83 10 1.50 2.25 58 PEKERJAAN PASANGAN 41 days 59 Pekerjaan Pasangan Batu Bata Ringan Tebal 10 CM 24 days 18 24 28 23.7 24 1.67 2.78 60 Pemasangan 1 m2 plesteran 1 SP ; 4 PP tebal 15 mm 14 days 7 14 21 14 14 2.33 5.44 61 Pemasangan 1 m2 acian 10 days 5 10 18 10.5 11 2.17 4.69 62 Pekerjaan benangan 7 days 3 7 10 6.83 7 1.17 1.36 63 PEKERJAAN ATAP 80 days 64 Pekerjaan Pembongkaran rangka atap baja 80 days 60 80 100 80 80 6.67 44.4 4 Tabel 1. Lanjutan No Task Name Dura tion Opti mis (a) Reali stis (m) Pesi mis (b) Waktu Waktu Standa rt Deviasi Vari ans 65 Pekerjaan Beton Kolom 25 x 25 cm 9 days 7 9 10 8.83 9 0.50 0.25 66 Beton f'c 19,3 Mpa ( K.225) 1 day 1 1 1 1 1 0.00 0.00 67 Begesting Kolom 1 day 1 1 1 1 1 0.00 0.00 68 Pekerjaan Beton Kolom 30 x 40 cm 4 days 2 4 6 4 4 0.67 0.44 69 Beton f'c 19,3 Mpa (K.225) 2 days 2 2 2 2 2 0.00 0.00 70 Begesting Kolom 2 days 2 2 2 2 2 0.00 0.00 71 Pekerjaan Ikatan Angin dia 12 4 days 4 4 4 4 4 0.00 0.00 72 Pekerjaan Plat Plendes t. 10 mm 8 days 6 8 10 8 8 0.67 0.44 73 Pekerjaan Angkur dia 19 - L.40 16 days 10 16 20 15.7 16 1.67 2.78 74 Pekerjaan Gording Canal C 150.50.3 22 days 14 22 28 21.7 22 2.33 5.44 75 Pekerjaan Plat Penahan Gording t. 5 mm 7 days 4 7 10 7 7 1.00 1.00 76 Pekerjaan Ikatan Gording dia 10 mm 6 days 4 6 8 6 6 0.67 0.44 77 Pekerjaan Baut dia 10 mm 6 days 4 6 8 6 6 0.67 0.44 78 Pekerjaan Usuk Galvalum c75 Jarak 60 cm + Reng Galvalum 12 days 8 12 16 12 12 1.33 1.78 79 Pekerjaan Perakitan 8 days 6 8 10 8 8 0.67 0.44 80 Pekerjaan Cat Meni Besi 3 days 3 3 3 3 3 0.00 0.00 81 Pekerjaan Genteng Keramik 7 days 5 7 9 7 7 0.67 0.44 82 Pekerjaan Bubungan Genteng Keramik 5 days 4 5 5 4.83 5 0.17 0.03 83 Pekerjaan Lisplank (Kalsplank 0,9/30 - 0,9/20 cm) 6 days 4 6 7 5.83 6 0.50 0.25 84 PEKERJAAN PLAFOND 19 days 85 Pekerjaan Rangka Plafond Hollow 35.35- 15.35 mm t. 0,40 mm 14 days 10 14 18 14 14 1.33 1.78 86 Pekerjaan Penutup Plafond Gypsumboard t. 9 mm 9 days 7 9 14 9.5 10 1.17 1.36 87 Pekerjaan List Plafond Gypsum t. 10 cm 5 days 4 5 7 5.17 5 0.50 0.25 88 PEKERJAAN PINTU 14 days Tabel 1. lanjutan No Task Name Durati on Opti mis (a) Reali stis (m) Pesi mis (b) Waktu Waktu Standa rt Deviasi Vari ans 89 Pekerjaan Kusen Aluminium 4 '' 7 days 4 7 10 7 7 1.00 1.00 90 Pekerjaan Daun Pintu WPC 7 days 4 7 10 7 7 1.00 1.00 91 Pekerjaan Pemasangan 1 m2 kaca tebal 5 mm 7 days 4 7 10 7 7 1.00 1.00 92 Engsel Pintu 4 days 3 4 5 4 4 0.33 0.11 93 Engsel Jendela 4 days 3 4 5 4 4 0.33 0.11 94 Kunci Tanam 3 days 2 3 3 2.83 3 0.17 0.03 95 Hendel Pintu 3 days 2 3 3 2.83 3 0.17 0.03 96 Grendel Jendela 3 days 2 3 3 2.83 3 0.17 0.03 97 Ikatan angin (hak jendela) 3 days 2 3 3 2.83 3 0.17 0.03 98 PEKERJAAN LANTAI 30 days 0 0 0.00 0.00 99 Pekerjaan Rabat Lantai t. 5 cm 15 days 10 15 20 15 15 1.67 2.78 100 Pekerjaan penutup Lantai keramik Uk 60x60 cm 30 days 21 30 35 29.3 29 2.33 5.44 101 PEKERJAAN PENGECATAN 25 days 102 Pekerjaan Pengecatan 1 m2 Dinding Interior 12 days 9 12 14 11.8 12 0.83 0.69 103 Pekerjaan Pengecatan 1 m2 Dinding Eksterior 12 days 9 12 14 11.8 12 0.83 0.69 104 pekerjaan Pengecatan 1 m2 Plafond 6 days 4 6 8 6 6 0.67 0.44 105 PEKERJAAN INSTALASI LISTRIK 11 days 106 Pekerjaan Instalasi Titik Lampu 3 days 3 3 3 3 3 0.00 0.00 107 Pekerjaan Pasang Lampu RM1 2 x 18 Watt 4 days 4 4 4 4 4 0.00 0.00 108 Pekerjaan Saklar Tunggal 3 days 3 3 3 3 3 0.00 0.00 109 Pekerjaan Saklar Ganda 3 days 2 3 3 2.83 3 0.17 0.03 110 Pekerjaan Stop Kontak 3 days 2 3 3 2.83 3 0.17 0.03 111 Pekerjaan 2 MCB 16 Amper + Box 1 day 1 1 1 1 1 0.00 0.00 112 Pemasangan 1m2 ACP + Rangka 25 days 113 Pemasangan carbon fiber pada balok selasar atap 25 days 21 25 28 24.8 25 1.17 1.36 114 Pemasangan 1 m2 ACP + Rangka 18 days 14 18 21 17.8 18 1.17 1.36 Sumber: Hasil Analisis, (2023) 3.2. Menghitung Durasi yang diharapkan (TE), Deviasi Standart Kegiatan (S) dan Varians (Ve) Kegiatan pada Pekerjaan. Langkah selanjutnya adalah menghitung durasi yang diharapkan (TE), Deviasi Standart Kegiatan (S) dan Varians (Ve) kegiatan pada pekerjaan. Dari tabel 1 dapat dibuat network diagram sebagaimana gambar 1 berikut: Gambar 1. Network Diagram Proyek Rehabilitasi RS Sumber : Hasil Analisis, (2023) Analisis penjadwalan menggunakan metode PERT, digunakan beberapa variabel termasuk Durasi Optimis, Durasi Pesimis, dan Durasi Paling Mungkin untuk mendapatkan durasi yang diharapkan (T(e)), yang diperoleh dari hasil kuisioner dari pihak perencana. Durasi yang diharapkan dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: TE = (𝑇𝑜 + 4𝑇𝑚 + 𝑇𝑝)/6 TE = (4 + 4 ∗ 9 + 7)/6 TE = 6,83 = 7ℎ𝑎𝑟𝑖 Nilai Standar Deviasi (S) dan Varians (Ve) pekerjaan diambil dari nilai S dan Ve yang terbesar pada pekerjaan. Berikut contoh perhitungan S dan Ve: Perhitungan Standar Deviasi untuk pekerjaan Pembongkaran Plat Lantai 1 𝑆 = 1 6 (9 − 4) 𝑆 = 0,83 Perhitungan Varian untuk pekerjaan Pembongkaran Plat Lantai 1 𝑉𝑒 = S 2 𝑉𝑒 = 0,83 2 = 0,69 Lintasan Kritis merupakan lintasan yang paling menentukan waktu penyelesaian proyek secara keseluruhan, proyek Rehabilitasi Berat Gedung Rawat Jalan dan Administrasi merupakan proyek gedung 2 lantai bilamana setiap item pekerjaan merupakan lintasan kritis. Angka didalam symbol lingkaran adalah item disetiap pekerjaan yang telah dimasukan kedalam Microsoft Project dan membentuk network diagram, dan semua data ditemukan, hasil dari T(e) akan dimasukkan kembali ke penjadwalan yang sudah ada dalam Microsoft Project untuk mendapatkan total durasi yang diharapkan. Dalam konteks ini, total waktu yang diharapkan (T(e)) adalah 115 hari dengan lintasan kritis pada kegiatan pekerjaan persiapan, pekerjaan lantai 1, pekerjaan balok beton, pekerjaan pasangan, pekerjaan atap, pekerjaan pintu, pekerjaan pengecatan, dan pekerjaan pemasangan ACP atau jalur 3-15-48-60-65-35-114. ## 3.3. Uji hipotesis Langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian hipotesis. Kemungkinan proyek selesai sesuai dengan target yang diinginkan dapat dinilai, dengan T(e) sebesar 115 hari dari Microsoft Project 2016 dan target proyek T(d) sebesar 133 hari dari Jadwal Waktu yang Ada, dapat dilakukan perhitungan probabilitas sebagai berikut: 𝑍 = 𝑇𝑑−𝑇𝑒 𝑆 𝐿𝑘 𝑍 = 133−115 69.83 = 0,257 Berdasarkan Tabel distribusi normal, didapat Z= 0,257 sehingga didapat probabilitas sebesar 94,8 %. Di mana kemungkinan pekerjaan proyek dapat selesai tepat waktu. ## 4. Kesimpulan Manfaat PERT bagi Perusahaan Konstruksi (Kontraktor) bisa meninimalisir waktu dan membantu Estimator dalam merencanakan Time Schedule. Hasil analisis menggunakan metode PERT pada Proyek pembangunan rehabilitasi gedung rawat jalan dan administrasi RSUD Dr. R. Koesma menunjukkan, penjadwalan menggunakan Metode PERT dengan Microsoft Project 2016 menunjukkan bahwa proyek dapat diselesaikan dalam waktu 115 hari, lebih cepat dari jadwal rencana yang memperkirakan durasi 133 hari. Ini menandakan keefektifan metode PERT dalam mempercepat penyelesaian proyek. Sedangkan, perhitungan probabilitas, terdapat kepastian sebesar 94,8% bahwa proyek akan selesai tepat waktu, sesuai dengan target yang diinginkan dalam waktu 133 hari. Ini menegaskan kemampuan metode PERT dalam mengantisipasi keterlambatan proyek dan memastikan penyelesaian tepat waktu. Pendekatan PERT dengan Microsoft Project 2016 merupakan alat yang efektif dalam mengelola dan menjadwalkan proyek konstruksi, namum keberhasilannya tergantung pada akurasi estimasi waktu dan managemen proyek yang cermat. Pemantauaan dan evaluasi terus menerus tetap penting untuk hasil yang optimal. ## Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Univertas Bojonegoro, khususnya kepada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Sains dan Teknik yang telah memberikan kesempatan untuk mekakukan penelitian ini. ## Daftar Pustaka Abraham, I. J., Ridwan, A., dan Suwarno, S, 2022, Percepatan Waktu Pelaksanaan Pembangunan Gedung Rumah Sakit Aisyiyah Kabupaten Ponorogo Menggunakan Metode PERT (Program Evaluation and Review Technique), Jurnal Manajemen Teknologi dan Teknik Sipil (JURMATEKS) , 5 (1), 89-103. Akbar, S. R. A. A., dan Setiawan, E, 2023, Analisis Network Diagram dengan Metode CPM dan PERT pada Project Pekerjaan Pemasangan Komponen Kelistrikan Kereta Listrik Makasar Pare- Pare, Prosiding Simposium Nasional Rekayasa Aplikasi Perancangan dan Industri , 98-108. Andardi, F. R, 2021, Analisis Penerapan Sistem Penjadwalan Dengan Metode Pert Pada Proyek Konstruksi (Studi Kasus: Rehabilitasi Dan Peningkatan Infrastruksi Pasar Tradisonal Kota Malang), Prokons Jurusan Teknik Sipil , 14 (2), 19. Al Ghifari, M. A., dan Djuanda, G, 2023, Optimasi Pembangunan Tangki Air Tanah dan Sanitasi Menggunakan Metode Program Evaluation and Review Technique (PERT) dan Critical Path Metode (CPM) Agar Efektif Biaya Dan Waktu, ARBITRASE: Journal of Economics and Accounting , 3 (3), 687-692. Erkles, C., Pratasis, P. A., dan Dundu, A. K, 2023 , Analisis Waktu Pada Proyek Pembangunan Gedung Kearsipan Universitas Sam Ratulangi Dengan Menggunakan Metode PERT, TEKNO , 21 (86), 1887-1895. Rozy, A. F., dan Ode, R. G. W, 2014, Manajemen Waktu, Biaya Dan Sdm Proyek Konstruksi Pada Pembangunan Gedung Ruang Kuliah Fia Universitas Brawijaya Malang Dengan Menggunakan Metode PERT Dan PDM. Media Teknik Sipil , 12 (1). Hendriyani, I., Kencanawati, M., dan Darmawan, M. V,2023, Penerapan Metode Cpm Dan Pert Pada Penjadwalan Proyek Pemasangan Pipa Di Perumahan Graha Wiyata Asri Balikpapan: Application Of CPM And PERT Methods In Residential Pipe Installation Project Scheduling In Graha Wiyata Asri Balikpapan, Jurnal Ilmiah Teknik Sipil TRANSUKMA , 5 (3), 236-242. Iluk, T., Ridwan, A., dan Winarto, S, 2020, Penerapan Metode CPM Dan PERT Pada Gedung Parkir 3 Lantai Grand Panglima Polim Kediri, J. Manaj. Teknol. Tek. Sipil , 3 (2), 162-176. Masinambow, J, 2019, Penjadwalan Pembangunan Menara Alfa Omega Di Kota Tomohon Dengan Menggunakan Metode Pert (Program Evaluation And Review Technique), Jurnal Ilmiah Realtech , 15 (2), 121-128. Maslina, M., Pratiwi, R., dan Ridho, A. M, 2023, Analisis Penjadwalan Proyek Rehabilitasi Jalan Preservasi Jalan Kerang €“Kuaro Kalimantan Timur Menggunakan Metode Pdm Dan Pert: Scheduling Analysis Of The Rehabilitation Project Preservation Road Kerang Road €“Kuaro East Kalimantan Using PDM And PERT Methods, Jurnal Ilmiah Teknik Sipil TRANSUKMA , 5 (2), 94-104. Julian, D. M., Sutrisno, S., dan Basri, A. A, 2023, Penerapan Metode CPM dan PERT pada Proyek Pembangunan Drainase di Perum Cengkong guna Mempercepat Waktu Penyelesaian (Studi Kasus: CV XYZ). Jurnal Serambi Engineering , 8 (1). Ramadhan, T., dan Sugiyono, S, 2019, Analisis Optimalisasi Proyek dengan Menggunakan Metode Pert. Indikator , 3 (2), 353491. Setiawati, S., & Syahrizal, R. A. D, 2017, Penerapan metode CPM Dan PERT pada penjadwalan proyek konstruksi (Studi kasus: Rehabilitasi/perbaikan dan peningkatan infrastruktur irigasi daerah Lintas Kabupaten/Kota DI Pekan Dolok), Jurnal Teknik Sipil USU , 6 (1), 1-15. Sholeh, M. N, 2020, Modul Pelatihan Microsoft Project 2019 , Universitas Diponegoro. Taranau, A. I., & Tjendani, H. T, 2023, Analisis Penjadwalan Pekerjaan Saluran Drainase Jalan Lintas Selatan Lot. 6 Kabupaten Tulungagung Dengan Metode PERT, Jurnal Taguchi: Jurnal Ilmiah Teknik dan Manajemen Industri , 3 (1), 501-514.
00b9a3fc-6156-4595-99d3-698308234505
https://ejournal.stebisigm.ac.id/index.php/isbank/article/download/55/46
## ANALISIS PEMAHAMAN DAN PENERAPAN ETIKA BISNIS ISLAM PEDAGANG PENGEPUL BARANG BEKAS DI KOTA PALEMBANG ## Amir Salim (Dosen Sekolah Tinggi Ekonomi dan Bisnis Syari’ah (STEBIS) Indo Global Mandiri (IGM) Palembang emiros02@gmail.com ## I. ABSTRAK Dalam era globalisasi ini, perkembangan perekonomian dunia begitu pesat seiring dengan berkembang dan meningkatnya kebutuhan manusia akan sandang, pangan, dan teknologi. Kebutuhan tersebut meningkat sebagai akibat jumlah penduduk yang setiap tahun yang terus bertambah, sehingga menimbulkan persaingan bisnis makin tinggi. Hal ini terlihat dari upaya-upaya yang dilakukan masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu bentuk upaya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup tersebut adalah usaha pemulung dan pengepul barang bekas. Pedagang pengepul barang bekas merupakan perdagangan yang tiada habis masa jenuhnya dalam berdagang, karena dalam perdagangan ini mendaur ulang barang yang masih layak untuk dipergunakan atau mendaur ulang barang bekas sehingga barang tersebut menjadi layak untuk dipergunakan kembali. Terlepas dari jenis bisnis yang dijalankan, bisnis selalu memainkan peranan penting dalam kehidupan ekonomi dan sosial bagi semua orang disepanjang abad dan semua lapisan masyarakat agama Islam sejak awal lahirnya. Rasulullah memberikan apresiasi yang lebih terhadap kegiatan bisnis. Namun, Rasulullah tidak begitu saja meninggalkan tanpa aturan, kaidah, ataupun batasan yang harus diperhatikan dalam menjalankan perdagangan atau bisnis. Praktek manipulasi tidak akan terjadi jika dilandasi dengan moral yang tinggi. Moral dan tingkat kejujuran yang rendah akan menghancurkan tata nilai etika bisnis itu sendiri. Akan tetapi bagi orang-orang yang berkecimpung dalam bisnis yang dilandasi oleh rasa keagamaan mendalam akan mengetahui bahwa perilaku jujur akan memberikan kepuasan tersendiri dalam kehidupannya. Berbisnis secara etis sangat perlu dilakukan karena profesi bisnis pada hakekatnya adalah profesi luhur yang melayani masyarakat banyak. Usaha bisnis berada di tengah-tengah masyarakat, mereka harus menjaga kelangsungan hidup bisnisnya. Caranya ialah menjalankan prinsip etika bisnis. Etika bisnis Islam bertujuan mengajarkan manusia untuk menjalin kerjasama, tolong menolong dan menjauhkan diri dari sikap dengki dan dendam serta hal-hal yang tidak sesuai dengan syariah. Adapun rumusan masalah meliputi tentang bagaimana pemahaman etika bisnis Islam pedagang pengepul barang bekas di Palembang dan bagaimana penerapan etika bisnis Islam pedagang pengepul barang bekas di Palembang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan menganalisis mengenai pemahaman etika bisnis Islam pedagang pengepul barang bekas di Palembang penerapan etika bisnis Islam pedagang pengepul barang bekas di Palembang. Akhirnya, setelah melakukan penelitian ini hasilnya menunjukkan bahwa berdasarkan hasil penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman etika bisnis Islam pedagang pengepul barang bekas diantaranya faktor tauhid mempengaruhinya sebesar 78,38 % dan faktor ihsan sebesar 79,79 %. Pada hasil penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan etika bisnis Islam pedagang pengepul barang bekas diantaranya faktor faktor keseimbangan mempengaruhinya sebesar 83,39 %, faktor kehendak bebas sebesar 78,55 %, dan faktor tanggung jawab sebesar 77,1 %. Dengan demikian, hasil penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman dan penerapan etika bisnis Islam pedagang pengepul barang bekas dapat dikategorikan baik. ## II. PENDAHULUAN ## A. Latar Belakang Masalah Dalam konteks Islam semua aktivitas harus mengacu pada Al-Qur’an dan Hadist atau Ijtihad para ulama. Bisnis Islam dikendalikan oleh halal dan haram baik dari cara memperolehnya atau pemanfataannya. Islam melarang suatu bentuk transaksi yang akan menimbulkan kesulitan dan masalah, sebuah bentuk transaksi yang hanya semata berdasarkan pada kans dan spekulasi, dimana semua pihak yang terlibat dalam bisnis itu tidak dijelaskan dengan seksama yang akibatnya memungjinkan sebagian dari pihak yang terlibat dapat menarik keuntungan namun dengan merugikan pihak lain. Al-Qur’an sebagai sumber nilai, telah memberikan batasan-batasan umum mengenai nilai-nilai prinsipil yang harus dijadikan acuan dalam berbisnis. Dalam era globalisasi ini, perkembangan perekonomian dunia begitu pesat seiring dengan berkembang dan meningkatnya kebutuhan manusia akan sandang, pangan, dan teknologi. Salah satu bentuk upaya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup tersebut adalah usaha pemulung dan pengepul barang bekas. Sejumlah barang rongsokan bisa didaur ulang dan mendatangkan rupiah. Pedagang pengepul barang bekas merupakan perdagangan yang tiada habis masa jenuhnya dalam berdagang, karena dalam perdagangan ini mendaur ulang barang yang masih layak untuk dipergunakan atau mendaur ulang barang bekas sehingga barang tersebut menjadi layak untuk dipergunakan kembali. Jika dilihat manfaat dari perdagangan ini banyak sekali manfaat yang dapat diambil diantaranya dapat menjaga efek gas rumah kaca akibat pembakaran barang-barang bekas yang tidak di daur ulang kembali. Terlepas dari jenis bisnis yang dijalankan, bisnis selalu memainkan peranan penting dalam kehidupan ekonomi dan sosial bagi semua orang disepanjang abad dan semua lapisan masyarakat agama Islam sejak awal lahirnya. Mengizinkan adanya bisnis karena Rasulallah saw sendiri pada awalnya juga berbisnis dalam jangka waktu yang cukup lama. 1 Rasulullah memberikan apresiasi yang lebih terhadap kegiatan bisnis, seperti sabda beliau “ Perhatikan olehmu sekalian perdagangan, sesungguhnya di dunia ini perdagangan itu ada sembilan dari sepuluh pintu rezeki ” 2 Namun, Rasulullah tidak begitu saja meninggalkan tanpa aturan, kaidah, ataupun batasan yang harus diperhatikan dalam menjalankan perdagangan atau bisnis. Dalam dunia bisnis semua orang tidak mengharapkan memperoleh perlakuan tidak jujur dari sesamanya. Dalam observasi sementara terhadap pengepul barang bekas khususnya di wilayah Kecematan Kemuning dan Ilir Barat II Palembang, terdapat banyak pembisnis yang menggunakan cara-cara yang tidak pantas dilakukan, antara lain dengan mengurangi timbangan dan menutupi cacat barang. Hal ini tentu saja sangat merugikan pihak lain yang melakukan transaksi dengan para pengepul tersebut. Kenyataan bahwa mayoritas pengepul tersebut beragama Islam, menjadikan hal itu lebih memprihatinkan. Praktek manipulasi tidak akan terjadi jika dilandasi dengan moral yang tinggi. Moral dan tingkat kejujuran yang rendah akan menghancurkan tata nilai etika bisnis itu sendiri. Akan tetapi bagi orang-orang yang berkecimpung dalam bisnis yang dilandasi oleh rasa keagamaan mendalam akan mengetahui bahwa perilaku jujur akan memberikan kepuasan tersendiri dalam kehidupannya. Berbisnis secara etis sangat perlu dilakukan karena profesi bisnis pada hakekatnya adalah profesi luhur yang melayani masyarakat banyak. Usaha bisnis berada di tengah-tengah masyarakat, mereka harus menjaga kelangsungan hidup bisnisnya. Caranya ialah menjalankan prinsip etika bisnis. Etika bisnis Islam bertujuan mengajarkan manusia untuk menjalin kerjasama, tolong menolong dan menjauhkan diri dari sikap dengki dan dendam serta hal-hal yang tidak sesuai dengan syariah 3 . Etika bisnis dalam Islam juga berfungsi sebagai controlling (pengatur) terhadap aktifitas ekonomi pedagang, karena secara filosofi etika mendasarkan diri pada nalar ilmu dan agama untuk 1 Alwi Shihab, Islam inklusif . Bandung: Mizan. h.172. 1992 2 Achyar Eldine, Etika Bisnis Islam, Jurnal Khazanah , Vol 3 No 3, Edisi Oktober, h282, 2007. 3 Yusuf Qordhowi. Norma dan Etika Ekonomi Islam. Jakarta : Gema Insani Press.h 145. 1993 menilai. Landasan penilaian ini dalam praktek kehidupan di masyarakat sering kita temukan bahwa secara agama terdapat nilai mengenai hal-hal yang baik atau buruk, seperti pihak yang mendzhalimi dan terdzhalimi 4 . Dengan kenyataan di atas maka prinsip pengetahuan dan pemahaman akan etika bisnis Islam mutlak harus dimiliki oleh setiap individu yang melakukan kegiatan ekonomi baik itu seorang pebisnis atau pedagang dalam menjalankan aktivitas ekonominya, untuk menghindarkan diri dari berbagai macam tindakan yang dilarang oleh Allah. Dunia bisnis yang baik yang mendapat ridho Allah haruslah menjunjung nilai-nilai etika dan moral, sehingga hasil yang bersih dan mendapat berkah baik di dunia maupun di akhirat. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap etika bisnis Islam pedagang pengepul barang bekas, khususnya yang ada di Kota Palembang. ## B. Kerangka Teori Pada masa Rasulullah, nilai-nilai moralitas sangat diperhatikan dalam kehidupan perdagangan. Bahkan sampai pada masa awal kerasulannya, adalah seorang pedagang yang aktif, dan kemudian menjadi seorang pengawas pasar yang cermat sampai akhir hayatnya. Rasulullah saw telah memulai pengalaman dagangnya sejak usia 12 tahun 5 . Pasar mendapatkan kedudukan yang penting dalam perekonomian Islam, Rasulullah sangat menghargai harga yang dibentuk oleh pasar sebagai harga yang adil. Oleh karena itu, Islam menekankan adanya moralitas seperti persaingan yang sehat, kejujuran, keterbukaan, dan keadilan. Implementasi nilai-nilai tersebut merupakan tanggung jawab bagi setiap pelaku pasar. Bagi seorang muslim, nilai- nilai ini ada sebagai refleksi dari keimanannya kepada Allah, bahkan Rasulullah memerankan dirinya sebagai muhtasib di pasar, dan menegur langsung transaksi perdagangan yang tidak mengindahkan moralitas. Dengan mengacu pada Al-Qur’an dan praktek kehidupan perdagangan pada masa Rasulullah dan para sahabatnya, Ibnu Taymiyah menyatakan bahwa ciri khas kehidupan perdagangan yang Islami adalah : 4 Muslich, Etika Bisnis Islam , (Jakarta : EKONISIA, 2004), cet 1, h.29 5 Afzalurrahman. Muhammad Sebagai Pedagang , terj. Dewi Nurjulianti, Jakarta: Yayasan Swarna Bhumy , h 5, 1997 1. Orang harus bebas keluar masuk pasar. Memaksa orang untuk menjual barang dagangan tanpa ada kewajiban untuk menjual merupakan tindakan tidak adil dan ketidakadilan itu dilarang. 2. Adanya informasi yang cukup mengenai kekuatan-kekuatan pasar dan barang- barang dagangan. 3. Unsur-unsur monopolistik harus dilenyapkan dari pasar. Kolusi antar penjual dan pembeli harus dihilangkan. Pemerintah dibolehkan melakukan intervensi. 4. Adanya kenaikan dan penurunan harga yang disebabkan oleh naik turunnya tingkat permintaan dan penawaran. 5. Adanya homogenitas dan standarisasi produk agar terhindar dari pemalsuan produk, penipuan, dan kecurangan kualitas barang. 6. Terhindar dari penyimpangan terhadap kebebasan ekonomi yang jujur, seperti sumpah palsu, kecurangan menakar, dan niat yang buruk dalam perdagangan. Pelaku pasar juga dilarang menjual barang-barang yang haram. 6 Islam mengajarkan agar dalam jual beli baik penjual dan pembeli masing- masing mendapatkan keuntungan. Pembeli beruntung karena mendapatkan barang yang dibutuhkan dengan harga wajar, sedangkan penjual beruntung karena mendapatkan penghasilan atau untung yang wajar sebagai balasan dalam mengadakan barang yang dijualnya. Maka dalam jual beli hendaknya ada unsur suka sama suka antara penjual dan pembeli, sehingga tidak ada paksaan dalam praktik jual beli tersebut. Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh pedagang. Prinsip-prinsip tersebut merupakan interprestasi dari makna ‘ antaradhin minkum dan latazlumma walatuzlamun , yaitu : 1. Penipuan. Kondisi ideal dalam sebuah pasar adalah apabila penjual dan pembeli mempunyai informasi yang sama tentang barang yang akan diperjualbelikan. Apabila salah satu pihak tidak mempunyai informasi seperti yang dimiliki oleh pihak lain, maka salah satu pihak lain, maka salah satu pihak akan merasa dirugikan dan terjadi kecurangan atau penipuan. 6 Akhmad Mujahidin, Etika Bisnis Dalam Islam “Analisis Terhadap Aspek Moral Pelaku Bisnis ”, Jurnal Hukum Islam, Vol IV No.2, h. 122, Desember 2005. 2. Ketidakjelasan. Tipuan atau tindakan yang bertujuan untuk merugikan pihak lain. Suatu akad mengandung unsur penipuan, karena tidak ada kepastian, baik mengenai ada atau tidaknya obyek akad, besar kecil jumlah maupun menyerahkan obyek akad tersebut. 3. Sumpah palsu. Termasuk juga dalam perbuatan menipu ialah perbuatan bersumpah dengan nama Allah dengan tujuan melariskan barang jualannya. Seperti menyatakan “demi Allah, barang ini adalah paling murah dijual di kota ini dan saya hanya menjual harga modal saja”. 4. Menjelekan mitra bisnis. Salah satu cara menjatuhkan lawan bisnis adalah dengan menganggu konsumen agar tidak beralih pada barang yang diperdagangkanya, baik dengan menurunkan harga atau menganggu harga orang lain dengan beragam cara sehingga pembeli beralih. Perilaku menjatuhkan mita bisnis dalam perdagangan merupakan perilaku syaithaniyah yang membawa kehancuran bisnis secara kolektif. Karena berimplikasi pada ketidak percayaan pelanggan atau konsumen terhadap pasar tersebut. Perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa 7 , selain itu ada yang menjelaskan bahwa perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis antara pengaruh kognisi(pikiran), perilaku, dan kejadian di sekitar kita, di mana manusia melakukan asperk pertukaran dalam hidup mereka 8 . Keberagaman harapan pelanggan secara literatur dapat diterangkan dalam sembilan faktor, yaitu harga, kelengkapan produk, keunikan, kenyamanan, dapat dipercaya, kualitas, pelayanan, nilai uang, informasi yang dapat dipercaya, dan tempat yang tepat untuk berbelanja 9 . Selain itu, kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respons pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya 10 . Mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan adalah 7 . James F Engel, Blackwell, Roger D., and Miniard, Paul W. Perilaku Konsumen . Terjemahan Budiyanto. Jakarta : Binarupa Aksara. 1994. 8 . J Paul Peter., and Jerry C Olson. Consumer Behavior. Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran . Terjemahan Damos Sihombing. Jakarta : Jilid. Edisi 4, Erlangga. 2000. 9 . Omar, O. E. Retail Marketing . Harlow, England : Perason Education. 1999. 10 . Eric Arnould, Price, Linda., and George Zinkhan. Consumers . New York : Firt Edition, tingkat perasaan seseorang ssetelah membandingkan kinerja (hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya 11 . Demikian halnya pendapat menyatakan, bahwa kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan merupakan suatu tanggapan emosional setelah mengevaluasi kinerja produk atau jasa 12 . Etika adalah bagian dari filsafat yang membahas secara rasional dan kritis tentang nilai, norma atau moralitas. Dengan demikian, moral berbeda dengan etika. Norma adalah suatu pranata dan nilai mengenai baik dan buruk, sedangkan etika adalah refleksi kritis dan penjelasan rasional mengapa sesuatu itu baik dan buruk. Menipu orang lain adalah buruk. Ini berada pada tataran moral, sedangkan kajian kritis dan rasional mengapa menipu itu buruk apa alasan pikirannya, merupakan lapangan etika. Di Indonesia, pengabaian etika bisnis sudah banyak terjadi khususunya oleh para konglomerat. Para pengusaha dan ekonom yang kental kapitalisnya, mempertanyakan apakah tepat mempersoalkan etika dalam wacana ilmu ekonomi. Munculnya penolakan terhadap etika bisnis, dilatari oleh sebuah paradigma klasik, bahwa ilmu ekonomi harus bebas nilai ( value free ). Etika bisnis hanyalah mempersempit ruang gerak keuntungan ekonomis. Padahal, prinsip ekonomi, menurut mereka, adalah mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horizontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam. Realitasnya, para pelaku bisnis sering tidak mengindahkan etika. Para pelaku bisnis yang sukses memegang prinsip-prinsip bisnis yang tidak bermoral, misalnya maksimalisasi laba, agresivitas, individualitas, semangat persaingan, dan manajemen konflik. Etika atau moral dalam bisnis merupakan buah dari keimanan, keislaman dan ketakwaan yang didasarkan pada keyakinan akan kebenaran Allah SWT. ## McGraw-Hill. 2003. 11 . Philp Kotler dan Gary Amstrong. Dasar-Dasar Pemasaran (Principle of Marketing 7e) . Jilid I dan II, Penerbit Prenhallindo, Jakarta. 1997. 12 . William L Wilkie. Consumer Behavior. New York : Third Edition, John Wilem & Sons Inc. 1994. Dengan demikian, kerangka teori di atas merupakan landasan pemikiran penulis untuk memperkuat pembahasan penelitian ini. ## C. Metode Penelitian ## 1. Jenis atau Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah kausalitas, yaitu tipe penelitian dengan karakteristik masalah berupa hubungan sebab akibat antara dua variabel atau lebih. Jenis ini digunakan untuk menjelaskan pengaruh tauhid, keseimbangan, kehendak bebas, tanggung jawab, dan ihsan terhadap etika bisnis Islam pedagang pengepul barang bekas di wilayah Kecematan Kemunig dan Ilir Barat II Kota Palembang. ## 2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan pada pedagang yang berada di wilayah Kecematan Kemuning dan Ilir Barat II. Waktu penelitian ini dimulai pada bulan Juni sampai Agustus 2016 dari tahap awal sampai tahap akhir. ## 3. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian 13 . Dalam hal ini peneliti mengambil populasi pedagang pengepul barang bekas yang berjumlah 100 orang di wilayah Kecamatan Kemuning dan Ilir Barat II kota Palembang. Dalam hal ini peneliti akan mengambil sampel pedagang pengepul barang bekas yang berada di wilayah Kecematan Kemuning dan Ilir Barat II. Dalam penelitian ini pengambilan sampel dapat menggunakan Rumus Slovin (dalam Ridwan : 2005:65) : n = ## 4. Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah aktivitas etika bisnis Islam pedangang pengepul barang bekas. Faktor-faktor yang mempengaruhi etika bisnis islam yaitu tauhid, keseimbangan, kehendak bebas, tanggung jawab, dan ihsan. 13 . Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian . Jakarta : Rineka Cipta. Hal 173, 2010. ## 5. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data Dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data yang berupa angket atau kuesioner. Angket atau kuesioner adalah suatu alat pengumpul data yang berupa serangkai pertanyaan yang diajukan pada responden untuk mendapatkan jawaban. ## 6. Teknik Pengukuran Variabel Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah angket atau kuesioner. Peneliti menggunakan kuesioner menggunakan skala yang digunakan dalam penelitin ini adalah skala likert. Skala ini berinterasi 1-5 dengan pilihan jawaban sebagai berikut : o ( 1 ) Sangat Tidak Setuju (STS) o ( 2 ) Tidak Setuju (TS) o ( 3 ) Netral (N) o ( 4 ) Setuju (S) o ( 5 ) Sangat Setuju (SS) 7. Instrumen Penelitian a. Validitas Instrumen Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Pengukuran pada analisis butir yaitu dengan cara skor-skor yang ada kemudian dikorelasikan dengan menggunakan Rumus korelasi product moment sebagai berikut 14 : r xy = ## b. Uji Reliabilitas Reliabilitas menunjukkan pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Dalam penelitian ini uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan tekhnik formula Alpha : r 11 = ( ) ( 1 - ) 14 . . Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian . Jakarta : Rineka Cipta. Hal 213, 2010. ## III. HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pada faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman dan penerapan etika bisnis Islam pedagang pengepul barang bekas terdapat lima faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut adalah faktor tauhid, faktor keseimbangan, faktor kehendak bebas, faktor tanggung jawab, dan faktor ihsan. Pada penelitian pemahaman etika bisnis Islam pedagang pengepul barang bekas terdapat dua faktor yaitu pertama faktor tauhid yang terdiri dari shalat, zakat, dan beda suku, kedua faktor ihsan yang terdiri dari kerjasama dan pelayanan. Pada penelitian penerapan etika bisnis Islam pedagang pengepul barang bekas terdapat tiga faktor yaitu pertama faktor keseimbangan yang terdiri dari timbangan dan kondisi barang, kedua faktor kehendak bebas yang terdiri dari persaingan sehat, dan memainkan harga, ketiga faktor tanggung jawab yang terdiri dari buku kas, hutang piutang, dan barang titipan. 1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemahaman Etika Bisnis Islam Pedagang Pengepul Barang Bekas Di dalam penelitian pemahaman etika bisnis Islam pedagang pengepul barang bekas terdapat dua faktor yaitu faktor tauhid dan faktor ihsan. Faktor tauhid, konsep ini dimaksudkan bahwa sumber utama etika Islam adalah kepercayaan total dan murni terhadap keesaan Tuhan. Dengan mengintegrasikan aspek religius dengan aspek-aspek lainnya, seperti ekonomi, akan menimbulkan perasaan dalam diri manusia bahwa ia akan selalu merasa direkam segala aktivitas kehidupannya, termasuk dalam aktivitas berekonomi sehingga dalam melakukan segala aktivitas bisnis tidak akan mudah menyimpang dari segala ketentuanNya. Faktor ihsan, keinginan kuat berbuat baik untuk sesama manusia dengan setulus-tulusnya hanya karena pertanggungjawaban kepada Allah. Fungsi ihsan dalam agama sebagai alat control dan evaluasi terhadap bentuk- bentuk kegiatan ibadah, sehingga aktivitas manusia akan lebih terarah dan maju. Fungsi tersebut selaras dengan definisinya sendiri yaitu, ketika engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, apabila engkau tidak mampu melihat-Nya maka sesungguhnya Allah melihat (mengontrol) engkau . Ketika tindakan ekonomi didasari dengan ihsan maka akan melahirkan sifat-sifat positif dan produktif antara lain. Pertama, amanah (jujur) sifat ini muncul dari penghayatan ihsan. Bagi pelaku ekonomi yang memiliki sifat amanah akan mengakui dengan penuh kesadaran bahwa seluruh komponen ekonomi, pikiran, tenaga, harta, dan segalanya adalah milik dan titipan Allah, sehingga dalam menjalani aktivitas usaha akan berhati-hati dan waspada serta terhindar dari sipat ceroboh dan sombong karena pemilik perusahaan itu adalah Allah SWT. Kedua, sabar diartikan sebagai sikap tangguh dalam menghadapi seluruh persoalan kehidupan termasuk dalam berekonomi . Sifat ini muncul dari proses panjang aktivitas ibadah yang senantiasa diawasi dan dievaluasi oleh Allah. Dalam seluruh proses tindakan usaha tidak akan lepas dari kendala dan problem, maka kesabaran mutlak dibutuhkan. Dengan sifat ini sebesar apapun problem usaha akan disikapi dengan pikiran-pikiran positif dan hati yang jernih. Ketiga, tawakal diartikan sikap mewakilkan atau menyerahkan penuh segala hasil usaha kepada Allah SWT. Sikap tersebut muncul dari nilai-nilai ihsan. Islam tidak melarang pelaku bisnis mendapatkan keuntungan dalam usahanya. Akan tetapi hasil usaha yang dilakukan oleh seseorang masih bersifat relative, bisa untung atau rugi. Bagi pelaku usaha yang menyerahkan segala hasil kepada Allah tidak punya beban mental yang berlebihan dan ketika hasilnya untung tidak akan lupa diri dan apaila rugi tidak akan pesimis dan putus asa. Keempat, qanaah dalam berekonomi diartikan sebagai sikap efesiensi dan sederhana dalam tindakan usaha. Sikap ini terbentuk dari interaksi yang kuat antara hamba dengan sang khalik. Efisiensi dalam seluruh tindakan ekonomi sangat penting untuk mengurangi dan menekan beban pembiyayaan usaha, sehingga kalau Usaha yang dilakukan itu bidang produksi maka akan menghasilkan prodak yang murah. Demikian pula sikap qanaah terhadap hasil berupa keuntungan ia akan membelanjakan harta yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan pokok terhindar dari sikap boros dan mubadzir. Kelima, wara dalam berekonomi diartikan sikap berhati-hati dalam seluruh tindakan ekonomi . Sikap ini tumbuh dari kesadaran penuh terhadap pengawasan Allah yang sangat ketat dan teliti. Kehati-hatian sangat dibutuhkan oleh para pelaku usaha, mulai dari membuat planning, operasional dan mengontrol usaha dan akan menjauhkan pelaku bisnis dari sikap ceroboh. Ketika hal ini terwujud maka akan tercipta pelaku bisnis profesianal yang shaleh dan tatanan ekonomi yang mapan, sehat, kondusif dan produktif. Dengan iman, maka lahirlah kesadaran untuk saling menghargai, saling menghormati, dan saling mengingatkan tentang yang benar itu benar dan salah tetap salah, tanpa dibarengi dengan kehendak untuk memaksakan pendiriannya. Berikut ini hasil data penelitian pemahaman etika bisnis Islam pedagang pengepul barang bekas di Palembang : 68 │ Amir Salim Analisis Pemahaman dan Penerapan Etika Bisnis Islam... a. Faktor Tauhid P = x 100 % = x 100 % = 78,38 % b. Faktor Ihsan P = x 100 % = x 100 % = 79,79 % Di dalam penelitian pemahaman etika bisnis Islam pedagang pengepul barang bekas faktor tauhid yang meliputi shalat, zakat, dan beda suku dapat mempengaruhi etika bisnis Islam pada pedagang penngepul barang bekas sebesar 78,38 % dan faktor ihsan meliputi kerjasama dan pelayanan dapat mempengaruhi etika bisnis Islam pada pedagang pengepul barang bekas sebesar 79,79 %. Ini berarti, faktor tauhid dan faktor ihsan dapat mempengaruhi etika bisnis Islam pada pedagang pengepul barang bekas. Dalam penelitian ini faktor tauhid dan faktor ihsan dapat dikategorikan baik karena di dalam etika bisnis pedagang memahami faktor tersebut. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Etika Bisnis Islam Pedagang Pengepul Barang Bekas Di dalam penelitian penerapan etika bisnis Islam pedagang pengepul barang bekas terdapat tiga faktor yaitu faktor keseimbangan, kehendak bebas, dan tanggung jawab. Penerapan faktor keseimbangan berlaku baik secara harfiah maupun kias dalam dunia bisnis. Sebagai contoh, Allah SWT memperingatkan para pengusa muslim untuk “sempurnakanlah takaranmu apabila kamu menakar dan timbanglah dengan cara yeng benar : itulah lebh utama dans lebih baik akibatnya”. Sangat menarik untuk mengetahui bahwa mkana lain kata ‘adl adalah keadilan keseteraan. Seperti yang kita lihat pada ayat diatas, sebuah transaksi yang seimbang adalah juga setara dan adil. Qur’an mempergunkan istilah ‘adl dalam penegertian ini secara keseluruhan, Islam sebenarnya tidak ingin menciptakan sebuah masyarakat pedagang syahid, yang berbisnis semata demi alasan kedermawaan. Sebaliknya, Islam ingin mengekang kecenderungan sikap srakah manusia dan kecintaannya untuk memiliki barang-barang. Sebagai akibatnya, baik sikap kikir, maupun boros keduanya dikutuk baik dalam Qur’an maupun hadist. Berdasarkan konsep kehendak bebas, manusia memiliki kebebasan untuk membuat kontrak dan menempatinya ataupun mengingkarinya. Seorang muslim, yang telah menyerahkan hidupnya pada kehendak Allah SWT, akan menepati semua kontrak yang telah dibuatnya. “Hai orang-orang yang beriman! Penuhilah semua perjanjian itu”. Penting untuk di catat bahwa Allah SWT memerintahkan ayat diatas secara eksplisit kepada kaum muslim. Sebagaimana dikemukakan oleh yusuf ‘ali, kata ‘ uqud adalah sebuah konstruksi multidimensional. Kata tersebut mengandung arti antara lain kewajiban suci yang muncul dari kodrat spiritual dan hubungan kita dengan Allah SWT, kewajiban sosial kita seperti misalnya dalam perjanjian perkawinan, kewajiban politik kita seperti misalnya perjanjian hukum., kewajiban bisnis kita seperti misalnya kontrak formal mengenai tugas-tugas tertentu yang harus dilakukan ataupun kontrak yang tak tertulis mengenai perlakuan layat yang harus diberikan pada para pekerja. Kaum muslim harus mengekang kehendak bebasnya untuk bertindak berdasarkan aturan-aturan moral seperti yang telah digariskan Allah SWT. Penerapan tanggung jawab. Jika seorang pengusaha muslim berperilaku secara tidak etis, ia tidak dapat menyalahkan tindakanya pada persoalan tekanan bisnis ataupun pada kenyataan bahwa setiap orang juga berperilaku tidak etis. Ia harus memikul tanggung jawab tertinggi atas tindakanya sendiri. Berkaitan dengan hal ini, Allah berfirman “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”. Karena, konsep ini berkaitan erat dengan konsep kesatuan, keseimbangan dan kehendak bebas. Semua kewajiban harrus dihargai keculai jika seorang moral salah. Sebaai contoh, Ibrahim As menolak kewajiban keluarganya ketika ayahnya menginkan untuk berbuat shirik atau memuja berhala. Di sisi lain, Rasulullah Saw melaksanakan kesepakatan dalam perjanjian Hudaybiyah meskipun hal hal itu berarti bahwa Abu Jandal, seorang yang baru menjadi muslim, harus dikembalikan pada suku Qurash. Sekali seorang muslim mengucapkan janjinya atau terlibat dalam sebuah perjanjian yang sah, maka ia harus menepatinya. “Rasulullah Saw (semoga rahmat terlimpah kepadanya) berkata,” tanda-tanda orang munafik ada tiga : 1) apabila berkata ia berdusta. 2) apabila berjani, tidak dipenuhi, dan 3) bila diberi dimanati, ia berkhianat”. Amir Salim Analisis Pemahaman dan Penerapan Etika Bisnis Islam... Tanpa mengabaikan kenyataan bahwa ia sepenuhnya dituntun oleh hukum yang diciptakan Allah SWT, ia diberi kemampuan untuk berpikir dan membuat keputusan, memilih jalan hidup yang diinginkan, dan yang paling penting untuk bertindak berdasarkan aturan yang ia pilih. Agar tercipta mekanisme pasar yang sehat, aktivitas ekonomi dalam konsep ini diarahkan untuk kebaikan setiap kepentingan seluruh komunitas Islam yaitu dengan adanya larangan-larangan mengenai monopoli, kecurangan, dan praktik riba. Seorang Muslim yang percaya pada kehendak Allah, akan senantiasa mengabaikan larangan-laranganNya. Ia merupakan bagian kolektif dari masyarakat dan mengakui bahwa Allah meliputi kehidupan individual dan sosial. Dengan demikian, kebebasan berkehendak berhubungan erat dengan kesatuan dan keseimbangan. Berikut ini hasil data penelitian pemahaman etika bisnis Islam pedagang pengepul barang bekas di Palembang : a. Faktor keseimbangan P = x 100 % = x 100 % = 83,39 % b. Faktor Kehendak Bebas P = x 100 % = x 100 % = 78,55 % c. Faktor Tanggung Jawab P = x 100 % = x 100 % = 77,1 % Di dalam penelitian penerapan etika bisnis Islam pedagang pengepul barang bekas faktor keseimbangan yang meliputi timbangan dan kondisi barang dapat mempengaruhi etika bisnis Islam pada pedagang penngepul barang bekas sebesar 83,39 %, faktor kehendak bebas meliputi persaingan sehat dan memainkan harga dapat mempengaruhi etika bisnis Islam pada pedagang pengepul barang bekas sebesar 78,55 %, dan faktor tanggung jawab meliputi buku kas, hutang-piutang, dan barang titipan dapat mempengaruhi etika bisnis Islam pada pedagang pengepul barang bekas sebesar 77,1 %, Ini berarti, faktor keseimbangan, kehendak bebas, dna tanggung jawab dapat mempengaruhi etika bisnis Islam pada pedagang pengepul barang bekas. Dalam penelitian ini faktor keseimbangan, kehendak bebas, dna tanggung jawab dapat dikategorikan baik karena di dalam etika bisnis pedagang menerapkan faktor tersebut. Dengan demikian, faktor yang mempengaruhi pemahaman dan penerapan etika bisnis Islam pedagang pengepul barang bekas dapat disimpulkan. Faktor yang paling tinggi adalah faktor keseimbangan dengan persentasi 83,39 %, kemudian faktor ihsan dengan persentasi 79,79 %, dilanjutkan dengan faktor kehendak bebas dengan persentasi 78,55 %, faktor tauhid dengan perentasi 78,38 %, dan faktor tanggung jawab dengan persentasi 77,1 %. ## IV. PENUTUP Faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman dan penerapan etika bisnis Islam pedagang pengepul barang bekas dalam hal ini diantaranya (1) Tauhid, (2) Keseimbangan, (3) Kehendak Bebas, (4) Tanggung jawab, (5) Ihsan. Adapun Tauhid dan Ihsan dapat dijadikan untuk menganalisis pemahaman pada pedagang pengepul barang bekas dan tiga faktor lainnya yaitu Keseimbangan, Kehendak bebas, dan Tanggung jawab dapat dijadikan alat untuk menganalisis penerapan etika bisnis Islam pada pengepul barang bekas. Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemahaman Etika Bisnis Islam Pedagang Pengepul Barang Bekas. Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman etika bisnis Islam pedagang pengepul barang bekas diantaranya faktor tauhid mempengaruhinya sebesar 78,38 % dan faktor ihsan sebesar 79,79 %. Dengan demikian, hasil penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman etika bisnis Islam pedagang pengepul barang bekas dapat dikategorikan baik. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Etika Bisnis Islam Pedagang Pengepul Barang Bekas. Pada hasil penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan etika bisnis Islam pedagang pengepul barang bekas diantaranya faktor faktor keseimbangan mempengaruhinya sebesar 83,39 %, faktor kehendak bebas sebesar 78,55 %, dan faktor tanggung jawab sebesar 77,1 %. Dengan demikian, hasil penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan etika bisnis Islam pedagang pengepul barang bekas dapat dikategorikan baik. ## V. DAFTAR PUSTAKA 1. Afzalurrahman. Muhammad Sebagai pedagang , terj. Dewi Nurjulianti. Jakarta: Yayasan Swarna Bhumy. 1997. 2. Alma, Buchari. Dasar-Dasar Etika Bisnis Islam . Bandung : Alfabeta. 2003. 3. Ananda, Faisar. dkk. Islamic Business And Economic Ethics Mengacu Pada Al Quran dan Mengikuti Jejak Rasulullah SAW dalam Bisnis, Keuangan, dan Ekonomi . Jakarts : Bumi Aksara. 2012. 4. Arnould, Eric., Price, Linda., and George Zinkhan. Consumers . New York : Firt Edition, McGraw-Hill. 2003. 5. Ash-Shieddieqy T.M. Hasbi. Pengantar Fiqh Muamalah . Jakarta : Bulan Bintang. 1984. 6. Assauri, Sofjan. Manajemen Pemasaran . Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2011. 7. Amrullah. Etika Bisnis Islam (Studi Kasus pada Koperasi Harapan Jaya Kota Sekayu . Pasca Sarjana Konsentrasi Hukum Islam. UIN Raden Fatah : Palembang. 2011. 8. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik . Jakarta : Rineka Cipta. 2010. 9. Badrroen, Faisal. Etika Bisnis Islam . Jakarta : Kencana Prenada Media Group. 2006. 10. Charis, Achmad Zubair. Kuliah Etika . (Rajawali Press) Ed III. 1995 11. Djuwaini, Dimyauddin. Pengantar Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010. 12. Engel, James F., Blackwell, Roger D., and Miniard, Paul W. Perilaku Konsumen . Terjemahan Budiyanto. Jakarta : Binarupa Aksara. 1994. 13. Eldine, Achyar. Etika Bisnis Islam, Jurnal Khazanah . Bandung. 2000. 14. Ernawan Erni, R. Business Ethics, Bandung : Alfabeta. 2007. 15. Fahmi, Irfan . Etika Bisnis . Bandung : Alfabeta. 2014. 16. Gregory, N. Mankiw. Makroekonomi . Fitria Liza dan Imam Nurmawan Terjemahan. Jakarta : Erlamngga. Edisi Keenam. 17. Hery, Musnur. Agama dan Etos Kerja Pedagang Pakaian Jadi Etnis Minang di Pasar 16 Ilir Palembang . Pusat Penelitian UIN Raden Fatah : Palembang. 2001. 18. Indriantoro Nur dan Bambang Supomo. Metodologi Penelitian Bisnis . Yogyakarta : BPFE. 1999. 19. Islahi A A. Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah . Surabaya : Bina Ilmi. 1997. 20. Kotler, Philp dan Gary Amstrong. Dasar-Dasar Pemasaran (Principle of Marketing 7e) . Jilid I dan II, Penerbit Prenhallindo, Jakarta. 1997. 21. Lamb, Charles W., Hair, Joseph F., and McDaniel, Carl. Pemasaran . Penerjamah David Octarevia. Jakarta : Salemba Empat. 2002. 22. Lesmana, Erik. Pemahaman Etika Bisnis Islam dan Tingkat Persaingan Usaha serta Perilaku Dagang . Konsentrasi Perbankan Syariah. UIN Syarif Hidayatullah : Jakarta. 2010. 23. Mujahidin, Akhmad. Etika Bisnis Dalam Islam “Analisis Terhadap Aspek Moral Pelaku Bisnis ”. Bandung. 2005. 24. Muslich. Etika Bisnis Islam , Jakarta : Ekonosia. 2004. 25. Naf’an. Ekonomi Makro : Tinjauan Ekonomi Syari’ah . Yogyakarta : Graha Ilmu. 2014. 26. Haider Naqvi, Syed Nawab. Etika Dan Ilmu Ekonomi Suatu Sintesis Islami. Bandung : Mizan. 1993. 27. Omar, O. E. Retail Marketing . Harlow, England : Perason Education. 1999. 28. Peter, J Paul., and Olson., Jerry C. Consumer Behavior. Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran . Terjemahan Damos Sihombing. Jakarta : Jilid. Edisi 4, Erlangga. 2000. 29. Rini dkk. Analisis Pengaruh Locus Of Control Terhadap Kinerja Dengan Etika Kerja Islam Sebagai Variabel Moderating (Studi Pada Karyawan Tetap Bank Jateng Semarang) . Jawa Tengah. 2010. 30. Qordhowi, Yusuf. Norma dan Etika Ekonomi Islam. Jakarta : Gema Insani Press. 1993. 31. Qordhawi, Yusuf. Halal dan Haram Dalam Islam, Terjemahan Muamammal Hamidy, Surabaya : Bina Ilmu. 1993. 32. Rafik Isa Beekun. Islamic Business Ethics . Virginia: international institute of Islamic thought. 1997 33. Shihab, Alwi. Islam inklusif . Bandung : Mizan. 1992. 34. Salam, Burhanudin. Etika Sosial Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia . Jakarta : Rineka Cipta. 1997. 35. Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis . Bandung : Alfabeta. 2004. 36. Wilkie, William L. Consumer Behavior. New York : Third Edition, John Wilem & Sons Inc. 1994. 37. Yosephus, Sinuor.L. Etika Bisnis Pendekatan Filsafat Moral Terhadap Perilaku Pebisnis Kontemporer . Jakarta : Pustaka Obor Indonesia. 2010. 38. https://hanaqyen12.wordpress.com/2013/05/12/etika-bisnis-ekonomi-islam/. Diakses tanggal, 11 Oktober 2016. 39. http://zonaekis.com/prinsip-prinsip-dasar-dalam-etika-bisnis-islam/. Diakses tanggal, 11 Oktober 2016. 40. http://www.ilmu-ekonomi-id.com/2016/11/pengertian-segmentasi-pasar-tujuan- dan-contohnya.html. Diakses tanggal, 11 Oktober 2016 41. http://www.pengertianku.net/2015/04/pengertian-segmentasi-pasar-dan- manfaatnya.html. Diakses tanggal, 11 Oktober 2016 42. http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/150-artikel-keuangan- umum/21129-mengenal-etika-dagang-syariah. Diakses tanggal, 11 Oktober 2016 43. https://learnourworld.wordpress.com/2011/08/24/etika-bisnis-dalam-islam/. Diakses tanggal, 11 Oktober 2016 44. http://zonaekis.com/larangan-larangan-dalam-etika-bisnis-islam/. Diakses tanggal, 11 Oktober 2016 45. https://akmalaziz.wordpress.com/2014/01/09/pemasaran-dalam-perspektif- islam/. Diakses tanggal, 11 Oktober 2016