id
stringlengths 36
36
| url
stringlengths 46
109
| text
stringlengths 5k
1.51M
|
---|---|---|
95a5822b-e3e0-4222-a4fd-27a6f87363c4 | http://www.ejournal.universitasmahendradatta.ac.id/index.php/cakrawarti/article/download/1101/632 |
## MOBILE PASPOR SEBAGAI SALAH SATU STRATEGI REFORMASI BIROKRASI
Komang Adi Sastra Wijaya 1)
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Udayana Email: sastra_wijaya@unud.ac.id 1)
Abstrak - Reformasi birokrasi diselenggarakan untuk merubah tatanan pemerintah mengenai suatu sistem pemerintah yang mengarahkan menjadi lebih baik. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis penerapan aplikasi M-Paspor sebagai salah satu strategi reformasi birokrasi dan mengetahui mengenai aplikasi M-Paspor sebagai salah satu strategi refromasi birokrasi. Metode peneltian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskripsi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan teknik analisis berupa reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar sudah baik dalam melakukan reformasi birokrasi terhadap pengajuan permohonan paspor dengan memanfaatakan aplikasi M-Paspor . Namun terdapat beberapa hal yang perlu ditingkatkan seperti aplikasi yang terdapat kendala sistem sehingga menghambat berjalannya pelayanan, SDM yang memerlukan pemahaman satu pemikirian dalam prosedur pelayanan, serta ditemukan penggunaan sistem penggandaan berkas persyaratan atau fotocopy .
Kata Kunci: Birokrasi, Mobile Paspor , Pelayanan, Reformasi
Abstract - Bureaucratic reform is carried out to change the government structure regarding a government system that leads to a better one. The aim of this research is to analyze the implementation of the M-Passport application as a bureaucratic reform strategy and find out about the M-Passport application as a bureaucratic reform strategy. The research method used is a qualitative research method using a description approach. The data collection techniques used were observation, interviews and documentation. Data analysis uses analytical techniques in the form of data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The results of the research show that the TPI Denpasar Class I Immigration Office has been good at carrying out bureaucratic reforms in submitting passport applications by utilizing the M-Paspor application. However, there are several things that need to be improved, such as applications that have system problems that hinder the running of services, human resources that require an understanding of one way of thinking in service procedures, and the use of a system for duplicating required files or photocopying.
Keyword: Bureaucracy, Mobile Passport, Service, Reform
## PENDAHULUAN
Prinsip reformasi birokrasi
menciptakan kebaharuan dan melakukan
transformasi menuju sistem penyelenggaraan yang lebih baik. Reformasi birokrasi berfokus untuk pembenahan sistem pemerintahan hingga
terwujudnya sistem pemerintahan yang bersifat good governance . Penerapan reformasi birokrasi di Indonesia dilakukan secara progresif dengan memperhatikan tata kelola pemerintahan agar dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Reformasi birokrasi
Indonesia banyak melakukan refromasi birokrasi dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk bisa menciptakan birokrasi yang lebih cepat dalam penyelesaian pelayanan. Salah satunya dalam reformasi birokrasi dengan menggunakan aplikasi. Penggunaan aplikasi menjadi alternatif dalam mengelola sistem pelayanan yang efektif dan efisien serta menjadi peran penting dalam reformasi birokrasi untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat. Kehadihan refromasi birokrasi dengan memanfaatkan teknologi dipahami sebagai bentuk proses keberlanjutan dalam suatu perubahan menjadi lebih baik dan mewujudkan birokrasi pemerintah yag transparan, akuntabel, dan bersih (Akbar, Rulandari and Widaningsih 2021).
Aplikasi dalam penerapan sebagai alternatif untuk menciptakan refromasi birokrasi membutuhkan pengorganisasian sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas untuk menunjang kredibilitas pemerintah. SDM yang ada pada instansi pelayanan harus dapat berkolaborasi dan beradaptasi dengan penggunaan teknologi untuk mewujudkan reformasi birokrasi yang berdampak baik bagi sistem pemerintahan. Pada dasarnya, SDM menjadi tiang utama dalam menopang
program reformasi birokrasi. SDM memerlukan pengelolaan yang menjadi strategi dalam mewujudkan keberhasilan refromasi birokrasi di Indonesia. Tahap permulaan untuk pengelolaan SDM dilakukan dengan perencanaan SDM yang disesuaikan dengan sasaran. Perencanaan SDM adalah proses awal untuk bisa menciptakan program pengembangan yang berfokus pada pelatihan, penggunaan teknologi, promosi, dan penempatan posisi yang memerlukan tenaga ahli
berpengalaman.
Pengembangan SDM juga berpotensi untuk meningkatkan kinerja SDM dalam mencapai tujuan pemerintah mengenai jumlah SDM dengan kualitas kinerja yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi yang direncanakan (Faruqi 2019).
Pemerintah dengan sistem teknologi menjadi reformasi tepat guna untuk memajukan administrasi
pemerintahan. Reformasi pada sistem administrasi pemerintahan menggunakan aplikasi untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam mengakses pelayanan administrasi pemerintah. Salah satu bentuk reformasi birokrasi yang diterapkan pemerintah adalah aplikasi Mobile Paspor atau M-Paspor untuk pelayanan pengajuan permohonan paspor. Aplikasi M-Paspor diciptakan oleh Direktorat Jendral Imigrasi Indonesia untuk membantu masyarakat Indonesia dalam pengajuan permohonan paspor. Penerapan dari aplikasi ini sudah diterapkan pada seluruh wilayah kantor imigrasi di Indonesia salah satunya
Kantor Imigrasi Kelas I Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Denpasar. Aplikasi M-Paspor memiliki beragam keunggulan dalam fitur-fitur yang disediakan seperti menggunggah berkas persyaratan, memilih kantor imigrasi yang diinginkan, mengatur jadwal kedatangan secara mandiri, dan pembayaran dilakukan secara online .
Aplikasi M-Paspor merupakan bentuk baru dari penerapan aplikasi sebelumnya yaitu aplikasi Aplikasi Pendaftaran Antrian Paspor Online (APAPO). APAPO sebelumnya adalah aplikasi yang memberikan nomor antrian
Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar melakukan pelayanan dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk mendaftarkan diri terlebih dahulu pada aplikasi M-Paspor agar dapat melanjutkan proses permohonan paspor. Penggunaan aplikasi
M-Paspor ini bertujuan agar mempercepat pelayanan di Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar. Selain itu, penggunaan aplikasi M-Paspor ini bertujuan agar masyarakat bisa mempersiapkan berkas dan mengunggah berkas tersebut secara langsung di kediaman dan dapat memilih kantor imigrasi yang mempunyai jarak tempuh yang cepat serta mengurangi antrian panjang yang ada di Kantor imigrasi Kelas I TPI Denpasar. Harapan kehadiran M-Paspor dapat menciptakan reformasi birokrasi yang transparan dan mudah diterapkan oleh masyarakat.
Penerapan aplikasi M-Paspor ini juga menimbulkan berbagai permasalahan dalam proses penerapannya untuk
refromasi birokrasi seperti kendala sistem pada aplikasi, hambatan dalam proses pelayanan pengajuan permohonan paspor, serta hambatan solusi dari petugas Kantor imigrasi Kelas I TPI Denpasar. Penelitian mengenai aplikasi M-Paspor menjadi topik menarik untuk dilakukan dalam penelitian-penelitian. Namun, tidak ada yang mengkaji penerapan aplikasi M- Paspor sebagai strategi salah satu strategi pelaksanaan reformasi birokrasi. Hal ini tentu melahirkan sebuah kebaharuan dengan menilai M-Paspor sebagai bentuk strategi reformasi birokrasi yang dilihat berdasarkan teori dari Zheitaml,
Parasuraman, dan Bearry mengenai pemahaman tangible, Assurance, dan Empathy . Peneliti mencantumkan rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana penerapan aplikasi M- Paspor sebagai salah satu strategi refromasi birokrasi di Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar?
2. Faktor-Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat penerapan aplikasi M-Paspor
sebagai salah satu strategi reformasi birokrasi di Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar?
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penerapan aplikasi M- Paspor sebagai salah satu strategi reformasi birokrasi dan mengetahui mengenai aplikasi M-Paspor sebagai salah satu strategi refromasi birokrasi.
## METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskripsi. Penggunaan pendekatan deskripsi untuk mengungkapkan fenomena yang terjadi di lapangan berdasarkan hasil temuan yang ditemuakn peneliti. Dengan menggunakan pendekatan deskripsi ini, menciptakan kebaharuan berdasarkan dengan temuan hasil penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan teknik analisis berupa reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
## HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Perwujudan dalam mencapai refromasi birokrasi dengan menggunakan sistem tekonologi berupa aplikasi, kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar melakukan refromasi birokrasi dengan memperhatikan penyediaan fasilitas untuk menunjang proses berjalannya suatu birokrasi. Penggunaan aplikasi M-Paspor membutuhkan sarana-prasarana pendukung yang bertujuan untuk membantu proses pengajuan paspor dapat berjalan dengan baik. Masyarakat akan menilai bagaimana instansi dapat menyediakan kenyaman kepada mereka sebagai publik yang berkunjung untuk menjadi pengguna birokrasi pemerintah. Pengajuan paspor tidak hanya berdasarkan melalui aplikasi M-Paspor saja, namun masyarakat perlu untuk datang ke kantor imigrasi untuk melakukan pengambilan foto, wawancara, serta pemindaian biometrik sidik jari.
Tentunya penggunaan fasilitas diperlukan agar dapat membantu proses pelayanan yang dilakukan. Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar menyediakan fasilitas agar masyarakat mengetahui alur untuk melakukan pengajuan paspor. Pihak Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar menyediakan seperti papan penunjuk arah untuk membantu masyarakat menemukan lokasi-lokasi tempat pengajuan pelayanan yang diinginkan termasuk tempat untuk pengajuan permohonan paspor. Masyarakat juga disediakan loket
pembayaran dan tempat pencetakan dan penggandaan berkas sehingga masyarakat tidak kesulitan mencari tempat untuk melakukan pencetakan dan penggandaan berkas. Proses pelayanan dengan aplikasi M-Paspor juga dibantu dengan penyediaan pengisian daya gawai
masyarakat serta wifi untuk koneksi internet dalam mengajukan permohonan paspor. Secara keseluruhan, Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar telah menyediakan fasilitas penunjang untuk membantu masyarakat dalam pengajuan permohonan paspor.
Aplikasi M-Paspor ini merupakan inovasi yang diterbitkan Direktorat Jendral Imigrasi dan bisa diberlakukan pada seluruh kantor Imigrasi di Indonesia. Aplikasi M-Paspor diciptakan sebagai perwujudan dalam mengikuti perkembangan zaman yang sudah menggunakan teknologi. Selain itu,
aplikasi M-Paspor juga diciptakan sebagai media untuk dapat mempermudah masyarakat dalam melakukan pelayanan pengajuan permohonan paspor. Aplikasi
M-Paspor sebagai aplikasi yang menjadi alat bantu pelayanan, mempunyai berbagai permasalahan dalam penerapannya. Aplikasi M-Paspor mengalami permasalahan pada proses memuat tampilan aplikasi yang memakan waktu yang cukup lama. Masyarakat tidak bisa melakukan proses pelayanan pengajuan permohonan paspor, bahkan aplikasi M-Paspor ini sudah menjadi proses wajib yang harus digunakan masyarakat karena pelayanan secara konvensional tidak lagi digunakan oleh Kantor Imigrasi Kelas I Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Denpasar. Aplikasi yang diciptakan seharusnya dapat mempermudah kegiatan yang dilakukan khususnya pada pelayanan publik. Namun, pada aplikasi M-Paspor mengelami kendala yang menyebabkan masyarakat sulit melakukan proses pelayanan.
Keterlibatan fasilitas juga diterapkan dengan peralatan bantu sebagai alat yang digunakan untuk membantu berjalannya proses pelayanan pengajuan permohonan paspor. Refromasi birokrasi yang diterapkan dengan memanfaatkan aplikasi dalam membantu pelayanan juga harus diimbangi dengan penggunaan alat bantu teknologi lainnya sebagai penunjang keberhasilan aplikasi dalam membantu pelayanan. Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar menggunakan alat bantu komputer, kamera, dan alat pemindaian sidik jari sebagai penunjang dalam proses pelayanan paspor. Alat bantu seperti komputer, kamera, dan alat pemindaian sidik jari berjalan dengan
baik. Alat bantu tersebut selalu dilakukan pengecekan dan pemeliharaan agar bisa tetap digunakan untuk memberikan pelayanan.
Pembahasan mengenai fisik yang ditampilkan oleh pemerintah bidang pelayanan tidak hanya diperlihatkan melalui fasilitas sebagai penunjang, namun juga diliat bagaimana kedisiplinan SDM yang ada di Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar. SDM yang berkualitas tentunya memberikan dampak yang besar kepada sistem pelayanan yang ada di sebuah pemerintah bidang pelayanan. SDM akan menjadi pilar utama sebagai keberhasilan dari perubahan atau refromasi birokrasi dalam tatanan pemerintah. Tanggung jawab dan tugas serta fungsi yang dimiliki oleh setiap SDM yang ada pada pemerintah, mempunyai kapasitas masing-masing berdasarkan beban kerja ada. Selain itu, kualitas dari suatu SDM dilihat bagaimana SDM menunjukkan kedisiplinan dalam bekerja untuk bisa memberikan yang terbaik bagi pemerintahan maupun bagi masyarakat. Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar membuka pelayanan dimulai pada 07.30 WITA hingga jam 15.00 WITA. Tentunya petugas imigrasi Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar diwajibkan untuk datang sebelum jam dibuka pelayanan. Hal ini untuk mencegah keterlambatan pelayanan yang diselenggarakan sehingga proses pelayanan dapat berjalan dengan tepat waktu. Proses absensi dari petugas Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar didukung dengan bantuan teknologi berupa
komputer dengan sistem sidik jari sehingga mengetahui jam kedatangan petugas di Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar. Selain itu, dalam komputer tersebut juga diberikan sebuah bentuk reward berupa pemberitahuan pada komputer tetang petugas imigrasi yang mempunyai ketepatan waktu yang terbaik sehingga dapat menciptakan motivasi petugas.
Aplikasi M-Paspor sebagai aplikasi untuk melakukan reformasi birokrasi memberikan jaminan pelayanan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat. Pemerintah pelayanan melaksanakan proses birokrasi memiliki rentan waktu penyelesaian hingga masyarakat mendapatkan sebuah produk pelayanan. Jaminan waktu memberikan kepastian kepada masyarakat terhadap waktu pelayanan sehingga masyarakat mengetahui informasi untuk mendapatkan produk pelayanan dari instansi tersebut. Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar memberikan jaminan waktu penyelsaian paspor oleh petugas saat pada sesi wawancara, pengambilan foto, dan pemindaian sidik jari penyelasian dilakukan selama tiga hari kerja. Namun, masyarakat ketika datang untuk mengambil paspor petugas pada loket pengambilan paspor Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar menginformasikan paspor diambil selama lima hari kerja. Hal ini meyebabkan kebingungan masyarakat dikarenakan informasi yang disampaikan berbeda antar petugas imigrasi. Tentunya petugas imigrasi seharusnya dapat menyampaikan informasi yang benar dan
sesuai dengan prosedur pelayanan. Namun, apabila penyampain informasi berbeda, tentu birokrasi pada bidang pelayanan yang ada terdapat permasalahan dan memerlukan sebuah pembinaan antar tatanan pemerintah sehingga pelayanan kepada publik dapat terlaksana dengan baik.
Jaminan pelayanan tidak hanya mengenai jaminan waktu yang diberikan, namun juga dari pemerintah dalam memberikan kepastian biaya pelayanan. Pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah dalam bidang pelayanan membutuhkan transparansi mengenai persyaratan yang dibutuhkan untuk menunjang suatu pelayanan tidak terkecuali mengenai transparansi jaminan biaya pelayanan. Jaminan biaya dibebankan kepada masyarakat sebagai persyaratan yang harus terpenuhi untuk melakukan proses pelayanan tertentu salah satunya pelayanan pengajuan permohonan paspor. Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar merupakan instansi pemerintah yang bergerak dalam bidang pelayanan yang membebankan biaya pelayanan permohonan paspor berupa paspor Indonesia yang menjadi produk pelayanan instansi tersebut. Paspor yang dibebankan berjumlah dua paspor yaitu paspor biasa dan paspor elektronik yang mempunyai biaya yang berbeda-beda. Paspor biasa mempunyai biaya seniali Rp 350.000 untuk satu paspor, sedangkan paspor elektronik mempunyai biaya sebesar Rp 650.000 untuk satu paspor.
Informasi yang diberikan
mengenai biaya paspor yang dibebankan
kepada masyarakat penting dilakukan agar masyarakat dapat mempersiapkan biaya tersebtu saat mengajukan pelayanan paspor. Biaya yang dibebankan tersebut akan masuk pada keuangan negara. Namun, masyarakat banyak mengeluhkan mengenai proses pelayanan yang masih menggunakan sistem fotocopy atau penggandaan berkas persyaratan dengan warna hitam putih. Masyarakat mengeluhkan dikarenakan proses
pelayanan sudah menggunakan aplikasi, tetapi tetap mengeluarkan biaya tambahan untuk penggandaan berkas persyaratan. Harapan dengan adanya penggunaan aplikasi M-Paspor , masyarakat tidak memerlukan berkas dalam bentuk fotocopy . Berkas dapat dilakukan dengan scan yang kemudian terhubung secara langsung dengan komputer kantor sehingga tidak memerlukan tambahan biaya fotocopy serta mengurangi limbah kertas.
Pelayanan publik yang diterapkan oleh pemerintah berjalan dengan prinsip untuk bisa memberikan kepercayaan dan kenyamanan kepada masyarakat. Rasa empati diperlukan suatu pemerintahan pelayanan untuk saling memahami dan saling berbagi terhadap sesuatu yang dirasakan oleh individu lain. Empati memberikan kesan untuk saling mengerti antar satu sama lain dan bisa membantu sesama untuk mendapatkan hak yang sama. Empati perlu ditetarapkan dalam pelayanan publik agar seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan pelayanan dari instansi pelayanan. Instansi memerlukan pergerakan
untuk
menciptakan
kenyamanan bagi masyarakat yang datang untuk berkunjung dalam meminta bantuan pelayanan. Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar memberikan bentuk empati dalam menciptakan kenyaman bagi seluruh lapisan masyarakat dengan menyediakan kenayaman bagi masyarakat-masyarakat seperti lanjut usia (lansia), disabilitas, ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak-anak balita. Tidak hanya masyarakat yang mendapatkan prioritas saja, Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar juga menyediakan fasilitas kenyaman bagi masyarakat yang memerlukan tempat pengisian daya handphone . Selain itu, Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar juga mennyediakan wifi untuk koneksi internet sehingga masyarakat bisa mengajukan permohonan paspor melalui aplikasi M-Paspor di Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar.
Bentuk empati yang diberikan adalah dengan menyediakan fasilitas pendukung untuk masyarakat seperti kursi roda, walking frame , jalur landai kursi roda, ruang tunggu khusus, ruang menyusui, taman bermain anak-anak, alat bantu pendengaran, dan huruf braile . Fasilitas ini untuk membantu masyarakat sehingga masyarakat merasa nayaman di Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar. Rasa empati yang diberikan Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar tidak hanya berupa fasilitas, namun memberikan pelayanan prioritas bagi masyarakat lansia, disabilitas, ibu hamil, dan anak- anak balita. Selain masyarakat tersebut, pendamping dari masyarakat yang
mendapatkan prioritas juga mendapat pelayanan prioritas apabila juga mengajukan permohonan paspor. Peraturan untuk pengajuan permohonan paspor adalah satu masyarakat yang mendapatkan prioritas maksimal memiliki satu pendamping yang akan mendapatkan layanan prioritas.
Bentuk empati yang diberikan oleh Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar tidak berdasarkan dari instansi dalam memberikan kenyamanan, rasa empati juga diberikan melalui petugas Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Petugas dalam instansi adalah individu yang berinteraksi sevcara langsung dengan masyarakat yang membutuhkan pelayanan. Petugas akan memberikan bantuan atau informasi yang dibutuhkan masyarakat
mengenai pelayanan yang diajukan. Kenyamanan masyarakat ditentukan dari cara petugas memperlakukan masyarakat pada saat ingin mengajukan pelayanan. Petugas imigrasi memberikan pelayanan dengan menjunjung tinggi prinsip 3S yaitu senyum, salam, dan sapa kepada masyarakat khususnya Kantor Imigrasi Kelas I Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Denpasar. Penerapan 3S membantu untuk memberikan kesan positif kepada masyarakat dan meningkatkan kepercayaan bagi masyarakat dalam mengajukan pelayanan keimigrasian khususnya pelayanan paspor dengan aplikasi M-Paspor .
Selain dengan menciptakan kenyamanan masyarakat melalui 3S,
petugas juga diarahkan untuk tetap mengontrol emosi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Peran petugas dalam memberikan pelayanan kepada publik tidak hanya memberikan informasi, melainkan juga menanggapi keluhan dari masyarakat terhadap pelayanan publik itu sendiri. Petugas dalam menanggapi tentu harus mengontrol emosi agar proses menjelasakan dari keluhan masyarakat dapat tersampaikan dengan baik. Rasa empati juga diberikan dengan petugas imigrasi melayani dengan keramahan dan kesopanan sehingga masyarakat nyaman untuk mengajukan pelayanan kepada Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar.
## KESIMPULAN DAN SARAN
## Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar sudah melaksanakan reformasi birokrasi dengan memanfaatkan penggunaan teknologi berupa aplikasi yaitu aplikasi M-Paspor . Penyediaan sebagai bentuk reformasi birokrasi juga sudah dilakukan dengan baik seperti dengan menyediakan fasilitas penunjang kenyamanan masyarakat serta memiliki SDM yang mempunyai keramahan dan kesopanan kepada masyarakat yang datang ke Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar. Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar serta petugas imigrasi juga memberikan rasa empati yang menyababkan masyarakat merasa terlayani dengan baik sehingga masyarakat dapat mendapatkan kepastian
layanan dari pihak Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar. Namun, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk dapat menciptakan reformasi birokrasi yang baik dalam pengajuan permohonan paspor. Penggunaan aplikasi M-Paspor sebagai strategi untuk melakukan reformasi birokrasi perlu ditingkatkan dikarenakan terdapat kendala-kendala dalam sistem aplikasi sehingga menghambat dalam proses pengajuan pelayanan paspor. Jaminan yang diberikan terdadapat ketidaksesuaian informasi jaminan waktu pelayanan. Informasi mengenai pengambilan paspor dapat dilaksanakan tiga hari kerja berdasarkan informasi yang disampaikan oleh petugas imigrasi Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar yang bertugas sebagai petugas wawancara, pengambilan foto, dan pemindaian biometrik sidik jari. Namun, petugas Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar pada loket pengambilan paspor menginformasikan informasi yang berbeda yaitu paspor dapat diambil 5 hari kerja setelah mendapatkan persetujuan dari petugas wawancara, pengambilan foto, dan pemindaian sidik jari. Tentunya hal ini memberikan kebingungan bagi masyarakat yang melakukan pengambilan paspor dikarenakan informasi yang disampaikan berbeda. Jaminan biaya juga ditemukan terdapat penambahan biaya diluar dari pada biaya paspor. Berkas persyaratan masih menggunakan sistem penggandaan berkas atau fotocopy yang mana penggunaan teknologi seharusnya tidak menggunakan sistem penggandaan berkas. Berkas persyaratan dapat
dilakukan dengan scan melalui aplikasi M-Paspor serta melakukan scan berkas persyaratan pada komputer kantor sehingga dapat terhubung secara langsung serta sistem penggandaan berkas atau fotocopy menciptakan penumpukan limbah sampah kertas.
Saran Berdasarkan atas hasil pembahasan serta kesimpulan diatas, adapun sara yang diajukan oleh peneliti untuk menjadi pedoman pertimbangan untuk Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar dalam menciptkan proses reformasi birokrasi yang baik, transparan, dan akuntabel yaitu a. Pihak Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar melakukan diskusi atau forum group discussion antar seluruh petugas imigrasi yang membahas mengenai pelayanan dengan aplikasi M- Paspor sehingga mencegah ketidaksesuain informasi yang disampaikan kepada masyarakat; b. Menciptkan proses pengajuan
permohonan paspor dengan aplikasi M- Paspor yang mudah untuk dilakukan oleh masyarakat dengan mempersiapkan tata cara penggunaan aplikasi M-Paspor serta pemberian berkas persyaratan sesuai ketentuan yang sudah ditetapkan; c. Mulai menggunakan sistem scan berkas persyaratan yang dibawa oleh masyarakat dan meninggalkan sistem penggandaan berkas atau fotocopy sehingga beban biaya yang dibebankan kepada masyarakat dapat fokus untuk membayar biaya paspor; d. Mengajukan permohonan untuk disiapkan petugas yang memahami teknisi dari aplikasi M-Paspor sehingga
perbaikan dapat dilakukan secara
langsung oleh petugas kantor cabang dan tidak menunggu proses perbaikan aplikasi dari pusat saja.
## DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Gugun Geusan, Novianita Rulandari, and Widaningsih. 2021.
"Reformasi Birokrasi Di Indonesia,
Sebuah Tinjauan Literatur." Jurnal Ilmiah ilmu Administrasi.
Direktorat Jenderal Imigrasi. (2022,
January 23). Aplikasi M-Paspor Siap Digunakan di Seluruh Indonesia Mulai 27 Januari 2022 . Retrieved September 30, 2023, from www.imigrasi.go.id: https://www.imigrasi.go.id/id/2022/ 01/23/aplikasi- M-Paspor -siap- digunakan-di-seluruh-indonesia- mulai-27-januari-2022/
Faruqi. 2019. "Future Service In Industry 5.0." Jurnal Sistem Cerdas
Kadji, Y. (2016). Metode Penelitian Ilmu Administrasi. Yogyakarta: CV Budi Utama.
Pratama, R. A., & Utami, D. A. (2023).
Efektifitas Aplikasi M-Paspor Dalam Aspek Pelayanan Publik dan E-Government. Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian , 112-117.
Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar.
(2023, Januari 10). LKJLP Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar . Retrieved Oktober 01, 2023, from imigrasidenpasar.kemenkumham.g
o.id: https://drive.google.com/file/d/1m wX7sB1l3VSfzqwl9- Sx9NimXn2rfRLq/view Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar. (2022, Juni 06). M-Paspor . Retrieved Oktober 01, 2023, from
imigrasidenpasar.kemenkumham.g o.id: https://imigrasidenpasar.kemenkum ham.go.id/posts/ M-Paspor
Kantor Imigrasi Kelas I TPI Ternate. (2022, Maret 02). JENIS-JENIS PASPOR, APA SAJAKAH ITU? Retrieved September 28, 2023, from ternate.imigrasi.go.id: https://ternate.imigrasi.go.id/jenis- jenis-paspor-apa-sajakah-itu/
Kriswahyu, et al. (2017). Standar Pelayanan Publik Sesuai UU No 25 Tahun 2009 Survei Ombudsman RI. Jakarta Selatan: Ombudsman RI
Mursyidah, L., & Choiriyah, I. (2020).
Buku Ajar Manajemen Pelayanan Publik. Sidoarjo: UMSIDA Press.
Nurdin, I. (2019). Kualitas Pelayanan Publik (Perilaku Aparatur dan Komunikasi Birokrasi Dalam Pelayanan Publik. Surabaya: Media Sahabat Cendekia.
Permana, W., Astuti, E. S., & Suyadi, I. (2012). Layanan Perpustakaan Via Mobile Data. Malang: UB Press.
Poerwadarminta, W. (1999). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Rogers, W. O.-U., & Caffrey, L. (2000). Trusted Services and Public Key Infrastructure: Their Role in Enabling the Secure Electronic Delivery of Government Services to the Public (Information Technology and Globalisation Series). London:
Commonwealth Secretariat.
arjo. (2021). Metode Penelitian
Administrasi. Aceh: Syiah Kuala University Press.
Theodore, L. J. (1976). American government: Incomplete conquest. USA: Dryden Press.
Yuliani, R., & Husen, T. I. (2022).
Analysis Of Service Quality In
Applications For Making Passports Using M Passports At The Class 1 Immigration Office Of Tpi Banda Aceh . Journal of Humanities, Social Sciences and Business
(JHSSB) , 185-187.
Zeithaml, V., Parasuraman, A., & Berry,
L. (1990). Delivering Quality Service (Balancing Customer Perceptions and Expectations). New York: Fee Press.
|
c3a8783c-d9a0-4549-b807-e4dc21829a3f | https://journal.ipm2kpe.or.id/index.php/INTECOM/article/download/6671/3746 | Volume 6 Nomor 1, Juni 2023 e-ISSN : 2614-1574 p-ISSN : 2621-3249
## SISTEM PEMBELAJARAN BERBICARA BERBASIS WEB DI PROGRAM STUDI BAHASA INGGRIS
## WEB BASED SPEAKING SUBJECT AT ENGLISH EDUCATION STUDY PROGRAM
NP_Riyanto 1 , Salika 2, S_Anggraini 3 , DA_Aprianti 4 , MARizky 5 1,2,3,4,5 Universitas PGRI Silampari Lubuklinggau vairustech@gmaiil.com ¸ salikayunita00@gmail .com
## ABSTRACT
Learning speaking is very important for students and students because English is one of the international languages, as well as to train themselves to prepare for the world of work which is very much needed to be good at speaking, especially speaking in English. Speaking in English is still very lacking among students and students because of fear, and lack of habit of speaking English, and it is needed to improve the English skills possessed by students and students. In this research, a web based is created that can be utilized and useful for students and students in learning English speaking.
Keywords: E-Learning, Information System.
## ABSTRAK
Pembelajaran speaking sangat penting bagi pelajar dan mahasiswa, karena bahasa inggris adalah salah satu bahasa internasional, juga untuk melatih agar mempersiapkan diri pada dunia kerja yang sangat dibutuhkan nya pandai dalam berbicara terutama berbicara dalam bahasa inggris. berbicara dalam bahasa inggris masih sangat kurang dikalangan pelajar dan mahasiswa karena takut, dan kurang nya kebiasaan berbicara bahasa inggris, dan dibutuhkan untuk mengimprove skill bahasa inggris yang dimiliki oleh pelajar dan mahasiswa. Pada penelitian ini dibuat sebuah web based yang dapat dimanfaatkan dan berguna bagi pelajar dan mahasiswa dalam belajar membaca bahasa inggris.
Kata Kunci : E-Learning, Sistem Informasi
## PENDAHULUAN
Bahasa Inggris adalah Bahasa yang sangat penting untuk kita pelajari, terutama dikalangan pelajar dan mahasiswa, karena bahasa Inggris adalah salah satu bahasa Internasional. Berdasarkan The
Ethnologue , bahasa inggris merupakan bahasa yang paling banyak digunakan di masyarakat didunia pada tahun 2021. Terdapat 1,34 miliyar orang yang menggunakan Bahasa Inggris secara global, baik sebagai bahasa ibu atau bahasa kedua. Hal ini menjadikan bahasa inggris sebagai kebutuhan mendasar bagi banyak orang (Khusniyah & Hakim, 2019).
Dalam bahasa Inggris ada yang namanya Speaking. Dalam pembelajaran ini berfokus pada pembelajaran yang melatih keterampilan para pelajar dan mahasiwa mahir dalam berbicara bahasa Inggris . Menurut study terdahulu
menunjukkan bahwa keterampilan berbicara adalah dipengaruhi oleh banyak faktor yang memiliki sumber internal dan atau eksternal seperti: pengetahuan kosa kata, pengucapan, atau tata bahasa dana tau psikologis, yaitu kecemasan, rasa malu, atau takut melakukan kesalahan dan kurangnya motivasi, oleh karena itu speaking memerlukan banyak hal yang harus dipahami dan keberanian demi bisa mengontrol psikologis saat kita berbicara terutama di depan umum dan menggunakan bahasa inggris (Adzkiya & Suryaman, 2021).
Selain itu juga pembelajaran speaking bahasa inggris tidak hanya bisa didapat melalui pelajaran disekolah atau tempat kusus saja, namun bisa juga didapat dimana saja, seperti pembelajaran speaking berbasis web yang akan kita bahas dalam jurnal kali ini.
Banyak pelajar dan mahasiswa yang masih takut dan malu untuk belajar speaking english terutama speaking didepan umum karena takut salah dan tidak percaya diri. Berkomunikasi dalam bahasa inggris setiap hari dapat meningkatkan kepercayaan diri dan mulai memberanikan diri, dan pentingnya strategi pembelajaran bahasa inggris pada mahasiswa dan pelajar untuk miningkatkan semangat dan
keberanian
dalam berkomunikasi berbahasa inggris.
Pendekatan komunikatif bertujuan untuk mengajarkan keempat keterampilan bahasa sehingga pelajar dapat menguasai dengan baik semua empat keterampilan, yaitu, membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara, saat berkomunikasi. Setelah empat dekade mengadopsi pendekatan, negara belum menemukan bahwa pelajar umum mencapai tingkat kemampuan bahasa Inggris yang memuaskan.
Dalam berkomunikasi kita juga perlu mendengarkan lawan bicara kita supaya apa yang dibicarakan tidak keluar dari topik dan kita berkomunikasi dengan baik. Dengan berkomunikasi dapat memperluas pertemanan dan juga memperluas relasi dalam kerja jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode SDLC, penggunaan sistem ini guna menganalisis sistem informasi yang diterapkan pada sistem yang telah buat (Praniffa et al., 2023; Alam et al., 2023; Ayunita Pertiwi et al., 2023).
Gambar 1. Diagram SDLC.
Metode SDLC (Software
Development Life Cycle) adalah proses
pembuatan dan pengubahan sistem serta model dan metodologi yang digunakan untuk mengembangkan sistem rekayasa perangkat lunak (Susilo et al., 2023; Handayani et al., 2023).
## Diagram System
Gambar 2.Diagram Konteks.
Rancangan Diagram konteks merupakan diagram yang memperlihatkan sistem sebagai sebuah proses. Tujuannya adalah memberikan pandangan umum sistem. Dari Gambar 1 diperlihatkan hubungan dan interaksi antara dosen dan mahasiswa melalui aplikasi e-learning. Hubungan dan interaksi ini menyerupai hubungan dan interaksi yang berlangsung antara mahasiswa dan dosen pada dunia nyata.
## Analisa Masalah
Dari data yang diambil pada jurnal ini bahwasanya permasalahan yang muncu adalah pelajar atau mahasiswa malu berbicara didepan kelas atau umum dan untuk anak-anak bahasa inggris menjadi takut berbicara didepan umum karena mereka takut salah dalam speaking terutama speaking bahasa inggris. Untuk itu dengan web based speaking ini dapat membantu pembelajaran speaking agar lebih berani dan dapat tanggap dalam memahami pelajaran speaking.
## Analisa Kebutuhan
Berdasarkan permasalahan yang muncul pada saat ini mengenai kurangnya keberanian pada pelajar dan mahasiswa dalam speaking, terutama speaking bahasa inggris, maka dibutuhkannya latihan speaking secara terus menerus agar dapat menimbulkan rasa percaya diri dalam berbicara bahasa inggris. Dalam hal ini juga
mampu melatih pelajar dan mahasiswa dalam meningkatkan kemampuan dalam berbahasa Inggris dengan baik dan benar. Dengan mengimprove speaking, pelajar dan mahasiswa lebih berani dalam berbicara bahasa inggris. Penelitian ini membuat sistem pembelajaran speaking yang berbasis web, yang dapat mempermudah pelajar dan mahsiswa dalam belajar speaking karena dapat diakses dari rumah maupun diluar yang dapat diakses internet.
## Analisa Perancangan
Perancangan web system ini adalah proses yang dilakukan guna menciptakan web based yang memiliki kualitas tinggi. Oleh karena peneliti berupaya merancang media pembelajaran untuk melatih keterampilan dalam menguasai speaking skill Bahasa Inggris bagi pelajar dengan menggunakan teknologi speech recognition berbasis web. Sehingga diharapkan dengan adanya aplikasi berbasis web ini para pelajar bisa melatih keterampilan speaking mereka secara mandiri dan bisa dilakukan dimana saja, project ini bisa terlaksana melalui perancangan sistem web yang sudah di sempurnakan yang memiliki tujuan untuk mempermudah pengguna untuk mempelajari speaking, website ini terbukti sudah benar-benar nyata dapat berguna untuk memperlancar keterampilan speaking . Proses pengambangan system dilakukan menggunakan tahap proses multiproses dari inisialisasi kebutuhan analisis, desain, implementasi hingga maintenance (Kristiawan et al., 2023; Aziz et al., 2020).
System Development Lyfe Cycle (SLDC) yang peneliti gunakan menggunakan model spiral, yang bertujuan dalam desain dan perancangan sistem web yang telah digunakan.
Sesuai dengan tujuan awal pembuatannya, yaitu dalam sistem terdapat beberapa faktor utamanya, antara lain yaitu
; admin, admin sekolah, guru dan siswa.
## Gambar 3. Halamanan Utama
Desain halaman utama perancangan sistem memuat 5 bagian di dalamnya yaitu; home, all courses, become a teacher, checkout, profile, term conditions.
## Gambar 4. Halaman Konten
Pada tampilan ini, berfungsi sebagai penjelasan secara singkat mengenai isi dari web ini seperti, materi tentang speaking, manfaat pembelajaran, serta nomor kontak dari pengguna web dari ini.
## Gambar 5. Halaman Course (Kelas)
Pada tampilan berikutnya, fungsinya yaitu untuk menunjukan bahwa di dalam web ini terdapat kelas yang memuat; materi, question, dan quizz. Pembaca bisa membaca materi, kemudian mengisi pertanyaan berupa question dan quizz di dalamnya (Mahsusi et al., 2023).
Gambar 6. Halaman Deskripsi Kelas
Halaman ini menunjukan bahwa adanya gambaran seperti; materi,
kurikulum, dan pembimbing di dalam kelas (course).
## Gambar 7. Halaman Profile
Pada gambar 7 menampilkan tentang adanya admin pada system web ini. Gunanya admin dalam web ini yaitu untuk mengedit atau mengubah data-data yang ada dalam web ini.
## Gambar 8. Halaman Login
Halaman ini diperuntukan untuk administator dalam konfigurasi sistem pada sistem yang telah dibuat.
Gambar 9. Halaman Dashboard Sistem . Pada halaman ini menampilkan bahwasanya di dalam Dashboard pengguna dapat mengolah web ini dengan membagikan atau memposting apa yang tertera di dalamnya sesuai dengan masing- masing judulnya. Misalnya untuk membuat materi(course) pengguna atau admin dapat mengklik Learnpress kemudian klik course kemudian add new pada tampilan halaman cours
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Penggunaan web ini dapat membantu memberanikan diri dan menginprove speaking pembaca pada web ini. Menurut Tiwery & Souisa (2019) dalam brbicara,
siswa harus mempelajari beberapa langkah untuk berbicara itu sendiri dengan benar dan dapat dimengerti.
Dalam pelajaran speaking ini
terutama pelajar dan mahasiswa harus memahami apa yang akan dibicarakan, materi apa yang akan dibahas, dengan begitu saat berbicara tidak melakukan kesalahan yang membuat diri menjadi cemas. Dengan menggunakan web ini pennguna dipermudah dalam belajar speaking yang dapat membantu mengimprove kemampuan speaking, dan melalui web based ini pengguna dapat belajar dimana saja yang bisa mengkoneksi akses internet dan membuka web ini.
Menurut Zhang, pembicara harus menguasai dan memahami keterampilan berbicara seperti fonem pengucapan, tekanan yang benar, penempatan intonasi, penggunaan ekspresi formal dan informal pada waktu yang tepat. Melalui web based speaking ini pengguna bisa belajar memahami dan menguasai meteri yang ada, dan di web based ini pengguna dilatih agar tidak takut dalam speaking terutama speaking bahasa inggris didepan umum
## SIMPULAN
Dalam pembelajaran speaking ini dapat disimpulkan bahwa pelajar dan mahasiswa dapat belajar speaking dengan berbasis web dan membantu mempermudah proses pembelajaran yang yang lebih mudah karena dapat diakses dari rumah dan dimana saja yang terdapat akses internet.adapun beberapa yang didapat didalam belajar speaking yaitu:
1. Meningkatkan mental untuk lebih berani dalam berbicara didepan kelas.
2. Berbiacara dapat meningkatkan komunikasi antara kita dan orang lain.
3. Dalam aplikasi web juga kita dapat banyak hal mengenai speaking, baik bagaimana cara kita mengurangin rasa cemas saat ingin berbicara maupun mengajarkan untuk berbicara yang baik dan benar.
## DAFTAR PUSTAKA
Alam, A. R. S., Putri, W., R, N. I., Pratama, M. R., Syaifullah, A., Ratullah, E. I., &
Hamzah, M. L. (2023). Rancang Bangun Sistem Pendataan Jual Beli Tanah Menggunakan Metode Rapid Application Development. Jurnal Testing Dan Implementasi Sistem Informasi, 1 (1), 41-52. Retrieved from https://journal.al- matani.com/index.php/jtisi/article/view/ 328 Ayunita Pertiwi, T., Try Luchia, N., Sinta, P., Dahlia, A., Rachmat Fachrezi , I., Aprinastya, R., & Luthfi Hamzah, M. (2023). Perancangan Dan Implementasi Sistem Informasi Absensi Berbasis Web Menggunakan Metode Agile Software Development. Jurnal Testing Dan Implementasi Sistem Informasi, 1 (1), 53- 66. Retrieved from https://journal.al- matani.com/index.php/jtisi/article/view/ 325.
Adzkiya, D. S., & Suryaman, M. (2021).
Penggunaan Media Pembelajaran
Google Site dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Kelas V SD. Educate: Jurnal Teknologi Pendidikan, 6 (2), 20-31.
Azis, N., Pribadi, G., & Nurcahya, M. S.
(2020). Analisa dan Perancangan Aplikasi Pembelajaran Bahasa Inggris
Dasar Berbasis Android. Ikraith- informatika, 4 (3), 1-5.
Handayani, H., Ayulya, A. M., Faizah, K. U., Wulan, D. ., Rozan, M. F., & Hamzah, M. L. (2023). Perancangan Sistem Informasi Inventory Barang Berbasis Web Menggunakan Metode Agile Software Development. Jurnal Testing Dan Implementasi Sistem Informasi,
1 (1), 29-40. Retrieved
from https://journal.al- matani.com/index.php/jtisi/article/view/ 324 Kristiawan, M., Oka, I. G. A. A. M., Haenilah, E. Y., Wachidi, W., Ediansyah, E., Aprianto, I., Zulinto, A., Perrodin, D. D., & Utama, H. B. (2023). Youtube For
Developing Technological Skill. Journal of
Applied
Engineering
and Technological Science (JAETS), 4 (2), 868–982. https://doi.org/10.37385/jaets.v4i2.1539 Khusniyah, N. L., & Hakim, L. (2019). Efektivitas pembelajaran berbasis
daring: sebuah bukti pada pembelajaran bahasa inggris. Jurnal Tatsqif, 17 (1), 19- 33.
Mahsusi, M., Hudaa, S., Nuryani, N., Bahtiar, A., & Subuki, M. (2023). Integrated Application-Based Digital Learning
Technology in Successful Learning Activities During the Pandemic. Journal of Applied Engineering and Technological Science (JAETS), 4 (2), 633–643. https://doi.org/10.37385/jaets.v4i2.1449 Praniffa, A. C., Syahri, A. ., Sandes, F., Fariha,
U., Giansyah, Q. A., & Hamzah, M. (2023). Pengujian Sistem Informasi Parkir Berbasis Web Pada UIN SUSKA RIAU Menggunakan White Box dan Black Box Testing. Jurnal Testing Dan Implementasi Sistem Informasi, 1 (1), 1- 6. Retrieved from https://journal.al- matani.com/index.php/jtisi/article/view/ 321
Susilo, B., Kusuma, G. H., Fikri, M. H., Saputri, R., Putri, R. A., Rohimah, S., & Hamzah, M. L. (2023). Rancang Bangun Sistem Informasi Keuangan Pada Kantor Lurah Kotabaru Reteh Dengan Metode Rapid Application Develovment (RAD). Jurnal
Testing Dan Implementasi Sistem Informasi, 1 (1), 17-28. Retrieved from https://journal.al- matani.com/index.php/jtisi/article/view/ 323
|
e721b445-5069-45f2-b3a7-026c45e54270 | https://jiss.publikasiindonesia.id/index.php/jiss/article/download/698/1376 |
## Optimasi SIKS-Ng di Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Tengah
Vanessa Gloria Gaghauna1*, Muhammad Mujib Safar 2 dan Abdul Wahab 3
Institut Pemerintahan Dalam Negeri 1,2,3
Email: 30.1267@praja.ipdn.ac.id, 30.1260@praja.ipdn.ac.id dan abdul@ipdn.ac.id
Artikel info Artikel history Diterima : 19-09-2022 Direvisi : 20-09-2022 Disetujui : 20-09-2022
Kata Kunci: Optimasi; SIKS-NG; SDM; Sarana dan Prasarana.
Keywords: Optimization; SIKS-NG; Human Resource; Facilities and Infrastructure
## Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana keoptimalan penerapan aplikasi SIKS-NG di Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini bersifat deskriptif dan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sarana dan prasarana serta keleluasaan ruang kerja dan jumlah sumber daya manusia (SDM) masih belum memadai sehingga, perlu dioptimalkan agar penggunaan aplikasi SIKS-NG dapat berjalan dengan optimal.
## Abstract
The purpose of this study is to find out the extent of the optimal implementation of the SIKS-NG application in the Social Service of Central Sulawesi Province. This research is descriptive and uses a qualitative approach. The results showed that the facilities and infrastructure and flexibility of the workspace and the amount of human resources (HR) are still inadequate so that it needs to be optimized so that the use of the SIKS-NG application can run optimally.
Koresponden author: Vanessa Gloria Gaghauna Email: 30.1267@praja.ipdn.ac.id artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi
CC BY SA
2022
## Pendahuluan
Pembangunan adalah upaya mengubah kondisi masa depan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik perubahan ekonomi, sosial, politik, budaya, pertahanan dan keamanan ( Revida , 2021). Menurut ( Mahadiansar & Romadhan , 2021) Pembangunan ialah satu proses usaha sistematik yang saling berkekalan sehingga tercapai keadaan yang menyediakan pelbagai alternatif yang berkesan untuk merealisasikan aspirasi masyarakat.
Perkembangan teknologi membawa manusia pada keharusan untuk mengikuti alur modernisasi, begitu juga dengan pemerintahan ( Primadata & Kusumawati , 2014). Pemerintah terus berinovasi dan berlomba-lomba untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat dengan cara yang lebih modern dan efektif ( Kurniasih & Wismaningtyas , 2020). Tak terkecuali dengan Kementerian Sosial yang terus berupaya untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat dengan sistem digital yaitu aplikasi Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial- Next Generation (SIKS-NG) ( Aisidah , 2020).
Aplikasi SIKS-NG adalah aplikasi manajemen untuk proses perbaikan dan pengusulan baru Basis Data Terpadu (BDT) yang memuat berbagai macam layanan ( Kemensos , 2019). Aplikasi ini juga merupakan aplikasi yang tidak memerlukan koneksi internet untuk mengaksesnya ( Putera et al., 2017). Selain itu, aplikasi ini hanya digunakan untuk memperbarui
data offline sehingga fungsi sinkronisasi atau memasukan data tidak diperlukan. Kehadiran aplikasi SIKS-NG diharapkan bisa memberikan kemudahan dalam mengantisipasi berbagai persoalan yang terjadi di masyarakat, dalam hal ini terkait Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) ( Pertiwi , 2020).
Untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat, diperlukan beberapa tahapan agar aplikasi ini bisa berjalan dengan optimal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) optimasi diartikan sebagai pengoptimalan, yaitu proses, cara, pembuatan untuk menghasilkan yang paling ( Siagian et al., 2019). Hal ini diperkuat oleh ( Azzandani & Fatimah , 2019) bahwa optimasi adalah pendekatan normatif dengan mengidentifikasi penyelesaian terbaik dari suatu permasalahan yang diarahkan pada titik maksimum atau minimum suatu fungsi tujuan.
Terkait dengan penerapannya, dari hasil pengamatan peneliti ada terdapat beberapa kendala yang menyebabkan belum optimalnya penerapan aplikasi SIKS-NG di kantor Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Tengah seperti ketidakmemadaiannya sarana laptop yang mana sangat diperlukan dalam penginputan data. Ditambah lagi laptop yang tersedia dan digunakan saat ini memiliki spefikasinya masih rendah, sehingga menghambat kinerja pegawai dalam pengelolaan data. Hal ini menjadi hambatan dalam optimalnya penggunaan aplikasi SIKS-NG. Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukan solusi untuk mengoptimalkan kinerja para pegawai dan hasil dari penerapan aplikasi SIKS-NG ini.
Berbagai analisis tentang aplikasi SIKS-NG sudah dilakukan, diantaranya menggunakan pendekatan Machine Learning , End User Computing Satisfaction (EUCS), McCall, dan Framework TAM. Dalam penelitian ini, peneliti tidak menggunakan pendekatan. Melainkan menggunakan metode atau langsung kepada teknik pelaksanaan aplikasi ini.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keoptimalan penerapan aplikasi SIKS-NG di Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Tengah. Urgensi dari penelitian ini adalah memberikan kontribusi yang bermanfaat baik bagi masyarakat maupun kepada Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Tengah.
## Metode Penelitian
Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan bersifat deskriptif. Metode deskriptif kualitatif menurut ( Sugiyono , 2020) metode penelitian yang berdasarkan pada filsafat postpositivisme digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah instrument kunci teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, melukiskan, menerangkan, menjelaskan dan menjawab secara lebih rinci permasalah yang akan diteliti dengan mempelajari semaksimal mungkin seorang individu, suatu kelompok atau suatu kejadian. Dalam penelitian kualitatif manusia adalah instrumen penelitian dan hasil penelitiannya berupa kata-kata atau pernyataan yang sesuai dengan kebenarannya ( Mulyadi , 2012).
Penelitian kualitatif dipilih karena melalui pendekatan kualitatif, dapat dilakukan pemecahan masalah dengan menyelidiki secara mendalam dan menggambarkan keadaan subjek dan objek yang diteliti apa adanya di lapangan. Tujuan pendekatan ini agar mendapatkan hasil
yang komprehensif serta mendalam tentang Optimasi SIKS-NG di Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Tengah. Teknik Pengumpulan Data ini dilakukan dengan cara Observasi (pengamatan), angket, dokumentasi.
## Hasil dan Pembahasan Teknik Analisis Data
Sebagaimana dalam penelitian ( Sugiyono , 2020), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas drawing/verification . Langkah-langkah analisis ditunjukan pada gambar 1 berikut :
## Gambar 1. Komponen dalam analisis data (flow model)
1. Pengumpulan Data
Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data dengan cara observasi dan menggunakan angket berbentuk google form.
2. Reduksi Data
Pada tahap ini peneliti mereduksi atau memfokuskan kepada hal-hal yang penting untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas. Dalam hal ini peneliti lebih memfokuskan kepada Sub Bagian Perencanaan, Program dan Evaluasi.
3. Penyajian Data
a. Observasi
Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut ( Yanuardianto , 2019). Teknis pelaksanaanya peneliti menggunakan observasi partisipatif, dimana peneliti yang secara langsung melihat dan mengamati objek yang diteliti. Objek pengamatan adalah Dinas Sosial, Sub Bagian Perencanaan Program dan Evaluasi di Provinsi Sulawesi Tengah.
b. Angket
Angket adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab ( Sugiyono , 2014). Berikut adalah hasil dari angket yang diberikan kepada pegawai di Sub
## Bagian Perencanaan, Program dan Evaluasi :
Gambar 2. Kelengkapan Sarana dan Prasarana.
Untuk aspek kelengkapan sarana dan prasarana, yang paling mendominasi adalah respon tidak sesuai (60%), sementara yang merespon netral dan sesuai masing-masing bernilai 20%.
Gambar 3. Kesesuaian Ruangan Kerja.
Untuk aspek kesesuaian ruang kerja terhadap kinerja pegawai yang paling mendominasi adalah respon tidak sesuai (60%), sementara yang merespon netral dan sesuai masing-masing bernilai 20%.
Untuk aspek lingkungan kerja, yang paling mendominasi adalah tidak sesuai dengan presentase 50%, kemudian sebanyak 30% memilih netral, sementara itu yang merespon sesuai dan sangat masing-masing sebanyak 10%.
Gambar 5. Penempatan Pegawai.
Untuk aspek penempatan pegawai yang sudah sesuai dengan bidang/kemampuan kerja, sebanyak 40% memilih netral, sementara itu yang memilih tidak sesuai dan sesuai masing-masing adalah 30%.
Gambar 6. Kemerataan Beban Kerja
Untuk aspek pemerataan beban kerja, sebanyak 40% memilih netral, 30% memilih tidak sesuai, 20% memilih sesuai dan 10% memilih sangat sesuai.
c. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen dapat berupa tulisan, gambar maupun karya-karya monumental dari seseorang ( Sugiyono , 2013). Dokumentasi dalam penelitian ini adalah hasil berupa foto dari apa yang terjadi di lapangan.
Gambar 7. Ruang Kantor Sub Bagian Perencanaan, Program dan Evaluasi
Gambar 8. Dokumentasi Kegiatan Praktek Lapangan
Gambar 9. Kunjungan Kerja di Kecamatan Ponulele Untuk Monitoring dan Evaluasi SIKS-
## Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperolah dari penelitian ini adalah Sarana dan prasarana yang digunakan masih sangat belum memadai karena dari segi fiturnya tidak mendukung hasil kinerja yang ingin dicapai. sehingga menghambat penerapan aplikasi SIKS-NG yang memerlukan perangkat teknologi yang canggih. Keleluasaan ruangan kerja juga masih belum memadai, sehingga mempengaruhi kinerja pegawai. Dikarenakan ruangan kerja yang tidak leluasa, sehingga lingkungan kerja masih kurang kondusif. Dalam penyebaran pegawai berdasarkan bidang/kemampuan kerja sudah hampir seimbang. Untuk pembagian beban kerja para pegawai, dinilai sudah hampir merata.
## Bibliografi
Aisidah, S. (2020). Pendampingan Aplikasi Rapor Digital di Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Jinan Wonoayu Sidoarjo. EL-BANAT: Jurnal Pemikiran Dan Pendidikwan Islam , 10 (2), 254–279.
Azzandani, A., & Fatimah, T. (2019). Optimasi Pemilihan Tujuan Wisata Liburan Menggunakan Algoritma Genetika denganMetode Crossover Two Point pada Pelangi Tour & Travel. Seminar Nasional Sains Dan Teknologi Informasi (SENSASI) , 2 (1).
Kemensos, R. I. (2019). Pedoman Pelaksanaan Program Keluarga Harapan Tahun 2019. Ditjen Linjamsos .
Kurniasih, Y., & Wismaningtyas, T. A. (2020). Smart City Kota Magelang: Perubahan Manajemen Pemerintahan Daerah dalam Penerapan Electronic Governance. JIAP (Jurnal Ilmu Administrasi Publik) , 8 (2), 356–367. https://doi.org/10.31764/jiap.v8i2.2734
Mahadiansar, M., & Romadhan, F. (2021). Strategi Partisipatif Pembangunan Sosial di Pulau Penyengat Kota Tanjungpinang. Civitas Consecratio: Journal of Community Service and Empowerment , 1 (1), 43–55.
Mulyadi, M. (2012). Riset desain dalam metodologi penelitian. Jurnal Studi Komunikasi Dan Media , 16 (1), 71– 80.
Pertiwi, M. T. (2020). Peran Dan Fungsi Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) Dalam Penyaluran Bantuan Sosial Non Tunai Bagi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) Di Kelurahan Sudimara Jaya . Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif ….
Primadata, A. P., & Kusumawati, D. K. (2014). Modernisasi pendidikan di Indonesia sebuah perspektif sosiologis terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Jurnal Analisa Sosiologi , 3 (1). https://doi.org/10.20961/jas.v3i1.17446
Putera, J. M., Irwansyah, M. A., & Sukamto, A. S. (2017). Rancang Bangun Aplikasi Berbasis Android dengan Penerapan Web Service pada Sistem Informasi Perpustakaan (Studi Kasus: Perpustakaan Daerah Kalimantan Barat). JUSTIN (Jurnal Sistem Dan Teknologi Informasi) , 5 (1), 47–51.
Revida, E. (2021). Konsep Dasar Manajemen Pembangunan. Manajemen Pembangunan Wilayah: Strategi Dan Inovasi , 1 , 1.
Siagian, M. D., Siregar, R., & Nasution, E. A. (2019). Optimalisasi penjadwalan dengan analisis jaringan kerja pada kegiatan verifikasi koleksi buku di perpustakaan sekolah. InfoTekJar J. Nas. Inform. Dan Teknol. Jar , 4 (1), 90–98.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. In Bandung: Alfabeta .
Sugiyono. (2014). Memahami penelitian kuantitatif .
Sugiyono. (2020). Metode penelitian pendekatan kuantitatif kualitatif dan R&D . Alfabeta.
Yanuardianto, E. (2019). Teori Kognitif Sosial Albert Bandura (Studi Kritis dalam Menjawab Problem Pembelajaran di Mi). Auladuna: Jurnal Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah , 1 (2), 94–111.
|
997aeaf4-66ef-4477-9fbd-00695378ee1d | https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/biotik/article/download/3022/2161 |
## PENGGUNAAN MODUL E-LEARNING SISTEM REPRODUKSI MANUSIA UNTUK MENINGKATKAN MINAT SISWA DALAM MENGOPTIMALKAN POTENSI KECERDASAN MAJEMUK
Dewi Andayani
Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Syiah Kuala Email: dewiandayani@unsyiah.ac.id
## ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk peningkatan minat siswa dalam mengoptimalkan potensi kecerdasan majemuk pada pempelajaran sistem reproduksi manusia melalui modul e-learning. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret sampai dengan 25 Maret 2015. Metode yang digunakan adalah ekperimen dan deskriptif dengan jumlah sampel 60 orang siswa terdiri dari 30 siswa kelas XI-IPA 2 dan 30 siswa kelas XI-IPA 3. Analisis data yang digunakan untuk mengetahui perbedaan peningkatan hasil belajar kognitif adalah uji t pada taraf signifikan 0,05. Hasil uji t peningkatan minat siswa diperoleh nilai t hitung 16,3 t tabel (1,98). Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan modul sistem reproduksi manusia melalui e-learning dapat meningkatkan minat siswa dalam mengotimalkan potensi kecerdasan majemuk.
Kata Kunci: E-learning, Minat Siswa, Potensi Kecerdasan Majemuk
## ABSTRACT
The study titled is using human reproduction system e-learning module to improve student's interest in optimizing the potential of multiple intelligence to increasing student interest in optimizing the potential of multiple intelligences in studying human reproductive system concept by using e-learning module. This research was conducted on March 10 until March 25, 2015. The method used is experimental and descriptive with a sample size of 60 students consisting of 30 students class XI-IPA 2 and 30 students class XI-IPA 3. Data analysis used to know the difference of improvement of cognitive learning result is t test at significant level 0,05. Result of t test of student interest increase obtained t scor 16,3 ≥ t table (1,98). The conclusion of this research is the use of human reproduction system module through e-learning can increase student interest in maximizing the potential of multiple intelligences.
Keywords: E-learning, Student Interest, Potential of Multiple Intelligences
## PENDAHULUAN
eseorang cenderung memiliki kecerdasan yang dominan pada dirinya, hal ini akan mempengarungi gaya belajarnya. Pembelajaran di kelas cenderung mengandalkan kecerdasan bahasa dan logika matematis, sehingga gaya mengajar guru cenderung mengutamakan kecerdasan ini, di sisi lain terdapat siswa dengan potensi kecerdasan yang berbeda. Faktor dominan yang menentukan keberhasilan proses belajar adalah dengan mengenal dan memahami bahwa setiap individu adalah unik dengan tipe kecerdasan atau gaya belajar yang berbeda satu dengan yang lain. Tidak ada gaya belajar yang lebih unggul dari gaya belajar yang lainnya. Menurut Gardner (1983) dalam Jasmine (2007) bahwa ada tujuh kecerdasan yang diidentifikasikan yaitu kecerdasan: linguistik, logis-matematis, spasial, musikal, body- kinesthetic, interpersonal, dan intrapersonal [1]. Proses pembelajaran hendakknya memperhatikan berbagai aspek yang mendukung keberhasilan proses pembelajaran seperti yang dikemukakan oleh Barrington (2004) dalam proses pembelajaran hendaknya mempertimbangkan karakteristik siswa yang berbeda, sehingga perbedaan ini dapat terakomodasi melalui pemilihan media dan strategi pembelajaran yang sesuai [2]. Media pembelajaran tidak untuk
Jurnal Biotik, ISSN: 2337-9812, Vol. 5, No. 2, Ed. September 2017, Hal. 135-140
menjelaskan keseluruhan materi pelajaran, tetapi sebagian yang belum jelas saja, hal ini sesuai dengan fungsi media yaitu sebagai penjelasan pesan [3]. Penggunaan media yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan kebutuhan siswa merupakan salah satu upaya menarik minat belajar siswa. Media pembelajaran merupakan suatu alat bantu yang berfungsi untuk menjelaskan sebagian dari keseluruhan proses pembelajaran yang sulit disampaikan secara verbal. Materi pembelajaran akan lebih jelas dan mudah untuk dipahami jika dalam suatu proses pembelajaran menggunakan media pembelajaran. Peranan media sangat penting dalam proses pembelajaran biologi terutama untuk materi yang bersifat abstrak dan memiliki banyak istilah-istilah penting, begitu pula halnya dengan konsep sistem reproduksi manusia yang memiliki proses-proses yang bersifat abstrak seperti proses terbentuknya sel kelamin, fertilisasi, dan kehamilan. Pemilihan media yang sesuai dan menarik dapat memudahkan siswa dalam memahami suatu konsep sehingga diperlukan keterampilan dalam merancang atau memilih media yang akan digunakan. Di sisi lain dalam perancangan media hendaknya memperhatikan gaya belajar siswanya. Salah satu media belajar yang dapat membantu siswa maupun guru dalam proses pembelajaran dan untuk meningkatkan proses serta hasil pembelajaran adalah modul. Modul adalah suatu paket pengajaran yang berkenaan dengan suatu unit terkecil bertahap dari mata pelajaran tertentu. Dikatakan bertahap, dikarenakan modul itu dipelajari secara individual dari satu unit ke unit lainnya. Modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya [4].
Modul pembelajaran konsep sistem reproduksi manusia untuk siswa di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) belum dikembangkan secara maksimal sehingga
diperlukan pengembangan modul yang baru yang sesuai dengan kebutuhan siswa, termasuk kesesuaian dengan gaya belajar siswa atau kecerdasan majemuk yang dominan pada diri siswa. Modul digital dapat berupa modul yang di rancang dalam bentuk compact disk (CD) ataupun yang di tempatkan di e-learning. Menurut Samodra, et al. (2009) hasil penelitian tentang CD pembelajaran sistem reproduksi manusia yang interaktif, menarik, efisien, dan yang memenuhi unsur-unsur informasi, menarik perhatian, materi dan teori, visualisasi, latihan soal, serta evaluasi dapat memudahkan siswa dalam memahami konsep sistem reproduksi manusia. Menurut Abdelhai, et al. (2012) bahwa penyusunan dan pengembangan modul e-learning untuk konsep sistem reproduksi manusia telah memperlihatkan hasil yang signifikan dalam hal pengetahuan. untuk remaja usia 20 sampai dengan 23 tahun [5].
Penelitian tentang pengaruh penggunaan modul e-learning untuk konsep sistem reproduksi manusia terhadap peningkatan minat siswa SMA dalam mengoptimalkan potensi kecerdasan majemuk melalui modul e- learning sistem reproduksi manusia belum diketahui hasilnya, oleh karena itu pada penelitian ini dikembangkan dan diujikan modul e-learning untuk konsep sistem reproduksi manusia yang disusun berdasarkan indikator yang mencerminkan 7 aspek potensi kecerdasan majemuk siswa.
SMA Laboratorium School adalah salah satu sekolah swasta yang menggunakan kurikulum nasional (K13) dan adaptasi terhadap beberapa aspek pada kurikulum internasional. Berdasarkan hasil observasi awal, diketahui bahwa ada beberapa kendala yang terjadi pada proses pembelajaran konsep sistem reproduksi manusia, yaitu rendahnya hasil belajar kognitif siswa, hanya 40 % siswa yang mampu mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Berdasarkan hasil observasi ini juga diketahui bahwa para siswa di kelas XI mengalami kesulitan dalam memahami gaya belajar yang dominan pada dirinya sehingga dalam kegiatan remedial harus dilakukan berulang kali (sistem remedial
menggunakan tes) dan siswa kurang tertarik untuk menggunakan sumber belajar yang telah ada (buku paket), di sisi lain pemanfaatan e- learning sekolah belum maksimal untuk konsep sistem reproduksi manusia.
## METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dan deskriptif.
Disain eksperimen yang digunakan adalah
Randomized Control Group Pre test-post test, dengan disain eksperimen terdapat pada Tabel 1.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA Laboratorium School Unsyiah yang terdiri dari 3 kelas. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa dari 2 kelas XI yang menjadi 1 kelas kontrol dan 1 kelas eksperimen.
Berdasarkan hasil uji t terhadap hasil pre test dan pengujian melalui uji homogenitas serta uji normalitas untuk ke tiga kelas XI di SMA Laboratorium School Unsyiah diketahui bahwa kelas XI IPA 2 dan XI IPA 3 yang terpilih menjadi kelas sampel. Dalam penentuan kelas kontrol dan eksperimen ditentukan secara undian.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada akhir proses pembelajaran peneliti memberikan tes pengukuran minat siswa dalam mengotimalkan kecerdasan majemuk setelah mengikuti pembelajran pada konsep sistem reproduksi manusia pada manusia.
Berdasarkan hasil pemberian angket minat
siswa terhadap 7 aspek kecerdasan majemuk pada tahap awal dan tahap akhir, diketahui bahwa adanya variasi kecenderungan aspek kecerdasan majemuk siswa yang dominan pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Data kecenderungan aspek kecerdasan yang dominan pada siswa pada kelas kontrol dan kelas eksperimen tersedia pada Gambar 1. Hasil kecenderungan minat siswa terhadap 7 aspek kecerdasan majemuk pada tahap awal di kelas kontrol adalah cenderung dominan pada aspek logis, verbal dan interpersonal sedangkan kecenderungan minat siswa di kelas eksperimen adalah pada aspek logis, interpersonal dan musikal. Minat siswa terhadap 7 aspek kecerdasan majemuk di tahap akhir penelitian pada kelas kontrol cenderung pada aspek logis, interpersonal dan verbal sedangkan kecenderungan minat siswa pada kelas eksperimen adalah pada aspek interpersonal, logis dan verbal.
Perbedaan minat siswa terhadap 7 aspek kecerdasan majemuk pada kelas eksperimen dan kelas kontrol terlihat pada jumlah peminatnya, pada tes tahap awal terdapat 20 siswa yang cenderung berminat pada aspek verbal, sedangkan pada kelas kontrol hanya 11 siswa yang berminat terhadap aspek ini. Berdasarkan hasil tes tahap awal juga diketahui bahwa jumlah siswa yang cenderung pada aspek logis baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol adalah sama, yaitu 19 siswa begitu pula dengan aspek interpersonal yaitu 18 siswa.
Tabel 1. Desain Penelitian Randomized Control Group Pre Test -Pos Test
Kelompok Pengukuran Pre test Perlakuan Pengukuran Post test A (Percobaan) B (Kontrol) T O T O X1 X2 T 1 T 1
Keterangan :
X1 = Pembelajaran sistem reproduksi manusia dengan modul e-learning X2 = Pembelajaran sistem reproduksi manusia dengan buku paket T O
= Tes minat siswa dalam mengotimalkan kecerdasan majemuk
T 1 = Tes minat siswa dalam mengotimalkan kecerdasan majemuk
Gambar 1. Perbandingan Hasil Tes Minat Siswa terhadap 7 Aspek Kecerdasan Majemuk
Uji t dilakukan untuk melihat ada tidaknya perbedaan peningkatan minat siswa terhadap optimalisasi 7 aspek kecerdasan majemuk pada siswa yang menggunakan modul sistem reproduksi manusia melalui e- learning dengan minat siswa yang menggunakan buku paket, dengan asumsi terima Ho jika t hitung ≤ t tabel dan terima Ha jika t hitung > t tabel pada taraf signifikan (α = 0,05). Berdasarkan hasil analisis terdahap data penelitian diperoleh nilai t hitung=16,3 sedangkan nilai t tabel=1,98 . Nilai t hitung > t tabel maka hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan terdapat perbedaan minat siswa terhadap 7 aspek kecerdasan majemuk pada siswa yang menggunakan modul pembelajaran konsep sistem reproduksi manusia melalui e-learning dengan minat siswa yang menggunakan buku paket adalah diterima.
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa ada perbedaan minat siswa terhadap 7 aspek kecerdasan majemuk pada kelas yang menggunakan modul e-learning dengan minat siswa yang menggunakan buku paket. Perkembangan minat siswa dalam
mengoptimalkan potensi kecerdasan majemuk di awal dan di akhir adalah sama yaitu cenderung pada aspek logis, verbal dan interpersonal. Namun pada kelas eksperimen terlihat adanya pergeseran minat dari aspek logis, interpersonal dan musikal menjadi aspek interpersonal, logis dan verbal. Berbeda halnya dengan hasil penelitian Jingchen Xie dan Lin
(2009) bahwa di kelas eksperimen perkembangan siswa kecenderungan pada aspek linguistik dibandingkan pada kelas kontrol. Namun sebaliknya pada penelitian ini, berdasarkan hasil tes minat siswa terhadap 7 aspek kecerdasan majemuk diketahui bahwa aspek linguistik tidak menjadi kecenderungan minat siswa [6].
Berdasarkan hasil tes minat terhadap 7 aspek kecerdasan majemuk di tahap awal, peneliti berupaya memberikan analisa sederhana kepada siswa di kelas eksperimen dan kontrol tentang hubungan minat siswa terhadap 7 aspek kecerdasan majemuk dengan gaya belajar yang dominan pada diri mereka. Pergeseran minat pada kelas eksperimen berkaitan dengan penggunaan modul e-learning
yang cenderung memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengeksplorasi pengetahuan secara mandiri dan mengoptimalkan aspek kecerdasan majemuk yang dominan pada diri mereka, seperti yang dikemukakan oleh Barrington (2004) pada hasil penelitiannya bahwa melalui kegiatan memotivasi sswa untuk menggunakan kecerdasan majemuk yang dominan pada diri siswa ternyata dapat meningkatkan hasil belajar mereka [2].
Kecenderungan minat siswa terhadap 7 aspek kecerdasan majemuk pada siswa kelas eksperimen maupun kelas kontrol cukup bervariasi, namun secara keseluruhan tiap siswanya memiliki 3 kecerdasan yang dominan pada dirinya. Para siswa menyadari kecerdasan yang dominan pada dirinya dan mereka berusaha mengoptimalkan kecerdasan tersebut melalui gaya belajar untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Hasil tes minat siswa terhadap 7 aspek kecerdasan majemuk pada tahap awal disosialisasikan kepada siswa melalui pengumuman tes tulis dan diskusi singkat mengenai makna hasil tes tersebut. Dalam diskusi singkat ini peneliti memberikan penjelasan mengenai hubungan aspek yang dominan berdasarkan hasil tes minat dengan gaya belajar seseorang. Siswa yang selama ini memiliki hasil belajar yang belum tuntas merasa sangat terbantu dengan hasil tes ini, mereka menemukan solusi terhadap hambatan belajar mereka selama ini, walaupun demikian ada juga siswa yang masih kesulitan dalam belajar. Berdasarkan hasil wawancara, kesulitan ini berasal dari motivasi diri untuk belajar secara mandiri yang masih sangat rendah. Penggunaan modul sistem reproduksi manusia dan metode diskusi mengarahkan siswa untuk mengoptimalkan kemampuan belajarnya. Modul ini menfasilitasi berbagai aspek kecerdasan majemuk siswa, ketika mereka membaca modul maka siswa sedang mengandalkan kecerdasan visualnya atau gaya belajar visualnya. Kecerdasan logis siswa difasilitasi melalui LKS terutama pada LKS 3 yang berkaitan dengan perhitungan siklus menstruasi dan adanya limit waktu dalam mengerjakan kuis. Kecerdasan kinestetik mereka dimaksimalkan dengan adanya gerak
tangan menggunakan peralatan komputer pada saat mengakses e-learning. Kecerdasan interpersonal siswa dilatih melalui diskusi kelompok dan diskusi kelas. Kecerdasan intrapersonal siswa dilatih melalui kemandirian belajar menggunakan modul sistem reproduksi manusia melalui e-learning. Kecerdasan linguistik siswa dirangsang melalui diskusi dan pengerjaan LKS serta kuis. Kecerdasan musikal siswa dirangsang melalui penggunaan animasi ovulasi dan para siswa diberikan kesempatan untuk menggunakan headset untuk mendengarkan musik yang ia sukai pada saat diskusi kelas sedang tidak berlangsung. Peneliti menyarankan agar siswa memilih jenis musik yang sesuai dengan suasana belajar, sangat tidak disarankan jenis musik rock dikarenakan dapat memecah fokus utama siswa untuk belajar dengan modul e-learning.
Tes minat siswa terhadap 7 aspek kecerdasan majemuk pada diri siswa bukanlah untuk mengukur cerdas atau tidaknya seorang siswa, namun tes ini dilakukan untuk menentukan kecenderungan minat yang dominan pada diri siswa dan berupaya memberikan fasilitas serta dorongan untuk mengembangkan gaya belajar yang sesuai dengan aspek yang dominan pada kecerdasan majemuk ini. Kecenderungan aspek kecerdasan majemuk seseorang sangat berpengaruh dengan cara ia belajar secara maksimal. Pembelajar visual akan belajar lebih optimal dengan cara melihat dan membaca. Pembelajar auditori cenderung lebih mudah belajar dari mendengar, hal ini berkaitan dengan aspek linguistik dan interpersonal pada diri
seseorang. Pembelajar kinestetik belajar lebih baik dari mencoba dan melakukan sesuatu secara langsung.
## KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada perbedaan minat siswa dalam mengotimalkan potensi kecerdasan majemuk melalui penggunaan modul sistem reproduksi manusia melalui e- learning dengan siswa yang menggunakan buku paket.
## DAFTAR PUSTAKA
[1] Jasmine, J. (2007). Mengajar Berbasis Multiple Intelligences. Bandung: Nuansa. [2] Barrington, E. (2004). Teaching to Student Diversity in Higher Education: How Multiple Intelligence Theory Can Help. Teaching in Higher Education. 9(4):21-434. Tersedia pada http://www.tandfonline.com. Diakses pada 15 Januari 2012. [3] Munir dan Prabowo. (2011). Pengembangan E-learning Berbasis Multimedia Sebagai Multimedia Center Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran TKJ Di SMK. Tersedia pada http://staff.uny.ac.id. Diakses 23 Maret 2013. [4] Anonymous . (2007). Materi Sosialisasi
dan Pelatihan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMA:
Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta:
Depdiknas. [5] Abdelhai, R., S.Yasin , M.F. Ahmad., dan U.GH. Fors. (2012). An e-learning Reproductive Health Module To Support Improved Student Learning and Interaction: a perspective interventional study at a medical school in Egypt. BMC Medical Education.12(11):1-9. Tersedia pada http://www.biomedcentral.com. Diakses 21 November 2012. [6] Jingchen Xie and Ruilin Lin. (2009). Research on Multiple Intelligences Teaching and Assessment. AJHMS. 4(2-3):106-124. Tersedia pada http://210.60.31.132/ajmhs/vol_4_2an d3/3.pdf . Diakases 15 Januari 2012.
|
867a8b3a-ffbd-409a-933b-d840628db1da | https://journal.fkpt.org/index.php/BIT/article/download/255/152 |
## Bulletin of Information Technology (BIT)
Vol 3, No 1, Maret 2022, Hal 27 - 33 ISSN 2722-0524 (media online) DOI 10.47065/bit.v3i1.255 https://journal.fkpt.org/index.php/BIT
## Perancangan Server Kantor Desa Tomuan Holbung Berbasis Client Server
Chairul Rizal 1 *, Supiyandi 2 , Muhammad Zen 3 , Muhammad Eka 4
1,3 Fakultas Sains dan Teknologi, Sistem Komputer, Universitas Pembangunan Panca Budi, Medan, Indonesia
2 Fakultas Sains dan Teknologi, Teknologi Informasi, Universitas Pembangunan Panca Budi, Medan, Indonesia
4 Fakultas Sains dan Teknologi, Rekayasa Perangkat Lunak, Universitas Dharmawangsa, Medan, Indonesia Email: : 1 *chairulrizal@dosen.pancabudi.ac.id , 2 supiyandi@dosen.pancabudi.ac.id , 3 muhammadzen@dosen.pancabudi.ac.id , 4 belimbing04@gmail.com Email Penulis Korespondensi: chairulrizal@dosen.pancabudi.ac.id
Abstrak − Di era otonomi daerah, desa merupakan bagian yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan dan bersetuhan langsung dengan masyarakat terutama dalam pelayanan publik. Server merupakan media yang memiliki peranan penting untuk menyediakan layanan akses internet bagi penggunanya. Agar jaringan bisa dimanfaatkan secara optimal maka diperlukan adanya server. Penelitian ini bertujuan merancang server dilingkungan Kantor Desa Tomuan Holbung Kabupaten Asahan dengan membangun infrastruktur server yang efesien, fleksibel serta mengoptimalkan penggunaan resource, sehingga dapat disesuaikan dengan beban kerja agar resource hardware menjadi optimal. Penelitian ini dilakukan untuk menjadi solusi akan penggunaan sumber daya perangkat keras yang disediakan oleh mesin Server belum digunakan secara optimal, sehingga dibutuhkan langkah yang efisien untuk mengatasi masalah tersebut. Hasil dari penelitian yang didapatkan berupa perancangan server serta mengoptimalkan penggunaan resources dan memanajemen server secara efisien dari segi waktu dan biaya.
Kata Kunci : Server; Client; Clinet Server; Perancangan
Abstract− In the era of regional autonomy, the village is a very important part in determining the success of development and in direct contact with the community, especially in public services. Server is a medium that has an important role to provide internet access services for its users. So that the network can be used optimally, it is necessary to have a server. This study aims to design a server in the Tomuan Holbung Village Office, Asahan Regency by building an efficient, flexible server infrastructure and optimizing resource use, so that it can be adjusted to the workload so that hardware resources are optimal. This research was conducted to be a solution for the use of hardware resources provided by the Server machine that has not been used optimally, so efficient steps are needed to overcome this problem. The results of the research obtained are in the form of server design and optimizing the use of resources and managing servers efficiently in terms of time and cost.
Keywords: Server; Client; Client Server; Design
## 1. PENDAHULUAN
Desa Tomuan Holbung merupakan Desa yang terletak di merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan Bandar Pasir Mandoge, Kabupaten Asahan, provinsi Sumatera Utara. Luas Desa Tomuan Holbung adalah 8000 Ha dengan jumlah penduduk desa 2.435 jiwa.7 Desa ini merupakan pemekaran dari Desa Huta Padang pada tahun 2008. Sebanyak 65% dari jumlah penduduk desa bermata pencaharian sebagai seorang karyawan swasta dan sisanya adalah petani. Desa ini dapat dikatakan sebagai desa perantauan, dimana banyaknya pendatang yang masuk. Pendatang ini dipengaruhi oleh faktor berdirinya perusahaan perkebunan sebagai karyawan. Desa Tomuan Holbung Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan ini merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Utara yang termasuk bagian dari Indonesia. Sehingga Desa ini juga harus mengikuti dan mematuhi segala konstitusi yang berlaku di Indonesia. Dalam pengelolaan desa tentunya banyak hal akan data-data yang dikelola di kantor kepala desa meliputi data wilayah administratif, data Pendidikan, data pekerjaan, data agama, data warga negara, pengelolaan web server, pengelolaan sistem informasi administrasi kantor desa, sistem informasi objek wisata yang semuanya itu terangkum dalam Server. Permasalahan yang didapat dari informasi yang ada, pengelolaan server belum optimal, masih banyak sumber daya- sumber daya yang masih belum terhubung sepenuhnya ke server, sehingga dapat disesuaikan dengan beban kerja agar resource hardware menjadi optimal.
Server merupakan media yang memiliki peranan penting untuk menyediakan layanan akses internet bagi penggunanya. Agar jaringan bisa dimanfaatkan secara optimal maka diperlukan adanya server. Tujuan penelitian ini adalah untuk maintenance secara efisien. [1]
Server adalah perangkat yang ditujukan untuk menyediakan sebuah layanan kepada beberapa perangkat lainya. Beberapa server bekerja dengan berat, dan beberapa lainya bekerja dengan ringan. Tidak semua kebutuhan server harus dimaksimalkan sebisa mungkin, beberapa kebutuhan bisa diminimalisir untuk menghemat biaya [2]. Server yang lemah, tidak sesuai, dan tidak handal, bisa membuat kerugian yang besar. Oleh karena itu, ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan sebelum membuat sebuah server [2]. Server harus disesuaikan berdasarkan kebutuhan kesesuaian dengan hardware jaringan yang lainya, aktivitas bisnis yang dilakukannya, jumlah pengguna yang dilayaninya, juga harus dilengkapi dengan software yang mendukung kinerja hardware secara optimal, handal, dan terjamin. [2]
Perancangan merupakan penentuan proses dan data yang diperlukan oleh sistem baru. Manfaat tahap perancangan sistem ini memberikan gambaran rancangan bangun yang lengkap sebagai pedoman bagi programmer dalam mengembangkan aplikasi. Sesuai dengan komponen sistem yang dikomputerisasikan, maka yang harus didesain dalam tahap ini mencakup hardware atau software, database dan aplikasi. Proses perancangan bisa
## Bulletin of Information Technology (BIT)
Vol 3, No 1, Maret 2022, Hal 27 - 33 ISSN 2722-0524 (media online) DOI 10.47065/bit.v3i1.255 https://journal.fkpt.org/index.php/BIT
melibatkan pengembangan beberapa model sistem pada tingkat abstraksi yang berbeda-beda [3]. Perancangan adalah sebuah proses untuk mendefinisikan sesuatu yang akan dikerjakan dengan menggunakan teknik yang bervariasi serta didalamnya melibatkan deskripsi mengenai arsitektur serta detail komponen dan juga keterbatasan yang akan dialami dalam proses pengerjaannya [4].
Komputer server adalah salah satu infrastruktur yang paling penting dalam organisasi mana pun. Server adalah sebuah komputer yang mengatur lalu lintas data yang terjadi pada sebuah jaringan [5]. Aplikasi yang disimpan di komputer ini dan terminal komputer lain terhubung dapat mengaksesnya. Server merupakan induk dari segala komputer yang terhubung pada sebuah jaringan yang berfungsi sebagai pengatur sistem jaringan, misalnya untuk pembatasan akses dan melakukan control data. Fungsi server secara umum dilakukan oleh sebuah komputer adalah 1. Menyimpan aplikasi dan database yang dibutuhkan oleh komputer yang terhubung.
2. Menyediakan fitur keamanan komputer.
3. Melindungi semua komputer yang terhubung menggunakan firewall.
4. Menyediakan IP Address untuk mesin komputer terhubung.
Server yang dipilih untuk sebuah organisasi harus memenuhi kondisi tertentu antara lain:
1. Dibutuhkan ukuran memori atau RAM yang cukup besar untuk
2. Menampung jumlah query yang dijalankan oleh komputer yang terhubung. Hal ini dikarenakan komputer server memberikan layanan kepada sejumlah besar komputer maka dibutuhkan memori yang besar untuk mendukung tugas utamanya.
3. Aspek berikutnya adalah dibutuhkan untuk mengelola, adalah kecepatan prosesor. Kecepatan prosesor biasanya diukur dalam Gigahertz. Kemampuan prosesor adalah menjalankan semua perintah yang di oleh mesin. Hal ini sangat diperlukan bahwa server harus memiliki kecepatan prosesor yang optimal, oleh karena itu prosesor yang digunakan adalah kemampuannya memberikan fasilitas multitasking.
4. Kapasitas penyimpanan hard drive dari komputer server, haruslah besar untuk dapat menyimpan semua data. Dalam sebuah jaringan, pengguna komputer umumnya menyimpan informasi yang dibutuhkan oleh komputer client.
Berbagai jenis-jenis komputer server dapat dikategorikan dalam dua kategori utama.
1. Dedicated Server
Jenis server yang melakukan fungsi tertentu, seperti web hosting. Ada berbagai layanan web hosting, yang menggunakan dedicated server untuk situs web hosting. Perusahaan tertentu juga telah mendedikasikan server komputer untuk menyimpan situs web mereka sendiri. Jenis server ini sangat kuat karena harus menangani lalu lintas web yang mencoba untuk mengakses halaman web yang terkandung di dalamnya.
2. Non - dedicated server (Server Bersama)
Sebuah komputer server bersama adalah server biasa, yang digunakan dalam jaringan komputer untuk beberapa pengguna. Sejumlah besar aplikasi, database disimpan di dalamnya. Pengguna yang berbeda terhubung ke server, mengakses server tergantung pada kebutuhan mereka. Server ini tidak perlu disesuaikan seperti dedicated server. Contoh yang paling umum untuk jenis server ini adalah server aplikasi. Sebuah server aplikasi menyimpan semua informasi yang diperlukan oleh orang-orang dalam jaringan.
3. Client Server diartikan sebagai suatu perancangan jaringan komputer yang mana perangkat client melakukan proses meminta data, dan server yang bertugas untuk memberikan respon dari feedback yang berupa data. [6]
## 2. METODOLOGI PENELITIAN
## 2.1 System Development Life Cycle (SDLC)
SDLC adalah siklus yang digunakan dalam pembuatan atau pengembangan sistem informasi yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah secara efektif. Dalam pengertian lain, SDLC adalah tahapan kerja yang bertujuan untuk menghasilkan sistem berkualitas tinggi yang sesuai dengan keinginan pelanggan atau tujuan dibuatnya sistem tersebut. SDLC menjadi kerangka yang berisi langkah-langkah yang harus dilakukan untuk memproses pengembangan suatu perangkat lunak. Sistem ini berisi rencana lengkap untuk mengembangkan, memelihara, dan menggantikan perangkat lunak tertentu [7].
## 2.2 Objek Penelitian
Objek penelitian adalah Kantor Desa Tomuan Holbung di Kabupaten Asahan dengan melakukan pengamatan terhadap resource-resource yang ada dalam kantor tersebut. Resource-resource tersebut diantaranya perangkat-perangkat Komputer yang dipakai di kantor tersebut, jenis jaringan yang dipakai dalam kantor tersebut beserta dengan perangkat jaringannya. Dan juga melakukan pengamatan dan mempelajari struktur organisasi untuk memudahkan proses manajemen server.
## 2.3 Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian yang dimaksud adalah proses yang akan dilakukan dalam rangka penyelesaian masalah yang dibahas. Gambar 1 di bawah ini merupakan prosedur yang digunakan dalam penelitian ini:
## Bulletin of Information Technology (BIT)
Vol 3, No 1, Maret 2022, Hal 27 - 33 ISSN 2722-0524 (media online) DOI 10.47065/bit.v3i1.255 https://journal.fkpt.org/index.php/BIT
Gambar 1. Tahapan Penelitian
Berdasarkan tahapan penelitian, maka masing-masing langkahnya dapat diuraikan seperti dibawah ini:
1. Mendeskripsikan Permasalahan
Mendeskripsikan permasalahan secara jelas akan membantu dalam merancang server yang akan diteliti harus dideskripsikan terlebih dahulu, karena tanpa mampu mendeskripsikan permasalahan, menentukan serta mendefinisikan batasan masalah yang akan diteliti, maka tidak akan pernah suatu solusi yang terbaik dari masalah tersebut. Jadi langkah ini adalah langkah awal yang terpenting dalam penelitian ini.
2. Analisis Permasalahan
Langkah analisis masalah adalah langkah untuk memahami masalah yang telah ditentukan ruang lingkup atau batasannya. Dengan menganalisa masalah yang telah ditentukan tersebut, maka diharapkan masalah tersebut dapat dipahami dengan baik.
3. Menentukan Tujuan
Berdasarkan pemahaman dari permasalahan dari permasalahan, maka ditentukan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini. Pada tujuan ini ditentukan target yang akan dicapai, terutama yang dapat mengatasi masalah- masalah yang ada.
4. Mempelajari Literatur Yang Berkaitan Dengan Judul
Untuk mencapai tujuan, maka dipelajari beberapa literatur-literatur yang diperkirakan dapat digunakan. Kemudian literatur-literatur yang dipelajari tersebut diseleksi untuk dapat ditentukan literatur-literatur mana yang akan digunakan dalam penelitian ini. Sumber literatur didapatkan dari perpustakaan Universitas Pembangunan Panca Budi, buku-buku yang mengupas tentang Server , dan jurnal-jurnal dari internet.
5. Pengumpulan Data
Data-data yang diperlukan adalah data primer dan sekunder.
6. Analisis Sistem
Analisa sistem sangat penting dilakukan, karena disini penulis dituntut untuk mengetahui kelemahan-kelemahan sistem, hambatan, kendala dan kesempatan yang tidak mampu diraih oleh sistem yang ada sekarang guna dicarikan alternatif pemecahan masalahnya.
7. Perancangan
Bagian user dan admin server dapat mengakses menu yang ada dalam sistem yang ditandai dengan adanya tanda panah menuju ke use case
8. Hasil
Pada implementasi sistem ini akan dijelaskan mengenai Server di kantor kepala desa.
## 2.4 Topologi Jaringan
Berikut ini adalah rancangan topologi jaringan yang akan dipakai pada perancangan infrastruktur server kantor desa Tomuan Holbung. Adapun untuk topologi jaringannya dapat dilihat pada gambar 2 dibawah ini:
## Bulletin of Information Technology (BIT)
Vol 3, No 1, Maret 2022, Hal 27 - 33 ISSN 2722-0524 (media online) DOI 10.47065/bit.v3i1.255 https://journal.fkpt.org/index.php/BIT
Gambar 2 . Topologi Jaringan
## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
## 3.1 Pembahasan
Desain merupakan rancangan dari sistem yang akn diterapkan pada Server Kantor Desa Tomuan Holbung Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan. Pada desain ini peneliti melakukan survei langsung ke tempat penelitian dengan melakukan analisis untuk merancang bagaimana desain sistem bisa sesuai dengan sistem itu diterapkan. Untuk lebih jelasnya maka dapat dilihat pada gambar 3 dibawah ini:
Gambar 3 . Rancangan Server Pada client server diatas dirancang dengan beberapa unit komputer disesuaikan dengan ruang kantor yang ada pada kantor desa Tomuan Holbung dengan satu server untuk menyimpan database dari aktivitas yang dilakukan serta berbagi resource yang ada di server untuk bisa digunakan secara bersama-sama di masing-masing client . Untuk perbandingan dari hasil sistem baru dengan sistem yang selama ini berjalan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 1. Kelebihan Sistem Baru dan Lama
No Kelemahan Sistem Lama Keunggulan Sistem Baru
1
Penginputan data masih manual Sudah terkomputerisasi
2 Pencairan informasi relatif lambat Pencairan informasi relatif cepat 3 Penyimpanan data berupa arsip dokumen Penyimpanan data berupa file dalam disk, sehingga lebih hemat 4 Laporan yang dihasilkan relatif lambat Laporan yang dihasilkan relatif cepat 5
Penggunaan resource seperti printer tidak multitasking Penggunaan resource seperti printer dapat multitasking
## Bulletin of Information Technology (BIT)
Vol 3, No 1, Maret 2022, Hal 27 - 33 ISSN 2722-0524 (media online) DOI 10.47065/bit.v3i1.255 https://journal.fkpt.org/index.php/BIT
Adapun peralatan-peralatan pendukung yang digunakan dalam penelitian ini, dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini:
Tabel 2. Peralatan Pendukung Perancangan
No Gambar Alat Kebutuhan Keterangan 1 1 pcs PC Server
2 5 pcs PC Client 3 1 pcs Hub/Switch 4 20 pcs RJ 45 5 1 box Kabel UTP 6
1 pcs Mikrotik
## Bulletin of Information Technology (BIT)
Vol 3, No 1, Maret 2022, Hal 27 - 33 ISSN 2722-0524 (media online) DOI 10.47065/bit.v3i1.255 https://journal.fkpt.org/index.php/BIT
7 1 pcs Modem ADSL
8
1 pcs Tank Crimping 9 1 pcs
Network Toollkit
Penjelasan pada tabel 2 di atas sebagai berikut:
1. PC Server
Server atau dalam bahasa Indonesia biasa disebut peladen merupakan suatu sistem komputer yang memiliki layanan khusus berupa penyimpanan data. Data yang disimpan melalui server berupa informasi dan beragam jenis dokumen yang kompleks. Layanan tersebut ditujukan khusus untuk client yang berkebutuhan dalam menyediakan informasi untuk pengguna atau pengunjungnya.
2. PC Client
Komputer Client adalah komputer yang meminta ( request ) satu layanan tertentu ke suatu server. Komputer client harus dilengkapi dengan aplikasi client khusus dan menjalankannya, sehingga dapat memanfaatkan layanan yang ditawarkan server . Sebagai contoh, untuk mengambil sebuah file dari file server , suatu program di komputer client harus memformat sebuah request (permintaan) dan mengirimkannya kepada program yang sedang berjalan di server . Selanjutnya, server akan mengirimkan file yang diminta sesuai dengan permintaan program client tersebut.
3. HUB
Merupakan perangkat keras jaringan untuk menghubungkan beberapa perangkat Ethernet bersama-sama dan menjadikannya bertindak sebagai segmen jaringan tunggal. Ini memiliki beberapa port input/output (I/O), di mana sinyal diperkenalkan pada input dari porta apa pun muncul di output setiap port kecuali yang sinyal asli masuk [8]. Hub bekerja pada lapisan fisik (lapisan 1) model OSI [9].
Hub jaringan adalah perangkat yang tidak canggih dibandingkan dengan sebuah switch . Sebagai repeater multiport ia berfungsi dengan menguatkan transmisi yang diterima dari salah satu port -nya ke semua port lain. Itu berhati-hati terhadap paket lapisan fisik, yang dapat mendeteksi permulaannya ( preamble ), garis idle (celah antar paket) dan merasakan tabrakan yang juga merambat dengan mengirimkan sinyal gangguan. Hub tidak dapat lebih jauh memeriksa atau mengelola lalu lintas apa pun yang melaluinya [10]. Hub tidak memiliki memori untuk menyimpan data dan hanya dapat menangani satu transmisi pada satu waktu. Oleh karena itu, hub hanya dapat berjalan dalam mode setengah dupleks. Karena tabrakan data domain yang lebih besar, tabrakan data paket lebih mungkin terjadi pada jaringan yang terhubung menggunakan hub daripada di jaringan yang terhubung menggunakan perangkat yang lebih canggih [9].
4. RJ 45 Connector
RJ45 adalah konektor kabel ethernet yang kebanyakan memiliki fungsi sebagai konektor pada topologi jaringan komputer LAN ( Local Area Network ) dan topologi jaringan lainnya.
RJ itu sendiri adalah singkatan dari Registered Jack yang merupakan standar peralatan pada jaringan yang mengatur tentang pemasangan kepala konektor dan urutan kabel, yang digunakan untuk menghubungkan 2 atau lebih peralatan telekomunikasi ( Telephone Jack ) ataupun peralatan jaringan ( Computer Networking ). Juga merupakan suatu interface fisik dari jaringan kerja ( network ), untuk kegunaan telekomunikasi dan komunikasi data. Konektor RJ45 memiliki fungsi untuk memudahkan penggantian pesawat telpon atau memudahkan untuk di pindah-pindah serta mudah untuk dicabut tanpa khawatir tersengat aliran listrik dan menghubungkan konektor LAN melalui sebuah pusat network . Konektor RJ45 memiliki 8 buah pin. Pin pertama terdapat di paling kiri apabila pin RJ45 menghadap ke anda, diikuti pin nomor 2, 3, 4 dan seterusnya.
## Bulletin of Information Technology (BIT)
Vol 3, No 1, Maret 2022, Hal 27 - 33 ISSN 2722-0524 (media online) DOI 10.47065/bit.v3i1.255 https://journal.fkpt.org/index.php/BIT
5. UTP Cable
Kabel UTP ( Unshielded Twisted Pair ) adalah kabel yang khusus untuk transmisi data, UTP terdiri dari 4 pasang (biru, oranye, hijau, dan coklat) kabel yang dipilih menurut aturan tertentu dan digunakan untuk mentransfer/menerima data.
6. Mikrotik
Merupakan sistem operasi dan perangkat lunak yang dapat digunakan untuk menjadikan komputer biasa menjadi router network yang handal, mencakup berbagai fitur yang dibuat untuk ip network dan jaringan wireless . Fitur- fitur tersebut diantaranya: Firewall & Nat, Routing, Hotspot, Point to Point Tunneling Protocol, DNS server, DHCP server, Hotspot , dan masih banyak lagi fitur lainnya. MikroTik routerOS merupakan sistem operasi Linux base yang diperuntukkan sebagai network router . Didesain untuk memberikan kemudahan bagi penggunanya. Administrasinya bisa dilakukan melalui Windows Application (WinBox) . Selain itu instalasi dapat dilakukan pada Standard komputer PC ( Personal Computer ). PC yang akan dijadikan router mikrotik pun tidak memerlukan resource yang cukup besar untuk penggunaan standard, misalnya hanya sebagai gateway . Untuk keperluan beban yang besar ( network yang kompleks, routing yang rumit) disarankan untuk mempertimbangkan pemilihan sumber daya PC yang memadai.
## 4. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada kantor desa Tomuan Holbung maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Penggunaan server yang difungsikan untuk optimalisasi penggunaan resource serta efisiensi dalam kinerja server dapat bekerja baik dan optimal.
2. Konsep Client-Server dalam perancangan server akan mempermudah dalam maintenance sehingga biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi server lebih efisien
3. Dengan adanya perancangan server di Kantor Desa Tomuan Holbung, maka penggunaan resource dapat bekerja secara optimal
## UCAPAN TERIMAKASIH
Terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak yang telah mendukung terlaksananya penelitian ini
## REFERENCES
[1] V. M. Aryani, “Perancangan Server Dengan Memanfaatkan Proxmox Di PDE Kabupaten Sragen,” Fak. Komun. dan Inform. Univ. Muhammadiyah Surakarta, 2014.
[2] D. A. Susilo, Administrasi Server 1. Jakarta: BSE Kemendikbus, 2013.
[3] A. Mulyanto, Sistem Informasi Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
[4] “https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/10087/04.2%20BAB%202.pdf? sequence=5&isAllowed=y.”
[5] D. Mahdiana, “Analisa Dan Perancangan Sistem Informasi Pengadaan Barang Dengan Metodologi Berorientasi Objek : Studi Kasus PT. Liga Indonesia,” TELEMATIKA, vol. 3, no. 2, pp. 36–43, 2011.
[6] “https://repository.dinamika.ac.id/id/eprint/1286/5/BAB_III.pdf.”
[7] “Nohttp://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/23697/BAB%202.pdf? sequence=6&isAllowed=y.”
[8] T. Dean, Networks Panduan untuk Jaringan. Delmar, 2010.
[9] B. Hallberg, Networking: A Beginner’s Guide. 2010.
|
9897639f-933d-4254-a6cc-5ad969fb8b9f | https://ejournal.unma.ac.id/index.php/bernas/article/download/9076/5087 |
## Penerapan IPTEK dalam Upaya Scale Up Penjualan UMKM Brownies melalui Diversifikasi Produk Bunga Telang ( Clitoria ternatea L.)
Ahmad Hadi Maulana 1* , Muhammad Miftah Dinor 2 , Nadia Humairah 3 , Yustin Ari Prihandini 4*
1-4 Universitas Borneo Lestari, Banjarbaru, Indonesia *e-mail korespondensi: yustinariprihandini92@gmail.com
## Abstract
Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs) are businesses carried out by individuals or individually owned business entities. The use of telang flowers in the food sector has not been widely used because many people do not know the benefits of telang flowers. The team's product sales results increase every month, and it can be seen in the following graph that the team's sales results are very helpful in scaling up partner sales. Diversification of products made from butterfly pea flowers increases partner sales figures. Related to the increase in partner economies from sales of diversified products.
Keywords: Diversification, Clitoria ternatea , UMKM
## Abstrak
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha milik perorangan. Pemanfaatan bunga telang dalam bidang pangan belum banyak dilakukan karena anyak yang belum mengetahui manfaat dari bunga telang. Hasil penjualan produk yang dilakukan oleh tim mengalami peningkatan setiap bulannya, dan dapat dilihat pada grafik berikut bahwa hasil penjualan tim sangat membantu dalam scale up penjualan mitra. Diversifikasi produk berbahan dasar dari bunga telang meningkatkan angka penjualan mitra. Berhubungan dengan meningkatnya perekonomian mitra dari hasil penjualan produk diversifikasi . Kata Kunci: Diversifikasi, Bunga Telang, UMKM
Accepted: 2024-03-31 Published: 2024-07-03
## PENDAHULUAN
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha milik perorangan. Produk yang dihasilkan oleh UMKM juga beragam sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Produk baru merupakan salah satu kunci untuk pengembangan penjualan suatu usaha. Seorang pelaku usaha harus mempertimbangkan manfaat produk yang ditawarkan kepada konsumen sehingga produk tersebut dapat meningkatkan hasil penjualan.
AHLA Brownies merupakan usaha mikro di bidang usaha kuliner yang berdiri sejak tahun 2016 dengan produk yang dihasilkan yaitu varian brownies panggang dan cookies yang sudah memiliki PIRT dan LPPOM Halal MUI. AHLA Brownies bertempat di Jalan Panglima Batur Barat Gg Rahmat No.78 Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Banyaknya jumlah pesaing usaha dengan jenis usaha kuliner yang sama yaitu usaha brownies yang terus menjamur di Kalimantan Selatan, sehingga AHLA Brownies harus cukup bersaing untuk mendapatkan pelanggan setia dan masih sulit untuk bersaing dengan perusahaan yang berdiri lebih dulu.
AHLA Brownies membutuhkan sebuah strategi, agar usaha mikronya dapat semakin dikenal dan digemari serta mampu bersaing dengan para pesaing dan mengatasi masalah-masalah
yang dihadapi sehingga dapat meningkatkan penjualan dan eksistensinya. Salah satu cara penanganannya adalah dengan diversifikasi produk dengan memanfaatkan bahan pangan lokal yang memiliki mutu dan nilai gizi tinggi.
Kalimantan Selatan memiliki pangan lokal yaitu bunga telang ( Clitoria ternatea ) yang belum banyak inovasi pengolahannya. Diversifikasi produk berbasis inovasi kreatif dengan memanfaatkan pangan lokal yaitu bunga telang ( Clitoria ternatea ) yang belum dimanfaatkan secara optimal dapat menjadikan produk AHLA Brownies menjadi produk kuliner yang kreatif, inovatif, bernilai jual dan bergizi tinggi.
Perkembangan teknologi dan informasi ikut mendorong peningkatan pemanfaatan berbagai komoditas pangan lokal. Pangan lokal dapat digunakan sebagai ingredient dalam pengolahan produk pangan. Berbagai sumber bahan pangan terus diidentifikasi untuk memberikan manfaat dalam pengembangan dan diaplikasikan pada industri pangan. Salah satu bahan pangan lokal yang mulai banyak diteliti yaitu bunga telang ( Clitoria ternatea ). Pemanfaatan bunga telang dalam bidang pangan belum banyak dilakukan karena anyak yang belum mengetahui manfaat dari bunga telang. Pemanfaatan dan pengolahan bunga telang di masyarakat biasanya hanya direbus secara langsung untuk dijadikan obat herbal sehingga belum populer di kalangan masyarakat dan usaha mikro sehingga hal tersebut dapat menjadi peluang besar dalam inovasi pengembangan produk untuk meningkatkan penjualan melalui diversifikasi produk pada usaha mikro AHLA Brownies .
Dari gambaran umum yang ada, dapat diidentifikasi dan diberikan alternatif pemecahan masalah yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1 Gambaran Umum Identifikasi dan Alternatif Masalah Mitra No. Identifikasi Alternatif 1 Belum diterapkanIPTEK Pelatihan dan pembinaan mitra 2 Strategi pemasaran belum maksimal Pemanfaatan media sosial sebagai sarana pengiklanan 3 Kurangnya kerja sama atau kemitraan dengan pelaku usaha lain Membuka jaringan koneksi antar sesama pelaku UMKM
Proses pelaksanaan yang mengenalkan pembuatan produk melalui proses diversifikasi tepung bunga telang sebagai bahan utama. Pelaksanaan diskusi bersama mitra, kami telah menetapkan resep dan cara pembuatan produk yang tepat sehingga menghasilkan produk bermutu yang sesuai dengan selera konsumen. Hasil diskusi dan konsultasi dengan dosen pembimbing kelompok juga disarankan agar proses pemasaran menggunakan sistem franchise dan membuat rencana kerja. Proses penyebaran informasi melalui poster dan media sosial terus dilakukan untuk menambah jumlah calon pembeli yang diharapkan akan menjadi konsumen produk kami. Pengujian atau berinovasi membuat tampilan yang berbeda dan rasa yang unik juga telah dilakukan. Diferensiasi dari produk akan membuat banyak pilihan bagi konsumen, serta untuk meminimalkan kejenuhan konsumen terhadap rasa yang biasa saja.
Studi literatur Persiapan Alat & Bahan Uji Coba
Pembuatan Produk
Inovasi Produk Uji Organoleptik Pemasaran Evaluasi Gambar 1 Dokumentasi Proses Identifikasi Masalah Bersama Mitra
## METODE
1. Studi Literatur
Mengumpulkan data yang berkaitan dengan brownies dan bunga telang
Mengkaji dan mengolah data yang dikumpulkan hingga dapat menyelesaikan problem yang ada
Menyusun stretegi pemasaran yang akan dijalankan
2. Persiapan Alat dan Bahan
Produk dibuat di lab kuliner kampus sehingga peralatan yang diperlukan sudah tersedia lengkap. Adapun alat dan bahan yang diperlukan dalam pembuatan Brownies dari Bunga Telang yaitu : Gula, telur, tepung terigu, susu bubuk, baking soda, margarin, whipped cream, keju, meses, oreo, bunga telang, air, dan kertas kue
3. Pembuatan produk
Siapkan loyang dan lapisi dengan margarin dan kertas kue
Masak air dan daun telang untuk mendapatkan tepung daun telang
Dalam wadah lain, campur telur dan gula dengan menggunakan Mixer
Masukkan tepung terigu, susu bubuk, dan baking powder. Aduk rata.
Masukkan Tepung Daun Telang. Aduk rata.
Tuang adonan dalam loyang.
Panaskan oven 170°C.
Panggang adonan selama 25-30 menit.
Angkat dan dinginkan
Oles permukaan brownies dengan whipped cream
Taburi dengan toping (Keju/Meses/Oreo)
Potong sesuai selera
Siapkan loyang dan lapisi dengan margarin dan kertas kue
Masak air dan daun telang untuk mendapatkan tepung daun telang
Dalam wadah lain, campur telur dan gula dengan menggunakan Mixer
Masukkan tepung terigu, susu bubuk, dan baking powder. Aduk rata.
Masukkan Tepung Bunga Telang. Aduk rata.
Tuang adonan dalam loyang.
Panaskan oven 170°C.
Panggang adonan selama 25-30 menit.
Angkat dan dinginkan
4. Uji Organoleptik Uji organoleptik atau uji indra atau uji sensori merupakan cara pengujian dengan menggunakan indra manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk. Pengujian organoleptik mempunyai peranan penting dalam penerapan mutu. Pengujian organoleptik dapat memberikan indikasi kebusukan, kemunduran mutu dan kerusakan lainnya dari produk
5. Pemasaran
Strategi pemasaran dilakukan dengan memanfaatkan media sosial sebagai alat penyebaran informasi yang luas. Media sosial yang digunakan yaitu whatsapp, instagram, dan juga tiktok
6. Evaluasi Evaluasi dilakukan untuk menganalisa kelebihan dan kekurangan produk setelah seluruh rangkaian kegiatan telah dijalankan dan juga menilai hasil kegiatan
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil yang dicapai mengacu pada indikator keberhasilan jangka pendek, selama pelaksanaan kegiatan yang dapat dilihat dari kesesuaian jenis dan jumlah luaran yang telah dihasilkan serta persentase hasil terhadap seluruh kegiatan. Berikut ini merupakan hasil yang dicapai selama pelaksanaan kegiatan diantaranya :
## Tabel 2. Hasil Capaian Kegiatan
No. Hasil yang dicapai Keterangan 1 Akun Media Sosial Pembuatan akun media sosial sebagai instrumen media sosial yang digunakan yaitu Instagram, dengan nama akun @pkmpi.dikasipulang.unbl 2 Buku Pedoman Mitra Buku Pedoman Mitra dapat menjadi sumber rujukan untuk mitra dapat meningkatkan angka penjualannya dengan pengolahan produk diversifikasi. 3 Dessert Box Bunga telang & Cheesecake bunga telang Karena warna khas dari bunga telang tidak muncul saat pembuatan brownies berbahan dasar bunga telang, maka dibuat inovasi lain dari bunga telang yaitu dessert box bunga telang dan cheesecake bunga telang.
Hasil penjualan produk yang dilakukan oleh tim mengalami peningkatan setiap bulannya, dan dapat dilihat pada grafik berikut bahwa hasil penjualan tim sangat membantu dalam scale up penjualan mitra:
## Gambar 2. Data Penjualan
## KESIMPULAN
Berdasarkan pelaksanaan kegiatan yang telah dilakukan dengan melihat indikator keberhasilan jangka pendek. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil pelaksanaan yaitu Program ini berdampak terhadap meluasnya nama brand UMKM di mata masyarakat dengan inovasi produk diversifikasi berbahan dasar dari bunga telang, Diversifikasi produk berbahan dasar dari bunga telang meningkatkan angka penjualan mitra. Berhubungan dengan meningkatnya perekonomian mitra dari hasil penjualan produk diversifikasi.
## DAFTAR PUSTAKA
Agustia, E. R. (2019). Program studi teknologi pangan fakultas teknologi pangan dan kesehatan universitas sahid jakarta 2019. Skripsi: Universitas Sahid Jakarta. Tersedia pada (http://repository.usahid.ac.id/eprint/15) (diakses pada tanggal 10 Mei 2020).
Angriani, L. (2019). Potensi ekstrak bunga telang (Clitoria ternatea) sebagai pewarna alami lokal pada berbagai industri pangan. Canrea Journal: Food Technology, Nutritions, and Culinary Journal, 32-37.
Andriani, D., & Murtisiwi, L. (2020). Uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol 70% bunga telang (Clitoria ternatea L) dari daerah sleman dengan metode DPPH. Pharmacon: Jurnal Farmasi Indonesia, 17(1), 70-76.
Ismayani, Y. (2007). Variasi brownies kukus & panggang. Kawan Pustaka.
Marpaung, A. M. (2020). Tinjauan manfaat bunga telang (clitoria ternatea l.) bagi kesehatan manusia. Journal of Functional Food and Nutraceutical, 63-85.
Palimbong, S. and Pariama, A.S., 2020. Potensi Ekstrak Bunga Telang (Clitoria ternatea Linn) sebagai Pewarna pada Produk Tape Ketan. Jurnal Sains Dan Kesehatan, Volume 2, Nomor 3 (hlm. 228-235)
Setyorini, Efi Endang Dwi, et al. 2018. “Diversifikasi Sebagai Startegi Untuk Meningkatkan Potensi Kue Tradisional Klepon Di Kecamatan Gempol Pasuruan”. Jurnal Akuntansi dan Manajemen, Volume 3, Nomor 2 (hlm.57-62)
|
526b90a2-1771-4f2a-bad3-190f7aa887e9 | https://ojs.unida.ac.id/JK/article/download/847/585 |
## PENGARUH STRATEGI KOMUNIKASI DAN EFEKTIVITAS PESAN PROGRAM GENRE TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA DI KECAMATAN CARINGIN
## THE INFLUENCE OF COMMUNICATION STRATEGIES AND MESSAGES EFFECTIVENESS OF THE GENRE PROGRAM ON YOUTH KNOWLEDGE AND ATTITUDES IN CARINGIN SUB-DISTRICT
Samhatul Nurmila 1a , Rita Rahmawati 2 , Agustini 3
1,2,3 Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Djuanda Jl. Tol Ciawi No.1 Kotak Pos 35 Bogor 16720.
a Korespondensi: Samhatul Nurmila, Email: samhatul.nurmila@unida.ac.id
(Diterima: 18-01-2017; Ditelaah: 25-3-2016; Disetujui: 28-03-2017)
## ABSTRACT
This study focuses on the communication strategy and the effectiveness of the Program GenRe message conducted by DP3AP2KB Bogor District. The purpose of this study was to determine the effect of communication strategy and the effectiveness of the Program Message GenRe DP3AP2KB Bogor to the knowledge and attitude of adolescents in District Caringin. Methode used was associative by using a quantitative approach. Samples taken amounted to hundred people, with Simple Random Sampling technique. Technique of collecting data is done by using literature study, observation, interview and dispersion of questionnaire, then the data obtained was analyzed by using Weigh Mean Scoredan followed by Rank Spearman. The results of this study indicate that there was a positive influence between independent variables (communication strategy and messaging effectiveness of GenRe Program) on the dependent variable (knowledge and attitude of adolescent). Results of correlation coefficient analysis obtained value of 0.412 ** which means having a moderate relationship with coefficient of 17%. Thus it can be concluded that Communication Strategy and Messages Program Effectiveness GenRe socialized by the Office of Women Empowerment and Perlindungam Anak, Control Population and Family Planning Has been an influence on the Knowledge and Attitude of Youth in Caringin Sub-district
## Keywords : Communication Strategy, Communication Effectiveness, Program
## ABSTRAK
Penelitian ini memusatkan perhatian pada strategi komunikasi dan efektivitas pesan Program GenRe yang dilakukan oleh DP3AP2KB Kabupaten Bogor. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh strategi komunikasi dan efektivitas pesan Program GenRe DP3AP2KB Kabupaten Bogor terhadap pengetahuan dan sikap remaja di Kecamatan Caringin.Metode yang digunakan adalah asosiatif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Sampel yang diambil berjumlah 100 orang, dengan teknik Simple Random Sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan studi kepustakaan, observasi, wawancara dan penyebaran angket, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Weigh Mean Scoredan dilanjutkan dengan Rank Spearman. Hasil peneltian ini menunjukkan terdapat pengaruh positif antara variabel independen (strategi komunikasi dan efektivitas pesan Program GenRe) terhadap variabel dependen (pengetahuan dan sikap remaja). Hasil analisis koefisien korelasi diperoleh nilai sebesar 0,412** yang berarti memiliki hubungan yang sedang dengan nilai koefisien sebesar 17 %.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Strategi Komunikasi dan Efektivitas Pesan Program GenRe yang disosialisasikan oleh Dinas Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungam Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana memiliki pengaruh terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja di Kecamatan Caringin
Kata Kunci: Strategi Komunikasi, Efektivitas Komunikasi, Program.
Samhatul Nurmila, Rita Rahmawati, Agustini, 2017. Pengaruh Strategi Komunikasi dan Efektivitas Pesan Program GenRe Terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja di Kecamatan Caringin . Jurnal Komunikatio 3(1): 29-36.
## PENDAHULUAN
Salah satu aspek kemajuan suatu negara dapat dilihat dari kualitas remajanya, karena remaja sebagai generasi muda merupakan bibit unggul, penerus dan pewaris bangsa memiliki peranan penting dalam membangun negara.Namun pada kenyataannya, kualitas remaja sekarang ini sudah semakin terkikis dengan adanya kemajuan era globalisasi diberbagai bidang khususnya teknologi yang menimbulkan banyak terjadinya kenakalan dan pergaulan bebas remaja.
Melihat berbagai fakta yang terjadi saat ini, tidak sedikit para remaja yang terjerumus ke dalam lembah seksualitas, narkoba bahkan terkena HIV dan AIDS yang dapat menghancurkan masa depan remaja dan secara otomatis merubuhkan pula kualitas bangsa dalam suatu negara. Remaja Kabupaten Bogor menjadi salah satu contoh fenomena yang terjadi dalam kasus kenakalan remaja saat ini.
Dalam hal ini, perlu adanya perubahan sebagai bentuk proses untuk memperbaiki kualitas remaja.Pemerintah selain menjadi fungsi pengaturan juga berperan sebagai fungsi pembinaan. Pada Pemerintah daerah kabupaten atau kota, fungsi pembinaan dilaksanakan oleh badan atau dinas tersendiri. Di Kabupaten Bogor, fungsi pembinaan dilakukan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga
Berencana (DP3AP2KB).Bentuk upaya yang dilakukan oleh DP3AP2KB Kabupaten Bogor untuk mewujudkan remaja yang berkualitas yaitu dengan dibentuknya sebuah program penginformasian pesan.
Salah satu strategi yang dirumuskan oleh DP3AP2KB Kabupaten Bogor dalam hal pembentukan kualitas remaja yaitu melalui sosialisasi pesan pada Program GenRe (Generasi Berencana) dengan fokus sasaran kepada remaja usia 10-24 tahun yang belum menikah. Program GenRe bertujuan untuk memfasilitasi terwujudnya remaja yang berprilaku sehat, terhindar
dari resiko TRIAD KRR (Tiga Ancaman Dasar Kesehatan Reproduksi Remaja) yang meliputi pernikahan dini, seks sebelum menikah dan napza (narkotika, psikotropika, zat adiktif lainnya). Selain itu remaja dapat melakukan pendewasaan usia perkawinan serta bertujuan untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
## Tinjauan Teori
## StrategiKomunikasi
Strategi komunikasi merupakan paduan dari perencanaan komunikasi dan manajemen komunikasi untuk mencapai tujuan yang telah tetapkan, Effendy (2009).
Dalam rangka menyusun strategi komunikasi diperlukan suatu pemikiran dengan memperhitungkan faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor penghambat yang dapat dilihat dari empat dimensi berikut:
1. Sasaran Komunikasi 2. Media Komunikasi 3. Tujuan Pesan 4. Peranan Komunikator
## Efektivitas Komunikasi
Steward L. Tubbs (2010) mengemukakan bahwa komunikasi dapat dikatakan efektif apabila ada lima indikasi berikut:
1. Pengertian, penerima yang cermat dari isi stimulasi seperti apa yang dimaksud oleh komunikator.
2. Kesenangan, komunikasi ini juga disebut dengan komunikasi fasis (phatic communication) yang dimaksud untuk menimbulkan kesenangan. Komunikasi menjadi hubungan antar individu menjadi hangat, akrab dan menyenangkan.
3. Pengaruh pada sikap, komunikasi juga sering dilakukan untuk mempengaruhi orang lain, seperti seorang khotib yang ingin membangkitkan sikap keagamaan dan mendorong jamaah dapat beribadah dengan baik, atau seorang politisi yang ingin menciptakan citra yang baik kepada public pemilihnya.
4. Hubungan sosial yang makin baik, komunikasi juga ditunjukkan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat bertahan hidup sendiri, untuk itu manusia selalu berkeinginan untuk berhubungan dengan orang lain secara positif.
5. Tindakan, tindakan persuasi dalam komunikasi digunakan untuk mempengaruhi sikap persuasif, juga diperlukan untuk memperoleh tindakan yang
dikehendaki
komunikator.
## Program GenRe
GenRe atau Generasi Berencana adalah program yang dikembangkan oleh BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) untuk memfasilitas terwujudnya Tegar Remaja, yaitu remaja yang berprilaku sehat, terhindar dari resiko TRIAD KRR dan merencanakan keluarga kecil bahagia sejahtera.
Ciri-ciri tegar remaja tersebut yaitu dengan mendewasakan usia pernikahan, berprilaku sehat, terhindar dari resiko Napza, Seksualitas, HIV dan AIDS, bercita- cita mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera, serta menjadi contoh, model, idola, dan sumber informasi bagi teman sebayanya.
GenRe diperlukan karena berperan sebagai sumber informasi yang berkaitan dengan penyiapan diri remaja untuk menyongsong kehidupan berkeluarga yang lebih baik, menyiapkan pribadi yang matang dalam membangun keluarga yang harmonis serta memantapkan perencanaan dalam menata kehidupan untuk keharmonisan.
## Pengetahuan Remaja
Sarigih (2007) dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief). Sedangkan secara terminology menurut Gazaba (1992) dalam Sarigih (2007) pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Notoatmodjo
(2005) mendefinisikan pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Selain itu, Notoatmodjo juga menuturkan bahwa terdapat 6 (enam) tingkatan pengetahuan, yaitu: tahu (know), memahami (comprehention), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (sinthesis), evaluasi (evaluation).
## Sikap Remaja
Menurut Ahmadi (2007) sikapad alah kesiapan merespon yang bersifat positif atau negatif terhadap objek atau situasi secara konsisten. Menurut Allport (1954) sikap terdiri dari 3 (tiga) komponen, yaitu: 1. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek, artinya bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan).
## KERANGKA BERPIKIR
Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antar variabel yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antar variabel independen dan dependen, maka secara ringkas kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini diilustrasikan ke dalam bagan Gambar 1.
## Gambar 1 Kerangka berfikir penelitian
## METODE PENELITIAN
Jenis penelitian menggunakan metode penelitian asosiatif dengan pendekatan kuantitatif. Sugiyono (2015) metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
## Populasi dan Sampel
Sugiyono (2012) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja Kecamatan Caringin dengan jumlah 38.405 remaja. Dari populasi tersebut dapat ditarik sampel, untuk mendapatkan besaran jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Yamane sebagai berikut
N n = N d 2 + 1
Keterangan : n : Ukuran sampel N : Populasi d :Tingkat kesalahan ditetapkan secara sengaja sebesar 10%.
## Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan rumus WMS.
∑ f(x) =M/n M = Perolehan angka kriteria penafsiran f = Frekuensi jawaban x = Pembobotan skala nilai n = Jumlah responden
Kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus Rank Spermen untuk mengetahui sejauh mana pengaruh strategi komunikasi dan efektivitas pesan Program GenRe terhadap pengetahuan dan sikap remaja di Kecamatan Caringin.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Pengaruh Strategi Komunikasi dengan Pengetahuan Remaja
Berdasarkan hasil analisis antara variabel
Strategi Komunikasi (X1) dengan Pengetahuan Remaja (Y1) dapat
disimpulkan bahwa nilai koefisien korelasi Rank Spearmanantara variabel strategi komunikasi dengan variabelpengetahuan remaja sebesar 0,370** dengan arah positif. Artinya semakin ideal pelaksanaan strategi komunikasi DP3AP2KB Kabupaten Bogor dalam melakukan sosialisasi maka akan berpengaruh
besar terhadap bertambahnya pengetahuan remaja. Interpretasi
terhadap koefisien korelasi tingkat hubungan variabel strategi komunikasi dengan pengetahuan remaja termasuk pada hubungan kategori yang rendah. Namun, dapat dilihat angka koefesien korelasi positif menunjukan hubungan yang positif.
Besarnya kontribusi variabel Strategi Komunikasi yang dilakukan DP3AP2KB Kabupaten Bogor melalui sosialisasi pesan Program GenRe terhadap variabel Pengetahuan Remaja Kecamatan Caringin sebesar 14% dan kontribusi faktor lain adalah sebesar 86%.
Analisis Pengaruh Strategi Komunikasi dengan Sikap Remaja
Hasil analisis antara variabel Strategi Komunikasi (X1) dengan Sikap Remaja (Y2) dapat disimpulkan bahwa nilai koefisien korelasi Rank Spearmanantara variabel strategi komunikasi dengan variabel sikap remaja sebesar 0,321** dengan arah positif. Artinya semakin ideal pelaksanaan strategi komunikasi DP3AP2KB Kabupaten Bogor dalam melakukan sosialisasi maka akan berpengaruh besar terhadap perubahan sikap remaja kearah yang lebih baik.
Berdasarkan interpretasi terhadap koefisien korelasi tingkat hubungan variabel Strategi Komunikasi dengan Sikap Remaja termasuk pada hubungan kategori
yang rendah. Namun, dapat dilihat angka koefesien korelasi positif menunjukan hubungan yang positif. Artinya ada hubungan antara strategi komunikasi yang dilakukan oleh DP3AP2KB Kabupaten Bogor.
Besarnya kontribusi variabel Strategi Komunikasi yang dilakukan DP3AP2KB Kabupaten Bogor melalui sosialisasi pesan Program GenRe terhadap variabel Sikap Remaja Kecamatan Caringin sebesar 11% dan kontribusi faktor lain adalah sebesar 89%.
## Analisis Pengaruh Efektivitas Pesan dengan Pengetahuan Remaja
Berdasarkan hasil analisis antara variabel Efektivitas Pesan Program GenRe (X2) dengan variabel Pengetahuan Remaja (Y1) dapat disimpulkan bahwa nilai koefisien korelasi Rank Spearmanantara variabel efektivitas pesan Program GenRe dengan variabel pengetahuan remaja sebesar 0,424** dengan arah positif. Artinya semakin efektif sosialisasi pesan Program GenRe yang dilakukan oleh DP3AP2KB Kabupaten Bogor maka akan berpengaruh besar terhadap bertambahnya pengetahuan remaja.
Berdasarkan interpretasi terhadap koefisien korelasi tingkat hubungan variabel Efektivitas Pesan Program GenRe dengan Pengetahuan Remajatermasuk pada hubungan kategori yang sedang.
Besarnya kontribusi variabel Efektivitas Pesan Program GenRe yang disosialisasikan oleh DP3AP2KB Kabupaten Bogor terhadap variabel Pengetahuan Remaja Kecamatan Caringin sebesar 18% dan kontribusi faktor lain adalah sebesar 82%.
## Analisis Pengaruh Efektivitas Pesan dengan Sikap Remaja
Hasil analisis antara variabel Efektivitas Pesan Program GenRe (X2) dengan Sikap Remaja (Y2) dapat disimpulkan bahwa nilai koefisien korelasi Rank Spearmanantara
variabel Efektivitas Pesan Program GenRe dengan Sikap Remaja sebesar 0,342** dengan arah positif. Artinya semakin efektif sosialisasi pesan Program GenRe yang dilakukan oleh DP3AP2KB Kabupaten Bogor maka akan berpengaruh besar terhadap perubahan sikap remaja kearah yang lebih baik.
Berdasarkan tabel interpretasi terhadap koefisien korelasi tingkat hubungan variabel Efektivitas Pesan Program GenRe dengan Sikap Remaja termasuk pada hubungan kategori yang rendah. Namun, dapat dilihat angka koefesien korelasi positif menunjukan hubungan yang positif. Artinya ada hubungan antara variabel Efektivitas Pesan Program GenRe yang disosialisasikan oleh DP3AP2KB Kabupaten Bogor dengan variabelSikap Remaja meskipun keeratan hubungannya berada dikategori rendah. Besarnya kontribusi variabel Efektivitas Pesan
Program GenRe
yang disosialisasikan oleh DP3AP2KB Kabupaten
Bogor terhadap variabel Sikap Remaja Kecamatan Caringin sebesar 12% dan kontribusi faktor lain adalah sebesar 88%.
Analisis Pengaruh Strategi Program terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja
Hasil analisis menggunakan Rank
Spearman diketahui bahwa besarnya hubungan antara variabel independen (Strategi Komunikasi dan Efektivitas Pesan
Program GenRe) terhadap variabel dependen (Pengetahuan dan Sikap Remaja) yang dihitung dengan koefisien korelasi adalah 0,412**. Hal ini menunjukkan pengaruh yang sedang. Dapat dilihat pula kontribusi atau sumbangan secara simultan variabel Strategi Komunikasi dan
Efektivitas Pesan Program GenRe terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja adalah 17
%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Strategi Komunikasi dan Efektivitas
Pesan Program GenRe yang disosialisasikan oleh DP3AP2KB Kabupaten Bogor memiliki pengaruh terhadap
Pengetahuan dan Sikap Remaja di Kecamatan Caringin.
## KESIMPULAN DAN IMPLEMENTASI Kesimpulan
1. Strategi Komunikasi yang dilakukan oleh DP3AP2KB Kabupaten Bogor dalam mewujudkan remaja yang berkualitas yaitu dengan mensosialisasikan pesan Program
Generasi Berencana atau GenRe kepada remaja. Setelah dilakukan penelitian, maka diperoleh hasil bahwa strategi komunikasi yang dilakukan memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap pengetahuan dan sikap remaja di Kecamatan Caringin.
2. Efektivitas pesan yang disosialisasikan oleh DP3AP2KB Kabupaten Bogor pada sebuah Program GenRe memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap pengetahuan dan sikap remaja di Kecamatan Caringin.
3. Pengetahuan dan sikap remaja di Kecamatan Caringin dipengaruhi oleh strategi komunikasi dan efektivitas pesan Program GenRe yang disosialisasikan oleh DP3AP2KB Kabupaten Bogor. 4. Strategi Komunikasi dan Efektivitas Pesan Program GenRe yang disosialisasikan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungam Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Bogor memiliki pengaruh hubungan yang positif (sangat nyata) terhadap pengetahuan dan sikap remaja di Kecamatan Caringin.
## Implementasi
1. Penggunaan media komunikasi yang dipilih oleh DP3AP2KB Kabupaten
Bogor sebagai salah satu faktor dalam menjalankan strategi komunikasi dengan cara mensosialisasikan pesan Program GenRe melalui leaflet dan media online facebook sudah efektif.
Namun akan lebih efektif jika media lain pun ikut digunakan, seperti akun Whatsapp , Instagram atau radio dan televisi.
2. Penyampaian pesan Program GenRe sebaiknya dilakukan secara berulang- ulang. Hal ini bisa dilakukan dengan dibuatnya iklan berjenis layanan masyarakat yang disampaikan tidak hanya melalui radio, namun juga melalui televisi. Sehingga remaja akan dengan mudah mendapatkan informasi mengenai isi pesan dalam Program Generasi Berencana.
## DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi A. 2007. Psikologi Sosial . Jakarta: Rineka Cipta.
Anwar A. 1984. Strategi Komunikasi: Suatu Pengantar Ringkas . Bandung: Armico.
Cangara H. 2013. Pengantar Ilmu Komunikasi . Jakarta: PT. Raja Graffindo Persada.
Effendy OU. 2009. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek . Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Notoatmodjo S. 2005. Metodologi Penelitian
Kesehatan . Jakarta: PT. Rineka
Steers RM. 1985. Efektivitas Organisasi . Jakarta: Erlangga.
Sugiyono.
2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif
dan R&D . Bandung: Penerbit Alfabeta ________. 2012. Metode Penelitian Administrasi . Bandung: Penerbit
Alfabeta
________. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D . Bandung: Penerbit Alfabeta
Tubbs SL. 2010. Human Communication: Prinsip-Prinsip Dasar . Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Purwanto N. 2000. Psikologi Pendidikan . Bandung: Remaja Rosdakarya.
Widjaja AW. 1988. Ilmu Komunikasi:
Pengantar Studi. Jakarta: PT. Bina Aksara
Widjaya AT. 1993. Manajemen Suatu Pengantar . Jakarta: Rineka Cipta Jaya.
|
39c5f41f-4037-4f9a-8711-08a6c697c351 | https://journal.ipb.ac.id/index.php/ipthp/article/download/33161/20617 | Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan ISSN 2303-2227 eISSN 2615-594X
Accredited by National Journal Accreditation No. 30/E/KPT/2019
DOI: https://doi.org/10.29244/jipthp.8.3.151-159
Available online at https://journal.ipb.ac.id/index.php/ipthp/index
## Studi Residu Antibiotika dan Kualitas Mikrobiologi Telur Ayam Konsumsi yang Beredar di Kota Administrasi Jakarta Timur
Study of Antibiotic Residue and Microbiological Quality of Commercial Eggs Sold in Administrative City of East Jakarta
Anton 1 , E. Taufik 2* , & Z. Wulandari 2 1 Program Magister Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, IPB Universty
2 Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, IPB University Jl. Agatis, Kampus IPB Darmaga Bogor 16680, Indonesia *Corresponding author: epitaufik@apps.ipb.ac.id (Received 06-08-2020; Revised 21-09-2020; Accepted 15-10-2020)
## ABSTRACT
Chicken eggs are fairly high in nutritional content, especially in proteins. Usually, antibiotics are used in disease prevention and treatment program at the layer chicken farms. The use of antibiotics are still not according to the direction of use. Egg production is also susceptible to bacterial contamination. Therefore, the objective of this study was to analyze the presence of kanamycin residue, the microbiological quality, and to evaluate potential risk factors associated with the microbiological quality of chicken eggs in the administration city of East Jakarta. The samples were 100 eggs taken from 21 traditional markets and 4 supermarkets in the administration city of East Jakarta. Kanamycin residue tested using bioassay method based on SNI 7424: 2008 and the microbiological quality method used based on SNI 3926: 2008. Data were analyzed using descriptive analysis univariate Chi-Square test to determine the effect of potential risk factors on the quality of microbiological quality and logistic regression models to analyze the effect of potential risk factors without looking at the interaction of other factors. The results showed that kanamycin residues were detected in 26.19% of eggs from traditional markets and 31.25% eggs from supermarkets in the administration city of East Jakarta. The median value of TPC, coliform and E.coli were 0.7 log cfu/g, 1.5 MPN/g, and 1.5 MPN/g, respectively, whilst Salmonella sp test was negative. It can be concluded that kanamycin residues still found in the markets and the microbiological quality were below the maximum contamination limit based on SNI 3926:2008 and egg cleanness was a risk factor for coliform contamination.
Keywords: antibiotic residue, microbiology, egg quality, risk factor, East Jakarta
## ABSTRAK
Telur ayam memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, terutama dari segi protein dan nilai cerna oleh tubuh. Biasanya dalam program pengobatan dan pencegahan penyakit di peternakan digunakan antibiotika. Penggunaan antibiotika pada peternakan masih tidak sesuai dengan aturan pemakaian. Kerusakan pada telur dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang diawali dengan masuknya mikroorganisme ke dalam telur. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa keberadaan residu antibiotika aminoglikosida, dan kualitas mikrobiologi serta mengevaluasi faktor-faktor risiko potensial yang terkait dengan mutu mikrobiologis telur ayam konsumsi di Wilayah Kota Jakarta Timur Provinsi DKI Jakarta. Telur yang digunakan sebanyak 100 sampel yang diambil dari 21 pasar tradisional dan 4 supermarket di kota administrasi Jakarta Timur. Pengujian residu kanamisin menggunakan metode bioassay berdasarkan SNI 7424:2008 dan pengujian kualitas mikrobiologis pada telur berdasarkan SNI 3926:2008. Pengolahan data menggunakan analisa deskriptif, uji Chi-Square univariat untuk mengetahui pengaruh faktor risiko potensial dengan kualitas mutu mikrobiologi dan model regresi logistik untuk menganalisa pengaruh faktor risiko potensial tanpa melihat interaksi dari faktor yang lain. Hasil penelitian ditemukan residu kanamisin sebanyak 26.19% dari pasar tradisional dan 31.25% dari supermarket di kota administrasi Jakarta Timur. Nilai median cemaran TPC, coliform dan E. coli adalah 0.7 log cfu/g, 1.5 NPM/g, dan 1.5 NPM/g serta hasil cemaran Salmonella sp . adalah negatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih ditemukan residu antibiotika kanamisin, kualitas mikrobiologi berada dibawah batas cemaran maksimum berdasarkan SNI 3926:2008 dan faktor kebersihan telur merupakan faktor risiko untuk cemaran bakteri coliform .
Kata kunci: residu antibiotika, mikrobiologi, kualitas telur, faktor resiko, Jakarta Timur.
Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 8 (3): 151-159
## PENDAHULUAN
Kebutuhan protein hewani meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan perkapita penduduk. Telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat. Telur ayam memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, terutama dari segi protein dan nilai cerna oleh tubuh. Telur yang biasa dikonsumsi adalah telur hasil produksi ayam petelur atau ayam ras. Berdasarkan data BPS (2019a) pada tahun 2018, produksi telur ayam ras di Indonesia mencapai 1,644,460 ton. Konsumsi telur ayam meningkat dalam kurun waktu enam tahun terakhir. Dibandingkan tahun 2017, konsumsi telur ayam meningkat sebesar 1.58% dari pada tahun 2018 dan menurut DKPKP (2018) konsumsi telur ayam di Provinsi DKI Jakarta adalah 24.7 g/kapita/hari.
Penggunaan antibiotika sebagai growth promotor di Indonesia sudah dilarang berdasarkan Permentan Nomor 14 Tahun 2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan yang menyatakan bahwa pada pakan tidak boleh ada campuran antibiotika di dalamnya. Biasanya dalam program pengobatan dan pencegahan penyakit di peternakan digunakan antibiotika. Penggunaan antibiotika pada peternakan masih tidak sesuai dengan aturan pemakaian. Akumulasi antibakteri di jaringan tubuh atau telur akibat penggunaan obat-obatan dan dikenal sebagai residu. Antibiotika yang digunakan tanpa memperhatikan waktu henti obat dapat menyebabkan residu antibiotika pada pangan asal hewan (Meutia et al . 2016 dan Ezenduka et al . 2011). Salah satu golongan dari antibiotika yang biasa digunakan adalah golongan aminoglikosida. Antibiotika ini digunakan karena sifat antibakteri yang kuat, polaritas tinggi dan dapat larut dalam air. Jenis aminoglikosida seperti streptomisin, kanamisin, dan gentamisin akan berada seperti bentuk aslinya tetapi bukan metabolit pada tubuh manusia, akibatnya residu akan memberikan efek seperti ototoxicity dan toksisitas ginjal (Xu et al. 2019). Paparan antibiotika yang lama dapat berbahaya untuk kesehatan, karena dapat menyebabkan resistensi bakteri terhadap antibiotika, terutama antibiotika aminoglikosida (Farouk et al . 2015). Berdasarkan beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa penggunaan antibiotika dapat menyebabkan resistensi bakteri patogen yang dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan manusia berupa keracunan ataupun alergi (Dibner dan Richards 2005).
Telur konsumsi adalah telur ayam yang belum mengalami proses fortifikasi, pendinginan, pengawetan dan proses pengeraman (BSNI 2008). Telur dapat mengalami kerusakan, baik kerusakan fisik maupun kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Ketersedian telur yang selalu ada dan memiliki nilai gizi tinggi harus diimbangi dengan pengetahuan masyarakat tentang kualitas telur dan penanganan telur untuk memperlambat penurunan kualitas telur karena sifat telur yang mudah rusak, tidak bertahan lama dan cepat mengalami penurunan kualitas (Purwati et al. 2015). Kerusakan pada telur dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang diawali dengan masuknya
mikroorganisme ke dalam telur melalui pori-pori kerabang telur (Messens et al. 2005). Masuknya bakteri ke dalam telur setelah telur berada di luar tubuh induknya dapat berasal dari kotoran yang menempel pada kulit telur yang banyak mengandung bakteri perusak. Meskipun telur memiliki kerabang yang relatif tebal tetapi kerabang tersebut mempunyai banyak pori-pori yang dapat memungkinkan bakteri dapat masuk ke dalam telur, atau terjadinya pertukaran gas dari luar ke dalam sehingga dapat mengubah kualitas isi telur. Tebal atau tipisnya kerabang telur dapat dipengaruhi oleh strain ayam, pakan, stres dan penyakit pada induk (Hargitai et al. 2011). Kerusakan telur oleh bakteri terjadi karena bakteri masuk ke dalam telur sejak berada di dalam maupun sudah berada di luar tubuh induknya, misalnya induk menderita salmonelosis, maka telur akan mengandung bakteri Salmonella sp . Kontaminasi dari luar berupa kotoran yang menempel yang banyak mengandung coliform dan E.coli . Wilayah kota Jakarta Timur merupakan wilayah yang paling tinggi jumlah penduduknya di Provinsi DKI Jakarta, menurut data dari BPS (2019b) adalah 2,916,020 jiwa. Banyaknya penduduk di Jakarta Timur dapat menjadi risiko yang besar pada residu antibiotika dan kualitas mutu fisik maupun mikrobiolgois telur ayam yang dikonsumsi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa keberadaan residu antibiotika aminoglikosida, dan kualitas mikrobiologi serta mengevaluasi faktor-faktor risiko potensial yang terkait dengan mutu mikrobiologis telur ayam konsumsi di Wilayah Kota Jakarta Timur Provinsi DKI Jakarta.
## MATERI DAN METODE
## Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Februari 2020. Pengujian kualitas mikrobiologis dan uji tapis ( bioassay ) residu antibiotika telur dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, UPT Pusat Pelayanan Kesehatan Hewan dan Peternakan Provinsi DKI Jakarta.
## Materi Penelitian
Penelitian ini menggunakan telur ayam yang diambil dari pasar atau pedagang telur di Wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur Provinsi DKI Jakarta.
## Prosedur Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional survei. Pengambilan sampel pasar ditentukan secara proporsional dari total pasar tradisional dan supermarket yang ada di kota administrasi Jakarta Timur. Target pengambilan sampel adalah telur ayam konsumsi yang dijual dipasar tradisional dan supermarket. Ukuran sampel ditentukan dengan software Win Episcope 2.0 berdasarkan estimasi prevalensi. Sebagai penyebab penyakit yang berbahaya, prevalensi Sallmonella sp. digunakan sebagai prevalensi yang diharapkan. Asumsi prevalensi Salmonella sp. menggunakan hasil penelitian dari Singh et al. (2010) yaitu 4.8 %. Dengan tingkat kepercayaan 95%, dan tingkat kesalahan sebesar 5 % maka banyaknya sampel yang dibutuhkan sebanyak 71 sampel
dan dibulatkan menjadi 100 sampel untuk menghindari lost to follow up. Lokasi pasar yang akan diambil sampelnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Target Pasar Tradisonal dan Pasar Swalayan di Jakarta
Timur No. Jenis pasar Jumlah pasar Besaran sampel 1 Pasar Tradisional 21 82 2 Supermarket 4 16
Uji Tapis ( Screening Test ) Residu Antibiotika Metode uji tapis residu antibiotika pada telur ayam mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 7424 tahun 2008 tentang Metode uji tapis ( screening test ) residu antibiotika pada daging, telur dan susu secara bioassay.
## Uji Kualitas Mikrobiologi
Metode pengujian kualitas mikrobiologi pada telur ayam mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 3926 tahun 2008 tentang metode pengujian cemaran mikroba dalam daging, telur dan susu serta hasil olahannya.
## Faktor Risiko Potensial dari Kuesioner
Informasi mengenai faktor risiko potensial tentang kualitas mutu dan residu antibiotika, dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Semua informasi dikumpulkan selama kunjungan di pasar. Ada empat faktor risiko potensial yang diperoleh dari hasil pengamatan di pasar dan ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Faktor Potensial Risiko Hasil Pengamatan di Pasar
No. Faktor Deskripsi Level 1 Tempat Display Telur Bahan tempat display telur kayu tray plastik tray karton 2 Paparan Matahari Terkena sinar matahari terpapar tidak 3 Pembersihan Telur Kebersihan telur bersih sedikit noda banyak noda 4 Penyejuk Ruangan Pemberian penyejuk ruangan AC tidak
## Analisis Data
Analisis data yang dilakukan adalah analisis deskriptif dengan menyajikan hasil uji dalam bentuk tabel (Mattjik dan Sumertajaya 2006). Analisis data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel 2013. Uji Chi-Square univariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh faktor risiko potensial dengan kualitas mutu mikrobiologi telur ayam konsumsi. Model regresi logistik digunakan untuk menganalisa pengaruh faktor risiko potensial tanpa melihat interaksi dari faktor yang lain. Uji Mann Whitney atau uji Kruskall Wallis digunakan untuk menganalisa hasil
uji mikrobiologi antar lokasi dan antar faktor risiko potensi (Petrie dan Watson 2013). Program SPSS versi 17.0 telah digunakan untuk semua uji-uji statistik.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Residu Antibiotika Kanamisin Hasil screening test dengan bioassay dari total 100 sampel telur ayam menunjukkan bahwa 27 sampel telur ayam tersebut memberikan hasil positif terhadap residu antibiotika golongan aminoglikosida yaitu kanamisin. Berdasarkan Xu et al. (2019) Maximum Residue Limits (MRL) dari antibiotika kanamisin pada telur ayam di Jepang adalah 0.5 mg/kg (ppm).
Hasil penelitian ini merupakan pertama kalinya residu kanamisin dalam sampel telur di wilayah Walikota Jakarta Timur yang menggunakan screening test dengan metode bioassay . Hasil uji residu antibiotika kanamisin menunjukan bahwa masih ditemukan antibiotika kanamisin pada telur ayam baik dari supermarket ataupun pasar tradisional. Sebanyak 31.25% telur ayam dari supermarket dan 26.19% dari pasar tradisional mengandung residu antibiotika kanamisin (Tabel 3). Hasil penelitian Hakimzadegan et al . (2014) di kota Tabriz, Iran menunjukkan bahwa dari 60 sampel telur uji, 18 sampel ternyata positif mengandung antibiotika, dengan 11 sampel (61.11%) positif jenis makrolida, 4 sampel (22.22%) positif jenis aminoglikosida dan 3 sampel (16.66%) positif jenis tetrasiklin. Begitu juga hasil penelitian Dewi et al . (2014) di Provinsi Bali, NTB dan NTT menunjukkan bahwa masih ditemukan 0.3-9.15% antibiotika golongan penisilin, tetrasiklin, aminoglikosida dan makrolida pada sampel telur ayam, itik dan puyuh.
Tabel 3. Hasil Screening test Residu Antibiotika dengan Bioassay pada telur ayam di Jakarta Timur.
Type Pasar Residu Kanamisin Negatif Positif Pasar Tradisional 62 (73.81 %) 22 (26.19 %) Supermarket 11 (68.75 %) 5 (31.25 %) Total 73 27
Hasil pengujian residu antibiotika pada telur ayam konsumsi di wilayah Walikota Jakarta Timur menunjukkan ditemukan telur yang positif mengandung residu kanamisin. Kanamisin merupakan termasuk dalam golongan antibiotika aminoglikosida, golongan ini banyak digunakan sebagai pengobatan infeksi saluran pencernaan dan pernafasan (CVMP 2018). Pada penelitian lain pada telur ayam menggunakan metode bioassay , golongan aminoglikosida terdeteksi sebagai kontaminan minor (Chowdhury et al. 2015, Shahbazi et al. 2015). Kandungan residu antibiotika yang terdapat pada produk hasil ternak seperti daging telur dan susu disebabkan oleh penggunaan antibiotika yang luas untuk pengobatan menjadi perhatian kesehatan masyarakat. Hal ini dapat mengakibatkan manusia yang konsumsi dari produk ternak yang terkontaminasi oleh residu antibiotika dapat
menyebabkan reaksi alergi dan dapat mempengaruhi sistem imun manusia. (Hakimzadegan et al. 2014).
## Kualitas Mikrobiologi
Sebagai sumber protein yang mudah menjadi media tumbuh bagi bakteri, telur harus dijaga kualitasnya. Kualitas mikrobiologi telur konsumsi berdasarkan SNI 3926:2008 tentang telur ayam konsumsi adalah nilai kandungan Total Plate Count (TPC), coliform , E.coli dan Salmonella . Mengacu dari Taufik (2007) maka untuk pencacahan sampel yang tidak menghasilkan pertumbuhan bakteri (hasil negatif) dicatat dengan setengah dari batas deteksi metode isolasi bakteri (untuk TPC 10:2 = 5 koloni = log 0.70; untuk coliform dan E.coli 3:2 =1.5 MPN). Tabel 4 menunjukkan kompilasi beberapa nilai statistika deskriptif dari hasil uji mikrobiologi telur ayam konsumsi. Nilai median keseluruhan dari TPC adalah 0.70 log cfu/g dan untuk median coliform dan E.coli adalah 1.5 MPN/g. Secara statistik median hasil uji TPC, coliform dan E.coli pada
Tabel 4. Nilai statistik dari uji mikrobiologi telur ayam di wilayah kota Jakarta Timur.
No Uji Mikrobiologi Statistik Keseluruhan Pasar Nilai P Tradisional Supermarket 1 TPC Median 0.70 0.70 0.70 0.562 (log cfu/g) Maks. 2.29 2.06 2.29 Min. 0.70 0.70 0.70 IQR 0.18 0.27 0.14 2 Coliform Median 1.50 1.50 1.50 0.535 (MPN/g) Maks. 43.00 43.00 1.50 Min. 1.50 1.50 1.50 IQR 0.00 0.00 0.00 3 E. coli Median 1.50 1.50 1.50 0.663 (MPN/g) Maks. 43.00 43.00 1.50 Min. 1.50 1.50 1.50 IQR 0.00 0.00 0.00 4 Salmonella Negatif Negatif Negatif (/25g)
telur ayam dari kedua jenis pasar ini tidak berbeda nyata (P<0.05).
Berdasarkan Gambar 1, 2, dan 3 dapat dilihat bahwa cemaran mikroba pada telur ayam di kedua jenis pasar di wilayah Jakarta Timur telah memenuhi standar mutu mikrobiologis telur ayam konsumsi berdasarkan SNI 3926:2008. Dengan kata lain, cemaran yang terdeteksi masih berada dibawah standar maksimum cemaran mikroba telur yaitu 5 log cfu/g, 100 MPN/g dan 50 MPN/g untuk masing-masing jenis cemaran mikroba TPC, coliform dan E.coli . Tabel 5, 6, dan 7 merangkum nilai cemaran mikrobiologi pada telur konsumsi di setiap level faktor risiko yang berasal dari kuesioner yang digunakan. Dari empat faktor risiko potensial yang dikaji, faktor kebersihan telur menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) pada cemaran coliform dan E.coli . Perbedaan nyata menunjukkan adanya pengaruh pada setiap level dari faktor risiko potensial terhadap nilai cemaran coliform dan E.coli pada telur ayam.
Gambar 1. Grafik boxplot TPC pada telur dari pasar dibandingkan dengan batas maksimum cemaran mikroba berdasarkan SNI 3926:2008
Gambar 2. Grafik boxplot cemaran coliform pada telur dari pasar dibandingkan dengan batas maksimum cemaran mikroba berdasarkan SNI
Tabel 5. Nilai TPC antara setiap faktor risiko pada telur ayam di wilayah Jakarta Timur
Faktor Level n Median Nilai P Tempat Display Kayu 35 0.70 0.116 Plastik 19 0.70 Karton 46 0.70 Paparan Matahari Ya 24 0.70 0.332 Tidak 76 0.70 Kebersihan Telur bersih 71 0.70 0.622 sedikit noda 25 0.70 banyak noda 4 0.79 AC Ya 16 0.70 0.562 Tidak 84 0.70
Tabel 6. Nilai cemaran coliform antara setiap faktor risiko pada telur ayam di wilayah Jakarta Timur Faktor Level n Median Nilai P Tempat Display Kayu 35 1.50 0.773 Plastik 19 1.50 Karton 46 1.50 Paparan Matahari Ya 24 1.50 0.396 Tidak 76 1.50 Kebersihan Telur bersih 71 1.50 0.003 sedikit noda 25 1.50 banyak noda 4 1.50 AC Ya 16 1.50 0.535 Tidak 84 1.50
Gambar 3. Grafik boxplot cemaran
E.coli pada telur dari pasar dibandingkan dengan batas maksimum cemaran mikroba berdasarkan SNI 3926:2008
Tabel 7. Nilai cemaran E.coli antara setiap faktor risiko pada telur ayam di wilayah Jakarta Timur Faktor Level n Median Nilai P Tempat Display Kayu 35 1.50 0.556 Plastik 19 1.50 Karton 46 1.50 Paparan Matahari Ya 24 1.50 0.574 Tidak 76 1.50 Kebersihan Telur bersih 71 1.50 0.000 sedikit noda 25 1.50 banyak noda 4 1.50 AC Ya 16 1.50 0.663 Tidak 84 1.50
Sesuai dengan penelitian Jones et al . (2012) bahwa telur yang kerabangnya kotor karena feces memiliki cemaran coliform sebanyak 359 isolat dan yang mengandung E.coli sebesar 8.05% pada bagian isi telurnya.
Tabel 8 menunjukkan nilai prevalensi cemaran mikroba dari telur konsumsi pada pasar secara keseluruhan, pasar tradisional dan supermarket. Nilai prevalensi secara keseluruhan pada coliform adalah 2%, dan pada cemaran E.coli adalah 1%. Nilai prevalensi coliform dan E.coli tertinggi hanya pada pasar tradisional dengan nilai 2.38% dan 1.19%. Nilai prevalensi semua cemaran tersebut tidak berbeda nyata antara telur konsumsi yang dijual di pasar tradisional dan supermarket (P>0.05). Hasil studi ini berbeda dengan hasil penelitian El-Kholy et al . (2020) bahwa di kota Beni-Suef, Iran secara keseluruhan prevalensi coliform dan E.coli pada telur konsumsi adalah sebesar 22% dan 6%.
Tabel 8. Nilai prevalensi cemaran coliform dan E.coli pada telur konsumsi di wilayah Jakarta Timur Uji Mikrobiologi Pasar n Hasil Positif Prev- alensi (%) Nilai P Coliform Keseluruhan 100 2 2.00% 0.535 Tradisional 84 2 2.38% Supermarket 16 0 0.00% E.coli Keseluruhan 100 1 1.00% 0.663 Tradisional 84 1 1.19% Supermarket 16 0 0.00%
Data pada Tabel 9 menunjukkan prevalensi sampel positif coliform pada telur ayam konsumsi dari wilayah kota Jakarta Timur di setiap tingkat reisiko potensial. Dari keseluruhan faktor risiko potensial yang ada, hanya level pada faktor kebersihan telur yang menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) untuk prevalensi cemaran coliform pada telur. Selanjutnya diuji lebih lanjut dengan uji regresi logistik untuk mengetahui apakah faktor tersebut merupakan faktor risiko atau bukan.
Tabel 9. Hasil penilaian hubungan antara prevalensi coliform
dengan faktor risiko potensial (analisis univariat)
Faktor Level n n (-) n(+) % (+) Nilai P Display Kayu 35 34 1 2.86% 0.769 Plastik 19 19 0 0.00% Karton 46 45 1 2.17% PapMat Tidak 76 75 1 1.32% 0.384 Ya 24 23 1 4.17% Kebersihan Bersih 71 70 1 1.41% 0.003 Sedikit Noda 25 25 0 0.00% Banyak Noda 4 3 1 25.00% AC Tidak 84 82 2 2.38% 0.533 Ya 16 16 0 0.00%
Tabel 10 menunjukkan hasil regresi logistik faktor kebersihan telur yang secara nyata terkait dengan prevalensi coliform dalam analisis univariat (Tabel 9). Odd Ratio (OR) tingkat kebersihan telur yang banyak noda nilainya lebih besar dari satu (OR = 23.333) dan memiliki hubungan yang signifikan (P<0.05), dengan demikian sampel telur yang banyak noda memiliki peluang terkontaminasi coliform 23.333 kali nyata lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kebersihan telur yang bersih (faktor referensi). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingkat kebersihan telur merupakan faktor risiko cemaran coliform pada telur.
Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan bakteri coliform terjadi karena tingkat kebersihan telur yang kurang baik karena kotoran/feses atau pecahan telur lain yang menempel. Penempelan yang terjadi mengakibatkan kotoran, sampah dan debu menempel pada cangkang sehingga semakin lama akan dapat masuk ke dalam telur melalui pori-pori. Kebersihan lingkungan sekitar dan telur sendiri perlu diperhatikan karena mikroba dapat tumbuh dan berkembang dengan kondisi tertentu (Mutiarini et al . 2019).
Tabel 10. Hasil regresi logistik dari faktor yang berhubungan dengan tingkat prevalensi cemaran coliform pada telur
Faktor OR* Nilai P Selang Kepercayaan 95% Kebersihan - Bersih 1 - 0 - Sedikit Noda 0.000 0.998 [0.000, 0.000] - Banyak Noda 23.333 0.040 [1.158, 470.092] *OR = Odd ratio
OR = 1 : tidak ada hubungan antara keberadaan indikator bakteri dengan faktor risiko
OR > 1 : Faktor ini berhubungan positif dengan keberadaan bak- teri indikator (faktor risiko)
OR < 1 : Faktor ini berhubungan negatif dengan keberadaan bakteri indikator (faktor penghambat)
Data pada Tabel 11 menunjukkan sampel positif terkontaminasi E.coli pada telur ayam konsumsi dari wilayah kota Jakarta Timur di setiap tingkat risiko potensial. Dari keseluruhan faktor risiko potensial yang ada, hanya level pada faktor kebersihan menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05) untuk prevalensi cemaran E.coli pada telur. Berdasarkan analisis univariat, faktor kebersihan telur menunjukkan perbedaan yang nyata antar levelnya untuk prevalensi cemaran E. coli . Selanjutnya, uji regresi logistik dilakukan untuk mengetahui apakah faktor tersebut merupakan faktor risiko atau bukan.
Tabel 11. Hasil penilaian hubungan antara prevalensi E. coli dengan faktor risiko potensial (analisis univariat)
Faktor Level n n (-) n(+) % (+) Nilai P Display Kayu 35 35 0 0.00% 0.553 Plastik 19 19 0 0.00% Karton 46 45 1 2.17% PapMat Tidak 76 75 1 1.32% 0.572 Ya 24 24 0 0.00% Kebersihan Bersih 71 71 0 0.00% 0.000 Sedikit Noda 25 25 0 0.00% Banyak Noda 4 3 1 25.00% AC Tidak 84 83 1 1.19% 0.661 Ya 16 16 0 0.00%
Tabel 12 menunjukkan hasil regresi logistik faktor kebersihan telur yang secara signifikan terkait dengan prevalensi E.coli dalam analisis univariat (Tabel 11). Tingkat kebersihan telur tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan hasil prevalensi cemaran E.coli pada telur, sehingga dapat disimpulkan dalam studi ini, faktor kebersihan tidak dapat dinyatakan sebagai faktor risiko cemaran E.coli . Namun demikian, data pada Tabel 12 menunjukkan nilai Odd Ratio (OR) pada level banyak noda bernilai >1 tetapi nilai P tidak menunjukkan hasil yang nyata, sehingga faktor kebersihan tidak dapat dikatakan sebagai faktor risiko bagi cemaran E.coli pada telur di studi ini. Nilai Odd Ratio yang tinggi pada level banyak noda dimungkinkan karena hasil positif E.coli hanya ditemukan pada 1 butir telur saja pada telur yang banyak noda, selain itu semuanya negatif. Sehingga nilai Odd Ratio >1 tetapi secara statistik tidak berbeda nyata.
Tabel 12. Hasil regresi logistik dari faktor yang berhubungan dengan tingkat prevalensi cemaran E. coli pada telur
Faktor OR Nilai P Selang Kepercayaan 95% Kebersihan - Bersih 1 - 0 - Sedikit Noda 1.00 1.000 [0.000, 0.000] - Banyak Noda 538.491.606,96 0.997 [0.000, 0.000]
Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 8 (3): 151-159
Hasil studi ini berbeda dengan hasil penelitian Khan et al . (2016) dan Ghasemian et al . (2011) bahwa sebanyak 37% ditemukan kontaminasi E.coli pada telur ayam yang dijual di pasar tradisional ataupun supermarket di kota Peshawar, Pakistan dan 19% di kota Shahrekord, Iran. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh managemen, penanganan dan kondisi hygene dari kandang sampai ke pasar. Telur dapat terkontaminasi secara horisontal (melalui kerabang) atau vertikal (trans-ovarial) dan dapat menjadi sumber patogen potensial dalam etiologi foodborne disease (Stepien-Pysniak 2010).
Angka Lempeng Total Bakteri / TPC ( Total Plate Count ) Nilai median jumlah cemaran TPC pada telur ayam konsumsi di wilayah Jakarta Timur adalah 0.70 log cfu/g, secara statistik nilai median TPC pada telur ayam tidak bebeda nyata pada kedua pasar tersebut. Cemaran mikroba pada telur ayam di pasar wilajah Jakarta Timur tidak melebihi mutu mikrobiologis telur ayam konsumsi berdasarkan SNI 3926:2008. Nilai cemaran TPC dari penelitian ini masih lebih rendah dari pada hasil penelitian dari Suharyanto et al . (2016) di wilayah Bogor yaitu 6.3-6.9 lg cfu/g dan El-Kholy et al . (2014) di negara Mesir sebesar 3.04 log cfu/g.
Menurut Suharyanto et al . (2016) tidak adanya perbedaan cemaran mikroba antar kelompok pasar menunjukkan kemungkinan umur telur yang berada di semua kelompok pasar memiliki umur simpan yang relatif sama. Cemaran mikroba diduga karena umur simpan telur yang telah lama karena melalui beberapa rantai tataniaga. Biasanya telur sampai ke konsumen terakhir telah melewati beberapa jalur distribusi yaitu produsen, distributor, pedagang pengumpul, dan pedagang eceran (Afiyah dan Rahmawati 2017).
## Salmonella sp.
Dari 100 sampel yang diambil dari pasar di wilayah Jakarta Timur semua memberikan hasil negatif terhadap cemaran Salmonell sp . Hasil pengujian kualitas mikrobiologi Salmonella sp. telur ayam dapat dilihat pada Tabel 4. Telur ayam yang dijual di pasar tradisional dan supermarket di wilayah kota Jakarta Timur telah memenuhi standar yang ditetapkan, karena hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari total sampel telur yang diperiksa seluruhnya tidak mengandung bakteri Salmonella sp . Hasil ini menunjukkan kualitas telur yang dijual tersebut baik.
## Asosiasi Faktor Risiko Potensial Pencemaran
Mikrobiologi
Hasil dari kuesioner tentang faktor risiko potensial yang ada di pasar dapat dilihat bahwa median TPC, coliform dan E.coli pada telur ayam konsumsi tidak berbeda nyata pada setiap faktor risiko potensial. Hanya faktor kebersihan telur yang memberikan hasil berbeda nyata pada cemaran coliform dan E.coli . Hal ini sejalan dengan pendapat Baron dan Jan (2011) yang menyatakan bahwa cemaran mikrobiologi pada telur ayam sangat ditentukan dari kebersihan dari telur. Peternak ataupun pedagang yang melakukan pembersihan telur dapat menghindari kontaminasi bakteri.
Tingkat kebersihan telur menjadi satu-satunya faktor potensial yang memiliki hubungan yang nyata dengan kemunculan cemaran coliform dan E.coli . Tingkat kebersihan dengan noda yang banyak memiliki peluang yang nyata lebih tinggi untuk munculnya cemaran coliform dari pada tingkat kebersihan yang lain (OR=23.333, P<0.05, 95%CI= 1.158, 470.092) tetapi tidak menjadi faktor risiko pada cemaran E.coli . Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sakti et al . (2012) dan Jones et al. (2012) bahwa tidak semua coliform terkandung didalamnya bakteri E.coli . Walau nilai P tidak nyata sehingga tingkat kebersihan tdk dpt disimpulkan sbg faktor risiko cemaran E. coli pada studi ini, tetapi OR > 1, hanya data prevalensi kurang baik, tetapi setidaknya menunjukkan ada kaitan antara tingkat kebersihan telur dengan cemaran E. coli . Terbukti dengan nyatanya hubungan tingkat kebersihan dengan cemaran coliform , dlm hal ini E. coli adalah anggota dari bakteri dari coliform , dengan demikian walaupun tingkat kebersihan tidak dapat disimpulkan sbgai faktor risiko untuk cemaran E. coli dalam studi ini, nilai OR >1 dan nyatanya hubungan faktor kebersihan dengan cemaran coliform (dimana E. coli adalah anggotanya), faktor kebersihan telur tidak kemudian lantas diabaikan untuk dijaga.
## KESIMPULAN
Studi ini menunjukkan bahwa 27% telur ayam konsumsi yang beredar di wilayah kota administrasi Jakarta Timur, baik yang dijual di pasar tradisional maupun supermarket, masih ditemukan yang mengandung residu antibiotika kanamisin. Kualitas mikrobiologi berada dibawah batas cemaran maksimum berdasarkan SNI 3926:2008 dan faktor kebersihan telur merupakan faktor risiko untuk cemaran bakteri coliform .
## DAFTAR PUSTAKA
Afiyah, D.N., & Rahmawati, N. 2017. Kualitas Fisik dan Mikrobiologi Telur Ayam Ras di Pasar Tradisional kota kediri. Seminar Nasional Hasil Penelitian Universitas Kanjuruhan Malang.
Agustin, A.L.D. 2017. Tingkat cemaran bakteri dan deteksi residu antibiotika pada telur ayam layer dari peternakan GEMAS Kabupaten Lombok Utara. Jurnal Sangkareang Mataram. 3(3): 33-35 Anjarsari, B. 2010. Pangan Hewani. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Arisnawati, Y. & Susanto, A . 2017. Identifikasi bakteri Salmonella sp. pada telur ayam ras (studi di pasar Pon Jombang). Jurnal Insan Cendekia. 5(1): 33-39. Baron, F. & Jan, S. 2011. Egg and egg product microbiology. Di dalam Van Immerseel F, Nys Y, Bain M, editor. Improving the safety and quality of eggs and egg products. Woodhead Publishing. hlm 330-350. Birowo. J, Sukada I.M., Suarjana, I.G.K. 2013. Perbandingan jumlah bakteri coliform pada telur ayam buras yang dijual di pasar bersanitasi baik dan buruk. Indonesia Medicus Veterinus. 2(3): 269-280.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. Kajian konsumsi
Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 8 (3): 151-159
bahan pokok tahun 2017. Jakarta (ID). Badan Pusat Statistik.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2019a. Distribusi perdagangan komoditas telur ayam ras indonesia tahun 2019. Jakarta (ID). Badan Pusat Statistik.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2019b. Provinsi DKI Jakarta dalam angka. Jakarta (ID). Badan Pusat Statistik.
[BSNI] Badan Standardisasi Nasional Indonesia. 2008. SNI. 2897:2008: Metode pengujian cemaran mikroba dalam daging, telur dan susu, serta hasil olahannya. Jakarta (ID). Badan Standardisasi Nasional.
[BSNI] Badan Standardisasi Nasional Indonesia. 2008. SNI. 3926:2008: Telur ayam konsumsi. Jakarta (ID). Badan Standardisasi Nasional.
[BSNI] Badan Standardisasi Nasional Indonesia. 2008. SNI. 7424:2008: metode uji tapis (screening test) residu antibiotika pada daging, telur dan susu secara bioassay. Jakarta (ID). Badan Standardisasi Nasional.
Chowdhury, S., Hassan, M. M., Alam, M., Sattar, S., Bari, M. S., Saifuddin, A. K. M., & Hoque, M. A. 2015. Antibiotic residues in milk and eggs of commercial and local farms at Chittagong, Bangladesh. Veterinary world, 8 (4): 467.
Committee for Medicinal Products for Veterinary Use (CVMP). 2018. Reflection paper on use of aminoglycosides in animals in the European Union: development of resistance and impact on human and animal health. European Medicines Agency. EMA/ CVMP/AWP/721118/2014. 1-44 Darmayani, S., Rosanty, A., & Vanduwinata, V. 2017. Identifikasi bakteri Salmonella sp. pada telur yang dijual di pasar Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Biogenesis: Jurnal Ilmiah Biologi. 5(1): 21-26. Dewi, A.A.S., Widdhiasmoro, N.P., Nurlatifah, I., Riti, N., & Purnawati, D. 2014. Residu antibiotika pada pangan asal hewan, dampak dan upaya penanggulangannya. Buletin Veteriner. 36 (85): 23-33.
[DKPKP] Dinas Ketahananan Pangan, Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta. 2018. Laporan Analisis Pola Konsumsi Pangan Berdasarkan Data Survey Sosial Ekonomi Nasional Indonesia (Susesnas) Tahun 2017. Jakarta. Dibner, J. J., & Richards, J. D. 2005. Antibiotic growth promoters in agriculture: history and mode of action. Poultry science . 84 (4): 634-643.
Ezenduka, E. V., Oboegbulem, S. I., Nwanta, J. A., & Onunkwo, J. I. 2011. Prevalence of antimicrobial residues in raw table eggs from farms and retail outlets in Enugu State, Nigeria. Tropical Animal Health and Production . 43 (3): 557-559.
El-Kholy, A.M, Hassan, G.M., & Dalia, M.A. 2014. Microbiological quality of poultry farm table eggs in Beni-suef city, Egypt. Assiut Vet. Med. J. 60(142): 10- 13.
El-Kholy, A.M. , EL-Shinawy, S.H., Seliem, H., & Zeinhom, M.A.M. 2020. Potential risk of some pathogens in table eggs. Journal of Veterinary Medical Research . 27(1): 52-65. Etikaningrum, & Iwantoro, S. 2017. Kajian residu antibiotika pada produk ternak unggas di Indonesia. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. 5(1): 29-33.
Farouk, F., Azzazy, H.M., & Niessen, W.M. 2015. Challenges in the determination of aminoglycoside
antibiotics, a review. Analytica Chimica Acta. 890. 21–43.
Fibrianti, S.M, Suada, I.K., & Rudyanto, M.D. 2012. Kualitas telur ayam konsumsi yang dibersihkan dan tanpa dibersihkan selama penyimpanan suhu kamar. Indonesia Medicus Veterinus. 1(3): 408-416. Filazi, A., Sireli, U.T., & Cadirci, O. 2005. Residues of gentamicin in eggs following medication of laying hens. British Poultry Science. 46(5):580-3. Finata, R.P., Rudyanto, M. D., & Suarjana, I.G.K. 2015. Pengaruh lama penyimpanan pada suhu kamar telur itik segar dan telur yang mengalami pengasinan berasal dari UKM Mulyo Mojokerto ditinjau dari jumlah Eschericia coli. Buletin Veteriner Udayana. 7(1): 41- 47.
Gaudin, V., Rault, A., Hedou, C., Soumet, C., & Verdon, E. 2017. Strategies for the screening of antibiotic residues in eggs: comparison of the validation of the classical microbiological method with an immunobiosensor method. Food Additives & Contaminants: Part A. 34(9): 1510-1527.
Ghasemian, S.H., Jalali, M., Hosseini, A., Narimani, T., Sharifzadeh, A., & Raheimi, E. 2011. The prevalence of bacterial contamination of table eggs from retails markets by Salmonella spp., Listeria monocytogenes, Campylobacter jejuni and Escherichia coli in Shahrekord, Iran. Jundishapur Journal of Microbiology . 4(4): 249-253. Goetting, V., Lee, K.A., Tell, L.A. 2011. Pharmacokinetics of veterinary drugs in laying hens and residues in eggs: a review of the literature. Journal of veterinary pharmacology and therapeutics. 34(6): 521-56.
Ha, N. R., Jung, I. P., La, I. J., Jung, H. S., & Yoon, M.
Y. 2017. Ultra-sensitive detection of kanamycin for food safety using a reduced graphene oxide-based fluorescent aptasensor. Scientific reports. 7(1): 1-10. Hakimzadegan, M., Khosroshahi, M.K., & Nasab, S.H. 2014. Monitoring of antibiotic residue in chicken eggs in Tabriz city by FPT. International Journal of Advanced Biological and Biomedical Research. 2(1): 132-140.
Haryuni, N., Widodo, E., Sudjarwo, E. 2015. Aktivitas antibakteri jus daun sirih (Piper bettle Linn) terhadap bakteri patogen dan kualitas telur selama penyimpanan. Jurnal Ternak Tropika. 16(1): 48-54. Hargitai, R., Mateo, R., & Torok, J. 2011. Shell thickness and pore rensity in relation to shell colouration female characterstic, and environmental factors in the collared flycatcher Ficedula albicollis. Journal Ornithol. 152(1):579-588.
Jondreville, C., Fournier, A., & Feidt, C. 2011. Chemical residues and contaminants in eggs. Di dalam Van Immerseel F, Nys Y, Bain M, editor. Improving the safety and quality of eggs and egg products. Woodhead Publishing. hlm. 62-80.
Jones, D. R., Anderson, K. E., & Guard, J. Y . 2012. Prevalence of coliforms, Salmonella, Listeria, and Campylobacter associated with eggs and the environment of conventional cage and free-range egg production. Poultry science , 91 (5), 1195-1202. Kan, C.A., & Petz, M. 2000. Residues of veterinary drugs in eggs and their distribution between yolk and white. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 48(12): 6397-6403.
Khan, A., Rind, R., Shoaib, M., Kamboh, A. A., Mughal, G. A., Lakho, S. A., Malhi, K.K., Nizamani, A.R.,
& Yousaf, A. 2016. Isolation, identification and antibiogram of Escherichia coli from table eggs. J. Anim. Health Prod , 4 (1), 1-5. Lubis, H.A., Suarjana, I.G.K., & Rudyanto, M.D. 2012. Pengaruh suhu dan lama penyimpanan telur ayam kampung terhadap jumlah Escherichia coli. Indonesia Medicus Veterinus. 1(1): 144-159.
Mahmoudi, R, & Norian, R. 2015. Determination of enrofloxacin residue in chicken eggs using FPT and ELISA methods. Journal Research Health. 5(2): 159- 164.
Mattjik, A.A., Sumertajaya, I.M. 2006. Perancangan percobaan dengan aplikasi SAS dan Minitab jilid I. Bogor (ID): IPB Pres.
Messens, W., Grijspeerdt, K., & Herman, L. 2005. Eggshell penetration by Salmonella. World Poultry Science Journal. 61(1):71-85.
Meutia, N., Rizalsyah, T., Ridha, S., & Sari, M.K. 2016. Residu antibiotika dalam air susu segar yang berasal dari peternakan di wilayah Aceh Besar. Jurnal Ilmu Ternak. 16(1):1-5.
Mulyani, S. 2013. Kimia dan bioteknologi dalam resistensi antibiotika. Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia V. ISBN: 979363167-8. 20-33
Musgrove, M.T. 2011. Microbiology and safety of table eggs. Di dalam Van Immerseel F, Nys Y, Bain M, editor. Improving the safety and quality of eggs and egg products. Woodhead Publishing. hlm. 3-33.
Mutiarini, O., Wahyono, F., & Susanti, S. 2019. Tingkat status pencemaran bakteri selama penyimpanan di jalur distribusi telur ayam layer. Jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian. 13(24): 106-115.
Nugraha, A., Swacita, I.B.N., & Tono, K.P.G. 2012. Deteksi bakteri Salmonella spp dan pengujian kualitas telur ayam buras. Indonesia Medicus Veterinus. 1(3): 320-329.
Nugroho, S., Purnawarman, T., & Indrawati, A. 2015. Deteksi Salmonella spp. pada telur ayam konsumsi yang dilalulintaskan melalui Pelabuhan Tenau Kupang. Acta VETERINARIA Indonesiana. 3(1): 16-22.
Nurhidayah, Patriana, U., Ariyani, N., Triyulianti, N., Nugraha, U., Palupi, M.F., Ambarwati, Sari, R.A., Arimbi, D., & Rusmiaty, E. 2014. Analisis residu beberapa golongan antibiotika pada telur ayam di 13 provinsi di Indonesia. Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan, Gunungsindur-Bogor. 1-11.
[Permentan] Peraturan Menteri Pertanian. 2017. Permentan Nomor 14/PERMENTAN/PK.350/5/2017 tentang Klasifikasi obat hewan. Jakarta (ID): Departemen Pertanian. Petrie, A., & Watson, P. 2013. Statistics for veterinary and animal science. John Wiley & Sons.
Purwati, D., Djaelani, M. A., & Yuniwarti, E. Y. W. 2015. Indeks kuning telur (IKT), haugh unit (HU) dan bobot telur pada berbagai itik lokal di Jawa Tengah. Jurnal Akademika Biologi. 4 (2): 1-9.
Sakti, M.R., Rudyanto, M.D., & Suarjana, I.G.K . 2012. Pengaruh suhu dan lama penyimpanan telur ayam lokal terhadap jumlah coliform. Indonesia Medicus Veterinus. 1(3): 394-407.
Shahbazi, Y., Hashemi, M., Afshari, A., & Karami, N.
2015. A survey of antibiotic residues in commercial eggs in Kermanshah, Iran. Iranian Journal of Veterinary Science and Technology. 7(2): 57-62. Singh, S., Yadav, A. S., Singh, S. M., & Bharti, P. 2010. Prevalence of Salmonella in chicken eggs collected from poultry farms and marketing channels and their antimicrobial resistance. Food Research International. 43(8): 2027-2030.
Soekarto, S.T. 2013. Teknologi penanganan dan pengolahan telur. Bandung(ID): Alfabeta. Stadelman, W.J., Newkirk, D., & Newby, L. 2017. Egg science and technology. CRC Press.
Stepien-Pysniak, D. 2010. Occurrence of Gram-negative bacteria in hens’ eggs depending on their source and storage conditions. Polish journal of veterinary sciences . 13 (3): 507-513. Suharyanto, S., Sulaiman, N.B., Zebua, C.K.N., & Arief, I.I. 2016. Kualitas Fisik, Mikrobiologis, dan Organoleptik Telur Konsumsi yang Beredar di Sekitar Kampus IPB, Darmaga, Bogor. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. 4(2): 275-279.
Taufik, E. 2007. Microbiological investigation of raw goat milk from commercial dairy goat farms in Bogor, Indonesia [tesis]. Chiang Mai (TH) Chiang Mai University dan Berlin (DE) Freie Universitat Berlin Ulfah, I.M., Rastina, R., & Abrar, M. 2017. Identifikasi cemaran Escherichia coli pada telur ayam ras yang dijual di swalayan daerah Darussalam kecamatan Syiah Kuala kota Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner. 1(4): 644-649.
[USDA] United States Department of Agriculture. Agricultural Marketing Service. Poultry Division. 1975. Egg grading manual. US Department of Agriculture.
Wijaya, V.P. 2013. Daya antibakteri albumen telur ayam kampung (Gallus Domesticus) dan ayam kate (Gallus Bantam) terhadap spesies bakteri coliform fekal pada cangkang telur. Jurnal Pendidikan Sains. 1(4): 365-374.
Xu, C., Kuang, H., & Xu, L. 2019. Introduction of Immunoassays. Di dalam Food Immunoassay. Springer Nature Singapore Pte Ltd. Singapore. hlm. 1-14. Yoshida, M., Kubota, D., Yonezawa, S., Nogawa, H., Yoshimura, H., & Ito, O. 1976. Transfer of Dietary Kanamycin into Eggs and its Disappearance from Eggs and from the Liver and Bile. Japanese poultry science. 13(4): 129-135.
Yuwanta, T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Yogyakarta (ID): UGM Pr.
|
dc4b9bda-cf4c-4f8b-a974-70f1ad5d7ddc | https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/jkp/article/download/36771/34193 |
## HUBUNGAN BEBAN KERJA PERAWAT DENGAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN DALAM PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP RSU GMIM PANCARAN KASIH MANADO
Yolanda Maweikere a , Aaltje Ellen Manampiring b , Juwita M. Toar c
a-c Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Corresponding authorl: ns.juwita@unsrat.ac.id
## Abstract
Nursing as a professional service is an integral part that cannot be separated from the overall health care efforts. The quality nursing service is a determining factor in the level of patient satisfaction. The high demands of the community for nursing services can be unconsciously lead to workloads for nurses. The aim of this study is finding the corelation between the workload of nurses and the level of patient satisfaction in providing nursing care in the patient ward of the RSU GMIM Pancaran Kasih Manado. The design of the research was descriptive analytic with a cross sectional study approach. Samples of 42 nurses and 42 patients were obtained using a total sampling technique. The results of statistical research using the Chi-square test at a significance level of 95%, obtained a significant value ρ = 0.000 <α (0.05). There is a corelation between the workload of nurses and the level of patient satisfaction. The suggestions especially for the nurses are policy of managing health personnel, establish and firm job descriptions for each nurse in the hospital.
## Keywords : workload, patient satisfaction, Nurse
## Abstrak
Keperawatan sebagai bentuk pelayanan profesional merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari upaya pelayanan kesehatan secara menyeluruh. Pelayanan keperawatan yang berkualitas menjadi faktor penentu tingkat kepuasan pasien. Tuntutan yang tinggi dari masyarakat akan pelayanan keperawatan secara tidak disadari dapat menimbulkan suatu beban kerja bagi perawat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan beban kerja perawat dengan tingkat kepuasan pasien dalam pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat inap RSU GMIM Pancaran Kasih Manado. Desain penelitian yang digunakan yaitu Deskriptif Analitik dengan pendekatan Cross Sectional Study. Sampel berjumlah 42 Perawat dan 42 Pasien yang didapat dengan menggunakan tehnik Total Sampling. Hasil penelitian uji statistik menggunakan uji Chi-square pada tingkat kemaknaan 95%, didapatkan nilai signifikan ρ = 0,000 < α (0,05). Kesimpulan ada hubungan antara beban kerja perawat dengan tingkat kepuasan pasien. Saran dalam kebijakan pengelolaan tenaga kesehatan, khususnya perawat untuk dapat menetapkan pembagian tugas yang jelas dan tegas pada tiap- tiap perawat di rumah sakit.
Kata kunci : beban kerja, kepuasan pasien, Perawat
## PENDAHULUAN
Keperawatan sebagai bentuk pelayanan profesional merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari upaya pelayanan kesehatan secara menyeluruh. Di rumah sakit, pelayanan keperawatan mempunyai posisi yang sangat strategis dalam menentukan mutu pelayanan karena jumlah perawat terbanyak dari profesi lain dan paling lama kontak dengan klien. Dengan demikian, maka keperawatan adalah ujung tombak pelayanan kesehatan dan sering digunakan sebagai indikator kualitas pelayanan kesehatan yang bermutu, serta berperan dalam menentukan tingkat kepuasan klien (Yuniarti, 2012). Pelayanan keperawatan yang berkualitas menjadi faktor penentu tingkat kepuasan pasien. Sehingga hal itu berpengaruh terhadap kulitas pelayanan di rumah sakit, dan kulitas pelayanan tersebut merupakan satu indikator yang menentukan kepuasan pasien (Butar-butar & Simamora, 2016).
Tuntutan yang tinggi dari masyarakat akan pelayanan keperawatan secara tidak disadari dapat menimbulkan suatu beban kerja bagi perawat pada saat melaksanakan tugasnya. Beban kerja ini tidak nampak dari luar, tetapi sangat mempengaruhi kinerja perawat dalam mengemban tugasnya, sehingga hal ini dapat secara langsung mempengaruhi pula tingkat kepuasan pasien (Werdani, 2016). Masalah beban kerja perawat memiliki dampak yang luas sehingga harus menjadi perhatian bagi institusi pelayanan kesehatan terlebih bagi profesi perawat. Beban kerja perawat yang tinggi dapat menyebabkan penurunan kinerja perawat dan kurang atau buruknya komunikasi antara pasien dan perawat, berpengaruh terhadap kondisi pasien, sehingga berdampak pada buruknya mutu pelayanan keperawatan (Saputra, 2016).
Perawat dilaporkan mengalami beban kerja yang berat di sejumlah negara Asia Tenggara, seperti Malaysia, Thailand, dan Indonesia. Beban kerja yang berat dialami
perawat dikarenakan menghadapi keterbatasan waktu dalam mengerjakan tugas, banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan (perawatan dan non perawatan), dan tingginya tingkat kompleksitas pekerjaan ataupun perawatan pasien yang dikerjakan serta rasio perawat berbanding penduduk sebesar 1:329 (Saputra, 2016).
Perawat juga menghadapi beban kerja yang tinggi di Indonesia karena selain banyaknya tugas di luar tugas utamanya, juga dikarenakan oleh kurangnya jumlah perawat dimana perbandingan rasio perawat dan penduduk adalah 94 berbanding 100.000 serta distribusi perawat di sejumlah daerah yang tidak merata, sehingga seorang perawat harus melayani banyak pasien dalam satu waktu. Hal ini menyebabkan beban kerja yang dirasakan perawat pun menjadi tinggi (Saputra, 2016).
Bila perawat memiliki beban kerja yang tinggi, maka dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap pemberian asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dan keluarganya, sehingga tingkat kepuasan pasien terhadap pemberian asuhan keperawatan keperawatan mungkin saja dapat mengalami penurunan. Tingkat kepuasan pasien merupakan indikator dari mutu sebuah pelayanan RS, sehingga jika banyak pasien/ keluarga yang tidak puas akan pelayanan keperawatan yang diberikan, maka akan berdampak terhadap ketidakloyalan customer , dan dalam jangka waktu yang panjang akan menurunkan persentase Bed Occupation Rate (BOR) dari RS tersebut, namun sebaliknya semakin besar persentase kepuasan dari penerima jasa pelayanan, maka RS akan menjadi tempat rujukan utama bagi masyarakat dalam meminta pertolongan kesehatan (Werdani, 2016).
Ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan baik di Indonesia maupun di negara berkembang lainnya saat ini masih menjadi masalah. Data kepuasan pasien di salah satu rumah sakit umum daerah di
Indonesia didapatkan 70% pasien kurang puas terhadap pelayanan keperawatan (Widiasari, 2019). Data di rumah sakit salah satu negara ASEAN pada tahun 2016 didapatkan bahwa kepuasan pasien 79%, sedangkan standar yang ditetapkan kepuasan pasien >80% dengan angka komplain 4–5 kasus/bulan (Widiasari, 2019).
Kepuasan pasien merupakan suatu tingkat perasaan dari pasien yang timbul akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperoleh setelah membandingkan dengan apa yang diharapkannya, yang dipengaruhi oleh faktor usia, jenis kelamin, dan latar belakang pendidikan. Individu yang berusia lebih tua cenderung menunjukan tingkat kepuasan lebih tinggi dibandingkan pasien berusia lebih muda karena mereka yang berusia lebih tua cenderung menerima dan bijaksana dalam menanggapi permasalahan (Pohan, 2006).
Hasil studi pendahuluan di ruang rawat inap RSU GMIM Pancaran Kasih Manado di tiga ruangan perawatan rawat inap (Hana, Lukas,Yehezkiel) menunjukkan ruang rawat inap 3 ruangan tersebut memiliki jumlah bed dengan kapasitas tempat tidur sebanyak 70 dan minimal terisi 50 pasien setiap harinya. Jumlah perawat di 3 ruang tersebut berjumlah 42 orang dimana di setiap ruangan pada shift pagi sejumlah 3 orang, shift sore 2 orang, dan shift malam 3 orang. Hal tersebut belum sesuai dengan standar yang direkomendasikan. Kebutuhan tenaga perawat
yang direkomendasikan berdasarkan perhitungan dengan rumus Douglas adalah 4 orang pada shift pagi, 3 orang pada shift sore, dan 4 orang pada shift malam. Peraturan Menteri Kesehatan No. 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit menyebutkan bahwa perbandingan rasio tempat tidur : tenaga perawat untuk rumah sakit tipe C adalah 3:2 (Menkes, 2014). Seringkali terdengar keluhan dari beberapa perawat tentang jadwal shift atau lembur yang tidak menentu dan beban kerja yang cukup
tinggi dirasakan oleh perawat terjadi pada shift sore (2 perawat) dan malam hari (2-3 perawat) sehingga jumlah perawat tidak sebanding dengan jumlah pasien, dengan demikian beban kerja perawat pun meningkat sehingga dapat mempengaruhi kepuasan pasien dalam menerima asuhan keperawatan.
Berdasarkan fenomena yang ada peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Beban Kerja Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien dalam pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat inap RSU GMIM Pancaran Kasih Manado”.
## METODE
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kuantitatif dengan menganalisis gambaran hubungan antara kedua variabel yaitu variabel independen (Beban Kerja) dan variabel dependen (Kepuasan Pasien). Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di RSU GMIM Pancaran Kasih Manado pada bulan Oktober- Desember 2020. Populasi dalam penelitian ini adalah perawat di ruang rawat inap RSU GMIM Pancaran Kasih Manado di ruangan Hana, Lukas, Yeheskiel dan pasien berdasarkan jumlah kapasitas tempat tidur yang ada di rawat inap Ruangan Hana, Lukas dan Yeheskiel totalnya ada 70 tempat tidur. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling . Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur variabel beban kerja menggunakan kuesioner yang digunakan sebelumnya oleh Hutagaol (2013), Pengukuran Kepuasan Pasien menggunakan kuesioner yang di gunakan sebelumnya oleh Sjaman (2018).
Pengolahan data yang diperoleh dari hasil penelitian ini diolah dan dianalisis menggunakan uji statistik melalui sistem komuterisasi dengan beberapa tahap yaitu editing, coding, cleaning, tabulating
(Notoatmodjo, 2010). Analisa bivariat dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara beban kerja perawat dengan tingkat kepuasan pasien di
RSU GMIM Pancaran Kasih Manado. Peneliti menggunakan uji statistic Chi
Square dengan tingkat kemaknaan 95% (α = 0,05).
## HASIL
## 1. Karakteristik Responden
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Beban Kerja Beban Kerja n % Ringan 29 69,0 Berat 13 31,0 Total 42 100 Hasil penelitian yang dilakukan di RSU GMIM Pancaran Kasih Manado dengan jumlah responden 42 orang, sebanyak 29 orang (69,0%) memiliki beban kerja yang
Ringan. Sedangkan 13 responden (31,9%) dalam kategori berat.
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan Pasien
Kepuasan Pasien n % Puas 28 66,7 Tidak Puas 14 33,3 Total 42 100
Penelitian yang dilakukan di RSU GMIM Pancaran Kasih Manado dengan jumlah responden 42 pasien, sebanyak 28 orang (66,7%) sangat puas. Dan 14 responden (33,3%) tidak puas. Hal ini menandakan
pelayanan keperawatan yang ada di RSU GMIM Pancaran Kasih Manado sudah sangat baik dengan adanya hasil penelitian yang menunjukan kepuasan dari pasien.
## 2. Analisa Bivariat
Tabel 3. Hubungan Beban Kerja Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien
Beban Kerja Kepuasan Pasien Total P Tidak Puas Puas n % n % n % Ringan 3 10,3 26 89,7 29 100,0 0,000 Berat 11 84,6 2 15,4 13 100,0 Total 14 33,3 28 66,7 42 100,0
Hasil penelitian terhadap 42 perawat dan 42 pasien di dapatkan hasil hubungan antara Beban kerja dengan tingkat kepuasan pasien dengan hasil beban kerja
yang ringan dengan tingkat kepuasan pasien tidak puas sebanyak 3 responden. Dengan hasil uji statistik di peroleh nilai ρ = 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa
ada Hubungan Beban Kerja Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan. Hal ini menandakan bahwa beban kerja yang di miliki perawat yang ada di RSU GMIM Pancaran Kasih Manado ringan, sehingga kepuasan yang di dapatkan oleh pasien sangat puas.
## PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian didapatkan sebagian besar responden yaitu 29 orang (69,0%) memiliki beban kerja yang Ringan dan sisanya dalam kategori berat. Hal ini menandakan bahwa beban kerja perawat dalam keadaan yang baik karena memiliki beban kerja yang ringan. Hal ini di buktikan dengan jawaban responden di dalam kuesioner yang menjawab tidak pernah merasa jenuh dalam berikap ramah dan tidak pernah merasa pasien datang terlalu banyak. Analisa beban kerja perawat dapat dilihat dari aspek-aspek seperti tugas-tugas yang dijalankan berdasarkan fungsi utama dan tugas tambahan yang dikerjakan, jumlah pasien yang harus dirawat, kapasitas kerjanya sesuai dengan pendidikan yang diperoleh, waktu kerja yang digunakan untuk mengerjakan tugasnya sesuai dengan jam kerja yang berlangsung setiap hari, serta kelengkapan fasilitas yang dapat membantu perawat menyelesaikan kerjanya dengan baik (Kurniati, 2013).
Kepuasan pasien merupakan perasaan yang dimiliki pasien dan timbul sebagai hasil dari kinerja layanan kesehatan setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkan (Pohan, 2006). Hasil tersebut berupa respon dari pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diterima secara nyata. Pelayanan kesehatan yang dimaksud dalam penelitian ini yakni kepuasan pasien dalam pelayanan keperawatan. Kepuasan pasien adalah suatu prioritas yang akan membantu perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan agar pasien mau berparisipasi selama perawatan.
Kepuasan pelanggan (pasien) terjadi apabila apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, atau harapannya dapat terpenuhi. Harapan tersebut dapat terpenuhi melalui jasa (pelayanan kesehatan) yang diterima olehnya. Oleh karena itu kepuasan pasien adalah selisih (gap) antara layanan yang diterima oleh pasien dengan harapan pasien pada layanan tersebut (Supranto,2011).
Hasil penbelitian menunjukkan 13 responden mengungkapkan beban kerja berat. Hal yang membuat beban kerja berat pada perawat di Ruangan Perawatan RSU GMIM Pancaran Kasih Manado adalah belum maksimalnya pengaturan tenaga berdasarkan tingkat ketergantungan pasien yang dirawat dan ditambah dengan tugas perawatan yang tak langsung atau pekerjaan yang tidak berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan pasien baik fisik, psikologis, sosial dan spiritual yaitu seperti membuat rencana perawat, menyiapkan alat, konsultasi dengan angggota tim, menulis dan membaca catatan kesehatan dan melaporkan kondisi pasien sehingga akan banyak tindakan yang dilakukan.
Pada penelitian ini juga ditemukan adanya hubungan Beban Kerja Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan. Menurut Revans dalam Izzah, Sriatmi, & Wigati (2014), pasien yang masuk pada pelayanan rawat inap akan mendapatkan beberapa pelayanan yaitu pelayanan dokter, pelayanan perawat, pelayanan fasilitas penunjang medik, lingkungan langsung pasien serta pelayanan administrasi.
Kepuasan pasien menjadi bagian yang integral dan menyeluruh dari kegiatan jaminan mutu pelayanan kesehatan. Artinya, pengukuran tingkat kepuasan pasien harus menjadi kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari pengukuran mutu pelayanan kesehatan, sehingga kepuasan pasien tidak lepas dari pelayanan keperawatan yang di berikan perawat di dalam rumah sakit yang tidak lepas dari
beban kerja perawat. Data hasil penelitian yang diperoleh, sesuai dengan konsep yang menerangkan hubungan positif antara beban kerja dengan kepuasan Pasien. Yuniarti (2012), menyatakan bahwa beban kerja berpengaruh negatif terhadap kepuasan Pasien. Beban kerja yang tinggi memiliki pengaruh yang negatif terhadap kepuasan yang di dapatkan oleh pasien.
Dalam penelitian ini juga di dapatkan 11 orang (84,6%) perawat memiliki beban kerja yang berat. Hal ini sejalan dengan pendapat Yuniarti (2012), bahwa kepuasan adalah kinerja yang dirasakan dengan harapan, apabila kinerja perawat dibawah harapan, maka pasien akan kecewa, bila kinerjasesuai harapan pasien akan puas dan bila kinerja melebihi harapan pasien akan sangat puas. Menurut peneliti, beban kerja terasa berat bila tidak diimbangi dengan jumlah tenaga yang sesuai, uraian tugas yang tidak jelas, dan tidak diimbangi dengan penambahan ilmu dan keterampilan yang berkesinambungan.
Kepuasan pasien dan beban kerja perawat merupakan suatu hal yang penting dalam menentukan perilaku dan respon terhadap pekerjaan dan pelayanan keperawatan yang di berikan kepada setiap pasien yang datang ke rumah sakit. Hasil penelitian ini juga menyempurnakan teori bahwa adanya kepuasan dari pelanggan atau pasien yang menjadi motivator perawat untuk bekerja serta rasa kekeluargaan di lingkungan kerja yang menjadikan beban kerja seorang perawat menjadi baik (Muhadi, 2012).
## KESIMPULAN
Beban Kerja dari seorang perawat mempengaruhi kepuasan dari pasien yang menerima perawatan. Di buktikan dari hasil penelitian yang menunjukan pasien sangat puas dengan pelayanan keperawatan.
## DAFTAR PUSTAKA
Butar-butar, J., & Simamora, R. H. (2016). Hubungan Mutu Pelayanan
Keperawatan dengan
Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap di RSUD Pandan Kabupaten Tapanuli
Tengah. Jurnal Ners Indonesia Dian, W., D. (2013). Hubungan Layanan
Keperawatan Dengan Tingkat
Kepuasan Pasien Rawat Inap Di Puskesmas Sumbersari Kabupaten Jember
Erawan, A. (2012). Hubungan Beban Kerja Perawat dengan Empati Perawat di Ruang Rawat Inap Medikal Bedah RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
Hutagaol, Henni. (2013). Hubungan Beban Kerja Dengan Stress Kerja Perawat di IGD RSAB Harapan Kita.
## Universitas Esa Unggul
Izzah, N. N., Sriatmi, A., & Wigati, P. A. (2014). Analisis Perbedaan Tingkat Kepuasan Pasien Umum dan Pasien Jamkesmas Terhadap Pelayanan Dokter Pada Unit Rawat Inap Di Puskesmas Mlonggo Kabupaten Jepara. e-jurnal Kesehatan Masyarakat Kurniati. (2013). Kepuasan Pasien Rawat Inap Lontora Kelas III Terhadap Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo
Makasar. Universitas Hasanuddin Muhadi. (2012). Kepuasan kerja dan
Beban kerja.
Mustapha, Noraani dan Ghee, W, Y.
(2013). Examining Faculty Workload as Antencedent of Job Satisfaction among Academic Staff of Higher Public Education on Kelantan Malaysia. Journal Business and Management Horizons Notoadmodjo, S. (2010) . Metodologi penelitian kesehatan . Jakarta:
Rineka Cipta Oini, Omy. (2017). Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Keperawatan Di Unit Rawat Inap. Universitas Pelita Harapan
Pohan, I. (2006). Jaminan Mutu Layanan Kesehatan Dasar-dasar Pengertian
dan Penerapan . Jakarta: EGC
Riyanto, Yatim.(2011).
Metodologi
Penelitian Pendidikan . Surabaya: SIC Saputra, Rendra. (2016). Hubungan Beban
Kerja Perawat Dengan Mutu Pelayanan Keperawatan Di Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Sultan Syarif Mohamad AlkadrieKota Pontianak. Universitas Tanjungpura
Sjaman, Ichwan. (2018). Kepuasan Pasien Tehadap Pelayanan Keperawatan di Ruang Ayub 3 Rumah Sakit Roemani Semarang Supranto. (2011). Pengukuran Tingkat kepuasan Pelanggan. Jakarta:
Rineka Cipta
Werdani, Yesiana. (2016). Pengaruh Beban Kerja Mental Perawat Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Swasta Di Surabaya. Universitas
Katolik Widya Mandala Surabaya
Widiasari. (2019). Kepuasan Pasien Terhadap Penerapan Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit. Universitas Indonesia Wulandari, Nofianti. (2015). Hubungan Layanan Keperawatan Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran Semarang. Universitas Negeri Semarang
Yuniarti, Siswari. (2012). Hubungan Beban Kerja Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Keperawatan. Poltekkes Kemenkes Surabaya
|
ba41ee62-614e-419e-a0ac-95b8179ebe4c | http://psikovidya.wisnuwardhana.ac.id/index.php/psikovidya/article/download/129/119 | Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Wisnuwardhana Malang P-ISSN: 0853-8050 E-ISSN: 2502-6925
## RELIGIUSITAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA PENDERITA SKOLIOSIS DI MASYARAKAT SKOLIOSIS INDONESIA
Isna Asyri Syahrina, Dona Herlinda Efendi, Harry Theozard Fikri Fakultas Psikologi Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang isnaasyrisy@upiyptk.ac.id
ABSTRAK: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dengan kepercayaan diri pada penderita skoliosis di Masyarakat Skoliosis Indonesia. Variabel independen dalam penelitian ini adalah religiusitas dan variabel dependen adalah kepercayaan diri. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala religiusitas dan skala kepercayaan diri. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling . Sampel dalam penelitian ini adalah penderita skoliosis anggota group line di Masyarakat Skoliosis Indonesia yang berjumlah 72 orang. Uji validitas dan reliabilitas teknik Alpha Cronbach. Koefisien validitas pada skala religiusitas bergerak dari r ix =0,311 sampai r ix =0,736, sedangkan koefisien reliabilitas sebesar 0,943. Sementara itu koefisien validitas pada skala kepercayaan diri bergerak dari r ix =0,310 sampai dengan r ix =0,731, sedangkan koefisien reliabilitas sebesar 0,927. Uji hipotesis menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson. Hasil analisis data menunjukkan koefisien korelasi r xy =0,681 dengan taraf signifikan p= 0,000. Artinya terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara religiusitas dengan kepercayaan diri pada penderita skoliosis di Masyarakat Skoliosis Indonesia
Kata Kunci : Religiusitas, Kepercayaan diri, Skoliosis.
ABSTRACT: The purpose of this study was to determine the relationship between religiosity and self-confidence in scoliosis patients in the Indonesian Scoliosis Society. The independent variable in this study is religiosity and the dependent variable is self-confidence. The measuring instrument used in this study is the scale of religiosity and the scale of self- confidence. The sampling technique used was purposive sampling. The sample in this study were scoliosis sufferers who were members of the group line in the Indonesian Scoliosis Society, amounting to 72 people. Test the validity and reliability of the Cronbach Alpha technique. The validity coefficient on the religiosity scale moves from rix = 0.311 to rix = 0.736, while the reliability coefficient is 0.943. Meanwhile the validity coefficient on the confidence scale moves from rix = 0.310 to rix = 0.731, while the reliability coefficient is 0.927. Hypothesis testing uses the Pearson Product Moment correlation technique. The results of data analysis showed the rxy correlation coefficient = 0.681 with a significant level of p = 0,000. This means that there is a positive and significant relationship between religiosity and self-confidence in scoliosis sufferers in the Indonesian Scoliosis Society
Keywords: Religiosity, Confidence, Scoliosis.
## PENDAHULUAN
Sehat menurut WHO (World
Health Organization) adalah suatu keadaan
yang sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Kesehatan menurut undang-
Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Wisnuwardhana Malang P-ISSN: 0853-8050 E-ISSN: 2502-6925
undang RI no 36 tahun 2009 adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental dan spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Konsep sehat dan sakit menurut Departemen Kesehatan RI sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor -faktor lain di luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Setiap pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang lain. Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosiobudaya.
Adillani (2015) mengatakan sehat berarti seseorang harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan kemampuan yang dibawa sejak lahir (potensial genetik) menjadi realitas fenotipik ( phenotypic ralities ).
Tingkat perkembangan individu dalam populasi memicu adanya berbagai faktor yang berisiko terhadap kesehatan beserta dampak lanjutannya, sehingga setiap populasi perkembangan dapat dikategorikan sebagai populasi at risk .
Salah satu tingkat perkembangan tersebut adalah tahap perkembangan remaja dimana masa remaja merupakan fase tumbuh kembang yang dinamis dalam kehidupan seorang individu dan remaja mengalami periode transisi perkembangan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (dalam Mukaromah, 2011).
Papalia, Olds & Feldman (2009) mengungkapkan masa remaja merupakan peralihan masa perkembangan antara masa kanak-kanak ke masa dewasa yang
Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Wisnuwardhana Malang P-ISSN: 0853-8050 E-ISSN: 2502-6925
meliputi perubahan besar pada aspek fisik, kognitif dan psikososial. Masa remaja secara umum dimulai dengan pubertas, yaitu proses yang mengarah kepada kematangan seksual dan kemampuan untuk bereproduksi. Perubahan biologis pubertas yang merupakan tanda akhir masa kanak- kanak, berakibat pada peningkatan pertumbuhan berat dan tinggi badan, perubahan dalam proporsi dan bentuk tubuh, serta pencapaian kematangan organ seksual.
Wertheim & Paxton (dalam
Mukaromah, 2011) mengatakan selama menjalani masa pubertas, remaja rentan dengan berbagai masalah fisik, mulai dari munculnya jerawat, bertambahnya lemak di bagian tubuh tertentu, dan sebagainya. Selain masalah-masalah tersebut, remaja yang sedang mengalami maturasi tulang juga beresiko mengalami kelainan tulang belakang, salah satunya skoliosis.
Menurut Soetjaningsih (dalam
Faturrahman, 2013), skoliosis adalah
deformitas tulang belakang berupa deviasi vertebra ke arah samping atau lateral. Situs RS Bina Sehat (dalam Fera, 2015) menjelaskan bahwa pada masyarakat Indonesia sendiri, skoliosis masih belum begitu dikenal, baik mengenai jenis kelainannya, penyebab, gejala, dan penanganannya. Secara sederhana,
Anderson menjelaskan skoliosis sebagai kondisi lekukan tulang belakang yang abnormal. Namun, sebenarnya terjadi perubahan yang cukup signifikan pada tulang belakang akibat perubahan bentuk tulang belakang secara 3 (tiga) dimensi.
Skolioser, istilah yang sering digunakan oleh para penderita skoliosis untuk menyebut diri mereka. Para skolioser diseluruh nusantara berbagi keluhan, ketidaknyamanan mereka dan memberikan motivasi dari pengalaman sendiri yang mereka tuangkan dalam organisasi yang bernama MSI (Masyarakat Skoliosis
Indonesia).
Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Wisnuwardhana Malang P-ISSN: 0853-8050 E-ISSN: 2502-6925
Eka Kartika Sanur selaku sekretaris MSI mengatakan MSI adalah sebuah organisasi yang berperan sebagai pusat informasi skoliosis dan sebagai wadah pemersatu bagi penderita dan pemerhati skoliosis di Indonesia (dalam Hanum dan Nilamsari, 2009). MSI didirikan di Bandung, Jawa Barat dan berpusat di Jakarta. Adanya keterbatasan waktu dari semua skolioser diseluruh nusantara, mereka berkomunikasi melalui sosial media.
Skoliosis memang tidak
menimbulkan rasa nyeri, namun dapat mengganggu rasa percaya diri anak, yang pasti skoliosis berbahaya bila terjadi pada masa pertumbuhan tulang. Pasalnya, selain akan semakin progresif, juga berpengaruh pada postur tubuh, seperti jalan pincang karena pinggul tinggi sebelah atau bisa juga tubuhnya jadi membungkuk ke depan (dalam Rosadi, 2009).
Soetedjo (dalam Fera, 2015) mengungkapkan bahwa angka kasus
skoliosis adalah 2% dari jumlah populasi. Skoliosis juga lebih sering terjadi ditemukan pada perempuan daripada laki- laki. Ditambah lagi, skoliosis pada perempuan lebih progresif daripada skoliosis pada laki-laki.
Rothman (dalam Alfiana, Wulan dan Malau, 2016) mengatakan skoliosis ialah istilah perubahan yang merujuk kepada keadaan tidak normal di mana tulang belakang seseorang membengkok ke kanan atau ke kiri. Umumnya Skoliosis ini muncul semenjak usia anak-anak atau remaja dan jarang terjadi pada usia dewasa. Dampak yang ditimbulkan selain rasa sakit juga dampak mental bagi penderita Skoliosis. Dalam pergaulan sehari-harinya, penderita skoliosis sering sekali kehilangan rasa percaya diri karena bentuk tubuh yang tidak normal.
Perry (dalam Rombe, 2014)
mengatakan kepercayaan diri merupakan suatu kemampuan untuk memercayai kemampuan sendiri dan merasa positif
Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Wisnuwardhana Malang P-ISSN: 0853-8050 E-ISSN: 2502-6925
tentang apa yang bisa dilakukan dan tidak mengkhawatirkan apa yang tidak bisa dilakukan. Hakim (dalam Putri, 2015)
mengemukakan Kepercayaan
diri
merupakan keyakinan seseorang terhadap segala kelebihan aspek yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa untuk mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya.
Mc Guire (dalam Khoesdianto, 2009), mengatakan rasa percaya diri sangat dipengaruhi oleh sistem nilai atau norma yang dimiliki individu. Sistem ini berawal dari faktor eksternal seseorang, yaitu melalui proses belajar dan sosialisasi dari lingkungan. Koentjaraningrat (dalam
Khoesdianto, 2009) membagi lima macam norma yang ada di lingkungan, yaitu norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, norma kebiasaan dan norma hukum. Dari kelima norma yang ada, norma yang paling berpengaruh adalah norma agama karena agama dipercaya berasal dari kekuatan gaib, kuasa yang
lebih tinggi, kuasa yang mutlak, kuasa yang ilahi, kuasa yang menciptakan alam semesta beserta isinya, kuasa yang menguasai manusia, yang transenden tidak terungkap dalam kata-kata dan bahasa, dan karena itu berpengaruh terhadap aspek kehidupan manusia.
Berdasarkan perangkat norma yang diperoleh seseorang dari hasil belajar dan sosialisasi akhirnya meresap dan menjadi faktor internal (diinternalisasikan) dalam dirinya. Menurut Hendropuspito (dalam Khoesdianto, 2009) hasil internalisasi dari norma agama itu dinamakan religiusitas.
Hawari (dalam Wahaningsih, 2012) menyebutkan
bahwa religiusitas merupakan penghayatan keagamaan dan kedalaman kepercayaan
yang diekspresikan dengan melakukan ibadah sehari-hari, berdoa, dan membaca kitab suci. Menurut Nashori (dalam Reza, 2013) religiusitas adalah seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan kaidah,
Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Wisnuwardhana Malang P-ISSN: 0853-8050 E-ISSN: 2502-6925 91
dan seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianut.
Mukti (2013) mengatakan
keyakinan akan membuahkan kepasrahan dan kepercayaan bahwa segala sesuatunya itu sudah ditentukan oleh yang di atas. Pada keyakinan ini agama memegang peranan penting sebagai pegangan hidup penderita. Agama akan membantu
penderita dalam memaknai hidupnya dan akan terealisasikan dalam sistem hidup, sikap dan perilaku serta pikiran yang positif.
Dari hasil Wawancara terhadap
wakil ketua Masyarakat Skoliosis
Indonesia ditemukan bahwa skolioser (penderita skoliosis) mengeluh mengenai fisik mereka. Skolioser merasa berbeda dan menyalahkan kondisi saat ini baik keluhan dari skala normal sampai berlebihan.
Pernyataan ini dikuatkan oleh lima orang skolioser yang peneliti wawancarai.
Mereka mengatakan bahwa mereka minder dengan orang normal, menarik diri dari
kehidupan sosial, sensitif dan takut membuat kesalahan. Hal lain yang ditemukan, mereka merasa sedih diciptakan berbeda dari lingkungan sekitar, mereka merasa tuhan tidak sayang kepada mereka karena bentuk fisik mereka yang berbeda dan mereka tidak yakin dengan mereka beribadah mereka akan sembuh.
## Kepercayaan Diri
Lauster (dalam Ghufron &
Risnawita, 2010) mengatakan kepercayaan diri diperoleh dari pengalaman hidup. Kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang berupa keyakinan akan kemampuan diri seseorang sehingga tidak terpengaruh oleh orang lain dan dapat bertindak sesuai kehendak, gembira, optimis, cukup toleran, dan bertanggung jawab.
Fatimah
(2010)
berpendapat kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian
Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Wisnuwardhana Malang P-ISSN: 0853-8050 E-ISSN: 2502-6925
positif, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungan/situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri, alias “sakit”.
Menurut Taylor (dalam Wahyuni, 2014) kepercayaan diri adalah keyakinan seseorang akan kemampuan yang dimiliki untuk menampilkan perilaku tertentu atau untuk mencapai target tertentu. Dengan kata lain, kepercayaan diri adalah bagaimana kita merasakan tentang diri kita sendiri, dan perilaku kita akan merefleksikan tanpa kita sadari.
Kepercayaan diri bukan merupakan bakat (bawaan), melainkan kualitas mental, artinya kepercayaan diri merupakan pencapaian yang dihasilkan dari proses pendidikan atau pemberdayaan.
Kepercayaan diri dapat dilatih atau dibiasakan. Kumara (dalam Ghufron & Risnawita, 2010) menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan ciri
kepribadian yang mengandung arti keyakinan terhadapa kemampuan sendiri. Hal ini senada dengan pendapat Afiatin dan Handayani (dalam Ghufron & Risnawita) yang menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian yang berisi keyakinan tentang kekuatan, kemampuan, dan keterampilan yang dimilikinya.
Menurut Lauster (dalam Ghufron & Risnawita, 2010), orang yang memiliki kepercayaan diri yang positif adalah yang disebutkan di bawah ini:
a. Keyakinan kemampuan diri adalah sikap positif seseorang tentang dirinya. Ia mampu secara sungguh-sungguh akan apa yang dilakukannya.
b. Optimis adalah sikap positif yang dimiliki seseorang yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi
segala hal tentang diri dan kemampuannya.
c. Objektif: Orang yang memandang permasalahan atau sesuatu sesuai
Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Wisnuwardhana Malang P-ISSN: 0853-8050 E-ISSN: 2502-6925
dengan kebenaran yang semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri.
d. Bertanggung jawab adalah kesediaan orang untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya.
e. Rasional dan realistis adalah analisis terhadap suatu masalah, sesuatu hal, dan suatu kejadian dengan menggunakan pemikiran yang dapat diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri individu menurut Ghufron & Risnawita (2010) adalah: a. Konsep diri yang positif akan membentuk harga diri yang positif pula.
b. Harga diri adalah penilaian yang dilakukan terhadap diri sendiri.
c. Pengalaman dapat menjadi faktor munculnya rasa percaya diri.
Sebaliknya, pengalaman juga dapat menjadi faktor menurunnya rasa percaya diri seseorang.
d. Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan diri seseorang. Tingkat pendidikan yang rendah akan menjadikan orang tersebut tergantung dan berada di bawah kekuasaan orang lain yang lebih pandai darinya.
Sebaliknya, orang yang mempunyai pendidikan tinggi akan memiliki tingkat kepercayaan diri yang lebih dibandingkan yang berpendidikan rendah.
Menurut Hakim (dalam Utami, 2009) rasa percaya diri tidak muncul begitu saja pada diri seseorang. Terdapat proses tertentu di dalam pribadi seseorang sehingga terjadilah pembentukan rasa percaya diri. Secara garis besar terbentuknya rasa percaya diri yang kuat terjadi melalui proses berikut ini, yaitu: a. Terbentuknya kepribadian yang baik sesuai dengan proses perkembangan yang melahirkan kelebihan-kelebihan tertentu
Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Wisnuwardhana Malang P-ISSN: 0853-8050 E-ISSN: 2502-6925 94 b. Pemahaman seseorang terhadap
kelebihan-kelebihan yang dimilikinya dan melahirkan keyakinan kuat untuk bisa berbuat segala sesuatu dengan memanfaatkan kelebihan-kelebihannya c. Pemahaman dan reaksi positif seseorang terhadap kelemahan-kelemahan yang dimilikinya agar tidak menimbulkan rasa rendah diri atau rasa sulit menyesuaikan diri d. Pengalaman didalam menjalani berbagai aspek kehidupan dengan menggunakan segala kelebihan yang ada pada dirinya.
## Religiusitas
Religiusitas menurut Glock dan Stark (dalam Astuti, 2008) adalah seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa tekun pelaksanaan ibadah dan seberapa dalam penghayatan agama yang dianut seseorang. Shadily
(dalam Astuti,
2008) mengatakan
religiusitas (keberagamaan) diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia.
Hal ini perlu dibedakan dari agama, karena konotasi agama biasanya mengacu pada kelembagaan yang bergerak dalam aspek- aspek yuridis, aturan dan hukuman sedangkan religiusitas lebih pada aspek “lubuk hati” dan personalisasi dari kelembagaan tersebut.
Ancok dan Suroso (dalam Wahaningsih, 2012) mendefinisikan
religiusitas sebagai keberagamaan yang berarti meliputi berbagai macam sisi atau dimensi yang bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah), tapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural. Sumber jiwa keagamaan itu adalah rasa ketergantungan yang mutlak (sense of depend) . Adanya ketakutan- ketakutan akan ancaman dari lingkungan alam sekitar serta keyakinan manusia itu tentang segala keterbatasan dan kelemahannya. Rasa ketergantungan yang mutlak membuat manusia mencari kekuatan sakti dari sekitarnya yang dapat
Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Wisnuwardhana Malang P-ISSN: 0853-8050 E-ISSN: 2502-6925
dijadikan sebagai kekuatan pelindung dalam kehidupannya dengan suatu kekuasaan yang berada di luar dirinya yaitu
Tuhan. Anshori (dalam Ghufron &
Risnawati, 2010) membedakan antara istilah religi atau agama dengan religiusitas. Jika agama menunjukkan pada aspek-aspek formal yang berkaitan dengan aturan dan kewajiban, maka religiusitas menunjukkan pada aspek religi yang dihayati oleh seseorang dalam hati.
Menurut Hardjana (dalam Pratama, 2015) religiusitas dimaknai sebagai rasa dan kesadaran akan hubungan dalam diri individu dengan Tuhan. Religiusitas secara tidak langsung menjadikan hidup seseorang lebih dekat dengan nilai-nilai yang ada di dalam ajaran agamanya dalam setiap aspek kehidupannya.
Menurut Nashori (dalam Reza, 2013) religiusitas adalah seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan kaidah,
dan seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianut.
Dimensi religiusitas menurut Glock dan Stark (dalam Ghufron & Risnawita, 2010) terdiri dari lima dimensi, yaitu:
a. Dimensi keyakinan adalah tingkatan sejauh mana seseorang menerima dan mengakui hal-hal yang dogmatik dalam agamanya. Misalnya keyakinan adanya sifat-sifat Tuhan, adanya malaikat, surga, para Nabi, dan sebagainya.
b. Dimensi peribadatan atau praktik agama adalah tingkatan sejauhmana seseorang menunaikan kewajiban-kewajiban ritual dalam agamanya. Misalnya menunaikan shalat, zakat, puasa, haji, dan sebagainya.
c. Dimensi feeling atau Penghayatan adalah perasaan keagamaan yang pernah dialami dan dirasakan seperti merasa dekat dengan Tuhan, ternteram saat berdo’a, tersentuh mendengar ayat kitab suci, merasa takut berbuat dosa, merasa
Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Wisnuwardhana Malang P-ISSN: 0853-8050 E-ISSN: 2502-6925 96
senang do’anya dikabulkan, dan sebagainya.
d. Dimensi pengetahuan agama adalah seberapa jauh seseorang mengetahui dan
memahami ajaran-ajaran agamanya terutama yang ada dalam kitab suci, hadis, pengetahuan tentang fikih, dan sebagainya.
e. Dimensi e ffect atau pengalaman adalah sejauh mana implikasi ajaran agama mempenaruhi perilaku sesorang dalam
kehidupan sosial. Misalnya mendermakan harta untuk keagamaan dan sosial, menjenguk orang sakit, mempererat silaturrahmi, dan sebagainya. Thoules (dalam Wahaningsih,
2012) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi religiusitas, yaitu:
a. Pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai tekanan sosial (faktor sosial) yang mencakup semua pengaruh sosial dalam perkembangan sikap keagamaan, termasuk pendidikan orang
tua, tradisi-tradisi sosial untuk menyesuaikan dengan berbagai pendapatan sikap yang disepakati oleh lingkungan.
b. Berbagai pengalaman yang dialami oleh individu dalam membentuk sikap keagamaan terutama pengalaman mengenai: 1) Keindahan, keselarasan dan kebaikan di dunia lain (faktor alamiah)
2) Adanya konflik moral (faktor
moral)
3) Pengalaman emosional keagamaan
(faktor afektif)
c. Faktor-faktor yang seluruhnya atau sebagian timbul dari kebutuhan- kebutuhan yang tidak terpenuhi,
terutama kebutuhan terhadap keamanan, cinta kasih, harga diri, dan ancaman kematian.
d. Proses pemikiran verbal atau proses intelektual.
Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Wisnuwardhana Malang P-ISSN: 0853-8050 E-ISSN: 2502-6925
## Skoliosis
Weiss (2013) menyatakan skoliosis adalah istilah yang digunakan untuk mengacu pada kelengkungan lateral (ke samping) tulang belakang yang tidak bisa diperbaiki sepenuhnya. Kelengkungan lateral (ke samping) seperti ini dibarengi dengan terpelintirnya tulang-tulang tubuh, yang menghasilkan punuk tulang rusuk atau tonjolan pinggang. Menurut Gatam (dalam Hanum, 2009) skoliosis adalah kelengkungan tulang belakang yang abnormal ke arah samping, umumnya seseorang yang menderita skoliosis tingkat ringan seringkali punggungnya terasa nyeri dan turunnya rasa percaya diri akibat perubahan struktur tubuh maupun pembatasan aktifitas harian akibat ketidaknormalan struktur tulang belakang. Sedangkan dalam tingkat berat dapat mengakibatkan kecacatan fisik, gangguan pernafasan dan sebagainya sehingga hal ini sering menjadi beban bagi para penderitanya.
Weiss (2013) mengatakan skoliosis dapat memiliki banyak penyebab yang berbeda. Ada skoliosis karena penyakit saraf dan otot, gangguan metabolik, juga skoliosis bawaan dengan tulang belakang dan pertumbuhan tulang rusuk yang rusak. Skoliosis menurut National Institute of Arthitis and Musculoskeletal and Skin Disease (NIAMS) USA merupakan kelainan muskuloskeletal
yang digambarkan dengan bengkoknya tulang belakang ke arah samping. 80-85% kasus yang dijumpai merupakan tipe idiopatik skoliosis yang ditemukan pada masa pubertas, pada perempuan ditemukan lebih banyak dari pada laki-laki, bisa diakibatkan dari faktor keturunan (dalam Adillani, 2015). Prosedur pengukuran skoliosis diantaranya, radiografi, prosedur pengukuran klinis, topografi permukaan. Pengobatan skoliosis dalam kasus kelengkungan kecil, terutama
dimaksudkan untuk mencegah agar tidak bertambah besar. Untuk kelengkungan
Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Wisnuwardhana Malang P-ISSN: 0853-8050 E-ISSN: 2502-6925 98
besar, tujuannya adalah untuk mengurangi akibat dari skoliosis.
Beberapa pengobatannya antara lain: pengobatan fisioterapi, pengobatan menggunakan korset, serta operasi.
## METODE
Populasi adalah
wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita skoliosis dalam grup line anggota Masyarakat Skoliosis Indonesia (MSI) yang berjumlah 102 orang. Adapun teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Purposive Sampling , sehingga sampel berjumlah 72 orang.
Alat ukur yang digunakan berupa skala model likert yang mengukur religiusitas dan kepercayaan diri. Skala menurut Azwar (2014) memiliki
karakteristik khusus yang membedakannya
dari berbagai bentuk instrumen pengumpulan data yang lain seperti angket ( questionnaire ), daftar isi, dan lain-lainnya.
Skala dalam penelitian ini memiliki format respon dengan empat alternatif jawaban, kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson, yang merupakan salah satu teknik untuk mencari derajat keeratan atau keterkaitan pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen (Azwar 2014).
Skala penelitian akan melewati berbagai tahap analisis yaitu uji validitas, sejauh mana instrumen itu mengukur apa yang seharusnya diukur (Azwar, 2014). Sebuah instrumen dikatakan valid, apabila mampu mengukur apa yang diinginkan atau dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Uji Reliabilitas adalah derajat ketepatan, ketelitian, atau keakuratan yang ditunjukkan oleh instrumen pengukuran. Sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya dan diandalkan (Azwar, 2014).
Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Wisnuwardhana Malang P-ISSN: 0853-8050 E-ISSN: 2502-6925
Apabila suatu alat dapat dipakai dua kali untuk pengukuran yang sama, dan hasil pengukuran itu relatif konsisten, maka alat
ukur tersebut dikatakan reliabel.
Reliabilitas harus menunjukkan konsistensi
atau suatu alat ukur dalam mengukur alat ukur yang sama (Azwar, 2014). Koefisien validitas dilambangkan dengan r ix .
Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (r xx ) yang angkanya berkisar antara 0 sampai dengan 1,00. Selain itu juga dilakukan uji normalitas yang digunakan untuk mengetahui apakah populasi data terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas menggunakan uji kolmogorov-Smirnov. Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua
variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak. Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linier bila signifikansi ( linearity ) kurang dari 0,05
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Hasil
Koefisien validitas skala religiusitas bergerak dari r ix =0,311 sampai dengan r ix =0,736 dan koefisien reliabilitas sebesar α=0,943, sedangkan untuk skala kepercayaan diri, diperoleh nilai koefisien validitas bergerak dari r ix =0,310 sampai dengan r ix =0,731 dan koefisien reliabilitas sebesar α=0,927. Hasil Uji normalitas dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini: :
Tabel 1. Uji Normalitas Skala Religiusitas Dengan Kepercayaan Diri
Variabel N KSZ P Sebaran Religiusitas 72 0,642 0,805 Normal Kepercayaan Diri 72 0,682 0,741 Normal
Berdasarkan tabel 1 di atas, diperoleh nilai signifikansi pada skala
religiusitas sebesar p=0,805 dengan
KSZ=0,642. Hasil tersebut menunjukkan
Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Wisnuwardhana Malang P-ISSN: 0853-8050 E-ISSN: 2502-6925
bahwa nilai p>0,05, artinya sebaran berdistribusi secara normal sedangkan untuk skala kepercayaan diri sebesar p=0,741 dengan KSZ=0,682, hasil tersebut
menunjukkan bahwa nilai p>0,05, artinya sebaran berdistribusi secara normal. Hasil Uji linieitas, dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini:
Tabel 2. Uji Linieritas Skala Religiusitas Dengan Kepercayaan Diri N df Mean Square F Sig 72 1 7153,75 56,181 0
Berdasarkan tabel 2 di atas, diperoleh nilai F sebesar 56,181 dengan signifikansi sebesar p=0,000 (p<0,05) artinya varians pada skala religiusitas dan kepercayaan diri tergolong linier.
Dari hasil pengolahan data penelitian tentang hubungan antara religiusitas dengan kepercayaan diri pada penderita skoliosis di Masyarakat Skoliosis Indonesia dengan sampel penelitian berjumlah 72 maka diperoleh hasil r xy =0,681 dengan taraf signifikansi p=0,000, maka dapat disimpulkan terdapat hubungan antara religiusitas dengan
kepercayaan diri pada penderita skoliosis di Masyarakat Skoliosis Indonesia dengan arah positif. Hal ini berarti jika religiusitas tinggi maka kepercayaan diri pada penderita skoliosis di Masyarakat Skoliosis Indonesia juga tinggi, demikian juga sebaliknya semakin rendah religiusitas maka kepercayaan diri pada penderita skoliosis di Masyarakat Skoliosis Indonesia juga rendah.
Berikut tabel deskriptif statistik dari variabel religiusitas dan kepercayaan diri berdasarkan mean empirik:
Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Wisnuwardhana Malang
P-ISSN: 0853-8050 E-ISSN: 2502-6925
Tabel 3. Descriptive Statistic Variabel Religiusitas Dengan Kepercayaan Diri Variabel N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Religiusitas 72 147,74 14,004 113 181 Kepercayaan Diri 72 118,92 14,736 87 154 Berdasarkan nilai mean empirik, maka dapat dilakukan pengelompokan yang mengacu pada kriteria pengkategorisasian dengan tujuan menempatkan individu kedalam
kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur (Azwar, 2014), dengan ketentuan pada tabel 4 berikut :
Tabel 4. Norma Kategorisasi Norma Kategorisasi X < (µ- 1,0 σ) Rendah (µ- 1,0 σ) ≤ X < (µ+ 1,0 σ) Sedang (µ+ 1,0 σ) ≤ X Tinggi Keterangan: µ = mean atau rata-rata σ = standar deviasi X = raw score
Berdasarkan norma di atas, diperoleh kategorisasi subjek penelitian pada variabel Religiusitas dan kepercayaan diri pada tabel 5 sebagai berikut: Tabel 5. Kategorisasi Variabel Religiusitas dan Kepercayaan Diri Variabel Skor Jumlah Persentase (%) Kategori Religiusitas X < 104 11 15% Rendah 104 ≤ X < 134 50 70% Sedang 134 ≤ X 11 15% Tinggi Kepercayaan Diri X < 104 10 14% Rendah
Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Wisnuwardhana Malang P-ISSN: 0853-8050 E-ISSN: 2502-6925 102 104 ≤ X < 134 49 68% Sedang 134 ≤ X 13 18% Tinggi
Berdasarkan tabel 5 di atas, diperoleh gambaran bahwa 11 orang (15%)
penderita skoliosis di Masyarakat Skoliosis
Indonesia memiliki religiusitas yang
rendah, 50 orang (70%) penderita skoliosis
di Masyarakat Skoliosis Indonesia
memiliki religiusitas yang sedang, dan 10
orang (14%) penderita skoliosis di
Masyarakat Skoliosis Indonesia memiliki religiusitas yang tinggi. Sementara itu terdapat 10 orang (14%) penderita skoliosis di Masyarakat Skoliosis
Indonesia yang memiliki kepercayaan diri yang rendah, 49 orang (68%) penderita skoliosis di Masyarakat Skoliosis
Indonesia yang memiliki kepercayaan diri yang sedang, dan 13 orang (18%) penderita skoliosis di
Masyarakat
Skoliosis
Indonesia yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Adapun sumbangan efektif (R
square) dari variabel religiusitas terhadap kepercayaan diri dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus koefisien determinan sebagai berikut:
KP = r 2 x 100% = (0,681) 2 x 100%
= 46,37% = 46% Keterangan: KP = Nilai Koefisien Determinan r = Nilai Koefisien Korelasi
## Pembahasan
Berdasarkan hasil uji korelasi Product
Moment (Pearson) di mana level of
significant (α) 0,01 dan diperoleh nilai koefisien korelasi (r xy ) = 0.681. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hipotesis yang diajukan yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan kepercayaan diri pada penderita skoliosis di Masyarakat Skoliosis Indonesia. Semakin tinggi religiusitas semakin tinggi kepercayaan diri pada penderita skoliosis di Masyarakat Skoliosis Indonesia. Sebaliknya semakin rendah religiusitas, maka semakin rendah kepercayaan diri
Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Wisnuwardhana Malang P-ISSN: 0853-8050 E-ISSN: 2502-6925
pada penderita skoliosis di Masyarakat Skoliosis Indonesia. Hal ini sejalan dengan pendapat Mukti (2013) keyakinan akan membuahkan kepasrahan dan kepercayaan bahwa segala sesuatunya itu sudah ditentukan oleh yang di atas. Pada keyakinan ini agama memegang peranan penting sebagai pegangan hidup penderita. Agama akan membantu penderita dalam memaknai hidupnya dan akan
terealisasikan dalam sistem hidup, sikap dan perilaku serta pikiran yang positif.
Daradjat (dalam Octarina, 2008) mengatakan bahwa agama mempunyai fungsi dalam kehidupan manusia, yaitu memberikan bimbingan dalam kehidupan manusia, yaitu memberikan bimbingan dalam hidup, penolong dalam kesukaran, penentram batin, sehingga ketika seseorang mengalami suatu hal yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya dan timbul pikiran-pikiran negatif dalam diri seseorang, dan dia memiliki keyakinan beragama, maka religiusitasnya akan
berfungsi. Dia akan membuang pikiran- pikiran negatif tersebut dan mengubahnya menjadi pikiran-pikiran yang positif. Hal ini senada dengan hasil penelitian yang dilakukan Lindawati (dalam Khoesdianto, 2009) bahwa individu dengan tingkat religiusitas yang tinggi akan mengarahkan diri pada hal-hal yang positif sehingga individu tersebut tidak memandang setiap kesukaran atau ancaman terhadap dirinya dengan cara negatif, melainkan melihat bahwa di celah kesukaran-kesukaran tersebut terdapat harapan-harapan. Hal ini sesuai dengan salah satu aspek yang terkandung dalam kepercayaan diri, yaitu individu memiliki harapan positif dalam memandang sesuatu. Adapun besar sumbangan efektif (R square) dari variabel kepercayaan diri terhadap religiusitas adalah sebesar 46% dan sisanya sebesar 54% dipengaruhi oleh faktor lain seperti konsep diri, harga diri, pengalaman dan pendidikan.
Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Wisnuwardhana Malang P-ISSN: 0853-8050 E-ISSN: 2502-6925 104
## KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat
ditarik kesimpulan bahwa terdapat
hubungan antara religiusitas dengan kepercayaan diri dengan arah positif dan signifikan pada anggota Masyarakat
Skoliosis Indonesia, semakin tinggi religiusitas maka semakin tinggi
kepercayaan diri pada penderita skoliosis
di Masyarakat Skoliosis Indonesia,
demikian juga sebaliknya semakin rendah religiusitas maka semakin rendah
kepercayaan diri pada penderita skoliosis di Masyarakat Skoliosis Indonesia Saran
Ada beberapa saran yang dapat dikemukakan terkait dengan hasil penelitian, aitu:
1) Bagi Subjek Penelitian disarankan agar dapat menghayati
dan
menginternalisasikan ajaran agama sehingga berpengaruh dalam segala
tindakan dan pandangan hidup serta
mengembangkan penilaian positif
terhadap kelemahan-kelemahan yang dimiliki. 2) Bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti tentang tema yang sama disarankan untuk melihat variabel lain seperti konsep diri, harga diri, pengalaman dan pendidikan.
## DAFTAR RUJUKAN
Adillani, Muharromah. 2015. Pengaruh Pemberian Terapi Latihan Metode Schrothterhadap Skoliosis pada Usia 10-12 Tahun Di Sekolah Dasar Negeri 1 Blulukan. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan.
Alfiana, Eva Novi. Wulan, Roro Retno, Malau, Ruth Mei Ulina. 2016.
Konsep Diri Remaja Penderita Skoliosis (Studi Fenomenologi Masyarakat Skoliosiss Indonesia di Kota Bandung. E-proceeding Of Management: Vol 3 No 2 Agustus
Astuti, Sari. 2008. Hubungan Antara
Religiusitas Dan Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Yang
Beragama Islam. Skripsi (Tidak
Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Wisnuwardhana Malang P-ISSN: 0853-8050 E-ISSN: 2502-6925 105 diterbitkan). Medan: Fakultas Psikologi. Azwar, Saifuddin. 2014. Metode Penelitian . Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
, Saifuddin. 2014. Penyusunan Skala
Psikologi . Yogyakarta: Pustaka Pelajar Fatimah, Enung. 2010. Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik) . Bandung: Pustaka Setia Faturrahman, Afrian. 2013. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada
Scoliosis Vetebra Thoracal 7 – Lumbal 1 Di Rsal Dr.Ramelan.
Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta:
Fakultas Ilmu Kesehatan.
Fera. 2015. Pengaruh Body Image
Terhadap Self-Esteem Pada Remaja
Penderita Skoliosis. Skripsi (tidak diterbitkan). Medan: Fakultas
Psikologi.
Ghufron M. Nur, Rini Risnawita S. 2010.
Teori-teori Psikologi. Yogyakarta: Ar ruz Media.
Hanum, Septi, dan Nilamsari, Paramita. 2009. Berdamai dengan Skoliosis .
Surabaya: CV Terang Terus.
Khoesdianto, Denny. 2009. Hubungan antara Religiusitas dan Kepercayaan Diri pada Muda-Mudi Komunitas Tritunggal Mahakudus di Surabaya.
Tesis (tidak diterbitkan). Surabaya: Fakultas Psikologi. Mukaromah, Siti. 2011. Pengalaman Psikososial Remaja Penyandang
Skoliosis Di Wilayah Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah. Tesis (tidak diterbitkan). Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan.
Mukti, Dwi Invesningtyas dan Dinar Sari Eka Dewi. 2013. Hubungan Antara
Religiusitas Dengan Penerimaan Diri Pada Pasien Stroke Iskemik Di Rsud Banjarnegara. Jurnal Universitas Muhammadiyah
Purwokerto Tahun 11 No.2. Juli
2013.
Octarina, Frida Corry dan H Fuad Nashori. 2008. Hubungan Religiusitas Dengan Berpikir Positif Pada Remaja Putri.
Skripsi (Tidak diterbitkan).
Yogyakarta: Fakultas Psikologi dan
Ilmu Sosial Budaya.
Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman,
R.D. 2009. Human Developmen
(penterjemah Brian Marwensdy).
Jakarta: Salemba Humanika.
Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Wisnuwardhana Malang P-ISSN: 0853-8050 E-ISSN: 2502-6925 106 Pratama, Hendriko. 2015. Hubungan Religiusitas Dengan Perilaku Konsumtif Pada Mahasiswi Tingkat Awal Di Universitas Pendidikan Indonesia (Upi) Bandung. Skripsi (Tidak diterbitkan.
Bandung:
Fakultas Psikologi. Putri, Tria Anggarini. 2015. Hubungan Antara Body Image Dengan
Kepercayaan Diri Mahasiswi Yang
Mengalami Obesitas. Skripsi (Tidak
diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi.
Rombe, Sufrihana. 2014 . Hubungan Body Image dan Kepercayaan Diri dengan Perilaku Konsumtif Pada Remaja Putri di SMA Negeri 5 Samarinda .
Jurnal Universitas Mulawarman Vol 2 No 1, 2014.
Reza, Iredho Fani. 2013. Hubungan Antara Religiusitas Dengan Moralitas Pada Remaja Di Madrasah Aliyah (MA) .
Jurnal UIN Syarif Hidayatullah Vol.
10 No. 2. Agustus 2013.
Rosadi, Rakhmad. 2009. Hubungan Kebiasaan Duduk Terhadap Terjadinya Skoliosis Pada Anak Usia 11-13 Tahun Di SD Pabelan Kartasura. Skripsi (Tidak
diterbitkan). Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D . Bandung: Alfabeta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Utami. 2009. Hubungan Antara Dukungan Orang Tua Dengan Kepercayaan Diri Pada Remaja Tuna Rungu.
Skripsi . ( Tidak Diterbitkan)
Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Semarang
Wahaningsih, Musiatun. 2012. Hubungan Antara Religiusitas, Konsep Diri, Dan Dukungan Sosial Keluarga Dengan Prestasi Belajar Pada
Siswa Smp Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta . Jurnal Psikologi.
Wahyuni, Sri. 2014. Hubungan antara
kepercayaan diri
dengan Kecemasan berbicara di depan umum Pada mahasiswa psikologi. Jurnal Psikologi Vol. 2 No.1.
Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Wisnuwardhana Malang P-ISSN: 0853-8050 E-ISSN: 2502-6925
Weiss, Hans Rudolf. 2013. Saya Menderita
Skoliosis (penerjemah Michael
Wong) . Jerman: LAP LAMBERTAcademic Publishing.
|
49857d19-1cb6-4a0c-bc21-59a8f2275ad4 | https://journals.usm.ac.id/index.php/jic/article/download/2207/1716 | Deni Setya Bagus Yuherawan, Baiq Salimatul Rosdiana p-ISSN : 2541-2345 , e-ISSN : 2580-8842
## KETIDAKTEPATAN PENJATUHAN PIDANA PENJARA TERHADAP PENYALAHGUNA NARKOTIKA
Deni Setya Bagus Yuherawan , Baiq Salimatul Rosdiana Fakultas Hukum, Universitas Trunojoyo Madura, Madura deniyuherawan@trunojoyo.ac.id
## Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis esensi keberadaan UU Narkotika dan ratio legis Pasal 103 UU Narkotika. Secara faktual, terdapat beda tafsir dan beda pendapat antara penegak hukum tentang penerapan UU Narkotika. Hal ini terbukti pada putusan pengadilan, yang menjatuhkan putusan pidana penjara dan rehablitasi, walaupun pidana penjara lebih besar jumlahnya. Beda tafsir antara penegak hukum mengakibatkan belum tercapainya tujuan diberlakukannya UU Narkotika berkaitan dengan penyalahguna narkotika. Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan perundang- undangan ( Statute Approach ). Analisis terhadap rumusan masalah dilakukan secara preskriptif dengan menggunakan penafsiran Gramatikal dan penafsiran Sistematis. Ketentuan hukum yang dianalisis adalah UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan. Kesimpulan dari artikel ini menunjukkan bahwa Pasal 103 UU Narkotika mengandung unsur ratio legis yang tepat untuk dijadikan acuan bagi aparat penegak hukum untuk memberikan atau menjatuhkan hukuman rehabilitasi terhadap penyalahguna narkotika. Fakta lain menunjukkan bahwa penjatuhan pidana penjara terhadap penyalahguna narkotikaternyata kurang efisien karena tidak mampu menimalisasi jumlah penyalahguna narkotika. Penjatuhan pidana penjara terhadap penyalahguna narkotika dinilai tidak tepat.
Kata kunci: Rehabilitasi; Pidana Penjara; Penyalahguna Narkotika
Deni Setya Bagus Yuherawan, Baiq Salimatul Rosdiana p-ISSN : 2541-2345 , e-ISSN : 2580-8842
## THE INAPPROPRIATENESS OF PUNISHING PRISONERS AGAINST NARCOTICS ABUSER
## Deni Setya Bagus Yuherawan, Baiq Salimatul Rosdiana
Faculty of Law, Trunojoyo Madura, University, Madura deniyuherawan@trunojoyo.ac.id
## Abstract
This article aims to analyze the essence of the existence of the Narcotics Law and legis ratio Article 103 of Narcotics Law. Factually, there are different interpretations and differences of opinion between law enforcement agencies regarding the application of Narcotics Law. This is evident in the court's decision, which handed down a sentence of imprisonment and rehabilitation, even though the prison sentence was greater in number. The different interpretations between law enforcers result in not achieving the goal of the enactment of the Narcotics Law relating to narcotics abusers. The research method used in this article is a normative study using the statute approach. Analysis of the formulation of the problem is done prescriptive using Grammatical interpretation and Systematic interpretation. The legal provisions analyzed were Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics and Supreme Court Circular Letter Number 4 of 2010 concerning Placement of Abuse. The conclusion of this article shows that Article 103 of the Narcotics Law contains the right ‘ratio legis’ element to be used as a reference for law enforcement officials to give or impose rehabilitation sentences on narcotics abusers. Other facts show that the imprisonment of narcotics abusers is less efficient because it is unable to minimize the number of narcotics abusers. The imprisonment of narcotics abusers is considered inappropriate.
Keywords: Rehabilitation; Imprisonment; Narcotics Abuser
Deni Setya Bagus Yuherawan, Baiq Salimatul Rosdiana p-ISSN : 2541-2345 , e-ISSN : 2580-8842
## I. PENDAHULUAN
## A. Latar Belakang
Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang selanjutnya disebut UU Narkotika merupakan salah satu langkah pemerintah guna melawan jumlah penyalahgunaan narkotika yang semakin mengkhawatirkan di Indonesia. Tujuannya yaitu mendukung kepentingan ilmu kesehatan dan pengetahuan dengan menjamin ketersediaan narkotika, mencegah penggunaan narkotika yang tidak sesuai aturan (penyalahgunaan narkotika), dan memberantas peredaran gelap narkotika. Sekitar 4 juta orang Indonesia telah mengonsumsi narkoba, narkoba yang dikonsumsi merupakan narkoba jenis baru berbentuk sintetis ataupun illegal.
1
Penegakan hukum terhadap kasus pidana narkotika telah dilakukan secara maksimal oleh aparat penegak hukum dan telah banyak yang mendapat kekuatan hukum tetap (putusan) di pengadilan. Adanya penegakan hukum ini diharapkan dapat menjadi pencegah maraknya kasus narkoba, tetapi hal yang terjadi malah sebaliknya kasus narkoba menjadi semakin meningkat menjangkit jutaan orang Indonesia. Penanganan kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia kebanyakan diberikan sanksi badan ataupun denda, namun di sisi lain rehabilitasi menjadi pilihan hakim dalam memutus kasus penyalah guna narkotika. Contohnya pada kasus penyalahguna narkoba yang dilakukan artis Ridho Rhoma, Iwa K dan Ello yang mendapat hukuman untuk direhabilitasi. Hal ini tentu menjadi aneh ketika kasus yang sama memiliki putusan yang berbeda-beda, padahal dasar dalam memutuskan kasus narkoba atau narkotika hakim telah berpedoman pada Undang- undang ‘khusus’ yaitu UU Narkotika.
Namun di sisi lain seperti yang disampaikan oleh Anang Iskandar, secara fakta hakim memiliki kewenagan ekstra, kewenangan ekstra yang dimaksud yakni,
1 Anang Iskandar , Pengguna Narkoba Wajib di Rehabilitasi Bukan di Penjara , kompasiana.com,31 Maret 2014 pukul 18:53, diakses 31 Maret 2020 pukul 18:53.
p-ISSN : 2541-2345 , e-ISSN : 2580-8842
hakim dapat menjatuhkan hukuman sesuai Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan menyatakan tidak bersalah dan membebaskan. Kewenangan ekstra di sini bersifat fakultatif sehingga hal ini menjadi dasar hakim memberikan saknsi badan ataupun denda terhadap penyalah guna narkotika. Tentunya juga dengan pemberian sanksi badan terhadap penyalah guna narkotika menyebabkann keuangan negara tidak stabil karena penjara digunakan terhadap yang bukan peruntuknya. 2
Penelitian ini terkait dengan penelitian Anton Sudanto (2017) yang mengangkat bagaimana penerapan hukum pidana dan pengaturannya mengenai tindak pidana narkoba di Indonesia. Dalam penelitiannya tersebut dijelaskan bahwak konsep dari hukum pidana untuk narkotika itu sendiri mencakup tindakan krimininal, hukum pidana dan non-pidana (penal). Tindakan kriminal merupakan ilmu penanggulangan kejahatan yang dapat dilakukan dengan memadukan penerapan sarana pidana dan pencegahan tanpa menggunakan sarana pidana. Tindakan Hukum pidana adalah upaya penanggulangan kejahatan dengan menggunakan sarana pidana. Sedangkan terkait tindakan non pidana adalah tindakan pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. 3
Sedangkan penelitian oleh Hafied Ali Gani (2015) tersebut menulis konsep yang hampir mirip dengan tulisan penelitian ini yaitu mengenai hukuman rehabilitasi bagi pecandu narkotika, yang dasar pembahasannya juga berlandaskan Pasal 103 UU Narkotika mengenai kewenangan hakim untuk menjatuhkan hukuman rehabilitasi bagi pecandu narkotika yang dapat terbukti atau tidak terbukti. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa rehabilitasi dapat dijadikan upaya depenalisasi, rehabalitasi dianggap maatregel atau sebagai sanksi tindakan, disebut juga sebagai sanksi yang ada dalam undang-undang narkotika, artikel ini juga membahasa mengenai sanksi pidana bagi penyalahguna narkotika. Hafied Ali juga
2 Anang Iskandar,Hakim Wajib Memvonis Rehabilitasi bagi Penyalah Guna Narkotika, OpiniIlustrasi---PA Ilustrasi---PA, 6 November 2017, diakses 5 Juli 2020 pukul 08.30 WIB.
3 Anton Sudanto, Penerapan Hukum Pidana Narkotika Di Indonesia, Jurnal Hukum : Adil Vol 7 No 1, Universitas YARSI, 2017 Jakarta, hlm, 138-161. https://dx.doi.org/10.33476/ajl.v8i1.457
p-ISSN : 2541-2345 , e-ISSN : 2580-8842
berpendapat bahwa rehabilitasi dapat melindungi masyarakat dan mewujudkan efektivitas dalam menyelesaikan permasalahan narkotika. 4 Meskipun memiliki konsep pemikiran yang hampir sama mengenai rehabilitasi yang didasarkan pada Pasal 103 UU Narkotika, artikel ini memiliki perbedaan yang sangat signifikan, pembahasan dalam artikel ini lebih khusus membahas mengenai Ratio Legis pada Pasal 103 UU Narkotika sehingga Pasal 103 dapat dikatakan sesuai dengan tujuan keberadaan UU Narkotika. Selain itu problematika hukum yang terjadi dalam artikel ini yaitu adanya beda tafsir dan beda pendapat antara penegak hukum atas penerapan berlakunya UU Narkotika. Sehingga tepat tidaknya penjatuhan pidana terhadap penyalah guna narkotika perlu dianalisis.
Adapun penelitian Istri Mas Candra (2012) memiliki persamaan isu hukum yang dijadikan latar belakang yakni pemberian sanksi yang berberda terhadap penyalahgunaan narkotika yang dianggap sebagai korban diri sendiri. Penelitian tersebut khusus membahas putusan hakim terhadap penyalahgunaan narkotika dengan berlakunya UU Narkotika berpacu pada Pasal 103 UU Narkotika, dalam artikel tersebut menjawab relevansi perliindungan hukum melalui rehabilitasi terhadap korban penyalahgunaan narkotika, bahwa rehabilitasi tidak lepas dari ide yang mendasari perlindungan hukum terhadap penyalahgunaan narkotika sesuai dengan Pasal 55, Pasal 56, Pasal 103 dan Pasal 127. 5 Penelitian ini hanya mengkaji relevansi hukuman rehabilitasi terhadap penyalahgunaan narkotika yang berdasarkan pasal 55, 56, 103 dan Pasal 127 UU Narkotika. Pembahasannya penelitian ini lebih bervariasi karena tidak hanya sekedar membahas mengenai hukuman rehabilitasi terhadap penyalahgunaan narkotika, melainkan membahas mengenai unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 103 UU Narkotika sehingga pasal ini benar-benar dapat dijadikan acuan untuk memberikan hukuman rehabilitasi terhadap penyalahgunaan narkotika.
4 Hafied Ali Gani, Rehabilitasi Sebagai Upaya Depenalisasi Bagi Pecandu Narkotika , Jurnal Hukum Mei 2015, Universitas Brawijaya Malang, 2015, Malang, hlm 1-20
5 Istri Mas Candra, Perlindungan Hukum Terhadap Penyalahgunaan Narkotika Dengan Berlakunya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Jurnal Magister Hukum Universitas Udayana Denpasar Vol 1 No 1, 2012, hlm 20.
DOI: https://doi.org/10.24843/JMHU.2012.v01.i01.p01
p-ISSN : 2541-2345 , e-ISSN : 2580-8842
Hal yang berbeda lagi diangkat Roni Gunawan Raja Gukguk dan Nyoman Serikat Putra Jaya (2019) yang lebih membahas mengenai perkembangan kejahatan narkotika sebagai salah satu kejahatan transnasional, bagaimana upaya pemerintah dalam memberantas peredaran narkoba, dan bagaimana efek dari penyalahgunaan narkotika pada saat ini sangat meresahkan semua umat manusia, karena pada saat ini narkotika adalah sebuah momok bagi seluruh bangsa pada umumnya dan bangsaIndonesia pada khususnya. 6 Penelitian ini lebih menekankan bagaimana pemerintah Indonesia dalam memerangi atau memberantas kejahatan narkotika.
Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini ditulis dengan tujuan agar dapat menjawab isu hukum yang ditulis dan menjawab permasalahan yang belum diangaky pada penelitian sebelumnya seperti menganalisis unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 103 UU Narkotika sehingga Pasal 103 UU Narkotika benar-benar dapat dijadikan acuan oleh aparat hukum dalam menjatuhkan hukuman terhadap penyalahguna narkotika. Sehingga aparat hukum bisa secara seragam untuk menjatuhkan hukuman rehabilitasi bagi penyalahguna narkotika yang terbukti ataupun tidak terbukti bersalah menggunakan narkoba, dan hukuman pidana penjara dapat dinilai tidak tepat sebagai hukuman yang dapat diterapkan pada penyalahguna narkotika serta tidak ada lagi pembedaan pemberian hukuman terhadap penyalahguna narkotika. Tujuan dari penelitian adalah untuk menganalisis esensi keberadaan UU Narkotika dan ratio legis Pasal 103 UU Narkotika. Secara faktual, terdapat beda tafsir dan beda pendapat antara penegak hukum tentang penerapan UU Narkotika.
## B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apa yang menjadi ratio legis Pasal 103 UU Narkotika?
6 Roni Gunawan Raja Gukguk, Nyoman Serikat Putra Jaya, Tindak Pidana Narkotika Sebagai Transnasional Organized Crime , Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Vol 1, No 3, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2019, Semarang, hlm 337-351. https://doi.org/10.14710/jphi.v1i3.337-351
Deni Setya Bagus Yuherawan, Baiq Salimatul Rosdiana p-ISSN : 2541-2345 , e-ISSN : 2580-8842
2. Apakah tepat penjatuhan pidana penjara terhadap penyalah guna narkotika?
## C. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan ( Statute Approach ). Data yang dalam penelitian ini adalah data sekunder, yakni menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan produk hukum seperti peraturan perundang-undangan. Sementara bahan hukum sekunder terdiri dari jurnal dan buku yang relevan untuk dianalisis sesuai dengan isu yang dijadikan masalah dalam penelitian ini. Data yang terkumpul disusun, diolah dan dianalisis menggunakan analisis prespektif dengan perbandingan substansi, sehingga akan menjawab isu atau masalah dalam penelitian ini.
## II. PEMBAHASAN
a. Ratio Legis Pasal Kasus Penyalahguna Narkotika
Narkoba merupakan masalah global, ratusan juta orang yang tercatat dalam United Nation on Drugs and Crime (UNDC) telah menggunakan zat terlarang tersebut 7 . Dikenal sejak zaman kolonial Belanda,jenis narkotika yang digunakan yaitu candu dengan jenis mentah, masak, obat, resi, jitjing (ampas candu), morpin dan ganja. Saat itu kolonial Belanda mengeluarkan pengaturan melalui eogonine staatblat Tahun 1927 No 278 kemudian diperbaharui dengan staatblat No. 635 Tahun 1927. 8
Sejak kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, pemerintah Indonesia telah membuat aturan untuk melindungi dan mengatasi peredaran gelap narkotika. Indonesia terus melakukan kebijakan terhadap penanganan kasus Narkotika termasuk dengan mendukung pengesahan dua perjanjian internasional. Pertama perjanjian tentang narkotika dan yang kedua psikotropika, Indonesia mengatur narkotika dan psikotropika kedalam dua aturan yang berbeda yakni, Undang-
7 Parasian Simanungkalit, Model Pemidanaan Yang Ideal Bagi Korban Pengguna Narkoba Di Indonesia , Jurnal Yustisia Vol 1 No 3, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, 2012, Solo, hlm 2. DOI: https://doi.org/10.20961/yustisia.v1i3.10090
8 Supriyadi Widodo,dkk, Memperkuat Revisi Undang-Undang Narkotika Usulan Masyarakat Sipil , Institute for Criminal Justice Reform,2017, hlm 10.
p-ISSN : 2541-2345 , e-ISSN : 2580-8842
Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, dan pengaturan mengenai narkotika Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997, Indonesia membentuk lembaga koordinasi dalam mengambil langkah kebijakan nasional di bidang narkotika. Badan Koordinasi Narkotika Nasional sebagai lembaga koordinasi menjadi benteng utama dalam memberantas penyalahgunaan narkotika, yang kemudian berdasarkan keputisan Presiden Rl Nomor l7 Tahun 2002 berubah nama menjadi Badan Narkotika Nasional (BNN). 9
Permasalahan peredaran narkoba merupkan permasalahan yang mudah cepat berkembang,dengan demikian pemerintah Indonesia terus melakukan pembaharuan terhadap regulasi narkotika agar sesuai dengan perkembangan zaman. Maka lahirlah Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Pengguna narkotika dijadikan subyek utama dalam UU Narkotika. Pengguna narkotika dapat disebut sebagai pecandu, pecandu adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dalam keadaan ketergantungan pada narkotika. Selain itu, UU Narkotika juga menyatakan bahwa peecandu narkotika secara fisik maupun psikis wajib diberikan rehabilitasi medis maupun sosial. 10
Pada dasarnya undang-undang narkotika menganut konsep strict liability mengandung unsur pertanggungjawaban mutlak. Artinya setiap orang yang memenuhi unsur-unsur pidana pada undang-undang narkotika dapat dipertanggung jawabkan secara mutlak. Sesuai tujuannya undang-undang narkotika sebagai yang tertuang dalam Pasal 4 UU Narkotika. Pasal tersebut bermakna bahwa keberadaan UU Narkotika dijadikan wadah utama untuk menyelamatkan Indonesia dari maraknya penyalahguna narkotika yakni dengan menjamin, dan mencegah penyebaran penyalahguna narkotika.
Penyalahguna narkotika diatur dalam Pasal 1 Angka 15 UU Narkotika, penyalahguna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Secara terlampir penggolongan jenis narkotika juga dijelaskan dalam undang-undang narkotika, dimana narkotika digolongkan kedalam tiga jenis yakni
9 Ibid
p-ISSN : 2541-2345 , e-ISSN : 2580-8842
golongan I,II, dan III. Narkotika Golongan I tidak diperbolehkan digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan. Golongan I hanya dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penggunaan narkotika golongan I juga perlu mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan dengan batas jumlah tertentu. Penggunaan narkotika Golongan I jenis ganja yang digunakan untuk diri sendiri diberikan sanksi pidana penjara paling lama 4 Tahunsesuai yang tertuang dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a UU Narkotika. Dalam menyelesaikan atau memutus pidana narkotika terkait penyalahgunaan ganja, hakim wajib memberikan rehabilitasi medis dan sosial. Hal yang menarik pada diskresi yang dimiliki hakim untuk memutus pidana terkait Penyalahgunaan ganja yakni pada Pasal 127 ayat (2) jo. Pasal 103 ayat (1) UU Narkotika, pasal tersebut mengandung makna bahwa hakim memiliki hak untuk menentukan hukuman secara alternatif artinya :
Pertama, hakim dapat menjadikan hukuman rehabilitasi sebagai vonis akhir (putusan tetap) terhadap penyalahguna narkotika yang terbukti bersalah dengan memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi .
Kedua, hakim dapat menetapkan bahwa rehabilitasi bukan merupakan putusan akhir (vonis) bagi penylahguna narkotika yang tidak terbukti bersalah. Artinya, meskipun yang bersangkutan tidak terbukti bersalah mereka tetap wajib menjalankan rehabilitasi sebagai bentuk penekanan terhadap penyalahguna narkotika yang tidak terbukti bersalah untuk tetap melakukan perawatan dan pengobatan. Maka dapat disimpulkan point penting dari keberadaan Pasal ini adalah pentingnya rehabilitasi bagi penyalah guna narkotika baik bersalah maupun tidak bersalah.
Berdasarkan uraian diatas, Pasal 103 UU Narkotika secara implisit menegaskan bahwa keberadaan UU Narkotika ini telah memberikan paradigma baru terhadap makna dari pecandu narkotika sendiri. Pecandu narkotika tidak selalu menjadi pelaku utama dari sebuah tindak pidana, melainkan juga sebagai korban dari perbuatannya sendiri dalam menyalahgunakan narkotika. Selain keberadaan UU Narkotika, adanya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan Narkotika juga mendukung adanya pemberian rehabilitasi terhadap penyalahguna narkotika. Hal ini biasanya juga dijadikan acuan oleh hakim dalam menjatuhkan hukuman rehabilitasi. Dalam
p-ISSN : 2541-2345 , e-ISSN : 2580-8842
menjatuhkan hukuman rehabilitasi terhadap terdakwa hakim wajib menjelaskan secara tegas dan jelas dimana tempat pelaksanaan rehabilitasi dalam amar putusannya 11 .
Sehingga Ratio Legis dari Pasal 103 Undang-undang Narkotika adalah hakim wajib memutuskan dan menetapkan hukuman rehabilitasi bagi penyalahguna narkotika. Karena keberadaan Pasal 103 UU Narkotika mengandung unsur yang sesuai dengan tujuan diterbitkannya Undang-undang Narkotika untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia agar terbebas dari maraknya penyalahgunaan narkotika. Rehabilitasi merupakan salah satu cara pemberantasan atau pencegahan peredaran narkotika dapat dilakukan dengan mudah ketika para penyalahguna narkotika telah sembuh dari sakitnya karena secara otomatis ketika penyalahguna narkotika telah sembuh dari sakitnya, maka mereka akan berhenti membeli obat-obatan terlarang tersebut kepada bandar, sehingga rantai peredaran narkotika tersebut dapat terputus dan teratasi. Maka diharapkan aparat penegak hukum menjadi kompak atau seragam dalam menangani kasus penyalahguna narkotika khususnya Hakim mampu menjadikan Pasal 103 Undang-undang sebagai ratio legis dalam memutus perkara penyalahguna narkotika.
b. Penjatuhan Pidana Terhadap Penyalah Guna Narkotika Adalah Tidak Tepat
Narcose ( narcosis) atau secara bahasa disebut Narkoba berarti dapat memberikan efek bius sehingga penggunanya dengan mudah tertidur atau terbius. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, narkoba adalah obat yang dapat merangsang rasa kantuk, menenangkan syaraf dan dapat menghilangkan rasa sakit.
Pengertian narkoba juga dijelaskan pada Pasal 1 UU Narkotika, dalam pasal tersebut narkoba dijelaskan sebagai obat atau zat berasal dari tanaman/bukan tanaman, sintetis atau semisintetis yang dapat menimbulkan efek ketergantungan,
11 Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Angka 3 huruf a.
p-ISSN : 2541-2345 , e-ISSN : 2580-8842
Sehingga dapat disimpulkan bahwa narkoba atau narkotika pada dasarnya merupakan salah satu jenis obat oral yang dapat digunakan oleh medis dengan takaran tertentu karena dapat membantu mengurangi bahkan menghilangkan rasa nyeri dan menenangkan syaraf. 12 Tapi adapun takaran yang harus dipatuhi dalam penggunaannya sehingga obat jenis narkoba ini tidak memberikan efek ketergantungan (kecanduan) dan tidak disalah gunakan keberedaannya.
Seiring perkembangan di era modern saat ini, penyalahgunaan narkoba semakin meluas. Penduduk Indonesia dengan jumlah populasi kurang lebih 250 juta, 4 juta dari jumlah tersebut merupakan anak bangsa yang terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba. 13 Faktor terjadinya penyalahgunaan narkoba ada dua diantaranya :
1. Diri sendiri, rasa ingin tahu yang sangat besar merupakn pemicu utama seorang penyalah guna narkoba menggunakan narkoba tanpa memikirkan efek yang akan timbul dikemudian hari
2. Lingkungan sosial, faktor lingkungan sosial ini meliputi lingkungan keluarga,sekolah ataupun pergaulan dan lain-lain. Penyalahgunaan narkoba ini didasarkan oleh rasa ingggin coba-coba yang kemudian berkelanjut karena dipenuhi sarana dan prasarana 14 .
“ Narcotics crime is classified as crime without victim in the perspective of criminology” dalam ilmu krimonologi kejahatan narkotika merupakan kejahatan yang tidak merugikan korban. 15 Pernyataan ini muncul terhadap kasus narkotika yang menjadi penyalahguna saja karena pada dasarnya seorang penyalah guna
12 Maudy Pritha Amanda dkk. Penyalahgunaan Narkoba Dikalangan Remaja (Adolescent Substance Abuce), Jurnal Prosiding Penelitian dan PPM, Vol 4 No 2, FISIP Universitas Padjajaran Bandung, 2017, Bandung, hlm 341. https://doi.org/10.24198/jppm.v4i2.14392 1
13 Anang Iskandar, Pengguna Narkoba Wajib di Rehabilitasi Bukan di Penjara , kompasiana.com,31 Maret 2014 pukul 18:53,Diperbarui: 31 Maret 2014 pukul 18:53.
14 Oksidelfa Yanto, Jurnal Hukum dan Peradilan ,Peranan Hakim Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Narkoba Melalui Putusan Yang Berkeadilan, Volume 6 Nomor 2, Juli 2017 hlm 259 – 278. DOI: http://dx.doi.org/10.25216/jhp.6.2.2017.259-278
15 Sarwirini dan Riza, Rehabilitation of Narcotics Addicts as the Rights to Health , Atlantis Press, Advances in Social Science, Education and Humanities Research (ASSEHR), Vol 131 . https://dx.doi.org/10.2991/iclgg-17.2018.34
p-ISSN : 2541-2345 , e-ISSN : 2580-8842
narkotika merupakan seorang yang harus disembuhkan dari penyakit ketergantungan. 16 Penggunaan narkotika bagi sendiri merupakan kejahatan tanpa korban, namun berbeda dengan kasus narkotika sebagai pengedar tentu saja tindakan sebagai pengedar narkoba merugikan korban karena pengedar akan mengajak orang lain untuk menggnakan narkotika sehingga menjadi pecandu.
Pengaturan tentang narkotika diatur oleh UU Narkotika, dimana tujuan dari adanya undang-undang tersebut secara spesifik yaitu menyelamatkan masyarakat Indonesia dari penyalahgunaan narkotika dengan cara mencegah dan melindungi serta menjamin upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial bagi penyalah guna dan pecandu. Yang menjadi persoalan adalah penyalah guna ataupun pecandu saat ini sering dianggap sebagai subjek kriminal atau pelaku kejahatan bukan sebagai prespektif sebagai korban, contohnya penyalahguna narkotika yang dilakukan oleh kalangan artist seperti, Iwa Kusuma atau yang lebih akrab dikenal Iwa K yang tersandung kasus penyalah guna narkotika. Dimana saat itu Iwa K sebagai terdakwa diketahui memiliki tiga linting ganja, dalam surat tuntutan jaksa pada tanggal 20 September 2017 disampaikan bahwa terdakwa Iwa K terbukti melanggar ketentuan Pasal 127 UU Narkotika. Dalam tuntutan hingga putusannya hakim memutuskan Iwa K dijatuhkan hukuman untuk menjalani rehabilitasi selama 8 bulan. Hal ini sesuai dengan alasan tuntunan Jaksa Penuntut Umum (JPU) bahwa Iwa K hanyalah pecandu narkoba yang harus disembuhkan, sehingga perlu rehabilitasi di Rumah Sakit Ketergantungan Obat atau RSKO. 17
Contoh lainnya datang dari seorang terdakwa yang juga tersandung kasus penyalah guna narkotika yakni Tomy Febriansyah. Salah satu penghuni Rumah Tahanan Bangkalan yang masuk penjara akibat penyalah gunaan narkoba. Berdrasarkan putusaan Pengadilan Negeri Bangkalan dengan nomor register perkara 363/Pid.sus/2019/PN.Bkl terdakwa dijatuhkan hukuman penjara selama 1 tahun dikurangi selama masa penangkapan. Putusan ini berdasarkan tuntutan jaksa
16 Iwan Joko Prasetyo, R. Ayu Erni Jusnita, and Sanhari Prawiradiredja, Therapeutic Communication Narcotics in Rehabilitation Institution “Rumah Kita” Surabaya, Advances in Social Science, Education and Humanities Research, Vol 165.
17 www.medcom.id , Iwa K Miliki Tiga Linting Ganja
Deni Setya Bagus Yuherawan, Baiq Salimatul Rosdiana p-ISSN : 2541-2345 , e-ISSN : 2580-8842
13 November 2019 yang menuntut terdakwa karena terbukti secara sah melanggar ketentuan Pasal 127 UU Narkotika dengan memiliki narkotika jenis sabu seberat 0,32 gram.
Menjadi menarik jika dilihat dari uraian kasus diatas, bahwa dua terdakwa yang sama-sama terbukti sebagai penyalah guna narkotika tetapi malah dijatuhkan jenis hukuman yang berbeda, dapat dikatakan aparat penegak hukum telah memiliki beda tafsir terhadap penerapan undang-undang narkotika. 18 Faktanya kedua kasus tersebut sama-sama melanggar ketentuan Pasal 127 UU Narkotika, Pasal 127 UU Narkotika biasanya dijadikan dasar oleh Jaksa Penuntut Umum dalam merumuskan tuntutan bagi penyalah guna narkotika. Dalam Pasal 127 UU Narkotika Ayat (1) dijelaskan penyalahguna narkotika untuk diri sendiri golongan I dijatuhkan sanksi pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun, penyalah guna narkotika golongan II untuk diri sendiri dijatuhkan sanksi pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun, dan penyalah guna narkotika golongan III untuk diri sendiri dijatuhkan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
Pasal 127 Ayat (2) UU Narkotika bermakna hakim wajib memperhatikan unsur dalam Pasal 54, 55, dan 103 UU Narkotika dalam memustus perkara penyalahgunaan narkotika, 19 dimana dalam Pasal 54 sendiri menjelaskan pecandu narkotika dan penyalahguna narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. 20 Pasal 55 berisi penjelasan bahwa orang tua/wali penyalahguna narkotika yang masih dibawah umur diwajibkan untuk melapor kepada pusat kesehatan dan lembaga rehabilitasi, sedangkan apabila penyalahguna telah cukup umur maka diwajibkan untuk melaporkan diri sendiri atau diwakilkan oleh keluarganya ke pusat kesehatan dan lemabaga rehabiltasi. Sedangkan Pasal 103
18 Hamidah Abdurrachman dkk, Disparitas Putusan Hakim dalam Kasus Narkoba , Jurnal Pandecta Vol.7 No 2, Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang, 2012, Semarang, hlm 217. http://dx.doi.org/10.15294/pandecta.v7i2.2388
19 Junaidi, Penerapan Pasal 34,103, dan 127 Ayat (2) dan (3) Undang-Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Dalam Penyelesaian Perkara Di Pengadilan Negeri Terhadap Penyalahgunaan Narkotika Bagi Diri Sendiri , Jurnal Binamulia Hukum. Vol 8 No 2, Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana, 2019 Jakarta, hlm 201. https://doi.org/10.37893/jbh.v8i2.84
20 Tatas Nur Arifin , Implementasi Rehabilitasi, Pecandu Narkotika Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Sebagai Upaya Non Penal Badan Narkotika Nasional, Jurnal Hukum Universitas Brawijaya Malang, 2013, hlm.14.
p-ISSN : 2541-2345 , e-ISSN : 2580-8842
sendiri secara singkat menjelaskan bahwa hakim dapat memutus untuk memerintahkan penyalahguna narkotika yang terbukti bersalah untuk menjalani rehabiltasi dan dapat menetapkan penyalahguna narkotika yang tidak terbukti bersalah untuk menjalani pengobatan melalui rehabilitasi. Sehingga bisa disimpukan berdasarkan point penting yang tertuang pada tiga Pasal tadi wajib diperhatikan oleh hakim dalam menangani kasus narkotika agar penerapan undang- undang narkotika dapat diterapkan secara tepat dan benar.
Pada Pasal 127 Ayat (3) UU Narkotika dijelaskan kembali secara tegas dan jelas bahwa penyalahguna narkotika yang terbukti atau tidak terbukti sebagai korban penyalah guna tetap menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial sehingga rehabilitasi terhadap penyalahguna narkotika bersifat wajib.
Salah satu faktor adanya beda tafsir antara penegak hukum atau penerapan yang tidak sesuai tentang undang-undang narkotika disebabkan karena undang- undang tentang narkotika belum mengatur perihal gramatur , jumlah atau berat narkotika yang ditemukan di tangan pengguna sebagai barang bukti sering menjadi permasalahan bagi aparat penegak hukum untuk menentukan apakah orang tersebut dari awal dapat ditetapkan sebagai penyalahguna, pecandu ataupun pengguna yang harus diproses atau tidak. 21
Rehabilitasi dikenal sebagai proses pengobatan untuk menyembuhkan pecandu narkotika dari ketergantungan, rehabilitasi terhadap pecandu narkotika merupakan bentuk perlindungan sosial yang tujuannya agar pecandu narkotika dapat tertib sosial dan tidak lagi melakukan penyalahgunaan narkotika saat ia kembali ke lingkungan masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terdapat 2 (dua) jenis rehabilitasi, yaitu rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 22
Rehabilitasi medis merupakan proses menghentikan penyalahgunaan narkotika yang dilakukan dirumah dan dibawah pantuan dokter, sedangkan
21 Supriyadi Widodo dkk, op.cit , hlm 20
22 Op.cit Hafied Ali Gani, hlm7.
p-ISSN : 2541-2345 , e-ISSN : 2580-8842
rehabilitasi sosial dilakukan secara terpadu baik secara fisik,mental, maupun sosial. 23 Kegiatan rehabilitasi yang diberikan dapat berupa pembekalan keahlian, atau keberanian dan bekal rohani agar ketika pecandu narkotika kembali ke lingkungan masyarakat dia dapat melindungi dirinya dan tidak memiliki keinginan untuk mengonsumsi narkoba lagi. 24
Selain itu dasar penerapan pemidanaan dengan rehabilitasi pada UU Narkotika keberadaan SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) No.04 Tahun 2010 Tentang penempatan penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika Kedalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Sosial mendukung secara jelas pelaksanaan rehabilitasi terhadap penyalahguna narkotika. 25
Dalam UU Narkotika memberikan kewenangan terhadap penegak hukum khususnya Hakim untuk merehabilitasi penyalahguna narkotika. Sesuai Pasal 103 UU Narkotika yang menyatakan “Hakim menjatuhkan hukuman rehabilitasi terhadap penyalah guna yang terbukti bersalah, dan menetapkan untuk menjalani rehabilitasi terhadap penyala guna yang tidak terbukti bersalah”. Dengan demikian adanya undang-undang narkotika yang bersifat ‘khusus’ ini aparat penegak hukum khususnya hakim dituntut untuk mampu merefleksikan isi pasal sesuai yang tertuang dalam undang-undang tersebut. 26 Karena undang-undang UU Narkotika menganut “ double track system ” yang artinya pemidanaan bagi penyalah guna yang digunakan untuk dirinya sendiri diberikan hukuman rehabilitasi sedangkan bagi pengedarnya diberikan hukuman penjara hingga pidana mati. Hal ini berlaku untuk seluruh lembaga pengadilan di Indonesia. 27 Selain uraian diatas, dapat
23 Yohanes Christ, Pemenuhan Hak Bagi Penyalahguna Narkotika Di Yogyakarta, Jurnal Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarkata, 2015, Yogyakarta, hlm.7
24 Alfajriyah, Eddy Rifai, Diah Gusmiati Pelaksanaan Rehabilitasi Sebagai Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika (Studi loka Rehabilitasi Kalianda) , Jurnal Ponale Vol 5 No 6, Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2017, Lampung, hlm 13.
25 Andri Winjaya Laksana, Tinjauan Hukum Pemidanaan Terhadap Pelaku Penyalahguna Narkotika Dengan Sistem Rehabilitasi, Jurnal Pembaharuan Hukum, Vol 2 No.1, Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung, 2017, Semarang, hlm 10.
DOI: http://dx.doi.org/10.26532/jph.v2i1.1417
26 Firman Floranta Adonara, Prinsip Kebebasan Hakim dalam Memutus Perkara Sebagai Amanat Konstitusi, Jurnal Konstitusi.Vol 12 No 2, Mahkamah Konstitusi RI, 2015, Jakarta, hal 2. http://dx.doi.org/10.31078/jk1222
27 Anang Iskandar, op.cit
p-ISSN : 2541-2345 , e-ISSN : 2580-8842
disimpulkan bahwa hakim dituntut mampu menerapkan regulasi UU Narkotika sesuai dengan tujuannya yaitu ‘melindungi ,menyelamatkan, dan menjamin rehbailitasi’ bagi penyalahguna narkoba. Hal ini juga diperjelas pada Pasal 54 UU Narkotika yang mengandung makna penyalahguna dan pecandu narkotika wajib menjalankan rehabilitasi, sehingga bisa disimpulkan seharusnya penyalahguna dan pecandu narkotika berhak direhabilitasi (disembuhkan) bukan untuk dikirim ke dalam penjara.
Regulasi narkotika ini diterbitkan sebagai alat untuk menyembuhkan penyakit penyalah guna narkotika dari sakit ketergantungannya. Menurut menteri kesehatan rehabilitasi sosial dan rehabilitasi medis merupakan hal yang ampuh untuk mengatasi banyaknya penyalah guna narkoba.
Berdasarkan Pasal 103 ayat 2 UU Narkotika sebagai bentuk konvensi narkotika yang sudah dilakukan amandemen, rehabilitasi sama halnya dengan hukuman penjara. Penjara dianggap sebagai wadah penyebaran penyalahgunaan narkotika yang sistemis dan tidak mampu menyembuhkan pecandu narkotika, dibandingkan rehabilitasi yang dianggap lebih bermanfat bagi penyalahguna, keluarga, bangsa, dan negara daripada hukuman penjara. 28
Sehingga penjatuhan pidana bagi penyalah guna narkotika bukanlah tindakan yang dapat dibenarkan karena dinilai tidak tepat, keberadaan Pasal 103 UU Narkotika. Karena Undang-undang Narkotika senidri diterbitkan secara ‘khusus’ dan menganut “ double track system ” berarti wajib bukan bersifat fakultatif untuk dipatuhi oleh aparat penegak hukum khususnya hakim untuk menerapkan hukuman rehabilitasi dan sebagainya sesuai dengan yang tertuang dalam undang-undang. Selain itu dengan adanya peraturan pelaksana dapat memperkuat tercapainya esensi yang terkandung dalam undang-undang narkotika. Artian lain tujuan melindungi, menyelamatkan dan menjamin rehabilitasi penyalahguna narkotika dapat dicapai.
28 Ibid
Deni Setya Bagus Yuherawan, Baiq Salimatul Rosdiana p-ISSN : 2541-2345 , e-ISSN : 2580-8842
## III. PENUTUP
Ratio legis dari Pasal 103 Undang-undang Narkotika adalah hakim wajib memutuskan dan menetapkan hukuman rehabilitasi bagi penyalahguna narkotika. Karena keberadaan Pasal 103 UU Narkotika mengandung unsur yang sesuai dengan tujuan diterbitkannya Undang-undang Narkotika yakni, mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika. Penjatuhan pidana terhadap penyalahguna narkotika dinilai tidak tepat karena banyaknya fakta- fakta atau kasus terkait penyalah guna narkotika yang mengalami pembedaan penanganan kasus yaitu ada sebagian kasus penyalah guna narkotika yang dijatuhkan hukuman penjara namun ada juga yang mendapat hukuman untuk rehabilitasi. Maka rehabilitasi medis dan sosial perlu diperhatikan untuk mencegah, menyelamatkan, dan menjamin rehabilitasi penyalah guna narkoba dapat tercapai. Sehingga penjatuhan hukuman rehabilitasi bagi penyalah guna narkoba dapat serentak dilakukan bukan malah menjatuhkan hukuman penjara. Karena penjatuhan hukuman penjara tehadap penyalah guna narkoba bukan solusi yang tepat, terlebih lagi dapat merugikan keuangan negara karena menggunakan penjara bukan pada peruntukannya. Selain itu agar aparat penegak hukum dapat lebih jeli dan tepat dalam melaksanakan kewenangannya.
## DAFTAR PUSTAKA
## Buku
Supriyadi Widodo,dkk. Memperkuat Revisi Undang-undang Narkotika Usulan Masyarakat Sipil . Jakarta Selatan : Institute for Criminal Justice Reform,
2017.
## Jurnal
Alfajriyah, Eddy Rifai, Diah Gusmiati Pelaksanaan Rehabilitasi Sebagai Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika (Studi Lokal Rehabilitasi Kalianda), Jurnal Ponale Vol 5 No 6, Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2017, Lampung . Andri Winjaya Laksana, Tinjauan Hukum Pemidanaan Terhadap Pelaku Penyalahguna Narkotika Dengan Sistem Rehabilitasi , Jurnal Pembaharuan
p-ISSN : 2541-2345 , e-ISSN : 2580-8842
Hukum, Vol 2 No.1, Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung, 2017, Semarang, hlm 10. DOI: http://dx.doi.org/10.26532/jph.v2i1.1417 Anton Sudanto, Penerapan Hukum Pidana Narkotika Di Indonesia, Jurnal Hukum : Adil Vol 7 No 1, Universitas YARSI, 2017 Jakarta. https://dx.doi.org/10.33476/ajl.v8i1.457
Firman Floranta Adonara, Prinsip Kebebasan Hakim dalam Memutus Perkara Sebagai Amanat Konstitusi, Jurnal Konstitusi.Vol 12 No 2, Makhkamah Konstitusi RI, 2015, Jakarta, http://dx.doi.org/10.31078/jk1222 Hafied Ali Gani, Rehabilitasi Sebagai Upaya Depenalisasi Bagi Pecandu Narkotika , Jurnal Hukum Mei 2015, Universitas Brawijaya Malang, 2015, Malang.
Hamidah Abdurrachman dkk, Disparitas Putusan Hakim dalam Kasus Narkoba , Jurnal Pandecta Vol.7 No 2, Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang, 2012, Semarang. http://dx.doi.org/10.15294/pandecta.v7i2.2388 Istri Mas Candra, Perlindungan Hukum Terhadap Penyalahgunaan Narkotika Dengan Berlakunya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Jurnal Magister Hukum Universitas Udayana Denpasar Vol 1 No 1, 2012. Denpasar. DOI: https://doi.org/10.24843/JMHU.2012.v01.i01.p01 Iwan Joko Prasetyo, R. Ayu Erni Jusnita, and Sanhari Prawiradiredja, Therapeutic Communication Narcotics in Rehabilitation Institution “Rumah Kita” Surabaya, Advances in Social Science, Education and Humanities Research , Vol 165.
Junaidi, Penerapan Pasal 34,103, dan 127 Ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Dalam Penyelesaian Perkara Di Pengadilan Negeri Terhadap Penyalahgunaan Narkotika Bagi Diri Sendiri, Jurnal Binamulia Hukum. Vol.8 No 2, Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana, 2019 Jakarta. https://doi.org/10.37893/jbh.v8i2.84
Maudy Pritha Amanda dkk. Penyalahgunaan Narkoba Dikalangan Remaja (Adolescent Substance Abuce), Jurnal Prosiding Penelitian dan PPM, Vol 4 No 2, Fisip Universitas Padjajaran Bandung, 2017, Bandung. https://doi.org/10.24198/jppm.v4i2.14392
Parasian Simanungkalit , Model Pemidanaan Yang Ideal Bagi Korban Pengguna Narkoba Di Indonesia, Jurnal Yustisia Vol 1 No. 3, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, 2012, Solo.
DOI: https://doi.org/10.20961/yustisia.v1i3.10090
Roni Gunawan Raja Gukguk, Nyoman Serikat Putra Jaya, Tindak Pidana Narkotika Sebagai Transnasional Organized Crime, Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Vol 1, No 3, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2019, Semarang. https://doi.org/10.14710/jphi.v1i3.337-351
Oksidelfa Yanto, Peranan Hakim Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Narkoba Melalui Putusan Yang Berkeadilan Jurnal Hukum dan Peradilan Vol 6 Nomor 2, Mahkamah Agung RI, 2015, Jakarta .
DOI: http://dx.doi.org/10.25216/jhp.6.2.2017.259-278
p-ISSN : 2541-2345 , e-ISSN : 2580-8842
Sarwirini dan Riza, Rehabilitation of Narcotics Addicts as the Rights to Health, Atlantis Press, Advances in Social Science, Education and Humanities Research (ASSEHR), Vol 131. https://dx.doi.org/10.2991/iclgg-17.2018.34
Tatas Nur Arifin, Implementasi Rehabilitasi Pecandu Narkotika Dalam Undang- undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Sebagai Upaya Non Penal Badan Narkotika Nasional , Jurnal Hukum Universitas Brawijaya Malang, 2013, Malang.
Yohanes Christ, Pemenuhan Hak Bagi Penyalahguna Narkotika Di Yogyakarta.
Jurnal Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarkata, 2015, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.
## Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan
## Internet
Anang Iskandar. Pengguna Narkoba Wajib di Rehabilitasi Bukan di Penjara . kompasiana.com.
Anang Iskandar.Hakim Wajib Memvonis Rehabilitasi bagi Penyalah Guna Narkotika.OpiniIlustrasi---PA www.medcom.id , Iwa K Miliki Tiga Linting Ganja
|
46929586-a66b-41a2-b577-77c458a09d32 | https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/elekdankom/article/download/897/712 |
## Rancang Bangun Alat Ukur Temperatur Untuk Mengukur Selisih Dua Keadaan
Desmon Kendek Allo, Dringhuzen J. Mamahit. ST., M.Eng, Drs.Bahrun, M.Kes, Novi M. Tulung, ST, MT
Jurusan Teknik Elektro-FT, UNSRAT, Manado-95115, Email: desmon.allo@yahoo.co.id
Abstrak - Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat, sehingga banyak bermunculan peralatan yang tidak lepas dari penggunaan alat listrik. Seiring itu pula diproduksi peralatan-peralatan yang berteknologi tinggi untuk pemakaian makin efektif dan efisien, dengan demikian makin sedikit membutuhkan tenaga manusia dan selebihnya digerakkan dengan kontrol listrik otomatis. Pesawat elektronika yang ada dipasaran ada yang analog dan ada juga yang digital.
Tugas akhir ini membahas perancangan alat ukur temperatur untuk mengukur dua keadaan secara bersamaan dan menampilkan selisihnya pada LCD menggunakan komponen-komponen dasar berupa dua buah sensor suhu, mikrokontroller dan LCD sebagai fasilitas penampil. Sistem akuisisi data suhu menjadi satu hal yang sangat penting dalam kegiatan perindustrian, karena merupakan sebagian kecil dari sebuah proses kontrol. Berkenaan dengan pentingnya sistem, maka dilakukan perancangan sistem akusisi data suhu yang mampu melakukan kegiatan monitoring suhu suatu plant. Data yang akan diukur merupakan sebuah besaran fisis temperature sehingga untuk dapat diolah dan ditampilkan dalam bentuk sistem elektris digunakan sensor suhu LM35 yang mampu mengkonversi besaran tersebut dengan kenaikan 10mV/ºC. Untuk dapat merancang sistem maka pertama kali dilakukan proses mengubah suhu menjadi tegangan analog menggunakan sensor suhu LM35. Setelah melalui proses pengkondisian sinyal dengan cara dikuatkan, tegangan analog diubah menjadi data digital. Data digital yang diperoleh kemudian diolah oleh mikrokontroller ATmega8535 dan ditampilkan, sehingga didapatkan suatu informasi mengenai suhu plant dengan satuan ºC pada sebuah LCD. Untuk pemogramannya, digunakan bahasa C-AVR (code vision AVR). Dari perancangan sistem akuisisi data suhu didapatkan hasil bahwa sistem ini memiliki kemampuan untuk mengukur suhu dari 25ºC sampai 100ºC.
Kata kunci : C-AVR, Liquid Crystal Display, Mikrokontroller ATmega8535, Sensor Temperatur.
## I. PENDAHULUAN
## A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin meningkat terutama dibidang elektronika. Hal ini ditandai dengan begitu pesatnya kemajuan yang terjadi dengan diciptakannya pesawat elektronika yang semakin canggih. Banyak keuntungan yang diperoleh dari perkembangan yang pesat dibidang elektronika diantaranya adalah dapat membantu manusia dalam menyelesaikan beban tugasnya, sehingga waktu, tenaga, dan biaya yang digunakan dapat dihemat. Aktifitas yang bersifat rutin, sekarang ini banyak digantikan oleh peralatan-peralatan yang dirancang secara otomatis, yang dapat bekerja menggantikan tenaga manusia.
Pesawat elektronika yang ada dipasaran ada yang analog, ada juga yang digital. Pada pesawat-pesawat analog, penunjukan yang digunakan merupakan persamaan dari nilai
satuan yang diukur, sedangkan pada pesawat digital penunjukan hasil ukurnya, langsung ditampilkan dalam bentuk angka atau digit. Jika dibandingkan antara pesawat analog dan digital, maka hasil pengukuran pesawat digital lebih mudah diamati dan tingkat ketelitiannya juga lebih baik.
Sistem digital yang digunakan dalam peralatan- peralatan elektronika, termasuk diantaranya adalah digunakan sebagai alat pengontrol suhu ruangan agar kondisi suhu ruangan sesuai dengan yang diinginkan. Suhu kamar suhu ruangan, dalam penggunaan ilmiah, dianggap kurang lebih antara 20 sampai 25 derajat Celcius (°C). Untuk kemudahan penghitungan, sering digunakan angka 20 °C atau 293 K. Untuk kenyamanan manusia, rentang suhu dan kelembaban relatif dapat diterima.
Kaitannya dengan pengontrol, dalam memenuhi kebutuhan akan kondisi suhu yang dinginkan,manusia banyak merancang suatu alat yang dapat digunakan untuk mengontrol suhu tersebut. Sebagai contoh di masyarakat misalnya, dirumah sakit terdapat suatu ruangan dengan suhu tertentu untuk penyimpanan obat-obatan, untuk menjaga agar obat-obatan tersebut tidak mudah rusak. Juga dalam mengatur atau mengontrol suhu air dalam boiler alat ini bisa dikembangkan . Dalam hal ini dibutuhkan pengaturan suhu yang sesuai dengan kondisi suhu yang diinginkan. Berangkat dari fenomena tersebut, maka dalam penelitian ini akan dirancang suatu alat untuk mengatur suhu suatu plant dengan sistem digital, yang dituangkan dalam sebuah Tugas Akhir dengan judul “Rancang bangun alat ukur temperatur untuk mengukur selisih dua keadaan”.
## II. DASAR TEORI
## B. Termometer
Suhu adalah ukuran panas dinginnya suatu benda. Panas dinginnya suatu benda diukur menggunakan alat ukur termometer, yaitu termometer: Celsius, Reamur dan Farhrenheit. Pada termometer Celsius air membeku pada skala 0 dan mendidih pada skala 100, pada termometer Reamur air membeku pada skala 0 dan mendidih pada skalah 80, sedang thermometer Fahrenheit air membeku pada skala 32 dan mendidih pada skala 212 . Hubungan antara ketiga alat ukur tersebut di atas dinyatakan dalam tabel I dibawah ini .
## E-Journal Teknik Elektro dan Komputer (2013)
Tabel I. Hubungan skala antara ketiga termometer: Celsius, Reamur, dan Fahranheit.
Celsius - Reamur Celsius - Fahrenheit Reamur - Fahrenheit t c = 5/4 t R
t R = 4/5 t c t K = 273,3 + t c t c = 5/9 (t F – 32)
t F = 9/5t c + 32 T R = 4/9 (t F –32) T F = 9/4t R + 32
Dalam penggunaan umum termometer Celsiuslah yang paling banyak digunakan, baik termometer analog maupun termometer digital.
## C. Kalor
Kalor adalah banyaknya energy yang dimiliki suatu zat atau benda yeng besarnya sebanding dengan massanya, kalor jenis dan suhunya seperti dinyatakan dalam persamaan di bawah ini.
= ∆ , ……………………………………..(1)
Dimana: Q = kalor (energy) dalam satuan joule
m = massa benda dalam kg
C = kalor jenis ( J/kg 0 C) ∆ T = T 2 – T 1 (selisih suhu awal dan akhir) dalam satuan 0 C
## D. Sensor Suhu LM35
Sensor suhu LM35 adalah komponen elektronika yang memiliki fungsi untuk mengubah besaran suhu menjadi besaran listrik dalam bentuk tegangan. Sensor Suhu LM35 yang dipakai dalam penelitian ini berupa komponen elektronika yang diproduksi oleh National Semiconductor. LM35 memiliki keakuratan tinggi dan kemudahan perancangan jika dibandingkan dengan sensor suhu yang lain, LM35 juga mempunyai keluaran impedansi yang rendah dan linieritas yang tinggi sehingga dapat dengan mudah dihubungkan dengan rangkaian kendali khusus serta tidak memerlukan penyetelan lanjutan. LM35 berfungsi untuk melakukan pendeteksian terhadap suhu yang akan diukur, Sensor suhu LM35 ini mempunyai jangkauan pengukuran suhu antara 0 – 100 derajat Celcius dengan kenaikan 10 mV untuk tiap derajat Celcius yang berarti bahwa setiap kenaikan suhu ( 0 C) maka akan terjadi kenaikan tegangan sebesar 10 mV, dimana output dari LM35 ini yang menyatakan kondisi perubahan dari suhu lingkungan. Setiap terjadi perubahan suhu maka akan terjadi perubahan data output yang dihasilkan, dimana perubahan tersebut berupa perbedaan tegangan yang dihasilkan. Sensor Suhu LM35 ini tidak memerlukan peng-kalibrasian atau penyetelan dari luar karena ketelitiannya sampai lebih kurang seperempat derajat celcius pada temperatur ruang. Komponen ini bekerja pada arus 60 A sampai 5 mA serta mempunyai impedansi masukan kurang dari 1.
Gambar 1. Bentuk Fisik Gambar 2. Diagram Umum
Sensor Suhu LM35
Sensor Suhu LM35
## Gambar 3. Grafik Akurasi LM35 Terhadap Suhu
Gambar 1 menunjukan bentuk dari LM35 tampak depan. 3 pin LM35 masing-masing mempunyai fungsi sebagai berikut: pin 1 berfungsi untuk mensuplai catu daya untuk tegangan kerja (VCC) dari LM35, pin 2 atau tengah digunakan sebagai tegangan keluaran (V out ) dengan jangkauan kerja dari 0 Volt sampai dengan 1,5 Volt dengan tegangan operasi sensor LM35 yang dapat digunakan antara 4 Volt sampai 20 Volt, pin 3 berfungsi sebagai ground.Pada gambar 2 secara prinsip sensor akan mendeteksi perubahan suhu setiap ºC akan menghasilkan tegangan output sebesar 10 mV.
LM35 sebagai alat deteksi temperatur memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Bekerja pada rating tegangan 4V s/d 30V.
2. Pembacaan temperatur berkisar antara 0 ºC s/d 100 ºC .
3. Dengan Setiap perubahan temperatur (ºC) maka tegangan output akan naik sebesar 10 mV.
4. Memiliki arus drain kurang dari 60 µA.
5. Memiliki ketidak-linier-an hanya sekitar ± ¼ ºC.
IC LM35 adalah sebagai sensor suhu yang sangat teliti terkemas dalam bentuk Integrated Circuit ( IC ), dimana output tegangan keluaran sangat linier ber-padanan dengan perubahan suhu. Secara prinsip sensor ini mempunyai koefisien sebesar 10 mV/ C yang berarti bahwa setiap kenaikan suhu ( C) maka akan terjadi kenaikan tegangan sebesar 10 mV. LM35 adalah sensor temperatur yang cukup presisi dan mudah dikalibrasi. Dengan impedansi yang kurang dari 1 Ω , LM35 beroperasi pada range arus sekitar 400 µA sampai dengan 5 mA, mempunyai error kurang dari 1 °C untuk range yang > 100 ° C, aplikasi sensor berkisar antara 0 °C sampai 100 °C, Dapat dikatakan bahwa LM35 memiliki output yang linear.
Gambar 4. Grafik Hubungan Antara Suhu Dan Tegangan Pada LM35
## Gambar 5. Blok Diagram Mikrokontroler.
## E. Mikrokontroler AVR ATmega8535
Mikrokontroler merupakan sebuah
didalamnya dilengkapi dengan CPU (Central Prosessing Unit), RAM (random Acces Memory), ROM ( Memory), input, dan output, timer/counter secara fisik digunakan untuk aplikasi-aplikasi kontrol dan bukan aplikasi serbaguna. Mikrokontroler pada frekuensi 4 MHZ - 40MHZ, perangkat ini sering digunakan untuk kebutuhan kontrol tertentu seperti pada sebuah penggerak motor.
Read Only memory (ROM) yang isinya tidak berubah meskipun IC kehilangan catu daya. Sesuai dengan keperluannya, memori penyimpanan program dinamakan sebagai memori program.
Random Acces memory (RAM) isinya akan hilang ketika IC kehilangan catu daya yang dipakai untuk menyimpan data pada saat program sedang bekerja. RAM yang dipakai untuk menyimpan data ini disebut sabagai memori data.
Mikrokontroler biasanya dilengkapi dengan UART (universal asychoronous Receiver transmitter serial komunikasi asinkron, USART ( asychoronous/ asy choronous receiver transmitter port yang digunakan untuk komunikasi serial asinkron yang kecepatannya 16 kali lebih cepat.
(2013)
4. Grafik Hubungan Antara Suhu Dan Tegangan Pada LM35.
Blok Diagram Mikrokontroler.
## merupakan sebuah single chip yang
Central Prosessing
), ROM (Read Only counter, serial com port aplikasi kontrol dan okontroler umumnya bekerja 40MHZ, perangkat ini sering digunakan untuk kebutuhan kontrol tertentu seperti pada
(ROM) yang isinya tidak berubah meskipun IC kehilangan catu daya. Sesuai dengan eperluannya, memori penyimpanan program dinamakan
(RAM) isinya akan hilang ketika IC kehilangan catu daya yang dipakai untuk menyimpan data pada saat program sedang bekerja. RAM ini disebut sabagai
biasanya dilengkapi dengan UART universal asychoronous Receiver transmitter) yaitu port
, USART (universal asychoronous/ asy choronous receiver transmitter) yaitu yang digunakan untuk komunikasi serial sinkron dan yang kecepatannya 16 kali lebih cepat.
Tabel II. Konfigurasi Pin
## Gambar 6. Rangkaian Skematik LCD
## F. Display LCD 2x16
LCD (Liquid Cristal Display komponen elektronika yang berfungsi sebagai tampilan suatu data, baik karakter, huruf ataupun grafik. Dipasaran tampilan LCD sudah tersedia dalam bentuk modul yaitu tampilan LCD beserta rangkaian pendukungnya termasuk ROM dll. LCD mempunyai pin pengatur kontras tampilan.
## G. Penguat Sinyal ( Operational Amplifier ) Operational Amplifier
operasional merupakan salah satu komponen sering digunakan dalam berbagai aplikasi rangkaian elektronika. Menurut pengertiannya penguat operasional (op-amp) adalah suatu blok penguat yang mempunyai dua masukan dan satu keluaran, dimana tegangan adalah proporsional terhadap perbeda kedua input-nya. Op-amp sering digunakan sebagai penguat sinyal-sinyal, baik yang linier terutama dalam sistem-sistem pengaturan dan pengendalian, instrumentasi, dan komputasi pemakaian penguat operasional ini adalah karakteristiknya yang mendekati ideal sehingga dalam merancang rangkaian yang menggunakan penguat ini lebih mudah dan juga karena penguat ini bekerja pada tingkatan yang cukup dekat dengan karakteristik kerjanya secara teoritis.
Pin No Name Function 1 Vss Power 2 Vdd Power 3 Vee Contrast Adj. 4 RS Command 5 R/W Command 6 E Command 7 D0 I/O 8 D1 I/O
9 D2 I/O
Pin Dari LCD 2x16 M1632 Rangkaian Skematik LCD
Liquid Cristal Display) adalah salah satu komponen elektronika yang berfungsi sebagai tampilan suatu data, baik karakter, huruf ataupun grafik. Dipasaran tampilan LCD sudah tersedia dalam bentuk modul yaitu tampilan LCD beserta rangkaian pendukungnya termasuk
pin data, kontrol catu daya, dan
## Penguat Sinyal ( Operational Amplifier )
Operational Amplifier (Op-Amp) atau penguat merupakan salah satu komponen analog yang sering digunakan dalam berbagai aplikasi rangkaian elektronika. Menurut pengertiannya penguat operasional amp) adalah suatu blok penguat yang mempunyai dua masukan dan satu keluaran, dimana tegangan output-nya adalah proporsional terhadap perbedaan tegangan antara
amp sering digunakan sebagai penguat linier maupun yang non-linier sistem pengaturan dan pengendalian, instrumentasi, dan komputasi analog. Keuntungan dari uat operasional ini adalah karakteristiknya yang mendekati ideal sehingga dalam merancang rangkaian yang menggunakan penguat ini lebih mudah dan juga karena penguat ini bekerja pada tingkatan yang cukup dekat dengan karakteristik kerjanya secara teoritis.
Description GND
+ 5 V
Contrast Adj. (-2) 0 - 5 V
Register Select
Read / Write
Enable (Strobe)
Data LSB
Data Data
Gambar 7. Diagram Blok Op-Amp
## Gambar 8. Bentuk Fisik Dari Op-Amp (IC741)
Op-amp yang biasa terdapat di pasaran berupa rangkaian terpadu (integrated circuit- IC).Aplikasi Op-amp yang paling sering dibuat antara lain adalah rangkaian inverter, non-inverter, integrator dan differensiator. Op- amp dinamakan juga dengan penguat differensial dengan impedansi input tinggi dan output impedansi rendah. Op- amp di dalamnya terdiri dari beberapa bagian, yang pertama adalah penguat differensial, lalu ada tahap penguatan (gain), selanjutnya ada rangkaian penggeser level (level shifter) dan kemudian penguat akhir. Gambar 7 menunjukkan diagram blok dari op-amp yang terdiri dari beberapa bagian tersebut.
Penguat Op-Amp mempunyai karakteristik ideal sebagai berikut:
1. Resistansi masuk tak terhingga besar (Open-Loop Voltage Gain), akibatnya tidak ada arus masuk ke kedua terminal masuk (A vol = - ∞ ).
2. Resistansi keluaran R o = 0.
3. Karakteristik tidak berubah dengan perubahan suhu.
4. Penguat Op-Amp menanggapi semua frekuensi sama (lebar pita tak terhingga).
5. Tegangan offset keluaran (Output offset voltage, V 0 = 0).
Penguat operasional terdiri atas transistor, resistor dan kapasitor yang dirangkai dan dikemas dalam rangkaian terpadu (integrated circuit). Simbol op-amp dan bentuk fisik dari IC op-amp, ditunjukkan pada gambar 8.
## III. PERANCANGAN SISTEM
## A. Diagram Blok Sistem
Secara garis besar diagram blok sistem alat ukur temperatur untuk mengukur selisih dua keadaan dapat dilihat pada gambar 9.
Gambar 9. Diagram Blok Sistem
Gambar 10. Rangkaian catu daya +5V dan +12V.
Dari gambar 9 diatas dapat dijelaskan, sensor mengubah suhu menjadi tegangan analog dengan menggunakan sensor suhu LM35. Karena tegangan keluaran sensor suhu kecil maka dilakukan proses pengkondisian sinyal dengan cara tegangan keluaran sensor dikuatkan menggunakan IC Op-Amp LM324. Agar tegangan keluaran sensor bisa diproses oleh mikrokontroler maka tegangan analog diubah menjadi data digital. Data digital yang diperoleh kemudian diolah oleh Mikrokontroller dan ditampilkan, sehingga didapatkan suatu informasi mengenai suhu plant dengan satuan ºC pada sebuah LCD.
## B. Perancangan Perangkat Keras (Hardware)
Dari diagram blok yang telah dijelaskan di atas dapat diuraikan menjadi rangkaian-rangkaian dan konfigurasi penunjang sistem sesuai dengan blok diagram. Akan dijelaskan satu per satu rangkaian penunjang sistem pada sub bab selanjutnya.
## B.1. Perancangan Rangkaian Catu Daya
Rangkaian catu daya yang digunakan adalah rangkaian yang mencatu tegangan 5 volt DC dan 12 volt DC. Adapun rangkaian catu daya ditunjukkan pada gambar 3.2. Penyearahan tegangan AC dilakukan oleh dioda yang terdiri dari empat buah dioda IN4002 dengan sistem penyearahan penuh (bridge).
Penguat Differen sial Penguat Level Shifter Penguat Akhir + - Vi n + - Vo ut SENSOR SUHU LM35 (T1) MIKROKONTROLER AVR ATmega8535 LCD OP-AMP SENSOR SUHU LM35 (T2) Multimeter Multimeter U1 2 D1 1N4002 D2 1N4002 D3 1N4002 D4 1N4002 3 4 U2 LM7805CT LINE VREG COMMON VOLTAGE U3 LM7812CT LINE VREG COMMON VOLTAGE C2 2.2mF C1 1mF C3 2.2mF 8 + 5 Volt _ + 12 Volt 220 Volt AC 9 Volt AC R1 220 Ω R2 1k Ω 5 2 V1 220 Vrms 60 Hz 0° 7 9 LED2 1 LED1 0 6
Gambar 11. Rangkaian penguat
Gambar 12. Rangkaian LCD ke port
## B.2. Perancangan Rangkaian Penguat Operasional
Pada sub bab ini akan diperlihatkan gambar rangkaian penguat sinyal sensor, dimana IC yang digunakan untuk penguatan ini adalah IC LM324. Penggunaan rangkaian ini digunakan untuk memperkuat sensor suhu yang masih terlalu lemah untuk dapat dihubungkan pada rangkaian ADC-08. Oleh karena itu digunakan rangkaian penguat operasional memperkuat sinyal dari sensor suhu.
Rangkaian ini dibangun menggunakan dengan komponen resistor 1 k Ω dan trimpot 10 k mendapatkan penguatan sebanyak 3,8 kali maka, tahanan yang diperlukan pada trimpot sebesar 2,8 K menghasilkan penguatan dengan persamaan sebagai berikut:
Penguatan = Av = = =
Av B.3. Perancangan rangkaian LCD 16 x 2
Rangkaian LCD pada gambar 12 tersedia pada LCD yang ada, sehingga tinggal mengabungkan kaki-kaki pada LCD ke mikrokontroller. Pin Enable (E) diberi logika mengirimkan data ke LCD, pin RS diberi logika data yang akan ditampilkan ke display adalah data
(2013) Gambar 11. Rangkaian penguat
## port output
## Perancangan Rangkaian Penguat Operasional
Pada sub bab ini akan diperlihatkan gambar 11 rangkaian penguat sinyal sensor, dimana IC yang digunakan untuk penguatan ini adalah IC LM324. Penggunaan rangkaian ini digunakan untuk memperkuat sinyal output masih terlalu lemah untuk dapat . Oleh karena itu rangkaian penguat operasional untuk
Rangkaian ini dibangun menggunakan IC LM324 impot 10 k Ω . Untuk mendapatkan penguatan sebanyak 3,8 kali maka, tahanan pada trimpot sebesar 2,8 K Ω . sehingga menghasilkan penguatan dengan persamaan sebagai berikut:
= Av = , = 3.8$
Perancangan rangkaian LCD 16 x 2
gambar 12 ini langsung tersedia pada LCD yang ada, sehingga tinggal kaki pada LCD ke port pada
(E) diberi logika low RS diberi logika high berarti adalah data text.
Gambar 13. Diagram alir program utama
B. Perancangan Perangkat Lunak Dan Diagram Alir Sistem Dalam perancangan
perangkat lunak mempergunakan bahasa C melalui sistem programmable. CPU, Memori, dan I/O yang dirangkai dalam satu chip merupakan parameter pendukung dalam perancangan perangkat lunak untuk menjalankan sistem. Software yang digunakan adalah untuk pembuatan program. Pembuatan program ini meliputi pembuatan flowchart, pembuatan program pada mikrokontroller dengan Code Vision coding program dengan menggunakan bahasa C Perancangan program dibuat setelah dahulu dibuat. Diagram alir program utama ditunjukkan pada gambar 13.
## IV. PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN
## A. Pengujian Tegangan Catu Daya
Pengujian tegangan pada rangkaian catu daya +5 VDC dan +12 VDC meliputi tegangan output. Pengukuran dilakukan beberapa kali kestabilan tegangan output dari regulator. tegangan input maupun output regulator LM 7812 dapat dilihat pada tabel III.
Output Op-Amp
## Diagram alir program utama
Perancangan Perangkat Lunak Dan Diagram Alir
perancangan
perangkat lunak mempergunakan bahasa C melalui microcontroller sebagai . CPU, Memori, dan I/O yang dirangkai dalam satu chip merupakan parameter pendukung dalam perancangan perangkat lunak untuk menjalankan
Software yang digunakan adalah Code Vision AVR m. Pembuatan program ini meliputi
, pembuatan program pada
Code Vision AVR, dan pembuatan program dengan menggunakan bahasa C
Perancangan program dibuat setelah flowchartnya terlebih lir program utama ditunjukkan
## PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN
## Pengujian Tegangan Catu Daya
Pengujian tegangan pada rangkaian catu daya +5 VDC dan +12 VDC meliputi tegangan input dan tegangan . Pengukuran dilakukan beberapa kali untuk melihat dari regulator. Hasil pengukuran dari regulator LM 7805 dan 7812 dapat dilihat pada tabel III.
Gambar 14. Pengukuran Tegangan 5 VDC dan 12 VDC.
Tabel III. Pengukuran Tegangan Regulator
Dengan menggunakan sebuah multimeter maka dapat diukur tegangan dari output regulator tersebut. Pengukuran dilakukan beberapa kali dengan mengubah tegangan input regulator dan kemudian diukur kestabilan tegangan output. Seperti yang telihat pada tabel III.
Dari hasil pengukuran yang diperoleh dapat dilihat meskipun ada perubahan tegangan input regulator, tetapi tegangan output regulator 7805 masih stabil dan masih berada dalam range tegangan operasional yang diinginkan, yaitu 5Vdc. Sedangkan untuk tegangan output 7812 mengalami perubahan pada tegangan input 6,1 Vdc dan 9,2 Vdc karena tegangan input tidak mampu mencatu regulator 7812. Namun pada tegangan input 12,2 Vdc dan 15,4 Vdc untuk regulator 7812 berada dalam range tegangan operasional yang diinginkan, yaitu 12 Vdc. Jadi catu daya ini dapat digunakan.
Pembahasan:
• IC regulator merupakan komponen yang dapat menstabilkan tegangan keluarannya meskipun tegangan input berubah-ubah. Dari data diatas dapat dilihat rangkaian regulator ini berfungsi dengan baik karena perubahan tegangan keluarannya kecil walaupun tegangan input berubah jauh.
• Digunakan elco 2200 µF dan 1000µF sebagai filter untuk meminimalisir tegangan riak pada output penyearah, selain itu kegunaan kedua elco ini adalah sebagai rangkaian pengaman yang melindungi IC dari arus atau daya yang terlalu tinggi.
## B. Pengujian Temperatur air
Proses Peneraan ( Tera alat ) Temperatur wadah dinaikkan pelan-pelan (divariasi). Letakkan keempat probe dalam wadah tersebut lalu catat
Gambar 15. Proses Tera Alat ukur Rancangan dengan Alat ukur Standart
Keterangan :
T1 = Temperatur pada sensor 1 alat yang dirancang. T2 = Temperatur pada sensor 2 alat yang dirancang.
Tabel IV. Hasil pengujian tera alat rancangan No. T1 0 C T2 0 C Thermometer digital ( 0 C) Thermometer Air Raksa ( 0 C) 1. 68 67 67,3 69 2. 67 67 67,5 69 3. 68 67 67,7 69 4. 69 68 68,1 69 5. 67 67 67,9 69 6. 68 68 68,8 69 7 68 67 67,8 70 8. 67 67 67,8 71 9. 68 67 67,8 71 10. 67 67 67,8 71 11. 68 67 67,7 70 12. 67 67 67,3 70 Gambar 16. Grafik antara T 1 ,T 2 , Thermometer digital, dan Thermometer air raksa
temperatur yang di ukur keempat probe tersebut. Menera ialah hal menandai dengan tanda tera sah atau tanda tera batal yang berlaku, atau memberikan keterangan-keterangan tertulis yang bertanda tera sah atau tanda tera batal yang berlaku, dilakukan oleh pegawai-pegawai yang berhak melakukannya berdasarkan pengujian yang dijalankan atas alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang belum dipakai
Data grafik pada gambar 16 menunjukkan kenaikan suhu pada sensor dan termometer air raksa saat suhunya
U1 2 D1 1N4002 D2 1N4002 D3 1N4002 D4 1N4002 3 4 U2 LM7805CT LINE VREG COMMON VOLTAGE U3 LM7812CT LINE VREG COMMON VOLTAGE C2 2.2mF C1 1mF C3 2.2mF 8 + 5 Volt _ + 12 Volt 220 Volt AC 9 Volt AC R1 220 Ω R2 1k Ω 5 2 V1 220 Vrms 60 Hz 0° 7 9 LED2 1 LED1 0 6 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 6 7 ,3 6 7 ,5 6 7 ,7 6 8 ,1 6 7 ,9 6 8 ,8 6 7 ,8 6 7 ,8 6 7 ,8 6 7 ,8 6 7 ,7 6 7 ,3 T h er m o m et er A ir r a k sa ( 0 C ) Thermometer digital ( 0 C) T1 T2
Thermometer air raksa
V-input V-out7805 V-out7812 6,1 Vdc 4,93 Vdc 5,70 Vdc 9,2 Vdc 4,93 Vdc 9,75 Vdc 12,2 Vdc 4,93 Vdc 11,80 Vdc 15,4 Vdc 4,93 Vdc 11,83 Vdc 12 Multimeter Multimeter
E-Journal Teknik Elektro dan Komputer (2013)
dinaikkan secara perlahan .Tingkat keakuratan pengukuran alat ukur rancangan terhadap alat ukur digital serta termometer air raksa perbedaannya berkisar antara 1 0 C sampai 2 0 C. Respon alat ukur rancangan masih lambat bila dibandingkan dengan alat ukur digital bila suhu air dipanaskan.
Pengukuran ∆ T pada alat Pengukuran selisih ( ∆ T) suhu dua keadaan yang berbeda pada alat rancangan.
Keterangan : T1 = Temperatur pada sensor 1 alat yang dirancang. T2 = Temperatur pada sensor 2 alat yang dirancang.
Gambar 17. Pengukuran ∆ T (T1-T2) pada Alat Rancangan
Tabel V. Hasil Pengujian alat untuk temperatur wadah yang berubah (sensor T 1 ), temperature wadah konstan (sensor T 2 ) dan ∆ T.
No. T1 0 C T2 0 C ∆ T (T1- T2) 0 C 1. 38 30 8 2. 39 30 9 3. 40 30 10 4. 42 29 20 5. 46 29 17 6. 48 30 18 7. 50 30 20 8. 55 30 25 9. 56 30 26 10. 58 30 28 11. 59 30 29 12. 60 30 30
Gambar 18. Grafik antara T 1 ,T 2 dan ∆ T
Data grafik pada gambar 18 menunjukkan kenaikan suhu pada sensor T1 dan selisih suhunya ( ∆ T) berbanding lurus saat suhunya dinaikkan secara perlahan. Sedangkan pada sensor T2 suhunya dibiarkan tetap/konstan. Hasil pengukuran selisih suhu alat rancangan yang dapat diukur menunjukkan kenakarikan suhu berkisar antara 1 0 C sampai 100 0 C. Nilai pengukuran alat rancangan tidak dapat menampilkan nilai minus karena program yang dirancang nilainya absolute atau selalu bernilai positif.
## C. Pengujian Sensor Suhu
Pengujian sensor suhu yang dilakukan, meliputi pengujian output sensor satu dan sensor dua, kemudian hasilnya dikalikan dengan penguatan op-amp dan pengujian sensor suhu pada ruangan terhadap perubahan waktu. Pengukuran suhu dilakukan dengan bantuan alat ukur thermometer digital. Dapat dilihat pada tabel VI dan VII pengujian dilakukan beberapa kali pada suhu yang berbeda- beda dengan penguatan operasional 3,8 kali.
Gambar 19.. Pengujian sensor Suhu
Tabel VI. Hasil pengujian sensor suhu T1 Tabel VII. Hasil pengujian sensor suhu T2 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 ∆ T /0 C
T 1 d a n T 2
T1 T2
∆T (T1-T2) Suhu Output sensor (Vout) Penguatan Output Op- Amp 30˚ C 33˚ C 34˚ C 36˚ C 38˚ C 0,32 Vdc 0,35 Vdc 0,36 Vdc 0,39 Vdc 0,41 Vdc 3,8 X 3,8 X 3,8 X 3,8 X 3,8 X 1,22 Vdc 1,34 Vdc 1,37 Vdc 1,46 Vdc 1,52 Vdc Suhu Output sensor (Vout) Penguatan Output Op- Amp 30˚ C 33˚ C 34˚ C 36˚ C 38˚ C 0,32 Vdc 0,35 Vdc 0,36 Vdc 0,39 Vdc 0,41 Vdc 3,8 X 3,8 X 3,8 X 3,8 X 3,8 X 1,22 Vdc 1,34 Vdc 1,37 Vdc 1,46 Vdc 1,52 Vdc
Tabel data pengujian sensor pada tabel VI dan VII diperoleh dari hasil pengukuran tegangan output sensor LM 35 dan tegangan setelah penguatan. Hasil pengujian sensor satu dan sensor dua memiliki hasil yang sama.
## D. Pengujian LCD
Pengujian LCD dilakukan untuk melihat apakah tampilan LCD sudah sesuai dengan penulisan karakter yang telah dibuat pada sub rutin mikrokontroler.Hasil dari pengujian LCD ini terlihat pada tampilan LCD berupa tampilan suhu dua buah sensor dan selisih pengukuran dari kedua sensor suhu tersebut, seperti pada gambar 20.
## E. Pengujian Keseluruhan Sistem
Pengujian keseluruhan sistem dilakukan untuk mengetahui apakah alat yang dirancang bekerja dengan baik dan tidak mengalami error. Dalam pengujian keseluruhan sistem ini menggunakan termometer digital sebagai perbadingan terhadap alat ukur yang dibuat untuk mengetahui seberapa besar keakuratan dari alat yang dirancang. Berikut adalah gambar dari pengujian keseluruhan sistem.
Pada gambar 21 sensor suhu LM35 dan termometer digital keduanya dicelupkan kedalam air untuk melihat ke akuratan dari sistem ini. Hasil pengukuran yang ditampilkan pada termometer digital sebesar 26,4°C sedangkan pada alat ukur yang dibuat hasil yang ditampilkan pada LCD sebesar 26°C. Perbedaan dari kedua alat ukur ini sebesar 0.04°C. pada alat ukur ini juga ditampilkan selisih hasil pengukuran dari dua sensor LM35, hasilnya dapat dilihat pada LCD sebesar 0°C.
Gambar 20. Tampilan LCD
Gambar 21. Perbandingan LM35 dan termometer digital
## V. KESIMPULAN DAN SARAN
## A. KESIMPULAN
Bab kelima ini merupakan akhir dari penulisan tugas akhir beberapa hal penting dapat dijadikan kesimpulan dari tugas akhir ini adalah:
Sensor LM35 belum mampu bekerja dengan baik dalam mendeteksi kenaikan suhu air.
Pada pengujian sensor suhu, besaran kenaikan tegangan output sensor adalah sebesar 0,01 Volt. Persentase kesalahan pengukuran pada output op-amp berkisar antara 0,73 % - 1,93 %
## B. SARAN
Sebaiknya ada pengembangan lebih lanjut dari alat ukur yang telah penulis buat. Sehingga alat ukur ini bisa lebih akurat, misalnya tentang perbandingan antara alat ukur yang dibuat dengan alat ukur yang dijual dipasaran. Karena penulis melakukan perbandingan dengan menggunakan alat ukur thermometer leibolt (digitales temperature) dan thermometer air raksa.
Penulis sangat mengharapkan ada pengembangan lebih lanjut tentang penggunaan alat ukur ini misalnya memonitoring suhu suatu plant dari jarak jauh menggunakan jaringan internet atau handphone.
## DAFTAR PUSTAKA
[1] N.A. Agung , ”Mekatronika”, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010.
[2] A. Winoto,” Mikrokontroller AVR ATmega8/16/8535”, Bandung : Informatika Bandung, 2010.
[3] B.Astuti,”Pengantar Teknik Elektro”, Graha Ilmu, Yogyakarta. 2011.
[4] Clayton, George. and Steve Winder,” Operational Ampilifiers”, Edisi ke 5. Jakarta, Erlangga. 2005.
[5] Ibrahim, K.F,” Teknik Digital”, Yogyakarta : Penerbit Andi. 1996.
[6] Malvino, “Prinsip – Prinsip Elektronika Edisi ke 2”, Jakarta : Erlangga, 1992.
[7] I.Setiawan, ” Buku Ajar: Sensor dan Transduser”. Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, 2009.
[8] Sudjadi, “ Teori dan Aplikasi Mikrokontroler”, Yogyakarta : Penerbit Gava Media, 2005.
[9] L.Wardhana, “Belajar Sendiri
Mikrokontroller AVR seri Atmega8535 Simulasi, Hardware, dan Aplikasi”, Andi, Yogyakarta, 2006.
[10] Habil. Rancang Bangun Sistem Keamanan Rumah Menggunakan Sensor PIR. ”Skripsi”. Universitas Sam Ratulangi, Manado, 2012.
|
12725548-6a6b-4660-9981-40989e1f619c | https://journal.umkendari.ac.id/index.php/decode/article/download/132/57 |
## DECODE: Jurnal Pendidikan Teknologi Informasi
ISSN Cetak : 2775-2984 | ISSN Online : 2775-1813
Vol. 3, No. 1, Maret 2023, Hal: 118-129, Doi: http://dx.doi.org/10.51454/decode.v3i1.132 http://journal.umkendari.ac.id/index.php/decode
## ANALISIS DATA MINING SISTEM INVENTORY MENGGUNAKAN ALGORITMA APRIORI
Fitriah 1)* , Imam Riadi 1) , Herman 1)
1 Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, Indonesia Email: 2207048004@webmail.uad.ac.id
## Abstrak
Dalam manajemen rantai persedian barang ( supply chain management ) diperlukan kebijakan persediaan barang yang maksimal agar ketersedian barang tetap tersedia dan tidak terlambat dalam restock barang. Hal ini dibutuhkan manajemen persedian barang untuk menentukan cara yang tepat dan mempermudah dalam pengendalian persedian barang tersebut. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menerapkan teknik yang terdapat pada cabang ilmu Data Mining yaitu teknik aturan asosiasi (Association Rule). Tujuan penelitian ini adalah menganalisis informasi transaksi penjualan barang untuk menghasilkan association rules dari pola kombinasi itemsets yang sesuai agar membantu pemilik dalam melakukan peletakan dan persedian barang. Langkah terpenting aturan asosiasi adalah mengetahui seberapa sering kombinasi item yang disebut frequent pattern , muncul dalam database. Objek penelitian ini adalah data transaksi penjualan barang pakaian. Berdasarkan hasil pengujian menggunakan Ms. Excel dan RapidMiner diperoleh hasil dari association rules dengan minimum support 0,2% dan confidence sesuai dengan kriteria pengujian yang telah ditentukan bahwa hasil yang memenuhi nilai support minimum dan confidence 0,8% ditemukan 7 aturan asosiasi. Dari pengurutan nilai support tertinggi yaitu STX dan LK dengan nilai support 10% dengan nilai confidence 88% dan nilai Association rules Final 8,8%. Hal ini menunjukkan bahwa produk STX dan LK merupakan produk yang paling sering dibeli secara bersamaan.
Kata Kunci: association rule; apriori; confidence; data mining, support.
## ANALYSIS DATA MINING OF INVENTORY SYSTEM USING APRIORI ALGORITHM
## Abstract
In managing the supply chain of goods (supply chain management) it is necessary to have a maximum supply of goods policy so that the availability of goods remains available and is not late in restocking goods. This requires inventory management to determine the right way and make it easier to control these inventory items. One of the ways to do this is by applying the techniques contained in the Data Mining branch of science, namely the Association Rule technique. The purpose of this study is to analyze information on sales of goods transactions to produce association rules from the appropriate itemsets combination pattern to assist the owner in placing and stocking goods. The most important step in association rules is knowing how often combinations of items, called frequent patterns, appear in the database. The object of this research is the sales transaction data of clothing items. Based on the test results using Ms.Excel and RapidMiner, the results obtained from the association rules with a minimum support of 0.2% and confidence are in accordance with the tests that have been determined that the results that meet the minimum support value and 0.8% confidence found 7 association rules. From the order of the highest support values, namely STX and LK with a support value of 10% with a confidence value of 88% and a Final Association rules value of 8.8%. This shows that STX and LK products are the most frequently purchased products together.
Abstract
Keywords: association rule; apriori; confidence; data mining; support.
Submitted: 6 Februari 2023 Reviewed: 16 Februari 2023 Accepted: 22 Februari 2023 Published: 3 Maret 2023
## PENDAHULUAN
Perkembangan marketing di era saat ini sangat memberikan tantang setiap perusahaan khususnya yang bergerak dibidang penjualan barang. Setiap pelaku usaha dituntut harus mampu meningkatkan penjualan produk yang dimiliki. Hal ini menjadi tantangan setiap perusahaan dibidang penjualan. Banyak sekali perusahaan yang tidak melakukan manajemen dalam pengadaan barang sehingga menjadi tidak sesuai kebutuhan(Hidayat et al., 2020). Setiap perusahaan memiliki data penjualan. Akan tetapi, banyak perusahaan tidak mengolah data tersebut dengan baik. Data yang tidak diolah akan mengakibatkan penumpukan data yang tidak bermanfaat(Riszky, Ariefana Ria Sadikin, 2019). Perkembangan kebutuhan akan informasi yang cepat serta akurat sangat diperlukan setiap perusahaan maupun perkantoraan saat melaporkan kekayaan yang umumnya jenis kepemilikan(Utama et al., 2020). Hal ini diperlukan kebijakan persediaan barang yang optimum (Widodo, Dian Setiya Utama, 2019). Oleh karena itu, untuk menjaga barang tetap ada persediaannya dan tidak terlambat untuk persediaan barang yang berlebihan pihak manajemen perlu mencari dan menentukan cara yang tepat untuk mempermudah dalam pengendalian persedian barang tersebut (Mahardhika, 2018). Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan teknik yang terdapat pada suatu cabang ilmu Data Mining yaitu teknik aturan asosiasi (Association Rule) (Sornalakshmi et al., 2021).
Data mining merupakan analisis yang bertujuan untuk menentukan pola dan aturan dalam data (Salam et al., 2019). Penambangan data juga digunakan untuk mengekstraksi informasi prediktif dari database (Yudhana et al., 2022). Penambangan data memiliki beberapa teknik yaitu klasifikasi, pengelompokan, regresi dan aturan asosiasi (Apridonal, Choiriah, & Akmal, 2019). Aturan asosiasi digunakan untuk menentukan pola, hubungan, atau kausalitas. Aturan asosiasi dapat dibuat menggunakan algoritma Apriori (Darmawan & Kristiana, 2019). Salah satu prosesnya adalah menemukan semua aturan Apriori yang memenuhi persyaratan minimum dukungan dan kepercayaan maksimum (Oktaviani et al., 2019). Sehingga pengelola toko dapat menggunakan aturan tersebut sebagai pedoman untuk mengambil keputusan yang tepat terhadap produk yang ditampilkannya. Dengan demikian, menjaga ketersediaan barang tersebut otomatis dapat mengurangi rasa frustasi konsumen karena tidak memiliki barang yang dibutuhkan konsumen.
Algoritma Apriori, sebuah algoritma yang dikenal dalam frequent itemset . Algoritma ini menggunakan knowledge discovery in databases (KDD) dengan tahapan proses Data Selection , Cleaning , Transformation , proses mining, evaluasi pola (pattern evaluation) (Samuel et al., 2022). Dalam tahap data selection melibatkan pemilihan data yang akan dianalisis. Ini merupakan tahap penting karena mempengaruhi hasil dari tahap selanjutnya. Data cleaning tahap ini melibatkan pembersihan data dari kebocoran, duplikat, dan data yang tidak relevan guna membantu meningkatkan akurasi dari hasil yang akan diperoleh. Sedangkan pada tahap data transformation untuk memudahkan proses analisis dari konversi data ke bentuk yang lebih sesuai, seperti normalisasi, agregasi, dan transformasi atribut. Selanjutnya yaitu proses mining mencari informasi pada data dengan metode algoritma apriori untuk menemukan pola dan aturan asosiasi agar mendapatkan hasil yang baik. Hal ini melibatkan pengelompokan item, menentukan itemset yang sering muncul, dan menemukan aturan asosiasi. Evaluasi Pola yaitu evaluasi hasil dari proses mining mendapatkan penilaian terhadap pola dan aturan asosiasi yang ditemukan dan menentukan apakah pola tersebut berguna atau tidak. Secara keseluruhan, KDD dan algoritma apriori saling melengkapi dan digunakan untuk menemukan informasi berguna dari data yang besar dan kompleks.
Beberapa penelitian terdahulu terkait dengan masalah analisis persedian barang telah dilakukan. seperti pada penelitian dengan judul Analisis Penjualan E-Tiket Menggunakan
## Analisis Data Mining Sistem Inventory Menggunakan Algoritma Apriori
Algoritma Apriori Pada CV. Guti Mulia Wisata pada tahun 2019 yang memanfaatkan algoritma apriori untuk memprediksi penjualan e-tiket sehingga dapat diketahui pola frekuensi tiket yang paling banyak terjual. Hasil penelitian ini menunjukkan Data mining sangat berguna untuk mengetahui hubungan pola frekuensi penjualan tiket yang sering dibeli oleh konsumen (Choiriah, 2019). Pada tahun yang sama dilakukan penelitian dengan judul “ An efficient apriori algorithm for frequent pattern mining using mapreduce in healthcare ” data pada transaksi dari setiap kelompok klien dengan menerapkan algoritma apriori memungkinkan untuk mendapatkan aturan asosiasi dengan tingkat kepercayaan yang tinggi (Silva, Jesus Varela, Noel López, Luz Adriana Borrero Millán, 2019). Penelitian lain “Implementasi Algoritma Apriori Untuk Menentukan Pola Pembelian Produk” menggunakan algoritma apriori guna mendapatkan informasi produk sebagai strategi bisnis untuk mendapatkan keuntungan dengan system database berbasis web (Febrianto & Supriyanto, 2022). Penelitian lainnya dilakukan oleh (Abidin et al., 2022) mendapatkan hasil penelitian penerapan algoritma apriori menghasilkan 13 aturan asosiasi yang dapat meminimalisir kekosongan persediaan dari masing-masing item yang paling laku dari setiap produk dari 3 merk suku cadang tersebut. Penerapan Algoritma Apriori Pada “Transaksi Penjualan Untuk Rekomendasi Menu Makanan Dan Minuman” menunjukkan hasil bahwa
Nilai Support dan Confidence tertinggi ialah Es Teh Manis dan Mendoan dengan nilai Support 50% dan Confidence 76%. Dapat berupa rekomendasi kombinasi menu dari data yang terkumpul dan diterapkan pada algoritma apriori sedemikian rupa sehingga diharapkan dapat digunakan untuk mengevaluasi pelayanan dan meningkatkan kepuasan pelanggan sehingga warung dapat berkembang lebih cepat (Merliani et al., 2022).
Merujuk pada penelitan terdahulu yang berkaitan, pada penelitian ini penulis menganalisis data persedian barang dengan itemset yang berbeda. Penulis menerapkan algoritma apriori yang dikombinasikan dengan metode association rules untuk mengatur penempatan dan persediaan barang dengan lebih baik.
## METODE
Objek penelitian yang diteliti pada penelitian ini adalah data pesedian barang (pakaian) di daerah Kota Bengkulu pada tahun 2020 dengan jumlah data sampling sebanyak 140 transaksi. Data-data tersebut merupakan data transaksi penjualan barang. Penelitian melakukan analisis proses menggunakan metodologi rule data mining (Ikhwan et al., 2018). Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis penggunaan algoritma apriori sebagai parameter pengukuran disesuaikan dengan lingkup penelitian (Prasetyo et al., 2021). Tahapan Penelitian pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tahapan Penelitian
Pada gambar 1 menunjukan tahapan penelitian tentang analisis pengolahan data penjualan barang untuk mendapatkan hasil yang maksimal dengan algoritma apriori. Secara detil, berikut diuraikan kinerja tiap tahapan: (1) Literatur Review, penelitian ini telah dilakukan oleh beberapa penelitian sebelumnya sehingga untuk mendukung menyelesaikan penelitian ini dengan baik maka dilakukan literatur review terkait penelitian terdahulu yang bertujuan untuk memperkaya pengetahuan peneliti dan akan menjadi pedoman dalam mengkaji penggunaan metode apriori untuk mempermudah dalam pengelolaan data penjualan barang dalam menentukan Association Rules untuk mendapatkan hasil penelitian yang relevan; (2) Pengumpulan Data, tahapan pengumpulan data yaitu tahapan mencari informasi mengenai data yang akan dipakai. Tahapan pengumpulan data peneliti mengumpulkan data penjualan dalam bentuk nota dan pindahkan dalam aplikasi pengolah angka (Ms.Excel). Data penjualan yang didapatkan mulai bulan Januari sampai bulan Maret tahun 2020; (3) Preprocessing , tahap ini merupakan tahap dimana peneliti menyiapkan peralatan pendukung dalam penelitian ini. Tahap ini merupakan tahap mempersiapkan data agar mudah diolah. Data yang diperoleh dalam bentuk nota dipindahkan ke aplikasi pengolah kata (Ms. Excel). Dataset yang diolah menggunakan aplikasi pengolah kata untuk mendapatkan hasil berdasarkan perhitungan manual berdasarkan algoritma apriori. Akan tetapi. dalam penelitian ini menggunakan tools Rapid Miner. Hal ini bertujuan untuk membandingkan persentase hasil yang diperoleh antara Ms.Excel dan Rapid Miner; (4) Proses Apriori, tahapan ini dimulai dengan menganalisis dataset, Pembentukan Association Rules , dan Penentuan nilai Confidence .
Proses penerapan algoritma apriori diuraikan pada Gambar 2 berikut.
## Analisis Data Mining Sistem Inventory Menggunakan Algoritma Apriori
Gambar 2. Proses Penerapan Algoritma Apriori
Penerapan algoritma apriori secara detil diuraikan sebagai berikut:
1. Analisis dataset tahapan ini dilakukan untuk menentukan itemset frequent tertinggi dengan nilai support yang telah ditentukan. Dalam hal ini peneliti menetapkan support minimum 0,02 atau 2% dikarenakan setelah melihat dan menganalisa jumlah data transaksi nilainya cenderung kecil. Nilai support sebuah itemset frequent tertinggi diperoleh dengan menggunakan persamaan:
𝑆𝑢𝑝𝑝𝑜𝑟𝑡 (𝐴) = ∑ 𝑀𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔 𝐴 ∑ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑇𝑟𝑎𝑛𝑠𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑥 100% (1)
Nilai mengandung A merupakan nilai dari satu item barang pada transaksi, untuk mendapatkan nilai support A 1- itemset yaitu membagi nilai mengandung A dengan jumlah total seluruh transaksi. Agar mendapatkan nilai presentase hasil dari pembagian dikalikan dengan 100%.
2. Pembentukan Association rules dengan Minimum support
Tahapan pembentukan Association rules dilakukan untuk seleksi data yang telah memenuhi support frequent itemset untuk dilakukan penggabungan dan itemset yang tidak memenuhi akan dihapus, dan yang memenuhi iterasi akan digunakan untuk proses berikutnya.
Nilai 2- itemset diperoleh dengan menggunakan Persamaan:
𝑆𝑢𝑝𝑝𝑜𝑟𝑡 (𝐴 → 𝐵) = ∑ 𝑀𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔 𝐴 𝑑𝑎𝑛 𝐵
∑ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑇𝑟𝑎𝑛𝑠𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑥 100% (2)
Nilai mengandung A dan B merupakan nilai dari dua item barang pada transaksi,yang memenuhi nilai support yang telah ditetapkan pada 1- itemset (0,2 %) yang tidak memenuhi akan dihilangkan dan tidak akan mengkiuti ketahap berikutnya untuk mendapatkan nilai support 2- itemset yaitu membagi nilai mengandung A dan B dengan jumlah total seluruh transaksi. Agar mendapatkan nilai presentase hasil dari pembagian dikalikan dengan 100%.
Nilai support 3-itemset diperoleh dengan menggunakan Persamaan:
𝑆𝑢𝑝𝑝𝑜𝑟𝑡 (𝐴, 𝐵, 𝐶) = ∑ 𝑀𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔 𝐴,𝐵,𝑑𝑎𝑛 𝐶 ∑ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑇𝑟𝑎𝑛𝑠𝑎𝑘𝑠𝑖
𝑥 100% (3)
Nilai mengandung A, B dan C merupakan nilai dari tiga item barang pada transaksi, yang memenuhi nilai support yang telah ditetapkan pada 2- itemset (0,2 %) yang tidak memenuhi akan dihilangkan dan tidak akan mengkiuti ketahap berikutnya untuk mendapatkan nilai support 3- itemset yaitu dengan membagi Nilai mengandung A,B dan C dengan jumlah total seluruh transaksi A. Agar mendapatkan nilai presentase hasil dari pembagian dikalikan dengan 100%.
3. Penentuan nilai confidence
Peneliti menetapkan nilai confidence 0,8% dengan tujuan untuk membentuk aturan yang kuat atau strong rules sehingga dapat membentuk rules generation atau pola transaksi- transaksi berikutnya. Untuk menentukan nilai confidence yaitu dengan diperoleh menggunakan persamaan:
𝐶𝑜𝑛𝑓𝑖𝑑𝑒𝑛𝑐𝑒 = P (A ∣ B ) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑟𝑎𝑛𝑠𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑀𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔 𝐴 𝑑𝑎𝑛 𝐵 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑎𝑘𝑠𝑖 𝐴
𝑥 100% (4)
Nilai confidence berdasarkan nilai minimal support dan minimum confidence yang telah memenuhi item frequent tinggi.
4. Hasil
Penelitian ini menghasilkan Association rules dari pola kombinasi 2- itemset dan 3- itemset yang telah memenuhi nilai minimum support dan confidence.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan data transaksi penjualan sebagai data sampling data. Data yang di- preprocessing diolah dengan memanfaatkan aplikasi RapidMiner sebagai tools pengolah data dengan memanfaatkan algoritma asosiasi untuk data barang. Adapun data transaksi barang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 . Data Barang Nama Barang K JV HY RI B KD KL BK STS LS RKN SCO SC TP BH SCP EJ CVM CAK BS BI DK SI DKS CKN SM TI CK SMI GD7 RB BBH CKR BKN KKB TK BF KJP SVS HL CA SS PS SCL J KN LX CT STX LB1 DHK LK ST0 H CKJ KS GI
## Analisis Data Mining Sistem Inventory Menggunakan Algoritma Apriori
Data transaksi penjualan yang digunakan pada penelitian ini mulai dari bulan Januari sampai Maret tahun 2020 dengan jumlah data sampling sebayak 140 transaksi. Sebagai gambaran umum transaksi penjualan dapat dilihat pada table 2.
Tabel 2. Transaksi penjualan
Dari data pejualan data tersebut djadikan dalam bentuk format tabular untuk mempermudah mengetahui berapa banyak item yang dibeli dalam setiap transaksi untuk mencari pola frekuensi tinggi dengan membuat 1-itemset. Sebelum mencari frekuensi tinggi maka data dirubah dalam bentuk tabular data tersebut dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3.Hasil tabulasi tata
No Nomor Transaksi Nama Barang 1 TR210105.001 K 2 TR210105.002 RI K 3 TR210105.003 KL 4 TR210105.004 LS SC SCP 5 TR210105.005 CAK 6 TR210105.006 DK CKN CK 7 TR210105.007 RB CK 8 TR210105.008 BK BF 9 TR210105.009 HL 10 TR210105.010 PS … ………………. …. … ….. …. 131 TR210205.006 BS SI SMI 132 TR210205.007 SMI 133 TR210205.008 BBH KKB 134 TR210205.009 GI ST KJK CA 135 TR210208.010 K BS 136 TR210208.011 BKN BF 137 TR210208.012 HL RKN 138 TR210208.013 PS CK TP 139 TR210208.014 KN PS RB 140 TR210208.015 EJ K SI
No
No Transaksi Nama Barang K RI ……………. G 1 TR210105.001 1 0 ……………. 0 2 TR210105.002 1 1 ……………. 0 3 TR210105.003 0 0 ……………. 0 4 TR210105.004 0 0 ……………. 0 5 TR210105.005 0 0 ……………. 0 6 TR210105.006 0 0 ……………. 0 7 TR210105.007 0 0 ……………. 0 8 TR210105.008 0 0 ……………. 0 9 TR210105.009 0 0 ……………. 0 10 TR210105.010 0 0 ……………. 0 …. …………….. .. ……………. … 131 TR210205.006 0 0 ……………. 0 132 TR210205.007 0 0 ……………. 0 133 TR210205.008 0 0 ……………. 0 134 TR210205.009 0 0 ……………. 0 135 TR210208.010 1 0 ……………. 0 136 TR210208.011 0 0 ……………. 0 137 TR210208.012 0 0 ……………. 1 138 TR210208.013 0 0 ……………. 0 139 TR210208.014 0 0 ……………. 0 140 TR210208.015 0 0 ……………. 0
## Fitriah, Imam Riadi, Herman
Tabel 3 merupakan data transaksi penjualan produk yang sudah berbentuk format tabular. Selanjutnya data tersebut diolah untuk menentukan frekuensi tinggi dengan nilai minimum support masing-masing item barang 2 %. Tabel hasil perhitungan frekuensi tinggi yang memenuhi minimum support dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Minimal Support 1-Itemset
Tabel 4 menampilkan hasil dari perhitungan nilai support dengan minimuml support 2% dari data transaksi penjualan, yang tidak memenuhi nilai akan dihapus dan tidak akan dilanjutkan pada tahapan perhitungan frekuensi 2-itemset. Data barang yang memenuhi 2- itemset ditampilkan pada tabel 5.
Tabel 5. Minimal Support 2-Itemset Barang Transaksi Support % LK STX 0,1 10% LK RI 0,071 7,1% LK CAK 0,057 5,7% STX RI 0,036 3,6% STX CAK 0,021 2,1% BF BK 0,021 2,1% BF BKN 0,021 2,1% CK RB 0,021 2,1%
Tabel 5 merupakan hasil dari perhitungan nilai support dengan 2-itemset dengan minimal support 2 %. Berdasarkan data tersebut terjadi pengurangan jumlah data jika dibandingkan dengan Tabel.4 karena Tabel.5 menampilkan transaksi yang terdapat 2 jenis barang dalam satu transaksi yang memenuhi nilai minimum support . Hasil perhitungan yang memenuhi nilai s upport dilakukan perhitungan dengan 3-Itemset hasil pada tabel 6.
Barang Transaksi Support (%) LK 0,179 17,86% CK 0,121 12,14% STX 0,114 11,43% RI 0,086 8,57% BF 0,071 7,14% CAK 0,071 7,14% HL 0,071 7,14% BK 0,064 6,43% K 0,057 5,71% B 0,043 4,29% PS 0,043 4,29% JV 0,036 3,57% KN 0,036 3,57% EJ 0,029 2,86% LS 0,029 2,86% RB 0,028 2,86% BKN 0,021 2,14% CKJ 0,021 2,14% DK 0,021 2,14% LB1 0,021 2,14% LX 0,021 2,14% RKN 0,021 2,14% SCP 0,021 2,14% SI 0,021 2,14% SMI 0,021 2,14% ST0 0,021 2,14% TP 0,021 2,14%
## Analisis Data Mining Sistem Inventory Menggunakan Algoritma Apriori
Tabel 6. Minimal Support 3-Itemset Barang Transaksi Support % LK STX RI 0,036 3,6% LK STX CAK 0,021 2,1%
Tabel 6 menampilkan hasil dari perhitungan nilai support dengan 3 itemset dengan minimum support 2 %. Tabel tersebut menampilkan 2 data yaitu transaksi yang terdapat 3 jenis barang dalam satu transaksi dengan nilai 0.036 atau 3.6 % dan 0.021 atau 2.1 %. Pada tahapan selanjutnya dilakukan perhitungan association rules final hasil dari perhitungan 2- itemset dan 3-itemset yang memenuhi nilai support hasil ditampilkan pada tabel 7. Tabel 7. Association rules final
Langkah terakhir yaitu pembentukan asosiasi final yang didapatkan dari nilai minimal support dan minimal confidence yang telah ditentukan dapat dilihat hasilnya pada Tabel 7. Berdasarkan hasil dari association rules didapatkan 7 association rules yang terdiri dari 3 association rule dengan 2 itemset dan 4 association rule dengan 3 itemset yang paling sering muncul dalam transaksi. Berdasarkan pengurutan nilai support tertinggi yaitu STX dan LK dengan nilai support 10 % dengan nilai confidenc e 88 % dan nilai association rules Final 8,8 % sebagaimana pada Tabel. 7. Dari hasil pengolahan data pada tabel 7 dapat dilihat hasilnya pada gambar 3.
Barang Transaksi Support Confidence (Support x Confidence) Jika membeli STX, Maka membeli LK 10% 88% 8,8% Jika membeli RI, Maka membeli LK 7% 83% 5,8% Jika membeli CAK Maka membeli LK 6% 80% 4,8% Jika membeli RI dan LK maka membeli STX 5% 83% 4,2% Jika membeli STX dan LK maka membeli RI 5% 88% 4,4% Jika membeli STX dan LK maka membeli CAK 3% 88% 2,6% Jika membeli CAK dan LK maka membeli STX 3% 80% 2,4%
## Gambar 3. Grafik Association rules final
Berdasarkan grafik pada gambar 2 dapat dilihat pelanggan membeli produk STX dan LK secara bersamaan dengan persentase 8,8% . Nilai ini merupakan persentase tertinggi pada data transaksi. Nilai persentase tinggi kedua diperoleh 5,8% pelanggan membeli produk RI dan LK secara bersamaan. Semenatara itu, nilai terendah diperoleh pada pembelian produk LK dan STX secara bersamaan dengan persentase 2,4%.
## KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pengujian dari RapidMiner Algoritma Apriori dan penghitugan manual dari 140 data transaksi yang telah dilakukan penerapan data mining dapat digunakan untuk mengetahui hubungan pola frekuensi penjualan barang, dengan menerapkan algoritma apriori untuk menentukan kombinasi itemset dengan minimum support 0,2% dan confidence Sesuai dengan kriteria pengujian yang telah ditentukan bahwa hasil yang memenuhi nilai support minimum dan confidence 0,8 % ditemukan 7 aturan asosiasi. Dari pengurutan nilai support tertinggi yaitu STX – LK dengan nilai support 10 % dengan nilai confidence 88 % dan nilai Association rules Final 8,8 %, Sehingga setelah mendapatkan aturan asosiasi tersebut dapat di implementasikan oleh pemilik tokoh dengan meletakan item STX berdampingan dengan LK agar jika pelanggan membeli item STX maka akan membeli LK, selain itu dengan menggunakan algoritma apriori ini pemilik tokoh dapat mengetahui barang apa saja yang harus disediakan.
Saran penelitian lebih lanjut dapat menggunakan algoritma aturan asosiasi lain seperti Support Vector Machine (SVM), FP-Growth dan lainnya untuk hasil yang lebih baik dan alat pengujian seperti tanagra.
## DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z., Amartya, A. K., & Nurdin, A. (2022). Penerapan Algoritma Apriori Pada Penjualan Suku Cadang Kendaraan Roda Dua (Studi Kasus: Toko Prima Motor Sidomulyo). Jurnal Teknoinfo , 16 (2), 225. https://doi.org/10.33365/jti.v16i2.1459
Apridonal M, Yori Choiriah, W., & Akmal, A. (2019). Penerapan Data Mining Menggunakan Metode Assiciation Rule Dengan Algoritma Apriori Untuk Analisa Pola Penjualan Barang. JURTEKSI (Jurnal Teknologi Dan Sistem Informasi) , 5 (2), 193–198.
0,0% 1,0% 2,0% 3,0% 4,0% 5,0% 6,0% 7,0% 8,0% 9,0% Jika Membeli
STX maka membeli LK jika membeli RI maka membeli LK jika membeli CAK maka membeli LK Jika membeli RI dan LK maka membeli STX Jika membeli STX dan LK maka membeli RI Jika membeli STX dan LK maka membeli CAK Jika membeli CAK dan LK maka membeli STX 8,8% 5,8%
4,8%
4,2% 4,4% 2,6% 2,4%
## Analisis Data Mining Sistem Inventory Menggunakan Algoritma Apriori
https://doi.org/10.33330/jurteksi.v5i2.362
Choiriah, W. (2019). Analisis Penjualan E-Tiket Menggunakan Algoritma Apriori Pada Cv.
Guti Mulia Wisata. ZONAsi: Jurnal Sistem Informasi , 1 (1), 21–27. https://doi.org/10.31849/zn.v1i1.2382
Darmawan, A., & Kristiana, T. (2019). Analisis Pola Penjualan Dengan Menggunakan Algoritma Apriori Pada Koperasi Karyawan Yayasan Anakku. Jurnal Riset Informatika , 2 (1), 31–36. https://doi.org/10.34288/jri.v2i1.68
Febrianto, M. D., & Supriyanto, A. (2022). Implementasi Algoritma Apriori Untuk Menentukan Pola Pembelian Produk. JURIKOM (Jurnal Riset Komputer) , 9 (6), 2010– 2020. https://doi.org/10.30865/jurikom.v9i6.5230
Hidayat, L., Koto, H., & Pratiwi Hayyuning. (2020). Jumlah Pesanan Ekonomis Untuk Pengendalian. Jurnal Agroindustri , 10 (1), 33–39.
Ikhwan, A., Yetri, M., Syahra, Y., Halim, J., Utama Siahaan, A. P., Aryza, S., & Yacob, Y. M. (2018). A novelty of data mining for promoting education based on FP-growth algorithm. International Journal of Civil Engineering and Technology , 9 (7), 1660– 1669.
Mahardhika, A. (2018). Analisis Perbandingan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Dengan Pendekatan Metode Economic Order Quantity Dan Metode Kanban. Teknik Industri , 2 (2), 454–463.
Merliani, N. N., Khoerida, N. I., Widiawati, N. T., Triana, L. A., & Subarkah, P. (2022). Penerapan Algoritma Apriori Pada Transaksi Penjualan Untuk Rekomendasi Menu Makanan Dan Minuman. Jurnal Nasional Teknologi Dan Sistem Informasi , 8 (1), 9– 16. https://doi.org/10.25077/teknosi.v8i1.2022.9-16
Oktaviani, A., TM Napitupul, G., Sarkawi, D., & Yulianti, I. (2019). Penerapan Data Mining Terhadap Penjualan Pipa Pada Cv. Gaskindo Sentosa Menggunakan Metode Algoritma Apriori. Jurnal Riset Informatika , 1 (4), 167–172.
https://doi.org/10.34288/jri.v1i4.96
Prasetyo, A., Purwanto, H., & Kholil, I. (2021). Implementation of Apriori Algorithm With Customer Order Pattern Analysis for Determination of Raw Material Inventory. Jurnal Riset Informatika , 3 (3), 251–258. https://doi.org/10.34288/jri.v3i3.234
Riszky, Ariefana Ria Sadikin, M. (2019). Data Mining Menggunakan Algoritma Apriori untuk Rekomendasi Produk bagi Pelanggan. Jurnal Teknologi Dan Sistem Komputer , 7 (3), 103–108. https://doi.org/10.14710/jtsiskom.7.3.2019.103-108
Salam, A., Zeniarja, J., Wicaksono, W., & Kharisma, L. (2019). Pencarian Pola Asosiasi Untuk Penataan Barang Dengan Menggunakan Perbandingan Algoritma Apriori Dan Fp-Growth (Study Kasus Distro Epo Store Pemalang). Dinamik , 23 (2), 57–65. https://doi.org/10.35315/dinamik.v23i2.7178
Samuel, S., Sani, A., Budiyantara, A., Ivone, M., & Frieyadie, F. (2022). Sales Level Analysis Using the Association Method With the Apriori Algorithm. Jurnal Riset Informatika , 4 (4), 331–340. https://doi.org/10.34288/jri.v4i4.422
Silva, Jesus Varela, Noel López, Luz Adriana Borrero Millán, R. H. R. (2019). Association rules extraction for customer segmentation in the SMES sector using the apriori algorithm.
Procedia Computer Science , 151 (2018), 1207–1212.
https://doi.org/10.1016/j.procs.2019.04.173
## Fitriah, Imam Riadi, Herman
Sornalakshmi, M., Balamurali, S., Venkatesulu, M., Krishnan, M. N., Ramasamy, L. K., Kadry, S., & Lim, S. (2021). An efficient apriori algorithm for frequent pattern mining using mapreduce in healthcare data. Bulletin of Electrical Engineering and Informatics , 10 (1), 390–403. https://doi.org/10.11591/eei.v10i1.2096
Wahyuni, S., S, Saputra, K., Perangin-angin, M. I. (2018). Implementasi Rapidminer Dalam Menganalisa Data Mahasiswa Drop Out. Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu , 10 (2), 1899-1902.
Utama, K. M. R. A., Umar, R., & Yudhana, A. (2020). Penerapan Algoritma Fp-Growth Untuk Penentuan Pola Pembelian Transaksi Penjualan Pada Toko Kgs Rizky Motor. Dinamik , 25 (1), 20–28. https://doi.org/10.35315/dinamik.v25i1.7870
Widodo, Dian Setiya Utama, D. M. (2019). Analisis Model Sustainable Economic Order Quantity Dengan Mempertimbangkan Emisi Karbon Dan Batasan Kapasitas Gudang Untuk Menekan Total Biaya Persediaan. Teknik , 40 (3), 169.
https://doi.org/10.14710/teknik.v40i3.24508
Yudhana, A., Riadi, I., & Prasongko, R. Y. (2022). Forensik WhatsApp Menggunakan Metode Digital Forensic Research Workshop ( DFRWS ). Jurnal Informatika: Jurnal Pengembangan IT (JPIT) , 7 (1), 43–48.
## How to cite :
Fitriah, F., Riadi, I., & Herman, H. (2023). Analisis Data Mining Sistem Inventory Menggunakan Algoritma Apriori. DECODE: Jurnal Pendidikan Teknologi Informasi, 3(1), 118-129. DOI: http://dx.doi.org/10.51454/decode.v3i1.132
|
9a0a5500-f85d-4e5a-b351-27ef072c9a5d | https://jurnal.batan.go.id/index.php/bprn/article/download/301/287 |
## ANALISIS DAN PENGENDALIAN KONDUKTIVITAS AIR PADA KOLOM RESIN
CAMPURAN ( MIX-BED ) SISTEM AIR BEBAS MINERAL (GCA 01)
Setyo Budi Utomo, Diyah Erlina Lestari, Santosa Pujiarta, Royadi
## ABSTRAK
ANALISIS DAN PENGENDALIAN KONDUKTIVITAS AIR PADA KOLOM RESIN CAMPURAN ( MIX-BED ) SISTEM AIR BEBAS MINERAL (GCA 01). Kolom resin campuran merupakan kolom (tabung) yang berisikan campuran resin penukar kation dan resin penukar anion yang berfungsi sebagai media terakhir untuk memurrnikan air baku ( raw water ) menjadi air bebas mineral. Telah dilakukan analisis konduktivitas air keluaran kolom resin campuran dengan metode pengukuran menggunakan alat ukur konduktiviti meter dan diketahui bahwa nilai konduktivitas air keluaran kolom resin campuran mengalami kenaikan dari 0.1µS/cm menjadi 0.28 µS/cm. Kenaikan ini disebabkan oleh ion pengotor lepasan kolom resin penukar kation dan anion, yang pada proses pertukaran ion, pengotor membentuk senyawa garam yang menghambat proses pertukaran ion. Kenaikan nilai konduktivitas dikendalikan dengan cara pengadukan dan pembilasan ulang resin pada kolom resin campuran. Harga konduktiivitas air berhasil diturunkan dari 0.28µS/cm menjadi 0.1µS/cm. Dapat disimpulkan bahwa homogenitas resin penukar ion perlu dijaga dan dipertahankankan agar fungsi resin sebagai media pemurnian tetap berfungsi.
Kata kunci: Konduktivitas, resin, homogenitas
## ABSTRACT
ANALYSIS AND CONTROL OF THE WATER CONDUCTIVITY ON THE MIX BED COLUMM RESIN OF DEMINERALIZED WATER SYSTEM (GCA 01). Mix-bed column is the column (tube) containing a mixture of cation exchange resin and anion exchange resin that serves as the last media to purify raw water into demineralized water. Conductivity of water output from the mix bed column resin has been analyzed using conduktivitymeter HACH senION5.. From the measurement results it was noticed that value of the water conductivity output of the mix bed column resin increase from 0.1 μS/cm to be 0.28 μS/cm. This increase due to impurities ion released from exchange resin column cations and anions forming salt compound during ion exchange process in which it obstructs the process. By stirring and rinsing of ion exchange resin, value of conductivity is successfully controlled to normal condition of 0.1μS/cm. It then can be concluded that homogeneity of ion exchange resin should be maintained in order to keep its performance as purification media.
Keywords: Conductivity, resin, homogeneity.
## PENDAHULUAN
Kualitas air bebas mineral sebagai umpan air pendingin pada kolam reaktor sangat dipengaruhi oleh kinerja resin penukar ion pada sistem air bebas mineral. Sistem air bebas mineral adalah sistem yang mengolah air baku ( raw water ) menjadi air bebas mineral dengan menggunakan resin penukar ion sebagai media pemurnian air. Resin penukar ion pada sistem air bebas mineral terdiri dari resin penukar kation, resin penukar anion dan resin campuran kation-anion ( mix-bed ) yang masing-masing resin penukar ion tersebut ditempatkan pada wadah berbentuk kolom.
Tahap pembuatan air bebas mineral adalah air baku dilewatkan pada saringan pasir ( sand filtre ) dan filter mekanik untuk membersihkan air dari pengotor dalam bentuk lumpur atau padatan terlarut yang terdapat dalam air baku. Air kemudian dilewatkan melalui kolom resin penukar kation, kolom resin penukar anion dan terakhir air dilewatkan melalui kolom resin campuran. Resin campuran kation dan anion adalah media terakhir untuk memurnikan air baku menjadi air bebas mineral yang ditampung dalam kolom (tabung). Kualitas air bebas mineral yang dihasilkan mencapai kondutivitas 0.1µS/cm. Pemantauan nilai konduktivitas air keluaran kolom
resin campuran menggunakan alat konduktiviti meter HACH senION5, nilai konduktivitas air keluaran kolom resin campuran dengan interval waktu tertentu mengalami perubahan yaitu dari 0.1µS/cm menjadi 0.28 µS/cm. Dengan demikian pada tulisan ini akan dianalisis secara rinci penyebab kenaikan nilai konduktivitas air pada keluaran sistem kolom campuran resin penukar ion dan teknik pengendalian konduktivitas air agar nilai konduktivitas keluaran campuran resin penukar ion mendekati 0.1µS/cm. Adapun lingkup
analisis dan pengendalian yang dilakukan dengan cara : Analisis fungsi resin campuran yang berfungsi untuk mempertukarkan kation H dan anion OH dengan kation dan anion pengotor dalam air baku. Dari fungsi resin ini, berpeluang tertutupnya permukaan resin pada kolom resin campuran oleh senyawa pengotor yang terlarut di dalam air.
Melakukan pengendalian agar tercapai nilai konduktivitas air 0.1µS/cm yang di hasilkan dari sistem kolom resin campuran, dengan metode teknik pengendalian melalui pengadukan dan pembilasan resin campuran.
Melakukan pengukuran konduktifitas air keluaran pada sistem kolom resin campuran sebelum dan sesudah pengadukan dan pembilasan resin.
## DESKRIPSI SISTEM
Sistem air bebas mineral adalah sistem yang berfungsi untuk mengolah air baku menjadi air bebas mineral (konduktivitas 0.1µS/cm) dengan menggunakan sistem resin penukar ion sebagai media untuk mengambil ion pengotor yang ada didalam air baku.
Tahapan proses pembuatan air bebas mineral di RSG-GAS adalah sebagai berikut:
- Air baku dari kolam air baku dialirkan menggunakan pompa melalui pre filter yang terdiri dari filter pasir dan filter mekanik untuk membersihkan air dari lumpur maupun endapan terlarut.
- Air keluaran dari pre filter kemudian dilewatkan kedalam kolom resin penukar kation. Kolom resin penukar kation berisikan resin penukar kation. Pada kolom ini terjadi proses pertukaran kation dalam air dengan kation H dari resin penukar anion menurut reaksi;
- RH + + K + == RK + + H + .
Dimana : RH + : resin berikatan dengan kation H. K + : kation pengotor dalam air baku. RK + : resin yang telah mengikat kation pengotor dari air baku.
H – : adalah kation H bebas yang berasal dari resin.
- Air keluaran dari kolom resin penukar kation selanjunya dilewatkan kedalam kolom resin penukar anion. Kolom resin penukar anion berisikan resin penukar anion. Pada kolom ini terjadi proses pertukaran anion dalam air dengan anion OH dari resin penukar anion menurut reaksi :
ROH - + A - == RA - + OH - .
Dimana : ROH + : resin berikatan dengan kation OH. A + : anion pengotor dalam air baku.
RA + : resin yang telah mengikat anion pengotor dari air baku.
OH – : adalah anion OH bebas yang berasal dari resin.
- Dan tahap terakhir, air baku dilewatkan melalui kolom resin campuran. Kolom resin campuran berisikan campuran resin penukar kation dan resin penukar anion. Arah aliran air baku pada kolom resin campuran adalah dari atas ke bawah. Fungsi dari resin campuran ini adalah untuk mempertukarkan sisa-sisa kation dan anion yang masih terdapat didalam air keluaran kolom resin kation dan kolom resin anion dengan ion H + dan OH - dari resin campuran seperti dijelaskan pada reaksi sebagai berikut [1] ;
RH + + K + == RK + + H + ROH - + A - == RA - + OH -
H + dan anion OH - selanjutnya bergabung menjadi H 2 O (air) tanpa mineral dengan nilai konduktivitas bisa mencapai 0.1 µS/cm. Air bebas mineral yang dihasilkan selanjutnya ditampung dalam tangki tampung air bebas mineral.
Kolom resin campuran terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut : 1. Kolom resin campuran yang berfungsi untuk menempatkan resin penukar ion. Kolom dilengkapi dengan gelas penala untuk melihat resin yang berada didalam kolom.
2. Pipa-pipa yang terbuat dari bahan PVC berfungsi untuk mengalirkan air baku, bahan regenerasi dan udara bertekanan. 3. Katup aliran air dan aliran bahan regenerasi yang berfungsi untuk mengatur cairan yang berhubungan dengan produksi maupun regenerasi. Katup udara yang berfungsi untuk memberikan udara bertekanan ke dalam resin campuran.
4. Sensor konduktivitas meter yang terpasang secara permanen yang berfungsi untuk memantau kualitas air bebas mineral yang dihasilkan.
5. Campuran resin penukar ion yang terdiri dari 75 liter resin penukar kation dan 75 liter resin penukar anion.
6. Konduktiviti meter yang berfungsi untuk memantau nilai konduktivitas air bebas mineral hasil pengoperasian sistem air bebas mineral.
7. Kompresor udara yang berfungsi untuk menghasilkan udara bertekanan,
digunakan untuk pengadukan resin campuran. 8. Pompa yang berfungsi untuk mengalirkan air bebas mineral dari tangki tamping air bebas kedalam kolom resin campuran.
Gambar 1. Kolom resin campuran
Keterangan dan kondisi katup pada kolom resin campuran adalah sebagai beikut;
a) K1 adalah katup air baku masuk dari kolom resin penukar kation dan anion ke tangki resin campuran. Pada saat sistem air bebas mineral diam siap operasi ( standby ) atau saat operasi produksi air bebas mineral, katup K1 selalu dalam kondisi terbuka.
b) K2 adalah katup air baku keluar dari kolom resin campuran. Air keluaran dari K2 selanjunya mengalir menuju ke tangki tampung air bebas mineral. Pada saat sistem air bebas mineral diam siap operasi atau saat operasi produksi air bebas mineral, katup K2 selalu dalam kondisi terbuka.
c) K3 dan K4 adalah katup air bebas mineral masuk dari tangki tampung air bebas mineral ke tangki resin campuran. Pada saat sistem air bebas mineral diam siap operasi atau saat operasi produksi air bebas mineral, katup K5 dan K6 selalu dalam kondisi tertutup. Katup K3 dan K4 difungsikan
saat melakukan regenerasi campuran resin.
d) K5 dan K6 adalah katup bahan regenerasi masuk ke kolom resin campuran. Pada saat sistem air bebas mineral diam siap operasi atau saat operasi produksi air bebas mineral, katup K5 dan K6 selalu dalam kondisi tertutup. Katup K5 dan K6 difungsikan saat melakukan regenerasi resin campuran.
e) K7 adalah katup udara bertekanan masuk ke tangki resin campuran. Pada saat sistem air bebas mineral diam siap operasi atau saat operasi produksi air bebas mineral, katup K7 dalam kondisi tertutup. Katup K7 difungsikan saat melakukan pengadukan resin campuran. f) K8 dan K9 adalah katup untuk membuang air dari kolom resin campuran menuju tangki netralisasi.
Pada saat sistem air bebas mineral diam siap operasi atau saat operasi produksi air bebas mineral, katup K8 dan K9
Konduktiviti meter Keterangan gambar; Kolom/ tabung Pipa Campuran resin Katup Gelas penala K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 K10 K11 Kompresor udara Pompa
dalam kondisi tertutup. Katup K8 dan K9 difungsikan untuk membuang air dari kolom resin campuran.
g) K10 adalah katup untuk membuang udara pada kolom. Pada saat sistem air bebas mineral diam siap operasi atau saat operasi produksi air bebas mineral, katup K10 dalam kondisi tertutup. Katup K10 difungsikan untuk melakukan pembuangan udara dari kolom resin campuran.
h) K11 adalah katup bypass dari kolom resin penukar kation dan kolom resin anion. Pada saat sistem air bebas mineral diam siap operasi atau saat operasi produksi air bebas mineral, K11 dalam kondisi tertutup [2] .
## METODE ANALISIS
1) Alat yang dipakai. Konduktiviti meter HACH senION5
2) Bahan. Air keluaran kolom resin anion dan
kolom resin campuran. 3) Cara pengambilan data.
a). Mengambil sampel air dengan menggunakan gelas Erlenmeyer sebanyak 100 mililiter.
b). Mengukur konduktivitas air sampel dengan alat konduktiviti meter HACH senION5 Catat hasil pengukuran.
4) Pengendalian konduktivitas melalui pengadukan dan pembilasan dengan cara:
a) Pengadukan dilakukan dengan mengalirkan udara bertekanan kedalam kolom resin campuran dengan menggunakan kompresor udara.
b) Pembilasan dilakukan dengan cara mengalirkan air bebas mineral yang berasal dari tangki tamnpung air bebas mineral kedalam kolom resin campuran dengan menggunakan pompa. c) Melakukan pengukuran konduk- tivitas air keluaran kolom resin campuran.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Diperoleh hasil pengukuran nilai konduktivitas air sebelum dan setelah dikendalikan adalah sebagai berikut pada tabel dan grafik pada Gambar 2 dan 3.
Awal penoperasian Sebelum diaduk dan dibilas Setelah diaduk dan dibilas Tanggal pengoperasian Nilai konduktivitas Tanggal pengoperasian Nilai konduktivitas Tanggal pengoperasian Nilai konduktivitas 22/03/2012 0.1 24/05/2012 0.28 04/09/2012 0.1 02/04/2012 0.1 01/06/2012 0.14 06/09/2012 0.1 03/04/2012 0.1 21/06/2012 0.18 17/09/2012 0.09 04/04/2012 0.09 22/06/2012 0.14 25/09/2012 0.1 09/04/2012 0.1 27/06/2012 0.17 27/09/2012 0.09
Gambar 2. Nilai konduktivitas sebelum dan setelah nilai konduktivitas dikendalikan
Gambar 3. Grafik nilai konduktivitas dan waktu pengoperasian
Kenaikan nilai konduktivitas air keluaran kolom resin campuran dikarenakan terhambatnya proses pertukaran ion pada kolom resin campuran akibat terdapatnya reaksi kation dan anion yang menghasilkan garam (K + +A - ----> KA). Terbentuknya garam selama proses pertukaran ion (reaksi kation dan anion) dikarenakan adanya ion pengotor pada air terbawa dari kolom resin penukar kation dan anion. Proses reaksi terbentuknya garam dapat dijelaskan sebagai berikut:
RH + + K + ----> RK + + H +
ROH - + A - ----> RA - + OH - , sebagian K + dan A - akan menjadi K + +A - ----> KA [4] .
Oleh karena itu dengan terbentuknya senyawa garam maka garam tersebut akan menutup permukaan resin dan meng- akibatkan terhambatnya proses pertukaran ion pada kolom resin campuran. Terlepasnya ion pengotor dari kolom resin kation dan anion dikarenakan :
1) Pada awal pengoperasian sistem air bebas mineral proses pertukaran ion yang terjadi belum maksimal, pertukaran ion yang terjadi baru pada permukaan resin ( adsorbsi ). Proses pertukaran ion selanjutnya terjadi baik pada permukaan resin maupun didalam resin ( absorbsi ) [3] .
2) Mekanisme reaksi pertukaran ion adalah reversible sehingga pada awal pengoperasian sistem air bebas mineral terjadi pelepasan kembali ion yang sudah terikat oleh resin [3] , seperti reaksi sebagai berikut : RH + + K + ----> RK + + H + , RK + + H + ---- > RH + + K + , ROH - + A - ----> RA - + OH - , RA - + OH -
----> ROH - + A -
Indikasi pertukaran ion tersebut terjadi pada awal pengoperasian sistem air bebas mineral (0 menit) sampai 10 menit dan dapat diketahui dari kenaikan nilai konduktivitas air keluaran kolom resin anion seperti terlihat pada gambar 4 berikut :
24-05-'12
6-06-'12,
21-06-'12,
22-06-'12, 27-06-'12, 04-09-'12 06-09-'12
17-09-'12 25-09-'12 27-09-'12 22-03-'12 02-04-'12 03-04-'12
04-04-'12 09-04-'12
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 24/05/2012 6-Jun-2012 21/06/2012 22/06/2012 27/06/2012 n ilai ko n d u kt iv ita s waktu pengoperasian sebelum diaduk setelah diaduk
awal operasi
Tanggal pengoperasian Waktu pengoperasian (menit) Nilai konduktivitas (max. 5 µS/cm) Keterangan 22/03/2012 0 6.0
Kinerja resin optimal apabila konduktivitas < 5 µS/cm [2] 5 5.6 10 4.5
15 2.8 20 2.4 02/04/2012 0 11.2 5 10.5 10 3.3 15 0.9 20 0.2 03/04/2012 0 5.2 5 5.4 10 5.0 15 2.2 20 0.4 04/04/2012 0 9.3 5 8.4 10 5.0 15 0.6 20 0.4 09/04/2012 0 7.1 5 6.5 10 4.5 15 0.4 20 0.2
Gambar 4. Tabel nilai konduktivitas air keluaran kolom resin anion
Dengan adanya lepasan kation dan anion pengotor dalam air baku maka ion pengotor tersebut terbawa masuk kedalam kolom resin campuran.
Pengendalian untuk menurunkan nilai konduktivats dari 0.28 mejadi 0.1µS/cm dilakukan dengan pengadukan dan pembilasan, hal ini dapat tercapai dikarenakan : Pada saat pengadukan akan mengakibatkan garam yang menempel pada resin akan terlepas.
Hal ini terlihat bahwa setelah diaduk air menjadi lebih keruh. Terlepasnya garam terjadi karena garam hanya mengendap pada permukaan resin dan tidak terjadi saling ikat antara garam dan resin.
Pada saat pembilasan, garam yang menghambat proses pertukaran ion
akan terbuang bersama aliran air pembilas.
Kinerja resin campuran akan optimal kembali karena garam yang menghambat proses pertukaran ion pada resin telah terbuang. Dengan hasil
analisis dan pengendalian resin campuran tersebut maka waktu pengoperasian sistem air bebas mineral pada kolom resin campuran menjadi lebih panjang sehingga dapat menunda proses regenerasi.
Hasil analisis dan pengendalian ini dapat menyempurnakan untuk merevisi dokumen prosedur pengopersian sistem air bebas mineral di RSG-GAS.
## KESIMPULAN
Homogenitas resin penukar ion perlu dijaga dan dipertahankankan dengan cara pengadukan dan pembilasan resin secara periodik agar fungsi resin sebagai media pemurnian tetap berfungsi.
## DAFTAR PUSTAKA
1) ANINOMOUS , Repair Library MPR
30 vol. 5 GCA01+PAQ, water treatment plant (demi-water). Badan
Tenaga Nuklir Nasional
2) ANINOMOUS , Multi Purpose Reactor 30 operating manual part IV chapter 3.1, Badan Tenaga Nuklir Nasional 3) Prof.
KONRAD DORFNER ,
ANTON J. HARTONO, IPTEK Penukar Ion. Penerbit, Andi offset
Yogyakarta 1995 edisi I. 4) R.A. DAY, JR./A.L. UNDERWOOD . Analisa
kimia Kuantitatif, edisi keempat. Penerbit, Erlangga Jakarta.
|
9f079b3c-b017-4289-a6f6-c29c44d651ac | https://jurnal.unived.ac.id/index.php/jmi/article/download/867/725 |
## Penerapan Algoritma Greedy Dalam Pencarian Jalur Terpendek Pada Instansi-Instasi Penting Di Kota Argamakmur Kabupaten Bengkulu Utara
Yulia Darnita 1 , Rozali Toyib 2
Alamat (Telp. (0736) 22765, Fax. (0736) 26161; e-mail: yuliadarnita@umb.ac.id)
1, 2 Dosen Tetap Program Studi Teknik Informatika Fakultas Ilmu Teknik Universitas Muhammadiyah Bengkulu Jl. Bali Po. Box, 118 Kota Bengkulu 38119 Telp. (0736) 22765, Fax. (0736) 26161; e-mail: rozalitoyib@umb.ac.id )
Abstract — The search for important agencies in the city of Argamakmur is an important thing to be done by people who are from outside the region when they move in non-permanent (temporary) or permanent in one area, thus the difficulty in accessing distance and time is one of the things which needs to be considered in order to get information about where the right and accurate position of agencies. While searching, Greedy Algorithm works by finding the smallest spot point by calculating the route that is passed. Greedy Algorithm calculates the spot depends on the spot steps that have been passed and the spot at the stage itself. Based on the results of the system testing, it showed that: Local government takes the shortest time 10 minutes via Gunung Alam, Population and Civil Registration Agency (Capil) the shortest time is 10 minutes via Karang Suci, Resort Police Station (Polres) takes the shortest time 8 minutes via Bundaran, Fire Department takes the shortest time 10 minutes via Alun-alun, State Electricity Company (PLN) takes the shortest time 10-minute via Alun-alun, Regional General Hospital (RSUD) takes the shortest time about 6 minutes via Rama Agung. The shortest route can take longer time because of the crowds and density of the population. It needs adequate internet network to operate this system.
Keyword: Nearest Path Search, Institution, Distance, Greedy Algorithm.
I ntisari — Pencarian instansi – instansi penting di kota argamakmur merupakan hal yang penting dilakukan oleh orang – orang dari luar daerah dalam melakukan perpindahan baik nonpermanen (sementara) atau permanen (menetap) di sebuah wilayah , dengan demikian bahwa faktor kesulitan dalam mengakses jarak serta waktu salah satu hal yang perlu di pertimbangkan agar mendapatkan informasi dimana letak posisi instansi – instansi yang tepat dan akurat. Pada saat
pencarian, Algoritma Greedy bekerja dengan mencari titik bobot yang terkecil dengan menghitung rute yang dilewati dan Algoritma Greedy melakukan perhitungan bobot tergantung dari bobot tahapan yang telah dilewati dan bobot pada tahap itu sendiri. Berdasarkan hasil pengujian sistem yang dibuat : Pemda waktu tempuh 10 menit jalur terpendek gunung alam, Capil waktu tempuh 10 menit jalur terpendek karang suci, Porles waktu tempuh 8 menit jalur terpendek bundaran, Pemadam Kebakaran waktu tempuh 10 menit jalur terpendek alun – alun, PLN waktu tempuh 10 menit jalur terpendek alun – alun, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) waktu tempuh 6 menit jalur terpendek Rama Agung, Adapun jalur terpendek bisa saja jarak tempuhnya lebih lama di karena keramaian dan kepadatan kependuduk untuk menjalankan sistem ini di butuhkan jaringan internet yang memadai.
Kata Kunci : Pencarian Jalur Terdekat , Instansi , Jarak, Algoritma Greedy.
## I. PENDAHULUAN
Kabupaten Bengkulu utara dibentuk berdasarkan undang-undang darurat nomor 4 tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonom kabupaten-kabupaten dalam lingkungan daerah propinsi Sumatera Selatan (lembaran negara tahun 1956 nomor 55, tambahan lembaran negara nomor 1091). dalam perkembangannya wilayah Kabupaten Bengkulu Utara telah mengalami dua kali pemekaran secara administratif terdiri dari 17 (tujuh belas) kecamatan yaitu Kecamatan Putri Hijau, Ketahun, Napal Putih, Batik Nau, Giri Mulya, Padang Jaya, Lais, Arga Makmur, Air Besi, Air Napal, Kerkap, Enggano, Hulu Palik, Air Padang, Tanjung Agung Palik Dan Ulok Kupai. Kabupaten Bengkulu Utara terletak antara 101° 32’-102° 8’bt dan 2 °15-4° ls memiliki
luas wilayah 4.527,25 dengan ibukota kabupaten berada di Argamakmur dan Kabupaten Bengkulu Utara termasuk dalam wilayah program Transmigrasi Nasional.
Mobilitas penduduk adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain. mobilitas penduduk ada yang bersifat nonpermanen (sementara) ada pula mobilitas penduduk permanen (menetap), perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain dengan melewati batas dengan tujuan untuk menetap. persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dan kota membuat peningkatan penduduk yang berasal dari kota menjadi sangat signifikan tanpa diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, perumahan, aparat penegak hukum, penyedian pangan dan lain sebagainya. pengaruh-pengaruh tersebut bisa dalam bentuk mendorong, memaksa atau faktor pendorong seseorang untuk melakukan urbanisasi dan transmigrasi. pencarian instansi – instansi penting di kota argamakmur merupakan hal yang penting dilakukan oleh orang – orang dari luar daerah dalam melakukan perpindahan baik nonpermanen (sementara) atau permanen (menetap) di sebuah wilayah , dengan demikian bahwa faktor kesulitan dalam mengakses jarak serta waktu salah satu hal yang perlu di pertimbangkan agar mendapatkan informasi dimana letak posisi instansi – instansi yang tepat dan akurat,
Algoritma Greedy memiliki pendekatan untuk membangun solusi secara bertahap melalui urutan yang terus berkembang sampai solusi dari masalah telah tercapai. Greedy memberikan alternatif optimal lokal dengan harapan setiap alternatif lokal menghasilkan alternatif global yang optimal secara keseluruhan. Algoritma Greedy dapat menyelesaikan dengan menghitung nilai lokal optimal dan mendapatkan nilai optimasi global pada akhirnya [1].
Algoritma Greedy dengan knapsack problem untuk membantu proses optimasi terhadap pencarian waktu terpendek untuk mencapai tujuan dan pada setiap langkahnya merupakan pilihan, untuk membuat langka optimum lokal dengan harapan bahwa langkah sisahnya mengarah ke solusi optimum global [2].
## II. T INJAUAN P USTAKA
## A. Algoritma Greedy
Algoritma Greedy dapat menentukan jalur mana yang akan diambil terlebih dahulu atau dapat disebut dengan jalur optimum lokal sehingga sampai seluruh jalur diambil pada akhir perjalanan dan menciptakan rute perjalanan terpendek atau disebut dengan optimum global [3].
Algoritma greedy adalah algoritma yang memecahkan masalah langkah demi langkah, pada setiap langkah :
a. Mengambil pilihan yang terbaik yang dapat diperoleh saat itu
b. Berharap bahwa dengan memilih optimum local pada setiap langkah akan mencapai optimum global. Algoritma greedy mengasumsikan bahwa optimum lokal merupakan bagian dari optimum global.
Persoalan optimasi dalam konteks algoritma greedy disusun oleh elemen-elemen sebagai berikut:
a. Himpunan kandidat, C.
Himpunan ini berisi elemen-elemen pembentuk solusi.
Pada setiap langkah, satu buah kandidat diambil dari himpunannya.
b. Himpunan solusi, S. Merupakan himpunan dari kandidat-kandidat yang terpilih sebagai solusi persoalan. Himpunan solusi adalah himpunan bagian dari himpunan kandidat.
c. Fungsi seleksi – dinyatakan sebagai predikat SELEKSI – merupakan fungsi yang pada setiap langkah memilih kandidat yang paling mungkin untuk mendapatkan solusi optimal. Kandidat yang sudah dipilih pada suatu langkah tidak pernah dipertimbangkan lagi pada langkah selanjutnya.
d. Fungsi kelayakan (feasible) – dinyatakan dengan predikat LAYAK – merupakan fungsi yang memeriksa apakah suatu kandidat yang telah dipilih dapat memberikan solusi yang layak, yakni kandidat tersebut bersama-sama dengan himpunan solusi yang sudah terbentuk tidak melanggar kendaara yang ada.
e. Fungsi obyektif, merupakan fungsi yang
memaksimumkan atau meminimumkan nilai solusi.
Kita berharap optimum global merupakan solusi optimum dari persoalan. Namun, adakalanya 2 optimum global belum tentu merupakan solusi optimum (terbaik), tetapi dapat merupakan solusi sub-optimum atau pseudo- optimum [4].
## B. Pencarian (Searching)
Pada dasarnya teknik searching (pencarian) dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompoh yaitu: pencarian buta (blind search) dan pencarian terbimbing (heuristic search) [5]. Untuk mengukur peforma mentode pecarian, terdapat empat criteria yang dapat dilakukan adalah :
1. Completeness: apakah metode tersebut menjamin penemuan solusi jika solusinya memang ada?
2. Time cmplexity: berapa lama waktu yang diperlukan?
3. Space complexity: berapa banyak memori yang diperlukan?
4. Otimality: apakah metode tersebut menjain menemukan solusi yang terbaik jika terdapat beberapa solusi yang berbeda?
C. Jalur Terpendek
lintasan terpendek antara dua atau beberapa simpul lebih yang berhubungan. Persoalan mencari lintasan terpendek di dalam graf merupakan salah satu persoalan optimasi. Persoalan ini biasanya direpresentasikan dalam bentuk graf. Graf yang digunakan dalam pencarian lintasan terpendek atau shortest path adalah graf berbobot (weighted graph), yaitu graf yang setiap sisinya diberikan suatu nilai atau bobot. Bobot pada sisi graf dapat menyatakan jarak antar kota, waktu pengiriman pesan, ongkos pembangunan, dan sebagainya [6].
Lintasaan terpendek dapat di cari dengan memodelkan jaingan jalan ke sebuah graf. Graf yang digunakan adalahgraf berbobot, yaitu graf yang setiap sisinya memilikinilai atau bobot [7].
## D. Instansi
Instansi adalah badan atau lembaga pemerintah/negara termasuk juga badan usaha milik negara (Penjelasan Pasal 19 Angka 2 UU Nomor 56 Tahun 1999 Tentang Rakyat Terlatih) , lembaga negara, kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota, dan Badan Hukum Milik Negara/Badan Usaha Milik Negara yang mendapat penugasan khusus Pemerintah. Adapun instansi penting di Kota Argamakmur yang peneliti pilih adalah sebagai berikut : Kantor Pemda , Capil, Porles, Pemadam Kebakaran, PLN dan RSUD [8].
E. Global Positioning System (GPS)
Pengertian GPS Global Positioning System (GPS) merupakan sistem navigasi yang berbasiskan satelit dan merupakan alat untuk mengetahui posisi yang tersusun atas constellation 24 satellites yang mengorbit pada bumi pada ketinggian kurang lebih 11.000 mil. Awalnya GPS hanya terbatas untuk kalangan militer di USA, tetapi pada awal tahun 80an pemerintah membuatnya terbuka untuk digunakan secara umum khususnya pada komersial bisnis, travel, dan navigasi, sampai sekarang GPS sudah meluas penggunaannya seperti mendeteksi gempa dan ramalan cuaca. GPS didesain untuk beroperasi 24 jam, dalam segala kondisi cuaca dan bisa digunakan di seluruh dunia [9].
GPS adalah singkatan dari Global Positioning System, yang merupakan sistem navigasi dengan menggunakan teknologi satelit yang dapat menerima sinyal dari satelit. Cara kerja GPS secara logik ada 5 langkah:
1. Memakai perhitungan “triangulation” dari satelit.
2. Untuk perhitungan “triangulation”, GPS mengukur jarak menggunakan travel time sinyal radio.
3. Untuk mengukur travel time, GPS memerlukan memerlukan akurasi waktu yang tinggi.
4. Untuk perhitungan jarak, kita harus tahu dengan pasti posisi satelit dan ketingian pada orbitnya.
5. Terakhir harus mengoreksi delay sinyal waktu perjalanan di atmosfer sampai diterima reciever
[10].
## III. M ETODOLOGI P ENELITIAN
## A. Flowchart
Dari proses gambar 2 inisialisasi membentuk nilai matriks yang ditunjukkan pada tabel. Nilai matriks ini digunakan untuk menganalisasi apakah nilai yang ada pada matriks tersebut dihitung dalam mencari optimasi rute atau tidak. Pada awal perhitungan semua nilai akan
diinisialisasikan ke nilai 1. Apabila nilai tersebut sudah dihitung maka program akan merubahnya menjadi 0 dan tidak akan dihitung lagi dalam perhitungan selanjutnya.
## B. Analisis Manual
Dari data waktu tempuh yang didapatkan dari google maps maka berikut adalah tabel data yang didapatkan dan contoh perhitungan manual dengan algoritma greedy.
Tabel 1. Perhitungan Manual X A B C D E F A X 3 4 6 23 30 B 3 X 1 7 25 32 C 4 1 X 8 26 33 D 6 6 7 X 19 28 E 18 20 21 16 X 17
F 29 31 32 27 17 X
## A. Kantor Pemda
B. Capil
C. Polres
D. Pemadam Kebakaran
E. PLN
F. RSUD
Dari data tersebut di misalkan total alokasi yang dapat dimiliki adalah 6 jam (360 menit) dan perjalnan dimulai dari titik Kantor Pemda (A). Lokasi dan alokasi waktu masing – masing tempat yang akan di kunjungi adalah sebagai berikut :
a. Ducapil (B) : 200 menit = 3,33 jam
b. Polres (C) : 120 menit = 2 jam
c. Pemadam Kebakaran (D) : 60 menit = 1 jam
d. RSUD (F) : 120 menit = 2 jam
Model perhitungan pertama ini menjumlah waktu tempuh dan waktu kunjung terlebih dahulu, kemudian dicari nilai yang terkecil. Apbila instansi tersebut tidak dikunjungi maka tidak termasuk dalam perhitungan, titik yang terpilih sebagai titik awal perhitungan berikutnya.
Maka perhitungannya adalah sebagai berikut :
- A – B = 3 + 200 = 203 menit
- A – C = 4 + 120 = 124 menit
- A – D = 6 + 60 = 66 menit
- A – F = 30 + 120 = 150 menit
Dari perhitungan tersebut maka A – D adalah nilai terkecil dan D titik yang dipilih. Maka sisa waktu yang di miliki menjadi 360 – 66 = 294 menit, kemudian perhitungan dilanjutkan dari titik D.
- D – B = 6 + 200 = 206 menit
- D – C = 7 + 120 = 127 menit
- D – F = 28 + 120 = 133 menit
Dari perhitungan tersebut maka D – C adalah nilai terkecil dan C titik yang dipilih. Maka sisa waktu yang dimiliki menjadi 294 – 127 = 167 menit , kemudian perhitung dilanjutkan dari titik C.
- C – B = 1 + 200 = 201 menit
- C – F = 33 + 120 = 153 menit
Dari perhitungan tersebut maka C – F adalah nilai terkecil dan F titik yang di pilih , maka sisa waktu yang dimiliki menjadi 167 – 153 = 14 menit. Kemudian perhitungan dilanjutkan dari titik F.
- F – B = 31 + 200 = 231 menit
Hanya tersisa B yang belum dikunjungi tetapi waktu total waktu tidak dapat mencukupi sehingga perhitungan selesai, jadi titik B tidak diperhitungkan maka rute perjalanan optimal yang memenuhi dengan perhitungan knapsack greedy adalah :
a. Polres : 120 menit
b. Pemadam Kebakaran : 60 menit
c. RSUD : 120 menit
Dengan total waktu kunjungan dan perjalanan adalah 355 menit / 5 jam 55 menit.
## IV. H ASIL DAN P EMBAHASAAN
## A. Hasil
Berikut adalah tampilan interface aplikasi pencarian rute terpendek yang berjalan pada sistem operasi pada komputer.
1. Menu utama
Pada menu utama ini aplikasi ini tampilan apabila aplikasi pencarian rute terpendek dijalankan terdapat tampilan utama berisi menu-menu berupa seperti : Rute Terpendek ,Daftar Instansi dan Tentang. Tampilan menu utama dan penjelasan pada tombol – tombol Rute Terpendek , Daftar Instansi dan Tentang pada aplikasi dapat dilihat pada seperti gambar berikut :
a. Rute Terpendek
Dimana rute terpendek ini terdapat beberapa
Dropdown , Button Rute dan Tampilan Peta Google Maps yang sudah di design peta nya menggunakan titik koordinat yang dimana daftar peta tersebut adalah :
1. Kantor Pemda
2. Capil
3. Porles
4. Pemadam kebakaran
5. PLN
6. RSUD.
Gambar 1 Tampilan Menu Utama dan Rute
Terpendek
b. Daftar Instansi
Pada menu Daftar Instansi ini, berupa instansi – instansi sebagai berikut yaitu :
1. Instansi Kantor Pemda
2. Isntansi Capil
3. Instansi Porles
4. Instansi Pemadam Kebakaran
5. Instansi PLN
6. Instansi RSUD
Dimana sudah ditentukan di route dan diambil titik koodinatnya.
Gambar 2 Tampilan Menu Daftar Instansi
2. Menu Hasil Pencarian Rute Terpendek
Pada menu utama pada aplikasi Pencarian Rute Terpendek Instansi Penting Di Kota Argamakmur pada perangkat web di menu ini pengguna hanya akan memilih dari star. Berikut adalah hasil gambar dari Pencarian Rute :
Gambar 3. Menu Hasil Pencarian Rute
Pada saat pencarian, Algoritma Greedy bekerja dengan mencari titik bobot yang terkecil dengan menghitung rute yang dilewati dan Algoritma Greedy melakukan perhitungan bobot tergantung dari bobot tahapan yang telah dilewati dan bobot pada tahap itu sendiri.
Disaat titik koordinat awal yang telah ditentukan dengan klik data, aplikasi akan langsung menitik tempat yang dipilih sebagai koordinat, lalu kita memilih lokasi tujuan yang dimana. Titik koordinat telah di taging atau diambil disaat pembuatan aplikasi. Setelah itu, Algoritma Greedy langsung menghitung bobot setiap graf yang telah diambil sehingga mengeluarkan hasil seperti line/ garis sebagai solusi rute terpendek untuk dilalui.
## B. Pembahasan
Tahapan pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah aplikasi yang dibangun telah sesuai dengan yang diharapkan, untuk memastikan bahwa elemen-elemen atau komponen-komponen dari aplikasi telah berfungsi sesuai dengan yang diharapkan.
1. Pengujian Black Box
Pengujian Black Box adalah dimana program dianggap sebagai suatu kotak hitam yang berusaha menemukan fungsi-fungsi yang tidak benar atau hilang, kesalahan interface, kesalahan dalam struktur data atau akses database.
Tabel 2 Pengujian Black Box
N O Perse dur Peng ujian Persedur Pengujia n Hasil Yang Dihara pkan Hasil penguji an kesimpul an 1 Rute terpe ndek Klik plikasi pencaria n rute terpeend ek pada perangka t komputer untuk Muncul splas kemudi an muncul halama n menu utama Sesuai dengan yang diharap kan
Valid
menjalan
kan apliksi 2 Menu daftar instan si Pilih salah satu lokasi yang akan ditujuh pada perangka t komputer Tampil kan beberap a menu lokasi instansi penting di kota Argam akmur Sesuai dengan yang diharap kan
Valid
C. Pengujian Tabel 3. Pengujian n o Kantor/Inst ansi Jalur Waktu Jalur Terpende k 1 Kantor Pemda 1. Jalur Bundaran 2. Jalur Gunung Alam 15 m 10 m Jalur Gunung Alam 2 Kantor Ducapil 1. Jalur Karang Suci 2. Jalur Gunung Alam
3. Jalur lubuk Saung 10 m 15 m 20 m Jalur Karang Suci 3 Kantor Polres 1. Jalur Bundaran 2. Jalur Rama Agung 3. Jalur Pasar 8 m 13 m 20 m Jalur Bundara n
4 Kantor Pemadam Kebakaran 1. Jalu r Rama Agung 2. Jalu r Pasar 3. Jalu r Alun- alun 20 m 15 m 10 m Jalur Alun- alun 5 Kantor PLN 1. Jalur Gunung Alam 2. Jalur Alun-alun 3. Jalur Bundaran 25 m 10 m 15 m Jalur Alun- alun 6 RSUD 1. Jalur Alun-alun 2. Jalur Rama Agung 3. Jalur Bandaran 8 m 6 m 8 m Jalur Rama Agung
## V. K ESIMPULAN DAN SARAN
## A. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil pengujian sistem yang dibuat :
Pemda waktu tempuh 10 menit jalur terpendek gunung alam, Capil waktu tempuh 10 menit jalur terpendek karang suci, Porles waktu tempuh 8 menit jalur terpendek bundaran, Pemadam Kebakaran waktu tempuh 10 menit jalur terpendek alun – alun, Pln waktu tempuh 10 menit jalur terpendek alun – alun, Rsud waktu tempuh 6 menit jalur terpendek Rama Agung.
2. Adapun jalur terpendek bisa saja jarak tempuhnya lebih lama di karena keramaian dan kepadatan kependuduk.
3. Untuk menjalankan sistem ini di butuhkan jaringan internet yang memadai.
## B. SARAN
Membuat akses peta dengan peta offline , diharapkan penelitian selanjutnya tidak hanya 6 titik melainkan banyak titik.
## D AFTAR P USTAKA
[1] Kusumawati kiki. “ Travellling Salesman Problem Pendistribusian Barang Menggunakan Algoritma Greedy “, Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik, 2017
[2] Ghozali Eriq Akhmad, Setiawan Darma Budi , Tanzil Furqon , M. ‘ Aplikasi Perencanaan Wisata di Malang Raya dengan Algoritma Greedy “, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya, 2017.
[3] Hartanto Fajar dan Yulia Safitri “ Rancang Bangun Aplikasi Pencarian Alokasi Wisata Kota Bogor Menggunakan Algoritma Greedy Berbasis Android “, Jurnal tekno Mandiri, Vol. XI, September 2014.
[4] Hayati Nur Enty dan YohanesAntoni, Pencarian Rute Terpendek MenggunakanAlgoritma Greedy, Seminar Nasional JENACO, , ISSN 2337-4347, 2014.
[5] Rofiq.M dan Uzzy Fathul Riza “ Penentuan Jaur
Terependek Menuju Kafe di Kota Malang Menggunakan Metode Bellman-Ford dengan Location Based Service Berbasis Android, JurnalIlmia
Teknologi dan Informasi ASIA, Vo 8 No 2, Agustus 2014
[6] Juniansyah Aldino dan Mesterjon “ Aplikasi Penentuan Rute Terpendek Untuk BagianPemasaran Produk RotiSurya dengan MetodeBset First Search “, Jurnal media Infotama, Vol 12 No 1, Februari 2016.
[7] Fauzi Imron ” PenggunaanAlgoritma Dijkstra Dalam Pencarian Rute Tercepat dan Rute Terpendek (Studi Kasus Pada jalanRaya Antar Wilayah Blok M dan Kota) “, Skripsi, Progrman studi Teknik Informatika,
Fakultas Sain dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2011.
[8] Undang-Undang Nomor 56 Pasal 19 tentang Pembentukan Instansi Pemerintah.
[9] Alfarisi Wahyudinur “ Pencarian Jalur Terpendek Pengiriman BarangMenggunakan Algoritma Greedy
(Studi Kasus Kantor Besar Medan) “, Jurnal Riset
Komputer (JURIKOM), Vol. 3 No 1, Februari 2016.
[10] Alfeno Sandro dan Devi Cipta Eka Ririn “ Implmentasi
Global PositioningSystem (GPS) dan Loction Based Service (LBS) Pad Sistem Infomasi Kereta Api Untuk Wilayah Jabodetabek, Jurnal Sisfotek Global, Vol. 7 No. 2, September 2017.
|
1ed01163-5b4c-4feb-8f84-819d5c0e61e3 | https://prospek.unram.ac.id/index.php/PROSPEK/article/download/11/12 |
## PROGRES PENDIDIKAN
## P-ISSN 2721-3374, E-ISSN 2721-9348
Availabel online at: http://prospek.unram.ac.id/index.php/PROSPEK/index
## SIKAP GURU TERHADAP ANAK YANG BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD IT ANAK SHOLEH MATARAM
Radiusman 1,*) , Iva Nurmawanti 2) , Setiani Novitasari 3) , Linda Feni Haryati 4) , Maslina Simajuntak 5)
1), 2), 3), 4), 5) Program Studi PGSD, FKIP – Universitas Mataram
*Corresponding Author: radius_saragih88@unram.ac.id
ARTICLE INFO
## ABSTRACT
Article history Received : March 12 th , 2020 Revised : April, 3 rd , 2020 Accepted : April, 29 th , 2020
Keywords: Children with Special Needs, Learning Delay, Teacher Attitude
The attitude of teachers towards children with special needs is of particular concern to the current government. This is because children with special needs have the same rights as normal children. Teachers are seen as people who have an important role to implement inclusive education inside and outside the classroom. The success of learning for children with special needs in the classroom is supported by positive behavior/attitudes of teachers and the environment during learning activities in the classroom and outside the classroom. This research is a type of qualitative research. This research takes data through the results of interviews with Sholeh IT elementary school teachers. This article will explain how the attitudes of teachers in SD IT Anak Sholeh Mataram with special needs who have learning disabilities and factors that must be possessed by teachers in educating children with special needs who have learning disabilities and how different treatments/attitudes of teachers. Towards children with special needs. and normal children during the learning process. This research is a qualitative study in which data is obtained from interviews with classroom teachers who teach in classrooms where children with special needs experience learning delays. The results of this study are through the patience of teachers and good communication with parents to make changes in attitude for the better than the research subjects.
## A. PENDAHULUAN
Pengembangan Pendidikan inklusif merupakan tantangan terbesar yang dihadapi sistem Pendidikan di Indonesia. Hal ini disebabkan karena tindakan yang harus dilakukan untuk memindahkan kebijakan dan praktik kearah yang lebih inklusif (Ainscow & Sandill, 2010:41). Selain itu masih banyak terjadi kesalahpahaman terhadap defenisi inklusif itu sendiri (Boyle, Topping, Jindal-Snape, & Norwich, 2012:168). Pendidikan inklusif masih dianggap sebagai suatu pendekatan yang hanya melayani anak-anak yang memiliki/ penyandang cacat fisik dan mental dan menempatkan mereka di sekolah khusus. Padahal inklusif adalah suatu proses Pendidikan terhadap siswa penyandang cacat di kelas regular (De Boer, Pijl, & Minnaert, 2011:331). Melalui peraturan Menteri No.70 Tahun 2009 telah diambil suatu kebijakan pasti mengenai pendidikan inklusif di Indonesia.
Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan Pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya (Permendiknas, 2009:2). Menyatakan bahwa Pendidikan inklusif adalah upaya mendidik para penyandang cacat intelektual dengan mengintegrasikan meraka sedekat mungkin ke dalam struktur normal sistem pendidikan (Michailakis & Reich, 2009:24).
Pendidikan inklusif terdiri dari siswa yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dan berhak mengikuti pendidikan secara inklusif sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Permendiknas (2009:3) menyatakan bahwa jenis kelainan pada siswa inklusif terdiri dari tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, berkesulitan belajar, lamban belajar, autis, memiliki gangguan motorik, menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang, dan zat adiktif lainnya, memiliki kelainan lainnya dan tunaganda.
Pendidikan inklusif ini bertujuan agar memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kemampuannya dan mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik (Permendiknas, 2009:2). Pendidikan inklusif di sekolah akan berjalan dengan baik apabila sekolah tersebut memiliki beberapa faktor utama antara lain: pelatihan, sumber daya, peraturan dan guru. Diantara faktor utama tersebut, guru merupakan bagian yang memegang peranan yang sangat penting (Boyle et al., 2012:332).
Sikap guru memiliki perang yang penting dalam menyelesaikan ketidakmampuan ABK dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas. Namun, Guru harus mampu memberikan suasana yang nyaman di dalam kelas sehingga anak-anak yang normal mampu untuk memahami siswa inklusif yang ada di kelas mereka. Kegiatan pembelajaran di dalam kelas tidak boleh berpusat pada guru untuk setiap mata pelajaran, termasuk matematika (Noornia & Ambarwati, 2019). Guru harus mampu untuk menjelaskan kepada anak yang normal sehingga anak normal mampu menyadari bahwa semua anak memiliki hak yang sama. Guru harus mampu memastikan keberhasilan pembelajaran di dalam kelas berhasil walaupun terjadi keberagaman di dalam kelas. Hal ini disebabkan karena Pendidikan infklusif merupakan suatu
pencarian keadilan, keadilan social dan penghapusan semua bentuk asumsi pengecualian dan praktik (Zoniou-Sideri & Vlachou, 2006:379).
Terdapat perbedaan antara pendapat guru tentang penanganan inklusif dengan praktik di dalam kelas (Boyle et al., 2012:169). Banyak guru memiliki sikap positif terhadap anak inklusif namun tidak mampu melakukan praktik yang baik di dalam kelas. Sikap guru terhadap anak inklusif dalam pembelajaran berbeda-beda tergantung kepada anak inklusif yang dihadapi di dalam kelas. SD IT Anak Sholeh merupakan salah satu sekolah di kota Mataram yang memiliki anak inklusif, walaupun sekolah ini bukan merupakan sekolah khusus inklusif.
Sekolah SD IT Anak Sholeh memiliki anak inklusif dengan tipe keterlambatan belajar. Anak inklusif yang ada di sekolah ini ditangani oleh seorang guru khusus namun guru yang bersangkutan tidak memiliki latar belakang seorang yang memiliki pengetahuan tentang anak inklusif. Artikel ini akan menjelasakan kegiatan yang dilakukan oleh guru tersebut selama kegiatan pembelajaran dalam menangani anak inklusif yang memiliki tipe keterlambatan belajar. Tujuan dari artikel ini adalah agar guru yang memiliki masalah yang sama dengan SD IT Anak Sholeh mampu untuk mengadopsi cara yang dilakukan oleh guru di sekolah tersebut.
## B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian ini dilakukan di SD IT Anak Sholeh, Mataram. Penelitian ini mengambil data melalui hasil wawancara dengan guru SD IT Anak Sholeh. Wawancara terhadap guru merupakan suatu metode yang paling sukses untuk mengungkapkan kerahasiaan antara pewawancara dengan peserta serta memberikan peluang langsung bagi narasumber untuk menjawab setiap pertanyaan secara terperinci (Boyle et al., 2012:170-171).
Untuk pandangan guru terhadap anak berkebutuhan khusus tipe keterlambatan belajar, maka peneliti membuat daftar pertanyaan kepada narasumber berisi mengenai tindakan yang dilakukan oleh guru selama kegiatan pembelajaran berlangsung dan tindakan yang dilakukan ketika ABK berada di luar jam pelajaran. Subjek dari penelitian ini adalah ABK dengan tipe keterlambatan belajar. Peneliti juga ingin mengetahui perkembangan dari subjek selama memperoleh bimbingan dari guru pengasuh khusus di SD IT Anak Sholeh.
## C. HASIL DAN PEMBAHASAN
## 1. Latar Belakang Narasumber
Berdasarkan hasil wawancara, kami mendapatkan beberapa informasi penting mengenai latar belakang pendidikan guru yang mengasuh ABK keterlambatan belajar.
Narasumber tersebut merupakan lulusan sebuah perguruan tinggi dan berasal dari jurusan bahasa inggris. Narasumber juga tidak memiliki latar belakang sebagai pengasuh anak inklusif, namun ketika narasumber mulai bertugas di sekolah tersebut, narasumber mendapat pengetahuan dan penjelasan mengenai anak yang akan diasuh melalui guru kelas dan psikolog yang ada di sekolah tersebut. Narasumber ditugaskan untuk mengasuh anak inklusif tipe HD- HD, sehingga narasumber dijadikan sebagai guru pendamping khusus untuk anak inklusif tersebut. Selain itu, narasumber juga memiliki keponakan yang memiliki down syndrome sehingga narasumber memiliki ketertarikan dalam mengasuh anak tersebut dengan harapan ilmu yang diperoleh dapat digunakan untuk menghadapi keponakan yang mengalami down syndrome tersebut.
## 2. Sifat anak inklusif di sekolah IT Anak Sholeh
Subjek penelitian merupakan ABK jenis keterlambatan belajar. Subjek penelitian berada di kelas II SD IT Anak Sholeh, Mataram. Kegiatan pembelajaran subjek penelitian digabung bersama anak normal. Berdasarkan hasil psikotes, subjek memiliki kemampuan kognitif yang pintar. Sifat subjek yang diperoleh dari narasumber adalah subjek tersebut memiliki sifat yang sering mengambil sesuatu barang kemudian dalam waktu yang tidak lama kembali membuang barang tersebut. Anak tersebut tidak fokus terhadap satu barang, ketika melihat barang yang dianggap menarik maka anak tersebut membuang barang yang ada di tangannya dan mengambil barang yang dianggap lebih menarik. Hal ini mengakibatkan keadaan kelas menjadi tidak rapih. Selain itu, diperoleh informasi bahwa ketika pertama kali bertemu dengan narasumber anak tersebut mencakar dan menendang narasumber bahkan membanting kepala sendiri ke dinding ketika suasana hati anak tidak dalam kondisi baik.
Anak inklusif di SD IT Anak Sholeh ini memiliki kemampuan belajar tipe audio, dimana anak tersebut mampu melafalkan alfabet dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa inggris. Namun ketika narasumber meminta untuk menunjukkan huruf secara acak, anak tersebut tidak mampu menunjukkan huruf yang dimaksud. Selain itu anak tersebut tidak mampu melakukan makan secara mandiri artinya masih membutuhkan bantuan orang lain. Walaupun demikian, ketika anak itu memakan, anak tersebut langsung membuang makanan dari dalam mulut. Narasumber juga memaparkan bahwa sikap subjek penelitian ini dipengaruhi oleh keluarga. Menurut narasumber, subjek akan merasa senang dan sikap akan menjadi baik apabila orang tua langsung menjemput ketika subjek pulang sekolah dibandingkan ketika orang lain menjemput. Subjek juga memiliki sikap yang perhatian kepada teman-teman sekelas.
Subjek penelitian juga belum bisa menulis huruf dan angka. Subjek penelitian hanya mampu menuliskan coretan-coretan garis di buku. Pembejaran terhadap subjek masih dilakukan dengan cara melafalkan huruf dan angka. Subjek memiliki kemampuan dalam hal bernyanyi dan gerak tubuh.
## 3. Sikap Narasumber terhadap anak inklusif
Melalui wawancara terhadap narasumber diperoleh informasi bahwa anak inklusif di sekolah SD IT Anak Sholeh ini diberikan target khusus yaitu akademik dan non akademik. Target akademik yang harus dicapai oleh anak tersebut ada tiga yaitu menghapal alfabet, mengenal angka 1-10 serta mengenal warna-warna dasar. Target non akademik yang hendak dicapai anak adalah anak mampu mengurus dirinya ketika di dalam toilet (training toilet), memakai dan mengganti baju secara mandiri, makan secara mandiri serta dapat menerapkan kegiatan disipilin di dalam kelas walaupun tidak dalam waktu yang lama. Target tersebut harus dilakukan secara konsisten dan sinergis dengan bantuan orang tua dirumah. Artinya kegiatan disiplin yang dilakukan oleh narasumber di sekolah harus juga dilakukan oleh orang tua di rumah.
Untuk mengurangi kelakukan kasar anak dalam kegiatan pembelajaran, maka narasumber banyak melakukan kegiatan permainan yang menarik sehingga anak tidak menjadi bosan. Selain itu ketika anak sudah tidak konsentrasi dalam pembelajaran, maka narasumber membiarkan anak untuk berjalan-jalan di dalam kelas namun tetap mengawasi agar subjek tidak mengganggu anak-anak yang lain dalam belajar. Narasumber juga memiliki sikap yang tegas terhadap subjek serta menggunakan bahasa langsung mengajarkan anak, contohnya menggunakan kata “ya”, “jangan”, “tidak boleh”, dsb jika subjek melakukan perilaku yang menyimpang. Selain itu narasumber juga menyarankan kepada orang tua subjek agar melakukan hal yang sama dengan narasumber agar tidak terjadi perbedaan perlakukan terhadap perilaku subjek yang menyimpang sehingga hal ini diharapkan sifat anak dapat berubah menjadi lebih baik.
Untuk mengatasi perilaku kasar (tantrum) dari subjek, maka narasumber melakukan pencegahan (haging) dengan cara narasumber harus memeluk subjek sekaligus narasumber melipatkan kaki ke kaki subjek penelitian sekaligus membujuk subjek penelitian agar tidak kembali melakukan perilaku kasar. Melalui kesabaran narasumber dalam mendidik subjek, maka pada bulan kedelapan, maka sekarang subjek telah mampu menguasai alfabet dan menunjukkan alfabet yang diucapkan oleh narasumber secara acak, begitu juga dengan angka. Selain itu target non akademik belum dapat dicapai oleh narasumber secara maksimal. Target non akademik masih memutuhkan bantuan orang tua dengan cara narasumber harus terlebih
dahulu menghubungi orang tua subjek agar subjek mau melalukan penguatan terhadap perintah yang disarankan oleh narasumber.
Setelah target alfabet dan angka tercapai, maka narasumber meningkatkan kemampuan subjek dalam membaca. Narasumber memulai kemampuan membaca anak dengan terlebih dahulu memperkenalkan huruf vokal. Langkah selanjutnya adalah narasumber memperkenalkan huruf konsonan. Adapun cara yang dilakukan oleh narasumber dalam memperkenalkan huruf adalah dengan bantuan alat peraga. Narasumber juga melakukan hukuman yang positif terhadap anak dalam kegiatan pembelajaran. Menghadapi anak inklusif membutuhkan kesabaran yang cukup tinggi. Narasumber harus rela mendapat kekerasan fisik yang dilakukan oleh anak tersebut.
Narasumber juga untuk merubah sikap kepribadiannya menjadi kekanak-kanakan. Hal ini disebabkan karena keinginan narasumber untuk lebih dekat dan memahami subjek secara mendalam. Sikap kekanak-kanakan yang dilakukan oleh narasumber ini dapat membuat subjek penelitian lancar dalam melakukan komunikasi dua arah serta menjadikan subjek menjadi lebih disiplin. Untuk mengajarkan sikap berkomunikasi dua arah, maka narasumber mengajarkan subjek untuk berbelanja di kantin. Narasumber menginstruksikan anak untuk membeli jajanan yang harus dibeli kemudian narasumber meminta kepada anak untuk meminta sisa jajan kepada penjual.
Subjek juga memiliki sikap yang mencari perhatian orang disekitar. Ketika subjek mendapat hukuman positif dari narasumber, maka subjek mencari perlindungan ataupun meminta bantuan orang lain agar tidak mendapat hukuman. Untuk mengatasi hal ini, maka narasumber terlebih dahulu mengingatkan kepada teman sekerja apabila ketika subjek mendapat hukuman positif dari narasumber, maka rekan narasumber diharapkan tidak melindungi subjek tersebut. Sehingga subjek memahami bahwa sikap yang dilakukan subjek tidak baik. Narasumber juga mengingatkan kepada teman-teman subjek penelitian di dalam kelas agar tidak menjauhi subjek penelitian dan memahami sikap dari subjek tersebut. Narasumber sering mengatakan bahwa subjek penelitian masih memiliki sikap kekanak- kanakan, sehingga teman satu kelas subjek penelitian menjadi paham.
Kemampuan akhlak subjek juga mengalami perubahan menjadi lebih baik. Narasumber mengajak subjek penelitian untuk mengucapkan salam kepada orang yang lebih tua, berdoa sebelum melakukan kegiatan. Untuk meningkatkan pembelajaran tematik, narasumber langsung memberikan pembelajaran secara khusus di luar kelas. Narasumber mengambil
waktu yang tepat ketika subjek penelitian dalam keadaan konsentrasi penuh. Hal ini disebabkan karena subjek memiliki masalah dalam memahami pembelajaran.
Untuk membentuk kesadaran akan kelemahan akademik subjek, peneliti juga sering melakukan pertanyaan ringan kepada subjek, seperti menanyakan kepada subjek mengenai kemampuan membaca dan menulis subjek tersebut dibandingkan teman sekelas. Setelah mendengarkan jawaban dari subjek, maka narasumber memberi penguatan kepada subjek agar mengasah kemampuan. Melalui kegiatan pengasuhan khusus yang dilakukan oleh narasumber, maka subjek penelitian telah mengalami perkembangan yang baik dalam sikap dan bidang akademik. Melalui sikap sabar dan perhatian narasumber dalam mengasuh subjek menjadi faktor penting dalam mengasuh subjek. Sikap tersebut mampu membuat subjek mengalami perkembangan yang pesat dibandingkan pada bulan pertama sejak diasuh oleh narasumber.
## D. PENUTUP
## Simpulan
Latar belakang pendidikan guru merupakan suatu faktor utama dalam mengasuh anak inklusif. Latar belakang pendidikan guru dapat membantu guru dalam mengambil sikap, memahami, memberikan pengetahuan secara tepat kepada anak inklusif. Selain itu melalui latar pendidikan yang baik, guru mampu untuk membedakan perlakukan antara anak normal maupun anak inklusif di dalam lingkungan sekolah. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa sikap sabar dan perhatian narasumber dalam mengasuh subjek menjadi faktor penting dalam mengasuh subjek. Sikap tersebut mampu membuat subjek mengalami perkembangan yang pesat dibandingkan pada bulan pertama sejak diasuh oleh narasumber.
## Saran
Melalui artikel ini peneliti menyarankan bahwa guru harus mampu melakukan komunikasi yang baik dengan orang tua sehingga guru dan orang tua memiliki sikap yang sama dalam menangani anak inklusif tersebut. Kemampuan akademik dan sosial anak inklusif tidak sama dengan anak normal, sehingga guru pengasuh anak inklusif juga harus memiliki sikap sabar, ketegasan yang positif serta mampu menyesuaikan diri dalam mengasuh anak inklusif.
## DAFTAR PUSTAKA
Ainscow, M., & Sandill, A. (2010). Developing inclusive education systems: The role of organisational cultures and leadership. International Journal of Inclusive Education ,
14 (4), 401–416. https://doi.org/10.1080/13603110802504903
Boyle, C., Topping, K., Jindal-Snape, D., & Norwich, B. (2012). The importance of peer- support for teaching staff when including children with special educational needs.
School Psychology International , 33 (2), 167–184.
https://doi.org/10.1177/0143034311415783
De Boer, A., Pijl, S. J., & Minnaert, A. (2011). Regular primary schoolteachers’ attitudes towards inclusive education: A review of the literature. International Journal of Inclusive Education , 15 (3), 331–353. https://doi.org/10.1080/13603110903030089 Michailakis, D., & Reich, W. (2009). Dilemmas of inclusive education. Alter , 3 (1), 24–44. https://doi.org/10.1016/j.alter.2008.10.001
Noornia, A., & Ambarwati, L. (2019). Improving Written Communication Skills and Mathematical Disposition of Tenth Grade IPS 4 Students by Using Think-Talk- Write (TTW) Learning Strategy at SMAN 50 Jakarta. Jurnal Pendidikan Indonesia , 8 (1), 133–140. https://doi.org/10.23887/jpi-undiksha.v8i1.14990
Permendiknas. (2009). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia . Indonesia.
Zoniou-Sideri, A., & Vlachou, A. (2006). Greek teachers’ belief systems about disability and inclusive education. International Journal of Inclusive Education , 10 (4–5), 379– 394. https://doi.org/10.1080/13603110500430690
|
1f990c3a-c7f0-4b0f-91f2-fbce42ffed16 | https://jurnal.unej.ac.id/index.php/jkrn/article/download/29082/11083 | Jurnal Kirana 2022 Vol. 3(1):
Jurnal Komunikasi dan Penyuluhan Pertanian Journal of Communication and Agricultural Extension email: jurnalkirana@unej.ac.id https://jurnal.unej.ac.id/index.php/jkrn
Implementasi Program Corporate Social Responsibility PT. Pertamina Terhadap Pemulihan Bisnis UMKM Binaan Akibat Pandemi Covid-19
Implementation of Corporate Social Responsibility PT. Pertamina in the Recovery of Fostered SME Businesses Due to the Covid-19 Pandemic
Bharata Dharmacahya 1 🖂 , Dwiningtyas Padmaningrum 1 , Agung Wibowo 1
1 Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
## INFO ARTIKEL ABSTRACT
Diterima 29 Jan 2022
Direvisi 07 Jan 2022 Diterbitkan 28 Apr 2022
The pandemic of Covid-19 has become a problem for SMEs in Indonesia. SMEs experience a shortage of labor which causes people to lose income. PT Pertamina through Corporate Social Responsibility offers assistance to tackling yhe problems faced by SME actors during the pandemic by running partnership and community development program. The goal is to help SMEs to be able to survive and develop their businesses in pandemic situation. This study aims to determine the form, the stages and the performance of PT. Pertamina CSR implementation in the process of recovering the SME businesses causes by the pandemic. The basic research method uses a qualitative descriptive method. The location and informant selection was carried out purposively. Research data obtained from observation, interviews and documentation. The validity of the research using the method and source triangulation technique. The results of the study found that the form of the CSR program implemented by PT. Pertamina from before the pandemic until now has not experienced any changes, namely community development. CSR implementation by PT. Pertamina didn’t find any changes from before and during this pandemic, but what has been done in this pandemic situation is adjustment of activities. The adjustments are intensively carried out by PT. Pertamina in this pandemic is to encourage the digitization of MSMEs. CSR Implementation of PT. Pertamina is carried out in four stages, starting from planning, implementation, evaluation and reporting. CSR Performance of PT. Pertamina during the pandemic can be seen through eight CSR performance indicators, namely leadership, aid proportion, transparency and accountability, area coverage, planning and evaluation, stakeholder involvement sustainability and outcome.
e-ISSN 2747-2264 p-ISSN 2746-4628
## Keywords:
CSR, SME,
Pandemic, Pertamina
🖂 Penulis Koresponden :
E-mail : raya.cahya020798@student.uns.ac.id
## ABSTRAK
Pandemi Covid-19 telah menjadi masalah bagi UMKM di Indonesia. UMKM mengalami kekurangan tenaga kerja dan menyebabkan masyarakat kehilangan pendapatan. PT Pertamina melalui Corporate Social Responsibility menawarkan bantuan terhadap masalah yang dihadapi pelaku UMKM selama pandemi dengan menjalankan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan, Tujuannya membantu UMKM yang terdampak untuk mampu bertahan dan tetap mengembangkan usahanya dalam situasi pandemi. Penelitian ini bertujuan mengetahui bentuk pelaksanaan, tahapan implementasi dan kinerja CSR PT. Pertamina dalam pemulihan bisnis UMKM binaan akibat pandemi Covid-19 . Metode dasar penelitian menggunakan metode deskriptif kualitatif. Pemilihan lokasi dan informan dilakukan secara purposif . Data penelitian diperoleh dari observasi, wawancara dan dokumentasi. Uji validitas penelitian menggunakan teknik triangulasi metode dan sumber. Metode analisis penelitian menggunakan analisis interaktif dari Miles dan Huberman. Hasil penelitian ditemukan bahwa bentuk program CSR yang dilaksanakan oleh PT. Pertamina dari sebelum pandemi hingga saat ini tidak mengalami perubahan, yakni community development atau pengembangan masyarakat. Implementasi CSR yang dilakukan PT. Pertamina tidak ditemukan adanya perubahan dari sebelum dan saat pandemi ini namun yang dilakukan dalam situasi pandemi ini yaitu penyesuaian kegiatan. Penyesuaian yang gencar dilakukan oleh PT. Pertamina di era pandemi Covid-19 ini yaitu mendorong digitalisasi UMKM para mitra binaan. Implementasi CSR PT. Pertamina dilakukan dalam empat tahapan yaitu mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan. Kinerja CSR PT. Pertamina di masa pandemi dalam pemulihan bisnis UKM mitra binaan akibat pandemi dapat dilihat melalui delapan indikator kinerja CSR yaitu kepemimpinan, proporsi bantuan, transparansi dan akuntabilitas, cakupan wilayah, mekanisme perencanaan dan evaluasi, pelibatan stakeholder, keberlanjutan dan hasil nyata.
## © 2022, PS Penyuluhan Pertanian UNEJ
## Kata Kunci:
CSR, UMKM, Pandemi, Pertamina
## PENDAHULUAN
Pandemi Covid-19 telah menjadi masalah global dunia termasuk di Indonesia. Pandemi yang semula merupakan bencana kesehatan telah berkembang menjadi bencana ekonomi. Menurut sumber data WHO, sampai dengan tanggal 9 Desember 2021, pasien terinfeksi Covid-19 dari 216 negara mencapai 267.184.623 orang dan jumlah pasien meninggal karena terinfeksi 5.277.327 jiwa. Menurut data Komite Penanganan Covid-19 & Pemulihan Ekonomi Nasional, sampai dengan tanggal 9 Desember 2021, pasien terinfeksi Covid-19 di Indonesia mencapai 4.258.560 orang dan jumlah pasien meninggal karena terinfeksi mencapai 143.077 jiwa. Dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19 juga sangat dirasakan sektor UMKM (Amri, 2020). Pandemi Covid-19 mengakibatkan banyak UMKM mengalami kekurangan tenaga kerja karena adanya pemberlakuan pembatasan sosial dan berkurangnya permintaan akan barang dan jasa yang berdampak pada UMKM tidak dapat berfungsi optimal dan menyebabkan masyarakat kehilangan pendapatan (Febrantara, 2020).
PT Pertamina (Persero) sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara besar di Indonesia yang menerapkan Corporate Social Responsibility melakukan tanggung
jawab sosial sebagai salah satu bentuk komitmen kepedulian perusahaan terhadap pemberdayaan lingkungan masyarakat dan UMKM binaan, terutama yang aktivitas usahanya terdampak pandemi Covid-19 di Indonesia. Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan merupakan salah satu aspek penting dalam membangun kepedulian dengan lingkungan disekitarnya agar kegiatan operasional perusahaan tetap berkelanjutan. Corporate Social Responsibility diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 40 Tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas (PT) dan UU RI Nomor 25 Tahun 2007 mengenai UU Perseroan Terbatas. Melalui Corporate Social Responsibility setiap perusahaan melaksanakan kontribusi nya dalam bentuk pengembangan masyarakat dan lingkungan di sekitar perusahaan. Lewat CSR inilah, PT. Pertamina menawarkan bantuan dalam menanggulangi masalah yang dihadapi pelaku UMKM selama pandemi melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan, sebagaimana yang diatur dalam Permen- 05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. PKBL sebagai pengelola mitra binaan PT. Pertamina yang didominasi dari UMKM, fungsi ini memberikan dana maupun pendampingan untuk memberikan nilai lebih dari mitra binaannya.
Kondisi ini menuntut perusahaan merancang program CSR yang adaptif dan inovatif guna merespon kebutuhan masyarakat. PT. Pertamina berkomitmen mendesain program untuk bisa diterapkan secara berkelanjutan dalam melaksanakan aktivitas CSR. Program pemberdayaan masyarakat melalui pembinaan UMKM yang dilaksanakan harus terus berjalan kendati tidak mendapatkan lagi pendampingan secara langsung. Program kemitraan sebagai implementasi CSR yang diprioritaskan PT. Pertamina melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan harus mampu menyesuaikan tiap kegiatannya dengan kebutuhan UMKM yang kesulitan akibat pandemi. Perubahan aktivitas CSR yang terjadi merupakan redesign program CSR yang dibutuhkan untuk mampu mengadaptasi program CSR yang sedang dilakukan untuk dimodifikasi sesuai kondisi dan kebutuhan pandemi. Diantaranya yaitu perubahan status prioritas program, upaya penanggulangan dampak pandemi baik jangka pendek maupun jangka panjang, serta aspek edukasi dan pembelajaran bagi pemberdayaan masyarakat. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui bentuk pelaksanaan, proses implementasi dan kinerja CSR PT. Pertamina dalam pemulihan bisnis UMKM binaan akibat pandemi Covid-19 .
## METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan kualitatif. Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah PT. Pertamina (Persero), Jakarta Pusat. Pertimbangan penentuan lokasi penelitian di PT. Pertamina (Persero), Jakarta Pusat yaitu dikarenakan PT. Pertamina (Persero) merupakan salah satu perusahaan yang mengimplementasikan program CSR-nya dalam rangka pemulihan bisnis UMKM binaan yang saat ini terdampak pandemi Covid-19.
Pemilihan informan pada penelitian kualitatif sepenuhnya ditentukan oleh peneliti, sehingga Patton (2002) menyebutnya dengan purposeful sampling, yaitu memilih kasus yang informatif (information-rich cases) berdasarkan strategi dan tujuan yang telah ditetapkan peneliti, yang jumlahnya tergantung pada tujuan dan sumberdaya studi. Informan kunci dalam penelitian ini berjumlah dua informan
yaitu Jr. Officer II CSR PT. Pertamina dan VP CSR & SMEPP PT. Pertamina. Informan utama dalam penelitian ini berjumlah satu informan dari Senior Officer 1 SMEPP dan tiga informan yang merupakan Mitra Binaan Pertamina di Jakarta yang merupakan peserta dari kegiatan program kemitraan Pertamina selama pandemi. Jenis sumber data pada penelitian ini menggunakan sumber data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara yang diperoleh dari narasumber atau informan yang dianggap sangat berpotensi dalam memberikan informasi yang relevan dan sebenarnya di lapangan. Data sekunder diambil untuk menjunjung tinggi data primer dengan studi pustaka dan dokumentasi yang terkait. Data sekunder diperoleh dari beberapa media dan bersifat melengkapi data primer seperti buku, literatur, ataupun artikel serta instansi/lembaga yang terkait dengan strategi PT. Pertamina dalam implementasi program CSR.
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi. Peneliti mengamati bagaimana strategi PT. Pertamina dalam implementasi program CSR terhadap pemulihan bisnis UMKM akibat pandemi Covid-19. Peneliti menggunakan teknik wawancara dalam pengumpulan data dengan bertanya secara langsung kepada narasumber dengan menggunakan panduan wawancara yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang relevan. Data primer diperoleh dari wawancara secara mendalam ( in-depth interview ) dengan informan berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disiapkan yang relevan mengenai penelitian yang akan diteliti. Dokumentasi adalah sebuah cara yang dilakukan untuk menyediakan dokumen-dokumen dengan menggunakan bukti yang akurat dari pencatatan sumber-sumber informasi khusus. Dalam pelaksanaan metode dokumentasi sumber-sumber informasi khusus tersebut berupa karangan/ tulisan, buku, jurnal, dokumen dan sebagainya yang relevan dengan penelitian.
Sugiyono (2009) menyatakan bahwa validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Data yang valid adalah data “yang tidak berbeda” antar data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian. Teknik Triangulasi yang digunakan dalam uji validitas penelitian mengenai strategi PT. Pertamina dalam implementasi program CSR terhadap pemulihan bisnis UMKM yang terdampak pandemi Covid-19 yaitu triangulasi metode dan triangulasi sumber data.
Penulis menggunakan analisis interaktif dari Miles dan Huberman (2009) yang di dalamnya terdapat empat komponen pokok yang dilakukan sebagai acuan prosedur dalam pelaksanaan penelitian. Pengumpulan Data, merupakan proses awal bagi Peneliti dalam mendapatkan setiap data yang diperlukan. Reduksi Data, merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi data (kasar) yang ada dalam files note . Reduksi data bertujuan untuk mempermudah pemahaman terhadap data yang telah terkumpul sehingga data yang direduksi memberikan gambaran lebih rinci. Sajian Data, merupakan rakitan informasi yang memungkinkan kesimpulan deskripsi berbentuk narasi yang memungkinkan simpulan peneliti dilakukan. Penyajian data selanjutnya disusun dalam bentuk uraian atau laporan sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh. Penarikan Kesimpulan, merupakan tahap akhir dalam proses penelitian berupa kesimpulan dari hasil pendeskripsian.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Bentuk Program CSR PT. Pertamina (Persero)
Kesadaran mengenai kebutuhan implementasi CSR telah menjadi trend global. Banyak model dan pola implementasi CSR yang berkembang dan diimplementasikan oleh perusahaan-perusahaan dalam dan luar negeri, ada yang berbasis karitatif ( charity ), CSR berbasis kedermawanan ( philanthropy ) ada pula yang berbasis pengembangan masyarakat ( community development ). Bentuk program CSR yang dilaksanakan oleh PT. Pertamina, yakni community development atau pengembangan masyarakat. PT. Pertamina konsisten melaksanakan CSR melalui pengembangan masyarakat dari waktu ke waktu dikarenakan bentuk CSR community development ini mampu memberikan pemberdayaan ( empowerment ) dalam menghasilkan pembangunan yang dapat bertumbuh secara berkelanjutan ( sustainable ) bagi masyarakat sekitar wilayah operasi dan untuk mitra binaan Pertamina sendiri. Pertamina diharapkan dapat membangun sosial ekonomi masyarakat sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pertamina membentuk fungsi Community Development Officer (CDO) untuk membina relasi, melibatkan masyarakat dalam berbagai kegiatan, serta menjalankan mekanisme pengaduan. Fungsi ini diperlukan agar pelaksanaan TJSL bidang pengembangan masyarakat dapat terlaksana dengan baik. Pertamina melalui CDO serta pemerintah lokal, berperan aktif dalam pengembangan sosial masyarakat setempat. Pelaksanaan harian TSJL bidang pengembangan masyarakat, ditangani oleh Vice President CSR and SMEPP Pertamina Tugas ini dijalankan Pertamina antara lain melalui program tanggung jawab sosial di bidang pengembangan masyarakat yang dibedakan menjadi tiga kegiatan yaitu hubungan masyarakat, pengabdian masyarakat dan pemberdayaan masyarakat.
## a) Community Relations
Kegiatan tanggungjawab sosial community relation ini banyak diarahkan pada kegiatan charity dan kegiatan sosial lain yang bersifat insidental. Contohnya seperti bantuan bencana alam, bantuan sembako dan sejenisnya. PT. Pertamina menggandeng Dinas Sosial untuk memberikan bantuan santunan pendidikan kepada anak-anak yatim yang ditinggal keluarganya karena terkena COVID-19 di Sulawesi. Kegiatan santunan pendidikan ini diberikan secara simbolis di Kantor Pertamina Sales Area Sulutgo Manado pada bulan November 2021. Perwakilan Pertamina juga mengunjungi salah satu rumah anak yatim/piatu di daerah Kecamatan Tikala, Kota Manado. Kegiatan bakti sosial santunan ini difokuskan pada anak-anak yatim/piatu yang orang tuanya meninggal akibat Covid-19. Program-program CSR ini diharapkan dapat memberikan motivasi kepada anak- anak untuk tetap semangat menjalani hidup. Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) konsisten mendorong praktik ESG ( Environment, Social and Governance ) dan SDGs ( Sustainability Development Goals / Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) melihat pentingnya untuk terlibat dan mengambil peran aktif dalam penanggulangan Covid-19 di Indonesia, termasuk mendukung anak-anak yang turut terdampak pandemi.
b) Community Service Community service yaitu implementasi tanggungjawab sosial yang menitikberatkan pada pelayanan perusahaan untuk memenuhi kepentingan masyarakat atau kepentingan umum tanpa mengharapkan imbalan apapun dari masyarakat. Kegiatan ini dilakukan melalui aktivitas pengabdian masyarakat. Aktivitas pengabdian masyarakat PT. Pertamina dilaksanakan melalui Program Pertamina Berdikari dengan merancang program desa binaan. Program Desa Binaan Pertamina dalam hal ini memanfaatkan potensi unggulan desa yang terintegrasi di bidang pertanian, perkebunan, peternakan dan lain-lain. PT. Pertamina memiliki empat program unggulan desa binaan Pertamina yaitu sentra
pemberdayaan tani, kawasan ekonomi masyarakat, desa wisata dan desa tanggap darurat. Di tahun 2019, Pertamina mengelola sebanyak 62 desa binaan di seluruh Indonesia dan terdapat 2.255 penerima manfaat dari program ini.
c) Community Empowering
Community empowering merupakan pelaksanaan tanggungjawab sosial perusahaan yang memberikan akses lebih luas kepada masyarakat untuk menunjang kemandiriannya. Kegiatan ini mendudukkan masyarakat sebagai mitra, dan memberikan penguatan. Salah satu bentuk aktivitas dari community empowering itu sendiri yaitu program kemitraan terhadap UKM. Program kemitraan ditujukan untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil mitra binaan Pertamina agar menjadi tangguh dan mandiri sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar wilayah operasi Pertamina. Program kemitraan Pertamina ini memberi pendampingan, pembinaan, pelatihan yang terarah serta pemberian fasilitas promosi dan pengembangan pasar dalam ajang pameran. Program kemitraan Pertamina di masa pandemi ini diwujudkan dalam program seperti pelatihan secara online melalui sosial media ataupun situs resmi Pertamina. Beberapa program pelatihan online tersebut dapat diikuti melalui webinar dan talk show dalam program Pertamina UMK Akademi ataupun dapat mengunjungi situs e-learning yang sudah di sediakan oleh Pertamina.
## Implementasi CSR PT. Pertamina (Persero)
## 1. Tahap Perencanaan Program
Berhasil tidaknya sebuah implementasi program sangat tergantung bagaimana perencanaan itu dilakukan dengan baik dan pada dasarnya setiap kegiatan memerlukan sebuah perencanaan . Tiap unit di daerah diberi kewenangan untuk menentukan jenis program atau kegiatan yang akan diadakan oleh PT. Pertamina unit di daerah, hal ini tergantung dari kebutuhan masyarakat setempat sekitar wilayah operasi perusahaan setelah dilakukan survey . Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, perencanaan yang dilakukan untuk program kemitraan dan bina lingkungan PT. Pertamina terlaksana sesuai dengan yang diungkapkan oleh Wibisono (2007) bahwa dalam tahap perencanaan terdapat tiga langkah utama, yaitu: a) Awareness building , merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran mengenai arti penting CSR dan komitmen manajemen melalui seminar, lokakarya, diskusi kelompok, dan lain-lain; b) CSR assessment , merupakan upaya untuk memetakan kondisi perusahaan dan mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian yang tepat; c) CSR manual building , hasil assessment merupakan dasar untuk menyusun manual atau pedoman implementasi CSR. Berdasarkan tiga langkah utama dalam tahap perencanaan, maka pembahasan hasil penelitian berkaitan dengan tahap perencanaan ini, akan diuraikan berturut-turut sebagai berikut:
## a. Awareness Building
Membangun kesadaran Pertamina dan mitra binaan nya akan pentingnya tanggung jawab sosial lingkungan dan program kemitraan di masa pandemi ini sangat dibutuhkan. Berbagai media telah dimanfaatkan Pertamina untuk melakukan pendekatan kepada mitra binaan seperti membuatkan WhatsApp Group mitra binaan. Cara ini cukup efektif dalam mengkomunikasikan seluruh program Pertamina terkait pembinaan UMKM mitra binaannya. Pertamina melalui para person in charge (PIC) mitra binaan di tiap region melakukan survei atau social mapping secara berkala, datang menggunakan protokol kesehatan memantau langsung dengan mengunjungi langsung mitra binaannya agar dapat melihat dan berdiskusi mengenai kondisi perkembangan UMKM mitra binaannya seperti yang dikatakan dalam hasil wawancara dengan ZS selaku Jr. Officer II CSR Pertamina mengatakan bahwa:
“Iyaa, dalam mempersiapkan kegiatan CSR kita melakukan survei sebelum pelaksanaan program. Sebelumnya, kita akan lakukan social mapping untuk mengetahui permasalahan maupun kondisi yang terjadi di masyarakat.” (ZS; 09/08/2021) Kegiatan social mapping dalam perencanaan CSR perlu dilakukan. Pertamina harus memahami karakteristik mitra binaan nya yang akan atau sedang dibina. Pertamina juga harus mengetahui kemampuan, permasalahan, dan kebutuhan mitra binaan nya dalam situasi pandemi covid ini. Hasil dari kegiatan social mapping tadi yang dilakukan oleh PIC Pertamina di tiap region akan dilaporkan ke pusat dan digunakan sebagai dasar penentuan program yang tepat guna.
## b. CSR Assessment
Hasil kegiatan social mapping yang sudah terkumpul kan oleh PIC Pertamina di tiap-tiap region akan dibuatkan materi pelaporan yang akan di diskusikan pada rapat Agenda Jum’at an Rapat Koordinasi Pelaporan dan Perencanaan CSR Small Medium Enterprise Partnership Program (SMEPP) Management. Agenda rapat koordinasi CSR SMEPP Management dilaksanakan secara daring melalui aplikasi Microsoft teams. Pembahasan dalam agenda rapat koordinasi ini di pimpin oleh Manager SMEPP Pertamina. Agenda rapat koordinasi ini dilaksanakan setiap Jumat Pukul 13.00 WIB dan dihadiri oleh seluruh Divisi CSR dan SMEPP Pertamina. Dalam agenda tersebut, membahas laporan yang diterima dari tiap PIC region mengenai persoalan yang menjadi kendala atau sering muncul sehingga menjadi penghambat perkembangan program kemitraan bina lingkungan dan penghambat mitra binaan Pertamina sendiri. Berdasarkan hasil wawancara dengan ZS selaku Jr. Officer II CSR Pertamina mengatakan bahwa:
“Dari hasil social mapping tersebut, akan diketahui apa saja kebutuhan masyarakat yang perlu dikembangkan. Selanjutnya, akan dilakukan focus group discussion dengan berbagai stakeholder dalam menentukan program yang tepat dan penyusunan rencana kerja yang berkelanjutan” (ZS; 09/08/2021)
## c. CSR Manual Building
Hasil dari pelaporan kegiatan social mapping dari PIC di tiap region dan juga hasil diskusi pada agenda rapat koordinasi CSR SMEPP Management dilanjutkan dengan menyusun program kemitraan untuk seluruh mitra binaan Pertamina. Penyusunan program kemitraan didasarkan pada masalah yang dihadapi mitra binaannya khususnya selama pandemi berlangsung. Salah satu masalah yang dihadapi mitra binaan Pertamina yaitu kegiatan expo pameran produk UMKM yang selama pandemi ditiadakan. Maka dari itu Pertamina meluncurkan kegiatan virtual expo exhibition mandiri sebagai solusi untuk masalah UMKM mitra binaan Pertamina. Penyusunan program dilakukan dengan pembuatan timeline dan parameter naik kelas untuk kegiatan pembinaan. Kegiatan pembinaan yang akan dilakukan diantaranya seperti SMEXPO 2021 dan UMK Akademi. Hal ini sesuai
dengan hasil wawancara dengan ZS selaku Jr. Officer II CSR Pertamina yang mengatakan bahwa:
“Nanti kalau sudah didapat permasalahannya apa kondisinya bagaimana, kita melakukan beberapa pertimbangan seperti siapa sasaran penerima manfaat, apa dampak program terhadap penerima manfaat, bagaimana keberlanjutan program, gimana kolaborasi stakeholder, dan sebagainya” . (ZS; 09/08/2021)
Dalam penyusunan program pembinaan, hal-hal yang diperhatikan meliputi waktu dan tempat pelaksanaan mulai dari pre-event sampai penutupan. Penyusunan program juga memperhatikan siapa saja pihak eksternal yang terlibat kolaborasi dengan program ini dan siapa saja mitra binaan yang akan mengikuti program ini dan bagaimana dengan mitra binaan yang tidak bisa mengikuti kegiatan ini. Pertamina juga menyusun program rescheduling khusus untuk mitra binaan Pertamina yang mengalami permasalahan kesulitan finansial dan ekonomi sehingga tidak mampu mengembalikan pinjaman modal sesuai dengan kontrak pinjaman dengan Pertamina. Pembahasan program rescheduling melibatkan fungsi CSR, SMEPP, fungsi legal dan internal audit Pertamina.
## 2. Tahap Pelaksanaan Program
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, perencanaan yang dilakukan untuk program kemitraan dan bina lingkungan PT. Pertamina terlaksana sesuai dengan yang diungkapkan oleh Wibisono (2007) bahwa dalam memulai aktivitas CSR, pada dasarnya ada tiga pertanyaan yang mesti dijawab, yakni siapa orang yang menjalankan, apa yang mesti dilakukan, dan bagaimana cara melakukan sekaligus alat apa yang diperlukan. PT. Pertamina dalam implementasinya, inisiatif dilakukan secara strategis sesuai karakteristik dan kebutuhan masyarakat, berdasarkan pemetaan sosial dan dilakukan oleh anak perusahaan serta unit bisnis Pertamina di berbagai wilayah operasi. Program kemitraan yang dilaksanakan Pertamina dalam masa pandemi ini antara lain yaitu Pertamina SMEXPO, Pertamina UMK Akademi, Ruang Belajar UMKM, dan Rescheduling .
a. Pertamina SMEXPO
Salah satu program kemitraan yang digencarkan PT. Pertamina yaitu program Pertamina SMEXPO. Program Pertamina SMEXPO diciptakan sebagai bentuk kepedulian Pertamina terhadap mitra binaannya tak terkecuali dalam situasi pandemi Covid-19. Semenjak pandemi covid–19 menyebar masuk indonesia, banyak kegiatan UMKM Mitra binaan Pertamina yang tidak bisa dilakukan akibat pengetatan peraturan prosedur kesehatan dari pemerintah. Salah satunya yaitu kegiatan expo pameran dan pelatihan di tempat secara langsung atau offline . Berdasarkan hasil wawancara oleh NR selaku Senior Officer 1 SMEPP Pertamina, mengatakan bahwa:
“SMEXPO itu program terobosan Pertamina. Itu kayak bazaar dan pameran untuk temen temen UMKM yang jadi mitra binaannya Pertamina. Tahun lalu acaranya dilakukan secara digital. Lalu disitu ada marketplace dimana orang orang bisa belanja produk UMKM mitra binaannya Pertamina, semacam ecommerce kecil”.
(NR;30/09/2021)
Program Pertamina SMEXPO ini merupakan program adaptasi yang dilakukan Pertamina dalam situasi pandemi ini yang bertujuan untuk rangka pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UKM) yang telah bergabung sebagai mitra binaan Pertamina sebagai ajang pameran produk UMKM mitra binaan secara virtual dan dapat memasarkan produk dan layanannya melalui fitur e-commerce serta meningkatkan wawasan nya melalui berbagai program pelatihan/ workshop . Target dari kegiatan SMEXPO ini yaitu target pengunjung marketplace ini adalah 800.000
visitors dalam satu tahun Online training diikuti sampai dengan 1000 UMKM, sebagai salah satu upaya UMKM naik kelas Target penjualan/ transaksi dari marketplace mitra binaan adalah Rp. 7,5 Milyar. Peningkatan kompetensi UMK, peningkatan motivasi UMK untuk dapat survive pada masa pandemi, perluasan pasar UMK dengan banyaknya pengunjung SMEXPO 2021, dengan target pengunjung 10.000 visitor per hari dan dapat diikuti/ diakses oleh negara asing, Program ini pertama kali dilaksanakan pada 9 – 11 September tahun 2020 dan di tahun 2021 program Pertamina SMEXPO hadir untuk yang kedua kalinya tepatnya pada tanggal 12 – 17 Oktober 2021. Program Pertamina SMEXPO dilaksanakan secara daring melalui YouTube Pertamina dan website https://smexpo.pertamina.com. Kegiatan pre-event SMEXPO dilaksanakan secara online melalui radio, YouTube, dan aplikasi zoom meeting dengan total jumlah partisipan mencapai 2361 orang. Berdasarkan hasil wawancara oleh NR selaku Senior Officer 1 SMEPP Pertamina, beliau menambahkan: “SMEXPO itu modelnya kaya virtual exhibition, ada website ada alamat website smexpo nya nanti di alamat website itu kita diberi tampilan 3D dari animasi booth booth pameran yang nanti kalau kita klik kita bisa seolah olah virtual tour. Kalau kita klik dua kali di booth pamerannya kita bisa masuk ke halaman ecommerce UMKM itu. Nanti kita bisa belanja atau browsing browsing atau kita bisa chat”. (NR;30/09/2021)
a. Pertamina UMK Akademi
Program Pertamina UMK Akademi bertujuan memberi pelatihan, pendampingan, pengawasan dan bimbingan untuk UMK mitra binaan agar mempunyai bekal penyesuaian yang baik di setiap tantangan zaman seperti sekarang ini. Setiap mitra binaan yang menjadi peserta program ini diharapkan mampu menyesuaikan kegiatan usaha nya dengan era digitalisasi yang serba online s eperti hal nya pada situasi pandemi Covid-19 saat ini, banyak kegiatan yang terhambat bahkan tidak bisa dilakukan secara bertemu langsung atau offline tidak terkecuali kegiatan pembinaan UMK mitra binaan Pertamina. Kegiatan ini hadir untuk memudahkan mitra binaan Pertamina dalam mengembangkan usaha nya meski kegiatan pembinaan dilakukan secara virtual atau tidak secara tatap muka. Kegiatan ini bertujuan agar setiap mitra binaan Pertamina nantinya mampu menembus pasar global secara digital dalam situasi normal maupun pandemi.
Kegiatan program Pertamina UMK Akademi 2021 dilaksanakan selama tujuh bulan. Fungsi CSR dan SMEPP Pertamina selaku pelaksana bertanggung jawab langsung pada kegiatan program ini. Program tersebut dimulai dari 23 juni 2021 sampai dengan bulan desember 2021 dengan rangkaian acara mulai dari pembekalan online, pelatihan dan pengawasan online. Pertamina juga menggunakan media WhatsApp group dan Instagram sebagai alat bantu untuk sounding program melalui flye r yang disebarkan. Program Pertamina UMK Akademi juga dilaksanakan secara online melalui aplikasi zoom meeting. Tiap mitra binaan yang mengikuti program tersebut akan di bimbing selama tujuh bulan dengan tujuan ketika selesai nanti UMKM mitra binaan Pertamina tersebut mampu naik kelas hingga pasar global. Tujuan dari program ini diantaranya yaitu pembinaan bagi mitra binaan yang benar-benar sudah siap mengisi pasar Nasional dan/atau dunia melalui kegiatan ekspor. Tujuan lainnya yaitu pelatihan pembuatan website, listing di situs e-commerce , pelatihan marketing dan motivasi agar bisa tumbuh dan menginspirasi UMK lainnya. Kegiatan selanjutnya yaitu pelatihan implementasi aplikasi digital, sosial media dan otomatisasi produk serta standarisasi produk, pelatihan pengelolaan branding, serta penggunaan teknologi tepat guna.
## b. Ruang Belajar UMKM
Pertamina menyediakan sarana berupa E-Platform untuk UMKM sebagai fasilitas pembelajaran yang dikhususkan untuk mitra binaan Pertamina yang dapat diakses melalui situs www.belajarumkm-pertamina.com. Belajar UMKM Pertamina adalah platform pembelajaran online bagi mitra binaan UMKM Pertamina untuk mengembangkan keterampilan dan pengetahuan untuk kemajuan masing-masing usaha. Program Belajar UMKM ini mempunyai kurikulum tertentu yang harus kita ikuti. Tidak hanya sekedar belajar mendengarkan materi di kelas secara online , program ini juga melaksanakan kegiatan pre-test dan post-test dalam setiap sesi materinya. Materi pembelajaran yang disediakan di website ini mudah untuk dicari dan tingkat kursus nya terbagi menjadi tiga kategori mulai dari pemula, menengah, dan ahli.
Program ini bertujuan memberikan edukasi seputar bisnis UMK mulai dari pengenalan produk, tata cara pemasaran, pembukuan laporan keuangan, tutorial penjualan melalui sosial media, dasar-dasar pemasaran dan masih banyak lagi. Mitra binaan Pertamina bisa belajar dengan memilih salah satu dari dua metode yaitu video interaktif dan slide materi. Kelemahannya dari platform ini untuk saat ini jumlah materi yang tersedia belum untuk semua tingkat kursus. Materi yang tersedia dalam platform ini baru ada di tingkat kursus pemula saja. Program ini pertama kali dilaksanakan pada awal tahun 2021. Program ini sudah berlangsung selama sepuluh bulan dan masih berjalan sampai sekarang.
c. Program Pendanaan UMK (PUMK) Program pendanaan UMK adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri. Program pendanaan UMK juga telah dilaksanakan setiap tahunnya oleh Pertamina. Melalui Program Pendanaan UMK, Pertamina melakukan pendampingan dan pembinaan kepada para pelaku UMKM dalam menjawab tantangan utama pengembangan usaha UMKM dalam hal peningkatan kompetensi, peningkatan akses pemasaran dan kemudahan akses permodalan dengan program terarah untuk menghasilkan UMKM naik kelas. Selama pandemi Covid-19 berlangsung, salah satu bentuk pembinaan program PUMK yaitu melalui kegiatan rescheduling . Rescheduling merupakan program strategi pemulihan piutang, khususnya pada mitra binaan usaha nya macet akibat pandemi Covid-19. Pembahasan tentang upaya strategi penanganan pinjaman macet yang dilaksanakan dengan pendekatan pembinaan yang sejalan dengan UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN, bahwa BUMN turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan lemah, koperasi, dan masyarakat.
3. Tahap Evaluasi Program
Kegiatan evaluasi yang dilakukan Pertamina sesuai dengan yang di katakan oleh Wibisono (2007) yaitu setelah program CSR diimplementasikan, langkah-langkah berikutnya adalah evaluasi program, tahap ini perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektivitas pelaksanaan program. Kegiatan evaluasi program kemitraan CSR SMEPP Pertamina dilaksanakan dalam agenda rakor mingguan, mulai dari membahas penyaluran dana pinjaman, pemulihan piutang, kegiatan SMEXPO dan lain sebagainya. Rakor mingguan CSR SMEPP dilakukan secara online melalui aplikasi Microsoft Teams pada hari jumat yang di pimpin oleh VP manajer CSR SMEPP Pertamina. Kegiatan evaluasi program kemitraan ini diikuti oleh seluruh divisi CSR dan SMEPP Pertamina serta divisi lainnya seperti divisi IT dan media komunikasi.
a. SMEXPO
Kegiatan Pertamina SMEXPO 2020 merupakan kegiatan expo virtual pertama yang dilaksanakan secara mandiri oleh Pertamina. Meski terbilang sukses dengan menerima banyak atensi dari pelaku UMKM dan juga pemerintah, nyatanya meninggalkan banyak evaluasi untuk peningkatan efektivitas pelaksanaannya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan NR Selaku Senior Officer SMEPP Pertamina, beliau menjelaskan beberapa evaluasi dalam kegiatan SMEXPO 2020 sebagai berikut:
“Kalau menurut aku website nya agak susah kalau di akses by mobile, harus pake laptop. Terus kalau sedang belanja gitu ya itu gabisa checkout barengan, harus checkout barang satu satu kalau udah baru belanja lagi checkout lagi gitu, jadi gabisa checkout multi store.terus tampilan nya belum se menarik tokped lah belom user friendly. Kalau sekarang ini kesulitannya juga menyusun web nya itu sendiri, gimana mengakomodasi user experience masyarakat yang selama ini sudah terbiasa belanja dengan shopee tokped lazada zalora, mereka juga bisa tertarik untuk belanja di Smexpo dan merasa kenyamanan yangg sama seperti mereka belanja di commerce yang lain. Untuk marketplace sendiri yang tahun lalu hanya bisa digunakan selama smexpo saja dan karena atensi yang besar jadinya di perpanjang selama 1-2 bulan. Untuk mitra binaannya yang bisa buka marketplace disini cuma yang terpilih aja, gabisa semuanya” (NR;30/09/2021)
Pelaksanaan SMEXPO 2020 berjalan lancar namun masih memiliki kendala pada bagian pemeliharaan website nya. SMEXPO sendiri merupakan gelaran pameran produk UMKM secara virtual yang dilaksanakan di website https://smexpo.pertamina.com/. Website yang digunakan belum mendukung akses mudah ke semua tipe perangkat. Laptop atau komputer bisa dibilang perangkat yang paling mudah untuk digunakan mengakses website SMEXPO. Fitur E-commerce yang terdapat di website tersebut juga belum mudah digunakan, belum seperti e-commerce yang biasa kita gunakan untuk melakukan online shopping , salah satunya pada saat melakukan check-out barang pembelian, peserta tidak bisa melakukan satu kali checkout untuk semua barang yang di beli, peserta harus melakukan checkout pada tiap barang yang mereka beli sehingga memakan waktu yang cukup lama. E-commerce SMEXPO juga hanya berjalan selama kegiatan tersebut saja, walaupun pada akhirnya di perpanjang sampai 2 bulan. Hasil evaluasi lainnya berdasarkan hasil wawancara dengan TP selaku mitra binaan Pertamina di Jakarta yang bergerak di sektor industri, beliau mengatakan:
“Ada karena MB nya kan banyak jumlahnya sehingga wajar bergantian sehingga kami yang awal ikut di Pertamina smexpo 2020, kurang mendapat bimbingan lanjutannya. ” (TP;16/09/2021)
Berdasarkan evaluasi ini, SMEPP CSR Pertamina memutuskan untuk melanjutkan program SMEXPO untuk tahun 2021 dengan perbaikan dan juga pengembangan aspek-aspek yang menjadi kekurangan dalam pelaksanaannya. Dalam kegiatan SMEXPO 2021, website SMEXPO kini sudah mudah di akses menggunakan perangkat smartphone dan ada peningkatan fitur virtual tour dan perpanjangan masa kegiatan e-commerce yang tahun lalu hanya dapat diakses selama dua bulan, tahun ini bisa diakses selama satu tahun. Meskipun pada kegiatan SMEXPO ini mitra binaan yang bisa berpartisipasi di khusus kan untuk mitra binaan yang sudah stabil keuangannya dan jumlah nya dibatasi untuk 200an UMKM saja.
b. UMK Akademi
Kegiatan Pertamina UMK Akademi merupakan bentuk pembinaan UMK agar naik kelas dengan melakukan pembinaan sesuai kurikulum go modern, go digital, go online dan go global . Pada tahun 2020, UMK akademi berhasil meluluskan 162 UMK terdiri dari kelas go modern 13 UMK, go digital 43 UMK, go online 44 UMK,
dan go global 62 UMK. Dalam kegiatan UMK Akademi ini Pertamina memiliki parameter untuk melakukan evaluasi dan monitoring selama tujuh bulan terhadap mitra binaannya. Ada tujuh parameter naik kelas bagi mitra binaan yang mengikuti kegiatan UMK akademi sesuai Risalah RKA PKBL Tahun 2020 Nomor Ris-12/D7.MBU.2/11/2019 yaitu yang pertama peningkatan jumlah pegawai, yang kedua peningkatan nilai pinjaman, yang ketiga peningkatan kapasitas produksi, keempat peningkatan omzet, yang kelima pelibatan masyarakat sekitar untuk menghasilkan produk, yang keenam pemasaran produk di luar kota/negeri, dan yang terakhir memperoleh sertifikat nasional/internasional. Harapannya terdapat perubahan kondisi yang lebih baik sebelum mengikuti program dan paska mengikuti program dengan dibuktikannya UMK naik kelas, hal ini sesuai dengan pernyataan HD selaku Jr. Officer CSR & SMEPP yang menyatakan:
“UMKM naik kelas berdasarkan indikator di akhir periode UMK Academy bentuk evaluasinya. Ada evaluasi dilakukan di akhir periode pelaksanaan pembinaan, berdasarkan kriteria dan indikator UMKM naik kelas yg telah ditetapkan oleh Kementerian BUMN. Berdasarkan laporan hasil akhir tiap UMK, dimana laporan tersebut berisikan indikator UMK naik kelas”(HD;23/09/2021)
c. Program Pendanaan UMK (PUMK)
Kondisi Pandemi Covid-19 yang belum membaik dan dunia usaha yang belum bergairah, menjadi hambatan mitra binaan untuk mempergunakan pinjaman bank dalam mendapatkan tambahan modal usaha kembali. Terdapat hambatan dan kendala di lapang dalam kegiatan rescheduling atau pemulihan piutang dari mitra binaan Pertamina. Masih banyaknya mitra binaan yang tetap mencoba mengangsur sesuai jadwal walaupun sedikit terlambat karena tidak ingin memperpanjang waktu pinjaman. Mitra binaan mengajukan angsuran baru yang diharapkan tetapi angsuran baru masih di bawah nilai/jumlah sisa pinjaman dibagi 36 bulan/kali. Prosedur dan tata cara proses Program Rescheduling sesuai ketentuan Pertamina perlu disampaikan kepada mitra binaan karena banyak mitra binaan menanyakan berapa lama proses dan syarat dokumen yang harus dilengkapi. Ada beberapa mitra binaan yang tidak memahami pentingnya bukti setoran sebagai pegangan bahwa mitra binaan dapat melakukan pencocokan terhadap posisi hutangnya di Pertamina melalui SMS pemberitahuan dan/atau Kartu Piutang Pertamina per mitra binaan.
Tingkat ketertarikan masyarakat selaku pelaku UMKM yang tinggi untuk mengikuti program pendanaan UMK ini sudah tidak ragukan lagi. Ketertarikan tersebut terlihat dari jumlah mitra binaan Pertamina yang terus bertambah ratusan hingga ribuan setiap tahunnya. Di tahun 2020, terdapat 3.073 mitra binaan UMKM yang bergabung dalam program pendanaan UMK. Banyaknya masyarakat yang meminati program ini membuat fungsi call center Pertamina sering kali down . Pertamina memiliki nomor call center yang bisa dihubungi melalui perangkat elektronik dengan cara menekan nomor 135 pada bagian telefon. Dengan jumlah proposal masuk sebanyak 30-50 proposal setiap hari nya, hal tersebut memungkinkan proses kurasi atau penyeleksian yang terhambat dan banyak masyarakat yang mendaftar menghubungi call center 135 setiap hari nya untuk menanyakan keberlanjutan dari proses pendaftarannya seperti pernyataan MD selaku staff fungsi 135 Pertamina dalam kegiatan Rapat Penanganan Agunan Mitra Binaan PUMK yang dilakukan Hari Selasa 28 September 2021 melalui aplikasi Microsoft Teams beliau mengatakan:
“135 itu kan call center kita, banyak proposal PUMK masuk tiap hari dan banyak juga yang menanyakan followup email ke 135. Nah setiap pendaftar PUMK itu sudah ada pembagian PIC nya. Walaupun sudah ada PIC nya tapi tetap banyak sekali yang mengubungi 135. Jadi
harusnya kalau sudah dapat pembagian PIC masing masing, cukup hubungi PIC nya saja tidak perlu hubungi 135 lagi.” (MD;28/09/2021)
Setiap pelaku UMKM yang berpartisipasi dalam program pendanaan UMK Pertamina maka mereka disebut sebagai mitra binaan Pertamina. Dalam situasi pandemi Covid-19 ini, meski Pertamina banyak meluncurkan program adaptif yang mendorong kegiatan Go Digital nyatanya masih ada mitra binaan Pertamina yang belum merasakan dampak nya. FH salah satu mitra binaan Pertamina di Jakarta yang bergerak di sektor industri dalam wawancara, beliau mengatakan bahwa:
“awal saya daftar jadi mitra binaan Pertamina karna saya liat Tampaknya menjanjikan, dari pengamatan sebelumnya. Semenjak pandemi ini saya belum dapat bantuan, paling paling webinar terus jadi usaha saya juga tidak ada peningkatan sejauh ini. Tagihan terus menerus, padahal saya dan banyak teman rajin membayar dan tidak menunggak. instansi sebesar Pertamina payah pembukuannya. Walau sudah wa tunjukkan bukti cicilan, tetep menjengkelkan. Mereka mencari cari bukti yang tidak kami pegang. Aneh waktu kami habis untuk menyocokan data. Mereka tidak profesional, lapor sana sini lempar sana sini lepas tangan. Saya tidak mau jadi binaan Pertamina lagi.”(FH; 24/09/2021)
Berdasarkan wawancara dengan FH salah satu mitra binaan Pertamina di Jakarta yang bergerak di sektor industri, dirinya mengatakan sistem pembukuan yang dilakukan Pertamina dalam program pendanaan UMK belum optimal. Beliau merasa terlalu sering ditagih cicilan meskipun ia merasa sudah rajin membayar dan tidak menunggak, hal tersebut didukung dengan bukti-bukti cicilan yang ditunjukkan kepada PIC nya melalui WhatsApp . FH juga mengeluhkan kegiatan pelatihan dan pembinaan yang dilakukan hanya webinar secara terus menerus sehingga dampaknya tidak efektif terhadap pemulihan bisnisnya. Hasil wawancara lainnya dengan NH salah satu mitra binaan Pertamina di Jakarta yang bergerak di sektor industri beliau menambahkan:
“Kalau sekarang dampakya penurunan penjualan. Selama pandemi ini juga baru sekali dapat bantuan itupun berupa pelatihan secara online dan waktunya kurang tepat. kalau hanya bantuan sosialisasi dan pelatihan kurang membantu, seharusnya dimasa pandemi ini bantuan yang diberikan adalah penambahan modal atau pemberian tengang masa pembayaran pinjaman” (NH; 16/09/2021)
## 4. Tahap Pelaporan Program
Kegiatan pelaporan di Pertamina khususnya CSR dan SMEPP dilakukan rutin setiap minggu dalam agenda rakor mingguan setiap jumat jam 1 siang. Materi yang dilaporkan mengenai update kolektabilitas data, pendanaan UMK, Strategi Pemulihan piutang, progress kegiatan program kemitraan seperti SMEXPO dan UMK Akademi dan sebagainya.
Bentuk pelaporan program kemitraan yang sedang berjalan maupun sudah berjalan yang diterapkan oleh CSR & SMEPP Pertamina yaitu melalui draft press release dari serangkaian acara kegiatan yang nantinya di rilis oleh media, seperti rilis media dari kegiatan UMK Akademi mulai dari pembekalan go global, UKM Forum, pembekalan halal, pelatihan go online, digital day, pembekalan HKI, pembekalan BPOM, dan bantuan nakes. Sementara kegiatan SMEXPO, rilis media dimulai dari kegiatan penjualan UMK Adaptif, UMK On Air smart Fm dan Sonora Fm, digitalisasi pembinaan UMK, teaser SMEXPO, dan testimoni mitra binaan SMEXPO. Pertamina juga melaporkan seluruh kegiatan dan update kondisi dan perubahan perusahaan nya melalui laporan tahunan atau annual report yang tersedia di laman web Pertamina. Annual report merupakan laporan perkembangan dan pencapaian yang berhasil diraih organisasi dalam setahun. Data dan informasi yang akurat menjadi kunci penulisan laporan tahunan. Kegiatan pelaporan ini
sesuai dengan hasil wawancara NR selaku Senior Officer SMEPP Pertamina yang mengatakan:
“Iya pasti, nanti setiap ada kegiatan webinar webinar past dibikin draft press release sama temen temen SMEPP terus nanti di publish sama temen temen medkom media komunikasi. Kamu juga bisa cek di Instagram nya smepp Pertamina, kadang beberapa flyer kegiatan pembinaan di publish disana, info visual dari kegiatan SMEPP Pertamina di publish disana” (NR;30/09/2021)
## Kinerja CSR PT. Pertamina Di Masa Pandemi Covid-19
Program CSR yang dilakukan oleh PT. Pertamina akan berjalan dengan baik apabila implementasinya dieksekusi dengan baik. Pihak-pihak PT. Pertamina harus benar-benar mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan program CSR agar pelaksanaan, manfaat dan tujuannya dapat terlaksana dengan baik dan benar. Kegagalan dalam pengimplementasian program CSR dapat berakibat ketidakefektifan dan dapat berpengaruh terhadap tujuan utama CSR yang sebenarnya. Diperlukan indikator kinerja dalam pengimplementasian CSR. Indikator yang paling efektif adalah yang bersifat kualitatif. Menurut Kartini (2009) ada delapan indikator yang sebaiknya digunakan dalam pengukuran tersebut, yaitu:
1. Kepemimpinan Kegiatan CSR dapat dikatakan berhasil apabila mendapat dukungan dari top management perusahaan dan terdapat kesadaran filantropi dari pimpinan yang menjadi dasar pelaksanaan program. Kegiatan CSR PT. Pertamina selalu mendapat dukungan dari atasan perusahaan yakni VP CSR & SMEPP Management merupakan posisi yang mengepalai divisi CSR dan SMEPP Pertamina selaku penanggungjawab dari program kemitraan dan bina lingkungan. Pertamina khususnya divisi CSR dan SMEPP selalu melibatkan kepala divisi mulai dari tahap perencanaan hingga publikasi. Dalam setiap kegiatan rapat koordinasi CSR & SMEPP Pertamina setiap jumat, kepala divisi diberikan wewenang sebagai pemimpin rapat. Kepala divisi memiliki peran untuk mengesahkan hasil rapat koordinasi seperti timeline dan mekanisme program dengan menandatangani hasil notulensi dari kegiatan tersebut. Terdapatnya kesadaran filantropi pimpinan pada pelaksanaan program ditandai dengan mendorong kegiatan pemberdayaan masyarakat seperti memberdayakan masyarakat melalui pelatihan pembuatan masker dan hand sanitizer mandiri untuk membantu masyarakat terdampak pandemi Covid-19 serta bantuan sembako pangan dan APD untuk masyarakat sekitar dan tenaga kesehatan.
2. Proporsi Bantuan PT. Pertamina telah memberikan banyak jenis bantuan untuk mitra binaan dan juga masyarakat umum pada kondisi pandemi ini. Fokus CSR dari PT. Pertamina selama pandemi ini hampir semua dialihkan kepada optimalisasi penanganan Covid-19 melalui penyaluran alat pelindung diri dan alat kesehatan lainnya, lalu diikuti dengan pengoptimalan UMKM yang terintegrasi agar tetap bisa berdaya selama masa pandemi Covid-19. Proporsi bantuan yang diberikan CSR PT. Pertamina kepada masyarakat khususnya selama pandemi Covid-19 berlangsung banyak diberikan berupa pelatihan bisnis UMKM secara daring bagi para mitra binaan yang bisnisnya merugi akibat pandemi, bantuan pemberian alat pelindung diri berupa baju hazmat yang akan didistribusikan untuk rumah sakit di seluruh Indonesia, dan bantuan pemulihan piutang bagi mitra binaan Pertamina yang usaha nya merugi dengan menata ulang jumlah angsuran dan batas akhir pelunasan.
3. Transparansi dan Akuntabilitas Perusahaan dalam hal ini dituntut memiliki laporan tahunan ( annual report) dan menyediakan informasi yang akurat, cukup dan tepat. Adanya akuntabilitas
dimana adanya kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban elemen perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian di lapang, PT. Pertamina dalam mengimplementasikan CSR nya sudah memiliki laporan tahunan dan catatan informasi mengenai hasil kegiatan CSR yang dilakukan oleh PT. Pertamina. Tujuan dilakukannya karena kegiatan CSR yang dilakukan merupakan kegiatan resmi perusahaan dimana diharuskan adanya kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban atas kegiatan CSR tersebut. Laporan tahunan PT. Pertamina bisa diakses secara umum dengan mengunduh langsung melalui website resmi PT. Pertamina di www.pertamina.com. PT. Pertamina juga mempunyai mekanisme audit sosial dan finansial dimana audit sosial terkait dengan pengujian sejauh mana program CSR telah dapat ditunjukkan secara benar sesuai kebutuhan masyarakat dan perusahaan. Mekanisme audit dalam PT. Pertamina sudah di atur dalam pedoman tata kelola PT. Pertamina atau code of corporate governance. Kegiatan audit sosial di PT. Pertamina menjadi tanggung jawab komite audit sesuai pedoman tata kelola PT. Pertamina, mulai dari komposisi dan keanggotaan, serta tugas dan tanggung jawab.
4. Cakupan Wilayah
Berdasarkan hasil penelitian di lapang, PT. Pertamina di tiap region nya melalui person in charge (PIC) melakukan survei atau social mapping secara berkala dengan menerapkan protokol kesehatan. Kegiatan social mapping dalam perencanaan CSR bertujuan untuk memahami karakteristik mitra binaan nya yang akan atau sedang dibina. Pertamina juga harus mengetahui kemampuan, permasalahan, dan kebutuhan mitra binaan nya dalam situasi pandemi Covid- 19 ini. Identifikasi penerima manfaat berdasarkan sekala prioritas juga sudah ditetapkan dalam tujuan strategis CSR PT. Pertamina yaitu sasaran prioritas CSR Pertamina merupakan wilayah sekitar operasi perusahaan dan daerah yang terkena dampak bencana. Wilayah operasi PT. Pertamina sendiri dibagi menjadi delapan wilayah.
5. Mekanisme Perencanaan dan Evaluasi Kegiatan perencanaan dan evaluasi diadakan pada rapat Agenda Jum’at an Rapat Koordinasi Pelaporan dan Perencanaan CSR Small Medium Enterprise Partnership Program (SMEPP) Management secara daring melalui aplikasi Microsoft teams. Agenda ini membahas perkembangan program yang akan, sedang dan sudah dilaksanakan. Hasil dari rapat tersebut nantinya akan dibuatkan rekomendasi program beserta indikator keberhasilannya sesuai dengan kebutuhan Pertamina dan UMKM mitra binaannya di masa pandemi ini. Kegiatan perencanaan dan evaluasi CSR PT. Pertamina melibatkan banyak divisi di dalamnya. Mulai dari divisi CSR dan SMEPP di pusat maupun di tiap daerah, divisi IT dan Media Komunikasi. Kegiatan agenda Jum’at an Rapat Koordinasi Pelaporan dan Perencanaan CSR SMEPP ini bersifat internal sehingga tidak melibatkan pihak luar seperti sasaran masyarakat. Pelibatan masyarakat sendiri dalam perencanaan program hanya sebatas sebagai informan dan tidak diikutsertakan secara langsung pada kegiatan diskusi . Stakeholder juga terlibat dalam sebuah perencanaan program CSR di PT. Pertamina, namun tidak secara langsung mengikuti setiap kegiatan rapatnya . Stakeholder dalam perencanaan CSR memiliki sebuah pengaruh langsung dalam pengambilan keputusan program dan pembuatan kebijakan program, hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan ZS selaku Jr. Officer II CSR yang mengatakan:
“Untuk penyusunan dan implementasi program CSR, pertamina berkolaborasi dengan berbagai stakeholder, seperti Pemerintah, NGO itu lembaga swadaya masyarakat, ada akademisi juga, masyarakat, dan pihak lainnya. Supaya program yang dijalankan nantinya akan tepat sasaran dan berkelanjutan.” (ZS; 09/08/2021)
## 6. Pelibatan Stakeholder
PT. Pertamina selalu melibatkan para stakeholder nya dalam setiap program CSR . Stakeholder sendiri ini memang tidak turun langsung dalam merencanakan suatu program namun memiliki pengaruh dalam pengesahan ataupun pengambilan suatu keputusan. Ketentuan pelibatan stakeholder sendiri sudah diatur dalam pedoman tata kelola PT. Pertamina atau code of corporate governance . Pelibatan stakeholder di PT. Pertamina biasanya diadakan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS). Para pemegang saham di PT. Pertamina memiliki hak untuk menghadiri kegiatan RUPS dan memberikan suaranya pada kegiatan RUPS.
7. Keberlanjutan
PT. Pertamina turut berkontribusi dalam mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/ Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL). Seluruh program TJSL yang dilakukan Pertamina baik di Pertamina Holding maupun di Sub Holding sejalan dengan prinsip-prinsip ESG ( Environmental, Social, and Governance ). Pertamina menjalankan program TJSL melalui berbagai aktivitas yang terintegrasi dengan strategi bisnis dan bermanfaat bagi area operasi dan area yang terdampak, dengan menggunakan pendekatan mitigasi risiko, nilai yang dibagikan, dan aspek keberlanjutan. Perencanaan Program TJSL dilakukan dengan pertimbangan untuk menciptakan masa depan yang berkelanjutan dan memberikan dampak positif di berbagai aspek untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Pertamina berkolaborasi dengan berbagai stakeholder dalam mengembangkan potensi lokal yang melibatkan pemberdayaan masyarakat, mewujudkan pengembangan energi baru terbarukan dan menjaga kelestarian alam dan konservasi keanekaragaman hayati.
8. Hasil Nyata ( Outcome )
Hasil nyata atau outcome merupakan dampak, manfaat, harapan perubahan dari sebuah kegiatan atau pelayanan suatu program. Hasil nyata dari sebuah program CSR khususnya program kemitraan dapat dilihat melalui terjadinya perubahan pola pikir mitra binaan, memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat dan terjadi penguatan suatu komunitas. Hasil nyata dari program Pertamina SMEXPO yang merupakan ajang pameran dan transaksi produk UMKM mitra binaan secara virtual yaitu peningkatan kompetensi UMK para mitra binaan di masa pandemi, peningkatan motivasi UMK mitra binaan untuk dapat bertahan pada masa pandemi, dan perluasan pasar UMK dengan meningkatkan banyaknya pengunjung. Hasil nyata dari program Pertamina UMK Akademi yang merupakan kegiatan pelatihan, pembinaan dan pendampingan UMKM secara daring untuk mitra binaan yaitu mitra binaan mendapat sertifikat dan izin usaha seperti halal, BPOM, HKI, dan PIRT. Hasil nyata lainnya dari program UMK Akademi yaitu meningkatkan omzet mitra binaan dan mitra binaan mampu naik kelas hingga menembus pasar global. Hasil nyata dari program pendanaan UMK di masa pandemi ini yaitu pemulihan piutang bagi para mitra binaannya melalui program rescheduling yaitu penataan ulang angsuran jumlah pengembalian pinjaman dan batas akhir pelunasan.
Implementasi CSR PT. Pertamina Sebelum dan Saat Pandemi Covid-19
Berdasarkan hasil penelitian di lapang mengenai implementasi CSR PT. Pertamina terhadap pemulihan bisnis UMKM mitra binaan akibat pandemi Covid- 19 , tidak temukan perubahan implementasi program tanggung jawab sosial saat sebelum pandemi dan di saat pandemi berlangsung. PT. Pertamina tetap menjalankan pelaksanaan kegiatan CSR nya melalui bentuk community development atau pengembangan masyarakat seperti di waktu-waktu sebelum pandemi. Pelaksanaan pengembangan masyarakat di Pertamina sendiri meliputi kegiatan bantuan sosial, pengabdian masyarakat melalui pengembangan desa binaan dan
program kemitraan. Pelaksanaan kegiatan pengembangan masyarakat tersebut sudah dijalankan oleh PT. Pertamina dari sebelum pandemi hingga sekarang ini. Hasil wawancara dengan ZS selaku Jr. Officer II CSR juga menguatkan temuan penelitian, beliau menyatakan:
“Sebenarnya program CSR di PT Pertamina tetap berjalan sesuai dengan rencana program kerja perusahaan, namun dengan tetap menyesuaikan kondisi pandemi Covid-19 . Jadi PT Pertamina menjalankan kegiatan dengan memanfaatkan seperti teknologi digital dan menjalankan protokol kesehatan Covid-19 untuk kegiatan yang memang tidak bisa dilaksanakan secara daring” (ZS;09/08/2021)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat dijelaskan, PT. Pertamina tetap menjalankan program CSR sesuai dengan semestinya namun Pertamina tetap melakukan penyesuaian dikarenakan kondisi pandemi Covid-19 ini. Proses implementasi CSR sendiri yang dilakukan oleh PT. Pertamina mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan merupakan proses yang sudah dilaksanakan dari sebelum bencana pandemi Covid-19 hadir, namun PT. Pertamina melakukan penyesuaian terkait salah satunya yaitu kebijakan social distancing yang ditujukan untuk memutus rantai penularan virus Covid-19. Penyesuaian tersebut yaitu dengan memaksimalkan teknologi digital seperti kegiatan agenda rapat jumatan perencanaan dan evaluasi program CSR dan SMEPP yang biasanya dilakukan langsung di ruang rapat kantor PT. Pertamina, kini harus dilakukan secara daring memanfaatkan aplikasi Microsoft teams. Manfaatnya adalah kemudahan dalam menjangkau peserta rapat tidak hanya yang di kantor pusat saja namun juga yang ada di kantor region lainnya. Penyesuaian program CSR dibutuhkan untuk mampu mengadaptasi program CSR yang sedang dilakukan untuk dimodifikasi sesuai kondisi dan kebutuhan pandemi. Pelaksanaan program kemitraan pada masa pandemi ini juga dilakukan seluruhnya secara daring melalui website resmi, aplikasi zoom dan sosial media Pertamina, dengan begitu kegiatan seperti pelatihan, pendampingan, pembinaan, pengawasan, pameran serta transaksi jual beli produk UMKM mitra binaan tetap terlaksana dengan semestinya meski harus melakukan beberapa penyesuaian. Program pendanaan UMK juga tetap dijalankan dengan semestinya yaitu memberikan pinjaman dana modal usaha serta bimbingan pada setiap mitra binaannya. Penyesuaian yang di lakukan pada program pendanaan UMK yaitu perubahan skala prioritas yang awalnya fokus pada pengembangan skill dan bisnis mitra binaan, kini di masa pandemi menjadi pendampingan pemulihan piutang bagi para mitra binaan yang usahanya terancam bangkrut dan tidak sanggup lagi mencicil angsuran piutang. AD selaku VP Manager CSR & SMEPP dalam wawancara menambahkan:
“Pandemi itu pembelajaran yang luar biasa bagi kami, jadi yang kami jawab satu jawaban yaitu digital teknologi digital ini harus dikuasai betul. Digital ini kan juga mendukung protokol kesehatan karena kita tidak bertemu berkumpul di satu aula atau tempat begitu. Artinya digital ini membantu kami untuk bisa memberikan pendampingan. Bagaimana kita bisa mendampingi UMKM kalau seperti ini kondisinya, karna saya biasanya door to door dari rumah ke rumah. Nah digital penting, kemudian kita mengadakan pelatihan melalui Instagram live, facebook, melalui zoom dan lain sebagainya. Bahkan yang menarik di tahun 2020 jumlah pelatihan kami ada lebih dari 200 pelatihan dan semuanya online”. (AD; 09/06/2021)
Berdasarkan hasil wawancara dengan AD beliau menjelaskan betapa pentingnya penguasaan teknologi digital di masa pandemi ini. Pandemi ini menjadi suatu pembelajaran tak terkecuali untuk PT. Pertamina. PT. Pertamina mendorong kegiatan digitalisasi UMKM sebagai penyesuaian situasi di masa pandemi ini. Digitalisasi UMKM sangat bermanfaat khususnya dalam mendukung protokol
kesehatan dikarenakan para mitra binaan dan PT. Pertamina sendiri tidak perlu datang bertemu untuk berkumpul dengan satu sama lain pada satu tempat yang sama dalam melakukan kegiatan pembinaan UMKM. Kegiatan pendampingan UMKM mitra binaan yang semulanya dilakukan door to door dan dilakukan secara teritorial, kini dengan digitalisasi PT. Pertamina bisa melakukannya melaui sosial media. Melalui digitalisasi UMKM, PT. Pertamina bisa mengadakan pelatihan untuk mitra binaan melalui banyak platform seperti facebook , Instagram, zoom dan lain sebagainya.
## KESIMPULAN
Bentuk program CSR yang dilaksanakan oleh PT. Pertamina dari sebelum pandemi hingga saat ini tidak mengalami perubahan, yakni community development atau pengembangan masyarakat. Bentuk CSR pengembangan masyarakat. dibedakan menjadi tiga kegiatan yaitu community relation, community service dan community empowering . Community relation yaitu kegiatan tanggungjawab sosial yang banyak diarahkan pada kegiatan charity dan kegiatan sosial lain yang bersifat insidental seperti bantuan bencana alam, bantuan sembako dan sejenisnya. Community service yaitu kegiatan tanggungjawab sosial yang banyak diarahkan pada kegiatan pengabdian masyarakat yang dilaksanakan melalui Program Pertamina Berdikari dengan merancang Program Desa Binaan. Community empowering yaitu pelaksanaan tanggungjawab sosial perusahaan yang memberikan akses lebih luas kepada masyarakat untuk menunjang kemandirian dan mendudukkan masyarakat sebagai mitra, dan memberikan penguatan. Bentuk aktivitas dari community empowering itu sendiri yaitu program kemitraan terhadap UKM.
Implementasi CSR yang dilakukan PT. Pertamina tidak ditemukan adanya perubahan dari sebelum dan saat pandemi ini namun yang dilakukan dalam situasi pandemi ini yaitu penyesuaian kegiatan. Penyesuaian yang gencar dilakukan oleh PT. Pertamina di era pandemi Covid-19 ini yaitu mendorong digitalisasi UMKM para mitra binaan. Implementasi CSR PT. Pertamina dilakukan dalam empat tahapan yaitu mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan. Tahap perencanaan meliputi tiga kegiatan, yang pertama awareness building yaitu kegiatan survei dan pemetaan potensi lokal mitra binaan. Kedua, CSR assessment yaitu hasil kegiatan social mapping yang sudah terkumpul akan dibuatkan materi pelaporan yang akan di diskusikan pada rapat Agenda Jum’at an Rapat Koordinasi Pelaporan dan Perencanaan CSR SMEPP Management secara daring melalui aplikasi Microsoft teams. Ketiga, CSR manual building yaitu penyusunan dan penetapan indikator keberhasilan program yang akan dijalankan. Tahap pelaksanaan, PT. Pertamina melaksanakan 4 program kemitraan di masa pandemi ini yaitu SMEXPO ajang virtual expo produk UMKM mitra binaan, UMK Akademi yaitu pelatihan dan bimbingan bisnis UMKM secara daring, Ruang Belajar UMKM yaitu platform e- learning belajar UMKM secara mandiri, dan pendanaan UMK. Tahap evaluasi program kemitraan CSR SMEPP Pertamina dilaksanakan dalam agenda rakor mingguan secara online melalui aplikasi Microsoft Teams yang diikuti oleh seluruh divisi CSR dan SMEPP Pertamina serta divisi lainnya seperti divisi IT dan media komunikasi. Tahap pelaporan, bentuk pelaporan program kemitraan yang sedang berjalan maupun sudah berjalan yang diterapkan oleh CSR & SMEPP Pertamina yaitu melalui draft press release dari serangkaian acara kegiatan. Pertamina juga
melaporkan seluruh kegiatan dan update kondisi dan perubahan perusahaan nya melalui laporan tahunan atau annual report .
Kinerja CSR PT. Pertamina di masa pandemi dalam pemulihan bisnis UMKM mitra binaan akibat pandemi dapat dilihat melalui delapan indikator kinerja CSR yaitu kepemimpinan, proporsi bantuan, transparansi dan akuntabilitas, cakupan wilayah, mekanisme perencanaan dan evaluasi, pelibatan stakeholder, keberlanjutan dan hasil nyata. Kepemimpinan, kegiatan CSR PT. Pertamina selalu mendapat dukungan dari pimpinan yakni VP CSR & SMEPP Management merupakan posisi yang mengepalai divisi CSR dan SMEPP Pertamina selaku penanggungjawab dari program kemitraan dan bina lingkungan. Proporsi bantuan, fokus pemberian batuan CSR dari PT. Pertamina selama pandemi ini hampir semua dialihkan kepada optimalisasi penanganan Covid-19 melalui penyaluran alat pelindung diri dan alat kesehatan lainnya, lalu diikuti dengan pengoptimalan UMKM. Transparansi dan akuntabilitas, PT. Pertamina memiliki laporan tahunan dan catatan informasi mengenai hasil kegiatan CSR yang dilakukan oleh PT. Pertamina. Tujuan dilakukannya karena kegiatan CSR yang dilakukan merupakan kegiatan resmi perusahaan dimana diharuskan adanya kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban atas kegiatan CSR tersebut. PT. Pertamina juga memiliki mekanisme audit sosial dimana audit sosial terkait dengan pengujian sejauh mana program CSR telah dapat ditunjukkan secara benar sesuai kebutuhan masyarakat dan perusahaan. Cakupan wilayah, penerima manfaat berdasarkan sekala prioritas juga sudah ditetapkan dalam tujuan strategis CSR PT. Pertamina yaitu sasaran prioritas CSR Pertamina merupakan wilayah sekitar operasi perusahaan dan daerah yang terkena dampak bencana. Wilayah operasi PT. Pertamina sendiri menjangkau 8 wilayah mulai dari Medan, Palembang, Jakarta, Semarang, Surabaya, Balikpapan, Makasar, dan Irian Jaya. Mekanisme perencanaan dan evaluasi, kegiatan perencanaan dan evaluasi CSR PT. Pertamina dilaksanakan secara daring dan bersifat internal. Pelibatan masyarakat dalam perencanaan program hanya sebatas sebagai informan. Pelibatan stakeholder , PT. Pertamina selalu melibatkan stakeholder nya dalam setiap program CSR. Stakeholder sendiri ini memang tidak turun langsung dalam merencanakan program namun memiliki pengaruh dalam pengesahan ataupun pengambilan keputusan. Keberlanjutan, PT. Pertamina turut berkontribusi dalam mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/ Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) melalui program TJSL. Hasil nyata, hasil nyata dari implementasi program kemitraan Pertamina di masa pandemi yaitu peningkatan kompetensi UMK para mitra binaan, sertifikasi dan izin usaha, dan pemulihan piutang.
Saran yang diberikan berdasarkan adanya penelitian ini yaitu sosialisasi kegiatan pendanaan UMK khususnya mengenai prosedur dan tata cara proses program rescheduling sesuai ketentuan Pertamina perlu disampaikan kepada mitra binaan karena banyak mitra binaan yang belum memahami tentang hal tersebut dan menambah jumlah Person in Charge (PIC) atau Community Development Officer (CDO) per region untuk mitra binaan Pertamina karena masih banyak mitra binaan Pertamina yang tidak tahu kalau sudah tersedia PIC nya per region sehingga mitra binaan yang ingin menanyakan sesuatu bisa langsung menghubungi PIC nya tanpa harus menghubungi Call Center Pertamina. PT. Pertamina juga harusnya lebih mengetatkan proses kurasi dari banyaknya masyarakat yang mengajukan proposal pengajuan pendanaan UMK sehingga Pertamina bisa mengimbangi antara jumlah
mitra binaan yang baru bergabung (belum stabil finansial) dengan jumlah mitra binaan yang naik kelas (sudah stabil finansial) agar tidak perlu lagi ada mitra binaan yang kurang mendapatkan pembinaan dikarenakan harus menunggu bergantian dengan mitra binaan lainnya. Memperbarui dan meningkatkan fitur e-commerce dan website online training agar lebih user-friendly dan mudah diakses semua perangkat digital. Program Ruang Belajar UMKM melalui e-platform seharusnya bisa melengkapi pilihan materi sesuai dengan tingkatan kursus yang tersedia karena dari tiga tingkatan kursus yaitu pemula, menengah dan ahli, baru materi tingkatan pemula yang tersedia di platform tersebut. Kegiatan blasting WhatsApp dan SMS untuk konfirmasi piutang kepada mitra binaan kurang efektif karena banyak mitra binaan yang belum menggunakan sosial media, masih gagap teknologi atau pun susah sinyal sehingga jumlah feedback yang didapatkan dari blasting konfirmasi piutang jumlahnya sedikit. Kegiatan perencanaan dan evaluasi program CSR seharusnya bisa lebih mengikutsertakan mitra binaan Pertamina sendiri. Mitra binaan dan masyarakat sekitar wilayah operasi Pertamina tidak hanya diikutsertakan sebagai informan dan peserta kegiatan namun juga bisa menyampaikan kritik dan sarannya sehingga Pertamina memiliki perspektif dan pandangan lain dari mitra binaannya sebagai peserta dari program pembinaan Pertamina. Penyampaian saran dan kritik sebaiknya bisa dilakukan melalui banyak cara seperti SMS, WhatsApp , e-mail , komentar dan pesan di sosial media, serta diskusi langsung dengan mitra binaan secara daring maupun tatap muka. Pendekatan secara teritorial tetap harus dilakukan namun menggunakan protokol kesehatan dikarenakan masih ada mitra binaan Pertamina yang gagap teknologi dan berlokasi di daerah yang sulit menjangkau internet.
## DAFTAR PUSTAKA
Amri, A. ( 2020 ) . Dampak Covid-19 terhadap UMKM di Indonesia. BRAND Jurnal Ilmiah Manajemen Pemasaran , 2 (1), 123-131. Daymon, C., & Holloway, I. (2007). Metode-metode riset kualitatif dalam public relations dan marketing communications . Bentang Pustaka. Febrantara, D. (2020). Bagaimana Penanganan UKM Di Berbagai Negara Saat Ada Pandemi Covid-19. DDT Fiscal Research . Kartini, D. (2009). Corporate social responsibility: transformasi konsep sustainability management dan implementasi di Indonesia . Refika Aditama.
Miles, Matthew B. & A. Michael Huberman. ( 2009 ) . Analisis Data Kualitatif . Jakarta: UI-Press.
Patton, M. Q. (2002). Two decades of developments in qualitative inquiry: A personal, experiential perspective. Qualitative social work , 1 (3), 261-283.
Sugiyono. ( 2009 ) . Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Undang Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Jakarta: Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Undang Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Jakarta: Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Jakarta:
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Wibisono, Yusuf. ( 2007 ) . Membedah Konsep dan Aplikasi CSR . Gresik: Fascho Publishing.
|
e8d8c921-213f-4fb0-bebe-d1a5a7e13b93 | https://jurnal.poltekstpaul.ac.id/index.php/jsoscied/article/download/559/392 |
## PENGGUNAAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SIFAT KOLIGATIF LARUTAN
## THE USE OF EXPERIMENTAL METHODS TO IMPROVE UNDERSTANDING OF THE COLLIGATIVE PROPERTIES OF SOLUTIONS
Vina N. Van Harling 1
## A BSTRACT
This researchis carried out aimed at seeing the improvement of students' abilities in the material of colligative properties of solutions using problem-based learning models using experimental methods. This methodis used to find the influence of the use of problem-based learning models on students' understanding of the colligative nature of solutions. This research was conducted in class XII IPA 1, with the research design used was a design that only used one group pretest (one group pretest – posttest design). The variable used in the study is the ability of students to understand the material of the colligative properties of the solution before and after using the problem-based learning model with the experimental method. The data obtained in the study were in the form of scores of student test results on the material of colligative properties of the solution before and after using the experimental method and also data on the results of student interviews. H asil research concluded that the use of problem-based learning models with experimental methods increases the ability of students to understand the colligative nature of solutions, where there is an increase of 67% from the initial result of 22% to 89% after the use of problem-based learning models with experimental methods.
Keywords : problem based learning, experiment, colligative properties of solutions
## 1. PENDAHULUAN
Pembelajaran merupakan rangkaian aktivitas yang dilakukan oleh peserta didik dengan maksud untuk mencapai hasil belajar melalui proses bimbingan, serta dorongan motivasi dari seorang guru. Secara implisit, proses pembelajaran di sekolah lebih menekankan kepada peserta didik bagaimana cara untuk mencapai tujuan, selain itu bagaimana cara peserta didik mengorganisasikan dan menyampaikan materi – materi pelajaran, serta mengelola pembelajaran mereka saat di kelas.
Di Indonesia salah satu mata pelajaran wajib yang dipelajari pada jenjang pendidikan Sekolah Mengah Atas (SMA) khususnya jurusan MIPA adalah pelajaran kimia. Mengingat dalam standar isi PP Menteri Pendidikan Nasional kimia termasuk dalam bagian dari mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang digunakan untuk mendapatkan kompetensi lanjut ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam penelitiannya Permatasari [1] mengungkapkan bahwa pengetahuan dan keterampilan yang diterima siswa diharapkan bukanlah hasil dari proses mengingat fakta, konsep serta prinsip tetapi merupakan hasil tafsiran dan konstruksi pengetahuan siswa melalui pengalaman mereka. Sehingga bagaimana siswa dapat menginterpretasikan dan mengkosntruksi pengetahuan mereka dapat dilakukan melalui proses eksperimen.
Sebagaimana diketahui bahwa kimia dalam proses pembelajaran menghadirkan beragam materi yang aplikasinya ditemukan dalam kehidupan sehari – hari. Namun bukan berarti bahwa kimia tidak memungkinkan munculnya miskonsepsi dalam pemahaman peserta didik. Selama proses pembelajaran di kelas khususnya bagi peserta didik tingkat akhir salah satu materi yang dapat menghadirkan miskonsepsi adalah materi sifat koligatif larutan. Banyak konsep yang abstrak yang dihadirkan dalam materi ini, seperti pada gaya antar partikel, kosep larutan dan konsep penguapan, perubahan – perubahan fase, serta bagaimana suatu zat cair memiliki syarat tekanan uap. [2][3][4] Berdasarkan pengamatan yang
1 Politeknik Saint Paul Sorong. Jl. R. A Kartini No 1 Kampung Baru. Sorong. Indonesia. nath.vin87@gmail.com
dilakukan selama beberapa tahun terakhir hingga saat ini, sebagian besar peserta didik kurang dalam pemahaman materi sifat koligatif larutan. Hal ini dapat terjadi apabila pembelajaran tidak terlepas dari dominasi guru dalam memberikan materi kepada peserta didik yang mengakibatkan peserta didik lebih cenderng menghafal hingga berdampak pada rendahnya ketrampilan proses pada peserta didik.
Selain itu, minat belajar peserta didik agak berkurang yang disebabkan oleh penggunaan model pembelajaran yang kurang bervariatif, hingga berdampak pada kurangnya kemampuan serta ketrampilan proses peserta didik dalam pelajaran kimia khususnya dalam materi sifat koligatif larutan.
Tandi [5] dalam penelitiannya menyatakan bahwa hasil belajar peserta didik akan meningkat bila dalam proses pembelajaran disertai dengan eksperimen, untuk meningkatkan pemahaman konsep materi dan miskonsepsi pada peserta didik. Lebih lanjut dikatakan bahwa melalui proses eksperimen peserta didik dapat mengembangkan ketrampilan psikomotorik, kognitif serta afektif. Selama proses pembelajaran kimia penggunaan metode eksperimen mampu membuktikan kebenaran dari teori yang dipelajari secara nyata. [6]
Penelitian terbaru yang dilakukan mengenai peningkatan hasil belajar kimia dengan metode eksperimen dilakukan oleh Purba [6] untuk materi larutan elektrolit dan nonelektrolit. Hasil penelitiannya menunjukkan terdapat peningkatan hasil belajar kimia siswa dengan menggukan metode eksperimen. Penelitian yang hampir sama dilakukan juga pada tahun 2018 oleh Baharudin [7] dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa metode eksperimen dalam materi laju reaksi dapat meningkatkan minat belajar peserta didik, dimana terjadi peningkatan keaktifan belajar. Selain itu dikatakan juga bahwa terjadi peningkatan hasil belajar peserta didik.
Melihat keadaan kelas selama proses pembelajaran selama beberapa tahun terakhir dan hasil penelitian yang telah ada sebelumnya, maka dirasakan metode eksperimen dirasa cukup baik untuk diterapkan pada materi sifat koligatif larutan. Selain itu penelitian - penelitian sebelumnya mengenai penggunaan metode eksperimen belum banyak dilakukan untuk materi sifat koligatif larutan. Sehingga penelitian ini dilakukan bertujuan dari untuk melihat peningkatan kemampuan peserta didik dalam materi sifat koligatif larutan dengan menggunakan model problem based learning dengan menggunakan metode eksperimen.
## 2. KAJIAN PUSTAKA
## Metode Eksperimen
Metode eksperimen dalam proses pembelajaran adalah cara penyajian bahan pelajaran yang memungkinkan siswa melakukan percobaan untuk membuktikan sendiri suatu pertanyaan atau masalah yang diberikan. Dalam prosesnya, metode eksperimen terbagi menjadi tiga tahap atau prosedur yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap lanjut. [9]
Salah satu keunggulan dari metode eksperimen adalah membangkitkan rasa ingin tahu peserta didik, selain itu membangkitkan sikap ilmiah siswa, membuat pembelajaran bersifat actual dan membina kebiasaan belajar kelompok ataupun individu.
## Sifat Koligatif Larutan
Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang hanya bergantung pada jumlah zat yang terlarut dalam hal ini konsentrasi zat terlarut, tetapi tidak bergantung pada jenis atau macamnya. Dalam proses pembelajaran sifat koligatif larutan meliputi: 1) penurunan tekanan uap jenuh, 2) kenaikan titik didih, 3) penurunan titik beku, dan 4) tekanan osmotic.
Sifat koligatif larutan dibedakan atas sifat koligatif larutan elektrolit dan nonelektrolit. Perbedaan ini disebabkan mengingat jumlah partikel dalam larutan ditentukan oleh konsentrasi larutan dan sifat larutan itu sendiri.
## 3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode ekseperimen dengan model pembelajaran problem based learning . Dimana metode ini digunakan untuk mencari pengaruh dari penggunaan model problem based learning terhadap pemahaman peserta didik dalam materi sifat koligatif larutan. Penelitian ini dilakukan SMA Negeri 3 kota Sorong dengan sampel siswa kelas XII IPA 1, dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan yang hanya menggunakan satu kelompok subjek ( one group pretest – posttest design ). Variabel yang digunakan dalam penelitian adalah kemampuan pemahaman peserta didik terhadap materi sifat koligatif larutan sebelum dan sesudah menggunakan model problem based learning dengan metode eksperimen. Data yang diperoleh dalam penelitian berupa skor hasil tes peserta didik terhadap materi sifat koligatif larutan sebelum dan sesudah menggunakan metode eksperimen dan juga data hasil wawancara peserta didik. Data hasil penelitian diperoleh dengan menggunakan tes diagnostic atau lebih dikenal dengan multiple choice diagnostic test . Multiple choice diagnostic test digunakan karena mencakup tanggapan peserta didik terhadap konsep dan peserta didik juga diharuskan untuk memberikan alasan yang sesuai dengan jawaban yang mereka pilih.
## 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebelum diterapkannya model problem based learning dengan metode eksperimen, proses pembelajaran tetap dilaksanakan dengan menggunakan metode konvensional yang kemudian lakukan tes awal berupa tes diagnostikdan ditemukan nilai peserta didik yang dihasilkan dikatakan sangat rendah karena terdapat 28 peserta didik yang nilainya di bawah 76 yang merupakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Data hasil analisis deskriptif Pemahaman Sifat Koligatif Larutan Sebelum Penggunaan Model Eksperimen disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Analisis Deskriptif Pemahaman Sifat Koligatif Larutan Sebelum Penggunaan Model Eksperimen
Descriptive Statistics N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance Pretest 36 38 45 83 69.19 9.757 95.190 Valid N (listwise) 36
Berdasarkan tabel di atas terlihat nilai rata – rata kelas yang diperoleh peserta didik sebelum penggunaan model problem based learning dengan penerapan metode eksperimen sebesar 69,19. Besarnya nilai rataan ini berada jauh di bawah nilai ketuntasan minimum untuk peserya didik kelas XII yaitu 76,00. Lebih lanjut dari tabel terlihat bahwa nilai minimum yang diperoleh peserta didik dari hasil tes pemahaman sifat koligatif larutan sebelum diberikan metode eksperimen berada jauh di bawah standar yaitu 45, sementara nilai tes tertinggi yang diperoleh peserta didik untuk pemahaman sifat koligatif larutan sebelum diberikan metode eksperimen sebesar 83.
Analisis berupa pemahaman konsep materi, pemahaman soal, dan penggunaan rumus. Dilakukan agar dapat mengetahui sampai sejauh mana peserta didik memahami konsep materi sifat koligatif larutan baik itu larutan elektrolit maupun larutan nonelektrolit. Berdasarkan hasil tes terlihat jelas bahwa peserta didik belum mampu untuk memahami konsep dasar dari materi yang diberikan, baik itu dalam pemahaman penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku hingga pada tekanan
osmotic larutan, baik pada larutan elektrolit dan nonelektrolit. Berdasarkan hasil analisis soal yang diberikan, peserta didik juga belum mampu untuk memahami soal yang diberikan. Dimana dari alasan yang diberikan setelah memilih jawaban, terliha jelas sebagian besar peserta didik belum mampu untuk membedakan soal mana yang menggunakan persamaan larutan elektrolit dan nonelektrolit. Sehingga dengan demikian peserta didik juga belum mampu untuk menggunakan persamaan yang ada.
Dalam penelitian ini, kemampuan pemahaman peserta didik dalam memahami materi sifat koligatif larutan sebelum dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen diperoleh besarnya persentase peserta didik yang belum mencapai standar ketuntasan sebesar 78%, dan peserta didik yang mencapai standar ketuntasan sebanyak 22% peserta didik. Hasil perhitungan persentase disajikan dalam gambar 1.
Gambar 1. Grafik Hasil Penilaian Pemahaman Sifat Koligatif Larutan Sebelum Menggunakan Metode Eksperimen
Gambar 1. menunjukkan sebanyak 28 peserta didik belum memenuhi standar ketuntasan maksimum. Dimana sebanyak 7 orang (19%) memperoleh nilai 70, terdapat pula 6 orang peserta didik (17%) yang memperoleh nilai 75, sebanyak 5 orang (14%) memperoleh nilai 65, diikuti perolehan nilai 50 dan 68 yang masing – masing berjumlah 2 orang (6%), dan sisanya sebesar 3% berada pada nilai 45, 48, 55, 60, 69 dan 72 yang masing – masing berjumlah 1 peserta didik.
Hal ini terjadi karena terbatasnya pemahaman peserta didik terhadap materi sifat koligatif larutan yang diberikan oleh guru, yang pada akhirnya berdampak pada kesulitan peserta didik dalam memahami konteks materi yang diberikan. Melihat hasil yang diperoleh maka, dilakukanlah wawancara kepada peserta didik, hasil yang diperoleh sebagian besar peserta didik mengatakan bahwa selama proses mereka masih belum paham mengenai materi sifat koligatif larutan, bahkan mereka akan kebingungan serta kesulitan dalam mengerjakan soal apabila soalnya berbeda dari contoh yang pernah diberikan guru sebelumnya.
Kelemahan – kelemahan yang diperoleh dari hasil pretest kemudian dilanjutkan dilanjutkan dengan penggunaan model pembelajaran problem based learning dengan metode eksperiman. Hasil yang diperoleh setelah diterapkan metode eksperimen disajikan dalam tabel 2.
Tabel 2. Hasil Analisis Deskriptif Pemahaman Sifat Koligatif Larutan Setelah Penggunaan Model Eksperimen
Descriptive Statistics N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance Posttest 36 18 72 90 83.50 5.251 27.571 Valid N (listwise) 36
Berdasarkan hasil analisis nilai rata – rata kelas yang diperoleh peserta didik setelah diterapkan model pembelajaran problem based learning dengan metode eksperimen untuk materi sifat koligatif larutan sebesar 83,50. Nilai rata – rata ini telah memenuhi standar ketuntasan minimum yaitu 76. Namun, lebih lanjut dilihat dari tabel di atas besarnya nilai rataan di atas tidak menjamin bahwa seluruh peserta didik telah memenuhi standar ketuntasan, hal ini terlihat dari nilai minimum yang dihasilkan adalah 72.
Setelah penggunaan model problem based learning dengan metode eksperimen peserta didik kembali di analisis seperti saat sebelum penggunaan model problem based learning dengan metode eksperimen. Analisis berupa pemahaman konsep materi, pemahaman soal, dan penggunaan rumus. Hasil analisis diperoleh bahwa peserta didik sudah mampu untuk memahami konsep materi, pemahaman soal, dan penggunaan rumus. Hasil analisis menunjukkan bahwa peserta didik telah memahami konsep serta mampu untuk membedakan penggunaan rumus berdasarkan soal yang diberikan. Mengingat materi sifat koligatif larutan terbagi menjadi larutan elektrolit dan nonelektrolit. Bila dibandingkan dengan hasil awal yang diperoleh sebelum penggunaan metode eksperimen, hasil setelah diterapkan metode eksperimen ini jauh lebih meningkat. Untuk hasil perhitungan persentase hasil penilaian pemahaman sifat koligatif larutan sesudah penggunaan metode eksperimen disajikan pada gambar 2.
Gambar 2. Grafik Hasil Penilaian Penulisan Teks Eksplanasi Setelah Penerapan Model Discovery Learning
Berdasarkan gambar di atas diperoleh besarnya persentase peserta didik yang telah mencapai standar ketuntasan minimum naik dari 22% (8 orang) menjadi 89% (32 orang) dengan peningkatan sebesar 67%. Dimana persentase peserta didik terbesar setelah diterapkan metode eksperimen adalah peserta didik yang memperoleh nilai 85, naik sebesar 33%. Persentase kedua terbesar adalah 25%, dimana terjadi peningkatan yang awalanya tidak terdapat peserta didik yang memperoleh nilai 90 namun
selah diberikan metode eksperimen diperoleh 9 orang yang memperoleh nilai 90. Sementara nilai 80 terjadi peningkatan sebesar 2% menjadi 19, dan jumlah persentase sisanya 8% adalah peserta didik yang memperoleh nilai 82. Diikuti nilai 76 sebesar 3%. Lebih lanjut dari gambar di atas juga terlihat sebanyak 11,1% peserta didik yang belum mencapai standar ketuntasan minimum, dengan nilai 72 dan 75 yang masing – masing terdiri dari 2 peserta didik (6%).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain yang telah dilakukan sebelumnya, dimana terjadi peningkatan kemampuan peserta didik setelah menggunakan model pembelajaran problem based learning dengan metode eksperiman. Peningkatan yang dihasilkan diperoleh karena adanya rasa ingin tahu yang muncul dari dalam diri peserta didik untuk memecahkan masalah yang diberikan, dan permasalahan yang diberikan dalam metode eksperimen ini berkaitan dengan keseharian. Permasalahan yang ada membuat peserta didik menjadi terdorong untuk mengeksplorasi pengetahuan dari konsep materi yang telah diajarkan.
Dalam dunia sains khususnya kimia, suatu konsep harus dipahami secara mendalam, sehingga dalam proses pembelajaran peserta didik tidak akan cukup dengan hanya menghafal saja, mengingat dalam kimia materi yang satu berkaitan dengan materi lainnya. Sehingga peserta didik diharapkan perlu untuk memahami dan menguasai konsep dengan baik, dan metode yang baik digunakan adalah metode eksperimen dengan model pembelajaran problem based learning . Apabila eksperimen yang digunakan berhubungan dengan kehidupan siswa maka rasa keingintahuan akan muncul dalam diri peserta didik. Hal ini sejalan dengan penelitian dari Sari [9] yang menyatakan rasa ingin tahu peserta akan didik terbangkitkan karena bahan-bahan yang digunakan lebih dekat dengan kehidupan mereka. Hal ini diperkuat dengan pernyataan dari Spear [10] bahwa informasi nyata dalam pembelajaran menimbulkan keinginan peserta didik untuk mengeksplore bukti untuk menguji fakta yang ada.
Selama proses pembelajaran, ketrampilan berpikir kritis peserta didik muncul pada saat peserta diidk mencari solusi dari permasalahan yang diberikan. Proses pembelajaran dengan model problem based learning mampu untuk membangun kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam menggali, mengenali hingga memecahkan masalah kompleks melalui proses identifikasi dan mengevaluasi referensi.
## 5. KESIMPULAN
Berdasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan dalam proses pembelajaran kimia dengan menggunakan model problem based learning dengan metode eksperimen terhadap peningkatan kemampuan pemahaman sifat koligatif larutan disimpulkan bahwa penggunaan model problem based learning dengan metode eksperimen meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memahami sifat koligatif larutan, dimana terjadi peningkatan sebesar 67% dari hasil awal 22% menjadi 89% setelah penggunaan model problem based learning dengan metode eksperimen.
## UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih penulis haturkan kepada Kepala Sekolah SMA Negeri 3 Kota Sorong, Bapak Drs. Yohanis Sagrim, MM, yang telah memberikan dukungan, waktu serta kesempatan bagi penulis untuk melakukan penelitian di sekolah.
## DAFTAR PUSTAKA
[1] Permatasari, R. E., & Yuanita, L. (2014). Implementasi Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Materi Sifat Koligatif Larutan. Jurnal Pena Sains, 1(2), 11-18.
[2] Winarni, S. (2019). Keefektifan Concept Approval Strategy dalam mencegah miskonsepsi materi sifat koligatif larutan (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Malang).
[3] Anggraeni, D. R. (2014). Studi pemahaman konsep dan miskonsepsi mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia tahun pertama 2013/2014 pada konsep sifat koligatif larutan menggunakan instrumen diagnostik two-tier (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Malang).
[4] Wulandari, S. H., Fatah, A. H., & Anggraeni, M. E. (2019). Analisis Materi Ajar Kimia SMA/MA Kelas XII Pada Konsep Sifat Koligatif Larutan. Jurnal Ilmiah Kanderang Tingang , 10 (2), 300-320.
[5] Tandi, Y., Gugule, S., & Anom, I. D. K. (2020). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Disertai Praktikum Terhadap Hasil Belajar Pada Materi Sifat Koligatif Larutan Di SMA Negeri 1 Tondano. Oxygenius Journal Of Chemistry Education , 2 (2), 41-46.
[6] Purba, L. S. L., Azzahra, S. F., & Baru, O. (2021). Peningkatan Hasil Belajar Kimia Siswa Melalui Metode Eksperimen. Chemistry Education Practice , 4 (3), 231-236.
[7] Bahruddin, B. (2018). Dampak Pembelajaran Eksperimen Kimia Terhadap Minat dan Hasil Belajar Siswa. Andragogi: Jurnal Diklat Teknis Pendidikan dan Keagamaan , 6 (1), 19-40.
[8] Wulandari, A., & Rohaeti, E. (2017). Pengaruh Penerapan Metode Eksperimen Berbasis Problem Based Learning terhadap Sikap Ilmiah dan Prestasi Belajar Kimia. Jurnal Riset Pembelajaran Kimia , 6 (1), 1-8.
[9] KULSUM, U. METODE EKSPERIMEN DALAM MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI KONDUKTOR DAN ISOLATOR . RFM PRAMEDIA JEMBER.
|
c9fcc19c-80c3-460b-8034-25a5be71b77a | https://jurnal.untag-sby.ac.id/index.php/representamen/article/download/5127/3567 |
## Pengaruh Komunikasi Organisasi terhadap Kinerja Karyawan di PT. Feva Indonesia
## Annisa Nur Islami, Merry Fridha Tri Palupi, Mohammad Insan Romadhan
Ilmu Komunikasi FISIP Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
annisa29.a@gmail.com
## Abstract
This study examines the influence of organizational communication on employee performance at PT. Feva Indonesia. Organizational communication has an important meaning in delivering messages within the scope of the organization. One of the organizational behaviors in which there is the delivery of person and information connecting aspects. Good communication fluency depends on a person's ability to communicate and communicate it. The problems that occur are because the communication process is not going well so that information from superiors to employees can cause a misunderstanding because the information conveyed is not understood. With good organizational communication, it is hoped that employee performance will also increase, because it is not an easy thing to improve employee performance. This type of quantitative research uses the total population of employees of PT. Feva Indonesia. Researchers have a role as key informants of 70 employees. The total population is less than 100 people, taken 70 respondents or total sampling. The research conclusion is that organizational communication variables have a significant effect on company performance.
Keywords: organizational communication, employee performance
## Abstrak
Penelitian ini mengkaji pengaruh komunikasi organisasi terhadap kinerja karyawan pada PT. Feva Indonesia. Komunikasi organisasi mempunyai arti penting dalam penyampaian pesan-pesan dalam lingkup organisasi. Salah satu perilaku keorganisasian yang didalamnya terdapat penyampaian person dan aspek penyambung informasi. Kelancaran komunikasi yang baik tergantung pada kemampuan seseorang berkomunikasi dan mengkomunikasikannya. Permasalahan yang terjadi dikarenakan proses komunikasi tidak berjalan dengan baik sehingga informasi dari atasan kepada karyawan dapat menimbulkan suatu kesalapahaman dikarenakan informasi yang disampaikan kurang dimengerti. Dengan komunikasi organisasi yang berjalan dengan baik, diharapkan kinerja karyawan juga meningkat, karena bukan hal yang mudah untuk meningkatkan kinerja karyawan. Jenis penelitian kuantitatif menggunakan populasi total karyawan PT. Feva Indonesia. Peneliti memiliki peran sebagai informan kunci sebanyak 70 karyawan. Jumlah populasi kurang dari 100 orang, diambil 70 orang responden atau total sampling. Kesimpulan penelitian variabel komunikasi organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan.
Kata Kunci: komunikasi organisasi, kinerja karyawan
## PENDAHULUAN
Komunikasi organisasi memiliki komunikasi kaitan pada kondisi dan situasi yang luas dan menyeluruh. Terintegrasi mendalam dan di antara budaya dan kehidupan organisasi, karyawan lingkungan yang besar dan diperpanjang. Komunikasi ini sangat beragam dalam komunikasi organisasi yang tentu memerlukan pertemuan interpersonal (komunikasi atasan-bawahan), kesempatan berbicara di depan umum (presentasi oleh eksekutif perusahaan), situasi kelompok kecil (kelompok tugas mempersiapkan laporan), dan pengalaman termediasi (memo internal, surel dan konferensi video). Organisasi selanjutnya yaitu kelompok terhadap kelompok. Teori komunikasi organisasi umumnya berkaitan dengan fungsi organisasi, termasuk iklim, aturan dan personel (West & Turner, 2017:35).
Penurunan kinerja karyawan akibat
terobosanan dan kebosanan akan berpengaruh pada efektivitas dan efisiensi perusahaan. Oleh karena itu, kinerja
karyawan dalam pengelolaan SDM
menjadi sangat penting. SDM salah satu faktor penentu keberhasilan suatu perusahaan. Oleh karena itu, kinerja karyawan perlu dioptimalkan sebagai efek kinerja yang maksimal bagi perusahaan.
Meskipun pendekatan satu perusahaan
mungkin berbeda dari yang lain, perusahaan menggunakan metode yang berbeda untuk meningkatkan kinerja karyawan. Upaya peningkatan kinerja pegawai berdampak pada produktivitas perusahaan. pegawainya, sehingga bisa memenuhi kepuasan klien, dengan turunnya kinerja pegawai bisa berpengaruh terhadap keuntungan perusahaan penyelenggara jasa itu sendiri.
Komunikasi organisasi tidak hanya terjadi antara karyawan tetapi juga antara bagian dalam struktur organisasi baik secara horizontal maupun secara vertikal. Secara vertikal komunikasi yang terjalin lebih banyak untuk memberikan instruksi ataupun mensosialisasikan
keputusan
terkait karyawan. Misalnya ketika pimpinan menginstruksikan karyawan agar
selalu datang dan pulang tepat waktu (disiplin), dapat disosialisasikan melaluiemail kantor. Namun karena tidak semua karyawan mengaksesnya maka instruksi tersebut hanya diketahui segelintir karyawan. Padahal perilaku disiplin di tempat kerja sangat penting mengingat efeknya yang besar jika tidak dilaksanakan. Hasibuan dalam Ajimat (2018:4) menyatakan bahwa kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan dan norma- norma sosial yang berlaku.
Penerapan komunikasi organisasi yang belum tercapai secara optimal oleh PT. Feva Indonesia karena karyawan lebih cenderung menahan
diri untuk
menyampaikan pesan atau berbagi saran atau keluhan. Hal ini terjadi juga pada kalangan semua kalangan yang tidak dapat menyampaikan sesuatu secara jelas vang disebabkan oleh berbagai hal. Pemahaman yang salah akan pesan yang disampaikan karena kurangnya penguasaan cara berkomunikasi yang baik juga menjadi salah satu permasalahan yang sangat penting untuk diperbaiki. Untuk dapat saling memahami dibutuhkan hubungan yang harmonis antara komunikator dan komunikan, karena pada umumnya setiap orang cenderung mudah memahami atau tergerak oleh komunikasi yang dijalin oleh orang yang mempunyai hubungan baik pada sesamanya.
Salah satu indikator komunikasi organisasi yang baik ialah adanya kesenangan, yang bermakna bahwa keberhasilan komunikasi didasari oleh suasana yang menyenangkan diantara pelaku interaksi. Untuk itu, maka hubungan secara personal harus dijaga agar tetap harmonis. Organisasi tentunya memiliki karyawan dengan karakter yang berbeda–beda, perbedaan ini bukan menjadi suatu masalah melainkan harus diselaraskan. Penyelarasan dapat dilakukan melalui penyelenggaraan kegiatan dalam rangka menjalin kebersamaan antar karyawan dan pimpinannya.
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “adakah pengaruh komunikasi organisasi terhadap kinerja karyawan di PT. Feva Indonesia?”. Berdasarkan permasalahan yang ada, maka penelitian ini memiliki tujuan diantaranya untuk mengetahui pengaruh komunikasi organisasi terhadap kinerja karyawan pada PT. Feva Indonesia.
Teori yang digunakan adalah Komunikasi Organisasi dan kinerja karyawan. Organizational communication dalam dan di antara budaya dan kehidupan organisasi, karyawan lingkungan yang besar dan diperpanjang. Komunikasi ini sangat beragam dalam komunikasi organisasi yang tentu memerlukan pertemuan interpersonal (komunikasi atasan-bawahan), kesempatan berbicara di depan umum (presentasi oleh eksekutif perusahaan), situasi kelompok kecil (kelompok tugas mempersiapkan laporan), dan pengalaman termediasi (memo internal, surel dan konferensi video). Organisasi selanjutnya adalah kelompok terhadap kelompok. Teori komunikasi organisasi umumnya berkaitan dengan fungsi organisasi, termasuk iklim, aturan dan personel (West & Turner, 2017:35). Teori informasi organisasi adalah salah satu cara untuk menjelaskan cara organisasi mengartikan informasi yang membingungkan atau ambigu. Teori ini memusatkan perhatian dan proses pengaturan anggota-anggota dalam sebuah organisasi untuk mengelola informasi daripada memperhatikan struktur organisasi itu. (West & Turner, 2017:26)
Komunikasi organisasi berkaitan dengan komunikasi dalam dan lingkungan yang besar yang diperluas. Komunikasi ini sangat beragam dalam komunikasi organisasi yang tentu memerlukan pertemuan interpersonal (komunikasi atasan-bawahan), kesempatan berbicara di depan umum (presentasi oleh eksekutif perusahaan), situasi kelompok kecil (kelompok tugas mempersiapkan laporan), dan pengalaman termediasi (memo internal, surel dan konferensi video). Organisasi
Selanjutnya adalah kelompok terhadap kelompok. Teori komunikasi organisasi umumnya berkaitan dengan fungsi organisasi, termasuk iklim, aturan dan personel (West & Turner, 2017:35). Hal yang membedakan konteks ini dari yang lain adalah hierarki yang jelas ada di kebanyakan organisasi. Hiranrki (hierarchy) adalah prinsip pengorganisasian dimana hal- hal atau orang berada satu peringkat di atas yang lain.
Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya masing- masing untuk mencapai tujuan organisasi itu, yaitu tidak melanggar hukum dan berpegang teguh pada etika atau etika untuk menjaga etika (Prawirosentono,
2008). Mangkunegara (2007) mengemukakan bahwa kinerja pegawai merupakan hasil dari kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dilakukan pegawai sesuai dengan tugas yang diberikan kepadanya. Menurut Simanjuntak (2014), kinerja berkaitan dengan sejauh mana tugas-tugas tertentu dilaksanakan. Dalam hal ini meliputi kinerja individu, kinerja tim dan kinerja karyawan yang ter impact oleh faktor internal dan eksternal.
Manajer melakukan tinjauan kinerja untuk mendapatkan data tentang cara kerja karyawan. Jika kinerja karyawan masih di bawah standar, maka perlu segera diperbaiki. Jika situasinya baik, maka perilaku tersebut perlu diperkuat agar karyawan dapat mengembalikan kinerja yang diinginkan. Menurut Wilson Bangun, indikator kinerja dapat diukur melalui jumlah pekerjaan, kualitas pekerjaan, ketepatan waktu, kehadiran, dan kerjasama (Bangun, 2013:233).
a. Hasil kerja. Dimensi ini menunjukkan jumlah pekerjaan yang harus dilakukan seseorang atau kelompok untuk menjadi pekerjaan standar.
b. Kualitas pekerjaan. Setiap pekerjaan di perusahaan harus memenuhi persyaratan tertentu agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan
kualitas yang dibutuhkan untuk pekerjaan selanjutnya.
c. Tepat waktu. Setiap tugas memiliki karakteristik tertentu yang berbeda, dan beberapa tugas berdasarkan waktu dan harus diselesaikan tepat waktu. Jika pekerjaan tidak diselesaikan tepat waktu maka akan menghambat bagian pekerjaan lainnya, sehingga menurunkan kualitas. d. Absensi. Jenis pekerjaan tertentu membutuhkan kehadiran karyawan yang bekerja pada waktu tertentu. Semakin
baik tingkat kehadiran karyawan perusahaan maka semakin tinggi pula efisiensinya, karena setiap karyawan memiliki tanggung jawab dan perannya masing-masing.
e. Kerja tim. Tidak semua pekerjaan bisa dilakukan oleh satu karyawan saja. Karyawan adalah orang yang saling melengkapi. Oleh karena itu, dibutuhkan kerja tim atau kolaborasi. Kinerja karyawan dapat dinilai dari kemampuannya untuk berkolaborasi dengan rekan kerja, yang juga dapat disebut sebagai kohesi.
## METODE
Jenis
penelitian
explanatory research sebagai suatu penelitian menguji hipotesis antara variabel bebas dan variabel terikat sehingga diketahui hubungan atau pengaruh antara variabel-variabel yang akan diuji (Arikunto, 2010:247). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah karyawan PT. Feva Indonesia. Karena jumlah populasinya tidak lebih besar dari 100 orang responden, maka penulis mengambil 100% jumlah populasi yang ada pada PT. Feva Indonesia sebagai sampel yaitu 70 orang responden. Sumber data primer diperoleh dari kuisioner yang disebarkan pada karyawan PT. Feva Indonesia.
Analisis dalam penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menghitung persamaan regresinya. Persamaan regresi dapat digunakan untuk melakukan prediksi seberapa tinggi nilai variabel dependen bila
nilai variabel independen dimanipulasi,
Sugiyono (2016:188). Intinya, analisis regresi linier sederhana adalah pengaruh linier antara satu variabel (X) dengan variabel lain (Y). Analisis ini menunjukkan apakah variabel dependen (X) memiliki pengaruh positif atau negatif terhadap variabel independen (Y), dan memprediksi nilai variabel (Y) seiring dengan naik atau turunnya nilai variabel (X).
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil uji validitas menunjukkan masing- masing butir pertanyaan
mempunyai nilai koefisien korelasi X1 sebesar 0,839, X2 sebesar 0,748, X3 sebesar 0,727, X4 sebesar 0,812, X5 sebesar 0,633, X6 sebesar 0,563, X7 sebesar 0,728, Y1 sebesar 0,712, Y2 sebesar 0,828, Y3 sebesar 0,829, Y4 sebesar 0,810, Y5 sebesar 0,778, hal ini menunjukan semua item pertanyaan mempunyai nilai koefisien korelasi > 0,235
(r tabel) dengan nilai signifikansi < 0,05. Maka kesimpulannya semua item-item dalam penelitian ini dikatakan valid. Hasil uji reliabilitas diketahui bahwa nilai reliabilitas yang dicapai pada variabel X sebesar 0,840 dan Y sebesar 0,983, hal ini menunjukan nilai reliabilitas yang dicapai lebih besar dari 0,6 artinya instrumen yang digunakan reliabel. Instrumen dinyatakan reliabel jika nilai Alpha Cronbach paling tidak mencapai 0,6.
## Analisis Statistik Inferensial Pengujian Hipotesis
a. Uji t
Uji parsial dipakai sebagai pengukur setiap variabel bebas dalam bagian mempengaruhi secara nyata pada variable terikatnya. Cara pengambilan keputusan dengan membandingkan nilai signifikansi t dengan nilai alpha (α). Apabila nilai signifikansi t <alpha (α) maka H0ditolak dan Ha diterima artinya hasilnya signifikan. Sedangkan apabila signifikansi t >alpha (α)maka H0diterima dan Ha ditolakartinya hasilnya tidak signifikan.
1. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi bertujuan untuk mengetahui besar kontribusi variabel bebas yaitu variabel komunikasi organisasi (X), terhadap variabel terikat yaitu kinerja perusahaan (Y). Hasil perhitungan dari penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut:
BTabel 4.1. Hasil perhitungan penelitian
Berdasarkan tabel 4.1. di atas menunjukkan bahwa Information sharing dan Long-term relationship berpengaruh sebesar 63,7% terhadap kinerja perusahaan . Sedangkan sisanya 36,3% dipengaruhi oleh variabel- variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini.
Koefisien korelasi digunakan untuk mengukur besarnya hubungan linier antara variabel bebas (komunikasi organisasi) terhadap variabel terikat (kinerja karyawan). Hasil perhitungan koefesien korelasi (R) dapat dilihat pata tabel 4.2. Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa koefisien korelasi (R) pada penelitian ini sebesar 0,715. Nilai korelasi ini menunjukkan tentang hubungan antara variabel komunikasi organisasi (X) terhadap variabel kinerja karyawan (Y) sebesar 0,715. Untuk menginterpretasikan hasil korelasinya dapat dilihat tabel berikut:
Nilai koefesien korelasi 0,715 yang ditunjukkan tabel di atas berada pada kategori 0,60-0,799. Hal ini menunjukkan bahwa variabel bebas dan variabel terikat mempunyai hubungan kuat. Kesimpulannya
bahwa hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat bersifat positif. Sehingga saat variabel bebas variabel komunikasi organisasi (X) meningkat maka variabel terikatnya (kinerja karyawan ) akan mengalami peningkatan.
Pengaruh komunikasi
organisasi
terhadap Kinerja karyawan
Variabel komunikasi organisasi (X) berpengaruh terhadap variabel kinerja karyawan (Y). Hasil uji t variabel komunikasi organisasi (X) versus variabel kinerja karyawan (Y) memberikan nilai t signifikan sebesar 0,000. Hasil tes menunjukkan sinyal. Jika t <alpha (0,05) maka variabel komunikasi organisasi (X) berpengaruh besar terhadap variabel kinerja pegawai (Y). Artinya H0 ditolak dan Ha diterima.
Apabila komunikasi organisasi meningkat maka kinerja karyawan akan mengalami penigkatan. Besar pengaruh variabel komunikasi organisasi (X) terhadah variabel kinerja karyawan (Y) = 0,513 (51,3%). Sehingga apabila komunikasi organisasi meningkat maka kinerja karyawan akan mengalami peningkatan.
Komunikasi sangat dibutuhkan dalam organisasi. Sistem ini dibutuhkan oleh setiap organisasi untuk menjalankan fungsi-fungsi internal dan eksternal organisasi, yang berpengaruh pada kemampuan organisasi untuk mencapai tujuan dan memelihara perkembangan (West & Turner, 2017:35). Untuk organisasi yang besar, adalah penting untuk merancang sistem komunikasi yang sekaligus dapat membuat organisasi mampu menangani lingkungan, memelihara kerja fungsi internal, dan mengerti dan mampu melakukan perubahan yang dibutuhkan atau yang cocok. Selain itu peran seorang eksekutif atau disebut pimpinan harus dapat membangun, memelihara sebuah komunikasi yang efektif, serta
meningkatkan produktivitas kerja anggota organisasi, pemimpin harus merumuskan Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .715a .512 .504 2.986
dan menentukan arah tujuan organisasi.
Dari hasil penelitian diketahui sebagian besar karyawan masih tidak setuju dengan bahwa pimpinan mendengarkan saran dari karyawan direalisasikan, hal ini juga pasti kepala divisi dan manager memiliki kebijakan sendiri, untuk langsung menjalankan saran tersebut atau menimbang dahulu. Dalam hal ini PT. Feva Indonesia masing kurang dalam membangun komunikasi internal antara pimpinan dan karyawan, pada doktrin tujuan organisasi misalnya pemimpin atau atasan tidak memiliki visi dan misi yang harus di sampaikan ke karyawan selain itu menekankan seberapa pentingnya perusahaan menyelesai kan proyek pemerintah juga masing sangat kurang. Komunikasi internal dalam
organisasi didasarkan pada pernyataan misi dan pernyataan misi organisasi. Istilah pernyataan visi dan misi sangat erat kaitannya. Perbedaannya, bagaimanapun, adalah apakah pernyataan misi berisi deskripsi komprehensif tentang tujuan perusahaan. Pada saat yang sama,
pernyataan misi merupakan titik awal perumusan pernyataan misi perusahaan yang spesifik dan dapat diimplementasikan. Pernyataan misi membantu karyawan menetapkan prioritas dan tujuan mereka sehingga organisasi berkomitmen untuk mencapai misi yang dinyatakan dalam pernyataan misi.
Selain itu struktur organisasi sangat penting untuk dicantumkan di perusahaan, di dalam skema organisasi akan terlihat penempatan tugas yang paling atas sampai dengan paling bawah. Strukstur deskripsi organisasi ini menggambarkan informasi atau pesan kepemimpinan serta menunjukan hirarki hubungan wewenang dan tanggung jawab dari setiap unit, komunikasi pekerjaan yang saling berinteraksi satu sama lain melalui komunikasi guna mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Di PT. Feva Indonesia masih belum menunjukan skema organisasi sehingga ini bisa menjadi bahan evaluasi kedepannya, para karyawan hanya tahu mereka diatasi oleh Manager, selain itu untuk kepala divisi mereka tidak
mengetahui. Padahal kepala divisi akan lebih mempermudah untuk menyampaikan informasi dari pimpinan ke bawahan lainnya, informasi yang diterima akan lebih valid. Kepala divisi sangat bisa membantu untuk selalu memotivasi team kerjanya dan dapat mengendalikan organisasi yang sedang menghadapi masalah di divisi atau di perusahaan. Hal ini juga berguna dengan kerja sama tim dan dapat melatih komunikasi sesama karyawan.
Seperti yang ada pada teori sebelumnya ada kendali organisasi yang terjadi di PT. Feva Indonesia seperti kendali sederhana yaitu manager saat mengawasi karyawannya melakukan tugas seperti kontrol di lapangan atau relokasi alat-alat berat di area proyek. Kemudian kendali teknis seperti stone crusher, dumptruk, alat berat yang berfungsi dalam memadatkan tanah seperti: sheep foot roller, tire roller, tandem roller, dan dan berbagai alat yang membantu semua pekerjaan di PT. Feva Indonesia. Dalam komunikasi lintas saluran yang digunakan di berbagai tingkatan bisa menggunakan chat grup di whatsapp agar pemimpin mengetahui laporan laporan terkini dari divisi, sehingaa tidak harus bertemu namun cukup lewat mobile phone. Kendali birokrasi sangat dirasakan di PT. Feva Indonesia karena sebagian besar proyek yang ditangani bersentuhan dengan anggaran pemerintah. Sehingga memerlukan koordinasi dan penanganan yang baik agar proyek yang dikerjakan dapat berjalan dengan baik.
Dalam hal standar pekerjaan di proyek terdapat kendala seperti tidak adanya peraturan yang ditempel untuk tata tertib karyawan, bahkan belum ada training rutin untuk beberapa divisi tapi upah untuk lembur para karyawan yang rutin dilaksanakan karena merupaka kebijakan perusahaan. Kendali kultural yang terjadi adalah kerjasama yang kuat antar karyawan di divisi hal ini secara tidak sengaja terbentuk karena dorongan dari individu untuk lebih membanfun koneksi yang kuat antar personal dan menciptakan perasaan yang loyalitas terhadap perusahaan. Kemudian bentuk kendali yang terlihat di PT. Feva Indonesia adalah concertive control dimana manajer memakai hubungan
interpersonal dan kerja tim sebagai alat kontrol perusahaan.
Empat metode pengendalian yang paling efektif didasarkan pada nilai-nilai yang menggerakkan anggota organisasi. Dalam hal ini, uang (gaji), waktu, kinerja, dan pemahaman kerja tim adalah faktor paling mendasar yang dikejar karyawan. Mereka membentuk identitas pribadi mereka ketika mereka mulai memikirkan tentang nilai dan tujuan organisasi.
Pengetahuan ini membentuk asumsi dan perilaku karyawan. Ini adalah inti dari kendali yang konsisten. Kontrol ini memungkinkan anggota untuk berpikir bersama. Dari sisi variabel kinerja pegawai dapat dijelaskan beberapa indikator yaitu inisiatif, pembelanjaan efektif, kolaborasi dan pengaruh diri.
Pola komunikasi yang ada di dunia kerja terbentuk dengan sendirinya di lingkungan kerja. Pola komunikasi yang ada akan membuat suasana kerja berjalan baik dan komunikasi yang terjalin antara atasan dan bawahan juga berkembang harmonis. Pola komunikasi yang ada di lingkungan kerja akan membuat karyawan bekerja menjadi mudah karena karyawan bisa berkomunikasi secara efektif untuk mengkomunikasi pekerjaannya baik dengan rekan kerja maupun dengan atasan. Pola komunikasi yang efektif di lingkungan kerja akan membuat karyawan mampu bekerja lebih baik sehingga akan dapat meningkatkan kinerjanya. Pola komunikasi yang terjadi di tempat kerja dalam penelitian ini yang dilakukan di PT. Feva Indonesia lebih menyoroti pada pola komunikasinya.
Pola komunikasi ke bawah ini di mulai dari pimpinan ke bawahnya dalam hal ini karyawan lalu karyawan dengan rekan kerja lainnya. Pola komunikasi ke atas sebaliknya lebih pada komunikasi yang terjadi dan karyawan ke atasan hingga ke pimpinan. Sedangkan pola komunikasi horizontal adalah komunikasi yang terjadi antar karyawan atau karyawan. Pola komunikasi di PT. Feva Indonesia sesuai dengan hasil analisa diketahui bahwa pola komunikasi lebih dominan pola komunikasi ke bawah dimana dalam penelitian ini pola komunikasi ke bawah diketagorikan baik hal itu dipengaruhi oleh pertanyaan yang
memiliki nilai jawaban rendah yaitu atasan akan memberi teguran dan pujian langsung pada pekerjaan yang dilakukan karyawan. Hal itu menunjukkan bahwa selama ini atasan mungkin terlalu banyak memberi teguran dan pujian yang keduanya kemungkinan dilakukan tidak seimbang atau mungkin hanya dilakukan pada beberapaorang tertentu saja.
Walaupun komunikasi yang terlihat di PT. Feva Indonesia antara atasan dan bawahan nampak harmonis namun untuk urusan pekerjaan karyawan cenderung berkomunikasi dengan pola ke bawah semua menurut perintah dan aturan dari atasan. Pola komunikasi horizontal di PT. Feva Indonesia masuk kategori sedang hal itu dipengaruhi oleh pertanyaan karyawan mengkonsultasikan pekerjaan dengan rekan kerja lainnya. Berarti selama ini karyawan atau karyawan belum banyak melakukan komunikasi terkait dengan konsultasi pekerjaan dengan selama rekan kerja yang disebabkan kurang percaya diantara mereka dan juga kurang terbuka. Indikasi pola komunikasi yang ada dioptimalkan sehingga akan membuat karyawan berkinerja tinggi. Kinerja karyawan PT. Feva Indonesia melalui hasil analisis juga termasuk kategori tinggi hal itu dipengaruhi perubahan dinamika karyawan di
perusahaan saling berkompetisi menjadi yang terbaik. Sebagian besar karyawan yang menjawab standar kerja yang tinggi hal itu dimungkinkan karena menurut karyawan mereka selama ini mereka selalu berusaha untuk belajar dan mempelajari hal baru yang ada di tempat kerja. Dengan adanya keinginan karyawan untuk belajar maka akan membuat karyawan terus berkembang dan mampu bekerja dengan kinerja yang tinggi.
Kinerja karyawan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Menurut Wilson Bangun kinerja adalah fungsi dan interaksi antara kemapuan dan motivasi yaitu prestasi kerja (Bangun, 2013:233). Apabila ada yang tidak memadai, kinerja akan dipengaruhi secara negatif. Begitu halnya dengan pola komunikasi di lingkungan kerja yang merupakan factor eksternal yang akan dapat
mempengaruhi kinerja karyawan menjadi tidak optimal. Pola komunikasi di
lingkungan kerja akan membuat kinerja karyawan meningkat optimal. Dan dari kinerja karyawan yang baik juga akan tercapai jika pola komunikasi berjalan baik.
## KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel komunikasi organisasi berpengaruh terhadap variabel kinerja perusahaan. Hasil uji Sig. t dengan nilai dibawah alpha sehingga mempengaruhi signifikan variabel komunikasi organisasi terhadap variabel kinerja karyawan.
Berdasarkan kesimpulan diatas, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1. Peneliti merekomendasi kepada perusahaan lebih meningkatkan variabel komunikasi organisasi karena dapat mempengaruhi kinerja karyawan .
2. Untuk penelitian selanjutnya diharap menambah jumlah variabel selain variabel komunikasi organisasi yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan antara lain motivasi dan kompensasi.
## DAFTAR PUSTAKA
Agus Triono, Rachmadi. (2012). Pengambilan Keputusan Manajerial .
Jakarta: Salemba Empat.
Arikunto, Suharsimi. 2010). Prosedur
Penelitian:Suatu Pendekatan Praktek .
Jakarta : Rineka Cipta.
Achmad Hafizh Ary Pradana, (2017). Peran Komunikasi Organisasi Dalam Meningkatkan Potensi Diri Karyawan (Studi Deskriptif Kualitatif di Perusahaan Ngangkring Apparel D.I.Yogyakarta), Masters thesis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Bungin Burhan. (2017). Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi,
Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta : Kencana Prenada Media Grup. Bahri, Syaiful. (2018). Metode Penelitian Bisnis–Lengkap Dengan Teknik. Pengolahan Data SPSS. ANDI: Yogyakarta. Bangun, Wilson. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta :
Erlangga.
Cascio Weyne F. (2013), Managing Human Resorce Management Productivity, Quality of Work Life, Profits, 9th edition, McGraw-Hill Irwin, New York
Dwi Agung Nugroho Arianto, (2015). Pengaruh Komunikasi Organisasi dan Kompensasi Terhadap Semangat Kerja Karyawan. Jurnal Economia, Volume 11, Nomor 2, Oktober 2015 Goldhaber, Gerald M. (1993). Organizational Communications. Boston: McGraw Hill. Dubuque Iowa C. Brown Publishers. Littlejohn, Stephen W & Karen A. Foss. (2009). Teori Komunikasi, edisi 9.
Jakarta: Salemba Humanika
Mangkunegara, A. Prabu. (2008). Evaluasi Kinerja SDM. Bandung: Refika Aditama. Martoyo, Susilo. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia. BPFE. Yogyakarta. Payaman J. Simanjuntak. (2014). Manajemen Evaluasi Kinerja. Edisi 3. Jakarta. UI Press
Sondang P. Siagian. (2014). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara.
Suyadi Prawirosentono. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta:BPFE
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Sudjana. (2014). Metode
Statistika.
Bandung: Tarsiti.
Sule, E.T., & Priansa., D.J. (2018).
Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi (Membangun Organisasi Unggul di Era Perubahan). Bandung:
PT. Refika Aditama.
West, Ricard & Lynn H. Turner. (2017). Pengantar TeoriKomunikasi Analisis dan Aplikasi. Terjemahan dari
Introducing Communication Theory:
Analysis and Application. Edisi 5
Buku 1, Jakarta: Salemba Humanika.
|
c0e072f5-05a8-46ab-8bab-ad2662aa5d4c | http://ejurnal.kpmunj.org/index.php/risenologi/article/download/199/157 |
## Analisis Implementasi Pendidikan Karakter Dalam
Pembelajaran Daring Di SDN Menteng Dalam 07
Dewi Octavia A 1 , Qori Septiani 2 , Rachma Alya Maulidhia 3 , Desi Rahmawati 4
1 Universitas Negeri Jakarta, Indonesia
ABSTRACT
CONTACT
dewioa2018b@gmail.com
KEYWORDS Implementasi, Pendidikan karakter, Pembelajaran daring
Received: 28/10/2021 Revised: 12/11/2021
Accepted: 18/11/2021 Online: 04/12/2021
Published: 09/12/2021
Risenologi is licenced under a Creative Commons Attribution 4.0 International Public Licence (CC-BY 4.0)
The Covid-19 pandemic condition makes all activities carried out online, one of which is the teaching and learning process. This is a challenge for the world of education, especially in an effort to improve the nation's character education. Therefore, this study aims to analyze the implementation of character education through online learning at SDN Menteng Dalam 07. This research is descriptive qualitative with literature study documentation and interviews, in which researchers try to provide solutions to the implementation of character education in the online teaching and learning process. The results of this study indicate that: contributions between teachers/schools, parents, and the environment are important in improving the character of students, and the concern of teachers and parents is the main key to the successful implementation of character education in online learning.
## ABSTRAK
Kondisi pandemi Covid-19 membuat segala aktivitas kegiatan dilakukan secara daring, salah satunya kegiatan proses belajar mengajar. Hal ini menjadi tantangan bagi dunia pendidikan khususnya dalam upaya meningkatkan pendidikan karakter bangsa. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi pendidikan karakter melalui pembelajaran daring di SDN Menteng Dalam 07. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan studi dokumentasi. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kontribusi antara guru/sekolah, orang tua murid, dan lingkungan merupakan hal penting dalam meningkatkan karakter peserta didik, serta kepedulian guru dan orang tua adalah kunci utama keberhasilan implementasi pendidikan karakter pada pembelajaran daring.
## INTRODUCTION
Karakter merupakan perpaduan antara moral, etika, dan akhlak. Moral lebih menitikberatkan pada kualitas perbuatan, tindakan atau perilaku manusia atau apakah perbuatan itu bisa dikatakan baik atau buruk, atau benar atau salah. Sebaliknya, etika memberikan penilaian tentang baik dan buruk, berdasarkan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat tertentu, sedangkan akhlak tatanannya lebih menekankan bahwa pada hakikatnya dalam diri manusia itu telah tertanam keyakinan di mana keduanya (baik dan buruk) itu ad a (Nopan, 2005). Faktor-faktor ini saling berkaitan dan mendukung satu sama lainnya dalam membentuk kepribadian seorang anak (Santika, 2020). Oleh karena itu ketika pelaksanaan kurikulum 2013, keseimbangan ranah pembelajaran antara kognitif, afektif dan psikomotor menjadi ouput yang mutlak sebagai bagian pendidikan karakter bangsa.
Adapun karakter yang dikembangkan di Sekolah Dasar mengacu pada visi lembaga, yaitu berfokus pada karakter sholeh, cerdas dan mandiri. Tiga karakter tersebut juga sesuai dengan pedoman pendidikan karakter yang ditetapkan oleh Kemendiknas tentang 18 nilai-nilai karakter yang perlu dikembangkan. Kemendiknas (2011) telah mengidentifikasi delapan belas karakter yang harus mampu di implementasikan oleh guru dalam proses pembelajaran diantaranya adalah : Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa ingin tahu, Semangat kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai prestasi, Bersahabat/komunikatif, Cinta damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli sosial, dan Tanggung jawab. Dari 18 karakter tersebut dibagi menjadi religius, jujur, toleransi, peduli lingkungan dan cinta damai tercakup dalam karakter sholeh. Sementara rasa ingin tahu, gemar membaca dan menghargai prestasi tercakup dalam karakter cerdas. Mandiri meliputi pula disiplin, kerja keras, peduli lingkungan dan tanggung jawab. Penyamaan persepsi antara pihak sekolah dan orang tua (keluarga) terkait karakter yang dikembangkan ini dilakukan secara intensif sejak awal tahun ajaran baru dengan harapan ada keselarasan antara lingkungan sekolah dan keluarga (Karnawai Kamar, dkk : 2020).
Realitanya, pada saat ini dampak penyebaran virus Covid 19 kian pesat dengan terus bertambahnya kasus positif di masyarakat. Hal itu sangat berdampak pada berbagai aspek kehidupan masyarakat, salah satunya adalah berkurangnya kegitan di luar ruangan yaitu proses belajar mengajar yang dilakukan secara daring (Al Hakim, 2021). Maka dari itu, dalam proses belajar mengajar secara daring, pendidikan karakter harus tetap ditanamkan dalam diri peserta didik khususnya pada peserta didik baru jenjang pendidikan sekolah dasar. Terlebih studi terkini menyatakan bahwa konteks pembelajaran daring yang berlangsung sekarang ini, lebih menuntut siswa untuk bertanggung jawab dalam merancang dan melaksanakan aktivitas belajar secara aktif dan mandiri (Widyanti, Hasudungan, & Park, 2020). Menurut (Sioratna Puspita Sari, 2021), siswa memiliki tanggung jawab untuk menyelenggarakan pembelajaran secara mandiri, mendiagnosa kebutuhan belajar dan mengevalu asi hasil belajar.
Menurut (Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan Indonesia, 2020) menyebutkan bahwa, pada implementasinya, selama proses belajar mengajar secara daring membuat rasa tanggung jawabnya sebagai peserta didik menjadi berkurang. Siswa dengan perangkat teknologi yang usang mungkin merasa sulit untuk bertemu dengan beberapa syarat teknis pembelajaran daring. Selain itu kemampuan kompetensi digital juga harus selaras dengan perkembangan teknologi (Adedoyin & Soykan, 2020). Kompetensi digital adalah kumpulan keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dibutuhkan saat menggunakan TIK dan perangkat digital untuk melakukan tanggung jawab, seperti pemecahan masalah, manajemen informasi, kolaborasi dengan memperhatikan efektivitas, efisiensi dan etika (Ferrari, 2013). Meski dalam kondisi yang serba terbatas karena pandemic COVID- 19 tetapi edukasi mengenai pendidikan karakter masih dapat dilakukan secara daring walaupun dengan hasil yang kurang maksimal (Anugrahana, 2020).
Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan karakter peserta didik dalam pembelajaran daring harus di bentuk melalui berbagai pihak, baik itu pihak internal (terkait dengan kebijakan dan kurikulum) maupun pihak external (terkait dengan lingkungan social) (Jhon, 2021; Saraswati & Hidayat, 2019).
Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lebih lanjut mengenai implementasi pendidikan karakter yang diterapkan di SDN Menteng Dalam 07 selama proses belajar mengajar secara daring.
## METHODS
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan teknik wawancara dan mengumpulkan data berupa studi literatur dari berbagai referensi yang relevan berupa dokumentasi dan wawancara. Subyek penelitian ini adalah guru wali kelas 6, guru wali kelas 2, guru wali kelas 4, 4 wali murid, dan 5 siswa SDN Menteng Dalam 07. Teknik analisis data menggunakan kajian teori dari hasil penelitian terdahulu untuk mendukung data temuan di lapangan yang dijabarkan secara deksriptif kualitatif. Tujuan metode ini adalah untuk melihat dari segi implementasi atau penerapan pendidikan karakter yang sudah dilakukan di SDN Menteng Dalam 07.
## RESULTS AND DISCUSSIONS
Pengembangan karakter di SDN Menteng Dalam 07 harus diperhatikan mengenai pentingnya pendidikan karakter yang dapat diimplementasikan dalam lingkungan keluarga dan juga di lingkungan sekolah. Implementasi pendidikan karakter anak pada siswa SDN Menteng Dalam 07 ini diupayakan melalui kolaborasi berbagai pihak, baik pihak sekolah maupun orang tua. Pengimplementasian pendidikan karakter dalam pembelajaran daring di SDN Menteng Dalam 07 dibantu dengan menggunakan media atau aplikasi seperti Google Meet, Zoom, Google Classroom, WhatsApp dan lain-lain. Penguatan pendidikan karakter selama pembelajaran daring ini juga sudah terlampir di dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Adapun penguatan pendidikan karakter yang dilakukan SDN Menteng Dalam 07 adalah dengan menerapkan beberapa hal, misalnya dalam pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan siswa dibimbing untuk menerapkan sila-sila Pancasila. Lalu, setiap memulai dan sesudah pembelajaran siswa dituntun untuk selalu berdoa. Tidak hanya itu saja, guru SDN Menteng Dalam 07 juga membimbing siswa untuk mengucapkan terimakasih kepada orang tua karena telah mendampingi proses belajar mereka selama pembelajaran daring dilaksanakan.
Berikut adalah implementasi atau isi dari RPP harian SDN Menteng Dalam 07 kelas 3 Mata Pelajaran Agama Islam dimana dalam mata pelajaran agama islam dapat menjadi salah satu unsur bentuk pendidikan karakter. Pertama diawal pembelajaran, tidak hanya siswa yang dibimbing untuk mengucapkan terimakasih kepada orang tua murid, akan tetapi guru juga mengucapkan terimakasih kepada orang tua murid, sebab selain guru peran orang tua sangatlah penting dalam membimbing dan mengawasi putra-putri mereka selama proses belajar mengajar daring berlangsung. Kedua, terdapat pembiasaan baik (pendidikan karakter) yang dilakukan oleh SDN
Menteng Dalam 07 yaitu seperti mengajak siswa untuk melakukan ibadah (sholat, tadarus, menghafal surat pendek, dan berdoa. Dimana kegiatan tersebut dapat menjadi salah satu unsur bentuk pendidikan karakter. Pelaksanaan pembiasaan baik ini disesuaikan dengan agama siswa masing-masing. Ketiga, penguatan pendidikan karakter ini dipantau oleh guru SDN Menteng Dalam 07 dengan menggunakan aplikasi WhatsApp Group dan zoom melalui media voice note, foto, dan juga video. Penggunaan media ini juga sebagai absensi para siswa siswi SDN Menteng Dalam 07.
Namun masih terdapat hambatan yang dirasakan oleh guru SDN Menteng Dalam 07 dalam implementasi selama pembelajaran daring yaitu masih banyak siswa yang kurang aktif dalam proses belajar mengajar, orang tua yang masih banyak acuh terhadap pendidikan anaknya, serta rasa bosan anak-anak yang dimana dalam proses pembelajaran daring mereka tidak dapat bertemu dengan teman-temannya. Sedangkan hambatan yang dirasakan oleh orang tua sendiri dalam proses belajar mengajar daring yaitu pendidikan karakter yang diberikan sekolah dalam proses daring kurang maksimal. Karena peserta didik tidak dapat langsung melihat praktek secara langsung. Sehingga dalam mengimplementasikan di kehidupan sehari-hari tidak dapat maksimal sebagaimana jika dilakukan dengan offline yang dimana anak melihat lansung dan dilakukan terus menerus yang membuat mereka menjadi terbiasa. Selain itu, dari peserta didik pun merasa pembelajaran daring kurang dimininati karena mereka merasa cepat bosan, belum lagi terdapat permasalahan jaringan serta tidak semua dari mereka memiliki kuota dan kapasitas gedget yang memadai.
Dari hambatan pembelajaran daring tersebut maka pendidikan karakter siswa di SDN Menteng Dalam 07 Pagi menjadi menurun. Sehingga, implementasi pendidikan karakter secara daring harus mendapatkan kontribusi dari berbagai pihak. Guru atau sekolah merupakan komponen yang utama, tetapi peran dari orang tua maupun lingkungan juga akan membentuk bagaimana karakter dari peserta didik. Maka dari itu diperlukan komunikasi yang baik antar pihak sekolah (guru) dengan orang tua atau wali murid. Tri tunggal pusat pendidikan harus dapat berjalan beriringan agar tujuan pendidikan dalam mengembangkan karakter peserta didik di Indonesia dapat meningkat. Selain itu, setiap peserta didik sejak dini juga harus sudah dikenalkan apa itu karakter dan harus dicontohkan bagaimana karakter yang baik. Karena daya serap anak sejak usia dini sangat kuat yang mana jika dari kecil sudah diajarkan maka ia akan terbiasa dengan karakter yang baik dalam bermasyarakat. Orang tua merupakan kunci utama dalam pendidikan karakter seorang anak. Jika orang tua cuek terhadap pendidikan anaknya bagaimana anak tersebut dapat memahami mana yang baik dan mana yang salah. Maka dari itu, dampingan dan kepedulian orang tua harus intens dilakukan untuk memantau perilaku yang dilakukan anaknya ketika proses belajar secara daring berlangsung. Selain itu, guru juga harus paham betul tentang tanggung jawabnya terhadap peserta didiknya dengan memberikan penguatan pendidikan karakter selama proses belajar mengajar berlangsung serta memperhatikan siswa dengan mengevaluasi hasil belajar siswa. Kontrol dari kepala sekolah dan dinas pendidikan juga sangat penting tentang pelaksanaan pembelajaran daring, salah satunya yaitu dengan menyediakan sarana pendukung untuk pelaksanaan pembelajaran secara daring. Pemerintah dan sekolah juga harus dapat menerapkan proses pendidikan yang tidak membosankan. Anak-anak banyak yang mengeluh bosan karna pembelajaran yang monoton hanya menggunakan whatsapp, zoom, ataupun GCR. Oleh sebab itu, sebaiknya harus lebih dikembangkan pembelajaran yang lebih menarik. Seperti misalnya dalam memulai pertemuan guru mengulas kembali materi menggunakan quiziz yang mana dapat melibatkan seluruh siswa dalam waktu yang bersamaan, lalu dengan cara mengadakan ice breaking pada saat siswa sudah mulai bosan dan di tutup dengan evaluasi guru menggunakan website mentimeter.
Maka dari itu, peran guru dalam proses pembelajaran daring juga sangat vital. Secara garis besar komponen yang harus dipersiapkan oleh guru sebagai infrastruktur adalah ketersediaan jaringan internet, menyiapkan strategi pembelajaran, menyiapkan konten belajar (efek, gambar, audio, vidio dan simulasi), menyediakan learning management system (google classroom, zoom, quizziz, dll). Khususnya guru SD memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan siswanya dalam membaca dan menulis. Dengan demikian, mereka harus hati-hati membangun pelajaran yang efektif dan menarik sehingga semua siswa memiliki kesempatan untuk meningkatkan keterampilan literasi mereka dan menumbuhkan kesenangan untuk membaca dan menulis. Untuk guru sekolah dasar, mengajar literasi secara efektif adalah keterampilan yang berkembang dari waktu ke waktu.
Sesuai dengan penelitian terdahulu, ada empat alasan mendasar mengapa sistem pendidikan di Indonesia perlu menekankan pada pendidikan karakter, alasan tersebut yaitu: 1. Karena banyak keluarga (tradisional maupun non tradisional) yang tidak melaksanakan pendidikan karakter; 2. Karena peran sekolah tidak hanya bertujuan membentuk anak yang cerdas, tetapi juga anak yang baik; 3. Kecerdasan seorang anak hanya bermakna manakala dilandasi dengan kebaikan; 4. Karena membentuk anak didik agar berkarakter tangguh bukan hanya sekedar tugas tambahan bagi guru, melainkan tanggung jawab yang melekat pada perannya sebagai guru (Kamar et al., 2020).
Oleh karena itu mode pembelajaran daring ini bisa dikatakan lebih efisien dan efektif apabila suprastruktur dan infra struktur tersedia dengan baik. Suprastruktur dapat diartika penulis sebagai kebijakan yang mengarah pada pelaksanaan pembelajaran daring tersebut termasuk pemahaman dan kesiapan peserta didik dan guru dalam pelaksanaan pembelajaran daring. Kesiapan peserta didik diantaranya adalah 1. Keterampilan menggunakan teknologi dan informasi dan komunikasi, hal ini menjadi poin dasar bagi peserta didik dalam pelaksanaan pembelajaran daring yang harus mampu menggunakan teknologi sehingga bisa maksimal dalam proses pembelajaran. 2. Kemandirian belajar tanpa harus diawasi oleh orang tua, 3. Sikap, yang di wujudkan dengan prilaku peserta didik dalam keseriusan mengikuti setiap tahap dalam proses pembelajaran daring. 4. Tanggung jawab adalah sikap dan prilaku melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dalam pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan arahan guru. Selain kompetensi digital, menurut (Omotayo & Haliru, 2020) bahwa peserta didik juga harus termotivasi untuk mendapatkan kompetensi digital agar mereka tetap relevan dalam modernitas.
## CONCLUSIONS
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, keberhasilan dalam pengimplementasian pendidikan karakter melalui pembelajaran daring di SDN Menteng Dalam 07 dibantu dengan menggunakan aplikasi seperti Google Meet, Zoom, Google Classroom, WhatsApp melalui media voice note, foto, dan juga video. Penguatan pendidikan karakter selama pembelajaran daring ini juga sudah terlampir di dalam RPP. Namun, masih terdapat hambatan yang dirasakan oleh guru SDN Menteng Dalam 07 dalam implementasi selama pembelajaran daring yaitu sikap komunikatif, rasa peduli sosial, serta tanggung jawab siswa kurang dan tidak ada dalam proses pembelajaran. Hal ini terjadi diakibatkan pula karena peran orang tua sebagai pendamping belajar siswa yang masih acuh. Sedangkan hambatan yang dirasakan oleh orang tua sendiri dalam proses belajar mengajar daring yaitu pendidikan karakter yang diberikan sekolah dalam proses daring kurang maksimal. Dengan demikian Keberhasilan penanaman pendidikan karakter selama proses pembelajaran daring memerlukan sinergi antara pemerintah, satuan pendidikan, guru, peserta didik tentunya peran orang tua dan lingkungan peserta didik, untuk dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran daring tersebut.
## REFERENCES
Adedoyin, O. B., & Soykan, E. (2020). Covid-19 pandemic and online learning: the challenges and opportunities. Interactive Learning Environments , 0 (0), 1 – 13. https://doi.org/10.1080/10494820.2020.1813180
Al Hakim, M. F. (2021). Peran guru dan orang tua: Tantangan dan solusi dalam pembelajaran daring pada masa pandemi COVID-19. Riwayat: Educational Journal of History and Humanities , 1 (1), 23 – 32.
Anugrahana, A. (2020). Hambatan, Solusi dan Harapan: Pembelajaran Daring Selama Masa Pandemi Covid -19 Oleh Guru Sekolah Dasar. Scholaria: Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan , 10 (3), 282 – 289. https://doi.org/10.24246/j.js.2020.v10.i3.p282-289
Ferrari, A. (2013). Digital Competence in Practice: An Analysis of Frameworks. Joint Research Centre of the European Commission. , 91. https://doi.org/10.2791/82116
Hendayani, M. (2019). Problematika Pengembangan Karakter Peserta Didik di Era 4.0. Jurnal Penelitian Pendidikan Islam , 7 (2), 183. https://doi.org/10.36667/jppi.v7i2.368
Indonesia, K. P. D. K. (2020). Surat Edaran Mendikbud No 40 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Covid 19 . Pusat Dan Pelatihan Pegawai Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan Indonesia. https://pusdiklat.kemdikbud.go.id/surat-edaran-mendikbud-no-4-tahun-2020- tentang-pelaksanaan-kebijakan-pendidikan-dalam-masa-darurat-penyebaran-corona-virus-disease-covid-1- 9/
Jhon, W. (2021). Challenges in the implementation of character education in elementary school: experience from Indonesia. İlköğretim Online , 20 (1), 1351 – 1363. https://doi.org/10.17051/ilkonline.2021.01.130 Kamar, K., Asbari, M., Purwanto, A., Nurhayati, W., & Sudiyono, R. N. (2020). Membangun Karakter Siswa Sekolah Dasar Melalui Praktek Pola Asuh Orang Tua Berdasarkan Genetic Personality. Jurnal Inovasi Pembelajaran , 6 (c), 75 – 86.
Nopan, O. (2005). Pentingnya Pendidikan Karakter Dalam Dunia Pendidikan. Nopan Omeri , 9 (manager pendidikan), 464 – 468.
Omotayo, F. O., & Haliru, A. R. (2020). Perception of task-technology fit of digital library among
undergraduates in selected universities in Nigeria. Journal of Academic Librarianship , 46 (1), 102097. https://doi.org/10.1016/j.acalib.2019.102097
Santika, I. W. E. (2020). Pendidikan Karakter pada Pembelajaran Daring. Indonesian Values and Character Education Journal , 3 (1), 8 – 19.
Saraswati, R., & Hidayat, H. (2019). Religious Math Character Sebagai Solusi Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran
Matematika Dan Karakter Pelajar Di Indonesia. Risenologi , 4(2), 74 – 79. https://doi.org/10.47028/j.risenologi.2019.42.86
Sioratna Puspita Sari, J. E. B. (2021). Jurnal Kependidikan: Jurnal Kependidikan , 7 (1)
|
fb3d0d77-1547-4ef7-97bc-ded4e616b5d6 | https://journal2.um.ac.id/index.php/jmsp/article/download/1996/1162 | Kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni berdampak pada semua aspek kehidupan. Persaingan global terjadi dalam semua bidang baik yang memberikan layanan berupa produk maupun jasa, mereka berlomba-lomba memberikan yang terbaik pada para pelanggannya.
Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Otomotif dan Elektronika (PPPPTK BOE) Malang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK). Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 41 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata
Kerja, PPPPTK mempunyai tugas melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan sesuai dengan bidangnya. Salah satu wujud implementasi dari tugas pokok dan fungsinya adalah dengan dilaksanakannya berbagai pendidikan dan pelatihan (diklat) baik yang diperuntukkan bagi guru-guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) maupun hasil kerja sama dengan dunia industri. Sebagai sebuah organisasi yang bergerak dibidang jasa, maka sudah menjadi sebuah konsekwensi untuk senantiasa berusaha memberikan layanan prima agar dapat mencapai kepuasan pelanggannya, baik pelanggan internal maupun eksternal.
## PENINGKATAN PENGELOLAAN ASRAMA UNTUK MENUNJANG KUALITAS PELAKSANAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
## Ummi Faizah
Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Otomotif dan Elektronika (PPPPTK BOE) Malang
Jl. Teluk Mandar Tromol Pos No.5, Arjosari, Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur 65126 Ifa.ajah@gmail.com
Abstract : The purpose of this research is to see the effectiveness of TQM implementation through ISO 9001: 2008 tools in preparation aspect of dorm room as supporting element in implementation of training implemented in PPPPTK BOE Malang. This study used descriptive qualitative method. The data is taken from the evaluation results of the implementation of the training in 2016. The results showed that the need for additional human resources both in quantity and quality, the addition of dormitory facilities, fund support and motivation from superiors in internalizing the implementation procedures that have been contained in ISO 9001: 2008.
Keywords: quality, dormitory, PPPPTK BOE Malang, ISO 9001: 2008.
Abstrak : Tujuan penelitian ini untuk melihat keefektifan implementasi TQM melalui tools ISO 9001:2008 pada aspek penyiapan kamar asrama ysebagai unsur penunjang dalam pelaksanaan diklat yang dilaksanakan di PPPPTK BOE Malang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data diambil dari hasil evaluasi penyelenggaraan diklat tahun 2016. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlu adanya penambahan unsur SDM baik secara kuantitas maupun kualitas, penambahan fasilitas asrama, dukungan dana dan motivasi dari atasan dalam menginternalisasikan pelaksanaan prosedur yang telah tertuang dalam ISO 9001:2008.
Kata kunci: mutu, asrama, PPPPTK BOE Malang, ISO 9001:2008.
250 Manajemen dan Supervisi Pendidikan, Volume 1, Nomor 3 Juli 2017: 249-253
Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh PPPPTK BOE Malang adalah dengan menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008, yaitu suatu standar internasional untuk sistem manajemen Mutu/kualitas. ISO 9001:2008 menetapkan persyaratan-persyaratan dan rekomendasi untuk desain dan penilaian dari suatu sistem manajemen mutu. ISO 9001:2008 bukan merupakan standar produk, karena tidak menyatakan persyaratan - persyaratan yang harus dipenuhi oleh sebuah produk (barang atau jasa). ISO 9001:2008 hanya merupakan standar sistem manajemen kualitas. Namun, bagaimanapun juga diharapkan bahwa produk/jasa yang dihasilkan dari suatu sistem manajemen kualitas internasional, akan berkualitas baik (standar).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Quality Management Systems (ISO 9001:2008) adalah merupakan prosedur terdokumentasi dan praktek- praktek standar untuk manajemen sistem, yang bertujuan menjamin kesesuaian dari suatu proses dan produk (barang atau jasa) terhadap kebutuhan atau persyaratan tertentu, dimana kebutuhan atau persyaratan tertentu tersebut ditentukan atau dispesifikasikan oleh pelanggan dan organisasi.
Beberapa organisasi memakai filosofi dengan nama sendiri, misalnya, Total Quality Control, Total Quality service, Continuos Improvement, strategic Quality Initiatives, Service Quality (Sallis, 2012:75). Melalui penamaan tersebut, diharapkan berpengaruh terhadap budaya kualitas di dalam organisasi yang bersangkutan. TQM berkaitan dengan penciptaan budaya kualitas yang bertujuan agar karyawan dan staf dapat memuaskan konsumen sekaligus didukung oleh struktur organisasi mereka dalam melakukan hal yang dimaksud. TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya (Tjiptono dan Diana, 2003:4).
Pendidikan dan pelatihan (diklat) merupa- kan salah satu bentuk layanan yang diberikan oleh PPPPTK BOE Malang yang telah tersistem dalam ISO 9001:2008. Untuk menjaga kualitas diklat, maka evaluasi penyelenggaraan diklat selalu dilaksanakan diakhir kegiatan. Evalu- asi dilakukan dengan menggunakan instrumen. Hasil evaluasi akan ditindaklanjuti untuk mem- perbaiki kualitas diklat. Instrumen evaluasi pe-
nyelenggaraan diklat berisi tentang program, layanan administrasi, kegiatan pembelajaran, dan fasilitas penunjang. Berdasarkan hasil evalu- asi penyelenggaraan diklat tahun 2016, program mendapatkan skor 3,4 (sangat baik), layanan ad- ministrasi mendapatkan skor 3,2 (sangat baik), kegiatan pembelajaran mendapatkan skor 3,3 (sangat baik), dan fasilitas penunjang mendapat- kan skor 3,4 (sangat baik).
Unsur fasilitas penunjang terdiri atas penyiapan kamar dengan skor 3,2 (sangat baik), penyiapan konsumsi dengan skor 3,6 (sangat baik) dan penyiapan fasilitas lain dengan skor 3,5 (sangat baik). Dari hasil evaluasi tersebut bisa diketahui bahwa semua unsur memiliki nilai sangat baik, namun demikian masih ada beberapa keluhan pelanggan terkait penyiapan kamar. Keluhan tersebut antara lain adalah: (1) kurang bersihnya kamar mandi asrama, (2) kamar tidak dibersihkan selama kegiatan, (3) kurangnya fasilitas meja dalam kamar, (4) asrama tidak terjangkau wifi. Asrama merupakan unsur penunjang dalam proses pelaksanaan diklat. Walaupun sebagai unsur penunjang, namun demikian keberadaannya tidak bisa diabaikan begitu saja, karena peserta tidak akan nyaman beristirahat bila kualitas asrama tidak bagus. Hal ini akan berdampak pada tingkat keterserapan materi oleh peserta dan berhasil tidaknya diklat yang telah dilaksanakan.
## METODE
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hasil implementasi ISO 9001:2008, khususnya pada layanan penyiapan kamar atau asrama yang merupakan bagian dari penerapan TQM dalam Sistem Manajemen Mutu di PPPPTK BOE Malang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan penelitian deskriptif. Kriteria yang digunakan untuk menentukan keberhasilan implementasi standart prosedur ISO tersebut antara lain adalah: (1) adanya peningkatan kualitas dan kuantitas SDM yang bertugas dalam layanan penyiapan kamar asrama sebagai salah satu unsur penunjang keterlaksaan diklat yang dilaksanakan di lingkungan PPPPTK BOE Malang, (2) adanya peningkatan fasilitas kamar asrama dengan memfokuskan pada kebutuhan dan harapan pelanggan (peserta diklat), (3) adanya dukungan anggaran untuk peningkatan
kualitas fisik kamar asrama, dan (4) adanya motivasi dari atasan dalam hal implementasi prosedur sebagaimana yang tertuang dalam SMM ISO 9001:2008 PPPPTK BOE Malang.
Data penelitian ini dikumpulkan dengan teknik wawancara dan studi dokumentasi. Adapun data yang diambil adalah data yang terkait dengan pelayanan kamar asrama, yang terdiri atas: (1) data hasil evaluasi penyelenggaraan kegiatan tahun 2016, (2) data kualitas dan kuantitas sumber daya manusia pengelola asrama, dan (3) anggaran yang digunakan sebagai biaya perawatan asrama. Teknik analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk mengungkap gambaran keberhasilan implementasi ISO 9001:2008 dalam layanan penyiapan kamar asrama. Proses analisis data berdasarkan Ulfatin (2015:257) meliputi: (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, yaitu penelaahan dalam memilah data yang diterima disesuaikan kondisi lapangan yang ada, (3) display data, yaitu hasil dari reduksi yang disusun secara terstruktur, dan (4) verifiksi data, yaitu mengkroscek kecocokan makna data yang diperoleh dari lapangan untuk mencapai kesimpulan yang kuat.
## HASIL
Hasil-hasil penelitian ini dapat dideskripsikan berdasarkan urutan pencapaian tujuan penelitian. Berdasarkan tujuan yang sudah ditentukan, ada tiga (3) kriteria yang diungkap dalam penelitian ini. Pertama, SDM yang bertugas dalam layanan penyiapan kamar asrama baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Hasil analisis data ditunjukkan sebagai berikut. Jumlah kamar asrama yang tersedia adalah 126 kamar dengan jumlah petugas kebersihan sembilan (9) orang dan dua (2) orang koordinator. Secara kuantitas rerata perbandingan antara jumlah kamar dengan tenaga kebersihan adalah 1:15. Secara kualitas, tingkat pendidikan petugas kebersihan kamar adalah SMA, dari segi usia rata-rata berusia empat puluh tiga (43) tahun dengan status tujuh (7) orang PNS dan dua (2) orang KKWT (Karyawan Kontrak Waktu Tertentu).
Kedua, fasilitas pendukung asrama belum lengkap. Akses internet di asrama yang sangat kurang mendukung dan kurang tersedianya meja kursi di dalam kamar sangat menyulitkan peserta diklat dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh narasumber ketika proses
diklat berlangsung. PPPPTK BOE Malang adalah lembaga diklat yang notabene peserta diklat berasal dari unsur pendidik SMK. Materi diklat seringkali menggunakan fasilitas internet, selain itu juga tidak jarang ada tugas yang harus dikerjakan oleh peserta ketika waktu pelaksanaan diklat, sehingga kebutuhan fasilitas penunjang berupa akses internet dan meja kursi belajar dalam kamar asrama sangat mutlak diperlukan oleh peserta diklat.
Ketiga, kurangnya dukungan anggaran untuk peningkatan kualitas fisik kamar asrama serta panjangnya proses pencairan dana sehingga menghambat proses pengadaan bahan yang digunakan untuk perawatan kamar asrama.
Keempat, diperlukan motivasi dari atasan dalam hal ini Kepala Bagian Umum dan Kasubbag Tata Usaha dan Rumah Tangga untuk dapat menginternalisasikan budaya kualitas supervisor dan petugas kebersihan kamar asrama, melalui pemanfaatan beberapa form yang telah ditetapkan dalam standart mutu ISO 9001:2008 sehingga proses perbaikan secara berkelanjutan diharapkan akan bisa terus berjalan.
## PEMBAHASAN
PPPPTK BOE Malang pada prinsipnya telah menjalankan Total Quality Management melalui Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008, namun belum optimal. Berdasarkan hasil analisis, beberapa kendala yang dihadapi yaitu: (1) secara kuantitas, jumlah SDM petugas asrama dirasa kurang mengingat luasnya area kerja yang dikerjakan; (2) dari sisi usia, petugas asrama PPPPTK BOE Malang berada dalam rentang usia 35 hingga 47 tahun; (3) dari sisi pendidikan, petugas asrama adalah lulusan SMA, sementara itu bila dibandingkan dengan roomboy hotel minimal lulusan SMK jurusan perhotelan yang secara skill mereka telah terlatih. Hal ini jelas menimbulkan ketimpangan secara kualitas SDM. Sebagai aternatif pemecahan masalah yang bisa diambil adalah dengan menambah jumlah petugas asrama dengan kualifikasi dan kompetensi yang dibutuhkan sesuai rasio yang diperlukan, sehingga permasalahan asrama yang berkaitan dengan petugas bisa segera teratasi sehingga bisa meningkatkan kualitas pelayanan asrama.
Permasalahan berikutnya (4) kurangnya fasilitas asrama dan kurangnya dukungan
252 Manajemen dan Supervisi Pendidikan, Volume 1, Nomor 3 Juli 2017: 249-253
anggaran bisa diatasi dengan dilakukannya penganggaran pada tahun berikutnya, sehingga tujuan perbaikan dengan fokus pada pelanggan dan perbaikan secara berkelanjutan bisa senantiasa dilakukan. Adapun untuk permasalahan (5) dukungan motivasi dari atasan petugas asrama sangat diperlukan, mengingat manajemen mutu terpadu akan dapat terlaksana dengan sangat baik bila mendapat dukungan dan melibatkan peranan dari seluruh lini di instansi tersebut sehingga budaya mutu akan dapat tercipta ditiap unit kerja. Formulir yang digunakan sebagai media kontrol kebersihan dan perawatan fasilitas asrama yang selama ini kurang berjalan, perlu dioptimalkan kembali oleh koordinator asrama. Sehingga progress kebersihan dan perawatan asrama akan dapat terjaga. Menurut Fattah (2013: 29) pengawasan/kotrol pada sistem penjaminan mutu dilakukan untuk mengukur pencapaian standar acuan mutu pendidikan. Sementara itu, hasil penelitian Mawardi, dkk. (2014: 300- 304) tentang Implementasi Quality Assurance System dalam Pembelajaran di SMKN 3 Malang, mengungkapkan bahwa pengawasan dilakukan guna mengetahui kemajuan pelaksanaan pembelajaran dan pencapaian atas program- program lain di MAN 3 Malang.
Perbaikan secara terus menerus melalui sistem PDCA ( plan, do, chech, action ) melekat pada sistem evaluasi atas kinerja per individu maupun per bagian terhadap permasalahan yang teridentifikasi melalui instrumen evaluasi penyelenggaraan diklat merupakan kerangka implementasi continous improvement . Penyiapan asrama sebagai unsur penunjang dalam pelaksanaan diklat akan berjalan optimal bila PDCA dijalankan seefektif mungkin. Gaspersz (2003: 271) berpendapat, bahwa pelaksanaan proses yang konsisten merupaka kunci untuk peningkatan terus-menerus.
Sebagai lembaga yang memiliki core business dibidang pendidikan dan pelatihan, kualitas atau mutu memegang peranan penting untuk dapat unggul dalam persaingan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Purwanti, dkk. (2015: 354-553) yang melakukan penelitian tentang implementasi sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 dalam meningkatkan kualitas lulusan di SMK Negeri 1 Bangil, bahwa pentingnya Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 dalam lembaga pendidikan membawa dampak terhadap semua guru dan
karyawan dalam memberikan pelayanan yang lebih baik. Melalui pelayanan yang lebih baik dapat meningkatkan kualitas lulusannya.
Pentingnya dibangun iklim kerja dan budaya kualitas disetiap unit kerja merupakan salah satu kunci berhasilnya implementasi TQM dalam sebuah instansi. Namun demikian, penciptaan budaya kualitas membutuhkan proses yang panjang, bertahap dan berkelanjutan serta membutuhkan sumber daya yang memadai, baik dari sisi man, money dan material . Mulyono (2008: 315) berpendapat, bahwa proses penerapan budaya mutu melalui serangkaian tahapan diantaranya yaitu adanya komitmen manajemen, menetapkan timpengembang, serta pelatihan kesadaran atau pemahaman terhadap mutu. Sementara itu Suharsaputra (2010: 234) berpendapat salah satu karakteristik TQM yaitu dengan memperbaiki proses secara berkesinambungan.
Penerapan prinsip-prinsip TQM pada SMM yang mencakup pemfokusan pada pelanggan, perbaikan pada proses, dan pelibatan anggota dalam berbagai kegiatan telah berjalan. Pemfokusan kegiatan pada pelanggan (peserta diklat) sudah dilakukan, tetapi belum optimal, sebagaimana diungkapkan oleh Peters & Waterman (1992), bahwa TQM menekankan kualitas pelanggan adalah raja sebagai pendekatan. Sementara itu Sallis (2012: 26) berpendapat implementasi TQM berkaitan dengan penciptaan budaya kualitas dengan menempatkan tujuan karyawan dan staf untuk memuaskan konsumen. Jika prinsip-prinsip tersebut dilakukan secara konsisten dalam jangka panjang, dapat menghasilkan layanan jasa pendidikan yang baik. Hal ini sesuai dengan prinsip yang harus diperhatikan, yaitu selalu ada perbaikan dalam setiap proses ketika mengimplementasikan TQM, apalagi sebagai institusi yang telah menjalankan ISO 9001:2008. Supriyanto & Sunandar (2011: 273) berpendapat, bahwa dalam menerapkan konsep TQM terdapat tiga prinsip, yaitu (1) pemfokusan terhadap pengguna, (2) peningkatan kualitas proses, dan (3) pelibatan semua komponen pendidikan.
## KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik sebuah kesimpulan,
bahwa PPPPTK BOE Malang pada prinsipnya telah menjalankan Total Quality Management melalui Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 namun ada beberapa kendala yang dihadapi yaitu: (1) secara kuantitas, jumlah SDM petugas asrama dirasa kurang mengingat luasnya area kerja yang dikerjakan; (2) dari sisi usia, petugas asrama PPPPTK BOE Malang berada dalam rentang usia 35 hingga 47 tahun; (3) dari sisi pendidikan, petugas asrama adalah lulusan SMA, sementara itu bila dibandingkan dengan roomboy hotel minimal lulusan SMK jurusan perhotelan yang secara skill mereka telah terlatih, (4) kurangnya fasilitas asrama dan kurangnya dukungan anggaran, dan (4) kurang dukungan motivasi dari atasan petugas asrama.
## Saran
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang bisa diberikan kepada pimpinan PPPPTK BOE Malang yaitu; (1) perlu adanya peningkatan SDM khususnya petugas asrama baik dari segi kualitas maupun kuantitas, (2) pengadaan dan penambahan fasilitas asrama guna menunjang keterlaksaan diklat; dan (3) perlunya dukungan dana dan motivasi dari atasan dalam upaya internalisasi budaya mutu petugas asrama.
## DAFTAR RUJUKAN
Gaspersz, V. 2003. Totyal Quality Management. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Mawardi, R. S., Soetopo, H., dan Supriyanto. A. 2014. Implementasi Quality Assurance System dalam Pembelajaran. Manajemen Pendidikan, Volume 24, Nomor 4, September 2014. P. 300-304.
Mulyono. 2008. Manajemen Administrasi & Organisasi Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Peters, T. and Waterman, R. 1992. In Search of Excellent. New York: Harper and Row.
Purwanti, E., Wiyono, B. B., dan Sunandar, A. Implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO
9001:2008 dalam Meningkatkan Kualitas Lulusan. Manajemen Pendidikan, Volume 24 Nomor 6, September 2015, p.547-553.
Sallis, E. 2012. Total Quality Management in Education. Jogjakarta: IRCiSoD.
Suharsaputra, U. 2010. Administrasi Pendidikan.
Bandung: PT. Refika Aditama.
Supriyanto, A. dan Sunandar, A. 2011. Model Implementasi Konsep TQM dalam Pembelajaran. Manajemen Pendidikan, Volume 23, Nomor 3, Maret 2011 p.264-277.
Tjiptono, F. & Diana, A. 2003. Total Quality Management. Yogyakarta: Andi Offset.
Ulfatin, N. 2015. Metode Penelitian Kualitatif di Bidang Pendidikan: Teori dan Aplikasinya. Malang: Media Nusa Creative.
|
5490a941-9b7f-4a87-896f-a63580362e7b | https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/paduraksa/article/download/255/182 | ISSN: 2303-2693
## KERETA API PILIHAN UTAMA SEBAGAI MODA ALTERNATIF ANGKUTAN UMUM MASSAL
## Dewa Ayu Nyoman Sriastuti 1)
1) Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Warmadewa
## ABSTRAK
Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif (kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya). Rangkaian kereta atau gerbong tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang dalam skala besar. Mengingat sifatnya sebagai angkutan massal efektif, beberapa negara berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama angkutan darat baik di dalam kota, antarkota, maupun antar negara. Dilain pihak kereta api bisa dijadikan sebagai alternatif moda angkutan umum massal yang cepat, aman, nyaman dan terjangkau di sekuruh dunia. Hal ini dibuktikan bahwa baik negara-negara maju maupun negara-negara yang berkembang sedang menggalakkan penggunaan kereta api sebagai moda pilihan masyarakat dalam melakukan perjalanan.
Kata kunci: kereta api, moda alternatif.
ISSN: 2303-2693
## 1 PENDAHULUAN
Kurang lebih sebulan sebelum Konferensi Dunia mengenai perubahan cuaca 2000 diselenggarakan di Den Haag, negara-negara Eropa Barat dilanda pemogokan besaran-besaran oleh para pengusaha dan pengemudi angkutan darat ( freight ) yang memprotes kelangkaan dan mahalnya bahan bakar minyak. Pada saat yang sama pemerintah Uni Eropa (UE) tengah mengupayakan suatu politik energi yang lebih seragam ,demi tujuan penurunan emisi CO2, antara lain dengan menaikkan harga jual dan menerapakan pajak lingkungan ( Eco tax ) terhadap segala jenis usaha yang menggunakan bahan bakar minyak.
Menarik untuk melihat masalah tersebut, karena ternyata para politisi UE lebih menitikberatkan pada price and tax policy dari pada mencari alternatif lain untuk memecahkan masalah transportasi dan energi yang feasible dari segi ekonomi maupun lingkungan.
Padahal alternatif itu ada,yang tak lain adalah kereta api (KA), yang merupakan sarana angkutan ramah lingkungan. Selain itu, jaringan rel kereta api di Eropa telah sedemikian canggih tersedia untuk memenuhi kebutuhan angkutan manusia dan barang tetapi mengapa orang masih tetap saja ngotot mempertahankan mobilitas di Jalan Raya?
Menurut statistik, sarana transportasi menyumbang 21 persen dari emisi CO2 total dunia , dan 80-90 persen dari jumlah itu berasal dari kendaraan bermotor,sedang sisanya adalah apa
yang dinamakan bunker-fuels (emisi dari kapal terbang dan kapal laut). Diramalkan jumlahnya akan terus naik sekitar 10 persen dari 600 Juta kendaraan bermotor dunia dimiliki penduduk negara-negara kaya. Jumlah total kendaraan bermotor dunia tahun 2015 diramalkan akan mencapai tiga miliyar unit (andaikan upaya untuk mencegahnya gagal).
Menurut asosiasi perkeretaapian
internasional (UIC), transportasi rel kereta apai terbukti paling rendah emisi dan mendukung kelangsungan mobilitas manusia dan barang. Apabila direncanakan dan dikelola secara efisien, segala lalu lintas pedesaan, perkotaan, antar daerah dan kawasan akan terjamin, dan orang tak perlu lagi berdebat soal penurunan atau perdagangan emisi. Untuk bisa mengembalikan atau memindahkan
beban transportasi dari jalan raya keatas rel kereta api, pembuat kebijakan negara harus terlebih dahulu mengubah citra kereta api sebagai suatu sarana aman, nyaman, modern, efisien, dan murah.
Diperlukan
kampanye untuk memasyarakatkan kereta api sebagai suatu tren/gaya hidup modern dalam mengimbangi budaya pamer yang erat dalam motif kepemilikan kendaraan bermotor mewah, penekanan pada kepentingan umum visa-visa kepemilikan mobil pribadi, disamping penerapan pajak mobil yang tinggi dan penyadaran masyarakat tentang sarana transportasi yang ramah lingkungan.
ISSN: 2303-2693
## 2 KERETA API
Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya,
yang akan ataupun sedang bergerak di rel. Kereta api merupakan alat
transportasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif (kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya). Rangkaian kereta atau gerbong tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang dalam skala besar. Karena sifatnya sebagai angkutan massal
efektif, beberapa negara berusaha
memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama angkutan darat baik di dalam kota, antarkota, maupun antar negara.
Gambar 1. Kereta api sedang melewati daerah kumuh di Jakarta
Beberapa jenis kereta api yang umum digunakan sebagai angkutan umum massal antara lain:
1. Dari segi propulsi (tenaga
penggerak) a. Kereta api uap
b. Kereta api diesel
c. Kereta api listrik
2. Dari segi rel
a. Kereta api rel konvensional Kereta api rel konvensional adalah kereta api yang umum dijumpai. Menggunakan rel yang terdiri dari dua batang besi yang diletakan di bantalan. Di daerah tertentu yang memliki tingkat ketinggian curam, digunakan rel bergerigi yang diletakkan di tengah tengah rel tersebut serta menggunakan lokomotif khusus yang memiliki roda gigi.
Gambar 2. Kereta konvensional
b. Kereta api monorel
Kereta api monorel (kereta api rel tunggal) adalah kereta api yang jalurnya tidak seperti jalur kereta yang biasa dijumpai. Rel kereta ini hanya terdiri dari satu batang besi.
ISSN: 2303-2693
Letak kereta api didesain menggantung pada rel atau di atas rel. Karena efisien, biasanya digunakan sebagai alat transportasi kota khususnya di kota-kota metropolitan dunia dan dirancang mirip seperti jalan layang.
3. Dari segi di atas/di bawah permukaan tanah
a. Kereta api permukaan
Kereta api permukaan
berjalan di atas tanah.
Umumnya kereta api yang sering dijumpai adalah kereta api jenis ini.
## Gambar 3. Kereta Api Permukaan
b. Kereta api bawah tanah (Subway) Kereta api bawah tanah adalah kereta api yang berjalan di bawah permukaan tanah (subway). Kereta jenis ini dibangun dengan membangun terowongan-terowongan di bawah tanah sebagai jalur kereta api. Umumnya digunakan pada kota kota besar (metropolitan) seperti New York, Tokyo, Paris dan
Moskwa. Selain itu ia juga digunakan dalam skala lebih kecil pada daerah pertambangan.
4. Dari segi penggunaannya
a. Kereta Api Penumpang
b. Kereta Api Barang
Gambar 4. Kereta Api Penumpang dan Barang
3 KERETA API
## SEBAGAI ALTERNATIF PILIHAN
Beberapa negara di dunia, telah menjadikan kereta api sebagai pilihan utama sebagai moda alternatif angkutan umum massa antara lain:
## 3.1 Indonesia
Kereta api di Indonesia sudah ada sejak tahun 1864 dan kalau ditilik dari sisi lingkungan, kereta api adalah moda transportasi yang paling hemat, malah 10x lipat lebih hemat energi dari pesawat terbang. Kereta api bisa mengurangi lebih dari 70% bahan bakar yang diperlukan dan bisa mengurangi sampai 85% polusi dibandingkan pesawat terbang.
ISSN: 2303-2693
Untuk jarak dekat, pesawat terbang jauh lebih boros, seperti untuk jarak Jakarta-Bandung. Memang
karena Indonesia adalah negara kepulauan, kita pun harus menggunakan banyak moda transportasi yang sangat boros seperti kapal laut dan pesawat terbang. Akan tetapi karena pulau-pulau kita pun tidak kecil sehingga untuk jarak-jarak antar kota di Jawa, Sumatera dan Kalimantan harus mulai diberikan alternatif dengan kereta api. Kereta bukan hanya dapat membawa penumpang dengan banyak dan cepat, tetapi juga membawa barang, kontainer, ternak, hasil tambang, hasil perkebunan, dan lainnya dengan cepat dan murah.
Gambar 5. Emisi CO 2
Gambar 6. Kereta Api Konvensional di Indonesia
B2502 dan B2503 dua kereta uap peninggalan masa lalu yang masih setia membawa wisatawan
menikmati keindahan Ambarawa, Jawa Tengah.
Gambar 7. Foto-Foto di Museum Kereta Api Sawahlunto
## 3.2 China
China akan segera meluncurkan kereta api termewah di dunia. Kereta api ini akan melewati rute dari Beijing ke Lhasa, ibukota Tibet. Kereta api ini akan mulai beroperasi 1 September
mendatang. Harga tiket kereta api ini akan dua puluh kali lebih mahal dari tiket kereta api biasa sekitar 2.000 yuan atau 280 dolar.
ISSN: 2303-2693
"Interior kereta akan didekorasi sesuai dengan standar hotel bintang lima yang menjadikan kereta api ini akan menjadi kereta termewah di dunia," kata Zhu Mingrui, General Manajer Qinghai- Tibet Railway Corporation.
Tiket kereta ini bukan hanya paling mahal untuk kereta tapi menurut Mingrui tiket kereta ini bahkan lebih mahal dari tiket pesawat. Akan ada tiga unit kereta api yang melayani tujuan Beijing-Lhasa setiap delapan harinya.
Perjalanan yang mahal ini akan memakan waktu lima hari. Setiap kereta akan terdiri dari 12 gerbong kereta penumpang, dua gerbong kereta makan, dan sebah gerbong kereta pemandangan. Setiap gerbong kereta penumpang terdiri dari kamar suite yang berukuran 10 meter persegi dengan double bed, kamar tamu, dan kamar mandi.
Kereta ke Tibet beroperasi sejak Juli 2006. Pemerintah Cina membangun rel kereta api sepanjang 1.142 kilometer karena menganggap jalur kereta
merupakan sarana penting untuk pengembangan Tibet. Negara Dalai Lama ini menjadi bagian dari Cina setelah tentara menduduki wilayah ini di tahun 1950. (AFP/cpk).
## Gambar 8. Kereta Api di China
## 3.3 Jerman
Kereta api dijerman memiliki waktu tempuh yang relatif sangat cepat, yaitu berkisar 10 menit sudah sampai di dalam kota.
## Gambar 9. Kereta api jarak pendek di Jerman
## 3.4 Malaysia
Dari Singapura ke Malaysia, ada beberapa alternatif rute yang bisa dipilih. Jika Anda ingin menikmati airport Malaysia yang merupakan airport dengan peringkat no: 4 di dunia, gunakanlah jalur udara. Namun jalan darat pun tak kalah menyenangkan untuk dijajal. Ada bis dan kereta api yang bisa dipilih. Dan untuk perjalanan kali ini, saya ingin menikmatinya dalam sebuah bilik kereta api.
Gambar 10. Salah Satu Stasiun Kereta Api Di Malaysia
ISSN: 2303-2693
Stasiun kereta api yang merupakan rumah bagi deretan gerbong kereta api yang membawa penumpangnya ke Malaysia hanya ada satu di Singapura, di seputaran Outram Park, di situlah Railway Station itu berada. Lebih dikenal dengan nama Tanjong Pagar Railway Station. Ditilik dari gedungnya, ada sedikit nuansa yang berbeda dengan modernitas di Singapura. Railway Station nampak seperti gedung kuno berwarna kecoklatan yang buram di antara gemerlap Singapura. Mengingatkan saya pada stasiun Gubeng di Surabaya. Station ini rupanya menghimpun kereta-kereta
yang memang khusus menempuh perjalanan ke Singapura. Dimiliki oleh perusahaan kereta api terbesar di Malaysia, Keretapi Tanah Melayu (KTM).
## 3.5 Jepang
Transportasi di Jepang sangat tergantung sekali dengan kereta api. Karena dianggap praktis dan efisiennya, sehingga pemerintah mengoptimalkan salah satu jenis transportasi ini. Hampir seluruh wilayah Jepang bisa dijangkau dengan kereta api. Perusahaan kereta api pemerintah Jepang namanya JR (Japan Railway), disamping banyak juga perusahaan kereta swasta yang membuka rute khusus, biasanya ke daerah wisata.
Di Jepang dikenal berbagai macam jenis 3 kereta api menurut supplay tenaganya. Yaitu : Kereta api uap ( Kisha ),Kereta api listrik ( Densha ) dan yang paling baru Kereta api Hidro.
Dan menurut kemampuannya (jarak tempuh dan kecepatannya) :Kereta Api Ekonomi (ressya), Kereta Api Ekonomi Special ( tokkai), Kereta api Ekspres
(kyuukou), Kereta api Cepat ( tokkyuu), Kereta Api bawah tanah (chikatetsu), Kereta Api super Ekspress( shinkansen), kereta api monorel.
1. Kereta Api Ekonomi (ressya),
## Kereta Api Ekonomi Special
(tokkai)
Bentuk kereta ini, kurang lebih seperti KRL kelas eksekutif, yang beroperasi di Jakarta. bedanya antara Special dan biasa hanya jarak tempuhnya, kalau special lebih jauh dari yang biasa,
hingga
menghubungkan antar propinsi.
2. Kereta api Ekspres (kyuukou) Kereta ini hampir sama dengan ekonomi, namun hanya bisa
dijumpai di kota-kota besar (tokyo, osaka), bedanya dengan ekonomi di stasiun kecil tidak berhenti.
3. Kereta api Cepat (tokkyuu) Kereta jenis ini memiliki jarah tempuk antar propinsi dan
kecepatannya lebih cepat dari kereta api biasa. Dan tidak berhenti distasiun-stasiun kecil.
## 4. Kereta Api Bawah Tanah
(chikatetsu)
Nah ini salah satu kehebatan teknik kontruksi di jepang, cikatetsu letaknya di kedalaman 50 meter lebih dibawah tanah, kadang hingga bertingkat-tingkat jalurnya. biasanya mengubungkan antar kota yang jalurnya padat seperti di kota besar. harga tiketnya 2x lebih mahal dibandingkan dengan kereta biasa.
ISSN: 2303-2693
Gambar 11. Kereta Api Bawah
Permukaan Di Jepang
5. Kereta Api Super Ekspress
(shinkansen)
Jenis kereta api ini memiliki kecepatan super cepat, suara bising- nya seperti pesawat, apalagi kalau masuk terowongan, telinga bisa sakit seperti ketika naik pesawat terbang. Kereta ini memiliki jarak tempuh antar propinsi, dan menurut kecepatannya dibedakan lagi jenisnya. kecepata minimal kereta ini sekitar 250 Km/Jam, dan yang paling cepat hingga 500 Km/Jam. Namun
memang kecepatan berbanding lurus dengan harganya,
kalau ingin naik kerta ini minimal harga tiketnya sekitar Rp.1 juta
Gambar 12. Kereta Api super Ekspress
## 6. Kereta Api Monorel
Kereta jenis ini memiliki bentuk roda seperti bis, dan jalurnya juga bukan rel namun seperti jalan aspal, namun yang membedakan dengan mobil adalah letak jalurnya khusus dan berada di ketinggian. Kereta jenis ini biasanya dikelola oleh swasta dan memiliki rute khusus misalkan di daerah wisata.
## Gambar 13. Kereta Api monorel
## 4 DAFTAR PUSTAKA
Created by IT Tribun Kaltim
Powered by JOOMLA Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Kereta _api" Kategori: Angkutan | Transportasi rel http://www.kompas.com/kompascetak/r ead.php?cnt=.xml.2008.03.04.03081 422
http://www.seputar-
indonesia.com/edisicetak/sumatera-
selatan/ka-mahasiswa-
beroperasi.html
Sumber Bacaan: Wikipedia Indonesia.
ISSN: 2303-2693
Tags: Railfans, Train Modeling oleh Hedwig™7 Comments »
Yudhi yoga melekan, nunggu sahur posted by yushix @ 9/23/2007 11:35:00 PM 1 comments
|
db81581d-5a29-40a1-90fd-a770821da4f5 | http://ejournal.unikama.ac.id/index.php/JBPD/article/download/2857/2008 | Jurnal Bidang Pendidikan Dasar (JBPD), Vol.3 No.1 Januari 2019 http: ejournal.unikama.ac.id/index.php/JBPD
## EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA PAPAN WAKTU PADA PEMBELAJARAN PENGHITUNGAN WAKTU BAGI SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR
Dyah Rohmawati 1 , Reza Syehma Bahtiar 2 , Tri Dayat 3
PGSD, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, Indonesia syehma@gmail.com 2
## Abstrak
Salah satu materi matematika yang dianggap siswa sulit adalah penghitungan waktu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah menggunakan media papan waktu dalam pembelajaran penghitungan waktu. Penelitian ini mengunakan metode analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar, observasi, dan angket. Sedangkan analisis data yang digunakan adalah analisis data hasil belajar siswa, analisis data aktifitas guru, analisis data aktifitas siswa, dan analisis data respon siswa.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa hasil belajar siswa dikatakan tuntas secara klasikal karena presentase yang diperoleh lebih dari kriteria ketuntasan hasil belajar klasikal yaitu sebesar 83,79 % dengan jumlah siswa sebanyak 31 siswa yang tuntas belajar dan enam siswa yang tidak tuntas belajar. Observasi aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran penghitungan waktu dengan menggunakan media pembelajaran papan waktu dikatakan sangat baik karena hasil yang diperoleh sebesar 92,5. Observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran penghitungan waktu dengan menggunakan media pembelajaran papan waktu dikatakan sangat baik karena presentase yang diperoleh sebesar 90 %. Sedangkan respon yang diberikan siswa saat menggunakan media pembelajaran papan waktu dikatakan positif karena presentase yang diperoleh sebesar 82,64%. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di sekolah dasar tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan media papan waktu pada pembelajaran penghitungan waktu bagi siswa kelas III Sekolah dasar tahun ajaran 2017-2018 adalah efektif.
Kata Kunci : efektivitas, media papan waktu, penghitungan waktu
## Abstract
One of the mathematical material that students find difficult is time calculation. The purpose of this study was to determine student learning outcomes after using time board media in time calculation learning. This research uses descriptive analysis method with a quantitative approach. The instruments used in this study were tests of learning outcomes, observations, and questionnaires. While the data analysis used is the analysis of student learning outcomes data, analysis of teacher activity data, analysis of student activity data, and analysis of student response data.
Based on the results of research that has been done that student learning outcomes are said to be completed in a classical manner because the percentage obtained is more than the classical learning outcomes completeness criteria which is equal to 83.79% with the number of students as many as 31 students who complete study and six students who do not complete learning. Observation of teacher activities in managing learning in calculating time using board learning media time is said to be very good because the results obtained amounted to 92.5. Observation of student activities in learning to calculate time using board learning media time is said to be very good because the percentage obtained is 90%. While the response given by students when using the time board learning media is said to be positive because the percentage obtained is 82.64%. Based on the results of research conducted in elementary schools it can be concluded that the use of time board media in time calculation learning for grade 3 students of 2017-2018 school year elementary school is effective.
Keywords: effectiveness, time board media, time calculation
## PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu kegiatan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki manusia melalui kegiatan pembelajaran. Setiap manusia memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Melalui pendidikan seseorang akan memperoleh pengalaman, ilmu, dan pengetahuan yang berguna dalam kelangsungan hidup dalam bermasyarakat. Pendidikan sebagai proses belajar siswa untuk berinteraksi dengan sumber belajar yang memprioritaskan siswa dalam penguasaan kognitif (pengetahuan), psikomotorik (keterampilan), dan afektif (sikap) (Popiyanto & Yuanta, 2018). Kurikulum 2013 sebagai salah satu dasar pengembangan pendidikan di jenjang sekolah. Kurikulum menjadi pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan bagi satuan pendidikan dan guru (Alawiyah, 2013). Tema pengembangan Kurikulum 2013 adalah agar proses pendidikan dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap dan pengetahuan yang terintegrasi (Yasa, 2017).
Matematika adalah mata pelajaran yang penting karena dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak boleh mengelak dari aplikasi matematika, matematika juga mampu mengembangkan kesadaran tentang nilai-nilai yang secara esensial (Siagian, 2012). Masih banyak orang yang memandang matematika sebagai bidang studi yang paling sulit, semua orang harus mempelajarinya karena merupakan sarana untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, seperti halnya bahasa, membaca, dan menulis. Peran guru untuk menciptakan komunitas matematika di kelas juga sangat strategis, dalam arti bahwa porsi peran guru sebagai pengajar harus proporsional dengan peran lain sebagai fasilitator, partisipan atau bahkan sebagai seorang sahabat di kelas (Umar, 2012). Banyak siswa yang tidak senang dan tidak bersemangat saat pelajaran matematika karena guru kurang memberikan motivasi kepada siswa. Tidak adanya media pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar matematika membuat matematika menjadi pelajaran yang sulit dan membosankan. Kesulitan matematika dapat diatasi sejak dini, jika tidak diatasi akan menghadapi banyak masalah dalam kehidupan sosialnya karena hampir semua mata pelajaran memerlukan matematika. Matematika adalah pengetahuan atau ilmu mengenai logika dan problem-problem numerik. Matematika membahas fakta-fakta dan hubungan- hubungan, serta membahas problem ruang dan waktu. Khusus untuk materi bilangan jam (penghitungan waktu) pada tema 6 kurang memuaskan, hal ini disebabkan siswa kurang mampu dalam menghitung penjumlahan dan pengurangan pada materi penghitungan waktu yang dikarenakan pada saat kegiatan pembelajaran guru tidak menggunakan media pembelajaran yang kreatif.
Dalam kegiatan belajar mengajar guru menggunakan media papan tulis dalam mengajarkan materi. Pemahaman materi yang diterima siswa masih bersifat abstrak yang menyebabkan siswa kurang bersemangat dalam pembelajaran serta kurang maksimalnya pemahaman yang diterima siswa. Dalam mata pelajaran matematika yang diajarkan di kelas III SD ini, terdapat materi penghitungan waktu yang menghitung selisih waktu dalam bentuk menit dan detik. Untuk mempermudah materi mengenai penghitungan waktu diperlukan media yang
Jurnal Bidang Pendidikan Dasar (JBPD), Vol.3 No.1 Januari 2019 http: ejournal.unikama.ac.id/index.php/JBPD
menarik dan mudah digunakan siswa tanpa membebani guru dalam pembuatannya. Melalui perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan tersebut para guru dapat menggunakan berbagai media sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pembelajaran (Yuanta, 2017). Guru dapat memanfaatkan media elektronik dan non elektronik dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut Pratiwi & Mulyani (2013) banyak alternatif media yang bisa dipakai dalam mendukung kegiatan belajar mengajar di dalam kelas.
Analisis kurikulum diperlukan guru untuk menentukan jenis media yang digunakan dalam pembelajaran. Pemilihan media yang digunakan juga harus sesuai dengan kondisi siswa dan situasi kelas agar dapat digunakan dengan maksimal (Safitri, Fauziyah, & Nugroho, 2018). Guru juga harus mempertimbangkan kemudahan
pengguanaan media dalam kegiatan pembelajaran.
Media pembelajaran adalah alat yang dapat membantu proses belajar mengajar dan berfungsi untuk memperjelas makna pesan yang disampaikan sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan lebih baik dan sempurna (Kustandi & Bambang, 2011). Media pembelajaran merupakan sarana pendidikan yang dapat digunakan sebagai perantara dalam proses pembelajaran, dengan media pembelajaran siswa mampu mendapatkan pengetahuan, keterampilan, atau sikap untuk tercapainya tujuan pembelajaran.
Dalam penelitian ini media yang digunakan yaitu media papan waktu. Media papan waktu adalah media pembelajaran yang bentuk dan penggunaannya menyerupai jam dinding. Pada jam dinding terdapat mesin jam sedangkan media papan waktu tidak terdapat mesin jam, tetapi sama-sama memiliki jarum jam sebagai penunjuk waktu. Media papan waktu adalah media pembelajaran matematika yang berbentuk lingkaran terbuat dari triplek yang terpasang 2 jarum jam yang terbuat dari stik es krim. Media papan waktu ini dilapisi dengan kain yang berbeda warna dalam setiap angkanya sehingga mempermudah siswa dalam menghitung waktu setiap detik atau menitnya. Media papan waktu digunakan sebagai media pembelajaran matematika yang berkaitan dengan materi penghitungan waktu. Tidak papan waktu memiliki peranan dan manfaat sebagai alat peraga khususnya pada mata pelajaran matematika. Sejalan dengan hasil penelitian Supraptiasih (2013) bahwa penggunaan media jam mampu meningkatkan hasil belajar siswa pada materi waktu. Sehingga hasil penelitian tersebut mendukung penelitian yang dilaksanakan peneliti.
Media papan waktu dapat membantu dalam menjelaskan tentang penghitungan waktu, mengkongkritkan tentang cara menghitung waktu serta diharapkan mampu menciptakan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan sesuai tujuan yang ingin dicapai. Perkembangan IPTEK mendorong untuk melakukan upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil teknologi dalam proses belajar. Hal tersebut menuntut agar guru mampu menggunakan alat-alat yang disediakan oleh sekolah, dan tidak menututup kemungkinan bahwa alat-alat tersebut sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Guru dapat menggunakan media yang dibuat menggunakan alat yang murah, efisien dan sederhana tetapi dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan (Kustandi
Jurnal Bidang Pendidikan Dasar (JBPD), Vol.3 No.1 Januari 2019 http: ejournal.unikama.ac.id/index.php/JBPD
& Bambang, 2011). Guru juga harus mampu membangkitkan minat belajar siswa melalui sarana pendidikan yang sebagai media pendidikan harus mampu membangkitkan rangsangan indera penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan, dan penciuman dan untuk tujuan tersebut guru perlu memiliki sebuah media pembelajaran yang memadai, agar bahan ajar dapat diserap siswa dengan sebaik-baiknya (Daryanto, 2015). Oleh karena itu, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah media papan waktu pada pembelajaran perhitungan efektif bagi siswa kelas III Sekolah Dasar.
## METODE PENELITIAN
Penelitian ini mengunakan metode analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penggunaan metode deskriptif kuantitatif diselaraskan dengan variabel penelitian yang memusatkan pada masalah-masalah aktual dan fenomena yang sedang terjadi pada saat sekarang dengan bentuk hasil penelitian berupa angka yang memiliki makna. Tujuan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif ini adalah untuk menjelaskan suatu siuasi yang hendak diteliti dengan dukungan studi kepustakaan sehingga lebih memperkuat analisa peneliti dalam membuat suatu kesimpulan. Penelitian ini dilaksanakan di SDN Petemon XIII/361 Surabaya yang dilaksakan pada tahun ajaran 2017/2018 pada semester genap. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas III Sekolah dasar dengan jumlah siswa 37 siswa yang terdiri dari 17 siswa perempuan dan 20 siswa laki-laki.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan observasi, tes hasil belajar, dan angket. Untuk menjawab pertanyaan penelitian, maka data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis deskriptif. Data yang diperoleh meliputi ketuntasan belajar siswa, aktifitas guru dalam penggunaan media, aktifitas siswa dalam pembelajaran, dan respon siswa selama mengikuti pembelajaran.
Data hasil belajar siswa dilihat dari ketuntasan hasil belajar siswa selama mengikuti pembelajaran matematika penghitungan waktu dengan menggunakan media papan waktu yaitu pada nilai akhir dalam tes individu. Siswa akan dinyatakan lulus apabila siswa mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan 75 dari nilai standart sempurna yaitu 100, dan suatu kelas dinyatakan tuntas dalam belajar apabila terdapat lebih dari atau sama dengan 75% siswa mencapai ketuntasan.
Data tentang kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan penggunaan media papan waktu pada pembelajaran matematika materi penghitungan waktu dapat dianalisis dengan menghitung rata-rata setiap aspek kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. Data aktivitas belajar siswa diperoleh dari pengamatan aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut ini akan dibahas tentang data hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika pada materi penghitungan waktu. Data tersebut disajikan dalam Tabel 1.
## Tabel 1 Data Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Sekolah Dasar
No Nama Siswa Jenis Kelamin Nilai Keterangan 1 Abizer L 80 Tuntas 2 Adi Firmanzah L 80 Tuntas 3 Agung Prawira Wibawa L 70 Tidak Tuntas 4 Alya Archelsea Natasya P 50 Tidak Tuntas 5 Ayeesha Diva Hayuningtyas P 100 Tuntas 6 Bagas Putra Pratama L 100 Tuntas 7 Charis Khalista Ardy L 80 Tuntas 8 Danang Abdi Pratama L 50 Tidak Tuntas 9 Daru Seno Damar Panuluh L 70 Tidak Tuntas 10 Dhorifatun Nisa P 100 Tuntas 11 Difca August Ratisya P 90 Tuntas 12 Einar Sondyanto Wibawa L 100 Tuntas 13 Farhan Ubaidillah L 80 Tuntas 14 Fiona Nabila Putri P 90 Tuntas 15 Hanif Three Septian L 70 Tidak Tuntas 16 Hyachinta Azzahra P 90 Tuntas 17 Ikiro Dika Gerahana Yume L 90 Tuntas 18 Ilyas L 90 Tuntas 19 Ivan Agatha Fadhilah L 80 Tuntas 20 Keyzaluna Fahira P 80 Tuntas 21 Moch. Wildan Ferdiansyah L 90 Tuntas 22 Muchammad Musleh L 80 Tuntas 23 Muhammad Daffa Alhannan L 100 Tuntas 24 Muhammad Rizkyllah L 100 Tuntas 25 Muhammad Zein Maulana Akbar L 100 Tuntas 26 Nadhira Zahrah Dinatachandra P 100 Tuntas 27 Nur Kamalia P 100 Tuntas 28 Qurrotul Amaliah P 80 Tuntas 29 Revan Ar-Rahman L 100 Tuntas 30 Revin Ar-Rahim L 100 Tuntas 31 Roudatul Jannah P 100 Tuntas 32 Sofy Amalia Putri P 80 Tuntas 33 Stillita Afrin Ramadhani P 80 Tuntas 34 Syakira Putri Wimas Khairani P 100 Tuntas 35 Vera Fadila Tasya P 70 Tidak Tuntas 36 Widyastutik Dwi Purdiasari P 80 Tuntas 37 Zalfa Indi Salsabila P 80 Tuntas
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di kelas III-A SDN Petemon XIII/361 Surabaya, siswa dikatakan tuntas belajar secara individu apabila skor yang diperoleh minimal atau ≥75 sedangkan siswa dianggap tuntas belajar secara klasikal apabila skor yang diperoleh 70% dari jumlah siswa. Dari data yang disajikan pada tabel 1, terdapat 31 siswa yang tuntas belajar dengan presentase secara klasikal 83,79 % sedangkan siswa yang tidak tuntas belajar sebanyak 6 siswa dengan presentase secara klasikal 16,21 %. Dengan demikian penelitian dikatakan berhasil apabila mencapai ketuntasan belajar ≥75 sehingga dapat
Jurnal Bidang Pendidikan Dasar (JBPD), Vol.3 No.1 Januari 2019 http: ejournal.unikama.ac.id/index.php/JBPD
dikatakan bahwa efektivitas penggunaan media papan waktu dalam pembelajaran matematika pada materi penghitungan waktu memperoleh presentase tinggi.
Berikut ini akan dibahas tentang data aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran matematika pada materi penghitungan waktu. Data tersebut disajikan dalam tabel 2.
## Tabel 2 Data Aktivitas Guru dalam Mengelola Pembelajaran Sekolah Dasar
No Aspek-aspek yang diobservasi Nilai Pengamatan Ket. 4 3 2 1 Kegiatan Pembukaan Pelajaran 1. Tahap Orientasi : a. Guru melakukan presensi peserta didik 4 b. Guru menjelaskan kepada siswa tentang pembelajaran matematika penghitungan waktu yang akan di terapkan dan menyampaikan tujuan pembelajaran 3 c. Apersepsi : Guru memotivasi siswa 4 Kegiatan Inti Pelajaran 2. Tahap Inti :
a. Guru menjelaskan materi kepada siswa serta memberikan contoh dan stimulus 4 b. Membentuk kelompok untuk berdiskusi 3 c. Guru membimbing kelompok belajar 4 d. Guru mengatur jalannya diskusi 4 e. Guru memberikan tugas kepada siswa 4 Kegiatan Penutup Pelajaran 3. Tahap Kulminasi : a. Guru mengadakan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang disampaikan serta menyimpulkan hasil dari pembelajaran 3 b. Guru bersama siswa mengakhiri pelajaran dengan berdoa 4
Pada tabel 2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata yang diperoleh dari aktivitas guru kelas III-A SDN Petemon XIII/361 Surabaya dalam mengelola pembelajaran adalah 92,5. Jika dibuat interpretasi untuk setiap aspek, maka dapat disimpulkan bahwa guru sangat baik dalam menjelaskan materi, mengelola kelas, memotivasi siswa dan komunikasi dengan siswa.
Data aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika pada materi penghitungan waktu dapat dilihat pada tabel 3.
## Tabel 3 Data Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Sekolah Dasar
No Aspek Perhatian Jumlah Siswa Presentase (%) 1. Memperhatikan penjelasan / mendengarkan guru 35 94,5 % 2. Tidak mengganggu teman / Tidak berbicara ketika guru menjelaskan 35 94,5 % 3. Fokus pada diskusi kelompok 34 91,8 % Presentase Nilai Rata-Rata 93,6 %
No Aspek Keaktifan Jumlah Siswa Presentase (%) 1. Melakukan pengamatan atau penyelidikan teks 34 91,8 % 2. Membaca dengan aktif (misal dengan pensil/bulpoin di tangan untuk menggaris bawahi atau membuat catatan kecil atau tanda-tanda tertentu pada buku) 37 100 % 3. Mendengarkan dengan aktif (menunjukkan respon, misal tersenyum atau tertawa saat mendengar hal-hal lucu yang disampaikan, terkagum-kagum bila mendengar sesuatu yang menakjubkan, dsb) 36 97,2 % Presentase Nilai Rata-Rata 96,33 % No Aspek Partisipasi Jumlah Siswa Presentase (%) 1. Berlatih (misalnya mencobakan sendiri konsep-konsep misal berlatih dengan soal-soal) 35 94,5 % 2. Mampu menjelaskan dan mengemukakan pendapat 30 81 % 3. Berdiskusi 30 81 % Presentase Nilai Rata-Rata 85,5 % No Aspek Pemahaman Jumlah Siswa Presentase (%) 1. Mengomentari dan menyimpulkan proses pembelajaran 32 86,4 % 2. Memperbaiki kesalahan atau kekurangan dalam proses pembelajaran 32 86,4 % 3. Menyimpulkan materi pembelajaran dengan kata- katanya sendiri 30 81 % Presentase Nilai Rata-Rata 84,6 %
Dalam pengamatan aktivitas siswa dalam pembelajaran, peneliti membawa absensi dan pedoman pengamatan. Peneliti akan mengamati aktivitas sesuai dengan pedoman pengamatan dengan mencatat jumlah siswa yang disesuaikan dengan setiap aktivitas yang terdapat pada pedoman pengamatan.
Berikut ini akan dibahas tentang data angket respon siswa dalam pembelajaran matematika pada materi penghitungan waktu. Data tersebut disajikan dalam tabel 4.
## Tabel 4 Rekapitulasi Angket Respon Siswa Sekolah dasar
Pernyataan No Pilihan Jawaban (R) Skor SS S TT TS STS 1 21 8 3 3 2 37 154 2 31 6 0 0 0 37 179 3 15 12 5 2 3 37 145 4 26 10 1 0 0 37 173 5 23 9 4 1 0 37 165 6 4 6 4 10 13 37 133 7 4 1 4 13 15 37 145 8 2 5 1 12 17 37 148 9 2 2 4 10 19 37 153 10 5 5 4 8 15 37 134
Jurnal Bidang Pendidikan Dasar (JBPD), Vol.3 No.1 Januari 2019 http: ejournal.unikama.ac.id/index.php/JBPD
Pada data angket respon siswa terdapat 10 pernyataan, yaitu 5 pernyataan positif dan 5 pernyataan negatif. Hasil dari angket respon siswa menunjukkan bahwa pernyataan positif yang pertama yaitu pembelajaran dengan menggunakan media papan waktu lebih menyenangkan dibanding hanya dengan metode ceramah saja, ada 37 siswa yang memilih kategori SS sebanyak 21 siswa, S sebanyak 8 siswa, TT sebanyak 3 siswa, TS sebanyak 3 siswa, STS sebanyak 2 siswa.
Pernyataan positif yang kedua yaitu cara belajar seperti ini menjadikan saya senang belajar dalam hal ini dari 37 siswa yang memilih kategori SS sebanyak 31 siswa, S sebanyak 6 siswa, TT sebanyak 0 siswa, TS sebanyak 0 siswa, STS sebanyak 0 siswa.
Pernyataan positif yang ketiga yaitu saya lebih suka belajar kelompok daripada belajar sendiri-sendiri dalam hal ini dari 37 siswa yang memilih kategori SS sebanyak 15 siswa, S sebanyak 12 siswa, TT sebanyak 5 siswa, TS sebanyak 2 siswa, STS sebanyak 3 siswa. Pernyataan positif yang keempat yaitu dengan cara belajar seperti ini, membuat saya lebih menghargai pendapat orang lain dalam hal ini dari 37 siswa yang memilih kategori SS sebanyak 26 siswa , S sebanyak 10 siswa, TT sebanyak 1 siswa, TS sebanyak 0 siswa, STS sebanyak 0 siswa. Pernyataan positif yang kelima yaitu cara belajar yang baru saja berlangsung sangat menarik dalam hal ini dari 37 siswa yang memilih kategori SS sebanyak 23 siswa, S sebanyak 9 siswa, TT sebanyak 4 siswa, TS sebanyak 1 siswa, STS sebanyak 0 siswa.
Pernyataan negatif yang pertama yaitu saya kurang bisa menangkap dengan jelas materi yang disampaikan dalam hal ini dari 37 siswa yang memilih kategori SS sebanyak 4 siswa, S sebanyak 6 siswa, TT sebanyak 4 siswa, TS sebanyak 10 siswa, STS sebanyak 13 siswa. Pernyataan negatif yang kedua yaitu pembelajaran ini kurang menarik bagi saya dalam hal ini dari 37 siswa yang memilih kategori SS sebanyak 4 siswa, S sebanyak 1 siswa, TT sebanyak 4 siswa, TS sebanyak 13 siswa, STS sebanyak 15 siswa. Pernyataan negatif yang ketiga pembelajaran menggunakan media papan waktu membuat saya cepat bosan yaitu dalam hal ini dari 37 siswa yang memilih kategori SS sebanyak 2 siswa, S sebanyak 5 siswa, TT sebanyak 1 siswa, TS sebanyak 12 siswa, STS sebanyak 17 siswa. Pernyataan negatif yang keempat yaitu cara belajar seperti ini membuat saya lebih senang mengobrol dengan teman daripada mendengarkan guru dalam hal ini dari 37 siswa yang memilih kategori SS sebanyak 2 siswa, S sebanyak 2 siswa, TT sebanyak 4 siswa, TS sebanyak 10 siswa, STS sebanyak 19 siswa. Pernyataan negatif yang kelima yaitu saya setuju kalau media papan waktu tidak cocok untuk pembelajaran ini dalam hal ini dari 37 siswa yang memilih kategori SS sebanyak 5 siswa, S sebanyak 5 siswa, TT sebanyak 4 siswa, TS sebanyak 8 siswa, STS sebanyak 15 siswa.
Berdasarkan hasil analisa data diatas menunjukkan bahwa (1) hasil belajar siswa mencapai ketuntasan klasikal sebesar 83,79 % (ketuntasan terpenuhi); (2) hasil observasi aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran sebesar 92,5 (kategori baik terpenuhi); (3) hasil observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran
sebesar 90 % (kategori aktif terpenuhi); dan (4) hasil angket respon siswa sebesar 82,64 % (kategori positif terpenuhi).
Berdasarkan empat unsur yang telah dilakukan analisis dengan hasil terpenuhi, maka penggunaan media papan waktu pada pembelajaran penghitungan waktu bagi siswa kelas III SDN Petemon XIII/361 Surabaya tahun ajaran 2017- 2018 adalah efektif. Hal ini sejalan dengan penelitian (Sehat, 2013) yang menyatakan bahwa media jam dinding dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V dalam pembelajaran matematika pokok bahasan pengukuran waktu.
## KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di kelas III-A Sekolah dasar dapat disimpulkan bahwa penggunaan media papan waktu pada pembelajaran penghitungan waktu bagi siswa kelas III Sekolah dasar tahun ajaran 2017-2018 adalah efektif. Sedangkan berdasarkan kesimpulan penelitian efektivitas penggunaan media papan waktu pada pembelajaran penghitungan waktu bagi siswa kelas III-A di Sekolah dasar, maka peneliti menyampaikan saran sebagai berikut : (1) bagi kepala sekolah, hendaknya membimbing dan mengarahkan guru dalam penggunaan media pembelajaran yang inovatif pada pembelajaran di kelas agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa; (2) bagi guru, hendaknya dapat mengembangkan penggunaan media papan waktu sebagai sumber belajar; (3) bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam penelitian penggunaan media pembelajaran atau penggunaan media papan waktu.
## DAFTAR RUJUKAN
Alawiyah, F. (2013). Peran Guru dalam Kurikulum 2013. Aspirasi , 4 (1), 65–74. Retrieved from http://jurnal.dpr.go.id/index.php/aspirasi/article/view/480
Daryanto. (2015). Media Pembelajaran . Bandung: PT Sarana Tutorial Nurani Sejahtera.
Kustandi, C., & Bambang, S. (2011). Media Pembelajaran Manual dan Digital . Bogor: Ghalia Indonesia.
Popiyanto, Y., & Yuanta, F. (2018). Pengaruh Web Centric Course Berbasis Information Technology Terhadap Pengaruh Web Centric Course Berbasis Information Technology Terhadap Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar. Inovasi , xx (2), 25–31. Retrieved from https://fbs.uwks.ac.id
Pratiwi, D. E., & Mulyani. (2013). Penerapan Media Papan Balik ( Flipchart )
Pada Pembelajaran Tematik. JPGSD , 1 (2).
Safitri, S. R., Fauziyah, N., & Nugroho, A. S. (2018). Peningkatan Kemampuan
Menulis Deskripsi melalui Media Kartu Kata Bergambar pada Siswa Kelas 1 Sekolah Dasar. JTIEE , 2 (2), 85–93.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.30587/jtiee.v2i2.758
Sehat, D. (2013). Peningkatan hasil belajar pada pembelajaran materi pengukuran waktu dengan pemanfaatan media jam. JIPP , 2 (7). Retrieved from http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/view/2707
Siagian, R. E. F. (2012). Pengaruh Minat dan Kebiasaan Belajar Siswa Terhadap Prestasi Belajar Matematika. Jurnal Formatif , Vol 2 (2), 122–131.
https://doi.org/http://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/Formatif/article/vie wFile/750/659 Supraptiasih. (2013). Penggunaan media jam pembelajaran matematika materi waktu kelas I SDN 01 Sungai Raya Kepulauan. JIPP , 2 (3). Retrieved from http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/view/1459
Umar, W. (2012). Membangun Kemampuan Komunikasi Matematis dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal Infinity , 1 (1), 1–9. https://doi.org/10.22460/infinity.v1i1.2 Yasa, A. D. (2017). Penguasaan Konsep dan Keterampilan Pemecahan Masalah setelah Diajarkan dengan Pendekatan Keterampilan Proses, 1 (1), 69–80. Retrieved from http://ejournal.unikama.ac.id/index.php/JBPD
Yuanta, F. (2017). Pengembangan Media Audio Visual Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Untuk Sekolah Dasar. Ibriez , 2 (2), 59–69. https://doi.org/https://doi.org/10.21154/ibriez.v2i2.36
|
7317ba83-f894-4e76-bc1f-7ae3f8c6c63e | https://journal.ipm2kpe.or.id/index.php/COSTING/article/download/2042/1473 |
## COSTING:Journal of Economic, Business and Accounting
## PENGARUH NET PROFIT MARGIN (NPM) DAN DEBT TO ASSETS RASIO (DAR) TERHADAP RETURN SAHAM
## INFLUENCE OF NET PROFIT MARGIN (NPM) AND DEBT TO ASSETS RATIO (DAR) ON STOCK RETURN
Lusi Noviyanti 1 , Moh. Wahyudin Zarkasyi 2
Universitas Singaperbangsa, Karawang 1,2 lusi.noviyanti16166@student.unsika.ac.id 1,2
## ABSTRACT
This study aims to determine the effect of Net Profit Margin and Debt to Assets Ratio on Stock Return. The sampling method using purposive sampling, obtained a sample of 13 companies. The research data uses secondary data, namely from the financial statements of the food and beverage subsector companies listed on the Indonesia Stock Exchange for the 2014-2018 period eith miltiple linear regression analysis testing with the help of SPSS version 22 using teh normality test, multicollinearity test, heteroscedasticity test, autocorrelation test, t test, f test and the coefficient of determination. The examiner shows that partially NPM has no effect on stock returns and DAR has no effect on stock returns. And simultaneously NPM and DAR have no effect on stock returns.
Keyboards: Net Profit Margin (NPM), Debt to Assets Ratio (DAR), Stock return
## ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Net Profit Margin dan debt to Assets Ratio terhadap Retrun Saham. Metode pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, diperoleh sampel sebanyak 13 perusahaan. Data penelitian menggunakan data sekunder yakni dari laporan keuangan perusahaan subsektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2014-2018 dengan pengujian analisis regresi linier berganda bantuan SPSS versi 22 dengan menggunakan uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi, uji t, uji f, dan koefisien determinasi. Dalam pengujian menghasilkan bahwa secara parsial NPM tidak berpengaruh terhadap return saham dan DAR tidak berpengaruh terhadap return saham. Serta secara simultan NPM dan DAR tidak berpengaruh terhadap return saham.
Kata Kunci: Net Profit Margin (NPM), Debt to Assets Ratio (DAR), Return Saham
## PENDAHULUAN
Perkembangan dunia bisnis di Indonesia dengan adanya pasar modal sangat penting bagi perekonomian negara. Pasar modal memberikan sarana untuk bertransaksi mempertemukan pihak yang mempunyai kelebihan dana
(investor) dengan pihak membutuhkan dana (emiten), alasan kenapa pasar modal sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi nasional karena pasar modal menjadi sarana memberikan bentuk modal dan menghimpun dana jangka panjang untuk meningkatkan peran
masyarakat dalam menggerakan dana untuk biaya pembangunan nasional. pasar modal memiliki dua fungsi. Pertama, sebagai sarana pendanaan usaha atau sarana perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal atau investor. Dana yang di peroleh perusahaan dari pasar modal digunakan untuk mengembangkan usaha atau penambahan modal kerja. Kedua, fungsi dari pasar modal adalah sarana bagi masyarakat berinvestasi pada instrumen keuangan seperti saham, obligasi, reksadana , dan lain-lain.
Investasi adalah salah satu upaya untuk menambahkan harta kekayaan dengan cara yang menanamkan modal kepada suatu perusahaan (emiten) dengan harapan mendapatkan keuntungan bagi investor dimasa yang akan datang. Bagi para investor mendapatkan keuntungan atau return dalam bentuk pengembalian atas suatu investasi yang dilakukannya tentunya menjadi harapan utama. Jika perusahaan mengalami peningkatan dalam memperoleh profitabilitas, investor berhak atas keuntungan perusahaan dalam bentuk deviden pada akhir tahun periode pembukuan perusahaan. Dan jika perusahaan mengalami kerugian investor tidak mendapatkan deviden. Maka sebelum investor melakukan investasi perlu dipertimbangkan kembali dengan menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan profitabilitas yang dapat dilihat dari informasi laporan keuangan perusahaan. Informasi keuangan yang
dibutuhkan oleh calon investor bisa diperoleh dengan mudah yaitu terdapat pada Bursa efek Indonesia. Bursa Efek yaitu berupa pasar modal secara fisik yang telah menyediakan beberapa informasi untuk para investor dari perusahaan-perusahaan yang telah terdaftar di bursa efek Indonesia. Untuk memprediksi return saham pada rasio
keuangan ada beberapa aspek yang digunakan sebagai parameter analisanya, diantaranya melalui rasio yang peneliti pilih yaitu NPM dan DAR. Memilih Net Profit Margin (NPM) menjadi variabel penelitian karena ingin melihat seberapa besar efektifitas perusahaan dalam menghasilkan laba dari keseluruhan operasi aktivitas perusahaan. Ketertarikan investor terhadap NPM yang tinggi akan mendorong permintaan atas suatu saham meningkat, sehingga harga sahamnya juga akan naik. Dan memilih Debt to Total Asset Ratio (DAR) merupakan indikator utang yang sering diperhatikan oleh investor dimana utang yang jumlahnya lebih kecil dari harta yang dimiliki perusahaan maka masih dapat dikatakan baik, alias Debt to Total Asset Ratio (DAR) nya dibawah 100%. Jika Debt to Total Asset Ratio (DAR) nya diatas 100% maka utang tersebut dapat dikatakan tidak baik. Semakin tinggi DAR mengakibatkan resiko finansial perusahaan yang semakin besar. Perusahaan yang memiliki resiko tinggi akan dihindari calon investor karena mengakibatkan tingkat return sahamnya rendah (Debt et al., 2012).
Beberapa penelitian mengenai pengaruh Debt to Assets Ratio (DAR) dan Net Profit margin terhadap Return Saham juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya terdapat beberapa hasil yang berbeda-beda. Seperti penelitian dari Rahmawati, (2017) variabel PBV, rasio beban klaim, rasio pertumbuhan premi, dan TATO tidak berpengaruh terhadap tingkat pengembalian saham. Kemudian, ROE berpengaruh positif terhadap tingkat pengembalian saham dan secara simultan seluruh variabel bebas berpengaruh terhadap tingkat pengembalian saham.
Dengan hasil yang sama DAR berpengaruh terhadap return saham yaitu pada penelitian dari (Studi & Administrasi, n.d.) penelitiannya yang berjudul Pengaruh Kebijakan Hutang terhadap Tingkat Pengembalian Saham pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. Hasil menunjukan bahwa secara simultan DER dan DAR ada pengaruh yang signifikan terhadap Return Saham. Secara parsial DER dan DAR ada pengaruh yang signifikan terhadap Return Saham. Penelitian dari Pamungkas & Haryanto, (2016) ROA, NPM secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Retrun Saham, EPS tidak berpengaruh terhadap Return Saham, dan ROA, NPM, dan EPS secara simultan memiliki pengaruh terhadap Return Saham. Sedangkan penelitian dari Widiarti et al., (2007) rasio keuangan DAR, DER, NPM, dan EPS tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham.
Penelitian terhadap perusahaan subsektor makanan dan minuman ini merupakan salah satu sektor industri yang akan terus mengalami pertumbuhan. industri dibidang makanan dan minuman merupakan subsektor industri manufaktur unggulan. saham dalam sektor ini merupakan saham-saham yang mampu bertahan terhadap perubahan kondisi lingkungan ekonomi atau krisis ekonomi dibandingkan sektor lain, karena dalam kondisi apapun, produksi makanan dan minuman tetap dibutuhkan. Menurut Menteri Perindustrian, Bapak Airlangga Hartarto (dilansir dari www.kemenperin.go.id ) bahwa Industri makanan dan minuman berperan penting dalam pembangunan. kontribusinya pada Produk Domestik Bruto (PDB) industri non migas subsektor industri makanan dan minuman yang paling besar dibandingkan subsektor lain yaitu
sebesar 34,95% pada tahun 2017. Hal yang menunjukkan subsektor makanan dan minuman berperan cukup besar pada pertumbuhan ekonomi di
Indonesia yaitu Pertumbuhan industri makanan dan minuman pada tahun 2017 mencapai sebesar 9,23%, meningkat dari tahun 2016 sebesar 8,46%.
## METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini deskriptif yaitu sebuah penelitian yang bertujuan menggambarkan sebuah objek atau subjek penelitian yang dilakukan pada saat ini berdasarkan fakta sebagaimana adanya, Adapun verifikatif untuk menunjukkan sebuah penelitian dalam mencari pengaruh antara variabel independen dan dependen (Sugiyono, 2015:8). Dengan pengumpulan data melalui studi Pustaka dan dokumentasi di www.idx.co.id serta menggunakan metode pengambilan sampel yakni purposive sampling method dengan populasi sebanyak 13 perusahaan dari 26 perusahaan subsektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2014-2018 dan didukung dengan variabel dependen dalam penelitian ini adalah return saham, sedangkan variabel independen yaitu NPM dan DAR.
Pengukuran variable X1 yaitu Net Profit Margin, menurut Kasmir (2014) dirumuskan sebagai berikut :
## 𝑁𝑃𝑀 = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑆𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
Pengukuran variable X2 yaitu Debt to Assets Ratio, menurut Kasmir (2014:156) dirumuskan sebagai berikut:
DAR=(Total Utang)/(Total Aktiva)
Pengukuran variable Y yaitu Return Saham, Menurut Jogiyanto, 2016) dirumuskan sebagai berikut :
Rt=(Pt ‒ Pt¬- ₁ )/(Pt¬- ₁ )
Keterangan : Rt : Return Saham Pt : harga penutupan saham pada periode t (periode terakhir).
Pt-1 : harga penutupan saham i pada periode sebelum t.
Metode yang digunakan dalam pengujian hipotesis menggunakan uji statistik dengan alat bantu SPSS versi 22 berupa analisis linear berganda, uji asusmsi klasik (Uji normalitas, uji multikolinieritas, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas) dan uji hipotesis (Uji determinasi, uji parsial dan uji simultan)
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Statistik Deskriptif
Tabel 1. Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation NPM 65 -23,98 39,00 8,4525 11,97764 DAR 65 ,14 ,75 ,4523 ,15269 Return Saham 65 -,73 2,57 ,1429 ,44361 Valid N (listwise) 65
Sumber: SPSS 22, data diolah peneliti, 2020.
## Analisis Return Saham
Pada tabe 1 Analisis statistik deskriptif dapat diketahui sampel penelitian sebanyak 65. Variabel return saham memilikit rata-rata atau mean sebesar 0,1429, memiliki nilai minimum adalah perusahaan ULTJ (PT Ultajaya Milk Industri Tbk) dengan angka -0,73 pada tahun 2015.dan perusahaan yang memiliki tingkat return maximum adalah perusahaan SKLT (PT Sekar Laut Tbk) sebesar 2,57 tahun 2017. Nilai stnadar deviasi sebesar 0,44361 angka yang lebih besar di
bandingkan dengan rata-ratanya, hal ini menunjuakn bahwa simpangan data return saham dikatakan tidak baik.
Analisis Rasio Net Profit Margin (NPM) Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif dari variabel pertama menunjukkan bahwa NPM memiliki rata-rata sebesar 8,4525. Perusahaan yang memiliki nilai NPM minimum yaitu pada perusahaan ALTO (Tri Banyan Tirta Tbk.), yaitu sebesar -23,98 di tahun 2017. Dan perusahaan yang memiliki nilai NPM maximum, yaitu pada perusahaan MLBI (PT Multi Bintang Indonesia Tbk), yaitu sebesar 39,00 pada tahun 2017. Nilai NPM memiliki standar deviasi sebesar 11,97764 angka yang lebih besar dari angka mean atau rata-rata sebesar 8,4525, hal ini menunjukan bahwa simpangan data pada NPM dapat dikatakan tidak baik.
Analisis Debt to Assets Ratio (DAR). Hasil analisis statistic deskriptif terhadap variabel DAR pada perusahaan makanan & minuman pada tahun 2014- 2018 memiliki rata-rata sebesar 0,4523.
Perusahaan yang memiliki nilai minimum yaitu pada perusahaan ULTJ
(Ultrayaya Milk Industri Tbk.), yaitu sebesar 0,14 pada tahun 2018. Dan perusahaan yang memiliki nilai DAR maximum, yaitu pada perusahaan MLBI (PT Multi Bintang Indonesia Tbk), yaitu sebesar 0,75 tahun 2014. Nilai standar deviasi pada variabel DAR sebesar 0,15269 angka yang lebih kecil dari angka mean atau rata-rata sebesar 0,4523, hal ini menunjukan bahwa simpangan data pada DAR dapat dikatakan baik.
## Uji Regresi Linier Berganda
Tabel 2. Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardiz ed Coefficien ts B Std. Error Beta 1 (Constant) -,005 ,148 NPM ,009 ,006 ,237 DAR ,035 ,282 ,019
Sumber: SPSS 22, data diolah peneliti, 2020
Dapat diketahui pada kolom B pada Unstandardized Coefficients. Pada baris constant menunjukan nilai a dan baris variabel independen menunjukan nilai b untuk mengisi persamaan berikut:
Nilai B pada baris contant atau return saham adalah -0,005. Nilai B pada baris NPM adalah 0,009 dan pada baris DAR adalah 0,035. Nilai-nilai ini dimasukkan ke dalam persamaan di atas, menjadi:
Berdasarkan persamaan regresi linier berganda diatas, maka dapat di interpestasikan beberapa hal antara lain sebagai berikut: 1. Nilai konstanta persamaan diatas adalah -0,005 angka tersebut menunjukan bahwa apabila variabel Net Profit Margin (X1) dan Debt to
Assets Ratio (X2) bernilai 0 (nol), maka return saham adalah sebesar - 0,005.
2. Variabel NPM memiliki nilai koefisien regresi yang positif yaitu 0,009, menunjukan return saham mengalami kenaikan. Jika NPM meningkat sebesar 1, maka return
saham mengalami peningkatan sebesar 0,009. Variabel DAR memiliki nilai koefisien regresi yang positif yaitu 0,035, menunjukan return saham mengalami kenaikan. Jika DAR meningkat sebesar 1, maka return saham mengalami peningkatan sebesar 0,035.
## Uji Determinasi
Tabel 3. Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 ,231 a ,053 ,011 ,23246
Sumber: SPSS 22, data diolah peneliti, 2020
Berdasarkan hasil SPSS pada tabel Model Summary, dapat diketahui bahwa nilai yang diperoleh R square sebesar 0,053 yang berarti bahwa variabel yang diteliti ada kontribusi pengaruh Net Profit Margin dan Debt to Assets Ratio pada return saham hanya 5,3%. Sedangkan sisanya sebesar 94,7% dipengaruhi oleh faktor lain.
## Uji Hipotesis Uji Parsial (Uji T)
Uji t dipakai untuk menguji pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen, yaitu NPM (X1) terhadap Return saham dan DAR (X2) terhadap Return Saham. Dasar pengambilan keputusan hipotesis untuk uji-t berdasarkan nilai significance level 0,05 (a=5%) dengan kriteria sebagai berikut : 1. Jika nilai signifikansi t>0,05 maka hipotesis ditolak. secara parsial variabel independen tidak pengaruh terhadap variabel dependen.
2. Jika nilai signifikansi t<0,05 maka hipotesis diterima. Secara parsial variabel independen mempunyai
Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + e
Return Saham= -0,005 + 0,009NPM + 0,035DAR + e
pengaruh terhadap variabel dependen. Dasar pengambilan keputusan berdasarkan Perbandingan Nilai t hitung dengan t tabel, dengan kriteria sebagai berikut:
1. Jika nilai thitung<ttabel maka hipotesis ditolak. Artinya, secara parsial variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. 2. Jika nilai thitung>ttabel maka hipotesis diterima. Artinya, secara parsial variabel independen mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. Tabel 8. Coefficientsa Model t Sig. 1 (Constant) -,036 ,971 NPM 1,526 ,134 DAR ,125 ,901 Sumber: SPSS 22, data diolah peneliti, 2020 1. NPM, t-hitung: 1,526, t-tabel: 2,014,
sig: 0,134 Sig>0,05 yaitu 0,134>0,05 = H0 diterima H1 ditolak
Maka hasil pengujian disimpulkan bahwa NPM tidak berpengaruh terhadap return saham.
2. DAR, t-hitung: 0,125, t-tabel: 2,014, sig: 0,901 Sig>0,05 yaitu 0,901>0,05 = H0 diterima H1 ditolak. Maka hasil pengujian disimpulkan bahwa DAR tidak berpengaruh terhadap return saham.
Uji Simultan (Uji F) Uji F untuk mengetahui pengaruh semua variabel independen yang ada di dalam model secara Bersama-sama (simultan)
terhadap variabel dependen. Uji f dalam penelitian ini untuk menguji signifikan pengaruh secara bersama-sama variable Net Profit Margin (NPM) dan Debt to
Assets Ratio (DAR) terhadap Return Saham.
Dasar pengambilan keputusan hipotesis untuk uji-F berdasarkan perbandingan nilai F hitung dengan F tabel.
1. Jika nilai fhitung > ftabel, maka hipotesis diterima. Artinya, secara simultan Net Profit Margin (X1) dan debt to Asset Ratio (X2) berpengaruh terhadap Return Saham (Y).
2. Jika nilai thitung < ttabel maka hipotesis ditolak. Artinya, secara simultan Net Profit Margin (X1) dan debt to Asset Ratio (X2) tidak berpengaruh terhadap Return Saham (Y).
Diketahui hasil uji F dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 9. ANOVA a Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression ,137 2 ,068 1,264 ,292 b Residual 2,432 45 ,054 Total 2,568 47 Sumber: SPSS 22, data diolah peneliti, 2020
Dapat diketahui pada tabel ANOVA diatas nilai signifikasi sebesar 0,292, karena nilai sig. 0,292 > 0,05, dan Nilai f hitung adalah 1,264. Dan nilai f tabel dapat dilihat dari tabel f, dengan memperhatikan (K; n-k) = (3; 48-3)= 2;35 maka ditemukan f tabel sebesar 3,20. Maka disimpulkan 1,264 < 3,20 maka dinyatakan hipotesis H3 ditolak. Dengan demikian secara simultan Net Profit Margin (X1) dan debt to Asset Ratio (X2) tidak berpengaruh terhadap Return Saham (Y).
## PENUTUP Kesimpulan
Beradasarkan hasil penelitian pada perusahaan subsektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode 2014-2018 dapat diambil kesimpulan mengenai pengaruh NPM dan DAR terhadap
Return Saham sebagai berikut:
1. Tidak terdapat pengaruh Net Profit Margin (NPM) terhadap return saham pada perusahaan subsektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2014-2018. Dimana tingkat signifikansi lebih besar dari 0,05 dan nilai t-hitung sebesar 1,526 lebih kecil dari t-tabel sebesar 2,014 yang artinya NPM tidak berpengaruh terhadap return saham. 2. Tidak terdapat pengaruh Debt to
Assets Ratio (DAR) terhadap return saham pada perusahaan subsektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2014-2018. Dimana tingkat signifikansi lebih besar dari 0,05 dan nilai t-hitung sebesar 0,125 lebih kecil dari t-tabel sebesar 2,014 yang artinya DAR tidak berpengaruh terhadap return saham. 3. Tidak terdapat pengaruh Net Profit Margin (NPM) dan Debt to Assets Ratio (DAR) secra bersama-sama terhadap return saham pada perusahaan subsektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2014-2018.
Dimana tingkat signifikansi sebesar 0,292 lebih besar daro 0,05 dan nilai f-hitung sebesar 1,264 lebih kecil dari f-tabel sebesar 3,20 yang artinya NPM dan DAR tidak ber pengaruh terhadap return saham.
Saran Berdasarkan pembahasan diatas peneliti memberikan beberapa saran, sebagai berikut:
1. Bagi calon investor perlu mempertimbangkan faktor luar perusahaan seperti kebijakan pemerintah, kondisi pasar dan faktor
lainnya yang dapat mempengaruhi keuntungan berinvestasi pada perusahaan. 2. Untuk penelitian selanjutkan agar menambah faktor-faktor lainnya yang dapat memperngaruhi return saham perusahaan yang belum diteliti dalam penelitian ini dan menambah sampel serta tahun yang digunakan untuk penelitian sehingga data yang dihasilkan lebih kuat.
3. Bagi akademisi hendaknya dapat memanfaatkan penelitian ini dengan baik dan bijak sebagai literatur, referensi dan sumber bacaan tentang pengaruh Net Profit Margin dan Debt to Assets Ratio terhadap return saham.
## DAFTAR PUSTAKA
Debt, P., Equity, T. O., Per, E., D, S., Margin, P., & Return, T. (2012). Pengaruh Debt to Equity Ratio, Earning Per Share dan Net Profit Margin terhadap Return Saham.
Management Analysis Journal , 1 (1), 1–7. https://doi.org/10.15294/maj.v1i1.4 98 Hartono, J. (2016). Metode Penelitian Bisnis. Edisi Ke-6. Yogyakarta:Universitas Gadjah Mada. Kasmir. (2014). Analisis Laporan Keuangan . Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. Pamungkas, Y. A., & Haryanto, A. M.
(2016). Analisis Pengaruh Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Net Profit Margin (NPM),
Return On Asset (ROA), Asset Turnover (TATO), terhadap Return Saham. Journal Of Management ,
5 (4), 1–12. Rahmawati, A. (2017). Kinerja Keuangan dan Tingkat Pengembalian Saham: Studi pada Perusahaan Asuransi di Bursa Efek
Indonesia. Esensi , 7 (1), 1–14.
https://doi.org/10.15408/ess.v7i1.4
724
Studi, P., & Administrasi, I. (n.d.). Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia ( Bei ) Miftakur Rochmah dan Edy
Poernomo . Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D . Bandung: Alfabeta. Widiarti, R. R., Mbti, P., Penelitian, Q.
I. A., & Asset, T. (2007). Analisis Pengaruh Net Profit Margin, Debt To Total Asset, Debt to Equity Ratio, dan Earning Per Share Terhadap Return Saham Perusahaan Sektor Telekomunikasi di Bursa Efek Indonesia . www.tcpdf.org
|
1ecf856e-f637-43c5-9ac9-c04f809c0c00 | https://ejournal.mandalanursa.org/index.php/JIME/article/download/2905/2306 |
## Jurnal Ilmiah Mandala Education (JIME)
Vol. 8, No. 1, Januari 2022 p-ISSN : 2442-9511, e-2656-5862 DOI: 10.36312/ jime.v8i12905/http://ejournal.mandalanursa.org/index.php/JIME
## Pengaruh Quiziz Dengan Model Pembelajaran Take And Give Terhadap Hasil Belajar Siswa Tema 2 Subtema 1 Di Kelas IV SD
Nur Hidayati 3 , Budhi Rahayu Sri Wulan 1 , Rosyidah Umami Octavia 2 1,2,3 Pendidikan Guru Sekolah Dasar, STKIP PGRI Sidoarjo Article Info ABSTRAK Sejarah artikel: Diterima: 14 Januari 2022 Terbit: 28 Januari 2022
Hasil belajar yakni suatu proses transformasi kemampuan yang dimiliki siswa dalam cakupan segi kognitif (pengetahuan), Afektif (sikap), serta Psikomotor (keterampilan). Diharapkan dengan menggunakan aplikasi quiziz serta model take and give atas hasil belajar siswa tema 2 subtema 1 tentang selalu berhemat energi siswa kelas IV SDN Kedung Pandan II Jabon, Sidoarjo. Dengan melibatkan 10 siswa kelas IVA kelas kontrol dan 10 siswa kelas IVB kelas eksperimen. Penelitian ini dipergunakan perhitungan SPSS yang diperoleh hasil pada kelas kontrol (tidak ada perlakuan) nilai pretest dengan total 0,064 sedangkan pada nilai posttest diperoleh dengan total 0,097. Pada kelas eksperimen (setelah perlakuan) diperoleh hasil pada pretest dengan total 0,200 sedangkan pada nilai postest diperoleh nilai 0,138. Dari hasil perhitungan diatas maka bisa disimpulkan bahwa nilai di kelas eksperimen lebih unggul daripada di kelas kontrol dan berarti aplikasi quiziz dengan model pembelajaran take and give berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas IV SD.
Kata Kunci :
Quiziz Take And Give Hasil Belajar
Article Info ABSTRACT Article history: Accepted: 14 Januari 2022 Publish: 28 Januari 2022 Learning results are a course of changing the capacities of understudies as far as mental (information), full of feeling (mentalities), and psychomotor (abilities). It is trusted that by utilizing the quiziz application and the take and give learning model on understudy learning results, topic 2 sub-topic 1 with regards to continually saving energy for 4th grade understudies at SDN Kedung Pandan II Jabon, Sidoarjo. By including 10 understudies of class IVA control class and 10 understudies class IVB exploratory class. This review utilized SPSS computations. The outcomes got in the control class (no treatment) were the pretest score with a sum of 0.064 while the posttest score was acquired with an aggregate of 0.097. In the test class (after treatment) the outcomes acquired in the pretest with an aggregate of 0.200 while the post-test esteem got a worth of 0.138. From the aftereffects of the above estimations, it very well may be presumed that the scores in the trial class are better than those in the control class and it implies that the Quiziz application with take and give learning model affects learning results of 4th grade primary school understudies.
This is an open access article under the Lisensi Creative Commons Atribusi-
BerbagiSerupa 4.0 Internasional
Corresponding Author: Nur Hidayati STKIP PGRI SIDOARJO Email: nh8010897@gmail.com
## 1. PENDAHULUAN
Belajar merupakan suatu proses pengembangan dari pengetahuan, sikap, serta keterampilan yang didapat ketika sedang berinteraksi dengan orang lain maupun lingkungan sekitarnya. Proses belajar bisa berlangsung ketika adanya interaksi antara seorang guru dengan siswa. Ketika proses pembelajaran berlangsung akan ada masa siswa jenuh akan penyampaian materi yang guru berikan.
Dengan pembawaan guru yang seringkali melakukan kegiatan pembelajaran yang monoton atau kurang menarik sehingga siswa merasa jenuh atau bosan dengan situasi itu. Maka dari itu, agar terhindar dari hal tadi guru diperlukan memiliki kemampuan untuk bisa memilih, media,
model, ataupun metode pembelajaran yang dipadankan dengan materi pelajaran, sehingga dapat menarik perhatian siswa pada kegiatan pembelajaran (Sudjana,2009: 28).
Di era pandemi saat ini pembelajaran bagi generasi milenial, mulai dari jenjang sekolah dasar sampai lanjutan diharuskan untuk belajar dari rumah dalam jaringan (daring). Pembelajaran dalam jaringan (daring) dapat dilakukan di rumah tidak harus bertatap muka secara langsung dengan memanfaatkan handphone dan internet. Pembelajaran dalam jaringan (daring) diharapkan menjadi solusi yang bisa dilakukan dengan maksimal pada masa pandemi ini. Namun, ada beberapa kendala pada pembelajaran dalam jaringan (daring) yang tidak dilakukan secara langsung atau tatap muka salah satunya yakni kegiatan pembelajaran yang terlalu singkat sehingga banyak kegiatan pembelajaran yang terlewatkan serta kesulitan guru dalam mengevaluasi penyampaian materi oleh siswa bisa dengan baik diterima dan dipahaminya. Untuk mengatasi masalah teresebut salah satunya dapat dikembangkan melalui penggunaan merupakan salah satu dampak perkembangan dari kemajuan teknologi.
Dimana kemajuan teknologi yang semakin berkembang saat ini memberi pengaruh positif salah satunya untuk kemajuan dunia pendidikan. Terdapat Berbagai macam fasilitas pembelajaran yang berbasis Ilmu Teknologi (IT) diharapkan dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk guru dan siswa. Maka dari itu, guru diharuskan agar lebih ahli dalam menggunakan Ilmu Teknologi ( IT). Media pembelajaran yang berbasis e-learning adalah satu diantara lain dari contoh pendayagunaan kecanggihan teknologi yang bisa dimanfatkan sebagai sarana penunjang bagi guru serta siswa pada proses pembelajaran yang diharapkan bisa mencapai kriteria pembelajaran yang diinginkan. Salah satu jenis perkembangan teknologi berbasis e-learning yaitu Quiziz . Pembelajaran dengan menggunakan aplikasi quiziz ini dinilai lebih efisien, kreatif serta inovatif.
Quiziz adalah aplikasi yang di desain guna membuat permainan kuis interaktif yang dianggap mampu dalam menarik minat siswa ketika belajar serta dapat mengasah kemampuan mengingatnya. Banyak pilihan yang tersedia pada aplikasi quiziz yang memberikan kemudahan untuk guru ketika pemberian tugas serta pengambilan nilai dapat di download dengan format excel . Pada aplikasi ini materi pembelajaran dikemas dalam pertanyaan interaktif dengan berbagai tema, jenjang, mapel dan lainnya, isi materi dibuat sendiri oleh guru. Oleh karena itu aplikasi ini dinilai sangat tepat yang memberikan kemudahan bagi siswa dan guru.
Penerapan pada penggunaan quiziz yakni siswa dapat melakukan latihan didalam kelas maupun di luar dengan menggunakan smartphone, laptop, dll. Dengan adanya aplikasi tersebut harapannya bisa memperoleh kemudahan bagi siswa ketika memahami suatu materi pembelajaran dengan menerapkan sistem "belajar sambil bermain" supaya siswa tidak bosan.
Jika siswa bosan ketika mengikuti kegiatan belajar, hal tersebut bisa menimbulkan dampak bagi hasil belajar siswa menurut pendapat yang diberikan hamalik (2013:30), dalam berubahnya perilaku pada tiap individu mulai tidak mengerti menjadi mengerti, juga yang awalnya tidak mampu jadi mampu.
Hasil belajar dapat terlihat dari bermacam aspek diantaranya: kognitif, psikomoter, dan sikap. Selain itu hasil belajar juga dapat dilihat melalui kemampuan serta kompetensi yang dapat dilihat dan ditampilkan oleh siswa pada pelajaran tematik di sekolah dasar melalui kegiatan belajar mengajar.
Pada jenjang sekolah dasar seperti ini pembelajaran yang imajinatif dan inovatif sangat dibutuhkan mengingat siswa sekolah dasar mudah jenuh atau bosan ketika pembelajaran. Oleh karena itu, pembelajaran pada era saat ini harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman misalnya dengan menambahkan gambar ataupun video pada saat pembelajaran.
Selain penggunaan media pembelajaran, model pembelajaran yang tepat juga dinilai dapat menunjang suatu keberhasilan pada belajar. Mengingat model di pembelajaran yang guru lakukan akan mempengaruhi cara belajar siswa yaitu di setiap siswa pada siswa lainnya memiliki perbedaan dalam belajar, untuk itu, model pembelajaran yang dipilih harus tepat
terhadap keadaan yang ada serta bisa memacu siswa supaya turut aktif pada aktivitas belajar mengajar yang kreatif dan inovatif. Contohnya pengimplementasian model take and give. Take and give memiliki makna mengambil juga memberi, yang artinya siswa mengambil kemudian memberikannya untuk siswa lain. “Para ahli percaya bahwasanya materi pelajaran dapat dikuasai ketika siswa dapat menerapkannya ke siswa lain. Seperti belajar bersama memberikan peluang terhadap siswa lain agar dapat menjadi narasumber belajar untuk siswa lainnya. Cara tersebut dapat digunakan oleh guru untuk memberikan penguatan materi pelajaran apabila mengajar dilakukan oleh siswa” (Silberman,2007:195).
Diharapkan ketika menggunakan aplikasi quiziz serta model pembelajaran yang digunakan ini siswa SDN Kedung Pandan II kelas IV pada tema 2 subtema1 hasil belajarnya lebih meningkat. Dengan sering mengerjakan soal-soal yang dibuat semenarik mungkin dalam aplikasi tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, sehingga penulis ingin melakukan penelitian yang berjudul ”Pengaruh Quiziz Dengan Model Pembelajaran Take And Give Terhadap Hasil Belajar Siswa Tema 2 Subtema 1 di Kelas IV SD".
## 2. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang dipergunakan yakni penelitian Pre Experimental Design dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Yang terdapat variabel dependen (terikat) dan independen (bebas) yakni aplikasi quiziz dengan model pembelajaran take and give atas hasil belajar siswa di kelas IV SD.
Dipergunakan suatu rancangan di penelitian ini yakni One-Group Pretest-Posttest Design (Sugiyono, 2016:74). Yang terdapat kelas kontrol juga kelas eksperimen.
Tabel 1 Desain Penelitian
## Keterangan:
X =Aplikasi Quiziz dengan Model pembelajaran Take and Give O 1 =Nilai Pre-test (Sebelum diberi perlakuan) O 2 =Nilai Post-test (Sesudah diberi perlakuan )
Pelaksanaan penelitian tersebut di kelas IV SDN Kedung Pandan II, Jabon, Sidoarjo yang berjumlah seluruh siswa kelas IV-A yaitu 25 siswa, dan kelas IV-B yaitu 24 siswa. Karena situasi pandemi, maka peneliti hanya menggunakan 20 siswa sebagai sampel penelitian yakni 10 siswa di kelas kontrol dan 10 siswa di kelas eksperimen.
Tabel 2. Sampel Penelitian
Dipergunakan bermacam teknik pengumpulan data oleh peneliti yakni memakai validasi materi dan media oleh dosen PGSD untuk mengetahui tingkat keefektifan soal tes serta media yang dipergunakan. Pada penelitian ini juga menggunakan lembar pretest juga posttest guna mendapati hasil belajar siswa setelah diberi treatment dengan yang sebelum diberi treatment . Selain itu, juga digunakan teknik pengumpulan data mempergunakan lembar angket/kuisioner respon siswa guna mendapati respon siswa pada penggunaan aplikasi quiziz menggunakan model pembelajaran take and give atas hasil belajar siswa kelas IV SD.
Instrumen pengumpulan data bertujuan untuk mempermudah ketika mengumpulkan data. Alat pengumpulan data untuk penelitian ditas yakni menggunakan lembar validasi soal dan materi yang digunakan untuk mengumpulkan data kesesuaian antara materi terhadap soal yang
diberikan dengan penggunaan model pembelajaran take and give penilaian pada lembar validasi ini terbagi menjadi empat tingkat yaitu (1) TS/Tidak Setuju; (2) CS/Cukup Setuju; (3) S/Setuju; juga (4) SS/Sangat Setuju. Kemudian pemberian lembar tes terhadap siswa berbentuk soal pg sebanyak 15 butir yang sudah diuji para ahli dan pengisian lembar angket oleh siswa dengan pemberian checklist (√) pada setiap indikator aktivitas siswa yang disusun guna melihat bagaimana respon siswa ketika proses pelaksanaan belajar ketika dipergunakan aplikasi quiziz dengan model pembelajaran take and give .
Teknik analis data untuk penelitian tersebut yakni menggunakan uji validitas yang digunakan untuk menunjukkan tingkat kevalidan instrumen (Arikunto,2013:211). Validasi pada penelitian ini berbentuk lembar angket, lembar soal. Uji Reliabilitas tes digunakan untuk menghitung reliabilitas item soal tes. Perhitungan ini dibantu dengan menggunakan SPSS. Analisis soal tes hasil belajar yang dikerjakan pada awal pembelajaran dan akhir pembelajaran untuk mengetahui hsil perhitungan nilai tes siswa secara individu tentang materi sumber energi tema 2 subtema 1 pembelajaran 1 di kelas IV dengan rentan nilai sebagai berikut.
## Tabel 3 Rentan Nilai
(Kemendikbud,2013:64)
Uji normalitas digunakan untuk menentukan teknik statistika yang terdapat pada uji korelasi (Kadir,2015:143). Pada penelitian ini untuk mengukur uji normalitas data dapat diperlakukan uji normalitas Kolmogorov Smirnov dengan sebuah syarat apabila nilai sig > 0,05 maka, data bisa dikatakan berdistribusi normal.
Uji homogenitas didapatkan dari perhitungan terhadap nilai pretest /tes awal kelas eksperimen juga nilai pretest /tes awal kelas kotrol, serta nilai posttest /tes akhir kelas eksperimen dengan nilai posttest /tes akhir kelas kontrol. Untuk menguji homogenitas ini dipergunakan SPSS, data bisa dinyatakan homogen bila sig > 0,05.
Hasil uji statistik menggunkan uji t (uji Paired Sampel T-Test juga Independent Sampel T- Test ) guna melihat apakah pembelajaran dengan menggunakan aplikasi quiziz dengan model pembelajaran take and give lebih unggul dari pada tanpa menggunakan media pembelajaran. Kemudian hasil tersebut diuji dengan bantuan program SPSS.
Analisis hasil angket/kuisioner respon siswa dengan rumus :
Dengan ketentuan sebagai berikut:
Tabel 4 Kategori Respon Siswa
( Sumber:Widoyoko,2012:238)
## 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1.Hasil Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu melakukan validasi perangkat yang akan digunakan kepada tim ahli. Penelitin ini digunakan untuk mengetahui pengaruh aplikasi quiziz dengan model pembelajaran take and give atas hasil belajar siswa kelas IV SD materi yg ditekankan untuk penelitian ini adalah materi di tema 2 selalu berhemat energi subtema 1 tentang sumber energi yang meliputi pelajaran Ipa, Bahasa Indonesia Ips. Ide penggunan quiziz ini muncul dari pembelajaran konvensional ke pembelajaran yang menyenangkan.
## Tabel 5 Out Put Validitas Soal Tes
Menurut hasil dari validitas soal tersebut menunjukkan bahwa pertanyaan no 2,3,4,6,7,9,10,14,dan 15 valid nilai korelasi sig < 0,05. Sedangkan pertanyaan nomor 1,5,8,11,12,13 tidak valid karena nilai korelasi sig > 0,05. Jadi pertanyaan yang valid digunakan untuk menguji pemahaman siswa dan soal yang tidak valid tidak digunakan.
Tabel 6. Out Put Reliabilitas
Dihasilkan nilai Cronbach's Alpha 0,697 > 0,6 jadi, bisa disimpulkan bahwa data reliabel. Penelitian diatas digunakan agar dapat mengetahui pengaruh aplikasi quiziz dengan model pembelajaran take and give atas hasil belajar siswa kelas IV SD pada tema 2 subtema 1 tentang selalu berhemat energi. Ide penggunaan quiziz ini muncul dari pembelajaran konvensional ke pembelajaran yang menyenangkan.
Penerapan aplikasi quiziz dengan dipergunakannya model take and give mengajak semua siswa agar berperan aktif pada pembelajaran dengan riang gembira.Keunggulan aplikasi ini yaitu tampilannya berbagai macam contohnya memberikan data statistik cara
kerja siswa, mengetahui siswa yang mendapat skor tertinggi. Quizizz dapat digunakan didalam kelas secara langsung maupun diluar kelas (pekerjaan rumah). Selain itu menampilkan nilai dalam bentuk excel sehingga mempermudah dalam menganalisisnya. Tiap soal dapat diatur waktunnya. Kegiatan pembelajaran lebih menarik. (Sovandi,2019:21). Harapannya dengan adanya penggunaan aplikasi quiziz tersebut dapat membantu guru dalam mengukur sejauh mana pemahaman siswa di mapel yang telah guru ajarkan. Pengaruh quiziz dengan model take and give atas hasil belajar siswa yakni dapat dihasilkan menjadi berikut:
Tabel 7. Output SPSS
Tabel 8. Out Put Uji Normalitas
Menurut hasil perhitungan diatas bahwa nilai signifikasi (Sig.) untuk data pretest serta posttest kelas eksperimen pada uji kolmogorov smirnov memperoleh nilai sig pada pretest dengan total 0,200 untuk nilai postest memperoleh nilai 0,138.Sedangkan pada hasil kelas kontrol terhadap uji kolmogorov smirnov memperoleh nilai pretest 0,064 sedangkan untuk posttest memperoleh 0,097 yang menandakan nilai dari pada uji Kolmogorov Smirnov > 0,05. Hal ini berarti data penelitian ini berdistribusi normal. Jika data berdistribusi normal, maka bisa dilakukan uji statistik parametrik yakni uji Paired Sample T-Test juga Independent Sampel T- Tes
Tabel 9. Output Uji Paired Sample T-Tes
Dapat dilihat bahwa nilai Sig. (2-tailed) 0,000 < 0,05 artinya terdapat disparitas yang nyata hasil belajar di kelas eksperimen juga di kelas kontrol untuk nilai pretest dan posttest. Jadi, kesimpulannya ada efek dari penggunaan quiziz dengan model pembelajaran take and give maupun metode konvensional atas hasil belajar siswa di kelas eksperimen serta di kelas kontrol.
Tabel 10 . Out Put Uji Homogenitas
Pada nilai out put yang didapatkan nilai signifikansi (Sig.) 0,332 > 0, kesimpulannya ialah data yang didapat pada penelitian yakni homogen. Jika pada data yang ditunjukkan penelitian homogen, bisa
dilanjut untuk uji statistik parametrik yaitu uji Independent Sample T-Test . Tabel 11. Output uji independent sample T Test
Menurut hasil perhitungan ini memperoleh nilai Sig. (2-tailed) 0,054 > 0,05 maka bisa diambil simpulan bahwa tidak adanya disparitas yang nyata rata-rata hasil belajar siswa antara penggunaan quiziz dengan model pembelajaran take and give dengan metode pembelajaran konvensional. Rata-rata (mean) hasil belajar kelas eksperimen 89,5 sedangkan kelas kontrol adalah 84,3. Rata-rata hasil belajar kelas eksperimen lebih tinggi dibanding kelas kontrol namun memiliki selisih yang tidak relevan.
Analisis angket respon siswa yang dipakai dalam mengetahui pendapat (respon siswa) mengenai aplikasi quiziz dengan model take and give atas hasil belajar siswa hanya di kelas eksperimen dengan total skor berjumlah 146. Maka dari hasil respon siswa pada aplikasi quiziz dengan model take and give pada tema 2 subtema 1 tentang selalu berhemat energi terhadap hasil belajar siswa memperoleh hasil presentase 97% dengan kriteria sangat baik.
## 3.2.Pembahasan
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di SDN Kedung Pandan II Kecamatan Jabon yang terbagi atas 10 siswa kelas kontrol dan 10 siswa kelas eksperimen. Dalam penelitian ini materi mengenai tema 2 subtema 1 pembelajaran 1 tentang selalu berhemat energi.
Berkaitan dengan instrumen penggunaan aplikasi quiziz dengan model pembelajaran take and give , media dan materi sudah divalidasi oleh ahli media maupun ahli materi dengan memperoleh kategori baik yng artinya layak untuk digunakan. Pada data hasil pertanyaan soal pilihan ganda pada no 2,3,4,6,7,9,10,14,dan 15 valid nilai sig > 0,05. Sedangkan pada nomor 1,5,8,11,12,13 tidak valid karena nilai sig < 0,05.
Hasil belajar siswa kelas kontrol pretest dengan jumlah 10 siswa memperoleh hasil rata-rata 76,70 dengan standart deviasi 4,572 sedangkan untuk hasil postest di kelas kontrol memperoleh 84,30 dengan standar deviasi 4,877. Untuk kelas eksperimen memperoleh nilai pretest rata-rata 79,20 dengan standar deviasi 3,765 sedangkan hasil postet di kelas eksperimen meperoleh nilai 89,50 dengan standar deviasi 6,329. Dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar kelas kontrol maupun kelas eksperimen meningkat 29%.
Hasil data respon siswa dengan presentase 97% yang tergolong kriteria sangat baik. Hal ini dikarenakan setelah penggunaan aplikasi quiziz dengan model take and give pada siswa kelas IV SD.
Selanjutnya pelaksanaan uji normalitas data pretest postest kelas eksperimen pada uji kolmogorov smirnov memperoleh niali sig pada pretest dengan total 0,200 untuk nilai posttest memperoleh nilai 0,178. Sedangkan pada hasil kelas kontrol pada uji kolmogorov smirnov memperoleh hasil pretest 0,064 dan untuk posttest memperoleh nilai 0,097. Maka diambil simpulan bahwa data berdistribusi normal yang setelahnya dipergunakan uji statistik
parametrik yaitu uji Pired Sampel T Test dan Independent Sampel T Test. Berdasarkan hasil uji Pired Sampel T Test nilai sig <0,05 yang berarti ada dampak penggunaan aplikasi quiziz model take and give atas hasil belajar siswa. Sedangkan uji homogenitas berdasarkan output dengan nilai sig 0,332 >0,05 maka kesimpulannya varian data penelitian homogen. Analisis pengaruh penggunaan quiziz dengan mode take and give atas hasil belajar siswa dengan mempergunakan rumus regresi linier sederhana menunjukkan bahwa kelas eksperimen mendapat nilai sebesar 89,5 sedangkan untuk kelas kontrol adalah 84,3. Sehingga dapat ditarik simpulan yakni nilai di kelas eksperimen lebih unggul/baik ketimbang kelas kontrol, berarti quiziz dengan model take and give memiliki pengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Tahap terakhir ialah hasil uji hipotesis berdasarkan output spss. Karena data penelitian homogen, setelahnya diperlakukan untuk uji statistik parametrik berupa uji Independent Sample T-Test. Hasil perolehan nilai Sig. (2-tailed) 0,054 > 0,05 maka dapat dinyatakan bahwa tidak ada dispartasi yang nyata rata-rata hasil belajar siswa kepada penggunaan quiziz dengan model take and give dengan metode pembelajaran konvensional/ceramah. Rata-rata (mean) di kelas eksperimen 89,5 sedangkan kelas kontrol adalah 84,3. Rata-rata di kelas eksperimen lebih unngul/baik dipadankan di kelas kontrol namun memiliki perbedaan yang tidak signifikan.
Dapat ditarik simpulan bahwa adanya pengaruh setelah dipergunakan aplikasi quiziz atas hasil belajar dengan model take and give siswa kelas IV SDN Kedung Pandan II Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo. Yang dapat dilihat dari nilai pretest kelas eksperimen sebelum diberi treatmen dengan nilai 79,20 setelah diberi perlakuan memperoleh nilai rata- rata 89,50. Sedangkan untuk kelas kontrol nilai pretes yakni 76,70 sedangkan niai posttest 84,30. Dapat dikatakan terdapat peningkatan hasil belajar terhadap penggunan aplikasi quiziz dengan model take and give.
## 4. KESIMPULAN
Kesimpulan di penelitian ini bahwa:
Berdasarkan hasil uji t didapati nilai sig. (2-tailed) < 0.05 bisa dipergunakan simpulan bahwasannya ada dispartasi nyata hasil belajar di kelas eksperimen juga di kelas kontrol untuk hasil pretes dan posttes sehingga ada pengaruh penggunaan quiziz menggunakan model take and give atas hasil belajar siswa.
Berdasarkan hasil output SPSS mean nilai pretest kelas kontrol yakni 76,70 sedangkan pada hasil posttes diperoleh nilai 84,30 Untuk kelas eksperimen nilai postest memperoleh nilai 79,20 dan nilai postest memperoleh nilai 89,50. Jadi, dapat disimpulkan hasil belajar di kelas kontrol dan di kelas eksperimen meningkat.
Menurut hasil rekapitulasi data respon siswa dengan presentase 97% yang tergolong kriteria sangat baik. Oleh sebabitu, kesimpulannya yakni respon siswa pada penggunaan aplikasi quiziz dalam pembelajaran ialah sangat baik dan memuaskan.
## SARAN
Yang pertama peningkatan khusus pembelajaran ketika terjadi diera pandemi ialah yang pertama guru harus memiliki tingkat kretifitas tinggi dalam melakukan pembelajaran agar siswa tidak jenuh serta kehilangan semangat belajar yang diyakini bisa mempengaruhi hasil belajarnya.
Yang kedua memilih jenis model pembelajaran yang sesuai ketika akan di implementasikan pada kegiatan belajar mengajar. Serta untuk peneliti lain diharapkan melakukan penelitian dengan macam-macam variabel inovatif lain agar pendidikan di Indonesia berkembang dengan baik.
## 5. DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,S.2018. Dasar-Dasar Evaluasi
Aris,Shoimin.2014. 68Model Pembelajaran Inovatif dalam kurikulum 2013 . Yogyakarta: Ar- Ruzz Media.
Creswell,J.W.2015. Research Design Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan Mixed . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hamalik,O.2013. Proses Belajar Mengajar .Jakarta:PT Bumi Aksara. Hanafiah,N.,&Suhana,C.2012. Konsep Strategi Pembelajaran ,Bandung:Refika Aditma. Henry,Samuel.2010. Cerdas Dengan Game. Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. Kemendikbud.2013. Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum dan Pedoman Umum Pembelajaran.
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Purwato.2014. Evaluasi Hasil Belajar .Yogyakarta : Pustaka Pelajar Riadi,Adi.2016. Statistika Penelitian (Analisis Manual dan IBM SPSS) .Yogyakarta: Penerbit Andi.
Silberman,Melvin L.2007. Active Learning Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.
Slavin,Robert.E. 2008. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik . Jakarta : Indeks Sovandi Marwan,“ Tentang Quiziz “,https://Prezi.com/tentangquizizz/,2019 Diakses pada tanggal 04 februari 2021 pukul 15.00 WIB.
Sudjana,Nana.2009. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung:PT Remaja Rosdakarya. Sugiyono.2019. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D .Bandung: Alfabeta. Widoyoko,Eko P.2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian .Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
|
05a1189e-1f0a-49c1-aace-ea64b29b0bc8 | https://ejurnal.unisri.ac.id/index.php/sin/article/download/5296/4028 | Jurnal Sinektik Volume 4, Number 1 Tahun 2021, pp. 87-97 P-ISSN: 2620-6560 E-ISSN : 2620-746X Open Access: http://ejurnal.unisri.ac.id/index.php/sin
Copyright © Universitas Slamet Riyadi. All rights reserved.
DOI: http://dx.doi.org/10.33061/js.v3i2.0000
ANALISIS PENGGUNAAN MODEL ROLE PLAYING DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF PADA PESERTA DIDIK KELAS IIIA
Dewi Fitrianingsih 1 , Sutoyo 2 , Oktiana Handini 3
1 Universitas Slamet Riyadi , email: fitrianingsihdewi0@gmail.com
2 Universitas Slamet Riyadi , email: sutoyo@unisri.ac.id
3 Universiats Slamet Riaydi , email: oktiana.handini@unisri.ac.id
## A B S T R A C
The purpose of this study is 1). To know the advantages and disadvantages of role paying model, 2). To find out to the effectiveness of the application of role playing model, 3). To describe the factors that can affect the role playing learning model. This type of research is qualitative research. Based on the analysis of data can be collected that: 1) The advantages in the use of role playing model that is learners can directly participate actively in playing, while in the lack of role playing model that is still students are lacking themselves, 2) the application of role paying model is good enough, 3) there are obstacles and obstacles that occur able to be overcome by the teacher concerned.
## A B S T R A K
Tujuan penelitian ini adalah 1). Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan model role paying, 2). Untuk mengetahui ke efektivitas penerapan model role playing, 3). Untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi model pembelajaran role playing. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Berdasarkan analisis data dapat disumpulkan bahwa: 1) Kelebihan dalam penggunaan model role playing yaitu peserta didik bisa langsung ikut aktif dalam bemain, sedangkan dalam kekurangan model role playing yaitu peserta didik masih kurang diri, 2) penerapan model role paying sudah cukup baik, 3) adanya hambatan dan kendala yang terjadi mampu di atasi oleh guru yang bersangkutan
## PENDAHULUAN
Pendidikan sekolah dasar adalah jenjang pendidikan yang memiliki peran yang sangat besar untuk mewujudkan generasi bangsa sehingga tidak terpisah dalam kehidupan bermasyarakat. Pendidikan yang diharapkan bisa menjadikan kemajuan yang lebih baik untuk manusia. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spriritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan manusia, akhlak
## I N F O A R T I K E L
Sejarah artikel: Diterima : Maret 2021 Direvisi : April 2021 Disetujui : Mei 2021 Terbit : Juni 2021
Kata Kunci: model role playing, pembelajaran tematik integratif
Keywords: role pyaning model, integrative thematic learning
mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa dengan tujuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik supaya menjadi manusia yang berkuaitas dengan memiliki ciri- ciri beriman bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia sehat, mandiri dan menjadi warga Indonesia yang demokratis.
Merujuk pendapat Hamalik (2014:135) Guru . yang p baik k berusaha sekedar mungkin agar pengajarannya berhasil. Adapun faktor yang bisa membawa keberhasilan seorang guru membuat perencanaan mengajar sebelumnya. Sebagai pengertian tersebut guru sebagai fasilitator dituntut untuk bisa membawa proses pembelajaran di kelas lebih hidup jadi peserta didik dapat menikmati pembelajaran. Bukan berarti proses mengajar harus terpusat kepada guru.
Guru harus mampu menyajikan suatu pembelajaran yang berkualitas untuk mengembangkan potensi peserta didik. Sebagaimana tercantum dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomer 16 Tahun 2007 tentang standar kualifikasi dan kompetensi guru SD/MI disebutkan bahwa guru harus memilih strategi pembelajaran yang efektif, supaya tidak membosankan dan mudah dipahami oleh peserta didik. Pembelajaran yang menarik adalah awal dari proses pembelajaran yang efektif dan memiliki daya tarik tersendiri oleh peserta didik. Selama ini, proses pembelajaran di kelas IIIA SD Negeri Kestalan No.5 Surakarta kurang menarik minat yakni hanya mendengarkan, mencatat, menjawab pertanyaan bila guru memberikan pertanyaan. Sehingga membuat peserta didik menjadi bosan dan tidak meninggalkan kesan pembelajaran yang bermakna. Padahal guru adalah pemeran utama dalam menciptakan situasi integratif dan edukatif yakni dengan interaksi antara guru dan peserta didik.
Pembelajaran tematik adalah proses interaksi peserta di d ik dengan l i ngkungannya sehingga terjadi perubahan kearah yng lebih bik. Menurut Oktiana dalam jurnal Profesi Pendidikan (2018:151-58) berpendapat bahwa pembelajaran tematik sebagai model pembelajaran termasuk salah satu tpe/jenis dari model pada model pembelajaran terpadu. Pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada peserta didik. Pembelajaran tematik merupakan bagian dari kurikulum 2013 di Indonesia sekolah sudah menggunakan kurikulum 2013. Salah satu SD yang sudah menggunakan kurikulum 2013 yaitu SD Negeri Kestalan No.5
Surakarta. SD Negeri Kestalan No.5 Surakarta sudah menerapkan kurikulum 2013 mulai dari kelas 1 sampai dengan kelas 6, dalam pembelajaran tematik integratif ini memiliki ladasan harus didukung pembelajaran melalui strategi, model, metode, dan media pembelajaran. Salah satu kelas yang sudah menerapakan model pembelajaran adalah kelas IIIA. Pemilihan model yang tepat perlu memperhatikan beberapa hal seperti materi yang akan disampaikan, tujuan, waktu yang tersedia, banyak dan sedikitnya peserta didik. Kelebihan dan kekurangan dari suatu model pembelajaran yang akan digunakan, untuk mendapatkan kesimpulan dalam evaluasi pembelajaran.
Dengan menggunakan pembelajaran yang tepat, maka pemahaman peserta didik terhadap materi yang di sampaikan oleh dapat diterima oleh peserta didik dengan baik, sehingga peserta didik akan memiliki tingkat pemahaman terhadap pengetahuan yang disampaikan oleh guru. Pembelajaran tematik yang disampaikan kepada peserta didik, guru harus memiliki pendekatan yang melibatkan peserta didik untuk bertindak lebih aktif. Untuk tercapainya peran pendidikan yang penting bagi bangsa yaitu dengan proses pembelajaran yang berkualitas. Dalam hal ini merupakan susunan dari beragam komponen atau dengan yang lain untuk berupaya meningkatkan hasil belajar peserta didik, kurikulum, materi, model-model pembelajaran dan media pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran juga berpengaruh besar dalam proses pembelajaran. Dengan adanya strategi, metode, pendekatan maupun model pembelajaran yang menyenangkan mampu digunakan untuk mendorong peserta didik aktif dalam belajar.
Di dalam proses pembelajaran seorang guru berusaha untuk dapat menciptakan dan menggunakan berbagai macam model pembelajaran agar pembelajaran tidak membosankan bagi peserta didik. Akan tetapi di SD Negeri Kestalan No.5 Surakarta terdapat guru yang belum bisa menerapkan model role playing sesuai sintaknya. Hal tersebut akan berdampak kepada peserta didik yaitu peserta didik menjadi kurang paham materi yang akan di sampaikan oleh guru. Ciri-ciri peserta didik yang kurang memahami pembelajaran yang menggunakan model role playing yaitu: 1) Peserta didik tidak dapat menggunakan bahasa yang baik saat pembelajaran di kelas, 2) Terdapat peserta didik yang tidak antusias dalam belajar ketika guru mengajar di dalam kelas. 3) Peserta didik mengantuk saat proses pembelajaran di kelas. 4) Peserta didik tidak memperhatikan guru yang menerangkan. Berdasarkan hasil observasi pendahulu yang peneliti lakukan pada saat Magang 1, 2, dan 3 di SD
Negeri Kestalan No.5 Surakarta terdapat 3 peserta didik dari kelas IIIA yang berjumlah 33 peserta didik kurang memahami pembelajaran dengan menggunakan model role playing .
Metode dan model mengajar yang digunakan guru di SD Negeri Kestalan No.5 Surakarta belum begitu bervariasi k yaitu o masih l menggunakan metode ceramah dan sangat sederhana (konvensional), dan tanya jawab, sehingga peserta didik cenderung pasif saat proses pembelajaran berlangsung. Metode yang tepat untuk membuat pembelajaran menarik untuk peserta didik yaitu peserta didik harus ikut terlibat dan lebih aktif dalam proses pembelajaran yang lebih mengedepankan aktivitas, di mana peserta didik dituntut memperoleh pengalaman sebanyak- banyaknya.
Salah satu pembelajaran yang sesuai untuk mengatasi permasalahan di atas adalah dengan menggunakan model pembelajaran role playing. Role playing atau bermain peran menurut (Fogg, 2001) dalam Miftahul Huda (2013:209) adalah sejenis permainan gerak yang di dalamnya ada tujuan, aturan, dan edutainment . Dalam RP, peserta didik dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat pembelajaran terdapat di dalam kelas. Jadi secara singkat metode bermain peran adalah suatu bentuk aktivitas di mana pembelajaran membayangkan dirinya seolah- olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain.
## METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari guru kelas IIIA, Peserta Didik IIIA, dan Kepala Sekolah SD Negeri Kestalan No.5 Surakarta. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang di gunakan adalah teknik interaktif yang terdiri atas reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, ibu guru kelas IIIA menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran menggunakan model role playing peserta didik diberikan suatu objek atau bahan, sehingga peserta didik dapat menguasai bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan yang dilakukan oleh peserta didik dengan memerankan sebagai tokoh hidup. Hal ini sesuai dengan pendapat Miftahul
Huda (2013:115) yang mengemukakan bahwa role playing merupakan sebuah model pembelajaran yang berasal dari dimensi pendidikan individu maupun sosial. Model ini membantu masing-masing peserta didik untuk menemukan makna pribadi dalam dunia sosial mereka dan membantu memecahkan dilema pribadi dengan bantuan kelompok. Dalam dimensi sosial model ini memudahkan individu untuk bekerja sama dalam menganalisis kondisi sosial, khususnya masalah kemanusiaan.
Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti di SD Negeri Kestalan No.5 Surakarta, terdapat beberapa analisis metode role playing dalam pembelajaran tematik integratif di kelas IIIA:
## 1. Kelebihan dan kekurangan dalam penggunaan model role playing di dalam pembelajaran tematik.
Dalam penelitian ini diketahui bahwa konsep model pembelajaran role playing pada pembelajaran tematik peserta didik Kelas III SD Negeri Kestalan No.5 Surakarta adalah suatu pembelajaran yang bertujuan untuk membantu peserta didik menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok. Selain itu , role playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas di mana pembelajaran membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain.
Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Asep Priatna dan Ghea Setyarini (2019) yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Role Playing Terhadap Keterampilan Berbicara Siswa Kelas IV SD Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia” Hasil analisa menunjukkan terdapat Pengaruh yang signifikan dan dapat dibuktikan dengan adanya perbedaan hasil belajar setelah pembelajaran antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Nilai nilai rata-rata post test kelas eksperimen lebih baik dengan nilai post test 80.19 dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional dengan rata-rata post-test 74,90. Ini terbukti bahwa penggunaan model role playing dalam kategori sedang dengan skor 0,51 untuk meningkatkan hasil belajar terhadap keterampilan berbicara peserta didik pada pembelajaran bahasa Indonesia.
Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa kelebihan dan kekurangan dalam penggunaan model role playing yaitu peserta didik bisa langsung ikut aktif dalam bemain peran sehinga peserta didik semakin percaya diri dan mampu meningkatkan kemampuan berbicara ketika berada didepan kelas,
sedangkan dalam kekurangan model role playing yaitu peserta didik masih tidak percaya diri ketika berada didepan kelas untuk melakukan suatu peran.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat memberikan arti bahwa pada model role playing diharapkan dapat melatih anak untuk lebih berani dalam mengeksplor kemampuanya dan memancing emosinya unuk berani dalam memecahkan setiap masalah dan berani dalam mengemukakan pendapatnya di depan umum, hal ini sangat penting dalam kelangsungan kehidupanya di dalam masyarakat setelah mereka mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, role playing juga mendidik anak untuk bisa lebih berfikir kritis dari faktor faktor yang mendasari model tersebut secara tidak langsung, peserta didik berani mengemukakan pendapat, peserta berani untuk berbicara di depan publik, dari situ akan tumbuh secara emosional dan membentuk kepribadian peserta didik yang berani, aktif, dan kritis di dalam kelas ataupun nantinya jika mereka sudah terjun langsung di kehidupan yang sesungguhnya yaitu masyarakat. Jika dibandingkan dengan model pembelajaran lain, maka model role playing tampak lebih menekankan keterlibatan peserta didik dalam belajar, sehingga peserta didik aktif dalam pembelajaran dan penilaian untuk pembuatan keputusan.
Hal ini sesuai dengan panduan kurikulum yang menyatakan bahwa pengalaman belajar peserta didik menempati posisi penting dalam usaha meningkatkan kualitas lulusan. Untuk itu guru dituntut harus mampu merancang dan melaksanakan proses pembelajaran dengan tepat. Setiap peserta didik memerlukan bekal pengetahuan dan kecakapan agar dapat hidup di masyarakat dan bekal ini diharapkan diperoleh melalui pengalaman belajar di sekolah. Oleh sebab itu pengalaman belajar di sekolah sedapat mungkin memberikan bekal peserta didik dalam mencapai kecakapan untuk berkarya. Kecakapan ini disebut dengan kecakapan hidup yang cakupannya lebih luas dibanding hanya sekadar keterampilan. Pembelajaran yang mengaitkan anak dengan pengalamannya sehari-hari, akan tampak jelas manfaatnya dalam kehidupan anak, sehingga dalam anak belajar ada keterkaitan dengan pengalaman anak sehari-hari.
## 2. Efektivitas penerapan model role playing pada peserta didik di kelas IIIA SD Negeri Kestalan No.5 Surakarta.
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa model role playing ini sangat efektif untuk diterpakan di dalam pembelajaran karena untuk melatih peserta didik untuk tampil di depan kelas dengan percaya diri dan meningkatkan
kemampuan dalam berkomunikasi. Dengan perkataan lain bahwa pengetahuan itu adalah konstruksi dari seseorang yang sedang belajar. Ini berarti, peserta didik diberi keleluasaan untuk mengekspresikan jalan pikirannya, menyelesaikan masalah menurut dirinya sendiri, mengkomunikasikannya, dan dapat belajar dari ide teman-temannya. Peserta didik dilibatkan secara penuh dalam proses menemukan dan merumuskan kembali konsep yang sedang ingin dituju, dengan guru sebagai pembimbingnya.
Pembelajaran yang mementingkan motivasi intrinsik akan menimbulkan dorongan dari dalam diri peserta didik untuk mencapai tujuan belajar. Tujuan dan cara mencapainya dapat ditentukan sendiri oleh peserta didik. Peserta didik diberi kebebasan menyampaikan ide-idenya sendiri dalam belajar. Di samping itu pembelajaran lebih menekankan pada dunia nyata. Dengan penekanan pada dunia nyata, peserta didik belajar tampak jelas manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.
Hal itu sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Asep Priatna dan Ghea Setyarini (2019) yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Role Playing Terhadap Keterampilan Berbicara Siswa Kelas IV SD Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia” Hasil analisa menunjukkan terdapat Pengaruh yang signifikan dan dapat dibuktikan dengan adanya perbedaan hasil belajar setelah pembelajaran antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Nilai nilai rata-rata post test kelas eksperimen lebih baik dengan nilai post test 80.19 dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional dengan rata-rata post-test 74,90. Ini terbukti bahwa penggunaan model Role Playing dalam kategori sedang dengan skor 0,51 untuk meningkatkan hasil belajar terhadap keterampilan berbicara peserta didik pada pembelajaran bahasa Indonesia. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah peneliti ini meneliti uji pengaruh dan motivasi belajar peserta didik sebagai variable bebas.
3. Faktor yang mempengaruhi terlaksananya pembelajaran menggunakan model role playing pada peserta didik di kelas IIIA SD Negeri Kestalan No.5 Surakarta.
Berdasarkan hasil wawancara yang didapat oleh peneliti dapat diambil kesimpulan bahwa cara mengatasi hambatan dari model role playing pada pembelajan tematik peserta didik kelas III SD Negeri Kestalan No.5 Surakarta
antara lain adalah a) guru diharapkan bisa jadi motivator dan fasilitator bagi peserta didik dimana guru harus bisa mempersiapkan RPP sebelum pembelajaran dimulai, b) guru harus memiliki siasat yang jitu untuk meningkatkan motivasi peserta didik atau keinginan peserta didik dalam penerapan model role playing yang dapat membangun peserta didik secara aktif dalam proses bermain peran, c) pelaksanaan penerapan model role playing dalam pembelajaran tematik ini harus sering diterapkan agar peserta didik lebih terlatih lagi dalam berkomunikasi, d) pihak sekolah diharapkan lebih meningkatkan dukungan terhadap pelaksanaan proses pembelajaran model role playing sehingga bisa meningkatkan motivasi peserta didik.
Dukungan tersebut misalnya dengan sarana dan prasarana serta media yang dapat mendukung terlaksananya model pembelajaran role playing ini, e) harusnya guru tetap berusaha memahami langkah-langkah model pembelajaran role playing dan memberikan pengarahan yang jelas dan sistematis kepada peserta didik sehingga peserta didik dapat lebih memahami langkah-langkah model pembelajaran tersebut, f) diharapkan guru dapat membangun suasana kelas demokratis dan menyenangkan yaitu dengan menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif dan interaktif, g) diharapkan guru tetap berusaha untuk menumbuhkan kepercayaan diri peserta didik agar peserta didik lebih berani, yakin dan tidak takut salah dalam menyelesaikan tugasnya tersebut, h) diharapkan guru memberikan reward kepada peserta didik dengan tujuan untuk meningkatkan motivasi peserta didik untuk mengikuti pembelajaran, i) peserta didik sebaiknya juga dapat menumbuhkan motivasi dalam dirinya untuk lebih percaya diri dalam berkomunikasi di depan kelas, j) diharapkan peserta didik dapat berpartisipasi aktif dalam model pembelajaran role playing pada pembelajaran tematik ini.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakuakan oleh Sidiq Saputra, Maskun, dan Suparman Arif (2017). Dengan judul “Pengaruh Model Role Playing Dalam Pembelajaran Ips Terhadap Peningkatan Motivasi Belajar S iswa”. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa, terdapat pengaruh yang segnifikan -0,189. Hal ini menyatakan bahwa hubungan antara motivasi peserta didik sebelum dan sesudah diberi metode pembelajaran konvensional termasuk kedalam kategori lemah.
Sedangkan pada kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran role playing korelasi besarnya taraf signifikansi penggunaan model pembelajaran role playing adalah 0,283 yang jika dimasukkan kedalam interprestasi korelasi termasuk kedalam kategori cukup. Secara keseluruhan menjelaskan bahwa model pembelajaran r ole playing dapat mempengaruhi motivasi peserta didik secara signifikan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah peneliti ini meneliti uji pengaruh dan motivasi belajar peserta didik sebagai variabel bebas.
## SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis, maka dapat ditarik kesimpulan diantaranya:
1. Kelebihan dan kekurangan dalam penggunaan model role playing di dalam pembelajaran tematik yaitu peserta didik bisa langsung ikut aktif dalam bemain peran sehinga peserta didik semakin percaya diri dan mampu meningkatkan kemampuan berbicara ketika berada didepan kelas, sedangkan dalam kekurangan model role playing yaitu peserta didik masih tidak percaya diri ketika berada didepan kelas untuk melakukan suatu peran.
2. Efektivitas penerapan model role playing pada peserta didik di kelas IIIA SD
Negeri Kestalan No.5 Surakarta. Pelaksanaan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran terdiri dari a) Guru menyuruh menyiapkan skenario yang akan ditampilkan, ) Guru menunjuk beberapa peserta didik untuk memelajari skenario yang sudah dipersiapkan dalam beberapa hari sebelum kegiatan belajar-mengajar, b) Guru menunjuk beberapa peserta didik untuk memelajari skenario yang sudah dipersiapkan dalam beberapa hari sebelum kegiatan belajar-mengajar, c) Guru membentuk kelompok peserta yang anggotanya lima orang, d) Guru memberikan penjelasan e) Guru memanggil para peserta didik yang sudah ditunjuk untuk melakukan/memerankan skenario yang sudah dipersiapkan, f) Setiap peserta berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan, g) Setelah selesai ditampilkan, setiap peserta didik diberikan lembar kerja untuk membahas penampilan kelompok masing- masing, h) Setiap kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya.
3. Faktor yang mempengaruhi terlaksananya pembelajaran menggunakan model role playing pada peserta didik di kelas IIIA SD Negeri Kestalan No.5 Surakarta.
Hambatan atau kendala pembelajaran model role playing pada peserta didik di kelas IIIA SD Negeri Kestalan No.5 antara lain: 1) faktor internal terdiri dari fisiologis dan psikologis peserta didik, 2) faktor Ekstrenal terdiri dari faktor lingkungan sosial dan nonsosial yaitu peserta didik, guru, cara dan alat yang di gunakan, 3) ada bebrapa peserta didik yang kurang lancar dalam membaca dan peserta didik masih banyak yang merasa malu. Kemudian cara mengatasi hambatan dalam model pembelajaran role playing kelas IIIA SD Negeri Kestalan No.5 Surakarta yaitu guru diharapkan bisa jadi motivator dan fasilitator bagi peserta didik dimana guru harus bisa mempersiapkan RPP sebelum pembelajaran dimulai serta guru harus memiliki siasat yang jitu untuk meningkatkan motivasi peserta didik atau keinginan peserta didik dalam penerapan model role playing yang dapat membangun peserta didik secara aktif dalam proses bermain peran.
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang dapat diberikan yaitu: Guru diharapkan dapat melaksanakan perannya sebagai fasilitator pembelajaran yang baik, dengan cara mendorong dan memotivasi peserta didik agar peserta didik dapat bekerja sama dan saling membantu dalam kelompok. Guru diharapkan mampu membangun suasana kelas yang demokratis dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpendapat, bertanya, menjawab maupun menyanggah.
## DAFTAR PUSTAKA
Asep Priatna & Ghea Setyarini. 2019. Pengaruh Model Pembelajaran Role Playing Terhadap Keterampilan Berbicara Siswa Kelas IV Sd Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jurnal: STKIP Subang .
Hamalik Hamzah. 2014. Teori Motivasi Dan Pengukurannya. Jakarta: PT Bumi Aksara
Lexy J. Moleong. 2017. Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Miftahul Huda. 2013. Model-Model Pengajaran Dan Pembelajaran Dan Pembelajaran Isu Isu Dan Paradigma . Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Oktiana Handini, Soewal ni Soekirno. 2019. “Intensitas Pembelajaran Tematik Integratif Melalui Pendekatan Saintifik Di SD Kestalan Surakarta”. Jawa Tengah Widya Wacana 14 (1)
Oktiana Handini & Sarafuddin. 2018. “Pengembangan Pembelajaran Tematik Integrative Melaui Collaboration Model Di Sekolah Dasar Kota Surakarta”. Jawa Tengah. Jurnal Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) 5 (2).
Peraturan Mentri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 20. 2018. Tentang Penguatan Pendidikan Karakter Pada Satuan Pendidikan Formal.
|
f5e95b12-f312-44ce-96c2-2415d3ababe2 | https://cendekia.soloclcs.org/index.php/cendekia/article/download/599/559 | CENDEKIA, Vol. 13 No. 2 Oktober 2019 p-ISSN: 1978-2098; e-ISSN: 2407-8557 Https://soloclcs.org ; Email: cendekiaoslo@gmail.com Center of Language and Cultural Studies, Surakarta, Indonesia Maunah, Binti. (2019). Pendidik dan Guru Muslim dalam Perspektif Sosiologis.
Cendekia (2019), 13(2): 99-114. DOI: 10.30957/cendekia.v13i2.599.
Pendidik dan Guru Muslim dalam Prespektif Sosiologis
Binti Maunah
## Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Tulungagung
e-mail: uun.lilanur@gmail.com
## Abstract
The purpose of writing is to describe the sociology of education in Islam, the duties and responsibilities of educators in education, the duties and responsibilities of Muslim teacher in Islamic education, aswell as Muslim educators and teacher in the sociology perspective of education. The methodused is library reseach, which is a series of activities relating to library dat collection methods. Data information obtained by existing facilities in the library, such as books, websites, journals, and books from internet. Data is analyzed in these steps: presenting data, data filtering, classification, and drawing the conclusions. The results of the study can be summarized below: (1) Muslim educator and teacher is an element of education that has a very important role (2) duties and responsibilities of an educator and Muslim teacher (3) the role of education and Muslim teacher in the school and community (4) to become professional educators.
Keywords: teacher, education, education role, professional
## 1. PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan bernama sosiologi tidak dapat kita pisahkan dengan tokohnya: Auguste Comte (1798-157). Beliau kemudian dikenal sebagai bapak atau pendiri sosiologi. Secara etimologis sosiologi berasal dari dua kata Latin yaitu, socius artinya teman, sahabat, kawan; dan logos artinya, ilmu pengetahuan. Jadi, sosiolohi adalah ilmu tentang cara berteman, berkawan, bersahabat, atau cara bergaul yang baik dengan masyarakat (Muhammad Rifa’i, 2011:20).
Sosiologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari seluruh keadaan masyarakat sebagai keseluruhan, yakni antar hubungan diantara manusia dengan manusia lainnya, manusia dengan kelompok, baik formal maupun materil, baik statis maupun dinamis. Sosiologi pendidikan merupakan ilmu yang mengkaji dan mempelajari seluruh komponen yang ada dalam peendidikan, baik aspek struktur, masalah pendidikan, dinamika pendidikan, maupun aspek-aspek lain secara mendalam melalui pendekatan dan analogis sosiologis (Binti Maunah, 2016:7).
Sosiologi merupakan bagian pandangan tentang kehidupan bersama sesara filsafat umum terutama tentang negara, hukum, dan moral yang tersimpul dalam kaidah- kaidah etika dan keagamaan. Kegiatan belajar mengajar yang berpusat dalam ruang kelas dapat berjalan dengan lancar dengan adanya nilai, moral dan etika yang menentukan kelakuan yang diharapkan dapat sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
CENDEKIA, Vol. 13 No. 2 Oktober 2019 p-ISSN: 1978-2098; e-ISSN: 2407-8557 Https://soloclcs.org ; Email: cendekiaoslo@gmail.com Center of Language and Cultural Studies, Surakarta, Indonesia Maunah, Binti. (2019). Pendidik dan Guru Muslim dalam Perspektif Sosiologis.
Cendekia (2019), 13(2): 99-114. DOI: 10.30957/cendekia.v13i2.599.
Interaksi secara terus-menerus antara guru dan peserta didik mengharuskan masing- masing memahami norma serta isyarat yang sesuai dengan etika yang telah menjadi kebudayaan (Muhammad Rifa’i, 2011:155).
Pendidikan atau ilmu pendidikan dan pedagogi/pedagogika merupakan suatu disiplin ilmu yang memuat tentang proses pemeradaban, pemberbudayaan manusia, dan pendewasaan manusia. Pendidikan mempunyai tiga fungsi utama, yaitu fungsi integratif, egalitarian, dan pengembangan. Untuk menjadi seorang guru yang profesional harus mempunyai pedagogik yang bagus. Pedagogik merupakan termasuk ilmu praktis yang dibedakan menjadi dua yaitu cabang pedagogik teoretis dan cabang pedagogik praktis. Pedagogik teoretis adalah ilmu mendidik sebagai cabang ilmu yang melaksanakan misi terpadu antara pendekatan filsafat pendidikan dan ilmu pendidikan empiris. Pedagogik teoretis tumbuh sebagai bentuk ilmu pendidikan yang baru dan menyempurnakan teori-teori dalam pendidikan bagi perbaikan kualitas penghayatan pendidikan atas dasar eratnya keterkaitan dan relevensi dari esensi kehidupan manusia dengan hakikat pendidikan.Oleh karena itu pedagogik teoretis secara sistematik berkembang bukan untuk menjadi ilmu murni yang siap dikaji agar diterapkan dalam teknologi, melainkan sebagai ilmu dasar yang secara sistematik mengkaji hakikat pendidikan dalam kaitan dengan hakikat manusia dalam keseluruhanpraksis pendidikan, baik dalam bentuk makro maupun mikro. Dengan perkataan lain, pedagogik teoretis lebih bersifat sistematik dan secara teknis tidak mencangkup pedagogik historis.
Pengertian guru secara sederhana adalah orang memberikan pengetahuan kepada peserta didik. Dalam bahasa Indonesia, terminologi guru pada umumnya merujuk pada pendidik. Dengan tugas utama seorang pendidik adalah mendidik, mengajar, mengarahkan, membimbing, melatih, menilai, dan mengevaluasipeserta didik. Ditinjau dari tugas utama tersebut, maka seorang guru harus memiliki kelakuan yang layak menurut harapan masyarakat.
Etika merupakan cabang falsafah sekaligus suatu cabang dari ilmu-ilmu kemanusiaan ( humaniora ). Dilihat dari cabang falsafah, etika membahas sistem-sistem pemikiran yang mendasar mengenai ajaran dan pandangan moral. Sebagai cabang ilmu, etika membahas bagaimana dan mengapa seorang mengikuti suatu ajaran tertentu. Sebagai ilmu, etika dikategorikan menjadi dua jenis: etika umum dan etika khusus. Etika umum mengkaji prinsip-prinsip umum yang berlaku bagi tiap tindakan manusia. Pada dasarnya falsafah mempelajari asas-asas tindakan dan perbuatan manusia, serta sistem nilai yang terkandung didalamnya. Etika khusus dibagi menjadi dua jenis, yakni etika individual dan etika sosial. Etika individual membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan dengan kepercayaan agama yang dianut serta panggilan nurani, kewajiban dan tanggung jawab terhadap Tuhannya. Sedangkan etika sosial membahas tentang kawajiban serta norma-norma sosial yang sepatutnya ditaati dalam konteks interaksi antarindividu dan antarmanusia, masyarakat, bangsa, dan negara. Etika sosial meliputi beberapa cabang khusus lagi, seperti etika keluarga, etika profesi, etika bisnis, etika lingkungan, etika pendidikan, etikakedokteran, etika jurnalistik, dan etika politik. Jadi etika pendidikan sebagai cabang dari etika sosial yang lebih fokus mengkaji kewajiban dan norma-norma dalam proses pendidikan, yakni terutama seorang dalam suatu masyarakat negara yang memiliki sistem pendidikan tertentu untuk
CENDEKIA, Vol. 13 No. 2 Oktober 2019 p-ISSN: 1978-2098; e-ISSN: 2407-8557 Https://soloclcs.org ; Email: cendekiaoslo@gmail.com Center of Language and Cultural Studies, Surakarta, Indonesia Maunah, Binti. (2019). Pendidik dan Guru Muslim dalam Perspektif Sosiologis.
Cendekia (2019), 13(2): 99-114. DOI: 10.30957/cendekia.v13i2.599.
berinteraksi secara edukatif dengan individu yang terlibat dalam proses pendidikan dan kelompok lain seperti orangtua dan masyarakat.
Antara etika dan etiket memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah etika dan etiket bertalian dengan tindakan dan perilaku manusia. Etika dan etiket mengatur perilaku manusia secara normatif. Perbedaan etika dan etiket pertama , etika berkaitan dengan cara perbuatan yang harus dilakukan seorang atau kelompok tertentu. Etiket menunjukkan cara yang tepat dalam bertindak. Etika memberikan norma tentang perbuatan sendiri. Etika berkaitan dengan apakah suatu perbuatan dapat dilakukan antara ya dan tidak . Kedua , etiket hanya berlaku dalam pergaulan sosial. Jadi, etiket selalu berlaku ketika ada orng lain. Bedanya etika tidak memperhatikan adanya orng lain atau tidak. Ketiga , etiket bersifat relatif, dimana terjadi keragaman dalam menafsirkan perilaku yang sesuai dengan etiket tertentu. Etika lebihbersifat mutlak, dan prinsip erika sangat universal dan tidak bisa ada proses tawar-menawar. Keempat, etiket hanya bertalian dengan lahiriah saja, dan etika bertalian dengan dimensi internal manusia. Dalam kaitannya dengan etiket seseorang bisa munafik, tetapi kaitannya dengan perilaku etis, seorang tidak bisa bersifat kontradiktif. Etika berarti moral dan etiket berarti sopan-santun. Contoh misalnya bila seorang karyawan memberikan suatu kepada pimpinan/atasan, yang bersangkutan harus memberikannya dengan menggunakan tangan kanan. Dipandang melanggar etiket, bila seorang memberikan suatu dengan tangan kiri. Tetapi, etika tidak terbatas pada cara dilakukan seorang pada suatu perbuatan, etika memberi norma tentang perbuatan itu sendiri. Etika bertalian dengan apakah suatu perbuatan boleh dilakukan ya atau tidak (Abdullah Idi & Safarina, 2016:87).
Antara etika dan estetika mempunyai sejumlah perbedaan yaitu: (1) pembahasan etika lebih menitikberatkan pada baik-buruknya atau benar-tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta menyoroti kawajiban dan tanggung jawab manusia. (2) etika berhubungan dengan dasar pertimbangan tentang baik-buruk, salah-benar tindakan manusia. (3) etika terapan menjadi fokus perhatian, misalnya adanya etika profesi, kode etik, rambu-rambu etis. Etika politik, etika lingkungan, dan lain-lain. Estetika mempunyai beberapa kakarter: (1) mempersoalkan seni atau keindahan yang dihasilkan manusia, dan persoalan apresiasi yang harus dilakukan dalam proses kreatif manusia. (2) estetika: estetika deskriptif yang menjelaskan dan melukiskan fenomena pengalaman keindahan dan estetika normatifyang menyelidiki hakikat, dasar, dan ukuran pengalaman keindahan. (3) estetika berhubungan dengan imitasi atau reproduksi realitas (Abdullah Idi & Safarina, 2016:90).
Kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial merupakan kecakapan yang harus dimiliki oleh guru dalam menjalankan profesinya dimasyarakat baik sebagai pribadi maupaun sebagai anggota masyarakat. Pada kompetensi profesional, menyiratkan adanya suatu keharusan memiliki suatu kompetensi agar profesi tersebut berfungsi dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian, guru dituntut untuk memahami lebih jauh mengenai kompetensi profesional di bidang kependidikan (Djam’an Satori dkk, 2015:29).
CENDEKIA, Vol. 13 No. 2 Oktober 2019 p-ISSN: 1978-2098; e-ISSN: 2407-8557 Https://soloclcs.org ; Email: cendekiaoslo@gmail.com Center of Language and Cultural Studies, Surakarta, Indonesia Maunah, Binti. (2019). Pendidik dan Guru Muslim dalam Perspektif Sosiologis.
Cendekia (2019), 13(2): 99-114. DOI: 10.30957/cendekia.v13i2.599.
## 2. METODE
Metode penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan (library research), karena tujuan penelitian ini akan mendiskripsikan pendidikan sosiologi, peran pendidik dan guru muslim, dan pendidik dan guru muslim prespektif sosiologi. Data dikumpulkan dengan menggunakan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan empat tahap analisis kepustakaan, yaitu pengumpulan data, reduksi/penyaringan data, klasifikasi data, dan penarikan simpulan. Setelah data terkumpul baik menggunakan metode membaca, dokumentasi, dilakukan reduksi, yaitu proses pemilihan, pemusaan perhatin, pengabstraksian data yang siap digunakan untuk menjwab rumusan masalah. Berdasarkan hasil reduksi, data diklasifikasi sesuai dengan rumusan masalahnya, Setelah itu dilakukan penarikan kesimpulan sesuai dengan data yang ada.
## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
## 3.1. Pengertian Sosiologi Pendidikan
Secara ethimologi sosiologi berasal dari bahsa Latin socius dan logos. Socius artinya teman, kawan, sahabat, dan logos yang artinya ilmu pengetahuan. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang secara mendalam mempelajari masyarakat sebagai satu kesatuan dari keseluruhan yakni hubungan antara manusia dengan manusi, manusia dengan kelompok, kelompok dengan kelompok dalam bidang keseluruhannya serta stuktur sosialnya.
Peran guru dalam dunia pendidikan tidak hanya sebagai alih ilmu pengetahuan ( transfer of knowledge ), tetapi juga berfungsi sebagai penanaman nilai ( value ) serta membentuk kararter ( shape character ) peserta didik secara berkesinambungan dan berkelanjutan. Pendidik mempunyai tanggung jawab sebagai model yang wajib memiliki nilai-nilai moral dan bisa memanfaatkan setiap kesempatan untuk membujuk dan nmengajak peserta didiknya. Peran guru atau pendidik ketika berapa di lingkungan sekolah atau madrasah harus mampu menjadi suri tauladan atau uswatun khasanah bagi semua peserta didiknya. Menjadi seorang guru atau pendidik seharusnya mempunyai sifat terbuka dan mampu memberikan pemahaman kepada peserta didiknya bahwa ia harus selalu berpartisipasi dalam mengambil keputusan dan mampu menanamkan nilai- nilai kebaikan pada peserta didik.
Peran guru dalam dunia pendidikan juga sebagai pendidik yaitu berkaitan dengan tugas memberikan bantuan dan dorongan ( supporter), tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta berkaitan dengan mendisiplinkan peserta didik agar patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma kehidupan yang berlaku di lingkungan keluarga dan masyarakat. Tugas guru sebagai pendidik dan pemelihara anak. Guru sebagai penanggung jawab kedisiplinan anak harus dapat mengontrol setiap kegiatan anak agar tingkah laku mereka tidak menyimpang dari norma-norma yang telah berlaku. Peran seorang guru juga meningkatkan kompetensi akademik. Dalam prespektif pendidikan nasional Indonesia meetapkan empat macam kompetesi guru atau pendidik
1. Kompetensi pedagogik, merupakan proses pengembangan peserta didik yang meliputi: (a) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; (b) pemahaman terhadap peserta didk; (c) pengembangan kurikulum/ silabus; (d) peracangan
CENDEKIA, Vol. 13 No. 2 Oktober 2019 p-ISSN: 1978-2098; e-ISSN: 2407-8557 Https://soloclcs.org ; Email: cendekiaoslo@gmail.com Center of Language and Cultural Studies, Surakarta, Indonesia Maunah, Binti. (2019). Pendidik dan Guru Muslim dalam Perspektif Sosiologis.
Cendekia (2019), 13(2): 99-114. DOI: 10.30957/cendekia.v13i2.599.
pembelajaran; (e) evaluasi hasil pembelajaran; (f) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yanf dimilikinya.
2. Kompetensi kepribadian, artinya kemampuan kepribadian yang (a) mantab; (b) stabil; (c) dewasa; (d) arif dan bijaksana; (e) berwibawa; (f) berakhlak mulia; (g) dapat menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; (h) mengevaluasi pekerjaannya sendiri; dan (i) mampu mengembangkan dirinya secara berkelanjutan.
3. Kompetensi sosial, artinya kemampuan guru/pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk: (a) berkomunikasi lisan dan tulisan; (b) menggunakan teknologi informasi dan komunikasi secara fungsional; (c) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/ wali peserta didik; dan (d) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
4. Kompetensi profesional, artinya kemampuan penguasaaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi; (a) konsep, struktur, dan metode keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/ koheren dengan materi ajar; (b) materi pengajaran yang terdapat dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan konseptual antara mata pelajaran yang terkait; dan (d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan (e) kompetisi secara profasional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya masional (Binti Munah, 2016:153-154).
## 3.2. Tugas dan Peran Guru di Sekolah
Tugas guru seharusnya dapat menumbuhkan semangat untuk belajar dan bekerja sama antara peserta didik didalam kelas.Proses pembelajaran harus memungkinkan adanya tumbuh kembang dan terpupuknya saling pengertian dalam mengembangkan hubungan antar manusia secara intensif dan berkesinambungan karena hal tersebut dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Proses pembelajaran dapat dikatakan berhasil apabila pemimpinan, penyingkonisasian dan pengarahan input sekolah yaitu guru, peserta didik, kurikulum, dana, fasilitas,dan sebagainya, dilakukan secara tepat sehingga menghasilkanproses pembelajaran yang nikmat, mampu menumbuhkan percaya diri, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik.
Peran seorang guru yang efektif dalam proses pembelajaran di dalam kelas, dapat di pahami melalui tindakan atau perilakunya dalam menjalankan tugas dan komunikasinya dengan peserta didik (Haidar Nawawi, 1998:46). Peran guru dalam pembelajaran merupakan tindakan atau perilaku guru dalam mempengaruhi peserta didiknya dalam proses pembelajaran untuk mencapai tuhuan yang telah ditentukan dan disepakati bersama. Perilaku guru tersebut dapat dibedakan atas perilaku guru yang berorientasi terhadap pelaksanaan tugas dan perilaku guru yang berorientasi terhadap penciptaan.
Tindakan perilaku guru dalam pembelajaran mempunyai 2 aspek, yaitu aspek yang berhubungan dengan tugas dan aspek yang lebih mengutamakan persahabatan. Guru yang berorientasi terhadap pelaksanaan tugas, akan menunjukkan kepada bobot pelaksanaan tugas guru dalam membawa peserta didik kearah pencapaian tujuan yang diharapkan. Salah satu bagian dari orientasi tugas, yakni keterlibatan peserta didik dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dan di sepakati bersama. Dimensi ini
CENDEKIA, Vol. 13 No. 2 Oktober 2019 p-ISSN: 1978-2098; e-ISSN: 2407-8557 Https://soloclcs.org ; Email: cendekiaoslo@gmail.com Center of Language and Cultural Studies, Surakarta, Indonesia Maunah, Binti. (2019). Pendidik dan Guru Muslim dalam Perspektif Sosiologis.
Cendekia (2019), 13(2): 99-114. DOI: 10.30957/cendekia.v13i2.599.
menggambarkan tugas-tugas dan peranan seorang guru atau pendidik memberi batasan dan memberi struktur terhadap perannya.dan peran didiknya untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan (Rochman Natawijaya, 2007:7).
Guru merupakan salah satu pemegang peranan yang sangat strategis dalam proses pembelajaran, sekaligus sebagai pelaksana kurikulum yang berada pada jajaran paling depan dala m lembaga pendidikan. Guru merupakan key person dalm kelas guru yang memimpin, mengarahkan dan mengajarkan pengetahuan kepada peserta didik. Apabila pendidikan dilihat sebagai proses produksi, maka guru merupakan salah satu input instrumental yang bertanggung jawab mengembangkan potensi peserta didik yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang telah sempurna, bahkan guru dianggap sebagai seorang yang perkataannya dipercaya (di gugu) dan perangainya dapat dipercaya (ditiru).
Proses pembelajaran melibatkan masalah perilaku individu, baik secara kelompok maupun individual. Pendidikan merupakan kegiatan lingkungan yang didalamnya melibatkan individu-individu yang melakukan interaksi dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Partisipasi utama dalm proses pembelajaran adalah seorang guru dan peserta didikyang saling berinteraksi dalam situasi pembelajaran. Keberhasilan proses pembelajaran bergantung kepada keaktifan individu yamg terlibat di dalamnya, yaitu perilaku guru, peserta didik, interaksi antara guru dan peserta didik, situasi pembelajaran dan lingkungan perndidikan. Dalam upaya mewujudkan proses pembelajaran yang efektif dan efisien, maka perilaku yang terlibat dalam proses pembelajaran tersebut hendaknya dapat dikondidikan dengan sebaik- baiknya. Guru di tuntut untuk mampu mewujudkan perilaku belajar peserta didik yang kreatif-kritis, melalui interaksi pembelajaran yang efektif dalam situasi yang kondusif. Guru di tuntut menungkatkan kualitas pembelajaran dalam bentuk kegiatan belajar yang dapat menghasilkan pribadi yang mandiri, pelajar yang efektif dan pekerja yang eduktif. Seoraang guru yang ingin meningkatkan kualitas proses kegiatan pembelajaran di kelas, harus memiliki kepekaan yang tinggi terhadap situasi dan kebutuhan peserta didik serta menggunakan pendekatan yang sistematif dengan menggunakan perencanaan dan persiapan langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang tepat. Untuk menciptakan suasana pembelajaran yang kondisif, guru tidak hanya sebagai penyampai pengetahuan tetapi juga sebagai pencipta cara kreatif yang mampu mewujudkan kenerja sebagai perancang pembelajaran, pengelola pembelajaran, sebagai pengaruh belajar, peneliti dan fasilitator belajar.
Sebagai perancang pembelajaran, guru diharapkan mampu untuk merancang kegiatan pembelajaran secara efektif dengan suasana yang konditif. Dalam menyusun rancangan dalam pembelajaran, seorang guru perlu melibatkan peserta didik dalam mengidentifikasi karakteristik dan kebutuhan belajar peserta didik. Guru harus memiliki pengetahuan yang luas mengenai prinsip-prinsip belajar sebagai dasar dalam merancam kegiatan pembelajaran, seperti merumuskan tujuan, memilih metode dan memilih media, melakukan evaluasi pembelajaran dan secara kreatif mampu mewujudkannya didalam proses pembelajaran (Ary Gunawan, 1989:28).
Sebagai pengelola pembelajarn ( learning manager ) seorang guru berperan mengelola seluruh proses pembelajaran dengan menciptakan kondisi-kondisi belajar yang memungkinkan setiap peserta didik dapat belajarsecara aktif, efektif, dan efisien.
CENDEKIA, Vol. 13 No. 2 Oktober 2019 p-ISSN: 1978-2098; e-ISSN: 2407-8557 Https://soloclcs.org ; Email: cendekiaoslo@gmail.com Center of Language and Cultural Studies, Surakarta, Indonesia Maunah, Binti. (2019). Pendidik dan Guru Muslim dalam Perspektif Sosiologis.
Cendekia (2019), 13(2): 99-114. DOI: 10.30957/cendekia.v13i2.599.
Pembelajaran yang menyenangakan dapat terbentuk dan terealisasi jika dipenuhi melalui pengelolaan kelas secara baik. Pembelajaran efektif adalah pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan tertentu dengan proses yang menyenangkan. Peserta didik merupakan fokus utama kegiatan pembelajan. Dalam mengelola lingkungan pembelajaran, secara mendasar bahwa mengelola lingkungan kelas (ruangan) lebih baik dari pada mengelola perilaku peserta didik. Membuat rencana pembelajaran akan menciptakan lingkungan belajar peserta didik lebih teratur. Peran lingkungan belajar sangat penting dalam memberikan dorongan yang kuat untuk bersiap dan berperilaku. Kegiatan belajar dikelola sebaik- baiknya sehingga memberikan suasana yang mendorong peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar dengan kualitas yang lebih baik.
Lingkungan dan situasi belajar yang baik adalah yang mampu menciptakan, merangsang,dan mewujudkan motivasi peserta didik umtuk belajar dan dapat menuangkan ide-ide kreatif.
Sebagai penilai hasil belajar, guru dituntut untuk berperan secara terus menerus mengikuti hasil-hasil belajar yang dicintai oleh peserta didik dari waktu ke waktu. Informasi yang didapatkan dari proses mengevaluasi ini akan menjadi umpan balik terhadap proses kegiatan pembelajaran, sebagai titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran selanjutnya, sehingga proses pembelajaran akan senantiasa ditingkatkan terus menerus untuk memperoleh prestasi belajar yang optimal.
Sebagai pengaruh belajar, seorang guru berperan untuk senantiasa membangkitkan, memelihara dan meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Dalam hal ini guru berperan sebagai motivator keseluruhan kegiatan belajar peserta didik, sehingga dituntut untuk mampu membangkitkan dorongan belajar peserta didik, menjelaskan secara kongkrit kepada peserta didik tentang apa yang dapat dilakukan nya setelah melakukan kegiatan pembelajaran, dan memberikan penghargaan untuk prestasi yang dicapai peserta didik.
Sebagai fasilitator belajar, metode pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran tidak hanya melalui pendekatan instruksional dengan menerapkan berbagai metode atau model-model pembelajaran, akan tetapi juga disertai dengan pendekatan pribadi. Melalui pendekatan pribadi diinginkan agar guru dapat mengenal dan memahami kondisi dan karakteristik peserta didik secara lebih mendalam sehingga dapat membantu dalam keseluruhan proses belajar.
Kegiatan pembelajaran dikatakan berkualitas, jika dalam proses pembelajaran memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik untuk aktif mengalami dan menghayati proses pembelajaran, baik secara kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Peran guru dalam dunia pembelajaran harus dapat mendorong peserta didik untuk lebih berminat terhadap pelajaran, sabar memberikan layanan kepada peserta didik , mampu menggunakan sumberyang tersedia secara maksimalantusias melaksanakan tugasnya, peka terhadap apa yang dirasakan oleh peserta didik.
Untuk memperoleh hasil pembelajaran yang diharapkan, guru sebagai kreator harusselalu berusaha mencari, merancang, mendesain, dan menerapkan model pembelajaran yang baru berdasarkan teori-teori pengalamannya. Peserta didik sebagai unsur kedua dalam proses pembelajaran, harus berperan aktif dengan motivasi tinggi, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan secara maksimal.
CENDEKIA, Vol. 13 No. 2 Oktober 2019 p-ISSN: 1978-2098; e-ISSN: 2407-8557 Https://soloclcs.org ; Email: cendekiaoslo@gmail.com Center of Language and Cultural Studies, Surakarta, Indonesia Maunah, Binti. (2019). Pendidik dan Guru Muslim dalam Perspektif Sosiologis.
Cendekia (2019), 13(2): 99-114. DOI: 10.30957/cendekia.v13i2.599.
## 3.3. Tugas dan Peran Guru di Masyarakat
a. Pendidikan dan Lingkungan Sosial
Pendidikan berkaitan erat dengan perkembangan dan perubahan perilaku peserta didik. Pendidikan bertalian dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, dan aspek- aspek perilaku lainnya pada generasi muda (Reynold, 2014:58). Pada masyarakat primitive tidak dikenal adanya istilah pendidikan formal (sekolah). Setiap anak harus belajar dari lingkungan sosialnya dan harus menguasai sejumlah tata perilaku yang diharapkan tanpa adanya guru yang bertanggung jawab atas tata susilanya tersebut.
b. Pendidikan dan Kontrol Sosial
Pendidikan sebagai kontrol sosial dalam arti luas adalah sebagai usaha atau tindakan seseorang atau suatu pihak untuk mengatur perilaku orang lain. Hal ini dikarenakan perilaku manusia senantiasa berkembang melalui interaksi dengan manusia lain. Perilaku tersebut dipengaruhi oleh tindakan dan harapan orang lain. Apabila pengaruh tersebut diinternalisasi, diterima, dan diresapi, maka akan bermuara menjadi norma atau pedoman perilaku individu tersebut. Hal inilah yang terjadi dalam proses pendidikan yang hakiki.
Sedangkan dalam artian sempit, kontrol sosial dapat diartikan sebagai pengendalian eksternal atas perilaku individu oleh orang lain yang memegang otoritas atau kekuasaan. Melalui kontrol eksternal tersebut, individu kadang-kadang terpaksa melakukan hal-hal yang berbeda dengan normanya sendiri. Kontrol serupa ini dapat dijalankan secara fisik atau secara verbal dengan menetapkan peraturan-peraturan. Dengan ancaman, tekanan, dan hukuman, guru atau kepala sekolah dapat mengontrol perilaku peserta didik.
## c. Pendidikan dan Perubahan Sosial
Laju perubahan sosial pada masing-masing masyarakat berbeda-beda. Perubahan dalam masyarakat terpencil berjalan lambat, akan tetapi apabila komunikasi dan transportasi terbuka, maka masyarakat tersebut dapat bersentuhan dengan dunia modern, sehingga dapat berkembang dengan lebih cepat.Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam hal ini misalnya, adat istiadat yang diteruskan secara turun temurun dalam bentuk aslinya (Ace Suryadi dan H.A.R. Tilaar,1993:159).
## d. Masyarakat sebagai Sumber Belajar
Upaya penting yang dilakukan sekolah adalah menghubungkan anak dengan masyarakat, dengan menjadikan masyarakat sebagai sumber belajar. Pelajaran di sekolah dapat dikaitkan dengan masalah-masalah pokok kehidupan seperti: sawah, kolam, sungai, bukit, taman, pabrik, museum, jalan raya, pasar, masjid, gereja, lapangan olah raga, gedung tua, makam, kantor pos, terminal kendaraan umum, bioskop, kantor camat dan lain sebagainya (Jarome S. Ercaro, 2007:75).
Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan berorentasi pada akademik bisa ditempuh melalui:
CENDEKIA, Vol. 13 No. 2 Oktober 2019 p-ISSN: 1978-2098; e-ISSN: 2407-8557 Https://soloclcs.org ; Email: cendekiaoslo@gmail.com Center of Language and Cultural Studies, Surakarta, Indonesia Maunah, Binti. (2019). Pendidik dan Guru Muslim dalam Perspektif Sosiologis.
Cendekia (2019), 13(2): 99-114. DOI: 10.30957/cendekia.v13i2.599.
1) quality assurance kepada semua lembaga pendidikan sehingga dapat mempersiapkan peserta didik untuk dapat tersaring pada saat dilakukan quality control melalui ujian nasional
2) menjamin kesejahteraan tenaga pendidik sehingga mereka dapat hidup layak dan dapat memusatkan perhatiannya pada kegiatan mengajar
3) mendorong daerah dan lembaga untuk dapat memobilisasi berbagai sumber dana dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan pendidikan (A Malik Fadjar, 2005:269).
## e. Profesionalisme
Profesional berasal dari kata profesi yang diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut. Pendidikan lebih lanjut terutama bertalian dengan bidang sains dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat. Para profesional dalam melaksanakan peran dan kegiatan utamanya sesuai dengan profesi, pengetahuan atau keahlian yang disandangnyatersebut terlepas dari etika profesi yang berkaitan dengan kode etik perilaku dan kode etik profesi sebagai standar moral (Abbdullah Idi & Safarina, 2016:98).
Standar yang dimaksud adalah suatu kriteria yang telah dikembangkan dan ditetapkan berdasarkan atas sumber, prosedur dan manajemen yangb efektif. Sedangkan kriteria adalah sesuatu yang menggambarkan ukuran keadaan yang dikehendaki. Penggunaan standar sangat vital dalam pengembangan suatu profesi. Dalam berbagai bentuknya, standar suatu profesi merupakan gambaran suatu profesi. Standar suatu profesi menetapkan siapa yang boleh dan tidak boleh masuk kedalam profesi tersebut. Standar berfungsi sebagai alat untuk menjamin bahwa program-program pendidikan suatu profesi dapat memberikan kualifikasi kemampuan yang harus dipenuhi oleh calon sebelum masuk ke dalam profesi yang bersangkutan. Sedangkan kompetensi adalah serangkaian perilaku inteligen penuh dengan rasa tanggung jawab yang wajib dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi yang diharapkan akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Artinya guru bukan hanya harus pintar tetapi juga pandai mentransfer ilmu yang dimilikinya kepada peserta didik.
Berdasarkan uraian diatas dapat kita pahami bahwa standar kompetensi guru adalah suatu ukuran yang ditetapkan ataudipersyaratkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan berperilaku layaknya seorang guru untuk menduduki jabatan fungsiomal sesuai tugas, kualitas, dan jenjang pendidikan.Tujuan standar kompetensi guru untuk memperoleh acuan baku dalam pengukuran kinerja guru untuk mendapatkan jaminan kualitas guru dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Ruang lingkup standar kompetensi guru meliputi tiga komponem kompetensi: (1) komponen kompetensi pengelolahan pembelajaran yang mencangkup (penyusunan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan interaksi belajar mengajar, penilaian prestasi belajar peserta didik, dan pelaksanaan tindak lanjut dari hasil penilaian (2) komponen kompetensi pengembangan potensi yang diorientasikan pada pengembangan profesi, dan (3)
CENDEKIA, Vol. 13 No. 2 Oktober 2019 p-ISSN: 1978-2098; e-ISSN: 2407-8557 Https://soloclcs.org ; Email: cendekiaoslo@gmail.com Center of Language and Cultural Studies, Surakarta, Indonesia Maunah, Binti. (2019). Pendidik dan Guru Muslim dalam Perspektif Sosiologis.
Cendekia (2019), 13(2): 99-114. DOI: 10.30957/cendekia.v13i2.599.
komponen kompetensi penguasaan akademik (pemahaman wawasan pendidikan dan penguasaan bahan kajian akademik).
f. Etika Pendidikan
Seperti diketahui bahwa secara mendasar, etika merupakan cabang falsafah dan sekaligus suatu cabang dari ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora). Dilihat dari cabang falsafah, etika membahas sistem-sistem pemikiran yang mendasar mengenai ajaran dan pandangan mora. Sebagai cabang ilmu, etika membahas bagaimana dan mengapa seorang mengikuti suatu ajaran tertentu. Sebagai ilmu, etika dikategorikan menjadi dua jenis: etika umum dan etika khusus. Etika umum mengkaji prinsip-prinsip umumyang berlaku bagi setiap tindakan manusia. Pada dasarnya falsafah tersebut membahas asas- asas tindakan dan perbuatan manusia, serta sistem nilai yang terkandung didalamnya. Etika khusus dibagi menjadi dua jenis, yakni etika individual dan etika sosial. Etika individual membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiridan dengan kepercayaan agama dianutnya serta panggilan nurani, kewajiban dan tanggung jawab terhadap Tuhannya. Sedangkan etika sosial mengkaji tentang kewajiban serta norma- norma sosial yang sepatutnya ditaati dalam konteks interaksi antarindividu dan antarmanusia, masyarakat, bangsa, dan negara. Etika sosial meliputi beberapa cabang secara khusus lagi, seperti etika keluarga, etika profesi, etika bisnis, etika lingkungan, etika pendidikan, etika kedokteran, etika jurnalistik, dan etika politik. Jadi etika pendidikan sebagai cabang dari etika sosial lebih fokus mengkaji kewajiban dan norma- norma dalam proses pendidikan, yakni terutama seorang dalam suatu masyarakat negara (memiliki sistem pendidikan tertentu) berinteraksi secara edukatif dengan individu (terlibat dalam proses pendidikan) dan kelompok lain (seperti orangtua dan masyarakat).
Jika berangkat dari ajaran al-Qur’an maka akan kita jumpai sifat positif yang seyogyanya dimiliki oleh seorang guru muslim. Sebagai contoh adalah sifat ketauladanan yang dijumpai melalui ajaran al Ghazali yaitu: mengikuti jejak Rasul, mencintai peserta didik, menempatkan peserta didik pada tingkat dirinya sendiri, mengutamakan kepentingan peserta didik diatas kepentingan diri sendiri, sungguh- sungguh siap memberikan bantuan jika peserta didik meminta bantuan, menutupi rahasia peserta didik, mendoakan peserta didik atas keselamatannya, memaafkan peserta didik, kesetiaan dan keikhlasan, meringankan beban peserta didik jika terasa terlalu memberatkannya. Dengan demikian peserta didik akan melakukan asosiasi dan imitasi terhadap tindakan yang dilakukan oleh guru (Muzamil Qomar, 2003:217).
Adapun berdasarkan al-Qur’an semboyangnya guru muslim dapat memiliki sifat shidiq, sesuai QS an Nisa’(4): 105
ﺎﻤﻴﺼﺧ ﻦﻴﻨﺋﺎﺨﻠﻟ ﻦﻜﺗ ﻻﻭ ۚ U ﻙﺍﺭﺃ ﺎﻤﺑ ﺱﺎﻨﻟﺍ ﻦﻴﺑ ﻢﻜﺤﺘﻟ ﻖﺤﻟﺎﺑ ﺏﺎﺘﻜﻟﺍ ﻚﻴﻟﺇ ﺎَﻨﻟﺰﻧﺃ ﺎﻧﺇ
ً ْ ْ ْ ْ ِ َ َ َ َ َ ِ ِ ِ ُ ِ ِ ْ ْ ْ ْ ْ ّ ُ ُ َ َ َ َ ْ َ ﱠ َ َ َ َ َ َ ِ ِ ِ َ ﱠ ﱠ َ ْ ِ َ َ َ ِ ِ
Arti: Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat, amanah sesuai QS al
CENDEKIA, Vol. 13 No. 2 Oktober 2019 p-ISSN: 1978-2098; e-ISSN: 2407-8557 Https://soloclcs.org ; Email: cendekiaoslo@gmail.com Center of Language and Cultural Studies, Surakarta, Indonesia Maunah, Binti. (2019). Pendidik dan Guru Muslim dalam Perspektif Sosiologis.
Cendekia (2019), 13(2): 99-114. DOI: 10.30957/cendekia.v13i2.599.
Qashash (28): 26,
ﻦﻴﻣﻷﺍ ﻱﻮﻘﻟﺍ ُ ِ َ ْ ﱡ ِ َ ْ ﺕﺮﺟﺄﺘﺳﺍ ﻦﻣ ﺮﻴﺧ َ ْ ْ َ ْ َ ِ َ َ ْ َ ﻥﺇ ۖ ﻩﺮﺟﺄﺘﺳﺍ ﺖﺑﺃ ﺎﻳ ﺎﻤﻫﺍﺪﺣﺇ ﺖﻟﺎﻗ ﱠ ْ ِ ِ ُ ْ ِ ْ َ ُ ْ ِ َ َ َ َ َ ْ َ َ
Arti: Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”.
,tabligh dan fatonah sesuai QS al Bayyinah (98): 5,
ﻚ ﻟ ﺫ ﻭ ۚ ﺓﺎ ﻛ ﺰﻟﺍ ﺍﻮ ﺗ ْﺆ ﻳ ﻭ ﺓ ﻼ ﺼﻟﺍ ﺍﻮ ﻤﻴ ﻘ ﻳ ﻭ ءﺎ ﻔَﻨ ﺣ ﻦﻳ ﺪﻟﺍ ﻪ ﻟ ﻦﻴ ﺼ ﻠ ﺨ ﻣ U ﺍﻭ ﺪ ﺒ ﻌ ﻴ ﻟ ﻻ ﺇ ﺍﻭ ﺮ ﻣ ﺃ ﺎ ﻣ ﻭ
َ ُ ُ ُ ِ ِ ِ ِ ِ َٰ ُ َ َ َ َ َ َ ُ ُ َ ﱠ َ ﱠ ْ ُ ُ َ ِ َ ُ َ ِ َ ّ ﱠ َ ِ َ ْ َ ﱠ ُ ُ َ ﺔ ﻤ ﻴ ﻘ ﻟﺍ ﻦﻳ ﺩ ِ َ ِّ ِ َ ْ ُ
Arti: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.
sabar sesuai QS Muzammil (73): 10 dan QS al Imron (3): 159,
ﻼﻴﻤﺟ ﺍﺮﺠﻫ ﻢﻫﺮﺠﻫٱﻭ ﻥﻮﻟﻮﻘﻳ ﺎﻣ ﻰﻠﻋ ﺮﺒﺻٱﻭ ً ِ َ ً ْ َ َ ْ ُ ْ ُ ْ ْ ْ َ َ ُ ُ َ َ َ ِ ٰ َ
Arti: Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik.
ﻞﻴ ﺠ ﻧ ﻹﺍ ﻭ َ ِ ْ ِ ْ َ ﺓﺍ ﺭﻮ ﺘﻟﺍ ﻝ ﺰ ﻧﺃﻭ ﻪﻳﺪﻳ ﻦﻴﺑ ﺎ ﻤﻟ ﺎﻗ ﺪﺼﻣ ﻖ ﺤ ﻟﺎﺑ ﺏﺎ ﺘﻜﻟﺍ ﻚ ﻴﻠﻋ ﻝﺰَﻧ َ َ َ
َ ْ ﱠ َ َ َ ْ ﱠ َ َ ِ َ ِ ِ ْ ْ ْ َ َ َ ِ َ ِ ً ّ ُ َ َ ِ ّ َ ْ ْ َ َ
Arti: Dia menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil, saleh (mencintai, membina, menyongkong kebaikan) sesuai QS an Nur (24): 55,
ﺎﻤ ﻛ ﺽ ﺭ ﻷﺍ ﻲ ﻓ ﻢ ﻬ ﻨ ﻔ ﻠ ﺨ ﺘ ﺴ ﻴ ﻟ ﺕﺎ ﺤ ﻟﺎ ﺼﻟﺍ ﺍﻮ ﻠ ﻤ ﻋ ﻭ ﻢ ﻜ ﻨ ﻣ ﺍﻮ ﻨ ﻣﺁ ﻦﻳ ﺬ ﻟﺍ َ َ َ َ ِ َ
ْ َ ﱠ
ْ ِ ِ ِ ِ ِ ْ ْ ُ ﱠ َ ْ ْ َ ِ َ ِ َ ﱠ ُ َ َ ُ ْ ُ U ﺪ ﻋ ﻭ ُ َ ﱠ َ َ ﺪ ﻌ ﺑ ﻦ ﻣ ﻢ ﻬ ﻨ ﻟ ﺪ ﺒ ﻴ ﻟ ﻭ ﻢ ﻬ ﻟ ﻰ ﻀ ﺗ ﺭﺍ ﻱ ﺬ ﻟﺍ ﻢ ﻬَﻨﻳ ﺩ ﻢ ﻬ ﻟ ﻦَﻨ ﻜ ﻤ ﻴ ﻟ ﻭ ﻢ ﻬ ﻠ ﺒ ﻗ ﻦ ﻣ ﻦﻳ ﺬ ﻟﺍ ﻒ ﻠ ﺨ ﺘ ﺳﺍ ِ ِ ِ ِ َ ِ ْ َ َ ْ ْ
ِ ِ ِ ِ ْ ْ ْ ْ ُ ُ ُ ُ ﱠ َ َ َ َ َ َ ّ ُ ُ ْ َ َ ٰ ِ َ َ َ ْ ﱠ ﱠ ُ َ ﱠ ّ ْ َ َ ْ ﻢ ﻫ ﻚ ﺌ ﻟﻭ ﺄ ﻓ ﻚ ﻟ ﺫ ﺪ ﻌ ﺑ ﺮ ﻔ ﻛ ﻦ ﻣ ﻭ ۚ ﺎ ﺌ ﻴَﺷ ﻲ ﺑ ﻥﻮ ﻛ ﺮ ﺸ ﻳ ﻻ ﻲ ﻨَﻧﻭ ُ َ ِ ِ ُ َ َ َ ُ ِ ِ َ ِ َٰ ُ َ َٰ ً ُ ْ َ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ ﺪ ﺒ ﻌ ﻳ ۚ ﺎ ﻨ ﻣ ﺃ ﻢ ﻬ ﻓ ﻮ ﺧ ُ َ ُ ْ َ ً ْ َ ْ ِ ِ ْ ﻥﻮ ﻘ ﺳﺎ ﻔ ﻟﺍ َ ُ ِ َ ْ
Arti: Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.
CENDEKIA, Vol. 13 No. 2 Oktober 2019 p-ISSN: 1978-2098; e-ISSN: 2407-8557 Https://soloclcs.org ; Email: cendekiaoslo@gmail.com Center of Language and Cultural Studies, Surakarta, Indonesia Maunah, Binti. (2019). Pendidik dan Guru Muslim dalam Perspektif Sosiologis.
Cendekia (2019), 13(2): 99-114. DOI: 10.30957/cendekia.v13i2.599.
adil sesuai QS al Maidah (5): 8 ﻡ ﻮ ﻗ ﻥﺂَﻨَﺷ ﻢ ﻜ ﻨ ﻣ ﺮ ﺠ ﻳ ﻻ ﻭ ۖ ﻂ ﺴ ﻘ ﻟﺎ ﺑ ءﺍ ﺪ ﻬ ﺷ § ﻦﻴ ﻣﺍ ﻮ ﻗ ﺍﻮ ﻧﻮ ﻛ ﺍﻮ ﻨ ﻣﺁ ﻦﻳ ﺬ ﻟﺍ ﺎ ﻬ ﻳ ﺃ ﺍ ٍ َ ْ َ َ َ ُ ْ ُ ُ ﱠ َ ِ ِ َ ْ َ ِ ِ َ ِ ْ ْ َ َ َ ُ ُ ُ ِ ِﱠ َ َ ِ ﱡ ﱠ ﱠ َ ﻥﻮ ﻠ ﻤ ﻌ ﺗ ﺎ ﻤ ﺑ ﺮﻴ ﺒ ﺧ U ﻥ ﺇ ۚ U ﺍﻮ ﻘ ﺗﺍ ﻭ ۖ ﻯ ﻮ ﻘ ﺘﻠ ﻟ ﺏ ﺮ ﻗ ﺃ ﻮ ﻫ ﺍﻮ ﻟ ﺪ ﻋﺍ ۚ ﺍﻮ ﻟ ﺪ ﻌ ﺗ ﻻ ﺃ ﻰ ﻠ ﻋ َ ِ ْ ِ ُ ُ ُ َ َ ِ ِ ْ ٌ ْ َ
ُ َ
َ َ َ ﱠ ﱠ ﱠ ِ ٰ ُ َ ﱠ ﱠ َ َ َ ٰ َ ْ ﱠ
ِ ُ ْ َ َ َ
Arti: Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
, mampu mengendalikan diri sendiri diri sendiri sesuai QS an Nur (24): 30,
ﻥ ﺇ ۗ ﻢ ﻬ ﻟ ﻰ ﻛ ﺯ ﺃ ﻚ ﻟ ﺫ ۚ ﻢ ﻬ ﺟﻭ ﺮ ﻓ ﺍﻮ ﻈ ﻔ ﺤ ﻳ ﻭ ﻢ ﻫ ﺭﺎ ﺼ ﺑ ﺃ ﻦ ﻣ ﺍﻮ ﻀ ﻐ ﻳ ﻦﻴ ﻨ ﻣ ْﺆ ﻤ ﻠ ﻟ ﻞ ﻗ ﱠ َ ْ ِ ٰ ْ ْ ْ َ ُ ُ َ ُ َ ْ َ َ َ ﱡ ِ ِ ِ ِ ِ َٰ َ ُ ُ ْ ِ َ َ َ ِ ْ ْ ُ َ ُ ْ ُ ﻥﻮ ﻌَﻨ ﺼ ﻳ ﺎ ﻤ ﺑ ﺮﻴ ﺒ ﺧ U َ ُ َ ْ َ ِ ِ ٌ َ َ ﱠ
Arti: Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat"
kemampuan kemasyarakatam sesuai QS ali Imron (3): 112,
ﺍﻭ ءﺎ ﺑ ﻭ ﺱﺎ ﻨﻟﺍ ﻦ ﻣ ﻞ ﺒ ُ َ ِ َ ﱠ َ ِ ٍ ْ ﺣ ﻭ U ﻦ ﻣ ﻞ ﺒ ﺤ ﺑ ﻻ ﺇ ﺍﻮﻔ ﻘ ﺛ ﺎ ﻣ ﻦ ﻳ ﺃ ﺔ ﻟ ﺬﻟﺍ ﻢ ﻬ ﻴ ﻠ ﻋ ﺖ ﺑﺮ ﺿ َ َ َ ِ ٍ َ ﱠ َ َ ِ ِ ِ ْ ْ ْ ِ َ ُ ِ ﱠ ِ ِ ُ ُ َ ُ ﱠ ّ َ ْ َ ُ U ﺕﺎ ﻳﺂ ﺑ ﻥﻭ ﺮ ﻔ ﻜ ﻳ ﺍﻮ ﻧﺎ ﻛ ﻢ ﻬ ﻧ ﺄ ﺑ ﻚ ﻟ ﺫ ۚ ﺔَﻨ ﻜ ﺴ ﻤ ﻟﺍ ﻢ ﻬ ﻴ ﻠ ﻋ ﺖ ﺑ ﺮ ﺿ ﻭ U ﻦ ﻣ ﺐ ﻀ ﻐ ﺑ ِ َ ِ َ ﱠ ﱠ ِ َ َ
َ َ َ ِ ِ َ ُ ِ ِ ُ ُ ْ ُ َ َ ْ ُ ﱠ َ ُ َ ْ ِ ِ َٰ ْ ِ ْ َ ْ ُ َ ٍ َ ﻥﻭ ﺪ ﺘ ﻌ ﻳ ﺍﻮ ﻧﺎ ﻛ ﻭ ﺍ ﻮ ﺼ ﻋ ﺎ ﻤ ﺑ ﻚ ﻟ ﺫ ۚ ﻖ ﺣ ﺮ ﻴ ﻐ ﺑ ءﺎ ﻴ ﺒ ﻧ ﻷﺍ ﻥﻮ ﻠ ﺘ ﻘ ﻳ ﻭ َ َ ُ َ َ َ ْ َ َ َ ُ ّ َ
َ ْ َ َ َ ِ ِ ِ ِ َ ِ َٰ ُ ٍ َ ْ َ ْ َ ْ ُ ْ
Arti: Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.
dan ketaqwaan kepada Allah sesuai QS al A’raf (7): 26 dan QS al Muddatsir (74): 1-7.
ﻚ ﻟ ﺫ ﻯ ﻮ ﻘ ﺘﻟﺍ ﺱﺎ ﺒ ﻟ ﻭ ۖ ﺎ ﺸﻳ ﺭ ﻭ ﻢ ﻜ ﺗﺁ ﻮ ﺳ ﻱ ﺭﺍ ﻮ ﻳ ﺎ ﺳﺎ ﺒ ﻟ ﻢ ﻜ ﻴ ﻠ ﻋ ﺎَﻨ ﻟ ﺰ ﻧ ﺃ ﺪ ﻗ ﻡ ﺩﺁ ﻲ ﻨ ﺑ ﺎ ﻳ َ ُ ِ ِ ِ ً ِ َ ِ َٰ ُ ُ ٰ ْ ْ َ َ َ َ ْ ﱠ ُ َ َ َ َ َ ً ِ ِ ْ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ ﻥﻭ ﺮ ﻛ ﺬ ﻳ ﻢ ﻬ ﻠ ﻌ ﻟ U ﺕﺎ ﻳﺁ ﻦ ﻣ ﻚ ﻟ ﺫ ۚ ﺮ ﻴ ﺧ َ ِ ُ ﱠ ﱠ َ َ ْ ُ ﱠ َ َ ِ ﱠ ْ ِ ِ َ َٰ ٌ ْ َ
Arti: Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.
CENDEKIA, Vol. 13 No. 2 Oktober 2019 p-ISSN: 1978-2098; e-ISSN: 2407-8557 Https://soloclcs.org ; Email: cendekiaoslo@gmail.com Center of Language and Cultural Studies, Surakarta, Indonesia Maunah, Binti. (2019). Pendidik dan Guru Muslim dalam Perspektif Sosiologis.
Cendekia (2019), 13(2): 99-114. DOI: 10.30957/cendekia.v13i2.599.
ﺮﺛﺪﻤﻟﺍ ﺎﻬﻳﺃ ﺎﻳ ُ ِّ ﱠ ُ ْ َ ﱡ َ ) 1 ( ﺭﺬﻧﺄﻓ ﻢﻗ ْ ِ ْ َ َ ْ ُ ) 2 ( ﺑﺭﻭ ﱠ َ َ ﺮﺒﻜﻓ ﻚ ْ ِّ َ َ َ ) 3 ( ﺮﻬﻄﻓ ﻚﺑﺎﻴﺛﻭ ْ ِّ َ َ َ َ ِ َ ) 4 ( ﺮﺠﻫﺎﻓ ﺰﺟﺮﻟﺍﻭ ْ ُ ْ َ َ ْ ﱡ َ ) 5 ( ﺮﺜﻜﺘﺴﺗ ﻦﻨﻤﺗ ﻻﻭ ُ ْ ِ ْ َ َ َ ْ ْ ُ َ ) 6 ( ﺮﺒﺻﺎﻓ ﻚﺑﺮﻟﻭ ْ ِْ ِ َ َ ّ َ ِ َ ) 7 (
Arti: 1) Hai orang-orang yang berkemul (berselimut) 2) Bangunlah, lalu berilah peringatan! 3) Dan Tuhanmu agungkanlah! 4) Dan pakaianmu bersihkanlah, 5) Dan perbuatan dosa tinggalkanlah!, 6) Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. 7) Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.
Gambar 1. Hubungan antara guru/pendidik dengan peserta didik
Seseorang dapat dikatakan sebagai seorang pendidik yang sebenarnya, jika di dalam dirinya terkandung beberapa aspek yang diidentifikasi sebagai kompetensi, yaitu meliputi:
a. Berwibawa.
Kewibawaan merupakan sikap dan penampilan yang dapat menimbulkan rasa segan dan hormat, sehingga peserta didik merasa memperoleh pengayoman dan perlindungan, yang bukan berdasarkan tekanan, ancaman, atau sanksi melainkan atas kesadarannya sendiri.
b. Tulus dan Iklhas
Memiliki sikap tulus ikhlas dalam pengabdian sikap tersebut tercermin dari hati yang rela berkorban untuk peseta didiknya, yang diwarnai juga dengan kejujuran, keterbukaan dan kesabaran.
c. Keteladanan
Keteladanan seorang guru memegang peranan penting dalam proses pendidikan, karena guru adalah orang pertama sesudah orang tua yang mempengaruhi pembinaan kepribadian seseorang. Karena itu seorang guru yang baik senantiasa akan memberikan yang baik pula kepada anak didiknya (Hary Priatna Sanuri, 2013:147).
Dalam hal penanaman nilai moral kepada peserta didik, yang pertama- tama paling bertanggung jawab terhadap tugas ini adalah orangtua. Akan tetapi hal ini masih dirasa sulit untuk dilakukan, karena para orangtua tidak dipersiapkan untuk menjadi ayah dan ibu yang baik. Ini adalah sebuah ironi yang menyedihkan, namun benar-benar terjadi.
## GURU
## PESERTA DIDIK
MENGHORMATI MENGHARGAI
CENDEKIA, Vol. 13 No. 2 Oktober 2019 p-ISSN: 1978-2098; e-ISSN: 2407-8557 Https://soloclcs.org ; Email: cendekiaoslo@gmail.com Center of Language and Cultural Studies, Surakarta, Indonesia Maunah, Binti. (2019). Pendidik dan Guru Muslim dalam Perspektif Sosiologis.
Cendekia (2019), 13(2): 99-114. DOI: 10.30957/cendekia.v13i2.599.
## SIMPULAN
1.
## Gambar 2 Sifat Pendidik atau Guru Muslim
## 4. SIMPULAN
Hasil penelitian ini menyimpulkan pendidik muslim dan guru muslim memegang peranan penting sebagai pendidik, guru di dalam komunitas dan profesional. Peranen pendidikan itu ditunjukkan dengan kompetensi: sosial dalam bentuk kewibawaan, memiliki sikap tulus dan iklhas, dan memnunjukkan keteladanan sebagai guru dan panutan murid dan masyarakat.
## DAFTAR RUJUKAN
Akhyak, 2003. Meniti Jalan Pendidikan Islam, Tulungagung: PUSTAKA BELAJAR
1. Kasih sayang pada murid
2. Memberi nasehat
3. Memberi peringatan
4. Melarang murid melakukan hal yang tidak baik
5. Bijak dalam memilih bahan pelajaran yang sesuai dengan
lingkungan murid
6. Hormat pada pelajaran lain yang bukan menjadi
pegangannya
7. Bijak dalam memilih bahan pelajaran yang sesuai dengan taraf kecerdasan murid
8. Mementingkan berfikir dan berijtihad
9. Jujur dalam keilmuan
10. Adil.
## SIFAT-SIFAT PENDIDIK/GURU MUSLIM
CENDEKIA, Vol. 13 No. 2 Oktober 2019 p-ISSN: 1978-2098; e-ISSN: 2407-8557 Https://soloclcs.org ; Email: cendekiaoslo@gmail.com Center of Language and Cultural Studies, Surakarta, Indonesia Maunah, Binti. (2019). Pendidik dan Guru Muslim dalam Perspektif Sosiologis.
Cendekia (2019), 13(2): 99-114. DOI: 10.30957/cendekia.v13i2.599.
Fadjar, Malik, 2005. Holistika Pemikiran Pendidikan , Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Gunawan, Ary, 1989. Administrasi Sekolah , Jakarta: Rineka Cipta
Idi Abdullah dan Safarina. 2016. Etika Pendidikan . Jakarta: PT. RAJAGRAFINDO PERSADA Maunah, Binti, 2016. Sosiologi Pendidikan . Yogyakarta: KALIMEDIA
Maunah, Binti, 2009. Landasan Pendidikan, Yogyakarta: SUKSES Offset
Nawawi, Haidar, 1989. Administasi Pendidikan , Jakarta: Haji Masagung
Priatna Sanusi, Hary 2013. Peran Guru PAI dalam Pengembangan Nuansa Religious di Sekolah , jurnal Pendidikan Agama Islam, vol.11, no.2
Qomar, Muzamil, Meneliti Jalan Pendidikan Islam , 2003. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset
Reynold (Ed.), M.C, . Knowledge Behavior
Ridwan, 2017. Profesi Guru Perspektif Sosiologi Pendidikan. Madaniah,Vol. 7 No. 2
Rifa’i, Muhammad.2011. Sosiologi Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Rivai, Zainal, dan Veinhzal, Bahar, Fauzi , 2013. Islamic Education Management ,
Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA
Rochman Natawijaya, Meningkatkan Kualitas
Satori, Djam`an, dkk., Profesi Keguruan
Shabir U,M, 2015. Kedudukan Guru sebagai Pendidik , AULADUNA, Vol. 2, No.2
Suarga , 2016. Islam dan Lingkungan Social , Vol.5, No.1
Suryadi, Ace dan. Tilaar, H.A.R 1993. Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar ,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
S. Arcaro, Jarome, 2007. Pendidikan Berbasis Mutu: Prinsip-prinsip perumusan dan
Tata Langkah Penerapan, Terj. Yosai Triantara , Yogyakarta: Pustaka Pelajar
CENDEKIA, Vol. 13 No. 2 Oktober 2019 p-ISSN: 1978-2098; e-ISSN: 2407-8557 Https://soloclcs.org ; Email: cendekiaoslo@gmail.com Center of Language and Cultural Studies, Surakarta, Indonesia Maunah, Binti. (2019). Pendidik dan Guru Muslim dalam Perspektif Sosiologis.
Cendekia (2019), 13(2): 99-114. DOI: 10.30957/cendekia.v13i2.599.
|
209d8729-4163-4032-8ae2-8fc182eca0f8 | https://journal.uhamka.ac.id/index.php/al-urban/article/download/3133/1045 | AL-URBAN: Jurnal Ekonomi Syariah dan Filantropi Islam Vol. 3, No. 1, Juni 2019 http://journal.uhamka.ac.id/index.php/al-urban p-ISSN: 2580-3360 e-ISSN: 2581-2874 DOI: 10.22236/alurban_vol3/is1pp13-23 Hal 13-23
## PENDAPATAN MURABAHAH, MUDHARABAH, DAN MUSYARAKAH TERHADAP PROFITABILITAS BANK DENGAN NPF SEBAGAI VARIABEL MODERATING
## Fadilah Zaidan
Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA Email: fadilah.netral@gmail.com
Diterima: 11 April 2019 ; Direvisi: 10 Juni 2019; Disetujui: 21 Juni 2019
Abstract
This study aims to determine the effect of Murabahah income, mudharabah income, mus - yarakah income, and NPF to profitability in sharia commercial banks. The result of this research shows that partially Murabahah income not has an effect on Profitability. This is evidenced by the value of t count of 1,334 and the value of ttable 2.004 (1,334 < 2.004) with significance of 0.188 > 0.05. Where as mudharabah income not has an effect on Profitabil - ity. It is proved by tcount of 1,674 and ttable value 2.004 (1,674 < 2,004) and significance level of 0.100 > 0,05. And musyarakah income has a negative effect on profitability. It is proved by tcount of -3,247 and ttable value -2.004 (-3,247 < -2,004) and significance level of 0.002 < 0,05. NPF has also a negative effect on profitability. It is proved by tcount of -8,204 and ttable value -2.004 (-8,204 < 2,004) and significance level of 0.000 < 0,05. As simultaneously Murabahah income, mudharabah income, musyarakah income, and NPF effect on Profitability. This is evidenced by the value of Fhitung of 27.225 and Ftable value of 2.54 (27.225 > 2.54) and a significance level of 0.000 < 0.05. Keywords : Murabahah income; mudharabah income; musyarakah income; NPF; ROA
## Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendapatan murabahah, pendapatan mudharabah, pendapatan musyarakah, dan NPF terhadap profitabilitas pada bank umum syariah. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa secara parsial Pendapatan Murabahah tidak berpengaruh terhadap Profitabilitas. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai thitung se - besar 1,334 dan nilai ttabel 2.004 (1,334 < 2.004) dengan signifikansi sebesar 0.188 > 0,05. Lalu pendapatan mudharabah juga tidak berpengaruh terhadap Profitabilitas. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai thitung sebesar 1,674 dan nilai ttabel 2.004 (1,674 < 2.004) dan taraf signifikansi sebesar 0100 > 0,05. Dan pendapatan musyarakah berpengaruh negatif terhadap profitabilitas. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai thitung sebesar -3,247 dan nilai ttabel -2.004 (-3,247 < -2.004) dengan signifikansi sebesar 0.002 < 0,05. Serta NPF juga berpengaruh negatif terhadap profitabilitas. Hal ini dibuktikan dengan nilai thitung sebesar -8,204 dan nilai ttabel -2.004 (-8,204 < -2.004) dengan signifikansi sebesar 0.000 < 0,05. Adapun secara simultan, pendapatan murabahah, pendapatan mudharabah, pendapa - tan musyarakah, dan NPF berpengaruh terhadap Profitabilitas. Hal tersebut dibuktikan den - gan nilai Fhitung sebesar 27,225 dan nilai Ftabel sebesar 2,54 (27,225 > 2,54) dan tingkat signifikansi sebesar 0,000 < 0,05. Kata Kunci : Pendapatan Murabahah; pendapatan mudharabah; pendapatan musyarakah; NPF; ROA
## PENDAHULUAN
Menurut Al-Arif (2011) lembaga keuan- gan seperti Bank Syariah yang men - jalankan fungsi perantara ( intermediary ) dalam penghimpunan dana masyarakat serta menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat sesuai dengan prinsip-prin- sip syariah. Menurut website Otoritas
Jasa Keuangan Hingga Januari 2018, telah ada 13 BUS (Bank Umum Syariah) dan 21 UUS (Unit Usaha Syariah) den - gan total aset sebesar Rp128,79 triliun, sementara itu BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat Syariah) berjumlah 167 bank. Salah satu produk bank yang meng - hasilkan pendapatan cukup besar adalah pembiayaan. Menurut Rivai dalam Pur- wanto (2011) pembiayaan merupakan penyediaan uang atau tagihan berdasar- kan persetujuan antara bank dan pihak lain yang wajib untuk mengembalikan uang atau tagihan setelah jangka waku tertentu dengan imbalan atau bagi ha- sil. Jenis-jenis pembiayaan dalam bank Syariah yaitu modal kerja dan investasi diantaranya dalam bentuk pembiayaan murabahah, mudharabah dan musy- arakah .
Ketiga jenis pembiayaan di atas merupakan pembiayaan yang banyak diminati di bank syariah. Terbukti dari data Statistik Perbankan Syariah 2017 yang dipublikasikan oleh Bank Indone- sia dan Otoritas Jasa Keuangan tercatat piutang Murabahah paling mendomi- nasi sebesar Rp 145,338 triliun diikuti oleh pembiayaan Musyarakah sebesar
Rp 95,08 triliun dan Mudharabah se- besar Rp15,984. Dalam mengoptimal - kan pencapaiannya, perbankan syariah berkomitmen untuk menggerakkan sek- tor riil secara terus menerus. Dengan demikian dengan adanya peningkatan penyaluran dana berupa pembiayaan Murabahah, Mudharabah dan Musy- arakah tersebut secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap profitabilitas Bank Umum Syariah. Pembiayaan-pem - biayaan dalam bank syariah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi profitabilitas bank syariah. Oleh karena itu tingginya minat nasabah untuk meng- gunakan pembiayaan mudharabah, musyarakah dan murabahah di bank syariah, diharapkan memberikan kon- tribusi terhadap profitabilitas bank sya - riah. Dari pendapatan pembiayaan-pem- biayaan tersebut bank dapat mengetahui seberapa besar keuntungan yang mam- pu dihasilkan oleh bank syariah. Selain mendapatkan keuntungan ada juga ke- mungkinan lain yang akan terjadi sep- erti munculnya pembiayaan bermasalah (NPF), pembiayaan bermasalah mer- upakan pembiayaan yang menurut kual- itasnya didasarkan atas resiko kemun- gkinan terhadap kondisi dan kepatuhan nasabah pembiayaan dalam memenuhi kewajiban untuk membayar bagi hasil, serta melunasi pembiayaannya.
Menurut Agza dan Darwanto (2017) murabahah berpengaruh positif sig- nifikan terhadap ROA. Artinya, jika murabahah meningkat maka ROA
- AL-URBAN: Jurnal Ekonomi Syariah dan Filantropi Islam Vol. 3, No. 1, Juni 2019 http://journal.uhamka.ac.id/index.php/al-urban p-ISSN: 2580-3360 e-ISSN: 2581-2874 DOI: 10.22236/alurban_vol3/is1pp13-23 Hal 13-23 juga akan ikut meningkat. Sedangkan menurut Andriansyah Kuncoro Awib (2017:84) murabahah berpengaruh negatif terhadap ROA. Artinya, jika mu- rabahah meningkat maka akan mem- buat ROA mengalami penurunan. Di sisi lain, menurut Felani dan Setiawiani
(2016) murabahah tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. Artinya, pen - ingkatan atau penurunan yang terjadi pada murabahah tidak akan berpen- garuh apapun terhadap ROA.
Menurut Ela Chalifah dan Ami- rus Sodiq (2015) mudharabah berpen- garuh positif signifikan terhadap ROA. Artinya, tiap peningkatan yang terja- di pada mudharabah akan membuat ROA meningkat pula. Sementara itu, menurut Andriansyah Kuncoro Awib (2017) mudharabah tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. Artinya, jika mudharabah meningkat atau menurun tidak akan mempengaruhi ROA.
Menurut Felani dan Setiawiani (2016) musyarakah berpengaruh posi- tif terhadap ROA. Artinya, jika musy- arakah meningkat maka ROA juga akan ikut meningkat. Sedangkan menurut Ela Chalifah dan Amirus Sodiq (2015) mus- yarakah berpengaruh negatif terhadap ROA. Artinya, jika musyarakah mening- kat maka ROA akan menurun. Namun, menurut Awib (2017) musyarakah tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. Artinya, jika musyarakah meningkat atau menurun tidak akan mempengaruhi
## ROA.
Menurut Sarqowi (2017) NPF ber - pengaruh negatif terhadap ROA. Art- inya, jika NPF meningkat maka ROA juga akan ikut meningkat. Sedangkan menurut Imam Mujamil (2017) NPF ti- dak bepengaruh terhadap ROA. Artinya, jika NPF meningkat atau menurun tidak ada pengaruhnya terhadap ROA.
Berdasarkan uraian yang telah di- jelaskan di atas terdapat ketidakkon- sistenan hasil penelitian ( research gap ) tersebut, penelitian ini bermaksud untuk menguji pengaruh pendapatan muraba - hah, mudharabah dan musyarakah ter- hadap profitabilitas dengan NPF sebagai variabel moderasi.
## TINJAUAN TEORI
## Pendapatan Murabahah
Menurut PSAK No.102 paragraf 05, murabahah didefinisikan sebagai akad jual-beli barang dengan harga jual sebe- sar biaya perolehan ditambah keuntun- gan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli.
Pendapatan Mudharabah Berdasarkan PSAK 105, mudharabah didefinisikan sebagai akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pen- gelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya di -
Fadhilah -
tanggung oleh pengelola dana. Pendapatan Musyarakah Berdasarkan PSAK 106, musyarakah didefinisikan sebagai kerjasama antara kedua pihak atau lebih untuk usaha tertentu dimana masing–masing pihak memberikan kontribusi dana dengan keuntungan dibagi sesuai dengan kese- pakatan sedangkan kerugian berdasar- kan porsi kontribusi dana.
## NPF
Menurut IAI dalam SAK (2007) NPF atau pembiayaan bermasalah adalah Pembiayaan yang pembayaran angsu- ran pokok atau bagi hasil telah lewat 90 hari atau lebih setelah jatuh tempo, atau pembiayaan yang pembayarannya se- cara tepat waktu sangat diragukan.
Profitabilitas Profitabilitas adalah kemampuan peru - sahaan memperoleh laba dalam hubun- gannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. (Sartono, 2010) profitablitas (ROA) dihitung dengan ru - mus:
## METODE PENELITIAN
Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data sekunder. Sumber data dari dokumen laporan keuangan tri- wulan dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2017 dapat diperoleh data men- genai jumlah pendapatan murabahah , pendapatan mudharabah , pendapatan musyarakah , dan profitabilitas serta NPF. Data yang dianalisis dalam pene-
litian ini adalah data sekunder. Sumber data dari dokumen laporan keuangan triwulan dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2017 dapat diperoleh data men- genai jumlah pendapatan murabahah , pendapatan mudharabah , pendapatan musyarakah , dan profitabilitas serta NPF. Dengan menggunakan metode purposive sampling .
Metode purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan per- timbangan tertentu (Sugiyono, 2012). Adapun sampel dalam penelitian ini adalah Bank umum syariah di Indone- sia, diantaranya:
1. Bank muamalat, Bank Syariah mandiri, Bank BNI Syariah.
2. Bank umum syariah yang Laporan Keuangan Bank Umum Syariah nya terdapat pada Statistik Perbankan Syariah dari 2013-2017.
3. Bank umum syariah yang mempu- nyai pendapatan murabahah, mud- harabah, dan musyarakah dan NPF di laporan keuangannya.
Penelitian ini menggunakan tiga je- nis variabel yaitu variabel bebas, moder- asi dan terikat. Pendapatan murabahah , pendapatan musyarakah , dan pendapa- tan mudharabah merupakan variabel bebas, NPF merupakan variabel moder- asi, sedangkan profitabilitas merupakan variabel terikat.
- AL-URBAN: Jurnal Ekonomi Syariah dan Filantropi Islam Vol. 3, No. 1, Juni 2019 http://journal.uhamka.ac.id/index.php/al-urban p-ISSN: 2580-3360 e-ISSN: 2581-2874 DOI: 10.22236/alurban_vol3/is1pp13-23 Hal 13-23
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Analisis Statistik Deskriptif
N Minimum Maxi- mum Mean Std. Deviation murabahah 60 173699 4216447 1.51E6 1010660.195 mudharabah 60 8980 543973 1.51E5 119947.341 musyarakah 60 29707 2117638 6.02E5 543749.509 NPF 60 1.35 7.23 4.0675 1.73006 profitabilitas 60 .0002 .0102 .003876 .0028414 Valid N (listwise) 60
Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa variabel pendapatan Murabahah (X 1 ) dengan jumlah data (N) sebanyak
60 memiliki nilai rata-rata ( mean ) se- besar 1.510.000 dengan nilai minimum sebesar 173.699 dan nilai maksimum sebesar 4.216.447, sedangkan standar deviasinya sebesar 1.010.660,195.
Variabel pendapatan mudharabah (X 2 ) dengan jumlah data (N) sebanyak 60 memiliki nilai rata-rata ( mean ) se- besar 150.000 dengan nilai minimum sebesar 8.980 dan maksimum 543.973, sedangkan standar deviasinya sebesar 119.947,341.
Variabel pendapatan musyarakah (X 3 ) dengan jumlah data (N) sebanyak 60 memiliki nilai rata-rata ( mean ) sebe- sar 602.000 dengan nilai minimum se- besar 29.707 dan maksimum 2.117.638, sedangkan standar deviasinya sebesar 543.749,509.
Variabel pendapatan musyarakah
(M) dengan jumlah data (N) sebanyak 60 memiliki nilai rata-rata ( mean ) sebe- sar 4,0675 dengan nilai minimum sebe - sar 1,35 dan maksimum 7,23, sedangkan standar deviasinya sebesar 1,73006.
Variabel Profitabilitas (Y) dengan jumlah data (N) sebanyak 60 memiliki nilai rata-rata ( mean ) sebesar 0,003876 dengan nilai minimum sebesar 0,0002 dan maksimum 0,0102, sedangkan stan- dar deviasinya sebesar 0,0028414.
Uji Moderated Regression Analysis
## (MRA)
1. Analisis Moderated Regression Analysis (MRA) merupakan aplika- si khusus regresi linier berganda di- mana dalam persamaan regresinya mengandung unsur interaksi (perka- lian dua atau lebih variabel indepen- den).
NPF dapat memoderasi pengaruh pendapatan murabahah terhadap profit - abilitas.
Berdarkan persamaan regresi 1.3 di atas, NPF mempunyai nilai koefisien negatif, dan interaksi antara pendapatan murabahah dengan NPF menghasilkan nilai signifikasi 0,002 lebih kecil dari acuan tarif signifikasi 0,05 sehingga dapat disimpulkan variabel NPF meru- bakan variabel moderating yang mem- perkuat hubungan variabel pendapatan murabahah terhadap profitabilitas.NPF dapat memoderasi pengaruh pendapatan mudharabah terhadap profitabilitas.
2. Berdasarkan persamaan regresi 2.3 berikut, NPF mempunyai nilai koe-
fisien negatif, dan interaksi antara pendapatan mudharabah dengan NPF menghasilkan nilai signifika - si 0,129 lebih besar dari acuan tarif signifikasi 0,05 sehingga dapat disi - mpulkan variabel NPF bukan mer- ubakan variabel moderating yang memperkuat hubungan variabel pendapatan mudharabah terhadap profitabilitas.
NPF dapat memoderasi pengaruh pendapatan musyarakah terhadap prof- itabilitas.
k e t - erangan persamaan Persamaan 1.1 Persamaan 1.2 Persamaan 1.3 P e r s a - maan Y = 0,003+5,724 x 10 10 X 1 Y= 0,007+1,481 x 10 9 X 1 – 0,001Z Y= 0,004+3,839 x 10 9 X 1 + 0,000Z - 5,021 x 10 10 X1*Z N i l a i koefisien β 1 = 5,724 x 10 10 β 1 = 1,481 x 10 9 β 2 = -0,001 β 1 = 3,839 x 10 9 β 2 = 0,000 β 3 = -5,021 x 10 9 Sig β 1 = 0,119 β 1 = 0,000 β 2 = 0,000 β 1 = 0,000 β 2 = 0,015 β 3 = 0,002 R 2 0,041 0,584
0,649 Adj. R 2 0,025 0,569 0,630 F 2,509 39,936 34,464
N 60
60 60
keterangan
Persamaan Persamaan 2.1
Persamaan 2.2 Persamaan 2.3 Persamaan Y= 0,003+5,890
x 10 9 X 1
Y= 0,007+1,254 x 10 8 X 1 – 0,001Z Y= 0,006+2,137 x 10 8 X 1 + 0,000Z - 1,977 x 10 9 X1*Z
Nilai koefisien β 1 = 5,890 x 10 9 β 1 = 1,254 x 10 8
β 2 = - 0,001 β 1 = 2,137 x 10 8 β 2 = 0,000 β 3 = -1,977 x 10 9
- AL-URBAN: Jurnal Ekonomi Syariah dan Filantropi Islam Vol. 3, No. 1, Juni 2019 http://journal.uhamka.ac.id/index.php/al-urban p-ISSN: 2580-3360 e-ISSN: 2581-2874 DOI: 10.22236/alurban_vol3/is1pp13-23 Hal 13-23
Berdarkan persamaan regresi 3.3 berikut, NPF mempunyai nilai koefisien negatif, dan interaksi antara pendapatan mudharabah dengan NPF mengahsilkan nilai signifikasi 0,375 lebih besar dari ac - uan tarif signifikasi 0,05 sehingga dapat disimpulkan variabel NPF bukan meru- bakan variabel moderating yang mem- perkuat hubungan variabel pendapatan musyarakah terhadap profitabilitas.
keterangan Persamaan Persamaan 2.1 Persamaan 2.2
Persamaan 2.3 Sig β 1 = 0,055 β 1 = 0,000 β 2 = 0,000 β 1 = 0,001 β 2 = 0,000 β 3 = 0,129 R 2 0,062 0,595
0,611 Adj. R 2 0,046 0,581 0,591 F 3,882 41,853 29,366
N 60
60 60
keterangan persamaan Persamaan 3.1 Persamaan 3.2 P e r s a m a a n 3.3 Persamaan Y= 0,005-1,573 x 10 9 X 1 Y= 0,008- 4,480 x 10 10 X 1 – 0,000Z Y = 0,007+7,922 x 10 10 X 1 + 0,000Z – 2,875 x 10 10 X1*Z Nilai koe- fisien β 1 = -1,573 x 10 9 β 1 = -4,480 x 10 10 β 2 = -0,000 β 1 = 7,922 x 10 10 β 2 = 0,000 β 3 = -2,875 x 10 10 Sig β 1 = 0,019 β 1 = 0,459 β 2 = 0,000 β 1 = 0,602 β 2 = 0,006 β 3 = 0,375 R 2 0,091 0,357
0,366 Adj. R 2 0,075 0,335 0,332 F 5,781 15,828 10,781 N 60 60 60
## Fadhilah -
## Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk me- lihat apakah model regresi variabel terikat dan variabel bebas mempunyai distribusi normal atau tidak. Dalam pe- nelitian ini pengujian normalitas data menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov dan pendekatan grafik normal proba - bility plot . Berdasarkan hasil pengujian tingkat signifikansinya dari uji normal - itas sebesar 0,285 > 0,05, maka dapat diinterpretasikan nilai residual terdistri- busi normal atau memenuhi syarat uji normalitas.
Uji Multikolinieritas Berdasarkan hasil pengujian nilai VIF pada pendapatan murabahah se- besar 7,601, pendapatan mudhara- bah sebesar 7,362, pendapatan musy- arakah sebesar 1,232, dan NPF sebesar
1,279 yang tidak lebih dari angka 10
(VIF > 10). Kemudian nilai tolerance pendapatan murabahah sebesar 0,132,
pendapatan mudharabah sebesar 0,136, pendapatan musyarakah sebesar 0,812,
dan NPF sebesar 0,782, yang berarti ku - rang dari 0,10 ( tolerance > 0,10). Maka dapat disimpulkan bahwa model regresi pada penelitian ini tidak terjadi multiko- linearitas.
Uji Heterokedastisitas
Dari gambar berikut, menunjukkan bahwa grafik scatterplot terlihat tidak ada pola tertentu yang jelas dan tit- ik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 (nol) pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari resid- ual 1 (satu) pengamatan ke pengamatan yang lain. Sehingga model regresi layak dipakai untuk memprediksi masalah pe- nelitian.
## Uji Autokorelasi
Berdasarkan dari hasil uji autoko- relasi, diperoleh nilai Durbin-watson = 1,031. Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan DW hitung berada diantara -2 dan 2, maka ini berarti tidak terjadi autokorelasi. Kesimpulannya adalah ti- dak ada autokorelasi.
## Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini digunakan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan pada bab sebel- umnya dan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial (uji t) maupun secara simultan (uji F).
Uji Signifikan Parameter Individ - ual (Uji Statistik t) Uji statistik t pada dasarnya menun- jukkan seberapa jauh pengaruh 1 (satu) variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel de- penden. Dengan melihat tabel distribusi t maka koefisien korelasi dengan tingkat
- AL-URBAN: Jurnal Ekonomi Syariah dan Filantropi Islam Vol. 3, No. 1, Juni 2019 http://journal.uhamka.ac.id/index.php/al-urban p-ISSN: 2580-3360 e-ISSN: 2581-2874 DOI: 10.22236/alurban_vol3/is1pp13-23 Hal 13-23 kesalahan 5% (0,05), jumlah data (n) valid sebanyak 60, dan df = n–k-1 se - hingga didapat nilai df = 55, diperoleh t tabel sebesar 2,004.
1. Pendapatan Murabahah (X 1 ) Berdasarkan hasil uji regresi t,
pendapatan murabahah memiliki 1,334 di mana (1,332) < (2,004) dan nilai signifikansi 0,188 di mana nilai sig - nifikansi 0,188 > 0,05 yang berarti bah - wa pendapatan murabahah tidak berpen- garuh signifikan terhadap profitabilitas.
2. Pendapatan Mudharabah ()
Berdasarkan hasil uji regresi t di atas, pendapatan musyarakah memiliki
1,474 di mana (1,674) < (2,004) dan nilai signifikansi 0,100 di mana nilai signifikansi 0,100 > 0,05 yang berarti bahwa pendapatan mudharabah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas.
3. Pendapatan Musyarakah ())
Berdasarkan hasil uji regresi t di atas, pendapatan mudharabah memili- ki -3,247 di mana (-3,247) < (-2,004) dan nilai signifikansi 0,002 di mana nilai signifikansi 0,002 < 0,05 yang berarti bahwa pendapatan musyarakah berpen- garuh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas.
4. NPF (Z)
Berdasarkan hasil uji regresi t di atas, pendapatan NPF memiliki -8,204 dimana (-8,204) < (-2,004) dan nilai signifikansi 0,000 di mana nilai sig - nifikansi 0,000 < 0,05 yang berarti bah - wa NPF berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap profitabilitas.
Uji Signifikan Parameter Simul - tan (Uji Statistik F) Uji statistik F pada dasarnya menun- jukkan apakah semua variabel indepen- den atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara ber- sama-sama terhadap variabel dependen atau terikat. Dengan melihat tabel distri- busi F maka koefisien korelasi dengan tingkat kesalahan 5% (0,05), jumlah data (n) valid sebanyak 60, dan df = n-k- 1 sehingga didapat nilai df = 55 dan F tabel sebesar 2,54.
Dari hasil perhitunggan menggu- nakan SPSS yang menunjukkan oleh ta - bel ANOVA di atas, diketahui (30,584) > F tabel (2,54) pada tingkat signifikansi 0,000 dan df = (4,55). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seluruh vari- abel independen (pendapatan muraba - hah , pendapatan mudharabah , pendapa- tan musyarakah , NPF) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap varia - bel dependen (profitabilitas) atau F hitung > F tabel .
Analisis Koefisien Determinasi (Uji R 2 ) Analisis koefisien determinasi (R 2 ) mengukur kemampuan variabel peru- bahan tarif pajak badan dan profitabili - tas dalam menjelaskan variasi variabel struktur modal. Dalam regresi linear berganda digunakan R Square .
Berdasarkan perhitungan, nilai R Square sebesar 0,664, hal ini berar- ti variabel pendapatan murabahah ,
Fadhilah -
pendapatan mudharbah , pendapatan musyarakah , dan NPF dapat menjelas- kan 66,4% variabel proftabilitas, se - dangkan sisanya 33,6% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan da- lam penelitian ini.
## SIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah di- peroleh dapat disimpulkan bahwa pendapatan murabahah tidak berpen- garuh signifikan terhadap profitabilitas sedangkan pendapatan mudharabah tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas. Pendapatan musyarakah berpengaruh negative langsung dan signifikan terhadap profitabilitas. NPF berpengaruh negative langsung dan sig- nifikan terhadap profitabilitas. Pendapa - tan murabahah , pendapatan mudhara- bah , pendapatan musyarakah , dan NPF secara bersama-sama berpengaruh sig- nifikan terhadap profitabilitas.
REFERENSI AAOIFI. (2010). Accounting, Auditing and Governance Standards for Is - lamic Financial Institutions. Ma- nama: Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions.
Al-Arif, M. N. Rianto. (2011). Dasar- Dasar Ekonomi Islam. Solo: Era Adicitra Intermedia.
Antonio, Muhammad Syafi’i. (2013). Learner dan Educator. Jakarta:
## Tazkia.
Hery. (2015). Analisis Laporan Keuan - gan. Yogyakarta: Center For Aca - demic Publishing Services.
Kasmir. (2011). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Khaerul Umam. (2013). Manajemen
Perbankan Syariah. Bandung: CV Pustaka Setia.
Kuncoro, Mudrajad. (2009). Metode
Riset Untuk Bisnis & Ekonomi.
Jakarta: Erlangga.
Margono. (2010). Metodologi Peneli- tian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
## PSAK No. 102 Tahun 2017, Tentang
Akuntansi Murabahah mengatur pengakuan, pengukuran, penya- jian dan pengungkapan transaksi murabahah.
## PSAK No. 105, Tentang Akuntansi
Mudharabah.
PSAK No. 106, Tentang Akuntansi Musyarakah.
## PSAK No. 23 Tahun 2012, Tentang
Pendapatan.
Purwanto. (2011). Statistika untuk Pe - nelitian. Yogyakarta: Pustaka Pe - lajar.
Qudamah, Ibnu. (2008). Al-Mughni. Ja - karta: Pustaka Azzam.
- AL-URBAN: Jurnal Ekonomi Syariah dan Filantropi Islam Vol. 3, No. 1, Juni 2019 http://journal.uhamka.ac.id/index.php/al-urban p-ISSN: 2580-3360 e-ISSN: 2581-2874 DOI: 10.22236/alurban_vol3/is1pp13-23
## Hal 13-23
Rasul, A. A. (2011). Ekonometrika For- mula dan Aplikasi dalam Manaje- men. Jakarta: Mitra Wacana Me- dia.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
_________. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suwiknyo, Dwi. (2009). Akuntansi Perbankan Syariah. Yogyakarta: Trustmedia.
__________. (2010). Analisis Laporan Keuangan Perbankan Syariah. Yo - gyakarta: Pustaka Pelajar.
Tuanakotta, Theodurus. M. (2011). Te- ori Akuntansi. Jakarta : FEUI
Warsono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT Raja Graf- indo Persada.
www.ojk.go.id .
Usanti, T. P. (2013). Transaksi Bank Syariah.
Hadiyati, P., & Aditya Baskara, R.
(2013). Pengaruh Non Performing Financing Pembiayaan Mudhara- bah Dan Musyarakah Pada Bank Muamalat Indonesia.
Sugiyono, P. D. (2013). Metode Pene - litian Manajemen. Bandung: Al- fabeta, CV.
Felani, H., & Setiawiani, I. G. (2017).
Pengaruh Pendapatan Mudhara- bah, Musyarakah dan Murabahah terhadap Profitabilitas pada Bank Umum Syariah Periode 2013- 2015.
Al-Arif, M. N. R., & Hamidawati, R. N. (2011). Dasar-dasar ekonomi Is- lam. Era Adicitra Intermedia.
Sartono, R. Agus. 2010. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Edi- si Keempat. Yogyakarta: BPFE.
|
2076a9dc-209d-44bb-9459-691f8715cb08 | https://journal.ipm2kpe.or.id/index.php/JKS/article/download/1946/1561 | Jurnal Keperawatan Silampari Volume 4, Nomor 2, Juni 2021 e-ISSN: 2581-1975 p-ISSN: 2597-7482 DOI: https://doi.org/10.31539/jks.v4i2.1946
## STRES KERJA DENGAN PERILAKU CARING PETUGAS KESEHATAN
DALAM PENANGANAN PASIEN PADA MASA PANDEMI COVID-19
Lisnawati Yupartini 1 , Epi Rustiawati 2 , Tuti Sulastri 3
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 1,2,3
ylisnawati37@gmail.com 1
## ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan stres kerja tenaga kesehatan dengan perilaku caring di Puskesmas Kota Serang. Jenis penelitian ini adalah survey analitik dengan desain cross-sectional. Hasil penelitian didapatkan 43,2% tenaga kesehatan dengan stres sedang dan 29,1% tenaga kesehatan kurang caring. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa nilai (p= 0.00). Simpulan, terdapat hubungan antara stres kerja tenaga kesehatan dengan perilaku caring di Puskesmas di Kota Serang Tahun 2020
Kata Kunci: Caring, Pandemi Covid-19, Stres Kerja, Tenaga Kesehatan
## ABSTRACT
This study aims to determine the relationship between work stres of health workers and caring behavior at the Serang City Health Center. This type of research is an analytic survey with a cross-sectional design. The results showed that 43.2% of health workers with moderate stres and 29.1% of health workers lacked caring. The results of the bivariate analysis showed that the value (p = 0.00). In conclusion, there is a relationship between the work stres of health workers and caring behavior at the Puskesmas in Serang City in 2020
Keywords: Caring, Covid-19 Pandemic, Work Stres, Health Workers
## PENDAHULUAN
Covid-19 merupakan virus jenis baru yang ditemukan pada tahun 2019 dan belum pernah ditemukan menyerang manusia sebelumnya (WHO, 2020; Zulva, 2019). Covid-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Sindrom Pernafasan Akut Coronavirus 2 (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 atau SARS-CoV02) (Setiawan, 2020). WHO menyatakan virus corona sebagai pandemi pada 11 Maret 2020, dan virus ini menyebar dengan sangat cepat (Moana, 2020). Status pandemi atau epidemi global menunjukkan bahwa penyebaran Covid-19 sangat cepat.
Kondisi saat ini membuat masyarakat tidak siap secara fisik dan psikologis untuk merespons (Sabir & Phil, 2016). Wang et al., (2020) Dijelaskan pula bahwa dampak pandemi Covid-19 telah menimbulkan banyak kerugian seperti hambatan fisik, ketimpangan ekonomi, ketimpangan sosial dan gangguan jiwa. Saat terinfeksi virus corona ini, kondisi psikologis yang dialami masyarakat akan merasa cemas (Fitria et al., 2020). Huang et al., (2020) menjelaskan, gangguan jiwa yang terjadi selama pandemi Covid-19 adalah kecemasan, ketakutan, stres, depresi, panik, sedih, depresi, marah, dan penyangkalan.
Stres kerja dapat mempengaruhi kualitas hidup tenaga kesehatan yang secara bersamaam mengurangi kualitas caring pelayanan kesehatan, caring adalah prosedur interpersonal, kepekaan interpersonal termasuk komunikasi positif dan implemetasi pengetahuan dan keterampilan professional. Stres terkait pekerjaan akan mengakibatkan hilangnya caring dan meningkatkan insiden keslahan praktik. Keadaan ini adalah hal yang paling merugikan dalam pelayanan kesehatan (Health and Safety Executive, 2017).
Sejak akhir Desember 2019, kota Wuhan di Cina telah melaporkan adanya pneumonia baru yang disebabkan oleh penyakit coronavirus 2019 (COVID-19), yang telah menyebar secara Internasional. Data di Indonesia menunjukkan 4.839 orang menunjukkan terkonfimasi positif COVID-19, dengan kematian 9,48% (Tosepu et al., 2020). Menghadapi situasi kritis ini, petugas kesehatan di garis depan yang terlibat langsung dalam diagnosis, pengobatan, dan perawatan pasien COVID-19 berisiko berkembang secara psikologis kesusahan dan gejala fisiologis lainnya. Petugas kesehatan menghadapi beban kerja yang berat, peralatan perlindungan yang menipis, perasaan tidak didukung yang berkontribusi pada keadaan stres. Masa pandemi Covid 19 mengubah tata cara dan jam pelayanan di puskesmas, keadaan ini dapat menimbulkan stres kerja dapat dapat mengakibatkan rendahnya perilaku caring yang diberikan petugas kesehatan kepada pasien. dan tidak terbiasanya dengan pemakain alat pelindung diri yang menutupi rapat anggota tubuh petugas yang membuat rasa tidak nyaman selama bekerja.
Studi sebelumnya pada petugas kesehatan menunjukkan reaksi psikologis yang tidak normal pada saat menghadapi wabah SARS 2003 diantaranya petugas kesehatan takut akan penularan dan infeksi pada keluarga, teman, dan tetangga. Psikologis yang dirasakan petugas kesehatan merasa stigmatisasi dan ketidakpastian, keengganan untuk bekerja, mengalami stres tingkat tinggi, kecemasan dan gejala depresi (Health and Safety Executive, 2017).
Hasil studi pendahuluan di Puskesmas Kota Serang dalam 3 bulan terakhir yaitu Februari, Maret, dan April 2020 angka kunjungan pasien rata-rata 480 s.d. 600 orang. Jumlah tenaga kesehatan 128 orang. Hasil wawancara dengan 10 orang petugas kesehatan, 3 orang bidan mengeluhkan lelah dan badan terasa pegal setelah pulang bertugas, 4 orang mengatakan leher terasa tegang selama kerja, 2 orang mengatakan terasa malas masuk kerja. Berdasarkan hasil observasi terhadap pasien, pasien mengatakan petugas melayani pasien sesuai dengan kebutuhan, namun petugas tidak menjelaskan informasi berbeda saat masa sebelum pandemi. Selama ini pihak manajemen puskesmas telah melakukan upaya peningkatan pelayanan kesehatan termasuk perilaku caring melalui kegiatan pertemuan rutin bulanan yang dipimpin oleh kepala puskesmas.
## METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini analitik dengan pendekatan secara potong lintang ( cross sectional ). Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei - November 2020. Populasi dalam penelitian ini adalah tenaga kesehatan di Puskesmas di Kota Serang. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 148 orang.
Pengumpulan data dilakukan pada tenaga kesehatan di puskesmas si Kota Serang. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan instrumen berupa kuesioner stres kerja dan caring.
Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan program SPSS. Analisis univariat gambaran distribusi frekuensi stres kerja dan caring . Analisis bivariat dilakukan dengan uji chi square antara variabel stres kerja dan caring .
## HASIL PENELITIAN Gambaran Stres Kerja Tenaga Kesehatan
Tabel. 1 Distribusi Frekuensi Stres Kerja Tenaga Kesehatan (n=148) Stres Kerja Tenaga Kesehatan Frekuensi Presentase (%) Sedang 64 43,2 Ringan 84 56,8 Total 148 100,0
Berdasarkan tabel 1 dapat dijelaskan bahwa hasil analisis distribusi frekuensi stres kerja pada 148 responden yang diteliti diketahui sebagian besar responden mengalami stres kerja ringan yaitu sebanyak 84 (56,8%) responden.
## Gambaran Perilaku Caring
Tabel. 2
Distribusi Frekuensi Stres Kerja Tenaga Kesehatan di Puskesmas Kota Serang (n=148) Perilaku Caring Frekuensi Presentase (%) Kurang Caring 43 29,1 Caring 105 70,9 Total 148 100,0
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan hasil analisis distribusi frekuensi perilaku caring pada tenaga kesehatan ruang penyakit dalam tampak bahwa dari total 148 responden yang diteliti diketahui sebagian besar responden mempunyai perilaku caring yaitu sebanyak 105 (70,9%) responden.
Hubungan Stres Kerja Tenaga Kesehatan dengan Perilaku Caring
Tabel. 3 Hubungan Stres Kerja Tenaga Kesehatan dengan Perilaku Caring (n=148) Stres Kerja Tenaga kesehatan Perilaku Caring Total Nilai p OR ( 95%
CI) Kurang
Caring Caring n % n % n % 0,00 6,636 (2,978– 14,78) Sedang 32 50 32 50 64 100 Ringan 11 13,1 73 86,9 84 100 Jumlah 43 29,1 105 70,9 148 100,0
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa dari 64 tenaga kesehatan dengan stres kerja sedang sebagian 32 (50 %) mempunyai perilaku caring . Jika dibandingkan dengan tenaga kesehatan dengan stres kerja ringan sebagian besar yang mempunyai perilaku caring yaitu 73 (86,9 %) dari 84 tenaga kesehatan di puskesmas. Hal ini menunjukkan semakin stres akan menjadi berperilaku kurang caring.
## PEMBAHASAN Gambaran Stres Kerja Tenaga kesehatan
Berdasarkan tabel 1 dapat dijelaskan bahwa hasil analisis distribusi frekuensi stres kerja pada 148 responden yang diteliti diketahui sebagian besar responden mengalami stres kerja ringan. Stres harian, dibanding dengan peristiwa trumatis merupakan faktor prediktor yang dapat mempengaruhi kesehatan mental lebih besar. Respon stres fisiologis yang berkepanjangan merupakan faktor risiko yang dapat menimbulkan suatu penyakit (Schönfeld et al., 2016). Keadaan pandemi Covid-19 yang telah berlangsung selama berbulan-bulan dapat dijadikan sebagai stresor yang berkepanjangan. Respon stres berkepanjangan sebagian besar tidak disadari atau dianggap sebagai penyebab stres (Krystal & McNeil, 2020; Lin et al., 2020).
Stres kerja tenaga kesehatan secara biologis yang dialami responden yaitu sebagian besar merasa otot kaku setelah bekerja, tangan terasa capek, betis terasa pegal, persendian terasa ngilu, nyeri punggung, nyeri pinggang, dan makan secara berlebihan. Stres kerja selama masa pandemi Covid-19 secara psikologis yang sebagian besar dialami responden yaitu merasa tertekan karena bekerja dalam situasi menegangkan, merasa tidak aman untuk menyelesaikan pekerjaan, merasa ketakutan tertular Covid-19 dalam bekerja, dan merasa tidak puas terhadap pekerjaan (Brosschot et al., 2018). Selanjutnya sebagian besar tenaga kesehatan mengalami stres kerja secara sosial terdiri dari mudah tersinggung, ketegangan dalam berinteraksi dengan teman sejawat, mengalami mimpi buruk, mengalami insomnia, kecemasan dan mudah marah tanpa sebab yang berarti apabila tidak diatasi gejala ini dapat menyebakan gangguan fungsional tenaga kesehatan termasuk gangguan mood dan kecemasan (Health and Safety Executive, 2017).
Hal ini sejalan dengan keadaan tenaga kesehatan saat menghadapi penyakit ebola (Krystal & McNeil, 2020). Stresor yang sama terhadap petugas kesehatan dapat dipersepsikan secara berbeda, yaitu dapat sebagai peristiwa yang positif yang tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya dan mengancam (Schönfeld et al., 2016). Beberapa penelitian tentang stres kerja terhadap tenaga kesehatan juga telah dilakukan berhubungan dengan beban kerja berlebih ( work overload ) , tuntutan waktu pengerjaan tugas yang cepat, tidak adanya dukungan sosial dalam bekerja (khususnya dari supervisor, kepala tenaga kesehatan dan managerial ketenaga kesehatanan yang lebih tinggi), terpapar penyakit infeksi, tertusuk jarum, dan berhubungan dengan pasien sulit atau kondisi sulit pasien yang serius.
## Gambaran Perilaku Caring
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan hasil analisis distribusi frekuensi perilaku caring pada tenaga kesehatan ruang penyakit dalam diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai perilaku caring . Caring merupakan rasa kepedulian, penuh dengan rasa hormat, penuh kasih dan professional dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dimasa- masa sulit pandemi Covid-19. Caring dikatakan juga sebagai sikap altruistik untuk bertindak dan merasa empati terhadap sesama manusia. Dari tabel 2 menunjukkan masih ada petugas kehatan yang bersikap kurang melaksanakan perilaku caring, hal ini dikarenakan tenaga kesehatan terdapak oleh adanya stresor oleh karena keadaan pandemi Covid-19.
Petugas kesehatan menampilkan caring bertujuanmeningkatkan rasa aman dan keselamatan pasien saat pemberian pelayanan kesehatan. Kemudian caring juga menekankan harga diri individu, artinya dalam melakukan praktik ketenaga kesehatanan, tenaga kesehatan senantiasa selalu menghargai klien dengan menerima kelebihan maupun
kekurangan klien sehingga bisa memberikan pelayanan kesehatan yang tepat (Olender, 2017).
## Hubungan Stres Kerja Tenaga Kesehatan dengan Perilaku Caring
Penyakit Covid-19 telah menyebabkan kekhawatiran setiap orang akan tertular penyakit tersebut, termasuk para petugas kesehatan yang berada di garis terdepan menghadapi virus corona ini. Keadaan stres pada petugas kesehatan ditampilkan melalui tingkat depresi, kecemasan, dan insomnia. Keadaan stres akan mempengaruhi hasil kerja tenaga kesehatan. Pada masa pandemi Covid-19 ini tantangan dan kesulitan dalam bekerja menjadi meningkat, petugas kesehatan diwajibkan memberikan pelayanan kesehatan yang optimal dengan keadaan situasi pandemi Covid-19. Mekanisme koping petugas kesehatan dalam adaptasi pada masa pandemi Covid-19 akan menentukan perilaku caring yang ditampilkan (Krystal & McNeil, 2020).
Hasil tersebut menunjukkan bahwa sres kerja tenaga kesehatan sangat mempengaruhi perilaku caring pada tenaga kesehatan di puskesmas, hal ini dibuktikan dengan hasil uji statistik dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai p sebesar 0,000 (p< α) yang berarti H 0 ditolak artinya terdapat hubungan yang bermakna antara stres kerja tenaga kesehatan dengan perilaku caring . Lingkungan bekerja pada masa pandemi Covid-19 berpotensi sebagai stresor kerja. Distres yang muncul merupakan adanya gangguan fungsional organ yang akan berpengaruh terhadap seseorang yang tidak mampu memberikan pelayanan kesehatan optimal, termasuk menampilkan perilaku caring (Olender, 2017).
Masa pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) membawa dampak perubahan dunia. Mulai aspek ekonomi, social, tidak terkecuali terhadap pelayanan kesehatan, mulai dari sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama yaitu pusksmas sampai dengan tingka lanjut yaitu rumah sakit. Petugas kesehatan sebagai garda terdepan dihadapkan dengan musuh yang tak kasat mata dan tidak bisa terdeteksi keberadaanya sehingga diharuskan patuh terhadap kebijakan pemerintah yaitu wajib memakai baju pelindung diri ( hazmat suit ) dan pelindung wajah ( face shield ). Masyarkat yang akan berobat ke puskesmas diarahkan menuggu di luar gedung dengan pemberlakuan physical distancing. Jam pelayanan puskesmas ditambah bagi puskesmas yang tidak melayani pasien rawat inap.
Olender menambahkan bahwa caring yang dilakukan dengan efektif dapat mendorong kesehatan dan pertumbuhan individu, terdapat adanya hubungan yang signifikan antara persepsi mengenai perilaku caring tenaga kesehatan dengan kepuasan pasien terhadap pelayanan ketenaga kesehatanan (Olender, 2017). Pelayanan kesehatan pada masa pandemi Covid-19 merupakan suatu tantangan besar bagi petugas kesehatan, dimana petugas harus menampilkan perilaku caring dalam pemberian pelayanan kesehatan ditengah adanya stres yang dialami oleh petugas kesehatan itu sendiri. Perilaku caring tenaga kesehatan tidak hanya mampu meningkatkan kepuasan klien, namun juga dapat menghasilkan keuntungan bagi puskesmas menyampaikan bahwa perilaku caring dapat mendatangkan manfaat finansial bagi industri pelayanan kesehatan. Perilaku caring staf kesehatan mempunyai nilai ekonomi bagi puskesmas karena perilaku ini berdampak bagi kepuasan pasien. Dengan demikian, secara jelas dapat diketahui bahwa perilaku caring tenaga kesehatan dapat memberikan kemanfaatan bagi pelayanan kesehatan karena dapat meningkatkan kesehatan dan pertumbuhan individu serta meningkatakan kepuasan pasien sehingga akan meningkatkan kunjungan pasien ke puskesmas dan pada akhirnya memberikan keuntungan finansial bagi puskesmas.
## SIMPULAN
Terdapat hubungan antara stres kerja tenaga kesehatan dengan perilaku c aring di Puskesmas di Kota Serang Tahun 2020.
## SARAN
Saran bagi Puskesmas di Kota Serang diharapkan kepada Kepala Puskesmas membuka saluran khusus/ ruang khusus dan konfrensi melalui video sebagai wadah konseling tenaga kesehatan agar dapat mengelola stres secara konstruktif.
## DAFTAR PUSTAKA
Brosschot, J. F., Verkuil, B., & Thayer, J. F. (2018). Generalized Unsafety Theory of Stres:
Unsafe Environments and Conditions, and the Default Stres Response. International Journal of Environmental Research and Public Health , 15 (3), 1–27. https://doi.org/10.3390/ijerph15030464
Health and Safety Executive. (2017). Work-related Stres, Depression or Anxiety Statistics in Great Britain 2017. In Health and Safety Executive report . www.hse.gov.uk/statistics/
Fitria, L., Neviyarni, N., & Karneli, Y. (2020). Cognitive Behavior Therapy Counseling untuk Mengatasi Anxiety dalam Masa Pandemi Covid-19. Al-Irsyad: Jurnal Pendidikan Dan Konseling , 10 (1), 23–29. http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/al- irsyad/article/viewFile/7651/3538
Huang, C., Wang, Y., Li, X., Ren, L., Zhao, J., Hu, Y., Zhang, L., Fan, G., Xu, J., Gu, X., Cheng, Z., Yu, T., Xia, J., Wei, Y., Wu, W., Xie, X., Yin, W., Li, H., Liu, M., & Cao, B. (2020). Clinical Features of Patients Infected with 2019 Novel Coronavirus in Wuhan, China. The Lancet , 395 (10223), 497–506. https://doi.org/10.1016/S0140- 6736(20)30183-5
Krystal, J. H., & McNeil, R. L. (2020). Responding to the Hidden Pandemic for Healthcare Workers: Stres. Nature Medicine , 26 (5), 639. https://doi.org/10.1038/s41591-020- 0878-4
Lin, K., Yang, B. X., Luo, D., Liu, Q., Ma, S., Huang, R., & McIntyre, R. S. (2020). The Mental Health Effects of COVID-19 on Health Care Providers in China. American Journal of Psychiatry , 177 (7), 635–636.
https://doi.org/10.1176/appi.ajp.2020.20040374
Moana, N. (2020). Konsep Isolasi dalam Jaringan Sosial untuk Meminimalisasi Efek Contagious (Kasus Penyebaran Virus Corona di Indonesia). Jurnal Sosial Humaniora Terapan , 2 (2), 117–125. https://doi.org/10.7454/jsht.v2i2.86
Olender, L. (2017). The Relationship Between and Factors Influencing Staff Nurses’ Perceptions of Nurse Manager Caring and Exposure to Workplace Bullying in Multiple Healthcare Settings. Journal of Nursing Administration , 47 (10), 501–507. https://doi.org/10.1097/NNA.0000000000000522
Sabir, A., & Phil, M. (2016). Gambaran Umum Persepsi Masyarakat terhadap Bencana di Indonesia. Jurnal Ilmu
Ekonomi dan Sosial , 5 (3), 304–326.
https://media.neliti.com/media/publications/237547-gambaran-umum-persepsi- masyarakat-terhad-501404e6.pdf
Schönfeld, P., Brailovskaia, J., Bieda, A., Zhang, X. C., & Margraf, J. (2016). The Effects of Daily Stres on Positive and Negative Mental Health: Mediation Through Self- Efficacy. International Journal of Clinical and Health Psychology , 16 (1), 1–10. https://doi.org/10.1016/j.ijchp.2015.08.005
Setiawan, A. R. (2020). Lembar Kegiatan Literasi Saintifik untuk Pembelajaran Jarak Jauh Topik Penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19). Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan ,
2 (1), 28–37. https://doi.org/10.31004/edukatif.v2i1.80
Tosepu, R., Gunawan, J., Effendy, D. S., Lestari, H., Bahar, H., & Asfian, P. (2020). Correlation between Weather and Covid-19 Pandemic in Jakarta, Indonesia. Science of The Total Environment . DOI: 10.1016/j.scitotenv.2020.138436
Wang, Z., Qiang, W., & Ke, H. (2020). A Handbook of 2019-nCoV Pneumonia Control and Prevention. In Hubei Science and technology press . http://fpmpam.org/files/Handbook_2019nCoV.pdf
WHO. (2020). Report of the WHO-China Joint Mission on Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). The WHO-China Joint Mission on Coronavirus Disease 2019 , 2019 (February), 16–24. https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/who- china-joint-mission-on-covid-19-final-report.pdf
Zulva, T. N. I. (2019). Covid-19 dan Kecenderungan Psikosomatis. Journal of Chemical Information and Modeling , 53 (9), 1689–1699
|
1d26a13c-4d4f-4d11-aae3-1826b9d90870 | https://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt/article/download/18018/13468 |
## INDEKS
## A
Absorpsi, 160 Acropora, 30, 42 Adaptasi, 309
Adaptive capacity , 67 , 69 , 71 , 74 , 76 , 82 Adiyana, 126 , 127 , 129 , 131
Agus, 257 Aklimatisasi, 127 Aksesibilitas, 139 , 144 Akuatik, 106 Akumulasi, 106, 160, 162, 164, 221 , 222 ,
225 , 226 , 228 , 229 , 230
Alamsyah, 177 , 183 Algadri, 313 Alometrik, 173 , 175 , 176 , 178 , 179 Ambassis nalua , 113 , 116 , 121 , 122
Anorganik, 160, 202
Anterior, 116
Antibodi, 161 , 164 , 167 , 168 , 169 , 171
Antropogenik, 156, 158
Antropologis, 136 Arafat, 313 , 322 ArcGIS, 177 Artemia, 107 Arus, 123 , 124 , 127 , 128 Azis, 19
## B
Bacan, 185 , 186 , 187 , 188 , 189 , 190 , 191 ,
193 , 195 , 196 , 197
Bahari, 135 , 136 , 143 , 148 , 149, 176 , 182 ,
184
Bahoi, 295 , 296 , 297 , 298 , 299 , 300 , 301 Bahtiar, 9 , 10 , 11 , 13 , 14 , 15 , 16 , 17
Balantak, 277 , 278 , 283 , 284 , 285 , 286 , 287 , 288 , 291
Bali, 57
Banggai, 277 , 278 , 279 , 284 , 286 , 291 Baswantara, 129
Batimeri, 1
Batissa violacea , 9 , 10 , 14 , 16 , 17 , 18 Belangkas, 131 , 132 , 133 , 134 , 135 , 136 , 137 , 138 , 139
Bengen, 134 , 139, 176 , 183 Benih, 161 , 163 , 164 , 165 , 166 , 167 , 168 , 169 , 170 , 171, 185 , 186 , 189, 305 , 306 ,
307 , 308 , 309 , 310 Benthos, 314
Betina, 107 , 108, 177 , 178 , 179 , 180, 186 , 187 , 188 , 189 , 190 , 191 , 195 Bintuni, 114 , 123 Biodiversitas, 29, 222 Biogenik, 168 Bioindikator, 2 Biologi, 114 , 122
Biomassa, 29, 30, 31, 35, 40, 41, 204 , 210, 226, 259, 264,
Biota, 105 , 106 , 107 , 111, 158, 160, 166,
314 , 315 , 317 , 318 , 319 , 320 , 322 Biotik, 101 Birdwatching , 177
Bivalvia, 9 , 11 , 15, 186 , 188 , 190 , 191 , 192 ,
194 , 195 , 196 , 197 Blastomer , 109
Bobot, 185 , 186 , 187 , 188 , 189 , 190 , 193 Boer, 41, 43 Bolder , 190 , 192 Booster, 168
Bualemo, 277 , 278 , 283 , 284 , 285 , 286 ,
287 , 288 , 289 , 291 Budidaya, 142 , 152, 151 , 152 , 153 , 154 , 155 , 156 , 157 , 158 , 159, 155, 156, 157,
158, 161 , 162 , 163 , 164, 169 , 170, 175, 186 , 191 , 193 , 194 , 195 , 197, 305 , 306
Buko, 277 , 278 , 283 , 284 , 285 , 286 , 287 ,
289 , 291
Bulukumba, 135 , 136 , 137 , 138 , 139 , 140 ,
141 , 142 , 143 , 144 , 145 , 146 , 147
Buoyancy , 241
## C
Caesionidae, 29, 33, 34, 35, 40, 41 Cahaya, 121 , 122 , 123 , 124 , 126 , 127 , 128 Cahyarini, 168 , 169 , 170 , 171 , 172 Cappenberg, 185 , 195 , 197 , 198
Carrying capacity , 58
Chaetoceros gracilis , 106 , 112 CITES, 197
Coral, 60 , 61 , 63 Cordova, 160, 165, 166
Crustacea , 91 , 101, 191
## D
Damar, 247 Degradasi, 227, 296 Dek, 24 Densitas, 224 , 225 , 226 , 229
Deposisi, 158, 230 Destruktif, 235 , 236 , 240 , 241 , 243 , 245
Destruktor, 170 Digitate, 30 Dinamika, 259, 260, 269, 270 Dinoflagellata , 101 Dishidros, 46 , 49 , 50 , 52 Diving , 235 , 236 , 237 , 238 , 239 , 240 , 241 , 242 , 243 , 245 , 246 DO, 1 , 2, 57 , 59 , 60 , 62 , 63 , 64
Dominansi, 94 , 95 , 96 , 97 , 101, 279 , 283
Drone , 177 , 179 , 182 Dugong, 295
## E
Echinodermata, 295 Efektivitas, 163 , 169 Ekologi, 106, 132, 176 , 177 , 178 , 181, 182, 260, 270, 295 , 296
Ekominawisata, 175 , 176 , 177 , 181 , 183
Ekonomis, 9 , 10, 125
Ekosistem, 30, 42, 67, 91 , 92 , 98 , 100 , 101,
132 , 135 , 136 , 137 , 138 , 140, 146 , 147 ,
148, 174 , 175 , 176 , 177 , 178 , 179 , 181 , 182 , 183, 184, 185 , 186 , 187 , 188 , 199, 201 , 202 , 203 , 204 , 206 , 207 , 208 , 209 ,
210 , 211 , 212 , 214 , 215 , 216 , 217 , 218,
221, 235 , 236 , 243 , 245 , 246, 277 , 278 , 279 , 280 , 281 , 282 , 283 , 284 , 287 , 288 , 289 , 290 , 291, 295, 314 , 315 , 322 Ekotoksikologi, 106 Ekowisata, 175 , 182 , 183 Eksisting, 181 Eksploitasi, 278 Elektronik, 121 , 122 , 123 , 124 , 125 , 126 ,
127 , 128 , 129
Endapan, 175 Endemik, 106 Endotoksin, 163 , 167 , 168
Epibiotik, 132
Estetika, 182
Estimasi, 224 , 225 , 226 , 227 Estuari, 91 , 92 , 96 , 97 , 99 , 100 , 101
## F
Fahruddin, 295
Fahrudin, 41, 43, 173, 277 Fase, 105 , 106 , 109 , 110 , 111 Fauna, 188 Fekunditas, 113 , 114 , 116 , 119 , 121 Fertilisasi, 106 Fishing base , 26
Fishing ground , 19 , 20 , 23 , 25 Fisiologi, 129, 298, 309 Fitoplankton, 106
Fluktuatif, 188 , 195 Flux , 121 , 122 , 123 , 124 , 125 , 127
Fotosentesis, 202 Fototaksis, 122
Frekuensi, 173 , 175 , 178 , 179 , 180 , 183, 285
## G
Gari elangote , 15 Gastropoda, 188 , 194 , 195 , 196 , 198, 295
Gastrula, 109 , 110 Generasi, 185 , 186 , 187 , 189 , 191
Genus, 106 , 111
Geografis, 10 Geospatial, 270
Ghozali, 313
Glukosa, 125 , 126 , 127 , 128 , 129 , 130 , 131
Gonad, 9 , 10 , 11 , 12 , 13 , 14 , 15 , 16 , 18, 116 ,
118 , 120, 138, 186 , 187 , 189 , 197 Gonadosomatik, 180 GPS, 2, 258, 259, 260, 261, 263, 268, 269,
270, 271, 274
## H
Habitat, 29, 30, 33, 38, 91 , 97 , 98 , 99 , 101, 105 , 106 , 107, 131 , 132 , 137 , 138 , 140, 186 , 188 , 190 , 194 , 197 , 198, 295 , 296 ,
300 , 301, 314 , 320 , 321 , 322
Hariyadi, 247
Hastari, 151 Hemolymph , 125 , 126 , 128 , 129 , 130 , 131
Hemosit, 126 , 129 Hermaprodit, 13 Hermawan, 247
Hipoksia, 309 Homeostasis, 129 , 130 Hotspot, 257, 259, 263, 264, 266, 267, 268, 269, 270, 271, 272, 273 Husrin, 46 , 54
## I
IKG, 9 , 10 , 11 , 12 , 13 , 14, 113 , 116 , 118 , 120
Ikhsani, 1 IKL, 277 , 278 , 280 , 281 , 286 , 287 , 288 , 289 ,
290 , 291
Imunostimulan, 161 , 162 , 163 , 165 , 167 ,
168 , 170 , 171 In Situ , 62 Indeks, 67, 257, 259, 262, 263, 264, 265,
266
Indikator, 126 , 129 Indonesia, 60 , 62 , 64 , 65 Indo-Pasifik, 125 Indramayu, 91 , 92 , 93, 113 Induk, 105 , 108, 185 , 186 , 187 , 188 , 189 , 190 , 191 , 192 , 193 , 195 , 196 , 197 , 198 , 199
Industri, 1 Instrumen, 1 , 121 , 123 , 127 , 128, 170
Intensif, 141 , 142 , 143 , 144 , 146 , 150 , 152
Intertidal, 68
Intraseluler, 164 Iskandar, 19 , 21 , 23 , 24 , 28 Ismi, 305 , 306 , 307 , 309 , 310 , 311
Isometrik, 175 , 176
## J
Jantan, 107, 177 , 178 , 179 , 180, 186 , 187 ,
188 , 189 , 190 , 191 , 195 , 196
Jaya, 122 , 128 , 129 Jukung, 1 , 168 , 169 , 170 , 171 Juvenil, 106 , 111, 320 , 321
## K
Kabupaten, 1 Kadmium, 156, 160, 162, 163, 164 Kamal, 151
Kanibalisme, 126
Karakterisasi, 163, 131 , 132 , 133 , 137 , 138,
141 , 142 , 143 , 144 , 145 , 146, 193, 238,
297 , 300 Karang, 1 , 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 67, 168 , 169 , 170 , 171, 185 , 186 , 187 , 188 , 189 , 190 , 191 ,
193 , 194 , 195 , 197 , 199 , 200, 235 , 236 ,
237 , 238 , 240 , 241 , 242 , 243 , 245 , 246,
278, 295 , 296 , 300 , 301, 313 , 314 , 315 ,
320 , 321 , 322 , 323
Karapas, 134 , 137, 173 , 174 , 175 , 176 , 177 ,
178 , 179 , 180 , 182
Karbon, 201 , 202 , 203 , 204 , 210 , 211 , 213 ,
216 , 217 Karbonat, 168 Karimunjawa, 29
Kategori, 277 , 283 , 288 , 289 , 290 , 291 Kation, 170
Kawasan, 135 , 136 , 138 , 139 , 145 , 146 , 148, 175 , 176 , 177 , 180 , 181 , 182 , 183 , 184 Keanekaragaman, 181, 185 , 186 , 190 , 192 ,
195 , 197, 279 , 283, 94 , 96 Kekeruhan, 60 , 61 , 64 Kelimpahan, 91 , 94 , 95 , 96 , 99 , 101 , 102 Kepadatan, 135 , 136 , 137 , 139 Kepekaan, 277 , 279 , 280 , 281 , 286
Kepiting, 173 , 174 , 177 , 178 , 179 , 181 , 183
Kepulauan, 258
Kerang hijau, 106 Kerapatan, 281 , 284 , 288 , 290 Kerapu, 151 , 152 , 153 , 155 , 156 , 157 , 158 ,
159, 162 , 170, 305 , 306 , 307 , 308 , 309 ,
310 , 311 Kerentanan, 67, 281 , 286
Kesenjangan, 125
Kesesuaian, 139 , 145 , 146 , 147 , 148 KJA, 126, 151 , 152 , 153 , 155 , 156 , 157 , 158
Klasifikasi, 188
Klorofil, 259, 269 Koloni, 235 , 241 , 243 , 244 , 245 Kolonisasi, 313 , 314 , 321
Komoditas, 173 Kompartemen, 122 , 124 , 126
Komunitas, 91, 314 , 320 , 321 Konsentrasi, 1 , 148 , 149 , 150, 158, 160,
161, 168 , 169 , 170 , 171, 259, 269, 270, 308 , 309 Konservasi, 29, 132, 176 , 177 , 183 , 184,
280 , 281 , 286
Konsumsi, 122 , 124
Korelasi, 155, 158, 161, 162, 163, 164, 166
Koropitan, 221 Krustasea, 173, 320 , 321
Kuisioner, 138
Kumalah, 173 Kurnia, 151 Kurva, 21 , 26 , 27
## L
Lamala, 277 , 278 , 283 , 284 , 285 , 286 , 287 , 288 , 291
Lamun, 60 , 61 , 63, 185 , 186 , 188 , 199, 278, 295 , 300 , 301 , 303 Lapindo, 176 , 181 Larva, 105 , 106 , 107 , 109 , 110 , 112, 114 , 121, 186 , 187 , 197 , 198 Lasolo, 9 LED, 121 , 122 , 123 , 124 , 127 , 128 , 129 Lekok, 1 , 2 , 3 , 4 , 5 License, 235 , 240 , 241 , 243 , 244 Lipopolisakarida, 164 , 167 LIT, 29, 31 Lobster, 125 , 127 , 128 , 130 , 132 Logam, 1, 156, 158, 159, 160, 161 Lubis, 221 Lumpur, 175 , 181 , 183 Luwuk, 277 , 278 , 283 , 284 , 285 , 286 , 287 , 288 , 291
## M
Macquaria colonorum , 121 , 123
Madduppa, 313
Makrofag, 163 , 168 Mangrove, 60 , 61 , 63, 131 , 132 , 137 , 138 , 140, 173 , 174 , 177 , 178 , 180 , 181 , 182 , 183 , 184, 175 , 176 , 177 , 178 , 179 , 181 , 182 , 183 , 184, 185 , 186 , 194, 201 , 202 ,
203 , 204 , 205 , 206 , 207 , 208 , 209 , 210 ,
211 , 212 , 213 , 214 , 215 , 216 , 217 , 219 ,
220, 221 , 222 , 223 , 224 , 225 , 226 , 227 ,
228 , 229 , 230 , 231 , 232 , 233, 277 , 278 ,
279 , 280 , 281 , 282 , 283 , 284 , 285 , 286 , 287 , 288 , 289 , 290 , 291 , 292 , 294 Masama, 277 , 278 , 283 , 284 , 285 , 286 , 287 ,
288 , 289 , 291 Masif, 30 Masyarakat, 175 , 176 , 177 , 183 Media, 125 , 127 , 129 , 130 Mediator, 164 Metabolik, 129 Metabolisme, 129 , 130, 138 Methilothionin, 163 Mikrometer, 116 Molekuler, 187 Morfologi, 1 , 46 , 49 , 54 Morfometrik, 131 , 132 , 133 , 136
Mortalitas, 165, 173 , 175 , 176 , 180 , 182 Moulting , 179 Muara, 1 , 2 , 3 , 4 , 5, 9 Muhidin, 235
Musim, 141, 257, 259, 260, 262, 263, 264,
265, 266, 268, 269, 270, 271, 274
Mya arenaria , 13 , 14 , 15 , 17
## N
Nisbah, 9 , 10 , 11 , 13, 113 , 116 , 117 , 120 , 121
Novita, 19 , 28 Nursery , 216
## O
Observasi, 175 , 177
Okuler, 116 Oosit, 106
Organik, 141 , 142 , 143 , 144 , 146 , 148 , 149 ,
150 , 152
Organisme, 39, 314 , 315 , 319 , 321 Organogenesis, 109 , 110
Oryzias, 105 , 106 , 107 , 111 , 112
Oseanografi, 30, 42
Osmoregulasi, 130
## P
Paena, 141 Pakan, 127 Pantai, 135 , 136 , 137 , 138 , 139 , 140 , 142 , 143 , 144 , 145 , 146 , 147 , 148 , 149, 173 , 176 , 184, 201 , 206 , 208 , 209 , 211 , 220, 278 , 284 , 285 , 286 , 288 , 289
Paputungan, 221
Parameter, 67 , 71 , 72 , 73 , 74 , 75 , 77 , 80 , 82 , 84 , 85, 175 , 176, 178 , 180 , 181 , 183, 187 , 196, 307 , 308 , 309
Pariwisata, 135 , 136 Partikel, 5, 107 Pasang, 175 , 176 , 182 , 183 Pasca, 57 Pasuruan, 1 , 2 Patogen, 162 , 163 , 165 , 169
Pelagis, 258, 259, 260, 269
Pelet, 107 Pemijahan, 106 Pencemaran, 2 , 3 , 6 , 7, 68 , 69 , 74 , 79 , 84 Pengelolaan, 176 , 183, 201 , 205 , 210 , 213 ,
214 , 215 , 216 , 217 , 218, 313 , 314 , 322
Pengunjung, 135 , 136 , 138 , 139 , 140 , 148
Perairan, 1 , 91 , 92 , 93 , 95 , 96 , 97 , 98 , 99 , 100 , 101 , 102 , 103, 134 , 140, 140 , 141, 146, 151 , 152 , 153 , 154 , 155 , 156 , 157 , 158 , 159, 166, 168, 173 , 176 , 178 , 180 , 181 , 183, 314 , 315 , 318 , 322
Perifiton, 320 , 321
Perikanan, 125 , 131, 142 , 143, 173 , 174 , 183, 186 , 196 , 197, 201 , 204 , 208 , 209 , 210 , 213 , 216 , 217, 257, 258, 259, 260, 261, 262, 265, 267, 268, 269, 270, 271
Periodik, 170 Permanent, 193 Perna viridis, 106 , 112 Pertumbuhan, 131 , 134 , 136 , 137 , 138 , 139
Pesisir, 1 , 46 , 47 , 54 , 55, 131 , 132 , 133 , 134 , 135 , 136 , 137, 138 , 139 , 148 , 149 , 150, 139, 174 , 183, 201 , 204 , 206 , 208 , 210 ,
211 , 212 , 213 , 215 , 216 , 217 , 218, 277 , 278 , 281 , 286 , 291, 295 , 296 , 297 , 298 , 299 , 300 , 301 Petromaks, 121 , 128 Pinrang, 19
Plankton, 92 , 93 , 94 , 95 , 97 , 99 , 100 , 101 ,
102 , 103 Populasi, 68, 131 , 132 , 137 , 138 , 140, 174, 258, 259, 270 Potensi, 9 , 10 Potensial, 257, 259, 264, 268, 271 Potomida littoralis , 14 , 15 , 18 Prartono, 221 Predator, 126 , 130 Preferensi, 182 Prihantono, 46 , 52 , 54 Probiotik, 187 , 193 , 194 , 195 , 196 , 198 Produksi, 185 , 186 , 187 , 189 , 191 , 193 , 195 , 198, 296 Protozoa, 91 , 95 , 99 , 100 , 101 Pulau, 185 , 186 , 187 , 188 , 189 , 190 , 191 , 193 , 195 , 196 , 197 , 198 , 199, 235 , 236 ,
237 , 238 , 240 , 241 , 242 , 243 , 245 , 246 Puspitasari, 105 , 106 , 107 , 112
Putranto, 277
PVC, 126
## R
Rahardjo, 121 , 123 , 124
Rasio, 1 , 19 , 20 , 23, 125 , 126 , 127 , 128 ,
129 , 130 , 131, 168 Redoks, 141 , 146 , 147 Regresi, 157, 158, 161, 163, 166
Rehabilitasi, 313 , 314 , 321 , 322 Rekreasi, 140 , 145 , 148 Resirkulasi, 126 , 127 Respons, 125 , 126 , 128 , 129 , 132
Restorasi, 221 , 222 , 223 , 225 , 226 , 228 ,
229 , 230
Riani, 156, 158, 160, 162, 164, 165, 166,
277
Ringgung, 151 , 152 , 155 , 156 , 157 , 158 Rivai, 257
Rotifera, 91 , 95 , 99 , 101 Roza, 161 , 162 , 163 , 165 , 166 , 170 , 171 , 172
Rumpon, 121 , 122 , 123 , 124 , 125 , 127 , 128 ,
129
## S
Sahabuddin, 185
Salinitas, 57 , 59 , 60 , 62 Santoso, 313 Sanusi, 277 Satwa, 177 , 178 , 179 , 180 , 181 , 183
Scaridae, 29, 33, 34, 35, 40, 41
Sedimen, 106 , 112, 221 , 222 , 224 , 225 , 226 , 227 , 228 , 229 , 230
Sedimentasi, 221 , 222 , 225 , 226 , 228 , 229 , 230 Self Purification , 58
Seriding, 113 , 114 , 115 , 116 , 117 , 118 , 119 ,
120 , 121
Sesil, 313 , 314 , 315 , 317 , 318 , 319 , 320 , 321
Setyobudiandi, 173 , 183, 295 Shelter , 125 , 126 , 127 , 128 , 129 , 130 , 131 , 132
SIG, 151 Silvofishery , 175 , 176, 177 , 178 , 180 , 181 ,
182
Similaritas, 95 , 97 , 99 Sintasan, 185 , 186 , 187 , 188 , 190 , 191 , 192 , 193 , 194 , 195 , 197 , 198
Siregar, 257 Snorkeling, 135 , 136 , 139 , 140 , 146 , 148,
235 , 236 , 237 , 238 , 239 , 240 , 241 , 242 , 243 , 245
Spasial, 257, 258, 259, 264, 271, 277 , 278 , 281 , 291
Spesies, 67 , 70 , 73 , 79 , 84 , 85, 113 , 114 ,
121, 163 , 165 , 166, 176 , 178 , 179, 191 , 192, 225 , 226, 257, 259, 261, 264, 265, 268, 269, 271, 283
SRC, 93 , 94 Stabilitas, 19 , 20 , 21 , 23 , 24 , 25 , 26 , 27 , 28, 283 Stakeholder , 138, 205 , 213 , 214 , 215 , 216 , 217 , 220, 271
Stasiun, 91 , 93 , 95 , 96 , 97 , 98 , 99 , 100 , 101
Stres, 125 , 126 , 127 , 129 , 130 , 131 , 132,
306 , 309
Stressor , 68 Stronsium, 1 , 168 , 170 Subhan, 313 Substrat, 30, 67 , 68 , 70 , 71 , 72 , 76 , 80 , 82 , 85, 186 , 188 , 190 , 191 , 192 , 194 , 195 , 197, 296 , 297 , 299 , 300 , 301, 314 , 315 , 321 , 323
Suhaimi, 141
Suksesi, 313 , 320 , 321 Sulawesi Tenggara, 9
Sumberdaya, 258, 259, 271, 278 , 280 , 281 ,
285 , 286 , 287 , 291 Supriyono, 131 , 132 Suratno, 105 , 106 , 107 , 112 Surut, 175 , 176 , 182 , 183 Suspensi, 164
Suwoyo, 185
## T
Tabulate, 30
Tambak, 141 , 142 , 143 , 144 , 146 , 150 , 152,
185 , 186 , 187 , 188 , 189 , 190 , 191 , 192 ,
193 , 194 , 195 , 196 , 197 , 198 , 199
Teluk, 1 , 168 , 169 , 170 , 171, 113 , 114 , 115 , 120 , 121 , 123, 141 , 142 , 143 , 144 , 145 ,
146 , 147 , 148 , 149 , 150 , 151 , 152 , 153 Telur, 108 , 109 , 110
Tematik, 139
Temporal, 257, 258, 259, 271, 273
Tercemar, 141 , 143 , 148 , 152
Terpadu, 136 , 150
Terumbu karang, 126 , 130, 137 , 138 , 139 ,
140 , 142 , 146 , 147 , 148 THC, 125 , 126 , 127 , 128 , 129 , 131 Tintinnopsis , 100
TKG, 9 , 10 , 11 , 12, 113 , 115 , 116 , 117 , 118 ,
119 , 120
TKH, 127 , 128 , 129 TNKJ, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 37, 41 Topografi, 49
TPI, 1 , 2 , 3 , 4 , 5 Transek, 174 , 175, 179 , 180
Transgenik, 185 , 186 , 187 , 189 , 190 , 191 , 195 , 197 , 198
Transisi, 260, 264, 266 Transplantasi, 315 Tropis, 60, 298 Turbiditimeter, 94
Tutupan, 235 , 236 , 237 , 243 , 244 , 245
## U
Udang, 185 , 186 , 187 , 188 , 189 , 190 , 191 ,
192 , 193 , 194 , 195 , 196 , 197 , 198 , 199
Undu, 141 Upwelling , 142
## V
Vagil, 314 Vaksinasi, 162 , 167
Valuasi, 208 , 211
Variabilitas, 264 Variasi, 170, 174, 177, 181, 182, 179, 182,
183, 226, 279, 285, 295, 298, 300
Vibriosis, 165 , 166 , 170 , 171
Volume, 1 , 49 , 54 Vulkanik, 1 Vulnerability , 67 , 69 , 76 , 87 , 88 , 89
## W
Wanamina, 175 , 176 Wardiatno, 173 Wawancara, 138 , 139 Windu, 185 , 186 , 187 , 188 , 189 , 190 , 191 , 192 , 193 , 194 , 195 , 196 , 197 , 198 , 199
Wisata, 176 , 182 , 183 , 184, 201 , 202 , 204 , 206 , 211 , 212 , 213 , 216 , 217 , 220, 235 , 236 , 237 , 238 , 239 , 240 , 241 , 242 , 243 , 244 , 245 , 246
Wisatawan, 176 , 182 , 183, 235 , 236 , 238 , 240 , 241 , 242 , 243 , 245 Wregul, 180 WTP, 205 , 212 , 213 , 217
## Y
Yasuma, 257
Yonvitner, 201
Yuliana, 30, 40, 43 Yulianda, 235 , 238 , 244 , 246, 295 Yusfiandayani, 122 , 129
## Z
Zahid, 114 , 123 , 124 Zamani, 235, 277
Zona, 29, 30, 31, 33, 35, 36, 37, 38, 39, 41,
114
Zonasi, 30 Zoobenthos, 314
Zooplankton, 91 , 92 , 94 , 95 , 98 , 101 , 102 , 103 Zooxanthellae, 69, 314
Zurba, 201
## Pedoman Penulisan Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis
## I. Ketentuan Umum
Artikel merupakan hasil penelitian ilmiah di bidang ilmu dan teknologi kelautan tropis dan belum pernah dimuat maupun dalam proses pengajuan dalam publikasi ilmiah lain. Artikel yang diusulkan dapat berasal dari bidang ilmu dan teknologi kelautan tropis sebagai berikut: biologi laut, ekologi laut, biologi oseanografi, kimia oseanografi, fisika oseanografi, geologi oseanografi, dinamika oseanografi, coral reef ecology, akustik kelautan, remote sensing kelautan, sistem informasi geografis kelautan, mikrobiologi kelautan, pencemaran laut, akuakultur kelautan, teknologi hasil perikanan, bioteknologi kelautan, air-sea interaction , dan ocean engineering .
Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris diketik dengan MS-Word, font Times New Roman ukuran 12 pada kertas kuarto atau A4 termasuk Gambar dan Tabel dengan margin top and bottom 3 cm serta left and right 2,5 cm. Untuk artikel dalam bahasa Indonesia, tulisan dilengkapi dengan judul dalam bahasa Indonesia dan Inggris, abstract (bahasa Inggris) diikuti keywords dan abstrak (bahasa Indonesia) diikuti kata kunci. Sedangkan artikel dalam bahasa Inggris, tulisan menuliskan judul dalam bahasa Inggris, abstract (bahasa Inggris) diikuti keywords, dan abstrak (bahasa Indonesia) diikuti kata kunci.
Penulis artikel mengikuti Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia disempurnakan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 46 tahun 2009. Penulisan angka pecahan dalam paper berbahasa Indonesia memakai koma sedangkan dalam paper berbahasa Inggris menggunakan titik.
Semua komunikasi dengan penerbit dilakukan secara electronic (email). Naskah artikel harap dikirim ke Pemimpin Redaksi Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis dengan email address: jurnal_itkt@yahoo.com. Semua naskah yang masuk akan mendapat balasan peneri- maan. Hasil review dari reviewers (mitra bebestari) juga akan dikirim via email.
## II. Sistematika Susunan Artikel
2.1. Sistematika susunan artikel hasil penelitian umumnya sebagai berikut:
Judul (sesingkat mungkin) dan disertai dengan terjemahan dalam bahasa Inggris yang diketik secara miring ( italic ).
Nama penulis, nama dan kota lokasi instansi, dan e-mail correspondin g author .
Abstract dalam Bahasa Inggris (memuat sedikit latar belakang, tujuan, metode, dan ha- sil penelitian serta tidak lebih dari 225 kata. Semua ditulis dalam Bahasa Inggris de- ngan cetak miring)
Keywords maximum 8 words (English). Kata “ Keywords : ” ditulis cetak tebal ( bold )
Abstrak dalam bahasa Indonesia (memuat sedikit latar belakang, tujuan, metode, dan hasil penelitian serta tidak lebih dari 225 kata).
Kata kunci maksimal 8 kata (bahasa Indonesia). “ Kata kunci: ” ditulis cetak tebal ( bold )
Pendahuluan (tanpa sub judul, memuat latar belakang, masalah, rumusan masalah, rangkuman kajian teoretik, ulasan ilmiah terkait judul berdasarkan rujukan (pustaka) terkini,
dan tujuan penelitian)). Dalam pendahuluan ini juga disajikan pertanyaan ilmiah ( scientific question ) atau hipotesis yang akan dijawab dalam penelitian tersebut.
Metode penelitian (ditulis dengan jelas waktu, lokasi, bahan (data), dan analisis data peneli- tian sehingga memungkinkan peneliti lain untuk mengulangi percobaan yang terkait). Bagian ini dapat dibuat dalam beberapa sub-bab.
Hasil dan pembahasan (hasil disajikan terlebih dahulu kemudian diikuti dengan penjelasan atau pembahasan. Pembahasan harus menggunakan rujukan atau dibandingkan (diulas) dengan rujukan (pustaka) terkini). Hasil dan pembahasan dapat disatukan atau dipisah dalam sub-bab tersendiri.
Kesimpulan (ditulis dalam bentuk essay (paragraph) secara ringkas dan jelas dan harus dapat menjawab (menjelaskan) judul dan juga tujuan penelitian). Saran dimasukkan da- lam pembahasan bila dianggap perlu.
Ucapan terima kasih (ditulis dengan jelas dan ringkas kepada siapa ucapan terima kasih itu diberikan. Penelitian yang dibiayai DIPA, hibah, atau sejenisnya agar mencantum- kan nomor kontraknya).
Daftar pustaka (lihat ketentuan berikutnya)
Lampiran (jika ada, namun tidak disarankan)
Jumlah halaman paper antara 5 – 15 halaman (mulai dari judul sampai daftar pustaka).
Penulis diwajibkan menggunakan 80% dari total referensi yang digunakan berasal dari jurnal ilmiah (minimal satu dari Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis)
## III. Teknik Penulisan
## 3.1. Judul
Judul ditulis dengan huruf kapital, dicetak tebal, di tengah (center), font Times New Roman 12, hitam. Di bawah judul naskah dalam bahasa Indonesia, diberikan terjemahan judul dalam bahasa Inggris dengan huruf miring (italic).
Contoh:
## INTERAKSI PADA HUMIN UNTUK ADSORPSI Mg (II) DAN Cd (II) DALAM MEDIUM AIR LAUT
## INTERACTION ON HUMIN FOR Mg (II) AND Cd (II) IN THE SEA WATER MEDIUM
## 3.2. Nama Penulis
Nama penulis ditulis tanpa gelar dengan huruf kapital pada awal nama, dicetak tebal , di tengah, font Times New Roman 12, hitam. Dilengkapi dengan nama dan kota lokasi instansi dan E-mail untuk corresponding author dengan font Times New Roman 12, hitam dengan spasi 1.
Contoh:
## Evi Maya Sari
Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Universitas Diponegoro, Semarang E-mail: evimayasarii@yahoo.com
Jika artikel ditulis lebih dari satu orang dan alamat instansinya berbeda maka disetiap nama penulis diikuti dengan nomor yang ditulis secara superscript. Email address yang dicantumkan hanya utk corresponding author saja.
Contoh 1:
Tuti Wahyuni 1* dan Dendy Mahabror 2
1 Pusat Riset Teknologi Kelautan, Balitbang KP-KKP, Jakarta
2 Balai Riset Observasi dan Kelautan, Balitbang KP-KKP, Jakarta
* E-mail: tuti@dkp.go.id
Contoh 2:
Tuti Wahyuni 1* , Dendy Mahabror 2 , dan Rani Ulawi 3
1 Pusat Riset Teknologi Kelautan, Balitbang KP-KKP, Jakarta
2 Balai Riset Observasi dan Kelautan, Balitbang KP-KKP, Jakarta
3 Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB, Bogor
* E-mail: tuti@dkp.go.id
## 3.3. Abstrak Berbahasa Inggris dan Keywords
Tulisan “Abstract” ditulis dengan huruf kapital, tengah (center) dicetak tebal-miring ( italic ), font Times New Roman 11, hitam, spasi 1. Isinya tidak dicetak tebal. Penulisan rata kiri dan kanan, tanpa alinea (abstract keseluruhan merupakan satu alinea).
Tulisan “Keywords” ditulis dengan huruf kapital di awal kata, dicetak tebal, font Times New Roman 11, hitam, diberi titik dua, selanjutnya tidak dicetak tebal. Penulisannya rata kiri.
Contoh:
## ABSTRACT
A study of interaction on humin for Mg(II) and Cd(II) in the sea water medium was investigated... ... and so on.
Keywords : absorption, humin, cadmium, magnesium
## 3.4. Abstrak Berbahasa Indonesia dan Kata Kunci
Tulisan “Abstrak” ditulis dengan huruf kapital, tengah (center) dicetak tebal, font Times New Roman 11, hitam, spasi 1. Isinya tidak dicetak tebal. Penulisan rata kiri dan kanan, tanpa alinea (abstrak keseluruhan merupakan satu alinea).
Tulisan “Kata kunci” ditulis dengan huruf kapital di awal kata, dicetak tebal, font Times New Roman 11, hitam, diberi titikdua, selanjutnya tidak dicetak tebal. Penulisannya rata kiri.
Contoh:
## ABSTRAK
Penelitian tentang studi interkasi pada humin untuk absorpsi Mg(II) dan Cd(II) dalam medium air laut .... dan seterusnya.
Kata kunci: absorpsi, humin, magnesium
3.6. Bab ( Chapter ) dan Sub-Bab ( Sub-Chapter )
Bab ( Chapter ) ditulis dengan urutan angka romawi, huruf kapital, dicetak tebal, rata tepi kiri, font Times New Roman 12, hitam sedangkan sub-bab ( sub-chapter ) ditulis dengan urutan angka biasa, huruf kapital di awal kata, dicetak tebal, rata tepi kiri, font Times New Roman 12, hitam. Apabila di bagian sub-bab masih ada subnya lagi, maka penulisannya diberi nomor paralel dengan sub-bab sebelumnya diikuti titik, judul dengan huruf kapital di awal kata, cetak tebal, rata tepi kiri, font Times New Roman 12, hitam. Contohnya berikut ini:
---------------------------------------------------------------
## I. PENDAHULUAN
## II. METODE PENELITIAN
2.1. Waktu dan Tempat Penelitian
2.2. Bahan dan Data
2.3. Analisis Data
## III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
3.1.1. Suhu Permukaan
3.1.2. Konsentrasi Klorofil-a
3.2. Pembahasan
(Note: sub chapter hasil dan pembahasan dapat disatukan)
IV. KESIMPULAN
UCAPAN TERIMA KASIH
## DAFTAR PUSTAKA
-----------------------------------------------------------------
## 3.8. Catatan Kaki ( Footnote )
Catatan kaki diberi simbol angka setelah frase/istilah( 1 ) yang akan diterangkan. Catatan kaki yang merupakan keterangan kata/frase ditulis dengan font Times New Roman 8, hitam.
## 3.9. Tabel
Judul tabel diletakkan di atas tabel. Judul tabel ditulis dengan huruf kapital di awal kata, diletakkan di rata kiri (left), font Times New Roman 12. Tabel diberi nomor, diikuti titik, kemudian judul tabel (misalnya Tabel 1. Judul…, Tabel 2. Judul…). Jarak peletakan table dari kalimat diatasnya sebanyak 2 spasi dan jarak tabel ke kalimat baru dibawahnya sebanyak 2 spasi. Jarak dari judul tabel terhadap tabel itu sendiri sebanyak 1 spasi. Kalau ada catatan kaki untuk tabel tersebut maka jaraknya dari table ádalah 1 spasi. Bila lebih dari satu baris menggunakan spasi 1.
Contoh:
Tabel 1. Kandungan humin dan asam humat hasil isolasi tanah gambut.
Group Group Humin 1 Humin 2 Total acidity 677 543 -COOH 115 199 -OH Phenolic 562 344
1 Isolated peat soil from Siantan Hulu, West Kalimantan
2 Isolated peat soil from Siantan Hulu, West Kalimanta (Saleh, 2004)
## 3.10. Gambar
Gambar dapat berupa diagram, grafik, peta, foto (yang mengemukakan data) dan lain- lain. Judul gambar diletakkan di bawah gambar, ditulis dengan huruf kapital di awal kata, diletakkan rata kiri (left), font Times New Roman 12. Jarak dari judul gambar terhadap gambar itu sendiri sebanyak 1 spasi. Kalau ada catatan kaki untuk gambar tersebut maka jaraknya dari table ádalah 1 spasi. Gambar diberi nomor diikuti titik, kemudian judul gambar (misal Gambar 1. Judul..., Gambar 2. Judul ...). Bila judul lebih dari dua baris menggunakan spasi 1. Contoh penulisan sebagai berikut:
## [Tampilkan gambar disini tanpa garis kotak]
Gambar 1. Dermaga tetap pada daerah penelitian.
## 3.11. Penulisan Angka Desimal
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis mengadopsi teknis dan system penulisan karya ilmiah termasuk dalam penulisan angka desimal mengikuti ejaan yang disempurnakan sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, Republik Indonesia, Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan.
Abstrak dan teks dalam Bahasa Indonesia penulisan angka decimal diikuti dengan tanda koma, contohnya suhu permukaan laut 31,26° (tiga puluh satu koma dua puluh enam derajat Celsius). Sedangkan, abstract atau teks dalam Bahasa Inggris, penulisan angka decimal ditulis dengan tanda titik, contohnya sea surface temperature of 31.26°C .
## 3.12. Rujukan dan Daftar Pustaka
Teknik penulisan rujukan dalam teks dan daftar pustaka, menggunakan gaya yang umum dipakai dalam pedoman penulisan ilmiah khususnya dalam International Journal . Daftar pustaka hanya mencantumkan sumber yang dirujuk dalam teks saja. Sebaliknya, referensi yang dirujuk dalam teks harus dicantumkan dalam daftar pustaka. Daftar pustaka diurutkan secara alfabetis, menggunakan font Times New Roman 12, hitam. Bilamana referensinya lebih dari satu maka diurutkan berdasarkan tahun terbit yang paling baru. Cara menuliskan sumber pustaka (rujukan) adalah sebagai berikut.
## Menulis Rujukan dalam Teks
Penulisan rujukan, tulis nama keluarga dari pengarang diikuti koma atau titik dan tahun terbit artikel/paper/laporan/prosiding/dll. Untuk pengarang lebih dari 2 orang dituliskan dengan menggunakan “ et al .” (ditulis miring).
Penulisan “dan” atau “and” sebelum nama terakhir ditulis sesuai dengan judul tulisan tersebut yaitu “dan” untuk Indonesia dan ”and” untuk Inggris.
Contoh: Anastasi (1997) menyatakan ..... atau .....(Anastasi, 1997). Kiswara dan Winardi (1994) menyimpulkan ..... atau ..... (Kiswara dan Winardi, 1994). Berk and Romly (1984) meneliti .... atau ...... (Berk and Romly, 1984). Ali et al . (2008) menjelaskan....atau...... (Ali et al ., 2008).
## Menulis Daftar Pustaka
Tulis nama keluarga diikuti koma, satu spasi jarak, singkatan nama pertama atau kedua (bila ada) diikuti titik, satu spasi jarak, tahun terbit diikuti dengan titik, satu spasi jarak, Judul artikel/paper, nama jurnal (ditulis dengan miring) diikuti titik, volume(edisi), titik dua, nomor halaman paper/artikel dalam jurnal diikuti titik.
Bila lebih dari satu baris, maka baris selanjutnya masuk dengan 9 ketukan (1,25 cm hanging left ).
## Contoh Jurnal Ilmiah:
Kiswara, W. dan L. Winardi. 1994. Keanekaragaman dan sebaran lamun di Teluk Kuta dan Teluk Gerupuk, Lombok Selatan. J. Teknologi Kelautan Nasional, 3(1):23-36. Mardi, L.M., T.M. Nathan, R.A. Raman, and W.L. Joran. 2008. Fish stock assessment in Java Sea. J. Marine Science , 3(2):123-145.
Iskandar, I., W. Mardiansyah, Y. Masumoto, and T. Yamagata. 2005. Intraseasonal kelvin waves along the southern coast of Sumatra and Java. J. Geophys. Res. ,110:1-12. doi:10.1029/2004JC002508.
## Contoh Buku Teks:
Anastasi, A. 1997. Psychological testing. 4 th ed. MacMillan Press. New York. 234p. Berk, R.A., B.A. Romly, and N.N. Siogu. 1984. A guide criterion referenced test construction. The John Hopkins University Press. Baltimore. 389p.
Contoh A rtikel dalam Sebuah Buku/Prosiding (bila editor lebih dari 5 orang, maka ditulis et al. (eds.):
Berk, R.A. 1988. Selecting index or realibility. In : Berk, R.A. ( ed. ). A guide to post construction. The John Hopkins University Press. Baltimore. 200-217pp.
Ramdi, N.S., B.K. Roland, dan D. Torres. 2010. Variabilitas konsentrasi klorofil-a di Laut Jawa. Dalam: Nababan et al . ( eds. ). Prosiding pertemuan ilmiah tahunan VI ISOI 2009, International Convention Center, Botani Square, Bogor, 16-17 November 2009. Hlm.:223-247.
Berk, R.A. 1984a. Selecting index or realibility. In: Berk, R.A. ( ed. ). A guide to post construction . The John Hopkins University Press. Baltimore, 234-345pp.
Berk, R.A. 1984b. Conducting the item analysis. In: Berk, R.A. ( ed. ). A guide to post construction. The John Hopkins University Press. Baltimore. 123-134pp.
## Contoh Terjemahan:
Gagne, R.M., L.J. Briggs, and W.W. Wage. 1988. Prinsip-prinsip desain instruksional, (3 rd Ed.). Soeparman, K. (penterjemah). Holt, Rineahart, and Winston Press. Chicago. 236p.
## Contoh Artikel dari Internet:
Lynch, T. 1996. DS9 trials and tribble – actions review. From Psi Phi:Bradley’s Science Fiction Club, http://www.bradley.edu/compusorg/psiphi/DS9/ep/SO3r.htm. [Retrieved on 23 March 2007].
## Contoh Artikel pada Surat Kabar (Media):
Nababan, B. 2009. Laut bukan lagi penyerap carbon. Antara, 12 Mei 2009.
## Contoh Artikel yang Tidak Dipublikasikan:
Nababan, B. 2005. Bio-optical variability of surface waters in the Northeastern Gulf of Mexico. Dissertation. College of Marine Science. University of South Florida. 158p.
## Contoh Buku/Laporan Hasil Penelitian Tanpa Pengarang:
Kementerian Pendidikan Nasional. 1985. Kurikulum sekolah menegah pertama (SMP).
Kementerian Pendidikan Nasional. Jakarta. 219hlm. Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI). 2008. Prospek perikanan Indonesia. P2O-LIPI, Jakarta. 234hlm.
## Kode Etik Publikasi Ilmiah Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis
## Pengantar
Kode etik publikasi ilmiah pada Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis (JITKT) diguna- kan untuk memastikan semua karya/hasil penulisan yang di publikasi di dalam jurnal ini telah mengikuti prinsip-prinsip etika pada publikasi akademik untuk mencegah terjadinya kesa- lahan dan adanya konflik. Dokumen ini menyajikan beberapa artikel yang terkait dengan bidang ilmu dan teknologi kelautan tropis serta pedoman tentang etika didalam publikasi jurnal ini (penulis, editor, mitra bestari, penerbit, dan pembaca).
## Pedoman tentang Etika dalam Publikasi Jurnal
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis (JITKT) menerbitkan artikel dari hasil penelitian ilmiah di bidang ilmu dan teknologi kelautan tropis dan belum pernah dimuat maupun dalam proses pengajuan dalam publikasi lain. Artikel yang diusulkan dapat berasal dari bidang ilmu biologi laut, ekologi laut, biologi oseanografi, kimia oseanografi, fisika oseanografi, geologi oseanografi, dinamika oseanografi, ekologi terumbu karang, akustik kelautan, remote sensing kelautan, sistem informasi geografis kelautan, mikrobiologi kelautan, pencemaran laut, akuakultur kelautan, teknologi hasil perikanan, bioteknologi kelautan, air-sea interaction , dan ocean enginering .
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis (JITKT) adalah jurnal peer-review dalam publikasi sebuah artikel dalam membangun jaringan pengetahuan tentang ilmu dan teknologi kelautan secara koheren dan diakui. Artikel yang dikirimkan ke JITKT harus dapat menunjukkan kualitas karya penulis, metode penelitian, dan lembaga pendukungnya. Oleh karena itu, penting untuk menetapkan standar dalam perilaku etis bagi semua pihak yang terlibat didalam publikasi: penulis, editor, mitra bebestari, penerbit, dan sponsor jurnal.
Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia dan Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan juga bertanggung jawab terhadap semua tahapan proses publikasi. Selain itu, semua dewan redaksi dan pihak terkait berkomitmen untuk memastikan bahwa periklanan/promosi, percetakan atau pendapatan komersil lainnya tidak memiliki dampak atau pengaruh pada keputusan editorial.
## TUGAS PENULIS pada Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis
## Standar Artikel
Artikel yang ditulis merupakan laporan asli dari hasil penelitian dan menyajikan artikel yang akurat dari penelitian yang dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian tersebut. Data yang disajikan dalam artikel harus akurat berdasarkan hasil penelitian dan tidak berdasarkan data fabrikasi. Artikel yang dimuat harus memadai dan ditunjukkan secara detail, sehingga dapat dijadikan refrensi atau acuan bagi peneliti lain. Artikel dengan laporan hasil yang tidak akurat dan data yang disajikan tidak sesuai dengan perilaku etis maka tidak akan diterbitkan atau di publikasikan dalam JITKT, tidak dapat diterima khususnya di JITKT.
## Akses dan Penyimpanan Data
Penulis mungkin dapat diminta untuk memberikan data mentah sehubungan dengan kebutuhan redaksional dalam proses publikasi, dan harus dipersiapkan untuk memberikan
data yang siap diakses oleh umum terhadap data tersebut. Jika memungkinkan dan harus siap dalam hal apapun dalam menyimpan data tersebut sesuai dengan kurun waktu tersebut setelah publikasi.
## Originalitas dan Plagiarisme
Penulis harus memastikan bahwa apa yang telah ditulis di dalam artikel merupakan asli karya penulis sendiri, dan apabila penulis mencantumkan hasil penelitian atau refrensi dari artikel lain maka penulis harus mencantumkan nama penulis artikel yang dikutip tersebut. Plagiarisme merupakan suatu tindakan meniru dan menyalin secara substansial semua hal yang berkaitan dengan apa yang ditulis oleh penulis lain dan diklaim oleh penulis lain tanpa mencantumkan penulis aslinya. Perilaku plagiarisme ini merupakan perilaku yang tidak etis di dalam publikasi dan tidak dapat diterima khususnya di JITKT ini.
## Publikasi yang Sama pada Jurnal Lain
Seorang penulis tidak boleh menerbitkan artikel yang memuat hasil penelitian dan substansi yang sama lebih dari satu jurnal atau ke publikasi lain. Mengirimkan artikel yang sama kepada lebih satu jurnal merupakan perilaku yang tidak etis dalam publikasi dan tidak dapat diterima.
## Pengakuan Sumber
Pengakuan yang tepat dari karya/tulisan orang lain harus selalu diberikan. Penulis seharusnya mencantumkan nama penulis dari artikel yang dikutip dari hasil penelitan yang telah dipublikasi (baik dari laporan penelitian terdahulu, laporan dinas terkait, dan laporan lain yang terkait). Informasi yang didapat secara pribadi, baik dalam percakapan, korespondensi, atau diskusi dengan pihak ketiga tidak harus dilaporkan/ditulis secara eksplisit, hanya izin tertulis dari sumber.
Penyusun/penulis Artikel ( authors or co-authors )
Penulis artikel dibatasi pada mereka yang telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap konsep tulisan, desain, pelaksanaa, atau interpretasi terhadap penelitian yang dilaporkan. Mereka semua yang telah memberikan kontribusi yang signifikan harus terdaftar sebagai co-authors . Apabila terdapat orang lain yang telah berpartisipasi dalam aspek-aspek substantif tertentu dalam penelitian, mereka harus diakui dan terdaftar sebagai kontributor. Penulis harus memastikan kesesuaian dari artikel dengan co-authors sebelum diajukan untuk publikasi.
## Kesalahan Mendasar dalam Artikel yang Diterbitkan
Ketika penulis menemukan kesalahan yang signifikan atau ketidaktepatan akan penelitian yang akan dipublikasi oleh jurnal JITK itu merupakan kewajiban penulis untuk segera memberitahu kepada editor jurnal atau dewan redaksi untuk menarik kembali artikel tersebut dan memperbaikinya.
## TUGAS DEWAN EDITOR pada Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis
## Keputusan Publikasi
Tim editor Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis (JITKT) bertanggung jawab untuk memutuskan artikel yang akan diterbitkan dalam JITKT. Reviewer/mitra bebestari bekerja sama dengan tim editor dalam memutuskan artikel yang layak diterbitkan dalam JITKT.
## Keadilan dalam Publikasi
Editor dan mitra bebestari mengevaluasi artikel untuk konten ilmu dan Teknologi artikel tanpa memandang ras, jenis kelamin, kerabat, keyakinan agama, asal etnis, kewarganegaraan, atau filsafat politik penulis.
## Rahasia dalam Proses Publikasi
Tim Editor dan staff editor menjaga kerahasiaan penulis danisi tulisan sebelum artikel tersebut diterbitkan di JITKT. Tim edito dan staf editor tidak memeberikan nama dan instansi asal semua penulis kepada mitra bebestari dalam proses review artikel untuk memastikan bahwa artikel akan direview secara blinded review paper.
## Keterbukaan Informasi dan Konflik Kepentingan
Artikel yang masuk namun tidak diterbitkan dalam JITKT tidak boleh digunakan oleh tim editor dalam penelitiannya sendiri tanpa persetujuan tertulis dari penulis. Informasi khusus atau ide yang diperoleh melalui peer-review harus dijaga kerahasiaannya dan tidak digunakan untuk keuntungan pribadi. Editor harus mengundurkan diri (yaitu harus meminta co-editor, asosiasi editor atau anggota lain dari dewan redaksi untuk meninjau/mereview) dari pertimbangan artikel yang mana ada konflik kepentingan akibat persaingan, kolaboratif, atau terdapat hubungan lainnya dengan salah satu penulis, perusahaan, atau mungkin hubungan dengan institusi dari artikel. Tindakan lain yang sesuai harus diambil dalam menyikapi hal ini, seperti pencabutan publikasi.
## Keterlibatan dan Kerjasama dalam Penelitian
Editor akan mengambil langkah-langkah responsif ketika terjadi mengenai komplain etika pada naskah yang masuk yang di publikasi. Langkah-langkah tersebut umumnya termasuk menghubungi penulis artikel dan memberikan pertimbangan dari komplain yang bersangkutan atau komplain yang dibuat, tetapi juga termasuk berkomunikasi lebih lanjut dengan instansi terkait dan badan-badan penelitian, perbaikan publikasi, dan tindakan yang relevan terkait komplain tersebut.
## TUGAS DARI REVIEWER pada Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis
## Kontribusi terhadap Keputusan Dewan Redaksi
Peer-review (mitra bebestari) membantu editor dalam membuat keputusan diterima atau ditolak sebuah artikel yang masuk ke JITKT, peer-review (mitra bebestari) melakukan review atau evaluasi secara blinded review terhadap artikel yang sesuai dibidang keahliannya. Blinded-review berarti tim reviewer tidak mengetahui nama penulis dan nama institusi penulis untuk menghindari konflik kepentingan dan untuk meningkatkan kualitas review.
Setiap paper direview paling sedikit oleh dua reviewer dengan menggunakan track change pada artikel tersebut. Semua komentar, saran, dan keputusan reviewer terhadap artikel ditulis pada artikel tersebut dengan menggunakan track change untuk mempermudah tim editor dan penulis dalam mengkomunikasikan hasil review. Dengan demikian, JITKT tidak memerlukan adanya form isian lain untuk mengkomunikasikan hasil review dari reviewer kepada tim editor.
## Ketepatan Waktu
Proses review dalam JITKT umumnya memerlukan waktu 1-4 bulan dan bilamana proses review memerlukan waktu yang lebih lama karena satu dan lain hal maka hal ini akan dikomunikasikan dengan penulis. Diharapkan proses administrasi review, perbaikan dari penulis dan penerbitan artikel dapat terlaksanakan 6 bulan.
## Kerahasiaan
Setiap artikel yang diterima untuk di riview harus diperlakukan sebagai dokumen rahasia. Artikel tersebut tidak boleh ditunjukkan atau didiskusikan dengan pihak lain kecuali diizinkan oleh dewan redaksi.
## Rivew Harus Objektif
Review pada artikel yang diterima harus dilakukan secara objektif. Kritik pribadi terhadap penulis tidak pantas dan tidak diperbolehkan. Hasil riview harus mempertajam penulisan terlebih pada penguatan hasil dan pembahasan terhadap tujuan penelitian, sehingga dapat mendukung perbaikan artikel.
## Pengakuan Sumber/Referensi
Rivewier seharusnya mengidentifikasi secara relevan terhadap penelitian yang akan dipublikasi bahwa tidak ada penjiplakan (plapiarisme) oleh penulis. Setiap pernyataan dalam pembahasan harus diobservasi, ditelusuri, atau pendapat yang telah dilaporkan sebelumnya harus disertai dan diperkuat dengan kutipan yang relevan. Reviewer juga harus memberikan pengertian terhadap editor terkait kesamaan substansial dan tumpang tindih terhadap artikel yang telah diriview sebelum artikel dipublikasi.
## Keterbukaan Informasi dan Konflik Kepentingan
Bahan artikel yang tidak diterbitkan di JITKT tidak boleh digunakan oleh reviewer dalam penelitiannya sendiri tanpa persetujuan tertulis dari penulis. Informasi khusus atau ide yang diperoleh melalui peer-review harus dijaga kerahasiaannya dan tidak digunakan untuk keuntungan pribadi. Reviewer harus mempertimbangkan artikel yang di review tidak ada konflik kepentingan atau terdapat hubungan lainnya dengan salah satu penulis, perusahaan, atau mungkin hubungan dengan institusi dari artikel.
## PRAMUKA ISLAND )
Genadi Algadri, Beginer Subhan, Dondy Arafat,
Ahmad Taufik Ghozali, Prakas Santoso, dan Hawis Madduppa ..................................................... 393 Indeks .......................................................................................................................................... 405 Pedoman Penulisan Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis ................................................... 413 Kode Etik Publikasi Ilmiah .......................................................................................................... 421 Sertifikat Akreditasi Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis .................................................. 425
## IN KUALA LANGSA, ACEH )
Nabil Zurba, Hefni Effendi, dan Yonvitner ................................................................................... 281
PROFIL AKUMULASI SEDIMEN DI AREA RESTORASI MANGROVE,
## TELUK LEMBAR PULAU LOMBOK
( SEDIMENT ACCUMULATION PROFILE IN MANGROVE RESTORATION
AREA OF LEMBAR BAY-LOMBOK ISLAND ) Mohammad Sumiran Paputungan, Alan Frendy Koropitan, Tri Prartono, dan Ali Arman Lubis ............................................................................................... 301
## DAMPAK SNORKELING DAN DIVING TERHADAP EKOSISTEM TERUMBU KARANG
( IMPACT OF SNORKELING AND DIVING TO CORAL REEF ECOSYSTEM )
Muhidin, Fredinan Yulianda, dan Neviaty Putri Zamani ................................................................ 315
ECONOMIC IMPACT FROM PLASTIC DEBRIS ON SELAYAR ISLAND,
## SOUTH SULAWESI
(DAMPAK EKONOMI DARI SAMPAH PLASTIK DI PULAU SELAYAR,
SULAWESI SELATAN)
Roni Hermawan, Ario Damar, and Sigid Hariyadi ....................................................................... 327
PEMETAAN DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL GIS HOTSPOT DAN ANALISIS TIME SERIES : STUDI KASUS PADA PERIKANAN BAGAN PERAHU DI KEPULAUAN SERIBU ( POTENTIAL FISHING GROUND MAPPING BASED ON GIS HOTSPOT MODEL AND TIME SERIES ANALYSIS: A CASE STUDY ON LIFT NET
## FISHERIES IN SERIBU ISLAND)
Andi Alamsyah Rivai, Vincentius P. Siregar, Syamsul B. Agus, dan Hiroki Yasuma .................................. 337
ANALISIS DAN PEMETAAN INDEKS KEPEKAAN LINGKUNGAN (IKL) DI KABUPATEN BANGGAI DAN BANGGAI KEPULAUAN, SULAWESI TENGAH
( ANALISYS AND MAPPING OF ENVIRONMENTAL SENSITIVITY INDEX IN BANGGAI REGENCY AND BANGGAI ISLANDS REGENCY, CENTRAL SULAWESI ) Sugeng Putranto, Neviaty P. Zamani, Harpasis S. Sanusi, Etty Riani, dan Achmad Fahrudin ................................................................................................. 357
KERAPATAN DAN PENUTUTUPAN EKOSISTEM LAMUN DI PESISIR
## DESA BAHOI, SULAWESI UTARA
( DENSITY AND THE COVERAGE OF SEAGRASS ECOSYSTEM IN BAHOI VILLAGE COASTAL WATERS, NOTRH SULAWESI )
Muh. Fahruddin, Fredinan Yulianda, dan Isdradjad Setyobudiandi ................................................ 375
PENGARUH PENGGANTIAN OKSIGEN PADA TRANSPORTASI
## BENIH KERAPU DENGAN SISTEM TERTUTUP
( THE REPLACEMENT EFFECT OF OXYGEN ON SEEDS GROUPER TRANSPORTATION WITH CLOSED SYSTEM )
Suko Ismi ..................................................................................................................................... 385
KOLONISASI BIOTA SESIL PADA MEDIA SEMEN “CRYPTO” DI KEDALAMAN BERBEDA DI PERAIRAN GOSONG PRAMUKA KEPULAUAN SERIBU ( SESSILE ORGANISMS COLONISATION ON CONCRETE SUBSTRATE “CRYPTO” AT DIFFERENT DEPTH IN THE PATCH REEF OF
## BROODSTOCK Penaeus monodon IN DIFFERENT GENERATION )
Hidayat Suryanto Suwoyo dan Sahabuddin .................................................................................. 185
MODIFIKASI DAN REKAYASA RUMPON ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BANTU PENANGKAPAN IKAN BERBASIS CAHAYA LED
## ( MODIFICATION AND REENGINEERING OF ELECTRONIC FISH AGGREGATING DEVICE AS A FISHING TOOLS BASED ON LED ILLUMINANCE)
Arif Baswantara, Indra Jaya, dan Roza Yusfiandayani .................................................................. 201
STRUKTUR POPULASI DAN MORFOMETRI BELANGKAS Carcinoscorpius rotundicauda, Latreille 1802 DI PESISIR KAMPUNG GISI TELUK BINTAN KEPULAUAN RIAU ( POPULATION STRUCTURE AND MORPHOMETRY OF HORSESHOE CRAB Carcinoscorpius rotundicauda, Latreille 1802 IN KAMPUNG GISI COASTAL AREA OF BINTAN BAY OF RIAU ISLANDS PROVINCE )
Rika Anggraini, Dietriech G. Bengen, dan Nyoman Metta N. Natih ............................................. 211
KARAKTERISTIK SEDIMEN PERAIRAN SEKITAR TAMBAK UDANG INTENSIF SAAT MUSIM HUJAN DI TELUK PUNDUH KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG ( SEDIMENDT CHARACTERISTICS OF COASTAL WATERS AROUND INTENSIVE SHRIMP PONDS DURING WET SEASON IN PUNDUH BAY, PESAWARAN DISTRICT OF LAMPUNG PROVINCE ) Mudian Paena, Rezki Antoni Suhaimi, dan Muhammad Chaidir Undu ......................................... 221
KONTAMINASI Pb DAN Cd PADA IKAN BANDENG Chanos chanos YANG DIBUDIDAYA DI KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA ( CONTAMINATION OF Cd AND Pb ON MILKFISH Chanos chanos CULTURED IN SERIBU ISLANDS, JAKARTA )
Etty Riani, Harry Sudrajat Johari, dan Muhammad Reza Cordova ................................................ 235
EVALUASI PENGGUNAAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM – NYALA (FAAS) UNTUK ANALISIS KONSENTRASI SR/CA DALAM KARANG PORITES DARI TELUK AMBON DAN PULAU JUKUNG
( EVALUATION OF THE USE OF FAAS FOR SR/CA CONCENTRATION ANALYSIS
OF PORITES CORAL FROM AMBON BAY AND JUKUNG ISLAND ) Idha Yulia Ikhsani, Eki Naidania Dida, dan Sri Yudawati Cahyarini .................................... 247
ANALISIS KEBERLANJUTAN EKOSISTEM MANGROVE UNTUK KEGIATAN EKOMINAWISATA DI PULAU LUMPUR SIDOARJO ( SUSTAINABILITY ANALYSIS OF MANGROVE ECOSYSTEM FOR ECOFISHERYTOURISM IN SIDOARJO LUMPUR ISLAND ) Yanelis Prasenja, Abimanyu Takdir Alamsyah, dan Dietriech G. Bengen ..................................... 255
INVENTARISASI DAN SEBARAN MOLUSKA DI TERUMBU KARANG PERAIRAN PULAU BACAN, PROVINSI MALUKU UTARA ( INVENTORY AND DISTRIBUTION OF MOLLUSC IN CORAL REEF OF BACAN ISLAND WATERS, NORTH MALUKU PROVINCE )
Hendrik A.W. Cappenberg ........................................................................................................... 265
PENGELOLAAN POTENSI EKOSISTEM MANGROVE DI KUALA LANGSA, ACEH ( MANAGEMENT OF MANGROVE ECOSYSTEM POTENCY
## STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI MUARA SUNGAI
MAJAKERTA DAN PERAIRAN SEKITARNYA, KABUPATEN INDRAMAYU,
## PROVINSI JAWA BARAT
( ZOOPLANKTON COMMUNITY STRUCTURE AT MAJAKERTA ESTUARY AND ITS SURROUNDING WATERS, INDRAMAYU REGENCY, WEST JAVA PROVINCE )
Happy Widyarini, Niken T. M. Pratiwi, dan Sulistiono ................................................................. 91
STUDI AWAL PERKEMBANGAN LARVA Oryzias javanicus DI INDONESIA ( PRELIMINARY STUDY OF LARVAL DEVELOPMENT Oryzias javanicus IN INDONESIA ) Rachma Puspitasari dan Suratno ................................................................................................... 105
ASPEK REPRODUKSI IKAN SERIDING, Ambassis nalua (Hamilton, 1822) DI PERAIRAN TELUK PABEAN INDRAMAYU, JAWA BARAT ( REPRODUCTIVE ASPECTS OF SCALLOPED PERCHLET, Ambassis nalua
(HAMILTON, 1822) IN PABEAN BAY INDRAMAYU, WEST JAVA )
Nisha Desfi Arianti, M.F. Rahardjo, dan Ahmad Zahid ................................................................ 113
## RESPONS TOTAL HEMOCYTE COUNT DAN KADAR GULKOSA HEMOLYMPH
LOBSTER PASIR Panulirus homarus TERHADAP RASIO SHELTER ( TOTAL HEMOCYTE COUNT AND HEMOLYMPH GLUCOSE
## CONCENTRATION RESPONSE OF SPINY LOBSTER Panulirus homarus ON
RATIO OF SHELTER ) Suhaiba Djai, Eddy Supriyono, Kukuh Nirmala, dan Kukuh Adiyana ........................................... 125
## DAYA DUKUNG KAWASAN PANTAI TIMUR KABUPATEN BULUKUMBA UNTUK AKTIVITAS WISATA BAHARI
( CARRYING CAPACITY OF EAST BEACH OF BULUKUMBA REGENCY FOR MARINE TOURISM ACTIVITIES )
Andi Panca Wahyuni, Yonvitner, dan Isdradjad Setyobudiandi .................................................... 135
## ANALISIS KESESUAIAN BUDIDAYA KJA IKAN KERAPU MENGGUNAKAN SIG DI PERAIRAN RINGGUNG LAMPUNG
( SUITABILITY ANALYSIS OF FLOATING CAGE CULTURE OF GROUPER FISH USING GIS IN RINGGUNG WATERS OF LAMPUNG ) Indah Febry Hastari, Rahmat Kurnia, dan M. Mukhlis Kamal ....................................................... 151
PENINGKATAN IMUNITAS BENIH IKAN KERAPU HIBRID CANTIK
## DENGAN LIPOPOLISAKARIDA (LPS)
( INCREASE OF IMMUNITY CANTIK HYBRID GROUPER JUVENILES BY
LIPOPOLYSACCHARIDE (LPS) )
Des Roza ..................................................................................................................................... 161
BIOLOGI POPULASI KEPITING BAKAU Scylla serrata - Forsskal, 1775 DI EKOSISTEM MANGROVE KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT ( POPULATION BIOLOGY OF MUD CRAB Scylla serrata - Forsskal,
1775 IN MANGROVE ECOSYSTEM OF SUBANG DISTRICT, WEST JAVA ) Ayu Annisa Kumalah, Yusli Wardiatno, Isdradjad Setyobudiandi,
dan Achmad Fahrudin ................................................................................................................... 173
PERFORMA PERTUMBUHAN CALON INDUK UDANG WINDU
Penaeus monodon TRANSFEKSI PADA GENERASI YANG BERBEDA
( GROWTH PERFORMANCE OF TRANSFECTION TIGER SHRIMP
|
821d6aca-6fa5-44d2-9762-62d684f4129b | https://iptek.its.ac.id/index.php/jsh/article/download/1278/1093 |
## PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR RAMAH LINGKUNGAN
(Studi Kasus Air Bersih di Umbulan Pasuruan)
## Sukriyah Kustanti Moerad, Endang Susilowati
## Abstrak
Proyek Umbulan adalah sebuah program raksasa pemerintah Jawa Timur, yang sudah dicanangkan sejak masa Orde Baru hingga saat ini belum terlaksana. Dalam menghadapi Era Pembangunan Milenium (MDGs), diperkirakan 78 juta orang Indonesia akan membutuhkan pasokan air bersih lebih banyak. Gubernur Jawa Timur berkeinginan untuk mengelola sumber air Umbulan tersebut bagi masyarakat Jawa Timur khususnya Surabaya, Sidoarjo, Gresik dan Kota Pasuruan sendiri. Hal ini untuk mengurangi potensi PDAM selama ini yang menjadi satu-satunya penyongkong air bersih Jawa Timur. Disisi lain air bersih Umbulan selama bertahun-tahun digunakan oleh masyarakat Desa Umbulan untuk mengairi tambak, ladang serta untuk menggelontor sungai Rejoso yang sudah tercemar dari industri sekitarnya. Air Umbulan mempunyai potensi dan debit yang cukup besar untuk bisa disuplai sebagai air bersih ke wilayah di luar Pasuruan. Namun perilaku masyarakat di wilayah air umbulan mempunyai sikap exclusif yakni hanya digunakan oleh masyarakat sekitar, tidak diperkenankan masyarakat luar ikut mengelola sumber air tersebut. Oleh karena itu akan dilakukan kajian sosial dalam memahami pemanfaatan air umbulan ini sebagai pasokan air bersih di diluar Kabupaten Pasuruan. Tujuan Penelitian 1). Untuk melihat sejauh mana Persepsi masyarakat Desa Umbulan dalam pemanfaatan sumber daya air Umbulan, 2). Untuk mengetahui perilaku masyarakat dalam memanfaatkan air umbulan untuk kegiatan sehari-hari. Metode penelitian adalah survei, oberservasi serta wawancara pada sejumlah 100 orang responden dengan instrumen kuesioner. Adapun penarikan sampel secara Random sampling dan purpusif random sampling. Lokasi penelitian Desa Umbulan, dan Desa Sidepan, Kecamatan Winongan Kabupaten Pasuruan. Hasil penelitian menunjukan Air umbulan sebagai sumber kehidupan masyarakat Kecamatan Winongan khususnya Desa Umbulan. Kesimpulan dari penelitian adalah 1). Masih inclusifnya warga masyarakat Umbulan dalam pembagian air bersih, 2) Teknologi Pengelolaan masih berbasiskan masyarakat lokal, 3). Penggunaan air bersih masih kurang efektif (karena masih digunakan hal yang kurang bermanfaat) 4). Masyarakat Desa Umbulan dan desa Sidepan khususnya merasa sumber daya air Umbulan adalah milik mereka yang tidak perlu dimanfaatkan oleh masyarakat di luar kawasan tersebut, walaupun debit air Umbulan cukup besar dan mampu menyuplai di 3 Kabupaten di Jawa Timur.
Kata Kunci : Air Umbulan, PDAM, persepsi, pemanfaatan
Bank Dunia berdasarkan hasil studinya pada tahun 2008 telah memperingatkan Indonesia dan menyatakan bahwa rata-rata 50 ribu anak di Indonesia meninggal setiap tahunnya akibat sanitasi yang buruk. Oleh karena itu
akses terhadap air minum masih menjadi salah satu persoalan pembangunan di Indonesia. Menghadapi permasalahan ini, Pemerintah Indonesia telah menempatkan peningkatan akses terhadap air minum menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan. Sebagai bagian dari komitmen Pemerintah Indonesia untuk mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs), diperkirakan 78 juta orang Indonesia akan membutuhkan pasokan air lebih baik dan 73 juta orang lagi layanan sanitasi yang baik pada tahun 2015. Untuk mencapai target ini, Pemerintah telah memberikan komitmennya untuk menyediakan air minum yang aman dan memadai melalui PDAM milik pemerintah daerah.
Data Susenas 2009 menunjukkan bahwa 54,06% rumah tangga di perkotaan Jawa Timur telah menggunakan air minum layak, sementara di perdesaan mencapai 57,25%. Sedangkan data Susenas 2010 di Jawa Timur untuk perkotaan menunjukkan rumah tangga yang menggunakan air minum layak mencapai 47,95% dan perdesaan mencapai 57,26%. Saat ini cakupan pelayanan air minum masih sekitar 51,7% penduduk di wilayah perkotaan dan 46,5% penduduk di kawasan pedesaan. Dari data tersebut khususnya untuk daerah perkotaan, pelayanan air minum layak terus menurun, padahal tingkat pelayanan yang diharapkan sesuai dengan target MDG’s adalah 84,93% di perkotaan dan 70,58% di pedesaan akan dilayani pada tahun 2015. Dengan keadaan saat ini maka sangat perlu untuk dilakukan upaya pemenuhan pelayanan air minum layak di Propinsi Jawa Timur, yang layak secara kuantitas, kualitas dan kontinyuitasnya.
Kendala yang dihadapi salah satunya adalah terbatasnya potensi sumber air baku untuk penyediaan air minum. Di Propinsi Jawa Timur terdiri dari tiga jenis potensi air baku yaitu mata air, sumur bor (air tanah), dan air permukaan. Potensi air baku tersebut saat ini belum ditata dan dimanfaatkan secara optimum, sehingga dalam rangka pemenuhan kebutuhan air minum tersebut masih sangat dimungkinkan untuk pengupayaannya. Salah satu potensi air baku yang cukup besar kapasitasnya adalah mata air Umbulan dengan kapasitas 4.000 – 5.000 Liter/det yang terletak di Kecamatan Winongan, Kabupaten Pasuruan. Potensi Mata Air Umbulan sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga banyak air yang mengalir dan terbuang ke Sungai Rejoso yang selanjutnya
mengalir ke laut. Tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi sumber mata air Umbulan semakin hari semakin menurun debitnya seiring dengan belum dimanfaatkannya secara optimal. Untuk menjaga kesinambungan dan kelestarian sumber mata air tersebut diperlukan pemeliharaan dan pelestarian di wilayah/area tangkapan (catchment area) yang dilakukan secara serius, karena pola dan perilaku masyarakat yang tinggal di area tangkapan dapat menyebabkan erosi dan mengurangi suplai air tanah karena kemampuan penyerapan tanah berkurang.
Ada lima PDAM yang mengambil bagian dalam Proyek KPS-SPAM Umbulan, yaitu PDAM Kota Pasuruan, PDAM Kabupaten Pasuruan, PDAM Kabupaten Sidoarjo, PDAM Kabupaten Gresik dan PDAM Kota Surabaya. Kelima PDAM ini secara umum berusaha meningkatkan kapasitas produksi, cakupan dan tingkat pelayanannya. Pada tahun 2013 ini PDAM di kelima Kota/Kabupaten tersebut telah kekurangan persediaan untuk memenuhi permintaan pelayanan air bersih. Kelima PDAM tersebut memiliki keunikan masing-masing.
PDAM Surabaya merupakan PDAM terbesar dalam hal sambungan rumah tangga (kira-kira 460.000 SR). PDAM Surabaya juga paling menguntungkan diantara kelima PDAM yang disebut di atas. Faktor pendukung bagi PDAM Surabaya adalah kepadatan penduduk yang tinggi, pekerjaan pemasangan sambungan pelanggan baru relatif mudah dan menguntungkan. Cakupan layanan di Surabaya secara keseluruhan berada di atas target MDG sebesar 80%. Pada Tahun 2013 Kota Surabaya masih mempunyai kelebihan persediaan air minum layak sebesar 134 L/dt, namun tingkat pelayanan itu masih dinilai kurang apabila melihat besarnya permintaan di tahun 2014 mendatang. Pada tahun 2014 diproyeksikan permintaan air minum layak sebesar 10.990 L/dt dan ketersediaan air minum layak hanya sebesar 10.830 L/dt. Jumlah permintaan dan ketersediaan yang tidak seimbang membuat Kota Surabaya akan mengalami kekurangan persediaan sebesar 160 L/dt di tahun 2014. Selain adanya kekurangan persediaan PDAM Surabaya juga memiliki kendala dengan sumber air baku yang digunakan PDAM. Sebagian kecil air PDAM Surabaya berasal dari mata air Umbulan dan transmisi melalui pipa yang sudah tua. Sumber air baku yang digunakan oleh PDAM Surabaya sebagian besar air berasal dari Sungai Surabaya
yang mempunyai kualitas air tidak cukup baik. Untuk mendapatkan air minum layak PDAM Surabaya membutuhkan pengolahan air baku pada unit instalasi- instalasi pengolahan milik PDAM. Pengolahan air baku tersebut membutuhkan biaya yang cukup besar. Untuk itu masuk akal jika PDAM Surabaya ikut andil dalam pemanfaatan mata air umbulan yang mempunyai kualitas air yang baik dan hanya membutuhkan klorinasi saja.
PDAM Sidoarjo masih sangat membutuhkan air karena saat ini cakupan pelayanan dan tingkat pelayanannya masih rendah. Permintaan akan air minum layak mencapai 835 L/dt, namun hanya ada persediaan sebesar 469 L/dt, hal ini mengambarkan bahwa saat ini PDAM Sidoarjo mengalami kekurangan persediaan sebesar 366 L/dt. Tantangan yang perlu diatasi diantaranya adalah menjaga kontinuitas suplai air di sebagian besar jaringan pelayanannya. Permintaan tambahan sambungan rumah untuk air cukup besar namun karena kepadatan penduduk yang rendah menyebabkan penambahan sambungan menjadi mahal. PDAM Sidoarjo sangat mendukung Proyek KPS SPAM Umbulan karena Sidoarjo merupakan wilayah industri dan perumahan dimana terdapat banyak pabrik-pabrik yang membutuhkan pasokan air tambahan.
PDAM Gresik juga masih sangat membutuhkan air. Kekurangan pasokan air merupakan masalah yang paling utama di Gresik, sedangkan sumber air tanah mulai terkena dampak intrusi air laut. Selain itu tingkat layanan saat ini masih rendah dengan pasokan air yang tidak dapat terjaga kontinuitasnya di banyak wilayah layanan. Jumlah permintaan akan air minum layak mencapai 726 L/dt namun ketersediaan hanya ada 555 L/dt, keadaan ini membuat Kabupaten Gersik mengalami kekurangan persediaan air minum layak sebesar 191 L/dt di tahun 2013 ini. Kepadatan penduduk yang rendah menyebabkan biaya operasi dan pemeliharaan menjadi lebih tinggi. PDAM Gresik sangat mengharapkan pasokan air dari Proyek KPS SPAM Umbulan. PDAM Gresik berencana menggunakan air Umbulan untuk mensubstitusi wilayah pasokan di wilayah pelayanan eksisting, sedangkan sumber air yang ada saat ini akan dipergunakan untuk pengembangan di wilayah lain. PDAM Gresik saat ini sedang mengumpulkan dana investasi untuk
merehabilitasi jaringan pipa distribusi. PDAM Gresik telah menyiapkan rencana umum perluasan jaringan distribusi untuk menyerap air Umbulan.
PDAM Kota Pasuruan mendapatkan air dari mata air Umbulan. PDAM Kota Pasuruan telah mengganti pipa yang lebih tua dengan pipa baru agar dapat meningkatkan pemasokan air minum kepada para pelanggan di dalam kota. Kebutuhan air minum layak Kota Pasuruan saat ini hingga tahun 2017 masih tergolong mencukupi kebutuhan. Meskipun demikian, PDAM Kota Pasuruan masih membutuhkan pasokan air dari Proyek KPS-SPAM Umbulan, karena pada tahun 2018 diperkirakan Kota Pasuruan akan mulai mengalami kekurangan persediaan air minum layak .
Ketersediaan air bersih di Umbulan Pasuruan selama hanya dialirkan ke Kecamatan Beji dan Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan. Sedangkan ketersediaan air bersih Umbulan selama ini melimpah hanya digunakan untuk menggelontor sungai Rejoso karena sungai tersebut tercemar oleh industi sekitarnya Karena sungai Rejoso digunakan untuk menyuplai lahan-lahan Tambak dan lahan ladang masyarakat desa Umbulan dan Sidepan.
PDAM Kabupaten Pasuruan memiliki cakupan layanan terendah dari semua lima PDAM yang berpartisipasi dalam Proyek. Sebagai daerah yang secara administrative ditempati oleh mata air umbulan maka sudah sepatutnya Kabupaten Pasuruan tidak mengalami kekurangan air, namun pada kenyataannya PDAM Kabupaten Pasuruan pada tahun 2013 ini masih kekurangan persediaan sebesar 393 L/dt. PDAM ini melayani kepadatan penduduk rendah dan pemanfaatan kapasitas produksi yang rendah. Sehingga PDAM perlu memperoleh dana investasi untuk memperbesar basis pelanggannya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan dalam penelitian ini 1), sejauh mana pemanfaatan sumber air umbulan secara kualitas, kuantitas dan kontinyuitasnya, 2). Bagaimana pola pengelolaan sumber air umbulan secara sosial ekonomi budaya.
## Adapun tujuan penelitian adalah
1. untuk melihat pemanfaatan sumber air umbulan baik secara kualitas, kuantitas dan kontinyuitas,
2. untuk mengetahui pengelolaan secara sosial ekonomi budaya.
Penelitian ini adalah penelitian survei lapangan :
- Teknik pengambilan sampling dengan random dan purpusif sampling sederhana sejumlah 100 orang responden
- Lokasi penelitian di Desa Sidepan dan Desa Umbulan Kecamatan Winongan kabupaten Pasuruan
- Pengolahan data dengan tabulasi dan freqwensi prosentase, dengan analisis deskriptif kualitatif dan kwantitaif
## HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Rencana Proyek pembangunan Umbulan ini adalah program Pemerintah Jawa Timur yang bertujuan untuk memberikan tambahan suplai air bersih yang kondisi berlimpah kepada 4 Kabupaten. Secara Administrasi Umbulan berada di Kabupaten Pasuruan Jawa Timur. Untuk mengetahui Kependudukan/Demografi Kabupaten Pasuruan di bawah ini kami uraikan. Adapun kondisi Rona Sosial Ekonomi Budaya dan menyangkut Demografi/kependudukan, sosial ekonomi dan sosial budaya, sebagai berikut di uraikan di bawah ini.
## Tabel 1. Jumlah Penduduk di wilayah studi
No Kecamatan/Desa Laki-laki Perempuan Jumlah A Kecamatan Winongan 2897 2902 5799 1 Desa Sidepan 657 660 1317 2 Desa Umbulan 866 916 1782
Sumber : Kabupaten Pasuruan Dalam Angka 2014
Kecamatan Winongan, khususnya Desa Umbulan dan Desa Sidepan adalah wilayah studi tapak proyek tempat Air Umbulan. Jumlah penduduk terbanyak ada di Desa Umbulan dengan jumlah Laki-laki sebanyak 866 orang dan perempuan
sebanyak 916 orang. Sedangkan struktur usia penduduk di Kecamatan Winongan sebagai berikut
Struktur umur penduduk di Desa wilayah studi
Untuk struktur usia penduduk yang ada di Kecamatan Winongan khususnya di Desa Umbulan dan Desa Sidepan dimana posisi air umbulan berada sebagai berikut diuraikan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2. Jumlah penduduk berdasarkan usia di Kecamatan Winongan
Kelompok Umur Jenis Kelamin Desa Umbulan Sidepan 0-4 th L 62 51 P 79 42 5-9 th L 78 59 P 51 61 10-14 th L 80 67 P 75 58 15-19 th L 70 56 P 42 56 10-24 th L 65 67 P 83 46 25-29 th L 92 54 P 105 63 30-34 th L 83 61 P 71 57 35-39 th L 61 39 P 69 42 40-44 th L 66 52 P 72 62 45-49 th L 61 47 P 75 44 50-54 th L 50 25 P 72 30 55-59 th L 42 31 P 41 29 60-64 th L 21 16 P 15 31 65-69 th L 12 12 P 22 15 50-74 th L 14 10
P 28 11 75+ th L 7 8 P 25 13
Sumber : Kecamatan Dalam Angka, 2014
Dari data tersebut diatas terlihat jumlah penduduk usia produktif yakni usia (15-54) tahun di Desa Umbulan sebesar 1127 (64,07 %) jiwa, dari jumlah penduduk Desa Umbulan. Untuk Desa Sidepan berjumlah 801 (61,37 %) jiwa dari jumlah penduduk berdasarkan usia di Desa Sidepan. Sedangkan jumlah Penduduk berdasarkan tingkat pendidikan diuraikan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 3. Jumlah Penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
Tingkat Pendidikan Desa Umbulan Sidepan Belum tamat SD 634 426 SD/MI/Sederajat 591 473 SLTP/MTs/Sederajat 120 149 SLTA/MA/Sederajat 39 56 SMK 4 14 D1/D2/D3 5 4 S1/D4 6 4 Total 1399 1126 Sumber : Kecamatan Dalam Angka, 2014
Karakteristik penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan terbanyak di Desa Umbulan adalah tidak tamat SD sejumlah 634 (45,31 %) jiwa, dan di Desa Sidepan jumlah terbanyak berdasarkan tingkat Pendidikan adalah SD tamat sejumlah 473 (42,05 %) jiwa. Tingkat pendidikan rendah mempunyai korelasi dengan pemahaman dalam menerima inovasi yang sifatnya pembangunan.
Untuk melihat bagaimana pola pemanfaatan air umbulan selama ini oleh masyarakat di Desa Umbulan khususnya dan desa Sidepan maka dilakukan survei terhadap responden menggunakan Instrumen kuesioner yang bisa menggambarkan persepsi dan pendapat masyarakat tersebut. Adapun jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 100 orang, dengan hasil sebagai berikut di bawah ini.
Analisis Kajian Sosial terhadap pemanfaatan air umbulan
Untuk mendapatkan data awal primer kami tim sosek melakukan survai di lokasi tapak proyek Umbulan dan pada masyarakat yang berada di Desa Umbulan dan Desa Sidepan. Responden yang kami wawncarai berjumlah 100 orang termasuk didalamnya masyarakat PKL yang berada di pinggiran Umbulan ini. Metode survai ini adalah wawancara dengan menggunakan kuesioner khusus untuk menjaring
aspirasi keinginan serta kekhawatiran mereka dengan adanya pembangunan proyek Umbulan ini.
Sejumlah 100 (100 %) responden terdiri dari 82 (82 %) laki-laki, dan 18 (18 %) perempuan. Adapun usia responden berkisar antara 20-65 tahun sebagai berikut dalam gambar grafik 1 di bawah ini.
Gambar 1 . Usia Responden di Tapak Proyek Umbulan
Sebanyak 38 (38 %) responden ber usia 41-50 tahun, sebanyak 22 (22 %) responden ber usia 31-40 tahun, sebanyak 17 (17 %) responden ber usia 51-60 tahun, sebanyak 14 (14 %) responden ber usia 20-30 tahun dan ada 9 (9 %) responden yang telah ber usia > 61 tahun.
Sedangkan status responden yang berhasil di wawancarai sebanyak 80 (80 %) responden sebagai Kepala Keluarga, sebanyak 12 (12 %) responden berstatus sebagai Ibu Rumah tangga, dan sebanyak 7 (7 %) responden berstatus sebagai anak, dan ada 1 (1 %) orang yang menjadi Ketua PKL yang juga menjadi responden dalam studi ini. Selengkapnya dalam gambar 2 di bawah ini.
Gambar 2. Status Responden Umbulan
Tingkat pendidikan responden relatif rendah terbanyak adalah pendidikan lulus SD sebanyak 26 (26 %) responden, sebanayk 19 (19 %) responden tidak lulus SD, dan sebanyak 11 (11 %) responden tidak mengenyam pendidikan, sebanyak 17 (17 %) responden lulus SLTP, dan sebanyak 15 (15 %) lulus SMA, dan ada 7 (7 %) responden yang bersekolah di Sanawiyah, dan ada 5 (5 %) responden yang sekolah Ibtidaiyah, seperti yang diuraikan dalam gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3. Pendidikan responden umbulan
Dalam wawancara kami terlihat bahwa responden menyadari akan pendidikan mereka yang relatif rendah bila mereka membandingkan dengan ilmuwan yang akan melaksanakan “Mega Proyek” kata mereka. Namun tidak berarti mereka tidak diajak berunding masalah proyek ini karena pendidikan mereka yang rendah. Pernyataan responden dalam hal ini mengatakan “ajaklah kami masyarakat disini (perwakilan) saja dalam hal mengukur debit air umbulan ini, jangan hanya ditunjukkan saja hasil pengukuran air tersebut. Mereka pada dasarnya khawatir dibohongi tentang debit air Umbulan ini.
Selanjutnya jenis mata pencaharian responden yang berada di Desa Umbulan dan Desa Sidepan sebagai berikut dalam gambar 4 di bawah ini.
Gambar 4. Jenis Mata Pencaharian Responden
Sebanyak 34 (34 %) responden ber mata pencaharian sebagai petani, sebanyak 16 (16 %) mata pencaharian sebagai PKL, dan sebanyak 9 (9 %) responden mata pencaharian di tambak, sebanyak 12 (12 %) responden bekerja di bidang swasta, sebanyak 9 (9 %) bergerak di bidang jasa, sebanyak 9 (8 %) responden sebagai PNS, dan ada 7 (7 %) responden yang sudah pensiunan serta ada 5 (5 %) responden yang belum kerja. Adapun responden yang sebagai petani ada 5 orang sebagai petani ladang, 29 orang petani sawah. Sedangkan bekerja di Jasa antara lain ada bengkel, penjahit, tukang pompa motor.
Lebih lanjut pendapatan responden sebagai berikut di uraikan dalam gambar 5 di bawah ini
Gambar 5. Pendapatan responden
Sebanyak 35 (35 %) responden menyatakan mereka mempunyai pendapatan sebasar Rp. 2.000.000,-, sebanyak 34 (34 %) responden berpendapatan sebesar Rp.
2.000.000 – Rp. 3.000.000,-, sebanyak 26 (26 %) responden berpendapatan sebesar Rp. 3.000.000,- - Rp. 4. 000.000,- serta ada 5 (5 %) responden yang menyatakan tidak mempunyai pendapatan.
## Persepsi dan Sikap Masyarakat terhadap air Umbulan
Lebih lanjut informasi sejumlah 82 (82%) responden mengatakan air umbulan selama ber tahun-tahun merupakan lambang kehidupan kesejahteraan masyarakat Desa Umbulan dan Desa Sidepan. Air umbulan yang melimpah tersebut sebagian dalam wadah kolam renang untuk tempat pemandian masyarakat dan sebagai kawasan Wisata bagi masyarakat Desa Umbulan.
Sebagian lain untuk kehidupan sehari-hari seperti mengairi ladang, tambak, pertanian sawah serta untuk menggelontor sungai Rejoso karena limbah industri sekitarnya telah masuk ke sungai tersebut. Kondisi ini yang menjadikan masyarakat Desa Umbulan sangat tidak berkenan untuk memberikan dan menyuplai air umbulan sebagai sumber air bersih yang di kelola PDAM ataupun Swasta.
Desa Umbulan lebih dikenal sebagai kawasan Wisata Kolam Renang Umbulan dimana setiap hari libur kawasan tersebut dipenuhi pengunjung dari sekitar Kabupaten Pasuruan. Seperti yang dikatakan oleh beberapa 5 orang PKL yang berada di kawasan Umbulan tersebut menyatakan “jika pada hari-hari biasa pendapatan kami relatif kecil. Namun jika hari Libur pendapatan kami bisa ber lipat ganda dari hari biasa. Jumlah PKL yang ada di kawasan Umbulan sebanyak kurang lebih 75 PKL yang menggantungkan hidupnya di kawasan Umbulan. Oleh karena itu dibutuhkan adanya pengelolaan persepsi dan pandangan responden terhadap pemanfaatan air Umbulan.
Pengelolaan Persepsi/pandangan terhadap pemanfaatan air Umbulan
1. Menginformasikan lebih awal pada semua masyarakat yang memanfaatkan air Umbulan termasuk instansi terkait mulai dari WTP, Kabupaten Pasuruan, Sidoarjo, Surabaya hingga Kabupaten Gresik khususnya pada masyarakat Desa Umbulan dan Desa Sidepan, terhadap rencana pemanfaatan Proyek Umbulan ini sebagai air bersih PDAM
2. Menginformasikan kepada masyarakat yang lokasinya dekat dengan lokasi proyek untuk melakukan survey teknis dan non teknis di lapangan sehingga tidak timbul kecurigaan dari masyarakat dan tidak ada sikap penolakan di lokasi survey.
3. Melakukan kerjasama dengan masyarakat di Desa Umbulan dan Desa Sidepan serta koordinasi dengan Kepala Desa Sidepan dan Umbulan dan Kecamatan Winongan untuk melakukan survei lapangan dan wawancara dengan masyarakat
4. Membentuk pusat informasi masyarakat yang dapat memberikan informasi tentang rencana Proyek Umbulan dengan melibatkan aparat Desa dan Kecamatan serta Muspika setempat.
5. Melakukan koordinasi dan komunikasi secara terus menerus dengan masyarakat terutama Ketua RT dan RW serta Tokoh Masyarakat Tokoh Agama serta aparat Desa serta Kecamatan
6. Pemrakarsa akan melakukan kegiatan sesuai dengan prosedur dan ketentuan kerja pembangunan bidang ESDM dan mematuhi ketentuan perlindungan dan pengelolaan LH sehingga persepsi masyarakat akan tetap baik terhadap keberadaan pembangunan Proyek Umbulan
7. Meningkatkan keamanandi dalam wilayah tapak proyek dan sekitarnya untuk mencegah terjadinya gangguan kamtibmas di dalam dan sekitar lokasi proyek
8. Melibatkan petugas keamanan yang diambilkan dari wilayah desa sidorukun guna membantu menjaga keamanan lingkungan sebagai wujud kebersamaan untuk membentuk keamanan yang kondusif.
9. Mendata pemilik Warung (PKL) dan lahan yang akan digunakan untuk Kolam Renang dan Penanaman pipa transmisi yang akan dibebaskan
10. Melibatkan petugas keamanan yang diambilkan dari wilayah desa sidepan dan Desa Umbulan guna membantu menjaga keamanan lingkungan sebagai wujud kebersamaan untuk membentuk keamanan yang kondusif.
11. Perlu dilakukannya sosialisasi pada masyarakat tentang perilaku hemat air melalui lembaga-lembaga pemasyarakatan maupun Dinas Pengairan
12. Mulai dilakukan pembiasaan menggunakan air sumur untuk kegiatan- kegiatan yang sifatnya sekunder
13. Mulai dipikirkan pemanfaatan air hujan untuk kebutuhan sehari-hari
## Pengelolaan Kawasan Wisata dan penataan PKL
1. Ada regulasi yang jelas untuk pengaturan kawasan wisata kolam renang umbulan
2. Mengutamakan petugas maupun pedagang yang bekerja di tempat wisata kolam renang umbulan adalah orang/masyarakat yang selama ini sudah bekerja di sumber air umbulan
3. Membuat jalan akses menuju lokasi kolam renang yang cukup representatif sehingga mampu mendatangkan waisatawan ke lokasi tersebut.
4. Memperbanyak unit-unit usaha lain khusus untuk masyarakat yang berada di desa Sidepan dan Desa Umbulan
5. Secara teknis menyediakan tempat pembuangan sampah
6. Memasang papan pengumuman yang bertuliskan kawasan wisata ramah lingkungan
7. Menyebarluaskan informasi tentang kawasan wisata melalui media cetak maupun elektronik
## Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tersebut diatas maka, kami memberikan Kesimpulan dalam penelitian ini sebagai berikut,
1). Masih inclusifnya warga masyarakat Umbulan dalam pembagian air bersih,
2) Teknologi Pengelolaan masih berbasiskan masyarakat lokal,
3). Penggunaan air bersih masih kurang efektif (karena masih digunakan hal yang kurang bermanfaat)
4). Masyarakat Desa Umbulan dan desa Sidepan khususnya merasa sumber daya air
Umbulan adalah milik mereka yang tidak perlu dimanfaatkan oleh masyarakat di luar kawasan tersebut, walaupun debit air Umbulan cukup besar dan mampu menyuplai di 3 Kabupaten di Jawa Timur.
## SARAN
Diperlukan adanya Mediasi, Konsolidasi dan Negosiasi, dimana Mediasi bisa dilakukan oleh pemerintah sendiri baik dengan masyarakat maupun dengan instansi terkait. Sedangkan Konsolidasi dibutuhkan untuk membentuk suatu Forum sebagai tempat/wadah masyarakat dalam mengaspirasikan keinginannya dan sekaligus bisa
mendapatkan kata sepakat dalam pemanfaatan sumber daya air Umbulan ini. Negosiasi di perlukan untuk wahana pertemuan yang bertujuan untuk saling menurunkan egoisme orang/individu/kelompok terhadap tuntutan sumber daya air Umbulan.
## Daftar Pustaka
Pusposutardjo. 2010. Air sebagai fungsi Langsung Dalam Kehidupan. Jakarta.
Prabowo A, Sigit S Arief, Dwi Antariksa. 2009. Konflik Pemakaian Air Irigasi. Kasus pemanfaatan air Irigasi untuk Tanaman Pangan dan Perikanan di Desa Siman. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Peraturan Daerah Jawa Timur. 2009. Sistem Pengelolaan air bersih di Jawa Timur.
Sukriyah Kustanti Moerad, 2006. Hasil Kajian AMDAL Proyek Air Bersih Umbulan.
|
8faa7461-f098-4d13-865b-f478fddf540c | https://journal.upgris.ac.id/index.php/aksioma/article/download/10412/4919 |
## AKSIOMA: Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika
Vol. 12, No. 3 Desember 2021 e-ISSN 2579-7646
## Kendali LQR pada sistem transmisi data
dengan sumber jaringan jamak
1 Dita Anies Munawwaroh, 2 Bayu Sutanto, 3 Achmad Fahrul Aji, 4 Siti Khabibah
1,2 Teknik Mesin, Politeknik Negeri Semarang Jalan Prof. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang, Indonesia
3 Teknik Elektro, Politeknik Negeri Semarang Jalan Prof. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang, Indonesia
4 Departemen Matematika, Universitas Diponegoro Jalan Prof. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang, Indonesia
* email korespondensi: dita.anies.m@gmail.com
## Abstrak
Pada penelitian ini, akan dibahas mengenai penggunaan kontrol Linear Quadratik Regulator (LQR) pada sistem transmisi data dengan sumber jaringan jamak (lebih dari satu sumber). Teknik kontrol LQR berbentuk diskrit. LQR merupakan salah satu metode untuk mengoptimalkan fungsi objektif yang berbentuk kuadratik dan memiliki kendala. Pada penelitian ini, terbukti bahwa LQR dapat mengoptimalkan tingkat transmisi data pada sistem. Asumsi yang digunakan pada sistem ini adalah data akan diterima 100 % meskipun data memiliki waktu tunggu. Pada analisa sifat dan kestabilan, terlihat bahwa system akan optimal dan stabil asimtotik.
Kata kunci : LQR, sistem diskrit; sistem transmisi data; sumber jaringan jamak
Abstract
In this study, we discussed about controlling data transmission system with multi-source networks. The control technique used in this research is quadratic linear regulator with discrete time. Quadratic linear regulator is optimal control with objective function in the quadratic form and has linear constraint. The control technique is used to optimize data transmission rate. Assumed, the data will be received 100 %, although the data transmission process has delayed time. From the stability analysis and the properties, the rule of control will make it optimum and asymptotic stable.
Keywords: LQR; discrete time; data transmission system; multi-source networks
## A. Pendahuluan
Transmisi data adalah bagian dari sistem telekomunikasi yang berhubungan dengan proses transfer data atau informasi diantara peralatan digital dari media komunikasi. Proses transmisi terdiri dari 3 bagian yaitu sumber data, media komunikasi dan penerima. Masalah pada perambatan data pada jaringan adalah membutuhkan waktu dalam proses perjalanan data tersebut. Meskipun demikian, data yang dibutuhkan harus sampai pada penerima sesuai dengan waktru yang ditentukan. Sehingga, proses transmisi data ini membutuhkan perencanan dan kontrol. Perencanaan bertujuan untuk membangun system jaringan yang dapat menjaga aliran data dari sumber kepada penerima. Sedangkan, kontrol bertujuan agar sistem transmisi data berjalan secara optimal.
Kunci dari teknologi adalah informasi, proses dan distribusi (Tanenbaum & Wetherall, 2010). Dari perkembangan teknologi, dapat dilihat penemuan
## AKSIOMA: Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika
dari jaringan telepon, radio, televisi, komputer dan satelite komunikasi. Bedasarkan titik yang terhubung dapat dibedakan dengan kabel dan tanpa kabel (Ignaciuk & Bartoszewicz, 2013). Perbandingan dari bermacam-macam teknik kontrol pada transmisi dengan kabel telah dibahas oleh (Morawski & Zajaczkowski, 2010). Serta, sistem transmisi data tanpa kabel dibahas oleh (Harshavardana, Dravida, & Bondi, 1992).
Sumber tunggal dan sumber jamak pada sistem transmisi data dengan menggunakan kontrol linier pergeseran titik telah dibahas pada (Ignaciuk & Bartoszewicz, 2008 a ) dan (Ignaciuk & Bartoszewicz, 2008 b ). Pada keadaan idela, aliran trasnmisi dapat dikatakan lancar dan mulus. Tetapi jika asumsi tersebut tidak terjadi, maka dapat dikatakan sistem tersebut terjadi penyumbatan hal ini telah dibahas oleh (Ignaciuk, 2008). Setelah itu, (Bartoszewicz & Lesniewski, 2013) telah melakukan penelitian tentang sistem transmisi dengan jaringan tunggal, tetapi ditambahkan asumsi bahwa hanya % data yang dapat diterima oleh penerima. Kemudian, jika ditambah dengan asumsi bahwa 100% data diperoleh penerima telah dilakukan oleh (Munawwaroh & Sutrisno, 2014) dengan mengaplikasikan kendali LQR. Kendali LQR pun dapat diaplikasikan pada sistem pergudangan dengan sumber jamak (Ignaciuk & Bartoszewicz, 2012).
## B. Metode Penelitian
Penulis mengaplikasikan kendali LQR pada sistem transmisi data dengan sumber jamak. Data dihasilkan dari sumber lebih dari satu (jamak) yang membutuhkan waktu tunggu.Teori dan dasar kontrol LQR didasarkan pada penjelasan dari (Olsder, 1994) and (Ogata, 1995). Dalam proses kontrol LQR membutuhkan penyelesaian matriks yang dibahas pada (Mital, 1976). Analisa kestabilan pada sistem diskrit mengacu pada (Kwakernaak & Sivan, 1972). Serta, terdapat simulasi numerik dengan menggunakan MATLAB 7.6.0 (R2008a).
## C. Hasil dan Pembahasan
Pada bab hasil dan pembahasan, akan dibahas mengenai pembentukan model matematika, penyelesaian dengan LQR, analisa kestabilan , sifat-sifat yang berlaku pada sistem transmisi dengan sumber jamak, dan simulasi numerik.
## 1. Pemodelan Matematika
Proses transmisi data berasal dari sumber jamak yang kemudian data disalurkan melalui transmitter yang memproduksi gelombang ekeltromagnetik yang melewati barisan sistem transmisi. Data yang sampai pada penerima akan berbentuk sinyal dan dikombinasi dalam bentuk yang sesuai dengan tujuan. Data akan dikirim pada penerima tanpa mempertimbangkan prioritas, tetapi tetap membutuhkan waktu hingga data
## AKSIOMA: Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika
Vol. 12, No. 3 Desember 2021 e-ISSN 2579-7646
diterima oleh penerima. Diasumsikan bahwa semua data yang dikirimkan akan diterima 100 % oleh penerima.
Proses transmisi tersebut akan dibentuk dalam model matematika. Pertama, diasumsikan bahwa suatu jaringan akan mendapat sumber jamak, dengan jumlah p sumber, dengan 1, 2, 3,..., p m = . Sumber akan mengirim data dengan waktu diskrit mengikuti kT , dengan 1, 2, 3,... k = . Kemudian,
p RTT waktu tunggu untuk setiap sumber p , dengan
1 2 p p p RTT T T = + , 1 p T adalah waktu tunggu yang dibutuhkan untuk sumber data menerima sinyal dari pengontrol, dan 2 p T adalah waktu tunggu untuk sumber data mengirim data yang dibutuhkan. Selanjutnya, p RTT diasumsikan sebagai perkalian dari periode dan suatu integer, p p RTT n xT = , dan diasumsikan mengikuti 1 2 1 ... m m RTT RTT RTT RTT − . (1)
Serta memenuhi
1 1 m p p = = agar kebutuhan data terpenuhi. Hal tersebut dianggap bahwa
: p j p p L jT a = = , serta berlaku 1 1 m n j j a = = . (2)
Namun, jika data tidak terkirim pada waktu tunggu jT , maka j a akan bernilai nol.
Kedua, akan didefiniskan terlebih dahulu mengenai variabel yang ada pada sistem. Jumlah data yang dibutuhkan adalah ( ) u kT , jumlah data yang ada pada simpul jaringan adalah adalah ( ) y kT , jumlah data yang terkirim adalah ( ) h kT , serta semuanya bergantung pada waktu kT . Jaringa memilki kapsitas maksimum untuk dilewati dalam setiap simpul, katakanlah d y , dan makasimal data yang dapat dikirim adalah max d . Sehingga, dapat dituliskan berikut ( ) ( ) max 0 h kT d kT d .
Ketiga, akan dijelaskan untuk menentukan jumlah data yang tersedia pada simpul jaringan ( ) x kT yang tersedia pada waktu kT . Untuk sebarang waktu 0 kT , didapatkan persamaan berikut.
( ) ( ) ( ) 1 1 1 0 0 m n k j k j j i i y kT a u kT h iT − − − = = = = − (3)
## AKSIOMA: Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika
Vol. 12, No. 3 Desember 2021 e-ISSN 2579-7646
dengan vector keadaan adalah ( ) ( ) ( )
( ) 1 2 ... T n kT x kT x kT x kT = x ,
dimana
( ) 1 x kT is data yang ada pada simpul jaringan dengan waktu tunggu kT , then
( ) i x kT is data yang dibutuhkan untuk waktu 1 k n i − + − , dengan 1 p n n = + .
Selanjutkan, akan dibangun persamaan ruang keadaan dan persamaan keluaran dengan sistem diskrit LTI.
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) 1 ; , T k T kT kT h kT
y kT kT + = + + = x Gx Hu v
C x (4)
dengan G adalah matriks keadaan berukuran nxn , , , v H C adalah vektor dengan ukuran 1 nx , mengikuti berikut.
1 2 1 1 0 0 0 1 0 0 ; ;
0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 n n a a a − −
= = G H K K K K K O K M K K 1 1 0 0 ; . 0 0 0 0 −
= =
v C M M (5)
Tujuan dari linier kuadratik adalah menentukan aturan kontrol yang dapat membawa kondisi awal 0 0 = x menuju ( ) d kT = x x taknol untuk k = . Sebuah indeks performansi yang bersesuaian dengan persamaan ruang keadaan dan persamaan keluaran, yaitu
( ) ( ) ( ) 2 2 0 . d k J u u kT w y y kT = = + − (6)
Indeks perfomansi pada persamaan (6) merupakn fungsi biaya. Fungsi biaya adalah seluruh biaya yang timbul selama proses transmisi data, dengan w adalah konstanta positif.
Hal yang berbeda, pada linier kuadratik regulator adalah sebuah aturan kontrol yang membawa keadaan awal tak nol menuju keadaan nol. Sehingga, disinilah perlu adanya pendefinisian variabel baru, yaitu
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ; ; . ss d ss d ss kT kT kT y kT y kT y y kT y u kT u kT u u kT = − = −
= − = −
= − = x x x x x % % % (7)
## AKSIOMA: Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika
Vol. 12, No. 3 Desember 2021 e-ISSN 2579-7646
Selanjutnya, didapatkan persamaan ruang keadaan dan persamaan keluaran dengan menggunakan variabel baru pada persamaan (7), sebagai berikut.
( ) 1 ( ) ( ) ( ), k k kT u kT h kT + = + + x Gx H v % % % (8)
( ) ( ) , T y kT kT = C x % % (9)
dengan G, H, v and C masih sesuai dengan persamaan (2). Selanjutnya, akan digunakan LQR untuk ( ) u kT % yang meminimalkan indeks performansi yang baru, yaitu
( ) ( ) ( ) ( ) ( )
0 1 [ ] 2 T T k J u kT kT u kT u kT = = + x Qx
R % % % % % (10)
## 2. Penyelesaian dengan LQR
## Diberikan kontrol umpan balik yaitu
( ) ( ) ( ), u kT kT kT = − K x % % (11)
dengan ( ) kT K adalah matriks umpan balik. Persamaan Riccati digunakan untuk mendapatkan sebuah vektor kontrol ( ) u kT % yang optimal . Asumsukan bahwa
( ) ( ) ( ) , kT kT kT
= P x % (12)
dengan P adalah matriks simetris positif. Sehingga dengan mengikuti operasi matriks yang berlaku akan diperoleh hasil nilai matriks pada P dan K , yaitu
1 . T T − P = G P I + HH P H + Q (13) 1 . T T − K = H P I + HH P G (14)
Diberikan matriks simetris positif yaitu
11 12 13 1 21 22 23 2 31 32 33 3 1 2 3 , n n n n n n nn p p p p p p p p
P p p p p
p p p p
= K K K K K K O K K (15)
## AKSIOMA: Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika
Vol. 12, No. 3 Desember 2021 e-ISSN 2579-7646
Iterasi matriks digunakan untuk mendapatkan matriks P yang dibentuk dalam 11 p and w , sebagai berikut.
( ) ( ) 1 1 11 1 ; n n n j j p a p n j w − − = = − − ( ) ( ) 1 2 1 11 1 ; n n n n j j p a a p n j w − − − = = − − ( ) ( ) 2 1 3 11 1 1 ; n n n j n j j j p a a p n j w − − − = = = − − ( ) ( ) 3 1 4 11 1 1 ; n n n j n j j j p a a p n j w − − − = = = − − ( ) ( ) 4 1 5 11 1 1 ; n n n j n j j j p a a p n j w − − − = = = − − . . . . . . . . . ( ) ( ) 1 1 11 1 1 ; n n nn n j n j j j p a a p n j w − − − − = = = − − dan 1 1 1 11 11 1 1 1 1 1 . n n j j j j p w ja p w ja − − − = = = + + − + −
(16)
Dari persamaan (14) , didapatkan matriks K , yaitu
( ) 1 1 2 1 ...
... 1 , n n a a a − − = + +
K (17)
Dengan
( ) 4 2 w w w + − = (18)
Sehingga dengan persamaan (7), diperoleh matriks umpan balik yaitu
( ) ( ) ( ) 1 1 m n k d j j i k j u kT y y kT a u iT − = = − = − −
(19)
## 3. Analisa Kestabilan
Kestabilan pada sistem diskrit LTI, seperti pada persamaan (4), dapat dianalisa dnegan menggunakan vektor Eigen yang dihasilkan dari persamaan karakterisktik berikut.
( ) 0,
z − = I G - HK (20)
dengan I adalah matriks identitas. Sistem akan stabil jikan nilai Eigen memenuhi
1. n (21)
## AKSIOMA: Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika
Vol. 12, No. 3 Desember 2021 e-ISSN 2579-7646
Disisi lain, terdapat ketentuan bahwa 0 2
− . Dengan demikian, sistem pada persamaan (4) terjamin stabil secara asimtotik, karena sistem memiliki yang positif dan selalu lebih kecil dari satu, sesuai dengan persamaan (18).
## 4. Sifat-sifat pada Sistem Transmisi dengan Sumber Jamak
Pembahasan ini akan menjelaskan mengenai sifat-sifat sistem transmisi dengan sumber jamak. Teorema pertama akan menjelaskan bahwa jumlah data yang ada pada simpul jaringan tidak akan melebihi kapasitas maksimum pada simpul tersebut.
Teorema 1. Jika persamaan (19) diaplikasikan pada sistem diskrit LTI pada persamaan (4), maka jumlah data pada simpul jaringan selalu memenuhi ( ) d y kT y , 0 k .
Bukti.
Jika pemenuhan data membutuhkan waktu tunggu 1 RTT , maka jaringan akan kosong saat 1 kT RTT . Pembuktian selanjutnya akan digunakan induksi matematika. Untuk 1 q = , didapatkan ( ) 1 d y T y . Untuk sebarang integer q , berlaku ( ) d y qT y . Untuk 1 k q = + , akan dibuktikan berlaku ( ) 1 d y q T y + . Misalkan,
( ) ( ) ( ) 1 1 m n k d j j i k j u qT y y kT a u iT − = = − = − − ,
disubstitusikan pada persamaan (3), didapat
( ) ( ) ( ) 1 1 1 1 . m n q k d j j i k j i u qT y a u iT h iT − − = = − = = − +
Karena
1 1 m n j j a = = , maka ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) 1 1 1 1 1 m n q d d j j i q j y q T y y y qT a h iT h qT − = = − + = − − + −
− − ( ) ( ) ( ) 1 1 . d d y y y qT − − + −
Diperoleh ( ) 1 d y q T y + , untuk setiap 1 p q n + . Dengan menggunakan induksi matematika diperroleh ( ) d y kT y , 0 k .
Selanjutnya, teorema kdua akan menjamin bahwa jumlah data pada simpul jaringan akan selalu memenuhi jumlah data yang dibutuhkan penerima.
## AKSIOMA: Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika
Vol. 12, No. 3 Desember 2021 e-ISSN 2579-7646
Teorema 2. Jika persamaan (19) diaplikasikan untuk sistem diskrit LTI pada persamaan (4) dan kapasitas maksimum pada simpul jaringan akan memenuhi
max
1 1 1 m d p p p y d L T = + ,
Selanjutnya jumlah data pada simpul jaringan akan selalu positif tegas untuk sebarang 1 m k n + .
Bukti.
Diberikan waktu tunggu . p p RTT n T = . Kebutuhan data akan terpenuhi setelah waktu tunggu tersebut. Pembuktian induksi matematika akan digunakan untuk terorema ini. Untuk 1 q = , berlaku ( ) 1 0 y T . Untuk sebarang integer positif q , diperoleh ( ) 0 y qT . Untuk 1 k q = + , akan dibuktikan bahwa ( ) 1 0 y q T + . Misalkan, ( ) ( ) ( ) 1 1 m n k d j j i k j u qT y y kT a u iT − = = − = − − ,
disubstitusikan pada persamaan (3), diperoleh
( ) ( ) ( ) 1 1 1 1 . m n q k d j j i k j i u qT y a u iT h iT − − = = − = = −
+
Karena
1 1 m n j j a = = , maka ( ) ( ) ( ) 1 1 1 m n q d j j i q j y q T y a h iT h qT − = = − + − − ( ) ( ) 1 1 1 m n q d j j i q j y a h iT h qT − = = − −
− Misalkan diambil sebarang k , ( ) max 0 h kT d , maka
( ) max 1 1 1
m d p p p y q T y d L = + −
+ . Karena max 1 1 1 m d p p p y d L T = + , diperoleh
( ) max 1 1 1 0 m d p p p y q T y d L = + − +
.
Dengan menggunakan induksi matematika, kita dapat membuktikan bahwa jumlah data pada simpul jaringan akan selalu postif tegas untuk sebarang
1 m k n + .
## AKSIOMA: Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika
Vol. 12, No. 3 Desember 2021 e-ISSN 2579-7646
Pada teorema ketiga untuk menjamin bahwa jumlah data yang dibutuhkan oleh penerima kaan selalu non-negatif dan terbatas.
Teorema 3 . Jika persamaan (19) diaplikasikan pada sistem diskrit LTI pada persamaan (4), maka jumlah data yang dibutuhkan oleh penerima selalu non-negatif dan terbatas mengikuti
( ) ( ) max 0 max , d u kT y d
Bukti.
Induksi matematika akan digunakan untuk membuktikan teorema ini. Untuk 1 q = , berlaku ( ) ( ) max 0 1 max , d u T y d . Untuk sebarang integer positif q , berlaku ( ) ( ) max 0 max , d u qT y d . Untuk 1 k q = + , akan dibuktikan bahwa ( ) ( ) max 0 1 max , d u q T y d
+ . Misalkan,
( ) ( ) ( ) 1 1 m n k d j j i k j u qT y y kT a u iT − = = − = − − ,
disubtituskan pada persamaan (3), diperoleh
( ) ( ) ( ) 1 1 1 1 . m n q k d j j i k j i u qT y a u iT h iT − − = = − = = − + ( ) ( ) ( ) u qT u qT h qT = − + . Karena ( ) max 0 h qT d , ( ) ( ) max 0 max , d d u qT y , dan ( ) 0,1 , maka terbukti bahwa ( ) ( ) max 0 1 max , d u q T y d
+ . Dengan menggunakan
induksi matematika, terbukti bahwa jumlah data yang dibutuhkan selalu bernilai non-negatif dan terbatas ( ) ( ) max 0 max , d u kT y d .
## 5. Simulasi Numerik
Dengan mengkonstruksi jaringan seperti pada model yang didiskusikan diatas, pertama diambil periode diskrit 1 ms, dan waktu tunggu untuk 4 sumber adalah 1 RTT = 5 ms , 2 RTT = 8 ms,
3 RTT = 8 ms, 4 RTT = 10 ms. Dengan kata lain m = 4, dan sistem membutuhkan n = 11. Elemen pada baris pertama matriks G adalah 1 a =1/5, 2 a =1/8, 3 a =3/8, 4 a =3/10. Jumlah data maksimum adalah max d = 50 kb, dan kapasitas yang pada simpul jaringan adalah d y = 481 kb (berdasarkan Teorema 2). Diasumsikan data diterima 100 % oleh penerima.
Pada Gambar 1(a) menunjukkan bahwa jumlah data yang ada pada jaringan tidak akan melebihi kapasitas jaringan, yaitu d y . Hal tersebut sejalan dengan Teorema 2 bahwa jumlah data yang ada pada jaringan selalu pisitif tegas. Pengontrol ( ) u kT harus dapat mengontrol jumlah data agar tidak melebihi kapasitas tetapi tatp dapat memenuhi jumlah data yang
## AKSIOMA: Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika
Vol. 12, No. 3 Desember 2021 e-ISSN 2579-7646
dibutuhkan.
Hal tersebut
ditunjukkan pada Gambar 1(b), yang dijamin pada Teorema 2 dan Teorema 3.
(a) (b)
Gambar 1. (a) Jumlah data pada jaringan ( ) y kT untuk setiap k [second],
(b) Jumlah data yang dibutuhkan ( ) u kT untuk setiap k [second]
## D. Simpulan
Dari hasil dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan bahwa system transmisi data dnegan sumber jaringan jamak dapat dikontrol dengan menggunakan kontrol linier, khususnya dengan menggunakan kendali LQR. Dengan menggunakan kendali tersebut, dapat sekaligus meminimalkan fungsi biaya pada jaringan dan stabil asimtotik.
## E. Daftar Pustaka
Bartoszewicz, A., & Lesniewski, P. (2013). Linear Quadratic Optimal Congestion Control Strategy for Connection-oriented Networks with Lossy Links, IEEE Transaction Control Systems Technology . Harshavardhana, P., Dravida, S., & Bondi, A.B.(1992). Congestion Control for Connectionless Networks via Alternate Routing. IEEE Xplore . Ignaciuk, P., & Bartoszewicz, A. (2008 a ). Linear Quadratic Optimal Descrete- Time Sliding Mode Controller for Connection-Oriented Communication Networks. IEEE Transaction Control Systems Technology , 55(11).
Ignaciuk, P., & Bartoszewicz, A. (2008 b ). Linear Quadratic Optimal Sliding Mode Congestion Control in Multi-Source Connection-Oriented Data Transmission Networks, IEEE .
Ignaciuk, P. (2008). Congestion Control in Connection-Oriented Data Transmission Networks (Doctorate Dissertation). Technical University of Lodz.
## AKSIOMA: Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika
Vol. 12, No. 3 Desember 2021 e-ISSN 2579-7646
Ignaciuk, P., & Bartoszewicz, A. (2012). Linear-Quadratic Optimal Control of Periodic-Review Perishable Inventory Systems. IEEE , 20(5).
Ignaciuk, P., & Bartoszewicz, A. (2013). Congestion Control in Data
Transmission Networks Sliding Mode and Other Design, Communication and Control Engineering . London : Springer-Verlag. Kwakernaak & Sivan. (1972). Linear Optimal Control Systems . New York : Wiley-Interscience.
Mital, K.V. (1976). Optimization Methods in Operations Research and Systems Analysis . New Delhi : Wiley Eastern Limited. Morawski, M., & Zajaczkowski, A.M. (2010). Approach to The design of Robust Networked Control Systems. Int.J.Appl.Math.Compt.Sci , 20(4), 689-698.
Munawwaroh, D.A., & Sutrisno. (2014). Kendali LQR Diskrit untuk Sistem Transmisi Data dengan Sistem Jaringan Tunggal. Jurnal Matematika , 17(3), 104-111.
Ogata,K. (1995). Discrete Time Control Systems . New Jersey : Prentice-Hall. Olsder, G.J. (1994). Mathematical Systems Theory . Delft : The Netherlands.
Tanenbaum, A.S., & Wetherall, D.J. (2010). Computer Networks . New Jersey : Prentice-Hall.
|
e820ed52-5e15-487e-8220-1a11dffbbe26 | https://fhukum.unpatti.ac.id/jurnal/sasi/article/download/171/82 |
## S A S I
Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon
• Peralihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Menurut Hukum Perdata Muchtar A. H. Labetubun dan Sabri Fataruba
• Tanggungjawab Pengusaha Pelayaran Dalam Perjanjian Kerja Laut (PKL) Terkait Dengan Jam Kerja
Agustina Balik
• Upaya Hukum Pembatalan Putusan Arbitrase Di Pengadilan Pieter Radjawane
• Kriteria Badan Usaha Milik Negara yang Diberikan Hak Monopoli dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha
Rory J. Akyuwen
• Pemenuhan Hak Asasi Manusia Atas Bangunan Dengan Kontrak Built, Operate And Transfer
Sarah S. Kuahaty
• Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat Adonia Ivonne Laturette
• Perlindungan Korban Kejahatan Dalam Hukum Positif Indonesia Hb. Sujiantoro
• Kerugian Negara dalam Pemberiaan Pinjaman Dana Bergulir Bagi Koperasi Simpan Pinjam
J. Hattu
• Pemidanaan Anak dalam Perspektif Keadilan Restoratif Hadibah Zachra Wadjo
Penanggung Jawab : Dr. J. Tjiptabudy, SH. M. Hum (Dekan) Penasihat : 1. J. D. Pasalbessy, SH. M.Hum (PD I) 2. Dr. A. D. Laturete, SH. MH (PD II) 3. N. Tianotak, SH. M.Hum (PD III) 4. O. Lawalata, SH. M.Hum (PD IV) Pemimpinan Redaksi : Ny. S. S. Kuahaty, SH. MH Wakil Pemimpin Redaksi : Ny. R. D. Daties, SH. MH Sekretaris Redaksi : E. S. Holle, SH. MH Redaksi Ahli : 1. Prof. Dr. R. Z. Titahelu, SH. MS 2. Dr. H. Hattu, SH. MH 3. Dr. J. Leatemia, SH. MH 4. Dr. S. E. M. Nirahua, SH. M.Hum Redaktur Pelaksana : 1. Ny. Y. A. Lewerissa, SH. MH 2. M. A. H. Labetubun, SH. L.LM 3. A. D. Bakarbessy, SH. LLM 4. S. Peilouw, SH. MH
Pemerintah dalam melaksanakan tugasnya, sering diperhadapkan dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Dinamika dan tuntutan masyarakat yang begitu cepat berubah, ternyata menimbulkan berbagai permasalahan hukum, termasuk masalah tanggungjawab pemerintah dalam memberikan perlindungan sesuai dengan tugas dan tanggungjawab serta kewenangannya. Dalam edisi “SASI” kali ini beberapa permasalahan hukum yang menjadi sorotan adalah Peralihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Menurut Hukum Perdata,
Tanggungjawab Pengusaha Pelayaran Dalam Perjanjian Kerja Laut (PKL) Terkait Dengan Jam Kerja, Upaya Hukum Pembatalan Putusan Arbitrase Di Pengadilan, Kriteria Badan Usaha
Milik Negara yang Diberikan Hak Monopoli dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha,
Pemenuhan Hak Asasi Manusia Atas Bangunan Dengan Kontrak Built, Operate And Transfer ,
Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat, Perlindungan Korban
Kejahatan Dalam Hukum Positif Indonesia, Kerugian Negara dalam Pemberiaan Pinjaman
Dana Bergulir Bagi Koperasi Simpan Pinjam, Pemidanaan Anak dalam Perspektif Keadilan Restoratif.
Pemikiran-pemikiran yang dikembangkan di atas sebenarnya didasarkan pada kajian-kajian yang terkait dengan upaya pengembangan dan pembangunan ilmu hukum kedepan, semoga tulisan-tulisan ini bermanfaat.
Editorial ………………………………………………………………………….. i
Daftar Isi ………………………………………………………………………….
ii
• Peralihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Menurut Hukum Perdata
Muchtar A. H. Labetubun dan Sabri Fataruba ..............................................
• Tanggungjawab Pengusaha Pelayaran Dalam Perjanjian Kerja Laut (PKL) Terkait Dengan Jam Kerja
Agustina Balik ................ ....................................................................................
• Upaya Hukum Pembatalan Putusan Arbitrase Di Pengadilan
Pieter Radjawane ...............................................................................................
• Kriteria Badan Usaha Milik Negara yang Diberikan Hak Monopoli dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha
Rory J. Akyuwen ...............................................................................................
• Pemenuhan Hak Asasi Manusia Atas Bangunan Dengan Kontrak Built, Operate And Transfer
Sarah S. Kuahaty ............................................................................................... • Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat Adonia Ivonne Laturette ...................................................................................
• Perlindungan Korban Kejahatan Dalam Hukum Positif Indonesia Hb. Sujiantoro ....................................................................................................
• Kerugian Negara dalam Pemberiaan Pinjaman Dana Bergulir Bagi Koperasi Simpan Pinjam
J. Hattu ............................................................................................................... • Pemidanaan Anak dalam Perspektif Keadilan Restoratif Hadibah Zachra Wadjo ..................................................................................... 1 12 21 30 43 52 67 71 79
Ketentuan Penulisan Jurnal SASI
## KETENTUAN PENULISAN JURNAL SASI
Jurnal SASI adalah jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Pattimura, sebagai upaya mempublikasikan hasil-hasil pemikiran dan penelitian di bidang ilmu hukum dalam upaya pengembangan ilmu hukum, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Naskah Tulisan bertemakan hukum, bersifat ilmiah yang belum pernah diterbitkan dalam media cetak lain.
2. Sistematika penulisan terdiri dari Abstrak, Pendahuluan, Pembahasan, Penutup, dan Daftar Pustaka
3. Naskah wajib mencantumkan abstrak dalam bentuk bahasa Inggris yang baik.
4. Diketik dengan menggunkan pengolah kata MS Word, spasi rangkap, setebal 10-15 halaman kwarto dalam bentuk naskah dan disket.
5. Margin kiri dan atas 4, margin kanan dan bawah 3. Menggunakan huruf Times New Roman 12.
6. Redaksi berhak menyingkat atau memperbaiki tulisan untuk keseragaman format tanpa mengubah maksud isinya. kandungan tulisan tetap menjadi tanggungjawab penulis.
## PEMIDANAAN ANAK DALAM PERSPEKTIF KEADILAN RESTORATIF
## Oleh: Hadibah Zachra Wadjo
## ABSTRACT
The Indonesian Penal Code system enters a new phase in its development. One of the reforms existing in the Indonesian Penal Code is the regulation of criminal law in perspective and the achievement of justice to the improvement and restoration of the situation after the events and processes of criminal justice known as restorative justice which is different from retributive justice (emphasizing justice on retaliation ) And restitutive justice (emphasizing justice on compensation).
Children are part of the citizens who must be protected because they are a generation of nation that in the future will continue the leadership of the Indonesian nation. Each child in addition must get a formal education such as school, also must get a moral education so that they can grow into a figure that is useful for the nation and state. In accordance with the provisions of the Convention on the Rights of the Child ratified by the Indonesian government through Presidential Decree No. 36 of 1990, then also set forth in Law No. 4 of 1979 on Child Welfare and Law No. 23 of 2002 On Child Protection and Law No. 11 of 2012 on the Criminal Justice System of the Child which all present general principles of child protection, namely non-discrimination, best interests for children, survival and growth
Keyword : Child Crime, Restorative Justice
## A. PENDAHULUAN.
Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan Negara. Dengan peran anak yang penting itu, hak anak telah secara tegas dinyatakan dalam konstitusi, bahwa negara menjamin setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 1 Oleh karena itu kita semua patut berupaya agar anak tidak menjadi korban kekerasan atau terjerumus melakukan perbuatan jahat atau perbuatan yang tidak terpuji dan melanggar norma dan etika yang ada dalam masyarakat.
Kenakalan anak setiap tahun terus meningkat, oleh karena itu berbagai upaya
1 Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
penegakan dan penanggulangan kenakalan anak perlu terus dilakukan. Salah satu upaya dan cara pencegahan dan penanggulangan kenakalan anak saat ini adalah melalui penyelenggaraan sistem peradilan anak ( juvenile justice ) yang semata-mata bertujuan untuk menjatuhkan sanksi pidana kepada anak pelaku tindak pidana, akan tetapi sanksi pidana kepada anak ini lebih difokuskan pada dasar pemikiran untuk menyelamatkan anak agar tidak lagi melakukan tindak pidana yang sama.
Esensi yang paling mendasar dalam peradilan anak adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh polisi, jaksa, hakim dan pejabat lainnya aktivitasnya bertumpu pada aspek pembinaan, perlindungan serta didasarkan pada prinsip kepentingan anak tanpa mengurangi kepentingan masyarakat. 2
2 Soedarto, kapita selecta hukum pidana , alumni, Bandung, 1981, hal. 129-130
Inilah makna hakiki dari keadilan restoratif yang menjadi pokok pembahasan utama penulisan ini.
## B. PEMBAHASAN
## 1. Pidana dan Pemidanaan
Istilah pidana yang dalam bahasa Belanda yaitu straf yang kadang diartikan sebagai hukuman sedangkan pemidanaan berasal dari kata “pidana”. Jadi pemidanaan dapat juga diartikan dengan penghukuman. Pemidanaan atau pengenaan hukuman berhubungan erat dengan kehidupan seseorang didalam masyarakat, terutama apabila menyangkut kepentingan benda hukum yang paling berharga bagi kehidupan di masyarakat, yaitu nyawa dan kemerdekaan atau kebebasan.
Menurut Van Hammel, arti pidana atau straf menurut hukum positif dewasa ini adalah suatu penderitaan khusus, yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang untuk menjatuhkan pidana atas nama negara sebagai penanggungjawab dari ketertiban hukum umum bagi seorang pelanggar, yakni semata-mata karena orang tersebut telah melanggar suatu peraturan hukum yang harus ditegakkan negara . 3 Menurut Simons, pidana atau straf itu adalah suatu penderitaan yang oleh undang undang pidana telah dikaitkan dengan pelanggaran suatu norma, yang dengan suatu putusan hakim telah dijatuhkan bagi seseorang yang bersalah. 4 Selain itu pada dasarnya dapat dikatakan sebagai suatu penderitaan (nestapa) yang sengaja dikenakan atau diajukan kepada seseorang yang telah terbukti bersalah melakukan suatu tindak pidana. 5 Dalam kepustakaan hukum pidana, menurut alam pemikiran
3 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia , Eresco, Bandung, 1989, hal.1
4 P.A.F. Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia , Cetakan Ketiga , CV. Armico, Bandung, 1984 (Selanjutnya disebut PAF. LAmintang II), h. 34
5 Muladi dan Barda Nawawi Arief I, Perbandingan Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994, h. 4
yang normatif murni, maka berbicara tentang pidana akan selalu terbentur pada suatu titik pertentangan yang paradox , yaitu di satu sisi untuk melindungi kepentingan seseorang, akan tetapi disini lain ternyata merenggut kepetingan orang lain. 6 Sejalan dengan
itu, Soesilo memberikan argumentasi bahwa pidana adalah suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis kepada orang-orang yang melanggar undang-undang. 7 Dalam makna yang berbeda, walupun implikasinya, Hulsman menolak istilah nestapa. Menurut Hulsman cenderung mengartikan pidana sebagai seruan untuk tertib. 8 Bahkan Binsbergen dengan tegas mengatakan bahwa pengenaan pidana bagi seseorang itu karena ia bersalah. 9
Dari rumusan pengertian mengenai pidana tersebut, dapat diketahui bahwa pidana itu sebenarnya hanya merupakan suatu penderitaan atau suatu instrumen atau alat belaka dari kekuasaan (negara) yang ditujukan untuk melawan dan memeberantas perilaku yang mengancam keberlakuan norma-norma yang telah disepakati dalam bentuk peraturan. Jadi fungsi sanksi pidana di sini bukan merupakan suatu tujuan, melainkan sebagai alat untuk menegakkan norma.
Menurut Wirjono Projodikoro, pidana diartikan sebagai hal yang dipidanakan, yaitu yang oleh instansi yang berkuasa dilimpahkan kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan. 10 Dilihat secara empiris, pidana memang
6 Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia , Cetakan Kedua, PT.
Refika Aditama, Bandung, 2009, h. 4
7 Soesilo dalam Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan , Sinar Grafika, Jakarta, 2009, h.9
8 Hulsman dalam Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana , PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, h. 40
9 Binsbergen dalam J. E. Sahetapy, Ancaman Pidana Mati Terhadap Pembunuhan Berencana , Alumni, Bandung, 1979, h. 254
10 Wirjono Prodjodikoro , Lock. Cit
dapat merupakan suatu penderitaan, tetapi hal itu tidak merupakan suatu keharusan atau kebutuhan. Ada pidana tanpa penderitaan. Terlebih harus pula dibedakan antara : 11
a) Penderitaan yang sengaja dituju oleh si pemberi pidana
b) Penderitaan yang oleh si pemberi pidana dipertimbangkan tidak dapat dihindari
(efek sampingan yang sudah diketahui) dan
c) Penderitaan yang tidak sengaja dituju (efek sampingan yang tidak diketahui) Penegakan hukum dalam suatu
peraturan dikuatkan dengan adanya suatu konsep sanksi pidana. Di mana jenis-jenis sanksi itu sendiri pengaturannya tercantum dalam Pasal 10 KUHP yaitu :
a) Pidana Pokok
1) Pidana Mati
2) Pidana Penjara
3) Pidana Kurungan
4) Pidana Denda
5) Pidana Tutupan
b) Pidana Tambahan
1) Pencabutan Hak-hak Tertentu
2) Perampasan Barang-barang
3) Pengumuman Putusan Hakim
Pidana sendiri merupakan suatu pranata sosial kontrol yang dikaitkan dengan dan selalu mencerminkan nilai dan struktur masyarakat, sehingga merupakan suatu reafirmasi simbolis atas pelanggaran terhadap hati nurani bersama atau collective conscience . Oleh karena itu, hukum pidana yang merupakan the punitive style of social control dan sebagai produk politik, sudah sepantasnya merupakan suplimasi dari semua nilai masyarakat yang dirangkum dan dirumuskan serta diterapkan oleh aparat dalam sistem peradilan pidana.
Untuk pengertian pemidanaan itu sendiri pendapat Sudarto sebagaimana dikutip oleh P.A.F Lamintang dalam buku berjudul Hukum Penitensier Indonesia
11 Dwidja Priyatno, Op. Cit , h. 8
menyebutkan bahwa “Perkataan pemidanaan itu adalah sinonim dengan perkataan penghukuman.” Dengan dikemukakannya bahwa pemidanaan merupakan sinonim dari kata penghukuman, maka lebih lanjut pendapat dari P. A. F. Lamintang yaitu: 12 “ Penghukuman itu berasal dari kata dasar hukum , sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang hukumnya ( berechsten ). Menetapkan hukum untuk suatu peristiwa itu tidak hanya menyangkut bidang hukum, pidana saja, akan tetapi juga hukum perdata. Oleh karena itu harus disempitkan artinya, yakni penghukuman dalam perkara pidana, yang kerapkali sinonim dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim. Penghukuman dalam hal ini mempunyai makna sama dengan sentence atau veroordeling ”
Dapat disimpulkan bahwa pemidanaan itu merupakan sinonim dari penghukuman atau penjatuhan pidana, dan mempunyai suatu pengertian yaitu penjatuhan pidana bagi seseorang yang telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan hukum pidana. Selain itu pemidanaan juga dapat diartikan sebagai akhir atau puncak dari keseluruhan sistem upaya-upaya agar manusia
Mengkaji masalah hakikat pidana dan pemidanaan, maka pembicaraan tertuju kepada masalah tujuan dari dijatuhkannya sanksi pidana. Dalam KUHP sendiri sesungguhnya tidak menyatakan secara tegas apa tujuan dari penjatuhan pidana tersebut. Tujuan pidana hanya dapat kita temukan dari teori-teori yang dikemukakan para ahli. Oleh karena itu maka teori-teori tujuan pidana erat sekali hubungannya dengan perkembangan dari hukum pidana itu sendiri.
Dalam hukum pidana dikenal adanya dua aliran/mazhab, yaitu Aliran Klasik dan Alairan Positif atau Modern. Aliran Kalsik
12 P. A. F. Lamintang, Op. Cit , hal 49
pada awalnya muncul pada abad ke-18, merupakan reaksi terhadap masa ancien regime yang berkembang di Prancis dan Inggris dimana telah menimbulkan rasa ketidak pastian hukum dan ketidak adilan. Alian klasik terutama menghendaki hukum pidana yang tersusun secara sistematis dan menitik beratkan kepada perbuatan dan tidak kepada orang yang melakukan tindak pidana. Dalam hal pidana dan pemidanaan, aliran ini pada awalnya sangat membatasi kebebasan hakim untuk menetapkan jenis dan ukuran pemidanaannya ( definite sentence ) Pada hakikatnya aliran klasik menghendaki adanya suatu kepastian hukum, sehingga segala sesuatunya harus dirumuskan dengan jelas dan pasti dalam suatu Undang-Undang. Pada prinsipnya aliran ini didasari oleh pemikiran bahwa manusia mempunyai kebebasan kehendak ( free will ). Aliran Positif/Modern , muncul pada abad ke-19 yang lebih memusatkan perhatiannya kepada si pembuat/pelaku tindak pidana. Aliran ini dikatakan modern karena pendekatan yang dipakai dalam mencari causa kejahatan didasarkan kepada metode ilmiah, dengan maksud untuk mendekati dan mempengaruhi pelaku secara positif sejauh dapat diperbaiki. Aliran ini beranggapan bahwa seseorang melakukan tindak pidana bukan didasarkan kepada kehendak bebas yang dimiliki setiap orang, namun secara kongkrit dipengaruhi oleh watak pribadi, faktor biologis atau faktor lingkungan kemasyarakatannya.
Atas dasar hal tersebut, maka orang yang melakukan tindak pidana tidak patut untuk dipersalahkan dan dipidana apalagi dilakukan pembalasan. Melainkan harus dilakukan suatu tindakan perlindungan masyarakat. Apabila masih tetap digunakan istilah pidana, maka pidana harus tetap berorientasi kepada sifat-sifat si pembuat (Individualisasi pidana). Khususnya mengenai hakikat pidana dan pemidanaan,
maka arah pembicaraan terfokus kepada dasar-dasar pembenaran dan tujuan pidana.
Apabila dikaji dari dasar filosofis pemidanaan sebagaimana diatur dalam konsep KUHP, tampak bahwa RKUHP telah mengalami pergeseran yang sangat tajam dibandingkan dalam filosofis pemidanana yang dianut KUHP. Filosofis dalam KUHP sebagai pengaruh dari pemikiran aliran klasik yang berkembang dalam hukum pidana Perancis. Filosofis pemidanaan dalam KUHP dilandasi oleh dasar pemikiran pembalasan atas perbuatan yang telah dilakukan oleh pelaku. Dengan demikian, asas pemidanaan adalah memberikan rasa takut, balas dendam serta mencemarkan nama baik secara berlebihan.
Hukum dianggap wajar dan rasional dijatuhkan kepada setiap orang sebagai akibat dari suatu kejahatan. orang yang dengan kebebasan telah melakukan tindakan yang dapat menimbulkan penderitaan orang lain wajar merasakan penderitaan itu. Dasar pemikiran seperti itu tercermin dengan menetapkan ancaman pidana yang sangat berat berupa perampasan kemerdekaan. Penjatuhan pidana diajukan untuk menderitakan pelanggar. Terlepas dari penderitaan itu berhubungan dengan penderitaan korban atau tidak. Rasa keadilan hanya diukur dengan penderitaan yang dirasakan pelanggar. Dengan demikian kelayakan dalam menjatuhkan pidana menjadi ukuran dalam penjatuhan pidana.
Berbeda dengan dasar yang dikembangkan konsep KUHP yang bertolak dari pemikiran bahwa pidana pada hakekatnya alat untuk mencapai tujuan, maka pemidanaan ditujukan dengan mempertimbangkan akibat yang timbul dari berbagai aspek kepentingan.
Baik kepentingan pelaku, masyarakat bahkan kepentingan korban. Pidana dijatuhkan bukan semata-mata didasarkan pada perbuatan yang telah dilakukan pelaku. Namun didasarkan pada pertimbangan berbagai aspek yang ada pada si pelaku itu sendiri.
Untuk itu filosofis pemidanaan yang dikembangkan dalam rancangan KUHP tidak semata-mata ditujukan pada
bagaimana memperlakuka pelaku pelanggaran. Namun berorientasi pula pada pemikiran sejauh maka pemidanaan dapat memberikan perlindungan, baik bagi pelaku maupun korban. Pada akhirnya pemidanaan yang djatuhkan dapat menciptakan perlindungan serta kesejahteraan bagi masyarakat. Konsep pemidanaan demikian berpijak dari filosofi pemidanaan yang berdasarkan pada falsafah restoratif. Pemikiran
mengenai tujuan pemidanaan yang dianut orang dewasa ini, sebenarnya bukan suatu pemikiran yang baru, melainkan sedikit atau banyak telah mendapat pengaruh dari para penulis abad yang lalu yang telah mengeluarkan pendapat mereka tentang dasar pembenaran atau rechtvaardigings ground
dari suatu pemidanaan. Baik yang melihat pemidanaan semata-mata sebagi pemidanaan saja,
maupun yang mengaitkan pemidanaan dengan tujuan yang ingin dicapai dengan pemidanaannya itu sendiri. Pertentangan mengenai tujuan pemidanaan sudah terjadi semenjak dahulu kala, yakni antara mereka yang berpandangan bahwa pidana sebagai sarana retributif ( retributivism ) dan mereka yang menyatakan bahwa pidana mempunyai tujuan yang positif lebih lanjut ( teological theories ).
Di samping itu timbul pula pandangan integratif dalam tujuan pemidanaan ( teological retributivist ) yang beranggapan bahwa pemidanaan mempunyai tujuan yang plural, yang merupakan gabungan antara pandangan utilitarian yang menyatakan bahwa tujuan pemidanaan harus
menimbulkan konsekuensi bermanfaat yang dapat dibuktikan, keadilan tidak diperoleh melalui pembebanan penderitaan yang diterima untuk tujuan penderitaan itu sendiri, dan pandangan retributivist yang menyatakan bahwa keadilan dapat tercapai apabila tujuan teological tersebut dilakukan dengan menggunakan ukuran-ukuran berdasarkan prinsip-prinsip keadilan, misalnya, bahwa penderitaan pidana tersebut tidak boleh melebihi ganjaran yang
selayaknya diperoleh pelaku tindak pidana.
Terhadap permasalahan tentang apa yang menjadi tujuan dari pemidanaan, telah banyak pendapat yang dikemukakan dan dari para pendapat tersebut ternyata tidak terdapat suatu kesamaan pendapat diantara para pemikir atau diantara penulis. Roeslan Saleh membedakan tujuan pemidanaan menjadi tiga tipe tujuan pemidanaan, yaitu tujuan instrumental, tujuan intrinsik, dan tujuan menurut organisasi. 13
P. A. F. Lamintang sendiri dalam memandang tentang tujuan pemidanaan memberikan pendapatnya. Pada dasarnya terdapat tiga pokok pemikiran tentang tujuan yang ingin dicapai dengan suatu pemidanaan, yaitu: 14
a) Untuk memperbaiki pribadi dari penjahatnya itu sendiri;
b) Untuk membuat orang menjadi jera untuk melakukan kejahatan-kejahatan;
c) Untuk membuat penjahat-penjahat tertentu menjadi tidak mampu untuk melakukan kejahatan-kejahatan yang lain, yakni penjahat-penjahat yang dengan cara-cara yang lain sudah tidak dapat diperbaiki lagi.”
Tujuan pidana dari dahulu sampai sekarang telah berkembang ke arah yang lebih rasional, dari yang dulu hanya bertujuan untuk pembalasan ( revenge ) atau untuk tujuan memuaskan pihak yang dendam baik masyarakat sendiri maupun pihak yang dirugikan atau yang telah menjadi korban kejahatan. Memorie van Toelichting (Mv T) menyebutkan bahwa tujuan pidana adalah sebagai berikut:
“ Dalam menentukan tinggi rendahnya pidana, hakim untuk tiap kejahatan harus memperhatikan keadaan objektif dan subjektif dari tindak pidana yang dilakukan, memperhatikan perbuatan dan pembuatnya. Hak-hak apa yang dilanggar dengan adanya tindak pidana itu?
13 Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia, Aksara Baru, Jakarta, 1987, h. 28
14 P. A. F. Lamintang, Op. Cit ., h. 23
Kerugian apakah yang ditimbulkannya? Apakah kejahatan yang dipersalahkan si penjahat dulu? Apakah kejahatan yang dipersalahkan kepadanya itu langkah yang pertama ke arah jalan sesat ataukah suatu perbuatan yang merupakan suatu pengulangan dari watak jahat yang sebelumnya sudah tampak? Batas antara minimum dan maksimum harus
ditetapkan seluas-luasnya, sehingga meskipun semua pernyataan itu dijawab, dengan merugikan terdakwa, maksimum pidana yang benar itu sudah memadai ”.15
Penjelasan MvT tersebut menyiratkan bahwa hakim dalam memidana cenderung melihat ke belakang, tentang apa yang telah terjadi? Perbuatan apa yang telah dilakukan? Siapakah orang yang telah melakukan? Sehingga hakim tidak melihat ke arah muka (prospektif ).
Selain dari MvT tersebut, tujuan pemidanaan dapat juga diketahui dari Surat Edaran Mahkamah Agung tanggal 3 September Nomor 5 Tahun 1973 yang isinya meminta kepada hakim-hakim Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi agar dalam menjatuhkan pidana hendaknya benar-benar setimpal dengan perbuatan dan sifat setiap kejahatan (SEMA No. 5 Tahun 1973). Dari definisi di atas, maka dapat dikatakan bahwa KUHP mempunyai tujuan pemidanaan yang cenderung ke arah pembalasan ( revenge ) atau pengimbalan kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, karena dalam pemidanaan tersebut cenderung melihat ke belakang dan dalam pemidanaan tersebut tidak terkandung adanya tujuan lain, misalnya kesejahteraan masyarakat atau perbaikan narapidana
Tujuan pemidanaan tersebut di atas nampaknya sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi di Indonesia, maka perlu dirumuskan kembali tujuan pemidanaan yang sesuai dengan masyarakat Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Tujuan pidana
15 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana , Op, Cit , h. 56
yang dengan singkat dapat disimpulkan bahwa bahwa bukan saja harus dipandang untuk mendidik terpidana ke arah jalan yang benar seperti anggota masyarakat yang lainnya yaitu membimbing tapi juga untuk melindungi dan memberi ketenangan bagi masyarakat.
Aspek penting lain dalam penerapan hukuman terletak pada hakekat dan tujuan pemidanaan, tidak terlepas dari lingkup teori yang berkembang, misalnya para aliran klasik yang mengedepankan teori pemidanaan berupa teori pembalasan, teori relatif atau teori gabungan, dan tidak boleh mengesampingkan konsep modern oleh masyarakat beradab di dunia berdasarkan teori utilitas yang bersifat inkonvensional dari Jeremy Bentham, dan PBB.
Selain teori pemidanaan diatas merupakan teori aliran klasik, maka teori pemidanaan modern sebagaimana dikenal dengan teori individualisasi pidana. Rancangan KUHP dikenal adanya dikenal adanya aspek lain dari individualisasi pidana ialah perlu adanya keleluasaan bagi hakim dalam memilih dan menentukan sanksi apa (pidana atau tindakan) yang sekiranya tepat untuk individu atau pelaku tindak pidana yang bersangkutan. 16
Hubungan dengan hal tersebut di atas, hakim pada prinsipnya hanya dapat menjatuhkan pidana pokok yang tercantum dalam perumusan delik yang bersangkutan. Namun hakim dapat juga menjatuhkan jenis sanksi pidana lainnya. Jika sanksi pidana yang diancamkan tunggal dalam praktek hakim dapat, memilih alternatif pidana lainnya.
Masalah individualisasi pidana ini tidak dikenal oleh KUHP yang sekarang ini berlaku, oleh karena itu peraturan perundang-undangan pidana yang tersebar di luar KUHP jika merumuskan pidana secara tunggal seperti tersebut di atas, harus mengatur lebih lanjut bagaimana jika pidana tersebut tidak dilaksanakan, misalnya dengan membuat pedoman pemidanaan
16 Barda Nawawi Arief, Op.Cit , h. 92
sehingga kebebasan hakim bukan bebasnya, tapi berdasarkan pedoman yang diberikan. Teori ini berpatokan pada keadaan setelah peristiwa terjadi ( post factum ). Artinya faktor-faktor aktif atau pasif dipilih sebab yang paling menentukan dari kasus, sedangkan faktor lain hanya syarat saja (tidak dianggap menentukan timbul akibat).
Aliran klasik lebih melihat pada perbuatan yang dilakukan, sementara aliran modern pertama-tama meninjau pembuatnya dan menghendaki individualisasi pidana. Artinya pemidanaan harus memperhatikan sifat-sifat dan keadaan si pembuat. Secara nyata dapat dikatakan bahwa pemberian sanksi pidana aliran klasik lebih melihat ke belakang, sementara aliran modern melihat ke depan. Masalah sebenarnya memang berkisar pada makna dan tujuan pidana. Oleh sebab itu teori pemidanaan menurut aliran klasik hanya melihat dari segi pembalasan semata. Dimana pidana mati sebagai bentuk pembalasan. Sedangkan teori individualisasi pidana menurut aliran klasik hanya lebih mengedepankan pada perbuatan yang dilakukan melalui keyakinan hakim berdasarkan pembuktian yang ada.
Andi Hamzah memberikan arti sistem pidana dan pemidanaan sebagai susunan (pidana) dan cara pemidanan. M.
Sholehuddin menyatakan bahwa masalah sanksi merupakan hal yang sentral dalam hukum pidana karena
seringkali menggambarkan nilai-nilai sosial budaya suatu bangsa. Artinya pidana maengandung tata nilai ( value ) dalam suatu masyarakat mengenai apa yang baik dan yang tidak baik, apa yang bermoral dan apa yang amoral serta apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang. 17 Sistem merupakan jalinan dari beberapa unsur yang menjadi satu fungsi. Sistem pemidanaan memegang posisi strategis dalam upaya untuk menanggulangi
17 Ekaputra, Mohammad dan Abul Khair,
Sistem Pidana Di Dalam KUHP Dan Pengaturannya Menurut Konsep KUHP Baru , USU Press, Medan, 2010, h.13
tindak pidana yang terjadi. Sistem pemidanaan adalah suatu aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan sanksi pidana dan pemidanaan. Apabila pengertian sistem pemidanaan diartikan secara luas sebagai suatu proses pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim, maka dapatlah dikatakan bahwa sistem pemidanaan mencakup keseluruhan ketentuan perundang-undangan yang mengatur bagaimana hukum pidana itu ditegakkan atau dioperasionalkan secara konkret sehingga seseorang dijatuhi sanksi (hukum) pidana. Ini berarti semua aturan perundang-undangan mengenai hukum pidana subtantif, hukum pidana formal dan hukum pelaksanaan pidana dapat dilihat sebagai satu kesatuan sistem pemidanaan.
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa pemidanaan tidak dapat terlepas dari jenis-jenis pidana yang diatur dalam hukum positif suatu negara. Pemidanaan yang dilakukan oleh suatu masyarakat yang teratur terhadap pelaku kejahatan dapat berbentuk menyingkirkan atau melumpuhkan para pelaku tindak pidana, sehingga pelaku tersebut tidak lagi menggangu dimasa yang akan datang.
Cara menyingkirkan dapat dilakukan bermacam-macam yaitu berupa pidana mati, pembuangan, pengiriman keseberang lautan dan sampai pemenjaraan. Secara berangsur-angsur ada kecenderungan cara pemidanaan itu mengalami pergeseran dari waktu ke waktu. Pada zaman kerajaan majapahit dikenal sistem pemidanaan berupa; pidana pokok yang meliputi pidana mati, pidana potong anggota badan bagi yang bersalah, denda, ganti kerugian, atau pangligawa atau putukucawa. Dan juga dikenal pidana tambahan yang meliputi tebusan, penyitaan dan patibajambi (uang pembeli obat). Dalam kitab perundang-undangan Majapahit sama sekali tidak mengenal pidana penjara dan pidana kurungan. Dengan demikian tiap-tiap orang
yang bersalah harus menjalani salah satu dari empat pidana pokok di atas. .18 2. Keadilan Restoratif Dalam Pemidanaan Anak Restorative Justice atau sering diterjemahkan sebagai keadilan restoratif bukanlah konsep yang baru dalam sistem hukum pidana. 19 Restorative Justice adalah sebuah konsep pemikiran yang merespon pengembangan sistem peradilan pidana dengan menitikberatkan pada kebutuhan pelibatan masyarakat dan korban yang dirasa tersisihkan dengan mekanisme yang bekerja pada sistem peradilan pidana yang ada pada saat ini. Keadilan restoratif merupakan suatu pendekatan yang menitikberatkan pada adanya partisipasi langsung pelaku, korban, dan masyarakat dalam proses penyelesaian perkara pidana. 20 Konsep res torative justice , proses penyelesaian tindakan pelanggaran hukum yang terjadi dilakukan dengan membawa korban dan pelaku
(tersangka) bersama-sama duduk dalam satu pertemuan untuk bersama-sama berbicara. Dalam pertemuan tersebut mediator memberikan kesempatan kepada pihak pelaku untuk memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya mengenai tindakan yang
telah dilakukannya. 21 Pihak pelaku yang melakukan pemaparan sangat mengharapkan pihak korban untuk dapat menerima dan memahami kondisi dan penyebab mengapa pihak pelaku melakukan tindak pidana yang menyebabkan kerugian pada korban.
Selanjutnya dalam penjelasan pelaku juga memaparkan tentang bagaimana dirinya
18 Andi Hamzah dan Siti Rahayu, Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan Di Indonesia , Akademik Pressindo, Jakarta, 1986, h. 4 19 Zulfa, Eva Achjani. Keadilan Restoratif di Indonesia, Ringkasan Disertasi,
2009, h. 1 20 Ibid ,
21 Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice , Bandung,Refika Aditama
2009 (Selanjutnya disebut Marlina I), h. 180
bertanggung jawab terhadap korban dan masyarakat atas perbuatan yang telah dilakukannya. Selama pihak pelaku
memaparkan tentang tindakan yang telah dilakukannya dan sebab-sebab mengapa sampai tindakan tersebut dilakukan pelaku, korban wajib mendengarkan dengan teliti penjelasan pelaku. Untuk selanjutnya pihak korban dapat memberikan tanggapan atas penjelasan pelaku. Di samping itu, juga hadir pihak masyarakat yang mewakili kepentingan masyarakat. Wakil masyarakat tersebut memberikan gambaran tentang kerugian yang diakibatkan oleh terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku. Masyarakat mengharapkan agar pelaku melakukan suatu perbuatan atau memulihkan kembali
keguncangan/kerusakan yang telah terjadi karena perbuatannya. 22 Restorative Justice adalah bentuk yang paling disarankan dalam melakukan diversi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Hal ini dikarenakan konsep restorative justice melibatkan berbagai pihak untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang terkait dengan tindak pidana yang dilakukan oleh anak. 23 Restorative justice adalah sebuah proses dimana para pihak yang berkepentingan dalam pelanggaran tertentu bertemu bersama untuk menyelesaikan persoalan secara bersama-sama bagaimana menyelesaikan akibat dari pelanggaran tersebut demi kepentingan masa depan. Restorative justice bersifat merekatkan peradilan pidana dengan konteks Sosialnya yang menekankan daripada mengisolasinya secara tertutup. Defenisi yang dikemukakan oleh Tony Marshall tersebut sangat membantu dalam membahas restorative justice meskipun defenisi tersebut masih menimbulkan sejumlah pertanyaan seperti; siapa saja para pihak yang berkepentingan dan terlibat dengan pelanggaran ( parties with a stake in the offence )? Apakah maksud dari
22 Ibid , h. 181
23 Marlina I, Op.Cit , h. 28
menghadapi akibat buruk dari pelanggaran ( deal with the aftermath of the offence )? Apakah yang menjadi implikasi di masa yang akan datang yang perlu dipertimbangkan ( implication for the future )? Maka jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut harus
dijelaskan dengan kalimat-kalimat secara spesifik. 24 Restorative Justice adalah sebuah pendekatan yang menekankan pada memulihkan kerugian yang disebabkan atau ditimbulkan oleh perbuatan pidana. Memulihkan kerugian ini akan tercapai dengan adanya proses-proses kooperatif yang mencakup semua stakeholder (yang berkepentingan). 25 Tindakan-tindakan dan program yang merefleksikan tujuan-tujuan restoratif akan dapat menyelesaikan kejahatan dengan cara :
a) Mengidentifikasi dan mengambil langkah-langkah untuk memulihkan kerugian;
b) Melibatkan semua stakeholder ; dan c) Merubah hubungan tradisional antara masyarakat dan pemerintah mereka dalam mengatasi kejahatan.
Konsep-konsep di atas merupakan bagian dari prinsip-prinsip dari Restorative Justice yang dituangkan dalam Declaration of Basic Principles of Justice of Crime and Abuse of Power, 1985. Prinsip-prinsip Dasar Restorative Justice tersebut kemudian dikembangkan oleh The United Nation Commission on Crime Prevention and Criminal Justice sebagai panduan Internasional untuk membentuk negara-negara yang menjalankan program restorative justice . 26
Tentang konsepsi diversi dan
restorative justice sebenarnya bukan hal yang baru atau asing bagi masyarakat Indonesia, karena selama ini masyarakat
24 Marlina I, Op.Cit , h 29
25 Muladi I, Op.Cit, h. 125 26 Nashriana , Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011 h. 3
Indonesia dengan warisan keanekaragaman adat/budaya (kearifan lokal) yang telah mempunyai mekanisme bermasyarakat dan penyelesaian masalah yang mampu diandalkan untuk menangani anak yang berhadapan dengan hukum yakni anak yang melakukan tindakan-tindakan melanggar norma ataupun diduga melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Menurut David Fogel, restorative justice model diajukan kaum Abolisionis yang menganggap bahwa sistem peradilan pidana bermasalah atau cacat struktural sehingga harus diubah dasar-dasar struktur dari sistem tersebut. Analisis paham abolisionis menurut Brants dan Silvis sebagaimana dikutip Romli Atmasasmita lebih banyak ditujukan terhadap kegagalan dari sistem peradilan pidana dibandingkan terhadap keberhasilannya. 27
John
Braithwhite berpandangan, bahwa restorative justice adalah proses dimana semua pihak yang terlibat pelanggaran tertentu bersama-sama memecahkan secara kolektif bagaimana untuk menghadapi akibat pelanggaran dan implikasinya pada waktu yang akan datang. Lebih lanjut dikatakan oleh John Braithwaite, bahwa restorative justice bertujuan memulihkan harmoni atau keseimbangan karena hukum telah ditegakkan. 28 Memulihkan harmoni atau keseimbangan secara an sich saja tidak cukup, oleh karena itu memulihkan keseimbangan hanya dapat diteima sebagai gagasan mewujudkan keadilan jika keseimbangan secara moral antara pelaku dan korban yang ada sebelumnya adalah keseimbangan yang pantas.
Sebagai konsep pemidanaan tentunya tidak hanya terbatas pada ketentuan hukum
27 Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana: Perspektif Eksistensionalisme dan Abolisionisme , Binacipta, Bandung, 1996, h. 101
28 John Braithwaite, Restorative Justice : Assessing an Immodest Theory and a Pessimistic Theory Draft to be summited to Crime and Justice : Review of Research , University of Chicago, Press, h.
5
pidana (formil dan materiil). Restorative justice harus juga diamati dari sisi kriminologi dan sistem pemasyarakatan karena konsep restorative justice terlahir oleh keadaan sistem pemidanaan yang sekarang berlaku, ternyata belum sepenuhnya menjamin keadilan terpadu ( intergrated justice ), yaitu keadilan bagi pelaku, keadilan bagi korban dan keadilan bagi masyarakat dalam mekanisme di luar peradilan pidana. 29
Model ini diharapkan dapat menyentuh 4 (empat) aspek dalam perlindungan bagi anak yang berhadapan dengan hukum, yaitu pencegahan, penanganan, rehabilitasi dan reintregrasi. Menurut pendapat Tony F. Marshall, restorative justice adalah sebuah proses dimana semua pihak yang berkepentingan dalam pelanggaran tertentu bertemu bersama untuk menyelesaikan secara bersama bagaimana menyelesaikan akibat dari pelanggan tersebut demi kepentingan masa depan. Pihak yang terlibat dalam restorative justice yaitu mediator, koban dan keluarganya, pelaku dan keluarganya dan wakil masyarakat. Prasyarat pelaksanaan restorative justice adalah : 30
1) Pernyataan bersalah dari pelaku 2) Persetujuan korban
3) Persetujuan pihak aparat penegak hukum
4) Dukungan masyarakat setempat
Salah satu persoalan besar dalam pemidanaan terhadap anak adalah efek buruk pemidanaan terhadap perkembangan anak. Pemidanaan kerap mendatangkan cap buruk pada seseorang, yang dalam konteks anak, akan amat destruktif terhadap kehidupannya yang masih panjang
diharapkan. Penyelesaian non-penal menjadi ide yang mengemuka yang sering lebih disukai para pihak. Di pihak pelaku, stigmatisasi bisa dihindarkan, sementara pihak korban mendapat kepuasan dengan
29 Ibid
30 Ibid
kompensasi dan atau kesepakatan tertentu dengan pelaku. Alih-alih dipidanakan, pelaku dikembalikan pada orang tuanya, sedangkan korban mendapatkan ganti rugi tertentu dan permohonan maaf. Kendati penyelesaian melalui jalur non-litigasi ini tidak selalu disepakati terutama oleh pihak korban, namun penyelesaian seperti ini terbukti banyak dipilih oleh pihak-pihak yang berkonflik. 31
Setiap anak memerlukan pembinaan dan perlidungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang. Pembinaan dan perlindungan anak ini tak mengecualikan anak sebagai pelaku tindak pidana, kerap disebut sebagai anak nakal. Anak yang melakukan tindak pidana, dalam hal ini sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 1 UU 3/1997, ialah orang yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin Sementara itu dari perspektif ilmu pemidanaan, penjatuhan pidana terhadap anak nakal ( delinkuen) cenderung merugikan perkembangan jiwa anak di masa mendatang.
Kecenderungan merugikan ini akibat dari efek penjatuhan pidana terutama pidana penjara, yang berupa stigma jahatyang akan terbawa terus walaupun yang bersangkutan tidak melakukan kejahatan lagi. Akibat penerapan stigma bagi anak akan membuat mereka sulit untuk kembali menjadi anak baik. 32 Istilah sistem peradilan pidana ( criminal justice system ) menunjukkan pada mekanisme kerja dalam penanggulangan kejahatan dengan mempergunakan dasar pendekatan sistem.
Mardjono Reksodiputro mengartikan sistem peradilan pidana sebagai sistem pengendalian kejahatan yang terdiri dari lembaga-lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan terpidana, dengan tujuan antaranya
31 Muladi II, Op. Cit
32 Romli Atmasasmita, Op.Cit.
mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan, menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana, dan mengusahakann agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi kejahatannya. 33
Berkaitan dengan anak yang
melakukan perbuatan pidana sehingga harus diajukan ke sidang pengadilan anak, perbuatan pidana yang dilakukan oleh anak-anak adalah sejenis dengan perbuatan yang dilakukan oleh orang dewasa. Yang membedakan adalah pelakunya, yakni anak-anak. Pengetahuan ini sangat penting
untuk diketahui oleh pejabat-pejabat yang bersangkutan dengan anak-anak yang
melakukan perbuatan melanggar hukum atau melakukan tindak pidana.
Tujuan diberikannya perlindungan hukum bagi pelaku kejahatan adalah untuk menghormati hak asasi si pelaku agar nasibnya tidak terkatung-katung, adanya kepastian hukum bagi pelaku serta menghindari perlakuan sewenang-wenang dan tidak wajar. Sedangkan konsepsi perlindungan anak meliputi ruang lingkup yang luas, dalam arti bahwa perlindungan anak tidak hanya mengenai perlindungan atas jiwa dan raga anak, tetapi mencakup pula perlindungan atas semua hak serta kepentingannya yang dapat menjamin prtumbuhan secara wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosialnya sehingga diharapkan dapat menjadi orang dewasa yang mampu berkarya. Saat ini proses peradilan pidana terhadap anak menunjukkan adanya kecenderungan bersifat merugikan perkembangan jiwa anak di masa mendatang dengan adanya stigmatisasi. Kecenderungan yang bersifat merugikan dari upaya penal disebabkan lemahnya pengaturan substansial
33 Mardjono Reksodiputro, Sistem Peradilan Pidana (Melihat kepada Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-batas Toleransi) , Pidato Pengukuhan Penerimaan Guru Besar dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1993
dalam UU 3 / 1997. Kurang profesionalnya aparat penegak hukum dalam penanganan anak dan kurang memadainya sarana pendukung bagi penempatan anak-anak sebagai pelaku tindak pidana sewaktu proses pemeriksaan maupun proses adjudikasi juga menjadi fakor penyebab lainnya. Sanksi pidana tak memberi garansi bahwa seseorang akan tetap taat pada norma hukum saat selesai menjalani pidana, karena itu perlu dicari cara lain dalam perbaikan pelaku tindak pidana, terutama untuk pelaku anak
## C. P E N U T U P
Proses peradilan perkara anak sejak ditangkap, ditahan, dan diadili pembinaannya wajib dilakukan oleh pejabat khusus yang memahami masalah anak. Namun sebelum masuk proses peradilan, para aparat penegak hukum, keluarga dan masyarakat wajib mengupayakan proses penyelesaian di luar jalur pengadilan, yakni melalui Diversi berdasarkan pendekatan Restoratif.
Peradilan pidana anak dengan paradigma Keadilan Restoratif adalah bahwa di dalam proses peradilan anak harus diikut-sertakan korban dan pelaku beserta keluarga dan pihak-pihak lain yang terkait untuk aktif terlibat dalam proses peradilan tersebut. Indikator pencapaian tujuan penjatuhan sanksi dilihat pada kondisi apakah korban telah direstorasi, kepuasan korban, besarnya ganti rugi, kesadaran pelaku atas perbuatannya, jumlah kesepakatan perbaikan yang dibuat, kualitas pelayanan kerja dan keseluruhan proses yang terjadi
## DAFTAR PUSTAKA
Andi Hamzah dan Siti Rahayu, Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan Di Indonesia , Akademik Pressindo, Jakarta, 1986.
Binsbergen dalam J. E. Sahetapy, Ancaman Pidana Mati Terhadap Pembunuhan Berencana , Alumni, Bandung, 1979. Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia , Cetakan
Kedua, PT. Refika Aditama, Bandung, 2009. Ekaputra, Mohammad dan Abul Khair, Sistem Pidana Di Dalam KUHP Dan Pengaturannya Menurut Konsep KUHP Baru , USU Press, Medan, 2010.
Hulsman dalam Barda Nawawi Arief,
Bunga Rampai Kebijakan Hukum
Pidana , PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996. John Braithwaite, Restorative Justice : Assessing an Immodest Theory and a Pessimistic Theory Draft to be summited to Crime and Justice : Review of Research , University of Chicago, Press
Mardjono Reksodiputro, Sistem Peradilan Pidana (Melihat kepada Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-batas Toleransi) , Pidato Pengukuhan Penerimaan Guru Besar dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1993. Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice , Bandung,Refika Aditama 2009. Muladi dan Barda Nawawi Arief I,
Perbandingan Hukum Pidana, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994 Nashriana , Perlindungan Hukum Pidana
Bagi Anak Di Indonesia, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2011.
P.A.F. Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia , Cetakan Ketiga , CV.
Armico, Bandung, 1984.
Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia, Aksara Baru, Jakarta, 1987. Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan
Pidana: Perspektif Eksistensionalisme dan Abolisionisme , Binacipta,
Bandung, 1996. Soedarto, kapita selecta hukum pidana , alumni, Bandung, 1981.
Soesilo dalam Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan , Sinar Grafika, Jakarta, 2009. Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia , PT. Eresco, Bandung, 1989. Zulfa, Eva Achjani. Keadilan Restoratif di Indonesia, Ringkasan Disertasi, 2009.
|
1499f597-0401-4cd3-b14b-b6047fd7d302 | https://ejurnal.latansamashiro.ac.id/index.php/GeoMath/article/download/871/791 |
## ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA SMA SE-KABUPATEN TANGERANG PADA PENYELESAIAN SOAL AKM BERDASARKAN TAHAPAN POLYA
Dwi Yulianto 1 1 Program Studi Pendidikan Matematika STKIP La Tansa Mashiro Jl. Soekarno-Hatta Pasir Jati, Rangkasbitung, Lebak E-mail: dwiyulianto554@gmail.com
Abstract: This study aimed to describe the students’ problem solving skill of senior high school and Islamic high school in Tangerang regency in solving the problem of AKM based on Polya stage. The type of this study was a survey research with quantitative approach . The population was the students of senior high schools and Islamic high schools in Tangerang Regency. A sample of 389 students of grade X from 12 schools was estabilished using the stratified random sampling technique and cluster random sampling. The data were collected by using a test utilizing 12 PISA test items (reliability was 0.668). The Description of the data were analyzed using mean score, deviation standard, the highest and lowest scores, and the percentage of correct answer. The results showed that the problem solving skill of senior high school and Islamic high school students in Tegal Regency in solving the problem of AKM based on Polya stage was categorized as low. The indicators of the devising plan and looking back showed that the skill was in a very low category. Viewed from the indicator of carrying out a plan, their skill was in a medium category.
Keywords : Problem Solving Skill, Problem Of AKM, Polya Stage
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah siswa yang dilakukan siswa SMA dan MA di Kabupaten Tangerang pada penyelesaian soal AKM berdasarkan Tahapan Polya. Jenis penelitian ini adalah penelitian survei dengan pendekatan kuantitatif. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa SMA dan MA di Kabupaten Tangerangl. Sampel penelitian berjumlah 389 siswa kelas X dari 12 sekolah ditentukan dengan perpaduan teknik stratified random sampling dan custer random sampling. Pengumpulan data menggunakan tes dengan memanfaatkan soal AKM yang berjumlah 12 pertanyaan jenis uraian (estimasi reliabilitas sebesar 0,668). Analisis data dilakukan secara deskriptif menggunakan skor rata-rata, simpangan baku, skor tertinggi dan terendah, dan persentase menjawab benar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa SMA dan MA di Kabupaten Tangerang pada penyelesaian soal AKM berdasarkan Tahapan Polya berada pada kategori rendah. Kemampuan pemecahan masalah ditinjau dari indikator memahami masalah berada pada kategori rendah, pada indikator merencanakan pemecahan dan menafsirkan jawaban berada pada kategori sangat rendah. Sementara itu, pada indikator melaksanakan rencana berada pada kategori sedang.
Kata Kunci: Kemampuan Pemecahan Masalah, Soal AKM, Tahapan Polya
## PENDAHULUAN
Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam mengembangkan dan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia. Dalam pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan oleh karena itu setiap Warga Negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan
yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan dunia pendidikannya. Oleh karena itu, Indonesia perlu melakukan evaluasi secara berkala untuk meningkatkan mutu pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Evaluasi pendidikan di Indonesia dinilai dari nilai AKM yang diselenggarakan setiap tahun. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengalihkam sistem asesmen UN (Ujian Nasional) menjadi AN (Asesmen Nasional) yaitu AKM (Asesmen Kompetensi Minimum). AKM adalah suatu sistem asesmen dengan mempertimbangkan kemampuan dasar yang dikuasai oleh siswa terutama yang terkait kemampuan Literasi, Numerasi dan Survei Karakter. AKM digunakan bertujuan untuk menakar pengetahuan kemampuan siswa yang mana prospek yang ditakar adalah kecakapan literasi membaca serta literasi numerasi. Sedangkan survei karakter dilakukan guna menakar keterampilan nilai pancasila oleh siswa serta implementasinya (Rohim, 2021). AKM yang ditetapkan merupakan salah satu preventif pemerintah dalam menyiapkan siswa agar memiliki berbagai kecakapan. Kecakapan yang dimaksudkan meliputi kecakapan responsive thinking, solving a problem, creative thinking, communication skills dan collaboratively (Andiani et al., 2020).
AKM dibentuk dalam mewujudkan proses belajar yang lebih berhubungan dengan konteks bukan hafalan namun menuntut siswa mengaplikasikan kecakapan level tinggi juga permasalahan yang disajikan berpatokan pada tolak ukur pada PISA dan TIMSS. Elemen soal dalam AKM terutama pada kemampuan literasi numerasi secara detail menurut Rahmawati, (Rohim et al., 2021) poin pertama ialah elemen konten yang meliputi elemen bilangan, pengukuran, geometri, data dan ketidakpastian serta aljabar, selanjutnya yang kedua ialah elemen konteks meliputi privasi (kepentingan diri sendiri), sosial budaya (kepentingan diri secara pribadi), dan saintifik (isu serta fakta ilmiah), terakhir elemen proses koginitif yaitu penguasaan, pengapikasian dan daya pikir. Kecakapan pada AKM dan pemecahan masalah memperlihatkan gambaran bahwa dari keduanya mempunyai hubungan yang saling terkait. Kemampuan pada AKM mempunyai maksud untuk melatih siswa dalam bernalar, responsif dan berpikir kreatif serta mengasah kemampuan memecahkan permasalahan melalui latihan yang diberikan, yang berbentuk soal cerita uraian atau essay (Novianti, 2021). Siswa yang memiliki kecakapan numerasi tinggi akan cakap dalam menyelesaikan permasalahan matematika dengan baik, sehingga proses belajar matematika berfaedah bagi diri siswa. Oleh sebab itu,
pembuatan bentuk soal AKM dibentuk berdasarkan konteks dalam kehidupan sehari-hari (Cahyanovianty & Wahidin, 2021).
AKM kecakapan literasi juga numerasi siswa yang diterapkan pada level pendidikan kelas V, VII dan XI dengan berbagai jenis tingkatan pada levelnya (Asrijanty, 2020). Pusmenjar Kemendikbudristek menyajikan beberapa contoh tipe soal AKM untuk dipelajari siswa sebagai acuan siswa untuk melaksanakan AKM. Oleh sebab itu, penelitian dilakukan oleh peneliti pada tingkat SMA dan MA untuk menelaah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa terkait menyelesaikan soal AKM tipe Numerasi komponen aljabar. Diketahui bahwa masih banyaknya siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal dan rendahnya AKM komponen aljabar, sehingga dengan adanya penelitian ini dapat memberikan solusi bagi guru dalam meningkatkan hasil AKM siswa SMA dan MA. Berdasarkan penjabaran yang telah disajikan, maka peneliti menelaah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMA dan MA terkait penyelesaian soal AKM tipe Numerasi komponen aljabar. Berdasarkan implementasinya dalam pembelajaran matematika, pemecahan masalah merupakan bagian yang sangat penting (Karatas & Baki, 2013: 250). National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan fokus dari pembelajaran matematika, karena pemecahan masalah dianggap sebagai sarana untuk anak- anak dalam mengembangkan ide matematika (Van de Walle, 2008: 3-4). Sementara itu, salah satu tujuan pembelajaran Matematika di Indonesia menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi disebutkan bahwa agar siswa mempunyai kemampuan dalam memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. Kruse (2009: 16) mendefinisikan pemecahan masalah adalah proses mengambil tindakan yang benar dalam rangka memenuhi tujuan. Carreira, Jones, Amado, Jacinto, & Nobre (2016: 236) menjelaskan bahwa pemecahan masalah adalah jenis kegiatan yang memerlukan eksperimen, eksplorasi, investigasi, uji coba, refleksi dan diskusi, sesuatu yang tidak selalu dianggap sepenuhnya dalam kurikulum sekolah. Nitko & Brookhart (2011: 222) menyebutkan bahwa pemecahan masalah mengacu pada jenis pemikiran yang dibutuhkan saat mencapai suatu tujuan secara tidak langsung dan siswa harus menggunakan satu atau lebih proses berpikir tingkat tinggi untuk mencapai tujuan tersebut.
Salah satu metode pemecahan masalah sebagai alternatif untuk mempermudah siswa dalam pembelajaran adalah pemecahan masalah yang ditemukan oleh Polya. Tahapan pemecahan masalah tersebut selanjutnya disebut tahapan Polya. Adapun langkah-langkah pemecahan masalah tahapan Polya terdiri atas empat langkah, yaitu: (1) Understanding the problem (memahami masalah); (2) Devising a plan (merencanakan pemecahan); (3) Carrying out the plan (melaksanakan rencana); dan (4) Looking back (menafsirkan solusi) (Polya, 1973: 5-6). Berpijak dari tahapan Polya ini, kemudian dapat dinilai tingkat kemampuan pemecahan masalah siswa SMA se Kabupaten Tangerang dengan memanfaatkan soal model AKM. Meskipun kemampuan siswa dalam tes AKM secara nasional sudah diketahui, akan tetapi belum ada pemetaan kemampuan siswa untuk masing- masing daerah di Indonesia, sehingga adanya penelitian survei di Kabupaten Tangerang ini dapat memperluas generalisasi dari hasil tes AKM dan mendetailkan kemampuan siswa di Kabupaten Tangerang sendiri sekaligus melengkapi penelitian-penelitian yang telah dilakukan di daerah lain. Dengan demikian, penelitian survei pada tiap wilayah di Indonesia dapat menyajikan informasi terkait pemetaan kemampuan pemecahan masalah siswa pada penyelesaian soal model AKM. Selain itu, deskripsi kemampuan pemecahan masalah siswa secara tidak langsung dapat dijadikan sebagai evaluasi terhadap kurikulum pembelajaran, sehingga dapat menjadi rujukan yang tepat dalam pengambilan kebijakan pendidikan di Indonesia.
Berdasarkan pemaparan teori dan pendapat diatas, peneliti melakukan penelitian dengan judul “ Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa se Kabupaten Tangerang dalam Menyelesaikan Soal AKM (Asesmen Kompetensi Minimum) Berdasarkan Tahapan Polya, yang dapat dijadikan acuan sebagai memperbaiki mutu pembelajaran serta kesiapan siswa dalam menghadapi soal AKM yang akan dilaksanakan pada tahun ajaran 2023/2024.
## METODE PENELITIAN
## Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei. Penelitian survei merupakan salah satu jenis penelitian dimana peneliti mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan kemampuan, pendapat, perilaku, keyakinan, dan pengetahuan dari suatu populasi (Fraenkel, Wallen, & Hyun, 2012: 393). Kejadian yang disurvei dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan siswa SMA dan MA di Kabupaten
Tangerang pada penyelesaian soal AKM berdasarkan tahapan Polya. Kemampuan pemecahan masalah ini meliputi kemampuan memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, melaksanakan rencana, dan menafsirkan solusi. Kemampuan tersebut diperoleh dari proses analisis dengan memperhatikan hasil skor tes siswa pada penyelesaian soal AKM yang dirancang berdasarkan pada tahapan Polya. Skor yang telah diperoleh kemudian dikategorikan ke dalam lima level dengan menggunakan acuan normatif simpangan baku yang diadaptasi dari Ebel & Frisbie (1991: 280) yaitu, sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.
## Target/Subjek Penelitian
Tempat penelitian dilaksanakan di 12 sekolah di Kabupaten Tangerang yang dilakukan dengan sampling acak berdasarkan kluster 15 kecamatan di Kabupaten Tangerang yang terdapat SMA maupun MA. Sementara itu, pengambilan data dilakukan pada tanggal 9 November sampai 8 Desember 2022. Penelitian survei ini dilakukan pada siswa kelas X di 12 Sekolah di Kabupaten Tangerang.
Pengambilan sampel menggunakan perpaduan antara stratified random sampling dan cluster random sampling. Teknik stratified random sampling merupakan pengambilan sampel dengan mempertimbangkan strata tertentu dalam populasi dan kemudian dilakukan pengambilan sampel secara acak untuk tiap-tiap strata. Teknik ini dilakukan agar dapat mencakup seluruh strata dari populasi, sehingga dapat secara detail menjelaskan beberapa strata. Dalam hal ini terdapat 3 strata yaitu sekolah level tinggi, sedang, dan rendah. Selanjutnya, dalam cluster random sampling dilakukan pengambilan sampel berdasarkan kluster dari populasi yang telah ditetapkan (Cohen, Manion, & Morrison, 2007: 111-112).
Penentuan ukuran sampel yang diambil dari populasi menggunakan rumus sampel minimum sebagai berikut:
𝑛 = 𝑁 𝑁𝑑 2 + 1
(Riduwan, 2012: 65)
Keterangan:
𝑛 : ukuran sampel N ∶ banyaknya siswa d 2 = tingkat kesalahan
Berdasarkan data AKM di Kabupaten Tangerang menunjukkan jumlah siswa SMA dan MA pada program studi IPA tahun pelajaran 2020/2021 sebanyak 2.263 siswa. Sementara itu, tingkat kesalahan yang dikehendaki sebesar 5%. Dari
perhitungan sampel minimum menggunakan rumus di atas diperoleh 𝑛 = 339,78 , sehingga dibulatkan menjadi 340.
Berdasarkan dari hasil perhitungan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa sampel minimum yang dibutuhkan sebanyak 340 siswa. Dalam hal ini, peneliti mengasumsikan bahwa jumlah siswa perkelas pada SMA dan MA negeri maupun swasta di Kabupaten Tangerang sebanyak 28 siswa, sehingga dari jumlah sampel minimum dibagi jumlah siswa perkelas diperoleh sekitar 12 sekolah. Dengan demikian, diambil 1 kelas atau sebanyak 28 siswa dari 12 sekolah tersebut, kemudian ditetapkan sebagai sampel dalam penelitian ini.
Setelah dilakukan klasifikasi untuk SMA dan MA di Kabupaten Tangerang ke dalam level sekolah tinggi, sedang, dan rendah. Selanjutnya, dengan teknik stratified random sampling diambil 12 sekolah secara acak, dengan strata sekolah tinggi, sedang, dan rendah masing-masing 4 sekolah. Setelah terpilih 4 sekolah pada masing-masing strata, kemudian dilakukan pengambilan sampel dengan teknik cluster random sampling , dimana diambil secara acak satu kelas X SMA dan MA pada tiap-tiap sekolah yang telah terpilih pada awal pengambilan sampel dengan stratified random sampling . Dalam penelitian ini sampel yang digunakan berjumlah 389 siswa.
## Data Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data menggunakan tes. Soal tes AKM yang diujikan sebanyak 12 pertanyaan. Jenis soal uraian digunakan untuk menilai kemampuan pemecahan masalah matematika siswa SMA dan MA dalam menyelesaikan soal model PISA berdasarkan tahapan Polya. Setiap butir soal hanya digunakan untuk mengukur 1 indikator dari tahapan Polya. Dari 12 soal AKM tersebut memuat masing-masing 3 soal untuk tiap-tiap tahapan Polya, yaitu (1) Understanding the problem (memahami masalah); (2) Devising a plan (merencanakan pemecahan); (3) Carrying out the plan
(melaksanakan rencana); dan (4) Looking back (menafsirkan solusi). Waktu pengerjaan soal AKM adalah 80 menit, sehingga jika dirata-rata setiap soal dapat dikerjakan selama 6,67 menit.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa skor kemampuan pemecahan masalah SMA dan MA dalam menyelesaikan soal AKM berdasarkan Tahapan Polya. Skor siswa kemudian digolongkan ke dalam lima kategori yang dirujuk dari Ebel & Frisbie (1991: 280) pada Tabel 1.
Tabel 1. Kategori Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Inverval Skor Kategori 𝐌 𝐢 + 𝟏, 𝟓𝐒𝐝 𝐢 < 𝐗 ≤ 𝐌 𝐢 + 𝟑𝐒𝐝 𝐢 Sangat Tinggi
𝐌 𝐢 + 𝟎, 𝟓𝐒𝐝 𝐢 < 𝐗 ≤ 𝐌 𝐢 + 𝟏, 𝟓𝐒𝐝 𝐢 Tinggi
𝐌 𝐢 − 𝟎, 𝟓𝐒𝐝 𝐢 < 𝐗 ≤ 𝐌 𝐢 + 𝟎, 𝟓𝐒𝐝 𝐢 Sedang
𝐌 𝐢 − 𝟏, 𝟓𝐒𝐝 𝐢 < 𝐗 ≤ 𝐌 𝐢 − 𝟎, 𝟓𝐒𝐝 𝐢
Rendah
𝐌 𝐢 − 𝟑𝐒𝐝 𝐢 < 𝐗 ≤ 𝐌 𝐢 − 𝟏, 𝟓𝐒𝐝 𝐢 Sangat Rendah
Keterangan:
M i : rerata skor ideal = 1 2 (skor tertinggi ideal − skor terendah ideal)
Sd i : simpangan baku ideal = 1 6 (skor tertinggi ideal − skor terendah ideal) X : skor empiris
## HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
## Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa secara Umum
Pada pemberian soal AKM berdasarkan tahapan Polya untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa, jawaban yang diperoleh siswa beragam, terdapat jawaban benar, jawaban sebagian benar, jawaban salah, dan terdapat yang tidak berisi jawaban atau kosong. Jawaban benar merupakan jawaban yang mendapat skor penuh ( full credit ), sedangkan jawaban setengah benar yaitu jawaban hampir benar yang mendapat skor setengah ( partial credit ). Jawaban salah merupakan jawaban yang tidak memperoleh skor namun terdapat respon siswa, sehingga kesalahan dalam penyelesaian soal dapat dianalisis. Sementara itu, jawaban kosong juga tidak memperoleh skor, namun sama sekali tidak terdapat respon yang diberikan oleh siswa. Berikut ini persentase jenis jawaban siswa SMA dan MA di kabupaten Tangerang pada penyelesaian soal AKM berdasarkan tahapan Polya secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Persentase Jenis Jawaban Siswa pada Penyelesaian Soal Model PISA Berdasarkan Tahapan Polya
Dari grafik tersebut menunjukkan bahwa lebih dari seperempat keseluruhan siswa tidak menjawab soal. Sementara itu, persentase siswa yang menjawab benar
24,27 19,09 26,56 30,08 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 Jawaban Benar Jawaban Sebagian Benar Jawaban Salah Jawaban Kosong P e rs e n ta se ( %) Jenis Jawaban Siswa
relatif sama dengan persentase siswa yang menjawab salah, meskipun masih sedikit lebih banyak siswa yang menjawab salah. Sedangkan, persentase siswa yang menjawab sebagian benar paling sedikit diantara jenis jawaban yang lain. Berpijak dari pengamatan peneliti yang bertindak sebagai pemberi soal, pengawas, serta observer, diketahui bahwa sebagian besar siswa tidak mengerti maksud dari apa yang diminta oleh soal. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab dari jawaban siswa yang kosong, karena siswa kesulitan memahami soal maka akan melewatkan soal tersebut dan tidak menjawabnya. Pada soal AKM yang diberikan pada siswa menggunakan materi-materi yang telah dipelajari siswa dijenjang Sekolah Menengah Pertama dan bersifat kontekstual, namun tak jarang siswa lupa dengan konsep materi tersebut. Selain itu, siswa mengatakan waktu yang diberikan tidak mencukupi untuk menjawab semua soal. Padahal waktu yang diberikan yaitu 2 jam pelajaran (80 menit). Sementara itu, soal AKM yang diberikan sebanyak 12 pertanyaan, sehingga tiap pertanyaan mendapat bagian waktu pengerjaan selama 6 menit 40 detik.
Skor kemampuan pemecahan masalah siswa dihitung dari total skor tes. Skor tertinggi ideal dari 12 butir soal AKM adalah 25 dan skor minimal idealnya adalah 0. Kategori yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kategori Kemampuan Pemecahan Masalah Inverval Skor Kategori 18,75 < X ≤ 25 Sangat Tinggi 14,58 < X ≤ 18,75 Tinggi 10,42 < X ≤ 14,58 Sedang 6,25 < X ≤ 10,42 Rendah 0 < X ≤ 6,25 Sangat Rendah
Deskripsi hasil tes soal AKM yang diujikan pada siswa kelas X di Kabupaten Tangerang secara umum dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Deskripsi Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa secara Umum Deskripsi Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Skor Rata-rata 8,22 Simpangan baku 4,76 Skor tertinggi ideal 25 Skor tertinggi 21 Skor terendah ideal 0 Skor terendah 0
Berdasarkan Tabel 3, rata-rata skor yang diperoleh siswa berada pada kategori rendah, jauh sekali dari skor tertinggi ideal. Banyak siswa yang memperoleh nilai setara dengan skor terendah ideal, namun tidak ada satu pun
siswa yang memperoleh skor setara dengan skor tertinggi ideal. Distribusi kemampuan pemecahan masalah siswa dalam menyelesaikan soal AKM berdasarkan tahapan Polya disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Distribusi Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa
Gambar 2 menunjukkan bahwa persentase kemampuan pemecahan masalah siswa SMA dan MA di Kabupaten Tangerang sebagian besar pada kategori sangat rendah dan seperempat lebih siswa pada kategori rendah. Sementara itu, pada kategori sangat tinggi persentase kemampuan pemecahan masalah siswa sangat sedikit.
Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa untuk Indikator Memahami Masalah
Persentase jenis jawaban siswa jika ditelisik dari indikator memahami masalah dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Persentase Jenis Jawaban Siswa pada Penyelesaian Soal AKM pada Indikator Memahami Masala
2,1 11,6 17,5 27,2 41,6 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah P e rs e n ta se ( %) Kategori Kemampuan Pemecahan Masalah 23,05 27,85 18,59 30,51 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 J a w a b a n B e n a r J a w a b a n S e b a g i a n B e n a r J a w a b a n S a l a h J a w a b a n K o s o n g P e rs e n ta se ( %) Jenis Jawaban Siswa
Pada indikator memahami masalah, persentase siswa menjawab benar lebih sedikit dibandingkan persentase siswa yang tidak menjawab soal. Pada penelitian ini terdapat 3 soal yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa pada indikator memahami masalah. Adapun kategori kemampuan pemecahan masalah untuk indikator ini ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Kategori Kemampuan Pemecahan Masalah untuk Indikator Memahami Masalah
Interval Skor Kategori 5,25 < X ≤ 7 4,08 < X ≤ 5,25 2,92 < X ≤ 4,08 1,75 < X ≤ 2,92 0 < X ≤ 1,75 Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah
Sangat Rendah
Deskripsi hasil tes soal AKM yang diujikan pada siswa kelas X di Kabupaten Tangerang pada indikator memahami masalah dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Deskripsi Kemampuan Pemecahan Masalah pada Indikator Memahami Masalah Deskripsi Memahami Masalah Skor Rata-rata 2,3 Simpangan Baku 1,5 Skor Tertinggi Ideal 7 Skor Tertinggi 7 Skor Terendah Ideal 0 Skor Terendah 0
Berdasarkan skor rata-rata siswa pada Tabel 5 menunjukkan bahwa kemampuan siswa pada indikator memahami masalah berada pada kategori rendah. Meskipun skor rata-rata yang diperoleh jauh dari skor tertinggi ideal, namun terdapat beberapa siswa yang dapat memperoleh skor setara dengan skor tertinggi ideal. Selanjutnya, distribusi kemampuan pemecahan masalah siswa pada indikator memahami masalah dapat dilihat pada Gambar 4.
3,1 6,2 27,0 33,2 30,6 0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 Sangat Tinggi Tinggi Sedang
Rendah Sangat Rendah
P e rs e n ta se ( %) Kategori Kemampuan Pemecahan Masalah
Gambar 4. Distribusi Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa pada Indikator Memahami Masalah
Gambar 4 menunjukkan bahwa kemampuan siswa pada tahap memahami masalah sebagian besar berada pada kategori rendah, namun tak sedikit juga yang berada pada kategori sangat rendah dan sedang. Pada tahap memahami masalah, siswa kesulitan dalam memilih data-data yang relevan, sebagaimana hasil penelitian Wijaya et al (2014) yang menyimpulkan bahwa pemilahan data relevan merupakan merupakan aspek yang tersulit bagi siswa, padahal merupakan salah satu aspek penting dalam proses memahami suatu soal berbasis konteks (Wijaya et al, 2014). Adapun faktor penyebab dari banyaknya siswa yang menjawab salah pada tahap ini yaitu salah satunya disebabkan karena siswa terkecoh dengan informasi yang tersedia dalam soal, sehingga hal tersebut menjadikan siswa merasa kesulitan dalam memecahkan masalah (Tias & Wutsqa, 2015).
## Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa untuk Indikator Merencanakan Pemecahan Masalah
Pada indikator merencanakan pemecahan masalah, persentase jenis jawaban siswa dari yang menjawab benar hingga jawaban kosong disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Persentase Jenis Jawaban Siswa pada Penyelesaian Soal AKM pada Indikator Merencanakan Pemecahan
13,97 20,74 24,16 41,13 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 45,00 J a w a b a n B e n a r J a w a b a n S e b a g i a n B e n a r J a w a b a n S a l a h J a w a b a n K o s o n g Pers ent as e (%) Jenis Jawaban Siswa
Soal AKM yang digunakan dalam mengukur kemampuan siswa pada tahap merencanakan terdapat 3 butir pertanyaan. Dari grafik di atas menunjukkan bahwa persentase jawaban kosong merupakan yang paling tinggi dan jawaban benar merupakan yang paling sedikit. Untuk mengetahui kategori kemampuan siswa pada indikator merencakan masalah, dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kategori Kemampuan Pemecahan Masalah Indikator Merencanakan Pemecahan
Interval Skor Kategori 4,50 < X ≤ 6 3,50 < X ≤ 4,50 2,50 < X ≤ 3,50 1,50 < X ≤ 2,50 0 < X ≤ 1,50 Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah
Sangat Rendah
Deskripsi hasil tes AKM yang diujikan pada siswa kelas X di Kabupaten Tangerang untuk indikator merencanakan pemecahan masalah dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Deskripsi Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa pada Indikator Merencanakan
Deskripsi Merencanakan Pemecahan Skor Rata-rata 1,47 Simpangan Baku 1,64 Skor Tertinggi Ideal 6 Skor Tertinggi 6 Skor Terendah Ideal 0 Skor Terendah 0
Skor rata-rata indikator merencanakan pemecahan berada pada kategori sangat rendah. Distribusi kemampuan pemecahan masalah siswa pada indikator merencanakan dapat dilihat pada Gambar 6.
6,7 8,0 10,5 10,0 64,8 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 Sangat Tinggi Tinggi Sedang
Rendah Sangat Rendah
Pers ent as e (%) Kategori Kemampuan Pemecahan Masalah
## Gambar 6. Distribusi Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa pada Indikator Merencanakan Pemecahan Masalah
Kemampuan pemecahan masalah siswa pada tahap merencanakan pemecahan masalah, lebih dari setengah siswa berada pada kategori sangat rendah. Hasil tersebut mennjukkan bahwa siswa belum dapat menentukan konsep atau prosedur matematis yang sesuai dan siswa terlalu condong pada konteks dunia nyata (Sari & Wijaya, 2017), disitulah letak kesalahan yang siswa lakukan pada soal tersebut.
## Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa untuk Indikator Melaksanakan Rencana
Soal-soal pada tahap melaksanakan rencana dirasa lebih mudah dikerjakan siswa karena persentase siswa menjawab benar mencapai seperempat lebih jumlah siswa dan persentase siswa yang tidak menjawab pun paling sedikit dibandingkan pada tahap lainnya seperti tampak pada grafik berikut.
Gambar 7. Persentase Jenis Jawaban Siswa pada Penyelesaian Soal AKM pada Indikator Melaksanakan Rencana
Persentase siswa yang menjawab benar cukup banyak jika dibandingkan dengan indikator-indikator yang telah dibahas sebelumnya. Kategori kemampuan pemecahan masalah untuk indikator melaksanakan rencana disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Kategori Kemampuan Pemecahan Masalah untuk Indikator Melaksanakan Rencana
Interval Skor Kategori 4,50 < X ≤ 6 3,50 < X ≤ 4,50 2,50 < X ≤ 3,50 1,50 < X ≤ 2,50 0 < X ≤ 1,50 Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah
Sangat Rendah
38,65 21,94 27,25 12,17 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 45,00 Jawaban Benar Jawaban Sebagian Benar Jawaban Salah
Jawaban Kosong
Pe rs en tas e (% ) Jenis Jawaban Siswa
Deskripsi hasil tes soal AKM yang diujikan pada siswa kelas X di Kabupaten Tangerang untuk indikator melaksanakan rencana dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Deskripsi Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa pada Indikator
Melaksanakan Deskripsi Melaksanakan Rencana Skor Rata-rata 2,99 Simpangan Baku 1,88 Skor Tertinggi Ideal 6 Skor Tertinggi 6 Skor Terendah Ideal 0 Skor Terendah 0
Skor rata-rata pada indikator melaksanakan rencana lebih tinggi dibandingkan indikator-indikator sebelumnya yang telah dipaparkan. Pada indikator ini, kemampuan siswa berada pada kategori sedang. Selanjutnya, distribusi kemampuan pemecahan masalah siswa pada indikator melaksanakan rencana dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Distribusi Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa pada Indikator Melaksanakan Rencana
Gambar 8 menunjukkan bahwa kemampuan siswa pada tahap melaksanakan rencana, seperempat lebih dari jumlah siswa berada pada kategori sangat rendah dan relatif sama dengan jumlah siswa yang berada pada kategori sangat tinggi. Pada tahap ini masih banyak ditemui siswa yang menjawab salah, bahkan tidak memberikan jawaban apapun. Kesalahan siswa dalam proses mengkalkulasi. Menurut Sari dan Wijaya (2017) hal ini menunjukkan bahwa siswa kesulitan dalam menerapkan fakta, konsep, dan prosedur matematika untuk memecahkan masalah.
23,9 15,2 18,0 17,0 26,0 0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Pers ent as e (%) Kategori Kemampuan Pemecahan Masalah
## Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa untuk Indikator Menafsirkan Jawaban
Soal yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa pada indikator menafsirkan jawaban terdapat 3 butir pertanyaan. Dari ketiga butir pertanyaan tersebut, siswa kesulitan menyelesaikannya, terbukti dari tingginya persentase jawaban salah dan jawaban kosong. Lebih lengkap dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Persentase Jenis Jawaban Siswa pada Penyelesaian Soal AKM pada Indikator Melaksanakan Rencana
Persentase siswa yang menjawab kosong relatif sama dengan persentase jawaban salah dan keduanya lebih tinggi persentasenya dibandingkan persentase jawaban benar. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal AKM. Adapun kategori untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa pada indikator menafsirkan masalah dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Kategori Kemampuan Pemecahan Masalah Indikator Menafsirkan Jawaban
Interval Skor Kategori 4,50 < X ≤ 6 3,50 < X ≤ 4,50 2,50 < X ≤ 3,50 1,50 < X ≤ 2,50 0 < X ≤ 1,50 Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
Deskripsi hasil tes soal AKM yang diujikan pada siswa kelas X di Kabupaten Tangerang untuk indikator melaksanakan rencana dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Deskripsi Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa pada Indikator Menafsirkan Jawaban
Deskripsi Menafsirkan Jawaban Skor Rata-rata 1,46 Simpangan Baku 1,44 Skor Tertinggi Ideal 6 Skor Tertinggi 6 Skor Terendah Ideal 0 Skor Terendah 0 21,42
5,83 36,25 36,50 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 Jawaban Benar Jawaban Sebagian Benar Jawaban Salah Jawaban Kosong Pers ent as e (%) Jenis Jawaban Siswa
Skor rata-rata yang diperoleh pada indikator menafsirkan jawaban sangat rendah, hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan siswa pada tahap menafsirkan jawaban berada pada kategori sangat rendah. Selanjutnya, distribusi kemampuan pemecahan masalah siswa pada indikator menafsirkan jawaban dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Distribusi Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa pada Indikator Menafsirkan Jawaban
Pada tahap menafsirkan jawaban, hanya sebagian kecil siswa berada pada kategori sangat tinggi dan hampir setengah dari jumlah siswa berada pada kategori sangat rendah. Dari hasil tersebut mengindikasikan bahwa siswa belum dapat menafsirkan jawaban ke dalam konteksnya dan belum mampu memberikan argumen yang logis terkait soal yang diberikan (Sari & Wijaya, 2017). Hasil tersebut tak jauh berbeda dengan temuan dari Sari & Wjaya (2017) dalam penelitian yang dilakukan pada SMA dan MA di Daerah Istimewa Yogyakarta bahwa kemampuan siswa menafsirkan jawaban berada pada kategori sangat rendah, sehingga dapat dikatakan bahwa siswa belum mampu menafsirkan suatu jawaban yang matematis ke dalam konteks nyata dengan baik.
## Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Berdasarkan Level Sekolah
Penelitian ini dilakukan pada tiga level sekolah yaitu sekolah level tinggi dengan 135 siswa, sekolah level sedang 130 siswa, dan sebanyak 124 siswa pada sekolah level rendah. Deskripsi kemampuan pemecahan masalah ditinjau dari ketiga level sekolah tersebut disajikan pada tabel berikut.
Tabel 12. Deskripsi Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Berdasarkan Level Sekolah
Deskripsi Level Sekolah Tinggi Sedang Rendah Skor Rata-rata 9,76 10,28 4,34 Simpangan Baku 4,30 4,71 2,45 Skor Tertinggi Ideal 25 25 25 Skor Tertinggi 21 20 13 1,3
10,0 9,0 32,1 47,6 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Pers ent as e (%) Kategori Kemampuan Pemecahan Masalah
Skor Terendah Ideal 0 0 0 Skor Terendah 1 0 0
Pada Tabel 12 terlihat bahwa pada sekolah level tinggi, skor rata-ratanya masih jauh dari skor tertinggi ideal. Skor pada sekolah level sedang lebih tinggi dibandingkan pada sekolah level tinggi. Hal tersebut dikarenakan banyaknya siswa pada sekolah level tinggi yang menjawab salah pada tahap memahami masalah dan melaksanakan rencana, sehingga mempengaruhi skor rata-rata yang diperoleh. Sementara itu, pada sekolah level rendah skor rata-ratanya lebih rendah dibandingkan pada sekolah level tinggi dan sedang.
Skor terendah pada sekolah level tinggi sedikit lebih baik dari sekolah level sedang dan rendah karena skor terendahnya tidak sama dengan skor terendah ideal, jadi pada sekolah level tinggi tidak ada siswa yang menjawab salah pada semua soal. Skor rata-rata yang diperoleh pada sekolah level tinggi menunjukkan kemampuan pemecahan masalah siswa berada pada kategori rendah. Kemampuan pemecahan masalah pada sekolah level sedang berada pada kategori rendah pula. Selanjutnya, pada sekolah level rendah berada pada kategori sangat rendah. Sebaran kemampuan pemecahan masalah tiap kategori untuk ketiga level sekolah secara rinci disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Persentase Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa pada Tiap Kategori Berdasarkan Level Sekolah Kategori Level Sekolah Tinggi (%) Sedang (%) Rendah (%) Sangat Tinggi 3,7 2,3 0 Tinggi 11,1 23,1 0 Sedang 25,2 24,6 1,6 Rendah 38,5 23,8 18,5 Sangat Rendah 21,5 26,2 79,8
Berdasarkan Tabel 13 kemampuan pemecahan masalah siswa pada sekolah level tinggi sebagaian besar berada pada kategori rendah, lebih dari sepertiga jumlah siswa. Pada sekolah level sedang, kemampuan pemecahan masalah siswa pada kategori tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah relatif sama persentasenya. Kemampuan pemecahan masalah pada sekolah level rendah sebagian besar berada pada kategori sangat rendah, lebih dari tiga perempat dari jumlah siswa. Pada sekolah level rendah tidak ada siswa yang berada pada kategori tinggi dan sangat tinggi, dan persentase kategori sedang pun sangat kecil.
Selanjutnya dideskripsikan rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah dalam menyelesaikan soal AKM. Pembahasan ini berdasarkan pada masing- masing level sekolah dan indikator pemecahan masalah. Deskripsi skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa tiap level sekolah berdasarkan indikator kemampuan pemecahan masalah disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11. Rata-rata Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Tiap Level Sekolah ditinjau dari Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah
Berdasarkan diagram pada Gambar 11, rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah siswa pada sekolah level tinggi memperoleh skor tertinggi untuk tahap memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, dan menafsirkan jawaban. Sedangkan rata-rata skor tahap melaksanakan rencana pada sekolah level tinggi tidak lebih tinggi dibandingkan skor rata-rata yang diperoleh sekolah level sedang. Sementara itu, skor rata-rata pada sekolah level rendah jauh lebih rendah dibandingkan sekolah level tinggi dan sedang pada keempat tahapan.
Pada tahap memahami masalah, sekolah level sedang memperoleh skor rata- rata tertinggi meskipun relatif sama dengan skor rata-rata pada sekolah level sedang. Sementara itu, pada sekolah level rendah memperoleh skor rata-rata terendah. Selanjutnya, pada tahap merencanakan pemecahan masalah, skor rata- rata tertinggi diperoleh sekolah level tinggi, dengan selisih yang tak seberapa dengan sekolah level sedang. Sementara itu, sekolah level rendah masih pada tahap ini pun memperoleh skor rata-rata paling rendah diantara sekolah level tinggi dan sedang. Tak jauh berbeda dengan tahap merencanakan masalah, pada tahap melaksanakan rencana, sekolah level rendah memperoleh skor rata-rata terendah diantara sekolah level sedang dan tinggi.
2,69 2,07 3,36 1,64 2,72 1,86 3,92 1,77 1,43 0,41 1,60 0,94 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 M E M A H A M I M E R E N C A N A K A N M E L A K S A N A K A N M E N A F S I R K A N SK OR R AT A -R AT A INDIKATOR KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH Sekolah Level Tinggi Sekolah Level Sedang
Sekolah Level Rendah
Berdasarkan hasil skor rata-rata yang diperoleh dari sekolah level tinggi, sedang, dan rendah tersebut dapat disimpulkan bahwa pada sekolah level tinggi dan sekolah level sedang siswa lebih menguasi soal pada tahap melaksanakan rencana dan terkendala pada soal tahap menafsirkan jawaban. Sementara itu, pada sekolah level rendah pun siswa lebih menguasai pada soal tahap melaksanakan rencana, namun yang berbeda dengan sekolah level tinggi dan sedang adalah siswa pada sekolah level rendah terkendala pada soal-soal tahap merencanakan masalah. Dengan demikian siswa pada level sekolah tinggi dan sedang kesulitan pada tahap menafsirkan jawaban, sedangkan siswa pada level sekolah rendah kesulitan pada tahap merencanakan masalah.
## SIMPULAN DAN SARAN
## Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa SMA dan MA di Kabupaten Tangerang pada penyelesaian soal AKM berdasarkan tahapan Polya berada pada kategori rendah. Dari keempat tahapan Polya, secara umum yang paling rendah adalah tahapan merencanakan dan menafsirkan jawaban, dimana berada pada kategori sangat rendah. Sementara itu, pada tahapan merencanakan pemecahan masalah berada pada kategori rendah dan tahapan melaksanakan rencana berada pada kategori sedang.
Berdasarkan pada level sekolah, kemampuan pemecahan masalah siswa pada sekolah level tinggi dan sedang relatif sama, namun terdapat perbedaan pada sekolah level rendah. Pada sekolah level tinggi dan sedang, kemampuan pemecahan masalah siswa berada pada kategori rendah. Sedangkan pada sekolah level rendah, kemampuan pemecahan masalah siswa berada pada kategori sangat rendah. Dari ketiga level sekolah tersebut, hasil tertinggi diperoleh pada tahap melaksanakan rencana. Sementara itu, hasil terendah untuk sekolah level tinggi dan sedang adalah tahap menafsirkan jawaban. Sedangkan pada sekolah level rendah hasil terendah terdapat pada tahap merencanakan pemecahan masalah.
## DAFTAR PUSTAKA
Alexander, R. (2013). How accurate is the PISA test? BBC News Megazine. Retrieved from http://www.bbc.com/news/magazine-25299445.
Andiani, D., Hajizah, M. N., & Dahlan, J. A. (2020). Analisis Rancangan Assesmen Kompetensi Minimum (AKM) Numerasi Program Merdeka Belajar. Majamath: Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, 4(1), 80 – 90.
Asrijanty, P. (2020). AKM dan Implikasinya pada Pembelajaran. Pusat Asesmen dan Pembelajaran Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Pusat Asesmen dan Pembelajaran.
Cahyanovianty, A. D., & Wahidin. (2021). Analisis Kemampan Numerasi Peserta Didik Kelas VIII dalam Menyelesaikan Soal Asesmen Kompetensi Minimum. Jurnal Cendekia: Jurnal Pendidikan Matematika, 5(2), 1439- 1448.
Carreira, S., Jones, K., Amado, N., Jacinto, H., & Nobre, S. (2016). Youngsters solving mathematical problems with technology: The results and implications of the Problem@Web Project . New York, NY: Springer International Publishing.
Cohen, L., Manion, L., & Morrison, K. (2007). Research methods in education. New York, NY: Routledge, Taylor & Francis Group.
Ebel, R. L. & Frisbie, D. A. (1991). Essentials of educational measurement (5 th ed). New Jersey, NJ: Prentice-Hall, Inc .
Elia, I., Heuvel-Panhuizen, M., & Kolovou, A. (2009). Exploring strategy use and strategy flexibility in non-routine problem solving by primary school high achievers in mathematics. ZDM Mathematics Education, 41:605 – 618.
Evans, B. R. (2012). Editor’s persp ective article: problem solving abilities and perceptions in alternative certification mathematics teachers. Journal of the National Association for Alternative Certification , 7 (2), 34-43.
Fraenkel, J. R., Wallen, N. E., & Hyun, H. H. (2012). How to design and evaluate research in education . New York, NY: McGraw-Hill.
Hudojo, H. (1988). Belajar mengajar matematika . Jakarta: Depdiknas, Proyek P2LPTK.
Karatas, I & Baki, A. (2013). The effect of learning environments based on problem solving on students’ achievements of problem solving. International Electronic Journal of Elementary Education , 5 (3), 249-268.
Kemendikbud. (2016). Survei Internasional PISA . Retrieved from http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-pisa/tentang- pisa.
Kruse, P. D. (2009). Working smart: Problem-solving strategies for school leaders . Maryland: Rowman Littlefield.
Nitko, A. J. & Brookhart, S. M. (2011). Educational assesment of students . Boston,
MA: Pearson Education.
Novianti, D. E. (2021). Penanaman Pendidikan Karakter Melalui Pemecahan Masalah Matematika. JPE (Jurnal Pendidikan Edutama), 8(2), 117 – 124.
OECD. (2013). PISA 2012 Assessment and analytical framework: mathematics, reading, science, problem solving and financial literacy . Paris: OECD Publishing.
OECD. (2014). PISA 2012 results: what students know and can do – student performance in mathematics, reading and science (Volume 1, Revised Edition, February 2014). Paris: OECD Publishing.
OECD. (2016) PISA 2015 Result in Focus. Paris: OECD Publishing.
Pimta, S., Tayraukham, S., & Nuangchalerm, P. (2009). Factors influencing mathematic problem-solving ability of sixth grade students. Journal of social sciences , 5(4), 381-385.
Polya, G. (1973). How to solve it: A new aspect of mathematical method, ( 2 nd ed). New Jersey, NJ: Princeton University Press.
Republik Indonesia. (2006). Pembukaan Undang-Undang RI, Tahun 1945.
Riduwan. (2012). Belajar mudah penelitian untuk guru, karyawan dan peneliti pemula. Bandung: Alfabeta.
Rohim, D. C. (2021). Konsep Asesmen Kompetensi Minimum Meningkatkan Kemampuan Literasi Numerasi Sekolah Dasar Untuk Siswa. Jurnal Varidika, 33(1), 54 – 62.
Sari, R. H. N., & Wijaya, A. (2017). Mathematical Literacy of Senior High School Students in Yogyakarta. Jurnal Riset Pendidikan Matematika, 4 (1), 2017, 100-107. Retrieved from https://journal.uny.ac.id/index.php/jrpm/article/view/10649/9450
Stephen, M. (2013). PISA: Poor academic standards and on even poorer test. Retrieved from http://www.telegraph.co.uk/education/10488665/PISA- Poor-academic-standards-and-an-even-poorer-test.html.
Tias, A. A. W., & Wutsqa, D. U. (2015). Analisis kesulitan siswa SMA dalam pemecahan masalah matematika kelas XII IPA di Kota Yogyakarta. Jurnal Riset Pendidikan Matematika , 2 (1), 28. Retrieved from https://journal.uny.ac.id/index.php/jrpm/article/view/7148/6165
Van de Wall, J. A., Karp, K. S., & Bay-Williams, J. M. (2010). Elementary & middle school mathematics: teaching developmentally seventh edition . Boston, MA: Allyn and Bacon, Pearson Education, Inc.
Wardhani, S. & Rumiati. (2011). Instrumen penilaian hasil belajar matematika SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika.
Wijaya, A., Van de Heuvel-Panhuizen, M., Doorman, M., & Robitzsch, A. (2014). Difficulties in solving context-based PISA mathematics tasks: An analysis of students’ errors. The Mathematics Enthusiast. Volume 11, no. 3, pp. 555- 584
|
c3087cb9-213b-4860-89f0-fec211387d5c | https://jmm.ikestmp.ac.id/index.php/maskermedika/article/download/166/140 |
## PENGARUH SENAM LANSIA TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA WARGATAMA OGAN ILIR TAHUN 2016
Anggi Pratiwi Program Studi Ilmu Keperawatan STIK Bina Husada Palembang Email : anggiardi24@gmail.com
## ABSTRAK
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia, menjadi tua merupakan proses alamiah. Seiring meningkatnya umur maka tekanan darah akan semakin meninggi, hipertensi menjadi masalah pada lanjut usia. Salah satu terapi non farmakologi pada penderita hipertensi yaitu dengan berolahraga secara teratur. Olahraga atau aktivitas fisik selama 30 menit setiap hari sudah cukup untuk menurunkan tekanan darah. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian dengan tujuan diketahuinya pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia dengan hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha Wargatama Ogan Ilir Tahun 2016. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kuantitatif dengan pendekatan Pre Eksperimen dengan rancangan One Group Pre-Post Test design dengan populasi lansia dengan hipertensi yang tinggal dipanti sosial tresna werdha berjumlah 74 lansia.Sampel diambil secara Accidental Sampling berjumlah 35 orang lansia. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 18 Juni - 18 Juli 2016.Analisis data meliputi univariat dan bivariat dengan menggunakan uji wilcoxon dengan batas kemaknaan (<0,05)Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata tekanan darah sebelum senam lansia adalah 2.00 dengan standar deviasi 0.490 dan rata-rata tekanan darah setelah dilakukan senam lansia adalah 1.00 dengan standar deviasi 0.355. Dari hasil uji bivariat dengan uji wilcoxon didapatkan nilai p value 0,000 (<0,05), hal ini menunjukkan ada pengaruh yang signifikan tekanan darah sebelum dilakukan senam lansia dengan tekanan darah setelah dilakukan senam lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Wargatama Ogan Ilir tahun 2016. Disarankan kepada pihak panti sosial tresna werdha wargatama untuk menjadwalkan senam lansia secara rutin bagi penghuni panti.
Kata kunci : Senam lansia, tekanan darah, hipertensi
## ABSTRACT
Aging or growing old is a condition that occurs in human life, aging is a natural process. With age and blood pressure will be increased, hypertension is a problem in the elderly. One of pharmacological theraphy in patients with hypertension that is by exercising regularly. Sport or physical activity for 30 minutes each day is enough to lower blood pressure. Based on this research was conducted with the aims to defermine the effect of exercise on blood pressure in elderly hypertensive elderly in social institution of tresna werdha wargatama ogan ilir 2016.This research usesd quantitative research design with pre experimental approach to design one group pre-post test desaign.with elderlypopulation withhypertention that live on social institution of tresna werdha
wargatama as many as 74 elderly. Samples taken by accidental sampling amounted to 35 elderly people. This study was conducted on 18 june to 18 july 2016. Data analysis includes univariate and bivariate using wilcoxon test with significant level iranif p.value (<0.05)The results of the analysis showed that the average blood pressure before exercise elderly was 2:00 with a standard deviation of 0.490 and an average blood pressure was the standard deviation 1.00 deviation 0355. 0f bivariate test results obtained with the wilcoxon, test obtained p value of 0.000 (<0.05), it means that there was significant influence blood pressure before exercise elderly in social institutions tresna werdha wargatama ogan ilir 2016.Suggested to the social homes tresna werdha wargatama to schedule an elderly gymnastic routine for the elderly in social institution. Keywords: gymnastics elderly, blood pressure hypertension
## PENDAHULUAN
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya. dari banyak penelitian dan epidemiologi, didapat bahwa dengan meningkatnya umur dan tekanan darah meninggi, hipertensi menjadi masalah pada lanjut usia karena sering ditemukan dan menjadi faktor utama payah jantung dan penyakit jantung koroner (Nugroho, 2008).
Hipertensi adalah suatu
peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari suatu periode.Hal ini terjadi bila arteriole- arteriole konstriksi.Konstriksi arteriole membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding
arteri.Hipertensi menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah (Udjianti, 2011).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi sering disebut sebagai the silent killer (pembunuh diam-diam) karena penderita tidak tahu bahwa dirinya menderita hipertensi.Hipertensi juga dikenal sebagai heterogeneous group disease karena dapat menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur, sosial, dan ekonomi.Hipertensi juga merupakan faktor resiko ketiga terbesar yang menyebabkan kematian dini karena dapat memicu terjadinya gagal jantung kongestif serta penyakit cerebrovaskuler (Widyanto, triwibowo 2013).
Data WHO 2011, menunjukkan diseluruh dunia sekitar 972 juta orang atau 26,4% mengidap hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria dan 26,1% wanita. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% ditahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi,333
juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di negara berkembang termasuk Indonesia (Sinaga, 2012).
Di Indonesia, angka penderita hipertensi mencapai 32 persen pada 2008 dengan kisaran usia di atas 25 tahun. Jumlah penderita pria mencapai 42,7 persen, sedangkan 39,2 persen adalah wanita. 2
Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan bahwa kajadian hipertensi pada tahun (2009) sebanyak 35.820 orang (53,36%), pada tahun (2010) sebanyak 35.716 orang (53,22%), pada tahun (2011) sebanyak 36.429 orang (54,36%), dan pada tahun 2012 sebanyak 37.128 orang (54,11%). Hipertensi termasuk penyakit nomor1diantara penyakit tidak menular lainnya di Provinsi Sumatera Selatan. 13
Menurut Dinas Kesehatan Kota Ogan ilir bahwa kejadian hipertensi pada tahun (2013) yaitu sebanyak 63.406 orang, pada tahun (2014) meningkat pesat sebanyak 70.426 orang, sedangkan pada tahun (2015) yaitu sebanyak 79.192 orang. 14
Faktor resiko terjadinya hipertensi yaitu kurang olahraga. Kurangnya aktivitas fisik menaikkan resiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya resiko untuk menjadi gemuk, orang yag tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung
mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuatan yang mendesak arteri. 5
Salah satu terapi non farmakologis pada penderita hipertensi yaitu dengan berolahraga secara teratur. Penelitian menunjukkan bahwa melakukan
olahraga secara rutin sangat berhubungan dengan penurunan tekanan darah, olahraga atau aktivitas fisik selama 30 menit setiap hari sudah cukup untuk menurunkan tekanan darah, namun pada orang lanjut usia tidak boleh melakukan oleh raga yang terlalu berat, pilihlah olah raga yang dapat dinikmati seperti berjalan kaki, jogging, bersepeda atau senam . 5
Pada lanjut usia kekuatan mesin pompa jatung berkurang. Berbagai pembuluh darah penting khusus di jantung dan otak mengalami kekakuan.Dengan latihan fisik atau senam dapat membantu kekuatan pompa jantung agar bertambah sehingga aliran darah bisa kembali lancer. Jika dilakukan secara teratur akan memberikan dampak yang baik bagi lansia terhadap tekanan darahnya. 7
Senam lansia adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan terarah serta terencana yang diikuti oleh orang lanjut usia dalam bentuk latihan fisik
yang berpengaruh terhadap kemampuan fisik lansia. Aktifitas olahraga ini akan membantu tubuh agar tetap bugar dan tetap segar karena melatih tulang tetap kuat, dan membantu menghilangkan radikal bebas yang berkeliaran di dalam tubuh .6
Melakukan olahraga seperti senam lansia mampu mendorong jantung bekerja secara optimal, dimana olahraga untuk jantung mampu meningkatkan kebutuhan energi oleh sel, jaringan dan organ tubuh, dimana akibat peningkatan tersebut akan meningkatkan aktivitas pernafasan dan otot rangka, dari peningkatan aktivitas pernafasan akan meningkatkan aliran balik vena sehingga menyebabkan peningkatan volume sekuncup yang akan langsung meningkatkan curah jantung sehingga menyebabkan tekanan darah arteri meningkat sedang, setelah tekanan darah arteri meningkat akan terjadi fase istirahat terlebih dahulu, akibat dari fase ini mampu menurunkan aktivitas pernafasan dan otot rangka dan menyebabkan aktivitas saraf simpatis dan epinefrin menurun, namun aktivitas saraf simpatis meningkat, setelah itu akan menyebabkan kecepatan denyut jantung menurun, volume sekuncup menurun, vasodilatasi arteriol vena, karena penurunan ini mengakibatkan penurunan curah jantung dan penurunan
resistensi perifer total, sehingga terjadinya penurunan tekanan darah. 6
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada Panti Sosial Tresna Werdha Wargatama Ogan Ilir di dapatkan bahwa terdapat 70 lansia yang berada di Panti Sosial Tresna Werdha Wargatama Ogan Ilir dengan 31 orang lansia berjenis kelamin laki-laki dan 39 lansia perempuan. Dari 70 lansia yang ada di panti sosial tresna werdha wargatama terdapat 35 orang lansia dengan penyakit hipertensi. Dalam 3 tahun belakangan penanganan untuk pasien dengan hipertensi hanya dilakukan pengobatan dengan berobat ke Puskesmas terdekat (Panti Sosial Tresna Werdha Wargatama Ogan Ilir, 2015).
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka peneliti melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh senam lansia terhadap penurunan tekanan darah pada lansia yang mengalami hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha Wargatama Ogan Ilir Tahun 2016.
## METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kuantitatif dengan pendekatan Pre Eksperimen dengan rancangan one group pre-post test design .Populasi pada penelitian ini adalah lansia dengan
hipertensi yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Wargatama Ogan ilir.Sampel dalam penelitian ini yaitu 35 orangdengan accidental
sampling.Penelitian ini dilaksanakan tanggal 18 Juni - 18 Juli 2016 di Panti Sosial Tresna Werdha Wargatama Ogan ilir. Dengan analisi Univariat dan Bivariat dengan uji wilcoxon = 0,05
## HASIL dan PEMBAHASAN
1. Distribusi Frekuensi Usia Responden yang mengikuti Senam Lansia
Distribusi rata-rata usia responden lansia dibagi menjadi 4 kategori yaitu middle Age (45-59 th), Elderly (60-74 th),
Old (75-90 th) dan very old (diatas 90 th) dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini :
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Usia Responden Yang mengikuti Senam Lansia No Usia Responden n % 1 Middle Age (45-59 th) 4 11,4 2 Elderly (60-74 Th) 30 85,7 3 Old (75-90 Th) 1 2,9 4 Very Old (diatas 90 th) 0 0 Jumlah 35 100
Berdasarkan tabel diatas nilai distribusi frekuensi usia responden paling banyak berada pada usia Elderly (60-74 Th) yaitu sebanyak 85,7%.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa tekanan darah responden sebelum dilakukan senam lansia yaitu paling banyak tidak terkendali (hipertensi sedang s.d berat) yaitu sebanyak 22 (62,9%) responden dan sisanya memiliki tekanan darah yang terkendali (normal tinggi s.d hipertensi ringan) yaitu sebanyak 13 (37,1%) responden.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus-menerus lebih dari satu periode. Hal ini terjadi bila arteriole- arteriole konstriksi. Konstriksi arteriole membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri (Udjianti, 2011).
Perubahan fisik dan fungsi dari sistem kardiovaskular pada lansia berupa katup jantung menebal dan menjadi kaku, elastisitas dinding aorta menurun, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun hal ini menyebabkan kontraksi dan volume menurun, curah jantung menurun, kehilangan elastistas pembuluh darah, kinerja jantung lebih rentan terhadap
kondisi dehidrasi dan perdarahan, tekanan darah meningkat akibat resistensi pembuluh darah perifer meningkat. 11
Hasil penelitian diatas diperkuat dengan teori yag menyatakan bahwa hipertensi pada lansia terjadi karena adanya perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer yang bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya aorta dan arteri besar kurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung, mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer. 8
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Isesreni (2011) dengan hasil penelitian yaitu tekanan darah lansia sebelum dilakukan senam lansia dapat dilihat bahwa (46,7%) memiliki tekanan darah 150 mmHg dan (3,3%) memiliki tekanan darah 170 mmHg karena disebabkan oleh dua faktor usia, semakin tua usia seseorang maka resiko terhadap
penyakit semakin meningkat pula termasuk penyakit hipertensi.
Penelitian lainnya yang juga mendukung hasil penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Tiara (2013) dengan judul pengaruh senam lansia terhadap penurunan tekanan darah pada lansia. Didapatkan hasil bahwa analisis menunjukkan bahwa nilai rata-rata tekanan darah pada lansia sebelum diberikan senam lansia adalah 2,0000 dengan standar deviasi 0,71906.
Berdasarkan hasil penelitian dan juga teori serta penelitian terkait maka peneliti berpendapat bahwa pada usia lansia seseorang cenderung mengalami peningkatan tekanan darah yang diakibatkan karena adanya perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer yang bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah pada lansia, namun perubahan tekanan darah tersebut dapat terkendali dan juga tidak terkendali tergantung dari banyak faktor yang dapat mempengaruhinya.
2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden yang mengikuti Senam Lansia
Distribusi rata-rata jenis kelamin reponden senam lansia dibagi menjadi dua yaitu laki-laki dan perempuan yang dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut ini :
## Tabel 2 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden Yang mengikuti
Senam Lansia No Jenis Kelamin n % 1 Laki-Laki 16 45,7 2 Wanita 19 53,3 Jumlah 35 100
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai distribusi frekuensi jenis kelamin reponden senam lansia yaitu paling banyak wanita yaitu berjumlah 45,7%.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa tekanan darah responden setelah dilakukan senam lansia yaitu paling banyak memiliki tekanan darah yang terkendali (normal tinggi s.d hipertensi ringan) yaitu sebanyak 30 orang responden (85,7%), dan sisanya masih tidak terkendali (hipertensi sedang s.d berat) yaitu sebanyak 5 orang responden (14,3%).
Pengobatan pada hipertensi bertujuan mengurangi morbiditas dan mortalitas serta mengontrol tekanan darah. Dalam pengobatan hipertensi ada 2 cara yaitu pengobatan non farmakologik (perubahan gaya hidup) dan pengobatan farmakologik.
Pengobatan non farmakologik dapat dilakukan dengan cara pengurangan berat badan, menghentikan merokok,
menghindari alcohol, melakukan aktivitas fisik / senam dan membatasi asupan garam (Pudiastuti, 2013).
3. Tekanan Darah Sebelum Senam Lansia Distribusi frekuensi Tekanan darah sebelum
senam lansia dibagi menjadi dua katagori yaitu terkendali (normal tinggi sampai dengan hipertensi ringan) dan tidak terkendali (hipertensi sedang sampai dengan berat). Distribusi rata- rata tekanan darah sebelum dilaksanakan senam lansia dapat dilihat pada tabel 3.3 berikut ini :
## Tabel 3 Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Sebelum Dilakukan Senam
Lansia
N0 Tekanan darah n % 1 Terkendali 13 37,1 2 Tidak 22 62,9
## Terkendali
Jumlah 35 100
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai distribusi frekuensi tekanan darah responden sebelum dilakukan senam lansia yaitu paling banyak tidak terkendali (hipertensi sedang s.d berat) yaitu sebanyak 62,9% dan sisanya
memiliki tekanan darah yang terkendali (normal tinggi s.d hipertensi ringan) yaitu sebanyak 37,1% .
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus- menerus lebih dari satu periode.Hal ini terjadi bila arteriole-arteriole konstriksi.Konstriksi arteriole membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri. 19
Perubahan fisik dan fungsi dari sistem kardiovaskular pada lansia berupa katup jantung menebal dan menjadi kaku, elastisitas dinding aorta menurun, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun hal ini menyebabkan kontraksi dan volume menurun, curah jantung menurun, kehilangan elastistas pembuluh darah, kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan perdarahan, tekanan darah meningkat akibat resistensi pembuluh darah perifer meningkat. 11
Hasil penelitian diatas diperkuat dengan teori yag menyatakan bahwa hipertensi pada lansia terjadi karena adanya perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer yang bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah. Perubahan
tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya aorta dan arteri besar kurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung, mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer. 11
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Isesreni (2011) dengan hasil penelitian yaitu tekanan darah lansia sebelum dilakukan senam lansia dapat dilihat bahwa (46,7%) memiliki tekanan darah 150 mmHg dan (3,3%) memiliki tekanan darah 170 mmHg karena disebabkan oleh dua faktor usia, semakin tua usia seseorang maka resiko terhadap penyakit semakin meningkat pula termasuk penyakit hipertensi.
Penelitian lainnya yang juga mendukung hasil penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Tiara (2013) dengan judul pengaruh senam lansia terhadap penurunan tekanan darah pada lansia. Didapatkan hasil bahwa analisis menunjukkan bahwa nilai rata-rata tekanan darah pada lansia sebelum diberikan senam lansia adalah 2,0000 dengan standar deviasi 0,71906.
Berdasarkan hasil penelitian dan juga teori serta penelitian terkait maka peneliti berpendapat bahwa pada usia lansia seseorang cenderung mengalami peningkatan tekanan darah yang diakibatkan karena adanya perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer yang bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah pada lansia, namun perubahan tekanan darah tersebut dapat terkendali dan juga tidak terkendali tergantung dari banyak faktor yang dapat mempengaruhinya.
4. Tekanan Darah Setelah Senam Lansia Distribusi frekuensi Tekanan darah setelah Dilakukan Senam Lansia
Senam lansia dibagi menjadi dua katagori yaitu terkendali (normal tinggi sampai dengan hipertensi ringan) dan tidak terkendali (hipertensi sedang sampai dengan berat). Distribusi rata- rata tekanan darah setelah dilaksanakan Senam Lansia dapat dilihat pada tabel 3.4 berikut ini :
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Setelah Dilakukan Senam Lansia No Tekanan Darah ni % 1 Terkendali 30 85,7 2 Tidak 5 14,3 Terkendali Jumlah 35 100
Berdasarkan tabel diatas distribusi frekuensi tekanan darah responden setelah dilakukan senam lansia yaitu paling banyak memiliki tekanan darah yang terkendali (normal tinggi s.d hipertensi ringan) yaitu sebanyak 30 orang responden (85,7%), dan sisanya masih tidak terkendali (hipertensi sedang s.d berat) yaitu sebanyak 5 orang responden (14,3%).
Pengobatan pada hipertensi bertujuan mengurangi morbiditas dan mortalitas serta mengontrol tekanan darah. Dalam pengobatan hipertensi ada 2 cara yaitu pengobatan non farmakologik (perubahan gaya hidup) dan pengobatan farmakologik. Pengobatan non farmakologik dapat dilakukan dengan cara pengurangan berat badan, menghentikan merokok,
menghindari alcohol, melakukan
aktivitas fisik / senam dan membatasi asupan garam.(Pudiastuti, 2013). dilakukan senam lansia dapat dilihat bahwa (46,7%) memiliki tekanan darah 150 mmHg dan (3,3%) memiliki tekanan darah 170 mmHg karena disebabkan oleh dua faktor usia, semakin tua usia seseorang maka resiko terhadap penyakit semakin meningkat pula termasuk penyakit hipertensi.
Penelitian lainnya yang juga mendukung hasil penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Tiara (2013) dengan judul pengaruh senam lansia terhadap penurunan tekanan darah pada lansia. Didapatkan hasil bahwa analisis menunjukkan bahwa nilai rata-rata tekanan darah pada lansia sebelum diberikan senam lansia adalah 2,0000 dengan standar deviasi 0,71906.
Berdasarkan hasil penelitian dan juga teori serta penelitian terkait maka peneliti berpendapat bahwa pada usia lansia seseorang cenderung mengalami peningkatan tekanan darah yang diakibatkan karena adanya perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer yang bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah pada lansia, namun perubahan tekanan darah tersebut dapat terkendali dan juga tidak terkendali tergantung dari
banyak faktor yang dapat mempengaruhinya.
5. Tekanan Darah Setelah Senam Lansia Distribusi frekuensi Tekanan darah setelah
senam lansia dibagi menjadi dua katagori yaitu terkendali (normal tinggi sampai dengan hipertensi ringan) dan tidak terkendali (hipertensi sedang sampai dengan berat). Distribusi rata- rata tekanan darah setelah dilaksanakan Senam Lansia dapat dilihat pada tabel 3.4 berikut ini :
## Tabel 5 Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Setelah Dilakukan Senam
Lansia No Tekanan Darah n % 1 Terkendali 30 85,7 2 Tidak terkendali 5 14,3 Jumlah 35 100
Berdasarkan tabel diatas distribusi frekuensi tekanan darah responden setelah dilakukan senam lansia yaitu paling banyak memiliki tekanan darah yang terkendali (normal tinggi s.d
hipertensi ringan) yaitu sebanyak 30 orang responden (85,7%), dan sisanya masih tidak terkendali (hipertensi sedang s.d berat) yaitu sebanyak 5 orang responden (14,3%).
Pengobatan pada hipertensi bertujuan mengurangi morbiditas dan mortalitas serta mengontrol tekanan darah. Dalam pengobatan hipertensi ada 2 cara yaitu pengobatan non farmakologik (perubahan gaya hidup) dan pengobatan farmakologik.
Pengobatan non farmakologik dapat dilakukan dengan cara pengurangan berat badan, menghentikan merokok, menghindari alcohol, melakukan aktivitas fisik / senam dan membatasi asupan garam. 12
Senam merupakan bentuk latihan-latihan tubuh dan anggota tubuh untuk mendapatkan kekuatan otot, kelentukan persendian, kelincahan gerak, keseimbangan gerak, daya tahan, kesegaran jasmani dan stamina. Dalam latihan senam semua anggota tubuh (otot-otot) mendapat suatu perlakuan. Otot-otot tersebut adalah gross muscle (otot untuk melakukan tugas berat) dan fine muscle (otot untuk melakukan tugas ringan). Senam lansia yang dibuat oleh Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (MENPORA) merupakan upaya peningkatan kesegaran jasmani kelompok lansia
yang jumlahnya semakin bertambah. Senam lansia sekarang sudah diberdayakan diberbagai tempat seperti di panti wredha, posyandu, klinik kesehatan, dan puskesmas. 18
Senam lansia disamping memiliki dampak positif terhadap peningkatan fungsi organ tubuh juga berpengaruh dalam meningkatkan imunitas dalam tubuh manusia setelah latihan teratur. Tingkat kebugaran dievaluasi dengan mengawasi kecepatan denyut jantung waktu istirahat yaitu kecepatan denyut nadi sewaktu istirahat. Jadi supaya lebih bugar, kecepatan denyut jantung sewaktu istirahat harus menurun. 18
Hasil penelitian diatas didukung dengan penelitian terkait yang dilakukan oleh Isesreni (2011) dengan hasil penelitian bahwa setelah dilakukan senam lansia dapat dilihat bahwa paling banyak (36,7%) berada pada tekanan darah 140 mmHg dan paling sedikit (3,3%) memiliki tekanan darah 160 mmHg. Hal ini disebabkan karena responden rutin 3 kali seminggu melakukan senam lansia, selain itu efek dari olahraga senam lansia yag dilakukan secara teratur dapat melancarkan peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah.
Penelitian lainnya yang juga sejalan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Moniaga (2013) dengan judul
pengaruh senam bugar lansia terhadap tekanan darah penderita hipertensi di BPLU senja cerah paniki bawah, dengan hasil penelitian bahwa dari awal sebelum melakukan kegiatan senam bugar lansia sampai minggu ke 3 perlakuan didapatkan tekanan darah sistolik pada lansia mengalami penurunan yang menunjukan perbedaan bermakna, sedangkan tekanan darah diastolik
mengalami kenaikan dan tidak menunjukan perbedaan bermakna tapi masih dalam batas normal.
Dari hasil penelitian di atas serta teori dan penelitian terkait maka peneliti berpendapat bahwa tekanan darah pada orang lanjut usia memang cenderung meningkat namun peningkatan yang signifikan dapat dicegah dengan perubahan gaya hidup sehat yang salah satunya dapat dilakukan dengan aktivitas fisik atau senam lansia, dengan dilakukannya kegiatan senam lansia maka akan memberikan dampak positif kebugaran jasmani dan pengontrolan tekanan darah pada lansia, namun kegiatan senam lansia tersebut harus dilakukan secara rutin 3.5 Uji Normalitas Data Tekanan Darah Sebelum dan Setelah senam Lansia
Tabel 6 Uji Normalitas Data Tekanan Darah Sebelum dan Setelah senam Lansia Tekanan Shapiro- Wilk Darah Statistik Df Sig TD Sebelum 0,613 35 0,000 Senam Lansia TD Setelah 0,418 35 0,000
Senam Lansia
Berdasarkan tabel 6 diatas terdapat hasil uji normalitas data dengan nilai p = 0,000 untuk tekanan darah sebelum dilakukan senam lansia dan p = 0,000 untuk tekanan darah setelah senam lansia, karena nilai p < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa distribusi Tekanan darah sebelum dan setelah senam lansia tidak normal. karena uji normalitas data pada variabel tidak normal maka peneliti melakukan uji alternatif non parametric dengan menggunakan uji wilcoxon.
Tabel 7 Pengaruh Senam Lansia
Terhadap Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi Median N SD P value Sebelu 2,00 35 0,490 m TD Senam 0,000 Lansia Setelah 1,00 35 0,355 Senam Lansia
Berdasarkan tabel 7 diatas dapat dilihat rata-rata tekanan darah sebelum dilakukan senam lansia adalah 2.00 dengan standar deviasi 0.490.
Sedangkan rata-rata tekanan darah setelah dilakukan senam lansia adalah 1.00 dengan standar deviasi 0.355. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,000, maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan tekanan darah sebelum dilakukan senam lansia dan tekanan darah setelah didilakukan senam lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Wargatama Ogan ilir tahun 2016.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi sering disebut sebagai the silent killer (pembunuh diam-diam) karena penderita tidak tahu bahwa dirinya menderita hipertensi.Hipertensi juga dikenal sebagai heterogeneous group disease karena dapat menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur,
sosial dan ekonomi.Hipertensi juga merupakan faktor risiko ketiga terbesar yang menyebabkan kematian dini karena dapat memicu terjadinya gagal jantung kongestif serta penyakit cerebrovaskuler. 17
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya, pembuluh darah kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui pembuluh darah tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh darah sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut dimana dinding pembuluh darah telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi “vasokontriksi” yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormone di dalam darah. (Haryono dan Setianingsih, 2013).
Hasil penelitian diatas didukung dengan pernyataan bahwa penelitian menunjukkan bahwa melakukan
olahraga secara rutin sangat
berhubungan dengan penurunan tekanan darah.Olah raga atau aktivitas fisik selama 30 menit setiap hari sudah cukup untuk menurunkan tekanan darah. Namun pada orag lanjut usia tidak boleh melakukan olahraga yang terlalu berat, pilihlah olahraga yang dapat dinikmati serjalan kaki, jogging, bersepeda atau senam. 7
Hasil penelitian diatas didukung dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Fendi (2012) dengan judul penelitian Efektifitas senam lansia terhadap perubahan tekanan darah pada lansia yang menderita hipertensi di PSTW Budhi Luhur Yogyakarta, denga hasil penelitian menunjukkan pada kelompok intervensi penurunan tekanan darah sistolik sebesar 8,04mmHg. Sedangkan untuk tekanan darah diastolik pada kelompok intervensi mengalami penurunan sebesar 5,72mmHg. Berdasarkan hasil uji Unpaired T-test, diperoleh hasil p = 0,009 untuk nilai sistolik dan p = 0,006 untuk nilai diastolik, keduanya lebih kecil dari p value 0,05 sehingga disimpulkan terdapat pengaruh pelaksanaan senam lansia terhadap penurunan tekanan darah pada lansia penderita hipertensi.
Melakukan olahraga seperti senam lansia mampu mendorong
jantung bekerja secara optimal, dimana olahraga untuk jantung mampu meningkatkan kebutuhan energi oleh sel, jaringan dan organ tubuh, dimana akibat peningkatan tersebut akan meningkatkan aktivitas pernafasan dan otot rangka, dari peningkatan aktivitas pernafasan akan meningkatkan aliran balik vena sehingga menyebabkan peningkatan volume sekuncup yang akan langsung meningkatkan curah jantung sehingga menyebabkan tekanan darah arteri meningkat sedang, setelah tekanan darah arteri meningkat akan terjadi fase istirahat terlebih dahulu, akibat dari fase ini mampu menurunkan aktivitas pernafasan dan otot rangka dan menyebabkan aktivitas saraf simpatis dan epinefrin menurun, namun aktivitas saraf simpatis meningkat, setelah itu akan menyebabkan kecepatan denyut jantung menurun, volume sekuncup menurun, vasodilatasi arteriol vena, karena penurunan ini Senam merupakan bentuk latihan-latihan tubuh dan anggota tubuh untuk mendapatkan kekuatan otot, kelentukan persendian, kelincahan gerak, keseimbangan gerak, daya tahan, kesegaran jasmani dan stamina. Dalam latihan senam semua anggota tubuh (otot-otot) mendapat suatu perlakuan. Otot-otot tersebut adalah gross muscle (otot untuk
melakukan tugas berat) dan fine muscle (otot untuk melakukan tugas ringan). Senam lansia yang dibuat oleh Menteri
Negara
Pemuda dan Olahraga (MENPORA) merupakan upaya
peningkatan kesegaran jasmani kelompok lansia yang jumlahnya semakin bertambah. Senam lansia sekarang sudah diberdayakan diberbagai tempat seperti di panti wredha, posyandu, klinik kesehatan, dan puskesmas (Santosa, 2010 dalam Tiara, dan Mulyadi 2013).
Senam lansia disamping memiliki dampak positif terhadap peningkatan fungsi organ tubuh juga berpengaruh dalam meningkatkan imunitas dalam tubuh manusia setelah latihan teratur. Tingkat kebugaran dievaluasi dengan mengawasi kecepatan denyut jantung waktu istirahat yaitu kecepatan denyut nadi sewaktu istirahat. Jadi supaya lebih bugar, kecepatan denyut jantung sewaktu istirahat harus menurun (Santosa, 2010 dalam Tiara, dan Mulyadi 2013).
Hasil penelitian diatas didukung dengan penelitian terkait yang dilakukan oleh Isesreni (2011) dengan hasil penelitian bahwa setelah dilakukan senam lansia dapat dilihat bahwa paling banyak (36,7%) berada pada tekanan darah 140 mmHg dan paling sedikit (3,3%) memiliki tekanan darah 160
mmHg. Hal ini disebabkan karena responden rutin 3 kali seminggu melakukan senam lansia, selain itu efek dari olahraga senam lansia yag dilakukan secara teratur dapat melancarkan peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah.
Penelitian lainnya yang juga sejalan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Moniaga (2013) dengan judul pengaruh senam bugar lansia terhadap tekanan darah penderita hipertensi di BPLU senja cerah paniki bawah, dengan hasil penelitian bahwa dari awal sebelum melakukan kegiatan senam bugar lansia sampai minggu ke 3 perlakuan didapatkan tekanan darah sistolik pada lansia mengalami penurunan yang menunjukan perbedaan bermakna, sedangkan tekanan darah diastolik mengalami kenaikan dan tidak menunjukan perbedaan bermakna tapi masih dalam batas normal.
Dari hasil penelitian di atas serta teori dan penelitian terkait maka peneliti berpendapat bahwa tekanan darah pada orang lanjut usia memang cenderung meningkat namun peningkatan yang signifikan dapat dicegah dengan perubahan gaya hidup sehat yang salah satunya dapat dilakukan dengan aktivitas fisik atau senam lansia, dengan dilakukannya
kegiatan senam lansia maka akan memberikan dampak positif kebugaran jasmani dan pengontrolan tekanan darah pada lansia, namun kegiatan senam lansia tersebut harus dilakukan secara rutin. mengakibatkan penurunan curah jantung dan penurunan resistensi perifer total, sehingga terjadinya penurunan tekanan darah.(Sherwood, dalam Iramawati, 2013).
Penelitian lainnya yang juga sejalan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Tiara (2013) dengan judul pengaruh senam lansia terhadap penurunan tekanan darah pada lansia. Didapatkan hasil bahwa analisis menunjukkan bahwa nilai rata-rata tekanan darah pada lansia sebelum diberikan senam lansia adalah 2,0000 dengan standar deviasi 0,71906. nilai rata-rata tekanan darah sesudah diberikan senam lansia adalah 1,0000 dengan standar deviasi 0,50189. Pengaruh yang signifikan senam lansia terhadap penurunan tekanan darah pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Taman Bacaan Plaju Ogan ilir Tahun 2013 (p value 0,000).
Berdasarkan hasil penelitian serta teori dan penelitian terkait maka peneliti berpendapat bahwa senam lansia yang dilakukan secara rutin dapat menurunkan tekanan darah dimana
senam lansia dapat memberikan mafaat berupa peredaran darah akanlancar dan meningkatkan jumlah volume darah. Selain itu 20% darah terdapat di otak, sehingga akan terjadi proses indorfin hingga terbentuk hormon norepinefrin yang dapat menimbulkan rasa gembira, rasa sakit hilang, adiksi (kecanduan gerak) dan menghilangkan depresi. Dengan mengikuti senam lansia efek minimalnya adalah lansia merasa berbahagia, senantiasa bergembira, bisa tidur lebih nyenyak, pikiran tetap segar.
## SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN
1. Distribusi
Ferekuensi usia
responden paling banyak berada pada usia Elderly (60-74 Th) yaitu sebanyak 85,7% responden dan distribusi frekuensi jenis kelamin senam lansia yaitu paling banyak wanita yaitu berjumlah 45,7%.
2. Rata-rata tekanan darah sebelum senam lansia adalah 2.00 dengan standar deviasi 0.490.
3. Rata-rata tekanan darah setelah dilakukan senam lansia adalah 1.00 dengan standar deviasi 0.355.
4. Dari hasil uji bivariat dengan metode wilcoxon didapatkan nilai p value 0,000 (<0,05), hal ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan
tekanan darah sebelum dilakukan senam lansia dengan tekanan darah setelah dilakukan senam lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
Wargatama Ogan ilir tahun 2016.
## SARAN
Diharapkan pada pihak panti sosial tresna werdha wargatama untuk diprogramkan senam lansia secara rutin bagi penghuni panti agar kesehatan penhuni panti dapat terjada serta manfaat lainnya dapat menstabilkan tekanan darah bagi penghuni panti dengan hipertensi.Diharapkan Institusi pendidikan dapat menambahkan referensi diperpustakaan tentang senam lansia ataupun tentang terapi non farmakilogis bagi pasien hipertensi da diharapkan agar dapat dilakukan senam lansia untuk masyarakat sekitar STIK secara rutin.dandiharapkanBagi peneliti selanjutnya agar dapat melanjutkan penelitian tentang penurunan tekanan darah dengan cara yang berbeda misalnya :
1. Pengaruh terapi bekam terhadap penurunan tekanan darah
2. Pengaruh metode control stress terhadap tekanan darah
3. Pengaruh jogging terhadap tekanan darah
4. Pengaruh senam jantung sehat terhadap tekanan darah
5. Dll.
## DAFTAR PUSTAKA
1. Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011. KeperawatanLanjut Usia. Edisi pertama. Graha Ilmu: Yogyakarta
2. Damayati, 2014 Data penderita
hipertensi di indonesia.
http://health.kompas.com/read/2013/ 04/05/1
404008/Penderita.Hipertensi.Terus. Meningk at . diakses pada tanggal 10 Januari 2016 pukul 12.00wib .
3. Debby, Christy Sinaga, Penelitian gambaran tingkat pengetahuan tentang hipertensi pada masyarakat yangmerokok di rw 01 kelurahan pondok cina, beji, depok tahun 2012. Http:www.digital_20311960-543434- debychristysinaga.pdf (secured). Diakses pada tanggal 28 Januari
2016 pukul 10.00 wib.
4. Fendi. 2012. Jurnal penelitian
dengan judul efektifitas senam lansia terhadap perubahan tekanan darah pada lansia yang menderita hipertensi di Panti Tresna Werdha Budhi Luhur. https://www.scribd.com. Diakses pada tanggal 25 januari 2016 pukul 11.30 wib.
## 5. Haryono dan Setianingsih. 2013.
Awas Musuh-Musuh Anda setelah Usia 40 Tahun. Gosyen Publishing;Yogyakarta.
6. Irmawati, Lilian. 2013. Jurnal penelitian dengan judul pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. https:/www.myscienework.com. Diakses pada tanggal 28 januari 2016 pukul 11.00 wib.
7. Ismuningsih. 2013. Pengaruh Konsumsi Lemak terhadap tekanan Darah Penderita Hipertensi Rawat Jalan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta. Journal.mercubaktijaya.ac.id.
Diakses pada tanggal 28 februari 2016 pukul 08.00 wib.
8. Isesreni. 2011. pengaruh senam lansia terhadap penurunan tekanan darah pada lansia Hipertensi di RW II, RW XIV, dan RW XXI Kelurahan
Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang. Volume 5 no 28, Digilib.stikeskusumahusada.ac.id.
Diakses pada tanggal 3 Maret 2016.
9. Muttaqin. Arif, dkk. 2009. Buku Ajar
Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persyarafan.
Salemba Medika:Jakarta.
10. Moniaga. 2013. pengaruh senam bugar lansia terhadap tekanan darah penderita hipertensi di BPLU Senja cerah Paniki Bawah. Jurnal e- Biomedik (eBM) volume I, Nomor 2 Juli 2013. Halaman 785-789. Diakses pada tanggal 28 februari 2016 pukul 10.00 wib . 11. Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik.
Edisi 3 EGC: Jakarta.
12. Pudiastuti,2013. Penyakit- PenyakitMematikan .Nuha Medika: Yogyakarta.
13. Profil Dinas Kesehatan Kota Ogan ilir tahun 2016
14. Profil Dinas Kesehatan Sumatera Selatan tahun 2013
15. Sibagariang, dkk.2010. Buku Saku metodologi Penelitian
untuk Mahasiswa Diploma Kesehatan .CV Trans Info Media: Jakarta. 16. Sujarweni V. 2014. Metodolog Penelitian Keperawatan . Gava
Media: Yogyakarta. 17. Supardi dan Rustika. 2013. Buku Ajar Metodologi Riset Keperawatan .CV Trans Info Media;
Jakarta
18. Sinaga, puspita kumbang. 2012
Data WHO penderita hipertensi. Gava Media: Yogyakarta
19. Tiara dan Mulyadi2013. Penelitian dengan judul pengaruh senam lansia terhadap penurunan tekanan darah pada lansia. Volume 10.
Jurnal STIK Bina Husada Ogan ilir,
pada bulan agustus 2013.
20. Udjianti, Wajan Juni.
2011. Keperawatan Kardiovaskuler .
Cetakan kedua, Salemba Medika:
Jakarta.
21. Widyanto, dan Triwibowo. 2013.
Trend Disease Trend Penyakit Saat
ini. Trans Info Media: Jakarta.
22. Wijaya, Andra Yessie. 2013. 23. KMB I Keperawatal Medikal Bedah (Keperawat Dewasa) . Cetakan I. Nuha
Medika: Yogyakarta
|
ec98cd12-83a1-47e3-a492-88a15501c587 | https://ejurnal.seminar-id.com/index.php/josh/article/download/5620/2900 |
## Journal of Information System Research (JOSH)
## Analisis Sentimen Pengguna Terhadap Layanan Aplikasi Seabank Indonesia di Instagram Menggunakan Metode Support Vector Machine
Muhammad Sunni Arrafiq * , Rakhmat Kurniawan
Fakultas Sains dan Teknologi, Program Studi Ilmu Komputer, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Deli Serdang Jl. Lap. Golf No.120, Kp. Tengah, Kec. Pancur Batu, Kode pos : 20353, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Indonesia Email: 1,* muhammadsunniarrafiq@gmail.com, 2 rakhmat.kr@uinsu.ac.id 2 Email Penulis Korespondensi: muhammadsunniarrafiq@gmail.com Submitted: 17/07/2024; Accepted: 29/07/2024; Published: 31/07/2024
Abstrak −Berbagai aspek kehidupan telah berubah secara signifikan oleh kemajuan teknologi yang pesat; ini termasuk industri perbankan, yang telah mengembangkan layanan perbankan digital. SeaBank adalah aplikasi perbankan digital yang memungkinkan kita untuk melakukan banyak hal tentang uang kita, mulai dari menabung hingga melakukan transaksi online dengan ponsel kita kapan pun dan di mana pun. Dengan menggunakan metode Support Vector Machine (SVM) untuk mengklasifikasikan komentar pengguna di akun Instagram SeaBank Indonesia menjadi komentar positif dan negatif, penelitian ini bertujuan untuk menemukan cara analisis untuk meningkatkan kualitas layanan dan kepuasan pelanggan melalui sentimen ini . Data diproses dalam beberapa tahap, seperti cleaning, normalisasi, tokenisasi, penghapusan stopword, dan stemming. Kemudian algoritma SVM digunakan untuk mengklasifikasikan sentimen. Algoritma kinerja ini diukur dengan metrik seperti akurasi, presisi, recall, dan skor F1. Hasil analisis dari 1201 data komentar menunjukkan bahwa 536 data positif dan 665 data negatif . Metode Support Vector Machine menunjukkan akurasi sebesar 89%, presisi sebesar 93%, recall sebesar 83%, dan fl- score sebesar 88%.
Kata Kunci: Analisis Sentimen;Support Vector Machine;Perbankan Digital;SeaBank Indonesia, Instagram
Abstract −Various aspects of life have been significantly changed by rapid technological advances; this includes the banking industry, which has developed digital banking services. SeaBank is a digital banking application that allows us to do many things with our money, from saving to making online transactions with our mobile phones anytime and anywhere. By using the Support Vector Machine (SVM) method to classify user comments on the SeaBank Indonesia Instagram account into positive and negative comments, this research aims to find analytical ways to improve service quality and customer satisfaction through this sentiment. Data is processed in several stages, such as cleaning, normalization, tokenization, stopword removal, and stemming. Then the SVM algorithm is used to classify sentiment. These performance algorithms are measured by metrics such as accuracy, precision, recall, and F1 score. The results of the analysis of 1201 comment data show that 536 data are positive and 665 data are negative. The Support Vector Machine method shows an accuracy of 89%, precision of 93%, recall of 83%, and fl-score of 88%.
Keywords : Sentiment Analysis; Support Vector Machine; Digital Banking; SeaBank Indonesia; Instagram
## 1. PENDAHULUAN
Kemajuan teknologi telah mengubah berbagai aspek kehidupan secara signifikan, termasuk industri perbankan, membuat perbankan lebih praktis dan efisien, yang mengarah pada inovasi layanan perbankan digital [1]. Media sosial merupakan platform internet yang digunakan oleh masyarakat biasanya untuk berbagi informasi, partisipasi, dan konten. Instagram merupakan salah satu media sosial terpopuler dari banyak yang ada di Indonesia [2]. Kemudahan dalam menggunakan Instagram contohnya, pemanfaatan media sosial instagram sebagai media promosi merupakan realita yang terjadi pada saat ini [3]. Disini kita dapat berkeluh kesah kepada siapapun termasuk ditujukan ke perusahaan yang dinilai masih kurang baik dalam pemberian kualitas pelayanan. Dalam memenuhi kebutuhan pelayanan, sekelompok orang ataupun organisasi biasa melakukan aktivitas pelayanan baik dengan cara langsung maupun tidak langsung, dan memberikan layanan berkualitas yang berpengaruh dalam menjaga pelanggan dalam jangka waktu yang panjang dan membuat pengguna selalu bertahan dengan diberikan layanan yang baik. Dari hasil survei yang dilakukan oleh We Are Social per April 2021 lalu, didapatkan pengguna internet di Indonesia telah menggunakan layanan e-commerce dalam membeli sejumlah produk dan melakukan transaksi uang secara online mencapai 88,1% dari pengguna internet yang ada di Indonesia. Yang mana transaksi online ini sangat banyak yang menggunakan, salah satunya dengan memanfaatkan dompet digital sebagai media dalam bertransaksi [4].
PT Bank Seabank Indonesia merupakan lembaga keuangan digital milik Sea Group perusahaan induk situs e-commerce Shopee, dan penerbit game online Garena. SeaBank merupakan aplikasi perbankan digital yang dapat membantu kita dalam melakukan aktivitas finansial, mulai dari menabung hingga bertransaksi online, dapat dilakukan melalui handphone kapan pun dan di mana pun. Adanya aplikasi SeaBank perlu dilakukan identifikasi masalah untuk mengetahui seberapa puas pengguna terhadap aplikasi SeaBank [5]. Aplikasi bank digital ini cukup populer karena memiliki keterikatan (terafiliasi) dengan Shopee [6]. Namun, beberapa pengguna juga banyak mengeluhkan mengenai kerugian yang dialami karena menggunakan Bank Digital Seabank ini. Bicara mengenai layanan aplikasi, biasanya tidak jauh dengan yang namanya internet. Internet selalu digunakan untuk apa saja, salah satunya untuk bertransaksi online. Berbagai masalah muncul bisa jadi disebabkan oleh kendala jaringan yang
## Journal of Information System Research (JOSH)
dialami para pengguna yang menyebabkan terjadinya masalah pada saat melakukan transaksi online. Tentu, perbedaan masalah yang dialami para pengguna, diakibatkan oleh kendala jaringan, perangkat yang tidak mendukung, ataupun bug dari aplikasi Seabank itu sendiri. Seperti contoh kasus baru baru ini, ketika salah satu pengguna platform tiktok atas nama Marliana Afrika mengeluhkan kejadian yang dialami nya, kejadian yang dialami nya ialah pada saat proses transaksi dengan menggunakan Qris sebesar 3,6 juta rupiah, transaksi sudah berhasil dan saldo juga kepotong namun pada mutasi penerima tidak ada transaksi yang masuk. Dan juga beberapa pengguna banyak yang mengalami hal yang serupa yaitu transaksi yang nyangkut. Maka dari itu dibutuhkan analisis sentimen pendapat para pengguna mengenai layanan Bank Digital SeaBank untuk meningkatkan kualitas pelayanannya.
Analisis sentimen ialah cara untuk mendapatkan data dari berbagai macam platform yang tersedia di internet. Ini berfokus pada analisis dan pemahaman emosi dari review teks dengan bertujuan untuk prediksi, analisis suasana publik, suasana hati, dan gambaran perasaan para netizen secara otomatis dalam suatu situasi [7]. Fokus topik tertentu mengacu pada kata-kata tentang topik tertentu yang mungkin tidak sama dengan kata-kata yang sama tentang topik lain. Oleh karena itu, beberapa penelitian dimulai dengan menentukan elemen produk yang dibahas sebelum melakukan analisis sentiment [8]. Tujuan dari analisis sentimen tersebut ialah, sangat mungkin untuk menyelesaikan masalah yang muncul dari opini publik tentang kebijakan perusahaan Seabank dalam memberikan layanan kepada pelanggannya, baik yang mendukung maupun yang menentang kebijakan tersebut. Beberapa aplikasi atau platform yang mendukung analisis teks biasanya melakukan analisis ini secara otomatis [9]
Text mining adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan informasi interaksi dengan dokumen dari waktu ke waktu dengan menggunakan metode analisis [10].
Salah satu metode dalam mengklasifikasikan data opini yaitu dengan menggunakan metode Support Vector Machine (SVM). Karena SVM merupakan suatu teknik yang masih terhitung baru dalam melakukan prediksi, baik dalam melakukan kasus klasifikasi maupun regresi. Metode ini menggunakan pembelajaran terbimbing yang dapat menganalisis data dan dalam mengenali pola, digunakan pada klasifikasi komentar pengguna di akun Instagram Seabank.
Veraniazzahra, dkk (2023) pada penelitian berjudul “Pengaruh Perceived Usefulness, Perceived Credibility, dan Features Terhadap Minat Menggunakan Bank Digital SeaBank di Jabodetabek” Metode kuantitatif digunakan untuk menguji hipotesis melalui survei. Untuk melakukan survei ini, teknik purposive sampling digunakan untuk mengirimkan kuesioner ke seratus pengguna bank digital SeaBank. Hasilnya menunjukkan bahwa persepsi manfaat dan kredibilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat dalam menggunakan. Namun, fitur tidak mempengaruhi minat dalam menggunakan. Secara bersamaan, ketiga faktor tersebut berdampak positif dan signifikan pada keinginan untuk menggunakan bank digital SeaBank [11].
Ali, dkk (2023) dalam penelitiannya yang berjudul “Sentimen Pengguna Aplikasi BRImo: Kinerja Algoritma Support Vector Machine, Naive Bayes, dan Adaboost” hasil penelitiannya menunjukkan bahwa algoritma SVM memberikan kinerja terbaik dalam mengklasifikasikan tanggapan masyarakat terhadap aplikasi BRImo, dengan tingkat accuracy sebesar 90,4%, precision 90,8%, recall 90%, dan nilai fl-score 90,3%. Sebagai perbandingan, menggunakan algoritma Adaboost memberikan nilai terendah dengan tingkat accuracy sebesar 87%, precision 87,2%, recall 86,8%, dan nilai F1-score 86,9% [12].
Mahendrajaya, dkk (2019) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Sentimen Pengguna Gopay Menggunakan Metode Lexicon Based Dan Support Vector Machine” untuk klasifikasinya dengan menggunakan metode Support Vector Machine (SVM). Data yang digunakan berupa opini tentang ulasan Go-Pay dari media sosial Twitter yang berjumlah 1210. Hasil dari pelabelan dengan Lexicon Based berjumlah 923 untuk positif dan 287 untuk negatif. Sedangkan klasifikasi metode SVM menggunakan kernel Linear menghasilkan 89,17% dan 84,38% untuk kernel Polynomial [4].
Lisa, dkk (2023) pada penelitian berjudul “Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Loyalitas Nasabah Dengan Mediasi Kepuasan Nasabah Pada Pt Bank Seabank Indonesia” Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa promosi tidak memengaruhi kepuasan pelanggan. Sebaliknya, kualitas layanan dan citra merek memengaruhi loyalitas pelanggan melalui kepuasan pelanggan [13].
Safryda, dkk (2022) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Sentimen Ulasan Aplikasi Pospay dengan Algoritma Support Vector Machine” Hasil dari penelitian ini adalah model dengan accuracy 95%, precision 91%, recall 100%, dan 95% fl-score . Didapat pula informasi bahwa sentimen Pospay pengguna aplikasi di Google Play Store cenderung positif (54,1%) tidak jauh dari persentase sentimen negatif (45,9%) [14].
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan data analisis sentimen berupa komentar pengguna terhadap layanan aplikasi SeaBank Indonesia melalui Instagram, kemudian mengetahui tingkat akurasi menggunakan metode Support Vector Machine pada komentar pengguna aplikasi SeaBank Indonesia dan menguji kembali faktor yang mempengaruhi loyalitas pengguna bank digital, khususnya pengguna SeaBank Indonesia. Penelitian ini diharapkan akan dapat berguna dan memberikan banyak manfaat bagi para pembaca dan juga untuk perusahaan terkait.
## Journal of Information System Research (JOSH)
Volume 5, No. 4, Juli 2024, pp 1280−1291 ISSN 2686-228X (media online) https://ejurnal.seminar-id.com/index.php/josh/ DOI 10.47065/josh.v5i4.5620
## 2. METODOLOGI PENELITIAN
## 2.1 Tahapan Penelitian
Berikut merupakan tahapan dari penelitian yang dilakukan terdapat pada gambar 1.
Gambar 1 . Kerangka Penelitian
Tahapan perencanaan ini merupakan tahap penelitian yang dilakukan pada awal sekali. Berdasarkan penelitian yang dilakukan nanti, dengan tujuan untuk menganalisis pendapat para pengguna Instagram terhadap layanan aplikasi Seabank Indonesia, khususnya dalam hal sentimen yang terpancar. Metode yang diterapkan adalah Support Vector Machine (SVM), suatu algoritma pembelajaran mesin yang terbukti efektif dalam mengklasifikasikan teks. Ini sesuai dengan data preprocessning, pengujian algoritma dan penarikan Kesimpulan berdasarkan hasil yang didapat.
## 2.2 Alur Kerangka Penelitian
Pada bagian pengumpulan data, digunakan dengan 2 cara yaitu field research dan library research. Dimana field research merupakan penelitian yang dilakukan dengan melakukan observasi atau pengumpulan data secara langsung dari sumbernya di lapangan. Data yang didapatkan merupakan data yang diambil dari komentar pengguna Instagram pada postingan akun SeaBank Indonesia. Data tersebut dikumpulkan mulai dari bulan Maret 2023 sampai bulan Maret 2024, data komentar diambil dengan menggunakan ekstensi google chrome dengan nama IGCommentsExport.
Library research ialah proses penelitian yang dilakukan dengan menggunakan sumber informasi yang tersedia di perpustakaan atau lembaga dokumentasi lainnya. Dengan melibatkan pencarian dan analisis terhadap berbagai referensi seperti buku, jurnal, artikel, dan skripsi ataupun dari penelitian terdahulu.
Setelah mendapatkan dataset, maka selanjutnya dilakukan perancangan. Sistem ini akan menggunakan analisis sentimen untuk mengklasifikasikan sentimen pengguna terhadap layanan aplikasi SeaBank dengan menggunakan metode Support Vector Machine seperti dalam flowchart berikut ini:
## Gambar 2. Flowchart Penelitian
## 2.3 Support Vector Machine
Pada penelitian analisis sentimen ini akan dilakukan dengan metode Support Vector Machine dan melakukan pembobotan kata dengan TF-IDF. Rumus matematis pembobotan TF-IDF adalah sebagai berikut:
TF – IDF = TF(t, d) × IDF(t)
(1)
## Journal of Information System Research (JOSH)
Volume 5, No. 4, Juli 2024, pp 1280−1291 ISSN 2686-228X (media online) https://ejurnal.seminar-id.com/index.php/josh/ DOI 10.47065/josh.v5i4.5620
IDF(t) = log( N/df(t))
(2)
Keterangan : TF(t,d) = frekuensi munculnya term t pada dokumen d. N = jumlah kumpulan dokumen df(t) = jumlah dokumen yang mengandung term t.
SVM memisahkan kelas menggunakan hyperplane dengan jarak margin maksimum. Dengan fungsi kernel, SVM dapat menerapkan pemisahan linear pada input data nonlinear yang besar. Kernel linear, RBF, dan polynomial adalah kernel yang paling umum digunakan dalam SVM. Parameter kernel memengaruhi kinerjanya [14]. Persamaan Support Vector Machine sebagai berikut:
f(x) = w. x + b (3) f(x) = ∑ = 1 aiyiK(x, xi) + b i m (4) Keterangan: 𝑤 = parameter hyperplane yang dicari (garis yang tegak lurus antara garis hyperplane dan titik support vector) 𝑥 = titik data masukan Support Vector Machine
𝑎𝑖
= nilai bobot setiap titik data 𝐾 ( 𝑥 , 𝑥𝑖 ) = fungsi kernel 𝑏 = parameter hyperplane yang dicari (nilai bias)
Dalam beberapa kasus, data tidak dapat diklasifikasi dengan memakai metode SVM linier, sehingga digunakan metode SVM non-linier. Pada metode SVM non-linier terdapat beberapa fungsi kernel. Berikut adalah persamaan fungsi kernel yaitu Kernel linear merupakan salah satu kernel yang sangat cocok digunakan pada data yang sudah dinormalisasi. Berikut persamaan dari fungsi linear.
K(x, y) = x, y (5)
Splitting data merupakan teknik yang digunakan untuk mempartisi seberapa baik kinerja model klasifikasi pada algoritma pembelajaran mesin. Splitting data merupakan teknik validasi yang membagi data menjadi dua bagian secara acak, yaitu sebagai data train dan sebagian lain sebagai data test. Data train ialah data yang akan dipakai dalam melakukan pembelajaran, sedangkan data test ialah data yang belum pernah dipakai sebagai pembelajaran yang fungsinya sebagai data pengujian kebenaran atau keakurasian dari hasil pembelajaran [15].
Setelah data dianalisis dan diklasifikasikan dengan menggunakan metode Support Vector Machine, maka tahapan selanjutnya ialah dengan melakukan penarikan kesimpulan yang akan menghasilkan persentase nilai accuracy, recall, precission, f-1 score dari sentimen positif dan negatif.
## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dataset akan melalui proses seperti preprocessing, pembobotan kata (term), pembagian data antara data latih dan data uji, dan terakhir klasifikasi. Tahap preprocessing digunakan untuk menghilangkan data yang tidak diperlukan. Setelah preprocessing, data akan dilabelkan ke dalam dua kelas, yaitu positif dan negatif, menggunakan skor sentimen. Penelitian ini menggunakan algoritma Support Vector Machine untuk klasifikasi untuk kinerja sistem klasifikasi opini terhadap data uji . Confusion Matrix akan menunjukkan tingkat akurasi yang diperoleh Support Vector Machine, yang menunjukkan tingkat akurasi algoritma dengan kinerja yang lebih baik.
## 3.1 Hasil
Pada tahapan ini akan dilakukan mulai dari proses pengumpulan data, hingga proses klasifikasi dengan menggunakan metode Support Vector Machine.
a. Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini ialah komentar para pengguna aplikasi seabank di postingan media sosial Instagram. Proses pengumpulan dataset dilakukan menggunakan teknik scrapping dengan memanfaatkan ekstensi google chrome bernama IGCommentsExport. Data inputan berupa username Instagram diambil menggunakan instagram profile scrapers [16]. Data yang berhasil dikumpulkan kemudian di download dengan menggunakan format .csv.
Hasil awal pada scrapping data yang diperoleh adalah 1380 komentar, dari postingan dengan periode 1 tahun. Namun, setelah melakukan proses penyaringan untuk menghapus data yang tidak berguna atau data yang tidak bersifat sentimen, maka data yang akan diolah hanya 1201 komentar.
## 3.2 Pre-Processing Data
Setelah data disimpan dalam bentuk csv, selanjutnya akan dilakukan tahap preprocessing data yaitu dilakukan dengan mengolah data tidak terstruktur menjadi data yang lebih terstruktur agar tidak menyebabkan berkurangnya tingkat akurasi pada hasil analisis. Adapun tahapan preprocessing yaitu (menghapus tanda baca), case folding
## Journal of Information System Research (JOSH)
(mengubah semua huruf menjadi lowercase), normalisasi (mengubah kata tidak baku menjadi baku), tokenizing (memisahkan sebuah kalimat menjadi beberapa potongan kata), stopword removal, dan stemming (mengubah kata imbuhan menjadi kata dasar).
1. Cleaning
Pada tahapan ini tujuannya untuk menghilangkan karakter yang tidak diperlukan pada data komentar seperti tanda baca, numeric, url, username, mention, dan juga hastag. Hasil dari proses cleaning tertera pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Data Sebelum dan Sesudah Melewati Tahap Cleaning
Data Komentar Hasil Cleaning
GAK JELAS BGT BANK LUUU !! UANG ORANG DIMAKAN, UDAH LAPORAN DARI DESEMBER
BOSSS SAMPE SEKARANG GAK ADA
PENYELESAIAN. 3 HARI APA 3 ABAD!!!?
@ojkindonesia tolong dong ditindaklanjuti bank sprti
ini GAK JELAS BGT BANK LUUU UANG ORANG DIMAKAN UDAH LAPORAN DARI DESEMBER BOSSS SAMPE SEKARANG GAK ADA PENYELESAIAN HARI APA ABAD
tolong dong ditindaklanjuti bank sprti ini
2. Case Folding
Tahapan Case Folding dilakukan untuk mengkonversi atau mengubah huruf seluruh ke huruf kecil (lower case) pada semua data yang ada dalam dokumen. Pada Tabel 2 berikut ini terdapat hasil dari proses Case Folding yang telah diterapkan pada data tersebut.
Tabel 2. Data Hasil Dari Tahap Case Folding
Hasil Cleaning
Hasil Case Folding
GAK JELAS BGT BANK LUUU UANG ORANG
DIMAKAN UDAH LAPORAN DARI DESEMBER BOSSS SAMPE SEKARANG GAK ADA PENYELESAIAN
HARI APA ABAD tolong dong ditindaklanjuti bank sprti
ini gak jelas bgt bank luuu uang orang dimakan udah laporan dari desember bosss sampe sekarang gak ada penyelesaian hari apa abad tolong dong ditindaklanjuti bank sprti ini
3. Normalization
Tahap normalisasi dilakukan guna memperbaiki kata yang disingkat, tidak lengkap atau tidak baku ke dalam kata yang memiliki arti yang sama berdasarkan KBBI agar menjadi informasi yang dapat diproses dengan mudah. Pada Tabel 3 berikut ini terdapat hasil normalisasi yang telah diterapkan pada data.
Tabel 3. Data Hasil Normalization
Hasil Case Folding Normalization gak jelas bgt bank luuu uang orang dimakan udah laporan dari desember bosss sampe sekarang gak ada penyelesaian hari apa abad tolong dong ditindaklanjuti bank sprti ini enggak jelas banget bank luuu uang orang dimakan sudah laporan dari desember bosss sampai sekarang enggak ada penyelesaian hari apa abad tolong dong ditindaklanjuti bank seperti ini
4. Tokenizing
Tokenizing adalah proses membagi teks menjadi kata kata, dengan menggunakan spasi sebagai pemisah, yang tujuannya membuat setiap kata dapat berdiri sendiri, tidak terkait pada kata lain [17]. Hasil tokenisasi tertera pada Tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Data Hasil Tokenizing Normalization Tokenize alhamdulillah sejauh ini masih aman pakai seabank mantap banget tranfer mudah gratis admin ['alhamdulillah', 'sejauh', 'ini', 'masih', 'aman', 'pakai', 'seabank', 'mantap', 'banget', 'tranfer', 'mudah', 'gratis', 'admin']
5. Stopword/Filtering Removal
Pada tahapan ini bertujuan untuk menghapus kata-kata yang tidak relevan dari kumpulan data dengan menggunakan algoritma stoplist atau stopword dalam pustaka sastrawi [18]. Pada Tabel 5 berikut ini terdapat hasil dari proses penghilangan stopword atau filtering pada data.
Tabel 5. Data Hasil Filtering/Stopword Removal
Tokenize Filtering/Stopword Removal ['alhamdulillah', 'sejauh', 'ini', 'masih', 'aman', 'pakai', 'seabank', 'mantap', 'banget', 'tranfer', 'mudah', 'gratis', 'admin'] ['banget', 'bank', 'luuu', 'uang', 'orang', 'dimakan', 'laporan', 'desember', 'bosss', 'penyelesaian', 'abad', 'tolong', 'ditindaklanjuti', 'bank']
## Journal of Information System Research (JOSH)
6. Stemming
Tahapan stemming dilakukan guna menghapus seluruh imbuhan pada kata yang terdapat pada dokumen seperti awalan, akhiran, dan penjamakkan kata yang dalam Bahasa Inggris contohnya - ing, -ed, -ment dan juga lainnya [19]. Pada Tabel 6 berikut ini tercantum hasil stemming yang telah dilakukan pada data tersebut.
Tabel 6. Data Hasil Stemming Filtering/Stopword Removal Stemming ['banget', 'bank', 'luuu', 'uang', 'orang', 'dimakan', 'laporan', 'desember', 'bosss', 'penyelesaian', 'abad', 'tolong', 'ditindaklanjuti', 'bank'] banget bank luuu uang orang makan lapor desember bosss selesai abad tolong ditindaklanjuti bank
## 3.3 Pelabelan Data
Pada tahap pelabelan data merupakan proses mengidentifikasi dan menandai sampel data yang biasa digunakan dalam konteks pelatihan model machine learning. Pelabelan pada dataset akan dibagi menjadi dua kelas yaitu positif dan negatif. Pelabelan dilakukan secara manual, untuk komentar yang memiliki sentimen negatif, akan diberikan label negatif, begitu juga sebaliknya jika komentar positif, maka akan diberikan label positif ke data yang telah didapatkan. Tahapan pelabelan data ini penting untuk memberikan dasar untuk analisis sentimen yang akan dilakukan pada langkah-langkah berikutnya [20]. Hasil pelabelan data dalam bentuk diagram ditampilkan pada Gambar 3.
## Gambar 3. Pelabelan
## 3.4 Pembobotan TF-IDF
Setelah tahap pelabelan dan preprocessing, maka selanjutnya ialah tahapan pembobotan TF-IDF (Term Frequency- Inverse Document Frequency) dilakukan. Pada tahap ini, teknik yang digunakan untuk menghitung pembobotan kata (term) yang ada di dalam data dokumen, setiap kata kemudian dikalikan idf. Perhitungan nilai TF dan DF dari 5 data latih dan data uji disajikan di sini. Untuk sampel data latih terdapat pada Tabel 7.
Tabel 7. Sampel Data Latih
Sentimen Latih Kelas 'nabung' 'untung' 'transfer' 'bebas' 'admin' Positif 'aman' 'banget' 'seabank' Positif 'nabung' 'bikin' 'rumah' Positif 'suruh' 'kerja' 'kayak' 'maling' 'bank' Negatif 'kali' 'panik' 'butuh' 'uang' 'cepat' Negatif
Untuk sampel data test ditunjukkan pada Tabel 8 seperti berikut.
Tabel 8. Sampel Data Uji
Sentimen Uji ['alah', 'orang', 'bolot', 'admin', 'rusak'] ['gratis', 'biaya', 'admin']
Pada tahap pembobotan TF-IDF, cari terlebih dahulu nilai DF pada data latih. Nilai DF tertera pada Tabel 9 berikut ini .
Tabel 9. Nilai DF dari Data Latih Kata (Term) TF DF D1 D2 D3 D4 D5 Nabung 1 0 1 0 0 2 Untung 1 0 0 0 0 1
….
…. …. …. …. …. ….
## Journal of Information System Research (JOSH)
Volume 5, No. 4, Juli 2024, pp 1280−1291 ISSN 2686-228X (media online) https://ejurnal.seminar-id.com/index.php/josh/ DOI 10.47065/josh.v5i4.5620
Kata (Term) TF DF D1 D2 D3 D4 D5 Cepat 0 0 0 0
1 1
Setelah nilai TF (Term Frequency) didapat, selanjutnya ialah mencari nilai IDF. Berikut ini rumus untuk menentukan nilau IDF pada setiap kata : a. Berikut adalah cara perhitungan nilai IDF dari term ke-1: Diketahui, d = 5 dan df = 2 Penyelesaian:
𝐼𝐷𝐹 = 𝑙𝑛 ( 𝐷+1 𝑑𝑓(𝑁𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔)+1 ) + 1 (6)
𝐼𝐷𝐹 = 𝑙𝑛 ( 5+1 2+1 ) + 1 IDF = 𝑙𝑛(2) + 1 IDF = 1,693 Hasil nilai IDF tertera pada Tabel 10 berikut ini.
Tabel 10. Nilai IDF Dari Data Latih Kata (Term) DF IDF Nabung 2 1,693 Untung 1 2.099 … … … Cepat 1 2.099
Setelah nilai TF dan IDF diperoleh selanjutnya ialah menghitung nilai TF-IDF nya. Nilai TF-IDF data latih tertera pada Tabel 11.
𝑊 = 𝑇𝐹 × 𝐼𝐷𝐹 (7) Tabel 11. Nilai TF-IDF Dari Data Latih Kata (Term) TF D1 D2 D3 D4 D5 Nabung 1.693 0 1.693 0 0 Untung 2.099 0 0 0 0 … … … … … … Cepat 0 0 0 0 2.099
Selanjutnya nilai TF-IDF dilakukan langkah normalisasi untuk menyamakan interval pada setiap data, berikut persamaan yang digunakan untuk menormalisasi data ialah:
𝑊 𝑛𝑜𝑟𝑚 (𝑛𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔) = 𝑇𝐹(𝑛𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔) √𝛴𝑖(𝑇𝐹(𝑡,𝑑))2 (8)
Berikut adalah hasil perhitungan normalisasi data yang dilakukan. Hasil normalisasi data tertera pada Tabel 12 berikut ini.
Tabel 12. Normalisasi Data No. D1 D2 D3 D4 D5 1 0.179 0 0.179 0 0 2 0.221 0 0 0 0 3 0.221 0 0 0 0 … … … … … … 20 0 0 0 0 0.221
## 3.5 Klasifikasi Support Vector Machine
Setelah data dibersihkan dan disusun, langkah selanjutnya adalah melakukan klasifikasi dengan menggunakan algoritma Support Vector Machine. Tahap pertama proses klasifikasi adalah membagi data ke dalam data latih dan data uji. Data latih digunakan untuk mempelajari karakteristik dan perbedaan antara kelas positif dan negatif, dan data uji digunakan untuk menentukan persentase keberhasilan ketika mengklasifikasikan dengan benar.
a. Menghitung Kernel
Setelah klasifikasi yang dilakukan, jenis kernel yang digunakan ialah kernel linear karena data yang dimasukkan berupa data linear. Adapun persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai kernel linear. Setelah dilakukan perhitungan nilai TF-IDF dari tabel sebelumnya, dilakukan perbandingan menggunakan matriks AxA^T. Contoh perhitungan untuk kolom 1 baris 1.
## Journal of Information System Research (JOSH)
𝐾(𝑥, 𝑦) = (𝑡1𝑑1 ∗ 𝑡1𝑑1 + 𝑡1𝑑2 ∗ 𝑡1𝑑2 + 𝑡1𝑑3 ∗ 𝑡1𝑑3 + 𝑡1𝑑4 ∗ 𝑡1𝑑4 + 𝑡1𝑑 ∗ 𝑡1𝑑5 = (0.179 ∗ 0.179 + 0 ∗ 0 + 0.179 ∗ 0.179 + 0 ∗ 0 + 0 ∗ 0) = 0.064082
Hasil dari perhitungan kernel linear pada data sampel yang dimiliki. Hasil nilai kernel linear tertera pada Tabel 13 berikut ini.
Tabel 13. Perhitungan Kernel Linear NO 1 2 3 .. 18 19 20 1 0,064082 0,039559 0,039559 .. 0 0 0 2 0,039559 0,048841 0,048841 .. 0 0 0 3 0,039559 0,048841 0,048841 .. 0 0 0 ... ... ... ... .. ... ... ... 20 0 0 0 .. 0,05 0,0488 0,049
Setelah nilai kernel diketahui, langkah berikutnya ialah dengan melakukan perhitungan matrix Hessian. Sebelum melakukan perhitungan matrik Hessian akan ditetapkan beberapa parameter yang antara lain adalah αi, C, γ, λ dan iterasi maksimum.
b. Menghitung Matriks Hessian
Contoh perhitungan nilai matriks Hessian pada kolom 1 baris 1
𝐷 𝑖𝑗 = 𝑦 𝑖 𝑦 𝑗 (𝐾(𝑥 𝑖 , 𝑥 𝑗 ) + 𝜆 2 = 1 ∗ 1(0.064082) + 0.5 2 = 0.31408
Berikut hasil perhitungan matriks Hessian tertera pada Tabel 14 berikut.
Tabel 14. Hasil Perhitungan Matriks Hessian No. 1 2 3 .. 18 19 20 1 0,31408 0,28956 0,28956 .. -0,3 0,25 0,25 2 0,28956 0,29884 0,29884 .. -0,3 0,25 0,25 ... ... ... ... ... ... ... ... 20 0,25 0,25 0,25 .. -0,3 0,299 0,3
c. Sequential Training SVM
Langkah berikutnya setelah melakukan perhitungan nilai matriks Hessian ialah melakukan perhitungan sequential training menggunakan persamaaan berikut. Contoh perhitungan pada kolom 1 baris 1
𝐸 𝑖 ∑ 𝛼 𝑗 𝐷 𝑖𝑗 𝑛 𝑗=1 = 0 ∗ 0.31408 = 0
Perhitungan awal, iterasi mulai dari iterasi 0. Karena nilai α awal masih bernilai 0. Maka hasil perhitungan sequential training adalah sebagaimana telah ditampilkan di Tabel 15 berikut ini.
Tabel 15. Sequential Training Iterasi 0
No. 𝑬 𝒊 1 0 2 0 … … 20 0
Langkah berikutnya ialah dengan melakukan perhitungan δα untuk mendapatkan nilai α. Persamaan untuk mendapatkan δα pada iterasi ke-0. Contoh perhitungan pada data pertama
𝛿𝛼 𝑖 = 𝑚𝑖𝑛{𝑚𝑎𝑥[𝛾(1 − 𝐸 𝑖 , −𝛼 𝑖 ], 𝐶 − 𝛼 𝑖 } = 𝑚𝑖𝑛{𝑚𝑎𝑥[0.1(1 − 0, −0],1 − 0} = 𝑚𝑖𝑛{0.1,1} = 0.1
Selanjutnya, dari nilai yang diperoleh, dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai αi. Hasil nilai α tertera pada Tabel 16 berikut ini.
Tabel 16. Hasil Perhitungan 𝜹𝜶 𝒊
No. 𝜹𝜶 𝒊 1 0.1 2 0.1 … … 20 0.1
Dari hasil δα yang telah didapat, maka dilakukan perhitungan untuk nilai α_i dengan persamaan berikut.
𝛼 𝑖 = 𝛼 𝑖 + 𝛿𝛼 𝑖 = 0 + 0.1 = 0.1
## Journal of Information System Research (JOSH)
Ulangi setiap proses dari sequential training sampai dengan iterasi maksimum, iterasi maksimum nya ialah 2, oleh karena itu ulangi prosesnya sampai dengan 2 kali iterasi untuk mendapat nilai 𝛼 𝑖 yang diperlukan untuk mencari support vector. Berikut ini pada Tabel 17 untuk menampilkan hasil perhitungan 𝛼 𝑖 pada iterasi ke-2.
Tabel 17. Nilai Alpa Iterasi Maksimal No. α2 1 0,079287 2 0,079886 ... ... 20 0,081121
Setelah melewati proses perhitungan sebelumnya, maka dilakukan perhitungan untuk mencari support vector dari masing-masing dokumen. Dari nilai 𝛼 𝑖 terbaru, diambil dari nilai terbesar pada masing-masing kelasnya. Hasil Penentuan Support Vector tertera pada Tabel 18 berikut ini.
Tabel 18. Penentuan Support Vector D1 D2 D3 D4 D5 α2 Kelas 1 0,179 0 0,179 0 0 0,079287 1 2 0,221 0 0 0 0 0,079886 1 ... ... ... ... ... ... ... ... 20 0 0 0 0 0,221 0,081121 1
Langkah selanjutnya ialah menghitung fungsi kernel dari masing-masing kelas dengan menggunakan nilai α tertinggi dari setiap kelas. Perhitungan manual untuk 𝐾(𝑥𝑖. 𝑥 + ) didapat berdasarkan nilai terbesar dari kelas positif yaitu 0,081121. sedangkan nilai 𝐾(𝑥𝑖. 𝑥 − ) didapat berdasarkan nilai terbesar yaitu 0,118879. Berdasarkan nilai tersebut dilihat dari matriks hessian kolom ke 15 dan 17. Maka akan diperoleh nilai kernel dari setiap kelas sebagai berikut:
𝐾(𝑥𝑖. 𝑥 + ) = ∑ 𝛼 𝑖 𝑦 𝑖 𝐷 𝑖 (9)
= (0,079287 ∗ 1 ∗ 0,25) + (0,079886 ∗ 1 ∗ 0,25) + (0,079886 ∗ 1 ∗ 0,25) + (0,079886 ∗ 1 ∗ 0,25) + (0,079886 ∗ 1 ∗ 0,25) + (0,080681 ∗ 1 ∗ 0,25) + (0,080681 ∗ 1 ∗ 0,25) + (0,080681 ∗ 1 ∗ 0,25) + (0,080765 ∗ 1 ∗ 0,25) + (0,080765 ∗ 1 ∗ 0,25) + (0,116242 ∗ −1 ∗ −0,25) + (0,116242 ∗ −1 ∗ −0,25) + (0,116242 ∗ − 1 ∗ −0,25) + (0,116242 ∗ −1 ∗ −0,25) + (0,081121 ∗ 1 ∗ 0,298841) + (0,081121 ∗ 1 ∗ 0,298841) + (0,118879 ∗ −1 ∗ − 0,298841) + (0,118879 ∗ −1 ∗ −0,298841) + (0,081121 ∗ 1 ∗ 0,298841) + (0,081121 ∗ 1 ∗ 0,298841) = 0,484863962
𝐾(𝑥𝑖. 𝑥 − ) = ∑ 𝛼 𝑖 𝑦 𝑖 𝐷 𝑖 (10)
= (0,079287 ∗ 1 ∗ −0,25) + (0,079886 ∗ 1 ∗ −0,25) + (0,079886 ∗ 1 ∗ −0,25) + (0,079886 ∗ 1 ∗ −0,25)
+ (0,079886 ∗ 1 ∗ −0,25) + (0,080681 ∗ 1 ∗ −0,25) + (0,080681 ∗ 1 ∗ −0,25) + (0,080681 ∗ 1 ∗ −0,25) + (0,080765 ∗ 1 ∗ −0,25) + (0,080765 ∗ 1 ∗ −0,25) + (0,116242 ∗ −1 ∗ 0,25) + (0,116242 ∗ −1 ∗ 0,25) + (0,116242 ∗ − 1 ∗ 0,25)
+ (0,116242 ∗ −1 ∗ 0,25) + (0,081121 ∗ 1 ∗ −0,298841) + (0,081121 ∗ 1 ∗ −0,298841)
+ (0,118879 ∗ −1 ∗ 0,298841) + (0,118879 ∗ −1 ∗ 0,298841)
+ (0,081121 ∗ 1 ∗ −0,298841) + (0,081121 ∗ 1 ∗ −0,298841) = 0,484863962
Setelah nilai 𝐾(𝑥𝑖. 𝑥 + ) dan 𝐾(𝑥𝑖. 𝑥 − ) telah dihitung, selanjutnya ialah menghitung nilai bias pada persamaan dibawah ini. Maka di peroleh nilai b sebagai berikut :
𝑏 = 1 2 [𝑤. 𝑥 + + 𝑤. 𝑥 − ] = 1 2 [0,484863962 + (−0,48486396)] = 1 2 (0.000002) = 0.000001
Setelah mendapatkan nilai bias, masuk ke tahapan pengujian. Langkah pertamanya ialah melakukan perhitungan nilai TF-IDF dari seluruh data uji. Hasil nilai TF-IDF pada data uji tertera pada Tabel 19 berikut ini.
Tabel 19. Nilai TF-IDF Data Uji
No. Term TF DF IDF TF-IDF Norm 1 Alah 1 1 1.405 1.405 0.377 2 Orang 1 1 1.405 1.405 0.377 …. …. …. …. …. …. …. 7 biaya 1 1 1.405 1.405 0.377
## Journal of Information System Research (JOSH)
Volume 5, No. 4, Juli 2024, pp 1280−1291 ISSN 2686-228X (media online) https://ejurnal.seminar-id.com/index.php/josh/ DOI 10.47065/josh.v5i4.5620
Berikutnya dengan melakukan perhitungan kernel dari setiap data uji dengan data latih sebelumnya. Berikut hasil perhitungan kernel data latih terhadap data uji.
𝐾 (𝑥. 𝑦) = (𝑥1 ∗ 𝑦1) + (𝑥2 ∗ 𝑦2)+ . . +(𝑥5 ∗ 𝑦5) (11)
= (0.377 ∗ 0.179) + (0.377 ∗ 0) + (0.377 ∗ 0.179) + (0.377 ∗ 0) + (0.377 ∗ 0) = 0.135 Berikut adalah hasil penghitungan nilai kernel dari data train dan data test tertera pada Tabel 20.
Tabel 20. Hasil Perhitungan Kernel Data Latih Terhadap Data Uji
No. Alah Orang Bolot Admin Rusak Gratis Biaya 1 0,135 0,135 0,135 0,0959 0,135 0,135 0,135 2 0,083 0,083 0,0833 0,0592 0,083 0,0833 0,083 3 0,083 0,083 0,0833 0,0592 0,083 0,0833 0,083 ... ... ... ... ... ... ... ... 20 0,083 0,083 0,0833 0,0592 0,083 0,0833 0,083
Setelah mendapat nilai kernel, langkah berikutnya ialah menghitung nilai bobot data uji. Perhitungan bobot data uji dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut dan akan diperoleh hasilnya.
Nilai untuk baris 1 kolom 1 sebagai berikut
𝑤. 𝑥 = 𝛼 𝑖 𝑦 𝑖 𝐾(𝑥𝑖. 𝑥𝑗) (12)
= 0,079287 ∗ 1 ∗ 0.135 = 0.011
Hasil pembobotan nilai term data uji tertera pada Tabel 21.
Tabel 21. Pembobotan Term Pada Data Uji No. Alah Orang Bolot Admin Rusak Gratis Biaya 1 0,011 0,011 0,011 0,008 0,011 0,011 0,011 2 0,007 0,007 0,007 0,005 0,007 0,007 0,007 3 0,007 0,007 0,007 0,005 0,007 0,007 0,007 ... ... ... ... ... ... ... ... 20 0,007 0,007 0,007 0,005 0,007 0,007 0,007 Σ 0,042 0,042 0,042 0,013 0,042 0,042 0,042
Jumlah dari bobot data uji dipergunakan untuk mencari nilai dari fungsi f(x). Melalui hyperlane yang akan diperoleh maka data akan bernilai positif jika w.x + b =1 dan akan bernilai negatif jika w.x + b = -1
𝑓(𝑥) = 𝑤. 𝑥 + 𝑏 = ∑ 𝛼 𝑖 𝑦 𝑖 𝐾(𝑥𝑖. 𝑥𝑗) + 𝑏 (13) Data Uji 1 Alah orang bolot admin rusak = (0,042) + (0.042) + (0.042) + (0.013) + (0.042) + (0.00001) = 0.181001 𝐹𝑢𝑛𝑔𝑠𝑖 𝐾𝑙𝑎𝑠𝑖𝑓𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 = 𝑠𝑖𝑔𝑛(0.181001) = 1
Data Uji 2 Gratis biaya admin = (0.042) + (0.042) + (0.013) + (0.000001) = 0.097001 𝐹𝑢𝑛𝑔𝑠𝑖 𝐾𝑙𝑎𝑠𝑖𝑓𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 = 𝑠𝑖𝑔𝑛(0.097001) = 1
Setelah dilakukan proses pengujian pada data uji, maka diketahui bahwa pada fungsi klasifikasi, data akan mendapatkan nilai positif 1 sehingga diklasifikasikan sebagai kategori dimana kelas 1 adalah kelas Positif .
## 3.6 Evaluasi Hasil
Setelah selesai melakukan proses analisis data. maka diperoleh hasil dari analisis data berupa label pada data uji dengan menggunakan algoritma Support Vector Machine. Nilai akurasi model bukan satu satunya yang digunakan untuk mengevaluasi hasil penerapan klasifikasi algoritma Support Vector Machine. Classification report juga dapat digunakan untuk mengevaluasi hasil dari proses klasifikasi yang dilakukan menggunakan algoritma support vector machine. Hasil nilai Confusion Matrix tertera pada Tabel 22 berikut ini.
Tabel 22. Confusion Matrix
Nilai Prediksi Nilai Aktual Positif Negatif Negatif 19 121 Positif 94 7 𝑎𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐𝑦 = 94+121 94+7+121+19 𝑥100% = 89%
## Journal of Information System Research (JOSH)
𝑝𝑟𝑒𝑐𝑖𝑠𝑖𝑜𝑛 = 94 94+7 𝑥100% = 93% 𝑟𝑒𝑐𝑎𝑙𝑙 = 94 94+19 𝑥100% = 83%
𝑓1 − 𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒 = 2𝑥93𝑥83 93+83 𝑥100% = 88%
Untuk melihat nilai accuracy, precision, recall, dan F1-Score keseluruhan dapat menggunakan classification report. Berikut classification report dari hasil analisis yang dilakukan menggunakan algoritma support vector machine. Pada gambar 4 menunjukkan laporan klasifikasi hasil analisis yang mengaplikasikan metode Support Vector Machine.
Gambar 4. Confussion Matrix Pengujian Komentar Seabank
## 4. KESIMPULAN
Analisis Sentimen Pengguna Terhadap Layanan Aplikasi Seabank Indonesia Di Instagram Menggunakan Metode Support Vector Machine mendapatkan hasil penerapan klasifikasinya menggunakan pelabelan manual, dengan dataset setelah preprocessing yang berjumlah 1201 data, dengan 960 diantaranya akan dijadikan sebagai data latih dan 241 sebagai data uji. Hasil dari analisis yang telah dilakukan dari total 1201 data komentar didapatkan persebaran 536 data positif dan data negatif 665.Tingkat akurasi yang dihasilkan oleh metode Support Vector Machine dengan dataset yang digunakan maka diperoleh nilai accuracy sebesar 89%, precision sebesar 93%, recall sebesar 83%, dan fl-score sebesar 88%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode SVM efektif dalam mengklasifikasikan sentimen pengguna dengan tingkat akurasi yang tinggi. Analisis mengungkapkan bahwa meskipun banyak pengguna merasa puas dengan fitur dan layanan SeaBank Indonesia, sejumlah pengguna melaporkan masalah terkait kegagalan transaksi dan bug aplikasi.
## REFERENCES
[1] Alun Sujjadaa, Somantri, Juwita Nurfazri Novianti, and Indra Griha Tofik Isa, “Analisis Sentimen Terhadap Review Bank Digital Pada Google Play Store Menggunakan Metode Support Vector Machine (Svm),” J. Rekayasa Teknol. Nusa Putra, vol. 9, no. 2, pp. 122–135, 2023, doi: 10.52005/rekayasa.v9i2.345.
[2] I. P. D. W. Darmawan, G. A. Pradnyana, and I. B. N. Pascima, “Optimasi Parameter Support Vector Machine Dengan Algoritma Genetika Untuk Analisis Sentimen Pada Media Sosial Instagram,” SINTECH (Science Inf. Technol. J., vol. 6, no. 1, pp. 58–67, 2023, doi: 10.31598/sintechjournal.v6i1.1245.
[3] C. S. Feroza and D. Misnawati, “Penggunaan Media Sosial Instagram Pada Akun @Yhoophii_Official Sebagai Media Komunikasi Dengan Pelanggan,” J. Inov., vol. 15, no. 1, pp. 54–61, 2021, doi: 10.33557/ji.v15i1.2204.
[4] R. Mahendrajaya, G. A. Buntoro, and M. B. Setyawan, “Analisis Sentimen Pengguna Gopay Menggunakan Metode Lexicon Based Dan Support Vector Machine,” Komputek, vol. 3, no. 2, p. 52, 2019, doi: 10.24269/jkt.v3i2.270.
[5] N. Nandal, R. Tanwar, and A. S. K. Pathan, “Sentiment Analysis based Emotion Extraction for COVID-19 Using Crawled Tweets and Global Statistics for Mental Health,” Procedia Comput. Sci., vol. 218, no. 2022, pp. 949–958, 2022, doi: 10.1016/j.procs.2023.01.075.
[6] P. Mario Saskara and H. Moch Rizal, “Pengembangan Business Model Canvas untuk Menciptakan Competitive Advantage Seabank Indonesia,” J. Impresi Indones., vol. 2, no. 1, pp. 40–57, 2023, doi: 10.58344/jii.v2i1.1921.
[7] V. K. S. Que, A. Iriani, and H. D. Purnomo, “Analisis Sentimen Transportasi Online Menggunakan Support Vector Machine Berbasis Particle Swarm Optimization,” J. Nas. Tek. Elektro dan Teknol. Inf., vol. 9, no. 2, pp. 162–170, 2020, doi: 10.22146/jnteti.v9i2.102.
[8] F. Romadoni, Y. Umaidah, and B. N. Sari, “Text Mining Untuk Analisis Sentimen Pelanggan Terhadap Layanan Uang Elektronik Menggunakan Algoritma Support Vector Machine,” J. Sisfokom (Sistem Inf. dan Komputer), vol. 9, no. 2, pp. 247–253, 2020, doi: 10.32736/sisfokom.v9i2.903.
[9] H. Syah and A. Witanti, “Analisis Sentimen Masyarakat Terhadap Vaksinasi Covid-19 Pada Media Sosial Twitter Menggunakan Algoritma Support Vector Machine (Svm),” J. Sist. Inf. dan Inform., vol. 5, no. 1, pp. 59–67, 2022, doi: 10.47080/simika.v5i1.1411.
[10] M. Afdal and L. R. Elita, “Penerapan Text Mining Pada Aplikasi Tokopedia Menggunakan Algoritma K-Nearest Neighbor,” J. Ilm. Rekayasa dan Manaj. Sist. Inf., vol. 8, no. 1, p. 78, 2022, doi: 10.24014/rmsi.v8i1.16595.
[11] N. Veraniazzahra and R. Listiawati, “Pengaruh Perceived Usefulness, Perceived Credibility, dan Features Terhadap Minat Menggunakan Bank Digital SeaBank di Jabodetabek,” Semin. Nas. Akunt. dan Manaj., vol. 3, pp. 1–9, 2023.
## Journal of Information System Research (JOSH)
[12] S. M. Kom, “Sentimen Pengguna Aplikasi BRImo: Kinerja Algoritma Support Vector Machine, Naive Bayes, dan Adaboost,” SATIN - Sains dan Teknol. Inf., vol. 9, no. 2, pp. 195–204, 2023, doi: 10.33372/stn.v9i2.1057.
[13] V. Lisa and F. Selamat, “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Loyalitas Nasabah dengan Mediasi Kepuasan Nasabah pada PT Bank Seabank Indonesia,” J. Manajerial Dan Kewirausahaan, vol. 5, no. 4, pp. 1091–1097, 2023, doi: 10.24912/jmk.v5i4.26987.
[14] D. Safryda Putri and T. Ridwan, “Analisis Sentimen Ulasan Aplikasi Pospay Dengan Algoritma Support Vector Machine,” J. Ilm. Inform., vol. 11, no. 01, pp. 32–40, 2023, doi: 10.33884/jif.v11i01.6611.
[15] R. Oktafiani, A. Hermawan, and D. Avianto, “Pengaruh Komposisi Split data Terhadap Performa Klasifikasi Penyakit Kanker Payudara Menggunakan Algoritma Machine Learning,” J. Sains dan Inform., vol. 9, no. April, pp. 19–28, 2023, doi: 10.34128/jsi.v9i1.622.
[16] S. Mandasari, B. H. Hayadi, and R. Gunawan, “Analisis Sentimen Pengguna Transportasi Online Terhadap Layanan Grab Indonesia Menggunakan Multinomial Naive Bayes Classifier,” J-SISKO TECH (Jurnal Teknol. Sist. Inf. dan Sist. Komput. TGD), vol. 5, no. 2, p. 118, 2022, doi: 10.53513/jsk.v5i2.5635.
[17] M. Furqan, S. Sriani, and M. N. Shidqi, “Chatbot Telegram Menggunakan Natural Language Processing,” Walisongo J. Inf. Technol., vol. 5, no. 1, pp. 15–26, 2023, doi: 10.21580/wjit.2023.5.1.14793.
[18] M. Ikhsan and R. R. Kurniawan, “Penerapan Text Mining pada Sistem Rekomendasi Pembimbing Skripsi Mahasiswa Menggunakan Algoritma Naïve Bayes Classifier,” Indones. J. Comput. Sci. Attrib., vol. 12, no. 6, pp. 2023–4196, 2023.
[19] A. Halim Hasugian, R. Amanda Putri, and M. Alfan Simatupang, “Penerapan Algoritma Klasifikasi Naïve Bayes Untuk Analisis Sentimen Tentang Pemindahan Ibu Kota Negara,” J. Sci. Soc. Res., vol. 4307, no. 2, pp. 635–644, 2024, [Online]. Available: http://jurnal.goretanpena.com/index.php/JSSR
[20] R. Abdul Rosid, M. Martanto, and I. Ali, “Analisis Internet Network Performance Menggunakan Parameter Quality of Service,” JATI (Jurnal Mhs. Tek. Inform., vol. 7, no. 1, pp. 203–210, 2023, doi: 10.36040/jati.v7i1.6252.
|
5c491d0b-f554-4f4b-97d2-d22946469878 | https://jurnal.plb.ac.id/index.php/atrabis/article/download/549/378 |
## Penataan Pasar Sebagai Upaya Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Pasar Tradisional Sindangkerta Kabupten Bandung Barat
Santy Sriharyati 1 , Milla Marlina 2
Program Studi Administrasi Bisnis
Politeknik LP3I
e-mail : santy_sriharyati@yahoo.com , millamarlina@gmail.com
Abstrak: Kurangnya koordinasi penataan dan pemberdayaan PKL di wilayah pasar tradisional dikarenakan belum adanya kebijakan pemerintah di daerah yang mengatur penataan dan pemberdayaan PKL, sehingga berdampak pada belum tertanamnya pola perilaku masyarakat yang baik, jumlah PKL dan semakin hari semakin banyak, lokasi keberadaan. Sehingga perlunya kajian Penataan Pasar sebagai Upaya Pemberdayaan Pedagang Kali Lima di Pasar Tradisional Sindangkerta Kabupaten Bandung Barat.Adapun metode pengumpulan data secara umum terbagi dua yaitu pengumpulan data primer (wawancara, observasi lapangan dan penyebaran kuesioner) dan data sekunder. Penataan pedagang di Pasar Tradisional Sindangkerta merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kesemrawutan jumlah pedagang, khususnya PKL. Solusinya antara lain melalui penetapan kebijakan penataan PKL, penetapan lokasi dan atau kawasan tempat berusaha PKL, penataan PKL melalui kerja sama antar pemerintah daerah, pengembangan kemitraan dengan dunia usaha. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengoptimalkan lahan yang dipergunakan untuk kegiatan berdagang dan membatasi kawasan kegiatan pedagang, khususnya agar para pedagang dispilin dalam menempati tempat yang telah disediakan. Arah pengembangan dan transformasi fisik pasar dengan ketentuan SNI 8152 Tahun 2015 tentang Pasar Rakyat. Selain itu, perlunya koordinasi pemberdayaan PKL dilaksanakan melalui penyuluhan, pelatihan atau bimbingan sosial, peningkatan kemampuan berusaha, pembinaan dan bimbingan teknis, fasilitasi akses permodalan, pemberian bantuan sarana dan prasarana.
Kata kunci: Pasar Tradisonal, Pedagang Kaki Lima, Pemberdayaan,Penataan.
## PENDAHULUAN/INTRODUCTION
Di kota-kota besar keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan suatu fenomena. Banyaknya PKL di pusat perkotaan menimbulkan kemacetan arus lalu lintas dan kerawanan keamanan, kegiatan PKL tersebut memanfaatkan daerah milik jalan (damija) dan tempat umum. Hal ini menyebabkan kota menjadi semrawut, tidak bersih, indah, dan nyaman. Selain itu berpotensi menimbulkan kerawanan sosial, sehingga diperlukan penataan PKL di kawasan perkotaan
Apabila tidak dibenahi akan mengganggu pengguna jalan, pejalan kaki menjadi tidak aman. Tidak hanya itu saja pemukiman terdekat sekitar PKL terganggu, selain itu tidak
terdapat tempat berdagang bagi pedagang kecil dan sektor informal. Masyarakat terganggu keamanan dan kenyamanan. Tentu saja para pedagang ini berdalih ingin mencari tempat yang strategis (tempat berdagang yang mudah terjangkau konsumen). Sedangkan dari sisi masyarakat menginginkan kelancaran lalu lintas, ketentraman dan keindahan kota. Masyarakat menginginkan fasilitas berdagang yang strategis dan pengaturan lalu lintas.
Peraturan Presiden nomor 125 Tahun 2012 tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima pasal 6 ayat 1 bahwa “Bupati/Walikota melaksanakan penataan PKL kabupaten/kota di wilayahnya sesuai dengan berpedoman pada kebijakan penataan PKL”. Solusi dalam melaksanakan penataan PKL bisa melalui penetapan kebijakan penataan PKL, penetapan lokasi dan atau kawasan tempat berusaha PKL, penataan PKL melalui kerja sama antar pemerintah daerah, pengembangan kemitraan dengan dunia usaha. Selain itu pada pasal 7 tentang koordinasi
## METODE/METHODS
• Pendekatan
Penataan pasar sebagai upaya pemberdayaan PKL Di Pasar Sindangkerta Kabupaten Bandung Barat merupakan program pembangunan yang berbasis pada masyarakat, dengan pendekatan melalui:
1. Pemberdayaan Masyarakat, dengan menekankan partisipasi aktif masyarakat dalam seluruh aspek implementasi kegiatan (tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pemeliharaan) berdasarkan kesamaan kepentingan dan kebutuhan;
2. Keberpihakan kepada yang miskin, artinya orientasi kegiatan baik dalam proses maupun pemanfaatan, hasil ditujukan kepada penduduk miskin;
3. Otonomi dan desentralisasi, artinya masyarakat memperoleh kepercayaan dan kesempatan yang luas dalam kegiatan baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pemeliharaan maupun pemanfaatan hasilnya;
4. Partisipatif, artinya masyarakat terlibat secara aktif dalam kegiatan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pemeliharaan dan pemanfaatan, dengan memberikan kesempatan secara luas partisipasi aktif dari perempuan;
5. Keswadayaan, artinya masyarakat menjadi faktor utama dalam keberhasilan pembangunan, baik melalui keterlibatan dalam perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan kegiatan dan pemeliharaan;
6. Keterpaduan program pembangunan, artinya program yang dilaksanakan memiliki sinergi dengan program pembangunan yang lain;
7. Penguatan Kapasitas Kelembagaan, dalam rangka mendorong sinergi antara pemda, masyarakat dan stakeholder lainnya dalam penanganan permasalahan kemiskinan.
8. Kegiatan penataan dilaksanakan sebagai upaya pemberdayaan dan berlandaskan pada pemikiran bahwa pemerintah memberikan stimulasi agar masyarakat mampu dan mau menjadi pedagang yang lebih mandiri, antara lain berupa:
a. Bantuan pemerintah untuk meningkatkan ekonomi masyarakat, khususnya bagi
PKL;
b. PKL sebagai penggerak ekonomi masyarakat yang perlu diperhatikan oleh pemerintah;
c. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan perdagangan dan kesadaran masyarakat dalam perilaku jual beli;
d. Perlunya pengembangan kelembagaan dan pemberdayaan menjadi faktor kunci terwujudnya upaya pembangunan ekonomi masyarakat;
Pada proses pemberdayaan maka diperlukan penguatan kelembagaan dan menggali potensi sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat. Oleh karena itu pada tahap awal diperlukan adanya kelembagaan sebagai wadah, mekanisme maupun aturan kegiatan, dan rencana kegiatan. Pengembangan kelembagaan dan pemberdayaan menjadi faktor kunci terwujudnya upaya pembangunan/peningkatan mutu Penataan Pasar sebagai Upaya Pemberdayaan PKL di Pasar Sindangkerta Kabupaten Bandung Barat melalui prakarsa mandiri secara berkelanjutan.
• Metode Penelitian
Metode pengumpulan data secara umum terbagi dua yaitu pengumpulan data primer dan data sekunder. Metode Pengumpulan data sekunder merupakan metode mengumpulkan data dari dokumen-dokumen rencana, peraturan perundangan serta data terkait dengan kegiatan perencanaan penataaan PKL. Metode Pengumpulan Data Primer, dilakukan dengan teknik wawancara terstruktur, penyebaran kuesioner dan observasi lapangan yaitu sebagai berikut:
1. Wawancara Terstruktur. Metode kualitatif dengan pendekatan grounded. Pengumpulan data primer dengan wawancara terstruktur untuk mendapat informasi terkait penataan pasar. Penentuan responden melalui metode Purposive Sampling yaitu, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu, yaitu adalah Bapelitbangda KBB, Camat Sindang Kerta, Lurah, PKL dan tokoh masyarakat dan tokoh agama di Kecamatan Sindangkerta.
2. Observasi Lapangan, dilakukan berupa catatan lapangan dan fisik bangunan saat ini, PKL, pengelola dan pengunjung terkait kegiatan penataan PKL.
3. Penyebaran Kuesioner. Menggunakan kuesioner pertanyaan tertutup kepada PKL dan pengunjung. Teknik pengambilan sampling berdasarkan kesediaan responden untuk mengisi kuesioner di wilayah lokasi penelitian. Jumlah sampel sebanyak 178 pedagang dan 100 pengunjung.
• Metode Analisis
metode analisis yang digunakan pada penelitian ini dengan menggunakan data yang berbeda yaitu sebagai berikut:
1. Metode Analisis Deskriptif Kualitatif, digunakan dalam menganalisis data berupa hasil wawancara dan data hasil observasi lapangan. Data hasil observasi lapangan sebelumnya diolah dalam bentuk tabel dan dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif. Analisis ini menghasilkan penilaian untuk setiap perencanaan penataan PKL.
2. Metode Analisis Statistik Deskriptif, digunakan untuk menganalisis kuesioner.
Melalui kuesioner tersebut akan diketahui perencanaan penataan PKL yang diharapkan.
## HASIL DAN PEMBAHASAN/RESULTS AND DISCUSSION
## Kondisi Eksisting
1. Luas tanah pasar Sindangkerta yaitu 10.958m 2 , luas bangunan 7110 m 2 dengan Kios sebanyak 55, los 165, PKL temporer 160 total pedagang 380, sedangkan pedagang asongan kurang lebih 40 pedagang dan total jumlahnya adalah 420 pedagang.
2. Kegiatan operasional pasar dilakukan pada hari Senin dan Jumat dilain hari itu lokasi pasar menjadi terminal Sindangkerta. Senin Pukul 03.00 WIB s/d 13.00 WIB dan Jumat Pukul 03.00 WIB s/d 11.30 WIB. Kondisi kemacetan, tidak nyaman hanya terjadi pada hari Senin dan Jum’at. Karena dihari lain para PKL dan pedagang asong berpindah-pindah sesuai hari pasar di beberapa wilayah terdekat lainnya. Jam pasar ramainya pada pukul 04.00 WIB s/d 08.00 WIB, lewat pukul 08.00 WIB pengunjung mulai berkurang. Saat ini belum terstrukturnya pedagang menurut jenisnya.
3. Status Pedagang sebesar 30% Pedagang Sindangkerta dan 70% Pedagang dari Luar Sindangkerta. Sedangkan Status Pengunjung sebesar 60% dari lingkungan Sindangkerta dan 40% dari luar Sindangkerta. Namun begitu pada saat pelaksanaan survey pedagang dari Sindangkerta lebih dominan.
4. Adapun fasilitas yang tersedia di Pasar Sindangkerta adalah fasilitas kios dan los, toilet dan musholah, terletak di samping terminal tipe C Sindangkerta, namun alur jalan yang kecil membuat pembeli sulit bergerak.
5. Kondisi saat ini di Pasar Sindangkerta pada saat hari operasional yaitu kenyamanan pengguna ruang terbuka publik berkurang akibat adanya aktifitas PKL, kapasitas jalan berkurang akibat aktifitas PKL. Penggunaan bahu jalan dan trotoar menyebabkan kemacetan, penataan dan penertiban PKL belum maksimal menyebabkan ketidak teraturan dan kekumuhan ruang terbuka publik.
Gambar 1. Kondisi Eksisting Pasar Tradisional Sindangkerta, Kabupaten Bandung Barat
a. Hasil survey kuesioner bagi pedagang antara lain : Sebagian besar pedagang berasal dari Kecamatan Sindangkerta diatas 90%. Pendidikan terbesar yaitu tamatan SMP sebesar 32%, tamatan SD sebesar 31% dan SMU 29%. Rata-rata usia pedagang yaitu diatas 50 tahun sebesar 33%, usia 41-50 tahun sebesar 29% dan usia 31 – 40 tahun sebesar 26%.Sebesar 74% hanya berjualan sendiri atau tidak mempunyai pegawai dan modal usaha diatas 2 juta rupiah sebesar 70%. Penghasilan pedagang dalam setiap hari sebesar 32% dibawah Rp.500.000, diatas 2jt sebesar 24%, Rp.500.000 sd Rp. 1.000.000 sebesar 23% dan Rp.1.000.000 sd Rp. 2.000.000 sebesar 21%. Jumlah pembeli sebagian besar antara 26 – 50 orang sebesar 43% dan antara 11-25% sebesar 32%. Jam mulai operasi pedagang sebagian pukul 06.00. Sedangkan Jam ramai pembeli yaitu pukul 08.01 hingga 10.00 sebesar 63% dan 06.01 – 08.00 sebesar 28%. Jenis dagangan sebagian besar adalah penjual aneka bahan pokok sebesar 44%, peralatan rumah tangga sebesar 20% dan buah sayuran sebesar 16%
1. Fasilitas paling dibutuhkan yaitu lahan parkir sebesar 94%, sisanya tempat sampah sebesar 4%. Hal yang perlu diatur adalah jenis dagangan 48%, waktu 42%, sarana dagang 8% sisa lainnya.. Kebersihan pasar dinilai cukup baik sebesar 56%, kurang baik 26% dan baik 19%.
2. Pola berjualan 87% berpindah-pindah dan 13% menetap. Alasan berpindah-pindah ke pasar lain, karena hari operasional di pasar sindangkerta hanya senin dan jumat. Sedangkan yang menetap karena lokasi strategis dan memiliki pelanggan tetap.
b. Hasil survey terhadap pengunjung antara lain :
1. Sebagian besar pengunjung berasal dari Kecamatan Sindangkerta diatas 90% yang bertujuan berbelanja diatas 90%. Sebesar 97% adalah ibu rumah tangga. Dengan menggunakan sepeda motor sebesar 71%. Usia pengunjung yaitu usia produktif antara 21 – 50 tahun sebesar 76%. Kunjungan ke pasar 50% seminggu 2 kali sesuai jam operasional Pasar Sindangkerta, sedangkan 21% seminggu 1 kali. Sebesar 51% pengunjung pergi ke pasar lain dan 49% tidak.
2. Alasan belanja ke Pasar Sindangkerta yaitu karena dekat dengan tempat tinggal sebesar 80%. Antisipasi kepadatan pengunjung yaitu dengan mengatur peruntukan kegiatan sebesar 74% dan peran Pemda yangdibutuhkan yaitu penataan sebesar 89%.
3. Pola pengelompokan PKL yaitu dengan cara berkelompok dengan dagangan yang sejenis (zoning) yaitu sebesar 93% dan perlu pengaturan lagi sebesar 97%. Sarana yang perlu diatur yaitu sarana dagang sebesar 73% dan tempat/lokasi usaha sebesar 15%. Fasilitas umum yang perlu ditambah yaitu lahan parkir sebesar 79%, tempat sampah sebesar 8% dan toilet/MCK sebesar 6%. Kebersihan pasar dinilai cukup bersih sebesar 55%, kurang bersih sebesar 29%. Namun ada juga yang berpendapat bersih diluar namun dibelakang banyak sampah sebesar 16%.
## c. Aspirasi Parapihak Dalam Penataan PKL di Pasar Sindangkerta
Penataan pedagang di Pasar Tradisional Sindangkerta merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kesemrawutan jumlah pedagang, khususnya PKL. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengoptimalkan lahan yang dipergunakan unuk kegiatan berdagang dan membatasi kawasan kegiatan pedagang, khususnya agar para pedagang dispilin dalam menempati tempat yang telah disediakan.
Secara umum para stakeholder menginginkan adaya penataan agar tercipta suatu ketertiban dan kenyamanan bagi semua pihak. Berdasarkan wawancara parapihak didapatkan bentuk penataan PKL, yaitu relokasi di tempat ( in-situ ). Relokasi di tempat ( in-situ ) bentuknya bisa berupa penataan tempat, pengaturan lokasi berjualan berdasarkan jenis dagangan,pengaturan waktu berjualan, pengaturan sarana atau tempat untuk berjualan.
Penertiban ruang fungsional menjadi perhatian penting dalam penataan Pasar Sindangkerta. Saat hari operasional pasar, pedagang kaki lima tumpah ruah menempati halaman pasar bahkan sampai memenuhi jalur pejalan kaki dan halaman pertokoan yang ada di sekitar kawasan. Terminal kendaraan umum yang ada di lahan pasar, ketika hari pasar berpindah tempat ke depan menggunakan bahu jalan. Aktifitas menaikan, menurunkan penumpang serta kegiatan bongkar muat pedagang yang mengakibatkan bertambahnya kemacetan lalu lintas. Keinginan parapihak untuk mengembalikan ruang fungsional sesuai dengan fungsi semula sebagai bagian dari penataan Pasar Sindangkerta.
Penataan Pasar Sindangkerta cukup sering dilakukan, terakhir dilakukan pada tahun 2017/2018 silam. Penataan berupa perbaikan kios, lantai pasar dan hanggar. Berdasarkan hasil pengumpulan data berupa wawancara didapatkan bahwa Pasar Sindangkerta akan masuk kedalam rencana pengembangan Kecamatan Terpadu, dimana pasar tersebut akan di revitalisasi. Hal ini tentu memudahkan untuk dilakukannya penataan PKL,dimana nantinya diharapkan PKL yang selama ini menempati halaman pasar dan ruang fungsional seperti trotoar, dapat ditampung kedalam bangunan pasar setelah direvitaliasi. Dengan dibangunnya kembali Pembangunan fisik pasar Sindangkerta menjadi jawaban terbaik untuk mengatasi masalah Pedagang kaki lima yang selama ini berada di PasarSindangkerta dan sekitarnya.
d. Aspek Fisik Dasar Pasar Sindangkerta
No Aspek Fisik Rencana Kedepan 1 Aksesibilitas dan sirkulasi Aksebilitas menuju lokasi pasar mudah dan terjangkau oleh moda angkutan umum 2 Parkir Perlu adanya design area parkir kendaraan yang efisien. Rencana lahan parkir di tempat kecamatan 3 Area bongkar muat barang Adanya design khusus area bongkar muat barang sehingga tidak mengganggu aktifitas penjual dan pembeli 4 Zoning Desain zoning harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mengakomodir kebutuhan para pedagang yang didukung oleh sistem pendukung kebutuhan zoning yang sesuai, sebagai contohnya adalah label petunjuk zoning pedagang 5 Bentuk penataan sarana usaha pedagang Untuk penataan jongko untuk area bagian dalam atau hangar sudah tertata, sedangkan penataan jongko PKL yang menempati area halaman depan pasar sangat kurang tertata dan bercampur antar pedagang lain, sehingga timbul kesemrawutan. 6 Drainase Perlu dibangun drainase yang lebih baik. Saat ini sistem drainase yang ada di Pasar Sindangkerta menggunakan sistem terbuka dan semi tertutup. menggunakan kisi-kisi yang terbuat dari logam sehingga mudah dibersihkan 7 Toilet Toilet /MCK yang ada di pasar Sindangkerta berjumlah 2 unit. Perlu dibangun dan pemeliharaan yang lebih baik 8 Tempat Pengelolaan Sampah Permasalahan sampah di Pasar Sindangkerta menjadi permasalahan yang sangat krusial, diperlukan penanganan khusus mengenai sampah bagi stakeholder setempat. Adapun beberapa penanganan yang disarankan dianataranya : Mesin pencacah dan biometa 9 Keselamatan dan keamanan Perlu adanya design akan kebutuhan alat pemadam berdasarkan jangkauan dan kapasitasnya sehinga dapat menjadi langkah tindak darurat kebakaran
## Sumber : Hasil survey lapangan (2019)
e. Usulan Penataan Pedagang Di Pasar Sindangkerta
Ada beberapa teori dan kajian mengenai model penataan PKL di Indonesia diantaranya :
1. Model dengan pendekatan perspektif kebijakan publik. Model ini mengadopsi dari model kebijaksanaan teori Mc Gee dan Yeung (1977) yang meliputi 3 kebijaksanaan yakni kebijaksanaan relokalisasi, kebijaksanaan struktural, dan kebijaksanaan edukatif. Ketiga kebijaksanaan itu diuraikan dari kebijaksanaan yang sifatnya sangat lunak sampai kebijaksanaan yang sangat keras. U.
2. Model penataan PKL yang saat ini sedang dijadikan percontohan oleh kota-kota di Indonesia yaitu model penataan PKL Kota Solo yang dilakukan pendekatan dialogis dan komunikatif yang mengusung misi nguwongke wong cilik (memberi martabat pada orang kecil). Model penataannya dilakukan dengan membuat kawasan PKL dan membuat kantong-kantong PKL melalui relokasi, gerobak, shelter, dan tenda.
Usulan penataan pedagang, terutama PKL Pasar Sindangkerta dilakukan secara partisipatif melalui pendataan pedagang dan diskusi yang diinisiasi oleh UPT pasar dan paguyuban pedagang. Kegiatan diawali dengan melakukan pemetaan jumlah pedagang dan PKL Temporer. Program pendataan pedagang dan PKL ini sangat penting dilaksanakan agar mendapat data yang akurat mengenai jumlah pedagang. Tidak hanya jumlah, pendataan ini harus mendapatkan karakteristik ekonomi dan sosial PKL agar memudahkan peta kondisi PKL dan pendekataan penataan yang akan dilaksanakan.
Mengaitkan rencana penataan pedagang Pasar Sindangkerta,khususnya pedagang kaki lima dan rencana pembangunan Kecamatan Terpadu, dimana Pasar Sindangkerta akan dibangun ulang, maka terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan perlu adanya transformasi konsep pasar. Selama ini Pasar Sindangkerta dikenal masyarakat sebagai pasar desa yang beroperasional 2 kali dalam seminggu maka dengan akan dilakukannya revitalisasi Pasar Sindangkerta sebagai bagian dari rencana Kecamatan Terpadu, akan dibuka operasionalnya menjadi setiap hari dengan rencana konsep bangunan bertingkat. Bangunan ini nantinya akan menampung beberapa fungsi didalamnya diantaranya adalah terminal, pasar dan foodcourt. Pasar ini akan menampung semua pedagang pasar dan PKL temporer.
Perlu adanya transformasi konsep pasar ini diharapkan menimbulkan persepsi bahwasanya pasar sekarang adalah: pasar rakyat yang baik secara infrastruktur (Gozales dan Waley, 2012), cakap secara pengelolaan, bermutu dan higienis dalam penyajian bahan pangan lokal (Goldman dan Hino, 2005; Lagerkvist, Okello & Kalanja, 2015), serta mendukung pertumbuhan ekonomi lokal. Dalam prosesnya penting untuk tetap mempetimbangkan kaitannya dengan elemen sosial dan memperimbangkan kepentingan bukan hanya pengelola pasar dan pengunjung, melainkan juga pedagang pasar sebagai penggiat utama dari pasar itu sendiri.
Issue rencana pembangunan Kecamatan terpadu sudah sampai pada stakeholder dan masyarakat sekitar. Seperti cuplikan wawancara dengan Kepala Desa Cintakarya
“..Kemarin saya ke bappeda sudah melihat siteplan untuk pembangunan pasar, dari gambarnya harus di maksimalkan, jangan sampai nanti sudah berjalan banyak perubahan lagi...Intinya saya sebagai wakil dari masyarakat hanya tinggal menunggu pelaksanaannya, menurut saya, siapa yang akan menolak wilayahnya dibangun dan di tata oleh pemerintah, yang intinya, taraf ekonomi warga di Cintakarya meningakat misalnya dari iuran parkir, apapun juga bentuknya pasti tujuannya ada peningkatan/perubahan ekonomi, intinya saya bersyukur atas adanya pembangunan/penataan ini”.
Idealnya penataan pedagang Pasar Sindangkerta, arah pengembangan dan transformasi fisik pasar sebagai solusi penataan pedagang dapat memenuhi ketentuan SNI 8152 Tahun 2015 tentang Pasar Rakyat.
Persyaratan umum dan persyaratan teknis yang diatur oleh ketentuan SNI pasar rakyat dalam hal ini adalah persyaratan yang sangat ideal untuk mewujudkan pengembangan sebuah pasar rakyat. Pasar yang baik idealnya harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam SNI pasar rakyat tersebut. Dengan memenuhi ketentuan di atas, asumsinya transformasi konsep dan identitas pasar adalah berubahnya citra dan kesan pasar yang identik dengan kotor, becek, semrawut, bau, gersang, dan kumuh menjadi pasar yang bersih, nyaman, dan tepat ukur. Jika ketentuan ini diterapkan, kedepannya Pasar Sindangkerta mampu memberikan kenyamanan, keamanan, kebersihan kepada masyarakat, memiliki sanitasi yang baik, maka Pasar Sindangkerta akan menjadi pasar yang sehat.
Beberapa indikator kriteria untuk penataan Pasar Sindangkerta untuk mencapai tujuan pasar sehat yang mengikuti ketentuan SNI. Alternatif kegiatan yang dapat diimplementasi dalam rangka penataan Pasar Sindangkerta antara lain :
No Kegiatan Pelaksanaan/Cara/Metode 1 Penetapan kebijakan penataan PKL Melalui kerja sama antar pemerintah daerah, pengembangan kemitraan dengan dunia usaha dalam penetapan lokasi dan atau kawasan tempat berusaha PKL 2 Koordinasi pemberdayaan PKL Melalui penyuluhan, pelatihan atau bimbingan sosial, peningkatan kemampuan berusaha, pembinaan dan bimbingan teknis, fasilitasi akses permodalan, pemberian bantuan sarana dan prasarana 3 Penataan pedagang Mengoptimalkan lahan yang dipergunakan untuk kegiatan berdagang dan membatasi kawasan kegiatan pedagang, agar para pedagang dispilin dalam menempati tempat yang telah disediakan
4 Penertiban ruang fungsional Keinginan para pihak untuk mengembalikan ruang fungsional sesuai dengan fungsi semula sebagai bagian dari penataan Pasar Sindangkerta 5 Optimalisasi ruang untuk pedagang Tanpa mengurangi area dan fungsi ruang terbuka publik, karena area tersebut digunakan juga oleh kelompok pengguna yang lain. 6 Pendataan dan pemetaan pedagang dan PKL Melalui metode partisipatif yaitu pendataan pedagang dan diskusi yang diinisiasi oleh UPT pasar dan paguyuban pedagang. Kegiatan ini bertujuan agar mendapat data yang akurat mengenai jumlah pedagang. Tidak hanya jumlah, pendataan ini harus mendapatkan karakteristik ekonomi dan sosial PKL agar memudahkan peta kondisi PKL dan pendekataan penataan yang akan dilaksanakan 7 Transformasi konsep pasar Dilakukannya revitalisasi sebagai bagian dari rencana Kecamatan Terpadu, akan dibuka operasionalnya menjadi setiap hari dengan rencana konsep bangunan bertingkat. Bangunan ini nantinya akan menampung beberapa fungsi didalamnya diantaranya adalah terminal, pasar dan foodcourt.
Persepsi pasar kedepannya adalah: pasar rakyat yang baik secara infrastruktur, cakap secara pengelolaan, bermutu dan higienis dalam penyajian bahan pangan lokal, serta mendukung pertumbuhan ekonomi lokal. Dalam prosesnya penting untuk tetap mempetimbangkan kaitannya dengan elemen sosial dan memperimbangkan kepentingan bukan hanya pengelola pasar dan pengunjung, melainkan juga pedagang pasar sebagai penggiat utama dari pasar itu sendiri. 8 Arah pengembangan dan transformasi fisik pasar dengan ketentuan SNI 8152 Tahun 2015 tentang Pasar Rakyat Pasar yang baik idealnya harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam SNI pasar rakyat tersebut. Pasar Sindangkerta mampu memberikan kenyamanan, keamanan, kebersihan kepada masyarakat, memiliki sanitasi yang baik, maka Pasar Sindangkerta akan menjadi pasar yang sehat. Beberapa indikator kriteria untuk penataan Pasar Sindangkerta untuk mencapai tujuan pasar sehat yang mengikuti ketentuan SNI.
## KESIMPULAN/CONCLUSION
Secara umum para stakeholder baik itu pedagang, pengunjung maupun aparat pemerintah menginginkan adaya penataan agar tercipta suatu ketertiban dan kenyamanan bagi semua pihak. Berdasarkan wawancara para pihak didapatkan bentuk penataan PKL, yaitu relokasi di tempat (in-situ). Relokasi di tempat (in-situ) bentuknya bisa berupa penataan tempat, pengaturan lokasi berjualan berdasarkan jenis dagangan, pengaturan waktu berjualan, pengaturan sarana atau tempat untuk berjualan.
## REFERENSI/REFERENCE
[1]Mardikanto, Totok. (2012). PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Dalam Perspektif
Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
[2])Mikkelsen, Britha. (2011). Metode Penelitian dan Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan, Sebuah Buku Pegangan bagi Para Praktisi Lapangan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
[3]Mustafa, Ibrahim. (2011). “Konsep Penataan Ruang Pedagang Kaki Lima di Pantai Kering Kelurahan Watampone Kecamatan Tanete Riattang Kabupaten Bone”. Makassar: UIN Allaudin.
[4]Rasdiana. (2013). “Tinjauan Pedagang Kaki Lima Pasar Senggol Dan Sekitarnya Di Kota Parepare”. Makassar: Universitas Hassanudin.
[5]Ratu Arum, S (2016). “Implementasi Kebijakan Revitalisasi Pasar Tradisional Di Pasar Bandung Kota Tangerang”. Serang: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
[6]Sugiono (2017). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
[7]Sugiyono (2018). “Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.
|
1d61a355-ed85-4461-abff-4071edfb261b | https://bestjournal.untad.ac.id/index.php/Galenika/article/download/15025/11284 | Desain Turunan Senyawa Leonurine Sebagai Kandidat Obat AntiInflamasi
( Design of Leonurine Derivatives as Anti-Inflammatory Candidates )
Ruslin 1* , Nindy Rachma Az Yana 1 , Mesi Leorita 1
1* Fakultas Farmasi, Universitas Halu Oleo, Kendari, Indonesia. E-mail: mahaleo241@yahoo.co.id
Article Info: Received: 21 Februari 2020 in revised form: 26 Februari 2020 Accepted: 24 Maret 2020
Available Online: 24 Maret 2020
## ABSTRACT
The docking process of leonurine and its derivatives to enzyme cyclooxygenase-2 (COX-2) as an anti-inflammatory was carried out.The purpose of this study was to determine the interaction of leonurine compounds and their derivatives on COX-2 receptors. The receptor was downloaded from the protein data bank website (PDB) with the pdb code 6COX. All compounds were docked using AutoDock 4.2 software. The docking validation was performed by tethering the ligand to receptor, with the parameter of Root Mean Square Deviation (RMSD) value <2 Å. The docking validation result showed the obtained RMSD value of 0.31 Å. Analysis of the docking results indicated that leonurine and its derivatives were predicted to have good interaction with COX-2 receptors. The docking results showed that the derived compound number 11 had the lowest binding energy value of ligand-receptor (ΔG) of -7.95 kcal/mol. Based on this, it could be concluded that leonurine compounds and their derivatives had inhibitory activity against COX-2 receptor.
Keywords :
Docking Inflammation Cyclooxygenase-2 (COX-2) Binding Energy (ΔG).
Corresponding Author:
Ruslin Faculty of Pharmacy
Halu Oleo University
Kendari 93231
Indonesia email: mahaleo241@yahoo.co.id
Copyright © 2019 JFG-UNTAD
This open access article is distributed under a Creative Commons Attribution (CC-BY-NC-SA) 4.0 International license.
How to cite (APA 6 th Style):
Ruslin., Yana, N. R. A., Leorita, M. (2020). Desain Turunan Senyawa Leonurine Sebagai Kandidat Obat Anti Inflamasi. Jurnal Farmasi Galenika :Galenika Journal of Pharmacy (e-Journal), 6 (1), 181-191. doi:10.22487/j24428744.2020.v6.i1. 15025
Jurnal Farmasi Galenika ( Galenika Journal of Pharmacy ) (e-Journal) 2020; 6 (1): 181 – 191 ISSN : 2442-8744 (electronic); 2442-7284 (printed) Journal Homepage: https://bestjournal.untad.ac.id/index.php/Galenika DOI: 10.22487/j24428744.2020.v6.i1.15025
## ABSTRAK
Pada penelitian ini dilakukan proses docking dari senyawa leonurin dan turunannya terhadap enzim Siklooksigenase-2 (COX-2) sebagai anti inflamasi . Kode reseptor yang digunakan adalah 6COX yang di download dari situs protein data bank (PDB). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui interaksi senyawa leonurin dan turunannya terhadap reseptor COX-2.Semua senyawa di- docking menggunakan aplikasi AutoDock 4.2. Validasi docking dilakukan dengan menambatkan ligan-reseptor dengan parameter berupa nilai Root Mean Square Deviation (RMSD) <2Å. Dari hasil validasi docking diperoleh nilai RMSD 0,31Å. Analisis hasil docking menunjukkan bahwa leonurin dan turunannya diprediksi memiliki interaksi yang baik terhadap reseptor COX- 2.Hasil docking menunjukan nilai energi ikatan terendah reseptor-ligand (∆G) terbaik pada senyawa turunan 11yaitu sebesar-7,95 kkal/mol.Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa senyawa leonurin dan turunannya memiliki aktivitas penghambatan terhadap reseptor COX-2 .
Kata kunci: Docking , Inflamasi, Siklooksigenase-2 (COX-2), Energi ikatan (∆G).
## PENDAHULUAN
Inflamasi atau radang merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat. Inflamasi memiliki angka kejadian yang cukup tinggi, dimana inflamasi dapat disebabkan oleh trauma fisik, infeksi maupun reaksi antigen dari penyakit seperti terpukul benda tumpul dan infeksi bakteri pada luka terbuka (timbulnya nanah pada luka) yang dapat menimbulkan nyeri dan dapat mengganggu aktivitas (Senewe et al., 2013). Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia perusak, atau zat-zat mikrobiologik (Mycek et al., 2001).
Pengobatan terhadap inflamasi pada umumnya menggunakan obat-obat sintetik yaitu obat antiinflamasi steroid yang merupakan golongan kortikosteroid dan obat golongan antiinflamasi non steroid (AINS). Dari kedua golongan obat antiinflamasi tersebut yang paling sering digunakan adalah AINS, karena golongan kortikosteroid dalam jangka panjang dapat menimbulkan efek samping seperti iritasi lambung, moon face , menekan imunitas dan tulang keropos (Priyanto, 2010).
AINS merupakan golongan obat yang berkhasiat analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi. Obat golongan AINS bekerja dengan menghambat sintesa prostaglandin yang memblokir kedua jenis siklooksigenase (COX). Ibuprofen merupakan obat golongan Antiinflamasi Non Steroid (AINS) yang banyak digunakan dengan antiradangnya yang baik serta efek samping yang realtif ringan. (Tjay & Rahardja, 2013). Mekanisme kerja ibuprofen yaitu menghambat enzim siklooksigenase pada biosintesis prostaglandin, sehingga konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin G2 (PGG2) terganggu (Haqiqi, 2015). Efek samping yang ditimbulkan obat golongan AINS yaitu mual, gastritis, dan sakit kepala sehingga pengunaan obat ini harus dilakukan dengan hati-hati pada penderita tukak lambung (Syarif, 1998). Ibuprofen menyebabkan efek samping sekitar 5-15% pasien mengalami efek samping gastro intestinal dan sekitar 10-15% dihentikan karena mengalami efek merugikan (Goodman & Gilman, 1996). Oleh karena itu, perlu dicari alternatif lain dengan pengembangan senyawa obat baru untuk mengendalikan peradangan dengan efek samping yang relatif kecil.
Menurut Liu et al., (2012) salah satu senyawa yang berpotensi sebagai senyawa untuk mengendalikan peradangan yaitu leonurin. Leonurin merupakan senyawa alkaloid yang dihasilkan dari tanaman obat ( Leonurus artemisia sp) yang telah dilaporkan menunjukkan anti apoptotis, anti hipertensi, antipiretik, diuretik, dan anti inflamasi. Leonurin memiliki kemampuan untuk melawan TNF inflamasi dimana leonurin dapat bekerja dengan cara menghambat inflamasi vaskuler terkait dengan regulasi molekul. Sehingga leonurin dapat memberikan dasar molekuler sebagai agen farmakologis baru untuk menekan peradangan pembuluh darah.
Penemuan senyawa obat baru dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu metode in vivo , in vitro , dan in silico . Setiap metode memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing. Metode in vivo
dilakukan dengan mengunakan organisme hidup sehingga membuat metode ini memiliki hasil uji yang cukup menjanjikan dalam pengembangan senyawa obat. Begitu pula dengan studi in vitro menggunakan media yang diserupakan dengan kondisi tubuh sehingga hasilnya pun mendekati dengan tujuan akhir yaitu penggunaan kepada manusia. Studi in silico sendiri merupakan metode yang digunakan pada pengembangan senyawa obat dengan menggunakan media simulasi misalnya komputer. Metode yang digunakan pada metode in silico tergantung pada informasi yang didapat sebagai input dan tipe dari hasil yang dibutuhkan sebagai output. Misal jika struktur tiga dimensi dari protein target telah diperoleh, maka metode yang dapat digunakan adalah structure based drug design (SBDD) contohnya moleculer docking (Motiejunas & Wade, 2004). Metode molecular docking atau penambatan molekuler diaplikasikan pada beberapa tingkat dari proses pengembangan obat untuk tiga tujuan utama yaitu memprediksi model ikatan dari ligan yang diketahui aktif, pencarian ligan baru menggunakan in silico screening atau virtual screening dan memprediksi afinitas ikatan dari beberapa seri senyawa aktif (Leach et al., 2006). Keunggulan dari in silico sendiri yaitu biaya dan waktu yang dikeluarkan untuk proses desain senyawa dengan menggunakan komputer relatif sedikit dan dapat diperoleh lebih banyak model senyawa baru dengan biaya relatif murah dan mudah dilakukan.
Berdasarkan uraian diatas maka sangat relevan dilakukan studi in silico desain turunan senyawa leonurin sebagai kandidat obat anti inflamasi dengan metode docking.
## METODE PENELITIAN
## Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian :perangkat keras ( Hardware ) dan perangkat lunak ( Software ). Perangkat keras yang digunakan adalah laptop TOSHIBA Satellite c800-1024, Processor Intel Celeron 1000 M 1.7 GHz, RAM 2 GB, HDD 320 GB, Grafis Intel VGA GMA, Intel HD Graphics. Perangkat lunak yang digunakan adalah ChemDraw Professional 15.0, dan HyperChem 8.0, Open Babel Graphical User Interface (Obabel GUI), AutoDock , dan Discovery Studio Visualizer (DSV).
## Metode
Pengunduhan makromolekul protein sebagai target docking
Makromolekul COX-2 diunduh dari situs http://www.rcsb.org.pdb dengan PDB ID 6COX. Data makromolekul disimpan dalam format *pdb.
## Pemodelan struktur molekul
Senyawa leonurin dan turunannya serta ibuprofen (pembanding) dibuat struktur dua dimensinya menggunakan software ChemDraw Professional 15.0. dan disimpan dalam dalam format *mol. Invoke Model Builder menggunakan HyperChem , kemudian dilakukan optimasi geometri dengan metode AM1 dengan nilai RMS Gradient sebesar 0,1 kkal/mol dan disimpan dalam format *mol. Proses yang telah dijelaskan dilakukan untuk turunan senyawa yang akan dirancang.
## Validasi metode docking
Validasi metode docking dilakukan dengan menambatkan ligan alami dari reseptor COX-2 menggunakan software AutoDock 4.2. dengan koordinat X=71.06, Y=28.441, Z= 25.961 dan ukuran gridbox X=50, Y=50, Z=50. Metode docking dikatakan baik jika nilai RMSD ( Root Mean Square Deviation ) antara konformasi pose hasil docking dan kristalografi 2Å (Fikry, 2014).
## Penambatan molekul ( Docking )
Proses penambatan molekul dilakukan dengan menambatkan senyawa leonurin dan turunannya terhadap reseptor COX-2. Penambatan terlebih dahulu dilakukan preparasi makromolekul dengan menggunakan Autodock Tools dan disimpan dalam format *pdb. Preparasi tersebut dilakukan untuk memisahkan protein dari pelarut dan ligan atau residu lainnya. Struktur protein dan ligan yang telah diperoleh dalam bentuk *.pdb kemudian dikonversi ke file berformat*.pdbqt dan ditentukan parameter yang digunakan dalam proses penambatan menggunakan aplikasi Autodock Tools. Hasil penambatan dievaluasi menggunakan Discovery Studio visualizer (DSV).
## Evaluasi penilaian hasil docking
Penilaian hasil penambatan molekul berupa energy bebas ikatan (ΔG) senyawa leonurin dan turunanya dengan obat inflamasi golongan AINS ( Anti-Inflammatory Non Steroid ) yang beredar (ibuprofen) serta interaksinya terhadap residu asam amino dari reseptor COX-2. Nilai ΔG yang semakin kecil merupakan parameter kestabilan konformasi antara ligan dengan reseptor (Arwansyah et al., 2014).
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Perancangan dan desain turunan
Perancangan dan desain senyawa turunan leonurin dengan menggunakan ChemDraw Professional 15.0. Dasar perancangan dan desain untuk turunan senyawa leonurin dilakukan dengan menambah rantai induk, mengganti dan menambahkan gugus tertentu pada rantai yang kemudian menghasilkan senyawa turunan dalam bentuk 2 dimensi (2D) (Tabel 1).
Tabel 1. Perancangan Turunan Leonurin
Nama Ligan Turunan Leonurin Nama Kimia Leonurin
OCH 3 H 3 CO O N H NH 2 HO O NH 4-guanidinbutil 4hidroks-3,5-dimetoksi benzoate
Turunan-1
HO H 3 CO OCH 3 H N CH 3 O N-etil-4-hidroksi-3,5-dimetoksi benzamida Turunan-2 HO H3CO OCH3 O O CH3 Propil4-hidroksi-3,5-dimetoksibenzoate Turunan-3 HO H 3 CO OCH 3 O O OH 6-hidroksi heksil 4-hidroksi-3,5- dimetoksi benzoat Turunan-4 O NH 2 O HO OCH 3 H 3 CO 4-amino butil 4-hidroksi-3,5-dimetoksi benzoat Turunan-5 HO H 3 CO OCH 3 O O CH 3 Heptil 4-hidroksi-3,5-dimetoksibenzoat
Turunan-6 O OH O HO OCH 3 H 3 CO 2-hidroksi etil 4-hidroksi-3,5-dimetoksi benzoat Turunan-7 O N O HO OCH 3 H 3 CO NH 2 NH 2
2-(diamina metil amina) etil 4-hidroksi- 3,5-dimetoksi benzoat Turunan-8 O N O HO OCH 3 H 3 CO NH 2 NH 2 6-amina-7-oksooktill 4-hidroksi-3,5- dimetoksi benzoat
Turunan-9
H 3 CO OCH 3 O O CH 3 O NH 2 O OH 4-((6-amina-7-oksooktiloksi) karbonil)-
2,6-dimetoksi asam benzoate Turunan-10 HO H 3 CO OCH 3 H N O H N CH 3 O NH 2 NH 1-(4-amina-5-oksoheksil)-3-(4-hidroksi-
3,5-dimetoksi benzoil) guanidine Turunan-11
H 3 CO OCH 3 H N O H N CH 3 O NH 2 O OH NH 4-((3-(4-amina-5-oksoheksil) guanidin) karbonil)-2,6-dimetoksi asam benzoat Turunan-12 O N O HO OCH 3 H 3 CO CH 3
CH 3 2-(dimetil amina)ethyl 4-hidroksi-3,5- dimetoksi benzoat
Turunan-13
H 3 CO OCH 3 H N O H N OH O NH 2 O OH NH 4-((3-(4-amina-4-karboksi butil) guanidin) karbonil)-2,6-dimetoksi asam benzoat Turunan-14 O O H N OCH 3 H 3 CO NH 2 H N NH HO NH 2 3-amina propil 4-(3-(4-amina-5-hidroksi pentyil) guanidin)-3,5-dimetoksi benzoat
Turunan-15
O O H N OCH 3 H 3 CO H N NH HO NH 2 N CH 3 CH 3
4-(dimetil amina) butil 4-(3-(4-amina-5- hidroksi pentil) guanidin)-3,5dimetoksi benzoat
Turunan-16 O NH 2 O H N OCH 3 H 3 CO H 3 C 4-amina butil 3,5-dimetoksi-4-(propil amina) benzoat
Turunan-17
O NH 2 O H N OCH 3 H 3 CO OH NH 2 4-amino butil 4-(2-amina-2-hidroksi ethil amina)-3,5-dimetoksi benzoat
## Validasi metode docking
Tahap validasi dilakukan menggunakan software AutoDock Tools dengan tujuan agar diperoleh parameter yang sesuai dalam proses penambatan molekul. Validasi ini dilakukan dengan caramenentukan nilai RMSD dengan melakukan perbandingan antara ligan alami dengan senyawa hasil desain, konformasi dari ligan alami diperingkatkan berdasarkan nilai energi bebas Gibs terkecil hingga terbesar. Nilai energi bebas Gibs yang kecil menunjukan bahwa konformasi yang terbentuk adalah stabil. Nilai energi bebas Gibs yang besarmenunjukan kurang stabilnya konformasi molekul (Schneider & Baringhaus, 2008).
Nilai RMSD adalah nilai penyimpangan antara satu konformasi ligan yang menyatakan kesalahan padaprediksi interaksi antara ligan-reseptor. Artinya, jika nilai RMSD kecil maka konformasi yangdiperoleh baik dan sebaliknya. Penambatan molekul diawali dengandilakukan penambatan ligan alami S58 ( 1-phenyl sulfonamide-3-trifluoromethyl-5 para bromo phenylpyrazole ) dengan reseptor protein COX-2. Penambatan yang dilakukan menghasilkan 100 konformasi ligan yang berbeda. Konformasi-konformasi tersebut diperingkatkandan dipilih konformasi terbaik dengan nilai RMSD 0,31 Å(Gambar 1), energi bebas Gibs -10,50 kkal/molartinya konformasi tersebut mendekati konformasi sinar-X ligan alami.
Gambar 1. Penambatan molekul ligan alami (konformasi sinar-X) dengan ligan alami konformasi 4. Keterangan: warna abu-abu = ligan alami sebelum docking , warna merah muda = ligan alami setelah docking .
Berdasarkan Gambar 1menunjukkan penambatanligan alami pada konformasi terbaik setelah ditumpang tindihkan dengan konformasi ligan alami sebelum penambatan molekul. Terlihat bahwa kedua konformasi menunjukkan pose yang tidak jauh berbeda sehingga parameter yang digunakan sudah memenuhi kriteria validitas penambatan molekul.
## Penambatan molekul ( docking )
Penambatan molekul dilakukan dengan ligan leonurin dan turunannya, serta ibuprofen terhadap protein COX-2 menggunakan AutoDock 4.2. Penambatan molekul dilakukan untuk memperoleh prediksi energi bebas Gibs serta konformasi terbaik dari ligan ketika berikatan dengan reseptor yang merupakan parameter afinitas dan kestabilan konformassi antara ligan dengan reseptor (Tabel 2).
## Visualisasi hasil docking
Hasil penambatan molekul divisualisasi menggunakan Discovery Studio Visualizer untuk melihat interaksi ikatan hidrogen dan jarak ikatan hidrogen yang terjadi antara ligan dengan reseptor. Visualisasi interaksi ikatan hidrogen dapat dilihat di Gambar 2 dan Tabel 2.
Gambar 2. Interaksi ligan alami konformasi 4 dengan reseptor COX-2. Ket: warna biru = ligan alami, warna merah = asam amino yang membentuk ikatan hidrogen, warna jingga = asam amino yang saling berikatan.
Tabel 2.Hasil perhitungan energi bebas ikatan (ΔG) dan interaksi ikatan hidrogen
Kode Ligan ∆G (kkal/mol) Jumlah Ikatan Hidrogen Atom Yang Terlibat Jarak Ikatan (Å) Ligan Reseptor T-1 -6,84 3 Gugus amina primer O (Tyr936) 1,96 Gugus fenol O (Ala750) 2,14 Gugus karbonil H (His939) 2,34 T-8 -7,64 4 Gugus fenol O (Ala750) 2,23 Gugus karbonil HN (Thr763) 2,41 Gugus karbonil H (Asn933) 1,93 Gugus karbonil H (His939) 2,08 T-10 -7,90 5 Gugus amina primer O (Tyr936) 1,85 Gugus fenol O (Ala750) 2,21 Gugus amina sekunder O (Asn933) 2,16 Gugus karbonil HN (Thr763) 2,07 Gugus karbonil H (Asn933) 2,01 Gugus amina primer O (Tyr936) 2,08 Gugus amina primer O 2,28
T-11 -7,95 5 (Asn933) Gugus amina sekunder O (Phe761) 2,09 Gugus karbonil HN (Thr763) 2,03 Gugus karbonil H (Asn933) 1,92 T-13 7,66 10 Gugus amina primer O (Tyr936) 2,29 Gugus hidroksi O (Trp938) 1,91 Gugus hidroksi OH (Tyr699) 2,26 Gugus hidroksi O (Thr763) 1,95 Gugus karbonil O (Asn933) 2,27 Gugus hidroksi O (Asn933) 2,01 Gugus karbonil H (His758) 2,45 Gugus hidroksi HN (Thr763) 2,18 Gugus hidroksi H (Asn933) 1,68 Gugus hidroksi HN (Leu942) 2,34 T-15 -6,90 5 Gugus amina primer O (Thr763) 2,10 Gugus amina sekunder O (Glu841) 2,15 Gugus amina sekunder O (Glu841) 2,21 Gugus metoksi H (Thr763) 2,30 Gugus hidroksi H (Gln840) 2,29
Turunan senyawa leonurin yang paling baik dalam menghambat COX-2 sebagai kandidat obat anti inflamasi
Docking merupakan interaksi penambatan antara ligan dan protein yang digunakan untuk prediksi posisi dan orientasi ligan ketika terikat pada reseptor protein (Girija et al., 2010). Ligan-reseptor yang saling berinteraksi akan cenderung berada pada kondisi energy yang paling rendah, kondisi tersebut menyebabkan molekul akan berada pada keadaan yang stabil sehingga semakin kecil harga ΔG interaksi ligan dengan reseptor akan semakin stabil (Arwansyah et al., 2014).
Hasil visualisasi tiga dimensi (3D) pada area penambatan ligan dan reseptor dapat menunjukkan ikatan hidrogen. Interaksi ikatan hidrogen antara ligan dan reseptor dapatmempengaruhi aktivitas senyawa serta adanya jarak ikatan antara salah satu atom ligan dengan atom reseptor akan mempengaruhi kekuatan ikatan (afinitas) ligan-reseptor. Ikatan hidrogen yang baik memiliki jarak ˂ 2,8 Å. Semakin
kecil jarak ikatan hidrogen antara ligan dengan residu asam amino penting pada reseptor maka kekuatan afinitas keduanya semakin besar (Qoonita & Daryono, 2012).
Ikatan hidrogen adalah interaksi yang terbentuk antara atom hidrogen dengan atom yang memiliki nilai keelektronegatifan tinggi. Ikatan hidrogen mempunyai kekuatan berikatan dengan reseptor dan juga bisa lepas ikatannya setelah terjadi ikatan dan adanya reaksi (Syahputra et al., 2014). Ikatan hidrogen melibatkan interaksi atom hidrogen yang terikat dengan atom elektronegatif seperti flour (F), nitrogen (N), oksigen (O). Nilai donor dan akseptor ikatan hydrogen berhubungan dengan aktivitas biologis dari suatu molekul obat. Ikatan hydrogen dapat mempengaruhi sifat-sifat kimia-fisika senyawa,seperti titik didih,titik lebur, kelarutan dalam air, kemampuan dalam pembentukan kelat dan keasaman. Perubahan sifat-sifat tersebut dapat berpengaruh terhadap aktivitas biologis senyawa (Glowacki et al., 2013).
Berdasarkan data pada tabel2 diperoleh nilai ∆G terkecil pada ligan turunan 11 (T-11) yaitu sebesar - 7,95 kkal/mol. Hal ini mengindikasikan bahwa memiliki afinitas yang paling baik diantara semua ligan. Nilai energi bebas ikatan yang kecil menunjukkan bahwa konformasi yang terbentuk adalah stabil. Semakin rendah nilai energi bebas ikatannya maka semakin stabil interaksi ligan tersebut terhadap reseptor dan afinitas ligan terhadap reseptor semakin kuat (Schneider & Baringhaus, 2008).
## Perbandingan antara ∆G turunan terbaik dengan ibuprofen
Ibuprofen termasuk obat anti inflamasi non steroid (AINS) turunan asam propionat. Obat ini dapat meredakan rasa sakit ringan hingga menengah, serta mengurangi peradangan. Ibuprofen merupakan obat anti inflamasi yang baik dan banyak digunakan sehingga dipakai sebagai pembanding (Aryani dan Purwandi, 2016). Pada penelitian ini, didapatkan turunan terbaik yaitu turunan 11 (T-11) dengan nilai sebesar -7,95 kkal/mol sedangkan ibuprofen (P/I) dengan nilai sebesar -6,14 kkal/mol.Interaksi turunan 11 (T-11) dan iburofen dengan reseptor COX-2 dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 3.
Tabel 3. Turunan terbaik dengan ibuprofen
Nama Ligan ∆G (kkal/mol) Jumlah Ikatan Hidrogen Atom yang terlibat Jarak Ikatan (Å) Ligan Reseptor Turunan 11 (T-11) -7,95 5 Gugus amina primer O (Tyr936) 2,10 Gugus amina primer O (Asn933) 2,15 Gugus amina sekunder O (Phe761) 2,21 Gugus karbonil HN (Thr763) 2,30 Gugus amina sekunder H (Gln840) 2,29 Pembanding/ Ibuprofen (P/I) -6,14 2 Gugus hidroksi O (Tyr936) 2,04 Gugus hidroksi H (Thr757) 2,03
Berdasarkan data di atas, turunan 11 (T-11) merupakan turunan terbaik diantara ligan induk dan turunan lainnya maupun ligan pembanding.
Gambar 3. Interaksi ligan (a) Turun 11, dan (b) ibuprofen, dengan reseptor COX-2
## KESIMPULAN
Berdasarkan pendekatan in silico dengan metode molecular docking senyawa leonurin dan turunannya dapat dijadikan sebagai kandidat obat anti inflamasi dalam menginhibisi enzim COX-2, dengan hasil terbaik yang didapatkan pada ligan turunan 11 dengan nilai ∆G sebesar -7,95 kkal/mol dan membentuk interaksi ikatan hidrogen dengan 5 residu asam amino diantaranya :Tyr936 (O), Asn933 (O), Phe761 (O), Thr763 (HN), Asn933 (H) bila dibandingkan dengan ibuprofen (-6,14 kkal/mol) sebagai pembanding.
## UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimaksih kepada Dr. Muh. Arba, S.Si., M.Si, Suryani, S.Farm., M.Sc., Apt, Muhamad Handoyo Sahumena, S.Pd., M.Sc yang telah memberikan saran dan masukan pada penelitian ini.
## DAFTAR PUSTAKA
Arwansyah, Laksmi, A., Tony I., Sumaryada. (2014). Simulasi Docking Senyawa Kurkumin dan Analognya Sebgaia Inhibitor Reseptor Androgen pada Kanker Prostat. Current Biochemistry , 1, 11-19.
Aryani, R., Purwamdi, Y. (2016). Kajian Senyawa Eleutherine Dan Isoeleutherine Sebagai Antiinflamasi Terhadap Enzim Cox-1 Dan Cox-2 Secara In Siliko Dengan Metode Simulasi Docking Molekular. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada , 16, 77-87.
Fikry, M. A. (2014). Studi Penambatan Molekul Senyawa-senyawa Flavonoid dari Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L) pada Peroksisome Proliferator-Activated Receptor-Gamma ( PPAR ), (Unpublished undergraduate thesis), UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Girija, C. R., Karunakar, P., Poojari, C. S., Begum, N. S., Syed, A. A. (2010). Molecular docking studies of curcumin derivative with multiple protein targets for procarcinogen activating enzyme inhibition. J.Proteomics Bioinform , 3, 200-203.
( a )
( b ) (a) (b)
Glowacki, E. D., Vladu, M. I., Bauer, S. (2013). Hydrogen Bonds in Molecular Solids from Biological Systems to Organic Electronics. Journal Mater. Chem. B. 1 , 31,3742-3753.
Goodman, G. A., & Gilman. (1996). Farmakologi dan Terapi . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Haqiqi, F. N. (2015). Efek Pemberian Madu Hutan terhadap Mukosa Gaster yang Diinduksi Ibuprofen Suspensi. Majority , 4, 127-132.
Leach, A. R., Shoichet, B. K., Peishoff, C. E. (2006). Prediction of Protein Ligand Interactions, Docking and Scoring : Successes and Gaps. Journal of Medicinal Chemistry , 49, 5851-5855.
Liu, X. H, Pan, L. L., Wang, X., Gong, K. H., Zhu, Y. Z. (2012). Leonurine Protects Against Tumor Necrosis Factor-α-Mediated Inflammation in Human Umbilical Vein Endothelial Cells , Atherosclerosis , 222, 34-42.
Motiejunas, D., & Wade, R. (2006). Structural, Energetics, and Dynamic Aspects of Ligand-Receptor Interaction. Computer-Assisted Drug Design , 4, 193-209.
Mycek, M. J., Harvey, R. A., Champe P. C., (2001). Farmakologi Ulasan Bergambar , Edisi II, Jakarta: Widya Medika.
Priyanto, (2010). Farmakologi Dasar Untuk Mahasiswa Farmasi dan Keperawatan . Jakarta :Penerbit Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi.
Qoonita, F., & Daryono, H.T. (2012). Hubungan Kuantitatif Struktur Dan Aktivitas Senyawa Turunan 3-Haloasilaminobenzoilurea Sebagai Inhibitor Pembentukan Mikrotubulus. Acta Pharmaceutica Indonesia , 27, 76-80.
Schneider, G., Baringhaus, K.H. (2008). Molecular Design: Concepts and Applications . Germany: Wiley.
Senewe, M., Yamlean, P., Wiyono, W. (2013), Uji Efek Antiinfamasi Ekstrak Etanol Daging Buah Labu Kuning ( Cucurbita moschata D .) Terhadap Edema pada Telapak Kaki Tikus Putih Jantan Galur Wistar ( Rattus novergicus ). Jurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT , 2, 75-80.
Syahputra, G., Ambarsari, Sumaryada, T. (2014). Simulasi Docking Kurkumin Enol, Bisdemetoksikurkumin dan Analognya Sebagai Inhibitor Enzim 1,2-Lipoksigenase. Jurnal Biofisika , 10 , 55-56.
Syarif, A. (1998). Farmakologi dan Terapi , Edisi 4. Jakarta: Gaya Baru.
Tjay, T. H., & Rahardja, K. (2013). Obat-Obat Penting . Jakarta: Elex Media Komputindo.
|
d5af5584-f9d2-485d-8050-4068eb22f9cc | https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/golden_age/article/download/3385/2202 |
## Metode Ta’dib dan Komunikasi Islami Menurut Perspektif Al-Qur’an dan Hadist dalam Pembangunan
Karakter Anak Usia Dini
## Ta’dib Method and Islamic Communication According To Perspective of Qur’an and Hadith in Development Of Character of Early Childhood
## HERLINA HUSEN
STIKes Mitra Kencana, Jl. RE. Martadinata no. 142, Kode Pos 46133, Tasikmalaya, Indonesia Email: herlinahusen2014@gmail.com
## Abstract
Parents are responsible for the education of their children. Child character education should be done at an early age. The Qur’an and Sunnah of the Prophet Muhammad Sallallahu ‘Alayhi Wassalam are the two main sources of reference to a Muslim in solving all his problems, including children’s education. If revealed, there are many stories of Prophets and People in the Qur’an and Hadith, which can be used as a guide by parents in educating children. Among them are Islamic ta’dib method and Islami communication. Ta’dib combines teaching and instills an understanding of the cognitive aspects as well as commands and restrictions in the affective aspect. While Islamic communication refers to six types of words in the Qur’an such as Qaulan Sadiidan, Qaulan baligha, Qaulan ma’rufa, Qaulan Kariima, Qaulan layyina, and Qaulan maisura. Islamic Ta’dib and Islamic communication can support the success of parents in building the character of early childhood when practiced appropriately and accompanied by prayer.
Keywords : Ta’dib, Communication, Children’s Education, and Early Age.
## Abstrak
Orangtua adalah penanggungjawab bagi pendidikan anak-anaknya. Hendaknya pendidikan karakter anak dilakukan pada usia dini. Al Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad Salallahu ‘alaihi Wassalam merupakan 2 sumber utama yang menjadi rujukan seorang muslim dalam menyelesaikan segala problematikanya, termasuk pendidikan anak. Jika diturunkan, banyak sekali kisah para Nabi dan Orang-orang sholeh dalam Al Quran maupun hadist, yang dapat dijadikan pedoman oleh orangtua dalam mendidik anak. Diantaranya adalah metode ta’dib islami dan komunikasi islami. Ta’dib memadukan pengajaran dan menanamkan pemahaman dalam aspek kognitif serta perintah dan larangan dalam aspek afektif. Sementara komunikasi Islami merujuk pada enam jenis perkataan didalam Al Qur’an diantaranya Qaulan Sadiidan, Qaulan baligha, Qaulan ma’rufa, Qaulan Kariima, Qaulan layyina, dan Qaulan maisura. Ta’dib islami dan komunikasi islami dapat menunjang keberhasilan orangtua dalam membangun karakter anak usia dini jika dipraktekan secara tepat dan disertai do’a.
Kata Kunci : Ta’dib, Komunikasi, Pendidikan Anak, dan Usia Dini.
## Pendahuluan
Anak adalah amanah yang diberikan Allah kepada setiap orangtua. Pada hari kiamat kelak Allah akan meminta pertanggungjawaban orangtua akan kewajibannya kepada anak. Meliputi tanggung jawab nafkah, pendidikan, perlindungan, kesehatan dan lain sebagainya.
Demikian pentingnya amanah ini, sehingga Allah mengingatkan orangtua agar sungguh- sungguh dalam mengamalkannya.
Allah Swt. berfirman:
ْ ُكيِلْه َ أ َو ْ ُك َسُفْن َ أ اوُق اوُن َمآ َن ي� ِذ َّلا اَ ُّي�َأ َي�
ٌةَكِئ َل َم اَ ْي�َلَع ُة َرا َجِْلا َو ُساَّنلا اَه ُدوُق َو ا ًر َن� ْ ُه َر َم َ أ ا َم َ َّللا َنو ُص ْعَي َل ٌدا َد ِش ٌظ َل ِغ َنو ُرَمْؤُي اَم َنوُلَعْفَي َو
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan ” (QS. At-Tahrim: 6).
ًةَّي ِّر ُذ ْمِِن�ْل َخ ْنِم اوُكََت� ْوَل َن ي� ِذَّلا َش ْخَيْلَو اوُلو ُقَيْل َو َ َّللا او ُقَّتَيْلَف ْمِ ْي� َلَع اوُفا َخ اًفاَع ِض ا ًدي ِد َس ًل ْوَق “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar” (QS. An-Nisa: 9).
Orangtua bertanggung jawab untuk mengantarkan anak memasuki gerbang syurga dan menghindarkannya dari neraka dengan mendidiknya. Hal ini dikemukakan oleh Al-Ghozali yang dikutip oleh Ahmad Tafsir, “ketahuilah, bahwa melatih jiwa anak- anak termasuk hal yang amat penting dan perlu. Anak-anak adalah amanat ditangan kedua orang tuanya. Jiwanya (hatinya) yang masih suci bagaikan batu permata yang masih polos belum diukir dan belum dibentuk. Karena itu, dengan mudah saja ia menerima segala bentuk rekayasa yang ditujukan kepadanya, dan memiliki kecenderungan yang dibiasakan kepadanya. Jika baik, ia akan tumbuh dewasa dalam keadaan baik dan bahagia, dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat. Kedua orang tuanya, guru serta pendidiknyapun ikut pula menerima pahala yang disediakan baginya. Tetapi sebaliknya, jika dibiasakan kepadanya perbuatan yang buruk atau diterlantarkan seperti halnya hewan yang berkeliaran tak menentu, niscaya ia akan sengsara dan binasa. Dosanya akan dipikul juga oleh orang tuanya, walinya, atau siapa saja yang bertanggung jawab atas pendidikannya” ( Tafsir Ahmad, 1992).
Demikian pentingnya pendidikan anak, sehingga seharusnya sudah dimulai sejak anak berada dalam kandungan, ketika Allah sudah meniupkan ruh dan menciptakan pendengaran pada janin didalamnya. Kemudian dilanjutkan ketika anak telah lahir ke dunia. Para ahli
menyatakan bahwa usia 0-6 tahun adalah masa keemasan (golden age). Di fase usia ini, anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Menurut banyak penelitian bidang neurologi ditemukan bahwa 50% kecerdasan anak terbentuk pada kurun waktu 4 tahun pertama. Setelah usia 8 tahun, perkembangan otaknya mencapai 80% dan pada usia 18 tahun mencapai 100% ( Suyanto, 2005) .
Pada fase ini pula pembentukan karakter anak dimulai. Dimana, karakter yang telah tertanam sejak kecil inilah yang akan terus melekat dan terbawa hingga ia dewasa.
Untuk menunjang keberhasilan orangtua dalam pendidikan tersebut, maka sudah semestinya orangtua merujuk pada dua sumber dalil syariat, yaitu Al Qur’an dan Hadist. Karena kedua sumber ini adalah tuntunan sempurna bagi segala problematika manusia. Dari kedua sumber ini dapat diturunkan metodologi pendidikan anak yang dibutuhkan.
Di dalam Al Qur’an terdapat setidaknya tiga istilah yang digunakan untuk menerangkan konsep pendidikan, yaitu tarbiyah dengan kata kerja rabba ,ta’lim dengan kata kerja ‘ allama dan ta’dib dengan kata kerja addaba.
Ta’dib adalah salah satu istilah yang dipakai dalam dunia pendidikan Islam selain dari tarbiyah , ta’lim dan lain- lainnya. Ta’dib , tarbiyah dan ta’lim bila ditinjau dari sisi bahasa, sama-sama mempunyai arti pendidikan, yang dalam bahasa Inggris nya diistilahkan education. Akan tetapi, tadib lebih mewakili istilah pendidikan islam. Sebab ta’dib sudah mencakup unsur- unsur ilmu ( ‘ilmu ), instruksi ( ta’lim ), dan pembinaan yang baik ( tarbiyah ) ( Rambe Imron, 2012) .
Tadib adalah perpaduan semua unsur pendidikan mulai dari menanamkan pemahaman yang sebelumnya tidak dipahami anak, memunculkan kesadaran untuk beramal, pendampingan, pembiasaan dan pemaksaan dalam tuntutan pelaksanaan kewajiban, hingga hukuman jika terdapat pelanggaran. Sehingga tadib membutuhkan pengajaran dalam aspek kognitif serta perintah/ajakan dan larangan dalam aspek afektif.
Disinilah orangtua perlu memahami metode ta’dib dan komunikasi efektif yang dicontohkan dalam kisah-kisah Nabi dan orang-orang sholeh didalam Al-Quran serta diteladankan Nabi Muhammad SAW. Karena metode tadib dan tehnik komunikasi saling
berkaitan dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Metode yang baik, tanpa komunikasi yang tepat tidak akan mengantarkan pada tujuan pendidikan yang diharapkan.
## Pembahasan
## Konsep Ta’dib
Tadib merupakan bentuk masdar dari kata addaba-yuaddibu-ta’diban, yang artinya mengajarkan sopan santun. Sedangkan menurut istilah ta’dib diartikan sebagai proses mendidik yang di fokuskan kepada pembinaan dan penyempurnaan akhlak. Fokus pembahasan ta’dib berorientasi pada kesadaran dan pemahaman ilmu yang benar dalam diri seseorang agar menghasilkan kemantapan amal dan tingkah laku yang baik. Sabda Nabi saw:
ب�د أ ت� نسحأف ب�ر ن�بدأ “Tuhanku telah mendidikku, dan dengan demikian menjadikan pendidikanku yang terbaik”
Rasulullah SAW meneladankan kepada kita, bagaimana metode tadib pada anak.
## Menanamkan Tauhid dan kecintaan kepada Allah
لوسر فلخ تنك لاق سابع ن ب� نع ي� ث� لاقف اموي لمسو هيلع الله لىص الله كظف ي� الله ظفحا تاكلم كلمعأ ي ن�إ ملغ لأساف تلأس اذإ كها ب ت� هد ب ت� الله ظفحا نأ لمعاو لله ب� نعتساف تنعتسا اذإو الله ء ي ث�ب كوعفني نأ لىع تعمتجا ول ةم ألا ولو كل الله هبتك دق ء ي ث�ب لإ كوعفني لم كو ن�ي لم ء ي ث�ب كو ن�ي نأ لىع اوعمتجا ملق ألا تعفر كيلع الله هبتك دق ء ي ث�ب لإ يذم ت�لاو دحمأ هاور .فحصلا تفجو “Dari sahabat Ibnu Abbas ia berkata: Suatu hari aku membonceng Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau bersabda kepadaku: ‘Wahai nak, sesungguhnya aku akan ajarkan kepadamu beberapa kalimat: Jagalah (syariat) Allah, niscaya Allah akan menjagamu, jagalah (syariat) Allah, niscaya engkau akan dapatkan (pertolongan/perlindungan) Allah senantiasa di hadapanmu. Bila engkau meminta (sesuatu)
maka mintalah kepada Allah, bila engkau memohon pertolongan, maka mohonlah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah (yakinilah) bahwa umat manusia seandainya bersekongkol untuk memberimu suatu manfaat, niscaya mereka tidak akan dapat memberimu manfaat melainkan dengan sesuatu yang telah Allah tuliskan untukmu, dan seandainya mereka bersekongkol untuk mencelakakanmu, niscaya mereka tidak akan mampu mencelakakanmu selain dengan suatu hal yang telah Allah tuliskan atasmu. Al Qalam (pencatat takdir) telah diangkat, dan lembaran-lembaran telah kering.’” (Riwayat Ahmad, dan At Tirmizy)
Percakapan Rasulullah SAW dengan Abdullah bin abas (anak sepupunya) menggambarkan pentingnya penanaman tauhid sebagai pondasi dasar bagi anak dalam mengarungi kehidupan. Dalam hadist tersebut, Rasulullah mengajarkan Abdullah bin abbas agar beriman dengan keimanan yang murni, senantiasa bergantung hanya kepada Allah, dan menjaga syariatNya sebagai bukti keimanan kepadaNya.
## Nasehat berupa perintah dan laran- gan
ةر ت� ام ن�ع الله ي ن�ر يلىع ن ب� نسلا ذخأ ي ب�نلا لاقف هيف ي ن� اهلعب ن� ةقدصلا رت� نم ث� احهرطيل خك خك :لمسو هيلع الله لىص قفتم .ةقدصلا كل أ ن� ل ن�أ ترعش امأ لاق هيلع “Al Hasan bin Ali rodhiallahu ‘anhuma mengambil sebiji kurma dari kurma shadaqah (zakat), kemudian ia memasukkannya ke dalam mulut (hendak memakannya) maka Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya: ‘Kakh, kakh,’ agar ia mencampakkannya, kemudian beliau bersabda kepadanya, ‘Tidakkah engkau sadar bahwa kita tidak (halal) memakan shadaqah?’” (Muttafaqun ‘alaih)
Hadits ini menjadi panduan dalam pendidikan anak. Dimana Rasululloh telah menanamkan prinsip-prinsip agama terkait halal dan haram sejak usia Cucunya Al Hasan masih sangat kecil.
Secara khusus berkenaan dengan shalat, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
ن ي�نس عبس ءانبأ ه و ةلصل ب� كمدلوأ اورم هاور . ث�ع ءانبأ ه و ا ي�لع هوب ن�ا و
كمالاو دواد وبأو دحمأ “Perintahlah anak-anakmu agar mendirikan shalat tatkala mereka telah berumur tujuh tahun, dan pukullah karenanya tatkala mereka telah berumur sepuluh tahun.”
Pada hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas mensyariatkan agar pendidikan shalat dimulai sejak dini, yakni sebelum baligh. Sekalipun perintah sholat kepada anak disyariatkan saat berusia tujuh tahun, namun syariat ini tentu membutuhkan persiapan. Yaitu dengan mengajarkan tata cara wudhu, tatacara dan bacaan sholat, membiasakan sholat lima waktu, menerangkan hal-hal yang membatalkan sholat dan lain sebagainya. Sehingga di usia tujuh tahun anak relatif lebih mudah melaksanakan karena sudah terbiasa. Dan di usia sepuluh tahun, anak tidak perlu sering diberikan hukuman, karena proses pembiasaan sholat sudah lama dilakukan sejak usia dini.
## Membiasakan adab yang baik
لوقي هنع الله ي ن�ر ةلمس ي ب�أ ن ب� رعم نع الله لىص الله لوسر ر بح ي ن� املغ تنك: ،ةفحصلا ي ن� شيطت يدي تنكو لمسو هيلع ي� :لمسو هيلع الله لىص الله لوسر يل لاقف ا ن� كيلي مما كلو كنيميب كلو الله سم ملغ هيلع قفتم .دعب ي ت�معط كلت تلاز “Dari sahabat Umar bin Abi Salamah radhiallahu ‘anhu, ia mengisahkan: Dahulu ketika aku masih kecil dan menjadi anak tiri Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, dan (bila sedang makan) tanganku (aku) julurkan ke segala sisi piring, maka Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ‘Hai nak, bacalah bismillah, dan makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari sisi yang terdekat darimu.’ Maka semenjak itu, itulah etikaku ketika aku makan.” (Muttafaqun ‘alaih).
## Teladan yang baik dan pendampin- gan
Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wassalam adalah teladan terbaik. Ketika beliau memerintahkan sesuatu, beliau telah menerapkan terlebih dahulu pada dirinya. Beliau adalah pribadi istimewa, hingga perkataannya didengar dan amalnya diikuti.
Anak-anak yang hidup dan mendapat bimbingan langsung Nabi sangat mengidolakan Nabi SAW, sehingga mereka mudah dididik. Ini adalah hal asasi yang harus diperhatikan oleh orangtua. Yakni bagaimana menjadikan dirinya sebagai orang yang paling dikagumi anak. Orangtualah orang terdekat yang menyenangkan dan menjadi role model bagi anak. Dengan demikian, pendidikan dan pengasuhan anak akan lebih mudah dilakukan .
## Hukuman Bertahap
Menghukum anak bukanlah hal yang dilarang dalam ta’dib islam. Hukuman terhadap anak dibenarkan dalam pembiasaan adab yang baik dan pelaksanaan kewajiban. Manakala orangtua mendapati anak tidak patuh pada syariat dan menampilkan adab yang buruk, maka orangtua wajib memberi peringatan hingga hukuman yang tepat. Hukuman dalam ta’dib Islam bertujuan untuk mendidik anak-anak agar mereka takut melakukan hal-hal yang tercela.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan ini dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam , “ Gantungkanlah cambuk (alat pemukul) di tempat yang terlihat oleh penghuni rumah, karena itu merupakan pendidikan bagi mereka .”
Perintah Rasulullah menggantungkan cambuk tidak dimaksudkan untuk memukul anggota keluarga, akan tetapi dimaksudkan agar anggota keluarga takut terhadap ancaman tersebut dan termotivasi untuk meninggalkan perbuatan buruk dan tercela
Hukuman hendaknya dilakukan secara bertahap, Mulai dari peringatan disertai ketegasan, peringatan kedua disertai muka masam (tidak suka), hukuman ringan hingga sedang jika melanggar adab baik,dan hukuman berat berupa pukulan untuk pelanggaran kewajiban semisal sholat atau puasa, jika anak tersebut telah mencapai usia yang memungkinkannya untuk mengambil pelajaran dari pukulan tersebut,biasanya di usia sepuluh tahun.
Islam memiliki rambu-rambu dalam menghukum anak. Yakni tidak memberi hukuman yang dapat mencelakakan anak. Seperti memukul anak dibawah usia 10 tahun, memukul wajah, memukul terlalu keras yang menimbulkan bekas, dan memukul dalam keadaan sangat marah
## Konsep Komunikasi
Komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu, mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara lisan (langsung) ataupun tidak langsung (melalui media) (Daftar Definisi Komunikasi (http:// Wikipedia.org/wiki) diunduh pada 26 Desember 2017).
Didalam Al Qur’an, setidaknya terdapat 6 istilah dari lafazh “Qaulan” (perkataan) yang menjadi panduan bagi seorang muslim dalam berkomunikasi. Diantaranya: (1) Qaulan Sadida (QS. An-Nisa:9); (2) Qaulan Baligha ( QS. An-Nisa’: 63); (3) Qaulan Ma’rufa ( QS. Al-Baqarah: 235; QS. An- Nisa’: 5& 8; QS. Al- Ahzab: 32); (4) Qaulan Karima ( QS. Al-Isra’: 23); (5) Qaulan Layina ( QS. Thaha: 44); (6) Qaulan Maisura ( QS. Al-Isra’: 28) (Prinsip Komunikasi Islam (http:// www.risalah islam. com) diunduh pada 26 Desember 2017)
Keenam jenis perkataan ini bermuara pada prinsip komunikasi dalam Islam yang terdapat dalam ayat:
ًنْسُح ِساَّنلِل اوُلوُق َو “Dan berkatalah kamu kepada semua manusia dengan cara yang baik ( husna )” (QS. Al- Baqarah: 83).
## Qaulan Sadida (Ucapan yang Benar)
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Qaulan Sadida –perkataan yang benar” (QS. An-Nisa: 9). Dalam Tafsir Al-Qurtubi dijelaskan, as- sadid yaitu: perkataan yang bijaksana dan benar.
Benar artinya jujur, tidak dusta, tidak menutup-nutupi atau merekayasa.. “Dan jauhilah perkataan-perkataan dusta” (QS. Al- Hajj: 30). “Katakanlah kebenaran walaupun pahit rasanya” (HR Ibnu Hibban).
Qaulan Baligha (Berdampak dan Efektif )
“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka QaulanBaligha
–perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.“ (QS An-Nissa: 63).
Imam Ibnu Katsir menyatakan makna Qaulan baligha yakni menasihati dengan ungkapan yang menyentuh sehingga mereka berhenti dari perbuatan salah yang selama ini mereka lakukan.
Kata baligh berarti fasih, jelas maknanya, terang, serta tepat dalam mengungkapkan apa yang dimaksud. K o m u n i k a s i a g a r f a s i h d a n j e l a s maknanya, maka harus disesuaikan dengan kadar intelektualitas orang yang diajak bicara dan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh mereka. “Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar akal (intelektualitas) mereka” (H.R. Muslim).
”Tidak kami utus seorang rasul kecuali ia harus menjelaskan dengann bahasa kaumnya” (QS. Ibrahim:4)
Qaulan Ma’rufa (Ucapan yang Baik)
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Ma’rufa –kata-kata yang baik.” (QS An-Nissa :5)
“Qulan Ma’rufa –perkataan yang baik– dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. Al- Baqarah: 263).
“Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya] dan ucapkanlah Qaulan Ma’rufa –perkataan yang baik.” (QS. Al-Ahzab: 32).
Al-Buruswi menyebutkan qaulan m a ’ r u f a s e b a g a i u n g k a p a n b a h a s a yang baik dan halus sedangkan Assidiqi menyebutnya sebagai perkataan yang baik, yaitu kata-kata yang tidak membuat orang lain atau dirinya merasa malu.[6] Dapat disimpulkan, bahwa Qaulan Ma’rufa adalah penuturan yang baik, halus, menyenangkan, penuh penghargaan dan tidak menyakiti atau membuat malu orang yang mendengarnya (Qoulan Sadida dalam
Al Qur’an (http:// el-Syahida.blogspot.co.id) Diunduh pada 26 Desember 2017).
## Qaulan Karima (Ucapan yang Mulia)
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orangtuamu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, seklai kali janganlah kamu mengatakan kepada kedanya perkatan ‘ah’ dan kamu janganlah membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Karima –ucapan yang mulia” (QS. Al-Isra: 23).
Imam Ibnu Katsir (1999) menjelaskan bahwa qaulan karima artinya lembut, baik, dan sopan disertai tata krama, penghormatan dan pengagungan.
Qaulan karima adalah perkataan yang santun dan memuliakan orang yang diajak bicara. Jenis komunikasi ini dikhususkan ketika bicara dengan orang yang lebih tua seperti orangtua dan guru.
Qulan Layina - Lemah-Lembut
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan Qulan Layina –kata-kata yang lemah-lembut…” (QS. Thaha: 44).
Imam Ibnu Katsir menyebut qaulan layyina sebagai ucapan yang lemah lembut.
Berkomunikasi dengan cara yang lemah lembut, tidak kasar dan menggunakan bahasa sindiran (bukan makna sebenarnya, khususnya ketika menasehati akan lebih mudah diterima oleh orang yang diajak bicara.
## Qaulan Maysura (Mudah Dipahami)
”Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhannya yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka Qaulan Maysura–ucapan yang mudah” (QS. Al-Isra: 28).
Qaulan Maysura (Maisuran) bermakna ucapan yang mudah, yakni mudah dicerna, mudah dimengerti, dan dipahami.
Keenam jenis komunikasi yang telah disebutkan diatas ternyata adalah cara berkomunikasi yang dipraktekan oleh para Nabi dan orang-orang sholeh didalam Al-
Quran ataupun diteladankan Nabi Muhammad SAW yang terdapat dalam Al- Hadist.
Lukman Al Hakim adalah seorang tokoh istimewa dalam pendidikan anak, yang patut menjadi teladan bagi para orangtua dalam mendidik anaknya. Bahkan namanya ditahbiskan menjadi salah satu nama surat dalam Al Qur’an.
Pertama Lukman mengajarkan kepada orangtua bagaimana berkata benar (qaulan syadiidan) kepada anak.
Ayat-ayat larangan disampaikan dengan tegas menggunakan lafaz nahyi “Jangan” atau “Tidak”. Tidak ada kompromi dan disertai argumentasi
“ Dan ingatlah ketika luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepada anaknya: “hai anakku, janganlah kamu mensekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang besar .” (QS . Luqman: 13)
Demikian pula Ayat-ayat perintah d i s a m p a i k a n d e n g a n a j a k a n u n t u k melaksanakan disertai penjelasan yang menyentuh jiwa
“ Dan kami perintahkan kepada manusia(berbuat baik) kepada kedua ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang beertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun ”.(QS.Luqman:14)
“ Hai anakku, dirikanlah sholat dan suruhlah(manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu . sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang di wajibkan(oleh Allah )”. (QS.Luqman: 17) Ketika mengajarkan akhlak pada anaknya, Lukman menggunakan qaulan baligho (ungkapan yang menyentuh jiwa) dan qaulan layina (Lembut) dengan disertai perumpamaan
“ dan j anganlah kamu memalinglan mukamu dari manusia (karena sombong) dan j anganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.sesungguhnya seburuk-buruknya suara adalah suara keledai ”.( QS, Luqman: 18-19)
Teladan Lukman Al-hakim dalam berkomunikasi dengan anak adalah pelajaran berharga bagi para orangtua. Diperlukan komunikasi yang tepat, untuk kondisi yang berbeda. Contoh, ketika orangtua hendak memahamkan anak terkait perintah dan larangan, maka tanamkan dulu akidah dengan ungkapan yang berpengaruh pada jiwa anak. Pilih kosakata yang mudah dicerna anak dengan qaulan syadidan (perkataan yang benar). Gambarkan sifat-sifat Allah yang Maha Pengasih dan penyayang, Allah satu- satunya Tuhan yang menciptakan manusia dan Alam semesta. Maka menjadi kewajiban manusia untuk taat kepadaNya. Bukan sebaliknya, menggambarkan sifat Allah yang kejam dan terkesan menyeramkan di telinga anak usia dini yang belum mampu berpikir abstrak. Seperti perkataan “ Awas ya nak kalau kamu tidak sholat nanti Allah marah!”; “ Nanti Allah bakar kamu di neraka!”
Setelah menanamkan akidah pada jiwanya, maka motivasi anak untuk beramal sholeh sebagai wujud ketaatan kepada Allah. Jangan sungkan mengungkapkan dalil (Alqur’an dan hadist Nabi SAW) yang menjadi landasan orangtua memerintahkan ini dan itu. Sehingga anak terbiasa memahami bahwa ini adalah perintah yang datangnya dari Allah dan RasulNya. Tanamkan keyakinan bahwa apa yang diperintahkan Allah pasti baik, dan apa yang dilarangNya pasti buruk. Dengan begitu diharapkan anak dapat dengan sukarela dan penuh kesadaran melaksanakan kewajiban dan menjauhi larangan. Bukan karna tuntutan paksaan ayah dan ibunya.
Lakukan repetisi (pengulangan) pijakan dalil untuk perintah, larangan dan adab pada anak usia dini. Orangtua tidak boleh bosan mengingatkan anak. Semisal mengungkapkan hadist “Laa tasrob qaaiman” (jangan minum sambil berdiri), ketika anak melakukan kelalaian minum sambil berdiri. Sementara untuk hal-hal yang mubah seperti main kotor, lari-lari, dan naik tangga, gunakan pilihan kata yang lain, bukan kata negasi. Seperti “ Ibu percaya kamu akan berhati- hati naik tangga”, “ Cukup berjalan saja”, Jaga kebersihan bajumu, Allah cinta dengan kebersihan” dan pilihan kata yang lain yang mudah dipahami anak.
Lakukan pendampingan yang me- nyenangkan dalam proses pembiasaan anak beramal sholeh. Sehingga anak tidak akan merasa bahwa kewajiban itu beban. Disinilah peran orangtua menerapkan qaulan layinan, berkata penuh cinta, kelembutan
dan motivasi. Tunjukan pula sikap yang menyenangkan dan persuasif agar anak senang beramal sholeh.
Ketika anak sudah berusia tamyiz (sudah mampu membedakan benar dan salah), gambarkan adanya reward dan punishment pada setiap amal yang disepakati antara orangtua dan anak. Ketika orangtua harus menjatuhkan hukuman kepada anak (sesuai kesepakatan), maka yakinkan bahwa itu adalah bagian kasih sayang orangtua kepadanya dengan meluruskan kelalaiannya, agar kelak ia tak dapatkan azab Allah yang lebih berat. Bukan karena kebencian orangtua kepadanya. Di usia ini anak sudah bisa diajak berdiskusi sebagaimana diskusi dua arah antara Nabi Ibrahim AS dengan putranya Nabi Ismail AS.Percakapan antara keduanya menggambarkan kepada kita bahwa Nabi Ibrahim AS adalah ayah yang penyayang, namun ia jujur kepada anaknya ihwal perintah Allah untuk menyembelih dirinya. Sebagai ayah, Nabi Ibrahim tidak otoriter. Diajaknya putra kesayangannya itu untuk bicara dari hati ke hati, dan meminta pendapat Ismail tentang perintah Allah tersebut. Mendengar penuturan ayahnya, Ismail langsung menjawab tanpa berpikir panjang:
“ Wahai ayahku, laksanakanlah apa yang telah diperintahkan Allah kepadamu. Engkau akan menemuiku insyaa Allah sebagai orang yang sabar dan patuh kepada perintah…”
## Karakter Anak Usia Dini
Seorang anak memiliki jiwa. Dia dilahirkan dalam keadaan fitrah suci bersih tanpa noda. Maka tabiatnya, seorang anak mudah menerima kebenaran. Jika kemudian saat ini banyak stempel negatif yang diberikan kepada anak, semisal anak nakal, anak susah diatur dan lain sebagainya, berarti ada yang tidak tepat dalam ta’dib dan komunikasi orangtua terhadap anak. Sehingga kesalahan dalam ta’dib dan komunikasi ini berdampak pada rapuhnya karakter anak.
Pembentukan karakter yang baik pada diri anak tidak bisa ditempuh dengan cara yang instan. Diperlukan proses dan kesabaran dalam menjalaninya. Maka mendidik anak adalah pekerjaan hati. Orangtua harus memiliki waktu berkualitas setiap hari untuk anak. Dimana di waktu tersebut orangtua hadir fisik dan juga jiwanya. Waktu dimana orangtua mendampingi anaknya bermain,
bercanda, belajar dan menceritakan kisah- kisah penuh hikmah.
Hal lain yang seringkali luput dari orangtua dalam pendidikan anak, adalah muhasabah diri. Bercermin tentang bagaimana kualitas orangtua dihadapan anak. Apakah orangtua telah cukup pantas menjadi role model ideal bagi anak. Jika orangtua ingin dipatuhi, maka cara paling efektif adalah merubahdiri sendiri terlebih dahulu.
Allah berfirman:
ْ ُكيِلْه َ أ َو ْ ُك َسُفْن َ أ اوُق اوُن َمآ َن ي� ِذ َّلا اَ ُّي�َأ َي� ٌةَكِئ َل َم اَ ْي�َلَع ُة َرا َجِْلا َو ُساَّنلا اَه ُدوُق َو ا ًر َن� ْ ُه َر َم َ أ ا َم َ َّللا َنو ُص ْعَي َل ٌدا َد ِش ٌظ َل ِغ َنو ُرَمْؤُي اَم َنوُلَعْفَي َو
Hai orang-orang yang beriman, peliha- ralah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahrim: 6)
Dalam ayat tersebut Allah memberi penekananan pada lafazh Peliharalah dirimu , selanjutnya keluargamu . Maka tanggungjawab orantua sejatinya adalah memelihara dirinya dan anak-anaknya. Berusaha sungguh- sungguh agar berhasil mengantarkan diri dan keluarganya ke jalan yang Allah Ta’ala ridhai dan tidak menjatuhkan mereka dalam kedurhakaan kepada Berikutnya, perkara terpenting dalam agama ini,yaitu do’a. Tiada daya dan upaya kecuali milik Allah Taala. Sebaik apapun ortangtua mendidik anak, namun Allahlah yang menggenggam hati mereka. Hanya Allah sajalah yang Maha mengilmui segala yang Nampak dan tersembunyi pada kehidupan anak-anak di masa yang akan datang. Maka kepada-Nya lah sepatutnya orangtua meminta penjagaan dan perlindungan bagi anak.
## Kesimpulan
Anak adalah amanah. Orangtua bertanggung jawab dalam pendidikan anak dengan membangun karakternya sejak dini. Untuk menunjang keberhasilan orangtua dalam pendidikan anak, dibutuhkan ilmu tentang metode ta’dib islami dan komunikasi Islami. Tadib adalah perpaduan semua unsur pendidikan mulai dari menanamkan pemahaman yang sebelumnya tidak dipahami anak, memunculkan kesadaran untuk beramal, pendampingan, pembiasaan dan pemaksaan dalam tuntutan pelaksanaan kewajiban, hingga hukuman jika terdapat pelanggaran. Sehingga tadib membutuhkan pengajaran dalam aspek kognitif serta perintah/ajakan dan larangan dalam aspek afektif.
Metode komunikasi yang menjadi panduan bagi seorang muslim dalam pendidikan anak ditandai dengan lafaz qaulan didalam Al-Quran. Diantaranya: (1) Qaulan Sadida; (2) Qaulan Baligha; (3) Qaulan Ma’rufa; (4) Qaulan Karima; (5) Qaulan Layina; (6) Qaulan Maisura. Dengan metode ta’dib islami dan komunikasi islami yang tepat disertai doa, Insyaa Allah pembangunan karakter anak usia dini akan lebih mudah dilakukan.
## Daftar Pustaka
Tafsir Ahmad. (1992). Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Jakarta: Remaja Rosda karya Suyanto. (2005). Konsep Dasar Anak Usia Dini. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Rambe, Imron. (2012). Konsep Ta’dib Sebagai Alternatif Pendidikan Islam Menurut Syed M. Naquib Al Attas (http:// syedrambe.blogspot.co.id). Diunduh pada 26 Desember 2017.
Daftar Definisi Komunikasi (http:// Wikipedia. org/wiki) diunduh pada 26 Desember 2017.
Prinsip Komunikasi Islam (http:// www.risalah islam.com) diunduh pada 26 Desember 2017.
Qoulan Sadida dalam Al Qur’an (http:// el- Syahida.blogspot.co.id) Diunduh pada 26 Desember 2017.
|
41a6fbf3-cf85-4760-97cc-1597b2dc3ca2 | https://journal.unj.ac.id/unj/index.php/menara/article/download/7927/5617 |
## KUAT LENTUR LEMBARAN SERAT SEMEN YANG MENGGUNAKAN JERAMI PADI
## Cut Farida Hanum, Erna Septiandini., Amos Neolaka
## PENDAHULUAN
Perkembangan pembangunan di bidang perumahan, perkantoran, sekolahan, sarana kesehatan dan lain-lain akan menuntut pula perkembangan industri bahan bangunan.Berdasarkan biro pusat statistik tahun 2003 jumlah penduduk Indonesia, sampai pertengahan tahum 2003 mencapai 214,593 juta jiwa.(BPS)
Meningkatnya jumlah penduduk membawa dampak positif bagi perkembangan konstruksi di Indonesia, sehingga tuntutan terhadap kebutuhan bahan bangunan pun akan semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk pada masa akan datang. Terutama bangunan untuk tempat tinggal yang merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat yang utama, maka kebutuhan tersebut perlu dipenuhi dengan menyediakan bahan bangunan yang cukup baik dari segi kualitas maupun dari segi kuantitas serta harganya terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Pemenuhan kebutuhan akan bahan bangunan dewasa ini yang diperlukan adalah bahan bangunan yang praktis dan lebih ekonomis secara keseluruhan. Salah satu bahan bangunan yang selalu menjadi unsur dari suatu bangunan rumah atau gedung adalah penutup langit-langit. Bahan penutup langit-langit pada saat ini sangat beraneka ragam, baik jenis, bentuk maupun warnanya, antara lain ; lembaran asbes semen datar, lembaran alumunium, triplek dan lembaran serat semen.
Jenis langit-langit yang dalam pembuatannya sangat praktis serta ekonomis adalah langit-langit yang terbuat dari serat dan semen yang biasa dikenal dengan nama serat semen. Serat semen merupakan salah satu jenis langit-langit yang mudah dalam pembuatannya dan harganya dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat. Serat semen banyak digunakan di Indonesia dan sudah dikenal oleh masyarakat luas sebagai langit-langit yang lazimnya dikenal dengan nama “ eternit“.
Dalam aplikasi di Lapangan serat semen banyak diproduksi untuk langit-langit dan atap dari bangunan. Keuntungan dari pemakaian lembaran serat semen adalah biaya yang sangat relatif murah, mudah dipaku, mudah dipotong ( digergaji ), tahan terhadap jamur dan rayap.
Serat merupakan bahan baku dalam pembuatan serat semen yang berfungsi untuk memperkuat pengikatan pada semen dan tepung batu kapur. Selama ini serat yang dipergunakan dalam pembutannya adalah sisa-sisa potongan kain katun atau sisa pembuangan pabrik pemintal benang, serat tumbuh-tumbuhan atau kulit tumbuh-tumbuhan.(BPS) Pada umumnya serat yang dipakai dalam pembuatan serat semen di pabrik-pabrik adalah sisa-sisa benang dari industri pertekstilan di daerah Jawa, sehingga cukup sulit untuk pabrik-pabrik yang berada diluar pulau Jawa.
Terjadinya penurunan potensi alam baik jumlah maupun kualitasnya telah menempatkan produk bahan bangunan khususnya eternit sebagai salah satu alternatif pemanfaatan limbah pertanian sekaligus bahan pokok . Hal ini didukung pula oleh program pengembangan hutan tanaman industri sebagai sumber bahan pokok.
Industri eternit memiliki prospek yang baik di Indonesia karena produk ini dapat dibuat dari serat umbuh-tumbuhan atau bahan berlignoselulosa lainnya. Karena itu, industri ini dapat memanfaatkan limbah kayu dan tumbuh-tumbuhan, baik dari industri pengolahan kayu, limbah eksploitasi, maupun limbah pertanian seperti jerami padi.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut berbagai alternatif dapat dilakukan diantaranya dengan aneka usaha peningkatan bahan limbah anorganik maupun pemanfaatan limbah pertanian ( serat alam ). Potensi limbah pertanian di Indonesia cukup besar, salah satunya adalah jerami padi. Serat jerami padi merupakan serat yang dapat menyerap air.
Selama ini jerami padi sudah digunakan sebagai bahan baku pembuatan kertas, alas untuk ternak, pakan ternak, bahan bakar dan media pertumbuhan jamur. Pemanfaatan limbah padi khususnya jerami padi untuk bidang industri masih terbatas, padahal beberapa sifat yang ada dalam jerami padi, baik sifat fisik atau pun sifat kimia, dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk bidang industri khususnya sebagai bahan bangunan.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Abdul Rozak (1997) dalam pembuatan panel dinding yang menggunakan jerami padi sebagai bahan tambahan, menjelaskan bahwa jerami padi dapat meningkatkan kuat lentur panel dinding dan dapat mengadakan pengikatan dengan semen. Kemampuan daya ikat ini karena dipengaruhi oleh kemampuan jerami padi dalam menyerap air. Semakin besar kemampuan suatu serat dapat menyerap air maka akan menghasilkan kekuatan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan serat yang tidak dapat menyerap air. Namun penggunaan serat perlu diperhatikan, karena semakin banyak serat yang digunakan maka akan menyebabkan banyaknya rongga-rongga udara yang terbentuk sehingga kekuatan ikat antara mill dan semen akan berkurang, hal ini akan menyebabkan penurunan kuat lentur yang dihasilkan.(Lesmaono, 1997) Selain dari pada itu jerami padi juga mudah didapatkan, relatif murah dan merupakan serat alam.
Berawal dari pemikiran tersebut diatas, maka penulis ingin meneliti pembuatan lembaran serat semen yang menggunakan serat jerami padi sebagai bahan baku dan untuk mengetahui kuat lentur lembaran serat semen dengan bahan baku jerami padi dengan persentase 9%, 10%, 11% dan 12% terhadap berat semen.
Pemanfaatan jerami padi pada lembaran serat semen dimaksudkan untuk dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan lembaran serat semen, dan diharapkan dapat menghasilkan kuat lentur yang lebih baik dari kuat lentur yang disyaratkan dalam SNI 15 – 0233 – 1989 sehinnga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sebagian besar pengaruh pada kuat lentur yang dihasilkan dan memenuhi persyaratan lain seperti kemampauan digergaji dan dipaku.
## METODA
Tujuan penelitian ini secara operasional adalah untuk mengetahui dan membuktikan adanya pengaruh secara signifikan kuat lentur lembaran serat semen dengan jerami padi sebagai bahan pembuatan serat semen dengan panjang 1cm dalam persentase 9%, 10%, 11% dan 12% terhadap berat semen.
Tempat penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bio komposit Institut Pertanian Bogor Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Jl.Dramaga - kampus dalam, Bogor. Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2004 sampai dengan Oktober 2004.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi eksperimen di Laboratorium dengan benda uji lembaran serat semen yang menggunakan jerami padi.
Variable Penelitian adalah :
Variabel yang digunakan pada penelitian ini dikelompokan atas dua variable :
Variabel bebas adalah lembaran serat semen dengan jerami padi .
Variabel terikat adalah nilai kuat lentur
## Rancangan penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan 2 kelompok uji, yaitu kelompok eksperimen benda uji serat semen yang diberikan perlakuan dengan variasi jerami padi sebagai kelompok uji ( E1 ) dan kelompok kontrol kuat lentur standar yang disyaratkan dalam SNI 15-0233-1989 sebagai kelompok pembanding ( E2 ).
Penelitian ini juga menggunakan 4 macam perlakuan untuk kelompok benda uji serat semen yang menggunakan serat ( X 1 ) dan kelompok pembanding yaitu kuat lentur standar.
Penelitian ini juga diharapkan akan menghasilkan variasi kelompok nilai kuat lentur serat semen. Rancangan penelitien dapat digambarkan sebagai berikut :
E 1 X 1 O 1
E 2 X 2 O 2
Keterangan : E = kelompok percobaan X = Perlakuan yang diberikan
O = hasil pengujian
Penelitian ini dilakukan dengan percobaan pola kelompok acak yang diselidiki variasi jerami padi pada pembuatan serat semen.
Bentuk umum pola kelompok acak dapat digambarkan sebagai berikut
## KELOMPOK
A ( 9% ) B ( 10% ) C ( 11% ) D ( 12% ) 1 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 4 4 4 4 5 5 5 5
Keterangan : A, B, C dan D = kelompok
1, 2, 3,…….5 = unit eksperimen
jumlah benda uji yang dibuat adalah 20 buah untuk pengujian lentur serat semen.
Teknik Pengambilan Data
Data-data untuk bahan jerami padi pada pembuatan serat semen berdasarkan dari daya serap air, dengan banyaknya serat berdasarkan dari berat semen yang digunakan. Pedoman ini digunakan untuk pembuatan serat semen. Sedangkan data nilai kuat lentur serat semen diperoleh dari hasil pengetesan benda uji serat semen dengan menggunakan uji lentur.
Instrumen penelitian yang digunakan antara lain adalah :
1. Seperangkat peralatan uji coba bahan.
2. Satu set alat uji lentur serat semen.
3. Format isian pengumpulan data hasil penelitian.
4. Benda uji sebanyak 20 buah dari empat perlakuan.
## Teknik Pengambilan Sampel
Populasi
Populasi sasaran penelitian ini adalah semua benda uji lembaran serat semen yang menggunakan bahan baku serat jerami padi yang diukur berdasarkan nilai kuat lentur. Benda uji serat semen dengan ukuran 5 cm x 25 cm dengan ketebalan 5mm. Serat semen tersebut dibuat dengan variasi pelakuan serat jerami padi berdasarkan berat semen yang digunakan.
Sedangkan populasi terjangkau adalah benda uji serat semen sebanyak 6 buah untuk tiap masing-masing kelompok sehingga jumlah total 24 buah.
## Sampel
Sampling dalam penelitian ini diambil pola kelompok tertentu seperti yang tergambar pada rancangan penelitian dengan maing-masing kelompok sebanyak 5 buah benda uji. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan pola percobaan cara acak atau random sebanyak 20 buah.
## Prosedur Kerja Laboratorium
Prosedur kerja laboratorium meliputi dua tahapan, yaitu : pembuatan benda uji pengujian lentur serat semen meliputi pekerjaan persiapan, pemeriksaan bahan dan pekerjaan pembuatan benda uji.
Pekerjaan persiapan
Pekerjaan persiapan meliputi pekerjaan persiapan peralatan dan pengadaan bahan-bahan yang akan digunakan untuk pengujian. Persiapan bahan untuk pembuatan benda uji yaitu pengadaan semen, mill, jerami padi dan air.
Pekerjaan Pemeriksaan Bahan
Pemeriksaan bahan dilakukan terhadap masing-masing bahan agar diketahui sifat-sifat dari bahan tersebut, seperti di bawah ini :
a. Semen
Untuk semen tidak lagi diuji karena sudah memenuhi syarat semen Portland, SII No. 0013- 81. Pada penelitian ini menggunakan semen type I cap Tiga Roda
b. Mill
Untuk mill hanya dilakukan pemeriksaan kekerasan, pemeriksaan ini merupakan faktor penting. Pemeriksaan dilakukan dengan meletakkan mill di atas kaca jika kaca tergores maka mill cukup keras dan dapat digunakan.
c. Jerami Padi
Untuk serat jerami padi dilakukan pemeriksaan daya serap air.
Sebelum dilakukan pemeriksaan daya serap air, serat dibersihkan dari merang dan katul. Jerami padi dipotong-potong dengan panjang 1- 2 cm kemudian direndam selama 24 jam di air kapur kemudian dijemur di panas matahari, di ukur daya serapnya.
d. Air
Air tidak dilakukan pemeriksaan karena air yang digunakan adalah air tanah yang telah memenuhi persyaratan pembuatan serat semen. Air yang digunakan pada penelitian ini berbanding satu dengan semen atau factor air semen 1 setelah dilakukan percobaan.
## Pembuatan Benda Uji
Setelah pembuatan bahan uji dalam laboratorium maka dibuatlah mix design lembaran serat semen. Dalam pembuatan serat semen ini digunakan Petunjuk Teknis Proses Pembuatan Serat Semen ( Balai Penelitian Bahan )
a. Proses yang pertama dilakukan adalah pencampuran bahan terlebih dahulu. yaitu campur semen dan mill, aduk tanpa menggunakan air, setelah semen dan mill bercampur lalu masukan jerami padi, tanpa menggunakan air terlebih dahulu
b. ( jerami disemprot dengan air agar sedikit lembab ), setelah semen,mill dan jerami bercampur kemudian semprot dengan air sedikit demi sedikit agar airnya dapat merata, setelah semen, mill dan jerami homogen baru dapat dicetak. Pembuatan benda uji lembaran serat semen dengan menggunakan perbandingan berat dengan perbadingan semen dan mill yaitu 1 : 3, penggunaan serat dengan variasi 9%, 10%, 11% dan 12% dan factor air semen 1
Benda uji serat semen :
a. Uji kuat lentur, berukuran 5 cm x 25 cm.
b. Untuk ketebalan dibuat sama, yakni 5 mm.
c. Setelah ditentukan rencana perbandingan campuran dan semua bahan telah dipersiapkan, kemudian dilakukan pencampuran bahan.
d. Bahan-bahan yang telah diaduk dicetak pada cetakan, kemudian press dengan mesin kempa selama 5 menit. Setelah adukan dicetak dan dilepaskan dari cetakan, kemudian dikeringkan selama 24 jam.
e. Pemeliharaan atau pematangan serat semen
f. Serat semen disimpan dalam ruangan yang lembab. Setelah 24 jam, serat semen direndam kurang lebih selama 1 minggu dengan tujuan reaksi hidrolis dari semen dan air berjalan dengan baik. Perawatan selanjutnya serat semen disiram hingga umur 28 hari serat semen dapat dilakukan pengujian.
Jumlah contoh yang akan digunakan untuk masing-masing kelompok adalah 5 buah sehingga berjumlah 20 buah benda uji, dan untuk antisipasi kerusakan 4 buah benda uji.
Pengujian Benda Uji
Pengujian pada penelitian ini dilakukan tiga pengujian, yaitu :
a Uji Kuat Lentur
## 5 mm
5 cm 25cm
Dari setiap lembar contoh dipotong benda uji ukuran 25 X 5 cm. Benda-benda uji dibersihkan dari serpih-serpih yang mudah lepas, lalu diukur lebarnaya teliti sampai 1mm. Kemudian benda- benda uji dikerjakan pada suhu 60 C. Selama 2 X 24 jam.
Setelah didinginkan dalam exicator, benda-benda uji dilentur pada mesin pelentur dengan jarak tumpu 20 cm, dan beban beban lentur pada bagian tengah. Pisau penumou dan pelentur bergaris tengah kurang lebih 30 mm. Melalui pisau pelentur, benda uji dibebani lentur secara teratur dengan kecepatan kurang lebih 1 kg per detik, sampai benda uji patah.
Setelah benda uji patah, kemudian pada bidang patahnya diukur tebalnya dan dihitung tebal rata-ratanya.
Kuat lentur lembaran datar dihitung sebagai berikut :
Kuat lentur = 3 P L kg / cm 2
2 b h 2
P = Beban patah, kg. L= Jarak tumpu, cm. B = Lebar benda uji, cm. H = tebal benda uji, cm.
## b Uji Bobot Isi
5 mm
5 cm
## 10 cm
Dari setiap lembaran contoh, dipotong benda uji, dengan gergaji ukuran 5 X 10 cm. Benda-benda uji dibersihkan dari serpih-serpih yang mudah lepas, kemudian dikeringkan dalam dapur pengering dengan suhu 100 C 5 C, sampai beratnya tetap. Benda-benda uji setalah kering, didinginkan didalam exicator selama kurang lebih 2 jam, kemudian ditimbang teliti sampai 0,1 gram ( A ).
Benda uji kemudian direndam dalam air suhu ruang, selam 24 jam; setalah itu kemudian diseka dengan lap basah untuk menghilangkan air yang lebih, lalu ditimbang ( B ).
Kemudian benda uji yang basah ditimbang dalam air suhu ruang ( C ).
Bobot isi dihitung sebagai berikut :
Bobot isi = A gram / cm 3
B - C
c Uji Penyerapan Air
## 5 mm
## 5 cm
## 10 cm
Pengambilan data untuk pengujian penyerapan air disatukkan dengan penentuan bobot isi. Dan dihitung sebagai berikut :
Penyerapan air = B - A X 100%
A
A = Berat benda uji kering
B = Berat benda uji basah
Teknik analisis data yang digunakan adalah uji Analisis Varians ( Anava ) satu arah dan Uji t satu pihak. Sebelum dilakukan uji Analisis varians dan Uji t dilakukan uji persyaratan analisis yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## A. Deskripsi Data
Pada penelitian yang telah dilakukan beberapa perlakuan terhadap benda uji. Untuk kelompok A adalah serat semen yang menggunakan bahan serat jerami padi 9%, kelompok B dengan menggunakan bahan serat jerami padi sebanyak 10%, kelompok C dengan menggunakan bahan serat jerami padi sebanyak 11% dan kelompok D menggunakan bahan serat jerami padi sebanyak 12%.
Selanjutnya penilaian dilakukan terhadap benda uji, paada pengujian ukuran, daya serap air, kerapatan air dan kuat lentur, secara lengkap hasil penelitian dapat dilihat sebagai berikut :
1. Pengujian daya Serap Jerami Padi
Sebelum dilakukan pembuatan benda uji, terlebih dahulu melakukan pengujian daya serap jerami padi . Daya serap rata-rata jerami padi adalah 43,4%. Data hasil pengujian secara daya serap jerami padi secara lengakap dapat di lihat pada ( Lamp.5 hal. 61 )
## 2. Pengujian Ukuran Serat Semen
Tabel 5. Pengujian Lembaran Serat Semen Kelompok Ukuran Lembaran Serat Semen Kuat lentur rata- rata Daya Serap ( % ) Bobot Isi ( gr/cm 3 ) Berat ( gr ) Panjang ( mm ) Lebar ( mm ) Tebal (mm ) A ( 9% ) 54.9 24.958 5,068 0.494 81,82 9.66 2.07 B ( 10% ) 54.2 25.004 5,03 0.496 83,72 10.95 2.02 C ( 11% ) 53.1 24.982 5,034 0.501 77,24 11.86 1.96 D ( 12% ) 50.6 25.028 5,044 0.503 71,95 12.25 1.45
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa penggunaan serat jerami padi sedikit berpengaruh terhadap beratnya, hal ini dapat dilihat dari berat rata-rata serat semen semakin banyak persentase penggunaan jerami padi sberat serat semen semakin ringan.
## 3. Hasil Pengujian Kuat Lentur Serat Semen
Hasil pengujian rata-rata kuat lentur serat semen dapat dilihat pada tabel berikut ini.Berdasarkan tabel di atas maka hasil pengujian terlihat adanya peningkatan kuat lentur serat semen dengan bertambahnya persentase serat jerami padi.Berikut ini adalah grafik niali kuat lentur lembaran serat semen. ( Lihat lamp.8, h.62 )
## 4. Hasil Daya Serap Air Lembaran Serat Semen
Hasil pengujian daya serap dari setiap perlakuan, didapat hasilnya sebagai berikut
Menurut SNI 15-0233-1989 daya serap air untuk setiap lembaran serat semen tidak lebih dari 35%. Dari tabel di atas didapat bahwa nilai daya serap air dengan penggunaan serat jerami padi memenuhi standar karena tidak melebihi 35% dari yang disyaratkan.
81.82 83.71 77.24 71.95 66 68 70 72 74 76 78 80 82 84 86 9 10 11 12 K u a t le n tu r ( K g /c m 2 ) Persentase Jerami Padi ( % )
2.07 2.02 1.96 1.45 0 0.5 1 1.5 2 2.5 9 10 11 12 B o b o t Is i ( g r/ c m3 ) Persentase Jerami Padi ( % ) Daya Serap Lembaran Serat
Semen
## 5. Hasil Pengujian Bobot Isi
Menurut SNI 15 - 0233 - 1989 bobot isi yang disyaratkan adalah lebih dari 1,2 gram/cm 3 . Berikut ini adalah garafik nilai bobot isi lembaran serat semen :
Bobot isi yang terendah dan sesuai dengan standar dihasilkan oleh lembaran serat semen dengan perlakuan 12% yaitu sebesar 1.45 gr/cm 3
## B. Pengujian Persyaratan Analisis
Untuk memenuhi persyaratan dalam pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian normalitas dan homogenitas.
## 1. Uji Normalitas
Analisa statistik yang digunakan untuk menguji normalitas data untuk menggunakan uji lilliefors. Data yang dianalisa untuk data nilai kuat lentur serat semen dari masing-masing kelompok perlakuan yaitu perlakuan A ( 9% ), B ( 10% ), C ( 11% ) dan ( 12% ).
2.07 2.02 1.96 1.45 0 0.5 1 1.5 2 2.5 9 10 11 12 B o b o t Is i ( g r/ c m3 ) Persentase Jerami Padi ( % ) Bobot Isi Lembaran Serat Semen
a Persentase Penambahan Serat jerami Padi 9%
Hasil pengujian normalitas dari data nilai kuat lentur serat semen dengan persentase penggunaan serat jerami padi 9% menghasilkan L hitung = 0,1335 , pada taraf signifikansi ( ) = 0,01 diperoleh nilai L tabel = 0,405, dengan kriteria pengujian L hitung < L tabel maka data berdistribusi normal ( lihat lamp 9, h.63 ), dengan dapat disimpulkan bahwa populasi kelompok berdistribusi normal.
Rangkuman uji normalitas nilai kuat lentur serat semen yang menggunakan serat jerami padi dengan persentase 9%
## b Persentase Penambahan Serat jerami Padi 10%
Hasil pengujian normalitas dari data nilai kuat lentur serat semen dengan persentase penggunaan serat jerami padi 10% menghasilkan L hitung = 0.1736 , pada taraf signifikansi ( ) = 0,01 diperoleh nilai L tabel = 0,405 , dengan kriteria pengujian L hitung < L tabel maka data berdistribusi normal , dengan dapat disimpulkan bahwa populasi kelompok berdistribusi normal. Rangkuman uji normalitas nilai kuat lentur serat semen yang menggunakan serat jerami padi dengan persentase 10% .
## c Persentase Penambahan Serat jerami Padi 11%
Hasil pengujian normalitas dari data nilai kuat lentur serat semen dengan persentase penggunaan serat jerami padi 11% menghasilkan L hitung = 0.2212 , pada taraf signifikansi ( ) = 0,01 diperoleh nilai L = 0,405 , dengan kriteria pengujian L hitung < L tabel maka data berdistribusi normal dengan dapat disimpulkan bahwa populasi kelompok berdistribusi normal.
d Persentase Penambahan Serat jerami Padi 12%
Hasil pengujian normalitas dari data nilai kuat lentur serat semen dengan persentase penggunaan serat jerami padi 12% menghasilkan L hitung = 0.2026 , pada taraf signifikansi ( ) = 0,01 diperoleh nilai L = 0,405 , dengan kriteria pengujian L hitung < L tabel maka data berdistribusi normal ( lihat lamp 12, h.66 ) , dengan dapat disimpulkan bahwa populasi kelompok berdistribusi normal.
## 2. Uji Homogenitas
Analisa statistik yang digunakan untuk menguji homogenitas adalah uji Bartlett. Data yang diuji adalah data kuat lentur dari masing-masing kelompok sampel. Dari perhitungan diperoleh X 2 hitung = 10.87, jika taraf nyata ( ) = 0,01 dari daftar chi-kuadrat dengan dk = 4 didapat X 2 tabel = 11.3 Sehingga X 2 hitung < X 2 tabel , maka dapat disimpulkan varians dari keempat kelompok homogen
## C. Pengujian Hipotesis.
Pengujian kuat lentur serat semen yang menggunakan serat jerami padi dengan persentase 9%, 10%, 11% dan 12%, hipotesis nol ( H O ) sebagai berikut : tidak ada perbedaan yang signifikan dari persentase penambahan serat jerami padi terhadap nilai kuat lentur serat semen.
## 1. Hasil ANAVA ( Analisis Variansi ) Uji Nilai Kuat Lentur
Pada pengujian kuat lentur lembaran serat semen hipotesis statistik : Hipotesis nol ( H o ) yaitu tidak ada perbedaan dalam hal kuat lentur serat semen yang menggunakan campuran jerami yang berbeda.
Sedangkan hipotesis alternatif ( H a ) yaitu tidak ada perbedaa dalam hal kuat lentur lembara serat semen antara yang menggunakan campuran jerami yang berbeda.
Untuk mendapatkan hasil pengujian maka data penelitian dianalisa dengan menggunakan uji Analisis Varians ( ANAVA ) satu arah ( lihat lamp ) dengan taraf signifikansi ( ) = 0,01 dimana F hitung = 0.0042 dan F tabel = 6.99 jadi F hitung < F tabel, maka H o diterima. Sehingga terbukti tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal ini nilai kuat lentur serat semen yang menggunakan jerami padi dengan persentase 9%, 10%, 11% dan 12%.
Rangkuman hasil uji analisis varians ( ANAVA ) dapat dilihat pada tabel 11 berikut.
## Tabel 6. Hasil Uji ANAVA
Sumber Varians Dk Jk Varians F hitung F tabel Antar Kelompok 391.41 3 130.47 0.0042 6.99 Dalam Kelompok 501142.72 16 31321 Jumlah 501534.13 19
## 2. Hasil Perhitungan Perbandingan Ganda ( Student Newman Keuls )
Untuk pengujian rata-rata kuat lentur lembaran serat semen yang menggunakan campuran jerami yang berbeda. Berdasarkan hasil dari perhitungan lengkap analisis varians ( ANAVA ) untuk kuat lentur lembaran serat semen yang menggunakan jerami padi, diketahui secara signifikan ada perbedaan kuat lentur antara perlakuan 9%, 10%, 11% dan 12%.
Namun untuk mengetahui nilai kuat lentur yang optimum digunakan perhitungan perbandingan ganda ( Student Newman Keuls ) untuk pengujian rata-rata kuat lentur lembaran serat semen yang menggunakan jerami padi.
Hasil perhitungan rata-rata kuat lentur lembaran serat semen yang menggunakan jerami padi diurut dari nilai terkecil hingga nialai terbesar
## 3. Hasil Uji t Nilai Kuat lentur Rata-rata yang Optimum Lembaran serat Semen
Setelah mendapatkan nilai kuat lentur rata-rata yang optimum, langkah selanjutnya adalah menguji apakah niali kuat lentur lembaran serat semen yang optimum dapat memenuhi standar yang telah disyaratkan di SNI 15-0233-1989 dengan menggunakan uji t dengan tidak diketahui
Berdasarkan hasil data di atas, kemudian data dihitung dengan uji t untuk mengetahui apakah nilai kuat lentur yang optimum lembaran serat semen yang menggunakan jerami padi dapat lebih tinggi dari pada nilai kuat lentur lembaran serat semen standar (Lihat perhitungan uji t pada Lamp17, h.72 )
Nilai t hitung terletak di luar daerah penerimaan pada taraf signifikansi ( ) = 0.01. Kesimpulan dari hasil perhitungan dengan uji t pada penelitian ini adlah niali kuat lentur rata-rata yang optimum lembaran serat semen pada penggunaan jerami padi tidak lebih tinggi dari kuat lentur standar menurut SNI 15-0233-1989
## D. Pemabahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian lembaran serat semen yang menggunakan bahan jerami padi yang diperlihatkan di atas, maka penggunaan campuaran jerami padi berpengaruh pada :
1. Kuat Lentur
Penggunaan jerami padi sebanyak 9%, 10%, 11% dan 12%, nilai kuat lentur rata-rata yang dihasilkan secara signifikan terdapat perbedaan. Namun dari grafik 3, dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan nilai kuat lentur yang dihasilkan dengan perlakuan yang berbeda dan cenderung adanya peningkatan walaupun nilainya sedikit. Dari hasil perhitungan dengan menggunakn perbandingan ganda (student Neuman Keuls) untuk pengujian rata-rata kuat lentur lembaran serat semen dengan perlakuan yang berbeda diketahui nilai kuat lentur rata-rata yang optimum adalah perlakuan B ( 10% ) ( lihat Lamp. 16, H. 70 ), pada penelitian ini nilai kuat lentur yang optimum ternyata tidak lebih besar dari niali kuat lentur standar.
## 2. Penyerapan Air
Penggunaan campuran jerami padi pada pembuatan lembaran serat semen yang berbeda dari grafik 1, menunjukan bahwa semakin banyak penggunaan jerami padi yang digunakan pada pembuatan lembaran serat semen dapat dikatakan berpengaruh pada penyerapan air lembaran serat semen.
## 3. Bobot Isi
Pada tabel 6 menunjukan bahwa bobot isi lembaran serat semen yang menggunakan jerami padi pada grafik dapat dilihat bahwa semakin banyak penggunaan jerami padi menunjukan semakin kecil bobot isi, walaupun sangat kecil sekali. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan jerami padi dapat dikatakan berpengaruh pada bobot isi.
## KESIMPULAN
Hasil yang disimpulkan dari hipotesis yang telah diuji adalah sebagai berikut :
1. Serat semen yang menggunakan bahan campuran serat jerami padi yang berbeda antara 9%, 10%, 11% dan 12% secara signifikan tidak berbeda dalam hal nilai kuat lentur rata- ratanya. Namun dari grafik dapat dijelaskan adanya perbedaan nilai kuat lentur dengan perlakuan yang berbeda dan cenderung adanya peningkatan nilai kuat lentur dengan persentase perlakuan yang lebih kecil yaitu pada perlakuan 10%.
2. Nilai kuat lentur rata-rata yang optimum adalah 83,71 kg/cm2 terdapat pada kelompok B ternyata di bawah standar ( 100 kg / cm2 ).
3. Kemampuan serat semen yang menggunakan serat jerami padi dalam menyerap air dengan variasi campuran yang berbeda yang ditunjukan grafik 1 menunjukan perbedaan sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin banyak penggunaan serat maka penyerapan air akan bertambah. Hal ini disebabkan dari sifat serat yang digunakan dapat menyerap air.
4. Bobot isi dari ketiga variasi campuran serat yang berbeda yang ditunjukan grafik 2 menunjukan perbedaan dapat disimpulkan bahwa semakin banyak serat yang digunakan maka bobot isi akan semakin ringan walaupun penurunan bobot isinya sangat kecil.
## DAFTAR PUSTAKA
Adi Nur hadi, Pengaruh Palstik Sebagai bahan Tambah beton Ringan Struktural Terhadap Kuat lentur beton ( Jakarta : FT-UNJ, 2004 )
Abdul rozak, Pemanfaatan Jerami Padi Sebagai Bahan Substitusi Pada Pembuatan Panel Dinding, ( Bogor : IPB-FTP 1997),
Balai Penelitian Bahan, Petunjuk Teknis Proses Pembuatan Serat Semen ( Jakarta : Dinas Perindustrian DKI )
Chairul Anwar, Sifat Fisis dan Mekanis Papan Semen dari Bulu Domba Garut dengan Jenis Katalis yang Berbeda ( Bogor : FP-IPB, 2004)
Henry Koesoemo, Pengamatan Sifat Mekanik Beton Pumice Akibat Penambahan Serat Alam Istimawan Dipohusudo, Struktur Beton Bertulang ( Jakarta : PT Gramedia, 1996 )
Linda Elisabeth, Perbandingan Kualitas Serat Pelepah Batang Pisang yang diproses Secara Kimia , ( Jakarta : UNJ - IKK, 1999 )
SNI 15-0233-1989, Mutu dan Cara Uji Lembaran Serat Semen ( Jakarta : BSN, 1989 )
|
2ce2edb1-8e64-4501-ba31-9164585b94ec | https://ejournal.unma.ac.id/index.php/dm/article/download/2010/1357 |
## Analisis Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas IX SMP pada Materi Translasi
Sania Yulaistin 1 , Lessa Roesdiana 2
12 Universitas Singaperbangsa Karawang, INDONESIA Korespondensi : 1810631050219@student.unsika.ac.id Article Info Abstract Article History Received : 01-02-2022 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kategori kemampuan pemahaman konsep siswa pada materi translasi. Subjek dalam penelitian adalah 25 orang siswa kelas IX salah satu sekolah di Kabupaten Karawang Tahun Pelajaran 2021/2022. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil adopsi soal dari penelitian sebelumnya yang berupa lima buah soal uraian yang sudah divalidasi untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. Hasil penelitian ini adalah kategori kemampuan pemahaman konsep matematis siswa didominasi oleh siswa dengan kategori kemampuan pemahaman konsep rendah sebesar 64%, siswa dengan kategori kemampuan pemahaman konsep sedang 28% sedang siswa dengan kemampuan pemahaman konsep tinggi sebesar 8%. Terdiri dari 14 siswa memiliki indikator kemampuan pemahaman konsep matematis menyatakan ulang sebuah konsep dan mengklasifikasikan objek menurut sifatnya, 15 siswa dapat memberikan contoh selain contoh dari konsep dan memilih prosedur yang tepat serta hanya 2 siswa yang memenuhi indikator mengaplikasikan konsep pada pemecahan masalah.
Revised : 04-03-2022 Accepted : 05-03-2022
Keywords:
Analisis;
Kemampuan
Pemahaman Konsep; Translasi The purpose of this research was to determine the category of students' conceptual understanding abilities on translational material. The subjects in the study were 25 students of class IX of one of the schools in Karawang Regency in the 2021/2022 academic year. This study uses a qualitative approach with a descriptive method. The instrument used in this study is the result of the adoption of questions from previous research in the form of five description questions that have been validated to determine the ability to understand students' mathematical concepts. The results of this study are the category of students' mathematical concept understanding ability is dominated by students with low concept understanding ability category by 64%, students with medium concept understanding ability category 28%, and students with high concept understanding ability category by 8%. Consisting of 14 students who have indicators of the ability to understand mathematical concepts, restate a concept and classify certain objects to their nature, 15 students can provide examples other than examples of concepts and choose the right procedure and only 2 students who meet the indicators of applying the concept on problem-solving.
## PENDAHULUAN
Pemahaman adalah menguasai suatu hal dengan menggunakan pikiran agar dapat mengetahui makna sehingga tercapailah tujuan (Sardiman, 2007). Sedangkan pemahaman konsep matematika merupakan memahami dengan benar mengenai konsep matematika, artinya siswa mampu menerjemahkan dan membuat kesimpulan suatu konsep matematika menggunakan bahasanya sendiri (Utari, 2012).
## Jurnal Didactical Mathematics, Vol. 4 No. 1 April 2022 hal. 31-39,
Pemahaman konsep matematis penting bagi siswa karena menjadi landasan untuk menyelesaikan suatu permasalahan (Murizal, 2012). Setiap individu perlu dibekali dengan pemahaman matematka agar memudahkan dalam memahami matematika yang lebih rumit ketika menempuh pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi (Nahdi dan Alfiani, 2020). Hasil utama dari pendidikan adalah belajar konsep itu sendiri (Wilis, 1989). Pemahaman konsep matematika merupakan salah satu tujuan matematika pada pendidikan, dengan pemahaman konsep maka siswa diharapkan mampu memahami konsep, keterkaitan dan aplikasinya dalam memecahkan suatu permasalahan (Suleman, 2013). Selain itu pemahaman konsep penting karena matematika adalah ilmu pengetahuan yang konsepnya disusun dengan sistematis, artinya dalam mempelajari matematika harus runtut karena konsep matematika saling berkaitan dan berkesinambungan (Hanifah dan Abadi, 2018). Karena untuk memecahkan masalah matematika maupun masalah dalam bidang ilmu lainnya harus memiliki pemahaman konsep matematis dan prinsip matematika (Sumarmo, 2013).
Siswa dikatakan mempunyai kemampuan pemahaman konsep jika siswa dapat menjelaskan kembali konsep matematika dan mengembangkan akibat dari konsep tersebut (Annajmi, 2016). Selain itu, siswa harus memenuhi beberapa indikator kemampuan pemahaman konsep matematis. Menurut (Wardani, 2011) indikator pemahaman konsep terdiri dari: (1) menjelaskan kembali sebuah konsep; (2) mengelompokkan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya); (3) memberikan contoh selain contoh yang ada dalam konsep; (4) memakai, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi yang tepat; (5) menggunakan konsep atau algoritma untuk pemecahan masalah.
Tetapi kenyataannya jika dilihat dari hasil Trend In International Mathematics And Science Study (TIMSS) tahun 2015, posisi Indonesia berada pada ranking ke-44 dari 49 dengan nilai rata-rata 397 sedangkan rata-rata skor internasional adalah 500 (Hadi dan Novaliyosi, 2019). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Manul dkk (2019) menyimpulkan bahwa kemampuan pemahaman konsep siswa sudah cukup baik, karena dari 25 siswa yang mengikuti tes kemampuan pemahaman konsep matematis, hanya terdapat 3 orang siswa yang belum menguasai semua indikator pemahaman konsep matematis, hasil penelitian lainnya yaitu penelitian Cahani dkk (2021) yang menyimpulkan bahwa siswa dengan konsentrasi belajar tinggi mampu menguasai semua indikator kemampuan pemahaman konsep matematis, untuk siswa dengan konsentrasi rendah hanya menguasai dua indikator kemampuan pemahaman konsep matematis, dan siswa dengan konsentrasi belajar rendah tidak menguasai semua indikator kemampuan pemahaman konsep matematis. Sedangkan hasil penelitian Aisyah dan Firmansyah (2021) adalah pemahaman konsep siswa secara keseluruhan dikategorikan rendah. Hanya 8,82% siswa kategori tinggi yang memenuhi indikator mnenyatakan ulang konsep, 55,88% siswa kategori sedang belum memenuhi semua indikator secara maksimal, dan 35,29% siswa kategori rendah tidak memenuhi semua indikator pemahaman konsep. Padahal semua indikator pemahaman konsep matematis harus dimiliki setiap siswa agar saat mempelajari materi selanjutnya tidak mengalami kesulitan dan dapat dengan tepat menyelesaikan sebuah permasalahan matematika.
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diketahui bahwa pentingnya memahami konsep dalam pembelajaraan matematika, dengan demikian peniliti terdorong untuk menganalisis kategori kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan materi translasi.
## Jurnal Didactical Mathematics, Vol. 4 No. 1 April 2022 hal. 31-39,
## METODE
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan tentang kemampuan pemahaman konsep matematis siswa SMP pada materi translasi sesuai dengan indikator-indikator pemahaman konsep.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX sebanyak 25 siswa disalah satu sekolah di Kabupaten Karawang. Teknik pemilihan sampel dalam penelitian ini yaitu purposive sampling, yaitu teknik pengambilan subjek sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2013). Data yang diperoleh berupa hasil tes uraian dari instrumen soal yang berkaitan dengan materi translasi. Intrumen tes tersebut merupakan hasil adopsi dari instrumen yang dikembangkan oleh Maulida (2015) pada materi translasi, kemampuan kognitif dalam penelitian ini adalah pemahaman konsep. Pada penelitian ini menggunakan indikator pemahaman konsep sebagai berikut:
Tabel 1. Indikator Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis
No Indikator Pemahaman Konsep Matematis
1 Menjelaskan kembali sebuah konsep
2 Mengelompokkan objek-objek tertentu menurut sifatnya
3 Memberi contoh yang berbeda dari contoh sebuah konsep
4 Menggunakan dan memilih prosedur atau operasi matematika yang tepat
5 Menerapkan sebuah konsep atau algoritma pada pemecahan masalah
Selanjutnya jawaban dari instrumen soal tersebut diolah untuk mengetahui kategorisasi dan kemudian dianalisis berdasarkan nilai yang diperoleh siswa. Kategorisasi didasari oleh nilai rata- rata dan standar deviasi. Menurut Arikunto (Cahani dkk., 2021) nilai rata-rata dan standar deviasi dari sebuah penelitian dapat menentukan kategori tinggi, sedang dan rendah. Kategori tinggi adalah siswa yang mendapatkan nilai lebih dari jumlah nilai rata-rata dan standar deviasi. Kategori rendah adalah siswa yang mendapatkan nilai kurang dari selisih antara nilai rata-rata dengan standar deviasi. Sedangkan kategori sedang adalah siswa yang mendapatkan nilai diantara kategori tinggi dan rendah. Dalam menganalisis hasil jawaban siswa pada tes kemampuan pemahaman konsep matematis menggunakan rumus presentase sebagai berikut:
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 × 100%
Untuk menentukkan kategori dari presentase pada setiap indikator hasil tes kemampuan pemahaman konsep matematis ditentukan sebagai berikut
Tabel 2. Kategori Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis
No. Presentase Kategori 1. > 70% Tinggi 2. 55% > Pa ≥ 70% Sedang 3. ≤ 55% Rendah
Jurnal Didactical Mathematics, Vol. 4 No. 1 April 2022 hal. 31-39,
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari uji kemampuan pemahan konsep matematika siswa setelah pemberian tes yang berjumlah 5 buah soal uraian disajikan dalam bentuk diagram pada Gambar 1 berikut ini:
Gambar 1. Persentase Kategori Kemampuan Pemahaman Konsep Siswa Berdasarkan diagram lingkaran di atas, dapat diketahui bahwa kategori kemampuan pemahaman konsep matematis siswa didominasi oleh siswa dengan kategori kemampuan pemahaman konsep rendah sebesar 65%, siswa dengan kategori kemampuan pemahaman konsep sedang 25% sedang siswa dengan kemampuan pemahaman konsep tinggi sebesar 10%.
Gambar 2. Penguasaan Indikator Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa Gambar 2 di atas menunjukkan penguasaaan setiap indikator kemampuan pemahaman konsep matematis dari 25 siswa. Untuk indikator kemampuan pemahaman konsep matematis pertama dan kedua yaitu indikator menjelaskan kembali sebuah konsep dan mengklasifikasikan objek-objek menurut sifatnya, ada 14 siswa yang sudah menguasai indikator tersebut. Indikator kemampuan pemahaman konsep matematis ketiga dan keempat yaitu memberi contoh selain contoh dari konsep dan menggunakan serta memilih prosedur atau operasi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan, terdapat 15 siswa yang sudah menguasai indikator tersebut. Untuk indikator kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang terakhir, yaitu mengaplikasikan
Tinggi 8% Sedang 28% Rendah 64% Tinggi Sedang Rendah 0 2 4 6 8 10 12 14 16 1 2 3 4 5 Ju m la h S is wa Indikator Pemahaman Konsep Matematis
## Jurnal Didactical Mathematics, Vol. 4 No. 1 April 2022 hal. 31-39,
konsep pada pemecahan masalah, dari 25 siswa hanya terdapat 2 orang siswa yang sudah menguasai indikator tersebut.
Dari 25 subjek penelitian, akan dianalisis tiga jawaban siswa berdasarkan kategori. Jawaban siswa akan dianalisis berdasarkan kategori tinggi, sedang dan rendah sesuai dengan indikator pemahaman konsep matematis. Pembahasan jawaban siswa yang akan dianalisis pada contoh permasalahan materi translasi adalah sebagai berikut:
Pada soal pertama, siswa diminta untuk menyelesaikan permasalahan mengenai pernyataan yang menunjukkan contoh translasi. Pernyataan yang ada pada soal adalah diberikan sebuah garis 𝑋𝑌 pada titik 𝑋(3,1) dan 𝑌(7,1) berpindah menjadi garis 𝑋 ′ 𝑌′ dengan titik 𝑋′(5,4) dan 𝑌′(9,4) . Berikut adalah contoh jawaban siswa dengan kategori sedang.
Gambar 3. Jawaban Siswa Subjek S 2
Indikator pemahaman konsep matematis yang pertama adalah siswa mampu mengklasifikasikan objek tertentu menurut sifatnya. Dalam penelitian sebelumnya dijelaskan bahwa menjelaskan suatu konsep dapat dilihat dari kemampuan siswa yang dapat mendefinisikan suatu permasalahan kedalam bentuk model matematikanya (Arnidha, 2018). Artinya siswa mampu mengklafikasikan objek tertentu menurut sifatnya agar suatu permasalahan dapat dirubah kedalam model matematika. Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa Subjek S 2 sudah mengetahui cara untuk menyelesaikan permasalahan yang diajukan serta memenuhi indikator kemampuan pemahaman konsep matematis yaitu mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu. Tetapi Subjek S 2 kurang teliti ketika meletakan titik koordinat 𝑋′(5,4) , Subjek S 2 meletakannya pada titik (4,5) sehingga membuat garis 𝑋′𝑌′ yang kurang tepat. Sedangkan pada hasil penelitian sebelumnya, siswa dengan kategori sedang sudah memenuhi indikator pemahaman konsep mengklasifikasikan objek menurut sifatnya, tetapi belum dapat menuliskan perbedaan sifat objek tersebut (Rusfiana dan Roesdiana, 2019). Untuk indikator kemampuan pemahaman konsep yang kedua yaitu kemampuan mengembangakan syarat dari suatu konsep untuk membuktikan translasi dari suatu pernyataan, Subjek S 2 belum memenuhi. Dari jawaban di atas, Subjek S 2 tidak memberikan alasan yang tepat kenapa dua garis tersebut merupakan translasi, selain itu Subjek S 2 juga tidak memberikan besarnya translasi dari dua garis tersebut. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yaitu siswa mampu menentukkan pernyataan yang benar tetapi tidak dapat memberikan alasan kenapa pernyataan tersebut benar (Dinda dan Ramlah, 2019).
Pada soal kedua, siswa diminta untuk menyelesaikan permasalahan mengenai pernyataan yang menunjukkan contoh translasi. Pernyataan yang ada pada soal adalah diberikan sebuah garis
## Jurnal Didactical Mathematics, Vol. 4 No. 1 April 2022 hal. 31-39,
𝐴𝐵 pada titik 𝐴(3,1) dan 𝐵(7,1) berpindah menjadi garis 𝐴′𝐵′ dengan titik 𝐴′(−3,1) dan 𝐵′(−5,3) . Berikut merupakan jawaban siswa dengan kategori rendah.
Gambar 4. Jawaban Siswa Subjek S 3
Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa Subjek S 3 tidak memenuhi semua indikator pemahaman konsep matematis. Subjek S 3 belum dapat menyatakan ulang sebuah konsep, jawaban Subjek S 3 tidak ada hubungannya dengan konsep translasi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Manul dkk (2019) yaitu kesalahan dalam mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah yang menyebabkan siswa tidak dapat menuliskan jawaban sampai hasil akhir bahkan tidak menuliskan jawaban sama sekali. Selain itu Subjek S 3 , juga belum dapat mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsep translasi. Hasil penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa siswa dengan kategori rendah belum memenuhi indikator pemahaman konsep matematis mengklasifikasikan objek tertentu berdasarkan sifatnya. Siswa dengan kategori rendah tidak menuliskan jawabannya, hal ini karena siswa tidak dapat menjelaskan kembali konsep yang mereka dapatkan selama kegiatan pembelajaran sehingga siswa tidak dapat mengklasifikasikan objek berdasarkan sifatnya (Sugito dan Aini, 2019). Karena itu Subjek S 3 tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang diberikan soal berdasarkan indikator menyatakan ulang konsep dan mengklasisifikasikan objek menurut sifatnya.
Pada soal selanjutnya, siswa diminta untuk menyelesaikan permasalahan berupa soal cerita mengenai transalasi. Soal cerita yang ada pada soal adalah Ani ingin memindah meja belajarnya ke dekat jendela. Meja belajar akan dipindahkan ke depan 5 langkah dan ke kanan 7 langkah dari posisi awal. Kemudian meja belajar dipindah lagi ke belakang 3 langkah dan ke kiri 2 langkah. Jika posisi awal diasumsikan pada titik (0,0) pada koordinat kartesius, maka gambarkanlah setiap posisi meja belajar pada bidang kartesius, tentukan posisi meja belajar sekarang serta tentukan besar perpindahan pertama dan kedua dari posisi meja belajar. Berikut merupakan contoh jawaban siswa dengan kategori tinggi.
## Jurnal Didactical Mathematics, Vol. 4 No. 1 April 2022 hal. 31-39,
Dalam penelitian sebelumnya, siswa dikatakan memiliki indikator pemahaman konsep matematika menyajikan ulang konsep dan mengklasifikasikan objek berdasarkan sifatnya jika siswa dapat menuliskan semua informasi yang terdapat dalam permasalahan (Aisyah dan Firmansyah, 2021). Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa Subjek S 1 sudah memiliki kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika, yaitu dapat mengubah permasalahan bentuk cerita ke representasi matematika berupa penempatan posisi meja pada titik koordinat kartesius. Subjek S 1 dapat memahami permasalahan yang disajikan sehingga jawaban yang diberikan sudah tepat. Selain itu Subjek S 1 juga sudah memiliki kemampuan mengaplikasikan konsep ke pemecahan masalah, yaitu menggunakan konsep translasi untuk menentukan posisi meja setelah dilakukan pergeseran. Hal ini dapat dilihat dari jawaban Subjek S 1 yang dengan benar menjawab posisi meja pertama dan kedua setelah dilakukan pergeseran serta besarnya perpindahan meja dari posisi pertama dan kedua dengan menggunakan konsep translasi.
Analisis jawaban selanjutnya masih dengan soal yang sama seperti sebelumnya. Siswa diminta untuk menyelesaikan permasalahan berupa soal cerita mengenai transalasi, berikut merupakan contoh jawaban siswa dengan kategori sedang.
## Gambar 6. Jawaban Siswa Subjek S 2
Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa Subjek S 2 sudah memenuhi indikator kemampuan pemahaman konsep matematis yaitu indikator kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika dengan dapat mengubah permasalahan bentuk cerita ke representasi matematika berupa penempatan posisi meja pada titik koordinat kartesius. Untuk posisi meja pertama Subjek S 2 sudah benar, tetapi untuk posisi meja yang kedua tidak tepat. Subjek S 2 kurang cermat dalam membaca dan memahami permaslaahan yang diberikan. Seharusnya posisi meja berpindah dihitung dari posisi meja pertama yaitu di titik koordinat (7,5) bukan dari posisi awal (0,0) . Hal ini membuat posisi meja kedua tidak sesuai dengan permasalahan yang disajikan, seharusnya posisi meja kedua dapat dihitung dengan menggunakan konsep translasi, yaitu (7 − 2, 5 − 3) = (5,2) karena perpindahan meja kedua dimulai dari posisi meja pertama yang berada di koordinat (7,5) lalu berpindah ke belakang 3 langkah dan ke kiri 2 langkah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya, yaitu siswa sudah memenuhi indikator pemahaman konsep matematis menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika, tetapi dalam perhitungannya siswa masih banyak kesalahan (Khairunnisa dan Aini, 2019). Selain itu dalam penelitian sebelumnya juga dijelaskan bahwa siswa tidak dapat
## Jurnal Didactical Mathematics, Vol. 4 No. 1 April 2022 hal. 31-39,
menyelesaikan permasalahan yang diberikan dengan benar karena kesalahan yang bervariasi, ada yang prosesnya benar tetapi salah ketika menjawab, ada yang prosesnya benar tetapi tidak menuliskan kesimpulan jawabannya dan ada juga yang menjawab benar tetapi tidak lengkap dalam proses pengerjaannya (Handayani dan Aini, 2019). Berdasarkan hal tersebut maka Subjek S 2 tidak memenuhi indikator pemahaman konsep matematis siswa yaitu indikator kemampuan mengaplikasikan konsep ke pemecahan masalah, yaitu menggunakan konsep translasi untuk menentukan posisi meja setelah dilakukan pergeseran.
## SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas IX pada materi translasi masih rendah. Indikator pemahaman konsep matematis yang paling banyak belum siswa penuhi adalah mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah. Dari 25 siswa hanya terdapat 2 orang siswa yang memenuhi indikator tersebut, untuk indikator menyatakan ulang sebuah konsep dan mengklasifikasikan objek-objek tertentu berdasarkan sifatnya terdapat 14 siswa yang menguasai indikator tersebut dari 25 siswa yang mengikuti. Untuk indikator kemampuan pemhaman konsep memberi contoh selain dari contoh konsep dan memilih prosedur atau operasi tertentu terdapat 15 siswa yang memenuhi indikator tersebut. Hasil keseluruhan dari penelitian ini adalah masih ada 10 siswa yang belum menguasai semua indikator kemampuan pemahaman konsep matematis. Dari hasil wawancara dengan siswa ditemukan ada beberapa hal yang mempengaruhi rendahnya konsep pemahaman matematis siswa antara lain minat dan motivasi belajar siswa rendah, tidak menguasai pengetahuan dasar, dan tidak membaca soal dengan cermat. Peneliti memberikan saran kepada guru agar menerapkan model dan inovasi pembelajaran pada setiap kategori siswa sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa.
## DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, N., dan Firmansyah, D. (2021). Analisis Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa SMP pada Materi Bangun Datar Segiempat. MAJU, 1, 403–410.
Annajmi, A. (2016). Peningkatan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematik Siswa SMP Melalui Metode Penemuan Terbimbing Berbantuan Software Geogebra. MES (Journal of Mathematics Education and Science), 2, (1).
Arnidha, Y. (2018). Analisis pemahaman konsep matematika siswa sekolah dasar dalam penyelesaian bangun datar. JPGMI (Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Al-Multazam), 3(1), 53–61.
Cahani, K., Effendi, K. N. S., dan Munandar, D. R. (2021). Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Ditinjau dari Konsentrasi Belajar pada Materi Statistika Dasar. JPMI (Jurnal Pembelajaran Matematika Inovatif), 4(1), 215–224.
https://doi.org/10.22460/jpmi.v4i1.215-224
Dinda, D. S., dan Ramlah. (2019). Kemampuan Pemahaman Matematis Pada Materi Segiempat Bagi Siswa SMP. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Sesiomadika 2019, 298–303.
Hadi, S., dan Novaliyosi. (2019). TIMSS Indonesia (Trends in International Mathematics and Science Study). Prosiding Seminar Nasional & Call For Papers Program Studi Magister Pendidikan
## Jurnal Didactical Mathematics, Vol. 4 No. 1 April 2022 hal. 31-39,
## Matematika Universitas Siliwangi, 562–569.
Handayani, Y., dan Aini, I. N. (2019). Analisis Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa Pada Materi Peluang. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika (Sesiomadika), 1(1), 575–581.
Hanifah, H., dan Abadi, A. P. (2018). Analisis Pemahaman Konsep Matematika Mahasiswa dalam Menyelesaikan Soal Teori Grup. Journal of Medives : Journal of Mathematics Education IKIP Veteran Semarang, 2(2), 235. https://doi.org/10.31331/medives.v2i2.626
Khairunnisa, N. C., dan Aini, I. N. (2019). Analisis Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis dalam Menyelesaikan Soal Materi SPLDV pada Siswa SMP. Prosiding seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Sesiomadika 2019, 1(1), 546–554.
Manul, M. G., Susilo, D. A., dan Fayeldi, T. (2019). Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Spldv Kelas X. 1(4), 45–53.
Maulida, A. S. (2015). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbantuan Media Simulasi Virtual pada Kemampuan Pemahaman Konsep Siswa Sub Pokok Bahasan Translasi dan Refleksi Kelas VII SMP Negeri 3 Jember. Universitas Jember.
Murizal, A. (2012). Pemahaman konsep matematis dan model pembelajaran quantum teaching. Jurnal pendidikan matematika, 1, (1).
Nahdi, D. S., dan Alfiani, N. A. (2020). Penggunaan Media Garis Bilangan dalam Meningkatkan Pemahaman Matematis Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Didactical Mathematics, 2(3), 54–61.
Rusfiana, M., dan Roesdiana, L. (2019). Analisis Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa SMP Pada Materi Bangun Datar Segi Empat. Sesiomadika, 1109–1118.
Sardiman. (2007). Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. RajaGrafindo Persada.
Sugito, I., dan Aini, I. N. (2019). Analisis Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas VIII Pada Materi Aljabar. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika (Sesiomadika), 538–545.
Sugiyono, D. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. ALFABETA.
Suleman, A. R. (2013). Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Penjumlahan Di SDN 3 Tapa Kabupaten Bone Bolango. Jurnal). Skripsi Kualitatif.
Sumarmo, U. (2013). Papers collection and disposition of Mathematical Thinking and Learning.
Utari, V. (2012). Peningkatan Kemampuan Pemahaman Konsep Melalui Pendekatan PMR dalam Pokok Bahasan Prisma dan Limas. Jurnal Pendidikan Matematika, 1, (1).
Wardani, S. (2011). Pengembangan Keterampilan Proses Sains Dalam Pembelajaran Kromatografi Lapis Tipis Melalui Praktikum Skala Mikro. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, 2(2), 317–322.
Wilis, R. (1989). Teori-teori belajar. P2LPT.
|
bd5d821e-64e7-4184-ac49-bca2203eefe3 | http://jurnal.stieww.ac.id/index.php/jrm/article/download/459/342 |
## PENGARUH PENGEMBANGAN KARIR, MOTIVASI KERJA, DISIPLIN KERJA, DAN KOMITMEN ORGANISASIONAL TERHADAP KINERJA KARYAWAN
(Studi Pada Koperasi Simpan Pinjam Nasari Yogyakarta )
Dila Damayanti, M.A. Satrio Nugroho, dan Shafira Salsabila
Program Studi Manajemen, STIE Widya Wiwaha dheelhaa@gmail.com
## Abstract
Human resource is very important in a company. The reason for this examination is to examine the impact of profession improvement, work inspiration, work discipline, and authoritative obligation to worker execution. This exploration was led in Koperasi Simpan Pinjam Nasari Yogyakarta. This exploration utilizes a quantitative methodology. The quantity of tests utilized upwards of 32 workers, by the strategy for immersed examining (evaluation). The outcomes showed that the incomplete advancement of the Career and discipline makes a positive difference and critical on representative execution Koperasi Simpan Pinjam Nasari Yogyakarta. In the interim, motivation and Organizational Commitment significantly affects representative execution Koperasi Simpan Pinjam Nasari Yogyakarta. All the while Career development, Motivation, work discipline, and Organizational Commitment influence the Performance.
Keywords: Career development, Motivation, Discipline, Organizational Commitment, Performance.
## PENDAHULUAN
Persaingan bisnis di era globalisasi semakin ketat. Untuk menjadikan organisasi yang unggul dan dominan, kita harus merencanakan SDM yang berkualitas. Semua organisasi mencari keuntungan dalam perekonomian. Dengan cara ini, organisasi membutuhkan perwakilan yang cocok, berbakat, dan terkendali untuk mencoba mendorong organisasi. (SDM) merupakan komponen vital dalam sebuah organisasi. Ketiadaan sumber daya manusia para eksekutif dapat menghambat pencapaian tujuan organisasi, baik yang menyangkut pelaksanaan, manfaat maupun daya tahan kawan. Perintis harus memahami bahwa hasil dalam pengembangan lebih lanjut pelaksanaan dan efisiensi harus mencakup pekerja, bukan hanya menjadi kekuatan untuk perubahan. Namun juga semakin efektif dalam mengatur perubahan ini. Pelaksanaan merupakan akibat pekerjaan yang diselesaikan oleh pekerja dari kewajiban. Eksekusi yang representatif dapat mempengaruhi kemajuan suatu organisasi. Kinerja karyawan dapat mempengaruhi keberhasilan suatu perusahaan. Pertumbuhan perusahaan tergantung dari hasil kinerja.
Peningkatan karir dapat mempengaruhi kinerja, dimana dilakukan oleh organisasi untuk menjamin bahwa pekerja mereka memiliki kemampuan, kapasitas dan pengalaman saat dibutuhkan (Rosalina, 2016). Faktor lain yang dapat memacu kinerja karyawan yaitu motivasi kerja. Motivasi merupakan pemberian pengungkit yang menimbulkan keinginan kerja seseorang, dengan harapan melakukan segala daya upaya untuk memperoleh kepuasan. Motivasi yaitu sebagai pendorong yang membuat seseorang mau dan rela untuk mengarahkan kemampuan berupa keahlian dan keterampilan, tenaga dan waktu untuk melakukan kegiatan yang menjadi tugasnya
## JURNAL RISET MANAJEMEN
Vol. 9, No. 2, Juli 2022, 74 – 92 https://doi.org/10.32477/ jrm.v9i2.459
dan menjalankan kewajibannya untuk mencapaian tujuan dari berbagai sasaran perusahaan yang telah ditentukan sebelumnya (Waluyo, 2020). Motivasi adalah sesuatu yang memberdayakan individu baik dari dalam maupun dari luar sehingga individu dapat memiliki kegembiraan, kemauan yang tinggi, dan dapat membuat komitmen besar untuk maju dalam mencapai tujuan bersama.
Disiplin kerja pekerja sangat penting dan harus diterapkan oleh setiap organisasi untuk mewujudkan tujuan organisasi. Jika disiplin kerja, diasumsikan semakin tinggi kinerjanya. Dengan disiplin kerja dalam organisasi, maka organisasi juga akan semakin berkembang. Menurut Bashaw dan Grant menunjukkan bahwa tingkat tanggung jawab otoritatif seorang karyawan juga merupakan sesuatu yang penting yang harus diperkirakan oleh organisasi untuk mencapai target kerja (Novita et al., 2016). Menurut Mowday (dalam Syarif, 2018) komitmen organisasi merupakan perilaku serta sikap karyawan terhadap organisasi, termasuk seberapa besar keinginan untuk tetap berada pada organisasi.
KSP Nasari Yogyakarta merupakan salah satu koperasi dengan tujuan profit oriented . Dengan mengembangkan potensi pelaku ekonomi UKM dan UMKM dengan me manage usaha koperasi lebih professional menggunakan teknologi terkini. Koperasi dan dunia bisnis maupun pemerintah serta masyarakat menghadapi perubahan dan percepatan perubahan teknologi. Perubahan ini didorong oleh teknologi dan ilmu yang berkembang sangat cepat. Terdapat hambatan dalam pengembangan karir, salah satunya perbedaan pendidikan karyawan. Pengembangan karir seorang karyawan terutama dalam promosi jabatan, diutamakan karyawan yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi. Rendahnya kemampuan dan pendidikan pekerja mungkin juga menjadi alasan masalah dalam kemajuan karir (Waluyo, 2020). Seperti yang ditunjukkan oleh David Conrad, kontrol ekstrim oleh organisasi terhadap pekerja menyebabkan karyawan merasa putus asa mungkin menjadi alasan pekerja kurang didorong (Putri, 2018).
Karyawan muncul lebih lambat dari yang diharapkan dari waktu yang ditentukan oleh organisasi. Seperti yang ditunjukkan oleh Sinambela (2016) disiplin sangat penting untuk pengembangan berwibawa, terutama digunakan untuk memacu perwakilan untuk mengajar diri mereka sendiri dalam melakukan pekerjaan baik secara mandiri maupun dalam pertemuan. Tingkat komitmen dapat mempengaruhi kinerja, apabila tingkat komitmen rendah menyebabkan tidak tercapainya tujuan perusahaan. sehingga dapat membawa dampak yang tidak baik seperti penurunan kualitas kerja, tidak menati peraturan, bahkan sampai turnover. Menurut Davis dan Newstrom komitmen organisasional dapat disebut sebagai kesetiaan karyawan. Dimana karyawan tetap dan ingin menlanjutkan dan berpartisipasi dalam organisasi (Syarif, 2018).
## LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
Setiap karyawan menginginkan pengembangan karir untuk memotivasi mereka melakukan pekerjaan dengan baik (Sinambela, 2016). Pengembangan karir pada dasarnya bertujuan meningkatkan dan memperluas kecukupan pelaksanaan pekerjaan yang dibuat oleh pekerja dengan tujuan agar mereka lebih siap untuk berkontribusi yang baik kepada perusahaan. Motivasi merupakan faktor yang mendorong dan mengarahkan keinginan seseorang untuk melakukan gerakan yang dikomunikasikan sebagai pengerahan tenaga yang keras (Rosleny Marliani, 2015).
Disiplin mencerminkan kesadaran individu akan harapan tertentu untuk usaha yang diturunkan kepadanya. Ini akan memberi energi jaminan dan pengakuan tujuan organisasi. Semakin baik kedisiplinan pekerja maka semakin tinggi pula pencapaian. Amstrong mendefinisikan komitmen sebagai suatu keadaan dimana seseorang menjadi terikat pada dirinya sendiri melalui aktivitas dengan pasti sehingga bertahan terhadap gerakan dan terlibat dengannya (Syarif, 2018). Menurut Wager dan Hollenbeck komitmen organisasi adalah seberapa banyak individu berhubungan dengan organisasi yang memanfaatkannya. Hal ini menunjukkan kesiapan sehubungan dengan pekerja untuk mengajukan upaya yang signifikan untuk organisasi dan
harapannya untuk tetap berada di organisasi untuk waktu yang cukup lama (Syarif, 2018). Penyelesaian target kerja yang rendah akan berdampak buruk, pengurangan kerangka kerja yang membuat pekerjaan menjadi lebih lambat untuk diselesaikan.
## Kerangka Pemikiran
## Gambar 1 Kerangka Pemikiran
## METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian pendekatan kuantitatif. Populasi yang digunakan seluruh karyawan Koperasi Simpan Pinjam Nasari Yogyakarta sebanyak 32 karyawan. Sampel yang digunakan yaitu seluruh karyawan Koperasi Simpan Pinjam Nasari Yogyakarta sebanyak 32 karyawan. Non Probability Sampling denga sampling jenuh dilakukan sebagai teknik pengambilan data responden. Strategi ini dilakukan karena semua individu dari populasi digunakan seluruhnya dengan asumsi populasi sedikit.
## Uji Instrumen
Uji validitas digunakan untuk mengukur keabsahan suatu instrument penelitian. Sedangkan uji reliabilitas dilakukan guna mengukur instrument penelitian construct variabel. Instrumen penelitian dikatakan handal jika respons seseorang mengenai suatu pernyataan dapat diprediksi secara stabil setelah beberapa waktu (Ghozali, 2011).
## Uji Asumsi Klasik
Uji normalitas dilakukan untuk mengukur apakah dalam model regresi variabel bebas dan variabel terikat keduanya memiliki kualitas yang khas atau mendekati biasa. Pendistribusian data akan menggambarkan garis miring lurus dan memplot informasi yang akan dibandingkan dengan garis diagonal. Uji Multikololinearitas bertujuan untuk memutuskan apakah ada hubungan antara faktor bebas dalam model relaps. Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat sejauh mana perbedaan faktor inflasi (VIF) dan resistansi. Uji Heteroskedastistas berguna untuk menguji ketidakseimbangan selisih dari residual persepsi yang satu dengan persepsi yang lain.
## Uji Hipotesis
Hipotesis dilakukan pengujian secara parsial dengan pendekatan uji t. Sedangkan uji koefisien determinasi (R 2 ) dimaksudkan untuk melihat kemampuan dari variabel bebas dalam memberikan pengaruh terhadap variabel terikat.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Instrumen
Tabel 1 Hasil Uji Validitas Variabel Pearson Correlation rTabel Keterangan Pengembangan Karir (X 1 ) 0,593 - 0,842 0.361 Valid Motivasi Kerja(X 2 ) 0,679 - 0,861 0.361 Valid Disiplin Kerja (X 3 ) 0,589 - 0,882 0.361 Valid Komitmen Organisasional (X 4 ) 0,641 - 0,880 0.361 Valid Kinerja Karyawan (Y) 0,826 - 0,929 0.361 Valid
Sumber: Data primer diolah 2021
Rekap data Tabel 1 menunjukkan indikator semua pernyataan dalam instrument penelitian sah digunakan dalam pengambilan data dengan nilai pearson correlation lebih besar dari r tabel (0,361), yang artinya bahwa semua item pertanyaan/ pernyataan dalam kuesioner sah untuk digunakan dalam pengambilan data penelitian.
Tabel 2 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Cronbach’s Alpha Pengembangan Karir (X 1 ) 0,864 Motivasi Kerja(X 2 ) 0,871 Disiplin Kerja (X 3 ) 0,807 Komitmen Organisasional (X 4 ) 0,865 Kinerja Karyawan (Y) 0,940
Sumber: Data primer diolah 2021
Rekap data Tabel 2 menunjukkan bahwa semua pernyataan dalam instrument penelitian stabil digunakan yang dibuktikan dengan memiliki nilai cronbach’s alpha lebih dari 0,60, yang artinya bahwa semua item pertanyaan/ pernyataan dalam kuesioner handal untuk digunakan dalam pengambilan data penelitian.
## Hasil Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Tabel 3 Uji Normalitas Kolmogrov-Smirnov One-sample Kolmorgov-Smirnov Test Unstandarized Resiudal N 32 Normal Parameters a.b Mean ,0000000 Std. Deviation 1,83352006 Most Extreme Differences Absolute ,139 Positive ,139 Negative -,081 Test Statistic ,139 Asymp. Sig. (2-tailed) ,121 c
Sumber: Data primer diolah 2021
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan hasil uji kolmogrov-smirnov dengan signifikansi 0,121 lebih besar dari 0,05, sehingga dapat disimpulan residual berdistribusi normal.
Tabel 4 Uji Multikolonieritas Coefficient a Model Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (Constant) Pengembangan Karir ,396 2,526 Motivasi Kerja ,271 3,685 Disiplin Kerja ,490 2,041 Komitmen Organisasional ,289 3,464
Sumber: Data primer diolah 2021
Hasil Tabel 4 menunjukkan nilai tolerance pengembangan karir 0,396, motivasi kerja 0,271, disiplin kerja 0,490 dan komitmen organisasional 0,289. Hasil tersebut menunjukan bahwa memiliki nilai tolerance > 0,10 yang artinya bebas multikolonieritas. Sedangkan nilai VIF pengembangan karir 2,526, motivasi kerja 3,685, disiplin kerja 2,041, dan komitmen organisasional 3,464. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel bebas memiliki nilai VIF <10 yang artinya tidak terjadi multikolonieritas.
## Gambar 2 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Output SPSS yang tersaji pada Gambar terlihat sebaran titik di atas dan di bawah angka 0 sumbu Y, dengan kata lain tidak berpola. Hal ini menunjukkan bebas heteroskedastisitas pada model regresi.
## Hasil Uji Hipotesis
Tabel 5 Analisis Regresi Linier Berganda Coefficient a Model Unstandardized Coefficients Standardized CoefficientsBeta t Sig. B Std.Error 1 (Constant) ,586 4,127 ,142 ,888 Pengembangan Karir ,543 ,197 ,495 2,753 ,010 Motivasi Kerja ,317 ,250 ,276 1,270 ,215 Disiplin Kerja ,476 ,213 ,361 2,236 ,034 Komitmen Organisasional -,293 ,263 -,234 -1,113 ,276
Sumber: Data primer diolah 2021
Besar pengaruh pengaruh Pengembangan Karir (X 1 ) , Motivasi Kerja (X 2 ) , Disiplin Kerja (X 3 ) , dan Komitmen Organisasional (X 4 ) terhadap kinerja karyawan KSP Nasari Yogyakarta (Y) dapat dilihat pada tabel coefficient pada unstandarized coefficients pada nilai B. Dari hasil regresi linier berganda diperoleh persamaan:
Y= 0,586+0,543X 1 +0,317X 2 +0,476X 3 -0,293X 4 +e
Tabel Coefficients a diperoleh nilai t hitung pengembangan karir = 2,753, motivasi kerja = 1,270, disiplin kerja = 2,236, dan komitmen organisasional = -1,113. Dengan nilai t tabel yaitu 2,052. Berdasarkan data, diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Variabel pengembangan karir dengannilai t hitung 2,753 > 2,052 dan signifikansi 0,010 < 0,05. Artinya variabel pengembangan karir berpengaruh dengan arah positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan pada Koperasi Simpan Pinjam Nasari Yogyakarta.
2. Variabel motivasi kerja dengan nilai t hitung 1,270 < 2,052 dan signifikansi 0,215 > 0,05. Artinya variabel motivasi tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan pada Koperasi Simpan Pinjam Nasari Yogyakarta.
3. Variabel disiplin kerja dengan nilai t hitung 2,236 > 2,052 dan signifikansi 0,034 < 0,05. Artinya variabel disiplin kerja berpengaruh berpengaruh dengan arah dan signifikan terhadap kinerja karyawan pada Koperasi Simpan Pinjam Nasari Yogyakarta.
4. Variabel komitmen organisasional dengan nilai nilai t hitung (-1,113) < 2,052 dan signifikansi 0,276 > 0,05. Artinya variabel komitmen organisasional tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan pada Koperasi Simpan Pinjam Nasari Yogyakarta.
Tabel 6 Hasil Uji Hipotesis Secara Simultan (F)
ANOVA a Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression 197,753 4 49,438 12,808 ,000 b Residual 104,216 27 3,860 Total 301,969 31
Sumber: Data primer diolah 2021
Pengujian dilakukan dengan membandingkan angka signifikansi dengan taraf 0,05 dan F tabel 2,73. Berdasarkan hasil tabel 6, hasil pengujian hipotesis secara simultan dengan nilai F hitung 12,808 > F tabel 2,73, dengan tingkat signifikansi 0,000 < 0,05. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa variabel pengembangan karir, motivasi kerja, disiplin kerja, dan komitmen organisasional secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel kinerja karyawan pada Koperasi Simpan Pinjam Nasari Yogyakarta.
## Koefisien Determinasi (R 2 )
Tabel 7 Hasil Analisis Koefisien Dererminasi (R 2 )
Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 ,809 a ,655 ,604 1,965
Sumber: Data primer diolah 2021
Berdasarkan hasil uji koefisien determinasi (R 2 ) menunjukkan nilai Adjusted R Square sebesar 0,604 atau 60,4%. Hal ini menunjukan bahwa variabel pengembangan karir, motivasi
kerja, disiplin kerja dan komitmen organisasional mempengaruhi kinerja karyawan sebesar 60,4% sedangkan 39,6% dipengaruhi oleh faktor yang lain.
## PEMBAHASAN
## Pengaruh Pengembangan Karir terhadap Kinerja Karyawan
Hasil penelitian menunjukkan Variabel X1 dengan nilai t-hitung 2,753 > t-tabel 2,052 dan signifikansi 0,010 < 0,05. Dengan demikian variabel Variabel X1 mempengaruhi Variabel Y. Hal ini menunjukkan bahwa Pengembangan Karir dapat menopang peningkatan kinerja pekerja KSP Nasari Yogyakarta. Semakin tinggi Pengembangan Karir, semakin tinggi Kinerja. Dengan latar belakang pendidikan, persiapan dan tempat tinggal pekerja menjadi hal sentral dalam kemajuan karir karyawan, maka kinerja juga akan meningkat. Hasil ini sejalan dengan penelitian Kasenda (2016) yang menunjukkan bahwa Pengembangan Karir mempengaruhi Kinerja.
## Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan
Hasil penelitian menunjukkan Variabel X2 dengan nilai t hitung sebesar 1,270 < t tabel 2,052 dan signifikansi sebesar 0,215 > 0,05. Sehingga Variabel X2 tidak berpengaruh terhadap Variabel Y pada Koperasi Simpan Pinjam Nasari Yogyakarta. Ini berarti bahwa Motivasi Kerja bukanlah faktor yang mempengaruhi dalam kinerja. Ada atau tidaknya motivasi tidak mempengaruhi kinerja. Hal ini dikarenakan para pekerja saat ini memiliki pekerjaan dan kewajiban yang harus atau tidak perlu mereka selesaikan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Hasil ini diperkuat dengan penelitian dari Fatah (2001) yang menunjukkan bahwa motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.
## Pengaruh Disiplin Kerja terhadap Kinerja Karyawan
Hasil penelitian menunjukkan Variabel X3 dengan nilai t hitung sebesar 2,236 > t tabel 2,052 dan signifikansi sebesar 0,034 < 0,05. Sehingga variabel Disiplin Kerja berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan pada Koperasi Simpan Pinjam Nasari Yogyakarta. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi disiplin kerja maka semakin tinggi pula kinerja karyawan. Hasil ini diperkuat dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ruru, Kawet, dan Taroreh (2017) yang menunjukkan bahwa disiplin kerja mempengaruhi kinerja karyawan.
## Pengaruh Komitmen Organisasional terhadap Kinerja Karyawan
Hasil penelitian menunjukkan Variabel X4 dengan nilai t hitung (- 1,113) < t tabel 2,052 dan signifikansi 0,276 > 0,05. sehingga variabel Komitmen Organisasional tidak mempengaruhi Kinerja Karyawan. Hasil nilai t negatif, hal ini dikarenakan komitmen organisasional belum optimal, pekerja merasa kurang nyaman dalam organisasi. Ini menyiratkan bahwa komitmen organisasional tidak memiliki peran dalam mempengaruhi kinerja. Studi ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang diarahkan oleh Suhardi, Ismilasari dan Jasman (2021) yang menunjukkan bahwa komitmen organisasional mempengaruhi kinerja karyawan.
## Pengaruh Pengembangan Karir, Motivasi Kerja, Disipli Kerja, dan Komitmen Organisasional terhadap Kinerja Karyawan
Hasil penelitian menunjukkan uji F factor Pengembangan Karir (X1), Motivasi Kerja (X2), Disiplin Kerja (X3), dan Komitmen Organisasional (X4) sekaligus mempengaruhi Kinerja (Y). Maka hasil Fhitung 12,808 > F tabel 2,73 dengan tingkat signifikansi 0,000 < 0,05. Dengan pengembangan karir, motivasi kerja, disiplin kerja, dan komitmen organisasional yang besar, akan mampu mengembangkan kinerja karyawan. Dengan cara demikian, dengan terbukanya peluang belajar untuk mengembangkan kompetensi, motivasi secara umum, bekerja dalam kedisiplinan, dan memiliki tanggung jawab atau komitmen dalam organisasi, maka mampu meningkatkan kinerja karyawan KSP Nasari Yogyakarta.
## SIMPULAN
Berdasarkan hasil uji, menyatakan bahwa variabel pengembangan karir dan disiplin kerja terbukti memiliki dampak secara positif bagi kinerja. Di sisi lain, motivasi dan komitmen tidak terbukti memberikan dampak bagi kinerja. Sedangkan secara keseluruhan, keempat variabel bebas terbukti memiliki dampak terhadap variabel terikat, yang bermakna pengembangan karir, motivasi, disiplin, dan komitmen organisasional secara bersamaan berpengaruh terhadap kinerja karyawan KSP Nasari (Y).
## DAFTAR PUSTAKA
Fatah, A. (2021). Pengaruh Motivasi Kerja Dan Pengembangan Karir Terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Bagian Umum Dan Kepegawaian Sekretariat DPRD Provinsi Banten. JURNAL EKONOMI, MANAJEMEN, BISNIS, DAN SOSIAL, 1(2), 176 –189
Ghozali, Imam. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Indah Mariani, L. M., & Sariyathi, N. (2017). Pengaruh Motivasi, Komunikasi Dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Warung Mina Peguyangan Di Denpasar. E-Jurnal Manajemen Universitas Udayana, 6(7), 3540-3569.
Islamiati, A., Razak, I., & Susanto, P. H. (2020). Pengaruh Pengembangan Karir Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pt. Wisc Indonesia. Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana, 8(2), 1 –9. https://doi.org/10.35137/jmbk.v8i2.418
Kasenda, D. R. T., Taroreh, R., & Lucky, D. (2016). Pengaruh Pengembangan Karir Dan Disiplin Kerja the Influence of Career Development and Discipline At Pt .Bank Sulutgo Cabang Kawangkoan. Berkala Ilmiah Efisiensi, 16 (2)(02), 196 –206.
Novita, N., Sunuharjo, B., & Ruhana, I. (2016). PENGARUH KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASIONAL TERHADAP KINERJA KARYAWAN (Studi pada PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Witel Jatim Selatan, Malang). Jurnal Administrasi Bisnis S1 Universitas Brawijaya, 34(1), 38 –46.
Putri, E. R. (2018). Pengaruh pengembangan karir dan motivasi terhadap kinerja karyawan lembaga kesehatan cuma-cuma dompet dhuafa (LKC DD) (Bachelor's thesis, Fak. Ekonomi dan Bisnis Uin Jakarta).
Rosalina, L. (2016). Pengaruh Pengembangan Karir Dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada Verena Multi Finance Tbk Cabang Pekanbaru. JOM Fisip, 3(2), 1689 –1699.
Rosleny Marliani, M. (2015). PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA
Rosyidawaty, S. (2018). PENGARUH PENGEMBANGAN KARIR TERHADAP Kinerja karyawan Di TELKOMSEL REGIONAL JAWA BARAT Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Manajemen Program Studi Magister Manajemen Prodi Magister Manajemen , Fakultas Ekonomi dan Bisnis , U. E-Proceeding of Management, 5(1), 428 –503. Ruru, D. C., Kawet, L., & Taroreh, R. (2017). Pengaruh Disiplin, Motivasi, Dan Pengembangan Karir Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Pendapatan Kota Manado. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi, 5(2), 499-510.
Sinambela, L. P. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Suhardi, A., Ismilasari, I., & Jasman, J. (2021). Analisis Pengaruh Loyalitas dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Karyawan. Jesya (Jurnal Ekonomi & Ekonomi Syariah), 4(2), 1117 –1124. https://doi.org/10.36778/jesya.v4i2.421
Syarif, R. M. (2018). Komitmen Organisasi: Definisi, Dipengaruhi dan Mempengaruhi. Makassar: Nas Media Pustaka.
Waloyo, R. F. (2020). Pengaruh Pengembangan Karir dan Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai Badan Keuangan Daerah Kabupaten Pasuruan. Pengaruh Pengembangan Karir Dan Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai Badan Keuangan Daerah Kabupaten Pasuruan, 1, 1 –11.
|
48869902-9626-4bd8-ad7d-0b92b6ba1b03 | https://jurnal.ensiklopediaku.org/ojs-2.4.8-3/index.php/ensiklopedia/article/download/2291/2354 |
## PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DECK SLAB PADA PROYEK FLY OVER SEKIP UJUNG
TEGAR ADI PRATAMA, WAHYUNI WAHAB Universitas Bina Darma, Palembang tegaradipratamasumberasri@gmail.com. wahyuni.wahab@binadarma.ac.id
Abstrak: Fenomena kemacetan menjadi hal yang menarik untuk dikaji, seperti halnya kemacetan yang diakibatkan oleh adanya pengaruh aktivitas pusat perdagangan. Permasalahan kemacetan ini kemudian dihadapkan pada berbagai kendala antara lain terbatasnya ruas jalan sebagai prasarana dan sarana transportasi yang kurang sebanding dengan berkembangnya jumlah kendaraan bermotor yang menggunakan prasarana dan sarana tersebut. Proyek pembangunan flyover/underpass adalah suatu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi kepadatan kendaraan pada satu titik akibat adanya pertemuan 4 titik jalan raya yang berbeda arah. Jalan Basuki Rahmad sampai jalan R Sukamto merupakan penghubung antar daerah yang sedang mengalami kegiatan pengembangan ruas jalan dan pelebaran. Sebagai sarana penghubung yang utama antar daerah, maka jalan harus dapat memberikan tingkat pelayanan yang nyaman bagi semua pengguna.
Kata Kunci: Pelaksanaan, Pembangunan, Deck Slab, Fly Over.
## A. Pendahuluan
Jalan Basuki Rahmad sampai jalan R Sukamto merupakan penghubung antar daerah yang sedang mengalami kegiatan pengembangan ruas jalan dan pelebaran. Sebagai sarana penghubung yang utama antar daerah, maka jalan harus dapat memberikan tingkat pelayanan yang nyaman bagi semua pengguna.
Seiring meningkatnya kepemilikan kendaraan yang semakin tinggi dengan tingkat- kepadatan lalu lintas yang melintasi jalan tersebut. Kepadatan penduduk ini menjadi salah satu alasan mengapa perbaikan dan pengembangan infrastruktur fly over menjadi prioritas. Fly over yang bagus dapat mengatasi beban lalu lintas yang tinggi akan meningkatkan konektivitas antar wilayah, memperlancar arus barang dan jasa , serta mendukung pertumbuhan ekonomi.
## B. Metodologi Penelitian
Penelitian dilakukan di fly over sekip ujung bertempat di jalan Basuki Rahmat – Jalan R Sukamto di Provinsi sumatera selatan. Sumber data berupa studi literatur, observasi langsung di lapangan, data primer dan data sekunder. Data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli, yaitu dokumentasi dan wawancara kepada para penanggung jawab di lokasi tempat penelitian. Data sekunder yaitu data yang sudah ada yang bersumber dari kontraktor atau pihak owner (gambar rencana atau subdrawing ). Waktu penelitian dilaksanakan terhitung sejak 11 september 2023 – 11 Desember 2023.
## C. Hasil dan Pembahasan Pelaksanaan Pembuatan Deck Slab
Pekerjaan Pemasangan Balok Girder diatas Abutment dengan terlebih dahulu dipasang elastomeric bearing . pada proyek fly over setelah itu dilanjutkan dengan pemasangan diagfragma tepi dan diagfragma tengah di antara balok-balok girder yang sudah terpasang, yang bertujuan untuk memberikan kestabilan pada masing-masing girder dalam arah horizontal. Pengikatan tersebut dilakukan dalam bentuk pemberian stressing pada diagfragma dan girder sehingga dapat berkerja sebagai satu kesatuan selesai pekerjaan girder dan diagfragma, maka dilanjutkan dengan pekerjaan pemasangan Bekisting. . Berikut Proses Tahapan-tahapan pekerjaan pada pelat lantai:
## gambar 1 bagan pelaksanaan pekerjaan pelat lantai Persiapan
Pertama tahap persiapan untuk melaksanakan pekerjaan plat lantai, pada tahap ini harus disiapkan beberapa material dan peralatan yang akan digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan plat lantai. Material dan peralatan yang akan digunakan pada proyek fly over sekip ujung adalah sebagai berikut: Catut
1) Kawat beton
2) Beton Decking (tahu)
3) Playwood Bekisting
4) Concrete pump
5) Truck mixer
6) Concrete vibrator
7) Set Alat survey (theodolite dan waterpass)
8) BJTS ø13 dan ø16
9) Beton ready mix
10) Tygofilm t= 18mm
11) Platform pelat kantiveler
12) Bondex t=70mm
## Pemotongan Baja Tulangan
Pemotongan baja tulangan dengan diameter kecil biasanya menggunakan gunting baja beton dengan tangan, sedangkan untuk diameter lebih besar menggunakan mesin gunting yang digerakan dengan tangan atau bisa mengunakan motor jika jumlah baja lebih banyak.
## Pengukuran
Dalam suatu kontruksi terdapat gambar rencana /shop drawing yang telah direncanakan sebelumnya yang bila kemudian adanya perbedaan ukuran gambar rencana dengan ukuran yang ada di lapangan, kemudian menjadikan factor koreksi di lapangan. Hal inilah yang menjadi acuan dasar melakukan pengukuran ulang dilapangan untuk menentukan ukuran sebenarnya dilapangan. Pengukuran ini digunakan untuk penentuan letak dan batas-batas pelat lantai, menentukan ukuran bondex yang kemudian akan difabrikasi potong custom sehingga ukurannya tepat dan akurat, atau penentuan dimensi/ukuran bekisiting saat dilakukannya pengecoran.
## Pekerjaan Pelat Deck (Bekisting Pelat Lantai)
Plat Deck adalah bagian dari struktur atas yang berguna sebagai lantai kerja untuk pekerjaan plat lantai fly over . Plat deck berfungsi sebagai lantai kerja yang berguna untuk mencegah air keluar dari area kerja. Karena air beton berkurang sehingga merusak kualitas dari beton itu sendiri. Pelat deck yang diigunakan dalam proyek fly over ini yaitu dengan memakai bondex dengan ketebalan 70 mm.
## Pekerjaan Bekisting Pada Deck Slab
Tujuan pemasangan bekisting pada pelat lantai adalah untuk mengetahui cara pelaksanaan dilapangan serta untuk mengatasi masalah pada saat pengerjaan berlangsung. Dalam pemasangan bekisting pelat lantai ini sangat diperhatikan adalah ketegakan dak kesikuan antara bekisting balok dan bekisting kolom, karena apabila kedua bekisting kedua bekisting itu tidak siku atau tidak merata. Maka kedataran dan kesikuan bekisting tidak memenuhi syarat. Oleh karena itu, pekerjaan bekisting diharuskan presisi sesuai rencana agar bentuk dan ukuran beton sesuai ukuran/bentuk yang telah direncanakan yaitu dengan ukuran 220mm dengan selimut beton minimal 3 cm. dengan kemiringan 2%.
Pekerjaan Pembesian Pada Deck Slab
Pemasangan Besi Tulangan Untuk Deck Slab
Setelah pekerjaan bekisting selesai tahap selanjutnya adalah pembesian. Baja yang sebelumnya telah dipotong sesuai gambar kerja dirakit dengan cara manual yaitu dengan cara menganyam besi tulangan ulir dengan menggunakan kawat beton yang dibantu alat catut sebagai alat untuk mengikatkan kawat beton.
Gambar 2 pembesian deck slab fly over sekip ujung Plat lantai diproyek pembangunan jembatan tanjung barangan direncanakan dengan tebal Plat 22 cm sesuai gambar kerja dan menggunakan Tulangan Ulir D16 yang disebut Tulangan Utama (TU) dan D16 yang disebut Tulangan Pembagi (TP). adapun tahap pekerjaan pembesian plat lantai dimulai dari.
Pekerjaan Pembesian Pada Deck Slab
Pemasangan Besi Tulangan Untuk deck slab
Setelah pekerjaan bekisting selesai tahap selanjutnya adalah pembesian. Baja yang sebelumnya telah dipotong sesuai gambar kerja dirakit dengan cara manual yaitu dengan cara menganyam besi tulangan ulir dengan menggunakan kawat beton yang dibantu alat catut sebagai alat untuk mengikatkan kawat beton.
Plat lantai diproyek pembangunan jembatan tanjung barangan direncanakan dengan tebal Plat 22 cm sesuai gambar kerja dan menggunakan Tulangan Ulir D16 yang disebut Tulangan Utama (TU) dan D16 yang disebut Tulangan Pembagi (TP). adapun tahap pekerjaan pembesian plat lantai dimulai dari.
Pemasangan Tulangan Utama (TU) yang menggunakan Tulangan Ulir D16 dan Tulangan Pembagi (TP) menggunakan Tulangan Ulir D16. yang di pasang di atas Bekisting (bondek dan Playwood) dengan jarak masing-masing (TU) 15 Cm dan (TP) 20 Cm sesuai pada gambar perencanaan. Tulangan Plat Lantai dibuat sebanyak masing-masing 2 lapis dengan diikat menggunakan kawat beton dan bantuan catut untuk mengikatkan kawat beton. jarak antara bekisting dan tulangan bawah diberi Decking dengan ketebalan 3 cm untuk setiap M2.
## Pemasangan Deck Drain
Drainase Jembatan merupakan salah satu komponen pada jembatan yang berfungsi sebagai penyalur air dari lantai jembatan ke saluran drainase jalan sehingga lantai jembatan bebas dari genangan air. Perancangan drainase yang tepat, dapat memberikan manfaat bagi keselamatan lalu lintas pemeliharaan dan struktural jembatan.
Bahan yang digunakan untuk komponen drainase proyek fly over ini terbuat dari pipa baja, yang dipasang di tepi pelat sebelum dilakukannya pengecoran dan perencanaan Plat Lantai dan Trotoar ini di buat dengan kemiringan 2% guna sebagai penyalur air dari plat lantai menuju bawah saluran drainase melalui pipa air. Berikut Pemasangan deck drain pada fly over sekip dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 3 pemasangan deck drain
## Pengecoran
Sebelum dilakukan pengecoran perlu dilakukan control kualitas atau pemeriksaan Kembali untuk mencegah kesalahan atau ketidaksesuaian yang terjadi di lapangan. Berikut bagian-bagian yang harus di perhatikan Sebelum Pengecoran dilakukan control kualitas:
•Posisi dan penempatan bekisting ( Plat Deck & Playwood ) •Posisi dan penempatan pembesian •Jarak tulangan dan jumlah tulangan. •Ketebalan beton decking. •Ukuran baja tulangan yang digunakan. •Posisi deck drain.
Pada saat berlangsungnya pengecoran, readymix truck yang datang diambil sampelnya untuk di uji ( Slump Test ). Sampel diambil menurut ketentuan yang tercantum dalam spesifikasi. Pekerjaan control kualitas ini akan dilakukan Bersama-sama dengan konsultan pengawas dan Quality Control untuk selanjutnya dibuat berita acara pengesahan control kualitas. Dalam pengujian yang telah memenuhi syarat maka dilakukannya pengecoran.
Pengecoraan pelat lantai Pada proyek fly over ini menggunakan Mutu Beton 30 Mpa. Beton basah yang sebelumya di buat di batching plant dibawa menggunakan truck mixer dan di bantu dengan concrete pump untuk menyalurkan readymix menuju ke atas tempat pengecoran. Setelah uji slump dilakukan dan diterima oleh kontraktor dan konsultan, pengecoran dapat dilaksanakan. Berikut adalah proses pengujian slump test dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 4 Pengujian Slump Test Proses pengecoran dilaksanakan pekerja menggunakan mesin penggetar ( Concrete Vibrator ) yang berfungsi memadatkan campuran beton serta menghilangkan rongga yang ada pada bekisting sehingga terisi beton secara menyeluruh. Hal ini bertujuan mengurangi resiko keropos pada beton. Tahap terakhir saat pengecoran adalah meratakan permukaan coran Plat lantai menggunakan alat bantu pipa besi dan Plat L sebagai landasan pipa untuk meratakan plat lantai dan di rapikan menggunanakan tapak kayu sebagai tahap akhir dalam proses pemerataan coran plat lantai. Adapun Proses pengecoran dapat dilihat dari gambar dibawah ini.
## Gambar 5 Pengecoran pelat lantai
## D. Penutup
Finishing Pelat Lantai merupakan tahap akhir dari proses pengerjaan pelat lantai pada jembatan. Yang dimana pelat lantai sudah mengeras dan bisa menahan beban sendiri guna menghindari permukaan rusak ketika dibongkar. Setelah pekerjaan pembongkaran dari cetakan bekisting dilakukan pekerjaan penambalan karena setelah bekisting dibongkar terkadang terjadi lubang-lubang kecil dan tonjolan pada beton yang diakibatkan pemadatan kurang sempurna. Semua tonjolan dibuang dengan tatah dan lubang-lubang seperti bekas
pengikat harus diisi dengan beton, setelah proses penambalan dilanjutkan proses perawatan beton curing. Perawatan Curing pada beton plat lantai lantai dilakukan 24 jam atau sehari penuh saat proses beton mengeras, curing dilakukan dengan cara menyiram seluruh permukaan plat lantai yang telah di cor dengan air selama24 jam setelah pengecoran. Hal ini bertujuan agar kandungan air yang ada pada beton tidak menguap yang akan berdampak pada kualitas beton yang akan dihasilkan. Jika curing atau perawatan tidak dilakukan dengan baik, seringkali beton mengalami retak rambut yang akan mempengaruhi kekuatan dari struktur plat lantai tersebut. setelah beton kering lapisi atas beton dengan kain kasa. Kain kasa pada beton berfungsi untuk mencegah air pada beton menguap dan menjaga suhu beton tetap terjaga.
## Daftar Pustaka
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 19 tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan. 2011. Jakarta: Menteri Pekerjaan Umum. Allawy, M Farid. (2018). Tujuan Fungsi Pembangunan Fly Over. Skripsi Studi Deskriptif pada Fly Over Pahoman .
Ramadhan, 2015. Pengertian Fly Over.Dampak Pembangunan, Fly Over terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar. Studi Deskriptif pada Fly Over Pahoman.
Ramadhan, (2015). Struktuk Bagian Bawah Dan Struktur Bagian Atas Pada Jalan Layang (Fly over).
Supriadi, Muntohar, (2007). Definisi Fly Over, Metode Pelaksanaan Dan Pembongkaran Konstruksi Fly Over. academia.edu/41181547. Spesifikasi Umum, (2018). (Revisi 2) – Divisi 7 (Struktur). Pengertian Dinding Penahan Tanah Pada Fly Over .
(SNI 2541-2008), Aspek Stuktur Fly Over. Perencanaan Fly Over Jalan Jendral Sudirman Kabupaten Ciamis. Repositori.unsil.ac.id
Tjokrodimuljo, (2012). Pengertian Morta.. Pengaruh Penggunaan Tiga Jenis Pasir Terhadap Kuat Tekan Mortar Busa Sebagai Timbunan Oprit. Repository.uir.ac.id.
|
d0d373e8-8a74-4ce2-be6c-9a56f2408e60 | https://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/Formatif/article/download/70/68 |
## PERAN BELAJAR MATEMATIKA TERHADAP
KONSISTENSI DIRI SISWA
(Survei Terhadap Siswa-siswi Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Karawang Tahun 2010/2011)
LEONARD leonard@unindra.net Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Teknik, Matematika dan IPA Universitas Indraprasta PGRI
## SITTA KHOMSATUN SUPRIYATI
sitasitta@ymail.com Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Teknik, Matematika dan IPA Universitas Indraprasta PGRI
Abstract. The aim of this research is to know the influence of learning result (achievement) toward the self-consistency of the students in senior high school in Karawang. The research method wich was used in the research is survey method. The population of research are all sudents in senior high school in Karawang, West Java. Samples are taken by multi stage sampling, consisted of 120 students. The research instruments are self-consistency. Data analysis employed regretion correlation. The hypothesis testing resulted conclution: there positive correlation of studied mathematics achievement toward the self-consistency.
Key Words: mathematics learning, achievement, self-consistency.
## PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam proses perbaikan mutu hidup dalam bermasyarakat. Di era globalisasi saat ini, terjadi perubahan yang signifikan dalam kehidupan bermasyarakat. Kita tidak dapat menghindar dari arus globalisasi yang memaksa kita untuk masuk ke kehidupan yang modern. Di era globalisasi ini terjadi perubahan nilai-nilai kehidupan dan oleh sebab itu juga terjadi perubahan dalam proses perbaikan mutu kehidupan. Salah satu yang tidak terlepas dalam perubahan tersebut adalah pendidikan.
Berbicara mengenai pendidikan tidak terlepas dari kebijakan pendidikan dan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan nasional telah dirumuskan melalui UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. “Ada dua tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang tersirat dalam UUD 1945, yaitu: pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa, pendidikan adalah hak seluruh rakyat” (Tilaar, 2003:6). Bangsa yang cerdas di sini maksudnya adalah bangsa yang berdiri sendiri (merdeka), dapat memilih mana yang baik dan berguna bagi bangsanya dan tidak hanya dapat bekerja tetapi dapat pula menciptakan lapangan pekerjaan.
Masih dalam buku yang sama (2003:60) Tilaar menuliskan bahwa dalam institusi pendidikan masyarakat modern saat ini, perlulah dikaji hal-hal berikut: organisasi lembaga pendidikan, kepemimpinan, kurikulum, proses belajar dan kontrol. Kelima aspek itulah yang selalu dikaji oleh negara-negara maju agar bisa menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Karena sumber daya manusia yang berkualitas adalah salah satu modal untuk bisa bersaing di era globalisasi saat ini. Menurut laporan- laporan Human Development Report yang dikutip oleh Tilaar (2003:227), “negara-negara
Leonard – Peran Belajar Matematika Terhadap Konsistensi ...
maju terus-menerus serta konsisten memperbaiki kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan, kesehatan dan kebutuhan-kebutuhan asasi manusia”. Dalam kata lain, mereka saja yang sudah maju masih dan terus memperhatikan mutu pendidikan.
Hal itulah yang belum dimiliki oleh Indonesia. Pemerintah yang memegang amanat serta peran besar dalam maju tidaknya pendidikan Indonesia belum mampu merealisasikan apa yang tertuang dalam UUD 1945 tentang pendidikan nasional. Lebih parahnya lagi, saat ini Indonesia sedang mengalami krisis yang disebabkan oleh merajalelanya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang bukannya semakin menghilang namun sebaliknya semakin merajalela. Saat ini KKN sudah menjadi budaya baru Indonesia. Dari manakah kita harus memulai memberantas penyakit masyarakat ini? Jawabannya adalah dari diri kita sendiri. Perlu kesadaran moral serta konsistensi dari diri kita untuk mengubahnya menjadi lebih baik.
Menyinggung masalah konsisten, bisakah semua orang konsisten dengan apa yang dikatakan serta diperbuat? Jawabannya pasti bisa. Namun, tidak semuanya mau untuk konsisten. Kita bisa melihat contohnya ketika musim pemilu datang. Dimana para calon anggota dewan yang terhormat berbondong-bondong mengampanyekan program- program pro-rakyat. Namun, apa yang terjadi ketika mereka sudah terpilih? Tidak sedikit diantara mereka yang melupakan janji-janji mereka itu. Ini adalah salah satu bentuk ketidak konsistenan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia.
Konsisten bukan timbul begitu saja. Perlu waktu untuk menjadikan seseorang itu menjadi konsisten atau mendekati konsisten. Kebiasaan bisa saja menjadi awal dimana diri ini menjadi sosok yang konsisten. Dimana dengan kebiasaan hidup yang disiplin, terencana serta fokus, diharapkan bisa melatih kita menjadi seseorang yang konsisten.
Sebagai salah satu mata pelajaran yang wajib diberikan pada setiap jenjang pendidikan sebagaimana yang dinyatakan dalam UU No. 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 31 ayat 1 yang menyatakan bahwa “kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan matematika” (Lembaga Negara Republik Indonesia, 2003:17), tentu saja matematika memiliki peranan penting. Hal ini disebabkan karena matematika adalah ilmu dasar yang bisa membentuk seseorang agar dapat memahami dan menguasai permasalahan sosial dan alam. Tak heran banyak pendapat bahwa seseorang yang memiliki nilai matematika tinggi memiliki kecerdasan lebih tinggi dibandingkan dengan seseorang yang nilai matematikanya biasa-biasa saja.
Jika kita hubungkan antara matematika dan konsistensi, sepertinya dua kata ini memiliki keterkaitan yang sangat erat. Matematika adalah ilmu yang sistematik dan terstruktur. Sehingga orang yang mempelajarinya diharapkan bisa menjadi seseorang yang lebih terstruktur serta terencana. Seseorang yang memiliki konsistensi diri yang baik memiliki pandangan hidup yang jelas dan terarah. Untuk itu biasanya mereka akan selalu membuat rencana-rencana untuk setiap apa yang akan mereka lakukan. Bisa dikatakan bahwa seseorang yang mempelajari matematika secara tidak langsung dia sedang belajar untuk menjadi seseorang yang konsisten.
## TINJAUAN PUSTAKA Konsistensi diri
Menurut Arianto (2008) “konsistensi adalah keteguhan hati terhadap tujuan, dan usaha/pengembangan yang tak berkesudahan, tetaplah diperlukan walau seseorang telah berhasil mencapai target-target dalam hidupnya”. Bagi mereka yang memiliki konsistensi tinggi, mereka tidak akan mudah putus asa apabila dihadapi rintangan pada saat melakukan pekerjaan.
Masih menurut Arianto (2008), ada beberapa hal yang dibutuhkan untuk menjaga konsistensi, antara lain: motif, kesadaran dan introspeksi.
Leonard – Peran Belajar Matematika Terhadap Konsistensi ...
Reza M Syarif (2005:31) dalam bukunya yang berjudul Life Excellent mengatakan bahwa “konsisten adalah fokus pada suatu bidang. Kita tidak akan berpindah dari bidang lain sebelum bidang pertama kuat”. Dengan konsisten kita akan mendapatkan: (1) Quantum leap process , yaitu percepatan-percepatan dalam kehidupan.
(2) Out standing achievement , yaitu prestasi yang diatas rata-rata.
Konsisten ini mengajarkan kita untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban kita baru kita bisa mendapatkan hak-hak kita. Kalau hal ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam hal belajar kita, kita akan menjadi pribadi yang unggul baik dalam akademik maupun non akademik, serta kita akan mengalami percepatan- percepatannya. Dengan kata lain konsisten akan memberikan kekuatan kepada diri kita.
Menurut Prabowo (2008) “konsistensi diri adalah representatif dari kekuatan iman, yaitu kekonsistenan antara pikiran, perkataan, dan perbuatan, serta keserasian dari pengetahuan, ketauladanan sikap dan tekad awal untuk menyeru”. Konsistensi dalam belajar merupakan pembuktian waktu, pembuktian pada kondisi, bahwa seperti apapun kondisinya dan berapa lama waktu yang dibutuhkan , belajar tidak akan pernah berhenti.
Untuk membentuk konsistensi diri dibutuhkan pemahaman yang integral terkait dengan tujuan belajar dan dibutuhkan imunitas. Oleh karena itu, dibutuhkan pembinaan yang dilakukan secara berkala dan kontinu. Konsisten dalam belajar bukan berarti keadaan yang stagnan, tidak berubah. Tetapi, bila terkait dengan strategi ini merupakan keadaan yang dinamis. Perubahan yang selalu menuju kebaikan.
“Konsisten adalah ketetapan dan kemantapan dalam bersikap atau bertindak, atau selalu sesuai antara perbuatan dengan ucapan” (Lontong,2010). Misalnya, kita memasang target akan belajar 1 jam sehari, atau akan bangun pagi setiap harinya, namun kenyataannya bisa diluar target bahkan tidak sama sekali. Hal ini dipengaruhi oleh faktor- faktor baik dari dalam maupun luar diri kita. Faktor nafsu atau keinginan menjadi faktor penghambat utama.Faktor kedisiplinan tak kalah penting dalam halnya membangun konsistensi, dimana kedisiplinan merupakan salah satu kunci dari keberhasilan.
Menurut Abdullah (2010) ada 5 cara menjaga diri kita agar tetap konsisten, yaitu:
(1) Murokobah , mengenali betul apa yang ditekuninya. Mengenali disini adalah kita harus tahu benar seluk beluk akan apa yang akan kita kerjakan, manfaat apa yang akan didapatkan, ataupun dampak negatif / kerugian apa yang akan didapat. (2) Muahadah , disiplin untuk dilakukan. Baik emosi sedang bagus maupun tidak. (3) Muhasabah , cek lagi dan lagi. (4) Muakobah , penghukuman dan pemberian hadiah kepada diri sendiri. Saat kita memberikan hadiah pada diri kita, dapat menimbulkan kepercayaan diri bahwa kita bisa. (5) Mujahadah , pengoptimalan, memperbaiki terus-menerus. Kita mungkin sering merasa bahwa apa yang kita dapat tidak sesuai dengan harapan kita, namun kita harus menjadikannya modal dan terus memperbaiki hingga hasil maksimal dapat tercapai.
Menurut Abelson dkk yang dikutip oleh Eunkook M. Suh (2002:1378) dalam artikel yang berjudul Culture, Identity Consistency, and Subjective Well-Being mengatakan bahwa “konsistensi diri adalah syarat untuk menuju kesejahteraan. Orang yang memiliki konsistensi diri cenderung lebih luas pengetahuannya, lebih tegas”.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa konsistensi diri adalah sikap dimana pikiran, perkataan, dan perbuatan kita selaras dan tetap, namun bisa fleksibel untuk mencapai suatu tujuan yang telah kita rancang sebelumnya.
## Prestasi Belajar Matematika
Prestasi belajar matematika adalah sebuah kalimat yang terdiri dari tiga kata yaitu prestasi, belajar dan matematika. Antara kata prestasi, belajar dan matematika mempunyai arti yang berbeda. Oleh karena itu, sebelum kita mengartikan prestasi belajar matematika , ada baiknya pembahasan ini diarahkan pada masing-masing permasalahan
Leonard – Peran Belajar Matematika Terhadap Konsistensi ...
terlebih dahulu untuk mendapatkan pemahaman lebih jauh mengenai makna kata prestasi belajar. Hal ini juga untuk memudahkan dalam memahami lebih mendalam tentang pengertian prestasi belajar itu sendiri.
“Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individu maupun secara kelompok” (Djamarah, 2006:19). Sedangkan menurut Mas’ud Hasan Abdul Dahar dalam Djamarah (2006:21) bahwa “prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja”. Adapun prestasi dapat diartikan sebagai hasil yang diperoleh karena adanya aktivitas belajar yang telah dilakukan.
Menurut Skinner yang dikutip oleh Dimyati dan Mudjiono (2002:250), “belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik”. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responsnya menurun. Sedangkan Gagne (Dimyati dan Mujdiono, 2002:251) berpendapat bahwa “belajar adalah kegiatan yang kompleks”. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai.
Manusia belajar karena terdorong oleh beberapa keinginan, yaitu: adanya dorongan rasa ingin tahu, tuntutan zaman dan lingkungan, adanya kebutuhan yang harus dipenuhi, untuk mengetahui sesuatu yang belum diketahui atau menyempurnakannya, untuk mampu bersosialisasi dan beradaptasi dengan lingkungannya, untuk meningkatkan kualitas dan mengembangkan potensi diri, mengisi waktu luang, mencapai cita-cita.
Slameto (2003:112) berpendapat bahwa, “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru saja secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi belajar, yaitu: (1) Faktor internal, yaitu faktor yang ada dalam diri individu, seperti faktor kesehatan, kecerdasan, minat, bakat, kematangan. (2) Faktor eksternal, yaitu faktor yang ada di luar diri individu, seperti faktor keluarga/cara orang tua mendidik, faktor sekolah, metode mengajar, alat peraga, teman bergaul, dll.
Manusia belajar melalui interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Lingkungan pertama manusia belajar adalah keluarganya. Lalu setelah keluarga dilanjutkan dengan belajar pada lingkungan sekitar tempat tinggal, lingkungan sekolah, dan seterusnya. Melalui proses belajar tersebut seseorang mengalami berbagai pengalaman yang akhirnya akan mempengaruhi tingkah laku dan perbuatan. Namun, tidak dapat di lupakan juga faktor keturunan atau warisan yang dapat mempengaruhi sifat dan kepribadian.
Howard L. Kingsleny dalam Baharuddin (2009:65) menjelaskan bahwa “belajar adalah proses ketika tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktik atau latihan”.
Prestasi belajar di bidang pendidikan adalah hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes atau instrumen yang relevan.
Berdasarkan teori-teori di atas maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah perubahan yang dihasilkan setelah terjadinya proses belajar. Dimana hasil belajar tidak hanya berupa nilai semata, namun hasil belajar dapat dilihat, dirasakan dan dimanfaatkan untuk kehidupan mendatang.
Banyak definisi tentang matematika, baik dari para ahli maupun masyarakat umum lainnya. Oleh karenanya matematika tidak akan pernah selesai untuk didiskusikan. Menurut sudut pandang Andi Hakim Nasution yang dikutip oleh Abdul Halim Fatani (2009:2) kata matematika berasal dari kata Yunani yaitu mathein atau manthenein yang berarti mempelajari . Kata ini memiliki hubungan yang erat dengan kata sanskerta, medha atau widya yang memiliki arti kepandaian, ketahuan, atau intelegensia. Dalam bahasa
Leonard – Peran Belajar Matematika Terhadap Konsistensi ...
Belanda, matematika disebut dengan kata wiskunde yang berarti ilmu tentang belajar (hal ini sesuai dengan arti kata mathein pada matematika).
Menurut Johnson dan Rising (Ruseffendi, 1996:3) “matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logik”. Matematika adalah bahasa yang menggunakan istilah dengan cermat, cerdas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide (gagasan) dari pada mengenai bunyi. Matematika juga merupakan pengetahuan struktur yang terorganisasikan sifat-sifat atau teori-teori itu dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur-unsur yang didefinisikan atau tidak terdefinisi.
Reys dkk (Ruseffendi, 1996:3) mengatakan bahwa “matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat”.
Kemudian Kline (dalam Ruseffendi, 1996:3) berpendapat bahwa “matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia agar dapat memahami dan menguasai permasalahan sosial ekonomi dan alam”.
Sedangkan Ruseffendi (1996:4) sendiri mengartikan “matematika sebagai bahasa, seni dan ratunya ilmu. Matematika juga merupakan ilmu tentang struktur yang terorganisasi dengan baik serta ilmu tentang pola dan hubungan”.
Dari beberapa teori di atas maka penulis menyimpulkan bahwa prestasi belajar matematika adalah perubahan yang terjadi pada siswa setelah terjadinya proses belajar mengajar matematika yang ditandai dengan ingatan, pemahaman, dan penerapan atas matematika.
## METODE
Penelitian dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Karawang, dimana di Kabupaten Karawang terdapat 32 Sekolah Menengah Atas Negeri dengan perincian 19 SMAN, 9 SMKN dan 4 MAN. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan dalam waktu enam bulan pada tahun 2011.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan teknik analisis regresi korelasi. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Karawang. Sedangkan sampel diambil 120 siswa dari populasi, dengan teknik multi stage sampling. Teknik ini dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu: tahap pertama memilih 3 Sekolah Menengah Atas dari 32 Sekolah Menengah Atas yang ada, yaitu 1 SMAN, 1 SMKN dan 1 MAN; tahap kedua adalah memilih secara acak masing-masing 40 siswa dari ketiga Sekolah Menengah Atas Negeri tersebut, sehingga didapat sampel sebanyak 120 orang.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen penilaian untuk variabel konsistensi diri sebanyak 24 item berbentuk skala likert. Sedangakan untuk variabel prestasi belajar, pengumpulan data melalui dokumen guru bidang studi. Selanjutnya data yang diperoleh diolah dan dianalisis menggunakan teknik pengujian analisis regresi korelasi.
## HASIL DAN PEMBAHASAN Data Prestasi Belajar Matematika
Dari hasil dokumentasi prestasi belajar matematika terhadap 120 siswa yang dijadikan sampel penelitian, diperoleh data skor maksimum 85 dan skor minimum 10, sehingga diperoleh rentang ( jangkauan) data sebesar 75. Berdasarkan hasil analisis data , diperoleh modus 64,28, median 54,95, rata-rata 50, simpangan baku 19. Dari rentang skor teoritik antara 10 sampai dengan 85. Mayoritas siswa (sebesar 36,7%) memiliki skor
Leonard – Peran Belajar Matematika Terhadap Konsistensi ...
prestasi belajar matematika dalam rentang antara 60 sampai 69 dari skor maksimum 85. Dengan demikian data tergolong baik dan tidak banyak beragam.
## Data Konsistensi Diri
Dari hasil pengukuran Konsistensi Diri terhadap 120 siswa, diperoleh skor maksimum 119 dan skor minimum 52. Dari hasil perhitungan diperoleh modus 93,13, median 90,68, rata-rata 88,18, simpangan baku 16,15; dari rentang skor 52 sampai dengan 119. Mayoritas siswa (28,3%) memiliki skor konsistensi diri dalam rentang antara 88 sampai dengan 96 dari skor maksimum 119. Data penelitian juga menunjukkan bahwa seluruh siswa (100%) memiliki skor konsistensi diri di atas 50, artinya semua siswa telah memiliki konsistensi diri di atas 41,7% dari skor teoritik yang diharapkan (120). Bahkan data menunjukkan 60% siswa memiliki skor konsistensi diri diatas 85 (73%), hal ini berarti bahwa 60% siswa telah memiliki konsistensi diri sebanyak 73% dari skor teoritik maksimum (120). Dengan demikian data tergolong baik dan tidak banyak beragam.
## Uji Persyaratan Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diuji persyaratan analisis, yang meliputi uji normalitas dan uji linieritas. Hasil pengujian normalitas menggunakan uji Liliefors diperoleh hasil bahwa seluruh variabel berdistribusi normal. Hasil pengujian linieritas menggunakan tabel bantuan ANOVA diperoleh hasil bahwa persamaan regresi yang terbentuk antara kedua variabel adalah linier, sehingga dapat dilanjutkan menggunakan statistik parametrik, dengan korelasi dan regresi linier sederhana.
## Pengujian Hipotesis Penelitian
Korelasi sederhana untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antara variabel X dan variabel Y dalam penelitian ini digunakan rumus Korelasi Product Moment. Dari perhitungan didapat nilai r xy = 0,3. Artinya dari hasil penelitian berasumsi bahwa prestasi belajar matematika siswa mempengaruhi konsistensi diri.
Pengujian signifikansi koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y dalam penelitian ini diuji melalui uji hipotesis (uji t). Dari hasil perhitungan, maka didapat t hitung = 3,42 sedangkat t tabel = 1,66 pada taraf nyata 95%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara prestasi belajar matematika terhadap konsistensi diri.
Untuk mengetahui besarnya kontribusi pengaruh prestasi belajar matematika terhadap konsistensi diri dilakukan dengan menggunakan uji koefisien determinasi, dari perhitungan didapat KD = 9%. Jadi pengaruh prestasi belajar matematika terhadap konsistensi diri sebesar 9 % dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.
Persamaan regresi yang terbentuk adalah Y = 79,75 + 0,25X, yang dapat diartikan jika prestasi belajar diabaikan maka konsistensi diri siswa sebesar 79,75; dan setiap penambahan 1 point pada prestasi belajar matematika, akan menambah konsistensi diri siswa sebesar 0,25 point.
Untuk pengujian keberartian regresi dilakukan dengan uji F untuk taraf nyata = 5 % dk pembilang = 1, dk penyebut = 120 – 2 = 118 diperoleh F tabel = 3,92 dan F hitung = 351,11. Perhitungan lengkap dapat dilihat di halaman 56-59. Karena F hitung > F tabel maka H 0 ditolak yang berarti koefisien arah regresi berarti.
## Pembahasan Hasil Penelitian
Setelah dilakukan rangkaian penelitian maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara prestasi belajar matematika siswa terhadap konsistensi
Leonard – Peran Belajar Matematika Terhadap Konsistensi ...
diri. Hal ini sangat logis karena sewaktu kita belajar matematika kita sudah berlatih menjadi sesorang yang konsisten. Dimana matematika adalah ilmu yang sistematik, terstruktur dan terkonsep sehingga secara tidak langsung kita terlatih untuk menjadi orang yang yang sistematik pula.
Konsistensi diri akan lebih maksimal jika pemahaman konsep tertata dengan baik, hal ini menuntut prestasi belajar matematika yang merupakan salah satu potensi yang harus dikembangkan oleh siswa serta aplikasi dari ilmu matematika itu sendiri. Sehingga wajar jika prestasi belajar matematika mempengaruhi konsistensi diri.
Prestasi belajar matematika memberikan kontribusi 9% terhadap konsistensi diri sedangkan sisanya 91% ditentukan oleh faktor lainnya. Ini membuktikan bahwa secara tidak langsung prestasi belajar matematika mempengaruhi konsistensi diri siswa. Dengan kata lain bahwa siswa yang memiliki prestasi belajar matematika baik akan memiliki sikap konsistensi diri yang baik pula, begitupun sebaliknya.
Namun, dilihat dari besarnya nilai kontribusi yang tak terlalu besar ini menyadarkan kita bahwa untuk menjadi seorang yang memiliki konsistensi diri tinggi tidaklah dilihat dari prestasi belajar matematikanya saja. Ada banyak faktor lain baik dari dalam diri maupun lingkungan sekitar. Walau sejak dini kita sudah terlatih untuk menyelesaikan masalah-masalah matematika dengan rumus-rumus yang sistematik, bukan berarti kita bisa menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan sistematik pula. Banyak pertimbangan- pertimbangan yang mempengaruhi sikap apa yang akan diambil dalam menyelesaikan permasalahan sehari-hari. Pertimbangan-pertimbangan itulah yang menjadi faktor lain dalam terciptanya konsistensi diri yang baik.
Penelitian ini membuktikan pendapat Prabowo (2008) mengenai konsistensi diri. Ia mengatakan bahwa “konsistensi diri adalah representatif dari kekuatan iman, yaitu kekonsistenan antara pikiran, perkataan, dan perbuatan, serta keserasian dari pengetahuan, ketauladanan sikap dan tekad awal untuk menyeru”. Hal ini sangatlah wajar karena untuk mencapai konsistensi diri yang baik dibutuhkan keserasian dari pengetahuan, ketauladanan sikap dan tekad awal. Sehingga bagi siswa yang memiliki prestasi belajar matematika yang baik perlulah diimbangi dengan sikap dan niat awal yang baik pula, salah satunya adalah memahami serta menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam ilmu matematika.
Penelitian ini juga selaras dengan pendapat Arianto (2008), yaitu “ada beberapa hal yang dibutuhkan untuk menjaga konsistensi, antara lain: motif, kesadaran dan introspeksi”. Motif atau niat merupakan awal mula seseorang untuk beraktifitas. Sadar atau tidak pastilah dalam melakukan sesuatu setiap orang memiliki niat baik itu terselubung atau tidak, entah niat itu bertujuan baik atau sebaliknya. Namun, untuk menjadi seseorang yang memiliki konsistensi diri yang baik diperlukan niat yang sungguh-sungguh agar ia tidak tergoda ditengah jalan. Sehingga apa yang ia niatkan yaitu menjadi seseorang yang konsisten dapat tercapai. Dan semuanya itu bisa tercapai ketika kita sadar betul apa tujuan serta apa yang harus kita lakukan. Sehingga tak salah bila kesadaran merupakan hal yang dibutuhkan dalam menjaga konsistensi diri.
Leonard – Peran Belajar Matematika Terhadap Konsistensi ...
Hal yang tak kalah penting adalah introspeksi diri. Hal inilah yang jarang bahkan sering sekali dilupakan oleh masyarakat Indonesia. Dimana apabila kita mengalami kegagalan jaganlah kita lantas menyerah pada nasib. Kita haruslah introspeksi yaitu mengevaluasi apa saja yang telah kita lakukan. Introspeksi yang baik bukan hanya dilakukan apabila kita mengalami kegagalan saja, namun ketika kita mengalami keberhasilan harus diadakan introspeksi pula sehingga keberhasilan itu dapat terulang lagi. Namun hal itu sangatlah sulit. Jagankan ketika kita berhasil, ketika kita mengalami kegagalan saja banyak orang yang langsung menyerah begitu saja, melupakan niat awalnya. Niat awal untuk konsisten.
Konsisten bukan sekadar berbuat sesuatu secara terus-menerus dan berkelanjutan seperti halnya mengerjakan soal matematika. Dimana dalam belajar matematika kita disajikan rumus-rumus untuk dapat menyelesaikan soal tersebut. Namun, konsistensi diri adalah sikap dimana pikiran, perkataan dan perbuatan kita selaras dan tetap, namun bisa fleksibel untuk mencapai tujuan yang telah kita rancang atau niatkan dari awal. Sehingga kita tidak boleh terpaku oleh keadaan yang ada.
## PENUTUP Kesimpulan
Dari hasil analisis dan pengujian hipotesis di atas dapat ditarik kesimpulan terdapat pengaruh positif antara prestasi belajar matematika terhadap konsistensi diri, walaupun pengaruhnya tidak terlalu besar. Kesimpulan ini didukung oleh hasil pengujian signifikansi antara prestasi belajar matematika dengan konsistensi diri yang hasilnya menunjukkan ada pengaruh signifikan.
## Saran
Dari hasil penelitian tersebut diketahui terdapat korelasi antara prestasi belajar matematika dengan konsistensi diri pada Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Karawang. Perlu upaya untuk memahami peran serta kegunaan belajar matematika sehingga dapat meninggkatkan konsistensi diri siswa. Disini peran guru sangatlah penting dalam pengarahan serta menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Dimana dalam belajar matematika bukanlah sekedar pencapaian nilai yang maksimal, namun harus diikuti oleh prinsip sikap dari matematika itu sendiri yang harus dipahami oleh setiap siswa. Untuk itu guru dituntut untuk lebih kreatif dalam mengajar. Dengan demikian diharapkan peningkatan konsistensi diri dapat terwujud dengan belajar matematika.
## DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Khaliludin. 5 Cara Menjaga Konsistensi. (http://khalidabdullah.com/ pembelajaran/5-cara-bagaimana-tetap-konsisten/)
Alim, M. Baitul. 2009. (http://www.psi kologizone.com/faktor-yang-mempengaru hi- prestasi-belajar-anak)
Arianto, Erwin. Konsisten (http://www.wikimu.com/News/Print.aspx?id=6350) Arikunto, Suharsimi. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan . Jakarta: Bumi Aksara.
2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis . Jakarta: Rineka Cipta.
Leonard – Peran Belajar Matematika Terhadap Konsistensi ...
Baharuddin. 2009. Pendidikan & Psikologi Perkembangan . Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Depdiknas-Dirjen Dikdasmen.2003. Undang-Undang RI Tentang Sistem Pendidikan Nasional . Jakarta: Depdiknas. Dimyati dan Mujdiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran . Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan. 2006. Strategi Belajar Mengajar . Jakarta: Rineka Cipta.
Fathani, Abdul Halim. 2009. Matematika Hakikat & Logika . Jogjakarta:Ar-Ruzz Media.
Ihsan, Helli. 2009. Pengukuran (http://www.linkpdf.com/ ebookviewer. php?url=http:// file.upi.edu/ Direktori/A%20%20FIP/JUR.%20PSIKOLOGI /197509122 006041% 20%20HELLI%20IHSAN/ Pengertian%20Pengukuran.pdf)
Lazarus, Richard S. 1976. Patterns Of Adjustment .Tokyo:McGraw-Hill Inc. Lontong, Eric. Susahnya Konsistensi (html://www.lontongcorp.com/2010/02/07/susahnya-konsistensi/) Prabowo, Panji. Konsistensi. (http://pastipanji.wordpress.com/2008/07/18/ konsistensi/) Priyadi, P.Gendra,dkk. 2008. Matematika 1 Untuk SMK dan MAK Kelas X . Jakarta: Erlangga.
Ruseffendi, E.T. 1996. Materi Pokok Pendidikan Matematika 3 . Jakarta: Depdikbud.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi . Jakarta: Rineka Cipta.
Sholeh, Achmad. Menjaga Konsistensi (http://ekspresihati.info/motivasi/ menjaga- konsistensi.html)
Sudijono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan . Jakarta:PT Rajagrafindo Persada.
Sudjana, Nana. 2009. Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar . Bandung: Bumi Aksara.
Suh, E. M. 2002. Culture, identity consistency, and subjective well–being. Journal of Personality and Social Psychology, 83, 1378–1391.
Susilo Taufik Adi. 2009. Spirit Jepang 30 Inspirasi & Kunci Sukses Orang-Orang Jepang . Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar . Jakarta: Raja Grafindo Persada. Syarif, Reza M. 2005. Life Excellent . Jakarta: Gema Insani. Tilaar, H.A.R.2009. Kekuasaan Dan Pendidikan Manajemen Pendidikan Nasional Dalam Pusaran Kekuasaan . Jakarta: Rineka Cipta. Tim Penyusun. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia . Jakarta: Balai Pustaka. Tim Penyusun. 2002. Penuntun EBTANAS & UMPTN 2002 . Modul tidak diterbitkan.
|
9003c21e-2cee-4868-b501-155afe69b413 | https://cdkjournal.com/index.php/cdk/article/download/334/303 |
## CONTINUING MEDICAL EDUCATION
## Akreditasi PB IDI–2 SKP
## Faktor Risiko Komplikasi Pemakaian Lensa Kontak
## Arwinda Diassanti
RSUD Blambangan, Banyuwangi, Indonesia
## ABSTRAK
Lensa kontak berupa lensa plastik tipis dan bening yang menutupi kornea, digunakan untuk meningkatkan penglihatan. Namun, pemakaian lensa kontak bisa menyebabkan komplikasi baik infeksi maupun non-infeksi. Komplikasi pemakaian lensa kontak dipengaruhi oleh faktor yang dapat dimodifikasi ataupun faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Pengguna lensa kontak harus memperhatikan kepatuhan dan higiene untuk mengurangi risiko komplikasi.
Kata kunci: Infeksi mata, komplikasi, lensa kontak
## ABSTRACT
Contact lenses are clear and thin plastic covering the cornea, used to improve vision. Contact lenses wear has potential infectious and non- infectious complications; depending on modifiable and non-modifiable factor. Contact lens users must pay attention to compliance and hygiene to reduce the complication risks. Arwinda Diassanti. Risk Factors of Complications of Contact Lens Use
Keywords: Eye infection, complications, contact lens
## PENDAHULUAN
Lensa kontak merupakan salah satu alat bantu penglihatan yang umum digunakan untuk beberapa tujuan, antara lain untuk koreksi kelainan refraksi, tujuan kosmetik, ataupun sebagai pilihan terapi kondisi patologi kornea. 1 Penggunaan lensa kontak makin dipilih saat ini karena antara lain lebih praktis dan harga lebih terjangkau. 1
Lensa kontak diresepkan untuk manajemen pasien dengan gangguan refraksi yang tidak dapat diterapi dengan penggunaan kacamata, seperti kasus aphakia, keratokonus, kornea ireguler, dan anisometropia tinggi. 2 Selain itu, lensa kontak juga dapat digunakan untuk manajemen gangguan refraksi sederhana sebagai alternatif pemakaian kacamata. 2
Namun, lensa kontak juga dapat menyebabkan komplikasi bagi penggunanya. 2 Tingkat ketidakpatuhan penting karena berkaitan
dengan peningkatan risiko komplikasi. 3 Beberapa gejala yang dilaporkan terjadi pada pengguna lensa kontak secara berkelanjutan di Amerika Serikat, yaitu adanya sensasi terbakar, gatal atau berair, dan lebih banyak dilaporkan oleh pengguna usia remaja. 1 Pada tahun 2016 lebih dari 41 juta pengguna lensa kontak di Amerika Serikat melaporkan pola perilaku penggunaan lensa kontak yang meningkatkan risiko infeksi mata. 1,4 Penelitian di Riyadh menemukan bahwa sebesar 38,7% pengguna lensa kontak tidak berkonsultasi terlebih dahulu sebelum mulai menggunakan lensa kontak. 1
## Lensa Kontak
Lensa kontak berupa lensa plastik tipis dan bening yang dikenakan menutupi kornea mata untuk meningkatkan tajam penglihatan. Lensa kontak memiliki fungsi yang sama dengan kacamata, yaitu untuk memperbaiki masalah yang disebabkan oleh kelainan
refraksi. 5
Jenis lensa kontak secara umum dibagi menjadi soft contact lens dan rigid gas permeable (RGP) contact lens . 5,6 Soft contact lens dibuat dari silikon-hidrogel mengandung air sehingga lunak, fleksibel, dan memudahkan oksigen mencapai kornea. Pengguna lensa kontak pertama lebih mudah menyesuaikan diri dengan soft contact lens karena lebih nyaman dipakai. Lensa silikon- hidrogel merupakan tipe lensa kontak yang paling sering digunakan dan dianjurkan untuk pengguna yang memerlukan pemakaian setiap hari. 5-7
Rigid gas permeable (RGP) contact lens dibuat dari plastik yang kurang fleksibel, namun masih memungkinkan oksigen mencapai kornea. Keunggulan rigid gas permeable (RGP) contact lens adalah rigiditasnya bermanfaat untuk mengoreksi kelainan permukaan kornea
email.arwinda@gmail.com
Cermin Dunia Kedokteran is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.
## CONTINUING MEDICAL EDUCATION
yang tidak rata. Bahan rigid gas permeable (RGP) contact lens yang rigid menyebabkan penggunanya memerlukan penyesuaian lebih lama dibandingkan pengguna soft contact lens. Rigid gas permeable (RGP) contact lens bertahan lebih lama, sehingga harganya lebih murah. 6,7
Selain itu, terdapat klasifikasi disposable dan extended wear. Tipe disposable hanya digunakan untuk satu kali pemakaian. 5 Disposable wear pertama kali diperkenalkan pada pertengahan tahun 1990-an dan antara tahun 2007-2011. 8 Tipe extended wear dapat digunakan berulang kali sampai waktu tertentu, misalnya satu minggu atau satu bulan. 6
## Risiko
Faktor risiko pemakaian lensa kontak dibagi menjadi faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi di antaranya durasi pemakaian lensa kontak dan penggunaan semalaman, kebersihan tangan, disinfeksi lensa, kebersihan tempat penyimpanan dan penggantian tempat penyimpanan lensa kontak, serta merokok. 9-11 Pemakaian lensa kontak semalaman secara signifikan meningkatkan risiko komplikasi akibat lensa kontak termasuk keratitis mikroba. 12 Pasien juga kurang memiliki kesadaran akan kebersihan seperti tidak mencuci tangan dan menggunakan air keran untuk mencuci lensa kontak ataupun tempat penyimpanan lensa kontak. Penggunaan air keran untuk membilas tidak disarankan karena dikaitkan dengan tingkat kontaminasi bakteri Gram negatif dan menjadi sumber Acanthamoeba yang lebih tinggi. 13,14
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi di antaranya jenis kelamin, usia, ras, dan status sosial ekonomi. 9,10
## Komplikasi
Komplikasi penggunaan lensa kontak secara umum merupakan kondisi self-limiting jika lensa kontak dilepas. 9 Beberapa komplikasi penggunaan lensa kontak baik infeksi maupun non-infeksi terdapat pada Tabel . 15
## Infeksi Kornea Berkaitan dengan Lensa Kontak
Infeksi kornea adalah komplikasi pemakaian lensa kontak yang jarang, tetapi berpotensi
parah. Infeksi kornea terkait lensa kontak menyumbang sekitar 35%-65% kasus. 15 Pemakaian lensa kontak merupakan faktor predisposisi keratitis mikroba dan salah satu faktor risiko untuk infeksi kornea pada populasi usia kerja. 15,16
Sekitar 80%–95% infeksi terkait lensa kontak disebabkan oleh bakteri, sisanya disebabkan oleh patogen termasuk Acanthamoeba spp. dan jamur berfilamen (seperti Fusarium spp. ). Bakteri patogen yang paling sering adalah Pseudomonas aeruginosa . Organisme penyebab bervariasi tergantung iklim, misalnya di Australia, Pseudomonas aeruginosa lebih sering di daerah tropis, dibandingkan dengan daerah beriklim sedang. Selain itu, pada pemakaian lensa kontak sekali pakai untuk sehari-hari, keratitis mungkin disebabkan oleh bakteri endogen, seperti Staphylococcus spp ., sedangkan pada pemakaian lensa kontak yang dapat digunakan kembali, bakteri lingkungan seperti Pseudomonas aeruginosa lebih mendominasi. Tempat penyimpanan lensa kontak menampung bakteri lingkungan dan dianggap sebagai sumber patogen. 15
Untuk mencegah infeksi kornea, pengguna lensa kontak dapat menghindari pemakaian semalaman dan memperhatikan kebersihan tangan, lensa, serta tempat penyimpanan. 15
## Inflamasi Kornea Terkait Lensa Kontak
Inflamasi kornea bisa disertai atau tanpa disertai gejala, jika disertai gejala, pasien pemakai kontak lensa biasanya datang dengan keluhan ketidaknyamanan mulai dari tanpa rasa sakit sampai sakit sedang, mata merah dan berair. Tanda dan gejala biasanya mulai hilang setelah pemakaian lensa kontak dihentikan sementara. 15
## Komplikasi Metabolik
Pemakaian lensa kontak menyebabkan stres metabolik pada kornea, yang dipengaruhi oleh transmisi oksigen lensa kontak serta pertukaran air mata yang terhambat oleh lensa kontak. Perkembangan bahan lensa kontak saat ini menyebabkan penurunan frekuensi dan tingkat keparahan gangguan akibat hipoksia, komplikasi ini masih ada karena transmisi oksigen dibatasi oleh ketebalan lensa pada desain tertentu, kekuatan lensa, dan respons individu terhadap hipoksia bervariasi. 15
## Edema Epitel
Secara historis, kekeruhan kornea sentral digambarkan sebagai gangguan visual yang ditandai dengan silau. Robekan refleks hipotonik juga diyakini menginduksi edema epitel secara osmotik. Dengan demikian, edema dapat muncul dengan adaptasi terhadap lensa kaku atau sebagai respons terhadap robekan benda asing. Gejala klinis bervariasi tergantung pada rangsangan yang mendasarinya. Sementara ketebalan kornea secara keseluruhan meningkat dengan hipoksia. Faktanya, edema epitel jangka panjang dikaitkan dengan penipisan. Penipisan epitel sebagian dikaitkan dengan hipoksia ketika lensa hidrogel konvensional dipakai untuk pemakaian semalaman, tetapi etiologi mekanis kemungkinan untuk penipisan terkait dengan lensa kornea kaku dan lensa silikon hidrogel dengan modulus tinggi. 15
## Vaskularisasi
Hipoksia merangsang interaksi antara sel inflamasi dan faktor pertumbuhan angiogenik (misalnya faktor pertumbuhan endotel vaskular) yang menginduksi pertumbuhan pembuluh darah baru. Vaskularisasi terkait lensa kontak biasanya superfisial dan perifer, namun tidak mengancam penglihatan dengan segera. Hal ini sering dikaitkan dengan lensa kontak hidrogel konvensional, terutama dalam hubungannya dengan pemakaian semalam atau kesalahan refraksi minus tinggi. Perawatan lini pertama adalah menghilangkan hipoksia dengan mengurangi jangka waktu pemakaian. 15
## Edema Stroma
Edema stroma, indikator lain dari hipoksia pada pemakaian lensa kontak, biasanya dinyatakan sebagai peningkatan ketebalan stroma. Bentuk striae ketika edema stroma kira-kira 5%-6%, jumlah striae meningkat dengan besarnya hipoksia. Lipatan stroma berkembang ketika edema 10%. 15
## Bleb Endotel
Bleb endotel muncul dalam beberapa menit setelah aplikasi lensa kontak dan menghilang segera setelah pelepasan lensa kontak atau adaptasi. Bleb endotel berkaitan dengan akumulasi karbondioksida dan pergeseran asam yang dihasilkan di stroma posterior. Meskipun sementara dan reversibel, bleb endotel dinilai sebagai indikator hipoksia. 15
## CONTINUING MEDICAL EDUCATION
## Polimegetisme Endotel
Pemakaian lensa kontak dikaitkan dengan variasi ukuran sel endotel (polimegetisme) dan bentuk (pleomorfisme). Kondisi ini pertama kali dilaporkan pada pemakaian lensa kontak PMMA, dan kemudian diamati pada lensa kontak kornea kaku dan hidrogel. 15
## Abrasi Kornea/ Konjungtiva
Abrasi kornea dan konjungtiva dapat terjadi akibat deposit atau kerusakan lensa kontak. Kadang-kadang abrasi dicetuskan oleh debris eksternal yang terperangkap di antara kornea dan lensa kontak. Penanganannya dengan menghentikan pemakaian lensa kontak, memberi pelumas mata, dan membersihkan atau mengganti lensa sesuai kebutuhan. Antibiotik profilaksis dapat diindikasikan jika parah. 15
## Ptosis
Ptosis dikaitkan dengan pemakaian lensa kontak berkepanjangan. Mekanisme ptosis dengan pemakaian lensa kontak lunak kurang jelas, mungkin ada peranan pada aplikasi pemakaian dan pelepasan lensa kontak. 15
## Komplikasi Toksik dan Hipersensitivitas
Solusi/larutan perawatan lensa kontak adalah campuran sangat kompleks dari bahan pengawet (biosida), surfaktan, dan agen lain yang dirancang untuk mendisinfeksi, membersihkan, dan membasahi lensa kontak. Interaksi larutan ini dengan lensa kontak tergantung susunan polimer, yaitu kandungan air, bahan, muatan, hidrofobisitas relatif, dan poros permukaan. Melalui interaksi ini, lensa kontak mengambil dan melepaskan biosida dan komponen lain di mata. Komponen air mata dapat mengikat permukaan lensa kontak, mengubah sifat, dan memberikan stimulus antigenik ke permukaan mata. Interaksi tersebut dapat menyebabkan reaksi alergi dan toksik, yang ditandai dengan hiperemia konjungtiva, konjungtivitis papiler, pannus, pewarnaan epitel kornea dan infiltrat. 15
## Contact Lens Induced Papillary Conjunctivitis
## (CLPC)
Konjungtivitis papiler yang diinduksi oleh lensa kontak (CLPC) adalah kondisi peradangan konjungtiva tarsal atas dan terjadi pada pengguna lensa kontak. CLPC lebih sering dikaitkan dengan lensa kontak lunak, pemakaian semalaman dan pada pemakai
lensa kontak baru. Insiden penyakit bervariasi antara 0,4%-21,3%. Risiko meningkat seiring dengan meningkatnya durasi pemakaian lensa kontak. 15
Hipersensitivitas tipe I (reaksi langsung yang melibatkan imunoglobulin E) dan reaksi hipersensitivitas tipe IV (reaksi tertunda yang melibatkan limfosit T) terlibat dalam terjadinya CLPC. Namun, peran trauma mekanis disebabkan gerakan lensa kontak atau tepi lensa kontak yang merangsang pelepasan faktor kemotaksis neutrofil, memicu reaksi pro-inflamasi lokal. 15
CLPC berupa papila hipertrofi di konjungtiva tarsal atas yang terkait dengan pemakaian lensa kontak. Pada tahap awal CLPC, konjungtiva hiperemis dan papila relatif kecil (diameter sekitar 0,3 mm). Seiring perkembangan penyakit, hiperemia meningkat dan konjungtiva tarsal menebal. Selanjutnya ukuran papila membesar, sering mencapai diameter 1 mm atau lebih besar, menghasilkan penampakan khas. Peningkatan kadar eotaxin (kemokin yang secara selektif merekrut eosinofil ke tempat inflamasi) mungkin berperan dalam pembentukan papila. Umumnya, papila pertama kali muncul ke arah tepi atas lempeng tarsal pada pemakai lensa lunak dan ke arah tepi kelopak mata pada pemakai lensa kontak kaku. 15
Penyakit ini muncul dalam dua bentuk berbeda, yaitu lokal dan umum. Dalam bentuk penyakit yang terlokalisasi, papila terbatas pada satu atau dua area konjungtiva tarsal dekat batas kelopak mata. Dalam bentuk umum, papila membesar di seluruh konjungtiva palpebra. 15
Peningkatan konsentrasi leukotrien (sejenis mediator inflamasi) dalam lapisan air mata pada pemakai lensa kontak diperkirakan menyebabkan gejala seperti gatal, sensasi terbakar, fotofobia, lakrimasi, sensasi benda asing, sekret mukoid lengket, atau kemerahan. 15
Pemeriksaan histopatologi menunjukkan degranulasi sel mast yang melepaskan lebih banyak komponen inflamasi seperti eosinofil, yang mungkin menyebabkan rasa gatal dan peradangan. CLPC biasanya tidak melibatkan kornea. 15
Secara farmakologis, CLPC dapat dikelola dengan menghambat kejadian inflamasi lokal menggunakan stabilisator sel mast topikal (misalnya cromolyn sodium 2%-4%), anti-histamin (misalnya ketotifen furmarate 0,25%) atau kombinasi antihistamin (misalnya olopatadine 0,1%), agen antiinflamasi non-steroid, steroid atau salep atau tetes imunomodulator (misalnya tacrolimus 0,03%). Steroid juga dapat meningkatkan fungsi air mata, tetapi juga dapat meningkatkan tekanan intraokular. 15
Contact Lens-induced Dry Eye (CLIDE) Prevalensi CLIDE di antara pemakai lensa kontak berkisar antara 15%-55%. Faktor risiko CLIDE meliputi faktor terkait lensa kontak (misalnya bahan, kadar air, desain lensa kontak, modalitas pemakaian, jadwal penggantian, dan durasi pemakaian lensa kontak), faktor lingkungan dan faktor pasien (misalnya jenis kelamin, etnis, dan kondisi permukaan okular). 15
Pengguna lensa kontak lunak memiliki insiden CLIDE yang lebih tinggi daripada pemakai lensa kontak rigid . Wanita lebih mungkin mengalami CLIDE dibandingkan pria. Perbedaan ras juga telah dilaporkan, pengguna lensa kontak Asia lebih parah dibandingkan non-Asia. 15
Mekanisme inti terjadinya CLIDE adanya penipisan film air mata dan penurunan volume air mata secara keseluruhan. CLIDE juga dapat terjadi karena peningkatan ketidakstabilan lapisan air mata. Penguapan film air mata pasca-kontak lensa meningkatkan suhu permukaan mata dan gesekan antara lensa kontak dan permukaan mata, yang selanjutnya dapat berkontribusi pada peningkatan osmolaritas air mata dan peradangan permukaan mata. 15
CLIDE juga dapat dikaitkan dengan peningkatan penurunan kelenjar meibom, lubang kelenjar yang tersumbat, atau perubahan fungsi kelenjar meibom. Hal ini dapat berkontribusi pada perubahan ketebalan dan integritas lapisan lipid, ketidakstabilan air mata dan penurunan basahnya lensa karena penumpukan deposit lipid pada permukaan lensa kontak. Pemakaian lensa kontak juga mengurangi kepadatan sel goblet dan jumlah musin yang disekresikan pada permukaan okular,
## CONTINUING MEDICAL EDUCATION
mengakibatkan deposisi protein pada lensa kontak, dan meningkatkan ketidakstabilan lapisan air mata. 15
Gejala CLIDE bervariasi dan tergantung tingkat keparahan kondisinya, serta dapat meningkat dengan pemakaian lensa kontak yang lama. Gejalanya meliputi penurunan kualitas penglihatan, sensasi benda asing, rasa kering pada mata, penglihatan kabur dan rasa tidak nyaman, peningkatan kecepatan kedipan mata dan hiperosmolaritas air mata, serta terjadi peradangan mata. 15
Diagnosis banding CLIDE antara lain contact lens-associated dry eye (CLADE), ketidaknyamanan lensa kontak, disfungsi kelenjar meibom, dan kondisi mata lainnya, seperti infeksi demodex , blefaritis, CLPC, dan alergi. 15
Tanda-tanda klinis utama disfungsi kelenjar meibom termasuk hilangnya kelenjar meibom, perubahan sekresi kelenjar meibom dan perubahan pada margin kelopak mata. Bila disertai gejala, antara lain iritasi, mata kering, nyeri, sensasi benda asing, rasa terbakar, berair, gatal, dan penglihatan berkurang. 15
Ketidaknyamanan Lensa Kontak ( Contact Lens Discomfort )
Ketidaknyamanan lensa kontak didefinisikan sebagai kondisi sensasi okular yang berkaitan dengan pemakaian lensa kontak, baik dengan maupun tanpa gangguan visual, terjadi karena berkurangnya kompatibilitas antara lensa kontak dan okular, yang menyebabkan berkurangnya waktu pemakaian dan penghentian pemakaian lensa kontak. 15 Secara umum, faktor risiko contact lens discomfort berkaitan dengan lensa kontak, yaitu material, desain, permukaan lensa
kontak, dan perawatan lensa kontak. Selain itu, faktor lingkungan misalnya kondisi lingkungan berasap, berdebu, berangin atau berada di dekat AC dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi pengguna lensa kontak. 15
## SIMPULAN
Lensa kontak merupakan alat bantu untuk mengatasi kelainan penglihatan. Komplikasi bisa berupa komplikasi infeksi ataupun non-infeksi. Komplikasi pemakaian lensa kontak dipengaruhi oleh faktor risiko yang bisa dimodifikasi ataupun yang tidak bisa dimodifikasi. Kepatuhan dan higiene merupakan faktor dapat dimodifikasi yang harus diperhatikan untuk mencegah komplikasi pemakaian lensa kontak. Calon pengguna sebaiknya berkonsultasi dengan dokter spesialis sebelum menggunakan lensa kontak dan secara rutin memeriksakan kondisi mata.
## DAFTAR PUSTAKA
1. Ibrahim NK, Seraj H, Khan R, Baabdullah M, Reda L. Prevalence, habits and outcomes of using contact lenses among medical students. Pak J Med Sci. 2018;34(6):1429-34.
2. Alipour F, Khaheshi S, Soleimanzadeh M, Heidarzadeh S, Heydarzadeh S. Contact lens-related complications: A review. J Ophthalmic Vis Res. 2017;12(2):193-204.
3. Edward K, Keay L, Naduvilath T, Stapleton F. The penetrance and characteristics of contact lens wear in Australia. Clin Exp Optom. 2014;97:48-54.
4. Taube MA, Cendra MDM, Elsahn A, Christodoulides M, Hossain P. Pattern recognition receptors in microbial keratitis. Eye 2015;29:1399-415.
5. American Academy of Ophthalmology. Contact lenses for vision correction [Internet]. 2022. [cited 2022 June 23]. Available from: https://www.aao.org/eye-health/ glasses-contacts/contact-lens-102.
6. FDA. Types of contact lenses [Internet]. 2018. [cited 2022 June 29]. Available from: https://www.fda.gov/medical-devices/contact-lenses/types-contact-lenses.
7. Musgrave CSA, Fang F. Contact lens materials: A materials science perspective. Materials 2019;12:261-97.
8. Stapleton F, Naduvilath T, Keay L, Radford C, Dart J, Edwards K, et al. Risk factors and causative organisms in microbial keratitis in daily disposable contact lens wear. Plos ONE 2017;12(8):e0181343.
9. Lim CHL, Carnt NA, Farook M, Lam J, Tan DT, Mehta JS, et al. Risk factors for contact lens-related microbial keratitis in Singapore. Eye (Lond) 2016;30(3):447-55.
10. Argueso P, Carnt N, Chalmers RL, Efron N, Fleiszig SMJ, Nichols JJ, et al. Ocular surface health with contact lens wear. Contact Lens and Anterior Eye 2013;36(S1):514-
21.
11. Flynn LS, Lass JH, Sethi A, Debanne S, Benetz BA, Albright M, et al. Risk factors for corneal infiltrative events during continuous wear of silicone hydrogel contact lenses. Invest Ophthalmol Vis Sci. 2010:51(11):5421-30.
12. Wolffsohn JS, Dumbleton K, Huntjens B, Kandel H, Koh S, Kunnen CME, et al. Evidence-based contact lens practice. Contact Lens and Anterior Eye 2021;44:368-97. 13. Wolffsohn JS, Naroo SA, Christie C, Morris J, Conway R, Codina CM, et al. History and symptom taking in contact lens fitting and aftercare. Contact Lens and Anterior Eye 2015;38:254-65.
14. Wu Y, Carnt N, Willcox M, Stapleton F. Contact lens and lens storage case cleaning instructions: Whose advice should we follow? Eye Contact Lens 2010;36(2):68-72.
15. Stapleton F, Bakkar M, Carnt N, Chalmers R, Kumar A, Marasini S, et al. Contact lens complications. Contact Lens and Anterior Eye 2021;44(2):330-67.
16. Stapleton F, Carnt N. Contact lens-related microbial keratitis: How have epidemiology and genetics helped us with pathogenesis and prophylaxis. Eye 2012;26:185-93.
## CONTINUING MEDICAL EDUCATION
## LAMPIRAN
Tabel . Komplikasi lensa kontak. 15 Klasifikasi Penyakit Gejala Kemungkinan Penyebab Gejala Kornea Gejala Konjungtiva Infeksi Keratitis Mikrobial Onset cepat, nyeri, dan muncul discharge Infeksi, peradangan, dan nekrosis jaringan kornea Ulkus epitel dengan infiltrat stroma di bawahnya;
Pseudomonas aeruginosa
dan terkait dengan perjalanan penyakit; edema kornea Injeksi siliaris Inflamasi Keratitis Steril atau Non- Infeksi Rasa tidak nyaman, kemerahan, discharge Respons inflamasi tanpa adanya organisme yang menginfeksi; faktor hipersensitivitas tipe lambat dan hipersensitivitas terhadap bakteri atau racun bakteri; dalam lensa kontak lunak yang dipakai semalam, pertukaran air mata yang buruk menyebabkan penumpukan debris metabolik Seperti keratitis marginal; infiltrat subepitel kecil infiltrat subepitelial, dengan/ tanpa defek epitel di atasnya Hiperemia Epitel Metabolik Edema Epitel Penglihatan kabur setelah memakai atau adaptasi dengan rigid corneal lens Hipoksia menyebabkan kekeruhan kornea sentral; perubahan osmotik karena robekan refleks hipotonik Refleks kornea tumpul akibat edema epitel sentral; edema difus Tidak ada Stromal Neovaskularisasi Superfisial dan Dalam Tidak ada Hipoksia menyebabkan stroma lunak dan pelepasan mediator vasogenik Pembuluh stroma superfisial/dalam; keratopati lipid yang berhubungan dengan pembuluh darah dalam Jika aktif, berhubungan dengan hiperemia limbal Stroma/edema (striae/ lipatan) Penglihatan kabur dalam beberapa kasus Perubahan osmolaritas menyebabkan peningkatan tekanan pembengkakan kornea Striae terjadi ketika 5%- 6% dan lipatan terjadi ketika 10% edema Tidak ada Endotel Bleb Endotelial Tidak ada Stres Hipoksia Terjadi pada pemakaian lensa kontak Tidak ada Polymegethism/ Pleomorphism Tidak ada Hipoksia Kronis Peningkatan ukuran dan ketidakteraturan sel endotel Tidak ada Toxic and allergic disorders Contact Lens-related Papillary Conjunctivitis* Mechanical/ Hypersensitivity Gatal; kemudian iritasi yang parah; biasanya sembuh dalam beberapa hari setelah lensa kontak tidak digunakan Multifaktorial: respons imunologis terhadap protein yang ada pada lensa kontak yang bertindak sebagai antigen Tidak ada Hiperemia tarsal atas; respons mukosa dan papiler
## CONTINUING MEDICAL EDUCATION
Gangguan lapisan air mata/ mata kering Contact Lens-induced Dry Eye ( CLIDE) Sensasi benda asing, mata kering, penglihatan kabur dan tidak nyaman Partisi film air mata menyebabkan penipisan film air mata dan ketidakstabilan Meniskus air mata berkurang Hiperemia pada kasus yang parah Disfungsi Kelenjar Meibom Gejala iritasi mata dan penglihatan kabur intermiten Perubahan morfologi kelenjar meibom, perubahan ekspresi kelenjar, kualitas meibom. Trauma mekanis dan/atau akumulasi sel epitel deskuamasi di lubang kelenjar Seringkali tidak ada Perubahan struktur kelenjar, kualitas meibom, perubahan morfologi pada tepi kelopak mata Contact lens discomfort Contact Lens Discomfort Kenyamanan berkurang saat mengenakan lensa kontak. Etiologi belum jelas, kemungkinan adanya gesekan mekanis, peradangan, mata kering, disfungsi kelenjar meibom Seringkali tidak ada Seringkali tidak ada, hiperemia ringan (jarang)
## CONTINUING MEDICAL EDUCATION
Toxic and allergic disorders Contact Lens-related Papillary Conjunctivitis* M e c h a n i c a l / Hypersensitivity Gatal; kemudian iritasi yang parah; biasanya sembuh dalam beberapa hari setelah lensa kontak tidak digunakan Multifaktorial: respons imunologis terhadap protein yang ada pada lensa kontak yang bertindak sebagai antigen Tidak ada Hiperemia tarsal atas; respons mukosa dan papiler G a n g g u a n lapisan air mata/ mata kering Contact Lens-induced Dry Eye (CLIDE) Sensasi benda asing, mata kering, penglihatan kabur dan tidak nyaman Partisi film air mata menyebabkan penipisan film air mata dan ketidakstabilan Meniskus air mata berkurang Hiperemia pada kasus yang parah Disfungsi Kelenjar Meibom Gejala iritasi mata dan penglihatan kabur intermiten Perubahan morfologi kelenjar meibom, perubahan ekspresi kelenjar, kualitas meibom. Trauma mekanis dan/atau akumulasi sel epitel deskuamasi di lubang kelenjar Seringkali tidak ada Perubahan struktur kelenjar, kualitas meibom, perubahan morfologi pada tepi kelopak mata Contact lens discomfort Contact Lens Discomfort Kenyamanan berkurang saat mengenakan lensa kontak. Etiologi belum jelas, kemungkinan adanya gesekan mekanis, peradangan, mata kering, disfungsi kelenjar meibom Seringkali tidak ada Seringkali tidak ada, hiperemia ringan (jarang)
|
e6485513-5d96-4a97-bffe-92939d99f8a5 | https://jurnal.stikesmus.ac.id/index.php/avicenna/article/download/300/228 |
## EFEKTIFITAS TEKNIK RELAKSASI PROGRESIF UNTUK MENGURANGI INSOMNIA PADA USIA LANJUT
Effectiveness Of Progressive Relaxation Techniques To Reduce Insomnia In Elderly
Ganik Sakitri 1 , Ratna Kusuma Astuti 2
AKPER Insan Husada Surakarta (ganiksakitri2312@gmail.com)
## ABSTRAK
Latar Belakang : Tidur merupakan kebutuhan manusia yang teratur. Akan tetapi, sekitar 65 % usia lanjut mengalami insomnia. Insomnia pada usia lanjut dapat diatasi dengan cara non medikasi, salah satunya dengan tehnik relaksasi progresif. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas tehnik relaksasi progresif untuk mengurangi insomnia pada usia lanjut di Posyandu usia lanjut desa Buntalan.
Metode : Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan two group pretest and postest . Populasi dalam penelitian ini adalah usia lanjut yang mengikuti kegiatan posyandu lansia di desa buntalan. Tehnik pengambilan sampel menggunakan total populasi dengan jumlah responden sebanyak 30 orang dan terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok A dilakukan tehnik relaksasi progresif setiap hari dan kelompok B dilakukan tehnik relaksasi progresif 3 kali seminggu. Pengumpulan data yang dilakukan pada saat sebelum dan sesudah dilakukan tehnik relaksasi progresif dengan menggunakan Insomnia Rating Scale. Analisa data statistik menggunakan uji Chi Square
Hasil : Tehnik relaksasi progresif yang dilakukan setiap hari efektif untuk mengurangi insomnia pada usia lanjut. Hal ini dapat dilihat dari penurunan jumlah responden yang mengalami insomnia, pada kelompok sebanyak 23,08 % dan kelompok B sebanyak 61,54 %. Hasil uji statistik menunjukkan nilai χ2 hitung = 2,521 sedangkan harga χ2 tabel = 3,841 pada derajat kebebasan (df) 1, pada taraf signifikansi 0,05 maka Ho diterima artinya tehnik relaksasi progresif efektif untuk mengurangi insomnia pada usia lanjut di Posyandu usia lanjut desa Buntalan.
Simpulan : Tehnik relaksasi progresif tidak efektif untuk mengurangi insomnia pada usia lanjut di Posyandu usia lanjut desa Buntalan.
Kata kunci : Usia lanjut, insomnia, teknik relaksasi progresif.
## ABSTRACT
Background: Sleep is a regular human need. However, about 65% of the elderly people experience insomnia. Insomnia in the elderly can be overcome by non- medication, one of them is with progressive relaxation techniques.
Objective: This study aims to determine the effectiveness of progressive relaxation techniques to reduce insomnia in the elderly at Posyandu Lansia Buntalan village.
Method: This type of research is a quasi-experimental with two groups pretest and posttest. The population in this study was the elderly who participated in Posyandu Lansia Buntalan village. The sampling technique uses a total population of 30 respondents and is divided into 2 groups. Group A performed progressive relaxation techniques every day and group B performed progressive relaxation techniques 3 times a week. Data collection was carried out before and after progressive relaxation techniques were carried out using the Insomnia Rating Scale. Analysis of statistical data using Chi Square test.
Results: Progressive relaxation techniques performed every day are effective for reducing insomnia in the elderly. This can be seen from the decrease in the number of respondents experiencing insomnia, in the group of 23.08% and group B of 61.54%. Statistical test results show the value of χ² count = 2.521 while the price of χ² table = 3.841 at (df) 1, at a significance level of 0.05 then Ho is accepted, meaning that progressive relaxation techniques are effective in reducing insomnia in the elderly at Posyandu Lansia Buntalan village.
Conclusion: Progressive relaxation techniques are not effective for reducing insomnia in the elderly at Posyandu Lansia Buntalan village.
Keywords: elderly, insomnia, progressive relaxation techniques.
## PENDAHULUAN
. Tidur merupakan bagian hidup manusia yang memiliki porsi banyak, rata- rata hampir seperempat hingga sepertiga waktu digunakan untuk tidur. Tidur merupakan kebutuhan bukan suatu keadaan istirahat yang tidak bermanfaat. Tidur merupakan proses yang diperlukan oleh manusia untuk pembentukan sel-sel tubuh yang baru, perbaikan sel-sel tubuh yang rusak (natural healing mechanism) , memberi waktu organ tubuh untuk beristirahat maupun untuk menjaga keseimbangan metabolisme dan biokimiawi tubuh (Mass, 2012).
Lebih dari 80% penduduk usia lanjut menderita penyakit fisik yang mengganggu fungsi mandirinya. Sejumlah 30% pasien yang menderita sakit fisik tersebut menderita kondisi komorbid psikiatrik, terutama depresi dan kecemasan. Sebagian besar usia lanjut yang menderita depresi dan gangguan mental tersebut mengalami gangguan tidur (Prayitno, 2002).
Menurut Staab & Hodges (1996) gangguan tidur cenderung meningkat setiap dekade dan mempengaruhi lebih dari sepertiga usia lanjut yang berusia lebih dari 75 tahun. Semakin bertambahnya usia terdapat penurunan dari periode tidur. Kebutuhan tidur akan berkurang dari usia bayi sampai usia lanjut. Bayi yang baru lahir tidur rata-rata 20 jam sehari, anak berusia 6 tahun rata-rata 10 jam, anak umur 12 tahun tidur rata-rata 9 jam, sedangkan orang dewasa 7 jam 20 menit. Orang yang berusia lebih dari 60 tahun sering menyampaikan keluhan gangguan tidur, terutama masalah kurang tidur. Perubahan pola tidur ini adalah umum, dan merupakan bagian alamiah dari penuaan. Gangguan pola tidur pada kelompok usia lanjut cukup tinggi. Pada usia lebih dari 65 tahun, mereka yang tinggal di rumah, setengahnya diperkirakan mengalami gangguan tidur dan dua pertiga yang
tinggal di tempat perawatan usia lanjut juga mengalami gangguan pola tidur (Prayitno, 2002).
Dalam suatu penelitian, subyek menunjukkan penurunan jumlah waktu tidur (tahap 3 dan 4) yang dimulai sekitar akhir usia 40 dan usia 50 tahun, serta mengalami persentase tidur stadium I yang lebih tinggi. Tidur Rapid Eye Movement (REM) dipertahankan dengan baik pada proses menua, walaupun jumlah absolutnya menurun sebagai fungsi dari penurunan waktu tidur total. Efikasi tidur (rasio waktu tertidur dibandingkan dengan waktu total berbaring di tempat tidur) menurun dari 95% pada dewasa muda hingga kurang dari 75% pada usia lanjut (Abrams & Berkow, 1997).
Kesulitan tidur atau insomnia adalah keluhan tentang kurangnya kualitas tidur antara lain sulit memasuki tidur, sering terbangun malam kemudian kesulitan untuk kembali tidur, bangun terlalu pagi, dan tidur yang tidak nyenyak. Insomnia tidak disebabkan oleh sedikitnya waktu seseorang tidur, karena setiap orang memiliki jumlah jam tidur sendiri-sendiri (Edinger, 2000). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa gangguan tidur merupakan masalah penting pada usia lanjut. Gangguan tidur menyebabkan timbulnya gangguan kognisi, gangguan kinerja motorik, dan perasaan malaise, serta malas juga sering ditemukan (Abrams & Berkow, 1997).
Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan. Setiap tahun diperkirakan sekitar 20% - 50% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi gangguan tidur pada usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 67% (Nurmiati, 2007). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Liu di Jepang disebutkan 29% responden tidur kurang dari 6 jam, 23 % merasa kekurangan dalam jam tidur, 6% menggunakan obat tidur, 15% kondisi mengantuk yang parah pada siang harinya, kemudian 21% memiliki prevalensi insomnia (Liu, 2000). Prevalensi insomnia pada usia lanjut di Indonesia berkisar 10 persen. Dengan kata lain, kurang lebih 28 juta dari total 238 juta penduduk Indonesia menderita insomnia. Sedangkan hasil survey yang dilakukan oleh Dian di Yogyakarta menunjukkan bahwa 53% dari total populasi usia lanjut menyatakan keluhan insomnia (Murti, 2004).
Ada beberapa dampak serius gangguan tidur pada lansia misalnya mengantuk berlebihan di siang hari, gangguan atensi dan memori, mood depresi, sering terjatuh, penggunaan hipnotik yang tidak semestinya, dan penurunan kualitas hidup. Angka kematian, angka sakit jantung dan kanker lebih tinggi pada seseorang yang lama tidurnya lebih dari 9 jam atau kurang dari 6 jam per hari bila dibandingkan dengan seseorang yang lama tidurnya antara 7 - 8 jam per hari (Nurmiati, 2007).
Penyembuhan terhadap insomnia tergantung dari penyebab yang menimbulkan insomnia. Bila penyebabnya adalah kebiasaan yang salah atau lingkungan yang kurang kondusif untuk tidur maka terapi yang dilakukan adalah mengubah kebiasaan dan lingkungannya. Sedangkan untuk penyebab psikologis terapi relaksasi dapat digunakan untuk mengurangi gangguan sulit tidur, terapi ini merupakan bentuk terapi psikologis yang mendasarkan pada teori-teori behavioris (Purwanto & Zulaekha, 2007). Dalam literatur psikologi salah satu terapi perilaku
(behavior therapy ) adalah terapi relaksasi. Salah satu bentuk terapi relaksasi adalah relaksasi progresif yang banyak digunakan untuk penurunan ketegangan, atau mencapai kondisi tenang. Jacobson & Wolpe dalam penelitiannya menunjukkan bahwa tehnik relaksasi progresif dapat mengurangi ketegangan dan kecemasan (Keliat, 1999).
Berdasarkan hasil survei awal di Posyandu usia lanjut desa Buntalan yang telah dilakukan pada bulan November – Desember 2018, peneliti memperoleh data usia lanjut yang aktif dalam Posyandu usia lanjut berjumlah 63 orang, dengan kisaran umur antara 55 - 70 tahun. Data yang didapatkan dari hasil wawancara menunjukkan bahwa sekitar 41 orang menyatakan keluhan gangguan tidur atau sekitar 65 % dari total populasi. Gangguan tidur yang dialami oleh usia lanjut disebabkan oleh keluhan-keluhan seperti nyeri sendi terutama bagian kaki, nyeri kepala, nyeri badan, kecemasan, dan beban pikiran. Sikap usia lanjut dalam menghadapi gangguan tidur ini berbeda-beda. Ada yang menanggapinya dengan sikap positif seperti menerima keadaannya karena memang sudah tua, lebih mendekatkan diri pada Tuhan dengan berdoa jika tidak bisa tidur atau pada saat terbangun malam hari, melakukan aktifitas tertentu (makan, nonton TV) jika tidak bisa tidur. Ada juga yang menanggapinya dengan sikap negatif seperti cemas terhadap keadaannya tetapi tidak sampai mengkonsumsi obat tidur, ada juga yang tidak memperdulikan masalah dan cenderung membiarkan masalah.
## METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment) dengan Two Group Pretest dan Postest karena peneliti ingin mengetahui seberapa efektif relaksasi progresif yang dilakukan pada kedua kelompok. Kelompok A adalah responden yang dilakukan relaksasi progresif setiap hari dan kelompok B yang dilakukan relaksasi progresif 3 kali seminggu. Populasi dalam penelitian ini adalah semua usia lanjut yang mengalami insomnia dan menjadi anggota Posyandu usia lanjut di desa Buntalan. Populasi berjumlah 30 orang. Pengambilan sampel dengan teknik total populasi.
Alat pengumpulan data menggunakan instrument Insomnia Rating Scale untuk mengetahui tingkat insomnia yang dikembangkan oleh Kelompok Studi Psikitari Biologik Jakarta (KSPBJ). Insomnia Rating Scale telah dilakukan uji validitas isi (Content Validity). Instrumen ini telah teruji reliabilitasnya dengan hasil yang tinggi, baik psikiater dengan psikiater (r = 0,95) maupun antar psikiater dengan dokter non psikiater (r = 0,94). Uji sensitifitas alat ini cukup tinggi yaitu 97,4% dan spesifitas sebesar 87,5%. Instrumen yang digunakan untuk intervensi relaksasi progresif menggunakan pedoman prosedur Tindakan Relaksasi Progresif.
Efektifitas Teknik Relaksasi Progresif Untuk Mengurangi Insomnia Pada Usia Lanjut (Ganik Sakitri, Ratna Kusuma Astuti) 38
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian dapat dilihat sebagai berikut:
1. Umur Responden
Tabel 1 Distribusi Frekuensi karakteristik Umur Responden
Tabel diatas menunjukkan umur usia lanjut yang berusia 55 – 60 tahun sebanyak 10 responden (33,33 %) dan 61 – 70 tahun 20 responden (66,67 %).
2. Jenis Kelamin
Tabel 2 Distribusi Frekuensi karakteristik jenis kelamin responden Jenis kelamin Frekuensi % Laki-laki 12 40 Wanita 18 60 Total 30 100
Tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah wanita yang mengalami insomnia lebih banyak dari pada laki-laki yaitu 18 responden (60%) dan laki-laki 12 responden (40%).
## 3. Status Perkawinan
Tabel 3 Distribusi Frekuensi karakteristik status perkawinan responden Status perkawinan Frekuensi % Menikah 19 63,33 Janda 7 23,33 Duda 3 10 Tidak menikah 1 3,3 Total 30 100
Untuk status perkawinan yang paling banyak adalah status menikah 19 responden (63,33%), janda 7 responden (23,33%), duda 3 responden (10%), dan tidak menikah 1 responden (3,3%).
4. Tingkat Pendidikan Tabel 4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Tingkat Pendidikan Responden Tingkat pendidikan Frekuensi % Tidak sekolah 5 16,67 SD 17 56,67 SLTP 3 10 SLTA 5 16,67 Total 30 100 Umur Frekuensi % 55 – 60 tahun 10 33,33 61 – 70 tahun 20 66,67 Total 30 100
Pendidikan paling banyak adalah SD 17 orang (56,67%), kemudian tidak sekolah dan SLTA 5 orang (16,67%), SLTP sebanyak 3 orang (10%).
5. Hasil Pengujian
Berdasarkan hasil penelitian di Posyandu usia lanjut desa Buntalan terhadap 30 usia lanjut yang mengalami insomnia dan dikelompokkan menjadi 2 dengan masing-masing kelompok beranggotakan 15 orang. Kemudian diperoleh data insomnia dan tidak insomnia pada kelompok yang dilakukan tehnik relaksasi progresif setiap hari dan 3 kali seminggu seperti dibawah ini.
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Insomnia Dengan Relaksasi Progresif Setiap
Hari Kelompok Frekuensi % Insomnia 5 33,33 Tidak insomnia 10 66,67 Total 15 100
Tabel diatas menunjukkan bahwa usia lanjut yang melakukan relaksasi progresif setiap hari yang mengalami insomnia sebanyak 5 orang (33,33 %) dan tidak insomnia 10 orang (66,67%).
Tabel 6 Distribusi Frekuensi Insomnia Dengan Relaksasi 3 Kali Seminggu Kelompok Frekuensi % Insomnia 9 60 Tidak insomnia 6 40 Total 15 100
Tabel diatas menunjukkan bahwa usia lanjut yang melakukan relaksasi progresif 3 kali seminggu yang mengalami insomnia sebanyak 9 orang (60 %) dan tidak insomnia sebanyak 6 orang (40 %).
Tabel 7 Cross Tabulation terapi relakasasi progresif dengan insomnia di Posyandu Usia Lanjut Desa Buntalan
Kelompok Latihan relaksasi progresif Total P value χ 2 Kelompok A (Setiap hari) Kelompok B (3 kali semiggu) Tidak insomnia 10 6 16 0,112 2,521 insomnia 5 9 14 Total 15 15 30
Setelah diketahui hasil dari tabel cross tabulation terapi relaksasi progresif dengan insomnia, kemudian data dianalisis dengan uji Chi Square. Berdasarkan hasil perhitungan Chi square diperoleh nilai χ 2 hitung =2,521 sedangkan harga χ 2 tabel = 3,841 pada derajat kebebasan (df) 1, pada taraf signifikansi 0,05. Hal ini berarti bahwa χ 2 hitung < χ 2 tabel maka dapat disimpulkan bahwa tehnik relaksasi progresif efektif untuk mengurangi insomnia pada usia lanjut, jadi hipotesis alternatif ditolak dan hipotesis nol diterima. Hasil penelitian menunjukkan nilai Asymp. Sig. yaitu p = 0,112 (p>0,05) yang berarti tehnik relaksasi progresif tidak
fektif untuk mengurangi insomnia pada usia lanjut di Posyandu usia lanjut desa Buntalan.
Pada penelitian ini didapatkan responden yang didapat lebih banyak wanita. Wanita lebih bersifat emosional dalam menghadapi masalah dan faktor emosional itu menyebabkan usia lanjut mengalami insomnia. Menurut Abrams & Berkow (1997) insomnia lebih banyak mempengaruhi wanita pascamenopause dibandingkan laki-laki. Insomnia merupakan salah satu gejala psikologis yang paling menonjol pada wanita pascamenopause (Kuntjoro, 2000). Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Marchira (2004) di Poliklinik Geriatri RS Dari Sardjito Yogyakarta, yang menyatakan bahwa dari 75 responden insomnia terdapat 40 (53,3%) laki-laki lebih besar daripada wanita yaitu 35 responden (46,7%). Adanya perbedaan hasil kemungkinan karena perbedaan metode, lokasi penelitian, dan karakteristik responden. Hal ini juga berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sonny (2003) menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak menderita insomnia yaitu sebesar 66 % dari 100 % populasi penelitian. Karena jenis kelamin responden yang digunakan lebih banyak laki-laki.
Menurut Dollander cit. Marchira (2004) kejadian insomnia lebih tinggi pada orang yang bercerai, berpisah, dan berstatus janda atau duda. Insomnia pada usia lanjut berhubungan dengan kematian pasangan. Hasil ini diperoleh karena subyek penelitian memang lebih banyak yang menikah. Menurut Maryam (2008) usia lanjut yang mempunyai pasangan hidup mempunyai tugas perkembangan yang harus dilakukan. Tugas perkembangan tersebut antara lain membina hubungan baik dengan pasangan, menjalin hubungan dengan sesama, dan siap untuk kehilangan pasangan. Apabila tugas perkembangan tidak dapat tercapai dengan baik dapat menimbulkan masalah psikologis. Masalah psikologis itu dapat memicu terjadinya insomnia.
Penelitian yang dilakukan Murti (2005) menunjukkan bahwa usia lanjut dengan pendidikan rendah yang menderita insomnia tiga kali lipat dari usia lanjut yang berpendidikan lebih tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan Marchira (2004) menunjukkan bahwa usia lanjut yang menderita insomnia dengan pendidikan SD dua kali lipat dibandingkan usia lanjut yang tidak menderita insomnia, sedangkan usia lanjut yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi perbandingannya lebih kecil antara kelompok insomnia dan kelompok tidak insomnia. Respon terhadap stress setiap orang berbeda-beda karena mekanisme koping yang digunakan individu berbeda sesuai dengan kemampuan atau tingkat pendidikan. Individu dengan tingkat pendidikan yang tinggi menggunakan mekanisme koping yang adaptif dalam menghadapi stress (Rasmun, 2004).
Hasil penelitian mengenai efektifitas tehnik relaksasi progresif yang dilakukan setiap hari dengan dilakukan 3 kali seminggu menunjukkan hasil bahwa usia lanjut yang melakukan relaksasi progresif setiap hari mengalami insomnia sebanyak 3 orang (23,08 %) dan tidak insomnia 10 orang (76,92 %). Sedangkan usia lanjut yang melakukan relaksasi progresif 3 kali seminggu menunjukkan hasil mengalami insomnia sebanyak 8 orang (61,54 %) dan tidak insomnia sebanyak 5 orang (38,46 %). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara terapi relaksasi progresif setiap hari dengan tehnik relaksasi progresif 3 kali seminggu dalam menyembuhkan insomnia. Hal tersebut sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Jacobson dalam Davis (1995) bahwa tehnik relaksasi progresif yang dilaksanakan 20-30 menit satu kali sehari secara teratur efektif dalam menyembuhkan insomnia. Namun, dari hasil uji statistik dengan uji Chi Square didapatkan nilai χ 2 hitung = 2,521 sedangkan harga χ 2 tabel = 3,841 dan p value = 0,112 pada derajat kebebasan (df) 1, pada taraf signifikansi 0,05 maka Ho diterima artinya tehnik relaksasi progresif tidak efektif untuk mengurangi insomnia pada usia lanjut di Posyandu usia lanjut desa Buntalan.
Adanya perbedaan yang signifikan antara tehnik relaksasi progresif yang dilakukan setiap hari dan dilakukan 3 kali seminggu, maka tehnik relaksasi progresif yang dilakukan setiap hari dapat digunakan sebagai alternatif dalam memberikan intervensi pada lansia khususnya bagi lansia yang mengalami gangguan tidur dan istirahat. Karena seperti kita ketahui bahwa lansia merupakan kelompok rawan karena kepekaan dan kerentanannya yang tinggi terhadap gangguan kesehatan sebagai akibat menurunnya fungsi, kekuatan fisik dan fungsi kognitif, sumber-sumber finansial yang tidak memadai, dan isolasi sosial (Friedman, 1998).
Berkurangnya kemampuan adaptasi lansia terhadap perubahan-perubahan merupakan hal yang normal terjadi pada lansia. Perubahan – perubahan ini bersamaan dengan perubahan fisik yang lain. Pada lansia, umumnya dorongan homeostatik untuk tidur lebih dulu menurun, baru diikuti oleh dorongan irama sirkandian untuk terjaga. Selain hal tersebut, ritmik sirkandian tidur-bangun lansia juga sering terganggu, jam biologik lebih pendek dan fase tidurnya lebih maju. Gangguan ritmik sirkandian tidur ini dapat berpengaruh terhadap kadar hormon yaitu terjadi penurunan sekresi hormon pertumbuhan, prolaktin, tiroid, dan melatonin. Hormon-hormon tersebut disekresikan pada saat tidur dalam terutama pada malam hari, sehingga penurunan kadar hormon ini akan menyebabkan lansia sulit untuk mempertahankan tidur.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia tersebut merupakan suatu hal yang normal. Tetapi kebutuhan tidur tidak hanya dilihat dari aspek kuantitas saja karena setiap orang kebutuhan untuk tidur itu berbeda. Kebutuhan ini menetap sampai batas lansia. Pada proses degenerasi yang terjadi pada lansia, waktu tidur efektif akan semakin berkurang. Sehingga tidak tercapai kualitas tidur yang adekuat dan akan menimbulkan berbagi macam keluhan tidur. Berkurangnya jumlah jam tidur tersebut tidak menjadi suatu masalah jika lansia itu sendiri merasakan kualitas tidur yang nyenyak karena dengan kualitas tidur yang bagus meskipun hanya dua jam itu dapat memulihkan fungsi tubuh dan otak (Prayitno, 2002).
Selain hal-hal di atas, insomnia pada lansia disebabkan juga oleh faktor biologis dan faktor psikis. Faktor biologis seperti adanya penyakit tertentu yang mengakibatkan seseorang tidak dapat tidur dengan baik. Faktor psikis bisa berupa kecemasan, stres psikologis, ketakutan dan ketegangan emosional (Lueckenotte, 1996). Ketika lansia mengalami stress (ketegangan emosional), maka beberapa otot akan mengalami ketegangan sehingga mengaktifkan saraf simpatis. Pada kondisi stress, secara fisiologis tubuh akan mengalami respon yang dinamakan respon fight or flight . Respon ini memerlukan energi yang cepat, sehingga hati melepaskan lebih banyak glukosa untuk menjadi bahan bakar otot, dan terjadi
pula pelepasan hormon yang menstimulasi perubahan lemak dan protein menjadi gula. Metabolisme tubuh meningkat sebagai persiapan untuk pemakaian energi pada tindakan fisik. Kecepatan jantung, tekanan darah, dan kecepatan pernapasan meningkat, serta otot menjadi tegang. Pada saat yang sama aktifitas tertentu yang tidak diperlukan (seperti pencernaan) dihentikan. Sebagian besar perubahan fisiologis tersebut terjadi akibat aktivitas dua sistem neuroendokrin yang dikendalikan oleh hipotalamus yaitu sistem simpatis dan sistem kortek adrenal (Purba, 2000).
Aktifnya saraf simpatis membuat lansia tidak dapat santai atau rileks sehingga tidak dapat memunculkan rasa kantuk. Melalui latihan relaksasi usia lanjut dilatih untuk dapat memunculkan respon relaksasi sehingga dapat mencapai keadaan tenang. Respon relaksasi ini terjadi melalui penurunan bermakna dari kebutuhan zat oksigen oleh tubuh yang selanjutnya aliran darah akan lancar, neurotransmitter penenang akan dilepaskan, sistem saraf akan bekerja secara baik, otot-otot tubuh yang relaks menimbulkan perasaan tenang dan nyaman (Purwanto, 2007).
Kondisi rileks yang dirasakan tersebut dikarenakan latihan relaksasi dapat memberikan pemijatan halus pada berbagai kelenjar tubuh, menurunkan produksi kortisol dalam darah, mengembalikan pengeluaran hormon yang secukupnya sehingga memberi keseimbangan emosi dan ketenangan pikiran. Tehnik relaksasi progresif cukup efektif untuk memperpendek waktu dari mulai merebahkan hingga tertidur dan mudah memasuki tidur. Hal ini membuktikan bahwa relaksasi progresif yang dilakukan dapat membuat tubuh lebih rileks sehingga kesulitan mengawali tidur dapat diatasi dengan penatalaksanaan ini. Hal yang sama diperkuat oleh teori Jacobson dan Mentz (2003) bahwa tehnik relaksasi progresif memberi respon terhadap ketegangan, respon tersebut menyebabkan perubahan yang dapat mengontrol aktivitas sistem saraf otonom berupa pengurangan fungsi oksigen, frekuensi nafas, denyut nadi, ketegangan otot, tekanan darah, serta gelombang alfa dalam otak sehingga mudah untuk tidur.
Terjadinya penurunan insomnia usia lanjut sesudah latihan relaksasi progresif setiap hari didukung juga oleh teori bahwa latihan relaksasi yang dikombinasikan dengan latihan pernapasan yang terkontrol dan rangkaian kontraksi serta relaksasi kelompok otot, dapat menstimulasi respon relaksasi baik fisik maupun psikologis. Respon tersebut dikarenakan terangsangnya aktivitas sistem saraf otonom parasimpatis yang terletak di separuh bagian bawah pons dan di medulla sehingga mengakibatkan penurunan metabolisme tubuh, denyut nadi, tekanan darah, dan frekuensi pernapasan dan peningkatan sekresi serotonin. Perangsangan pada beberapa area dalam nukleus traktus solitarius , yang merupakan region sensorik medulla dan pons yang dilewati oleh sinyal sensorik viseral yang memasuki oleh otak melalui saraf-saraf vagus dan glosofaringeus, juga menimbulkan keadaan tidur (Guyton dan Hall, 1997).
Latihan relaksasi progresif yang dikombinasikan dengan tehnik pernapasan yang dilakukan secara sadar dan menggunakan diafragma, memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh. Tehnik pernapasan tersebut mampu memberikan pijatan pada jantung yang menguntungkan akibat naik turunnya diafragma, membuka sumbatan-sumbatan dan memperlancar aliran
Efektifitas Teknik Relaksasi Progresif Untuk Mengurangi Insomnia Pada Usia Lanjut (Ganik Sakitri, Ratna Kusuma Astuti) 43
darah ke jantung serta meningkatkan aliran darah ke seluruh tubuh. Aliran darah yang meningkat juga dapat meningkatkan nutrien dan O 2 . Peningkatan O 2 dalam otak akan merangsang peningkatan serotonin sehingga membuat tubuh menjadi tenang dan lebih mudah untuk tidur (Purwanto, 2007).
Pada saat bernapas dalam, menghirup O 2 melalui hidung dan dada mengembang diafragma terangkat, diikuti ekspirasi secara perlahan melalui mulut sehingga CO 2 keluar. Pemenuhan O 2 untuk tubuh tercukupi, perfusi jaringan baik sehingga kerja organ dan metabolisme baik Sedangkan pada saat merelaksasikan otot, sebuah sel saraf mengeluarkan opiate peptides atau saripati kenikmatan ke seluruh tubuh sehingga yang dirasakan adalah rasa nikmat dan tubuh menjadi rileks (Purba, 2002).
Tehnik relaksasi dapat memunculkan keadaan tenang dan rileks dimana gelombang otak mulai melambat akhirnya membuat seseorang dapat beristirahat dan tertidur. Konsistensi dari tehnik relaksasi progresif setiap hari secara teratur ini membuktikan bahwa tehnik relaksasi progresif mempunyai hasil yang signifikan untuk menurunkan insomnia pada usia lanjut. Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan tehnik relaksasi progresif dalam menyembuhkan insomnia yaitu konsistensi melakukan tehnik relaksasi progresif, kondisi lansia yang sehat serta lingkungan yang tenang saat melakukan tehnik relaksasi progresif. Dari hasil penelitian terjadi penurunan jumlah responden yang mengalami insomnia pada tiap-tiap skor setelah terapi relaksasi progresif.
Hasil ini disebabkan tehnik relaksasi progresif merupakan salah satu terapi yang membantu lansia dalam mengatasi insomnia. Selain itu dengan tehnik relaksasi progresif usia lanjut dapat meningkatkan ekspresi perasaan negatif menjadi positif sehingga membantu usia lanjut mengubah pola hidup yang dapat mengganggu kualitas dan kuantitas tidur usia lanjut (Sani, 2003). Hal ini juga terbukti selama intervensi berlangsung usia lanjut merasakan kondisi yang nyaman, tenang, dan rileks.
## SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Posyandu usia lanjut desa Buntalan, peneliti dapat menarik simpulan bahwa tehnik relaksasi progresif yang dilakukan setiap hari lebih efektif untuk menurunkan insomnia dibandikan dengan tehnik relaksasi 3 kali seminggu. Berdasarkan hasil statistik Tehnik relaksasi progresif tidak efektif untuk mengurangi insomnia pada usia lanjut di Posyandu usia lanjut desa Buntalan dengan p = 0,112 (p>0,05). Didapatkan nilai χ 2 hitung = 2,521 sedangkan harga χ 2 tabel pada taraf signifikansi 0,05 adalah = 3,841.
## Saran
Dalam rangka pengembangan latihan relaksasi progresif sebagai psikoterapi, peneliti menyarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh tehnik relaksasi progresif tehadap tingkat insomnia usia lanjut dengan desain yang berbeda. Penelitian yang serupa dapat juga dilakukan pada area penelitian yang berbeda, dan dilengkapi dengan pemeriksaan untuk mengetahui adanya gangguan jiwa dan demensia .
## DAFTAR PUSTAKA
Abrams, W.B.(1997). The Merck Manual of Geriatri jilid II ; alih bahasa: Monica.
Bina Rupa Aksara .Jakarta.
Friedman, M.M.1998. Keperawatan Keluarga Teori dan Praktik Edisi 3 . Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC Gallo, Joseph J.(1998). Buku Saku Gerontologi , alih bahasa: James Veldman, ed.2, EGC:Jakarta.
Guyton, A.C.(1997). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit , alih bahasa:Irawati Setiawan, Edisi III, EGC:Jakarta.
Keliat, A.B.(1999). Penatalaksanaan Stress , EGC:Jakarta. Kuntjoro, Z.S.(2002 ). Masalah Kesehatan Jiwa Lansia, http://www.e- psikologi.com/usia.[accessed 19 November 2008]
Lanywati, E.(2001). Insomnia Gangguan Sulit Tidur , Penerbit Kanisius: Yogyakarta.
Liu,Xianchen, Uchiyama. (2000). Sleep Loss and Day Time Sleepiness in the General adult Population of Japan Psychiatric research 93 .http://www.medicalzone.org.[accessed 19 November 2008]
Lueckenotte, A.G. 1996. Gerontological Nursing . Philadelphia. Mosby Year Book
Marchira, C.R.(2004). Hubungan Dukungan Sosial Dengan Insomnia Pada Lansia di Poli Geriatri RS Dr. Sardjito Yogyakarta. Tesis, Bagian Ilmu kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.
Mass, J.B.(2012). Power Sleep ; alih bahasa:Kaifa: Jakarta. Mentz. 2003. Relaxation Therapy . http//www.mayday.coh.org [diakses 2 Juli 2009]
Murti, D.S.(2005). Kecenderungan Strategi Koping Yang Digunakan Usia Lanjut Dalam Mengatasi Insomnia di Dusun Kerjo II Wilayah Kerja Puskesmas Ponjong I Gunung Kidul. Skripsi:UGM. Tidak dipublikasikan. Nurmiati, (2007). Terapi Stress , http://www.kalbe.co.id/cdk.html [accessed 19 November 2008]
Panteri. I.G.P.(1993). Gangguan Tidur Insomnia dan Terapinya , Suatu Kajian Pustaka, Majalah Ilmiah th XX No 37.
Prayitno, A.(2002). Gangguan Pola tidur pada Kelompok Usia Lanjut , Jurnal Kedokteran Trisakti, Januari, vol.21, No.1.
Purba. 2002. Kardiovaskular dan Faal Olahraga . Bandung. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Purwanto, S & Zulaekha, S.(2007). Pengaruh Pelatihan Tehnik Relaksasi Religius Untuk Mengurangi Gangguan Insomnia . Skripsi: UMS. Tidak dipublikasikan.
Rasmun. (2004). Stress, Koping dan Adaptasi Teori dan pohon masalah keperawatan, edisi pertama, Sagung Seto:Jakarta.
Stuart, G, Sundeen, S.J.(1998). Keperawatan Jiwa Buku Saku , alih bahasa:Monika, edisi III, EGC:Jakarta.
Sugiyono, (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatf dan R&D , Alfabeta:Bandung.
Wahjudi, Nugroho.(2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatri , editor: Monica Ester, ed 3, EGC:Jakarta.
Watson, R.(2003). Perawatan Pada Lansia . alih bahasa:Musri, EGC:Jakarta.
|
0def5f6e-7147-4b21-8924-6eb1a966c522 | https://pkm.uika-bogor.ac.id/index.php/ABDIDOS/article/download/1195/903 |
## Vol 6 No 1, Maret 2022
## METODE OMNIBUS LAW AGENDA SETTING KEBIJAKAN PENATAAN DAERAH DI KOTA PAGAR ALAM - SUMATERA SELATAN
Deddi Fasmadhy Satiadharmanto 1 , Andri Litofia 2 , Hatta Purnajaya 3 , Muara Torang Hadomuan Siregar 4
Email : fasmadhydeddi@gmail.com 1
S1 Prodi Ilmu Hukum - Universitas Tangerang Raya 1
Magister Ilmu Hukum - Sekolah Tinggi Hukum Militer DITKUMAD 2
Magister Ilmu Komunikasi – Fisip – Universitas Muhammadiyah Jakarta 3 Magister Ilmu Adminstrasi – Fisip – Universitas Muhammadiyah Jakarta 4
## ABSTRAK
Globalisasi dunia antar negara seakan tanpa sekat pintu, perubahan terjadi sangat cepat di era Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity (VUCA) baik pada tatanan teknologi, maupun aspek fisiologis akibat Pandemi Covid-19 . Reformasi birokrasi Pemerintahan Indonesia sebagai langkah strategis tanggapan menjawab tantangan VUCA menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dunia yang cepat. Pada regulasi kebijakan yang tumpah tindih dengan segala peraturan untuk menyederhanakan terkait percepatan kebijakan, lahirlah Omnibus Law Cipta kerja sebagai metode sapu jagat terkait peraturan yang tumpang tindih. Penelitian ini membahas tentang kebijakan Omnibus Law Cipta Kerja terkait peraturan yang tumpang tindih untuk disederhanakan sebagai bagian program strategis nasional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui metode Omnibus Law sebagai jawaban kemudahan kebijakan peraturan yang tumpang tindih, dalam hal ini kami menyoroti otonomi daerah pembentukan daerah otonom baru yang tidak komfrehensif terjait pembentukan dan kebutuhan seyogyanya seharusnya di formulasikan pada kebijakan yang efekti yang bernama Penataan Daerahf. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif study kepustakaan yang dapat dijadikan rekomendasi bagi perumus kebijakan dalam formulasi kebijakan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa Kota Pagar Alam harus dievaluasi sebagai daerah otonom dengan penataan daerah dimana secara historis wilayah Kota Pagar Alam adalah wilayah eks kewedanaan Tanah Pasemah sejak merdeka hingga pada tahun 1963 dilikuidasi bergabung ke Kabupaten Lahat, dan untuk ukuran sebuah Kota, Kota Pagar Alam terlalu kecil notabene sehingga peluang untuk menghasilkan PAD pastinya kecil, secara geografis Kota Pagar Alam adalah pertanian. Metode Omnibus Law ini diperlukan sebagai regulasi kebijakan topdown keputusan pusat sentralistik secara administrasi pada Pemerintah daerah yang jalan ditempat tidak berkembang demi kepentingan strategis nasional. Secara desentralisasi tidak dihilangkan begitu saja, karena komitmen pemerintah pusat melalui Kementeria Desa dan daerah Tertinggal pada Desa dan daerah tertinggal melalui alokasi APBN, dana desa.
Kata Kunci : Penataan daerah, Agenda Setting, Analisis Kebijakan , Omnibus Law, Topdown
## PENDAHULUAN
Otonomi daerah selama ini hanya dianggap sebagai sebuah perubahan administrasi menjadi daerah otonom berbentuk kota, kabupaten, propinsi. Namun prinsip kapasitas yang semakin kuat malahan terjadi di tingkat desa, dimana pemerintah pusat melalui kementerian desa dan daerah tertinggal RI menggelontorkan dana Desa untuk pembangunan Desa sebagai motor kesejahteraan rakyat pada desa desa. Otomatis pelayanan publik kini terjadi didesa semakin maju dan membawa perubahan pada masyarakat langsung di desa.
Pemerintah daerah mengalami reformasi birokrasi dalam memandang perspektif kemajuan dan kesejahteraan yang bergeser ke tingkat desa. Reformasi birokrasi pada tatanan Pemda menjadi keharusan untuk efektifitas pemerintahan, dimana peranan Pemda yang ditunggu masyarakat adalah sebagai pembina dari pemerintahan desa untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat ditingkat desa, maupun kelurahan. Bukan malah sebaliknya Pemda terbelah lagi menjadi Pemda pemekaran daerah otonom baru, mindset ini harus dirubah pada momentum metode Omnibus Law yang dapat menjadi alat politik penataan daerah sekaligus reformasi birokrasi pada Pemda untuk membina Pemerintahan Desa yang didukung alokasi APBN dengan dana desa, dalam hal ini Desa menjadi garda terdepan kemajuan, pemerataan dan kesejahteraan rakyat. Dengan metode Omnibus Law ini pemerintah pusat melakukan penataan daerah sebagai bagian dari proyek strategis nasional.
Fenomena maraknya pemekaran daerah otonom baru harus ditata ulang
sebagai konsekuensi logis dinamika politik lokal yang bermuara pada program strategis nasional dan untuk keinginan masyarakat mengembangkan potensi sumber daya lokal secara mandiri sudah dialokasikan melalui APBN Dana Desa dimana desa menjadi garda terdepan kemajuan, pemerataan dan kesejahteraan masyarakat. Moratorium harus reevaluasi, segera cair melalui penataan daerah dengan metode Omnibus Law dan Peraturan Pemerintah Desain Besar Penataan daerah (Desertada) daerah daerah otonom baru yang tidak bergerak , tidak ada kemajuan, tidak efektif secara pembiayaan terlalu boros hanya menghabiskan dana rutin operasional di gabungkan ke daerah induk, atau di tata ulang bergabung bersama daerah lain yang sam sekali tidak signifikan , tidak efektif mengembangkan diri. Sebagaimana perintah Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014, pada Bagian Kelima Desain Besar Penataan Daerah,
Pasal 56
1. (1) Pemerintah Pusat menyusun strategi penataan Daerah untuk melaksanakan penataan Daerah.
2. (2) Pemerintah Pusat menyampaikan strategi penataan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia dan Dewan Perwakilan
Daerah Republik Indonesia.
3. (3) Strategi penataan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam desain besar penataan Daerah.
4. (4) Desain besar penataan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) memuat perkiraan jumlah pemekaran Daerah pada periode tertentu.
5. (5) Desain besar penataan Daerah dijadikan acuan dalam pemekaran Daerah baru.
6. (6) Desain besar penataan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Pemekaran daerah otonom baru yang sporadis tidak efektif harus mulai dievaluasi, karena hal ini akan signifikan berimplikasi pada seluruh elemen kehidupan bangsa dan negara, bagaimana rentang kendali pemerintahan, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan, keuangan negara, pelayanan publik dan lain sebagainya.
Bagaimana kondisi empirik pasca pembentukan daerah otonom terjadi tumpang tindih kepentingan kelompok, golongan yang secara politis hanya mementingkan kepentingan sendiri.
Sebaliknya pasca Desa mendapatkan alokasi APBN dengan Dana Desa, desa menjadi motor pembangunan dan kesejahteraan, hal ini menjadi indikator bagaimana penataan daerah harus menjadi skala priorotas program stretgis nasional agar Pemda lebih efektif dalam menjalankan motor pemerintahan dan pembangunan membina masyarakat pedesaan dan kelurahan. Desain penataan daerah
mengutamakan kepentingan nasional
menjadi nilai yang tidak bisa ditawar tawar lagi demi kepentingan bangsa dan negara membangun Pemerintah daerah yang efektif. Desain Besar Penataan daerah merupakan paradigma menata daerah yang efektif dan komfrehensif sebagai langkah besar Reformasi Birokrasi Pemda pada
tatanan pelayanan publik yang efektif. Konsep penggabungan (amalgamasi) wilayah berdasarkan kebutuhan daerah secara ekonomi, sosial , politik dan historis untuk efektifitas pelayanan publik patut dikondisikan dari untuk memperkuat program strategis nasional.
Desain Besar Penataan Daerah (Desartada) secara substansi tercermin pada UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah hal ini termaktub pada pasal 56 UU 23 Tahun 2014 bagaimana pemerintah pusat berkewajiban untuk menyusun strategi desain besar penataan daerah sebagai acuan dalam pemekaran daerah baru. Hal ini menjadi koheren dengan metode Omnibus UU Cipta kerja dalam melakukan langkah penataan daerah dengan prinsip topdown yang paradoksal pada prinsip button Up pada UU No.23 Tahun 2014.
G rand desain penataan daerah otonom di Kota Pagar Alam - Sumatera Selatan perlu di prioritaskan sebagaimana program strategis nasional dengan efektifitas topdown metode Omnibus Law.
## Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah terkait, maka perumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimana Kebijakan Omnibus Law merupakan pintu masuk penataan daerah di Kota Pagar Alam sebagai pilot project empirik Desain Besar Penataan Daerah?
## Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang Bagaimana Kebijakan Omnibus Law merupakan pintu masuk penataan daerah di Kota Pagar Alam sebagai pilot project empirik Desain Besar Penataan Daerah.
## Tinjauan Pustaka
## Omnibus Law
Omnibus Law merupakan sebuah metode dari produk hukum yang mengatur semua hal dalam satu bidang. Dari Bahasa terminologi hukum Kata Omnibus yang berasal dari Bahasa Latin istilah yang digunakan adalah Omnibus Bill, umumnya disandingkan dengan kata Law atau Bill pada satu pemahaman yakni suatu peraturan yang dibuat menurut konteks kompilasi beberapa aturan pada substansi dan tingkatan -tingkatan yang berbeda.
Konsepsi Omnibus Law adalah peraturan yang dibuat untuk dilakukan penggabungan beberapa peraturan dimana pada substansinya berbeda pengaturan pada suatu peraturan besar sebagai fumgsi payuung hukum (umbrella act). Kandungan Omnibus Law lebih dari satu muatan pengaturan. Hakekat inilah Omnibus Law sebagai hukum untuk semua dalam pendefinisiannya.
Omnibus law adalah undang-undang yang menitik beratkan pada penyederhanaan jumlah regulasi, dengan satu undang-undang untuk memperbaiki sekian banyak undang-undang diharapkan menjadi jalan keluar permasalahan di sektor politik, ekonomi, sosial dan budaya, dari banyaknya undang-undang masih mengatur dan bisa saling bertentangan.
Teori Agenda Setting Menurut Teori Agenda Setting John
W. Kingdon, persoalan-persoalan yang berada di masyarakat dan menjadi fokus perhatian pemerintah (Kingdon, 1984). Berawal dari sebuah isu publik yang menjadi masalah ( problems ).
Ada dua faktor pada Teori Agenda Setting , pertama faktor partisipan/aktor dan
kedua faktor proses. Pada faktor proses terbagi dalam tiga arus, yaitu:
1. Arus masalah (problem stream) Pada Arus Masalah ( Problem Stream ) berdasarkan pada persepsi masalah menurut masalah publik mengenai kecilnya wilayah Kota Pagar Alam, wilayah Kota yang bergeografis pertanian dan kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang kecil yang memerlukan tindakan pemerintah serta upaya pemerintah dalam menangani permasalahan yang sudah menjadi isu publik terkait penataan daerah di Kota Pagar Alam secara historis eks Kewedanaan Tanah Pasemah.
2. Arus kebijakan (policy stream), Arus Kebijakan ( policy stream ) merujuk pada solusi yang peneliti, komunitas kebijakan, pakar dalam rangka merespon persoalan. Pada proses ini masalah publik penataan daerah Kota Pagar Alam ini telah mulai bergerak menjadi masalah institusional setelah secara
kelembagaan melalui Presidium Besemah melakukan proses formulasi kebijakan Kota Pagar Alam untuk di tata dan proses kebijakan akan mulai masuk agenda kebijakan pada saat RPP Desain Besar Penataan daerah ditetapkan,namun terhambat karena harus ada Button up pengajuan dari masyarakat, pemda Kota Pagar Alam dan Pemda lahat terkait wilayah eks kewedanaan Tanah Pasemah.
3. Arus politik (political stream) dalam proses agenda setting .
Arus Politik ( Politics Stream ) terdiri dari banyak faktor, seperti perubahan kondisi nasional, perubahan
administrasi atau partai mayoritas di DPRD, pergantin pejabat, anggota parlemen dan kampanye-kampanye yang bersifat menekan kelakuan kelompok kepentingan, karismatik pejabat, referendum public dan keinginan di antara pemilih.
Dalam konsep yang kingdon telah jelaskan, ketika permasalahan telah di identifikasi, solusi tersedia pada atrenatif kebijakan dan kondisi politik yang mendukung adanya perubahan dari Pemerintah daerah Kota Pagar Alam, Pemerintah Daerah Kabupaten Lahat bersama
Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat di daerah.
Permasalahan Penataan daerah Kota Pagar Alam ini menjadi semakin jelas dan peristiwa secara historis terlah menarik perhatian dan telah memiliki solusi berdasarkan akumulasi pengetahuan dan perspektif yang pakar sediakan dan kembangkan. Dua aspek aktor kebijakan, dan faktor proses telah mendapat dukungan dari situasi politik yang kondusif melalui Omnibus Law menyebabkan pertemuan membentuk jendela kebijakan ( policy window) Penataan Daerah Kota Pagar Alam.
## Kebijakan Publik
Kebijakan publik merupakan suatu aturan yang dibuat oleh pemerintah. Kebijakan publik sebagai segala sesuatu yang merupakan keputusan sebuah masalah yang terjadi pada masyarakat, pilihan dalam melakukan tindakan ataupun tidak melakukan tindakan pada masalah terkait merupakan upaya Pemerintah atau lembaga negara. Permasalahan kerap terjadi pada kehidupan bermasyarakat, dan menjadi tanggung jawab Pemerintah untuk menyelesaikannya ataupun memediasi.
Pemerintah membuat kebijakan untuk menyelesaikan permasalahan –
permasalahan yang ada. Kebijakan Publik adalah suatu keputusan yang dimaksudkan untuk tujuan mengatasi permasalahan yang muncul dalam suatu kegiatan tertentu yang dilakukan oleh instansi pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan (Mustopadidjaja, 2002).
Orientasi tujuan yang diputuskan pada Kebijakan publik menjadi upaya Pemerintah pada outputnya. Menurut teori Thomas R. Dye , kebijakan publik adalah apa yang tidak dilakukan maupun yang dilakukan oleh pemerintah sehingga memiliki penegertian ini memiliki ruang lingkup yang sangat luas. Ketika terjadi suatu masalah dalam masyarakat pemerintah dapat memutuskan melakukan tindakan untuk mengatasi masalah terebut atau memutuskan tidak melakukan sebuah tindakan terhadap masalah tersebut. Tahapan dalam kebijakan akan melibatkan beberapa aktor terkait dan memiliki kepentingan yang berbeda dalam proses kebijakan. Ada 4 faktor yang menjadi tahapan dan perlu mendapat perhatian supaya masalah publik dapat menjadi perhatian yang serius dari agenda kebijakan sebagai berikut (Jones, 1996):
(1). Problem definition agenda: pada fase ini masalah publik dirumuskan dan mendapat perhatian serius dari pembuat
kebijakan karena
berhubungan dengan kepentingan masyarakat.
(2). Proposal agenda: pada fase ini masalah public telah mencapai tingkat diusulkan untuk menjadi kebijakan publik sehingga terjadi pergeseran dari perumusan kebijakan publik menuju pemecahan masalah.
(3). Bergaining agenda: pada fase ini berbagai macam usulan kebijakan
ditawarkan untuk memperoleh
dukungan secara aktif dan serius dari berbagai elemen masyarakat.
(4). Continuing agenda: pada fase ini suatu masalah didiskusikan dan dinilai secara terus- menerus (terikat dengan perubahan sosial yang terjadi secara terus – menerus pula) sampai agenda ini dinyatakan gagal atau berhasil menjadi kebijakan publik.
Tindakan untuk tidak membuat keputusan (nondecision making) oleh pembuat kebijakan merupakan suatu cara dimana tuntutan - tuntutan untuk melakukan perubahan dapat ditekan atau dihilangkan bahkan sebelum sempat disampaikan atau dibiarkan tertutup atau dimatikan sebelum memperoleh kekuatan yang muncul dalam arena kebijakan sesuai yang didefinisikan Thomas Dye pada dasarnya sama - sama membawa
konsekuensi bagi masyarakat.
Proses perumusan (formulation) dan penerapan (implementation) kebijakan publik yang telah di tetapkan oleh pemerintah hendaknya juga harus
dilakukan sebaik mungkin, sebab suatu kebijakan pemerintah tidak hanya mengandung konsekuensi yuridis semata, tetapi juga konsekuensi etis atau moral. Sebagai suatu produk hukum, kebijakan publik berisi perintah yang harus dipatuhi atau larangan yang harus di hindari. Barangsiapa yang melanggar perintah atau melaksanakan perbuatan tertentu yang dilarang, maka dapat dikenakan sanksi tertentu pula. Inilah implikasi yuridis dari suatu kebijakan publik. Dengan kata lain, pendekatan yuridis terhadap kebijakan publik kurang memperhatikan aspek dampak serta kemanfaatan dari kebijakan tersebut. Penetapan kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah seringkali ditolak
masyarakat (public veto) karena kurang mempertimbangkan dimensi etis dan moral dalam masyarakat. Dengan demikian kebijakan pemerintah dapat menjadi tolak ukur kemakmuran ekonomi apabila kebijakan ini mempunyai dampak yang positif sehingga terwujudnya keadilan sosial yang seimbang dan teratur seluruh masyarakat memperoleh kesempatan yang sama. Ada beberapa kriteria isu yang dapat dijadikan agenda kebijakan publik (Kimber, 1974; Salesbury 1976; Sandbach,
1980; Hogwood dan Gunn,1986) yaitu:
(1). Telah mencapai titik kritis tertentu jika diabaikan;
(2). Akan menjadi ancaman yang serius;
(3). Telah mencapai tingkat partikularitas tertentu berdampak dramatis;
(4). Menyangkut emosi tertentu dari sudut kepentingan orang banyak (umat manusia) dan mendapat dukungan media massa;
(5). Menjangkau dampak yang amat luas;
(6). Mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat;
(7). Menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan, tetapi mudah dirasakan kehadirannya)
Model Teori Analisis Kebijakan
Analisis Kebijakan Versi Weimer-
Vining
Dalam Proses analisis kebijakan versi
Weimer - Vining dalam (Nugroho 2012:294). Ada beberapa tahapan analisis, yaitu terdiri atas langkah-langkah mendiagnosis masalah, mengidentifikasi- kan alternatif kebijakan yang mungkin, menilai efisiensi dari kebijakan dikaitkan dengan melakukan perhitungan cos benefit dari kebijakan. Dalam hal ini peneliti mengangkat model “ rasionalis” dalam analisis kebijakan dengan bagian-bagian:
1. Mendefinisikan Permasalahan
2. Menetapkan kriteria evaluasi
3. Mengidentifikasi alternatif kebijakan
4. Memaparkan alternatif - alternatif dan memilih salah Satu
5. Memonitor dan mengevaluasi manfaat kebijakan
Proses analisis kebijakan sendiri terdiri dari dua tahapan utama, yaitu analisis masalah dan analisis solusi,Yang dijabarkan sebagai berikut:
1. Memahami permasalahan, yaitu mencakup kegiatan :
a. Menerima masalah, menilai gejala.
b. Membingkai masalah, menganalisis pasar dan pemerintah
Kegagalan
c. Memodelkan masalah,
mengidentifikasi variabel kebijakan. 2. Memilih dan menjelaskan tujuan dan batasan.
3. Memilih metode solusi
Langkah-langkah diatas kemudian dilanjutkan dengan langkah analisis solusi, yang terdiri dari tiga langkah, yaitu:
1. Memilih kriteria evaluasi. Menentukan alternatif kebijakan.
2. Mengevaluasi: memprediksi dampak alternatif dan menilainya dalam hal kriteria.
3. Merekomendasikan tindakan
Berdasarkan hasil pemaparan diatas mengenai analisis kebijakan
yang ditawarkan Weimer peneliti berasumsi bahwa teori ini menawarkan kepada peneliti untuk memberikan sebuah analisis terhadap biaya dan manfaat dalam sebuah kebijakan namun dalam penelitian mengenai analisis kebikakan pembangunan di desa Suligi teori ini dirasa kurang efektif dirakenakan dalam proses pembangunan
opini peneliti akan mengangkat sebab dari kegagalan sebuah kebijakan.
## Analisis Kebijakan Versi Patton dan Savicky
Menurut Patton dan Savicky dalam Nugroho, (2012:359) bahwa analisis kebijakan publik dapat dilakukan sebelum dan sesudah kebijakan itu dibuat. Bentuk analisis dibagi menjadi dua yaitu prediktif dan preskripstif. Analisis preduktif merujuk pada proyeksi kondisi masa mendatang sebagai hasil dari adopsi kebijakan. Sedangkan analisis preskripstif merujuk pada rekomendasi kebijakan. Rekomendasi kebijakan yang bersifat umum yang tidak memberikan fokus tertentu disebut advis, sementara rekomendasi yang menekan pembuat kebijakan agar memilih suatu kebijakan disebut advin persuasif. Patton dan Savicky dalam Nugroho, (2012:360) mempromosikan enam langkah analisis kebijakan yang disebut a basic policy analisysis process,
Proses Dasar Analisis Kebijakan menurut Patton dan Savicky dalam Nugroho, (2012:360) yaitu sebagai berikut;
1. Mendefinisikan, Verifikasi, dan Mendetail permasalahan kebijakan
2. Kriteria Evaluasi
3. Mengidentifikasi Alternatif
4. Evaluasi Alternatif Kebijakan
5. Menyajikan Alternatif Kebijakan
6. Pemantauan dan Evaluasi Kebijakan yang diimplementasikan
Pada Penelitian ini peneliti akan menggunakan metode analisis kebijakan menurut Patton dan Savicky. Dalam tahap- tahap selanjutnya dari proses kebijakan, para pembuat kebijakan mungkin berusaha menggunakan informasi baru untuk mengubah proses kebijakan semula. Desain analisis ini memberikan keuntungan untuk
analisis komprasi pembentukan kebijakan. Untuk tujuan tersebut, orang bisa saja menyelidiki bagaimana fungsi-fungsi yang berbeda dapat dilaksanakan, pengaruh apa dan oleh siapa dalam sistem politik atau unit-unit pemerintah yang berbeda dilakukan.
Peneliti dalam hal ini menggunakan teori analisis Patton dan Savicky yang paling cocok untuk digunakan dalam analisis Kebijakan Penataan Daerah di Kota Pagar Alam – Sumatera Selatan.
Menurut Ramses (2009:133) dalam perspektif demokrasi, urgensi pembentukan daerah otonom baru tidak hanya ditentukan oleh syarat-syarat kemampuan ekonomi, potensi daerah, jumlah penduduk, luas daerah dan lingkup pelayanan. Dimensi politik pembentukan daerah otonom baru lebih mempertimbangkan aspek-aspek geografis, demografi, sosial budaya yang membentuk identitas dari suatu komunitas. Senada dengan Ramses, Imawan (2009:149) juga mengkritisi syarat teknis pembentukan daerah otonom baru yang
dinilainya tidak luput dari kerancuan politik. Faktor-faktor yang dijadikan pertimbangan pembentukan daerah baru, yakni: “kemampuan ekonomi, potens daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah”, dinilai mencampuradukkan ketentuan yang sifatnya kualitatif dengan kuantitif.
Menurut I Made Suwandi (2009:164)
dalam membentuk daerah otonom baru seyogianya ada persyaratan yang bersifat mutlak atau wajib yang harus dipenuhi sebelum suatu daerah dapat dimekarkan. Pada prinsipnya daerah yang dimekarkan tersebut harus mampu sedikitnya membiayai belanja aparatur, baik pejabat politik maupun pejabat karir yang ada di daerah tersebut. Untuk itu, maka syarat potensi ekonominya harus riil yang dihitung dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari daerah tersebut.
## METODE PENELITIAN
## Metode dan Pendekatan Penelitian
Penggunaan metode pada penelitian ini dengan pendekatan kualitatif deskriptif analitis, dan studi kepustakaan untuk mencari dan mengumpulkan data yang ada dengan tujuan untuk mengetahui faktor- faktor, unsur yang membentuk,hingga menjadi fenomena dalam masyarakat.
Metode penelitian merupakan cara ilmiah dalam memperoleh data dengan tujuan dan kegunaan sesuai porsi kebutuhan. Menjadikan 4 formula dalam prosesnya yaitu cara ilmiah, data, tu-juan dan kegunaan
## Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Penggunaan teknik Observasi dalam penelitian ini juga partisipatif, terlibat langsung dengan masyarakat Kota Pagar Alam dan wilayah eks Kewedanaan Tanah Pasemah d/a Dapil III dan Dapil IV Kabupaten Lahat – Sumatera Selatan. Secara objektif dan mendalam tingkat kemampuan potensi yang dimiliki Kota Pagar Alam – Sumatera Selatan dalam penyelenggaraan pemerintahan melalui pengukuran terhadap
indikator dan sub indikator dari berbagai variabel.
## Pembahasan Hasil Penelitian
Konsep negara kesejahteraan (welfarestate) telah membawa perubahan pada substansi pemerataan, kemajuan dan kesejahteraan kini sudah berada di Pedesaan melalui alokasi APBN dengan Dana Desa. Hal ini jadi sinyal bagi Pemerintah Propinsi sebagai wakil pusat di daerah untuk mendorong Pemerintah Kabupaten/ Kota untuk mereformasi diri dalam Birokrasi dalam efektifitas tata Kelola pemerintahan dan pembangunan. Pemerintah Kabupaten dan Kota diharapkan mampu untuk melakukan penataan daerah bersama Pemerintah Propinsi, bukan malah sebaliknya melakukan pembentukan daerah otonom baru.
Pada masa moratorium seharusnya Pemda Kota/ Kabupaten / Propinsi mengevaluasi tujuan Otonomi Daerah atas daerah otonom baru. Namun tidak terjadi dialektika atas permasalahan otonomi daerah dalam hal pembentukan daerah otonom untuk menjadi daerah efektif dengan dilakukan Penataan daerah.
Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri hanya menunggu pengajuan Penataan daerah ini dari Pemda terkait melalui metode Button Up, jadi berlarut larut tanpa solusi yang akhirnya berimplikasi pada negara Republik Indonesia secara ekonomi, budaya, politik dan sosial.
Melalui metode Omnibus Law Cipta kerja, harapan itu muncul Ketika Penataan daerah tidak kunjung mendapat arah formula bagaimana sebaiknya memulai dalam penataan daerah. Omnibus Law sebuah metode sapu jagat dari tumpang tindih peraturan tanpa terkecuali penataan
daerah sebagai formula kegagalan pembentukan daerah otonom untuk mensejahterakan rakyat. Omnibus Law menjadi harapan Ketika kebijakan penataan daerah ini didorong cepat untuk program strategis nasional dalam menjaga keseimbangan program strategis nasional melalui cara Topdown oleh pemerintah pusat.
Kota Pagar Alam merupakan pengembangan dari Kota Administratif (Kotif ) Pagar Alam mulai Tahun1987 dari sebuah kecamatan pagar Alam yang masuk Kabupaten Lahat, lalu menjadi Kotif Pagar Alam hingga tahun 2000, lalu karena pada era tahun 2000 Kotif Pagar Alam habis masa nya menjadi Kotif berkembang menjadi Kota Madya Pagar Alam dengan catatan pada saat itu oleh Depdagri lewat Dirjen PUOD saat itu belum ada pemekaran wilayah, Kota Madya Pagar Alam pada perjalanannya akan di evaluasi. Menurut aktor kebijakan Pagar Alam saat itu makan kudai tuape dihidangkan. Artinya makan dulu saja hidangan Kotif Pagar Alam menjadi Kota Madya Pagar Alam, persoalan pada perjalanan ada evaluasi bisa sambal jalan.
Beda hal dengan saudaranya Kotif baturaja saat itu, menahan diri tidak menjadi Kota Madya Baturaja, melainkan mengajukan diri menjadi dua daerah otonom baru, OKU Timur dengan ibukota Martapura berdiri pada tahun 2007, dan OKU Selatan dengan ibukota Muara Dua berdiri pada tahun 2004. Walaupun pada prosesnya menjadi dua kabupaten otonom baru, karena pada saat itu masih mencari proses bagaimana menjadi daerah otonom baru.
Sementara kota madya yang seumur dengan Kota Pagar Alam, Kota Prabumulih dan Kota Lubuklinggau tumbuh pesat melewati pertumbuhan Kota Pagar Alam
dikarenakan kedua kota tersebut termasuk kota lintas yang dilalui kendaraan Bus, truk, dan mobil pribadi lintas kota dan kabupaten di pulau Sumatera. Sementara Kota Pagar Alam dengan geografis pertanian, gunung dan hutan bukit barisan.
Secara Pendapatan Asli daerah antara Kota Pagar Alam bila dibandingkan dengan saudara nya, Kota Prabumulih dan Kota Lubuklinggau berbanding jauh.
Perbandingan pada tahun 2020, Kota Pagar Alam APBD hanya 740 Milyar Rupiah, sedangkan saudaranya Kota Lubuklinggau Satu Triliun Dua pulih lima milyar rupiah, lain lagi dengan Kota Prabumulih yang bertambah menjad Satu Triliun Sembilan Puluh Enam Milyar Rupiah.
Berdasarkan dari penelitian kami mengenai Penataan daerah Kota Pagar Alam yang secara tindakan sudah di motori oleh Presidium Besemah daalam evaluasi dan penataan daerah Kota Pagar Alam dari sekelumit saja permasalahan pengalokasian biaya APBD Kota Pagar Alam hingga PAD Kota Pagar Alam yang sangat kecil untuk ukuran Kota, secara kecil saja seharusnya Pajak Bumi dan Bangunan dapat membuat perimbangan PAD Kota Pagar Alam, namun kenyataannya Kota Pagar Alam secara wilayah kecil. Ada hal hal mendasar terkait wilayah yang kecil atas Kota Pagar Alam pada tahun 2005 pada saat itu Bupati lahat , Harunata bersama mantan Bupati Lahat, Kafrawi membuka peluang evaluasi Kota Pagar Alam secara dulu menjadi bagian Kabupaten Lahat. Pada saat itu Bupati Harunata membuka peluang wilayah eks kewedanaan Tanah Pasemah masuk ke Daerah Pemilihan III dan IV Kabupaten Lahat untuk masuk menjadi wilayah Kota Pagar Alam dengan perubahan menjadi kabupaten Pagar Alam.
Namun saat itu Aktor Kebijakan Kota Pagar Alam belum bisa menerima apresiasi
kepedulian Bupati Harunata dan mantan Bupati Kafrawi terkait penataan daerah.
Bupati Harunata melakukan Agenda setting dalam kebijakan melepas wilayah dapil III dan dapil IV kabuapaten lahat secara historis wilayah itu eks Kewedanaan Tanah Pasemah upaya agar Kota Pagar Alam dapat melakukan penataan daerah untuk program strategis nasional (Walaupun dengan catatan gagal karena bertepuk sebelah tangan, yang idealnya penataan daerah itu kedua belah pihak pemerintah daerah sama sama ingin menata daerah dengan dukunganGubernur sebagai wakil pusat di daerah).
Kota Pagar Alam identik dengan masyarakat Besemah secara rumpun dengan saudara serumpunnya di dapil III dan IV Kabupaten Lahat.
## Besemah sebagai Identitas Suku Adat Pasemah
Identitas suatu kesukuan pada satu rumpun secara historis dahulu menurut Antropolog Belanda Gramberg, merupakan sebuah Republik atau negara Pasoemah dengan orang orangnya disebut suku besemah.
Budaya dapat membentuk identitas suatu bangsa melalui proses inkulturasi dan akulturasi.
## Besemah sebagai Kepribadian Suku Pasemah
Besemah sebagai kepribadian suku Pasemah, dengan adat budaya Besemah mencerminkan kepribadian suku Pasemah diangkat dari nilai-nilai kehidupan suku Pasemah sendiri secara simulta dilaksanakan.
## Tinjauan Historis
Secara historis suku Pasemah dahulu dikenal sebagai sebuah republik ataupun negara yang boleh dibilang madani, hingga masuk dalam kolonialisasi Belanda, lalu menjadi wilayah eks kewedanaan tanah Pasemah. Hingga Tahun 1963 Kewedanaan Tanah Pasemah dilikuidasi Presiden
Soekarno masuk kedalam Kabupaten Lahat.
## Tinjauan Kultural
Pada tinjauan kultural ini terdapat pada adat istiadat Besemah melalui tulisan, bahasa, filosofis kearifan lokal, kesenian, agama, dan kebudayaan besemah. Dalam hal ini Suku Pasemah merawat, memelihara dalam mengembangkan nilai-nilai Budaya Besemah yang telah dan terus disepakati bersama.
## Tinjauan Yuridis
Tinjauan Yuridis menyangkut aturan perundang-undangan yang mendasari kewedanaan Tanah Pasemah hingga pada tahun 1963 digabungkan bersama Kabupaten Lahat. Kewedanaan Tanah
Pasemah ini secara yuridis konstitusional telah secara formal Lembaga daerah sejak dituangkan masa pasca kemerdekaan 1945 hingga 1963, lalu berkembang menjadi Kecamatan Pagar
Alam bersama Kabupaten Lahat dan menjadi Kotif Pagar Alam hingga menjadi Kota Pagar Alam.
## Tinjauan Filosofis
Kearifan lokal Besemah menjadi muatan Kebuadayaan Nasional di tinjau secara filosofis. Penggunaan pada hasil- hasil pemikiran dan literatur Besemah ditinjau secara filosofis untuk mengembangkan suku Pasemah dalam tatanan program strategis nasional. Menjadi keberagaman kehidupan hberbangsa dan bernegara.
## Tinjauan Politik
Pada tataran tinjauan politik Besemah ini menegaskan diri pada program strategis nasional dimana Kota Pagar Alam dapat menjadi pilot project Penataan daerah untuk memperkuat perekonomian, kebudayaan, sosial dan hukum pada arah kebijakan berbangsa dan bernegara Indonesia.
## KESIMPULAN
Penataan daerah mengalami kendala internal dari daerah itu sendiri sebagaimana Kota Pagar Alam yang seharusnya mampu dan ada kemauan politik untuk perubahan daerah itu sendiri, Kota Pagar Alam, misalnya faktor wilayah geografis pertanian, terlebih lagi memungkinkan amalgamasi atau penggabungan dengan wilayah eks kewedanaan Tanah Pasemah kini Dapil III dan dapil IV Kabupaten Lahat dengan kesepakatan bersama Kabupaten Lahat dan didukung Gubernur selaku wakil pusat di daerah sebagaimana inisiasi dari Omnibus law Cipta Kerja untuk membuka
diri daerah menata daerah menjadi lebih baik dalam mensejahterakan rakyat serta rentang kendali kemudahan pelayanan publik di wilayah Kota Pagar alam dan wilayah eks kewedanaan tanah pasemah kini Dapil III dan IV kabupaten Lahat – Sumatra selatan. Inisatif harus dilakukan topdown oleh pemerintah pusat melalui mekanisme Omnibus Law melalui RPP desain Besar Penataan daerah yang seharusnya sudah rampung karena kegamangan karena harus button up datangnya inisiatif penataan daerah, hal ini
sama saja seperti menunggu hujan di musim kemarau.
## Arus masalah (Problem Stream)
Arus masalah (Problem Stream) pada Agenda Setting, teori John Kingdon, Pada umumnya daerah memiliki masalah dengan kondisi internal ketersediaan kompetensi sumber daya dalam mengkaji, mengevaluasi penataan daerah di Kota Pagar Alam, yang mengakibatkan aktor kebijakan di Kota Pagar Alam mungkin kurang tertarik pada penataan daerah karena bersifat internal.
Eksternal pada Tantangan penataan daerah yang tidak jalan ini karena faktor Button up, antara lain akibat dekadensi krisis keteladan dari para elite politik, lalu tidak terampilnya aktor kebijakan di Kota Pagar Alam untuk mengevaluasi dari substansi UU No 23 tahun 2014 mengenai Pemerintah daerah, dan tumbuh suburnya gaya hidup hedonistik di dalam aktor kebijakan pada perhatian ke masyarakat.
## Arus Kebijakan (Policy Stream)
Pendekatan yang direkomendasikan dalam Penataan Daerah adalah pendekatan melalui Topdown dengan para ahli analisis kebijakan dan pembuat kebijakan dalam memformulasikan kebijakan dengan metode Omnibus Law yang semangatnya diiringi peraturan turunan dibawahnya RPP Desain Besar Penataan daerah (Desertada).
Agenda Setting Kebijakan pada penataan daerah di Kota Pagar
Alamterlepas nomenklatur Kota Pagar Alam ataupun menjadi Kabupaten Pagar Alam menjadi hak preogratif Pemerintah Pusat.
## Arus Politik (Political Stream)
Agenda setting kebijakan Penataan daerah Kota Pagar Alam ini menjadi arus politik (political stream) sebagai bagian dari program strategis nasional, dan menjadi amanat konstitusi dan perundang undangan. Arus politik penataan daerah ini menjadi komfrehensif dan efektif sebagaimana tujuan negara sejahtera (welfare state).
Berdasarkan pisau analisis Proses
Dasar Analisis Kebijakan menurut Patton dan Savicky dalam Nugroho, (2012:360) yaitu sebagai berikut;
1. Mendefinisikan, Verifikasi, dan Mendetail permasalahan kebijakan Penataan Daerah Kota Pagar Alam dengan wilayah eks kewedanaan Tanah pasemah kini Dapil III dan dapil IV Kabupaten lahat
2. Kriteria Evaluasi Penataan daerah sebagai solusi atas kegagalan berkembang Kota Pagar Alam dan rentang kendali pada wilayah eks kewedanaan Tanah pasemah kini Dapil III dan dapil IV Kabupaten
lahat
3. Mengidentifikasi
Alternatif
Kebijakan Penataan daerah secara nomenklatur tetap Kota Pagar Alam atau malah menjadi kabupaten Pagar Alam dimana Kota Pagar Alam sebagai ibukota dengan administrasi menggunakan alokasi anggaran APBD Kota Pagar Alam
4. Evaluasi Alternatif Kebijakan
Nomenklatur Kota Pagar Alam dengan perluasan wilayah eks kewedanaan Tanah pasemah kini Dapil III dan dapil IV Kabupaten lahat, atau malah menjadi
Kabupaten Pagar Alam secara geografis pertanian dan pedesaan.
5. Menyajikan Alternatif Kebijakan Nomenklatur Kota Pagar Alam atau Kabupaten Pagar Alam.
6. Pemantauan dan Evaluasi Kebijakan yang diimplementasikan pada penataan daerah Kota Pagar Alam dengan wilayah eks kewedanaan Tanah pasemah kini
Dapil III dan dapil IV Kabupaten lahat.
## Saran
Manfaatkan partisipasi publik seperti Presidium Besemah sebagai motor penataan daerah dimana didalamnya ada partisipasi publik baik masyarakat Kota Pagar Alam, dan masyarakat wilayah eks kini Dapil III dan dapil IV Kabupaten lahat, serta paguyuban masyarakat ikatan keluarga segantu setungguan (IKSS) serta
Perguruan tinggi di Sumatera Selatan sebagai kajian akademis Penataan daerah Kota Pagar Alam sebagai pilot project penataan daerah di Sumatera Selatan.
Omnibus Law Cipta kerja segera diperbaiki sesuai amanat keputusan hukum Mahkamah Konstitusi dal satu tahun sejak keputusan mahkamah konstitusi, agar RPP Penataan Daerah realisasikan segera untuk menjadi Peraturan Pemerintah, hendaknya Kementerian Dalam Negeri, Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah segera membuat kerja nyata penataan daerah, dan aktor kebijakan strategis daerah dan DPR RI, DPD RI agar moratorium menjadi tempat pakir penataan daerah yang harus segera di tata ulang berdasarkan idealisme omnibus law untuk memperkuat program strategis nasional.
## DAFTAR PUSTAKA
Andriansyah Andriansyah, Endang Sulastri, Evi Satispi. 2021. The role of government policies in
environmental management
N Saputra. 2021. manajemen dan kepemimpinan kontemporer: a scholarly practitioner perspective
Annisa ayudya prasasti . 2021. Kajian yuridis mengenai omnibus law undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja klaster ketenagakerjaan. Universitas Muhammadiyah Mataram
Omnibus Law Cipta kerja 2021
Sherlock Halmes Lekipiouw. 2020. Konstruksi Penataan Daerah dan Model Pembagian Urusan Pemerintahan Matitaputty, Merlien I. (2012). “Desentralisasi dan Hubungan
Pemerintah Pusat dan Daerah di
Indonesia(Problem dan Tantangan)”,
SASI,18 (1): 21-28, h. 27
R Nugroho. 2018. membangun kebijakan publik unggul di era demokrasi
E Satispi. 2018. teori dan perkembangan manajemen pelayanan publik
Evi Satispi and Kurniasih Mufidayati. 2019. The Implementation of The Jakarta Smart City (JSC)
Sulthon Rohmadin, Dedi Kusmana, dan
Yusi Eva Batubara. 2017. ANALISIS PENATAAN DAERAH DI
## PROVINSI JAWA BARAT. IPDN
Hasrul, Muh., (2017). “Penataan Hubungan Kelembagaan Antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota”, Perspektif,22 (1): 1-20, h.7 Aritonang, Dinoroy Marganda. (2016). “Pola Distribusi Urusan Pemerintahan Daerah Pasca Berlakunya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah”, Jurnal Legislasi Indonesia, 13 (1): 41-41. Asgar, Sukitman. (2018). “Analisis Yuridis Pasal 18 UUD Tahun 1945 Junto UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah”, Jurnal HIBUALAMO, 2 (1): 58-68. Aridhayandi, M. Rendi. (2018). “Peran Pemerintah Daerah Dalam Pelaksanaan Pemerintahan Yang Baik (Good Governance) Dibidang Pembinan dan Pengawasan Indikasi Geografis”, Jurnal Hukum & Pembangunan, 48 (4): 883-902. Budiyono.,Muhtadi., Firmansyah, Ade Arif. (2015). “Dekonstruksi Urusan Pemeritahan Konkuren Dalam Undang Undang Pemerintahan Daerah”, Kanun: Jurnal Ilmu Hukum, 17 (3): 419-432 Djambar.,Nahar, M Yasin., Tavip, Muhammad. (2017). “Penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan Bidang Pertambangan
Dalam Prespektif Otonomi Daerah”, eJurnal Katalogis, 5 (2): 26-35.
Hasrul, Muh., (2017). “Penataan Hubungan Kelembagaan Antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota”, Perspektif,22 (1): 1-20. Matitaputty, Merlien I. (2012). “Desentralisasi dan Hubungan
Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia (Problem dan Tantangan)”, SASI,18 (1): 21-28.
Suryanto. (2015). “Urusan Pemerintahan Daerah, Kemungkinan Problematika
Implementasi Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014”, Jurnal Desentralisasi, 13 (2): 133-146. Said, Abdul Rauf Alauddin. (2015), “Pembagian Kewenangan Pemerintahaan Pusat –Pemerintahan
Daerah Dalam Otonomi Seluas Luasnya Menurut UUD1945”, Fiat Justisia: Jurnal Ilmu Hukum, 9 (4): 577-602
Nugroho, Riant. 2011. Public Policy
Andi,Gadjong Agussalim. (2007), Pemerintahan Daerah-Kajian Politik dan Hukum, Jakarta: Ghalia Inodnesia.
Hadjon,Phlipus M et al. (1993). Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta: Gadja Mada University Press.
Hadjon, Philipus M. dan Sridjatmiati,
Tatiek. (2005). Argumentasi Hukum, Yogyakarta: Gadja Mada University Press.
Huda, Ni’matul. (2007), Pengawasan Pusat Terhadap Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, FH UII Press.
Marzuki, Peter M. (2005). Penelitian Hukum Jakarta: Kencana Prenada
Media Group
Strong, C. F. (1960). Modern Political Constitutions an Introduction to the Comparative Study of their History and Existing Form, London: Fith Printed, Sidwick & Jackson Limited
Fahmi. 2021. Penataan Peraturan daerah dengan Metode Omnibus Law:
Urgensi dan mekanisme
Kaloh, J. 2007. Mencari Bentuk Otonomi
Daerah: Suatu Solusi Dalam
Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global (edisi revisi).
Jakarta: PT Rineka Cipta
Kementerian Dalam Negeri, 2011, Laporan Hasil Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran.
Kementerian Dalam Negeri, 2010, Desain
Penataan Daerah di Indonesia Tahun
2010-2025.
Ramses,Andy. 2009. Dimensi-dimensi
Pembentukan Daerah Otonom: Antara Dimensi Politik dan Dimensi administrasi. Dalam Bakry & Andy Ramses. Pemerintahan Daerah Indonesia. MIPI.
Smith, B.C, 1985, Decentralization: The Territorial Dimension Of State . London: George Allen & Unwin.
Suwandi, I Made. 2009. Perubahan Instrumen Pemebentukan Daerah Otonom . MIPI.
Syaukani, H.R., Gaffar, Affan, & Rasyid,
M. Ryaas, 2005. Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan . Pustaka Pelajar: Jakarta.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pentaan Daerah
Peraturan pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata cara pembentukan, penghapusan, dan Penggabungan daerah
Azwar, S. 2013. Sikap Manusia Teori Pengukurannya Edisi 2 Yokyakarta Pustaka belajar
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
Idrus Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta. Erlangga.
Thunnisa, R. (2017). Analisis upaya peningkatan minat pengunjung di unit pelaksanaan teknis (upt) museum daerah sang nila utama pekanbaru provinsi riau. Kampar: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Christine Atania, Parino Rahardjo,
B.Irwan Wipranata. 2020. Strategi Pengelolaan dan promosi museum (Objek Study: Museum Senirupa dan keramik, Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat)
## Irna Trilestari.2019. implementasi program
revitalisasi museum pada museum negeri provinsi lampung.
Dinas Kebudayaan Kebudayaan dan Pariwisata Lampung. 2013. Laporan Program Pelestarian Budaya Kegiatan Revitalisasi Museum Negeri Lampung.
Shinta Puspasari, Luis Marnisah. 2019.
Implementasi E-Museum DR. AK. Gani Palembang Ulce Oktrivia. 2014. Komodifikasi Informasi Koleksi Jessica Andini Gosal, Ronald Hasudungan Irianto Sitindjak dan Linggajaya Suryanata. 2017. Implementasi
Konsep “Muni Papua Bageka Tota
Kabo Wado Make” pada Interior Museum Negeri Provinsi Papua di
Waena, Jayapura
Tjahjopurnomo, R. 2011. Sejarah Permuseuman di Indonesia. Indonesia : Direktorat Permuseuman.
Arya Utama, I Made, 2012, Teori Hukum Pembangunan, Materi Kuliah S3 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Bambang Sugeng AS. dan Sujayadi, 2011 Hukum Acara Perdata dan Dokumen Litigasi Perkara Perdata, Cet. I, Kencana Prenada Media, Jakarta.
Basuki Rekso Wibowo, “Peran Hakim dalam Perkembangan Hukum”,
dalam Projustitia, Andira, Bandung,
1997.
Djohansjah, 2008, Reformasi MA Menuju IndependensiKekuasaan Kehakiman, Cet. I, Penerbit Kesaint Blanc, Jakarta.
Gandasubrata, Purwoto S., 1991, Tugas Hakim Indonesia dan Pemecahan
Masalah Hukum, Reader III, Tim Pengkajian Hukum Mahkamah Agung, Jakarta. Ibrahim R, “Teori Hukum Pembangunan dalam Perspektif”, dalam Kertha Aksara, Edisi Khusus, Tahun 2010, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar. Lawrence M. Friedman, 2001, Hukum Amerika: Sebuah Pengantar, terjemahan oleh Wishnu Basuki, Tata Nusa, Jakarta. Mochtar Kusumaatmadja, 1986,
Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan Nasional, Penerbit Binacipta, Bandung.
Mochtar Kusumaatmadja, tanpa tahun,
Fungsi Hukum dalam Pembangunan Nasional, Penerbit Binacipta,
Bandung.
Mohammad, Abdulkadir, 2000, Hukum Acara Perdata Indonesia, Cet. VII, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Rahardjo, Satjipto, 2010, Penegakan Hukum Progressif, Penerbit Buku Kompas, 2010. Shidarta, 2012, Teori Hukum Pembangunan, Eksistensi dan Implikasi, Penerbit Episteme Institute, Jakarta.
Soebekti, R., 1982, Hukum Acara Perdata, Binacipta, Bandung.
Soekanto, Soerjono, 2008, Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008.
160 JHAPER: Vol. 1, No. 1, Januari–Juni 2015: 145–1T60jukup, dkk. : Penerapan Teori Hukum Pembangunan 160 ---------, 1985, Efektivikasi Hukum dan
Peranan Sanksi, Cet. I, Remaja
Karya, Bandung. Soepomo, R., 2000, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Cet. 14, Pradnya Paramita, Jakarta.
Sudikno Mertokusumo, 1993, Hukum Acara Perdata Indonesia, Cet. I, Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Tanya Bernard L., et al., 2010, Teori
Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Cet. III, Penerbit Genta Publishing, Yogyakarta.
Tasrif, S., 1986, “Tanggapan atas Prasaran Mochtar Kusumaatmadja”, dalam Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional, Cet. II, Bina Cipta,
Bandung.
Utsman, Sabian, 2010 Menuju Penegakan Hukum Responsif, Cet. II, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
|
052d1305-27ac-4c18-b2b9-76228efebcd6 | https://ejurnal.itenas.ac.id/index.php/rekaracana/article/download/1140/1355 | Stabilisasi Tanah Lempung Ekspansif Menggunakan Campuran Renolith dan Kapur
GIBRAL MAULANA, INDRA NOER HAMDHAN
Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional, Bandung e-mail: gibral.maulana@gmail.com
## ABSTRAK
Tanah lempung ekspansif merupakan tanah yang memiliki kemampuan kembang susut yang tinggi akibat adanya perubahan kadar air. Perubahan kadar air ini dipengaruhi oleh perubahan musim, dimana hal tersebut dapat menyebabkan tanah menjadi tidak stabil. Tanah yang digunakan dalam penelitian ini memiliki engineering properties yang tergolong buruk dengan nilai CBR rendamannya sebesar 2,88%. Untuk mengatasi kondisi tersebut diperlukan upaya perbaikan tanah. Salah satu cara yang efektif untuk mengatasi kemampuan kembang susut tanah ekspansif adalah dengan cara dicampur dengan bahan kimia. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini yaitu campuran dari renolith dan kapur. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan campuran renolith dan kapur dapat meningkatkan nilai CBR rendaman menjadi 11,13% dan menurunkan nilai potensial pengembangan dari 29,54% menjadi 0,96%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan campuran renolith dan kapur dapat meningkatkan CBR rendaman hingga 286,45% dan menurunkan potensi pengembangan hingga 96,75%.
Kata kunci : tanah ekspansif, renolith, kapur, CBR.
## ABSTRACT
An expansive clay soil that has high shrinkage capability development due to change in moisture content. Changes in water content are affected by the change of seasons, it caused the soil become unstable. The soil that used in this study had a relatively poor engineering properties which CBR soaked value of 2.88%. To overcome these condition the soil improvement is necessary to increase the soil stability. The one of the effective ways to overcome shrinkage and development capability of expansive soil are mixed with chemicals. The chemicals are used in this study is a mixture of renolith and lime. The result from using a mixture of renolith and lime showed that increase the value of soaked CBR into 11.13% and decrease the value of swelling potential from 29.54% to 0.96%. Summary of using this material can increase the value of soaked CBR up to 286.45% and decrease the swelling potential until 96.75%.
Keywords: expansive soil, renolith, lime, CBR.
## 1. PENDAHULUAN
Tanah merupakan material yang memiliki fungsi untuk menyokong/mendukung suatu struktur yang berada diatasnya seperti struktur gedung, jalan, maupun jembatan. Hanya tanah yang memiliki karakteristik teknis ( engineering properties) yang bermutu baik yang bisa digunakan sebagai material konstruksi (mempunyai karakteristik teknis yang baik).
Penelitian tugas akhir ini mencoba untuk mengganti penggunaan semen menjadi kapur yang nantinya dicampur dengan renolith dalam rangka untuk meningkatkan daya dukung tanah ekspansif.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari campuran renolith dan kapur sebagai bahan stabilisasi terhadap usaha perbaikan tanah lempung ekspansif dengan studi kasus tanah di daerah jalan Raya Rancacili, Ciwastra, Bandung.
## 2. TINJAUAN PUSTAKA
## 2.1 Definisi Tanah
Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari material induk yang telah mengalami proses lanjut, karena perubahan alami dibawah pengaruh air, udara, dan macam-macam organisme baik yang masih hidup maupun yang telah mati. Tingkat perubahan terlihat pada komposisi, struktur dan warna hasil pelapukan (Dokuchaev 1870).
Istilah tanah dalam bidang mekanika tanah dapat digunakan mencakup semua bahan seperti lempung, pasir, kerikil dan batu-batu besar. Metode yang dipakai dalam teknik sipil untuk membedakan dan menyatakan berbagai tanah, sebenarnya sangat berbeda dibandingkan dengan metode yang dipakai dalam bidang geologi atau ilmu tanah. Sistem klasifikasi yang digunakan dalam mekanika tanah dimaksudkan untuk memberi keterangan mengenai sifat- sifat teknis dari bahan itu dengan cara yang sama, seperti halnya pernyataan-pernyataan secara geologis yang dimaksudkan untuk memberi keterangan mengenai asal geologis dari tanah.
## 2.2 Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah membagi tanah ke dalam kelompok dan sub-kelompok yang didasarkan pada karakteristik teknik ( engineering properties) seperti distribusi ukuruan butiran, batas cair, dan batas plastis. Kedua sistem klasifikasi utama yang biasa digunakan adalah American Association of State Highway and Transportation Official (AASHTO) dan The Unified Soil Classification System (USCS). Sistem AASHTO utamanya digunakan untuk klasifikasi dari tanah dasar untuk jalan raya.
## 2.3 Struktur Mineral Penyusun Lempung
Menurut Holtz and Kovacs (1981) dalam Das, B. M. (2001) satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari silica tetrahedron dan alumina octahedron. Jenis-jenis mineral lempung tergantung dari kombinasi susunan satuan struktur dasar atau tumpukan lembaran serta macam ikatan antara masing-masing lembaran. Satuan-satuan dasar tersebut bersatu membentuk struktur lembaran seperti yang digambarkan pada Gambar 1(a) untuk single silica tetrahedral, Gambar 1(b) untuk isometric silica sheet, Gambar 1(c) untuk single aluminium octahedron dan Gambar 1(d) untuk isometric octahedral sheet.
## Stabilisasi Tanah Lempung Ekspansif Menggunakan Campuran Renolith dan Kapur
## Gambar 1. Struktur mineral lempung (Sumber: Grim, 1959 dalam Chen, FU, 1975)
## 2.4 Identifikasi Tanah Lempung Ekspansif
Menurut Chen (1975), beberapa cara yang biasa digunakan untuk mengidentifikasi tanah ekspansif dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
1. Identifikasi Mineralogi;
2. Cara tidak langsung ( single index method); Cara langsung.
## 2.5 Activity Method
Parameter menurut Skempton 1953 yang disebut aktivitas dalam Rumus 1 sebagai berikut:
𝐴𝑐𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑦 (𝑆) = 𝑃𝐼 𝐶 – 10 … (1) Dimana :
𝑃𝐼 = Indeks plastisitas
𝐶 = Persentase lempung lolos saringan 0,002 mm
Berdasarkan rumus kategori tersebut tanah digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu:
A < 0,75 (tidak aktif)
0,75 < A < 1,25 (normal)
A > 1,25 (aktif)
Besaran aktifitas menurut Seed (1962) berdasarkan jenis mineral, seperti yang ditunjukan Tabel 1 .
Tabel 1. Hubungan Aktifitas dengan Mineral Mineral Aktifitas Kaolinite 0,33 – 0,46 Illite 0,99 Montmorillonite (Ca) 1,5 Montmorillonite (Na) 7,2 ( Sumber : Seed, 1962)
## 2.6 Stabilisasi Tanah
Proses stabilisasi tanah meiliputi pencampuran tanah dengan tanah lain untuk memperoleh gradasi yang diinginkan, atau pencampuran tanah dengan bahan tambahan buatan pabrik, sehingga sifat-sifat teknis tanah menjadi lebih baik. Guna mengubah sifat-sifat teknis dari tanah, seperti: daya dukung, kompresibilitas, permeabilitas, workability, potensi pengembangan dan sensitifitas terhadap perubahan kadar air, maka dapat dilakukan dengan cara penanganan dari yang paling mudah, seperti pemadatan sampai teknik yang lebih mahal, seperti: mencampur tanah dengan renolith, semen, kapur, abu terbang ( fly ash), injeksi semen (grouting) dan lain-lain.
## 2.7 CBR
CBR hingga saat ini digunakan secara luas sebagai evaluasi daya dukung subgrade atau tanah dasar, serta sebagai standar dalam perencanaan perkerasan fleksibel. Secara definisi CBR adalah suatu perbandingan antara beban percobaan dengan beban standar dan dinyatakan dalam presentase. Perhitungan daya dukung tanah ditunjukan dalam Rumus 2 .
## 𝐶𝐵𝑅 = 𝑃 𝑇 𝑃 𝑆 × 100% … (2)
dimana:
𝑃 𝑇 = beban percobaan ( test load), 𝑃 𝑆 = beban standar ( standard load).
## 3. METODE PENELITIAN
Studi penelitian ini merupakan metode penelitian yang dilakukan dalam skala laboratorium. Penelitian ini menggunakan jenis material tanah ekspansif yang berasal dari daerah Gede Bage Bandung. Tanah ini akan dicampur dengan renilith dan kapur untuk kemudian dilakukan pengujian CBR untuk mengetahui karakteristik daya dukungnya. Pengujian CBR akan dilakukan di Laboratorium Geoteknik Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Tenik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional. Penambahan kapur pada tanah ekspansif ini berturut-turut 5%, 6%, 7%, dan 8%, sedangkan untuk penambahan renolith konsisten 5% dari berat masing-masing presentase penambahan kapur dimana persentase tersebut didasarkan berdasarkan Perencanaan Stabilisasi Tanah dengan Bahan Serbuk Pengikat untuk Konstruksi Jalan, Departemen Pekerjaan Umum.
Tahapan dari penelitian ini dimulai dari persiapan tanah, pengujian indeks properti untuk mengetahui apakah tanah termasuk ke dalam tanah ekspansif atau tanah lempung biasa, kemudian pemadatan tanah, dan pengujian CBR. Tanah ini diambil di lokasi proyek pembangunan Gedung Dinas Sosial Kota Bandung di daerah Gede Bage, untuk kapur bubuk dibeli di toko bahan kimia, dan renolith berasal dari Puslitbang Jalan dan Jembatan. Tanah ekspansif ini disiapkan agar tercapai kondisi kering udara agar dapat dilakukan penyaringan serta pengaturan kadar air untuk selanjutnya dilakukan pemadatan dengan metode standard proctor dan kemudian dilakukan pengujian CBR. Sedangkan untuk sampel tanah yang dicampur dengan kapur dan renolith dilakukan dengan kondisi tanah kering udara dimana pencampuran menggunakan kadar air optimum yang didapat dari hasil pengujian pemadatan tanah asli, hal mana agar kapur dan renolith tercampur dengan merata atau homogen.
## 4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
## 4.1. Hasil Pengujian Tanah Asli
Sampel tanah yang digunakan sebagai material dalam penelitian ini merupakan sempel yang terindikasi merupakan sampel tanah ekspansif yang diambil di lokasi Proyek Pembangunan Puskesos Jl. Rancacili, Ciwastra, Bandung. Tanah tersebut diambil pada hari Sabtu, 12 Desember 2015. Adapun beberapa pengujian tanah asli yang telah dilakukan seperti pengujian X-Ray Difraction, kadar air, pengujian berat jenis, Atterberg limit (Liquid limit, Plastic limit dan Shrinkage limit), Grain size analysis (Sieve Analysis dan Hidrometer), pengujian kompaksi, pengujian CBR ( Soaked dan Unsoaked).
## 4.1.1. Pengujian Mineral
Dari hasil pengujian mineral maka tanah yang digunakan dalam penelitian ini memiliki 4 komponen mineral yaitu halloysite, paragonite, rectorite dan cristobalite. Mineral halloysite dan rectorite merupakan dua mineral dominan yang terkandung dari tanah sampel penelitian ini.
Mineral halloysite relatif sama dengan mineral kaolinite, tetapi secara kesatuan berurutan ikatannya lebih acak dan dapat dipisahkan oleh air sehingga mineral halloysite sangat rentan terhadap perubahan kadar air dimana apabila mineral ini dipanasi maka struktur penyusunnya akan berubah secara drastis dan dapat menghilangkan lapisan tunggal molekul air. Hasil pengujian mineral ditunjukan pada Tabel 2 .
Tabel 2. Hasil Pengujian Mineral ( X-ray Difraction) Contoh Tanah Komposisi Mineral Kadar (%) Lempung ( Clay) Halloysite 43,1 Paragonite 12,6 Rectorite 32,8 Cristobalite 11,5
## 4.1.2. Kadar Air
Tanah yang digunakan untuk pengujian kadar air merupakan tanah dengan kondisi terganggu ( disturb) dan hasil pengujian kadar air untuk tanah penelitian ini adalah 44,55%. Hasil pengujian kadar air tersebut menunjukan bahwa bahwa kondisi tanah ini memiliki kadar air yang cukup tinggi dimana hampir setengahnya dari volume total diisi oleh air.
## 4.1.3. Pengujian Berat Jenis
Pengujian berat jenis menggunakan contoh tanah lolos saringan nomor 40 ASTM dengan kondisi kering oven sebanyak 2 sampel pengujian dengan total sampel tanah yang dibutuhkan adalah 60 gr. Dari hasil pengujian berat jenis sebanyak 2 benda pengujian didapat nilai berat jenis sebesar 2,342.
## 4.1.4. Atterberg Limit
Dari hasil pengujian Atterberg Limit didapatkan beberapa nilai seperti 𝐿𝐿 = 87,57%, 𝑃𝐿 = 40,93%, 𝑆𝐿 = 11,66% dan 𝑃𝐼 = 46,64%. Hasil pengujian ini disajikan pada Tabel 3 .
## Tabel 3. Hasil Pengujian Atterberg Limit
𝑳𝑳 (%) 𝑷𝑳 (%) 𝑷𝑰 (%) 𝑺𝑳 (%) 87,57 40,93 46,64 11,66 Keterangan: 𝐿𝐿 : Liquid Limit, 𝑃𝐿 : Plastic Limit, 𝑃𝐼 : Plasticity Index, 𝑆𝐿 : Shrinkage Limit
## 4.1.5. Grain Size Analysis
Hasil pengujian grain size analiysis menunjukkan tanah yang digunakan sebagai meterial penelitian merupakan tanah berbutir halus dimana persentase lolos saringan No. 200 sebanyak 99,22% dan didominasi oleh fraksi lempung 21,83% serta fraksi lanau 30,78%.
## 4.1.6. Klasifikasi Tanah
Klasifikasi tanah yang digunakan sebagai bahan penelitian ini termasuk kedalam kelompok A-7-5 berdasarkan AASHTO, hal ini didasarkan pada persentase lolos saringan No. 200 sebesar 99,22% yang lebih besar dari nilai minimun 36%, nilai LL sebesar 87,57% lebih besar dari nilai minimum LL pada kelompok ini yang bernilai 41%, nilai PI sebesar 46,64% yang lebih besar dari nilai minimun yaitu 11% serta nilai PI ≤ LL – 30 (46,64 ≤ 87,57 – 30 atau 46,64% ≤ 57,57%).
Sistem klasifikasi tanah ini didasarkan pada nilai batas cair ( liquid limit) dan nilai indek plastisitas ( plasticity index). Untuk mendapatkan klasifikasi tanah berdasarkan USCS dibutuhkan grafik hubungan indeks plastisitas ( index plasticity) dengan batas cair ( liquid limit). Nilai batas cair tanah asli adalah 87,57% dan nilai indeks plastisitasnya adalah 46,64%. Dari hasil klasifikasi tanah berdasarkan USCS diketahui bahwa tanah asli tergolong kedalam MH atau artinya tanah tersebut merupakan tanah lanau dengan plastisitas tinggi. Sistem klasifikasi tanah USCS ditunjukan pada Gambar 3 .
Tanah yang digunakan dalam penelitian ini diklasifikasikan ke dalam kelompok A-7-5 berdasarkan AASHTO atau bisa dikatakan bahwa tanah ini merupakan agregat berbutir halus/lempung yang termasuk ke dalam kriteria yang buruk apabila digunakan sebagai material tanah dasar. Sedangkan berdasarkan USCS tanah yang digunakan sebagai material dalam penelitian ini merupakan kelompok MH ( Mud High Plasticity) artinya tanah ini merupakan tanah berbutir halus/lanau dengan tingkat plastisitas yang tinggi. Tanah dengan klasifikasi seperti A-7-5 dan MH merupakan tanah yang perlu biperbaiki dahulu sifat fisik dan mekanisnya agar layak digukan sebagai material subgrade baik untuk bangunan gedung maupun untuk keperluan pondasi perkerasan jalan.
## 4.1.7. Aktivitas Tanah
Tingkat keaktifan tanah diukur dari persentase lolos saringan No. 200 dan besaran PI. Berdasarkan Rumus 2 didapatkan nilai aktifitas tanah asli sebesar 0,91. Besaran nilai aktifitas tanah tersebut digolongkan kedalam tingkat keaktifan yang sedang.
## 4.1.8. Kompaksi
Pengujian kompaksi yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode Modified Proctor dengan mold yang digunakan berdiameter besar yaitu berdiameter 6 inci atau 15,24 cm dengan tinggi 18 cm. Dari hasil pengujian kompaksi, didapat nilai kepadatan kering maksimum (MDD) sebesar 1,227 gr/cm 3 dan kadar air optimum (OMC) sebesar 37,16%. Hasil pengujian pemadatan ditunjukan pada Tabel 4 .
## Stabilisasi Tanah Lempung Ekspansif Menggunakan Campuran Renolith dan Kapur
## Gambar 3. Klasifikasi tanah berdasarkan USCS
Tabel 4. Hasil Pengujian Kompaksi Untuk Nomor Sempel Tertentu
Parameter Satua n Sempel Uji 1 Sempel Uji 2 Sempel Uji 3 Sempel Uji 4 Sempel Uji 5 Kadar Air (%) 26,87 34,30 37,16 44,47 48,89 Berat Isi Kering gr/cm 3 1,07 1,22 1,24 1,09 1,02 ZAV gr/cm 3 1,44 1,30 1,25 1,15 1,09
## 4.1.9. CBR Tanah Asli
Kadar air optimum dari hasil pengujian kompaksi digunakan sebagai campuran pada tanah yang akan dilakukan pengujian CBR baik pada kondisi kering maupun kondisi terendam. Pada kondisi kering tanah memiliki nilai CBR sebesar 17,31% sedangkan untuk CBR pada kondisi terendam nilainya sebesar 2,88% dan nilai potensi pengembangannya sebesar 29,54%. Pada kondisi terendam, tanah asli memiliki nilai CBR yang rendah dan memiliki kecenderungan tidak stabil karena diakibatkan oleh pengembangannya yang tinggi. Hasil pengujian CBR tanah asli ditunjukan pada Gambar 4(a) untuk kondisi kering dan Gambar 4(b) untuk kondisi terendam sedangkan besaran pengembanganya ditunjukan pada Tabel 5 .
## Gambar 4. Hasil pengujian CBR
Tabel 5. Potensi Pengembangan Tanah Asli Tanggal Jam Pembacaan Swelling (%) 27/06/16 14:00 11 0,85 28/06/16 14:00 225 17,31 29/06/16 14:00 297 22,85 30/06/16 14:00 384 29,54
## 4.2. Nilai CBR Tanah yang Dicampur Renolith dan Kapur
Campuran dari renolith dan kapur pada penelitian ini menunjukan bahwa terjadi perubahan yang signifikan terhadap perubahan nilai CBR apabila dibandingkan dengan nilai CBR tanah asli. Hal ini dipengaruhi oleh reaksi kimia yang terjadi antara tanah asli dengan campuran renolith dan kapur. Jenis kapur yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis quick lime dimana, jenis kapur menyebabkan reaksi kimia yang dapat menyebabkan penyerapan air berlebih pada tanah, terjadi pertukaran ion sehingga meningkatkan adhesi dan kohesi tanah serta dapat menimbulkan reaksi pozzolan yang membuat tanah lebih keras, padat, lebih stabil. Sedangkan cairan renolith dapat membuat tanah menjadi lebih impermeable, meningkatkan tensile strength dan compression.
Persentase campuran dan waktu pemeraman menunjukkan pengaruh yang besar terhadap nilai daya dukung tanah. Semakin tinggi persentase campuran kapur dan renolith dan semakin lama waktu pemeraman maka dapat meningkat daya dukung tanah yang cukup signifikan apabila dibandingkan dengan tanah asli. Hasil pengujian CBR campuran ditunjukan pada Tabel 6 dan disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 5 untuk CBR kondisi kering dan Gambar 6 untuk kondisi terendam.
Dari hasil pengujian CBR pada kondisi kering terlihat waktu pemeraman 3 hari dan dimana campuran 8% kapur dan 5% renolith menunjukan kenaikan nilai CBR paling tinggi. Meskipun pada kondisi tanah asli nilai CBR sudah cukup besar yaitu 17,31% namun demikian ketika
## Stabilisasi Tanah Lempung Ekspansif Menggunakan Campuran Renolith dan Kapur
tanah dicampur dengan menggunakan kapur dan renolith masih menunjukan tanah masih dapat meningkat nilai daya dukungnya. Hal ini terjadi akibat reaksi kimia yang disebabkan oleh kapur dan renolith. Persentase kenaikan CBR kering pada campuran 8% kapur dan 5% renolith serta waktu pemeraman selama 3 hari dapat meningkatkan CBR hingga 142,70%.
## Tabel 5 Hasil Pengujian CBR Campuran Renolith dan Kapur
Benda Uji Waktu Pemeraman (Hari) CBR UNSOAKED (%) CBR SOAKED (%) Tanah Asli - 17,31 2,88 Campuran 5% KP , 5% RN 0 20,17 4,05 Campuran 5% KP , 5% RN 1 22,58 7,98 Campuran 5% KP , 5% RN 3 24,17 9,64 Campuran 6% KP , 5% RN 0 21,67 4,70 Campuran 6% KP , 5% RN 1 27,50 8,72 Campuran 6% KP , 5% RN 3 29,50 9,33 Campuran 7% KP , 5% RN 0 24,33 5,99 Campuran 7% KP , 5% RN 1 32,33 9,25 Campuran 7% KP , 5% RN 3 33,17 11,35 Campuran 8% KP , 5% RN 0 29,50 6,64 Campuran 8% KP , 5% RN 1 38,33 9,90 Campuran 8% KP , 5% RN 3 42,00 11,13
Gambar 5. Hasil pengujian CBR kondisi kering ( unsoaked) 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 C BR ( % ) Waktu Pemeraman (Hari) 5% KP; 5% RN 6% KP; 5% RN
7% KP; 5% RN 8% KP; 5% RN
## Gambar 6. Hasil pengujian CBR kondisi terendam ( soaked)
Tanah pada kondisi kering memiliki nilai CBR yang jauh lebih tinggi dari tanah pada kondisi terendam. Campuran 7% kapur dan 5% renolith serta waktu pemeraman selama 3 hari menunjukan kenaikan nilai daya dukung terbesar menjadi 11,35%. Persentase kenaikan nilai CBR pada campuran 7% kapur dan 5% renolith serta diperam hingga 3 hari menunjukan kenaikan 293,64%.
Gambar 7. Potensi pengembangan tanah campuran Renolith dan Kapur
0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 C BR ( % ) Waktu Pemeraman (Hari) 5% KP; 5% RN 6% KP; 5% RN 7% KP; 5% RN 8% KP; 5% RN
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Sw e lli n g (% ) Waktu Pemeraman (%) 5% KP; 5% RN
6% KP; 5% RN
7% KP; 5% RN
8% KP; 5% RN
## 5. KESIMPULAN
Tanah asli memiliki tingkat keaktifan yang tergolong sedang karena, berdasarkan hasil perhitungan tingkat keaktifan (A) didapatkan nilai 0,91. Tingkat keaktifan tanah dipengaruhi oleh nilai PI dan persentase lolos saringan No.200. Tanah yang menunjukkan tingkat keaktifan yang tinggi biasanya terindikasi dengan nilai PI yang besar.
Hasil pengujian CBR dimana tanah terlebih dahulu dicampuran dengan renolith dan kapur menunjukkan peningkatan yang signifikan terhadap daya dukung tanah. Kemampuan kapur dan renolith terbukti dapat meningkatkan tensile strength, compression dan dapat membuat tanah menjadi impermeable. Hal ini ditunjukan pada campuran kapur sebanyak 8% dan renolith sebanyak 5% pada waktu pemeraman 3 hari dapat meningkatkan CBR unsoaked hingga 142,63% sedangkan untuk CBR soaked persentase kenaikannya sebesar 286,46% serta menurunkan potensi pengembangannya hingga 96,75%.
Semakin lama waktu pemeraman dan semakin banyak persentase penambahan kapur yang dicampur dengan renolith maka akan meningkatkan nilai daya dukung tanah dan menurunkan potensial pengembangannya.
## DAFTAR RUJUKAN
Chen, FU. (1975). Foundation On Expansive Soil, 5 th Edition. Denver, Colorado: Elseviere Scientific Publishing Company
Das, B. M. (2010). Principles of Geotechnical Engineering, 7 th Edition. Stamford: Cengange Learning
|
712f6349-0939-47f3-beac-23aa54f27375 | http://journal.stats.id/index.php/ijsa/article/download/899/377 |
## Comparison of Hierarchical Clustering, K-Means, K-Medoids, and Fuzzy C-Means Methods in Grouping Provinces in Indonesia according to the Special Index for Handling Stunting*
Perbandingan Metode Hierarchical Clustering , K-Means, K-Medoids, dan Fuzzy C-Means dalam Pengelompokan Provinsi di Indonesia Menurut Indeks Khusus Penanganan Stunting
Ghina Rofifa Suraya 1 , Arie Wahyu Wijayanto 2 ‡
1,2 Politeknik Statistika STIS, Indonesia
‡ corresponding author: ariewahyu@stis.ac.id
Copyright © 2022 Siswanto, Edy Saputra R, Nurtiti Sunusi and Nirwan Ilyas. This is an open-access article distributed under the Creative Commons Attribution License, which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited.
## Abstract
Stunting has been widely known as the highest case of malnutrition suffered by toddlers in the world and has a bad impact on children's future. In 2018, Indonesia was ranked the 31st highest stunting in the world and ranked 4th in Southeast Asia. About 30.8% (roughly 3 out of 10) of children under 5 years suffer from stunting in Indonesia. To support the government policy making in handling stunting, it is undoubtedly necessary to classify the levels of stunting handling in regions in Indonesia. In this work, the hierarchical agglomerative and non-hierarchical clustering is compared and evaluated to perform clustering on stunting data. The agglomerative hierarchical cluster uses Single Linkage, Average Linkage, Complete Linkage, and Ward Method, while the non- hierarchical cluster uses K-Means, K-Medoids (PAM) Clustering, and Fuzzy C-Means. This study uses data from 12 IKPS indicators in 34 provinces in Indonesia in 2018. Based on the results of the evaluation using the Connectivity Coefficient, Dunn Index, Silhouette Coefficient, Davies Bouldin Index, Xie & Beni Index, and Calinski-Harabasz Index, the results show that the Average Linkage is the best cluster method with the optimal number of clusters is four clusters. The first cluster is a cluster with a good level of stunting management which consists of 28 provinces. The second cluster consists of only one province, DI Yogyakarta with a very good level of stunting handling. The third cluster consists of four provinces with poor stunting handling rates. Finally, the last cluster consisting of one province, Papua, has a very poor level of stunting handling.
Keywords: Stunting, agglomerative hierarchical, K-Means, K-Medoids and Fuzzy C- Means
* Received: Jan 2021; Reviewed: Jun 2022; Published: Aug 2022
## 1. Pendahuluan
Malnutrisi merupakan suatu ancaman bagi kelangsungan hidup seseorang dan pembangunan suatu negara. Hal ini perlu menjadi perhatian penting yang harus ditangani oleh setiap negara. Jumlah kasus malnutrisi secara global masih tergolong tinggi dan Asia merupakan benua yang memiliki jumlah kasus malnutrisi tertinggi di dunia. Malnutrisi memiliki dampak yang buruk bagi kehidupan seseorang dan bahkan menjadi salah satu kontributor terbesar penyebab kematian balita yakni sebesar 45% .
Stunting merupakan salah satu kasus malnutrisi tertinggi yang dialami oleh anak di dunia. Stunting didefinisikan sebagai anak-anak yang memiliki tinggi di bawah -2 standar deviasi (pendek) dan -3 standar deviasi (sangat pendek) jika dibandingkan dengan standar baku pertumbuhan anak WHO. Pada tahun 2017, sebanyak 55% anak berusia di bawah 5 tahun (balita) mengalami stunting , 69% mengalami wasting , dan 46% balita mengalami kelebihan berat badan. Kemudian, pada tahun 2018 sekitar 150,8 juta (22,2%) balita di dunia mengalami stunting , 50,5 juta (7,5%) balita mengalami wasting , dan 38,3 juta (5,6%) balita mengalami kelebihan berat badan (WHO, 2018). Stunting memiliki dampak jangka panjang dan jangka pendek bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Menurut WHO, dampak jangka pendek stunting dapat berupa peningkatan kejadian kesakitan, kematian, tidak optimalnya perkembangan kognitif, motorik, dan verbal serta terjadinya peningkatan biaya kesehatan (Kemenkes, 2018). Sedangkan dampak jangka panjangnya dapat berupa tubuh yang lebih pendek dari orang-orang seumurnya, meningkatnya resiko obesitas, kesehatan reproduksi menurun, kurang optimalnya peforma dan kapasitas belajar saat sekolah, serta menurunnya produktivitas kerja. Selain itu, jika yang mengalami stunting adalah seorang wanita maka resiko untuk melahirkan anak dengan berat badan lahir rendah (BBLR) lebih besar (WHO, 2019). Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya kasus malnutrisi secara terus menerus pada generasi selanjutnya karena anak dengan BBLR cenderung untuk tumbuh lebih pendek saat dewasa.
Menurut Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), stunting juga berpengaruh terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Pada tahun 2017 stunting meyebabkan hilangnya PDB hingga 11%, mengurangi pendapatan seseorang hingga 20%, memperbesar terjadinya kesenjangan, dan menyebabkan terjadinya kemiskinan antar generasi (TNP2K, 2017). Kemudian, stunting juga dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di suatu wilayah yang pada akhirnya berdampak pada terhambatnya pertumbuhan ekonomi dan terjadinya kemiskinan.
Di Indonesia, pada tahun 2018 sekitar 3 dari 10 balita mengalami stunting (UNICEF, 2019). Jika dilihat berdasarkan peringkat stunting pada balita, pada tahun 2018 Indonesia menduduki peringkat ke-31 stunting tertinggi di dunia dan peringkat ke-4 se- Asia Tenggara setelah Timor Leste, India dan Nepal (WHO, 2021). Walaupun Indonesia tergolong memiliki tingkat stunting yang tinggi, sebenarnya Indonesia sudah mengalami penurunan angka stunting di tahun 2018. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) prevalensi stunting balita di Indonesia sudah mengalami penurunan dari 37,2% di tahun 2013 menjadi 30,8% di tahun 2018. Namun, angka ini masih tergolong sangat tinggi jika mengacu pada standar WHO. WHO membagi prevalensi stunting menjadi lima bagian yaitu sangat rendah (< 2,5%), rendah (2,5 sampai < 10%), sedang (10 sampai < 20%), tinggi (20 sampai < 30%), dan sangat tinggi ( ≥ 30%) (WHO, 2019).
Jumlah kasus stunting yang masih tinggi dan memiliki dampak yang buruk bagi anak serta negara, perlu menjadi perhatian khusus bagi pemerintah dan lembaga terkait agar dapat memperbaiki gizi anak secara efektif dan berkelanjutan dalam jangka waktu yang panjang.
Pemerintah telah berupaya untuk menangani kasus stunting pada balita salah satunya dengan memasukkan stunting sebagai target yang harus dicapai dalam The Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs merupakan suatu agenda pembangunan pemerintah yang disepakati oleh negara-negara di dunia dalam rangka meningkatkan kualitas hidup manusia. SDGs bertujuan untuk menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan, menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat, menjaga kualitas lingkungan hidup serta pembangunan yang menjamin keadilan dan terlaksananya tata kelola yang mampu menjaga peningkatan kualitas hidup dari satu generasi ke generasi berikutnya (Bappenas, 2020). SDGs memiliki 17 tujuan pembangunan yang terbagi menjadi 169 target yang ingin dicapai pada tahun 2030. Salah satu tujuan yang ingin dicapai yaitu tujuan kedua yang diharapkan dapat mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan nutrisi yang lebih baik serta mendukung pertanian berkelanjutan pada tahun 2030. Pada tujuan kedua ini terdapat target yaitu ingin mengakhiri kelaparan, malnutrisi dan gizi buruk pada seluruh rakyat termasuk balita. Kemudian, stunting juga menjadi target dalam The Global Nutrition sebagai target pertama yang ingin mengurangi 40% jumlah penderita stunting pada balita pada tahun 2025 (WHO, 2014). Selain itu, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 diharapkan prevalensi balita yang mengalami stunting menurun menjadi 19% pada tahun 2024 (Bappenas, 2019).
Dalam rangka mencapai target yang harus dipenuhi baik target SDGs, The Global Nutrition maupun RPJMN, maka masalah stunting ini tidak cukup jika hanya dilihat dari segi asupan gizi yang diterima oleh anak saja. Stunting merupakan suatu permasalahan kesehatan yang dipengaruhi oleh berbagai aspek. Oleh karena itu, untuk menangani kasus stunting , perlu dipertimbangkan aspek-aspek yang mungkin memengaruhi terjadinya stunting pada balita. Badan Pusat Statistik (BPS) telah melakukan penghitungan Indeks Khusus Penanganan Stunting (IKPS) guna mengetahui tingkat penanganan stunting yang telah dilakukan di Indonesia. Penghitungan indeks ini telah dilakukan BPS pada tahun 2018 yang menghitung IKPS pada tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten/kota. Dalam penghitungan IKPS ini, BPS menggunakan 6 dimensi dan 12 indikator yang diharapkan mampu menggambarkan tingkat penanganan stunting di Indonesia.
Kemudian, agar dapat menentukan tingkatan prioritas dalam penanganan stunting di Indonesia, maka perlu dilakukan pengelompokan terhadap provinsi-provinsi di Indonesia. Pengelompokan ini dilakukan berdasarkan kemiripan karakteristik wilayahnya. Terdapat beberapa penelitian serupa terkait pengelompokan wilayah berdasarkan indikator tertentu. Thamrin dan Wijayanto (2021) melakukan penelitian untuk menentukan metode clustering terbaik dalam mengelompokkan kabupaten/kota di Pulau Jawa menggunakan metode hard clustering dan soft clustering berdasarkan tingkat kesejahteraan. Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa metode terbaik dalam pengelompokan kabupaten/kota di Pulau Jawa berdasarkan tingkat kesejahteraan yaitu menggunakan Agglomerative Ward Linkage dengan tiga cluster . Selanjutnya, Luthfi dan Wijayanto (2021) juga melakukan penelitian yang serupa.
Penelitian tersebut mengelompokkan kabupaten/kota di Indonesia menggunakan metode Hierarchical, K-Means, dan K-Medoids Clustering berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode terbaik dalam pengelompokan kabupaten/kota berdasarkan IPM yaitu menggunakan K- Medoids dengan lima cluster .
Penelitian kali ini melakukan pengelompokan pada 34 provinsi di Indonesia menggunakan metode Hierarchical Clustering, K-Means, K-Medoids, dan Fuzzy C- Means berdasarkan indikator IKPS. Kemudian, dari beberapa metode tersebut dipilih metode clustering terbaik dalam mengelompokkan provinsi di Indonesia berdasarkan indikator IKPS. Dengan proses clustering ini diharapkan pemerintah dapat menentukan prioritas dan mengambil kebijakan yang tepat mengenai provinsi mana yang perlu ditindak lanjuti terlebih dahulu.
## 2. Metodologi
## 2.1 Bahan dan Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari publikasi dan tabel dinamis BPS, publikasi Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), serta Kementerian Pertanian pada tahun 2018. Terdapat 34 provinsi di Indonesia yang dianalisis dalam penelitian ini menggunakan 12 indikator IKPS yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1: Indikator IKPS dan sumbernya Dimensi Indikator Keterangan Sumber Data Kesehatan Imunisasi Persentase Anak Usia 12-23 bulan yang menerima imunisasi lengkap Tahun 2018 Profil Kesehatan Ibu dan Anak (2020) Penolong Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Persentase Perempuan Pernah Kawin Berusia 15-49 Tahun Yang Proses Kelahiran Terakhirnya Ditolong Oleh Tenaga Kesehatan Terlatih Tabel Dinamis BPS Keluarga Berencana (KB) Modern Persentase Pasangan Usia Subur (PUS) Umur 15-49 Tahun yang Sedang Menggunakan Alat KB Modern untuk Menunda atau Mencegah Kehamilan Profil Kesehatan Ibu dan Anak (2020) Gizi ASI Eksklusif Persentase Bayi Usia Kurang Dari 6 Bulan Yang Mendapatkan Asi Eksklusif Tabel Dinamis BPS Makanan Pendamping (MP) ASI Persentase Penduduk Umur 0-23 Bulan (Baduta) yang Mendapatkan Makanan/Cairan Tambahan dalam 24 Jam Terakhir Statistik Kesejateraan Rakyat (2018) (2019) Perumahan Air Minum Persentase Rumah Tangga Tabel dinamis
Layak menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sumber Air Minum Layak BPS Sanitasi Layak Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Sanitasi Layak Tabel dinamis BPS Pangan Mengalami Kerawanan Pangan Prevelensi penduduk yang mengalami kerawanan pangan Statistik Ketahanan Pangan (2020) Ketidakcukupan Konsumsi Pangan Prevalensi penduduk yang tidak mengalami kecukupan konsumsi pangan ( Prevalence of Undernourishment (PoU)) Statistik Ketahanan Pangan (2020) Pendidikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Angka partisipasi Anak Usia 3-6 Tahun yang Sedang Mengikuti PAUD Profil Anak Indonesia (2019) Perlindungan Sosial Pemanfaatan Jaminan Kesehatan Persentase Penduduk yang Memiliki Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)/Jamkesda dan Pernah Memanfaatkannya untuk Pemeriksaan Kesehatan dalam Setahun Terakhir Profil Kesehatan Ibu dan Anak (2020) Penerima KPS/KKS Persentase Rumah Tangga yang Menerima Kartu Perlindungan Sosial (KPS)/Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) Statistik Kesejateraan Rakyat (2018)
## 2.2 Metode Penelitian
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Principal Component Analysis (PCA) dan analisis cluster dengan metode Hierarchical dan Non-Hierarchical Clustering . Metode hierarchical clustering yang digunakan yaitu metode Single Linkage, Average Linkage, Complete Linkage dan metode Ward. Sementara itu, metode non- hierarchical clustering yang digunakan yaitu K-Means, K-Medoids (PAM) dan Fuzzy C- Means. Analisis dalam penelitian ini juga digunakan untuk melihat metode clustering terbaik dengan membandingkan tingkat akurasi dari setiap metode dalam mengelompokkan provinsi-provinsi di Indonesia berdasarkan indikator IKPS.
## a. Principal Component Analysis (PCA)
Sebelum melakukan analisis cluster , perlu dilakukan pemeriksaan terhadap asumsi multikolinearitas pada setiap indikator atau variabel dalam data. Pengecekan multikolinearitas dapat dilakukan dengan melihat nilai korelasi pada setiap variabel. Jika terdapat multikolinearitas dalam data maka perlu diatasi. PCA merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengatasi terjadinya multikolinearitas. PCA adalah teknik interdependensi yang tidak membedakan antara variabel dependen atau independen (Pramana, Yuniarto, Mariyah, Santoso, & Nooraeni, 2018). PCA berkaitan dengan menjelaskan struktur varians-kovarians dari satu set variabel melalui beberapa kombinasi linear dari variabel (Johnson & Wichern, 2007). Metode PCA ini bertujuan
untuk mengatasi masalah dimensi data yang kompleks dan adanya multikolinearitas dalam data dengan cara mereduksi dimensi data yang kompleks menjadi lebih sederhana. Proses pereduksian ini dilakukan dengan membentuk komponen baru dengan mempertahankan total variasi variabel asal sehingga meminimalkan kehilangan informasi awal. Hubungan antar komponen baru yang terbentuk saling bebas dan setiap komponen tersebut dapat menggantikan atau memiliki informasi mengenai variabel- variabel dalam data.
Penentuan jumlah komponen utama yang terbentuk dapat didasarkan pada beberapa ketentuan yaitu (Pramana, Yuniarto, Mariyah, Santoso, & Nooraeni, 2018):
1) Scree plot; banyaknya komponen utama yang digunakan yaitu ketika garis kurva scree plot mulai melandai.
2) Kumulatif proporsi varians total; batasan minimal kumulatif proporsi varians dianggap cukup menjelaskan total keragaman varibel asal yaitu sebesar 80%.
3) Eigenvalue; jika nilai eigenvalue > 1 maka komponen tersebut akan dipilih sebagai komponen utama.
b. Analisis Cluster
Analisis cluster merupakan salah satu contoh penerapan dari unsupervised learning yang tidak bergantung pada kelas yang telah ditentukan. Oleh karena itu, pengelompokan data pada analisis cluster merupakan suatu bentuk proses belajar berdasarkan data observasi. Cluster merupakan objek-objek dari suatu data yang memiliki kemiripan satu sama lain pada cluster yang sama dan tidak mirip dengan objek yang berada pada cluster lainnya (Han & Kamber, 2006). Proses mengelompokkan objek-objek yang memiliki karakteristik yang serupa ini ke dalam kelas yang sama disebut dengan clustering . Proses cluster disebut juga dengan proses segmentasi data karena mempartisi sekumpulan data yang besar ke dalam kelompok-kelompok data lebih kecil yang memiliki kemiripan karakteristik. Cluster memiliki prinsip bahwa objek- objek yang terdapat dalam satu kelas memiliki kemiripan karakteristik yang tinggi (homogen) dan antar kelas memiliki karakteristik yang berbeda (heterogen). Untuk mengukur kedekatan/kemiripan antara satu objek dengan objek yang lainnya, dilakukan perhitungan kemiripan (similarity) menggunakan “Jarak Euclidean” dengan rumus sebagai berikut (Han & Kamber, 2006):
𝑑(𝑖, 𝑗) = √(𝑥 𝑖1 − 𝑥 𝑗1 ) 2 + (𝑥 𝑖2 − 𝑥 𝑗2 ) 2 + ⋯ + (𝑥 𝑖𝑛 − 𝑥 𝑗𝑛 ) 2 ( 1 )
dimana 𝑑(𝑖, 𝑗) adalah jarak antara objek i dengan objek j, 𝑥 𝑖𝑛 adalah data dari subjek ke- i pada variabel ke-n, dan 𝑥 𝑗𝑛 adalah data dari subjek ke-j pada variabel ke-n. Terdapat dua metode dalam analisis cluster yaitu metode hierarchical dan non- hierarchical clustering. Metode hierarchical clustering dirancang untuk mengubah bentuk data menjadi bentuk yang lebih sederhana (dekomposisi) dari kumpulan data yang ada (Han & Kamber, 2006). Metode hierarchical clustering terbagi menjadi agglomerative dan divisive hierarchical. Agglomerative hierarchical menggunakan penedekatan bottom-up, yang awalnya menganggap setiap objek memiliki cluster tersendiri. Kemudian dilakukan penggabungan objek secara bertahap, mulai dari objek- objek yang paling mirip hingga semua kelompok tergabung menjadi satu cluster atau hingga proses penggabungan tidak bisa dilakukan lagi. Sementara itu, divisive hierarchical menggunakan penedekatan top-up, yang pada awalnya semua objek akan
berada dalam satu cluster yang sama. Lalu, pada setiap tahapannya cluster-cluster tersebut dipecah menjadi cluster yang lebih kecil hingga setiap objek berada dalam cluster- nya sendiri.
Metode non-hierarchical clustering dirancang untuk mengelompokkan i ke dalam sejumlah K cluster (Johnson & Wichern, 2007). Penentuan jumlah K cluster dapat ditentukan sebelumnya atau berdasarkan prosedur clustering. Metode ini diawali dengan mempartisi sekumpulan objek ke dalam kelompok atau ketika sekumpulan titik membentuk inti cluster . Pada penelitian ini, metode hierarchical clustering yang digunakan yaitu agglomerative hierarchical, di antaranya single lingkage, average linkage, complete linkage dan metode ward . Sementara itu, pada non-hierarchical clustering analisis dilakukan dengan menggunakan k-means, adaptive k-means dan fuzzy c-means.
## Metode Agglomerative Hierarchical
Single Linkage
Metode ini menggunakan jarak terdekat antara sebuah objek dari suatu cluster dengan sebuah objek dari cluster lainnya (Johnson & Wichern, 2007). Objek- objek dengan jarak terdekat dikelompokkan menjadi satu cluster . 𝑑 (𝑈𝑉)𝑊 = min{𝑑 𝑈𝑊 , 𝑑 𝑉𝑊 } ( 2 )
dimana 𝑑 (𝑈𝑉)𝑊 adalah jarak cluster (UV) dengan cluster W; 𝑑 𝑈𝑊 adalah jarak tetangga terdekat antara U dan W; dan 𝑑 𝑉𝑊 adalah jarak tetangga terdekat antara V dan W.
## Complete Linkage
Metode ini menggunakan jarak terjauh antara sebuah objek dari suatu cluster dengan sebuah objek dari cluster lainnya (Johnson & Wichern, 2007). Objek- objek dengan jarak terjauh dikelompokkan menjadi satu cluster . 𝑑 (𝑈𝑉)𝑊 = max{𝑑 𝑈𝑊 , 𝑑 𝑉𝑊 } ( 3 )
dimana 𝑑 (𝑈𝑉)𝑊 adalah jarak cluster (UV) dengan cluster W; 𝑑 𝑈𝑊 adalah jarak tetangga terjauh antara U dan W; dan 𝑑 𝑉𝑊 adalah jarak tetangga terjauh antara V dan W.
## Average Linkage
Metode ini menggunakan jarak rata-rata antara objek-objek dari suatu cluster dengan objek-objek dari cluster lainnya (Johnson & Wichern, 2007). Pengelompokan objek-objek ini didasarkan pada pasangan objek yang memiliki jarak terdekat dengan jarak rata-rata.
𝑑 (𝑈𝑉)𝑊 = ∑ ∑ 𝑑 𝑖𝑘 𝑘 𝑖 𝑁 𝑈𝑉 𝑁 𝑊 ( 4 )
dimana 𝑑 (𝑈𝑉)𝑊 adalah jarak cluster (UV) dengan cluster W; 𝑑 𝑖𝑘 adalah jarak antara objek i pada cluster (UV) dan objek k pada cluster W; 𝑁 𝑈𝑉 adalah jumlah objek pada cluster (UV); dan 𝑁 𝑊 adalah jumlah objek pada cluster W.
## Ward
Pada metode ini jarak antara dua cluster dihitung menggunakan jumlah kuadrat pada setiap variabelnya (Johnson & Wichern, 2007). Metode ini
mempertimbangkan keragaman dari cluster dengan meminimumkan nilai Sum of Squared Error (SSE) , dimana dua cluster yang memiliki peningkatan nilai SSE terkecil akan digabungkan.
SSE = ∑(𝒙 𝒋 − 𝒙 ̅) ′ (𝒙 𝒋 − 𝒙 ̅) 𝑁 𝑗=1 ( 5 )
dimana 𝒙 𝒋 adalah data dari objek ke-j dan 𝒙 ̅ adalah rata-rata dari semua objek dalam cluster.
Metode Non-Hierarchical K-Means Clustering K-means clustering merupakan metode yang digunakan untuk mengelompokkan objek ke dalam K cluster (Pramana, Yuniarto, Mariyah, Santoso, & Nooraeni, 2018). Setiap objek akan dikelompokkan pada suatu cluster berdasarkan titik pusat (centroid) cluster yang terdekat dengan objek tersebut. Setiap cluster yang terbentuk akan diwakili oleh nilai rata-rata dari objek yang terdapat di dalam cluster (Han & Kamber, 2006). Tahapan pembentukan cluster menggunakan k-means clustering adalah sebagai berikut (Han & Kamber, 2006):
1. Menginisiasi atau menentukan jumlah k cluster awal yang diinginkan.
2. Setiap objek akan dimasukkan ke dalam cluster tertentu berdasarkan rataan terdekat. Penghitungan jarak biasanya menggunakan jarak Euclidean.
3. Lakukan perhitungan rataan kembali untuk cluster yang mendapatkan objek baru dan cluster yang kehilangan objek.
4. Ulangi langkah kedua sampai tidak ada lagi objek antar cluster yang berpindah.
K-means clustering merupakan algoritma yang sensitif terhadap outlier atau atau jarak data yang terlalu timpang dan noise . Ini disebabkan terdapat jarak observasi yang terlalu jauh dari sekumpulan data yang dapat merubah rata-rata dari cluster . Hal ini dapat memengaruhi hasil clustering yang dapat menyebabkan pengelompokan yang tidak tepat.
## K-Medoids Clustering
K-Medoids merupakan pengembangan dari metode k-means clustering . Jika k-means merupakan algoritma yang sensitif terhadap outlier atau jarak data yang terlalu timpang dan noise maka metode k-medoids dapat mengatasi hal tersebut. Hal ini dikarenakan k-medoids menggunakan nilai median dari data yang tidak terpengaruh walaupun jika ada outlier dan noise dalam data sehingga metode ini lebih robust dibandingkan k-means (Han & Kamber, 2006). Setiap cluster yang terbentuk akan diwakili oleh salah satu objek yang terletak di dekat pusat cluster . Pada metode ini, partisi dilakukan dengan prinsip meminimalkan jumlah ketidaksamaan antara setiap objek p dan objek 𝑐 𝑖 perwakilan yang sesuai. Tahapan pembentukan cluster menggunakan k-medoids clustering adalah sebagai berikut (Han & Kamber, 2006):
1. Menginisiasi atau menentukan jumlah k cluster awal yang diinginkan.
2. Bagi setiap objek ke dalam cluster berdasarkan objek representatif yang memiliki jarak terdekat.
3. Memilih secara acak objek baru yang berfungsi sebagai medoid.
4. Gunakan set medoids baru untuk menghitung ulang biaya.
5. Jika biaya < 0 ganti medoid ke-j dengan memilih secara medoid acak dari dataset.
6. Ulangi langkah kedua hingga kelima sampai tidak ada perubahan dalam medoid (tidak ada objek yang berpindah).
## Fuzzy C-Means (FCM)
Menurut J. C. Bezdek (1981) algoritma fuzzy c-means clustering merupakan ekuivalen fuzzy dari algoritma hard clustering (Xie & Beni, 1991) . Algoritma ini berguna untuk meminimalkan fungsi tujuan sehubungan dengan fuzzy membership 𝜇 𝑖𝑗 dan cluster centroid 𝑉 𝑖 . Eksponen m dalam fuzzy c-means mewakili parameter fuzziness yang bertujuan untuk mengontrol bobot dalam fungsi jarak 𝑑(𝑋 𝑗 , 𝑉 𝑖 ) dan mendefinisikan seberapa janggal atau tidak jelasnya hasil yang diperoleh. Ketika jumlah m = 1 berarti hasil yang diperoleh jelas, namun ketika m mendekati tak hingga maka terdapat ketidakjelasan yang sempurna. Tidak ada bukti teoritis dan matematis dalam pemilihan jumlah m terbaik, namun secara umum biasanya menggunakan nilai antara 1 dan 3 untuk mendapatkan hasil yang lebih tepat (Grekousis & Thomas, 2012). Sementara itu, untuk klasifikasi kebanyakan peneliti menggunakan nilai m antara 1,5 sampai 3 untuk mendapatkan hasil yang bagus.
𝐽 𝑚 = ∑ ∑ 𝜇 𝑖𝑗 𝑚 𝑑(𝑋 𝑗 , 𝑉 𝑖 ) 2 𝑛 𝑗=1 𝑐 𝑖=1
( 6 )
dimana 𝜇 𝑖𝑗 adalah nilai keanggotaan objek ke-j cluster ke-i; 𝑑(𝑋 𝑗 , 𝑉 𝑖 ) adalah jarak titik objek ke-j dengan cluster centroid ke-i; 𝑉 𝑖 adalah cluster centroid ke-i ; 𝑋 𝑗 adalah objek ke-j; n adalah jumlah data; dan m adalah parameter fuzziness atau parameter ukuran kesamaran hasil clustering (m > 1).
Adapun tahapan algoritma FCM adalah sebagai berikut: a. Menginisialisasi membership 𝜇 𝑖𝑗 dari objek 𝑋 𝑗 pada cluster ke-i. ∑ 𝜇 𝑖𝑗 𝑐 𝑖=1 = 1 ( 7 )
b. Menghitung fuzzy centroid ( V i ).
𝑉 𝑖 = ∑ (𝜇 𝑖𝑗 ) 𝑚 𝑋 𝑗 𝑛 𝑗=1 ∑ (𝜇 𝑖𝑗 ) 𝑚 𝑛 𝑗=1 ( 8 )
c. Melakukan updating fuzzy membership.
𝜇 𝑖𝑗 = ( 1 𝑑 2 (𝑋 𝑗 , 𝑉 𝑖 ) ) 1 𝑚−1 ∑ ( 1 𝑑 2 (𝑋 𝑗 , 𝑉 𝑖 ) ) 1 𝑚−1 𝑐 𝑖=1 ( 9 )
d. Ulangi tahap 2 dan 3 sampai tidak ada nilai 𝐽 𝑚 yang menurun.
Validasi Cluster .
## a. Cophenetic Correlation Coefficient
Koefisen korelasi cophenetic adalah korelasi antara elemen asli matriks dissimilarity dan elemen-elemen dari matriks yang dihasilkan dendogram (Silva & Dias, 2013). Koefisien korelasi cophenetic dapat dihitung menggunakan rumus berikut:
𝑟 𝑐𝑜𝑝ℎ = ∑ ∑ (𝑐 𝑖𝑗 − 𝑐̅ ) (𝑑 𝑖𝑗 − 𝑑̅ ) 𝑛 𝑗>𝑖 𝑛_−1 𝑖=1
(∑ ∑ (𝑐 𝑖𝑗 − 𝑐̅ ) 2 𝑛 𝑗>𝑖 𝑛−1 𝑖=1 ) 1 2 (∑ ∑ (𝑑 𝑖𝑗 − 𝑑̅ ) 2 𝑛 𝑗>𝑖 𝑛−1 𝑖=1 ) 1 2 ( 10 )
dengan
𝑐̅ = 2 𝑛(𝑛 − 1) ∑ ∑ 𝑐 𝑖𝑗 𝑛 𝑗>𝑖 𝑛−1 𝑖=1
( 11 )
𝑑̅ = 2 𝑛(𝑛 − 1) ∑ ∑ 𝑑 𝑖𝑗 𝑛 𝑗>𝑖 𝑛−1 𝑖=1
( 12 )
dimana 𝑟 𝑐𝑜𝑝ℎ adalah koefisien korelasi cophenetic; 𝑛 adalah jumlah observasi; 𝑑 𝑖𝑗 adalah jarak (jarak Euclidean) antara objek i dan j; 𝑑 ̅ adalah rata-rata jarak (jarak Euclidean) objek; 𝑐 𝑖𝑗 adalah jarak cophenetic antara objek i dan j; dan 𝑐̅ adalah rata-rata jarak cophenetic objek.
b. Agglomerative Coefficient
Koefisien agglomerative menggambarkan kekuatan struktur pengelompokan yang bernilai antara 0 sampai 1 (Kaufman & Rousseeuw, 1990). Semakin mendekati 1 struktur pengelompokan yang diperoleh semakin jelas. Namun, ketika jumlah data (n) meningkat koefisien agglomerative cenderung menjadi lebih besar, sehingga metode ini tidak baik digunakan untuk membandingkan kumpulan data dengan ukuran yang sangat berbeda. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien agglomerative yaitu (Kaufman & Rousseeuw, 1990):
AC = 1 n ∑ 𝑙(𝑖) 𝑛 𝑖=1 ( 13 )
dimana AC adalah koefisien agglomerative; n adalah jumlah data atau observasi; dan 𝑙(𝑖) adalah panjang garis label untuk setiap observasi.
c. Connectivity Coefficient
Nilai koefisien connectivity berada pada rentang nol (0) sampai tak hingga ( ∞) (Brock, Pihur, Datta, & Datta, 2008). Semakin rendah nilai koefisien connectivity maka cluster yang terbentuk semakin baik. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien connectivity yaitu:
𝐶𝑜𝑛𝑛 (𝐶) = ∑ ∑ 𝑥 𝑖,𝑛𝑛 𝑖(𝑗) 𝐿 𝑗=1 𝑁 𝑖=1 ( 14 )
dimana 𝐶𝑜𝑛𝑛 (𝐶) adalah koefisien agglomerative ; 𝑥 𝑖,𝑛𝑛 𝑖(𝑗) adalah nol jika i dan j berada dalam cluster yang sama dan 1/j jika sebaliknya; 𝑛𝑛 𝑖(𝑗) adalah tetangga terdekat objek ke-j dari objek ke-i; N adalah jumlah data atau observasi; dan L adalah parameter yang menentukan jumlah tetangga terdekat untuk digunakan.
## d. Silhouette Coefficient
Koefisien silhouette berguna untuk mengukur tingkat kepercayaan dalam proses pengelompokan (cluster) suatu observasi (Brock, Pihur, Datta, & Datta, 2008). Nilai koefisien silhouette berada pada rentang antara -1 sampai 1. Cluster dengan nilai koefisien silhouette mendekati 1 dikategorikan baik dan jika mendekati -1 suatu cluster akan dikategorikan buruk (tidak baik). Rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien silhouette yaitu (Brock, Pihur, Datta, & Datta, 2008):
𝑆(𝑖) = 𝑏 𝑖 − 𝑎 𝑖 max(𝑏 𝑖 , 𝑎 𝑖 ) ( 15 )
𝑎 𝑖 = 1 𝑛(𝐶(𝑖)) ∑ 𝑑𝑖𝑠𝑡(𝑖, 𝑗) 𝑗∈𝐶(𝑖) ( 16 )
𝑏 𝑖 = min 𝐶 𝑘 ∈𝐶 𝐶(𝑖) ∑ 𝑑𝑖𝑠𝑡(𝑖, 𝑗) 𝑛(𝐶 𝑘 ) 𝑗 ∈ 𝐶 𝑘 ( 17 )
dimana 𝑎 𝑖 adalah jarak rata-rata antara objek i dengan semua objek dalam cluster yang sama; 𝑏 𝑖 adalah jarak rata-rata antara objek i dengan objek pada cluster tetangga terdekat; C(i) adalah cluster dengan observasi ke-i; dist(i,j) adalah jarak dissimilarity (Euclidean, Manhattan, dsb) antara objek i dan j; dan n(C) adalah kardinalitas cluster C.
## e. Dunn Index
Indeks dunn merupakan rasio jarak terkecil antara observasi yang pada cluster yang berbeda dengan jarak intra cluster terbesar (Brock, Pihur, Datta, & Datta, 2008). Indeks dunn berada pada rentang antara 0 sampai tak hingga ( ∞) . Semakin besar nilai indeks dunn pada suatu cluster , semakin baik hasil clustering- nya. Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks dunn yaitu (Brock, Pihur, Datta, & Datta, 2008):
D(C) = min 𝐶 𝑘 ,𝐶 𝑙 ∈ 𝐶,𝐶 𝑘 ≠𝐶 𝑙 ( min 𝑖 ∈ 𝐶 𝑘 ,𝑗∈𝐶 𝑙 𝑑𝑖𝑠𝑡(𝑖, 𝑗)) max 𝐶 𝑚 ∈ 𝐶 (𝑑𝑖𝑎𝑚(𝐶 𝑚 )) ( 18 )
dimana D(C) adalah indeks dunn; dan diam(C m ) adalah jarak maksimum antar observasi dalam cluster C m .
## f. Davies Bouldin Index
Indeks davies bouldin adalah suatu ukuran yang menunjukkan kesamaan cluster yang kerapatan datanya merupakan fungsi penurunan jarak dari karakteristik vektor cluster (Davies & Bouldin, 1979). Semakin kecil nilai indeks davies bouldin pada suatu cluster , semakin baik hasil clustering- nya. Dengan meminimalkan
indeks ini terdapat perbedaan yang jelas antara satu cluster dengan cluster lainnya sehingga dapat mencapai partisi terbaik. Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks davies bouldin yaitu:
DB = 1 𝑘 ∑ 𝑅 𝑝 𝑘 𝑝=1 ( 19 )
dimana DB adalah indeks davies bouldin ; dan R p adalah ukuran kesamaan cluster (maksimum).
g. Calinski-Harabasz Index
Indeks calinski-harabasz merupakan rasio antara nilai Sum of Square between cluster (SSB) dan nilai Sum of Square within-cluster (SSW) yang dikalikan dengan faktor normalisasi (Baarsch & Celebi, 2012). Faktor normaliasi ini akan mengurangi nilai indeks ketika jumlah cluster (k) bertambah. Semakin besar nilai indeks calinski-harabasz pada suatu cluster , semakin baik hasil clustering- nya. Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks calinski- harabasz yaitu (Baarsch & Celebi, 2012):
𝐶𝐻 = 𝑡𝑟𝑎𝑐𝑒(𝑆𝑆𝐵) 𝑡𝑟𝑎𝑐𝑒(𝑆𝑆𝑊) × 𝑁 − 𝑘 𝑘 − 1 ( 20 )
dimana CH adalah indeks calinski-harabasz ; N adalah jumlah observasi; dan K adalah jumlah cluster.
## h. Xie and Beni Index
Indeks xie and beni mengukur rasio total varians within cluster dan separation pada cluster (Xie & Beni, 1991). Indeks xie and beni juga didefinisikan sebagai hasil bagi antara kesalahan kuadrat rata-rata dan jarak kuadrat minimal antara titik-titik dalam cluster (Desgraupes, 2017). Semakin kecil nilai indeks xie and beni semakin baik hasil clustering- nya. Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks xie and beni yaitu (Xie & Beni, 1991):
XB = ∑ ∑ 𝜇 𝑖𝑘 𝐶 ||𝑥 𝑘 − 𝑢 𝑖 || 2 𝑁 𝑘=1 𝑚 𝑖=1
𝑁 min 𝑖,𝑘 ||𝑥 𝑘 − 𝑢 𝑖 || 2 ( 21 )
## 3. Hasil dan Pembahasan
## 3.1 Pengecekan Asumsi
Pada analisis cluster terdapat asumsi yang harus dipenuhi terlebih dahulu yaitu asumsi non-multikolinearitas. Berdasarkan pengujian korelasi pada setiap indikator diketahui bahwa terdapat indikator yang memiliki nilai korelasi lebih dari 0,85 yaitu ketidakcukupan konsumsi pangan (PoU) dengan indikator penolong kesehatan ditolong tenaga kesehatan (0,86) dan antara indikator PoU dengan kerawanan pangan (0,87). Hal ini menunujukkan bahwa terdapat multikolinearitas pada data, sehingga hal ini perlu untuk ditangani agar analisis cluster dapat dilakukan.
Selanjutnya akan dilakukan analisis menggunakan PCA. Tahapan pertama yaitu pembentukan komponen utama PCA yang terdiri dari kombinasi linear variabel dalam data. Penentuan jumlah komponen utama didasarkan pada eigenvalue, nilai proporsi
kumulatif varians dan scree plot . Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa terdapat empat komponen yang memiliki nilai eigen > 1.
Tabel 2: Hasil analisis komponen PCA Komponen Utama Eigen Value % Variance % Cumulative Variance Komponen 1 4,37 36,39 36,39 Komponen 2 1,97 16,44 52.84 Komponen 3 1,77 14,72 67.56 Komponen 4 1,36 11,34 78,89 Komponen 5 0,84 6,99 85,89 Komponen 6 0,52 4.31 90,19 Komponen 7 0,36 3.02 93,21 Komponen 8 0.28 2.34 95,56 Komponen 9 0.20 1.71 97,26 Komponen 10 0.17 1.43 98,69 Komponen 11 0.09 0.78 99,47 Komponen 12 0.06 0.53 100
Gambar 1: Scree plot komponen PCA
Namun, jika dilihat dari nilai proporsi kumulatif varians keempat komponen tersebut nilainya belum mencapai 80%, yaitu sebesar 78,89%, sehingga perlu ditambahkan satu atau beberapa komponen lagi. Berdasarkan tabel terlihat bahwa komponen utama sudah mencapai nilai proporsi kumulatif varians 80% yaitu saat menggunakan lima komponen utama yaitu sebesar 85,89%. Hal ini berarti bahwa keragaman data dapat dijelaskan sebesar 85,89% sehingga cukup untuk menggambarkan struktur data. Kemudian, jika dilihat menggunakan scree plot, posisi titik kurva sudah mulai melandai saat lima komponen utama. Dengan demikian, pada penelitian ini digunakan lima kompoen utama untuk analisis selanjutnya.
## 3.2 Agglomerative Hierarchical
Selanjutnya dilakukan analisis hierarchical clustering menggunakan metode single linkage, average linkage, complete linkage dan metode ward. Penentuan jumlah cluster optimal dilakukan menggunakan metode elbow, silhouette dan package Nbclust. Berdasarkan plot dari metode silhouette terlihat bahwa jumlah cluster optimal yang terbentuk yaitu sebanyak dua cluster . Kemudian, pada metode elbow jumlah cluster optimal yang terbentuk yaitu sebanyak empat cluster yang dilihat berdasarkan pada patahan gradient terbesarnya.
Gambar 2: Plot penentuan jumlah cluster optimal metode hierarchical clustering
Berdasarkan package Nbclust jumlah cluster optimal yang terbentuk untuk setiap metode yaitu dua cluster dengan rekomendasi terbanyak dan empat cluster dengan rekomendasi kedua terbanyak. Namun, jika menggunakan dua cluster sebaran data pada setiap cluster terlalu timpang. Oleh karena itu, pada metode hierarchical jumlah cluster optimal yang dipilih untuk analisis selanjutnya yaitu menggunakan empat cluster .
Tabel 3: Penentuan jumlah cluster optimal menggunakan package Nbclust Jumlah Cluster Jumlah Rekomendasi Menggunakan Nbclust Single Complete Average Ward K-Means K-Medoids 2 10 7 10 11 10 14 3 4 7 2 7 11 8 4 2 7 9 4 - 1 5 7 2 3 2 3 1
Setelah mendapatkan jumlah cluster optimal sebanyak empat cluster , dilakukan uji validasi pada setiap metode untuk menentukan cluster terbaik dari metode hierarchical clustering . Uji validasi yang digunakan yaitu cophenetic correlation coefficient, agglomerative coefficient (AC) , connectivity coefficient (CC) , dunn index (DI) , dan silhouette coefficient (SC) .
Tabel 4: Uji validasi metode hierarchical clustering Metode Cophenetic AC CC DI SC Single 0,80 0,63 8,99 0,37 0,20 Complete 0,66 0,81 30,10 0,19 0,15 Average 0,83 0,73 15,41 0,39 0,24 Ward 0,65 0,85 29,43 0,21 0,21
Berdasarkan Tabel 4, diketahui bahwa metode average linkage memiliki nilai koefisien korelasi cophenetic, dunn index dan koefisien silhouette terbaik dibandingkan metode lainnya. Oleh karena itu, metode average linkage merupakan hierarchical clustering terbaik dan digunakan untuk analisis selanjutnya. Berikut visualisasi cluster menggunakan metode average linkage dengan empat cluster yang disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3: Visualisasi average linkage dengan empat cluster
## 3.3 K-Means Clustering
Pada metode k-means clustering setiap objek dikelompokkan berdasarkan titik pusat (centroid) cluster yang terdekat dengan objek tersebut. Tahapan pertama yang dilakukan yaitu penentuan jumlah cluster optimum menggunakan metode elbow, silhouette dan package Nbclust.
Gambar 4: Plot penentuan jumlah cluster optimal metode k-means
Berdasarkan plot dari metode silhouette terlihat bahwa jumlah cluster optimal yang terbentuk yaitu sebanyak dua cluster , sedangkan pada metode elbow jumlah cluster optimal yang terbentuk yaitu sebanyak tiga cluster . Berdasarkan Nbclust jumlah cluster optimal yang terbentuk yaitu tiga cluster dengan rekomendasi terbanyak dan dua cluster dengan rekomendasi kedua terbanyak.
Gambar 5: Visualisasi k-means dengan dua cluster dan tiga cluster
Namun, ketika diplot hasil pengelompokan dengan tiga cluster terdapat provinsi yang saling tumpang tindih antar cluster- nya. Sementara itu, jika diplot menggunakan dua cluster hasil pengelompokannya jauh lebih baik dan tidak terdapat provinsi yang tumpang tindih. Dengan demikian, jumlah cluster optimal yang dipilih untuk analisis selanjutnya menggunakan metode k-means yaitu dua cluster .
## 3.4 K-Medoids Clustering (PAM)
Pada k-medoids clustering setiap cluster yang terbentuk diwakili oleh salah satu objek yang terletak di dekat pusat cluster. Sama seperti metode sebelumnya, tahapan pertama yang dilakukan yaitu penentuan jumlah cluster optimum menggunakan metode elbow, silhouette dan package Nbclust. Berdasarkan plot dari metode silhouette dan elbow terlihat bahwa jumlah cluster optimal yang terbentuk yaitu sebanyak dua cluster .
Gambar 6: Plot penentuan jumlah cluster optimal metode k-medoids
Berdasarkan Nbclust jumlah cluster optimal yang terbentuk untuk setiap metode yaitu dua cluster dengan rekomendasi terbanyak dan tiga cluster dengan rekomendasi kedua terbanyak. Oleh karena itu, jumlah cluster optimal yang dipilih untuk analisis selanjutnya dengan metode k-medoids yaitu dua cluster .
## 3.5 Fuzzy C-Means (FCM)
Penentuan jumlah cluster optimal pada metode FCM dilakukan menggunakan metode elbow, silhouette dan ukuran evaluasi. Ukuran evaluasi yang digunakan di antaranya yaitu davies bouldin index (DBI), silhouette index (SI), calinski-harabasz index (CHI), xie and beni index (XBI), dan dunn index (DI). Berdasarkan plot dari metode silhouette dan elbow terlihat bahwa jumlah cluster optimal yang terbentuk yaitu sebanyak dua cluster .
Gambar 7. Plot penentuan jumlah cluster optimal metode FCM
Jika menggunakan ukuran evaluasi seperti yang disajikan pada Tabel 5 diketahui bahwa jumlah cluster optimal yang terbentuk pada metode FCM yaitu sebanyak tiga cluster . Ditinjau kembali pada metode Silhouette diketahui bahwa jumlah cluster tertinggi kedua yaitu saat tiga cluster . Oleh karena itu, jumlah cluster optimal yang dipilih untuk analisis selanjutnya dengan metode FCM yaitu sebanyak tiga cluster .
Tabel 5: Uji validasi metode FCM
Metode Jumlah Cluster (k) 2 3 4 5 DBI 1,69 1,39 1,30 1,39 SI 0,17 0,20 0,18 0,14 CHI 9,90 12,11 11,37 9,60 XBI 4,49 1,54 3,15 2,90 DI 0,16 0,30 0,19 0,21
## 3.6 Evaluasi Metode Terbaik
Setelah melakukan analisis pada setiap metode cluster , selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap semua metode hierarchical dan non-hierarchical clustering . Hal ini bertujuan untuk menentukan metode cluster terbaik dalam mengelompokkan kasus penanganan stunting pada provinsi-provinsi di Indonesia. Ukuran evaluasi yang digunakan yaitu connectivity coefficient (CC) , dunn index (DI) , silhouette coefficient (SC), davies bouldin index (DBI), silhouette index (SI), calinski-harabasz index (CHI), dan xie and beni index (XBI) yang dapat dilihat pada Tabel 6.
Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa metode terbaik dalam mengelompokkan tingkat penanganan stunting pada provinsi-provinsi di Indonesia pada tahun 2018 yaitu menggunakan average linkage dengan empat cluster .
## Tabel 6: Evaluasi metode terbaik
Metode Jumlah Cluster (k) CC DI SC DBI CHI XBI Average Linkage 4 15,4056 0,3850 0,2387 0,8840 6,8872 0,9261 K-Means 2 10,1933 0,3567 0,3722 1,1358 13,0889 1,1062 K-Medoids 2 8,0976 0,3328 0,3716 1,0256 11,5720 1,1426 Fuzzy C-Means (FCM) 3 33,5369 0,1485 0,0763 1,3880 12,1100 1,5376
Hal ini dapat dilihat bahwa metode average linkage memiliki tiga indeks dengan kriteria terbaik dibandingkan metode lainnya. Indeks tersebut terdiri dari dunn index dengan nilai tertinggi, sedangkan nilai davies bouldin index dan xie and beni index merupakan nilai terkecil di antara metode lainnya. Kemudian, metode terbaik berdasarkan silhouette coefficient, calinski-harabasz index connectivity yaitu metode k-means dengan dua cluster dan untuk connectivity coefficient metode terbaiknya yaitu k-medoids dengan dua cluster .
## 3.7 Pengelompokan Provinsi dan Profiling Hasil Analisis Cluster
Berikut merupakan pengelompokan provinsi di Indonesia berdasarkan indikator- indikator IKPS tahun 2018 yang disajikan pada Tabel 7 . Pengelompokan dilakukan menggunakan metode average linkage dengan 4 cluster. Berdasarkan pengelompokan tersebut diketahui bahwa cluster satu terdiri dari 28 provinsi, satu provinsi di cluster dua, empat provinsi di cluster tiga, dan satu provinsi di cluster empat.
Tabel 7: Hasil pengelompokan menggunakan metode average linkage Cluster Provinsi Cluster 1 Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Kep, Bangka Belitung, Kep, Riau,
DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Indonesia Cluster 2 DI Yogyakarta (DIY) Cluster 3 Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat Cluster 4
## Papua
Untuk mengetahui kategori dari setiap cluster digunakan nilai rata-rata pada setiap indikator IKPS. Nilai rata-rata pada setiap indikator ini dijadikan sebagai dasar dalam pengkategorian cluster . Berikut disajikan nilai rata-rata setiap indikator IKPS di masing- masing cluster yang dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan nilai rata-rata setiap indikator, diperoleh hasil bahwa cluster kedua merupakan cluster yang memiliki tingkat penanganan stunting sangat baik dibandingkan cluster lainnya. Hal ini dilihat dari banyaknya indikator yang memiliki nilai rata-rata tertinggi di cluster kedua. Misalnya indikator imunisasi, penolong persalinan oleh tenaga kesehatan, ASI eksklusif, air minum layak, sanitasi layak, APK, PAUD, dan penerima KPS/KKS. Kemudian, nilai rata- rata pada indikator ketidakcukupan konsumsi pangan cluster dua memiliki nilai yang rendah dibandingkan cluster lainnya. Hal ini menggambarkan bahwa penanganan masalah konsumsi pada provinsi di cluster dua sudah baik. Namun, cluster dua juga memiliki satu indikator dengan kriteria masih sangat buruk yaitu indikator MPASI. Hal ini perlu diatasi dan ditingkatkan lagi agar kasus stunting dapat menurun. Kemudian, cluster pertama merupakan cluster yang memiliki tingkat penanganan stunting yang baik dengan nilai rata-rata terbaik kedua setelah cluster dua. Cluster satu memiliki dua indikator dengan kriteria sangat baik (indikator penggunaan KB modern dan mengalami kerawanan pangan) dan lima indikator dengan kriteria baik (Imunisasi, penolong persalinan oleh tenaga kesehatan, sanitasi layak, ketidakcukupan konsumsi pangan, dan APK PAUD). Cluster satu terdiri dari 28 provinsi yang dapat dilihat pada Tabel 7. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat penanganan stunting di Indonesia sudah dalam kategori baik.
Cluster tiga merupakan cluster dengan kategori tingkat penanganan stunting buruk. Cluster tiga memiliki delapan indikator dengan kriteria buruk yaitu indikator imunisasi, penolong persalinan oleh tenaga kesehatan, penggunaan KB modern, sanitasi layak, mengalami kerawanan pangan, ketidakcukupan konsumsi pangan, APK
PAUD, dan jaminan kesehatan. Terdapat 4 provinsi dalam cluster tiga yaitu Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat.
Tabel 8: Rata-rata indikator IKPS menggunakan metode average linkage Cluster 1 2 3 4 Imunisasi 58.60 87.13 42.04 30.45 Nakes 93.81 100.00 76.08 61.55 KB Modern 56.31 52.30 40.94 17.84 ASI 44.55 55.70 49.46 43.48 MPASI 86.38 84.74 87.08 86.70 Air Minum 73.10 80.62 73.79 58.35 Sanitasi 69.30 88.92 65.17 33.75 PoU 7.83 8.74 24.99 38.49 Rawan_Pangan 31.61 18.09 51.89 56.27 APK_PAUD 35.97 72.00 30.97 13.01 JKN_Jamkesda 26.82 34.50 31.32 43.26 KPS_KKS 12.87 21.36 15.60 15.52 Keterangan : : Indikator dengan kriteria sangat baik
: Indikator dengan kriteria baik
: Indikator dengan kriteria buruk
: Indikator dengan kriteria sangat buruk
Sementara itu, cluster yang memiliki tingkat penanganan stunting yang sangat buruk terdapat pada cluster empat. Pada cluster empat terlihat bahwa nilai rata-rata dari indikator imunisasi, penolong persalinan oleh tenaga kesehatan, penggunaan KB Modern, ASI eksklusif, air minum layak, sanitasi layak, dan APK PAUD memiliki nilai rata-rata terendah dibandinkan cluster lainnya. Sementara itu, indikator ketidakcukupan konsumsi pangan dan kerawanan pangan pada cluster empat memiliki nilai yang tertinggi dibandingkan cluster lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat penanganan stunting di Provinsi Papua perlu menjadi prioritas utama bagi pemerintah dalam upaya penurunan kasus stunting di Indonesia.
## 4. Simpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh bahwa metode terbaik dalam pengelompokan provinsi di Indonesia berdasarkan indikator-indikator IKPS tahun 2018 yaitu menggunakan metode average linkage dengan empat cluster . Metode average linkage terpilih sebagai metode terbaik setelah dilakukan beberapa pengujian atau evaluasi validasi. Berdasarkan hasil evaluasi validasi tersebut diketahui bahwa metode average linkage dengan empat cluster memiliki nilai evaluasi yang lebih baik dibandingakan metode cluster lainnya. Terdapat empat cluster yang terbentuk berdasarkan hasil pengelompokan tersebut. Cluster 1 merupakan cluster dengan
kategori tingkat penanganan stunting baik yang terdiri dari 28 provinsi. Cluster 1 memiliki kriteria terbaik kedua setelah cluster dua yaitu memiliki dua indikator dengan kriteria sangat baik dan lima indikator dengan kriteria baik. Tingkat penanganan stunting pada provinsi-provinsi di cluster satu perlu dipertahankan dan lebih ditingkatkan lagi. Cluster 2 merupakan cluster dengan kategori tingkat penanganan stunting sangat baik yang terdiri dari satu provinsi yaitu DI Yogyakarta. Terdapat delapan indikator dengan kriteria terbaik dari 12 indikator IKPS 2018 pada cluster 2. Tingkat penanganan stunting di Provinsi DI Yogyakarta sudah baik, namun perlu dipertahankan dan lebih ditingkatkan lagi agar tidak terjadi penurunan. Cluster 3 merupakan cluster dengan kategori tingkat penanganan stunting buruk yang terdiri dari empat provinsi. Terdapat delapan indikator dengan kriteria buruk di cluster 3 dibandingkan cluster lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat penanganan stunting pada keempat provinsi tersebut perlu diperhatikan dan diatasi dengan segera oleh pemerintah agar terjadi penurunan kasus stunting di Indonesia. Cluster 4 merupakan cluster dengan kategori tingkat penanganan stunting sangat buruk yang terdiri dari satu provinsi yaitu Provinsi Papua. Terdapat sembilan indikator dengan kriteria terburuk dari 12 indikator IKPS 2018 pada cluster 4. Hal ini menunjukkan bahwa Tingkat penanganan stunting pada Provinsi Papua harus diperhatikan dan perlu menjadi prioritas utama bagi pemerintah dalam upaya penurunan kasus stunting di Indonesia.
## Daftar Pustaka
Baarsch, J., & Celebi, M. E. (2012). Investigation of Internal Validity Measures for K- Means Clustering.
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian. (2020). Statistik Ketahanan Pangan 2019. Jakarta: Kementerian Pertanian. Bappenas. (2017). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Jakarta: Bappenas. Bappenas. (2019). Rancangan Teknokratik : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. Jakarta: Bappenas. Bappenas. (2020). Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Aksi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/ Sustainable Development Goals (SDGs). Jakarta: Bappenas.
BPS. (2018). Statistik Kesejahteraan Rakyat. Jakarta: BPS. BPS. (2019). Statistik Kesejahteraan Rakyat. Jakarta: BPS.
BPS. (2020). Profil Kesehatan Ibu dan Anak . Jakarta: BPS. Brock, G., Pihur, V., Datta, S., & Datta, S. (2008, March). clValid: An R Package for Cluster Validation. Journal of Statistical Software, 25 (4), 1 –22.
Chowdhury, T. R., Chakrabarty, S., Rakib, M., Afrin, S., Saltmarsh, S., & Winn, S. (2020, September). Factors associated with stunting and wasting in children under 2 years in Bangladesh. Heliyon, 6 (9), e04849.
Davies, D. L., & Bouldin, D. W. (1979). A Cluster Separation Measure. IEEE Transactions on Pattern Analysis and Machine Intelligence , 224-227. Desgraupes, B. (2017). Clustering Indices. 1-34.
Grekousis, G., & Thomas, H. (2012). Comparison of two fuzzy algorithms in geodemographic segmentation analysis: The Fuzzy C-Means and GustafsoneKessel methods. Applied Geography , 125-136. Han, J., & Kamber, M. (2006). Data Mining: Concepts and Techniques, Second Edition. San Francisco: Elsevier, Inc.
Johnson, R. A., & Wichern, D. W. (2007). Applied Multivariate Statistical Analysis 6th Edition. United States of America: Pearson Education, Inc. Kaufman, L., & Rousseeuw, P. J. (1990). Finding Groups in Data : An Introduction to Cluster Analysis. United States: John Wiley & Sons. Kemenkes. (2018). Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan.
Kemenkes. (2019). Laporan Nasional Riskesdas 2018. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
KPPPA dan BPS. (2019). Profil Anak Indonesia . Jakarta: KPPPA.
Luthfi, E., & Wijayanto, A. W. (2021). Analisis perbandingan metode hirearchical, k- means, dan k-medoids clustering dalam pengelompokan indeks pembangunan manusia Indonesia. Inovasi , 761-773. Oot, L., Sethuraman, K., Ross, J., & Sommerfelt, A. E. (2016, February). The Effect of Chronic Malnutrition (Stunting) on Learning Ability, a Measure of Human Capital: A Model in PROFILES for Country-Level Advocacy. Retrieved 11 26, 2021, from Food and Nutrition Technical Assistance III Project:
https://www.fantaproject.org/sites/default/files/resources/PROFILES-brief- stunting-learning-Feb2016.pdf
Pramana, S., Yuniarto, B., Mariyah, S., Santoso, I., & Nooraeni, R. (2018). Data Mining dengan R : Konsep serta Implementasi. Bogor: In Media. Silva, A. R., & Dias, C. T. (2013). A cophenetic correlation coefficient for Tocher’s method. Pesq. agropec. bras., Brasília , 589-596. Thamrin, N., & Wijayanto, A. W. (2021). Comparison of Soft and Hard Clustering: A Case Study on Welfare Level in Cities on Java Island. Indonesian Journal of Statistics and Its Applications , 141-160.
TNP2K. (2017). 100 Kabupaten/Kota Prioritas Untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting). Jakarta: Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia. UNICEF. (2019). Gizi di Indonesia . Retrieved 11 26, 2021, from Status Anak Dunia 2019: https://www.unicef.org/indonesia/id/status-anak-dunia-2019
WHO. (2014). Global Nutrition Targets 2025 Stunting Policy Brief. Geneva: WHO.
WHO. (2014, December 30). Global nutrition targets 2025: stunting policy brief.
Retrieved November 22, 2021, from WHO/NMH/NHD/14.3:
https://www.who.int/publications/i/item/WHO-NMH-NHD-14.3
WHO. (2018). Level and Trends in Child Malnutrition. Retrieved 11 12, 2021, from https://www.who.int/nutgrowthdb/2018-jme-brochure.pdf WHO. (2019). Nutrition Landscape Information System (NLIS) Country Profile Indicators: Interpretation Guide, Second Edition. Geneva: World Health Organization (WHO). WHO. (2021, June 09). Malnutririon . Retrieved 11 23, 2021, from WHO: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/malnutrition WHO. (2021). Stunting prevalence among children under 5 years of age (% height-for- age <-2 SD) (JME country) . Retrieved 11 30, 2021, from The Global Health Observatory: https://www.who.int/data/gho/data/indicators/indicator- details/GHO/gho-jme-country-children-aged-5-years-stunted-(-height-for-age--2- sd)
WHO. (2021). The Global Health Observatory . Retrieved 11 30, 2021, from WHO: https://www.who.int/data/gho/data/countries/country- details/GHO/indonesia?countryProfileId=3584815c-0c4d-4f7b-b7c6- 11487adf5df0
Xie, X. L., & Beni, G. (1991). A Validity Measure for Fuzzy Clustering. IEEE Transactions on Pattern Analysis and Machine Intelligence, 13 (8), 841-847.
|
e664b567-bead-4870-a573-10e1ccebd996 | https://jurnal.ulb.ac.id/index.php/ecobisma/article/download/77/74 |
## GLOBALISASI EKONOMI DALAM PERSPEKTIF ISLAM
## Hayanuddin Safri
Dosen Tetap Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Labuhanbatu
## ABSTRAK
Globalisasi dalam pandangan Islam adalah sebuah keniscayaan, karena Islam sendiri adalah ajaran yang bersifat global, tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Dalam Al-Qur’an surat Al- Hujurat (49):13 yang artinya:Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal”. Su’uba wa Qabaila li ta’arofu dalam ayat di atas menggambarkan bahwa manusia itu akan terdiri dari berbagai macam suku bangsa, tetapi ujungnya adalah lita’arofu (untuk saling kenal mengenal). Kata-kata lita’arofu merupakan perintah untuk memahami dan mengerti suku-suku bangsa. Implikasinya bermakna bahwa seorang muslim harus mengglobal jauh melintas batas kesukuan dan teritorial.Ayat 13 surat Al- Hujurat itu menegaskan bahwa dalam mensikapi globalisasi seorang muslim harus mempunyai sikap taqwa. Taqwa mempunyai makna seorang muslim harus mempunyai kekuatan dan kemandirian serta ketundukan kepada Allah SWT dalam keseluruhan tatanan kehidupan.Taqwa tercermin dalam kekuatan aqidah, kekuatan ilmu pengetahuan, kekuatan ukhuwwah dan sinergi serta kekuatan pendidikan dan budaya. Jika ummat Islam menjadi ummat yang kuat, ia akan memberikan arahan dan warna terhadap setiap perubahan dalam era globalisasi, ia akan mampu pula melakukan seleksi terhadap berbagai fenomena.Untuk menghadapi globalisasi diperlukan kekuatan-kekuatan atau daya saing, antara lain:1).daya saing kualitas. 2). daya saing harga.3)daya saing Marketing. 4).daya saing Networking (jaringan) yang dilandasi oleh ketakwaan.
## Kata Kunci: Globalisasi Ekonomi, Perspektif Islam
## Pendahuluan.
Globalisasi dibidang ekonomi telah mendorong munculnya perdagangan bebas lintas negara seperti: WTO,OPEC dan IMF, serta kerjasama ekonomi regional seperti kerjasama ekonomi antara negara-negara di kawasan Asia Tenggara,antara negara-negara di kawasan Eropa, kerjasama ekonomi di kawasan Asia Fasifik, kerjasama bilateral seperti: kerjasam ekonomi antara Indonesia dengan Malaysia, Indonesia dengan Cina. Perdagangan bebas adalah suatu situasi di mana arus lalu lintas barang, jasa, dan manusia dari dan ke suatu negara di dunia ini tidak mengalami hambatan yang berarti. Keadaan seperti ini, akan menimbulkan peluang dan ancaman bagi suatu bangsa. Peluang itu berupa makin mudahnya barang dan jasa produksi untuk memasuki pasaran luar negeri. Hambatan non tarif (kuota, dan sebagainya) bagi produk ke negara lain akan semakin hilang atau tidak berarti lagi. Demikian pula halnya dengan tenaga kerja, mereka akan
dapat bekerja dengan mudah di negeri asing tanpa hambatan peraturan imigrasi yang berarti. Namun di sisi lain, keadaan itu juga dapat menimbulkan ancaman masuknya barang, jasa, dan tenaga kerja asing masuk ke suatu negara dengan tanpa hambatan yang berarti. Akan terjadi persaingan kualitas barang, jasa, dan tenaga kerja dalam negeri dan luar negeri guna merebut pasar dalam negeri. Oleh karena itu perlu dilakukan penyusunan strategi guna menghadapi tantangan globalisasi, sehingga mampu memperkuat posisinya untuk mengambil peluang dalam persaingan ekonomi secara global. Globalisasi sering diperbincangkan oleh banyak orang, dalam globalisasi tersebut mengandung suatu pengertian akan satu situasi dimana berbagai pergerakan barang dan jasa antar negara diseluruh dunia dapat bergerak bebas dan terbuka dalam perdagangan. Dengan terbukanya satu negara terhadap negara lain, yang masuk bukan hanya barang dan jasa, tetapi juga teknologi, pola konsumsi, pendidikan, nilai budaya dan lain-lain. (A.G.Mc.Grew: 1992).Globalisasi adalah proses dimana berbagai peristiwa, keputusan dan kegiatan di belahan dunia yang satu dapat membawa konsekuensi penting bagi berbagai individu dan masyarakat di belahan dunia yang lain.Kemajuan teknologi saat ini khususnya bidang transportasi dan informasi memberikan perubahan besar dalam interaksi sosial baik dalam bidang perdagangan, budaya , pendidikan, ekonomi dan politik antar negara.Internet telah membuka mata masyarakat akan informasi atas suatu peristiwa yang terjadi di suatu negara di benua lain dapat dilihat dan didengar oleh masyarakat dalam hitungan detik.Hal ini merupakan suatu kemajuan yang akan berdampak baik positif maupun negatif.Kemajuan yang pesat dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi, khususnya dalam bentuk computer, faximile,internet, dan e-mail, maupun kemajuan yang pesat dalam bidang transportasi, khususnya penerbangan antar benua, membuat batas-batas wilayah suatu negara menjadi bias, berpengaruh terhadap berbagai bidang, khususnya bidang ekonomi. Biasnya batas-batas wilayah suatu negara dikenal dengan istilah borderless world. Semua negara bebas untuk melakukan kerjasama dengan negara manapun dan batas negara bukan penghambat untuk melakukan kegiatan kerja sama.Melihat berbagai hal tersebut di atas, penting bagi seorang manajer atau pengambil keputusan untuk mengetahui dan memahami pengaruh yang akan terjadi bagi organisasinya. Saat ini organisasi ditantang untuk menghadapi berbagai kondisi diatas yang disebut dengan globalisasi.Globalisasi merupakan fenomena yang tidak dapat dihindari dan menjadikan dunia terhubung seolah tanpa batas, ditandai oleh aktivitas perdagangan antar negara yang kian intensif.Prosesitu sudah mulai berabad-abad yang lalu ketika manusia berhasil mengelilingi dunia, sebelum dunia mengenal Marcopolo dan Colombus, Nabi Adam AS telah mengelilingi dunia untuk mencari Siti Hawa. Sehingga dapat dikatakan globalisasi bukan merupakan hal yang baru dalam Islam karena globalisasi dalam Islam dimulai sejak Islam muncul. Karena Islam adalah agama universal tanpa batas.Untuk membuat kemudahan- kemudahan bagi pembeli, di samping ilmu pengetahuan, diperlukan juga manajemen. Ilmu pengetahuan diperlukan agar mempunyai kemampuan untuk menguasai teknologi yang merupakan bagian penting di dalam daya saing. Dalam menciptakan daya saing, maka setidaknya terdapat tiga peranti manajer yang diperlukan untuk mewujudkannya. Pertama, manajer itu harus jelas mengedepankan visi dan misi perusahaan, sehingga arah apapun yang dilakukan, tidak keluar dari visi dan misi yang dibangun oleh perusahaan tersebut. Kedua, manajer itu harus terus menerus memperkaya diri dengan pengetahuan-pengetahuan dan informasi-informasi yang akurat. Jika manjer tidak membaca informasi, tidak membaca berita, tidak membaca media, maka manajer itu akan ketinggalan. Dia mengira produk-produknya itu masih terbaik, padahal sudah ketinggalan. Dalam bidang komputer, misalnya komputer itu secara terjadwal mengalami perubahan-perubahan yang luar biasa. Jika para manajer tidak terbuka dengan informasi, maka jelas dia tidak akan mampu mengembangkan usahanya. Jika terlambat mengantisipasi perubahan-perubaan, maka
kehancuranlah yang terjadi. Lihatlah nokia yang satu dekade yang lalu sangat berjaya, akhirnya collapse karena terlambat mengantisipasi perubahan. Ketiga, yang harus dibangun oleh manajer adalah networking (kerjasama). Seorang manajer harus siap dengan kerjasama. Di dalam bekerja sama harus memiliki apa yang disebut dengan positif thinking (berpikir positif). Orang yang berpikir positif akan mencari teman sebanyak-banyanya. Teman-teman yang membangun usaha yang sama, tidak dianggap sebagai pesaing, tetapi sebagai peluang untuk menigkatkan kualitas perusahaan yang bermutu. Intinya, sinergi yang terjadi merupakan sebuah kekuatan.
Munculnya globalisasi tentunya membawa dampak bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Dampak globalisasi tersebut meliputi dampak positif dan dampak negatif di berbagai bidang kehidupan termasuk bidang ekonomi.Proses globalisasi yang bergulir, diiringi dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan terjadinya perubahan lingkungan strategi yang berdampak luas terhadap eksistensi dan kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari aspek eksternal, globalisasi menimbulkan pertemuan antar budaya bagi bangsa-bangsa di seluruhdunia, tidak terkecuali Indonesia. Dengan kata lain, globalisasi berdampak pada terjadinya perubahan sosial besar- besaran yang belum tentu semua perubahan itu kongruen dengan kemajuan sosial (sosialprogress).
Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh yang cukup besar bagi kehidupan bangsa Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi, yakni pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi juga merasuk dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain sebagainya. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain- lain. Teknologi informasi dan komunikasi merupakan faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini, perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat kita hindarikehadirannya. Selanjutnya yang harus di siapkan untuk menghadapi globalisasi adalah dengan memperkuat posisi Indonesia dari berbagai bidang, salah satu aspek yang harus diperkuat adalah dibidang ekonomi. Oleh karena itudalam artikel ini akan di uraikan beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan antara lain adalah:
## 1.Peningkatan Daya Saing Ekonomi.
Untuk meningkatkan daya saing,sertaindustrialisasi harus dilakukan dalam segala bidang, hanya dengan industrialisasi, penerapan teknologi produksi yang lebih baik dapat dilakukan. Teknologi produksi adalah syarat utama untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah. Umumnya industrialisasi dilakukan oleh pemodal besar dengan kekuatan-kekuatan dan kemampuan entrepreneurship yang mumpuni. Banyak faktor eksternal dan internal yang harus dibenahi. Stabilitas politik, pungutan liar, penegakan hukum, infrastruktur, dan lain-lain. Mengundang investor asing harus terus dilakukan untuk menggali potensi ekonomi yang belum tersentuh dan membuka lapangan pekerjaan. Harus diakui, pemodal besar bisa mengubah warna ekonomi suatu daerah secara cepat dan instan. Namun, penguatan ekonomi kerakyatan juga wajib dilakukan. Meskipun tidak bisa membawa perubahan secara drastis, tapi penguatan perekonomian bawah bisa meningkatkan ketahanan dan kemandirian ekonomi Indonesia. Ekonomi rakyat umumnya bersifat padat karya. Dengan gelontoran dana yang sama, lapangan kerja yang tercipta lebih besar daripada industri padat modal. Penguatan dunia usaha rakyat juga akan meningkatkan daya beli yang akan meningkatkan permintaan barang dan jasa. Permintaan ini jelas akan menjadi pasar potensial bagi investor. Investor akan lebih bergairah untuk menanam modal dan akan mendorong
penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi yang lebih lanjut. Namun, meningkatkan daya saing pada ekonomi rakyat jelas tidak mudah, masalah terbesar dalam upaya peningkatan daya saing pada level rakyat adalah minimnya akumulasi modal dan kurangnya pengetahuan. Berbeda dengan para pemodal besar yang cukup dengan satu kibasan maka teknologi terbaru pun siap digunakan, rakyat kecil dengan modal minim tentu kesulitan bersaing. Kurangnya pemahaman tentang konsep- konsep manajerial usaha juga bisa menghambat pembentukan bisnis yang sehat. Dan yang tidak kalah penting, pengetahuan mengenai penjualan dan pemasaran produk juga menjadi kendala. Strategi terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan upaya pemerintah untuk mendorong pertumbuhan koperasi. Keberadaan koperasi dapat mempermudah koordinasi para pemilik usaha dengan karakteristik yang homogen. Mereka bisa menggabungkan modal untuk membeli peralatan yang diperlukan untuk meningkatkan nilai tambah barang yang diproduksi, sesuatu yang sulit dilakukan bila mereka bergeraksendiri- sendiri.Salah satu bentuk kongkrit upaya pemerintah RI dalam meningkatkan komitmennya dalam mendukung optimalisasi daya saing guna memacu produktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, dengan terbitnya Inpres No. 6 Tahun 2014 pada 1 September 2014. Melalui Inpres tersebut, Presiden RI menginstruksikan kepada jajaran pemerintah di seluruh Indonesia, untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing secara terkoordinasi dan terintegrasi untuk meningkatkan daya saing nasional dan melakukan persiapan pelaksanaan MEA yang akan dimulai pada 2015.
Diharapkan melalui Inpres tersebut peningkatan daya saing dapat terus ditingkatkan, utamanya dengan mengedepankan beberapa strategi dasar di antaranya: 1)Pengembangan industri nasional yang berfokus pada pengembangan industri prioritas dalam rangka memenuhi pasar ASEAN; pengembangan industri dalam rangka mengamankan pasar dalam negeri. Selanjutnya, pengambangan industry kecil menengah; pengembangan SDM dan penelitian; dan penerapan Standar Nasional Indonesia(SNI).2) Pengembangan pertanian, dengan fokus pada peningkatan investasi langsung di sektor pertanian, dan peningkatan aksespasar. 3) Pengembangan kelautan dan perikanan, dengan fokus pada penguatan kelembagaan dan posisi kelautan dan perikanan; penguatan daya saing kelautan dan perikanan; penguatan pasar dalam negeri; dan penguatan dan peningkatan pasar ekspor. 4) Pengembangan energi, yang fokus pada pengembangan sub sektor ketenagalistrikan dan pengurangan penggunaan energi fosil (Bahan Bakar Minyak); sub sektor energi baru, terbarukan dan konservasi energi; dan peningkatan pasokan energi dan listrik agar dapat bersaing dengan negara yang memiliki infrastruktur lebih baik.
## 2.Peningkatan Laju Ekspor.
Indonesia dalam persaingan bekerjaekstra keras menjadi pelaku perdagangan. Produk-produk yang dihasilkan perusahaan baik kategori besar atau Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) harus mampu berdaya saing. Oleh sebab itu kualitas produk dan jasa harus dinomorsatukan agar bisa diterima di pasar global. Hal ini bukan masalah yang mudah buat Pemerintah dan pelaku industri. Menurut laporan tahunan dari World Trade Organization (WTO), yang menyatakan bahwa berdasarkan sumbangannya terhadap nilai total ekspor dunia, Indonesia hingga saat ini tidak termasuk negara-negara eksportir penting untuk hampir semua barang dan jasa yang diperdagangkan secara internasional. Dalam perdagangan dunia, Indonesia bukan penentu harga, melainkan price taker . Pemerintah Indonesia hanya bisa mempengaruhi harga dalam mata uang asing dari produk-produk ekspor Indonesia lewat perubahan kurs rupiah ( devaluasi atau revaluasi ).
Perlu adanya langkah cerdas dari kebijakan pemerintah yang memberikan kesempatan
yang seluas-luasnya kepada para pelaku industri, seperti beban pajak yang tidak memberatkan, proses pengurusan usaha yang tidak membutuhkan banyak “meja” (aturan berbelit), meniadakan aroma korupsi birokrasi dalam pengurusan usaha. Masalah tersebut dimaksudkan untuk menimbulkan gairah kepada masyarakat Indonesia agar ikut andil dalam menciptakan ekonomi kreatif yang berdaya saing tinggi dan meningkatkan laju ekspor. Dalam bidang jasa, peran pemerintah sangat penting seperti program peningkatan kemampuan berbahasa asing agar tenaga kerja di Indonesia mampu bersaing dengan tenaga kerja lokal di luar negeri. Pengurusan sertifikasi keahlian pun jangan sampai memakan waktu lama (berbelit).
Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri harus memaksimalkan kemampuannya dengan mengikuti berbagai seminar atau pelatihan keterampilan agar wawasan semakin luas. Kita tidak ingin tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri menyandang stigma negatif, dalam arti tidak mempunyai keahlian dan kecakapan dalam menghadapi arus globalisasi. Saat ini, kemampuan tenaga kerja kita yang bekerja di luar negeri masih di bawah Philipina. Sebagai contoh kasus di Singapura yang memberikan gambaran bahwa Tenaga Kerja Asing (TKA) dari Philipina yang bekerja di sektor informal lebih dihargai dibandingkan dengan tenaga kerja dari Indonesia. Penyebabnya adalah masalah kemampuan berbahasa Inggris para tenaga kerja Indonesia yang kurang mahir. Perlu adanya kerjasama pemerintah dan stakeholders lainnya secara konsisten dalam mengatasi kualitas produk kita agar bisa berdaya saing. Kontribusi Pemerintah untuk mewujudkan produk dalam negeri yang berkualitas sangatlah menentukan. Dalam dunia perindustrian, masalah tentang ketersedian modal yang cukup, teknologi informasi yang memadai, dan tenaga kerja yang terampil di bidangnya serta diimbangi dengan keahlian pengusaha, organisasi dan manajemem perusahaan, pemakaian teknologi maju dan input lainnya akan memberikan andil yang besar dalam mencetak produk dalam negeri bermutu tinggi. Disinilah kerja sama Pemerintah dan pengusaha sangat dibutuhkan untuk menciptakan hasil produksi perusahaan yangbermutu.
## 3.PemberdayaanUMK,
Sudaryanto (2011) Usaha mikro kecil dan menengah adalah sektor ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia. UMKM menghadapi persoalan terbatasnya modal kerja dan sumber daya manusia yang rendah, dan minimnya penguasaan ilmu pengetahuan serta teknologi (Sudaryanto dan Hanim, 2002).Belum kokohnya fundamental perekonomian Indonesia saat ini, mendorong pemerintah untuk terus memberdayakan Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Eksistensi Usaha mikro kecil dan menengah memang tidak dapat diragukan lagi karena terbukti mampu bertahan dan menjadi roda penggerak ekonomi, terutama pasca krisis ekonomi. Kendala lain yang dihadapi adalah keterkaitan dengan prospek usaha yang kurang jelas serta perencanaan, visi dan misi yang belum mantap. Hal ini terjadi karena umumnya sektor ini bersifat income gathering yaitu menaikkan pendapatan, dengan ciri-ciri sebagai berikut: merupakan usaha milik keluarga, menggunakan teknologi yang masih relatif sederhana, kurang memiliki akses permodalan (bankable), dan tidak ada pemisahan modal usaha dengan kebutuhan pribadi.
Usaha mikro kecil dan menengah hadir sebagai salah satu jalan keluar bagi Indonesia untuk bangkit dari masa- masa krisis ekonomi. Selain itu, sektor ini tumbuh dengan berlandaskan ekonomi domestik, sementara itu pertumbuhan sektor ekonomi Indonesia pun sebagian besar didorong oleh ekonomi domestik. Disinilah dapat dilihat betapa kuatnya pengaruh sektor ini di Indonesia, yang jumlahnya sekarang masih terus bertambah. Melalui pasar bebas, justru tak perlu khawatir akan tergerus oleh serbuan barang impor, karena dengan nilai- nilai lokal yang diusungnya menjadi senjata utama menghadapi barangasing.
Nilai kelokalan inilah yang perlu diandalkan setiap UMKM di Indonesia. Local is the new power. Kekuatan dalam ciri khas lokal setiap produk sektor ini yang akan membuatnya mampu bertahan dengan keunikannya tersebut. Produk lokal, orang- orang lokal dan segmen pasar lokal. Ketiga hal ini saling terkait satu dengan lainnya. Dengan mengusung nilai kelokalan ini bukan mustahil jika kelak segmen pasar lokal akan menggaet perhatian pasar global. Bukanlah tak mungkin jika keunikan ini membawa nama produk lokal UMKM Indonesia bersaingdengan produk branded yang ada di pasar internasional. Di setiap brand, termasuk produk lokal, haruslah mengandung ’rasa global’ untuk mempersiapkan produk lokal ini menemui pasar asing sehingga bisa diterima di negara lain. Rasa global ini tak perlu menghilangkan unsur lokal yang menjadi ciri khas produk selama ini. Identitas lokal dalam suatu produk Usaha mikro kecil dan menegah akan mampu membuatnya terkenang sebagai produk khas dari daerah asalnya. Meskipun sektor ini bergerak dalam ruang lingkup sempit, namun seharusnya para pelaku usaha ini mulai berpikir global. Dengan keunikan produk khasnya mereka bisa menjual sebuah produk lokal yang unggul dan bersaing melawan raksasa pasarglobal.
## 4.Perbaikan Infrastruktur
Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital untuk mempercepat proses pembangunan nasional. Infrastruktur juga memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Ini mengingat gerak laju dan pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak dapat dipisahkan dari ketersediaan infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi, sanitasi, dan energi. Oleh karena itu, pembangunan sektor ini menjadi fondasi dari pembangunan ekonomi selanjutnya. Tapi faktanya bertahun-tahun saat ini perkembangan infrastruktur yang diharapkan selalu berkembang lebih baik di Indonesia malah sangat mencemaskan, sebagai contoh pergerakan barang hampir pada posisi terkunci karena kondisi infrastruktur sangat parah dan sistem logistik yang sangat rapuh.
Tercapainya infrastruktur yang memadahi akan berpengaruh besar terhadap daya saing produk dalam negeri. Dengan demikian, daya saing sangat ditentukan oleh kecepatan barang masuk dan keluar. Saking pentingnya infrastruktur, Pemerintah seharusnya menjadikan sektor ini adalah sektor yang paling diprioritaskan. Pemerintah Pusat dan daerah hendaknya bersinergi secara harmonis dalam membuat berbagai kebijakan, agar pembangunan infrastruktur, seperti perbaikan pelabuhan, jalan raya dan sarana transportasi lainnya bisa dilakukan secepatnya. Bahkan pembangunan sarana transportasi ini mampu menjangkau sampai ke pedesaan, di mana terdapat UMKM atau home industry yang menciptakan ekonomi kreatif agar bisa membantu negara dalam meningkatkan laju ekspor. Akses insfrastruktur benar- benar merupakan faktor penentu dalam memperlancar sirkulasi produkyang mempunyai daya saing tinggi. Apalagi, ketersediaaninfrastruktur mampu meningkatkan taraf hidupmasyarakat.Tantangan membangun infrastruktur di Indonesia sangat besar mengingat celah yang lebar antara kondisi yang ada dan kebutuhan yang harus dipenuhi. Luas wilayah negara yang besar membutuhkan infrastruktur yang berskala raksasa, melebihi kebutuhan yang sama pada kebanyakan negara. Berbagai upaya serius perlu dilakukan untuk benar-benar mewujudkan hadirnya infrastruktur yang merata dan berkualitasbaik. Pembangunan infrastruktur akan dipercepat melalui skema Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025.
## 5.KetahananEkonom.
Ketahanan ekonomi diartikan sebagai kondisi dinamik kehidupan perekonomian bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan
nasional dalam menghadapi serta mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang datang dari luar maupun dari dalam negeri baik yang langsung maupun tidak langsung untuk menjamin kelangsungan hidup pereokonomian bangsa dan negara. Wujud ketahanan ekonomi tercermin dalam kondisi kehidupan perekonomian bangsa, yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis serta kemampuan menciptakan kemandirian ekonomi nasional dengan daya saing tinggi dan mewujudkan kemakmuran rakyat yang adil dan merata. Dengan demikian, pembangunan ekonomi diarahkan kepada mantapnya ketahanan ekonomi melalui terciptanya iklim usaha yang sehat serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, tersedianya barang dan jasa, terpeliharanya fungsi lingkungan hidup serta meningkatkan daya saing dalam lingkup persaingan global.
## Kajian Pustaka.
## Kajian Terdahulu.
Didin.S(2007):dalam penelitiannya“ Indonesia, Globalisasi perekonomian & Kejahatan ekonomi internasional menyatakan bahwa globalisasi perekonomian telah menjadi hard fact bagi semua negara termasuk berlaku di negara-negara sedang berkembang. Bagi sebagian negara, terutama bagi negara industri maju telah mendatangkan berkah. Namun bagi sebagian besar lainnya, terutama sebagian besar belum banyak membawa manfaat, bahkan tak sedikit menimbulkan bencana baik berupa makin membengkaknya kemiskinan dan pengangguran serta menajamnya ketimpangan. Namun beersamaan pula makin marak dan canggihnya kualitas kejahatan baik di tingkat nasional maupun internasional.Dies Nurhayati: dalam penelitiannya yang berjudul ”Strategi Indonesia Dalam Menghadapi Tantangan Globalisasi Di Bidang Ekonomi menyatakan bahwa Globalisasi di bidang ekonomi telah mendorong munculnya perdagangan bebas lintas negara. Perdagangan bebas adalah suatu situasi dimana arus alu lintas barang, jasa dan manusia dari dan ke suatu Negara di dunia ini tidak mengalami hambatan yang berarti.
Akhmad (2015): dalam penelitiannya yang berjudul “Globalisasi Ekonomi dan Implikasinya bagi negara-negara berkembang: Telaah pendekatan ekonomi Islam yang menyatakan bahwa Globalisasi ekonomi merupakan suatu proses aktivitas ekonomi dan perdagangan, dimana berbagai negara di seluruh dunia menjadi kekuatan pasar yang satu dan semakin terintegrasi tanpa hambatan atau batasan territorial negara. Globalisasi perekonomian ini berarti adanya keharusan penghapusan seluruh baatasan dan hambatan terhadap arus barang, jasa serta modal. Globalisasi ekonomi cendrung menaikkan barang-barang impor, Sebaliknya jika suatu Negara tidak mampu bersaing, maka ekspor tidak akan berkembang.
## Globalisasi.
Kata globalisasi diambil dari kata global, yang maknanya adalah universal.Globalisasi ekonomi merupakan suatu gerakan yang lambat laun membentuk suatu otoritas baru dalam penguasaan aktivitas ekonomi seluruh Negara. Sebagian pengamat menyebutkan bahwa globalisasi ekonomi adalah neoimperialisme, sekalipun tidak keseluruhan globalisasi ekonomi itu negatif. Hendra Hawawi mengemukakan bahwa globalisasi ekonomi ditandai dengan makin menipisnya batas-batas investasi atau pasar secara nasional, regional ataupun internasional. Hal tersebut disebabkan oleh adnya hal-hal sebagai berikut: 1) komunikasi dan tranfortasi yang semakin canggih, 2) lalu lintas devisa yang semakin bebas, 3) ekonomi Negara yang makin terbuka, 4) penggunaan secara penuh keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif tiap-tiap
Negara, 5) metode produksi dan perakitan dengan organisasi manajemen yang makin efisien dan 6) semakin pesatnya perkembangan perusahaan multinasional di hampir seantero dunia.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, globalisasi adalah proses masuknya ke ruang lingkup dunia. Definisi ini menunjukkan bahwa segala hal aktivitas yang terkait dengan aktivitas diseluruh dunia yang dapat kita ketahui, merupakan suatu globalisasi. Misalnya globalisasi siaran televisi sudah tidak dapat dihindarkan lagi, sementara kita dapat mengetahui dan menyaksikan pertandingan sepakbola di Eropa dari rumah kita. Menurut Ulama besar dunia, Yusuf Al- Qardhawi, globalisasi merupakan aktivitas yang menjadikan segala sesuatu berskala internasional, menghilangkan batas-batas negara dalam interaksi ekonomi. Globalisasi perspektif Yusuf Al- Qardhawi ini adalah upaya melenyapkan dinding dan jarak antara satu bangsa dengan bangsa lain, dan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Sehingga semuanya menjadi dekat dengan kebudayaan dunia, pasar dunia dan keluarga dunia. Menurut American Heritage Dictionary, globalisasi merupakan suatu tindakan atau proses menjadikan sesuatu mendunia (universal), baik dalam lingkup maupun aplikasinya. Adanya kata “mendunia” dalam definisi ini menunjukkan bahwa adanya kesamaan definisi dengan Qardhawi .
## Landasan Hukum.
## Globalisasi dalam Al-Qur’an:
1. Surat Al-Hujurat (49) ayat 13 yang artinya:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal- mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. 2. Surat Al-Qasas (28) ayat 77 yang artinya:
” Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.
## 3. Surat As-Saba’ (34) ayat 28 yang artinya:
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui. Kemudian dalam Surat: Al-Furqan (25) ayat1 yang artinya: “ Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al-Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.
Berdasarkan perspektif Al-Qur’an diatas, menunjukkan kepada kita bahwa Islam telah mengajarkan bagaimana memaknai dan menghadapi globalisasi. Hal tersebut ditunjukkan dengan terciptanya manusia dengan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, dengan tujuan utama yaitu untuk saling mengenal. Kemudian, Islam mengajarkan untuk mencari kebahagiaan di dunia, yang menunjukkan peran manuisa secara global dan jangan sampai merusak dunia tempat manusia hidup dan tinggal, Kemudian Islam merupakan agama yang universal untuk seluruh umat manusia dan seluruh alam.
## Globalisasi dalam Hadits.
Globalisasi dalam Hadits dapat dilihat pada hadist beriut ini (HR.Ahmad): “ tidak ada kelebihan bagi seorang arab dan non-arab (ajam) dan bagi orang non-arab atas orang arab dan yang berkulit merah atas yang berkulit hitam dan yang yang hitam atas yang merah, kecuali dengan ketakwaannya”. Hadis diatas mengandung arti bahwa globalisasi dalam Islam tidak mengenal diskriminasi, karena dalam Islam tidak ada kelebihan suatu suku bangsa atas suku bangsa lainnya. Sehingga dalam berinteraksi secara global, khususnya dalam interaksi perdagangan internasional, Islam menganjurkan untuk tidak diskriminatif.
## Jenis dan Sumber data.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data kualitatif dengan menggunakan kata-kata untuk menggambarkan fakta dan fenomena yang diamati. Sumber data yang digunakan berupa data sekunder melalui informasi berupa buku-buku ilmiah, jurnal penelitian dan melalui internet.
## Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan teknik studi dokumentasi yaitu memperoleh data dengan cara meninjau, membaca dan mempelajari dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
## Pembahasan.
Globalisasi dalam berbisnis (muamalah), disamping tidak terbatas oleh waktu, juga tidak membeda-bedakan agama, apakah seseirang itu muslim atau non muslim. Surat Al-Mumtahanah: 8-9 yang artinya:”Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang- orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang –orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan menbantu (orang lain) untuk mengusirmu.
Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.Banyak hal yang menarik dari pribadi Muhammad sebelum diangkat menjadi Rasul, sebagaimana diungkapkan oleh Khadijah dalam riwayat Imam Bukhari pada peristiwa Rasulullah SAW menerima wahyu yang pertama. Ketika beliau merasa khawatir akan akibat dari kejadian yang menimpanya di Gua Hira pada malam tersebut, yaitu bertemu dengan Malaikat Jibril, Khadijah, istri beliau berkata,”Demi Allah, Allah tidak akan pernah merendahkan martabat engkau karena engkau selalu bersilaturrahmi menghubungkan kekeluargaan; engkau terbiasa menanggung beban persoalan yang berat; engkau selalu berusaha mencari yang baru (kreatif, inovatif); engkau selalu berusaha menghormati tamu; dan engkau selalu menolong dan berpihak pada orang-orang yang berusaha menegakkan kebenaran, keadilan, dan kejujuran.”
Riwayat berbisnis Beliau dilakukannya sejak usia 12 tahun. Muhammad baru berusia 12 tahun ketika pertama kali melakukan perjalanan dagang ke Syriah bersama pamannya. Oleh karena itu, beliau tumbuh sebagai wirausaahawan yang mandiri dibawah bimbingan pamannya itu. Ketika bisnis pamannya mengalami kebangkrutan, menjelang beliau dewasa, Ia sudah mampu mandiri melakukan kegiatan perdagangan di kota Mekah dengan cara berdagang keliling yang dilakukannya dengan penuh kesungguhan dan dedikasi yang tinggi. Beliau dikenal sebagai pedagang muda yang cerdas (fathanah) , jujur (shiddiq), dan setia memenuhi janji terhadap para konsumennya (amanah). Ketiga karakter ini adalah dasar-dasar etika berwira usaha yang sangat
modern. Dari sifat-sifat demikianlah, berbagai pinjaman komersial (commercial loan) yang sudah tersedia di kota Mekah membuka peluang kemitraan antara beliau dengan para pemilik modal. Salah seorang diantara pemilik modal tersebut adalah seorang janda kaya bernama Khadijah yang menawarkan suatu kemitraan berdasarkan pada sistem bagi hasil (profit sharing). Kecakapannya sebagai wirausahawan telah mendaapatkan keuntungan dan tidak satu pun jenis bisnis yang ditanganinya mendapat kerugian. Kurang lebih dua puluh tahun lamanya ia berkiprah di bidang wirausaha, sehingga
dikenal Yaman, Syiriah, Busra, Iraq, Yordania, dan kota-kota perdagangan di jazirah Arabiah. Beliau pun adalah seorang pebisnis yang tangguh yang selalu siap mengujungi pasar-pasar regional yang seharusnya dikunjungi, menjemput bola, memperluas jaringan, mencari produk terbaru, dan mencari mitra strategis di berbagai kawasan dagang dan industri.
Sifat-sifat beliau tersebut di samping merupakan anugerah Allah, juga merupakan hasil sebuah proses pendidikan yang diterimanya sejak masa kecil dalam asuhan Halimah as-Sa’diyyah yang mendidiknya dengan penuh kasih sayang dan menyenagkan. Lalu ada juga pendidikan dari kakeknya, Abdul Muthallib, dan kemudian dari pamannyaa, Abu Thalub, dengan pendidikan yang menekankan pada kebebasan yang bertanggung jawab serta kepercaayaan diri yang kuat. Kondisi pendidikan di masa mda Beliau di kemudian hari mendapat justifikasi oleh penelitian yang dilakukan oleh Colin, Moores, dan Zaleznik’s terhadap sejumlah wirausahawan yang telah suksus dalam kariernya di Amerika Serikat yang berkesimpulan bahwa “The Act of Entrepreneurship is on Act Patterned after of Copying with Chilhood Experiences. Kenyataan sejarah ini menunjukkan bahwa dasar-dasar kewirausahawan yang dibangun dan dikembangkannya sudah ada jauh sebelum bidang ini dikembangkan pada saat sekarang sebagaimana yang dikatakan Jhon Kao , seorang Profesor terkemuka di bidang kewirausahawan dari Harvard Business School , bahwa kewirausahawan baru muncul sebagai fokus dunia di awal tahun 1980-an. Selanjutnya kewirausahawan dan kreatifitas baru diajarkan di sekolah tersebut pada tahun 1984.
Prinsip-prinsip Bisnis Rasul yang Universal
No Konsp Universal Landasan Hukum 1. Shiddiq : yaitu benar dan jujur, tidak peernah berdusta dalam melakukan brbagai macam transaksi bisnis. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Hendaknya kalian selalu berusaha menjadi orang yang benar dan jujur, karena kejujuran akan melahirkan kebaikan- kebaikan (keuntungan- keuntungan). Dan kebaikan akan menunjukkan jalan ke surge. Jika seseorang terus berusaha menjadi orang yang jujur, maka pasti di catat oleh Allah sebagai orang yang selalu jujur. Jauhilah dusta dan menipu, karena dusta itu akan melahirkan kejahatan dan kejahatan akan menunjukkan jalan ke – neraka. Jika seseorang terus- menerus berdusta, maka akan dicatat oleh Allah sebagai orang yang selalu berdusta. (H.R. Mutafaqun Alaih) 2. Kreatif, berani, dan percaya diri, yaitu beruaha untuk mencari dan menemukan peluang-peluang bisnis yang baru yang prospektif dan berwawasan masa depan, dengan tidak mengabaikan prinsip kekinian. Hal ini hanya mungkin dapat dilakukan bila ia memiliki kepercayaan diri dan keberanian untuk berbuat sekaligus siap menanggung berbagai macam resiko. Sifat ini merupakan paduan antara amanah dan fathanah , yang
sering diterjemahkan
H.R. Imam Bukhari yang artinya “Dari Khudzaifah berkata, Rasulullah SAW menyampaikan kepadaku dua hadis, yang satu telah saya ketahui dan yang satunya lagi masih saya tunggu. Beliau bersabda kepada kami bahwa amanah itu diletakkan di lubuk hati manusia, lalu mereka mengetahuinya dari Al-Qur’an kemudian mereka ketahui dari al hadis (sunnah). Dan beliau juga menyampaikan kepada kami tentang akan hilangnya amanah. Beliau bersabda: seseorang tidur lantas amanah dicabut dari hatinya hingga tinggal bekasnya seperti bekas titik-titik. Kemudian ia tidur lagi, lalu amanah dicabut
dalam
nilai-nilai transparan, tepat waktu, memiliki manajemen bervisi, manajer dan pimpinan cerdas, sadar produk dan jasa, serta belajar berkelanjutan. hingga tinggal bekasnya seperti bekas yang terdapat di telapak tangan yang digunakan untuk bekerja, bagaikan bara yang diletakkan di kakimu, lantas melepuh tetapi tidak berisi apa-apa. Kemudian mereka melakukan jual beli/transaksi-transaksi tetapi hampir tidak ada orang yang menunaikan amanah maka orang-orang pun berkata: sesungguhnya dikalangan Bani Fulan terdapat orang yang bisa dipercayai dan adapula yang mengatakan kepada seseorang alangkah pandainya, alangkah cerdasnya, alangkah tabahnya padahal pada hatinya tidak ada iman sedikitpun walaupun hanya sebiji sawi. Sungguh akan datang padaku suatu zaman dan aku tidak memperdulikan lagi siapa diantara kamu yang aku baiat, jika ia seorang muslim hendaklah dikembalikan kepada Islam yang sebenarnya dan juga ia seorang nasrani maka dia akan dikembalikan kepadaku oleh orang-orang yang mengusahakannya. Adapun pada hari ini aku tidak membaiat kecuali Fulan bin Fulan. (H.R. Imam Bukhari). 3. Tablig , yaitu mampu berkomunikasi dengan baik yang juga diterjemahkan dalam bahasa manajemen dengan supel, cerdas, deskripsi tugas, delegasi wewenang, kerja tim, cepat tangap, koordinasi, kendali, dan supervise. H.R.Bukhari yang artinya: “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat”.
(H.R.Bukhari)
Sumber: H.Hendri Tanjung, Ph.D (2017)
Gambar Uraian Hafidzun dan A’limun
Sumber: H.Hendri Tanjung, Ph.D (2017) 4. Istiqamah , yaitu secara konsisten menampilkan dan mengimplementasikan nilai-nilai di atas walau banyak mendapatkan godaan dan tantangan. Hanya dengan istiqamah dan mujahadah, peluang- peluang bisnis yang prospektif dan menguntungkan akan selalu terbuka lebar. Q.S Al-Ankubat:69 yang artinya: ”Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar- benar beserta orang-orang yang berbuat baik”. (Q.S. Al- Ankubat:69).
Shiddiq Benar dan Jujur Istiqamah Konsisten Tablig , Mampu Berkomunikasi Kreatif , Berani, dan Percaya Diri
Ascarya (2015) Ascarya (2015) dalam penelitiannya menemukan bahwa terdapat 3 penyebab umum yang dominan dari krisis keuangan, yakni: ketidakstabilan sistem moneter (24,8%), Tata Kelola yang buruk (20,5%), dan kelakuan buruk agen ekonomi (19,7%). Sementara itu, penyebab detail yang dominan dari krisis keuangan itu ada 7 yaitu: faktor eksternal-ketidak stabilan sosial (4,87%), faktor fiskal-hutang yang berlebihan (4,74%), faktor eksternal-ketidak stabilan politik (4,63%), faktor perilaku-spekulan (4,56%), faktor moneter-sistem bunga (3,94%), faktor tata kelola-korupsi (4,46%) dan faktor perilaku- keserakahan agen-agen ekonomi (4,12%). Dari data persentase terjadinya krisis keuangan diatas dikaitkan dengan prisip-prinsip bisnis Rasul yang Universal terjadinya penyimpangan 20,5% diakibatkan tata kelola yang buruk (tidak Shiddiq) dan 19,7% diakibatkan kelakuan buruk agen ekonomi (tidak istiqomah).
Sikap setiap muslim didasarkan atas ketakwaan kepada Allah SWT. Sikap takwa ini merupakan hal yang sangat penting untuk mampu menghadapi globalisasi saat ini. Oleh karena itu sifat takwa harus tercermin dalam aspek kehidupan berikut ini:
a. Kekuatan Aqidah, Secara istilah (terminology), aqidah yaitu perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa yang menjadi tenteram karenanya sehingga menjadi suatu keyakinan yang teguh dan kokoh dalam arti kata tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan. Keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan apapun pada orang yang meyakininya.
b. Kekuatan Ilmu Pengetahuan. Ilmu pengetahuan tidak hanya dipahami sebagai hasil statis kegiatan ilmu pengetahuan berupa hukum dan teori ilmiah. Ilmu pengetahuan adalah juga sebuah proses, sebuah kegiatan dan sebuah kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang. Sehingga dalam ilmu pengetahuan sering muncul sikap kritisyang ingin meragukan terus kebenaran yang telah ditemukan
c. Kekuatan Ukhuwah dan Sinergi. Ukhuwah melahirkan kerukunan hidup dan kesetiakawanan sosial. Ukhuwah antar umat Islam tak akan berwujud tanpa silaturrahim.komunitas Muslim tidak akan diperhitungkan keberadaannya jika tidak memelihara dan membangun jaringan silaturahim.
d. Kekuatan Pendidikan dan Budaya. Pendidikan merupakan hak setiap individu dan budaya merupakan sesuatu yang diciptakan manusia melalui berbagai upaya yang dilakukan dalam pendidikan. Pendidikan adalah salah satu unsur dari aspek sosial-budaya yang berperan sangat strategis dalam pembinaan suatu keluarga, masyarakat atau bangsa.Kestartegisan peran ini pada intinya merupakan suatu ikhtiar yang dilaksanakan secara sadar, sistematis, terarah dan terpadu untuk memanusiakan peserta didik serta menjadikan mereka khalifah di muka bumi.
## Kesimpulan.
1. Menghadirkan dan mengimplementasikan strategi bisnis Rasulullah SAW pada saat sekarang akan tetap relevan dan aktual, sebab prinsip-prinsip yang telah dibangunnya merupakan prinsip yang bersifat universal, yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Hal itu adalah merupakan suatu keniscayaan bagi pebisnis muslim untuk menerapkan prinsip-prinsip dan strategi-startegi itu, jika menginginkan keuntungan dan keberkahan secara bersamaan. Dan diperlukan kesungguhan, kedisiplinan, keyakinan yang terus- menerus untuk mengaplikasikannya. Karena pasti akan banyak mendapatkan godaan dan tantangan.
2. Beberapa langkah strategis yang harus dilakukan oleh Indonesia di bidang ekonomi. Beberapa hal yang bisa di lakuan adalah: 1.Peningkatan Daya Saing Ekonomi.2.Peningkatan Laju
## DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran dan Hadits. Arief. 2009. Peranan Teknologi Informasi Dalam Peningkatan Daya Saing Usaha Kecil Menengahh. ISSN : 1907-5022. Bandung.
Ali Yafie, 2003, Fiqih Perdagangan Bebas, Jakarta : Teraju Mizan.
Apridar, 2012, Ekonomi Internasional: Sejarah, Teori , Konsep dan Permasalah dalam Aplikasinya (Yogyakarta: Graha Ilmu)
Anabarja, Sarah. Kendala Dan Tantangan Indonesia dalam Mengimplementasikan ASEAN
Free Trade MenujuTerbentukny ASEAN Economic Community.
Hanantijo, Djoko. Strategi Dalam Menghadapi Persaingan Global. Surakarta
Hafifuddin, Hendri Tanjung, 2017, Pengantar Manajemen Syariah, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Ibnu Khaldun Bogor,
Hendra Hawawi, 5005, Ekonomi Internasioanl dan Globalisasi Ekonomi, Bogor: Ghalia Indonesia.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Departemen Pendidikan Nasional dan Balai Pustaka 2017.
Madjid, Rachmawati. Kualitas Sumber Daya Manusia Dalam Menggapai BonusDemografi Sihombing, Jonker. 2013. Kerjasama ASEAN: Manfaatdan Tantangannya Bagi Indonesia.
Law Review Volume XIII No.2. Karawaci
Kurtz, Lester, Gods in the Global Village, (Pine Force Press California, 1995)
Latief, Dochak, Pembangunan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Globalisasi. (Surakarta Muhammadiyah University Press, 2003)
Muhtarom, Reproduksi Ulama di Era Globalisasi. (yokyakarta : Pustaka Pelajar, 2005)
Stever, H. Guyford “Science, Systems, and Society.” Journal of Cybernetics, (1972)
Soesastro, Hadi. 2004. Kebijakan Persaingan, Daya Saing, Liberalisasi,
Globalisasi,Regionalisasi
Wibowo, Arif. Kesiapan Konsumen Indonesia Dalam Menghadapi AFTA2015
|
ff537cda-de1a-48da-9b9a-317742e79094 | https://djournals.com/klik/article/download/1053/642 | KLIK: Kajian Ilmiah Informatika dan Komputer ISSN 2723-3898 (Media Online) Vol 4, No 1, Agustus 2023, Hal 73-83 DOI 10.30865/klik.v4i1.1053 https://djournals.com/klik
## Analisis dan Perancangan Aplikasi e-dikbangspes Berbasis Web Pada Biro Sumber Daya Manusia Polda Sumatera Selatan
Miko Hardian * , Aan Restu Mukti
Fakultas Sains Teknologi, Program Studi Teknik Informatika, Universitas Bina Darma, Palembang, Indonesia Email: 1,* mikohardian4@gmail.com, 2 aanrestu@binadarma.ac.id Email Penulis Korespondensi: mikohardian4@gmail.com
Abstrak− Polda Sumatera Selatan merupakan instansi pemerintahan yang bergerak di bidang keamanan, ketertiban/rukun masyarakat dan menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, keamanan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Berdasarkan penelitian dan analisis yang dilakukan ditemukan beberapaa masalah diantaranya pada Subbag Seleksi Biro SDM Polda Sumsel yang dimana melakukan pendataan yang sudah melakukan Pendidikan pengembangan spesialis dari tahun ke tahun dengan menggunakan sistem pendataan secara manual dengan menggunakan rekap Excel. Guna meningkatkan pelayanan serta mengefektifkan pekerjaan maka dikembangkanlah sebuah sistem pengolahan atau perekapan data secara elektronik agar informasi data yang didapat akurat dan cepat, aplikasi edikbangspes Biro Sumber Daya Manusia dapat berhasil dibangun dengan menggunakan bahasa pemrograman PHP dengan framework Codeigniter. Hal ini menunjukkan bahwa pemilihan teknologi yang tepat dapat mendukung pengembangan aplikasi yang handal dan efisien. pembangunan edikbangspes pada Biro SDM Polda Sumsel dengan metode Action Research telah membawa manfaat dalam meningkatkan pelayanan terhadap internal personil. Dalam proses perancangan dan pengembangan aplikasi, keterlibatan aktif dari personil sangat penting untuk memastikan kebutuhan dan harapan mereka terpenuhi. dengan melakukan hosting aplikasi ke internet, aplikasi edikbangspes dapat diakses oleh operator penginput data tanpa batasan waktu dan lokasi. Maka dengan dikembangkannya sistem informasi e-dikbangspes mampu mengatasi permasalahan - permasalahan yang berkaitan dengan pendataan personil yang dimana pada sistem ini dapat diakses secara online atau perekapan personil secara online dimanapun dan kapanpun kemudian berdasarkan hasil evaluasi dengan menggunakan apliaksi speed test web didapatkan hasil dengan skor rata-rata 84,3 kategori baik.
Kata Kunci: e-dikbangspes; Biro SDM; Web; Online; Subbag Seleksi;
Abstract− The South Sumatra Regional Police is a government agency engaged in the field of security, securing/sharing the community and enforcing the law, as well as providing protection, security, protection and community services in the context of maintaining domestic security. Based on the research and analysis carried out, several problems were found, including the HR Selection Subdivision for the South Sumatra Police HR Bureau, which carried out data collection that had carried out the development of specialist education from year to year using a manual data collection system using Excel recap. In order to improve services and make work effecti ve, a system for processing or recording data electronically was developed so that the information data obtained was accurate and fast, the Education and Special Education Bureau for Human Resources applications can be successfully built using the PHP programming language with the CodeIgniter framework. This shows that choosing the right technology can support reliable and efficient application development. the development of edikbangspes at the South Sumatra Polda HR Bureau using the Action Research method has brought benefits in improving service to internal employees. In the application design and development process, the active involvement of personnel is essential to ensure their needs and expectations are met. By hosting applications on the internet, edikbangsppes applications can be accessed by data input operators without time and location limitations. So with the development of the e-dikbangsppes information system, it is able to overcome problems related to personnel data collection which in this system can be accessed online or online personnel recording wherever and whenever, then based on evaluation results using the speed test application, web results obtained with an average score of 84.3 in the good category.
Keywords : e-dikbangspes; Biro SDM; Web; Online; Subbag Seleksi
## 1. PENDAHULUAN
Untuk Provinsi Sumsel, Polri melimpahkan kewenangan kepada Komando Kepolisian Daerah (Komdak atau Kodak) VI/Sumatera Selatan. Kapolda Sumsel memiliki jabatan Irjen Pol, menjadikan Polda Sumsel sebagai Polda kategori A. Markas Polda Sumsel dapat ditemukan di Kecamatan Kemuning Kota Palembang di Jalan Jenderal Sudirman, Kilometer 4. Ada 29 unit kerja di bawah pengawasan Polda Sumsel, dan 17 unit wilayah lainnya.
Terkait keamanan dalam negeri, sudah menjadi tugas Polda Sumsel untuk menjaga ketentraman, mengamankan jalanan, menegakkan hukum, serta mengayomi dan melayani masyarakat sekitar. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 dan Peraturan Kepolisian Nomor 14 Tahun 2018, yang diundangkan pada 21 September 2018, mengatur struktur organisasi Polri dan tata cara pelaksanaan tugasnya.
Polda Sumsel adalah organisasi pemerintah, sehingga mereka telah menggunakan teknologi informasi yang terpercaya, terutama untuk berbagi data antara pusat dan provinsi. Tujuan dari teknologi informasi adalah untuk memfasilitasi pembuatan data yang berguna bagi berbagai pengguna akhir, termasuk individu, bisnis, dan pemerintah. Oleh karena itu, tugas Biro SDM sehari-hari terdiri dari menyelenggarakan pelayanan psikologi kepolisian dan personel, melakukan evaluasi kompetensi, dan memantau kesejahteraan pegawai Polda secara umum [1].
Namun, berdasarkan penelitian dan analisis yang dilakukan, ditemukan beberapa masalah di Subbagian Seleksi Biro SDM Polda Sumsel. Salah satu masalah tersebut terkait dengan sistem pendataan yang masih dilakukan secara manual menggunakan rekapitulasi dalam format Excel untuk mendata personel yang telah mengikuti Pendidikan Pengembangan Spesialis (Dikbangspes) dari tahun ke tahun. Sistem ini memiliki kelemahan, di antaranya sulitnya mencari data yang diperlukan dengan cepat, karena harus mencari satu persatu arsip data Excel yang tersimpan, yang membutuhkan waktu yang cukup lama. Selain itu, masalah yang lebih serius adalah risiko kehilangan atau kerusakan data atau arsip, yang dapat merugikan personel yang telah mengikuti Pendidikan Pengembangan Spesialis[2].
Miko Hardian, Analisis dan Perancangan Aplikasi e-dikbangspes Berbasis Web Pada Biro Sumber Daya Manusia
## Polda Sumatera Selatan
Pengembangan aplikasi pelayanan berbasis web dengan metode action research di Biro sumber daya manusia Polda Sumatera Selatan akan memberikan sejumlah manfaat. Diantaranya adalah kemudahan akses bagi personil dalam melakukan perekapan data personil yang sudah melakukan pendidikan baik itu pengembangan spesialis, pengembagan pogram pelatihan dan pengembangan program pelatihan diluar polri, pengurangan proses administratif yang memakan waktu, peningkatan transparansi dalam pelayanan karena dilakukan by sistem, dan peningkatan kualitas layanan secara menyeluruh terkhusus dalam hal pendataan personil yang sudah melakukan pendidikan dan pengembangan spesialis[3]. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kebutuhan sistem informasi di Subbag Seleksi Biro SDM Polda Sumsel, membangun sistem perekapan berbasis Online yang dapat di akses dimana saja, Mempermudah dalam melakukan pekerjaan keseharian personil dan untuk mengimplementasikan rancangan sistem perekapan berbasis web pada Subbagseleksi Biro SDM Polda Sumsel [4].
Dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, penerapan aplikasi edikbangspes di Biro Sumber Daya Manusia Polda Sumsel akan menjadi langkah yang strategis dalam meningkatkan kualitas pelayanan internal personil. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat tercipta solusi yang efektif dan efisien untuk mengatasi kendala dalam pelayanan internal personil, serta memberikan dampak positif bagi keberlangsungan kemajuan dunia kepolisian. Untuk meningkatkan pelayanan dan efektivitas kerja, telah dikembangkan sistem pengolahan atau pencatatan data elektronik yang memastikan akurasi dan kecepatan dalam mendapatkan informasi. Salah satu sistem yang dikembangkan adalah sistem informasi e-dikbangspes, yang dirancang untuk mengatasi permasalahan terkait pendataan personel yang telah mengikuti Pendidikan Pengembangan Spesialis. Sistem ini menggunakan platform web sebagai alat operasionalnya. Pengguna atau pengguna sistem hanya perlu melakukan login dan memasukkan data pribadi mereka yang telah mengikuti Pendidikan Pengembangan Spesialis. Mereka dapat mengakses web tersebut di mana saja dan kapan saja selama mereka terhubung dengan jaringan internet. Selain itu, sistem ini juga memungkinkan pengguna untuk mengekspor data sesuai kebutuhan, serta melakukan pencarian atau penelusuran data berdasarkan tahun Pendidikan, nama, NRP, atau jenis Pendidikan Pengembangan Spesialis yang telah diikuti, metode yang digunakan dalam pemecahan masalah adalah metode action research yang dimana metode ini memiliki empat tahapan yaitu diagnosing, action planning, action taking dan evaluating [5]
Pelayanan terhadap internal personil yang efektif dan efisien merupakan salah satu aspek penting dalam meningkatkan kualitas kinerja personil. Biro sumber daya manusia Polda Sumel sebagai instansi pemerintah memiliki peran yang signifikan dalam memberikan layanan baik itu secara umum kepada masyarakat maupun antar personil[6]. Dalam era modern ini, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan "Aplikasi e-dikbangspes berbasis web pada Biro Sumber Daya Manusia POLDA Sumatera Selatan" yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan terhadap antar personil khususnya personil yang ada pada Polda Sumatera Selatan..
## 2. METODOLOGI PENELITIAN
## 3.1 Objek Penelitian
Penelitian dilakukan di Markas Besar Polda Sumatera Selatan yang berlokasi di Jl. Jend. Sudirman No.KM.4, RW.5, Provinsi Sumatera Selatan. Waktu penelitian dimulai pada bulan April 2023 dan diperkirakan akan berlangsung hingga bulan Juli 2023. Fokus penelitian ini adalah pada Biro SDM Polda Sumatera Selatan.
## 3.2 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, terdapat beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan:
a. Observasi: Penulis melakukan pengamatan langsung atau observasi ke Markas Besar Kepolisian Sumatera Selatan dengan fokus pada Biro SDM Polda Sumsel, khususnya Subbagian Seleksi. Tujuan dari observasi ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan dalam perancangan Aplikasi E-Dikbangspes Berbasis Web pada Biro Sumber Daya Manusia Polda Sumatera Selatan.
b. Wawancara: Peneliti melakukan wawancara dengan pihak instansi terkait, terutama operator dan staf terkait, untuk mendapatkan informasi tentang pelayanan dan data terkait dengan penelitian ini. Wawancara ini membantu dalam memperoleh gambaran yang lebih baik tentang data dan informasi yang diperlukan, serta mempermudah proses penelitian.
c. Studi Pustaka: Penulis melakukan pengumpulan data melalui studi pustaka dengan mencari literatur teori yang relevan dari sumber seperti internet, jurnal, perpustakaan, atau buku yang berkaitan dengan objek penelitian. Studi pustaka ini membantu dalam memperoleh pemahaman yang mendalam tentang topik penelitian serta kerangka teoritis yang akan digunakan dalam perancangan aplikasi E-Dikbangspes.
Dengan kombinasi dari ketiga teknik pengumpulan data di atas, diharapkan penelitian ini dapat memperoleh data yang komprehensif dan relevan untuk perancangan aplikasi yang diusulkan..
## 3.4 Metode Action Research
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan atau action research. Metode penelitian tindakan melibatkan kolaborasi antara peneliti dan pemangku kepentingan (decision maker) dalam rangka meningkatkan kualitas organisasi dan kinerjanya. Penelitian ini berfokus pada upaya peningkatan mutu praktik atau kegiatan yang dilakukan dalam konteks organisasi, dalam hal ini Biro SDM Polda Sumatera Selatan. Metode penelitian tindakan biasanya dilakukan oleh praktisi atau orang yang terlibat langsung dalam praktik yang diteliti. Mereka menganalisis data dan menggunakan hasil penelitian untuk memperbaiki atau meningkatkan praktik mereka. Metode ini memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk berpartisipasi aktif dalam proses penelitian dan membuat perubahan yang nyata berdasarkan hasil penelitian.
Dalam penelitian ini, metode penelitian tindakan digunakan untuk merancang dan mengembangkan aplikasi E-Dikbangspes berbasis web pada Biro SDM Polda Sumatera Selatan. Penelitian ini melibatkan kolaborasi antara peneliti dan pemangku kepentingan di Biro SDM untuk menganalisis kebutuhan, merancang solusi yang sesuai, dan mengimplementasikan perubahan yang diperlukan. Dengan demikian, metode penelitian tindakan memberikan landasan yang kuat untuk mencapai tujuan penelitian dan meningkatkan kualitas pelayanan internal pada Biro SDM Polda Sumatera Selatan [7].
Miko Hardian, Analisis dan Perancangan Aplikasi e-dikbangspes Berbasis Web Pada Biro Sumber Daya Manusia
## Polda Sumatera Selatan
Gambar 1. Tampilan Proses Metode Action Research
Metode Action Research memiliki beberapa tahapan yaitu: a. Melakukan diagnosa ( diagnosing ): Pada tahap ini, peneliti melakukan identifikasi masalah utama yang ada pada Biro SDM Polda Sumsel, khususnya di Bagdalpers Subbag Seleksi. Tujuan dari tahap ini adalah untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang masalah yang perlu diatasi dalam penelitian ini.
b. Membuat rencana tindakan ( action planning ): Setelah identifikasi masalah dilakukan, tahap selanjutnya adalah menyusun rencana atau perancangan tindakan yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dalam konteks ini, rencana tindakan mencakup merancang konsep solusi yang meliputi bentuk atau antarmuka aplikasi web, struktur data, tabel user login, dan komponen lain yang relevan.
c. Melakukan tindakan ( action taking ): Tahap ini melibatkan implementasi atau pelaksanaan tindakan berdasarkan rencana yang telah disusun sebelumnya. Dalam hal ini, peneliti akan mengimplementasikan solusi yang dirancang dalam bentuk aplikasi web E- Dikbangspes. Pelaksanaan ini dilakukan untuk mengatasi masalah yang ada dan meningkatkan kualitas pelayanan di Biro SDM [7].
d. Melakukan evaluasi ( evaluating ): Tahap terakhir dalam metode penelitian tindakan adalah evaluasi. Setelah implementasi dilakukan, peneliti akan mengevaluasi apa yang telah dibuat atau menerapkan evaluasi terhadap aplikasi yang sudah terimplementasi. Evaluasi ini dapat melibatkan pengujian web menggunakan aplikasi online seperti gtmetrix.com, tools.pingdom.com, dan domsignal.com. Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah yang mungkin ada dalam aplikasi dan memberikan rekomendasi yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut setelah aplikasi digunakan.
Dengan mengikuti tahapan-tahapan ini, penelitian tindakan diharapkan dapat mencapai tujuan perbaikan dan meningkatkan kualitas pelayanan di Biro SDM Polda Sumatera Selatan melalui implementasi aplikasi E-Dikbangspes berbasis web.
## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
## 3.1 Analisis Sistem Yang Berjalan (Diagnosing)
Sebelum merancang sistem baru, penting untuk memahami dengan jelas bagaimana sistem yang sedang berjalan di Subbag Seleksi Biro SDM Polda Sumsel. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang masalah dan kendala yang dihadapi dalam sistem tersebut. Melalui penelitian langsung yang telah dilakukan, beberapa masalah telah teridentifikasi di Subbag Seleksi Biro SDM Polda Sumsel terkait pendataan peserta Pendidikan Pengembangan Spesialis (Dikbangspes) dari tahun ke tahun. Saat ini, sistem pendataan yang digunakan adalah manual dengan menggunakan rekap Excel. Sistem yang sedang berjalan ini memiliki beberapa kelemahan. Salah satunya adalah kesulitan dalam mencari data yang dibutuhkan dengan cepat, karena harus mencari satu persatu arsip data Excel yang disimpan. Hal ini memakan waktu yang cukup lama dan menyebabkan pemborosan waktu. Selain itu, permasalahan yang paling serius adalah risiko kehilangan atau kerusakan data atau arsip. Jika hal ini terjadi, akan merugikan personel yang telah mengikuti Pendidikan Pengembangan Spesialis. Informasi ini memberikan pemahaman yang jelas tentang masalah yang ada dalam sistem pendataan yang sedang berjalan di Subbag Seleksi Biro SDM Polda Sumsel. Hal ini akan menjadi dasar yang penting dalam merancang sistem baru yang lebih efisien dan efektif untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Adapun aliran system yang sedagn berjalan terlihat pada gambar 2 berikut ini.
## Miko Hardian, Analisis dan Perancangan Aplikasi e-dikbangspes Berbasis Web Pada Biro Sumber Daya Manusia Polda Sumatera Selatan
Pada alur perekapan data gambar 2 diatas, prosesnya dimulai dengan operator Mabes Polri mengirimkan berkas peserta Pendidikan kepada operator Polda setelah Pendidikan selesai. Kemudian, operator Polda secara manual memasukkan data ke dalam Excel. Setelah data diinputkan, operator Polda mengirimkan surat validasi data kepada operator Mabes Polri[8]. Berkas atau tanda tamat Pendidikan tersebut kemudian didistribusikan kepada peserta Dikbangspes. Pada tingkat Satker/Satwil, permintaan data dari peserta Pendidikan spesialis tertentu diajukan melalui surat permintaan kepada operator Polda. Setelah diterima oleh operator Polda, operator tersebut harus mencari file atau data yang sesuai dengan jenis atau tahun Pendidikan yang diminta di dalam Excel.
## 3.2 Analisis Sistem Yang Dirancang (Action Planning)
Setelah menganalisis sistem yang sedang berjalan, penulis telah merencanakan perancangan sistem baru yang bertujuan untuk mempermudah pengolahan data personal peserta Pendidikan dan Pengembangan Spesialis (Dikbangspes). Dalam perancangan ini, penulis membuat sebuah sistem perekapan data secara online yang memiliki berbagai kelebihan. Salah satu kelebihan sistem ini adalah kemudahan akses. Pengguna dapat dengan mudah mengakses sistem ini melalui web dengan melakukan login. Mereka dapat menginputkan data personal peserta yang telah mengikuti Pendidikan Pengembangan Spesialis dari mana saja dan kapan saja, asalkan terhubung dengan jaringan atau koneksi internet. Selain itu, sistem ini juga memberikan kemudahan dalam penggunaan. User interface yang intuitif dirancang untuk memudahkan pengguna dalam menggunakan sistem ini. Pengguna dapat dengan mudah menginputkan data dan mengakses fitur-fitur yang disediakan[9]. Keamanan data dan perekapan juga menjadi fokus dalam perancangan sistem ini. Dengan menggunakan sistem web, data personal yang dimasukkan oleh pengguna akan dijamin keamanannya [10]. Langkah-langkah keamanan seperti enkripsi dan pengaturan hak akses akan diterapkan untuk melindungi data yang tersimpan dalam sistem. Selain itu, sistem ini juga memungkinkan pengguna untuk melakukan export data sesuai kebutuhan. Pengguna dapat melakukan pencarian atau search data berdasarkan kategori seperti tahun Pendidikan, nama, NRP, atau jenis Dikbangspes. Fitur-fitur ini akan membantu pengguna dalam mengakses informasi yang relevan dengan cepat dan efisien. Dengan mengimplementasikan sistem perekapan data personal secara online ini, diharapkan akan terjadi peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam pengolahan data peserta Pendidikan dan Pengembangan Spesialis di Biro SDM Polda Sumatera Selatan. Adapun aliran system baru yang dirancang terlihat pada gambar 3 berikut ini. [11].
## Gambar 3. Rancangan Aliran sistem perekapan data yang baru
Dari gambar 3, dapat dilihat bahwa pada tingkat Operator Mabes Polri, setelah peserta Dikbangspes selesai menjalani pendidikan, data tersebut langsung diinputkan ke dalam aplikasi E-Dikbangspes. Kemudian, pada tingkat Operator Polda, data tersebut otomatis terintegrasi dengan aplikasi E-Dikbangspes. Selanjutnya, pada tingkat Satker/Satwil, permintaan data dilakukan dengan mengirimkan surat permohonan data. Operator Polda dapat dengan mudah mencari data Dikbangspes yang diminta dan mengekspornya dalam format Excel. Data tersebut kemudian diberikan kepada pihak yang meminta data melalui surat pengantar[12]. Proses ini membantu dalam menghemat waktu dan efisiensi dalam pencarian data. Dalam tahap perancangan E-Dikbangspes, beberapa diagram dan tabel digunakan untuk menjelaskan aplikasi yang akan dibuat. Salah satunya adalah Data Flow Diagram (DFD), yang digu nakan untuk menggambarkan proses, fungsi, dan aliran data atau informasi dalam sistem. Dalam penelitian ini, DFD terdiri dari 3 level yaitu DFD Level 0, DFD Level 1, dan Level 2. DFD digunakan untuk memberikan pemahaman visual tentang bagaimana data dan informasi bergerak dalam sistem, serta hubungan antara proses-proses yang ada. Selain DFD, penelitian ini juga menggunakan Entity Relationship Diagram (ERD). ERD digunakan untuk menggambarkan hubungan antara entitas atau tabel dalam basis data. ERD membantu dalam memodelkan struktur data dan menggambarkan keterkaitan antara entitas-entitas yang ada. Dengan menggunakan alat-alat seperti DFD dan ERD, perancangan E-Dikbangspes dapat dilakukan secara sistematis dan memudahkan pemahaman tentang bagaimana aplikasi tersebut akan berfungsi.
Miko Hardian, Analisis dan Perancangan Aplikasi e-dikbangspes Berbasis Web Pada Biro Sumber Daya Manusia Polda Sumatera Selatan
Gambar 4. DFD level 0
Data Flow Diagram (DFD) Level 0 menggambarkan sebaran data atau informasi secara umum kepada para pemangku kepentingan, termasuk admin operator kantor pusat, admin level polda, dan user biasa. Gambar 5 memberikan tampilan tingkat tinggi dari DFD Level 0, dan di bawahnya adalah penjelasan lebih mendalam tentang DFD Level 0 sampai 1[3].
## Gambar 5. DFD level 1
Pada gambar diatas merupakan perluasan dari Diagram Konteks yang digunakan pada DFD Level 0. DFD Level 1 memberikan penjelasan yang komprehensif tentang operasi sistem dengan memecahnya menjadi rangkaian operasi yang saling berhubungan. Proses desain Entity Relationship Diagram (ERD) datang berikutnya. Entitas dan relasi dalam sistem ini digambarkan dalam diagram relasi entitas (ERD). Ada empat elemen terkait di sini pengguna, Fungsi Dikbangspes, Jenis Dikbangspes, dan Daftar Dikbangspes[13]. dan ada dua sub menu yang tidak berkaitan, Prolat dan Diklat di luar Polri, tidak ada yang berafiliasi satu sama lain. ERD diberikan di sini untuk di teliti.
Miko Hardian, Analisis dan Perancangan Aplikasi e-dikbangspes Berbasis Web Pada Biro Sumber Daya Manusia Polda Sumatera Selatan
Gambar 6. Entity Relationship Diagram
## 3.3 Implementasi (Action Taking)
## a. Form Login
Form Login merupakan hasil implementasi dari form login pada aplikasi berbasis web. Form login ini memungkinkan pengguna atau operator untuk memasukkan username dan password yang telah terdaftar sebelumnya. Melalui form login ini, pengguna dapat mengautentikasi diri dan mendapatkan akses ke fungsi dan fitur yang tersedia dalam aplikasi edikbangspes. Form login pada aplikasi web umumnya dirancang dengan tampilan yang sederhana dan intuitif. Pengguna akan melihat kolom input untuk username dan password, serta tombol untuk melakukan login. Pengguna diharapkan memasukkan informasi yang sesuai dengan akun yang telah terdaftar untuk dapat masuk ke dalam sistem. Dengan menggunakan form login, pengguna yang telah terdaftar dapat mengakses aplikasi berbasis web dengan aman dan melakukan berbagai aktivitas yang disediakan dalam aplikasi tersebut terlihat pada gambar 7 halaman login dibawah ini.[14] .
Gambar 7. Halaman Login
## b. Halaman Menu Utama
Setelah memasukan username dan password kita, hal pertama yang kita lihat adalah form menu utama yang berisi beberapa submenu seperti menu Dashboard, fungsi Dikbangspes yang dimana disini kitab isa memasukan fungsi dikbangspes itu sendiri dengan menekan tombol fungsi dikbangspes kemudian klik tambah data lalu tinggal memasukan data jika sudah klik simpan, selanjutnya Jenis Dikbangspes disini menampilkan jenis dari pada fungsi dikbangspes itu sendiri yang dimana operator cukup menekan menu jenis dikbangspes lalu klik tombol tambah data kemudian tinggal memasukan data dan simpan, lalu List Dikbangspes disini adalah rekapan data utama karena disini operator menginputkan semua data yang berhubungan dengan dikbangspes itu sendiri cukup dengan menekan menu lis dikbangspes kemudian klik tambah data lalu mengisi data jika sudah simpan, selanjutnya menu Daftar Prolat disini merupakan tempat penginputan bagi personal yang sudah melakukan program pelatihan operator tinggal klik menu prolat lalu tambah data
## Miko Hardian, Analisis dan Perancangan Aplikasi e-dikbangspes Berbasis Web Pada Biro Sumber Daya Manusia Polda Sumatera Selatan
selanjutnya mengisi data yang diminta jika sudah simpan, dan yang terakhir Daftar Prolat luar Polri disini hamper sama dengan prolat tadi bedanya data yang diminta bagi personal yang prolatnya diluar lingkungkungan instansi kepolisian caranya sama yaitu klik menu lis prolat luar polri kemudian klik tambah data isikan data jika sudah simpan, dan ada juga menu Logout untuk kelaur dari aplikasi, Gambar 8 di bawah ini menggambarkan tampilan form menu utama.
Gambar 8. HalamanMenu Utama
## c. Halaman Fungsi dan Jenis Dikbangspes
Pada halaman ini yaitu halaman fungsi dikbangspes dan jenis dikbangspes operator dapat menginput fungsi dan jenis dikbangspes itu sendiri dengan menklik menu salah satunya kemudian tambah data, jika sudah ditampilkan pada pengisian data operator cukup memasukan data sesuai dengan yang ingin diinputkan baik itu fungsi dikbangspes maupun jenis dikbangspes jika sudah mengisi data selanjutnya klik simpan, maka akan tampil menu atau adaftar dari pada fungsi dikbangspes atau jenis dikbang spes yang su dah diinputkkan sebelumnyadapat dilihat pada Gambar 9 menggambarkan daftar fungsi dan jenis dikbangspes yang sudah diinputkan.
Gambar 9. Form Fungsi dan Jenis Dikbangspes
## d. Halaman List Dikbangspes
Halaman List dikbangspes merupakan halaman untuk memasukan data secara rinci yang dimana disini operator cukup mengklik halaman lis dikbangspes kemudian akan ditampilkan beberapa menu lagi untuk menambahkan data operator cukup mengklik tambah data selanjutnya mengisi data ssesuai dengan data yang diminta sepeerti nama, pangkat, NRP, jabatan, unit, fungsi, dan tingkat Pendidikan serta lamanya Pendidikan, selanjutnya jika sudah klik simpan setelah menyimpan data akan langsung ditampilkan data atau list dikbangspes yang sudah dimasukan data sebelumnya, disini kita dapat malakukan pencarian data yang diinginkan dengan menekan “search” atau cari pada menu atas kanan kemudian memasukan kata kunci berupa nama, NRP, jenis atau gungsi dikbangspes maka selanjutnya data yang kita acari akan muncul, ada juga fitur untuk edit dan hapus data data fitur ini digunakan apabila operator salah dalam melakukan m[enginputan data makan operator dapat mengedit atau menghapus data tersebut, selanjutnya jika inigin mengexport data kedalam excel pada menu kiir atas ada tombol excel yang dimana ini merupakan fitur yang dapat melakukan export data menjadi file excel. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 10 dibawah ini.
Miko Hardian, Analisis dan Perancangan Aplikasi e-dikbangspes Berbasis Web Pada Biro Sumber Daya Manusia
## Polda Sumatera Selatan
## e. Halaman List Program Pelatihan (Prolat) dan Prolat diluar Polri
Halaman List Prolat dan Prolat diluar polri merupakan tampilan data yang menampilkan prolat personil, Daftar Prolat dan Prolat diluar polri dapat diperbarui data personil dengan mengklik tombol “Tambah Data” kemudian memasukkan informasi yang diminta (seperti nama pengguna, pangkat, NRP, jabatan, satuan, fungsi, jenis prolat, tahun pendidikan, dan seterusnya). Saat operator memilih tombol "excel", informasi yang diinginkan langsung diekspor ke Excel fitur ini bertujuan untuk mendapatkan data dalam bentuk excel secara cepat dan akurat sesuai data yang dicari berdasarkan tombol search atau caari yang ada pada menu diatas kanan. Pada menu Polat dan Prolat diluar polri juga terdapat tombol edit dan hapus yang bertujuan apabila operator salah memasukan data maka operator dapat amelakukan editing data atau dengan menghapus data tersebut. Terlihat tampilan Polat dan prolat diluar polri pada Gambar 11 dibawah ini [15].
Gambar 11. Halaman List Program Pelatihan (Prolat) dan Prolat diluar Polri
## f. Laporan List yang sudah Dikbangspes, prolat dan prolat diluar Polri
Berikut adalah daftar laporan yang disajikan dalam bentuk file Excel; itu berisi informasi tentang semua karyawan organisasi, seperti nama mereka, NRP, posisi, unit, peran yang mereka mainkan dalam hal pendidikan dan budaya, jenis pendidikan dan buday a yang mereka terima, lama pendidikan mereka, tanggal yang mereka mulai dan akhiri pelatihan mereka, dan banyak lagi. Gambar 12 menyajikan laporan daftar Dikbangspes yang dimana disini disajikan data berdasrkan pencarian yang dilakukan.[16] .
Gambar 12. Laporan Daftar Jenis Dikbangspes
Selanjutnya gambar 13 laporan list Prolat, yang dimana disini merupakan hasil dari export data yang ada pada menu List Prolat, data yang disajikan sesuai dengan data yang kita search atau kita inginkan berupa nama, pangkat, NRP, jabatan, kesatuan fungsi prolat, jenis prolat, tahun kemudian Ket atau komen dari pada data yang disajikan.
## Gambar 13. Laporan List yang sudah Prolat
dan yang terakhir pada gambar 14 daftar Prolat Diluar Polri, disini merupakan hasil dari pada export data yang telah di search berdasarkan data tertentu, yang dimana disini menyajikan data berupa nama, pangkat, NRP , jabatan, kesatuan, jenis pelatihan, tempat pelatihan, tanggal, lama pelatihan kemudian keterangan atau komen dari pada data yang disajikan.
## 3.4 Evaluasi (Evaluating)
Setelah tahap analitik, desain, dan implementasi sistem selesai, perlu dilakukan pengujian web menggunakan aplikasi online un tuk menilai kualitas produk akhir. Pengujian perangkat lunak adalah prosedur yang digunakan untuk menentukan apakah suatu program
## Miko Hardian, Analisis dan Perancangan Aplikasi e-dikbangspes Berbasis Web Pada Biro Sumber Daya Manusia Polda Sumatera Selatan
berfungsi seperti yang dirancang. Ada berbagai metode yang tersedia untuk menentukan kecepatan sebuah situs web, terkadang dikenal sebagai kecepatan halamannya. Mengetahui seberapa baik situs web berfungsi dapat dilakukan dengan mempelajari cara melakukan tes kecepatan. Banyak variabel yang memengaruhi seberapa cepat sebuah situs web dimuat. Server, hosting, dan terutama file gambar besar semuanya berperan. Kali ini, kami menggunakan serangkaian alat test web untuk pengujian, seperti gtmetrix.com, tools.pingdom.com, dan domsignal.com[17].
Pada test menggunakan aplikasi test web gtmetrix.com didapatkan hasil yaitu pada performance pada aplikasi edikbangspes berbasis web ini berada pada nilai 80% pada kategori baik, selanjutnya untuk structure berada pada nilai 91% kategori baik kemudian di kecepatan akses kategori baik juga yaitu di load time reload 2.1 detik. Terlihat pada gambar 15. Merupakan hasil testing gtmetrix.com seperti pada gambar dibawah ini.
Gambar 15. Testing gtmetrix.com
Selanjutnya terting web menggunakan aplikasi pingdom.com, domsignal.com merupakan alat testing web gratis yang ada diflatform internet yangd dimana pada pengujian kali ini dengan menggunakan aplikasi domsignal.com didapatkan hasil untuk structure web berada pada nilai 90% kategori baik, kemudian untuk kecepatan load timenya 1.1 detik dan untuk page size web sendiri kecil hanya 368.6 kb, seperti terlihat pada gambar 16. Dibawah ini.
## Gambar 16. Testing pingdom.com
Dan yang terakhir pengujian menggunakan testing web domsignal.com, pada percobaan pengetesan ini hamper sama hasil yang didapatkan pada pengujian sebelumnya untuk testing menggunakan domsignal.com ini didapatkan hasil untuk performance web berada diangka 83% kategori baik, kemudian loaded in atau waktu muat web hanya di 0.2 detik dan Aksesibilitas berada di nikai 95% seperti terlihat pada gambar 17. dibawah ini[12], [18].
## Miko Hardian, Analisis dan Perancangan Aplikasi e-dikbangspes Berbasis Web Pada Biro Sumber Daya Manusia Polda Sumatera Selatan
Hasil dari analisis testing web dengan menggunakan 3 aplikasi online tersebut yaitu gtmetrix.com, tools.pingdom.com, dan domsignal.com. didapatkan kesimpulan bahwa performance dari pada web e-dikbangspes berada di grade B yaitu rata-rata nilai 84,3 dengan kategori baik, kemudian pada structure tampilan mimiliki nilai 91% dan kecepatan load time berada pada 1.1 detik maka dapat disimpulkan aplikasi edikbangspes secara structure tampilan sudah mumpuni dan bagus dengan kategori baik, kemudian untuk ukuran atau page size web sendiri kecil hanya 368.6 kb gambar dan font text sudah baik karena didapatkan kecepatan yang bagus pada saat dilakukannya reload web. Pada pengujian kali ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dari pada web yang dibuat baik itu dari struktur, tampilan, kecepatan akses kemudian ukuran gambar font dan lain sebagainya seperti hasil yang didapatkan pada percobaan test web pada gambar 15 Testing gtmetrix.com, gambar 16 Testing pingdom.com dan gambar 17 Testing domsignal.com tersebut di atas.
## 4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari rancangan dan implementasi Aplikasi edikbangspes berbasis web pada Biro Sumber Daya Manusia Polda Sumsel, beberapa kesimpulan dapat ditarik. Pertama, aplikasi edikbangspes Biro Sumber Daya Manusia dapat berhasil dibangun dengan menggunakan bahasa pemrograman PHP dengan framework Codeigniter. Hal ini menunjukkan bahwa pemilihan teknologi yang tepat dapat mendukung pengembangan aplikasi yang handal dan efisien. Kedua, pembangunan edikbangspes pada Biro SDM Polda Sumsel dengan metode Action Research telah membawa manfaat dalam meningkatkan pelayanan terhadap internal personil. Dalam proses perancangan dan pengembangan aplikasi, keterlibatan aktif dari personil sangat penting untuk memastikan kebutuhan dan harapan mereka terpenuhi. Ketiga, dengan melakukan hosting aplikasi ke internet, aplikasi edikbangspes dapat diakses oleh operator penginput data tanpa batasan waktu dan lokasi. operator dapat melakukan penginpiutan data personil yang sudah melaku akn pendidikan dan pengembangan kapan pun dan di mana pun, memberikan kemudahan dan aksesibilitas yang lebih luas. Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan tersebut, penulis memberikan saran agar Aplikasi edikbangspes pada Biro SDM Polda Sumsel terus dikembangkan untuk meningkatkan kualitasnya. Perbaikan fungsionalitas dan peningkatan keamanan aplikasi merupakan aspek yang perlu diperhatikan. Dengan demikian, aplikasi ini dapat menjadi lebih baik dalam hal kegunaan dan memberikan tingkat keamanan yang lebih baik pula. Upaya pengembangan selanjutnya akan berkontribusi pada pelayanan yang lebih efektif dan efisien.
## REFERENCES
[1] M. Adik Putra, D. I. Mulyana, R. A. Amalia, and M. Mirsandi, “Perancangan Aplikasi Enkripsi & Deskripsi pada Dokumen Dengan Algoritma Triple DES Berbasis Web,” Jurnal Pendidikan Sains dan Komputer, vol. 2, no. 01, pp. 57–69, 2022, doi: 10.47709/jpsk.v2i01.1354.
[2] R. Gunawan, Y. Yudiana, and W. Y. Apriansyah, “Rancang Bangun Company Profile Kebab Ben’s Berbasis Web Menggunakan Framework Codeigniter,” Dirgamaya: Jurnal Manajemen dan Sistem Informasi, vol. 1, no. 2, pp. 36–45, 2021, doi: 10.35969/dirgamaya.v1i2.181.
[3] L. Afuan, N. Nofiyati, and N. Umayah, “Rancang Bangun Sistem Informasi Bank Sampah di Desa Paguyangan,” Edumatic: Jurnal Pendidikan Informatika, vol. 5, no. 1, pp. 21–30, 2021, doi: 10.29408/edumatic.v5i1.3171.
[4] J. H. P. Sitorus and M. Sakban, “Perancangan Sistem Informasi Penjualan Berbasis Web Pada Toko Mandiri 88 Pematangsiantar,” Jurnal Bisantara Informatika (JBI), vol. 5, no. 2, pp. 1–13, 2021, [Online]. Available: http://bisantara.amikparbinanusantara.ac.id/index.php/bisantara/article/download/54/47
[5] A. D. Pangestu and L. A. Utami, “Sistem Informasi Perpustakaan Berbasis Web Pada Sdn Cawang 12 Pagi,” IJIS - Indonesian Journal On Information System, vol. 7, no. 1, pp. 25–34, 2022, doi: 10.36549/ijis.v7i1.196.
[6] C. Cristivioni and S. Geges, “Rancang Bangun Aplikasi Digital Perpustakaan Berbasis Web Di Smpk Santa Maria Kota Palangka Raya,” Journal of Information Technology and Computer Science, vol. 2, no. 4, pp. 263–272, 2022.
[7] R. N. Dasmen, M. Hendra Firmansyah, M. Khadafi, and Tri Yolanda, “Penerapan Keamanan Jaringan Menggunakan Metode Firewall Security Port,” Decode: Jurnal Pendidikan Teknologi Informasi, vol. 2, no. 1, pp. 1–7, 2022, doi: 10.51454/decode.v2i1.29.
[8] J. A. B. Jurnal, A. Bisnis, M. I. Daffah, and T. I. Wardani, “PERANCANGAN DESAIN WEBSITE MENGGUNAKAN APLIKASI CMS WORDPRESS SEBAGAI MEDIA PROMOSI UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS LAYANAN WEBSITE PADA UKM NFHANDMADE GIFT BOX MALANG,” Perancangan Desain …, no. 1, 2021.
[9] M. T. Student et al., “RANCANGBANGUN SISTEM INFORMASI SURAT PERINTAH PERJALANAN DINAS PADA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PAPUA BARAT BERBASIS WEB,” Front Neurosci, vol. 14, no. 1, pp. 1–13, 2021.
[10] A. Rauf and A. T. Prastowo, “RANCANG BANGUN APLIKASI BERBASIS WEB SISTEM INFORMASI REPOSITORY LAPORAN PKL SISWA (STUDI KASUS SMK N 1 TERBANGGI BESAR),” Jurnal Teknologi dan Sistem Informasi (JTSI), vol. 2, no. 3, p. 26, 2021, [Online]. Available: http://jim.teknokrat.ac.id/index.php/JTSI
[11] A. V. Mananggel, A. Mewengkang, and A. C. Djamen, “Perancangan Jaringan Komputer Di Smk Menggunakan Cisco Packet Tracer,” Edutik : Jurnal Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi, vol. 1, no. 2, pp. 119–131, 2021, doi: 10.53682/edutik.v1i2.1124.
[12] M. R. Wathani and M. E. Rosadi, “Perancangan Sistem Informasi Akademik Berbasis Web Untuk Madrasah Aliyah (Studi Pada Smip 1946 Banjarmasin),” Technologia: Jurnal Ilmiah, vol. 11, no. 4, p. 240, 2020, doi: 10.31602/tji.v11i4.3733.
[13] U. M. Wahyuni and F. Fitrilina, “Implementasi Client-Server Pada Sistem Informasi Pengolahan Nilai Siswa Menggunakan Object-Oriented Programming,” Jurnal Amplifier : Jurnal Ilmiah Bidang Teknik Elektro Dan Komputer, vol. 10, no. 1, pp. 26– 32, 2020, doi: 10.33369/jamplifier.v10i1.15171.
[14] E. Dwisaputra Nurmawan and S. E. Mulyati, “Sistem Informasi Kepegawaian Berbasis Website Pada PT Sumatera Panca Rajo Palembang,” vol. 5, no. 2, pp. 151–161, 2019.
[15] Y. Septiani, E. Aribbe, and R. Diansyah, “ANALISIS KUALITAS LAYANAN SISTEM INFORMASI AKADEMIK UNIVERSITAS ABDURRAB TERHADAP KEPUASAN PENGGUNA MENGGUNAKAN METODE SEVQUAL (Studi Kasus : Mahasiswa Universitas Abdurrab Pekanbaru),” Jurnal Teknologi Dan Open Source, vol. 3, no. 1, pp. 131–143, 2020, doi: 10.36378/jtos.v3i1.560.
## Miko Hardian, Analisis dan Perancangan Aplikasi e-dikbangspes Berbasis Web Pada Biro Sumber Daya Manusia Polda Sumatera Selatan
[16] R. A. Y. Manurung and A. D. Manuputty, “Perancangan Sistem Informasi Lembaga Kemahasiswaan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga,” Jurnal SITECH : Sistem Informasi dan Teknologi, vol. 3, no. 1, pp. 9–20, 2020, doi: 10.24176/sitech.v3i1.4703.
[17] D. Haryuda, M. Asfi, and R. Fahrudin, “Perancangan UI/UX Menggunakan Metode Design Thinking Berbasis Web Pada Laportea Company,” Jurnal Ilmiah Teknologi Infomasi Terapan, vol. 8, no. 1, pp. 111–117, 2021, doi: 10.33197/jitter.vol8.iss1.2021.730.
[18] E. Wiganti, “Analisis Kualitas Website Dan Kepuasan Nasabah Terhadap Website Bank Dki,” Spektrum Industri, vol. 11, no. 2g, pp. 117–242, 2013.
|
71fdba9a-7d56-4a88-a19e-1aa1efac5823 | https://jurnal.unsil.ac.id/index.php/sport/article/download/6645/2914 |
## Journal of S.P.O.R.T
Sport, Physical Education, Organization, Recreation, and Training E-ISSN 2620-7699 | P-ISSN 2541-7126 https://doi.org/10.37058/sport
Correspondence author: Figo Elang Phalevi, Universitas Negeri Semarang, Indonesia. Email: figoelang71@students.unnes.ac.id
Journal of SPORT (Sport, Physical Education, Organization, Recreation, and Training) is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License .
Studi Evaluasi Komponen Kondisi Fisik (Level Daya Tahan Otot Dan Kekuatan Otot) Pada Atlet Bola Voli Putri Kelas Khusus Olahraga
Dispora Kota Semarang
Figo Elang Phalevi 1 , Mohammad Arif Ali 2 , Said Junaidi 3
1 Universitas Negeri Semarang
2 Universitas Negeri Semarang
3 Universitas Negeri Semarang
## Abstrak
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui status komponen kondisi fisik level daya tahan otot dan kekuatan otot pada atlet bola voli Kelas Khusus Olahraga DISPORA Kota Semarang. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Teknik total sampling digunakan dengan sampel atlet bola voli yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 17 orang. Instrumen untuk pengambilan data di dalam penelitian menggunakan tes dan pengukuran yang meliputi push up 1 menit untuk level daya tahan otot dan push dynamometer untuk level kekuatan otot. Penelitian ini menggunakan analisis data berupa statistik deskriptif kuantitatif dengan frekuensi yang didapatkan dibagi total sampel dan dikali 100%. Hasil penelitian menunjukan bahwa komponen kondisi fisik level daya tahan otot atlet bola voli putri Kelas Khusus Olahraga DISPORA Kota Semarang dalam kategori kurang sedangkan pada level kekuatan otot dalam kategori kurang sekali. Kesimpulan dari penelitian ini adalah status komponen fisik level daya tahan otot dan kekuatan otot pada atlet bola voli putri Kelas Khusus Olahraga Kota Semarang termasuk dalam kategori di bawah rata-rata.
Kata Kunci: kebugaran, latihan fisik, olahraga prestasi
## PENDAHULUAN
Olahraga adalah obat memang benar adanya dikarenakan olahraga merupakan bentuk aktivitas fisik yang bertujuan menjaga kebugaran, kesehatan, serta meningkatkan kemampuan tubuh (Eigenschenk et al., 2019). Hal tersebut selaras dengan penelitian (Pane, 2015) yang menyatakan bahwa olahraga dapat melancarkan peredaran darah, meningkatkan konsentrasi, serta menjaga kepadatan tulang dan sangat bagus untuk dijadikan obat penyakit jantung, stroke dan diabetes. Selain untuk menjaga kesehatan tubuh, olahraga bisa dijadikan untuk rekreasi, salah satunya adalah permainan bola voli. Permainan bola voli merupakan
## Figo Elang Phalevi, Mohammad Arif Ali, Said Junaidi
Studi Evaluasi Komponen Kondisi Fisik (Level Daya Tahan Otot Dan Kekuatan Otot) Pada Atlet Bola Voli Putri Kelas Khusus Olahraga Dispora Kota Semarang
olahraga rekreasi untuk mengisi waktu luang dan tentunya sangat bermanfaat bagi tubuh (Yannis, 2017).
Permainan bola voli sangat familiar bagi masyarakat Indonesia. Setiap Desa maupun Kota pasti mempunyai lapangan voli meskipun terlihat sederhana. Hal ini dikarenakan permainan bola voli dapat menarik perhatian semua kalangan masyarakat dari anak-anak hingga dewasa (Ahmad, 2007). Bahkan permainan ini juga dijadikan pelajar bahkan instansi pemerintah maupun swasta untuk bertanding persahabatan hingga kejuaraan. Bola voli juga terus mengalami perkembangan dan bukan hanya menjadi olahraga rekreasi, namun bisa dijadikan olahraga prestasi. Dapat dibuktikan bahwa permainan bola voli Indonesia mengalami kemajuan dengan raihan prestasinya di tingkat Internasional (Liani, 2019).
Cabang olahraga yang dimainkan di lapangan berbentuk persegi panjang dengan ukuran 18 meter x 9 meter ini memisahkan dua tim dengan net di tengahnya (Abit, 2019). Tinggi net untuk perempuan 2,24 meter sedangkan untuk laki-laki setinggi 2,43 meter. Satu tim terdiri dari 6 pemain dan diperbolehkan bermain di areanya sendiri. Permainan diawali dengan servis sekaligus bisa dijadikan pukulan serangan. Tiap tim hanya diberikan 3 kali sentuhan dengan bola dan tiap pemain tidak diperbolehkan memainkan bola dua kali berturut-turut. Maka dari itu dalam hal prestasi, pemain harus menguasai teknik dasar dengan baik agar dapat memanfaatkan 3 kali sentuhan itu (Iskandar, 2013).
Bola voli merupakan permainan kompleks yang membutuhkan koordinasi gerak untuk melakukan rangkaian gerakan dalam satu pertandingan. Maka dari itu pemain harus giat latihan untuk mengembangkan kemampuan teknik dasar dan teknik lanjutan (Ahmadi, 2007). Selain itu juga terdapat aspek kondisi fisik yang harus dilatih dikarenakan termasuk dalam persiapan dasar paling penting untuk meningkatkan kebugaran dan fungsional anggota tubuh (Dharma & Duhe, 2020). Beberapa komponen kondisi fisik yang harus dimiliki atlet bola voli adalah; daya tahan jantung paru dan otot (endurance) , kekuatan (strength) , daya ledak (power) , kecepatan (speed) , kelentukan (flexibility) , kelincahan
Journal of SPORT (Sport, Physical Education, Organization, Recreation, and Training), Volume (2) 2023 | 502-513 ISSN : 2620-7699 (Online) ISSN : 2541-7126 (Print)
(agility) , keseimbangan (balance) , dan koordinasi (coordination) (Subardjah, n.d.).
Komponen kondisi fisik yang harus dikembangkan oleh atlet bola voli adalah daya tahan otot dan kekuatan otot. Hal tesebut dikarenakan kedua komponen itu merupakan dasar dari kontraksi otot yang mana setiap rangkaian gerak pada bola voli pasti melibatkan otot (Liani, 2019). Jika diaplikasikan dalam sebuah pertandingan, daya tahan otot berguna saat pemain melakukan gerakan berulang, sedangkan kekuatan otot diperlukan saat mempertahankan posisi saat menerima bola (Suharjana, 2015). Namun pada kenyataannya latihan komponen fisik yang dominan pada bola voli tidak diperhatikan. Latihan fisik yang tidak sesuai porsi dan kebutuhan serta tidak adanya pengecekan secara berkala membuat pelatih tidak efektif saat memberikan program latihan.
Penelitian pada tahun 2010 tentang “Tingkat Kondisi Fisik Atlet Putri Klub Bola Voli Jatidiri Semarang” menyatakan bahwa daya tahan otot lengan dalam kategori baik, dan kekuatan otot lengan dalam kategori cukup (Budiningsih, 2010). Selain iu penelitian tahun 2013 dengan judul “Profil Kondisi Fisik Pemain Bola Voli Yunior Putri Dae rah Istimewa Yogyakarta” menyatakan kekuatan otot lengan dalam kategori kurang (Bimawati, 2013). Sedangkan pada penelitian tahun 2019 dengan judul “Analisis Kondisi Fisik Pada Atlet Bolavoli Putri Club Jelita Kecamatan Gedeg Kabupaten Mojokerto” menyatakan kekuatan otot lengan dalam kategori baik (Setyo, 2019). Dalam 2 tahun terakhir, penelitian dengan judul “Profil Kondisi Fisik Atlet Bola Voli Remaja Tahun 2021” menyatakan bahwa kekuatan otot lengan dalam kategori kurang (Harianti & Imansyah, 2021). Sedangkan pada penelitian dengan judul “Profil Kondisi Fisik Atlet Bola Voli Pada Club Tectona Kota Bandung Tahun 2022” menyatakan bahwa kekuatan otot lengan dalam kategori baik sekali (Safitri, 2022).
Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti memilih atlet bola voli putri kelas Khusus Olahraga (KKO) Kota Semarang untuk mengevaluasi komponen kondisi fisik khususnya pada daya tahan otot lengan dan kekuatan otot lengan. Hal tersebut dikarenakan rata-rata usia atlet adalah
## Figo Elang Phalevi, Mohammad Arif Ali, Said Junaidi
Studi Evaluasi Komponen Kondisi Fisik (Level Daya Tahan Otot Dan Kekuatan Otot) Pada Atlet Bola Voli Putri Kelas Khusus Olahraga Dispora Kota Semarang
13 tahun yang mana mereka termasuk dalam kategori training to train . Atlet yang berada pada fase tersebut sudah mulai dilatih fisiknya, dan disempurnakan teknik dan taktik (Largo et al., 2018. Sedangkan untuk menyempurnakan berbagai komponen latihan tersebut, atlet akan merasakan pada fase berikutnya yaitu training to compote diumur 15-21 tahun bagi atlet perempuan (Balyi, 2013).
## METODE
Metode yang digunakan peneliti adalah dengan pendekatan deskriptif dan termasuk dalam penelitian kuantitatif, yang mana data berbentuk angka kemudian akan dianalisis serta diolah. Penelitian dilaksanakan di Kota Semarang pada bulan Februari 2023 dengan populasi atlet bola voli putri Kelas Khusus Olahraga (KKO) Kota Semarang. Teknik pengambilan sampel adalah dengan cara total sampling yang bearti semua populasi dijadikan sampel penelitian.
Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan melakukan tes pengukuran untuk mendapatkan data komponen kondisi fisik atlet KKO, diantaranya adalah:
1. Daya Tahan Otot Alat : Push Up 1 menit Tujuan : Mengukur daya tahan otot lengan Pelaksanaan : Posisi awal dengan terlungkup, dada dan perut menyentuh lantai. Dikarenakan atletnya perempuan, maka tekuk lutut sebagai bantuan tumpuan. Dorong lantai hingga tubuh ke atas dan posisi lengan lurus. Turun dengan menekuk siku hingga badan hampir menyentuh lantai. Lakukan sebanyak mungkin selama 1 menit.
2. Kekuatan Otot Alat : Push Dynamometer Tujuan : Mengukur kekuatan otot lengan Pelaksanaan : Berdiri membuka kaki seleabar bahu. Pegang alat di depan dada dan usahakan jangan menempel dada.
Journal of SPORT (Sport, Physical Education, Organization, Recreation, and Training), Volume (2) 2023 | 502-513 ISSN : 2620-7699 (Online) ISSN : 2541-7126 (Print)
Tekan alat sekuat-kuatnya hingga jarum tidak bergerak lagi. Tes dinyatakan gagal jika alat menyentuh dada dan menekan alat dengan cara menghentak.
Tes akan diawali dengan pemanasan untuk mengurangi resiko cedera saat pelaksanaan tes. Sebelumnya peneliti sudah memberikan petunjuk serta mendemonstrasikan cara melakukan tes serta menjelaskan beberapa kesalahan dalam melakukannya. Setelah mendapatkan data, selanjutnya adalah melakukan analisis data menggunakan teknik statistic deskriptif kuantitatif. Data yang didapat dianalisis menggunakan nilai presentase (Sugiyono, 2021), sedangkan formula yang digunakan untuk mencari presentase sebagai berikut:
P = 𝐹 𝑁 x 100% . (1)
Keterangan:
P = Persentase yang dicari
F = Frekuensi
N = Jumlah responden
## HASIL
Tabel 1. Karakteristik demografi
N=17
Mean Min Max Usia (tahun) 13,41 12 14 Tinggi (cm) 159,94 152 168 Berat (kg) 50,62 31,95 72,65 Indeks massa tubuh (IMT) 19,70 13,83 26,13 Tekanan darah sistolik 102,76 81,00 131,00 Tekanan darah distolik 66,05 48,00 90,00 Denyut nadi 87,05 70,00 100,00 Lingkar lengan (cm) 24,70 20,00 30,00 Lingkar dada (cm) 79,94 68,00 99,00 Lingkar perut (cm) 70,26 61,00 85,00 Lingkar paha (cm) 48,32 37,00 58,00
## Figo Elang Phalevi, Mohammad Arif Ali, Said Junaidi
Studi Evaluasi Komponen Kondisi Fisik (Level Daya Tahan Otot Dan Kekuatan Otot) Pada Atlet Bola Voli Putri Kelas Khusus Olahraga Dispora Kota Semarang
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa IMT atlet di angka 19,70kg/m 2 yang bearti normal karena dalam rentang 18,5 - 24,9kg/m 2 . Para pemain terbilang memiliki badan yang ideal meskipun hampir mendekati kategori underweight.
Untuk tekanan darah atlet bola voli putri KKO masuk dalam kategori normal dengan rata-rata tekanan sistolik 102,76mmhg dan tekanan distolik 66,05mmhg. Untuk tekanan darah sistolik dan distolik yang normal mempunyai rentang 120/80 untuk batas atas dan 90/60 untuk batas bawah.
Tabel 2. Perolehan push up 1 menit (repetisi) Norma Prestasi Frekuensi Presentase Baik sekali >70 0 0% Baik 54-69 0 0% Cukup 35-53 1 5,9% Kurang 22-34 12 70,6% Kurang sekali <21 4 23,5% N=17 100%
Berdasarkan hasil pada tabel di atas, maka didapatkan jumlah repetisi push up selama 1 menit. Dapat diketahui bahwa hanya 1 atlet yang masuk kategori cukup dengan persentase 5,9%. Perolehan tes daya tahan otot lengan kategori kurang mendominasi sebanyak 12 atlet dengan persentase 70,6% dan 4 atlet termasuk kategori kurang sekali dengan persentase 23,5%.
Tabel 3. Perolehan push dynamometer (kg) Norma Prestasi Frekuensi Presentase Baik sekali >44 0 0% Baik 35-43,5 0 0% Cukup 26-34,5 0 0% Kurang 18-25,5 0 0% Kurang sekali <17,5 17 100% N=17 100%
Tabel di atas merupakan hasil tes dari kekuatan otot lengan yang mana semua atlet bola voli putri KKO Kota Semarang sebanyak 17 orang masuk dalam kategori kurang sekali dengan persentase 100%
Journal of SPORT (Sport, Physical Education, Organization, Recreation, and Training), Volume (2) 2023 | 502-513 ISSN : 2620-7699 (Online) ISSN : 2541-7126 (Print)
## PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis data hasil penelitian dapat diketahui bahwa kebugaran jasmani subjek komponen daya tahan otot lengan termasuk dalam kategori kurang sedangkan kekuatan otot lengan termasuk dalam kategori kurang sekali. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan mengingat bahwa bola voli merupakan olahraga tangan. Bagi para atlet, untuk mempunyai prestasi harus mempunyai kondisi fisik disetiap komponennya dalam kategori baik atau baik sekali (Amrullah et al., 2021). Untuk mendapatkan kategori minimal baik disetiap komponen memang tidak mudah, namun setidaknya seluruh aspek kondisi fisik harus dilatih secara seimbang untuk memperoleh hasil yang optimal.
Cara untuk meningkatkan kondisik fisik atlet adalah salah satunya dengan latihan. Latihan yang sistematis, berulang, beban bertambah, dan sesuai kebutuhan atlet akan menciptakan kondisi fisik yang diharapkan (Harianti & Imansyah, 2021). Untuk itu tidak cukup jika hanya memperhatikan kuantitas, namun di dalamnya juga harus melihat kualitas. Pada prinsipnya, latihan dapat mempengaruhi kondisi fisik yang mana ini merupakan dasar untuk pencapaian ke tahap selanjutnya.
Komponen kondisi fisik sangat dibutuhkan di semua cabang olahraga, khususnya bola voli. Komponen yang perlu dikembangkan salah satunya adalah kekuatan (Liani, 2019). Kekuatan sangat berkaitan dengan kontraksi otot yang diperlukan dalam semua pergerakan dalam permainan bola voli. Penghitungan data hasil penelitian menunjukan bahwa atlet bola voli putri Kelas Khusus Olahraga (KKO) mempunyai daya tahan otot dengan kategori kurang dan kekuatan otot dengan kategori kurang sekali. Kondisi tersebut sangat disayangkan mengingat bola voli merupakan olahraga yang didominasi oleh tangan.
Dalam olahraga prestasi setiap program yang dibentuk mempunyai tujuan masing-masing. Penempatan latihan kondisi fisik di persiapan awal cukup membantu dikarenakan untuk membentuk kesegaran jasmani atlet dan kemampuan fungsional tubuh lebih baik (Dharma & Duhe, 2020). Dari
## Figo Elang Phalevi, Mohammad Arif Ali, Said Junaidi
Studi Evaluasi Komponen Kondisi Fisik (Level Daya Tahan Otot Dan Kekuatan Otot) Pada Atlet Bola Voli Putri Kelas Khusus Olahraga Dispora Kota Semarang
hasil di atas bisa diketahui bahwa atlet bola voli KKO perlu peningkatan kondisi fisik terutama daya tahan otot dan kekuatan otot. Jika dilihat dari pola pembinaan, maka pembentukan kondisi fisik secara teratur dan terorganisir dapat membantu atlet dalam mencapai prestasi yang maksimal.
Pada penelitian t ahun 2010 dengan judul “Tingkat Kondisi Fisik Atlet Putri Klub Bola Voli Jatidiri Semarang” menyatakan bahwa daya tahan otot lengan dalam kategori baik, sedangkan kekuatan otot lengan dalam kategori cukup (Budiningsih, 2010). Selain itu penelitian tahun 2022 dengan judul “Profil Kondisi Fisik Atlet Bola Voli Porsela Kota Pontianak” menyatakan bahwa daya tahan otot lengan dalam kurang dan kekuatan otot lengan dalam kategori kurang sekali (Sarrani et al., 2022).
Dua penelitian tersebut selaras dengan hasil yang peneliti temukan bahwa daya tahan otot dan kekuatan otot tidak pernah seimbang dikarenakan salah satunya ada yang dominan. Serabut otot merupakan salah satu contoh yang dapat mempengaruhi kondisi fisik daya tahan otot dan kekuatan otot pada seseorang (Rankinen, 2004). Terdapat dua kategori serabut otot yang dikategorikan oleh (Talbot & Maves, 2017), yang pertama adalah serabut otot slow twitch atau tipe I yang mana gerakannya lebih lambat namun mempunyai ketahanan yang lama dan lebih oksidatif. Sedangkan serabut otot fast twitch atau tipe II memiliki kecepatan dan daya ledak yang besar, namun tipe ini lebih cepat mengalami kelelahan. Cabang olahraga tertentu sangat memperhatikan tipe otot saat pemilihan atlet dikarenakan tipe otot dapat menentukan keberhasilan atlet dalam suatu cabor (Veronica, 2019).
Daya tahan otot dan kekuatan otot memang berjalan berdampingan, namun keduanya tidak bisa untuk ditingkatkan bersamaan. Hal ini dikarenakan jika atlet mempunyai berat badan yang tinggi, maka metabolisme penghasil energi di otot juga akan semakin besar yang mengakibatkan mempunyai banyak energi dalam menjalani aktivitas (Mulyadi, 2012). Begitu pun sebaliknya jika massa otot yang tinggi, pasti
Journal of SPORT (Sport, Physical Education, Organization, Recreation, and Training), Volume (2) 2023 | 502-513 ISSN : 2620-7699 (Online) ISSN : 2541-7126 (Print)
akan lebih dominan kekuatan otot namun tidak pada daya tahan otot (Vale, 2010).
Kurangnya daya tahan otot dan kekuatan pada atlet perlu diperhatikan karena kekuatan melandasi pembentukan komponen fisik yang lain (Sudarsono, 2011). Jika dilihat dari umurnya, sampel penelitian termasuk dalam kategori training to train (berlatih untuk latihan) yang mana masih dalam tahap pembentukan (Dede, 2009). Dalam hal ini maka atlet baru pertama kali diberikan latihan fisik dan dibentuk komponen kondisi fisiknya sesuai prioritas. Untuk menyempurnakan kondisi fisik yang dimiliki, maka atlet harus menuggu pada fase berikutnya yaitu training to compote (latihan untuk kompetisi) diumur 15-21 tahun bagi atlet perempuan, dan 16- 23 tahun bagi atlet laki-laki (Balyi, 2013).
## KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa daya tahan otot lengan atlet bola voli putri KKO Kota Semarang dalam kategori kurang, sedangkan kekuatan otot dalam kategori kurang sekali. Peningkatan komponen kondisi fisik secara maksimal dapat membantu berjalannya teknik dan taktik di lapangan. Dengan adanya data di atas, pelatih atau pembina club bola voli dapat memperhatikan komponen kondisi fisik atletnya terlebih dahulu. Sedanngkan untuk para atlet bisa dijadikan acuan untuk menjaga bahkan meningkatkan kondisi fisik yang dimiliki mengingat fungsinya sangat bearti.
## UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih peneliti sampaikan kepada pelatih atlet bola voli perempuan Kelas Khusus Olahraga DISPORA Kota Semarang yang sudah mengizinkan untuk melakukan penelitian. Terima kasih juga peneliti tujukan untuk semua atlet bola voli KKO Kota Semarang yang telah berpartisipasi dan mengikuti rangkaian penelitian dengan baik. Peneliti tidak lupa berterima kasih kepada Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang yang telah membantu dan mempermudah dalam hal perizinan penelitian yang penulis lakukan.
Studi Evaluasi Komponen Kondisi Fisik (Level Daya Tahan Otot Dan Kekuatan Otot) Pada Atlet Bola Voli Putri Kelas Khusus Olahraga Dispora Kota Semarang
## REFERENSI
Abit, M. C. D. (2019). Analisis Biomekanik Keterampilan Gerak Servis Atas Float Dalam Permainan Bolavoli .
Ahmadi, N, (2007). Panduan Olahraga Bola Voli.
Amrullah, S., Prayoga, A. S., Wahyudi, A. N., Voli, B., & Tahan, D. (2021).
(Journal Active of Sport). 1.
Balyi, I., Way, R., & Higgs, C. (2013). Long-Term Athletes Develompment. Https://doi.org/10.1249/jsr.0b013e3181fe3c44
Bimawati. (2013). Profil Kondisi Fisik Pemain Bolavoli Yunior Putri Daerah Istimewa Yogyakarta.
Budiningsih. (2010). Tingkat Kondisi Fisik Klub Bola Voli Jatidiri Semarang
Clarasasti, E. I., & Jatmika, D. (2017). Pengaruh Kecemasan Berolahraga terhadap Motivasi Berprestasi Atlet Bulutangkis Remaja di Klub J Jakarta. Humanitas (Jurnal Psikologi), 1(2), 121. https://doi.org/10.28932/humanitas.v1i2.421
Dede (2009). Tahapan pembinaan atlet jangka panjang .
Dharma, E., & Duhe, P. (2020). Latihan Fisik Untuk Kekuatan Dan Daya Tahan Olahraga Voli. Jambura Journal of Sports Coaching , 2 (1), 18 –
25.
Díaz-Vegas, A., Eisner, V., & Jaimovich, E. (2019, March 30). Skeletal muscle excitation-metabolism coupling. Archives of Biochemistry and Biophysics. Academic Press Inc.
https://doi.org/10.1016/j.abb.2019.01.037
Eigenschenk, B., Thomann, A., Mcclure, M., Davies, L., Gregory, M., Dettweiler, U., & Ingl, E. (n.d.). Benefits of Outdoor Sports for Society . A Systematic Literature Review and Reflections on Evidence . 1992 . https://doi.org/10.3390/ijerph16060937
Harianti, T., & Imansyah, F. (2021). Profil kondisi fisik atlet bola voli remaja wanita Profile of the physical condition of female adolescent volleyball athletes . 1 , 1 –7.
Ilmu, J., Olahraga, K., & Keolahragaan, F. I. (2010). KLUB BOLA VOLI JATIDIRI SEMARANG TAHUN 2009-2010 .
Iskandar. (2013). Analisis Gerakan Passing Bawah Dalam Permainan Bola Voli Berdasarkan Konsep Biomekanika. Pendidikan Olahraga ,
2 (2), 152.
Journal of SPORT (Sport, Physical Education, Organization, Recreation, and Training), Volume (2) 2023 | 502-513 ISSN : 2620-7699 (Online) ISSN : 2541-7126 (Print)
http://journal.ikippgriptk.ac.id/index.php/olahraga/article/view/233%0A https://journal.ikippgriptk.ac.id/index.php/olahraga/article/view/233
Journal, S. P. O. R. T. (2022). PROFIL KONDISI FISIK ATLET BOLA
VOLI PADA KLUB TECTONA Universitas Pendidikan Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia Abstrak . 2 (2), 91 –100.
Kondisi, A., Pada, F., Bolavoli, A., Club, P., Gedeg, K., & Mojokerto, K. (n.d.). Analisis kondisi fisik pada atlet bolavoli putri club jelita kecamatan gedeg kabupaten mojokerto . 245 –252.
Largo, D. A., Del, P., & Modelo, D. E. L. (2018). LONG-TERM ATHLETE DEVELOPMENT , FROM THEORETICAL AND PRACTICAL MODEL TO COGNITIVE PROBLEM. 72(2), 148 –160. https://doi.org/10.5937/fizkul1902190R
Liani, I. (2019). PENGARUH LATIHAN MERANGKAK TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN OTOT LENGAN ATLET YUNIOR BOLA VOLI YUSO YOGYAKARTA TUGAS. Journal of Chemical Information and Modeling , 53 (9).
Mulyadi. 2012. Pengaruh Latihan Periode Persiapan PON terhadap Perubahan Daya Tahan Otot Atlet Kontingen Bayangan PON XVIII 2012 KOSulawesi Selatan. Tesis tidak diterbitkan. Makassar.
Program Pascasarja Universitas Hasanuddin
Pane, B. S. (2015). Peranan Olahraga Dalam Meningkatkan Kesehatan.
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat , 21 (79), 1 –4. https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jpkm/article/view/4646
Rankinen T, Perusse L, Rauramaa R, Rivera MA, Wolfarth B, Bouchard C.
(2004) The human gene map for performance and healthrelated fitness phenotypes: the 2003 update. Medicine in Science and Sports Exercise 36, 1451-1469.
Safitri. (2022). Profil Kondisi Fisik Atlet Bola Voli Pada Klub Tectona
Sarrani, D., Supriatna, E., Perdana, R. P., & Info, A. (2022). Volume 11 Nomor 6 Tahun 2022 Halaman 108-114 olahraga bola voli mempunyai beberapa teknik dasar yang perlu dikuasai oleh seorang pemain bola voli , diantaranya servis , passing , smash dan blok ( Sukri , 2019 ) . Elemen di atas di dasarkan . 11 , 108 –114.
https://doi.org/10.26418/jppk.v11i6.55076
Sudarsono, Slamet. 2011. Penyusunan Program Pelatihan Berbadan Untuk Meningkatkan Kekuatan. Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411- 8319, 11(3):31-43.
Suharjana, - . (2015). LATIHAN BEBAN : SEBUAH METODE LATIHAN
## Figo Elang Phalevi, Mohammad Arif Ali, Said Junaidi
Studi Evaluasi Komponen Kondisi Fisik (Level Daya Tahan Otot Dan Kekuatan Otot) Pada Atlet Bola Voli Putri Kelas Khusus Olahraga Dispora Kota Semarang
KEKUATAN. MEDIKORA . https://doi.org/10.21831/medikora.v0i1.4719
Talbot, J., & Maves, L. (2016). Skeletal muscle fiber type: using insights from muscle developmentalbiology to dissect targets for susceptibility and resistance to muscle disease. WileInterdisciplinary Reviews. Developmental Biology, 5(4), 518 – 534.http://doi.org/10.1002/wdev.230
Valerie C Scanlon & Tina Sanders. 2007. Essential Anatomy and Physiology. 5 th edition. F A davies Company Philadhelpia. USA
Yannis, P. R. (2017). Analisis Motivasi Pada Komunitas Masyarakat Pelaku Olahraga Rekreasi Bola Voli Di Kecamatan Pacet.
|
2ff4a42c-ea8f-452e-8018-1735c8cd4226 | https://ejurnal.iainpare.ac.id/index.php/kuriositas/article/download/5154/1450 | ISSN 1979-5572 (print) | ISSN 2541-6480 (online) http://ejurnal.iainpare.ac.id/index.php/kuriositas
KURIOSITAS
Media Komunikasi Sosial dan Keagamaan
Volume 15 No. 2, Desember 2022 Halaman 291-304
Konteksasi Ushul Fiqh dalam Hukum Nasional Indonesia: Pelestarian Laut dan Pengembangan Industri Wisata Bahari
Fikri Institut Agama Islam Negeri Parepare fikri@iainpare.ac.id
## Abstract:
This study aims to explain the context of ushul fiqh in Indonesian national law for the development of the marine tourism industry. consists of two issues, namely enforcement of Indonesian national law in the development of the marine tourism industry, and harmonization between ushul fiqh and Indonesian national law in the development of the marine tourism industry. This study uses a qualitative descriptive approach and data analysis with law enforcement theory, positive law theory and the theory of “ maqasid al- shariah ” in Islamic law. This research was conducted at a water location in Bone Regency for six months. The results of this study indicate that enforcement of Indonesia's national law for the development of the marine tourism industry is an effective strategy from the government to maintain balance and security of marine ecosystems from degradation, the northwest conservation area becomes a marine tourism industry in order to be more innovative and productive in improving the economy of fishing communities, prevent damage to the sea area as an ecosystem. The harmonization of ushul fiqh in Indonesian national law is in harmony through the study of "maslahah" both of which emphasize and promote safety, peace, happiness and comfort in the lives of humans and other creatures, while also prioritizing justice, stability and avoiding damage to the sea area for the development of the marine tourism industry.
Keywords: The context of ushul fiqh; national law; law enforcement; marine tourism industry
## Abstrak:
Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan kontekstasi ushul fiqh dalam hukum nasional Indonesia terhadap pengembangan industri wisata bahari. terdiri dari dua masalah yaitu penegakan hukum nasional Indonesia dalam pengembangan industri wisata bahari, dan harmonisasi antara ushul fiqh dan hukum nasional Indonesia dalam pengembangan industri wisata bahari. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan
Kuriositas: Media Komunikasi Sosial dan Keagamaan Vol. 15 No.2, Desember 2022: h.291-304
analisis data dengan teori penegakan hukum, teori hukum positif dan teori “maqasid al - syariah” dalam hukum Islam. Penelitian ini dilakukan di lokasi perairan di Kabupaten Bone selama enam bulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penegakan hukum nasional Indonesia untuk pengembangan industri wisata bahari merupakan strategi efektif dari pemerintah untuk menjaga keseimbangan dan keamanan ekosistem laut dari degradasi, kawasan konservasi barat laut menjadi industri wisata bahari dalam rangka agar lebih inovatif dan produktif dalam meningkatkan perekonomian masyarakat nelayan, mencegah kerusakan wilayah laut sebagai ekosistem. Harmonisasi ushul fiqh dalam hukum nasional Indonesia terdapat keselarasan melalui kajian “maslahah” yang keduanya menekankan dan memajukan keselamatan, ketenteraman, kebahagiaan dan kenyamanan hidup manusia dan makhluk lainnya, selain itu juga mengutamakan keadilan, stabilitas dan menghindari kerusakan wilayah laut pengembangan industri wisata bahari.
Kata Kunci: Kontekstasi ushul fiqh; hukum nasional; penegakan hukum; industri wisata bahari
## PENDAHULUAN
Pendahuluan berisi tentang latar belakang penulisan artikel yang berisi kegelisahan akademik, dapat dilengkapi dengan data-data statistik. Penulis sebaiknya mencantumkan kajian terdahulu untuk menunjukkan kepioneran penelitian. Penulis seyogyanya menunjukkan kelebihan dan kekurangan dari penelitian sebelumnya, kemudian menunjukkan apa yang anda harapkan dari karya anda (untuk memecahkan keterbatasan tersebut) yang dirumuskan dalam tujuan penelitian. Referensi berupa buku dan artikel jurnal mutakhir 5-10 tahun terakhir.
Metode penelitian digabung dengan pendahuluan. Metode penelitian merupakan serangkaian langkah teknis yang peneliti lakukan dalam penelitiannya. Bukan lagi membahas definisi dari sebuah metode. Dalam metode penelitian perlu dicantumkan pendekatan yang dilakukan, jenis penelitian, sumber data, cara pengambilan data, teknik pengecekan keabsahan data. Metode yang digunakan harus disertai dengan referensi. Metode penelitian dirumuskan secara singkat dan jelas. 11pt, palatino linotype
## PENDAHULUAN
Kepopuleran hukum Islam tidak lepas dari usaha yang dibangun oleh Muhammad Abu Ishaq al-Syatibi yang hidup pada tahun 720-790 H., melalui tulisan-tulisannya yang monumental adalah “ushul fiqh” dan “maqashid al - syariah” (Asni, 2017). Ushul fiqh lebih populer dari namanya sebagai metodologi hukum Islam sebagai ilmu untuk menemukan dan merumuskan hukum dari permasalahan yang terjadi di masyarakat Islam (AB Abdullah, Ramli, Jamaludin,
Marinsah, & Mohd Nor, 2013; MA Abdullah, 2010; Kadivar, 2015). Posisinya sebagai metodologi hukum Islam, cara kerja ushul fiqh adalah dengan menggunakan beberapa qaidah-qaidah hukum sebagai instrumennya (Purkon, 2018) dengan meletakkan ayat-ayat dalam al- Qur’an dan hadis sebagai dalil hukum dalam merumuskan dan menemukan hukum terhadap suatu persoalan yang dihadapi (Fauzi, Azizah, & Nurfauziyah, 2019; Pongoliu, 2019). Penguasaan ushul fiqh yang berfungsi sebagai metodologi (Ibrahim & Hegazy, 2013; (Murengo, 2017)) diprioritaskan untuk menempatkan hukum Islam sebagai bahan utama dalam hukum nasional Indonesia untuk pelestarian laut dalam pengembangan wisata bahari.
Keindahan laut di Indonesia tidak dapat dipungkiri dengan diperkaya dengan ribuan pulau kecil dan terumbu karang serta berbagai jenis ikan di bawah laut. Oleh karena itu, baik pemerintah maupun masyarakat harus saling mendukung dan terus berkolaborasi secara serius dalam mewujudkan pengelolaan dan pengembangan wisata bahari. Sayangnya dalam pengembangan wisata bahari dari berbagai negara di dunia tidak disertai dengan pelestraian laut yang (Carter, Thok, O'Rourke, & Pearce, 2015; Michele et al., 2017), Indonesia tidak terkecuali. Kreativitas dalam membangun, mengembangkan dan mengelola kawasan bahari sebagai wisata bahari penting didukung dengan penegakkan hukum yang memadai (Su & Peng, 2018; Xie, 2020; Zhu, Zuklin, & Zhang, 2019). Upaya memperkuat efektivitas penegakan hukum dapat menghindari kegiatan ilegal dan eksploitasi wilayah laut secara berlebihan (Achieng, Richard, Robert, Thorn Jessica, & Nicholas, 2019; Kong, Yang, & Sun, 2018) untuk pengembangan wisata bahari namun tidak melupakan aspek manfaat untuk keberlanjutan dan menjaga kesehatan fisik ekologi laut (Haq & Wodeyar, 2002).
Membandingkan dari beberapa negara di dunia yang mengalami kegagalan menegakkan hukum dalam melestarikan dan memberdayakan sumber daya laut untuk menjadi wisata bahari (Suresh HS, 2015) berdampak buruk pada kerusakan ekosistem laut. Fakta lainnya, masyarakat nelayan tidak memiliki kesadaran untuk melindungi berbagai spesies hewan laut dan cenderung merusak dan mengeksploitasi ekosistem laut (Blanco-Libreros & Estrada-Urrea, 2015; Sannigrahi et al., 2020). Perkembangan industri wisata bahari di Indonesia saat ini dapat dijadikan sebagai pembanding upaya pemerintah Vietnam pada tahun 2001 untuk melokalisasi kawasan laut utama yang bertujuan untuk mengamankan dan juga tidak mengeksploitasi, tetapi dapat menjadi sumber pendapatan dalam meningkatkan taraf hidup dan perekonomian masyarakat nelayan yang tinggal di pesisir(Chivu, 2019; Haupt & Hellweg, 2019; Luom, 2012). Industri wisata bahari dinilai mampu meningkatkan
keamanan, menjaga stabilitas dan mengalihkan fungsi kawasan laut secara lebih produktif serta menghindari kepunahan satwa laut.(Mehvar, Dastgheib, Bamunawala, Wickramanayake, & Ranasinghe, 2019; Yang, Li, Zhang, & Jiao, 2019).
Demikian pula pantai utara Pulau Viti Levu, Fiji, Pacific Southwest juga memiliki bahari akhir yang indah untuk pengembangan pariwisata industri.(Nunn et al., 2019). Pengembangan industri wisata bahari sangat menjanjikan masa depan masyarakat untuk hidup lebih sejahtera dan bahagia, dianggap paling strategis untuk melestarikan ekosistem dan sumber daya alam bawah laut.(Li et al., 2010; Shah, Mustafa Kamal, Rosli, Hakeem, & Hoque, 2016), Raffa dkk., (2019), Tajuddin, Supratman, Salman, & Yusran, (2019). Beberapa daerah bahari di Indonesia seperti pantai Bali, Labuan g Bajo, Raja Ampat, Bunaken dan Taka Rate sudah menjadi tujuan wisata terkenal di seluruh dunia. Selain kawasan bahari yang telah disebutkan, Kabupaten Bone merupakan salah satu daerah yang memiliki keindahan pantai dan kawasan laut yang tidak kalah menarik dengan pantai-pantai lain di Indonesia seperti pantai Bajoe, pantai Pallette, pantai Tete, pantai Balopu dan pantai Angkue. Prioritas aktualisasi hukum Islam ke dalam penegakan hukum nasional dapat mewujudkan sejumlah maslahah terhadap pengembangan industri wisata bahari di kawasan pantai Tete dan beberapa pantai lainnya di Kabupaten Bone.
Pengembangan industri wisata bahari ternyata dapat meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan serta merawat, mengamankan dan menyelamatkan kawasan laut dari kerusakan dan eksploitasi. Oleh karena itu, ada dua hal yang sangat penting untuk dikaji dalam penelitian, yaitu;bagaimana efektivitas penegakan hukum nasional dalam pengembangan industri wisata bahari?,dan bagaimana aktualisasi syariat Islam dalam menegakkan hukum nasional dalam mengembangkan industri wisata bahari?.
Harapan dalam kajian ini adalah menciptakan kegiatan ekonomi produktif melalui pembangunan industri wisata bahari, serta meningkatkan penerapan nilai-nilai hukum Islam agar penegakan hukum dalam melindungi dan menyelamatkan wilayah laut dari kerusakan dan eksploitasi. Penegakan hukum dalam pengembangan industri pariwisata mengandung esensi hukum Islam khususnya dalam aspek maslahah , agar dalam penerapannya selalu ada keselarasan mengenai pengembangan industri wisata bahari.
Metode penelitian menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif yang terdiri dari tiga teori dalam menganalisis data yaitu; teori efektivitas penegakan hukum dan teori maqasid al-syariah. Teori hukum positif digunakan untuk mengungkap data yang meliputi peraturan perundang-undangan tentang pengembangan industri wisata bahari. Teori efektivitas penegakan hukum
dimaksudkan untuk melihat konfirmasi data tentang kekuatan hukum dalam mengatur dan memaksa masyarakat untuk menaati hukum. Teori maqasid al- syariah merupakan salah satu teori dalam hukum Islam untuk memprioritaskan keselamatan, kebahagiaan manusia dan kelestarian kawasan laut dalam pengembangan industri wisata bahari. Lokasi penelitian dilakukan di kawasan laut Bone Selatan di Kabupaten Bone selama enam bulan. Data primer diperoleh dari wawancara dengan pemerintah dan masyarakat yang mendiami pesisir Bone Selatan.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Efektivitas Penegakan Hukum Nasional dalam Pelestarian Laut dan Pengembangan Industri Wisata Bahari
Pelestarian dan perlindungan kawasan laut dari kerusakan lingkungan yang intensif dan efektif adalah pengembangan industri wisata bahari. Setiap hari kita melihat semakin banyak krisis kepunahan hutan dan hewan laut, sehingga perlu peningkatan penegakan hukum. Realitas krisis, tidak ada yang bisa menyangkal bahwa laut adalah tempat yang paling kondusif bagi semua hewan laut. Dalam penegakan hukum dalam mengembangkan industri wisata bahari, masyarakat nelayan dapat memahami pentingnya interaksi yang harmonis antara manusia dengan ekosistem laut. Ekosistem laut dapat mendukung kehidupan manusia untuk kehidupan yang lebih sejahtera dengan menyediakan makanan yang melimpah, mengurangi kemiskinan, dan menstabilkan kondisi iklim(Lahafi, Wekke, & Muhamaddun, Muzdalifah, 2018).
Penegakan hukum dalam pengembangan industri wisata bahari didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Menurut Basch, (2008) bahwa peraturan perundang- undangan merupakan bagian dari substansi hukum. Selain itu, penegakan hukum juga ditentukan oleh struktur dan budaya hukum dalam masyarakat. Struktur hukum adalah para penegak hukum seperti pemerintah, polisi dan hakim, sedangkan budaya hukum adalah penerapan etika dan norma sebagai aturan. Dengan demikian, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 dan Undang- Undang Nomor 27 Tahun 2007 merupakan substansi hukum penegakan hukum bagi pengembangan industri wisata bahari. Peraturan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 menegaskan bahwa pemanfaatan sumber daya laut dan kegiatan di wilayah laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan untuk kemakmuran bangsa dan negara. Memanfaatkan sumber daya laut untuk sebesar-besarnya kemakmuran, mengedepankan budaya, profesional, beretika, berdedikasi, dan mampu
memajukan kepentingan nasional dalam mendukung pembangunan kelautan terpadu secara optimal.
Pemberdayaan dan pengembangan wisata bahari merupakan salah satu pendekatan hukum untuk menjaga stabilitas dan keamanan lingkungan bahari. Industri wisata bahari di Kabupaten Bone merupakan salah satu upaya yang sangat mendesak, karena dapat mengatasi penyalahgunaan fungsi bahari. Industri wisata bahari dapat menjadi destinasi wisata yang sangat produktif dan banyak dikunjungi wisatawan, jika dikembangkan dan dikelola dengan baik secara legal. Di sisi lain keberadaan wisata bahari dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat nelayan di pesisir pantai. Wisata bahari merupakan daya tarik sebagai destinasi wisata yang selalu dikunjungi banyak orang dari berbagai negara di dunia. Pemerintah Kabupaten Bone dapat bekerja secara maksimal guna mempercepat pengembangan wisata bahari khususnya di daerah-daerah di daerah Bone Selatan seperti Bone Pute, Bone Lampe dan Pantai Tete yang sudah ramai dikunjungi wisatawan. Salah satu kendala yang dapat menghambat perkembangan industri wisata bahari adalah sulitnya ketersediaan sumber air bersih untuk kebutuhan wisatawan.
Pemerintah Kabupaten Bone sangat optimis mengembangkan industri pariwisata dengan potensi bahari yang indah dan nyaman di Pantai Bone Pute, Bone Lampe dan Tete yang berpasir putih. Oleh karena itu, sangat disayangkan jika kawasan laut tidak dikembangkan dan diberdayakan untuk menjadi destinasi wisata di Bone Pute, Bone Lampe dan Pantai Tete. Masyarakat nelayan yang tinggal di pesisir mendapatkan keuntungan dari sektor hukum dan ekonomi. Mereka bisa bekerja sebagai security, tour guide dan tempat villa yang bisa disewa untuk kebutuhan turis. Pengembangan wisata bahari di Pantai Bone Pute, Pantai Bone Lampe dan Pantai Tete dapat dikembangkan dalam berbagai jenis permainan, seperti banana boat, berenang, memancing dan menyelam. Pantai Bone Pute, Pantai Bone Lampe dan Pantai Tete sangat kaya akan berbagai jenis ikan di bawah laut, aman dan kondusif karena terdapat sebuah pulau kecil bernama Bulu Betta yang hanya berjarak satu kilometer dari tempat wisata.
Pengembangan industri wisata bahari merupakan kegiatan untuk mendorong penegakan hukum dan pertumbuhan ekonomi masyarakat nelayan untuk berpartisipasi langsung dalam jasa pariwisata. Ketersediaan transportasi di kawasan wisata merupakan lahan bisnis baru untuk menunjang pendapatan masyarakat nelayan dan menunjang fasilitas yang dibutuhkan oleh wisatawan. Keberadaan industri wisata bahari dapat menumbuhkan kecintaan masyarakat nelayan terhadap lingkungan melalui penegakan hukum. Oleh karena itu, penegakan hukum pada masyarakat nelayan ditujukan untuk melestarikan dan
mengembangkan industri wisata bahari sebagai interpretasi alam yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
Penegakan hukum terhadap stabilitas dan keamanan kawasan laut dapat ditentukan melalui pengembangan industri wisata bahari(Svetiev & Wang, 2016). Penerapan hukum dalam pengembangan industri pariwisata(Surono, 2018)merupakan upaya inovatif menjaga kualitas laut untuk kawasan lingkungan yang lebih produktif. Fungsi penegakan hukum untuk stabilitas dan keamanan merupakan strategi pengembangan wisata bahari, dapat menunjang produktivitas pendapatan daerah dan juga dapat mencegah kerusakan laut. Transformasi pengembangan industri pariwisata sebagai model baru dalam mempromosikan wisata bahari dan hutan mangrove ke beberapa negara. Selain itu mengubah etika dan budaya hukum masyarakat nelayan yang ramah dengan menjaga lingkungan laut. Perlindungan hukum dan pengembangan pariwisata yang baik dapat menghasilkan kawasan laut sebagai industri pariwisata.
Laut yang terletak di Kabupaten Bone khususnya yang terletak di Salomekko dan Kajuara memiliki akses keindahan alam dan wisata bahari yang lebih menarik,karena ditunjang dengan adanya pelabuhan, kapal laut, pasar, rumah makan dan tambak ikan. Peran pelabuhan dapat mendukung kelancaran akses wisatawan sehingga menjadi tempat yang sangat strategis bagi pengembangan pariwisata. Namun ketersediaan sarana dan prasarana juga sangat disayangkan dengan terbatasnya perhatian dan respon dari pemerintah dan masyarakat untuk mengelola bahari sebagai tujuan wisata. Prospek lain pengembangan kawasan laut di Kabupaten Bone adalah membangun infrastruktur seperti pelabuhan. Selain itu, penegakan hukum laut adalah memberikan bantuan kepada kelompok nelayan melalui bantuan perahu yang digunakan untuk menangkap ikan. Gagasan Pemerintah Kabupaten Bone dapat diwujudkan sebagai program nasional untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat nelayan, baik lokal, nasional maupun internasional. Perkembangan wisata alam dan wisata bahari yang mengarah pada industri pariwisata sangat mendukung keberadaan Pulau Sembilan. Wisata bahari di wilayah Salamekko dan Kajuara, seperti petualangan di wilayah laut, menarik wisatawan dan menghibur mereka. Industri wisata bahari dapat didukung dengan beberapa kegiatan untuk menikmati berenang, menyelam dan memancing di sekitar Pulau Sembilan.
Kawasan laut di Kabupaten Bone memiliki pemandangan yang sangat indah, terutama di sekitar kawasan Pulau Sembilan. Disebut Pulau Sembilan karena terdiri dari sembilan pulau di tengah laut, yaitu Kanalo Seddi, Kanalo Dua, Batang Lampe, Larea rea, Katindoang, Kudingare, Liang Liang dan Burung Loe. Pemandangan indah Pulau Sembilan merupakan potensi dan sumber daya
alam di laut sebagai kawasan wisata bahari. Laut di sekitar Pulau Sembilan memiliki air yang sangat jernih untuk berenang, menyelam, dan memancing. Selain itu, ada Pulau Balopu yang sangat dekat dengan pantai dengan kemantapan dan keamanan pohon bakau yang tumbuh dari ombak besar. Penegakan hukum dalam pengembangan wisata bahari dapat mengubah perilaku dan partisipasi baik pemerintah maupun masyarakat nelayan untuk memperkuat keamanan dan stabilitas ekosistem laut. Pengembangan wisata bahari bertujuan untuk menjaga stabilitas dan keamanan kawasan laut. Selain itu juga melakukan sosialisasi dan edukasi secara intensif kepada masyarakat tentang manfaat pemberdayaan wilayah laut yang efektif dan efisien.
## 2. Aktualisasi Hukum Islam Dalam Hukum Nasional Indonesia tentang Pengembangan Industri Wisata Bahari
Manusia dan makhluk lainnya seperti hutan mangrove, hewan laut memiliki hak untuk hidup, membutuhkan pemeliharaan dan perlindungan untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Manusia memiliki kekuatan dan potensi dalam dirinya yang disebut “qudrah” untuk menentu kan kelangsungan hidup, melindungi dan melestarikan hutan mangrove dan satwa laut. Manusia tidak diperbolehkan merusak dan merusak, kelestarian ekosistem hutan mangrove dan hewan laut. Hutan mangrove dan satwa laut memiliki hak untuk hidup dan kebebasan terhadap kelangsungan ekosistem tumbuhan dan satwa laut dari serangan dan gangguan manusia. Merujuk pada qaidah dalam ushul fiqh seperti “jalbu al - masalih wa dar’u al - mafasid” , berarti mengambil keuntungan lebih baik daripada menghindari kerusakan.
Metodologi pembentukan hukum Islam dilakukan melalui kasus-kasus yang masih “zanny” , yaitu masalah dimana hukumnya tidak jelas, hukumnya dapat ditemukan menggunakan qaidah-qaidah dalam ushul fiqh . Oleh karena itu, pembentukan undang-undang terhadap suatu perkara yang kedudukannya tidak jelas dalam hukum Islam, maka ushul fiqih berfungsi merumuskan hukum menurut qaidah-qaidah perkara yang dihadapi. Penerapan ushul fiqh untuk menemukan hukum menunjukkan bahwa hukum Islam merupakan hukum yang sangat fleksibel dan dinamis dalam merespon kasus-kasus kerusakan ekosistem laut dewasa ini. Itu sebabnya hukum Islam tidak pernah kaku dan statis dalam penerapannya dalam pelestarian laut dan pengembangan industri wisata bahari.
Pelestarian dan pengembangan industri wisata bahari merupakan kebutuhan untuk memajukan perekonomian masyarakat, namun tidak boleh mengabaikan keamanan dan stabilitas kelangsungan hidup hutan mangrove dan satwa laut. Kontekstasi hukum Islam dengan menggunakan qaidah-qaidah dalam ushul fiqh untuk menemukan hukum dalam pengembangan industri wisata bahari merupakan seperangkat hukum yang berstatus normatif doktrinal. Posisi hukum Islam dalam pengembangan wisata bahari masih disebut living law yang belum mendapatkan legalitas dalam penerapannya. Sedangkan hukum Islam
merupakan hukum yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat Islam dalam mewujudkan maslahah , yaitu hukum yang diyakini dapat mendatangkan kebaikan, keselamatan dan kebahagiaan.
Dengan demikian, kontekstasi hukum Islam dalam penegakan hukum nasional seperti UU No. 32 Tahun 2014 dan UU No. 27 Tahun 2007 tidak menemukan kontradiksi, karena pembentukan hukum Islam sudah dipelajari secara mendalam melalui kajian ushul. fikih. Penerapan hukum Islam sebagai bahan utama dalam pembentukan hukum nasional merupakan salah satu cara untuk memposisikan hukum Islam sebagai hukum positif. Posivistik hukum Islam dalam hukum nasional merupakan upaya legalitas hukum Islam di Indonesia.
Keharmonisan hukum Islam dalam hukum nasional Indonesia dapat dibuktikan dari qaidah-qaidah lain dalam ushul fiqh seperti “al -ashlu fil amri lil wujub wa la ‘ tadullu alaa ’ gairihi illa bi qarinatin” , artinya hukum asal suatu tatanan adalah wajib, tetapi suatu perintah tidak harus dijalankan jika ada petunjuk yang dapat membatalkan perintah tersebut. Meskipun kaidah ini menunjukkan bahwa perintah itu wajib, namun tidak harus diwujudkan dalam tindakan selama menimbulkan kerusakan. Dengan demikian, setiap prinsip dalam ushul fiqh merupakan cikal bakal pembentukan dan implementasi hukum Islam. Padahal, syariat Islam sangat sesuai dengan penegakan hukum nasional, antara lain dalam UU No. 32 Tahun 2014 dan UU No. 27 Tahun 2007.
Indonesia adalah negara hukum dengan menerapkan sistem hukum positif, dimana setiap hukum yang dapat ditegakkan harus memperoleh legalitas melalui pembentukan peraturan perundang-undangan. Semua hukum yang diberlakukan adalah hukum positif yang dikenal dengan “ius constutum” , harus ada dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini adalah undang-undang yang dirumuskan oleh kekuasaan legislatif dan disahkan oleh presiden sebagai lembaga yang menjalankan peraturan perundang-undangan. Selain itu, kontekstasi hukum Islam pada maqasid al-syariah menunjukkan keharmonisan dalam hukum nasional Indonesia. Contoh nyata dalam undang-undang nasional adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, pasal 14 menyebutkan bahwa pemanfaatan sumber daya kelautan meliputi perikanan, energi dan sumber daya mineral, sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, serta sumber daya non konvensional. Pemanfaatan sumber daya laut seperti industri kelautan, wisata bahari, transportasi laut, dan bangunan laut dapat dikelola secara proporsional.
Pemberlakuan UU No. 32 Tahun 2014 muatan maqasid al-syariah dalam hukum Islam seperti pemanfaatan sumber daya kelautan seperti perikanan, energi dan sumber daya mineral, sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, dan sumber daya non konvensional merupakan tindak lanjut dari konservasi dan pengembangan wisata bahari. Artinya hukum Islam pada maqasid al-syariah bertujuan untuk memberikan keselamatan dan kebahagiaan bagi kehidupan manusia dan lingkungannya. Dengan demikian, hukum Islam dapat ditegakkan
dalam hukum nasional melalui pelestaian alam dan pengembangan wisata bahari harus dimulai dari maqasid al-syariah guna membangun interaksi yang lebih baik atau lebih dekat antara manusia dengan lingkungannya. Pelestarian laut dan pengembangan industri wisata bahari perspektif maqasid al-syariah dapat mengajak masyarakat untuk mencintai dan menjaga ekosistem laut.
Hukum Islam dapat berlaku langsung dalam hukum nasional yang terkait dengan pengembangan pari wisata bahari. Misalnya dalam Undang- Undang Nomor 27 Tahun 2007 disebutkan bahwa kebijakan ekonomi kelautan merupakan dasar bagi pembangunan ekonomi melalui penciptaan usaha yang sehat dan peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat pesisir dengan mengembangkan kegiatan ekonomi yang produktif, mandiri dan mengutamakan kepentingan nasional. Pernyataan ini menunjukkan sebagai maqasid al-syariah dalam hukum Islam.
Kembali kepada pembentukan hukum Islam selalu ditemukan dari prinsip dalam ushul fiqh yaitu jalbu al-masalih wa dar'u al-mafasid , artinya lebih baik mengambil manfaat daripada menghindari kerusakan. Prinsip ini dapat diaktualisasikan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Harmonisasi syariat Islam dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 secara signifikan dalam Pasal 4 menyebutkan bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan untuk melindungi, melestarikan, merehabilitasi, memanfaatkan dan memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil beserta ekologinya. Keselarasan dan sinergi dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil untuk memperkuat pencapaian keadilan, keseimbangan, dan kelestarian.
Substansi Hukum No. 27 Tahun 2007 yang erat kaitannya dengan maqasid al-syariah dan prinsip-prinsip dalam jalbu al-masalih wa al-mafasid dar'u adalah larangan membawa kerusakan dan bahaya, menekankan pada perintah untuk melindungi, melestarikan, merehabilitasi, memanfaatkan, dan menjamin sumberdaya pesisir dan laut tersebut. Oleh karena itu, dalam Undang- Undang Nomor 27 Tahun 2007 tidak pernah ditemukan pertentangan dengan syariat Islam. Penerapan syariat Islam mengutamakan peri ntah untuk maslahah baik stabilitas, keamanan serta keseimbangan dalam pengembangan wisata bahari. Penerapan syariat Islam tidak dapat dipisahkan dalam hukum nasional, karena kedua undang-undang tersebut bertujuan untuk menjaga dan melestarikan berbagai jenis, menyediakan objek wisata, dan berfungsi untuk menambah pendapatan dan membangun perekonomian masyarakat nelayan, serta membangun dan memperkuat pemerintahan. dan masyarakat nelayan.
## SIMPULAN
Penegakan hukum nasional dalam pelestarian laut dan pengembangan industri wisata bahari merupakan strategi yang sangat tepat untuk
meningkatkan stabilitas dan keamanan, melestarikan hutan mangrove dan ekosistem laut menjadi lebih inovatif dan produktif. Penegakan hukum nasional seperti UU No. 32 Tahun 2014 dan UU No. 27 Tahun 2007 merupakan upaya hukum untuk melindungi, melestarikan dan mendukung pengembangan wisata bahari untuk menciptakan produktivitas ekonomi bagi masyarakat nelayan dan mencegah kerusakan ekosistem laut. Signifikansi penegakan hukum nasional adalah upaya perlindungan untuk mengubah kawasan laut menjadi pengembangan industri wisata bahari. Pengembangan industri pariwisata dapat menjaga keberlanjutan, sebagai upaya produktif untuk menjaga stabilitas, keamanan, dan keseimbangan dalam pemberdayaan sumber daya.
Kontekstasi penerapan hukum Islam dalam hukum nasional lebih menekankan pada terciptanya keseimbangan, stabilitas, keamanan, kemakmuran, keadilan, kebenaran dan perdamaian, serta menghindari kerusakan ekosistem laut, sehingga hukum Islam merupakan hukum yang selalu membawa maslahah . Penerapan hukum Islam tidak pernah ditemukan bertentangan dengan hukum nasional sebagai hukum yang memiliki legalitas pemberlakuan dalam masyarakat. Hukum Islam dapat diterapkan secara legal- formal jika dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Hukum Islam dan hukum nasional yakni UU No. 32 Tahun 2014 dan UU No. 27 Tahun 2007 terdapat keselarasan setelah melalui kajian mendalam terhadap asas-asas dan peraturan maqasid al-syariah dalam hukum nasional. Baik syariat Islam maupun hukum nasional ternyata mampu menciptakan stabilitas, keamanan, pelestarian dan pengembangan wisata bahari pada masyarakat nelayan yang mendiami pesisir.
## REFERENCES
(1) Abdullah, A. B., Ramli, M. A., Jamaludin, M. A., Marinsah, S. A., & Mohd Nor, M. R. (2013). Postmodernism Approach in Islamic Jurisprudence (Fiqh). Middle East Journal of Scientific Research , 13 (1), 34 – 35.
https://doi.org/10.5829/idosi.mejsr.2013.13.1.1756
(2) Abdullah, M. A. (2010). The Applicability of the U ṣ ûl Al-Fiqh Principle “ Isti ṣ hab ” To the Presumption of Death of a Missing Person in Islamic Law of Succession and Malaysian Law. IIUM Law Journal , 18 (2), 322. https://doi.org/10.31436/iiumlj.v18i2.27
(3) Achieng, O. C., Richard, M., Robert, K., Thorn Jessica, P. R., & Nicholas, O. (2019). Prospects of scenario planning for Kenya’s protected ecosystems: An example of Mount Marsabit. Current Research in Environmental Sustainability , 2. https://doi.org/10.1016/j.crsust.2019.10.001
(4) Asni, F. A. H. M. (2017). Al-Syatibi Methodology Analysis in the Unification of Usul Al-Fiqh Methods. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences , 7 (7), 260 – 268.
(5) Basch, N. (2008). Guarding Lifeś Dark Secrets: Legal and Social Controls over Reputation, Propriety, and Privacy. By Lawrence M.
Friedman.(Stanford: Stanford University Press, 2007. xii, 348 pp. $29.95,
Kuriositas: Media Komunikasi Sosial dan Keagamaan Vol. 15 No.2, Desember 2022: h.291-304
ISBN 978-0-8047-5739-3.). In The Journal of American History (pp. 536 – 537).
Stunford: Stanford University Press.
(6) Blanco-Libreros, J. F., & Estrada-Urrea, E. A. (2015). Mangroves on the edge: Anthrome-dependent fragmentation influences ecological condition (Turbo, Colombia, Southern Caribbean). Diversity , 7 (3), 207 – 208.
https://doi.org/10.3390/d7030206
(7) Carter, R. W. (Bill., Thok, S., O’Rourke, V., & Pearce, T. (2015). Sustainable Tourism and its Use as a Development Strategy in Cambodia: a Systematic Literature Review. Journal of Sustainable Tourism , 23 (5), 798. https://doi.org/10.1080/09669582.2014.978787
(8) Chivu, L. (2019). Local entrepreneurship and social services in Romania. Territorial analysis. European Research on Management and Business Economics , 25 (2), 79 – 86. https://doi.org/10.1016/j.iedeen.2019.04.001
(9) Fauzi, M., Azizah, A. N., & Nurfauziyah, L. (2019). The Concept of Ifta ’in Establishing Halal Law (Study of Usul fiqh on Legal Determination Methods). Journal of Digital Marketing and Halal Industry , 1 (1), 84. https://doi.org/10.21580/jdmhi.2019.1.1.4776
(10) Haq, K. M. F., & Wodeyar, A. K. (2002). An Ecological Study of Habitat of Mangrove Forest of Bangladesh. Journal of Human Ecology , 13 (3), 225 – 230.
https://doi.org/10.1080/09709274.2002.11905537
(11) Haupt, M., & Hellweg, S. (2019). Measuring the Environmental Sustainability of a Circular Economy. Environmental and Sustainability Indicators , 1 – 2 (September), 100006. https://doi.org/10.1016/j.indic.2019.100005
(12) Ibrahim, H. S., & Hegazy, I. (2013). Decentralization in the Egyptian Coastal Management. Journal of Coastal Development , 16 (2), 103 – 104. Retrieved from http://omicsonline.com/open-access/decentralization-in- the-egyptian-coastal-management-1410-5217-16-372.pdf
(13) Kadivar, M. (2015). Ijtihad in Usul al-Fiqh: Reforming Islamic Thought through Structural Ijtihad. Iran Nameh , 30 (3), xxiii. Retrieved from http://bibliographies.brillonline.com/entries/index-islamicus/ijtihad-in- usul-al-fiqh-reforming-islamic-thought-through-structural-ijtihad- A990130
(14) Kong, H., Yang, W., & Sun, Q. (2018). Overcoming the Challenges of Integrated Coastal Management in Xiamen: Capacity, Sustainable Financing and Political Will. Ocean and Coastal Management , (May), 1 – 8. https://doi.org/10.1016/j.ocecoaman.2018.05.015
(15) Lahafi, F., Wekke, I. S., & Muhamaddun, Muzdalifah, R. (2018). Reconciliation of Environmental Fiqh in Indonesian Legal System. Opcion , 34 (18), 2314.
(16) Li, J., Liao, Q., Li, M., Zhang, J., Tam, N. F., & Xu, R. (2010). Community Structure and Biodiversity of Soil Ciliates at Dongzhaigang Mangrove Forest in Hainan Island, China. Applied and Environmental Soil Science ,
2010 , 1 – 2. https://doi.org/10.1155/2010/103819
(17) Luom, T. T. (2012). Aquaculture Operation in Allocated Mangrove Areas in Kien Giang , Vietnam : Local Perceptions and Recommendations. Journal of Coastal Zone Management , 22 (2), 471.
(18) Mehvar, S., Dastgheib, A., Bamunawala, J., Wickramanayake, M., & Ranasinghe, R. (2019). Quantitative Assessment of the Environmental Risk Due to Climate Change-Driven Coastline Recession: A Case Study in Trincomalee Coastal Area, Sri Lanka. Climate Risk Management , 25 (June), 100193. https://doi.org/10.1016/j.crm.2019.100192
(19) Michele, G., Giovanni, M., Annibale, G., Lucia, T., Vito, S., & Angela, L. (2017). Development of an Integrated SDSS for Coastal Risks Monitoring and Assessment. Journal of Coastal Zone Management , 20 (3), 1. https://doi.org/10.4172/2473-3350.1000446
(20) Muhammad Abu Ishaq al-Syatibi. (n.d.). Al-Muwafaqat fi Usuli al-Shariah . Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah.
(21) Murengo, E. T. (2017). The Progressive Harmonization of the Procedural Rules of Environmental Law: Expression of the Emergence of a Global Right? Brazilian Journal of International Law , 14 (3), 72.
(22) Nunn, P. D., McKeown, M., McCallum, A., Davies, P., John, E., Chandra, R., … Raj, S. N. (2019). Origin, Development and Prospects of Sand
Islands off the North Coast of Viti Levu Island, Fiji, Southwest Pacific. Journal of Coastal Conservation , 23 (6), 1005 – 1006.
https://doi.org/10.1007/s11852-019-00707-w
(23) Pongoliu, H. (2019). The Existence of the Statement of the Companions ( Fatwā
Ṣ a ḥ āba ) and Its Ḥ ujjah in Islamic Legal Thoughts . 29 (2), 189 – 202.
(24) Purkon, A. (2018). Historical Dinamic of Islamic Law Methodologhy (Usul Fiqh). Mizan: Journal of Islamic Law , 2 (2), 119 – 120.
(25) Sannigrahi, S., Chakraborti, S., Banerjee, A., Rahmat, S., Bhatt, S., Jha, S., … Sen, S. (2020). Ecosystem Service Valuation of a N atural Reserve Region for Sustainable Management of Natural Resources. Environmental and Sustainability Indicators , 5 (May 2019), 100014. https://doi.org/10.1016/j.indic.2019.100014
(26) Shah, K., Mustafa Kamal, A. H., Rosli, Z., Hakeem, K. R., & Hoque, M. M. (2016). Composition and diversity of plants in Sibuti mangrove forest, Sarawak, Malaysia. Forest Science and Technology , 12 (2), 70 – 76. https://doi.org/10.1080/21580103.2015.1057619
(27) Soufi, Y. (2016). The Historiography of Sunni Usul al-Fiqh. The Oxford Handbook of Islamic Law , (October 2016), 248 – 270.
https://doi.org/10.1093/oxfordhb/9780199679010.013.30
(28) Su, J., & Peng, B. (2018). Evaluating the Trade-offs between Alternative Coastal Policies: Evidence from Xiamen’s ICM Programme. Ocean and Coastal Management , (May), 1 – 10.
https://doi.org/10.1016/j.ocecoaman.2018.05.012
(29) Suresh HS, S. S. (2015). Mangrove Area Assessment in India: Implications of Loss of Mangroves. Journal of Earth Science & Climatic Change , 6 (5), 1 –
2.https://doi.org/10.4172/2157-7617.1000280
(30) Surono, A. (2018). Legal Harmonization of Village Authority on Forestry Management. Journal of Legal, Ethical and Regulatory Issues , 21 (4), 4 – 5.
(31) Svetiev, Y., & Wang, L. (2016). Competition Law Enforcement in China: Between Technocracy and Industrial Policy. Law and Contemporary Problems , 79 (4), 190 – 191.
(32) Xie, Z. (2020). China’s Historical Evolution of Environmental Protection along with the Forty Years’ Reform and Opening -up. Environmental Science and Ecotechnology , 1 , 100001. https://doi.org/10.1016/j.ese.2019.100001 (33) Yang, L., Li, H., Zhang, Y., & Jiao, N. (2019). Environmental Risk
Assessment of Triazine Herbicides in the Bohai Sea and the Yellow Sea and their Toxicity to Phytoplankton at Environmental Concentrations. Environment International , 133 (September), 105175.
https://doi.org/10.1016/j.envint.2019.105175
(34) Zhu, X., Zuklin, T., & Zhang, Y. (2019). Enhancing and Promoting National Environmental Goals through Local Integrated Coastal
Management Initiatives and Legislation: Evidence from Xiamen. Ocean and Coastal Management , (January), 1 – 6. https://doi.org/10.1016/j.ocecoaman.2019.01.002
|
7b799411-e293-47e3-be60-7579bd535add | https://jurnal.uns.ac.id/jkc/article/download/52347/37750 | ANALISIS KESALAHAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA TENTANG STATISTIKA PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI MUNGGANGSARI TAHUN AJARAN 2020/2021
Hesti Hidayati 1 , Tri Saptuti Susiani 2 , Wahyudi 3
Universitas Sebelas Maret hestihidayati@student.uns.ac.id
Article History accepted 30/8/2021 approved 30/9/2021 published 30/10/2021
## Abstract
The study aimed to describe the difficulties in solving math word problems about statistics encountered by fourth grade students of SD Negeri Munggangsari in academic year of 2020/2021. It was qualitative research with descriptive method. The results indicated that most of the students had difficulties in solving statistics word problems. The difficulties were (a) reading errors, (b) comprehension error, (c) transformation errors, (d) process skill errors, and (e) encoding errors. The internal factors were (a) the students could not find the information in word problems, (b) the students could not read long sentences, (c) the students found difficulty how to convert data, (d) the students found difficulty to understand the problems, (f) the students did not apply steps to solve word problems, and (f) the students were inaccurate in doing word problems. The external factors were (a) the teacher had limited word problem practices, (b) the teacher had limited learning strategy, (c) the teacher had limited learning models, and (d) the teacher had limited interaction to the students. It concludes that most of the students have difficulties in solving statistics word problems, there are internal and external factors affected the students. The next step is performing solutions that steps applied by the teachers and the students to decline the factors causing difficulties in solving story problems about statistics.
Keywords: analysis, difficulties in solving word problems, learning outcomes
## Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesalahan menyelesaikan soal cerita matematika tentang statistika yang dialami oleh siswa kelas IV SD Negeri Munggangsari tahun ajaran 2020/2021. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 67% siswa mengalami kesalahan menyelesaikan soal cerita statistika yakni: (a) kesalahan membaca soal, (b) kesalahan memahami pertanyaan dalam soal, (c) kesalahan transformasi, (d) kesalahan dalam proses, dan (e) kesalahan dalam menuliskan kesimpulan. Terdapat faktor internal, yakni: (a) siswa tidak mampu mencari informasi yang ada pada soal, (b) siswa belum mampu membaca kalimat panjang, (c) siswa belum mampu mengubah penyajian data, (d) siswa tidak paham dengan pertanyaan dalam soal, (e) siswa tidak menerapkan langkah-langkah menyelesaikan soal cerita dengan benar dan (f) siswa kurang teliti saat mengerjakan soal, sedangkan faktor eksternal yaitu: (a) guru kurang bervariasi dalam memberikan latihan soal cerita, (b) guru kurang kreatif dalam menggunakan strategi pembelajaran, (c) guru kurang inovatif dalam menggunakan model pembelajaran, dan (d) interaksi yang kurang baik antar siswa. Dari analisis yang dilakukan peneliti, disimpulkan sebanyak 67% dari 21 siswa kelas IV SD Negeri Munggangsari mengalami kesalahan menyelesaikan soal cerita statistika, terdapat faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi siswa. Langkah selanjutnya yakni memberikan alternatif solusi berupa langkah-langkah yang dapat dilakukan guru maupun siswa untuk mengurangi kesalahan siswa kelas IV SD dalam mengerjakan soal cerita statistika.
Kata Kunci: analisis, kesalahan menyelesaikan soal cerita, hasil belajar
## PENDAHULUAN
Pada masa yang canggih seperti saat ini, setiap orang membutuhkan pendidikan. Pendidikan akan digunakan pada saat seseorang berada di rumah, masyarakat, sekolah, maupun di lingkungan kerja. Di dunia pendidikan, siswa dituntut untuk dapat menguasai bermacam-macam mata pelajaran. Siswa harus memiliki suatu keterampilan berupa berpikir kritis, beragamnya pengetahuan, serta memiliki kemampuan membaca/literasi. Pada tiap-tiap jenjang pendidikan, mata pelajarannya pun berbeda-beda. Berbicara tentang mata pelajaran yang beragam, tingkat kesalahan pada beberapa mata pelajaran pun berbeda. Tentu saja ini juga ditentukan berdasar kemampuan setiap individu. Matematika merupakan mata pelajaran yang terdapat di dalam dunia pendidikan dan hampir diajarkan atau dipelajari di hampir tiap jenjang pendidikan.
Dalam dunia pendidikan maupun dunia kerja matematika sangatlah dibutuhkan seperti pendapat yang dikemukakan Amir (2015: 131-146), mata pelajaran matematika sebagai sarana meningkatkan kemampuan berupa berpikir kritis, kreatif, sistematis, logis, dan analitis yang sesuai dengan perkembangan psikologi setiap siswa yang menjadi alasan mengapa matematika sangat perlu diberikan di setiap jenjang pendidikan. Pada mata pelajaran matematika, banyak materi yang diajarkan khususnya di sekolah dasar, salah satunya yakni materi statistika.
Erna Suwangsih (Pajarwati dkk, 2019: 91), matematika adalah suatu ilmu yang membahas tentang logika, mengenai susunan dan bentuk, hingga besaran, dan berupa konsep yang berkaitan satu dengan lainnya. Menyelesaikan beberapa masalah kehidupan manusia merupakan salah satu fungsi dari matematika. Langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah terdapat lima, seperti yang dijelaskan oleh Gagne (Apriani, 2018: 104) yaitu: (1) pemaparan masalah, (2) mentransformasikan masalah ke dalam bentuk operasional, (3) penyusunan langkah kerja yang baik yang dianggap dapat menjadi solusi dari permasalahn yang ada, (4) melakukan tes terhadap hipotesis dan kerja untuk mendapatkan hasilnya, (5) melakukan pemeriksaaan kembali apakah hasil yang didapat itu sudah benar. Franklin et al (Suryana dkk, 2017: 150) juga berpendapat tentang langkah-langkah yang dapat dipakai untuk menyelesaikan suatu permasalahan statistika, diantaranya yakni: (1) melakukan perumusan pertanyaan yang dapat dijawab dengan data, (2) pengumpulan data untuk menjawab pertanyaan, (3) melakukan analisis data, dan (4) menginterpretasikan hasil.
Wiyartimi dalam Humaerah (2017: 127-128) menyatakan bahwa kesalahan yang cukup sering dialami siswa dalam bidang studi matematika yaitu: (1) siswa belum mampu menggunakan konsep matematika dengan benar, (2) siswa salah dalam menerapkan rumus matematika, (3) siswa salah dalam menggunakan operasi matematika untuk menyelesaikan suatu masalah yang ada dalam soal , dan (4) siswa tidak teliti saat mengerjakan soal.
Tujuan dari penelitian ini yaitu: (1) mendalami kesalahan menyelesaikan soal cerita matematika tentang statistika yang dialami siswa kelas IV SD Negeri Munggangsari tahun ajaran 2020/2021, (2) menjelaskan faktor-faktor penyebab kesalahan menyelesaikan soal cerita matematika tentang statistika yang dialami siswa kelas IV SD Negeri Munggangsari tahun ajaran 2020/2021, dan (3) mendeskripsikan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk membantu mengatasi kesalahan menyelesaikan soal cerita matematika tentang statistika yang dialami siswa kelas IV SD Negeri Munggangsari tahun ajaran 2020/2021.
## METODE
Penelitian ini dilaksanakan di kelas IV SD Negeri Munggangsari. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Subjek penelitian ini yaitu guru dan siswa kelas IV yang berjumlah 21 siswa dengan 12 siswa laki-laki dan 9
siswa perempuan. Sumber data penelitian ini yakni, sekolah, guru, dan siswa kelas IV. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara, dokumentasi, dan tes dalam bentuk soal uraian sebanyak 6 nomor. Adapun validitas data dalam penelitian ini dilakukan dengan triangulasi sumber dan teknik. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman yang meliputi reduksi data, penyajian data, dan verifikasi yang akan dilakukan terhadap observasi, hasil tes uji soal cerita statistika, wawancara, dan dokumentasi untuk mendeskripsikan kesalahan menyelesaikan soal cerita matematika tentang statistika pada siswa kelas IV SD Negeri Munggangsari tahun ajaran 2020/2021.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini diperoleh dari kelas IV SD Negeri Munggangsari yang menjadi subjek penelitian. Kondisi awal siswa saat peneliti melakukan obsevasi di kelas IV, pembelajaran matematika siswa cenderung kurang aktif, bermain dengan teman sebangku, sebagian yang lain tidak memperhatikan guru saat menjelaskan materi. Sehingga saat guru memberi soal latihan, sebagian besar siswa tidak bisa mengerjakan dan nilai matematika yang diperoleh siswa rendah atau di bawah KKM.
## 1. Analisis Kesalahan Siswa pada Soal Cerita Statistika Berdasarkan Ruang Lingkup Materi
Berdasarkan data dan analisis ruang lingkup materi pada kelas IV SD Negeri Munggangsari tahun ajaran 2020/2021. Kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal cerita statistika dapat diuraikan sebagai berikut.
## a. Kesalahan Siswa pada Soal Cerita Statistika Berdasarkan Ruang Lingkup
Materi
Berdasarkan data dan analisis terhadap hasil uji soal cerita statistika kelas IV SD yang menghasilkan rata-rata presentase kebenaran 16.7% dan rata-rata presentase kesalahan 83.3% dari soal nomor 1 sampai dengan soal nomor 5 yang diperoleh dari 21 siswa. Presentase kebenaran tertinggi terdapat pada soal nomor 4 dengan hasil 38.1%, sedangkan presentase kebenaran terendah terdapat pada soal nomor 1 dan 2 dengan hasil sama yakni 4.8%. Berikut chart rata-rata presentase kebenaran dan kesalahan siswa:
0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV Kelas V Kelas VI 4.8 % 38.1% 4.8% 38.1% 38.1% 38.1%
## b. Faktor Penyebab Siswa Melakukan Kesalahan dalam Ruang Lingkup Materi
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada kelas IV analisis kesalahan dalam ruang lingkup materi dapat diuraikan faktor penyebab kesalahan siswa.
1) Faktor internal
Berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada siswa menunjukkan beberapa penyebab kesalahan yang dialami siswa yaitu kebingungan siswa dalam mengerjakan soal statistika. Kesalahan yang dialami siswa dikarenakan siswa belum memahami materi tentang statistika. Berdasarkan hasil wawancara siswa juga diketahui siswa
mengalami kesalahan dalam mengatur waktu dengan baik dalam mengerjakan soal, sehingga ada beberapa soal yang tidak dikerjakan karena kehabisan waktu. Siswa yang kekurangan waktu juga cenderung menjadi gugup.
Kesalahan yang dialami mengakibatkan siswa memberikan hasil yang berbeda dengan jawaban yang diminta. Sikap terburu- buru dari siswa dalam menyelesaiakan soal juga memicu kesalahan pada penyelesaian soal. Kurangnya ketelitian siswa dalam membaca soal cerita sehingga siswa tidak mengetahui langkah-langkah penyelesaian yang harus dilakukan. Hasil wawancara siswa juga menunjukan siswa yang kesalahan dalam memahami pelajaran pada saat proses belajar mengajar tidak berani bertanya kepada guru karena malu.
Yeo (2009: 1-30 ) menyatakan bahwa kesalahan yang dialami siswa dalam memecahkan masalah matematika antara lain: (1) memahami masalah yang diberikan, (2) menentukan strategi penyelesaian yang tepat, (3) menerjemahkan masalah ke dalam bentuk matematika, dan (4) melakukan prosedur yang baik.
2) Faktor eksternal
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh beberapa penyebab kesalahan yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal-soal statistik. Menurut hasil observasi yang dilakukan selama pembelajaran faktor penyebab kesalahan yaitu guru masih menggunakan metode pembelajaran yang tidak tepat, kurangnya variasi contoh soal yang diberikan saat pembelajaran, dan tindakan siswa yang biasanya kurang memperhatikan saat pembelajaran berlangsung. Guru biasanya hanya menggunakan metode ceramah yang membuat siswa bosan saat pembelajaran berlangsung. Guru juga kurang terbiasa memberikan latihan soal-soal cerita yang bervariasi agar siswa lebih terampil dalam menyelesaiakan soal. Keluarga dan lingkungan sekitar juga dapat menjadi faktor penyebab seperti dukungan dari keluarga yang kurang, hubungan antar teman, dan kondisi lingkungan sekolah.
Dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada ruang lingkup materi statistika yakni: (1) siswa belum mampu mengungkapkan makna yang ada di dalam soal ke dalam bentuk matematika, (2) kurangnya ketelitian dan kelalaian, (3) kurangnya melakukan latihan mengerjakan soal-soal cerita yang beragam, (4) serta kurang paham dengan soal yang diberikan, (5) guru tidak memberi arahan kepada siswa tentang bagaimana cara menuliskan informasi yang ada pada soal, (6) guru belum menyampaikan langkah-langkah menyelesaikan soal cerita dengan runtut, dan (7) guru kurang melatih siswa untuk mengerjakan soal-soal cerita yang beragam selaras dengan pendapat Rindyana & Chandra dalam Desy dkk (2020: 17) serta Harahap dkk (2019: 183-184).
2. Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita Statistika Berdasarkan Jenis Kesalahan
Berdasarkan deskripsi hasil tes, observasi, dan wawancara yang dilakukan terhadapt siswa serta guru dapat diketahui jenis-jenis kesalahan yang dilakukan oleh siswa kelas IV SD Negeri Munggangsari dalam menyelesaikan soal cerita materi statistika. Melalui analisis data diketahui penyebab dari kesalahan yang dilakukan siswa dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Jenis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita Statistika Jenis-jenis kesalahan yang sering dilakukan oleh siswa ketika mengerjakan soal cerita statistika yakni:
1) Reading error, kesalahan ini terjadi ketika 16 siswa yaitu kesalahan siswa dalam memahami kalimat soal cerita dan kesalahan siswa dalam mengambil informasi pada soal.
2) Comprehension error, kesalahan yang dilakukan siswa saat siswa mampu membaca soal tetapi tidak dapat mengambil informasi yang ada pada soal. Kesalahan yang dilakukan 2 siswa tidak menuliskan hal yang diketahui dan hal yang ditanyakan pada soal melainkan siswa langsung menuliskan jawaban akhirnya tanpa menggunakan cara yang sesuai dengan langkah- langkah pada soal cerita.
3) Transformation error, kesalahan yang dilakukan siswa saat mampu memahami pertanyaan dari soal yang diberikan, tetapi siswa tidak mampu mengubah bentuk data yang akan disajikan. Pada kesalahan jenis ini terlihat saat 3 siswa tidak mengerjakan soal sesuai dengan perintah.
4) Proses skill error, yaitu kesalahan yang dilakukan 14 siswa saat membuat tabel dan diagram batang. Siswa tersebut sama sekali tidak menggunakan penggaris dan tidak menuliskan data dengan benar sesuai yang terdapat dalam soal.
5) Encoding error, kesalahan yang dilakukan oleh 8 siswa tidak menuliskan keterangan atau kesimpulan pada jawaban mereka.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal cerita itu ada 5 yaitu: (1) reading error yaitu kesalahan membaca soal , (2) comperhension error kesalahan memahami masalah , (3) Transformation error kesalahan transformasi masalah , (4) process skill error kesalahan keterampilan proses , dan (5) encording error kesalahan pada notasi sejalan dengan pendapat Trapsilo (2016: 2-3).
b. Faktor Penyebab Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita Statistika
Berdasarkan hasil wawancara kepada siswa kelas IV dapat dilihat bahwa semua objek penelitian melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal cerita yang diberikan. Berikut pembahasan untuk faktor penyebab siswa melakukan kesalahan dalma menyelesaikan soal cerita materi statistika.
1) Reading error
Faktor yang menyebabkan siswa melakukan kesahalan yakni siswa belum bisa membaca kalimat panjang, hal ini disebabkan siswa malas membaca terutama pada bacaan panjang. Siswa belum mampu memahami kalimat dalam soal. Ketika peneliti meminta siswa untuk menjelaskan informasi apa yang terdapat dalam soal, siswa bingung dan tidak mampu memberikan penjelasan.
2) Comprehension error
Faktor yang menjadi penyebab siswa melakukan kesalahan yaitu siswa tidak memahami apa yang ditanyakan dalam soal, sehingga pada saat mengerjakan soal siswa hanya asal-asalan dan enggan bertanya kepada guru. Selain itu, guru juga kurang memberikan pelatihan soal yang membuat siswa tidak terlatih atau terbiasa dengan soal-soal dengan varian baru.
3) Transformation error
Faktor yang menyebabkan siswa mengalami kesalahan pada saat mengerjakan soal cerita yaitu siswa belum mengetahui cara mengubah data dari bentuk tabel ke diagram batang, sehingga pada saat mengerjakan soal siswa hanya mencontoh soal yang diberikan tanpa melakukan perubahan bentuk penyajian data. Ketika ditanya, siswa mengaku bahwa saat pembelajaran berlangsung tidak memperhatikan saat
guru memberikan penjelasan tentang langkah-langkah menyelesaikan soal cerita.
4) Proses skill error
Faktor penyebab siswa melakukan kesalahan jenis ini yakni siswa kurang disiplin terhadap kerapihan. Pada saat membuat tabel maupun diagram batang, siswa hanya asal-asalan dan tidak menuliskan data dengan lengkap sesuai yang terdapat dalam soal. Saat peneliti mengawasi siswa ketika mengerjakan soal, banyak siswa tidak memiliki alat tulis yang memadai untuk membuat tabel dan diagram batang.
5) Encoding error
Faktor penyebab kesalahan siswa pada jenis ini yakni siswa tidak memahami cara menuliskan keterangan atau kesimpulan pada jawaban dikarenakan siswa tidak memperhatikan saat guru memberikan contoh cara menuliskan kesimpulan pada jawaban serta siswa kurang teliti atau tergesa-gesa saat mengerjakan soal cerita statistika.
Dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab siswa melakukan kesalahan menyelesaikan soal cerita yakni (1) siswa belum mampu menggunakan konsep matematika dengan benar, (2) siswa salah dalam penerapan rumus matematika, (3) siswa salah dalam penggunaan operasi matematika untuk menyelesaikan suatu masalah yang ada dalam soal , dan (4) siswa tidak teliti saat mengerjakan soal selaras dengan pendapat Wiyartimi dalam Humaerah (2017: 127-128).
3. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk membantu mengatasi kesalahan menyelesaikan soal cerita matematika adalah :
a. Untuk siswa
Hal yang perlu dilakukan oleh siswa untuk mengurangi kesalahan siswa kelas IV dalam menyelesaikan soal cerita materi statistika yaitu:
1) Memperbanyak latihan membaca kalimat panjang.
2) Membaca soal berulang-ulang agar lebih memahami kalimat dalam soal.
3) Menerapkan langkah-langkah menyelesaikan soal cerita statistika dengan benar dan runtut ketika melakukan latihan mengerjakan soal cerita.
4) Menanyakan cara mengubah bentuk penyajian data kepada guru agar lebih paham.
5) Mempersiapkan alat tulis yang memadai ketika sebelum pembelajaran terutama pada mata pelajaran matematika.
6) Meningkatkan kerapihan saat menulis maupun menggambar tabel dan diagram batang.
7) Mencoba cara menulis dan mengetahui kesimpulan pada jawaban.
8) Lebih memperhatikan ketika guru memberikan penjelasan materi dan contoh soal cerita.
9) Lebih teliti dan tidak tergesa-gesa saat mengerjakan soal.
b. Untuk guru
Hal yang perlu dilakukan oleh guru untuk mengurangi kesalahan siswa kelas IV dalam menyelesaikan soal cerita materi statistika yaitu:
1) Guru memperbanyak memberikan latihan soal cerita kepada siswa agar siswa lebih terlatih.
2) Guru hendaknya menggunakan strategi dan media pembelajaran yang inovatif agar siswa lebih fokus pada saat mengikuti pembelajaran.
## SIMPULAN
Kesalahan-kesalahan yang dialami oleh siswa kelas IV SD Negeri Munggangsari adalah: a) kesalahan membaca soal, (b) kesalahan memahami apa yang ditanyakan dalam soal, (c) kesalahan transformasi, (d) kesalahan dalam proses, dan (e) kesalahan dalam menuliskan kesimpulan. Terdapat faktor dari dalam diri siswa, yakni: (a) siswa tidak mampu mencari informasi yang ada pada soal, (b) siswa belum mampu membaca kalimat panjang, (c) siswa belum mampu mengubah penyajian data, (d) siswa tidak paham dengan apa yang ditanyakan dalam soal, (e) siswa tidak menerapkan langkah-langkah menyelesaikan soal cerita dengan benar dan (f) siswa kurang teliti saat mengerjakan soal, dan faktor dari luar diri siswa yang mengakibatkan siswa mengalami kesalahan menyelesaikan soal cerita statistika yaitu: (a) guru kurang bervariasi dalam memberikan latihan soal cerita, (b) guru kurang kreatif dalam menggunakan strategi pembelajaran, (c) guru kurang inovatif dalam menggunakan model pembelajaran, dan (d) interaksi yang kurang baik antar siswa. Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam mengatasi kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal cerita untuk faktor internal yakni: (a) siswa sebaiknya membaca soal lebih dari 1 kali, (b) siswa memperbanyak latihan membaca kalimat panjang, (c) siswa membaca panduan cara mengubah penyajian data, (d) siswa merinci informasi yang terdapat dalam soal, (e) siswa membaca kembali langkah-langkah menyelesaikan soal cerita dengan benar dan menerapkannya, dan (f) siswa sebaiknya lebih teliti dan tidak tergesa-gesa dalam mengerjakan soal. Adapun langkah yang dapat dilakukan untuk faktor eksternal yakni: (a) guru lebih banyak memberikan latihan soal cerita yang bervariasi, (b) guru memperbaiki strategi pembelajaran agar lebih menarik, (c) gurung melakukan inovasi dalam menggunakan model pembelajaran, dan (d) guru sebaiknya memberi rangsangan kepada siswa agar interaksi antar siswa terjalin dengan baik.
## DAFTAR PUSTAKA
Amir, M. F. (2015). Analisis Mahasiswa PGSD Universitas Muhammadiyah Sidoarjo dalam Menyelesaikan Soal Pertidaksamaan Linier . Jurnal Edukasi, Vol. 1, No. 2, Hal. 131-146.
Apriani, F. (2018). Kesalahan Mahasiswa Calon Guru SD dalam Menyelesaikan Soal Pemecahan Masalah Matematika. Journal of Mathematics Sciens and Education,
Vol.1, Number 1 , STKIP Muhammadiyah Bangka Belitung. Astuti, D.W. dkk. (2020). Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita Matematika tentang Statistika pada Siswa Kelas III SD Negeri 1 Tamanwinangun Tahun Ajaran 2019/2020. Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol. 8, No. 1 PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret.
Fitriana, F dan Bakhtiar, F.A. (2017). Karakteristik Siswa Kelas IV SD. Diunduh dari https://www.academia.edu/38039401/KARAKTERISTIK_SISWA_KELAS_IV_SD pada 11 Januari 2021 pukul 13.01 WIB.
Harahap, Z.I.S. dkk. (2019). Faktor-faktor Penyebab Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Luas Permukaan Kubus dan Balok. Jurnal Penelitian Pembelajaran Matematika Sekolah, Vol. 3, No. 3, Pendidikan Matematika FKIP Universitas Bengkulu.
Humaerah, S. R. (2017). Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal-soal pada Materi Geometri dengan Prosedur Newman Kelas VIII MTS Muhammadiyah Tanetea Kabupaten Jeneponto. Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar.
Pajarwati, A. dkk. (2019). Penggunaan Media Kartu Statistika untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa tentang Membandingkan Statistika. Pedadidaktika: Jurnal Ilmiah, Vol. 6, No. 1, PGSD UPI.
Trapsilo, T.E.B. (2016). Analisis Kesalahan Siswa Menurut Teori Newman dalam Menyelesaikan Soal-soal Cerita Matematika Persamaan Linear Dua Variabel pada Siswa Kelas IX SMP N 1 Banyubiru. Jurnal Pendidikan Matematika FKIP Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
Suryana, A., dkk. (2017). Desain Pembelajaran Statistika dengan Konteks Mal di kelas
V. Jurnal Elemen, Vol. 3, No. 2, FKIP UNSRI. Yeo, K, K, J. 2009. “Students’ Difficulties In Solving Non-Routine Problem”.
International Journal of Mathematics Educations, October 2009, Vol.10, PP.1-30.
|
0333e7d8-e5c3-42f9-9cf0-6f242959ed2a | https://journal.uir.ac.id/index.php/saintis/article/download/1762/1094 | Volume 17 Nomor 1, April 2017, 24-32
## aintis
Jurnal
## Perbaikan Sifat Mekanis Tanah Lempung Ekspansif Menggunakan Abu Vulkanis Sinabung dan Kapur
Improvement the Mechanical Properties of Expansive Clay Using Sinabung
Volcanic Ash and Lime
Devi Oktaviana Latif 1 , Ahmad Rifa’i 2 , Kabul Basah Suryolelono 3
1 Kandidat Doktor Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada
2 Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada
3 Fakultas Teknik Sipil Universitas Sarjanawiata Tamansiswa
1 dv.oktaviana@ugm.ac.id, 2 ahmad.rifai@ugm.ac.id, 3 kabulbasah@yahoo.com
## Abstrak
Permasalahan tanah ekspansif dan penangan limbah abu vulkanis merupakan isu penting saat ini. Pemasalahan tanah ekspansif yang tidak menguntungkan dalam konstruksi karena memiliki sifat mudah mengalami perubahan volume akibat pengaruh kelembaban dan air sehingga menyebabkan daya dukungnya rendah sementara limbah abu vulkanis masih perlu mendapatkan perhatian karena akumulasi dan kurangnya lokasi pembuangan. Catatan letusan Sinabung sampai dengan tahun 2016 masih mengalami erupsi dan memuntahkan material vulkanis sehingga penanganan limbah abu vulkanis menjadi perhatian langsung karena akumulasi dan kurangnya lokasi pembuangan. Penelitian ini bertujuan untuk meyelesaikan kedua permasalahan tersebut dengan cara mencampur tanah ekspansif, abu vulkanis dan kapur dengan variasi tertentu dalam rangka memperbaiki sifat mekanis tanah dan mengurangi dampak penumpukan abu vulkanis. Uji yang dilakukan yaitu pemadatan tanah, uji triaxial, uji swelling dan uji swelling potential dilakukan untuk menganalisis pengaruh penambahan limbah abu vulkanis dan kapur terhadap sifat mekanis tanah. Pencampuran limbah abu vulkanis dan bahan kapur dengan tanah ekspansif dapatmeningkatkan berat volume tanah, mengurangi kadar air optimum, peningkatan nilai geser tanah mengurangi perilaku perubahan volume tanah ekspansif. Sehingga material yang dianggap tidak dibutuhkan dan merugikan terhadap lingkungan dan masyarakat memiliki ternyata menjadi keuntungan untuk rekayasa teknik sipil.
## Kata kunci: abu vulkanis sinabung, tanah ekspansif, perbaikan tanah
## Abstract
Problems expansive soil and volcanic ash waste is an important issue. The expansive soil is not favorable in construction because it is easily undergoing changes in volume due to the influence of moisture and water, causing lower bearing capacity. While, the volcanic ash still needs to be addressed because of the accumulation and the lack of a disposal site. Sinabung eruption records until 2016 are still experiencing erupted and spewed volcanic material. So, the volcanic ash waste handling has become a direct concern for the accumulation and the lack of a disposal site. This study aims to settle both these problems by mixing the expansive soil, volcanic ash and lime with certain variations in order to improve the mechanical properties of the soil and reduce the impact of volcanic ash build up. Compaction Test, triaxial test, swelling test and swelling potential test conducted to analyze the effect of volcanic ash and lime to the soil mechanical properties. Stabilizing expansive soil with volcanic ash and lime can increase soil volume weight, reducing the optimum moisture content, increasing the value of shear, reduces the volume change behavior of expansive soil. So that the material is considered to be unnecessary and harmful to the environment and society has turned out to be a boon for civil engineering.
Keywords: Sinabung Volcanic ash, expansive soil, soil improvement
## 1. PENDAHULUAN
Pekerjaan rekayasa konstruksi sipil bidang geoteknik harus mengatasi banyak kasus yang berhubungan dengan tanah ekspansif karena kurangnya ketersediaan tanah yang memiliki kapasitas dukung baik. Tanah ekspansif tidak menguntungkan dalam konstruksi karena memiliki sifat mudah mengalami perubahan volume akibat pengaruh kelembaban dan air. Hal ini ditandai dengan kekuatan rendah serta mengalami kembang susut yang besar. Untuk meningkatkan daya dukung tanah maka perlu dilakukan perbaikan sifat-sifat tanah yaitu sifat fisis dan mekanis tanah.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara Benua Asia dan Benua Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Wilayah Indonesia dilalai jalur The Pasicif Ring of Fire (Cincin Api Pasifik), yang merupakan jalur rangkaian gunung api aktif di dunia. Gunung api yang aktif di Indonesia berjumlah sekitar 83 gunung api.
Salah satu gunung aktif di Indonesia adalah Gunung Sinabung berada di Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.
Catatan aktivitas mengenai Gunung Sinabung yang terjadi beberapa tahun ini menunjukkan banyaknya material hasil erupsi Gunung Sinabung mengeluarkan material Abu Vulkanis. Pada September 2010 terjadi 2 kali letusan, September 2013 terjadi empat kali letusan, dan Mei 2016 terjadi letusan Gunung Sinabung. Material hasil erupsi perlu mendapat perhatian dalam rangka mengurangi penumpukan material vulkanis, menggunakan dan mendaur ulang material vulkanis khususnya abu vulkanis yang digunakan untuk stabilisasi tanah yang sementara ini abu vulkanis masih tergolong material limbah danbelum dimanfaatkan secaraluas oleh masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk meyelesaikan kedua permasalahan tersebut dengan cara mencampur tanah ekspansif dan abu vulkanis dalam rangka memperbaiki sifat mekanis tanah dan mengurangi dampak penumpukan abu vulkanis.
## 1.1 Kajian Pustaka
Beberapa peneliti telah membahas mengenai tentang abu vulkanis sebagai material stabilisasi. Rifa’i dan Yasafuku (2013) membahas mengenai karakteristik, klasifikasi dan manfaat abu vulkanis merapi sebagai bahan stabilisasi tanah dengan campuran abu vulkanis 15%, 20%, 25%, 30% dan 35% dan penambahan kapur 5% dan 10%. Hasil yang diperloleh terhadap sifat fisik dan mekanis tanah mengalami penurunan nilai Liquid limit, swelling potential dan peningkatan nilai CBR yang signifikan pada campuran abu vulkanis 35% dan kapur 5%. Kehalusan abu vulkanik (pozzolan) merupakan faktor utama dalam proses stabilisasi.
Pemanfaatan abu vulkanik dengan ukuran butir yang lewat saringan no. 270 lebih efektif. Pengaruh kadar abu vulkanik pada stabilisasi tanah dapat: (1) meningkatkan sifat rekayasa tanah lunak; (2) mengubah kurva distribusi ukuran butir dengan mengurangi fraksi halus; (3) menurunkan batas konsistensi dan menjadi tanah non- plastik; (4) meningkatkan kapasitas bantalan; dan, (5) menurunkan swelling potensial. Penambahan 35% abu vulkanik dan 9% kapur memberikan efek paling signifikan pada perbaikan tanah (Rifa'i, et al., 2014) . Latif dkk (2016) meneliti mengenai karakteristik kimia abu vulkanis Merapi, Kelud dan Sinabung. Penelitian tersebut menggunakan XRD dan SEM untuk mendapatkan komposisi mineral dan morfologi dari abu vulkanis yang akan digunakan sebagai bahan stabilisasi. Hasil yang diperoleh mofologi dan mineral yang
terkandung pada ketiga abu vulkanis tersebut sedikit berbeda tetapi kandungan pozzolan abu vulkanis yaitu Si sebesar 45- 60% dan Al sebesar 14-20% sehingga abu vulkanis dapat digunakan sebagai bahan stabilisasi. Latif dkk, (2016) melakukan penelitian pengaruh penambahan abu vulkanis Kelud dan kapur pada sifat fisik tanah lempung ekspansif dengan variasi campuran abu vulkanis 20%, 22%, 25%, 27% dan 30% sememtara varasi kapur 3%, 5%, 7% dan 8%. Dari penelitian tersebut diperoleh pada variasi campuran abu vulkanis 20%, 22%, 25%, 27% dan 30% dan kapur 3% dan 5% merupakan campuran yang optimum dan memberikan hasil penurunan nilai LL, PL dan PI yang signifikan.
## 1.2 Landasan Tori
## Stabilisasi Tanah
Stabilisasi tanah adalah pencampuran tanah dengan bahan tertentu untuk memperbaiki sifat-sifat teknis tanah. Proses stabilisasi tanah meliputi pencampuran tanah dengan tanah lain atau bahan tambah untuk memperoleh gradasi yang diinginkan sehingga sifat-sifat teknis tanah seperti: kuat dukung, kompresibilitas, permeabilitas, potensi pengembangan dan sensitivitas menjadi lebih baik (Hardiyatmo, 2010). Mengubah index properties tanah menjadi material yang lebih baik dan mampu memenuhi persyaratan suatu konstruksi disebut dengan stabilisasi tanah (Ingels dan Metcalf, 1972). Secara umum stabilisasi tanah dibedakan dalam tiga metode yaitu stabilisasi fisis, stabilisasi mekanis, dan stabilisasi kimiawi. Stabilisasi fisis yakni mencampur tanah berkarakteristik jelek dengan tanah berkarakteristik baik. Stabilisasi mekanis yaitu meningkatkan kuat geser dan kohesi tanah dengan cara diberi perkuatan, sedangkan stabilisasi kimiawi mengandalkan bahan stabilisator sehingga dapat mengurangi sifat-sifat tanah yang kurang menguntungkan disertai peningkatan butiran tanah.
## Abu Vulkanik
Abu vulkanis adalah bahan material vulkanis jatuhan berukuran halus yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan gunung merapi terdiri dari Potongan kecil batuan, mineral, dan kaca vulkanis ukuran pasir dan lumpur kurang dari 2 milimeter (1/12 inci) dengan diameter. Partikel abu yang sangat kecil bisa kurang dari 0,001 milimeter (1/25. 000 inci). Abu vulkanis bukan merupakan hasil dari pembakaran, seperti bahan berbulu lembut yang dibuat oleh pembakaran kayu, daun, atau kertas. Abu vulkanis yang keras, tidak larut dalam air, sangat kasar dan agak korosif, dan dapat menghantarkan listrik pada saat basah (http://volcanoes.usgs.gov/ash/properties.h tml).
Mineral yang terkandung pada abu vulkanis berasal dari magma. Mineral ini mengkristal dan tumbuh dalam magma sementara itu di bawah permukaan bumi. Jenis mineral yang terkandung dalam abu vulkanis tergantung pada susunan kimia magma. Kekuatan mineral yang terkandung bervariasi dengan mineral keras yang lebih abrasif. Kaca vulkanis relative tinggi dibandingkan dengan silica kristal mineral, tetapi relatif rendah dalam unsur non-silika (terutama Mg dan Fe). Kedua gelas dan mineral yang paling hamper selalu mengandung Si, Al, K, Na, Ca, Mg dan/atau Fe.
## Tanah Ekspansif
Tanah ekspansif merupakan tanah lempung yang mengembang ketika menerima air dan menyusut ketika kekurangan air. Tanah ekspansif banyak ditemui di daerah gersang dan mengandung sejumlah besar mineral lempung, untuk mengering menjadi jenis lempung yang kurang aktif dan juga tidak memberikan perlindihan yang mencukupi untuk mengangkat partikel lempung cukup jauh ke dalam lapisan agar dapat memperkecil efeknya. Jadi jika terjadi peningkatan kadar air
maka akan terjadi peningkatan tekanan air pori yang dapat mengakibatkan pengembangan tanah. Sedangkan jika air berkurang sampai batas susutnya maka akan terjadi penyusutan. Hal ini terjadi akibat pengaruh partikel-partikel dalam tanah ekspansif.
## Kepadatan Tanah
Pemadatan tanah di lapangan sering dilakukan, jika sebagai bahan timbunan tanah membutuhkan perbaikan guna mendukung bangunan di atasnya. Tanah Pemadatan merupakan proses bertambahnya berat volume kering tanah sebagai akibat memadatnya partikel yang diikuti oleh pengurangan volume udara dengan volume air tetap tidak berubah oleh beban dinamis. Tujuan pemadatan adalah mempertinggi kuat
geser
tanah, mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas), mengurangi permeabilitas tanah, dan mengurangi perubahan
volume sebagai akibat perubahan kadar air, dan lain-lain. Tingkat kepadatan tanah diukur dengan berat volume kering tanah yang dipadatkan. Jika kadar air suatu tanah tertentu rendah, maka tanah itu keras dan susah dipadatkan. Jika kadar air ditambah, maka air itu akan berfungsi sebagai pelumas untuk memudahkan tanah bergerak dan bergeser satu sama lain saat dipadatkan, sehingga kedudukan butiran menjadi lebih rapat. Hubungan berat volume kering dengan berat volume basah serta kadar air dinyatakan dalam persamaan berikut.
= (1)
Uji Triaksial Pada percobaan triaksial ini, dapat digunakan tanah uji dengan diameter kira- kira 3,81 cm dan tinggi 7,62 cm. Benda uji dimasukkan dalam selubung karet tipis dan diletakkan kedalam tabung kaca. Pada percobaan ini terjadi dua tegangan utama
yaitu tegangan vertikal total ( σ 1 ) dan tegangan sel ( σ 3 ). Untuk menentukan parameter gesernya yaitu nilai φ dan nilai c dari percobaan ini digunakan lingkaran- lingkaran Mohr pada saat tegangan efektif mencapai nilai maksimum .
## 2. METODE PENELITIAN
## 2.1. Uji Material
Penyelidikan eksperimental dilakukan untuk mempelajari perilaku mekanis tanah lempung ekspansif yang distabilisasi dengan abu Sinabung dan kapur. Pengujian dilakukan dengan variasi kadar abu vulkanis 20%, 22%, 25%, 27%, 30% dan kadar kapur 3% dengan masa pemeraman 0 dan 14 hari. Hasil uji tanah asli disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Uji Sifat Fisis Dan Mekanis
Lempung Sidowayah, Ngawi No Sifat Fisis dan Mekanis Tanah Hasil Uji 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 13 14 15 16 17 Specific gravity (Gs) Water content (w) Liquid limit (LL) Plasticity limit (PL) Plasticity index (PI) Shrinkage limit (SL)
Dry unit weight ( d) Moist unit weight ( b)
Maximum Dry Density
(MDD)
Optimum moisture content (wopt) Fraksi gravel, % Fraksi sand, % Fraksi silt, % Fraksi clay, % Kohesi (c) Sudut Gesek dalam ( ) 2,63 55,93 % 96,63 % 47.96 % 48.67 % 10,83 % 1,02 g/cm 3 1,60 g/cm 3 1,197 g/cm 3 39,49 % 7,29 % 3,38 % 36,74 % 52,59 % 0.243 kg/cm 2 3.07 0
Komposisi kimia abu Sinabung disajikan pada Tabel 2 berdasarkan komposisi Si, Al dan Ca maka abu vulkanis dikelompokkan bahan pozzolan kelas N.
Tabel 2. Kandungan Unsur bahan Pozolan dalam abu vulkanis Sinabung Abu Vulkanis Total Si % Total Al % Total Ca % Sinabung 45.76 14.27 10.55
## 2.2. Persiapan sampel dan prosedur pengujian
Uji dilakukan pada lempung ekspansif distabilisasi dengan variasi kadar abu vulkanis dan kapur. Variasi campuran didasarkan pada berat volume kering tanah dengan pengujian pemadatan, triaxial dan swelling ( ASTM D 2435) dan swelling potential ( ASTM D 4546) . K arakteristik perubahan volume yang ditentukan dengan menggunakan tes oedometer konvensional. Spesimen ditempatkan di oedometer yang dibebani beban 6,9 kPa. Selama pengujian penurunan dibawah tekanan 6,9 kPa dicatat hingga stabil dan dilakukan pembacaan kenaikan volume secara vertical untuk memperoleh swelling potensial. Sampel dibuat benar-benar terendam dalam air. Setelah konstan maka dilakukan konsolidasi untuk memperoleh nilai tekanan pengembangan. Swelling potensial didefinisikan sebagai rasio perubahan ketebalan tanah dibawah tekanan 6,9 kPa terhadap ketebalan awal yang dinyatakan dalam:
(%) = Δ 100%
(2)
Tekanan pengembangan didefinisikan
tekanan yang dibutuhkan untuk menekan tanah yang mengalami pengembangan dibawah 6,9 kPa kembali pada ketebalan awal.
## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
## 3.1. Kepadatan Tanah
Pemadatan dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kadar air dengan berat
volume tanah dan untuk mengevaluasi tanah agar memenuhi persyaratan kepadatan. Pemadatan bertujuan untuk mempertinggi kerapatan tanah dan menghasilkan pemampatan partikel dengan menggunakan energi mekanis. Pemadatan merupakan usaha untuk mempertinggi kerapatan tanah denganpemakaian energi mekanis untuk menghasilkan pemampatan partikel (Bowles, 1986).
Gambar 1. Grafik hasil pemadatan standar proctor pada tanah asli dan tanah campuran abu vulkanis sinabung dan 3% kapur .
Gambar 1 menunjukkan grafik penurunan kadar air optimum disertai dengan meningkatnya berat volume kering maksimumnya. Semakin tinggi kadar abu vulkanis pada campuran dengan porsentasi kapur 3%, semakin tinggi nilai kepadatan tanah. Hal tersebut disebabkan oleh adanya penambahan abu vulkanis dan kapur dalam jumlah besar membuat kandungan lempung berkurang dan fraksi pasir bertambah. Penambahan fraksi pasir menunjukkan terjadi reaksi silika yang ada dalam tanah, abu vulkanis dan kapur.
## 3.2. Uji Triaxial
Maksud dari percobaan triaksial adalah untuk menentukan besarnyaparameter geser tanah yaitu kohesi (c) dan sudut gesek intern ( ) tanah pada kondisi unconsolidated undrained. Hasil dari pengujian tersebut dapat di lihat di Gambar 2 dan Gambar 3.
Gambar 2. Grafik nilai kohesi tanah asli dan variasi campuran abu sinabung dan kapur
Dari uji triaksial seperti terlihat pada
Gambar 2 dan Gambar 3 menunjukkan nilai sudut geser dalam tanah terjadi kenaikan sudut gesek dalam dan penurunan nilai kohesi terhadap tanah asli. Kenaikan sudut geser dalam disebabkan oleh butiran yang terjadi akibat reaksi tanah, abu sinabung dan kapur banyak butiran yang lebih kasar, jika dibandingkan dengan tanah asli. Akibat butiran banyak yang kasar sehingga bidang kontak antar butiran bertambah, sudut geser yang terjadi semakin besar yang berarti nilai koefisien gesek meningkat. Peningkatan koefisien gesek dalam diikuti dengan kenaikan sudut geser dalam karena hubungan sudut gesek dan koefisien gesek berbanding lurus.
Gambar 3. Grafik nilai sudut gesek dalam tanah asli dan variasi campuran abu merapi dan kapur
## 3.3. Potensi Pengembangan
Dari pengujian oedometer maka diperoleh hasil sebagai berikut :
Gambar 4. Pengaruh penambahan abu Sinabung terhadap swelling potential tanpa pemeraman
Gambar 5. Pengaruh penambahan abu Sinabung terhadap swelling potential dengan pemeraman 14 hari.
Gambar 6. Pengaruh penambahan abu Sinabung terhadap swelling pressure tanpa pemeraman.
Gambar 4 sampai 7 menunjukkan bahwa penurunan potensi dan tekanan pengembangan yang besar pada persentasi abu sinabung yang lebih rendah.
Pengurangan nilai-nilai potensi pengembangan dan tekanan pengembangan terjadi karena kontak tanah
lempung dengan air menurun. Berat volume kering campuran meningkat karena penambahan jumlah abu vulkanis sinabung dan kapur.
Gambar 7. Pengaruh penambahan abu Sinabung terhadap swelling pressure dengan pemeraman.
Gambar 8. Hasil uji Oedometer (e vsLog ) tanpa pemeraman.
Gambar 9 Hasil uji Oedometer (e vs Log ) dengan pemeraman 14 hari.
Dua mekanisme yang menyebabkan pengurangan pengembangan tanah pada campuran tanah, abu vulkanis sinabung
dkapur yaitu interaksi fisikokimia dan perubahan sifat mekanis tanah.
1. Kontribusi yang paling besar terhadap perilaku pengembangan tanah adalah partikel tanah lempung tersebut. Dengan penambahan abu vulkanis dan kapur yang bersifat non plastis menggantikan partikel lempung sehingga mempengaruhi perilaku pengembangan tanah lempung ekspansif menjadi berkurang. Abu vulkanis sinabung terdiri dari silikat, aluminium dan oksida besi menyebabkan terjadinya flokulasi tanah liat melalui pertukaran kation. Pertukaran kation dan flokulasi tanah terjadi pada saat penambahan abu vulkanis dan kapur. Kation kalsium yang ada menggantikan kation monovalen tanah seperti hidrogen dan natrium sehingga tanah menjadi jenuh oleh kalsium. Pertukaran kation oleh ion kalsium yang berasal dari terurainya Ca(OH) 2 yang bercampur dengan air dengan kation monovalen natrium, menyebabkan penurunan yang signifikan dilapisan ganda, menyebabkan penurunan nilai swelling. Luas permukaan lempung dan penyerapan air akan menurun menyebabkan penurunan nilai swelling potensial, dan tekanan pengembangan. Selain itu, sebagai abu sinabung adalah pozzolan kelas N yang bereaksi dengan kapur dan sehingga adanya reaksi antara bahan pozolan dari abu vulkanis dan kapur dengan adanya air, akan mengalami pembentukan senyawa semen seperti kalsium silikat terhidrasi dan kalsium aluminat terhidrasi yang mengikat agregat tanah menjadi gumpalan-gumpalan butiran yang lebih besar, mengisi rongga tanah berakibat mengurangi pengembangan tanah. Semakin besar ukuran partikel, luas permukaan khusus (specific surface) semakin kecil dan sedikit menyerap air.
## 4. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Stabilisasi tanah dengan abu vulkanis
Sinabung dan kapur dapat memperbaiki sifat mekanis tanah yaitu penurunan kadar air optimum disertai dengan meningkatnya berat volume kering maksimumnya, peningkatan nilai sudeu gesek dalammengurangi pengembangan tanah. Potensi pengembangan dan tekanan pengembangan menurun
pada penambahan abu vulkanis sinabung.
2. Penurunan kadar air optimum disertai dengan meningkatnya berat volume kering maksimum dan peningkatan nilai sudut gesek dalam disebabkan oleh adanya penambahan abu vulkanis dan kapur dalam jumlah besar membuat kandungan lempung berkurang dan fraksi pasir bertambah. Penambahan fraksi pasir menunjukkan terjadi reaksi silika yang ada dalam tanah, abu vulkanis dan kapur.
3. Pengurangan karakteristik pengembangan disebabkan penggantian butiran plastis tanah liat dengan butiran abu vulkanis yang bersifat non plastis. Pengurangan pengembangan dapat dikaitkan dengan flokulasi dan sementasi yang terjadi akibat reaksi tanah, abu vulkanis dan kapur. Penurunan nilai pengembangan lempung ekspansif yang distabilisasi dengan abu Sinabung dan kapur dapat dikaitkkan dengan pengurangan daya hisap mineral lempung terhadap air meskipun pada pengujian ini tidak mengukur suction namun secara teoritis dapat menunjukan suction tanah lempung yang distabilisasi dengan abu sinabung dan kapur lebih rendah dibandingkan dengan tanah lempung tanpa distabilisasi
## UCAPAN TERIMA KASIH
Naskah ini merupakan ringkasan hasil penelitian hibah disertasi doktor Nomor 025/E.3/2017 untuk itu ucapan terimakasih kepada KEMENRISTEKDIKTI yang telah mendukung secara moral dan finansial.
## DAFTAR PUSTAKA
ASTM, (2007). Annual Book of ASTM
Standards, section 4, Volume 04 09, Philadelphia, USA.
Bowles, J. E. (1986). Physical and Geotechnical Properties of Soils, 2nd Edition, McGraw-Hill Book Company, U.S.A.
Bell, F. G. (1993). Engineering Treatment of Soil, 1 st edition, E & FN Spon, London.
Buhler, R. L. & Cerato, A. B. (2007). Stabilization of Oklahoma Expansive Soils Using Lime and Class C fly ash. Problematic Soils and Rocks and In Situ Characterization, Volume GSP 162, pp. 1-10.
Das, B. M. (2005), Fundamentals of
Geotechnical Engineering, 2nd Edition Thomson, U.S.A Ingles, O. & Metcalf, J.(1972). Soil stabilization: principles and practice. Sidney, Melbourne, Brisbane: Butterworths.
Kerbs, R. D. & Walker, R. D. (1971). Highway Materials. USA: McGraw- Hill Companies, Inc.
Lambe, T. W and Whitman, R. V. (1969), Soil Mechanics, SI Version, Jhon Wiley & Sons, New York.
Latif, DO, Rifa’i, A. & Suryolelono, KB,
(2016). Chemical Characteristic of volcanic ash in Indonesia for Soil stabilization:
Morphology and Chemical Content. International
Journal of Geomate, vol 11 issue 26, pp 2606-2010.
http://geomatejournal.com/sites/default /files/articles/2600-2605-89469-Arif- Oct-2016-c1.pdf
Latif, DO, Rifa’i, A. & Suryolelono, KB,
(2016). Effect of Kelud Volcanic Ash
Utilization on The Physical Properties as Stabilizer Material for Soil
Stabilization. Electronic Journal of Geotechnical Engineering, vol 20.4
issue 26, pp 1679-1687. http://www.ejge.com/2016/Ppr2016.0
146ma.pdf
Rifa’i, A., & Yasafuku, N., (2014). Effect of Volcanic Ash Utilization as Substitution Material for Soil
stabilization in View Point of Geo- Environment. Ground Improvement and Geosynthetics: pp. 138-147. Doi: 10.1061/9780784413401.014.
|
33b5865c-43dd-4c12-9398-15815b9136c2 | http://jurnal.unpal.ac.id/index.php/solusi/article/download/116/91 | Susi Yanuarsi, PERLINDUNGAN DANA NASABAH YANG DI SIMPAN DI BANK MENURUT UNDANG-UNDANG NO 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Halaman. 95 – 101
PERLINDUNGAN DANA NASABAH YANG DI SIMPAN DI BANK MENURUT UNDANG-UNDANG NO 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN.
## SUSI YANUARSI
Fakultas Hukum Universitas Palembang Email: susi.yanuarsi@gmail.com
## ABSTRACT
With the enactment of Law Number 24 of 2004 on deposit insurance institutions, the arrangement of guarantee for the most important to provide legal certainty to depositors of funds at banks, related to the encourages customers to rush or freeze business license of the bank. With the guarantee that it is possible for customers to trust the banking institution, and others that can be used by the deposit insurance institutions.
Keywords : bank; custumers fund; deposit insurance institutions.
## ABSTRAK
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 24 tahun 2004 tentang lembaga penjaminan simpanan, maka pengaturan terhadap penjaminan bagi nasabah sangat penting untuk memberikan kepastian hukum terhadap para penyimpan dana pada bank, terkait adanya risiko yang dihadapi nasabah terhadap kemungkinan rush atau pembekuan izin usaha suatu bank. Dengan adanya penjemaminan demikian diharapkan nasabah dapat lebih mempercayai lembaga perbankan, meskipun sifat penjaminan yang dilakukan oleh lembaga Penjaminan simpanan tersebut terbatas Kata kunci: bank; dana nasabah; lembaga penjaminan simpanan
## I. PENDAHULUAN
II. Latar belakang Krisis moneter yang menghantam
Indonesia pada tahun 1998 ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank yang mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis yang terjadi, pemerintah mengeluarkan
beberapa kebijakan diantaranya memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee). Hal ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang "Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum" dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang "Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat".
Dalam pelaksanaannya,
blanket guarantee memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari sisi pengelola bank maupun masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas lingkupnya tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998tentang Perbankan mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pelaksana penjaminan dana masyarakat.
Susi Yanuarsi, PERLINDUNGAN DANA NASABAH YANG DI SIMPAN DI BANK MENURUT UNDANG-UNDANG NO 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Halaman. 95 – 101
Sebagaimana dimuat di dalam penjelasan pasal 37 B ayat (2) pembentukan lembaga Penjamin Simpanan diperlukan dalam rangka melindungi kepentingan nasabah
sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada bank. Oleh karena itu maka UU LPS ditetapkan pada 22 September 2004..
Dalam undang-undang perbankan tidak ada ketentuan yang secara khusus mengatur perlindungan hukum terhadap simpanan nasabah. Dalam Undang- undang perbankan hanya disebutkan pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia (pasal 29 ayat 1). Tidak adanya kepastian hukum perlindungan dana nasabah yang di simpan di bank, seperti kasusu bank century banyak sekali nasabah yang merasa dirugikan oleh bank tersebut karena uang yang mereka simpan di bank century tersebut tidak dapat diambil oleh nasabah, hal ini tentulah merugikan nasabah bank.Permasalahan yang dihadapi oleh nasabah bank century tersebut tentunya berdampak kepada masyarakat umum yang bisamenimbulkan ketidak percayaan kepada lembaga perbankan di Indonesia.
Untuk itu perlu adanya perlindungan hukum terhadap dana nasabah yang disimpan di bank tersebut.
Tahun 2011 bank Indonesia Menutup 13 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (kompas 5 Januari 2012), penutupan BPR tersebut tentunyaakan membawa konsekuensi terhadap keberadaan dana nasabah yang di simpan di 13 BPR tersebut, dan disamping itu juga dapat menimbulkan ketidak percayaan
masyarakat terhadap dunia perbankan khususnya Bank Perkreditan Rakyat
(BPR) di Indonesia. Dengan adanya lembaga penjamin simpanan, penutupan ke 13 BPR tersebut tentulah tidak dikhawatirkan, meskipun system penjaminan simpanan yang dilakukan oleh LPS terbatas.
Keberadaan lembaga penjaminan simpanan tidak terlepas dari upaya pemerintah untuk meningkatkan kepercayaan masyarakt terhadap lembaga perbankan. Hal ini berkaian dengan adanya kejadian yang luar biasa padasekitar tahun 1998 ketika banyaknya lembaga perbankan dilikuidasi dan tidak mampu
melaksanakan kewajibannya untuk menyerahkan kembali dana yang disimpan oleh masyarakt pada lembaga perbankan. Keadaan demikian membawa dampak pada terkikisnya kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan. Untuk memulihkan kepercayaan masyarakat kepada lembaga perbankan, maka dikeluarkan ketentuan tentang lembaga penjaminan simpanan.
## III. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana perlindungan hukum dana nasabah yang disimpan di bank menurut UU No, 24 tahun 2004 tentang lembaga penjamin Simpanan dan ?
2. Bagaimana kalau ada suatu bank yang melanggar ketentuan yang disyaratkan oleh lembaga penjaminan simpanan?
## IV. Metodelogi Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normative dengan pendekatan perundang-undangan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bahan hukum primer yang terdiri dari Undang- Undang No. 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang
Susi Yanuarsi, PERLINDUNGAN DANA NASABAH YANG DI SIMPAN DI BANK MENURUT UNDANG-UNDANG NO 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Halaman. 95 – 101
Perbankan. Sedangkan bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang terdiri dari buku-buku teks yang ditulis oleh para ahli hukum, hasil, hasil penelitian, karya ilmiah, jurnal, harian umum
## II. PEMBAHASAN
Dalam Undang-undang No, 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan undang-undang No. 10 tahun 1998, pasal 1 ayat 2 menyatakan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dari pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi bank dalam sisitem hukum perbankan di Indonesia sebagai intermediary bagi masyarakat yang surplus dana dan masyarakat yang kekurangan dana.
Penghimpunan dana masyarakat yang dilakukan oleh bank berdasarkan pasal tersebut dinamakan “simpanan”, sedangkan penyalurannya kembali dari bank kepada masyarakat dinamakan kredit. Kesimpulan ini mengandung suatu konsep dasar dari system perbankan di Indonesia bahwa dana masyarakat yang ditempatkan pada lembaga perbankan disebut simpanan tetapi dana bank yang ditempatkan pada masyarakat disebut kredit.
Undang-undang perbankan pasal 1 ayat 5 memberikan pengertian tentang simpanan, yaitu dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan atu bentuk lain yang dipersamakan dengan itu.
Kepercayaan masyarakat terhadap industry perbankan sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana, telah menjadikan bank tergantung kepada kesedian masyarakat menempatkan dana di bank sehingga digunakan oleh banj untuk membiayai kegiatan produktif.kepercayaan
terhadap lembaga perbankan merupakan kunci utama dan kepercayaan ini dapat diperoleh dengan adanya kepastian hukum dalam pengaturan bank serta penjaminan simpanan nasabah bank untuk meningkatkan kelangsungan usaha bank secara sehat.
Dalam undang-undang perbankan tidak ada ketentuan yang secara khusus mengatur perlindungan hukum terhadap simpanan nasabah. Dalam Undang-undang perbankan hanya disebutkan pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia (pasal 29 ayat 1). Tidak adanya kepastian hukum perlindungan dana nasabah yang di simpan di bank, seperti kasusu bank century banyak sekali nasabah yang merasa dirugikan oleh bank tersebut karena uang yang mereka simpan di bank century tersebut tidak dapat diambil oleh nasabah, hal ini tentulah merugikan nasabah bank.Permasalahan yang dihadapi oleh nasabah bank century tersebut tentunya berdampak kepada masyarakat umum yang bisa menimbulkan ketidak percayaan kepada lembaga perbankan di Indonesia. Untuk itu perlu adanya perlindungan hukum terhadap dana nasabah yang disimpan di bank tersebut.
Secara teoritis bank yang dinyatakan sehat, tampaknya cukup aman untuk menyimpan dana di bank tersebut. Tapi apakah hal ini dapat dijadikan jaminan bahwa bank yang tidak akan dicabut izin usahanya. Tahun 2011 bank Indonesia mencabut izin 13 BPR (bank perkreditan rakyat) di indonesia. (kompas:2012:17). Dalam hal ini muncul pendapat dari para ahli perbankan untuk menghindari kemungkinan kekurangpercayaan masyarakat terhadap jasa perbankan dirasakan perlu untuk mewujudkan lembaga asuransi Deposito, sepertinya halnya di Amerika Serikat dikenal dengan lembaga Federal deposit Insurance Company (FDIC).
Dengan adanya asuransi ini, maka kemungkinan akan terjadinya bank pailit ataupun adanya mismanajemen dari direksi
Susi Yanuarsi, PERLINDUNGAN DANA NASABAH YANG DI SIMPAN DI BANK MENURUT UNDANG-UNDANG NO 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Halaman. 95 – 101
tidak perlu terlalu dirisaukan karena sudah ada lembaga penjamin dalam hal ini yakni lembaga asuransiSebagaimana diketahui, munculnya FDIC di Amerika serikat sendiri adalah juga tidak terlepas dari krisi perbankan sekitar tahun 1930. Bank pada waktu itu terpaksi gulung tikar ataupun menggabungkan diri dengan bank lainnya (merger). Bank yang terpaksa gulung tikar ini pada umunnya adalah bank yang belum mapan. Untuk mengatasi masalah ini lahir The banking Acts Of 1933 and 1935. Kedua undang-undang inilah yang mempunyai sejarah tersendiri dalam perkembangan lembaga keuangan Bank di Amerika Serika, karena fungsi bank di pisahkan antara bank komersial dan tugas bank sebagai lembaga investasi. Untuk menghindari adanya depresi perbankan pada tahun 1930 an ini dibentuklah lembaga asuransi deposito (the Federal deposit Insurance Corporation, (Sentosa Sembiring:2000:65)
Di Indonesia masalah lembaga penjamin simpanan nasabah ini relative baru yaitu diatur di dalam Undang-Undang No. 24 tahun 2004 tentang lembaga Penjamin Simpanan. Akan tetapi sebelum lahirnya Undang-undang lembaga penjamin simpanan ini, masalah penjaminan dana nasabah sudah diatur di dalam Undang- Undang No. 10 tahun 1998 tentang perbankan. Di dalam Pasal 37 B Undang- Undang perbankan disebutkan:
1. Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan 2. Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana dimaksud salam ayat (1) dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan 3. Lembaga penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berbentuk badan hukum Indonesia
4. Ketentuan mengenai penjain dan masyarakt dan lembaga penjamin
simpanan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pembentukan lembaga penjamin simpanan merupakan amanat dari undang- undang perbankan
sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 37 B ayat (2). Di dalam pasal 8 Undang-undang No. 24 Tahun 2004 tentang lembaga Penjamin simpanan (LPS) disebutkan bahwa “bank yang ada dan berdiri di Negara Republik Indonesia wajib untuk menjadi anggota LPS. Bila suatu bank yang ada di Negara Indonesia tidak menjadi anggota LPS, maka bank tersebut tidak layak berdiri dan berperansi di Negara republic Indonesia, karena dianggap sama saja melanggar peraturan Undang-Undang
Dengan berlakunya undang-undang No. 24 tahun 2004 tentang lembaga penjaminan Simpanan , yang berlaku mulai tanggal 22 september 2005, maka pengaturan terhadap penjaminan bagi nasabah simpanan kini berbentuk undang-undang. Lembaga ini sangat penting untuk memberikan kepastian hukum terhadap para penyimpan dan pada bank, terkait adanya risiko yang dihadapi nasabah terhadap kemungkinan rush dan atau pembekuan izin usaha suatu bank. Dengan adanya penjaminan demikian diharapkan nasabah dapat lebih mempercayan lembaga perbankan dalam penyimpanan danaya yang dapat digunakan untuk pembiayaan pembangunan (Try Widiyono:2006:113-114)
Dalam pelaksanaan ketentuan yang berlaku untuk program penjaminan simpanan yang dijalankan LPS, tentunya bank tidak hanya dapat menuntur penjaminan simpanan nasabahnya begitu saja kepada LPS. Bank pun mempunyai kewajiban untuk memenuhi segala ketentuan yang berlaku sebagai peserta dari LPS. Dengan
memenuhi segala kewajibannya kepada lembaga penjaminan simpanan, maka bank dapat merasa aman menjaminkan simpanan nasabahnya kepada LPS.
Susi Yanuarsi, PERLINDUNGAN DANA NASABAH YANG DI SIMPAN DI BANK MENURUT UNDANG-UNDANG NO 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Halaman. 95 – 101
Tujuan utama system penjaminan nasabah penyimpan adalah memberikan perlindungan langsung kepada nasabah penyimpan. Perlindungan langsung dilakukan dengan penyusunan suatu system yang berfungsi memberikan perlindungan dalam bentuk memberikan jaminan terhadap dana nasabah bilama bank dicabut izin usahanya atau mengalami likuidasi (Zulkarnain : 2002: 143).
Jaminan tersebut dapat berupa jaminan terbatas ataupun jaminan penuh. Perlindungan langsung dengan jaminan terbatas yang lazim digunakan adalah skim asuransi simpanan, baik skim yang di kelolah pemerintah
sebagaimana diparkatikan di Amerika serikat, maupun yang dikelolah swasta sebagaimana di jerman. Perlindungan langsung secara penuh umumnya dilakukan pada masa krisis sebagaiman yang dipraktikan di Negara asia yang tertimpa krisi ekonomi, termasuk Indonesia
Di dalam penjelasan Pasal 37 B Undang-undang Perbankan disebutkan pembentukan lembaga penjamin simpanan diperlukan dalam rangka melindungi
kepentingan nasabah dan sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada bank. Dalam menyelenggarakan penjaminan simpanan dana masyarakat pada bank, lembaga penjamin simpanan dapat menggunakan: skim dana bersama, skim asuransi atau skim lainnya yang disetujui oleh Bank Indonesia yang tujuannya untuk melindungi kepentingan nasabah, serta usaha untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan
Penjaminan simpanan nasabah bank yang dilakukan LPS bersifat terbatas untuk mengurangi beban anggaran negara dan meminimalkan moral hazard. Namun demikian, tetap dijaga kepentingan nasabah secara optimal. Sebagimana disebutkan di dalam pasal 8 Undang-Undang Lembaga Penjaminan Simpanan disebutkan dalam
ayat (1) bahwa “Setiap bank yang beroperasi di Indonesia baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR) diwajibkan untuk menjadi peserta penjaminan. Adapun jenis simpanan di bank yang dijamin meliputi tabungan, giro, sertifikat deposito dan deposito berjangka serta jenis simpanan lainnya yang dipersamakan dengan itu. Skim penjaminan LPS telah dimulai secara penuh pada sejak tanggal 22 Maret 2007
Selanjutnya di dalam pasal 9 Undang- undang LPS disebutklan sebagai peserta penjaminan simpanan sebagaimana
dimaksudkan dalam pasal 8, setiap bank wajib:
1. Menyerahkan dokumen sebagai berikut:
a. Salinan anggaran dasar/akta pendirian
b. Salinan dokumen perizinan bank c. Surat kterangan tingkat kesehatan bank d. Surat pernyataan direksi, komisaris,pemegang saham bank yang memuat komitmen direksi, komisaris dan pemegang saham untuk mematuhi seluruh ketentuan sebagaimana ditetapkan oleh LPS, kesediaan untukbertanggungjawab secara pribadiatas kelalaian dan/atau perbuatan yang melanggar hukum. Dan kesediaan untuk melepaskan dan menyerahkan kepada LPS, segala hak, kepengurusan dan/ ataukepentingan bank menjadi bank gagal dan diputuskan untuk diselamatkan atau dilikuidasi
2. Membayar kontiribusi kepesertaan sebesar 0. 1 % dari modal sendiri (ekuitas)
3. Membayar premi penjaminan
4. Menyampaikan laporan secara berkalah
5. Memberikan data , informasi dan dokumen yang dibutuhkan dalam rangka penyelenggraan kepesertaan Kewajiban yang harus dipenuhi oleh
bank sebagai syarat kepesertaan jaminan tentunya sebagaimana disebutkan dalam pasal 9 Undang-undang LPS mrmberikan konsekuensi hukum baik terhadap lembaga perbankan itu sendiri maupun terhadap pengurus. Pelanggaran terhadap pasal 9 tersebut maka LPS dapat menjatuhkan sanksi administrative dan sanksi pidana pada bank yang melanggar ketentuan tersebut sebagimana tercantum dalam pasal 92 Undang-undang LPS.
Mengenai penjaminan simpanan, sebelum tahun 2006 seluruh nilai simpanan di bank dijamin pemerintah baik itu simpanan berupa giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan bentuk lainnya. Namun mulai tanggal 21 Maret 2006 jumlah simpanan yang dijamin per nasabah/bank secara bertahap dikurangi sampai tahun 2007.
Tanggung jawab LPS terhadap nilai
simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada setiap bank ditetapkan sebagai berikut (PLPS Nomor I/PLPS/2006) a. Paling tinggi sebesar Rp. 5.000.000.000 (lima milyar Rupiah) sejak tanggal 22 Maret 2006 sampai dengan 21 september 2006. b. Paling tinggi sebesar Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah) sejak tanggal 22 september 2006 sampai dengan 21 maret 2007;
c. Paling tinggi sebesar Rp.
100.000.000 ( seratus juta rupiah) sejak tanggal 22 maret 2007.
Menurut ketentuan pasal 11 Undang- Undang No. 24 tahun 2004 sebagaimana diubah peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang No 3 tahun 2008
disebutkan nilai simpanan yang dijamin
untuk setiap nasabah pada satu bank paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah). Nilai simpanan yang dijamin tersebut kemungkinan dapat diubah, apabila dipenuhi salah salah satu atau lebih criteria sebagai berikut:
a. Terjadi penarikan dana perbankan dalam jumlah besar secara bersamaan b. Terjadi inflasiyang cukup besardalam beberapa tahun
c. Jumlah nasabah yang dijamin seluruh simpanannnya menjadi berkurang dari 90 % dari jumlah nasabah penyimpan seluruh bank
d. Terjadiancaman krisisyang berpotensimengakibatkan merosotnya kepercayaan masyaraat terhadap perbankan dan
membahayakan stabalitas system keuangan.
Jadi nilai simpanan yang dijamin oleh LPS mengelami perubahan.dengan demikian tanggung jawab LPS terhadap simpanan nasabah terutama terhadap nilai simpanannya bersifat tidak mutlak. Nasabah tidak dijamin bahwa nilai simpanan akan dibayar Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) walaupun berdasarkan ketentuan pasal 11 undang- Undang LPS nilai simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah).
Dengan demikian jika dilihat dari sisi perlindungan hukum dana nasabah yang disimpan di bank terutama terhadap nilai simpanan ketentuan pasal 11 undang-undang LPSsebagaimana diubah dalam peraturan pemerintah pengganti undang-undang No 3 tahun 2008; yang
menyebutkan “nilaisimpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah). Selanjutnya didalam peraturan pemerintah No. 66 tahun 2008 tentang
Susi Yanuarsi, PERLINDUNGAN DANA NASABAH YANG DI SIMPAN DI BANK MENURUT UNDANG-UNDANG NO 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Halaman. 95 – 101
Besaran nilai simpanan yang dijamin oleh lembaga penjaminan simpanan di dalam pasal 1 disebutkan “ Nilai simpanan yang dijamin untuk setiap nasabh pada satu bank berdasarkan pasal 11 ayat (1) undang-undang Nomor 24 tahun 2004 tentang lembaga penjaminan simpanan ditetapkan paling banyak Rp. 100. 000.000 (seratus juta) berdasarkan peraturan pemerintah ini diubah menjadi paling banyak Rp. 2000. 000.000 (dua milyar rupiah).
Dengan demikian ada perubahan nilai nominal dana nasabah yang disimpan di bank yang dulunya
maksimal Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) sekarang menjadi Rp. 2000.000.000 (dua milyar rupiah). Akan tetapi masih adanya pembatasan saldo maksimal yang dijamin oleh lembaga penjaminan simpanan membuat kedudukan nasabah penyimpan danayang simpanannya lebih dari Rp. 2000.000.000 (dua milyar rupiah) sangat lemah, karena simpanannya tidak
dijamin oleh lembaga penjaminan simpanan.
III. PENUTUP
1. Perlindungan dana nasabah yang disimpan di bank di jamin oleh lembaga penjaminan Simpanan dengan system terbatas maksimal Rp. 2000.000.000 (dua milyar rupiah)membuat keberadaan dana nasabah yangsimpanannya melebihi dari yang dijamin oleh lembaga penjaminan simpanan yang disimpan di bank menjadi sangat lemah, karena tidak dijamin oleh lembaga penjaminan simpanan.
2. Terhadap bank yang melanggar ketentuan sebagaimana ditentukan oleh lembaga penjaminan simpanan, maka lembaga enjaminan simpanan dapat menjatuhkan sanksi administrative pada bank yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 Undang-undang LPS.
DAFTAR PUSTAKA Hermansyah, Hukum Perbankan nasional Indonesia, Prenada media Jakarta, 2005
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003
Kasmir, manajemen Perbankan, PT, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008 Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan bank dan nasabah terhadap Produk Tabungan Deposito (suatu Tinjauan hukum terhadap perlindungan deposan di Indonesia Dewasa ini, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, CV. Mandar Maju, Bandung, 2008 Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Trnsaksi Produk Perbankan di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2006
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan dana nasabah bank Swasta, suatu gagasan pendirian Lembaga Penjamin Simpanan, cetakan I, Universitas Indonesia fakultas Hukum Program PascaSarjana, Jakarta, 2002
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998, tentang Perbankan
Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Harian Umum Nasional Kompas januari 2012
|
0eb3bca1-cf78-4086-99b9-5711d5c042fd | https://jrpb.unram.ac.id/index.php/jrpb/article/download/219/169 | DOI: 10.29303/jrpb.v9i2.219 ISSN 2301-8119, e-ISSN 2443-1354 Tersedia online di http://jrpb.unram.ac.id/
## OPTIMALISASI BEBAN KERJA PADA INDUSTRI MAKANAN MENGGUNAKAN METODE WORKLOAD ANALYSIS (Sudi Kasus pada UD. MR-Jember)
Workload Optimization in Food Industry Using Workload Analysis Method (A Case Study of UD. MR-Jember)
Ida Bagus Suryaningrat *) , Nita Kuswardhani, Ninik Rizky Hastuti
Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember, Jember, Indonesia
Email *) : suryaningrat.ftp@unej.ac.id
Diterima: Juli 2021 Disetujui: September 2021
## ABSTRACT
UD. MR is one of food industries in Jember that produce a typical food, namely suwar-suwir. Recently, this industry was experiencing a shortage of workers due to workers resigning from their jobs. The workers seem tired of completing their work because of their increasing workload. This act indicated that the workers have a high workload in their daily activities. Most of the production process equipment uses a manual method with a high number of workers. This condition causes production error in some processes such as mixing, shaping, and packaging process. The research objectives were to evaluate the workload of workers and determine the optimum number of workers in UD. MR. The workload Analysis method was implemented to evaluate the workload of workers in this industry. WLA is a method for measuring the workload received by workers during their work. The WLA method requires data from the calculation of the percentage of productivity, Performance Rating and Allowance. The study showed that the workers in cooking, shaping, cutting, and packaging were categorized as high workload workers based on workload analysis. In contrast, workers at the packaging 1 (one) process were in the normal workload. Another result found that the optimal number of workers in the packaging 1 (one) process were 10 (ten) people, packaging 2 (two) needed 6 (six) people with additional incentives of Rp 20.200,- per person per month. Two people were required in the cooking process with additional incentives of Rp 477.490,- per person per month. In the shaping process, 1 (one) person with additional incentives Rp 202.150,- per person per month was needed, and the cutting process required 2 (two) people with additional incentives Rp 85.150,- per person per month.
Keywords: workload; food industry; optimization; workload analysis
## ABSTRAK
UD. MR adalah salah satu industri di Kabupaten Jember yang memproduksi makanan tradusional suwar-suwir. Saat ini, UD. MR sedang mengalami kekurangan pekerja akibat
beberapa pekerja yang mengundurkan diri dari pekerjaan. Para pekerja tampak kelelahan dalam menyelesaikan pekerjaannya dikarenakan beban kerjanya yang semakin bertambah. Hal ini merupakan indikasi dari tingginya beban kerja yang diterima para pekerja. Proses produksi di UD. MR juga masih menggunakan alat-alat manual sehingga sangat membutuhkan tenaga manusia. Akibatnya, cukup banyak terdapat kesalahan yang dilakukan oleh para pekerja, seperti pencampuran rasa yang ditambahkan kurang merata, bentuk suwar-suwir yang tidak seragam dan kemasan yang kurang rapi. Tujuan penelitian yaitu mengukur beban kerja dari pekerja dan menentukan jumlah tenaga kerja optimal di UD. MR. Metode penelitian yaitu WLA ( Workload Analysis ). WLA adalah suatu metode untuk mengukur beban kerja yang diterima pekerja selama melakukan pekerjaannya. Metode WLA membutuhkan data hasil perhitungan persentase produktif, Performance Rating dan Allowance. Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan Workload Analysis , beban kerja dari pekerja di bagian pemasakan, pencetakan, pemotongan, dan pengemasan 2 termasuk dalam beban kerja tinggi. Sedangkan pekerja di bagian pengemasan 1 termasuk dalam beban kerja normal. Jumlah pekerja yang optimal pada bagian pengemasan 1 sebanyak 10 orang, pengemasan 2 sebanyak 6 orang dengan tambahan insentif sebesar Rp 20.200 per orang per bulan, pemasakan sebanyak 2 dengan tambahan insentif sebesar Rp 477.490 per orang per bulan, pencetakan sebanyak 1 orang dengan tambahan insentif sebesar Rp 202.150 per orang per bulan dan pemotongan sebanyak 2 orang dengan tambahan insentif sebesar Rp 85.150 per orang per bulan.
Kata kunci : beban kerja; industri makanan; optimalisasi; workload analysis
## PENDAHULUAN
## Latar Belakang
Suwar-suwir adalah makanan khas yang biasanya dijadikan sebagai oleh-oleh dari kota Jember. Suwar-suwir terbuat dari bahan dasar tape yang dimasak dengan menambahkan gula dan perasa di dalamnya, kemudian didinginkan dan dipotong membentuk balok kecil-kecil. Banyaknya minat konsumen terhadap produk suwar- suwir membuat bermunculan industri yang memproduksi suwar-suwir, sehingga persaingan pasar pun juga semakin tinggi. Salah satu industri yang memproduksi suwar-suwir yaitu UD. MR yang berada di Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember.
Sebagai suatu industri, untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan harus mempunyai manajemen yang baik salah satunya, yaitu manajemen sumber daya manusia. UD. MR mempunyai jumlah pekerja sebanyak 21 orang dengan produksi per hari kurang lebih 3,5 kwintal. UD. MR sangat bergantung pada tenaga manusia karena dalam proses produksinya masih menggunakan alat-alat manual. Dari observasi yang dilakukan di UD. MR, para
pekerja juga tampak kelelahan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Hal ini merupakan indikasi dari tingginya beban kerja yang diterima para pekerja. Beban kerja adalah seperangkat tuntutan tugas yang harus diselesaikan oleh pekerja dalam jangka waktu tertentu (Putra & Prihatsanti, 2016). Semakin besar tingkat beban kerja pada karyawan dapat meningkatkan resiko kelelahan kerja (Maharja, 2015). Menurut pemilik usaha, UD. MR sedang mengalami kekurangan pekerja karena terdapat beberapa pekerja yang mengundurkan diri dari pekerjaannya. Jika terdapat satu pekerja yang tidak masuk, maka para pekerja akan sangat kewalahan dalam melakukan produksi.
Selain itu, dari proses produksi yang dikerjakan juga cukup banyak terdapat kesalahan yang dilakukan oleh para pekerja, seperti pencampuran rasa yang ditambahkan kurang merata, bentuk suwar-suwir yang tidak seragam dan kemasan yang kurang rapi. Menurut pemilik UD. MR juga belum pernah dilakukan pengukuran beban kerja dari para pekerja di UD. MR. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis beban kerja untuk mengetahui beban kerja dari para
pekerja di UD. MR, sehingga nantinya dapat diketahui berapa jumlah tenaga kerja yang optimal di UD. MR.
## Tujuan
Tujuan dari penelitian ini, yaitu mengukur beban kerja dari para pekerja di UD. MR dan menentukan jumlah tenaga kerja optimal di UD. MR.
## METODE PENELITIAN
## Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah laptop, kamera handphone dan kuesioner . Sedangkan bahan yang digunakan, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan kuisioner.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka seperti buku dan jurnal-jurnal yang dapat mendukung penelitian.
## Tahapan Penelitian
Berikut merupakan diagram alir penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
## Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data Gambaran Umum Proses Produksi UD. MR
Data gambaran umum proses produksi UD. MR didapatkan dari hasil wawancara dengan pihak industri.
2. Data Jumlah Pekerja Data jumlah pekerja saat ini di UD. MR didapatkan dari dokumen perusahaan.
3. Data Job Description tiap Pekerjaan
Data Job description tiap pekerjaan didapatkan dari dokumen perusahaan.
4. Data Pekerja Produktif dan Nonproduktif Data pekerja produktif dan non-produktif didapatkan dari hasil pengamatan secara langsung terhadap 21 pekerja di UD. MR dengan menggunakan metode Work
Sampling. Work Sampling merupakan metode pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur produktivitas dengan mudah (Yanti, 2017). Work Sampling juga dapat digunakan untuk mengetahui aktivitas produktif dan tidak produktif operator. Pengamatan yang dilakukan dalam Work Sampling ditentukan secara acak atau random (Rahdiana & Agustiani, 2016) .
5. Data Performance Rating
Data performance rating atau faktor penyesuaian didapatkan dari hasil pengukuran secara langsung terhadap 21 pekerja di UD. MR dengan menggunakan metode Westinghouse (Persamaan 1). Metode Westinghouse mengarahkan pada penilaian empat faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau Survei dan Wawancara Identifikasi Masalah
Analisis Beban Kerja (WLA) 1. Perhitungan Produktivitas Kerja
2. Penentuan Performance Rating 3. Penentuan Allowance
4. Perhitungan WLA
Penentuan Jumlah Tenaga Kerja
Optimal Mulai Studi Pustaka dan Literatur A
Rekomendasi Kebijakan Selesai A
ketidakwajaran dalam bekerja, yaitu keterampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi (Muzakir, et al ., 2019).
PR= 1 + RF ............................................ (1)
Keterangan: PR = Performance Rating RF = Rating Factor
6. Data allowance
Data allowance atau faktor kelonggaran didapatkan dari hasil kuesioner terhadap 21 responden. Responden dari penelitian ini yaitu para pekerja di UD. MR. Hasil kuesioner yang didapat kemudian diolah menggunakan tabel ILO (Rachman, 2013).
## Metode Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Menghitung Persentase Produktif Persentase produktif dihitung untuk mengetahui produktivitas
pekerja.
Persentase produktif dapat dicari dengan menggunakan Persamaan 2 (Yusup, 2019).
PP = Pr Pe x 100% .................................... (2)
Keterangan: PP = Persentase produktif (%) Pr = Jumlah produktif (Jumlah aktifitas yang sesuai Job Description pekerja)
Pe= Jumlah Pengamatan (Jumlah pengamatan aktifitas produktif
maupun non produktif/hari) 2. Menghitung Beban Kerja Perhitungan beban kerja didapatkan dari
menghitung persentase
produktif,
Performance Rating dan Allowance. Persamaan 3 merupakan rumus yang digunakan dalam menghitung beban kerja (Arif, 2014).
WLA= PP x PR x TP x (1+Al)
TP ......................... (3)
Keterangan:
PP = Persentase Produktif (%)
PR = Performance Rating TP = Total Menit Pengamatan (menit) Al = Allowance (%)
3. Menghitung Jumlah Tenaga Kerja Setelah didapatkan data beban kerja dan konsumsi energi dari para pekerja, maka selanjutnya dapat menghitung jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan pada masing-masing bagian proses produksi dengan menggunakan Persamaan 4 dan 5 (Prabowo, et al. , 2017).
Rs = T P ............................................... (4)
R u = T U .............................................. (5)
Keterangan:
Rs = Rata-rata beban kerja sekarang (%)
Ru = Rata-rata beban kerja usulan (%) T = Total beban kerja (%) P = Jumlah pekerja U = Jumlah tenaga kerja usulan
Menurut Budaya & Muhsin (2018) beban kerja yang baik sebaiknya mendekati 100% atau dalam kondisi normal. Jika beban kerja yang diterima oleh pekerja melebihi 100%, artinya beban pekerja terlalu tinggi dan perlu dilakukan penambahan pekerja. Sedangkan jika beban kerja yang diterima oleh pekerja kurang dari 100%, maka perlu dilakukan pengurangan pekerja atau jika mendekati 100% artinya beban kerja dalam kondisi normal, sehingga tidak perlu dilakukan penambahan maupun pengurangan pekerja.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Proses Produksi
Produksi suwar-suwir di UD. MR dilakukan dengan beberapa proses. Berikut merupakan gambaran proses produksi suwar-suwir yang dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Proses Produksi Suwar Suwir
Menurut Arianti, et al., (2014), salah satu keistimewaan suwar-suwir adalah proses pengolahannya yang masih sederhana. Meskipun proses pengolahannya masih sederhana dan tidak menggunakan bahan pengawet, suwar-suwir tetap istimewa karena dapat bertahan hingga 9 bulan.
## Tenaga Kerja
UD. MR memiliki tenaga kerja sebanyak 21 orang. Responden dalam penelitian ini meliputi semua pekerja di UD. MR. Tabel 1 merupakan rekapitulasi pekerja yang menjadi responden pada penelitian ini.
Berdasarkan Tabel 1 dijelaskan total tenaga kerja sebanyak 21 orang. Pekerja berjenis kelamin perempuan berada di bagian pengemasan, sedangkan pekerja berjenis kelamin laki-laki berada di bagian pengolahan. Usia responden laki-laki berkisar antara 23 tahun sampai 33 tahun, karena pekerjaan tersebut membutuhkan
banyak tenaga sehingga membutuhkan pekerja dengan tenaga yang kuat.
Tabel 1. Rekapitulasi Responden No. Nama Kode Bagian Usia 1 AH A1 Pengemasan 1 35 2 Ai A2 Pengemasan 1 34 3 Ern A3 Pengemasan 1 35 4 SR A4 Pengemasan 1 40 5 Lu A5 Pengemasan 1 50 6 Az A6 Pengemasan 1 48 7 Li A7 Pengemasan 1 30 8 S H A8 Pengemasan 1 65 9 Mu A9 Pengemasan 1 42 10 Nu A10 Pengemasan 1 31 11 Nur B1 Pengemasan 2 20 12 Rin B2 Pengemasan 2 20 13 N K B3 Pengemasan 2 55 14 Eli B4 Pengemasan 2 30 15 Si S B5 Pengemasan 2 28 16 Von B6 Pengemasan 2 25 17 A W C1 Pemasakan 23 18 Mar C2 Pemasakan 33 19 Rof D1 Pencetakan 29 20 A I E1 Pemotongan 27 21 Al Im E2 Pemotongan 25
Sumber: UD. MR (data diolah)
Menurut Sutan, et al., (2019), besar tenaga yang digunakan seseorang dalam melakukan aktivitas berbeda-beda sesuai dengan beban kerjanya . Sedangkan usia responden perempuan mulai dari 20 tahun sampai dengan 66 tahun, hal ini karena skill yang dibutuhkan dari pekerjaan ini yaitu kecepatan tangan dalam mengemas suwar- suwir. Sehingga, usia tidak begitu diperhitungkan dalam pekerjaan ini.
## Job Description
Jabaran Job Description masing- masing bagian produksi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tape Pemasakan Penambahan rasa Pencetakan Pendinginan Pemotongan Gula Pengemasan 1 Pengemasan 2
Tabel 2. Job Description setiap bagian proses produksi
Sumber: UD. MR
## Perhitungan Produktivitas Kerja
Perhitungan produktivitas kerja dilakukan untuk mengetahui persentase produktif dari para pekerja. Pada penelitian ini, jumlah pengamatan yang dilakukan setiap harinya sebanyak 56 pengamatan dengan waktu pengamatan selama 18 hari. Pengamatan dilakukan selama waktu kerja yaitu 7 jam, mulai pukul 06.00 s/d 14.00 WIB dengan waktu istirahat pada pukul 12.00 s/d 13.00 WIB. Dari pengamatan yang telah dilakukan pada masing-masing pekerja, maka didapatkan persentase produktivitas yang ditunjukkan oleh Tabel 3.
Tabel 3 menjelaskan rata-rata tingkat produktivitas masing-masing pekerja selama 18 hari pengamatan. Aktivitas produktif adalah aktivitas yang dilakukan sesuai dengan job description masing- masing bagian pekerjaan yang telah ditentukan. Sedangkan aktivitas non produktif adalah aktivitas yang tidak ada pada job description dan tidak menghasilkan
nilai tambah pada peningkatan kualitas proses produksi (Guntar dalam (Wibawa, et al. , 2014)). Aktivitas non produktif dari para pekerja antara lain meliputi: berbincang dengan sesama rekan kerja, pergi ke kamar kecil, makan, minum, dan membuka handphone .
Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Pengamatan Produktivitas Pekerja
No Kode Bagian Rata- Rata Persentase Produktif (%) 1 A1 Pengemasan 1 0,701 70,1 2 A2 Pengemasan 1 0,700 70 3 A3 Pengemasan 1 0,637 63,7 4 A4 Pengemasan 1 0,626 62,6 5 A5 Pengemasan 1 0,630 63 6 A6 Pengemasan 1 0,627 62,7 7 A7 Pengemasan 1 0,700 70 8 A8 Pengemasan 1 0,649 64,9 9 A9 Pengemasan 1 0,631 63,1 10 A10 Pengemasan 1 0,623 62.3 11 B1 Pengemasan 2 0,684 68,4 12 B2 Pengemasan 2 0,688 68,8 13 B3 Pengemasan 2 0,770 77 14 B4 Pengemasan 2 0,699 69,9 15 B5 Pengemasan 2 0,714 71,4 16 B6 Pengemasan 2 0,679 67,9 17 C1 Pemasakan 0,864 86,4 18 C2 Pemasakan 0,868 86,8 19 D1 Pencetakan 0,771 77,1 20 E1 Pemotongan 0,715 71,5 21 E2 Pemotongan 0,712 71,2
Sumber: Hasil Perhitungan
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa produktivitas kerja yang paling tinggi terdapat pada pekerja bagian pemasakan. Hal ini karena pekerja di bagian pemasakan membutuhkan banyak tenaga untuk memasak adonan suwar-suwir kurang lebih 3 jam secara terus menerus. Sehingga, pekerja tidak dapat banyak melakukan aktivitas non produktif. Sedangkan produktivitas yang paling rendah terdapat pada pekerja bagian pengemasan 1. Hal ini karena bagian pengemasan 1 adalah bagian dengan pekerjaan yang lebih membutuhkan kecepatan tangan dalam mengemas suwar- suwir sehingga pekerjaan lebih mudah dan lebih banyak aktivitas non produktif yang dilakukan.
No. Bagian Job Description 1. Pemasakan Mencampurkan tape dengan gula dan dimasak pada tungku atau wajan sampai memadat. 2. Pencetakan Menambahkan varian rasa pada adonan dan diaduk sampai tercampur rata. Memindahkan adonan suwar- suwir yang sudah matang ke wadah atau cetakan dan diratakan sampai adonan terisi penuh dalam cetakan. 3. Pemotongan Memotong suwar-suwir dari cetakan besar ke ukuran yang lebih kecil. 4. Pengemasan 1 Mengemas suwar-suwir yang sudah jadi ke kemasan plastik yang sudah disediakan. 5. Pengemasan 2 Mengemas suwar suwir yang sudah dibungkus plastik dengan kemasan kertas.
## Penentuan Performance Rating
Performance Rating dilakukan untuk memberikan penilaian terhadap keahlian seorang pekerja. Data performance rating didapatkan dari hasil pengukuran secara langsung dengan menggunakan metode Westinghouse . Metode
Westinghouse
mengarahkan pada penilaian 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja, yaitu keterampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi (Muzakir, et al ., 2019). Tabel 4 merupakan rekapitulasi hasil perhitungan Performance Rating setiap pekerja yang diteliti.
Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Penentuan Performance Rating
No Kode Bagian Performance Rating Rating Factor Performance Rating Keterampilan Usaha Kondisi Kerja Konsistensi 1 A1 Pengemasan 1 0,11 0,08 0 0,01 0,20 1,20 2 A2 Pengemasan 1 0,11 0,08 0 0,01 0,20 1,20 3 A3 Pengemasan 1 0,11 0,08 0 0,01 0,20 1,20 4 A4 Pengemasan 1 0,11 0,08 0 0,01 0,20 1,20 5 A5 Pengemasan 1 0,11 0,08 0 0,01 0,20 1,20 6 A6 Pengemasan 1 0,11 0,08 0 0,01 0,20 1,20 7 A7 Pengemasan 1 0,11 0,08 0 0,01 0,20 1,20 8 A8 Pengemasan 1 0,11 0,08 0 0,01 0,20 1,20 9 A9 Pengemasan 1 0,11 0,08 0 0,01 0,20 1,20 10 A10 Pengemasan 1 0,11 0,08 0 0,01 0,20 1,20 11 B1 Pengemasan 2 0,13 0,08 0 0,01 0,22 1,22 12 B2 Pengemasan 2 0,13 0,08 0 0,01 0,22 1,22 13 B3 Pengemasan 2 0,13 0,08 0 0,01 0,22 1,22 14 B4 Pengemasan 2 0,13 0,08 0 0,01 0,22 1,22 15 B5 Pengemasan 2 0,13 0,08 0 0,01 0,22 1,22 16 B6 Pengemasan 2 0,13 0,08 0 0,01 0,22 1,22 17 C1 Pemasakan 0,08 0,05 0 0,01 0,14 1,14 18 C2 Pemasakan 0,08 0,05 0 0,01 0,14 1,14 19 D1 Pencetakan 0,03 0,05 0 0,01 0,09 1,09 20 E1 Pemotongan 0,03 0,05 0 0,01 0,09 1,09 21 E2 Pemotongan 0,03 0,05 0 0,01 0,09 1,09
## Sumber: Hasil Perhitungan
Dari penilaian performance rating para pekerja, didapatkan rating faktor seperti pada Tabel 4 dengan penilaian tertinggi didapatkan oleh pekerja bagian pengemasan 2 dengan nilai performance rating sebesar 1,22. Hal ini karena keterampilan pekerja pada bagian ini yang paling baik daripada bagian lain yaitu keterampilan kecepatan tangannya sehingga dapat menyelesaikan pekerjaan dengan cepat. Para pekerja tampak seperti terlatih dengan baik, gerakan-gerakannya sangat
cepat dan terkesan sangat otomatis. Penilaian terendah didapatkan oleh para pekerja bagian pencetakan dan pemotongan dengan nilai performance rating sebesar 1,09. Hal ini karena kurang terampilnya pekerja di bagian tersebut yang dapat dilihat dari pekerjaannya yang masih banyak terdapat kecacatan seperti bentuk suwar- suwir yang tidak seragam dan warna suwar- suwir yang kurang merata.
## Penentuan Allowance
Allowance atau faktor kelonggaran adalah kelonggaran waktu yang diberikan kepada tenaga kerja untuk keperluan pribadi, mengurangi kelelahan dan hal-hal
lain yang tidak terduga (Sabrini, et al. , 2013). Faktor kelonggaran didapatkan dari hasil kuesioner terhadap para pekerja. Hasil kuesioner yang didapat kemudian diolah menggunakan tabel ILO.
Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Faktor Kelonggaran
No Kode Bagian Allowance Total Allowance (%) A B C D E F G 1 A1 Pengemasan 1 6 0 0 6 6 5 0 23 2 A2 Pengemasan 1 6 0 0 6 6 5 0 23 3 A3 Pengemasan 1 6 0 0 6 6 5 0 23 4 A4 Pengemasan 1 6 0 5 6 6 5 0 28 5 A5 Pengemasan 1 6 0 5 6 6 5 0 28
6 A6 Pengemasan 1 6 0 0 7,5 6 0 0 19,5 7 A7 Pengemasan 1 6 0 0 7,5 6 0 0 19,5
8 A8 Pengemasan 1 6 0 0 7,5 6 0 0 19,5
9 A9 Pengemasan 1 6 0 0 7,5 6 0 0 19,5 10 A10 Pengemasan 1 6 0 0 7,5 6 5 0 24,5
11 B1 Pengemasan 2 6 0 0 7,5 5 0 0 18,5
12 B2 Pengemasan 2 6 0 0 7,5 5 0 0 18,5
13 B3 Pengemasan 2 6 0 0 7,5 5 0 0 18,5
14 B4 Pengemasan 2 6 0 0 7,5 5 0 0 18,5 15 B5 Pengemasan 2 6 0 0 7,5 5 0 0 18,5 16 B6 Pengemasan 2 6 0 0 7,5 5 0 0 18,5 17 C1 Pemasakan 20 2,5 0 6 10 0 0 38,5 18 C2 Pemasakan 20 2,5 0 6 10 0 0 38,5 19 D1 Pencetakan 19 2,5 0 6 10 0 0 37,5 20 E1 Pemotongan 18 2,5 0 7,5 9 0 0 37,0 21 E2 Pemotongan 18 2,5 0 7,5 9 0 0 37,0
Sumber: Hasil Perhitungan
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai Allowance tertinggi terdapat pada pekerja bagian pemasakan dengan nilai sebesar 38,5%. Hal ini karena pekerjaannya membutuhkan banyak tenaga dan kurangnya pekerja di bagian pemasakan sehingga pekerja seringkali kewalahan dalam mengerjakan pekerjaannya. Pekerja harus berdiri selama waktu kerja dengan tangan yang terus mengaduk adonan. Selain itu, keadaan lingkungan seperti temperatur yang tinggi juga menambah ketidaknyamanan pekerja yang mengakibatkan kelelahan pada pekerja semakin meningkat. Oleh karena itu, dibutuhkan waktu kelonggaran yang tinggi
untuk menghilangkan kelelahan dan ketegangan selama bekerja. Kelonggaran yang dimaksud adalah waktu istirahat untuk menghilangkan kelelahan dan memenuhi kebutuhan pribadi seperti minum, makan, pergi ke kamar kecil, duduk istirahat, mencuci muka dan lain sebagainya. Nilai Allowance terendah terdapat pada pekerja bagian pengemasan 2 dengan nilai sebesar 18,5%. Hal ini karena pekerja di bagian pengemasan 2 cukup banyak dan melakukan pekerjaan dengan posisi duduk serta mengandalkan kecepatan tangan dalam mengemas produk. Keadaan lingkungan seperti temperatur dan pencahayaan yang sangat baik juga menjadikan pekerja cukup
nyaman sehingga mengurangi tingkat kelelahan para pekerja. Oleh karena itu, waktu kelonggaran yang dibutuhkan untuk menghilangkan kelelahan dan ketegangan selama bekerja lebih rendah daripada pekerja di bagian yang lain.
Perhitungan Beban Kerja dengan Workload Analysis (WLA)
Workload Analysis merupakan suatu cara untuk menghitung beban kerja suatu fungsi tertentu dalam perusahaan. Dari perhitungan ini kemudian dapat ditentukan berapa jumlah kebutuhan ideal pegawai yang dibutuhkan (Wardah dan Adrian, 2017).
Menurut Budaya & Muhsin (2018) beban kerja yang baik sebaiknya mendekati 100% atau dalam kondisi normal. Jika beban kerja yang diterima oleh pekerja melebihi 100%, artinya beban pekerja terlalu tinggi dan perlu dilakukan penambahan pekerja. Sedangkan jika beban kerja yang diterima oleh pekerja kurang dari 100%, maka perlu dilakukan pengurangan pekerja atau jika mendekati 100% artinya beban kerja dalam kondisi normal sehingga tidak perlu
dilakukan penambahan maupun pengurangan pekerja. Rekapitulasi hasil perhitungan beban kerja dari setiap bagian dapat dilihat pada Tabel 6.
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa pekerja di bagian pengemasan 1 mempunyai rata-rata beban kerja sebesar 96,07%. Nilai ini lebih kecil atau mendekati batas optimal beban kerja yang telah ditentukan yaitu 100%. Hal ini berarti beban kerja dalam kondisi normal sehingga tidak perlu dilakukan penambahan maupun pengurangan pekerja. Pekerja di bagian pengemasan 2, pemasakan, pencetakan dan pemotongan mempunyai rata-rata beban kerja masing-masing sebesar 102,02%, 136,73%, 115,55% dan 106,55%. Nilai ini lebih besar dari batas optimal beban kerja yang telah ditentukan yaitu 100%. Hal ini berarti beban kerja terlalu tinggi sehingga perlu dilakukan penambahan pekerja.
## Rekomendasi Jumlah Pekerja
Tabel 7 merupakan rekapitulasi hasil perhitungan jumlah tenaga kerja yang optimal berdasarkan beban kerja dari para pekerja.
## Tabel 6. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Beban Kerja
No Bagian Rata-Rata %Produktif Rata-Rata Performance Rating Rata-rata Allowance (%) Rata-Rata Beban Kerja (%) 1 Pengemasan 1 65,24 1,20 23 96,07 2 Pengemasan 2 70,57 1,22 19 102,02 3 Pemasakan 86,60 1,14 39 136,73 4 Pencetakan 77,10 1,09 38 115,55 5 Pemotongan 71,35 1,09 37 106,55 Sumber: Hasil Perhitungan
Tabel 7. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Jumlah Tenaga Kerja Optimal
No. Bagian Jumlah Pekerja Sekarang Rata-Rata Beban Kerja (%) Rekomendasi Jumlah Pekerja Jumlah Pekerja Rekomendasi Rata-Rata Beban Kerja (%) 1 Pengemasan 1 10 96,07 0 10 96,07 2 Pengemasan 2 6 102,02 +1 7 87,44 3 Pemasakan 2 136,73 +1 3 91,16 4 Pencetakan 1 115,55 +1 2 57,78 5 Pemotongan 2 106,55 +1 3 71,03 Sumber: Hasil perhitungan
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa hanya pekerja di bagian pengemasan 1 yang berada dalam kondisi normal sehingga tidak dibutuhkan penambahan maupun pengurangan pekerja. Sedangkan para pekerja di bagian pengemasan 2, pemasakan, pencetakan dan pemotongan memiliki rata-rata beban kerja diatas batas optimal sehingga dibutuhkan penambahan pekerja.
Pada bagian pengemasan 1 dengan rata-rata beban kerja sebesar 96,07%, rekomendasi jumlah pekerja yang diberikan yaitu 0 atau tidak terdapat penambahan maupun pengurangan pekerja. Jadi, pekerja di bagian pengemasan 1 tetap sebanyak 10 orang. Pada bagian pengemasan 2 dengan rata-rata beban kerja sebesar 102,02%, rekomendasi yang diberikan yaitu penambahan 1 orang pekerja. Jadi, jumlah pekerja pada bagian pengemasan 2 yang semula sebanyak 6 orang bertambah menjadi 7 orang.
Pada bagian pemasakan dengan rata- rata beban kerja sebesar 136,73%, rekomendasi yang diberikan yaitu penambahan 1 orang pekerja. Jadi, jumlah pekerja pada bagian pemasakan yang semula sebanyak 2 orang bertambah menjadi 3 orang. Pada bagian pencetakan dengan rata-rata beban kerja sebesar 115,55%, rekomendasi yang diberikan yaitu penambahan 1 orang pekerja. Jadi, jumlah pekerja pada bagian pencetakan yang semula sebanyak 1 orang bertambah menjadi 2 orang. Pada bagian pemotongan dengan rata-rata beban kerja sebesar 106,55%, rekomendasi yang diberikan yaitu penambahan 1 orang pekerja. Jadi, jumlah pekerja pada bagian pemotongan yang semula sebanyak 2 orang bertambah menjadi 3 orang.
## Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan hasil yang didapat dalam penentuan jumlah tenaga kerja optimal, peneliti melakukan diskusi bersama pemilik UD. MR terkait kesanggupan pemilik melakukan penambahan pekerja.
Rekomendasi kebijakan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Melakukan penambahan jumlah tenaga kerja sesuai dengan rekomendasi jumlah tenaga kerja
Berdasarkan hasil perhitungan beban kerja yang diterima, jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengurangi beban kerja adalah sebanyak empat orang yaitu satu pekerja di bagian pemasakan, satu pekerja di bagian pencetakan, satu pekerja di bagian pemotongan dan satu pekerja di bagian pengemasan 2. Penambahan tenaga kerja ini memiliki resiko yaitu mengeluarkan gaji bagi satu orang tenaga kerja pada bagian pengemasan 2 sebesar Rp 1.000.000,- per bulan dan tiga orang tenaga kerja yaitu pada bagian pemasakan, pencetakan dan pemotongan masing-masing sebesar Rp 1.300.000,- per bulan.
2. Tidak melakukan penambahan jumlah tenaga kerja, tetapi memberikan insentif kepada pekerja berdasarkan kelebihan beban kerjanya sebagai kompensasi atas tingginya beban kerja dari pekerja.
Jumlah insentif yang diberikan kepada pekerja diperoleh dari hasil kali kelebihan beban kerja dengan gaji pekerja (Aulia, 2018). Gaji pekerja bagian pengemasan sebesar Rp 1.000.000,- per bulan dan bagian pengolahan sebesar Rp 1.300.000,- per bulan.
Berdasarkan Tabel 8, pekerja di bagian pengemasan 1 tidak menerima insentif karena beban kerjanya tergolong beban kerja normal. Sedangkan pekerja di bagian pengemasan 2 menerima insentif sebesar Rp 20.200,- per orang per bulan. Pekerja di bagian pemasakan menerima insentif sebesar Rp 477.490,- per orang per bulan. Pekerja di bagian pencetakan menerima insentif sebesar Rp 202.150,- per orang per bulan. Pekerja di bagian pemotongan menerima insentif sebesar Rp 85.150,- per orang per bulan.
Tabel 8. Pemberian Insentif Berdasarkan Kelebihan Beban Kerja
No Bagian Jumlah Pekerja Sekarang Rata-Rata Beban Kerja (%) Kelebihan Beban Kerja (%) Insentif (per orang per bulan) 1 Pengemasan 1 10 96,07 0 0 2 Pengemasan 2 6 102,02 2,02 Rp 20.200 3 Pemasakan 2 136,73 36,73 Rp 477.490 4 Pencetakan 1 115,55 15,55 Rp 202.150 5 Pemotongan 2 106,55 6,55 Rp 85.150 Sumber: Hasil Perhitungan
## KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan Workload
Analysis , beban kerja dari pekerja di bagian pemasakan, pencetakan, pemotongan dan pengemasan 2 termasuk dalam beban kerja tinggi. Sedangkan pekerja di bagian pengemasan 1 termasuk dalam beban kerja normal. Jumlah pekerja yang optimal pada pekerja bagian pengemasan 1 sebanyak 10 orang (tidak terdapat penambahan pekerja), pengemasan 2 sebanyak 6 orang namun memberikan tambahan insentif sebesar Rp 20.200,- per orang per bulan, pemasakan sebanyak 2 orang namun memberikan tambahan insentif sebesar Rp 477.490,- per orang per bulan, pencetakan sebanyak 1 orang namun memberikan tambahan insentif sebesar Rp 202.150,- per orang per bulan dan pemotongan sebanyak 2 orang namun memberikan tambahan insentif sebesar Rp 85.150,- per orang per bulan.
## Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan bagi industri yaitu jika penambahan pekerja tidak dapat dilakukan, industri dapat memberikan insentif kepada pekerja yang beban kerjanya terlalu tinggi.
## UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember
yang telah memberikan berbagai fasilitas selama penelitian, serta seluruh pekerja, manajemen dan pemilik UD. MR yang telah bersedia bekerjasama selama penelitian berlangsung.
## DAFTAR REFERENSI
Arianti, G. K., Sukerti, N. W., & Marsiti, C. I. R. (2014). Diversifikasi Tape Ubi Jalar Kuning Menjadi Suwar-suwir.
Jurnal BOSAPARIS: Pendidikan
Kesejahteraan Keluarga , 3 (1).
Arif, R. (2014). Analisa Beban Kerja Dan Jumlah Tenaga Kerja Yang Optimal
Pada Bagian Produksi Dengan Pendekatan Metode Work Load Analysis (WLA) Di PT. Surabaya Perdana Rotopack. Jawa Timur: Jurusan Teknik Industri, Universitas Pembangunan Nasional.
Aulia, N. (2018). Analisis Beban kerja Untuk Menentukan Jumlah Karyawan Optimal Pada UD. Nagawangi Alam Sejahtera. Jurnal Valtech , 1 (1), 143– 148.
Budaya, P. W., & Muhsin, A. (2018).
Workload Analysis in Quality Control Department. Opsi , 11 (2), 134. https://doi.org/10.31315/opsi.v11i2.2
554.
Maharja, R. (2015). Analisis Tingkat Kelelahan Kerja Berdasarkan Beban
Kerja Fisik Perawat Di Instalasi Rawat Inap RSU Haji Surabaya. The
Indonesian Journal of Occupational
Safety and Health , 4 (1), 93.
https://doi.org/10.20473/ijosh.v4i1.20
15.93-102.
Muzakir, M., Irawan, H. T., & Pamungkas, I. (2019). Pengukuran Waktu Kerja Karyawan Bengkel Toyota PT. Dunia Barusa Di Kota Banda Aceh. Jurnal Optimalisasi , 4 (1), 21–29.
Prabowo, A., Setiawan, H., & Umiyati, A. (2017). Analisa Beban Kerja Dan Penentuan Tenaga Kerja Optimal Dengan Pendekatan Work Load Analysis (WLA). Jurnal Teknik Industri , 5 (1), 40–45.
Putra, M. T. P., & Prihatsanti, U. (2016).
Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Intensi Turnover Pada Karyawan Di PT. “X”. Jurnal Empati ,
5 (2), 303–307.
Rachman, T. (2013). Penggunaan Metode Work Sampling untuk Menghitung Waktu Baku dan Kapasitas Produksi Karungan Soap Chip di PT. SA. Jurnal Inovasi , 9 (1), 48–60.
Rahdiana, N., & Agustiani, N. (2016).
Analisis Beban Kerja Operator
Finishing Sortir Dengan Metode Work
Sampling (Studi Kasus Di PT . XZY). Industry Xplore , 1 (1), 1–12.
Sabrini, A., Rambe, J., & Wahyuni, D. (2013). Pengukuran Beban Kerja Karyawan Dengan Menggunakan
Metode Swat (Subjective Workload Assessment Technique) Dan Work
Sampling Di PT. XYZ. Jurnal Teknik
Industri USU , 4 (2), 6–13.
Sutan, S. M., Pratama, Y. A., Djoyowasito, G., & Ahmad, A. M. (2019). Rancang
Bangun Dan Uji Kinerja Mesin Perajang Tembakau Mesin Perajang
Tembakau Semi Mekanis Sistem Kayuh. Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian Dan Biosistem , 7 (2), 249–
255.
https://doi.org/10.29303/jrpb.v7i2.14 4.
Wardah, S. (2017). Penentuan Jumlah Karyawan Yang Optimal Pada
Penanaman Lahan Kelapa Sawit
Dengan Menggunakan Metode Work Load Analysis (WLA). Jurnal Teknik
Industri: Jurnal Hasil Penelitian Dan Karya Ilmiah Dalam Bidang Teknik Industri , 3 (1), 46. https://doi.org/10.24014/jti.v3i1.6150.
Wibawa, R. P. N., Sugiono, & Efranto, R. Y.
(2014). Analisis Beban Kerja Dengan
Metode Workload Analysis Sebagai Pertimbangan Pemberian Insentif
Pekerja (Studi Kasus di Bidang PPIP PT Barata Indonesia (Persero) Gresik). Jurnal Rekayasa Dan Manajemen Sistem Industri , 2 (3), 672–683.
Yanti, G. (2017). Produktivitas Tenaga Kerja Dengan Metode Work Sampling Proyek Perumahan Di Kota Pekanbaru. SIKLUS: Jurnal Teknik Sipil , 3 (2),
100–106.
https://doi.org/10.31849/siklus.v3i2.38 5.
Yusup, M. (2019). Perencanaan Tenaga Kerja Dengan Metode Analisis Beban Kerja Pada Departemen Packing (Studi Kasus PT. Unggul Bukit Kencana). Prosiding FRIMA (Festival Riset Ilmiah Manajemen Dan Akuntansi) ,
6681 (2), 932–940.
|
b5a3ee73-791c-432d-beb0-3eb2e7d36577 | https://journal.ugm.ac.id/kawistara/article/download/69303/33047 | ISSN 2088-5415 (Print) ISSN 2355-5777 (Online) https://jurnal.ugm.ac.id/kawistara/index https://doi.org/10.22146/kawistara.v11i3.69303
## Halaman 314—328
## SERIOUS LEISURE : MENELISIK PROFESI TRAVEL INFLUENCER
SERIOUS LEISURE : EXPLORING TRAVEL INFLUENCER CAREER
* 1 Saepulloh, 2 Hendrie Adji Kusworo, 3 Chafid Fandeli Program Studi Kajian Pariwisata, Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Submitted: 22-09-2021; Revised: 29-12-2021; Accepted: 01-01-2022
## ABSTRACT
As the the role of digital media grows, travel influencers are increasingly important tourism sector. They are individuals who attempt to influence the audience towards destination promotional activities and tourism products. They utilize the activities with their own social media, for example Instagram. Travel influencers begin their career with travelling hobby and travel-stories sharing to be posted in Instagram. The allure of the contents captivates the Instagram users interest to become the followers for the travel influencers. Actively produce the travel-contents leads the travel influencers to perform travelling activities professionally, eventually becomes their main career (serious leisure). This career requires certain working model. Travel influencer career encourage employer collaboration for the third-party marketing (endorsement). As a result, a greater mobility due to travel schedule may occur. Qualitative descriptive method was employed along with netnography approach. This present study focuses working model regarding to serious leisure concept. The findings reveal that a travel influencer requires perseverence and composure, as well as periode of time to pursue success. This studyreveals that there are six qualities of serious leisure charateristics, including (1) perseverence, (2) career, (3) serious effort, (4) unique ethos, (5) identity, (6) durable benefits. These characteristics are intertwined in pursuing professional travel influencer. In addition, the whole qualities should be applied, so travel influencer does not get replaced and sturdy by the newcomers.
Keywords: travel influencer; leisure; serious leisure; Instagram
## ABSTRAK
Seiring perjalanan pertumbuhan peran media digital, travel influencer menjadi sektor pariwisata yang semakin penting. Mereka merupakan orang yang berpengaruh dalam kegiatan promosi destinasi dan produk-produk wisata. Mengawali karirnya dari hobi pelesir dan membagikan cerita perjalananannya di media sosial Instagram, hobi pelesir dan cerita perjalanan tersebut menarik pengguna Instagram lain untuk menjadi pengikut travel influencer . Hal ini akhirnya menjadi sebuah karir yang cemerlang dengan model kerja yang dilakukan para travel influencer secara profesional sebagai bagian dari pekerjaan utamanya ( serious leisure ). Pekerjaan sebagai travel influencer penuh-waktu membuka
*Corresponding author: bssyaiful@gmail.com.
Copyright© 2021 THE AUTHOR (S). This article is distributed under a Creative Commons Attribution-Share Alike 4.0 International license. Jurnal Kawistara is published by the Graduate School of Universitas Gadjah Mada.
## JURNAL KAWISTARA
VOLUME 11
No. 3, 22 Desember‑2021
peluang kerjasama bisnis dengan pihak ketiga ( endorsement) , sehingga mobilitas menjadi padat karena jadwal perjalanan. Peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan netnografi. Selain itu, penelitian ini berfokus pada model kerja dengan konsep serious leisure. Hasil dari penelitian ini adalah menjadi seorang travel influencer membutuhkan waktu yang cukup lama dan membutuhkan ketekunan dan kesabaran lebih. Selain itu, meningkatkan kemampuan diri menjadi sebuah kewajiban saat menjalani karir sebagai seorang travel influencer. Studi ini mengungkap enam kualitas yang menjadi karakter serious leisure yaitu: (1) ketekunan , (2) karir , (3) usaha serius , (4) etos unik , (5) identitas , (6) keuntungan jangka panjang menjadi komponen yang saling berkaitan di dalam menekuni karir sebagai seorang travel influencer. Hal ini perlu diterapkan agar karir sebagai seorang travel influencer tetap dapat bertahan di karir travel influencer walapun semakin banyak bermunculan travel influencer baru lainnya.
Kata kunci: travel influencer; leisure; serious leisure; Instagram
## PENGANTAR
Meningkatnya pengguna internet di Indonesia dapat membuka peluang pekerjaan baru, salah satunya menjadi seorang travel influencer penuh-waktu. Melalui media sosial Instagram, seorang travel influencer penuh- waktu membagikan cerita perjalanan yang dikemas dalam bentuk foto, video, bahkan tulisan (caption). Menurut (Riyanto, 2021), pengguna internet di Indonesia pada awal 2021 ini mencapai 202,6 juta jiwa. Jumlah ini meningkat 15,5 persen atau 27 juta jiwa jika dibandingkan pada Januari 2020 lalu. Aktivitas berbasis internet paling digemari oleh pengguna internet ialah mengakses media sosial. Saat ini, terdapat 170 juta jiwa orang Indonesia yang merupakan pengguna aktif media sosial. Rata-rata waktu yang dihabiskan sekitar 3 jam 14 menit di platform jejaring sosial. Hal ini dimuat dalam laporan terbaru yang dirilis oleh layanan manajemen konten HootSuite , dan agensi pemasaran media sosial We Are Social dalam laporan bertajuk Digital
2021. Tabel 1. Waktu Konsumsi media pada masyarakat Indonesia Media Waktu Konsumsi Internet (semua perangkat) 8 jam 52 menit Siaran televisi dan media streaming 2 jam 50 menit Media sosial 3 jam 14 menit Media berita (daring atau cetak) 1 jam 38 menit Layanan musik streaming 1 jam 30 menit Siaran radio 33 menit Layanan siniar 44 menit Video game dengan konsol-game 1 jam 16 menit Sumber: Kompas.com (2021).
Selanjutnya, (Stephanie, 2021) menjelaskan, sebagaimana dihimpun Kompas Tekno dari laporan We Are Social dan Hootsuite , dilihat dari frekuensi pengguna bulanan, urutan pertama aplikasi media sosial yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah YouTube. Selanjutnya terdapat aplikasi WhatsApp, Instagram, Facebook, dan Twitter
yang digunakan secara berturut-turut. Rata- rata waktu pengguna untuk menonton video di YouTube adalah 25,9 jam per bulan, selanjutnya WhatsApp 30,8 jam per bulan, dan Instagram 17 jam per bulan. Berdasarkan hasil riset tersebut, salah satu media sosial yang sering digunakan masyarakat Indonesia adalah Instagram yang masuk ke dalam tiga besar sosial media tahun 2021 versi We Are Social dan Hootsuite.
Saepulloh -- Serious Leisure: Menelisik Profesi Travel Influencer
Gambar 1. Media sosial paling sering digunakan di Indonesia Sumber: Kompas.com (2021).
Menurut (Okezone.com, 2018) , tingginya data pengguna media sosial di Indonesia memiliki beberapa keuntungan yang dapat dimanfaatkan. Salah satunya dengan menjadikan media sosial sebagai menciptakan lapangan pekerjaan baru. Beberapa contoh pekerjaan yang dapat dikembangkan dari media sosial salah satunya perencana strategi pemasaran sosial media , youtuber atau vlogger , selebgram, blogger profesional, penulis konten, desainer grafis, dan social media traveller (travel influencer). Adapun platform media sosial yang sering digunakan adalah Instagram,
blog, dan YouTube (Kaplan & Haenlein, 2010), mendefinisikan media sosial sebagai sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang dibangun atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0 dan memungkinkan penciptaan dan pertukaran user generated content. Web 2.0 menjadi platform dasar media sosial. Media sosial ada dalam berbagai bentuk yang berbeda, termasuk jaringan sosial , forum internet, weblogs, social blogs , micro blogging , wiki , siniar , gambar, video, rating, dan bookmark sosial.
(Xiang & Gretzel, 2010) menyatakan bahwa media sosial seperti, Facebook, Instagram, Twitter,
Flickr, dan YouTube, sangat populer dikalangan milenial. Situasi tersebut digunakan oleh banyak orang untuk mengunggah kegiatannya. Media sosial memberikan kemudahan bagi para penggunanya untuk mengunggah dan membagikan pengalamannya, seperti memberikan komentar, membangun opini, dan melakukan kegiatan wisata dari pengalaman pribadi. Hal-hal tersebut digunakan sebagai
pencarian informasi bagi pengguna media sosial lain. Seorang influencer memproduksi konten dengan menyesuaikan niche audiens atau bidang minat yang dituju, seperti mode, politik, komedi, dan wisata (Stoldt et al., 2019) Travel influencer adalah orang yang menganjurkan atau mempromosikan suatu objek atau daya tarik wisata dengan tujuan untuk mempengaruhi orang lain dalam menentukan keputusan berwisata. Sama halnya dengan influencer pada umumnya, travel influencer memanfaatkan akun media sosial pribadinya untuk membagikan seluruh kegiatannya selama berwisata . Konten yang hampir sepenuhnya tentang perjalanan dapat memberikan pandangan dan inspirasi baru terhadap seseorang untuk mengambil keputusan dalam menentukan destinasi wisata. Sebuah survei oleh (morningconsult. com, 2019) yang dilakukan di Amerika pada generasi Z, menunjukan bahwa sebanyak 54 persen dari mereka memilih menjadi influencer media sosial. Oleh sebab itu, semakin banyak influencer baru yang memutuskan menjadi influencer penuh waktu, salah satunya sebagai travel influencer . Travel influencer penuh- waktu mendedikasikan seluruh aktivitasnya dengan melakukan perjalanan wisata sebagai pekerjaan utamanya. Hasil pengamatan dari perjalanannya, kemudian ditulis dan dibagikan ke media sosial pribadinya.
Travel influencer kerap dianggap memiliki popularitas dalam komunitas yang mengikuti kehadirannya. Sebagai seorang yang terkenal, baik di dunia maya maupun di dunia nyata, travel influencer berpengaruh dalam menyebarkan informasi dan referensi dalam menentukan keputusan berwisata (Chan et al., 2013). Melalui fenomena yang telah dipaparkan tersebut, beberapa peneliti membahas tentang perilaku travel influencer yang turut berperan dalam industri periklanan. Selanjutnya menurut (McCormick, 2016), travel influencer tidak hanya memberikan banyak keuntungan terhadap produk dan tempat yang dipromosikan, namun aktivitas sehari- hari yang dijumpai pada media massa, gambar majalah, maupun dunia maya menjadi alat promosi untuk mereka secara tidak langsung.
Seperti layaknya influencer media sosial dengan niche lainnya, travel influencer juga fokus pada niche tertentu yaitu pariwisata.
Travel influencer dibutuhkan kehadirannya bagi organisasi destinasi (DMO) untuk melakukan persuasi dan menyampaikan pesan pelaku bisnis pariwisata ke wisatawan milenial (Hakim, 2019). Dapat disimpulkan bahwa, travel influencer melakukan perjalanan wisata dimaksudkan untuk tujuan tertentu yaitu promosi dan mengenalkan produk endorse. Perjalanan wisata yang dilakukan travel influencer bukan murni untuk tujuan kesenangan, namun juga perjalanan bisnis. Hal ini bertolak belakang dengan pendapat (Spillane, 1987) yang mendefinisikan kegiatan disebut sebagai perjalanan wisata bila memenuhi tiga persyaratan yang diperlukan, yaitu bersifat sementara, bersifat sukarela atau tanpa paksaan, dan tidak bekerja yang sifatnya menghasilkan upah. Dengan adanya perbedaan pandangan terhadap apa yang dilakukan travel influencer penuh-waktu, peneliti melihat model kerja seorang travel influencer yang perlu dikaji lebih lanjut.
Tujuan dari penelitian ini adalah melihat bagaimana model kerja yang dilakukan travel influencer penuh-waktu yang dikaitkan dengan konsep serious leisure .
Sehubungan dengan pemaparan sebelumnya, konsep serious leisure merupakan pendekatan model kerja yang diterapkan oleh travel influencer. Menurut (Torkildsen, 1992), kunci utama dari leisure adalah bebas dari kewajiban. Akan tetapi, pada kenyataannya, beberapa aktivitas yang tidak tergolong dalam bekerja, seperti aktivitas sosial dan sukarela juga melibatkan kewajiban. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa leisure tidak selalu bebas dari pekerjaan atau bebas dari kewajiban. Leisure juga dapat digunakan untuk menambah pengetahuan atau keterampilan yang disebut serious leisure atau waktu luang yang terstruktur.
(Stebbins, 1996) mengungkapkan bahwa, serious leisure dapat dicapai melalui aktivitas amatir, hobi, atau aktivitas sukarelawan, yang berfokus pada karir dengan mengkombinasikan keterampilan khusus, pengetahuan, dan pengalaman. Dalam hal ini,
karir yang dimaksud tidak hanya terbatas pada lingkup pekerjaan saja, namun dilihat lebih luas. Karir dalam hal ini lebih merujuk pada pengembangan diri individu, misalnya untuk kepentingan religius, politik, rekreasi, dan interpersonal. Menurut Stebbins dalam (Green & Jones, 2005) ada enam kualitas yang menjadi karakter serious leisure yaitu: (1) ketekunan , (2) karir , (3) usaha serius , (4) etos unik , (5) identitas , (6) keuntungan jangka panjang . Keenam kualitas ini akan dikaitkan terhadap aktivitas yang sudah dipilih dan ditekuni oleh para travel influencer penuh-waktu.
Penelitian ini merupakan deskriptif kualitatif dengan metode netnografi karena unit analisis dari penelitian ini adalah travel influencer penuh-waktu pengguna Instagram. Travel influencer penuh-waktu pengguna Instagram sangat berkaitan erat dengan kebudayaan digital dalam teknologi dan internet, serta dimungkinkan terjadi di ruang siber Instagram (Abidin et al., 2017) Pada penelitian ini, perlu dilakukan dua pendekatan dalam melakukan netnografi (Abidin et al., 2017; Hine, 2020) yakni (1) melihat media sosial sebagai produk budaya yang diciptakan dan digunakan oleh penggunanya untuk kebutuhan dan tujuan tertentu, dan (2) media sosial sebagai artefak budaya. Artefak budaya tersebut dapat dilihat dari jejak aktivitas travel influencer penuh-waktu di media sosial Instagram dalam berbagai bentuk teks (foto, video, dan tulisan).
Menurut (Kozinets, 2010), pengumpulan data dalam netnografi mencakup tiga jenis data yang berbeda, yaitu data arsip, data elisitasi, dan data catatan lapangan. Data arsip adalah data yang sudah ada yang digandakan oleh peneliti dari komunikasi- komunikasi yang dimediasi internet dari anggota komunitas online . Karena data jenis ini jumlahnya sangat luar biasa dan kemudahan dalam mengunduhnya, dapat membuat penanganannya cukup mencemaskan. Sebab itu agar memiliki relevansi, peneliti mungkin memerlukan beberapa tingkat penyaringan terhadap data tersebut. Data elisitasi adalah data yang diciptakan peneliti bersama-sama anggota budaya (komunitas) melalui interaksi personal dan komunal. Peneliti mengunggah
Saepulloh -- Serious Leisure: Menelisik Profesi Travel Influencer
dan mengomentari, serta mengirim surel dan obrolan pesan instan, atau wawancara melalui aplikasi pesan instan, menjadi prosedur umum untuk memperoleh data dalam netnografi.
Data catatan lapangan (fieldnote data) merupakan catatan-catatan yang ditulis peneliti berkaitan dengan observasi mereka sendiri mengenai komunitas, anggota-anggotanya, interaksi dan makna, serta partisipasi peneliti sendiri dan rasa keanggotaan. Selama proses pengumpulan data, data reflektif biasanya disiapkan untuk tujuan peneliti sendiri dan tidak dibagi dengan komunitas. (Wolcott, 1992) menyebut kategori yang terakhir ini sebagai menonton (watching), bertanya (asking), dan memeriksa (examining). Objek penelitian meliputi selebriti Instagram (selebgram) atau influencer , yang merupakan travel influencer penuh-waktu . Lebih spesifik, peneliti membuat kriteria agar informan sesuai dengan kategori travel influencer penuh-waktu yang dicari. Kriteria yang dipakai dalam penelitian ini, meliputi: (1) Pengguna Instagram yang menjadikan diri sebagai selebriti Instagram (selebgram) atau influencer. Lebih spesifik, influencer yang sering membuat dan membagikan konten berupa foto, video, tulisan tentang perjalanan (traveling) atau disebut juga travel influencer, (2) Merupakan micro-influencer dan mid-tier influencer yang memiliki rentang mulai dari 30.000 hingga 150.000, (3) Konten unggahan (foto, video, tulisan /caption ) di Instagram memuat informasi tentang perjalanan , (4) Memiliki konten perjalanan yang dibagikan tidak hanya dimedia sosial Instagram, namun juga cetak, seperti buku, vlog, dan blog, dan (5) Pernah bekerjasama dengan pengelola wisata oleh pemerintah, seperti Dinas Pariwisata, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), serta dengan pelaku usaha lain seperti maskapai penerbangan, hotel, dan produk-produk pariwisata lainnya Travel influencer yang dilibatkan dalam penelitian ini antara lain , @trinitytraveler yang lebih dikenal dengan Trinity, memiliki jumlah pengikut saat ini 105.759, Satya Winnie (@satyawinnie) dengan jumlah pengikut saat ini 41.526, Rizal Agustin (@mrizag) dengan jumlah pengikut saat ini 55.319, dan juga
Hartadi Putro (@kopertraveler.id) dengan jumlah pengikut saat ini 35.100. Pengamatan dilakukan dari bulan Maret – Mei 2021. Data diperoleh dari observasi akun Instagram para travel influencer penuh-waktu terpilih dan wawancara mendalam secara virtual. Tahapan analisis dilakukan dengan (1) reduksi data, (2) penyajian data analisis, (3) penarikan kesimpulan.
PEMBAHASAN Survei (morningconsult.com, 2019) menunjukkan bahwa travel influencer dijadikan ranah profesional khususnya oleh masyarakat terutama generasi milenial. Salah satu alasan mendasar karena keuntungan finansial yang didapatkan influencer cukup besar dengan hanya melakukan hal yang diminati oleh individu tersebut, misalnya memberikan ulasan akan suatu produk (Larasati, 2020). Hal ini seiring dengan meningkatnya peran Instagram yang dijadikan acuan bagi pengguna dalam memilih destinasi wisata yang akan dikunjungi (Hakim, 2019). Kemajuan teknologi dan cepatnya pertukaran informasi di dunia maya tentu akan berimbas pada sektor pariwisata Indonesia. Kehadiran travel influencer menjadi pilihan DMO sebagai upaya promosi wisata untuk menjangkau pasar wisatawan milenial, khususnya (Hakim, 2019). Produk wisata yang dipromosikan oleh travel influencer, akan mendapatkan perhatian lebih dikarenakan jumlah pengikut yang dimilikinya di atas rata-rata pengguna Instagram biasa. Semakin banyak pengikut yang dimiliki seorang travel influencer, semakin besar produk tersebut dikenal secara luas oleh masyarakat.
Karir seorang travel influencer penuh- waktu berawal dari kegemaranya berbagi cerita perjalanan di media sosial hingga akhirnya menjadi sebuah pekerjaan. Hal ini tentunya merupakan kombinasi antara keterampilan khusus, pengetahuan, dan pengalaman yang dimiliki travel influencer penuh-waktu seperti keterampilan menulis cerita, fotografi, dan juga videografi yang tidak semua orang kuasai dan mereka bagikan dalam bentuk konten yang menarik dan edukatif bagi para followers di media sosial yang mereka miliki. Keterampilan ini disebut serious leisure. Terdapat enam
kualitas yang menjadi karakter serious leisure dan dilakukan oleh para travel influencer penuh- waktu, meliputi ketekunan, karir, usaha serius, etos unik, identitas, dan keuntungan jangka panjang. Semua karakter ini saling berkaitan satu dengan lainnya.
Ketekunan Seorang travel influencer penuh-waktu membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk melakukan branding pada dirinya, agar pengguna media sosial lain mengetahui bahwa orang tersebut dapat memberikan pengaruh melalui unggahan-unggahan yang di- posting ke media sosial. Hal ini pun didasari dari keinginan diri sendiri untuk berbagi cerita tanpa berharap mendapatkan apapun.
## Gambar 2.
Buku jurnal harian untuk Menulis Cerita Sumber: Instagram @trinitytraveler, 2021.
Beberapa travel influencer penuh-waktu yang peneliti wawancarai pun mengaku, berawal dari hobi menulis dan berkembangnya teknologi, mereka mendapatkan wadah baru untuk berbagi cerita perjalanan yaitu media sosial. Hal ini awalnya karena dirinya berpikir agar tulisannya bermanfaat bagi orang lain suatu saat nanti. Bahkan sebelum berkembangnya teknologi, Trinity sempat menuliskan cerita perjalananya dalam diary atau jurnal harian. Lalu, tercetuslah ide untuk meneruskannya pada blog hingga menjadi belasan buku saat ini. Pernyataan ini diperkuat dengan hasil wawancara mendalam peneliti bersama Trinity:
“Hobiku itu dari kecil memang suka jalan- jalan, nah sebelum ada medsos aku coba
nulis di diary baru setelah itu di blog deh”. (Trinity, 2021)
Trinity mengawali karirnya dari hobi menulis dan berbagi cerita ke media sosial. Kemajuan zaman tentunya memberikan andil besar dalam perkembangan karir seorang travel influencer melalui ketekunan dalam membuat konten.
Tak hanya itu, ketekunan seorang travel influencer terlihat dalam membuat konten yang di unggah ke media sosial. Para travel influencer penuh waktu biasanya memiliki banyak stok foto yang akan dibagikan ke media sosial dengan jadwal unggah yang mereka tentukan. Semakin sering konten yang diunggah, akan semakin tinggi engagement rate Instagram para travel influencer penuh waktu. Konten yang diunggah menjadi motivasi pengguna Instagram lain untuk memutuskan berkunjung ke tempat wisata tesebut dikarenakan aspek visual seperti foto dan video (Terttunen, 2017; Hakim, 2019). Selain jumlah pengikut , DMO atau pelaku usaha akan melihat engagement rate Instagram yang didapatkan dari tingkat keaktifan travel influencer penuh-waktu dalam menggunggah konten dan interaksi dengan para pengikutnya.
Tekun dan konsisten dalam mengunggah konten setiap hari, dilakukan oleh Hartadi Putro,
“Setiap hari aku posting foto di Instagram dan di pagi hari. aku biasa buat konten tiga- tiga untuk hari ini, besok, dan seterusnya agar selarasa dan enak dilihat orang nantinya. Untuk caption pun aku biasakan menulis tiga paragraf di setiap gambar agar ada pesan yang disampaikan disetiap postingan”. (Hartadi, 2021)
Karir Akumulasi dari ketekunan dalam bekerja akan menghasilkan karir yang cemerlang. Karir ini didapatkan ketika seseorang telah melewati banyak fase dalam bekerja. Mulai dari proses belajar, adanya tantangan dan tekanan selama bekerja, ditambah dengan keuletan yang akan menghasilkan karir yang cemerlang. Begitupun karir di dunia travel influencer, seorang travel influencer dituntut agar mampu beradaptasi
Saepulloh -- Serious Leisure: Menelisik Profesi Travel Influencer
dengan banyak kondisi di lapangan saat melakukan perjalanan wisata . Selain itu, ide dan kreatifitas pun sangat diperlukan saat pembuatan konten yang akan dibagikan ke media sosial. Trinity contohnya, berawal dari hobi jalan-jalan dan menulis sejak kecil, kini akhirnya hobi tersebut mengantarkannya ke karir yang cemerlang dengan ratusan tulisan di blog, ribuan foto yang diunggah di Instagram dan belasan buku best seller yang diterbitkan, bahkan dua buku best seller -nya diangkat ke layar lebar. Hal ini tentunya merupakan salah satu pencapaian yang luar biasa dalam karir Trinity. Pernyataan ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan Trinity:
“ Em dijadikan film gimana? Hehe dua lagi filmnya yang main Maudy Ayunda lagi gimana dong? Seorang travel infuencer bisa dijadikan film hehe” (Trinity, 2021)
Gambar 3. Suasana Premier Film Trinity Traveler Sumber: Instagram @trinitytraveler, 2021.
Tak hanya itu, Trinity yang lebih senang dikenal sebagai seorang travel writer ini menambahkan, bahwa pencapaian terbesar sebagai seorang penulis adalah ketika tulisannya dapat menginspirasi orang lain. Hal ini dikatakannya saat wawancara dengan peneliti.
“ Em gini, ini cerita perspektifnya dari penulis ya, kalo sebagai penulis sih achievement terbesar itu ketika tulisan aku bisa menginspirasi orang lain gitu loh” (Trinity, 2021)
Gambar 4. Komentar Pengikut Instagram @trinitytraveler Sumber: Instagram @trinitytraveler, 2021.
Hasil wawancara yang dialakukan dengan informan menunjukkan bahwa hobi yang ditekuninya dapat menjadi karir professional yang berkelanjutan. Misalnya dengan membagikan cerita perjalanannya, dirinya merasa perlu untuk membuat ceritanya lebih dikenal dan memiliki nilai lebih dengan menjadikannya karya yang dipublikasikan, yaitu novel. Dengan begitu, hobi yang sekaligus dijadikannya karir saat ini, merupakan bentuk apresiasi apabila hasil kerja kerasnya dapat berguna bagi pembacanya. Selain itu, kebahagiaan Trinity menjalani karir sebagai seorang travel writer yaitu ketika tulisannya dapat mempengaruhi orang lain. Terlebih, apresiasi tulisan dalam novelnya diadaptasi dalam bentuk lain yaitu film.
Pandangan Trinity terhadap hobi berwisata, diharapkan dapat mengubah pandangan masayarakat akan kesenangan yang dilakukannya dari hobi. Hal ini tidak saja membuatnya sukses, namun juga dapat memotivasi orang lain dengan melihat karyanya bahwa hobi juga dapat dijadikan karir dalam hidupnya.
Usaha Serius Banyak pekerjaan yang dirintis melalui media sosial menimbulkan tingkat persaingan tinggi antar pelakunya. Di tengah kompetisi karir seperti ini, travel influencer juga tengah berjuang memikat publik melalui konten yang diunggah pada akun Instagram pribadinya. Argumen ini sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan (Aw & Chuah, 2021), mengungkapkan bahwa konten- konten influencer yang menarik secara visual, menunjukkan prestise dan memamerkan keahlian khusus dapat mendatangkan kedekatan antara influencer dengan konsumen. Posisi konsumen dalam hal ini adalah masyarakat yang dituju akan mengonsumsi produk yang dipromosikan oleh travel influencer, seperti hotel, destinasi wisata, dan transportasi.
Usaha travel influencer untuk menjaga persaingan dalam karirnya adalah dengan meningkatkan kualitas diri, sehingga menjadi nilai lebih bagi dirinya. Hal-hal yang dapat dilakukan seperti meningkatkan kualitas diri diantaranya seperti, mengikuti perkembangan media sosial, mengambil kelas menyelam, belajar bahasa-asing, hingga mencoba olahraga ekstrem agar memiliki kemampuan lebih untuk menunjang karirnya. Pernyatan ini seperti yang diutarakan oleh Rizal:
“ Caraku untuk tetap survive di dunia travel influencer ini menurutku harus tetap update dengan perkembangan media sosial yang sedang hype saat ini, terus belajar juga perkembangan alogaritma media sosial yang sering berubah-ubah. Tapi di luar itu juga, otentiknya kita sebagai seorang travel influencer ya kita harus aware gitu kaya apa sih kira-kira powernya kita dibanding kompetitor atau temen-temen lain. Selain itu aku juga sudah memiliki lisensi menyelam tingkat advance open wat er sama dengan Satya. Jadi aku terbiasa mendaki dan dapat menyelam” (Rizal, 2021 ).
Berdasarkan dengan hasil wawancara tersebut, Rizal mengambil langkah agar tetap mengikuti perkembangan persaingan dalam karir travel influencer. Fenomena ini lazim terjadi dikalangan influencer dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang menarik dan menguntungkan bagi karirnya, dan mengesampingkan aspek yang kurang dapat diunggulkan (Khamis et al., 2017). Hal tersebut dilakukan bertujuan untuk menjaga citra komersilnya dan branding terhadap dirinya.
Dengan demikian, travel influencer perlu mengenali dan memahami kekuatan yang dimiliki, agar memiliki nilai jual lebih dibanding dengan travel influencer lainnya. Setelah memahami keunggulan dalam diri, meningkatkan kemampuan lain diluar profesinya juga sangat dibutuhkan, namun tetap berhubungan dengan ranah profesinya. Misalnya kemampuan menulis sebagai upaya menyampaikan pesan iklan produk wisata agar dapat diterima oleh pengguna Instagram lain pada setiap unggahan. Hal ini dikarenakan karena kemampuan memberikan deskripsi informasi melalui tulisan dapat berpengaruh pada citra produk dengan minat membeli atau keputusan berkunjung (Hakim, 2019). Selanjutnya, ketertarikan terhadap kegiatan luar ruangan untuk menunjang aktivitas wisata pada wisata alam, juga perlu keseriusan agar menjadi sesuatu yang otentik bagi individu travel influencer. Sebagai hasilnya, pihak ketiga yang akan menggunakan jasanya atau pengikut akun Instagramnya menganggap hal tersebut bukan hanya untuk tujuan meningkatkan persaingan saja, namun juga sebagai bentuk keseriusan travel influencer terhadap aktivitas yang berkaitan dengan profesinya.
Etos Unik Etos unik yang dilakukan travel influencer penuh-waktu salah satunya adalah dengan menjalin hubungan baik antar travel influencer lain. Selain itu, travel influencer juga merawat jaringan bisnis dengan industri-industri pariwisata lain. Langkah ini telah dilakukan oleh Hartadi Putro dalam perjalanannya sebagai travel influencer profesional.
Memiliki kegemaran yang sama, yaitu pelesir, membuat para travel influencer penuh- waktu dapat dengan mudah beradaptasi dengan rekan-rekan yang memiliki profesi sama dengannya ketika dalam sebuah perjalanan maupun pekerjan. Bahkan tidak jarang para travel influencer penuh-waktu ini terlibat kerjasama dalam sebuah project. Misalnya, Hartadi Putro yang ditugaskan untuk melakukan promosi produk dengan sejumlah travel influencer lain. Mereka dipertemukan untuk menjalankan tugas yang sama.
Saepulloh -- Serious Leisure: Menelisik Profesi Travel Influencer
Gambar 5. Hartadi Putro dengan teman perjalanannya Sumber: Instagram @kopertraveler.id, 2021.
Pada Gambar 5 terlihat sosok teman perjalanan Hartadi Putro dalam unggahan ini. Foto ini pun diperjelas dengan adanya deskripsi informasi pada caption yang dituliskan terkait definisi dari sosok teman perjalanan (travel mate). Dalam unggahan ini, Hartadi mencoba membangun jaringan sosial dengan orang yang satu profesi dengannya dengan menandai nama-nama akun Instagram teman-temannya itu. Hasil pengamatan terhadap foto-foto yang diunggah Hartadi dan teman-temannya, merupakan undangan pemilik usaha akomodasi hotel yang meminta jasa travel influencer untuk mempromosikan produknya. Promosi yang dilakukan Hartadi adalah dengan mengulas kelebihan dan pengalamannya selama menginap di tempat tersebut.
Gambar 6. Satya bersama rekannya saat Bali’s Biggest Clean Up Day Sumber: Instagram @satyawinnie, 2021.
Gambar 6 Foto Satya dan kedua rekannya @patrishiela dan @dimasramadhan yang merupakan travel influencer dan content creator saat mengikuti Bali’s Biggest Clean Up yang diselenggarakan pada tanggal 21 Februari 2021. Pada tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Peduli Sampah Nasional. Satya Winnie merupakan salah satu travel influencer penuh-waktu yang terkenal dengan hobinya mengikuti kegiatan kesukarelawanan. Hal ini terlihat dibeberapa unggahan yang ada di akun Instagram miliknya. Salah satunya adalah unggahan yang ada pada Gambar 6. Langkah yang dilakukan oleh Hartadi dengan menjaga jaringan pertemanan antar travel influencer dan Satya dalam kegiatan sukarelawan, merupakan etos unik sebagaii komitmennya menjalani profesi menjadi travel influencer. Hal ini sesuai dengan (Stoldt et al., 2019) yang menyatakan bahwa hubungan antara travel influencer dan organisasi pariwisata, serta pelaku dalam jaringan pemasar pihak-ketiga lain merupakan proses lingkup profesional dalam struktur industri model kerja digital.
Identitas Influencer merupakan sebutan yang ditujukan pada individu yang meraih popularitas dari kehadirannya dalam memanfaatkan konten yang diproduksinya melalui media sosial, seperti Instagram (Jin et al., 2019). Selanjutnya, travel influencer merupakan istilah bagi individu yang menjadi besar karena konten pelesirnya yang kemudian dimanfaatkan untuk menjembatani pasar dengan pemilik produk endorser. Berawal dari seorang pemula, penghobi dan relawan, para travel influencer penuh-waktu akhirnya menemukan karir mereka. Hobi pelesir dan membagikan cerita perjalanannya ke media sosial, mengantarkan mereka mendapatkan identitas baru sebagai travel influencer. Hal ini salah satunya karena citra diri yang kuat yang dibangun secara tekun. Penguatan identitas sebagai travel influencer tidak berhenti sebagai karir yang telah dirintisnya, namun juga apresiasi terhadap upaya untuk mendukung karirnya.
Dalam penelitian ini, peneliti melihat beberapa pandangan terkait identitas informan menegaskan dirinya sebagai travel influencer . Pengamatan dilakukan dalam tiga sudut pandang, yakni travel influencer itu sendiri, pendapat pengikutnya, serta media lain terkait dirinya. Identitas travel influencer dari sudut pandang informan, diamati dari kondisi konten Instagram yang mereka produksi.
Berikut ini merupakan hasil wawancara peneliti dengan Trinity terkait label travel influencer:
“ Label travel influencer , apa ya berarti itukan dilabelin orang berarti sebagai sebuah pekerjaan. Nah, justru dari hobi dulu terus bercita-cita gimana caranya hobi menjadi menghasilkan uang gitu. Karena pekerjaan yang ideal itu adalah ketika hobi menghasilkan uang dan punya pendapatan tetap dari situ gitu, karenakan jadi nggak ngerasa kerja”. (Trinity, 2021)
Berawal dari hobi membagikan cerita perjalanan ke media sosial, Trinity akhirnya dikenal sebagai salah satu travel influencer penuh-waktu yang populer dikalangan generasi milenial. Pengakuan ini tidak hanya diklaim oleh para pengikutnya di media sosial, tetapi ada sejumlah artikel yang menyatakan bahwa Trinity Traveler merupakan salah satu seseorang dengan identitas sebagai travel influencer di Indonesia. Salah satunya artikel yang dikutip dari artikel IDN Times berikut. Selanjutnya, Rizal juga menambahkan pendapat terkait label travel influencer yang melekat pada dirinya,
“Sebenernya kadang ini aku nggak tau ya disebut naif atau nggak, aku tuh nggak ngerasa sebagai travel influencer sebenernya, lebih nyaman sebenernya dibilang travel blogger atau kalau perlu Instagramer. Soalnya kaya nggak di planning gitu loh Pul dan nggak seniat itu kaya beberapa orang akhirnya bikin konten apa gitu. Jadi kaya ngalir aja gitu”. (Rizal, 2021)
Sama halnya dengan Trinity, Rizal pun tidak merasa dirinya seorang travel influencer penuh-waktu melainkan ingin dikenal sebagai seorang travel blogger atau Instagramers. Namun, tidak hanya pengakuan dari para
pengikutnya di media sosial yang mengklaim Rizal seorang travel influencer, beberapa artikel pun menyebutnya sebagai seorang travel influencer, salah satunya artikel yang dimuat pada kapanlagi.com pada tanggal 25 November 2017 di bawah ini .
Gambar 7. Artikel IDN Times terkait klaim Trinity Traveler sebagai seorang travel influencer Sumber: IDN Times, 2021.
Dari hasil wawancara dan temuan di lapangan menunjukkan bahwa Trinity dan Rizal tidak ingin disebut sebagai seorang travel influencer karena karir ini berjalan begitu saja tanpa ada rencana sebelumnya ingin menjadi seorang travel influencer. Tetapi banyak pihak yang akhirnya mengklaim mereka sebagai seorang travel influencer penuh-waktu. Hal ini disebabkan karena konten yang mereka unggah ke media sosial hampir seluruhnya tentang perjalanan wisata.
Saepulloh -- Serious Leisure: Menelisik Profesi Travel Influencer
Gambar 8. Artikel kapanlagi.com tentang klaim travel influencer Rizal Sumber: kapanlagi.com, 2021.
Meskipun demikian, Rizal dan Trinity telah melakukan branding terhadap dirinya untuk menguatkan identitasnya dengan terlihat menonjol melalui citra diri yang mudah diingat, dan secara konsisten menyampaikan nilai-nilai kepada konsumen, pemberi pekerjaan, dan pasar (Khamis et al., 2017) Sebagai hasilnya, identitas brand yang melekat pada dirinya menarik pelaku usaha pariwisata untuk menggunakan jasa travel influencer, sekaligus memberikan pengaruh kepada konsumen yakni pengikut Instagramnya.
## Keuntungan jangka panjang
Akumulasi dari semua karakter serious leisure di atas bermuara pada keuntungan jangka panjang di masa mendatang (durable benefits). Keuntungan-keuntungan ini akan didapatkan seorang travel influencer penuh- waktu apabila telah menjalankan karirnya
dengan baik berdasarkan kriteria serious leisure . Beberapa keuntungan yang didapatkan seorang travel influencer penuh-waktu dari karirnya selama ini adalah karya yang mulai diakui banyak orang, adanya pengakuan diri dari orang lain, mendapatkan kesempatan- kesempatan dan pengalaman yang tidak semua orang dapatkan dan lupakan, misalnya berwisata gratis ke destinasi impian). Selain itu juga, pencapaian prestasi dengan penghargaan karya dan tawaran kerjasama (endorsement). Keuntungan lain bagi Satya adalah memiliki pengalaman melakukan perjalanan wisata di Norwegia. Impian ini dapat terwujud pada 2019 menurut unggahan foto di Instagram. Hal ini diperkuat dengan wawancara dengan Satya:
“ Perjalanan terjauhku selama ini dan salah satunya tidak terlupakan adalah saat ke Norwegia hehe. Jadi dari satu setengah bulan itu 12 hari aku di Norwegia. Apalagi pas kesana kita datang pas musim panas jadi matahari ada terus 24 jam. Jadi tuh kaya fenomena alam yang aku wow banget kaya kau bisa lihat matahari menggantung di situ selama 24 jam”. (Satya, 2021)
Satya sempat mengunggah foto saat berada di Norwegia dengan keterangan tertulis pada gambar yang menceritakan tentang rasa syukurnya dapat menginjakan kaki di Norwegia.
## Gambar 9.
Satya Trekking di Norwegia Sumber: Instagram @satyawinnie, 2021.
Pengalaman lain pun terlihat dari beberapa unggahan Hartadi Putro dalam akun
Instagramnya, @kopertraveler.id. Sejak tahun 2019 – 2021, Hartadi Putro terpilih menjadi salah satu Duta Anugerah Pesona Indonesia (API) untuk kategori Sport & Adventure – Water Tourism. Hingga saat ini, Hartadi Putro menyandang gelar Duta API selama dua periode, periode 2019 – 2020 dan periode 2020 – 2021. Hal ini menjadi salah satu prestasi membanggakan selama berkarir dalam travel influencer penuh-waktu. Bukti dari prestasinya ditunjukkan dengan tangkapan layar Instagram story @kopertraveler.id saat menghadiri Malam Anugerah Pesona Indonesia ke-5 Tahun 2020 tanggal 20 Mei 2021 seperti pada gambar 11 berikut ini.
Gambar 10. Hartadi Putro bersama duta Anugerah Pesona Indonesia (API) saat malam anugerah Pesona Indonesia ke-5 tahun 2020 Sumber: Instagram story @kopertraveler.id, 2021.
Selanjutnya, pada Trinity, konsistensi menulisnya yang dimulai sejak tahun 2005 mengantarkannya mendapatkan banyak prestasi. Karya-karyanya diapresiasi dengan diterbitkannya 15 buku novel non-fiksi. Terlebih tahun 2019, seri buku The Naked
Traveler karya Trinity telah diadaptasi menjadi dua film layar lebar, yaitu film Trinity, The Nekad Traveler diadaptasi dari buku The Naked
Traveler 1 sedangkan film Trinity Traveler diadaptasi dari buku The Naked Traveler 2 . Selanjutnya, tawaran untuk wisata keluarga ( famtrip) dan menjadi narasumber disejumlah acara pun sering didapatkannya. Salah satu prestasi berskala internasional yang Trinity raih adalah menjadi satu dari 70 penulis Indonesia yang diundang pada acara Frankfurt Book Fair 2015. Trinity berkesempatan untuk berbicara dihadapan tamu yang hadir. Hal ini sempat diunggah Trinity dalam akun Instagramnya @ trinitytraveler pada 15 Oktober 2015.
Gambar 11. Trinity menjadi pembicara dalam Frankfurt Book Fair 2015 Sumber: Instagram @trinitytraveler, 2021.
Terakhir, Rizal dikenal dengan travel influencer penuh-waktu dengan hobi mendaki gunung. Sebagai seorang travel influencer penuh-waktu dengan hobi mendaki, tentunya ada beberapa tujuan pribadi yang harus dicapai Rizal selama ini, salah satunya adalah mendaki Gunung Fuji di Jepang dan lima gunung tertinggi di Indonesia. Pada tahun 2018, Rizal berhasil mendaki Gunung Fuji yang merupakan puncak tertinggi di Jepang. Dengan trek yang sebagain besar merupakan es dan beriklim sedang, membuat pendakian ini menjadi salah satu pengalaman tak terlupakan baginya, seperti dalam kutipan wawancara berikut,
Saepulloh -- Serious Leisure: Menelisik Profesi Travel Influencer
“ Banyak kalo ditanya pengalaman mah hehe, cuma nggak terlupakan dan selalu menjadi cerita, apa ya kok bisa gitu? Itu yang waktu ke Fuji. Nah kalo untuk di Indonesia sudah lima gunung tertinggi yaitu Gunung Bukit Raya, Gunung Kerinci, Gunung Semeru, Gunung Rinjani, Gunung Latimojong”.
Rizal sempat mengunggah kebahagiaanya dapat mendaki Gunung Fuji di Jepang dengan tambahan keterangan gambar kondisi di Gunung Fuji dengan trek es dan iklim sedangnya yang membuat pengalaman pendakian yang istimewa.
Berdasarkan hasil wawancara dan temuan dalam Instagram para travel influencer penuh- waktu, keuntungan yang bertahan lama merupakan akumulasi dari hasil kerja keras dan kesungguhan para travel influencer selama ini. Tidak hanya karir yang cemerlang dan banyaknya tawaran kerjasama, namun juga dapat mengunjungi destinasi impian menjadi salah satu keuntungan yang didapatkan dari hasil konsistensi menjalani profesi sebagai seorang travel influencer penuh-waktu selama ini.
SIMPULAN Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian mengenai karir seorang travel influencer penuh-waktu dikaitkan dengan bagaimana seorang travel influencer penuh-waktu memaknai setiap perjalanannya dan juga bagaimana pola kerja seorang travel influencer penuh-waktu di era digital seperti sekarang ini. Berdasarkan hasil uraian pada bagian-bagian sebelumnya, berikut beberapa hasil yang didapatkan peneliti. Setiap individu memiliki kegiatan untuk mengisi setiap leisure atau waktu luang yang dimiliki, seperti mengisi dengan menjalani hobi, kegiatan sukarelawan, atau mempelajari hal baru sekaligus mendalaminya secara amatir. Konsep serious leisure mengusung aktivitas-aktivitas leisure tersebut, namun semata-mata bukan hanya untuk kesenangan pribadi. Perbedaan terlihat dari tujuan dilakukannya kegiatan leisure oleh masing-masing individu, dalam hal ini serious leisure melibatkan individu dalam melakukan kegiatan leisure untuk tujuan profesionalisme.
Berhubungan dengan fenomena travel influencer , aktivitas berwisata yang bermula sebagai hobi untuk mencari kesenangan dan aktivitas leisure . Di konsep serious leisure, dapat disimpulkan bahwa kegiatan berwisata bagi travel influencer memerlukan ketulusan, kesungguhan, dan kehati-hatian dalam melakukannya. Oleh karena itu, model kerja khusus diterapkannya ketika menjalani aktivitas berwisata.
Model kerja khusus dalam implementasi serious leisure oleh travel influencer melibatkan enam hal penting yakni, ketekunan, karir, usaha serius, etos unik, identitas, keuntungan jangka panjang. Aspek-aspek tersebut merupakan proses travel influencer dalam menerapkan leisure menjadi serious leisure, yang saling berhubungan dan berkesinambungan demi tercapainya profesionalitas kerja. Mulai dari ketekunan, seorang travel influencer membentuk suatu kebiasaan yang konsisten dilakukan secara rutin seperti menulis dan membuat konten baru di media sosial. Ketekunan yang dihasilkan lambat laun menjadikan kegiatan tersebut bagian dari karir profesional yang dijalaninya. Usaha serius untuk menunjang peningkatan karir seorang travel influencer sangat dibutuhkan, seperti melakukan kegiatan pelatihan atau mengikuti kelas khusus untuk meningkatkan daya jual seorang travel influencer. Begitu pula dengan etos unik travel influencer dalam membangun jejaring sosial dengan sesama rekan seprofesi maupun dengan calon klien yang berpotensi. Dengan demikian, mulai muncul labelling dan pengakuan dari audiens yang mengamati proses perkembangannya dari sosial media, bahwa aktivitas yang dilakukan oleh individu bersangkutan adalah yang biasa dilakukan oleh seorang travel influencer, yakni melakukan promosi wisata melalui penjenamaan diri. Proses model kerja seorang travel influencer, akan mencapai puncak ketika dirinya mendapatkan keuntungan jangka panjang berupa pengalaman berharga seumur hidup dan tawaran kerjasama bisnis yang berkelanjutan.
Proses awal travel influencer dalam menjalani model kerja tersebut tidak terjadi secara singkat, namun dijalankan secara
bertahap. Selain itu, model kerja demikian akan terus berlangsung selama travel influencer menjalankan kegiatan berwisata sebagai bagian dari karir profesionalnya.
Peneliti berharap apabila penelitian selanjutnya membahas upaya travel influencer dapat bertahan dengan terus produktif menghasilkan konten-konten pariwisata meskipun di tengah pandemi Covid-19 dan krisis pariwisata berhubungan dengan konten- konten yang diproduksi.
Penelitian ini memiliki kekurangan, yaitu lingkup golongan influencer yang dapat mewakili setiap kelompok, seperti mega- influencer, macro-influencer, mid-tier influencer, sehingga dapat mengetahui persepsi travel influencer terhadap serious leisure, menanggapi hobi dan karirnya secara bersamaan. Oleh karena itu, penelitian mendatang diharapkan dapat mengamati perbedaan antar golongan dengan pengamatan lebih mendalam terhadap konten yang dihasilkan baik dari informasi tertulis dari caption, gambar, dan video.
## DAFTAR PUSTAKA
Abidin, C., Hjorth, L. et al, Horst, H., Galloway, A., & Bell, G. (2017). The Routledge companion to digital ethnography . Routledge, New York.
Aw, E. C.-X., & Chuah, S. H.-W. (2021). “Stop the unattainable ideal for an ordinary me!” fostering parasocial relationships with social media influencers: The role of self- discrepancy. Journal of Business Research , 132 , 146–157.
Chan, K., Ng, Y. L., & Luk, E. K. (2013).
Impact of celebrity endorsement in advertising on brand image among Chinese adolescents. Young Consumers .
Green, B. C., & Jones, I. (2005). Serious leisure, social identity and sport tourism.
Sport in Society , 8 (2), 164–181.
Hakim, I. N. (2019). Media Promosi Yang
Ramah Wisatawan Milenial Millennial Tourist Friendly Promotional Media. Jurnal Kepariwisataan Indonesia , 13 (2), 1–23.
Hine, C. (2020). Ethnography for the internet: Embedded, embodied and everyday . Routledge.
Jin, S. V., Muqaddam, A., & Ryu, E. (2019). Instafamous and social media influencer marketing. Marketing Intelligence & Planning .
Kaplan, A. M., & Haenlein, M. (2010). Users of the world, unite! The challenges and opportunities of Social Media.
Business Horizons , 53 (1), 59–68.
Khamis, S., Ang, L., & Welling, R. (2017).
Self-branding,‘micro-celebrity’and the rise of Social Media Influencers. Celebrity Studies , 8 (2), 191–208.
Kozinets, R. V. (2010). Netnography: Doing ethnographic research online . Sage publications.
Larasati, R. A. (2020). Generazi Z Lebih Ingin
Menjadi Youtuber? Www.Kompas.
Com. https://money.kompas.com/ read/2020/01/27/211831026/ generazi-z-lebih-ingin-menjadi- youtuber McCormick, K. (2016). Celebrity endorsements: Influence of a product-endorser match on Millennials attitudes and purchase intentions. Journal of Retailing and Consumer Services , 32 , 39–45.
morningconsult.com. (2019). The Influencer Report: Engaging Gen Z and Millennials . Www.Moringconsult.
Com. https://morningconsult.com/ influencer-report-engaging-gen-z- and-millennials/
Okezone.com. (2018).
Inilah Pekerjaan Kekinian Generasi Milenial yang Berkaitan dengan Media Sosial . Https://Economy.Okezone.Com/. https://economy.okezone.com/ read/2018/01/28/320/1851326/ inilah-pekerjaan-kekinian-generasi- milenial-yang-berkaitan-dengan- media-sosial
Riyanto, G. P. (2021). Jumlah Pengguna Internet Indonesia 2021 Tembus
Saepulloh -- Serious Leisure: Menelisik Profesi Travel Influencer
202 Juta . Www.Kompas.Com. h t t p s : / / t e k n o . k o m p a s . c o m / read/2021/02/23/16100057/
j u m l a h - p e n g g u n a - i n t e r n e t - indonesia-2021-tembus-202-juta
Spillane, J. J. (1987). Pariwisata Indonesia Sejarah dan Prospeknya. Yogyakarta.
Indonesia: Kanisius .
Stebbins, R. A. (1996). Volunteering: A serious leisure perspective. Nonprofit and Voluntary Sector Quarterly , 25 (2), 211–224.
Stephanie, C. (2021). Riset Ungkap Lebih dari Separuh Penduduk Indonesia “Melek” Media Sosial . Www.Kompas.
Com. https://tekno.kompas.com/ read/2021/02/24/08050027/
riset-ungkap-lebih-dari-separuh- penduduk-indonesia-melek-media- sosial
Stoldt, R., Wellman, M., Ekdale, B., & Tully, M. (2019). Professionalizing and profiting: The rise of intermediaries in the social media influencer industry. Social Media+ Society , 5 (1),
2056305119832587.
Terttunen, A. (2017). The influence of Instagram on consumers’ travel planning and destination choice .
Torkildsen, G. (1992). Leisure and Recreation Management, London: E & FN Spon . Chapman & Hall.
Wolcott, H. F. (1992). Wolcott, Harry F.,” Posturing in Qualitative Inquiry,” pp. 3-52 in Margaret D. LeCompte, Wendy L. Millroy, and Judith Preissle, eds., The Handbook of Qualitative Research in Education. San Diego, CA: Academic Press, 1992.
Xiang, Z., & Gretzel, U. (2010). Role of social media in online travel information search. Tourism Management , 31 (2), 179–188.
Kawistara, Vol. 11, No. 3, 22 Desember 2021: 314-328
|
51936d04-f12a-46d3-85c2-a791efb64ed1 | https://ocean-biomedicina.hangtuah.ac.id/index.php/journal/article/download/86/74 |
## Oceana Biomedicina Journal
ocean-biomedicina.hangtuah.ac.id/index.php/journal eISSN 2614-0519 Volume 5 Issue 2: July – December 2022
LITERRATURE STUDY
## ASOSIASI POLIMORFISME GEN INTERFERON GAMMA+874 A/T TERHADAP PASIEN SKIZOFRENIA
## ASSOCIATION OF INTERFERON GAMMA GENE POLYMORPHISM +874 A/T IN SCHIZOPHRENIC PATIENTS
Agnes Felicia Lubis 1 , Eddy Mart Salim 2 , Abdullah Sahab 3 , Zen Hafy 4
1 Program Studi Magister Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya dan DIV TLM, Fakultas Kesehatan, Universitas Katolik Musi Charitas Palembang
2 Bagian Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya
3 Bagian Psikiatri, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya
4 Bagian Imunologi dan Sains Transfusi, Fakultas Kedokteran,Universitas Sriwijaya (agnesf2401@gmail.com/ 081373583157)
## ABSTRAK
Pendahuluan : Skizofrenia adalah psikiater akut dan kronis dengan banyak faktor penentu lingkungan dan genetik. Beberapa laporan menunjukkan bahwa itu memainkan peran penting dalam regulasi sistem kekebalan dalam penyebab skizofrenia. Bukti yang dikumpulkan menunjukkan hubungan antara skizofrenia dan psikopatologi dan penurunan produksi sitokin. Polimorfisme gen Interferon gamma +874 A/T yang terletak pada pasang basa ke +874. Tujuan: Literature review ini bertujuan untuk mengidentifikasi polimorfisme gen Interferon Gamma +874 A/T pada pasien Skizofrenia.
Metode : Desain penelitian adalah literature review. Pencarian literature dilakukan dengan melakukan penelusuran jurnal internasional dan nasional. Hasil pencarian artikel pada database ditemukan sebanyak 32 artikel. Jumlah artikel yang sesuai kriteria inklusi adalah sebanyak 28 artikel.
Hasil : literatur review didapatkan 5 jurnal yang membahas polimorfisme gen Interferon Gamma +874 A/T pada pasein skizofrenia. 5 jurnal tersebut merupakan penelitian studi kasus.
Kesimpulan : Dari artikel yang telah dibahas, dapat disimpulkan bahwa 874+ polimorfisme intron pertama gen interferon gamma berhubungan dengan produksi senyawa ini. Kehadiran genotipe AA dikaitkan dengan penurunan produksi sitokin, dan genotipe AT dikaitkan dengan produksi selulosa sedang dan TT serta produksi sel yang tinggi.
Kata kunci : skizofrenia, polimorfisme, gen interferon gamma, sitokin, genetika
## Oceana Biomedicina Journal
ocean-biomedicina.hangtuah.ac.id/index.php/journal eISSN 2614-0519 Volume 5 Issue 2: July – December 2022
LITERRATURE STUDY
## ABSTRACT
Introduction : Schizophrenia is an acute and chronic psychiatrist with many environmental and genetic determinants. Some reports suggest that it plays an important role in the regulation of the immune system in the cause of schizophrenia. The evidence collected shows a link between schizophrenia and psychopathology and decreased cytokine production. Interferon gamma +874 A/T gene polymorphism located at base tide to +874. Purpose: This literature review aims to identify polymorphism of the Interferon Gamma +874 A/T gene in Schizophrenia patients.
Method : Design research is literature review. Literature searches are conducted by conducting international and national journal searches. The search results of the articles on the database were found as many as 32 articles. The number of articles that fit the inclusion criteria is as many as 28 articles.
Results : The results of the literature review obtained 5 journals that discuss polymorphism gene Interferon Gamma +874 A/T in pasein schizophrenia. The 5 journals are case study research. Result: From the articles that have been discussed, it can be concluded that the first 874+ polymorphisms of the interferon gamma gene are associated with the production of this compound.
Conclusion : The presence of the AA genotype is associated with a decrease in cytokine production, and the AT genotype is associated with moderate cellulose production and high TT as well as cell production.
Keywords : schizophrenia, polymorphism, gamma interferon gene, cytokine, genetics
## PENDAHULUAN
Skizofrenia adalah gangguan kejiwaan parah kronis dengan berbagai faktor penentu lingkungan dan genetik. Gangguan kejiwaan yang disebabkan karena Skizofrenia mempengaruhi 7 hingga 8 orang per 1000 dari jumlah populasi umum. Prevalensi ganggunan mental emosional γang ditunjukkan dengan tanda-tanda tekanan mental serta kecemasan terjadi pada umur 15 tahun ke atas dengan persentase menggapai 9,8% dari jumlah penduduk Indonesia, dan bertambah dari tahun 2013 yang hanγa sebesar 6%. Sebaliknya prevalensi dengan gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai 7,0 per 1.000 pendudukγang bertambah dari tahun 2013 sebesar 1,7 per 1.000 penduuduk. Angka persentase pada jenis kelamin laki- laki 1,4% lebih besar
## Oceana Biomedicina Journal
ocean-biomedicina.hangtuah.ac.id/index.php/journal eISSN 2614-0519 Volume 5 Issue 2: July – December 2022
LITERRATURE STUDY
dibanding perempuan1. Skizofrenia terjadi pada masa remaja dan dewasa muda (15-35 tahun)2. dan ini terjadi karena disebabkan faktor lingkungan dan genetik3. Salah satu Riset asosiasi genetik membagikan fakta buat alterasi terpaut penyakit pada gen sistem imunitas bawaan serta adaptif 4.
Sitokin sangat erat kaitannya dengan neurotransmiter pusat serta regulasi dipengaruhi oleh tekanan pikiran 5 banyak riset telah menyelidiki fungsi dari sitokin terhadap kendala kejiwaan utama semacam depresi 6 skizofrenia 7 serta kendala
## bipolar 6
Polimorfisme gen sitokin bisa mengakibatkan produksi sitokin yg tinggi atau rendah, kesamaan buat membuat jumlah eksklusif sitokin bisa ditentukan sang polimorfisme pada pada gen penyandi. Hal ini, dalam gilirannya, bisa berkontribusi dalam kerentanan,
keparahan, dan output klinis menurut aneka macam penyakit yg dipengaruhinya8.
Interferon merupakan sitokin pleiotropik yg mempunyai sifat antivirus, antiproliferatif
& kegiatan imunomodulator. Interferon meliputi sekelompok protein menggunakan spektrum impak yang luas, aktivitas antivirus hanyalah keliru satu menurut poly fungsi IFN. Hingga tahun 1980, sebagian percobaan menggunakan IFN sudah banyak diteliti.
Interferon diklasifikasikan menurut tipe sel asalnya, properti kimiawinya & sifat antigennya. Tiga jenis IFN yang dikenal merupakan leukocyte (alpha), fibroblast (beta) &
immune (gamma). IFN- γ, yang ditemukan sang Wheelock dalam tahun 19658.
Berbeda menggunakan IFN tipe I, IFN- γ bersifat acidlabile . Induksinya terjadi selama reaksi imun dalam mitogen atau antigen yang merangsang sel T atau sel natural killer (NK). Yang sangat penting karena pengaruh imunomodulator dari IFN- γ, yang merupakan satu dasar beberapa penginduksi fisiologis histocompatibility kelas II
Oceana Biomedicina Journal ocean-biomedicina.hangtuah.ac.id/index.php/journal eISSN 2614-0519 Volume 5 Issue 2: July – December 2022
LITERRATURE STUDY
antigen9.
Diketahui juga bahwa IFN- γ telah menurunkan kadar serum pada pasien skizofrenia8.
Sedikit yang diketahui, t entang hubungan sebab akibat antara penurunan produksi dan skizofrenia5.
## METODE
Jenis telaah yang digunakan dalam artikel ini berbentuk literatur review terhadap 43
Litertaur dari berbagai jurnal maupun textbook, dengan kriterai artikel yang dtinjau dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Pengumpulan artikel dilakukan pada bulan November 2020 - Februari 2021.
## HASIL
Kami mendapatkan 30 referensi yang berasal dari jurnal, textbook , situs WHO, situs FDA maupun situs pemerintah yang terkait tentang polimorfisme gen Interferon gamma +874 A/T pada pasien skizofrenia.
## Tabel 1 Daftar referensi (literatur) yang didapatkan
TOPIK JUMLAH REFRENSI NOMOR REFENSI SKIZOFRENIA 6 8-13 MIKROGLIA 6 14- 19 SITOKIN 6 20- 25 INTERFERON GAMMA 4 26- 29 POLIMORFISM E GEN 4 10, 30-32 INTERFERON GAMMA +874 A/T
## Oceana Biomedicina Journal
ocean-biomedicina.hangtuah.ac.id/index.php/journal eISSN 2614-0519 Volume 5 Issue 2: July – December 2022
LITERRATURE STUDY
## Skizofrenia
Skizofrenia adalah penyakit mental yang serius9 Sekitar 1% dari populasi dunia menderita skizofrenia Ini adalah penyakit mental kronis dan parah8. Penderita skizofrenia ditandai dengan penyakit Memiliki fungsi kognitif, emosional dan sosial yang mendalam. sudah Konfirmasi bahwa disfungsi kekebalan dapat disebabkan oleh Penyebab multifaktorial skizofrenia10 Berbagai macam gejala, seperti gejala positif yang dianggap delusi Halusinasi dan gejala negatif dianggap apatis, Kesenangan rendah, penarikan sosial dan domain kognitif11. bidang Perilaku ini cenderung berbeda dalam perwujudan dasarnya Ras, budaya atau kemungkinan kondisi lingkungan
Mempengaruhi pengobatan dan prognosis11. Fakta-fakta ini Jadikan skizofrenia sebagai penyakit kompleks yang melibatkan Banyak gen memiliki efek dan faktor risiko ringan hingga sedang Non-keturunan, seperti serangan lingkungan dan psikologis ubah otak, kimia9.
Banyak faktor lingkungan yang terlibat Peningkatan risiko skizofrenia, seperti infeksi ibu, Komplikasi kebidanan, hipoksia neonatal dan kerusakan otak8. Selain itu, kejadian skizofrenia semakin meningkat Berasal dari penyakit menular dan autoimun12.
Faktor risiko lingkungan Ini merekrut sitokin ke otak untuk menengahi proses inflamasi13. Oleh karena itu, sitokin merupakan pengatur utama respon imun.
Peradangan dan perkembangan otak adalah jalur yang umum Digunakan untuk faktor genetik dan lingkungan pada skizofrenia8.
## Oceana Biomedicina Journal
ocean-biomedicina.hangtuah.ac.id/index.php/journal eISSN 2614-0519 Volume 5 Issue 2: July – December 2022
LITERRATURE STUDY
## Mikroglia
Mikroglia adalah sel glial dalam sistem saraf dan dapat diaktifkan oleh berbagai neuropeptida dan neurotransmiter. Sel glial diaktifkan melalui mekanisme transduksi sinyal yang mirip dengan makrofag, terutama melibatkan faktor transkripsi NF- κB14.
Sel glial dapat membalikkan proses kekebalan perifer otak. Sel pembawa oksigen (APC) ini mewakili garis keturunan mononuklear dari fagosit sistem saraf pusat15
"Hipotesis skizofrenia mikroglial" menyatakan bahwa pelepasan sitokin inflamasi, kuinolin, oksida nitrat (NO) dan spesies oksigen reaktif (ROS) oleh sel mikroglial yang diaktifkan mengurangi regenerasi saraf, kelainan materi putih, dan pembentukan sel neuropatik16.
Pada Studi post-mortem terbaru dan positron emission tomography (PET) mendukung temuan ini dan menunjukkan aktivasi mikroglia pada fase akut psikosis dini17,18. Sebaliknya, studi PET skizofrenia dengan penyakit kronis tidak menunjukkan perubahan mikroglia19. Jadi, seperti yang ditunjukkan pada hasil di atas, studi darah tepi ini menunjukkan bahwa perubahan kekebalan yang berbeda terjadi dengan berbagai tahapan penyakit18.
## Sitokin
Sitokin adalah protein kecil yang disekresikan oleh sel yang memiliki efek khusus pada interaksi dan komunikasi sel-sel 19 . Sitokin mengatur sekresi protein atau glikoprotein. Mereka berfungsi sebagai ikatan kimia antar sel dan terlibat dalam banyak proses fisiologis di dalam tubuh 20 . Nama yang umum; Nama lain termasuk limfosit
## Oceana Biomedicina Journal
ocean-biomedicina.hangtuah.ac.id/index.php/journal eISSN 2614-0519 Volume 5 Issue 2: July – December 2022
LITERRATURE STUDY
(sitokin yang diproduksi oleh limfosit), monokin (sitokin yang diproduksi oleh monokin), kemokin (sitokin yang dihasilkan oleh aktivitas kimiawi), dan interleukin (diproduksi oleh sel darah putih). Sitokin).
Bertindak pada sel darah putih lainnya. Sitokin dapat bekerja pada sel sekretori (oksitosin), sel yang berdekatan (efek parasalin), atau dalam beberapa kasus sel yang jauh (fungsi endokrin).
Sitokin yang disintesis oleh kelompok sel yang berbeda, adalah penghasil utama sel T-helper (Th) dan makrofag. Sitokin dapat diproduksi di jaringan saraf tepi selama proses fisiologis dan patologis. Sitokin adalah pengatur penting dari respons imun / inflamasi dan perkembangan otak yang tampaknya merupakan jalur umum untuk komponen genetik dan lingkungan dari skizofrenia, dan sitokin mengatur respons imun terhadap cedera dan infeksi21. Sitokin bekerja seperti sinyal sel tunggal. Selain mengikat sel kekebalan, mereka terlibat dalam pengiriman sinyal ke otak untuk menginduksi perubahan neurokimia, neuroendokrin, neurologis, dan perilaku. Sitokin dapat memiliki pengaruh yang kuat pada transmisi saraf dopamin, norepinefrin, dan serotonin22. Patogenisitas neurotransmitter dapat menyebabkan skizofrenia dengan mengubah homeostasis respons Th1/Th2. Kadar beberapa sitokin meningkat pada pasien dengan skizofrenia, serum, dan cairan serebrospinal (CSF)23,24. Namun, diketahui bahwa respon imun individu terhadap sistem sitokin bergantung pada susunan genetik dan jenis imunitas25.
## Oceana Biomedicina Journal
ocean-biomedicina.hangtuah.ac.id/index.php/journal eISSN 2614-0519 Volume 5 Issue 2: July – December 2022
## LITERRATURE STUDY
## Interferon Gamma
Interferon adalah makrofag sel pengaktif sitokin penting dan terlibat dalam fungsi kekebalan non-spesifik yang penting 26 . Interferon adalah jenis IFN terbesar kedua yang ditemukan oleh Willock pada tahun 1965. Juga, tidak seperti IFN tipe 1, IFN bersifat asam. Induksi terjadi selama respons imun terhadap limfosit T atau antigen yang merangsang pembunuhan alami (NK). Menariknya, salah satu dari sedikit induksi fisiologis antigen kelas II adaptasi jaringan adalah efek imunomodulator dari IFN 27 .Baru- baru ini, peran interferon gamma (IFN-) dalam onset skizofrenia telah diteliti. Penelitian ini menunjukkan bahwa pasien dengan skizofrenia mengalami defisiensi berulang dalam regulasi IFN, dan pentingnya IFN dalam hal fungsi kekebalan berasal dari kemampuannya untuk menghambat replikasi virus secara langsung 28 . Selain itu, IFN memainkan peran penting dalam efek imunomodulator dan imunomodulatornya. IFN yang diproduksi oleh kelompok Th1 dari limfosit pembantu T, limfosit T sitotoksik, dan sel pembunuh alami adalah molekul kompleks kelas I, I, II, berkat kemampuan adaptasi jaringan sel reseptor oksigen dan molekul potensial yang umum. Merangsang ekspresi 29 . IFN yang semakin diam membedakan sel T helper yang naif dari sel Th1, mengaktifkan leukosit polimorfik dan sel sitotoksik, dan meningkatkan sitotoksisitas NK.
Selain itu, IFN meningkatkan kinerja mikroba. Makrofag melalui fagositosis dan pembentukan oksida nitrat (NO) dan spesies oksigen reaktif (ROI)29.
## Oceana Biomedicina Journal
ocean-biomedicina.hangtuah.ac.id/index.php/journal eISSN 2614-0519 Volume 5 Issue 2: July – December 2022
LITERRATURE STUDY
## Polimorfisme Gen Interferon Gamma +874 A/T
## Tabel 2 Daftar artikel yang ditelaah
NO Nama Penulis Negara Tujuan Desain Sampel Prosedur Hasil Tahun dan Penerbit 1 Monica Paul- Polandia Mengidentifikasi Studi n=179 Pasi en IFN- γ gen Samojedny apakah kasus Pasien skizofrenia ditemukan polimorfisme Skizofrenia paranoid paranoid terkait Journal of kontrol Diwawanca ra IFN- γ gen dengan Molecular merupakan skizofrenia dan tersturktur Neuroscience, faktor risiko n=196 dari skala paranoid 2011 perkembangan Individu gejal a pada pria, skizofrenia sehat positi f dan tetapi tidak paranoid. nega tif pada wanita. (PANSS Adanya alel SCORE). A pada posisi Individu sehat +874 di IFN- γ merupakan Gen relawan berkorelasi dono r dengan risiko darah di 1,66 kali Departeme n lipat lebih Donor tinggi dari Darah dari Medical Perkembangan University Skizofrenia of Silesia. Paranoid pada laki- laki.
2 Dor Mohammad Iran Mengevaluasi Studi 94 94 pasien Genotipe TT
## Oceana Biomedicina Journal
ocean-biomedicina.hangtuah.ac.id/index.php/journal eISSN 2614-0519 Volume 5 Issue 2: July – December 2022
LITERRATURE STUDY
OBJ
Kordi- hubungan kasus Pasien skizofrenia dari IFN- γ skizofrenia yang baru antara Tidak Tamandani, kontrol didiagnosis Signifikan polimorfisme yang dan tidak et.al. dan Pada dioba ti Jurnal Penelitian gen + 874 T / eksperim Baru (usia rata- gangguan Sel dan rata: 47,53 skizofrenia Molekuler A pada pasien Ental Didiagn ±10.801) (OR = 4, dengan osis dan dan (rata- (2014) Tidak rata usia 95% CI, skizofrenia Diobati onset: 0.17-261.5). Dan 20.79 ± Juga, untuk Kelomp 8.729) yang AT dan Ok dirawat di gabungan Kontrol Rumah genotipe AT Terdiri Sakit Azadi + TT dari dari 98 dan Subjek EmamHoss IFN-telah ein selama terdeteksi 2010 dan risiko 2011 di penyakit Teheran, yang besar Iran. (OR = 1,25. Kelompok 95% CI, kontrol 0,20-8,75; terdiri dari atau = 1,28, 98 subjek 95% CI, yang 0,21-8,95). terlepas dari tanda- tanda gangguan neuropsikiat ri 3 Achraf jemli, Tunisia Mengidentifik Studi n = 218 Pasien Gene et.al. Asi apakah kasus Pasien skizofrenia Polimorfisme A Journal of polimorfisme skizofrenia ini dirawat IFN- γ + Dari IFN- γ kontrol di 874A / T Molecular and Gen n = 162 departemen berhubungan
Oceana Biomedicina Journal ocean-biomedicina.hangtuah.ac.id/index.php/journal eISSN 2614-0519 Volume 5 Issue 2: July – December 2022
LITERRATURE STUDY
Cellular merupakan keluarga psikiatri dengan Immunology, faktor risiko pasien Rumah subtipe 2017 perkembangan Sakit skizofrenia skizofrenia. Universitas paranoid Fattouma pada laki- Bourguiba laki. di Monastir Kehadiran (Tunisia) yang alel resesif (T) berjumlah berkorelasi 53 dengan risiko perempuan skizofrenia dan 165 paranoid laki-laki 2,18 kali dan untuk lebih tinggi. kontrolnya adalah donor darah tanpa riwayat pribadi atau keluarga dari gangguan kejiwaan yang berjumlah 33 perempuan dan 129 laki-laki. 4 Roslinda Indonesia Mengetahui Studi n = 124 Kelompok Frekuensi Damanik, et.al hubungan kasus Pasien kasus genotip AA antara skizofre adalah pada Journal of polimorfisme kontrol nia, subjek kelompok Medical gen IFN- γ +874 A/T dan n = 124 berumur pasien adalah Sciences, 2020 skizofrenia kelompok 20-60 31,5%, pada pada kontrol. tahun, kelompok penderita dirawat kontrol skizofrenia inap di RSJ adalah 46%. suku Batak Prof. M. OR Ildrem ditemukan
## Oceana Biomedicina Journal
ocean-biomedicina.hangtuah.ac.id/index.php/journal eISSN 2614-0519 Volume 5 Issue 2: July – December 2022
LITERRATURE STUDY
Medan, 2,83 (95% CI Indonesia. 1,36-5,86, Kelompok p=0,005). kontrol Frekuensi adalah genotype AT pendonor dari gen IFN- di Unit γ +874 A/T transfusi lebih tinggi darah pada Rumah kelompok Sakit kasus Umum dibanding Pirngadi, kontrol, alel Medan, T terlihat Indonesia lebih tinggi pada pasien dibandingkan dengan
kelompok kontrol (46.0% vs 33.5%,
p=0.006,
OR=0.59
95% CI 0.41- 0.85, p=0.006). 5 Lekshmy India Menghubungka Studi n = 248 248 pasien Polimorfisme Srinivas , et.al n antara gen kasus Pasien skizofrenia gen sitokin Journal of sitokin pro- skizofrenia (98 laki-laki pro-inflamasi neuroinflamatio inflamasi IL6 kontrol n= dan 146 pada IL1A n, 2016 dan IFNG 244 perempuan) rs1800587, dalam dengan IL6 Kontrol perkembangan kelompok rs1800796, skizofrenia usia rata-rata TNFA 33+/-11 rs361525, dan tahun dan IFNG 244 kontrol rs2069718 (83 laki-laki dikaitkan dan 161 dengan perempuan) skizofrenia. dengan Studi ini juga kelompok memberikan usia rata-rata bukti
## Oceana Biomedicina Journal
ocean-biomedicina.hangtuah.ac.id/index.php/journal eISSN 2614-0519 Volume 5 Issue 2: July – December 2022
LITERRATURE STUDY OBJ
33 tahun + / signifikan - 7 tahun untuk interaksi Yang epistatik yang termasuk kuat di antara dalam gen sitokin populasi pro-inflamasi berbahasa IL6 dan IFNG Melayu dalam
## DISKUSI
Studi Literatur review dari 5 artikel yang membahas tentang polimorfisme gen interferon gamma +874 A/T pada pasien skizofrenia. Pada studi yang dilakukan oleh Roslinda Damanik, et.al, 202029 . Menemukan kekambuhan genotipe AA adalah 31,5%,
43,5% AT, dan 25% TT pada kelompok kebugaran. Genotipe kelompok kontrol adalah AA 46%, AT 41,1%, dan TT 12,9%. Sebagai hasil dari analisis regresi logistik, nilai p genotipe (1) adalah 0,005. Jadi, ada hubungan antara genotipe 1 (AA versus TT) dan kejadian skizofrenia. Atau = 2.83, IC 1.36-5.86. Ini berarti bahwa orang dengan genotipe AA 2,83 kali lebih mungkin mengembangkan skizofrenia dibandingkan dengan genotipe TT. Nilai p untuk genotipe (2) adalah 0,097. Artinya tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik antara genotipe 2 (AT versus TT) dan kejadian skizofrenia.
Pada studi yang dilakukan oleh oleh Samojedny et al, 201130. Hal ini sesuai dengan penelitian pada kelompok dengan angka genotipe AA sebesar 23,46%, AT 55,31%, dan TT 21,23%. Proporsi genotipe AA pada kelompok kontrol adalah 5,10%, AT = 79,08%, dan TT 15,82%. Penelitian ini menemukan hubungan antara polimorfisme gen IFN + 874A / T dengan kejadian skizofrenia. Pada genotipe lain, genotipe AA ditemukan
y ang cocok perkembangan secara etnis skizofrenia. di Kerala, India Selatan.
## Oceana Biomedicina Journal
ocean-biomedicina.hangtuah.ac.id/index.php/journal eISSN 2614-0519 Volume 5 Issue 2: July – December 2022
LITERRATURE STUDY
meningkatkan prevalensi skizofrenia sebesar 5,88 kali (95% CI 2,84-12,17, p <0,05) dibandingkan dengan genotipe AT / TT.
Penelitian ini dilakukan oleh Tamandani et al, 201431. Mereka menemukan AA 3,22,
AT 93,55, TT 3,22 pada kelompok pasien. Genotipe AA adalah 8% pada kelompok kontrol dan 2% pada TT 90%. Dalam studi ini, tidak ditemukan hubungan antara polimorfisme gen IFN (A / T +874) dan terjadinya skizofrenia pada populasi Iran.
Studi yang dilakukan oleh Jemli dkk, 201632. Ini berbeda dengan penelitian orang yang menemukan bahwa kelompok pasien memiliki genotipe AA 50%, 38,5% AT, dan 11,5% TT. Pada kelompok kontrol, genotipe AA adalah 56,8%, AT 38,3%, dan TT 4,9%. Studi ini menemukan hubungan antara polimorfisme gen IFN (874A / T +) dan skizofrenia pada populasi Tunisia, dan genotipe TT meningkatkan kejadian skizofrenia sebesar 2,64 kali.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Srinivas L, et.al, 201610. Mereka menyimpulkan
IFNG 874 A/T ditemukan terkait dengan skizofrenia dalam populasi kami pada tingkat genotipe dengan peningkatan frekuensi genotipe AA pada pasien skizofrenia ( P = 0,40). Pada kelompok pasien nilai menggunakan analisis subkelompok berdasarkan jenis kelamin, kami mengamati hubungan yang sangat kuat dengan IFNG +874 A/T ( P
< 0,001) dengan AA sebagai genotipe risiko untuk wanita.
## KESIMPULAN DAN SARAN
## Kesimpulan
Interferon dikodekan oleh gen yang terletak pada kromosom 12 (12q15). Transfer
SNP berulang dari A ke T bukannya 874+ dikaitkan dengan peningkatan level IFN- γ mRNA dan sitokin serum. Polimorfisme pada +874 dari gen IInterferon gamma dikaitkan
## Oceana Biomedicina Journal
ocean-biomedicina.hangtuah.ac.id/index.php/journal eISSN 2614-0519 Volume 5 Issue 2: July – December 2022
LITERRATURE STUDY
dengan produksi sitokin ini. Beberapa bukti menunjukkan bahwa polimorfisme + 874 pada intron pertama dari gen Interferon gamma dikaitkan dengan produksi senyawa ini.
Adanya genotipe AA dikaitkan dengan produksi sitokin rendah, genotipe AT dengan produksi selokin tingkat sedang dan TT dengan produksi sel tinggi.
## Saran
Penentuan kerentanan gen yang terkait dengan skizofrenia belum dapat dikonfirmasi karena hasil yang berbeda dari penelitian lain. Yang terpenting, genotipe harus berinteraksi untuk menghasilkan fenotipe visual yang mencakup lingkungan. Bagi penulis selanjutnya, penelitian ini dapat menjadi patokan untuk sampel yang lebih homogen di lapangan.
## UCAPAN TERIMA KASIH
Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh Civitas Akademik Program Studi Magister Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya dan seluruh Civitas Program Studi D.IV Teknologi Laboratorium Medik Fakultas Kesehatan Universitas Katolik Musi Charitas Palembang atas segala bantuannya dan dukungannya. Kami berharap memberikan informasi yang berguna di kemudian hari.
## DAFTAR PUSTAKA
1. Kemenkes RI. Riset kesehatan dasar. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2018.
2. Owen MJ, Sawa A, Mortensen PB. Schizophrenia. The Lancet . 2016;388(10039):86-97. doi:10.1016/s0140-6736(15)01121-6
3. Kirkpatrick BW, Morris CA. 2015. A major gene for bovine ovulation rate. PLoS One 2015:10; e0129025:1-13.
## Oceana Biomedicina Journal
ocean-biomedicina.hangtuah.ac.id/index.php/journal eISSN 2614-0519 Volume 5 Issue 2: July – December 2022
LITERRATURE STUDY
4. Khandaker, M. M., Boyce, A. N., Osman, N. Dan Hossain, ABM. S.: Physiochemical and Phytochemical Properties of Wax Apple (Syzygium samarangense [Blume] Merrill & L. M. Perry var. Jambu Madu) As Affected by Growth Regulator Application. The Scientific World Journa 2012, 20, 11-12.
5. Kronfol Z, Remick DG. Sitokin dan otak: implikasi untuk psikiatri klinis. Am J Psikiatri. 2000; 157 (5): 683 - 94.
6. Maes M, Stevens WJ, Declerck LS, et al. Significantly increased expression of T- cell activation markers (interleukin-2 and HLA-DR) in depression: Further evidence for an inflamatory process during that illness. Progress in Neuro- Psychopharmacology and Biological Psychiatry . 1993;17(2):241-255. doi:10.1016/0278-5846(93)90045-t
7. Fineberg AM, Ellman LM. Inflammatory Cytokines and Neurological and Neurocognitive Alterations in the Course of Schizophrenia. Biological Psychiatry . 2013;73(10):951-966. doi:10.1016/j.biopsych.2013.01.001.
8. Kim H-J, Eom C-Y, Kwon J, et al. Roles of interferon-gamma and its target genes in schizophrenia: Proteomics-based reverse genetics from mouse to human. PROTEOMICS . 2012;12(11):1815-1829. doi:10.1002/pmic.201100184.
9. Orgogozo V, Morizot B, Martin A. The differential view of genotype-phenotype relationships. Front Genet. 2015;6:179. https://doi.org/10.3389/fgene.2015.00179 . 10. Srinivas L, Vellichirammal NN, Alex AM, Nair C, Nair IV, Banerjee M. Pro- inflammatory cytokines and their epistatic interactions in genetic susceptibility to schizophrenia. Journal of Neuroinflammation . 2016;13(1). doi:10.1186/s12974- 016-0569-8.
11. Zhang, XY, Zhou, DF, Cao, LY, Zhang, PY dkk., Menurun produksi interleukin-2 (IL- 2), sel yang mensekresi IL-2 dan sel CD4 + pada pasien skizofrenia bebas pengobatan. J. Psikiater. Res. 2002, 36, 331 –336.
12. Penner JD, Brown AS. Faktor infeksi dan nutrisi prenatal dan risiko Skizofrenia dewasa. Ahli Rev Neurother. 2007; 7 (7): 797 - 805.
13. Kinney DK, Hintz K, Shearer EM, et al. A unifying hypothesis ofschizophrenia: abnormal immune system development may help explainroles of prenatal hazards, post-pubertal onset, stress, genes, climate,infections, and brain dysfunction. Med Hypotheses. 2011;74(3):555 – 63.9.
14. Watanabe Y, Someya T, Nawa H. Cytokine hypothesis of schizophreniapathogenesis: evidence from human studies and animal models. PsychiatryClin Neurosci. 2012;64(3):217 – 30.
15. Wang, H., Yang, H., Shivalila, C.S., Dawlaty, M.M., Cheng, A.W., Zhang, F.,and Jaenisch, R. (2013). One-step generation of mice carrying mutations inmultiple genes by CRISPR/Cas- mediated genome engineering. Cell153,910 –918.
16. Steiner, J., Bogerts, B., Sarnyai, Z., Walter, M., Gos, T., Bernstein, H.G., Myint, A.M., 2011a. Bridging the gap between the immune and glutamate hypotheses of schizophrenia and major depression: potential role of glial NMDA receptor modulators and impaired blood – brain barrier integrity. World J Biol. Psychiatry, in press.
17. Myint, A.M., 2012. Kynurenines: from the perspective of major psychiatric disorders. FEBS J. 279, 1375 –1385.
18. Doorduin, J., de Vries, E.F., Willemsen, A.T., de Groot, J.C., Dierckx, R.A., Klein, H.C., 2009. Neuroinflammation in schizophrenia-related psychosis: a PET study. J. Nucl. Med. 50, 1801 –1807.
## Oceana Biomedicina Journal
ocean-biomedicina.hangtuah.ac.id/index.php/journal eISSN 2614-0519 Volume 5 Issue 2: July – December 2022
LITERRATURE STUDY
19. Van Berckel, B.N., Bossong, M.G., Boellaard, R., Kloet, R., Schuitemaker, A., Caspers, E., Luurtsema, G., Windhorst, A.D., Cahn, W., Lammertsma, A.A., Kahn, R.S., 2008. Microglia activation in recent-onset schizophrenia: a quantitative (R)-[11C]PK11195 positron emission tomography study. Biol. Psychiatry 64, 820 –822.
20. Takano, A., Arakawa, R., Ito, H., Tateno, A., Takahashi, H., Matsumoto, R., Okubo, Y., Suhara, T., 2010. Peripheral benzodiazepine receptors in patients with chronic schizophrenia: a PET study with [11C]DAA1106. Int. J. Neuropsychopharmacol. 13, 943 –950.
21. Zhang JM, An J. Cytokines, inflammation and pain. Int anesthesiol clin. 2007;45(2): 27-37.
22. Kontsek P, Kontsekova E. Forty years of interferon. Acta virologica. 1997; 41: 349-353.
23. Kronfol Z, Remick DG. Cytokines and the brain: implications for clinical psychiatry. Am J Psychiatry. 2000;157(5):683 –94.
24. Müller N, Ackenheil M. Psychoneuroimmunology and the cytokine action in the CNS: implications for psychiatric disorders. Prog Neuropsychopharmacol Biol Psychiatry. 1998;22(1):1 –33.
25. Zhang XY, Zhou DF, Zhang PY, et al. Elevated interleukin-2, interleukin-6 and interleukin-8 serum levels in neuroleptic-free schizophrenia: association with psychopathology. Schizophr Res. 2002;57(2):247 –58.
26. Strous RD, Shoenfeld Y. Schizophrenia, autoimmunity and immune system dysregulation: a comprehensive model updated and revisited. J Autoimmun. 2006;27(2):71 –80.
27. Boehm U, Klamp T, Groot M, Howard JC. Respons seluler terhadap interferon- gamma. Annu Rev Immunol 199; 15: 749 –95.
28. Pravica V, Asderakis A, Perrey C, Hajeer A, Sinnott PJ, Hutchinson IV. In vitro produksi IFN-gamma berkorelasi dengan polimorfisme ulangan CA dalam gen IFN-gamma manusia. Eur J Immunogenet 199; 26: 1 –3.
29. Damanik R, Effendy E, Husada MS. The Relation of Gene Polymorphism Interferon Gamma+874 A/T and Schizophrenia Occurred in Batak Ethnicity. Open Access Macedonian Journal of Medical Sciences . 2020;8(A):70-75. doi:10.3889/oamjms.2020.3975.
30. Samojedny MP, Owezarek A, Suchanek R, Kowalezyk M, Danilow AF, Norkowska P et al. Association study of Interferon gamma (IFN- γ) ++874 T/A gene polymorphisms with paranoid shcizophrenia. J mol neurosci 2011; 43: 309- 315.
31. Tamandani DMK, Najafi M, Mojahed A, Shahraki A. Analysis of IFN- γ (++874 A/T) and IL-10 (-1082 G/A) genes polymorphisms with risk of schizophrenia. Jorrnal of cell and molecular research 2014;6(2): 64-68.
32. Jemli A, Eshili A, Trifa F, Mechri A, Zaafrane F, Gaha L, et al. Association of the IFN- γ (++874 A/T) genetic polymorphism with paranoid schizophrenia in tunisian population. 15 Immunological investigation 2016;13.
|
6fe8164e-536f-4803-a2e1-0f2a78226971 | https://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/alhadharah/article/download/1205/913 |
## Email penulis: falikhahika@gmail.com
## Konsep Kemiskinan Kultural
## Nur Palikhah
Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Antasari
"Sufficient" worldview for the Javanese community, especially farmers as their values, that is to say they are satisfied, peaceful and calmly with what they get. Javanese peasants working in the fields not for profit, but merely to fulfill the purposes of simple everyday family life. When one shoulder (0.7 ha) of rice fields were planted with a single crop in a year is enough to meet the needs of a family life, then the farmer would not want more than that. What is the meaning and purpose of life if not to achieve peace and inner satisfaction. This view of life such as lack of work ethic is one of the few values or culture that is embraced by the poor due to the culture of poverty where poverty has emerged as a result of the values or culture embraced by the poor.
Keywords : poverty, culture, values, worldview .
Pandangan hidup “ mencukupi ” bagi masyarakat Jawa terutama petani menjadi nilai yang mereka anut, artinya mereka sudah merasa puas, tenteram, dan ayem dengan apa yang mereka dapatkan. Petani Jawa bekerja di sawah bukan untuk mencari keuntungan, tapi sekedar untuk mencukupi keperluan hidup sehari-hari keluarganya yang sederhana. Bila dengan satu bahu (0.7 ha) sawah yang ditanami dengan sekali panen dalam setahun sudah cukup untuk memenuhi keperluan hidup sebuah keluarga, maka sang petani tidak akan menginginkan lebih daripada itu. Apalah arti dan tujuan hidup ini kalau bukan untuk mencapai ketenangan dan kepuasan batin. Pandangan hidup ini seperti kurang memiliki etos kerja merupakan salah satu dari beberapa nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang miskin yang disebabkan karena adanya kebudayaan kemiskinan dimana kemiskinan muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang miskin.
Kata kunci : kemiskinan, kebudayaan, nilai, pandangan hidup.
Konsep kemiskinan kultural pertama kali diperkenalkan oleh Oscar Lewis yang melihat bahwa kemiskinan dapat muncul sebagai akibat nilai-nilai dan kebudayaan yang dianut oleh kaum miskin itu sendiri (Effendi, 1992: 30). Menurut Lewis, kemiskinan tidak hanya dilihat sebagai persoalan ekonomi saja yaitu tidak dikuasainya sumber-sumber produksi dan distribusi benda-benda dan jasa ekonomi oleh orang miskin, tidak juga melihatnya secara makro yaitu dalam kerangka teori ketergantungan antarnegara dan tidak melihatnya sebagai pertentangan kelas. Lewis melihat kemiskinan sebagai cara hidup atau kebudayaan dan unit sasarannya adalah mikro, yaitu keluarga, karena keluarga dilihat sebagai satuan sosial terkecil dan sebagai pranata sosial pendukung kebudayaan kemiskinan (Suparlan, 1988:xviii).
## Palikhah Konsep
Kemiskinan merupakan suatu budaya yang terjadi karena penderitaan ekonomi yang berlangsung cukup lama. Kemiskinan juga sebagai salah satu sub kultur masyarakat yang mempunyai kesamaan ciri antar etnik satu dengan etnik yang lain. Budaya kemiskinan merupakan suatu cara yang dipakai oleh orang miskin untuk beradaptasi dan bereaksi terhadap posisi mereka yang marginal dalam masyarakat yang memiliki kelas-kelas dan bersifat individualistik dan kapitalistik. Budaya kemiskinan sebagai desain kehidupan bagi orang miskin yang berisikan pemecahan bagi problema hidup mereka yang diturunkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya (Ancok, 1995:165).
Menurut Portes konsep budaya kemiskinan berusaha untuk menunjukkan situasi tempat masyarakat telah terjerat dalam lingkungan sosial yang ditandai oleh apatis, fatalisme, dan kurang aspiratif dan keprihatinan eksklusif yang terkait dengan kepuasan sepintas dan seringkali membenarkan perilaku kejahatan. Lewis “budaya kemiskinan menunjukkan elemen -elemen budaya yang umum ditemukan di kalangan orang- orang miskin dalam masyarakat yang berbeda”. Lewis menekankan pada budaya bawaan yaitu pola-pola perilaku dan nilai-nilai khusus yang dimiliki golongan miskin; pola-pola ini tidak membentuk suatu budaya yang terpisah, tetapi agaknya membentuk variasi budaya nasional sebagai sebuah sub- budaya. Sub budaya itu mempunyai sifat-sifat umum yaitu tidak adanya masa kanak-kanak sebagai suatu tahapan daur hidup yang panjang dan terlindungi secara khusus, perkawinan bebas atau bersifat konsensus, keluarga cenderung dikendalikan oleh perempuan yang cenderung otoriter. Lewis menafsirkan sub budaya kemiskinan sebagai suatu reaksi terhadap posisi mereka dalam lapisan kelas, dan dalam masyarakat yang individualis serta kapitalistik (Gilbert, 1996:112).
## Kritik Terhadap Budaya Kemiskinan
Pendapat Lewis mengenai budaya kemiskinan banyak dikritik di mana kritikus itu cenderung melihat bahwa budaya bawaan orang miskin tersebut lebih banyak ditentukan oleh realitas ekonomi dan politik yang sedang mereka hadapi, tekanan struktural. Lewis sendiri kemudian menyatakan “bagaimanapun juga b udaya kemiskinan bukan hanya suatu adaptasi terhadap sejumlah kondisi objektif masyarakat yang lebih luas. Sekali budaya kemiskinan itu muncul, maka budaya itu cenderung berlangsung dari generasi ke generasi karena ia berdampak terhadap anak-anak. Anak-anak perkampungan kumuh yang berusia 6 atau 7 tahun biasanya sudah menyerap nilai-nilai dasar dan sikap sub budayanya dan secara psikologis tidak ditopang oleh peluang- peluang demi kehidupan mereka”.
Kritik lainnya datang dari beberapa ilmuwan seperti Gans, Baker, Valentine, dan Ignas Kleiden. Dalam konsep budaya kemiskinannya, Lewis menyebutkan bahwa kebudayaanlah yang menyebabkan kemiskinan, jadi kebudayaan sebagai sebab bukannya akibat kemiskinan. Pandangan ini menurut Gans mengandung kelemahan karena konsep kebudayaan seperti itu adalah anti sejarah yang mengesampingkan asal-usul kelakuan dari norma-norma yang ada. Menurut Gans, perilaku dan ciri-ciri yang ditampilkan para kaum miskin adalah merupakan hasil
interaksi antara faktor kebudayaan yang sudah tertanam di dalam diri orang miskin dan faktor situasi yang menekan. Gans tidak sependapat dengan Lewis yang menyatakan bahwa orang miskin di semua negara itu mempunyai ciri yang sama, menurutnya orang miskin itu bersifat heterogen. Sebagian orang miskin menjadi miskin karena warisan generasi sebelumnya, sedangkan sebagian orang miskin lainnya hanya miskin secara periodik. Gans menolak anggapan bahwa kebudayaan itu bersifat holistik yang elemennya hanya dapat berubah bilamana semua sistem budaya tersebut berubah (Ancok, 1995:167).
Menurut Hans ada yang merasa bahwa kaum miskin juga memeluk nilai-nilai serta aspirasi masyarakat yang berbeda dan andaikata mereka berkesempatan memperoleh pekerjaan yang layak serta sumberdaya lain maka mereka tidak lagi akan menderita akibat-akibat patologik serta kekurangan yang berkaitan dengan keadaan kemiskinan. Menurut Beck lebih banyak ahli sosial berpendapat bahwa orang miskin itu kekurangan. Sedangkan para antropolog mengatakan bahwa kemiskinan serta kedudukan rendah kaum miskin telah mengasilkan terwujudnya kebudayaan masyarakat luar atau kebudayaan kemiskinan yang menghambat kaum miskin untuk dapat menciptakan pola-pola perilaku serta nilai-nilai yang memungkinkan mereka untuk dapat berpartisipasi di dalam masyarakat yang berbeda (Suparlan, 1984:73).
Baker juga mengatakan bahwa konsep kebudayaan kemiskinan itu sangat normatif dan merupakan kumpulan kecurigaan dan prasangka buruk golongan atas terhadap golongan miskin. Selain itu, konsep kemiskinan kultural itu terlalu membesar-besarkan mapannya kemiskinan di mana bukti yang ada menunjukkan bahwa kaum miskin di kota bekerja keras, mempunyai aspirasi tentang kehidupan yang baik dan motivasi untuk memperbaiki nasib. Penduduk miskin di kota secara ekonomi juga terintegrasi dengan masyarakat luas di kota meskipun integrasi itu cenderung menghalangi perkembangan ekonomi mereka yang pada gilirannya memapankan kemiskinan. Jika itu yang terjadi, maka hal ihwal keapatisan mereka tidak semata-mata karena kebudayaan kemiskinan tetapi lebih berkaitan dengan adanya hambatan untuk menorobos sistem ekonomi kota (Effendi, 1992).
Sementara itu, Valentine menolak asumsi Lewis yang menyatakan bahwa ciri- ciri sub kultur orang miskin sebagai suatu hasil kebudayaan yang turun temurun. Menurutnya ciri-ciri sub kultur orang miskin bukanlah suatu hasil kebudayaan yang turun temurun. Ciri-ciri itu timbul oleh karena situasi yang menekan. Bila situasi yang menekan itu hilang, maka ciri-ciri tersebut akan hilang dengan sendirinya. Situasi yang menekan itu timbul oleh karena struktur total dari sistem sosial yang ada di dalam suatu masyarakat (Ancok, 1995:166). Menurut Kleiden, konsep kebudayaan kemiskinan tidak selalu terdapat di kelompok miskin dan sebaliknya kelompok miskin tidak selalu menerapkan budaya kemiskinan tersebut (Kleiden, 1987:15).
Perspektif kultural mendekati masalah kemiskinan pada tiga tingkat analisis : individual, keluarga, dan masyarakat. Pada tingkat individual, kemiskinan ditandai dengan sifat yang lazim disebut a strong feeling of marginality seperti sikap parokial,
## Palikhah Konsep
apatisme, fatalisme, atau pasrah pada nasib, boros, tergantung dan inferior. Pada tingkat keluarga, kemiskinan ditandai dengan jumlah anggota keluarga yang besar dan free union or consensual marriages. Pada tingkat masyarakat, kemiskinan terutama ditunjukkan oleh tidak terintegrasinya kaum miskin dengan institusi- institusi masyarakat secara efektif. Mereka seringkali memperoleh perlakuan sebagai obyek yang perlu digarap daripada sebagai subjek yang perlu diberi peluang untuk berkembang (Usman, 2004:128)
Budaya kemiskinan oleh Lewis digunakan sebagai suatu model konseptual subkultur masyarakat Barat yang memliki struktur dan dasar pemikiran tersendiri yakni suatu cara hidup yang diwariskan dari generasi ke generasi melalui garis keturunan keluarga. Kebudayaan kemiskinan bukan saja merupakan suatu persoalan deprivasi atau disorganisasi tetapi suatu istilah yang berarti tidak adanya sesuatu hal. Kebudayaan kemiskinan adalah suatu kebudayaan dalam artian antropologi tradisional di mana ia mencerminkan suatu pola kehidupan, serangkaian penyelesaian/solusi yang siap pakai untuk menangani masalah- masalah yang dihadapi oleh manusia, dan karena itu ia menjalankan fungsi adaptasi yang signifikan. Gaya hidup ini terdapat baik pada level nasional, regional, maupun pada bermacam-macam tingkat perbedaan antara desa-kota yang ada dalam negara-negara tersebut. Bila kebudayaan kemiskinan muncul maka mereka yang menganut kebudayaan kemiskinan menunjukkan adannya kesamaan- kesamaan dalam struktur kebudayaan mereka, dalam hubungan-hubungan interpersonal mereka, dalam kebiasaan berbelanja, dalam sistem-sistem nilai mereka dan dalam orientasi mereka terhadap masa depan (Ala, 1981:17)
Kebudayaan kemiskinan menggambarkan suatu usaha untuk mengatasi rasa putus asa dan tidak berpengharapan dari anggota-anggota masyarakat marginal karena mereka tidak mungkin sukses di dalam mencapai nilai-nilai dan tujuan- tujuan tersebut terlalu tinggi bagi mereka. Sifat-sifat kebudayaan kemiskinan dapat dilihat dari segi usaha-usaha lokal dan spontanitas untuk memenuhi kebutuhan orang-orang miskin di mana kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh lembaga- lembaga dan agen-agen masyarakat yang lebih luas karena orang-orang miskin tersebut tidak memenuhi persyaratan untuk mendapatkan pelayanan dari lembaga- lembaga tersebut, tidak diperbolehkan, atau mereka bodoh dan mencurigakan (Ala, 1981:20)
Ada tujuhpuluh sifat karakteristik kebudayaan kemiskinan. Salah satu sifat prinsipiil yang memiliki empat aspek yaitu sistem hubungan antara subkultur dengan masyarakat yang lebih luas; sifat kemasyarakatan kaum jembel; sifat keluarga; dan sikap-sikap, nilai-nilai, dan karakter-karakter individual. Dalam kebudayaan kemiskinan, orang-orang miskin tidak mempunyai respek dan tidak terintegrasikan dengan lembaga-lembaga utama yang ada dalam masyarakat. Kebudayaan kemiskinan mencerminkan efek gabungan dari berbagai faktor termasuk kemiskinan, segregasi, diskriminasi, kelatkutan, kecurigaan, dan apathis serta terbentuknya lembaga-lembaga dan prosedur-prosedur alternatif di dalam masyarakat kaum jembel (Ala, 1981:21).
Masyarakat yang menganut kebudayaan kemiskinan memiliki rasa kehidupan berkelompok yang relatif tinggi, sekurang-kurangnya memiliki suatu organisasi yang melebihi keluarga inti dan keluarga besar. Keluarga-keluarga yang menganut kebudayaan kemiskinan tidak menghargai masa kanak-kanak sebagai suatu bagian yang penting di dalam siklus kehidupan manusia. Terlalu cepat/terlalu awal diadakan inisiasi sex sebelum waktunya. Kawin kontrak menyebabkan keluarga cenderung berpusat pada ibu dan lebih terikat pada keluarga besar pihak ibu. Kepala keluarganya perempuan dan biasanya bersifat otoriter. Individu yang menganut kebudayaan kemiskinan memiliki suatu sifat fatalisme yang kuat, tak berdaya, ketergantungan dan inferior (Ala, 1981:23). Calon-calon yang paling besar kemungkinannya untuk menganut kebudayaan kemiskinan adalah orang-orang yang berasal dari strata yang lebih rendah di dalam masyarakat yang mengalami perubahan dengan pesat dan mereka yang sudah diasingkan dari masyarakat tersebut. Miskin kebudayaan sebagai salah satu sifat dari kebudayaan kemiskinan (Ala, 1981:27)
## Bentuk Kemiskinan Kultural
Kemiskinan kultural dapat ditemukan di beberapa masyarakat Indonesia, masyarakat di kalangan bawah seperti nelayan dan petani. Menurut Lewis, ada pola- pola kelakuan dan sikap-sikap yang ditunjukkan oleh orang miskin sebagai suatu cara yang paling tepat untuk dapat tetap melangsungkan kehidupan yang serba kekurangan tersebut. Cara hidup ini yang kemudian menjadi landasan bagi terbentuknya kebudayaan kemiskinan yang mereka miliki. Kebudayaan kemiskinan ini kemudian mendorong terwujudnya sikap-sikap menerima nasib, meminta-minta atau mengharapkan bantuan atau sedekah yang sebenarnya merupakan suatu bentuk adaptasi yang rasional dan cukup pandai dalam usaha mengatasi kemiskinan yang mereka hadapi (Suparlan, 1984:21).
Bentuk kemiskinan kultural yang ada dalam buku Oscar Lewis mengenai Kisah Lima Keluarga di Meksiko yang menceritakan mengenai kisah lima keluarga dalam kehidupan sehari-harinya, di mana terdapat pola yang berbeda pada masing-masing keluarga yang berbeda penghasilannya, juga dengan kelas yang berbeda pula. Ada keluarga yang hidup pada taraf hanya untuk menyambung hidup mereka, di mana suami menjadi figur laki-laki yang otoriter dan berkuasa didampingi oleh istrinya yang mendekati sosok ideal sedehana dan patuh, dan anak-anak yang memenuhi syarat-syarat norma-norma pedesaan, keras, hormat, dan patuh, walaupun ketika mereka menjadi semakin tua mereka mulai berubah sebagai tanggapan terhadap perubahan dari luar. Ada keluarga yang hidup di kota di mana anak-anak mereka membantu penghidupan keluarga, kehidupan beragama menjadi lebih penting, sistem ayah angkat atau wali masih berfungsi, mereka masih mempertahankan sanak keluarga mereka yang di desa dan mempertahankan kepercayaan dan adat kebiasaan, tetapi ada perubahan yang sangat mencolok di mana ibu menjadi tokoh yang dominan dalam suatu keluarga, kebebasan yang lebih besar bagi anak- anaknya, standar kehidupan yang terus meningkat dengan pembelian barang-
## Palikhah Konsep
barang yang dicicil. Ada keluarga yang termiskin di kota itu, di mana anak-anak mereka tidak mendapatkan pendidikan yang jauh lebih baik dari orang tua mereka. Istri mempuyai pengaruh yang sangat besar dan mereka menggunakannya walaupun bahkan mereka masih menunjukkan sikap patuh kepada suami. Dalam menilai hubungan antara orang tua dan anak-anak dalam lima keluarga tersebut, anak-anak mempunyai hubungan emosional yang lebih erat dengan ibu mereka, semua anak menghormati ayah mereka dan mempunyai rasa kasih sayang, semua ibu mengabdi, mengorbankan diri, dan sangat berorientasi pada anak. Ayah lebih otoriter, kurang beroreintasi pada anak dan menghabiskan banyak waktunya di luar rumah. Generasi muda dalam kisah lima kaluarga ini menikmati stabilitas keluarga yang lebih besar dan masa kanak-kanak yang lebih lama dibandingkan dengan yang dialami oleh orangtua mereka.
Bentuk kemiskinan kultural dapat dilihat dari ciri-ciri yang ada di dalamnya. Ada beberapa ciri kebudayaan kemiskinan Lewis dan Harrington pada beberapa tingkat yaitu pada tingkat individu tampak bahwa orang yang hidup dalam kebudayaan kemiskinan praktis tidak mengalami masa kecil atau mengalami masa kecil yang sangat singkat, dikarenakan anak-anak dalam keluarga tersebut sudah terpaksa bekerja terlalu dini untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan karena hubungan seksual yang sangat terbuka dan permisif dalam kelompok ini menyebabkan anak-anak matang secara seksual lebih cepat dari umurnya. Pada tingkat keluarga kelihatan bahwa keluarga tidak mempunyai pola yang tetap di mana kegiatan dilakukan karena dorongan atau kebutuhan yang datang sewaktu- waktu (impulse determined ), demikian juga dalam nafkah justru mengandalkan peranan wanita (female based ) karena kaum laki-laki mempunyai kecenderungan yang sangat kuat kepada tindakan kekerasan ( action-seeking ). Pada tingkat sosial dan lembaga sosial kelihatan bahwa orang yang dihinggapi kebudayaan kemiskinan mempunyai kemampuan integrasi sosial yang sangat rendah dengan akibat bahwa rasa identitasnya pun lemah, hubungan sosial penuh dengan sikap curiga, dan kemampuan yang rendah dalam menerima dan mentolerir kekecewaan. Pada tingkat mentalitas ada beberapa sifat-sifat umum yaitu kemampuan bahasa yang terlambat, kesulitan menunda kesenangan, dan ketidakmampuan dalam berfikir konseptual dan kecenderungan yang sangat kuat dalam menggunakan reaksi motorik dalam mengatasi kekecewaan dan kegagalan. Pola-pola tersebut kemudian diwariskan secara turun-temurun (personality of poverty ) (Kleiden, 1987:15).
Sementara itu ciri pokok orang yang hidup dengan budaya miskin adalah kurangnya partisipasi yang efektif dan integratif dalam institusi-institusi penting yang ada dalam masyarakat, karena sebagian besar yang buta huruf dan berpendidikan rendah serta kekurangan uang. Orang yang hidup dalam budaya kemiskinan mempunyai ciri kepribadian yaitu merasa diri mereka tidak berguna, penuh dengan keputusasaan, merasa inferior, sangat dependen pada orang lain, kurang bisa mengontrol diri, mudah impulsif, sangat berorientasi pada masa kini tanpa memikirkan masa depan. Sifat-sifat tersebut dapat digunakan sebagai cara untuk beradaptasi terhadap tekanan kehidupan juga merupakan belenggu yang
menyulitkan orang miskin untuk lepas dari tekanan kehidupan tersebut (Ancok, 1995:165).
## Penyebab Kemiskinan Kultural
Kebudayaan menjadi penyebab dalam kemiskinan kultural yaitu berupa nilai- nilai, tradisi-tradisi yang dikembangkan secara kultural, dan pandangan hidup yang berkembang di antara mereka. Ada pola-pola kelakuan dan sikap-sikap yang ditunjukkan oleh orang miskin sebagai suatu cara yang paling tepat untuk dapat tetap melangsungkan kehidupan yang serba kekurangan. Cara hidup ini yang kemudian menjadi landasan bagi terbentuknya kebudayaan kemiskinan yang mereka miliki. Misalnya saja nelayan telah dikenal sebagai salah satu kelompok masyarakat dengan tingkat pendapatan yang sangat minim, di mana hasil tangkapan mereka hanya cukup untuk menyambung hidup dari hari ke hari saja, tidak lebih dari itu. Akan tetapi, dengan penghasilan yang sedikit itupun mereka masih melakukan tradisi mereka yang selalu berfoya-foya selepas melaut. Menurut DJ Pamoedji, seorang wartawan senior yang puluhan tahun berkecimpung di pelabuhan dan nelayan, mengatakan, nelayan memiliki tradisi berfoya-foya karena mungkin menjadi sarana melepas tekanan kehidupan di laut. Sebaliknya, mekanisme hidup yang ada hanya menjerat mereka pada kesenangan sesaat dan selalu tergantung pada utang (Husain,2006). Jeratan utang seumur hidup akan menjerat para nelayan meski hasil melaut yang mereka dapat bertambah. Otomatis pengeluaran mereka selalu bertambah karena kebiasaan tidak mampu mengelola uang dan menabung. "Warung minuman keras dan tempat hiburan malam bisa dipastikan hadir di setiap perkampungan nelayan. Selesai melaut uang biasanya habis di tempat hiburan. Untuk menyambung hidup selalu berutang pada tengkulak," kata Pamoedji. Hal ini menunjukkan bahwa kebiasaan mereka sehari- hari telah membawa mereka masuk ke dalam jurang kemiskinan. Dari gambaran ini, kemiskinan kultural sebagai salah satu bentuk kemiskinan yang disebabkan oleh adat, budaya, ataupun sifat dari pada anggota masyarakat yang membuat mereka menjadi miskin. Kebiasaan itu terus berlanjut sehingga menghasilkan suatu proses pemiskinan yang terus berlanjut di mana selama budaya kemiskinan itu ada di tengah-tengah masyarakat maka kemiskinan itupun tidak akan beranjak dari kehidupan mereka.
Pandangan hidup, nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat mendorong terwujudnya kemiskinan kultural ini. Masyarakat Jawa sebagai salah satu masyarakat yang memegang teguh nilai-nilai dan pandangan hidup mereka menunjukkan bahwa kemiskinan itu tetap lestari dalam kehidupan mereka dikarenakan nilai-nilai yang masih mereka anut. Petani Jawa misalnya, mereka bekerja di sawah bukan untuk mencari keuntungan, tapi sekedar untuk mencukupi keperluan hidup sehari-hari keluarganya yang sederhana. Bila dengan satu bahu (0.7 ha) sawah yang ditanami dengan sekali panen dalam setahun sudah cukup untuk memenuhi keperluan hidup sebuah keluarga, maka sang petani tidak akan menginginkan lebih daripada itu. Dia sudah merasa puas, tenteram, dan ayem.
## Palikhah Konsep
Apalah arti dan tujuan hidup ini kalau bukan untuk mencapai ketenangan dan kepuasan batin. Dari ilustrasi ini terlihat bahwa dalam masyarakat Jawa berkembang nilai-nilai bahwa dunia materi itu tidak baik. Bagi orang Jawa, mengejar harta dan keuntungan materi, sama seperti “minum air laut : makin diminum makin haus”. Nilai dan sikap seperti ini tidak sepantasnya d ianut oleh orang Jawa yang bijaksana karena bagi mereka tujuan hidup itu untuk mencapai ketenangan dan kepuasan batin (Marzali, 2003:10).
Pandangan hidup, nilai-nilai, dan tradisi yang dikembangkan oleh masyarakat Jawa tersebut dianggap menghambat. S.H A latas dengan bukunya “The Myth of the Lazy Native” mengungkapkan mengenai alasan -alasan yang digunakan imperialisme dan kolonialisme Barat untuk menjajah bangsa-bangsa Asia Tenggara. Dengan bahasa yang sangat menghina terhadap orang-orang Melayu, Jawa dan Filipina, para penulis kolonial menciptakan mitos tentang kemalasan para pribumi, yang membuat mereka merasa berhak untuk menjajah dan menguras kekayaan bangsa lain selama berabad-abad. Padahal semua pribumi yang dimaksud adalah pekerja keras, namun tidak mau diperbudak imperialis dan kolonialis, lalu penolakan tersebut dimanipulasi sebagai kemalasan (Bali Post.htm).
Kemalasan menjadi alasan bagi masyarakat pribumi menjalani segala kehidupan. Menurut Irwan Abdullah, ciri internal kelompok masyarakat Indonesia memang sejak masa kolonial telah dinilai sebagai penghambat proses modernisasi. Pandangan yang mengatakan bahwa kaum pribumi merupakan kelompok masyarakat yang malas telah menjadi mitos di dalam menjelaskan berbagai bidang kehidupan. Tidak hanya dalam masyarakat Indonesia mentalitas dianggap penting di dalam berbagai proses perubahan. Di banyak masyarakat dunia ketiga, hal serupa juga dapat ditemukan. Di masyarakat India, mentalitas tradisional dinilai sebagai penghambat utama proses pembangunan terutama menyangkut aspirasi yang terbatas di dalam penerimaan ide-ide dan praktik-praktik kehidupan yang lebih modern (Abdullah, 2002).
Mitos pribumi malas sebenarnya kurang pas jika dilabelkan untuk masyarakat Indonesia, yang terjadi sesungguhnya adalah masyarakat Indonesia belum siap menghadapi tantangan jaman, di mana secara umum tingkat pengetahuan masyarakat Indonesia masih rendah, etos kerja yang rendah pula sehingga kapasitas yang mereka miliki tidaklah memadai. Sebagai contoh, menurut Kuntjoro- Jakti (1986) kaum miskin sebagian besar mampu menciptakan lapangan kerja sendiri serta bekerja keras untuk memenuhi tuntutan kehidupan mereka.
Penyebab kemiskinan dari sudut budaya di mana penjelasan mengapa miskin itu tidak dicari dari luar melainkan dicari dari dalam diri orang atau masyarakat miskin itu sendiri sebagai pihak yang tertuduh sebagai penyebabnya. Penjelasan ini diangkat dari perspektif kalangan konservatif di mana orang menjadi miskin karena jebakan budayanya sendiri yang kemudian diwariskan secara turun temurun. Individu-individu yang ada dalam masyarakat dianggap terjebak pada kebiasaan- kebiasaan hidup berikut nilai-nilai sosial dalam masyarakat di mana ia ataupun mereka itu berada. Budaya hidup miskin dianggap sebagai produk sosial kolektif
yang pada akhirnya dipandang sebagai kekuatan eksternal yang koersif (memaksa) di mana individu larut atau tidak berdaya di dalamnya, karena memang tidak mempunyai kekuatan untuk melawannya. Watak malas, orientasi hidup yang hanya berdasarkan kebutuhan pragmatid sehari-hari atau tidak berorientasi ke depan, kemanjaan terhadap lingkungan akibat suburnya lahan sehingga merasa tak perlu kerja keras karena memang sumber penghidupan dapat dengan mudak diperoleh; merupakan sebagian dari faktor-faktor yang kemudian membentuk budaya dan lalu menjebak mereka dalam kondisi hidup miskin (Darwin, 2005).
Menurut Lewis, akar dari budaya miskin adalah keadaan masyarakat yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Sistem perekonomian yang terlalu berorientasi pada mencari keuntungan
b. Tingginya angka pengangguran dan angka ‘ underemployment’ bagi golongan yang tidak mempunyai keahlian
c. Rendahnya upah/gaji yang diperoleh para pekerja
d. Tidak adanya organisasi sosial, politik, dan ekonomi bagi kaum miskin baik yang didirikan oleh pemerintah maupun oleh swadaya masyarakat
e. Hadirnya sistem kekeluargaan yang bilateral yang menggantikan sistem yang unilateral
f. Hadirnya kelas masyarakat yang dominan, yang menekankan pada penumpukan harta dan kekayaan, kesempatan untuk terus meningkat dalam status (upward mobility). Anggota kelas masyarakat ini beranggapan bahwa kemiskinan disebabkan oleh karena sifat pribadi yang lemah dan inferior.
Pemerintah juga turut menyebabkan kemiskinan kultural itu tumbuh subur di mana kemiskinan sosial-budaya diciptakan sendiri oleh pemerintah ketika krisis 1997-1999 terjadi (Sukamdi, 2003). Pemerintah membuat program jaring pengaman sosial (Social Security Net) yang tujuannya semula untuk membantu orang-orang miskin. Akan tetapi ternyata bantuan itu malah membuat mereka menjadi tergantung, dan memunculkan kondisi bahwa ‘poor was a blessing, because by being poor, they could receive money. If they were not poor, they had to work hard to convince others that they were poor’ . Kalau menengok sebelumnya, masyarakat di pedesaan adalah masyarakat yang tidak merasakan dampak dari krisis tersebut, karena sebelum krisis pun mereka juga sudah miskin, jadi krisis dianggap sebagai sesuatu yang normal, sebagai bagain dari dinamika kehidupan yang memang tidak bisa mereka hindari. Pasrah dan nrimo menjadi jalan keluar dari krisis tersebut, karena dengan ‘pasrah’ dan ‘nrimo’ dan mendekatkan diri kepada Tuhan maka mereka telah mendapatkan rasa aman ( nrimo has a very deep meaning. It is related to observing and understanding whatever is happening. People with nrimo culture will always be happy with whatever they have). Program pemerintah (SSN) memberi kesan bahwa “menjadi miskin itu merupakan kondisi di mana orang lain itu harus turut membantu” being poor was a state where other people should help. The poor was defined as they needy who sould receive charity . Pemerintah seakan-akan mendidik mereka untuk malas dengan memberikan insentif. Oleh karena itu, program pemerintah telah menciptakan suatu kondisi ketergantungan dan juga mematikan
## Palikhah Konsep
kreativitas orang-orang itu (mereka merasa bahwa karena mereka miskin maka mereka berhak mendapatkan bantuan baik dari pemerintah ataupun dari sektor lainnya). Menurut Kleiden pemerintah mempunyai andil yang besar dalam memperkenalkan kemiskinan sosial-budaya melalui implementasi program SSN. Intervensi dari pemerintah telah meningkatkan marginalisasi dan keterisolasian rumah tangga miskin, dengan bantuan pemerintah pun mereka berada di posisi yang termarginalkan. Government has actually introduced a feeling of sosial culture poverty by implementing the SSN programme, with aid which does not respond to their aspirations, they have basically become subordinated to a lower position .
## Dampak Kemiskinan Kultural
Konsep kemiskinan kultural menunjukkan bahwa golongan miskin itu menjadi miskin karena mereka memang miskin. Anak-anak makan tak layak, menerima pendidikan yang minim, dan menerima anggapan keluarga atau teman sejawat bahwa kemiskinan itu sebagai suatu keniscayaan. Hal ini menimbulkan anggapan bahwa kemiskinan sebagai suatu keniscayaan maka ada perbuatan-perbuatan yang melanggar peraturan menjadi sesuatu yang wajar terjadi. Dampaknya kemudian adalah munculnya kriminalitas dan kekerasan yang selalu menyertai kehidupan mereka sehari-hari, juga memunculkan kondisi kemiskinan bersama. Lewis menyimpulkan bahwa keadaan yang serba menyimpang itu berakar dari kondisi lingkungan yang serba miskin yang cenderung diturunkan dari generasi ke generasi. Dengan kata lain, kaum miskin telah memasyarakatkan nilai-nilai dan perilaku kemiskinan, akibatnya perilaku tersebut melanggengkan kemiskinan mereka. Tindakan kekerasan dan kriminal itu terjadi karena adanya ketidakmampuan mereka dalam berfikir konseptual dan kecenderungan yang sangat kuat dalam menggunakan reaksi motorik dalam mengatasi kekecewaan dan kegagalan (Kleiden, 1987:16).
Kekerasan merupakan perilaku sosial yang menjadi produk dan stimulan perilaku-perilaku seseorang terhadap orang lain. kekerasan merupakan bentuk respon yang berstruktur dan lahir dari endapan berbagai pengalaman yang tidak memuaskan. Ilegalitas kekerasan sebagai salah satu dampak dari kemiskinan kultural ini terjadi karena orang miskin kecenderungannya bependidikan rendah. Oleh karena itu mereka selalu kalah bersaing ketika ada kompetisi untuk mengisi kesempatan kerja ataupun berkompetisi dalam bidang yang lain, bahkan mereka kadang kalah sebelum bertanding. Ada semacam kesenjangan sosial yang melanda kehidupan orang miskin. Ketika kesenjangan sosial itu dapat diterima oleh masyarakat miskin sebagai suratan nasib yang tidak perlu disesali atau masih berada dalam ambang batas toleransi ,maka kesenjangan itu bukanlah suatu masalah. Akan tetapi ketika kesenjangan itu mulai dilihat dan dipahami sebagai eksploitasi atau dianggap sudah berada di luar ambang batas toleransinya, maka amat potensial menimbulkan kekerasan (Usman, 2004:141)
Budaya kemiskinan telah menelurkan tindakan-tindakan kekerasan yang dianggap sebagai sesuatu yang sah. Kekerasan menjadi makanan mereka sehari-
hari, di mana tampak bahwa kemiskinan itu memaksa mereka melakukan tindakan kriminalitas. Sebagai ilustrasinya adalah orang miskin di perempatan lampu merah, mereka beroperasi setiap hari dengan pola yang sama. Mendekati mobil ketika lampu merah menyala dengan menengadahkan tangannya untuk meminta-minta, sambil membawa peralatan ‘kerja’ mereka ditambah juga benda logam yang runcing (seng) yang akan dipergunakan ketika kondisi mereka ‘terjebak’. Ketika mereka tidak mendapatkan apa yang mereka minta, muncul seliweran pikiran bahwa mereka harus makan hari itu, sedangkan uangpun tak ada. Kondisi ini menyebabkan mereka tertekan dan tanpa berfikir panjang mereka pun melakukan tindakan kekerasan. Tak ada kompromi dalam hidup mereka, hanya sebatas keinginan menyambung hidup hari itu juga tanpa disertai motivasi lainnya.
Banyaknya kebutuhan hidup yang harus mereka penuhi, dengan waktu yang cukup mendesak, dengan pendidikan mereka yang rendah, akan sangat cukup membuat mereka berhak melakukan tindakan kekerasan. Tak ada kompromi apakah itu melanggar hukum, norma, ataupun telah merugikan orang lain. Seakan- akan mereka memang dibolehkan untuk melakukan itu semua karena mereka miskin. Seakan-akan ada toleransi yang cukup besar bagi orang miskin ketika mereka melakukan tindakan kekerasan. Sepertinya pola pikir yang ada menunjukkan bahwa ‘yang orang miskin lakukan itu benar’ dan yang lainnya ‘harap maklum karena mereka itu miskin’. Tanpa disadari sebenarnya kita pun sering mengiyakan pola pikir seperti ini. Ketika orang meminta-minta di lampu merah, di otak kita sudah terpola bahwa orang minta-minta itu miskin dan kita pun sering turut mengakui bahwa karena mereka miskin maka mereka boleh meminta-minta. Padahal ada satu kasus yang menunjukkan bahwa satu desa itu seluruh warganya berprofesi sebagai peminta-minta. Mereka adalah orang yang kaya, akan tetapi karena kebiasaan mereka meminta tanpa butuh kerja keras sudah mendatangkan hasil yang cukup besar maka mereka pun menggeluti profesi itu. Dari ilustrasi ini, terlihat bahwa ada pola-pola yang sudah membek as di pikiran kita bahwa ‘maklum karena dia miskin’ yang menyebabkan budaya kemiskinan itu tetap tumbuh subur. Pemakluman-pemakluman dan tolerasi-tolerasi yang ada menyebabkan tindakan kekerasan dan kriminal tetap langgeng di sebuah masyarakat.
Selain ilegalitas kekerasan, budaya kemiskinan juga memunculkan kemiskinan bersama (shared poverty). Konsep kemiskinan bersama yang didengungkan oleh Geertz hanyalah sebagai konsekuensi belaka dari involusi usaha tani : tingkat produktivitas yang tidak menaik (atau bahkan turun) mendorong pembagian rezeki kepada pembagian tingkat nafkah yang rendah bagi semua. Geertz membalikkan kesimpulan Boeke dengan menyatakan bahwa “masyarakat Jawa telah menjadi miskin oleh penjajahan maka karena itu statis”(Geertz, 1981).Konsep “ shared poverty” yang dikemukakan Geertz sesungguhnya dapat dibaca sebagai ‘kebersamaan’ suatu keluarga luas dalam menghadapi tekanan penduduk dan keterbatasan lahan pertanian di Jawa. Pada tingkat komunitas, konsep ini dapat dilihat sebagai kuatnya “komunalisme” dalam masyarakat yang membagi rata beban kebutuhan sember penghasilan (Abdullah, 1998:9).
## Palikhah Konsep
Kemiskinan bersama menjadi salah satu dampak dari kemiskinan kultural. Ilustrasi berbagi kemiskinan dengan supir angkut di daerah Cikalong misalnya untuk angkutan pedesaan yang beroperasi dari jam 5 pagi sampai jam 9 malam, setiap 15 menit di pagi hari dan makin jarang pada malam hari. Satu kali trip yang berjarak 17 km yaitu mulai dari terminal bis Muka di Cianjur sampai Pasar Baru kota Cikalong mengambil waktu 35 menit, dengan ongkos Rp 400,00 pada tahun 1989-1990. Jumlah angkut ini dirasakan melebihi kebutuhan penduduk sehingga menimbulkan persaingan yang tidak sehat antara sesama mereka. Menurut hukum lalu lintas, sebagaimana yang tercetak di kedua dinding mobil angkut, kendaraan ini hanya boleh dimuati oleh 10 penumpang termasuk supir dengan 90 kg barang. Tapi dalam kenyataannya hukum ini tidak pernah ditaati, karena supir angkut mempunyai hukumnya sendiri, yaitu 2 penumpang dan seorang supir di bangku depan, 4 penumpang di bangku belakang kiri, 6 penumpang di bangku belakang kanan, 2 penumpang berkicik-kicik di atas jongkok darurat di punggung supir, dan terakhir 1 lagi adalah kenek yang bergelayut di pintu belakang, sehingga genap semua penumpang menjadi 16 penumpang. Inilah keadaan yang normal. Dalam keadaan lain, angkut ini bisa membawa 17 penumpang dewasa, 3 anak-anak, dan 1 orang bayi, ditambah dengan sejumlah barang di dalam dan di atas atap kendaraan, sehingga tidak menyisakan ruang bagi kaki penumpang untuk bernafas. Inilah salah satu bentuk berbagi kemiskinan antara pihak supir dengan penumpang (Marzali, 2003:31).
Dari kondisi tersebut, terdapat pemakluman-pemakluman yang sangat membahayakan jiwa semua penumpang termasuk sopir dan penumpangnya. Kemiskinan menyebabkan mereka nekat melakukan apa saja, meskipun mereka tidak secara langsung menyadarinya. Di satu sisi sopir angkot membuat aturan hukum sendiri dengan alasan ‘biar dapur tetap ngebul’, di sisi lain penumpang merasa bahwa keadaan seperti itu adalah pengorbanan dan bahaya. Hampir sama kasusnya dengan ilegalitas kekerasan, di mana dalam hal ini adalah ilegalitas pelanggaran peraturan. Sepertinya penumpang pun merasa bahwa kondisi seperti itu telah lumrah dan mereka pun memberi toleransi terhadap fenomena seperti itu. Sama-sama menganggap persoalan yang tidak biasa itu menjadi biasa bagi orang miskin. Menganggap bahwa melanggar peraturan itu wajar bagi orang miskin. Bagi orang miskin sepertinya kondisi tersebut memang mengharuskan mereka menerima ketidakwajaran tersebut.
Kekerasan sebagai salah satu dampak dari kemiskinan kultural dikarenakan ada kecemburuan sosial dalam kehidupan masyarakat. Ada masyarakat yang karena kesempatan terbuka luas baginya berhasil dan sukses memperoleh kekayaan yang lebih dari yang lain, sedangkan yang lainnya tidak memperoleh kesempatan apapun dalam mengembangkan dirinya. Hal ini menimbulkan jurang kesenjangan sosial yang terbuka lebar antara yang miskin dan yang kaya. Menurut George M.Foster dalam tulisannya Peasant Society and the Image of Limited Good (1965) mengatakan bahwa di dalam masyarakat terutama masyarakat pedesaan terdapat gagasan yang melekat pada sistem gagasan warga pedesaan, bahwa segala sesuatu yang ada
dalam kehidupan masyarakat itu jumlahnya terbatas, apakah itu berbentuk benda atau kekuasaan. Oleh karena itu, mereka yang kehidupannya lebih baik dari rata- rata penduduk, dalam alam pikiran masyarakat sebenarnya telah mengambil sebagian dari milik bersama itu untuk kepentingan dirinya sendiri. Oleh karena itu untuk menjaga stabilitas kehidupan masyarakat, mereka yang telah mengambil milik masyarakat yang terbatas itu dengan secara berlebihan diharapkan dapat mengembalikannya kepada masyarakat dalam berbagai bentuk transaksi sosial, baik dalam berbagai persoalan yang muncul dalam masyarakat. Kecemburuan dalam masyarakat muncul karena masyarakat memandang bahwa hak bersama telah diambil oleh sejumlah kecil masyarakat, hanya untuk kepentingan diri mereka sendiri. Ada semacam tindakan simbolik dari mayoritas masyarakat yang seolah mengatakan bahwa “kamipun berhak atas kesuksesan yang telah anda capai” (Sairin, 1997:72).
Berbagai tindakan kekerasan menyadarkan kita bahwa nilai-nilai kemanusiaan yang diyakini sebagai unsur pendukung utama dalam membentuk kualitas sumber daya manusia tidak lagi menjadi pegangan dalam tatanan kehidupan, harkat, dan martabat manusia. Tindak kekerasan sering terjadi pada masyarakat miskin karena kondisi lingkungan yang buruk seperti ruang sempit, penuh sesak, tidak ada sekat, dan kotor yang dapat memicul emosional seseorang sehingga memberikan peluang melakukan tindak kekerasan. Perilaku kekerasan muncul karena ekspresi tidak berdaya dalam menghadapi masalah hidup (frustasi) dan adanya beban sebagai tanggung jawab mereka (Aminatun, 2003:71).
## Pilihan Kebijakan
Pilihan kebijakan yang berkaitan dengan kemiskinan kultural di antaranya yaitu: Membuat gerakan bagi orang miskin . Untuk menghilangkan budaya kemiskinan, Lewis menyarankan agar orang-orang miskin bersatu dalam suatu organisasi. Menurut Lewis, setiap gerakan baik itu gerakan bersifat religius, pasifis, ataupun revolusioner yang mengorganisasikan dan memberikan harapan bagi si miskin dan secara efektif mempromosikan solidaritas dan perasaan identitas yang sama dengan kelompok masyarakat yang lebih luas, akan dapat menghancurkan sifat-sifat utama yang merupakan ciri orang-orang dari budaya kemiskinan (Ancok, 1995:166).
Melakuan perubahan yang simultan dalam beberapa hal . Kebijakan menurut Valentine untuk merubah keadaan orang-orang miskin ke arah yang lebih baik harus diadakan perubahan yang simultan dalam tiga hal yaitu : penambahan resources (kesempatan kerja, pendidikan, dll) bagi orang miskin. Kedua perubahan struktur sosial masyarakat dan ketiga perubahan-perubahan di dalam sub kultur masyarakat orang miskin tersebut. Sumber perubahan yang paling mungkin adalah gerakan-gerakan sosial untuk menghidupkan kembali keyakinan diri kelompok miskin. Gerakan ini berasal dari dalam kelompok orang miskin tersebut. Bila timbul keyakinan diri tersebut, maka hambatan-hambatan kultural yang merupakan ciri masyarakat miskin akan terkikis (Ancok, 1995:166).
Palikhah Konsep
Perluasan kesempatan bagi orang miskin . Menurut Gans pemecahan terakhir adalah kemiskinan terletak pada usaha untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat orang miskin untuk menggunakan kesempatan yang tersedia, dan usaha untuk memberikan keyakinan diri pada si miskin untuk menggunakan kesempatan yang tersedia walaupun kesempatan yang tersedia tersebuit bertentangan dengan nilai-nili kebudayaan yang dianut saat itu. Untuk menyediakan kesempatan tersebut diperlukan pemehaman tentang perubahan yang diperlukan dalam sistem ekonomi, struktur kekuasaan, dan norma-norma serta aspirasi kelompok orang kaya yan ikut memungkinkan timbulnya kelompok orang miskin (Ancok, 1995:167).
Pemberdayaan yang sebesar-besarnya bagi orang miskin . Peluang untuk sukses dalam mengentaskan kemiskinan akan lebih besar bila kaum miskin diberi peluang yang lebih besar untuk mengurus dirinya sendiri, mempengaruhi keputusan, dan berpartisipasi dalam kegiatan yang mempengaruhi kemampuan ekonomi dan kesejahteraan hidup. Peranan pihak pemerintah sejauh mungkin dibatasi pada upaya merealisasikan kehendak masyarakat, penyediaan dana dan prasarana. Keterlibatan masyarakat dalam mengurusi diri sendiri akan menjadi penopang keberhasilan pengentasan kemiskinan karena akan menjadi menumbuhkan perasaan bangga atas kemampuan diri sendiri. Pemerintah perlu mengurangi secara gradual keterlibatannya di dalam penentuan jenis kebijakan yang harus diambil.
Peninjauan kembali rumusan kebijakan mengurangi kemiskinan . Asumsi dasar dalam merumuskan kebijakan memerangi kemiskinan perlu ditinjau kembali. Kebijakan yang diterapkan sebaiknya mengacu pada kebijakan menciptakan peluang kerja yang lebih produktif; tekanan pada produktif ketimbang pekerjaan. Asumsi dasar yang mengacu pada konsep sektor informal salah satu alternatif yang eprlu dipikirkan. Konsep ini memusatkan perhatian pada usaha yang lebih menekankan pada kebijakan yang merangsang pertumbuhan ekonomi. Tindakan yang memusuhi kegiatan sektor informal perlu dihindari. Kegiatan sektor informal perlu ditingkatkan melalui usaha-usaha pembinaan dalam bidang ketatalksanaan dan teknik pemasaran. Lembaga swadaya masyarakat perlu disertakan dalam pengembangan usaha kegiatan sektor informal yang kebanyakan dilakukan oleh penduduk miskin di kota, dapat ditingkatkan yang secara tidak langsung dapat membuka peluang dan pilihan-pilihan baru bagi penduduk miskin kota (Effendi, 1992: 32).
Melakukan perubahan dalam pola sosialisasi anak-anak miskin . Menurut Lewis, anak-anak perkampungan kumuh yang berusia 6-7 tahun biasanya sudah menyerap nilai-nilai dasar dan sikap sub-budayanya dan secara psikologis tidak ditopang oleh peluag-peluang demi kehidupan mereka. Lewis menggunakan determinasi masa awal anak-anak yang berarti sekaligus menyatakan bahwa gerakan apapun yang dapat memberikan harapan kepada golongan miskin secara efektif akan mendorong solidaritas dan identifikasi terhadap kelompok-kelompok yang lebih besar yang berarti akan menghancurkan inti budaya kemiskinan baik
secara psikologis maupun sosial (Gilbert, 1996:178). Kelakuan terwujud sebagai hasil dan adaptasi terhadap situasi yang dihadapi Sebagian besar dari kelakuan tidak lebih daripada suatu respon yang berlaku bagi situasi tertentu yang dihadapi dan hal itu adalah sebab adanya situasi yang bersangkutan. Pola-pola kelakuan yang lain menjadi norma kelakuan yang dijadikan pegangan.
Meningkatkan etos kerja kelompok miskin . Strategi untuk meningkatkan etos kerja kelompok miskin adalah dengan meningkatkan pendidikan. Apabila mereka berpendidikan maka mereka akan mempunyai pola pikir yang lebih maju sehingga mereka mampu mempunyai pola pikir yang melihat masa depan. Selain itu mereka juga akan mampu menata kembali institusi-institusi ekonomi kita supaya dapat mewadahi kebutuhan serta aspirasi kelompok miskin (Usman, 2004:129).
Mengadakan perubahan struktur-struktur yang ada dalam masyarakat . Mengadakan perubahan struktur-struktur yang ada dalam masyarakat secara mendasar; mengadakan redistribusi kekayaan; mengorganisir orang-orang miskin dan menimbulkan sense of belonging; memberikan kekuasaan dan kepemimpinan; revolusi-revolusi seringkali berhasil menghapuskan beberapa karakteristik dasar kebudayaan kemiskinan walaupun revolusi tersebut bisa tidak berhasil mengobati kemiskinan itu sendiri (Ala, 1981:30).
## Kesimpulan
Kebudayaan telah membuat kemiskinan itu tetap lestari dalam kehidupan mereka. Adanya pandangan hidup ataupun nilai-nilai yang mereka pegang turut mendorong mereka terpuruk dalam kemiskinan. Kemiskinan ini lebih disebabkan oleh kebudayaan, di mana kemiskinan tidak disebabkan oleh keterbatasan akses ekonomi akan tetapi lebih disebabkan karena nilai-nilai, pandangan hidup, dan norma-norma yang berkembang di dalam suatu masyarakat. Kemiskinan itu muncul dari dalam diri orang miskin itu sendiri. Kebiasaan ini telah menyebabkan mereka terjebak dalam kemiskinan.
Kekerasan menjadi dampak yang jelas terlihat dari kemiskinan kultural ini. Sering digunakannya kekerasan telah memberikan suatu kemungkinan bagi mereka yang berkebudayaan kemiskinan untuk mengatasi berbagai tindakan kekerasan. Kekerasan digunakan sebagai jalan keluar dan seolah-olah tindakan itu adalah tindakan yang sah mereka lakukan. Semua itu didasarkan karena mereka miskin sehingga boleh saja melakukan tindakan kekerasan. Kondisi ini disebabkan karena kaum miskin telah memasyarakatkan nilai-nilai dan perilaku kemiskinan, akibatnya perilaku tersebut melanggengkan kemiskinan mereka. Tindakan kekerasan dan kriminal itu pun terjadi karena adanya ketidakmampuan mereka dalam berfikir konseptual dan kecenderungan yang sangat kuat dalam menggunakan reaksi motorik dalam mengatasi kekecewaan dan kegagalan. Akumulasi darikegagalan dan kekecewaan tersebut menyebabkan mereka tidak mampu lagi untuk berkompromi mengenai apakah tindakan yang mereka lakukan benar atau salah.
## Palikhah Konsep
Pilihan kebijakan yang dapat membuat orang miskin bangkit dari kemiskinannya adalah dengan pemberdayaan orang miskin sehingga ia akan merasa berguna baik bagi dirinya sendiri ataupun bagi orang lain. Dengan kepercayaan diri yang mereka miliki itu, diharapkan mereka dapat melakukan gerakan-gerakan yang dapat membuat mereka mampu melakukan berbagai hal. Perubahan sosialisasi anak- anak miskin, perluasan kesempatan bagi mereka,dan kepercayaan diri mereka bahwa mereka mampu membuat suatu perubahan maka hambatan-hambatan kultural yang merupakan ciri masyarakat miskin akan terkikis.
## Referensi
Abdullah, Irwan. 1998. “ Sosial Security dari Solidaritas Mekanis ke Formalisasi Mekanisme Sosial” dalam Seminar Social Security and Sosial Policy, Yogyakarta 28-29 Desember 1998. Pusat Studi Kependudukan UGM : Yogyakarta Ala, Andre Bayo. 1981. “ Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan” . Liberty: Yogyakarta.
Aminatun, Siti dan Tri Laksmi Udiati. 2003. “ Mewaspadai Kemiskinan sebagai Salah satu Faktor Potensial Tindak Kekerasan ”. Media Informasi Penelitian No.173 tahun ke 27 hal 63-77.
Darwin, Muhadjir. 2005. “Memanusiakan Rakyat. Penanggulangan Kemiskinan Sebagai Arus Utama Pembangunan” . Benang Merah: Yogyakarta. Djamaluddin, Ancok. 1995. “Pemanfaatan Organisasi Lokal” dalam Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia ed Amien Rais. Aditya Media : Yogyakarta. Effendi, Tadjuddin Noer. 1992. “Tinjauan Kritis Konsep Ke budayaan Kemiskinan ” dalam Dinamika Ekonomi dan IPTEK dalam Pembangunan. PT Tiara Wacana: Yogyakarta.
Geertz, Clifford. 1981. “ Involusi Pertanian ”. 1996 “ Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga ”. PT Tia ra Wacana: : Yogyakarta Kleiden, Ignas. 1987 “ Masalah Kemiskinan Sosial-Budaya di Indonesia ”. Prisma 16 no 8 (1987): 15-28 Lewis, Oscar. 1988 “Kisah Lima Keluarga ” telaah -telaah kasus Orang Meksiko dalam Kebudayaan Kemiskinan. Yayasan Obor Indonesia: Jakarta Marzali, Amri. 2003 “ Strategi Peisan Cikalong dalam Menghadapi Kemiskinan ”. Yayasan Obor Indonesia : Jakarta Nugroho, Heru. 1995. “Kemiskinan, Ketimpangan, dan Pemberdayaan” dalam Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia ed Amien Rais. Aditya Media : Yogyakarta. Sairin, Sjafri. 1997. “Upaya Memerangi Kemiskinan dalam Pikiran -Pikiran Alternatif Pengentasan Kemiskinan dalam Dinamika Masyarakat Menjelang Abad 21”. Pusat Studi Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada Sukamdi dan Setiadi. 2003. “State -Created Socio-Cultural Poverty : Lesson from Some Micro Studies” dalam The Indonesian Crisis, A Human Development Perspective ed Aris Ananta. Institute of Southeast Asian Studies: Singapore Suparlan, Parsudi. 1984. “Kemiskinan di Perkotaan ” bacaan untuk Antropol ogi Perkotaan. Yayasan Obor Indonesia : Jakarta Usman, Sunyoto. 2004 “Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat”. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
## Sumber Internet
Abdullah, Irwan dalam “Tantangan Pembangunan Ekonomi dan Transformasi Sosial : Suatu Pendekatan B udaya”, Humaniora, vol xiv.No 3/2002 Ali Djayono “Peran Sektor Kehutanan dalam Penanggulangan Kemiskinan ”. Majalah Kehutanan Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya (Makmun) dalam Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol.7, No 2 Juni 2003 Indonesia Edisi II Tahun 2006.htm “Ideologi Punya Kaki dan Tangan” Bali Post.htm 18 Juli 2004 Memahami Kemiskinan dalam Ragnar Nurkse , 1953 Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat dalam MEMAHAMI KEMISKINAN.htm
PTS Publications & Distributors Sdn Bhd - Sumbangan Al-Attas kepada kajian Asia Tenggara.htm
http://www.utusan.com.my/utusan/tools/date_search.asp
|
f485e244-4b13-4001-aed4-84a2318a89a7 | https://ejurnal.undana.ac.id/index.php/nukleus/article/download/2993/2362 | Jurnal Nukleus Peternakan (Desember 2020) Volume 7, No. 2:155-160 pISSN : 2355-9942, eISSN:2656-792X Djegho et al .: Performa Reproduksi Saat Lahir .........................
## PERFORMA REPRODUKSI SAAT LAHIR DAN SAPIH DARI INDUK KAWIN DENGAN PEJANTAN DUROC DAN LANDRACE
(REPRODUCTION PERFORMANCE AT BIRTH AND WEANING AGE OF SOWS MATING WITH DUROC AD LANDRACE STUDS)
Yohanes Djegho * , Petrus Kune dan Johny Nada Kihe Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana *Correspondence author, email: djeghyohanes@gmail.com
## ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui performa reproduksi saat lahir dan sapih dari induk babi hasil perkawinan dengan pejantan Duroc dan Landrace. Penelitian dilakukan di Instalasi Peternakan dan Pembibitan Ternak Babi Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Kelurahan Tarus, Kabupaten Kupang dan di Peternakan Babi Manise, Kelurahan Oetete, Kota Kupang. Pejantan yang dipakai adalah bangsa Landrace dan Duroc yang masing-masing kawin dengan 15 ekor induk babi. Metode yang digunakan adalah observasi dan pengambilan sampel dilakukan secara purposive. Variabel adalah litersize saat lahir, bobot lahir, litersize sapihan dan bobot sapih. Anak jantan dan betina digabung pada peneltian ini. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji t (t-test). Hasil penelitian pada pejantan Duroc untuk karakter seperti litersize saat lahir, bobot lahir, litersize sapihan dan bobot sapih masing-masing berturut-turut adalah 10,60±2,41 ekor, 1,95±0,18 kg/ekor; 10,00±2,02ekor dan 5,98±0,65kg/ekor sedangkan pada pejantan Landrace untuk sifat yang sama masing-masing berturut-turut adalah 9,06 ± 2,09ekor, 1,98± 0,22 kg/ekor; 8,93±2,24 ekor dan 6,20±0,28kg/ekor. Analisis statistik menunjukkan bahwa perbedaan bangsa pejantan tidak memberikan pengaruh nyata (P>0.05) terthadap semua sifat-sifat yang diamati. Performa reproduksi induk kawin dengan pejantan Duroc dan Landrace untuk karakter litersize saat lahir, bobot lahir, litersize sapihan dan bobot sapih adalah relativ sama.
Kata kunci: anak babi, persilangan, littersize, bobot lahir, bobot sapih
## ABSTRACT
This research aim was to know reproduction performances at birth and weaning age of the sows which were mated with Duroc and Landrace studs. The research was carried out in two breeding farms namely the Instalation of Pig Breeding, the village of Tarus, Kupang Regency and the Manise Pig Farm, Village of Oetete, Kupang City. There were two breeds of studs namely breed of Landrace and Duroc which each stud was mated to 15 breeding pigs. The method used in this research was a survey and the samples were collected purposively. Data collection were obtained when the piglets were born and weaned. The variables were the litter size and body weight at birth age and the liter size and body weight at weaning age. The data obtained was analysed using the t test (t-test). The results showed that the characters of birth litersize,birth body weight, weaning litter size and weaning weight for Duroc stud were 10.60±2.41 head, 1.95±0.18 kg/head; 10.00±2.02 head and 5.98±0.65kg/head, respectively and those charackters for Landarace stud were 9.06±2.09head, 1.98 ±0.22 kg/head; 8.93± 2.23 head and 6.20±0.28 kg/head, respectively. Results of statistical analysed showed that Duroc and Landrace studs did not effect significantly (P>0.5) for those charackters. Reproduction performances of sows that were mated with Duroc and Landrace studs for characters of birth liter size, birth weight, weaning liter size and weaning weight were relatively similar .
Keywords : piglets, crossbreeding, litter size, birth weight, weaning weight.
## PENDAHULUAN
Ternak babi merupakan salah satu komoditi ternak penghasil protein hewani yang mempunyai peranan penting dalam hal pemenuhan konsumsi daging. Ternak babi memiliki kemampuan reproduksi tinggi dan
menghasilkan banyak anak dalam setiap kelahiran. Produktivitas ternak babi di Nusa Tenggara Timur ( NTT ) pada umumnya masih rendah karena ternak babi yang dipelihara umumnya dari jenis babi lokal dan dipelihara
Jurnal Nukleus Peternakan (Desember 2020) Volume 7, No. 2:155-160 pISSN : 2355-9942, eISSN:2656-792X Djegho et al .: Performa Reproduksi Saat Lahir .........................
secara dilepas atau dikandangkan dan diberi pakan berupa limbah dapur dan limbah pertanian. Akibat dari hal tersebut menyebabkan rendahnya nilai ekonomi yang diterima peternak.
Suatu ukuran perkembangan populasi ternak babi paling banyak digunakan adalah kemampuan reproduksi. Penampilan umumnya diukur dari beberapa faktor antara lain jumlah anak yang dilahirkan (litter size) dan jumlah anak yang disapih (angka sapih). Pengukuran penampilan produksi digunakan parameter antara lain bobot lahir dan botot saat sapih. Pemerintah berusaha memperbaiki produktivitas ternak babi pada masyarakat dengan menyebarkan beberapa bibit unggul dari luar negeri (eksotik) seperti jenis Duroc dan Landrace.
Bangsa babi eksotik memiliki konversi pakan yang lebih efisien dengan laju pertumbuhan yang cepat. Babi Landrace dan
Duroc merupakan bangsa babi yang memiliki potensi genetik untuk berproduksi tinggi dengan menghasilkan anak yang banyak. Diharapkan terjadi perkawinan antara babi-babi lokal dengan kedua jenis babi (Duroc dan Landrace) untuk meningkatkan produktivitas dari ternak babi lokal. Peningkatan produksi diarahkan melalui peningkatan sifat sepertijumlah anak sepelahiran dengan bobot lahir yang tinggi dan jumlah sapih dengan bobot sapih yang tinggi pula.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang sifat-sifat produksi saat lahir dan sapih pada babi hasil perkawinan dengan pejantan yang berbeda yaitu bangsa Duroc dan Landrace. Selanjutnya untuk mengetahui apakah pejantan jenis Duroc atau Landrace yang lebih baik menampilkan sifat reproduksi saat lahir dan saat sapih.
## METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di dua tempat yang berbeda yakni di Instalasi Peternakan dan Pembibitan Ternak Babi Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Kelurahan Tarus, Kabupaten Kupang dan di Peternakan Babi Manise, Kelurahan Oetete, Kota Kupang. Penelitian menggunakan empat jantan berbeda dari dua bangsa pejantan yaitu Duroc dan Landrace, 30 babi betina (bangsa Duroc dan Landrace) dan keturunan ( piglet ). Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital gantung merk KOBE berkapasitas 50 kg dengan ketelitian 10 g untuk menimbang ternak, spidol/penanda ( marker ),alat tulis untuk mencatat data yang diperlukan dalam penelitian.
Metode penelitian adalah survei menggunakan data primer dan sekunder. Penentuan lokasi dan ternak babi dilakukan secara sengaja (purposive). Satu lokasi di kabupaten Kupang sedang lainnya di Kota Kupang. Lokasi di kabupaten Kupang yaitu pada Instalasi Perbibitan Ternak Babi, kelurahan
Tarus dan di Kota Kupang adalah Peternakan Babi Manise, Kelurahan Oetete. Ternak babi adalah induk bangsa Duroc dan Landrace yang sedang bunting.
Peubah dalam penelitian ini adalah litersize saat lahir, liter size sapihan dan bobot badan anak babi saat lahir dan saat sapih. Litersize adalah jumlah anak waktu lahir dibagi dengan jumlah induk yang melahirkan sedangkan litersize sapihan adalah jumlah anak saat sapih dibagi jumlah induk yang melahirkan. Bobot lahir (kg/ekor) diperoleh dengan penimbangan anak babi yang lahir per ekor dari setiap induk sedangkan sedangkan bobot sapih (kg/ekor) adalah jumlah bobot sapih anak dibagi dengan jumlah induk.
Data hasil penelitian yang terkumpul ditabulasi dan dianalisis menggunakan aplikasi minitab untuk menghitung rata-rata dan standar deviasi. Perbedaan sifat produksi antara dua pejantan bangsa babi diketahui melalui uji t (Ghozali, 2016) .
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Litter Size Saat Lahir
Produktivitas ternak babi ditentukan oleh jumlah anak yang lahir (littersize). Makin tinggi littersize dari seekor induk diharapkan makin
tinggi pula produktivitas dalam setahun atau selama umur reproduksi induk tersebut (Ardana dan Putra, 2008 dan Suberata dkk, 2016). Litersize saat lahir diperoleh dari banyaknya
Jurnal Nukleus Peternakan (Desember 2020) Volume 7, No. 2:155-160 pISSN : 2355-9942, eISSN:2656-792X Djegho et al .: Performa Reproduksi Saat Lahir .........................
jumlah anak babi pada saat induk babi melahirkan (partus). Jumlah anak sepelahiran (litter size) pada anak babi perlu diperhatikan karena sifat ini mempengaruhi sifat bobot lahir. Semakin tinggi liter size maka rerata bobot lahir akan berkurang sebaliknya semakin
rendah jumlah anak sepelahiran maka rerata bobot lahir akan relative tinggi (Gordon, 2008). Rerata litter size untuk pejantan Landrace dan Duroc hasil penelitian ini seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Rerata liter size saat lahir, bobot lahir, liter size sapihan dan bobor sapih anak babi keturunan pejantan Landrace dan Duroc
Peubah Pejantan P Landrace Duroc Liter size saat lahir (ekor) 9,06 ± 2,09 a 10,6 ± 2,41 a 0,17 Bobot lahir (kg/ekor) 1,32±0,25 a 1,35±0,18 a 0,86 Litter size sapihan (ekor) 8,93± 2,23 a 10,00±2,02 a 0,18 Bobot sapih (kg/ekor) 6,20±0,28 a 5,98±0,65 a 0,46
Superskrip yang sama pada baris yang sama berarti tidak berbeda nyata (P>0.05)
Rerata litter size anak babi untuk pejantan Duroc (10,6 ± 2,41 ekor) adalah 16,99% lebih tinggi dari pada rerata jumlah anak sepelahiran anak babi untuk pejantan Landrace (9,06 ± 2,09 ekor) (Tabel 1). Rerata liter size saat lahir yang dihasilkan pada penelitian lebih rendah dibandingkan dengan hasil yang didapatkan Prasetyo dkk (2013) sebesar 11,6 ekor. Perbedaan hasil penelitian ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti pejantan dan induk yang berbeda (Kingston, 1983) dan jumlah embrio selama kebuntingan (Sihombing, 1997).
Hasil analisis statistik menunjukan bahwa bangsa pejantan berpengaruh tidak nyata (P>0,05)terhadap liter size saat lahir. Hal ini diduga karena kedua bangsa ternak (Duroc dan Landrace) memiliki potensi genetik yang sama dan juga karena kemungkinan faktor lingkungan sama selama masa kebuntingan. Pada kedua pembibitan tersebut manajemen pemberian pakan hampir sama sehingga kontribusi pakan tidak jauh berbeda dalam mempengaruhi perkembangan janin selama prapartus. Anonim (2002) menyatakan bahwa pakan mempengaruhi besarnya liter size saat lahir.
Toelihere (1985) menyatakan bahwa besarnya littersize lahir bervariasi menurut tiap masa kelahiran pada induk yang sama, hal ini dipengaruhi oleh umur varietas, lingkungan dan kesanggupan reproduksi tiap induk babi. Semakin sering induk beranak semakin besar littersize lahir, dan biasanya mencapai puncak pada kelahiran ketiga atau keempat kemudian masa stabil sampai kelahiran keenam atau
ketujuh, selanjutnya terjadi penurunan secara bertahap.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siewerdt et al (1995), littersize akan dipengaruhi oleh periode kelahiran induk bangsa babi dan sudah berapa kali induk tersebut beranak. Perbedaan littersize juga dapat dipengaruhi oleh perbedaan musim dimana musim panas litersize lebih rendah dibanding musim lainnya (Radev et al , 1982).
## Bobot lahir
Bobot lahir anak babi diperoleh dengan cara menimbang anak pada saat lahir hidup dari setiap induk, setelah dipisahkan dari plasenta dan dikeringkan menggunakan kain kering.Bobot lahir adalah bobot dari hasil penimbangan anak babi pada waktu lahir sebelum dilepaskan ke induknya untuk menyusu yang dihitung dalam kilogram.Menurut Widodo dan Hakim (1981) semua faktor yang memberikan dan menjaga pertumbuhan dari fetus dalam uterus dapat mempengaruhi bobot lahir anak babi. Jumlah anak sepelahiran yang sedikit akan meningkatkan bobot lahir, begitu juga sebaliknya bila anak babi yang dilahirkan dalam jumlah banyak akan menurunkan bobot lahir (Gordon, 2008). Rerata bobot lahir anak babi untuk pejantan Landrace dan Duroc hasil penelitian ini seperti terdapat pada Tabel 1.
Rerata bobot lahir anak babi dari pejantan Landrace (1,98±0,22 kg/ekor) adalah lebih tinggi 1,53% dari pada rataan bobot lahir anak babi untuk pejantan Duroc (1,95±0,18 kg/ekor. Hasil penelitian ini lebih tinggi dari Sihombing (1997) yang mengutarakan bahwa
Jurnal Nukleus Peternakan (Desember 2020) Volume 7, No. 2:155-160 pISSN : 2355-9942, eISSN:2656-792X Djegho et al .: Performa Reproduksi Saat Lahir .........................
besarnya rataan bobot lahir anak babi bervariasi antara 1,09-1,77 kg. Variasi bobot lahir antar penelitian ini dan penelitian lain diduga karena perbedaan jenis ternak babi yang digunakan serta manajemen pakan. Manajemen pemberian pakan akan mempengaruhi bobot lahir ternak babi.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa bangsa pejantan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap bobot lahir ternak babi penelitian. Ini berarti faktor genetik dari pejantan Landrace dan Duroc dan manajemen pakan yang hamper sama pengaruhnya terhadap bobot lahir. Sifat keindukan ( maternal effect ) merupakan faktor penting menentukan bobot lahir anak (Wahyuningsih dkk, 2012). Lebih lanjut dikatakan bahwa kemampuan fetus dalam mencerna nutrisi dari induk akan menentukan bobot lahir anak babi dalam sepelahiran..
## Liter size sapihan
Dalam penelitian ini ternak babi dipisahkan dari induknya pada umur 30 hari. Mortalitas anak sampai saat sapih dan kemampuan induk untuk merawat dan memberikan air susu pada anaknya merupakan faktor utama menentukan liter size sapihan pada ternak babi (Legates, 1972). Menurut Ligaya dkk (2007) untuk menghasilkan littersize yang tinggi sampai di sapih, perlu perhatian mengenai waktu pengawinan yang tepat (alami maupun IB), usaha menurunkan mortalitas dan umur penyapihan. Rerata angka sapih untuk pejantan Landrace dan Duroc hasil penelitian ini seperti pada Tabel 1.
Rerata jumlah anak yang disapih (angka sapih) untuk pejantan Duroc (10,00 ± 2,41 ekor) adalah 11,98% lebih tinggi dari pada rerata angka sapih untuk pejantan Landrace (8,93 ± 2,23 ekor). Rerata jumlah angka sapih hasil penelitian lebih tinggi dibandingkan dengan hasil oleh Prasetyo dkk (2013) sebesar 7,7 ekor. Variasi hasil-hasil penelitian ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti pejantan dan induk yang berbeda dan manajemen pemberian pakan (Sihombing, 1997).
Hasil uji statistik menunjukan bahwa pejantan bangsa Landrace dan Duroc tidak berpengaruh (P>0.05) terhadap rerata liter size sapihan anak-anak babi. Ini berarti faktor genetikdari pejantan bangsa Landrace dan Duroc serta aplikasi manajemen pemeliharaan
hususnya pakan memberikan pengaruh yang sama terhadap liter size sapihan. Liter size sapihan adalah sifat reproduksi yang ditentukan oleh sifat keindukan ( maternal effect ) ternak babi khususnya produksi susu yang berpengaruh pada mortalitas ternak. Legates (1972) menyatakan bahwa sifat keindukan dan mortalitas memberikan dampak pada kelangsungan anak babi dari lahir sampai sapih. Pakan yang diberikan sampai umur sapih pada penelitian ini memberikan pengaruh relativ sama terhadap produksi susu induk untuk kebutuhan anak-anak babi baik keturunan pejantan Landrace maupun Duroc walaupun menurut Allen dan Lesley (1960) bangsa-bangsa ternak babi secara nyata menunjukkan pengaruh terhadap produksi susu.
## Bobot sapih
Bobot badan anak babi sebelum disapih tergantung terhadap produksi dan kemampuan anak babi untuk mengkonsumsi susu dari induknya (Pinem dkk, 2020). Rendahnya produksi susu induk menyebabkan rendahnya jumlah anak yang disapih dan kematian prasapih. Bobot sapih merupakan bobot badan ternak saat dipisahkan dari induknya. Sapih merupakan tahap pertumbuhan suatu hewan yang mulai mengkonsumsi pakan padat dan air. Bobot lahir yng lebih berat menghasilkan bobot sapih yang lebih tinggi dari pada bobot lahir yang lebih rendah (Bunok dkk, 2020). Rerata bobot sapih untuk anak babi dari pejantan Landrace dan Duroc hasil penelitian ini seperti pada Tabel 1.
Rerata bobot sapih anak babi dari pejantan Landrace (6,20±0,28kg/ekor) adalah lebih tinggi sebesar 3,67% dari pada rataan bobot sapih anak babi dari pejantan Duroc (5,98±0,65kg/ekor) (Tabel 1). Rerata bobot sapih anak babi dalam penelitian ini hamper sama dengan penelitian Bunok dkk (2020) yang melaporkan bobot sapih dengan kisaran 5.2 – 8 kg. Hasil penelitian ini juga lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Tribudi dan Tohardi ( 2018) mengenai penampilan saat sapih dari babi Duroc sebesar 6,52±0,98 kg. Variasi ini disebakan oleh perbedaan materi yang digunakan dan managemen penelitian. Bunok dkk (2020) menggunakan hasil persilangan Yorkshire dan Landrace sedangkan penelitian ini menggunakan babi persilangan bangsa
Jurnal Nukleus Peternakan (Desember 2020) Volume 7, No. 2:155-160 pISSN : 2355-9942, eISSN:2656-792X Djegho et al .: Performa Reproduksi Saat Lahir .........................
Lanrdrace dan Duroc, sedangkan Tribudi dan Tohardi ( 2018) menggunakan babi Duroc yang relatf asli dan disapih pada umur 28 hari.
Bangsa pejantan khususnya Duroc dan Landrace belum menunjukkan pengaruh yang significant (P>0,05) terhadap bobot sapih anak- anak babi hasil penelitian. Ini berarti faktor genetik relative sama menentukan bobot badan sampai dengan umur sapih dari anak- anak babi. Kedua bangsa babi Landrace dan Duroc dalam penelitian ini dianggap masih sama pengaruhnya tehadap produksi susu yang pada akhirnya mempengaruhi bobot badan
sampai saat sapih. Sifat keindukan (maternal ability) yaitu kemampuan untuk merawat anak dan produksi susu dari induk belum dianggap factor penentu berat sapih. Perbedaan bangsa sebenarnya sangat nyata berpengaruh terhadap produksi air susu (Allen dan Lesley, 1960) tapi dalam kondisi penelitian ini kedua bangsa babi Landrace dan Duroc masih memberikan efek yang sama terhadap tampilan produksi susus ehingga bobot sapih anak babi relative sama.
## SIMPULAN
Performa reproduksi saat lahir dan sapih dari induk kawin dengan pejantan Duroc dan Landrace relative sama untuk sifat-sifat
liter size saat lahir, bobot lahir, liter size sapihan dan bobot sapih.
## DAFTAR PUSTAKA
Allen AD, Lesley JF. 1960. Milk production of sows. J. Anim. Sci. 19: 150-155 .
Anonim, 2002. Beternak Babi . Edisi 19. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Ardana IB, Putra DKH. 2008. Manajemen
Reproduksi. Universitas Udayana, Denpasar Bali.
Bunok DKI, Lapian MThR, Rawung VRW,
Rembet GDG. 2020. Hubungan bobot lahir anak babi dengan pertambahan bobot badan, bobot sapih, mortalitas, dan litter size sapihan pada Peternakan PT. Karya Prospek Satwa. Zootec. 40 (1) : 260–270. Ghozali. 2016. Aplikasi Analisis Multivariete Dengan Program IBM SPSS. Semarang; Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gordon I. 2008. Controlled Reproduction in Pigs . CAB International, Washington DC. Kingston NG. 1983. The problem of low litter size .Anim.Breed. 51(12):912.
Legates JE. 1972. The role of maternal effects in animal breeding : IV, Maternal Effects in Laboratory Species. Journal of Animal Science. 35 (6) : 1294-1302.
Ligaya, Tumbelaka ITA, Siagian PH . 2007Pengaruh Sistem Pengawinan dan Paritas Terhadap Penampilan Reproduksi Ternak Babi Di PT AdhiFarm, Solo, Jawa Tengah . J. Ilmu Ternak . 7(2):145-148 .
Pinem ALRI, Aritonang SN, Khasrad. 2020. Pengaruh umur sapih terhadap performans
babi Duroc jantan. Jurnal Peternakan Indonesia. 22 (1): 73-79 .
Prasetyo H, Ardana BK, Budiasa MK. 2013.
Studi penampilan reproduksi (litter Size, jumlah sapih, kematian) induk babi pada Peternakan Himalaya, Kupang. Indonesia Medicus Veterinus. 2(3): 261-268.
Radev G, Andrew A, Syarov I, Apostolou N,
Kostov L, Kristov S. 1982. The effect of high temperature during summer on reproduction of pigs at large intensive unit. Anim Breed Abstr. 50(10):666.
Siewerdt F, Cardellino RA, da Rosa VC.1995.
Genetic parameters of litter in three pig breed in shourtern Brazil. Brazilian Journal of Genetics . 18 (2) : 199-205.
Sihombing DTH. 1997. Ilmu Ternak Babi. Cetakan Pertama. Gadja Mada University Press.Yogyakarta.
Suberata IW, Sumardani NLG, Artiningsih NM. 2016. Kajian aktivitas ovarium babi betina hasil pemotongan di rumah potong hewan tradisional. Majalah Ilmiah Peternakan. 19 (2) :80-83.
Toelihere MR. 1985. Inseminasi Buatan pada Ternak . Penerbit Angkasa, Bandung.
Tribudi YA, Tohardi A. 2018. Pendugaan nilai heritabilitas bobot lahir dan bobot sapih pada babi duroc dan Yorkshire. Journal Ternak Tropika . 19 (1) : 46-52.
Wahyuningsih N, Subagyo YBP, Sunarto,
Prastowo S, Widyas N. 2012. Performan
Jurnal Nukleus Peternakan (Desember 2020) Volume 7, No. 2:155-160 pISSN : 2355-9942, eISSN:2656-792X Djegho et al .: Performa Reproduksi Saat Lahir .........................
anak babi silangan berdasarkan paritas induknya. Sains Peternakan. 10 (2): 56-
63.
Widodo W,
Hakim L. 1981. Pemuliaan Ternak . Lembaga Penerbitan Universitas Brawijaya, Malang.
|
9da03f8d-60be-4445-99d8-ea7c6f385c97 | https://ejournal.almaata.ac.id/index.php/IJND/article/download/368/394 | 154 Basri Aramico, Zamratul Husna
Analisis determinan stunting pada baduta di wilayah kerja puskesmas tahun 2016
Determinant analysis of stunting of children under-two years (baduta) in Puskesmas 2016
Basri Aramico 1 , Zamratul Husna 1
## ABSTRACT
Backgrounds: The high prevalence of stunting and its impact on IQ decline makes stunting as one of the nutritional problems that should receive attention from various stakeholders . Optimal growth can only be achieved by the intake of nutritious food and healthy environment. In 2013, the prevalence of stunting in Aceh amounted to 37.2% consisted of 18% very short and 19.2% short. Based on the result of monitoring nutritional status report from Public Health Of fi ce in Pidie Jaya, the prevalence of stunting increased in the last two years. That percentage increased from 14.8% in 2014 and become 17% in 2015. Objectives: This study aims to investigate the determinant of stunting in children under-two years (BADUTA) in Puskesmas Ulim, Pidie Jaya district in the year of 2016.
Methods: This research design is descriptive analytic by cross-sectional. The population in this study is all mothers who have BADUTA in Puskesmas Ulim in total of 75 respondents. The sampling method used was cluster sampling with total samples taken by 20% of the entire population from every six village among 30 villages. The primary data obtained directly by measuring the length of the child’s body and interview using questionnaires. The statistical test used is Chi-Square Test.
Results: The study showed that 66.7% children experienced stunting, 70.7% children had lower dietary intake, 85.3% children did not receive exclusive breastfeeding, 8.0% children experienced low birth weight (LBW), and 80.0% had infectious diseases. Based on statistical analysis it can be concluded that there were relationship b etween nutrient intake (p-value= 0.000), breastfeeding (p-value= 0.000), and infectious diseases (p-value= 0.029) with stunting. However, there was no relation between low birth weight (LBW) (p-value= 0.079) with stunting.
Conclusions: There were signi fi cant correlation between nutrition, exclusive breastfeeding, infection disease with stunting of BADUTA meanwhile there was no signi fi cant correlation between LBW babies with stunting in Puskesmas Ulim at Pidie Jaya district.
KEYWORDS: stunting, nutrient intake, exclusive breastfeeding, LBW, and infectious diseases
## ABSTRAK
Latar belakang: Stunting masih menjadi masalah yang harus diperhatikan pemerintah, karena anak penderita stunting mangalami penurunan intelligence quotient (IQ) dibandingkan dengan anak yang tidak stunting. Pertumbuhan yang optimal hanya dapat dicapai dengan asupan makanan yang bergizi serta lingkungan yang sehat. Pada tahun 2013 prevalensi stunting di Aceh sebesar 37,2% terdiri dari 18,0% sangat pendek dan 19,2% pendek. Berdasarkan hasil laporan pemantau status gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya prevalensi stunting mengalami peningkatan dakam dua tahun terakhir. Persentase peningkatan tersebut pada tahun 2014 sebesar 14,8%, meningkat menjadi 17% pada tahun 2015. Tujuan: Untuk menganalisis determinan stunting pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Ulim Kabupaten Pidie Jaya tahun 2016.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan desain cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Ulim sebanyak 75 responden, dengan metode cluster sampling. Sampel yang diambil sebesar 20% dari seluruh populasi, menggunakan teknik gugus dengan mengambil 6 desa dari 30 desa. Data primer diperoleh langsung
1 Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Muhammadiyah Aceh, e-mail : Basri.aramico@yahoo.com
JURNAL GIZI DAN DIETETIK INDONESIA Vol. 4, No. 3, September 2016: 154-160
Tersedia online pada: http://ejournal.almaata.ac.id/index.php/IJND DOI : http://dx.doi.org/10.21927/ijnd.2016.4(3).154-160
melalui pengukuran panjang badan anak dan melalui kuesioner dengan cara wawancara. Uji statistik yang digunakan yaitu uji chi-square test.
Hasil: Sebanyak 66,7% anak mengalami stunting, 70,7% asupan gizi yang kurang, 85,3% tidak mendapatkan ASI eksklusif , 8,0% berat lahir rendah, dan 80,0% mengalami penyakit infeksi. Hasil analisis statistik menunjukkan ada hubungan antara asupan gizi (p=0,000), pemberian ASI (p=0,000), dan penyakit infeksi (p=0,029) dengan stunting. Namun tidak ada hubungan antara berat bayi lahir rendah (p=0,079) dengan stunting pada baduta.
Kesimpulan: Ada hubungan antara asupan gizi, pemberian ASI ekslusif, penyakit infeksi dengan stunting pada baduta, dan tidak ada hubungan antara bayi berat lahir rendah dengan stunting pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Ulim Kabupaten Pidie Jaya.
KATA KUNCI: stunting, asupan gizi, ASI eksklusif, BBLR, penyakit infeksi
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan stunting di antaranya adalah pola makan, pemberian ASI ekslusif, kejadian BBLR, dan penyakit infeksi. Pola makan anak sangat erat hubungannya dengan pertumbuhan anak. Semakin baik pola makan anak maka semakin baik pertumbuhan anak. Sebaliknya anak yang pola makannya kurang baik dapat menyebabkan pertumbuhan anak terhambat sehingga anak berisiko mengalami stunting . Secara langsung, keadaan zat gizi dipengaruhi oleh kecukupan asupan makanan dan keadaan individu (3).
Prevalensi peningkatan stunting masih menjadi perhatian di Provinsi Aceh. Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2013 (4), sekitar 42,5% anak di Provinsi Aceh mengalami stunting. Angka ini menunjukkan nilai lebih besar dibandingkan dengan angka prevalensi nasional yaitu 37,2%. Di wilayah Kerja Puskesmas Ulim Kabupaten Pidie Jaya, prevalensi stunting mengalami kenaikan dalam dua tahun terakhir, yaitu pada tahun 2014 sebesar 14,33% dan tahun 2015 sebesar 16,91% (5). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis determinan stunting pada baduta di wilayah kerja Puskesmas Ulim Kabupaten Pidie Jaya tahun 2016.
## BAHAN DAN METODE
Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional . Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Ulim, Kabupaten Pidie jaya, Aceh pada bulan maret – April 2016. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Ulim sebanyak
## PENDAHULUAN
Stunting adalah status gizi yang didasarkan pada indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Seorang anak yang mengalami kekerdilan sering terlihat seperti anak dengan tinggi badan normal untuk anak seusianya. Stunting dapat dipengaruhi oleh status gizi sebelum kelahiran,yang disebabkan oleh status gizi ibu yang kurang baik selama kehamilan, pola makan ibu hamil yang kurang tepat, kualitas makanan yang kurang baik, dan intensitas penyakit infeksi (1).
Stunting juga dapat dipengaruhi oleh berat bayi berat lahir rendah (BBLR), pola makan yang tidak sehat, kurangnya pemberian ASI, akibat penyakit infeksi pada masa balita, serta tidak tercapainya perbaikan pertumbuhan yang sempurna pada masa berikutnya. Oleh sebab itu tidak heran apabila banyak ditemukan anak yang stunting . Tidak hanya pada fi sik yang pendek saja, stunting berpengaruh juga pada fungsi kognitifnya yaitu fungsi psikis dan tingkat beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. Efek yang banyak ditemukan pada anak yang menderita stunting berat memiliki IQ 2 poin lebih rendah dibandingkan rata-rata anak yang tidak stunting . Hal ini mengakibatkan penurunan intelegensia (IQ), sehingga prestasi belajar menjadi rendah. Stunting tidak hanya berdampak pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga pada kecerdasan, produktivitas, dan prestasi belajar. Hal ini dapat mempengaruhi potensi kualiatas sumber daya manusia (2).
## 156 Basri Aramico, Zamratul Husna
75 responden, dengan metode sampling yang dipilih adalah cluster sampling. Sampel yang diambil sebesar 20% dari seluruh populasi menggunakan teknik gugus, yaitu dengan mengambil 6 diantara 30 desa. Teknik sampling yang digunakan adalah proportionate stratified random sampling, yaitu pengambilan sampel acak strati fi kasi yang dilakukan secara proposional.
Data primer panjang badan anak diperoleh dengan cara pengukuran langsung, pengukuran asupan gizi diperoleh dengan instrument food recall untuk memperoleh data kecukupan energi dan protein . Data pemberian ASI ekslusif dan berat badan bayi lahir serta penyakit infeksi didapatkan melalui wawancara menggunakan kuesioner yang diadopsi dari penelitian Aramico, Dkk (6) . Data berat badan bayi lahir diperoleh melalui pengamatan pada buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Uji statistik yang digunakan yaitu uji chi-square test.
Kategori analisis variabel penelitian terdiri dari asupan gizi (energi) yaitu asupan gizi kurang jika asupan energi dan protein < 80% kebutuhan dan cukup jika asupan > 80% kebutuhan. Pemberian ASI eksklusif jika anak diberikan ASI saja sejak umur 0-6 bulan dan tidak eksklusif jika anak tidak hanya diberikan ASI sejak umur 0-6 bulan BBLR jika berat bayi lahir di bawah 2.500 gr dan normal jika bayi lahir ≥ 2.500 gr. Penyakit infeksi diare, ISPA, malaria, dan kecacingan merupakan hasil yang dikumpulkan melalui kuesioner, dan ditentukan dengan mengategorikannya: penderita penyakit infeksi jika hasil wawancara menunjukkan bahwa responden menderita salah satu penyakit infeksi tersebut dan dikategorikan, bukan penderita penyakit infeksi jika hasil wawancara menunjukkan tidak terinfeksi penyakit tersebut.
## HASIL
## Karakteristik subjek penelitian
Subjek pada peneltian ini adalah baduta yang berusia lebih dari 6 (enam) bulan sampai dengan anak berusia kurang dari 24 bulan (kurang dari 2 tahun), yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Pemilihan subjek penelitian yang berusia lebih dari 6 bulan dilakukan untuk memastikan bahwa subjek
penelitian sudah melewati periode pemberian ASI eksklusif, sehingga dapat dikategorikan menjadi baduta yang mengonsumsi ASI eksklusif atau ASI non eksklusif.
## Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik subjek
penelitian Karakteristik n % Jenis kelamin Laki-laki 38 50,7 Perempuan 37 49,3 Usia > 6 bulan – 1 tahun 19 25,3 > 1 tahun – < 2 tahun 56 74,7
## Hubungan asupan gizi dengan stunting
Deskripsi hubungan asupan gizi dengan stunting Tabel 2 menunjukkan bahwa proporsi baduta yang memiliki asupan gizi lebih tinggi pada kelompok responden berstatus gixi stunting , namun proporsi baduta berasupan gizi cukup banyak ditemukan pada kelompok responden berstatus gizi normal. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara asupan gizi dengan stunting .
Hubungan Pemberian ASI dengan stunting
Deskripsi hubungan asupan gizi dengan stunting Tabel 2 menunjukkan bahwa proporsi baduta yang tidak diberi ASI eksklusif lebih banyak pada kelompok stunting . Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara asupan gizi dengan stunting (p value = 0,000 < 0,05) dan odd ratio 46.
## Hubungan pemberian ASI dengan stunting
Deskripsi hubungan pemberian ASI eksklusif dengan stunting dapat dilihat pada Tabel.1 . Baduta yang tidak mendapatkan ASI eksklusif banyak terdapat pada kelompok baduta berstatus gizi stunting (78,1%), sedangkan kelompok baduta berstatus gizi normal (21,8%) seluruhnya diberi ASI eksklusif. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan stunting ( p value = 0,000 < 0,05) dan odd ratio 0,2.
Hubungan berat bayi lahir dengan stunting
Deskripsi hubungan berat bayi lahir dengan stunting dapat dilihat pada Tabel 2 . Baduta yang memiliki riwayat BBLR lebih banyak terdapat pada kelompok stunting (100%), sedanglan baduta dengan riwayat berat badan normal lebih banyak pada kelompok berstatus gizi normal. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara BBLR dengan stunting (p value = 0,079 > 0,05) dan odd ratio 1,5.
Hubungan penyakit infeksi dengan stunting
Deskripsi hubungan penyakit infeksi dengan stunting dapat dilihat pada Tabel 2. Baduta yang menderita penyakit infeksi banyak terdapat pada kelompok baduta stunting (73,3%), sedangkan baduta yang tidak menderita penyakit infeksi banyak terdapat pada kelompok baduta normal (60%). Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara penyakit infeksi dengan stunting ( p = 0,029 < 0,05) dan odd ratio 4,1.
## BAHASAN
Hubungan asupan gizi dengan stunting
Hasil uji statistik antara asupan gizi dengan stunting menunjukkan ada hubungan yang signi fi kan ( p-value 0,000) Tabel 2 . Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Fitri pada tahun 2012 yang menunjukan ada hubungan yang signi fi kan antara
asupan gizi dengan kejadian stunting pada baduta di Wilayah Sumatera dengan proporsi kejadian stunting pada baduta lebih banyak ditemukan pada kelompok dengan asupan gizi kurang (39,7%) dibandingkan baduta dengan asupan gizi cukup (35,2%) (7). Namun demikian, hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Aridiyah pada tahun 2015 yang menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan gizi (kecukupan energi) dengan kejadian stunting pada anak balita di wilayah pedesaan (Puskesmas Kalisat) dan daerah perkotaan (Puskesmas Patrang dan Mangli) di Kabupaten Jember Provinsi Jawa Timur, selanjutnya dari hasil penelitian tersebut juga disebutkan bahwa tingkat kecukupan protein dan kalsium tidak memiliki hubungan yang signi fi kan dengan stunting (8).
Pola makan anak tidak terpenuhi akan menyebabkan stunting . Oleh kerena itu, asupan zat gizi sangat diperlukan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan. Pola makan yang sehat dan bergizi juga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan motorik pada anak. Pola makan sehat yang dimaksud meliputi jenis makan yang bergizi, frekuensi makan yang diperhatikan, serta porsi makan yang dikonsumsi anak. Kebutuhan dan asupan gizi berasal dari konsumsi makanan sehari-hari (9).
Stunting sangat sering dialami oleh anak- anak yang berpola makan yang tidak baik ditambah lagi waktu yang tidak teratur dalam mengonsumsi
Tabel 2. Analisis determinan stunting
Variabel Status Gizi χ 2 p OR (CI 95%) Stunting Normal F % F % Asupan gizi Kurang 46 90,2 5 9,8 36,4 0,000 46 11,16 -189,49 Cukup 4 16,7 20 83,9 Pemberian ASI Tidak eksklusif 50 78,1 14 21,9 22,38 0,000 0,21 0,139 - 0,34 Eksklusif 0 0 11 100 Berat bayi lahir BBLR 6 100 0 0 3,26 0,079 1,5 1,31 –1,187 Normal 44 63,8 25 36,2 Penyakit infeksi Penderita 44 73,3 16 26,7 6,0 0,029 4,12 1,26 – 13,4 Bukan penderita 6 40,0 9 60,0
## 158 Basri Aramico, Zamratul Husna
makanan menyebabkan asupan gizi anak tidak maksimal. Anak-anak yang aktif lebih banyak memerlukan nutrisi untuk proses pertumbuhannya menjadi lebih baik dan terhindar dari stunting . Apabila anak tidak aktif dan pemenuhan nutrisinya kurang baik sangat berisiko menyebabkan anak- anak mengalami stunting (9) .
Hasil penelitian sebelumnya mengenai suplementasi makanan pada anak-anak di negara berkembang telah menunjukkan sedikit efek atau perubahan pada berat dan tinggi badan. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa walaupun telah disediakan makanan yang berenergi tinggi pada anak- anak di negara berkembang, anak-anak tetap menolak makanan tersebut dikarenakan faktor anoreksia yang disebabkan infeksi, kekurangan zat gizi tertentu, dan konsumsi makanan yang tidak seimbang (11).
Hasil wawancara dengan responden pada penelitian ini menjelaskan bahwa baduta yang stunting dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya: frekuensi dan jumlah pemberian makan, densitas energi yang rendah, nafsu makan berkurang karena konsumsi makan yang tidak bervariasi, dan penyakit infeksi. Hasil penelitian menjelaskan bahwa kurangnya asupan gizi anak yang stunting disebabkan oleh makanan yang tidak beragam, seperti anak yang tidak suka minum susu, makan buah dan sayur-sayuran. Keterangan lain dari responden menyebutkan bahwa anak juga sering mengonsumsi mie instan serta jajanan yang tidak sehat.
## Hubungan pemberian ASI dengan kejadian stunting
Hasil uji chi-square (X²) menunjukan hubungan antara pemberian ASI dengan stunting p-value 0,000 (Tabel 2) . Kegagalan pemberian ASI Eksklusif disebabkan oleh rendahnya pemahaman ibu tentang manfaat pemberian ASI pada anak, serta rendahnya kesadaran keluarga akan pentingnya ASI eksklusif. Namun hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Suyatno (2009) yang mengungkapkan bahwa tidak dijumpainya korelasi yang bermakna antara pemberian ASI dengan perubahan skor simpang baku indeks status gizi BB/U, TB/U, dan BB/TB, disebabkan pada bulan-bulan awal kehidupan
seorang bayi (0-2 bulan) keadaan pertumbuhan linier dan pertumbuhan masa lunak berjalan seimbang (12).
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari di Aceh tahun 2014 yang menjelaskan bahwa proporsi anak stunting lebih tinggi terjadi pada anak yang tidak diberi ASI eksklusif dan MPASI diberikan terlalu dini. Hal ini terlihat dari nilai OR yang sama. Ada hubungan antara ASI eksklusif dan umur pemberian MP-ASI (13).
## Hubungan bayi berat lahir rendah dengan stunting
Hasil analisis uji statistik chi-square ( χ 2 ) hubungan antara berat bayi lahir rendah dengan stunting diperoleh hasil p-value 0,079, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signi fi kan antara bayi berat lahir rendah dengan stunting (Tabel 2) . Hal ini disebabkan proporsi rata-rata perbandingan berat bayi lahir, baik yang stunting maupun yang normal tidak jauh berbeda. Perbandingan tersebut dapat dipengaruhi oleh status gizi ibu pada saat hamil yang cukup baik.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Rahayu di Hulu Sungai Utara tahun 2015 yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara berat badan saat lahir dengan stunting dan diperoleh ada sebanyak 39,3% balita yang tidak BBLR yang status gizi stunting dan 51,35% normal (14). Penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian Fitri menyebutkan bahwa berat lahir secara bermakna berhubungan dengan kejadian stunting (7) .
Penelitian yang dilakukan oleh Nadiyah pada tahun 2014 menyebutkan bahwa bayi dengan berat lahir normal banyak terdapat pada kelompok status gizi normal (67,3%), sedangkan bayi yang stunting pada kelompok tersebut hanya sebesar 32,7%. Uji statistik penelitian tersebut menunjukkan nilai p= 0,044, sehingga dapat disimpulkan ada hubungan antara berat lahir bayi dengan stunting (15) . Stunting merupakan dampak dari growth faltering atau kegagalan pertumbuhan. Hal tersebut juga dapat mengakibatkan penurunan staus gizi anak ( underweight) yang pada umumnya terjadi dalam periode yang singkat pada awal kehidupan (sebelum
Analisis determinan stunting pada baduta di wilayah kerja puskesmas tahun 2016 159
lahir hingga usia kurang lebih umur 2 tahun). Gangguan pertumbuhan tersebut akan menjadi masalah yang serius di kemudian hari dan dampak yang ditimbulkan di antaranya dapat mengakibatkan penurunan produktivitas kerja pada anak laki-laki yang pada akhirnya berpengaruh terhadap status ekonomi. Gangguan pertumbuhan (stunting) pada anak perempuan dapat meningkatkan risiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (16).
Hubungan penyakit infeksi dengan stunting
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penyakit infeksi berhubungan dengan kejadian stunting pada baduta (p-value 0,029). Hal ini berarti penyakit infeksi merupakan salah satu faktor penyebab stunting . Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Masithah, Soekirman & Martianto di Desa Mulya Harja pada tahun 2005 yang dilaporkan riwayat penyakit diare dan infeksi saluran penafasan merupakan faktor risiko kejadian stunting . Anak yang sering mengalami diare akut berisiko 2,3 besar tumbuh menjadi stunting (17).
Penyakit infeksi mempunyai efek substansial terhadap pertumbuhan anak. Penyakit infeksi juga berhubungan dengan gangguan pertumbuhan. Hasil penelitian Picauly juga menemukan bahwa penyakit infeksi merupakan faktor risiko kejadian stunting (18). Anak yang memiliki riwayat penyakit infeksi berpeluang lebih besar mengalami stunting 2,3 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat penyakit infeksi. Hasil wawancara pada penelitian tersebut didapatkan hasil penyakit infeksi yang banyak dialami oleh anak adalah diare. Durasi kejadian diare yang dialami anak rata-rata selama 1-2 hari, sehingga mempengaruhi nafsu makan anak dan mempengaruhi kenaikan berat berat badan. Penyakit infeksi lainya yang banyak diderita oleh anak berdasarkan hasil penelitian yaitu panas, batuk, pilek, dan cacingan.
Hal ini sejalan dengan penelitian Kusumawati di Banyumas pada tahun 2015, berdasarkan hasil analisis multivariate dari penelitian tersebut di jelaskan bahwa diketahui dari faktor anak, ditemukan persentase kasus lebih banyak memiliki riwayat BBLR, memiliki riwayat panjang badan lahir rendah (kurang dari 48 sentimeter), mempunyai
riwayat kurang baik dalam pemberian ASI dan MP-ASI, sering mengalami penyakit infeksi, serta kurang mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik dan imunisasi. Hasil uji statistik penelitian ini menunjukkan bahwa anak yang sering menderita penyakit infeksi 8,8 kali lebih besar berisiko mengalami stunting (19) . Namun hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Anisa tahun 2012 yang menjelaskan bahwa tidak terdapat hubungan antara penyakit infeksi (diare dan ISPA) dengan kejadian stunting pada balita di Kelurahan Kalibaru Depok Jawa Barat (20).
Penyakit infeksi merupakan infeksi yang umum terjadi dan mudah menular pada anak. Infeksi yang terjadi juga tergolong ringan, disertai batuk pilek berlangsung selama 2-3 hari. Infeksi saluran pernafasan atas dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu yang singkat dan pada penelitian ini gejala infeksi pernafasan yang terjadi mungkin tidak dapat mempengaruhi nafsu makan sehingga tidak sampai menurunkan status gizi anak (21).
## KESIMPULAN DAN SARAN
Pada penelitian ini ditemukan ada hubungan yang bermakna antara asupan gizi, pemberian ASI eksklusif, penyakit Infeksi dengan stunting pada baduta, dan tidak ada hubungan yang bermakna antara bayi berat lahir rendah dengan stunting pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Ulim Kabupaten Pidie Jaya.
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang diberikan yaitu bagi instansi terkait di bidang kesehatan diharapkan agar lebih meningkatkan peran tenaga kesehatanuntuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif, pemenuhan nutrisi anak dengan mengatur asupan gizi yang baik, jumlah kalori dan protein yang cukup serta jadwal frekuensi makan yang teratur dapat membantu proses pemenuhan gizi menjadi lebih baik
## RUJUKAN
1. Gibson RS. Principles of Nutritional Assessment. Second Edition. New York: Oxford University Press. Inc.; 2005.
## 160 Basri Aramico, Zamratul Husna
2. Satria. Sepertiga Anak Usia Sekolah di Indonesia Alami Stunted [Internet]. 2010 [cited 2015 Nov 10]. Available from: https://ugm.ac.id/ id/berita/2663-sepertiga.anak.usia.sekolah. di.indonesia.alami.stunted
3. Nuryati S. 37 Persen Anak Indonesia Kerdil. Sumber: Sinar Harapan, Prakarsa Rakyat [Internet]. 2008 [cited 2015 Nov 10]. Available from: www.prakarsa-rakyat.org
4. Riset Kesehatan Dasar. Laporan Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2013. Jakarta: Badan Penelitan dan Pengembangan Kementerian Kesehatan RI; 2013.
5. Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie. Laporan status gizi balita. Pidie Jaya: Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya; 2015.
6. Aramico B, Amin FA, Novita R. Hubungan pemberian ASI eksklusif, pengetahuan, pendapatan dan pola asuh dengan tumbuh kembang anak balita di Desa Lie, Kota Banda Aceh. J Kesehat Masy Aceh. 2016;2(1):71–9.
7. Fitri. Berat lahir sebagai faktor dominan terjadinya stunting pada balita (12-59 bulan) di Sumatera (analisis data rikesdas 2010). Universitas Indonesia; 2012.
8. Aridiyah FO, Rohmawati N, Ririanty M. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan (The Factors Affecting Stunting on Toddlers in Rural and Urban Areas). Pustaka Kesehat. 2015;3(1):163–70.
9. Dian M, Hakim L, Haryani S, Arif NS, Kep S, Program M, et al. Hubungan pola makan bergizi dengan tumbuh kembang motorik pada anak usia sekolah di SD Tawang Mas 02 Semarang. STIKES Telogorejo Semarang; 2012.
10. Afriana R. Hubungan pola konsumsi makan terhadap status gizi anak kelas 6 di SDN 13 Kelapa Dua Tangerang Tahun Ajaran 2010- 2011. Universitas Pembangunan Nasional; 2011.
11. Hermina, Prihatini S. Gambaran keragaman makanan dan sumbangannya terhadap
konsumsi energi protein pada anak balita pendek (stunting) di Indonesia. Bul Penelit Kesehat. 2011;39(2):62–73.
12. Suyatno, Ummi S. Riset kebidanan metodologi dan aplikasi. Yogyakarta: Mitra Cendekia; 2009.
13. Lestari W, Margawati A, Rah fi ludin Z. Faktor risiko stunting pada anak umur 6-24 bulan di kecamatan Penanggalan kota Subulussalam provinsi Aceh. J GIZI Indones. 2014;3(1):37–45.
14. Rahayu A, Yulidasari F, Putri AO, Rahman F. Riwayat Berat Badan Lahir dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia Bawah Dua Tahun. Kesmas Natl Public Heal J. 2015 Nov 8;10(2):67.
15. Nadiyah, Briawan D, Martianto D. Faktor risiko stunting pada anak usia 0—23 bulan di Provinsi Bali, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara Timur. J Gizi dan Pangan. 2014;9(2):125–32.
16. Kusharisupeni. Growth faltering pada bayi di Kabupaten Indramayu Jawa Barat. MAKARA Kesehat. 2002;6(1):1–5.
17. Masithah T, Soekirman I, Martianto D. Hubungan pola asuh makan dan kesehatan dengan status gizi anak batita di Desa Mulya Harja. Media Gizi Kel. 2005;29(2):29–39.
18. Picauly I, Toy SM. Analisis determinan dan pengaruh stunting terhadap prestasi belajar anak sekolah di Kupang Dan Sumba Timur, NTT. J Gizi dan Pangan. 2013;8(1):55–62.
19. Kusumawati E, Rahardjo S, Sari HP. Model Pengendalian Faktor Risiko Stunting pada Anak Bawah Tiga Tahun. Kesmas Natl Public Heal J. 2015;9(3):249–56.
20. Anisa P. Faktor - faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita usia 25 - 60 bulan di Kelurahan Kalibaru Depok Tahun 2012. Universitas Indonesia; 2012.
21. Wahdah S. Faktor risiko kejadian stunting pada anak umur 6-36 bulan di wilayah pedalaman Kecamatan Silat Hulu Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan Barat. Universitas Gadjah Mada; 2012.
|
4ecd405e-c0ba-4b42-812c-7d4da2e299fa | http://journal.unigha.ac.id/index.php/JAR/article/download/667/642 |
## PERAN GANDA BURUH TANI PEREMPUAN DALAM MENINGKATKAN EKONOMI KELUARGA DI KAMPONG BARO KECAMATAN PIDIE KABUPATEN PIDIE
The Dual Role of Female Farmers in Improving the Family Economy in Kampong Baro, Pidie District Pidie District
Safrika (1), Julia (2)
(1) Jurusan Agribisnis – Fakultas Pertanian –Universitas Jabal Ghafur
(2) Jurusan Agribisnis – Fakultas Pertanian –Universitas Jabal Ghafur email : safrikarika25@gmail.com
## ABSTRAK
Kegiatan perempuan di luar rumah sebagai buruh tani di Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie dapat dikatakan sudah menjadi profesi akibat sempitnya lapangan kerja. Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran ganda buruh tani perempuan dalam meningkatkan ekonomi keluarga dan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi pendapatan buruh tani perempuan dalam meningkatkan ekonomi keluarga di Gampong Kampong Baro Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2021 sampai dengan selesai. Sampel penelitian ini sebanyak 27 orang responden dari populasi 27 orang buruh tani perempuan. Penelitian ini dilakukan dengan cara menyebar kuisioner dan wawancara langsung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode analisis kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan kontribusi peran ganda buruh tani perempuan dalam meningkatkan ekonomi keluarga terhadap pendapatan keluarga yaitu rendah 41.23% atau termasuk kategori berperan rendah terhadap pendapatan keluarga.
Kata kunci : Peran Ganda, Buruh Tani Perempuan, Ekonomi Keluarga
## ABSTRACT
Women's activities outside the home as farm laborers in Pidie District, Pidie Regency can be said to have become a profession due to the narrowness of employment opportunities. The purpose of this study is to find out how the dual role of female farm workers in improving the family economy is and to find out how big the contribution of female farm workers' income in improving the family economy in Kampong Baro Village, Pidie District, Pidie Regency.This research was conducted in March 2021 until completion. The sample of this study were 27 respondents from a population of 27 female farm workers. This research was conducted by distributing questionnaires and direct interviews. The method used in this study is a qualitative analysis method. The results of this study showThe contribution of the dual role of female farm workers in improving the family economy to family income is low at 41.23% or is included in the category of having a low role in family income.
Keywords: Dual Role, Female Farmer, Family Economy
## PENDAHULUAN
Masyarakat yang melangkah maju ke zaman baru seperti jaman kita, antara lain mengalami masa emansipasi perempuan, yaitu usaha melepaskan diri dari peranan perempuan yang terbatas dari sistem kekerabatan untuk mendapatkan status baru, sesuai dengan jaman baru, dalam keluarga dan dalam masyarakat besar perubahan pada sistem perekonomian dalam masyarakat tersebut membawa perubahan pada alokasi ekonomi keluarga. Dalam hal ini perempuan berubah karena peranan perempuan dalam bidang ekonomi berubah pula. Partisipasi perempuan dalam dunia kerja, telah memberikan kontribusi yang besar terhadap kesejahteraan keluarga, khususnya bidang ekonomi.
Angka perempuan pekerja di Indonesia dan juga di negara lain masih akan terus meningkat, karena beberapa faktor seperti meningkatnya kesempatan belajar bagi perempuan, keberhasilan program keluarga berencana, banyaknya tempat penitipan anak dan kemajuan teknologi yang memungkinkan perempuan dapat
menghandle masalah keluarga dan masalah kerja sekaligus. Peningkatan partisipasi kerja tersebut bukan hanya mempengaruhi pasar kerja, akan tetapi jugamempengaruhi kesejahteraan perempuan itu sendiri dan kesejahteraan keluarganya.
Perempuan yang bekerja akan menambah penghasilan keluarga, yang secara otomatis mampu meningkatkan kualitas gizi dan kesehatan seluruh anggota keluarga. Keadaan yang demikian membuat para perempuan memiliki dua peran sekaligus, yakni peran domestik yang bertugas mengurus rumah tangga dan peran publik yang bertugas di luar rumah atau bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup seluruh keluarga. Bagi keluarga kelas bawah keterlibatan seluruh anggota keluarga sangat membantu.
Pada dasarnya bagi perempuan Indonesia, khususnya bagi mereka yang
tinggal di daerah tertinggal dan berekonomi miskin peran ganda bukanlah sesuatu hal yang baru. Bagi perempuan golongan ini peran ganda telah ditanamkan oleh para orang tua mereka sejak mereka masih berusia muda. para remaja putri tidak dapat bermain bebas seperti layaknya remaja lainnya karena terbebani kewajiban bekerja untuk membantu perekonomian keluarga mereka.
Berdasarkan pengamatan sementara oleh peneliti di lapangan ditemukan bahwa ketersediaan lahan usahatani di Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie memberikan peluang kerja bagi sebagian perempuan buruh tani di daerah tersebut. Terlibatnya perempuan dalam usaha tani ini menimbulkan penambahan jam kerja perempuan selain bekerja sebagai ibu rumah tangga. Perempuan harus meluangkan waktunya diluar rumah sekitar 8 – 12 jam per hari kerja. Perempuan buruh tani perempuan di Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie
merupakan perempuan dalam usia sekitar 25 - 60 tahun angkatan kerja, memiliki status sebagai ibu rumah tangga.
Perempuan di Kecamatan Pidie bekerja bermacam-macam profesi yang dilakukan dan keahlian seperti perempuan yang berpendidikan bisa bekerja di kantoran, menjadi guru, dan pegawai bahkan perempuan yang berpendidikan rendah bekerja sebagai petani, buruh tani, buruhpabrik, pedagang, ibu rumah tangga. Dalam lapangan pertanian yang ada tenaga perempuan sangat dibutuhkan oleh para petani, karena tenaga perempuan dibutuhkan untuk melakukan proses bercocok tanam hingga penyiangan bahkan saat panen.
Kegiatan perempuan di luar rumah sebaga buruhtani di Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie dapat dikatakan sudah menjadi profesi akibat sempitnya lapangan kerja, Dalam hal mencari penambahan penghasilan, setiap kepala keluarga senantiasa memberikan dukungan kerja bagi istri mereka guna tercapainya tingkat kesejahteraan keluarga. Tingkat pendapatan
perempuan dalam keluarga tani ini sangat membantu perekonomian rumah tangga untuk mencukupi kebutuhan hidup. Oleh karena itu perlu adanya peningkatan jam kerja dengan cara bekerja pada usahatani milik orang lain, tidak dapat dipungkiri bahwa tinggi rendahnya taraf hidup dalam suatu keluarga sangat tergantung pada tingkat pendapatan. Pendapatan suatu keluarga dipengaruhi oleh latar belakang sosial, ketersediaan lapangan kerja, kondisi ekonomi keluarga, dan juga kondisi geografis tempat tinggal.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Peran Ganda Buruh Tani Perempuan Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga di Gampong Kampong Baro Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie”.
## Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Diduga buruh tani perempuan berperan ganda dalam meningkatkan ekonomi keluarga Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie.
2. Diduga kontribusi pendapatan buruh tani perempuan dalam meningkatkan ekonomi keluarga dinilai besar.
## Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana peran ganda buruh tani perempuan dalam meningkatkan ekonomi keluarga di Gampong Kampong Baro Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie.
2. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi pendapatan buruh tani perempuan dalam
meningkatkan ekonomi keluarga di Gampong Kampong
Baro Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie.
## Hipotesis
Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Diduga buruh tani perempuan berperan ganda dalam meningkatkan ekonomi keluarga Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie.
2. Diduga kontribusi pendapatan buruh tani perempuan dalam meningkatkan
ekonomi keluarga dinilai besar.
## METODE Metode Analisis
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif kuantitatif. Analisis deskriptif dapat digunakan untuk menjelaskan data tanpa bertujuan menguji hipotesis agar dapat diperoleh suatu kesimpulan mengenai peran ganda buruh tani perempuan dalam meningkatkan ekonomi keluarga di Kampong Baro Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie. Menurut Tamamma (2011), analisis data yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah gunamencapai tujuan yang telah ditentukan adalah dengan menghitung total pendapatan keluarga. Untuk mengetahui pendapatan rumah tangga buruh tani perempuan digunakan rumus yaitu:
Pendapatan Keluarga = Pendapatan Suami + Pendapatan Istri
Analisis yang digunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi pendapatan buruh tani perempuan dalam meningkatkan ekonomi keluarga di Gampong Kampong Baro Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie yaitu dengan cara pendapatan buruh tani perempuan dibagi dengan pendapatan total rumah tangga selanjutnya dikalikan dengan 100%. Berikut rumus yang digunakan :
## 𝐊𝐨𝐧𝐭𝐫𝐢𝐛𝐮𝐬𝐢
= 𝐏𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐁𝐮𝐫𝐮𝐡 𝐓𝐚𝐧𝐢 𝐏𝐞𝐫𝐞𝐦𝐩𝐮𝐚𝐧 𝐏𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚
𝐱𝟏𝟎𝟎
Untuk menentukan besar atau kecilnya kontribusi wanita terhadap total pendapatan keluarga maka diukur dengan:
Jika kontribusi ≤ 50% dari total pendapatan keluarga maka kontribusi kecil Jika kontribusi > 50 % dari total pendapatan keluarga maka kontribusi besar. (Samadi, 2016).
## HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Daerah Penelitian
Wilayah Kecamatan Pidie memiliki luas kecamatan adalah 35,00 km2 yang terdiri dari 8 mukim dan 64 gampong. Dari total jumlah bagian wilayah, 34.22% merupakan wilayah persawahan dan 65.78% merupakan wilayah daratan. wilayah persawahan yang dimiliki sebagian besar merupakan lahan sawah irigasi pedesaan, dan berada dengan ciri topografi daratan yang relatif datar atau landai. Sedangkan lahan darat disebagian wilayah sebelah selatan merupakan dataran tinggi bergelombang dengan tingkat kemiringan 15-15%.
Jenis tanah yang ada disebagian besar wilayah ini memiliki klasifikasi jenis tanah aluvial, grumosol, dan latosol. Dan ciri sebagian besar kondisi tanah diwilayah ini adalah aluvial yakni lempung berpasir, dengan kandungan pasir berkisar kurang lebih 20%. Kondisi agroklimat secara umum memiliki ciri iklim tropis, dimana temperature udara secara rata-rata berada dalam interval 20-30 Celcius.
Pergantian musim jika berada dalam kondisi normal memiliki tingkat pergantian antara bulan September s/d Maret merupakan musim hujan, dan bulan April s/d Agustus merupakan musim kemarau. Tingkat curah hujan 5 sampai 7 bulan basah, terutama pada musim hujan, antara Oktober -Maret.
Batas wilayah secara administratif Kecamatan Pidie mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut :
− Sebelah Utara berbatasan dengan
Kecamatan Kota Sigli dan Kecamatan
Simpang Tiga
− Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Indrajaya dan Kecamatan Peukan Baro
− Sebelah Barat berbatasan dengan
Kecamatan Grong-grong dan Kecamatan Batee
− Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Simpang Tiga dan Kecamatan Peukan Baro
## Pekerjaan Sampingan Buruh Tani
Perkejaan sampingan yang ditekuni buruh tani perempuan di Gampong Kampong Baro Kecamatan Pidie memberikan penghasilan sampingan untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga. Pengahsilan yang diperoleh sesuai dengan pekerjaan sampingan yang ditekuni. Tingkat penghasilan yang diterima oleh responden dari pekerjaan sampingan dapat dilihat pada tabel 1 berikut:
Besaran Penghasilan/hari Jumlah (Jiwa) Persentase (%) < Rp. 50.000 7 26,00 Rp. 50.000 – Rp. 100.000 14 52,00 > Rp. 100.000 2 7,00 Tidak Ada 4 15,00 Jumlah 27 100
Berdasarkan tabel dapat dijelaskan bahwa besaran penghasilan buruh tani perempuan di Gampong Kampong Baro Kecamatan Pidie yang diperoleh dari pekerjaan sampingan berkisar antara Rp. 50.000 sampai dengan Rp. 100.000 per hari dengan presentase responden sebesar 52,00%. Jumlah penghasilan yang diterima ini dapat membantu responden dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
## Besaran Penghasilan dari Pekerjaan Suami
Peran utama suami dalam keluarga adalah sebagai pencari nafkah utama, dengan penghasilan yang diperolehnya, suami berusaha kebutuhan keluarga. Adapun
pengahasailan suami responden dapat dilihat pada tabel 2 berikut:
Besaran Penghasilan/hari Jumlah (Jiwa) Persentase (%) < Rp. 50.000 0 0 Rp. 50.000 – Rp. 100.000 26 100 > Rp. 100.000 0 0 Jumlah 26 100 Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan bahwa penghasilan suami responden berkisar antara Rp. 50.000 sampai Rp. 100.000 dengan persentase 100%. Sama hal nya dengan jenis pekerjaan hanya responden yang berstatus kawin yang menjawab pertanyaan ini sedangkan satu orang tidak menjawab karena statusnya janda. Hal ini menunjukkan bahwa salah satu faktor perempuan menjadi buruh tani karena rendahnya penghasilan suami mereka. Jika hanya mengandalkan penghasilan suami maka banyak kebutuhan keluarga yang tidak tercukupi sehingga responden mengambil solusi untuk menjadi buruh tani perempuan daalm mencari nafkah.
## Jumlah Pengeluaran Rumah Tangga
Pekerjaan sebagai buruh tani yang dilakukan perempuan berupaya untuk menutupi kekurangan kebutuhan keluarga dengan alasan penghasilan suami tidak menentu sehingga tidak mampu menutupi pengeluaran rumah tangga per harinya. Tingkat pengeluaran rumah tangga responden bervariasi sesuai dengan jumlah anggota keluarga. Berikut adalah jumlah pengeluaran rumah tangga responden.
Besaran Pengeluaran/hari Jumlah (Jiwa) Persentase (%) < Rp. 50.000 21 78,00 Rp. 50.000 – Rp. 100.000 5 19,00 > Rp. 100.000 1 3,00 Jumlah 26 100
Berdasarkan tabel di atasa dapat dijelaskan bahwa sebanyak 21 responden dengan persentase 78,00% mengeluarkan biaya sehari-hari untuk rumah tangga dibawah Rp. 50.000 per hari. Setiap responden harus mengeluarkan sejumlah uang untuk membiayai kebutuhan dasar yang diperlukan kebutuhan yang diperlukan berupa kebutuhan pangan yang di komsumsi setiap hari seperti beras, ikan, dan sayur dan sayuran. selain itu rumah tangga di juga harus memenuhi kebutuhan non pangan seperti pendidikan anak kesehatan anggota keluarga hingga transportasi.
## Kontribusi Pendapatan Buruh Tani
Buruh tani perumpuan berperan dalam memberikan kontribuksi terhadap pendapatan keluarga. pendapatan keluarga terdiri dari pendapatan responden dan pendapatan suami perbulan. kontribuksi buruh tani perumpuan terhadap pendapan rumah tangga adalah besarnya sumbangan atau bagian pedapatan dari buruh tani terhadap keseluruhan pedapatan rumah tangga. Besaran kontribuksi buruh tani perumpuan terhadap pendapan keluarga dapat di lihat pada tabel 4 berikut.
Uraian Jumlah (Rp/Bulan) Pendapatan peran ganda buruh tani 1.855.555 Pendapatan suami 2.687.307 Total pendapatan keluarga 4.572.862 Konstribusi 41.23%
Tabel diatas dapat dijelaskan bahwa rata-rata kontribusi pendapatan peran ganda buruh tani perempuan dalam meningkatkan ekonomi keluarga total pendapatan keluarga rendah 41.23%. Buruh tani perempuan di Gampong Kampong Baro Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie memberikan konstribusi terhadap peningkatan keluarga dalam kategori rendah. Nilai kontribusi yamg rendah ini disebabkan oleh tingkat waktu yang dihabiskan sebagai buruh tani sedikit
sehingga penghasilan yang diperoleh juga relatif kecil. Meskipun demikian buruh tani perempuan tetap berperan ganda salam meningkatkan ekonomi keluarga meskipun peran yang diberikan kecil.
## SIMPULAN
Peran ganda buruh tani perempuan dapat meningkatkan pendapatan ekonomi keluarga di gampong Kampong Baro Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie Sebesar Rp. 1.855.555/ bulan. Kontribusi peran ganda buruh tani perempuan dalam meningkatkan ekonomi keluarga terhadap pendapatan keluarga yaitu rendah 41.23% atau termasuk kategori
berperan rendah terhadap pendapatan keluarga.
## DAFTAR PUSTAKA
Kuncoro dan Mudrajad, 2003 Metode Riset
Bisnis dan Ekonomi, Jakarta,
Erlangga.
Lamb, Charles. W. et.al. 2001. Pandangan Sosial. Buku I Edisi Pertama. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Muryani, Andriani, 2011. “Analisis faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat tani dalam memenuhi kebutuhan keluarga di kotamadya surabaya, Skripsi : Universitas Trisakti.
Samadi. 2016. Populasi dan Sampel. Bumi
Aksara. Jakarta.
Sumardi. 2020. Aspek Sosial dan Perubahan Edisi ke 5 Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga. Jakarta.
|
18cb1b6e-7586-4352-a9cb-5e6d884801ac | https://jurnal.unigal.ac.id/abdimasgaluh/article/download/6949/4738 |
## LITERASI WAKAF TUNAI UNTUK MEMAJUKAN EKONOMI UMAT ISLAM
LITERATURE OF CASH WAQF TO PROMOTE THE ECONOMY OF ISLAMIC
Jefik Zulfikar Hafizd * , Ahmad Khoirudin
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, IAIN Syekh Nurjati Cirebon *Email: jefikzulfikarhafizd@syekhnurjati.ac.id (Diterima 07-01-2022; Disetujui 14-02-2022)
## ABSTRAK
Wakaf tunai/uang mempunyai peranan besar dalam menciptakan berbagai program pemberdayaan masyarakat di Indonesia. Dorongan berbagai pihak meliputi pemerintah, tokoh agama, dan seluruh masyarakat perlu dilakukan untuk memberdayakan masyrakat. Fokus program pengabdian kepada masyarakat (PkM) yang penulis lakukan adalah mendukung pengembangan wakaf tunai atau wakaf uang di Indonesia melalui peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya wakaf dan kemudahan berwakaf. Adapun tujuan dan manfaat PkM ini adalah untuk melaksanakan salah satu dari tri dharma perguruan tinggi dan untuk membumikan wakaf tunai di kalangan jamaah masjid. PkM dilakukan dengan metode sosialisasi atau ceramah kepada jamaah Masjid Al-Munawwaroh Kelurahan Karyamulya Kecamatan Kesambi Kota Cirebon. Sebagian besar jamaah belum memahami tentang wakaf tunai karena jarangnya kajian tentang tema tersebut. Proses PkM melalui beberapa kegiatan yakni observasi lapangan, komunikasi dengan Ketua DKM, sosialisasi/ceramah, dan diskusi tanya jawab. Hasil PkM ini adalah peningkatan pemahaman jamaah mengenai pentingnya wakaf tunai dan mudahnya mengamalkan wakaf di era digital. Evaluasi kegiatan adalah kegiatan sosialisasi wakaf tunai perlu dilakukan dengan durasi lebih lama sehingga hasil yang diperoleh bisa lebih maksimal. Sosialisasi kepada masyarakat mengenai wakaf tunai hendaknya dilakukan secara rutin di berbagai tempat sebagai bentuk ikhtiar dalam membumikan wakaf tunai untuk kemaslahatan umat Islam.
Kata kunci: wakaf tunai, pengabdian kepada masyarakat, ekonomi umat, masjid
## ABSTRACT
Cash/money waqf has a big role in creating various community empowerment programs in Indonesia. The encouragement of various parties including the government, religious leaders, and the whole community needs to be done to empower the community. The focus of the community service program (PkM) that the author does is to support the development of cash waqf of cash waqf in Indonesia through increasing public awareness of the importance of waqf and the ease of waqf. The purpose and benefits of this PkM are to implement one of the tri dharma of higher education and to establish cash waqf among the congregation of the mosque. PkM is carried out with the method of socialization or lectures to the congregation of Al- Munawwarah Mosque, Karyamulya Village, Kesambi District, Cirebon City. Most of the pilgrims do not understand cash waqf because of the lack of studies on this theme. The PkM process includes several activities, namely field observations, communication with the DKM Chair, socialization/lectures, and question and answer discussions. The result of this PkM is an increase in the understanding of the congregation about the importance of cash waqf and the ease of practicing waqf in the digital era. Activity evaluation is the socialization of cash waqf activities that need to be carried out with a longer duration so that the results obtained can be maximized. Socialization to the public regarding cash waqf should be carried out routinely in various places as a form of endeavor in grounding cash waqf for the benefit of Muslims.
Keywords: cash waqf, community service, the economy of Muslims, mosques
## PENDAHULUAN
Masyarakat nusantara telah mengenal wakaf sejak masa kerajaan Islam jauh sebelum datangnya penjajah dari Eropa. Diperkirakan saat ini wakaf memiliki potensi yang sangat besar tetapi belum bisa dicapai. Kendala pengumpulan dana wakaf terjadi karena beberapa hal misalnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya wakaf masih kurang, dana wakaf belum dikelola secara tepat, sedikitnya nazhir yang memiliki kapasitas mumpuni
(profesional), dan pengawasan terhadap pengelolaan wakaf masih lemah. Adanya dana wakaf dapat membantu tujuan pembangunan nasional yakni kesejahteraan umum melalui pemerataan ekonomi di kalangan umat sehingga mampu mengatasi persoalan kemiskinan. Harta wakaf merupakan aset yang memiliki nilai ekonomi, harta wakaf bisa dipakai untuk menyokong kebutuhan ibadah dan umum (Hafizd, 2021). Harta wakaf dapat digunakan secara konsumtif maupun produktif. Penggunaan harta wakaf untuk aktivitas produktif tentu bisa menciptakan manfaat yang lebih banyak dari pada langsung habis untuk konsumsi. Hasil keuntungan yang diperoleh dari wakaf produktif dapat sepenuhnya dipakai demi kepentingan sosial dan ibadah. Pada perkembangannya wakaf dapat dilakukan melalui harta dalam bentuk apapun termasuk wakaf tunai atau wakaf uang.
Dalam catatan Badan Wakaf Indonesia (BWI), wakaf uang yang terkumpul sampai tahun 2020 mencapai Rp391 miliar. Padahal potensi wakaf per tahun mencapai Rp180 triliun. Hal ini disebabkan oleh minimnya literasi, tata kelola, portofolio wakaf, hingga kemudahan cara berwakaf. Sedangkan data BWI hingga per 20 Januari 2021, akumulasi wakaf uang mencapai Rp 819,36 miliar. Terdiri atas wakaf melalui uang sebesar Rp 580,53 miliar dan wakaf uang sebesar Rp 238,83 miliar. Sementara itu, jumlah nazir wakaf uang di Indonesia mencapai 264 lembaga, sedangkan jumlah LKS-PWU mencapai 23 bank syariah (Badan Wakaf Indonesia, 2021).
Potensi wakaf uang di Indonesia bisa kita lihat dari jumlah umat yang ada. Persentase penduduk muslim Indonesia mencapai 87,2 persen atau sebanyak 227 juta jiwa (Badan Pusat Statistik, 2021). Jika berasumsi 10% umat Islam bersedia wakaf rata-rata Rp50.000 setiap bulan maka bisa terkumpul dana wakaf sebanyak Rp1,135 Triliun atau Rp13,6 triliun per tahun. Potensi yang besar ini bisa diperoleh jika sosialisasi tentang wakaf tunai bisa dilakukan secara massal untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dan meningkatkan kesediaan untuk melakukan wakaf tunai.
Wakaf tunai mampu mengambil peranan besar untuk menciptakan berbagai program pemberdayaan masyarakat di Indonesia. Pemberdayaan masyarakat tidak hanya menjadi tugas pemerintah, akan tetapi seluruh unsur masyarakat harus ikut serta dalam upaya pemberdayaan ini. Kesuksesan pengembangan wakaf tunai memerlukan dorongan maksimal dari berbagai pihak meliputi pemerintah, tokoh agama, dan seluruh lapisan masyarakat. Tujuan dilaksanakannya program PKM ini adalah untuk mendukung pengembangan wakaf khususnya wakaf tunai di Indonesia melalui peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya wakaf dan kemudahan berwakaf.
## BAHAN DAN METODE
## Konsep Wakaf Tunai
Wakaf merupakan infak fi sabilillah yang pahalanya bisa terus mengalir selama harta tersebut bisa dimanfaatkan. Wakaf sangat dianjurkan sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 267, al-Baqarah ayat 261, dan Ali Imran ayat 92. Wakaf memiliki dimensi sosial yang menjadikannya penting dalam membangun perekonomian umat Islam. Wakaf pertama dicontohkan oleh nabi Muhammad Saw. Nabi membeli sebidang tanah milik seorang anak yatim dan kemudian diwakafkan untuk pembangunan masjid Nabawi. Kemudian sahabat Umar bin Khaththab ra memberikan wakaf tanah yang paling baik di Khaibar, nabi menganjurkan kepada Umar untuk menahan pokok harta yakni tanah kemudian menyedekahkan hasil kebun tersebut. Sahabat Nabi Muhammad Saw melihat orang yahudi yang memiliki satu-satunya sumur meminta bayaran yang mahal bagi masyarakat yang memerlukan air. Nabi menganjurkan kepada sahabat untuk membeli sumur tersebut dan menyedekahkan air untuk semua orang yang memerlukan. Ustman bin Affan ra membeli sumur tersebut dengan harga tinggi, meski sempat menerima penolakan akhirnya sumur tersebut bisa dibeli untuk kemudian diwakafkan (Hafizd, 2021).
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah (UU No. 41, 2004). Wakaf dapat disalurkan melalui uang dan wakaf bisa juga ditunaikan dalam bentuk uang. Wakaf uang adalah dikelola secara produktif yang hasilnya dimanfaatkan untuk keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Wakaf melalui uang adalah untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian uang yang digunakan langsung untuk mengadakan harta benda wakaf bergerak maupun tidak bergerak (Badan Wakaf Indonesia, 2019b).
Wakaf Uang ( Cash Wakaf/Wagf al-Nuqud ) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai, wakaf dalam pengertian uang juga mencakup surat-surat berharga. Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh). Wakaf Uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’iy (حابم فرصم) serta nilai pokok uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan/atau diwariskan (Majelis Ulama Indonesia, 2002).
Fungsi sosial wakaf tunai bisa terus dirasakan oleh para penerima wakaf selama harta wakaf masih dapat dimanfaatkan. Pahala bagi pemberi wakaf ( wakif ) akan terus mengalir
sehingga bisa menjadi bekal bagi kehidupan wakif di akhirat. Wakaf tunai merupakan salah satu ijtihad baru dalam pemberdayaan wakaf sebagai sarana untuk beribadah serta menyejahterakan umat. Pengembangan wakaf tunai atau wakaf uang merupakan usaha untuk mendorong perekonomian menjadi lebih baik di masa depan. Wakaf tunai memiliki potensi yang besar sehingga bisa dimanfaatkan untuk mendukung penguatan berbagai aspek perekonomian Indonesia.
Pengelolaan hingga pengembangan harta benda wakaf menjadi tanggung jawab nazhir yang mendapat jaminan lembaga penjamin syariah. Pengelolaan dilandasi oleh prinsip syariah dengan berorientasi pada bidang yang produktif sebagaimana tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf. Peruntukan harta benda wakaf tidak bisa diubah kecuali harta benda tersebut tidak dapat digunakan sesuai peruntukannya dan mendapat izin tertulis dari Badan Wakaf Indonesia (BWI) (UU No. 41, 2004). Kepala Kantor Kementerian Agama kabupaten/kota secara rutin melaporkan pendaftaran wakaf uang setiap pertengahan dan akhir tahun kepada Menteri Agama melalui kantor wilayah Kemenag provinsi kemudian dilanjutkan kepada Direktur Jenderal. Laporan keuangan wakaf mencakup jumlah, nilai, dan bagi hasil yang diperoleh dari pengelolaan wakaf pada akhir tahun. Laporan mencakup penjelasan tentang pengelolaan, pengembangan, penggunaan hasil wakaf uang, dan rencana pengambangan wakaf pada tahun berikutnya (PMA No. 4, 2009). Beberapa mekanisme yang dapat dipakai dalam pengembangan wakaf uang antara lain melalui: (1) mobilisasi dana wakaf, (2) pengelolaan dana dan pembiayaan, (3) manajemen investasi dana, dan (4) perluasan pemanfaatan dana (Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2007).
Wakaf uang menjadikan pengelolaan wakaf lebih fleksibel karena karena obyeknya berupa benda bergerak. Dengan demikian, tingkat partisipasi masyarakat diharapkan menjadi lebih besar karena nominal wakaf uang bisa dipecah dalam pecahan-pecahan kecil yang dapat terjangkau oleh semua kalangan. Wakaf uang bisa dilakukan tidak hanya oleh orang kaya tapi juga mereka yang tidak terlalu mapan (Hilmi, 2012). Dilihat dari segi ekonomi, wakaf uang sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia, karena dengan model wakaf ini, daya jangkau mobilisasinya akan jauh lebih merata kepada sekian masyarakat dibandingkan dengan model wakaf-wakaf tradisional-konvensional, yaitu dalam bentuk harta fisik yang biasanya dilakukan oleh keluarga yang terbilang relatif lebih mampu (Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2007).
## Metode Pengabdian Kepada Masyarakat
Metode kegiatan membumikan wakaf tunai menggunakan bentuk ceramah yang dilaksanakan di Masjid Jami’ Al-Munawwaroh. Melalui metode ini masyarakat bisa merasa mendengarkan penjelasan terkait wakaf tunai dari narasumber dan dilanjutkan diskusi. Metode ceramah ini ditunjang dengan modul yang diberikan kepada jamaah sebagai bahan referensi yang lebih lengkap tentang tema yang dibahas. Dengan metode ceramah masyarakat bisa menjadi lebih tertarik terhadap kegiatan wakaf khususnya secara tunai.
Wakaf sendiri bukanlah hal asing yang belum pernah diketahui oleh masyarakat. Masyarakat sudah akrab dengan amal ini namun pada pelaksanaannya hanya diamalkan oleh segelintir orang saja. Padahal Masjid Jami’ Al-Munawwaroh sendiri dibangun di atas tanah wakaf dan bisa berkembang dengan adanya dana wakaf dari jamaah. Kesan wakaf yang begitu eksklusif menjadikan masyarakat kalangan menengah ke bawah tidak pernah terpikirkan untuk berwakaf. Dengan adanya penjelasan tentang wakaf tunai di mana wakaf bisa dilakukan dengan uang dengan jumlah berapa pun maka masyarakat memiliki peluang besar untuk mengamalkan wakaf sesuai kemampuan.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Kondisi Awal Subjek Dampingan
Masjid Al-Munawwaroh beralamat di Jalan Kandang Perahu No.13 RT 02 RW 02 Kelurahan Karyamulya Kecamatan Kesambi Kota Cirebon. Masjid Al-Munawwaroh Berdiri sejak tahun 1987 di atas tanah wakaf seluas 450 m 2 dengan Luas bangunan 350 m 2.
Masjid Al-Munawwaroh dikelola oleh 21 pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) dengan 2 penasihat DKM. DKM Al-Munawwaroh memiliki visi “Menjadi masjid yang makmur, mandiri, serta berkontribusi untuk mewujudkan masyarakat yang madani”. Visi tersebut dijabarkan melalui misi: pertama , memaksimalkan manajemen masjid yang profesional; kedua , peningkatan amaliyah masjid melalui dakwah ilallah, ta’lim wa ta’allum, dzikir ibadah dan khidmat. Ketiga , menyediakan, merawat, dan mengembangkan sarana prasarana penunjang amaliyah masjid.
Menurut Ketua DKM Al-Munawwaroh, jamaah Masjid berasal dari berbagai kalangan mulai dari pedagang, pengusaha, buruh, TNI, Polri, guru, pensiunan, dan berbagai profesi lainnya. Jamaah Masjid Al-Munawwaroh dipilih karena mereka memiliki semangat yang tinggi untuk beribadah. Sebagian besar jamaah belum memahami tentang wakaf tunai atau wakaf uang, bagaimana cara melakukan wakaf tunai, dan bagaimana
kemudahan berwakaf dengan perangkat digital. Persoalan ini terjadi karena belum optimalnya sosialisasi atau dakwah mengenai wakaf khususnya wakaf tunai.
Masjid Al-Munawwaroh merupakan Masjid Jami’ yang sering mengadakan berbagai kegiatan keagamaan dan banyak dikunjungi oleh masyarakat. Masyarakat sekitar maupun pengunjung yang melintas menyukai masjid ini karena sangat nyaman, bersih, sejuk, dan memiliki tempat parkir luas. DKM rutin mengadakan kegiatan sosial keagamaan khususnya dalam bidang dakwah dan pengembangan masyarakat Islam. Masjid diramaikan oleh berbagai kegiatan seperti ceramah keagamaan, istighosah, sholawatan, santunan anak yatim piatu dan du'afa hingga Perayaan Hari Besar Islam. Sampai saat ini belum pernah ada sosialisasi tentang wakaf tunai, padahal materi tersebut sangat penting untuk dipahami oleh para jamaah yang memiliki semangat besar untuk beribadah.
## Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan pengabdian dilakukan oleh Jefik Zulfikar Hafizd sebagai Ketua dan Ahmad Khoirudin selaku anggota pelaksana PkM. Pelaksanaan kegiatan didukung penuh oleh DKM Masjid Al-Munawwaroh, pihak DKM menyediakan tempat dan membantu sosialisasi kepada masyarakat sekitar untuk berkumpul mengikuti kegiatan. Adapun peserta dalam pelaksanaan PkM ini adalah masyarakat jamaah Masjid Jami’ Al- Munawwaroh berjumlah 40 orang. Merujuk pada ketentuan peraturan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah Kota Cirebon mengenai Perlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) akibat dari adanya Pandemi COVID-19 hingga kini, maka kegiatan pengabdian kepada masyarakat dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan secara baik dengan menyediakan hand sanitizer atau tempat mencuci tangan, mengatur jarak duduk antara peserta dan membatasi jamaah yang hadir.
Pengabdian kepada masyarakat (PKM) ini dilaksanakan melalui beberapa kegiatan: (1) observasi tempat untuk memperoleh izin, menetapkan lokasi kegiatan dan waktu pelaksanaan; (2) komunikasi dengan mitra dan Ketua DKM Al-Munawwaroh mengenai persiapan teknis; (3) penyuluhan tentang membumikan wakaf tunai untuk memajukan ekonomi umat dilakukan dengan cara ceramah; (4) tanya jawab mengenai membumikan wakaf tunai untuk memajukan ekonomi umat.
Kegiatan PKM ini diselenggarakan oleh tim yang terdiri atas satu orang ketua pelaksana dan satu orang anggota. Ketua pelaksana memiliki latar belakang keilmuan pada bidang ekonomi serta hukum Islam sehingga sangat relevan dengan tema kegiatan. Adapun
anggota pelaksana memiliki keilmuan pada bidang hukum Islam serta biasa mengisi ceramah di masyarakat sehingga sangat mendukung kegiatan PKM ini.
## Gambar 1. Poto Pelaksanaan PKM
Pelaksanaan PkM berjalan dengan baik. DKM Masjid Al-Munawwaroh menyambut baik kegiatan PkM mengingat penceramah yang berasal dari kalangan akademisi relatif jarang mengisi kajian di masjid. Jamaah Masjid Al-Munawwaroh sangat berantusias untuk mendengarkan pemaparan dari narasumber. Setelah mengikuti sosialisasi literasi wakaf tunai jamaah menjadi lebih paham tentang wakaf khususnya kemudahan menunaikan wakaf tunai. Kegiatan sosialisasi tentang wakaf perlu terus digalakan mengingat pentingnya peran wakaf bagi ekonomi umat Islam. Masjid bisa menjadi basis berkembangnya ekonomi syariah melalui pendayagunaan dana zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
## Materi Pelaksanaan PkM
Materi yang diberikan kepada peserta dalam program ini, yaitu pembahasan mengenai zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF). Pembahasan wakaf sebagai topik utama ceramah dijelaskan secara lebih dalam. Ceramah yang dilakukan mengangkat tema “membumikan wakaf tunai di kalangan jamaah Masjid Jami’ Al-Munawwaroh”. Kajian mengenai wakaf tunai sangat penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi umat Islam
melalui pemaksimalan manfaat dan potensi wakaf tunai. Sosialisasi disampaikan oleh Jefik Zulfikar Hafizd, M.H. selaku narasumber dan Ahmad Khoirudin, M.H. selaku moderator.
## Waktu Pelaksanaan
Kegiatan awal PkM dimulai subunit proposal pada tanggal 27 September 2021. Kemudian revisi penyempurnaan proposal dilakukan pada 10 Oktober 2021. Setelah kegiatan tersebut kemudian dilakukan kegiatan pengumpulan data untuk membuat modul literasi wakaf tunai pada 11-15 Oktober 2021. Koordinasi antara pelaksana PkM dengan DKM Masjid Al-Munawwaroh dilakukan pada 20 Oktober 2021 untuk membahas teknis pelaksanaan PkM. Menindaklanjuti hasil koordinasi maka dilakukan kegiatan FGD (Fokus Grup Diskusi) pada 25 Oktober 2021 untuk mengkaji mengenai pelaksanaan PkM dan pembuatan artikel jurnal sebagai luaran dari PkM. Puncak kegiatan PkM dilaksanakan pada tanggal 03 November 2021 pukul 18.00-19.00 WIB di Masjid Al-Munawwaroh Kelurahan Karyamulya Kecamatan Kesambi Kota Cirebon.
Tabel 1. Waktu Pelaksanaan Kegiatan PkM No. Kegiatan September 2021 Oktober 2021 November 2021 Desember 2021 1 Perencanaan kegiatan PKM √ 2 Identifikasi permasalahan yang sedang dihadapi mitra √ 3 Penetapan program dan tema PKM √ 4 Penerimaan pihak Mitra PKM untuk kegiatan PKM √ 5 Pembuatan proposal PKM √ 6 Pembuatan modul PKM yang sesuai dengan persoalan mitra √ 7 Pelaksanaan kegiatan PKM √ 8 Penyusunan laporan akhir dan outcome PKM √ √ 9 Lokakarya hasil PKM √ 10 Penyerahan laporan akhir ( output
dan outcome PKM kepada LPPM IAIN Syekh Nurjati Cirebon
√
## Sumber: Analisis Data Primer (2021)
## Output Hasil Kegiatan
Pengabdian kepada masyarakat (PKM) ini memiliki luaran untuk membagikan pengetahuan Jamaah Masjid Jami’ Al-Munawwaroh mengenai pentingnya membumikan wakaf tunai untuk memajukan ekonomi umat dan pemahaman akan kemudahan melakukan wakaf di era digital sebagai bekal amal jariyah bagi jamaah.
## Keberlanjutan Program Pendampingan
Keberlanjutan program kegiatan dilaksanakan melalui kerjasama yang dilakukan oleh tim pelaksana kegiatan dengan DKM Masjid Al-Munawwaroh. Kerja sama ini memungkinkan untuk kemudian tim pelaksana dapat melakukan kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan ekonomi syariah.
## KESIMPULAN DAN SARAN
Wakaf tunai memiliki potensi yang besar namun konsep tentang wakaf dan mudahnya menunaikan wakaf belum banyak diketahui oleh masyarakat. Dengan sosialisasi literasi wakaf tunai diharapkan masyarakat bisa lebih menyadari tentang penting dan mudahnya wakaf sehingga manfaat wakaf bisa dirasakan secara lebih optimal oleh umat Islam. Salah satu fungsi utama wakaf adalah distribusi harta dari orang yang memiliki kelebihan harta kepada orang yang membutuhkan bantuan. Harta wakaf yang dikelola secara produktif bisa memberikan keuntungan berkali lipat dari pada digunakan untuk konsumsi. Mengingat besarnya manfaat daripada kegiatan pengabdian pada masyarakat ini, maka selanjutnya perlu adanya sosialisasi dan pelatihan serupa pada masyarakat di tempat lain untuk semakin memperkuat kesadaran masyarakat tentang pentingnya wakaf tunai, serta kegiatan pengabdian serupa perlu dijadikan agenda rutin dan berkelanjutan. Ikhtiar dalam membumikan wakaf tunai perlu terus dilakukan untuk kemaslahatan umat Islam.
## UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IAIN Syekh Nurjati Cirebon dan pengurus DKM Masjid Al- Munawwaroh yang telah membantu terselenggaranya kegiatan pengabdian kepada masyarakat dengan tema membumikan wakaf tunai di kalangan jamaah Masjid Jami’ Al- Munawwaroh.
## DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. (2021). Berita Resmi Statistik. Bps.Go.Id , (27), 1–16. Retrieved from bps.go.id
Badan Wakaf Indonesia. (2019a). Apa Itu Wakaf Uang? Retrieved December 21, 2021,
from Badan Wakaf Indonesia (BWI) website: https://www.bwi.go.id/literasiwakaf/apa-itu-wakaf-uang/
Badan Wakaf Indonesia. (2019b). Perbedaan Wakaf Uang dan Wakaf Melalui Uang.
Retrieved December 21, 2021, from Badan Wakaf Indonesia (BWI) website:
https://www.bwi.go.id/literasiwakaf/perbedaan-wakaf-uang-dan-wakaf-melalui- uang/
Badan Wakaf Indonesia. (2021). Menelisik Manfaat Potensi Wakaf Uang untuk Bantu Kaum Dhuafa. Retrieved December 24, 2021, from Badan Wakaf Indonesia (BWI) website: https://www.bwi.go.id/5926/2021/02/05/menelisik-manfaat-potensi-wakaf- uang-untuk-bantu-kaum-dhuafa/
Direktorat Pemberdayaan Wakaf. (2007). Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia . Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Departemen Agama RI. Hafizd, J. Z. (2021). Kedudukan Wakaf Dalam Ekonomi Dan Strategi Pengembangannya. Mahkamah: Jurnal Kajian Hukum Islam , 6 (1). Hilmi, H. (2012). Dinamika Pengelolaan Wakaf Uang (Studi tentang Perilaku Pengelolaan Wakaf Uang Pasca Pemberlakuan UU No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf) . IAIN Walisongo.
Majelis Ulama Indonesia. Fatwa MUI No. 29 tentang Wakaf Uang. , Majelis Ulama Indonesia § (2002).
Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf .
|
ddb16887-8183-4d13-bb7b-664bc023a7bf | https://jmi.ipsk.lipi.go.id/index.php/jmiipsk/article/download/713/519 |
## TANTANGAN KEBERLANJUTAN PEKEBUN KELAPA SAWIT RAKYAT DI KABUPATEN PELALAWAN, RIAU DALAM PERUBAHAN PERDAGANGAN GLOBAL*
Sakti Hutabarat 1,2 1 University of Riau, Pekanbaru, Indonesia
2 Wageningen University, Wageningen, The Netherlands E-mail: shutmail@yahoo.com
## ABSTRACT
Oil palm smallholders are potential actors to be included in the global palm oil market. Smallholder plantations account for 41.4% of total oil palm plantation areas and represents 36.6% of total CPO produced in Indonesia in 2015. The number of farmers involves in oil palm plantation encompass 2.3 million farmers which have been an important driver for economic growth in rural areas. However, oil palm smallholders are vulnerable from issues related to unsustainable production including environmental, social and legal issues which might lower access and exclude smallholder access to global market. The objective of this study is to analyze position and capacity of oil palm smallholders in facing global change in international market. Population of this study is oil palm smallholder farmers in Ukui Subdistrict, Pelalawan District, Riau Province which consist of RSPO-certified independent smallholders, Non-certified independent smallholders, and RSPO-certified scheme smallholders. The sample size were 220 farmers and chosen randomly from each group (80, 60 and 80 farmers for each group respectively). The study found that majority of the farmers still apply traditional practices in their plantations and far below the standard of good agricultural practices and certification standards. The challenges faced by the Amanah Association to obtain RSPO certificate is not easy to follow by other smallholders. Therefore, external supports from government and private actors are needed to improve farmers’ capacity to meet and comply with certification and to include small-scale farmers in the palm oil global supply chain.
Keywords : Independent smallholders, scheme smallholders, oil palm, certification, global market
## ABSTRAK
Pekebun kelapa sawit merupakan aktor yang berpotensi menjadi bagian penting dari perdagangan minyak sawit global. Luas perkebunan kelapa sawit rakyat mencapai 41,4% dari seluruh area perkebunan sawit Indonesia dengan produksi 36,6% dari total produksi minyak sawit Indonesia pada 2015. Jumlah pekebun kelapa sawit rakyat mencapai 2,3 juta; ini merupakan jumlah yang cukup signifikan sebagai penggerak perekonomian di pedesaan. Namun, pekebun kelapa sawit rakyat sangat rentan terhadap berbagai isu (lingkungan, sosial, dan legalitas) yang dapat menghambat akses pasar di rantai suplai internasional. Studi ini bertujuan menganalisis posisi dan kapasitas pekebun kelapa sawit rakyat dalam menghadapi perubahan global perdagangan internasional. Populasi penelitian ini adalah pekebun kelapa sawit rakyat di Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, yaitu pekebun kelapa sawit swadaya bersertifikat RSPO, pekebun kelapa sawit swadaya non-RSPO, dan pekebun kelapa sawit plasma bersertifikat RSPO. Jumlah sampel ditentukan sebesar 220 pekebun dan dipilih secara acak untuk setiap grup (80, 80, dan 80 pekebun). Studi ini memperlihatkan sebagian besar pekebun masih menjalankan bisnis kelapa sawit secara tradisional. Praktik pertanian yang dilakukan masih jauh dari praktik pertanian yang terbaik (good agricultural practices) ataupun dari standar sertifikasi yang ada. Perjuangan pekebun kelapa sawit swadaya Amanah di Kecamatan Ukui untuk memperoleh sertifikasi RSPO memperlihatkan bahwa tantangan tak mudah dicapai pekebun swadaya lain. Campur tangan pemerintah dan aktor lain sangat dibutuhkan pekebun kelapa sawit swadaya untuk dapat disertifikasi dan menjadi bagian dari rantai suplai kelapa sawit internasional.
Kata kunci: Pekebun kelapa sawit rakyat, pekebun swadaya, pekebun plasma, kelapa sawit, sertifikasi, perdagangan global
*Penelitian ini merupakan bagian dari Program INREF ( the Interdisciplinary Research and Education Fund ) “Towards Envi - ronmentally Sustainable and Equitable Palm Oil: promoting sustainable pathways by exploring connections between flows, networks and systems at multiple levels”, Wageningen University, The Netherlands.
Artikel ini juga telah dipresentasikan dalam Academic Forum on Sustainability I , yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Sumber Daya Regional (P2SDR) LIPI, Yayasan Inspirasi Indonesia (YII), dan Centre for Inclusive and Sustainable Development (CISDEV) Universitas Prasetiya Mulya, di Jakarta 31 Januari 2017.
## PENDAHULUAN
Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang perkembangannya sangat pesat dibandingkan tanaman perkebunan lain (Food and Agricultural Organization (FAO), 2010b; World Bank & IFC, 2011b). Minyak sawit atau crude palm oil (CPO) adalah bahan baku penting bagi berbagai produk industri, seperti produk makanan, produk bukan pangan, dan biodiesel (May-Tobin dkk., 2012). Minyak sawit sangat disukai sebagai bahan baku industri karena tersedia dalam jumlah yang besar dan harga yang lebih murah dibandingkan minyak nabati lain, seperti minyak kedelai, minyak bunga matahari, dan minyak jagung (Manggabarani, 2009a; Teoh, 2012).
Tanaman kelapa sawit pertama kali ditanam di Indonesia di Buitenzorg Botanic Garden (Ke - bun Raya Bogor) pada 1848 (Buana, Kurniawan, & Siahaan, 2004; Corley & Tinker, 2003). Dua bibit berasal dari “Bourbon atau Mauritius” dan dua lainnya berasal dari Amsterdam Botanic Garden (Gerritsma & Wessel, 1997; Hartley, 1988). Tanaman kelapa sawit pada mulanya di - perkenalkan sebagai tanaman hias atau dekoratif (Pamin, 1998). Sejak 1911, tanaman kelapa sawit mulai dibudidayakan untuk perkebunan komer- sial di Pulau Raja, Asahan, Sumatra Utara, dan di Sungai Liput, Aceh (Buana dkk., 2004; Corley & Tinker, 2003). Perkebunan dan industri kelapa sawit tidak mengalami banyak perkembangan pada periode peralihan kekuasaan menjelang dan setelah kemerdekaan Indonesia karena stabilitas politik tidak mendukung investasi di bidang perkebunan kelapa sawit (Pahan, 2012).
Pembangunan perkebunan kelapa sawit baru dimulai kembali ketika pemerintah Indonesia membentuk Perusahaan Negara Perkebunan (PNP)/Perseroan Terbatas Perkebunan (PTP) kelapa sawit pada 1969 (Badrun, 2010a; Mang - gabarani, 2009b; Pahan, 2012). Investasi untuk membangun PNP didanai oleh Bank Dunia (The World Bank) dan Bank Pembangunan Asia (The Asian Development Bank). Pada 1971, luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 131.298 hektare (ha) dengan perincian 84.640 ha perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh Perkebunan Besar Negara (PBN/PNP) dan 46.658 ha dikelola oleh Perkebunan Besar Swasta (PBS)
Tabel 1. Luas Area Perkebunan Sawit di Indonesia
Tahun 1980–2015 (hektare) Tahun PR PBN PBS Total 1970 84.640 46.658 131.298 1980 6.175 199.538 88.847 294.560 1990 291.338 372.246 463.093 1.126.677 2000 1.166.758 588.125 2.403.194 4.158.077 2010 3.387.258 658.492 4.503.078 8.548.828 2015 4.739.986 769.357 5.935.465 11.444.808
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2014)
Keterangan: PR (Perkebunan Rakyat), PBN (Perkebunan Besar Negara), PBS (Perkebunan Besar Swasta)
(Tabel 1). Pada 1970-an, belum terdapat catatan mengenai luas Perkebunan Rakyat (PR).
Pemerintah Indonesia menyadari bahwa kelapa sawit merupakan sektor ekonomi yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pertama, penggunaan lahan yang efisien. Kelapa sawit hanya membutuhkan 6% lahan pertanian untuk menghasilkan lebih dari 40% minyak nabati dunia (Darmawan, 2015). Rumondang (2017) mengklaim bahwa minyak nabati yang dihasilkan oleh 1 ha tanaman kelapa sawit setara dengan minyak nabati yang dihasilkan oleh 4–10 ha tanaman lain. Kedua, luas perkebunan kelapa sawit rakyat mencapai 41% dari luas keselu - ruhan kebun kelapa sawit di Indonesia dengan jumlah pekebun yang terlibat mencapai 2,2 juta (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014). Ketiga, sektor kelapa sawit merupakan penyedia lapangan kerja untuk lebih dari 5,7 juta pekebun kecil dan pekerja perkebunan, sementara 16 juta keluarga dihidupi sektor kelapa sawit secara tidak langsung (Nediasari, 2017). Keempat, kegiatan perkebunan kelapa sawit menyumbang lebih dari 15% pada pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia (BPS-Statistics Indonesia, 2015). Kelima, pendapatan negara dari ekspor minyak sawit dan produk-produk turunannya menempati posisi penting. Nilai ekspor sektor kelapa sawit mencapai sekitar US$19 miliar pada 2013 (Ru- mondang, 2017).
Pada 2015, luas perkebunan sawit mencapai 11,4 juta ha (Tabel 1). Posisi perkebunan rakyat menjadi sangat penting karena mencapai 41%, terutama perkebunan sawit swadaya. Perluasan perkebunan kelapa sawit pada umumnya tidak dilengkapi dokumen kepemilikan lahan dan registrasi usaha serta tidak memperhatikan faktor-
faktor penunjang keberlanjutan. Akibatnya, per- luasan perkebunan kelapa sawit yang sangat pesat ini menjadi begitu liar dan tidak terkontrol oleh pemerintah. Kondisi ini diperparah oleh praktik budi daya tradisional yang diklaim oleh ma- syarakat konsumen dunia dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) sebagai penyebab terjadinya deforestasi (Angelsen, 1995; Ansari, Bhartata, Hudata, Kurniawan, & Rianda, 2007; Carlson dkk., 2012; Casson, 2000), degradasi lahan (Fairhurst & McLaughlin, 2009; von Uexkull & Mutert, 1994; World Resources Institute (WRI), 2010), hilangnya keragaman-hayati (Edwards dkk., 2014; Fitzherbert dkk., 2008; Koh & Ghazoul, 2008; Swarna Nantha & Tisdell, 2009), emisi gas karbon (Carlson dkk., 2013; Smith dkk., 2007), konversi lahan (Anggraini & Grundmann, 2013; Susanti & Burgers, 2013), kebakaran lahan/ hutan (Lima dkk., 2012; Priadjati, 2002; Rowell & Moore, 2000; Suyanto, 2007), ketahanan pa- ngan (Ewing & Msangi, 2009; Koczberski, Curry, & Anjen, 2012; Nesadurai, 2013; World Growth, 2010), konflik lahan (Colchester, 2006; Kohne, 2014; Marti, 2008; Tauli-Corpuz & Tamang, 2007), serta kerusakan lingkungan lain.
Untuk mengurangi atau menghentikan dampak negatif dari pembangunan perkebunan kelapa sawit, berbagai usaha dan tindakan telah dilakukan berbagai pihak, baik di dalam negeri maupun di tingkat internasional (Maulud & Saidi, 2012; ProForest, 2003; UNDP, 2012; WWF Malaysia, 2003). Sejumlah LSM dan perusahaan swasta internasional telah membentuk forum atau lembaga untuk menghadapi perluasan perkebunan kelapa sawit yang semakin sulit dikendalikan, seperti Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), International Sustainable and Carbon Certificate (ISCC), UTZ Certified, Global GAP, dan Rainforest Alliance (RA).
Berbagai studi telah dilakukan untuk meng- ungkap dampak perubahan pasar global dan sertifikasi bagi pekebun kecil, seperti fairtrade pada tanaman kopi (Arnould, Plastina, & Ball, 2009; Bacon, Mendez, Gomez, Stuart, & Flores, 2008; Barham, Callenes, Gitter, Lewis, & Weber, 2011), tanaman cokelat (Moreno Echeverri, 2011; Nelson, Opoku, Martin, & Posthumus, 2013), kapas (Ferrigno & Monday, 2013; Nelson &
Smith, 2011), dan tanaman hortikultura (Asfaw, 2011; Graffham dkk ., 2007; Mausch & Mithöfer, 2011). Studi yang berkaitan dengan kelapa sawit di Indonesia di antaranya berkaitan dengan ma- salah lingkungan, seperti deforestasi (McCarthy & Cramb, 2009), kebakaran lahan dan hutan (Simorangkir, 2007), hilangnya keanekaragaman hayati (Foster dkk., 2011; Nantha & Tisdell, 2009), lahan gambut (Saharjo, Wasis, & Mulyana, 2011), degradasi lahan (Fairhurst & McLaughlin, 2009), dan emisi gas karbon (Austin, Kasibhatla, Urban, Stolle, & Vincent 2015; Carlson, dkk., 2013), masalah sosial seperti konflik lahan (Bu - didarsono, Rahmanulloh, & Sofiyuddin, 2013; Colchester, 2010), ketahanan pangan (Haugen, 2009) dan kesehatan, masalah ekonomi (Budihar- sono dkk., 2012; Dewi, Belcher, & Puntodewo, 2005; Narno, 2017; Zen dkk., 2006), serta biofuel (Fortin, 2011; Lee, Rist, Obidzinski, Ghazoul, & Koh, 2011). Berbagai studi tentang pekebun rakyat lebih banyak berkaitan dengan isu-isu produksi, lingkungan, dan konflik penggunaan lahan (Molenaar, Persch-Orth, Lord, Taylor, & Harms., 2010; Molenaar dkk., 2013; Rist dkk., 2010). Beberapa studi yang berfokus pada isu pasar global berkaitan dengan sertifikasi perke - bunan (Hidayat, Glasbergen, & Offemans, 2015; Kuit & Waarts, 2014; Markne, 2015; Ponte, 2015; Vermeulen & Goad, 2006; Vermeulen dkk., 2008; World Bank & IFC, 2011a). Studi yang berkaitan tentang dampak perubahan pasar global, terutama sertifikasi untuk pekebun kelapa sawit rakyat, masih belum banyak dilakukan. Grup sertifikasi pekebun kelapa sawit swadaya yang pertama di Indonesia mendapatkan sertifikasi pada perte- ngah an 2013. Selama lima tahun terakhir, baru empat grup pekebun kelapa sawit swadaya yang telah mendapatkan sertifikasi RSPO di Indonesia. Berbagai tantangan dihadapi pekebun kelapa sawit swadaya, dari akses informasi dan teknologi, akses input , akses finansial, sampai akses pasar, sehingga menghambat akses menuju sertifikasi dan pasar global. Kondisi perkebunan kelapa sawit swadaya tersebut mendorong dilak - sanakannya studi ini.
Tulisan ini membahas: 1) kondisi usaha perkebunan kelapa sawit rakyat saat ini, 2) faktor- faktor pembatas yang dapat menghambat ter- penuhinya standar dan kriteria untuk memperoleh
sertifikasi kebun kelapa sawit rakyat, serta 3) strategi dan tindakan yang dapat direkomenda- sikan untuk meningkatkan kondisi perkebunan kelapa sawit rakyat menjadi lebih baik, lestari, dan berkelanjutan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis posisi dan kapasitas pekebun kelapa sawit rakyat, mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat pekebun untuk memenuhi kriteria dan standar sertifikasi kebun kelapa sawit, serta mengevaluasi strategi dan tindakan yang dapat mendukung pekebun dalam memperoleh sertifi - kasi kebun kelapa sawit.
Dasar teoretis yang digunakan untuk mem- bahas masalah penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Menurut teori ekonomi mikro (Henderson & Quandt, 1980), pekebun kelapa sawit adalah individu yang mengelola berbagai faktor produksi (seperti bibit kelapa sawit, pupuk, dan herbisida) menjadi suatu produk, yaitu buah kelapa sawit atau TBS. Pekebun sebagai penge - lola pada prinsipnya mencari kombinasi berbagai faktor produksi yang dapat menghasilkan produksi yang paling optimal (Colman & Young, 1989). Namun, produksi yang optimal bukanlah tujuan utama dari suatu usaha, melainkan profit yang maksimal, yaitu selisih terbesar antara nilai penjualan dan biaya produksi (Chambers, 1988).
Nilai penjualan bergantung pada berat TBS (kg) dan harga TBS (rupiah per kg). Namun, harga TBS tidak hanya dipengaruhi oleh variabel “berat TBS”, tetapi juga “kualitas TBS” ( rendemen CPO dan PKO) (Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2005, 2013). Pekebun sebagai pro- dusen dalam rantai pasok TBS tidak dapat me me ngaruhi harga TBS ( price taker ) sehingga nilai penjualan hanya dapat ditingkatkan apabila pekebun mampu menghasilkan TBS yang lebih banyak dengan rendemen CPO dan PKO yang lebih tinggi.
Pada sisi biaya, pekebun juga tidak dapat me mengaruhi harga-harga input . Oleh karena itu, pekebun harus mencari kombinasi input yang paling murah, tetapi menghasilkan produksi yang paling banyak. Dalam sistem produksi pertanian, faktor pembatas bukan hanya dari variabel inter- nal, seperti kondisi lahan, tenaga kerja, kapasitas pekebun, dan organisasi pekebun, melainkan juga variabel eksternal yang dikendalikan oleh aktor- aktor lain di dalam sistem rantai pasok kelapa
sawit (Molenaar dkk., 2010). Variabel eksternal dapat berupa aktor atau institusi yang mengenda- likan akses informasi, input , pasar, dan finansial.
Sistem rantai pasok yang dapat dikoordi- nasikan dengan cara efektif dan efisien akan meningkatkan profit secara adil kepada semua aktor yang bekerja dalam sistem rantai pasok kelapa sawit. Produk kelapa sawit yang dipasar - kan secara internasional akan dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam sistem perdagangan internasional, seperti sertifikasi produk yang men - syaratkan produk ramah lingkungan dan ramah sosial (González & Nigh, 2005; Manggabarani, 2009b; Vermeulen dkk., 2008).
Sertifikasi produk merupakan salah satu cara untuk memberikan jaminan kepada konsumen bahwa produk-produk kelapa sawit yang dipasar - kan diproduksi dengan cara-cara yang lestari dan berkelanjutan. Sertifikasi merupakan serangkaian standar dan kriteria yang harus dipenuhi setiap aktor yang terkait dalam rantai pasok suatu produk yang diperdagangkan, baik di level nasional maupun internasional. Sertifikasi yang terkait dengan produk-produk kelapa sawit antara lain RSPO, Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), International Sustainability and Carbon Certification (ISCC), Forest Alliance (FA), dan Good Agricultural Practices (GAP). RSPO ialah sertifikat untuk produk-produk minyak sawit yang digunakan untuk produk-produk makanan dan non-makanan yang ditujukan ke pasar Eropa. Sementara itu, ISPO ialah sertifikat yang wajib dimiliki setiap produsen minyak sawit dan produk turunannya yang beroperasi di wilayah Indonesia. Sertifikat ISCC digunakan untuk ekspor minyak sawit yang diekspor ke Eropa untuk produksi biodiesel.
## METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan. Populasi penelitian ada- lah pekebun kelapa sawit rakyat yang terdiri atas pekebun swadaya yang telah mendapatkan ser ti fikat RSPO, pekebun swadaya yang belum mendapatkan sertifikat RSPO, dan pekebun plasma bersertifikat RSPO yang memiliki kontrak kerja sama dengan PT Inti Indosawit Subur (PT IIS). Jumlah sampel ditentukan berdasarkan pada
tingkat kepercayaan 90% yang dianggap telah mewakili populasi dengan pertimbangan hampir semua pekebun adalah mantan pekebun trans- migran yang memiliki karakteristik dan kondisi perkebunan yang relatif homogen. Pekebun sampel dipilih secara acak dari tiap subpopulasi sehingga diperoleh 80 pekebun swadaya yang bersertifikat RSPO, 80 pekebun swadaya yang belum mendapat sertifikat, dan 80 pekebun plasma nonsertifikat.
Data yang dibutuhkan terdiri atas profil pekebun dan data-data yang berkaitan dengan proses produksi kelapa sawit mulai material (bibit, pupuk, herbisida, dan pestisida), peme- liharaan tanaman (pemupukan, pembersihan piringan, pembersihan blok tanaman/gawangan, pengendalian hama dan penyakit tanaman, pengelolaan tajuk, serta pemeliharaan infrastruk- tur), pemanenan (panen, timbang, dan angkut), serta pemasaran (pedagang pengumpul, agen, dan pabrik kelapa sawit/PKS). Data sertifikasi mengacu pada standar RSPO yang terdiri atas 8 prinsip, 35 kriteria, dan 78 indikator (RSPO, 2012). Prinsip RSPO yang dijadikan acuan adalah (1) Komitmen terhadap transparansi, (2) Mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku, (3) Komitmen terhadap kelayakan ekonomi dan keuangan jangka panjang, (4) Penerapan praktik-praktik budi daya terbaik, (5) Tanggung jawab lingkungan serta konservasi sumber daya alam dan keanekaragaman hayati, (6) Tanggung jawab terhadap pekerja, individu-individu, dan komunitas dari pekebun kemitraan dan swadaya, (7) Pengembangan perkebunan baru secara ber- tanggung jawab, serta (8) Komitmen terhadap perbaikan terus-menerus (RSPO, 2010). Faktor- faktor pembatas yang diduga memengaruhi kapasitas pekebun untuk memperoleh sertifikasi antara lain akses informasi, akses teknologi, akses faktor produksi ( input ), akses finansial, dan akses pasar (Molenaar dkk., 2010).
Pengumpulan data dilakukan melalui wawa - ncara langsung kepada pekebun sampel terpilih. Studi ini juga mengumpulkan data melalui wawa - ncara dengan stakeholder yang terkait, seperti manajer asosiasi, internal control system (ICS), pengurus Koperasi Unit Desa (KUD), kepala desa, staf pabrik kelapa sawit (PKS), staf Dinas Perkebunan Kabupaten Pelalawan, pedagang
pengumpul TBS, dan pedagang perantara TBS. Data sekunder, seperti harga input , produksi TBS, jumlah penduduk, harga TBS, dan dokumen pendukung lainnya, diperoleh dari stakeholder atau lembaga yang relevan, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), KUD, Asosiasi Petani Ke- lapa Sawit Swadaya Amanah, kantor desa, dinas perkebunan, dan perusahaan perkebunan.
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif, antara lain menggu- nakan analisis perbandingan antara biaya dan benefit. Analisis terhadap praktik-praktik budi daya dan tata kelola perkebunan sawit oleh pe - kebun kelapa sawit swadaya dilakukan dengan menggunakan catatan budi daya pekebun dan kuesioner prinsip, kriteria, dan indikator standar RSPO. Analisis terhadap penerapan standar RSPO menggunakan skala Guttman yang dimodifikasi. Dalam skala Guttman, responden yang memilih jawaban dengan bobot yang lebih tinggi berarti memiliki kesenjangan yang lebih kecil dibanding- kan jawaban yang memiliki bobot lebih rendah. Penerapan standar RSPO pekebun kelapa sawit dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu sangat baik, baik, cukup baik, kurang baik, dan tidak baik. Jawaban dari setiap pertanyaan yang diajukan diberi skor 1–5. Jumlah pertanyaan disesuaikan dengan jumlah kriteria yang diukur untuk pekebun rakyat, yaitu 35 kriteria dengan skor tertinggi 5 dan skor terendah 1 (Nazir, 2014).
Setiap kriteria capaian diukur dengan meng- gunakan skala interval dengan skor tertinggi (h) = 5, skor terendah (l) = 1, dan jumlah kelas (s) = 5. Skala interval = ((h-l)/n)-1). Rata-rata sampel untuk setiap kriteria:
∑ = ∑ = k s n ks X n 1 (1) ∑ = ∑ = k s n ks X n 1 = skor rata-rata sampel untuk kriteria ke-k.
X ks = skor setiap sampel (s) untuk kriteria ke-k, dan
n = jumlah sampel.
Capaian dari kriteria dalam setiap prinsip diukur dengan skala interval dengan skor tertinggi (p × h), skor terendah (p × l), dan jumlah kelas (s) = 5. Skala interval = ((p(h-l))/n)-0,01). Rata-rata sampel untuk setiap prinsip:
∑ = ∑ ∑ = = p k r s n ks X n 1 1 (2)
∑ = ∑ ∑ = = p k r s n ks X n 1 1 = skor rata-rata sampel untuk kriteria dalam prinsip ke-p,
X ks = skor setiap sampel ( s ) untuk kriteria ( k 1...r ) dalam prinsip ke-p,
r = jumlah kriteria dalam suatu prinsip, dan n = jumlah sampel.
Capaian untuk keseluruhan kriteria dalam keseluruhan prinsip (35 kriteria) menggunakan skala interval dengan skor tertinggi ( h ) = 35 × 5 = 175 dan skor terendah (l) = 35 × 1, dan jumlah kelas (s) = 5. Skala interval = ((h-l)/n)-0,01). Rata-rata sampel untuk semua kriteria dalam seluruh prinsip:
X X n k r s n ks = ∑ ∑ = = 1 1 (3)
X
X n k r s n ks = ∑ ∑
= = 1 1 = skor rata-rata sampel untuk semua kriteria ( k ), X ks = skor setiap sampel ( s ) untuk semua kriteria ( k ), r = jumlah keseluruhan kriteria,
n = jumlah sampel.
## SIAPAKAH PEKEBUN KELAPA SAWIT?
Pekebun kelapa sawit swadaya ialah pekebun rakyat yang segala aktivitas perkebunannya dilakukan secara mandiri, sedangkan, pekebun plasma ialah pekebun rakyat yang bekerja sama atau memiliki kontrak usaha dengan perusahaan atau pabrik kelapa sawit. Adapun pekebun kelapa sawit rakyat ialah pekebun yang menanam kelapa sawit, baik secara monokultur maupun tumpang sari dengan tanaman lain dan/atau peternakan dan perikanan yang dikategorikan sebagai usaha kecil. Usaha perkebunan rakyat biasanya tidak berbadan hukum; dikelola oleh pekebun sendiri dengan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga ternak. Luas perkebunan rakyat masih menjadi perdebatan. Menurut RSPO (2009), ukuran lahan perkebunan rakyat adalah di bawah
50 ha. Indonesia belum memiliki kriteria yang tegas tentang luas maksimum perkebunan rakyat. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan menyebutkan dua kategori pelaku usaha perkebunan, yaitu pekebun dan perusahaan perkebunan yang mengelola usaha perkebunan. Undang-undang perkebunan tidak menyebutkan secara tegas mengenai “luas lahan” pekebun rakyat dan hanya menyebutkan “skala tertentu” didefinisikan sebagai skala usaha perkebunan yang didasarkan pada luasan lahan usaha, jenis tanaman, teknologi, tenaga kerja, modal, dan/ atau kapasitas pabrik yang diwajibkan memiliki izin usaha (Presiden Republik Indonesia, 2014). Namun, dalam Peraturan Menteri Pertanian No- mor 33 Tahun 2006 tentang Program Revitalisasi Perkebunan disebutkan, suatu perkebunan masuk kategori perkebunan rakyat apabila luasannya kurang dari 25 ha (Kementerian Pertanian Re- publik Indonesia, 2006). Saat ini, dikenal bebe- rapa istilah pekebun kelapa sawit rakyat, seperti pekebun plasma dan pekebun swadaya (Badrun, 2010b; Manggabarani, 2009a).
Pekebun plasma merupakan pekebun peserta program Perusahaan Inti Rakyat (PIR) atau dike- nal dengan Pola PIR. Pola PIR merupakan pola pengembangan perkebunan dengan menggunakan perusahaan perkebunan besar sebagai inti yang membina dan membantu perkebunan rakyat yang merupakan kebun plasma (Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 1983, 1985). Program PIR yang mulai diluncurkan pada 1978 bertujuan membantu masyarakat pekebun dalam mengelola kebun kelapa sawitnya, meningkatkan produksi, dan memasarkan TBS (Manggabarani, 2009b).
Pekebun PIR pada mulanya masyarakat di sekitar kebun inti milik PBN/PNP/PTP. Pekebun yang berpartisipasi dalam program ini mendapatkan lahan perkebunan seluas 2 ha dan lahan pekarangan seluas 0,5 ha (Molenaar dkk., 2010). Pekebun peserta memiliki kontrak kerja sama dengan perusahaan inti. Dalam kontrak kerja sama diatur antara lain: (1) perusahaan melakukan pembukaan lahan, penanaman, dan penanaman sebelum dikonversi atau diserahkan pengelolaannya kepada pekebun peserta, (2) pekebun bertanggung jawab memelihara tanaman setelah kebun dikonversi menurut standar yang telah ditetapkan perusahaan, (3) pekebun wajib
menjual TBS dari kebun plasma selama masa kontrak dan/atau sebelum pelunasan pinjaman pembangunan kebun plasma, (4) pengembalian kredit pinjaman dilakukan melalui pemotongan hasil penjualan TBS pada setiap kali panen atau per bulan yang dikoordinasi oleh KUD tempat pekebun menjadi anggotanya.
Pembangunan perkebunan rakyat didasari oleh Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 695 Tahun 1979, Kepmentan Nomor 310 Tahun 1981, Kepmentan Nomor 182 Tahun 1983, dan Kepmentan Nomor 668 Tahun 1985. Pem- bangunan perkebunan rakyat pola PIR didukung pendanaan dari Bank Dunia (Badrun, 2010b). Sistem kontrak kerja sama PIR memberikan ak- ses yang luas kepada pekebun plasma. Pekebun mendapatkan lahan yang telah bersertifikat hak milik, pengelolaan lingkungan dilakukan secara terintegrasi dengan kebun inti, dan pendaftaran usaha dilakukan dengan mendapatkan bantuan dari perusahaan inti. Pekebun juga wajib menerapkan praktik budi daya terbaik yang menjadi standar kebun inti sehingga kualitas pekerjaan, proses produksi, dan kualitas TBS sangat terjamin (Bad- run, 2010b). Sistem ini menjamin ketersediaan faktor-faktor produksi yang difasilitasi oleh kebun inti dan KUD. Akses pasar sangat terbuka karena semua hasil TBS dari kebun plasma wajib dibeli oleh PKS dari kebun inti. Hal inilah yang menjadi dasar mengapa kebun plasma pada saat ini disertifikasi secara terintegrasi dengan kebun inti.
Pola PIR kemudian berkembang dengan berbagai pola baru, seperti PIR Khusus, PIR Lo- kal, PIR-TRANS, dan PIR KKPA. PIR-TRANS diluncurkan berdasarkan pada Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1986 serta ditindaklanjuti oleh 11 peraturan menteri dan lembaga pemerintah. Namun, sejak Paket Januari (Pakjan) dikeluarkan pada 1990, yang menghentikan program pinja- man lunak, PIR-TRANS kemudian dimodifikasi menjadi PIR-KKPA, yang didukung oleh Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pertanian serta Menteri Koperasi dan UKM Nomor 73/ Kpts/OT.210/2/1998 dan 01/SKB/M/II/98 (Manggabarani, 2009b). Semua pola PIR me- miliki sistem kontrak kerja sama yang hampir sama. Perbedaan terletak pada sistem pendanaan. PIR-Trans yang dibina oleh perusahaan swasta nasional semula didanai dari pinjaman lunak
yang disalurkan oleh perbankan nasional di dalam negeri. Namun, sejak dikeluarkannya Pakjan 1990, dukungan pendanaan dialihkan kepada Koperasi Kredit Primer Anggota yang bersumber pada kredit likuiditas Bank Indonesia. Pada 1999, dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999, Bank Indonesia tidak lagi berke- wajiban menyediakan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) sehingga penyediaan pinjaman lunak dialihkan kepada PT Permodalan Nasional Madani (PNM).
Permintaan dan harga TBS yang terus me- ning kat kemudian direspons oleh masyarakat dengan membangun kebun-kebun kelapa sawit yang baru. Tingkat pendapatan pekebun dari tanaman kelapa sawit plasma yang cukup tinggi dibandingkan tanaman perkebunan lainnya telah mendapatkan perhatian yang serius dari masyara- kat di sekitar kebun plasma. Masyarakat lokal mulai menanam kelapa sawit di lahan mereka sendiri. Perkebunan kelapa sawit rakyat ini ke - mudian dikenal dengan nama “ perkebunan kelapa sawit swadaya” (Rahadian, 2013). Kegiatan usaha perkebunan yang dilakukan secara individual dan mandiri tanpa bantuan dan koordinasi dengan pekebun lain atau pihak lain menyebabkan kondisi perkebunan kelapa sawit swadaya sangat bervariasi antara satu dan yang lain. Luas lahan pekebun kelapa sawit swadaya sangat beragam, mulai kurang dari 1 hektare hingga puluhan hektare. Lokasi kebun pekebun swadaya tersebar luas dengan jarak yang berbeda-beda antar-kebun pekebun serta antara kebun pekebun dan pabrik kelapa sawit. Pekebun juga menggunakan faktor produksi yang sangat bervariasi, baik bibit tana- man, pupuk, maupun tenaga kerja (Hutabarat, Slingerland, & Dries, 2017).
TBS yang dihasilkan pekebun swadaya pada mulanya ditampung oleh PKS, yang kapasitas produksinya belum terpenuhi dari produksi kebun inti dan kebun plasma. Seiring dengan permin- taan minyak sawit dunia yang meningkat pesat, investasi untuk pendirian PKS juga meningkat tajam. Jumlah PKS dengan kapasitas yang sema- kin besar membutuhkan bahan baku TBS yang tidak sedikit. Permintaan TBS yang meningkat dan harga TBS yang semakin membaik mendo- rong masyarakat memperluas kebun kelapa sawit swadaya. Perluasan perkebunan kelapa sawit
merupakan pilihan sederhana karena masyarakat memiliki informasi dan pengetahuan yang terba- tas tentang budi daya kelapa sawit. Optimalisasi penggunaan faktor produksi dan keberlanjutan dalam produksi kelapa sawit belum mendapatkan perhatian serius bagi masyarakat lokal. Kondisi inilah yang mendorong perlunya sertifikasi kebun untuk menjamin agar produksi kelapa sawit dilakukan secara lestari dan berkelanjutan.
Pekebun swadaya bersertifikat adalah peke - bun swadaya yang tergabung dalam suatu grup, organisasi, atau asosiasi yang telah mendapatkan sertifikat dari lembaga sertifikasi produk kelapa sawit, seperti RSPO, ISPO, dan ISCC. Sertifikat produk TBS kelapa sawit diperoleh melalui serangkaian proses hingga dinyatakan telah memenuhi semua standar yang disyaratkan oleh lembaga sertifikasi.
## a. Profil Pekebun Sampel
Pekebun yang tergabung dalam Asosiasi Ama- nah adalah pekebun plasma yang melakukan perluasan lahan kebun sawit di luar area kebun plasma dan para pendatang yang membuka lahan perkebunan sawit di sekitar kebun plasma. Para pekebun membeli lahan dan membuka kebun sawit dengan mencontoh model yang dilakukan di kebun plasma. Dengan demikian, pekebun Asosiasi Amanah merupakan pekebun swadaya. Asosiasi Amanah mendapatkan sertifikat RSPO pada Juli 2013 dan sertifikat ISPO pada 2016. Pekebun swadaya yang belum disertifikasi pada umumnya bekerja secara individu dan tersebar luas dengan jarak yang berbeda-beda, baik an- tarkebun maupun dari kebun ke PKS. Luas lahan
kebun sawit pekebun swadaya dan jenis bibit yang digunakan juga sangat bervariasi (Tabel 1). Pekebun plasma adalah pekebun yang diorgan- isasikan oleh kebun inti dalam bentuk KUD atau Koperasi Sawit (Kopsa).
Usia pekebun plasma rata-rata lebih tua dari- pada pekebun swadaya Amanah (tersertifikasi) dan pekebun swadaya tidak tersertifikasi (Tabel 2). Kebun plasma merupakan perkebunan kelapa sawit yang pertama sekali dibangun di Indonesia sehingga saat ini mulai dilakukan replanting . Pekebun swadaya (bersertifikat ataupun non - sertifikat) adalah pekebun yang datang kemudian tanpa ada koordinasi atau menjadi bagian dari suatu organisasi pekebun.
## b. Praktik Budi Daya Kelapa Sawit
Pekebun swadaya pada umumnya bersifat tradi- sional dengan cara-cara produksi yang tradisional. Bibit diperoleh dari kebun plasma atau dari kebun pekebun swadaya lain sehingga variasinya sangat besar (Tabel 2). Bibit yang berasal dari pohon kelapa sawit yang bibitnya berasal dari PPKS Marihat ini sering disebut dengan “Mariles” (singkatan dari Marihat lelesan ). Pekebun juga membeli bibit kelapa sawit dari penangkar yang tidak resmi atau tidak memiliki sertifikat penang - kar. Pemeliharaan tanaman dilakukan seadanya sehingga kurang menciptakan kondisi yang optimal bagi tanaman untuk menyerap pupuk dan saat pemanenan. Gulma yang tumbuh liar merupakan kompetitor pohon kelapa sawit dalam mendapatkan nutrisi. Gulma juga menyulitkan tenaga panen dalam pekerjaan memanen dan memungut brondolan yang berakibat rendahnya
Tabel 2. Profil Pekebun dan Kebun Sampel
Pekebun Swadaya Bersertifikat (n = 80) Pekebun Swadaya Belum Disertifikasi (n = 80) Pekebun Plasma Belum Disertifikasi (n = 80) Usia (tahun) 43 ± 9,0 43 ± 8,3 48,7 ± 10,8 Lama pendidikan (tahun) 7,4 ± 2,7 7,7 ± 2,6 8,1 ± 3,5 Luas lahan (ha) 2,2 ± 0,4 2,5 ± 1,2 2,0 ± 0,0 Produksi TBS (t/ha) 20,3 ± 4,7 15,5 ± 5,2 13,6 ± 6,1 Profit kebun sawit (juta Rp/ha/th) 18.5 ± 6,1 14.9 ± 6,6 12,6 ± 7,7 Bibit yang digunakan Bervariasi Sangat Bervariasi Bibit Unggul Penggunaan pupuk Rekomendasi Bervariasi Rekomendasi
kuantitas dan kualitas buah sawit. Kondisi ini berbeda dengan pekebun plasma, yang pengelo- laannya didukung oleh kebun inti dengan meng- gunakan bibit unggul dan teknik budi daya yang setara dengan kebun inti. Kebun swadaya yang sudah disertifikasi pada umumnya memiliki tata kelola perkebunan dan teknik budi daya yang lebih baik dibandingkan kebun swadaya yang belum disertifikasi.
## c. Produktivitas Kebun Kelapa Sawit
Dengan menggunakan bibit yang kualitasnya tidak jelas dan tidak unggul serta praktik budi daya yang tidak baik, produksi kebun swadaya rata-rata di bawah produksi kebun plasma atau - pun kebun inti. Pekebun swadaya nonsertifikasi rata-rata menghasilkan 15,5 ton TBS/ha/tahun, pekebun swadaya bersertifikat RSPO menghasil - kan 20,3 ton TBS/ha/tahun, dan pekebun plasma bersertifikat RSPO menghasilkan 13,5 ton TBS/ ha/tahun (Tabel 2). Produktivitas kebun plasma yang lebih rendah disebabkan oleh usia tanaman yang telah mencapai lebih dari 25 tahun. Menurut Molenaar dkk. (2010), produktivitas pekebun di Indonesia berkisar antar 9–24 ton TBS/ha/tahun, sedangkan di Malaysia 14–19 ton TBS/ha/tahun. Hasil penelitian Lee (2013) di beberapa wilayah di Sumatra menunjukkan produksi perkebunan kelapa sawit pekebun swadaya umur 5–9 tahun rata-rata 14,82 ton TBS/ha/tahun, sedangkan produktivitas pekebun plasma 17,8 ton TBS/ha/ tahun. Untuk tanaman usia 9–17 tahun, produkti- vitas pekebun swadaya hanya 15,9 ton TBS/ha/ta - hun, sedangkan pekebun plasma 22,1 ton TBS/ha/ tahun. Pengetahuan pekebun yang rendah tentang tanaman kelapa sawit menyebabkan perkebunan kelapa sawit dikelola dengan praktik-praktik budi daya yang kurang baik. Namun, terbatasnya akses pekebun swadaya pada berbagai sumber daya, seperti akses informasi, input, finansial, dan pasar, dapat juga memengaruhi kinerja usaha pekebun kelapa sawit pola swadaya (Molenaar dkk., 2010).
## d. Akses pada Sumber Daya Produksi
Pekebun swadaya pada umumnya tidak memiliki akses informasi yang memadai tentang teknologi, jenis dan kualitas input , harga input , serta harga
TBS, sehingga menyulitkannya memilih kombi- nasi input yang paling optimal untuk menghasilkan produksi yang maksimal. Input produksi seperti bibit unggul dan pupuk sangat sulit diperoleh dan harganya cukup mahal. Pekebun mulai menanam kelapa sawit pada 1990-an, ketika produsen bibit kelapa sawit unggul satu-satunya di Indonesia hanyalah PPKS Marihat, yang secara eksklusif hanya melayani perkebunan-perkebunan besar negara dan/atau perkebunan besar swasta. Akses untuk mendapatkan bibit unggul hampir tidak ada sama sekali. Perusahaan-perusahaan penghasil bibit unggul baru mulai muncul pada 2004, se- perti PT Socfindo, PT London Sumatra Indonesia, PT Bina Sawit Makmur (Selapan Jaya Group), PT Tunggal Yunus Estate, PT Tania Selatan, PT Sa- saran Ehsan Mekar Sari, PT Dami Mas Sejahtera (SMART), PT Bakti Tani Nusantara, dan OPSG (Asian Agri) (Fauzi, 2012). Pekebun juga memi- liki akses yang terbatas untuk mendapatkan pupuk. Rantai pasok pupuk yang pada umumnya tertutup hanya diperoleh melalui saluran-saluran tertentu, seperti perusahaan perkebunan, koperasi, dan agen-agen yang terbatas. Ketersediaan pupuk yang terbatas menyebabkan pembelian pupuk dalam jumlah besar harus terdaftar dalam rantai pasok pengadaan dan penyaluran pupuk.
Kemampuan finansial pekebun yang rata-rata cukup rendah menyebabkan pengadaan faktor-faktor produksi tidak dapat dipenuhi sesuai dengan standar yang seharusnya. Lembaga- lembaga keuangan pada umumnya tidak berani memberikan pinjaman dana karena risiko yang dianggap cukup besar. Pekebun swadaya pada umumnya hanya mampu berproduksi untuk me me nuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari se- hingga tidak ada kelebihan pendapatan yang bisa dialihkan untuk pembayaran cicilan dan bunga pinjaman.
## e. Akses Pasar dan Penetapan Harga TBS
Kondis i pekebun swadaya yang sangat bervariasi antar-pekebun, seperti kualitas bibit, kesuburan tanah, jarak kebun dengan pabrik, dan kondisi jalan, menyebabkan produktivitas dan kualitas produksi kelapa sawitnya sangat bervariasi dan sulit mendapatkan harga yang tinggi. Pada mulanya, pekebun swadaya dapat menjual TBS
melalui koperasi atau pedagang perantara yang memiliki akses ke PKS yang belum mencapai kapasitas produksi, baik dari kebun inti maupun kebun plasma. Namun, seiring dengan pening- katan hasil kebun inti dan plasma, PKS tidak lagi bergantung pada suplai buah dari kebun swadaya.
Pekebun masih banyak yang belum menyadari bahwa harga TBS ditentukan dari rendemen, bukan dari berat tandan saja. Sejak 2005, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 395 Tahun 2005 ten- tang Pedoman Penetapan Harga Pembelian TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun, yang kemudian diperbarui dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 14 Tahun 2013. Dalam peraturan tersebut, penetapan harga TBS sangat dipengaruhi oleh tingkat rendemen CPO dan PKO, harga CPO dan PKO, serta biaya produksi CPO dari tiap PKS. Penetapan harga ini sebenarnya ditujukan untuk pekebun plasma, yang umur tanamannya dapat diketahui dengan pasti, sedangkan peke- bun swadaya pada umumnya memiliki umur tanaman yang sangat bervariasi sehingga sulit menggunakan harga yang ditetapkan pemerintah daerah. Perusahaan pada umumnya menetapkan harga yang lebih rendah untuk TBS dari kebun swadaya.
Secara umum, fluktuasi harga TBS juga dipengaruhi oleh faktor iklim (Corley & Tinker, 2003; Pahan, 2012). Pada musim kering, produksi TBS biasanya rendah sehingga suplai ke PKS juga menurun dan mendorong harga menjadi lebih tinggi. Pada musim hujan, produksi ber- limpah menyebabkan harga menjadi lebih rendah. Fluktuasi produksi yang merupakan respons tanaman kelapa sawit terhadap pengaruh iklim belum banyak diketahui oleh pekebun sebagai salah satu faktor yang menyebabkan variasi harga sepanjang tahun.
Perbandingan antara kapasitas PKS yang tersedia dan jumlah TBS yang dihasilkan di suatu lokasi tertentu akan memengaruhi keseimbangan permintaan dan penawaran TBS serta selanjutnya tingkat harga TBS. Saat ini informasi mengenai jumlah perusahaan dan PKS serta kapasitas produksinya dapat diperoleh di Direktorat Jender- al Perkebunan (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014) atau Badan Pusat Statistik (Badan Pusat
Statistik, 2014). Namun, data jumlah pekebun kelapa sawit rakyat, khususnya pekebun swadaya, belum tersedia dengan lengkap dan akurat. Seba- gian besar dari pekebun swadaya belum memiliki surat tanda daftar usaha perkebunan (STD-B), se- hingga luas area dan produksi kelapa sawit rakyat belum terdokumentasi dengan baik. Kondisi ini menyebabkan tidak adanya informasi yang akurat mengenai produksi TBS pekebun rakyat. Akibatnya, ketidakseimbangan antara permintaan TBS oleh PKS dan penawaran TBS oleh pekebun tidak dapat diantisipasi dengan baik dan fluktuasi harga tidak bisa diprediksi dengan tepat.
Harga TBS di tingkat pekebun juga dipenga- ruhi oleh jarak antara kebun pekebun dan PKS. Semakin jauh lokasi kebun dari lokasi PKS, biaya transportasi akan semakin tinggi, yang menye- babkan potongan harga semakin besar. Biaya transportasi ini juga dipengaruhi oleh kondisi jalan. Misalnya, pada musim hujan, jalan menuju kebun sulit dilalui truk pengangkut. Bahkan, tidak jarang buah sawit tidak bisa diangkut ke PKS dan dibiarkan membusuk di pinggir jalan.
## f. Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Swadaya
Sertifikasi perkebunan kelapa sawit merupakan respons dari masyarakat dunia, terutama kon- sumen dari berbagai produk yang berbahan baku kelapa sawit, terhadap proses produksi kelapa sawit yang tidak lestari dan berkelanjutan. Pe - kebun kelapa sawit rakyat termasuk yang menjadi target sertifikasi, mengingat luasnya mencapai lebih dari 41,4% dari total area produksi sawit In - donesia (Direktorat Jendaral Perkebunan, 2014). Kondisi pekebun yang berpendidikan rendah, akses pada sumber daya produksi yang terbatas, dan penerapan peraturan yang kurang tegas me- nyebabkan perluasan perkebunan kelapa sawit tidak dapat dikelola dan dikendalikan pemerintah serta memiliki daya rusak yang cukup tinggi. Ekspansi perkebunan kelapa sawit yang tidak bertanggung jawab atas kelestarian sumber daya alam harus segera dihentikan dengan cara-cara produksi yang lebih memperhatikan kelestarian lingkungan dan tanggung jawab sosial yang lebih tinggi.
Sertifikasi merupakan instrumen yang dinilai cukup ampuh untuk menjamin bahwa produksi kelapa sawit dilaksanakan sesuai dengan standar serta kriteria yang ramah lingkungan dan sosial. Sertifikasi untuk produk-produk kelapa sawit di Indonesia meliputi RSPO, ISPO, dan ISCC. RSPO merupakan standar yang harus dipenuhi apabila produk TBS dan produk turunannya ditujukan untuk pasar internasional (sampai saat ini masih terfokus di Uni Eropa) untuk produk makanan. ISCC juga standar yang ditetapkan untuk minyak sawit agar dapat memasuki pasar Uni Eropa sebagai bahan baku industri biodiesel. Namun, saat ini RSPO juga mulai diterapkan untuk produk biodiesel, demikian juga ISCC diterapkan untuk produk-produk makanan. Pemerintah Indonesia pada 2011 menetapkan standar baku industri kelapa sawit, yaitu ISPO, yang wajib dipenuhi oleh semua industri atau operator perkebunan kelapa sawit yang berada di wilayah Indonesia. Peraturan mengenai ISPO ini kemudian diperbarui dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11 Tahun 2015 tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia. Sampai saat ini, ISPO hanya diberlakukan bagi perusahaan besar dan pabrik kelapa sawit, sedangkan untuk pekebun plasma dan swadaya penerapannya masih bersifat sukarela, tetapi prinsip dan kriteria ISPO telah dicantumkan pada penjelasan Permentan Nomor 11 Tahun 2015. Penetapan prinsip, kriteria, dan indikator pada kebun plasma dan swadaya berbeda-beda, baik pada RSPO maupun ISPO (Tabel 3).
inter nasional dengan menetapkan standar dan kriteria tertentu untuk produk-produk tertentu agar dapat memasuki pasar tertentu. Salah satu tujuannya adalah menjamin produk-produk yang dipasarkan diproduksi secara lestari dan berkelan- jutan. Sebagian besar produk minyak sawit Indonesia (>65%) dijual di pasar internasional (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014; Teoh, 2012). Saat ini, Indonesia masih dapat meng- ekspor minyak sawit ke negara-negara yang belum menerapkan sertifikasi, seperti China dan India. Namun, di masa mendatang, kecen- derungan untuk menerapkan sertifikasi akan berkembang ke negara-negara non-Uni Eropa. Akses bagi produk TBS dari kebun swadaya akan semakin kecil pada perusahaan atau pabrik yang menjual produk minyak sawitnya ke pasar internasional. Sementara itu, di dalam negeri, sertifikasi ISPO akan mempersempit akses pasar pada PKS mana pun yang beroperasi di Indonesia jika kebun kelapa sawit pekebun tidak memiliki sertifikat ISPO.
Sertifikasi menjadi sebuah dilema bagi pekebun kelapa sawit swadaya. Sertifikasi merupakan suatu keharusan bagi pekebun kelapa sawit swadaya agar mendapatkan akses pasar. Namun, untuk mendapatkan sertifikat, cukup banyak perubahan yang harus dilakukan pekebun rakyat. Misalnya, harus membentuk organisasi/ kelompok dan menjadi anggota kelompok peke- bun. Calon pekebun yang akan menjadi anggota grup sertifikasi harus memiliki sertifikat lahan kebun yang legal, memiliki surat tanda daftar usaha perkebunan untuk budi daya (STD-B), dan memiliki surat pernyataan pengelolaan lingkung- an (SPPL). Pekebun harus mendokumentasikan dan mencatat kegiatan perkebunan kelapa sawit. Pekebun juga harus melakukan pemeliharaan dan pemupukan sesuai dengan dosis dan cara yang direkomendasikan oleh ICS sesuai dengan stan - dar RSPO. Semua kegiatan operasional pekebun akan diawasi oleh internal control system (ICS) sebelum diaudit lembaga auditor.
Sebagian besar dari perubahan tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Pekebun sebenarnya sangat senang bila dapat menjual produksi TBS dengan lancar dan mendapatkan harga yang cukup baik. Namun, apakah biaya tambahan yang dikeluarkan untuk mendapatkan
Tabel 3. Prinsip, Kriteria, dan Indikator RSPO dan ISPO
RSPO ISPO Pekebun Plasma Swadaya Plasma Swadaya Prinsip 8 8 6 4 Kriteria 39 35 22 18 Indikator 90 78 69 45
## g. Sertifikasi dan Konsekuensi bagi Pekebun Swadaya
Sertifikasi merupakan instrumen yang diciptakan oleh organisasi/lembaga nasional dan/atau
dan mempertahankan sertifi kasi akan dapat ditu- tupi dari peningkatan nilai penjualan setelah serti- fikasi. Hasil penelitian terhadap pekebun swadaya yang telah memperoleh sertifikat RSPO (Asosiasi Amanah) menunjukkan bahwa pekebun masih menghasilkan keuntungan, tetapi persentase keuntungan pekebun pada tahun pertama setelah sertifikasi lebih kecil dibandingkan sebelum adanya sertifikasi (Hutabarat, Slingerland, Riet - berg, & Dries, 2017). Mekanisme harga premium yang diperoleh melalui GreenPalm masih belum diketahui hasilnya karena sistem off market deal (OMD) yang tertutup. Sistem OMD merupakan prosedur negosiasi antara kelompok pekebun sawit yang telah mendapatkan sertifikat RSPO dengan pihak ketiga atau pembeli (perusahaan retail, manufaktur, atau organisasi lain) yang difasilitasi oleh GreenPalm. GreenPalm meru- pakan lembaga yang bekerja sama dengan RSPO dalam membantu memasarkan sertifikat RSPO di pasar internasional. Sampai saat ini, harga premium merupakan satu-satunya insentif yang menjadi harapan pekebun untuk mendapatkan nilai tambah dari sertifikasi.
Pekebun anggota Asosiasi Amanah menda- pat kan kesempatan memperoleh sertifikat RSPO dengan dukungan dana dan teknis dari berbagai lembaga, seperti Carrefour Foundation, Asian Agri, dan World Wildlife Fund (WWF). Bagaimana dengan pekebun kelapa sawit swa - daya lainnya? Hasil penelitian memperlihatkan cukup banyak faktor penghambat yang sulit diatasi oleh pekebun swadaya. Pertama, hampir semua lembaga sertifikasi menghendaki agar pe - kebun swadaya terhimpun dalam suatu organisasi atau group certification (Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2011; RSPO, 2012). Pe- kebun swadaya secara individual tidak dapat disertifikasi. Pembentukan grup dari individu- individu yang karakteristiknya sangat bervariasi tidaklah mudah. Perbedaan jenis bibit, umur tanaman, luas lahan, jarak lokasi ke PKS, dan karakter sosial lainnya menyebabkan produksi yang ditangani akan berbeda-beda produktivitas dan kualitasnya. Penerapan good agricultural practices (GAP) membutuhkan bimbingan dari lembaga-lembaga seperti penyuluh perkebunan atau teknisi perusahaan perkebunan. Sementara input yang dibutuhkan untuk melaksanakan GAP
tidak mudah diperoleh karena sistem tataniaga produk-produk input seperti pupuk yang sangat tertutup dan kurang fleksibel. Pengadaan doku- men-dokumen yang wajib dipenuhi pekebun swa daya untuk memperoleh sertifikasi, seperti sertifikat tanah (Presiden Republik Indonesia, 1960), surat tanda daftar usaha perkebunan (STD-B) (Kementerian Pertanian Republik Indo- nesia, 2007), dan surat pernyataan kesanggupan mengelola lingkungan (SPPL) (Menteri Negara Lingkungan Hidup, 2010), bukan perkara yang mudah. Perluasan kebun kelapa sawit rakyat swadaya tidak jarang merupakan konversi lahan hutan atau lahan (Susanti & Burgers, 2012) (yang dianggap tak bertuan) sehingga tidak memiliki kelengkapan surat keterangan tanah yang legal. Di lain pihak, konflik lahan yang berkepanjangan tidak memungkinkan pekebun memperoleh legalitas dengan mudah atas lahan yang diusahakannya. Pengurusan STD-B, yang mempersyaratkan adanya surat keterangan tanah yang legal, semakin menambah sulitnya proses menuju sertifikasi. Beberapa perkebunan kelapa sawit rakyat diduga berada di kawasan hutan konservasi atau HCV yang tinggi. Kondisi ini tentu akan menyulitkan pekebun mendapatkan SPPL.
Sampai saat studi dilakukan, hanya empat grup pekebun yang mendapatkan sertifikat RSPO, yaitu Asosiasi Pekebun Kelapa Sawit Swadaya Amanah di Provinsi Riau, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Tanjung Sehati dan Forum Petani Swadaya Merlung Renah di Jambi, serta Yayasan Sapta Tunggal Mandiri di Sumatra Selatan. Beberapa kelompok lainnya masih dalam proses sertifikasi, seperti Asosiasi Mandiri dan Gapoktan Kopau Jaya di Provinsi Riau. Jumlah pekebun yang telah mendapatkan sertifikat RSPO hanya sekitar 3.500 pekebun, sangat jauh jika dibandingkan jumlah pekebun kelapa sawit, yang mencapai 2,2 juta pekebun. Demikian pula sertifikasi ISPO yang baru diterapkan pada sebagian pekebun plasma, untuk sementara hanya satu kelompok atau grup pekebun swadaya yang mendapatkan sertifikat ISPO, yaitu Asosiasi Pe - kebun Kelapa Sawit Swadaya Amanah, yang juga telah mendapatkan sertifikat RSPO. Tantangan utama yang dihadapi pekebun adalah legalitas kebun yang terdiri atas dokumen kepemilikan
lahan atau sertifikat lahan, dokumen registrasi usaha perkebunan atau surat tanda daftar usaha perkebunan untuk budi daya (STD-B), dan surat pernyataan pengelolaan lingkungan (SPPL). Peng urusan dokumen tersebut tidak hanya mem- butuhkan biaya yang mahal, tetapi juga waktu yang lama. Dinas terkait sering tidak memahami dasar hukum penerbitan dokumen tersebut, bah- kan tidak tahu sama sekali. Tantangan lainnya antara lain akses informasi, akses input , akses finansial, dan akses pasar. Dari hasil studi, diper - oleh informasi bahwa kesenjangan antara praktik perkebunan pekebun saat ini dibandingkan standar RSPO menunjukkan tingkat ketercapaian 28% untuk pekebun swadaya dan 47% untuk pekebun plasma. Kemitraan antara pekebun plasma dan perusahaan inti memberikan nilai tambah pada kebun plasma, baik dari segi informasi, teknologi, sarana dan prasarana, maupun pemasaran.
Adanya tekanan dari pasar internasional atas penerapan sertifikat RSPO menyebabkan perusahaan-perusahaan kelapa sawit harus mendapatkan bahan baku dari kebun-kebun yang telah bersertifikat RSPO. Beberapa di anta - ranya kebijakan labeling atas minyak nabati di Prancis pada 2015, kesepakatan Inggris dan Belanda untuk hanya membeli minyak sawit tersertifikasi, pernyataan Belgia yang tidak akan membeli minyak sawit dari Indonesia, serta media masa yang bernada negatif di Prancis dan Rusia (Darmawan, 2015). Penerapan sertifikasi secara penuh pada produk-produk kelapa sawit pada 2020, yang tertuang dalam laporan kepada Parlemen Eropa, “ Report on palm oil and de- forestation of rainforest ” tanggal 17 Maret 2017 merupakan ancaman serius pada industri kelapa sawit di Indonesia (European Parliament, 2017). Komitmen negara-negara pengimpor utama mi nyak sawit yang hendak menerapkan syarat sertifikasi akan mengurangi akses minyak sawit Indonesia di pasar internasional. Perusahaan dan pabrik kelapa sawit tidak berani membeli buah sawit pekebun swadaya yang tidak bersertifikat. Kondisi ini menjadikan posisi pekebun kelapa sawit swadaya semakin terjepit dan memburuk. Untuk mengikutsertakan pekebun kelapa sawit rakyat dalam rantai pasok kelapa sawit, tidak ada jalan lain kecuali mengikuti standar sertifikasi yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, upaya-
upaya persiapan dan dukungan terhadap pekebun swadaya mendapatkan sertifikat perlu didukung semua pemangku kepentingan, termasuk pemer- intah.
## SIMPULAN
Posisi pekebun kelapa sawit swadaya sangat lemah dalam menghadapi perubahan di pasar internasional. Berbagai tantangan dan keter- batasan yang dihadapi pekebun menyebabkan rendahnya akses pekebun sawit untuk menjadi bagian dari rantai pasok pasar global. Studi ini memperlihatkan karakter, kemampuan, sumber daya, dan akses pada sumber daya produksi pekebun swadaya sangat bervariasi. Kondisi ini menyulitkan untuk mengoordinasikan pekebun dalam suatu grup yang terintegrasi dengan sistem produksi dan manajemen yang baik. Proses menuju sertifikasi sangat berat dan kapasitas pekebun secara individual tidak memungkinkan mengatasi berbagai kendala yang dihadapi tanpa ulur tangan dari berbagai pihak yang terkait. Pemerintah, sebagai lembaga yang memiliki otoritas yang sangat luas dan tinggi, memegang peranan yang penting dalam menggiring pekebun swadaya menuju sistem produksi kelapa sawit yang lestari dan berkelanjutan. Pemerintah dapat menciptakan kondisi yang kondusif melalui peraturan perundangan-undangan untuk mem- fasilitasi semua aktor-aktor dalam rantai pasok kelapa sawit untuk bersinergi mengoordinasikan pasar yang efektif dan efisien agar produk- produk kelapa sawit Indonesia tetap kompetitif dan diterima di pasar internasional. Dinas atau lembaga pemerintah di tingkat lokal hendaknya dapat memahami, menjelaskan, dan mengopera- sionalkan peraturan perundangan pada kondisi nyata di lapangan, terutama yang terkait dengan dokumen legalitas kebun kelapa sawit.
## PUSTAKA ACUAN
Angelsen, A. (1995). Shifting cultivation and “defor- estation”: A study from Indonesia. World Development, 23 (10), 1713–1729.
Anggraini, E., & Grundmann, P. (2013). Transactions in the supply chain of oil palm fruits and their relevance for land conversion in smallhold- ings in Indonesia. The Journal of Environ- ment & Development , 22 (4), 391–410. doi: 10.1177/1070496513506225.
Ansari, F., Bhartata, A., Hudata, A., Kurniawan, P. M., & Rianda, E. (2007). Indonesian tropical deforestation. APRIL and APP case studies . Rotterdam: Erasmus Universiteit Rotterdam.
Arnould, E. J., Plastina, A., & Ball, D. (2009). Does fair trade deliver on its core value proposition? Effects on income, educational attainment and health in three countries. Marketing Depart- ment Faculty Publications . Paper 12. Univer- sity of Nebraska, Lincoln. Available at: http:// digitalcommons.unl.edu/marketingfacpub/12. Retrieved 20 October 2012.
Asfaw, S. (2011). The Impact of food safety standards on rural household welfare. Dalam D. Mithofer & H. Walbel (Eds.), Vegetable Production and Marketing in Africa . Oxfordshire: CABI International.
Austin, K., Kasibhatla, P. S., Urban, D. L., Stolle, F., & Vincent, J. (2015). Reconciling oil palm expansion and climate change mitigation in Kalimantan, Indonesia. PLoS One, 10 (5). doi: 10.1371/journal.pone.0127963.
Bacon, C. M., Méndez, V. E., Gómez, M. E. F., Stuart, D., & Flores, S. R. D. (2008). Are sustainable coffee certifications enough to secure farmers livelihoods? The millenium development goals and Nicaragua’s fair trade cooperatives. Globalizations, 5(2): 259-274. doi: 10.1080/14747730802057688 Badan Pusat Statistik. (2014). Direktori perusahaan perkebunan kelapa sawit. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Badrun, M. (2010a). Lintasan 30 tahun pengemban- gan kelapa sawit . Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian Republik Indonesia dan Gapki.
Badrun, M. (2010b). Tonggak perubahan: Melalui PIR kelapa sawit membangun negeri . Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Barham, B. L., Callenes, M., Gitter, S., Lewis, J., & Weber, J. (2011). Fair trade/organic coffee, rural livelihoods, and the “agrarian question”: Southern mexican coffee families in transition. World Development, 39 (1), 134–145.
BPS-Statistics Indonesia. (2015). Statistik Indonesia (Statistical year book of Indonesia) 2015. Jakarta: BPS-Statistics Indonesia.
Buana, L., Kurniawan, A., & Siahaan, D. (2004). Profil industri kelapa sawit Indonesia. Dalam A. Kurniawan (Ed.), Tinjauan Ekonomi Industri Kelapa Sawit . Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Budidarsono, S., Susanti, A., & Zoomers, A. (2013). Oil palm plantations in Indonesia: the implica-
tions for migration, settlement/resettlement, and local economic development. Dalam Z. Fang (Ed.), Biofuel-Economy, Environment, and Sustainability . In Tech, Rijeka, pp. 173–192. Budiharsono, S., Rahmanulloh, A., & Sofiyuddin, M. (2012). Economic assessment of palm oil production. Technical Brief No. 26. Palm Oil Series . Bogor: World Agroforestry Centre- ICRAF, SEA Regional Office.
Carlson, K., Curran, L., Ratnasari, D., Pittman, A., Soares, B. S., Asner, G. P., Trigg, S., et al. (2012). Committed carbon emissions, defor - estation, and community land conversion from oil palm plantation expansion in West Kalimantan, Indonesia. Proc. Natl. Acad. Sci. U. S. A., 109(19): 7559-7564. doi: 10.1073/ pnas.1200452109
Carlson, K. M., Curran, L. M., Asner, G. P., Pittman, A. M., Trigg, S. N., & Adeney, J. (2013). Carbon emissions from forest conversion by Kaliman- tan oil palm plantations. Nat. Clim. Chang., 3 (3), 283-287. doi: 10.1038/nclimate1702 Casson, A. (2000). The hesitant boom: Indonesia’s oil palm sub-sector in an era of economic crisis and political change . Occasional paper, Bogor, Indonesia: CIFOR. Chambers, R. G. (1988). Applied production analysis . Cambridge: Cambridge University Press. Colchester, M. (2006). Lahan yang dijanjikan: Minyak sawit dan pembebasan tanah di Indo- nesia-implikasi terhadap masyarakat lokal dan masyarakat adat . Jakarta: Forest People Programme, Perkumpulan Sawit Watch, Huma and the World Agroforestry Centre.
Colchester, M. (2010). Palm oil and indigenous peoples in South East Asia. Retrieved from www.forestpeoples.org website. Date accessed 12 September 2012.
Colman, D., & Young, T. (1989). Principles of Agri- cultural Economics. Cambridge: Cambridge university Press.
Corley, R. H. V., & Tinker, P. B. H. (2003). The oil palm . New Jersey: Blackwell. Darmawan, D. H. A. (2015). Update of Palm Oil Industry in Indonesia. Presentation on ISPO Promotion, 12 October 2015. Indonesian Palm Oil Board (IPOB), The Hague, Netherlands.
Darmawan, D. H. A. (2015, 12 Oktober). Update of palm oil industry in Indonesia.
Departemen Pertanian Republik Indonesia. (1983). Kepu- tusan Menteri Pertanian No. 182 Tahun 1983 ten- tang Pembentukan Tim Khusus Proyek Perkebunan (NES projects dan Loan PMU) . Jakarta. Departemen Pertanian Republik Indonesia. (1985).
Keputusan Menteri Pertanian No. 668 Tahun
1985 tentang Ketentuan Umum Pelaksanaan Proyek Perkebunan Pola PIR . Jakarta. Dewi, S., Belcher, B., & Puntodewo, A. (2005). Village economic opportunity, forest dependence, and rural livelihoods in East Kalimantan, Indonesia. [Livelihoods, forests, and conservation]. World Development, 33 (9), 1419–1434. doi: http:// dx.doi.org/10.1016/j.worlddev.2004.10.006 . Direktorat Jenderal Perkebunan. (2014). Statistik perkebunan Indonesia 2013–2015: Kelapa Sawit . Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan,
Kementerian Pertanian RI.
Direktorat Jenderal Perkebunan. (2014). Kelapa sawit. Statistik Perkebunan Indonesia Tahun 2013- 2014 . Jakarta: Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Edwards, F. A., Edwards, D. P., Larsen, T. H., Hsu, W. W., Benedick, S., Chung, A., Khen, C. V., et al.
(2014). Does logging and forest conversion to oil palm agriculture alter functional diversity in a biodiversity hotspot? Anim. Conserv., 17 (2), 163–173. doi: 10.1111/acv.12074. European Parliament. (2017). Report on palm oil and deforestation of rainforests . Brussels: Com - mittee on the Environment, Public Health and Food Safety.
Ewing, M., & Msangi, S. (2009). Biofuels production in developing countries: assessing tradeoffs in welfare and food security. [Special Issue: Food Security and Environmental Change Food Security and Environmental Change: Linking Science, Development and Policy for Adapta- tion]. Environmental Science & Policy,
12 (4), 520–528.
Fairhurst, T., & McLaughlin, D. (2009). Sustainable oil palm development on degraded land in Kali- mantan. World Wildlife Fund, Washington, DC USA. Available at: http://www.worldwildlife. org/what/globalmarkets/agriculture/WWFBi - naryitem16231.pdf. Retrieved 22 September 2012.
Fauzi, Y. (2012). Kelapa sawit, budidaya pemanfaatan hasil dan limbah analisis usaha dan pemasa- ran . Jakarta: Penebar Swadaya.
Ferrigno, S., & Monday, P. (2013). The economic impact of sustainability standards in the cotton sector in Africa report. Study commissioned by GIZ (Deutsche Gesellschaft für International Zusammenarbeit), on behalf of the German Federal Ministry for Economic Cooperation and Development (BMZ) through its Trade Policy and Trade Promotion Fund . Available at: https:// www.researchgate.net/publica - tion/293827822_The_economic_impact_of_ sustainability_standards_in_the_cotton_sec- tor_in_Africa. Retrieved 18 October 2015.
Fitzherbert, E. B., Struebig, M. J., Morel, A., Danielsen, F., Bruhl, C. A., Donald, P. F., & Phalan, B. (2008). How will oil palm expansion affect biodiversity? Trends Ecol. Evol., 23 (10),
538–545.
Food and Agricultural Organization (FAO). (2010b). FAOSTAT . Rome: Food and Agricultural Organi zation. Fortin, J. C. (2011). The biofuel boom and Indonesia’s oil palm industry: The twin processes of peas- ant dispossession and adverse incorporation in west Kalimantan . Halifax, Nova Scotia: Master of Art. Saint Mary’s University.
Foster, W., Snaddon, J., Turner, E. C., Fayle, T. M., Cockerill, T., Ellwood, M., Broad, G., et al. (2011). Establishing the evidence base for maintaining biodiversity and ecosystem function in the oil palm landscapes of South East Asia. Philos. Trans. R. Soc. B-Biol. Sci., 366 (1582), 3277–3291. doi: 10.1098/rstb.2011.0041.
Gerritsma, W., & Wessel, M. (1997). Oil palm: Domestication achieved? Netherlands Journal of Agricultural Science, 45 (4), 463–475.
González, A. A., & Nigh, R. (2005). Smallholder participation and certification of organic farm products in Mexico. [Certifying Rural Spaces: Quality-Certified Products and Rural Governance]. Journal of Rural Studies, 21 (4), 449–460.
Graffham, A., dkk. (2007). Impact of EurepGAP on smallscale vegetable growers in Kenya. Fresh Insights Number 6. London: IIED. Hartley, C. W. S. (1988). The oil palm . (3rd ed.). Longman, London: Blackwell.
Haugen, H. M. (2009). Energy security vs. food security-comparing Brazil, Indonesia, and Tanzania. 3/126. Retfaerd Argang, 32 , 3–23. Henderson, J. M., & Quandt, R. E. (1980). Micro- economic theory: A mathematical approach. (Third edition ed.). Auckland: McGraw-Hill International Book Company.
Hidayat, N. K., Glasbergen, P., & Offemans, A. (2015). Sustainability certification and palm oil smallhold - ers’ livelihood: A comparison between scheme smallholders and independent smallholders in Indonesia. International Food and Agribusiness Management Review, 18 (3), 25–48.
Hutabarat, S., Slingerland, M., & Dries, L. (2017). The prospects and challenges of certification for different types of oil palm smallholders .
Inpress .
Hutabarat, S., Slingerland, M., Rietberg, P., & Dries, L. (2017). Costs and benefits of RSPO certifica - tion of independent smallholders. Inpress .
Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 2010 tentang UKL, UPL, dan SPPL . Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup.
Kementerian Pertanian Republik Indonesia. (2005). Peraturan Menteri Pertanian No. 395 Tahun 2005 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Produksi Pekebun . Jakarta: Kementerian Pertanian.
_____. (2006). Peraturan Menteri Pertanian No. 33 Tahun 2006 tentang Pembangunan Perkebunan Melalui Program Revitalisasi Perkebunan . Jakarta: Kementerian Pertanian.
_____. (2007). Peraturan Menteri Pertanian No. 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO) . Jakarta: Kementerian Pertanian. _____. (2011). Peraturan Menteri Pertanian No. 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indo- nesian Sustainable Palm Oil/ISPO) . Jakarta. Diakses dari http://ditjenbun.deptan.go.id/ Pascapanen/download.php?file=lampispo.pdf.
_____. (2013). Peraturan Menteri Pertanian No. 14 Tahun 2013 tentang Pedoman Penetapan Har- ga Pembelian TBSW Kelapa Sawit Produksi Pekebun . Jakarta: Kementerian Pertanian.
Koczberski, G., Curry, G., & Anjen, J. (2012). Chang - ing land tenure and informal land markets in the oil palm frontier regions of Papua New Guinea: the challenge for land reform.
Australian Geographer, 43 (2), 181–196. doi:
10.1080/00049182.2012.682295.
Koh, L. P., & Ghazoul, J. (2008). Biofuels, biodiversity, and people: Understanding the conflicts and finding opportunities. Biological Conservation, 141 , 2450–2460.
Kohne, M. (2014). Multi-stakeholder initiative governance as assemblage: Roundtable on Sustainable Palm Oil as a political resource in land conflicts related to oil palm plantations. Agric. Human Values, 31 (3), 469–480. doi:
10.1007/s10460-014-9507-5. Kuit, M., & Waarts, Y. (2014). Small-scale farmers, cer- tification schemes, and private standards: Is there a business? Costs and benefits of certification and verification systems for small-scale producers in cocoa, coffee, cotton, fruit and vegetable sectors . Wageningen: Technical Centre for Agricultural and Rural Cooperation ACP-EU (CTA). Avail - able at: http://publications.cta.int. Retrieved 12 May 2015.
Lee, J. S. H. (2013). Oil palm expansion in Indonesia- Assessing livelihood and environmental impacts
from the smallholder sector . Ph.D. Thesis. ETH Zürich University, Switzerland. Accessed: 18 September 2015.
Lee, J. S. H., Rist, L., Obidzinski, K., Ghazoul, J., & Koh, L. P. (2011). No farmer left behind in sustainable biofuel production. Biological Conservation, 144 (10), 2512–2516.
Lima, A., Silva, T. S. F., Aragão, L. E. O. e. C. d., Feitas, R. M. d., Adami, M., Formaggio, A. R., & Shimabukuro, Y. E. (2012). Land use and land cover changes determine the spatial relationship between fire and deforestation in the Brazilian Amazon. Applied Geography, 34 (2012), 239–246. Manggabarani, A. (2009a). Memaknai sebuah anugerah: Sumbangsih kelapa sawit Indonesia bagi dunia . Jakarta: Ideals Agro Akbar. Manggabarani, A. (2009b). Palm oil: A golden gift from Indonesia to the world . Jakarta: Directorate General of Estate Crops in Collaboration with Sinar Mas.
Markne, M. (2015). Certifying sustainability inde- pendent oil palm smallholders’ experiences of the RSPO certification process in the Riau Province, Indonesia . (MSc Thesis). Uppsala University, Swedia. Marti, S. (2008). Losing ground: The human rights impacts of oil palm plantation expansion in Indonesia . Friends of the Earth, London, UK; LifeMosaic, Edinburgh, UK; and Sawit Watch,
Bogor, Indonesia.
Maulud, A. L., & Saidi, H. (2012). The Malaysian fifth fuel policy: Re-strategising the Malaysian renewable energy initiatives. [Special Section: Frontiers of Sustainability]. Energy Policy,
48 (0), 88–92. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j. enpol.2012.06.023.
Mausch, K., & Mithöfer, D. (2011). The impact of compliance with GlobalGap standards on small and large Kenyan export vegetable-producing farms. Dalam D. Mithöfer & H. Waibel (Eds.), Vegetable Production and Marketing in Africa- Socio Economic Research . CABI International, Oxfordshire, UK. Diakses pada 12 September 2013 dari http://www.cabi.org/cabebooks/ FullTextPDF/2011/20113221528.pdf.
May-Tobin, C., Boucher, D., Decker, E., Hurowitz, G., Martin, J., Mulik, K., Roquemore, S., et al. (2012). Recipes for success. Solutions for Deforestation-Free Vegetable Oils . Massachu- setts: Union of Concerned Scientists.
McCarthy, J. F., & Cramb, R. A. (2009). Policy nar - ratives, landholder engagement, and oil palm expansion on the Malaysian and Indonesian frontiers. Geographical Journal, 175 , 112–123. doi: DOI 10.1111/j.1475-4959.2009.00322.x.
Molenaar, J. W., Orth, M., Lord, S., Meekers, P., Tay- lor, C., Hanu, M. D. A., Elson, D., et al. (2010). Analysis of the agronomic and institutional constraints to smallholder yield improvement in Indonesia. Amsterdam: Aidenvironment.
Molenaar, J. W., Persch-Orth, M., Lord, S., Taylor,
C., & Harms, J. (2013). Diagnostic study on Indonesia oil palm smallholders: Developing a better understanding of their performance and potential. Jakarta: International Finance Cor - poration . Diakses pada 18 February 2015 dari http://www.rspo.org/file/Diagnostic_Study_ on_Indonesian_Palm_Oil_Smallholders.pdf.
Moreno Echeverri, I. (2011). Certified cocoa produc - tion in Nyinahini, Ashanti region, Ghana. Farm characterization, farmers’ perceptions and scenario assessment . MSc Thesis. Wageningen University, the Netherlands.
Nantha, H., & Tisdell, C. (2009). The orangutan-oil palm conflict: economic constraints and oppor - tunities for conservation. Biodivers. Conserv.,
18 (2), 487–502. doi: 10.1007/s10531-008- 9512-3.
Narno. (2017). Asosiasi petani sawit swadaya amanah . Makalah dipresentasikan pada the Seminar Satu Hari Lebih Dekat dengan RSPO, 17 Januari 2017. RSPO, Pekanbaru.
Nazir, M. (2014). Metode penelitian . Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.
Nediasari, D. (2017). Konsumen Indonesia & industri kelapa sawit . Makalah dipresentasikan pada RSPO General Lecture UNRI, 18 Agustus 2017. RSPO, Pekanbaru.
Nelson, V., Opoku, K., Martin, A., J., B., & Posthumus, H. (2013). Assessing the poverty impact of sustainability standards: fairtrade in Ghanaian cocoa. Kent: NRI.
Nelson, V., & Smith, S. (2011). Fairtrade cotton: Assessing impact in Mali, Senegal, Cameroon and India (Report). Kent: NRI and IDS.
Nesadurai, H. (2013). Food security, the palm oil-land conflict nexus, and sustainability: a governance role for a private multi-stakeholder regime like the RSPO? Pac. Rev., 26 (5), 505–529. doi: 10.1080/09512748.2013.842311. Pahan, I. (2012). Panduan lengkap kelapa sawit: Manajemen agribisnis dari hulu hingga hilir (A complete guide on oil palm: Agribusiness management from upstream to downstream) . Jakarta: Penerbit Swadaya.
Pamin, K. (1998). A hundred and fifty years of oil palm development in Indonesia: from Bogor Botanical Garden to the Industry. Makalah dipresentasikan pada 1998 International Oil Palm Conference ‘Commodity of the past,
today and the future’, Indonesian Oil Palm Research Institute, Medan, Indonesia.
Ponte, C. (2015). Borrowing from local institutions in the configuration of a private certification scheme. The case of the Amanah Association for independent oil palm smallholder farmers (MSc Thesis). Wageningen University.
Presiden Republik Indonesia. (1960). Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) . Sekretariat Negara RI, Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (2014). Undang-undang No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan . Sek- retariat Negara Republik Indonesia, Jakarta. Priadjati, A. (2002). Dipterocarpaceae: Forest fires and forest recovery . Proefschrift Wageningen Met lit. opg. - Met samenvatting in het Engels, Nederlands en Indonesisch. Tropenbos Inter- national, Wageningen. Diakses 14 November 2012 dari http://edepot.wur.nl/121355.
ProForest. (2003). Defining sustainability in oil palm production: An analysis of existing sustainable agriculture and oil palm Initiatives . Makalah dipresentasikan pada Roundtable on Sustain- able Oil Palm, 25 Juli 2003. Proforest, 1–48. Rahadian, D. (2013). Delivering the independent palm oil smallholder into sustainable: The first RSPO certified for Indonesia independent palm oil smallholders. WWF, Jakarta.
Rist, L., Feintrenie, L., & Levang, P. (2010). The livelihood impacts of oil palm: Smallhold- ers in Indonesia. Biodivers. Conserv., 19 (4), 1009–1024. doi: 10.1007/s10531-010-9815-z. Rowell, A., & Moore, P. F. (2000). Global review of forest fires. Gland: WWF International & The World Conservation Union (IUCN). RSPO. (2009). Prinsip & kriteria RSPO untuk produksi minyak sawit berkelanjutan: Pedoman petani plasma. 2 Juli 2009. Gugus Kerja Petani, RSPO. RSPO. (2010). Prinsip & kriteria RSPO untuk produksi minyak sawit berkelanjutan: Pedoman petani independen. 19 Juni 2010 . Task Force untuk Petani, RSPO. RSPO. (2012). Buku panduan penerapan prinsip dan kriteria RSPO untuk petani kelapa sawit . Jakarta: RSPO Indonesia Liaison Office (RILO).
Rumondang, T. (2017). Transforming the market to make sustainable palm oil the norm . Paper presented at the RSPO General Lecture UNRI, 18 Januari 2017. Pekanbaru: RSPO.
Saharjo, B. H., Wasis, B., & Mulyana, D. (2011). Canal blocking of burnt peat swamp forest and it’s future . Makalah dipresentasikan pada
5th International Wildland Fire Conference, Wildfire, South Africa. http://www.infopunt - veiligheid.nl/Infopuntdocumenten/Dossier%20
Natuurbranden/Wildfire%20Conference%20
Zuid-Afrika%202011/62%20Bambang%20 Hero%20Saharjo.pdf.
Simorangkir, D. (2007). Fire use: Is it really the cheaper land preparation method for large- scale plantations? Mitigation and Adaptation Strategies for Global Change, 12 (1), 147–164. Smith, P. D., Martino, D., Cai, Z., Gwary, D., Janzen,
H., Kumar, P., McCarl, B., et al. (2007). Agri - culture. In: Climate Change 2007: Mitigation, Contribution of Working Group III to the Fourth Assessment Report of the Intergovern- mental Panel on Climate Change, 497–540. Cambridge, United Kingdom, and New York: Cambridge University Press.
Susanti, A., & Burgers, P. (2012). Oil palm expansion: Competing claim of lands for food, biofuels, and conservation. Dalam M. Behnassi, O. Pollmann & G. Kissinger (Eds.), Sustainable Food Security in the Era of Local and Global Environmental Change, 301–320. Dordrecht: Springer, In press.
Susanti, A., & Burgers, P. (2013). Oil palm expansion: competing claim of lands for food, biofuels, and conservation. Dalam M. Behnassi, O. Pollmann & G. Kissinger (Eds.), Sustainable Food Security in the Era of Local and Global Environmental Change . Dordrecht, Springer, pp. 301–320.
Suyanto, S. (2007). Underlying cause of fire: different form of land tenure conflicts in Sumatra. Mitig Adapt Strat GLob Change, 12 , 67–74.
Swarna Nantha, H., & Tisdell, C. (2009). The orang - utan-oil palm conflict: economic constraints and opportunities for conservation. Biodiver- sity and Conservation, 18 (2), 487–502. doi: 10.1007/s10531-008-9512-3.
Tauli-Corpuz, V., & Tamang, P. (2007). Oil palm and other commercial tree plantations, mono- cropping: Impacts on indigenous people’s land tenure and resource management systems and livelihoods. UN Permanent Forum on Indig- enous Issues Working Paper, E/C.19/2007/ CRP.6, para.33 (hereinafter “UNPFII Work- ing Paper”) . Diakses 22 November 2012 dari http://www.un.org/esa/socdev/unpfii/en/ session_sixth.html.
Teoh, C. H. (2012). Key sustainability issues in the palm oil sector. A Discussion Paper for Multi- Stakeholders Consultations (Commissioned by the World Bank Group) . International Finance Corporation, The World Bank., Washington DC.
UNDP. (2012). Indonesia sustainable palm oil initia- tive. United Nations Development Program,
Green Commodities Facility.
Vermeulen, S., & Goad, N. (2006). Towards better practice in smallholder palm oil production. Natural Resources Issues Series 5 . London: International Institute for Environment and Development (IIED).
Vermeulen, S., dkk. (2008). Chain-wide learning for inclusive agrifood market development: a guide to multi-stakeholder processes for linking small-scale producers with modern makets . Wageningen: International Institute for Environment and Development, London, UK, and Wageningen University and Research Centre.
von Uexkull, H. R., & Mutert, E. W. (1994). Reha- bilitation and lasting improvement of degraded land in Indonesia. Makalah dipresentasikan pada Giessener Beitrge zur Entwicklungs - forschung Reihe1 (Symposien) Band 21, Wissenschaftliches Zentrum Tropeninstitute Giessen, 47–65.
World Bank, & IFC. (2011a). The World Bank Group and IFC strategy for enggagement in the palm oil sector . Washington: World Bank & IFC. World Bank & IFC. (2011b). The World Bank Group Framework and IFC strategy for engagement in the palm oil sector: Draft for consultations . Washington: IFC and The World Bank. Diakses dari http://www.ifc. org/ifcext/agriconsultation.nsf/Attachments- ByTitle/Jan6_Draft+Framework/$FILE/ WBG+Framework+and+IFC+Strategy_ draft+for+consultations.pdf.
World Growth. (2010). Palm oil and food security: The impediment of land supply. World Growth. Diakses 18 June 2012 dari http://www. worldgrowth.org/assets/files/WG_Food_Secu - rity_Report_12_10(1).pdf.
World Resources Institute (WRI). (2010). Degraded land, sustainable palm oil, and Indonesia’s Future . Diakses 14 September 2010 dari http:// www.wri.org/stories/2010/07/degraded-land- sustainable-palm-oil-and-indonesias-future.
WWF-Malaysia. (2003). Forest conversion initiative. Foreign Exchange or a Sustainable Future for Malaysian Forests . WWF-Malaysia. Diakses 20 September 2012 dari http://www.wwf.org. my/about_wwf/what_we_do/forests_main/ restore/project_forest_conversion_initiative/.
Zen, Z., dkk. (2006). Oil palm in Indonesian socio- economic improvement: a review of options. Industry Economic Journal, 6 , 18–29.
|
74c91c17-2322-4d95-ba09-5e0f3aeadeec | https://journal.perbanas.ac.id/index.php/jbb/article/download/896/484 |
## JBB
6, 1 65
Received 16 December 2015 Revised 20 September 2016 Accepted 18 January 2017
JEL Classification: F3, F37
DOI: 10.14414/jbb.v6i1.657
## Journal of Business and Banking
ISSN 2088-7841
Volume 6 Number 1 May – October 2016
pp. 65– 80
© STIE Perbanas Press 2016
Pengujian January Effect : Studi komparasi pada Bursa Efek Idonesia dan Bursa Saham Shanghai periode 2011-2013
Latanza Hanum Kartikasari 1
1, 2 STIE Perbanas Surabaya, Jalan Nginden Semolo 34-36 Surabaya 60118, Jawa Timur, Indonesia
## A B S T R A C T
The January Effect occurred as a result companies that have a strategy to improve it is financial statements. The company will sell stocks that have low values at the end of the year and sell shares favorable to attract investment back at the beginning of next year. January Effect the anomaly that serves low stock Return occurred in December and the highest Return in January. The purpose of this research was to examine whether there is a phenomenon January Effect on Effect Indonesia Stock Exchange and Shanghai Stock Exchange in Period 2011-2013. The variables used in this study are the Return, Abnormal Return and Trading Volume Activity. This research was con- ducted at the company that is static between years 2011-2013 were in a group LQ45 and SSE50 samples that meet the criteria. The model used is the determination of the sample with purposive sampling method. The tools used are Test One-Way ANOVA and Paired Sample (t-test). The results of analysis showed that in Return Stock and Abnormal Return, there was a difference between January to January in addition to the Indonesia Stock Exchange and Shanghai Stock Exchange by using One-Way ANOVA, while the Paired Sample (t-test) on the Shanghai Stock Exchange there was no difference between January to before January. And for testing of Trading Volume Activity, The January Effect does not occurred in the Indonesia Stock Exchange and Shanghai Stock Exchange.
## A B S T R A K
January Effect terjadi akibat adanya perusahaan yang berstrategi untuk memperbaiki laporan keuangannya. Perusahaan akan menjual saham-saham yang memiliki nilai rendah di akhir tahun dan menjual saham-saham yang menguntungkan untuk mena- rik kembali para investor di awal tahun berikutnya. January Effect adalah anomaly yang menyajikan Returnsaham rendah terjadi di bulan Desember dan Return terting- gi di bulan Januari. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return, Abnormal Return, dan Volume perdagangan. Penelitian ini dilakukan pada perusa- haan yang secara statis antara tahun 2011-2013 berada dalam kelompok indeks LQ45 dan SSE 50 yang memenuhi kreteria sample. Model penentuan sample yang diguna- kan adalah dengan metode Purposive Sampling. Alat yang yang digunakan adalah Uji One-Way ANOVA dan Paired Sample (t-test). Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa Return saham dan Abnormal Return terdapat perbedaan antara bulan Januari dengan selain Januari pada Bursa Efek Indonesia dan Bursa Saham Shanghai dengan menggunakan uji One-Way ANOVA, sedangkan dengan pengujian Paired (t-test) pada Bursa Saham Shanghai tidak terdapat perbedaan antara bulan Januari dengan sebelum bulan Januari. Dan untuk pengujian Volume perdagangan, January Effect tidak terjadi di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Saham Shanghai.
## Keywords:
January Effect, Return, Abnormal Return, and Trading Volume Activity.
## Pengujian January Effect
66
## 1. PENDAHULUAN
Pasar modal ( Capital Market ) merupakan pasar yang di dalamnya men- gandung instrumen keuangan yang mempunyai nilai jangka panjang (jangka waktu lebih dari 1 tahun) dan dapat diperjualbelikan, baik ekuiti (saham), surat hutang (obligasi), dan reksa dana. Pasar modal merupakan sasaran yang tepat untuk melakukan investasi yang men- guntungkan bagi perusahaan, atau institusi lainnya maupun pemerin- tah. Kemajuan perekonomian suatu negara dapat dilihat dari perkem- bangan pasar modalnya. Melihat tingkah laku investor dalam melaku- kan strategi bisnisnya dipengaruhi oleh informasi yang ada pada pasar modal (Wibowo dan Wahyudi 2005).
Konsep pasar yang efisien merupakan pasar di mana seluruh har- ga sekuritas yang diperjualbelikan oleh investor telah mencerminkan informasi-informasi yang ada baik informasi masa lalu, informasi saat ini maupun yang bersifat pendapat yang beredar di pasar yang dapat mempengaruhi perubahan harga dan banyak sedikitnya transaksi vo- lume perdagangan (Eduardus Tandelilin 2011). Dalam pasar efisien para investor akan sulit mendapatkan informasi asimetri (Asymmetri Information) yaitu umumnya penjual lebih banyak mengetahui infor- masi tentang produk yang dijual dari pada pembeli dan kondisi ini mungkin akan terjadi sebaliknya. Kondisi tersebut akan digunakan untuk memperoleh keuntungan di atas keuntungan yang diharapkan ( Abnormal Return ).
Jogiyanto (2014: 60) mendefinisikan anomaly pasar (market anoma- ly) sebagai teknik atau strategi yang tampak bertentangan dengan pa- sar efisien. Salah satu anomali pasar yang bertentangan dengan teori pasar modal efisien ialah karena adanya January Effect . January Effect itu sendiri adalah pengaruh secara kalender, di mana saham tersebut me- rupakan saham yang berkapitalisasi kecil cenderung naik harganya pada bulan Januari (Suad 2011: 255).
January Effect dikenal dengan tingkat pengembaliaan yang tinggi pada bulan tersebut dibandingkan bulan-bulan lainnya. January Effect dapat pula dijelaskan dengan adanya volume perdagangan pada seki- tar kejadian. Volume perdagangan adalah suatu instrumen yang dapat digunakan untuk melihat reaksi pasar modal terhadap informasi mela- lui parameter volume saham yang diperdagangkan di pasar.
Menurut Tjipto dan Hendy (2001: 118) terjadinya January Effect dapat dipahami sebagai berikut, pada pertengahan Desember Fund Manager mulai libur Natal dan Tahun Baru Fund Manager baru ma- suk kembali pada awal Januari di mana para Fund Manager menda- patkan analisis sejumlah perusahaan. Analisis tersebut akan mem- perkirakan harga saham tidak memakai harga pada tahun lalu maka hasilnya harga saham lebih tinggi. Selanjutnya, Fund Manager mem- belinya sehingga tingkat pengembalian pada bulan Januari lebih tinggi Penelitian jenis ini ditemukan beberapa bukti penyimpangan fenomena yang terjadi pada saat pergantian tahun ( January Effect ) pa- da Bursa Efek Indonesia menemukan adanya Abnormal Return yang tinggi di bulan Januari (Sukamulya 2001). Penelitian lain dilakukan oleh Wibowo dan Wahyudi (2005); Aria dan Utami (2012); Panca (2006); dan Nurul Fauzi (2007) yang melakukan penelitian tentang
JBB 6, 1 67
fenomena January Effect meskipun beberapa peneliti menyimpulkan adanya fenomena January Effect pada sektor tertentu seperti hasil ke- simpulan penelitian Aria dan Utami (2005). Meskipun begitu peneli- tian lainnya juga memberikan kesimpulan yang hasilnya tidak adanya January Effect pada masing-masing sample penelitian yang diteliti penelitian sebelumnya. Dengan melihat hasil kesimpulan pe- nelitian yang dilakukan (Nurul Fauzi 2007) menyimpulkan juga bah- wa tidak adanya January Effect di pasar modal tiga negara yaitu Indo- nesia, Bombay, dan Shanghai meskipun rata-rata pengembalian bulan Januari Shanghai cenderung tinggi tetapi hasilnya tidak signifikan. Berdasarkan beberapa kesimpulan yang berbeda dari peneliti terda- hulu, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang sama namun pada sample dan periode yang berbeda dari sebelumnya. Un- tuk menguji adanya fenomena January Effect maka penelitian ini di- ukur menggunakan variabel Return , Abnormal Return , dan Volume Perdagangan pada Indeks LQ45 di Bursa Efek Indonesia dan Indeks SSE 50 di Bursa Saham Shanghai periode 2011-2013.
## 2. RERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Pasar Efisien
Menurut Eduardus Tandelilin (2011: 223) Konsep dasar yang bisa membantu bagaimana sebenarnya mekanisme harga yang terjadi di pasar yang memudahkan adalah bentuk pasar yang efisien dibagi men- jadi dalam tiga efficient market hypothesis (EMH), yaitu: Efisiensi ben- tuk Lemah, Efisiensi bentuk Setengah Kuat, Efisisensi bentuk Kuat te- tapi yang digunakan yaitu untuk membentuk Hipotesis adalah Efisien- si bentuk Lemah.
## Efisien dalam Bentuk Lemah ( Weak Form )
Pasar efisien dalam bentuk lemah berarti semua informasi di masa lalu (historis) akan tercermin dalam harga yang terbentuk sekarang. Impli- kasinya adalah bahwa investor tidak akan bisa memprediksi nilai pasar saham di masa datang dengan menggunakan data historis, seperti yang dilakukan dalam analisis teknikal.
## Anomali Pasar
Meskipun hipotesis pasar efisien telah menjadi konsep yang dapat di- terima di bidang keuangan, namun pada kenyataannya beberapa pene- litian menunjukkan adanya kejadian yang bertentangan yang disebut anomaly pasar.
Menurut Jones (2009) anomali pasar adalah teknik-teknik atau stra- tegi-strategi yang berlawanan atau bertentangan dengan konsep pasar modal yang efisien dan penyebab kejadian tersebut tidak dapat dije- laskan dengan mudah.
Jones (2009), mendefinisikan anomali pasar (market anomaly) se- bagai teknik atau strategi yang tampaknya bertentangan dengan pasar efisien. Overreaction hypothesis merupakan reaksi yang berlawanan dengan kondisi normal. Overreaction hypothesis memprediksikan sekuri- tas yang masuk kategori loser dan biasanya mempunyai Return rendah justru akan mempunyai Abnormal Return yang tinggi Sukmawati dan
## Pengujian January Effect
68
Daniel (2002). Kebalikannya, sekuritas yang biasanya mempunyai Re- turn yang masuk kategori winner justru akan mempunyai Abnormal Return yang rendah.
## January Effect
January Effect merupakan kecenderungan terjadinya kenaikan harga saham pekan pertama bulan januari. January Effect dapat dikatakan suatu kondisi anomaly yang terjadi di pasar modal di mana pada bulan Januari terjadi kecenderungan rata-rata pengembalian bulanan saham pada bulan ini lebih tinggi dibandingkan dengan bulanbulan lain- nya.Kecenderungan itu biasanya lebih terlihat pada saham dengan ni- lai kapasitas yang kecil Nurul Fauzi (2007).
January Effect merupakan fenomena yang berkaitan dengan adanya perubahan tahun yaitu pada bulan Desember sebagai akhir tahun pa- jak dan Januari sebagai awal tahun pajak. Faktor-faktor yang mempen- garuhi January Effect ini karena karena adanya penjualan saham pada akhir tahun untuk mengurangi pajak ( Tax-Loss Selling ), merealisasikan capital again, pengaruh portofolio window dressing, atau para investor menjual sahamnya untuk liburan.
Terjadinya January Effect dapat ditunjukkan dengan adanya retun yang tidak normal atau Abnormal Return yang diperoleh inves- tor.Apabila suatu pengumumman mengandung Informasi, pasar dapat bereaksi dengan informasi tersebut. Reaksi tersebut diukur dengan Abnormal Return kepada pasar. Dengan kata lain apabila January Effect terjadi para investor dapat menikmati Abnormal Return.
Selain menggunakan Abnormal Return January Effect juga dapat ditunjukkan dengan volume perdagangan. Volume perdagangan me- rupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk melihat aktivitas volume perdagangan pada sekitar periode kejadian diban- dingkan dengan aktivitas volume perdagangan pada saat peristiwa terjadi.
Beberapa penyebab munculnya January Effect Menurut Nurul Fauzi (2007) ada 3 penyebaba munculnya January Effect yaitu:
1. Tax Loss Selling
Pada akhir tahun investor akan mengevaluasi kinerja setiap saham da- lam portofolionya, dan kecenderungannya akan menjual saham yang kinerjanya buruk. Tujuan investor melakukan ini untuk memperbaiki kinerja portofolio saham dan investasi yang dimilikinya dan merealisa- sikan kerugian saham tersebut ke dalam kalkulasi akuntansi akhir ta- hunnya sekaligus bertujuan untuk mengurangi pajak ( Tax Loss Selling ). Setelah itu biasanya di bulan Januari tekanan aksi jual akan hilang dan harga saham tersebut akan naik kembali dibanding harga akhir tahun- nya.
## 2. Windows Dressing
Windows dressing tidak jauh berbeda dengan Tax Loss Selling yaitu ter- jadinya aksi jual pada saham-saham yang memiliki kinerja buruk di akhir tahun. Perbedaannya adalah hal ini dilakukan oleh manajer keu- angan dengan tujuan agar laporan kinerja portofolio saham yang dila- porkannya pada akhir tahun akan tampak bagus. Aksi ini akan men- gakibatkan turunnya harga saham tersebut di akhir tahun dan harga
6, 1 69
saham akan berlangsung normal kembali di bulan Januari setelah be- rakhirnya aksi jual di bulan Januari tersebut.
3. Small Stocks Beta
Ada pendapat yang diyakini para analis keuangan yang menyatakan bahwa pada bulan januari biasanya saham perusahaan dengan nilai kapitalisasi kecil memiliki resiko yang lebih besar dari pada bulan lainnya. Hal ini sering kali dihubungkan dengan bad news yang sering sering terakumulasi di awal tahun setelah penutupan akuntansi peru- sahaan pada akhir tahun. Jika pendapat ini benar maka tentu pada bu- lan Januari saham dengan kapitalisasi kecil tersebut akan memiliki ra- ta-rata pengembalian saham yang lebih tinggi dari pada periode sebe- lumnya. Menurut Rozzef dan Kinney (1976) dalam Nurul Fauzi (2007) trade off risk and Returnpada bulan Januari lebih besar dibandingkan bulan-bulan lainnya.
Dari beberapa anomali pasar yang ditemukan salah satu anomali yang dianggap menarik dan banyak diteliti adalah January Effect yaitu terjadinya suatu pola mjusiman di pasar modal di mana pada periode tertentu pasar memberikan kembalian yang cenderung lebih tinggi dari biasanya dan kondisi itu bisa diprediksi dengan baik oleh para pelaku pasar modal. Menurut pendapat banyak analsi ada 4 negara di dunia yang disebut-sebut sebagai calon penguasa ekonomi dunia pa- da tahun 2050. Negara-negara tersebut sering dikenal dengan istilah BRIC yaitu Brazil, Rusia, India, dan Cina. Keempat Negara tersebut diprediksi akan memiliki pertumbuhan GDP yang tinggi, Real Eco- nomic Growth yang stabil dan populasi penduduk yang besar pada 2050 (Wei 2007 dalam Nurul Fauzi 2007). Kondisi-kondisi yang terte- ra di atas tentumnya menjadi modal dasar pengembangan ekonomi sebuah Negara termasuk pengembangan pasar modalnya, untuk itu pada penelitian ini penulis tertarik mengamati pasar modal Negara- negara tersebut khususnya yang terkain dengan efisiensi pasar dan anomaly pasar, akan tetapi pada penelitian ini penulias akan memba- tasi pengamatan pada negara-negara BRIC yang berada di kawasan Asia yaitu China. Hal ini dilakukan karena pada bagian akhir peneli- tian ini penulis ingin melihat apakah adanya fenomena January Effect di pasar modal Indonesia dan China pada periode penelitian yaitu 2011-2013.
## Indeks LQ-45 (Bursa Efek Indonesia)
Indeks yang terdiri dari 45 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih berdasarkan pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan. Review dan penggantian sa- ham dilakukan setiap enam bulan sekali, yaitu pada awal bulan Febru- ari dan Agustus.
Pada awalnya pembentukan kelompok saham ini didasari atas kondisi pasar saham yang tergolong sepi transaksi, sehingga saham- saham yang aktif dalam perdagangan dikelompokkan. Pemilihan da- lam kelompok saham ini tidak hanya melandasi pedoman pada likuidi- tas yang tinggi melainkan melihat kapitalisasi pasarnya (Jogiyanto 2014: 130).
Berdasarkan pernyataan di atas dan uraian tersebut maka dalam
## Pengujian January Effect
## 70
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Hipotesis 1: Terdapat fenomena January Effect di Bursa Efek Idonesia pada Indeks LQ-45.
## Indeks SSE 50 (Bursa Saham Shanghai)
Untuk Pasar modal China, Indeks yang diamati adalah SSE 50 In- dexs yang merupakan Index terdiri dari 50 saham yang paling re- presentatif dari pasar keamanan Shanghai dengan metode ilmiah dan obyektif. Tujuannya adalah untuk mencerminkan gambaran lengkap kualitas perusahaan besar baik, yang paling berpengaruh di pasar keamanan Shanghai. Indeks SSE adalah indeks statistik otori- tatif diikuti dan digunakan di rumah dan di luar negeri untuk men- gukur kinerja pasar sekuritas China secara luas. SSE Indeks Series terdiri dari 75 indeks, termasuk 69 indeks saham, indek sobligasi 5 dan 1 indeks dana, meliputi beberapa seri seperti pasar ukuran, sek- tor, gaya, strategi dan seritematik dan menjadi sistem indeks per- baikan terus menerus. SSE 50 Indeks meliputi 50 yang terbesar, sa- ham SSE terdaftar sangat likuid dan paling representatif dan men- cerminkan kinerja sejumlah perusahaan terkemuka dan paling ber- pengaruh di pasar sekuritas Shanghai (csindex.com.cn diakses pada 23 Desember 2014)
Berdasarkan pernyataan di atas dan Uraian tersebut maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Hipotesis 2: Terdapat fenomena January Effect di Bursa Saham Shanghai pada Indeks SSE 50.
Kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Rerangka Penelitian
Efesiensi Bentuk Lemah
Anomali Return Saham, Abnormal Return, Volume Perdagangan
Monday Effect Size Effect January Effect Holiday Effect Other
Busrsa Efek Indonesia Bursa Saham Shanghai Pasar Efisien
6, 1
71
## 3. METODE PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang tercatat di LQ- 45 dan SSE-50 selama periode 2011-2013. Populasi tersebut dipilih ka- rena saham di LQ-45 dan SSE-50 adalah saham yang masuk dalam sa- ham-saham yang aktif diperdagangkan dan likuid. Pengambilan sam- ple dalam penelitian ini menggunakan metode Purposive Sampling dengan tujuan untuk mendapatkan sample yang representatif. dengan kreteria sebagai berikut: (1) Saham-saham perusahaan yang terdaftar dalan Indeks LQ-45 di Bursa Efek Indonesia dan untuk Shanghai Stock Exchange saham-saham perusahaan yang diambil dari SSE 50 Indexs pada periode 2011-2013 yang diperdagangkan selama periode peneli- tian, (2) Selama periode penelitian perusahaan tidak mengalami delist pada tahun 2011-2013.
Dari 45 saham yang tercatat di dalam indeks LQ-45, maka dipero- leh 25 saham perusahaan yang menjadi sample penelitian sesuai den- gan kriteria pemilihan sample pada periode 2011-2013. Untuk saham perusahaan yang tercatat di Indeks SSE 50, dari 50 saham perusahaan yang dapat diperoleh dan masuk dalam kriteria sample penelitian se- banyak 34 saham.
## Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif me- rupakan data sekunder diambil dari saham individu yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Saham Shanghai selama periode 2011-2013.Teknik pengumpulan data untuk penelitian ini dilakukan dengan dokumentasi. Dokumentasi yang dilakukan adalah semua data sekunder berupa, harga saham penutupan untuk bulanan, jum- lah saham yang beredar, volume saham yang diperdagangkan, dan harga saham sebelumnya. Data tersebut dikumpulkan dari Januari 2011 hingga Desember 2013. Data harga saham penutupan dan vo- lume transaksi diperoleh dari finace.yahoo.com, untuk jumlah saham yang beredar dari IDX Monthly Statistic, Indonesian Capital Market Directory dan www.idc.co.id. Untuk shanghai stock exchange www.english.sse.com.cn.
## Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang diuji dalam penelitian ini meliputi Return sa- ham, Abnormal Return, dan Volume Perdagangan serta bulan Januari dan selain bulan Januari sebagai variable kategori
## Definisi Oprasional Variabel Bulan Januari
Bulan Januari tersebut dijadikan sebagai variable utama yang akan di- bandingkan dengan bulan-bulan lainnya seperti Februari, Maret, April, dan seterusnya.
## Return Saham
Variabel ini merupakan Return keseluruhan dari suatu investasi dalam suatu periode yang tertentu yang merupakan upah, atau imbalan baik berupa keuntungan ataupun kerugian yang akan diterima sebagai aki-
## Pengujian January Effect
72
bat atas keputusan penanaman modal pada saham tertentu (Jogiyanto 2014: 236). Return yang digunakan dalam penelitian ini adalah pende- katan Returndengan harga saham penutup saat ini dikurangi dengan harga saham penutup sebelumnya dibagi dengan harga saham penu- tup sebelumnya Jogiyanto (2014: 237).
𝑅 𝑖𝑡 = 𝑃 𝑡 −𝑃 𝑡−1 𝑃 𝑡 −1 . (1)
Keterangan: R it
= Return saham i pada periode t .
P t
= Harga investasi sekarang.
P t – 1 = Harga investasi periode lalu ( t-1 ).
## Abnormal Return
Abnormal Return adalah keuntungan atau kerugian yang bersifat ti- dak normal atau tidak seharusnya terjadi dengan melihat kepada keadaan pasar modal dengan kacamata normal, Abnormal Return merupakan kelebihan dari Return yang sesungguhnya terjadi dari Return normal (Jogiyanto 2014: 610). Konsep perhitungan Abnormal Return menggunkan selisih antara Expected Return dengan Actual Return, atau selisih antara Return yang diharapkan dengan Return yang didapatkan sesungguhnya (Jogiyanto 2014: 609). Untuk menghi- tung Expected Return dengan menggunakan market model: = + . . (2) Keterangan: = Intercept untuk sekuritas i .
= Koefisien slope yang merupakan beta dan sekuritas ke- i.
= Return indeks pasar pada periode estimasi ke- t. = Kesalahan residu sekuritas i pada periode estimasi ke– t .
Abnormal Return dapat menggunakan rumus:
= – E ( ) . (3)
Keterangan:
= Abnormal rerurn sekuritas i pada periode peristiwa ke– t . = Returnsaham sekuritas i pada periode peristiwa ke– t . E( ) = Expected Return pada sekuritas i pada periode peristiwa ke– t.
## Volume Perdagangan
Volume erdagangan digunakan dalam penelitian ini untuk membantu melihat fenomena dari sisi aktifnya transaksi yang terjadi ketika di- bandingkan dengan transaksi yang terjadi di bulan lain. Volume per- dagangan dihitung dengan membagi jumlah saham beredar dengan volume perdagangan saham.
TVA it = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑖 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑑𝑎𝑔𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑛 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑖 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟 . (4)
Keterangan:
TVA i.t = Volume Perdagangan saham perusahaan i semester t.
## Alat Analisis
Penelitian ini menggunakan dua Teknik analisis. Untuk menguji
JBB 6, 1 73
adanya January Effect di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Saham Shanghai pada Indeks LQ45 dan SSE 50 yaitu menggunakan analisis deskriptif karena untuk melihat bagaimana pola Return, Abnormal Return serta Volume Perdagangan pada bulan-bulan pada saat periode 2011-2013.
Untuk menguji adanya perbedaan antara bulan Januari dengan Bulan selain Januari pada Return, Abnormal Return, dan Volume Perdagangan periode 2011-2013 digunakan alat Uji One Way Anova dipilih sebagai alat analisis selanjutnya. serta alat Uji yang terakhir dengan menggunakan Paired Sample T-test yang menguji apakah ada perbedaan antara bulan sebelum Januari dan sesudah Januari pada Return, Abnormal Return, dan Volume Perdagangan pada periode 2011-2103.
Gambar 2
Rata–rata Return LQ 45 dan SSE 50
Gambar 3 Rata-rata Abnormal Return LQ 45 dan SSE 50 0,0453 0,1488 -0,10 -0,05 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Fluktuasi Rata-rata Return LQ 45 dan SSE 50 LQ 45 SSE 50 0,1300 0,2800 -0,20 -0,15 -0,10 -0,05 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Fluktuasi Rata-rata Abnormal Return LQ 45 dan SSE 50 LQ 45 SSE 50
## Pengujian January Effect
## 74
## 4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Analisis Deskriptif
Secara lebih rinci temuan dari penelitian terhadap kedua pasar modal yang diamati tersebut bisa dijelaskan sebagai berikut:
1. Analisis Statistik Deskriptif pada Bursa Efek Indonesia Dari hasil analisis statistik deskriptif yang ditunjukkan pada Gambar 2 untuk Bursa Efek Indonesia didapatkan hasil rata-rata Return pada periode penelitian 2011-2013 bulanan untuk bulan Januari adalah sebe- sar -0,0138, untuk tingkat Return yang cenderung tinggi didapatkan pada bulan Maret yaitu 0,1488 pada periode 2011-2013.
Pengujian tersebut juga dilakukan untuk mengukur Abnormal Re- turn pada Gambar 3 di bulan Januari dengan bulan selain Januari dan hasilnya adalah rata-rata Abnormal Return bulan Januari sebesar 0,0333 lebih redah dibandingkan rata-rata Abnormal Return pada bu- lan Maret sebesar 0,1300.
Analisis ini juga menguji pergerakan volume perdagangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan pada penelitian ini yang ditunjuk- kan pada Gambar 4 dengan hasil rata-rata bulan Januari sebesar 0,0025 dan rata-rata tersebut cenderung tinggi dibandingkan bulan lainnya. Dari indikasi data yang diolah maka di Bursa Efek Indonesia tidak ter- jadi adanya Fenomena January Effect melainkan Maret Effect meskipun Volume perdagangan mempunyai nilai rata-rata yang menunjukkan bahwa bulan Januari lebih tinggi dibanding bulan selain Januari bila dibandingkan Return dan Abnormal Return.
2. Analisis Statistik Deskriptif pada Bursa Saham Shanghai Dari hasil analisis statistik deskriptif yang ada pada Gambar 2 untuk Bursa Saham Shanghai didapatkan hasil rata-rata Return pada periode penelitian 2011-2013 bulanan untuk bulan Januari adalah sebesar 0,0453, untuk tingkat Return yang cenderung tinggi untuk Return sa- ham pada periode penelitian tersebut.
Gambar 4
Rata-rata Volume Perdagangan LQ 45 dan SSE 50
0,0447 0,0447 0,00 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,10 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Fluktuasi Rata-rata Volume Perdagangan LQ 45 dan SSE 50 SSE 50 LQ 45
6, 1 75
Pengujian Deskriptif pada Gambar 3 tersebut juga dilakukan untuk mengukur Abnormal Return pada bulan Januari dengan bulan selain Januari rata-rata Abnormal Return bulan Januari cenderung negative sebesar -0,1100 lebih redah dibandingkan rata-rata Abnormal Return pada bulan Juni sebesar 0,2800.
Analisis pada Gambar 4 dilihatkan pergerakan volume perdagan- gan dan transaksi-transaksi yang dilakukan pada penelitian ini dengan hasil rata-rata bulan Januari sebesar 0,0381lebih kecil dibandingkan rata-rata bulan Maret sebesar 0,0430. Dari indikasi data yang diolah maka di Bursa Saham Shanghai tidak terjadi adanya Fenomena January Effect melainkan Juni Effect meskipun Return saham mempunyai nilai rata-rata yang menunjukkan bahwa bulan Januari lebih tinggi diband- ing bulan selain Januari.
## Hasil Pengujian dan Pembahasan pada Bursa Efek Indonesia
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dengan menggunakan One Way Anova dan Paired Sample t-test maka pada Tabel 1 akan dije- laskan hasil dari pengujian untuk mengetahui apakah ada fenomena January Effect pada Bursa Efek Indonesia pada periode 2011-2013. Dari Tabel 1 dapat dijelaskan bahwa tidak terdapat perbedaan an- tara bulan Januari dengan bulan selain Januari dengan menggunakan alat uji One Way Anova dan Paired Sample t-test yang artinya Hipote- sis pertama pada penelitian ini tentang adanta fenomena January Effect di Bursa Efek Indonesia tidak dapat dibenarkan. Dilihat hasil dengan tingkat signifikasi yang dipilih adalah 0,05 didapatkan nilai F untuk Return Saham sebesar 2,2870 dan sig. 0,0090, untuk Abnormal Return sebesar 2,3310 dengan sig. 0,0080 dan untuk volume perdagangan di- dapatkan nilai F sebesar 0,9790 dengan sig 0,4640. maka ditarik kesim- pulan untuk uji ANOVA pada periode penelitian 2011-2013 mengalami perbedaan Return bulan Januari dengan bulan selain Januari. Tetapi tingkat pengembaliaan cenderung tinggi pada bulan Maret dibanding- kan bulan Januari untuk Return dan Abnormal Return, untuk volume perdagangan.
Pada Tabel 1 menjelaskan hasil pengujian paired sample (t-test) un- tuk melengkapi hipotesis pertama, di mana tingkat signifikan yang dipilih adalah 0,05 didapatkan nilai t statistik untuk Return saham ada-
Tabel 1
Hasil Analisis Statistik ANOVA dan Paired Sample (t-test) BEI
Uji ANOVA Variabel F hitung F tabel Sig. Keterangan Return Saham 2,2870 1,7500 0,0090 Signifikan Abnormal Return 2,3310 1,7500 0,0080 Signifikan Volume Perdagangan 0,9790 1,7500 0,4640 Tidak Signifikan Uji Paired Sample t-test Variabel t hitung t tabel Sig. (2-tailed) Keterangan Return Saham 3,1529 1,6400 0,0020 Signifikan Abnormal Return 3,3013 1,6400 0,0010 Signifikan Volume Perdagangan 1,1361 1,6400 0,2600 Tidak Signifikan
## Pengujian January Effect
## 76
lah 3,1529 dengan sig 0,0020, untuk Abnormal Return sebesar 3,3013 dengan sig. 0,0010, dan volume perdagangan sebesar 1,1361 dengan sig. 0,2600 maka dapat ditarik kesimpulan bahwa memang ada perbe- daan antara bulan sebelum dengan sesudah bulan Januari, Tetapi ting- kat pengembaliaan yang tinggi melainkan bukan berda pada bulan Januari melainkan bulan Maret artinya. January Effect tidak terdapat pada Bursa Efek Indonesia melainkan Maret Effect.
## Pembahasan Analisi LQ 45 di BEI
Berdasarkan pengujian hipotesis yang telah dilakukan dengan meng- gunakan alat uji statistik One-Way Anova dan Paired Sample (T-rest) Return dan Abnormal Return, bahwa menunjukkan adanya terhadap perbedaan rata-rata Return dan abnormal retun di bulan Januari dan selain bulan Januari tetapi hasil dari Return dan Abnormal Return bulan Januari tersebut tidak terlalu tinggi maka dalam hipotesis yang sangat berbeda adalah di bulan Maret. Sedangkan untuk Volume perdagangan tidak ada perbedaan bulan Januari dengan selain Janua- ri pada periode penelitian 2011-2013 artinya semua bulan dalam vo- lume perdagangan sama pada perusahaan yang sahamnya tercatat pada Indeks LQ45 di bursa Efek Indonesia. Hal ini karena adanya tidak kestabilan harga saham karena pengaruh kondisi ekonomi yang buruk. Para ekonom menyatakan hal tersebut dapat memicu penuru- nan global.
Seperti halnya di pasar modal Indonesia yang tidak stabil nilai kapitalisasi pasar saham yang dapat mempengaruhi Volume perda- gangan pada saham BEI mengalami peningkatan sebesar 15,69% dari Rp. 3537,29 triliun pada akhir tahun 2011 dan menjadi Rp. 4092,23 triliun pada akhir perdagangan tanggal 27 Desember 2012. Dilihat dari nilai bersih transaksi saham yang dilakukan oleh investor asing, sepanjang tahun 2011 terjadi aliran masuk dana asing ( net in- flow of foreign capital ). sebesar Rp. 25,67 triliunAngka ini menurun se- panjang tahun 2012 menjadi Rp. 15,44 triliun hingga 27 Desember 2012. Sentimen negatif dari bursa AS dan Eropa di sepanjang tahun 2012 masih mempengaruhi investor asing untuk masuk ke pasar sa- ham Indonesia. Di tengah keadaan demikian, Dollar AS saat ini masih menjadi aset yang paling aman ( safe haven ) bagi investor asing di ten-
## Tabel 2
Hasil Analisis Statistik ANOVA dan Paired Sample (t-test) SSE
Uji ANOVA Variabel F hitung F tabel Sig. Keterangan Return Saham 18,6620 1,7500 0,0000 Signifikan Abnormal Return 28,7330 1,7500 0,0000 Signifikan Volume Perdagangan 0,1300 1,7500 1,0000 Tidak Signifikan Uji Paired Sample t-test Variabel t hitung t tabel Sig. (2-tailed) Keterangan Return Saham 0,4570 1,6400 0,6490 Tidak Signifikan Abnormal Return 0,3380 1,6400 0,7360 Tidak Signifikan 0,2790 1,6400 0,7800 Tidak Signifikan
6, 1
77
gah ketidakpastian global. Total nilai transaksi saham di BEI sepan- jang tahun 2012 hingga 27 Desember 2012 mencapai Rp 1111,14 tri- liun. Angka ini menurun sebesar 10,11% dari total nilai transaksi sa- ham sepanjang tahun 2011 sebesar Rp 1223,44 triliun. Demikian juga, nilai transaksi rata-rata harian mengalami penurunan dari Rp 495 tri- liun per hari pada tahun 2011 menjadiRp 4,55 triliun per hari pada tahun 2012. (ojk.com dan bapepam-lk yang diakses pada Selasa 06 Januari 2015).
## Hasil Pengujian dan pembahasan Bursa Saham Shanghai
Berdasarkan Pengujian yang sudah dilakukan dengan menggunakan Sample Paired T-test maka pada Tabel 2 akan dijelaskan apakah ada fenomena January Effect pada Bursa Saham Shanghai periode 2011- 2013.
Dari Tabel 2 dapat bahwa adanya fenomena January Effect pada Bursa Saham Shanghai pada periode 2011-2013 tidak dapat dibenar- kan dilihat hasil pengujian terhadap hipotesis pertama dengan meng- gunakan alat uji One Way ANOVA, di mana dengan tingkat signifika- si yang dipilih adalah 0,05 didapatkan nilai F untuk Return Saham sebesar 18,6620 dan sig. 0,0000, untuk Abnormal Return sebesar 28,7330 dengan sig. 0,0000 dan untuk volume perdagangan dida- patkan nilai F sebesar 0,1300 dengan sig 1,0000. Maka ditarik kesim- pulan untuk uji ANOVA pada periode penelitian 2011-2013 menga- lami perbedaan Return bulan Januari dengan bulan selain Januari. Tetapi tingkat pengembaliaan cenderung tinggi pada bulan Maret dibandingkan bulan Januari untuk Return dan Abnormal Return cen- derung tinggi di bulan Juni, untuk volume perdagangan hasil pengu- jian menyatakan bahwa tidak ada perbedaan dengan bulan-bulan lainnya.
Tabel 2 juga menjelaskan hasil pengujian dengan alat Uji paired sample (t-test) untuk melengkapi hipotesis pertama, di mana tingkat signifikan yang dipilih adalah 0,05 didapatkan nilai t statistik untuk Return saham adalah 0,4570 dengan sig 0,6490, untuk Abnormal Re- turn sebesar 0,3380 dengan sig. 0,7360, dan volume perdagangan sebe- sar 0,2760 dengan 0,7800. Maka ditarik kesimpulan bahwa Hipotesis null diterima dan tidak ada perbedaan antara bulan sebelum Januari dengan sesudah yang artinya fenomena January Effect tidak dapat di- buktikan adanya.
## Pembahasan Analisis SSE 50 di SEE
Sedangkan saham-saham perusahaan yang tercatat di SSE 50 Indexs pada Bursa Saham Shanghai menunjukkan adanya perbedaan bulan Januari dengan bulan selain Januari untuk Returnsaham dan Abnor- mal retun dengan melihat hasil hipotesis pengujian One-Way ANO- VA. Tetapi pada pengujian untuk variable Volume perdagangan Sa- ham dengan melihat hasil hipotesis One-Way ANOVA yang dilaku- kan pada periode penelitian yaitu tahun 2011-2013 didapatkan bahwa tidak ada perbedaan untuk bulan Januari dengan lainnya dengan kata lain Volume perdagangan bulan Januari sama.
Berbeda dengan hasil hipotesis Paired Sample T-test pada Return,
## Pengujian January Effect
78 Abnormal Return, dan Volume perdagangan perbedaan antara bulan Januari dengan bulan selain Januari tidak ditemukan karena tingkat signifikan lebih tingi dari yang ditentukan dalam pengukuran tingkat signifikan yang ditentukan penelitian ini. Pada SSE 50 di Bursa Sa- ham Shanghai juga mengalami naik turunnya harga saham yang di- perdagangkan pada Pasar Modal China bahkan pada saat Indeks Nikkei Jepang naik 1,1 persen dengan menguatnya dolar terhadap Yen. Penguatan tajam terjadi pada bursa Sydney, indeks ASX naik 0,9% dengan penopang saham energi dan saham tambang. Untuk in- deks Kospi di Seoul naik 0,6%, indeks Hang Seng naik 0,65 dan in- deks Shanghai turun 0,2%. Penguatan bursa Asia pada pekan ini mendapat dukungan kuat dari saham Hang Seng. Hal ini dengan rilis rencana reformasi ekonomi China untuk satu dekade mendatang. Un- tuk pekan ini indeks Hang Seng naik 7,2 persen, indeks Shanghai mendapatkan 3,1 persen. Sementara indeks ASX turun 1,2 persen, indeks Nikkei. mendatar dan indeks Nikkei mencatat kenaikan 2,2 persen. Sementara data AS tentang klaim pengangguran menjadi sen- timen kuat di Wall Street dan indeks Nasdaq. Klaim pengangguran AS untuk per 16 November turun 21.000 menjadi 323.000. Data ini jauh di bawah perkiraan sebelumnya. Hal ini memicu indeks Dow Jones menguat 0,7% menembus level 1600999. Level tersebut untuk pertama kalinya dapat tertembus Dow Jones. Untuk indeks S&P naik 0,8% ke 1795,85 dan indeks Nasdaq melonjak 1,2% ke 3.969,15 (men- gutip marketwatch.com dan pasarmodal.inilah.com diakses pada Se- lasa 6 Januari 2013.
Penelitian ini mendukung pada penelitian sebelumnya yaitu Pene- litian Andreas dan Ria Daswan (2011) dalam penelitiannya menujuk- kan bahwa pada bulan Januari Abnormal ReturnSaham tidak terlalu tinggi. justru tinggi pada bulan Desember yang artinya January Effect tidak ada di Indonesia tetapi ada December Effect.
## 5. SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, DAN KETERBATASAN
Berdasarkan analisis deskriptif yang dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa adanya fenomena January Effect pa- da Bursa Efek Indonesia dan Bursa Saham Shanghai pada periode 2011-2013 tidak dapat dibenarkan, karena menurut pengujian yang telah dilakukan Return, Abnormal Return dan Volume Perdagangan cenderung tinggi pada bulan Maret dibandingkan bulan-bulan lain- nya.
Maka yang terjadi pada penelitian ini adalah melainkan Maret Ef- fect karena system pembayaran pajak pada saat periode penelitian di- lakukan pada bulan Maret maka pengaruh kecenderungan tingkat pengembaliaan return, Abnormal Return, dan volume perdagangan yang tinggi adalah pada bulan Maret.
Berdasarkan hasil penelitian dan keterbatasan Beberapa keterbata- san dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Dari Data yang luas dalam Bursa Saham, sample yang digunakan dalam penelitian ini ha- nyalah saham-saham Perusahaan yang tercatat pada Indeks LQ45 pa- daBursa Efek Indonesia dan SSE 50 pada Bursa Saham Shanghai. (2) Dalam penelitian ini hanya meneliti apakah terdapat fenomena January
JBB 6, 1 79
Effect sajapada Bursa Efek Indonesia dan Bursa Saham Shanghai Saja dari beberapa Bursa Efek yang ada di dunia.
Bagi Peneliti selanjutnya sebaiknya menguji adanya fenomena January Effect untuk periode per tahun karena peneliti sebelumnya termasuk penelitian ini dilakukan selama 3 tahun berturut-turut, se- hingga tidak dapat dilihat timbulnya fenomena January Effect per ta- hun.
Bagi Investor Indonesia dan Shanghai, disarankan January Effect dapat digunakan sebagai acuan untuk pengambilan keputusan inves- tasi karena dari hasil pengujian terbukti Adanya perbedaan Return- saham perusahaan yang tercatat pada Indeks LQ45 di Bursa Efek In- donesia, antara bulan Januari dengan bulan Sebelumnya. Bagi Emi- ten, diharapkan dari hasil penelitian ini nantinya dapat digunakan emiten yang nantinya dapat memberikan informasi untuk pengambi- lan keputusan menjual saham dengan melihat hasil Uji hipotesis yang sudah dilakukan.
## DAFTAR RUJUKAN
Aria dan Utami., 2012, ‘Analysis of January Effect in Indonesian Bank- ing Sector During the Period of 2005-2012’, Journal of Economic ,
Finance and Administrative Sciences.
Artikel berjudul Pasar Modal Inilah, <www.marketwatch.com>, di- akses 06 Januari 2015.
Daniel, Hermawan dan Sukmawati, 2002, ‘Overreact Hypothesis dan Price Earning Ratio Anomaly Saham-saham Sektor Manufaktur di BEJ’, Jurnal Riset Akuntansi, Manajemen, dan Ekonomi , 2 (1), pp. 57-
76.
Eduardus, Tandelilin, 2011, Analisa Investasi dan Manajemen Portofolio , Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Jogiyanto Hartono, 2014, Teori Portofolio dan Analisa Investasi , Edisi Ke- delapan, Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Jones, Charlie 2009, Invesment Analisys and Management , California:
Jhon Wiley and Son.
Nurul Fauzi, 2007, ‘Analisis Fenomena Anomali Pasar January Effect dan Korelasi diantara Tiga Emerging Stock Market Asia Periode 2000-2006’, Jurnal Akuntansi dan Manajemen , 2 (2), pp. 63-77. Panca, 2006, ‘Pengujian January Effect terhadap Return Saham’, Jurnal FE UTY.
Sukamulya dan Daniel, H 2001, ‘Pengujian January Effect Terhadap Return Saham Manufaktur’, Jurnal Empirika , (28), 183-204. Suad, Husnan dan Eni, Pudjiastuti, 2011, Dasar-Dasar Manajemen Keua- ngan , (Edisi 6 ed.), Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Tjipto, D dan Hendy, M 2001, Pasar Modal di Indonesia Pendekatan tanya jawab , Jakarta Salemba Empat.
Wibowo dan Wahyudi, 2005, ‘Pengujian Tuntas atas Anomali Pola Ha- rian dan Efek Akhir Pekan pada Return dan Volatility IHSG dan LQ-45 (1994-2004)’, In Usahawan , pp. 16-25. www.bapepam.com, diakses 06 Januari 2015. www.csindex.com.cn, diakses pada 23 Desember 2014. www.ojk.co.id, diakses 06 Januari 2015.
## Pengujian January Effect
## 80
## Koresponden Penulis
Latanza Hanum Kartikasari dapat dikontak pada e-mail: latanza@perbanas.ac.id.
|
4e37dcea-a2c8-4753-a4a4-07c5d22497ff | http://ojs.uho.ac.id/index.php/JSA/article/download/7950/5774 | e-ISSN: 2502-3292 Volume 2 Nomor 1 (April 2017) Halaman 21-31 http://ojs.uho.ac.id/index.php/JSA
## KAJIAN PREFERENSI KONSUMEN IKAN LELE
(An analysis of Supply Chain and Consumers’ Preference of Catfish)
Ngadiyo 1) , Sitti Aida Adha Taridala 2) , Yusnaini 3)
1) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo
1) Email: ngadiyo76@gmail.com
2) Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo
3) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo
Naskah diterima: 15 Desember 2016 Naskah direvisi: 20 Maret 2017 Disetujui diterbitkan: 27 Maret 2017
Abstract: Consumers’preference can be determined through consumers’ level of preference to the products of catfish pecel. The preference describes the attributes of catfish pecel produced by the sellers and accepted by the consumers. The purposes of this study were: to analyze factors that consumers take into account when buying catfish; to measure consumers’ attitude and behaviors towards the products of catfish. Conducted in Kendari, Southeast Sulawesi, employed a Multiattribut Fishbone Attitude Analysis and Konjoin Analysis to measure consumers’ attitute and behaviors towards catfish pecel. The results of Multiattribute Fishbein Attitude Analysis showed that the consumers’ attitudes towards catfish pecel was 65,77 percent. This indicated that the consumers’ attitude was “good enough”, with 65,77 percent being higher that the expected 32,568 or 100 percent.
In other words, the consumers were satisfied and responded to the product positively, and it is therefore probable that they will consume the same product again, notwithstanding catfish pecel. The results of Konjoin analysis showed that in terms of preference, the consumers’ of catfish pecel in Kendari are in favor of catfish with a measurement of 9-10 fish per kilogram, brownish black, medium taste, cheap, clean, and soft in texture.
Keywords : catfish, catfish pecel, Fishbein, Conjoint.
Intisari: Preferensi konsumen dapat diketahui melalui tingkat kesukaan konsumen terhadap produk pecel lele. Preferensi menggambarkan atribut pecel lele yang dapat dihasilkan oleh pedagang pecel lele dan diterima oleh konsumen. Tujuan penelitian ini adalah untuk: mengkaji faktor-faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam pembelian ikan lele; mengukur sikap dan perilaku konsumen terhadap produk ikan lele. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara, menggunakan Analisis Sikap Multiatribut Fishbein dan Analisis Konjoin untuk mengukur sikap dan perilaku konsumen ikan lele. Hasil Analisis Sikap Multiatribut Fishbein menunjukkan sikap konsumen terhadap pecel lele yakni pada 65,77 persen. Hal ini berarti sikap konsumen terhadap pecel lele dinyatakan “cukup baik” dengan persentase 65,77 persen dari nilai ideal yang diharapkan 32,568 atau 100 persen. Dengan kata lain konsumen yang merasa puas maupun menilai baik terhadap suatu produk, biasanya akan melakukan pembelian ulang terhadap produk yang sama tak terkecuali pecel lele. Hasil analisis konjoin menunjukkan preferensi konsumen pecel lele di Kota Kendari adalah pecel lele dengan ukuran 9-10 ekor per kilogram, warna hitam kecoklatan, rasa sedang, harga murah, bersih dan memiliki tekstur yang lunak.
Kata Kunci : ikan lele, pecel lele, fishbein, Conjoin.
e-ISSN: 2502-3292 Volume 2 Nomor 1 (April 2017) Halaman 21-31 http://ojs.uho.ac.id/index.php/JSA
## I. PENDAHULUAN
Sektor perikanan merupakan sektor yang sangat penting, yakni sebagai penyumbang terhadap ekspor, pendapatan nasional, penyediaan lapangan pekerjaan, ketahanan pangan, serta penyediaan bahan pangan bergizi untuk dikonsumsi masyarakat. Permintaan komoditas perikanan baik untuk dalam negeri maupun ekspor semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dunia dan pergeseran pola konsumsi manusia dari “ red meat ” (daging sapi, ayam, kambing, dan lain-lain) ke “ white meat ” (ikan, seafood ). Peningkatan tersebut erat kaitannya dengan tingkat pemahaman tentang bahaya daging tersebut serta seafood .
Dalam kaitannya dengan upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi, perikanan budidaya diyakini memiliki kemampuan untuk menciptakan peluang usaha dan menyerap tenaga kerja. Salah satu jenis ikan budidaya yakni ikan lele ( clarias sp), yang merupakan jenis ikan air tawar yang sudah menjadi konsumsi umum bagi masyarakat Indonesia. Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan RI (2006) dalam Puspitasari (2008) ikan lele kaya kandungan gizi (protein + 20 persen) dan sangat baik untuk kesehatan karena tergolong makanan dengan kandungan lemak yang relatif rendah dan mineral yang tinggi. Setiap 100 gram lele, kandungan lemaknya hanya 2 gram, jauh lebih rendah dibandingkan dengan daging sapi (14 gram) dan daging ayam (25 gram).
Produksi komoditas ikan lele sejak Tahun 2005-2009 mengalami peningkatan yang cukup pesat, terlebih pada dua tahun terakhir mengalami peningkatan 74,87 persen. Sementara itu, menurut Food and Agriculture Organization (FAO), sampai tahun 2010 pasar dunia masih kekurangan pasokan ikan sebesar 15-20 juta ton/tahun. Pasokan ikan sebesar itu tidak mungkin dipenuhi hanya dari tangkapan alam, tetapi harus dipasok dari hasil budidaya. Dengan demikian, peluang peningkatan produksi budidaya ikan lele masih terbuka lebar.
Pada awalnya, persepsi sebagian besar masyarakat Kota Kendari terhadap ikan lele adalah kurang baik. Ikan lele dianggap sebagai ikan murah dan identik dengan tempat pemeliharaan yang kotor. Namun demikian, akhir-akhir ini permintaan terhadap ikan lele di Kota Kendari semakin meningkat. Hal ini dibuktikan dengan bertambah dan berkembangnya usaha warung makan yang menjual pecel lele. Di lain pihak, sebagai ibukota provinsi, tentunya Kota Kendari berpenduduk dengan tingkat pendidikan dan pendapatan yang relatif tinggi sehingga memungkinkan minat dan keinginan terhadap sesuatu produk akan lebih besar dibandingkan di wilayah lainnya. Di Kota Kendari pembelinya semakin kritis memilih produk sesuai keinginan mereka. Selera masyarakat yang selalu menginginkan yang lebih baik, maka kualitas produk harus disesuaikan keinginan konsumen. Semakin selektifnya konsumen menentukan pilihan dalam membeli produk ikan lele, merupakan peringatan bagi para produsen terhadap upaya memuaskan pelanggan. Kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan pelanggan setelah membandingkan dengan harapannya (Umar, 2002). Konsumen saat ini menuntut pelayanan cepat, dengan porsi tepat serta harga bersaing.
Studi ini dilakukan kaitannya dengan persepsi sebagian masyarakat Kota Kendari yang menganggap ikan lele merupakan ikan murah dan identik dengan tempat pemeliharaan yang kotor, namun disisi lain berkembang pula usaha warung makan yang menjual pecel lele di Kota Kendari. Menurut Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari (2013), terdapat sekitar 25 warung makan dan warung tenda sari laut. Menurut survei awal harga pecel lele antara Rp.20.000,00 – Rp.25.000,00 per porsi. Kebutuhan bahan baku selain dipasok dari pembudidaya ikan lele Kota Kendari juga dari daerah Kabupaten Konawe Selatan dan Konawe. Sedangkan harga benih berkisar antara Rp.300,00 – Rp.500,00. Harga jual ikan lele segar juga bervariasi, yakni antara Rp. 20.000,00 – Rp.27.000,00 per kilogram (Azis, dkk ., 2012). Pendekatan kajian preferensi konsumen akan memberikan gambaran secara lengkap mengenai aliran informasi, aliran teknologi, dan aliran dana serta tingkat kesukaan konsumen.
Berdasarkan fakta latar belakang tersebut, maka tujuan studi ini adalah mengkaji faktor-faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam pembelian ikan lele; mengukur sikap dan perilaku konsumen terhadap produk ikan lele.
e-ISSN: 2502-3292 Volume 2 Nomor 1 (April 2017) Halaman 21-31 http://ojs.uho.ac.id/index.php/JSA
## II. METODE STUDI
Studi dilaksanakan di Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara pada bulan Februari - September 2014. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan daerah tersebut terdapat pembudidaya ikan lele, yakni pembenihan dan pembesaran, serta adanya konsumen ikan lele, baik konsumen antara maupun konsumen akhir. Populasi konsumen pecel lele dibatasi beberapa lokasi, yakni jalan utama dari pelabuhan kota sampai Anduonohu, Jalan Asrama Haji sampai Kampus UHO Kemaraya, Jalan By Pass Kendari Beach sampai gerbang Baruga, Bundaran Mandonga sampai Terminal Puuwatu, dan Wua-wua sampai Bundaran Lepo-lepo.
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental sampling . Menurut Sugiyono (1999), accidental sampling merupakan teknik penentuan sampel berdasarkan faktor spontanitas. Artinya, siapa saja yang secara tidak sengaja bertemu dengan peneliti dan sesuai dengan karakteristiknya, maka orang tersebut dapat dijadikan sampel (responden). Informasi awal yang diperoleh dari beberapa warung makan dan warung tenda, rata-rata menghabiskan 8 kg (3-5ekor/kg) ikan lele setiap 2 hari, yang berarti rata-rata 16 responden/hari. Harga lele segar antara Rp 20.000,00 – Rp 25.000,00 per kilogram (Azis, dkk., 2012). Sedangkan warung makan menurut Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari (2013) terdapat sekitar 25 warung makan dan warung tenda sari laut.
Jumlah sampel dalam studi ini adalah sebanyak 76 sampel. Sampel yang dimaksud adalah konsumen atau pembeli pecel lele. Jumlah 76 sampel ini berdasarkan pendapat Roscoe (1982) dalam Sugiyono (2012) bahwa bila dalam penelitian menggunakan analisis multivariate (korelasi atau regresi berganda), maka jumlah sampel diteliti minimal 10 kali lipat dari variabel yang diteliti. Variabel yang diamti terkait aspek produk dan konsumen. Variabel produk meliputi ukuran (X1), harga (X2), warna (X3), rasa (X4), kebersihan (X5), tekstur (X6). Adapun variabel yang terkait dengan konsumen mencakup tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan alokasi pengeluaran untuk konsumsi ikan lele.
Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui preferensi konsumen dalam memilih produk ikan lele di Kota Kendari . Data yang terkumpul ditabulasi dengan menggunakan Program SPSS. Data tersebut kemudian dianalisis dengan analisis deskriptif; analisis Sikap Multiatribut Fishbein, dan analisis Konjoin. Menurut Umar (2000), model Multiatribut Fishbein digunakan untuk memperoleh konsistensi antara sikap dan perilakunya, sehingga model Fishbein memiliki dua komponen, yaitu komponen sikap dan komponen norma subyektif. Bentuk analisisnya adalah sebagai berikut:
## Model Sikap
Model ini digambarkan dengan formula sebagai berikut:
n i i i o e b A 1 ……………………………………………………………………………………….(1) keterangan:
o A = Sikap terhadap suatu objek
i b = Kekuatan kepercayaan bahwa objek tersebut memiliki atribut i
i e = Evaluasi terhadap atribut i n = Jumlah atribut yang dimiliki objek
## Model Maksud Perilaku
B ~ BI = w 1 (AB) + w 2 (SN) ………………………………………………………………………(2)
keterangan: B = perilaku BI = maksud perilaku (Jika faktor lain tidak dihitung, maka nilai maksud perilaku ekuivalen dengan niai perilaku)
AB = sikap terhadap pelaksanaan perilaku B
e-ISSN: 2502-3292 Volume 2 Nomor 1 (April 2017) Halaman 21-31 http://ojs.uho.ac.id/index.php/JSA
w 1 , w 2 = bobot yang ditentukan secara empiris, menggambarkan pengaruh relatif dari komponen SN = norma subyektif
SN = m j j j MC NB 1 ) )( ( …………………………………………………………………………….(3)
NB j = keyakinan normatif individu MC j = motivasi konsumen M = banyaknya refferen yang relevan
## Interpretasi data
Untuk menemukan makna dari data yang dikumpulkan dalam menjawab pertanyaan penelitian maka langkah-langkah yang dilakukan, yakni : a. Tiap komponen variabel (keyakinan, evaluasi, keyakinan normatif, motivasi) akan diberi skala +3 sampai -3
+3 = Sangat penting
+2 = Penting
+1 = Agak penting
0 = Tidak tahu
-1 = Kurang penting
-2 = Tidak penting -3 = Sangat tidak penting b. Tiap komponen variabel dicari nilai rata-rata tertimbangnya (weighted average), dicari dengan formula:
RT = TR R x NS n i i i 1 ) (
……………………………………………………………………(4)
keterangan:
RT = rata-rata tertimbang NS i = nilai skala ke-i
R = jumlah responden pada nilai skala ke-i TR = Total Responden
c. Mencari nilai sikap konsumen dengan menggunakan persamaan (1)
d. Menghitung skor maksimum untuk model sikap dengan mengalikan nilai skala tertinggi keyakinan ideal (Nilai Skala = +3) dengan rata-rata tertimbang dari variabel evaluasi untuk setiap atribut.
e. Membuat rentang nilai dari hasil poin (d) dengan rentang nilai +3 sebagai “sangat baik” hingga -3 sebagai “sangat tidak baik”. Nilai ini akan mencerminkan nilai sikap konsumen terhadap produk ikan lele.
f. Mencari nilai norma subyektif dengan Persamaan (3)
g. Mencari nilai maksud perilaku dengan menggunakan Persamaan (2). Dapat dikatakan, jika pengambilan keputusan pembelian lebih banyak dilakukan oleh konsumen sendiri, maka nilai w 1 > w 2 . Sebaliknya, jika pengambilan keputusan lebih banyak dilakukan pihak lain, maka w 1 < w 2 , dimana w 1 + w 2 = 100%. h. Dari hasil Poin (g) dapat disimpulkan perilaku konsumen baik atau tidak (positif atau negatif).
Analisis Multiatribut Fishbein akan memberikan hasil mengenai sikap dan maksud perilaku konsumen ikan lele. Namun Analisis Fishbein tidak dapat memberikan informasi yang spesifik mengenai preferensi konsumen terhadap suatu produk terkait dengan atribut yang dimilikinya, karena Fishbein tidak menganalisis atribut produk dengan masing-masing level (kondisi) yang ada pada atribut tersebut. Analisis preferensi konsumen ikan lele digunakan Analisis Konjoin. Analisis Konjoin
e-ISSN: 2502-3292 Volume 2 Nomor 1 (April 2017) Halaman 21-31 http://ojs.uho.ac.id/index.php/JSA
adalah teknik statistik yang digunakan dalam riset pasar untuk menentukan bagaimana orang menghargai fitur yang berbeda membentuk suatu produk atau jasa individual. Tujuannya untuk menentukan kombinasi sejumlah atribut yang paling berpengaruh pada pilihan responden atau pengambilan keputusan (Green, et al ., 1978). Lebih lanjut dijelaskan bahwa data untuk analisis conjoint paling sering dikumpulkan melalui survei riset pasar, berkaitan dengan statistik jumlah sampel dan ketepatan ketika merancang kuesioner.
## III. HASIL DAN PEMBAHASAN
## Proses Keputusan Pembelian
Kotler (2001) menyatakan perilaku konsumen merupakan tahapan-tahapan langkah yang ditempuh dan dilakukan oleh seseorang/individual atau kelompok orang dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Tahapan proses keputusan pembelian konsumen dibagi menjadi lima tahap sebagai berikut.
## a) Pengenalan Kebutuhan
Proses pembelian suatu produk dimulai ketika suatu kebutuhan dirasakan atau dikenali. Konsumen mempersepsikan perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan situasi yang memadai untuk membangkitkan dan mengaktifkan 20 proses keputusan. Pada hakekatnya, pengenalan kebutuhan bergantung pada berapa banyak ketidaksesuaian antara keadaan yang dihadapi sekarang dan keadaan yang diinginkan (Kotler, 2001). Pada tahap manfaat yang diinginkan konsumen pecel lele dalam studi dibatasi pada kandungan gizi, kualitas terjamin, harga terjangkau, mudah memperolehnya dan aspek lainnya yang tidak tercantum dalam batasan tersebut.
Tabel 1. Manfaat yang Ingin Diperoleh Konsumen Pecel Lele
No Manfaat Jumlah Responden Persentase (%) 1 Kandungan gizi 48 63,16 2 Kualitas terjamin 6 7,89 3 Harga terjangkau 7 9,21 4 Mudah memperolehnya 11 14,47 5 Variasi menu makanan 4 5,26 Jumlah 76 100,00
Sebanyak 48 konsumen dari keseluruhan responden manyatakan bahwa manfaat yang dicari dalam membeli produk pecel lele adalah menginginkan kandungan gizi yang terkandung pada ikan lele. Selanjutnya, manfaat yang ingin diperoleh konsumen adalah kemudahan memperolehnya sebanyak 14,47 persen responden.
Pengetahuan mengenai manfaat dari mengkonsumsi pecel lele juga memberikan informasi beberapa motivasi yang mendorong konsuman melakukan pembelian pecel lele, yakni sesuai dengan kebutuhan, kualitas produk sesuai, dorongan promosi, dorongan orang lain dan motivasi lainnya. Sebanyak 50 % konsumen termotivasi membeli pecel lele karena sesuai dengan kebutuhan mereka. Selanjutnya, motivasi konsumen dalam membeli pecel lele adalah kualitas produk yang sesuai (39,47 persen).
Tabel 2. Ketergantungan Konsumen terhadap Pecel Lele
No Perasaan Jumlah Responden Persentase (%) 1 Merasa ada yang kurang 23 30,26 2 Biasa saja 53 67,74 Jumlah 76 100,00
e-ISSN: 2502-3292 Volume 2 Nomor 1 (April 2017) Halaman 21-31 http://ojs.uho.ac.id/index.php/JSA
Tingkat ketergantungan responden terhadap pecel lele, menunjukkan bahwa 67,74 persen responden merasa biasa saja ketika tidak membeli pecel lele dan hanya 30,26 persen yang merasa ada yang kurang ketika tidak membeli pecel lele. Hal ini membuktikan bahwa konsumen tidak bergantung pada konsumsi produk pecel lele, karena konsumen masih memiliki akses yang besar terhadap ikan air tawar lainnya. Jadi ikan air tawar merupakan barang yang dapat mensubstitusi atau menggantikan fungsi dan kegunaan dari produk pecel lele secara sempurna, artinya bila tidak ada pecel lele, maka dapat digantikan dengan ikan air tawar lainnya.
## b) Pencarian Informasi
Konsumen akan mencari informasi mengenai keberadaan produk yang diinginkan jika sudah menyadari adanya kebutuhan dan keinginan. Konsumen akan mencari informasi yang disimpan di dalam ingatan (pencarian internal) atau mendapatkan informasi yang relevan dengan keputusan dari lingkungan (pencarian eksternal). Jika pencarian internal dirasakan sudah cukup, maka pencarian eksternal tidak lagi dilakukan (Engel et al., 1994). Pencarian informasi konsumen mengenai pecel lele adalah proses dimana konsumen diarahkan menuju informasi pecel lele, diajak untuk mencari informasi pecel lele, memahami dan menempatkan informasi di memori mereka dan mempergunakan informasi pecel lele itu.
Tabel 3. Pencarian Informasi Pecel Lele
No Sumber Informasi Jumlah Responden Persentase (%) 1 Media massa 10 13,16 2 Anggota keluarga 10 13,16 3 Teman 35 46,05 4 Tetangga 1 1,32 5 Penjual 20 26,31 Jumlah 76 100,00
Sebanyak 46,05 persen konsumen memperoleh informasi mengenai pecel lele dari teman. Hal ini menunjukkan bahwa informasi utama terkait produk pecel lele bersumber dari teman. Penjual juga menempati tempat yang tinggi dalam hal kepercayaan konsumen atas informasi produk pecel lele. Artinya, tingkat kepercayaan konsumen terhadap informasi yang diberikan teman maupun penjual cukup tinggi. Pengetahuan konsumen terhadap pecel lele juga diukur berdasarkan lama konsumen mengenal produk pecel lele. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 30,26 persen konsumen sudah mengenal pecel lele antara 6 bulan sampai 1 tahun, dan terdapat 23,68 persen yang mengenal pecel lele lebih dari 3 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa produk pecel lele sudah cukup dikenal konsumen. Produk pecel lele sudah dikenal cukup lama berarti pengetahuan konsumen tentang pecel lele juga lebih mendalam. Tingginya tingkat pengetahuan ini dapat berdampak pada tingkat loyalitas konsumen pada produk pecel lele, yang menjadikan banyak variasi pilihan yang ada, untuk dipertimbangkan dalam pembelian.
## c) Evaluasi Alternatif
Konsumen melakukan seleksi atas alternatif–alternatif yang tersedia dari berbagai informasi yang diperolehnya. Proses seleksi inilah yang disebut sebagai tahap evaluasi informasi. Menurut Engel et al. (1994), evaluasi alternatif merupakan proses dimana suatu alternatif pilihan dievaluasi dan dipilih untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Konsumen mengevaluasi pilihannya berkenaan dengan manfaat yang diharapkan dan menyempitkan pilihan hingga alternatif yang dipilih. Konsumen memiliki kriteria-kriteria khusus dalam menentukan evaluasinya terhadap produk pecel lele. Kriteria yang ditetapkan akan menjadi alat evaluasi dalam memutuskan produk pecel lele yang dibelinya. Konsumen memiliki berbagai pertimbangan dalam melakukan pembelian pecel lele.
Umumnya, konsumen memilih mengkonsumsi pecel lele karena rasa pecel lele (63,16 persen). Produk pecel lele merupakan ikan lele goreng yang dilengkapi dengan lalapan serta sambal yang
e-ISSN: 2502-3292 Volume 2 Nomor 1 (April 2017) Halaman 21-31 http://ojs.uho.ac.id/index.php/JSA
menjadikan makanan yang mempunyai citarasa yang khas. Selain alasan gizi yang tinggi, kandungan lemak yang relatif rendah dibandingkan daging sapi dan daging ayam, sehingga tidak banyak mengandung kolesterol dan baik untuk kesehatan.
Tabel 4. Pertimbangan Pembelian Pecel Lele
No Pertimbangan Jumlah Responden Persentase (%) 1 Ukuran 5 6,58 2 Harga 8 10,53 3 Warna 0 0,00 4 Rasa 48 63,16 5 Kebersihan 12 15,78 6 Tekstur 3 3,95 Jumlah 76 100,00
Konsumsi pecel lele juga sangat dipengaruhi oleh anggaran rumahtangga bulanan konsumen. Besarnya jumlah pendapatan akan menggambarkan besarnya daya beli dari konsumen. Menurut Sumarwan (2004), daya beli sebuah rumahtangga bukan hanya ditentukan oleh pendapatan dari satu orang, tetapi dari seluruh anggota rumahtangga yang bekerja. Pengeluaran perbulan konsumen untuk membeli pecel lele, yakni 50 persen responden mengeluarkan biaya Rp 100.000 perbulan untuk membeli pecel lele. Hal ini membuktikan bahwa antusiasme konsumen untuk membeli pecel lele di Kota Kendari cukup besar dan berarti bahwa pecel lele merupakan produk yang cukup diminati masyarakat.
Alternatif lain dari produk olahan pecel lele adalah ikan lele goreng, yang diolah seperti layaknya ikan laut. Umumnya pertimbangan konsumen dalam melakukan pembelian ikan lele dalam bentuk olahan selain pecel lele yakni berdasarkan rasa yang lebih enak. Hal ini berarti bahwa pertimbangan rasa menjadi pilihan utama yang diambil oleh konsumen karena mereka telah memilih ikan lele sebagai menu pilihan. Pertimbangan rasa ikan lele olahan selain pecel lele ini, disebabkan karena pada warung tertentu hanya menjajakan lele goreng dan tidak menjajakan pecel lele.
## d) Keputusan Pembelian
Salah satu produk akan dipilih untuk dibeli dengan menggunakan berbagai kriteria yang ada di dalam benak konsumen. Engel et al. (1994) mengatakan bahwa tahap terakhir dalam model perilaku konsumen adalah tindakan pembelian. Pembelian terjadi apabila konsumen memperoleh alternatif yang dipilih atau pengganti yang dapat diterima bila perlu. Pada tahap pembelian ini, konsumen harus mengambil keputusan mengenai kapan membeli, tempat pembelian dan cara pembayaran. Sebanyak 46,05 persen konsumen membeli pecel lele di warung tenda. Hal ini menunjukkan bahwa umumnya konsumen lebih memilih untuk membeli pecel lele di warung tenda dengan berbagai pertimbangan serta alasan khusus.
Keputusan pembelian pecel lele juga dinilai dari sudut pandang perencanaan. Sebanyak 44,74 persen konsumen membeli pecel lele tergantung situasi. Artinya, konsumen tidak merencanakan secara khusus dalam melakukan pembelian pecel lele, namun lebih tergantung pada situasi bila dan kapan menginginkan pecel lele dan tersedia di tempat pembelian. Hal ini disebabkan mayoritas responden termasuk konsumen yang tidak terbiasa untuk merencanakan pembelian.
Pembelian pecel lele oleh konsumen juga dapat dipengaruhi oleh banyak pihak diantaranya anggota keluarga, teman, tetangga, penjual maupun diri sendiri. Sebanyak 61,84 persen konsumen membeli pecel lele tanpa pengaruh dari pihak lain, yakni hanya keinginan diri sendiri untuk mengkonsumsi pecel lele. Hal ini membuktikan bahwa pihak yang paling berpengaruh dalam keputusan pembelian berasal dari diri sendiri, maka pihak luar dianggap tidak memiliki atau kecil pengaruhnya terhadap keputusan pembelian.
Pengaruh pihak luar terhadap pembelian pecel lele oleh konsumen berbentuk saran dengan memberitahu bahwa mereka telah membeli, meminta untuk membeli, membujuk untuk membeli serta
e-ISSN: 2502-3292 Volume 2 Nomor 1 (April 2017) Halaman 21-31 http://ojs.uho.ac.id/index.php/JSA
memberitahukan kelebihan produk pecel lele. Umumnya bentuk pengaruh orang lain terhadap keputusan pembelian pecel lele oleh konsumen adalah pemberitahuan bahwa pihak lain tersebut telah membeli pecel lele. Artinya, pengaruh orang lain diabaikan oleh konsumen. Pengaruh yang diberikan cenderung karena mayoritas hanya bersifat informasi bagi responden. Sedangkan permintaan yang merupakan bentuk pengaruh paling kuat untuk mengubah pendirian seseorang tidak memberikan pengaruh yang signifikan.
## e) Evaluasi Pasca Pembelian
Konsumen akan mengevaluasi hasil pembelian yang telah dilakukan setelah pembelian terjadi. Hasil evaluasi pasca pembelian dapat berupa kepuasan dan ketidakpuasan. Menurut Engel et al. (1994) kepuasan dapat berfungsi sebagai pengukuhan loyalitas pembeli, sehingga jika konsumen merasa puas maka keyakinan dan sikap yang terbentuk akan berpengaruh positif terhadap pembelian, sementara ketidakpuasan konsumen dapat menyebabkan keluhan, komunikasi lisan yang negatif dan upaya untuk menuntut ganti rugi melalui sarana hukum. Lamanya mengkonsumsi produk pecel lele erat kaitannya dengan mengenal produk pecel lele seperti dijelaskan pada bagian pencarian informasi, yakni mayoritas responden telah mengenal produk pecel lele antara 6 bulan sampai 1 tahun dan konsumsi juga telah berlangsung selama itu.
Selanjutnya, setelah melihat lamanya mengkonsumsi, konsumen juga menunjukkan tingkat kepuasan. Sebanyak 86,4 persen responden cukup puas dengan ukuran, harga, warna, rasa, kebersihan, maupun tekstur pecel lele, sedangkan 13,16 persen merasa biasa saja. Informasi ini akan menjadi pertimbangan bagi produsen pecel lele untuk meningkatkan kinerjanya sehingga mampu menambah kepuasan konsumen pecel lele. Hal ini juga sejalan dengan yang disebutkan Engel et al. (1994) bahwa, jika konsumen merasa puas, maka keyakinan dan sikap yang terbentuk akan berpengaruh positif terhadap pembelian selanjutnya.
Konsisten salah satu sikap dari manusia yang sifatnya adalah untuk memegang teguh suatu prinsip atau pendirian dari segala hal yang telah di tentukan. Sebanyak 51,32 persen responden cenderung tidak konsisten dan hanya 48,68 yang konsisten dalam melakukan pembelian pecel lele. Konsumen akan melakukan perbandingan sejumlah atribut yang dipertimbangkan untuk memenuhi kepuasan konsumsinya. Setelah menemukan bahwa produk baru itu lebih baik, barulah akan berpindah. Konsistensi konsumen juga mengalami perubahan ketika ada perubahan harga produk. Sebanyak 53,95 persen konsumen tetap membeli pecel lele walaupun harga pecel lele mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan bahwa pecel lele masih cukup diminati walaupun harganya telah mengalami kenaikan.
## Sikap Konsumen terhadap Pecel Lele
Sikap adalah perasaan, pikiran dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen menganal aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Sikap yang terdapat pada diri individu yang memberi warna atau corak tingkah laku atau perbuatan individu yang bersangkutan. Evaluasi (ei) merupakan penilaian konsumen terhadap konsekuensi yang akan diterima atas atribut yang melekat pada pecel lele. Penilaian konsumen terhadap kebersihan ikan lele ini cukup tinggi, mengindikasikan bahwa pecel lele aman bagi kesehatan konsumen. Selanjutnya, nilai sikap responden terhadap pecel lele terdapat pada Tabel 5.
Tabel 5 menunjukkan sikap konsumen terhadap atribut pecel lele sebesar 21,419. Nilai sikap tersebut terlebih dahulu ditentukan nilai maksimum dan minimumnya dengan menggunakan nilai sikap ideal konsumen, yakni 32,568. Sikap konsumen terhadap pecel lele yakni 21,419, berdasarkan skala interval berada diantara skala 3 dan 4. Hal ini berarti bahwa sikap konsumen terhadap pecel lele “cukup baik” terhadap atribut pecel lele baik ukuran, harga, warna, rasa, kebersihan dan tekstur pecel lele dikategorikan cukup baik penerimaannya. Sikap konsumen terhadap pecel lele menurut persentase berada pada interval sikap 60 – 80 persen tepatnya pada 65,77 persen. Hal ini berarti sikap konsumen terhadap pecel lele dinyatakan cukup baik dengan persentase 65,77 persen dari nilai ideal yang diharapkan 32,568 atau 100 persen. Nilai perilaku akan menggambarkan konsistensi konsumen terhadap produk dalam hal ini pecel lele.
e-ISSN: 2502-3292 Volume 2 Nomor 1 (April 2017) Halaman 21-31 http://ojs.uho.ac.id/index.php/JSA
Tabel 5. Sikap Konsumen terhadap Atribut Pecel Lele
No Atribut Keyakinan Evaluasi Sikap (bi) (ei) (bi) x (ei) 1 Ukuran 1,645 1,882 3,096 2 Harga 1,303 1,592 2,074 3 Warna 1,605 1,566 2,513 4 Rasa 2,461 1,961 4,826 5 Kebersihan 2,566 2,079 5,335 6 Tekstur 2,013 1,776 3,575 Jumlah 21,419
Model maksud perilaku menggunakan pembobotan w 1 dan w 2 pada sikap konsumen (AB) dan norma subyektif (SN) dengan nilai w 1 + w 2 = 100% yang ditentukan dari persentase jumlah sampel dalam penelitian. Dapat dikatakan, jika konsumen membeli produk lebih banyak dipengaruhi oleh diri sendiri, maka nilai w 1 > w 2 . Sedangkan jika sebaliknya konsumen membeli produk lebih banyak dipengaruhi oleh pihak ekstern atau lingkungan sosial konsumen maka w 1 < w 2 (Karnawati, 2012). Terdapat 61,84 persen konsumen melakukan pembelian pecel lele tanpa pengaruh orang lain, yakni berasal dari keinginan diri sendiri. Sedangkan 38,16 persen konsumen melakukan pembelian berdasarkan pengaruh pihak lain. Hal ini berarti nilai w 1 > w 2 karena konsumen membeli pecel lele umumnya dipengaruhi oleh diri sendiri, sehingga nilai w 1 = 0,618 dan nilai w 2 = 0,382 serta sikap konsumen (AB) = 21,419 dan norma subyektif (SN) = 6,483. Selanjutnya persamaan model maksud perilaku adalah sebagai berikut:
B ~ BI = w 1 (AB) + w 2 (SN) = 0,618 (21,419) + 0,382 (6,483) = 13,237 + 2,477 = 15,714
Hasil persamaan nilai perilaku menunjukkan angka 15,714 atau bernilai positif (lebih besar dari nol), maka perilaku konsumen terhadap pecel lele positif atau konsisten dengan perilakunya. Hal ini berarti umumnya konsumen yang telah melakukan pembelian pecel lele akan melakukan pembelian ulang terhadap pecel lele. Hal ini akan menjadi jawaban dari rumusan masalah tentang sikap konsumen terhadap pecel lele.
## Preferensi dan Utilitas Pecel Lele
Preferensi konsumen menjadi gambaran-gambaran dari nilai-nilai terbaik yang dipertimbangkan konsumen dan menentukan sebuah pilihan. Selain itu, preferensi konsumen juga mampu membentuk sebuah perilaku yang mengarah pada sikap atau respon terhadap sebuah produk. Untuk mengukur preferensi dan utilitas konsumen pecel lele digunakan analisis konjoin.
Atribut pecel lele terdiri dari ukuran, harga, warna, rasa, kebersihan dan tekstur. Atribut pecel lele tersebut memiliki 16 level yakni 3 untuk ukuran, 3 untuk harga, 3 untuk warna, 3 untuk rasa, 2 untuk kebersihan dan 2 untuk tekstur. Atribut pecel lele, yakni ukuran, harga, warna, rasa, kebersihan dan tekstur (3 untuk ukuran, 3 untuk harga, 3 untuk warna, 3 untuk rasa, 2 untuk kebersihan dan 2 untuk tekstur), sehingga kombinasi atribut pecel lele berjumlah: 3 x 3 x 3 x 3 x 2 x 2 = 324 stimuli. Jumlah tersebut akan melalui proses prosedur konjoin sehingga membantu menciptakan kombinasi stimuli sehingga responden hanya cukup menilai stimuli yang didesain dari SPSS.
Seluruh kombinasi diujikan kepada 76 responden dengan skala Likert terhadap produk pecel lele yakni angka 6 (sangat suka), 5 (suka), 4 (agak suka), 3 (kurang suka), 2 (tidak suka) dan 1 (sangat tidak suka) menggunakan kuesioner. Nilai preferensi yang diisikan responden kemudian dianalisis menggunakan analisis konjoin. Utilitas digunakan untuk menunjukkan kepuasan yang diterima oleh seseorang dari hasil aktivitas ekonominya. Hasil pengolahan data dengan analisis konjoin memperoleh nilai kepentingan taraf (NKT) dan nilai relatif penting (NRP) atribut pecel lele. NKT menunjukkan level mana dari suatu atribut yang lebih disukai konsumen sedangkan NRP menunjukkan seberapa
e-ISSN: 2502-3292 Volume 2 Nomor 1 (April 2017) Halaman 21-31 http://ojs.uho.ac.id/index.php/JSA
penting enam atribut pecel lele bagi konsumen. Nilai estimasi utilitas (NKT) dan kepentingan relatif (NRP) konsumen pecel lele disajikan dalam Tabel 6.
Tabel 6. Nilai Estimasi Utilitas dan Kepentingan Relatif
Atribut Level Atribut Estimasi Utilitas Kepentingan Relatif (%) Keterangan Ukuran 3-5 6-8 9-10 0,017 -1,674 1,658 19,698 I Harga Murah Sedang Mahal 1,023 -1,286 0,264 18,516 IV Warna Putih kecoklatan Coklat Hitam kecoklatan -0,998 -0,055 1,054 19,304 II Rasa Enak Sedang Tidak enak -0,068 1,582 -1,514 18,787 III Kebersihan Bersih Tidak bersih 1,590 -1,590 13,412 V Tekstur Kering Lunak -0,690 0,690 10,283 VI
Constant : 5,340 100,00
Berdasarkan hasil analisis konjoin yakni nilai utilitas (NKT) dan kepentingan relatif (NRP) menunjukkan bahwa responden menginginkan pecel lele dengan ukuran 9-10 ekor perkilo, warna hitam kecoklatan, rasa sedang, harga murah, bersih dan memiliki tekstur yang lunak. Menurut Santoso (2012), Analisis Konjoin pada prinsipnya bertujuan memperkirakan pola pendapat responden. Hasil estimasi akan dibandingkan dengan pendapat responden yang sebenarnya (aktual). Pada analisis ini juga memperhitungkan ketepatan prediksi dan uji signifikasi. Angka korelasi analisis konjoin dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Angka Korelasi Analisis Konjoin
Value Sig. Pearson’s R 0,862 0,000 Kendall’s tau 0,430 0,011 Kendall’s tau for Holdouts - 0,200 0,312
Korelasi antara hasil estimasi dan preferensi konsumen
Pada Tabel 7 menunjukkan nilai R yakni 0,862, yang berarti bahwa preferensi konsumen terhadap pecel lele 86,2% dipengaruhi oleh kombinasi atribut yang ada dalam kuesioner, sedangkan sisanya 13,8% dipengaruhi oleh faktor lain. Menurut Akunto (2006), indeks korelasi yang mendekati angka 1,0 menunjukkan adanya korelasi yang besar antara variabel Y dan X. Pada Tabel 7 juga menyajikan angka korelasi Pearson dalam analisis konjoin preferensi konsumen pecel lele dengan nilai R > 0,5, yakni 0,862 dan nilai signifikansi dibawah 0,05 yakni 0,000. Hasil penelitian ini dianggap valid karena angka predivtive accuracy pada Pearson memberikan hasil korelasi dengan tingkat signifikan yang lebih kecil dari taraf nyata = 0,05. Hal ini berarti enam atribut pecel lele (ukuran, harga, warna, rasa, kebersihan dan tekstur) dapat memberikan ketepatan prediksi preferensi konsumen terhadap pecel lele. Namun, korelasi untuk holdouts berada di bawah 0,5, yakni -0,200 dengan signifikansi di atas 0,05 yakni 0,312. Hal ini berarti prediksi holdouts dinyatakan tidak signifikan. Artinya, pendapat 76 reponden belum dapat menggambarkan preferensi konsumen pecel lele secara menyeluruh, sehingga
e-ISSN: 2502-3292 Volume 2 Nomor 1 (April 2017) Halaman 21-31 http://ojs.uho.ac.id/index.php/JSA
hanya berlaku pada konsumen yang melakukan penilaian. Profil holdouts adalah profil pembanding yang mewakili profil kombinasi stimuli pecel lele yang tidak masuk dalam kuesioner.
## IV. SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan: sikap dan perilaku konsumen cukup baik serta konsisten, yang berarti konsumen bersedia melakukan pembelian atau pembelian ulang terhadap produk pecel lele; atribut ukuran 9-10 ekor perkilogram menjadi pilihan utama konsumen produk pecel lele. Dengan demikian, dapat direkomendasikan bahwa pembudidaya pembesaran ikan lele dapat menghasilkan ikan dengan ukuran 9-10 ekor pe rkilogram, sehingga mempersingkat waktu dan perputaran uang; pedagang pecel lele agar menyajikan produk pecel lele ukuran 9-10 ekor perkilogram dengan harga yang relatif lebih murah, sehingga menarik konsumen lebih banyak.
## DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E. dan Liviawati, E., 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta. Aslan, L.M., Irwan, J.E., Oce, A. dan Ngadiyo, 2012. Penuntun Praktek Dasar-dasar Aquacultur.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-UHO. Kendari.
Azis, N. dan Sarini, Y., 2012. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Air Tawar di Kota Kendari:
Suatu Studi Pendahuluan. Jurnal Aqua Hayati. Vol. 8 (3): 147-152.
Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari, 2013. Data Warung Makan dan Warung Tenda di Kota Kendari (Belum Publikasi). Kendari.
Engel, J.F., R.D. Blackwell, dan P.W. Miniard. 1994. Consumer Behavior. Six Edition. Binarupa Aksara Jakarta.
Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2009. Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2009. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Kotler, P., 1994. Manajemen Pemasaran (Alih Bahasa Jaka Wasana). Jilid Satu dan Dua. Edisi Kelima.
Penerbit Erlangga. Jakarta.
-------------- dan G . Armstrong, 2001. Priciples of Marketing, Eight Edition, New Jersey, Prentice Hall. Inc.
Sugiyono, 1999. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung. Sumarwan, U. 2003. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Taridala, S. Aida A.2006. Efisiensi Pemasaran Sagu ( Metroxylon Sp.) di Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selatan. Tidak Dipublikasi.
Umar, H., 2002. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
|
62efae3c-d06b-466e-a496-6abadfb070c8 | https://jurnal.atmaluhur.ac.id/index.php/sisfokom/article/download/215/178 |
## Aplikasi Akademik Berbasis SMS Gateway Pada SMK Negeri 4 Pangkalpinang
Irwan Prayudi Program Studi Teknik Informatika STMIK Atma Luhur
Jln. Jend. Sudirman – Selindung Pangkalpinang Bangka Belitung irwanprayudi@yahoo.com Ari Amir Alkodri Program Studi Teknik Informatika STMIK Atma Luhur Jln. Jend. Sudirman – Selindung Pangkalpinang Bangka Belitung Arie_a3@atmaluhur.ac.id
Abstrak— SMK Negeri 4 Pangkalpinang adalah salah satu lembaga pendidikan Berbasis Pada Kurikulum Pelayaran yang pengolahan data akademiknya masih menggunakan cara manual yaitu dengan pencatatan pada lembaran kertas.Penggunan cara manual mengakibatkan seringnya terjadi kesalahan pada saat penginputan data seperti data pendaftaran, penjadwalan dan data nilai. Penggunaan lembaran kertas pada proses pengolahan data mengakibatkan sering terjadi kehilangan ataupun kerusakan data karena penumpukan data. Dengan Membangun Sistem Informasi Akademik di SMK Negeri 4 Pangkalpinang berbasis sms gateway ini agar dapat mempermudah dalam pengolahan data. Dengan dibangunnya sistem informasi akademik ini diharapkan dapat membantu mempermudah dalam pengolahan data–data akademik agar lebih efektif dan efisien serta mengurangi kesalahan dalam penginputan data. Dan dengan dibangunnya sistem informasi akademik berbasis SMS gateway pada SMK Negeri 4 Pangkalpinang ini dapat mempermudah para wali murid dalam hal pengaksesan informasi akademik sehingga dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja secara langsung dan up to date
## Kata Kunci— Aplikasi, Akademik, SMS Gateway
## I. P ENDAHULUAN
Perkembangan teknologi pada masa sekarang ini diperlukan pada semua aspek kehidupan. Teknologi mempermudah manusia untuk memaksimalkan suatu kinerja. Dalam kehidupan sehari-hari, manfaat dari teknologi semakin meningkat. Terutama beberapa tahun terakhir ini, teknologi informasi dan komputer telah berkembang dengan pesat. Kegiatan yang biasa kita lakukan diluar rumah, dapat dengan mudah kita lakukan di dalam rumah dengan santai dan nyaman. Dengan perkembangan teknologi yang sedemikian pesat maka berbanding lurus dengan prioritas masyarakat dalam mencari kebutuhan dengan menggunakan media teknologi.
Dalam hal ini penerapan SMK Negeri 4 Pangkalpinang Jl, Raya Pasir Ketapang, Pangkal Balam, kota Pangkalpinang penggunaan teknologi pada umumnya, telepon selular (ponsel) dalam kalangan siswa dikenal dengan nama HP (Handphone) digunakan untuk mempermudah komunikasi jarak jauh dengan pengguna yang sangat tinggi. Dengan adanya faslilitas handphone, setiap siswa yang memiliki alat ini dapat berkomunikasi jarak jauh dengan siapa dan dimana saja. Oleh karena itu Awalnya pengguna teknologi komunikasi ini sebenarnya diciptakan untuk kalangan yang memiliki mobilitas
tinggi agar setiap saat dapat berkoordinasi dengan staffnya ataupun melakukan komunikasi dengan rekan kerjanya. Namun dalam kehidupan sekarang ini handphone bukan lagi dianggap sebagai barang mewah. Hampir diseluruh kalangan membutuhkan handphone untuk media komunikasi yang akan memudahkan kegiatan yang mereka lakukan. Dari anak kecil, remaja, dewasa, pria dan wanita semuanya tetap memilih handphone sebagai saran dalam memudahkan akses berkomunikasi. Handphone memiliki kelebihan lain dibandingkan dengan telepon biasa. Handphone dinilai lebih efektif dan efisien. Dari segala fasilitas yang ada pada handphone yang paling banyak digunakan adalah SMS. Fasilitas untuk mengirim pesan singkat dalam bentuk teks. SMS banyak digunakan karena biaya yang dikeluarkan lebih murah.
Pada sekolah-sekolah pun mulai ikut melakukan layanan berbasis SMS. Sehingga siswa dapat mengetahui informasi sekolah dengan menggunakan layanan berbasis SMS ini. Dengan menggunakan aplikasi ini diharapkan dapat membantu memajukan dunia pendidikan
II. L ANDASAN T EORI
## A. Definisi SMS
SMS adalah sebuah laporan pengiriman pesan singkat dari handphone ke handphone, faximile, ataupun telepon. SMS menjadi daya tarik pengguna handphone, karena dalam waktu singkat tingkat pengguna handphone sangat tinggi. Layanan ini disebut layanan pesan singkat karena lebar karakternya hanya 160 karakter alphanumeric dan tidak berisi gambar atau grafik.
Suatu provider telepon seluler pasti menyediakan layanan ini sebagai salah satu layanan utama provider tersebut. SMS didukung oleh GSM (Global System for Mobile Communication), CDMA (Code Division Multiple Access) yang berbasis pada telepon seluler saat ini banyak digunakan. Karena layanan SMS sudah digunakan bertahun-tahun, maka pengguna telepon seluler membuat layanan SMS ini menjadi sebuah layanan yang menarik.
Untuk komputer dapat berkomunikasi dengan Modem GSM digunakanlah suatu perintah yang dinamakan AT- Command. Perintah AT (AT Command) digunakan untuk berkomunikasi dengan terminal melalui serial port, infra red,
maupun bluetooth pada komputer. Dengan menggunakan AT, dapat mengetahui kekuatan sinyal, mengirim pesan, menambahkan item pada buku alamat, mematikan koneksi dan sebagainya.
## B. Peritnah AT Command
Dibalik teks SMS yang diterima dan dikirim pada sebuah telepon seluler sebenarnya adalah berupa perintah AT Command yang bertugas mengirim atau menerima data dari dan ke SMS Center. Perintah AT Command tiap-tiap SMS device bisa berbeda-beda, setiap vendor biasanya memberikan referensi tentang daftar perintah AT yang tersedia atau bisa di download di internet. AT Command digunakan untuk berkomunikasi dengan terminal melalui serial port pada komputer. Dengan mengunakan perintah AT, kita dapat mengetahui kekuatan sinyal dari terminal, mengirim pesan, menambahkan item pada buku alamat, mematikan terminal dan banyak lagi fungsinya. Salah satu software yang digunakan untuk mengetes perintah AT Command adalah windows HyperTerminal yang biasanya telah tersedia bersamaan windows installer, sehingga hanya perlu menambahkan software tersebut dari control panel. Langkah instalasi untuk connencting AT Command sebagai berikut:
Tidak semua perintah AT digunakan pada program, yang diambil hanya yang diperlukan saja, misal untuk mengirim, membaca, menghapus dan menerima pesan dari terminal. AT Command yang umumnya digunakan adalah:
Tabel 1. AT Command
AT Command sebenarnya hampir sama dengan perintah > (prompt) pada DOS. Perintah-perintah yang di masukkan ke port dimulai dengan kata AT, lalu diikuti oleh karakter lainnya, yang memiliki fungsi unik. Contoh : ATE1 digunakan untuk menayakan status port. Output “OK” akan tampak dilayar jika kondisi port tersbut siap untuk berkmunikasi. Dari instalasi connecting HyperTerminal diatas hasil akhirnya seperti tampilan gambar dibawah ini:
Gambar 1.Pengecekan Mode Menggunakan Hyper Terminal
## III. A NALISIS M ASALAH DAN P ERANCANGAN
## A. Identifikasi Masalah
Informasi sangatlah penting artinya terutama bagi wali murid yang terkait dengan kegiatan belajar disekolah seperti informasi nilai, informasi ujian, informasi rapat sekolah, informasi nilai UN dan sebagainya. Wali murid sulit untuk mengetahui kalender akademik dari siswa karena kesibukan yang padat, sehingga dibuatlah sebuah aplikasi yang diharapkan mampu membantu control dari orang tua terhadap anak sehingga terciptalah sebuah sinergi dari pihak sekolah dan orang tua yang diharpkan bisa meningkatkan prestasi siswa. Untuk menyampaikan informasi kepada wali murid, pihak sekolah masih menggunakan surat undangan. Tentunya hal itu membuat kinerja bagian administratif dan guru menjadi tidak efisien Dan menyebabkan informasi yang didapat oleh wali murid tidak efektif sehingga harus menunggu lama untuk mendapatkan informasi tersebut.
Kendala waktu dan jarak tempuh kesekolah merupakan hal yang berat dilakukan oleh wali murid. Karena jika ingin mendapatkan informasi akademik disekolah, wali murid harus datang ke sekolah untuk mendapatkan informasi tersebut. Dari berbagai permasalahan tersebut, ada baiknya dibuat sebuah aplikasi yang lebih memudahkan wali murid siswa untuk mendapatkan informasi kegiatan di sekolah tanpa harus dating ke sekolah.
## B. Strategi Pemecahan Masalah
Strategi pemecahan masalah-masalah tersebut di atas yaitu salah satunya dengan memanfaatkan aplikasi yang sms gateway yang dapat memberikan kemudahan kepada wali murid, serta pihak sekolah dalam memberikan informasi yang dibutuhkan. Masalah yang terjadi pada sekolah sebenarnya adalah bagaimana sebuah informasi dari sekolah dapat diterima oleh wali murid dengan mudah dan efesien. Jika siswa mendapatkan pelayanan yang tidak memuaskan dari pihak sekolah, wali murid tidak dapat menyampaikan saran atau keluhan secara cepat kepada pihak sekolah. Untuk mengatasi hal tersebut diatas, maka solusi yang tepat adalah dibuatkan
sebuah aplikasi akademik berbasis Sms Gateway sebagai media penerima atau penyampaian suatu informasi. Mengapa aplikasi SMS ini menjadi pilihan, karena selain dapat mempercepat dan menjadikan suatu kegiatan lebih efesien dalam hal penerimaan dan penyampaian suatu informasi. SMS juga sebagai media komunikasi yang murah dak efektif. Aplikasi akademik berbasis SMS Gateway ini diharapkan dapat memberikan fasilitas yang lebih nyaman bagi wali murid, bagian administrasi sekolah dan guru dalam melakukan berbagai kegiatan akademik seperti pengisian nilai siswa, serta memberikan hasil nilai UTS dan UAS serta nilai UN. Dari strategi pemecahan masalah yang telah dijelaskan, diharapkan masalah waktu dan jarak yang masih menghambat berbagai kegiatan akademik dapat teratasi serta dapat menghemat waktu, biaya, dan tenaga
## 1) Analisa Sistem Berjalan
Analisis sistem yang sedang berjalan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui proses kerja yang sedang berjalan. Pokok-pokok yang dianalisis meliputi analisis prosedur. Ini dilakukan untuk mengevaluasi dan memberikan gambaran rencana pemecahan masalah yang dihadapi. Perancangan system akademik ini perlu dikembangkan karena sistem yang sedang berjalan saat ini belum terdapat sistem komputerisasi dan informasi belum akurat sehingga mengalami keterlambatan serta memerlukan waktu yang lama dalam pencarian data. Setelah penulis mengadakan analisa dan mempelajari sistem yang sedang berjalan di SMK Negeri 4 Pangkalpinang muncul permasalahan yang sering terjadi diantaranya adalah :
Pencatatan data nilai masih dilakukan secara manual dengan menggunakan media kertas, sehingga memerlukan waktu yang relatif lama untuk dapat mengetahui data nilai
Kesulitan dalam melakukan pencarian data yang diperlukan mengenai data nilai siswa.
Pencatatan Data Siswa, Data Nilai Ujian tengah semester dan Ujian Akhir Sekolah serta Ujian Nasinonal khususnya siswa kelas 3 sering terjadi kesalahan pencatatan
## 2) Analisis Prosedur yang sedang berjalan
Berikut Analisis Prosedur yang sedang berjalan yang sedang berjalan di SMK Negeri 4 Pangkalpinang :
Data siswa diserahkan kepada bagian tata usaha, kemudian di catat dan dicetak bukti pendaftarannya yang berguna untuk melakukan daftar ulang, sesudah daftar ulang data siswa diserahkan ke kepala sekolah.
Kemudian data siswa di input untuk kelas dan dibuat 2 rangkap, data tersebut diserahkan kepada siswa dan untuk arsip sekolah.
Dan arsip data siswa dibuat untuk jadwal pelajaran.
Guru melakukan penginputan nilai siswa, wali kelas mengambil data nilai yang diinputkan oleh guru mata pelajaran di dalam database untuk
dimasukan kedalam raport yang nantinya akan diserahkan kepada kepala sekolah untuk ditandatangani, setelah di tandatangan diberikan kembali kepada wali kelas untuk di tandatangani oleh wali kelas yang nantinya diberikan kepada siswa
## C. ERD
Bentuk dari Entity Diagram untuk aplikasi yang diusulkan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 2. ERD
## D. Flowchart
Dalam menggambarkan urutan proses pada aplikasi ini akan digunakan sebuah flowcahat sebagai penjelas. Dibawah ini akan diberikan beberapa flowchart untuk masing – masing proses. Sedangkan algoritma digunakan untuk mempermudah dalam pembuatan dan perencanaan suatu program. Algoritma yang telah dibuat ini adalah terjemahan dari flowchart, dimana algoritma ini akan menjabarkan cara kerja program. Dalam aplikasi ini terdiri dari beberapa algoritma yang digunakan untuk menjalankan proses pada program.
## 1) Flowchart Pada Aplikasi Server
Berikut ini adalah Flowchart pada Aplikasi Server untuk menggambarkan aliran data pada saat aplikasi akan dijalankan:
## a) Flowchart Sistem Kerja SMS
Sistem kerja SMS ini mempunyai kemampuan secara multi-threading dimana SMS dengan langsung diproses dan dapat mengirimkan balasan secara otomatis.
## Gambar 3. Cara Kerja SMS
b) Flowchart Proses Awal
Berikut ini adalah flowchart Awal. Setelah Form Sistem Sms Server SMK PGRI Pangkalpinang ditampilkan, administrator memilih input pilihan Form login dan keluar yang kemudian diproses. Bila administrator memilih Login maka akan di tampilkan Form Login. Bila administrator memilih keluar maka akan keluar dari sistem.
Gambar 4. Flowchart Awal
## E. Rancangan Layar
Rancangan layar merupakan suatu hal yang penting dalam membuat suatu aplikasi. Tampilan yang dibuat haruslah menarik, tidak membingungkan dan mudah dimengerti. Kemudahan itu sangat diperlukan agar pemakai merasa nyaman dan tidak jenuh saat menjalankan sistem.
## 1) Rancangan Layar Aplikasi Server
Rancangan layar Aplikasi ini meliputi rancangan form File sekolah terdiri dari form login, logout, keluar, dari form Master file terdapat dari form wali murid, form admin, form data kepala sekolah, form siswa, form nilai ekstrakulikuler, form nilai pelanggaran, form nilai , form Jurusan, form nilai un, form kepala sekolah, form administrator, form sms server dan form about.
Gambar 5. Rancangan Layar Form Menu Utama
## 2) Rancangan Layar Form Menu Login
Pada layar login server ini user diminta untuk menginput User ID dan Password. Adapun yang user berhak adalah Admin dan Kepala Sekolah. Jika User ID serta password tidak sesuai, maka akan tampil pesan kesalahan
Gambar 6. Rancangan Layar Menu Login
3) Rancangan Layar Pendaftaran Wali Murid
Layar ini akan tampil apabila admin memilih sub menu form pendaftaran wal siswa pada menu Master sekolah:
Gambar 7.Rancangan Layar Form Wali Murid
## 4) Rancangan layar Form Kepala Sekolah
Layar ini akan tampil apabila admin menekan sub menu kepala sekolah pada menu File master:
Gambar 8. Rancangan Layar Form Kepala Sekolah
## 5) Rancangan Layar Form Siswa
Layar ini akan tampil apabila admin memilih sub menu form data siswa pada menu Master sekolah:
## Gambar 9. Rancangan Layar Form Siswa
## 6) Rancangan Layar Form Nilai Jurusan
Layar ini akan tampil apabila admin menekan sub menu
Form Nilai Jurusan.
Gambar 10.Rancangan Layar Form Nilai Jurusan
## 7) Rancangan Layar Form Nilai UN
Layar ini akan tampil apabila admin menekan sub menu Form Nilai Jurusan.
Gambar 11. Rancangan Layar Form Nilai Jurusan
## 8) Rancangan Layar Form Pelanggaran
Layar ini akan tampil apabila admin memilih sub menu Form Pelanggaran dari Master File:
Gambar 12. Rancangan Layar Form Pelanggaran
## IV. I MPLEMENTASI
## A. Implementasi Aplikasi
Implementasi ini digunakan untuk mengetahui apakah aplikasi yang sudah dibuat dapat berjalan dengan baik, oleh karena itu harus dilakukan pengujian terhadap aplikasi yang telah dibuat sehingga aplikasi tersebut dapat dijalankan sebagaimana yang diharapkan. Adapun tujuan pembuatan aplikasi ini untuk mempermudah wali murid dalam mendapatkan informasi mengenai kegiatan akademik siswa dalam waktu yang singkat dan secara up todate.
## 1) Implementasi Aplikasi SMS Gateway
Pada saat Menjalankan Aplikasi Sms Gateway ini. Ada Beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu pertama kali kita harus menghubungkan antara computer dan handphone menggunakan kabel usb, perhatikan gambar di bawah ini.
Gambar 13.Koneksi Handphone Dengan Komputer
## 2) Tampilan Layar Menu Utama
Tampilan Layar menu utama adalah tampilan awal pada saat aplikasi ini dijalankan. Pada menu utama terdapat lima menu yaitu File Sekolah, Master File, Master Nilai UN, SMS Server Broadcast dan About. Pada menu file sekolah terdapat tiga form yaitu form login, form log out, dan form keluar, pada master file terdapat 9 form yaitu form wali murid, form kepala sekolah, form administrasi, form nilai perjurusan, disini disetiap form master jurusan terdapat form mata pelajaran setiap perjurusan itu sendiri, form pelanggaran, dan form ekstrakulikuler. Sedangkan pada master nilai un terdapat 2 ( dua ) form yaitu from nilai matematika, dan form nilai bahasa Indonesia, dan masing form sms server broadcast dan about terdapat 1 ( satu ) form masing – masing yaitu form sms server dan form about itu sendiri.
Gambar 14. Tampilan Form Menu Utama
## 3) Tampilan Layar Form Login Server
## Gambar 15. Tampilan Form Login
## 4) Tampilan Form Pendaftaran Wali Murid
## 5) Tampilan Form Administrator
## Gambar 17. Tampilan Halaman Administrator
## 6) Tampilan Form Data Siswa
## Gambar 18. Tampilan Data Siswa
7) Tampilan Form Pelanggaran
Gambar 19. Tampilan Form Pelanggaran
V. P ENUTUP
## A. Kesimpulan
Dari hasil analisa terhadap masalah dan aplikasi yang dikembangkan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain :
Dengan adanya aplikasi berbasis SMS ini, wali murid dapat mengetahui segala kegiatan akademik siswa/siswi nya secara mudah.
Dengan adanya aplikasi ini wali murid dapat mengkritik atau mengomentari kekurangan dari sekolah melalui sms melalui media saran yang terdapat didalam aplikasi.
Aplikasi ini hanya dapat dijalankan oleh seorang admin.
Aplikasi ini juga sebagai media pembelajaran wali murid untuk meningkatkan aktivitas akademik siswa/siswi nya melalui aplikasi yang dikirim dari broadcast
## B. Saran
Berikut ini diuraikan juga saran yang mungkin bisa dijadikan pertimbangan dalam pengembangan sistem selanjutnya, antara lain:
Perangkat lunak atau hardware harus sesuai dengan spesifikasi yang diperlukan.
Diperlukan perawatan atau pengecekan terhadap aplikasi sehingga aplikasi dapat berjalan dengan baik
Informasi aplikasi berupa sms hanya dapat digunakan dalam ruang lingkup sekolah dan wali murid .
## D AFTAR P USTAKA
[1] Amiral, Muhammad. Aplikasi Pengingat Sholat dan Arah Kiblat Menggunakan Global Positioning System (GPS) berbasis Android 1.6.
Teknik Informatika, Institut Teknologi Indonesia. 2010
[2] Dharwiyanti, S., dan Wahono, R.S. Pengantar Unified Modeling Language (UML). Ilmu Komputer, 2003, 1-13.
[3] Efendi, Empy dan Hartono Zhuang. e-Learning Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Andi, 2005.
[4] Holzinger, A. ; Nischelwitzer, A. ; Meisenberger, M. Mobile Phones as a Challenge for M-Learning: Examples for Mobile Interactive Learning Objects (MILOs). PerCom 2005 Workshops, Vol. No. 307-311.
[5] Parson, David. A Design Requirment Framewrok Mobile Learning Environment. Journal of Computer, Vol. 2 No. 4.
[6] Quinn, C. M-Learning, Mobile Wireless in Your Pocket Learning. Fall : LiNe Zine, 2000.
[7] Suhendar. A. Visual Modelling Menggunakan UML dan Rational Rose. Bandung : Informatika, 2002.
[8] Tantra, Rudy. Manajemen Proyek Sistem Informasi. Yogyakarta : Andi, 2012.
|
92e60ea9-015f-41e0-bb5a-5a28f31770c7 | http://journal.unucirebon.ac.id/index.php/jpfs/article/download/178/117 | JPFS 4 (2) 2021 78 - 84
## Jurna Pendidikan Fisika dan Sains (JPFS)
Journal homepage: http:// journal.unucirebon.ac.id/index.php/jpfs
Analisa Kadar Protein dan Mikrobiologi Bumbu Bubuk Penyedap Rasa Berbahan Dasar Daging Ikan yang Berbeda
Teni Novianti* 1
1 Fakultas Teknologi Kelautan dan Perikanan, Universitas Nahdlatul Ulama Cirebon
* E-mail: teninovianti.83@gmail.com
## ABSTRAK
Cita rasa yang terdapat pada daging ikan dapat dikembangkan menjadi olahan seperti bumbu penyedap rasa. Ikan Kembung (Rastrelliger sp ) dan Ikan Layang ( Decapterus sp) merupakan salah satu bahan pangan yang mempunyai rasa yang kuat dan menambah nilai gizi pangan seperti protein. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar mutu protein dan mutu mikrobiologi dari daging ikan yang berbeda. Prosedur pada penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu pembuatan pembuatan penyedap rasa alami dari daging ikan kembung dan ikan layang, analisa kadar protein dan analisis total mikroba. Hasil penelitian menunjukan bahwa bumbu bubuk penyedap rasa terbaik terdapat pada sampel berbahan dasar daging ikan layang dengan kadar protein sebesar 58,26 %, Angka Lempeng Total (ALT) sebesar 7,3 x 10 3 koloni/gr dan Coliform < 3 APM/gr.
Kata kunci : Kadar Protein, Mikrobiologi, Penyedap Rasa, Ikan Kembung, Ikan Layang.
## ABSTRACT
The flavors contained in fish meat can be developed into preparations such as flavoring. Long Jawed Mackerel ( Rastrelliger sp ) and Mackerel Scad ( Decapterus sp ) are foodstuffs that have a strong taste and add nutritional value to foods such as protein. The purpose of this study was to determine the level of protein quality and microbiological quality of different fish meat. The procedure in this study consisted of several stages, namely the manufacture of natural flavoring from mackerel and scad meat, analysis of protein content and analysis of total microbes. The results showed that the best flavoring powder was found in samples made from scad meat with a protein content of 58.26%, Total Plate Count (ALT) of 7.3 x 10 3 colonies/gr and Coliform < 3 APM/gr.
Keyword : Protein content, Microbiology, Flavoring , Long Jawed Mackerel, Mackerel Scad.
@2021 Pendidikan Fisika FKIP Universitas Nahdlatul Ulama Cirebon
__________________________________________________________________________________
## PENDAHULUAN
Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa adalah bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah, dan mempertegas rasa dan aroma (SNI 01-0222:1995). Penyedap rasa yang dimiliki oleh makanan umumnya dihasilkan oleh senyawa alami dan senyawa sintetik. Senyawa alami yaitu bahan pangan yang berasal dari bahan penyedap alami yang sering digunakan biasanya bumbu atau rempah. Sedangkan senyawa sintetis berasal dari komponen atau senyawa kimia yang diproduksi menyerupai penyedap alami (Rahmi et al., 2018). Monosodium Glutamat (MSG) salah satu penyedap sintetik yang sering digunakan oleh masyarakat untuk bumbu masakan yang menciptakan rasa gurih dan asin, akan tetapi jika dikonsumsi berlebihan dengan jangka waktu yang panjang dapat mengakibatkan resiko kesehatan di masa yang akan datang (Botutihe dan Rasyid,
2018). Oleh karena itu perlu dikembangkan inovasi baru mengenai penyedap rasa alami berbahan baku ikan.
Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang mempunyai rasa yang kuat dan mempunyai rasa umami yang khas. Cita rasa yang terdapat pada daging ikan dapat dikembangkan menjadi olahan seperti bumbu bubuk penyedap rasa masakan. Menurut Juita et al., (2015), bumbu merupakan bahan campuran yang terdiri dari satu atau lebih rempah-rempah yang dapat memberikan efek rasa pada makanan dan pada konsentrasi tertentu dapat memperpanjang daya simpan makanan. Ikan kembung dan ikan layang merupakan ikan pelagis yang memiliki rasa umami dan juga tidak memiliki dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Penggunaan ikan sebagai bahan penyedap rasa justru menambah nilai gizi pangan seperti protein. Akan tetapi dengan adanya kadar air yang tinggi pada ikan maka perlu adanya evaluasi kandungan mikroba pada penyedap rasa daging ikan agar menghasilkan produk penyedap rasa yang aman dan berkualitas.
Berdasarkan masalah tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar mutu protein dan kadar mutu mikrobiologi dari penyedap rasa berbahan dasar daging ikan kembung ( Rastrelliger sp ) dan ikan layang ( Decapterus sp ). Menurut (Rahmi et al., 2018), penyedap rasa alami yang dibuat harus dilakukan pengujian cemaran mikroba yaitu uji Angka Lempeng Total (ALT) serta pengujian keberadaan bakteri patogen lainnya yang merupakan indikator untuk mengevaluasi kualitas atau keamanan produk makanan olahan yang terstandar SNI.
## METODE
## Bahan dan Alat
Bahan- bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan layang, ikan kembung, garam, gula, bawang merah, bawang putih, kunyit dan lada, nutrient agar (NA ), tablet katalis, H 2 SO 4 , H 2 O 2 , aquades, H 3 BO 3 4%, HCL, NaCl 0,9%, Pepton Dilution Fluid (PDF), medium Mac Conkey Broth (MCB), Brilliant Green Lactose Bile (BGLB) 2%, alkohol 70%, almunium foil, dan plastik wrapping.
Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah pisau, talenan, baskom, timbangan, loyang, oven, ayakan (saringan), blender, sendok dan garpu, erlenmeyer, labu destruksi, pipet, jarum ose, cawan petri, tabung reaksi, tabung durham, desikator, hot plate, stirer, autoclave, foxter mixer dan inkubator.
## Metode
Penelitian ini meliputi pembuatan bumbu bubuk penyedap rasa berbahan dasar daging ikan kmbung dan ikan layang dengan formulasi rempah-rempah dan proses pengolahan yang digunakan mengacu pada penelitian Fauziah (2017) ; Azis dan Akolo (2019) ; Novianti (2019). Bahan baku ikan kembung dan ikan layang digunakan sudah sesuai dengan SNI- 2729:2013 mengenai ikan segar. Sampel bumbu bubuk penyedap rasa kemudian di uji kadar protein (SNI- 01-2354.4:2006) dan uji mikrobiologi dengan metode Angka Lempeng Total/ALT (SNI 2332.3:2015) serta metode analisis Coliform (SNI 2332.1:2015).
## Persiapan Sampel
Proses pembuatan sampel bumbu bubuk penyedap rasa meliputi pemilihan bahan baku, pencucian I, penyiangan, pencucian II, penghalusan I, pengeringan, penghalusan II, pengayakan dan penimbangan. Adapun semua bahan yang digunakan pada penelitian ini seperti daging ikan, bumbu dan rempah-rempah melalui proses pengeringan menggunakan oven dengan suhu 70 0 C selama 5-7 jam kemudian dihaluskan menggunakan blender dan diayak menggunakan ayakan ukuran 60 mesh.
## Analisa Kadar Protein (SNI 01-2354.4:2006)
Menurut SNI 01-2354.4-2006, 2 gram sampel dimasukkan dalam labu destruksi kemudian ditambah 2 butir tablet katalis dan ditambah 15 ml H 2 SO 4 , 3 ml H 2 O 2 lalu di destruksi selama 2 jam dengan suhu 410 °C kemudian tunggu hingga suhu ruang dan tambah 50 ml aquades. Siapkan erlenmeyer berisi 25 ml larutan H 3 BO 3 4% lalu dilakukakan destilasi hingga destilat berwarna kuning kemudian di titrasi dengan HCL 0,2 N hingga berubah warna dari hijau menjadi abu-abu netral.
Kadar Protein (%) = (V A -V B )HCLxN HCLx14,007x6,25x100% Wx1000 Keterangan : V A = ml HCL untuk titrasi sampel V B = ml HCL untuk titrasi blanko
N = Normalitas standar HCL yang digunakan 14,007 = berat atom Nitrogen 6,25 = faktor konversi protein untuk ikan W = berat sampel
## Analisa Mikrobiologi
Uji Angka Lempeng Total (SNI 2332.3:2015)
Dibuat tingkat pengenceran dengan menggunakan larutan pengenceran NaCl fisiologis 0,9% Kemudian dipipet masing-masing 1 mL dari pengenceran 10 -1 –10 -3 secara aseptik ke dalam cawan petri steril secara duplo. Dituang NA yang masih cair dengan suhu 45ºC ± 1ºC ke dalam masing- masing cawan petri sebanyak 20mL. setelah dituang cawan petri digoyang dengan hati-hati (putar dan goyang ke depan, ke belakang, ke kanan dan ke kiri) sehingga contoh dan pembenihan tercampur merata dan memadat. Lakukan hal yang sama seperti pada duplo. Biarkan sampai campuran dalam cawan petri memadat. Masukkan semua cawan petri dengan posisi terbalik ke dalam lemari pengeram pada suhu 37ºC selama 24 jam. Catat pertumbuhan koloni pada setiap cawan petri yang mengandung 25–250 koloni setelah 24 jam.
Perhitungan:
Total Bakteri = Jumlah Koloni x 1 / Faktor pengenceran per cawan
Uji Coliform (SNI 2332.1:2015)
Coliform adalah golongan bakteri yang merupakan campuran antara bakteri fekal dan bakteri non fekal. Prinsip penentuan angka bakteri coliform adalah bahwa adanya pertumbuhan bakteri coliform yang ditandai dengan terbentuknya gas pada tabung Durham, setelah diinkubasikan pada media yang sesuai (Bambang et al, 2014). Pada pengujian ini dilakukan dengan metode Angka Paling Mungkin (APM). Pengujian APM dilakukan dengan dua tahap yaitu, Uji Praduga ( Presumtif Test ) dan Uji Konfirmasi ( Confirmative Test ).
Pada tahap uji praduga dilakukan pengenceran sampel dalam larutan pengencer Pepton Dilution Fluid (PDF) sehingga didapatkan hasil pengenceran 10 -1 dan 10 -2 . Disiapkan 9 tabung yang berisi 9 mL medium Mac Conkey Broth (MCB) yang di dalamnya terdapat tabung Durham terbalik. Dipipet 1 mL sampel air ke dalam 3 seri tabung pertama, 1 mL larutan hasil pengenceran 10 -1 ke dalam 3 seri tabung kedua, dan 1 mL larutan hasil pengenceran 10 -2 ke dalam 3 seri tabung ketiga. Seluruh tabung diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 - 48 jam. Setelah 24 jam dicatat jumlah tabung yang membentuk gas pada masing-masing pengenceran dan inkubasi kembali tabung yang tidak membentuk gas selama 24 jam, kemudian dicatat jumlah tabung yang membentuk gas.
Sedangkan pada tahap uji konfirmasi dilakukan dengan cara memindahkan sebanyak 1 ose dari tiap tabung yang membentuk gas pada media MCB ke dalam tabung yang berisi 10 mL Brilliant Green Lactose Bile (BGLB) 2%. Diinkubasikan semua tabung pada suhu 37°C selama 24-48 jam. Adanya gas pada tabung Durham dalam media BGLB 2% memperkuat adanya bakteri coliform . Hasil angka bakteri coliform didapatkan dari tabel APM yang memberikan nilai duga terdekat dengan kombinasi tabung yang positif dan tabung yang negatif pada uji konfirmasi.
## HASIL
## Analisa Kadar Protein
Analisa protein bertujuan untuk mengetahui jumlah protein dalam bumbu bubuk penyedap rasa berbahan dasar daging ikan karena selama proses pengolahan , daging ikan dan rempah-rempah mengalami denaturasi protein yang menyebabkan kehilangan sejumlah protein (Tahir et al ., 2014).
Tabel 1. Hasil Analisis Protein Penyedap Rasa Alami Berbahan Dasar Daging Ikan No Jenis Sampel Hasil Uji Protein (%) Daging Ikan Syarat Mutu Protein Penyedap Rasa Kaldu Bubuk SNI 01-4273:1996 Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-Rata 1 Ikan Kembung 49,26 54,2 51,73 Minimal 7 % 2. Ikan Layang 56,32 60,2 58,26 Minimal 7 %
Berdasarkan hasil pengujian kadar protein bumbu bubuk penyedap rasa berbahan dasar daging ikan menunjukkan kadar protein tertinggi terdapat pada jenis sampel daging ikan layang. Masing-masing sampel yang diuji pada kadar protein memiliki nilai rata-rata kandungan protein diatas 50 % sehingga bumbu bubuk penyedap rasa berbahan dasar daging ikan memenuhi syarat mutu protein pada penyedap rasa kaldu bubuk sesuai dengan SNI 01-4273:1996 dengan syarat minimal kandungan protein sebesar 7 %. Menurut Yuarni et al., 2015, faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan kandungan protein yaitu proses lama waktu pengeringan dan rendahnya kadar air pada bahan pangan. Berdasarkan penelitian Novianti (2019), hasil analisis uji kadar air pada penyedap rasa ikan kembung yaitu sebesar 5,35 % dengan lama waktu pengeringan 5-7 jam pada suhu 70 0 C menggunakan oven. Hal tersebut dengan adanya penurunan kadar air pada penyedap rasa maka terjadi peningkatan jumlah kadar protein pada bumbu bubuk penyedap rasa daging ikan layang dan ikan kembung. Hal serupa juga diungkapkan Riansyah et al ., (2013) kenaikan nilai kadar protein terus berlangsung dengan semakin lamanya waktu yang digunakan selama proses pengeringan hingga waktu 24 jam. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu dan semakin tingginya suhu yang digunakan pada pengeringan ikan akan semakin menyebabkan peningkatan kadar protein pada bubuk ikan. Dengan mengurangi kadar air, bahan pangan akan mengandung senyawa-senyawa seperti protein, karbohidrat, lemak dan mineral dalam konsentrasi yang lebih tinggi, tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada umumnya akan berkurang.
## Analisa Mikrobiologi Uji Angka Lempeng Total (ALT)
Analisis total mikroba bertujuan untuk mengetahui jumlah mikroba yang terdapat pada bumbu bubuk penyedap rasa berbahan dasar ikan kembung dan ikan layang. Menurut Tahir et al., (2014), mutu mikrobiologis dari suatu produk makanan ditentukan oleh jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan. Mutu mikrobiologis ini akan menentukan daya simpan dan keamanan produk pangan. Pengujian mikrobiologi angka lempeng total dilakukan berdasarkan SNI 2332.3:2015. Hasil uji mikrobiologi angka lempeng total (ALT) yang dinyatakan dalam CFU/g atau koloni/g dengan tiga kali ulang disajikan dalam tabel 2.
Tabel 2. Hasil Pengujian Angka Lempeng Total (ALT) Penyedap Rasa Alami Berbahan Dasar Daging Ikan
No. Jenis Sampel Ulangan (koloni/g) Rata-rata (koloni/g) Syarat Mutu ALT Penyedap Rasa Kaldu Bubuk SNI 01-4273:1996 1 2 3 1. Ikan Kembung 8750 8950 9000 8900 Maksimal 10 4 2. Ikan Layang 7150 7300 7450 7300 Maksimal 10 4
Berdasarkan hasil pengujian Angka Lempeng Total (ALT) bumbu bubuk penyedap rasa ikan diperoleh hasil nilai ALT tertinggi yaitu pada ikan kembung sebesar 8900 koloni/g. Hasil analisis mikroba dengan Uji ALT pada penyedap rasa ikan kembung dan ikan layang masih memenuhi syarat mutu cemaran mikroba ALT pada penyedap rasa kaldu bubuk sesuai dengan SNI 01-4273:1996 dengan syarat minimal Angka Lempeng Total sebesar 10000 koloni/g. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor ekstrinsik (kondisi lingkungan, cara penanganan dan penyimpanan) dan faktor intrinsik pada saat proses pengolahan bumbu bubuk penyedap rasa. Menurut hasil penelitian
Botutihe dan Rasyid (2018), produk daging ikan dan bumbu penyedap yang diolah dengan proses pemanasan akan menurunkan jumlah mikroba. Proses pengolahan bumbu bubuk penyedap rasa ikan layang dan ikan kembung tidak ada perbedaan perlakuan, akan tetapi nilai ALT yang dihasilkan berbeda. Hal tersebut dikarenakan faktor ekstrinsik dari sampel ikan yang didapat karena diperoleh dari lingkungan perairan serta cara penanganan penangkapan dan pasca panen yang berbeda sehingga terjadi kontaminasi mikroba yang lebih besar pada ikan kembung. Pengujian mikrobiologi Angka Lempeng Total selain digunakan untuk memperkirakan konsentrasi mikroorganisme pada bahan sampel bumbu bubuk penyedap rasa berbahan dasar daging ikan, akan tetapi juga dapat dipergunakan sebagai indikator proses higiene sanitasi produk (Rahmi et al., 2018).
Uji Coliform
Dalam pemeriksaan bakteri coliform dengan metode APM, dilakukan melalui uji praduga ( presumptive test ) dan uji konfirmasi/penegasan ( confirmative test ). Media pada tabung yang digunakan untuk uji praduga adalah Mac Conkey Broth (MCB) dan ditambah tabung durham. Media ini mengandung laktosa dan garam empedu ( bile salt ) yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri non enterik dan menumbuhkan bakteri enterik sebagai dasar kemampuannya untuk memfermentasi laktosa menjadi asam dan gas. Hasil positif pada uji ini dapat dilihat dari pembentukan gas yang terdapat pada tabung durham, dan terbentuknya asam yang ditandai dengan perubahan warna pada media.
Dalam uji konfirmasi digunakan media selektif yaitu media Brilliant Green Lactose Bile (BGLB) 2% yang mengandung garam empedu yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan mengandung hijau brilian yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif tertentu selain coliform. Adapun untuk nilai APM ditentukan dengan kombinasi jumlah tabung positif (asam dan gas) tiap serinya setelah diinkubasi dan hasil dilihat dari tabel APM/MPN Coliform . Pengujian bakteri coliform menggunakan metode Most Probable Number mendapatkan hasil seperti pada tabel 3.
Tabel 3. Hasil Pengujian Coliform Penyedap Rasa Alami Berbahan Dasar Daging Ikan No. Jenis Sampel Ulangan (APM/g) Rata-rata (koloni/g) Syarat Mutu Coliform Penyedap Rasa Kaldu Bubuk SNI 01-4273:1996 1 2 3 1. Ikan Kembung 2,65 2,55 2,6 2,6 Maksimal < 3 2. Ikan Layang 2,05 2,2 2,05 2,1 Maksimal < 3
Analisa mikroba digunakan sebagai indikator populasi bakteri termasuk keberadaan bakteri coliform yang merupakan jenis bakteri patogen. Kelompok bakteri coliform terdiri atas genus dan spesies bakteri yaitu Enterobacter, Klebsiella, Aeromonas dan Escherichia coli yang semuanya tergolong famili Enterobacteriaceae (Salfinger dan Tortorello 2015; Nossair et al. 2015). Berdasarkan hasil pengujian coliform pada penyedap rasa alami berbahan dasar daging ikan diperoleh jumlah coliform pada masing-masing sampel yaitu < 3 APM/g. Oleh karena itu bumbu bubuk penyedap rasa berbahan dasar ikan kembung dan ikan layang masih memenuhi syarat mutu cemaran mikroba coliform pada penyedap rasa kaldu bubuk sesuai dengan SNI 01-4273:1996. Menurut hasil peneitian Rizaldi dan Zelpina (2020), Penghitungan coliform digunakan sebagai indikator penentuan kualitas sanitasi pangan sebagai indikator keberadaan organisme patogen lainnya seperti bakteri, virus, atau protozoa. Secara umum dilihat dari hasil rata-rata yang diperoleh pada penelitian ini, produk bumbu bubuk penyedap rasa berbahan dasar ikan layang dan ikan kembung masih layak dikonsumsi dan memenuhi kriteria SNI Penyedap Rasa Kaldu Bubuk (SNI 01-4273:1996), namun perlu adanya penanganan bahan baku yang lebih baik lagi dari mulai setelah ikan ditangkap sampai penanganan ke konsumen agar dapat meningkatkan kualitas dan keamanan produk dari bumbu bubuk penyedap rasa berbahan dasar ikan kembung dan ikan layang. Hal ini sependapat dengan pernyataan Daulay (2012), bahwa untuk menerapkan sistem keamanan pangan yang terstandar SNI dan penerapan Hazard Analytical Critical Control Point (HACCP) dalam proses penjaminanan keamanan pangan perlu adanya kemanan produk dari cemaran fisik, kimia dan biologi. Terutama penanganan proses penyiangan pada isi perut ikan dan penggunaan air dalam pengolahan yang banyak terdapat cemaran mikroorganisme dan bakteri coliform.
## KESIMPULAN
Ikan kembung ( Rastrelliger spp ) dan ikan layang ( Decapterus sp ) merupakan ikan pelagis yang memiliki rasa umami dan merupakan bahan pangan potensial yang ketersediaannya melimpah di perairan Indonesia. Cita rasa yang kuat pada ikan kembung dan ikan layang dapat dimanfaatkan sebagai produk diversifikasi pangan yang bernilai lebih sebagai bahan baku penyedap rasa alami non MSG. Penggunaan ikan sebagai bahan penyedap rasa justru menambah nilai gizi pangan seperti protein. Akan tetapi dengan adanya kadar air yang tinggi pada ikan maka perlu adanya evaluasi kandungan mikroba pada penyedap rasa daging ikan agar menghasilkan produk penyedap rasa yang aman dan berkualitas. Berdasarkan bumbu bubuk penyedap rasa berbahan dasar daging ikan diperoleh kandungan protein terbaik pada daging ikan layang sebesar 58,26 %. Selain itu ikan layang juga memiliki cemaran mikroba yang lebih kecil dibandingkan ikan kembung dengan analisa mikrobiologi Angka Lempeng Total (ALT) sebesar 7,3 x 10 3 koloni/gr dan Coliform < 3 APM/gr. Produk bubuk bumbu penyedap rasa berbahan dasar daging ikan layang dan ikan kembung masing- masing memenuhi syarat mutu protein dan cemaran mikroba ALT serta coliform sesuai dengan SNI 01-4273:1996 pada penyedap rasa kaldu bubuk. Hasil tersebut disimpulkan bahwa bumbu bubuk penyedap rasa daging ikan kembung dan ikan layang memliki kelayakan kualitas dan keamanan pangan yang baik sesuai dengan SNI.
## REFERENSI
Azis, R dan I. R. Akolo. 2019. The Characteristic of Moisture Content Quality, Ash Content and Organoleptic on the Instant Flavors. Journal of Agritech Science. Vol 3 (2) : 60-77.
Bambang, A.G., Fatimawali dan N.S. Kojong. 2014. Analisis Cemaran Bakteri Coliform dan Identifikasi Eschericia Coli Pada Air Isi Ulang dari Depot di Kota Manado . Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol 3 (3) : 325-334. ISSN 2302 – 2493.
Botutihe, F dan N.P. Rasyid. 2018. Mutu Kimia, Organoleptik dan Mikrobiologi Bumbu Bubuk Penyedap Berbahan Dasar Ikan Roa Asap (Hermihampus Far) . Jurnal Perbal. Vol 6 (3) : 16- 30. ISSN 2302-6944, e-ISSN 2581-1649.
Daulay SS. 2012. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan Implementasinya dalam Industri Pangan . Widyaiswara Madya Pusdiklat Ind. 1-22.
Fauziah, M.F. 2017. Analisis Usaha Pengolahan Ikan Layang (Decapterus sp) Sebagai Penyedap Rasa. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Universitas Jenderal Soedirman.
Juita, N., I. Lovadi dan R. Linda. 2015. Pemanfaatan Tumbuhan Penyedap Rasa Alami pada Masyarakat Suku Dayak Jangkang Tanjung dan Melayu di Kabupaten Sanggau. Jurnal Protobiont. Vol 4 (3) : 74-80.
Nossair M., N. Shabasy., O. Hassan dan I. Samaha. 2015. Microbiological status of poultry carcasses from retailed outlets in Alexandria Province . Alexandria J Vet Sci.46 : 66-73.
Novianti, T. 2019 . Kajian Pemanfaatan Daging Ikan Kembung (Rastrelliger spp) Sebagai Bahan Penyedap Rasa Alami Non MSG dengan Pendekatan Bioekonomi Perikanan . Jurnal Barakuda 45. Vol 2 (2) : 56-68.
Rahmi, A.D., H. A. Dien dan J.T. Kaparang. 2018. Mutu Mikrobiologi dan Kimia dari Produk Pasta (Intermediet Product) Penyedap Rasa Alami Yang Disimpan Pada Suhu Ruang dan Suhu Dingin. Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan. Vol 6 (2) : 42-47.
Riansyah. A., Supriadi. A., & Nopianti. R., 2013. Pengaruh Perbedaan Suhu Dan Waktu Pengeringan Terhadap Karakteristik Ikan Asin Sepat Siam (Trichogaster Pectoralis) Dengan Menggunakan Oven. Jurnal Fishtech. Vol II (1) : 53-68. ISSN : 2302-6936.
Rizaldi dan Zelpina. 2020. Penetapan Jumlah Total Mikroba dan Coliform pada Daging Ayam di Pasar Tradisional Tamiang Layang Kabupaten Barito Timur. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner Virtual. Halaman 703-710.
Salfinger Y dan Tortorello ML. 2015 . Comspendium of methods for the microbiological examination of foods. Washington (USA): APHA Press.
SNI. 1995. Bahan Tambahan Pangan . SNI 01-0222-1995. Badan Standarisasi Nasional .
SNI. 2006. Cara Uji Kimia- Bagian: Penentuan Kadar Protein pada Produk Perikanan . SNI- 01- 2354.4:2006. Badan Standarisasi Nasional.
SNI. 2013. Ikan Segar . SNI- 2729:2013. Badan Standarisasi Nasional.
SNI. 2015. Cara Uji Mikrobiologi- Bagian 3: Penentuan Angka Lempeng Total (ALT) pada Produk Perikanan . SNI 2332.3:2015. Badan Standarisasi Nasional.
SNI. 2015. Cara Uji Mikrobiologi : Penentuan Coliform pada Produk Perikanan. SNI 2332.1:2015. Badan Standarisasi Nasional.
Tahir, M.M., N. Abdullah dan R. Rahmadani. 2014. Formulasi Bumbu Penyedap Berbahan Dasar Ikan Teri (Stolephorusspp.) dan Daging Buah Picung (Pangium edule) dengan Penambahan Rempah-Rempah . Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI. Riau.
Yuarni, D, Kadirman dan Jamaluddin. 2015. Laju Perubahan Kadar Air, Kadar Protein dan Uj Organoleptik Ikan Lele Asin Menggunakan Alat Pengering Kabinet (Cabinet Dryer) Dengan Suhu Terkontrol. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian. Vol 1 (1) : 12-21.
|
5171b5ea-bfcb-4acc-ab39-38ca1440fd87 | https://attractivejournal.com/index.php/aj/article/download/966/760 |
## Pendidikan Keluarga Berbasis Gender: Sebuah Studi Pustaka
Mulyono 1 , Luluk Maktumah 2 1 STAI Nurul Huda Kapongan Situbondo, Indonesia 2 Universitas Ibrahimy Sukorejo Situbondo. Indonesia
Corresponding Author : lyonie12mulyono@gmail.com
## ARTICLE INFO
Article history: Received
October 22, 2023 Revised December 04, 2023 Accepted December 31, 2023
## ABSTRACT
Gender bias that exists in the family or society at large will have a huge psychological impact on children in their future lives. The aim of this research is to describe Gender-Based Family Education. Researchers use library research by collecting data from credible reference sources in several reputable national and international journals. The results of this finding are that the success of education in the family must be supported by a conducive atmosphere from the family or parents themselves, as well as the child's environment and social friends. In gender education, parents have a very important role in educating and directing their children, because if gender bias occurs in a family, this will greatly influence the children's mindset in the future.
Keywords : Gender-Based Family Education, Gender Education, Gender Family Education Journal Homepage https://www.attractivejournal.com/index.php/aj/ This is an open access article under the CC BY SA license https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ Published by CV. Creative Tugu Pena
## PENDAHULUAN
Keluarga merupakan komponen masyarakat terkecil yang memiliki pengaruh dalam pendidikan yang ada di masyarakat. Karena keluarga adalah salah satu elemen pokok pembangunan entitas-entitas pendidikan, menciptakan proses-proses naturalisasi sosial, membentuk kepribadian-kepribadian, serta memberi berbagai kebiasaan baik pada anak-anak yang terus bertahan selamanya (Maemunah, S. E. 2023, Rusydiyah, E. F. 2016, Sari, S. Y. 2019, Siahaan, R. F. 2013). Dengan kata lain, keluarga merupakan benih awal penyusunan individu dan struktur kepribadian. Dalam banyak kasus, anak-anak mengikuti orang tua dalam berbagai kebiasaan dan prilaku. Jadi orang tua sangat diperlukan peran aktifnya dalam mendidik anak-anaknya.
Anak merupakan bagian yang terpenting dari seluruh proses pertumbuhan manusia, karena pada masa anak-anaklah sesungguhnya karakter dasar seseorang di bentuk baik yang bersumber dari otak maupun emosionalnya (Muwafiq. 2010; Vinayastri, A. 2015). Berkualitas atau tidaknya pada masa dewasa sangat di pengaruhi oleh proses pengasuhan pada masa kanak-kanaknya. Dengan kata lain kondisi kondisi seseorang pada masa dewasa adalah merupakan hasil dari pendidikannya pada masa kanak-kanak (Muhdar, 2013 ; Daud, F. 2012; Zakaria, 2018). Adapun factor yang paling dominan mempengaruhi penbentukan dan pertumbuhan anak adalah orang tua, sekolah dan lingkungan. Ketiga factor ini tidak dapat di pisahkan
Pada hakikatnya, pelaksanaan pendidikan anak merupakan amanah terbesar dari Allah. Karenanya, keteledoran dan penyelewengan pendidikan anak dari manhaj yang telah di tentukan merupakan penghianatan terhadap amanah yang terbesar i. orang tua atau keluarga merupakan cermin terbesar dan terdekat yang dimiliki oleh
## Attractive : Innovative Education Journal
anak .Dalam mendidik anak-anak, tidak ada perbedaan baik laki-laki dan perempuan,sebagaimana yang tercantum dalam Al- qur’an suarat At -tahrim ayat 6 yang artinya sebagai berikut :
Artinya : Hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka yang bahan bakarnya berupa manusia dan batu, diatasnya ada malaikat yang kejam lagi bengis, mereka tidak pernah menentangperintah Allah dan selalu melakukan apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka
Secara normatif, Islam memberikan hak-hak yang sama dengan laki-laki dan perempuan untuk mengenyam pendidikan. Hal ini banyak dijelaskan dalam al- Qur’an dan Hadis yang memerintahkan umatnya untuk menuntut ilmu pengetahuan. Di antaranya Surat Al- ‘Alaq: 1 - 5, Az-Zumar: 9, Al-Mujadalah:11, Yunus: 3 - 5, dan Ar- Ra’du: 3 -4, perintah tersebut tidak membedakan sexes (jenis kelamin) dalam mendapatkan pendidikan. Karena perintah menuntut ilmu yang terdapat dalam banyak ayat al- Qur’an bukan hanya untuk laki -laki, karena al- Qur’an tidak secara baku ditujukan pada satu jenis kelamin saja. Dalam pendidikan gender, orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam mendidik dan mengarahkan anak-anaknya, karena apabila dalam satu keluarga tersebut terjadi bias gender maka hal ini akan sangat berpengaruh pada pola pikir anak-anaknya dimasa yang akan datang.
Ketidakadilan gender dalam keluarga sering kali termanifestasi dalam berbagai bentuk, diantaranya adalah marginalisasi (peminggiran) perempuan, subordinasi (penomorduaan) perempuan, stereotipe (pelabelan negatif) terhadap perempuan, kekerasan (violence) terhadap perempuan serta beban kerja lebih banyak dan panjang (doble burden) Dan anak akan sangat peka terhadap reaksi sosial yang ditimbulkan oleh kedua orang tuanya tersebut (Qomariah, 2019; Utari, N. K. S., & Ketut, N. 2006; Dewi, 2020). Bias Gender yang ada dalam keluarga ataupun masyarakat secara luas bukan hanya perjuangan yang harus dilakukan oleh kaum perempuan saja, akan tetapi hal ini juga akan sangat tergantung pada kekuatan institusi-institusi sosial yang ada di Masyarakat (Astuti, P., Mulawarman, W. G., & Rokhmansyah, A. 2018; Rokhimah, 2014; Zuhri, S., & Amalia, D. 2022)sebab perempuan dalam arti institusi merupakan bagian dari masyarakat. Dengan kata lain, jika perjuangan pembebasan ketertindasan perempuan bukan merupakan agenda perempuan saja, maka diperlukan emansipasi dan peran masyarakat secara luas.
Melihat kondisi masyarakat Bataal Timur yang cara mendidik anaknya sangatlah tradisional, misalnya, orang tua jarang memperhatikan pendidikan anaknya, sepenuhnya diserahkan kepada guru, sebab mereka sibuk dengan pekerjaan mereka sendiri, dan juga mereka lebih cenderung memperhatikan pendidikan anak laki-laki dari pada anak perempuan. Karena menurut pandangan mereka, tidak menjadi masalah kalau anak laki-laki melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi, namun tidak untuk anak perempuan, yang hanya cukup pada jenjang MTS saja. Mereka juga menganggap anak laki-laki lebih mempunyai peran dari pada anak perempuan dalam konteks keluarga.
## A. Pendidikan Keluarga
Istilah Pendidikan berasal dari kata "didik" dengan memberinya awalan "pe" dan akhiran "kan", mengandung arti "perbuatan" (hal, cara dan sebagainya). Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu " Paedagogie ", yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Inggris " Education " yang berarti pengembangan
atau bimbingan. Dalam bahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan dengan "Tarbiyah" yang berarti pendidikan.
Menurut M. Ngalim Purwanto pengertian pendidikan adalah pimpinan yang diberikan secara sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak dalam pertumbuhannya (jasmani dan rohani), agar berguna bagi dirinya dan masyarakat.
Ahmad D. Marimba mengemukakan bahwa pengertian pendidikan adalah "Bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama".
Dalam perkembangannya istilah pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Dalam perkembangan selanjutnya, pendidikan berarti usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. Dengan demikian pendidikan berarti, segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.
## B. Pengertian Keluarga
Menurut para sosiolog keluarga secara umum adalah sebuah ikatan sosial yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak mereka, juga termasuk kakek nenek juga cucu-cucu dan beberapa kerabat lainnya yang tinggal di rumah yang sama. Sedangkan keluarga inti adalah keluarga yang hanya terdiri dari suami istri dan anak-anaknya.
Keluarga bertanggung jawab mendidik anak-anak dengan benar dalam kreteria yang benar, jauh dari penyimpangan. Terdapat tugas dan kewajiban dari keluarga.
Pertama , Keluarga bertanggung jawab mnyelamatkan foktor-foktor ketenangan, cinta kasih serta kedamaina dalam rumah dan menghilangkan segala macam keresahan, kebencian serta organisme. Kedua , Keluarga harus mengawasi proses pendidikan.
Adapun mengenai fungsi dari keluarga sebagai berikut :
1. Keluarga berkewajiban memberi dan memuaskan kebutuhan jiwa raga anak- anak dalam kehidupannya.
2. Keluarga bertanggungjawab melatih anak-anak untuk berkumpul dan mengindentifikasi nilai-nilai serta kebiasaan masyarakat.
3. Keluarga bertanggung jawab melengkapi anak-anak dengan berbagai sarana komposisi personal dalam masyarakat.
4. Keluarga bertanggungjawab menjamin ketenangan, perlindunganm serta simpati pada anak-anak sampai mereka dewasa.
5. Keluarga harus memberikan porsi yang besar pada pendidikan akhlak, emosi, serta agama anak di sepanjang usia berbeda-beda.
C. Pendidikan Dalam Keluarga
Setiap orang tua tentu menginginkan anaknya menjadi orang yang berkembang secara sempurna. Mereka menginginkan anak yang dilahirkan itu kelak menjadi orang yang sehat, kuat, berketrampilan, cerdas, pandai dan beriman. Dalam taraf yang sederhana, orang tua tidak ingin anaknya lemah, sakit- sakitan, menganggur, bodoh dan nakal. Pada tingkat yang paling sederhana orang tua tidak menghendaki anaknya nakal dan menganggur. Dan terakhir pada taraf
paling minimal ialah jangan nakal. Kenakalan akan menyebabkan orang tua mendapat malu dan kesulitan.
Untuk mencapai tujuan itu, orang tualah yang menjadi pendidik pertama dan utama. Kaedah ini ditetapkan secara kodrati ; artinya orang tua tidak dapat berbuat lain mereka harus menempati posisi itu dalam keadaan bagaimanapun juga. Mengapa? Karena mereka ditakdirkan menjadi orang tua anak yang dilahirkannya. Oleh karena itu, mau tidak mau mereka harus menjadi penanggung jawab pertama dan utama. kaedah ini diakui oleh semua agama dan semua sistem nilai yang dikenal manusia. Sehubungan dengan tugas dan tanggung jawab itu maka ada baiknya orang tua mengetahui sedikit mengenai apa dan bagaimana pendidikan dalam keluarga. Pengetahuan itu sekurang-kurangnya dapat menjadi penuntun bagi orang tua dalan menjalankan tugasnya.
Tujuan pendidikan dalam keluarga ialah agar anak mampu berkembang secara maksimal. Itu meliputi seluruh aspek perkembangan anaknya yaitu jasmani, akal, dan rohani. Tujuan lain ialah membantu sekolah atau lembaga kursus dalam mengembangkan pribadi anak didiknya.
Mengingat pentingnya keluarga yang demikian itu, maka Islam memandang keluarga adalah lembaga hidup manusia yang dapat memberi kemungkinan celaka dan bahagianya anggota keluarga tersebut baik di dunia maupun akhirat.
Dilihat dari ajaran Islam, anak adalah amanat Allah. Dan amanah itu wajib dipertanggung jawabkan. Secara umum tanggung jawab itu adalah kewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anaknya dalam keluarga, secara mendasar terpikul oleh orang.
Tanggung jawab tersebut, baik diakui secara sadar atau tidak, diterima dengan sepenuh hati atau tidak, namun hal itu merupakan fitrah yang telah ditentukan oleh Allah SWT kepada setiap orang tua.
Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan utama. Di dalam keluarga inilah anak pertama kalinya mendapatkan didikan dan bimbingan, karena sebagian besar pendidikannya pun banyak diterima dari lingkungan keluarga. Sehingga pendidikannya pun banyak diterima dari lingkungan keluarga tersebut.
Hal yang demikian adalah wajar, karena keluarga khususnya orang tua adalah orang yang paling dekat dan paling bersahabat, bahkan semenjak anak masih ada dalam kandungan mereka sudah menjalin kasih sayang secara batin yang merupakan landasan utama dalam proses pendidikan.
Kunci pendidikan dalam keluarga sebenarnya terletak pada pendidikan rohani dalam arti pendidikan kalbu, lebih tegas lagi pendidikan agama bagi anak. Karena pendidikan agamalah yang berperan besar dalam membentuk pandangan hidup seseorang sebagai penanaman nilai-nilai yang kelak mewarnai perkembangan hidup selanjutnya. Bahkan dapat dikatakan bahwa pendidikan agama dalam keluarga merupakan kunci bagi pendidikan secara keseluruhan.
Pendidikan keluarga merupakan pendidikan yang sangat penting terutanma pendidikan Islam, yang mutlak harus dilakukan oleh kedua orang tuanya sejak dini sampai dewasa.
Lebih-lebih kalau kita ingat, bahwa keluarga adalah pusat pendidikan yang pertama dan utama, bahkan juga berfungsi sebagai peletak dasar pembentukan pribadi anak.
Mengingat pentingnya peraanan orang tua dalam pendidikan keluarga, di mana semua pengetahuan dan pengalaman yang diterimanya (oleh anak) baik
melalui penglihatan, pendengaran, ataupun tingkah laku yang berasal dari orang tua akan mempengaruhi dan mewarnai terhadap pembentukan pribadi anak, maka setiap kata, sikap dan tingkah laku orang tua merupakan cermin si anak dan akan mewarnai kahidupannya.
Demikian pula dengan Bias Gender yang ada dalam keluarga ataupun masyarakat secara luas akan sangat berdampak bagi psikologis anak dalam kehidupannya di masa yang akan datang.
Dengan demikian untuk keberhasilan pendidikan dalam keluarga harus didukung oleh suasana yang kondusif dari keluarga atau orang tua itu sendiri, serta lingkungan dan teman pergaulan anak.
D. Kewajiban Orang tua dalam Memberikan Pendidikan dan Keteladanan Kepada Anak-anaknya
1. Kewajiban Orangtua dalam Memberikan Pendidikan Terbentuknya keluarga dengan sendirinya timbul karena adanya kewajiban untuk memelihara kehidupan bersama dalam keluarga. Orang tua (ayah ibu) adalah sumber pertama dan utama yang harus memberikan pendidikan kepada anak. Kehidupan dan nasib seorang anak sangat bergantung pada pendidikan dan pemeliharaan orang tua.
Setiap anak memang terlahir dari rahim seorang ibu, tetapi itu bukan berarti bahwa hanya ibunya yang berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap segala hal yang menyangkut pengasuhan anak. Di pundak ayah, memang letak kewajiban memenuhi kebutuhan materialnya, tetapi bukan berarti menjadikannya lepas tanggungjawab untuk mendidik anaknya. Dalam hal ini rosullullah SAW juga menegaskan bahwa kedua orang tualah yang sangat berperan "mewarnai" jiwa anak:
ِهِناَس ِِّجَمُي ْوَأ ِهِنا َر ِِّصَنُي ْوَأ ِهِناَد ِِّوَهُي ُها َوَبَأَف ة َرْطِفلا َلَع ُدَل ْوُي ٍد ْوُل ْوَم ُّلُك Artinya: " Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, orangtuanyalah yang menjadikan dia Yahudi, atau Nasrani ataupun Majusi "(H.R Ahmad, Thabranai dan Al-Baihaqi)
Kedua orang tua memiliki andil untuk mendidik dan merawat anak- anaknya, karena keduanya sama-sama memiliki andil dalam menghadirkan keberadaan anak di dunia. Dan keduanyalah yang memberikan pengaruh yang kuat terhadapnya. Allah SWT juga telah memerintahkan dua orang tua untuk mendidik anak-anak mereka dan mengembangkan tanggungjawab kepada mereka. Allah SWT berfirman:
ا ََهُد ْوُق َو ا َرا ََن ْمُكْيِلْهَا َو ْمُكَسُفْنَا ا ْوُق ا ْوُنَمَأ َنْيِذَّلا اَهُّيَأآَي
لا َ َِظ لاِ ََكَِكَم ا ََهْيَلَع ُة َرا ََج ِِْلا َو ُُا ََّنلا
ِش َن ْو ُرَمْؤُياَم َن ْوُلَعْفَي َو ْمُه َرَمَا اَم َالله َن ْوُصْعَي َلا لاداَد
Artinya: " Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, sedang para penjaganya adalah malaikat yang kasar an keras, serta tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka serta selalu mengerjakan apa yang diperntahkan. " Dari firman Allah dan Sabda Rosullullah diatas jelas sekali bahwa yang bertanggungjawab dalam pendidikan anak dalam keluarga adalah orang tua (ayah dan ibu). Diakui secara sadar atau diterima dengan sepenuh hati atau tidak, hal itu adalah merupakan "Fitrah" yang telah dikodratkan Allah SWT kepada setiap orang tua. Mereka tidak bisa mengelakkan tanggungjawab itu karena merupakan amanah Allah SWT yang dibebankan kepada mereka.
Kewajiban bagi keluarga dalam hal ini kedua orang tua adalah menyelenggarakan dan melaksanakan pendidikan kearah kedewasaan anak. Seperti yang telah dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara, bahwa pendidikan keluarga adalah pendidikan yang baik bagi pendidikan sosial. Beliau mengatakan pendidikan keluarga merupakan pendidikan yang sempurna bagi pendidikan kecerdasan dan budi pekerti ketimbang pendidikan-pendidikan yang lain (selain keluarga).
Orang tua merupakan pendidik pemula bagi persoalan yang menyangkut diri anak dan juga tempat mengadu segala persoalannya. Pendidikan oleh orang tua berlangsung relatif panjang. Oleh karena itu, mereka sangat menentukan kepribadian anak.
Tanggungjawab orang tua pada pendidikan anak berlangsung sejak anak masih dalam kandungan hingga tumbuh menjadi dewasa dan mampu mengembangkan diri pribadinya. Tanggung jawab tersebut meliputi beberapa aspek, yaitu aspek moral, aspek intelektual dan aspek sosial.
2. Kewajiban Orangtua dalam Memberikan Keteladanan Kepada Anak-anaknya Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi anak yang baik. Orang tua yang berprofesi sebagai pencuri, penjahat, pelacur, koruptor ataupun profesi jelek yang lain, pasti tidak memiliki keinginan anaknya menjalani profesi yang serupa. Akan tetapi pasti menginginkan anaknya akan menjadi orang yang lebih baik dari dirinya.
Mendidik anak seharusnya merupakan wahana orang tua untuk konsisten terhadap apa yang dikatakannya. Satukanlah kata dengan perbuatan. Orang tua tidak bisa menyuruh dan terus menegaskan kepada anak-anaknya sementara dirinya hanya sesekali menjalankannya. Sebagai orang tua harus memperbaiki dirinya terlebih dahulu.
Antara seorang Ayah dan Ibu harus seiring sejalan dalam memberikan teladan bagi anak-anaknya. Bila salah satu diantaranya belum konsisten terhadap suatu ajakan kebaikan, maka sudah menjadi keharusan salah satunya untuk berusaha memperbaiki diri pasangannya, agar seiring sejalan.
Orang tua harus menanamkan nilai-nilai aqidah dan akhlaq yang benar untuk anak-anaknya dengan memberi contoh nyata dalam perilaku. Rumah dengan segala aktivitas orang tua harus merupakan cermin bagi anak-anaknya. Rumah yang penuh kasih sayang, cinta antara sesama anggota, saling menghormati dan menghargai antara yang tua dan yang muda akan menegakkan keharmonisan dalam rumah tangga, serta menjadi tonggak keberhasilan dalam mendidik anak-anak. Seorang Ibu yang memberi tauladan dengan memberikan kasih sayang dan curahan perhatian kepada anak- anaknya, menghormati sang ayah, akan ditiru oleh putra-putrinya. Seorang ayah yang penuh kasih sayang terhadap anak-anaknya, tidak meremehkan ibu dan anak-anaknya, bahkan sangat menghargai mereka akan menimbulkan
## Gender dalam Keluarga
Sebenarnya untuk memahami gender, perlu di bedakan antara gender dan seks. Istilah gender berasal dari bahasa Inggris Gen, kemudian di transfer ke dalam bahasa Indonesia menjadi gender. Menurut Faqih seks adalah jenis kelamin, sebuah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dilihat dari sisi biologis, keduanya tidak dapat dipertukarkan, artinya jenis kelamin itu melekat secara kodrati dan memiliki fungsi tersendiri. Misalnya bahwa manusia yang berjenis kelamin laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, memiliki jakala
( kala menjing ) dan memproduksi sperma. Sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi serta rahim, memiliki vagina dan memiliki alat menyusui. Alat-alat tersebut secara biologis melekat pada manusia jenis kelamin perempuan maupun laki-laki selamanya. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis atau sering dikatakan ketentuan Tuhan atau kodrat.
Sedangkan gender adalah sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan karena dikonstruk secara sosial, karena pengaruh kultural, agama dan politik. Sifat ini tidak bersifat kodrati melekat pada jenis kelamin tertentu, tetapi sifat itu bisa dipertukarkan.
Perbedaan sifat gender itu bisa berubah sewaktu-waktu dan bersifat kondisional. Misalnya anggapan laki-laki rasional dan perempuan emosional, laki- laki kuat dan perempuan lemah, laki-laki perkasa dan perempuan lemah lembut. Sifat-sifat itu bisa berubah dan tidak melekat secara permanen. Pada masa tertentu dan tidak sedikit laki-laki lemah lembut, emosional, sedangkan ada perempuan perkasa dan rasional. Misalnya dalam masyarakat matriarkhal tidak sedikit perempuan yang lebih kuat dengan laki-laki dengan keterlibatan mereka dalam peperangan.
Dalam menjernihkan perbedaan antara seks dan gender ini, yang menjadi masalah adalah, terjadi kerancuan dan pemutarbalikan makna tentang apa yang disebut seks dan gender. Dewasa ini terjadi peneguhan pemahaman yang tidak pada tempatnya di masyarakat, di mana apa yang sesungguhnya gender, karena pada dasarnya konstruksi sosial justru dianggap sebagai kodrat yang berarti ketentuan biologis atau ketentuan Tuhan. Justru sebagian besar yang dewasa ini sering dianggap atau dinamakan sebagai "kodrat wanita" adalah konstruksi sosial dan kultural atau gender. Misalnya saja sering diungkapkan bahwa mendidik anak, mengelola dan merawat kebersihan dan keindahan rumah tangga atau urusan domestik sering dianggap sebagai "kodrat wanita". Padahal kenyataannya, bahwa kaum perempuan memiliki peran gender dalam mendidik anak, merawat dan mengelola kebersihan rumah tangga adalah konstruksi kultural dalam suatu masyarakat tertentu. Oleh karena itu, boleh jadi urusan mendidik anak dan merawat kebersihan rumah tangga bisa dilakukan oleh kaum laki-laki. Oleh karena jenis pekerjaan itu bisa dipertukarkan dan tidak bersifat universal, apa yang sering disebut "kodrat wanita" atau "takdir Tuhan atas wanita" dalam kasus mendidik anak dan mengatur kebersihan rumah tangga, sesungguhnya adalah gender.
Sifat gender yang terkonstruk, tersosialisasi cukup lama ini akan membentuk watak dan perilaku sesuai dengan yang dikonstruk masyarakat, maka akan menimbulkan peran-peran domestik; sebagai ibu rumah tangga yang hanya mengurusi dapur, sumur dan kasur, dan laki-laki diberi kebebasan untuk masuk di wilayah publik. Dari sinilah muncul ketidakadilan gender, karena diakibatkan pembagian peran yang tidak adil, sehingga muncul diskriminasi, stereotype tertentu pada pihak perempuan.
Justru kondisi yang lebih parah adalah ketika perempuan membentuk visi, pandangan akan dirinya seperti itulah sebenarnya peran dan tugas perempuan sesuai dengan konstruk sosial yang harus diterima sepanjang zaman, padahal sifat gender itu bisa ditukarkan sesuai dengan keinginan masing-masing individu, baik laki-laki maupun perempuan.
Karena proses sosialisasi dan rekonstruksi berlangsung secara mapan dan lama, akhirnya menjadi sulit dibedakan apakah sifat-sifat gender itu, seperti kaum
perempuan lemah lembut dan kaum laki-laki kuat perkasa, dikonstruksi atau dibentuk oleh masyarakat atau kodrat biologis yang ditetapkan oleh Tuhan.
## E. Perbedaan dan Ketidakadilan Gender
Sejarah perbedaan gender ( gender differences ) antara manusia jenis laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu, terbentuknya perbedaan-perbedaan gender disebabkan oleh banyak hal, diantaranya adalah dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial dan kultural melalui ajaran keagamaan maupun negara Melalui proses panjang sosialisasi gender tersebut akhirnya mengkristal menjadi dogma yang dianggap ketentuan Tuhan seolah-olah bersifat biologis yang tak bisa diubah lagi, sehingga perbedaan gender dianggap dan dipahami sebagai kodrat laki-laki dan kodrat perempuan.
Perbedaan gender ( gender differences ) ternyata memunculkan perbedaan peran gender (gender roles ) yang akhirnya melahirkan ketidakadilan gender ( gender inequalities ). Identifikasi bahwa laki-laki itu kuat dan rasional telah menimbulkan kesan bahwa dia lebih cocok untuk bekerja di luar rumah, pantas untuk memimpin dan lain-lain. Sebaliknya pandangan bahwa perempuan itu lemah lembut atau sabar telah memunculkan anggapan bahwa perempuan cocok untuk tinggal di rumah mengurus anak-anak dan rumah tangga. Inilah sumber yang diduga menjadi penyebab lahirnya ketidakadilan hubungan laki-laki dan perempuan.
Sebaliknya, melalui dialektika, konstruksi sosial gender yang tersosialisasikan secara evolusional dan perlahan-lahan mempengaruhi biologis masing-masing jenis kelamin. Misalnya, karena konstruksi sosial gender, kaum kali-laki kemudian terlatih dan tersosialisasi serta termotivasi untuk menjadi atau menuju ke sifat gender yang ditentukan oleh suatu masyarakat, yakni secara fisik lebih kuat dan lebih besar. Sebaliknya, kaum perempuan harus lemah lembut, maka sejak bayi proses sosialisasi tersebut tidak saja berpengaruh pada perkembangan emosi dan visi serta ideologi kaum perempuan, tetapi juga mempengaruhi perkembangan fisik dan biologis
Dalam perspektif budaya, setiap orang dilahirkan dengan kategori budaya : laki-laki atau perempuan. Sejak lahir setiap orang sudah ditentukan peran dan atribut gendernya masing-masing. Jika seorang lahir sebagai laki-laki maka diharapkan dan dikondisikan untuk berperan sebagai laki-laki. Sebaliknya, jika seseorang lahir sebagi perempuan maka diharapkan dan dikondisikan untuk berperan sebagai perempuan
Perbedaan gender sesungguhnya tidak menjadi masalah apabila tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities). Namun kenyataannya, perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, terutama bagi orang perempuan. Sehingga ada hak-hak bagi orang perempuan yang seharusnya bisa diterima menjadi tidak terpenuhi. Baik hak untuk berperan di dalam berpolitik, hak-hak dalam bidang pekerjaan serta hak dan kewajiban untuk memperoleh pengetahuan.
F. Keluarga sebagai Lembaga Pendidikan Gender
1. Keluarga awal kesetaraan lelaki dan perempuan
Mengungkap kesetaraan dalam keluarga adalah bermula untuk menghadapi berbagai aspek, termasuk Demokrasi, Sosial Kemasyarakatan, sekaligus membentuk kesetaraan diantara laki-laki dan perempuan.
Kesetaraan bermula dari keluarga, mungkin pendapat ini baru kita dengar, akan tetapi bisa untuk penganalisaan lebih cermat bahwa segala sesuatunya dimulai dari keluarga. Keluarga yang membentuk segala-galanya sebagai awal dari kepribadian. Maka dari itu harus menjadi perhatian kita untuk membina keluarga. Keluarga yang dimaksud adalah seorang Bapak, Ibu dan anak. Banyak orang berpendapat bahwa keluarga sangat tergantung pada Bapak/Suami. Memang kita menerima seutuhnya apa yang tertera dalam Al Qur'an, Allah berfirman :
........ ءاـَسِّ نلا يَلَع َن ْوُما َّوَق ُلاَج ِّ رلا
Artinya : Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi seorang perempuan Pemimpin yang dimaksud bukan penguasa yang kaku dan tabu, pemimpin yang dimaksud adalah untuk menjadi acuan pokok dalam pembinaan meterial maupun spiritual sekaligus akhlaq.
Seringkali kita lihat apa yang terjadi dalam lingkup keluarga sangat memusatkan segalanya terhadap seorang bapak yang pada akhirnya ada suatu kebanggaan tersendiri mempunyai seorang anak laki-laki.
Mengenai makna anak perempuan dan laki-laki dapat dilihat pengaruh nilai-nilai budaya tentang gender, apakah yang terwujud adalah sistem patriarkal atau tidak, namun banyak terkait pada nilai itu. Dalam masyarakat yang sistem kekerabatannya patrilineal, sering dapat diamati adanya rumusan yang eksplisit memberi penilian yang lebih positif pada anak laki-laki dibandingkan anak perempaun.
Dengan peran laki-laki sebagai pemimpin adalam rumah tangga dan peran perempuan untuk hamil, melahirkan dan menyusui (keistimewaan kodrati), maka atas dasar keistimewaan kodrati tersebut, Islam mewajibkan laki-laki sebagai suami untuk memnuhi kewajiban istri dan anak-anaknya. Tetapi ini bukan berarti perempuan sebagai istri tidak berkewajiban secara moral membantu suami mencari nafkah.
Islam menggariskan prinsip kesejajaran dan kenitraan atas dasar musyawarah dan tolong menolong serta disesuaikan dengan kondisi masing-masing keluarga. Jadi prinsip kemitraan harus dicontohkan dalam kehidupan suami istri. Tidaklah aib atau terlarang dalam pandangan agama, seorang perempuan/ istri melakukan suatu pekerjaan untuk memperoleh penghasilan. Dan atas dasar itu pula tidak dapat dinilai kecuali terpuji seorang suami yang membantu istrinya dalam urusan rumah tangga.
Keluarga adalah salah satu elemen pokok pembangunan entitas- entitas pendidikan, menciptakan proses-proses naturalisasi sosial, membentuk kepribadian-kepribadian, serta memberi berbagai kebiasaan baik pada anak-anak yang terus bertahan selamanya. Dengan kata lain, keluarga merupakan benih awal penyusunan kematangan individu dan struktur kepribadian. Dalam banyak kasus, anak-anak mengikuti orang tua dalam berbagai kebiasaan dan prilaku. Jadi orang tua sangat diperluakan peran aktifnya dalam mendidik anak-anaknya
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan pendidikan dan pembimbingan. Dan dikatakan sebagai lingkungan yang utama karena sebagian besar kehidupan anak berada dalam lingkungan
keluarga. Sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah dari keluarga.
Samsul Nizar mengatakan bahwa keluarga (lingkungan rumah tangga), pada umumnya merupakan lembaga pertama dan utama dibenak anak. Hal ini disebabkan, karena kedua orang tuanyalah orang yang pertama dikenal dan diterimanya pendidikan, bimbingan, perhatian dan kasih sayang yang terjalin antara kedua orang tua dengan anak-anaknya, merupakan basis yang sangat ampuh bagi pertumbuhan dan perkembangan psikis serta nilai-nilai sosial dan religius pada diri anak didik
Zakiah Darajad mengatakan, pada umumnya pendidikan dalam rumah tangga bukan berpangkal tolak dari kesadaran dan pengertian yang lahir dari pengetahuan mendidik, melainkan karena secara kodrati suasana dan strukturnya memberikan kemungkinan alami membangun situasi pendidikan. Situasi pendidikan ini terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak didik
Secara sosiologis keluarga merupakan bagian dari masyarakat, dalam hal ini peran keluarga sangat penting terutama dalam pembentukan perkembangan diri anak, khususnya orang tua mempunyai pengaruh yang sangat besar di mana ia berperan sebagai pendidik pertama dan utama. Untuk itu diharapkan orang tua harus mampu mendidik anak-anaknya, dan keberhasilan anak dalam masa depannya tergantung dari bagaimana cara orang tua memberikan pendidikan.
Keluarga adalah sebagai persekutuan hidup terkecil dari masyarakat dan negara luas. Pangkal ketentraman dan kedamaian hidup adalah terletak dalam keluarga.
Keluarga merupakan salah satu pendidik yang memiliki arti penting bagi proses pendidikan anak. Makna tersebut yaitu:
a. Keluarga merupakan wadah pertama dan utama, anak diukir kepribadiannya, menemukan "aku" nya, mengenal kata-kata, tata nilai dan norma kehidupan, berkomunikasi dengan orang lain dan sebagainya, yang kesemuanya dimulai dari keluarga.
b. Dalam keluarga terdapat hubungan emosional yang kuat dan erat antar anggota keluarga, pendidikan berlangsung sepanjang waktu dan merupakan peletak pondasi pertama dalam membentuk kepribadian anak
Mengingat pentingnya keluarga yang demikian itu, maka Islam memandang keluarga bukan hanya persekutuan terkecil saja, tetapi lebih dari itu sebagai lembaga hidup manusia yang dapat memberi kemungkinan celaka dan bahagianya anggota keluarga tersebut baik di dunia maupun akherat.
Dilihat dari ajaran Islam, anak adalah amanat Allah. Dan amanah itu wajib di pertanggungjawabkan. Secara umum tanggung jawab itu adalah kewajiban orang tua untuk menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anaknya dalam keluarga.
Peran keluarga bagi anak sangatlah besar, dan orang tua punya tanggung jawab untuk menuntun dan mengembangkan pribadi serta rasa kemasyarakatan yang ada pada diri anak, seperti melakukan komunikasi
dan bergaul. Harmonisasi hubungan keluarga perlu dijaga agar anak merasa tentram dan damai dalam keluarga tersebut. Sebaliknya, jika terjadi disharmonisasi dalam keluarga, maka akan mempengaruhi jiwa anak dan menimbulkan keresahan batinnya. Sedangkan untuk menciptakan suasana yang baik adalah dengan menciptakan terwujudnya saling pengertian, saling menghargai, saling mempercayai dan saling menyayangi diantara seluruh anggota keluarga. Dengan demikian akan dapat dihindarkan dari berbagai masalah-masalah negatif yang akan mengganggu ketentraman keluarga tersebut.
Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan utama. Di dalam keluarga inilah pertama kali anak mendapatkan didikan dan bimbingan, karena sebagian besar pendidikannya banyak diterima dari lingkungan keluarga. Sehingga pendidikannya pun banyak diterima dari lingkungan keluarga tersebut.
Hal yang demikian adalah wajar, karena keluarga khususnya orang tua adalah orang yang paling dekat dan paling bersahabat, bahkan semenjak anak masih ada dalam kandungan mereka sudah menjalin kasih sayang secara batin yang merupakan landasan utama dalam proses pendidikan.
Kunci pendidikan dalam keluarga sebenarnya terletak pada pendidikan rohani dalam arti pendidikan kalbu, lebih tegas lagi pendidikan agama bagi anak. Karena pendidikan agamalah yang berperan besar dalam membentuk pandangan hidup seseorang sebagai penanaman nilai-nilai yang kelak mewarnai perkembangan hidup selanjutnya. Bahkan dapat di katakan bahwa pendidikan agama dalam keluarga merupakan kunci bagi pendidikan secara keseluruhan.
Pendidikan keluarga merupakan pendidikan yang sangat penting karena dalam keluargalah pendidikan dasar kepribadian akan dapat ditanamkan. Dan disini peran serta orang tua sangatlah dibutuhkan.
Mengingat pentingnya peranan orang tua dalam pendidikan keluarga, dimana semua pengetahuan dan pengalaman yang diterimanya (oleh anak) baik melalui penglihatan, pendengaran, ataupun tingkah laku yang berasal dari orang tua akan mempengaruhi dan mewarnai terhadap pembentukan pribadi anak, maka setiap kata, sikap dan tingkah laku orang tua merupakan cermin si anak dan akan mewarnai kahidupannya.
Demikian pula dalam penamanan kesetaraan gender dalam keluarga, orang tua adalah faktor terpenting yang dapat mempengaruhi pola pikir anak yang nantinya akan ia kembangkan dimasa-masa yang akan datang.
Dalam pendidikan gender, orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam mendidik dan mengarahkan anak-anaknya, karena apabila dalam satu keluarga tersebut terjadi bias gender maka hal ini akan sangat berpengaruh pada pola pikir anak-anaknya dimasa yang akan datang.
Ketidakadilan gender dalam keluarga sering kali termanifestasi dalam berbagai bentuk, diantaranya adalah marginalisasi (peminggiran) perempuan, subordinasi (penomorduaan) perempuan, stereotipe (pelabelan negatif) terhadap perempuan, kekerasan (violence) terhadap perempuan serta beban kerja lebih banyak dan panjang (doble burden). Dan anak akan
sangat peka terhadap reaksi sosial yang ditimbulkan oleh kedua orang tuanya tersebut.
Oleh karena itu apabila dalam keluarga sering kali terjadi ketidakadilan gender maka cara berfikir, bertindak dan berlaku seorang anak dalam kehudupan sehari-hari akan sangat dipengaruhi oleh kejadian- kejadian yang pernah dialaminya.
Bila pandangan orang tua tersebut adalah bias gender, maka anak- anak yang menjadikannya panutan, juga akan memiliki pandangan yang sama. Hal ini akan mengakibatkan ketidakadilan gender di keluarga dan masyarakat akan terus bertahan. Sebaliknya, bila orang tua memiliki pandangan tentang hubungan gender secara adil, maka peluang bagi terciptanya kesetaraan gender semakin terbuka, paling tidak dalam lingkup komunitasnya. Bagaimanapun orang tua mempunyai peranan yang sangat besar dalam merubah pola pikir anak dalam kesetaraan gender di keluarga dan masyarakat secara luas. Disinilah peran keluarga sebagai lembaga pendidikan berbasis gender dapat diterapkan secara maksimal dan keluarga juga punya peran penting untuk mewujudkan keadilan sosial, termasuk didalamnya adalah keadilan gender.
2. Keadilan dan kesetaraan antara anak laki-laki dan anak perempuan untuk mendapatkan pendidikan dalam keluarga.
Para pakar berpendapat, secara psikologi anak jiwanya sangat tajam, apa yang mereka terima sejak dini di dalam keluarganya akan tertanam dalam banak fikirannya. Keluarga dalam mendidik anak laki-laki dan perempuan umumnya diarahkan melalui mainan dan ketrampilannya, sehingga apa yang telah dibidangi oleh anak sejak kecil, seolah-olah itulah suatu tugas kewajiban bagi anak selanjutnya.
Di dalam mendidik anak, sering kali kita memisahkan antara lelaki dan perempuan, misalnya anak laki-laki tidak boleh masak memasak, atau seorang Ibu tidak pernah memperkenalkan kepada anak laki-laki sepaya labih tahu apa yang menjadi kebiasaan atau pekerjaan rumah, yang sering kali hanya dikerjakan oleh seorang Ibu.
Dan sebaliknya seorang Ayah dan seorang Ibu juga tidak pernah memperkenankan anak perempuan untuk mempunyai sikap yang sama sebagaiman yang menjadi tugas kebiasaan seorang anak laki-laki, misalnya seorang anak perempuan dilarang main mobil-mobilan, pesewat terbang, main layang-layang atau pistol-pistolan dan lain-lain.
Dengan pola-pola pendidikan yang dibentuk sejak anak masih balita, maka anak akan menyikapi bahwa apa yang tidak diperkenankan dan apa yang diperkenankan pada mereka maka anak kelak akan membatasi kegiatannya sesuai dengan apa yang mereka peroleh ketika masih aktif (kecil)
Hal ini menyebabkan anak perempuan terfokus pada pekerjaan domestik (dalam rumah tangga) sedangkan anak laki-laki pada pekerjaan publik (luar rumah). Apalagi soal pendidikan yang mengutamakan anak laki-laki dari pada anak perempuan (pada tingkat ekonomi keluarga yang lemah), karena "orang tua tidak dapat melakukan investasi dalam pendidikan anak perempuan mereka, karena tenaga anak perempuan dibutuhkan di rumah. Pola ini turut menetukan ketimpangan pendidikan anak perempuan dan laki-laki.
Berbuat adil dan bijaksana terhadap semua anak adalah wajib bagi orang tua. Ayah atau Ibu tidak boleh membeda-bedakan sikap terhadap anaknya.
Mengabaikan yang lebih lemah (fisik/kemampuan) dan memprioritaskan yang lebih kuat (fisik ataupun prestasi). Orang tua jangan memberi perhatian yang lebih terhadap yang satu dibanding yang lain, jangan pula mengasihi serta mencintai anaknya yang satu lebih dari yang lain.
Dan juga orang tua jangan membedakan anatara anak laki-laki dan anak perempuan. Anak laki-laki memang berbeda dengan anak perempuan, dan itu memang fitroh, Allah Swt. menciptakannya seperti itu. Mereka memang berbeda, tetapi bukan untuk dibeda-bedakan. Orang tua harus mendidik mereka secara sama untuk menjadi anak yang sholeh dan sholehah.
Perlakuan orang tua yang tidak adil terhadap anak-anaknya akan membawa dampak yang negatif dalam perkembangan jiwanya. Anak akan merekam perlakuan yang berbeda dari orang tua dengan perasaan tertekan, bahwa dia tidak lebih berharga dari saudaranya.
Pada dasarnya semua pekerjaan dan perbuatan yang mulia disisi Allah Swt. tidak ada perbedaan diantara lelaki dan perempuan. Oleh karenanya kepincangan yang tidak sejalan dengan apa yang dimaksud oleh Islam, maka mengakibatkan kepincangan dalam beragama dan keluarga.
Dintara keduanya dituntut oleh Allah Swt. dengan pengabdian dan tugas yang sama.
ُهْنَع ُالله َى ِض َر َرَمُع ِنْبا ِاللهِدْبَع ْنَع ٍراَنْيِد ِنْب ِالله ِدْبَع ْنَع ٌكِلاَم يِنَثَّدَح ُلْيِعَمْسِا اَنَثَّدَح
َّنَااَم
َلَع ُالله ىَّلَص ِالله َلوُس َر
.....ِهِتَّيِع َر ْنَع ٌلُؤْسَم ْمُكُّلُك وَ ٍعا َر ْمُكُّلُك َلاَا لاق َمَّلسو ِهْي Artinya : "Setiap kamu adalah pemimpin dan masing-masing akan dituntut dengan pertanggungjawabannya (diantara laki-laki dan perempuan) atas kepemimpinannya". (Hadits Bukhori dari Muslim r.a.)
Mengingat tugas yang sama maka kesetaraan bermula dari berbagai hal yang sekitarnya dapat dilakukan oleh masing-masing jenis, laki-laki dan perempuan. Berdasarkan Al Qur'an, Allah Swt. berfirman :
....ا ْوُف َراَعَتِل َلِئآَبَق َو اًب ْوُعُش ْمُكَنْلَعَج َو ىَثْنُأ َو ٍرَكَذ ْنِم ْمُكاَنْقَلَخ اَّنِإ ُساَّنلا اَهُّيآي Artinya : " Hai sekalian manusia sesungguhnya Aku telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan Aku jadikan kamu bersuku-suku berbangsa-bangsa supaya kalian saling mengenal...
Dari kata-kata supaya saling mengenal diantara laki-laki dan perempuan dan diantara kulit putih dan hitam, ayat dimaksud adalah supaya memahami diantara hak-hak dari tugas yang menjadi kewajiban diantara kedua jenis itu, diantara keduanya saling mengisi kekurangan dan membantu kekurangan dari masing-masing pihak.
## KESIMPULAN
Kewajiban mendidik anak bagi orang tua adalah suatu hal yang wajib untuk dilaksanakan. Karena mereka menganggap bahwa anak adalah tanggung jawab yang diamanahkan oleh Allah untuk diberi pendidikan dan pengajaran. Menurut mereka yang berhak atau yang berkewajiban dalam mendidik anak-anaknya adalah kedua orang tua. Mereka juga berpendapat bahwa Anak adalah titipan Allah untuk Ibu dan Bapaknya, maka keduanya yang bertanggungjawab penuh atas pendidikan-pendidikan yang ditanamkan kepada putra-putrinya. Keteladanan yang harus diberikan oleh kedua orang tua, mereka berbendapat bahwa orang tua harus bisa menjadi contoh serta panutan bagi putra-putrinya dalam hal ini menurut mereka peran ayah serta ibu untuk menjadi teladan bagi
anak-anaknya sangatlah besar, karena ayah dan ibu adalah sosok model yang akan selalu ditiru dan dijadikan rujukan bagi putra-putrinya dalam menghadapi kehidupannya.
## REFERENSI
Astuti, P., Mulawarman, W. G., & Rokhmansyah, A. (2018). Ketidakadilan gender terhadap tokoh perempuan dalam novel Genduk karya Sundari Mardjuki: Kajian kritik sastra feminisme. Ilmu Budaya: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni dan Budaya , 2 (2), 105-114.
Dewi, R. (2020). Kedudukan perempuan dalam islam dan problem ketidakadilan gender. NOURA: Jurnal Kajian Gender , 4 (1).
Daud, F. (2012). Pengaruh kecerdasan emosional (EQ) dan motivasi belajar terhadap hasil belajar Biologi siswa SMA 3 Negeri Kota Palopo. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran (JPP) , 19 (2), 243-255. Hamim, Toha. 2000. Peran dan Pengaruh Lingkungan Dalam Memahami Hak dan Kewajiban Suami-Istri. Makalah Pada Seminar Nasional" Bedah Kitab Uqud al-Lujjain"di PP Putri Al-Lathifiyah II BU Tambakberas Jombang
Hanbal, Ahmad bin. Musnat Ahmad bin Hanbal. Juz 4. Indrakusuma, Amir Danien. 1973. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: FIP IKIP Malang. Usaha Nasional
Jawad, Dr.Haifaa A.. 2002. Perlawanan Wanita Sebuah Pendekatan Otentik Religius . Malang: Cendekia Paramulya Mutholi'in, Ahmad 2001. Bias Gender Dalam Pendidikan. Jakarta: Paramadina Muwafiq, A. (2010). Perancangan buku cerita bergambar bilingual (Indonesia-Inggris) yang dilengkapi dengan seni melipat kertas berjudul" Si Pitung Yang Budiman" untuk anak-anak (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Malang).
Maemunah, S. E. (2023). Peranan Keluarga Dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini Di Kp. Pasir Bengkok. E-JURNAL AKSIOMA AL-ASAS , 4 (2). Muhdar, H. M. (2013). Pendidikan Karakter Menuju SDM Paripurna. Al-Ulum , 13 (1),
103-128.
Pornomo, Marlinda Irwanti. 2002. Keluarga Awal Kesetaraan dan Kemitraan lelaki &Perempuan. Banda Aceh: Biro Pemberdayaan Perempuan SETDAPROV Nanggro Aceh Darussalam
Rokhimah, S. (2014). Patriarkhisme dan ketidakadilan gender. Muwazah , 6 (1). Rusydiyah, E. F. (2016). Pendidikan Islam dan kesetaraan gender: konsepsi sosial tentang keadilan berpendidikan dalam keluarga. Jurnal Pendidikan Agama Islam ,
4 (1), 20-43.
Qomariah, D. N. (2019). Persepsi Masyarakat Mengenai Kesetaraan Gender Dalam Keluarga. Jendela PLS: Jurnal Cendekiawan Ilmiah Pendidikan Luar Sekolah , 4 (2), 52- 58.
Sari, S. Y. (2019). Eksistensi keluarga dalam pembentukan karakter anak usia dini. Primary Education Journal (Pej) , 3 (1).
Siahaan, R. F. (2013). Keluarga Merupakan Pendidikan Awal Bagi Anak. Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera , 11 (2).
Utari, N. K. S., & Ketut, N. (2006). Mengikis Ketidakadilan Gender Dalam Adat Bali. Makalah. Disajikan (untuk urun pendapat) dalam Temu Ilmiah II Asosiasi Pengajar dan Peminat Hukum Berspektif Gender se Indonesia (APPHGI). Tgl , 18-20.
Vinayastri, A. (2015). Pengaruh pola asuh (parenting) orang-tua terhadap perkembangan otak anak usia dini. Jurnal Ilmiah WIDYA , 3 (1), 33-42.
Zakariya, A. (2018). Pendidikan karakter dalam perspektif islam dan sumber daya manusia profesional. Al-Falah: Jurnal Ilmiah Keislaman dan Kemasyarakatan , 18 (1),
1-29.
Zuhri, S., & Amalia, D. (2022). Ketidakadilan gender dan budaya patriarki di kehidupan masyarakat Indonesia. Murabbi , 5 (1).
Copyright Holder : © Mulyono & Luluk Maktumah (2023).
First Publication Right : © Attractive : Innovative Education Journal
This article is under:
|
e2005750-4079-4295-956f-1deff4eb2cd6 | https://jartel.polinema.ac.id/index.php/jartel/article/download/251/169 |
## Rancang Bangun Sistem Kendali Penyiram Tanaman Jalan Berbasis Kelembaban
Hardi Putra Atyasa 1 , Nugroho Suharto 2 , Azam Muzakhim Imammuddin 3
1,2,3 Program Studi Jaringan Telekomunikasi Digital, Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Malang, Indonesia
1 putraatyasa97@gmail.com, 2 nugroho.suharto@polinema.ac.id, 3 azam@polinema.ac.id
Abstract — Due to the length of the plant area on the road, usually many plants wither or are damaged due to uncontrolled watering. Watering staff on the street usually water the plants periodically. Watering the road plants sometimes causes small congestion and there are parts of the plants that are not watered because it is done manually. The purpose of this research is to create a design of road plant watering control system moisture-based using a soil moisture sensor, nodeMCU, relay module, voltage regulator, and dynamo sprayer. The results of the performance of this device are influenced by the time of the watering schedule and the soil moisture content of the plants. The results of the design and testing of the tool obtained an automatic plant watering system design and can monitor plant soil moisture with the Thingspeak platform via a web browser. Watering will be done automatically when the time of the watering schedule is entered and the soil moisture is dry. The results of the soil sensor readings on soil moisture form an ADC value range of 500 - 900 when the sensor is wet, while 901 - 1023 when the sensor is dry. The delay value for sending data from the soil moisture monitoring system is 0.473 ms at node 1, 0.433 ms at node 2, and 0.245 at node 3. Where the delay value for each node is categorized as good (0 - 150 ms) according to ITUT standards.
Keywords — Street Plants, Sensor Soil Moisture, nodeMCU, dynamo sprayer
Abstrak — Karena panjangnya lahan tanaman di jalan biasanya banyak tanaman yang layu atau rusak karena tidak terkontrol penyiramannya. Petugas penyiram tanaman di jalan biasanya menyiram tanaman tersebut secara berkala. Penyiraman tanaman jalan kadang menimbulkan kemacetan kecil dan ada bagian tanaman yang tidak tersiram karena dilakukan secara manual. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat rancang bangun sistem kendali penyiram tanaman jalan berbasis kelembaban menggunakan sensor soil moisture, nodeMCU, modul relay, regulator voltage, dan dynamo sprayer. Hasil kinerja perangkat ini berpengaruh dari waktu jadwal penyiraman dan kadar kelembaban tanah pada tanaman. Hasil Perancangan dan pengujian alat diperoleh rancangan sistem penyiram tanaman secara otomatis dan dapat memonitor kelembaban tanah tanaman dengan platform thingspeak melalui web browser. Penyiraman akan dilakukan otomatis saat masuk waktu jadwal penyiraman dan kelembaban tanah kering. Hasil pembacaan sensor soil terhadap kelembaban tanah berupa range nilai ADC sebesar 500 – 900 saat kondisi sensor basah sedangkan 901 - 1023 saat sensor dalam keadaan kering. Nilai delay pengiriman data hasil sistem monitoring kelembaban tanah sebesar 0.473 ms pada node 1, 0.433 ms pada node 2, dan 0.245 pada node 3. Dimana nilai delay tiap node tersebut dikategorikan baik (0 – 150 ms) sesuai standar ITUT.
Kata kunci— Tanaman Jalan, Sensor Soil Moisture, nodeMCU, dynamo sprayer
## I. PENDAHULUAN
Tanaman jalan merupakan sektor penting bagi masyarakat. Selain untuk memperindah, tanaman juga berfungsi untuk sumber kehidupan manusia. Tanaman dijalan dapat berfungsi sebagai pelindung dari panas, penghasil oksigen dan lain – lain. Adanya tanaman jalan perumahan dapat mengurangi dampak pemanasan global [1].
Namun terdapat kendala dalam penyiraman tanaman tersebut[2]. Karena panjangnya lahan tanaman di jalan biasanya banyak tanaman yang layu atau rusak karena tidak terkontrol penyiramannya[3]. Karena faktor cuaca yang tidak menentu menyebabkan kelembaban tanah tanaman kering dan tanaman akan rusak[4-7]. Petugas penyiram tanaman jalan biasanya menyiram tanaman tersebut secara berkala. Dalam proses penyiraman terkadang juga menyebabkan kemacetan karena truk penyiram tanaman yang ukurannya besar sehingga jalan tertutupi. Penyiraman biasanya memakan waktu dan kurang efisien [8-9]. Oleh karena itu dibutuhkan sistem
penyiraman otomatis dan sensor kelembapan tanah untuk memonitor keadaan tanah tanaman.
Maka dari itu pada penelitian ini akan dibahas tentang pembuatan “Rancang Bangun Sistem Kendali Penyiram Tanaman Jalan Berbasis Kelembaban“. Dalam sistem dibutuhkan 3 node sensor yang bersifat statis (tidak bergerak). Tiap node memiliki sensor soil yang dapat mengetahui kelembaban tanah didasarkan dari kadar air yang ada dalam tanah tersebut. Sensor soil dihubungkan ke mikrokontroler yaitu nodeMCU [8]. Mikrokontroler nodeMCU berfungsi sebagai otak pada tiap node [5][10] yang akan menjalankan perintah penyiraman tanaman secara otomatis pada waktu yang ditentukan dan kadar kelembapan tanaman kering. NodeMCU juga bertugas mengirimkan data kelembapan tanah ke server platform thingspeak. Data kadar kelembapan tanah nanti dapat diakses pada tampilan web melalui platform thingspeak, serta dilakukan pengujian sensor [11] dan QoS untuk mengetahui performa sistem [12-13].
## II. METODE
## A. Blok Diagram Sistem
## Gambar 1. Blok diagram sistem
Pada Gambar 1 merupakan blok diagram keseluruhan penelitian yang akan dilakukan. Input data berasal dari sensor soil yang digunakan untuk mengetahui kadar kelembaban tanah. Langkah pertama adalah merancang node – node yang dibutuhkan untuk mengetahui kelembaban tanah pada lahan tanaman. Node yang dibutuhkan untuk sistem monitoring ada 3. Setiap node memiliki beberapa komponen yaitu sensor soil, nodeMCU, dan dinamo sprayer DC. Sensor soil terhubung ke nodeMCU untuk memproses hasil data kelembaban tanah. NodeMCU terhubung secara wireless ke access point agar bisa terhubung ke jaringan internet dan dapat ditampilkan dalam web. NodeMCU juga melakukan perintah otomatis penyiraman tanaman pada waktu yang sudah ditentukan dan jika kadar kelembaban tanah kering. Langkah kedua adalah membangun sistem seperti pada gambar 1 dan mengkonfigurasi masing – masing node agar bisa terhubung ke internet dan dapat mengupload ke server platform thingspeak.
## B. Algoritma Alur Kerja Sistem Keseluruhan
## Gambar 2. Wiring diagram
Pada Gambar 2 adalah hasil wiring diagram keseluruhan rangkaian secara umum. NodeMCU sebagai mikrokontroler terhubung dengan sensor soil untuk membaca input dan memproses hasil inputan. NodeMCU terhubung dengan relay yang akan aktif dengan kondisi tertentu dan akan mengaktifkan dinamo sprayer.
## Gambar 3. Flowchart algoritma sistem keseluruhan
Gambar 3 menunjukkan flowchart keseluruhan sistem. Yang pertama yaitu meletakkan sensor soil pada tanah dekat tanaman, kemudian sensor soil akan menerima input kadar kelembaban tanah dan nilai tersebut akan dibaca oleh mikrokontroler nodeMCU. Jika sudah masuk waktu penyiraman tanaman yang telah ditentukan, maka akan dilakukan penyiraman saat status kelembaban tanah kering. Sedangkan saat status kelembaban tanah basah tidak dilakukan penyiraman. Setelah melakukan proses pembacaan nilai input, data kelembaban tanah akan diupload ke thingspeak secara realtime agar bisa ditampilkan pada web browser.
## III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Perancangan Hardware
Gambar 4 Hasil implementasi rangkaian keseluruhan
Gambar 4 menunjukkan hasil keseluruhan bagian mekanik penyiram tanaman dan juga bagian node sensor tiap node. Terdapat 3 node yaitu node 1, node 2, dan node 3 yang dipasang di tiga titik tanaman untuk memonitor kadar kelembaban tanah. Bagian mekanik penyiraman berfungsi melakukan penyiraman tanaman.
Bagian node berfungsi sebagai mikrokontroler dan pengirim data ke server dapat dilihat seperti gambari berikut:
## Gambar 5 Node sensor
Gambar 5 menunjukkan rangkaian mikrokontroler pada tiap node. Pada rangkaian terdapat mikrokontroler nodeMCU ESP8266 yang dihubungkan dengan sensor soil moisture, modul regulator, dan modul relay untuk menyalakan dynamo sprayer. Node yang dipasang di tiap titik dapat kita monitor kadar kelembaban tanahnya dengan mengakses platform thingspeak dengan web browser.
## B. Hasil Perancangan Software Monitoring
Gambar 6 merupakan tampilan monitoring pada platform thingspeak. Setelah melakukan login ke thingspeak akan langsung ditampilkan grafik perubahan kadar kelembaban tanah dan juga persentase kelembaban tanah secara realtime. Persentase didapat dari range nilai data analog atau ADC (0 – 1023) yang jika kering tegangan output akan menurun sedangkan jika basah tegangan output akan naik. Didapatkan range nilai 500 – 900 (dalam ADC) adalah saat kondisi sensor basah, sedangkan nilai 901 - 1023 (dalam ADC) adalah saat sensor dalam keadaan kering.
## C. Pengujian Karakteristik Sensor
Pengujian karakteristik sensor dilakukan untuk mengetahui apakah sensor berjalan dengan baik dan hasil yang dibaca oleh sensor sesuai dengan hasil tampilan monitoring.
Dari hasil yang didapat pada table 1 menunjukkan bahwa nilai data analog dan nilai yang ditampilkan pada tampilan monitoring sesuai .
Gambar 6 Gambar tampilan monitoring thingspeak
T ABEL I
P ENGUJIAN KARAKTERISTIK SENSOR
Kondisi Tanah Nilai Data Analog Sensor Nilai Tampilan Monitoring Node 1 Node 2 Node 3 Node 1 Node 2 Node 3 Kering 1023 1023 1003 1023 1023 1003 1000 1004 1000 1000 1004 1000 1020 1023 990 1020 1023 990 1023 1000 1000 1023 1000 1000 1023 1000 1023 1023 1000 1023 Basah / Lembab 600 580 500 600 580 500 700 600 590 700 600 590 500 630 700 500 630 700 560 670 730 560 670 730 800 790 860 800 790 860 D. Pengujian Penyiraman Berdasarkan Waktu dan
Kelembaban Tanah
Pengujian penyiraman dilakukan untuk mengetahui keakurasian reaksi relay terhadap inputan dari sensor soil dan perintah waktu penyiraman.
T ABEL II P ENGUJIAN N ODE 1 Keterangan Waktu Nilai Data Analog kelembaban Status Kelembaban Status Relay Diluar waktu yang ditentukan 1023 Kering High (tidak menyiram) 1020 Kering High (tidak menyiram) 1000 Kering High (tidak menyiram)
Keterangan Waktu Nilai Data Analog kelembaban Status Kelembaban Status Relay 600 Basah High (tidak menyiram) 700 Basah High (tidak menyiram) 880 Basah High (tidak menyiram) Dalam waktu yang ditentukan 1020 Kering Low (menyiram) 1022 Kering Low (menyiram) 1023 Kering Low (menyiram) 500 Basah High (tidak menyiram) 559 Basah High (tidak menyiram) 800 Basah High (tidak menyiram)
Seperti yang ada pada tabel 2 pengujian node 1, relay akan berstatus high (tidak melakukan penyiraman) jika belum memasuki waktu yang ditentukan atau kadar kelembaban tanah berkategori basah. Sedangkan saat berkategori kering dan memasuki waktu yang ditentukan relay akan berstatus low (melakukan penyiraman).
## E. Pengujian Delay
Pengujian Quality of Service (QoS) bertujuan untuk mengetahui performansi sistem dengan mengukur parameter yaitu delay . Pengujian dilakukan menggunakan koneksi jaringan wifi yang terhubung pada internet. Untuk software yang digunakan adalah wireshark. Pengujian dilakukan untuk mengetahui delay yang terjadi saat pengunggahan data ke server thingspeak.
Hasil pengujian Delay didapatkan seperti berikut:
Gambar 7. Hasil delay node 1
Dari hasil delay yang didapatkan menunjukkan delay sebesar 0.473 ms yang berarti lactency yang terjadi tidak buruk atau koneksi tergolong bagus.
Gambar 8. Hasil delay node 2
Dari hasil delay yang didapatkan menunjukkan delay sebesar 0.443 ms yang berarti lactency yang terjadi tidak buruk atau koneksi tergolong bagus.
Gambar 9 Hasil delay node 3
Dari hasil delay yang didapatkan menunjukkan delay sebesar 0.245 ms yang berarti lactency yang terjadi tidak buruk atau koneksi tergolong bagus.
## IV. KESIMPULAN
Setelah dilakukan pengujian dan analisa terhadap sistem yang telah dibuat maka dapat disimpulkan bahwa: Penyiraman tanaman jalan secara manual dilakukan setiap hari pada jam yang dijadwalkan menggunakan truk air. Maka dari itu alat penyiraman melakukan penyiraman setiap hari pada jam tertentu dan untuk menghemat air penyiraman dilakukan jika kondisi tanah tanaman tidak membutuhkan untuk disiram. Penyiraman dilakukan secara otomatis pada saat jadwal penyiraman yang ditentukan dan juga dengan memanfaatkan pembacaan sensor soil terhadap kelembaban tanah berupa range nilai ADC. Tidak akan dilakukan penyiraman jika sensor membaca nilai ADC sebesar 500 – 900 saat kondisi sensor basah sedangkan saat terbaca nilai ADC 901 - 1023 dimana sensor dalam keadaan kering akan dilakukan penyiraman. Pentransmisian data dari tiap node ke server melalui access point terlebih dahulu dengan jarak jangkau maksimal dari node ke access point adalah 30 meter. Setelah itu access point akan meneruskan ke server thingspeak sehingga data bisa ditampilkan pada tampilan web.
## REFERENSI
[1] A. F. Zulkarnain and M. R. Alfarisi, “Sistem Monitoring Tanaman Berbasis Internet of Things IBM Bluemix,” ISU Teknol. STT MANDALA , vol. 14, no. 1, pp. 100–106, 2019.
[2] W. P. Putra, E. Ismantohadi, M. Qomarrudin, T. Informatika, P. Negeri, and I. Pendahuluan, “Sistem Monitoring Tanaman Hortikultura Pertanian,” J. Teknol. dan Inf. UNIKOM , vol. 9, no. 1, pp. 45–54, 2019.
[3] E. Z. Kafia, E. K. Allo, and D. J. Mamahit, “Rancang Bangun Penyiram Tanaman Berbasis Arduino Uno Menggunakan Sensor Kelembaban YL-39 Dan YL- 69,” J. Tek. Elektro dan Komput. , vol. 7, no. 3, 2018.
[4] G. sari merliana, “Rancang Bangun Alat Penyiram Tanaman Otomatis Menggunakan Sensor Kelembaban Tanah,” J. Electr. Technol. , vol. 3, no. 1, pp. 13–17, 2018.
[5] D. Permatasari, M. Kusumawardani, and N. Suharto, “PENERAPAN AODV ( AD HOC ON DEMAND DISTANCE VECTOR ) ROUTING PROTOCOL DI ARDUINO UNO SEBAGAI TRANSFER DATA PADA LAHAN PERKEBUNAN,” J. JARTEL , vol. 9, pp. 525–531, 2019.
[6] N. Dwi, “Evaluasi Pemilihan Jenis dan Penataan Tanaman Median Jalan Kota Malang,” J. Produksi Tanam. , vol. 3, no. 4, pp. 269–277, 2015.
[7] Rasudin, “Quality of Services (Qos) Pada Jaringan Internet Dengan Metode Hierarchy Token Bucket,” J. Penelit. Tek. Inform. Univ. Malikussaleh , vol. 4, no. 1, pp. 210–223, 2014.
[8] R. P. Nur Laili, F. A. S. A. Soelistianto, N. Zakaria, and N. Hidayati, “Monitoring Kekenyalan Tahu
Kedelai dengan Sensor Kapasitif Menggunakan
Mikrokontroller Berbasis Android,” E-JOINT (Electronica Electr. J. Innov. Technol. , vol. 2, no. 1, pp. 35–42, 2021, doi: 10.35970/e-joint.v2i1.752.
[9] U. P. Sari, “Platform Thingspeak,” Univ. Sriwij. , 2016, [Online].
Available: http://edocs.ilkom.unsri.ac.id/474/1/09011181320003
_Ulan Purnama Sari_TASK2.pdf. [10] Binus, “QoS (Quality of Services).” https://onlinelearning.binus.ac.id/computer-
science/post/qos-quality-of-services.
[11] Y. Imanniarti, “Design of Post Operation Recovery Room Control System Based on Wireless Sensor Network”, Jaringan Telekomunikasi, vol. 8, no. 1, pp. 32-40, Mar. 2019.
[12] N. Hidayati and Suwadi, “Analisis Kinerja TCP/IP untuk Jaringan Nirkabel Bergerak 3G di Surabaya,” J.
Tek. ITS , vol. 5, no. 2, pp. A941–A945, 2016.
[13] D. Priadi, “Measurement of Quality of Service (QoS) in File Sharing Applications with the Android-Based Client Server Method”, Jaringan Telekomunikasi, vol.
6, no. 1, pp. 39-49, May 2018.
|
25b8cb74-512c-49b4-ba63-f45aff3a4439 | http://thejournalish.com/ojs/index.php/thejournalish/article/download/220/159 |
## TheJournalish: Social and Government
http://thejournalish.com/ojs/index.php/thejournalish/index Volume 2 Nomor 3 Oktober 2021: TheJournalish Hal. 089-101
Komunikasi Efektif Kepada Badan Lingkungan Hidup Kebersihan dan Pertamanan (BLHKP) dalam Mewujudkan Kebersihan Kabupaten Bener
Meriah
## Suknah
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gajah Putih Email : suknah15@gmail.com
## ABSTRAK
Kebersihan merupakan salah satu “kebutuhan” manusia. Melalui hidup bersih, masyarakat dapat terhindar dari berbagai macam penyakit, terutama yang disebabkan oleh bakteri. Dengan hidup bersih juga lingkungan bebas dari polusi, baik polusi tanah, air, dan udara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komunikasi efektif BLHKP dalam mewujudkan kebersihan di Kabuoaten Bener Meriah serta untuk mengetahui penghambat dan pendukung komunikasi efektif Badan BLHKP dalam mewujudkan kebersihan di Kabupaten Bener Meriah.Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Menurut Dezin dan Lincoln dalam Lexy menyatakan bahwa “Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Hasil penelitian enunjukkan bahwa komunikasi efektif adalah keterampilan mendengarkan dan bertanya. Dalam mewujudkan kebersihan, kepala BLHKP telah berupaya menggunakan komunikasi yang efektif. Komunikasi efektif yang dilakukan berupa melalui bantuan media, sedangkan melalui tatap muka, masih sangat jarang dilakukan karena kepala BLHKP memiliki urusan dan kesibukan tersendiri. Meskipun tatap muka merupakan komunikasi yang lebih efektif, kemudian penghamabat komunikasi efektif adalah minimnya kesadaran masyarakat tentang menjaga kebersihan lingkungan. Kurangnya kesadaran ini akan berdampak negatif dalam menjalankan komunikasi yang efektif, dimana komunikasi efektif ini bertujuan, bagaiman caranya pesan dapat disampaiakan. Sebab komunikasi efektif akan berhasil apabila terdapat respon positif dari kedua belah pihak.
Kata Kunci : Komunikasi Efektif; Badan Lingkungan Hidup; Pertamanan.
## ABSTRACT
Cleanliness is one of the "needs" of humans. Through clean living, people can avoid various kinds of diseases, especially those caused by bacteria. By living clean, the environment is also free from pollution, both soil, water and air pollution. This study aims to determine the effective communication of BLHKP in realizing cleanliness in Bener Meriah Regency and to find out the barriers and supporters of BLHKP's effective communication in realizing cleanliness in Bener Meriah Regency. This study uses qualitative research. According to Dezin and Lincoln in Lexy stated that "Qualitative research is research that uses a natural setting, with the intention of interpreting phenomena that occur and is carried out by involving various existing methods. The results of the study show that effective communication is the skill of listening and asking questions. In realizing cleanliness, the head of BLHKP has tried to use effective communication. Effective communication is carried out in the form of media assistance, while face-to-face communication is still very rarely done because the head of the BLHKP has his own business and busyness. Although face-to-face is more effective communication, then the barrier to effective communication is the lack of public awareness about keeping the environment clean. This lack of awareness will have a negative impact on carrying out effective communication, where effective communication is aimed at, how the message can be conveyed. Because effective communication will be successful if there is a positive response from both parties.
Keywords : Effective Communication; Environmental agency; Gardening.
Informasi Artikel: Disubmit: 27-09-2021; Direvisi 5-10-2021; Disetujui: 20-10-2021
## PENDAHULUAN
Kebersihan merupakan salah satu “kebutuhan” manusia. Melalui hidup bersih, masyarakat dapat terhindar dari berbagai macam penyakit, terutama yang disebabkan oleh bakteri. Dengan hidup bersih juga lingkungan bebas dari polusi, baik polusi tanah, air, dan udara. Menjaga kebersihan merupakan anjuran pemerintah, bangsa, negara, terutama agama. Agama Islam sangat menganjurkan menjaga kebersihan, sehingga mengatakan bahwa “Kebersihan adalah sebahagian dari Iman”. Membiasakan menjaga kebersihan harus dimulai dari diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Namun tidak semua masyarakat menyadari bahwa pentingnya menjaga kebersihan sehingga diperlukan bimbingan, arahan dari pemerintah. Pemerintah memerlukan komunikasi efektif, sebab melalui komunikasi efektif tersebut akan mempermudah dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat.
Bimbingan, anjuran maupun arahan dari pemerintah, dapat dilakukan salah satunya melalui komunikasi efektif dengan tujuan informasi dapat diterima oleh masyarakat sesuai yang diharapkan. Menurut H.A.W Widjaja dalam bukunya yang berjudul “ Hubungan Masyarakat ”, mengatakan bahwa komunikasi terdiri dari, komunikator, pesan yang hendak dikomunikasikan, saluran komunikasi, metode komunikasi, komunikatee, dan lingkungan komunikasi (P. Siagian, 2003:122). Komunikasi yang efektif atau dalam bahasa lain sering pula disebut diplomasi, perlu dilakukan untuk dapat membangun sebuah kesamaan keinginan dari sebuah informasi yang disajikan. Sehingga tujuan yang ingin diraih dapat dilakukan secara bersama-sama.
Keterampilan yang harus dimiliki dalam melakukan komunikasi efektif adalah keterampilan mendengarkan dan bertanya. Dalam proses berkomunikasi, seseorang mampu mendengarkan dan memahaminya dengan baik. Kemudian mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang saling memiliki keterkaitan dan mengarah pada suatu solusi atau ketenangan untuk masing-masing pihak. Sehingga tujuan utama dalam komunikasi yang efektif adalah sebuah ‘ win-win’ solution . Artinya adanya proses umpan balik dalam menyampaikan pesan, baik antara penerima maupun pemberi pesan dn sebaliknya.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah komunikasi efektif Kepala BLHKP dalam mewujudkan kebersihan di Kabupaten Bener Meriah? dan Apakah kendala komunikasi efektif Kepala BLHKP dalam mewujudkan kebersihan di Kabupaten Bener Meriah BLHKP dalam mewujudkan kebersihan kepada masyarakat.
## Komunikasi
Komunikasi, merupakan kebutuhan mutlak bagi manusia, tanpa komunikasi, manusia tidak dapat menyampaikan suatu angan-angan, keinginan, harapan maupun cita-cita. Sebab komunikasi merupakan sebuah sarana dalam menyampaikan pesan. Menurut Soehardi Prodjosapoetra dalam bukunya yang berjudul “ Komunikasi Arti dan Peranan dalam Fungsi Kepemimpinan”, mengatakan bahwa pengertian “Komunikasi” atau “ communication ” berasal dari bahasa Latin “ Communis ” atau dalam bahasa Inggrisnya common , berarti sama” (Prodjosapoetra, 2003:13).
William Albig dalam Soehardi menyebutkan komunikasi adalah “Sebuah proses kemasyarakatan yang fundamental agar dimana maksud-maksud yang disampaikan dengan tidak dapat tiada mempengaruhi semua proses-proses kemasyarakatan lainnya” (Onong Uchajana Efendy, 2008:32).
Menurut Onong Uchjana Efendy, dalam bukunya yang berjudul, Hubungan Masyarakat Suatu Studi Komunikasi, ditinjau dari hubungan antara individu dalam kehidupan masyarakat, komunikasi mempunyai dua pengertian secara paradigmatik dan nonparadigmatik.
a. Komunikasi dalam pengertian paradigmatik
“Paradigma” berarti pola yang meliputi jumlah komponen yang berkorelasi satu sama lain secara fungsional untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi, komunikasi paradigmatik adalah komunikasi yang berlangsung menurut suatu pola dan mempunyai tujuan tertentu. Ceramah, kuliah, dakwah, negosiasi, diplomasi, adalah komunikasi paradigmatik (Efendy, 2006:52).
b. Komunikasi dalam pengertian nonparadigmatik Istilah “nonparadigmatik” (menurut ahli bahasa, “nir” adalah terjemahan dari bahasa asing “non”) mengandung makna tidak paradigmatik. Jadi, komunikasi dalam dalam pengertian nonparadigmatik komunikasi yang tidak berdasarkan pola dan tidak mengandung tujuan terentu (Efendy, 2006:53).
Berdasarkan hal di atas dapat didefinisikan bahwa komunikasi adalah sebuah proses kemasyarakatan yang fundamental agar dimana maksud-maksud yang disampaikan dengan tidak dapat tidak mempengaruhi semua proses-proses kemasyarakatan lainnya, dan komunikasi dapat berupa paradikmatik dan non paradikmatik.
## Proses Komunikasi
Komunikasi dapat berlangsung menggunakan media dan tanpa media. Secara teknis proses komunikasi melibatkan:
a. Komunikator,
b. Pesan yang hendak dikomunikasikan,
c. Saluran komunikasi, metode komunikasi,
d. Komunikatee, dan
e. Lingkungan komunikasi (P. Siagian, 1986:122).
Secara teoritis hal demikian dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Proses komunikasi secara primer Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian paduan pikiran dan perasaan seseorang secara langsung kepada orang lain dengan menggunakan lambang. Lambang menjadi media untuk menyalurkan pikiran dan pesan. Dalam kehidupan sehari-hari terdapat sejumlah lambang yang dipergunakan orang untuk berkomunikasi, yang diklasifikasikan sebagai lambang verbal dan lambang nonverbal.
1) Komunikasi verbal
Bahasa merupakan lambang verbal yang terdiri atas kata-kata yang paling banyak dipergunakan dalam komunikasi, karena bahasa mampu menyatakan pikiran dan perasaan seseorang kepada orang lain mengenai hal kongkret maupun abstrak.
2) Komunikasi non verbal
Beberapa lambang-lambang yang digunakan dalam komunikasi non verbal adalah:
a) Kial
Kial (bahasa tubuh), merupakan terjemahan dari gesture adalah isyarat dengan anggota tubuh, misalnya dengan menggerakkan tangan, kepala, mata bibir dan lain sebagainya.
b) Gambar
Gambar adalah lambang lain yang dapat dipergunakan sebagai media komunikasi primer. Melalui gambar seseorang dapat menyatakan pikiran dan perasaannya kepada orang lain.
c) Warna
Warna dapat pula menjadi lambang dalam fungsinya sebagai media komunikasi, baik warna tunggal maupun terkombinasi. Pada situasi tertentu, warna sebagai media komunikasi dapat lebih efektif daripada lambang-lambang lainnya (Efendy, 2006:55- 59).
b. Komunikasi tatap muka sebagai komunikasi primer Komunikasi secara primer berlangsung secara tatap muka, saling menatap atau saling melihat antara komunikator dan komunikan sebagai pelaku komunikasi. Karena itu komunikasi seperti ini dinamakan komunikasi tatap muka ( face-to-face comunication ). Komunikasi tatap muka berlangsung dalam dua jenis situasi, yakni komunikasi antar persona dan komunikasi kelompok.
1) Komunikasi interpersonal
Komunikasi antar persona atau komunikasi antar pribadi adalah proses penyampaian paduan pikiran dan perasaan oleh seseorang kepada seseorang lainnya agar mengetahui, mengerti, atau melakukan kegiatan tertentu.
2) Komunikasi kelompok
Komunikasi kelompok adalah proses penyampaian paduan pikiran dan perasaan kepada sejumlah orang agar mereka mengetahui, mengerti, atau melakukan kegiatan tertentu. Berikut ini terdapat beberapa jenis komunikasi kelompok, yaitu:
a) Diskusi panel
Diskusi panel adalah komunikasi kelompok untuk memecahkan suatu masalah sosial yang dilakukan oleh sejumlah orang yang berbeda dalam keahliannya.
b) Forum
Forum dalam pengertian komunikasi kelompok adalah pertemuan untuk membahas suatu topik yang menyangkut kepentingan umum.
c) Simposium
Simposium adalah komunikasi kelompok yang melibatkan tiga sampai lima orang pembicara dengan spesialisasi pengetahuan yang berbeda, untuk membahas berbagai aspek dari suatu topik yang luas.
d) Seminar
Seminar adalah paduan simposium dengan diskusi panel yang diikuti oleh peserta yang lebih besar jumlahnya (Efendy, 2006:60-70).
c. Proses komunikasi sekunder
Proses komunikai sekunder adalah proses penyampaian paduan pikiran dan perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan suatu sarana sebagai media. Media sekunder atau media kedua sebagai salah satu unsur dari komunikasi tersebut, diklasifikasikan menjadi media massa dan media non massa.
1) Media massa
Media massa adalah sarana untuk menyalurkan pesan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada sejumlah orang banyak yang terpencar-pencar. Untuk memperoleh kejelasan mengenai komunikasi massa tersebut, berikut ini beberapa ciri-cirinya:
a) Proses komunikasi berlangsung satu arah.
b) Komunikator pada komunikasi massa bersifat melembaga.
c) Pesan komunikasi massa bersifat umum.
d) Media pada komunikasi massa menimbulkan keserempakan.
e) Komunikan pada komunikasi massa bersifat heterogen.
2) Media non massa
Memahami ciri-ciri dan sifat-sifat media nonmassa, diperlukan juga menguasai seluk beluk media nonmassa untuk dapat menggunakannya sebagai sarana komunikasi. Media massa pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan sasaran yang dituju, baik satu orang maupun banyak orang.
a) Media individual
Media individual adalah media nonmassa yang dipergunakan untuk komunikasi point- to-point atau “dari-titik-ketitik”, maksudnya komunikasi antara seseorang dengan seseorang lainnya. Seperti surat, telepon, telegram, telek, dan lain-lain.
b) Komunikasi vertikal
Komunikasi vertikal adalah komunikasi yang dilakukan oleh pegawai bawahan kepada atasan. Pesan-pesan yang disampaikan umumnya bersifat instruktif di samping bernada resmi dan sungguh-sungguh.
c) Komunikasi diagonal
Komunikasi diagonal adalah komunikasi yang berlangsung dengan seseorang dengan seseorang lainnya dalam kedudukan yang berbeda, dalam arti yang satu lebih tinggi daripada yang lainnya, misalnya percakapan antara kepala seksi dari suatu biro dengan kepala bagian biro lain (Efendy, 2006:71-77).
Berdasarkan hal di atas, dapat dijelaskan bahwa, komunikasi dapat dilakukan dengan berbagai hal, baik dengan menggunakan media atau non media, yang bertujuan untuk menyampaikan suatu pesan yang diharapkan.
## Model Komunikasi
Model dapat disebut juga dengan pola, acuan ragam, macam, dan lain sebagainya. Salah satu segi yang banyak dipelajari dari komunikasi adalah komunikasi massa. Terdapat 4 model komunikasi massa, yakni:
a. Model jarum hipodermik
b. Model komunikasi satu tahap
c. Model komunikasi dua tahap
d. Model komunikasi tahap ganda
1) Model jarum hipodermik
Model kamunikasi massa ini didasarkan atas anggapan bahwa media massa mampu menimbulkan efek yang amat kuat. Artinya bahwa komunikan dapat dianggap bersifat pasif, dengan demikian media massa dianggab sangat ampuh terhadap komunikannya.
2) Model komunikasi satu tahap Modelini didasarkan atas anggapan bahwa media massa secara langsung sampai pada komunikannya. Tidak menggunakan pemuka sebagai penurus pesan artinya media massa tersebut. Namun model ini juga mengakui bahwa media bukan berupa alat teramat kuat pengaruhnya dan efek bagi tiap komunikannya berbeda satu sama lain.
3) Model komunikasi dua tahap
Model ini beranggapan bahwa dalam penyampaian melalui media massa, tidak dapat langsung kepada publiknya tetapi pemuka pendapat. Artinya dari media massa sampai pada pemuka pendapat kemudian baru para pemuka ini meneruskannya kepda komunikan yang dimaksud oleh media massa tadi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1. berikut.
## Gambar 1. Komunikasi Dua Tahap
H.A.W Widjaja (2010:22)
4) Model komunikasi tahap ganda
Model komunikasi ini beranggapan bahwa media massa tidak selalu langsung menuju/sampai pada komunikasinya yang dituju dan tidak juga tidak selalu harus melalui pemuka pendapat. Dari keempat model yang masih banyak digunakan pada masyarakat pedesaan di Indonesia ialah model dua tahap (H.A.W Widjaja, 2010:23).
## Komunikasi sebagai Kontak Sosial
Manusia hidup besuku-suku, berbangsa-bangsa, beraneka ragam budaya, agama maupun bahasa. Dalam menjalankan kehidupannya manusia memerlukan sebuah interaksi sosial atau kontak sosial. Hal ini bertujuan salah satunya untuk bertukar informasi, pengalaman, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya. Adapun maksud kontak sosial dalam hal ini adalah ilmu kemasyarakatan lainnya seperti sosiologi atau ilmu pada masyarakat umumnya, ilmu jiwa dan ilmu hubungan masyarakat.
a. Sosiologi
Kontak sosial ini komunikasi menekankan kepada hubungan-hubungan sosial dalam masyarakat yang saling pengaruh mempengaruhi dengan jalan memberikan buah-buah pikiran yang bersifat sosial. Dalam hubungan ini, bahwa komunikasi lebih menekankan atau cenderung kepada ilmu-ilmu tersebut dengan unsur-unsur hubungan sosial dan buah pikiran sosial (Poedjosapoetra, 1978:85).
b. Komunikasi sebagai kontak sosial cenderung kepada ilmu jiwa (psikolog)
Media Massa Pemuka-pemuka Masyarak at
Leonard W’Doob dalam Soehardi ia memberi tanggapan mengenai sosial kontak dengan mengemukakan dua masalah pokok yang timbul dalam masyarakat, yakni:
1) Mengapa mereka berbuat lebih beradab di dalam perhubungan seseorang.
2) Apakah yang terjadi pada mereka setelah menjadi lebih beradab (Poedjosapoetra, 1978:85).
Dua masalah tersebut di dalam istilah yang lazim digunakan, adalah berhubungan dengan akulturasi dari orang-orang yang tidak atau kurang beradab yang telah berhubungan dengan masayarakat yang berperadaban. Perubahan-perubahan seseorang terjadi karena ia mengadakan kontak-kontak sosial dengan lainnya. Atau seseorang pada suatu ketika berubah sifat, watak dan jiwanya karena ia berkomunikasi.
c. Komunikasi sebagai syarat mencapai tujuan tertentu Hubungan-hubungan sosial seperti diuraikan di atas, merupakan hubungan yang terdapat di bidang kemasyarakatan. Manusia di dalam hubungannya antara satu dengan yang lainnya mempunyai berbagai maksud. Maksud ataupun tujuan-tujuan manusia dalam hubungan yang satu dengan lainnya itu pada garis pokoknya meliputi hubungan-hubungan yang bersifat sosial, politik, hukum, ekonomi dan hubungan kebudayaan (Poedjosapoetra, 1978:85).
## Komunikasi sebagai Esensi Dasar Manusia
Sistem komunikasi telah melalui tahapan-tahapan yang tidak praktis. Berbagai perkembangan komunikasi tersebut sebenarnya merupakan proses yang diperbaharui hari demi hari, setiap revolusi komunikasi berbeda rentang waktunya, membutuhkan berabad-abad sehingga sistem mengalami kemajuan satu tahap. Sebelumnya sistem komunikasi yang dilakukan berbentuk manual misalnya lewat pelayanan pos yang terjadi di kota Roma, kemudian berkembang menjadi lebih maju dengan ditemukannya telegraf satu abad kemudian, serta menyusul penemuan-penemuan lainnya hingga akhirnya era revolusi ini Marshall Mc. Luhan mengemukakan bahwa kita saat ini telah memasuki Global Village atau kampung global (Marshal, 2004:37). Sama halnya dengan yang terjadi di desa- desa, suatu informasi dalam sekejap dapat menyebar dengan cepatnya, begitu pula dunia ini, sekarang satu informasi dapat terdistribusi keseluruh penjuru hanya dalam waktu sepersekian detik.
Manusia merupakan makhluk individu. Manusia senantiasa berusaha memenuhi kebutuhan individunya terlebih dahulu sehingga kadang-kadang dalam lingkup sosial, kebutuhan individu ini lebih ditekankan daripada kebutuhan sosial kemasyarakatan.
Abraham Maslow merumuskan, terdapat lima macam kebutuhan manusia:
a. Fisik biologis: bernapas, makan, minum,
b. Keamanan dan haminan hidup: perlindungan dan ketetapan, pekerjaan, pensiun, gaji, dan lain-lain.
c. Diri dan penghargaan: status, pangkat, penghargaan, hadiah, dan lain-lain.
d. Pemenuhan dan pencapaian diri: keberhasilan melakukan tugas-tugas, bekerja kreatif, pendalaman kerohanian, dan lain-lain.
e. Sosial dan bergabung dengan kelompok: diterima, berteman, dicintai, organisasi, lain-lain (Kind, 2008:10).
Berdasarkan kelima kebutuhan manusia yang dirumuskan Maslow tersebut, ada fakta menarik yang bisa dipetik yaitu selain manusia merupakan makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Manusia akan terpenuhi jati diri kemanusiaannya apabila kebutuhan sosialnya telah terpenuhi, begitu pula sebaliknya. Esensi manusia yang memiliki interdependensi dengan manusia lain ini yang membuatnya berinteraksi dengan manusia lainnya, sehingga hal tersebut membuat komunikasi sangat berperan sebagai manifestasi untuk memenuhi kebutuhan manusia.
## Komunikasi sebagai Proses Sosial
Manusia adalah makhluk sosial, hal ini dibuktikan dalam beberapa penelitian tentang perilaku manusia yang dikucilkan. Pengucilan atau penjauhan salah seorang manusia dari lingkungan hidupnya menjadikan ia tidak mampu berpikir, bersikap dan bertindak layaknya manusia normal. Karena manusia menjadi manusia hanya apabila dia meniru perilaku manusia lainnya, dan dalam proses peniruan tersebutlah, terjadi komunikasi baik verbal maupun nonverbal (Kind, 2008:11). Keseluruhan hidup
manusia tidak akan terlepas dari komunikasi. Bahkan bisa dikatakan komunikasi adalah cara manusia ada dalam dunianya. Oleh karena itu, komunikasi menjadi sebuah proses yang berlangsung terus menerus dalam masyarakat (Nurudin, 2004:44). Dikaitkan dengan proses sosial, yang diartikan pengaruh timbal balik antar berbagai kehidupan masyarakat, komunikasi menjadi sebuah cara dalam melakukan perubahan sosial. Komunikasi menjadi solusi berbagai deskriminasi atau perbedaan yang ada dan mampu merekatkan sistem sosial masyarakat.
## Definisi Komunikasi Efektif
Komunikasi efektif adalah keterampilan mendengarkan dan bertanya. Dalam proses berkomunikasi, seseorang harus mampu mendengarkan dan memahaminya dengan baik. Kemudian mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang saling memiliki keterkaitan dan mengarah pada suatu solusi atau ketenangan untuk masing-masing pihak. Sehingga tujuan utama dalam komunikasi yang efektif adalah sebuah win-win solution (Kind, 2008:11).
Komunikasi efektif atau dalam bahasa lain sering pula disebut diplomasi, perlu dilakukan untuk dapat membangun sebuah kesamaan keinginan dari sebuah informasi yang disajikan. Sehingga tujuan yang ingin diraih dapat dilakukan secara bersama-sama. Melatih orang berkomunikasi secara efektif bisa dilakukan dengan langsung pada prakteknya. Hal ini dapat membantu setiap individu untuk mencapai sebuah kesuksesan baik di dalam kehidupan pribadinya maupun dalam kehidupan karirnya.
## Ciri-ciri Komunikasi Efektif
Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan manusia dalam verinteraksi dengan sesamanya. Komunikasi efektif memiliki cirri-ciri komunikasi efektif, yaitu:
a. Istilah
Penggunaan istilah yang diartikan “sama” antara pengirim dan penerima pesan merupakan aturan dasar untuk mencapai komunikasi yang efektif. Kata - kata yang samar artinya (mempunyai lebih dari satu makna) dapat menimbulkan kebingungan dan salah pengertian.
b. Spesifik
Pesan yang dipertukarkan harus spesifik. Maksudnya, pesan yang disampaikan harus jelas, sehingga si penerima pesan dapat menerima dan mengulangi dengan benar.
c. Tersusun Baik Pesan harus berkembang secara logis dan tidak boleh terpotong-potong.
d. Objektif, akurat, dan aktual. Pengirim informasi harus berusaha menyampaikan pesan seobjektif mungkin.
e. Efisien. Pesan disampaikan seringkas dan seoriginal mungkin serta harus berusaha untuk menghilangkan kata yang tidak relavan (Efendy, 2006:78).
## Hukum Komunikasi yang Efektif
Hukum Komunikasi yang Efektif ( The 5 Inevitable Laws of Efffective Communication ) yang kami kembangkan dan rangkum dalam satu kata yang mencerminkan esensi dari komunikasi itu sendiri yaitu reach , yang berarti merengkuh atau meraih. Karena sesungguhnya komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya bagaimana meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif dari orang lain.
## Kebersihan Pengertian Kebersihan
Hidup bersih merupakan dambaan setiap orang. Melalui menjaga kebersihan, manusia dapat memperoleh hidup sehat, bebas dari penyakit, memperoleh udara segar dan lain sebagainya. Kebersihan berasal dari kata ‘bersih’ artinya tidak kotor (Ali, 2006:38). Berdasarkan hal di atas dapat dijelaskan bahwa, bersih merupakan bebas dari ‘kotor’. Kotor dapat berupa polusi udara, tanah, maupun air.
## Bebas Polusi
Polusi bermacam-macam jenisnya, polusi udara, air, tanah dan lain-lain. Polusi udara biasanya bersumber dari asap, terutama pembakaran zat-zat yang berbahaya. Sedangkan pencemaran air adalah dari pembuangan sampah pada sungai, laut, sumur. Kemudian pencemaran tanah adalah mengubur sampah-sampah yang tidak dapat terurai seperti plastik dan sejenisnya. Kemajuan teknologi yang begitu pesat, dirasakan penting untuk menjaga kebersihan dan keindahan alam sekitar, yang dapat mengurangi ketegangan pikiran. Namun akibat perkembangan teknologi pada bagian-bagian tertentu menimbulkan perubahan alam yang tidak estetis misalnya:
a. Asap yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor akan bercampur dengan debu-debu yang berterbangan di udara, hal ini akan merangsang terbentuknya oksida nitrogen di udara, sehingga terbentuklah awan/kabut kecoklatan. Kabut kecoklatan ini akan menganggu pandangan bagi orang-orang yang ingin menikmati keindahan alam.
b. Adanya kapal tanker minyak yang bocor atau meledak, akan mengisi permukaan air laut, hal ini dapat menganggu pemandangan keindahan taman di laut.
c. Dibuat jalan/jalur aspal di hutan, yang dipergunakan sebagai prasarana transportasi kalau dipandang dari segi estetis merugikan, karena dapat nengurangi keindahan alam dalam arti menurunkan keasliannya sebagai tempat parawisata (Hidayati, 2007:84).
Pabrik yang mengeluarkan bahan buangan (air limbah) yang mengandung bahan yang dapat menimbulkan pencemaran air, misalnya Hg. Hal ini dapat dicegah apabila pabrik tersebut telah mengolah air limbah tersebut sebelum dibuang, dan bahkan bahan yang dapat menimbulkan pencemaran tersebut dapat dimanfaatkan kembali oleh pabrik (Mas’ud, 2009:169).
## Cara Menjaga Kebersihan Lingkungan
Menjaga kebersihan lingkungan merupakan tanggung jawab masyarakat, baik individu maupun sosial. Lingkungan terdiri dari:
a. Lingkungan alam, yaitu tanah, sungai, hutan, fauna dan flora, persawahan, perkebunan dan lain sebagainya.
b. Lingkungan sosial, yaitu keluarga, tetangga, warga kampung, kecamatan, kabupaten, propinsi dan negara serta masyarakat dunia.
c. Lingkungan buatan, yaitu bangunan perumahan, perkantoran, rumah kit, pabrik, industri dan sebagainya (Ibrahim, 2005:199).
Gayo zaman dahulu sangat memperhatikan lingkungan baik sosial maupun alami dan buatan. Pada setiap kampung atau belah terdapat dewal (wilayah pinggir) tempat membuang sampah, karena itu dewal pada umumnya amat subur. Siapapun dilarang membuang sampah keluar dewal . Selain tempat membuang sampah, dewal merupakan gerbang kampung yang disebut Dewal Opat yaitu empat buah gerbang untuk memasuki suatu kampung melalui empat jurusan atau jalur jalan masuk dan keluar kampung setempat. Kalau dewal yang terletak di pinggir kampung berfungsi untuk memelihara lingkungan alam, maka dewal yang terdapat pada gerbang berfungsi mengawasi orang yang keluar masuk kampung untuk memelihara lingkungan sosial (Ibrahim, 2005:199-200).
Kehidupan masyarakat Gayo pada setiap belah ( clan ) terdapat hutan milik masyarakatnya, hutan ini ada dua bagian: Pertama , hutan yang ada dalam wilayah kampung tempat tinggal belah. Hutan ini wajib dipelihara oleh warga kampung, tidak diperbolehkan untuk membakar, menebang tanpa izin atau petunjuk Penghulu Uten (pemimpin kehutanan). Bila seseorang atau sekelompok orang hendak membuka hutan untuk lahan persawahan atau perkebunan, atau menebang kayu untuk bahan bangunan, harus dengan izin dan sepengetahuan penghulu (kepala kampung) atau penghulu uten setempat. Orang yang melakukannya tanpa izin penghulu, dihukum dengan hukuman adat berupa denda dalam jumlah uang atau material tertentu. Memburu hewan, burung atau margasatwa lainnya, mengambil rotan, madu lebah atau berbagai bunga dan sayur-mayur tumbuhan hutan, tidak memerlukan izin dari penghulu, namun yang bersangkutan wajib memelihara potensi hutan dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang seperti menebang kayu si musepet (batang kayu dempet), ikarang (pohon kayu tumbuh ditebing), I mata ni waeh atau ului wih (kayu yang berada di mata air).
## Masyarakat
Persekutuan hidup yang paling kecil dimulai saat manusia primitif mencari makan, yaitu dengan berburu, sebagai migratory nomad berjumlah 10-300 orang. Kenyataan ini disesuaikan dengan ketersediaan makanannya. Perkembangan cara bertani menyebabkan lahirnya suatu persekutuan hidup permanen pada suatu tempat, kampung, dengan sifat yang khas yaitu “a) kekeluargaan, b) adanya kolektivitas dan pembagian tanah dan pengerjaanya, c) ada kesatuan ekonomis yang memenuhi kebutuhan sendiri” (Munandar, 2003:130). Suatu masyarakat desa menjadi suatu persekutuan hidup dan kesatuan sosial didasarkan atas dua macam prinsip; a) prinsip hubungan kekerabatan (geneologis), b) prinsip hubungan tinggal dekat/teritorial.
Masyarakat pedesaan kehidupannya berbeda dengan masyarakat perkotaan. Perbedaan- perbedaan ini berasal dari adanya perbedaan yang mendasar dari keadaan lingkungan, yang mengakibatkan adanya dampak terhadap personalitas, dan segi-segi kehidupan. Memahami masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, tentu tidak akan mendefinisikannya secara universal dan objektif, tetapi berpatokan pada ciri-ciri masyarakat. Ciri-ciri itu ialah adanya sejumlah orang, tinggal dalam suatu daerah tertentu, adannya sistem hubungan, ikatan atas dasar kepentingan bersama, tujuan dan pekerjaan bersama, ikatan dasar unsur-unsur sebelumnya, rasa solidaritas, adanya norma-norma dan kebudayaan. Kesemua ciri-ciri masyarakat ini dicoba ditransformasikan pada realitas kota dengan desa, dengan menitikberatkan pada kehidupanya.
## METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di BLHKP Kabupaten Bener Meriah. Sebagai objek penelitian adalah objektif, aktual, akurat, efisien dalam mewujudkan Kebersihan Kabupaten Bener Meriah. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Menurut Dezin dan Lincoln dalam Lexy menyatakan bahwa “Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada (Lexy, 2007:5). Berdasarkan hal demikian, pada penelitian ini penulis ingin menggambarkan mengenai komunikasi efektif BLHKP dalam mewujudkan kebersihan Kabupaten Bener Meriah.
Sumber data merupakan asal data atau informasi. Hal ini sebagaimana yang dikatakan Ali dalam Kamus Bahas Indonesia, di mana “Sumber data berasal dari kata ‘sumber’ dan ‘data’. Sumber artinya perigi, asal. Sedangkan data adalah keterangan, bahan-bahan, pendapatan (Ali, 2006:74.467). Jadi, sumber data adalah asal data, keterangan atau bahan-bahan. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari dua sumber, yaitu: jenis data primer diperoleh Dari wawancara langsung dengan para informan dan observasi dan data skunder adalah data yang diperoleh dari dokumen atau arsip yang berkaitan dengan penelitian. Teeknik pengumpulan data, dalam pengumpulan data menggunakan metode; Obsevasi, Wawancara, Teknik Analisis Data, penyajian data Verifikasi Data dan Kesimpulan
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan atau singkatan dari (BLHKP) didirikan pada bulan 4 tahun 2006 adalah kantor yang bergerak dalam bidang Lingkungan Hidup kebersihan Pertamanan dan Pemadam Kebakaran. Selanjutnya tahun 2008 nama kantor diubah menjadi instansi. Kemudian sejak tahun 2014 nama tersebut menjadi Badan lIngkungan Hidup Kebersihan dan Pertamanan. Tahun 2014 juga, nama bidang Lingkungan Hidup kebersihan Pertamanan dan Pemadam Kebakaran menjadi Badan Lingkungan Hidup Kebersihan dan Pertamanan.
BLHKP mempunyai memiliki batas wilayah sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Pante Raya Rembele
- Sbelah Barat berbatasan dengan Tanah Negara
- Sebelah Timur berbatasan dengan Tanah Negara
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Tanah Negara
## STRUKTUR ORGANISASI
Gambar 2. Struktur organisasi
## Jumlah Pegawai
BLHKP memiliki beberapa pegawai yang memiliki tugasnya masing-masing. Yang terdiri dari bagian Skretariat, lingkungan hidup, pertamanan, dan kebersihan denagn total 83 orang. Hal tersebut dapat ditabulasikan pada tabel 1. sebagai berikut:
Tabel .1 Jumlah Pegawai No Bagian Jumlah Keterangan 1 Sekretariat 10 orang 2 Lingkungan hidup 10 orang 3 Pertamanan 1 Orang 4 Kebersihan 72 Orang
Sumber: Profil BLHKP Tahun 2015
## Sarana dan Prasarana
Kabang Humas memiliki beberpa pasilitas tau sarana dan prasarana yang dapat mendukung kegiatan para pegawai. Adapaun sebahagian sarana dan prasarana yang dimiliki, dapat dilihat pada tabel.2 berikut:
Tabel. 2 Sarana dan Prasarana No Jenis Jumlah Keterangan 1 Komputer 8 unit 2 Meja 125 3 Lemari 10 unit 4 Kursi 100 unit 5 Mobil kebersihan I 11 unit 6. Mobil Pertamanan I 1 unit 7 Mobil Tinja 1 unit
Komunikasi efektif atau dalam bahasa lain sering pula disebut diplomasi, perlu dilakukan untuk dapat membangun sebuah kesamaan keinginan dari sebuah informasi yang disajikan. Komunikasi efektif disini penulis memberikan maksud adalah “efektif” berasal dari kata “efek” dan “tif”, efektif ini berarti sifat atau dengan kata lain yang efektif. Sehingga tujuan yang ingin diraih dapat dilakukan secara bersama-sama. Komunikasi efektif dapat dilakukan oleh setiap orang. Inti dari komunikasi efektif dapat tersalurnya informasi yang disampaikan.
BLHKP dalam memberikan informasi tentang kebersihan kepada masyarakat yaitu berusaha menggunakan komunikasi yang efektif. Informasi yang disampaikan ada yang bersifat langsung dan ada juga yang tidak langsung. Informasi langsung biasanya diberikan melalui diskusi dan tatap muka. Sedangkan tidak langsung adalah dipublikasikan melalui beberapa media seperti televisi, koran, maupun spanduk. Keefektiban BLHKP dalam memberikan informasi kepada masyarakat, yaitu ia berusaha secara maksimal untuk memberikan informasi semudah mungkin, dimana nantinya informasi dapat dicerna, dipahami dan dilaksanakan dalam kehidupan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Hakikat dari isi informasi tersebut adalah mengenai efek positif dalam menjaga kebersihan lingkungan serta efek negatif apabila mengabaikan hal tersebut, sehingga Kabupaten Bener Meriah menjadi masyarakat yang cinta dan memperdulikan kebersihan. Sebagaimana orang tua dahulu, yang begitu peduli terhadap kebersihan lingkungan. Sehingga dalam upayanya mereka senantiasa memisahkan sampah yang dapat terurai dengan tidak dapat terurai.
Selama ini, Kepala BLHKP merasa kurang efektif jika, masalah kebersihan hanya diwujudkan semata oleh Kantor semata, melainkan ia berharap untuk diwujudkan secara bersama-sama. Sebab dengan kesadaran maupun gotong royong masyarakat, maka kebersihan akan dapat diwujudkan sebagaimana yang diharapkan.
Selanjutnya, Kepala BLHKP berharap, agar realisasi kebersihan tidak hanya pada sekolah- sekolah maupun intansi-instansi tertentu, seperti kantor dan lain sebagainya, melainkan bersifat menyeluruh baik pada kehidupan di perkotaan maupun pedesaannya.
## Objektif
Komunikasi efektif secara objektif juga dilakukan dengan memberikan Motivasi atau dorongan terhadap sasaran atau masyarakat.Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Nurhayati sebagai PJ Sub Subbag Umum,
Menyatakan bahwa BLHKP memberikan motivasi kepada masyarakat untuk tetap menjaga kebersihan lingkungan diri,masyarakat dan sebagainya.Sebab Lingkungan yang bersih akan membawa kesehatan dan lain sebagainya.Pemberian motivasi merupakan salah satu alternatif komunikasi,sebab dalam motovasi,selain telah terkandung didalamnya sebuah interaksi juga sebuah semangat untuk bersikap dan bertindak dalam hal kebersihan.
Komunikasi objektif dapat dibangun melalui menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang disampaikan sehingga menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektifitas kinerja kita baik sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai sebuah tim.
## Akurat
Komunikasi yang akurat BLHKP dalam mewujudkan kebersihan lingkungan di Kabupaten Bener Meriah ,berarti bahwa komunikasi antara BLHKP dengan masyarakat mengenai kebersihan lingkungan. Artinya BLHKP sebagai komunikator dan masyarakat sebagai komunikan,dan kebersihan merupakan pembicaraan.Berkomunikasi efektif berarti bahwa komunikator dan kumunikan sama-sama memiliki pengertian yang sama tentang suatu pesan. Komunikasi efektif dipandang sebagai suatu hal yang penting dan kompleks. Dianggap penting karena ragam dinamika kehidupan,minsalnya bisnis,politik yang terjadi biasanya menghadirkan situasi kritis yang perlu penangan secara tepat, munculnya kecenderungan untuk tergantung pada teknologi komunikasi, serta beragam kepentingan yang ikut muncul. Komunikasi efektif BLHKP senantiasa berupaya membawa perubahan terhadap masyarakat.
## Aktual
Komunikasi aktual BLHKP dalam mewujudkan kebersihan lingkungan di Kabupaten Bener Meriah secara aktual berarti menjalin hubungan baik dan terpercaya,komunikasi aktual yang dapat dibangunjuga melalui memberikan isu-isu positif terhadap masyarakat. Memberikan setiap informasi, dicantumkan secara jelas dan terarah sehingga memudahkan masyarakat dalam memahaminya,tanpa kejelasan biasanya masyarakat cendrung kurang perduli bahkan bosan terhadap informasi yang disampaikan.
## Kendala Komunikasi Efektif BLHKH dalam Mewujudkan Kebersihan di Kabupaten Bener Meriah
Dari hasil penelitian diketahui bahwa kurangnya kesadaran masyarakat membuang sampah tempatnya. Masyarakat seolah-olah terbiasa membuang sampah disembarang tempat, baik sedang berjalan kaki,maupun berkendaraan, seolah menjaga kebersihan adalah mutlak tugas dinas kebersihan.dan kurangnya pemahaman masyarakat mengenai pentingnya menjaga kebersihan.secara mendalam bagaimana cara menjaga kebersihan secara baik dan benar, sebab mereka belum mengetahui efek negative maupun positifnya.
Kurangnya informasi yang diterima oleh masyarakat ,rendahnya kemauan masyarakat dalam membaca,mengakibatkan rendahnya,masyarakat dalam menerimainformasi,baik melalui buku, internet maupun media lainnya.Rendahnya kemampuan masyarakat dalam mengakses informasi dengan baik, hal ini disebabkan oleh masyarakatyang masih kurang mampu mengunakan fasilitasteknologi yangsenantiasacepat dalam memberikanmaupun mengakses informasi, terutama perihal kebersihan.Kesulitan masyarakat dalam memperoleh informasi terbaru.Informasi terbaru dapat diperoleh melalui koran maupun internet. Dalam mengakses ini kemampuan masyarakat masih rendah,sehingga mereka cendrung ketinggalan informasi.Rendahnya pengetahuan masyarakat Terhadap peraturan –peraturan yang berlaku,peraturan yang diberlakukan oleh pemerintah, sebenarnya tidak diperuntukan terhadap pemerintah saja melainkan terhadap semua kalangan masyarakat. Hakikat dari isi informasi tersebut adalah mengenai efek positif dalam menjaga kebersihan lingkungan serta efek negatif apabila mengabaikan hal tersebut, sehingga Kabupaten Bener Meriah menjadi masyarakat yang cinta dan memperdulikan kebersihan. Sebagaimana orang tua dahulu, yang begitu peduli terhadap lingkungan. Sehingga dalam upayanya mereka senantiasa memisahkan sampah yang dapat terurai dengan tidak dapat terurai.
## KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa: Komunikasi efektif Badan BLHKP dalam mewujudkan kebersihan di Kabupaten Bener Meriah melalui komunikasi yang objektif, akurat, aktual dan efisien. Informasi yang disampaikan ada yang bersifat langsung dan ada juga yang tidak langsung. Informasi langsung biasanya diberikan melalui diskusi dan tatap muka. Sedangkan tidak langsung adalah dipublikasikan melalui beberapa media seperti televisi, Koran, maupun sepanduk. Dengan harapan komunikasi dapat difahami oleh masyarakat dengan mudah.Kendala komunikasi efektif Badan BLHKP dalam mewujudkan kebersihan di Kabupaten Bener Meriah yaitu: Masyarakat kurang memahami tentang pentingnya kebersihan sehingga kurang dalam pelaksanaan. Masyarakat masih enggan membuang sampah pada tempatnya.Adanya kebiasaan masyarakat yang membuang sampah pada segala tempat, seperti di jalan raya, ruangan dan lain sebagainya. Fasilitas tempat sampah yang kurang memadai.
## DAFTAR PUSTAKA
Effendi, OnongUchjana, ilmu Komunikasi. Bandung: Aditya Bakti, 2003
_____, Ilmu Teory dan Filsapat Komunikasi . Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003
_____,Komunikasi Teori dan Praktik, Bandung Remaja Karya Bandung 2005.
Goldbert H, Cooley, Sosial Organisasi . New York: Fred Luthansscribnrer, 2005
May Rudy, Teuku, Komunikasi dan Masyarakat Hubungan Interpersonal. Bandung: Rafika Aditama, 2006
Meleong J, Lecy,Metode Penelitian Kualitatif , Bandung: Rosdakarya Media ,2005
Morisa, Komunikasi Massa,Bandung; Remaja Karya,2017
Ibrahim, Subany Idi,Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Bumi Aksara, Jakarta,2010.
Syam W, Nina, Model-Model Komunikasi, Bandung; Simbiosa Rekatama Media, 2021.
|
b4e62767-0080-4de4-9e3d-3018a82ad587 | https://ejournal.polbeng.ac.id/index.php/ISI/article/download/3813/1725 |
## Sistem Informasi Monitoring Insyira Pekanbaru Berbasis Web Menggunakan Agile Development
Rizky Novansyah 1 , Rice Novita 2 , Medyantiwi Rahmawati Munzir 3 , Febi Nursalisah 4 1,2,3,4 Unversitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Jl. HR. Soebrantas Km.15 Simpang Baru, 28293, Pekanbaru, Riau, Indonesia
E-mail: kikisyach@gmail.com 1 , rice.novita@uin-suska.ac.id 2 , medyantiwi.rahmawati@uin- suska.ac.id 3 , febinursalisah@uin-suska.ac.id 4
Abstract - The rapid development of information technology in Indonesia has motivated Insyira Production House in Pekanbaru to adopt the Management Information System (MIS). Challenges in managing raw materials and production have led to the "One-Door Monitoring Information System" research using Agile Development and Object-Oriented Analysis and Design (OOAD) methods. The collaborative approach in agile development allows the team to work closely with stakeholders. Involving stakeholders actively and employing OOAD, implementing this system is expected to assist Insyira Production House in overcoming the main complexities, such as optimizing production data collection, monitoring raw material stocks, and supporting management decision-making. Data security takes center stage in implementing the One-Door Monitoring Information System. Specific measures, such as data encryption, role-based restricted access, and system activity monitoring, are integrated to ensure information security. Adopting this system is expected to enhance production efficiency with careful consideration of data security. Testing using Blackbox and User Acceptance Testing (UAT) achieved a 96% positive acceptance, confirming that operational efficiency is improved and data security is maintained. This system becomes an integrated solution to support the growth and sustainability of Insyira Production House's business. Long-term implications include the potential for competitive advantages in the dynamic business world. Implementing the One-Door Monitoring Information System strengthens Insyira Production House's market position, making it better prepared for the future .
Keywords - Technology, Management, Production, Agile, Decision-Making, Security.
Intisari - Perkembangan teknologi informasi yang pesat di Indonesia mendorong Rumah Produksi Insyira di Pekanbaru untuk mengadopsi Sistem Informasi Manajemen (SIM). Tantangan dalam mengelola bahan baku dan produksi mendorong penelitian "Sistem Informasi Monitoring Satu Pintu" menggunakan metode Agile Development dan Object-Oriented Analysis and Design (OOAD). Pendekatan kolaboratif dalam pengembangan agile memungkinkan tim bekerja dekat dengan pemangku kepentingan. Melibatkan pemangku kepentingan secara aktif dan menggunakan OOAD, implementasi sistem ini diharapkan membantu Rumah Produksi Insyira mengatasi kompleksitas utama, yaitu optimasi pengumpulan data produksi, pemantauan stok bahan baku, dan dukungan pengambilan keputusan manajemen. Keamanan data menjadi fokus utama dalam implementasi Sistem Informasi Monitoring Satu Pintu dengan langkah-langkah khusus, seperti enkripsi data, akses terbatas berdasarkan peran, dan pemantauan aktivitas sistem, diintegrasikan untuk memastikan keamanan informasi[1]. Adopsi sistem ini diharapkan meningkatkan efisiensi produksi dengan keamanan data yang diperhatikan secara cermat. Pengujian menggunakan blackbox dan UAT mencapai 96% penerimaan positif, menegaskan bahwa tidak hanya efisiensi operasional yang ditingkatkan, tetapi juga keamanan data terjaga. Sistem ini menjadi solusi terintegrasi untuk mendukung pertumbuhan dan keberlanjutan bisnis Rumah Produksi Insyira. Implikasi jangka panjang mencakup potensi keunggulan kompetitif di dunia bisnis yang dinamis. Implementasi Sistem Informasi Monitoring Satu Pintu memperkuat posisi pasar Rumah Produksi Insyira, menjadikannya siap menghadapi masa depan dengan lebih baik.
Kata Kunci - Teknologi, Manajemen, Produksi, Agile, Pengambilan Keputusan, Keamanan .
## I. P ENDAHULUAN
Era saat ini menyaksikan transformasi signifikan yang didorong oleh kemajuan teknologi informasi, terutama di Indonesia. Penerapan Sistem Informasi Manajemen (SIM) telah menjadi kunci penting bagi bisnis, seperti yang terlihat pada Rumah Produksi Insyira di Pekanbaru, dalam meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Integrasi teknologi komputer untuk pemrosesan data yang cepat, akurat, dan tepat semakin memperkuat dampaknya, memaksimalkan fungsionalitas dan keluaran informasi. Integrasi teknologi ini memainkan peran sentral dalam meningkatkan daya saing dan produktivitas perusahaan dan organisasi [2].
Sistem Informasi Manajemen (SIM) didefinisikan sebagai sistem informasi yang digunakan oleh organisasi untuk menyimpulkan, mengelola, menganalisis, dan memanfaatkan data terkait operasi bisnis mereka [3]. Ini melibatkan pengelolaan data keuangan, informasi pelanggan, rincian produk, informasi sumber daya, laporan keuangan, dan lain sebagainya [4], [5]. Dalam konteks Rumah Produksi Insyira di Pekanbaru, yang menjadi pusat oleh-oleh tradisional dan modern, rumah produksi ini menghadapi tantangan operasional dalam mengelola bahan baku dan proses produksi [6], [7]. Penelitian ini menjelaskan kerumitan alur produksi, menyoroti langkah-langkah dalam pembelian bahan baku, kontrol kualitas, dan tahapan akhir dalam pengemasan dan distribusi [6], [8].
Produksi Insyira menghasilkan makanan kering, termasuk enam macam produk seperti amplang udang, stik kentang, kue bawang, orek kentang, kripik kentang, dan kering kentang. Sebelum memulai proses produksi, tahap pertama melibatkan pembelian bahan baku. Kemudian, bahan baku menjalani pemeriksaan menyeluruh untuk memastikan tidak ada kecacatan yang dapat merugikan kualitas produk. Setelah itu, langkah pembersihan bahan baku dilakukan, seperti mencuci, mengupas, dan mencampur dengan bumbu sesuai takaran, lalu dilanjutkan dengan proses penggorengan. Produk yang telah siap pada tahap penggorengan akan dimasukkan ke dalam toples untuk diserahkan ke bagian packing guna dikemas. Sebelum diantar ke toko, barang yang sudah dikemas diperiksa untuk memastikan tidak ada kegalalan produksi, seperti plastik kemasan yang kotor dan produk yang tidak sesuai. Setelah melewati tahap Quality Control, barang yang akan keluar dicatat dalam nota sebelum dilakukan penjemputan barang dan pengantaran ke toko. Masalah yang sering terjadi adalah kurangnya pengecekan pada bahan baku seperti minyak, tepung, kentang, plastik, bawang, penyedap rasa, dan keju. Hal ini menyebabkan kehabisan bahan baku ketika ingin membuat produk tertentu pada hari tersebut dan seringkali terdapat kesalahan dalam pencatatan jumlah barang yang keluar dan terjual.Untuk mengatasi kompleksitas alur produksi, terutama dalam hal pembelian bahan baku, kontrol kualitas, dan tahapan akhir pengemasan dan distribusi, penelitian ini mengusulkan implementasi "Sistem Informasi Monitoring." Metode pengembangan Agile dipilih karena sifatnya yang iteratif dan adaptif, sesuai dengan lingkungan produksi yang dinamis. Dengan memanfaatkan pendekatan Object Oriented Analysis Design (OOAD), sistem ini bertujuan untuk mengoptimalkan pengumpulan dan pemrosesan data produksi, menyederhanakan pemantauan inventaris bahan baku, dan mendukung proses pengambilan keputusan manajemen [9], [10].
Rumah Produksi Insyira menghadapi tantangan signifikan dalam melacak stok bahan baku dan membuat keputusan produksi yang efisien. Untuk mengatasi tantangan ini, penggunaan metode Agile dalam pengembangan sistem informasi monitoring yang terintegrasi menjadi pilihan yang relevan [11]. Metode Agile, dengan sifat kolaboratif dan iteratifnya, memungkinkan tim pengembangan untuk bekerja erat dengan pemangku kepentingan, termasuk pihak yang terlibat langsung dalam produksi dan manajemen stok [10], [12]. Pendekatan ini memastikan bahwa kebutuhan yang sebenarnya dapat dipahami dengan baik dan diimplementasikan sesuai harapan. Fleksibilitas terhadap perubahan yang diusung oleh metode Agile sangat penting dalam lingkungan produksi yang dinamis, di mana perubahan pasar dan teknologi dapat terjadi dengan cepat [13]. Dengan iterasi berulang, tim dapat
menghasilkan prototipe yang dapat diuji oleh pengguna, memungkinkan penyesuaian seiring waktu. Responsif terhadap umpan balik dan transparansi dalam proses pengembangan menjadi kunci untuk memastikan kualitas dan keakuratan solusi yang dihasilkan [12]. Dengan melibatkan pemangku kepentingan secara aktif dan menggunakan desain analisis berorientasi objek (OOAD), diasumsikan bahwa implementasi "Sistem Informasi Monitoring" dengan pendekatan Agile Development dan OOAD akan membantu Rumah Produksi Insyira mengatasi kompleksitas alur produksi, terutama dalam hal pembelian bahan baku, kontrol kualitas, dan pengemasan. Diharapkan sistem ini akan mengoptimalkan pengumpulan dan pemrosesan data produksi, menyederhanakan pemantauan inventaris bahan baku, serta mendukung pengambilan keputusan manajemen [14]. Diharapkan sistem informasi Insyira ini dapat meningkatkan efisiensi operasional dalam manajemen bahan baku, kontrol kualitas, dan distribusi produk. Selain itu, diantisipasi adanya peningkatan dalam akurasi catatan inventaris dan pelacakan stok, mengurangi kesalahan dalam produksi dan pengiriman. Dengan penerapan sistem ini, diharapkan Rumah Produksi Insyira dapat membuat keputusan produksi yang lebih efisien dan responsif terhadap perubahan pasar, meningkatkan daya saing, dan memastikan keberlanjutan bisnisnya. Selain itu, diharapkan dapat menyediakan landasan untuk pengembangan sistem serupa di industri makanan dan bisnis kecil menengah lainnya di Indonesia.
## II. S IGNIFIKANSI S TUDI
## A. Sistem Informasi Manajemen
Sistem Informasi Manajemen (SIM) adalah suatu sistem perencanaan yang menjadi bagian dari pengendalian internal suatu bisnis. SIM mencakup pemanfaatan sumber daya manusia, teknologi, dokumen, dan prosedur oleh bidang akuntansi manajemen. Tujuannya adalah memberikan solusi terkait dengan aspek biaya, strategi, dan perencanaan bisnis. SIM berperan dalam mengumpulkan, menganalisis, dan memproses data keuangan, sehingga dapat membantu manajer dalam mengambil keputusan yang tepat terkait dengan masalah keuangan. [11], [15]. Dengan memberikan pandangan yang komprehensif terhadap data keuangan, MIS memungkinkan organisasi untuk memenuhi kewajiban keuangan mereka dengan biaya yang lebih rendah. Selain itu, MIS menghasilkan berbagai laporan seperti laporan statistik, pembaruan informasi, pembaruan operasi, analisis keputusan, dan laporan tindakan. Laporan- laporan ini membantu manajer keuangan mengelola operasi bisnis mereka dengan efektif dan efisien[3].
## B. Agile Development
Dalam konteks pengembangan sistem ini, penggunaan metode Agile Development menjadi pendekatan yang sangat relevan. Agile Development merupakan suatu pendekatan pengembangan perangkat lunak yang menempatkan fokus utama pada kolaborasi tim, responsif terhadap perubahan, dan pengiriman perangkat lunak secara cepat dan berkala. Pendekatan ini sangat sesuai untuk memastikan bahwa rancangan aplikasi yang dibangun tidak hanya memenuhi kebutuhan saat ini, tetapi juga dapat dengan fleksibel beradaptasi terhadap perubahan bisnis yang mungkin terjadi di masa depan. Agile Development menempatkan keberlanjutan dan kecepatan pengembangan sebagai prioritas, sambil terus berkolaborasi dengan pengguna dan pemangku kepentingan untuk memastikan keberhasilan proyek dan kepuasan pengguna. Dengan demikian, pendekatan Agile Development menjadi kunci untuk membangun sistem yang responsif, adaptif, dan sesuai dengan evolusi kebutuhan bisnis [16], [17], [18]. Dalam memastikan rancangan aplikasi yang dibangun telah memenuhi kebutuhan dan dapat beradaptasi terhadap perubahan bisnis yang terjadi. Pendekatan ini memiliki tujuan untuk memastikan sistem yang dibangun sesuai dengan kebutuhan dan dapat beradaptasi dengan perubahan bisnis atau kebutuhan pengguna di masa depan[19], [20].
## C. Analisis SWOT
Analisis dan hasil merupakan tahap penting dalam metodologi penelitian. Proses analisis dimulai dengan menganalisis sistem lama untuk memahami kelemahan, keterbatasan, dan masalah yang ada. Analisis SWOT adalah suatu pendekatan strategis yang merangkum kekuatan internal, kelemahan, peluang eksternal, dan ancaman yang dihadapi suatu organisasi atau proyek [21]. Dengan mengidentifikasi faktor-faktor ini, organisasi dapat memaksimalkan keunggulan kompetitif berdasarkan kekuatan internal, mengatasi kelemahan yang mungkin ada, memanfaatkan peluang pasar, dan menghadapi ancaman yang mungkin menghambat pertumbuhan. Analisis ini membantu dalam perencanaan strategis dan pengambilan keputusan untuk mencapai tujuan jangka panjang, memungkinkan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan dan memaksimalkan potensi kesuksesan [22], [23].
Analisis SWOT digunakan sebagai alat evaluasi strategis untuk menganalisis kondisi internal dan eksternal yang memengaruhi sistem atau organisasi. Pada tahap ini, fokus diberikan pada mengidentifikasi kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) internal dari sistem atau organisasi, sementara sekaligus menganalisis peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dari lingkungan eksternal [24], [25]. Pendekatan ini membantu menggambarkan posisi kompetitif, menentukan arah strategis, dan memfasilitasi pengambilan keputusan yang informasional dan berbasis data [21].
## D. User Acepptence Testing (UAT)
User Acceptance Testing (UAT) adalah fase kritis dalam siklus pengembangan perangkat lunak di mana pengguna akhir mengevaluasi sistem untuk memastikan kesesuaian dengan kebutuhan dan fungsionalitas yang diinginkan. Ditempatkan setelah pengujian sistem dan sebelum produksi, UAT melibatkan pengguna dalam pengujian, pelaporan masalah, dan memberikan umpan balik [26]. Tujuannya adalah memastikan kepuasan pengguna, validasi persyaratan bisnis, dan kesiapan perangkat lunak untuk produksi [20]. Prosesnya melibatkan perencanaan uji, eksekusi uji, pelaporan, dan iterasi berdasarkan umpan balik. Dokumentasi kasus uji, hasil, dan persetujuan pengguna adalah komponen penting dalam UAT. Kendala waktu, kurangnya keterlibatan pengguna, dan komunikasi yang tidak efektif dapat menjadi tantangan dalam melaksanakan UAT[12]. Metode pengujian UAT merupakan suatu metode pengujian yang dilakukan oleh pengguna akhir sistem yang menghasilkan dokumen yang bertujuan sebagai bukti bahwa sistem telah dapat diterima oleh pengguna. Pengujian UAT dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada setiap hak akses seperti admin, monitoring, bendahara, dan pimpinan menggunakan 5 kategori yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), CS (Cukup Setuju), KS (Kurang Setuju), dan TS(Tidak Setuju) [27]. Perhitungan UAT dilakukan dengan membagi total skor dengan total nilai maksimal dikalikan 100% yang terlihat pada persamaan (1) berikut:
𝑀 = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑥 100% (1)
## E. Tahapan Penelitian
Tahapan-tahapan penelitian mengacu pada proses bertahap yang akan dilakukan dalam melakukan penelitian pada system informasi monitoring insyira ini. Tahap penelitian yang dilakukan dibagi menjadi 4 tahap penelitian yaitu (1) Analisa Kebutuhan, (2) Tahap perancangan , (3) Tahap Impelementasi, dan (4) Tahap Pengujian.
Tahapan Penelitian yang terlihat pada gambar 1 diatas akan dijelaskan secara bertahap yaitu:
## 1. Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan mengacu pada kebutuhan layanan yang seharusnya disediakan oleh system, hal ini direalisasikan terhadap input dan perlaku tertntu yang menitikberatkan pada situasi yang diharapkan kedepannya. Data yang didapatkan berdasarkan pada wawancara yang dilakukan dengan Pimpinan Rumah Produksi Insyira Oleh-Oleh Pekanbaru serta observasi terhadap kegiatan bisnis yang dilakukan untuk mendapatkan tahapan hasil yang diinginkan.
2. Perancangan Sistem
Perancangan system menagcu pada kegiatan yang ditujukan untuk malakukan perancagan ataupun desain suatu system yang disuse secara bertahap sehingga sesuai denga napa yang di inginkan. Perancangan aplikasi meliputi bagan bagan yang terdiri dari diagram UML yang mencakup Use Case Diagram dan Class Diagram . Dengan aktor yang terlibat pada aplikasi dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini.
T ABEL I A KTOR No. Aktor Deskripsi 1. Admin Orang yang diberikan hak akses untuk melakukan kelola bahan baku, Kelola data karyawan, Kelola bahan keluar, Kelola hasil produksi, Kelola penjualan dan Kelola laporan yang terdiri dari laporan bahan baku, bahan keluar, hasil produksi, penjualan dan laporan data karyawan.
2. Monitoring Orang yang diberikan hak akses untuk melakukan Kelola Bahan Masuk, Kelola Tahapan Produksi, Kelola Jenis Produk, dan Proses Monitoring.
4. Bendahara Orang yang diberikan hak akses untuk melakukan Kelola Laporan, Kelola Penjualan, Kelola Gaji Karyawan, Kelola Pembelian Barang dan Rekap Laporan Penjualan.
5. Pimpinan Orang yang diberikan hak akses untuk melakukan monitoring produksi, Laporan penjualan, Laporan pembelian, Laporan bulanan, dan Laporan Gaji Karyawan.
3. Implementasi Sistem
Implementasi system mengacu pada pembangunan system secara menyeluruh yang didasarkan pada tahapan penelitian sebelumnya yaitu perancangan. Mulai dari halaman Login page, Halaman Monitoriong, Halaman Pimpinan, Halaman Admin dan Halaman Bendahara sesuai dengan halaman utama yang difungsikan terhadap user tersebut.
## 4. Pengujian
Pengujian mengacu pada Tindakan yang berkaitan dengan kebutuhan fungional hingga kebutuhan data yang telah di tentukan dan dilakukan sebelumnya. Pengujian ini mengidentifikasi apakah system telah memenuhi kebutuhan fungsional dan telah menuju kepada tujuan hingga hasil yang diharapakan pada pembuatan sistem informasi monitoring insyira ini. Selain itu, pengujian UAT juga dilakukan untuk mengukur tingkat persetujuan pengguna terhadap system informasi monitoring.
## III. H ASIL DAN P EMBAHASAN .
## A. Analisis Kebutuhan
1. Analisa Sistem Berjalan
Analisis sistem berjalan dilakukan untuk mengetahui bagaimana sebenarnya cara sistem berjalan dan bagaimana masalah dihadapi oleh sistem tersebut untuk dijadikan landasan perancangan sistem nantinya. Melalui observasi dan wawancara dengan admin Rumah Produksi Insyira Oleh-Oleh di Pekanbaru, terungkap bahwa proses produksi dimulai dari kepala produksi yang mengajukan pembelian bahan. Selanjutnya, admin menerima bahan yang dibeli dan memberikan dana, kemudian dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap bahan yang
akan digunakan dalam tahap produksi. Semua bahan yang telah dibeli akan digunakan untuk produksi oleh-oleh pada hari itu. Dalam proses ini, bagian keuangan mencatat transaksi keuangan secara manual menggunakan buku besar setiap minggu, namun catatan tersebut hanya mencakup jumlah produk dan belum mencantumkan harga produk secara rinci. Setiap entri keuangan dihitung berdasarkan perkiraan kasar.
Dalam proses transaksi, setiap barang yang dibeli diperiksa kembali sebelum meninggalkan pasar, namun detail setiap barang yang dibeli tidak dicatat, hanya mencantumkan jumlah produk yang dibawa ke toko setiap harinya. Pengajuan pembelian barang dilakukan dengan mengunjungi bagian keuangan, di mana tim keuangan melaporkan kepada atasan. Setelah laporan disetujui, bagian keuangan langsung memberikan dana belanja kepada karyawan yang melakukan pembelian bahan pada hari tersebut.
## 2. Analisa SWOT
Analisis SWOT mengacu pada evaluasi kondisi internal dan eksternal yang mempengaruhi sebuah sistem atau proses bisnis suatu organisasi[20]. Hal tersebut digambarkan dan dijelaskan dengan mengidentifikasi setiap kelebihan hingga ancaman yang tersedia ataupun menjadi keunggulan dan kelemahan yang perlu di evaluasi dalam perkembangan proses bisnis dan sistem.
T ABEL II
A NALISIS S WOT
## SWOT
Analisis SWOT Strenght Insyira memiliki sejumlah kekuatan yang dapat menjadi fondasi positif untuk pertumbuhan bisnis mereka. Pertama, kualitas produk yang tinggi dapat menjadi daya tarik bagi pelanggan yang menghargai oleh oleh berkualitas. Selain itu, keberadaan rumah produksi dan toko fisik dapat menjadi keunggulan dalam menarik pelanggan lokal yang mencari oleh oleh tradisional. Selanjutnya, jika Insyira telah beroperasi dalam waktu yang lama, mereka mungkin telah membangun basis pelanggan setia yang dapat terus mendukung bisnis ini.
Weakness Namun, terdapat beberapa kelemahan yang perlu diatasi. Pengelolaan keuangan yang masih manual, menggunakan buku besar dan proses manual untuk berbagai aspek seperti pengelolaan belanja bahan baku, serta pencatatan masukan dan keluaran produk jadi, dapat menyebabkan kurangnya transparansi dan ketepatan data. Beberapa transaksi yang tidak tercatat dengan baik di buku besar dapat menyulitkan dalam melacak uang masuk dan keluar, pengelolaan belanja bahan baku, dan distribusi produk secara rinci dan cepat. Selain itu, keterlambatan dalam proses input data dapat menghambat kemampuan untuk memantau dan mengelola persediaan bahan baku secara akurat.
Opportunity Adapun peluang untuk meningkatkan kinerja bisnis, Insyira dapat mempertimbangkan pengenalan sistem pengelolaan keuangan digital untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam pelacakan uang masuk dan keluar, serta mempercepat proses input data. Memberikan pelatihan kepada tim pengelola tentang pentingnya pencatatan yang akurat juga dapat membantu mengatasi kelemahan yang ada.
Threat
Terkait dengan ancaman, ketidakseimbangan keuangan yang disebabkan oleh kurangnya transparansi dan ketepatan data dapat berpotensi menyebabkan kehilangan kontrol atas aliran uang. Selain itu, reputasi Insyira dapat terpengaruh negatif jika pelanggan merasa tidak percaya dengan pengelolaan keuangan yang kurang tercatat dengan baik. Oleh karena itu, langkah langkah perbaikan dan peningkatan dalam pengelolaan keuangan dan pencatatan transaksi menjadi sangat penting untuk menjaga keberlanjutan dan reputasi bisnis ini.
## 3. Usulan Sistem
Berdasarkan evaluasi sistem yang berjalan, diusulkan penerapan sistem baru secara komputerisasi untuk memonitori setiap pengelolaan di Rumah Produksi Insyira oleh-oleh Pekanbaru. Usulan ini difokuskan pada fitur-fitur yang menjadi kendala dalam sistem yang sedang digunakan, dengan harapan dapat memberikan solusi untuk setiap masalah yang teridentifikasi dalam analisis sistem yang telah ada. Sistem informasi monitoring baru ini akan
mencakup manajemen keuangan (pemasukan dan pengeluaran), manajemen bahan baku (pemasukan dan pengeluaran), serta manajemen distribusi produk ke toko. Selanjutnya, dilakukan analisis kebutuhan fungsional, non-fungsional, dan data untuk mendukung implementasi sistem ini.
## 4. Kebutuhan Fungsional
Kebutuhan fungsional merupakan proses yang menjelaskan secara terperinci setiap fungsi yang digunakan dalam upaya menyelesaikan masalah. Fungsi yang dimiliki pada sistem usulan ini dijabarkan sebagai berikut :
a. Memiliki form login yang harus diisi dengan username dan password yang dimiliki oleh atasan, admin, monitoring, dan bendahara.
b. Admin dapat melakukan pengelolaan terhadap Data Bahan Baku, Data Karyawan, dan Data hasil produksi.
c. Monitoring dapat melakuka pengelolaan terhadap bahan masuk, bahan keluar, bahan produksi monitoring produksi, dan Jenis produk
d. Bendahara dapat melakukan pengelolaan penjualan produk, laporan penjualan, Kelola gaji karyawan, Kelola pembelian barang dan laporan pembelian barang.
e. Pimpinan dapat melakukan monitoring terhadap produksi, dan memonitoring laporan seperti penjualan, pembelian, laporab bahan baku dan gaji karyawan.
5. Kebutuhan Data
Kebutuhan data yang diolah akan ditampilkan pada website Sistem Informasi Monitoring pada Rumah Produksi Insyira Oleh-Oleh Pekanbaru yaitu:
a. Data Karyawan
b. Data Gaji Karyawan
c. Data User
d. Data Bahan Baku
e. Data Penggunaan Bahan Baku
f. Data Produk
g. Data Penjualan Produk
h. Data Keuangan
## B. Perancangan Sistem
Berikut adalah beberapa fitur yang ada dalam sistem pemantauan Rumah Produksi Insyira Oleh-Oleh di Pekanbaru:
a. Akses Terbatas
Hanya admin, pengguna monitoring, kasir, bendahara, dan pimpinan yang terdaftar dalam database yang memiliki akses ke sistem.
b. Pengelolaan Data oleh Admin
Admin memiliki kemampuan untuk mengelola data bahan baku, karyawan, produksi, penjualan, dan dapat mencetak laporan dari data-data tersebut.
c. Pengelolaan oleh Monitoring Pengguna monitoring dapat mengelola informasi terkait bahan masuk, memonitor proses produksi, jenis produk, dan tahapan produksi.
d. Tugas Bendahara
Bendahara bertanggung jawab atas laporan penjualan, pembelian, gaji karyawan, serta melakukan rekapitulasi laporan penjualan bulanan dan tahunan.
e. Pemantauan oleh Pimpinan Pimpinan memiliki kemampuan untuk memonitor proses produksi dan melihat laporan, termasuk penjualan, pembelian, laporan bulanan, dan laporan gaji karyawan.
f. Informasi Stok Bahan Baku dan Produk
Sistem memudahkan pengguna untuk melihat jumlah bahan baku yang tersedia di gudang dan produk yang masih ada di Rumah Produksi Oleh-Oleh Insyira.
Berdasarkan analisis ini, direkomendasikan perancangan sistem informasi monitoring Rumah Produksi Insyira Oleh-Oleh Pekanbaru dengan menggunakan pendekatan berorientasi objek, yaitu Unified Modeling Language (UML). Pendekatan ini akan membantu dalam merinci struktur dan interaksi antar komponen sistem secara visual, memfasilitasi pengembangan sistem yang lebih efisien dan terorganisir.
## 1. Use Case Diagram
Use Case Diagram secara grafis menggambarkan interaksi antara sistem, sistem eksternal dan pengguna.
## Gambar 2. Use Case Diagram
Gambar 2. Mendeskripsikan fungsi-fungsi yang akan digunakan pada pembuatan sistem informasi monitoring rumah produksi insyira. Selanjutnya didefinisikan secara deskriptif terhapada setiap use case yang telah di simulasikan pada Gambar 2. sebelumnya, yang terlihat pada Tabel III. Berikut:
T ABEL III U SE C ASE D IAGRAM No ID Use Case Deskripsi 1. UC-1 LOGIN Menggambarkan setiap jenis aktor ataupun user harus login untuk bisa mengakses sistem. 2. UC-2 Kelola Bahan Baku Menggambarkan bagaimana Monitoring dan Admin dapat Kelola Bahan Baku 3. UC-3 Kelola Data Karyawan Menggambarkan bagaimana aktor Monitoring dan Admin dapat Kelola Data Karyawan 4. UC-4 Kelola Bahan Keluar Menggambarkan bagaimana aktor Monitoring dapat Kelola Bahan Keluar 5. UC-5 Kelola Hasil Produksi Menggambarkan bagaimana aktor Admin dapat Kelola Hasil Produksi 6. UC-11 Proses Monitoring Menggambarkan bagaimana aktor Monitoring dapat memberikan jejak kegiatan bisnis yang dilakukan dengan montoring 7. UC-16 Kelola Penjualan Menggambarkan bagaiaman aktor Bendahara dapat Kelola Penjualan Produk.
No ID Use Case Deskripsi 8. UC-18 Kelola Gaji Karyawan Menggambarkan bagaiman aktor Bendahara dapat Kelola Gaji Karyawan. 9. UC-19 Kelola Pembelian Barang Menggambarkan bagaiamana aktor Bendahara dapat Kelola Pembelian Barang yang dilakukan. 10. UC-20 Monitoring Produksi Menggambarkan Pimpinan juga dapat monitoring terhadap produksi yang ada. 11. UC-21 Laporan Penjualan Menggambarkan bagaimana Bendahara dan Pimpinan dapat melihat laporan penjualan. 12. UC-22 Laporan Pembelian Menggambarkan bagaiaman aktor bendahara dan pimpinan dapat melihat laporan Pembelian bahan. 13. UC-23 Laporan Bahan Menggambarkan bagaiaman aktor Pimpinan dapat melihat laporan Bahan yang tersdia dan digunakan secara rentan waktu 14. UC-24 Laporan Gaji Karyawan Menggambarkan bagaimana Pimpinan dapat melihat laporan gaji karyawan.
## 2. Class Diagram
Class Diagram yang direncanakan pada sistem informasi monitoring satu pintu insyira menggunakan agile development dapat dilihat pada gambar 3. berikut:
## Gambar 3. Class Diagram
Sistem ini akan membangun beberapa kelas yang terintegrasi mulai dari kelas user, pengambilan bahan, bahan, karyawan, monitoring, produk, pembelian dan penjualan. Dimana setiap kelas akan terhubung satu sama lainnya guna menciptakan sistem yang baik dan terintegrasi.
## C. Implementasi
Tahap selanjutnya dilakukan implementasi berdasrakan analisa dan perancangan yang telah dilakukan sebelumnya.
## 1. Login
## Gambar 4. Implementasi Halaman Login
Terlihat pada Gambar 4 Login hanya berisi form dengan input username, dan password dimana user juga bisa melakukan pembuatan atau registrasi akun pada halaman login ini. Dengan memperlihatkan logo dan background rumah produksi insyira sekira dapat mempercantik tampilan pada halaman login ini.
## 2. Kelola Bahan Baku
## Gambar 5. Implementasi Halaman Kelola Bahan Baku
Pada halaman Kelola Bahan Baku yang terlihat pada Gambar 5 difungsikan sebagai pengelolaan bahan baku mulai dari penambahan bahan baku, pengeditan bahan yang telah diinput, penghapusan hingga menampilkan data bahan baku yang tersedia. Kondisi pada Kelola bahanbaku mengacu pada kondisi bahan baku yang diinput dalam combobox yaitu bersih dan belum bersih.
## 3. Kelola Monitoring
## Gambar 6. Implementasi Halaman Monitoring
Halaman Kelola Monitoring yang terlihat pada Gambar 6 difungsikan untuk user monitoring dapat melakukan pelaporan terhadap aktivitas produksi yang ada di rumah produksi insyira dengan setiap input diharuskan untuk mengisi dalam format waktu dengan memilih terlebih dahulu produk apa yang akan di produksi pada aktivitas produksi ini.
## 4. Kelola Gaji Karyawan
## Gambar 7. Implementasi Halaman Kelola Gaji Karyawan
Halaman Kelola Gaji Karyawan yang terlihat pada Gambar 7 diatas difungsikan sebagai halaman pengelolaan gaji dimana hanya bisa diakses oleh user Bendahara dan dapat menampilkan data karyawan serta gaji yang telah didapatkan dimana nama karyawan hanya akan menampilkan nama karyawan yang telah di input sebelumnya pada halaman data karyawan.
## 5. Kelola Laporan Penjualan
## Gambar 8. Implementasi Halaman Laporan Penjualan
Halaman Kelola Laporan Penjualan yang terlihat pada Gambar 8 diatas menampilkan data data penjualan secara menyeluruh dengan urutas terlama ke terbaru. Pada tampil;an laporan penjualan ini user dapat memilih rentang tanggal penjualan dan pencetakan laporan penjualan dengan output dokumn PDF.
## D. Pengujian
Pengujian sistem memegang peran krusial dalam siklus pembuatan atau pengembangan perangkat lunak, bertujuan untuk menjamin kualitas serta mengidentifikasi potensi kelemahan dalam perangkat lunak tersebut. Pengujian sistem informasi monitoring Insyira ini dilakukan dengan metode black box, di mana pendekatan ini fokus pada uji fungsionalitas sistem tanpa memerhatikan struktur internalnya. Dalam pengujian black box, sistem dievaluasi untuk memastikan kesesuaian dengan spesifikasi fungsional yang telah ditetapkan. Pendekatan ini menekankan pada pengujian input dan output, serta respons sistem terhadap rangsangan yang diberikan, tanpa memperhatikan implementasi internalnya. Hal ini memungkinkan pengujian dari perspektif pengguna akhir, sehingga memastikan bahwa sistem dapat berperforma sesuai harapan pengguna.
Dengan menggunakan metode black box, tim pengujian dapat menilai sejauh mana sistem Informasi Monitoring Insyira memenuhi kebutuhan dan ekspektasi yang dijabarkan dalam spesifikasi fungsionalnya. Pendekatan ini memberikan gambaran menyeluruh tentang kinerja sistem tanpa perlu mengetahui rincian implementasi internalnya. Dengan demikian, pengujian black box menjadi instrumen kunci dalam memastikan kualitas dan keandalan sistem informasi yang dikembangkan. Pengujian Blackbox dapat dilihat pada Tabel 4 berikut:
T ABEL IV
## P ENGUJIAN B LACKBOX
No Pengujian Test Case Hasil yang diharapkan Kesimpulan 1. Login Halaman Login Sistem menampilakn Halaman Dashboard masing masing role Berhasil 2. Tambah Bahan Baku Halaman Kelola Bahan Baku Sistem melakukan penambahan bahan baku dibuktikan dengan penambahan list pada tabel Berhasil 3. Tambah Data karyawan Halaman Kelola Data Karyawan Sistem menambahkan data karyawan Berhasil 4. Cetak Laporan Halaman Laporan Penjualan Sistem melakukan Cetak Laporan dalam bentuk PDF Berhasil
Pengujian UAT dilakukan langsung kepada penguna akhir sistem berdasarkan hak akses yag telah ada disistem yaitu, admin, monitoring, bendahara dan pimpinan dimana setiap user akan diajukan beberapa pertanyaan yang dapat dilihat pada tabel 5. Berikut:
T ABEL V
P ENGUJIAN U SER A CCEPTENCE T ESTING No Pertanyaan SS S CS KS TS 1. Sistem mudah dioperasikan 3 1 - - - 2. Sistem bekerja sesuai dengan yang diharapkan 4 - - - - 3. Sistem memudahkan pengguna dalam melakukan proses produksi oleh-oleh 2 2 - - - 4. Sistem menampilkan menu sesuai kebutuhan pengguna 4 - - - - 5. Sistem membantu dalam melakukan pemantauan bahan 3 1 - - - 6. Sistem dapat memberikan laporan yang dibutuhkan dengan mudah dan efektif 4 - - - - 7. Sistem memberikan kemudahan dalam melakukan penginputan bahan 3 1 - - - 8. Sistem membantu pengguna dalam melihat bahan dan produk yang tersedia 4 - - - - 9. Sistem membantu dalam melakukan proses penggajian dan penginputan penjualan hingga pembelian 4 - - - - 10. Sistem berjalan sesuai dengan hak akses yang diberikan 2 2 - - - Total 33 7 0 0 0
Setelah diketahui nilai tertinggi dan terendah dari penilaian tersebut, dapat kita lakukan perhitungan persentase UAT dengan menggunakan persamaan:
𝑀 = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑥 100% 𝑀 = 193 200 𝑥 100%
## 𝑀 = 96%
Berdasarkan perhitungan tersebut dapat dilakukan perbandingan antara hasil perhitungan Uat dengan rentang persentase UAT sehingga dapat diambil kesimpulan dengan rentang persentase UAT dan dapat disimpulkan bahwa sistem informasi monitoring insyira mendapat persetujuan pengguna dengan hasil pengujian termasuk kedalam kategori sangat setuju dengan rentang persentase 81%-100% dan hasil yang didapatkan yaitu 96%.
## IV. K ESIMPULAN
Berdasarkan analisis SWOT sebelumnya, Insyira dapat mengatasi kelemahan dan memaksimalkan peluang dengan mengadopsi langkah-langkah seperti penggunaan sistem pengelolaan keuangan digital, memberikan pelatihan kepada tim pengelola, dan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pencatatan yang baik. Dengan meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam pengelolaan keuangan, Insyira dapat mengurangi risiko ketidakseimbangan keuangan dan membangun kepercayaan pelanggan. Implementasi sistem informasi monitoring menjadi solusi teknologi krusial, diuji menggunakan metode black box, dengan keberhasilan sistem mencapai 100% sesuai dengan kebutuhan fungsional. Dengan demikian, diharapkan efisiensi proses operasional dan manajemen terkait di Rumah Produksi Insyira akan meningkat. Sistem dapat dikembangkan lebih lanjut untuk performa yang lebih baik di masa mendatang.
Pengujian User Acceptance Testing (UAT) menunjukkan tingkat penerimaan sebesar 96%, menandakan bahwa sistem ini diterima dengan baik oleh pengguna. Tingkat penerimaan tersebut mencerminkan kontribusi positif sistem informasi monitoring terhadap peningkatan kualitas operasional Rumah Produksi Insyira, berdampak pada peningkatan nilai jual bisnis dan keterlibatan dalam pengambilan keputusan.
Sebagai kesimpulan, diharapkan "Sistem Informasi Monitoring Satu Pintu" memberikan inovasi dan peningkatan nilai bisnis pada Rumah Produksi Insyira. Meskipun menghadapi tantangan selama pengembangan atau pengujian, sistem ini diharapkan menjadi acuan untuk penelitian terkait penggunaan sistem informasi manajemen dalam pengelolaan aset dan aktivitas bisnis. Dengan otomatisasi dan efisiensi, diharapkan bisnis di berbagai sektor dapat berkembang lebih baik di masa depan.
## R EFERENSI
[1] A. Tedyyana, O. Ghazali, and O. W. Purbo, “A real-time hypertext transfer protocol intrusion detection system on web server,” TELKOMNIKA (Telecommunication Computing Electronics and Control) , vol. 21, no. 3, p. 566, Jun. 2023, doi: 10.12928/telkomnika.v21i3.24938.
[2] R. P. Dhaniawaty, A. P. Fadillah, and D. Lubis, “Design of Furniture Production Monitoring Information System,” in IOP Conference Series: Materials Science and Engineering , IOP Publishing Ltd, Aug. 2020. doi: 10.1088/1757-899X/879/1/012044.
[3] A. Herdiansah, R. Indra Borman, and S. Maylinda, “Sistem Informasi Monitoring dan Reporting Quality Control Proses Laminating Berbasis Web Framework Laravel,” Jurnal TEKNO KOMPAK , vol. 15, no. 2, pp. 13–24, 2021.
[4] D. M. K Nugraheni, I. Alicy, and B. Noranita, “Usability evaluation to approve an information system design (case study: Immunization monitoring interface design),” E3S Web of Conferences , vol. 125, no. 1, 2019, doi: 10.1051/e3sconf/201.
[5] H. M. Al-Hattami, “Validation of the D&M IS success model in the context of accounting information system of the banking sector in the least developed countries,” Journal of Management Control , vol. 32, no. 1, pp. 127–153, Mar. 2021, doi: 10.1007/s00187-020- 00310-3.
[6] G. Yue, “Design of information management system for structural monitoring based on network fragmentation,” Int. J. Internet Protocol Technology , vol. 13, no. 4, pp. 202–210, 2020.
[7] M. Marsuyitno, S. A. Putri, L. A. Utami, and T. Dwiantoro, “Sistem Informasi Monitoring Perjanjian Kerja Sama Berbasis Web Pada PT Dayamitra Telekomunikasi Jakarta,” JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA , vol. 4, no. 1, p. 193, Jan. 2020, doi: 10.30865/mib.v4i1.1497.
[8] A. L. Zolkin, R. V. Faizullin, and V. V. Dragulenko, “Application of the modern information technologies for design and monitoring of business processes of transport and logistics system,” in Journal of Physics: Conference Series , IOP Publishing Ltd, Nov. 2020. doi: 10.1088/1742-6596/1679/3/032083.
[9] A. N. Yusril, I. Larasati, and P. Al Zukri, “Systematic Literature Review Analisis Metode Agile dalam Pengembangan Aplikasi Mobile,” SISTEMASI: Jurnal Sistem Informasi , vol. 10, no. 2, pp. 369–380, 2021, [Online]. Available: http://sistemasi.ftik.unisi.ac.id [10] Y. K. Zhang, T. X. Cheng, and W. Bin Du, “An agile development bidirectional iteration model for project management information system and its application,” in Applied Mechanics and Materials , 2013, pp. 501–506. doi:
10.4028/www.scientific.net/AMM.411-414.501.
[11] M. A. Londa, Y. A. Wee, and M. Radja, “Implementasi Sistem Informasi Monitoring Disposisi Surat Masuk dan Surat Keluar Berbasis Website,” MATRIK : Jurnal
Manajemen, Teknik Informatika dan Rekayasa Komputer , vol. 21, no. 2, pp. 379–388, Mar. 2022, doi: 10.30812/matrik.v21i2.1443.
[12] S. Almahamid, “The influence of ERP system usage on agile capabilities: Examining the mediating role of users’ psychological empowerment in Jordanian commercial banks,” Information Technology and People , vol. 32, no. 6, pp. 1633–1656, Nov. 2019, doi: 10.1108/ITP-02-2018-0055.
[13] M. Mirtsch, J. Kinne, and K. Blind, “Exploring the Adoption of the International Information Security Management System Standard ISO/IEC 27001: A Web Mining- Based Analysis,” IEEE Trans Eng Manag , vol. 68, no. 1, pp. 87–100, Feb. 2021, doi: 10.1109/TEM.2020.2977815.
[14] A. Bremang, A. C. Lyons, and Z. Michaelides, “An information system’s architecture to support responsive supply chains,” 2006.
[15] N. Satyahadewi and N. Mutiah, “SISTEM INFORMASI MONITORING TUGAS AKHIR (SIMTA) BERBASIS WEB FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS TANJUNGPURA,” CESS (Journal of Computer Engineering System and Science) , vol. 4, no. 1, pp. 2502–714, 2019.
[16] K. Matsuo and L. Barolli, “IoT sensors management system using Agile-Kanban and its application for weather measurement and electric wheelchair management,” International Journal of Web Information Systems , vol. 16, no. 3, pp. 281–293, Oct. 2020, doi: 10.1108/IJWIS-06-2020-0036.
[17] F. Nadhira, Moh. I. Wahyuddin, and R. T. K. Sari, “Penerapan Metode Agile Scrum Pada Rancangan SisIAM4,” JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA , vol. 6, no. 1, p. 560, Jan. 2022, doi: 10.30865/mib.v6i1.3525.
[18] P. Abrahamsson, O. Salo, J. Ronkainen, and J. Warsta, “Agile Software Development Methods: Review and Analysis.” [Online]. Available:
http://www.vtt.fi/inf/pdf/publications/2002/P478.pdf.
[19] A. Sagadevan and S. Chirayath, “Information driven safeguards approach for remote monitoring system of dry cask storage,” Nuclear Instruments and Methods in Physics Research, Section A: Accelerators, Spectrometers, Detectors and Associated Equipment , vol. 954. Elsevier B.V., Feb. 21, 2020. doi: 10.1016/j.nima.2018.12.052.
[20] K. A. Abdelouhab, D. Idoughi, and C. Kolski, “A framework combining agile, user- centred design and service-oriented architecture approaches for collaborative disaster management system design A framework combining agile, UCD and SOA approaches 365,” 2018.
[21] G. Rachid, I. Alameddine, and M. El-Fadel, “SWOT risk analysis towards sustainable aquifer management along the Eastern Mediterranean,” J Environ Manage , vol. 279, Jan. 2021, doi: 10.1016/j.jenvman.2020.111760.
[22] G. Rachid, I. Alameddine, and M. El-Fadel, “SWOT risk analysis towards sustainable aquifer management along the Eastern Mediterranean,” J Environ Manage , vol. 279, Jan. 2021, doi: 10.1016/j.jenvman.2020.111760.
[23] K. Kasutjianingati, A. Wahyono, A. Brilliantina, and E. K. Novitasari, “SWOT and Analytical Network Process (ANP) Analysis for Robusta Coffee Bean Development Strategy in Panti District, Jember Regency,” in IOP Conference Series: Earth and Environmental Science , Institute of Physics Publishing, Jan. 2020. doi: 10.1088/1755- 1315/411/1/012019.
[24] D. Del Barrio Alvarez and M. Sugiyama, “A SWOT analysis of utility-scale solar in myanmar,” Energies (Basel) , vol. 13, no. 4, 2020, doi: 10.3390/en13040884.
[25] J. Dulić et al. , “Implementation of SWOT analysis to evaluate conservation necessity and utilization of natural wealth: terrestrial orchids as a case study,” Journal of Environmental
Planning and Management , vol. 63, no. 12, pp. 2265–2286, Oct. 2020, doi: 10.1080/09640568.2020.1717935.
[26] I. S. Utami, Winarno, and H. Setiadi, “Analysis the Effect of Website Quality on User Satisfaction with the WebQual 4.0 Method and Importance-Performance Analysis (IPA) (Case Study: SPMB Sebelas Maret University’s Website),” in Journal of Physics: Conference Series , IOP Publishing Ltd, Mar. 2021. doi: 10.1088/1742- 6596/1842/1/012003.
[27] Z. Liyang and Z. Xinling, “Optimization design of automatic filing system of financial management information under the background of information technology development,” Journal of Intelligent & Fuzzy Systems , vol. 38, no. 2, pp. 1411–1422, Nov. 2019, doi: 10.3233/jifs-179504.
|
e52291fa-f4d9-4eb0-a096-4bf9fec3fe1c | https://jurnal.uimedan.ac.id/index.php/JURNALFARMASI/article/download/1502/1020 |
## JIFI (JURNAL ILMIAH FARMASI IMELDA)
Vol.7, No.2, Maret 2024, pp. 105-113 ISSN: 2597-7164 (Online), 2655-3147 (Print) https://jurnal.uimedan.ac.id/index.php/JURNALFARMASI
105
## UJI EFEKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI KOMBINASI
EKSTRAK DAUN STEVIA ( Stevia rebaudiana (bertoni) bertoni) DAN DAUN TEH HIJAU ( Camellia sinensis (L.) Kuntze) DENGAN MENGGUNAKAN METODE DPPH ( 1,1- Difenil-2-Pikrilhidrazil )
Sri Rezeki Samosir 1 , Novycha Auliafendri 2 , Marlina Iva Doris Naibaho 3 1,2,3 Program Studi S-1 Farmasi, Universitas Imelda Medan, Indonesia
Article Info
## ABSTRACT
Article history: Received Sep 28, 2023 Revised Mar 19, 2024 Accepted Mar 23, 2024 The stevia plant is known to have various benefits in the pharmaceutical field and is used as a health medicine because of its antioxidant, antifungal and non-carcinogenic effects. Green tea is a plant that contains various antioxidant compounds that are beneficial for health. The aim of this research is to determine whether the combination of stevia leaf extract and green tea leaves is effective as an antioxidant. Ethanol extract of stevia leaves and green tea leaves is made by maceration with 96% ethanol solvent, combination extract has blackish green. The ethanol extract of stevia leaves and green tea leaves was screened for phytochemical compounds. Antioxidant effectiveness was tested using the DPPH (1,1 Diphenyl-2-Picrylhydrazyl) method, with varying concentrations of 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm and 50 ppm. Then Antioxidant activity test by DPPH measured using a UV-Vis spectrophotometer. The results of screening for phytochemical compounds show that stevia leaf extract contains alkaloids, saponins, flavonoids and tannins. Meanwhile, the results of screening for phytochemical compounds in green tea leaf extract contain alkaloids, steroids, saponins, flavonoids and tannins. The research results showed that antioxidant levels in the combination of Stevia leaf extract and green tea leaves with concentrations of 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, 50 ppm with a ratio of (1:1) had an IC 50 analysis result of 10 ppm of 19.90 mg/L, 20 ppm is 12.90 mg/L, 30 ppm is 9.60 mg/L. 40 ppm is 6.80 mg/L. 50 ppm is 6.60 mg/L where a concentration of 50 ppm is classified as a very strong antioxidant. The antioxidant effect of the combination of stevia leaf extract and green tea leaves is still higher than vitamin C. The combination of stevia leaves extract and green tea leaves has antioxidant effectiveness.
## Keywords:
Stevia leaves (Stevia rebaudiana (bertoni) bertoni) Green tea leaves (Camellia sinensis (L.) Kuntze) Antioxidant
DPPH This is an open access article under the CC BY-SA license.
Corresponding Author:
Sri Rezeki Samosir Program Studi Sarjana Farmasi Universitas Imelda Medan Jl. Bilal No.52 Kelurahan Pulo Brayan Darat I Kecamatan Medan Timur, Medan-Sumatera Utara Email: sr473569@gmail.com
106
## 1. INTRODUCTION
Indonesia merupakan negara yang memiliki lahan luas dengan kondisi alam yang mendukung bagi pertanian dan perkebunan, serta dianugerahi keanekaragaman flora yang sebagian besar dapat dijadikan sebagai tanaman obat (Aryanti et al., 2021). Berbagi bahan alami asli Indonesia sebagai antioksidan diperlukan untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dengan biaya yang relatif terjangkau. Radikal bebas yang terus-menerus dihasilkan selama proses metabolisme normal diduga bertanggung jawab merusak fungsi sel tubuh hingga akhirnya memicu munculnya penyakit degeneratif (Werdhasari, 2014).
Pada penelitian sebelumnya, banyak peneliti yang meneliti kandungan antioksidan dan kandungan total senyawa fenolik pada ekstrak daun stevia. Menurut (Putri et al., 2019) ekstrak etanol daun stevia yang dimaserasi mempunyai nilai total fenolik, nilai total flavonoid dan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan proses ekstraksi Soxhlet. Tanaman Stevia (Stevia rebaudiana (bertoni) bertoni) diketahui memiliki beragam manfaat dalam bidang farmasi dan digunakan sebagai obat terapi karena efek antioksidan, antijamur dan non-karsinogeniknya. Selain itu, stevia juga mengandung metabolit lain yang berpotensi bioaktif, alkaloid, klorofil yang larut dalam air, lutein, asam amino, lemak, flavonoid, senyawa fenolik, tanin dan asam askorbat. Beberapa senyawa aktif seperti flavonoid, fenol, tanin, antrakuinon, sinamat, dan kurkumin dilaporkan memiliki kemampuan melindungi dari sinar UV (Putri et al., 2019). Pada beberapa penelitian terkait potensi antioksidan ekstrak daun stevia hasilnya menunjukan bahwa aktivitas antioksidan daun stevia memiliki aktivitas antioksidan ekstrak etanol 96% stevia (daun, batang, dan akar) yang dikeringkan dengan berbagai metode pengeringan dan diekstraksi dengan MAE ( Microwave assisted extraction ). Ekstrak dengan nilai IC 50 diperoleh dari ekstrak daun stevia yang dikeringkan dengan dehidrator sebesar 363,49 mg/L. Rendahnya aktivitas antioksidan pada ekstrak stevia kemungkinan terjadi akibat adanya degradasi senyawa aktif seperti flavonoid dan polifenol (Darmawan, 2023). Aktivitas antioksidan bubuk stevia termasuk ke dalam kategori lemah yaitu berkisar antara 200-600 ppm. Lemahnya aktivitas antioksidan bubuk stevia dipengaruhi oleh adanya bahan pengikat gum arab dan maltodekstrin (Zain et al., 2020).
Teh hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) merupakan tanaman yang mengandung berbagai senyawa antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan dan jenis tanaman berkhasiat yang paling banyak dibudidayakan dengan baik di Indonesia (Fajar et al., 2018). Teh hijau banyak diminati dan dikonsumsi hampir setiap hari sebagai minuman penyegar atau kesehatan karena efek relaksasinya yang ditimbulkan serta dipercaya memiliki segudang manfaat bagi kesehatan tubuh diantaranya sebagai antikanker, antioksidan, antijamur, antibakteri, dan mencegah penuaan. Teh hijau ( Camellia sinensis (L.) Kuntze) merupakan minuman herbal yang banyak diminati karena memiliki banyak manfaat salah satunya sebagai antioksidan. Menurut (Kusmiyati et al., 2015), teh hijau memiliki kandungan flavonoid yang tinggi terutama katekin (20–30% dari berat kering). Senyawa katekin dari golongan flavonoid (polifenol) dalam teh hijau diketahui bertanggung jawab dalam menentukan sifat antioksidan pada teh hijau (Aryanti et al., 2021). Mengingat adanya potensi daun teh hijau sebagai antioksidan, maka perlu dikumpulkan bukti ilmiah tentang daun teh hijau yang terkait dengan kemampuan sebagai antioksidan terutama dibagian ekstrak daun teh hijau. Berdasarkan penelitian dari (Malik et al., 2017) nilai IC 50 dari ekstrak daum teh hijau sebesar 31,13 mg/L. Aktivitas antioksidan dengan nilai IC 50 paling kecil yaitu IC 50 <50 µg/mL termasuk dalam kategori antioksidan sangat kuat.
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah terjadinya reaksi oksidasi dari radikal bebas (Varian, n.d. 2023). Berdasarkan sumbernya, antioksidan dibedakan menjadi antioksidan sintetik dan antioksidan alami. Penggunaan antioksidan sintetik semakin berkurang karena dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan (kerusakan hati) dan dapat menimbulkan karsinogen, sehingga penggunaannya digantikan dengan antioksidan alami. Antioksidan alami merupakan senyawa yang terdapat pada bahan alami yang dapat menghasilkan potensi aktivitas antioksidan lebih tinggi bila digunakan secara kombinasi (Rikantara et al., 2022).
Untuk menguji adanya aktivitas antioksidan dapat digunakan metode DPPH ( 1,1 Diphenyl- 2-Picrylhydrazyl) p enangkapan radikal DPPH dapat diamati dengan mengamati penurunan serapannya. Hal ini mungkin terjadi akibat reduksi radikal bebas antioksidan atau reaksi dengan
senyawa radikal bebas lainnya (Anang Budi Utomo et al 2011). Antioksidan bereaksi dengan 1,1- difenil-2 pikrilhidrazil (DPPH) yang menstabilkan radikal bebas dan mereduksi DPPH. Kemudian DPPH akan bereaksi dengan atom hidrogen dari senyawa peredam radikal bebas membentuk 1,1- difenil-2 pikrilhidrazin (DPPH) yang lebih stabil (Bahriul et al., 2014).
Berdasarkan uraian diatas nilai IC 50 diperoleh dari ekstrak daun stevia yang dikeringkan dengan dehidrator sebesar 363,49 mg/L. Rendahnya aktivitas antioksidan pada ekstrak stevia kemungkinan terjadi akibat adanya degradasi senyawa aktif seperti flavonoid dan polifenol. Daun Stevia termasuk dalam kategori sangat lemah, dan nilai IC 50 dari ekstrak daun teh hijau sebesar 31,13 mg/L termasuk dalam kategori antioksidan sangat kuat. Menurut Suranto (2011), kombinasi beberapa jenis antioksidan sering kali memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap radikal bebas dibandingkan dengan satu jenis antioksidan saja. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengkombinasikan kedua tanaman dengan pengengkstrakan menggunakan metode maserasi untuk melihat seberapa besar efektivitas nya setelah dikombinasikan dengan menggunakan metode DPPH. Jika digunakan dalam kombinasi, antioksidan alami dapat menghasilkan manfaat antioksidan yang lebih besar.
## 2. RESEARCH METHOD Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya gunting, pisau, blender ( Turbo EHM-8099 ), timbangan analitik ( Fujitsu FS-AR210 ), (botol ekstrak, gelas beker, gelas ukur, erlenmeyer, corong kaca) ( Glassco ), pipet tetes, toples kaca ( TPS ), kertas saring, batang pengaduk, tabung reaksi, rotary evaporator vakum ( Heidolph vv 2000 ), waterbath ( mummert ) plastik wrap, rak tabung reaksi, lampu UV, spektrofotometer UV-Vis ( Thermo- Genesys 10S UV-Vis ), kuvet, mikropipet ( Dragon Med ).
## Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu daun stevia ( Stevia rebaudiana (bertoni) bertoni), daun teh hijau ( Camellia sinensis (L.) Kuntze), etanol 96%, akuades, HCL, reagen Lieberman-Burchard, Larutan DPPH, vitamin C, H 2 SO 4 , reagen Mayer, FeCl 3 1%, FeCl 3 5% metanol p.a., reagen Dragendroff, Alkohol 96%, reagen salkowsky.
## Prosedur Kerja Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman stevia dan teh hijau dilakukan dengan melakukan herbarium di Universitas Sumatera Utara.
## Pembuatan Simplisia
Bagian yang diambil adalah daun yang berwarna hijau dan masih muda, dipilih yang bagus dan masih utuh. Kemudian di timbang sebelum dilakukan pencucian di air yang mengalir, pada saat pencucian benda lain yang menempel di daun di buang, selanjutnya daun yang sudah selesai proses penyucian di tiriskan dan di jemur hingga kering. Prosedur pembuatan serbuk simplisia daun stevia dan daun teh hijau yaitu daun yang sudah dikeringkan kemudian di rajang terlebih dahulu sebelum di blender.
## Pembuatan Ekstrak
Ditimbang 512 g daun stevia dan 610 g daun teh hijau, kemudian dimasukan kedalam toples kaca untuk maserasi. Dituang secara perlahan pelarut etanol 96% kedalam tempat maserasi yang berisi serbuk daun stevia dan teh hijau. Kemudian biarkan pelarut etanol merendam serbuk simplisia. Selama 3 hari sesekali dilakukan pengadukan. Selanjutnya disaring ke dalam wadah baru sehingga diperoleh ekstrak cair. Hasil penyarian dari ekstrak diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator dibawah titik didih hingga diperoleh ekstrak kental (Najib et al., 2017). Rendemen ekstrak pada daun stevia 25,39% dan rendeman pada daun teh hijau 32,78%.
108
## Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia bertujuan untuk mengetahui zat-zat kimia yang terkandung dalam ekstrak daun stevia dan daun teh hijau.
## a. Alkaloid
Ekstrak sampel dimasukan ke dalam tabung reaksi sebanyak 1 gram, kemudian ditambahkan beberapa tetes reagen dragendroff. Bila terdapat senyawa alkaloid, maka akan terbentuk endapan berwarna merah bata, merah, jingga pada reagen Dragendroff (Varian, N.D.2023).
## b. Steroid/Triterpenoid
Ekstrak sampel dimasukan ke dalam tabung reaksi sebanyak 0,5 gram, kemudian tambahkan dengan H 2 SO 4 . Apabila terjadi perubahan warna larutan menjadi coklat kemerahan menunjukkan adanya senyawa terpenoid (Varian, N.D.2023).
c. Saponin
Ekstrak sampel dimasukan ke dalam tabung reaksi sebanyak 0,5 gram, kemudianditambahkan dengan 10 ml aquades dan dikocok selama 30 detik, bila terdapat buih pada larutan, maka ekstrak menunjukan adanya kandungan senyawa saponin (Varian, N.D.2023).
## d. Flavonoid
Ekstrak sampel dimasukan ke dalam tabung reaksi sebanyak 1 gram, kemudian ditambahkan dengan 0,5 gram serbuk magnesium dan 10 tetes HCl pekat. Jika terbentuk larutan berwarna jingga, merah muda atau medah, maka terdapat senyawa flavonoid dalam ekstrak (Varian, N.D.2023).
## e. Tanin
Ekstrak sampel dimasukan ke dalam tabung reaksi sebanyak 0,5 gram, kemudian tambahkan beberapa tetes larutan FeCl 3 1%. Adanya kandungan tanin ditandai dengan timbulnya warna hijau gelap atau hijau kebiruan (Varian, N.D.2023).
Uji Antioksidan dengan DPPH ( 1,1-difenil- 2-pikrilhidrazil )
## Pembuatan Larutan DPPH 0,2 mM
Sejumlah 20 mg DPPH ditimbang dan dilarutkan dalam 100 ml metanol p.a didapatkan konsentrasi 100 ppm (Ghozaly & Herdiyamti, 2020).
## Pembuatan Larutan Blanko
Pembuatan larutan blanko Pembuatan larutan blanko adalah dengan memindahkan 1,0 ml metanol ke dalam tabung reaksi, tambahkan, lalu ditambahkan 2,0 ml metanol, kemudian dikocok sampai homogen. Selanjutnya larutan diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37 ⁰ C (Ghozaly & Herdiyamti, 2020).
## Optimasi Panjang Gelombang DPPH
Optimasi panjang gelombang DPPH Solusi DPPH 100 ppm. Simpan larutan DPPH dalam wadah kedap cahaya yang dilapisi aluminium foil. Solusi DPPH harus segar untuk setiap pengujian. Spektrum serapan larutan diukur menggunakan spektrofotometer UV-visibel pada panjang gelombang 400 nm hingga 700 nm serta ditemukan panjang gelombang optimumnya (Ghozaly & Herdiyamti, 2020).
## Pembuatan Larutan Uji
Kombinasi ekstrak dibuat dengan perbandingan (1:1) yaitu sebanyak 1 mg masing diambil dari ekstrak stevia ( Stevia rebaudiana (bertoni) bertoni ) dan Teh hijau ( Camellia sinensis (L.) Kuntze) ditambahkan 1 mL metanol p.a sehingga di peroleh 1000 ppm. Dari larutan induk tersebut dibuat konsentrasi 10 ppm (1 mg/100 ml), 20 ppm (2 mg/100 ml), 30 ppm (3 mg/100 ml), 40 ppm (4 mg/100 ml), 50 ppm (5 mg/100 ml). Aktivitas antioksidan ekstrak dibandingkan dengan antioksidan vitamin C (Ghozaly & Herdiyamti, 2020).
## Pembuatan Larutan Pembanding
Sebanyak 5 mg Vitamin C p.a dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, kemudian ditambahkan methanol p.a hingga tanda batas sebagai larutan induk. Dari larutan induk tersebut dibuat konsentrasi 10 ppm (1 mg/100 ml), 20 ppm (2 mg/100 ml), 30 ppm (3 mg/100 ml), 40 ppm (4 mg/100 ml), 50 ppm (5 mg/100 ml) Kemudian dibuat variasi konsentrasi yang sama dengan sampel uji (Ghozaly & Herdiyamti, 2020).
## Pengujian Aktivitas Antioksidan Ekstrak
a. Absorbansi kontrol: Larutan DPPH 0,2 mM sebanyak 1,5 mL dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambahkan methanol p.a sebanyak 4,5 mL, Larutan diinkubasi pada suhu 37ºC, larutan dimasukkan dalam kuvet dan diukur absorbansinya.
b. Sampel: Sebanyak 1 mg kombinasi ekstrak daun Stevia ( Stevia rebaudiana (bertoni) bertoni ) dan Teh hijau ( Camellia sinensis (L.) Kuntze) (1:1) ditambahkan 1 mL metanol p.a sehingga di peroleh 1000 ppm. Dari larutan induk tersebut dibuat konsentrasi 10 ppm (1 mg/100 ml), 20 ppm (2 mg/100 ml), 30 ppm (3 mg/100 ml), 40 ppm (4 mg/100 ml), 50 ppm (5 mg/100 ml). Aktivitas antioksidan ekstrak dibandingkan dengan antioksidan vitamin C. Sebanyak 5 mg Vitamin C p.a dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, kemudian ditambahkan methanol p.a hingga tanda batas sebagai larutan induk. Dari larutan induk tersebut dibuat konsentrasi 10 ppm (1 mg/100 ml), 20 ppm (2 mg/100 ml), 30 ppm (3 mg/100 ml), 40 ppm (4 mg/100 ml), 50 ppm (5 mg/100 ml)Kemudian dibuat variasi konsentrasi yang sama dengan sampel uji. Tabung reaksi disiapkan untuk masing-masing konsentrasi, kemudian setiap tabung reaksi diisi dengan 4,5 ml ekstrak dan ditambahkan DPPH 0,2 mM sebanyak 1,5 mL (perbandingan larutan DPPH dengan isolat yang dilarutkan pada konsentrasi tertentu 1:3). Serapan kemudian diukur dengan alat Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 516 nm (Ghozaly & Herdiyamti, 2020).
## Analisis Data
Pada penelitian ini, data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
% 𝑖𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑠𝑖 = (𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 − 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 X 100%
## Keterangan:
Absorban blanko : Serapan radikal DPPH 50 µM pada panjang gelombang maksimal. Absorban sampel : Serapan sampel dalam radikal DPPH50 µM pada panjang gelombang maksimal
Dari % penangkap radikal dihitung persamaan garis regresi menggunakan Microsoft Excel, untuk dicari menentukan harga konsentrasi efek 50%-nya (IC 50 ) (Orpa dan Subchan, 2018). Nilai IC 50 masing-masing konsentrasi sampel sirup dihitung dengan menggunakan rumus persamaan regresi linier. Konsentrasi sampel sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu y. Dari persamaan: Y = ax+ b. Untuk penentuan nilai IC 50 dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
IC 50 = (50−𝑎) 𝑏
Keterangan: Y = % Inhibisi (50) a = Intercept (perpotongan garis di sumbu Y) b = Slope (kemiringan) X = Konsentrasi
Tingkat kekuatan senyawa antioksidan menggunakan metode DPPH dapat digolongkan sebagai berikut:
110
Tabel 1. Tingkat Kekuatan Aktivitas Antioksidan (Varian, n.d.2023) Intensitas Nilai IC 50 Sangat Kuat < 50 mg/L Kuat 50-100 mg/L Sedang 101-150 mg/L Lemah > 150 mg/L
Selanjutnya, dilakukan uji perbedaan antar nilai aktivitas antioksidan ekstrak kombinasi dan Vitamin C dengan uji one-way ANOVA pada software SPSS versi 24.
## 3. RESULTS AND ANALYSIS Identifikasi Daun Stevia dan Daun Teh Hijau
Hasil determinasi sampel yang diproleh dari Laboratorium Biologi (Herbarium Medanense) Universitas Sumatera Utara menyatakan bahwa sampel yang dilakukan pada penelitian ini adalah benar Daun Stevia ( Stevia rebaudiana (Bertoni) Bertoni) dan Daun Teh Hijau ( Camelia sinensis (L.) Kuntze).
## Hasil Pembuatan Simplisia
Sebelum dilakukan ekstraksi, daun stevia dan daun teh hijau segar dibuat menjadi simpilisia. Selanjutnya daun dipotong menjadi ukuran kecil untuk dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dibawah sinar matahari. Simplisia yang sudah kering ditandai dengan irisan bila diremas mudah patah, tidak berjamur, berbau khas menyerupai bahan bahan segarnya, dan pada simplisia tidak memiliki kadar air.
## Hasil Ekstraksi Daun Stevia dan Daun Teh Hijau
Sampel yang telah dihaluskan kemudian diekstraksi dengan metode maserasi dengan pelarut etanol 96%. Hasil rendemen simplisia daun Stevia ( Stevia rebaudiana (Bertoni) Bertoni) dan daun Teh Hijau ( Camelia sinensis (L.) Kuntze) ditunjukkan pada tabel dibawah ini:
Tabel 2. Hasil Rendeman Daun Stevia dan Daun Teh Hijau
No Simplisia Serbuk Hasil Ekstrak Rendeman (%) Warna Kombinasi Ekstrak 1 Daun Stevia 512 g 130 g 25,39% Hijau Kehitaman 2 Daun Teh Hijau 610 g 200 g 32,78%
## Hasil Skrining Fitokimia Daun Stevia dan Daun Teh Hijau
Skrining Fitokimia dilakukan untuk mengetahui senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak daun Stevia dan daun teh hijau. Hasil skrining fitokimia ekstrak daun Stevia dan daun teh hijau dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
## Tabel 3. Hasil Skrining Fitokimia
No Nama Senyawa Pereaksi Hasil daun Stevia Hasil daun Teh Hijau 1 Alkaloid Bouchardart + + Maeyer - - Dragendroff - - Wagner + + 2 Steroida dan Triterpenoid Salkowsky - - Lieberman- Burchad - + 3 Saponin Aquadest+ Alkohol 96% + + 4 Flavonoida FeCl 3 5% - + Mg (s) + HCl (p) + + NaOH 10% + - H 2 SO 4(P) - - 5 Tanin FeCl 3 1% + +
## Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan
Hasil Uji Efektivitas Antioksidan Terhadap Kombinasi ekstrak daun Stevia ( Stevia rebaudiana (Bertoni) Bertoni) dan Daun Teh Hijau ( Camelia sinensis (L.) Kuntze) Dengan Perbandingan (1:1)
Adapun hasil dari absorbansi kombinasi ekstrak etanol daun stevia ( Stevia rebaudiana (Bertoni) Bertoni) dan daun teh hijau ( Camelia sinensis (L.) Kuntze) dengan perbandingan (1:1) dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4. Hasil Uji Efektivitas Antioksidan Kombinasi Ekstrak daun Stevia Perbandingan
(1:1) No Konsentrasi Ln konsentrasi Pengulangan Rata- rata Absorbansi IC 50 (ppm) 1 2 3 1 10 ppm 2,303 0,331 0,331 0,33 0,331 0,331 19,90 2 20 ppm 2,995 0,299 0,3 0,3 0,300 0,300 12,90 3 30 ppm 3,401 0,268 0,268 0,269 0,268 0,268 9,60 4 40 ppm 3,688 0,205 0,205 0,205 0,205 0,205 6.80 5 50 ppm 3,912 0,197 0,197 0,197 0,197 0,197 6.60
Tabel 5. Persen Inhibisi Kombinasi Ekstrak Etanol Daun Stevia Dan Daun Teh Hijau
Dengan Perbandingan (1:1) No Konsentrasi (ppm) Absorbansi (abs) Inhibisi (%) Persamaan Linear 1 Blanko 0,449 - - 2 10 ppm 0,331 26,28 y= 23,978x-21.675 3 20 ppm 0,300 33,21 y=30,214x-27,218 4 30 ppm 0,268 40,31 y=36,911x-33,509 5 40 ppm 0,205 54,34 y=50,654x-46,965 6 50 ppm 0,197 56,12 yaitu y=52,213x-48,301
Semakin besar % efektivitas antioksidan maka semakin berpotensi sebagai antioksidan. Konsentrasi 50 ppm merupakan konsentrasi maksimum dalam meredam radikal bebas DPPH, karena pada konsentrasi tersebut ekstrak memiliki nilai persen aktivitas antioksidan tertinggi yakni 56,12%. Berdasarkan literatur dapat dinyatakan bahwa jika nilai IC 50 yang dihasilkan berada dibawah 50 mg/L yang artinya kombinasi daun Stevia ( Stevia rebaudiana (Bertoni) Bertoni) dan daun teh hijau ( Camelia sinensis (L.) Kuntze) tergolong dengan sifat antioksidan yang sangat kuat.
## Senyawa Pembanding Vitamin C
Adapun hasil uji efektivitas antioksidan dari senyawa pembanding vitamin C dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
## Tabel 6. Hasil Uji Efektivitas Senyawa Pembanding Vitamin C
No Konsentrasi Ln konsentrasi Pengulangan Rata- rata Absorbansi IC 50 (ppm) 1 2 3 1 10 2,303 0,098 0,098 0,098 0,098 0,098 11,62 2 20 2,995 0,2 0,2 0,2 0,200 0,200 3 30 3,401 0,178 0,179 0,178 0,178 0,178 4 40 3,689 0,136 0,136 0,136 0,136 0,136 5 50 3,912 0,221 0,22 0,22 0,22 0,22
Hasil dari persen inhibisi senyawa pembanding vitamin C (asam askorbat) dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
112
Tabel 7. Persen Inhibisi Senyawa Pembanding Vitamin C (Asam Askorbat) No Konsentrasi (mg/L) Absorbansi (abs) Inhibisi (%) Persamaan Linear 1 Blanko 0,449 - y= 16,032x + 10,666 2 10 ppm 0,22 50,92 3 20 ppm 0,200 55,46 4 30 ppm 0,178 60,35 5 40 ppm 0,136 69,71 6 50 ppm 0,098 78,17
Hasil dari tabel di atas nilai persen aktivitas antioksidan vitamin C tidak mengalami perubahan yang signifikan dengan naiknya konsentrasi, hal ini disebabkan oleh sifatnya yang sangat stabil. Dari persamaan linear di atas diperoleh nilai IC 50 yaitu 11,62 mg/L. Berdasarkan literatur dapat dinyatakan bahwa jika nilai IC 50 yang dihasilkan berada disekitar ˂50 mg/L yang artinya memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat.
Berdasarkan hasil uji pada SPSS dapat dilihat dari tabel one sample kolmogrov smirnov test menunjukkan bahwa hasil aktivitas antioksidan kombinasi pada konsentrasi 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm dan 50 ppm berdistribusi normal. Tabel test of homogeneity of variances terlihat bahwa hasil aktivitas antioksidan kombinasi per konsentrasi menunjukkan bahwa varian kelompok tersebut homogen (P-value=0,637) sehingga uji Anova valid untuk menguji hubungan ini. Selanjutnya tabel Anova dari tabel itu pada kolom Sig diperoleh 0,25 dengan demikian pada taraf nyata 0,05 dapat dikatakan P-value yaitu 0,25>0,05 yang berarti hasil dari kombinasi daun stevia dan daun teh hijau signifikan artinya memiliki perbedaan yang nyata pada variasi konsentrasi ekstrak daun Stevia dan daun teh hijau dalam aktivitas antioksidannya, dimana pada konsentrasi 50 ppm lebih efektif.
## 4. CONCLUSION
Berdasarkan hasil penelitian uji efektivitas antioksidan dari kombinasi ekstrak daun stevia dan daun teh hijau dengan menggunakan metode DPPH (1,1- difenil-2-pikrilhidrazil ) dapat disimpulkan bahwa:
a. Kombinasi ekstrak etanol 96% Daun Stevia ( Stevia rebaudiana (bertoni) bertoni) dan Daun Teh Hijau ( Camellia sinensis (L.) Kuntze) dengan menggunakan metode DPPH ( 1,1- difenil-2- pikrilhidrazil ) memiliki hasil analisis IC 50 10 ppm sebesar 19,90 mg/L, 20 ppm sebesar 12,90 mg/L, 30 ppm sebesar 9,60 mg/L, 40 ppm sebesar 6,80 mg/L, 50 ppm sebesar 6,60 mg/L. Berdasarkan literatur dapat dinyatakan bahwa jika nilai IC 50 yang dihasilkan berada dibawah 50 mg/L yang artinya kombinasi daun Stevia ( Stevia rebaudiana (Bertoni) Bertoni) dan daun Teh Hijau ( Camelia sinensis (L.) Kuntze) memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat karena berada disekitar < 50 mg/L yang artinya memiliki efektivitas antioksidan yang sangat kuat.
b. Kombinasi ekstrak Daun Stevia ( Stevia rebaudiana (bertoni) bertoni) dan Daun Teh Hijau ( Camellia sinensis (L.) Kuntze) dengan menggunakan metode DPPH ( 1,1- difenil-2- pikrilhidrazil ) memiliki persen efektifitas antioksidan tertinggi pada konsentrasi 50 ppm sebesar 56,12%.
## REFERENCES
Anang Budi Utomo, Agus Suprijono, A. R. (2011). Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Yayasan Pharmasi Semarang . 1–9.
Aryanti, R., Perdana, F., & Syamsudin, R. A. M. R. (2021). Telaah Metode Pengujian Aktivitas Antioksidan pada Teh Hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze). Jurnal Surya Medika , 7 (1), 15– 24. https://doi.org/10.33084/jsm.v7i1.2024
BAHRIUL, P., RAHMAN, N., & DIAH, A. W. M. (2014). UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN SALAM (Syzygium polyanthum) DENGAN MENGGUNANAKAN 1,1- DIFENIL-2-PIKRILHIDRAZIL. Jurnal Akademika Kimia , 3 (August), 143–149. Darmawan, W. (2023). Pengaruh Metode Pengeringan terhadap Aktivitas Antioksidan Ekstrak Stevia rebaudiana Bertoni melalui Ekstraksi Berbantuan Gelombang Mikro . 1 (3).
Fajar, R. I., Wrasiati, L. P., & Suhendra, L. (2018). Kandungan Senyawa Flavonoid Dan Aktivitas
113
Antioksidan Ekstrak Teh Hijau Pada Perlakuan Suhu Awal Dan Lama Penyeduhan. Jurnal Rekayasa Dan Manajemen Agroindustri , 6 (3), 196.
https://doi.org/10.24843/jrma.2018.v06.i03.p02 Ghozaly, M. R., & Herdiyamti, E. (2020). Uji aktivitas Antioksidan Kombinasi Ekstrak Etanol Daun Kersen (Mutingia calabura L.) dan Daun Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.) dengan Metode DPPH (1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil). Archvies Pharmacia , 2 (2), 82–91.
Kusmiyati, M., Sudaryat, Y., Lutfiah, I. A., Rustamsyah, A., & Rohdiana, D. (2015). ktivitas antioksidan, kadar fenol total, dan flavonoid total dalam teh hijau (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) asal tiga perkebunan Jawa Barat. Jurnal Penelitian Teh Dan Kina , 8 (2), 101–106.
Malik, A., Ahmad, A. R., & Najib, A. (2017). Pengujian Aktivitas Antiokidan Ekstrak Terpurifikasi Daun Teh Hijau Dan Jati Belanda. Jurnal Fitofarmaka Indonesia , 4 (2), 238–240. https://doi.org/10.33096/jffi.v4i2.267
Najib, A., Malik, A., Ahmad, A. R., Handayani, V., Syarif, R. A., & Waris, R. (2017). Standarisasi Ekstrak Air Daun Jati Belanda Dan Teh Hijau. Jurnal Fitofarmaka Indonesia , 4 (2), 241–245. https://doi.org/10.33096/jffi.v4i2.268
Orpa, A., & Subchan, B. (2018). Aktivitas Antioksidan Minuman Fungsional Campuran Daun Teh (Camellia sinensis), Kayu Secang (Caesalpinia sappan L) Dan Daun Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni M). Artikel Ilmiah .
Putri, Y. D., Kartamihardja, H., & Lisna, I. (2019). Yola et al 2019. Formulasi Dan Evaluasi Losion Tabir Surya Ekstrak Daun Stevia (Stevia Rebaudiana Bertoni M) , 6 (1), 32–36. Rikantara, F. S., Utami, M. R., & Kasasiah, A. (2022). Aktivitas antioksidan kombinasi ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) dan ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) dengan metode DPPH. Lumbung Farmasi , 3 (2), 124–133. Varian, M. (n.d.). Uji Aktivitas Penyembuhan Luka Bakar Kombinasi Kurkumin- β -Siklodekstrin Dan Ekstrak Daun Sirih ( Piper Betle L ) Dengan Metode Motahhare Akhoondinasab . 1–9. Werdhasari, A. (2014). Peran Antioksidan Bagi Kesehatan. Jurnal Biomedik Medisiana Indonesia , 3 (2), 59–68.
Zain, A. N. A., Nurhadi, B., & Mahani. (2020). PENGARUH PENAMBAHAN RASIO BAHAN PENGIKAT TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN BUBUK STEVIA (Stevia rebaudiana Bertoni). In Prosiding Seminar Nasional Agribisnis 2020 . Fakultas Pertanian
Universitas Khairun. https://ejournal.unkhair.ac.id/index.php/semnasagribisnis/article/viewFile/2440/1656
|
bc6494c9-85bf-4339-8034-5c130afd549f | https://j-cup.org/index.php/cendekia/article/download/1094/588 |
## Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif Dengan Pendekatan Kontekstual Pada Materi Bentuk Aljabar
Rifda Ulfa Mukhtar 1 , Maimunah 2 , Putri Yuanita 3
1, 2, 3 Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Riau Jl. Bina Widya Simpang Baru, Pekanbaru rifdaulfa@gmail.com
## Abstract
This research is research on the development of interactive learning media that can be used by students through smartphones with a contextual approach to algebraic material for junior high school students. The purpose of this research is to produce interactive learning media with a contextual approach to valid and practical. This study uses a 4D development model which consists of four stages, namely define, design, develop and disseminate. The types of data in this study are qualitative and quantitative data. The expert test carried out in this study was to provide an assessment of the media and material components. Learning media obtained very valid criteria with a score of 4.3 and 4.4. This shows that the learning media is able to carry out its measuring function by following the planned objectives and is suitable for use in trial activities. In the trial activity, the learning media got very practical criteria with a score of 4.3 which indicates that the learning media can be used well by users.
Keywords: Contextual Approach, Interactive, Learning Media
## Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan media pembelajaran interaktif yang dapat digunakan siswa melalui smartphone dengan pendekatan kontekstual materi bentuk aljabar untuk siswa SMP. Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan media pembelajaran interaktif dengan pendekatan kontekstual yang valid dan praktis. Penelitian ini menggunakan model pengembangan 4D yang terdiri dari empat tahap yaitu define, design, develop dan disseminate. Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif. Uji ahli yang dilakukan dalam penelitian ini adalah memberikan penilaian terhadap komponen media dan materi. Media pembelajaran memperoleh kriteria sangat valid dengan skor 4,3 dan 4,4. Ini menunjukkan bahwa media pembelajaran mampu melakukan fungsi ukurnya sesuai dengan tujuan yang direncanakan dan layak untuk digunakan dalam kegiatan uji coba. Pada kegiatan uji coba, media pembelajaran mendapatkan kriteria sangat praktis dengan skor 4,3 yang menunjukkan bahwa media pembelajaran dapat digunakan dengan baik oleh pengguna.
Kata kunci: Pendekatan Kontekstual, Interaktif, Media Pembelajaran
Copyright (c) 2022 Rifda Ulfa Mukhtar, Maimunah, Putri Yuanita Corresponding author: Rifda Ulfa Mukhtar Email Address: rifdaulfa@gmail.com (Jl. Kubang Raya 45, Pekanbaru) Received 27 October 2021, Accepted 14 December 2021, Published 14 February 2022
## PENDAHULUAN
Kemampuan dalam menggunakan smartphone saat ini hampir dimiliki oleh setiap siswa, berdasarkan hasil survey (KOMINFO, 2017) menunjukkan bahwa 70,98% pelajar/mahasiswa di Indonseia sudah memiliki smartphone. Hasil survey yang sama diperoleh informasi yaitu individu memanfaatkan smartphonenya ketika tidak terhubung dengan internet untuk komunikasi 95,68%, hiburan 41,06%, bekerja 17,52% dan belajar 13, 97%. Selanjutnya, penggunaan smartphone ketika terhubung dengan internet untuk komunikasi 93,46%, hiburan 65,29%, browsing 76,88% , belajar 27,51% dan bekerja 25,70%. Berdasarkan kedua hasil survey tersebut dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan smartphone dalam kegiatan pembelajaran masih kurang. Pada era perkembangan
teknologi dan informasi ini, pemanfaat samrtphone dalam kegiatan belajar sangat tepat. Salah satu contohnya adalah media pembelajaran yang dapat diakses menggunakan smartphone.
Media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang mampu menyampaikan atau menyalurkan informasi secara efektif dan efisien dalam kegiatan pembelajaran (Istiqlal, 2017). Pemilihan media pembelajaran yang tepat dalam proses pembelajaran dapat memberikan pengaruh positif yang dapat dilihat dari hasil belajar dan meningkatnya motivasi belajar siswa. Media pembelajaran interaktif sangat tepat digunakan untuk kegiatan pembelajaran, dimana pada media pembelajaran interaktif siswa dituntut untuk terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Interaktif dalam lingkup media pembelajaran bukan terletak pada sistem hardware, tetapi lebih mengacu pada karakteristik belajar siswa dalam merespon stimulus yang disampaikan layar monitor (Istiqlal, 2017).
Pemanfaatan media pembelajaran interaktif dalam kegiatan pembelajaran menyebabkan siswa dituntut untuk aktif dalam merespon materi ataupun pertanyaan yang disampaikan dalam media pembelajaran dan media pembelajaran akan memberikan respon kembali kepada siswa agar dapat saling berinteraksi. Hasil penelitian oleh Handayani dan Rahayu (2020) menunjukkan bahwa media interaktif yang dikembangkan memiliki manfaat yang besar khususnya dalam memahami materi. Karuniakhalida et al., (2019) dalam penelitiannya mengembangkan media pembelajaran berbasis ICT menunjukkan bahwa media secara efektif meningkatkan motivasi belajar siswa. Selanjutnya, Aulia (2014) menyebutkan bahwa media pembelajaran interaktif yang telah dikembangkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, penggunaan media pembelajaran interaktif adalah hal yang cukup penting dalam kegiatan pembelajaran.
Dalam mengembangkan media pembelajaran interaktif ini perlu diterapkan pendekatan pembelajaran agar siswa dapat dengan mudah memahami materi yang terdapat didalam media pembelajaran interaktif ini. Pendekatan pembelajaran yang tepat agar dapat melibatkan siswa secara aktif memperoleh pengalaman belajar adalah pendekatan kontekstual. Dalam beberapa penelitian terdahulu yaitu Retnasari et al., (2016), Fathir, (2015), dan Nuraisah et al., (2016) menunjukkan bahwa pendekatan kontekstual dapat meningkatkan motivasi belajar siswa secara signifikan.
Pembelajaran kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat, serta pengetahuan yang diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar (Saefuddin dan Berdiati, 2016). Dengan demikian, pembelajaran kontekstual yang mengaitkan pembelajaran dengan situasi dunia nyata ini akan membuat siswa lebih sadar tentang pentingnya pembelajaran matematika dalam kehidupan mereka. Terdapat 7 komponen penting dari pendekatan kontekstual menurut Saefuddin dan Berdiati (2016) yaitu kontruktivisme, inkuiri, questioning, learning community, modeling, reflection dan authentic assesment.
Berdasarkan permasalahan bahwa masih rendahnya pemanfaatan smarthphone untuk kegiatan
pembelajaran yaitu hanya 27,51%. Maka peneliti mengembangkan media pembelajaran yang dapat digunakan melalui smartphone dengan menrapkan pendekatan kontekstual. Pada kegiatan pembelajaran disekolah khususnya pada jenjang sekolah menengah pertama (SMP), penggunaan smartphone disekolah belum dianjurkan disetiap sekolah. Untuk mengatasi hal ini, maka peneliti mengembangkan media pembelajaran ini agar dapat juga digunakan melalui komputer. Pembuatan media pembelajaran interaktif dengan pendekatan kontekstual menggunakan aplikasi utama yaitu Ms. Power Point yang di ekspor ke dalam format HTML menggunakan aplikasi I-Spring dan selanjutnya di konversi menjadi aplikasi smartphone menggunakan aplikasi APK Builder .
Penelitian terdahulu mengenai pengembangan media pembelajaran menggunakan aplikasi I- Spring sudah pernah dilakukan, diantaranya yaitu penelitian oleh Handayani & Rahayu, (2020) yang menunjukkan bahwa media pembelajaran yang dikembangkan memberikan manfaat yang besar khususnya dalam pemahaman materi. Namun, dalam penelitiannya Media pembelajaran yang dikembangkan tidak menerapkan pendekatan pembelajaran matematika, oleh karena itu peneliti mengembangkan media pembelajaran dengan pendekatan kontekstual agar kegiatan belajar lebih dekat dengan siswa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan media pembelajaran interaktif dengan pendekatan kontekstual pada materi bentuk aljabar yang telah valid dan praktis.
## METODE
Dalam penelitian ini digunakan model Thiagarajan atau lebih dikenal dengan 4D. Sugiyono (2019) menjelaskan tentang setiap tahap 4D sebagai berikut: Define (pendefinisian), berisi kegiatan untuk menetapkan produk apa yang dikembangkan, beserta spesifikasinya. Design (perancangan), berisi kegiatan untuk membuat rancangan terhadap produk yang telah ditetapkan. Development (pengembangan) berisi kegiatan membuat rancangan menjadi produk dan menguji validitas produk secara berulang-ulang sampai dihasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan. Dissemination (diseminasi) berisi kegiatan menyebarluaskan produk yang telah teruji untuk dimanfaatkan orang lain.
Penelitian ini dimulai pada bulan November 2020 hingga Juli 2021. Pada penelitian pengembangan ini tahap define melalui tiga tahap, yaitu analisis awal-akhir, analisis siswa, dan analisis konsep. Pada tahap design terdapat tiga langkah yaitu pemilihan media, pemilihan format dan rancangan awal. Pada tahap develop terdiri dari kegiatan uji ahli dan uji coba one to one dengan tujuan untuk menghasilkan media pembelajaran yang sudah direvisi berdasarkan masukan dari para pakar dan revisi dari kegiatan uji coba. Tahap disseminate merupakan tahap untuk menyebarluaskan hasil akhir dari produk.
Jenis data dalam penelitian pengembangan ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif berupa pernyataan deskripsi baik masukan, tanggapan, dan kritik selama kegiatan pengembangan media pembelajaran interaktif dengan pendekatan kontekstual pada materi bentuk aljabar yang diperoleh dari validator, guru dan siswa. Data kuantitatif berupa angka-angka yang
memiliki nilai dan diperoleh dari lembar penilaian dan angket selama kegiatan pengembangan media pembelajaran interaktif dengan pendekatan kontekstual pada materi bentuk aljabar.
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan lembar validasi dan angket respon siswa. Lembar validasi media pembelajaran interaktif dengan pendekatan kontekstual pada materi bentuk aljabar yang digunakan adalah lembar validasi media dan lembar validasi materi dan diisi oleh validator kemudian dianalisis. Teknik analisis data untuk kevalidan media pembelajaran dilakukan secara deskriptif. Hasil validasi ahli berupa penilaian skala lima yaitu 1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = ragu-ragu, 4 = setuju, dan 5 = sangat setuju.
Dalam penelitian ini kevalidan media pembelajaran ditentukan dengan minimal memperoleh kriteria valid. Apabila cukup valid maka dilakukan revisi sehingga media pembelajaran menjadi valid dengan revisi berdasarkan saran dan masukan dari ahli. Apabila media pembelajaran kurang valid sangat kurang valid maka dilakukan proses revisi, kemudian dilakukan validasi ulang untuk menguji kualitas produk (Zakirman & Hidayati, 2017).
Analisis kepraktisan dilakukan pada uji coba kelas one to one . Analisis kepraktisan dilakukan dengan menganalisis angket respon siswa yang menjawab pada rentang penilaian sekala lima yaitu 1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = ragu-ragu, 4 = setuju dan 5 = sangat setuju. Penilaian siswa terhadap media pembelajaran dikatakan praktis apabila memenuhi kategori minimal praktis. Hasil penilaian dianalisis kemudian disimpulkan apakah perangkat telah memenuhi kriteria praktis. Apabila pada analisis kepraktisan masih diperoleh kriteria kurang praktis maka dilakukan revisi sehingga media pembelajaran menjadi praktis dengan revisi.
## HASIL DAN DISKUSI
Produk yang dihasilkan pada penelitian ini adalah media pembelajaran interaktif dengan pendekatan kontekstual untuk memfasilitasi motivasi belajar siswa melalui tahap 4D. Setiap kegiatan pada setiap tahap dapat dilihat sebagai berikut:
## Define (Pendefinisian)
Pada tahap analisis awal akhir, diketahui bahwa masih terdapat beberapa kendala dalam kegiatan pembelajaran disekolah. Setelah dilakukan wawancara dibeberapa sekolah, diketahui bahwa hasil belajara matematika siswa masih rendah. Salah satu hasil wawancara peneliti dengan guru dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
Tabel 1. Hasil Wawancara dengan Guru
No Pertanyaan Jawaban 1 Apakah masih terdapat kendala dalam kegiatan pembelajaran mateatika saat ini? Masih tapi tidak berlaku secara umum. Maksudnya adalah ada beberapa siswa yang belum memahami beberapa materi tertentu yang berpengaruh untuk materi berikutnya.
2 Menurut ibu/bapak materi apa yang sangat penting dipahami siswa agar kegiatan pembelajaran matematika Semua materi penting, dan salah satunya adalah materi operasi bentuk aljabar. Ini penting karena konsep penjumlahan, pengurangan, perkalian dan merasionalkan bentuk aljabar ini akan sering
berjalan baik?
digunakan dimateri lain.
3 Selama kegiatan pembelajaran apakah ibu/bapak menggunakan media pembelajaran? Untuk beberapa materi saya menggunakannya. 4 Apa kelebihan dan kekurangan dari media pembelajaran yang saat ini digunakan? Ketika saya menyampaikan materi menggunakan power point, pada awal pembelajaran siswa terlihat tertarik dan aktif mengikuti kegiatan pembelajaran. Namun, ada pada suatu saat siswa mulai merasa jenuh dengan hanya melihat layar infocus. Begitu juga dengan video pembelajaran. 5 Menurut ibu/bapak apakah perlu dikembangkan media pembelajaran interaktif pada saat ini? Perlu, karena media interaktif mengharuskan siswa ikut berpartisipasi ketika belajar jadi ini diharapkan dapat menguruangi rasa bosan siswa.
Pada Tabel 1, diketahui bahwa salah satu materi yang penting dipahami oleh siswa adalah materi bentuk aljabar. Pemahaman materi bentuk aljabar diterapkan dalam banyak materi setelahnya salah satunya adalah SPLDV, SPtLD, Pythagoras dan lain sebagainya. Selanjutnya, media pembelajaran yang sering digunakan hanyalah power point berupa materi dan video pembelajaran yang ditampilkan menggunakan infocus . Hal ini juga disampaikan oleh Abdullah (2017) dalam hasil penelitiannya yaitu guru belum menggunakan media yang bervariasi dalam pembelajaran terutama media yang berbentuk elektronik. Hal tersebut sering membuat siswa lebih cepat merasa bosan karena tidak terlibat aktif dan hanya mendengarkan penjelasan dari guru. Ini menunjukkan bahwa penggunaan media pembelajaran interaktif masih jarang.
Pada tahap analisis siswa, peneliti melakukan kajian hasil penelitian dan teori untuk melihat kendala yang dialami siswa dalam pembelajaran matematika. Hasil penelitian oleh Hasibuan (2015) diketahui bahwa salah satu penyebab kesulitan yang dialami siswa dalam mempelajari materi aljabar adalah karena pemahaman dasar yang rendah tentang materi prasyarat aljabar, kurangnya minat/kemauan dalam mempelajari bentuk alajabar dan kurangnya latihan mengerjakan soal serta pembelajaran materi bentuk aljabar kurang bermakna. Herutomo (2017) mengatakan bahwa kendala yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran materi bentuk aljabar adalah miskonsepsi salah satunya yaitu kurang memahami konsep variabel sebagai sesuatu yang belum diketahui dan menggunakan cara menebak untuk menyelesaikan soal soal SPLDV.
Selanjutnya, Dwi Kusumawati & Sutriyono, (2018) diketahui bahwa faktor yang menyebabkan kesulitan belajar dalam materi bentuk aljabar yaitu 1) motivasi siswa dalam pembelajaran yang cenderung rendah; 2) penggunaan alat peraga dari guru yang belum optimal. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kendala yang dialami siswa dalam pembelajaran materi bentuk alajabar adalah: Pemahamanan dasar bentuk aljabar yang masih rendah, pembelajaran bentuk aljabar yang kurang bermakna, adanya miskonsepsi materi,kurangnya latihan soal dan motivasi belajar siswa yang cenderung rendah.
Pada tahap analisis konsep dilakukan analisis kurikulum dan diperoleh susunan materi bentuk aljabar yang akan diterapkan pada media pembelajaran. Berdasarkan Permendikbud No. 37 tahun 2018 materi operasi hitung bentuk aljabar berada pada kelas VII SMP/MTs yaitu KD 3.5 menjelaskan bentuk aljabar dan melakukan operasi pada bentuk aljabar (penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian), KD 4.5 menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bentuk aljabar dan operasi pada bentuk aljabar. Susunan materi bentuk aljabar dan indikator dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Susunan Materi dan Indikator Kompetensi dasar Materi Indikator 3.5 Menjelaskan bentuk aljabar dan melakukan operasi pada bentuk aljabar (penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian) • Mengenal bentuk aljabar • Penjumlahan dan Pengurangan Bentuk aljabar • Perkalian Bentuk Aljabar • Pembagian Bentuk Aljabar 3.5.1 Mengenal Bentuk Aljabar 3.5.2 Mengidentifikasi unsur-unsur bentuk aljabar 3.5.3 Menyelesaikan operasi penjumlahan dan pengurangan bentuk aljabar 3.5.4 Menyelesaikan operasi perkalian bentuk aljabar 3.5.5 Menyelesaikan operasi pembagian bentuk aljabar 4.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bentuk aljabar dan operasi pada bentuk aljabar 4.5.1. Menyelesaikan bentuk aljabar dalam masalah nyata 4.5.2. Menyelesaikan masalah kontesktual pada operasi bentuk aljabar
## Design (Perancangan)
Media yang dipilih dalam penelitian ini untuk merancang media pembelajaran interaktif adalah aplikasi Ms. Power Point, I-Spring dan Apk Builder . Media pembelajaran akan dirancang menggunakan aplikasi utama yaitu Ms. Power Point . Roza et al. (2017) mengatakan bahwa “ These applications provide everything needed to create this learning media application” aplikasi ini memberikan semua yang dibutuhkan untuk mebuat aplikasi media pembelajaran. Selanjutnya format power point akan di ekspor ke dalam format HTML5 menggunakan aplikasi I-Spring dan selanjutnya di konversi menjadi aplikasi smartphone menggunakan aplikasi APK Builder . Handayani & Rahayu, (2020) mengatakan bahwa pemilihan Ms. Power Point yang diupgrade melalui I-Spring dan APK Builder dalam penelitian pengembangan media pembelajaran memiliki beberapa kelebihan diantaranya mudah dan dapat diulang penggunaannya.
Format yang digunakan dalam media pembelajaran ini adalah sebagai berikut : Jenis huruf yang digunakan Cambria Math ukuran 12-20, Spasi antar baris 1,5, Menggunakan beberapa gambar, animasi dan video , Disajikan tombol navigasi : home, next dan preview , Penyusunan materi diorganisasikan secara sistematis dan berurutan.
Dalam CD ( compact disk ) media pembelajaran interaktif terdapat 4 komponen, yaitu folder media pembelajaran format HTML yang didalamannya terdapat 5 kegiatan belajar, folder media
pembelajaran berupa aplikasi andorid yang didalamannya terdapat 4 kegiatan belajar, file petunjuk penggunaan media, file pengenalan karakter dan file identitas penulis. Berikut beberapa tampilan dari hasil rancangan awal media pembelajaran interaktif yang telah dikembangkan dengan menggunakan 7 komponen pendekatan kontekstual menurut:
Komponen kontruktivisme disajikan pada slide dimana siswa diminta untuk memahami masalah yang diberikan, seperti pada gambar 1 berikut.
Gambar 1. Tampilan Bagian Memahami Masalah
Komponen inkuiri disajikan pada slide dimana siswa diminta untuk mengamati proses penemuan konsep bentuk aljabar, kegiatan ini dapat dilihat pada gambar 2 berikut
## Gambar 2. Tampilan Bagian Mengamati
Komponen questioning dimana terdapat pertanyaan yang mendorong siswa untuk berpikir bagaimana cara mengetahui jumlah mangga yang terdapat didalam keranjang, kegiatan ini dapat dilihat pada gambar 3 berikut.
Komponen learning community , komponen ini diberikan setelah materi pada setiap kegiatan belajar telah selesai. Dimana nantinya pada slide ini siswa diminta untuk berkerjasama dalam menjawab sebuah pertanyaan seperti pada gambar 4 berikut
## Gambar 4. Tampilan Halaman Bekerjasama
Komponen modeling pada bagian ini siswa diberikan beberapa contoh sehingga siswa mampu mengerjakan sebuah soal sesuai dengan yang dicontohkan. Setiap kegiatan pembelajaran terdapat contoh sebelum mengerjakan tugas yang diberikan seperti pada gambar 5 berikut
Gambar 5. Tampilan Contoh Bentuk Aljabar
Komponen reflection yaitu perenungan kembali. Pada bagian ini diberikan sebuah kegiatan menyimpulkan yang dapat dilihat pada gambar 6 berikut.
Gambar 6. Tampilan Bagian Menyimpulkan
Komponen autentic assessment yaitu pengumpulan data yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan siswa. Pada media pembelajaran komponen ini dimuat pada bagian latihan soal. Pada tiap kegiatan belajar setelah menyelesaikan materi akan diberikan 5 soal latihan yang harus dikerjakan siswa. Tampilan latihan soal dapat dilihat pada gambar 7 berikut.
## Gambar 7. Tampilan Halaman Pembuka Soal Latihan
## Develop (Pengembangan)
Pada tahap ini dilakukan kegiatan uji ahli untuk melihat tingkat kevalidan dari media pembelajaran dan uji coba untuk melihat kepraktisan dari media pembelajaran. Pada kegiatan uji ahli, penilaian media pembelajaran dilakukan pada komponen media dan materi. Uji ahli ini dilakukan untuk melihat tingkat kelayakan media pembelajaran sebelum digunakan untuk uji coba. Validasi yang dilakukan untuk melihat komponen media adalah penilaian pada aspek kebahasaan, aspek penyajian, aspek pengaruh media dan aspek tampilan untuk keempat kegiatan belajar. Hasil penilaian uji ahli pada setiap kegiatan belajar dapat dilihat pada tabel 3 berikut:
Tabel 3. Hasil Uji Ahli Pada Komponen Media
Kegiatan Belajar Komponen Media Rata -rata Kategori Kebahasaa n Penyajia n Pengaruh Media Tampilan 1 4,5 4,1 4,4 4,1 4,3 Sangat Valid 2 4,5 4,2 4,4 4,2 4,3 Sangat Valid 3 4,5 4,3 4,4 4,1 4,3 Sangat Valid 4 4,4 4,2 4,3 4,2 4,3 Sangat Valid Rata-rata Aspek 4,5 4,2 4,4 4,1 4,3 Sangat Valid Rata-rata Komponen 4,3 Kategori Sangat Valid
Berdasarkan hasil uji ahli oleh dosen ahli dan praktisi diperoleh rata-rata nilai yaitu 4,3. Media pembelajaran interaktif dikategorikan sangat valid. Ini menunjukkan bahwa pada komponen media, media pembelajaran yang dikembangkan layak untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Selanjutnya validasi yang dilakukan untuk melihat komponen materi adalah penilaian media pembelajaran pada aspek kelayakan isi, aspek kelayakan penyajian, dan penerapan pendekatan kontekstual pada keempat kegiatan belajar. Selanjutnya Hasil penilaian uji ahli pada setiap kegiatan belajar dapat dilihat pada tabel 4 berikut:
Tabel 4. Hasil Uji Ahli Pada Komponen Materi
Kegiatan Belajar Komponan Materi Rata -rata Kategori Kelayakan Isi Kelayakan Penyajian Pendekata n Kontekstu al 1 4,3 4,7 4,3 4,4 Sangat Valid 2 4,4 4,7 4,2 4,4 Sangat Valid 3 4,3 4,7 4,1 4,4 Sangat Valid 4 4,3 4,7 4,3 4,4 Sangat Valid Rata-rata Aspek 4,3 4,7 4,2 4,4 Sangat Valid Rata-rata Komponen 4,4 Kategori Sangat Valid
Berdasarkan hasil validasi oleh dosen ahli dan praktisi diperoleh rata-rata nilai yaitu 4,4. Media pembelajaran interaktif dikategorikan sangat valid. Ini menunjukkan bahwa dari aspek materi, media pembelajaran yang dikembangkan layak untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Zakirman & Hidayati, (2017) mengatakan bahwa media pembelajaran dikatakan valid dengan memproleh kriteria minimal valid. Sehingga media pembelajaran ini dapat diterapkan pada kegiatan uji coba. Pada kegiatan uji ahli ini, masih terdapat kesalahan dalam penulisan dan masih terdapat pemilihan kata yang kurang tepat. Validator juga mengatakan bahwa penggunaan warna pada media pembelajaran ini monoton. Oleh karena itu, peneliti melakukan revisi pada media pembelajaran dengan mengikuti saran dari validator. Media pembelajaran diterapkan dalam kegiatan uji coba setelah melalui beberapa revisi.
Kegiatan uji coba yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji coba one to one dan uji coba kelompo kecil . Pada kegiatan uji coba one to one ini siswa menggunakan media pembelajaran pada kegiatan belajar 1 hingga kegiatan belajar 4. Sebelum menggunakan media pembelajaran, peneliti memberikan informasi terkait media pembelajaran interaktif bentuk aljabar dan kegiatan uji coba yang akan dilakukan. Selama kegiatan uji coba oe to one peneliti bertindak sebagai pendamping dan memberikan arahan untuk membaca dan memahami setiap kegiatan belajar yang ada pada media pembelajaran. Selama kegiatan uji coba one to one siswa aktif bertanya baik mengenai cara penggunaan media dan juga mengenai materi yang terdapat didalam media pembelajaran ini.
Pada kegiatan uji coba one to one setiap siswa membutuhkan waktu yang berbeda untuk menyelesaikan setiap kegiatan belajar. Secara umum waktu yang dibutuhkan siswa untuk mengikuti setiap kegiatan belajar adalah 60 menit. Ini menunjukkan bahwa media pembelajaran ini dapat digunakan disekolah selama kegiatan belajar dengan waktu dua jam pelajaran. Setelah siswa selesai
menggunakan media pembelajaran interaktif ini, peneliti melakukan diskusi bersama siswa untuk mengetahui apakah masih terdapat penulisan kata yang salah atau masih terdapat kalimat yang kurang jelas. Dari hasil diskusi diketahui bahwa ada penggunaan tombol yang berlebihan yaitu pada halaman kalimat pengantar. Terdapat tombol next ada dua kali. Halaman tersebut dapat dilihat pada gambar 8 berikut
Gambar 8. Halaman Kalimat Pengantar
Dari hasil diskusi ini peneliti melakukan perbaikan terhadap media pembelajaran yaitu membuang salah satu tombol next. Hasil dari perbaikan dapat dilihat pada gambar 9 berikut
Gambar 9. Halaman Kalimat Pengantar Setelah Perbaikan
Media pembelajaran interaktif yang telah direvisi diterapkan pada kegiatan uji coba kelompok kecil untuk melihat praktikalitas dari media pembelajaran. Kegiatan uji coba kelompok kecil ini melibatkan 9 orang siswa yang dipilih langsung oleh guru dengan kriteria masing-masing tiga siswa dengan kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
Sebelum menggunakan media pembelajaran, peneliti memberikan informasi terkait media pembelajaran interaktif bentuk aljabar dan kegiatan uji coba kelompok yang dilakukan. Selama kegiatan uji coba kelompok kecil ini, peneliti bertindak sebagai pendamping dan memberikan arahan dalam menggunakan media pembelajaran ini. Siswa menggunakan smartphone masing-masing yang yang sebelumnya telah dipersiapkan.
Setelah selesai menggunakan media pembelajaran interaktif ini siswa diminta untuk mengisi angket respon sebagai penilaian untuk melihat praktikalitas dari media pembelajaran. Data hasil angket respon siswa dapat dilihat pada tabel 5 berikut:
Tabel 5. Hasil Uji Coba Kelompok Kecil Aspek Rata-rata Kategori Aspek Pembelajaran 4,3 Sangat Praktis Aspek Tampilan 4,4 Sangat Praktis Aspek Pemograman 4,2 Sangat Praktis Rata-rata Total 4,3 Sangat Praktis
Berdasarkan hasil angket respon siswa pada kegiatan uji coba diperoleh nilai rata-rata untuk aspek pembelajaran 4,3, tampilan 4,4 dan pemograman 4,2. Media pembelajaran interaktif dikategorikan sangat praktis dengan rata-rata skor 4,3. Praktikalitas. Ini menunjukkan bahwa media pembelajaran yang dikembangkan mudah digunakan dan memiliki daya tarik sehingga dapat menarik motivasi belajar siswa.
Selama kegiatan uji coba Kelompok kecil peneliti melakukan diskusi dengan siswa untuk mendapatkan komentar mengenai media pembelajaran. Siswa mengatakan bahwa belajar bentuk aljabar dengan menggunakan media ini mudah untuk dipahami, contoh soal yang diberikan sederhana sehingga siswa dapat memahaminya. Tampilan media pembelajaran yang menarik dan dapat digunakan melalui smartphone membuat siswa tertarik untuk terus belajar menggunakan media ini sejalan dengan pendapat Newby (dalam Nopriyanti & Sudira, 2015) yang mengatakan bahwa salah satu keunggulan dari penggunaan media pembelajaran intekatif adalah dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Pada penyajian materi diberikan animasi yang mendukung agar siswa mudah untuk memahami materi bentuk aljabar sejalan dengan fungsi media pembelajaran oleh Sumiharsono (2017) yaitu untuk memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.
## Disseminate (Penyebaran)
Setelah melalui kegiatan uji ahli dan uji coba, media pembelejaran interaktif dengan pendekatan kontekstual sudah valid dan praktis. Selanjutnya dilakukan kegiatan pengemesan media pembelajaran kedalam CD untuk dibagikan kepada guru dan siswa ditempat dilakukannya uji coba dan beberapa sekolah sederajat lainnya.
## KESIMPULAN
Media Pembelajaran interaktif dengan pendekatan kontekstual pada materi bentuk aljabar untuk memfasilitasi motivasi belajar matematika siswa SMP telah selesai dikembangkan. Media pembelajaran ini memperoleh kriteria valid setelah melalui kegiatan uji ahli materi dan uji ahli media. Ini menunjukkan bahwa semua komponen mampu melakukan fungsi sesuai tujuan yang telah direncanakan. Media pembelajaran interaktif juga sudah melalui kegiatan uji coba one to one dan
memperoleh kriteri praktis. Ini menunjukkan bahwa media pembelajaran dapat digunakan dan disukai dalam kegiatan pembelajaran.
## UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini didukung oleh Project AKSI ADB UNRI yang menyediakan dana melalui Program Riset Penelitian Mahasiswa Tahun Anggaran 2021 untuk Rifda Ulfa Mukhtar.
## REFERENSI
Abdullah, R. (2017). Pembelajaran Dalam Perspektif Kreativitas Guru Dalam Pemanfaatan Media Pembelajaran. Lantanida Journal , 4 (1). https://doi.org/10.22373/lj.v4i1.1866
Aulia, F. (2014). Pengembangan media pembelajarn interaktif berbasis inkuiri untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Chemistry in Education , 3 (2).
Dwi Kusumawati, A., & Sutriyono, S. (2018). Analisis Kesulitan Belajar Siswa Pada Materi Operasi Aljabar Bagi Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Salatiga. Paedagoria | FKIP UMMat , 9 (1). https://doi.org/10.31764/paedagoria.v9i1.265
Fathir, M. (2015). Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Berbasis Hands On Activity Pada Materi Statistika Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa. Jurnal Ilmiah Mandala Education , 1 (2).
Handayani, D., & Rahayu, D. V. (2020). Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif Berbasis Android Menggunakan Ispring Dan Apk Builder. M A T H L I N E Jurnal Matematika Dan Pendidikan Matematika , 5 (1).
Hasibuan, I. (2015). Hasil Belajar Siswa Pada Materi Bentuk Aljabar Di Kelas VII SMP Negeri 1 Banda Aceh Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurnal Peluang , 4 (1).
Herutomo, R. (2017). Miskonsepsi Aljabar : Konteks Pembelajaran Matematika Pada Siswa Kelas
Viii Smp. Jurnal Pendidikan Dasar , 1 (November).
Istiqlal, M. (2017). Pengembangan Multimedia Interaktif Dalam Pembelajaran Matematika. JIPMat , 2 (1). https://doi.org/10.26877/jipmat.v2i1.1480
Karuniakhalida, P., Maimunah, M., & Murni, A. (2019). Development of ICT-Based Mathematical Media on Linear Program Materials to Improve Motivation Learning Students. Journal of Educational Sciences , 3 (2). https://doi.org/10.31258/jes.3.2.p.195-204
KOMINFO. (2017). Survey Penggunaan TIK 2017: Serta Implikasinya terhadap Aspek Sosial Budaya Masyarakat. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Aplikasi Informatika Dan Informasi Dan Komunikasi Publik .
Nopriyanti, N., & Sudira, P. (2015). Pengembangan multimedia pembelajaran interaktif kompetensi dasar pemasangan sistem penerangan dan wiring kelistrikan di SMK. Jurnal Pendidikan Vokasi ,
5 (2). https://doi.org/10.21831/jpv.v5i2.6416
Nuraisah, E., Irawati, R., & Hanifah, N. (2016). Perbedaan Pengaruh Penggunaan Pembelajaran
Konvensional Dan Pendekatan Kontekstual Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Dan Motivasi Belajar Siswa Pada Materi Pecahan. Jurnal Pena Ilmiah , 1 (1). https://doi.org/10.23819/pi.v1i1.3033
Retnasari, R., Maulana, & Julia. (2016). Pengaruh Pendekatan Kontekstual Terhadap Kemampuan Koneksi Matematis Dan Motivasi Belajar Siswa Sekolah Dasar Kelas IV Pada Materi Bilangan Bulat. Jurnal Pena Ilmiah , 1 (1). https://doi.org/10.23819/pi.v1i1.3045
Roza, Y., Yuanita, P., Saragih, S., Alfajri, H., & Saputra, A. (2017). Computer-Based Media for Learning Geometry at Mathematics Class of Secondary Schools. JOURNAL OF EDUCATIONAL SCIENCES , 1 (1). https://doi.org/10.31258/jes.1.1.p.79-91
Saefuddin, A., & Berdiati, I. (2016). Pembelajaran Efektif . Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. (2019). Metode Penelitian & Pengembangan Research and Development. Bandung:
Alfabeta.
Sumiharsono, R., & Hasanah, H. (2017). Media Pembelajaran. Jawa Timur: Pustaka Abadi.
Zakirman, Z., & Hidayati, H. (2017). Praktikalitas Media Video dan Animasi dalam Pembelajaran
Fisika di SMP. Jurnal
Ilmiah
Pendidikan
Fisika Al-Biruni , 6 (1). https://doi.org/10.24042/jpifalbiruni.v6i1.592
|
fd5ea6e9-1cc7-4b9b-a145-1fa5644e557e | https://ojs.unida.ac.id/AGB/article/download/10218/5071 |
## TRADING ANALYSIS OF THE KOPAY CHILI
## ANALISIS TATANIAGA CABAI KOPAY
Fauzia Kinanti Azani 1 , Rini Hakimi 1a , Rian Hidayat 1
1 Universitas Andalas, Indonesia
a Korespondensi: Rini Hakimi, E-mail: rinihakimi@agr.unand.ac.id
(Diterima:22-01-2024; Ditelaah: 05-03-2024; Disetujui: 12-04-2024)
## ABSTRACT
Chili is one of the horticultural crops with the most market demand. One of the local varieties that originated from Payakumbuh is Kopay chili. The trading process of the product can influence the fluctuating price. The trading channel is efficient if the system uses the minimum possible cost to distribute the product to consumers. This study aims to describe the trading channels and functions and analyze the trading margins and efficiency of the Kopay chili in Kelurahan Koto Panjang Dalam. This study used a survey method with deep interviews and questionnaires. The number of samples interviewed was 16 farmers, 7 retailers and 10 consumers. The analysis used is descriptive qualitative and quantitative. The result showed two trading channels: channel one (farmers – final consumers) and channel two (farmers – retailers – final consumers). The functions of the trading system are exchange function (purchase and sale), physical function (storage and transportation),and support function (standardization and risk management). The trading margin of channel one is IDR 8.500/kg, while channel one does not have a trading margin because farmers sell the chili directly to consumers. Both trading channels of Kopay chili in Kelurahan Koto Panjang Dalam are efficient, with an efficiency level of 0.37% and 4.19%, respectively.
Keywords: Channels, efficiency, kopay chili, trading,
## ABSTRAK
Cabai merupakan salah satu tanaman hortikultura yang memiliki permintaan paling banyak di pasar. Cabai Kopay merupakan salah satu varietas cabai merah keriting yang berasal dari Kota Payakumbuh. Harga cabai yang befluktuasi dapat dipengaruhi oleh proses tataniaga. Saluran tataniaga dikatakan efisien jika sistem tataniaganya menggunakan biaya seminimal mungkin. Tataniaga yang efektif akan menghubungkan produsen dengan konsumen. Tujuan penelitian ini mendeskripsikan saluran dan fungsi-fungsi tataniaga cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam dan menganalisis margin dan efisiensi tataniaga cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam. Metode survey digunakan pada penelitian ini melalui teknik wawancara dan pengisian kuisioner. Jumlah sampel yang diwawancarai sebanyak 16 orang petani, 7 orang pedagang pengecer dan 10 orang konsumen . Analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua saluran tataniaga yaitu saluran I (petani – konsumen akhir) dan saluran II (petani – pedagang pengecer – konsumen akhir). Fungsi tataniaga yang dilaksanakan adalah fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan dan pengangkutan) dan fungsi penunjang (standarisasi dan penanggulangan resiko). Margin tataniaga yang didapatkan dari saluran II sebesar Rp 8.500/kg, sedangkan saluran I tidak terdapat margin tataniaga karena petani menjual langsung kepada konsumen. Kedua saluran tataniaga yang ditemukan di Kelurahan Koto Panjang Dalam dikatakan sudah efisien dengan tingkat efisiensi saluran I sebesar 0,37%, dan saluran II sebesar 4,19%.
Kata Kunci: Cabai kopay, tataniaga, saluran, efisiensi
Azani, F.K., Hakimi, R., Hidayat, R. (2024). Analisis Tataniaga Cabai Kopay. Jurnal AgribiSains, 10 (2), 73-83.
74 Azani et al.,
## Pengaruh Jumlah Jenis Komoditas
## PENDAHULUAN
Sektor pertanian memiliki kontribusi pada Produk Domestik Bruto (PDB) dengan rincian 2,6% tanaman pangan, 1,55 % tanaman hortikultura, 3,94% tanaman perkebunan, 1,58% peternakan, 0,19% jasa pertanian dan perburuan, 0,66% perikanan, dan 2,77% kehutanan (Badan Pusat Statistik, 2022). Salah satu sektor pertanian yang kaya dengan berbagai jenis tanamannya yaitu buah-buahan dan sayur- sayuran adalah sektor hortikultura. Sektor hortikultura mempunyai banyak macam jenis tanaman mulai dari sayur-sayuran hingga buah-buahan menjadikan nilai jual tanaman hortikultura cukup tinggi, serta permintaan pasar tanaman hortikultura juga terus meningkat. Permintaan pasar tanaman hortikultura terus meningkat dikarenakan komoditas hortikultura ini merupakan kebutuhan pokok masyarakat setiap harinya, harga belinya pun terjangkau bagi semua kalangan (Tafajani, 2011).
Cabai merupakan salah satu tanaman hortikultura yang memiliki permintaan paling banyak di pasar. Permintaannya bahkan sampai ke mancanegara (Sundari, Darsono, Sutrisno, & Antriyandarti, 2023). Hal ini dikarenakan cabai dikonsumsi untuk menambah rasa pedas pada makanan, apalagi sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai makanan-makanan pedas. Oleh karena itu peran cabai sangat penting bagi masakan.
Salah satu varietas cabai yang paling banyak digunakan pada masakan adalah cabai merah. Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi dengan produksi cabai merah terbanyak pada tahun 2019 dan mempunyai beberapa varietas cabai merah unggulan. Contohnya seperti cabai merah keriting varietas Bukittinggi, cabai merah keriting lokal Alahan Panjang, dan cabai keriting Kopay dari Payakumbuh. Setiap varietas cabai merah dari beberapa daerah di Sumatera Barat ini mempunyai keunggulannya masing-masing.
Cabai merah keriting varietas Kopay yang berasal dari Kota Payakumbuh
tepatnya dari Kelurahan Koto Panjang (sekarang Kelurahan Koto Panjang Dalam) Kecamatan Lamposi Tigo Nagari yang memiliki karakteristik berbeda dari cabai merah keriting umumnya. Cabai Kopay merupakan salah satu varietas lokal Propinsi Sumatera Barat yang berproduksi tinggi (Atman et al., 2020). Cabai Kopay memiliki keunggulan yaitu buah yang panjang antara 28-33 cm (Kementerian Pertanian Republik
Indonesia, 2009) dan cabai ini umumnya juga tahan dari serangan virus kuning atau gemini virus. Karakteristik ini tentunya berbeda dengan cabai merah kebanyakan berdasarkan dari bentuk fisik, serta harga jual cabai Kopay yang biasanya lebih mahal daripada cabai merah keriting biasa. Jika dibandingkan dengan harga jual cabai keriting yang berasal dari Kabupaten Agam maka terdapat perbedaan harga jual pada kedua varietas cabai tersebut. Jika cabai keriting dari Kabupaten Agam memiliki harga jual Rp 34.000/kg, maka harga cabai Kopay dapat menembus harga Rp 40.000/kg. Perbedaan harga ini akan membentuk perbedaan margin tataniaga cabai Kopay.
Permintaan pasar yang tinggi berlawanan dengan produksi cabai Kopay yang relatif masih sedikit dikarenakan petani cabai masih tergolong ke dalam usahatani skala kecil menengah.
Meskipun nilai ekonomisnya tinggi, keterbatasan lahan menjadi salah satu alasan rendahnya produktivitas cabai Kopay.
Saluran tataniaga akan dikatakan efisien jika sistem tataniaganya mampu memberikan hasil (produk) dari produsen ke konsumen dengan biaya yang serendah-rendahnya atau biaya yang dijual oleh produsen tidak terlalu berbeda jauh dengan harga yang dibeli oleh konsumen. Aktivitas penyaluran produk pertanian melibatkan berbagai lembaga tataniaga, diantaranya produsen (petani),
perantara, pedagang pengumpul dan pengecer (Daryanto et al., 2020).
Efisiensi pemasaran produk pertanian dipengaruhi oleh besar kecilnya harga yang diterima petani dan biaya pemasaran yang dikeluarkan dalam proses distribusi produk untuk sampai ke tangan konsumen (Adenuga, Fakayode, & Adewole, 2015) (Fafchamps, Gabre-Madhin, & Minten, 2005). Terkait dengan pemasaran cabai, beberapa riset menyatakan bahwa fluktuasi harga menjadi masalah dalam pemasaran cabai merah (Nasution, Hanter, & Rahman, 2021) (Imtiyaz & Soni, 2013) (Nugroho, Prasada, & Al Rosyid, 2021) (Setijorini, Winarso Drajad Endang, 2021) (Hendro, Rahayu, & Fajarningsih, 2022). Selain itu beberapa riset memperlihatkan bahwa biaya transportasi pemasaran, biaya tenaga kerja (Hendro et al., 2022) (Pranata, Badrudin, & Romdhon, 2021), dan biaya kemasan (Amurwani, Rianse, & Sadimantara, 2022) mempengaruhi efisiensi pemasaran cabai merah.
Penelitian tentang cabai kopay yang telah dilakukan selama ini berkaitan dengan pengolahan (Novitasari, 2012), modal sosial (Ernanda, Burhanuddin, & Purwono, 2019), perlakuan kemasan untuk menjaga kualitas (Iswari & Srimaryati, 2014) dan norma social (Ernanda, Burhanuddin, & Purwono, 2020). Belum ditemukan penelitian yang membahas tentang pemasaran cabai kopay terutama terkait dengan saluran dan efisiensi pemasaran cabai kopay.
Cabai merah kopay sebagai cabai spesifik Propinsi Sumatera Barat memiliki keunikan dalam pemasarannya, walaupun harga jual cabai kopay lebih tinggi daripada harga jual cabai merah lain yang ada di Kota Payakumbuh, tapi pasar cabai ini tetap tersedia, hal ini diperlihatkan dari survey di pedagang pengecer yang menyatakan cabai kopay selalu habis terjual. Disisi lain jumlah petani yang menanam cabai ini dalam luasan yang terbatas dan jumlah yang terbatas mengindikasikan biaya transportasi pemasaran dan kemasan akan besar. Oleh
karena itu penelitian ini dilakukan untuk menganalisis saluran, margin dan efisiensi pemasaran cabai kopay.
## METODE Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di
Kelurahan Koto Panjang Dalam,
Kecamatan Lamposi Tigo Nagari, Kota Payakumbuh. Lokasi ini dipilih karena merupakan tempat pertama kali cabai Kopay ditemukan dan dibudidayakan. Lokasi ini dipilih karena merupakan sentra dari komoditi yang dipilih. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2022.
## Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metoda survei. Survei dilakukan pada saluran tataniaga cabai Kopay mulai dari petani, pedagang, hingga kepada konsumen akhir. Metode yang dipakai untuk pengambilan sampel petani adalah metode sensus terhadap 16 petani. Sampel dari pedagang dan konsumen diambil dengan menggunakan metode snowball sampling berdasarkan keterlibatan pedagang dengan petani cabai Kopay dan keterlibatan konsumen dalam mengkonsumsi cabai kopay.
Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini menggunakan beberapa alat analisis, yaitu :
a. Analisis margin tataniaga
Margin tataniaga merupakan selisih harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima produsen (Pusat Pendidikan Pertanian, 2017).
Nilai margin tataniaga dapat diperoleh dengan menggunakan rumus berikut :
M = Pr – Pf Dimana:
76 Azani et al., Pengaruh Jumlah Jenis Komoditas M = Margin tataniaga (Rp/kg) Pr = Harga yang dibayarkan konsumen (Rp/kg)
Pf= Harga yang diterima petani (Rp/kg)
Keuntungan yang dapat diperoleh oleh lembaga tataniaga dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : 𝛑 = 𝐌 − 𝐁 Dimana: π = Keuntungan (Rp), B = Biaya tataniaga (Rp), M = Margin tataniaga (Rp)
Biaya tataniaga merupakan sejumlah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga dalam menyalurkan produk hingga sampai di tangan konsumen akhir. Biaya tataniaga di tingkat petani dapat berupa biaya pengemasan, biaya penyusutan timbangan, biaya penyusutan gerobak, biaya penyusutan kendaraan, biaya bahan bakar minyak dan biaya pengemasan. Biaya tataniaga yang dikeluarkan pedagang pengecer diantaranya biaya sewa kios, biaya uang keamanan dan uang ronda, biaya penyusutan timbangan, biaya listrik, biaya pengemasan, dan biaya tenaga kerja.
b. Bagian yang diterima petani ( farmer share )
Bagian yang diterima petani adalah rasio dari harga ditingkat konsumen dengan harga ditingkat petani.
Fs = 𝑷𝒇 𝑷𝒓 X 100%
Dimana: Fs = Bagian yang diterima petani (%) Pf = Harga ditingkat petani (Rp/kg) Pr = Harga di tingkat konsumen (Rp/kg) Bagian yang diterima petani mempengaruhi nilai keuntungan yang dapat diperoleh petani (Sitinjak dkk, 2023)
c. Efisiensi tataniaga Efisiensi
tataniaga dihitung
menggunakan perbandingan antara biaya tataniaga dengan nilai produk yang dipasarkan (Usman, 2020). Nilai produk yang dipasarkan merupakan harga yang dibayarkan konsumen.
EP = 𝐁𝐢𝐚𝐲𝐚 𝐓𝐚𝐭𝐚𝐧𝐢𝐚𝐠𝐚 𝐍𝐢𝐥𝐚𝐢 𝐏𝐫𝐨𝐝𝐮𝐤 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐃𝐢𝐩𝐚𝐬𝐚𝐫𝐤𝐚𝐧 X 100%
## HASIL DAN PEMBAHASAN Saluran Tataniaga Cabai Kopay
Saluran tataniaga cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam Kecamatan Lamposi Tigo Nagari Kota Payakumbuh ada dua, yaitu:
1. Saluran I : Petani – Konsumen akhir = 16 kg (0,87%)
2. Saluran II : Petani – Pedagang pengecer – Konsumen akhir = 1.604 kg (99,13%)
Saluran I menghubungkan petani produsen langsung ke konsumen akhir. Pada saluran ini konsumen akhir menjemput hasil panen cabai Kopay kerumah atau ke ladang petani langsung untuk membeli cabai Kopay. Konsumen akhir yang membeli cabai Kopay langsung ke petani umumnya adalah ibu- ibu rumah tangga yang memiliki tempat tinggal yang dekat dari rumah petani atau dari ladang tempat petani melakukan pemanenan. Alasan konsumen akhir memilih untuk melakukan pembelian langsung dengan petani adalah harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga pedagang pengecer di Pasar Ibuh. Alasan lainnya yaitu cabai yang dibeli lebih segar karena baru dipetik dari lahannya atau konsumen lebih leluasa untuk memilih dalam melakukan pembelian dan berat persatuan yang didapat petani lebih besar dari berat yang diminta oleh konsumen. Tetapi, tidak semua petani bersedia menjual hasil panennya kepada konsumen akhir atau tidak semua dari petani sampel memilih saluran I dalam tataniaga cabai kopay.
Penjualan cabai dari petani secara langsung ke konsumen terjadi juga pada di Desa Napoosi Kecamatan Onembute (Saleh, 2020). Namun tidak ditemukan pada tataniaga cabai yang dilakukan di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin dan Desa Besakih Kabupaten Karang Asem. Pada kedua lokasi ini seluruh saluran tataniaga cabai yang ditemui menggunakan perantara dalam
emasarkan cabai merah (Adnyasari, Dewi, & Susrusa, 2017) (Nasir, 2021).
Saluran II menggunakan perantara pedagang pengecer. Tataniaga cabai merah pada saluran ini diawali dari petani lalu ke pedagang pengecer hingga ke konsumen akhir. Pada saluran ini petani cabai mengantarkan langsung hasil panen cabai ke pedagang pengecer yang ada di Pasar Ibuh. Cabai yang dijual petani ke pedagang pengecer sebelumnya telah disortir terlebih dahulu. Petani mengantarkan hasil panen ke Pasar Ibuh menggunakan mobil pick up, motor, dan juga becak. Cabai Kopay yang dibeli oleh pedagang pengecer dalam satu hari kepada petani berkisar antara 50-100 kg, dimana dari total tersebut dijual sebanyak 40-70 kg untuk cabai bulat dan 10-30 kg untuk cabai giling. Akan tetapi analisis tataniaga yang dibahas pada penelitian ini hanya fokus kepada cabai Kopay bulat saja.
Beberapa hasil penelitian juga menemukan saluran tataniaga yang hanya melalui satu perantara (pengecer) seperti di Desa Beganding Kecamatan Simpang Empat (Masyuliana, Tarigan, & Salmiah, 2018), Kabupaten Marangin (Harmoko, 2020) dan Paar Penampungan Kota Medan (Manalu, Siregar, & Rahman, 2014). Hal ini berbeda dengan saluran tataniaga cabai Kecamatan Watangpulu Kabupaten Sidrap, dimana tataniaga cabai di daerah ini menggunakan dua dan tiga perantara (Rasidin, Yusriadi, & Raman, 2018). Semakin banyak lembaga yang terlibat dalam sebuah tataniaga produk, maka akan semakin panjang saluran tataniaga produk tersebut (Balkis & Kosasih, 2016).
Saluran tataniaga cabai kopay hanya dua karena jumlah cabai kopay yang dihasilkan oleh petani dapat diserap oleh pedagang pengecer yang berada di pasar local dan konsumen akhir.. Hal ini berbeda dengan beberapa penelitian yang tataniaga cabai sampai melibatkan pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang antar daerah yang menyalurkan cabai
sampai ke daerah lain (Nasir, 2021) (Supriadi & Sejati, 2018). Selain itu ada juga yang melalui Sub Terminal Agribisnis (STA) dalam saluran tataniaga cabai merah (Adnyasari et al., 2017).
## Fungsi-Fungsi Tataniaga Cabai Kopay
Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh masing-masing lembaga niaga, dapat menambah kegunaan produk dan memberikan kontribusi nilai tambah pada produk pertanian (Nasruddin & Musyadar, 2015). Fungsi tataniaga dapat berupa fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengangkutan, penyimpanan dan pengolahan), dan fungsi penunjang (standarisasi, grading, pembiayaan, penanggungan resiko)
(Daryanto et al., 2020).
Petani cabai kopay melakukan fungsi penjualan, pengangkutan, standarisasi, pembiayaan, penanggungan resiko dan informasi pasar. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Kabupaten Tapanuli Utara (Riyadh, 2018). Pada saat penjualan, petani menggunakan kantong plastic (kresek) sehingga terkadang mempengaruhi kualitas cabai yang dijual.
Pengecer sebagai salah satu lembaga tataniaga cabai kopay juga menjalankan beberapa fungsi tataniaga. Pedagang pengecer yang terlibat pada saluran II tataniaga cabai Kopay menjalankan beberapa fungsi tataniaga terkait dengan aktivitas pertukaran, fisik dan penunjang agar
dapat mendistribusikan produk sampai
ketangan konsumen. Adapun fungsi tataniaga yang dilakuakan berupa pembelian, penjualan, penyimpanan, penanggungan resiko dan informasi harga.
Tujuan pedagang pengecer melakukan fungsi-fungsi tersebut adalah untuk menambah kegunaan dari cabai Kopay yang akan dipasarkan kepada
## Pengaruh Jumlah Jenis Komoditas
konsumen akhir. Kegunaan ini dapat berupa kegunaan kepemilikan (Daryanto et al., 2020) (Usman, 2020) dimana dengan fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan) yang dilakukan pengecer maka cabai akan berpindah kepemilikannya dari pengecer ke konsumen, kegunaan tempat dimana dengan fungsi fisik (pengangkutan) maka cabai dari lahan petani berpindah ke lokasi pengecer sehingga konsumen bisa melakukan pembelian. Hal ini sejalan dengan fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pengecer cabai merah di Kabupaten Banyuasin (Nasir, 2021) (Nurhidayana, Kuswardani, & Siregar, 2012) (Harmoko, 2020).
## Biaya dan Margin Tataniaga Cabai Kopay
Biaya tataniaga merupakan biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga dalam menyalurkan cabai kopay mulai dari produsen (petani) sampai ke tangan konsumen. Setiap lembaga yang terlibat mempunyai besar biaya yang berbeda-beda tergantung dari fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan.
Biaya yang dikeluarkan oleh petani diantaranya biaya pengemasan, penyusutan timbangan, penyusutan gerobak pengangkut hasil panen, penyusutan kendaraan dan bahan bakar. Biaya yang dikeluarkan pedagang pengecer diantaranya sewa kios, uang keamanan/uang ronda, penyusutan timbangan, biaya listrik, biaya kemasan dan biaya tenaga kerja. Hal ini sejalan dengan penelitian tataniaga cabai di Kota Tasikmalaya, dimana pengecer juga mengeluarkan biaya kemasan dan penyusutan (Kusmawati, Herdiansah, & Hardiyanto, 2017).
Pada saluran I didapatkan share margin sebanyak 100%. Hal ini memperlihatkan bahwa seluruh keuntungan
tataniaga diperoleh oleh petani, karena petani langsung menjual hasil panen kepada konsumen akhir tanpa melewati lembaga perantara. Hal ini menunjukkan bahwa pola tataniaga saluran I lebih menguntungkan karena terdapat share margin yang sempurna di saluran tersebut. Meskipun pada saluran I petani mendapatkan keuntungan yang optimal, tetapi petani hanya menjual sebagian hasil panennya melalui saluran I karena jumlah pembelian konsumen pada saluran I terbatas sehingga akan membutuhkan waktu yang lama agar seluruh hasil panen dapat terjual.
Pada saluran II pedagang pengecer mendapatkan margin sebesar Rp.
8.500/kg. Sedangkan keuntungan yang diperoleh oleh pedagang pengecer pada saluran II sebesar Rp.6.617,91/kg. Nilai keuntungan yang diperoleh oleh pedagang pengecer sebesar 3,5 kali jika dibandingkan dengan biaya tataniaga yang dikeluarkannya. Hal ini memperlihatkan bahwa tataniaga cabai yang dilakukan oleh pedagang pengecer memberikan keuntungan 3,5 kali lipat dibandingkan biaya tataniaga yang dikeluarkannya.
Jika dibandingkan dengan beberapa penelitian yang juga melalui satu perantara, maka perbandingan nilai keuntungan dibandingkan biaya tataniaga cabai kopay lebih kecil dari penelitian yang dilakukan di Desa Beganding, dimana nilai perbandingan yang diperoleh oleh pedagang pengecer sebesar 4,6 (Masyuliana et al., 2018) dan penelitian yang dilakukan di Desa Napoosi dimana nilai yang diperoleh sebesar 12,4 (Saleh, 2020).
Adapun rincian biaya dan margin tataniaga pada setiap saluran tataniaga cabai kopay dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Biaya dan Margin Tataniaga Cabai Kopay
No. Lembaga dan Komponen Biaya Margin Harga (Rp/Kg) Biaya Tataniaga (Rp/Kg) 1. Saluran I Petani Harga Jual Petani 39.000 Biaya Tataniaga • Pengemasan 24,29 • Penyusutan gerobak 26,35 • Penyusutan timbangan 92,96 Total Biaya 143,60 Konsumen Akhir Harga Beli Konsumen 39.000 2. Saluran II 8.500 Petani Harga Jual Petani 36.500 Biaya Tataniaga • Peny kendaraan 521,54 • Bahan bakar 186,50 • Pengemasan 248,15 • Peny gerobak 25,25 Total Biaya 981,44 Pedagang Pengecer Harga Beli (a) 36.500 Biaya Tataniaga • Sewa kios 66,52 • Uang kemanan dan uang ronda 12,48 • Peny timbangan 2 kg 0,19 • Peny timbangan 15 kg 0,27 • Peny timbangan 100 kg 0,56 • Listrik 227,80 • Pengemasan 199,74 • Tenaga kerja 1.374,53 Total Biaya (b) 1.882,09 Harga Jual Pedagang Pengecer (c) 45.000 Total Biaya Tataniaga (Rp/Kg) (d=a+b) 38.382,09 Total Keuntungan (Rp/Kg) (e=c-d) 6.617,91 Total Margin Tataniaga (Rp/Kg)(f=c-a) 8.500
80
## Azani et al.,
## Pengaruh Jumlah Jenis Komoditas
## Farmer Share Cabai Kopay
Farmer share atau bagian yang diterima petani adalah selisih harga yang dibayarkan konsumen akhir dengan harga yang diterima oleh petani produsen. Farmer share dapat dikatakan efisien jika bagian yang diterima petani semakin besar.
Tabel 2. Farmer Share Cabai Kopay
Saluran Tataniaga Harga Jual Di Tingkat Petani (Rp/Kg) Harga Beli Di Tingkat Konsumen (Rp/Kg) Farmer Share (%) Saluran I 39.000 39.000 100,00 Saluran II 36.500 45.000 81,11
Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa semakin panjang suatu saluran tataniaga, maka akan semakin sedikit bagian yang akan diterima oleh petani. Nilai farmer share tataniaga cabe kopay (81,11%) pada saluran II yang menggunakan satu perantara lebih tinggi jika dibandingkan dengan farmer share (75%) yang juga menggunakan satu perantara di Desa Ambutun Kecamatan Telaga Langsat Kabupaten Hulu Sungai Selatan (Yusuf, Ferrianta, & Muzdalifah, 2021).
## Efisiensi Tataniaga Cabai Kopay
Efisiensi tataniaga merupakan ukuran yang digunakan dalam menilai hasil kinerja dari para lembaga-lembaga tataniaga. Efisiensi tataniaga yang tinggi adalah hasil yang ingin dicapai oleh semua pihak yang terkait.
Tabel 3. Efisiensi Tataniaga Cabai Kopay
No. Uraian Saluran I Saluran II 1 Total biaya (Rp/Kg) 143,60 1.882,09 2 Harga ditingkat konsumen (Rp/Kg) 39.000 45.000 Efisiensi (%) 0,37 4,18
Berdasarkan perhitungan nilai efisiensi, terlihat bahwa saluran I lebih efisien dibandingkan saluran II. Hal ini karena pada saluran I petani menjual hasil panennya langsung ke konsumen, sehingga saluran tataniaganya lebih pendek. Sedangkan pada saluran II petani menggunakan pedagang perantara dalam memasarkan hasil panennya sehingga salurannya lebih panjang dan total biaya tataniaga lebih tinggi dibandingkan saluran I.
## KESIMPULAN
Saluran tataniaga cabai kopay yang dihasilkan oleh petani di Kelurahan Koto Panjang Dalam Kecamatan Lamposi Tigo Nagari Kota Payakumbuh, ada dua. Pada saluran I, petani memasarkan hasil panenya langsung ke konsumen akhir. Pada saluran II, petani memasarkan hasil panennya ke pengecer untuk kemudian dijual oleh pengecer ke konsumen akhir. Fungsi yang dijalankan oleh masing- masing lembaga tataniaga berbeda. Petani menjalankan tiga fungsi yaitu fungsi pertukaran (penjualan), fungsi fisik (pengangkutan) dan fungsi penunjang (standarisasi produk,
informasi harga). Sedangkan pedagang pengecer menjalankan ketiga fungsi tataniaga yang ada yaitu; fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan), dan fungsi penunjang (penanggungan resiko, informasi harga).
Margin tataniaga saluran II yaitu sebesar Rp 8.500/kg. Pada saluran I petani menjual cabai Kopay langsung kepada konsumen akhir sehingga tidak terdapat margin. Efisiensi tataniaga memperlihatkan bahwa saluran I lebih efisien dibandingkan saluran 2.
Berdasarkan temuan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka sebaiknya petani mencoba menggunakan alternative pengemasan dapat berupa kardus, peti atau box styroform. Selain itu agar memperoleh margin yang lebih
besar dan meningkatkan efisiensi pemasaran, petani bisa melakukan pemasaran secara bersama melalui kelompok. Petani sebaiknya mencari alternatif pengemasan cabai Kopay pada saat memasarkan ke pedagang pengecer supaya dapat mempertahankan kualitas cabai merah. Alternatif lain yang dapat digunakan sebagai kemasan adalah dus, peti, dan box Styrofoam.
Petani secara berkelompok dapat mempertimbangkan untuk menyalurkan produknya langsung ke konsumen dengan menyawa tempat dipasar lokal.
## DAFTAR PUSTAKA
Adenuga, A. H., Fakayode, S. B., & Adewole, R. A. (2015). Marketing Efficiency and Determinants of Marketable Surplus in Vegetable
Production in Kwara State, Nigeria. AgEcon Search , 18. Retrieved from file:///F:/Spec 2/Traffic Delay Model.pdf
Adnyasari, P. S., Dewi, R. K., & Susrusa,
K. B. (2017). Analisis Sistem
Tataniaga Cabai Merah di Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem. E-Jurnal
Agribisnis Dan Agrowisata , Vol. 6 ,
No .
Amurwani, S., Rianse, I. S., & Sadimantara,
F. N. (2022). The Channel Analysis and Marketing Efficiency Lada in Moramo District South Konawe Regency. Buletin Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo , 24 (1), 49. https://doi.org/10.37149/bpsosek.v24i1 .24206
Atman, Artati, F., Misran, Zulifwadi, Aryawaita, Rahayu, W., & Azwardi, D. (2020). Panduan Teknis : Teknologi
Produksi Lipat Ganda (Proliga) Cabai Merah Spesifik Sumatera Barat .
Propinsi Sumatera Barat: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Badan Pusat Statistik. (2022). Statistik Indonesia 2022. In Statistik Indonesia 2020 . Jakarta: Badan Pusat Statistik. Retrieved from https://www.bps.go.id/publication/2 020/04/29/e9011b3155d45d70823c 141f/statistik-indonesia-2020.html Balkis, S., & Kosasih. (2016). Tataniaga Agribisnis Cabai Merah Di Kecamatan Tenggarong Seberang. Agrifor : Jurnal Ilmu Pertanian Dan Kehutanan , Vol 15 , No .
Daryanto, A., Sahara, Riani, P. K., Hafizah, D., Qalsum, U., Manalu, D. S. T., … Astuti, L. T. W. (2020).
Tataniaga
Pertanian . Banten, Indonesia: Universitas Terbuka.
Ernanda, R., Burhanuddin, B., & Purwono, J. (2019). Social Capital Characteristics of Kopay Chili Farmers in Payakumbuh. Jurnal AGRISEP : Kajian Masalah Sosial Ekonomi Pertanian Dan Agribisnis ,
18 (1),
41–52. https://doi.org/10.31186/jagrisep.18.
1.41-52
Ernanda, R., Burhanuddin, & Purwono,
J. (2020). Pengaruh Norma Sosial Julo-Julo Tenaga Kerja terhadap Kinerja Usahatani Cabai Kopay di Kota Payakumbuh. Jurnal Penelian Dan Kajian Ilmiah: Menara Ilmu , 14 (1), 113–120. Fafchamps, M., Gabre-Madhin, E., & Minten, B. (2005). Increasing returns and market efficiency in agricultural trade. Journal of Development Economics , 78 (2), 406–442.
https://doi.org/10.1016/j.jdeveco.20
04.10.001
Harmoko, E. (2020). Analisis Rantai Pasok Cabai Besar Di Kabupaten
82 Azani et al.,
## Pengaruh Jumlah Jenis Komoditas
Merangin. Jurnal AGRIPITA Vol. 4, No.1 Mei 2020, Hlm. 15-26 .
Hendro, N., Rahayu, E. S., & Fajarningsih, R. U. (2022). Analysis of price variations and red chili market integration in Ciamis regency.
Linguistics and Culture Review , 6 , 720–730.
https://doi.org/10.21744/lingcure.v6ns 1.2151
Imtiyaz, H., & Soni, P. (2013). Marketing cost , marketing loss and marketing efficiency of green chilli in different supply chains. New Agriculturist ,
24 (2), 1–8.
Iswari, K., & Srimaryati. (2014). Pengaruh Giberelin dan Jenis Kemasan untuk Menekan Susut Cabai Kopay selama Pengangkutan Jarak Jauh. Jurnal Pasca Panen , 11 (2), 89–100.
Kementerian Pertanian Republik Indonesia. (2009). Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor : 2085/Kpts/SR.120/5/2009 tentang Variatas Terdaftar Tanaman Hortikultura. In Kementerian Pertanian RI .
Kusmawati, L., Herdiansah, D., & Hardiyanto, T. (2017). Analisis Saluran Pemasaran Cabai Merah Varietas Tanjung 2. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa AGROINFO GALUH , Volume 4 N .
Manalu, O., Siregar, T. H. S., & Rahman, A. (2014). Analisis Tataniaga Cabai Merah Dan Tomat Di Pasar Penampungan Kota Medan. Agrica (Jurnal Agribisnis Sumatera Utara) , Vol.7 No.2 .
Masyuliana, Tarigan, K., & Salmiah, S. (2018). Hubungan Saluran Tataniaga Dengan Efisiensi Tataniaga Cabai Merah (Capsicum Annuum Sp.) (Kasus : Desa Beganding, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo). Journal On Social Economic Of Agriculture And Agribusiness , Volume
9 N .
Nasir. (2021). Sistem Tataniaga Cabai
Merah Keriting Di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin. Societa , X – 2 : D , 39 – 51.
Nasruddin, W., & Musyadar, A. (2015).
Tataniaga Pertanian. Cetakan
Ketiga Edisi Kedua. Tangerang
Selatan: Universitas Terbuka.
Nasution, A. H., Hanter, & Rahman, P.
(2021). Marketing efficiency of red chilli pepper in North Sumatera Province. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science , 782 (2). https://doi.org/10.1088/1755-
1315/782/2/022029
Novitasari, R. (2012). Dry Curly Kopay Chili (Capsicum Annum VAR. GLABIUSCUM) by Using Vakum Oven Studied. Jurnal Teknologi Pertanian , 1 (2).
Nugroho, A. D., Prasada, I. Y., & Al Rosyid, A. H. (2021). The efficiency of the auction market of chili in the sandy coastal area of Yogyakarta Province, Indonesia.
African Journal of Food, Agriculture, Nutrition and Development , 21 (2), 17435–17449. https://doi.org/10.18697/ajfand.97.1 9420
Nurhidayana, Kuswardani, R. A., & Siregar, M. A. (2012). Analisis Efisiensi Pemasaran Cabai Merah di Kabupaten Batubara. Agrica (Jurnal Agribisnis Sumatera Utara) , Vol.5
No.1 .
Pranata, B. D., Badrudin, R., & Romdhon, M. (2021). Analysis Of The Marketing Efficiency Of The Red Curly Chili (Capsicum annuum L.) in Kepahiang District. Jurnal AGRISEP: Kajian Masalah Sosial Ekonomi Pertanian Dan Agribisnis ,
20 (2), 367–380.
https://doi.org/10.31186/jagrisep.20. 2.367-380 Pusat Pendidikan Pertanian. (2017). Pemasaran Produk Agribisnis .
Jakarta: Pusat Pendidikan Pertanian, Badan Penyuluhan Dan Pengembangan Sdm Pertanian, Kementerian Pertanian. Rasidin, Yusriadi, & Raman. (2018). Analisis Pendapatan Dan Efisiensi Pemasaran Cabai Merah (Capsicum Annuum L.) Di Kecamatan Watangpulu Kabupaten Sidrap. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian , Volume 4 S .
Riyadh, M. I. (2018). Analisis Saluran
Pemasaran Lima Pangan Pokok Dan Penting Di Lima Kabupaten Sumatera Utara. Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik , Vol. 9 , No , 161–171.
Saleh, L. (2020). Analisis Efisiensi Saluran
Tataniaga Cabai di Kecamatan Onembute Kabupaten Konawe. SURYA AGRITAMA , Volume 9 (1), 49–
61.
Setijorini, Winarso Drajad Endang, W. L.
(2021). Budidaya Tanaman Pangan Utama . Banten, Indonesia: Universitas Terbuka.
Sitinjak dkk, W. (2023). Pemasaran dan
Tataniaga Pertanian . Bandung:
Widina.
Sundari, M. T., Darsono, D., Sutrisno, J., & Antriyandarti, E. (2023). Analysis of trade potential and factors influencing chili export in Indonesia . 8 (1). https://doi.org/doi:10.1515/opag-2022- 0205 Supriadi, H., & Sejati, W. K. (2018).
Perdagangan Antarpulau Komoditas
Cabai Di Indonesia: Dinamika Produksi Dan Stabilitas Harga.
Analisis Kebijakan Pertanian , Vol. 16
No . https://doi.org/DOI:
http://dx.doi.org/10.21082/akp.v16n2. 2018.109-127 Tafajani, D. S. (2011). Panduan Komplit Bertanam Sayur dan Buah-Buahan . Yogyakarta.: Universitas Atma Jaya.
Usman, Y. (2020). Diktat Tataniaga Hasil Pertanian . Padang: Fakultas Pertanian,
Universitas Andalas.
Yusuf, R. A., Ferrianta, Y., & Muzdalifah. (2021). Analisis Saluran Pemasaran Cabai Merah Keriting Di Desa Ambutun Kecamatan Telaga Langsat Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Frontier Agribisnis 5 (1), Maret 2021 .
|
8b6235dd-8011-4d37-addb-285ebf38316a | http://journal.uny.ac.id/index.php/jipi/article/download/32622/16220 | Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, 7 (1), 2021, 12-21
## Ketepatan pemilihan pendekatan, metode, dan media terhadap karakteristik materi IPA
Rusyda Mutanaffisah 1 * , Resmi Ningrum 1, 2 , Ari Widodo 1
1 Universitas Pendidikan Indonesia . Jl. Dr. Setiabudi No.229, Bandung, Jawa Barat 40154 Indonesia 2 Sekolah Menengah Pertama Negeri 51 Bandung. Jl. Raya Derwati, Kota Bandung, 40296, Indonesia * Coressponding Author. E-mail: rusydaamutanaffisah@gmail.com
Received: 22 June 2020; Revised: 3 March 2021; Accepted: 10 March 2021
Abstrak : Paper ini memaparkan hasil analisis video kegiatan pembelajaran untuk membandingkan ketepatan pemilihan strategi pengajaran (pendekatan, metode, dan media) oleh tiga subjek penelitian yang memiliki jenjang karier berbeda. Ketiga subjek tersebut adalah mahasiswa jurusan pendidikan yang sedang melakukan simulasi di kelasnya, mahasiswa tingkat akhir yang sedang melakukan Program Pengalaman Lapangan (PPL), dan guru berpengalaman. Hasil analisis menunjukkan bahwa guru berpengalaman menggunakan pendekatan, metode, dan media yang tepat dan lebih variatif dibandingkan mahasiswa. Selain itu, guru berpengalaman cenderung lebih menguasai materi pembelajaran dan mampu mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini juga teramati pada mahasiswa PPL yang menggunakan fenomena sehari-hari sebagai bahan diskusi. Meski demikian, ketiga subjek memperlihatkan pola distribusi waktu penyajian konsep yang relatif sama, yaitu lebih dari 90% pada kegiatan inti dan kurang dari 5% untuk kegiatan pendahuluan dan penutup. Paper ini diharapkan dapat menyajikan gambaran mengenai realita yang terjadi di lapangan sebagai bahan evaluasi dalam pembelajaran IPA, baik untuk mahasiswa, guru, ataupun semua pihak yang terkait di dunia pendidikan.
Kata Kunci : pendekatan, media, metode, Ilmu Pengetahuan Alam
## The accuracy of the selection of approaches, methods, and media for the characteristics of combined science materials
Abstract: This paper presents the results of a video analysis of learning activities to compare the accuracy of the selection of teaching strategies (approaches, methods, and media) by three subjects with different career paths. The three subjects are college students majoring in education conducting simulations in the classroom, final-year college students conducting a Field Experience Program (PPL), and experienced teachers. The results of the analysis show that experienced teachers use the right approach, method, and media that are more varied than both students. Besides, experienced teachers tend to be better at learning material and are able to link learning to everyday life. This was also observed in PPL students who used everyday phenomena as the discussion material. However, the three subjects showed a relatively similar time distribution pattern of the concept presentation, which is more than 90% in core activities and less than 5% for preliminary and closing activities. This paper is expected to present a picture of the reality that occurs in the field as an evaluation material in learning science, both for students, teachers, or all parties involved in the world of education.
Keywords: approach, media, method, Combined Science
How to Cite : Mutanaffisah, R., Ningrum, R., & Widodo, A. (2021). Ketepatan pemilihan pendekatan, metode, dan media terhadap karakteristik materi IPA. Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, 7 (1), 12-21. doi:https://doi.org/10.21831/jipi.v7i1.32622
## PENDAHULUAN
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cabang ilmu yang bersifat dinamis dan saling berkaitan dengan cabang ilmu lainnya. Pada kenyataannya, masih banyak siswa yang memiliki pemikiran bahwa IPA merupakan kumpulan fakta yang statis, mutlak, dan harus dihapal. Kesalahan pemikiran tersebut terjadi karena guru belum banyak memberikan pemahaman mengenai hakikat IPA pada kegiatan pembelajaran di kelas (Ali et al., 2013; McComas et al., 2002). Salah satu penyebabnya adalah karena tingkat pemahaman guru yang masih rendah (Adi & Widodo, 2018; Jumanto & Widodo, 2018;
Rochintaniawati et al., 2009). Pemahaman mengenai hakikat IPA perlu dimiliki siswa untuk membantu mereka memahami materi (Mariana & Praginda, 2009). Namun, lebih dari itu, pengetahuan dan pema- haman guru mengenai hakikat IPA akan memengaruhi mereka dalam memilih strategi pengajaran yang akan digunakan (McComas et al., 2002). Dari sini kita bisa melihat bahwa pemahaman hakikat IPA berhubungan dengan kemampuan pedagogik guru. Kemampuan pedagogik berhubungan dengan praktik mengajar guru dalam menyajikan pelajaran. Tingkat pemahaman hakikat IPA yang rendah menunjuk- kan bahwa guru tidak menguasai pedagogik dengan baik sehingga cara penyajian pelajaran bisa menjadi tidak tepat.
Hasil penelitian skala internasional yaitu TIMSS (Mullis et al., 2016) dan PISA (Schleicher, 2019) menunjukkan bahwa hasil belajar siswa di Indonesia masih dibawah rata-rata. Padahal, soal-soal yang ada di dalam TIMSS maupun PISA merupakan soal-soal yang kontekstual. Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena ketidaktepatan guru dalam menyajikan pembelajaran. Guru kurang mengaitkan materi yang sedang dibahas dengan konteks kehidupan (Ali et al., 2013; Rochintaniawati et al., 2009), sehingga siswa kesulitan mengaplikasikannya. Selain itu, umumnya pembelajaran IPA dilakukan di dalam kelas sehingga peserta didik kurang berinteraksi dengan media dan sumber belajar lain. Hal tersebut membuat pembelajaran cenderung bersifat tekstual dan hanya menekankan pada penyelesaian materi pelajaran. Guru lebih memilih untuk menggunakan metode ceramah (Rochintaniawati et al., 2009) terutama dalam membelajarkan materi IPA yang mereka anggap sulit (Insani, 2016). Akibatnya, pengalaman peserta didik hanya sebatas mendengar dan mencatat penjelasan guru (Sitanggang & Yulistiana, 2015). Kebanyakan guru juga belum menguasai berbagai variasi pendekatan sehingga tidak bisa menerapkannya dalam pembelajaran IPA di kelas (Maryanto & Hariyatmi, 2017).
Seperti diketahui bahwa dalam kegiatan pembelajaran, guru tidak hanya perlu menguasai penge- tahuan mengenai konten materi IPA atau Content Knowledge (CK), namun juga harus mampu memper- kaya wawasannya mengenai perkembangan pengetahuan pedagogik atau Pedagogical Knowledge (PK) dan pengetahuan konten pedagogi atau Pedagogical Content Knowledge (PCK) (Insani, 2016; Loughran et al., 2012). PCK mungkin tidak secara langsung berhubungan dengan kualitas pengajaran guru, namun, PCK dapat menjadi indikator yang baik dari potensi guru untuk menyampaikan pengajaran yang berkualitas (Widodo, 2017a). Guru dengan PCK yang kuat akan akan menyajikan pelajaran dengan lebih efektif dan mendukung pembelajaran siswa (Widodo, 2017b).
Salah satu faktor yang memengaruhi kemampuan PCK guru adalah pengalaman mengajar (Kastutik & Hariyatmi, 2017; Putra et al., 2017). Kemampuan PCK guru di setiap sekolah berbeda (Chotimah & Hariyatmi, 2017), namun umumnya guru berpengalaman menunjukkan kemampuan PCK yang terkategori baik. Hal ini juga terlihat pada kemampuan PCK calon guru yang mengalami pening- katan setelah mendapatkan pengalaman praktik mengajar (Großschedl et al., 2015; Padila et al., 2017). Calon guru sebenarnya sudah bisa menentukan dan memilih strategi pembelajaran untuk mencapai Kompetensi Dasar pembelajaran, namun belum mampu menerapkannya secara maksimal (Sukaesih, Ridlo, & Saptono, 2017) karena kurangnya pengalaman. Pengalaman mengajar akan membuat seorang guru mampu mengembangkan strategi pembelajaran materi IPA yang tepat sesuai karakteristik siswa dan materinya (Anwar et al., 2016).
Setiap materi dalam pelajaran IPA memiliki karakteristik yang khas. Beberapa materi bisa diajar- kan secara tradisional dengan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Namun, beberapa materi perlu dibahas melalui kegiatan diskusi dan eksperimen. Beberapa konsep perlu diajarkan secara berurutan dan sistematis, namun konsep lainnya dapat berupa pengetahuan yang bisa langsung diperoleh dari pengalaman dan pengamatan sehari-hari (Cakir, 2008). Meskipun tidak ada cara terbaik mengajar setiap materi IPA yang berlaku secara universal, guru IPA perlu mengetahui bagaimana karakteristik setiap materi dan karakteristik siswa mereka agar dapat berhasil mengajarkan materi dengan dengan efektif dan efisien (National Research Council, 1997; Insani, 2016).
Berbagai penelitian untuk melihat gambaran kegiatan pembelajaran IPA di kelas sudah pernah dilakukan terhadap guru berpengalaman (Rochintaniawati et al., 2009; Widodo, 2006, 2017a). Hasil penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak semua guru berpengalaman telah mampu memaksimalkan waktu dan strategi pembelajaran secara efektif dan efisien. Di sisi lain, penelitian mengenai perbandingan ketepatan pemilihan strategi pembelajaran mahasiswa jurusan pendidikan, mahasiswa PPL, dan guru berpengalaman belum banyak dilakukan. Padahal, data tersebut bisa mem- berikan gambaran mengenai persamaan ataupun perbedaan yang ada pada ketiga kelompok tersebut. Selain itu, pandangan bahwa guru berpengalaman akan lebih baik dari mahasiswa yang cenderung
kurang pengalaman juga akan dapat dijelaskan dengan melakukan penelitian mengenai perbandingan antara ketiganya. Oleh karena itu, paper ini akan memaparkan hasil analisis berdasarkan data empiris mengenai perbandingan strategi pembelajaran yang dilakukan oleh mahasiswa jurusan pendidikan, mahasiswa PPL, dan guru berpengalaman. Penelitian ini bisa menjadi bahan evaluasi dan refleksi untuk masing-masing kelompok dan menjadi pembelajaran untuk kegiatan pembelajaran IPA selanjutnya.
## METODE
Penelitian menggunakan analisis deskriptif dari data yang didapatkan. Subjek penelitian terdiri dari 3 partisipan yang berasal dari kelompok yang memiliki jenjang karier berbeda, yaitu mahasiswa tingkat 3 jurusan pendidikan yang melakukan simulasi pembelajaran di kelasnya, mahasiswa yang sedang melakukan PPL, dan guru IPA yang berpengalaman. Data penelitian dari ketiga subjek diambil dengan melakukan observasi kegiatan pembelajaran selama satu pertemuan dari masing-masing partisipan. Observasi tidak dilakukan peneliti secara langsung di kelas, namun dengan merekamnya menjadi video. Penggunaan video memungkinkan peneliti untuk dapat menggambarkan proses pembel- ajaran secara lengkap dan dapat diulang-ulang bila perlu untuk mendapat kejelasan. Kelebihan lain menggunakan video adalah dapat menggabungkan analisis kualitatif dan kuantitatif dengan cara yang tidak mungkin dilakukan dengan jenis data yang lain, dapat memberikan referensi untuk deskripsi guru tentang kualitas pengajaran, dapat memfasilitasi komunikasi hasil penelitian, serta dapat menyediakan sumber gagasan baru untuk cara mengajar. Namun, penggunaan video juga memiliki kekurangan, yaitu siswa dan guru dapat mengubah perilaku alaminya selama perekaman video (Stigler et al., 1999).
Video yang didapatkan dari ketiga subjek kemudian diamati masing-masing sebanyak minimal tiga kali. Pemutaran video pertama kali ditujukan agar peneliti bisa mendapatkan gambaran keseluruhan kegiatan pembelajaran. Namun, peneliti juga mencatat beberapa hal lain yang teramati, misalnya ke- giatan yang dilakukan di luar pembelajaran atau pembahasan konsep. Pada pemutaran video yang kedua, peneliti mulai fokus untuk mencatat konsep-konsep yang dibahas oleh guru selama kegiatan penda- huluan, inti, dan penutup. Untuk mendapatkan hasil analisis yang lebih detail, peneliti menggunakan software tertentu sehingga video dapat diatur agar terus berputar berulang-ulang setiap sepuluh detik. Hasil analisis dibuat dalam sebuah diagram alur untuk mendapatkan gambaran kegiatan pembelajaran, konsep-konsep yang dibahas, serta masing-masing waktu pembahasannya. Selanjutnya, peneliti akan mulai menganalisis pendekatan, metode, dan media yang digunakan guru untuk membahas setiap konsep dari pemutaran video yang ketiga.
Ketiga subjek mengajarkan materi yang berbeda dan dengan durasi waktu yang berbeda pula. Mahasiswa membahas “Ekosistem: Rantai dan Jaring-jaring Makanan” untuk kelas 7, mahasiswa PPL membahas “Organ Ekskresi: Kulit” untuk kelas 8, sementara guru berpengalaman membahas “Massa Jenis” untuk kelas 7. Meskipun berbeda materi, namun ketiga subjek sama-sama mengajarkan konsep dalam pelajaran IPA untuk SMP. Oleh karena adanya perbedaan materi ini, penelitian hanya akan difokuskan untuk membahas pemilihan pendekatan, metode, dan media oleh masing-masing subjek penelitian.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebelum membahas mengenai strategi pembelajaran yang digunakan, pada paper ini akan dipaparkan gambaran kegiatan pembelajaran dari ketiga subjek penelitian. Perbandingan persentase distribusi waktu untuk pembahasan konsep antara ketiga subjek penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Secara sekilas, dapat terlihat bahwa guru berpengalaman memiliki nilai persentase penggunaan waktu untuk kegiatan pembelajaran yang paling sedikit dibandingkan dengan kedua mahasiswa. Hasil analisis video menunjukkan bahwa ketiga subjek menggunakan waktu di luar kegiatan pembelajaran dengan kegiatan seperti pendisiplinan siswa (pengorganisasian siswa sebelum praktikum atau kegiatan berkelompok) dan jeda menunggu waktu tanggapan atau respon siswa ketika berdiskusi. Selain itu, mahasiswa PPL dan guru berpengalaman juga beberapa kali memberikan motivasi kepada siswa dalam belajar. Guru berpengalaman bahkan menghubungkan motivasi tersebut dengan kisah ilmuwan yang sedang dibahas dalam kegiatan pembelajaran, yaitu Archimedes. Dalam pembelajaran terutama pel- ajaran IPA, kegiatan seperti ini perlu dilakukan karena guru berperan sangat penting dalam membentuk kepercayaan diri, mindset, dan kemampuan siswa untuk fokus dan bersungguh-sungguh dalam belajar (Darling-Hammond et al., 2020). Namun, hanya guru berpengalaman yang menghubungkan pembel-
ajaran dengan kebermanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan yang lainnya tidak melaku- kan hal ini.
## Gambar 1. Persentase Distribusi Penggunaan Waktu Selama Kegiatan Pembelajaran
Secara umum, kegiatan pembelajaran dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu tahap pendahuluan/ awal, inti, dan penutup (Majid, 2008). Ketiga subjek penelitian memiliki total durasi mengajar yang berbeda, sehingga pada paper ini digunakan nilai persentase untuk melihat perbandingan distribusi penggunaan waktu yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Perbandingan distribusi waktu pem- bahasan konsep di setiap tahap kegiatan pembelajaran dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 . Persentase Distribusi Waktu Pembahasan Konsep di Setiap Tahap Kegiatan Pembelajaran
Secara keseluruhan, dapat dilihat bahwa distribusi waktu untuk tahap inti oleh ketiga subjek pene- litian memiliki persentase yang paling besar, bahkan hingga melebihi 90%. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga subjek penelitian sudah memaksimalkan pembahasan konsep pada tahap inti dengan baik. Tahap inti merupakan tahap yang paling penting karena pada tahap inilah terjadinya proses pembelajaran yang sebenarnya. Namun, dari ketiganya, hanya guru berpengalaman yang membahas konsep pada saat kegiatan penutup. Padahal, pada tahap penutup, guru seharusnya mengajak siswa untuk menyimpulkan pembelajaran (Rochintaniawati et al., 2009) dan mengaitkannya dengan konsep yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya. Pembahasan konsep pada bagian penutup sangat sebentar dilakukan oleh mahasiswa PPL dan bahkan tidak dilakukan sama sekali oleh mahasiswa. Hasil yang sama juga terlihat pada penelitian sebelumnya terhadap calon guru biologi (Sukaesih et al., 2017). Hal ini menunjukkan bahwa hanya guru berpengalaman yang mampu memaksimalkan kegiatan penutup dengan baik. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa ketiga subjek penelitian menggunakan strategi pembelajaran yang berbeda dalam menjelaskan materi yang sifatnya berbeda. Strategi pembelajaran yang diamati
83 90 73 17 10 27 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Mahasiswa Mahasiswa PPL Guru Berpengalaman Kegiatan Pembahasan Konsep
Kegiatan di Luar Pembahasan Konsep
3.51 0.28 2.46 96.49
98.86 94.71
0 0.85 2.83 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Mahasiswa Mahasiswa PPL Guru Berpengalaman Pendahuluan
Inti Penutup
adalah dalam hal dalam pemilihan pendekatan, metode, dan media. Perbedaan sifat materi dan pemilihan strategi pembelajaran oleh ketiga subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 . Pendekatan, Metode, dan Media yang Digunakan Ketiga Subjek Penelitian
No. Subjek Sifat Materi Pendekatan Metode Media 1. Mahasiswa Perlu observasi Konsep Ceramah Teks dan gambar 2. Mahasiswa PPL Perlu visualisasi Konsep, konstruktivisme Ceramah, diskusi Gambar 3. Guru berpengalaman Eksploratif Konsep, proses, historis Ceramah, diskusi, praktikum Teks, gambar, video, contoh benda-benda padat
## Pemilihan Pendekatan
Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa ketiga subjek penelitian memilih pendekatan konsep sebagai salah satu pendekatan yang digunakan selama kegiatan pembelajaran. Namun, hanya mahasiswa yang memilih pendekatan konsep sebagai satu-satunya pendekatan yang digunakan. Jika dibandingkan dengan mahasiswa, mahasiswa PPL dan guru berpengalaman sudah menggunakan pendekatan konsep dengan tepat. Pemilihan pendekatan dalam pembelajaran sangat penting. Guru yang menerapkan pendekatan yang inovatif bisa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan proses siswa (Sukaesih, Ridlo, & Saptono, 2019).
Pemilihan pendekatan konsep oleh mahasiswa tidak cukup untuk membelajarkan materi menge- nai “Ekosistem” yang sifatnya perlu observasi. Pendekatan konsep memang diperlukan untuk mencegah miskonsepsi mengenai zat, energi, siklus nutrisi, dan aliran energi pada materi ekosistem (National Science Teachers Association, 2009), namun konsep ini akan lebih baik dipahami dan dimaknai siswa dengan pendekatan lingkungan (Widodo, Rachmadiarti, & Hidayati, 2017). Guru bisa mengajak siswa secara berkelompok untuk mengamati lingkungan sekitar, kemudian siswa mengelompokkan komponen biotik dan abiotik lalu membuat rantai makanan dan jaring-jaring makanan.
Mahasiswa PPL menggunakan pendekatan konsep dan konstruktivisme dalam kegiatan pembel- ajaran. Dari total 12 konsep, hanya ada 2 konsep yang menggunakan pendekatan konsep yaitu kulit dan aktivitas tubuh sebagai konsep awal yang digunakan pada tahap pendahuluan diskusi. Pemilihan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran materi ini kurang tepat. Pembahasan materi ekskresi ini sebaiknya menggunakan pendekatan saintifik (Zubaidah et al., 2017). Selain itu, mahasiswa PPL juga dapat menerapkan pendekatan proses, yaitu dengan memberikan aktivitas yang menunjukkan pro- ses pembentukan keringat. Misalnya, dengan meminta beberapa siswa untuk berlari di tempat atau melakukan aktivitas (olahraga) tertentu. Setelah itu, mahasiswa PPL bisa menghubungkan konsep pembentukan keringat dengan konsep suhu, detak jantung, pori-pori, dan bau badan.
Guru berpengalaman menggunakan 3 jenis pendekatan berbeda selama kegiatan pembelajaran, yaitu pendekatan konsep, proses, dan historis. Ketiga pendekatan ini digunakan secara tepat oleh guru. Pendekatan konsep digunakan dengan menghubungkan konsep yang sedang dipelajari dengan konsep- konsep yang telah dipelajari sebelumnya. Pendekatan proses digunakan untuk membangun pemahaman konsep utama pembelajaran yang sifatnya eksploratif, yaitu mengenai massa jenis. Para siswa secara berkelompok melakukan kegiatan pengukuran massa jenis dan mendapatkan pemahaman mengenai massa jenis melalui kegiatan tersebut. Hal ini sejalan dengan apa yang disarankan di dalam buku pegangan guru, bahwa untuk mengajarkan konsep ini sebaiknya menggunakan pendekatan proses (Widodo et al., 2017). Selain pendekatan proses, guru berpengalaman juga menggunakan pendekatan konsep dan historis, sehingga lebih bervariatif dan melebihi pendekatan yang disarankan dalam buku pegangan guru. Pendekatan historis digunakan guru untuk memberikan pemahaman awal sebelum siswa memahami konsep massa jenis. Guru menyajikan sebuah cerita di masa lalu mengenai penemuan Archimedes dan bagaimana penemuannya berguna hingga saat ini, terutama dalam mengetahui nilai massa jenis. Strategi pemilihan pendekatan historis pada materi massa jenis ini sudah tepat. Hal ini terlihat dari bagaimana siswa akhirnya mampu mensimulasikan penemuan Archimedes dan meng- hubungkan pentingnya pemahaman tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan historis yang digunakan dalam pembelajaran IPA tidak hanya menarik untuk siswa yang menyukai pelajaran IPA, tapi juga untuk siswa yang kurang menyukai IPA karena berbagai alasan, misalnya karena mereka menganggap konsep dalam IPA sulit dipahami, atau karena mereka tidak menyukai rumus dan perhitungan (Mamlok-Naaman et al., 2005).
## Pemilihan Metode
Ketiga subjek menggunakan metode yang berbeda sesuai sifat materi pelajaran yang dibahas. Namun, sama seperti pada pemilihan pendekatan, guru berpengalaman menggunakan metode yang lebih variatif dibandingkan mahasiswa dan mahasiswa PPL. Ketiganya menggunakan metode ceramah. Namun, hanya mahasiswa yang menggunakan metode ceramah ini sebagai satu-satunya metode yang digunakan selama kegiatan pembelajaran, meskipun penggunaannya kurang tepat untuk karakteristik materi Ekosistem. Mahasiswa PPL dan guru berpengalaman yang sudah tepat menerapkan metode ceramah dan menggabungkannya dengan metode lain, seperti diskusi. Guru berpengalaman bahkan menambahkan pendekatan historis sebelum masuk ke dalam kegiatan inti berupa praktikum. Kurangnya variasi yang digunakan mahasiswa kemungkinan karena adanya rasa kurang percaya diri, khawatir, dan ragu-ragu dalam membawakan materi di fase awal mengajar (Sukaesih et al., 2017).
Pada kegiatan pendahuluan, mahasiswa memberikan pertanyaan apersepsi mengenai komponen Ekosistem kepada siswa, kemudian siswa menjawab dan mahasiswa menanggapinya. Pada kegiatan inti, mahasiswa menjelaskan tentang peranan komponen ekosistem, rantai makanan, dan jaring-jaring makanan. Kemudian, siswa duduk berkelompok untuk menjawab pertanyaan pada Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan menyusun beberapa gambar menjadi jaring-jaring makanan. Selanjutnya, perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusinya diikuti dengan kegiatan menjawab pertanyaan dari kelompok lain. Setelah diskusi, mahasiswa membahas kembali pertanyaan-pertanyaan yang ada di LKS, tanpa menarik kesimpulan bersama siswa. Secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa mahasiswa hanya menggunakan metode ceramah selama kegiatan pembelajaran, meskipun beberapa kali terjadi kegiatan tanya jawab baik dari guru ke siswa, maupun sebaliknya. Pemilihan metode ini kurang tepat, karena metode ceramah untuk jumlah siswa yang relatif banyak dan pasif hanya akan memberikan sedikit pemahaman nyata kepada siswa (National Research Council, 1997). Materi seperti Ekosistem memerlu- kan keaktifan siswa untuk mengobservasi langsung lingkungan di sekitarnya (Sitanggang & Yulistiana, 2015). Observasi akan mengasah kemampuan siswa untuk menggali pengetahuan dari setiap objek yang diamati (Rochintaniawati et al., 2009). Hal ini sejalan dengan buku pegangan guru (Widodo et al., 2017) yang menyarankan bahwa pada saat pembelajaran materi ekosistem ini sebaiknya menggunakan metode pengamatan langsung. Jika pun ada kendala untuk membawa siswa keluar kelas, akan lebih baik jika guru mengombinasikan metode ceramah dengan metode lain, misalnya role playing . Metode ini akan membuat siswa lebih memahami tentang peranan komponen ekosistem dan proses terjadinya jaring- jaring makanan.
Mahasiswa PPL menggunakan metode ceramah untuk merangsang pengetahuan dasar siswa dengan memunculkan pertanyaan apersepsi berupa “apakah setelah berenang selama berjam-jam, kita akan berkeringat?” pada kegiatan pendahuluan. Pertanyaan yang merangsang pengetahuan dasar siswa seperti ini merupakan awal yang baik dalam memulai diskusi (Wierdsma et al., 2016). Setelah itu, pada bagian inti, mahasiswa PPL teramati menggunakan metode diskusi. Pemilihan metode diskusi pada pembelajaran pembentukan keringat sudah tepat. Siswa dilatih untuk berpikir kritis seiring jalannya diskusi (National Science Teachers Association, 2009), baik ketika mendengarkan pertanyaan guru, ataupun ketika mendengarkan pertanyaan dan sanggahan dari teman-temannya. Namun, mahasiswa PPL sebenarnya bisa mengemas kegiatan diskusi dengan melakukan rekontekstualisasi, yaitu dengan mengadaptasi konsep ekskresi di kulit ke dalam suatu konteks yang baru (Wierdsma et al., 2016). Selain itu, guru juga bisa menggunakan metode praktikum dengan meminta setiap kelompok melakukan beberapa aktivitas tertentu dan mengamati berbagai variabel yang mempengaruhi proses berkeringat setiap orang (misalnya apakah cepat lamanya seseorang dipengaruhi berat badan, suhu lingkungan, jenis aktivitas yang dilakukan, dsb). Hal ini sejalan dengan pernyataan Zubaidah et al. (2017) dalam buku pegangan guru yang menyarankan bahwa pada saat pembelajaran materi ekskresi ini sebaiknya menggunakan metode praktikum. Dengan demikian penggunaan metode yang dilakukan mahasiswa PPL kurang tepat.
Jika dibandingkan dengan mahasiswa dan mahasiswa PPL, guru berpengalaman menggunakan metode yang lebih variatif, yaitu metode ceramah, praktikum dan diskusi. Metode ceramah digunakan pada kegiatan awal pembelajaran, yaitu ketika guru mencoba menjelaskan mengenai konsep zat dan zat padat secara umum. Meskipun menggunakan metode ceramah, komunikasi yang terjadi tidak hanya satu arah dari guru saja. Awalnya, guru menayangkan beberapa gambar contoh-contoh zat padat, lalu mena- nyakannya kepada siswa. Siswa kemudian akan menjawab sesuai pengetahuan mereka, lalu selanjutnya
guru akan memberikan jawaban dan penjelasan yang tepat. Kegiatan dilanjutkan dengan praktikum. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami LKS yang diberikan dan membiarkan siswa berdiskusi dan bekerja sama dalam kelompok untuk melakukan praktikum pengukuran massa jenis. Pemilihan metode praktikum ini sudah tepat (Bella & Bachri, 2020). Hal ini sejalan dengan buku pegangan guru (Widodo et al., 2017) yang menyarankan bahwa pada saat pembelajaran materi massa jenis sebaiknya menggunakan metode praktikum. Siswa akan lebih mengingat konsep, terutama rumus dalam pelajaran fisika, dengan melakukannya sendiri. Selain itu, kegiatan praktikum adalah kegiatan yang dianggap menyenangkan oleh siswa dalam pelajaran sains (Maison et al., 2020). Pemilihan metode diskusi dalam materi ini juga tepat. Metode diskusi menjadi pilihan banyak guru IPA karena akan mengurangi intensitas penjelasan guru di depan kelas dan membuat siswa menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran (Insani, 2016). Dengan demikian metode pembelajaran guru berpengalaman sudah sesuai dengan yang disarankan dalam buku pegangan guru bahkan lebih variatif lagi. Hal ini sesuai dengan (Anwar et al., 2014) yang menyatakan bahwa hal yang membedakan antara guru berpengalaman dan tidak berpengalaman yaitu guru berpengalaman dalam memilih metode tidak hanya terkait dengan karakteristik materi tetapi juga terkait pada latar belakang dan karakteristik siswa. Selain itu guru berpengalaman lebih kepada penggunaan multi metode sedangkan guru tidak berpengalaman lebih cenderung kepada model-model pembelajaran.
## Pemilihan Media
Dalam pemilihan media, dapat dilihat bahwa guru berpengalaman juga menggunakan media yang lebih variatif dibandingkan mahasiswa dan mahasiswa PPL. Di antara ketiganya, hanya guru berpe- ngalaman pula yang sudah memilih media pembelajaran dengan tepat. Mahasiswa dan mahasiswa PPL hanya menggunakan media berupa gambar dua dimensi dan teks, bahkan belum secara optimal. Padahal jenis materi yang dibahas menuntut mereka untuk menggunakan media yang lebih tepat. Kurangnya variasi penggunaan media oleh mahasiswa calon guru menunjukkan mereka belum menerapkan pemahaman terhadap kurikulum, hakikat belajar, dan prinsip belajar aktif secara maksimal (Sukaesih et al., 2017).
Mahasiswa menggunakan media berupa teks yang ditampilkan pada slide power point. Media lainnya adalah gambar-gambar dua dimensi yang harus disusun oleh siswa secara berkelompok untuk membentuk jaring-jaring makanan. Padahal, media terbaik yang seharusnya dipilih mahasiswa dalam membahas materi “Ekosistem” adalah media asli yang dapat ditemui siswa lingkungan di sekitar siswa. Dengan melakukan observasi lingkungan, siswa akan mendapatkan pengalaman belajar yang tidak akan pernah dilupakannya. Pembelajaran juga akan berlangsung secara kontekstual karena siswa dapat melihat langsung teori yang dipelajari di buku dengan keadaan langsung di lapangan. Selain itu, penggunaan media laboratorium alam atau lingkungan terbukti dapat meningkatkan hasil belajar biologi siswa (Sitanggang & Yulistiana, 2015). Hal ini sejalan dengan Widodo et al. (2017) dalam buku pegangan guru yang menyarankan bahwa pada saat pembelajaran materi ekosistem ini sebaiknya menggunakan media asli yang diperoleh dari lingkungan sekitar. Dengan demikian penggunaan media yang dilakukan mahasiswa kurang tepat.
Mahasiswa PPL menggunakan media gambar dua dimensi dalam membahas konsep mengenai aktivitas tubuh. Gambar yang digunakan berjumlah dua, yaitu berupa seseorang yang sedang berlari di bawah sinar matahari dan seseorang yang sedang berenang. Media gambar tersebut pada awalnya bisa menarik perhatian siswa, namun kemudian media tersebut menjadi kurang berguna. Media yang tepat untuk menjelaskan proses yang berlangsung dalam tubuh seperti proses pembentukan keringat adalah video dan model organ. Mahasiswa PPL seharusnya bisa memaksimalkan perkembangan media dan teknologi untuk menciptakan pengalaman belajar yang lebih menarik bagi siswa (Sack, 2019). Penggunaan video dan model organ akan membantu siswa mendapatkan visualisasi dari proses yang tidak dapat dilihatnya secara langsung, sehingga materi akan lebih dipahami siswa (Ilhamsyah, 2017). Selain itu, sebenarnya guru bisa memaksimalkan media asli. Proses pembentukan keringat merupakan proses alami yang bisa terjadi, dapat dibuktikan, dan bisa diamati oleh siswa. Guru bisa meminta siswa melakukan beberapa olahraga ringan yang bisa dilakukan di dalam kelas dan melihat reaksi tubuh yang terjadi setelahnya, dan membahasnya bersama. Hal ini sejalan dengan (Zubaidah et al., 2017) dalam buku pegangan guru yang menyarankan bahwa pada saat pembelajaran materi ekskresi (kulit) ini sebaiknya menggunakan media asli yaitu kulit. Media lain yang pernah digunakan dalam pembelajaran sistem ekskresi manusia adalah media permainan truth or dare (Rahayu & Martini, 2019). Media ini
terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan demikian, penggunaan media oleh guru PPL kurang tepat.
Selain menggunakan media teks dan gambar dua dimensi, guru berpengalaman menggunakan media berupa video tentang sejarah penemuan massa jenis dan berbagai benda padat yang akan digunakan selama praktikum. Hal ini sejalan dengan saran yang diberikan dalam buku pegangan guru (Widodo et al., 2017) bahwa pada saat pembelajaran materi massa jenis sebaiknya menggunakan media asli yang digunakan pada saat praktikum. Guru berpengalaman menggunakan berbagai media tersebut secara tepat. Materi pelajaran fisika seperti massa jenis memerlukan pengalaman belajar berupa eksplo- rasi besaran-besaran yang saling berkaitan dalam suatu formula. Siswa akan memahami hubungan antar besaran dengan pengukuran dan pembuktian langsung.
## SIMPULAN
Hasil analisis video menunjukkan bahwa guru berpengalaman menggunakan strategi pembelajaran berupa pemilihan pendekatan, metode, dan media yang lebih variatif dibandingkan mahasiswa dan mahasiswa PPL. Selain itu, pemilihan tersebut juga sudah tepat digunakan selama kegiatan pembel- ajaran. Hasil analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa hanya guru berpengalaman yang memaksimalkan kegiatan penutup untuk membahas konsep, baik yang telah dipelajari pada pertemuan hari itu ataupun mengaitkannya dengan pertemuan berikutnya. Namun, ada satu pola yang sama diantara ketiganya yaitu menggunakan kegiatan inti yang lebih dominan dibandingkan kegiatan pendahuluan dan kegiatan penutup.
## DAFTAR PUSTAKA
Adi, Y. K., & Widodo, A. (2018). Pemahaman hakikat sains pada guru dan siswa Sekolah Dasar. Edukasi Journal , 10 (1), 55–72. https://doi.org/10.31603/edukasi.v10i1.1831
Ali, L. U., Suastra, I. W., & Sudiatmika, A. (2013). Pengelolaan pembelajaran IPA ditinjau dari hakikat sains pada SMP di Kabupaten Lombok Timur. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran IPA Indonesia , 3 (1). http://119.252.161.254/e-journal/index.php/jurnal_ipa/article/view/750 Anwar, Y., Rustaman, N. Y., Widodo, A., & Redjeki, S. (2014). Kemampuan pedagogical content knowledge guru biologi yang berpengalaman dan yang belum berpengalaman. Jurnal Pengajaran MIPA , 19 (1), 69–73. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Anwar, Y., Rustaman, N. Y., Widodo, A., & Redjeki, S. (2016). Perkembangan kemampuan pedagogical content knowledge (PCK) calon guru biologi pada pendekatan konkuren. Jurnal Cakrawala Pendidikan , 35 (3), 349–356. https://doi.org/10.21831/cp.v35i3.8251
Bella, O. K., & Bachri, B. S. (2020). Pengaruh model problem based learning terhadap hasil belajar pada materi massa jenis mata pelajaran ilmu pengetahuan alam kelas vii di sekolah menengah pertama Surabaya. Jurnal Mahasiswa Teknologi Pendidikan , 10 (10).
Cakir, M. (2008). Constructivist approaches to learning in science and their implication for science pedagogy: A literature review. International Journal of Environmental and Science Education , 3 (4), 193–206.
Chotimah, K., & Hariyatmi. (2017). Gambaran kemampuan pedagogicalcontent knowledge guru IPA kelas VII SMP Negeri se-Kabupaten Sukoharjo. Seminar Nasional Pendidikan Biologi Dan Saintek II , 16 , 671–678.
Darling-Hammond, L., Flook, L., Cook-Harvey, C., Barron, B., & Osher, D. (2020). Implications for educational practice of the science of learning and development. Applied Developmental Science , 24 (2), 97–140. https://doi.org/10.1080/10888691.2018.1537791
Großschedl, J., Harms, U., Kleickmann, T., & Glowinski, I. (2015). Preservice biology teachers’ professional knowledge: structure and learning ppportunities. Journal of Science Teacher Education , 26 (3), 291–318. https://doi.org/10.1007/s10972-015-9423-6
Ilhamsyah, E. (2017). Pemanfaatan model ginjal dan LKS berjenjang dalam pembelajaran sistem ekskresi manusia untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas IX SMP Negeri 1 Wawo. Jurnal Ilmiah Mandala Education , 3 (2), 232–242.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Insani, M. D. (2016). Studi pendahuluan identifikasi kesulitan dalam pembelajaran pada guru IPA SMP se-Kota Malang. Jurnal Pendidikan Biologi , 7 (2), 81–93.
Jumanto, & Widodo, A. (2018). Pemahaman hakikat sains oleh siswa dan guru SD di Kota Surakarta.
Jurnal Komunikasi Pendidikan , 2 (1), 20–31. https://doi.org/10.32585/jkp.v2i1.61
Kastutik, A. W., & Hariyatmi. (2017). Profil kemampuan Pedagogical Content Knowledge (PCK) guru IPA kelas VIII SMP Negeri di Kabupaten Sukoharjo. Seminar Nasional Pendidikan Biologi Dan Saintek II , 643–648.
Loughran, J., Berry, A., & Mulhall, P. (2012). Understanding and developing science teachers’ pedagogical content knowledge (2nd ed.). Sense Publisher.
Maison, M., Kurniawan, D. A., & Pratiwi, N. I. S. (2020). Pendidikan sains di sekolah menengah pertama perkotaan: Bagaimana sikap dan keaktifan belajar siswa terhadap sains? Jurnal Inovasi Pendidikan IPA , 6 (2), 135–145. https://doi.org/10.21831/jipi.v6i2.32425
Majid, A. (2008). Perencanaan pembelajaran mengembangkan standar kompetensi guru . PT Remaja Rosdakarya.
Mamlok-Naaman, R., Ben-Zvi, R., Hofstein, A., Menis, J., & Erduran, S. (2005). Learning science through a historical approach: Does it affect the attitudes of non-science-oriented students towards science? International Journal of Science and Mathematics Education , 3 (3), 485–507. https://doi.org/10.1007/s10763-005-0696-7
Mariana, I. M. A., & Praginda, W. (2009). Hakikat IPA dan pendidikan IPA . Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam.
Maryanto, J., & Hariyatmi. (2017). Profil pedagogical knowledge guru IPA kelas VIII SMP Muhammadiyah se-Kota Surakarta. Seminar Nasional Pendidikan Biologi Dan Saintek II , 666– 670.
McComas, W. F., Clough, M. P., & Almazroa, H. (2002). The nature of science in science education: Rationales and strategies (W. F. McComas (ed.)). Kluwer Academic Publishers.
Mullis, I. V. S., Martin, M. O., Foy, P., & Hooper, M. (2016). TIMSS 2015 international results in science . TIMSS & PIRLS International Study Center, Boston College,.
National Research Council. (1997). Science teaching reconsidered: A handbook . The National Academies Press. https://doi.org/10.17226/5287
National Science Teachers Association. (2009). The biology teacher’s handbook (4th ed.). BSCS NSTA Press.
Padila, T. M., Anwar, Y., & Madang, K. (2017). Analisis kemampuan Pedagogical Content Knowledge (PCK) mahasiswa calon guru biologi FKIP Unsri sebelum dan setelah praktik mengajar. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA 2017 , 571–581.
Putra, M. J. A., Widodo, A., & Sopandi, W. (2017). Science teachers’ pedagogical content knowledge and integrated approach. Journal of Physics: Conference Series , 895 (1), 012144. https://doi.org/10.1088/1742-6596/895/1/012144
Rahayu, W., & Martini. (2019). Penggunaan media permainan truth or dare pada materi ekskresi manusia untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik di SMP Negeri 3 Sidoarjo. Jurnal Pendidikan Sains (JPS) , 7 (2), 279–283.
Rochintaniawati, D., Wulan, A. R., & Sriyati, S. (2009). Kebutuhan guru sekolah dasar di Cimahi dan Kabupaten Bandung dalam melangsungkan pembelajaran IPA. Jurnal Penelitian , 10 (2), 1–11.
Sack, J. D. (2019). Classroom materials and media reviews. The American Biology Teacher , 81 (6), 459. https://doi.org/https://doi.org/10.1525/abt.2019.81.6.459. THE
Schleicher, A. (2019). PISA 2018: Insights and interpretations . OECD Publishing.
https://www.oecd.org/pisa/PISA 2018 Insights and Interpretations FINAL PDF.pdf
Sitanggang, N. D. H., & Yulistiana, Y. (2015). Peningkatan hasil belajar ekosistem melalui penggunaan laboratorium alam. Formatif: Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA , 5 (2), 156–167. https://doi.org/10.30998/formatif.v5i2.335
Stigler, J. W., Gonzales, P., Kawanaka, T., Knoll, S., & Serrano, A. (1999). The TIMSS videotape
classroom study: Methods and findings from an exploratory research project on eighth-grade ,athematics instruction in Germany, Japan, and the United States (Issue February). U.S. Government Printing Office.
Sukaesih, S, Ridlo, S., & Saptono, S. (2019). Development of biology teaching management textbooks based on competency and conservation to maximize Pedagogical and Content Knowledge (PCK) the prospective teachers. Journal of Physics: Conference Series , 1321 (3), 1–6. https://doi.org/10.1088/1742-6596/1321/3/032114
Sukaesih, Sri, Ridlo, S., & Saptono, S. (2017). Profil kemampuan Pedagogical Content Knowledge (PCK) calon guru biologi. Lembaran Ilmu Kependidikan , 46 (1), 68–74. https://doi.org/10.15294/lik.v46i2.11026
Widodo, A. (2017a). Teacher Pedagogical Content Knowledge (PCK) and students’ reasoning and wellbeing. Journal of Physics: Conference Series , 812 .
Widodo, A. (2017b). Experienced biology teachers’ pedagogical content knowledge (PCK) on photosynthesis. AIP Conference Proceedings , 1848 (May). https://doi.org/10.1063/1.4983985 Widodo, A. (2006). The feature of biology lessons: Results of a video study. Second UPI-UPSI Joint International Conference , 1–17.
Widodo, W., Rachmadiarti, F., & Hidayati, S. N. (2017). Buku guru ilmu pengetahuan alam SMP/MTs kelas VII (Edisi Revi). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Wierdsma, M., Knippels, M. C., van Oers, B., & Boersma, K. (2016). Recontextualising cellular respiration in upper secondary biology education. Characteristics and practicability of a learning and teaching strategy. Journal of Biological Education , 50 (3), 239–250. https://doi.org/10.1080/00219266.2015.1058842
Zubaidah, S., Mahanal, S., Yuliati, L., Dasna, I. W., Pangestuti, A. A., Puspitasari, D. R.,
Mahfudhillah, H. T., Robitah, A., Kurniawati, Z. L., Rosyida, F., & Sholihah, M. (2017). Buku guru ilmu pengetahuan alam kelas VIII SMP/MTs . Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
|
27148eb2-d4be-4815-9c6b-a77346ba4ac6 | https://journal.ipb.ac.id/index.php/konservasi/article/download/13951/10459 |
## IDENTIFIKASI PERUBAHAN JASA LINGKUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI BOGOR
(Identification of Environmental Services Changes Using Remote Sensing and Geographic Information Systems in Bogor)
A ZAR R ACHDIAN 1) , L ILIK B UDI PRASETYO 2) , S ITI B ADRIYAH R USHAYATI 3)
1) Mahasiswa Sarjana Institut Pertanian Bogor
2,3) Dosen Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB
Diterima 22 Februari 2016 / Disetujui 15 Agustus 2016
## ABSTRACT
Environmental services are the services provided by the ecosystem functions that have direct and indirect benefits to human well being. The purpose of this study is to analyze environmental services changes in the District and City of Bogor on 1990 and 2014. The focus of the study is analyzing the environmental service of carbon stock, carbon sinks, biodiversity, the aesthetic of landscape, water regulation and climate amelioration. The data collection method began with data preprocessing then followed by a groundcheck at field to take sample point, after that followed by image classification that produce land cover. Land cover that has been classified then given the value of environmental services by changing the format of raster into a polygon. The average value of environmental services in District of Bogor on 1990 is 4,86 and in the city of Bogor is 4,56, while on 2014 the average value of environmental services in District of Bogor is 4,54 and in the City of Bogor is 3,72. Change of environmental services in the City of Bogor greater than in District of Bogor due to the magnitude of changes in land cover types of forest to other land cover especially for settlement. Beside that, it is also caused by differences of development policy between Bogor district and city of Bogor. The focus of development in the district is agricultural production sector and the city are trading and services sectors. Government of City and Distric of Bogor should do some efforts for maintaining and even improving environmental services by allocating space for land which dominated by trees and agroforestry system.
Keywords: environmental services, environmental services score, environmental services change
## ABSTRAK
Jasa lingkungan merupakan jasa yang diberikan oleh fungsi ekosistem yang memiliki manfaat langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan manusia. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis perubahan jasa lingkungan di Kabupaten dan Kota Bogor pada tahun 1990 dan 2014. Jasa lingkungan yang menjadi fokus kajian adalah jasa lingkungan stok karbon, daya rosot karbon, keanekaragaman hayati, keindahan lanskap, pengaturan tata air dan ameliorasi iklim. Metode pengambilan data diawali dengan pre-processing data, kemudian dilanjutkan dengan cek lapangan untuk mengambil titik sampel, kemudian dilanjutkan dengan klasifikasi citra yang menghasilkan tutupan lahan. Tutupan lahan yang sudah terklasifikasi kemudian diberikan nilai jasa lingkungan dengan mengubah formatnya dari raster menjadi poligon. Pada tahun 1990 nilai rata-rata Jasa lingkungan secara keseluruhan di Kabupaten Bogor adalah 4,86 dan di Kota Bogor adalah 4,54, sementara itu pada tahun 2014 nilai rata-rata jasa lingkungan secara keseluruhan di Kabupaten Bogor adalah 4,30 dan di Kota Bogor adalah 3,72. Perubahan jasa lingkungan di Kota Bogor lebih besar daripada di Kabupaten Bogor, hal ini disebabkan oleh besarnya perubahan tipe penutupan lahan hutan menjadi lahan terbangun. Selain itu, juga disebabkan oleh adanya perbedaan kebijakan pembangunan antara Pemerintah Kabupaten dan Kota Bogor. Kabupaten lebih berfokus pada sektor produksi pertanian dan Kota lebih berfokus pada sektor perdagangan dan jasa. Pemerintah Kota dan Kabupaten hendaknya melakukan usaha untuk mempertahankan bahkan meningkatkan jasa lingkungan dengan mengalokasikan ruang yang didominasi oleh pepohonan dan sistem kebun campuran.
Kata kunci: jasa lingkungan, nilai jasa lingkungan, perubahan jasa lingkungan
## PENDAHULUAN
Jasa lingkungan merupakan jasa yang diberikan oleh fungsi ekosistem alami maupun buatan yang nilai dan manfaatnya dapat dirasakan secara langsung maupun tidak langsung oleh para pemangku kepentingan ( stakeholder ) dalam rangka membantu memelihara dan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan kehidupan masyarakat dalam mewujudkan pengelolaan ekosistem secara berkelanjutan (Sriyanto 2007 diacu dalam Suprayitno 2008). Jasa lingkungan memiliki beberapa fungsi diantaranya sebagai jasa penyediaan, jasa
pengaturan, jasa kultural dan jasa pendukung (Wunder 2005).
Kabupaten dan Kota Bogor merupakan salah satu wilayah administratif yang terletak di Provinsi Jawa Barat. Posisinya yang strategis dan dekat dengan ibu kota membuat Kabupaten dan Kota Bogor berpotensi dalam pengembangan infrastruktur dan ekonomi. Kabupaten dan Kota Bogor terus mengalami pertambahan jumlah penduduk pada tahun 2009 – 2013. Pada tahun 2009 jumlah penduduk Kabupaten Bogor mencapai 4.453.927 jiwa dengan kepadatan sekitar 1.490 jiwa/km 2 dan pada tahun 2013 jumlah penduduk Kabupaten Bogor
bertambah menjadi 5.202.907 jiwa dengan kepadatan sekitar 1.736 jiwa/km 2 (BKPM 2015). Kota Bogor mengalami peningkatan jumlah penduduk pada tahun 2009-2013, pada tahun 2009 penduduk Kota Bogor berjumlah 895.596 jiwa dengan kepadatan 7.557 jiwa/km 2 dengan kepadatan dan pada tahun 2013 meningkat menjadi 1.013.019 jiwa dengan kepadatan 9.067/km 2 (BKPM 2015). Pertambahan jumlah penduduk di Kabupaten dan Kota Bogor menyebabkan berkurangnya lahan bervegetasi sehingga terjadi penurunan kualitas jasa lingkungan. Oleh karena itu untuk mengetahui seberapa besar penurunan kualitas jasa lingkungan khususnya jasa lingkungan stok karbon, daya rosot karbon, keanekaragaman hayati, keindahan lanskap, pengaturan tata air dan ameliorasi iklim maka perlu dilakukan kajian terhadap perubahan jasa lingkungan di Kabupaten dan Kota Bogor pada tahun 1990-2014. Untuk memudahkan dalam mengidentifikasi perubahan jasa lingkungan digunakan instrumen penginderaan jauh dan sistem informasi geografis. Penginderaan jauh digunakan karena dapat memberikan informasi permukaan bumi pada daerah yang sulit dijangkau dengan relatif cepat dan data penginderaan jauh dapat menampilkan karakteristik intrinsik objek yang tidak dapat diidentifikasi dengan pengamatan langsung (Murti 2011). Penggunaan sistem informasi geografis memiliki beberapa keunggulan yaitu proses updating data mudah dan murah serta lebih fleksibel digunakan (Sugandi et al . 2009).
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis perubahan penutupan lahan pada tahun 1990 dan 2014 di Kabupaten dan Kota Bogor.
2. Menganalisis perubahan jasa lingkungan stok karbon, daya rosot karbon, keanekaragaman hayati, keindahan lanskap, pengaturan tata air dan ameliorasi iklim pada tahun 1990 dan tahun 2014 di Kabupaten dan Kota Bogor.
3. Menganalisis perubahan jasa lingkungan secara keseluruhan di Kabupaten dan Kota Bogor pada tahun 1990 dan 2014 di Kabupaten dan Kota Bogor.
## METODE PENELITIAN
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer dengan software Erdas Imagine 9.1, software ArcGIS 9.3, software Garmin BaseCamp, alat tulis, kamera digital dan Global Positioning System (GPS) Garmin 76 CSx. Selain itu instrumen lainnya adalah Citra Landsat 4-5 TM dengan path/row 122/64 dan 122/65 pada tanggal akuisisi 9 Juli 1990, Citra Landsat 8 OLI/TIRS dengan path/row 122/64 dan 122/65 pada tanggal akuisisi 13 September 2014, peta batas administrasi Kabupaten dan Kota Bogor dan peta batas kecamatan di Kabupaten dan Kota Bogor.
Pengambilan data primer dilaksanakan di Kabupaten dan Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat pada bulan Maret – April 2015, sedangkan pengolahan data dilaksanakan di Laboraturium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB pada bulan Mei – Juli 2015. Adapun lokasi penelitian sebagaimana tersaji pada Gambar 1.
Data yang diambil pada penelitian ini adalah data primer dan juga data sekunder. Adapun jenis, bentuk dan sumber data tersaji pada Tabel 1. Sementara itu, untuk
penilaian jasa lingkungan dan tahapan lengkap penelitian disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 2.
Tabel 1 Jenis dan sumber data No Jenis Data Bentuk Data Sumber Data Tahun 1 Citra landsat tahun 1990 dan 2014. Peta United States Geological Survey (USGS) 1990 dan 2014 2 Peta Administrasi Kabupaten Bogor Peta Badan Nasional Penanggulangan Bencana 2014 3 Peta Administrasi Kota Bogor Peta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor 2014 4 Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten dan Kota Bogor Deskripsi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten dan Kota Bogor 2014 Tabel 2 Penilaian jasa lingkungan No Tipe Penutupan Lahan Nilai rata-rata jasa lingkungan PCK DRK KH KL PTA AI 1 Hutan 7 7 7 7 7 6 2 Kebun Campuran 6 6 6 5 6 5 3 Lahan Pertanian 4 4 5 4 4 4 4 Badan Air 1 1 4 6 1 7 5 Semak 5 5 3 3 5 3 6 Lahan Terbuka 3 3 2 2 3 2 7 Lahan Terbangun 2 2 1 1 2 1
Keterangan: PCK = Stok karbon, DRK = Daya Rosot Karbon, KH = Keanekaragaman Hayati, KL= Keindahan Lanskap, PTA = Pengaturan Tata Air, AI = Ameliorasi Iklim
Gambar 2 Bagian alir penelitian
Langkah awal dalam pengolahan citra adalah koreksi geometrik. Koreksi geometrik merupakan suatu proses melakukan transformsi data dari satu sistem grid menggunakan suatu transformasi geometrik yang disebabkan oleh posisi piksel data citra output tidak sama dengan posisi piksel input maka piksel-piksel yang digunakan untuk mengisi citra yang baru sehingga harus di resampling kembali. Langkah berikutnya adalah mosaik dan subset citra. Mosaik merupakan proses menggabungkan beberapa citra secara bersama mem-
bentuk satu kesatuan peta atau citra yang kohesif. Proses mosaik dilakukan karena Kabupaten Bogor terletak pada path/row 122/64 dan 122/65. Setelah proses mosaik proses berikutnya adalah subset. Subset adalah proses memotong citra menggunakan peta batas adminstrasi sehingga pengolahan data terfokus pada lokasi penelitian dan langkah terakhir adalah cek lapangan ( ground check ) untuk mengetahui penutupan lahan di Kabupaten dan Kota Bogor.
Tabel 3 Interpretasi nilai rata-rata jasa lingkungan
Nilai Jasa ingkungan Interpretasi 0,00 – 1,00 Sangat tidak baik 1,01 – 2,00 Tidak baik 2,01 – 3,00 Kurang baik 3,01 – 4,00 Cukup baik 4,01 – 5,00 Baik 5,01 – 6,00 Sangat baik 6,01 – 7,00 Sangat baik sekali Sumber: Rohmah (2014)
Analisis dilakukan setelah pengambilan data lapangan melalui langkah selanjutnya yakni melakukan klasifikasi citra menggunakan klasifikasi terbimbing ( supervised ). Klasifikasi terbimbing merupakan klasifikasi dengan mendefinisikan kelas-kelas citra yang dilakukan berdasarkan pada data lapangan yang telah diperoleh berupa titik-titik koordinat yang ditandai dengan GPS. Kelas-kelas yang didefinisikan menunjukkan jenis penutupan lahan yang ada di lapangan dan hasil dari klasifikasi citra ini adalah peta penutupan lahan yang terdiri dari lahan terbangun, badan air, lahan terbuka, lahan pertanian, kebun campuran, semak dan hutan. Setelah klasifikasi dilakukan langkah berikutnya adalah uji akurasi. Uji akurasi dilakukan karena terdapat kemungkinan adanya kesalahan dalam menentukan kelas tutupan lahan ketika proses klasiikasi. Akurasi citra dilakukan dengan cara menyesuaikan kelas tutupan lahan yang telah diklasifikasi dengan data GCPs yang diambil melalui GPS. Nilai akurasi minimal yang diterima adalah 85%. Apabilla nilai akurasi kurang dari 85% maka proses klasifikasi harus diulang. Nilai akurasi 85% dijadikan standar berdasarkan sejarah bahwa lembaga pertanian Amerika Serikat pernah mengambil potret udara untuk pengambilan data citra kemudian dilakukan klasifikasi hingga mencapai tingkat akurasi 85%, setelah klasifikasi tersebut dilakukan maka diperoleh citra hasil klasifikasi yang mendekati citra hasil potret udara sehingga diharapkan akan meng- hasilkan analisis data yang valid (Anderson et al. 1976). Terdapat 149 titik yang diperoleh namun hanya 128 titik yang terkoreksi dengan benar sehingga menghasilkan overall classification accuracy 85.91%.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## 1. Perubahan Penutupan Lahan di Kabupaten dan Kota Bogor
Perubahan tutupan lahan didefinisikan sebagai bergesernya jenis tutupan lahan dari satu tipe ke tipe lainnya baik bertambah maupun berkurangnya dari waktu ke waktu atau berubahnya fungsi suatu lahan pada waktu yang berbeda (Diyono 2001). Perubahan penutupan lahan yang dianalisis pada penelitian ini dibatasi pada tahun 1990 dan 2014. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan data yang signifikan setelah sekian lama berlangsungnya pembangunan di Kabupaten dan Kota Bogor. Berdasarkan analisis sistem informasi geografis (SIG) Kabupaten Bogor memiliki luas 298.446,39 ha dan Kota Bogor memiliki luas 11.800,00 ha. Adapun penutupan dan perubahan lahan di Kabupaten Bogor disajikan sebagaimana Tabel 4.
Kabupaten Bogor mengalami penurunan luas yang sangat drastis pada tipe penutupan lahan hutan sebesar 22,03 % atau seluas 65.738,00 ha. Seluas 15.889,68 ha hutan berubah menjadi lahan terbangun. Perubahan lahan hutan menjadi lahan terbangun diduga disebabkan oleh meningkatnya jumlah kepala keluarga, kesejahteraan masyarakat yang kurang sehingga menyebabkan banyak rumah tidak permanen serta bantuan pemerintah dalam pembangunan yang menyebabkan banyak lahan terbuka dan menjadi lahan terbangun (Pribadi et al. 2006). Selain faktor-faktor tersebut faktor lainnya adalah Rencana Tata Ruang Wilayah oleh Pemerintah Kabupaten Bogor pada tahun 2008-2025 untuk menjadikan beberapa kecamatan sebagai pusat permukiman. Selain itu seluas 23.873,85 ha lahan hutan berubah menjadi lahan pertanian dan seluas 32.941,17 ha berubah menjadi kebun campuran.
Perubahan lahan tersebut tidak terlepas dari meningkatnya kebutuhan warga dalam memenuhi perekonomiannya serta rencana dari pemerintah Kabupaten Bogor dalam bidang pertanian. Pemerintah Kabupaten Bogor mengalokasikan seluas 42.789,98 ha sebagai lahan sawah produktif yang tersebar di seluruh kecamatan, sedangkan rencana pengembangan pertanian lahan kering dan perkebunan hanya pada beberapa kecamatan tertentu saja (PEMKAB Bogor
2013). Pertambahan lahan pertanian tidak serta merta berdampak positif karena dengan bertambahnya lahan pertanian akan menyebabkan bertambahnya volume debit banjir maupun kekeringan di beberapa wilayah (Pawitan 2014).
Perubahan penutupan lahan tidak hanya terjadi di Kabupaten Bogor melainkan juga terjadi di Kota Bogor. Adapaun perubahan lahan di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 4 Perubahan penutupan lahan di Kabupaten Bogor
No Tipe Penutupan Lahan Tahun 1990 Tahun 2014 Perubahan Tahun 1990-2014 Luas (ha) (%) Luas (ha) (%) Luas (ha) (%) 1 Lahan Terbangun 11.086,47 3,71 36.887,85 12,36 25.801,38 8,65 2 Badan Air 21.597,66 7,24 11.119,59 3,73 -10.478,10 -3,51 3 Lahan Terbuka 3.520,80 1,18 5.963,76 2,00 2.442,96 0,82 4 Lahan Pertanian 58.409,10 19,57 62.653,23 20,99 4.244,13 1,42 5 Kebun Campuran 44.584,92 14,94 74.659,50 25,02 30.074,58 10,08 6 Semak 8.657,28 2,90 22.311,09 7,48 13.653,81 4,57 7 Hutan 136.949,40 45,89 71.210,61 23,86 -65.738,80 -22,03 8 Tidak Ada Data 13.640,76 4,57 13.640,76 4,57 0,00 0,00 Jumlah 298.446,38 100,00 298.446,38 100,00
Tabel 5 Perubahan penutupan lahan di Kota Bogor
No Tipe Penutupan Lahan Tahun 1990 Tahun 2014 Perubahan Tahun 1990-2014 Luas (ha) (%) Luas (ha) (%) Luas (ha) (%) 1 Lahan Terbangun 3.150,54 26,17 6.235,02 51,79 3.084,48 25,62 2 Badan Air 714,33 5,93 205,47 1,71 -508,86 -4,23 3 Lahan Terbuka 104,67 0,87 205,47 1,71 100,80 0,84 4 Lahan Pertanian 2.065,41 17,15 1.619,19 13,45 -446,22 -3,71 5 Kebun Campuran 343,26 2,85 585,36 4,86 242,10 2,01 6 Semak 404,55 3,36 1.114,01 9,25 709,46 5,89 7 Hutan 4.532,40 37,64 1.350,48 11,22 -3.181,92 -26,43 8 Tidak Ada Data 485,00 4,03 485,00 4,03 0,00 0,00 Jumlah 11.800,00 100,00 11.800,00 100,00 - -
Perubahan lahan paling besar adalah perubahan lahan hutan menjadi tipe penutupan lahan lainnya yaitu sebesar 25,62% atau seluas 3.084 m 48 ha. Seluas 1.859 m 76 ha lahan hutan berubah menjadi lahan terbangun, hal ini dipicu oleh meningkatnya jumlah penduduk di Kota Bogor. Meningkatnya jumlah penduduk menuntut meningkatnya jumlah lahan terbangun yang diperlukan. Pemerintah kota Bogor merencanakan sejumlah lahan dengan luas total 5.400 ha untuk permukiman yang akan digunakan untuk membangun permukiman baru baik itu permukiman yang berkepadatan rendah, sedang maupun tinggi. Selain itu pemerintah Kota Bogor pun merencanakan kawasan perdagagan dan jasa seluas 920 ha, sehingga total lahan terbangun yang direncanakan seluas 6.320 ha. Hutan tidak hanya berubah menjadi lahan terbangun, sebanyak 761,49 ha menjadi lahan pertanian, hal itu sebagaimana rencana Kota Bogor untuk mengalokasikan kurang lebih 600 ha sebagai kawasan pertanian (PEMKOT Bogor 2011).
Pertambahan lahan terbangun berkorelasi dengan meningkatnya akses jalan karena dengan adanya akses maka potensi keuntungan ekonomi akan semakin meningkat (Dimyati et al. 2007 ). Pertambahan lahan terbangun yang terus menerus dapat meningkatkan luasan areal bersuhu tinggi karena bahan lahan terbangun yang terbuat dari beton memiliki kapasitas kalor yang rendah sehingga cepat menyalurkan panas (Tursilowati 2006). Selain itu jumlah luasan lahan terbangun dan pertanian yang terus meningkat akan menyebabkan frekuensi debit dan volume air menurun yang berakibat pada meningkatnya potensi banjir dan kekeringan (Pawitan 2014). Adapun peta penutupan lahan Kabupaten dan Kota Bogor pada tahun 1990 tersaji pada Gambar 3 dan tahun 2014 tersaji pada Gambar 4.
## Gambar 3 Peta Tutupan Lahan Kabupaten dan Kota Bogor Tahun 1990
Gambar 4 Peta Penutupan Lahan Kabupaten dan Kota Bogor Tahun 2014
## 2. Perubahan Jasa Lingkungan di Kabupaten dan Kota Bogor
Perubahan penutupan lahan memberikan pengaruh terhadap kuantitas dan kualitas jasa lingkungan. Semakin lengkap komponen-komponen suatu ekosistem maka akan semakin baik kualitas dan kuantitas jasa lingkungan dan begitu pula sebaliknya semakin tidak lengkap
komponen-komponen pada suatu ekosistem maka akan semakin tidak baik kualitas dan kuantitas jasa lingkungan. Terdapat beberapa jasa lingkungan yang dijadikan fokus kajian pada penelitian ini di antaranya adalah stok karbon, daya rosot karbon, keanekaragaman hayati, keindahan lanskap, pengaturan tata air dan ameliorasi iklim.
## a. Jasa Lingkungan Stok karbon
Stok karbon merupakan kandungan karbon tersimpan baik pada permukaan tanah sebagai biomasa tanaman, sisa tanaman yang sudah mati maupun dalam tanah sebagai bahan organik tanah (Kauffman dan Donato 2012). Stok karbon di setiap tipe penutupan lahan memiliki kuantitas yang berbeda-beda. Hal ini ditentukan oleh banyak atau sedikitnya vegetasi yang terdapat di suatu tipe penutupan lahan.
Pada tahun 1990 nilai rata-rata jasa lingkungan stok karbon di Kabupaten Bogor adalah 4,82 dan di Kota Bogor adalah 4,49. Hal tersebut menunjukkan kualitas jasa lingkungan di Kabupaten dan Kota Bogor berada dalam keadaan baik. Pada tahun 2014 jasa lingkungan stok karbon di Kabupaten Bogor berkurang menjadi 4,54 dan di Kota Bogor berkurang menjadi 3,99. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas jasa lingkungan stok karbon di Kabupaten Bogor adalah baik dan di Kota Bogor adalah cukup baik.
## b. Jasa Lingkungan Daya Rosot Karbon
Rosot karbon merupakan pengambilan CO 2 secara semi permanen oleh tumbuhan melalui fotosintesis dari atmosfer ke dalam organik (Hairiah dan Rahayu 2007). Daya rosot karbon dipengaruhi oleh perbedaan luas kawasan, perbedaan kombinasi dan komposisi jenis, kerapatan tanaman dan perbedaan komposisi umur tegakan. Setiap tipe penutupan lahan memiliki daya rosot karbon yang berbeda-beda bergantung pada banyak atau tidaknya vegetasi yang terdapat di dalamnya.
Pada tahun 1990 nilai rata-rata jasa lingkungan daya rosot karbon di Kabupaten Bogor adalah 4,82 dan di Kota Bogor adalah 4,49. Hal tersebut menunjukkan kualitas jasa lingkungan di Kabupaten dan Kota Bogor berada dalam keadaan yang baik. Pada tahun 2014 jasa lingkungan daya rosot karbon di Kabupaten Bogor berkurang menjadi 4,54 dan di Kota Bogor berkurang menjadi 3,99. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas jasa lingkungan daya rosot karbon di Kabupaten Bogor adalah baik dan di Kota Bogor adalah cukup baik.
## c. Jasa Lingkungan Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati merupakan jutaan hewan, tumbuhan, mikroorganisme, gen serta ekosistem rumit yang menjadi lingkungan hidup. Keanekaragaman hayati dapat digolongkan menjadi tiga yaitu keanekaragaman genetik, spesies dan ekosistem. Ketiga tingkatan tersebut diperlukan untuk kelanjutan kelangsungan hidup di bumi dan penting bagi manusia (Primack et al. 2007).
Pada tahun 1990 nilai rata-rata jasa lingkungan keanekaragaman hayati di Kabupaten Bogor adalah 5,16 sementara di Kota Bogor adalah 4,77. Hal itu menunjukkan kondisi keanekaragaman hayati di Kabupaten Bogor sangat baik dan di Kota Bogor baik. Pada tahun 2014 nilai rata-rata jasa lingkungan keanekaragaman hayati di Kabupaten Bogor berkurang
menjadi 4,53 dan di Kota Bogor berkurang menjadi 3,69. Hal ini menunjukkan kualitas keanekaragaman hayati di Kabupaten Bogor baik dan di Kota Bogor cukup baik.
Berkurangnya biodiversitas diduga disebabkan oleh bertambahnya lahan pertanian komersil yang digunakan untuk meningkatkan ekonomi penduduk. Meningkatnya lahan pertanian komersil otomatis akan menyebabkan berkurangnya hutan sehingga mengakibatkan berkurang- nya ruang bagi biodiversitas satwaliar khususnya burung yang memerlukan kanopi pohon sebagai ruang untuk berkembangbiak dan tempat tinggal (Maitima et al. 2009). Young (2009) menyatakan bahwa transformasi tutupan lahan dan penggunaan lahan adalah kunci penyebab hilangnya biodiversitas pada suatu ekosistem.
## d. Jasa Lingkungan Keindahan Lanskap
Lanskap merupakan areal yang bersifat heterogen yang tersusun dari ekosistem yang saling berinteraksi dan memiliki semacam pola yang berulang- ulang. Lanskap disusun dari sebuah unit-unit spasial yang relatif homogen, unit-unit tersebut berupa penutupan lahan yang berbeda seperti hutan, belukar, tanah pertanian, perkotaan dan sebagainya (Formon dan Gordon diacu dalam Dewi 2005). Lanskap memiliki estetika tertentu berdasarkan tingkat kealamiannya, semakin alami suatu lanskap maka akan semakin tinggi nilainya (Mahon dan Miller 2003).
Pada tahun 1990 nilai rata-rata jasa lingkungan keindahan lanskap di Kabupaten Bogor adalah 4,91 dan di Kota Bogor 4,58. Hal ini menunjukkan kondisi jasa lingkungan keindahan lanskap di kedua wilayah tersebut baik. Pada tahun 2014 nilai rata-rata jasa lingkungan keindahan lanskap di Kabupaten Bogor berkurang menjadi 4,16 sementara di Kota Bogor menjadi 3,41, hal ini menunjukkan jasa lingkungan keindahan lanskap di Kabupaten Bogor berada dalam kondisi baik dan Kota Bogor berada dalam kondisi cukup baik.
## e. Jasa Lingkungan Pengaturan Tata Air
Salah satu fungsi jasa lingkungan pengaturan tata air adalah pencegahan terhadap erosi. Erosi merupakan terangkatnya lapisan tanah atau sedimen karena tekanan yang ditimbulkan oleh pergerakan angin atau air pada merukaan tanah atau dasar perairan (Poerbandono 2006 diacu dalam Herawati 2010). Salah satu komponen dalam pengukuran erosi adalah pengukuran tingkat bahaya erosi (TBE) dengan memperkirakan jumlah tanah yang hilang maksimum yang akan terjadi pada suatu lahan apabila pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi tanah tidak mengalami perubahan. Pengaturan tata air di suatu tipe penutupan lahan yang semakin banyak vegetasinya maka akan semakin tinggi dan sebaliknya apabila suatu tipe penutupan lahan memiliki vegetasi yang jarang maka nilai akan semakin rendah.
Pada tahun 1990 nilai rata-rata jasa lingkungan pengaturan tata air di Kabupaten Bogor adalah 4,82 dan
di Kota Bogor adalah 4,49. Hal ini menunjukkan kondisi jasa lingkungan pengaturan tata air di kedua wilayah tersebut baik. Pada tahun 2014 nilai rata-rata jasa lingkungan pengaturan tata air berkurang di Kabupaten Bogor menjadi 4,36 dan di Kota Bogor menjadi 3,28. Hal ini menunjukkan kondisi jasa lingkungan di Kabupaten Bogor baik dan Kota Bogor cukup baik.
Penurunan jasa lingkungan pengaturan tata air akan menyebabkan erosi, sedimentasi dan banjir. Remondi et al. (2016) menjelaskan bahwa terjadinya kerusakan siklus hidrologi yang ditandai oleh seringnya banjir disebabkan oleh tidak terkontrolnya laju urbanisasi pada suatu kota yang mengakibatkan meningkatnya alih fungsi lahan menjadi perumahan khususnya di daerah sempadan sungai.
## f. Jasa Lingkungan Ameliorasi Iklim
Iklim merupakan sintesis dari perubahan nilai unsur-unsur cuaca dalam jangka panjang di suatu tempat atau pada suatu wilayah (Handoko 1993). Iklim memiliki beberapa unsur di antaranya adalah suhu dan kelembapan. Salah satu metode untuk mengukur pengaruh parameter-parameter iklim terhadap kenyamanan manusia adalah dengan Temperature
Humidity Index (THI). Metode ini menghasilkan suatu indeks untuk menetapkan efek dari kondisi pana spada kenyamanan manusia dengan mengkombinasikan suhu dan kelembapan (Encyclopedia 2003 dalam Pratama 2013). Perbedaan penutupan lahan sangat menentukan kondisi iklim pada masing-masing penutupan lahan tersebut. Perubahan penutupan lahan mengakibatkan terjadinya perubahan neraca atau keseimbangan energi yang pada akhirnya mempengaruhi suhu udara.
Pada tahun 1990 nilai rata-rata jasa lingkungan ameliorasi iklim di Kabupaten Bogor adalah 4,91 dan di Kota Bogor 4,36. Hal itu menunjukkan kondisi jasa lingkungan ameliorasi iklim di kedua wilayah tersebut adalah baik. Pada tahun 2014 nilai rata-rata jasa lingkungan ameliorasi iklim di Kabupaten Bogor berkurang menjadi 4,67 dan di Kota Bogor menjadi 3,44.
## h. Perubahan Jasa Lingkungan Secara Keseluruhan di Kabupaten dan Kota Bogor
Perubahan jasa lingkungan secara keseluruhan yang mencakup jasa lingkungan stok karbon, daya rosot karbon, keanekaragaman hayati, keindahan lanskap, pengaturan tata air dan ameliorasi iklim tersaji pada Tabel 6.
Tabel 6 Jasa lingkungan di Kabupaten dan Kota Bogor
No Jasa Lingkungan Kabupaten Bogor Kota Bogor 1990 2014 Δ 1990 2014 Δ 1 Stok Karbon 4,82 4,54 0,28 4,49 3,99 0,50 2 Daya Rosot Karbon 4,82 4,54 0,28 4,49 3,99 0,50 3 Keanekaragaman Hayati 5,16 4,53 0,63 4,77 3,69 1,08 4 Keindahan Lanskap 4,91 4,16 0,75 4,58 3,41 1,17 5 Pengaturan Tata Air 4,82 4,54 0,28 4,49 3,99 0,50 6 Ameliorasi Iklim 4,67 4,06 0,61 4,36 3,28 1,08 Jumlah 29,20 26,37 2,83 27,18 22,35 4,83 Rata-Rata 4,86 4,30 0,56 4,53 3,72 0,80
Jasa lingkungan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990 bernilai rata-rata 4,86, hal ini menunjukkan kondisi jasa lingkungan yang baik, kemudian pada tahun 2014 berkurang menjadi 4,30 yang menunjukkan kondisi jasa lingkungan yang juga masih baik. Jasa lingkungan di Kota Bogor pada tahun 1990 bernilai rata-rata 4,56 yang menunjukkan kondisi jasa lingkungan baik sementara itu pada tahun 2014 jasa lingkungan bernilai 3,63 yang menunjukkan jasa lingkungan cukup baik.
Nilai rata-rata jasa lingkungan di Kabupaten Bogor baik pada tahun 1990 dan 2014 menunjukkan angka yang lebih tinggi daripada jasa lingkungan di Kota Bogor. Hal ini disebabkan karena persentase lahan terbangun di Kabupaten Bogor yang lebih rendah daripada persentase lahan terbangun di Kota Bogor. Selain disebabkan oleh lahan terbangun perbedaan perubahan jasa lingkungan di Kabupaten Bogor dan Kota Bogor disebabkan oleh persentase hutan di masing-masing daerah. Hutan merupakan tipe penutupan lahan dengan nilai jasa lingkungan paling tinggi mengingat kelengkapan
komponen-komponen ekosistem di dalamnya. Pada tahun 1990 dan 2014 Kabupaten Bogor memiliki persentase hutan yang lebih besar daripada Kota Bogor.
Perbedaan kualitas dan kuantitas jasa lingkungan antara Kabupaten Bogor dan Kota Bogor juga tidak terlepas dari Rencana Tata Ruang Wilayah di kedua wilayah tersebut. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan Kota Bogor memiliki perbedaan yang disebabkan oleh kondisi biofisik dan masyarakat yang terdapat di dalamnya. Kabupaten memiliki wilayah pemerintahan yang relatif lebih luas daripada Kota serta terdapat banyak pedesaan sehingga menyebabkan penduduk bermata pencaharian dalam bidang pertanian dan bersifat agraris yang pada akhirnya pemerintah Kabupaten lebih condong mengalokasikan sebagain besar wilayahnya untuk sektor pertanian, sementara itu Kota memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan kepadatan penduduk yang relatif tinggi. Sebagian besar penduduk perkotaan bekerja pada sektor perdagangan dan jasa sehingga kebijakan pemerintah lebih condong
dalam pengembangan sektor perdagangan dan jasa (Abdullah 2011).
Terdapat tiga kategori perubahan jasa lingkungan yaitu menurun, tetap dan meningkat. Penurunan jasa lingkungan yang paling tinggi terjadi di Kecamatan Bojong Gede sebesar 64,08% dan penurunan yang paling rendah terjadi di Kecamatan Sukajaya sebesar 9,01%. Peningkatan jasa lingkungan yang paling besar terjadi pada Kecamatan Ciampea sebesar 41,94% dan
peningkatan yang paling rendah terjadi pada Kecamatan Parung Panjang sebesar 4,57%. Selain penurunan dan peningkatan terdapat kondisi jasa lingkungan yang tidak berubah dengan persentase paling tinggi terjadi pada Kecamatan Cigudeg 75,21% sebesar 73,39% dan yang paling rendah terjadi pada Kecamatan Ciampea dengan persentase sebesar 19,78%. Adapun peta perubahan jasa lingkungan di Kabupaten dan Kota Bogor pada tahun 1990 – 2014 tersaji sebagaimana Gambar 5.
Gambar 5 Peta perubahan jasa lingkungan di Kabupaten dan Kota Bogor
## SIMPULAN
1. Kabupaten Bogor mengalami perubahan penutupan lahan pada tahun 1990-2014 dengan perubahan terbesar yaitu perubahan penutupan lahan hutan menjadi penutupan lahan lainnya sebesar 22,03% dari luas Kabupaten. Kota Bogor mengalami perubahan penutupan lahan dengan perubahan penutupan lahan terbesar yaitu hutan menjadi penutupan lahan lainnya sebesar 26,43% dari luas Kota. Penyebabnya adalah pertumbuhan penduduk di Kota Bogor yang pesat sehingga menuntut bertambahnya lahan terbangun. Konsekwensi terhadap kerusakan lingkungan adalah berkurangnya daerah resapan air, meningkatkan potensi erosi dan banjir dan bertambahnya suhu udara
2. Secara keseluruhan nilai rata-rata jasa lingkungan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990 adalah 4,86 dan menurun pada tahun 2014 menjadi 4,30, demikian halnya dengan Kota Bogor yaitu pada tahun 1990
adalah 4,53 dan menurun pada tahun 2014 menjadi 3,72.
3. Perubahan nilai jasa lingkungan di Kota Bogor lebih besar daripada Kabupaten Bogor yang disebabkan oleh perbedaan rencana pengembangan wilayah.
## DAFTAR PUSTAKA
Anderson JR, Hardy EE, Roach JT, Witmer RE. 1976. A land use and land cover classification system for use with remote sensor data. Geological Survey Professional . 28 (964).
Abdullah S. 2011. Perbedaan kabupaten dan kota.
[diunduh 14 Juli 2014]. Tersedia pada https://syukriy.wordpress.com/2011/02/01/apakah- perbedaan-antara-kabupaten-dan-kota/.
[BKPM] Badan Koordinasi Penananman Modal. 2015. Jumlah Penduduk Kabupaten Bogor. Bandung (ID):
BKPM.[diunduh22Juni2015]. Tersedia pada: http://regionalinvestment.bkpm.go.id.
Dewi TS. 2005. Kajian keanekaragaman jenis burung di berbagai tipe lanskap hutan tanaman pinus [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Dimyati M, Mizuno K, Kobayashi K, Kitamura T. 2007.
An analysis of land use and cover change in Indonesia . International Journal of Remote Sensing . 17(5): 931-944.
Diyono.2001.Kajian kualitas interpretasi citra gabungan untuk mendeteksi perubahan liputan lahan. [tesis]. Bandung (ID): Insitut Teknologi Bandung.
Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran Karbon.
Tersimpan di Berbagai Penggunaan Lahan . Bogor (ID): World Agroforestry Centre ICRASA .
Handoko. 1993. Klimatologi Dasar. Bogor(ID): Pustaka Jaya.
Herawati T. 2010. Analisis spasial tingkat baya erosi di wilayah DAS Cisadane Kabupaten Bogor. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam . 413-424.
Kauffman JB, Donato DC. 2012. Protocols for the measurement, monitoring and reporting of structure, biomass and carbon stocks in mangrove forests . Working Paper CIFOR. 86.
Mahon JR, Miller RW. 2003. Identifying high-value greenspace prior to land development. Journal of Arboiculture. 29(1) : 25-33.
Maltima JM, Mugatha SM, Reid RS, Gachimbi N, Majule A, Lyaruu H, Poemery D, Mathai S, Mugisha S. 2009. The linkages between land use change land degradation and biodiversity across East Africa. Journal of Environmental Science and Technology . 3(10): 310-325.
Murti SH. 2011. Kajian Data Pengineraan Jauh Multiresoulsi untuk Identifikasi Fitur Tipologi Pesisir. Yogyakarta (ID): UGM.
Pawitan H. 2014. Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya terhadap Hidrologi Daerah Aliran Sungai. Bogor (ID): NAROTAMA. [diunduh 15 Desember 2016]. Tersedia pada : narotama.ac.id
[PEMKAB Bogor] Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor. 2013. Peraturan Daerah Nomor 35 Tahun 2013 tentang Rencana Kerja Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2013. Bogor (ID): Sekretariat Daerah.
[PEMKOT Bogor] Pemerintah Daerah Kota Bogor. 2011. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2011tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor Tahun 2011-2031. Bogor (ID): Sekretariat Daerah.
Pratama GE. 2013. Rencana pengembangan ruang terbuka hijau berdasarkan distribusi suhu permukaan dan temperature humidity index (THI) Kota Surakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pribadi DO, Shiddiq D, Ermyanila M. 2006. Model Perubahan Lahan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jurnal Teknik Lingkungan . (1): 35-51.
Primack RB, Supriatna J, Indrawan M. 2007. Biologi Konservasi Edisi Revisi. Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia.
Remondi F, Burlando P, Vollmer D. 2016. Exploring hydrological impact of incerasing on a tropical river catchment of the metropolitan Jakarta Indonesia . Sustainable Cities and Society Journal . (20): 210- 221.
Rohmah G. 2014. Ecological and psychological carrying capacity of tourism in Themepark, case study: Taman Wisata Matahari Cisarua Bogor [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Sugandi D, Lili S, Sugito NT. 2009. Sistem Informasi Geografis . Bandung (ID): Univesitas Pendidikan Indonesia.
Suprayitno.2008. Teknik Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam . Bogor: Departemen Kehutanan Pusat DIKLAT Kehutanan.
Tursilowati L. 2005. Pulau Panas Perkotaan Akibat Perubahan Tata Guna dan Penutupan Lahan di Bandung dan Bogor . Jurnal Sains Dirgantara. 3(1): 43-64.
Wunder S. 2005. Payments for environmental services: some nuts and bolts. Bogor (ID) : CIFOR.[diunduh 20 Desember 2014]. Tersedia pada: http://www.cifor.org/publications/pdf_files/OccPap ers/OP-42.pdf.
Young RH. 2009. Land use and biodiversity relationship . Journal of Land Use Policy. (26): 178-186.
|
d1e422a9-e2b4-46c7-b5bb-dac407cdf110 | https://journal.uniga.ac.id/index.php/JK/article/download/248/266 |
## ISLAM DAN DEMOKRASI
Telaah Atas Komunikasi Politik Dalam Pemilihan Umum Langsung Oleh Rakyat Dalam Perspektif Sosiologis
Ieke Sartika Iriany Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Garut Telp/Fax/HP: 08122358561; e-mail: ieke_sartika@yahoo.com
Abstrak. Indonesia tengah dilanda berbagai masalah yang kompleks. Sistem demokrasi yang seyogyanya menghasilkan masyarakat yang bebas dan sejahtera, tidak terlihat hasilnya, malah kenyataannya bertolak belakang, karena demokrasi membutuhkan sosok yang mampu mengarahkan ke arah visi yang benar mengenai demokrasi, memiliki cara komunikasi politik yang penuh empati, serta mempunyai kecerdasan akademik dan emosional untuk membawa Indonesia ke dalam sistem politik demokratis yang disertai aktivitas keislaman. Fenomena semaraknya aktivitas keislaman justru diiringi dengan fenomena semaraknya kriminalitas, korupsi, dan rendahnya social trust di kalangan masyarakat. Agama Islam yang dianut mayoritas masyarakat Indonesia, belumlah ekuivalen dengan lahirnya masyarakat yang beradab (civility ), lahirnya masyarakat hard state , dan masih terlalu jauh dalam khayalan baldatun thayyibatun wa robbun ghafur .Perilaku keagamaan (khususnya Islam) di Indonesia dapat memberikan nilai-nilai kontributif dalam konstruksi budaya soft state . Salah satu fenomena ini dapat ditelaah dalam pelaksanaan pemilu, bahwa implementasi perilaku demokrasi, secara visioner idealnya konsisten dengan komunikasi politik dan nilai- nilai agama Islam.
Kata Kunci : Islam, komunikasi politik dan demokrasi
Abstract. Indonesia has been hit by complex problems. A democratic system that should produce a free and prosperous society, no results, in fact contradictory, because democracy requires a figure that can lead to a true vision of democracy, has a way of empathetic political communication, and has the academic and emotional intelligence to Bringing Indonesia into a democratic political system accompanied by Islamic activities. The phenomenon of splendor of Islamic activity is precisely accompanied by phenomena of splendor of criminality, corruption, and low social trust among the community. The Islamic religion of the majority of Indonesians, not yet equivalent to the birth of civilized society (civility), the birth of the hard state community, and still too far in the fantasy of baldatun thayyibatun wa robbun ghafur. Religious behavior (especially Islam) in Indonesia can provide contribute values In the construction of soft state culture. One of these phenomena can be examined in the election exercise, that the implementation of democratic behavior, is ideally ideally consistent with political communication and Islamic religious values.
Keywords: Islam, Political, Communication and democracy
## I. Pendahuluan
Demokrasi dapat didefinisikan sebagai “pemerintahan oleh rakyat; khususnya, oleh mayoritas; pemerintahan dimana kekuasaan tertinggi tetap pada rakyat dandilakukan oleh mereka baik langsung atau tidak langsung melalui sebuah sistem perwakilan yang biasanya dilakukan dengan cara mengadakan pemilu bebas yang diadakan secara periodik; rakyat umum khususnya untuk mengangkat sumber otoritas politik; tiadanya distingsi kelas atau privelese berdasarkan keturunan atau kesewenang- wenangan (Merriam, Webster Dictionary ) Demokrasi adalah suatu pemikiran manusia yang mempunyai kebebasan berbicara, megeluarkan pendapat. Negara Indonesia menunjukan sebuah Negara yang sukses menuju demokrasi sebagai bukti yang nyata, dalam peemilihan langsung presiden dan wakil presiden. Selain itu bebas menyelenggarakan kebebasan pers. Semua warga negara bebas berbicara, mengeluarkan pendapat, mengkritik bahkan mengawasi jalannya pemerintahan. Demokrasi memberikan kebebasan untuk mengeluarkan pendapat bahkan dalam memilih salah satu keyakinan pun dibebaskan.
Indonesia sebagai negara republik yang multipartai dengan penduduk kurang lebih 257,9 juta. Di tahun 2013Djoko Widodo menjadi presiden terpilih ketiga negara Indonesia melalui pemilu yang dinilai oleh pengamat internasional sebagai bebas dan adil. Pemilih juga memilih dua lembaga legislatif nasional di tahun 2014: dan tahun 2009 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan lembaga yang baru dibentuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Saat ini Pemilu diatur oleh
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Undang- Undang (UU) Nomor 08/2012 tentang Pemilu Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (pemilu legislatif) serta Undang- UndangNomor 2/2011. Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Dan dalam hitungan tiga tahun ke depan, Indonesia kembali akan melaksanakan pesta demokrasi melalui Pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam dunia politik, seperti halnya implementasi demokrasi dalam pemilu, dibutuhkan komunikasi yang efektif dalam berpolitik. Karena kegiatan politik harus dilandasi oleh kegiatan komunikasi untuk menyalurkan ide, gagasan, dan perjuang dalam bidang-bidang penting dalam negara. Apabila seorang politisi tidak membicarakan tentang ide, gagasan, dan perjuangan bidang-bidang penting dalam negara, melainkan membicarakan tentang gaya hidupnya seperti yang dilakukan oleh beberapa politisi dari kalangan selebriti, artinya ia sedang tidak berperan sebagai politisi.
Fungsi komuniksi politik pada hakekatnya sebagai jembatan penghubung antara suprastruktur dan infrastruktur yang bersifat interdependensi dalam ruang lingkup negara. Komuniksi ini bersifat timbal balik atau dalam pengertian lain saling merespons sehingga mencapai
saling pengertian dan diorientasikan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Berbicara tentang komunikasi politik ( political communication ) perhatian kita langsung pada konsep komunikasi dan konsep politik. Sehingga pengertian utama adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor- aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah (“ publicpolicy ”). Miriam Budiardjo (1996)
menyatakan “Komunikasi politik merupakan salah satu fungsi partai politik, yakni menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa penggabungan
kepentingan ( interestaggregation ) dan perumusan kepentingan ( interestarticulation ) untuk diperjuangkan menjadi publicpolicy ”.
Melakukan implementasi komunikasi politik dalam membangun suatu system demokrasi disuatu Negara bukanlah hal yang mudah karena tidak menutup kemungkinan pembangunan system demokrasi di suatu Negara akan mengalami kegagalan. Tetapi yang harus kita banggakan demokrasi dinegara Indonesia sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat contahnya dari segi kebebasan, berkeyakinan, berpendapat atau pun berkumpul mereka bebas bergaul tanpa ada batasan-batasan yang membatasi mereka. Tapi bukan berarti demokrasi di Indonesia saat ini sudah berjalan sempurna masih banyak kritik-kritik yang muncul terhadap pemerintah yang belum sepenuhnya bisa menjamin kebebasan warga negaranya. Dalam hal berkeyakian juga pemerintah belum sepenuhnya. Berdasarkan survei tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap demokrasi semakin besar bahkan demokrasi adalah system yang terbaik meskipun system demokrasi itu tidak sempurna.
Keberhasilan Indonesia dalam menetapkan demokrasi tentu harus dibanggakan karena banyak Negara yang sama dengan Negara Indonesia tetapi Negara tersebut tidak bisa menegakan system demokrasi dengan baik dalam artian gagal. Akibat demokrasi jika dilihat diberbagai persoalan dilapangan adalah meningkatnya angka pengangguran, bertambahnya kemacetan dijalan, semakin parahnya banjir masalah korupsi, penyelewengan dan itu adalah contoh fenomena dalam suatu Negara system demokrasi.
Dalam kehidupan berpolitik di setiap Negara yang kerap selalu menikmati kebebasan berpolitik namun tidak semua kebebasan berpolitik berjalan sesuai dengan yang diinginkan, karena pada hakikatnya semua system politik mempunyai kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Demokrasi adalah sebuah proses yang terus-menerus merupakan gagasan dinamis yang terkait erat dengan perubahan. Jika suatu Negara mampu menerapkan kebebasan, keadilan, dan kesejahtraan dengan sempurna. Maka Negara tersebut adalah Negara yang sukses menjalankan system demokrasi sebaliknya jika suatu Negara itu gagal menggunakan system pemerintahan demokrasi maka Negara itu tidak layak disebut sebagai Negara demokrasi.
Dengan demikian, sebagai warga
Negara Indonesia yang meganut system pemerintahan yang demokrasi kita sudah sepatutnya untuk terus menjaga dan memperbaiki, melengkapi kualitas-
kualitas demokrasi yang sudah ada. Demi terbentuknya suatu system demokrasi yang utuh di dalam wadah pemeritahan bangsa Indonesia. Demi tercapaiya suatu kesejahtraan, tujuan dari cita-cita demokrasi yang sesungguhnya akan mengangkat Indonesia ke dalam suatu perubahan. Dalam Komunikasi
politik, merupakan suatu keharusan untuk pemanfaatan media guna mendongkrak popularitas, sebenarnya telah mulai marak dan bebas sejak Pemilu 1999 dan semakin menguat di Pemilu 2004 hingga Pemilu 2009. Dan Pemilu 2014. Segala kegiatan yang ada nuansa politik diangkat media bertujuan tak hanya sebagai sarana publisitas namun juga mempengaruhi khalayak untuk memilihnya.Dengan hadirnya media massa sebagai sarana untuk
menyampaikan pesan-pesan terutama mengenai politik akan mempermudahkan kepada setiap komunikator politik dalam menyampaikan dan memperkenalkan siapa dirinya kepada khalayak.
Begitu berkuasanya media dalam mempengaruhhi pikiran, peranan, dan perilaku penduduk, sehingga Kevin
Philips dalam buku responsibility in mass Communication mengtakan, bahwa era sekarang lebih merupakan mediacracy, yakni peemerintahan media, daripada demokrasi pemerintahan rakyat.
Selain hal tersebut manusia merupakan sarana bagi saluran komunikasi yang paling utama. Meskipun terdapat berbagai macam perbedaan pola komunikasi politik yang berlaku dalam sistem politik, namun saluran komunikasi politiknya pada umumnya adalah sama. Lebih tepatnya, saluran komunikasi politik
dapat diambil pengertian bersama tentang siapa berbicara kepada siapa, mengenai apa, dalam keadaan bagaimana dan sejauh mana dapat dipercaya.
Saluran komunikasi politik memiliki banyak saluran dan yang paling sering digunakan adalah melalui saluran media massa. Namun, tidak hanya media massa yang menjadi saluran informasi politik. Komunikasi politik pun dapat terjadi melalui kelompok-kelompok kepentingan maupun partai-partai politik.
Demokratisasi di negeri ini sejak reformasi bergulir merupakan indikasi terjadinya dinamika sejarah baru yang cukup menggembirakan dalam proses kebangsaan dan kenegaraan. Ditandai dengan keberhasilan melaksanakan pemilu legislatif, pemilihan presiden langsung dan selanjutnya pemilihan kepala daerah secara langsung hampir tanpa konflik mengkhawatirkan. Indikator keberhasilan secara kuantitatif bisa diketahui dari jumlah partisipasi pemilih, parpol, jumlah calon kepala daerah sampai tingkat keamanan serta konsolidasi di dalamnya, sudah waktunya kita refleksikan dengan tingkat signifikansi perubahan dan perbaikan kondisi masyarakat.
Keberhasilan proses (transisi)
demokrasi saat ini telah menjadikan dunia internasional menempatkan Indonesia sebagai new state of democracy di Asia yang sebelumnya di kenal sebagai lahan subur diktator dan otoritarianisme.
Demokrasi sebagai universal value tentu tidak menjadi hak kepemilikan individu maupun klaim kelompok di tengah masyarakat, tetapi merupakan "entitas" yang memiliki nilai lintas sektoral serta diperjuangkan demi kepentingan bersama.
Kehidupan
masyarakat kita yang amat plural dan sarat dengan keragaman sosial budaya, maka tidak ada lem perekat yang lebih cocok kecuali demokrasi. Termasuk di dalamnya sistem politik dan tatanan kenegaraan sebagai representasi kehendak publik yang demikian pluralistik.
Haryatmoko (2003; xii) bahwa sistem politik yang mampu menopang pluralitas dan menyelesaikan konflik dengan cara damai adalah demokrasi. Dengan demikian keberadaan demokrasi dengan nilai-nilai di dalamnya harus dijadikan wacana dan common interest dari partai politik maupun asosiasi sosial seperti: LSM, ormas keagamaan, ormas pemuda, mahasiswa, kelompok paralegal, dan sekaligus dijadikan budaya masyarakat pada umumnya. Pertanda lain bahwa demokrasi
sedang berjalan adalah terdapatnya distribusi kekuasaan serta penyebaran kekuatan di tengah masyarakat sehingga terjadi keseimbangan serta upaya saling kontrol secara linier. Sebenarnya dalam praktik, demokrasi adalah konsensus dari banyak kelompok dan kepentingan melalui mekanisme tertentu yang disepakati bersama. Untuk itu segala substansi demokrasi akan memiliki relasi signifikan dengan terminologi komunikasi politik di dalamnya. Artinya komunikasi (politik) merupakan instrumen strategis untuk mengantarkan terbentuknya ruang publik bagi transaksi keinginan dan cita- cita pelaku politik sebagai prasyarat demokrasi.
Terkait dengan nilai demokrasi dan pluralitas sosial maka terdapat pemikiran dari Georg Sorensen (2003; 105) bahwa "masyarakat yang majemuk (plural) merupakan prakondisi penting bagi
demokrasi yang sedang berkembang karena asosiasi di tengah masyarakat menciptakan pusat kekuasaan di luar kekuatan negara".
Dimensi penting yang perlu diperhatikan dalam demokrasi politik adalah terdapatnya kompetisi, partisipasi serta kebebasan politik dan sipil. Kesemuanya terasa sudah dipenuhi pada saat pelaksanaan pemilu maupun pilkada lalu. Karena ruh demokrasi yang sebenarnya adalah "kebebasan" yang sesungguhnya membutuhkan partisipasi dalam bentuk demokrasi langsung (Sorensen; 8). Dengan demikian
demokrasi jangan dijadikan topeng kepentingan pada saat melakukan komunikasi dengan konstituen maupun komunikasi saat di parlemen seperti yang sering terjadi saat ini.
Sejak memiliki kembali kebebasan sebagai hasil nyata reformasi, masyarakat dalam hak untuk menentukan nasib dan masa depan pemerintahan (pusat maupun lokal), nampaknya perlu refleksi kritis untuk menyorot tajam "panggung kekuasaan" hasil konstruksi via pemilu guna dikonfirmasikan dengan harapan dan cita-cita bersama sebagai satu bangsa.
Pendapat Sorensen (2003; 8) bahwa "kebebasan adalah kebebasan individu dalam masyarakat sipil.
Demokrasi dapat menjadi sebuah alat untuk mencapai tujuan ini, tetapi bukan menjadi tujuan itu sendiri. Inti demokrasi adalah prinsip masyarakat yang setara dalam bidang politik". Demokrasi ketika dipahami dalam wacana partai politik dan pemilu maka hasil akhirnya adalah instrumen untuk menggapai "kekuasaan".
Sementara kekuasaan, politik uang dan korupsi amat melekat dengan praktik-
praktik kekuasaan yang tentu amat berseberangan dengan nilai demokrasi. Walhasil, etika politik dan moralitas publik pantas dan urgen untuk diaktualisasikan kembali mengiringi dinamika perpolitikan saat ini. Apalah arti nilai demokrasi kalau pada saatnya hanya menghasilkan elite kepemimpinan yang mengangkangi nilai-nilai tersebut deni kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Partai politik sebagai tumpuan utama masyarakat dalam berdemokrasi diharapkan mampu merealisasikan kepentingan serta mengkanalisasikan aspirasi masyarakat ke ranah kebijakan publik. Bukan sebaliknya parpol beramai- ramai mengagendakan mobilisasi politik "sesaat" pada waktu pemilu untuk mengantarkannya ke panggung kekuasaan dan setelah itu terdapat kesenjangan lebar antara harapan dengan perilaku anggora DPR/DPRD.
Terkait dengan hal ini sebagaimana saran Sorensen (2003;105) bahwa jalan terbaik untuk memulai demokrasi adalah dengan berperan aktif di partai politik. Adapun perlunya kita mengingatkan tentang urgensi etika politik tidak lain agar pengelola parpol senantiasa mengedepankan nilai demokrasi sebagai sarana menciptakan kesejahteraan masyarakat dan bukan justru mereka terjebakdalam tradisi Machiavelis yang menghalalkan segala cara dalam berpolitik.
Demokrasi yang melegitimasi terdapatnya keragaman (pluralitas) tentu harus dipraktikkan ke ranah politik dan ke-kuasaan. Untuk itu dibutuhkan alat untuk mengantarkan terjadinya proses tawar dan konsensus diantara komponen sosial politik yang ada. Instrumen tersebut
adalah komunikasi politik, yang menurut Dan Nimmo (1993; vi) adalah "aktivitas komunikasi yang bermuatan politik untuk tujuan kebajikan dengan berbagai konsekuensi yang mengatur tingkah laku manusia dalam keadaan konflik".
Dengan komunikasi berbagai nilai demokrasi tersebut dapat dikemas ke dalam pesan politik yang akan memiliki implikasi positip bagi upaya mewujudkan cita-cita bersama sebagai warga bangsa yang telah mempercayakan proses kenegaraan dan pemerintahan kepada parpol. Menjamurnya partai politik menjelang pemilu beberapa waktu lalu menunjukkan masyarakat amat sadar mekanisme demokrasi sebagai cara terbaik untuk mewujudkan cita-cita bersama. Namun yang terjadi adalah fenomena membiasnya fungsi dan peran parpol dalam komunikasi dan sosialisasi politik, dimana rakyat sering tidak mengetahui atau amat terlambat dalam mengikuti dinamika kebangsaan dan kebijakan pemerintah yang berimplikasi luas pada kehidupan rakyat.
Komunikasi menjadikan setiap individu memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam kehidupan kemasyarakatan di tingkat lokal dengan karakteristik terbuka dan rasional.
Sebagaimana pendapat Jurgen Habermas (dalam Piliang, 2000;104) bahwa komunikasi adalah upaya untuk mencapai konsensus bersama dalam memecahkan berbagai persoalan dan tujuan bersama lewat cara argumentasi yang rasional. Dalam ranah demokrasi dan kehidupan politik tentu konsensus itu dicapai melalui komunikasi politik. Demikian pula isi pesan komunikasi (politik) yang sarat dengan nilai demokrasi serta visi misi elite
politik sering tidak diikuti dialektika dengan kalangan akar rumput agar terdapat kesepahaman serta hilangnya kesenjangan yang mengakibatkan krisis kepercayaan terhadap mekanisme demokrasi.
Oleh karenanya etika politik diperlukan secara kontinyu dalam proses komunikasi politik di tengah transisi demokrasi saat ini sebagaimana pendapat Paul Ricour (1990) bahwa "etika politik mengarahkan ke hidup baik bersama dan untuk orang lain dalam kerangka memperluas lingkup kebebasan dan menciptakan institusi-institusi yang lebih adil". Barangkali bisa dipahami dengan komunikasi politik yang beretika maka nilai-nilai demokrasi tetap dikedepankan serta mereka akan menjaga komitmen untuk mengutamakan kepentingan publik.
Bukan sebaliknya, komunikasi politik di era keterbukaan dan kebebasan saat ini hanya dijadikan alat merealisasikan kepentingan individu maupun ke-lompok dengan terus mengatasnamakan demokrasi, namun sebenarnya telah melakukan distorsi komunikasi yang pada akhirnya hanya memperpanjang penderitaan dan kesulitan hidup rakyat kecil. Walhasil dalam suasana keterbukaan maka komunikasi harus berjalan seiring dengan hadirnya public sphere sehingga proses politik dan pemerintahan hasil pilihan langsung rakyat bisa diikuti serta dikontrol langsung. Hal ini guna melengkapi fungsi legislasi parpol yang sering jauh dari idealita masyarakat.
Terkait hal tersebut maka terdapat thesis Habermas (dalam Piliang, 2000; 104) bahwa "debat di dalam ruang publik harus dilakukan dalam sebuah kondisi
yang ideal; yakni komunikasi yang di dalamnya tidak ada satu pihak pun yang diperbolehkan melakukan cara pemaksaan, penekanan dan dominansi".
Pertanyaan akhir adalah sudahkah kondisi ideal di atas terwujud dalam proses komunikasi dan demokratisasi yang berlangsung saat ini? Bagaimanakah demokrasi Indonesia dari pandangan Islam
?
Mengacu pada uraian tersebut, dan konsisten dengan tema yang telah ditetapkan, maka Telaahan Komunikasi Politik dalam Pemilihan Langsung oleh Rakyat dari konsep Islam dan demokrasi, penulis akan memandangnya dari persfektif sosiologis.
II. Fenomena Demokrasi di Indonesia
Memperbincangkan
hubungan
Islam dengan demokrasi pada dasarnya sangat aksiomatis . Sebab, Islam merupakan agama dan risalah yang mengandung asas-asas yang mengatur ibadah, akhlak dan muamalat manusia. Sedangkan, demokrasi hanyalah sebuah sistem pemerintahan dan mekanisme kerja antaranggota masyarakat serta simbol yang diyakini membawa banyak nilai-nilai positif. Polemik hubungan demokrasi dengan Islam ini berakar pada sebuah “ ketegangan teologis” antara rasa keharusan memahami doktrin yang telah mapan oleh sejarah-sejarah dinasti muslim dengan tuntutan untuk memberikan pemahaman baru pada doktrin tersebut sebagai respons atas fenomena sosial yang telah berubah.
Hubungan antara Islam dan demokrasi merupakan hubungan yang kompleks. Sebab, dunia Islam tidak hidup dalam keseragaman ideologis sehingga
terdapat satu spektrum panjang terkait hubungan antara Islam dan demokrasi ini. Khalid Abu al-Fadl (2004), mengatakan bahwa meskipun Al-Qur`an tidak secara spesifik dan eksplisit menunjukkan preferensi terhadap satu bentuk pemerintahan tertentu, tetapi dengan gamblang memaparkan seperangkat nilai sosial dan politik penting dalam suatu pemerintahan untuk Muslimin. Di antaranya adalah tiga nilai penting, yaitu pertama keadilan melalui kerja sama sosial dan prinsip saling membantu, membangun suatu sistem pemerintahan konsultatif yang tidak otokratis, melembagakan kasih sayang dalam interaksi sosial.
Kedua, bahwa di dalam Al-Qur`an terdapat prinsip-prinsip hidup berkemasyarakatan diantaranya kejujuran dan tanggung jawab, keadilan, persaudaraan, pluralisme, persamaan, musyawarah, mendahulukan perdamaian, dan kontrol. Secara prinsipiil hal ini sejalan dengan doktrin politik dari konsep demokrasi.yaitu kedaulatan di tangan rakyat, dan negara merupakan terjemahan dari kedaulatan rakyat, maka Islam merupakan sistem politik yang demokratis; ketiga, Islam adalah sistem nilai yang membenarkan serta mendukung demokrasi. kelompok ini berpendapat bahwa Islam merupakan sistem nilai yang membenarkan demokrasi dan substansi demokrasi sesungguhnya berasal dari ajaran Islam.
Secara umum demokrasi itu kompatibel dengan nilai-nilai universal Islam. Seperti persamaan, kebebasan, permusyawaratan dan keadilan karena itu, menurut hemat penulis, umat Islam saat ini tidak seharusnya berada dalam ruang
pertentangan hubungan Islam dengan demokrasi, akan tetapi, yang lebih penting ( urgent ) untuk dilakukan umat Islam dalam pelaksanaan demokrasi dengan mengacu kepada ajaran kemaslahatan, keadilan, ijtihad (kemerdekaan berpikir), toleransi, kebebasan, persamaan, kejujuran serta tanggung jawab dan sebagainya. Sebagai negara dengan penduduk umat Muslim terbesar di dunia, tentu saja kekuatan politik Islam di Indonesia tidak bisa dinafikan. Negeri ini bahkan berpotensi menjadi poros kekuatan politik Islam dunia. Namun kondisi itu hanya bisa terjadi apabila terjadinya kesatuan dan persatuan umat Islam, misalnya dalam pesta demokrasi Pemilu yang akan datang.
Sejarah telah mengabarkan bahwa persatuan umat Islam bukanlah hal yang mudah. Ada terlalu banyak faktor internal dan eksternal yang menjadi penyebab sulitnya persatuan itu terwujud. Karena jika persatuan dan kesatuan itu terjadi maka akan ada konsekuensi logis bagi Indonesia dan bagi negeri-negeri lain yang keberadaannya tidak bisa diabaikan dengan kehadiran Indonesia sebagai salah satu bangsa di dunia.
Jika merujuk Salim Ali al- Bahnasawi, politik adalah suatu cara dan upaya menangani masalah-masalah rakyat dengan seperangkat regulasi yang bertujuan mewujudkan kemaslahatan dan mencegah hal merugikan bagi kepentingan manusia maka politk Islam memiliki maknanya sendiri. Merujuk suatu defenisi yang ditawarkan, politik Islam adalah aktivitas politik umat Islam yang menjadikan Islam sebagai nilai dan basis solidaritas berkelompok.
Bila mengacu kepada defenisi ini, maka orang yang mendukung politik
Islam bukan hanya umat Islam. Ini sebagai konsekuensi logis dari keberadaan Islam sebagai rahmatan lil’alamiin . Makna rahmat itu adalah sebuah keadaan sejahtera dan beradab yang dirasakan suatu komunitas atas keberadaan Islam yang menjiwai regulasi hidup bersama dalam suatu tatanan masyarakat.
Dengan demikian substansi politik Islam merupakan penghadapan Islam dengan kekuasan dan negara yang melahirkan sikap dan perilaku ( political behavior ) serta budaya politik ( political culture ) yang berorientasi pada nilai-nilai Islam. tentunya bukan tanpa tantangan. Tarik menarik diantara keduanya inilah yang memerlukan mekanisme utuh untuk mengatur dan meminimalisasi segala potensi negatif yang mungkin muncul. Di sinilah peran komunikasi politik Islam salah satunya menjadi strategis.
Komunikasi politik yang merupakan proses penyampaian pesan politik kepada khalayak. Pesan yang membentuk persepsi dan sikap politik pada gilirannya akan menjadi amunisi tenaga bagi dukungan khalayak.
Demokrasi selalu menyertai perjalanan sejarah bangsa Indonesia.
Semula Indonesia menganut pemerintahan demokrasi parlementer atau demokrasi liberal (1950-1959), kemudian demokrasi terpimpin (1959-1966) di bawah
Soekarno, ada juga demokrasi Pancasila yang dikontrol Soeharto (1967-1998). Pasca-Soeharto, Indonesia kembali memasuki era demokrasi pascatransisi, entah liberal atau demokrasi model lain.
Berhentinya Soeharto tahun 1998 mengantarkan Indonesia ke era demokrasi pascatransisi dengan sistem multipartai yang ekstrem. Perubahan UUD 1945
menjadi kunci pembuka. Komisi negara tumbuh. Pers menikmati kebebasan. Orang bebas berpendapat dan berorganisasi. Rakyat berhak memilih sendiri siapa pemimpinnya. Sekali merdeka, merdeka sekali! Begitu ungkapan sinis orang. Proses pencarian demokrasi terus berlanjut sampai akhirnya MahkamahKonstitusi memberikan landasan konstitusional bolehnya calon perseorangan mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah.
Apakah itu potret demokrasi yang memang kita dambakan? Sejak awal kita tidak memiliki cetak biru mengenai demokrasi Indonesia." Ia juga menyebutkan pembangunan demokrasi di era 1998-an terlalu difokuskan pada politik Jakarta.Meskipun demikian, kehadiran demokrasi di Indonesia bukanlah tidak membawa manfaat.
Partisipasi politik yang tinggi adalah buah dari hadirnya sistem demokrasi. Rakyat boleh mengorganisasikan diri untuk ikut serta dalam proses pengambilan keputusan. Partisipasi politik melahirkan
lompatan yang besar. Pada sisi lain, rakyat meragu kembali kebebasan sipil dan politik mereka. Rakyat menikmati kebebasan berpendapat. Rakyat menikmati kebebasan berorganisasi.Pada kondisi era demokrasi sekarang, kompetisi politik untuk meraih jabatan publik relatif terbuka. Seorang demagog (pemimpin rakyat) bisa bersaing dengan seorang politisi atau bahkan negarawan untuk memperebutkan ruang-ruang publik.
Demokrasi membuka ruang persaingan antarkelompok rakyat ( popular rivalries ) ataupun propaganda elite.
Proses seleksi pejabat publik menjadi transparan dan relatif akuntabel meskipun dalam kenyataannya perekrutan pejabat publik membutuhkan biaya yang mahal dan hasilnya pun masih bisa mengundang keraguan publik.Kendati demikian, sistem demokrasi telah melahirkan sejumlah hal positif. Praktik demokrasi Indonesia membutuhkan
penyempurnaan. Kesepakatan atas ideologi negara hukum ( rule of law ) dan
penegakan hukum tentu merupakan
pekerjaan rumah yang masih harus diselesaikan. Penegakan
hukum, khususnya soal pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme yang merupakan amanat reformasi, masih dipandang diskriminatif. Meskipun
ruang kompetisi terbuka, kelemahan justru menerpa akuntabilitas, baik vertikal maupun horizontal. Sistem pemilihan umum yang dibangun tidak menghasilkan sistem akuntabilitas yang jelas. Dalam akuntabilitas vertikal. tidak jelas relasi antara pejabat terpilih dan orang yang memilih. Pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dengan batas teritorial yang jelas juga tak menciptakan sistem akuntabilitas yang jelas. Bagaimana mekanisme pelaporan anggota DPDJakarta atau Jawa Barat, misalnya, terhadap rakyat yang memilihnya tetaplah menjadi sebuah pertanyaan. Rakyat
berdaulat tiap lima tahun. Akuntabilitas horizontal juga bermasalah. Saling kontrol antara lembaga-lembaga negara, termasuk dengan komisi-komisi negara, juga menimbulkan masalah yang tak kalah rumitnya.Parameter lain menyangkut responsivitas sistem demokrasiIndonesia
masih mengundang masalah.Sistem politik demokrasi seakan tak berdaya untuk mengatasi melonjaknya kemiskinan. Tak bisa berbuat apa-apa untuk menyediakan lapangan kerja. Pilihan demokrasi disalahkan!Ditawarkanlah sistem politik lain yang sebenarnya juga sama-sama diragukan. Namun, pertanyaan: apakah kelambatan merespons keadaan merupakan kelambatan dari sistem politik demokrasi atau dari aktor- aktor demokrasi itu sendiri?
Dalam kenyataan seperti itulah, pandangan Soekarno menjadi relevan. Demokrasi politik tidaklah cukup. Orang tidak cukup hanya bisa hidup dari politik, melainkan juga demokrasi ekonomi. Bicara soal hak asasi bukan hanya soal hak sipil dan politik, tetapi juga hak ekonomi sosial budaya. Bicara soal hak asasi manusia diawali dengan sarapan pagi.
Mengutip pendapat Jack Snyder (2003), demokrasi Indonesia belumlah matang. Survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia yang dipresentasikan pada Mei 2006 mengonfirmasi keraguan orang akan demokrasi.Survei itu menunjukkan pandangan: demokrasi sebagai sistem pemerintahan terbaik mencapai 72 persen. Padahal, di negara demokrasi yang sudah mapan dukungan terhadap demokrasi sebagai sistem terbaik rata-rata 84 persen.
DemokrasiIndonesia memang masih dalam proses. Lembaga Survei Indonesia (LSI) sebagaimana dikutip oleh Suara Islam edisi ke-147 menyebutkan bahwa angka golput 10,21 persen pada tahun 1999, selanjutnya meningkat menjadi 23,34 persen pada tahun 2004,
dan pada tahun 2009, angka golput mencapai 39,01 persen.
Demokrasi membutuhkan sosok yang mampu mengarahkan ke manademokrasi akan dibawa. Sosok yang mempunyai visi yang benar mengenai demokrasi, memiliki cara komunikasi politik yang penuh empati, serta mempunyai kecerdasan akademik dan emosional untuk membawa Indonesia ke dalam sistem politik demokratis.
Masalahnya: Indonesia inflasi dengan "demokrasi", (orang bebas bicara apa pun atas nama demokrasi, orang memblokir jalan tol yang merugikan kepentingan publik dengan dalih demokrasi, atas nama demokrasi orang bisa menghakimi kelompok lain yang dicap sesat), tetapi di sisi lain Indonesia mengalami defisit demokrat. Inilah tantangannya!. Indonesia tengah dilanda berbagai masalah yang kompleks. Sistem demokrasi yang seyogyanya menghasilkan masyarakat yang bebas dan sejahtera, tidak terlihat hasilnya, malah kenyataannya bertolak belakang.
Berikut ini adalah beberapa fenomena kegagalan demokrasi di Indonesia.
Pertama, Presiden tidak cukup kuat untuk menjalankan kebijakannya. Presiden dipilih langsung oleh rakyat. Ini membuat posisi presiden presiden kuat dalam arti sulit untuk digulingkan.Namun, di parlemen tidak terdapat partai yang dominan, termasuk partai yang mengusung pemerintah. Ditambah lagi peran legislatif yang besar pasca reformasi ini dalam menentukan banyak kebijakan presiden. Dalam memberhentikan menteri misalnya, presiden sulit untuk memberhentikan menteri karena partai
yang “mengutus” menteri tersebut akan menarik dukungannya dari pemerintah dan tentunya akan semakin memperlemah pemerintah. Hal ini membuat presiden sulit mengambil langkah kebijakannya dan mudah di-“setir” oleh partai.
Kedua, rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat justru di tengah kebebasan demokrasi.
Tingkat kesejahteraan menurun setelah reformasi, yang justru saat itulah dimulainya kebebasan berekspresi, berpendapat, dll. Ini aneh mengingat sebenarnya tujuan dari politik adalah kesejahteraan. Demokrasi atau sistem politik lainnya hanyalah sebuah alat. Begitu pula dengan kebebasan dalam alam demokrasi, hanyalah alat untuk mencapai kesejahteraan.
Ketiga, tidak berjalannya fungsi partai politik . Fungsi partai politik paling tidak ada tiga: penyalur aspirasi rakyat , pemusatan kepentingan-kepentingan yang sama , dan sarana pendidikan politik masyarakat . Selama ini dapat dikatakan ketiganya tidak berjalan. Partai politik lebih mementingkan kekuasaan daripada aspirasi rakyat.Fungsi partai politik sebagai pemusatan kepentingan- kepentingan yang sama pun tidak berjalan mengingat tidak adanya partai politik yang konsisten dengan ideologinya. Partai politik sebagai sarana pendidikan politik masyarakat lebih parah. Kecenderungan partai mengambil suara dari masyarakat bukan dengan pencerdasan terhadap visi, program partai, atau kaderisasi. Melainkan dengan uang, artis, kaos, yang sama sekali tidak mencerdaskan malah membodohi masyarakat.
Keempat, ketidakstabilan kepemimpinan nasional . Jika kita cermati, semua pemimpin bangsa ini mulai dari
Soekarno sampai Gus Dur, tidak ada yang kepemimpinannya berakhir dengan
bahagia. Semua berakhir tragis alias diturunkan. Ini sebenarnya merupakan dampak dari tidak adanya pendidikan politik bagi masyarakat . Budaya masyarakat Indonesia tentang pemimpinnya adalah mengharapkan
hadirnya “Ratu Adil” yang akan menyelesaikan semua masalah mereka. Ini bodoh. Masyarakat tidak diajari bagaimana merasionalisasikan harapan- harapan mereka. Mereka tidak diajarkan tentang proses dalam merealisasikan harapan dan tujuan nasional.
Hal ini diperburuk dengan sistem pemilihan pemimpin yang ada sekarang (setelah otonomi), termasuk pemilihan kepala daerah yang menghabiskan biaya yang mahal. Calon pemimpin yang berkualitas namun tidak berduit akan kalah populer dengan calon yang tidak berkualitas namun memiliki uang yang cukup untuk kampanye besar-besaran, memasang foto wajah mereka besar-besar di setiap perempatan, masyarakat yang tidak terdidik tidak dapat memilih pemimpin berdasarkan value .
Kelima, birokrasi yang politis, KKN, dan berbelit-belit . Banyak sekali kasus KKN dalam birokrasi. Contoh kecil adalah pungli, suap, dll. Ini menjadi bahaya laten karena menimbulkan ketidakpercayaan yang akut dari masyarakat kepada pemerintah. Selain itu berdampak pula pada iklim investasi. Investor tidak berminat untuk berinvestasi karena adanya kapitalisasi birokrasi.Hal di atas mendorong pada birokrasi yang tidak rasional. Kinerja menjadi tidak professional, urusan dipersulit, dsb.
Prinsip yang digunakan adalah “jika bisa dipersulit, buat apa dipermudah”.
Keenam, banyaknya ancaman separatisme. Misalnya Aceh, Papua, RMS, dll. Ini merupakan dampak dari dianaktirikannya daerah-daerah tersebut semasa orde baru, yang tentunya adalah kesalahan pemerintah dalam “mengurus anak”. Tentunya ini membuat ketahanan nasional Indonesia menjadi lemah, mudah diadu domba, terkurasnya energi bangsa ini, dan mudah dipengaruhi kepentingan asing.
III. Sosiologi Islam Tentang
## Demokrasi
Ali Shari’ati adalah seorang doctor sosiologi dan filsafat, alumni Perancis, aktif dalam pergerakan revolusi Iran tahun 70an khususnya melalui tulisan2anya. Shari’ati mengklaim bahwa uraiannya merupakan tinjauan sosiologi Islam, yaitu uraian sosiologis yang bersumber dari fenomena, pesan-pesan, konsep-konsep di dalam Islam, ia tidak setuju dengan pendekatan sebaliknya yakni pendekatan yang mendeduksi begitu saja konsep- konsep atau teori sosiologi ke dalam ajaran Islam. Ali Shariati mencoba menguraikan fakta dan logika di dalam sejarah dan konsep- konsep di dalam agama Islam dengan menggunakan model analisis sosiologi
Dalam buku the Asian Drama ,
Gunnar Myrdall,
pernah mengkategorisasikan dua jenis budaya,
hard state dan soft state . Budaya hard state , kata Myrdall adalah jenis budaya yang tegas, konsisten, taat pada rule of
law, disiplin tinggi, produktif, dan berpandangan jauh ke depan. Sementara soft state, adalah jenis budaya yang lemah, inkonsisten, kurang displin, kurang memanfaatkan waktu, malas, dan kurang taat pada rule of law.
Menurut Myrdall dalam studinya tahun 1960-an, banyak negara di Asia,
termasuk
Indonesia, mengalami kebangkrutan ekonomi, miskin dan disertai praktik korupsi yang merajalela sebagai akibat dari ketidakmampuan negara-negara tersebut menciptakan dan menerapkan hukum serta aturan-aturan yang jelas dan tegas. Negara-negara semacam inilah yang dikategorikan sebagai `negara lunak` ( soft state ).
Perilaku keagamaan merupakan variabel dependen yang dipengaruhi oleh pemahaman, penafsiran, dan tradisi keagamaan yang merupakan variabel independen. Ekspresi perilaku keagamaan di masyarakat secara korelatif dipengaruhi tiga variabel itu. Sehingga, tatkala Islam sebagai agama yang dianut puluhan juta penduduknya di Indonesia memberikan nilai-nilai kontributif dalam konstruksi budaya soft state, maka sesungguhnya ia terkait dengan perilaku keagamaan yang dianut umatnya.
Perilaku keagamaan di mana pun di dunia ini akan memberikan citra ke publik. Jika perilaku keagamaan didominasi pemahaman, penafsiran dan tradisi keagamaan yang radikal, maka yang muncul adalah streotyping citra perilaku keagamaan yang fundamentalis.
Begitu juga sebaliknya, jika pemahaman, penafsiran dan tradisi keagamaan yang ramah dan sejuk, maka akan mengekspresikan perilaku keagamaan yang moderat
Dengan perilaku keagamaan yang dianut umat Islam di tanah air telah turut serta dalam konstruksi budaya soft state . Tidak heran jika maraknya fenomena aktivitas keislaman, yang diindikasikan semakin membengkaknya angka jamaah haji, semaraknya aktivitas pengajian di kalangan elite, artis, dan di masyarakat, serta munculnya lembaga-lembaga keislaman seperti lembaga keuangan syariah, lembaga pendidikan Islam, dan lain-lainya, sesungguhnya masih terkait dengan perilaku keagamaan. Ini artinya, kesemarakan itu masih pada dataran fenomena, belum masuk dalam tataran pemahaman dan tradisi yang substantif. Coba ditelaah bahwa fenomena itu belum otomatis membawa agama Islam memberikan kontribusi dalam kontruksi hard state. Buktinya, kesemarakan fenomena kurang diiringi meningkatnya produktivitas, kecerdasan, kedisiplinan, ketaatan terhadap hukum yang dilakukan oleh sebagian umat Islam.
Sebaliknya, fenomena semaraknya aktivitas keislaman justru diiringi dengan fenomena semaraknya kriminalitas, korupsi, dan rendahnya social trust di kalangan masyarakat. Kesemarakan
fenomena aktivitas keislaman belumlah ekuivalen dengan lahirnya masyarakat yang beradab (civility ), lahirnya masyarakat hard state , dan masih terlalu jauh dalam khayalan baldatun thayyibatun wa robbun ghafur .
Dengan konstatasi seperti itu, perilaku keagamaan di Indonesia sejatinya harus direformulasi. Islam tidak sekadar ditempatkan dalam tenda yang given , sulit untuk dijangkau dan repot untuk ditafsir ulang. Islam, kendati givenia harus bergerak dan bekerja. Tentu hal ini sangat
terkait dengan pemahaman, penafsiran dan tradisi keislaman yang dianut umatnya.Tatkala semarak kriminalitas dan korupsi terus bergulir dengan tidak diiringi dengan meningkatnya kualitas insani, daya saing dan produktivitas masyarakat Indonesia, perilaku muslim hendaknya mampu menstimulasi konstruksi budaya hard state.
Dalam tradisi Barat, demokrasi didasarkan pada penekanan bahwa rakyat seharusnya menjadi “pemerintah” bagi dirinya sendiri, dan wakil rakyat seharusnya menjadi pengendali yang bertanggung jawab atas tugasnya. Karena alasan inilah maka lembaga legislatif di dunia Barat menganggap sebagai pioner dan garda depan demokrasi. Lembaga legislatif benar-benar menjadi wakil rakyat dan berfungsi sebagai agen rakyat yang aspiratif dan distributif.
Keberadaan wakil
rakyat didasarkan atas pertimbangan, bahwa tidak mungkin semua rakyat dalam suatu negara mengambil keputusan karena jumlahnya yang terlalu besar. Oleh sebab itu kemudian dibentuk dewan perwakilan. Di sini lantas prinsip amanah dan tanggung jawab ( credible and accountable ) menjadi keharusan bagi setiap anggota dewan Sehingga jika ada tindakan pemerintah yang cenderung mengabaikan hak-hak sipil dan hak politik rakyat, maka harus segera ditegur. Itulah perlunya perwakilan rakyat yang kuat untuk menjadi penyeimbang dan kontrol pemerintah.
Secara normatif, Islam menekankan pentingnya ditegakkan amar ma’ruf nahi munkar bagi semua orang, baik sebagai individu, anggota masyarakat maupun sebagai pemimpin negara.
Doktrin tersebut merupakan prinsip Islam yang harus ditegakkan dimana pun dan kapan saja, supaya terwujud masyarakat yang aman dan sejahtera.
Konsep demokrasi memberikan perhatian besar kepada masalah-masalah yang berkaitan dengan hak asasi manusia, kebebasan, dan keadilan sosial. Sebagai ideologi, yang mengatur kemaslahatan bermasyarakat dan bernegara, ajaran demokrasi tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang sangat menjunjung tinggi nilai keadilan, egalitarianisme dan prinsip-prinsip kebebasan individu maupun kelompok
Pertama, prinsip keadilan. Menurut
Ragib al-Asfahani yang dimaksudkan dengan keadilan adalah keseimbangan yang selaras. Sedangkan dalam hadits kata adil juga sering disebutkan. Untuk itu tidak ada alasan bagi umat Islam untuk tidak menjadi umat yang adil. Sebagai komunitas yang beriman harus mampu menegakkan keadilan dalam setiap perkataan dan perbuatan. Jika terjadi perselisihan di tengah masyarakat, seorang mukmin wajib mengedepankan rekonsiliasi antar sesama mukmin untuk menjaga perdamaian. Dalam menetapkan hukum hendaklah berlaku adil dan amanah.
Kedua, prinsip persamaan. Islam hanya mengenal satu umat. Mereka diikat dalam satu ikatan persaudaraan. Islam tidak mengenal perbedaan. Manusia semua sama, dalam hak dan kewajiban. Karena itu, manusia diciptakan untuk bisa menerima perbedaan agama, warna kulit, dan suku bangsa. Dalam Islam ditegaskan bahwa tidak ada perbedaan di mata Sang Maha Pencipta, kecuali dalam hal ketakwaan.
Ketiga, prinsip kebebasan. Prinsip kebebasan berada pada tempat istimewa dalam konsep syariah. Prinsip kebebasan adalah tameng untuk terhindar dari segala bentuk kezaliman. Prinsip ini didasari oleh konsep yang menghormati nilai-nilai kemanusiaan . Manusia adalah makhluk terhormat yang diberikan kemuliaan oleh Allah untuk mempunyai kebebasan memilih. Kebebasan adalah fitrah. Untuk itu manusia mempunyai kebebasan untuk memilih kebaikan atau keburukan, manusia juga mempunyai kebebasan untuk bertanggung jawab.
Walaupun demikian, manusia tidak dibenarkan untuk menggunakan kebebasannya secara semena-mena.
Kebebasan seseorang tidak berakhir pada saat orang lain mulai menghirup kebebasannya. Kebebasan seseorang dibatasi oleh perintah dan larangan syari’ah ataupun perintah dan larangan yang disusun dalam kesepakatan bersama. Jadi kebebasan bergerak dalam batasan nilai-nilai agama dan sosial.
Keempat, prinsip hak asasi manusia . Dalam perspektif Islam hak asasi manusia adalah hak permanen yang dimiliki setiap anak manusia sejak dari lahir hingga akhir hayatnya. Sang Maha Pencipta menganugerahkan akal kepada manusia, agar manusia tidak berperilaku seperti hewan dalam menjalani kehidupannya. Untuk itu, hak dan kewajiban setiap orang harus bisa diterima secara egaliter sebagai pengakuan dari keberadaannya dalam sebuah komunitas
Demokrasi pada substansinya adalah sebuah proses pemilihan yang melibatkan banyak orang untuk mengangkat seseorang yang berhak memimpin dan mengurus tata kehidupan
komunal mereka. Tentu saja yang akan mereka pilih hanyalah orang yang mereka sukai.Mereka tidak boleh dipaksa untuk memilih suatu sistem ekonomi, sosial atau politik yang tidak mereka kenal atau tidak mereka sukai. Mereka berhak mengontrol dan mengevaluasi pemimpin yang melakukan kesalahan, berhak mencopot dan menggantinya dengan orang lain jika menyimpang. Penerima Hadiah Nobel
Perdamaian 2003, Shirin Ebadi pun mengungkapkan hal serupa. Pria kelahiran Iran ini dengan lantang menyatakan, menjadi Muslim bukan berarti tidak bisa menjadi pendukung demokrasi yang baik seperti yang dilakukan orang-orang barat. Bahkan, Ebadi dengan percaya diri mengatakan, Islam sejalan dengan demokrasi. Tidak ada satupun ayat-ayat al-Quran yang kontradiktif dengan hak asasi manusia. Pengalaman pemilu 2004 dan 2009 dan 2014 di Indonesianegara berpenduduk Muslim terbesar di dunia yang demokratis telah menepis rasa skeptisisme yang sudah mengakar. Tidak ada setetespun darah yang tumpah dalam pesta demokrasi yang diikuti multi partai itu. Semuanya berjalan aman, lancar, dan jurdil sesuai dengan standar demokrasi yang berlaku.
Berdasarkan paradigma sosiologi Islam, yang dapat dianalisis oleh pendekatanfungsionalismeyang
menekankan sistem,keseimbangan,
adaptasi, maintance , dan latency. Seperti halnya dalam paradigmayang bersifat seperti Nabi ( prophetic paradigm ) yang melihat bahwa sosiologitu sebagai agen perubahan sosial, menekankan keseimbangan dan intergrasi sosial,
Sosiologi profetik melandaskan dirinya pada prinsip untuk melakukan perubahansosial seperti halnyapara Nabi yang masuk secara langsung ke dalam masyarakat untuk melakukanperubahan sosial. Ketika data diperoleh maka analisis yang dilakukan
perlumelibatkan pendekatan pemahaman ( intepretatif ) untuk membaca realitas secaraobyektif dan kritis.
Umat Islam sejatinya memiliki potensi yang besar untuk mengambil peran lebih besar dalam tata aturan nasional maupun internasional. Tetapi kemampuan komunikasi politik yang terbatas untuk menyampaikan pesan-pesan keagungan Islam seringkali menjadi kendala. Politik Islam adalah suatu keharusan dalam sebuah komunitas Islam yang majemuk. Tetapi, harus pula diterima kenyataan adanya dilema dan problema yang merupakan konsekuensi dalam diri masyarakat Islam itu sendiri. Maka perlu strategi dan taktik perjuangan politik dalam latar kehidupan politik Indonesia yang kompleks dengan kelompok kepentingan politik majemuk dengan komunikasi sebagai salah satu instrumen pentingnya.
IV. Kesimpulan Demokrasi merupakan alat yang
sangat tepat untuk mewujudkan perkembangan kehidupan politik,dinamika masyarakat, dan perkembangandemokrasi yang sejalandengan
pertumbuhan kehidupan berbangsadan bernegara.
Demokrasi sebagai wahana kedaulatan rakyat diekspresikan melaluiPemilihan Umum, yang diselenggarakan secara langsung,umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalamNegara Kesatuan Republik
Indonesiaberdasarkan Pancasila dan Undang-UndangDasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Kegagalan demokrasi di Indonesia, dapat direhabilitasi dengan melakukan sosialisasi dan pendidikan politik berdasarkan ‘Konsep-konsep Islam’ seperti keadilan, persamaan. kebebasan. hak asasi manusia, karena konsep tersebut merupakan konsep yang menunjukkan relevansi antara perilaku yang dikehendaki oleh Islam dan prinsip-prinsip demokrasi yang diekspresikan dalam pemilihan umum di Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
Dengan demikian Islam sejalan dengan demokrasi dan secara sosiologis dapat dianalisis dengan pendekatan fungsionalisme yang menekankan sistem, keseimbangan, adaptasi, maintance , dan latency. Seperti halnya dalam paradigma yang bersifat seperti Nabi ( prophetic paradigm ) yang melihat perilaku Nabi Muhammad SAW sebagai agen perubahan sosial, yang menekankan keseimbangan dan intergrasi social.
## Daftar Pustaka
Ardi Al-Maqassary. 2014. Islam Dan
Demokrasi E-Jurnal jpperadabanislamdd1 40200 s Ali Shari`ati. 1979. On the sociology of Islam. translated from the Persian by Hamid Algar.
Berkeley: Mizan Press,
___________, 2006 . Islam dalam
Perspektif Sosiologi Agama IQRA Bandung. Doyle Paul Johnson, 2006. Teori Sosiologi, Klasik dan Modern, terjemahan. Robert M. Z.
Lawang, Jakarta: Gramedia, Jilid 1, hal. 171-2. George Ritzer, 2005. Sosiologi, Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, terjemahan. Alimandan, (Jakarta: hal. 15-42 Hairuman, Badri dkk., 2004. Islam dan Demokrasi, Mengungkap
Fenomena Golput Dalam Islam, Jakarta: PT. Nimas Multima, http://www.transparansi.or.id/arti kel/
Kiki Muhamad Hakiki, 2016. Islam dan
Demokrasi: Pandangan Intelektual Muslim dan Penerapannya di Indonesia. Wawasan Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya. Fakultas Ushuludin UIN Sunan Gunung Jati Bandung. Vol 1, No 1 (2016) Mansour Fakih, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi,
(Yogyakarta: Insist Press, 2005),
Edisi Revisi, hal. 20.
Rivai, Veithzal, 2013.Islamic Leadership:
Membangun Super Leadership,
Jakarta: Bumi Aksara. Samuddin, Rapung, 2013.Fikih Demokrasi: Menguak Kekeliruan Pandangan Haramnya Umat Berpolitik, Jakarta: Gozian Press, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Undang-Undang (UU) Nomor 08/2012 tentang Pemilu Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (pemilu legislatif)
Undang-UndangNomor 2/2011 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai
Politik. Dan dalam hitungan triwulan ke depan,
|
6fcb7fdc-9ead-4ac7-ab84-04944d49565b | https://ejurnal.teknokrat.ac.id/index.php/jurnalmathema/article/download/652/432 |
## Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Student Teams Achievement Division (STAD) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika
Ari Septian 1*) , Deby Agustina 2 , Destysa Maghfirah 3 1,2,3 Universitas Suryakancana
*) ariseptian@unsur.ac.id
## Abstrak
Kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep dan kurangnya keterampilan guru dalam menyampaikan materi pelajaran, sehingga siswa bingung bagaimana cara menyelesaikan soal dan untuk apa sebenarnya mereka belajar matematika.Hal ini sering dialami oleh siswa di sekolah dalam proses kegiatan belajar matematika. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematika, aktivitas belajar siswa dan sikap siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). SMA Pasundan 1 melaksanakan dua siklus sesuai dengan kebutuhan penelitian. Subjek penelitian ini yaitu siswa kelas XI MIA 1 di SMA Pasundan 1 Cianjur. Data yang digunakan diperoleh dari hasil tes siklus, hasil obervasi aktivitas, hasil angket skala sikap, dan hasil wawancara. Instrumen yang digunakan adalah tes siklus, lembar observasi, jurnal, skala sikap, dan wawancara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil tes yang diperoleh siswa mengalami peningkatan sebesar 8,57%,sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa, perkembangan aktivitas siswa yang sangat baik, dan sikap siswa menunjukkan hasil yang positif pada setiap siklusnya.
Kata Kunci: Matematika, Pemahaman Konsep, STAD.
## Abstract
Lack of student understanding of concepts and lack of teacher skills in delivering subject matter, so students are confused about how to solve problems and what they are actually learning mathematics. This is often experienced by students in schools in the process of learning mathematics. The purpose of this study was to analyze the improvement in the ability to understand mathematical concepts, student learning activities and students' attitudes towards learning by using the STAD type cooperative learning model. This research uses Classroom Action Research (CAR). Pasundan 1 High School carries out two cycles in accordance with research needs. The subjects of this study were students of class XI MIA 1 at Pasundan 1 Cianjur High School. The data used were obtained from the results of the cycle test, the results of the activity observation, the results of the attitude scale questionnaire, the results of the interview. The instruments used were cycle tests, observation sheets, journals, attitude scales, and interviews. The results of this study indicate that the test results obtained by students have increased by 8.57%, so it can be concluded that the STAD type cooperative learning model can improve the ability to understand students' mathematical concepts, the development of excellent student activities, and student attitudes show positive results on every cycle.
Keywords: Mathematics, Concept Understanding, STAD.
## Pendahuluan
Pendidikan merupakan media yang memiliki peranan penting untuk membantu manusia dalam mengembangkan potensi dirinya, melalui pendidikan akan terjadi proses pemberdayaan manusia menjadi sumber daya yang berkualitas. Pendidikan juga berfungsi sebagai sarana mencapai semua yang di cita-citakan oleh seseorang dalam kehidupannya.. Penyelenggaraan pendidikan tidak dapat dilepaskan dari tujuan pendidikan yang hendak dicapainya (Depdiknas, 2003).
Matematika tidak bisa lepas dari bentuk-bentuk serta struktur-struktur yang abstrak yang mana kita mencoba mempelajarinya dengan mencari hubungan diantara hal-hal tersebut. Untuk memahami struktur-struktur serta hubungan-hubungannya kita perlu terlebih dahulu memahami konsep-konsep yang ada dalam matematika itu (Depdiknas, 2005).
Pemahaman konsep merupakan kompetensi siswa yang ditunjukkan dalam memahami konsep dalam melakukan prosedur (Algoritma) yang tertata dan tersusun secara sistematis, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat. Selain itu kemampuan pemahaman konsep membutuhkan tingkat abstraksi yang tinggi (Dewiatmini, 2010; NCTM, 2014).
Dapat disimpulkan kemampuan pemahaman konsep sangat penting untuk pembelajaran matematika. Siswa yang memiliki tingkat kemampuan pemahaman konsep yang tinggi akan lebih mudah dalam memahami pelajaran matematika di kelas (Maskur et al., 2020). Siswa dikatakan memahami suatu konsep berdasarkan kata-kata sendiri, tidak sekedar menghafal dan dapat membedakan serta mengelompokkan benda-benda (objek) ke dalam contoh dan non contoh. Selain itu ia juga dapat menemukan dan menjelaskan kaitan suatu konsep dengan konsep lainnya yang telah diberikan terlebih dahulu (Jusniani, 2018). Dengan demikian, pemahaman konsep matematika peserta didik harus ditingkatkan karena merupakan salah satu faktor penting dalam pencapaian tujuan pembelajaran dan peningkatan prestasi belajar siswa.
Berdasarkan hasil observasi awal di SMA Pasundan 1 Cianjur yang dilakukan melalui wawancara dengan salah seorang guru matematika di sekolah tersebut, diperoleh informasi bahwa dalam kegiatan belajar mengajar peristiwa yang sering terjadi adalah kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep matematika dan kurangnya keterampilan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran, sehingga siswa bingung bagaimana cara menyelesaikan soal dan untuk apa sebenarnya mereka belajar matematika.
Guru sebagai salah satu kunci keberhasilan dalam peningkatan pemahaman konsep matematika siswa, berperan sebagai fasilitator dan bukan sumber utama pembelajaran. Guru berada pada titik sentral untuk mengatur, mengarahkan dan menciptakan suasana belajar mengajar yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran. Peningkatan pemahaman konsep matematika siswa sedikit banyak tergantung pada cara guru menyampaikan pelajaran pada anak didiknya (Inayah, Septian, & Suwarman, 2020).
Kesulitan belajar matematika akan dapat diselesaikan dengan cara memperbaharui cara mengajar guru kepada siswanya. Beberapa model pembelajaran digunakan di kelas dengan tujuan meningkatkan pemahaman terhadap konsep dalam matematika. Upaya- upaya dengan mengganti atau menggunakan model pembelajaran disesuaikan dengan materi atau jenis pelajarannya. Pada penelitian-penelitian sebelumnya, dengan menggunakan model STAD dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematika siswa di sekolah dari berbagai jenjang.
Model pembelajaran ini bertujuan untuk menciptakan proses belajar aktif serta memungkinkan timbulnya sikap ketertarikan siswa untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar secara menyeluruh. Memberikan kesempatan pada siswa untuk bertukar pendapat, menanggapi pemikiran siswa yang lain, saling bekerja sama, menggunakan media yang ada, akan dapat mengingat lebih lama mengenai suatu fakta, prosedur, definisi dan teori dalam matematika (Anggriani & Septian, 2019).
Model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa (Zyngier et al., 2013). Model Student Teams Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada prestasi tim yang diperoleh dari jumlah seluruh skor kemajuan individual setiap anggota tim (Yanuar, Sukmawati, & Arifin, 2019).
Penelitian ini bertujuan diantaranya: 1) Untuk menganalisis apakah model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa SMA; 2) Untuk menganalisis aktivitas siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD); 3) Untuk menganalisis sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD).
## Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Tindakan yang diberikan adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) . Sesuai dengan model Kurt Lewin, penelitian dilaksanakan dalam beberapa kegiatan berulang atau siklus, dimana pada setiap siklusnya terdapat empat tahap yaitu perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observation), dan refleksi (reflection). Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI MIA 1 tahun ajaran 2014/2015 di SMA Pasundan 1 Cianjur, dengan jumlah 35 orang siswa yang terdiri dari 18 orang siswa laki-laki dan 17 orang siswa perempuan.
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah tes siklus, observasi, jurnal, skala sikap, dan wawancara. Data yang diperoleh pada setiap siklus tindakan penelitian dibagi menjadi dua jenis yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berupa data yang diperoleh berdasarkan hasil tes tertulis siswa sedangkan data kualitatif berupa tes pemahaman konsep (tertulis), penghargaan prestasi kelompok, lembar observasi aktivitas guru dan siswa, jurnal, skala sikap, dan wawancara.
Data kuantitatif berasal dari hasil tes belajar siswa pada setiap akhir siklus. Analisis data kuantitatif digunakan untuk memberikan gambaran tentang peningkatan pemahaman konsep siswa setelah mengikuti pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD). Untuk menganalisis data kuantitatif dan didapatkan hasil mengenai ketuntasan belajar siswa serta peningkatan hasil belajar siswa maka digunakan rumus Daya Serap Siswa (DSS), Daya Serap Klasikal (DSK) dan nilai rata-rata.
Pada data kualitatif, untuk menganalisis pemahaman konsep data tes tertulis siswa yang berasal dari tes siklus I sampai tes siklus III dianalisis dan dibuat kategori jawaban untuk menentukan tingkat pemahaman konsep siswa. Untuk melihat tingkat pemahaman konsep berdasarkan ciri-ciri jawaban yang dikemukakan siswa terhadap pertanyaan yang diberikan dapat melihat rubrik penskoran tingkat pemahaman konsep menurut Abraham (Wandi, 2013) pada Tabel 1.
Tabel 1. Tingkat Pemahaman Konsep Siswa Menurut Abraham Tingkat Pemahaman Ciri Jawaban Siswa Skor Paham Seluruhnya (P) Jawaban benar dan mengandung seluruh konsep ilmiah. 4 Paham Sebagian (PS) Jawaban benar dan mengandung paling sedikit satu konsep ilmiah serta tidak mengandung suatu kesalahan konsep. 3 Miskonsepsi Sebagian (MS) Jawaban memberikan sebagian informasi yang benar tapi juga menunjukkan adanya kesalahan konsep dalam menjelaskannya. 2 Miskonsepsi (M) Jawaban menunjukkan kesalahan pemahaman yang mendasar tentang konsep yang dipelajari. 1 Tidak Paham (TP) Jawaban salah, tidak relevan/jawaban hanya mengulang pertanyaan, jawaban kosong. 0
Penghargaan prestasi kelompok diberikan setelah dilaksanakannya pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD). Setelah guru memberikan soal tes kuis/tes siklus kemudian guru memeriksa hasil kerja setiap siswa dan diberikan nilai dengan angka yang memiliki rentang dari 0 sampai 100. Selanjutnya pemberian penghargaan atas keberhasilan kelompok yang didasari oleh hasil kerja siswa secara individu dapat dilakukan oleh guru dengan terlebih dahulu menghitung perkembangan skor individu, setelah itu dihitung skor kelompok dengan rata-rata skor perkembangan anggota kelompok, yaitu menjumlahkan semua skor perkembangan individu anggota kelompok dan membagi sejumlah anggota kelompok tersebut. Bagi kelompok dengan rata-rata skor tertinggi maka akan mendapatkan hadiah sebagai penghargaan.
Data hasil observasi merupakan data yang didapat dengan cara mengamati setiap kejadian pada saat pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) sedang berlangsung. Berdasarkan pedoman observasi pembelajaran, data hasil observasi akan dianalisis yaitu untuk jawaban “ya” akan diberi skor 1 dan jawaban “tidak” diberi skor 0. Hasil observasi yang telah dianalisis kemudian dirubah kedalam bentuk persentase selanjutnya dikategorikan sesuai dengan klasifikasi hasil observasi.
Analisis jurnal siswa dilakukan dengan cara mengelompokkan pendapat siswa pada jurnal, ditujukan untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD). Pengelompokkan kesan siswa dibagi ke
dalam dua kategori, yaitu komentar positif dan komentar negatif. Kemudian dihitung persentasenya dan diinterpretasikan sesuai dengan klasifikasi menurut Koentjaraningrat (Monariska, 2017) yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi Interpretasi Perhitungan Persentase
Besar Persentase Interpretasi 0% Tidak ada 1% - 25% Sebagian kecil 26% - 49% Hampir setengahnya 50% Setengahnya 51% - 75% Sebagian besar 76% - 99% Pada umumnya 100% Seluruhnya
Skala sikap siswa terhadap suatu pernyataan dalam angket, diukur menggunakan skala ukur berdasarkan Skala Likert (Sukardi, 2007: 146) yaitu terdiri atas kategori Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Hasil angket tersebut selanjutnya dianalisis dan diinterpretasikan kedalam kategori persentase menurut Koentjaraningrat, seperti yang tertera pada Tabel 2. Hasil akhir itulah yang nantinya akan disimpulkan untuk dideskripsikan.
Wawancara dengan guru mata pelajaran dilakukan sebagai langkah awal ( observasi) untuk mengetahui permasalahan apa yang terjadi di sekolah yang akan di teliti. Data yang diperoleh dalam wawacara berbentuk dialog yang disusun dan diringkas untuk dijadikan sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian.
## Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil analisis penelitian yang telah dilaksanakan oleh peneliti sebanyak dua siklus di kelas XI MIA 1 SMA Pasundan 1 Cianjur, dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) pada pembelajaran matematika dalam upaya meningkatkan pemahaman konsep siswa akan dijelaskan sebagai berikut:
## A. Analisis Hasil Penelitian
## Analisis Pemahaman Konsep Matematika Siswa Setiap Siklus
Berdasarkan hasil analisis pemahaman konsep matematika siswa setiap siklusnya tampak bahwa pemahaman konsep matematika siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Pada siklus I sebanyak 49% siswa berada pada tingkat pemahaman paham seluruhnya, 29% paham sebagian dan 22% miskonsepsi sebagian. Sedangkan pada siklus II, jumlah siswa yang berada pada tingkat pemahaman paham seluruhnya meningkat menjadi 73%, jumlah siswa pada tingkat pemahaman paham sebagian menurun menjadi 11%, dan jumlah siswa pada tingkat pemahaman miskonsepsi sebagian juga menurun menjadi 16%.
Hal ini memberikan kesimpulan pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa.
## Analisis Ketuntasan Belajar Siswa dan Daya Serap Klasikal (DSK)
Berdasarkan analisis hasil tes siswa menunjukkan peningkatan hasil ketuntasan belajar siswa dan Daya Serap Klasikal (DSK) dari siklus I dan siklus II. Rata-rata nilai dari keseluruhan siswa pada siklus I sebesar 81.71 meningkat pada siklus II menjadi 89.29. Nilai tertinggi yang diperoleh siswa pada siklus I dan siklus II tetap yaitu 100. Nilai terendah yang diperoleh siswa meningkat dari 65 menjadi 70. Siswa yang tuntas meningkat dari 27 menjadi 30 orang siswa, sedangkan siswa yang tidak tuntas menurun dari 8 menjadi 5 orang siswa. DSK pada siklus I sebesar 77.14% meningkat menjadi 85.71% pada siklus II. Maka DSK pada kedua siklus mengalami peningkatan sebesar 8.57%. Ini berarti pada siklus II, kelas ini sudah memenuhi kriteria ketuntasan belajar. Hal ini memberikan kesimpulan bahwa pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dapat meningkatkan hasil ketuntasan belajar siswa dan Daya Serap Klasikal (DSK).
## Analisis Observasi Setiap Siklus
Dari hasil analisis lembar observasi aktivitas siswa pada setiap siklus dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dapat terlaksana dengan baik. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan persentase skor keseluruhan aktivitas siswa dari siklus I dan siklus II.
## Analisis Jurnal Setiap Siklus
Padahasil analisis jurnal siswa, terlihat bahwa pada siklus I dan siklus II persentase sikap positif siswa sama besar yaitu 97.14%. Jadi tampak jelas sejak siklus I sampai siklus II, pada umumnya siswa bersikap positif dan dapat menerima dengan sangat baik terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD).
## Analisis Skala Sikap
Tabel 3. Persentase Sikap Siswa Secara Keseluruhan
No. Indikator Sikap Siswa Positif Negatif 1 Pembelajaran Matematika 82.86% 17.14% 2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) 93.71% 6.29% 3 Soal yang diberikan 73.14% 26.86% Rata-rata Sikap Siswa Keseluruhan 85.86% 14.14%
Dari Tabel 3 terlihat bahwa pada umumnya siswa bersikap positif terhadap pembelajaran matematika, pada umumnya siswa bersikap positif terhadap model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD), dan sebagian besar siswa bersikap positif terhadap soal-soal yang diberikan oleh guru. Berdasarkan analisis skala sikap yang ditinjau dari setiap indikator, maka dapat disimpulkan bahwa sikap siswa bersifat positif.
Dilihat dari hasil analisis jurnal dan skala sikap di atas, dapat disimpulkan bahwa pada umumnya siswa bersikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD). Hal ini terbukti dari persentase sikap positif siswa yang selalu jauh lebih besar dibandingkan dengan persentase sikap negatif, baik pada analisis jurnal maupun analisis skala sikap. Ini berarti bahwa siswa dapat menerima pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dalam upaya meningkatkan pemahaman konsep siswa.
## B. Pembahasan Dari Analisis Hasil Penelitian
## Peningkatan Pemahaman Konsep Matematika
Berdasarkan hasil analisis data tes siklus, terjadi peningkatan rata-rata nilai keseluruhan siswa dan ketuntasan belajar siswa dari siklus I ke siklus II, sehingga menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Hal ini terjadi karena proses pembelajaran yang dilakukan mengarahkan siswa untuk dapat memahami konsep atau prinsip dari suatu materi sehingga siswa akan terbiasa menyelesaikan soal dengan tepat sesuai dengan prosedur dan mampu mengaplikasikan konsep dalam soal pemecahan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari (Septian & Rizkiandi, 2017).
Jika dilihat dari kriteria ketuntasan belajar secara klasikal maka hasil tes siklus I dan II menunjukkan pemahaman konsep matematika siswa meningkat setelah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD). Pada akhir pelaksanaan siklus I, dari jumlah siswa sebanyak 35 orang hanya 27 atau 77.14% yang mencapai ketuntasan belajar sehingga kelas tersebut dinyatakan belum mencapai ketuntasan belajar secara klasikal. Tetapi pada siklus II, kelas tersebut dinyatakan sudah mencapai ketuntasan belajar secara klasikal karena banyaknya siswa yang tuntas sudah ≥ 85% dari jumlah seluruh siswa yaitu 85.71% atau sama dengan 30 orang siswa.
Peningkatan pemahaman konsep matematika yang terjadi di kelas tersebut sangat dipengaruhi oleh model pembelajaran yang diterapkan yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD). Karena di dalam model pembelajaran STAD ini terdapat kegiatan penghargaan kelompok, dimana kelompok yang berhasil mendapatkan skor tertinggi akan mendapatkan hadiah. Kegiatan inilah yang membuat siswa lebih termotivasi untuk memperbaiki kualitas belajar mereka di siklus berikutnya. Selain itu, hal-hal yang ada dalam pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) yang berpengaruh terhadap peningkatan pemahaman konsep matematika siswa adalah belajar kelompok. Dengan adanya belajar kelompok diharapkan siswa dapat lebih memahami materi dengan penjelasan temannya sendiri, apalagi kelompok tersebut dibentuk secara heterogen dimana dalam setiap kelompoknya terdapat anggota dengan kemampuan belajar yang beragam mulai dari siswa dengan kemampuan tinggi, sedang, sampai rendah. Sehingga siswa dengan kemampuan belajar
yang lebih tinggi bertanggung jawab untuk membantu teman satu kelompoknya untuk dapat lebih memahami materi. Presentasi di depan kelas juga berperan dalam meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa. Hal ini dikarenakan, ketika siswa mempresentasikan hasil belajar kelompoknya didepan kelas dengan bahasanya sendiri, guru dapat mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. Dan apabila terjadi kesalahpahaman terhadap konsep, maka guru dapat segera meluruskan kesalahan tersebut.
## Aktivitas Siswa
Berdasarkan hasil penelitian, dilihat dari hasil lembar observasi yang dibantu oleh observer pada tiap siklusnya menunjukkan bahwa hasil persentase aktivitas siswa mengalami peningkatan. Pada siklus I aktivitas siswa berada pada kategori tinggi, atau dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) sudah terlaksana dengan baik, pada siklus II aktivitas siswa berada pada kategori sangat tinggi atau dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) sudah terlaksana dengan sangat baik. Artinya dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dapat membuat siswa lebih aktif dalam belajar, memiliki motivasi yang tinggi, dan berani untuk mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas. Sedangkan dalam kegiatan belajar kelompok, siswa menjadi lebih menyadari arti kerja sama yang baik, mau berbagi ilmu dengan teman, dan dapat saling membantu satu sama lain.
Pada siklus I, aktivitas siswa berada pada kategori tinggi. Sedikit kekurangan yang terdapat pada siklus I diantaranya siswa kurang aktif berdiskusi dalam kelompok masing- masing, hal ini disebabkan ada beberapa siswa yang masih mengandalkan temannya untuk mengerjakan soal yang terdapat pada LKS, ada juga siswa yang sibuk mengobrol dengan temannya, ataupun secara diam-diam bermain dengan telepon genggamnya. Selain itu, dilihat dari hasil observasi masih ada beberapa siswa yang kurang termotivasi untuk belajar matematika karena mereka masih menganggap matematika adalah pelajaran yang sulit dan kurang menyenangkan. Kemudian pada siklus I juga terdapat kekurangan siswa tidak mencatat kesimpulan materi diakhir pembelajaran, karena kurangnya manajemen waktu
yang dilakukan oleh peneliti. Namun peneliti merencanakan perbaikan yang harus dilakukan pada tindakan siklus berikutnya.
Dilihat dari hasil observasi pada siklus I yang memberikan hasil bahwa siswa kurang aktif dalam berdikusi ketika kegiatan belajar kelompok, siswa kurang termotivasi dan kurangnya manajemen waktu yang dilakukan oleh peneliti, maka peneliti menerapkan perbaikan-perbaikan yang telah direncanakan sebelumnya. Diantaranya peneliti lebih tegas dalam mengkondisikan siswa, peneliti bersikap lebih menyenangkan dalam menyampaikan pelajaran sehingga siswa akan merasa nyaman ketika belajar matematika, dan peneliti lebih mempersiapkan segalanya dengan matang dan dapat mengatur waktu sesuai dengan rencana pembelajaran.
Sehingga pada siklus II, aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) menunjukkan peningkatan. Pada siklus II ini secara keseluruhan siswa lebih aktif dalam belajar kelompok meskipun masih ada beberapa yang mengobrol, siswa memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar, dan manajemen waktu yang dilakukan peneliti menjadi lebih baik sehingga guru bersama-sama dengan siswa dapat membuat kesimpulan materi diakhir pembelajaran. Hal ini membuat peneliti merasa berhasil melakukan penelitian di kelas ini dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD).
## Sikap Siswa
Sikap siswa dalam pembelajaran matematika terlihat dari hasil pengolahan jurnal dan skala sikap. Dari hasil jurnal pada siklus I dan siklus II pada umunya siswa bersikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan bahan ajar atau soal-soal yang diberikan sebagai pemicu pemahaman konsep matematika siswa. Hal ini berarti bahwa siswa dapat menerima dengan baik pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) pada pokok bahasan statistika. Siswa merasa tertarik belajar matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD), sehingga lebih mudah memahami materi yang sedang dipelajari karena pembelajarannya dilakukan secara berkelompok dan ditambahkan dengan adanya kuis serta penghargaan kelompok. Siswa merasa tertantang dan menyadari pentingnya kerjasama untuk menjadi yang terbaik.
Kemudian dilihat dari hasil analisis skala sikap, terlihat bahwa pada umumnya siswa bersikap positif terhadap pembelajaran matematika, pada umumnya siswa bersikap positif terhadap model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD), dan sebagian besar siswa bersikap positif terhadap soal-soal yang diberikan oleh guru. Berdasarkan analisis skala sikap yang ditinjau dari setiap indikator, maka dapat disimpulkan bahwa sikap siswa bersifat positif. Hal ini diduga karena kegiatan yang disajikan oleh peneliti dapat diterima dengann baik oleh siswa, sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa bersikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD).
## Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa, aktivitas siswa sangat baik terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan sikap siswa positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD).
## Referensi
Anggriani, A., & Septian, A. (2019). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kebiasaan Berpikir Siswa Melalui Model Pembelajaran IMPROVE. IndoMath:
Indonesia Mathematics Education , 2 (2), 105. https://doi.org/10.30738/indomath.v2i2.4550
Depdiknas. (2003). Undang-Undang RI No 20 Tahun 2003. In Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Presiden Republik Indonesia . Depdiknas. Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. , Peraturan pemerintah Republik Indonesia (2005).
Dewiatmini, P. (2010). Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika Pada Pokok Bahasan Himpunan Siswa Kelas VII A Smp Negeri 14 Yogyakarta Dengan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD). Skripsi .
Inayah, S., Septian, A., & Suwarman, R. F. (2020). Student Procedural Fluency in Numerical Method Subjects. Desimal: Jurnal Matematika , 3 (1), 53–64. https://doi.org/10.24042/djm.v3i1.5316
Jusniani, N. (2018). Analisis Kesalahan Jawababn Siswa Pada Kemampuan Pemahaman Matematis Melalui Pembelajaran Kontekstual. Prisma , VII (1), 82–90.
Maskur, R., Sumarno, Rahmawati, Y., Pradana, K., Syazali, M., Septian, A., & Palupi, E. K. (2020). The effectiveness of problem based learning and aptitude treatment interaction in improving mathematical creative thinking skills on curriculum 2013. European Journal
of Educational
Research , 9 (1), 375–383. https://doi.org/10.12973/eu-jer.9.1.375
Monariska, E. (2017). Penerapan Metode Mind Mapping untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Mahasiswa pada Mata Kuliah Kalkulus I. PRISMA , 6 (1), 17–31. https://doi.org/10.35194/jp.v6i1.25 NCTM. (2014). Executive summary principles and standards for school mathematics.
National Council of Teachers of Mathematics , 1–6. Retrieved from https://www.worldcat.org/title/principles-and-standards-for-school- mathematics/oclc/805048548%0Ahttp://ezproxy.library.wisc.edu/login?url=http://sear ch.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=eric&AN=ED429844&site=ehost- live%0Ahttp://www.nctm.org/uploaded
Yanuar, Sukmawati, K. I., & Arifin, S. (2019). Penerapan model Student Teams Achievement Division terhadap kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII. Union .
Zyngier, D., Zullig, K. J., Collins, R., Ghani, N., Hunter, A. A., Patton, J. M.. (2013). PISA 2012 results : ready to learn. Students’ engagement, drive and self-beliefs (volume III). School Effectiveness and School Improvement , 24 (2), 520 pages. https://doi.org/10.1080/09243453.2012.680892
|
c2be9791-4d3a-44fe-926c-a444953aeb65 | https://journal.uc.ac.id/index.php/psy/article/download/361/329 |
## Hubungan Antara Dukungan Sosial Dan Kebahagiaan Pada Mahasiswa Perantau Di Surabaya
## Jessica Harijanto
Fakultas Psikologi Universitas Ciputra
Jenny Lukito Setiawan *1
## Fakultas Psikologi Universitas Ciputra
Abstract. Many students are ready to leave their homeland to find the best higher education. When they get into a new place, they will encounter many problems which can affect their happiness. One of factors that presumably relate to happiness is social support. When an individual receives social support, he will feel loved, cared, and valued. The aim of this study was to investigate whether there is positive relationship between social support and happiness on sojourning undergraduates at X University in Surabaya. The subjects of this study were 170 first-semester sojourners at X University in Surabaya, who don’t live with their parents and live temporary in Surabaya for their study. Questionnaires were used as data collection tool. Data were analyzed using Pearson Product Moment correlation test. Result showed that there was a positive relationship between social support and happiness on sojourning undergraduates at X University in Surabaya (r = 0.515, p < 0.001).
Keywords: social support, happiness, sojourner
Abstrak. Banyak mahasiswa perantau yang rela meninggalkan daerah asalnya yang untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik di daerah lain. Ketika seseorang memasuki daerah baru, ia akan menghadapi berbagai permasalahan yang dapat mempengaruhi kebahagiaannya. Salah satu faktor yang diduga berhubungan dengan kebahagiaan adalah dukungan sosial. Ketika seseorang mendapatkan dukungan sosial, ia akan merasa dicintai, diperhatikan, dan dihargai oleh individu lain. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dan kebahagiaan pada mahasiswa perantau di Universitas X Surabaya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Responden penelitian ini adalah 170 orang mahasiswa perantau dari Universitas X yang berada di semester pertama, tidak tinggal bersama orangtua, serta menetap sementara di Surabaya karena studi. Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Pearson Product Moment. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif antara dukungan sosial dan kebahagiaan pada mahasiswa perantau di Universitas X Surabaya (r = 0.515, p < 0.001).
Kata kunci : dukungan sosial, kebahagiaan, mahasiswa perantau
1 Korespondensi : Jenny L. Setiawan, Fakultas Psikologi Universitas Ciputra Surabaya, UC Town, CitraLand, Surabaya, 60219. Email: jennysetiawan@ciputra.ac.id .
Pendidikan merupakan salah satu hal penting yang harus dimiliki oleh seseorang dalam kehidupannya. Mahasiswa merupakan peserta didik yang belajar di perguruan tinggi yang diharapkan dapat memperbaiki masa depan bangsa sehingga banyak mahasiswa yang ingin mendapatkan pendidikan dengan fasilitas yang terbaik. Oleh karena itu, banyak mahasiswa rela meninggalkan daerah asalnya untuk mendapatkan pendidikan di perguruan tinggi yang lebih baik di daerah lain. Mahasiswa yang rela meninggalkan daerah asalnya untuk menuntut ilmu pengetahuan di perguruan tinggi di daerah lain ini disebut mahasiwa perantau.
Ketika memasuki suatu lingkungan yang baru, individu akan merasakan berbagai masalah terutama yang disebabkan oleh perbedaan bahasa dan perbedaan kebudayaan seperti makanan, humor, dan adat istiadat di lingkungan baru (Thurber & Walton, 2012). Hal tersebut juga dirasakan oleh mahasiswa perantau pada saat memasuki lingkungan baru. Menurut Thurber dan Walton (2012), ketika memasuki lingkungan baru mahasiswa perantau akan merasa kurang memiliki kelompok familiar dan tidak jarang mahasiswa perantau akan merasakan stereotip yang kurang nyaman dari lingkungan baru. Selain itu, adanya perbedaan sistem pengajaran di SMA dan perguruan tinggi yang juga membuat mahasiswa harus menyesuaikan diri dengan harapan yang ditetapkan dari universitas (Indianie, 2012).
Perbedaan-perbedaan dalam lingkungan baru tersebut dapat menyebabkan mahasiswa perantau mengalami culture shock . Culture shock menggambarkan keadaan emosi negatif dan reaksi pasif dari individu yang ditandai dengan perasaan cemas, menolak dan tidak mampu menghadapi lingkungan dengan budaya yang berbeda (Oberg, 2006). Menurut Suryandari (2012), reaksi yang muncul
akibat culture shock adalah sikap memusuhi lingkungan baru, adanya rasa penolakan dan menarik diri dari lingkungan baru, gangguan lambung dan sakit kepala, kehilangan arah dan tujuan, merasa kehilangan status dan pengaruh, dan perasaan homesickness .
Homesickness merupakan perasaan distress yang disebabkan karena individu berada jauh dari rumah dan daerah asalnya (Thurber & Walton, 2012). Individu yang merasakan perasaan homesickness akan mengalami stres akulturatif yang ditandai dengan perasaan cemas, kesepian, tidak nyaman dan menolak kondisi pada lingkungan baru, serta cenderung ingin kembali ke daerah asal (Nejad, Pak & Zarghar, 2013).
Berdasarkan fenomena di atas dan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada beberapa mahasiswa perantau di Universitas X Surabaya, peneliti menduga adanya ketidakbahagiaan yang dirasakan oleh mahasiswa perantau. Mahasiswa tersebut mengaku mengalami peningkatan rasa sedih, takut, dan cemas dan penurunan perasaan gembira dan damai. Hal ini merupakan tanda-tanda ketidakbahagiaan yang dirasakan mahasiswa perantau yang ditunjukkan dengan meningkatnya afek negatif dan menurunnya afek positif. Tanda-tanda tersebut berlawanan dengan tanda-tanda kebahagiaan. Menurut Baumgardener dan Crothers (2010), kebahagiaan merujuk pada tingginya kepuasan hidup dan afek positif, serta rendahnya afek negatif.
Menurut Rusydi (dalam Mardayeti, 2013), kebahagiaan merupakan perasaan positif yang dapat dirasakan berupa perasaan senang, tentram, dan memiliki kedamaian. Kebahagiaan itu sendiri dibagi menjadi tiga aspek yaitu kepuasan individu mengenai hidupnya, tingginya afek positif, dan rendahnya afek negatif yang dirasakan individu tersebut (Zimbardo, Johnson, &
Mccann, 2009). Setiap individu memiliki kebahagiaan yang berbeda dengan individu lainnya. Hal itu dikarenakan kebahagiaan ditentukan oleh penilaian subjektif dari masing-masing individu (Myers & Diener, 1995).
Ketika seseorang merasa bahagia, ia akan merasakan perasaan kegembiraan dan kedamaian yang berkaitan dengan afek positif (Baumgardener & Crothers, 2010). Afek positif dapat menimbulkan perasaan aktif dan energik sehingga dapat membuat lebih produktif (Veenhoven dalam Utami, 2009). Mahasiswa yang memiliki tingkat kebahagiaan tinggi akan merasa puas akan hubungan sosial yang dimilikinya (Diener & Seligman, 2002). Sebaliknya, seseorang yang merasa tidak bahagia akan merasa cemas, sedih, dan khawatir yang berkaitan dengan afek negatif. (Baumgardener & Crothers, 2010). Afek negatif dapat menyebabkan seseorang merasa kurang bersemangat sehingga membuat ia kurang produktif dalam beraktivitas (Veenhoven dalam Utami, 2009). Mahasiswa yang merasa tidak bahagia akan merasa tidak puas dengan keluarga, hubungan sosial, dan dirinya sendiri (Diener & Seligman, 2002).
Peneliti juga melakukan wawancara kepada beberapa mahasiswa perantau di Universitas X Surabaya yang mengaku merasa dapat menyesuaikan diri di lingkungan baru. Mereka mengatakan bahwa mereka mendapatkan dukungan dari orangtua seperti sering berkomunikasi menceritakan apa yang dirasakan kepada orangtua melalui telepon. Selain itu, mereka juga mengaku mendapat dukungan dari teman baik yang berasal dari daerah yang sama ataupun dari daerah yang berbeda seperti saling berbagi cerita dengan teman di kos, diajak teman mengikuti kegiatan seperti ekstrakurikuler, organisasi, ataupun pergi ke mall. Adanya dukungan dari orangtua dan teman tersebut membuat mahasiswa perantau merasa dapat lebih mudah menyesuaikan diri di lingkungan baru.
Menurut Montgomery dan Cote (dalam
Papalia Olds, & Feldman, 2009), dukungan yang berasal dari keluarga merupakan faktor utama yang membantu mahasiswa dalam menyesuaikan diri di perguruan tinggi, baik bagi mahasiswa yang tinggal dengan orangtua ataupun yang tinggal terpisah dari orangtua. Selain itu, Rosenthal (dalam Jackson & Finney, 2002) mengemukakan bahwa remaja yang baru saja memasuki lingkungan baru di perguruan tinggi pada umumnya sangat membutuhkan dukungan sosial. Hal itu dikarenakan pada masa itu remaja membutuhkan sense of belonging yang kuat sehingga peer group diyakini mampu membantu menghadapi respon stres tingkat tinggi. Oleh karena itu, salah satu faktor yang diduga berhubungan dengan kebahagiaan mahasiswa perantau adalah adanya dukungan sosial dari orang di sekitarnya.
Dukungan sosial adalah perasaan nyaman, diperhatikan, dan dihormati yang diterima oleh individu dari individu atau kelompok lain (Sarafino, 2008). Gore (dalam Saputri & Indrawati, 2011) menyatakan bahwa dukungan sosial sering didapatkan dari relasi yang terdekat, yaitu dari keluarga atau sahabat. Dukungan sosial yang diberikan dapat berupa emotional support dan informational support . Emotional support merupakan dukungan berupa rasa empati, perhatian, dan semangat kepada individu (Sarafino, 2008). Sedangkan informational support merupakan dukungan berupa saran, nasehat, dan pengarahan mengenai apa yang dikerjakan individu (Sarafino, 2008).
Cortes, Miranda & Matheny (dalam Tonsing, Zimet, & Tse, 2012) menyatakan bahwa adanya dukungan sosial dari keluarga dan teman dapat mengurangi stres akulturatif yang dirasakan mahasiswa perantau selama masa akulturasi. Taylor (2006) juga menyatakan bahwa ketika individu mengalami stres, dukungan sosial
dapat menurunkan psychological distress yang mencakup depresi dan kecemasan.
Penelitian mengenai dukungan sosial dan kebahagiaan sudah banyak di temui di Indonesia maupun di luar negeri. Akan tetapi, subjek penelitian dengan kedua variabel tersebut adalah remaja yang tinggal di panti asuhan (Oktaviani, 2012), penyandang cacat fisik (Kurniawan, 2010), ataupun para lansia (Nurhidayah & Agustini, 2012). Penelitian mengenai dukungan sosial dan kebahagiaan pada mahasiswa perantau masih jarang ditemui baik di Indonesia maupun di luar negeri. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti apakah ada hubungan antara dukungan sosial dan kebahagiaan pada mahasiswa perantau terutama di Universitas X Surabaya.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan antara dukungan sosial dan kebahagiaan pada mahasiswa perantau di Universitas X Surabaya?”.
## Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian pada penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dan kebahagiaan pada mahasiswa perantau di Universitas X Surabaya.
## Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara dukungan sosial dan kebahagiaan pada mahasiswa perantau di Universitas X Surabaya.
Dengan demikian, semakin tinggi dukungan sosial yang diterima oleh mahasiswa perantau, semakin tinggi juga kebahagiaan yang dirasakan oleh mahasiswa tersebut. Sebaliknya, semakin
rendah dukungan sosial yang diterima oleh mahasiswa perantau, semakin rendah juga kebahagiaan yang dirasakan oleh mahasiswa tersebut.
## METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain korelasional untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dan kebahagiaan pada mahasiswa perantau di Universitas X Surabaya. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner. Skala yang digunakan kuesioner penelitian ini adalah skala interval, yaitu dari angka 1 sampai 7.
Untuk mengukur dukungan sosial, peneliti menggunakan
kuesioner yang
dikembangkan oleh Park dan Kim (2008). Kuesioner dukungan sosial ini terdiri 24 item pernyataan yang ditinjau dari sumber dukungan sosial yaitu orangtua dan teman, dan jenis dukungan sosial, yaitu emotional support dan informational support . Sedangkan untuk mengukur kebahagiaan, peneliti menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh Koo dan Kim (2006). Kuesioner kebahagiaan ini terdiri dari 16 item pernyataan yang berisi mengenai situasi yang dapat menggambarkan kebahagiaan individu.
Subjek penelitian ini adalah 170 mahasiswa perantau semester pertama di Universitas X Surabaya yang berasal dari luar Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik, tidak tinggal bersama orangtua, dan menetap sementara di Surabaya karena sedang menempuh studi. Proporsi dari jenis kelamin adalah laki-laki sebesar 35,9% (n= 61) dan perempuan sebesar 64,1% (n = 109).
## HASIL & DISKUSI
Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan pengukuran Kolmogorov- Smirnov dengan bantuan program SPSS secara komputerisasi. Data penelitian dikatakan normal jika memiliki p > 0.05. Berdasarkan hasil uji normalitas yang dilakukan peneliti, diketahui bahwa data penelitian pada kuesioner kebahagiaan sudah terdistribusi secara normal (z = 1.153; p > 0.05). Sedangkan, data penelitian pada kuesioner dukungan sosial juga sudah terdistribusi secara normal (z = 1.246; p > 0.05). Oleh karena itu, peneliti melakukan uji korelasi parametrik menggunakan Pearson Product Moment dengan bantuan program SPSS secara komputerisasi.
Hasil uji korelasi dilakukan dengan menggunakan Pearson Product Moment dengan bantuan program SPSS secara komputerisasi. Dari hasil uji korelasi tersebut, diketahui bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dan kebahagiaan pada mahasiswa perantau di Universitas X Surabaya (r = 0.515; p < 0.001). Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi dukungan sosial yang diterima mahasiswa perantau, semakin tinggi pula kebahagiaan yang dirasakan oleh mahasiswa tersebut. Sebaliknya, semakin rendah dukungan sosial yang diterima oleh mahasiswa perantau, semakin rendah juga kebahagiaan yang dirasakan oleh mahasiswa tersebut.
Peneliti juga melakukan uji korelasi dukungan sosial dan kebahagiaan ditinjau dari sumber dukungan sosial. Berdasarkan hasil uji normalitas diketahui bahwa data penelitian pada kuesioner dukungan sosial dari orangtua tidak terdistribusi secara normal (z = 2.603; p < 0.05). Akan tetapi, data penelitian pada kuesioner dukungan sosial dari teman sudah terdistribusi secara
normal (z = 1.205; p > 0.05). Oleh karena itu, uji korelasi antara dukungan sosial dari orangtua dan kebahagiaan menggunakan
Spearman’s Rank Correlation dengan bantuan program SPSS secara komputerisasi . Sedangkan uji korelasi antara dukungan sosial dari teman dan kebahagiaan menggunakan
Pearson
Product Moment dengan bantuan program SPSS secara komputerisasi. Berikut merupakan tabel uji korelasi antara dukungan sosial ditinjau dari sumbernya dan kebahagiaan.
Tabel 1. Hasil Uji Korelasi antara Dukungan Sosial Ditinjau dari Sumbernya dan Kebahagiaan
Sumber Dukungan Sosial Kekuatan Korelasi p Orangtua rho = 0.450 < 0.001 Teman r = 0.405 < 0.001
Berdasarkan Tabel 1. di atas, diketahui bahwa dukungan sosial baik dari orangtua maupun teman memiliki korelasi positif dengan kebahagiaan. Selain itu, dapat dilihat pula korelasi dukungan sosial dari orangtua dan kebahagiaan cenderung sedikit lebih tinggi dibandingkan korelasi dukungan sosial dari teman.
Dalam penelitian ini, uji korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dan kebahagiaan pada mahasiswa perantau di Universitas X Surabaya. Dari hasil uji korelasi tersebut, diketahui bahwa ada hubungan positif antara dukungan sosial dan kebahagiaan pada mahasiswa perantau di Universitas X Surabaya (r = 0.515; p < 0.001). Hal ini berarti hipotesis pada penelitian ini diterima. Adanya hubungan positif menunjukkan bahwa semakin tinggi dukungan sosial yang diterima mahasiswa perantau, semakin tinggi pula kebahagiaan yang dirasakan oleh mahasiswa tersebut. Sebaliknya, semakin rendah dukungan sosial yang diterima oleh mahasiswa perantau, semakin rendah juga
kebahagiaan yang dirasakan oleh mahasiswa tersebut.
Kebahagiaan adalah perasaan positif yang ditandai dengan tingginya derajat kepuasan hidup, afek positif, dan rendahnya afek negatif yang dinilai secara subjektif dari sudut pandang individu tersebut. Sedangkan dukungan sosial adalah suatu perasaan diperhatikan, dicintai, penghargaan, atau bantuan yang dirasakan oleh individu dari individu atau kelompok lain sehingga ia percaya bahwa dirinya dihormati, dihargai, dicintai, dan menjadi anggota dalam suatu kelompok.
Dukungan sosial dapat memberikan efek positif dan meningkatkan harga diri yang dapat mempengaruhi kebahagiaan individu (Cohen & Wills, 1985). Selain itu, dukungan sosial juga dapat menurunkan psychological distress yang meliputi depresi dan kecemasan (Taylor, 2006).
Dukungan sosial dapat diperoleh dari relasi terdekat, yaitu keluarga dan sahabat (Gore dalam Saputri & Indrawati, 2011). Dukungan sosial yang dirasakan individu dari individu atau kelompok lain dapat berupa emotional support dan informational support . Emotional support merupakan dukungan yang melibatkan rasa empati, peduli, perhatian, dan semangat kepada individu lain, sedangkan informational support adalah dukungan berupa memberikan nasehat, pengarahan, saran, ataupun umpan balik mengenai hal yang dikerjakan oleh individu (Sarafino, 2008).
Hubungan antara dukungan sosial dan kebahagiaan dapat dijelaskan dari jenis dukungan sosial, yaitu emotional support dan informational support yang diberikan oleh orangtua dan teman mahasiswa perantau. Dukungan sosial yang diterima mahasiswa perantau tersebut berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaannya.
Pertama, dukungan sosial berupa
emotional support melibatkan rasa empati, peduli, perhatian, penghargaan, dan semangat kepada individu dapat membuat individu merasa nyaman dan aman (Sarafino, 2008). Emotional support dari orangtua dapat berupa penghargaan ( reasurance of worth ), ekspresi kasih sayang dan cinta ( attachment ) yang dapat memberikan dampak positif bagi mahasiswa (Maslihah, 2011). Ketika individu menerima emotional support dari orangtua, ia akan merasa diperhatikan ( sense of belonging ) dan dicintai (Sarafino, 2008). Hal tersebut membuat mahasiswa perantau merasa memiliki keluarga yang harmonis dan puas akan keberadaan keluarganya. Dengan adanya keluarga yang harmonis, individu dapat mengembangkan kemampuannya yang dapat meningkatkan harga diri dan kepuasan hidupnya (Baumgardener & Crothers, 2010).
Selain dari orangtua, emotional support juga dapat diperoleh dari teman.
Emotional support dari teman dapat berupa perasaan empati, nyaman dan diperhatikan yang dapat menurunkan pengalaman distress (Dewayani, Sukarlan,
& Turnip, 2011). Dengan adanya emotional support , individu memiliki kepercayaan akan dirinya dalam berinteraksi di kelompok sosial (Cohen & McKay, 1984). Hal tersebut membuat mahasiswa perantau merasa memiliki pertemanan dan puas akan keberadaan teman-teman di sekelilingnya. Pertemanan dapat membantu individu dalam mengatasi masalah yang dihadapinya, membuat individu memperoleh dukungan dari orang lain, dan mengurangi perasaan kesepian yang dirasakannya (Primasari & Yuniarti, 2012).
Emotional support dapat meningkatkan perasaan diperhatikan dan kerekatan dengan individu dan kelompok lain yang dapat meningkatkan efek positif individu
tersebut (Cohen & McKay, 1984). Efek positif tersebut juga berdampak positif pada kesehatan dan kebahagiaan individu (Cohen & McKay, 1984). Ketika individu memiliki kesehatan yang baik dan jauh dari penyakit, ia dapat meningkatkan emosi positif dan menurunkan emosi negatif berupa depresi dan kecemasan yang dimilikinya (Baumgarderner & Crothers, 2010).
Kedua, dukungan sosial berupa informational support berkaitan dengan nasehat, pengarahan, saran, atau umpan balik mengenai hal yang dikerjakan oleh individu sehingga individu yakin akan apa yang dikerjakannya (Sarafino, 2008). Informational support dapat meningkatkan pencapaian akademik yang dimiliki oleh mahasiswa
(Maslihah, 2011). Informational support dapat memperluas wawasan dan pemahaman individu (Wahaningsih, 2013). Dengan adanya
informational support , mahasiswa perantau dapat mendapatkan informasi yang membantunya dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya dengan lebih baik.
Berdasarkan hasil analisa dari Tabel 1, dapat dilihat bahwa terdapat korelasi antara dukungan sosial dari orangtua dan kebahagiaan (rho = 0.450; p < 0.001). Selain itu, dapat dilihat pula adanya korelasi antara dukungan sosial dari teman dan kebahagiaan (r = 0.405, p < 0.001). Dari hasil analisa tersebut, diketahui bahwa dukungan sosial baik dari orangtua maupun teman memiliki korelasi dengan kebahagiaan. Selain itu, dapat dilihat pula korelasi dukungan sosial dari orangtua dan kebahagiaan cenderung sedikit lebih tinggi dibandingkan korelasi dukungan sosial dari teman.
Hasil di atas kemungkinan dikarenakan mahasiswa perantau masih kurang memiliki kelompok yang familiar di lingkungan baru yang membuat dirinya merindukan keluarga dan daerah asalnya
(Thurber & Crother, 2012). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada beberapa mahasiswa perantau, diketahui bahwa ketika mahasiswa perantau merindukan daerah asalnya, ia berkomunikasi dengan orangtuanya melalui telepon untuk menceritakan apa yang dirasakannya di lingkungan baru. Hal tersebut sejalan dengan Utami (2013) yang mengatakan bahwa dukungan sosial dari keluarga dapat membantu individu dalam mengatasi stres, menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dan meningkatkan rasa optimis. Selain itu, menurut Adicondro & Purnamasari (2011), ketika individu menerima dukungan sosial dari orangtua, ia menerima banyak dukungan berupa emotional support dan informational support . Hal tersebut dapat mempengaruhi kebahagiaan mahasiswa perantau.
## SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dan kebahagiaan pada mahasiswa perantau di Universitas X Surabaya dengan tingkat korelasi tinggi (r = 0.515; p < 0.001). Dukungan emosional memberikan perasaan nyaman dan aman. Dukungan informasional menolong individu menyesuaikan diri di lingkungan barunya dengan lebih baik.
## REFERENSI
Adicondro, N. & Purnamasari, A. (2011). Efikasi diri, dukungan sosial keluarga, dan self regulated learning pada siswa kelas VIII. Humanitas, vol. 8 , no. 1, hh. 17-27.
Baumgardener, S. R., & Crothers, M. K. (2010). Positive psychology. New Jersey:
Pearson Education, Inc.
Cohen, S. & McKay, G. (1984). Social support, stress and the buffering hyphotesis: A theoretical Analysis. Handbook of Psychology and Health Hillsdale, hh. 253-267.
Cohen, S. & Wills, T. A. (1985). Stress, social support, and buffering hypothesis. Psychological Bulletin, vol. 98 , no. 2, hh. 310- 357.
Dewayani, A., Sukarlan, A. D., & Turnip, S. S. (2011). Perceived peer social support dan psychological distress mahasiswa Universitas Indonesia. Makara, Sosial Humaniora, vol. 15 no. 2, hh. 86-93.
Diener, E. D. & Seligman, M. E. P. (2002). Very happy people. Psychological Science, 13 (1), 81-84.
Ermayanti, S. & Abdullah, S. M. (2007). Hubungan antara persepsi terhadap dukungan sosial dengan penyesuaian diri pada masa pensiun. Jurnal InSight, 5 (2), 148-170.
Indrianie, E. (2012). Culture adjustment training untuk mengatasi culture shock pada mahasiswa baru yang berasal dari luar Jawa Barat. INSAN, 14 (3), 149-158.
Jackson, P. B. & Finney, M. (2002). Negative life events and psychological distress among young adults. Social Psychology Quartely, 65 (2): 186-201.
Koo, J. S., & Kim, U. (2006). Happiness and subjective well-being among Korean student and adults: Indigenous psychological analysis. Korean Journal of Psychological and Social Issues, 12, 77-100.
Kurniawan, A. (2011). Hubungan antara dukungan sosial dan kebahagiaan pada penyandang cacat fisik. (Skripsi yang tidak diterbitkan). Program PascaSarjana Universitas Airlangga Surabaya yang diunduh dari
http://alumni.unair.ac.id/
kumpulanfile/8215818528_abs.pdf
pada tanggal 11 November 2014.
Lingga, R. W., & Tuapattinaja, J. M. (2012). Gambaran virtue mahasiswa perantau. PREDICARA, 1 (2), 59-68.
Mardayeti, D. (2013). Gambaran kebahagiaan pada anak jalanan. Jurnal Psikologi Universitas Negeri Padang, 1 (1), 65-77.
Maslihah, S. (2011) . Studi tentang hubungan dukungan sosial, penyesuaian diri di lingkungan sekolah dan prestasi akademik siswa SMPIT ASSYFA boarding school Subang Jawa Barat. Jurnal Psikologi Undip, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, 10 (2), 103-114.
Myers, D. G., dan Diener, E. (1995). Who is happy? Psychological Science, 6 (1), 10-19.
Nejad, S.B., Pak, S., dan Zarghar, Y., (2013). Effectiveness of social skills training in homesickness, social intelligence and interpersonal sensitivity in female university students resident in dormitory. International Journal of Psychology and Behavioral Research, 2 (3), 168-175.
Nurhidayah, S & Agustini, R. (2012). Kebahagiaan lansia ditinjau dari dukungan sosial dan spiritualitas. Jurnal Soul, 5 (2), 15- 32.
Oberg, K. (1960). Cultural shock: Adjustment to new cultural environments. Practical Antropology, 7, 177-182.
Oktaviani, S. (2012). Hubungan antara dukungan sosial dan kebahagiaan pada remaja yang tinggal di panti asuhan. (Skripsi yang tidak diterbitkan). Program PascaSarjana Universitas Gunadarma Depok yang diunduh dari http:// publication.gunadarma.ac.id/ handle/123456789/ 4034 pada tanggal 11 November 2014.
Papalia, D. E., Olds, S. E., & Feldman, R. D. (2009). Human development: Perkembangan manusia. Edisi 10 Buku 2 . Jakarta: Salemba Humanika.
Park, Y. S. & Kim, U. (2008). Factors influencing family life-satisfaction among korean adults: With specific focus on social support from spouse, trust of children and self- efficacy. Korean Journal of Psychological and Social Issues, 14 (4), 71-101.
Primasari, A. & Yunarti, K. W. (2012). What make teenangers happy? an exploratoty study using indigenous psychology approach .
Internatinal Journal of Reseacrh Studies in Psychology, 1 (2), 53-61.
Sarafino, E. P. (2008). Health psychology: Biopsychososial interactions. Sixth Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Saputri, M. A., & Indrawati, E. S. (2011). Hubungan antara dukungan sosial dengan depresi pada lanjut usia yang tinggal di panti werda wening wardoyo Jawa Tengah. Jurnal Psikologi Undip, 9 (1), 65-72.
Sugiyono. (2013). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif kualitatif,
dan R&D . Bandung: Alfabeta.
Surbakti, E. B. (2010). Gangguan kebahagiaan anda dan solusinya . PT. Elex Media Komputindo: Jakarta.
Suryandari, N. (2012). Culture shock communication mahasiswa perantauan di madura. Jurnal Komunikasi Massa, 5 (1), 1-13.
Taylor, S. E. (2006). Health psychology. Sixth Edition. Los Angeles: McGraw-Hill. Thurber, C. A & Walton, E. A. (2012). Homesickness and adjustment in university students. Journal of American College Health, 60 (5), 1-5.
Tonsing, K., Zimet, G. D. & Tse, S. (2012). Assesing social support among south asian: The multidimensional scale of perceived social support. Asian Journal of Psychiatry, 5 (2012), 164-168 .
Utami, M. (2009). Keterlibatan dalam kegiatan dan kesejahteraan subjektif mahasiswa. Jurnal Psikologi, 36 (2), 144-163.
Utami, N. M .S. N. (2013). Hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan penerimaan diri individu yang mengalami asma. Jurnal Psikologi Udayana, 1 (1), 12-21.
Wahaningsih, M. (2013). Hubungan antara religiusitas, konsep diri, dan dukungan sosial keluarga dengan prestasi belajar pada siswa SMP Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta. Jurnal Psikologi Terapan dan Pendidikan,
1 (1).
Zimbardo, P. G., Johnson, R. L., & Mccann, V. (2009). Psychology core concept. Sixth Edition. New Jersey: Pearson International Edition.
|
6298312f-bf2d-4714-ab94-220b41da4a71 | https://ejournal.undip.ac.id/index.php/interaksi/article/download/29370/20560 | Vol. 10, No. 2, Desember 2021 pp.150 – 165 ISSN 2310 - 6051 (Print), ISSN 2548 - 4907 (online) Journal homepage https://ejournal.undip.ac.id/index.php/interaksi
## REPRESENTASI IDEOLOGI POPULISME DALAM PEMBERITAAN TEMPO.CO
## Daniel Deha
danieldeha26@gmail.com Pascasarjana Ilmu Komunikasi Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta
Article Info populism, ideology, democracy, framing Abstract This research discusses about the representation of populist ideology in the Tempo.co ’ s reporting on #2019GantiPresiden social movement. It uses a critical constructivist paradigm with a qualitative - descriptive approach. The research method used is the framing analysis method with Robert N. Entman ’ s framing analysis model. The results show that Tempo.co uses a language that is unique and synonymous with the concept of populism through words, sentences and images. These dictums not only show Tempo.co ’ s ideology, but simultaneously represent a populist ideology in its reporting. Tempo.co described the mass demonstration (social movement) as a dualism of the Indonesian political democracy system. On one side, Indonesia ’ s political climate is not yet familiar and passionate about populism issues, but on the other side, Tempo.co actually anticipates disruption due to the radicalism of religious - fundamentalists group. Tempo.co ’ s ideology represents the whole face of media politics in Indonesia which regards populism as a deviant ideology.
Copyright © 2021 Interaksi: Jurnal Ilmu Komunikasi.
## Corresponding Author:
Pascasarjana Ilmu Komunikasi Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta Jl. Raya Lenteng Agung No.32, RT.12/RW.1, Lenteng Agung, Kec. Jagakarsa, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakar- ta 12610 Email: danieldeha26@gmail.com
## PENDAHULUAN
Dalam sebuah negara demokrasi, wacana adanya gerakan sosial mengatasnamakan kepentingan sebanyak mungkin orang merupakan sebuah kemajuan proses demokratisasi. Di beberapa negara - negara maju, gerakan - gerakan semacam itu, yang kemudian mengambil bendera populisme, semakin masif. Bahkan partai - partai dengan visi populis secara mengejutkan memenangkan pemilihan umum dan pemilihan Presiden.
Pada prinsipnya, gerakan populisme merupakan ekspresi kebuntuan rakyat terhadap monopoli kekuasaan dan ketimpangan demokrasi yang tidak dapat diselesaikan secara maksimal oleh pemerintah dan lembaga representasi rakyat. Manifestasi gerakan bervariasi, ada yang dilakukan dalam bentuk aksi - aksi sosial, gerakan sosial, atau demonstrasi besar - besaran menuntut perubahan, bahkan melalui propaganda politik yang ekstrem.
Di Belanda, Inggris atau Jerman, munculnya partai - partai anti - Islam dan anti - terorisme justru menjadi standar baku bagi preferensi politik kontemporer. Populisme menjadi makin relevan karena menawarkan alternatif perbaikan nasib bangsa dengan solusi - solusi yang lebih terukur dan efektif, bukan sekedar bersuara. Aktor politik populis kerap menggunakan gaya retorika khusus dengan memekikkan orasi permusuhan, emosional, dan abrasif yang melaluinya mereka terhubung dengan orang - orang yang tidak puas terhadap status quo, antara lain masyarakat akar rumput dan kaum minoritas yang terlindas oleh kekuasaan (Block and Negrine, 2017).
Di Indonesia, Kurniawan (2018) menemukan bahwa siklus Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 diwarnai oleh masifnya propaganda busuk yang digerakkan oleh kubu Prabowo Subianto untuk menggulingkan Joko Widodo. Bentuk utama populisme yang muncul selama momentum ini berupa politisasi agama, salah satunya melalui eksemplar gerakan
#2019GantiPresiden. Menurut Kurniawan, realitas ini menunjukkan bahwa trayektori politik populisme tidak dapat dihindari. Dengan menggunakan sentimen SARA, gerakan ini melakukan politisasi agama berbasis wacana populistik dengan argumentasi distortif untuk menghidupkan daya legitimasi agama dalam rangka kepentingan politik sekelompok orang.
Meski demikian, gerakan populisme di Indonesia tidak selalu dilihat sebagai manifestasi budaya demokrasi. Artinya, gerakan populisme yang ekstrem melalui jalur propaganda belum relevan dengan iklim demokrasi Indonesia. Catatan demokrasi pada rezim - rezim sebelumnya, khususnya Orde Baru, memberi luka sejarah bagi varian demokrasi di Indonesia. Hadiz (2017) melihat bahwa konsep “ rakyat ” dalam gerakan populisme di Indonesia seringkali dipertukarkan dengan konsep “ ummat ” sehingga kerapkali mengarah kepada politik identitas (agama).
Berbicara tentang populisme tentunya tidak terlepas dari ideologi dan kepentingan. Di era globalisasi, ideologi ini merasuk dalam beragam dimensi, sosial, ekonomi dan bisnis, maupun hubungan antarnegara. Dalam masyarakat yang belum tertata rapi, populisme dan propaganda lebih dilihat sebagai alat atau cara untuk meraih suatu tujuan, termasuk dengan cara - cara non - demokratis. Di negara demokratis, populisme harus menemukan bentuk yang sesuai dengan tatanan hukum dan kemaslahatan hidup bersama. Lagipula, saat ini media telah dikomodifikasi sebagai mesin propaganda paling efektif untuk memuat kepentingan politik populisme.
Populisme dan media memang sudah memiliki keterhubungan teoretik yang sudah terjalin sejak awal era internet. Bahkan beberapa sarjana mengklaim bahwa internet berpotensi untuk “ merestrukturisasi kekuatan politik langsung aktor populis ” dan mempromosikan komunikasi tanpa perantara antara politisi dan rakyat. Hal ini karena pada umumnya aktor populis berniat menjalin hubungan langsung dengan rakyat (Engesser, et.al, 2017).
Di tengah logika media yang cenderung bekerja dengan menerapkan logika baru, yaitu hibridasi, aktor populis beralih ke media sosial untuk menghindari lembaga media dan gatekeeping jurnalistik. Dengan
cara ini, pesan populis disampaikan tidak harus mengikuti nilai - nilai berita dan seringkali lebih personal dan sensasional. Karena itu, populisme di media sosial dapat memanifestasikan dirinya dalam bentuk bingkai tindakan pribadi untuk mengurangi tingkat kompleksitas ideologi yang rendah bahkan lebih komprehensif bagi pengguna media sosial. Selain itu, para politisi dapat menjaga agar ideologi populis tertata dengan baik untuk mendapatkan manfaat dari inklusivitas “ bingkai tindakan pribadi ” (Engesser, et.al, 2017).
Sebagaimana dikatakan Mudde (Margiansyah, 2019) bahwa pola strategi politik populisme kini cenderung menggunakan logika media yang menegaskan aspek personalisasi, emosionalisasi dan sifat anti - kemapanan dalam memenangkan dukungan konstituen. Untuk memahami pola tersebut penting untuk mengetahui moda interaksi populis dalam mengkonstruksikan kesamaan kepentingan dengan konstituen yang majemuk. Moda interaksi tersebut dioperasionalisasikan melalui tiga jalur yaitu diskursif, ideasional, dan material.
Jalur diskursif lebih banyak mengedepankan narasi dan retorika yang menggugah emosional dan berkelindan dengan kekuatan rasional dan aksi komunikatif. Jalur ideasional merujuk pada penyerapan dukungan yang mengandalkan faktor kognitif dan emosional seperti keterkaitan emosional, afeksi personal, simpati, norma subjektif, dan keyakinan. Sementara jalur material cenderung mengeksploitasi soliditas jaringan sosio - ekonomi, kapasitas distribusi pengaruh, penyediaan bantuan finansial dan sumber daya lainnya. Yang paling penting untuk dicatat moda artikulasi ini juga bergantung kepada impresi dan signifikansi yang dimaknai audiens atau masyarakat.
Signifikansi peran media dalam gerakan populisme kontemporer beriringan dengan perkembangan teknologi digital sebagai cara atau strategi penyampaian pesan dan informasi kepada khalayak (Tabroni, 2012). Tidak dapat disangkal, diversifikasi strategi komunikasi dan pesan yang termuat dalam media meniscayakan representasi ideologi media itu sendiri. Bahwa media bersinggungan dengan kepentingan material yang senantiasa membayangi
kinerjanya. Tarik - menarik media dan institusi sosial inilah yang menjadi pokok permasalahan ideologis media.
Menurut Rusadi (2015) ada dua kategori ideologi media, yaitu ideologi media itu sendiri dan ideologi dalam media. Ideologi media adalah ideologi yang dimiliki oleh media. Ini menyangkut landasan atau visi dasar dari pendirian institusi media. Sementara ideologi dalam media adalah seperangkat ideologi yang termuat dalam isi media. Ini bisa menyangkut berita, iklan, drama, film, dll. Faktum - faktum ini kemudian direpresentasikan oleh media untuk membentuk suatu konstruksi tertentu atas realitas. Dalam konsep representasi, realitas atau fakta pemberitaan tidak lagi dilihat sebagai bukti fisik, tapi sudah berubah menjadi gagasan atau narasi, yang kemudian terungkap melalui bahasa. Produksi bahasa tersebut bisa dilakukan oleh wartawan maupun narasumber.
Dengan merujuk pada teori representasi Hall (Rusadi, 2015) dan perspektif teori konstruktivis, bahasa yang diproduksi oleh media tergantung pada konteks sosial di mana bahasa itu diciptakan. Media selanjutnya membuat dan mengorganisasi makna realitas melalui aneka kode dan sistem bahasa. Melalui kode tertentu, media mampu menciptakan sebuah realitas sebagai nyata dan berarti. Dengan demikian, dalam produksi pemberitaan, ada muatan ideologi tertentu dalam media.
Sebagai sebuah institusi, Tempo.co tidak berada pada ruang kosong. Ia memiliki ideologi dasarnya dan senantiasa berinteraksi dengan berbagai ideologi lain di luar dirinya, antara lain dengan wartawan dan konteks sosial politik. Hal itu terlihat dari catatan perjalanannya, Tempo.co, sebagai bagian dari Tempo Grup, terkenal sebagai media yang tajam mengkritik penyelewengan kekuasaan pemerintah. Bahkan Tempo sering dibredel rezim karena kritik - kritiknya.
Setidaknya dua kali Tempo dibredel rezim hingga pada 1998 kembali beroperasi secara normal setelah Soeharto lengser dari kekuasaan.
Salah satu fenomena komunikasi media terkini yang diberitakan Tempo.co adalah pemberitaan terkait dinamika politik jelang kontestasi Pilpres 2019. Di tengah manuver politik yang dijalankan elite politik,
muncul sebuah gerakan sosial mengatasnamakan rakyat kebanyakan untuk mendesakkan ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah. Mengikuti terminologi Twitter, gerakan ini secara padat dan tajam dirumuskan dalam tagar #2019GantiPresiden. Term tersebut tampak pendek, tetapi provokatif dan memicu militansi sosial yang kuat di kalangan masyarakat, khususnya umat Islam. Dari aspek komunikasi politik (Sujoko, 2019), gerakan tersebut merupakan bentuk komunikasi politik organik yang berbasis individual dan sukarela yang didukung oleh media sosial dalam membangun dukungan massa politik.
Merespon gejolak politik tersebut Tempo.co menjadikannya sebagai diskursus publik lewat pemberitaan - pemberitaan yang khas sesuai perangkat ideologis yang melingkupinya. Asumsinya, konstruksi atau representasi peristiwa yang dipublikasikan Tempo.co tidak selalu bersifat faktual karena merupakan produk kepentingan ideologi dan ekonomi politik media, wartawan maupun kepentingan struktur di luar media. Diktum - diktum yang terpilih oleh wartawan tentu bukanlah kesengajaan, tetapi menunjukkan proses pemaknaan berdasarkan ideologi tertentu.
Selain Tempo.co, ragam institusi media di Indonesia turut menyoroti peristiwa panas jelang Pilpres 2019 tersebut. Pratama (2018), misalnya, dengan menggunakan analisis framing Robert N. Entman, menemukan bahwa VOA - Islam cenderung membuat opini agar pembaca percaya bahwa keterpurukkan terjadi di bawah kepemimpinan Jokowi sembari menawarkan gerakan sosial #2019GantiPresiden sebagai solusi.
Demikian halnya Putra dan Triyono (2018) ketika menggunakan analisis wacana kritis Norman Fairclough, kedua peneliti menemukan bahwa gerakan ini dianggap sebagai gerakan konstitusional untuk melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Jokowi. Hal ini lebih karena Kompas.com sebagai media online pro - pemerintah, sehingga selalu menciptakan citra positif terhadap pemerintahan Jokowi.
Di Twitter, Suharman (2019) mencoba meneliti gerakan #2019GantiPresiden untuk melihat representasi
makna yang muncul di balik hastag tersebut. Menggunakan pisau analisis semiotika Roland Barthes, Suharman menemukan bahwa berdasarkan analisis dua tahap penandaan, terdapat tiga mitos dalam tagar #2019GantiPresiden, yaitu masyarakat sulit mengambil keputusan dalam Pilpres 2019; masyarakat tidak memilih Jokowi karena bermasalah; dan masyarakat harus memilih Prabowo karena mendapat dukungan dari masyarakat dan tokoh agama. Artinya, gerakan ini bukan lagi demonstrasi biasa, melainkan model propaganda politik untuk menjatuhkan citra Jokowi di benak publik.
Berbeda dengan VOA - Islam maupun Kompas.com, Tempo.co justru memberitakan gerakan ini secara lebih berimbang atau cover both side . Tidak hanya menunjukkan ekspresi demokrasi, Tempo.co juga mengkritik propaganda berlebihan yang dilakukan sekelompok massa dalam gerakan ini. Namun bagaimana Tempo.co mengkonstruksi wacana populisme menggunakan kode dan sistem bahasa dalam pemberitaannya menjadi penting untuk diteliti. Karena itulah penelitian ini tidak hanya menggali representasi ideologi populisme dalam gerakan #2019GantiPresiden, melainkan yang terutama adalah membedah ideologi Tempo.co dalam pemberitaannya.
## KAJIAN PUSTAKA
## Metodologi
Paradigma penelitian ini adalah konstruktivisme kritikal dengan tujuan merekonstruksi realitas secara dialektis antara peneliti dengan pelaku sosial yang diteliti untuk melihat sejauh mana temuan merupakan refleksi otentik dari realitas para pelaku sosial (Wibowo, 2013)
Jenis penelitian ini adalah deskriptif - kualitatif. Penelitian deskriptif dibuat untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu kondisi riil pada saat penelitian dilakukan untuk membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta - fakta dan sifat - sifat populasi atau daerah tertentu (Arikunto, 2002). Dengan pendekatan kualitatif peneliti menekankan konsep, persepsi, perilaku dan persoalan tentang manusia serta
data - data non - numerik.
Objek penelitian ini berfokus pada pemberitaan tentang #2019GantiPresiden. Subyek penelitian ini adalah dua berita terseleksi dari sekitar 100 berita pilihan selama periode April - September 2018. Kedua berita ini dipilih secara arbitrer sesuai kepentingan penelitian (Neuman, 2019) dan dilakukan melalui metode non random sampling , yaitu purposive sampling (Sugiyono, 2010). Kedua sampel berita tersebut memiliki topik yang koheren dengan permasalahan penelitian. Kedua berita telah diseleksi, baik soal kedalaman isi berita maupun substansi pemberitaan sesuai kepentingan penelitian ini. Adapun kedua berita tersebut yaitu: 1) Pengamat: Tagar #2019GantiPresiden Agitasi dan Propaganda Politik (6 April 2018) dan 2) Hak Publik dalam Kampanye Ganti Presiden (4 September 2018).
Pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi terhadap pemberitaan mengenai gerakan #2019GantiPresiden. Untuk menganalisis representasi ideologi populisme pada Tempo.co, peneliti menggunakan teknik analisis framing Entman dengan melacak kata - kata, kalimat dan citra teks pemberitaan.
## Kajian Teoretik
## Representasi
Representasi berasal dari kata represent yang bermakna stand for artinya “ berarti ”. Representasi juga berarti to re - present , artinya menghadirkan kembali peristiwa masa lalu melalui tulisan atau biografi atau sejarah (Giles & Middleton, 1999). Menurut Hall (2003) representasi adalah bagian esensial dari proses produksi dan pertukaran makna antara anggota sebuah kebudayaan tertentu. Hall menulis: “ Anggota budaya yang sama harus berbagi konsep, gambaran, dan ide yang memungkinkan mereka berpikir tentang dunia dengan cara yang hampir sama. Secara umum, mereka harus berbagi kode budaya yang sama. Dengan demikian, rasa berpikir itu adalah sistem representasi. ”
Hall (2003) menandaskan bahwa pikiran dan perasaan dapat memproduksi sebuah makna. Meski dalam sebuah masyarakat ada perbedaan kebudayaan, yang menyebabkan perbedaan pemahaman terhadap sesuatu, namun kelompok masyarakat telah sepakat
untuk memahami sesuatu melalui konvensi bersama. Menurut Hall (2003), makna diproduksi lewat bahasa, sehingga konsep dan tanda (bahasa) menjadi penting dalam proses konstruksi atau produksi makna tersebut.
Secara sederhana dapat dipahami bahwa untuk mempresentasikan sesuatu berarti untuk menggambarkan atau melukisnya, atau untuk “ memanggilnya ” ke dalam pikiran kita dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan atau membayangkan. Karena itu, representasi juga berarti menyimbolkan, mewakili, menjadi contoh, atau menjadi pengganti dari sesuatu.
Hall (1997) membedakan tiga pendekatan representasi antara lain: Pertama, pendekatan reflektif: bahasa berfungsi sebagai cermin, yang merefleksikan makna yang sebenarnya dari segala sesuatu yang ada di dunia. Dalam pendekatan reflektif, sebuah makna bergantung kepada sebuah objek, orang, ide, atau peristiwa di dalam dunia nyata, dan bahasa berfungsi seperti cermin, untuk memantulkan arti sebenarnya seperti yang telah ada di dunia. Kedua, pendekatan intensional: menggunakan bahasa untuk mengkomunikasikan sesuatu sesuai dengan cara pandang terhadap sesuatu melalui bahasa. Dan ketiga, pendekatan konstruktivis: proses mengkonstruksi makna lewat bahasa yang dipakai.
Hall (1997) menambahkan, representasi merupakan produksi makna dari suatu konsep melalui bahasa yang merujuk pada objek, baik dunia nyata maupun imajiner. Artinya, ungkapan dari bahasa akan merujuk pada ideologi tertentu. Secara teoretik, media dapat merepresentasikan berbagai ideologi baik karena dimensi yang bersumber dari ketidaksadaran media maupun ketidaksadaran sumber informasi media. Karenanya, ideologi yang ada dalam media merupakan proses reproduksi dari ideologi yang ada dan bisa juga merupakan kontestasi berbagai ideologi, seperti politik, ekonomi maupun sosial budaya.
Menurut Hall (1995) dalam kajian media aspek ideologi dari paradigma kritikal memiliki dua fokus, yaitu pertama, produksi dan transformasi diskursus ideologis yang diarahkan oleh teori - teori yang berkaitan dengan aspek simbolik dan karakteristik bahasa dari diskursus ideologis; dan kedua,
konseptualisasi dalam pembentukan lembaga sosial. Selanjutnya, ideologi tersebut didistribusikan melalui wacana dan komunikasi. Namun, wacana dalam praktiknya juga akan menjadi arena pertarungan ideologi. Dalam pengandaian bahwa media bisa memproduksi wacana, maka serta merta akan menjadi arena kontestasi ideologi (lih. Rusadi, 2015).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa representasi adalah proses untuk memproduksi makna dari konsep yang dipikirkan manusia melalui sistem bahasa. Proses pemaknaan ini sangat bergantung kepada tiap individu dan komunitas budaya, termasuk institusi media. Seperti ditemukan Jokomono (2013) bahwa ada penonjolan isu wartawan Jepara dan Non - Jepara pada teks - teks feature preview Persijap dalam Indonesia Super League musim kompetisi 2009 - 2010 di Suara Muria, Edisi Komunitas Suara Merdeka.
## Populisme sebagai Ideologi
Populisme berasal dari kata bahasa Latin populus , yang artinya “ rakyat ” (Paskarina, dkk., 2015). Dalam kajian politik, Mudde (2007) melihat populisme sebagai sebuah ideologi yang membagi masyarakat ke dalam dua kelompok antagonis, sebagai “ rakyat berbudi luhur ” dan “ elit yang korup ”, atau kekuatan dominan yang disebut modal global, perusahaan, elit politik, imperialisme, dan oligarki (Waisbord, 2018). Ideologi ini menyatakan bahwa politik adalah ekspresi dari kehendak umum rakyat. Paham kekuatan rakyat ini merupakan respons atas tumbuhnya ketidakpercayaan rakyat terhadap institusi politik, ketidakadilan, dan juga kekecewaan terhadap janji liberalisme dan modernisasi, terutama di masyarakat yang sedang berkembang.
Menurut Mudde (2007), ideologi populisme memiliki tiga ciri umum, anti - kemapanan (anti - elit), otoritarianisme, dan nativisme. Anti - kemapanan menekankan pada nilai kebijaksanaan dari “ ordinary people ” atau mayoritas bungkam untuk menunjukkan sinisme dan kebencian kepada elit. Elit adalah kelompok atau golongan yang ada di suatu masyarakat yang memiliki keunggulan atau superioritas apabila dibandingkan dengan kelompok atau golongan yang lainnya (Haryanto, 2005). Melalui gerakan sosial, aktor populis menaruh prasangka bahwa pemerintah telah memusatkan kekuasaan di tangan sedikit orang
(Morelock, 2018).
Populisme otoritarianisme menekankan kekuatan personal dan karisma figur untuk merepresentasikan kehendak
rakyat. Otoritarianisme cenderung dihubungkan dengan hukum dan ketertiban untuk mengatur imigran seperti tampak dalam perjuangan aktor populis di Eropa. Populisme otoriter pun cenderung menciptakan fetisisme politik, yaitu pengkultusan terhadap aktor populis (Muhtadi, 2019). Populisme Indonesia kontemporer kerap dipandang sebagai populisme otoriter di mana karisma figur sangat ditonjolkan (Margiansyah, 2019).
Populisme nativisme mengasumsikan bahwa semua orang adalah kesatuan yang seragam atau homogen dengan identitas yang sama, di mana negara harus mengeksklusi orang - orang dari negara dan budaya lain.
Dalam wacana ini, populisme cenderung mendukung monokulturalisme, pribumi - non - pribumi, nasional - asing, dan membatasi nilai - nilai liberal. Populisme ini juga muncul kuat di Eropa dan AS melalui gerakan anti - imigran Islam yang dianggap menciptakan kekerasan (terorisme).
Secara umum, Gidron & Bonikowski (2013) mengidentifikasi tiga ciri umum populisme, yaitu populisme sebagai ideologi, sebagai gaya diskursif dan sebagai strategi politik. Sebagai ideologi, populisme lebih menekankan pada ide - ide atau gagasan yang disampaikan oleh aktor maupun kelompok populis. Sebagai gaya diskursif, populisme dilihat sebagai “ retorika ” yang membangun politik sebagai moral dan etika perjuangan antara rakyat dan oligarki. Sementara sebagai strategi politik, populisme menjadi alat untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan.
Tiga pendekatan studi populisme ini memiliki perbedaan, tetapi juga memiliki keterhubungan yang tumpang tindih. Pauwels (2011) berpendapat bahwa menganggap populisme sebagai ideologi tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa ia menampilkan gaya diskursif tertentu. Asumsinya, jika tujuan aktor populis adalah untuk mengembalikan kekuasaan kepada rakyat, wajar jika mereka menggunakan bahasa rakyat. Kesamaan antara pendekatan ideasional dan diskursif ini sangat jelas, mengingat bahwa keduanya menekankan kerangka
politik Manichean dan perbedaan antara “ kami ” dan “ mereka ” sebagai komponen fundamental dari retorika populis.
Namun, ada juga perbedaan teoretis dan metodologis penting antara keduanya. Mudde and Kaltwasser (2012), misalnya, yang menggunakan pendekatan ideasional, mengkritik teori populisme diskursif (Laclau, 2005b). Keduanya berpendapat bahwa populisme tidak bisa disamakan dengan bentuk dualistik retorika, sehingga memperluas istilah di luar batas teoretisnya membuatnya terlalu abstrak untuk menjadi objek dari analisis empiris. Sebaliknya, pendukung diskursif berpendapat bahwa populisme memang merupakan bentuk diskursif untuk semua aktor politik dan tidak hanya untuk mereka yang disebut sebagai populis. Dari perspektif ini, istilah populis “ harus dipahami bukan untuk menandakan bahwa […] subyeknya populis, dalam cara mereka adalah anggota serikat atau partai, tetapi semua orang yang menggunakan populisme sebagai metode persuasi untuk mendefinisikan kembali rakyat dan musuh mereka ” (Panizza, 2005).
Dalam hubungannya dengan populisme sebagai strategi politik, Barr (2009), memandang bahwa itu membutuhkan kepemimpinan yang kuat untuk mewakili kepentingan masyarakat dan menghindari distorsi kepentingan organisasi perantara. Ketokohan ini tampak dalam diri aktor populis seperti Juan Peron di Argentina atau Hugo Chavez di Venezuela.
Dengan demikian, ada perbedaan teoretik antara ketiga tradisi dimana membawa implikasi tentang bagaimana dan untuk apa populisme dapat jelaskan, bagaimana harus didefinisikan, dan bagaimana seharusnya dipelajari secara empiris. Dalam penelitian ini, peneliti meletakkan populisme menurut tiga varian konseptual. Sebagai ideologi, peneliti berupaya menggali representasi ideologi populisme dalam pemberitaan Tempo.co. Sebagai retorika, peneliti mendudukkan gerakan #2019GantiPresiden sebagai permasalahan komunikasi atau retorika. Sebagai strategi politik untuk melihat motivasi gerakan tersebut di mana bertujuan melengserkan kekuasaan Jokowi.
## Populisme sebagai Gerakan (Sosial)
Populisme selalu menjadi wacana yang dianggap “ laku terjual ” di kalangan rakyat yang notabenenya sedang dilanda aneka keresahan dan kekecewaaan terhadap janji politik lama. Gerakan populisme melalui janji perbaikan nasib rakyat dan program distribusi kesejahteraan telah menarik dukungan rakyat yang masif di akar rumput. Dalam konteks negara demokrasi, bentuk - bentuk gerakan populisme dapat dilihat sebagai bentuk kemajuan demokratisasi (Muhtadi, 2013).
Sebagai gerakan politik, Laclau (2005) memberikan pandangan yang cukup komprehensif mengenai populisme. Ia memahami populisme sebagai gerakan politik multi - kelas dan supra - kelas yang hadir dalam momen politik rapuhnya hegemonik kekuatan politik dominan yang memberi munculnya struktur kesempatan politik baru bagi tampilnya gerakan politik akar rumput yang dipimpin oleh pemimpin karismatik untuk mengartikulasikan wacana anti - kemapanan.
Laclau secara eksplisit mengatakan bahwa populisme bukanlah “ semacam fenomena politik marjinal, tetapi ... esensi dari politik ”.
Canovan (1999) kemudian melihat populisme tidak hanya sebagai gerakan atas nama rakyat, tetapi juga sebuah seruan akan pengakuan otoritas. Ia menulis: “ Kepemimpinan populis mendapatkan legitimasi berdasarkan klaim bahwa mereka berbicara atas nama rakyat, untuk menghadirkan kembali kedaulatan demokrasi sebagai perlawanan terhadap kekuasaan partai atau faksi yang memecahbelahkannya. ”
Dengan merujuk pada argumentasi Canovan, Block and Negrine (2017) pun berpendapat bahwa metode yang paling mungkin untuk mendekati populisme dilakukan dengan meletakkannya sebagai gaya komunikasi politik dalam konstruksi identitas dan kekuatan politik. Pendekatan ini mengacu pada konsep pakar komunikasi yang menempatkan masalah komunikasi di jantung populisme. Hal itu karena populisme terutama merupakan tindakan berbicara, di mana aktor populis menggunakan bentuk - bentuk komunikasi seperti kata dan gambar untuk berhubungan dengan kelompok - kelompok yang kecewa, tidak beruntung serta dirugikan dan menjelekkan elite atau penguasa.
Aktor populis biasanya cenderung berkomunikasi dengan bahasa sederhana yang mudah dipahami orang biasa, seperti halnya tagar #2019GantiPresiden. Mereka mengklaim bahwa mereka peduli dengan keprihatinan rakyat dan ingin membela kepentingan rakyat (Jagers and Walgrave, 2005). Mereka memanfaatkan media - media alternatif, seperti media sosial, untuk menyuarakan kampanye dan membentuk pencitraan mengenai isu tertentu.
Merujuk pada teori yang dikonsolidasi de Vreese, et.al (2018), disebutkan bahwa aktor populis memanifestasikan dirinya dalam tiga wacana penting, yaitu 1) merujuk pada “ rakyat ”, 2) perlawan terhadap elit “ korup ”, dan dengan kemungkinan perluasan 3) identifikasi kelompok luar ( out - group ). Tiga wacana ini merujuk pada pendapat Jagers and Walgrave (2005) bahwa populisme: 1) selalu merujuk pada rakyat dan mengidentifikasi dengan rakyat; 2) berakar pada perasaan anti - elit; dan 3) menganggap orang - orang sebagai kelompok yang berbeda secara monolitik.
Menjelang Pilpres 2019, muncul politik tandingan di bawah bendera populisme religius yang termanifestasi dalam gerakan #2019GantiPresiden. Gerakan ini pada mulanya terbangun berdasarkan prakarsa masyarakat dengan tujuan untuk melontarkan tuntutan atas perubahan dalam institusi maupun kebijakan pemerintah yang dirasa tidak sesuai dengan kehendak masyarakat. Dengan kata lain, gerakan ini lahir dari keinginan untuk melakukan perubahan dan pergantian kepemimpinan karena dinilai tidak adil. Mereka menilai Presiden Jokowi telah berlaku sewenang - wenang terhadap rakyat kebanyakan.
Menurut Giddens (Putra, 2006), gerakan sosial adalah suatu upaya kolektif untuk mengejar suatu kepentingan bersama atau gerakan mencapai tujuan bersama melalui tindakan kolektif di luar lingkup lembaga - lembaga yang mapan. Seperti tampak dalam gerakan #2019GantiPresiden, ada pembingkaian ideologi untuk menyamakan pandangan di masyarakat terhadap isu politik menjelang Pilpres 2019 bahwa Jokowi gagal memperbaiki nasib rakyat. Berdasarkan pembingkaian itu, para inisiator mobilisasi massa di seluruh Indonesia sebagai basis tindakan kolektif untuk menurunkan citra politik Jokowi.
Dengan berkembangnya teknologi informasi, saluran ideologi politik gerakan seperti ini dapat terlacak melalui pemberitaan media. Hal itu berangkat dari asumsi dasar bahwa media menjadi wahana pertarungan ideologis (Rusadi, 2015). Karena media menjadi tempat presentasi dan distribusi ideologi, dalam media termuat berbagai macam ideologi, yang memungkinkan adanya pertarungan dan monopoli ideologi.
## TEMUAN DAN DISKUSI
Peneliti memetakan penelitian ini berdasarkan tahapan analisis framing Entman. Menurut Entman (1993:52), “ Framing pada dasarnya melibatkan seleksi dan arti - penting. Untuk membingkainya kita memilih beberapa aspek dari realitas yang tampak dan membuatnya lebih menonjol dalam teks yang berkomunikasi, sedemikian rupa untuk mengembangkan definisi masalah, interpretasi kausal, evaluasi moral, dan/atau intepretasi rekomendasi untuk item yang dijelaskan. ”
Kerangka framing Entman memuat empat komponen dasar, yaitu: 1) define problems ; merupakan bingkai utama dari kerangka analisis framing. Ini menyangkut bagaimana peristiwa dimaknai oleh wartawan; 2) diagnoses causes ; digunakan untuk menyingkap apa dan siapa aktor dari suatu peristiwa. Pendefinisian sumber masalah ini secara luas menyertakan juga siapa yang menjadi pelaku dan korban dari suatu peristiwa; 3) make moral judgement: elemen yang dipakai untuk membenarkan atau memberi pendasaran atau pilihan argumen moral wartawan atas definisi permasalahan suatu peristiwa; dan 4) treatment recommendation : elemen yang dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki wartawan; suatu jalan keluar atau tawaran solusi wartawan untuk menyelesaikan masalah (Eriyanto, 2012).
Ada dua perangkat dasar analisis framing Entman, yaitu seleksi isu dan penonjolan aspek tertentu. Tahap seleksi itu menyangkut pemilihan fakta: aspek mana yang perlu dipublikasikan dan mana yang tidak. Sementara itu, penonjolan aspek tertentu dari isu berhubungan dengan penulisan fakta, yaitu terkait pemilihan kata, kalimat, gambar, dan citra tertentu
untuk ditampilkan kepada khalayak.
Karena itu, frame berita muncul pada dua level yang berbeda. Pertama, konsepsi mental yang digunakan untuk memproses informasi dan sebagai karakteristik dari berita. Kedua, perangkat spesifik dari narasi berita yang dipakai untuk membangun pengertian mengenai peristiwa. Frame berita ini dibentuk dari kata kunci, metafora, konsep, simbol, dan citra yang ada dalam berita. Melalui framing, perhatian terhadap aspek tertentu dari realitas menjadi penting serentak mengabaikan elemen lainnya (Sobur, 2012). Berikut gambaran grafis analisis framing tahapan pertama Entman.
Tabel 1. Analisis Tahap I
Selanjutnya, peneliti melakukan analisis teks melalui tahap kedua Entman dengan menyertakan seleksi isu dan penonjolan aspek tertentu. Berikut gambaran grafis tahap kedua tersebut.
N o
. Komponen Berita I Berita II 1 . Define problems Dikotomi gerakan: propaganda atau demokrasi, kebebasan berpendapat Dikotomi: radikalisme atau demokrasi, jaminan kebebasan berpendapat 2 . Diagnose causes Kelompok oposisi pemerintah Polisi dan aparat BIN 3 . Make moral judgement Untuk kesehatan demokrasi, kedua kubu mesti berkompetisi melalui adu gagasan Polisi dan BIN harus cermat memahami persoalan mana hak publik dan bukan hak publik 4 . Treatment recommend ation Bentuk propaganda politik tidak sesuai dengan iklim demokrasi Indonesia Jika melanggar dasar negara, gerakan tersebut harus ditindak tegas
## Representasi Ideologi Melalui Bahasa
Menurut Hall (2003) bahasa menjadi alat paling efektif untuk mengkomunikasikan dan mengkonstruksi makna sebuah realitas. Artinya, pemakaian bahasa tertentu dapat merepresentasikan makna atau maksud eksplisit dan implisit dari komunikan. Berpijak pada maksim ini maka kita dapat melacak penggunaan bahasa oleh komunikan dalam pemberitaan yang dianalisis. Unit bahasa yang paling kecil adalah kalimat dan kata. Karena itu, analisis yang gamblang terhadap
pemakaian bahasa dalam pemberitaan terpilih dapat dibuat mengikuti arus pemikiran tersebut.
Pemakaian bahasa yang pendek, lugas, dan provokatif dalam gerakan #2019GantiPresiden mengekspresikan suatu pretensi tertentu untuk dimaknai secara sosial. Masyarakat yang mendengar, membaca, dan melihat “ tanda ” dari bahasa tersebut, secara kultural dan sosial akan mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari kelompok sosial yang ada. Dengan kata lain, ketika tajuk #2019GantiPresiden digaungkan, secara psikososial, masyarakat akan mengidentikkan
Tabel 2. Analisis Tahap II No. Berita Seleksi Isu Penonjolan Aspek Tertentu 1. Berita I Gerakan #2019GantiPresiden sebagai agitasi dan propaganda Kemasan bahasa bersifat lugas dan provokatif Mereduksi hegemonik satu kekuatan politik Gerakan untuk mendidik politik masyarakat Kalimat: a) gerakan #2019GantiPresiden sebagai bagian dari upaya agitasi dan propaganda untuk meruntuhkan kredibilitas pemerintah yang sedang berkuasa; b) bahasa oposisi pemerintah;
c) tagar #2019GantiPresiden merupakan bagian dialektika berdemokrasi; d) bagus untuk kesehatan demokrasi kita; e) Demokrasi, kata dia, memerlukan kompetisi bila ingin berjalan lebih baik; f) kompetisi dalam pilpres akan lebih berisi agar problem bangsa bisa selesai.
Kata: propaganda, demokrasi, antitesis, kemasan bahasa, mendidik, monolog, dialektika demokrasi Citra: alat propaganda, bahasa lugas, provokatif, oposisi pemerintah, perang dua kubu 2. Berita II Gerakan #2019GantiPresiden adalah gerakan yang biasa sejauh tidak mengumbar kebencian, propaganda dan ingin mengganti dasar negara
Kinerja aparat keamanan yang tidak netral menjamin hak kebebasan warganegara
Kepolisisan mesti memahami penggolongan hak publik dan bukan hak publik
Presiden tidak boleh tinggal diam Dugaan adanya susupan aliran radikal yang ingin menggantikan dasar negara Kalimat: a) sebenarnya tak ada yang istimewa pada deklarasi gerakan ganti presiden 2019; b) Polisi semestinya melindungi hak warga negara dalam menyampaikan pendapat; c)
Para penggiat gerakan ganti presiden sepatutnya mawas diri; d) sebagai kepala negara, ia berkewajiban menjaga demokrasi dan hak sipil warga negara; e) Terhadap ujaran kebencian dan propaganda melawan Pancasila, polisi hendaknya berlaku tegas; f) polisi hendaknya cermat dalam membaca keadaan
Kata: gerakan biasa, mengganti dasar negara, hak sipil warganegara, anti - Jokowi, hak publik, kebebasan dan kemerdekan
Citra: aparat tidak netral, presiden seolah mendukung ketidaknetralan aparat, polisi tidak memahami baik hak - hak publik dan bukan hak publik, agenda gerakan bersifat inkonstitusional
gerakan itu sebagai bagian dari “ kami ”. Dengan itu, lahirlah pemaknaan terhadap realitas Pilpres 2019 sebagai wahana untuk meloloskan kepentingan dan ideologi “ ke - kitaan ” sebagaimana dalam diskursus populisme, kemudian mengeksklusi kelompok luar.
Ketika Tempo.co membuat frame gerakan melalui penggunaan kata - kata seperti agitasi, propaganda, secara eksplisit merepresentasikan perangkat kognisi dan ideologi media terhadap gerakan. Hal itu secara terang terbaca dalam Berita II ketika Tempo.co membuat penilaian argumentatif atas fakta yang terjadi terkait bentuk dan motif gerakan. Pendirian kognitif Tempo.co dapat terlihat pada kalimat pertama pada Berita II. Berikut petikannya:
“ Sepanjang dilakukan dengan damai, tanpa ujaran kebencian, apalagi propaganda mengganti dasar negara, sebenarnya tak ada yang istimewa pada deklarasi gerakan ganti Presiden
2019.”
Pada paragraf kelima Berita II, Tempo.co secara tegas menunjukkan sikapnya terhadap gerakan. Jadi, selain selain melihat peristiwa tersebut sebagai bentuk pendidikan dan kesehatan demokrasi, Tempo.co memberikan garis demarkasi yang tegas persoalan antara demokrasi substansial dan demokrasi prosedural. Karena itu, Tempo.co mengantisipasi dengan pendekatan bahasa moral agar kelompok yang menyatakan dirinya sebagai “ rakyat kebanyakan ” itu mematuhi tata normatif prosedur dan varian demokrasi kebangsaan. Dalam tulisannya Tempo.co bahkan memberikan rekomendasi agar motif - motif gerakan yang menyusupkan resiko laten, misalnya ingin mengganti dasar konstitusional negara, harus ditindak tegas secara hukum positif. Berikut kutipannya:
“ Para penggiat gerakan ganti presiden sepatutnya mawas diri. Betapapun konstitusionalnya, dalam sejumlah aksi mereka, sempat
terdengar ujaran kebencian dan propaganda mengganti dasar negara. Tak sulit menduga ada keterlibatan
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dalam aksi ini. ”
Selain itu, representasi ideologi pemberitaan Tempo.co dalam dilacak dengan kembali ke konsep dasar kajian analisis framing. Ikhtiar dasar framing menyatakan bahwa media pada dasarnya memiliki frame tertentu terhadap sebuah realitas. Karena itu, dalam proses pengerjaan berita, media cenderung memiliki konsepsi awal untuk mencari sumber berita dari tokoh - tokoh yang mengafirmasi frame - nya seperti terlihat dalam Berita I. Dengan menampilkan ketokohan pengamat dan penggagas gerakan, Tempo.co secara implisit merepresentasikan ideologinya. Karena itu, pernyataan dari kedua tokoh tersebut disodorkan secara antagonis untuk menunjukkan dua sisis penilaian terhadap satu peristiwa.
Posisi pengamat:
“ Pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah, Jakarta, Adi Prayitno, melihat pembuatan tagar #2019GantiPresiden sebagai bagian dari upaya agitasi dan propaganda untuk
meruntuhkan kredibilitas pemerintah yang sedang berkuasa. ”
Posisi penggagas:
“ Gerakan #2019GantiPresiden akan memberikan data, analisa untuk menyodorkan calon lain yang lebih baik agar dipilih pada Pilpres 2019,” tuturnya, Rabu, 4 April 2018.
Dari pembahasan ini jelas untuk melihat frame dan ideologi Tempo.co. Dengan mengangkat “ penilaian dua sisi ”, Tempo.co sebenarnya ingin memberikan makna yang lebih komprehensif dan akomodatif agar publik dapat menilai secara berimbang dan berkeadilan. Hal itu sebenarnya sudah terlihat jelas pada hasil penelitian di mana pendefinisian masalah telah merujuk kepada dikotomi atau kontradiktoris
pemberitaan Tempo.co, yang di satu sisi melihat sebagai bentuk kampanye atau gerakan “ negatif ”, tetapi di sisi lain melihatnya sebagai bentuk pendidikan demokrasi.
## Representasi Ideologi Populisme
Menurut Laclau (2005), Mudde (2004) dan Canovan (1999), populisme merupakan dialektika atau diskursus kontradiktoris antara dua konteks yang berbeda, yaitu terkait dengan kondisi momen - momen krisis struktural ekonomi dan krisis institusi politik dan diskursus yang menghubungkan setiap elemen dari gerakan sosial dan politik yang terlibat di dalamnya. Rakyat secara keseluruhan mengeluhkan perlawanan melawan penguasa.
Mereka kemudian
mengidentifikasikan dirinya sebagai pengikut atau “ atas nama rakyat ”.
Dari dua pemberitaan ini, secara gamblang merepresentasikan ideologi populisme. Menurut Thompson (Rusadi, 2015), ideologi adalah sistem pemikiran, sistem keyakinan, dan simbol yang berhubungan dengan tindakan sosial dan praktik politik. Ideologi populisme ini terlihat dari posisi antagonis antara dua kekuatan homogen dalam pemberitaan, yaitu pemerintah dan oposisi. Dalam pandangan konstruktivis, peristiwa selalu berada pada posisi interaksi dan dialektika konflik antara dua kekuatan yang tidak seimbang, misalnya pemilik kekuasaan dan yang dikuasai. Hal itu tampak dari pernyataan berikut:
“... gerakan ini merupakan antitesis gerakan yang sudah bergulir, yaitu Dua Periode untuk Presiden Joko Widodo. ”
Dalam konteks itu, pemerintah dilihat sebagai pemilik kekuasaan atau elite yang “ korup ” tidak bisa menyelesaikan problem bangsa, sedangkan pihak oposisi mengklaim dirinya sebagai pihak yang dapat memberikan pilihan alternatif pada tokoh tertentu atas permasalahan bangsa. Karena itu, kubu oposisi menggagas sebuah aksi #2019GantiPresiden untuk mengganti pemegang kekuasaan pada perhelatan demokrasi di Pilpres 2019. Pernyataan tersebut tampak dalam kalimat ini:
“ Tagar tersebut, kata dia, juga bisa
dimaknai sebagai bahasa oposisi pemerintah yang menunjukkan sikap berbeda dengan penguasa saat ini sekaligus menggiring opini agar tidak memilih penguasa yang sama dalam pemilu presiden 2019.” Melalui gerakan sosial, kubu oposisi mengidentifikasi diri sebagai bagian dari rakyat kebanyakan, atau “ massa berbudi luhur ”, yang mengeluhkan ketidakmampuan pemerintahan saat ini untuk memberikan jalan keluar dari lubang kemerosotan ekonomi dan utang luar negeri. Hal itu tampak dari ungkapan politikus PKS yang merupakan penggagas gerakan #2019GantiPresiden, Mardani Ali Sera, berikut (Berita I):
“ Gerakan #2019GantiPresiden akan memberikan data, analisa untuk menyodorkan calon lain yang lebih baik agar dipilih pada Pilpres 2019.”
Tuntutan utama gerakan atas nama rakyat tersebut menggotong visi perubahan kekuasaan lama dan digantikan dengan pemerintahan yang baru yang lebih memperhatikan kebutuhan rakyat kebanyakan. Itulah gagasan dasar dari klaim populisme. Ketika Donald Trump menang pada Pilpres AS tahun 2016, itu adalah kemenangan populisme sayap kanan di negara itu. Trump menang karena mengeluhkan kehilangan dominasi AS dan membangkitkan kembali kedigdayaan AS atas dunia. Kemenangan itu, mengutip pernyataan Beattie (2019) “ tidak berlebihan untuk dikatakan bahwa Trump menjalankan kampanye dan pemberontakannya melawan oposisi terkoordinasi dari setiap lembaga kuat di dunia Barat ”. Bagi Beattie, satu - satunya faktor penentu yang menguntungkan Trump adalah kemampuannya untuk menarik jutaan warga AS yang “ terlupakan ” oleh elit konservatif, dan merasa sangat tidak dilayani oleh lembaga - lembaga itu. Slogan kunci yang dikampanyekan Trump adalah “ We are the 99%” yang menggambarkan bahwa kemakmuran hanya dimiliki oleh kurang dari 1% elit dari keseluruhan penduduk AS. Padahal, Trump tidak pernah berniat untuk menjungkirbalikkan status quo pakta oligarki (Hadiz, 2017).
Dalam pemberitaan di atas, gagasan yang sama dibawa oleh kelompok oposisi. Hal itu tampak dalam pernyataan berikut:
“ Dibanding Liga Inggris atau Piala Dunia 2018 sekalipun, kompetisi pilpres 2019 justru jauh lebih penting, lebih signifikan dan ber - impact tinggi bagi rakyat Indonesia. ”
Pertarungan struktural antara dua kekuatan itu juga tampak dalam berita kedua. Polisi dan aparat Badan Intelijen Negara (BIN), yang merupakan representasi negara, berhadapan dengan pihak oposisi yang melakukan gerakan massal di sejumlah daerah/kota. Kubu oposisi merasa haknya dilecehkan oleh lembaga negara ketika kebebasan sipil warganya ditentang atau dikekang. Di tengah suhu panas menjelang Pilpres 2019, sikap tegas aparat yang membatasi zona ekspresi kemerdekaan berpendapat warganegara dapat dilihat sebagai manifestasi dukungan terhadap kelompok yang berkuasa. Artinya, ada tendensi untuk berkiblat pada kelompok dominan. Tempo.co menulis dengan sangat lugas sikapnya terhadap fenomena tersebut.
“ BIN adalah lembaga telik sandi yang bertugas memasok informasi kepada aparat keamanan, bukan
melakukan tindakan polisional.
Kehadiran Kepala Badan Intelijen Daerah Riau di lokasi kejadian patut disayangkan. Alih - alih bersikap netral,
polisi dan BIN kini berpihak pada salah satu kandidat presiden .”
Namun dalam konteks demokrasi Indonesia, varian gerakan sosial yang masif dan provokatif serupa #2019GantiPresiden belum dapat diterima secara konstitusional, karena tata hukum negara kita sudah mengatur agar pesan - pesan komunikasi sosial tidak melecehkan, mengumbar kebencian dan bersifat propaganda untuk meloloskan ideologi tersembunyi dari sekelompok golongan yang ingin mengendalikan kekuasaan. Pemahaman atas konsep demokrasi tersebut diungkapkan Tempo.co dengan tegas:
“ Para penggiat gerakan ganti
presiden sepatutnya mawas diri. Betapapun konstitusionalnya, dalam sejumlah aksi mereka, sempat terdengar ujaran kebencian dan propaganda mengganti dasar negara.
Tak sulit menduga ada keterlibatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dalam aksi ini. Hizbut Tahrir adalah organisasi yang ingin syariat Islam menjadi ideologi negara dan, karena itu, telah dilarang. Terhadap ujaran kebencian dan propaganda melawan Pancasila, polisi hendaknya berlaku tegas .”
Dari pembahsan ini tampak bahwa representasi populisme dalam pemberitaan Tempo.co, meskipun itu belum menjadi sebuah ideologi yang terarah, terlihat dari produksi kata, kalimat dan citra yang dipakai oleh kanal online Tempo Grup ini. Dengan menggunakan wacana populistik, Tempo.co telah menggambarkan bahwa gerakan tersebut merupakan representasi gerakan populisme di Indonesia sebelum memuncak pada presentasi populisme kandidat pada Pilpres 2019. Jadi, meskipun Tempo.co tidak menulis kata “ populisme ”, tetapi konstruksi makna dalam teks pemberitaan secara gamblang merepresentasikan konsep populisme.
Meski demikian, bentuk dan arah gerakan tersebut belum menemukan segmen yang jelas dalam percaturan politik tanah air, sehingga masih menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Konsep - konsep populistik pun belum diterjemahkan secara utuh di dalam representasi budaya demokrasi. Selain gerakan ini tidak digerakkan oleh aktor populis - karismatik, arah dan motivasi gerakan ini, meski cukup vokal, tidak memiliki motivasi politik yang konsisten.
Seperti halnya wacana populisme yang diusung Trump di AS yang mana kini telah gagal mempertahankan kekuasaan. Kesuksesan Trump memang didukung oleh mobilisasi massa yang masif di akar rumput pada tahun 2016, tetapi ideologi Trumpisme, untuk meminjam argumentasi Gerson ( 2019)
“ bukanlah populisme melainkan
‘ bencana ’ ( catastrophism )”, atau dalam terminologi
Meny and Surel (2002) populisme menjadi “ racun dan patologi demokrasi ” AS. Sekarang kita bisa melihat bahwa realisasi ide - ide Trump tidak laku terjual lagi karena kegagalannya memperbaiki ekonomi dan dibenci rakyat AS sehingga kalah di Pilpres 2020.
## Populisme Khas Indonesia
Sebagai bahan diskusi, peneliti melihat bahwa ada varian baru dalam populisme di Indonesia. Hal itu sesuai dengan preferensi politik yang terfragmentasi ke dalam babak - babak politik sejak Orde Lama, Orde Baru, Reformasi hingga pasca Reformasi (Rinakit, 2013). Pada era sekarang, kekuatan ideologi dan partai politik telah digantikan oleh performa figur. Kini figur - figur yang dicitrakan tegas oleh publik seperti Jokowi dan Prabowo, sebagai antitesis dari kepemimpinan sebelumnya memiliki kekuatan besar di akar rumput.
Temuan survei yang dilakukan atas kerja sama Universitas Gajah Mada dan University of Oslo pada awal 2014 (Paskarina, dkk., 2015) menegaskan bahwa demokrasi Indonesia mulai mengarah pada munculnya populisme meskipun ia tidak bersifat ideologis. Demokrasi yang semula dipenuhi oleh aktor dominan bergeser kepada tampilnya aktor - aktor alternatif.
Lembaga survei menemukan dua model populisme di Indonesia. Pertama, model populis - karismatik yang mengandalkan ketokohan karismatik melalui koneksi dengan partai yang mengasosiakan diri sebagai “ wakil rakyat ”. Kedua, model patronase - populis yang dijalankan dengan meleburkan diri dengan rakyat dan memimpin kampanye wacana publik, khususnya isu - isu kesejahteraan. Isu - isu ini mencakup jaminan keamanan sosial, distribusi kesejahteraan, pemerataan pembangunan dan infrastruktur. Baik Jokowi maupun Prabowo sama - sama mengusung isu - isu tersebut meski dengan penekanan yang berbeda (Hara, 2018).
Menurut Mietzner 2015) populisme Jokowi agak unik karena ia tidak secara eksplisit menyerang kelompok elit yang dianggap korup, tetapi malah berupaya melakukan reformasi birokrasi. Mietzner menyebutnya populisme teknokratis. Sebaliknya, populisme Prabowo mewakili kelompok masyarakat yang tertindas seperti petani dan nelayan dengan program - program swasembada pangan energi dan air,
misalnya. Rakyat pendukung Prabowo diindentifikasi sebagai masyarakat yang terlindas oleh elit korup yang dicurigai bekerjasama dengan perusahaan asing untuk mengeruk kekayaan. Prabowo menampilkan dirinya sebagai Soekarno yang membawa suara rakyat tetapi pada saat yang sama muncul sebagai elit dengan semua fasilitas mewah yang dimilikinya.
Menurut Mietzner (2015) Prabowo menunjukkan gelagat populisme ultra - nasionalis dan konfrontatif yang ingin mengembalikan Indonesia pada kejayaan masa lalu dalam pandangan negara korporatis, sedangkan
Jokowi
menampilkan populisme pragmatisme nir - ideologis dan teknokratis dengan tetap merujuk pandangan nasionalisme kerakyatan, di mana politik populis dikombinasikan antara pengalaman teknokrasi dan komunikasi langsung ke akar rumput melalui blusukan.
Sementara, #2019GantiPresiden tidak dapat serta merta dikategorikan sebagai gerakan populisme, meski sarat ideologi populisme, karena ada polarisasi kepentingan dalam tubuh gerakan. Misalnya mereka mengatakan bahwa akan menyodorkan calon alternatif, tetapi kenyataannya tidak ada tokoh alternatif yang merepresentasikan ideologi gerakan, selain mereka menemukannya pada sosok Prabowo. Sebaliknya, Prabowo tidak merepresentasikan ideologi kelompok karena narasi politik Prabowo tidak searah dengan gerakan. Lagipula ada pesan - pesan laten yang tersusup di dalam gerakan, misalnya dugaan ingin menggantikan dasar negara. Narasi seperti itu sangat sensitif, meski dijadikan komoditas politik, karena tidak sesuai dengan konstitusi serta bertentangan dengan ideologi Prabowo yang nasionalis dan patriotik.
Dengan demikian, populisme di Indonesia tidak lagi diidentikkan seperti gerakan berbentuk propaganda, melainkan lebih merupakan proses demokratisasi kesejahteraan. Pola - pola kampanye provokatif, propagandis dan bahkan radikal tidak sesuai dengan budaya politik meski demokrasi sedang bertumbuh subur. Hal itu berbeda dengan demokrasi di negara Barat. Kemenangan Trump, misalnya, merupakan kemenangan populisme (McComiskey, 2017). Sebaliknya, kekalahannya di Pilpres 2020 merupakan bukti kegagalan ideologis Trump dalam menumbuhkan
demokrasi.
## KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan diksusi di atas, maka ada tiga kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini. Pertama, konstruksi pemberitaan Tempo.co tentang gerakan #2019GantiPresiden sangat berimbang karena menampilkan dua kekuatan yang sedang terlibat dalam tindakan sosial. Kedua, representasi ideologi populisme dalam pemberitaan Tempo.co terlihat dari bagaimana ia melakukan penonjolan konflik di antara dua kekuatan homogen, di mana kelompok penguasa dilihat sebagai elite yang tidak bisa menyelesaikan persoalan, berhadapan dengan kekuatan tandingan yang mewacanakan kehadiran tokoh alternatif yang dianggap dapat menjawab keluhan mereka. Selain itu, melalui ungkapan kalimat dan citra yang lugas, provokatif dan propaganda, Tempo.co menghadirkan narasi adanya ideologi populisme di balik gerakan tersebut.
Ketiga, Indonesia memiliki bentuk populisme yang khas, yang berbeda dari negara lain, terutama di AS, Eropa dan Amerika Latin. Iklim politik Indonesia belum akrab dengan bentuk - bentuk kampanye populisme terutama yang berbau radikal. Ujaran kebencian, kampanye negatif, dan propaganda masih begitu sensitif di telinga publik. Hal itu bertentangan dengan tatanan norma dan hukum serta kultur demokrasi di Indonesia. Karena itu, gerakan dan praktik politik populisme bergeser ke arah demokratisasi kesejahteraan, di mana aktor populis menawarkan isu - isu kesejahteraan.
## DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Revisi V). Jakarta: Rineka Cipta.
Barr, R. R. (2009). “ Populists, Outsiders and Anti - Establishment Politics. ” Party Politics , 15 (1), 29 – 48.
Beattie, D. J. (2019). “ When Populism Fails. ” 8 Mei.
https://spectator.us/when - populism - fails/
Block, Elena and Negrine, R. (2017). “ The Populist Communication Style: Toward a Critical Framework. ” International Journal of Communication , 11 .
Bryder, T. (2009). “ Populism, A Threat or A Challenge for The Democratic System? ” Faculty of Social Science Department of Political Science , 10 ECTS (University of Copenhagen).
De Vreese, C. H., E. a. (2018). “ Populism as an Expression of Political Communication Content and Style: A New Perspective. ” The International Journal of Press/Politics 1 , 23 (4), 423 – 438.
Engesser, Sven, et.al. (2017). “ Populism and Social Media: How Politicians Spread a Fragmented Ideology ”. Information, Communication &
Society , 20 (8), 1109 – 1126.
Entman, R. N. (1993). “ Framing: Toward Clarification of a Fractured Paradigm". Journal of Communication, Autumn , Vol. 43 (No. 4).
Eriyanto. (2012). Analisis Framing. Konstruksi,
Ideologi dan Politik Media Cetakan IV . Yogyakarta: LKiS Printing Cemerlang.
Filc, D. (2010). The Political Right in Israel: Different Faces of Jewish Populism . London: Routledge
Handbook of Global Populism.
Gerson, M. (2019). “ Trump ’ s Ideology isn ’ t Populism. It ’ s Catastrophism. ” 26 Februari 2019. https://
www.washingtonpost.com/opinions/
Gidron, Noam & Bonikowski, B. (2013). “ Varieties of Populism: Literature Review and Research Agenda. ” Weatherhead Working Paper Series , No. 13 - 000 , 0 – 38.
Giles, J. & T. M. (1999). Studying Culture: A Practical Introduction. Oxford: Blackwell Publisher.
Hadiz, V. R. (2017). “ Populisme Baru dan Masa Depan Demokrasi Indonesia. ” Jurnal Prisma , 36 (1).
Hall, Stuar. (1997). The Work of Representation. In Stuart Hall (Ed.), Representation: Cultural Representation and Signifying Practices . Lon- don: Sage Publications.
Hall, Stuart. (1995). The rediscovery of ’ ideology ’: return of repressed in media studies. In Oliver Boyd - Barret & Chris Newbold (Ed.), Approach to Media: A Reader . New York: Foundation in Media.
Hall, Stuart. (2003). “ The Work of Representation ” in Representation: Cultural Representation and Signifying Practices. London: Sage Publication.
Hara, A. E. (2018). Populism in Indonesia and its
Threats to Democracy . August . https:// doi.org/10.2991/icsps - 17.2018.23
Haryanto. (2005). Kekuasaan Elit . Yogyakarta: Pro- gram Pascasarjana (S2) PLOD Universitas Gajah Mada.
Huntington, S. P. (1995). Gelombang Demokratisasi Ketiga. Jakarta: Penerbit PT Pustaka Utama Grafiti.
Jagers, Jan and Walgrave, S. (2005). “ Populism as Political Communication Style. An Empirical Study of Political Parties ’ Discourse in Belgium ”.
European Journal of Political Science , 46(3),
319 - 345.
Jokomono, M. (2013). Penonjolan Isu Wartawan Jepara dan Non - Jepara pada Teks - Teks Feature Preview Persijap dalam Indonesia Super League Musim Kompetisi 2009 - 2010 di Suara Muria,
Edisi Komunitas Suara Merdeka. Interaksi: Jurnal Ilmu Komunikasi, 2(1), 78 - 85.
Kurniawan, Budi. (Juni 2018 ). “ Politisasi Agama di Tahun Politik: Politik Pasca - Kebenaran di Indonesia dan Ancaman bagi Demokrasi. Jurnal Sosiologi Agama , 12 (1).
Laclau, E. (2005a). On Populist Reason . London: Verso.
Laclau, E. (2005b). On Populist Reason . London:
Verso.
Margaret Canovan. (1999). Trust the People! Populism and the Two Faces of Democracy . Oxford:
Blackwell Publisher.
Margiansyah, D. (2019). “ Populisme di Indonesia
Kontemporer:
Transformasi Persaingan
Populisme dan Konsekuensinya dalam Dinamika Kontestasi Politik Menjelang Pemilu 2019". Jurnal Penelitian Politik , 16 (1).
McComiskey, B. (2017). “ Post - Truth ” Rhetoric and Composition . Colorado: Utah State University Press.
Meny, Y., Surel, Y. (2002). Democracies and the Populist Challenge . London: Palgrave Macmillan UK.
Mietzner, M. (2015). “ Reinventing Asian Populism: Jokowi ’ s Rise, Democracy, and Political Contestation in Indonesia. ” In Policy Studies (76).
Mizuno, K and Phongpachit. P. (ed.). (2009). Populism in Asia . Singapore: Nus Press Pte Ltd.
Morelock, J. (2018). Introduction: The Frankfurt School and Authoritarian Populism. A Historical Outline. In J. Morelock (Ed.), Critical Theory and Authoritarian Populism . London: University of Westminster Press.
Mudde, C. (2007). Populist Radical Right Parties in Europe . Cambridge University Press.
Mudde, C. and C. R. K. (2012). Populism in Europe and the Americas. New York: Cambridge University Press .
Muhtadi, B. (2013). Populisme: Madu atau Racun Bagi Demokrasi? ” . 12 Maret. https:// www.kaskus.co.id/ thread/513e65cf8027cff228000005/populisme - madu - atau - racun - bagi - demokrasi - burhanuddin - muhtadi/.
Neuman, W. L. (2019). Metodologi Penelitian Sosial:
Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif (11th ed.).Jakarta: PT Indeks.
Panizza, F. (2005). Populism and the Mirror of Democracy (F. Panizza (ed.)). London: Verso.
Paskarina, Carolina, D. et.al (2015). Berebut Kontrol atas Kesejahteraan. Kasus - Kasus Politisasi Demokrasi di Tingkat Lokal. Yogyakarta:
Penerbit PolGov & PCD Press.
Pauwels, T. (2011). “ Measuring Populism: A
Quantitative Text Analysis of Party Literature in Belgium. ” Journal of Elections, Public Opinion and Parties , 21 (1), 97 – 119.
Pratama, S. A. (2018). “ Analisis Framing Pemberitaan #2019GantiPresiden di VOA - Islam Periode 27 Maret - 27 April 2018.”
Tesis. Malang:
Universitas Brawijaya Malang.
Putra, Fadillah, D. (2006). Gerakan Sosial . Malang:
Averrors Press.
Putra, Hendri Pitrio dan Triyono, S. (2018). “ Critical Discourse Analysis on Kompas.com News: Gerakan #2019GantiPresiden. ” Jurnal Bahasa dan Sastra Leksema , 3 (2).
Rinakit, S. (2013). Melek Politik: Negara juga Pendidik ”. Seri Diskusi KPK Bertema Sistem Politik Berintegritas .
Ritonga, A. D. & Adela, F. P. (2020). “ Mencermati Populisme Prabowo sebagai Bentuk Gaya Diskursif Saat Kampanye Politik pada Pemilihan Presiden 2019.” POLITEIA: Jurnal Ilmu Politik , 12 (1), 1 – 13.
Rusadi, U. (2015). Kajian Media. Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode . Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sobur, A. (2012). Analisis Teks Media. Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing . Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D .
Bandung: Alfabeta.
Suharman, I. T. (2019). “ Representasi Makna Tagar #2019GantiPresiden dalam Kampanye Pemilu
2019 di Media Sosial Twitter. ” Makalah. Jakarta:
Universitas Mercu Buana.
Sujoko, A. (2019). “ Komunikasi Politik Gerakan #2019GantiPresiden ”. Jurnal Komunikasi Islam,
9(1), 36 – 57.
Tabroni, R. (2012). Komunikasi Politik Pada Era Multimedia . Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Waisbord, S. (2018). Why Populism is Troubling for
Democratic Communication. In Communication Culture & Critique . Oxford University Press.
Wibowo. (2013). Perilaku dalam Organisasi . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
.
|
67dc8f66-428b-49da-af53-6fa575487c55 | http://jurnal.uts.ac.id/index.php/Tambora/article/download/1124/722 |
## IDENTIFIKASI CACAT LASAN FCAW PADA FONDASI MESIN KAPAL MENGGUNAKAN METODE ULTRASONIC TESTING
Fauzi Widyawati 1* , Lino Marano 2 , Fajar Nurcahyo 3
1 Fakultas Teknologi Lingkungan Dan Mineral Universitas Teknologi Sumbawa
2 Fakultas Teknologi Lingkungan Dan Mineral Universitas Teknologi Sumbawa
3 Departemen QA/QC PT. PAL Indonesia Persero *Corresponding Author email: 1 fauzi.widyawati@uts.ac.id, 2 Linomarano83@gmail.com
Diterima: Bulan Juni 2021
Diterbitkan : Bulan Juli 2021 Keyword : NDT, Ultrasonic test, FCAW, cacat las
## Abstrak
Pengujian ultrasonik merupakan salah satu metode inspeksi hasil pengelasan tanpa merusak (non destructive test). Metode pengujian ultrasonik mempunyai beberapa keunggulan yaitu dapat digunakan untuk menganalisa posisi cacat yang berada di dalam objek, baik itu kedalaman cacat dan dimensi cacat, dan metode yang ramah lingkungan. Kecacatan fisik yang berada di dalam benda padat tentu saja tidak dapat diketahui dari penglihatan secara langsung sehingga perlu dilakukannya sebuah inspeksi dari suatu benda untuk melihat ada atau tidaknya kecacatan yang terjadi di dalam benda padat. Pengujian ultrasonik dari hasil pengelasan jenis FCAW pada bagian fondasi mesin kapal. Pengelasan FCAW diaplikasikan pada fondasi dengan dua jenis posisi pengelasan yaitu posisi overhead yang diberi kode P1 dan posisi horizontal yang diberi kode P2. Pengujian dilakukan menggunakan frekuensi gelombang sebesar 4 MHz serta menggunakan probe 0° untuk analisa cacat pada daerah sekitar logam lasan dan probe 70° untuk analisa pada logam lasan. Pengujian yang dilakukan menggunakan standar ASME section V dan ASTM E164 sebagai standar penentuan cacat. Hasil pengujian pada posisi las P1 ditemukan dua jenis cacat, yaitu cacat incomplete fusion sebanyak lima titik cacat las dengan panjang cacat terpanjang 40mm dan cacat porosity sebanyak dua titik dengan panjang cacat terpanjanga 30mm. Sedangkan hasil pengujian ultrasonik pada posisi las P2 ditemukan dua jenis cacat, yaitu cacat slag inclusion dengan panjang cacat 35mm dan cacat incomplete penetration dengan panjang cacat 20 mm. Kesimpulan dari pengujian ultrasonik yang dilakukan dari perbedaan posisi pengelasan yaitu posisi pengelasan sangat berpengaruh pada kualitas hasil pengelasan. Cacat yang dihasilkan dari posisi pengelasan pun berbeda-beda.
## PENDAHULUAN
Teknologi pengelasan saat ini mengalami perkembangan yang cukup maju dengan berbagai metode baru yanng telah ditemukan baik yang menggunakan konvensional maupun yang numerik/digital. Hasil dari proses pengelasan memiliki banyak keunggulan, akan tetapi dalam prosesnya hasilnya tidak selalu bagus dan sering terjadi ketidaksempurnaan (cacat), hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor baik yang disengaja ataupun yang tidak disengaja. Untuk menangani hal tersebut maka diperlukan adanya suatu inspeksi pada hasil pengelsaan agar hasil pengelasan sesuai dengan yang diinginkan dan aman untuk digunakan. Tentunya untuk melakukan inspeksi pada hasil pengelasan diperlukan suatu metode pengujian. Di dunia industri, inspeksi dilakukan menggunakan metode Non-Destructive Test (NDT) yaitu pengujian tanpa merusak benda padat yang di inspeksi (Deddy, 2002).
Non-Destructive Test (NDT) didefinisikan sebagai suatu evaluasi fisik dari suatu objek benda padat yang diuji. NDT digunakan terutama dalam
dunia industri untuk mendeteksi kecacatan, retak dan rongga dalam objek yang digunakan dalam berbagai struktur dan material yang berbeda-beda jenisnya. NDT memiliki berbagai macam metode pengujian seperti pengujian liquid penetrant , pengujian magnetik partikel, pengujian eddy current , pengujian radiografi, dan pengujian ultrasonik. Setiap metode NDT mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Beberapa metode yang tersedia hanya dapat dilakukan pengujian pada permukaan objek seperti pengujian liquid penetrant dan pengujian magnetik partikel. Metode pengujian eddy current biasa digunakan untuk inspeksi namun terbatas pada jenis material yaitu yang bersifat konduktif. Pengujian menggunakan radiografi dapat digunakan untuk inspeksi hingga internal benda tetapi mempunyai efek radiasi sinar γ (gamma) yang berbahaya bagi manusia. Dalam NDT, pengujian menggunakan gelombang ultrasonik lebih populer digunakan karena pengujian tersebut dapat digunakan untuk berbagai jenis material, dapat menjangkau cacat di dalam objek, dan ramah terhadap lingkungan (Thoriq, 2015).
Dalam suatu kontruksi yang dilakukan proses pengelasan, perlu dilakukan suatu inspeksi pada hasil lasan menggunakan metode NDT. Tujuannya untuk mengetahui kemungkinan munculnya cacat yang timbul akibat proses pengelasan. Di industri perkapalan, banyak digunakan metode pengelasan FCAW dan ada beberapa posisi pengelasan. Posisi pengelasan ditentukan berdasarkan konstruksi bagian kapal yang akan dilas. Beberapa posisi pengelasan antara lain posisi horizontal dan overhead . Posisi pengelasan mempengaruhi kualitas hasil lasan sehingga bisa jadi menimbulkan jenis cacat yang berbeda-beda.
Oleh sebab itu, pada penelitian ini dilakukan analisa cacat hasil pengelasan menggunakan metode pegujian ultrasonik. Pengujian ultrasonik dilakukan pada material hasil lasan dengan perbedaan posisi pengelasan. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa jenis cacat pada bagian fondasi mesin yang posisinya ada di bagian lambung kapal.
## LANDASAN TEORI
## Pengelasan
Pengelasan merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dari proses manufakrur. Proses pengelasan prinsipnya dalah menyambungkan dua atau lebih komponen, lebih tepat ditujukan untuk merakit beberapa komponen menjadi suatu bentuk mesin. Komponen yang dirakit mungkin saja berasal dari produk hasil pengecoran, pembentukan atau pemesinan, baik dari logam yang sama maupun berbeda-beda. Pengelasan adalah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam tambahan dan menghasilkan sambungan yang kontinu (Hery, 2006).
## Pengelasan FCAW (Flux Cored Arc Welding)
Pengelasan FCAW merupakan salah satu jenis las listrik yang proses kerjanya memasok filler elektroda atau kawat las secara mekanis terus menerus ke dalam busur listrik. Kawat las atau elektroda yang digunakan untuk pengelasan FCAW terbuat dari logam tipis yang digulung cylindrical kemudian dalamnya di isi dengan flux yang sesuai dengan kegunaannya. Dalam pengelasan FCAW ini sumber energi menggunakan arus listrik DC atau AC yang diambil dari pembangkit listrik atau melalui trafo dan atau rectifier. Pengelasan FCAW umumnya menggunakan gas CO 2 atau campuran CO 2 dengan Argon sebagai gas pelindung. Tetapi untuk menghindari logam las terkontaminasi udara luar atau menghindari porositas maka harus dilakukan pemilihan fluks yang mengandung mempunyai sifat pengikat oxygen atau deoxidizer (Jones, 2015).
Gambar 1. Skema Proses FCAW
Metode FCAW banyak digunakan dalam proses pengelasan karena memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
a. Las FCAW memiliki sifat metalurgi las yang bisa dikontrol dengan pemilihan flux.
b. Metode FCAW mempunyai produktivitas lasan yang tinggi karena elektroda las kontinu.
c. Saat proses pengelasan, flux memberikan perlindungan pada kawat las dengan membentuk selubung gas dan lapisan slag.
d. Pengelasan FCAW dapat digunakan untuk berbagai macam posisi pengelasan tanpa menimbulkan masalah lack of fusion.
## Posisi Pengelasan
Posisi atau sikap pengelasan adalah pengaturan posisi atau letak gerakan elektroda las. Posisi pengelasan yang digunakan biasanya tergantung dari letak kampuh atau celah benda kerja yang akan dilas. Adapun pada gambar 2 merupakan posisi pengelasan terdiri dari posisi pengelasan di bawah tangan ( down hand ), posisi pengelasan mendatar ( Horizontal ), posisi pengelasan tegak ( vertical ) dan posisi pengelasan di atas kepala ( over head ).
## Gambar 2 Jenis Jenis Posisi Pengelasan
## Cacat Hasil Pengelasan
Cacat las merupakan keadaan yang mengakibatkan turunnya kualitas hasil dari lasan. Cacat yang terjadi pada umumnya mempengaruhi nilai kekuatan dari sambungan las, sehingga hasil yang didapat tidak sesuai dengan nilai konstruksi yang diinginkan. Adapun jenis-jenis cacat las yang terdapat pada konstruksi pengelasan antara lain undercut, porosity, slag inclusion, incomplete penetration, incomplete fusion, over spatter, hot crack, dan cold cracking (Salmon, 1992).
## Pengujian Ultrasonik
Pengujian ultrasonik merupakan salah satu metode pengujian dari Non Destructive Testing (NDT) yang menggunakan media gelombang ultrasonik (gelombang suara) yang mempunyai frekuensi tinggi >20Khz. Pengujian ultrasonik dapat digunakan untuk mendeteksi dimensi benda kerja dan kecacatan atau porositas pada benda kerja (Sharma, 2018).
Adapun komponen-komponen yang terdapat dalam pengujian ultrasonik antara lain (Debora, 2013): a. Couplant
Tujuan utama pemakaian kuplan adalah untuk menyediakan lintasan suara yang memadai antara transducer dan permukaan benda uji. Suatu kuplan harus secara efektif membasahi atau secara sempurna menghubungkan permukaan transducer dan benda uji.
b. Probe Probe adalah alat yang digunakan menyalurkan gelombang suara dari transducer ke benda uji. Probe mempunyai tiga jenis yaitu probe normal, probe sudut dan probe kembar.
c. Blok Standar Dalam pengujian ultrasonik, diskontinuitas biasanya dibandingkan dengan sebuah standar referensi. Standar tersebut dapat berupa sebuah blok referensi atau sekumpulan blok-blok yang diperlukan untuk pengujian tertentu. Blok referensi terdapat dalam bentuk dan ukuran yang berbeda.
Gelombang ultrasonik dapat ditimbulkan dari probe. Gelombang yang diberikan terjadi karena perubahan energi listrik ke energy mekanik dari transducer melalui efek piezoelektrik. Efek piezoelektrik ini merupakan efek reversible artinya jika energi listrik menghasilkan mekanik maka juga sebaliknya mekanik menghasilkan energi listrik. Efek ini berguna untuk mendapatkan frekuensi yang sesuai (Cunfu, 2016).
## METODE PENELITIAN
## Alat dan Bahan Penelitian
Adapun alat digunakan dalam penelitian ini antara lain alat UT Flaw Detector merk SIUI CTS- 9005, blok kalibrasi IIW-V1, blok kalibrasi IIW-V2, BCB ( Basic Calibration Block ), probe sudut 0° dan 70°, penggaris besi, kuas, wadah, spidol, dan kain lap. Sedangkan bahan yang digunakan adalah bubuk CMC (Carboxy Methyl Celulose) dan air.
## Persiapan Alat dan Bahan
Permukaan benda kerja yang akan di inspeksi dibersihkan dari debu, oli, dan pengotor lainnya. Dipersiapkan alat-alat yang akan digunakan termasuk mesin uji ultrasonik dan formulir inspeksi.
Cairan couplant yang digunakan sebagai bahan pengujian dibuat dengan mencampurkan air secukupnya dengan bubuk CMC dalam wadah sampai menghasilkan cairan dengan kekentalan yang pas.
## Kalibrasi Alat Uji Ultrasonik
Untuk mengecek bahwa alat bekerja dengan baik, dilakukan kalibrasi pada alat sebelum digunakan. Tujuan dilakukannya kalibrasi yaitu untuk memastikan keakuratan alat dalam pembacaan cacat. Dilakukan kalibrasi pertama menggunakan blok IIW-V1 dan blok IIW-V2 untuk mengecek akurasi probe dan alat. Kemudian kalibrasi kedua menggunakan blok BCB ( Basic Calibration Block ) untuk pembuatan pengaturan DAC guna untuk pengerjaan pada sambungan pengelasan sesuai standar ASME section v. Frekuensi gelombang yang digunakan saat kalibrasi yaitu menggunakan frekuensi 4 MHz yaitu frekuensi maksimal pada penggunaan standar ASME, frekuensi gelombang ini juga yang akan digunakan saat pengujian pada benda kerja.
## Pengujian Ultrasonik
Benda kerja yang akan diuji merupakan hasil pengelasan dengan perbedaan 2 posisi. Benda P1 yaitu hasil lasan posisi overhead dan benda P2 yaitu hasil lasan posisi horizontal. Setelah mempersiapkan alat dan bahan, kemudian dilakukan pengujian ultrasonik pada benda kerja menggunakan probe sudut 70° dan 0°. Prosedur pertama yaitu dilakukan pengolesan cairan kuplan secara marata pada benda kerja menggunakan kuas, selanjutnya melakukan scanning menggunakan alat ultrasonik dengan menempelkan probe pada benda kerja dan gerakkan secara perlahan dengan gerakan maju mundur agar rambatan gelombang mengenai seluruh daerah sambungan lasan.
## Prosedur Penentuan Cacat
Ketika dilakukan prosedur scanning pada benda kerja, hasil scanning akan ditampilkan pada layar perangkat berupa pulsa indikasi. Jika pulsa yang ditampilkan mengindikasikan cacat, probe harus didiamkan hingga pulsa indikasi stabil dan saat bersamaan menampilkan informasi jarak antara ujung probe dengan cacat dalam satuan milimeter diantaranya surface distance , angular distance , dan depth from surface (kedalaman). Kemudian menentukan posisi cacat pada benda kerja menggunakan data jarak yang ditampilkan perangkat dan melakukan pengukuran secara langsung menggunakan penggaris berdasarkan data jarak tersebut. Setelah posisi cacat ditemukan, selanjutnya menandai posisi dan panjang cacat menggunakan spidol dan mendata kedalaman cacat berdasarkan data yang ditampilkan perangkat guna untuk proses perbaikan sambungan pengelasan.
Pada pengujian ultrasonik, dilakukan kalibrasi alat sebelumnya yang mengacu pada standar ASME.
Penggunaan standar ASME ini untuk mendeteksi diskontinuitas yang nilainya lebih besar dari 20% tingkat referensi pada scan A maka akan di selidiki lebih lanjut, sedangkan untuk cacat yang nilainya kurang dari 20% maka tidak akan di selidiki lebih lanjut. Dalam hal ini operator dapat menentukan bentuk, identitas dan lokasi dari semua ketidak sempurnaan (cacat) tersebut dan menilainya dalam hal standar penerimaan yang diberikan dalam hal: a. Indikasi yang ditandai sebagai crak, lack of fusion atau incomplete penetration maka material dinyatakan reject tanpa memperhatikan panjang cacat.
b. Discontinuity diluar ketentuan diatas pada (a) maka tidak bisa diterima jika indikasi melebihi amplitudo referensi dan panjangnya melebihi ketentuan dibawah ini :
1) ¼ inci (6 mm) for t up ¾ inci ( 19 mm)
2) 1/3 t from ¾ inci to 2 1/2 ( 19 mm to 57 mm)
3) ¾ Inci (19 mm) for (t) over 2 ¼ Inci ( 57 mm)
Dimana t adalah ketebalan dari lasan. Untuk pengelasan dua buah material yang memiliki ketebalan berbeda pada hasil lasannya maka t adalah ketebalan paling kecil dari kedua material tersebut.
Benda kerja yang akan dianalisa memiliki ketebalan 18 mm. Berdasarkan ketebalan tersebut, maka probe yang digunakan adalah probe sudut 70° dan probe 0°. Untuk pemilihan sudut probe ditentukan oleh persyaratan dari prosedur atau code, desain sambungan las, dan konfigurasi spesimen. Tabel berikut memperlihatkan besarnya sudut probe yang sesuai untuk pengujian las pada material dengan ketebalan bervariasi. Jika tebal benda bertambah besar, sebaiknya dipakai probe dengan sudut yang lebih kecil.
## Tabel 1. Ketentuan Pemilihan Sudut Probe
Untuk Capping Las yang dihilangkan pada
## Kedua Sisi
Tebal Pelat (Inchi) Sudut Probe (o) Jarak Skip (Inchi) 0,2 – 0,6 80 2,2 – 6,6 0,6 – 1,2 70 3,2 – 6,6 1,2 – 2,4 60 4,2 – 8,4 > 2,4 45 4,8 dan di atasnya Untuk Capping Las yang tidak dihilangkan 0,2 – 0,8 80 2,2 – 8,8 0,8 1,6 70 4,4 – 8,8 > 1,6 60 5,6 dan di atasnya
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Ultrasonik dilakukan pada bagian fondasi mesin kapal dengan jenis material ST-37 dan mempunyai ketebalan 18 mm yang terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama merupakan hasil pengelasan posisi overhead yang diberi kode “P1” dan terdapat dua sambungan yang akan dianalisa, sambungan 1 memiliki panjang 460 mm, dan sambungan 2 memiliki panjang 6100 mm. Sedangkan bagian kedua merupakan hasil pengelasan posisi horizontal yang diberi kode “P2” dan terdapat 5 sambungan yang akan dianalisa, sambungan 1 memiliki panjang 9516 mm sedangkan sambungan 2 sampai sambungan 5 memiliki panjang 450 mm.
Pengujian Ultrasonik menggunakan probe 70° untuk analisa cacat pada logam lasan dan probe 0° untuk analisa cacat pada daerah sekitar logam lasan. Teknik rambatan gelombang yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik gema yaitu teknik untuk mengetahui cacat dari kecepatan amplitudo gelombang dan waktu cepat rambat yang diterima probe. Pengujian ultrasonik pada penelitian ini menggunakan standar LR ( Lloyd’s Register ) yang mengacu pada standar ASME.
Setelah dilakukan pengujian ultrasonik, didapatkan hasil pengujian yaitu bagian P1 ditemukan 7 cacat pada sambungan 2, sedangkan bagian P2 ditemukan 2 cacat pada sambungan 1dengan ukuran dan jenis yang berbeda-beda.
Tabel 1 Hasil Pengujian Ultrasonik Pada Bagian P1 Sambungan 2
No. Length Depth From Surface (mm) Discontinuity Type 1 40 8 IF 2
20 8 IF 3 20 5 IF 4 30 3 POR 5 25 6 POR 6 15 10 IF 7 25 10 IF Keterangan : IF IP POR SI CR = Incomplete Fusion
= Incomplete Penetration
= Porosity
= Slag Inclusion
## = Crack
Pada tabel 1 hasil inspeksi menunjukkan cacat lasan pada bagian P1 paling banyak terbentuk cacat Incomplete Fusion (IF) sebanyak 5 titik cacat dan Porosity (POR) 2 titik cacat. Panjang cacat yang terbentuk paling panjang yaitu 40 mm pada cacat incomplete fusion dan 30 mm pada cacat porosity .
Merujuk pada sumber referensi, cacat incomplete fusion terbentuk karena posisi sudut kawat las salah, ampere terlalu rendah, atau travel speed terlalu tinggi. Sedangkan cacat porosity terbentuk akibat arus pengelasan terlalu rendah, travel speed terlalu tinggi, atau adanya zat pengotor pada benda kerja (karat, minyak, air dll). Berdasarkan analisa tersebut cacat bisa diminimalisir atau dihindari dengan cara memastikan tidak ada pengotor dalam benda kerja, memperbaiki posisi sudut elektroda, dan mengatur ampere dan travel speed sesuai dengan WPS ( Welding Procedure Specification ).
Tabel 2 Hasil Pengujian Ultrasonik Pada Bagian P2
Sambungan 1 No. Length Depth From Surface (mm) Discontinuity Type 1 35 12 SI 2 20 17 IP
Keterangan :
IF IP POR
SI CR
= Incomplete Fusion = Incomplete Penetration
= Porosity
= Slag Inclusion
= Crack
Pada tabel 2 hasil inspeksi menunjukkan cacat lasan pada bagian P2 terbentuk satu cacat Incomplete Penetration (IP) dengan panjang cacat 35 mm dan satu cacat Slag Inclusion (SI) dengan panjang cacat 20 mm. Merujuk pada sumber referensi dari buku, cacat incomplete penetration terbentuk karena jarak gap atau root opening terlalu lebar, jarak elektroda atau busur las terlalu tinggi, ampere terlalu kecil atau travel speed terlalu tinggi.
Sedangkan cacat slag inclusion terbentuk akibat proses pembersihan slag yang kurang baik sehingga tertumpuk oleh lasan, ampere terlalu rendah, busur las terlalu jauh atau sudut pengelasan yang salah.
Berdasarkan analisa tersebut cacat bisa diminimalisir atau dihindari dengan cara memastikan lasan bersih dari slag sebelum mengelas ulang dan menyesuaikan ampere, travel speed dan sudut kampuh sesuai dengan WPS ( Welding Procedure Specification ).
Dimensi dari cacat yang ditemukan dapat diketahui dari beberapa informasi yang ditampilkan perangkat salah satunya informasi kedalaman cacat, dan panjang cacat ditentukan dari panjang jarak antara posisi awal ditemukan cacat hingga indikasi cacat berakhir. Sedangkan penentuan jenis cacat ditentukan dengan melakukan analisa mengenai jenis-jenis cacat yang sering terjadi pada metode
pengelasan FCAW, dan menganalisa kesamaan bentuk dari beberapa jenis cacat dengan posisi dan bentuk cacat yang ditemukan di dalam logam lasan.
Secara umum beberapa cacat yang telah ditemukan terbentuk karena ketidaksesuaian prosedur pengelasan dengan WPS ( Welding Procedure Specification ). WPS berfungsi sebagai acuan prosedur sebelum proses pengelasan dan sebagai kontrol inspeksi. WPS menjadi kontrol inspeksi karena pada WPS tersebut tercantum metode pengelasan, dimensi kampuh, jenis elektroda, pengaturan voltase dan ampere, serta posisi pengelasan. Saat inspeksi dilakukan dan ditemukan suatu cacat maka WPS menjadi penting untuk menelusuri proses yang sudah dilakukan dan menjadi dasar saat analisa hasil lasan.
## PENUTUP
## Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Posisi pengelasan sangat berpengaruh terhadap kualitas hasil lasan. berdasarkan inspeksi ultrasonik pada posisi sambungan las P1 (overhead) terdapat tujuh cacat yang ditemukan, yaitu lima cacat incomplete fusion dan dua cacat porosity . Sedangkan pada posisi sambungan las
P2 ( horizontal ) terdapat dua cacat yang ditemukan, yaitu satu incomplete penetration dan satu cacat slag inclusion .
2. Berdasarkan analisa cacat pada hasil pengelasan diketahui penyebab terjadinya cacat secara umum yaitu akibat ketidasesuaian prosedur pengelasan yang terdapat pada WPS ( Welding Procedure Specification ) dan perbedaan posisi sambungan las yang dapat mengakibatkan jenis cacat yang berbeda.
## REFERENSI
A. Sharma, A. K. (2018). Ultrasonic Testing for Mechanical Engineering Domain: Present and Future Perspective. India: International Journal of Research in
Industrial.
Abderrahim Bezza, P. D. (2016). Remarks on Defect Detection in a Two Dimensional Structure with Welded Joints. HAL. Bintoro, G. A. 1999. Dasar-Dasar Pekerjaan Las Jilid 1 . Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Cunfu He, Y. W. (2016). Design and Fabrication of Air-Based 1-3 Piezoelectric Composite Transducer for Air-Coupled Ultrasonic Applications. China: Hindawi.
Debora, F. (2013). Pengukuran Ketebalan Serta Posisi Cacat pada Sampel Carbon Steel dan Stainless Steel dengan Metode Ultrasonic Testing. Malang: Universitas Sriwijaya.
Deddy Kristanto, Wing Hendroprasetyo AP. ST.
M. Eng. 2002. Studi Penentuan Panjang dan Kedalaman Retak Sambungan Las pada Konstruksi Kapal Menggunakan Pengujian Ultrasonik Dengan Varias Frekuensi dan Ukuran Kristal dan
Dengan Variasi Kondisi Permukaan Coating dan Uncoating. Surabaya Hastuti, Farida. 2010 . Analisa Pengaruh
Pengelasan FCAW Pada Sambungan Material Grade A dengan Material Grade DH 36 . Tugas Akhir Jurusan Teknik Kelautan, FTK, ITS, Surabaya. Hery Sonawan. 2006 . Pengantar Untuk Memahami Proses Pengelasan Logam . Bandung: Alfabeta.
https://id.scribd.com/document/436375392/Jenis-
Cacat-Las-Dan-Penyebabnya-Serta-Cara- Mengatasinya/
https://www .tws.edu/blog/welding/6-fcaw-s- welding-defects-and-how-to-avoid-them/ Mgonja, C. T. (2017). Evaluation on Use of Industrial Radiography for Weld Joints
Inspection in Tanzania. Tanzania:
International Journal of Mechanical Engineering and Technology (IJMET). Muhammad Thoriq Wahyudi. 2015. Modul Pengembangan Materi Pembelajaran
Mata Kuliah Teori NDT. Surabaya: Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya. Non-Destructive Testing (NDT) Guidance Document: An Introduction to NDT Common Methods. (2015). Roll Royce.
R. I. Romanishin, I. M. (2018). Processing of Backscattered Signal in Ultrasonic
Testing. Pleiades Publishing , 395-396. Salmon Charles G. 1991. Desain dan Perilaku Struktur Baja . Jakarta: Erlangga. Whidarto. 2006. Petunjuk Kerja Las . Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Wiryosumarto, Harsono., Okumura, Toshie. 1996. Teknologi Pengelasan Logam . Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
|
00f6d3ff-674f-44ec-857f-b9da62a8e4f0 | https://ejurnal.stikespantikosala.ac.id/index.php/kjik/article/download/192/143 |
## ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA
Endang Dwi Ningsih , Ratna Indriati
STIKES PANTI KOSALA SURAKARTA, Sukoharjo, Jawa Tengah, Indonesia
## Abstrak
Latar Belakang. Perilaku seks pranikah masih mendominasi perdebatan dari sisi moral, psikologis dan fisik. Seks pranikah pada remaja berkaitan dengan rendah penggunaan kontrasepsi dan remaja cenderung memiliki banyak pasangan seksual pada usia yang lebih dini. Seks yang tidak aman merupakan faktor resiko terpenting kedua bagi timbulnya kecacatan dan kematian. Seks pranikah pada remaja mengalami peningkatan selama abad ke-20. Terkait hal di atas, maka perlu untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara harga diri, religiusitas dan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan perilaku seks pranikah pada remaja.
Tujuan Penelitian. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seks pranikah pada remaja.
Subyek Penelitian: Responden penelitian adalah mahasiswa AKPER PANTI KOSALA sejumlah 219 orang.
Hasil Penelitian. Dari uji multivariat diperoleh hasil: ada hubungan harga diri dengan perilaku seks pranikah (p=0,041;p<0,05), ada hubungan religiusitas dengan perilaku seks pranikah (p= 0,020;p<0,005), ada hubungan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan perilaku seks pranikah (p= 0,017;p<0,05).
Kesimpulan. Bahwa variabel harga diri, religiusitas dan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi secara bersama-sama berpengaruh terhadap perilaku seks pranikah dengan nilai Nagelkerke R Square sebesar 21,9% dan sisanya yang 78,1% dipengaruhi variabel lain yang belum diteliti.
Kata kunci: harga diri, perilaku seks pranikah, religiusitas, tingkat pengetahuan, kesehatan reproduksi
## ANALYSIS OF INFLUENCING FACTORS PREMARITAL SEX BEHAVIOR IN ADOLESCENTS
Background. The premarital sexual behavior is still dominating the debate in terms of morality, psychological, and physicaly. The premarital sex behavior in adolescents is associated with the low rate of contraceptive uses and they are tend to have many sexual partners at an earlier ages. Unsafe sex is the second most important of the risk factor for disability and death. The premarital sex behavior in adolescents increased during 20th century. Related to the above, it is necessary research conducted on the relation the self-esteem, the religiousity and the level of reproductive health knowledge with the premarital sexual behavior in the adolescents.
Research Objectives. To analyze the factors that influence premarital sex behavior in adolescents.
Research Subjects. The respondents were 219 AKPER Panti Kosala students. Results. By the multivariate tests that show the result there was any a relation between the self-esteem with the premarital sexual behavior (p=0.041;p <0.05), there was any a relation between the religiousity with the premarital sexual behavior (p=0.020; p<0.005), there was any a relation between the reproductive health knowledge with the premarital sexual behavior (p=0.017;p<0.05).
Conclusion. The variables of the self-esteem, religiousity and the level of reproductive health knowledge are having affect of the premarital sexual behavior with the Negelkerke R Square value is 21.9% and the remain of 78.1% that influenced by other variables have not examined yet.
Keywords: the self-esteem, the religiousity and the level of the reproductive health knowledge and the premarital sexual behavior
Korespondensi: Endang Dwi Ningsih. STIKES PANTI KOSALA SURAKARTA. Jalan Raya Solo - Baki KM. 4 Gedangan, Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah. Email: dwiningsih_e@yahoo.com
## LATAR BELAKANG
Masa remaja merupakan masa transisi menuju kedewasaan. Tingkat berpikir yang belum matang menyebabkan perilaku
remaja cenderung dapat menyimpang dari norma-norma yang ada. Perilaku seksual pranikah remaja, masih mendominasi perdebatan dari sisi moral, psikologis dan fisik. Seks pranikah remaja menjadi masalah serius karena berkaitan dengan rendahnya penggunaan kontrasepsi dan remaja cenderung memiliki banyak pasangan seksual jika mulai berhubungan seks pranikah pada usia yang lebih dini. Seks yang tidak aman merupakan faktor resiko terpenting kedua bagi timbulnya kecacatan dan kematian. Seks pranikah pada remaja mengalami peningkatan selama abad ke-20. Usia remaja mulai berhubungan seks bervariasi di tiap-tiap negara. Studi tentang perilaku
seks pranikah remaja, memperoleh hasil sekitar 25% - 51% remaja telah berhubungan seks pranikah. Hasil
Survei
Kesehatan Reproduksi
Remaja Indonesia (SKRRI) tahun
2007 menunjukkan sebesar 6,4% remaja laki-laki dan 1,3% remaja perempuan
telah melakuan
hubungan seks pranikah (Rahyani et al ., 2012).
Beberapa pakar
menyatakan, aktivitas seksual pranikah selalu membawa gangguan psikologis dan penyesalan berkepanjangan, terlebih jika mengalami kehamilan, rasa malu dan perasaan bersalah yang berlebihan dapat dialami remaja. Apalagi jika kehamilan tersebut diketahui orang tua.
Bahkan cenderung mengakibatkan suatu tindak kekerasan yang traumatik terhadap anak. Hal ini menambah tekanan psikologis yang berat yang mengarah pada depresi dan rasa tertekan yang mendalam (Kusmiran, 2012). Penelitian menunjukkan bahwa harga diri akan mempengaruhi proses berfikir dan bertingkah laku. Munculnya harga diri membuat remaja tidak mudah ceroboh melakukan tindakan yang dapat merendahkan harga dirinya dan bisa mengontrol dorongan perilaku seksualnya (Hidayat, 2013). Harga diri adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai, dengan cara menganalisis seberapa jauh perilaku individu tersebut sesuai dengan ideal diri, yang dapat diperoleh melalui orang lain dan diri sendiri (Sunaryo, 2013). Semakin rendah religiusitas maka semakin tinggi intensitas perilaku seksual pranikah yang dilakukan remaja. Semakin baik pemahaman tingkat agama, maka perilaku seks pranikah remaja semakin baik dan sebaliknya
(Irmawaty, 2013). Religiusitas/spiritualisasi adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Tuhan. Semakin baik pengenalan seseorang pada Sang Maha Kuasa seharusnya semakin baik penalaran moralnya, salah satunya tentang perilaku seksual pranikah (Ambarwati dan Nasution, 2012).
Seks Pranikah pada remaja beresiko terhadap kehamilan dan penularan penyakit menular seksual. Kehamilan yang tidak direncanakan pada remaja perempuan dapat berlanjut pada
aborsi dan pernikahan dini. Keduanya akan berdampak pada masa depan remaja tersebut, janin yang dikandung dan keluarganya,
hal ini mencerminkan kurangnya pemahaman remaja tentang keterampilan hidup sehat, risiko hubungan seksual dan kemampuan untuk menolak hubungan yang tidak mereka inginkan (Kemenkes, 2012).
Kekhawatiran akan penyakit menular pada alat reproduksi berkenaan dengan penyakit yang belum ada obatnya yang menyebabkan kematian cukup tinggi di Indonesia. Maka sangat perlu pengetahuan tentang kesehatan reproduksi bagi remaja yakni tentang keadaan sehat secara menyeluruh mencakup fisik, mental dan kehidupan sosial yang berkaitan dengan alat, fungsi serta proses reproduksi. Kesehatan reproduksi bukan saja kondisi bebas dari penyakit melainkan bagaimana seseorang memiliki kehidupan seksual yang aman (Rohan, et al ., 2017).
## TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku
seks pranikah pada remaja.
## DESAIN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain korelasi yang melibatkan empat variabel untuk mengkaji hubungan variabel bebas (independent variable)
dengan variabel terikat ( dependent variable) . Penelitian dilaksanakan di Akademi Keperawatan Panti Kosala Surakarta. Instrumen penelitian yang digunakan kuesioner, meliputi kuesioner tentang harga diri,
religiusitas dan tingkat pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi dengan kategori tinggi dan rendah serta perilaku seks pranikah dengan kategori melakukan atau tidak. Analisa statistik dilakukan
dengan program SPSS versi 18.0 menggunakan uji Chi Square dan analisa multivariat dengan uji regresi logistik. Nilai p dianggap bermakna secara statistik jika <0,05.
POPULASI, SAMPEL DAN TEKNIK SAMPLING Populasi dan sampel pada
penelitian ini adalah mahasiswa Akademi Keperawatan Panti Kosala dan peneliti menggunakan tehnik pengambilan sampel dengan quota sampling yaitu mengambil sampel yang didasarkan atas pertimbangan tertentu.
## HASIL PENELITIAN
Dapat dipaparkan sebagai berikut:
Tabel 1. Karakteristik Responden Karakteristik f % Jenis kelamin: Laki-laki 55 25 Perempuan 164 75 Tingkat/Kelas: Tingkat I 89 41 Tingkat II 47 21 Tingkat III 83 38
Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan berjumlah 164 orang (75%) dan yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 55 orang (25%). Sedangkan karakteristik berdasarkan tingkat/kelas, tingkat I sebanyak 89 orang (41%), tingkat II sebanyak 47 orang (21%) dan tingkat III sebanyak 83 orang (38%).
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Variabel Penelitian Variabel f % Harga diri: Tinggi 201 92 Rendah 18 8 Religiusitas: Tinggi 198 90 Rendah 21 10 Tingkat Pengetahuan: Tinggi 202 92 Rendah 17 8 Perilaku seks pranikah: Melakukan 88 40 Tidak melakukan 131 60
Tabel 2 menunjukkan responden pada variabel harga diri, kategori tinggi sejumlah 201 orang (92%) sedang kategori rendah sejumlah 18 orang (8%). Pada variabel religiusitas, responden kategori tinggi sejumlah 198 orang (90%) sedang kategori rendah sejumlah 21 orang (10%). Pada variabel tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, responden kategori tinggi sejumlah 202 orang (92%) dan kategori rendah sejumlah 17 orang (8%). Pada Variabel perilaku seks pranikah, responden yang
melakukan sebanyak 88 orang (40%) sedang yang tidak melakukan sejumlah 131 orang (60%). Tabel 3. Analisa Bivariat Variabel Perilaku Seks Pranikah Melakukan (%) Tidak (%) Total (%) P OR Batas bawah Batas atas Harga Diri Tinggi 72 (36) 129 (64) 201 (100) 0,000 0,07 0,016 0,312 Rendah 16 (89) 2 (11) 18 (100) Religiusitas Tinggi 70 (35) 128 (65) 198 (100) 0,000 0,09 0,026 0,320 Rendah 18 (86) 3 (14) 21 (100) Tingkat Pengetahuan Tinggi 72 (36) 130 (64) 202 (100) 0,000 0,04 0,004 0,266 Rendah 16 (94) 1 (6) 17 (100)
Tabel 3 menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara harga diri dengan perilaku seks pranikah, responden yang memiliki harga diri tinggi memiliki kemungkinan melakukan seks pranikah lebih rendah 0,07 kali daripada responden yang memiliki harga diri
rendah (OR=0,07;
p=0,000). Terdapat hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan
perilaku seks pranikah, responden yang memiliki religiusitas tinggi memiliki kemungkinan melakukan seks pranikah lebih rendah 0,09 kali daripada responden yang memiliki religiusitas rendah (OR=0,09; p= 0,000). Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seks pranikah, responden yang memiliki tingkat
pengetahuan tinggi memiliki kemungkinan melakukan seks pranikah lebih rendah 0,04 kali dibanding responden yang tingkat pengetahuannya rendah (OR=0,04; p=0,000). Tabel 4. Analisa Multivariat Regresi Logistik Variabel B p OR Nagelkerke R Square Harga Diri -1,701 0,041 0,18 0,219 Religiusitas -1,619 0,020 0,20 Tingkat Pengetahuan -2,578 0,017 0,08
Tabel 4 menunjukkan hubungan yang negatif dan signifikan antara harga diri dengan perilaku seks pranikah. Responden yang memiliki harga diri tinggi kemungkinan melakukan perilaku seks pranikah lebih rendah 0,18 kali daripada responden yang memiliki harga diri rendah (OR=0,18; p=0,041). Terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara religiusitas dengan perilaku seks pranikah. Responden yang memiliki religiusitas tinggi memiliki kemungkinan melakukan perilaku seks pranikah lebih rendah 0,20 kali daripada responden yang memiliki religiusitas rendah (OR=0,20;
p=0,020). Terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seks pranikah. Responden yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi memiliki kemungkinan melakukan perilaku seks pranikah lebih rendah 0,08 kali daripada responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah (OR=0,08; p=0,017). Pada uji multivariat menunjukkan nilai Nagelkerke R Square sebesar
21,9% artinya bahwa variabel harga diri, religiusitas dan tingkat pengetahuan secara bersama-sama berkorelasi dengan perilaku seks pranikah dan memberi kontribusi sebesar 21,9% dalam pembentuk perilaku responden untuk melakukan perilaku seks pranikah dan sisanya yang 78,1%
dipengaruhi variabel lain yang belum diteliti.
## PEMBAHASAN
Berdasarkan Tabel 2 sebagian besar responden memiliki harga diri tinggi sebesar 92%. Harga diri merupakan penilaian pribadi individu yang diekspresikan dalam sikap terhadap diri sendiri, bila memiliki harga diri tinggi berarti responden memiliki penerimaan dan penghargaan yang positif, tenang dan bertindak efektif dalam perilakunya. Individu yang memiliki harga diri tinggi adalah individu yang berkepribadian sehat, mampu mempertimbangkan akan sesuatu yang bernilai, konsisten terhadap persepsi dan pandangan hidupnya dan memiliki sosial kontrol yang baik (Susanto, 2018). Dari hasil uji bivariat dapat diperoleh p = 0,000; OR=0,07 dan uji multivariat p= 0,041; OR= 0,18 maka ada korelasi antara harga diri dengan perilaku seks pranikah, artinya semakin tinggi harga diri responden kemungkinan melakukan perilaku seks pranikah makin rendah karena memiliki pertimbangan yang bernilai,
pandangan yang positif dan memiliki sosial kontrol yang baik. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3 dari 201 orang yang memiliki harga diri tinggi, 64% responden tidak melakukan perilaku seks pranikah, hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Hidayat (2013) dengan judul pengaruh harga diri dan penalaran moral terhadap perilaku remaja berpacaran di SMKN 5 Samarinda bahwa harga diri dan penalaran moral memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku seksual remaja berpacaran (p= 0,000). Dari penelitian tersebut dinyatakan bahwa harga diri mempengaruhi proses berpikir dan bertingkah laku, munculnya harga diri membuat remaja tidak mudah ceroboh melakukan tindakan yang dapat merendahkan harga dirinya dan individu mampu mengontrol dorongan perilaku seksualnya. Tabel 3 terdapat 36% orang yang memiliki harga diri tinggi tetapi telah melakukan perilaku seks pranikah, demikian halnya pada responden yang memiliki harga diri rendah 89% telah melakukan perilaku seks pranikah. Terkait hal di atas penelitian oleh Haryani
D.S, Wahyuningsih dan Haryani K. (2015), menyampaikan bahwa dari survei yang dilakukan didapatkan alasan bahwa hubungan seksual pranikah tersebut sebagian besar karena ingin tahu/penasaran (57,5%), terjadi begitu saja (38%) dan dipaksa oleh pasangannya (12,6%), maka hal ini mencerminkan kurangnya pemahaman remaja tentang ketrampilan hidup sehat, resiko hubungan seksual dan kemampuan menolak hubungan yang tidak diinginkan (Kemenkes, 2012). Maka sangat penting peran orang tua dalam mengarahkan dan memberi pemahaman yang tepat pada putra putrinya, sebagaimana yang dinyatakan oleh Lestari, Ulfiana dan Suparmi (2013), bahwa sangat perlu pengetahuan tentang kesehatan reproduksi agar tidak berpengaruh
buruk terhadap kesehatan remaja karena
pengetahuan yang tidak lengkap dan tidak tepat tentang masalah seksual, terjadi penyalahgunaan
seksual atau melakukan aborsi bagi remaja putri.
Berdasarkan Tabel 2 sebagian besar responden memiliki tingkat religiusitas tinggi sebesar 90%.
Religiusitas adalah bentuk keshalehan atau kepatuhan terhadap ajaran agama yang diyakini, merupakan bentuk visualisasi hubungan individu dengan kepercayaannya,
menunjukkan apa yang dipahami oleh individu dan bagaimana dia melakukan atau melegitimasikan tindakannya (Santosa, 2011). Dari hasil uji bivariat diperoleh p = 0,000; OR=0,09 dan dari uji multivariat p=0,020; OR=0,20 maka ada korelasi antara religiusitas responden dengan perilaku seks pranikah artinya semakin tinggi religiusitas/keshalehan responden kemungkinan melakukan perilaku seks pranikah makin rendah, hal ini dapat dilihat pada tabel 3 dari 198 orang yang memiliki harga diri tinggi, 65% responden tidak melakukan perilaku seks pranikah, penelitian serupa oleh Khairunnisa (2013), dengan judul hubungan religiusitas dan kontrol diri dengan perilaku seksual pranikah remaja MAN 1 Samarinda menyatakan ada hubungan yang signifikan antara religiusitas dan kontrol diri dengan perilaku seksual pranikah remaja. Penelitian serupa oleh Aryati (2016), dengan judul hubungan harga diri dan religiusitas dengan perilaku seks pranikah, hasil R Square memberikan sumbangan efektif variabel bebas terhadap variabel terikat 9,4% dan sisanya yang 90,4% dipengaruhi faktor lain diluar penelitian. Potter dan Perry (2010),
menyatakan bahwa religiusitas atau pelayanan spiritual akan membantu individu untuk menentukan arti dan tujuan hidupnya, menjaga hubungan dengan orang lain sama baiknya dengan menjaga hubungan dengan sang penciptanya serta memiliki
kepercayaan dan mencari hidup yang sangat berarti, oleh karenanya dengan religiusitas yang baik, seseorang akan bertindak dan berperilaku sesuai ajaran dan nilai- nilai yang diyakini. Tetapi pada Tabel 3 terdapat 35% orang yang memiliki religiusitas tinggi tetapi telah melakukan perilaku seks pranikah, juga pada responden yang memiliki religiusitas rendah 86% telah melakukan perilaku seks pranikah. Berdasarkan data hasil survey BKKBN dinyatakan ada 51% remaja yang sudah tidak perawan dari 1660 responden yang tersebar di 16 PT dan 97,05% mengaku kehilangan keperawanan ketika masih kuliah (Hudaraja, 2018). Sebagaimana dinyatakan Potter dan Perry (2010), bahwa spiritual merupakan faktor penting yang membantu individu mencapai keseimbangan yang diperlukan untuk memelihara kesehatan dan kesejahteraan, sedang pada kutipan yang lain Potter dan Perry menyatakan bahwa setiap budaya dan kelompok masyarakat memiliki kumpulan peran dan norma tersendiri yang memberi petunjuk pada sikap seksual dan kesehatan seksual individu, norma-norma budaya mempengaruhi bagaimana individu mendapat pasangan, bagaimana mereka berhubungan dan seberapa sering melakukan hubungan seks. Kepercayaan individu dapat menentukan mereka melakukan atau tidak perilaku seksual tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku seks pranikah remaja masih sering mendominasi perdebatan dari sisi moral, agama, psikologis dan fisik, karena pada kenyataannya para remaja/anak-anak mengetahui informasi tentang seks pada era informasi ini lebih banyak ketika berselancar di internet, TV kabel atau media sosial sehingga rasa ingin tahu remaja sangat sulit dibendung meskipun remaja
tersebut memiliki spiritual yang baik. Terkait hal tersebut, sangat penting peran orang tua dan sekolah untuk dapat melakukan pencegahan (meminimalisir) dengan memberikan pengetahuan tentang: tumbuh kembang remaja, kehamilan, pendidikan seks, penyakit menular, kekerasan seksual dan cara menghindari (Lestari, Ulfiana dan Suparmi, 2013). Berdasarkan Tabel 2 sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi kategori tinggi sebesar 92%. Pengetahuan adalah domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan/perilaku, perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada yang tidak didasari pengetahuan (Wawan dan Dewi, 2011). Demikian halnya disampaikan Notoatmodjo (2012), bahwa pengadopsian perilaku yang didasari pengetahuan
dan kesadaran positif akan bersifat langgeng maka faktor pendidikan, usia, lingkungan dan sosial akan menentukan sejauhmana perilaku sehatnya.
Dari hasil uji bivariat diperoleh p = 0,000; OR=0,004 dan pada uji multivariat diperoleh p=0,017;OR=0,08 maka ada korelasi antara tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seks pranikah artinya semakin tinggi tingkat
pengetahuannya kemungkinan melakukan perilaku seks pranikah makin rendah karena mampu melakukan pengendalian diri, hal ini dapat dilihat pada Tabel 3 dari 202 orang yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi, 64% responden tidak melakukan perilaku seks pranikah, pengetahuan seseorang terbentuk melalui proses yang terus-menerus dan setiap saat akan mengalami reorganisasi karena adanya
pemahaman yang baru, maka
sangat perlu remaja diberikan pengetahuan baru untuk mereorganisasi
pengetahuannya melalui pengalaman pribadi yang mampu meninggalkan kesan yang kuat untuk membentuk perilakunya, memberikan pengaruh dari orang yang dianggap penting karena individu cenderung memiliki sikap yang searah dengan orang yang dianggap penting dan memberi bimbingan yang benar
dari pengaruh sosial budaya dan media massa.
Pada Tabel 3 terdapat 36% orang yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi tetapi telah melakukan perilaku seks pranikah, juga pada responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah 94% telah melakukan perilaku seks pranikah. Sebagaimana disampaikan oleh Sembayang, Gultom dan Sidabutar
(2011) bahwa faktor yang
mempengaruhi perilaku seksual individu adalah dorongan seksual, kesehatan, psikis, pengetahuan seksual dan pengalaman seksual sebelumnya. Pengetahuan seksual yang salah dapat memimpin seseorang untuk berperilaku seksual yang salah dengan segala akibatnya, informasi yang salah menyebabkan pengertian
dan persepsi remaja tentang seks menjadi salah pula. Maka beberapa cara untuk mengatasi perilaku seksual remaja yang dapat dilakukan oleh orang tua dan sekolah adalah: menyediakan informasi tentang pendidikan kesehatan yang akurat,
memperbanyak akses pelayanan konseling kesehatan, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan informatif, pandangan bahwa seks tabu harus segera dikikis, justru para orang tua sesegera mungkin memberikan pemahaman yang tepat tentang seks.
Pada uji multivariat menunjukkan nilai Nagelkerke R Square sebesar 21,9% artinya variabel harga diri,
religiusitas dan tingkat pengetahuan secara bersama-sama berkorelasi dengan perilaku seks pranikah dan memberi kontribusi sebesar 21,9%
dalam pembentuk perilaku responden untuk melakukan
perilaku seks pranikah dan sisanya yang 78,1% dipengaruhi variabel lain yang belum diteliti. Pada Tabel 2 diperoleh data bahwa 40% responden melakukan dan 60% tidak melakukan perilaku seks pranikah. Dari data 60% responden tidak melakukan perilaku seks pranikah ini menunjukkan bahwa variabel harga diri, religiusitas dan tingkat pengetahuan sangat berkontribusi dalam pembentukan perilaku remaja dan yang perlu mendapat perhatian adalah 40% responden yang telah melakukan perilaku seks pranikah yang disokong oleh sebagian responden yang memiliki harga diri, religiusitas dan tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi tinggi maupun rendah. Dari data kuesioner variabel perilaku seks pranikah dari 219 responden diperoleh gambaran secara rinci tentang perilaku yang ditunjukkan berikut ini: gemar membaca atau melihat gambar porno 5%, berciuman dengan bibir 30%, melakukan rangsangan dengan lawan jenis 15%, pernah petting dengan lawan jenis 7%, berciuman di leher dengan lawan jenis 17%, melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis 6%, melakukan sentuhan untuk menimbulkan rangsangan 15%, yang menyatakan pacaran harus melakukan hubungan seks 3%, tidak mampu mengendalikan diri 12%, yang menyatakan hubungan seks adalah wujud kasih sayang 6%. Dari paparan tersebut dapat diperoleh informasi bahwa perilaku seks pranikah yang dilakukan responden tidak murni pada hubungan seksual dengan lawan jenis tetapi ada beberapa perilaku yang tidak berhubungan seksual
tetapi dikategorikan perilaku seksual sebagaimana yang disampaikan oleh Sebayang, Gultom dan Sidabutar (2011), maka yang harus menjadi perhatian dalam meningkatkan kesadaran remaja untuk tidak melakukan perilaku seks adalah dengan memantau dan membimbing perkembangan individu remaja, meminimalisir pengaruh dari eksternal dan masyarakat yang tidak baik, selain meningkatkan pemahaman remaja untuk memiliki harga diri yang tepat, religiusitas dan moral yang benar serta memiliki tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi yang benar- benar diterapkan dalam hidup pribadi remaja.
## KESIMPULAN
Terdapat hubungan yang signifikan antara harga diri, religiusitas dan tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seks pranikah. Uji multivariat menunjukkan nilai Nagelkerke R Square sebesar
21,9% sehingga variabel harga diri, religiusitas dan tingkat pengetahuan secara bersama-sama berkorelasi dengan perilaku seks pranikah dan memberi kontribusi sebesar 21,9%
dan sisanya yang 78,1%
dipengaruhi variabel lain yang belum diteliti.
## SARAN
Dibutuhkan peran orang tua dalam mengarahkan dan memberi pemahaman yang benar tentang masalah seksual menyangkut
kesehatan reproduksi dan resiko penyalahgunaan seksual. Perlunya institusi pendidikan terus-menerus memberikan pendidikan kesehatan pada para remaja tentang resiko dan penyakit karena seks bebas.
## DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, Fitri Respati dan Nita Nasution. 2012. Buku Pintar Asuhan Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Cakrawala Ilmu, Yogyakarta. Aryati, Jeane. 2016. Hubungan Antara Harga Diri dan Religiusitas terhadap Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja. https://repository.Usd.ac.id. Diakses 28 September 2019.
Haryani, D.S, Wahyuningsih dan
Haryani K. 2015. Peran Orang Tua Berhubungan dengan Perilaku Seksual Pranikah Remaja di SMK N 1 Sendayu . https://scholar.google.co.id.
Diakses pada tanggal 27 Agustus
2019.
Hidayat, Khafri. 2013. Pengaruh Harga Diri dan Penalaran Moral terhadap Perilaku Seksual Remaja Berpacaran di SMK Negeri 5 Samarinda . http://ejournal.psikologi.fisip- unmul.ac.id. Diakses pada tanggal 26 Agustus 2019. Irmawaty, Lenny. 2013. Perilaku Seksual pada Mahasiswa. https://journal.unnes.ac.id.
Diakses pada tanggal 13 Agustus
2019.
Hudaraja, Arya. 2018. Kimcilisasi and Young Zaman Now.
Diakses pada tanggal 28 Agustus 2019. https://books.google.co.id . Khairunnisa, Ayu. 2013. Hubungan Religiusitas dan Kontrol Diri dengan Perilaku Seksual Pranikah Remaja di MAN 1 Samarinda. http://ejournal.psikologi.fisip- unmul.ac.id. Diakses pada tanggal 26 Juli 2019. Kusmiran, Eny. 2012. Kesehatan Reproduksi Remaja. Salemba Medika, Jakarta.
Kemenkes. 2012. Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja. https://www.google.com. Diakses pada tanggal 5 September 2019.
Lestari, Tri Wiji, Elisa Ulfiana dan
Suparmi. 2013. Buku Ajar
Kesehatan Reproduksi Berbasis Kompetensi. EGC, Jakarta. Notoatmojo, Soekidjo. 2012. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni . Rineka Cipta,
Jakarta.
Potter, Patricia A. dan Anne G. Perry. 2010. Fundamental Keperawatan Edisi 7. Buku 2. Salemba Medika, Jakarta.
Rahyani, Yuni, et al. 2012. Perilaku Seks Pranikah Remaja. http://journal.fkm.ui.ac.id. Diakses pada tanggal 26 Agustus 2019.
Rohan, Hasdianah Hasan, et al.
2017. Buku Kesehatan Reproduksi: Pengenalan Penyakit menular Reproduksi dan Pencegahannya . Intimedia,
Malang.
Santoso, W. 2011 . Sosiologi Feminimisme: Konstruksi Perempuan dalam industri Media. Diakses pada tanggal 11 Agustus 2019. https://books.google.co.id . Sebayang, Wellina, Destyna Yohana Gultom, dan Eva Royani Sidabutar. 2018. Perilaku Seksual Remaja. Diakses pada tanggal 5 Agustus 2019. https://books.google.co.id. Sunaryo. 2013. Psikologi Untuk
Keperawatan Ed. 2. EGC, Jakarta. Susanto, Ahmad. 2018. Bimbingan dan Konseling di Sekolah.
Prenadamedia, Jakarta. Diakses pada tanggal 11 September 2019. https://books.google.co.id. Wawan A. dan Dewi M. 2011. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia . Nuha Medika, Yogyakarta.
|
0c5694f2-d79e-46c1-8e03-58b55100908f | https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/jisep/article/download/46134/41619 | Agri- SosioEkonomi Unsrat, ISSN (p) 1907– 4298, ISSN (e) 2685-063X , Sinta 5, Volume 19 Nomor 1, Januari 2023 : 387 - 394
## Strategi Pengembangan Usaha Melalui Business Model Canvas
(Studi Kasus “JW Roti” Di Desa Totolan Kecamatan Kakas Barat Kabupaten Minahasa)
## Business Development Strategy Through Business Model Canvas
(Case Study of "JW Roti" in Totolan Village, West Kakas District, Minahasa Regency)
Jovanka Jermias Rivaldo Walean (1)(*) , Paulus Adrian Pangemanan (2) , Tommy F. Lolowang (2)
1) Mahasiswa Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi, Manado 2) Dosen Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi, Manado
*Penulis untuk korespondensi: waleanjovanka@gmail.com
Naskah diterima melalui e-mail jurnal ilmiah agrisosioekonomi@unsrat.ac.id
: Selasa, 17 Januari 2023
Disetujui diterbitkan : Sabtu, 28 Januari 2023
## ABSTRACT
This study aims to evaluate the business model applied at "JW Roti" with the Business Model Canvas approach and establish a business strategy for the "JW Roti" business in Totolan Village. This research will be carried out from January 2022 to March 2022 in the "JW Roti" business in Totolan Village, West Kakas District, Minahasa Regency. The data collected in this study are primary data and secondary data originating from the internal and external environment. Primary data was obtained from internal parties, namely the owner of "JW Roti" and its employees and external parties, namely consumers of "JW Roti" while secondary data was obtained from agencies related to the research conducted. Sampling was carried out by direct observation, interviews and documentation at "JW Roti". From the results of the research conducted, it can be concluded that the Business Model Canvas concept implemented by "JW Roti" includes (1) Customer segment, not distinguishing between customers; (2) Value Propositions (VP), producing new variants; (3) Channels, customers buy directly in stores; (4) Customer Relationship, implementing personal assistance relationships; (5) Revenue Streams, income through transactions; (6) Key Resources, land and buildings for production; (7) Key Activities, bread making; (8) Key Partnerships, suppliers of raw materials; and (9) Cost Structure, fixed costs and variable costs.
Keywords : business development; bakery business; business model canvas;
## ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengevaluasi model bisnis yang di terapkan di “JW Roti” dengan pendekatan Business Model Canvas dan menetapkan strategi bisnis pada usaha “JW Roti” di Desa Totolan. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari 2022 sampai dengan bulan Maret 2022 pada usaha “JW Roti” di Desa Totolan Kecamatan Kakas Barat Kabupaten Minahasa. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang berasal dari lingkungan internal dan eksternal. Data primer diperoleh dari pihak internal, yaitu owner “JW Roti” dan karyawannya dan pihak eksternal yaitu konsumen “JW Roti” sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait dengan penelitian yang dilakukan. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi secara langsung di “JW Roti”. Hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa Konsep Business Model Canvas yang dijalankan “JW Roti” meliputi (1) Customer segment, tidak membedakan pelanggan; (2) Value Propositions (VP), memproduksi varian baru; (3) Channels, pelanggan membeli langsung di toko; (4) Customer Relationship, menerapkan hubungan personal assistance; (5) Revenue Streams, pendapatan melalui transaksi; (6) Key Resources, tanah dan bangunan untuk produksi; (7) Key Activities, pembuatan roti; (8) Key Partnerships, supplier bahan baku; serta (9) Cost Structure, biaya tetap dan biaya tidak tetap.
Kata kunci : pengembangan usaha; usaha roti; business model canvas ;
Strategi Pengembangan Usaha Melalui Business Model Canvas……………...(Jovanka Walean, Paulus Pangemanan, Tommy Lolowang)
## PENDAHULUAN
## Latar Belakang
Industri roti (bakery) merupakan bagian dari industri makanan jadi yang dapat dijadikan sebagai peluang usaha yang menjanjikan (Asih, 2012), sebab roti banyak diminati mulai dari anak-anak sampai orang tua, oleh karena itu bisnis roti berkembang pesat. Roti merupakan produk bakery yang paling pertama dikenal dan paling popular, bahkan menurut Yamit (1999), roti adalah salah satu makanan tertua di dunia.
Adanya perubahan pola konsumsi masyarakat saat ini didorong oleh perubahan gaya hidup. Semakin bertambahnya waktu kerja dan dorongan akan kebutuhan pangan yang serba praktis menyebabkan masyarakat memilih pangan dengan penyajian yang lebih praktis dan beragam. Peningkatan konsumsi makanan praktis mengakibatkan perkembangan pola konsumsi makanan dengan cepat menjalar ke masyarakat menengah ke atas bahkan masyarakat menengah ke bawah, maka hal ini menjadi peluang yang sangat baik bagi pelaku bisnis pengolahan makanan dalam memasarkan produknya untuk lebih mengembangkan usahanya dan membuat produk yang berkualitas dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat.
Roti adalah makanan yang berbahan dasar utama tepung terigu yang difermentasi dengan ragi roti, kemudian dicampur dengan gula, telur, mentega atau margarin dan garam dengan cara dipanggang sehingga menjadi produk dengan nilai tambah dan siap dikonsumsi dengan kandungan gizi yang baik (Panggabean, 2015). Roti yang semula dikenal sebagai makanan penjajah di Indonesia kini semakin populer dalam pola konsumsi pangan penduduk Indonesia, terutama golongan menengah ke atas. Memang, mula-mula hanya pada kelompok masyarakat tertentu, sebatas sebagai sarapan pagi yang umumnya disajikan bersama-sama dengan telur dadar atau segelas susu. Kemudian berkembang menjadi pola makan masyarakat kota yang sibuk. Saat ini sarapan dengan makan roti bukan lagi sesuatu yang baru, tetapi sudah menjadi subtitusi dari sarapan nasi.
Keberadaan roti yang mulai disukai oleh semua lapisan masyarakat menjadikan peluang usaha industri roti semakin menjanjikan. Keadaan ini menjadikan skala usaha yang bergerak di bisnis roti pun beragam, mulai dari yang kecil
atau bersifat home industri, menengah dan industri besar. Banyak dijumpai perusahaan roti berskala kecil di seluruh Indonesia yang tetap bertahan dan mampu berkembang meskipun terkena dampak krisis ekonomi. Salah satu industri yang saat ini memproduksi roti adalah “JW Roti”, beralamat di Desa Totolan Kecamatan Kakas Barat Kabupaten Minahasa. “JW Roti” adalah usaha perseorangan yang memproduksi aneka jenis roti dan kue dalam keadaan hangat ataupun dingin. Namun, jika melihat pertumbuhan omzet penjualan, masih menunjukkan angka yang relatif kecil. Rendahnya tingkat pertumbuhan penjualan tersebut, disebabkan beberapa kendala yang dihadapi “JW Roti”, yaitu lokasi atau penjualan terbatas di Desa Totolan, kemasan yang digunakan masih terbatas pada kotak kue atau sterofoam, bahkan kantong plastik serta masih terbatas pada inovasi produk. “JW Roti” pada saat ini sudah mampu memproduksi roti sebanyak 700 buah per hari dan omset per hari mencapai Rp1.190.000. Dalam 1 bulan “JW Roti” hanya memproduksi sebanyak 16 kali atau 11.200 buah dengan omset perbulan Rp19.040.000. omset ini di dapatkan karena wilayah penjualan yang masih sangat terbatas.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka untuk meningkatkan omzet penjualan “JW Roti”, perlu dilakukan tindakan terkait dalam menciptakan keunggulan kompetitif melalui strategi pengembangan usaha yang tepat agar tujuan usaha dapat dicapai. Business Model Canvas (BMC) merupakan alat yang dapat digunakan untuk merumuskan strategi pada “JW Roti” karena dengan BMC perusahaan dapat mengetahui bagaimana setiap aspek dalam bisnisnya berhubugan. Kemudian melalui analisa terhadap masing- masing hubungan tersebut diharapkan dapat menciptakan nilai yang lebih baik dari pada sebelumnya melalui keputusan strategis. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai Strategi Pengembangan Usaha melalui Business Model Canvas (Studi Kasus “JW Roti” di Desa Totolan).
## Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengevaluasi model bisnis yang diterapkan di “JW Roti” dengan pendekatan Business Model Canvas di Desa Totolan.
Agri- SosioEkonomi Unsrat, ISSN (p) 1907– 4298, ISSN (e) 2685-063X , Sinta 5, Volume 19 Nomor 1, Januari 2023 : 959 - 968
2. Menetapkan strategi bisnis pada usaha “JW Roti” di Desa Totolan.
## Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan informasi bagi pengusaha roti dalam upaya pengembangan usaha di bidang bakery .
2. Sebagai bahan masukkan bagi “JW Roti”
untuk pengembangan usaha.
3. Sebagai bahan penelitian yang ingin melakukan penelitian mengenai kelayakan usaha roti dan pengembangannya.
## METODE PENELITIAN
## Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada pada bulan Januari 2022 sampai dengan bulan Maret 2022 pada Usaha “JW Roti” di Desa Totolan Kecamatan Kakas Barat Kabupaten Minahasa. Pemilihan tempat penelitian sengaja dilakukan dengan pertimbangan bahwa “JW Roti” merupakan salah satu produsen roti yang berpotensi untuk mengembangkan usahanya.
## Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang berasal dari lingkungan internal dan eksternal “JW Roti”. Data primer diperoleh dari pihak internal, yaitu owner “JW Roti” dan karyawannya dan pihak eksternal yaitu konsumen “JW Roti”. Sedangkan data sekunder adalah data yang didapatkan dari instansi terkait dengan penelitian yang dilakukan.
## Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan menggunakan, observasi wawancara dan dokumentasi. Obervasi dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan pada kegiatan- kegiatan yang ada di toko “JW Roti”. Wawancara dilakukan dengan informan serta pengisian kuesioner, sedangkan dokumentasi yaitu pengambilan gambar di lapangan.
## Metode Analisis Data
Mengevaluasi model bisnis yang diterapkan di “JW Roti” dengan pendekatan Business Model Canvas (BMC). Evaluasi didasarkan pada 9 (Sembilan) segmen yaitu: customer segmen , value
propositions, channels, customer relationships, revenue streams, key resources, key activities, key partnerships dan cost structure . Hal ini dapat di lihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Sembilan Elemen BMC
## Definisi Operasional
1. Strategi adalah cara yang dilakukan oleh suatu perusahaan atau organiasasi untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.
2. Pengembangan usaha adalah usaha untuk mempertahankan usaha agar tetap produktif dan menghasilkan keuntungan dalam jangka panjang.
3. Business Model Canvas adalah strategi manajemen yang digunakan untuk perencanaan bisnis perusahaan berdasarkan proposisi nilai perusahaan, produk,
infrastuktur pelanggan dan keuangan.
4. Business Model Canvas terdiri dari 9 segmen atau blok, yaitu:
- Customer segments, yaitu membedakan kelompok masyarakat atau organisasi yang akan dijangkau dan dilayani
- Value proposition yaitu: nilai yang diposisikan perusahaan untuk calon customer
- Channels, yaitu cara yang digunakan untuk menjangkau pelanggan
- Customer relationships, yaitu hubungan antara pelanggan dan karyawan
- Revenue streams, yaitu aliran pendapatan
- Key resources, yaitu beberapa jenis sumberdaya yang dimiliki oleh
perusahaan
- Key activities, yaitu kegiatan utama perusahaan
- Key partnerships, yaitu jaringan pemasok dan rekanan
Strategi Pengembangan Usaha Melalui Business Model Canvas……………...(Jovanka Walean, Paulus Pangemanan, Tommy Lolowang)
- Cost structure, yaitu semua jenis biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan, yang terdiri dari fixed cost dan variable cost.
5. Roti adalah makanan siap saji, bahan baku utamanya menggunakan tepung terigu dan ragi dapat bertahan 2-3 hari.
6. Produksi adalah proses pembuatan barang atau jasa untuk disalurkan ke konsumen.
7. Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi kondisi tempat penelitian.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Profil Singkat “JW Roti”
Berdirinya “JW Roti” berawal dari ide Bapak. Joppie Walean untuk meneruskan usaha dari orang tua yang sudah agak lama ditutup. Orang tua dari Bapak Joppie Walean mendirikan usaha roti mulai dari tahun 1970-an sampai dengan tahun 1990-an kemudian tidak berproduksi lagi. Ide untuk membuka kembali usaha roti ini karena melihat animo masyarakat dan dorongan dari orang-orang yang pernah menikmati roti buatan orang tua Joppie yang rasanya enak.
Setelah ada kata sepakat dengan istri dan anak, maka Bapak Joppie memulai kembali usaha roti, dengan nama “JW Roti” singkatan dari nama “Joppie Walean”. Usaha ini selain dibantu oleh istri dan anak, juga dibantu oleh saudara-saudara yang tinggal di Desa Totolan. “JW Roti” menjual beraneka macam roti dan donat, serta kue-kue lainnya. Usaha ini cukup berkembang dan diminati oleh masyarakat sekitar.
Selain menjual produk jasanya secara langsung kepada calon konsumen, “JW Roti” juga mengenalkan produk jasanya melalui platform digital (facebook dan instagram), untuk mempermudah interaksi dengan calon konsumen semua platform digital yang dimiliki “JW Roti” tersambung dengan media whatshap. Hal ini juga memudahkan konsumen untuk melakukan pembelian secara online dan konsumen dapat menerima roti yang dibeli ditempat (rumah konsumen). Cara penjualan secara online mulai berkembang pada saat pandami Covid-19 dan sampai saat ini penjualan secara online masih tetap dilakukan.
Inovasi yang dilakukan oleh “JW Roti” mengacu pada keinginan pelanggan/konsumen, seperti misalnya: pada awal berdiri hanya
memproduksi jenis-jenis roti seperti roti coklat, roti kacang dan roti keju, tetapi seiring berjalannya waktu, “JW Roti” juga sudah memproduksi kua Donat dengan beraneka toping, dan pada saat hari raya keagamaan seperti natal, maka “JW Roti” juga memproduksi kue-kue kering (kukis mentega).
## Sumber Daya Peralatan
Produk roti yang berkualitas tidak hanya terbuat dari bahan-bahan yang berkualitas tetapi juga berasal dari penggunaan alat/mesin yang sudah modern agar produksi roti bisa dilakukan dengan cepat. Peralatan yang digunakan “JW Roti” untuk produksi roti adalah sebagai berikut: 1. Mixer (untuk mencampur bahan menjadi satu) sebanyak 1 unit,
2. Bread slicer (alat pemotong roti tawar) sebanyak 1 unit,
3. Meja kerja,
4. Oven (pemanggang adonan) sebanyak 5 unit,
5. Timbangan,
6. Gelas ukur,
7. Sheeter (untuk menipiskan adonan sebelum dilipat atau dipotong),
8. Pipping bag (alat yang digunakan untuk membantu dalam pemberian topping atau filling ),
9. Baking tray (tempat untuk mengistirahatkan adonan yang bersuhu panas dan lembab)
10. Alat pendukung seperti kuas (untuk mengoleskan telur).
## Proses Produksi “JW Roti”
Salah satu faktor penunjang berlangsungnya kegiatan produksi adalah ketersediaan bahan baku yang sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh “JW Roti”. Jenis bahan baku yang digunakan “JW Roti” adalah sebagai berikut:
1. Bahan Utama
Bahan baku yang digunakan oleh “JW Roti” adalah tepung terigu, telur, ragi dan mentega. “JW Roti” memilih bahan baku bermutu untuk melaksanakan proses produksi. Ketepatan pemilihan jenis tepung terigu sangat berpengaruh terhadap hasil akhir produksi
2. Bahan Penunjang
Bahan penunjang dalam pembuatan roti dapat terdiri dari dua jenis yaitu bahan campuran adonan terigu dan bahan taburan ( topping ). Bahan-bahan penunjang yang
Agri- SosioEkonomi Unsrat, ISSN (p) 1907– 4298, ISSN (e) 2685-063X , Sinta 5, Volume 19 Nomor 1, Januari 2023 : 959 - 968
digunakan untuk campuran adonan roti yaitu, gula pasir, vanili. Sedangkan bahan penunjang yang digunakan sebagai topping memiliki fungsi utama untuk memperindah tampilan roti agar konsumen semakin tertarik.
Adapun bahan-bahan yang biasanya digunakan untuk topping dan isi roti yaitu coklat cair, coklat batang. susu, keju, dan margarin.
Pengemasan adalah proses terakhir dalam melakukan produksi. Proses ini menentukan tampilan luar produk dan ketahanan produk hingga ke tangan konsumen. Jenis kemasan yang digunakan “JW Roti” untuk mengemas produknya yaitu plastik dan kemasan kotak dengan berbagai ukuran sesuai dengan jenis roti. Berikut adalah gambar alur produksi.
Gambar 2. Alur Produksi “JW Roti”
## Bisnis Model Kamvas “JW Roti”
Konsep bisnis yang dijalankan oleh “JW Roti” dituangkan dalam bisnis model canvas berdasarkan 9 (Sembilan) segmen, yaitu customer segment, value propositions, channels, customer relationships, revenue streams, key resources, key activities, key partnerships dan structures.
1. Customer Segment (CS)
Pada segmen ini membedakan kelompok masyarakat atau organisasi yang akan dijangkau atau dilayani. Dalam hal ini “JW Roti” tidak membedakan pelanggan atau kelompok organisasi, karena konsumen “JW Roti” mulai dari anak-anak hingga orang dewasa/tua. Tetapi kebanyakan yang membeli roti adalah ibu-ibu untuk anggota
keluarganya. Namun demian “JW Roti” tidak mengelompokkan pelanggan secara khusus.
2. Value Propositions (VP) Value propositions adalah kumpulan dari berbagai macam produk dan jasa yang akan menciptakan nilai bagi pelanggan segmen tertentu. Adapun Value propositions yang dikeluarkan oleh “JW Roti” adalah:
a. Newness (Kebaruan) Newness yang dikeluarkan oleh “JW Roti adalah: kue donat dan kue kering. Kue donat banyak diminati oleh anak- anak dengan toping yang beraneka ragam, namun juga dinikmati oleh orang dewasa yang menggemari rasa coklat, sedangkan kukis kering biasanya dibeli oleh para pelanggan untuk acara-acara seperti natal, tahun baru, lebaran dan paskah. b. Elemen Performance Elemen performance adalah peningkatan kinerja produk/jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. Cara “JW Roti” meningkatkan kualitas produk adalah dengan menggunakan bahan baku yang berkualitas terbaik
c. Customization Akibat pandemi covid-19, banyak pelanggan yang enggan ke luar rumah, sehingga “JW Roti” melakukan customization dengan cara mengantar pesanan ke rumah-rumah pelanggan yang memesan melalui whatshapp, tanpa meminta biaya pengantaran. Sehingga pelanggan tidak perlu datang ke Toko “JW Roti” untuk membeli produk “JW Roti”.
d. Brand image Brand image yang dilakukan oleh “JW Roti” adalah keramahan kepada para pelanggan yang datang membeli dan kecepatan merespon keinginan pembeli. Disadari bahwa merek dagang dari “JW Roti” masih belum dapat memberikan nilai status kepada pelanggannya dan belum dikenal secara luas oleh masyarakat.
e. Price (Harga) Harga merupakan hal yang mempengaruhi minat pelanggan, jika harga jual terlalu mahal, maka pelanggan akan berpindah ketempat lain. Harga yang
Strategi Pengembangan Usaha Melalui Business Model Canvas……………...(Jovanka Walean, Paulus Pangemanan, Tommy Lolowang)
ditawarkan oleh “JW Roti” disesuaikan dengan kualitas bahan dan pangsa pasar.
f. Cost reduction Pengurangan harga diberikan bagi pelanggan yang akan menjual kembali produk “JW Roti” pada toko atau warung mereka dan jasa pengantaran apabila pelanggan membeli dalam jumlah yang banyak. Hal ini menguntungkan kedua pelah pihak dan produk “JW Roti” menjadi lebih terkenal.
g. Accessibility Accessibility adalah kemudahan yang diberikan oleh “JW Roti” kepada pelanggan, yaitu dapat langsung datang ketoko untuk membeli produk atau membeli melalui whatsapp dan diantar ke rumah pelanggan tanpa membayar biaya pengantaran.
h. Convenience Convenience adalah rasa nyaman yang diberikan oleh “JW Roti” kepada pelanggannya, berupa suasana toko yang nyaman dan bersih serta karyawan toko yang ramah dalam melayani pelanggan.
3. Channels
Cara yang digunakan “JW Roti” untuk menjangkau pelanggan dapat melalui saluran distribusi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, yaitu pembeli datang ke toko roti, sedangkan secara tidak langsung, pembeli membeli melalui media sosial yaitu Facebook, masseger dan whatsapp. Selain itu “JW Roti” juga melakukan partner stores, yaitu melakukan penjualan lewat toko atau warung yang sudah menjadi pelanggan tetap “JW Roti”. Partner stores tersebut akan menjual kembali produk “JW Roti”.
4. Customer Relationship
Segmen ini menjelaskan jenis hubungan
“JW Roti” dengan segmen pelanggan yang akan dicapainya. Dalam hal ini “JW Roti” harus menetapkan jenis hubungan dengan pelanggannya, yang dapat diukur dari segi personal untuk memperoleh, mempertahankan pelanggan dan meningkatkan penjualan.
“JW Roti” menerapkan hubungan personal assistance, yaitu hubungan yang didasarkan pada interaksi antara pelanggan
dan karyawan “JW Roti” yang melayani. Karyawan yang melayani adalah kasir dan karyawan yang khusus membantu pelanggan untuk membeli produk “JW Roti”, namun pelanggan juga dapat mengambil sendiri produk yang diinginkan dan membawa langsung ke kasir.
Pelanggan dapat memberikan kritik dan saran untuk produk-produk yang ditawarkan, dan juga terhadap pelayanan yang diberikan oleh: JW Roti”. Dengan adanya kritik dan saran, dapat membantu “JW Roti” dalam mengevaluasi produk dan pelayanan apakah sudah baik atau tidak baik.
5. Revenue Streams
Menjelaskan tentang kas yang dihasilkan oleh “JW Roti” dengan menyediakan produk dan jasa yang dihasilkan kepada segmen pelanggan yang akan dicapainya. Aliran pendapatan yang dimiliki oleh “JW Roti” yaitu pendapatan transaksi ( transaction revenues ), yaitu pendapatan yang dihasilkan dari pelanggan dengan satu kali pembayaran produk “JW Roti” yaitu roti, donat dan kue kering (hanya pada hari raya keagamaan).
Penetapan harga yang ditetapkan oleh “JW Roti” yaitu dinamis ( dynamic pricing ). Penetapan harga dinamis adalah perubahan harga yang terjadi didasarkan pada kondisi pasar. Jika bahan baku mengalami kenaikkan harga, maka produk yang dijual juga mengalami kenaikkan harga.
6. Key Resources
Menjelaskan beberapa sumberdaya yang penting dimiliki agar suatu bisnis dapat bekerja dengan baik. Key resources ini memungkinkan “JW Roti” untuk menciptakan dan menawarkan jasa layanan, memasuki pasar, menjaga hubungan dengan pelanggan dan memperoleh pendapatan.
Key resources yang dimiliki “JW Roti”, yaitu tanah dan bangunan untuk produksi, mobil untuk alat transportasi pengantaran produk, mesin untuk mengadon ( mixer ), oven untuk memanggang produk, timbangan, baki, rak-rak untuk memajang produk ( display ). “JW Roti” juga memiliki sumberdaya manusia, walaupun masih dalam lingkup keluarga, tetapi kemampuan sumberdayanya
Agri- SosioEkonomi Unsrat, ISSN (p) 1907– 4298, ISSN (e) 2685-063X , Sinta 5, Volume 19 Nomor 1, Januari 2023 : 959 - 968
tidak diragukan. Bagian marketing
bertanggung jawab terhadap promosi dan mencari orderan. Kasir bertanggung jawab terhadap keuangan dari pelanggan yang membeli produk “JW Roti”, bagian produksi yang mengelola produk yang akan di jual/di pasarkan. Sedangkan modal untuk usaha “JW Roti” berasal dari modal yang dikumpulkan sendiri oleh pemilik “JW Roti”.
## 7. Key Activities
Setiap bisnis memiliki kegiatan utama untuk menciptakan dan menawarkan value propositions, memasuki pasar, memelihara hubungan dengan pelanggan dan memperoleh pendapatan. Namun setiap bisnis model memiliki kegiatan utama yang berbeda-beda sesuai dengan jenisnya.
Key activities yang dilakukan oleh “JW Roti” produksi dan penjualan. Produksi yang dilakukan “JW Roti” yaitu pembuatan roti, di mulai dari pembentukan adonan, memberikan isi roti (coklat atau keju), kemudian memanggang dan terakhir memberikan toping sesuai isi roti.
Proses penjualan, dilakukan setelah roti siap untuk disantap. Roti yang telah siap di santap, di letakkan di rak-rak display dan menunggu pelanggan yang datang membeli atau mengantar langsung kepada pelanggan yang memesan lewat media sosial.
8. Key Partnerships “JW Roti” memiliki kerjasama dengan supplier yang memasok bahan baku, terutama terigu sebagai bahan dasar pembuatan roti, sedangkan bahan-bahan penunjang lainnya diperoleh dari supplier yang lain, dengan demikian ada beberapa supplier yang bekerjasama dengan “JW Roti” untuk memasok bahan baku pembuatan roti.
Selain supplier, “JW Roti” juga menjalin kerjasama dengan partner dagang, yaitu toko- toko dan warung yang memasarkan produk “JW Roti”. Mereka diberikan harga khusus dan pembayarannya dapat dilakukan setelah produk terjual dan apabila banyak pesanan, maka “JW Roti” juga menggunakan jasa gojek yang sudah sering digunakan untuk mengantar pesanan.
9. Cost Structure
Menjelaskan semua biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan bisnis. Struktur biaya dapat dikelompokkan kedalam biaya tetap ( fixed cost ) dan biaya tidak tetap ( variable cost ) serta biaya penyusutan alat. Fokus struktur biaya yang dilakukan oleh “JW Roti” adalah cost driven, yaitu lebih meminimalisir biaya dengan hasil yang terbaik.
Tabel 1. Biaya Tetap “JW Roti” Fix Cost Price Quantity Total Mixer Rp. 2.500.000 1 Rp. 2.500.000 Oven Rp. 5.000.000 1 Rp. 5.000.000 Meja Rp. 500.000 2 Rp. 1.000.000 Timbangan Rp. 50.000 1 Rp. 50.000 Rak Rp. 1.000.000 2 Rp. 2.000.000 Baki Rp. 125.000 20 Rp. 2.500.000 Rp. 19.500.000 Sumber: Data primer yang diolah, 2022 Tabel 2. Biaya Tidak Tetap “JW Roti” Variable Cost Price Quantity Total Tepung Rp. 14.000 20 Kg Rp. 290.000 Mentega Rp. 22.500 5 Kg Rp. 112.500 Gula Rp. 16.000 5 Kg Rp. 80.000 Ragi’ Rp. 50.000 250 Gr Rp. 25.000 Coklat Rp. 26.000 2 Kg Rp. 52.000 Keja Rp. 50.000 0,5 Kg Rp. 25.000 Kacang Rp. 15.000 0,5 Kg Rp. 7.500 Tenaga Kerja Rp. 75.000 5 Orang Rp. 375.000 Rp. 967.000
Sumber: Data primer yang diolah, 2022
Konsep bisnis dalam model bisnis canvas oleh “JW Roti” seperti gambar 3 dibawah ini.
Gambar 3. Konsep Bisnis Model Canvas “JW Roti”
## KESIMPULAN DAN SARAN
## Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil setelah melakukan penelitian tentang strategi pengembangan usaha melalui Business Model Canvas adalah:
Strategi Pengembangan Usaha Melalui Business Model Canvas……………...(Jovanka Walean, Paulus Pangemanan, Tommy Lolowang)
1. Konsep Business Model Canvas yang dijalankan oleh “JW Roti” berdasarkan 9 (Sembilan) segmen, yaitu Customer segment, value propositions, channels, customer relationships, revenue streams, key resources, key activities, key partnerships dan cost structures, sebagai berikut:
a. Customer segment, yaitu “JW Roti” tidak membedakan pelanggan atau kelompok organisasi, karena konsumen “JW Roti” mulai dari anak-anak hingga orang dewasa/tua.
b. Value Propositions (VP), yaitu: memproduksi varian baru, menggunakan bahan baku yang berkualitas, pesanan dapat diantar kerumah pelanggan tanpa meminta biaya transportasi, harga produk bersaing dengan usaha sejenis dan pelanggan tetap diberikan harga khusus atau potongan harga.
c. Channels, yaitu: pelanggan dapat membeli langsung di toko “JW Roti, melalui media social dan pelanggan juga dapat membeli di toko atau warung yang menjadi partner dagang “JW Roti”.
d. Customer Relationship, Yaitu: “JW Roti” menerapkan hubungan personal assistance, dan dapat menerima kritik maupun saran dari pelanggan.
e. Revenue Streams, yaitu “JW Roti” memperoleh pendapatan melalui transaksi (transaction revenues), sedangkan penetapan harga yang ditetapkan oleh “JW Roti” yaitu dinamis.
f. Key Resources, yaitu: tanah dan bangunan untuk produksi, mobil untuk alat transportasi pengantaran produk, mesin untuk mengadon (mixer), oven untuk memanggang produk, timbangan, baki, rak-rak untuk memajang produk (display) “JW Roti” juga memiliki sumberdaya manusia yang trampil dalam membuat roti.
g. Key Activities, yaitu pembuatan roti, di mulai dari pembentukan adonan, memberikan isi roti (coklat atau keju), kemudian memanggang dan terakhir memberikan toping sesuai isi roti. Proses penjualan, dilakukan setelah roti siap untuk disantap.
h. Key Partnerships, yaitu: supplier yang memasok bahan baku, terutama terigu sebagai bahan dasar pembuatan roti, sedangkan bahan-bahan penunjang lainnya diperoleh dari supplier yang lain.
i. Cost Structure, yaitu: biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost) serta biaya penyusutan alat.
2. Strategi pengembangan usaha yang dapat diterapkan oleh “JW Roti” adalah mempertahankan produk dengan tidak menggunakan bahan
pengawet, memanfaatkan kemajuan teknologi dengan mengaktifkan penggunaan media sosial, menggunakan alat produksi yang lebih canggih, memasarkan produk ke daerah yang baru, mempertahankan pelanggan yang sudah ada, menambah varian produk dengan harga yang terjangkau, menambah jumlah sarana transportasi untuk memudahkan pemasaran serta memiliki stok bahan baku, agar tidak terpengaruh jika biaya bahan baku meningkat.
## Saran
Saran yang dapat diberikan untuk pengembangan usaha “JW Roti” adalah:
1. Ada pembagian tanggungjawab kepada karyawan pada setiap bidang,
2. Meningkatkan pelayanan bagi konsumen yang mengunjugi “JW Roti” agar kepuasan konsumen tetap bertahan ditengah persaingan yang semakin ketat.
3. Kemasan produk sebaiknya dicantumkan tanggal kadaluarsa.
## DAFTAR PUSTAKA
Asih, A.L., 2012. Analisis Penentuan Harga Pokok Produksi Berdasarkan Activity Based Costing (ABC) pada Pabrik Roti “Sam Jaya” Purwodadi. Diakses pada 12 Januari 2022. http://www.unaki.ac.id/ejournal/index.php/jur nalinformatika/ article/download/78/77.
Panggabean, G.D., 2015. Analisis Efisiensi Usaha Agroindustri Usaha Roti Primata Sari Desa Rambah Kecamatan Rambah Hilir. Pasir Pengaraian. Universitas Pasir Pengaraian.
Yamit, Zulian, 1999. Manajemen Persediaan.
Cetakan perrtama Ekonisia UII. Yogyakarta.
|
650f9977-eb27-40fa-8ce3-ee7ccd162175 | https://jurnal.unived.ac.id/index.php/er/article/download/3334/2924 | Jurnal Ekombis Review – Jurnal Ilmiah Ekonomi dan Bisnis
Available online at : https://jurnal.unived.ac.id/index.php/er/index DOI: https://doi.org/10.37676/ekombis.v11i1
## Pengaruh Sukuk, Inflasi, Suku Bunga, Dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Simpanan Dana Ketiga Perbankan Syariah
Catur Aldiansyah 1) ; Tri Inda Fadhila Rahma 2)
1,2) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara E-mail: 1) caturaldiansyah.7@gmail.com ; 2) triindafadhila@uinsu.ac.id
How to Cite :
Aldiansyah, C. Rahma, T. I. F (2023). Pengaruh Sukuk, Inflasi, Suku Bunga, Dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Simpanan Dana Ketiga Perbankan Syariah. EKOMBIS REVIEW: Jurnal Ilmiah Ekonomi Dan Bisnis, 11 (1). doi: https://doi.org/10.37676/ekombis.v11i1
## ARTICLE HISTORY
Received 30 September 2022] Revised [24 Desember 2022]
Accepted [31 Desember 2022]
## ABSTRAK
Dana pihak ketiga (DPK) biasanya dikenal dengan dana masyarakat yang merupakan dana yang dihimpun oleh bank yang berasal dari masyarakat dalam arti luas, meliputi masyarakat individu, maupun badan usaha bank yang menawarkan produk simpanan kepada masyarakat dalam menghimpun dananya. Dana pihak ketiga menjadi komponen utama dalam permodalan bank syariah karena dana pihak ketiga adalah variabel penting yang merupakan sumber utama dana bank. Keberadaan dana pihak ketiga dipengaruhi oleh berbagai faktor-faktor dalam penghimpunan dana masyarakat. Faktor-faktor tersebut tidak lepas dari keberadaan Sukuk, Inflasi, Suku Bunga, dan Pertumbuhan Ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh Sukuk, Inflasi, Suku Bunga, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Dana pihak ketiga pada Perbankan Syariah Indonesia Periode 2009-2021. Data time series yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia (BI), Otoritas Keuangan Indonesia (OJK), Badan Pusat Statistik (BPS) digunakan dalam penelitian ini. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode empiris menggunakan model analisis jalur untuk mendukung hipotesis penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat sukuk berpengaruh positif sebesar 10,81%, Inflasi berpengaruh positif sebesar 19,06 %, tingkat suku bunga berpengaruh positif sebesar 24,22%, dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif sebesar 18,27%. Hasil ini menunjukkan bahwa semua faktor yang diteliti berpengaruh dan signifikan terhadap dana pihak ketiga perbankan syariah.
## ABSTRACT
Third party funds (DPK) are usually known as community funds which are funds collected by banks originating from the public in a broad sense, including individual communities, as well as bank business entities that offer deposit products to the public in raising funds. Third party funds are the main component in Islamic bank capital because third party funds are an important variable which is the main source of bank funds. The existence of third party funds is influenced by various factors in the collection of public funds. These factors cannot be separated from the existence of Sukuk, Inflation, Interest Rates, and Economic Growth. This study aims to examine the effect of Sukuk, Inflation, Interest Rates, and Economic Growth on third party funds in
## KEYWORDS
Third party funds, Sukuk, Inflation, Interest Rates, Economic Growth.
This is an open access article under the CC–BY-SA license
Indonesian Islamic Banking for the 2009-2021 Period. Time series data published by Bank Indonesia (BI), Indonesian Financial Authority (OJK), Central Bureau of Statistics (BPS) are used in this study. Testing was carried out using empirical methods using a path analysis model to support the research hypothesis. The results showed that the rate of sukuk had a positive effect of 10.81%, Inflation had a positive effect of 19.06%, interest rates had a positive effect of 24.22%, and economic growth had a positive effect of 18.27%. These results indicate that all the factors studied have an influence and are significant on Islamic banking third party funds.
## PENDAHULUAN
Produk simpanan di perbankan syariah terdiri atas berbagai jenis dengan merujuk kepada akad yang digunakannya. Salah satu peranan perbankan syariah dalam industri keuangan Islam adalah sebagai lembaga penghimpun dana masyarakat atau dana pihak ketiga (DPK). Dana pihak ketiga (DPK) biasanya dikenal dengan dana masyarakat, merupakan dana yang dihimpun oleh bank yang berasal dari masyarakat dalam arti luas, meliputi masyarakat individu, maupun badan usaha bank yang menawarkan produk simpanan kepada masyarakat dalam menghimpun dananya (Amalia, 2015).
Dana pihak ketiga menjadi komponen utama dalam permodalan bank syariah karena dana pihak ketiga adalah variabel penting yang merupakan sumber utama dana bank. Bank yang memiliki dana pihak ketiga yang baik mencerminkan kondisi permodalan yang baik. Pemerintah Indonesia telah mendukung perkembangan perbankan syariah dan menilainya mempunyai daya tahan yang tinggi dalam menghadapi krisis keuangan (Bank Indonesia, 2016). Dukungan dari pemerintah ditunjukkan dengan pembentukan peraturan perundang-undangan tentang perbankan syariah mulai dari UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, kemudian diganti oleh UU No. 10 Tahun 1998 yang lebih lengkap dan secara eksplisit menggunakan kata bank syariah dan prinsip- prinsip syariah. Selanjutnya secara khusus pemerintah mengeluarkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.. Berikut adalah tabel perkembangan DPK bank syariah di Indonesia :
Tabel 1. Perkembangan DPK Pada Bank Syariah di Indonesia Periode 2009-2021
Tahun Dana Pihak Ketiga (dalam miliar) Growth 2009 52,271 48% 2010 76,036 45% 2011 115,415 52% 2012 147,512 28% 2013 183,534 24% 2014 217,858 19% 2015 231,175 6% 2016 279,335 21% 2017 334,719 20% 2018 371,828 11% 2019 416,558 12% 2020 418,223 13% 2021 423.890 14%
## Sumber: Laporan SPS OJK (2009-2021)
Tabel di atas menunjukkan bahwa secara volume nilai Dana Pihak Ketiga pada bank syariah di Indonesia gabungan antara BUS dan UUS pada periode 2009-2021 menunjukkan pertumbuhan yang positif tetapi mengalami tren yang cenderung menurun terutama lima tahun terakhir dan jika dilihat dari besar market sharenya pun tidak mengalami perubahan yang signifikan, yakni berkisar di
angka 5% saja (Otoritas Jasa Keuangan, 2021). Hasil penelitian terdahulu mengungkapkan bahwa perkembangan DPK perbankan syariah dipengaruhi oleh faktor- faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain adalah ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan merupakan besarnya aset yang dimiliki perusahaan dan sangat menentukan keinginan nasabah untuk menyimpan dana di bank. Ukuran bank memiliki kecenderungan kuat dalam menghasilkan profit yang tinggi.
Deposan pada umumnya menyimpan dananya di bank dengan motif profit maximitation . Semakin besar ukuran bank, maka masyarakat akan cenderung menyimpan uangnya di bank tersebut karena masyarakat berpikir akan merasa aman menyimpan dananya disana. Selain dipengaruhi oleh faktor internal, dana pihak ketiga juga dipengaruhi oleh faktor eksternal. Faktor eksternal merupakan variabel-variabel yang tidak memiliki hubungan langsung dengan manajemen bank, tetapi faktor tersebut secara tidak langsung memberikan efek bagi perekonomian dan hukum yang akan berdampak pada kinerja lembaga keuangan. Adapun faktor-faktor eksternal tersebut antara lain adalah sukuk, inflasi, suku bunga dan pertumbuhan ekonomi. Sukuk merupakan jenis sukuk yang banyak di pasarkan kepada nasabah bank. Sukuk adalah produk surat berharga syariah negara yang ditertbitkan oleh pemerintah republik Indonesia dalam hal ini kementerian keuangan dan dijual kepada individu atau perseorangan warga negara Indonesia melalui agen penjual di pasar perdana dalam negeri. Sukuk diterbitkan sebagai upaya Negara dalam mendukung peningkatan sektor keuangan syariah secara komprehensif, selain itu sukuk akan membawa perubahan pada masyarakat dalam berinvestasi dan akan membangkitkan semangat membangun mental masyarakat dalam melakukan investasi yang berdasarkan pada tujuan sosial. Sukuk diterbitkan pemerintah sejak tahun 2009 dan rutin setiap tahunnya, per tahun 2021 telah memasuki seri 13. Berikut ini adalah data perkembangan sukuk negara ritel :
Tabel 2. Perkembangan Sukuk Indonesia Periode 2009-2021
SR Imbal Hasil Tahun Terbit Jangka Waktu Nilai 001 12,00% 25-02-2009 3 tahun Rp 5,55 triliun 002 8,70% 10-02-2010 3 tahun Rp 8,00 triliun 003 8,15% 23-02-2011 3 tahun Rp 7,34 triliun 004 6,25% 21-02-2012 3,5 tahun Rp 13,61 triliun 005 6,00% 27-02-2013 3 tahun Rp 14,96 triliun 006 8,75% 05-03-2014 3 tahun Rp 19,32 triliun 007 8,25% 11-03-2015 3 tahun Rp 21,96 triliun 008 8,30% 10-03-2016 3 tahun Rp 31,50 triliun 009 6,90% 22-03-2017 3 tahun Rp 14,03 triliun 010 5,90% 21-03-2018 3 tahun Rp 8,43 triliun 011 8,05% 28-03-2019 3 tahun Rp 21,11 triliun 012 8,02% 28-03-2019 3 tahun Rp 21,02 triliun 013 7,85% 28-03-2019 3 tahun Rp 20,75 triliun Total Nilai Sukuk Negara Ritel Rp207,58 triliun
Sumber: Kementerian Keuangan (2009-2021)
Pada tabel di atas terlihat bahwa dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2021 pemerintah telah mengeluarkan setidaknya 13 seri sukuk dengan nilai atau volume outstanding telah mencapai 10% dari total DPK bank syariah di Indonesia. Sukuk ritel dapat bersaing dengan deposito yang diterbitkan oleh perbankan, karena keduanya sama-sama merupakan investasi berjangka yang memberikan imbalan atau bagi hasil yang cukup tinggi tiap tahunnya. Namun dalam hal ini sukuk jauh lebih tinggi dalam memberikan imbalan pada investor, yaitu berkisar 5- 12% per tahun. Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Said dan Ali, 2016) portofolio simpanan pada bank syariah di Indonesia di dominasi oleh simpanan yang memberikan bagi hasil atau berakad Mudharabah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa nasabah bank syariah sangat memperhatikan aspek return yang
diberikan oleh bank. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh (Muhammad Syakur, 2020) menunjukkan bahwa penerbitan sukuk negara ritel merupakan rival atau ancaman bagi produk- produk DPK bank syariah sehingga merupakan salah satu faktor penyebab menurunnya pertumbuhan DPK bank syariah di Indonesia.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut menunjukkan adanya potensi persaingan antara sukuk negara ritel dan produk- produk penghimpunan DPK pada bank syariah di Indonesia. Dana pihak ketiga yang menjadi sumber likuiditas perbankan dapat tergoyahkan dengan diterbitkannya sukuk ritel, karena sukuk ritel memberikan investasi yang aman dan profit yang lebih tinggi bisa sebagai alternatif penyimpanan dana oleh masyarakat. Selain sukuk, faktor eksternal lain yang mempengaruhi perkembangan dana pihak ketiga bank syariah adalah inflasi. Inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus-menerus. Ketika terjadi inflasi, maka akan terjadi ketidakpastian kondisi ekonomi suatu negara yang mengakibatkan masyarakat lebih menggunakan uang mereka untuk konsumsi. Tingginya harga dan tidak diikuti dengan kenaikan pendapatan membuat masyarakat tidak mempunyai kelebihan dana untuk disimpan dalam bentuk tabungan atau diinvestasikan. Menurut para pakar Islam, inflasi berakibat sangat buruk bagi perekonomian karena melemahkan semangat menabung dari masyarakat yang mengakibatkan hasrat masyarakat untuk menabung di bank berkurang (turunnya marginal propensity to save ). Sehingga berpengaruh terhadap penghimpunan dana pihak ketiga yang dilakukan oleh bank syariah. Selain inflasi, menurut ahli ekonomi klasik, tingkat suku bunga juga menentukan besarnya tabungan maupun investasi yang akan dilaksanakan dalam perekonomian.
Tingkat suku bunga atau yang lebih dikenal dengan BI rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. Berikut adalah data perkembangan tingkat inflasi dan tingkat suku bunga (BI rate ) Indonesia :
Tabel 3. Data Tingkat Inflasi Dan BI Rate Perode 2009-2021
Tahun Tingkat Inflasi (%) BI Rate (%) 2009 2,78 6,50 2010 6,96 6,50 2011 3,79 6,00 2012 4,30 5,75 2013 8,38 7,50 2014 8,36 7,75 2015 3,35 7,50 2016 3,02 4,75 2017 3,61 4,25 2018 3,13 6,00 2019 2,48 5,50 2020 3.18 6,85 2021 3,45 6,94
## Sumber: Bank Indonesia (2009-2021)
Setiap perubahan dalam suku bunga akan menyebabkan perubahan pula dalam tabungan rumah tangga dan permintaan dana untuk investasi perusahaan. Tingginya tingkat suku bunga (BI Rate ) akan berdampak pada biaya peminjaman dan pengembalian tabungan yang lebih besar. Dengan menariknya suku bunga yang ditawarkan, akan berdampak pada penghimpunan dana pihak ketiga bank syariah yang dalam kegiatan operasionalnya tidak menggunakan sistem bunga. Karena pada bank konvensional, para pemilik dana tertarik untuk menyimpan dana di sana berdasarkan tingkat bunga yang diperjanjikan. Selain itu, berdasarkan efek substitusi, kenaikan suku bunga bank konvensional dapat mengakibatkan perpindahan dana dari perbankan syariah ke perbankan konvensional karena nasabah yang profit oriented akan memilih menyimpan dananya pada produk yang memberikan keuntungan lebih tinggi. Artinya saat terjadi kenaikan suku bunga
akan menurunkan DPK bank syariah (Al-Asqalani: 2008). Selanjutnya faktor eksternal yang turut mempengaruhi simpanan dana pihak ketiga adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Ada tiga aspek yang perlu diperhatikan yaitu proses, output per kapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses, bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu saat.
Dilihat aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita. Ada dua sisi hal yang perlu diperhatikan yaitu sisi output totalnya dan sisi jumlah penduduknya. Output per kapita adalah output total dibagi jumlah penduduk. Jadi proses kenaikan output per kapita, tidak bisa tidak, harus dianalisis dengan jalan melihat apa yang terjadi dengan output total di satu pihak, dan jumlah penduduk di lain pihak (Bramantyo: 2006). Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses dimana meningkatnya pendapatan tanpa mengaitkannya dengan tingkat pertumbuhan penduduk, tingkat pertumbuhan penduduk umumnya sering dikaitkan dengan pembangunan ekonomi yang berasal dari penghimpunan dana dari masyarakat.
Salah satunya ialah adanya himpunan dana pihak ketiga yang turut menyumbang pertumbuhan ekonomi. Saat ini dengan banyaknya masyarakat yang enggan dalam menghimpun dana ke bank sebagai akibat dari adanya pandemi Covid-19 menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia sangat lemah akibat adanya pandemi COVID-19, dimana pada tahun 2019 pertumbuhan ekonomi sebesar 5,02% namun sejak pandemi tahun 2021 mengalami penurunan menjadi 3,64%.
Pada kuartal I Tahun 2020 perekonomian dunia serta nasional masih belum terlihat signifikan terdampak, namun pada kuartal II dan seterusnya dapat dikatakan mengalami terjun bebas bahkan telah mengalami resesi, kondisi ini merupakan periode terburuk sejak Tahun 1999 bagi Indonesia, dalam waktu singkat dapat mengalami penurunan drastis. Hal ini dapat terlihat pada data International Monetary Fund (IMF) bahwa laju pertumbuhan ekonomi beberapa negara di dunia seperti Amerika Serikat pada data kuartal IV Tahun 2020 adalah -2,4%, Korea Selatan adalah -1,4%, Jepang -1,2% dan Singapura -3,8%. Tidak terkecuali bagi Indonesia berdasarkan rilis data Badan Pusat Statistik, bahwa laju pertumbuhan ekonomi nasional pada Tahun 2020 kuartal I adalah 2,97%, kuartal II adalah -5,32%, selanjutnya pada kuartal III adalah -3,49% dan kuartal IV adalah -2,19%, bahkan pertumbuhan jauh di bawah pencapaian Kuartal I 2019 yang mencapai 5,07%. Sedangkan pada laju pertumbuhan ekonomi nasional untuk Tahun 2020 yakni -2,97% saja dan berbeda jauh pada tahun sebelum pandemi.
## LANDASAN TEORI
## Dana Pihak Ketiga (DPK)
Dana pihak ketiga sangatlah penting bagi bank dalam menghimpun dana, karena pada dasarnya untuk kepentingan usahanya bank dalam menghimpun dana dari bank itu sendiri (pihak kesatu), dana yang berasal dari pihak lain (dana pihak kedua) dan dana yang berasal dari masyarakat atau pihak ketiga yang berupa tabungan, deposito, serta sumber dana lainnya. Dana pihak ketiga merupakan sumber dana bank yang diperoleh dari masyarakat yang berbentuk giro, tabungan, dan deposito. Menurut undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syari’ah (pasal 1) tertulis bahwa simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh nasabah kepada bank syari’ah dan/atau unit usaha syari’ah berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dalam bentuk giro, tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Jadi semua dana masyarakat yang dikumpulkan oleh perbankan secara umum, termasuk bank syari’ah dapat dalam bentuk rekening giro, tabungan dan deposito (At-Tariqi: 2004) .
Setiap bentuk rekening tersebut memiliki karateristik yang berbeda-beda satu sama lainnya. Giro adalah simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah pembayaran lain atau dengan cara pemindah bukuan
DPK = Giro + Tabungan + Deposito
(Firdaus: 2011). Tabungan pada bank syari’ah adalah simpanan pada bank berdasarkan akad wadi’ah atau investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, atau alat lainnya yang disamakan dengan itu. Deposito pada bank syari’ah adalah investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan bank syari’ah dan/atau unit usaha syari’ah. Dana pihak ketiga (DPK) adalah dana yang berasal dari masyarakat atau nasabah yang terdiri dari giro, tabungan dan simpanan berjangka, sertifikat deposito dan kewajiban segera lainnya (Rosdakarya: 1997).
Secara teknis yang dimaksud dana pihak ketiga pada perbankan syariah adalah giro wadiah, tabungan wadiah, deposito mudharabah. Salah satu sumber dana yang digunakan dalam pembiayaan antara lain dana simpanan atau dana dari nasabah (DPK). Sehingga semakin besar dana pihak ketiga yang tersedia, maka Bank Syariah akan lebih banyak menawarkan pembiayaan musyārakah. Landasan hukum Islam dari pelaksanaan dana pihak ketiga salah satunya tertuang dalam firman Allah surah An-nisa ayat 58:
َّ نِا َّ هّٰللا َّْمُك ُرُمْأ ي َّْن ا اوُّد ؤُت َِّتٰن ٰم ْلْا ىٰٰٓلِا َّ ا هِلْه ا ا ذِا و َّْمُتْم ك ح َّ نْي ب َّ ِسا نلا َّْن ا ا ْوُمُكْح ت َّ عْلاِب َِّلْد َّ ۗ َّ نِا َّ هّٰللا ا مِعِن َّْمُكُظِع ي َّ هِب َّ ۗ َّ نِا َّ هّٰللا َّ نا ك َّ اًعْيِم س َّْي ِص ب ا ًر
“Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat” (An-Nisa: 58). Indikator dana pihak ketiga ini menurut Muhamad: 4
Berdasarkan pemikiran di atas dapat dinyatakan bahwa indikator dana pihak ketiga merupakan jumlah dari giro, tabungan dan deposito.
## Bank Syariah
Di Indonesia secara kelembagaan bank yang beroperasi dengan prinsip syariah yang pertama kali berdiri adalah Bank Muamalat yang lahir atas prakarsa MUI kemudian lahir bank-bank konvensional membuka islamic window yang menjalankan kegiatan usahanya dengan prinsip syariah. Prinsip syariah ( syariah compliance) dimaksud adalah bebas dari unsur riba , gharar , dan maysir dengan terlebih dahulu membentuk Unit Usaha Syariah (UUS) (Umar, 2010). Menurut Adiwarman Karim, bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, yakni bank dengan tata cara dan operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam. Salah satu unsur yang harus dijauhi dalam muamalah Islam adalah praktik-praktik yang mengandung unsur riba (spekulasi dan tipuan) (Karim: 2004).
Bank berdasarkan syariah Islam (Bank Islam) adalah lembaga perbankan yang sistem operasinya berdasarkan syariah Islam. Ini berarti operasi perbankan mengikuti tata cara berusaha dan perjanjian berusaha berdasarkan Al-Qur’an dan Sunah Rasul Muhammad SAW.
Dalam operasinya Bank Islam menggunakan sistem bagi hasil dan imbalan lainnya yang sesuai dengan tuntunan syariah Islam, tidak menggunakan bunga (Aziz, 1992: 1). Menurut undang- undang No 10 Tahun 1998 dari perubahan undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, disebutkan bahwa bank syariah adalah bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Pada umumnya, hal yang dimaksud dengan bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberi layanan pembiayaan kredit dan jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah.
Bank syariah merupakan bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah Islam, mengacu kepada ketentuan-ketentuan yang ada dalam al-Qur’an dan hadis. Dengan mengacu kepada al-Qur’an dan hadis, maka bank syariah diharapkan dapat menghindari kegiatan-kegiatan yang mengandung unsur riba dan segala hal yang bertentangan dengan syariat Islam. Landasan hukum Islam dari pelaksanaan perbankan Islam tertuang dalam firman Allah:
َّ نْيِذ ل ا َّ ن ْوُلُكْأ ي اوٰب ِ رلا َّ لْ َّ ن ْوُم ْوُق ي َّ لِْا ا م ك َُّم ْوُق ي َّْيِذ لا َُّهُط ب خ ت ي َُّن ٰطْي شلا َّ ن ِم َّ ِ س مْلا َّ كِلٰذ َّْمُه ن اِب ا ْٰٓوُلا ق ا م نِا َُّعْي بْلا َُّلْثِم َّ اوٰب ِ رلا َّ ل ح ا و َُّهّٰللا َّ بْلا َّ عْي َّ م ر ح و َّ اوٰب ِ رلا َّْن م ف َّ ه ءۤا ج َّ م َّ ة ظِع ْو َّْنِ م َّ هِ ب ر ى ٰه تْنا ف َّ ه ل ف ا م َّ ف ل س َّٰٓ ه ُرْم ا و ى لِا َِّهّٰللا َّ ۗ َّْن م و َّ دا ع َّ كِٕى ٰۤلوُا ف َُّب ٰحْص ا َِّرا نلا َّ ۗ َّْمُه ا هْيِف َّ ن ْوُدِل ٰخ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.” (QS. al-Baqarah [2]:275).
Bank syariah mempunyai tiga fungsi utama yaitu menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk titipan dan investasi, menyalurkan dan kepada masyarakat yang membutuhkan dana dari bank, dan juga memberikan pelayanan dalam bentuk jasa perbankan syariah (Ismail, 2011: 39). Bank syariah mempunyai beberapa tujuan di antaranya sebagai berikut (sudarsono, 2003:45):
a) Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalat secara Islam, khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan, agar terhindar dari praktek riba atau jenis usaha atau perdagangan lain yang mengandung unsur gharar (tipuan), di mana jenis usaha tersebut selain di larang dalam Islam, juga telah menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan ekonomi rakyat.
b) Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana.
c) Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang berusaha yang lebih besar terutama kelompok miskin, yang diarahkan pada kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian usaha.
d) Upaya bank syariah menuntaskan kemiskinan berupa pembinaan nasabah yang lebih menonjol sifat kebersamaan dari siklus usaha yang lengkap seperti program pembinaan pengusaha produsen, pembinaan pedagang perantara, program pembinaan konsumen, program pengembangan modal kerja dan program pengembangan usaha bersama.
e) Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktivitas bank syariah akan mampu menghindari pemanasan ekonomi di akibatkan adanya inflasi. Menghindari persaingan yang tidak sehat antara lembaga keuangan.
f) Untuk menyelamatkan ketergantungan umat terhadap bank non syariah. Secara garis besar, hubungan ekonomi berdasarkan syariah Islam ditentukan oleh hubungan akad yang terdiri dari lima konsep dasar akad. Bersumber dari kelima konsep dasar inilah dapat ditemukan produk-`produk bank syariah. Kelima konsep tersebut yaitu (Muhammad, 2005: 86-87):
a) Prinsip Simpanan Murni (al-Wadi’ah)
Prinsip simpanan murni merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank syariah untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang berlebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk al-Wadi’ah. Fasilitas al-Wadi’ah biasa diberikan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan dan deposito. Dalam dunia perbankan konvensional al- Wadi’ah identik dengan giro.
b) Prinsip Bagi Hasil (syirkah)
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana, maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Lebih jauh prinsip mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar baik untuk produk pendanaan (tabungan dan deposito) maupun pembiayaan, sedangkan musyarakah lebih banyak untuk pembiayaan atau penyertaan.
c) Prinsip Jual Beli (at-Tijarah)
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin). Implikasinya dapat berupa murabahah, salam, dan istishna’.
d) Prinsip Sewa (al-Ijarah)
Prinsip ini secara garis besar terbagi atas dua jenis, pertama ijarah sewa murni, seperti halnya penyewaan traktor dan alat-alat produk lainnya (operating lease). Dalam teknis perbankan, bank dapat membeli dahulu equipment yang dibutuhkan nasabah kemudian menyewakan dalam waktu dan hanya yang telah disepakati kepada nasabah. Kedua, bai al-takjiri atau ijarah al- muntahiyah bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa.
e) Pinsip Jasa (al-Ajr wal Umulah)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk-bentuk yang berdasarkan prinsip ini antara lain bank garansi, kliring, inkaso, jasa transfer, dan lain-lain. Secara syariah prinsip ini didasarkan pada konsep al-Ajr wal Umulah.
## Sukuk
Sukuk atau obligasi syariah adalah surat berharga sebagai instrumen investasi yang diterbitkan berdasarkan suatu transaksi atau akad syariah yang melandasinya ( underlying transaction ), yang dapat berupa ijarah (sewa), mudharabah (bagi-hasil), musyarakah, atau yang lain. Obligasi Syariah di dunia internasional dikenal nama Sukuk . Kata Sukuk dapat ditelusuri dengan mudah pada literatur islam komersial klasik. Sukuk berasal dari bahasa arab “sak” (tunggal) dan “Sukuk” (jama’) yang memiliki arti mirip dengan sertifikat atau note. Didalam fatwa DSN-MUI Nomor 32/DSN-MUI/IX/2012, DSN masih menggunakan istilah Obligasi Syariah, belum menggunakan istilah Sukuk . Jika mengacu kepada fatwa tersebut Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa hasil/ margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Sedangkan menurut Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) berpendapat lain mengenai arti sukuk.
Menurut organisasi tersebut, sukuk adalah sebagai sertifikat dari suatu nilai yang direpresentasikan setelah penutupan pendaftaran, bukti terima nilai sertifikat, dan menggunakannya sesuai rencana. Sama halnya dengan bagian dan kepemilikan atas aset yang jelas, barang, jasa, atau modal dari suatu proyek tertentu atau modal dari suatu aktivitas inventasi tertentu. Setiap sukuk yang diterbitkan harus mempunyai aset yang dijadikan dasar penerbitan ( underlying asset ). Klaim kepemilikan pada sukuk didasarkan pada aset/proyek yang spesifik. Penggunaan dana hasil sukuk juga tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah.
Berbeda dengan proses obligasi yang dapat digunakan secara bebas tanpa memperhatikan ketentuan syariah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sukuk merupakan suatu instrumen yang inovatif dapat membantu dalam menghimpun dana untuk kepentingan pembangunan bagi negara maupun corporate dan meningkatkan modal usaha dalam pengembangan usaha bagi yang menerbitkan. Kondisi utama mengapa sukuk ini dikeluarkan adalah sebagai penyeimbang
dari kekayaan yang terdapat dalam neraca keuangan pemerintah, penguasa moneter, perusahaan, bank, dan lembaga keuangan serta bentuk entitas lainnya yang memobilisasi dana masyarakat. Emiten atau pihak yang menerbitkan sukuk dapat berasal dari institusi pemerintah, perusahaan swasta, lembaga keuangan, maupun otoritas moneter. Landasan hukum islam mengenai sukuk terdapat dalam Q.S Al-Baqarah ayat 275 sebagai berikut:
َّ نْيِذ ل ا َّ ن ْوُلُكْأ ي اوٰب ِ رلا َّ لْ َّ ن ْوُم ْوُق ي َّ لِْا ا م ك َُّم ْوُق ي َّْيِذ لا َّ ي َُّهُط ب خ ت َُّن ٰطْي شلا َّ ن ِم َّ ِ س مْلا َّ كِلٰذ َّْمُه ن اِب ا ْٰٓوُلا ق ا م نِا َُّعْي بْلا َُّلْثِم َّ اوٰب ِ رلا َّ ل ح ا و َُّهّٰللا َّ بْلا َّ عْي َّ م ر ح و َّ اوٰب ِ رلا َّْن م ف َّ ه ءۤا ج َّ ة ظِع ْو م َّْنِ م َّ هِ ب ر ى ٰه تْنا ف َّ ه ل ف ا م َّ ف ل س َّٰٓ ه ُرْم ا و ى لِا َِّهّٰللا َّ ۗ َّ و َّْن م َّ دا ع َّ كِٕى ٰۤلوُا ف َُّب ٰحْص ا َِّرا نلا َّ ۗ َّْمُه ا هْيِف َّ ن ْوُدِل ٰخ
“ Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”.
Penerbitan sukuk pada umumnya memerlukan SPV ( Special Purpose Vehicle ) sebagai penerbit, sedangkan obligasi diterbitkan secara langsung oleh obligor. SPV ( Special Purpose Vehicle ) adalah badan hukum yang didirikan khusus untuk kepentingan penerbitan sukuk yang memiliki fungsi sebagai penerbit sukuk, counterpart pemerintah dalam transaksi pengalihan aset dan bertindak sebagai wali amanat ( trustee ) yang mewakili kepentingan investor. Dan perlu dipahami, bahwa sukuk merupakan instrumen penyertaan sementara obligasi adalah instrumen hutang.
Perlu ada pengkajian yang lebih kritis, terutama dalam menempatkan jawaban tentang bentuk sukuk itu sendiri. Pertama, kontrak sukuk dihubungkan dengan asas kontrak, di mana sukuk merupakan jual beli aset yang nyata dan dapat dikuasai secara sempurna. Kedua, kontrak sukuk berlanjut dengan perpindahan hak milik dan obligasi dari satu pihak ke pihak lainnya dan dapat dipertanggungjawabkan secara syar’i. Oleh karena itu, produk sukuk yang berkembang sekarang ini dapat dibenarkan karena bukan dalam bentuk penjualan dengan uang pada harga yang berbeda, tetapi penjualan asset real yang diwakili oleh sertifikat sukuk. Demikian pula keuntungan investasi sukuk tidak didasarkan pada kadar yang menjurus kepada riba, tetapi keuntungan diperoleh berdasarkan keuntungan asset real , baik dalam bentuk sewa, diskon, maupun profit sharing . Dalam bentuk sederhana sukuk menggambarkan kepemilikan dari suatu asset. Klaim atas sukuk tidak mendasarkan pada cash flow melainkan pada kepemilikan. Kedudukan inilah yang membedakan antara sukuk dengan obligasi konvensional yang selama ini berfungsi sebagai surat pengakuan utang.
## Inflasi
Secara umum inflasi adalah keadaan ekonomi dimana terjadi kenaikan harga- harga barang secara menyeluruh serta terjadi dalam waktu yang cukup lama. Menurut al- Maghrizi sebagaimana yang dikutip oleh Amalia inflasi adalah kenaikan harga yang terjadi terus menerus dan pada saat itu persediaan barang dan jasa mengalami kelangkaan, sementara konsumen harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk mendapatkan barang maupun jasa yang sama (Amalia, 2005). Inflasi merupakan suatu kejadian yang menggambarkan situasi dan kondisi dimana harga barang mengalami kenaikan dan nilai mata uang mengalami pelemahan, dan jika ini terjadi terus menerus maka akan mengakibatkan pada memburuknya kondisi ekonomi secara menyeluruh serta mampu mengguncang tatanan stabilitas politik suatu negara (Mankiw, 2003). Inflasi diartikan sebagai kenaikan harga barang/komoditas dan jasa secara terus menerus dalam suatu perekonomian untuk suatu periode tertentu.
Inflasi dianggap sebagai fenomena moneter karena terjadinya inflasi menyebabkan penurunan nilai unit perhitungan moneter (nilai riil uang) terhadap suatu komoditas (Marthon, 2004). Tingkat harga merupakan opportunity cost bagi masyarakat dalam memegang aset finansial. Semakin tinggi perubahan tingkat harga yang berlaku, menyebabkan semakin tinggi oportunity cost untuk memegang aset finansial. Istilah inflasi tidak pernah tersurat dalam Al-Qur’an maupun hadis. Inflasi merupakan permasalahan masyarakat modern, timbul karena beberapa sebab, antara lain keinginan masyarakat untuk mengkonsumsi secara berlebih. Jauh sebelum timbulnya masalah inflasi, dalil-dali Al-Qur’an dan hadis telah memberikan petunjuk. Dalam rangka menjelaskan inflasi ditunjukkan dalam QS Ali Imran :14, yang artinya:
َّ نِ ي ُز َّ ِسا نلِل َُّّبُح َِّت ٰو ه شلا َّ نِم َِّءۤا سِ نلا َّ نْيِن بْلا و َِّرْيِطا ن قْلا و َِّة ر طْن قُمْلا َّ ن ِم َِّب ه ذلا َِّة ضِفْلا و َِّلْي خْلا و َِّة م و سُمْلا َِّما عْن ْلْا و َِّث ْر حْلا و َّ ۗ َّ كِلٰذ َُّعا ت م َِّةوٰي حْلا لا ا يْنُّد َُّهّٰللا و ۗ َّ ه دْنِع َُّنْسُح َِّبٰا مْلا
“Dijadikan indah pada pandangan manusia kencintaan kepada apa-apa yang diinginkannya, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang” .
## Tingkat Suku Bunga
Di Indonesia kebijakan dalam menetapkan tingkat suku bunga dipegang oleh otoritas Bank Indonesia setelah melakukan rapat bulanan dewan gubernur yang kemudian diumumkan kepada publik. Suku bunga diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas ( liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter.
Sasaran operasional kebijakan moneter tercermin pada perkembangan suku bunga pasar Uang antar Bank Overnight (PUAB O/N). Pergerakan suku bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh perkembangan suku bunga deposito dan pada gilirannya suku bunga kredit perbankan. Peraturan bank Indonesia No. 7/38/PBI/2005 suku bunga BI atau BI Rate yang merupakan suku bunga dengan tenor satu bulan yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik yang berfungsi sebagai sinyal (stance) kebijakan moneter. (Muana, 2001), bahwa perkembangan BI rate dapat memengaruhi beberapa variabel makro ekonomi. Peningkatan suku bunga dapat membuat para pelaku usaha menurunkan investasi mereka, disebabkan biaya modal semakin tinggi. Perbankan syariah tidak menggunakan sistem bunga melainkan dengan sistem bagi hasil. Sehingga dengan naiknya suku bunga maka akan mendorong masyarakat memilih bank syariah untuk mendapat tambahan modal.
Dalam perspektif islam bunga adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan pokok tersebut berdasarkan tempo waktu yang diperhitungkan secara pasti dimuka, dan pada umumnya berdasarkan presentase (Naf’an: 2014).
Menurut Smith, bunga merupakan kompensasi yang dibayarkan oleh
debitor kepada kreditor sebagai balas jasa atas keuntungan yang diperoleh dari uang pinjaman tersebut. Ekonomi ini percaya bahwa akumulasi capital uang sebagai akibat dari penghematan,
dimana penghematan ini tidak dapat dilaksanakan tanpa mengharapkan balas
jasa atas pengorbanannya. Karena itulah bunga sebagai balas jasa atau perangsang tabungan. Sedangkan pendekatan Keynes terhadap teori bunga sering dikenal sebagai pendekatan persediaan (stock), Keynes berpendapat bahwa bukan tingkat bunga, tapi tingkat pendapatan yang meminjam untuk menyamakan tingkat tabungan dengan tingkat investasi. Dengan kata lain bunga merupakan balas jasa untuk tidak membelanjakan uang atau untuk tidak menyimpan uang dalam bentuk kas. Bunga simpanan merupakan biaya dana yang harus dikeluarkan kepada nasabah sedangkan bunga pinjaman merupakan pendapatan yang diterima dari nasabah. Baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman masing-masing saling mempengaruhi satu sama lainnya. Sebagai contoh seandainya
bunga simpanan tinggi, maka secara otomatis bunga pinjaman juga terpengaruh ikut naik dan demikian sebaliknya. Dalam hal ini bunga diharamkan karena sifat dan zat nya sama dengan konsep riba. Sebagaimana Riba juga dapat diartikan sebagai pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil yang bertentangan dengan prinsip muamalat dalam islam (Rozalinda: 2014). Di dalam Islam telah jelas disebutkan mengenai larangan riba yang terdapat dalam Al-Qur’an. Salah satunya terdapat pada Alquran surah Ar-Ruum: 39, yang berbunyi:
َّٰٓا م و َّْمُتْي تٰا َّْنِ م اًب ِر َّ ا وُب ْر ي ِل َّْٰٓيِف َِّلا وْم ا َّ ِسا نلا َّ ل ف ا ْوُب ْر ي َّ دْنِع َِّهّٰللا َّٰٓا م و ۗ َّْمُتْي تٰا َّ ِم َّْن َّ ةو ٰك ز َّ ن ْوُدْي ِرُت َّ هْج و َِّهّٰللا َّ كِٕى ٰۤلوُا ف َُّمُه َّ ن ْوُفِعْضُمْلا
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).”
## Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah sebuah proses dari perubahan kondisi perekonomian yang terjadi di suatu negara secara berkesinambungan untuk menuju keadaan yang dinilai lebih baik selama jangka waktu tertentu. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Biasanya pertumbuhan ekonomi dipakai untuk mengukur tingkat prestasi dari perkembangan suatu ekonomi. (Jhingan, 2014). Menurut Sukirno pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan fisikal produksi barang dan jasa yang berlaku di suatu negara seperti pertambahan produksi barang industri, perkembangan infrastruktur, pertambahan jumlah sekolah, pertambahan produksi sektor jasa dan pertambahan produksi barang modal. Maka ukuran yang digunakan adalah tingkat pertumbuhan pendapatan nasional riil yang dicapai (Sukirno, 2011). Dalam terma ekonomi modern pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat meningkat, yang selanjutnya diiringi dengan peningkatan kemakmuran masyarakat (Soemitra, 2009).
## METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan disini yaitu penelitian lapangan ( field research ) dengan menggunakan penelitian kuantitatif yang berusaha mengungkapkan secara mendalam tentang Pengaruh Tingkat Inflasi, Nilai Kurs, Tingkat Suku Bunga, Pertumbuhan Ekonomi dan Jumlah Uang beredar Terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Syari’ah di Indonesia Periode 2009 – 2021. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang bersumber dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang diperoleh melalui akses internet. Data dalam bentuk time series selama 12 tahun, yakni dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2021. Dalam melakukan analisis, hipotesis diterjemahkan ke dalam sebuah diagram jalur. Diagram jalur adalah alat untuk melukiskan secara grafis, struktur hubungan kausalitas antar variabel eksogen, intervening (intermediary) dan endogen. Untuk merepresentasikan hubungan kausalitas diagram jalur menggunakan simbol anak panah berkepala satu (single-headed arrow), ini mengindikasikan adanya pengaruh langsung antara variabel eksogen atau intervening dengan variabel endogen, anak panah ini juga menghubungkan error dengan variabel endogen, dan untuk merepresentasikan hubungan korelasi atau kovarian diantara dua variabel menggunakan anak panah berkepala dua (two-headed arrow). Setiap variabel disimbolkan dalam bentuk kotak sedangkan variabel lain yang tidak dianalisis dalam model atau error digambarkan dalam bentuk lingkaran.
Dalam penelitian ini, tanda panah menunjukan hubungan antar variabel, hubungan X 1 dan X 2 , X 1 dan X 3 , X 1 dan X 4 , X 2 dan X 3 , X 2 dan X 4 , X 3 dan X 4 , merupakan hubungan korelasional (Sambas, 2007:224). Sedangkan tingkat keeratan hubungan korelasionalnya di simbolkan dengan r,
secara berurutan tingkat keeratan korelasionalnya adalah, rX 1 X 2 , rX 1 X 3 , rX 1 X 4 , rX 2 X 3 , rX 2 X 4 , rX 3 X 4 . Besarnya pengaruh langsung dari X 1 , X 2 , X 3 , dan X 4 ke Y dinyatakan oleh besarnya nilai numerik koefisien jalur PyX 1 , PyX 2 , PyX 3 , dan PyX 4 . Sedangkan PY Є menggambarkan besarnya pengaruh langsung variabel residu terhadap Y. Hasil besaran diagram jalur menunjukkan besarnya pengaruh masing-masing variabel endogen terhadap variabel eksogen yang disebut dengan koefisien jalur dan diasumsikan seperti dalam persamaan berikut:
Y = PyX 1 X 1 + PyX 2 X 2 + PyX 3 X 3 + PyX 4 X 4 + ɛ
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini disusun dengan menggunakan analisis jalur ( path analisis ). Analisis jalur dibuat untuk menerangkan pengaruh langsung dan tidak langsung seperangkat variabel yang mempengaruhi terhadap variabel yang dipengaruhi. Hasil analisis jalur menunjukkan besarnya kontribusi pengaruh masing-masing variabel penyebab terhadap variabel akibat yang disebut dengan koefisien jalur. Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan koefisien jalur dari masing-masing variabel penyebab dan variabel lain ( ɛ ). Berdasarkan analisis regresi dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 15.0 didapatkan koefisien regresi setiap variabel adalah sebagai berikut:
## Tabel 4 Koefisien Regresi Variabel Eksogen Terhadap Variabel Endogen
Coefficients a Model Unstandardized Coefficients B Std. Error (Constant) 1,967 1,342 X 1 ,221 ,072 X 2 ,240 ,079 X 3 ,252 ,086 X 4 ,281 ,089
a. Dependent Variable: Y
Berdasarkan tabel diatas, diketahui koefisien regresi variabel X 1 terhadap Y sebesar 0,221 dengan std error sebesar 0,072 sekoefisien regresi variabel X 2 terhadap Y sebesar 0,240 dengan std error sebesar 0,079, koefisien regresi variabel X 3 terhadap Y sebesar 0,252 dengan std error sebesar 0,086 koefisien regresi variabel X 4 terhadap Y sebesar 0,281 dengan std error sebesar 0,089. Sedangkan penentuan signifikan atau tidaknya koefisien jalur dari masing-masing variabel X (variabel eksogen) terhadap varibel Y (variabel endogen) berdasarkan uji F dan uji t. Berdasarkan analisis regresi dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 15.0 didapatkan hasil uji F dan uji t sebagai berikut:
Tabel 5. Koefisien Regresi Variabel Eksogen Terhadap Variabel Endogen
Model Std. Error of the Estimate Change Statistics R Square Change F Change Sig. F Change 1 117,325 ,998 498,233 ,000
a. Predictors: (Constant), X 1 ,X 2 ,X 3 ,X 4 b. Dependent Variable: Y
Penjelasan dari tabel diatas adalah sebagai berikut ini:
a. Berdasarkan tabel anova diketahui R Square change sebesar 0,998 dengan uji F = 498,233 pada signifikan 0,000 < 0,05, ini berarti secara bersama-sama semua variabel X (variabel eksogen) mempunyai hubungan signifikan terhadap variabel Y (variabel endogen).
b. Karena uji F mempunyai pengaruh signifikan maka analisa selanjutnya dapat dilanjutkan
dengan melakukan uji t untuk melihat signifikan atau tidaknya pengaruh langsung secara individu dari masing masing variabel X (variabel eksogen) terhadap variabel Y (variabel endogen) seperti dapat dilihat dalam tabel seperti dibawah ini:
Tabel 6. Koefisien Regresi Variabel Eksogen terhadap Variabel Endogen
Standardized Coeficents t Sig. Ket X 1 8,821 0,000 Signfikan X 2 9,341 0,000 Signfikan X 3 9,988 0,000 Signfikan X 4 9,221 0,000 Signfikan a. Predictors: (Constant), X 1 ,X 2 ,X 3 ,X 4
## b. Dependent Variable: Y
Berdasarkan hasil uji t, koefisien jalur masing masing variabel eksogen (X 1 s/d X 4 ) dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. PyX 1 = 0,221 t hitung = 8,821 pada sig. 0,000 < 0,05 menunjukkan koefisien jalurnya signifikan.
2. PyX 2 = 0,240 t hitung = 9,341 pada sig. 0,000 < 0,05 menunjukkan koefisien jalurnya signifikan. 3. PyX 3 = 0,252 t hitung = 9,988 pada sig. 0,000 < 0,05 menunjukkan koefisien jalurnya signifikan. 4. PyX 4 = 0,281 t hitung = 9,221 pada sig. 0,000 < 0,05 menunjukkan koefisien jalurnya signifikan.
Dari uji koefisien jalur diatas seperti pada tabel dapat disimpulkan bahwa keempat variabel eksogen (X 1 , X 2 , X 3 dan X 4 ) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel endogen (Y).
Pengaruh variabel lain
= 0,21
Pengaruh langsung dan tidak langsung variabel X (variabel eksogen) terhadap variabel Y (variabel endogen), terlihat pada tabel berikut ini:
Tabel 7. Pengaruh Langsung Dan Tidak Langsung Variabel Eksogen terhadap Variabel Endogen
Keterangan Nilai Pengaruh langsung variabel X 1 terhadap Y 0.0332 Pengaruh tidak langsung variabel X 1 terhadap Y melalui X 2 0.0232 Pengaruh tidak langsung variabel X 1 terhadap Y melalui X 3 0.0271 Pengaruh tidak langsung variabel X 1 terhadap Y melalui X 4 0.0246 Jumlah pengaruh X 1 terhadap Y 0.1081 Pengaruh langsung variabel X 2 terhadap Y 0.0551 Pengaruh tidak langsung variabel X 2 terhadap Y melalui X 1 0.0758 Pengaruh tidak langsung variabel X 2 terhadap Y melalui X 3 0.0232 Pengaruh tidak langsung variabel X 2 terhadap Y melalui X 4 0.0365 Jumlah pengaruh X 2 terhadap Y 0.1906 Pengaruh langsung variabel X 3 terhadap Y 0.0546 Pengaruh tidak langsung variabel X 3 terhadap Y melalui X 1 0.0544 Pengaruh tidak langsung variabel X 3 terhadap Y melalui X 2 0.0765 Pengaruh tidak langsung variabel X 3 terhadap Y melalui X 4 0.0567 Jumlah pengaruh X 3 terhadap Y 0.2422 Pengaruh langsung variabel X 4 terhadap Y 0.0778 Pengaruh tidak langsung variabel X 4 terhadap Y melalui X 1 0.0217 Pengaruh tidak langsung variabel X 4 terhadap Y melalui X 2 0.0321 Pengaruh tidak langsung variabel X 4 terhadap Y melalui X 3 0.0511 Jumlah pengaruh X 4 terhadap Y 0.1827
Jumlah Pengaruh X 1 , X 2 , X 3 , dan X 4 Terhadap Y 0.7236 Jumlah Pengaruh Variabel Lain Terhadap Y 0.2764
Pengaruh Variabel Lain terhadap Y Yang Tidak Termasuk Dalam Penelitian Ini Faktor (variabel) yang mempengaruhi dana pihak ketiga perbankan syariah, tidak hanya dipengaruhi oleh variabel tingkat inflasi (X 1 ), nilai kurs (X 2 ), tingkat suku bunga (X 3 ), dan pertumbuhan ekonomi (X 4 ) terhadap jumlah dana pihak ketiga (Y) perbankan syari’ah, akan tetapi juga dipengaruhi faktor lain diluar variabel penelitian, sebesar 0,2764 atau 27,64 %.
## KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa secara empirik hubungan antara pengaruh sukuk, inflasi, suku bunga, dan pertumbuhan ekonomi terhadap simpanan dana ketiga perbankan syariah. Hasilnya menunjukkan bahwa berdasarkan analisis jalur dan pembahasan hasil penelitian, peneliti menyimpulkan bahwa: Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan diatas diketahui bahwa sukuk berpengaruh positif (10,81%) dan signifikan terhadap dana pihak ketiga perbankan syari’ah. Sedangkan pada inflasi berpengaruh positif (19,06 %) dan signifikan terhadap dana pihak ketiga perbankan syari’ah. Sementara tingkat suku bunga berpengaruh positif (24,22%) dan signifikan terhadap dana pihak ketiga perbankan syari’ah. Dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif (18,27%) dan signifikan terhadap dana pihak ketiga perbankan syari’ah.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkuat temuan pada penelitian-penelitian sebelumnya terkait hubungan Inflasi, Suku Bunga, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Dana Pihak Ketiga Bank Syariah sehingga bisa dijadikan sebagai referensi bagi pihak terkait dalam merumuskan kebijakan mengenai pengembangan Industri keuangan di Indonesia secara umum. Adapun untuk penelitian kedepannya diharapkan bisa menggunakan metode empirik lainnya seperti VECM atau ARDL karena datanya merupakan time series sehingga kestasioneran data perlu diperhatikan. Selain itu, bisa juga menggunakan variabel faktor internal atau eksternal yang berbeda dengan rentang waktu yang lebih panjang sehingga bisa memberikan perspektif yang berbeda dan hasil yang lebih baik.
## DAFTAR PUSTAKA
Al-Asqalani, I. H. (2008). Fathul Baari Penjelasan Kitab Al Bukhari . Jakarta: Pustaka Azzam. Amalia, E. (2005). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik Hingga Kontemporer. Jakarta: Pustaka Asarus.
At-Tariqi, A. A. H. (2004). Ekonomi Islam, Prinsip, Dasar dan Tujuan . Yogyakarta: Magistra Insania Press.
Bramantyo, D. (2006). Prinsip-prinsip Ekonomi Makro. Jakarta: PPM. Cooper, D. R., Schindler, P. S., & Sun, J. (2006). Business Research Methods . New York: McGraw- Hill. Firdaus, R. (2011). Pengantar Teori Moneter Serta Aplikaisinya pada Sistem Ekonomi Konvensional dan Syariah. Bandung: Alfabeta. Hartono, T. (2006). Mekanisme Ekonomi dalam Konteks Ekonomi Indonesia . Bandung: Remaja Rosdakarya. Insukindro. (1997). Ekonomi Uang dan Bank. Yogyakarta: BPFE. Jhingan, M. L. (2014). Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan . Jakarta: Rajawali Pers. Karim, A. A. (2004). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali Pers. Mankiw, G. N. (2003) Teori Makro Ekonomi. Jakarta: Erlangga. Marthon, S.S. (2004). Ekonomi Islam di Tengah Krisis Ekonomi Global . Jakarta: Zikrul Hakim. Muana, N. (2001) Makro Ekonomi Teori, Masalah dan Kebijakan. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Naf’an. (2014). Ekonomi Makro Tinjauan Ekonomi Syariah . Yogyakarta: Graha Ilmu. Rozalinda. (2014). Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi . Jakarta: Rajawali. Soemitra, A. (2009). Bank dan Lembaga Keuangan Syariah . Jakarta: Kencana. Sukirno, S. (2011) Makro Ekonomi Teori Pengantar. Jakarta: Rajawali. Umar, H. (2000). Research Methods in Finance and Banking . Jakarta: Gramedia.
|
8d27eccb-bafc-4c64-91ed-8f77f20ca119 | https://e-journal.umc.ac.id/index.php/jike/article/download/3467/2516 |
## ANALISIS TEORI SOME PADA PENGELOLAAN AKUN INSTRAGRAM @pesantrenbima
Uun Machsunah 1, Jamaludin Yusuf 2 ,Ririn Risnawati 3, Ida Ri,aeni 4
1) Program Studi D3 Hubungan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Cirebon
2,3,4) Program Studi S1 Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Cirebon Jl Fatahillah No.40 Watubelah, Cirebon machsunahuun67@gmail.com
Submitted: 13 Desember 2022| Accepted: 20 Desember 2022| Published: 30 Desember 2022 Website: https://e-journal.umc.ac.id/index.php/jike/index DOI: https://doi.org/ 10.32534/jike.v6i1.3467
## ABSTRACT
This study aims to find out how the implementation of Gina Luttrell's SOME (Share, Optimize, Manage, Engage) Theory in managing the @pesantrenbima instagram account in social media activities with optimal planning and strategies in order to achieve the desired goals, one of which is building maximum bond with the audience owned by social media platforms, namely utilizing the existence of Instagram as a tool (tool) in achieving its goals. This research is a qualitative descriptive study using the object of research on the Instagram account @pesantrenbima. The research subjects are admin, ustad (teacher) at Pesantren Bima, and followers. Research data obtained through observation, interviews, and documentation. The results of this study are: Share, the Instagram account @pesantrenbima is the right choice for Instagram social media and makes selection and sorting in determining the content to be presented. Optimize, the Instagram account @pesantrenbima has not used the hashtag feature provided by Instagram as a whole but the good thing that has been implemented is the presentation of content in various forms, both photos/images, videos and Instagram stories. Manage, the @pesantrenbima instagram account has properly implemented comments or direct messages from the public that will be responded to, and the Bima Pesantren social media team has carried out monitoring to evaluate the content that has been presented.
Engage, the Instagram account @pesantrenbima reaches their target audience by adapting the content they post to their target audience by creating content that is interesting, up-to-date and in clear, concise, and easy-to-understand language making the information to be conveyed easily absorbed by its followers. .
Keywords: Social Media, Instagram, SOME Theory
## ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi Teori SOME (Share, Optimize, Manage, Engage) dari Regina Luttrell dalam mengelola akun instagram @pesantrenbima dalam kegiatan bermedia sosial dengan perencanaan dan strategi yang optimal agar dapat mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan, salah satunya adalah membangun ikatan yang maksimal dengan khalayak yang dimiliki plaform media sosial, yakni memanfaatkan keberadaan instagram sebagai tools (alat) dalam mencapai tujuannya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan objek penelitian akun instagram @pesantrenbima. Subjek penelitiannya adalah admin, ustad (guru) di Pesantren Bima, dan follower. Data penelitian diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini adalah: Share , akun instagram @pesantrenbima tepat memilih media sosial instagram dan melakukan pemilihan serta pemilahan dalam menentukan konten yang akan disajikan. Optimize, akun instagram @pesantrenbima belum menggunakan fitur hastag yang disediakan oleh instagram secara menyeluruh tetapi hal baik yang sudah
diimplementasikan adalah penyajian konten dalam ragam bentuk baik foto/gambar, video dan instagram story . Manage, akun instagram @pesantrenbima telah menerapkan dengan baik komentar atau direct message dari publik yang akan ditanggapi, serta sudah melaksanakan monitoring untuk mengevaluasi konten yang telah disajikan.
Engage, akun instagram @pesantrenbima meraih target audiens mereka dengan cara menyesuaikan konten-konten yang mereka posting dengan membuat konten yang menarik, kekinian dan dengan bahasa jelas, padat, serta mudah dipahami membuat informasi yang ingin disampaikan mudah diserap oleh para pengikutnya.
Kata Kunci: Media Sosial, Instagram, Teori SOME
## A. PENDAHULUAN
Saat ini, teknologi informasi telah mengalami perkembangan pesat dan telah dimanfaatkan oleh semua lapisan masyarakat untuk menunjang aktifitas hidupnya baik berkerja, mencari hiburan, belajar, dan lainnya. Teknologi informasi tersebut adalah internet. Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh date reportal , diketahui bahwa per Februari 2022 sebanyak 204,7 juta orang sebagai pengguna internet di mana jumlah ini merupakan 73,7% dari total populasi orang Indonesia yaitu sebanyak 277,7 juta orang. Berdasarkan data ini, maka tampak bahwa mayoritas penduduk Indonesia telah menggunakan internet dalam aktifitasnya sehari-hari. Pengguna aktif media sosial di Indonesia sejumlah 191,4 juta orang, ini berarti jumlah sebanyak 68,9% dari total populasi penduduk di Indonesia. (sumber: data reportal.com)
Instagram menjadi salah satu media sosial yang paling banyak digunakan oleh masyarakat pada saat ini. Berdasarkan laporan dari data reportal maka dapat diketahui bahwa Instagram merupakan media sosial kedua yang paling banyak digunakan oleh penduduk Indonesia.
Berdasarkan data reportal, diketahui bahwa per Februari 2022, pengguna Instagram di Indonesia mencapai 99,15 juta orang. Media sosial Instagram hadir pada tahun 2010 dimana pengguna memungkinkan untuk membagikan foto pada pengguna lainnya, beberapa alasan seseorang menggunakan Instagram antara lain mencari teman, mencari informasi, mencari popularitas, mencari dukungan, tempat memberi kritik dan saran, dan mengisi waktu luang. Sebuah akun Instagram dapat dikatan berhasil jika terlihat dari seberapa banyak followers (pengikut), seberapa aktif para followers, dan seberapa banyak followers memberikan feedback (komentar) terhadap konten yang telah diberikan akun tersebut. Penggunaan Instagram saat ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan, memiliki keunggulan dibandingkan dengan media sosial lainnya seperti Facebook dan Twitter. Pengguna bisa melihat dan mem posting foto sesuai dengan keinginannya, memberikan keterangan informasi pada foto yang diunggah, dengan penggunaan hashtag memudahkan penggunanya mencari foto yang secara otomatis telah menjadi satu kesatuan sesuai dengan nama hashtag tersebut.(data reportal.com) Kemudahan serta kecepatan yang diberikan media sosial Instagram menarik perhatian bukan hanya individu, para pebisnis yang melihat terdapat peluang dalam memanfaatkan media sosial terutama Instagram melakukan sebuah aktivasi dimana media sosial sebagai sarana atau alat mereka dalam menjual barang dan jasa, menyebarkan informasi serta meningkatkan citra perusahaan kepada khalayak luas. Instagram merupakan salah satu aplikasi yang memiliki konsep yang cukup sederhana karena hanya dengan menampilkan gambar- gambar dan video dalam durasi tertentu dengan diberikan ruang untuk menulis dan berkomentar bagi orang yang menjadi followers.
Kelebihan dan kemudahan yang dimiliki oleh media sosial Instagram menarik perhatian Pesantren Bina Insan Mulia (selanjutnya akan ditulis Pesantren Bima) untuk memanfaatkan keberadaan media sosial instagram sebagai tools dalam memberikan informasi mengenai pendaftaran peserta didik baru, menjalin hubungan dengan masyarakat dan informasi lainnya.
## Gambar 1. Instagram Pesantren Bina Insan Mulia
Sumber :Instagram @pesantrenbima
Akun instagram @pesantrenbima sangat membutuhkan pengelolaan yang optimal agar kegiatan-kegiatan yang diinformasikan melalui instagram mendapatkan komentar dan feedback dari followers di kolom komentar. Dibutuhkan alat analisis untuk membantu akun instagram @pesantrenbima sebagai media komunikasi yang tepat, salah satunya menggunakan teori SOME, yang diciptakan oleh Regina Lutrell dalam The Circular Model of SoMe dalam buku “Social Media: How to Enggae, Share and Connect ”. Konsep SOME ini menjelaskan tentang empat cara merencanakan media sosial dengan optimal, yaitu share, optimize, manage, dan engage.
## B.TINJAUAN LITERATUR
Komunikasi merupakan proses yang dinamis dan bersifat kompleks. Proses komunikasi tidak berlangsung dalam ruang hampa-sosial, melainkan dalam konteks atau situasi tertentu. Yang dimaksud dengan konteks komunikasi adalah situasi dan kondisi ketika peristiwa komunikasi berlangsung (Mukarom, 2021).
Mengutip Deddy Mulyana (2005) untuk lebih memahami proses komunikasi, kita dapat memecahnya menjadi serangkaian delapan komponen penting:
a) Sumber
Sumber membayangkan, menciptakan, dan mengirimkan pesan. Dalam situasi berbicara di depan umum, sumbernya adalah orang yang memberikan pidato. Dia menyampaikan pesan dengan berbagi informasi baru dengan audiens. Penutur juga menyampaikan pesan melalui nada suaranya, bahasa tubuh, dan pilihan pakaiannya. Pembicara memulai dengan terlebih dahulu menentukan pesan, apa yang harus dikatakan dan bagaimana mengatakannya. Langkah kedua melibatkan penyandian pesan dengan memilih urutan yang tepat atau kata-kata yang sempurna untuk menyampaikan makna yang dimaksud.
b) Pesan
Pesan juga terdiri dari cara komunikator mengatakannya, dalam pidato, dengan nada suara, bahasa tubuh, dan penampilan dan dalam laporan, dengan gaya penulisan, tanda baca, dan judul dan format yang dipilih komunikator. Selain itu, bagian dari pesan mungkin lingkungan atau konteks komunikator hadir dan kebisingan yang mungkin membuat pesan sulit untuk didengar atau dilihat.
c) Saluran
Saluran adalah cara di mana pesan atau pesan perjalanan antara sumber dan penerima.
d) Penerima
Penerima menerima pesan dari sumber, menganalisis dan menafsirkan pesan dengan cara yang dimaksudkan dan tidak diinginkan oleh sumber.
e) Masukan atau Umpan Balik Umpan balik juga memberikan kesempatan bagi penerima atau audiens untuk meminta klarifikasi, setuju atau tidak setuju, atau untuk menunjukkan bahwa sumber dapat membuat pesan lebih menarik. Saat jumlah umpan balik meningkat, akurasi komunikasi juga meningkat
f) Lingkungan
Lingkungan adalah suasana, fisik dan psikis, tempat komunikator mengirim dan menerima pesan. Lingkungan dapat berupa meja, kursi, penerangan, dan peralatan tata suara yang ada di dalam ruangan.
g) Konteks Konteks interaksi komunikasi melibatkan setting, scene, dan ekspektasi dari individu- individu yang terlibat. Konteks komunikasi profesional mungkin melibatkan setelan bisnis (isyarat lingkungan) yang secara langsung atau tidak langsung memengaruhi harapan bahasa dan perilaku di antara para peserta
h) Interferensi
Interferensi, juga disebut kebisingan, dapat berasal dari sumber mana pun. Interferensi adalah segala sesuatu yang menghalangi atau mengubah makna pesan yang dimaksudkan oleh sumber.
Berdasarkan dari penjelasan di atas, maka disimpulkan bahwa di dalam proses komunikasi, setidaknya harus terdapat 8 unsur yang harus dipenuhi untuk dapat memperlancar sistem komunikasi tersebut.
## Media Baru (New Media)
Istilah media baru sudah diperkenalkan sejak tahun 1969 dan Masrshall McLuhan menjadi salah satu tokoh yang berperan dalam memperkenalkan istilah tersebut. Menurut McLuhan, media baru merupakan perkembangan teknologi komunikasi yang berperan dalam memperluas jangkauan komunikasi manusia, sehingga dapat disimpulkan bahwa istilah media baru tidak merujuk pada suatu teknologi yang spesifik. McLuhan juga menyatakan terkait media baru bahwa teknologi komunikasi yang baru dapat menghasilkan efek budaya yang luas, sulit diprediksi, mengganggu, dan mengubah dinamika hubungan manusia.
Dalam buku Encylopdia of New Media (2003), tidak ada definisi spesifik media baru. Media baru pun terus berubah serta berkembang seiring berjalannya waktu. Salah satu perkembangan media baru yang pesat adalah pada saat terjadinya digitalisasi. Kemunculan internet sangat berperan dalam hubungan digitalisasi dengan media baru. Septiawan Santana Kurnia dalam bukunya Jurnalisme Kontemporer (2005), mengemukakan bahwa internet merupakan medium yang mampu mengkonvergensikan seluruh karakteristik media dari bentuk-bentuk yang terdahulu, yang berfokus pada proses komunikasi. Jika dikaitkan dengan perkembangan media baru, kemunculan internet berperan dalam melahirkan media online yang sempat booming , seperti Chicago Online yang merupakan koran online pertama di Amerika Serikat yang diluncurkan oleh surat kabar Chicago Tribune .
Selain McLuhan, tahun 1984, Ronal Rice juga mendefinisikan media baru sebagai teknologi komunikasi yang memungkinkan untuk terjadinya interaktifitas antar pengguna dan antara pengguna dan informasi. Bila dikaitkan dengan media saat ini, interaktifitas merupakan karakteristik dari sebagian besar media, khususnya media yang beroperasi secara online. Perkembangan ini memunculkan model komunikasi massa yang sebelumnya dari satu komunikator ke banyak komunikan ( one to many communication ) menjadi banyak komunikator ke banyak komunikan ( many to many communication ). Tidak hanya media yang dapat menyebarluaskan informasi untuk dikonsumsi oleh masyarakat, setiap individu juga dapat menyebarkan informasi berupa bentuk teks, suara, gambar, ataupun video
## .
Istilah media baru dapat digunakan untuk menjelaskan penjelasan terkait kondisi teknologi dan internet teraktual serta dampaknya terhadap budaya. Jaringan dari media baru juga mampu memungkinkan penggunanya untuk mengakses informasi kapan saja dan di mana saja. Para pengguna dapat berinteraksi dengan media ataupun pengguna lain dengan umpan balik ( feedback ) yang diberikan. Konten-konten informasi yang dapat dibuat tidak hanya oleh media, tetapi para penggunanya dapat dijelaskan dengan media baru, bersifat bebas. Tidak lagi hanya media yang memegang kendali penuh atas informasi yang tersebar, tetapi khalayak juga turut memegang kendali atas distribusi dan konsumsi konten dalam media baru.
## Media Sosial
Media sosial sebagai bentuk pertukaran verbal digital di mana pelanggan membuat sekumpulan masyarakat pengguna media online untuk berbagi informasi, ide, pesan pribadi, dan konten yang berbeda. Media sosial memfasilitasi orang agar mendapatkan akses untuk bergabung sesama penggunaan internet dan berbagai layanan. Informasi yang terkandung di media sosial dapat dipertukarkan, dikumpulkan, dan disebarluaskan dalam hitungan detik (Abidin dan Ma’Arif, 2018).
Individualitas dari media sosial saat ini tidak jauh berbeda dengan media siber karena media sosial merupakan salah satu sistem dari media siber. Namun, media sosial memiliki karakter yang unik:
a. Jaringan ( Network )
Komunitas adalah infrastruktur yang menjembatani antara sistem komputer dengan perangkat keras lainnya. Hubungan ini sangat penting dikarenakan pertukaran verbal dapat terjadi jika antara sistem komputer terhubung, bersama dengan transfer fakta.
b. Informasi ( Informations)
Informasi akan menjadi keberadaan yang sangat diperlukan di media sosial karena pelanggan media sosial membuat representasi identitas mereka, menghasilkan konten, dan berinteraksi sepenuhnya berdasarkan informasi.
c. Arsip ( Archive )
Bagi pengguna media sosial, arsip menjadi persona yang menjelaskan bahwa data telah tersimpan dan dapat diakses kapan saja dan melalui perangkat apa saja.
d. Interaktivitas ( Interactivity)
Media sosial memvariasikan jaringan antar pelanggan yang tidak sekadar memperluas koneksi pertemanan atau pengikut, tetapi harus dimulai melalui interaksi antar pengguna media tersebut.
e. Simulasi Sosial ( simulation of society )
Media sosial memiliki persona sebagai media bagi masyarakat (society) di dunia digital. Media sosial memiliki keunggulan dan sebagai contoh adalah adanya berbagai kasus yang terjadi adalah salah satu dari jenisnya dan tidak lagi ditemukan di masyarakat dunia nyata.
f. Konten buatan pengguna ( user-generated content )
Di media sosial, keseluruhan konten dimiliki dan didasarkan sepenuhnya pada kontribusi pelanggan atau pemilik akun. UGC adalah hubungan simbiosis dalam cara hidup media baru yang memberikan kemungkinan dan fleksibilitas bagi pelanggan untuk berpartisipasi. Hal ini berbeda dengan media biasa dimana khalayak sasaran dibatasi menjadi objek atau sasaran pasif dalam pendistribusian pesan (Rosady, 2016).
Menurut Puntoadi (2011), pengguna media sosial berfungsi sebagai berikut:
1.) Keunggulan membangun personal branding melalui sosial media adalah tidak mengenal trik atau popularitas semu, karena audenslah yang menentukan.
2.) Media sosial memberikan sebuah kesempatan yang berfungsi untuk berinteraksi lebih dekat dengan konsumen. Media sosial menawarkan sebuah
konten komunikasi yang lebih individual. Para pemasar dapat mengetahui kebiasaan dari konsumen mereka dan melakukan suatu interaksi secara personal, serta dapat membangun sebuah ketertarikan yang mendalam.
## Instagram
Instagram berasal dari pengertian dari keseluruhan fungsi aplikasi ini. Kata ”insta” berasal dari kata ”instan”, seperti kamera polaroid yang pada masanya lebih dikenal dengan sebutan ”foto instan”. Instagram juga dapat menampilkan foto-foto secara instan, seperti polaroid di dalam tampilannya. Sedangkan untuk kata ”gram” berasal dari kata ”telegram” yang cara kerjanya untuk mengirimkan informasi kepada orang lain dengan cepat. Sama halnya dengan Instagram yang dapat mengunggah foto dengan menggunakan jaringan Internet, sehingga informasi yang ingin disampaikan dapat diterima dengan cepat. Oleh karena itulah Instagram merupakan gabungan dari kata instan dan telegram (Sari, 2017).
Menurut Atmoko (2012), Instagram adalah sebuah aplikasi dari Smartphone yang khusus untuk media sosial yang merupakan salah satu dari media digital yang mempunyai fungsi hampir sama dengan twitter, namun perbedaannya terletak pada pengambilan foto dalam bentuk atau tempat untuk berbagi informasi terhadap penggunanya. Instagram juga dapat memberikan inspirasi bagi penggunanya dan juga dapat meningkatkan kreatifitas, karena Instagram mempunyai fitur yang dapat membuat foto menjadi lebih indah, lebih artistik dan menjadi lebih bagus.
Instagram memiliki lima menu utama yang semuanya terletak di bagian bawah yaitu sebagai berikut:
a. Home Page: Home page adalah halaman utama yang menampilkan (timeline) foto-foto terbaru dari sesama pengguna yang telah diikuti. Cara melihat foto yaitu hanya dengan menggeser layar dari bawah ke atas seperti saat scroll mouse di komputer. Kurang lebih 30 foto terbaru dimuat saat pengguna mengakses aplikasi, Instagram hanya membatasi foto-foto terbaru.
b. Comments: Sebagai layanan jejaring sosial Instagram menyediakan fitur komentar, foto-foto yang ada di Instagram dapat dikomentar di kolom komentar. Caranya tekan ikon bertanda balon komentar di bawah foto, kemudian ditulis kesan-kesan mengenai foto pada kotak yang disediakan setelah itu tekan tombol send .
c. Explore: Explore merupakan tampilan dari foto-foto populer yang paling banyak disukai para pengguna Instagram. Instagram menggunakan algoritma rahasia untuk menentukan foto mana yang dimasukkan ke dalam explore feed .
d. Profil: Profil pengguna dapat mengetahui secara detail mengenai informasi pengguna, baik itu dari pengguna maupun sesama pengguna yang lainnya. Halaman profil bisa diakses melalui ikon kartu nama dimenu utama bagian paling kanan. Fitur ini menampilkan jumlah foto yang telah diupload, jumlah follower dan jumlah following.
e. News Feed: New feed merupakan Fitur yang menampilkan notifikasi terhadap berbagai aktivitas yang dilakukan oleh pengguna Instagram. News feed memiliki dua jenis tab yaitu “Following” dan “News”. Tab “following” menampilkanaktivitas terbaru pada user yang telah pengguna follow, maka tab “news” menampilkan notifikasi terbaru terhadap aktivitas para pengguna Instagram terhadap foto pengguna, memberikan komentar atau follow maka pemberitahuan tersebut akan muncul di tab ini.
(Atmoko, 2012)
## Teori Model SOME
The Circular Model of SoMe adalah model perencanaan media sosial yang dapat diterapkan secara umum untuk beberapa media sosial. Teori ini di ciptakan oleh Regina Luttrell untuk memudahkan praktisi media sosial melakukan perencanaan komunikasi pada media sosial dan tori ini dibagi menjadi empat bagian, yaitu: Share, Optimize, Manage, dan Engage .
Share adalah tahap dimana perusahaan terjun langsung untuk berinteraksi dengan para stakeholder mereka dengan menggunakan media sosial untuk membangun kepercayaan dengan berkomunikasi secara terbuka di media sosial. Lutrell (2015) mengatakan bahwa sebelum mempublikasikan informasi di media sosial, penting bagi perusahaan untuk mengetahui beberapa hal ini:
“Where is my audience? What types of networks are they engaging on? Where should we be sharing content? It is vital social media strategist understand how and where their consumers interact. This is a company’s opportunity to connect, build trust, and identify channels that allow for true interactions.
Social media through social network help people connect with others who share similar interest, passions, and beliefs. Organizations that use spesific networking strategies wherein their consumers are participating in conversations are able to socialize online together with their targeted populations. Within each of these networking sites a degree of trust is formed between users. These are the users that can become consumer influencers.”
Optimize adalah tahap dimana penggunaan media sosial pada perusahaan lebih ditekankan pada aspek “listen and learn” , dengan mendengarkan apa yang sedang diperbincangkan oleh para konsumen di media sosialdan mempelajari bagaiman untuk ikut dalam perbincangan tersebut. Lutrell (2015) juga menjelaskan dalam tahap ini perusahaan harus mengetahui hal-hal sebagai berikut:
“Are there issues that need to be addressed? What type of content should be shared? Do we have brand influencers and advocates? Where are we being mentioned and how? To optimize any conversation listening is paramount. A strong communication plan that optimizes your content results in maximum impact of messaging, brand, and value To optimize its message, an organization must listen to what is being said and learn from the conversations being shared. Your stakeholders will talk about your brand with or without you. However, the conversations that they have will be much richer if you, as a practitioner, are part of them. Public relations practitioners operate in a new world where people have come to expect transparent communication. It is our job to give them that.”
Manage atau mengelola media sosial perusahaan secara keseluruhan adalah melakukan media monitoring untuk mengamati dimana perusahaan diperbincangkan baik dalam hal positif atau negatif di ranah media sosial, perusahaan juga harus memberikan respon yang cepat tanggap dalam berinteraksi dengan konsumen secara real time . Dalam mengelola media sosial perusahaan, Lutrell (2015) menekankan pada aspek-aspek berikut ini:
“What relevant messaging should we manage, monitor, and measure? By setting up media management systems like Hootsuite companies can keep abreast of conversations happening in real-time, respond to consumers instantly, send private messages, share links, monitor conversations and measure successes/failures.
Conversations occuring on social sites happen quickly, in a matter of seconds in fact. Consumers have come to expect quick responses and answers from public relations practitioners and social media strategists who manage online presence. Surprsingly, many companies are not prepared for the quick response consumers have come to expect. Responses to consumers are limited by availability of time on any given day, other job responsibilities, and simply the ability to manage the volume of interactions that emanate from a company’s various social streams. Many times it is the case that a company simply may not have enough resources to monitor and manage its social presence.”
Engage atau keterlibatan para konsumen mereka dalam berinteraksi di media sosial dengan tujuan untuk meng-influence / mempengaruhi persepsi para audiens terhadap perusahaan. Lutrell (2015) juga menjelaskan bagaimana cara meng-engage para audiens yang tersebar di media sosial sebagai berikut:
“Who should we engage with and how? Do we want our consumers to take action on what we’ve shared? If so, what do we want them to do? Cultivating an engagement strategy can be
difficult, but once a company realizes the benefits of authentic engagement tru relationships can be build.”
## C.METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan teori SOME. Peneliti akan berusaha mencari, menganalisis, dan mengelola segala peristiwa yang terjadi di lapangan.
Penelitian deskriptif berusaha menuturkan respon mengenai strategi komunikasi yang berdasarkan data-data dan hasil observasi, melalui penyajian data, analisis dan interpretasi data. Penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber teknik pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. (Bungin, 2013).
Pada penelitian kualitatif, subjek penelitian merupakan info atau narasumber. Subjek dari penelitian ini adalah beberapa orang yang terkait dengan akun media sosial instagram @pesantrenbima, dengan karakteristik orang yang mengetahui dan memahami aktivitas pengelolaan media sosial, orang yang dengan rutin melaporkan aktivitas media sosial, dan orang yang mengelola media sosial Pesantren Bima. Oleh karena itu penulis mengambil nara sumbernya adalah KH. Imam Jajuli sebagai pengasuh Pesantren Bima, Ustad Lili Toyibin sebagai Direktur Media Center, Ustad Risal Madina sebagai Direktur Media Center, Ustad Ghufron Musyafa sebagai Humas Media Center, Atri Yeni Putri, Ibu Sriwulan, dan Bapak Hadi sebagai Pengguna Media Sosial.
Sedangkan objeknya adalah yang menjadi fokus penelitian ini yakni pengelolaan akun instagram @pesantrenbima. Pengumpulan datanya dilakukan sejak tanggal 10 Desember 2021 hingga 10 Januari 2022.
## D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian dipaparkan dengan menggunakan pengklasifikasian proses S hare, Optimize, Manage , dan Engage dengan konsep SOME dari Regina Luttrell (2015) yang menjadi acuan peneliti dalam menyusun penelitian ini.
Peneliti akan membahas mengenai strategi Pesantren Bima dengan menggunakan The Circular Model of SoMe . Model yang dicetuskan oleh Luttrell ini mem udahkan Public Relations Practicioner untuk melakukan kegiatan bermedia sosial dengan perencanaan dan strategi yang optimal agar dapat mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan, salah satunya adalah membangun ikatan yang maksimal dengan khalayak yang dimiliki pada sebuah plaform media sosial tertentu.
Adapun penyajian data penelitian dengan menggunakan teori SOME sebagai berikut :
1. Share
Share adalah tahap dimana instansi terjun langsung untuk berinteraksi dengan para stakeholder mereka dengan menggunakan media sosial untuk membangun kepercayaan dengan berkomunikasi secara terbuka di media sosial. Berkaitan dengan hasil penelitian terkait share diperoleh sebagai berikut :
Unit Analisis Hasil Temuan Alasan pemilihan Instagram sebagai media sosial Pesantren Bima a. Instagram lebih efektif dibandingkan media sosial lainnya. b. Instagram merupakan media sosial yang paling banyak digunakan masyarakat saat ini.
Unit Analisis Hasil Temuan Cara membagikan informasi melalui akun @pesantrenbima a. Konten berupa aktivitas di Pesantren Bima dan konten edukasi. b. Konten berupa gambaran aktivitas di pesantren Bima dan konten edukasi dengan kemasan menarik. Cara menentukan konten yang akan di posting a. Adanya proses pilah dan pilih b. Dilakukan pemilahan, pemilihan dan editing sebelum diposting.
Alasan Pesantren Bima lebih memilih instagram sebagai media sosial seperti yang dikatakan KH Imam Jazuli selaku pengasuh pondok Pesantren Bima bahwa instagram menjadi pilihan utama karena dianggap efektif untuk promosi dan penggunaannya lebih banyak anak muda generasi milenial. Selanjutnya ustad Risal Madina selaku Direktur Media Center menambahkan bahwa instagram cocok untuk berbagi informasi ke publik melalui foto dan video.
Sejalan dengan yang disampaikan oleh ustad Risal Madina, ustad Lili dan ustad Ghufron Musyafa menyampaikan bahwa Pesantren Bima menggunakan media sosial instagram sebagai media untuk menyampaikan segala bentuk informasi yang berdampak positif terbukti kehadirannya disambut antusias oleh masyarakat. Ini bisa dilihat dari jumlah 12,2 ribu followers. Atri Yeni Putri sebagai salah satu followernya mengatakan bahwa dia selalu mengikuti instagram @pesantrenbima karena informasi dan kegiatan- kegiatan pesantren yang mengedukasi selalu di-update sehingga dia sering meneruskan informasi itu ke keluarga, teman, maupun lingkungannya sebagai bahan rekomendasi untuk menjadi bagian dari pesantren tersebut. Sedangkan Ibu Sriwulan seorang guru di kabupaten Cirebon langsung menyambut dengan positif keinginan anaknya untuk mondok di Pesantren Bima. Hal ini karena dia sering mendengar reputasi pesantren tersebut dari mulut ke mulut, juga atas permintaan anaknya sendiri, apalagi setelah mengikuti akun instagram @pesantrenbima. Selanjutnya Pak Hadi, memasukkan anak bungsunya ke Pesantren Bima karena kedua anak sebelumnya sudah masuk lebih dulu. Dan dia merasa pesantren tersebut menjadi pilihan ‘recommended’ sebagai wadah menimba ilmu. Keberadaan akun instagram @pesantrenbima ini dihadirkan dengan perencanaan yang matang oleh tim media sosial pesantren sehingga diharapkan apa yang ditampilkan direncanakan memberikan pengaruh serta manfaat positif bagi masyarakat. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Ustad Ghufron Musyafa bahwa tim media sosial Pesantren Bima menampilkan beragam konten menarik untuk membangun ketertarikan publik mulai dari menampilkan aktivitas-aktivitas yang ada di pesantren, juga menampilkan informasi- informasi yang bersifat edukatif.
2. Optimize Optimize adalah tahap penggunaan media sosial pada perusahaan lebih ditekankan pada aspek “listen and learn” , dengan mendengarkan apa yang sedang diperbincangkan oleh para konsumen di media sosial dan mempelajari bagaimana untuk ikut dalam perbincangan tersebut. Berkaitan dengan penelitian ini, unit anlisis mengenai optimize adalah sebagai berikut
Unit Analisis Hasil Temuan Cara mengoptimalkan informasi yang diposting a. Postingan dimaksimalkan dengan menggunakan beragam fitur yang ada di instagram . b. Postingan dikemas dengan menarik dari segi design .
Unit Analisis Hasil Temuan Cara Pesantren Bima melibatkan diri dalam percakapan suatu topik dengan publiknya di akun @pesantrenbima a. Melihat konten mana yang mendapat reaksi paling banyak dari public. b. Jumlah likes/ komentar publik yang paling banyak pada suatu konten menjadi pertimbangan untuk konten ke depannya
Penyampaian pesan atau konten melalui media sosial memang tidak mudah. Agar pesan atau konten tersebut sampai pada publik yang tepat sehingga dapat mencapai tujuan, tim media sosial Pesantren Bima harus memikirkan cara untuk dapat mengoptimalisasi konten tersebut. Beberapa upayanya mengaplikasikan communication plan atau perencanaan komunikasi tersendiri pada instagram @pesantrenbima seperti pengemasan gambar yang menarik sebagaimana disampaikan oleh Ustad Ghufron Musyafa, “Gambar yang akan disajikan dengan cara menarik seperti memberikan tulisan dan frame ke gambar sehingga bila dilihat itu gambarnya menarik dengan harapan publik mau melihatnya. Selain itu, dalam satu postingan terdiri dari beberapa gambar seperti slideshow dan kita masukkan caption sebagaimana fitur yang ada pada Instagram. Kita juga mengoptimalkan dengan memanfaatkan beragam fitur yang ada, seperti posting video kemudian menggunakan fitur story. Selain itu kita juga melihat jenis konten seperti apa yang mendapat reaksi baik dari masyarakat dan menggunakan itu sebagai pertimbangan kedepannya”.
Tim media sosial Pesantren Bima mengoptimalkan konten di instagramnya dengan menerapkan listen and learn yaitu ketika terdapat konten atau posting- an yang memiliki feedback yang besar yaitu masukan dari publik akan dipertimbangkan untuk pengembangan konten didalam akun @pesantrenbima di masa mendatang. Akan tetapi fitur hashtag belum digunakan secara optimal.
3. Manage
Manage adalah melakukan media monitoring untuk mengamati dimana perusahaan diperbincangkan baik dalam hal positif atau negatif di ranah media sosial, perusahaan juga harus memberikan respon yang cepat tanggap dalam berinteraksi dengan konsumen secara real time . Berkaitan dengan penelitian ini, unit anlisis mengenai manage adalah sebagai berikut:
Unit Analisis Hasil Temuan Cara monitoring atas postingan pada akun @pesantrenbima a. Sebuah postingan baik atau tidaknya dinilai dari jumlah likes dan komen yang ada. b. Komen atau message dari follower terkait suatu konten menjadi indikator penilaian. Cara melakukan interaksi dengan publik di akun @pesantrenbima a. Adanya komentar atau message langsung direspon segera. b. Selalu memberikan usaha untuk menganggapi komen dari follower
Agar pengelolaan akun Instagram @pesantrenbima baik, maka diupayakan dikelola dengan penuh pertimbangan serta diperhatikan setiap aktivitasnya sehingga akun ini dapat bermanfaat bagi masyarakat. Selain itu, ada pengelolaan feedback yang masuk sebagai bagian dari proses manage atau pengelolaan pada perencanaan komunikasi Instagram, yakni memperhatikan feedback yang masuk lewat Instagram @pesantrenbima. Feedback yang masuk
lewat Instagram biasanya adalah lewat likes, coment, dan juga tag yang masuk. Setiap coment yang masuk ditanggapi baik itu komentar yang positif ataupun negatif. “Agar dapat tercipta hubungan yang baik dengan publik supaya publik memiliki rasa percaya pada kita,” begitu kata Risal Madina.
Tim media sosial Pesantren Bima melakukan monitoring, evaluasi dan pengelolaan f eedback secara manual. Mereka hanya melakukannya dengan melihat seberapa banyak respon, like, maupun comment.
## 4. Engage
Engage adalah keterlibatan para konsumen mereka dalam berinteraksi di media sosial dengan tujuan untuk meng- influence /mempengaruhi persepsi para audiens terhadap perusahaan. Berkaitan dengan penelitian ini, unit anlisis mengenai engage adalah sebagai berikut:
Unit Analisis Hasil Temuan Cara meraih target audiens Pesantren Bima a. Postingan dibuat menarik sesuai dengan karakteristik audiens. b. Postingan dikemas sesuai dengan karakteristik audiens. Cara mengetahui seluk beluk audiens yang menjadi follower di akun @pesantrenbima a. Memanfaatkan fitur insight Melihat audiens yang memberikan like atau komentar pada postingan.
Salah satu tujuan dilakukan perencanaan komunikasi dengan sebaik mungkin adalah untuk mendapatkan engagement yang tinggi guna melakukan aktivitas instagram yang efektif dan sesuai dengan goals yang telah dibuat sebelumnya. Pada proses engage, perusahaan harus mengetahui sejauh apa dampak atau feedback yang diinginkan oleh instansi dari dilakukannya kegiatan komunikasi lewat media sosial yang digunakan dalam hal ini adalah Instagram.
Salah satu aspek dalam tahap engage adalah bagaimana subjek dapat mengetahui dan memahami seluruh seluk beluk target audiensnya. Salah satu target audience dari Pesantren Bima adalah Ibu yang memiliki anak supaya anak tersebut masuk pesantren Bima; anak-anak di usia remaja yang beranjak ke SMA/SMK atau dari SD ke SMP. Seperti penjelasan Ustad Risal Madina bahwa upaya tim media sosial Pesantren Bima dalam memahami dan mengetahui seluk-beluk target audiensnya adalah dengan memanfaatkan fitur yang disediakan oleh instagram yaitu Instagram Insight, targetnya adalah anak-anak berusia 10 tahun ataupun 11 tahun untuk SMP dan usia 15 tahun untuk bisa masuk ke jenjang SMK/MA selain itu bukan hanya untuk anak-anak tapi orang tua yang punya anak masih sekolah SD. “Dari target itu kita akan mengukur postingan yang akan menjadi daya tarik mereka”.
Aspek lain dalam tahap engage adalah adalah bagaimana upaya tim media sosial Pesantren Bima dalam meraih (reach) target audiens. Salah satu cara yang dilakukan menyesuaikan konten-koten yang mereka posting dengan target audiens, dengan cara membuat konten yang menarik, kekinian, dengan bahasa jelas, padat, serta mudah dipahami.
## Analisis Pembahasan
Pemanfaatan media sosial instagram @pesantrenbima dikategorikan ke dalam 4 aspek sesuai dengan teori SOME yang dikemukakan oleh Gina Lutrell (2015) sebagai berikut :
## Share
Proses share dalam perencanaan komunikasi suatu media sosial merupakan tahap awal pada konsep ini. Pada tahap ini organisasi menentukan media sosial apa yang akan digunakan yang memang tepat dengan karakteristik khalayak yang juga merupakan khalayak yang menjadi target sasaran suatu organisasi tersebut. Organisasi tersebut harus dapat menentukan pada media sosial apakah perusahaan tersebut harus berpartisipasi di dalamnya. Hal tersebut sesuai dengan pengaplikasian perencanaan share menurut Luttrell (2015).
Pada tahap share (membagikan) dalam perencanaan komunikasi suatu media sosial merupakan tahap awal pada konsep ini. Terdapat beberapa poin yang harus diperhatikan di dalamnya. Poin- poin tersebut adalah bagaimana suatu subjek berpartisipasi menggunakan media sosial (participate) , bagaimana subjek bisa membuat publik termasuk dengan mereka saling berhubungan (connect) , dan yang terakhir adalah bagaimana suatu subjek membangun kepercayaan publiknya (build trust) .
Media sosial melalui jaringan sosial membantu manusia terhubung dengan manusia lain yang berbagi minat, gairah atau ketertarikan dan keyakinan yang sama. Organisasi yang menggunakan strategi jaringan media sosial tertentu yang dimana konsumen mereka berpartisipasi di dalam percakapan tersebut akan mampu bersosialisasi secara online bersama- sama dengan populasi target yang mereka tuju.
Jika dikaitkan dengan penjelasan dari Luttrell (2015) mengenai minat, tim media sosial Pesantren Bima telah memiliki latar belakang yang tepat untuk memilih Instagram sebagai media sosial utama untuk meningkatkan brand awareness dengan publiknya, karena melalui tampilan foto atau video dapat menjadi sarana informasi yang lebih dari sekedar teks dan dapat lebih menghibur dari segi visual-nya.
Tim media sosial Pesantren Bima juga sudah baik dengan adanya proses pilih dan pilah atas konten yang akan disajikan sehingga kualitas konten yang disajikan menjadi lebih terjamin karena adanya proses editing terlebih dahulu
## Optimize
Proses optimize merupakan tahapan kedua pada model perancangan The Circular Model of SoMe milik Regina Lutrell. Pada tahap ini perusahaan dituntut untuk merencanakan pesan atau konten-konten yang akan disebarkan dengan seoptimal mungkin.
Untuk dapat menghasilkan pesan yang optimal, proses optimize ini sangat memperhatikan pengaplikasian “ listen & learn” dan juga “take part in authentic conversation” yang berarti adalah menjadi bagian dari pembicaraan yang dilakukan khalayak atau follower lewat Instagram @pesantrenbima pada pelaksanaan perencanaan pesan tersebut.
Lutrell pun memiliki beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses optimize tersebut yaitu:
“Are there issues that need to be addressed? What type of content should be shared? Where are we being mentioned and how? To optimize any conversation listening is paramount. A strong communication plan that optimizes your content results in maximum impact of messaging, brand, and value.
Pada penyataan di atas dapat disimpulkan bahwa Lutrell sangat memperhatikan bagaimana perusahaan sedang diperbincangkan oleh publik, untuk mengetahui itu semua perusahaan harus melakukan “ listen and learn” yaitu mendengarkan apa yang diperbincangkan oleh khalayak dan mengamati apa yang sebenarnya diinginkan oleh khalayak tersebut lalu menganalisa bagaimana cara untuk dapat mengaplikasikan hal-hal yang diinginkan publik tersebut menjadi konten atau pesan yang dibagikan perusahaan.
Lutrell juga menegaskan bahwa communication plan atau perencanaan komunikasi sangat membantu perusahaan untuk mengoptimalisasikan pesan atau konten yang akan dibagikan melalui instagram, dimana proses “listen and learn” tersebut harus menjadi salah satu tahapan didalamnya.
Berdasarkan tahapan optimize, tim media sosial Pesantren Bima telah optimal menerapkannya dengan mengikuti tren yang ada dan menerapkannya untuk menarik minat publik mulai dari adanya hashtag meskipun belum menyeluruh, bentuk konten berupa story, foto/gambar dan video.
## Manage
Tahap ketiga pada konsep The Circular Model of SoMe yang dikemukakan oleh Regina Luttrell ialah Manage . Pada tahap ini perusahaan idealnya melakukan media monitoring untuk mengetahui evaluasi apa yang harus dilakukan dan juga dapat menjaga ikatannya dengan
khalayak secara cepat melalui comment dan apapun dalam instagram yang berkaitan dengan hubungan timbal balik. Tim media sosial Pesantren Bima telah melaksanakan tahapan manage dengan baik dengan merespon komen yang ditinggalkan oleh publik sehingga tercipta interaksi yang baik serta adanya monitoring yang dilakukan berdasarkan jumlah likes dan komen.
## Engage
Proses terakhir dari tahapan prerencanaan komunikasi Regina Lutrell adalah proses engage. Pada tahap ini perusahaan dituntut untuk merencanakan meng- engage khalayak. Hal tersebut sangat penting karena menurut Lutrell, ketika perusahaan mengetahui sejauh apa harapan mereka, maka perusahaan akan terpacu untuk mendapatkan hal tersebut dari khalayaknya melalui komunikasi lewat instagram.
Lutrell juga menekankan bahwa perusahaan harus mengetahui sejauh apa perusahaan ingin khalayak melakukan sesuatu terhadap apa yang dibagikan, apakah hanya sekedar me- likes atau comment , atau lebih jauh lagi hingga berkaitan dengan pendapatan perusahaan. Sangat penting untuk mengetahui tujuan perusahaan agar dapat sesuai dengan perencanaannya.
Dalam tahapan engage, instagram @pesantrenbima berhasil menciptakan engagement yang baik dengan publik dengan membuat konten yang menarik, kekinian dan dengan bahasa jelas, padat, serta mudah dipahami sehingga membuat informasi yang ingin disampaikan dapat dengan mudah diserap oleh para followersnya.
## E. SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa pengelolaan akun instagram @pesantrenbima telah memenuhi tiap aspek berdasarkan teori SOME yaitu share, optimize, manage dan engage . Sebagai berikut : 1. Share , akun instagram @pesantrenbima telah tepat dalam dalam menentukan konten yang disajikan.
2. Optimize , akun instagram @pesantrenbima walaupun belum menggunakan fitur hastag secara optimal tetapi sudah menyajikan konten dalam ragam bentuk foto/gambar, video, dan instagram story.
3. Manage , akun instagram @pesantrenbima telah menerapkan dengan baik komentar atau direct message dari publik, sudah melaksanakan monitoring untuk mengevaluasi konten yang disajikan.
4. Engage, akun instagram @pesantrenbima meraih target audiens dengan cara menyesuaikan konten-koten yang mereka posting dengan target audiens, dengan membuat konten yang menarik, kekinian dan dengan bahasa jelas, padat, serta mudah dipahami akan membuat informasi yang ingin disampaikan dapat dengan mudah diserap oleh para followersnya.
Saran dalam pengelolaan akun instagram @pesantrenbima harus dioptimalkan lagi seperti menggunakan hashtag yang khas milik Pesantren Bima sehingga konten yang disajikan dapat memiliki ciri khas yang menarik bagi publik serta pemberian caption-caption yang lebih menarik lagi. Selain itu ada penelitian lanjutan tentang @pesantrenbima dengan jumlah follower lebih banyak lagi yang mencerminkan opini dari pihak eksternal.
## DAFTAR PUSTAKA
Abidin. Z, & Ma’arif. A. A. 2018. Pengelolaan Media Sosial Instagram Humas Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Jurnal Ilmu Hubungan Masyarakat. Volume 3, Nomor 1, 25-46.
Atmoko Dwi, Bambang. 2012. Instagram Handbook Tips Fotografi Ponsel. Jakarta: Media Kita Kurnia, Septiawan S .2005. Jurnalisme Kontemporer . Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Bungin, Burhan. 2013. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana. https://id.wikipedia.org/wiki/Media_baru#Tujuan_dan_manfaat Instagram @pesantrenbima
Jones, Steve, 1961-,; Publications., Sage; service), Sage eReference (Online. Encyclopedia of new media : an essential reference to communication and technology. Thousand Oaks, CA. ISBN 9781452265285. OCLC 162126451.
Jones. Steve. 2007. Encyclopedia of New Media. Publisher: SAGE Publications, Inc. Lister, Martin. 1947. New media : a critical introduction (edisi ke-2nd ed) . [Place of publication not identified]. ISBN 9781134083824. OCLC 1023529500. Luttrell, Regina. 2015. Social Media: How to Enggae, Share and Connect . Rowman & Littlefield Publishers.
Mukarom, Zaenal. 2021. Teori-teori Komunikasi Berdasarkan Konteks. Cetakan 1. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nasrullah, R. 2016. Media Sosial Perspektif Komunikasi, Budaya, Sosioteknologi Cet.kedua. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Puntoadi, Danis. 2011. Meningkatkan Penjualan Melalui Media Sosial. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Sari, Meutia Puspita dan Lubis, Evawani Elysa. 2017. FENOMENA PENGGUNAN MEDIA SOSIAL INSTAGRAM SEBAGAI KOMUNIKASI PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM OLEH MAHASISWA FISIP UNIVERSITAS RIAU. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 4 No.2
|
6ded7612-bee5-43d4-b35e-661c4bee5206 | https://iptek.its.ac.id/index.php/geosaintek/article/download/5410/4946 |
## RANCANG BANGUN ALAT PENGUKUR KECEPATAN AKUSTIK DAN KADAR AIR VOLUMETRIK UNTUK MONITORING TANAH LONGSOR
Ahmad Iqbal Hamami 1 , Dwa Desa Warnana 1 , dan Amien Widodo 1
1 Departemen Teknik Geofisika, Fakultas Teknik Sipil, Perencanaan, dan Kebumian, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
e-mail : iqbalhamami.ahmad@gmail.com
Abstrak. Faktor yang dapat memicu terjadinya tanah longsor salah satunya yaitu nilai hambatan geser yang kecil. Hal ini bisa disebabkan karena terdapatnya lapisan kedap air dibawah lapisan jenuh oleh air. Sehingga perlu dilakukan monitoring parameter tanah lain yang berhubungan dengan kadar air volumetrik. Dari data BNPB, dalam 10 tahun terakhir bencana tanah longsor terjadi di Indonesia lebih dari 200 kali setiap tahunnya. Dari total kejadian bencana longsor tersebut mengakibatkan 63 orang meninggal dunia dan hilang, 1625 rumah rusak, dan 37 fasilitas umum rusak. Sedangkan menurut LIPI, hingga saat ini baru terdapat 150 alat deteksi longsor yang terpasang dari ribuan yang dibutuhkan. Sehingga pada penelitian ini akan dibuat prototipe alat untuk monitoring tanah longsor. Penelitian ini akan membahas mengenai aplikasi alat ultrasonic transducers sebagai sistem monitoring kecepatan akustik pada tanah. Ultrasonic transducers adalah metode yang menggunakan 2 sensor ultrasonic dimana satu sensor dihubungkan dengan modul transmitter dan sensor yang lainnya dihubungkan dengan modul receiver, selanjutnya keduanya akan dihubungkan dengan generator gelombang dan mikrokontroler . Transmitter sebagai sensor untuk menghasilkan gelombang suara didalam tanah yang akan diterima oleh receiver. Sehingga didapatkan waktu penjalaran gelombang suara pada jarak tertentu yang telah ditentukan. Dari kedua parameter tersebut dilakukan perhitungan di software Arduino IDE sehingga bisa didapatkan output berupa kecepatan akustik pada tanah. Setelah dilakukan pengujian dengan sudut kemiringan 43 o , didapatkan nilai kecepatan akustik saat terdapat rekahan pada pengujian ke-1 naik dari 1309.24 m/s ke 1694.34 m/s, 1636.55 m/s ke 2117.93 m/s pada pengujian ke-2, dan 1505.23 m/s ke 2117.93 m/s pada pengujian ke-3. Nilai kecepatan akustik relatif turun (semakin kecil) ketika kadar air volumetriknya bertambah. Nilai kadar air volumetrik sendiri terdapat pada rentang 87% sampai 99% pada saat terdapat rekahan sampai longsoran total terjadi. Hasil pengujian tanah berdasarkan ukuran butir menunjukkan bahwa jenis tanah yang digunakan pada penelitian ini adalah pasir lempungan.
Kata Kunci: Kadar air volumetric; kecepatan akustik; ultrasonic; prototype; longsor .
Abstract . One of the factors that can trigger the occurrence of landslides is the value of a small sliding resistance which can be caused by the presence of an impermeable layer of water under the saturated layer of water. So monitoring other soil parameters related to volumetric water content is needed. BNPB’s data shows that in the last 10 years, landslides has occurres in Indonesia more than 200 times each year. From the data, landslides caused 63 people died and disappeared, 1625 houses damaged, and 37 public facilities damaged. Meanwhile according to LIPI, until now there are only 150 landslide detection devices installed from thousands needed. So this study will made a prototype for landslides monitoring. This study will discuss the application of ultrasonic transducers as an acoustic velocity monitoring system on soil. Ultrasonic transducers is a method that uses 2 ultrasonic sensors where one sensor is connected to the transmitter module and the other sensor is connected to receiver module, both of them will be connected to wave generator and microcontroller. Transmitter as a sensor to produce sound waves in the ground that will be received by the receiver. So the sound wave propagation time is obtained at a specified distance. The two parameters are calculated in the Arduino IDE software, so the output can obtained in the form of acoustic speed in the ground. The experiment with 43 o degree slop showed the acoustic velocity values obtained when there is a fracture with in the first test increased from 1309.24 m/s to 1694.34 m/s, 1636.55 m/s to 2117.93 m/s in the second test, and 1505.23 m/s to 2117.93 m/s in the third test. The acoustic velocity value relatively decreases (gets smaller) when the volumetric water content increases. The volumetric water content is in the range of 87% to 99% since the fracture occurred, until a total landslide occurred. Soil test results based on grain size indicate that the type of soil used in this study is clayley sand.
Keywords: Acoustic velocity; landslide; prototype; ultrasonic; volumetric; water content.
## PENDAHULUAN
Tanah longsor adalah suatu fenomena pergerakan massa batuan, tanah, atau bahan rombakan material penyusun lereng yang bergerak ke bawah atau ke luar lereng karena pengaruh gravitasi (Risdiyanto, 2011). Ada beberapa faktor penyebab tanah longsor dimana salah satunya adalah nilai hambatan geser yang kecil karena terdapatnya lapisan jenuh air diatas lapisan kedap air. Dari data BNPB, lebih dari 200 kali bencana tanah longsor terjadi tiap tahunnya pada 10 tahun terakhir. Pada tahun 2018 sendiri terjadi 281 kali bencana tanah longsor dimana kejadian paling banyak terjadi di Jawa Tengah 102 kali, Jawa Barat 65 kali, dan Jawa Timur 58 kali. Dari total kejadian bencana longsor tersebut mengakibatkan 63 orang meninggal dunia dan hilang, 1625 rumah rusak, dan 37 fasilitas umum rusak (BNPB, 2019). Menurut LIPI, alat pendeteksi tanah longsor yang ada di Indonesia hingga saat ini baru 150 dari total ribuan yang dibutuhkan (LIPI, 2018).
Pada penelitian sebelumnya digunakan pengujian sampel untuk melakukan perhitungan kecepatan akustik dan kadar air menggunakan rumus empiris yang ada. Hasil dari penelitian ini didapatkan grafik hubungan antara kecepatan suara dan kadar air volumetrik pada tanah yang berbanding terbalik (Adamo dkk., 2004). Pada penelitian sebelumnya yang membuat prototipe alat monitoring kecepatan tanah menggunakan multi segment inclinometer , metode ini menggabungkan 2 buah inclinometer berbasis accelerometer dalam 1 lubang bor. Dengan menambahkan jumlah accelerometer yang ditempatkan secara bervariasi terhadap kedalaman, maka didapat pergerakan tanah yang terjadi pada sebaran vertikal. Hasil dari penelitian ini didapatkan nilai perubahan sudut dan kadar air volumetrik sebelum terjadi tanah longsor secara real time (Uchimura dkk., 2015). (Kong dkk., 2017)melakukan penelitian tentang pembuatan sensor ( transmitter dan receiver ) menggunakan piezoelectric transducers. Sensor tersebut digunakan pada penilitian ini untuk mencari hubungan kadar air volumetrik terhadap penguatan sinyal. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa semakin kecil kadar air volumetriknya indeks energi gelombang yang dibutuhkan semakin besar. Dimana pada kadar air volumetrik sebesar 3% indeks energi yang dibutuhkan sebesar 3,5 x 10 4 sedangkan pada kadar
air volumetrik sebesar 15 % indeks energi yang dibutuhkan sebesar 0,2 x 10 4 .
Penelitian ini akan membahas mengenai aplikasi metode ultrasonic transducers sebagai sistem monitoring kecepatan akustik pada tanah. Ultrasonic transducers adalah alat yang menggunakan 2 sensor ultrasonic dimana satu sensor menjadi transmitter dan sensor yang lainnya menjadi receiver. Transmitter sebagai sensor untuk menghasilkan gelombang suara didalam tanah yang nantinya akan diterima oleh receiver. Sehingga didapatkan waktu penjalaran gelombang suara pada jarak tertentu yang telah ditentukan. Dari kedua parameter tersebut dilakukan perhitungan pada software Arduino IDE sehingga bisa didapatkan output berupa kecepatan akustik pada tanah. Digunakan juga sensor moisture untuk mendapatkan nilai kadar air volumetric. Parameter tersebut akan dianalisis secara real time dan dibandingkan dengan kadar air volumetrik pada tanah, dan digunakan untuk praduga kemungkinan waktu kelongsoran tanah akan terjadi.
## Kecepatan Akustik dan Kadar Air Volumetrik
Menurut Model Brutsaert, 1964 rumus untuk kecepatan gelombang elastis adalah sebagai berikut:
(1) dengan :
Koefisien a dan b tergantung pada sifat granular dari suatu materi f : porositas
Z : parameter interstitial efek
: total densitas materi
: tekanan efektif tanah.
Perlu ditekankan bahwa model kecepatan berlaku sangat baik untuk pengukuran kadar air volumetrik karena parameter Z, dan dalam (1) semuanya terkait dengan derajat kejenuhan dengan cair, didefinisikan sebagai berikut :
(2)
dengan :
: kelembaban tanah Vw : volume air Vv : volume tanah kering S : tingkat kadar air volumetrik.
Persamaan (1) dan (2) merupakan dasar untuk mendapatkan pengukuran kelembaban (kadar air volumetrik) dari pengukuran kecepatan. Ini menunjukkan bahwa kecepatan akustik di tanah bergantung pada tiga parameter, yaitu total massa tanah, tekanan efektif, dan parameter pengantara. Dari penurunan dan substitusi persamaan dari ketiga parameter tersebut didapatkan persamaan kecepatan yang memungkinkan sebagai berikut :
(3) dengan :
) adalah faktor amplifikasi yang bergantung pada jenis tanah. Menentukan nilai faktor amplifikasi membutuhkan nilai dari konstantan a dan b, tetapi juga bisa ditentukan dengan uji laboratorium tanah. Dari persamaan (3) dapat dilihat bahwa kecepatan akustik akan berkurang ketika tingkat kadar air volumetrik pada tanah meningkat (Adamo dkk., 2004). Untuk grafik hubungan ini dapat dilihat pada gambar 1 berikut.
Gambar 1. Grafik Hubungan kecepatan akustik dan kadar air volumetrik pada tanah berdasarkan perhitungan.
## Distribusi Ukuran Butir dan Jenis Tanah
Hasil dari analisis ayakan dan hydrometer digambarkan dalam kertas semilogaritmik yang dikenal sebagai kurva distribusi ukuran-butiran. Diameter partikel (butiran) digambarkan dalam skala logaritmik, dan persentase dari butiran yang lolos ayakan digambarkan dalam skala hitung biasa. Sebagai contoh, grafik distribusi ukuran-butiran dari dua tanah ditunjukkan dalam Gambar 2.
Grafik distribusi ukuran-butiran dari tanah A adalah kombinasi dari hasil analisis ayakan dan hasil analisis hidrometer untuk fraksi halusnya. Bila hasil dari analisis ayakan dan analisis hidrometer
digabung, diskontinuitas (discountinuity) umumnya timbul dalam rentang dimana kedua grafik saling bertumpangan.
## Gambar 2. Contoh kurva distribusi ukuran butir
Persentase dari kerikil, pasir, lanau, dan butiran berukuran lempung yang dikandung oleh tanah dapat-ditentukan dari grafik distribusi ukuran- butiran. Menurut Sistem Klasifikasi Unified (USCS), Tanah A dalam Gambar 2 mempunyai:
Kerikil (ukuran batas - lebih besar dari 4,75 mm) = 0%
Pasir (ukuran batas - 4,75 mm sampai dengan 0,075 mm) = persentase butiran yang lebih halus dari 4,75 mm - persentase butiran yang lebih halus dari 0,075 mm = 1
00- 62 = 3 8%.
Lanau dan lempung (ukuran batas- kurang dari 0,075 mm) = 6 2%.
Kurva distribusi ukuran-butiran dapat digunakan untuk membandingkan beberapa jenis tanah yang berbeda-beda. Selain itu ada tiga parameter dasar yang dapat ditentukan dari kurva tersebut, dan parameter-parameter tersebut dapat digunakan untuk mengklasifikasikan tanah berbutir kasar. Parameter-parameter tersebut adalah: a. ukuran efektif ( effective size ), b. koefisien keseragaman ( uniformity coefficient ), c. koefisien gradasi ( coefficient of gradation ).
Diameter dalam kurva distribusi ukuran- butiran yang bersesuaian dengan l0% yang lebih halus (lolos ayakan) didefinisikan sebagai ukuran efektif, atau D10 . Koefisien keseragaman diberikan dengan hubungan:
(4)
Koefisien gradasi dinyatakan sebagai
(5)
dengan :
Cu = koefisien keseragaman
D60 = diameter yang bersesuaian dengan 60% lolos ayakan.
Cc = koefisien gradasi D30 = diameter y ang bersesuaian dengan 30% lolos ayakan.
Untuk pengelompokan jenis tanah menurut usgs agar lebih gampangnya dapat dilihat pada gambar 3. (M.Das dkk., 1995)
## Gambar 3. Pengelompokan jenis tanah menurut USCS berdasarkan ukuran butir
Jenis tanah juga dapat ditentukan berdasarkan nilai kecepatan gelombang kompresional dan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Jenis tanah berdasarkan Vp (Verhoef, 1989)
## METODOLOGI
Alur pada penelitian ini dijelaskan melalui diagram alir penelitian pada Gambar 4 dibawah ini.
## Gambar 4. Diagram alir penelitian
## Rancangan Desain dan Pembuatan Alat
Prinsip kerja dari sistem monitoring yang dibangun pada penelitian ini yaitu menentukan nilai kecepatan akustik tanah dari output yang dikeluarkan oleh ultrasonic dan wavelet generator . Skema prinsip alat ini dijelaskan melalui Gambar 2.
## Gambar 5. Skema prinsip alat
Ketika terjadi perubahan kadar air volumetrik pada tanah dimana itu merupakan salah satu faktor
terjadinya longsor, maka hasil dari prototipe ini (kecepatan akustik) akan berubah seiring bertambahnya kadar air volumetrik. Data kadar air volumetrik akan didapatkan dari sensor kelembaban ( moisture ). Parameter kecepatan dan kelembaban (kadar air volumetrik) itu akan dianalisa dan dibandingkan keterkaitannya sampai terjadi longsoran tanah. Hasil akhirnya didapatkan hubungan kecepatan dan kelembaban saat akan terjadi longsoran.
Perancangan Hardware Perancangan hardware terdiri dari lima rangkaian utama yaitu rangkaian catu daya, rangkaian generator gelombang, rangkaian penerima gelombang, rangkaian penguat gelombang, dan mikrokontroler. Rangkaian catu daya terdiri dari output daya 48 V dan 12 V dan berfungsi sebagai sumber daya untuk rangkaian generator gelombang (48 V) dan juga rangkaian penerima gelombang (12V). Skematik rangkaian catu daya dapat dilihat pada gambar 6.
## Gambar 6. Skematik rangkaian catu daya
Rangkaian generator gelombang berfungsi sebagai penembak gelombang sinusoidal 3.3 V. Sedangkan rangkaian penerima gelombang berfungsi untuk memroses serta sebagai penguat 10 kali gelombang sinusoidal yang diterima. Kedua rangkaian ini yang nantinya akan disambungkan langsung ke Arduino DUE sebagai mikrokontroler ( arduino shield ). Skematik rangkaian arduinho shield dapat dilihat pada gambar 7.
Gambar 7. Skematik rangkaian penerima dan generator gelombang
Rangkaian penguat gelombang 60 V berfungsi untuk menguatkan sinyal sinusoidal sebesar 3,3 volt menjadi 60 volt peak to peak sebelum masuk ke transmitter ultrasonic. Tegangan 60 volt digunakan agar sinyal ultrasonic dapat menembus spesimen berupa tanah. Dikarenakan jika hanya menggunakan gelombang yang memiliki tegangan sebesar 3.3 volt tidak mampu menembus medium tanah, sehingga menyebabkan receiver nya tidak dapat menerima gelombang yang menjalar.
Perancangan hardware kadar air volumetrik terdiri dari 2 rangkaian yaitu mikrokontroler dan juga modul sensor kelembababan. Sensor kelembaban, akan menghitung perubahan nilai output pada sensor akibat dari perubahan kadar air. Sensor ini akan mengukur konstanta dielektrik dari tanah yang merupakan parameter yang sensitif terhadap kandungan air pada tanah. Diperlukan perhitungan dari nilai output sensor untuk mendapatkan nilai kadar air dalam bentuk persentase. Rangkaian kadar air dapat dilihat pada gambar 8.
Gambar 8. sensor kadar air volumetrik
## Pengujian Alat
Pengujian alat akan dilakukan pada model longsor skala laboratorium dengan dimensi panjang 70 cm, lebar 35 cm, dan tinggi 28 cm.
Artikel diterima 23 Juli 2019, Revisi 1 Agustus 2020, Online 30 Agustus 2020 http://dx.doi.org/10.12962/j25023659.v6i2.5410 (a) (b) Gambar 9 (a) Peletakan sensor pada model longsor (b)
## Model pengujian ketika sudah terisi tanah
Peletakan sensor dapat dilihat seperti gambar 9 (a). Tanah yang akan dipakai pada model ini berupa tanah pasir lempugan yang nantinya akan diukur perbandingan pasir dan lempungnya, dikarenakan jenis tanah ini yang banyak terdapat pada daerah rawan longsor. Variasi yang akan dipakai adalah penambahan kadar air dengan sudut yang digunakan tetap yaitu sebesar 43 o . Menurut Afif, 2019 ketika hanya parameter sudut yang dipakai untuk monitoring terjadinya longsoran, sudut 43 o inilah sudut kritis yang didapatkan sebelum terjadinya longsoran. Hasil akhir dari pengujian ini nantinya akan didapatkan data perbandingan nilai kecepatan akustik terhadap kadar air volumetrik.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Pengujian Tanah
Sebelum dilakukan pengujian pada model longsor, dilakukan terlebih dahulu pengujian tanah berdasarkan besar butirnya. Hasil dari pengujian tanah ini dapat dilihat pada tabel 2 berikut.
Tabel 2. Hasil uji tanah menggunakan ayakan
Dari hasil ayakan tersebut dapat dilakukan klasifikasi tanah berdasarkan USCS. Dari gambar 2
dapat dilihat bahwa jenis tanah ini merupakan pasir, dikarenakan kurang dari 50% yang lolos ayakan nomor 200 dan kurang dari 50% juga tertahan di ayakan nomor 4. Dikatakan kurang 50% yang tertahan diayakan nomor 4 padahal tidak digunakan ayakan nomor 4 karena pada ayakan nomor 16 yang memiliki ukuran ayakan lebih kecil dari ayakan nomor 4, yang tertahan hanya 9,12%. Kemudian dilihat kelolosan pada ayakan nomor 200 dimana berada pada angka 5-12%, yang menunjukkan pasir ini salah satu jenis dari pasir lempungan dengan gradasi baik (SW-SC), pasir lanauan dengan gradasi baik (SW-SM), pasir lempungan dengan gradasi buruk (SP-SC), atau pasir lanauan dengan gradasi buruk (SP-SM). Untuk mengetahui jenisnya secara spesifik, maka berdasarkan kurva distribusi ukuran butir pada gambar 10 dilakukan perhitungan koefisien keseragaman (Cu) dan koefisien gradasi (Cc) untuk mengetahui distribusi ukuran butir.
Gambar 10. Kurva distribusi ukuran butir
Berdasarkan persamaan (4) dan (5) didapatkan nilai koefisien keseragaman (Cu) sebesar 3.89 dan koefisien gradasi (Cc) sebesar 1.269. Berdasarkan nilai koefisien keseragaman dan koefisien gradasi tersebut tanah ini berjenis pasir lempungan dengan gradasi buruk (SP-SC). Menurut USCS dari kurva distribusi ukuran butir pada gambar 9 juga dapat dilakukan perhitungan besar kandungan pasir dan jumlah lempungnya.
Kerikil (ukuran batas - lebih besar dari 4,75 mm) = 0%
Pasir (ukuran batas - 4,75 mm sampai dengan 0,075 mm) = persentase butiran
yang lebih halus dari 4,75 mm - persentase butiran yang lebih halus dari 0,075 mm = 100- 9.9 = 90.1%.
Lanau dan lempung (ukuran batas kurang dari 0,075 mm) = 9.9%
## Pengujian Longsor
Telah dilakukan pengujian prototipe pada model longsor yang dibuat seperti gambar 8 (b). pengujian dilakukan dengan 3 kali pengulangan agar didapatkan data yang lebih baik. Pengujian pertama dilakukan pada tanggal 25 Mei 2019 mulai pukul 13:39:29 sampai dengan pukul 14:07:42. Pengujian ke-2 pada tanggal 28 Mei 2019 mulai pukul 11:12:33 sampai pukul 11:20:54, dan pengujian ke-3 pada hari yang sama mulai pukul 11:48:08 sampai pukul 11:50:55. Hasil dari pengujian ini dapat dilihat seperti tabel 3 berikut.
## Tabel 3. Data hasil pengujian model longsor
Waktu Tanggal Kadar air volumetrik (%) Vp (m/s) Pengujian ke-1 13:39:29 25-5-2019 4 1600.2 13:40:19 25-5-2019 5 1600.2 13:43:00 25-5-2019 40 1515.98 13:43:15 25-5-2019 57 1440.18 13:46:07 25-5-2019 65 1404.7 13:46:10 25-5-2019 78 1309.24 13:48:05 25-5-2019 87 1694.34 13:58:59 25-5-2019 91 1694.34 13:58:59 25-5-2019 91 1694.34 13:59:00 25-5-2019 91 1694.34 13:59:00 25-5-2019 93 1694.34 14:07:29 25-5-2019 94 1694.34 14:07:42 25-5-2019 65 423 Pengujian ke-2 11:12:33 28-5-2019 5 2000.26 11:16:33 28-5-2019 31 1800.22 11:17:11 28-5-2019 35 1800.22 11:18:05 28-5-2019 92 1636.55 11:19:18 28-5-2019 93 1636.55 11:20:18 28-5-2019 95 2117.93 11:20:35 28-5-2019 97 2117.93 11:20:51 28-5-2019 99 2117.93 11:20:54 28-5-2019 103 2117.93 Pengujian ke-3 11:48:08 28-5-2019 4 2000.26 11:48:23 28-5-2019 20 1800.22 11:49:00 28-5-2019 45 1612.65 11:49:06 28-5-2019 63 1570.31 11:49:59 28-5-2019 78 1505.23 11:50:13 28-5-2019 92 2117.93
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa didapatkan data dari 3 kali hasil pengujian. Data yang didapat yaitu waktu, tangga, nilai kadar air volumetrik, dan nilai kecepatan akustik (Vp). Dari range nilai kecepatan akustik yang didapatkan yaitu 1400-2100 m/s jika melihat tabel 1 masuk dalam jenis tanah pasir dan lempung, dimana hal ini seusai dengan uji tanah yang telah dilakukan. Warna putih menunjukkan kondisi tanah ditambahkan air dan tidak terjadi apa-apa. Warna biru menandakan ketika terdapat retakan tanah pada model longsor. Sedangkan warna hijau yang dimana hanya terjadi pada pengujian pertama menunjukkan saat longsor sudah terjadi seluruhnya.
## Gambar 11. Grafik hasil pengujian ke-1 kecepatan akustik terhadap kadar air volumetrik
Setelah didapatkan data seperti pada tabel 3, dilakukan plot grafik antara nilai kecepatan akustik terhadap kadar air volumetrik. Hasil plot grafik data pengujian ke-1 dapat dilihat pada gambar 11. Dari grafik dapat dilihat bahwa semakin tanah terkadar air volumetrik, nilai kecepatan akustik gelombang akan semakin kecil. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Kong dkk., 2017) dimana pada penelitiannya energi gelombang yang diterima juga semakin kecil ketika kadar air volumetrik semakin bertambah. Hal ini disebabkan karena gelombang akustik yang merambat akan terabsorbsi oleh air yang meresap. Menurut perhitungan dari persamaan yang dikembangkan oleh (Adamo dkk., 2004) juga menunjukkan ketika kadar air volumetrik semakin bertambah maka kecepatan akustik semakin kecil. Dari analisis yang dilakukan, dapat diinterpretasikan nilai kecepatan tanah semakin kecil seiring bertambahnya kadar air
volumetrik dikarenakan ketika tanah yang padat ditambah oleh air maka tanah akan menjadi lebih gembur. Padahal kecepatan gelombang akustik berbanding lurus dengan kepadatan tanah. Sehingga ketika semakin betambah air tanah akan semakin gembur dan akibatnya kecepatan akustik menjadi semakin kecil.
## Gambar 12. Grafik hasil pengujian ke-2 kecepatan akustik terhadap kadar air volumetrik
Anomali didapatkan pada saat pengujian, yaitu ketika pada model longsor terbentuk rekahan ( crack ) yaitu ketika pada tanggal 25 Mei 2019 pukul 13:48:05 pada pengujian ke-1, tanggal 28 pukul 11:20:18 pada pengujian ke-2, dan tanggal 28 pukul 11:50:13 pada pengujian ke-3. Anomali ini terjadi pada semua pengujian yang dilakukan yaitu pengujian 1 sampai 3. Pada pengujian ke-1 didapatkan kenaikan nilai kecepatan akustik dari 1309.24 m/s menjadi 1694.34 m/s, 1636.55 m/s menjadi 2117.93 m/s pada pengujian ke-2, dan 1505.23 m/s menjadi 2117.93 m/s pada pengujian ke-3. Hal ini dapat dibuktikan dengan gambar 11, 12, dan 11. Dari ketiga grafik tersebut dapat dilihat bahwa anomali terdapat pada perubahan nilai kecepatan akustik terhadap penambahan kadar air volumetrik (lingkaran merah). Hasil ini menunjukkan bahwa ketika rekahan terbentuk nilai kecepatan akustik akan cenderung lebih besar dan berubah secara drastis. Hal ini kemungkinan terjadi karena keambiguitasan gelombang ultrasonic . Menurut Mavko, 2009 saat beralih dari tanah kering ke tanah jenuh air nilai kecepatan akustik terkadang naik dan terkadang turun. Karena kecepatan akustik sangat bergantung pada modulus elastisitas dan densitas suatu material. Sehingga kedua parameter itu akan saling bertabrakan/menjatuhkan satu sama lain yang menyebabkan nilai kecepatan naik dan turun. Nilai kecepatan akustik yang naik saat terjadi
rekahan diinterpretasikan disebabkan karena sudah ada perubahan bentuk dari material tanah (tanah mulai bergerak). Sehingga menyebabkan nilai densitas total berkurang secara drastis.
## Gambar 13. Grafik hasil pengujian ke-3 kecepatan akustik terhadap kadar air volumetrik
Nilai kadar air volumetrik sendiri terdapat pada rentang 87% sampai 103% pada saat terdapat rekahan sampai longsoran total terjadi. Nilai saturasi diatas 100% terjadi akibat kekeliruan pada saat kalibrasi sensor. Pada datasheet sensor disebutkan untuk menentukan kadar air volumetrik 0% adalah ketika berada di udara dengan kondisi sensor kering dan 100% pada kondisi dicelupkan kedalam air. Kondisi ini ternyata berbeda pada saat pengujian, dikarenakan sensor ditempatkan pada tanah yang basah dimana sensor dilingkupi oleh tanah yang jenuh air. Sensor yang dilingkupi tanah yang jenuh air memiliki nilai output yang lebih besar daripada ketika dicelupkan kedalam air.
Kualitas sensor juga sangat berpengaruh dalam pengujian longsor ini, sehingga untuk mendapatkan hasil yang lebih baik disarankan digunakan sensor dengan kualitas yang lebih baik pula.
Gambar 14. Grafik kadar air volumetrik berbanding waktu (pengujian 1)
Terjadi
Longsoran total
http://dx.doi.org/10.12962/j25023659.v6i2.5410
Gambar 15. Grafik Vp berbanding waktu (pengujian 1)
Ketika terjadi longsoran penuh nilai kecepatan akustik dan kadar air volumetrik turun (lingkaran merah pada gambar 14 dan 15). Pada pengujian pertama nilai kecepatan akustik menjadi 423 m/s dan kadar air volumetrik turun menjadi 65. Hal ini terjadi karena diantara sensor sudah tidak ada medium berupa tanah melainkan berganti ke udara. Nilai kecepatan akustik itu sudah sesuia dengan nilai kecepatan akustik di udara, sedangkan nilai kadar air volumetrik masih relative besar kemungkinan karena terdapat air yang menempel pada sisi sensor.
Gambar 16. Grafik kadar air volumetrik berbanding waktu (pengujian 2)
Gambar 17. Grafik Vp berbanding waktu (pengujian 2)
Pada pengujian kedua yaitu gambar 16 dan 17 tidak ditemukan tren turun pada grafik kecepatan akustik
dan kadar air volumetrik. Hal ini disebabkan karena saat longsoran terjadi sensor yang terpasang ikut turun dengan tanah dan menyebabkan kabel penghubung antar alat dan sensor putus.
## Gambar 18. Grafik kadar air volumetrik berbanding waktu
(pengujian 3)
## Gambar 19. Grafik Vp berbanding waktu (pengujian 3)
Pada pengujian pertama yang dimulai pukul 13:39:29 longsoran terjadi pada pukul 14:07:42 dimana lama waktu untuk terjadinya longsor 28 menit 13 detik. Pada pengujian ke-2 mulai pukul 11:12:33 dan longsoran terjadi pada pukul 11:20:54 dengan lama waktu 8 menit 21 detik. Pada pengujian ke-3 mulai pukul 11:48:08 dan longsoran terjadi pada pukul 11:50:26 dengan lama waktu 2 menit 18 detik. Perbedaan waktu terjadinya longsor ini disebabkan karena pemberian air yang dilakukan pada setiap pengujian memiliki intensitas yang berbeda-beda. Sehingga diharapkan pada pengujian dengan pemberian intensitas air yang berbeda, data kecepatan akustik saat akan terjadi longsor memiliki nilai yang cenderung sama. Dari data pada tabel 3 memang didapatkan data kecepatan akustik dengan tren yang relatif sama.
## PENUTUP Simpulan
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, ada beberapa kesimpulan yang didapat, yaitu
1. Prototipe alat yang dibuat dapat bekerja dan menampilkan bentuk gelombang dengan baik ketika digunakan pengujian pada model longsor.
2. Nilai kecepatan akustik saat terjadi rekahan cenderung naik dimana pada pengujian ke-1 naik dari 1309.24 m/s menjadi 1694.34 m/s, 1636.55 m/s menjadi 2117.93 m/s pada pengujian ke-2, dan 1505.23 m/s menjadi 2117.93 m/s pada pengujian ke-3. Nilai kadar air volumetrik sendiri terdapat pada rentang 87% sampai 99% pada saat terdapat rekahan sampai longsoran total terjadi
3. Nilai kecepatan akustik relatif turun (semakin kecil) ketika kadar air volumetriknya bertambah.
## Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diberikan beberapa saran ketika penelitian akan dikembangkan lebih lanjut, yaitu
1. Sensor kecepatan akustik menggunakan sensor dengan sensitivitas yang lebih tinggi.
2. Dilakukan pengembangan lebih lanjut untuk mendapatkan nilai kecepatan akustik shear (Vs).
3. Menambahkan variabel yaitu jenis tanah yang digunakan untuk pengujian longsor.
## Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Departemen Teknik Geofisika ITS yang telah berkontribusi dalam penyelesaian penelitian ini. Juga kepada pihak yang membantu dalam proses pengujian alat.
## DAFTAR PUSTAKA
Adamo, F., Andria, G., Attivissimo, F. dan Giaquinto, N. (2004), "An Acoustic Method for Soil Moisture Measurement",
IEEE Transactions on Instrumentation and Measurement , Vol.53, No.4, hal. 891–898. http://doi.org/10.1109/TIM.2004.831126.
Afif, H. (2019), "Aplikasi Multi Segment Inclinometer
Berbasis Accelerometer Dan Moisture Sensor Sebagai Sistem Monitoring Pergerakan Tanah", Jurnal Geosaintek , Vol.5, No.1, hal. 25. http://doi.org/10.12962/j25023659.v5i1.4732.
BNPB (2019), Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI) . Diambil 30 Agustus 2020, dari
http://bnpb.cloud/dibi/xdibi_list.
Kong, Q., Chen, H., Mo, Y. dan Song, G. (2017), "Real- Time Monitoring of Water Content in Sandy Soil Using Shear Mode Piezoceramic Transducers and Active Sensing—A Feasibility Study",
Sensors , Vol.17, No.10, hal. 2395.
http://doi.org/10.3390/s17102395. LIPI (2018), DETEKSI DINI LONGSOR MINIM . Diambil 20 Januari 2019, dari http://geotek.lipi.go.id/?p=8900. Mavko, G. (n.d.), 4. Seismic Velocity , hal. 40.
M.Das, B., Endah, N. dan Mochtar, I.B. (1995), Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis) , 1,
Erlangga, Indonesia. Diambil dari https://docplayer.info/47070149-Mekanika- tanah-prinsip-prinsip-rekayasa-geoteknis.html.
Risdiyanto, I. (2011), "Identifikasi Daerah Rawan Longsor", Institut Pertanian Bogor , Vol.10.
Uchimura, T., Towhata, I., Wang, L., Nishie, S., Yamaguchi, H., Seko, I. dan Qiao, J. (2015), "Precaution and Early Warning of Surface Failure of Slopes Using Tilt Sensors", Soils and Foundations , Vol.55, No.5, hal. 1086–1099. http://doi.org/10.1016/j.sandf.2015.09.010.
Verhoef, P.N.W. (1989), Geologi untuk teknik sipil ,
Erlangga.
-------------------
|
31ce3043-eab0-487b-af64-eb3a9e5e841a | https://ejournalunb.ac.id/index.php/JSN/article/download/105/113 |
## RITME HARIAN KONSUMSI OKSIGEN INDUK IKAN MAS
Cyprinus carpio DENGAN FOTOPERIODE KONTINYU 24 JAM
Vitas Atmadi Prakoso 1)* , Jun Hyung Ryu 2) , dan Young Jin Chang 3)
1) Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar dan Penyuluhan Perikanan, Bogor
2) Department of Marine Bio-materials and Aquaculture, Pukyong National University, South Korea
3) Institute of Review and Assessment on Fishery and Aquaculture, South Korea e-mail: vitas.atmadi@gmail.com
## ABSTRACT
## Diel Rhythm of Oxygen Consumption on Spawner of Common Carp Cyprinus carpio with Continuous 24-Hours Photoperiod
Some external factors could affect the metabolism rate of fish. One of them is photoperiod which related to the length of day and night in a day. Based on that correlation, the experiment was conducted to determine the effects of photoperiod manipulation to the rhythm of daily oxygen consumption on spawner of common carp Cyprinus carpio. The experimental fish (total length: 29.2 ± 0.4 cm, total weight: 1295.8 ± 56.1 g) was observed in respirometer which connected in a closed recirculation system. The study was conducted with three replications with one individual in each replication. The water temperature and closed recirculation system was maintained at 20.2 ± 0.3 o C. The photoperiod was set to 24 hours light : 0 hours of dark by using fluorescent lamp which lit continuously. The results showed that during 24 hours observation at 24 hours light: 0 hours dark condition, spawner of common carp has an oxygen consumption range of 24.5 - 29.1 mg O 2 /kg/h at 20 o C. The average value of the lowest oxygen consumption occurred at 02.00 and 17.00 (24.5 ± 1.9 mg O 2 /kg/h). Meanwhile, the highest oxygen consumption value was recorded at 06.00 (29.1 ± 1.7 mg O 2 /kg/h). Based on data of oxygen consumption obtained from this study, no significant difference found between oxygen consumption of spawner common carp during day and night with photoperiod manipulation. The activity and metabolism of spawner of common carp have changed with the change of photoperiod.
Keywords: Common carp , Cyprinus carpio , oxygen consumption , photoperiod.
## ABSTRAK
Beberapa faktor eksternal dapat mempengaruhi laju metabolisme pada ikan. Salah satu diantaranya adalah fotoperiode yang berkaitan dengan lamanya siang dan malam dalam satu hari. Berdasarkan korelasi tersebut, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh manipulasi fotoperiode terhadap ritme harian konsumsi oksigen pada induk ikan mas Cyprinus carpio . Ikan uji (panjang total 29,2 ± 0,4 cm; bobot total 1295,8 ± 56,1 g) diamati di dalam respirometer yang terhubung dalam sistem resirkulasi tertutup. Penelitian dilakukan dengan tiga ulangan dengan masing-masing jumlah induk ikan sebanyak satu ekor. Suhu air dan sistem resirkulasi tertutup diatur pada suhu 20,2 ± 0,3 o C. Fotoperiode diatur pada kondisi 24 jam terang : 0 jam gelap dengan menggunakan lampu fluorescent yang dinyalakan secara kontinyu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama pengamatan 24 jam kondisi 24 jam terang : 0 jam gelap, induk ikan mas memiliki kisaran konsumsi oksigen sebesar 24,5 - 29,1 mg O 2 /kg/jam di 20 o C. Nilai rata-rata konsumsi oksigen terendah terjadi pada jam 02.00 dan 17.00, yaitu 24,5 ± 1,9 mg O 2 /kg/jam. Sedangkan nilai konsumsi oksigen tertinggi tercatat pada jam 06.00, yaitu 29,1 ± 1,7 mg O 2 /kg/jam. Berdasarkan data konsumsi oksigen yang diperoleh dari penelitian ini, tidak ditemukan adanya perbedaan nyata antara konsumsi oksigen induk ikan mas saat siang dan malam hari dengan adanya manipulasi fotoperiode. Aktivitas dan metabolisme induk ikan mas mengalami perubahan dengan adanya perubahan fotoperiode.
Kata kunci: Ikan mas, Cyprinus carpio , konsumsi oksigen, fotoperiode.
## PENDAHULUAN
Konsumsi oksigen pada ikan
menggambarkan status metabolisme basal dari ikan tersebut. Selain itu, konsumsi oksigen juga merupakan salah satu indikator
fisiologis yang paling banyak diteliti dan menjadi indikator kesehatan ikan secara umum (White, Schimpf & Cassey, 2013; Neelima , N.G. Rao, G.S. Rao & J.C.S. Rao, 2016). Oksigen dalam keadaan molekuler sangat penting bagi banyak proses
https://doi.org/10.31938/jsn.v8i1.105
metabolisme yang sangat penting bagi kehidupan aerobik. Seperti semua organisme aerobik, tingkat metabolisme ikan dipengaruhi banyak faktor biotik dan abiotik (Martinez-Alvarez, Morales & Sanz, 2005; Chabot, Steffensen & Farrell . , 2016; Rosewarne, Wilson & Svendsen . , 2016). Kebanyakan jenis ikan lainnya, ikan mas merupakan regulator oksigen, mereka mempertahankan konsumsi oksigen pada tingkat konstan sepanjang gradien konsentrasi oksigen lingkungan sampai konsentrasi oksigen kritis tercapai, yang dapat menyebabkan penurunan konsumsi oksigen (Neelima et al. , 2016). Hal serupa juga terjadi pada beberapa spesies ikan lainnya (Turker, 2011; Tirsgaard, Svendsen & Steffensen . , 2015; Prakoso , Ryu, Min, Gustiano & Chang, 2016).
Perubahan harian dan musiman pada lingkungan pemeliharaan ikan akan
mempengaruhi fungsi biologis dari ikan tersebut. Metabolisme ikan sebagian diatur oleh ritme harian (endogen) dan siklus diurnal (eksogen) (Parker, 1984). Dengan demikian pengetahuan tentang ritme konsumsi oksigen sehari-hari dan pengaruh kondisi lingkungan sangat penting bagi perikanan akuakultur secara ilmiah.
Saat ini penelitian tentang tingkat metabolisme ikan terfokus pada pengukuran ritme harian dalam aktivitas pemberian pakan. Akan tetapi, masih sedikit sekali informasi yang membahas mengenai ritme harian konsumsi oksigennya (Jobling, 1982; Guinea & Fernandez, 1991; Sims, Davies, & Bone . , 1993). Ikan mas Cyprinus carpio adalah salah satu ikan komersial yang populer di dunia. Beberapa studi tentang konsumsi oksigen ikan mas telah dilakukan pada berbagai macam ukuran (Ultsch, Ott & Heisler, 1980; Hughes, Albers, Muster & Gotz, 1983; Goenarso, Suripto & Susanthi, 2009; Sulmartini, Chotimah, Tjahjaningsih, Widiyatno & Triastuti, 2009; Yang & Hu, 2014). Penelitian sebelumnya, mengukur tingkat konsumsi oksigen selama periode 12 jam atau kurang. Selain itu, pengaruh fotoperiode terhadap konsumsi oksigen pada ikan mas belum banyak dipelajari. Seperti yang diketahui, umumnya ikan mas hidup pada kondisi fotoperiode yang alami, dan
dapat dikategorikan sebagai tipe diurnal yang aktif pada siang hari, sehingga konsumsi oksigennya lebih besar pada siang hari dibandingkan malam hari (Hughes et al. , 1983). Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, perbedaan atau manipulasi fotoperiode memiliki pengaruh terhadap pola konsumsi oksigen pada ikan (Castanheira, Martins, Engrola & Conceição,
2011; Chang, Jeong, Min, Neill & Fontaine, 2005; Imsland et al. , 1995), yang dapat berdampak terhadap aktivitas, pertumbuhan, dan juga reproduksi ikan (Imsland, Folkvord & Stefansson, 1995; Liu et al. , 2015; Tanaka, Mugiya & Yamada . , 1981). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola konsumsi oksigen harian induk ikan mas terhadap manipulasi lingkungan, berupa perubahan fotoperiode menjadi 24 jam terang : 0 jam gelap.
## BAHAN DAN METODE
## Bahan dan Alat
Ikan uji yang digunakan dalam penelitian yaitu induk ikan mas C. carpio dari jenis Israeli carp yang merupakan salah satu jenis ikan mas unggul yang tersedia di Korea Selatan. Ikan uji ini merupakan koleksi dari laboratorium tersebut yang dipelihara pada sistem resirkulasi indoor . Ikan uji memiliki kisaran panjang total 29,2 ± 0,4 cm dan bobot total 1295,8 ± 56,1 g. Peralatan yang digunakan yaitu respirometer ukuran 20 x 30 x 20 cm, lampu fluorescent, termometer, dan peralatan gelas lainnya.
## Metode
Penelitian ini dilakukan di Fish Reproductive and Physiology Laboratory ,
Pukyong National University, Busan, Korea Selatan. Sebelum percobaan dimulai, ikan dipelihara dengan pemberian pakan komersial sebanyak 2% dari bobot tubuhnya, dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak dua kali sehari. Ikan uji dipuasakan selama 24 jam, menjelang percobaan pengukuran konsumsi oksigen untuk menghindari pengaruh pakan terhadap fluktuasi metabolisme ikan. Ikan diletakkan di dalam
respirometer berukuran 20 × 30 × 20 cm selama 3 jam sebelum percobaan untuk
memperoleh kestabilan aktivitas ikan saat pengujian. Respirometer untuk pengukuran konsumsi oksigen terletak di dalam sistem resirkulasi tertutup. Pengukuran konsumsi oksigen yang dilakukan pada penelitian ini diadopsi dari Chang et al. (2005). Sementara itu, perhitungan frekuensi bernapas
dilakukan berdasarkan metode pada penelitian Wares & Igram (1979). Penelitian dilakukan dengan tiga ulangan dengan masing-masing jumlah induk ikan sebanyak satu ekor yang diletakkan dalam respirometer untuk pengujian. Suhu air dan sistem resirkulasi tertutup diatur pada suhu 20,2 ± 0,3 o C. Fotoperiode diatur pada kondisi 24 jam terang: 0 jam gelap dengan menggunakan lampu fluorescent yang dinyalakan secara kontinyu.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Metabolisme adalah proses
fisiologis yang mencerminkan pengeluaran energi dari organisme hidup. Tingkat metabolisme ikan biasanya secara tidak langsung diukur melalui konsumsi oksigen. Pada induk ikan mas, konsumsi oksigen yang diukur setiap jam menunjukkan adanya fluktuasi. Nilai rata-rata konsumsi oksigen terendah terjadi pada jam 02.00 dan 17.00, yaitu 24,5 ± 1,9 mg O 2 /kg/jam. Sedangkan
nilai konsumsi oksigen tertinggi tercatat pada jam 06.00, yaitu 29,1 ± 1,7 mg O 2 /kg/jam (Gambar 1). Dalam penelitian ini, rata-rata konsumsi oksigen selama 24 jam yaitu 26,9 ± 1,3 mg O 2 /kg/jam. Beamish &
Mookherjii (1964) melaporkan bahwa konsumsi oksigen ikan mencerminkan aktivitas ikan itu sendiri. Jika dihubungkan dengan penelitian ini, maka hasil pengamatan konsumsi oksigen pada induk ikan mas menggambarkan bahwa tidak terdapat kecenderungan penurunan aktivitas saat malam hari dengan adanya perlakuan penyinaran secara kontinyu selama 24 jam. Hasil pengamatan, rata-rata konsumsi oksigen dengan asumsi jumlah waktu siang dan malam hari yang alami menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata pada konsumsi oksigen induk ikan mas antara siang dan malam akibat paparan penyinaran yang kontinyu selama 24 jam, yaitu sebesar 27,2 ± 1,2 mg O 2 /kg/jam pada siang hari dan 26,3 ± 1,4 mg O 2 /kg/jam pada malam hari. Nilai rata-rata dari konsumsi oksigen tersebut menunjukkan bahwa dengan adanya pengaturan fotoperiode 24 jam periode terang : 0 periode gelap, tidak terjadi peningkatan konsumsi oksigen yang signifikan pada siang hari dibandingkan dengan malam hari (Tabel 1).
Gambar 1. Ritme Harian Konsumsi Oksigen Induk Ikan Mas Cyprinus carpio Selama 24 Jam pada Suhu Pemeliharaan 20 o C
Tabel 1. Rata-rata Konsumsi Oksigen (mg O 2 /kg/jam) dari Induk Ikan Mas Cyprinus carpio Saat Siang dan Malam Hari
Suhu ( o C) Temperature ( o C) Waktu Time Konsumsi oksigen/kg (mg O 2 /kg/jam) Oxygen consumption/kg (mg O 2 /kg/h) Konsumsi oksigen/ekor (mg O 2 /kg/ekor) Oxygen consumption/fish (mg O 2 /kg/fish) 20 Siang 27,2 ± 1,2 a 35,3 ± 2,0 a Malam 26,3 ± 1,4 a 34,1 ± 1,8 a
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan antara siang dan malam (P <0,05, one-way ANOVA).
Tabel 2. Rata-rata Frekuensi Bernapas dan Konsumsi Oksigen dalam Sekali Bernapas dari Induk Ikan Mas Cyprinus carpio Saat Siang dan Malam Hari
Suhu ( o C)
Temperature ( o C) Waktu Time Frekuensi bernapas (kali) Breath frequency (times) Konsumsi oksigen dalam sekali bernapas (mg O 2 /kg)
Oxygen consumption per breath
(mg O 2 /kg) 20 Siang 90,3 ± 3,1 a 0,00503 ± 0,0002 b Malam 85,7 ± 2,1 a 0,00512 ± 0,0001 a
Keterangan: Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan antara siang dan malam (P <0,05, one-way ANOVA).
Dalam penelitian ini, diketahui konsumsi oksigen harian dari induk ikan mas berada pada kisaran 24,5 - 29,1 mg O 2 /kg/jam pada suhu 20 o C. Metabolisme induk ikan mas pada siang hari dibanding malam hari tidak berbeda nyata pada penelitian ini. Pada umumnya, spesies ikan termasuk ikan mas memiliki perbedaan tingkat metabolisme antara siang dan malam hari tergantung dari spesies dan waktu aktif ikan tersebut. Beberapa spesies yang telah diteliti tingkat metabolismenya lebih tinggi saat siang hari karena merupakan tipe diurnal (Lim, Jeong, Han, Lee & Chang . , 2004; Biswas, Kazushige & Takii, 2010; Oh, Park & Kim . , 2010). Sementara itu, ikan tipe nokturnal lebih aktif pada malam hari, sehingga tingkat metabolismenya lebih tinggi saat malam hari (Byun et al. , 2008; Liu, Sakurai, Munehara & Shimazaki , 1997; Sims et al. , 1993).
Berdasarkan hasil studi ini, fotoperiode memiliki dampak pada ritme konsumsi oksigen dari induk ikan mas. Hal itu juga terkait dengan tingkah laku dan aktivitas ikan mas, seperti yang terlihat pada hasil yang menunjukkan metabolisme yang
cenderung stabil tanpa adanya perbedaan signifikan pada siang maupun malam hari. Menurut Liu et al. (1997), tingkat aktivitas yang lebih tinggi dalam kondisi terang ataupun gelap merupakan konsekuensi dari pengaturan jam internal ( indigenous cycle )
yang dikendalikan secara eksternal.
Pengaruh dari manipulasi fotoperiode terhadap aktivitas dan konsumsi oksigen ini juga dilaporkan oleh hasil penelitian sebelumnya pada beberapa jenis ikan (Castanheira et al. , 2011; Chang et al. , 2005;
Imsland et al. , 1995; Jeong, Kim, Min & Chang, 2007) yang juga menyatakan bahwa perubahan fotoperiode berpengaruh terhadap konsumsi oksigen pada ikan.
Sama halnya dengan pengamatan konsumsi oksigen, pengamatan frekuensi pernapasan juga menunjukkan dampak yang serupa pada ritme konsumsi oksigen dari induk ikan mas akibat penyinaran kontinyu selama 24 jam (Tabel 2). Frekuensi bernapas induk ikan mas tidak berbeda nyata antara siang dan malam (P<0,05). Sementara itu, nilai rata-rata konsumsi oksigen dalam sekali bernapas pada induk ikan mas saat
malam hari lebih tinggi dibandingkan saat siang hari (P>0,05).
Berdasarkan hasil pengukuran, nilai frekuensi bernapas dari induk ikan mas pada suhu pemeliharaan 20 o C tidak berbeda nyata saat siang dan malam hari. Perubahan fotoperiode diduga merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi hasil tersebut,
karena umumnya ikan mas lebih aktif saat siang hari, sehingga dapat diasumsikan konsumsi
oksigen dan frekuensi bernapasnya pada kondisi normal akan lebih tinggi pada siang hari. Pola yang ditemukan pada pengamatan ini juga serupa dengan penelitian sebelumnya pada spesies lainnya yang diberi perlakuan penyinaran 24 jam terang : 0 jam gelap (Imsland et al. , 1995; Chang et al. , 2005).
Beberapa penelitian pada sejumlah spesies ikan telah menunjukkan adanya ketergantungan terhadap siklus pencahayaan dalam kehidupannya (Boeuf & Le Bail, 1999). Adanya manipulasi fotoperiode dapat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan (Thorarensen & Clarke, 1989; Cerqueira, Chatain, Lavens, Jaspers & Ollevier, 1991; Kashyap, Chandra, Pathak, Awasthi & Serajuddin . , 2015) dan reproduksi (Hansen, Karlsen, Taranger, Hemre, Holm & Kjesbu, 2001; Kissil, Lupatsch, Elizur & Zohar,
2001; Fiszbein, Canepa, Vazquez, Maggese
& Pandolfi, 2010). Namun, pendekatan ini mungkin tidak berlaku umum untuk semua spesies. Beberapa jenis ikan tidak memiliki respon positif terhadap perubahan tersebut, sedangkan spesies lain membutuhkan waktu yang lama sebelum mengekspresikan pertumbuhan yang lebih baik (Boeuf & Le Bail, 1999; Almazan-Rueda, Helmond, Verreth & Schrama . , 2005).
## KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini, induk ikan mas memiliki kisaran konsumsi oksigen sebesar 24,5 - 29,1 mg O 2 /kg/jam di 20 o C dengan perlakuan fotoperiode 24 jam terang : 0 jam gelap. Hal tersebut dapat dilihat dari tidak ditemukannya perbedaan nyata antara konsumsi oksigen induk ikan mas saat siang dan malam hari.
## UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kitae Kim atas kontribusinya selama penelitian berlangsung, serta kepada KOICA dan Pukyong National University atas fasilitas yang diberikan selama penelitian.
## DAFTAR PUSTAKA
Almazan-Rueda, P., Helmond, A.T.M.V, Verreth, J.A.J. & Schrama, J.W. (2005). Photoperiod affects growth, behaviour and stress variables in Clarias gariepinus . Journal of Fish Biology , 67,
1029-1039.
Beamish, F.W.H. & Mookherjii, P.S. (1964). Respiration of fishes with special emphasis on standard oxygen consump- tion. II. Influence of weight and temperature on respiration of goldfish, Carassius auratus L. Canadian Journal of Zoology , 42, 161-175.
Biswas, A., Kazushige, I. & Takii, K. (2010).
Feeding interval and photoperiod influence the growth performance of striped knifejaw, Oplegnathus fasciatus. Aquaculture Research , 41, 517-523.
Boeuf, G. & Le Bail, P. Y. (1999). Does light have an influence on fish growth?. Aquaculture , 177, 129-152.
Byun, S.G., Jeong, M.H., Lee, J.H., Lee, B.I.,
Ku, H.D., Park, S.U., Kim, Y.C. & Chang, Y.J. (2008). Diel rhythm of oxygen consumption of the starry flounder Platichthys stellatus by water temperature. Journal of Korean Fisheries Society , 41, 113-118. Castanheira, M.F., Martins, C.I.M., Engrola, S. & Conceição, L.E.C. (2011). Daily oxygen consumption rhythms of Senegalese sole Solea senegalensis (Kaup, 1858) juveniles. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology , 407, 1-5.
Cerqueira,V.R, Chatain, B., Lavens, P., Jaspers, E. & Ollevier, F. (1991).
Photoperiodic effects on the growth and feeding rhythm of European seabass, Dicentrarchus labrax , larvae in intensive rearing. Larvi’91, Special
Publication European Aquaculture Society , 15, 304-306.
Chabot, D., Steffensen, J.F. & Farrell, A.P.
(2016). The determination of standard metabolic rate in fishes. Journal of Fish Biology, 88, 81-121.
Chang, Y.J., Jeong, M.H., Min, B.H., Neill, W.H. & Fontaine, L.P. (2005). Effect of photoperiod, temperature, and fish size on oxygen consumption in the black porgy Acanthopagrus schlegelii . Journal of Fish Science and Technology , 8, 142-150. Fiszbein, A., Canepa, M., Vazquez, G.R., Maggese, C. & Pandolfi, M. (2010). Photoperiodic modulation of reproductive physiology and behaviour in the cichlid fish Cichlasoma dimerus . Physiology & Behavior , 99, 425-432.
Goenarso, D., Suripto & Susanthi, K.I.
(2009). Konsumsi oksigen, kadar Hb darah, dan pertumbuhan ikan mas
Cyprinus carpio , diberi pakan campuran ampas kelapa. Jurnal Matematika dan Sains , 8 No. (2), 51-56.
Guinea, J. & Fernandez, F. (1991). The effect of SDA, temperature and daily rhythms on the energy metabolism of the mullet. Aquaculture , 97, 353-364.
Hansen, T., Karlsen, O., Taranger, G.L., Hemre, G.I., Holm, J.C. & Kjesbu, O.S. (2001). Growth, gonadal development and spawning time of Atlantic cod ( Gadus morhua ) reared under different photoperiods. Aquaculture , 203, 51-67.
Hughes, G.M., Albers, C., Muster, D. & Gotz, K.H. (1983). Respiration of the carp, Cyprinus carpio L., at 10 and 20 o C and the effects of hypoxia.
Journal of Fish Biology , 22, 613-628.
Imsland, A.K., Folkvord, A. & Stefansson,
S.O. (1995). Growth,
oxygen consumption and activity of juvenile turbot (Scophthalmus maximus L.) reared under different temperatures and
photoperiods. Netherlands Journal of Sea Research, 34, 149-159.
Jeong, M.H., Kim, Y.S., Min, B.H. & Chang, Y.J. (2007). Effect of fish number in respiratory chamber on routine oxygen consumption of black porgy Acanthopagrus schlegelii reared in seawater or freshwater. Journal of Aquaculture , 20, 121-126.
Jobling, M. (1982). A study of some factors affecting rates of oxygen consumption of plaice, Pleuronectes platessa L. Journal of Fish Biology , 20, 501-516.
Kashyap, A., Chandra Pathak, B., Awasthi, M. & Serajuddin, M. (2015). Effect of different photoperiods on the growth and survival of juvenile of Indian major carp, Catla catla . Iranian Journal of Fisheries Sciences , 14 No. (4), 946-955.
Kissil, G.W., Lupatsch, I., Elizur, A. &
Zohar, Y. (2001). Long photoperiod delayed spawning and increased somatic growth in gilthead seabream ( Sparus aurata ). Aquaculture , 200, 363-379.
Lim, H.K., Jeong, M.H., Han, H.K., Lee, J.H.
& Chang, Y.J. (2004). Oxygen consumption of hybrid stripped bass ( Morone chrysops ♀ × M. saxatilis ♂) exposed to different temperature,
salinity and photoperiod. Journal of Aquaculture , 17, 258-261.
Liu, H., Sakurai, Y., Munehara, H. & Shimazaki, K. (1997). Diel rhythms of oxygen consumption and activity level of juvenile flounder Paralichthys olivaceus . Fisheries Science , 63 No. (5), 655-658.
Liu, Y. Li, X., Xu, G.F., Bai, S.Y., Zhang, Y.Q., Gu, W. & Mou, Z.B. (2015). Effect of photoperiod manipulation on the growth performance of juvenile lenok, Brachymystax lenok (Pallas,
1773). Journal of Applied Ichthyology , 31, 120-124.
Martínez-Alvarez, R.M., Morales, A.E. & Sanz, A. (2005). Antioxidant defenses in fish: Biotic and abiotic factors.
Reviews in Fish Biology and Fisheries, 15, 75-88.
Neelima, P., Rao, N.G., Rao, G.S. & Rao, J.C.S. (2016). A study on oxygen consumption in a freshwater fish Cyprinus carpio exposed to lethal and sublethal concentrations of cypermethrin (25%Ec). International Journal of Current Microbiology and
Applied Sciences , 5 No. (4), 338-348.
Oh, S.Y., Park, H.S. & Kim, C.K. (2010). Effect of water temperature and photoperiod on the oxygen consumption rate of juvenile Pacific cod, Gadus macrocephalus . Ocean and
Polar Research , 32, 229-236. Parker, N.C. (1984). Chronobiologic approach to aquaculture. Transactions of the American Fisheries Society , 113, 545-552.
Prakoso, V.A., Ryu, J.H., Min, B.H., Gustiano, R. & Chang, Y.J. (2016). Oxygen consumption of rockbream Oplegnathus fasciatus in different salinity levels and temperature degrees. Berita Biologi , 15 No. (2), 167-173.
Rosewarne, P. J., Wilson, J.M. & Svendsen, J.C. (2016). Measuring maximum and standard metabolic rates using inter- mittent-flow respirometry: a student laboratory investigation of aerobic metabolic scope and environmental hypoxia in aquatic breathers. Journal of Fish Biology , 88, 265–283.
Sims, D.W., Davies, S.J. & Bone, Q. (1993).
On the diel rhythms in metabolism and activity of post-hatching lesser spotted dogfish, Scyliorhinus . Journal of Fish
Biology , 43, 749-754. Sulmartini, L., Chotimah, D.N., Tjahjaningsih, W., Widiyatno, T.V. & Triastuti, J. (2009). Respon daya cerna dan respirasi benih ikan mas ( Cyprinus carpio ) pasca transportasi dengan menggunakan daun bandotan ( Ageratum conyzoides ) sebagai bahan antimetabolik. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan , 1 No. (1), 79-86.
Tanaka, K., Mugiya, Y. & Yamada, J. (1981). Effects of photoperiod and feeding on daily growth patterns in otoliths of juvenile Tilapia nilotica. Fishery Bulletin, 79 No. (3), 459-466 .
Thorarensen, H. & Clarke, W.C. (1989). Smoltification induced by a ‘skeleton’ photoperiod in underyearling coho salmon Oncorhynchus kisutch . Fish Physiology and Biochemistry , 6, 11-18.
Tirsgaard, B., Svendsen, J. C. & Steffensen, J. F. (2015). Effects of temperature on specific dynamic action in Atlantic cod Gadus morhua . Fish Physiology and Biochemistry , 41, 41-50.
Turker, H. (2011). The effect of water temperature on standard and routine metabolic rate in two different sizes of Nile tilapia. Kafkas Universitesi
Veteriner Fakultesi Dergisi , 17, 575-
580. Ultsch, G.R., Ott, M.E. & Heisler, N. (1980). Standard metabolic rate, critical oxygen tension, and aerobic scope for spontaneous activity of trout (Salmo gairdneri) and carp (Cyprinus carpio) in acidified water. Comparative Biochemistry and Physiol ogy , 67, 329-335.
Wares, W.D. & Igram, R. (1979). Oxygen consumption in the fathead minnow ( Pimephales promelas Rafinesque), effects of weight, temperature, group size, oxygen level, and opercular movement rate as a function of temperature. Comparative Biochemistry and Physiology , 62, 351-356.
White, C.R., Schimpf, N.G. & Cassey, P.
(2013). The repeatability of metabolic rate declines with time. Journal of Experimental Biology , 216, 1763-1765.
Yang, J.L. & Hu, T.J. (2014). Oxygen consumption and histochemical studies of common carp ( Cyprinus carpio ) exposed to various levels of gallium. Environmental Science An Indian Journal , 9 No. (3), 113-117.
|
cbacbe73-5283-4f02-a53d-44e25821a71e | https://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jhsj/article/download/9873/2736 | Vol. 3, No. 1, Februari 2021 p-ISSN: 2654-718X, e-ISSN: 2656-2863
## PEMBERIAN AIR REBUSAN DAUN JAMBU BIJI TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PENDERITA DIABETES MELITUS
## GIVING BOILED WATER JAMBU SEEDS TO BLOOD GLUCOSE LEVELS OF DIABETES MELLITUS PATIENTS
Kartin Buheli, Ratnawati Poltekkes Kemenkes Gorontalo Kontak penulis: ratna.harzan@gmail.com
## ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian air rebusan daun jambu biji terhadap kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus di Puskesmas Kota Selatan Kota Gorontalo. Metode yang dipakai dalam penelitian ini yaitu metode Pra-Expreriment yang bersifat One group pre-test dan post-test design . Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita diabetes melitus di Puskesmas Kota Selatan Kota Gorontalo yang berjumlah 64 Penderita. Adapun ampel yang akan diambil oleh peneliti berjumlah 37 orang menggunakan teknik purposive sampling. Hasilnya, yaitu ada pengaruh yang sangat signifikan antara air rebusan daun jambu biji dan penurunan kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Selatan.
Kata Kunci: jambu biji: glukosa darah; diabetes melitus
## ABSTRACT
This study aims to determine the effect of guava leaf boiled water on blood glucose levels in diabetes mellitus sufferers at the South City Health Center, Gorontalo City. The method used in this research is the pre-experiment method which is one group pre-test and post-test design. The population in this study were all 64 patients with diabetes mellitus in the South City Health Center, Gorontalo City. There were 37 samples taken by the researcher using purposive sampling technique. The result is that there is a very significant effect between boiled water of guava leaves and a decrease in blood glucose levels in people with diabetes mellitus in the working area of Puskesmas Kota Selatan.
Keywords: guava: blood glucose; diabetes mellitus
## Pendahuluan
Diabetes adalah penyakit kronis yang terjadi karena insulin yang dihasilkan pankreas tidak cukup (hormon yang mengatur gula darah atau glukosa), atau ketika insulin yang dihasilkan tubuh tidak dapat secara efektif digunakan. Diabetes adalah masalah kesehatan yang penting, menjadi salah satu dari empat penyakit tidak menular prioritas yang menjadi target tindak lanjut oleh para pemimpin dunia (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020).
Diabetes melitus adalah suatu jenis penyakit yang disebabkan oleh terganggunya fungsi pankreas yang tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan metabolisme tubuh, sehingga kadar gula dalam darah mengalami peningkatan dan melebihi ambang batas normal (Khotimah & Cemerlang, 2014).
Data World Health Organization (WHO), Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita diabetes melitus di dunia dan pada tahun 2000 lalu diperkirakan terdapat 4 juta penderita diabetes melitus di Indonesia. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat. Pada tahun 2010 diperkirakan menjadi 5 juta dan tahun 2030 diperkirakan sekitar 21,3 juta penduduk Indonesia menderita diabetes melitus (Simanjuntak, 2016).
Berdasarkan Data Riset Kesehatan dasar tahun 2018 prevalensi diabetes melitus semua umur masih tinggi yaitu 1,5%, sedangkan Gorontalo menempati tertinggi prevalensi 1,7 dengan posisi urutan ke 8 dari 33 provinsi lainnya di Indonesia. Berdasarkan Data Riset Kesehatan dasar tahun 2018, Provinsi Gorontalo prevalensi diabetes melitus pada semua umur yaitu 1,7%. Sedangkan Kota Gorontalo menempati prevalensi tertinggi dengan proporsi 2,87% dibandingkan dengan Kabupaten Gorontalo yaitu 1,88%, Kabupaten Gorontalo Utara yaitu 1,73%, Kabupaten Bone Bolango yaitu 1,33%, dan Kabupaten Boalemo yaitu 0,73%.
Diabetes melitus dapat dikendalikan dengan terapi non obat. Terapi non obat ini diantaranya menambah pengetahuan mengenai diabetes, rutin berolahraga, menjalankan pola makan yang tepat, serta mengonsumsi tanaman obat. Cara kerja tanaman obat dalam mengatasi diabetes yaitu dengan menghambat penyerapan gula darah sehingga jumlahnya di dalam tubuh tidak melebihi batas normal. Tanaman obat yang bekerja dengan cara ini diantaranya alpukat, buncis, jagung, jambu biji, lamtoro, kemlandingan, mahoni, dan salam. Tanaman jambu biji yang dapat dijadikan obat diabetes melitus adalah buah dan daunnya (Nur, 2017). Kandungan yang terdapat di dalam daun jambu biji yaitu tanin dan kalsium. Daun jambu biji adalah herbal yang bermanfaat sebagai penormal fungsi kelenjar pankreas dengan efek farmakologis memperlancar sistem sirkulasi darah dalam membantu menormalkan fungsi pankreas dalam mengatasi diabetes melitus (Maharani et al 2013).
Ada dua jenis jambu yaitu jambu air dan jambu biji. Berdasarkan pengamatan jenis jambu yang mudah ditemukan dikalangan masyarakat yaitu jambu biji. Kandungan kimia pada buah, daun, dan kulit batang pohon jambu biji adalah tanin. Tanin dapat menurunkan kadar glukosa darah. Hal ini sudah dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Maharani et al 2013), menjelaskan ada pengaruh pemberian air rebusan daun jambu biji terhadap kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus tipe II di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Terapi air rebusan daun jambu biji dapat digunakan sebagai
alternatif untuk penatalaksanaan dalam menurunkan kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus tipe II. Penelitian sebelumnya memerlukan sebuah penelitian yang lebih lanjut, maka pentingnya penelitian lanjutan ini untuk memperoleh tingkat kepastian dalam penjabarannya.
Berdasarkan pengambilan data awal di Puskesmas Kota Selatan tahun 2018 diperoleh masyarakat yang menderita diabetes melitus sebanyak 775 penderita dengan kasus baru sebanyak 175 penderita dan kasus lama sebanyak 600 penderita. Adapun penanganan yang dilakukan di Puskesmas Kota Selatan untuk mengatasi penyakit diabetes melitus petugas Puskesmas Kota Selatan hanya memberikan obat antidiabetik, selain itu beberapa program terapi non obat untuk mengatasi terjadinya diabetes melitus di Puskesmas Kota Selatan yang sudah berjalan yaitu Prolanis dan Posbindu. Pada program ini kegiatan yang dilaksanakan adalah penyuluhan, pemeriksaan berkala dan senam.
Dari hasil wawancara dengan petugas di Puskesmas Kota Selatan penderita diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Kota Selatan belum mengsosialisasikan atau mendemonstasikan tentang pengobatan diabetes melitus menggunakan obat tradisional. Begitu juga hasil wawancara dengan pasien diabetes melitus, pasien belum pernah mengkonsumsi obat tradisional untuk mengatasi penyakitnya.
Dari penjelasan diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh pemberian air rebusan daun jambu biji terhadap kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus di Puskesmas Kota Selatan Kota Gorontalo.
## Metode
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian atau metode Pra-Expreriment yang bersifat One group pre-test dan post-test design . Dalam penelitian ini peneliti ingin menganalisis pengaruh pemberian air rebusan daun jambu biji terhadap penurunan kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus di Puskesmas Kota Selatan Kota Gorontalo.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita diabetes melitus di Puskesmas Kota Selatan Kota Gorontalo. Jumlah populasi dalam penelitian adalah jumlah kasus baru dan kasus lama pada bulan desember sejumlah 64 Penderita. Sampel yang akan diambil oleh peneliti berjumlah 37 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik purposive sampling yang mempunyai kriteria: bersedia menjadi responden, penderita diabetes melitus dengan kadar glukosa darah sewaktu ≥140 mg/dL, penderita diabetes melitus dengan Kesadaran compos mentis. penderita diabetes melitus dengan usia ≥ 40.
Instrumen penelitian yang digunakan peneliti adalah lembar obsevasi pemeriksaan kadar glukosa darah sebelum dan sesudah dilakukan eksperimen menggunakan alat pemeriksaan gula darah (NESCO), SOP pemeriksaan gula darah, SOP pemberian air rebusan daun jambu biji, dan lembar persetujuan menjadi Responden.
Teknik pengumpulan data menggunakan data primer yang diperoleh langsung dari data responden melalui lembar observasi yang digunakan oleh peneliti untuk mengukur kadar glukosa darah sebelum dan sesudah dilakukan pemberian air rebusan daun jambu biji yang
dilakukan 2 kali sehari selama 7 hari. Sedangkan data skunder diperoleh dari beberapa dokumen yang diperoleh langsung dari data Dinas Kesehatan Kota Gorontalo, Puskesmas Kota Selatan Kota Gorontalo, serta literatur buku-buku yang berhubungan dengan penelitian serta pendukung lainnya. Analisa data menggunakan analisa unvariat dengan bivariat.
## Hasil
Adapun hasil penelitian ini akan dideskripsikan melalui analisis univariat dan bivariat yang akan dijabarkan sebagai berikut :
1. Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan berikut ini :
a. Umur Tabel 1. Distribusi Frekuensi Penggolongan Umur Umur Frekuensi Presentase 35 – 44 Tahun 6 16,2 45 – 54 Tahun 8 21,6 55 – 64 Tahun 18 48,6 65 – 74 Tahun 5 13,5 Total 37 100 Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel, dapat dilihat bahwa jumlah responden terbanyak berada pada umur 55 - 64 Tahun yakni berjumlah 18 orang dengan presentase 48,6%.
b. Jenis Kelamin
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Penggolongan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Presentase Laki – Laki 11 29,7 Perempuan 26 70,3 Total 37 100 Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel, dapat dilihat bahwa jumlah responden terbanyak adalah berjenis kelamin perempuan sebanyak 26 orang (70,3%) sedangkan responden berjenis kelamin laki-laki berjumlah lebih sedikit yaitu 11 orang (29,7%).
c. Pendidikan
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Penggolongan Pendidikan Pendidikan Frekuensi Presentase SD 15 40.5 SMP 10 27.0 SMA 11 29.7 Perguruan Tinggi 1 2.7 Total 37 100 Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel, diketahui bahwa jumlah responden yang terbanyak yaitu berpendidikan SD berjumlah 15 orang (40,5%).
d. Pekerjaan
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Penggolongan Pekerjaan Pekerjaan Frekuensi Presentase Petani 2 5.4 IRT 20 54.1 Swasta 10 27.0 Honorer 1 2.7 Pensiunan 3 8.1 Tidak bekerja 1 2.7 Total 37 100 Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel, diketahui bahwa jumlah responden yang terbanyak yaitu dengan pekerjaan IRT berjumlah 20 orang (54,1%).
e. Berat Badan
Tabel 5. Deskriptif Rerata Berdasarkan Berat Badan Variabel n Rerata SD 95% Confidence interval Lower Upper Berat Badan (kg) 37 55,30 9,800 52,03 58,56 Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel, dapat diketahui bahwa Rerata Berat Badan responden adalah 55,30 kg dengan Berat Badan tertinggi yaitu 75 kg dan Tinggi Badan terendah yaitu 35 kg.
2. Analisa Univariat
a. Kadar Glukosa Darah Sebelum dan Sesudah Pemberian Air Rebusan Daun Jambu Biji Tabel 6. Distribusi Pemeriksaan Glukosa Darah Sebelum dan Sesudah Pemberian Air
Rebusan Daun Jambu Biji Kadar Glukosa Darah N Mean Median Min Max Standar deviation CI 95% Pretest 37 270.19 248.00 153 500 95.476 238.36-302.02 Posttest 37 173.14 170.00 74 280 56.712 154.23-192.04 Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel, menunjukkan bahwa kadar glukosa darah sebelum dilakukan perlakuan pemberian air rebusan daun jambu rata-rata sebesar 270.19 mg/dL dengan median 248.00 mg/dL, standar Deviasi 95.476, dengan CI 95% Lower 238.36 dan Upper 302.02. Kadar glukosa darah terendah pada pretest didapatkan 153 mg/dL dan tertinggi 500 mg/dL. Sedangkan untuk rata-rata kadar glukosa darah setelah diberikan perlakuan pemberian air rebusan daun jambu yaitu 173.14 mg/dL dengan median 170.00 mg/dL,
standar Deviasi 56.712, dan CI 95% Lower 154.23 dan Upper 192.04. Kadar glukosa darah terendah pada posttest didapatkan 74 mg/dL dan tertinggi 280 mg/dL.
b. Pengelompokan Kadar Glukosa Darah Sebelum dan Sesudah Pemberian Air Rebusan Daun Jambu Biji.
Tabel 7. Distribusi Pengelompokan Kadar Glukosa Darah Sebelum dan Sesudah
Pemberian Air Rebusan Daun Jambu Biji Kadar Glukosa Darah Pretest Posttest N % N % Normal <140 mg/dL 0 0 15 40,5 Pradiabetes 140 – 200 mg/dL 12 32,4 7 19 Diabetes > 200 mg/dL 25 67,6 15 40,5 Jumlah 37 100 37 100 Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel tersebut, dari 37 orang responden, terdapat 21 orang yang mengalami penurunan kategori kadar glukosa darah setelah diberikan air rebusan daun jambu biji walaupun 16 orang mengalami penurunan kadar glukosa darah tetapi pada kategori yang tetap.
3. Analisa Data Bivariat
a. Uji Normalitas Data
Tabel 8. Uji Normalitas Data Kadar Glukosa Darah Sebelum dan Sesudah Pemberian Air
Rebusan Daun Jambu Biji Shapiro - Wilk Statistic df Sig. Pretest Kadar Glukosa Darah .925 37 .016* Posttest Kadar Glukosa Darah .935 37 .032* *Normalitas Data Shapiro – Wilk < α (0,05)
Pada tabel, sebelum dilakukan analisis uji korelasi terhadap pengaruh pemberian air rebusan daun jambu biji ( psidium guajava ) terhadap kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus di Puskesmas Kota Selatan Kota Gorontalo terlebih dahulu data glukosa darah sebelum dan sesudah diuji analisis normalitas data. Pada penelitian ini peneliti menggunakan analisis normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk dikarenakan jumlah sampel < 50. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa nilai ρ untuk, glukosa darah sebelum dan sesudah, < α (0,05) maka dapat diinterpretasikan bahwa data tidak terdistribusi dengan normal. Sehingga uji yang digunakan menggunakan uji Wilcoxon.
b. Analisis Pengaruh Pemberian Air Rebusan Daun Jambu Biji ( Psidium Guajava ) terhadap Kadar Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Melitus Di Puskesmas Kota Selatan Kota Gorontalo
Tabel 9. Analisis Pengaruh Pemberian Air Rebusan Daun Jambu Biji ( Psidium Guajava ) terhadap Kadar Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Melitus Kadar Glukosa Darah n Mean Median (Min-Max) ρ-value Pretest 37 270.19 248.00 (153 – 500) 0,000 Postest 37 173.14 170.00 (74 – 280) * Uji wilcoxon α<0.05
Berdasarkan analisis pada tabel, menunjukkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji wilcoxon bahwa sebelum diberikan air rebusan daun jambu biji didapatkan nilai median 248.00 mg/dL (Diabetes). Kadar glukosa darah terendah sebelum diberikan air rebusan daun jambu biji yaitu 153 mg/dL (Pradiabetes) dan kadar glukosa darah tertinggi sebelum diberikan air rebusan daun jambu biji yaitu 500 mg/dL (Diabetes), sedangkan kadar glukosa darah setelah diberikan air rebusan daun jambu biji memiliki nilai median 170.00 mg/dL (Pradiabetes) dengan kadar glukosa darah terendah yaitu 74 mg/dL (Normal) dan kadar glukosa darah tertinggi yaitu 280 mg/dL (Diabetes) dengan ρ-value 0.000. Analisis Uji Wilcoxon didapatkan nilai ρ = 0,000 pada kadar glukosa darah sebelum dan sesudah diberikan air rebusan daun jambu biji. Dengan hipotesis penelitian ρ < α (0.000 < 0.05), yang artinya kadar glukosa darah menunjukkan kurang dari nilai α 0.05 dengan maka dapat diartikan bahwa hipotesis Ha pada penelitian ini diterima (Ho ditolak) yang artinya ada penurunan kadar glukosa sebelum dan sesudah diberikan air rebusan daun jambu biji di Wilayah Puskesmas Kota Selatan Kota Gorontalo.
## Pembahasan
1. Karakteristik Responden
a. Umur
Hasil penelitian menunjukan bahwa penuaan mempengaruhi perubahan hormone yang mengatur metabolism, fungsi reproduksi serta dapat mempengaruhi kepekaan sel beta pancreas terhadap gula darah dan menunda penyerapan gula darah oleh insulin.
Sejalan dengan penelitian menunjukkan bahwa kelompok usia 48-64 tahun mempunyai resiko mengalami DM tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan usia 25-40 tahun (Betteng, 2014). Hal tersebut dikarenakan peningkatan intoleransi glukosa yaitu kemampuan sel beta pancreas dalam memproduksi insulin berkurang karena adanya proses penuaan. Selain itu adanya penurunan aktivitas fisik serta pola makan yang tidak terkontrol menyebabkan sulitnya mengendalikan glukosa darah pada pasien DM (Nurayati & Adriani, 2017), hal ini disebabkan karena adanya penurunan sistem fisiologis dan kimiawi, dimana perubahan dimulai dari tingkat sel kemudian berlanjut ke tingkat jaringan dan pada akhirnya ketingkat organ yang dapat mempengaruhi homeostatis (Damayati et al., 2018).
b. Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian penyakit DM umumnya terjadi pada perempuan karena secara fisik perempuan memiliki peluang mengalami peningkatan berat badan yang lebih besar. Fluktuasi kadar hormon estrogen yang dimiliki perempuan akan meingkat lalu mempengaruhi tubuh menjadi resistensi terhadap insulin kemudian setelah menopause distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga perempuan lebih beresiko mengalami DM (Kautzky- Willer et al., 2016).
c. Pendidikan
Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat pengetahuan rendah akan sulit menerima informasi yang disampaikan sedangkan apabila tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima informasi yang disampaikan berdasarkan pengalaman dan budaya yang ada pada masyarakat tertentu (Azis et al., 2020)(Kusnanto et al., 2019).
d. Pekerjaan
Hasil penelitian menunjukan bahwa jenis pekerjaan biasanya berhubungan dengan aktifitas fisik dan aktifitas olahraga. Ibu rumah tangga (IRT) melakukan beberapa aktifitas fisik di rumah seperti mencuci, memasak, dan membersihkan rumah serta banyak aktifitas fisik lainnya yang tidak dapat dideskripsikan. Aktifitas fisik akan berpengaruh terhadap peningkatan insulin sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang. Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energi maka akan timbul DM. Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga termasuk dalam aktifitas ringan, dimana orang yang aktifitasnya ringan memiliki resiko 4,36 kali lebih besar untuk mederita DM tipe II dibandingkan dengan orang yang memiliki aktifitas sedang dan berat (Sukardji, 2013).
e. Berat Badan
Hasil penelitian menunjukan bahwa berat badan seseorang dapat mempengaruhi kadar glukosa dalam darah seseorang dengan berat badan berlebih atau obesitas atau kegemukan menyebabkan tubuh seseorang mengalami resistensi terhadap hormone insulin (Masrul, 2018). Akibatnya organ pankreas akan dipacu untuk memproduksi insulin sebanyak-banyaknya sehingga menjadikan organ ini menjadi kelelahan dan akhirnya rusak (Haris & Tambunan, 2016).
2. Analisa Univariat
a. Kadar Glukosa Darah Sebelum dan Sesudah Pemberian Air Rebusan Daun Jambu Biji Hasil penelitian ini menunjukkan terjadi penurunan rerata kadar glukosa darah sebelum dan sesudah diberikan air rebusan daun jambu biji. Penurunan ini disebabkan karena kandungan yang terdapat didalam daun jambu biji yaitu tanim dan kalsium (Sutrisno & Hidayat, 2018). Tanim adalah zat pahit polifenol yang sangat baik dan cepat mengikat protein. Daun jambu biji (Psidium Guajava) adalah herbal yang bermanfaat sebagai penormal fungsi kelenjar pancreas dengan efek farmakologis memperlancar
sistem sirkulasi darah dalam membantu menormalkan fungsi pancreas dalam mengatasi diabetes mellitus.
b. Pengelompokan Kadar Glukosa Darah Sebelum dan Sesudah Pemberian Air Rebusan Daun Jambu Biji.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 37 orang responden, terdapat 21 orang yang mengalami penurunan kategori kadar glukosa darah setelah diberikan air rebusan daun jambu biji walaupun 16 orang mengalami penurunan kadar glukosa darah tetapi pada kategori yang tetap. Dimana dari kategori Diabetes – Diabetes sebanyak 15 orang, Diabetes – Pradiabetes sebanyak 6 orang, Diabetes – Normal sebanyak 4 orang, Pradiabetes – Pradiabetes 1 orang, dan Pradiabetes – Normal sebanyak 11 orang.
3. Analisa Bivariat
Setelah diberikan terapi air rebusan daun jambu biji ( Psidium guajava ) selama 7 hari, responden mengalami penurunan kadar glukosa darah, dan ada perbedaan kadar glukosa darah antara sebelum dan sesudah pemberian air rebusan daun jambu biji pada penderita diabetes melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Selatan Kota Goronalo.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (Maharani et al 2013) yang menyatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan kadar glukosa darah puasa pada kelompok intervensi sebelum dan setelah diberikan terapi air rebusan daun jambu biji pada penderita diabetes melitus tipe II di Desa Leyangan Kec. Ungaran Timur Kab. Semarang. Dapat dilihat dari hasil p-value 0,000 < α (0,005), sedangakan pada kelompok kontrol dinyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan kadar glukosa darah puasa pada kelompok kontrol sebelum dan setelah diberikan terapi air rebusan daun pandan pada penderita diabetes mellitus tipe II di Desa Leyangan Kec. Ungaran Timur Kab. Semarang. Dapat dilihat dari hasil p-value 0,703 > α (0,005).
Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh (Hani, 2018) berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Mc. Nemar maka didapatkan nilai signifikasi 0,031 yang berarti lebih kecil dari α = 0,05 yang berarti bahwa ada perbedaan yang bermakna antara glukosa darah sebelum pemberian air rebusan daun jambu biji 10 lembar dan setelah pemberian air rebusan daun jambu biji maka dengan ini hipotesis Ho ditolak dan hipotesis Ha di terima yang berarti ada pengaruh pemberian air rebusan daun jambu biji terhadap penurunan kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus tipe II di Puskesmas Pekkabata Kabupaten Polewali Mandar.
## Kesimpulan
Sebelum diberikan air rebusan daun jambu biji di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Selatan dilakukan pengukuran glukosa darah dan didapatkan mengalami glukosa darah tinggi. Penderita diabetes melitus yang memiliki kadar glukosa darah tinggi di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Selatan setelah diberikan air rebusan daun jambu biji semua mengalami penurunan glukosa darah. Ada pengaruh yang sangat signifikan antara air rebusan daun jambu biji dan penurunan kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus di Wilayah Kerja
## Puskesmas Kota Selatan.
## Referensi
Azis, W. A., Muriman, L. Y., & Burhan, S. R. (2020). Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Gaya Hidup Penderita Diabetes Mellitus. Jurnal Penelitian Perawat Profesional . https://doi.org/10.37287/jppp.v2i1.52
Betteng, R. (2014). Analisis Faktor Resiko Penyebab Terjadinya Diabetes Melitus Tipe 2 Pada
Wanita Usia Produktif Dipuskesmas Wawonasa. Jurnal E-Biomedik . https://doi.org/10.35790/ebm.2.2.2014.4554
Damayati, R. P., Roosita, K., & Sulaeman, A. (2018). Effect of Galohgor Cookies and Powder Drinks on Visceral Adipose Tissue and Lipid Profile in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus. Jurnal Gizi Dan Pangan . https://doi.org/10.25182/jgp.2018.13.3.137-144 Hani, U. (2018). Pengaruh Pemberian Air Rebusan Daun Jambu Biji Terhadap Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe Ii Di Wilayah Kerja Puskesmas Pekkabatakabupaten Polewali Mandar. Bina Generasi : Jurnal Kesehatan . https://doi.org/10.35907/jksbg.v9i2.40
Haris, S., & Tambunan, T. (2016). Hipertensi pada Sindrom Metabolik. Sari Pediatri . https://doi.org/10.14238/sp11.4.2009.257-63
Kautzky-Willer, A., Harreiter, J., & Pacini, G. (2016). Sex and gender differences in risk, pathophysiology and complications of type 2 diabetes mellitus. In Endocrine Reviews . https://doi.org/10.1210/er.2015-1137
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Infodatin Diabetes Melitus. Pusat Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan RI . Khotimah, K., & Cemerlang, T. R. (2014). Sehat dan Lezat Menu untuk Penderita Diabetes Melitus (1st ed.). Rapha Publishing.
Kusnanto, K., Sundari, P. M., Asmoro, C. P., & Arifin, H. (2019). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Diabetes Self-Management Dengan Tingkat Stres Pasien Diabetes Melitus Yang Menjalani Diet. Jurnal Keperawatan Indonesia . https://doi.org/10.7454/jki.v22i1.780
Maharani, Rosalina, dan Puwaningsih, P. (2013). Pengaruh Pemberian Air Rebusan Daun Jambu Biji (Psidium Guajava) Terhadap Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II. Jurnal Keperawatan Medikal .
Masrul, M. (2018). Epidemi obesitas dan dampaknya terhadap status kesehatan masyarakat serta sosial ekonomi bangsa. Majalah Kedokteran Andalas . https://doi.org/10.25077/mka.v41.i3.p152-162.2018 Nurayati, L., & Adriani, M. (2017). Hubungan Aktifitas Fisik dengan Kadar Gula Darah Puasa Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Amerta Nutrition . https://doi.org/10.20473/amnt.v1i2.6229
Simanjuntak, H. A. (2016). Etnobotani Tumbuhan Obat Di Masyarakat Etnis Simalungun Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara. BIOLINK (Jurnal Biologi Lingkungan, Industri, Kesehatan) .
Sukardji, K. (2013). Pentalaksanaan Gizi pada Diabetes Melitus. In Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu .
Sutrisno, S., & Hidayat, D. P. (2018). Efektivitas Penggunaan Daun Jambu Biji (Psidium Guajava) Dan Daun Sirih Merah (Piper Crocatum) Terhadap Pengontrolan Odour (Bau) Pada Pasien Dengan Luka Diabetes Mellitus Di Fatchul Wound Care. The Shine Cahaya Dunia Ners . https://doi.org/10.35720/tscners.v3i1.57
Syamsiyah Nur. (2017). Berdamai Dengan Diabetes. In Bumi Medika .
|
2db3786b-3cfe-40e3-9ad9-0bb2b91748a8 | https://e-journal.upr.ac.id/index.php/Agp/article/download/152/157 |
## TANGGAPAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn) TERHADAP JENIS MEDIA TANAM DAN PUPUK KANDANG AYAM
(Response Jatropha curcas On Types Of Plant Media And Chicken Fertilizer)
Surawijaya, P 1) , Saraswati, D 1) , Nababan. E.E.P 1)
1) Jurusan Budidaya Pertanian Faperta Universitas Palangka Raya Jl. Yos Sudarso Komplek Tunjung Nyaho Palangka Raya 73112
Kalimantan Tengah
Telp. 0811526742 E-mail : surawijayapanji@ymail.com
Diterima : 07/02/2018
Disetujui : 05/04/2018
## ABSTRACK
This study aims to : (1) to study the interaction between different planting media and the provision of chicken fertilizer to the vegetative growth of Jatropha curcas, (2) to the effect of different planting media on vegetative growth of Jatropha curcas (3) to study the application of chicken fertilizer to vegetative growth of jatropha plant. The results showed that there was an interaction between planting media and the provision of chicken fertilizer. The applying of 20 t.ha -1 and peat soil is the best treatment to enhance the plant height, the number of leaves and the diameter of the jatropha. Planting media hand a significant effect on plant height, leaf number and diameter of jatropha. Peat soil treatment increased the growth of plant height (58.19 cm), leaf number (31.17 strands) and stem diameter (2.06 cm) at age 12 WAP. chickens fertilizer affected plant height, number of leaves, stem diameter and number of branches. The treatment of 20 t.ha -1 increased the plant height (62,89 cm), number of leaves (32,33 strands), number of branch (0,89) and stem diameter (2,20 cm) at age 12 WAP.
Keywords: Planting Media, Chicken Fertilizer, Jatropha Curcas.
## ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui interaksi antara media tanam yang berbeda dan pemberian pupuk kandang kotoran ayam terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman jarak pagar, (2) untuk mengetahui pengaruh media tanam yang berbeda terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman jarak pagar (3) untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk kandang kotoran ayam terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman jarak pagar. Hasil penelitian menunjukkan ada interaksi antara pengaruh media tanam dan pemberian kotoran ayam. Perhatian 20 ton / ha dan tanah gambut merupakan perlakuan terbaik terhadap tinggi, jumlah daun dan diameter batang tanaman jarak. Media tanam berpengaruh pada tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter pohon jarak. Perlakuan tanah gambut meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman tertinggi (58,19 cm), jumlah daun (31,17 helai) dan diameter batang (2,06 cm) pada umur 12 MST. Ayam buas mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang dan jumlah cabang. Perlakuan 20 ton / ha dapat meningkatkan pertumbuhan tertinggi tinggi tanaman (62,89 cm), jumlah daun (32,33 helai), jumlah cabang (0,89) dan diameter batang (2,20 cm) pada umur 12 MST.
Kata kunci: Media Tanam, Pupuk Kandang Ayam, Jatropha Curcas.
## PENDAHULUAN
Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas Linn) sudah menjadi pusat perhatian karena memliki banyak manfaat. Tanaman ini memiliki potensi sebagai bahan biodiesel yang bisa menjadi pengganti bahan bakar minyak khususnya bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaruhi (non renewable). Biji tanaman jarak pagar memiliki kandungan minyak yang menjadi bahan bakar biodiesel. Selain itu, tanaman jarak pagar bisa menjadi tanaman obat dan bisa bermanfaat bagi manusia.
Tanaman jarak pagar supaya bisa di manfaatkan dengan baik dan menghasilkan produksi yang tinggi dapat dibudidayakan dengan melakukan teknik perbanyakan yang lebih baik pada media tanam tertentu. Tanaman jarak pagar dapat diperbanyak dengan stek batang maupun biji. Bibit merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan budidaya tanaman jarak pagar. Hasil yang tinggi akan dapat dicapai apabila digunakan bibit bermutu. Untuk meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman jarak pagar harus memperhatikan media tanam yang akan digunakan karena media tanam sangat berpengaruh besar (Revi, 2014).
Media tanam sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, termasuk tanaman jarak pagar. Tanah sebagai media pertumbuhan tanaman memberikan pengaruh bagi kelangsungan hidup tanaman. Tanaman ini dapat tumbuh pada lahan dengan berbagai tingkat kesuburan bahkan pada lahan dengan kesuburan yang rendah, seperti pada lahan marginal dan lahan kritis, sehingga banyak orang beranggapan bahwa untuk membudidayakan tanaman jarak pagar sangat mudah, sederhana dan bahkan dapat tumbuh dengan baik tanpa pupuk. Pendapat tersebut tidak tepat karena pada lahan yang miskin unsur hara tanaman jarak pagar hanya sekedar tumbuh saja dan tidak mampu untuk memproduksi buah yang banyak dan tanaman lambat pertumbuhannya (Robiyanto, 2013).
Tanah gambut pedalaman memiliki tingkat kesuburan yang rendah dan mengandung beragam asam organik yang sebagian bersifat racun bagi tanaman. Namun demikian asam-asam tersebut merupakan bagian aktif dari tanah, yang menentukan kemampuan tanah gambut untuk menahan unsur hara. Tanah Entisol merupakan tanah yang relatif kurang menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman, sehingga perlu upaya untuk meningkatkan produktivitasnya dengan jalan pemupukan. Bahan organik memiliki peranan tetap besar dalam mempengaruhi sifat fisika dan kimiawi dalam tanah. Sifat fisika yang dipengaruhinya antara lain kemantapan agregat tanah, penyedia unsur hara maupun komponen pembentuk tubuh jasad dalam tanah. Salah satu usaha untuk meningkatkan kandungan bahan organik tanah dengan pemberian pupuk (Etchel, 2015).
Pemberian pupuk adalah salah satu cara dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman jarak pagar dan meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Pupuk kandang kotoran ayam dapat digunakan sebagai pupuk. Pemberian pupuk kandang kotoran ayam dapat memperbaiki kesuburan tanah karena mengandung unsur N, P, K, Ca dan Mg dalam jumlah relatif tinggi, sehingga pemberian pupuk ini dapat memacu pertumbuhan vegetatif tanaman terutama tinggi, jumlah daun dan diameter batang. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh media tanam dan pemberian pupuk kandang kotoran ayam terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman jarak pagar.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui interaksi antara media tanam yang berbeda dan pemberian pupuk kandang kotoran ayam terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman jarak pagar, untuk mengetahui pengaruh media tanam yang berbeda terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman jarak pagar dan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk kandang kotoran ayam terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman jarak pagar.
## BAHAN DAN METODE
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret – Juni 2017 di Kebun Percobaan Jurusan
Budidaya
Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Palangka Raya. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah biji jarak pagar varietas Guatemala, dolomit, pupuk NPK Mutiara, pupuk kandang kotoran ayam, air, polybag ukuran 50 cm x 40 cm, tanah gambut pedalaman, tanah entisol, tanah berpasir, dan tali rafia. Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain: ayakan tanah 2 mm dan 5 mm, cangkul, timbangan analitik, timbangan tanah, pisau, palu, paku, kayu, paranet, ember, gembor, meteran, jangka sorong, sprayer, kamera, alat tulis dan alat yang mendukung penelitian ini.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari dua faktor yaitu jenis media tanam dan dosis pupuk kandang ayam. Faktor pertama yaitu jenis media tanam (T) yang terdiri dari 3 (tiga) jenis tanah, yaitu: T1: Tanah gambut pedalaman, T2: Tanah entisol dan T3: Tanah berpasir. Faktor kedua yaitu dosis pupuk kandang kotoran ayam terdiri dari 4 (empat) taraf, yaitu: K0: tanpa pupuk kandang kotoran ayam, K1: 10 ton/ha , K2: 20 ton/ha dan K3: 30 ton/ha. Terdapat 12 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan, sehingga terdapat 36 satuan percobaan.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Tinggi Tanaman
Berdasarkan Tabel 1 bahwa kombinasi perlakuan tanah gambut dan pemberian pupuk kandang kotoran ayam dosis 20 ton/ha (T 1 K 2 ) merupakan perlakuan terbaik yang mampu meningkatkan rata – rata tinggi tanaman lebih tinggi. Hasil penelitian Restarini (2013) dosis pupuk kandang 20 ton/ha mampu meningkatkan tinggi tanaman pada tanaman jarak pagar. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa tanaman jarak pagar lebih baik pertumbuhannya pada pupuk kandang kotoran ayam dengan dosis 20 ton/ha. Hasil
analisis tanah menunjukkan tanah gambut pedalaman yang diambil pada kedalaman 0-20 cm (top soil) di daerah Ketimpun memiliki N – Total dan P – Bray lebih tinggi dibandingkan tanah lainnya. Berdasarkan analisis tersebut unsur hara Nitrogen dan Posfor dalam tanah gambut dapat di serap oleh tanaman sehingga memicu pertumbuhan tinggi tanaman.
Tanah gambut merupakan media tanam yang mampu meningkatkan rata - rata tinggi tanaman (58,19 cm) berbeda nyata dengan tanah entisol (51,71 cm) dan tanah berpasir (50,46 cm). Faktor tunggal pupuk kandang kotoran ayam (K) memiliki pengaruh sangat nyata terhadap rata – rata tinggi tanaman. Pupuk kandang kotoran ayam 20 ton/ha (K 2 ) mampu meningkatkan tinggi tanaman (62,89 cm). Perlakuan (K 2 ) berbeda nyata dengan dosis 0 ton/ha (K 0 ) dan 10 ton/ha (K 1 ), tidak berbeda nyata dengan 30 ton/ha (K 3 ). Pupuk kandang kotoran ayam mengandung unsur hara makro terutama N, P dan K. Bertambahnya unsur N dalam tanah, menyebabkan serapan hara oleh tanaman meningkat sehingga proses fotosintesis dalam metabolisme tanaman meningkat.
Meningkatnya proses metabolisme ke bagian akar, batang dan daun tanaman menyebabkan pertumbuhan tanaman terutama tinggi berpengaruh nyata (Aristian, 2010). Pada berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk kandang kotoran ayam memiliki respon terbaik, hal ini disebabkan karena kotoran ayam lebih mudah terdekomposisi dan memiliki kadar hara yang cukup dibandingkan dengan jenis pupuk kotoran lainnya (Widowati et al, 2005).
## Jumlah Daun
Berdasarkan Tabel 2 rata – rata jumlah daun perlakuan tanah gambut (T 1 ) dan dosis kotoran ayam 20 ton/ha (K 2 ) pada umur 4, 8,
10 dan 12 MST terjadi peningkatan pertumbuhan jarak pagar yang baik.
Tabel 1. Rata-Rata Tinggi Tanaman Jarak Pagar (cm) Pada Umur 2, 4, 6, 8, 10 dan 12 MST Umur (mst) Media Tanam (T) Kotoran Ayam (K) Rata-Rata K 0 K 1 K 2 K 3 2 T 1 T 2 T 3 9.87 10.50 8.83 14.93 11.83 10.52 16.17 12.97 12.67 14.17 11.47 14.50 13.79 b 11.69 a 11.63 a Rata-Rata 9.73 a 12.43 b 13.94 d 13.38 c 4 T 1 T 2 T 3 16.40 15.63 13.20 25.57 18.47 18.83 27.23 22.17 21.53 23.63 20.17 22.43 23.26 b 19.11 a 19.00 a Rata-Rata 15.08 a 20.96 b 23.64 b 22.14 b 6 T 1 T 2 T 3 23.37 abc 23.30 ab 20.37 a 36.17 fgh 29.47 def 27.77 bcd 42.51 h 30.33 defg 28.50 cde 36.93 fgh 29.00 def 34.87 fgh 34.75 28.03 27.88 Rata-Rata 22.35 31.14 33.78 33.60 8 T 1 T 2 T 3 31.83 29.00 34.27 46.20 38.17 36.63 54.52 41.70 36.50 49.50 40.83 42.13 45.51 b 37.43 a 37.38 a Rata-Rata 31.70 a 40.33 b 44.24 b 44.15 b 10 T 1 T 2 T 3 35.33 32.97 38.13 49.67 45.03 41.67 63.13 51.50 47.23 60.17 50.67 50.57 50.08 b 45.04 a 44.40 a Rata-Rata 35.48 a 45.46 b 53.95 c 53.80 c 12 T 1 T 2 T 3 38.67 36.83 41.50 52.40 51.83 45.00 72.17 58.33 58.17 69.50 59.83 57.17 58.19 b 51.71 a 50.46 a Rata-Rata 39.00 a 49.74 b 62.89 c 62.17 c Keterangan : Nilai rata-rata pada kolom, baris, umur dan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNJ 5% Tabel 2. Rata-Rata Jumlah Daun Tanaman Jarak Pagar (Helai) Pada Umur 2, 4, 6, 8, 10, dan 12
MST Umur (mst) Media Tanam (T) Kotoran Ayam (K) Rata-Rata K 0
K 1 K 2 K 3
2 T 1 T 2 T 3 1.00 1.00 1.00 2.00 2.00 2.00 2.33 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 1.83 1.75 1.75 Rata-Rata 1.00 a 2.00 b 2.11 b 2.00 b 4 T 1 T 2 T 3 4.00 a 6.33 ab 4.00 a 9.00 bcd 8.33 bcd 6.67 abc 10.33 d 9.33 bcd 8.33 bcd 10.00 cd 6.33 ab 9.00 bcd 8.33 7.58 7.00 Rata-Rata 4.78 8.00 9.33 8.44 6 T 1 T 2 T 3 6.67 8.67 6.00 14.33 12.67 11.00 15.67 13.33 12.00 15.00 11.67 13.67 12.92 11.59 10.67 8 T 1 T 2 T 3 10.00 a 13.00 ab 13.33 abc 24.67 de 20.33 bcde 18.00 abcde 27.33 e 20.00 bcde 17.33 abcd 25.33 de 17.33abcd 20.67 bcde 21.83 17.67 17.58 Rata-Rata 12.11 21.00 21.55 21.44 10 T 1 T 2 T 3 11.67 a 14.33 abc 15.33 ab 29.67 defg 23.67 cdefg 22.33 cdef 33.00 g 20.33 abcd 26.00 defg 31.33 fg 24.67 defg 21.67 abcde 26.42 20.75 20.58 Rata-Rata 13.11 25.22 26.44 25.56 12 T 1 T 2 T 3 13.33 a 18.67 abc 17.67 ab 33.33 de 30.67 def 25.33 abcd 40.00 e 27.00 abcde 30.00 bcde 38.00 de 27.33 abcde 30.00 bcde 31.17 25.92 25.75 Rata-Rata 16.56 29.78 32.33 31.78 Keterangan : Nilai rata-rata pada kolom, baris, umur dan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNJ 5%
Menurut Limin et al, (2000) menyatakan bahwa tanah gambut sebenarnya tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman bila di tinjau dari jumlah pori – pori yang berkaitan dengan pertukaran oksigen untuk pertumbuhan akar tanaman.
Pemberian pupuk kandang kotoran ayam mempunyai peranan masing – masing salah satunya adalah nitrogen. Nitrogen merupakan unsur hara yang berpengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangan daun. Peran nitrogen adalah sebagai komponen klorofil. Apabila unsur hara nitrogem bertambah dalam tanah maka proses pembentukan klorofil di daun meningkat, meningkatnya klorofil di daun akan meningkatkan proses fotosintesis yang memacu pertumbuhan jumlah daun tanaman. Selain unsur hara nitrogen (N), unsur hara yang berperan langsung dalam pembentukan daun adalah fosfor (P) dan kalium (K) yang memiliki aktivitas di daun sebagai alat fotosintesis. Unsur P sangat dibutuhkan daun dalam kegiatan fosforilasi fotosintesis pada daun yaitu sebagai kunci kehidupan karena berhubungan dengan senyawa energi sel (ATP). Berdasarkan penelitian Karnata (2004) pada tanaman kentang bahwa pupuk kandang ayam menyebabkan tanaman lebih tinggi dan jumlah daun lebih banyak serta indeks luas daun yang lebih tinggi. Peranan unsur N bagi tanaman adalah untuk meningkatkan pertumbuhan secara keseluruhan khususnya batang, menambah lebar daun dengan warna lebih hijau (Agung, 2010).
## Diameter Batang
Berdasarkan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada Tabel 3. Rata – rata diameter
batang pada perlakuan T 1 K 2 merupakan perlakuan terbaik dengan nilai 2,33 cm. Perlakuan T 1 K 2 berbeda nyata dengan T 1 K 0 (1,77 cm), T 2 K 0 (1,8 cm), T 3 K 0 (1,8 cm) dan T 3 K 1 (1,98 cm). Perlakuan T 1 K 2 tidak berbeda nyata dengan T 1 K 1 (2,06 cm), T 1 K 3 (2,08 cm), T 2 K 1 (2,17 cm), T 2 K 2 (2,15 cm), T 2 K 3 (2,08 cm), T 3 K 2 (2,13 cm) dan T 3 K 3 (2,14 cm).
Berdasarkan Tabel 3, bahwa perlakuan tanah gambut (T 1 ) dan pemberian pupuk kandang kotoran ayam dosis 20 ton/ha (K 2 ) merupakan perlakuan terbaik. Hal ini terjadi karena pemberian pupuk kandang kotoran ayam dengan dosis 20 ton/ha merupakan dosis yang optimum, sehingga dengan dosis 20 ton/ha memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap perbaikan sifat – sifat ketiga tanah tersebut yang menyediakan unsur hara bagi tanaman, salah satunya terhadap pertumbuhan diameter batang tanaman. Pertumbuhan baik memiliki kemampuan tanaman untuk berfotosintesis lebih tinggi dan hasil fotosintesis (karbohidrat) yang dihasilkan lebih banyak. Karbohidrat yang lebih banyak ditranslokasi lewat floem dan dapat digunakan untuk memacu pertumbuhan sekunder yaitu perluasan sel batang dan diindikasikan dengan diameter batang yang lebih lebar. Pertumbuhan sekunder pada tanaman terjadi karena aktivitas titik tumbuh sekunder, yaitu kambium. Xilem dan floem yang terbentuk dari aktivitas kambium. Xilem sekunder dan floem sekunder yang menyebabkan diameter batang bertambah besar. Pertumbuhan sekunder pada batang akan dipacu oleh tersedianya hasil fotosintesis (karbohidrat) yang lebih banyak dan akan ditranslokasikan lewat floem untuk pembelahan sel – sel dalam kambium.
Tabel 3. Rata-Rata Diameter Batang Tanaman Jarak Pagar Pada Umur 12 MST
Umur (mst) Media Tanam (T) Kotoran Ayam (K) Rata-Rata K 0
K 1 K 2 K 3
12
T 1 T 2 T 3 1.77 a 1.80 ab 1.80 ab 2.06 bcd 2.17 cd 1.98 abc 2.33 d 2.15 bcd 2.13 bcd 2.08 bcd 2.08 bcd 2.14 bcd 2.06 2.05 2.01 Rata-Rata 1.79 2.07 2.20 2.10 Keterangan : Nilai rata-rata pada kolom, baris, umur dan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNJ 5%
Tabel 4. Rata-Rata Jumlah Cabang Tanaman Jarak Pagar Umur 12 MST Umur (mst) Media Tanam (T) Kotoran Ayam (K) Rata-Rata K 0 K 1 K 2 K 3 12 T 1 T 2 T 3 0.00 0.00 0.00 0.67 0.33 0.33 1.00 1.00 0.67 0.67 1.00 1.00 0.59 0.58 0.50 Rata-Rata 0.00 a 0.44 b 0.89 c 0.89 c Keterangan :
Nilai rata-rata pada kolom, baris, umur dan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNJ 5%
Hasil karbohidrat yang sangat banyak tergantung dari meningkatnya laju fotosintesis tanaman, sedangkan laju fotosintesis salah satunya dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara yang baik. Penambahan pupuk kandang kotoran ayam akan menyediakan unsur hara dan memperbaiki sifat fisik tanah, memperbaiki sifat kimia tanah dan memperbaiki biologi tanah.
## Jumlah Cabang
Berdasarkan Tabel 4, hasil uji Beda Nyata Jujur (BNJ) 5 % faktor tunggal pemberian pupuk kandang ayam menunjukkan rata – rata jumlah cabang dengan dosis 20 ton/ha (K 2 ) yang banyak (0,89). Pemberian pupuk kotoran ayam 20 ton/ha (K 2 ) berbeda nyata dengan pupuk kandang kotoran ayam 0 ton/ha (0) dan 10 ton/ha (0,44). Pemberian pupuk kandang kotoran ayam 20 ton/ha tidak berbeda nyata dengan pupuk kandang kotoran ayam 30 ton/ha (0,89). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang kotoran ayam dengan dosis 20 ton/ha dan 30 ton/ha menunjukkan rata – rata jumlah cabang tanaman jarak pagar paling tinggi yaitu 0,89 . Walaupun kedua dosis tersebut sama – sama memiliki rata – rata jumlah cabang yang paling banyak. Jika dilihat dari aspek harga dosis 20 ton/ha relatif murah di bandingkan dosis 30 ton/ha. Rata – rata jumlah cabang umur 12 MST disajikan pada Tabel 4.Faktor tunggal pemberian pupuk kandang kotoran ayam memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah cabang tanaman jarak pagar pada umur 12 MST. Hal itu diduga karena pupuk kandang kotoran ayam mengandung nitrogen yang merupakan unsur penting bagi pertumbuhan tanaman terutama pada fase
vegetatif. Pada fase ini terjadi tiga proses penting, yaitu pembelahan sel, perpanjangan sel dan tahap pertama diferensiasi sel yang berhubungan dengan perkembangan akar, daun, dan batang baru. Sesuai dengan penelitian Aristian (2010) bahwa pertumbuhan tinggi tanaman yang cepat memicu pertumbuhan cabang, hal ini diduga karena semakin panjang batang tanaman maka jumlah mata tunas yang dihasilkan oleh batang semakin meningkat. Banyaknya cabang akan di ikuti dengan meningkatnya jumlah daun pada tanaman sehingga penyerapan hara meningkat.
## KESIMPULAN
Dari uraian pembahasan dapat disimpulkan bahwa terdapat interaksi antara pengaruh media tanam dan pemberian pupuk kandang kotoran ayam. Perlakuan 20 ton/ha dan tanah gambut adalah perlakuan terbaik terhadap tinggi, jumlah daun dan diameter batang tanaman jarak pagar. Media tanam berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang jarak pagar. Perlakuan tanah gambut yang meningkatkan pertumbuhan tertinggi yaitu tinggi tanaman (58,19 cm), jumlah daun (31,17 helai) dan diameter batang (2,06 cm) pada umur 12 MST. Pupuk kandang kotoran ayam berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang dan jumlah cabang. Perlakuan 20 ton/ha yang meningkatkan pertumbuhan tertinggi yaitu tinggi tanaman (62,89 cm), jumlah daun (32,33 helai). jumlah cabang (0,89) dan diameter batang (2,20 cm) pada umur 12 MST.
## DAFTAR PUSTAKA
Agung, A. 2010. Pengaruh Jarak Tanam Dan Dosis Pupuk Kandang Ayam Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Di Lahan Kering Beriklim Basah. Vol. 4 No.1,
2010. Fakultas Pertanian. Universitas Tabanan.
Aristian, K. A. 2010. Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Jarak (Jatropha curcas Linn) Pada Berbagai Taraf Dosis Pemupukan Nitrogen Dan Kalium. Etchel. 2015. Pengaruh Media Tanam Campuran Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit dengan Tiga Jenis Tanah Berbeda Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit Di Pre Nursery. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Palangka Raya. Palangka Raya. Karnata, I N. 2004. Pengaruh Waktu Tanam dan Jenis Pupuk Organik
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kentang (Solanum tuberosum L.) Di Lahan Kering Beriklim Basah. Tesis.
Universitas Udayana. Denpasar. Limin, S., Layuniati., Jamal, Y., 2000. Utilization of Inland Peat for Food Crop Commodity Development Requires High Input and is Detrimental to Peat Swamp Forest Ecosystem. Proc. International Symposium on Tropical Peatlands 22-23 November 1999. Bogor-Indonesia. Restarini, M. 2013. Pengaruh Penambahan Jenis Dan Dosis Pupuk Kandang Pada Tanah Mediteran Terhadap Pertumbuhan Bibit Jarak Pagar (Jatropha curcas L). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Palangka Raya. Palangka Raya. Revi. 2014. Tanaman Jarak Pagar. ( https://materipengetahuanumum.
blogspot. co.id/ 2016/11/klasifikasi- dan-morfologi-jarak-pagar.html ).
(Diakses pada tanggal 29 April 2017). (Pukul 21.00 WIB).
Robiyanto, 2013. Pengaruh Pemberian Pupuk
Kandang Kotoran Sapi dan Pupuk NPK Mutiara Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jarak Pagar ( Jatropha curcas Linn) Pada Tanah Berpasir. Skripsi.
Fakultas Pertanian.Universitas Palangka Raya. Palangka Raya.
Widowati, L.R., S. Widati, U. Jaenudin, dan W. Hartatik. 2005. Pengaruh Kompos Pupuk Organik yang Diperkaya dengan Bahan Mineral dan Pupuk Hayati terhadap Sifat Tanah, Serapan Hara dan Produksi Sayuran Organik”. Laporan Proyek Penelitian Program Pengembangan Agribisnis. Balai Penelitian Tanah TA 2005.
|
01315039-9ba4-42f3-92b0-a95dd00c5e41 | https://ejournal.upi.edu/index.php/JRAK/article/download/32123/17193 |
## Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan Sektor Keuangan di Indonesia
Chairunnisa Okta Destania 1 , Elen Puspitasari 2
Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Stikubank, Semarang, Indonesia 1,2
Abstract. ASEAN Economic Community (AEC) has been going on since 2015 and every company is competing each other to maintain the sustainability of their business and earn profits. The purpose of this study to examine and analyze the effect of intellectual capital to financial performance on go public in Indonesia period 2017 – 2019. The population of this study is 271 finance sector companies listed in Indonesia Stock Exchange year 2017 – 2019. Sample determined by purposive sampling technique, and obtained a sample of 227 comapnies. The analysis method using multiple linier regression. Human Capital Efficiency (HCE) and Structural Capital Efficiency (SCE) has positive and significant effect on ROA. Capital Employed Efficiency (CEE) has positive but insignificant effect on ROA. Human Capital Efficiency (HCE) and Capital Employed Efficiency (CEE) has negative but insignificant effect on BOPO. Structural Capital Efficiency (SCE) has negative and significant effect on BOPO.
Keywords. BOPO; Intellectual Capital; ROA.
Abstrak . Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) telah berlangsung sejak tahun 2015 lalu dan tentunya setiap perusahaan saling berlomba untuk mempertahankan keberlanjutan usahanya dan memperoleh keuntungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisa pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan pada perusahaan sektor keuangan go public di Indonesia periode 2017-2019. Populasi penelitian sebanyak 271 perusahaan sektor keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2017-2019. Sampel ditentukan dengan teknik purposive sampling, dan diperoleh sampel 227 perusahaan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Human Capital Efficiency (HCE) dan Structural Capital Efficiency (SCE) berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. Capital Employed Efficiency (CEE) berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap ROA. Human Capital Efficiency (HCE) dan Capital Employed Efficiency (CEE) berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap BOPO. Structural Capital Efficiency (SCE) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap BOPO.
Kata kunci . BOPO; Intellectual Capital; ROA .
Corresponding author. Email: chairunnisaokta@gmail.com 1 , elenpuspita@edu.unisbank.ac.id 2 How to cite this article. Destania, C. O., & Puspitasari, E. (2021). Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan Sektor Keuangan di Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi dan Keuangan , 9 (3), 513-524. History of article. Received: Agustus 2021, Revision: Oktober 2021, Published: Desember 2021 Online ISSN: 2541-061X.Print ISSN: 2338-1507. DOI: 10.17509/jrak.v9i3.32123 Copyright©2019. Published by Jurnal Riset Akuntansi dan Keuangan. Program Studi Akuntansi. FPEB. UPI.
## PENDAHULUAN
Pada era globalisasi, inovasi teknologi serta dengan meningkatnya persaingan pada abad ini mengharuskan perusahaan untuk mengubah cara perusahaan dalam berbisnis. Semenjak mulai ditetapkannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015 lalu, tentu hal tersebut memilki pengaruh bagi para pelaku bisnis dalam sektor apapun. Tiap perusahaan bersaing untuk memperoleh laba positif dengan melakukan inovasi serta pengembangan bagi perusahaannya agar keberadaan perusahaan tidak ada. Perusahaan dapat merubah bisnis ketenagakerjaan
menjadi bisnis pengetahuan untuk mempertahankan perusahaan.
Aset tidak berwujud merupakan salah satu faktor kunci yang dapat meningkatkan kinerja keuangan dan menciptakan keunggulan kompetitif perusahaan. Tidak semua perusahaan yang bergerak diberbagai sektor terutama di sektor keuangan yang sudah memperhatikan aset tidak berwujud yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Perusahaan pada sektor keuangan baik perusahaan yang tergolong besar maupun kecil, dibedakan sesuai dengan keefisienan serta tingkat kompetitif perusahaan dalam menggunakan sumber daya yang dimiliki
untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi dalam jangka waktu yang panjang.
Perusahaan sektor keuangan dibagi menjadi perusahaan perbankan dan perusahaan non-perbankan. Perusahaan non- perbankan dibagi menjadi perusahaan pembiayaan, perusahaan asuransi, perusahaan efek dan perusahaan lainnya. Kinerja keuangan perusahaan dapat digunakan untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan baik jangka panjang maupun jangka pendek.
Terdapat berbagai macam rasio profitabilitas yang dapat digunakan, salah satunya Return on Assets (ROA). ROA mengukur pada rasio laba bersih sebelum pajak terhadap total aset perusahaan. ROA mengukur kinerja keuangan perusahaan dilihat dari profitabilitasnya. Biaya
Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) juga dapat digunakan untuk mengukur kesehatan perusahaan terutama pada perusahaan bank. Rasio BOPO digunakan untuk melihat efisiensi perusahaan dalam penggunaan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Kedua rasio tersebut dapat digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam peningkatan laba pada suatu periode.
Intellectual Capital atau yang biasa disebut dengan modal intelektual merupakan salah satu sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan dan modal intelektual tersebut perlu untuk dikembangkan agar perusahaan dapat memperoleh peningkatan keuntungan pada jangka panjang. Hubungan masing- masing komponen Intellectual Capital terhadap kinerja keuangan telah dilakukan sebelumnya oleh (Buallay, 2017), (Janiar & Dwiridho, 2019), (Pitaloka, 2017), (Tarigan & Septiani, 2017), (Lestari, 2017), (Poh et al., 2018), (Haris et al., 2019). Selain itu juga terdapat (Amalia & Rahadian, 2019), (Negari et al., 2017), (Rahmat, 2020), (Hasan & Miah, 2018), (Supatmin, 2020), (Dalwai & Mohammadi, 2018).
Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa HCE berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap ROA, HCE berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA, HCE berpengaruh positif dan signifikan terhadap
ROA. Pada proksi kinerja keuangan BOPO, terdapat hasil penelitian yang menunjukkan bahwa HCE berpengaruh positif dan signifikan terhadap BOPO dan HCE berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap BOPO.
Pada komponen Intellectual Capital yang kedua yaitu SCE, terdapat hasil penelitian yang menunjukkan bahwa SCE berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap ROA, SCE berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA, dan SCE berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA. Hasil penelitian terdahulu juga menunjukkan bahwa SCE berpengaruh negatif dan signifikan terhadap BOPO, SCE berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap BOPO.
Capital Employed Efficiency (CEE) yang merupakan komponen Intellectual Capital ketiga, juga masih terdapat perbedaan hasil antar penelitian terdahulu, terdapat hasil yang menunjukkan CEE berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap ROA, CEE berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA, CEE berpengaruh negatif dan signifikan terhadap BOPO dan CEE berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap BOPO.
Berdasarkan pada hasil penelitian terdahulu, masih ditemukan adanya perbedaan hasil bagaimana pengaruh dari komponen Intellectual Capital seperti Human Capital Efficiency, Structural Capital Efficiency, Capital Employed Efficiency terhadap kinerja keuangan yang diproksikan dengan ROA dan BOPO pada antar penelitian. Perbedaan hasil antar penelitian terdahulu tersebut menjadi salah satu alasan dilakukannya penelitian ini.
Penelitian ini memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui pengaruh masing-masing komponen Intellectual Capital terhadap ROA dan BOPO. Dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memperoleh temuan pengaruh dari komponen Intellectual Capital terhadap ROA dan BOPO, mengingat masih terbatasnya penelitian yang membahas mengenai pengaruh komponen Intellectual Capital terhadap BOPO dan yang nantinya hasil penelitian tersebut dapat digunakan
sebagai masukan oleh perusahaan sektor keuangan untuk peningkatan kinerja keuangan perusahaan.
## Resource-Based Theory
Menurut (Barney, 1991), Resource- Based Theory menyatakan bahwa apabila keunggulan bersaing dapat dicapai dan dipertahankan maka, keberhasilan suatu perusahaan juga akan tercapai. Efisiensi sumber daya yang dimiliki serta pertukaran sosial dapat digunakan dalam peningkatan kinerja perusahaan dan penetapan keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh perusahaan. Sumber daya yang ada perusahaan dibagi oleh (Barney, 1991) menjadi sumber daya manusia, sumber daya fisik, dan sumber daya organisasional.
## PSAK No. 19 (Revisi 2015)
Aset tidak berwujud juga telah diatur dan dibahas didalam (Exposure Draft Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan: Aset Tidak Berwujud., 2015). Tertulis dalam PSAK No. 19 (Revisi 2015) bahwa aset tidak berwujud atau yang disebut dengan intangible asset , merupakan aset yang tidak dapat dilihat bentuk fisiknya dan tidak memiliki nominal pasti. Pada paragraf ke-9 PSAK No. 19 (revisi 2015) disebutkan bahwa sumber daya aset tidak berwujud contohnya ilmu pengetahuan, hak kekayaan intelektual, teknologi, lisensi, merek dagang.
## Sektor Keuangan
Sektor keuangan menurut (Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, n.d.) yaitu, lembaga yang melaksanakan tugasnya di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
## Intellectual Capital
(Dalwai & Mohammadi, 2018)
menyatakan bahwa intellectual capital merupakan aset perusahaan yang paling berharga dan memiliki peranan penting dalam penciptaan kekayaan entitas dan juga
kesuksesan perusahaan. Intellectual capital adalah aset tidak berwujud yang termasuk pengetahuan, sumber daya intelektual seperti kompetensi dan kecerdasan manusia (Naushad, 2019).
Intellectual capital dikelompokkan oleh (Choong, 2008) menjadi human capital, structural capital, customer capital. Human capital merupakan salah satu aset yang dapat digunakan sebagai pondasi yang permanen pada inovasi dan kreativitas (Bontis, 1998). Teknologi, penemuan, merek dagang, basis data merupakan contoh unsur yang dapat dijadikan sebagai modal struktural. Sedangkan customer capital menggabungkan sumber daya yang memiliki keterkaitan organisasi dengan mitra (Dalwai & Mohammadi, 2018).
Value Added Intellectual Coefficient (VAIC) (Pulic, 2004) mengembangkan metode VAIC yang digunakan untuk mengukur kinerja intellectual capital yang ada pada perusahaan. Value Added merupakan indikator objektif dalam penilaian dari keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menciptakan nilai dan sebagai hasil dari intellectual capital (Pulic, 2004). Komponen VAIC yang dikembangkan oleh (Pulic, 2004) tersebut, terdiri dari Human Capital Efficiency (HCE), Structural Capital Efficiency (SCE), Capital Employed Efficiency (CEE).
Human Capital Efficiency (HCE)
merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan nilai tambah setiap satu rupiah yang dikeluarkan pada modal manusia, Structural Capital Efficiency (SCE) digunakan untuk mengukur efisiensi dari modal struktural, dan Capital Employed Efficiency (CEE) yang menggambarkan value added perusahaan yang dihasilkan dari modal yang digunakan.
## Kinerja Keuangan
Menurut (Kurniasari, 2017),
profitabilitas biasanya digunakan untuk mengukur efisiensi yang telah dicapai oleh perusahaan. Return on Assets (ROA) merupakan tingkat efektivitas perusahaan
dalam penggunaan aset yang dimiliki untuk memperoleh laba yang maksimal. Sedangkan Biaya Operasional
dan Pendapatan
Operasional (BOPO) digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi operasional perusahaan dalam memperoleh laba dengan membandingkan biaya operasional dengan pendapatan operasional (Kurniasari, 2017).
Penelitian Terdahulu (Buallay, 2017) melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa Human Capital Efficiency (HCE) memiliki hubungan positif namun tidak signifikan. Sama halnya dengan penelitian yang sebelumnya juga telah dilakukan oleh (Janiar & Dwiridho, 2019), (Poh et al., 2018), (Hasan & Miah, 2018), (Dalwai & Mohammadi, 2018) yang juga menunjukkan bahwa Human Capital Efficiency (HCE) berpengaruh positif namun tidak signifikan.
Penelitian yang dilakukan oleh (Tarigan & Septiani, 2017) menunjukkan bahwa HCE berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA. Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh (Pitaloka, 2017), (Lestari, 2017), (Haris et al., 2019), (Amalia & Rahadian, 2019) dan juga (Negari et al., 2017) yang meneliti bahwa HCE memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap ROA. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh (Rahmat, 2020) menunjukkan bahwa HCE berpengaruh positif dan signifikan terhadap BOPO, dan penelitian (Supatmin, 2020) menunjukkan HCE berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap BOPO.
Pada penelitian yang dilakukan oleh (Janiar & Dwiridho, 2019), (Tarigan & Septiani, 2017), (Negari et al., 2017), (Hasan & Miah, 2018) menunjukkan bahwa semakin tinggi SCE maka, semakin tinggi juga rasio ROA yang ada pada perusahaan tersebut.
Sedangkan penelitian (Buallay, 2017), (Pitaloka, 2017), (Lestari, 2017), (Poh et al., 2018), (Amalia & Rahadian, 2019) dan (Dalwai & Mohammadi, 2018) menunjukkan bahwa SCE berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap ROA. (Haris et al., 2019) meneliti bahwa semakin tinggi SCE maka, semakin rendah rasio ROA perusahaan. Sama
halnya dengan penelitian (Rahmat, 2020) yang juga menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai SCE, semakin rendah rasio BOPO perusahaan. (Supatmin, 2020) meneliti bahwa SCE berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap BOPO.
(Janiar & Dwiridho, 2019), (Pitaloka, 2017), (Tarigan & Septiani, 2017), (Lestari, 2017), (Poh et al., 2018), (Haris et al., 2019), (Hasan & Miah, 2018) dan (Dalwai & Mohammadi, 2018) meneliti bahwa semakin tinggi nilai CEE yang ada pada perusahaan maka, semakin tinggi juga rasio ROA perusahaan tersebut. Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan (Buallay, 2017), (Amalia & Rahadian, 2019), (Negari et al., 2017) menunjukkan bahwa CEE positif tidak signifikan terhadap ROA. (Supatmin, 2020) meneliti bahwa CEE negatif tidak signifikan terhadap BOPO, dan (Rahmat, 2020) meneliti bahwa semakin tinggi nilai CEE, semakin rendah rasio BOPO perusahaan.
Model Penelitian Empiris
Gambar 1. Model Penelitian Empiris Intellectual Capital terhadap ROA
Gambar 2. Model Penelitian Empiris Intellectual Capital terhadap BOPO
Human Capital Efficiency (HCE)
## Structural Capital Efficiency
(SCE) Capital Employed Efficiency (CEE) ROA Human Capital Efficiency (HCE)
## Structural Capital Efficiency
(SCE) Capital Employed
Efficiency (CEE)
BOPO
## Hipotesis Peneiitian
Berdasarkan dengan teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Resource-Based Theory, Human Capital perusahaan dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan dan sumber daya yang dimanfaatkan oleh perusahaan seperti informasi, pengetahuan, aset, yang dikendalikan oleh perusahaan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas perusahaan dalam perolehan laba yang maksimal.
Semakin tinggi HCE, maka akan semakin tinggi kinerja perusahaan.
Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh (Pitaloka, 2017), (Lestari, 2017), (Haris et al., 2019), (Amalia & Rahadian, 2019), dan (Negari et al., 2017). Sedangkan semakin besar rasio BOPO, maka semakin besar biaya operasional perusahaan yang tentunya dapat menurunkan profitabilitas perusahaan. Sehingga, diperoleh hipotesis 1a dan 1b dalam penelitian ini:
H1a: Human Capital Efficiency (HCE) berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA.
H1b: Human Capital Efficiency (HCE) berpngaruh negatif dan signifikan terhadap BOPO.
Berdasarkan Resource-Based Theory, apabila budaya serta manajemen dari perusahaan dimanfaatkan dengan baik maka, perusahaan dapat bersaing dengan pesaingnya dan dapat meningkatkan kinerja keuangannya. Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Janiar & Dwiridho, 2019), (Tarigan & Septiani, 2017), (Negari et al., 2017), (Hasan & Miah, 2018) menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai SCE maka, semakin tinggi kinerja keuangan perusahaan. Semakin tinggi SCE, maka akan semakin kecil rasio BOPO perusahaan sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yaitu (Rahmat, 2020). Sehingga, dapat diperoleh hipotesis penelitian: H2a: Structural Capital Efficiency (SCE) berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA.
H2b: Structural Capital Efficiency (SCE) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap BOPO.
Berdasarkan Resource-Based Theory , apabila penggunaan modal perusahaan relatif besar, maka pendapatan perusahaan juga akan mengalami peningkatan. Semakin tinggi CEE, maka akan semakin tinggi rasio ROA. Pernyataan tersebut sesuai berdasarkan pada hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Janiar & Dwiridho, 2019), (Pitaloka, 2017), (Tarigan & Septiani, 2017), (Lestari, 2017), (Poh et al., 2018), (Haris et al., 2019), (Hasan & Miah, 2018), (Dalwai & Mohammadi, 2018) yang menunjukkan CEE berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. Sedangkan penelitian (Rahmat, 2020) menunjukkan bahwa semakin tinggi CEE, maka akan semakin kecil BOPO perusahaan. Dapat diperoleh hipotesis sebagai berikut: H3a: Capital Employed Efficiency (CEE) berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA.
H3b: Capital Employed Efficiency (CEE) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap BOPO.
## METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam penelitian. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data yang diperoleh dari populasi dalam bentuk angka atau data yang bersifat kuantitatif. Sedangkan data yang digunakan dalam penelitian yaitu data sekunder.
Data dalam penelitian ini bersumber dari laporan keuangan masing-masing perusahaan sektor keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2017-2019, dimana data tersebut dapat diperoleh melalui www.idx.co.id. Metode untuk menganalisis data, menggunakan metode analisis regresi linear berganda yang diolah dengan menggunakan aplikasi SPSS v.19. Sampel penelitian diperoleh menggunakan teknik purposive sampling yaitu dengan memberikan kriteria-kriteria pemilihan sampel yang sesuai dengan variabel penelitian.
Penelitian ini terdiri dari variabel independen dan
variabel dependen.
Intellectual Capital yang diproksikan dengan Human Capital Efficiency (HCE), Structural Capital Efficiency (SCE), dan Capital Employed Efficiency (CEE) merupakan variabel independen dalam penelitian ini. Sedangkan variabel terikat atau dependen dalam penelitian ini adalah Return on Assets (ROA) dan BOPO.
Berikut ini pengukuran variabel
independen dan dependen dalam penelitian ini: VAIC memiliki komponen Human Capital Efficiency (HCE), Structural Capital
Efficiency (SCE) dan Capital Employed Efficiency (CEE). Value Added dapat dihitung dengan cara (Pulic, 2004) :
## 𝑉𝐴 = 𝑂𝑈𝑇 – 𝐼𝑁
VA = Value Added
OUT = Total pendapatan IN = Seluruh beban usaha kecuali beban karyawan
Value Added juga dapat dihitung dengan persamaan (Hasan & Miah, 2018) :
## 𝑉𝐴 = 𝑁𝐼 + 𝑇 + 𝐷𝑃 + 𝑊
NI = Pendapatan setelah pajak T = Pajak DP = Depresiasi W = Upah dan gaji pegawai
Human Capital Efficiency (HCE) dapat dihitung (Hasan & Miah, 2018) :
## 𝐻𝐶𝐸 = 𝑉𝐴 𝐻𝐶
VA = Value Added
HC = Gaji dan tunjangan karyawan
Structural Capital Efficiency (SCE) dapat dihitung sebagai berikut ini (Hasan & Miah, 2018) :
## 𝑆𝐶𝐸 = 𝑆𝐶 𝑉𝐴
## 𝑆𝐶 = 𝑉𝐴 – 𝐻𝐶
Capital Employed Efficiency (CEE) dapat dihitung dengan persamaan (Hasan & Miah, 2018) :
## 𝐶𝐸𝐸 = 𝑉𝐴 𝐶𝐸
## 𝐶𝐸 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
Return on Assets (ROA) yang mengukur seberapa efisien aset dalam penciptaan laba dapat diukur sebagai berikut (Negari et al., 2017) :
## 𝑅𝑂𝐴 = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡
Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional yang mengukur kesehatan perusahaan sektor keuangan dapat diukur dengan persamaan (Supatmin, 2020) :
𝐵𝑂𝑃𝑂 =
## 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖
𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙
Model persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut :
Model 1 (Hasan & Miah, 2018):
𝑃𝑒𝑟𝑓 = 𝛽0 + 𝛽1𝐻𝐶𝐸 + 𝛽2𝑆𝐶𝐸 + 𝛽3𝐶𝐸𝐸 + 𝜀 … … . 𝐻1𝑎, 𝐻2𝑎, 𝐻3𝑎
Model 2 (Rahmat, 2020):
𝐵𝑂𝑃𝑂 = 𝛽0 + 𝛽1𝐻𝐶𝐸 + 𝛽2𝑆𝐶𝐸 + 𝛽3𝐶𝐸𝐸 + 𝜀 … … 𝐻1𝑏, 𝐻2𝑏, 𝐻3𝑏
Perf = Kinerja Keuangan (ROA) BOPO = Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) 𝛽0 = Konstanta HCE = Human Capital Efficiency SCE = Structural Capital Efficiency CEE = Capital Employed Efficiency
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan sampel penelitian diperoleh dari jumlah populasi sebanyak 271 perusahaan sektor keuangan yang pada tahun 2017 sebanyak 90 perusahaan, pada tahun 2018 sebanyak 91 perusahaan dan juga pada tahun 2019 sebanyak 90 perusahaan yang bergerak di sektor keuangan. Populasi yang telah ditentukan tersebut kemudian dilakukan seleksi kriteria penentuan sampel sehingga diperoleh sampel yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya sebanyak 227 perusahaan, dengan komposisi 73 perusahaan pada tahun 2017, 79 perusahaan pada tahun 2018 dan pada tahun 2019 sebanyak 75 perusahaan. Tabel 1 berikut ini merupakan populasi yang telah ditentukan pada penelitian ini:
Tabel 1. Populasi Penelitian
2017 2018 2019 Jumlah Perusahaan Asuransi 14 15 16 45 Perusahaan Bank 43 45 43 131 Perusahaan Pembiayaan 15 16 17 48 Perusahaan Sekuritas 8 5 5 18 Perusahaan Lainnya 10 10 9 29 Jumlah 90 91 90 271 Sumber : Bursa Efek Indonesia (2021)
## Statistik Deskriptif
## Tabel 2. Statistik Deskriptif
Variabel Min Maks Nilai Rata-rata Standar Deviasi ROA .02 7.11 1.5435 1.42067 BOPO -38.31 101.01 86.4897 14.16370 HCE -.0808 8.2622 2.291170 1.4078307 SCE -.1082 13.3835 .539527 1.1154668 CEE -.0024 3.3927 .060431 .2832216
Sumber : Output SPSS (2021)
Berdasarkan perolehan nilai statistik deskriptif (Tabel 2 Statistik Deskriptif),
menunjukkan bahwa nilai minimum Return on Assets (ROA) sebesar 0,02%, dengan nilai tertitinggi ROA 7,1%. Nilai rata-rata ROA 1,5435% dan standar deviasi 1,42067. Secara statistik, BOPO memiliki nilai minimum sebesar -38,31%, nilai maksimum 101,01%, dengan nilai rata-rata 86,4897% dan standar deviasi 14,16370. Human Capital Efficiency (HCE) memiliki nilai terkecil -0,0808, nilai tertinggi 8,2622, nilai rata-rata 2,91170 dengan standar deviasi 1,4078307. Structural Capital Efficiency (SCE) memiliki nilai minimum 0,1082, dan nilai maksimum 13,3835. Sedangkan nilai rata-rata dan standar deviasi SCE yaitu 0,539527 dan 1,1154668. Capital Employed Efficiency (CEE) memiliki nilai terendah -0,0024 dan nilai terbesar 3,3927. Nilai rata-rata dan standar deviasi CEE yaitu 0,060431 dan 0,2832216.
## Uji Normalitas
Uji normalitas dalam penelitian ini mennggunakan uji skewness-kurtosis, Tabel 3 dan Tabel 4 berikut ini merupakan hasil uji normalitas model 1 dan model 2 :
## Tabel 3. Uji Normalitas Model 1
Skewness Kurtosis Statistik Statistik Unstandardized Residual -.167 -.117
## Sumber : Output SPSS (2021)
Berdasarkan Tabel 3 Uji Normalitas Model 1, diperoleh nilai Zskewness sebesar - 0,8095 dan nilai Zkurtosis -0,2835, dimana kedua nilai Z tersebut lebih kecil dari ± 1,96 maka, model 1 dinyatakan telah terdistribusi secara normal.
## Tabel 4. Uji Normalitas Model 2
Skewness Kurtosis Statistik Statistik Unstandardized Residual -.384 -.313 Sumber : Output SPSS (2021)
Berdasarkan Tabel 4. Uji Normalitas Model 2, diperoleh nilai Zskewness dan Zkurtosis sebesar -1,8615 dan -0,7586. Perolehan berdasarkan uji statistik kedua nilai z tersebut lebih kecil dari ± 1,96 sehingga, model 2 dalam penelitian ini terdistribusi secara normal.
## Uji Asumsi Klasik Uji Multikolonieritas
Tabel 5. Uji Multikolonieritas Model 1 Model Collinearity Statistics Tolerance VIF (Constant) HCE SCE CEE .997 1.003 .998 1.002 .998 1.002 Sumber : Output SPSS (2021) Berdasarkan Tabel 5 Uji
Multikolonieritas Model 1, diperoleh nilai tolerance ≥ 0,10 dan nilai VIF ≤ 10 maka, tidak terdapat multikolonieritas dalam
persamaan model 1. Tabel 6. Uji Multikolonieritas Model 2 Model Collinearity Statistics Tolerance VIF (Constant) HCE SCE CEE .997 1.003 .998 1.002 .998 1.002 Sumber : Output SPSS (2021)
Berdasarkan dengan Tabel 6 Uji Multikolonieritas Model 2, diperoleh nilai tolerance ≥ 0,10 dan nilai VIF ≤ 10 maka, model 2 terbebas dari multikolonieritas.
## Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji Durbin-Watson.
Tabel 7. Uji Autokorelasi Model 1
Model Durbin-Watson 1 2.127
Model Durbin-Watson 1 2.127 Prediktor: (Konstanta), CEE, SCE, HCE
Dengan Variabel Dependen: ROA Sumber : Output SPSS (2021)
Berdasarkan Tabel 7 Uji Autokorelasi Model 1, diperoleh nilai dw sebesar 2,127, dengan melihat tabel Durbin-Watson, dapat diketahui bahwa nilai du 1,7685 dan nilai 4- du sebesar 2,2315 atau dapat juga ditulis dengan persamaan du < dw < 4-du. Berdasarkan persamaan tersebut, dapat diartikan bahwa dalam model regresi 1 tidak terdapat autokorelasi.
Tabel 8. Uji Autokorelasi Model 2
Model Durbin-Watson 1 1.774 Prediktor: (Konstanta), CEE, SCE, HCE
Dengan Variabel Dependen: BOPO Sumber : Output SPSS (2021)
Berdasarkan Tabel 8 Uji Autokorelasi Model 2, dapat diperoleh persamaan du (1,7685) < dw (1,774) < 4-du (2,2315) yang berarti model regresi 2 tidak terjadi autokorelasi.
## Uji Heterokedastisitas
Uji asumsi klasik berikutnya yaitu uji heterokedastisitas yang dilakukan untuk memastikan apakah model regresi terjadi gejala heterokedastisitas atau tidak. Uji heterokedastisitas dalam penelitian ini menggunakan uji glejser dan pada pengujian pertama terjadi gejala heterokedastisitas dalam kedua model sehingga dilakukan penyembuhan pada kedua model regresi menggunakan transformasi.
Tabel 9. Uji Heterokedastisitas Model 1
Model Sig. (Constant) .000 HCE .221 SCE .435 CEE .507
Model Sig. (Constant) .000 HCE .221 SCE .435 CEE .507 Dengan Variabel Dependen: ABRES
Sumber : Output SPSS (2021)
## Tabel 10. Uji Heterokedastisitas Model 2
Model Sig. (Constant) .000 LAG_HCE .471 SCE .105 CEE .445
## Dengan Variabel Dependen: ABRES
Sumber : Output SPSS (2021)
Berdasarkan Tabel 9 dan Tabel 10, dapat diketahui bahwa model regresi 1 dan 2 sudah terbebas dari gejala heterokedastisitas setelah dilakukan transformasi. Pada kedua model regresi, tidak terdapat variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependen atau memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05.
## Regresi Linier Berganda
## Tabel 11. Regresi Linier Berganda Model 1
Model Unstandardized Coefficients t Sig. B (Constant) -1.212 -8.669 .000 HCE .462 9.192 .000 SCE .196 3.093 .002 CEE .366 1.463 .146
## Dengan Variabel Dependen: LN_ROA
Sumber : Output SPSS (2021)
Berdasarkan Tabel 11 Regresi Linier Berganda Model 1, diperoleh model regresi sebagai berikut :
𝐿𝑛𝑅𝑂𝐴 = −1,212 + 0,462𝐻𝐶𝐸 + 0,196𝑆𝐶𝐸 + 0,366𝐶𝐸𝐸 + 𝜀
Tabel 12. Regresi Linier Berganda Model 2
Model Unstandardized Coefficients t Sig. B (Constant) 93.382 71.029 .000 LAG_HCE -.501 -1.061 .290 SCE -10.608 -17.833 .000 CEE -.401 -.171 .864 Dengan Variabel Dependen: BOPO
Sumber : Output SPSS (2021)
Berdasarkan Tabel 12 Regresi Linier Berganda Model 2, dapat diperoleh model regresi :
𝐵𝑂𝑃𝑂 = 93,382 – 0,501 𝐿𝐴𝐺_𝐻𝐶𝐸 – 10,608 𝑆𝐶𝐸 – 0,401 𝐶𝐸𝐸 + 𝜀
## Uji Statistik F
Tabel 13. Uji Statistik F Model 1 Model F Sig. 1 Regression 32.383 .000 a Residual
## Total
Dengan Prediktor: (Konstanta), CEE, SCE, HCE Dengan Variabel Dependen: LN_ROA Sumber : Output SPSS (2021)
Dapat diketahui bahwa HCE, SCE, CEE secara bersama-sama berpengaruh terhadap ROA dan model regresi dapat digunakan.
Tabel 14 Uji Statistik F Model 2 Model F Sig. Regression 106.721 .000 a Residual
## Total
Dengan Prediktor: (Konstan), CEE, LAG_HCE, SCE Dengan Variabel Dependen: BOPO Sumber : Output SPSS (2021)
Berdasarkan Tabel 14 Uji Statistik F Model 2, dapat diketahui bahwa model dapat digunakan dan HCE, SCE, CEE secara simultan berpengaruh terhadap BOPO.
Koefisien Determinasi (R 2 ) Tabel 15. Koefisien Determinasi (R 2 ) Model 1 Model Adjusted R Square 1 .402 Dengan Prediktor: (Konstanta), CEE, SCE, HCE Sumber : Output SPSS (2021) Human Capital Efficiency (HCE), Structural Capital Efficiency (SCE), dan Capital Employed Efficiency (CEE) dapat menjelaskan Return on Assets (ROA) perusahaan sektor keuangan go public sebesar 40,2% dan 59,8% dijelaskan oleh variabel lainnya diluar model.
Tabel 16. Koefisien Determinasi (R 2 ) Model 2
Model Adjusted R Square 1 .695 Dengan Prediktot: (Konstanta), CEE, LAG_HCE, SCE
Sumber : Output SPSS (2021)
Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) dapat dijelaskan oleh variabel Human Capital Efficiency (HCE), Structural Capital Efficiency (SCE), Capital Employed Efficiency (CEE) sebesar 69,5% dan dijelaskan oleh variabel diluar model (dapat dilihat pada Tabel 16 Koefisien Determinasi R 2 Model 2).
## Pembahasan Hasil Penelitian
Pada model 1 dan 2 dalam penelitian, dapat dillihat dalam Tabel 11 dan Tabel 12, bahwa Human Capital Efficiency (HCE) memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 yang berarti HCE berpengaruh positif terhadap ROA. Berdasarkan hasil tersebut, perusahaan sektor keuangan dalam penelitian ini telah memperhatikan dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki. Berdasarkan Resource-Based Theory, perusahaan telah mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki dengan baik dalam peningkatan daya saing.
Semakin tinggi nilai HCE, maka semakin tinggi juga rasio kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan ROA. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Pitaloka, 2017), (Lestari, 2017), (Haris et al., 2019), (Amalia
& Rahadian, 2019) dan juga penelitian (Negari et al., 2017).
Human Capital Efficiency (HCE)
berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap BOPO. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Supatmin, 2020) yang hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa HCE berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap BOPO. Berdasarkan Resource-Based Theory, sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan sektor keuangan belum dapat menciptakan keunggulan bersaing apabila dinilai dari efisiensinya dalam menekan biaya operasional perusahaan.
Structural Capital Efficiency (SCE) memiliki nilai signifikansi dibawah 0,05 pada model 1 yang berarti SCE berpengaruh positif dan signifikan terhadap Return on Assets (ROA). Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hipotesis penelitian 2a yang berarti hipotesis 2a diterima dan juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Janiar & Dwiridho, 2019), (Tarigan & Septiani, 2017), (Negari et al., 2017), (Hasan & Miah, 2018). Berdasarkan Resource-Based Theory, perusahaan sektor keuangan telah mengelola dan mengendalikan modal struktural yang dimiliki seperti teknologi, hak cipta, dengan baik sehingga perusahaan dapat mempertahankan keunggulan kompetitif yang dimiliki dan kinerja keuangan juga mengalami peningkatan. Semakin tinggi nilai SCE perusahaan, semakin tinggi juga rasio ROA perusahaan.
Sedangkan Structural Capital Efficiency (SCE) pada model 2, memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. SCE berpenngaruh negatif dan signifikan terhadap BOPO. Hasil tersebut sejalan dengan hipotesis penelitian 2b. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian (Rahmat, 2020) yang juga menunjukkan SCE berpengaruh negatif dan signifikan terhadap BOPO. Berdasarkan Resource-Based Theory, perusahaan telah meningkatkan kemampuan modal struktural yang dimiliki seperti teknologi dengan baik maka, perusahaan juga menjadi lebih efisien dalam meminimalkan biaya operasional perusahaan. Semakin tinggi
nilai SCE, semakin kecil rasio BOPO perusahaan.
Pada model 1, dapat dilihat bahwa Capital Employed Efficiency (CEE) secara statistik memiliki nilai lebih besar dari 0,05 yang berarti CEE berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap ROA. Hasil penelitian tidak konsisten dengan hipotesis penelitian 3a. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Buallay, 2017), (Amalia & Rahadian, 2019), (Negari et al., 2017). Berdasarkan Resource-Based Theory, masih terdapat perusahaan di sektor keuangan yang belum mengoptimalkan modal yang dimiliki dengan baik sehingga perusahaan belum dapat menimbulkan keunggulan kompetitif. Apabila keunggulan kompetitif belum tercipta maka, kinerja keuangan perusahaan juga belum memperoleh kinerja keuangan yang baik.
Pada model 2, CEE memiliki nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, dimana hasil tersebut tidak konsisten dengan hipotesis 3b penelitian ini yaitu CEE berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap BOPO. Hasil penelitian sejalan dengan penelitian (Supatmin, 2020) yang juga menunjukkan CEE berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap BOPO. Berdasarkan Resource-Based Theory , modal usaha yang dimiliki oleh perusahaan belum dimanfaatkan dengan baik sehingga pengeluaran operasional belum dapat diminimalkan dan keunggulan kompetitif pada perusahaan belum dapat tercipta.
## SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasam yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
Human Capital Efficiency (HCE) dan Structural Capital Efficiency (SCE)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Return on Assets (ROA), sedangkan Capital Employed Efficiency (CEE) berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap ROA. Selain itu, Human Capital Efficiency (HCE) beserta Capital Employed Efficiency (CEE) berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap BOPO. Structural Capital Efficiency
(SCE) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap BOPO.
Sesuai dengan kesimpulan yang telah dipaparkan maka, dari penelitian ini dapat disarankan untuk peneliti selanjutnya diharapkan menggunakan sampel yang tidak hanya pada perusahaan yang memiliki laba positif tetapi juga perusahaan yang berlaba negatif.
## DAFTAR PUSTAKA
Amalia, N. N., & Rahadian, D. (2019).
Analisis pengaruh modal intelektual terhadap Return On Asset (ROA). Jurnal Akuntansi, Audit Dan Sistem Informasi Akuntansi , 3 (1), 143–153.
Barney, J. (1991). Firm Reources ad Sustained Competitive Advantege. Journal of Management , 17 (1), 99– 120.
Bontis, N. (1998). Intellectual Capital: an Exploratory Study that Develops Measures and Models. Management
Decision , 36 (2), 63–76. https://doi.org/10.1108/002517498102 04142
Buallay, A. M. (2017). The Relationship Between Intellectual Capital and Firm Performance. Corporate Governance and Organizational Behavior Review ,
1 (1), 32–41. https://doi.org/10.22495/cgobr_v1_i1_ p4 Choong, K. K. (2008). Intellectual Capital: Definitions, Categorization and Reporting Models. Journal of Intellectual Capital , 9 (4), 609–638. https://doi.org/10.1108/146919308109 13186
Dalwai, T., & Mohammadi, S. S. (2018). An
Empirical Analysis of Intellectual Capital and Firm Performance of Oman ’ s Financial Sector Companies . April 2019 .
Haris, M., Yao, H., Tariq, G., Malik, A., & Javaid, H. (2019). Intellectual Capital Performance and Profitability of Banks: Evidence from Pakistan.
Journal of Risk and Financial Management , 12 (2), 56.
https://doi.org/10.3390/jrfm12020056 Hasan, R., & Miah, M. D. (2018). Intellectual capital and firm performance: evidence from the financial sector in Bangladesh. International Journal of Accounting and Finance , 8 (2), 133.
https://doi.org/10.1504/ijaf.2018.1001 4467
Exposure Draft Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan: Aset Tidak Berwujud.,
(2015).
Janiar, D., & Dwiridho, J. (2019). Pengaruh
Modal Intelektual terhadap Kinerja
Keuangan Perusahaan Perbankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pemerintah Republik Indonesia Periode 2008-2017. Jurnal Bisnis Indonesia , 10 (1), 11–20. http://ejournal.upnjatim.ac.id/index.ph p/jbi/article/view/1533
Kurniasari, R. (2017). Analisis Biaya Operasional Dan Pendapatan Operasional (BOPO) Terhadap Return on Assets (ROA) Pada Pt Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Prespektif , 15 (1), 8. https://ejournal.bsi.ac.id/ ejurnal/index.php/perspektif/article/vie w/2008
Lestari, H. S. (2017). Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan. Jurnal Manajemen , 11 (3),
491–509.
https://doi.org/10.22441/profita.2019. v12.03.006
Naushad, M. (2019). Intellectual capital and financial performance of sharia- compliant banks in Saudi Arabia. Banks and Bank Systems , 14 (4), 1–9. https://doi.org/10.21511/bbs.14(4).201 9.01
Negari, N. P. A. S. T., Suartana, I. W., &
Tenaya, A. I. (2017). Pengaruh Profil Risiko Dan Modal Intelektual Pada Return on Assets Perbankan. E-Jurnal
Akuntansi , 18 (3), 2231–2259.
Pitaloka, E. (2017). Dampak Modal
Intelektual Terhadap Kinerja Bank Umum Nasional Periode 2010-2015. Jurnal Inspirasi Bisnis Dan
Manajemen , 1 (2), 87. https://doi.org/10.33603/jibm.v1i2.538
Poh, L. T., Kilicman, A., & Ibrahim, S. N. I.
(2018). On intellectual capital and financial performances of banks in Malaysia. Cogent Economics and
Finance , 6 (1), 1–16. https://doi.org/10.1080/23322039.201 8.1453574
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Pulic, A. (2004). Intellectual capital – does it create or destroy value? Measuring Business Excellence , 8 (1), 62–68. https://doi.org/10.1108/136830404105 24757
Rahmat, S. . M. H. (2020). Intellectual Capital, Bank Size, Bank Market Share, and Efficiency of Conventional Banks in Indonesia. Revista CEA ,
6 (11),
71–88. https://doi.org/10.22430/24223182.14 57 Supatmin. (2020). Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Efisiensi Biaya Perusahaan (Studi Kasus Pada
Perbankan Pemerintah). Jurnal Ilmuah Prodi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Pamulang , 3 (2), 55–70. https://doi.org/10.32493/drb.v3i2.6296 Tarigan, E. S., & Septiani, A. (2017).
Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Sektor Keuangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2015. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Sektor Keuangan Yang Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia Tahun 2013-2015 ,
6 (3), 693–717.
|
dabd9ced-ba98-427d-abb2-fb9109b02769 | https://ejurnal.its.ac.id/index.php/teknik/article/download/59243/6594 | Abstrak—Tegangan akan terkonsentrasi pada daerah-daerah yang megalami perubahan bentuk yang sangat drastis atau diskontinuitas. Terdapat beberapa macam diskontinuitas pada material seperti fillet, notch, hole, dan lain lain. Dalam penelitian ini model pelat asimetris yang digunakan memiliki diskontinuitas yaitu fillet. Bentuk pelat fillet sering dijumpai pada bagian-bagian kapal seperti bracket, Web Frame, Cantilever, dan lain lain. Pada penelitian ini perhitungan nilai SCF menggunakan pendeketan numerik yang dilakukan menggunakan software berbasis elemen hingga. Ukuran model pelat SS400 yang akan dianalisa yaitu 300mm x 60mm x 5mm. Jumlah model pada penelitian ini berjumlah 9 buah untuk 3 variasi H/h yaitu H/h=2, H/h=2.5, dan H/h=3. Masing – masing rasio H/h memiliki 3 variasi r/h yaitu sebesar r/h=0.4, r/h=0.6, dan r/h=0.8. Besar beban yang digunakan pada penelitian ini adalah 2700 N atau 2,7 KN untuk setiap model berdasarkan dari yield stress material. Tahapan konvergensi didapatkan pada ukuran mesh 0,75mm untuk setiap model. Nilai Faktor Konsentrasi tegangan pada pendekatan numerik untuk rasio H/h=2 adalah 1.427 pada radius 12 mm, 1.314 pada radius 18mm, dan 1.253 pada radius 24 mm. Nilai Faktor Konsentrasi tegangan pada pendekatan numerik untuk rasio H/h=2.5 adalah 1.436 pada radius 9.6mm, 1.325 pada radius 14.4mm, dan 1.253 pada radius 24 mm. Nilai Faktor Konsentrasi Tegangan pada pendekatan numerik untuk rasio H/h=3 adalah 1.434 pada radius 8 mm, 1.38 pada radius 12 mm, dan 1.27 pada radius 26 mm. Distribusi tegangan terbesar terdapat pada model rasio H/h=3 dengan radius 8 mm. pada rasio H/h yang sama, semakin besar rasio r/h maka nilai Faktor Konsentrasi Tegangannya semakin kecil. Pada rasio r/h yang sama, semakin besar rasio H/h maka nilai Faktor Konsentrasi Tegangannya semakin besar.
Kata Kunci—Metode Numerik, Pelat Asimetris dengan Fillet, Stress Consentration Factor.
## I. PENDAHULUAN
EMOETRI benda akan sangat berpengaruh pada distribusi tegangan. Tegangan akan terkonsentrasi pada daerah-daerah yang megalami perubahan bentuk yang sangat drastis atau diskontinuitas sebuah material hole, fillet radius, dan notch merupakan beberapa contoh diskontinuitas yang menyebabkan tegangan terkonsentrasi pada daerah tersebut. Pada konstruksi kapal, hatch dan bracket merupakan konstruksi yang mempunyai fillet. Kosnsentrasi tegangan yang terjadi akibat fillet pada pelat perlu diketahui untuk menghindari initial crack yang lebih cepat pada material sehingga umur material jadi lebih panjang. Perhitungan Faktor Konsentrasi Tegangan dapat diketahui dengan menggunakan finite elemen analysis. Stress Concentration Factor atau Faktor konsentrasi Tegangan dapat diketahui dengan mencari nilai tegangan maksimal yang terjadi pada
material dan nilai tegangan nominalnya. Pada pelat dengan fillet yang simetri, distribusi tegangannya akan berbeda dengan pelat dengan fillet yang tidak simetri dikarenakan adanya bending moment.
## II. STUDI LITERATUR
## A. Tegangan
Tegangan dibedakan menjadi dua yaitu engineering stress dan true stress . Dalam praktek teknik, gaya umumnya diberikan dalam pound atau newton , dan luas yang menahan dalam inch 2 atau mm 2 [1]. Akibatnya tegangan biasanya dinyatakan dalam pound/inch 2 yang sering disingkat psi atau Newton/mm 2 (MPa). Tegangan yang dihasilkan pada keseluruhan benda tergantung dari gaya yang bekerja. Pada saat benda menerima beban sebesar P kg, maka benda akan bertambah panjang. Saat itu pada material bekerja tegangan (engineering stress) .
𝜎 = 𝐹 𝐴
dimana, 𝜎 adalah tegangan, 𝐹 adalah beban yang diberikan, dan 𝐴 adalah luas penampang mula-mula.
## B. Regangan
Regangan merupakan perubahan panjang material dibagi panjang awal akibat gaya tarik ataupun gaya tekan pada material [1]. Batasan sifat elastis perbandingan regangan dan tegangan akan linier dan akan berakhir sampai pada titik memanjang. Hubungan tegangan dan regangan tidak lagi linier pada saat material mencapai batasan fase sifat plastis. Regangan dibedakan menjadi dua, yaitu: engineering strain dan true strain. Engineering strain adalah regangan yang dihitung menurut dimensi benda aslinya (panjang awal), sehingga untuk mengetahui besarnya regangan yang terjadi adalah dengan membagi perpanjangan dengan panjang semula.
𝜖 = ∆𝐿 𝐿
dimana, nilai 𝜀 adalah engineering strain, Δ 𝐿 adalah perubahan panjang, dan 𝐿𝑜 adalah panjang mula-mula.
Regangan yang digunakan untuk kurva tegangan regangan rekayasa adalah regangan linier rata-rata, yang di peroleh dengan membagi perpanjangan panjang ukur ( gage lenght) benda uji, L dengan panjang awal Lo.
𝛿 = (𝐿 – 𝐿𝑜) 𝐿𝑜
## Analisa SCF ( Stress Concentration Factor ) Menggunakan Pendekatan Numerik Pada Pelat dengan Fillet Asimetris Akibat Beban Tarik
Muhammad Dzaky Bestari, Dony Setyawan, dan Muhammad Nurul Misbach Departemen Teknik Perkapalan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
e-mail : dony@na.its.ac.id
G
Dimana, 𝐿 adalah panjang akhir, dan 𝐿𝑜 adalah panjang awal. Jika sebuah material diberi beban dan mengalami regangan tetapi bila beban dihilangkan material tersebut kembali ke bentuk semula maka hal ini dikatakan elastis. Elastisitas ini berada di daerah elastis, sebelum titik luluh ( yield point) . Selama material masih berada di daerah elastis, jika beban dihilangkan maka material akan kembali ke bentuk semula.
## C. Metode Elemen Hingga
Dalam menganalisis perilaku struktur dapat dilakukan menggunakan dua metode yaitu dengan metode numerik dan eksperimen [2]. Analisis numerik dapat menggunakan pemodelan perhitungan matematik, pemodelan analitik dan pendekatan rumus empiris. Pemodelan prhitungan matematik untuk penyelesaian pada masalah teknik jarang untuk mendapatkan hasil yang analitik. Penyelesaian dengan menggunakan model matematik masih menghasilkan matematik yang rumit dapat mengakibatkan kondisi batas, dan sifat material. Metode elemen hingga dipergunakan sebagai solusi pendekatan yang dapat mengatasi persoalan- persoalan mekanika dengan geometri maupun pembebanan yang komplek. Maka dari itu pemodelan numerik merupakan solusi untuk digunakan menganalisa hasil yang lebih akurat. Untuk kasus-kasus yang rumit digunakan numerical modelling finite elements analysis atau metode elemen hingga. Prinsip dasarnya yaitu memperlakukan suatu sistem sebagai gabungan dari elemen-elemen kecil yang disebut dengan finite element. Antar elemen digabungkan melalui titik-titik yang disebut nodes atau nodal point [3].
D. Faktor Konsentrasi Tegangan
Setiap diskontinuitas fisik dalam bagian struktur atau perubahan tiba-tiba dalam bentuk geometri menyebabkan konsentrasi tegangan pada bagian tersebut. Perubahan tiba- tiba pada penampang melintang menyebabkan garis aliran
tegangan akan semkin besar berpengaruh pada nilai konsentrasi tegangan. Untuk mengurangi fenomena ini dapat dilakukan perubahan pada bagian fillet agar aliran garis dibagian tersebut menjadi stabil sehingga menyebabkan konsentrasi tegangan yang lebih rendah.
𝐾 = 𝜎 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝜎 𝑟𝑒𝑓
D imana, SCF adalah nilai Faktor Konsentrasi Tegangan, 𝜎 𝑚𝑎𝑘𝑠 adalah tegangan maksimal, dan 𝜎 𝑟𝑒𝑓 adalah tegangan referensi. Tegangan referensi atau tegangan nominal adalah tegangan total dalam suatu unsur dibawah kondisi pembebanan yang sama tanpa tegangan konsentrasi yang berarti tegangan pada material dimana material bebas dari lubang, potongan, takik atau lintasan sempit.
Faktor konsentrasi tegangan teoritis adalah fungsi dari geometri komponen dan pembebanan, ekspresi analitik untuk Faktor Konsentrasi Tegangan [4]. Faktor konsentrasi tegangan untuk pelat dengan fillet ditunjukkan sebagai fungsi rasio radius terhadap lebar, r/ d pada Gambar 1.
## III. METODOLOGI PENELITIAN
## A. Pengumpulan Data
Tahapan pengumpulan data bertujuan untuk memperoleh data pokok atau data sekunder yang berhubungan dengan kondisi yang dibahas dalam penelitian ini. Material propertie s yang digunakan baja grade KI-D JIS3101 SS400 adalah modulus elastisitas sebesar 210000 N/mm 2 , tegangan luluh sebesar 295 N/mm 2 , rasio poisson sebesar 0,26 N/A, dan massa jenis baja sebesar 7850 Kg/m 3 seperti yang ditunjukan pada Tabel 1 [5].
Gambar 1. SCF pelat dengan fillet pengujian tarik.
Gambar 2. Spesimen uji SS400.
Gambar 3. Desain material.
Gambar 4. Hasil dari software berbasis elemen hingga.
Tabel 1. Mechanical properties SS400 Property Value Units Elastic Modulus 210000 N/mm2 Poisson’s Ratio 0,26 N/A Density 7850 Kg/m3 Yield Strength 295 N/mm2
## B. Pengujian Material
Tahap pengujian tarik material SS400 bertujuan untuk memperoleh besar gaya yang diperlukan material mencapai batas yield strength sehingga dalam pemodelan mengetahui gaya material dalam kondisi plastis. Tes spesimen menggunakan standar BKI vol V tahun 2014. Gambar 2 merupakan model spesimen dari SS400 [5].
Tabel 2 merupakan hasil dari pengujian tarik material SS400, dari pengujian tarik ini akan dijadikan patokan dalam mendefenisikan besar beban yang digunakan sehingga distribusi tegangan yang terjadi tidak melebihi nilai dari yiled stress material. Input beban yang digunakan pada analisa numerik sebesar 2700 N atau 2,7 KN dimana pendefenisian besar beban ini didasarkan pada nilai yield stress yang didapatkan pada Tabel 2.
## C. Pemodelan
Pelat yang digunakan berukuran L1=300 mm, L2=160 mm lebar grip (H) 60mm, dan tebal 5 mm dengan 3 variasi H/h sebesar H/h=2, H/h=2.5, dan H/h=3. Masing- masing dari variasi H/h mempunyai 3 variasi r/h sebesar r/h=0.4, r/h=0.6, dan r/h=0.8 sehingga jumlah total model uji adalah 9 buah (Gambar 3).
## D. Konvergensi
Tahapan ini dilakukan untuk memverifikasi tegangan yang terjadi pada model dengan melakukan optimasi meshing pada software untuk mendapatkan nilai tegangan yang konstan pada ukuran meshing optimal untuk analisis selanjutnya. Rekapitulasi hasil konvergensi pada setiap model dapat dilihat pada Tabel 3.
Berdasarkan hasil konvergensi yang dilakukan pada setiap model didapatkan pada ukuran meshing 0.75 mm seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3. dimana proses konvergensi dimulai pada ukuran meshing sampai dengan ukuran mesh 0.75 mm.
E. Analisis Tegangan
Berdasarkan hasil running dari tiap-tiap model yang telah dilakukan konvergensi didapatkan hasil nilai tegangan berikut pada tiap-tiap model, tegangan yang diperoleh akan direkap untuk dibandingkan dengan tegangan hasil perhitungan dan pengujian material. Tegangan yang dihasilkan untuk analisis ini untuk menjawab rumusan masalah untuk menentukan konsentrasi tegangan.
Tegangan yang digunakan untuk analisis tegangan pada material yang mengalami diskontinuitas ( Fillet ) dengan menggunakan beban sebesar 2,7 KN yang digunakan untuk pe ngujian. Tegangan maksimal yang dihasilkan akan dibagi dengan tegangan nominal dari perhitungan matematis untuk
mendapatkan nilai SCF ( Stress Concentration Factor ) pada material.
## IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
## A. Analisis Hasil dan Pembahasan
Setelah melakukan tahap-tahap yang telah dijelaskan maka akan didapatkan hasil berupa tegangan pada setiap model. Tegangan yang dihasilkan adalah tegangan von mises, tegangan arah sumbu Y dan tegangan arah sumbu X. Hasil tersebut berupa tegangan maksimal yang akan digunakan untuk mengetahui perhitungan stress consentration factor . Berikut ini adalah hasil t egangan arah sumbu X yang searah dengan gaya pengujian tarik setiap model.
Gambar 4 merupakan hasil dari simulasi uji tarik menggunakan software berbasis elemen hingga dengan tegangan arah sumbu X maksimum pada model 1. Distribusi tegangan yang terjadi pada model tersebut dapat dibedakan dengan warna merah merupakan tegangan tertinggi dan biru tua merupakan tegangan terendah. Sedangkan warna hitam adalah nilai tegangan yang bernilai negatif atau beralawan arah beban.
## B. Distribusi Tegangan pada Penampang Melintang Model
Berdasarkan hasil dari pendekatan metode numerik yang dilakukan pada analisis hasil dan pembahasan, maka dapat ditampilkan distribusi tegangan dalam bentuk sebuah grafik. Sumbu-y dari grafik ini adalah nilai tegangan yang terjadi dalam satuan MegaPascal (MPa) dan sumbu-x dari grafik ini adalah lebar model mulai dari bagian bawah (sb-x=0) sampai bagian atas model dalam arah vertikal. Grafik yang disajikan memiliki 4 grafik untuk masing-masing model seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5 adalah letak perpotongan dalam arah vertikal model yang akan diihat distribusi tegangannya. Potongan A terletak pada 70 mm dari ujung model, potongan B terletak sejajar (dalam arah vertikal) dengan titik tegangan maksimum, potongan C adalah daerah lebar model sama dengan h yang paling dekat dengan fillet radius, dan potongan D terletak pada tengah model atau 150 mm dari ujung model.
Gambar 5, Gambar 6, dan Gambar 7 merupakan grafik distribusi tegangan yang terjadi pada rasio H/h=2 untuk r/h=0,4, r/h=0,6, dan r/h=0,8. Terlihat bahwa distribusi tegangan yang terjadi pada potongan B dan C mempunyai tren grafik yang relatif sama untuk setiap model H/h=2 dimana grafik dimulai dengan nilai tegangan bertanda minus (berlawanan arah beban) pada sumbu-x=0. Kemudian grafik naik membentuk sebuah lengkungan hingga mencapai titik tegangan maksimal. Nilai sumbu-y tertinggi pada potongan B
Tabel 2.
Hasil pengujian tarik material SS400
Report on Test JIS G3101SS400 No. Specification Sample Tensile Test Results Width (mm) Thickness (mm) CSA (mm 2 ) Yield Stress (MPa) Ultimate stress (MPa) Elongation (%) Reduction of area (%) 1 25,35 6 152,1 282,7 335,3 37,94 72,93 2 25,30 6 151,8 296,4 335,9 37,77 72,62 3 25,15 6 150,9 304,8 337,9 32,99 77,87 Average 151,6 294,6 336,4 36,24 74,47
merupakan nilai tegangan arah maksimal yang terjadi pada setiap model H/h=2. Distribusi tegangan pada potongan A dimulai pada nilai tegangan bertanda minus untuk masing- masing model H/h=2 (Gambar 8). Kemudian grafik naik membentuk sebuah bukit dan turun hingga mencapai nilai sumbu-y sama dengan nol. Puncak bukit pada potongan A untuk r/h=0,4, r/h=0,6, dan r/h=0,8 berada pada titik yang sama terhadap sumbu-x yaitu sumbu-x sama dengan 30 mm. Sedangkan nilai tegangan Pada puncak bukit memiliki nilai tegangan yang berbeda yaitu sebesar 36,9 MPa untuk r/h=0,4, 29,6 MPa untuk r/h=0,6, dan 22,7 MPa untuk r/h=0,8. Nilai tegangan sama dengan nol pada potongan A dimulai pada sumbu-x sebesar 40 mm untuk r/h=0,4, pada sumbu-x sebesar 45 mm untuk r/h=0,6, dan pada sumbu-x sebesar 51 mm pada
r/h=0,8. Distribusi tegangan pada potongan D mempunyai nilai yang identik sama untuk ketiga rasio r/h pada model H/h=2. Grafik pada potongan D membentuk sebuah garis lurus (linier) yang dimulai dengan nilai tegangan bertanda minus dan naik secara konstan hingga mencapai titik tertentu. Dari keempat potongan, nilai tegangan berlawanan arah terbesar berada pada potongan D dengan nilai -34,68 MPa. titik tertinggi pada potongan D merupakan nilai tegangan nominal pada model H/h=2 yaitu sebesar 70,684 MPa.
Gambar 9, Gambar 10, dan Gambar 11 merupakan grafik distribusi tegangan yang terjadi pada rasio H/h=2,5 untuk
Gambar 9. Distribusi tegangan penampang melintang pada rasio H/h=2,5 dan r/h=0,4.
Gambar 10. Distribusi tegangan penampang melintang pada rasio H/h=2,5 dan r/h=0,6.
Gambar 11. Distribusi tegangan penampang melintang pada rasio H/h=2,5 dan r/h=0,8.
Gambar 12. Distribusi tegangan penampang melintang pada rasio H/h=3 dan r/h=0,4.
Gambar 5. Letak potongan A, B, C, dan D.
Gambar 6. Distribusi tegangan penampang melintang pada rasio H/h=2 dan r/h=0,4.
Gambar 7. Distribusi tegangan penampang melintang pada rasio H/h=2 dan r/h=0,6.
Gambar 8. Distribusi tegangan penampang melintang pada rasio H/h=2 dan r/h=0,8.
r/h=0,4, r/h=0,6, dan r/h=0,8. Terlihat bahwa distribusi tegangan yang terjadi pada potongan B dan C mempunyai tren grafik yang relatif sama untuk setiap model H/h=2,5 dimana grafik dimulai dengan nilai tegangan bertanda minus pada sumbu-x=0. Grafik naik membentuk sebuah lengkungan hingga mencapai titik tegangan maksimal. Nilai sumbu-y tertinggi pada potongan B merupakan nilai tegangan arah maksimal yang terjadi pada setiap model H/h=2,5. Distribusi tegangan pada potongan A dimulai pada nilai tegangan bertanda minus untuk masing-masing model H/h=2,5. Puncak bukit pada potongan A untuk r/h=0,4, r/h=0,6, dan r/h=0,8 berada pada titik yang sama terhadap sumbu-x yaitu sumbu-x sama dengan 24 mm. Sedangkan nilai tegangan Pada puncak bukit memiliki nilai tegangan yang berbeda yaitu sebesar 61,6 MPa untuk r/h=0,4, 48,6 MPa untuk r/h=0,6, dan 35,4 MPa untuk r/h=0,8. Nilai tegangan sama dengan nol pada potongan A dimulai pada sumbu-x sebesar 32 mm untuk r/h=0,4, pada sumbu-x sebesar 36 mm untuk r/h=0,6, dan pada sumbu-x sebesar 43 mm pada r/h=0,8.
Distribusi tegangan pada potongan D mempunyai nilai yang identik sama untuk ketiga rasio r/h pada model H/h=2,5. Grafik pada potongan D membentuk sebuah garis lurus (linier) yang dimulai dengan nilai tegangan bertanda minus dan naik secara konstan hingga mencapai titik tertentu. Dari keempat potongan, nilai tegangan berlawanan arah terbesar berada pada potongan D dengan nilai -75,681 MPa. titik tertinggi pada potongan D merupakan nilai tegangan nominal pada model H/h=2 yaitu sebesar 120,681 MPa.
Gambar 12, Gambar 13, dan Gambar 14 merupakan grafik distribusi tegangan yang terjadi pada rasio H/h=3 untuk r/h=0,4, r/h=0,6, dan r/h=0,8. Terlihat bahwa distribusi tegangan yang terjadi pada potongan B dan C mempunyai tren grafik yang relatif sama untuk setiap model H/h=3 dimana grafik dimulai dengan nilai tegangan bertanda minus (berlawanan arah beban) pada sumbu-x=0. Kemudian grafik naik membentuk sebuah lengkungan hingga mencapai titik
tegangan maksimal. Nilai sumbu-y tertinggi pada potongan B merupakan nilai tegangan arah maksimal yang terjadi pada setiap model H/h=3. Distribusi tegangan pada potongan A dimulai pada nilai tegangan bertanda minus untuk masing- masing model H/h=3. Kemudian grafik naik membentuk sebuah bukit dan turun hingga mencapai nilai sumbu-y sama dengan nol. Puncak bukit pada potongan A untuk r/h=0,4, r/h=0,6, dan r/h=0,8 berada pada titik yang sama terhadap sumbu-x yaitu sumbu-x sama dengan 20 mm. Sedangkan nilai tegangan Pada puncak bukit memiliki nilai tegangan yang berbeda yaitu sebesar 90,8 MPa untuk r/h=0,4, 72,6 MPa untuk r/h=0,6, dan 56,8 MPa untuk r/h=0,8. Nilai tegangan sama dengan nol pada potongan A dimulai pada sumbu-x sebesar 28 mm untuk r/h=0,4, pada sumbu-x sebesar 30 mm untuk r/h=0,6, dan pada sumbu-x sebesar 33 mm pada r/h=0,8.
Distribusi tegangan pada potongan D mempunyai nilai yang identik sama untuk ketiga rasio r/h pada model H/h=3. Grafik pada potongan D membentuk sebuah garis lurus (linier) yang dimulai dengan nilai tegangan bertanda minus dan naik secara konstan hingga mencapai titik tertentu. Dari keempat potongan, nilai tegangan berlawanan arah terbesar berada pada potongan D dengan nilai -129,213 MPa. titik tertinggi pada potongan D merupakan nilai tegangan nominal pada model H/h=2 yaitu sebesar 183,213 MPa.
Distribusi tegangan yang terjadi pada melintang model H/h=3 secara keseluruhan lebih besar dibandingkan dengan model H/h=2 dan H/h=2,5. Tren grafik antara potongan A, potongan B, potongan C, dan potongan D selalu dimulai pada nilai tegangan bertanda minus (berlawanan arah beban) untuk semua model atau dapat dikatakan bahwa sepanjang model, distribusi tegangan yang terjadi pada bagian bawah model mempunyai nilai tegangan berlawanan arah beban.
Tabel 3. Konvergensi model
No. H/h r/h Stress (MPa) Ukuran Meshing (mm) 1 2 0,4 100,890 0,75 2 2 0,6 92,926 0,75 3 2 0,8 88,607 0,75 4 2,5 0,4 173,291 0,75 5 2,5 0,6 159,924 0,75 6 2,5 0,8 152,200 0,75 7 3 0,4 262,676 0,75 8 3 0,6 243,296 0,75 9 3 0,8 232,536 0,75
Gambar 13. Distribusi tegangan penampang melintang pada rasio H/h=3 dan r/h=0,6.
Gambar 14. Distribusi tegangan penampang melintang pada rasio H/h=3 dan r/h=0,8.
Gambar 15. Grafik distribusi tegangan sepanjang bagian atas model H/h=2.
## C. Distribusi Tegangan Sepanjang Model
Dari hasil analisis yang telah dilakukan dengan metode numerik, maka dapat ditampilkan penyebaran tegangan yang terjadi sepanjang model dalam bentuk sebuah grafik. Distribusi tegangan yang akan ditampilkan berada pada bagian atas sepanjang model. Distribusi tegangan yang ditampilkan hanya setengah dari panjang model dikarenakan bentuk model yang sama antara sisi kanan dan sisi kiri. Sumbu-x dari grafik ini adalah setengah dari panjang model dalam satuan milimeter (mm) atau sepanjang 150 mm dari ujung sisi model. Sumbu-y pada grafik ini adalah besarnya Tegangan dalam satuan MegaPascal (MPa). Nilai sumbu-x=0 pada grafik yang akan disajikan berada pada ujung sisi model.
Gambar 15 adalah distribusi tegangan yang terjadi sepanjang model H/h=2. Penyajian tegangan hanya setengah dari panjang model keseluruhan yaitu 150 mm dari ujung lebar grip dikarenakan bentuk yang sama antara sisi kanan dan sisi kiri pada model yang didesain. Terlihat pada Gambar 15 bahwa tren grafik antara radius fillet 12 mm, 18 mm, dan 24 mm mempunyai nilai yang relatif sama mulai dari sumbu- x= 0 mm sampai dengan sumbu-x= 70 mm. Titik ini merupakan perubahan lebar grip pada model. Dari titik ini, distribus tegangan naik sampai pada nilai sumbu-y tertinggi pada masing-masing model. Terlihat bahwa tren grafik pada radius 12 mm mempunyai kenaikan yang paling tajam dibandingkan dengan radius 18 mm dan radius 24 mm. Terlihat juga bahwa nilai tegangan tertinggi terhadap sumbu- x dan sumbu-y mempunyai titik yang berbeda untuk masing- masing model. Hal ini dikarenakan perbedaan radius fillet pada masing-masing model. Dari titik tegangan tertinggi, tren grafiknya mulai turun hingga mencapai nilai tegangan yang konstan. Nilai tegangan yang konstan ini merupakan tegangan nominal pada masing-masing model. Dapat dilihat
bahwa tegangan nominal sepanjang bagian atas untuk r/h=0,4, r/h=0,6, dan r/h=0,8 mempunyai nilai yang identik sama yaitu 70,684 MPa.
Gambar 16 adalah distribusi tegangan yang terjadi sepanjang model H/h=2,5. Penyajian tegangan hanya setengah dari panjang model keseluruhan yaitu 150mm dari ujung lebar grip dikarenakan bentuk yang sama antara sisi kanan dan sisi kiri pada model yang didesain. Terlihat pada Gambar 16 bahwa tren grafik antara radius fillet 9,6 mm, 14,4 mm, dan 19,6 mm mempunyai nilai yang relatif sama mulai dari sumbu-x= 0mm sampai dengan sumbu-x= 70 mm. Titik ini merupakan perubahan lebar grip pada model. Dari titik ini, distribus tegangan naik sampai pada nilai sumbu-y tertinggi pada masing-masing model. Terlihat bahwa tren grafik pada radius 9,6 mm mempunyai kenaikan yang paling tajam dibandingkan dengan radius 14,4 mm dan radius 19,2 mm. Terlihat juga bahwa nilai tegangan tertinggi terhadap sumbu- x dan sumbu-y mempunyai titik yang berbeda untuk masing- masing model. Hal ini dikarenakan perbedaan radius fillet pada masing-masing model. Dari titik tegangan tertinggi, tren grafiknya mulai turun hingga mencapai nilai tegangan yang konstan. Nilai tegangan yang konstan ini merupakan tegangan nominal pada masing-masing model. Dapat dilihat bahwa tegangan nominal sepanjang bagian atas untuk r/h=0,4, r/h=0,6, dan r/h=0,8 mempunyai nilai yang identik sama yaitu 120,681MPa.
Gambar 18 adalah distribusi tegangan yang terjadi sepanjang model H/h=3. Penyajian tegangan hanya setengah dari panjang model keseluruhan yaitu 150mm dari ujung lebar grip dikarenakan bentuk yang sama antara sisi kanan dan sisi kiri pada model yang didesain. Terlihat pada Gambar 18 bahwa tren grafik antara radius fillet 8mm, 12mm, dan 16mm mempunyai nilai yang relatif sama mulai dari sumbu- x= 0mm sampai dengan sumbu-x= 70 mm. Titik ini merupakan perubahan lebar grip pada model. Dari titik ini, distribusi tegangan naik sampai pada nilai sumbu-y tertinggi pada masing-masing model. Terlihat bahwa tren grafik pada radius 8mm mempunyai kenaikan yang paling tajam dibandingkan dengan radius 12mm dan radius 16mm. Terlihat juga bahwa nilai tegangan tertinggi terhadap sumbu- x dan sumbu-y mempunyai titik yang berbeda untuk masing- masing model. Hal ini dikarenakan perbedaan radius fillet pada masing-masing model. Dari titik tegangan tertinggi, tren grafiknya mulai turun hingga mencapai nilai tegangan yang konstan. Nilai tegangan yang konstan ini merupakan tegangan nominal pada masing-masing model. Dapat dilihat
Gambar 16. Grafik distribusi tegangan sepanjang bagian atas model H/h=2.5.
Gambar 17. Grafik distribusi tegangan sepanjang bagian atas model H/h=3.
Gambar 18. Grafik perbandingan nilai SCF terhadap r/h untuk setiap rasio H/h. 1,2 1,25 1,3 1,35 1,4 1,45 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 SC F r/h SCF Numerik H H H
bahwa tegangan nominal sepanjang bagian atas untuk r/h=0,4, r/h=0,6, dan r/h=0,8 mempunyai nilai yang identik sama yaitu 183,213 MPa. Dari hasil distribusi tegangan sepanjang model di atas dapat dilihat bahwa distribusi tegangan tertingi berada pada rasio H/h=3 untuk r/h yang sama. Sedangkan untuk H/h yang sama, distribusi tegangan tertinggi berada pada rasio r/h=0,4. Dari Sembilan model, dapat dilihat bahwa distribusi tegangan sepanjang model tertinggi berada pada model H/h=3 dengan r/h=0,4 atau radius fillet 8 mm. Tren grafik yang paling curam kenaikan tegangannya berada pada r/h=0,4 kemudian r/h=0,6 dengan kenaikan tegangan yang lebih landai, dan r/h=0,8 yang kenaikan tegangannya paling landai. Adapun tegangan pada bagian atas sepanjang model dapat dikatakan sama untuk rasio H/h yang sama.
## D. Faktor Konsentrasi Tegangan Pendekatan Numerik
Setelah tegangan maksimal dan tegangan nominal didapatkan melalui permodelan menggunakan metode numerik, maka data tersebut digunakan untuk menghitung Faktor Konsentrasi Tegangan. Hasil dari perhitungan numerik dapat berupa tegangan arah ataupun tegangan mises seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4 menunjukkan nilai tegangan maksimal maupun tegangan nominal yang dihasilkan pada beban 2000 N atau 2,7 KN tidak melebihi nilai dari yield stress material sehingga Faktor Konsentrasi Tegangan dapat dianalisa pada beban ini. Terlihat juga bahwa terdapat perbedaan antara tegangan maksimal yang dihasilkan antara tegangan arah sumbu-x dan tegangan mises memiliki sedikit perbedaan nilai. Perbedaan nilai terbesar berada pada rasio H/h=3 dengan r/h=0,4 yaitu sebesar 6,446 MPa. perbedaan nilai terkecil antara tegangan maksimal yang didapatkan berada pada rasio H/h=2 dengan r/h=0,8 yaitu sebesar 0,7334 MPa. Dari Tabel 4 dapat dilihat juga bahwa nilai tegangan nominal mempunyai nilai yang dapat dikatakan sama pada r/h=0,4, r/h=0,6, dan r/h=0,8 untuk H/h yang sama. Nilai tegangan nominal pada H/h=2 yaitu 70,68 MPa, pada H/h=2,5 sebesar 120,68 MPa, dan pada H/h=3 sebesar 183,21 MPa.
Gambar 17 menunjukkan grafik rasio H/h dimana sumbu- y dari grafik ini adalah nilai Faktor Konsentrasi Tegangan dan sumbu-x dari grafik ini adalah rasio perbandingan antara radius fillet terhadap lebar model (r/h). Dari ketiga grafik diatas dapat dilihat bahwa untuk rasio H/h yang sama maka nilai Faktor Konsentrasi Tegangan Terbesar berada pada r/h=0,4 dan nilai Faktor Konsentrasi Tegangan terkecil berada pada r/h=0,8. Terlihat pada Gambar 17 bahwa secara umum nilai SCF terbesar berada pada rasio H/h=3 dan r/h=0.4 yang berarti bahwa semakin kecil radius fillet
material , semakin besar nilai SCF-nya dan semakin besar perbandingan rasio lebar grip dan lebar model, semakin besar pula nilai SCF-nya (Tabel 5). Distribusi tegangan terbesar dari 9 model berada pada rasio H/h=3 radius 8 mm yang menghasilkan tegangan maksimal arah sumbu-x sebesar 262.676 Mpa dan tegangan nominal arah sumbu-x sebesar 183.213 Mpa. Distribusi Tegangan terkecildari 9 model berada pada rasio H/h=2 radius 24 mm yang menghasilkan tegangan maksimal arah sumbu-x sebesar 88,61 MPa dan tegangan nominal arah sumbu-x sebesar 70,681 MPa Sedangkan dari ketiga rasio H/h yaitu H/h=2, H/h=2.5, dan H/h=3 mempunyai tren grafik yang sama dimana nilai faktor konsentrasi tegangan yang terjadi mengalami penurunan seiring bertambahnya rasio radius fillet terhadap lebar model.
## V. KESIMPULAN
Setelah dilakukan analisis oleh penulis dapat disimpulkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Dari hasil perhitungan numerik didapatkan nilai SCF pada rasio H/h=2 yaitu 1.427 untuk r/h=0.4, 1.315 untuk r/h=0.6, dan 1.254 untuk r/h=0.8. Nilai SCF pada rasio H/h=2.5 yaitu 1.436 untuk r/h=0.4, 1.325 untuk r/h=0.6, dan 1.261 untuk r/h=0.8. Nilai SCF pada rasio H/h=3 yaitu 1.434 untuk r/h=0.4, 1.328 untuk r/h=0.6, dan 1.269 untuk r/h=0.8. (2) Dari hasil perhitungan pada pendekatan numerik menggunakan software berbasis elemen hingga dapat disimpulkan bahwa untuk rasio H/h yang sama, semakin besar rasio r/h maka semakin kecil Faktor Konsentrasi Teganggannya. (3) Dari Sembilan model, dapat dilihat bahwa distribusi tegangan sepanjang model tertinggi berada pada model H/h=3 dengan r/h=0,4 atau radius fillet 8 mm. Tren grafik yang paling curam kenaikan tegangannya berada pada r/h=0,4 kemudian r/h=0,6 dengan kenaikan tegangan yang lebih landai, dan r/h=0,8 yang kenaikan tegangannya paling landai. Adapun tegangan pada bagian atas sepanjang model dapat dikatakan sama untuk rasio H/h yang sama.
## DAFTAR PUSTAKA
[1] E. P. Popov and Z. Astamar, Mekanika Teknik (Mechanics of Material) , 2nd ed. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1984.
[2] D. L. Logan, A First Course in The Finite Element Method , 4th ed. United Stated of Amerika: CL Engineering, 2011.
[3] H. E. Davis, G. E. Troxell, and C. T. W. (Author), The Testing and Inspection of Engineering Materials , 3rd ed. New York: McGraw-Hill Book Company, 1964.
[4] W. D. Pilkey, D. F. Pilkey, and Z. Bi, Peterson’s Stress Concentration Factors . John Wiley & Sons, 2020.
[5] Biro Klasifikasi Indonesia, Rules for the Classification and Construction of Seagoing Steel Ships , 2nd ed. Jakarta: Biro Klasifikasi Indonesia, 2006.
Tabel 4.
Hasil perhitungan faktor konsentrasi tegangan dengan metode numerik
H/h r/h Smax (Sb-x) (MPa) S Max (MPa) S nominal (MPa) 2 0,4 100,89 102,36 70,6837 0,6 92,926 93,9796 70,6841 0,8 88,61 89,3434 70,6841 2,5 0,4 173,291 176,396 120,681 0,6 159,924 161,16 120,681 0,8 152,2 153,32 120,682 3 0,4 262,676 269,122 183,213 0,6 243,30 246,555 183,213 0,8 232,54 233,734 183,213
Tabel 5. Nilai faktor konsentrasi tegangan pada pendekatan numerik No. H/h r/h SCF 1 2 0,4 1,427345 2 2 0,6 1,314666 3 2 0,8 1,253561 4 2,5 0,4 1,435943 5 2,5 0,6 1,32518 6 2,5 0,8 1,261166 7 3 0,4 1,433719 8 3 0,6 1,327941 9 3 0,8 1,269211
|
be4a9fd9-1505-4b29-923c-2c2dc959c5df | https://jurnal.batan.go.id/index.php/urania/article/download/638/566 | (Usman Sudjadi, Tjipto Sujitno, Suprapto)
## PENELITIAN KEKERASAN PERMUKAAN PADA BAHAN
STAINLESS STEEL 316L YANG DIKERASKAN DENGAN ALAT
## RF-PLASMA NITROCARBURIZING
U. Sudjadi (1) , Tjipto Sujitno (2) , Suprapto (2)
1. Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir – BATAN
Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan 15314
2. Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan – BATAN
Jl. Babarsari Kotak Pos 6101 YKBB Yogyakarta 55281
E-mail: usmannunung@yahoo.com
(Naskah diterima tanggal: 05 April 2012, disetujui tanggal: 10 Mei 2012)
## ABSTRAK
PENELITIAN KEKERASAN PERMUKAAN PADA BAHAN STAINLESS STELL 316L YANG DIKERASKAN DENGAN ALAT RF-PLASMA NITROCARBURIZING . Kekerasan permukaan pada bahan Stainless Steel 316L yang dikeraskan dengan alat RF-plasma nitrocarburizing buatan BATAN telah diteliti. Beberapa sampel telah di- nitrocarburizing pada suhu 400 0 C selama (2-6) jam. Hasil pengujian menunjukkan bahwa, pada sampel awal kekerasan bahan SS 316L adalah 230,7 Kgf/mm 2 , setelah di- nitrocarburizing pada suhu 400 0 C selama 6 jam, kekerasan menjadi 299,4 Kgf/mm 2 . Selain itu kedalaman maximum atom-atom nitrogen dan carbon yang terdifusi kedalam bahan SS 316L adalah 73,1 mikrometer. Pengamatan strukturmikro menunjukkan bahwa pada sampel yang telah di- nitrocarburizing pada temperatur 400 0 C selama 6 jam terlihat jelas adanya lapisan atom-atom N dan C di dalam bahan SS 316L. Sampel awal dan yang di- nitrocarburizing 400 0 C (t= 6 jam) terdapat matrix yang sama yaitu δ -ferrite, pearlite.
Kata kunci: nitrocarburizing , RF- plasma , SS 316L, kekerasan, struktur mikro.
## ABSTRACT
## SURFACE
HARDENING OF STAINLESS STEEL 316L
WITH RF-PLASMA NITROCARBURIZING DEVICE. Surface hardening on stainless steel 316L with RF-plasma nitrocarburizing device made by BATAN have been investigated. Some samples was nitrocarburized at 400 0 C for 2-6 hours. The results show that the hardness of the untreated sample of SS 316L was 230,7 Kgf/mm 2 . The hardness increased up to 299,4 Kgf/mm 2 for nitrocarburizing at 400 0 C for 6 hours. Furthermore, the maximum depth of carbon and nitrogen atoms diffused in SS 316L was 73,1 micrometer. Microstructure observation shows that the sample that was nitrocarburized at 400 0 C for 6 hours produced a very clear image indicating N and C atoms layers in SS316L. The un-treated sample and the sample that was nitrocarburized at 400 0 C (t = 6 hours) have the same matrixes, i.e. δ -ferrite and pearlite.
Keywords: nitrocarburizing, RF- plasma, SS316L, hardness, microstructure.
## PENDAHULUAN
Dengan dana dari DIKTI dan RISTEK research group telah berhasil dibuat alat yang baru pertama kali di Indonesia yaitu alat Radio Frequency (RF) Plasma Nitrocarburizing. Kegunaan alat ini adalah untuk mengeraskan permukaan material pada seluruh komponen elemen mesin yang memerlukan ketahanan aus karena pada permukaan selalu bergesekan dengan komponen elemen mesin yang lain seperti bearing , poros, gear , piston, rel kereta api dan roda kereta api dan lain-lain. Alat ini dapat juga digunakan untuk mengeraskan permukaan komponen-komponen fasilitas nuklir maupun fasilitas nuclear reactor for research serta fasilitas PLTN. Komponen- komponen pada fasilitas nuklir dan PLTN yang harus dikeraskan permukaannya
(surface hardening) yaitu bahan conveyor di hot cell pada fasilitas uji pasca iradiasi ( PIE- facility ), bahan bearing pada turtbine- generator , bahan komponen pada pompa air pendingin pada nuclear reactor , bahan poros blower exhaust , bahan poros motor listrik, system hidrolik (mekanisme gerak) lifting device limbah dari hotcell 101 ke 102, plunger pada pneumatic/ hydraulic system , material dari hydraulic system , manipulator di hotcell dan lain sebagainya. Selain itu dapat juga untuk mengeraskan seluruh permukaan komponen di industri penerbangan dan perkapalan. Teknologi pengerasan permukaan ( surface hardening ) pada bahan telah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan mempergunakan beberapa technologies [1-7] . Technologies tersebut
melingkupi plasma nitriding dan nitrocarburizing , plasma
immersion implantation, ECR ion nitriding, RF-plasma nitriding dan nitrocarburizing, low pressure plasma assisted nitriding dan high current density ion beam nitriding [8] . Di Indonesia telah dibuat beberapa alat plasma nitriding seperti DC plasma nitriding ( maximum temperature hanya 500 0 C) di PTAPB- BATAN Yogyakarta dan alat nitrocarburizing temperatur tinggi di Fakultas Teknik
Metalurgi Universitas Indonesia. RF–plasma nitrocarburizing saat ini telah dikembangkan oleh research group , di PTAPB-Yogyakarta, dimana hasil penelitian dilaporkan dalam paper ini. Seperti diketahui bahwa baja SS 316L adalah baja yang banyak juga dipakai di instalasi fasilitas nuklir, instalasi
pengeboran minyak , pemipaan, bearing , piston, rel kereta api, beberapa komponen elemen mesin, pada alat transportasi dan lain-lain [9, 10] . Pada studi ini akan dilaporkan hasil penelitian surface hardening pada bahan SS316L pada temperatur 400 0 C selama (2-6) jam dengan menggunakan alat RF-plasma nitrocarburizing buatan research group sendiri.
## TATA KERJA
Sampel SS316L yang mempunyai dimensi (1x1x1) cm 2 dibersihkan dengan distillation water , aceton , kemudian sampel di- nitrocarburizing dengan alat RF-plasma nitrocarburizing buatan research group BATAN, pada temperatur 400 0 C, dengan waktu yang bervariasi antara (2-6) Jam. Sampel selanjutnya di- mounting , grinding , poleshing dan di- etching dengan HNO 3 (10 ml) + HCl (15 ml) + Acitic Acid (10 ml)
dan gliserin (5 tetes). Sampel diuji
kekerasan dengan kekerasan Vicker`s ,
diamati struktur mikro dengan SEM ( Scanning Electron Microscope ) atau optical microscope serta diuji komposisi kimia dengan EDS ( Energy Dispersiv X-ray Spectroscopy ).
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian tentang pengaruh nitrocarburizing terhadap sifat kekerasan, struktur mikro, komposisi kimia di matrix pada material stainless steel 316L dapat dilihat pada gambar, angka/nilai dan grafik/kurva di bawah ini. Pengamatan sifat mekanik kekerasan Vickers stainless steel 316L yang mendapat perlakuan pengerasan permukaan dengan alat
RF-plasma
(Usman Sudjadi, Tjipto Sujitno, Suprapto)
nitrocarburizing dilakukan dengan metode Vickers menggunakan beban 300 grf.
Pengujian pada stainless steel 316L
yang mendapat perlakuan RF-plasma nitrocarburizing dilakukan untuk masing- masing sampel dengan 5 titik pengujian untuk bagian tepi dari layer (lapisan) nitrocarburizing hingga base material (bagian tengah atau inti) dengan jarak antara jejakan 3 kali diagonal rata-rata. Nilai kekerasan Vickers dihitung menggunakan
persamaan berikut :
HV=1,854P/d 2
Dengan P adalah beban yang digunakan (Kgf), d adalah diagonal penjejakan rata-rata (mm).
Hasil uji kekerasan untuk sampel awal (0 jam) dan sesudah nitrocarburizing pada 400 0 C, selama 2 jam, 3 jam, 4 jam,
5 jam dan 6 jam, dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik hubungan antara waktu (Jam) versus HV (Kgf/mm 2 ).
Berdasarkan hasil uji kekerasan Vickers pada Gambar 1 dapat diketahui bahwa nilai kekerasan sampel stainless steel 316L awal 195 HV setelah mengalami perlakuan
RF-plasma
nitrocarburizing dengan waktu 2 jam adalah sebesar 230,7 kg/mm 2 , waktu 3 jam adalah sebesar 240,4 kg/mm 2 , waktu 4 jam adalah sebesar 251,8 kg/mm 2 , waktu 5 jam sebesar 266,3 kg/mm 2 dan pada waktu tertinggi 6 jam nilai kekerasan yang diperoleh adalah 299,4 kg/mm 2 . Dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa nilai kekerasan sampel pada permukaan setelah mengalami pengerasan permukaan dengan metode RF-plasma nitrocarburizing naik secara signifikan. Sementara pada inti material tetap
menunjukkan kekerasan yang relatif sama dengan sampel awal tanpa perlakuan. Tujuan pengerasan permukaan dengan metode ini berhasil untuk mendapatkan kekerasan yang lebih tinggi dari sampel stainless steel 316L awal tanpa perlakuan.
Struktur mikro sampel awal dapat dilihat dengan mikroskop optik. Foto struktur mikro pada sampel awal dilakukan dengan perbesaran 200 kali, pada foto struktur mikro menunjukkan warna terang adalah ferrite (δ) dan warna gelap adalah pearlite (α+Fe 3 C) . Pada sampel awal struktur ferrite lebih banyak dibandingkan dengan struktur pearlite karena struktur utamanya adalah ferrite .
Gambar 2. Struktur mikro Stainless Steel 316L tanpa perlakuan RF-Plasma Nitrocarburizing perbesaran 200X.
Gambar 3. Struktur mikro Stainless Steel 316L dengan perlakuan RF-Plasma Nitrocarburizing pada waktu 2 jam dan temperatur penahanan 400 °C perbesaran 200X.
ferrite pearlite -ferrite pearlite
(Usman Sudjadi, Tjipto Sujitno, Suprapto)
Gambar 4. Struktur mikro Stainless Steel 316L dengan perlakuan RF-Plasma Nitrocarburizing pada waktu 3 jam dan temperatur penahanan 400 °C perbesaran 200X.
Gambar 5. Struktur mikro Stainless Steel 316L dengan perlakuan RF-Plasma Nitrocarburizing pada waktu 4 jam dan temperatur penahanan 400 °C perbesaran 200X.
ferrite pearlite ferrite pearlite
Gambar 6. Struktur mikro Stainless Steel 316L dengan perlakuan RF-Plasma Nitrocarburizing pada waktu 5 jam dan temperatur penahanan 400 °C perbesaran 200X.
Gambar 7. Struktur mikro Stainless Steel 316L dengan perlakuan RF-Plasma Nitrocarburizing pada waktu 6 jam dan temperatur penahanan 400°C perbesaran 200X. Hasil pengujian struktur mikro dengan menggunakan mikroskop optik perbesaran 200 kali, dapat memperlihatkan adanya fasa-fasa
yang
terbentuk.
Berdasarkan diagram fasa, sampel stainless steel 316L awal dan yang mengalami perlakuan nitrocarburizing pada temperatur
400 0 C dan waktu 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam dan 6 jam mempunyai dua fasa yaitu ferrite ( ) , pearlite (α+Fe 3 C) [11-13] .
Nilai kedalaman nitrogen (N) dan karbon (C) yang terdifusi setelah mengalami perlakuan RF-plasma nitrocarburizing dapat dilihat pada Gambar 8.
pearlite
ferrite ferrite pearlite
(Usman Sudjadi, Tjipto Sujitno, Suprapto)
Gambar 8. Grafik hubungan antara waktu (Jam) versus kedalaman ( micrometer ) lapisan nitrogen (N) dan karbon (C) yang terdifusi.
Gambar 8 menunjukan nilai kedalaman lapisan nitrogen (N) dan karbon (C) yang terdifusi pada sampel stainless steel 316L
yang mengalami proses RF-plasma nitrocarburizing mengalami kenaikan.
Semakin tinggi temperatur perlakuan maka semakin tebal lapisan yang terbentuk. Hasil penelitian diperoleh kedalaman pada temperatur penahanan 400 C dengan waktu pemanasan maksimum selama 6 jam sebesar 73,1 µm.
Berdasarkan hasil uji kedalaman nitrogen (N) dan karbon (C) pada Gambar 8 dapat diketahui bahwa nilai kedalaman nitrogen (N) dan karbon (C) sampel stainless steel 316L mengalami perlakuan RF-plasma nitrocarburizing dengan waktu 2 jam adalah sebesar 6,3 µm, waktu 3 jam adalah sebesar 10,8 µm, waktu 4 jam adalah sebesar 35,0 µm, waktu 5 jam
sebesar 47,7 µm, dan pada waktu tertinggi 6 jam nilai kedalaman nitrogen (N) dan karbon (C) yang diperoleh adalah 73,1 µm. Dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa nilai kedalaman nitrogen (N) dan karbon (C) sampel stainless steel 316L pada permukaan setelah mengalami pengerasan permukaan dengan metode RF-plasma nitrocarburizing naik secara signifikan. Nilai kedalaman nitrogen (N) dan karbon (C) permukaan dengan metode ini berhasil untuk mendapatkan nilai kedalaman nitrogen (N) dan karbon (C) yang lebih tinggi dari sampel stainless steel 316L awal tanpa perlakuan. Hasil pengujian Scanning Electron Microscope (SEM) & Energy Dispersiv X-ray Spectroscopy (EDS) dapat dilihat pada gambar 9 sampai 12, dan grafik 13. Gambar 9 dan 11 adalah sampel awal. Gambar 10 dan 12 adalah sampel setelah di nitrocarburizing pada T= 400 0 C, t= 6 jam.
Gambar 9. Hasil foto SEM perbesaran 1000X sampel awal.
Gambar 10. Hasil foto SEM perbesaran 1000X pada waktu 6 jam.
Gambar 11. Grafik hasil uji EDS sampel awal yang diambil pada posisi 1.
(Usman Sudjadi, Tjipto Sujitno, Suprapto)
Gambar 12. Grafik hasil uji EDS pada waktu 6 jam yang diambil pada posisi 1.
## Konsentrasi [%]
Waktu [Jam]
Gambar 13. Grafik konsentrasi versus waktu (atas carbon, bawah nitrogen).
Dari hasil pengujian komposisi kimia menggunakan EDS ( Energy Dispersive Spectroscopy ) pada masing- masing sampel dapat diketahui persentasi karbon (C) dan nitrogen (N) yang terdifusi yaitu sampel dengan waktu 2 jam sebesar 13,23%, sampel dengan waktu 3 jam sebesar 14,15%, dan sampel dengan waktu 4 jam sebesar 9,51%, karbon (C). Sampel dengan waktu 5 jam karbon (C) yang terdifusi sebesar 8,03%. Sampel dengan waktu 6 jam karbon (C) yang terdifusi naik 15,78%. Unsur nitrogen (N) yang terdifusi yaitu: sampel dengan waktu 2 jam sebesar 0,83%, sampel dengan waktu 3 jam sebesar 0,83%, dan sampel dengan waktu 4 jam unsur nitrogen tidak terdeteksi. Sampel dengan waktu 5 jam nitrogen (N) yang terdifusi mengalami kenaikan menjadi 0,89%, kemudian pada sampel dengan waktu 6 jam nitrogen (N) yang terdifusi naik menjadi 1,28%. Data di atas terdapat kenaikan unsur nitrogen. Pada unsur karbon pada waktu 4 jam dan 5 jam mengalami penurunan karbon. Untuk mendapatkan data yang akurat sebaiknya ketika memakai alat EDS, mempergunakan metode spot untuk menembak x-ray ke matrik pada gambar SEM.
## SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
diantaranya yaitu: hasil pengujian kekerasan sampel menggunakaan metode Vickers dengan sampel sebelum dan sesudah mengalami proses nitrocarburizing dengan variasi waktu yang berbeda menunjukan peningkatan kekerasan sesuai dengan lamanya waktu proses. Semakin lama waktu maka kekerasannya semakin meningkat. Hasil pengujian struktur mikro dapat disimpulkan bahwa pada sampel awal tanpa mengalami proses nitrocarburizing dan sampel yang telah mengalami proses nitrocarburizing pada temperatur 400 o C sama-sama memiliki dua matriks, yaitu: pearlite dan δ -
ferrite . Hasil pengukuran kedalaman nitrocarburizing (kedalaman nitrogen dan karbon) dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu sampel mengalami proses nitrocarburizing maka semakin dalam nitrogen dan karbon yang terdifusi pada permukaan sampel. Hasil pengujian struktur mikro
dengan
menggunakan
SEM ( Scanning Electron Microscopy ) dapat disimpulkan bahwa hasil pengujian mikrostruktur menggunakan SEM ( Scanning
(Usman Sudjadi, Tjipto Sujitno, Suprapto)
Electron Microscopy ) dengan perbesaran
1000 kali pada sampel awal tanpa mengalami proses
nitrocarburizing dan sampel
yang mengalami
proses
nitrocarburizing pada temperatur 400 o C dengan variasi selang waktu 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam, dan 6 jam sama-sama memiliki dua matriks yaitu pearlite dan δ -ferrite . Hasil
pengujian komposisi kimia
dengan menggunakan EDS ( Energy Dispersive Spectroscopy ) terdapat kenaikan unsur nitrogen. Pada unsur karbon pada selang waktu 4 jam dan
5 jam mengalami penurunan karbon. Untuk mendapatkan data yang akurat sebaiknya ketika memakai alat EDS, mempergunakan metode spot untuk menembak x-ray ke matrik pada gambar SEM.
## DAFTAR PUSTAKA
[1]. Ramchandani, A., Dennis, JK., (1988), Heat Treat. Met.2,34.
[2]. Kliauge, A.M., Pohl, M., (1998), Coat Technol. 98, 1205.
[3]. Collins, G.A., Hutchinga, R., (1995), Surf. Coat. Technol, 74-75, 417.
[4]. Ensinger, W., (1998), Surf. Coat. Technol, 100-101, 341.
[5]. Spalvins, T and Kovacs, W., (1990), Ion Nitriding and Ion Carburizing, ASM International, Oihio.
[6]. Anonim, (1991), The Metallographic Laboratory Its Purpose, Fungtion And Design Buehler, AB Apparatus For Microstructural Analysis Waukegan Road – Lake Bluff, Illindis USA 60044.
Kamenichny, I., (1990), Heat Treatment, Moscow.
[7]. Wang Liang, (2003), Applied Surface Science, 211, 308-314.
[8]. Sudjadi, U., et al., (2010), Pengerasan Permukaan (surface Hardening) Material Dengan Technologi Plasma Diskrit Aplikasi Pada Komponen Fasilitas Nuklir Dan PLTN, research report, Bidang Iptek Nuklir, DIKTI- RISTEK-BATAN,No; 06545/KS 00 01/2009 dan No: 08/D.PSIPTN/K/PPK-IPKPP/II/2010,
riset Block Grant dan PKPP.
[9]. Pat L. M., (1994), The Principles of Material Selection for Engineering Design, Prentice Hall.
[10]. Sudjadi,U.; Kazumi Aoto, Yuji Nagae, Yoshihiko Sakamoto,
(2002), Observation of Microstructures of Ages SUS 304 By Using SEM and
EDAX, research report, Advanced
Material Department, Japan Nuclear Cycle Development Institute. [11]. Sudjadi, U., Kazumi Aoto, Yuji Nagae, Yoshihiko Sakamoto, (2002), Measurement of Leakage Magnetic Flux Density on Aged SUS 304 (NON- ETCHED) with a FG-Sensor, research report,
Advanced
material Department, Japan Nuclear Cycle Development Institute.
[12]. Sudjadi, U., Yuji Nagae, Yoshihiko Sakamoto, Kazumi Aoto, (2002), The Relationship Between The Magnetic Properties And The Microstructures of Aged SUS 304, research report, Advanced Material Department, Japan Nuclear Cycle Development Indtitute.
[13]. Kazumi Aoto, Sudjadi, U, Yuji Nagae,Yoshihiko Sakamoto, (2002), A Study on Magnetization and Microstructure in Aged Stainless Steel With/Whithout Stress, Forum Maintenology Vol 1 No 1: 37-43.
|
8697faec-0f3f-4872-bae7-8af4ca9d6d36 | https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/santhet/article/download/3771/2353 | Available online at https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/santhet DOI: 10.36526/js.v3i2.3771
Research Article e-ISSN: 2541-6130 p-ISSN: 2541-2523
## Millennial Social Space: The Lifestyle of Ngo-Coffee Shop (Nongky) Students in Banyuwangi (Case Study of Management Study Programme Students University 17 August 1945 Banyuwangi)
Ruang Sosial Milenial : Gaya Hidup Mahasiswa Ngo-Coffee Shop (Nongky) di Banyuwangi (Studi Kasus Mahasiswa Program Studi Manajemen Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi)
Muttafaqur Rohmah 1a (*)Rizki Nurfida Pambayun 2b , M. Iswahyudi 3c , Titis Sugiyantiningtyas 4d
1,2,3,4 Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi
a muttafaqur_rohmah@untag-banyuwangi.ac.id b rizkinurfida@untag-banyuwangi.ac.id c m.iswahyudi@untag-banyuwangi.ac.id d tyasninggunawan@untag-banyuwangi.ac.id
(*) Corresponding Author +62 812-4911-1565
How to Cite: Rohmah. (2024 ). Ruang Sosial Milenial: Gaya Hidup Mahasiswa Ngo-Coffee Shop (Nongky) di Banyuwangi (Studi Kasus Mahasiswa Program Studi Manajemen Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi) doi : 10.36526/js.v3i2.3771
## Abstract
Received: 18-04-2024 Revised : 11-04-2024 Accepted: 31-05-2024 Keywords: Setiap kata/frase dipisahkan oleh tanda koma The purpose of this research is to find out millennial social spaces, lifestyles, and coffee places in Banyuwangi Regency. The type of research uses qualitative. The research sample is students of the Management Study Program, 17 August 1945 Banyuwangi University. The results showed that millennial social spaces tend to follow current trends, namely by having coffee at coffee shops. The conclusion in this study is that social space focuses on conditions when students marung coffee or nongky with the aim of recharging, both body and soul power on the sidelines of their busy life as students.
## PENDAHULUAN
Tahun 2000-an adalah tahun berjayanya para milenial dengan segala daya dan upayanya untuk berkembang dan bertumbuh di tengah deru dan derasnya laju zaman. Milenial atau sering disebut generasi Y adalah sekelompok orang yang lahir setelah generasi X. Generasi milenial adalah generasi yang lahir ditahun 1980 sampai tahun 2000an (Sunarta, 2023). Sebutan milenial disematkan pada muda-mudi dalam rentang umur 20 – 40 tahun. Pada umur tersebut ada sedang bergairahnya rona-rona semangat jiwa dan raga. Dalam masa sedang ingin menunjuk dan ditunjuk. Posisi ini adalah posisi yang bisa dikatakan serba “ pakewuh ” jika tanpa “ kawruh ”. Maka, apa yang ditampilkan wajah-wajah milenial itu bisa hanya sekadar tampilan saja. Persoalan nongki dan ngopi misalnya, kadang kala mereka tidak memahami esensi kopi dan nongki pada sudut yang sesungguhnya. Sekadar ikut bergaya dan bergaul atau tidak ingin dianggap “ mundur ” maka mereka mengikuti pola dan arah yang sedang dikembangkan oleh tampilan-tampilan zaman pada era itu. Salah satunya era ngopi dan nongki.
Mahasiswa dan gaya hidupnya; nongki atau nongkrong di warung kopi di zaman milenial ini mengalami pergeseran dari pola marung di warkop menuju marung di coffee shop. Banyak pertimbangan mengenai pergeseran pola dan gaya hidup mahasiswa ini. Keinginan untuk sekadar bergaya, pasang instastory, numpang wifi, atau untuk bersenda gurau, dan ber-hahahihi dengan mahasiswa-mahasiswi lainnya. Konsep bentukan warung kopi yang naik kelas menjadi coffee shop sangat menjamur terutama di Banyuwangi. Dari bentukan konsep minimalis hingga serius serupa coffee shop di kota-kota besar atau luar negeri menjadi daya tarik tersendiri bagi mahasiswa dan mahasiswi. Nyaman dan berharga murah, serta yang paling penting instragamable menjadi
Available online at https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/santhet DOI: 10.36526/js.v3i2.3771
Research Article e-ISSN: 2541-6130 p-ISSN: 2541-2523
pertimbangan, khususnya bagai mahasiswi yang tidak lupa untuk selalu update media sosial mengabarkan kepada khalayak kegiatan ngopinya di coffee shop. Perubahan yang dapat dikategorikan cukup signifikan dalam budaya ngopi terlihat seiring berkembangnya cafe modern, yang menghadirkan inovasi dalam penyajian kopi, estetika, dan pengalaman pelanggan. Cafe modern dapat mempengaruhi bagaimana konsumen melihat cara minum kopi, dengan fokus pada kenyamanan, variasi menu, dan interaksi sosialnya (Rizqi et al., 2023).
Gaya hidup yang modern, gaya hidup hedon, dan gaya hidup mandiri dapat dilihat dari segi perubahan setiap mahasiswa, dari perilakunya, kebiasaannya, fashion yang digunakan, aktivitasnya, serta minat akan sesuatu (Hastuti et al., 2019). Gaya hidup mahasiswa sebagai pemilik tahta “kependidikan” yang tinggi dan maha (karena satu tingkat di atas siswa) menjadi menarik untuk dikaji secara. Secara umum kedudukan maha menempatkan mahasiswa yang rajin nongki dan dan ngopi adalah mahasiswa yang gaul. Sebab kegiatan nongki dan dan ngopi tidak melulu meminum segelas minuman berwarna hitam saja. Pemecahan kasus-kasus kemahasiswaan semacam tugas-tugas kuliah, revisi skripsi, atau permasalahan hati yang biasa digunjingkan oleh para mahasiswi, hingga mabar bersama atau kopdar melepas rindu untuk bertemu.
Kampus Untag Banyuwangi berlokasi di tengah kota. Dikelilingi banyak coffe shop dan mahasiswa cukup memilih lokasi-lokasi yang representatif menurutnya untuk melakukan aktivitas di luar kampus seperti yang telah disebutkan tadi. Beragam coffee shop di seputaran Kampus Untag mempunyai penggemarnya sendiri-sendiri. Rata-rata mahasiswa menghabiskan waktu jeda kuliah, di sela-sela kuliah, atau menyengaja memghabiskan waktu senggangnya untuk nongki. Hal tersebut yang menjadi alasan penulis untuk jauh lebih dalam mengkaji persoalan “ naik kelas dan gaya hidup mahasiswa” dalma ruang sosial milenial dalam hal ini sering disebut dengan kata nongky. Meski di sisi lain, beberapa mahasiswa bisa jadi tidak merasakan nikmatnya kopi di warung kopi seperti yang dirasakan oleh bapak-bapak atau orang tua sebelum mereka.
METODE Metode penelitian menggunakan metode kuantitaif. Pengambilan data menggunakan angket google form dengan 10 pertanyaan. Sampel penelitian adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi Program Studi Manajemen tahun akademik 2022/2023 sejumlah kurang lebih seratus orang. Analisis menggunakan hasil jawaban dari mahasiswa yang diakumulasikan menjadi sebuah temuan sesuai dengan masalah yang diangkat
## HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Ruang Sosial Milenial
Generasi milenial berperan dalam mewarnai ruang komunikasi dunia virtual (Nurdin, 2020). Identitas generasi milenial ditandai dengan generasi yang lahir antara tahun 1980 sampai 2005 yang memiliki kecenderungan pada orientasi nilai kebebasan dan keterbukaan (Črešnar & Jevšenak, 2019). Realitas ini terjadi karena dipengaruhi kepribadian mereka yang sejak lahir berkembang dalam lipatan teknologi informasi. Generasi milenial berkembang dalam lingkungan teknologi informasi berbasis internet dan sangat popular dengan penggunaan media sosial berbasis website (Jarrahi & Eshraghi, 2019).
Kepribadian generasi milenial ini membentuk pola komunikasi sosial di era industri 4.0 yang ditandai dengan adanya karakter kebebasan dalam berpendapat, keterbukaan dalam komunikasi, kesehariannya selalu menggunakan media online, memiliki kreativitas, inovatif, produktif, informatif, responsif, memiliki akun media sosial yang banyak, telpon android lebih diutamakan, dan komunikasi berbasis media digital (A. Said et al., 2018), menginginkan kemandirian, fleksibel, dan menginnginkan keseimbangan antara tantangan dengan hasil yang diharapkan (Meng et al., 2017). Namun sebaliknya, ada keterbatasan dalam komunikasi personal dengan lingkungan sekitarnya (R. A. Said et al., 2020).
Available online at https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/santhet DOI: 10.36526/js.v3i2.3771
Research Article e-ISSN: 2541-6130 p-ISSN: 2541-2523
Ruang mental berupa mindset dan pola pikir, sedangkan ruang sosial adalah ruang fisik atau nonfisik (virtual) yang merupakan media interaksi sosial dan dibentuk oleh tindakan sosial baik bersifat individual maupun kolektif. Sehingga bisa dinyatakan juga bahwa ruang sosial milenial adalah wadah dalam bejana raksasa yang bernama pergaulan tempat pembuktian juga pengakuan. Ruang sosial masyarakat muda Banyuwangi dalam studi kasus ini adalah mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi. Ruang-ruang mereka bergaul dan bersosial, difokuskan pada kondisi pada saat mereka marung kopi atau nongky . Beberapa menjawab suka ngopi, beberapa tidak. Beberapa pula menjawab ngopi dan nongki di sela waktu kuliah. Pada saat jeda kuliah atau usai kuliah. Pilihan-pilihan coffee shop di seputaran kampus menjadi tempat ngopi dan nongki sekaligus ngadem juga nunut wifi. Dan, rata-rata menjawab menghabiskan 20-30 ribu dalam satu kali ngopi dan nongki.
Gambar 1. Mahasiswa dan Ruang Sosial Mereka di Coffee Shop (dok: IG Indische 1931)
## Gaya Hidup Mahasiswa
Gaya hidup lebih dalam dicermati adalah cerminan secara keseluruhan pribadi orang perseorangan saat yang bersangkutan berinteraksi dengan lingkungan. Bisa pula dinyatakan bahwa gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang dinyatakan dalam kegiatan, minat, dan pendapatnya dalam membelanjakan uangnya dan cara mengalokasikan waktu. Gaya hidup juga mempunyai pengertian sebuah prinsip yang dipakai dan dijalani untuk memahami dan mengerti tingkah laku individu (baik diri sendiri maupun orang lain). Dalam hal ini, setiap tingkah laku individu membawa gaya hidupnya, baik yang serupa dengan lainnya ataupun yang berbeda. Gaya hidup melatarbelakangi sifat khas individu dan tiap orang memiliki gaya hidup sendiri-sendiri, walaupun memiliki tujuan yang sama yaitu superioritas (Yusuf, 2018).
Menurut Bourdieu dalam (Yusuf, 2018) gaya hidup seseorang dipahami sebagai hasil dari interaksi antara manusia sebagai subjek sekaligus objek dalam masyarakat. Hasil dari pemikiran sadar dan tak sadar yang terbentuk sepanjang sejarah hidupnya. Bourdieu menempatkan gaya hidup dalam sebuah rangkaian atau sebuah proses sosial panjang yang melibatkan modal, kondisi objektif, habitus, disposisi, praktik, gaya hidup, sistem tanda, dan struktur selera. Secara garis besar diambil garis lurus bahwa gaya hidup ini mempengaruhi orang per orang untuk menikmati jalinan kegiatan-kegiatan dalam hidupnya.
Perihal gaya hidup seorang mahasiswa tentu juga memiliki suatu gaya hidup yang di jalaninya, kalau di lihat dari gaya hidup mahasiswa metropolitan lebih memilih nongkrong di café (Umasangaji et al., 2023). Gaya hidup mahasiswa adalah segala riuh dan peluh di hari-hari yang penuh dengan tumpukan tugas. Dari satu dosen ke dosen lainnya. Dari satu jurnal ke jurnal lainnya. Dari satu penelitian ke penelitian lainnya. Dari sekedar ngopi, nongki, atau sekadar nunut wifi.
Available online at https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/santhet DOI: 10.36526/js.v3i2.3771
Research Article e-ISSN: 2541-6130 p-ISSN: 2541-2523
Gambar 2. Gaya Hidup Mahasiswa Nongki (dok: IG Toko Kopi Tetangga)
Gaya Hidup Mahasiswa di Banyuwangi Ngo-Coffee Shop ( Nongky ) atau Marung Kopi Mahasiswa seperti yang dikatakan seperti sebelumnya adalah pemilik tahta tertinggi pada dunia “wajib belajar” di Indonesia mempunyai tekanan-tekanan tertentu. Sebagai mahasiswa beberapa label melekat padanya. Antara lain tiga berikut ini. 1) Agent of Change sebagai pembawa perubahan dan perubahan itu sendiri dalam ilmu pengetahuan, gagasan, juga perbuatan. 2) Iron Stock, yang menggantikan generasi- generasi sebelumnya dengan hal-hal yang lebih baik dan berdaya guna. 3) Social Control, pengontrol kegiatan politik, ekonomi, laku lakon pemimpin dan pejabat pemerintahan pusat maupun daerah, dan sebagai 4) Moral Force yakni sebagai akademisi, insan cendekia yang membentuk jati diri dan moral bangsa seutuhnya.
Tak ayal di sela-sela kesibukannya sebagai anak maha, mereka perlu me-recharge, mengisi ulang daya, baik daya tubuh maupun jiwa. Cara mereka me-recharge agar kondisi kembali fresh salah satunya lewat ngopi dan nongki. Beberapa menunjukkan kegemaran mereka nongki di warung kopi, beberapa juga menunjukkan kesukaannya untuk ngopi dan nongki di coffee shop sekaligus healing dengan hawa dan suasana yang bisa membuat mereka kembali rileks.
Gambar 3. Pilhan Ngopi atau Nongki Mahasiswa Fakultas Ekonomi Program Studi Manajemen Marung Warung Kopi dan Coffee Shop di Banyuwangi
Cafe berasal dari kata Perancis yaitu cafe yang berarti coffee, sedangkan dalam bahasa Indonesia yaitu kopi atau coffee house dalam bahasa Indonesia adalah kedai kopi, istilah ini muncul pada abad ke-18 di Inggris (Krisnayana, 2020). Sedang, di Banyuwangi tercatat coffee shop kali pertama ada di D’Copiz yang berlokasi di samping pom bensin Karangente. Selain menyediakan kopi, di kafe ini pada malam-malam tertentu
Available online at https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/santhet DOI: 10.36526/js.v3i2.3771
Research Article e-ISSN: 2541-6130 p-ISSN: 2541-2523
menyajikan stand-up komedi yang pada masa-masa itu cukup berkembang. Ada juga kafe kemunir dengan konsep rumahan, menurut pengamatan penulis, pada awal tahun-tahun milenial, para mahasiwa tidak begitu dimanjakan oleh kafe-kafe di Banyuwangi, namun dua kafe tersebut memang menjadi pioneer kemunculan kafe-kafe di Banyuwangi yang sekarang seperti jamur di musim hujan.
Gambar 4. Mahasiswa Ngopi – Nongki di Kopi Tiam (dok: IG Kopi Tiam)
Marung berasal dari kata warung Warung kopi dan Coffee Shop punya penggemarnya sendiri- sendiri. Jika pada warung kopi didominasi oleh bapak-bapak, maka di coffee shop didominasi anak muda.
Meski berbeda konsep, tapi rasa yang terjalin pada warung kopi dan coffee shop adalah sama, yakni sama- sama nongki dan ngopi . Sebut saja Metronome Café, Kemunir, Uma Rasa, Oseng Deles, Indische, Kopi Story, Dely, Garasi Kopi, Zazito, Conato, SO Plus, Papan Kulo, Kopi Tiam, Omah Majapahit, Lohjinawi, Reneo Food and
Bavarege, Tamulang. Co, Cando Caffeine, Kopi Pinarak, D’Copiz, Talk, Dominance The Coffee, Wake -Up, Sumber Rezeki, Tilu, Steven Coffee, 88 Tea and Coffee, Kopi Jotos, Kopi Tetangga, Atap Langit, Hani Bani, Belikopi, Rihat Coffee, Sogok Ontong, Omico Coffee, dan lainnya. Kafe-kafe inilah yang menjadi jujugan dan sasaran mahasiswa fakultas ekonomi program studi manajemen khususnya pada studi kasus karya tulis ilmiah ini. Ditunjukkan dalam berikut ini yang merupakan hasil pengambilan data berupa pertanyaan yang diajukan, dengan pertanyaan: ngopi di mana . Pertanyaan ini dipilih untuk mendapatkan hasil yang valid dan sah mengenai lokasi kafe. Dan pilihan kafe-kafe mana saja yang sering dikunjungi mahasiswa.
Gambar 5. Mahasiswa dan Tempat Pilihan Ngopi – Nongki di Rihat Kopi (dok: IG Rihat Kopi)
Berdasarkan hasil pengambilan data, diketahu mahasiswa dalam studi kasus pada karya tulis ilmiah ini, yakni mahasiswa fakultas ekonomi program studi manajemen tahun akademik 2022/ 2023 lebih sering mengunjungi kafe atau coffee shop Sumber Rezeki dan Kopi Tiam. Menurut penelusuran dan wawancara penulis dengan beberapa barista yang bekerja di sana, bahwa SR dan KT adalah satu owner .
Available online at https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/santhet DOI: 10.36526/js.v3i2.3771
Research Article e-ISSN: 2541-6130 p-ISSN: 2541-2523
Gambar 6. Grafik Kafe-kafe di Banyuwangi jujugan mahasiswa (Mahasiswa Fakultas Ekonomi Program Studi Manajemen)
Sumber: dokumen pribadi
## PENUTUP
Ruang sosial masyarakat muda Banyuwangi dalam studi kasus ini adalah mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi. Ruang-ruang mereka bergaul dan bersosial, difokuskan pada kondisi pada saat mereka marung kopi atau nongky . Marung berasal dari kata warung Warung kopi dan Coffee Shop punya penggemarnya sendiri-sendiri. Jika pada warung kopi didominasi oleh bapak-bapak, maka di coffee shop didominasi anak muda. Meski berbeda konsep, tapi rasa yang terjalin pada warung kopi dan coffee shop adalah sama, yakni sama-sama nongki dan ngopi . Pada penelitian ini gaya hidup mahasiswa menitikberaktkan pada segala riuh dan peluh di hari-hari yang penuh dengan tumpukan tugas. Dari satu dosen ke dosen lainnya. Dari satu jurnal ke jurnal lainnya. Dari satu penelitian ke penelitian lainnya. Maka, sela-sela kesibukannya sebagai anak maha , mereka perlu me- recharge , mengisi ulang daya, baik daya tubuh maupun jiwa. Dan, hal inilah yang menjadikan ruang-ruang sosial mahasiswa tidak pernah bisa lepas dari istilah nongki dan nunut wifi.
Pengambilan data dan pencarian informan pada penelitian ini memang tidak mengalami hambatan dan masalah. Sebab, mencari informasi mengenai kafe-kafe juga pengunjungnya di Banyuwangi bukan hal yang sulit. Mencari informasi seputar mahasiswa dan kehidupannya juga bukan perkara sulit. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah etika penulis dalam hal ini penulis karya tulis ini juga penulis dan penelitian lainnya dalam mengatur dan memberikan pertanyaan-pertanyaan seputar hal-hal yang diteli dengan kalimat dan bahasa yang mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan makna atau penafsiran ganda dan kesalahpahaman. Demikian pula dengan data yang diambil, pastikan betul tingkat validitas atau kesahihannya. Cara penyajian data pada penelitian ini juga kurang maksimal, hasil pengambilan data tidak menyeluruh disampaikan pada bab pembahasan, meski pada bagian lampiran data-data tersebut tersaji secara lengkap. Tentu saja penelitian ini masih jauh dari sempurna, perlu perbaikan, penambahan, serta hal lainnya sebagai penyempurna. Dengan ini, dengan segala kerendahan hati penulis karya tulis ilmiah dengan judul Ruang Sosial Milenial Gaya Hidup Mahasiswa Ngo-Coffee Shop (Nongky) di Banyuwangi (Studi Kasus Mahasiswa Program Studi Manajemen Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi) memohon kritik dan saran untuk penyempurnaan dan perbaikan pada penelitian selanjutnya. Kritik dan saran membangun amat dibutuhkan penulis, tidak hanya
Available online at https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/santhet DOI: 10.36526/js.v3i2.3771
Research Article e-ISSN: 2541-6130 p-ISSN: 2541-2523
untuk penulis pada penelitian ini saja, tetapi bisa dijadikan bahan acuan untuk peneliti-peneliti lainnya yang akan melalukan penelitian serupa.
## DAFTAR PUSTAKA
Črešnar, R., & Jevšenak, S. (2019). The Millennials’ Effect: How Can Their Personal Values Shape the Future Business Environment of Industry 4.0? Naše Gospodarstvo/Our Economy , 65 (1), 57 – 65.
https://doi.org/10.2478/ngoe-2019-0005
Hastuti, S., Padmawati, M. Y., & Harsono. (2019). Literasi Ekonomi dan Gaya Hidup Mahasiswa. Seminar Nasional Pendidikan Pengembangan Kualitas Pembelajaran Era Generasi Milenial 2019 , 86 – 91. Jarrahi, M. H., & Eshraghi, A. (2019). Digital natives vs digital immigrants: A multidimensional view on interaction with social technologies in organizations. Journal of Enterprise Information Management ,
32 (6), 1051 – 1070. https://doi.org/10.1108/JEIM-04-2018-0071
Meng, J., Reber, B. H., & Rogers, H. (2017). Managing millennial communication professionals: Connecting generation attributes, leadership development, and employee engagement. Acta Prosperitatis , 8 (1), 68 – 83. Nurdin, A. (2020). Teori Komunikasi Interpersonal : Disertai Contoh Fenomena Praktis (1st ed.) . Jakarta : Kencana Prenadamedia Group.
Rizqi, N. Z. E., Wulandari, D. A., & Maharani, D. P. (2023). Revolusi Budaya Ngopi: Cafe Modern Sebagai Sarana Pengembalian Cara Ngopi Zaman Dulu. Jurnal Insan Pendidikan Dan Sosial Humaniora , 1 (4), 283 – 295. https://doi.org/10.59581/jipsoshum-widyakarya.v1i4.1791
Said, A., Budiati, I., Rahayu, T. R. B., & Raharjo (ed), A. P. (2018). Statistik Gender Tematik: Profil Generasi Milenial Indonesia . Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Said, R. A., Mohd Rashid, A. A., & Othman, M. A. (2020). Generation Z for job employment: Characteristic and expectation. . . International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences , 10 (3), 570 – 575. Sunarta, D. A. (2023). Kaum milenial di perkembangan ekonomi digital. Economic and Business Management International … , 5 (1), 9 – 16. https://doi.org/10.556442/eabmij.v5i01
Umasangaji, A., Louhenapessy, W. G., & Rehatta, G. (2023). Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Perilaku Konsumtif Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi Angkatan 2019-2020. Jurnal Jendela Pengetahuan , 16 (2), 164 – 173. https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/jp/article/view/10983 Yusuf, M. (2018). Gaya Hidup Mahasiswa. Studi Deskriptif Pada Mahasiswa Kos Dikeseluruhan Sumatra Kec.
Somba Opu Kab. Goa .
|
54887ef8-bdc8-41d9-8407-b77f1c6e3c72 | https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/mimbar/article/download/366/7 |
## Pendugaan Angka Kematian Bayi dengan Menggunakan Model Poisson Bayes Berhirarki Dua-Level
NUSAR HAJARISMAN 1 , KHAIRIL A.N. 2 , KUSMAN SADIK 3 , I GUSTI P. PURNABA 4
1 Program Studi Statistika, Universitas Islam Bandung, Jl Purnawarman 63, Bandung, Indonesia 2, 3 Departmen Statistika, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Bogor, Indonesia 4 Departmen Matematika, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Bogor, Indonesia email: 1 nusarhajarisman@yahoo.com, 2,3,4 khiril@yahoo.com
Abstract. Official institutions of national data providers such as the BPS-Statistics Indonesia is required to produce and present the statistical information, as neces- sary as a form of contributory BPS region in support of regional development policy and planning. There are survey conducted by BPS capability estimation techniques are still limited, due to the resulting estimators have not been able to directly as- sumed for small areas. In this article we propose the hierarchical Bayesian models, especially for count data which are Poisson distributed, in small area estimation prob- lem. The model was developed by combining concept of generalized linear model and Fay-Herriot model. The results of the development of this model is implemented to estimate the infant mortality rate in Bojonegoro district, East Java Province.
Keywords: Fay-Herriot model, Poisson distribution, infant mortality rate.
Abstrak. Lembaga resmi penyedia data nasional seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dituntut untuk memproduksi statistik dan menyajikannya sebagai informasi, sesuai kebutuhan daerah sebagai bentuk kontributif BPS dalam mendukung perencanaan dan kebijakan pembangunan daerah. Terdapat banyak kegiatan survey yang dilakukan oleh BPS dengan kemampuan teknik pendugaan yang masih terbatas, karena penduga yang dihasilkan belum mampu secara langsung menduga untuk area kecil. Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu metode pendugaan area kecil, khususnya untuk data yang berbentuk cacahan, yang mampu memenuhi ketersediaan statistik area kecil. Model yang diusulkan dalam makalah ini adalah model Bayes berhirarki untuk data cacahan yang bersebaran Poisson untuk menyelesaikan masalah pendugaan area kecil dengan cara memadukan konsep pemodelan linear terampat dengan model Fay- Herriot. Kemudian, hasil-hasil dari pengembangan model ini diimplementasikan untuk menduga angka kematian bayi level kecamatan di Kabupaten Bojonegoro, Provnsi Jawa Timur.
Kata Kunci: model Fay-Herriot, sebaran Poisson, angka kematian bayi.
## Pendahuluan
Masalah pendugaan area kecil ( small area estimation , SAE) dalam dua dekade terakhir ini mulai banyak diperhatikan oleh banyak kalangan peneliti. Hal ini mencerminkan perlunya untuk menghasilkan suatu penduga untuk area dengan otoritas lokal atau domain kecil. Kesulitan dalam menghasilkan suatu penduga seperti itu, terutama untuk area-area kecil, adalah ukuran contoh yang dicapai melalui rancangan survey tertentu untuk keperluan nasional adalah terlalu kecil sebagai penduga langsung ( direct estimator ) dengan presisi yang dapat diterima. Oleh karena itu perlu suatu penduga taklangsung ( indirect estimator ) yang
‘meminjam’ kekuatan informasi dari area-area sekitarnya yang dihubungkan melalui suatu pendekatan model.
Salah satu metode pendugaan area kecil yang berkembang saat ini adalah metode Bayes, khususnya model Bayes berhirarki. Metode Bayes berhirarki ini dapat diterapkan pada model campuran linear terampat ( generalized linear mixed models ) yang digunakan untuk menangani data kategorik, seperti data biner dan data cacahan. Pada dasarnya, Rao (2003) serta Jiang dan Lahiri (2006) telah membahas cukup banyak tentang penerapan model linear terampat ini pada pendugaan area kecil ini. Walaupun penerapan dari
pendekatan Bayes pada masalah pendugaan area kecil sudah mulai banyak berkembang, akan tetapi masih sedikit apabila dibandingkan dengan pendekatan klasik utama. Masalah pendugaan area kecil untuk data kategorik ini lebih banyak dikembangkan untuk data biner, padahal dalam prakteknya sering kali ditemui data survey yang berbentuk cacahan ( count data ).
Menurut Torelli dan Trevisani (2007) sekarang ini pembahasan mengenai spesifikasi model nonlinear yang tepat pada saat penduga area kecil diperlukan untuk peubah kategorik relatif masih sedikit. Penggunaan pendekatan hirarki Bayes yang saat ini masih terbatas, padahal pendekatan ini mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya yaitu: spesifikasi modelnya adalah langsung dan dapat digunakan untuk memodelkan berbagai sumber variasi yang berbeda, masalah inferensinya relatif lebih jelas dan komputasinya juga relatif lebih mudah dengan menggunakan teknik rantai Markov Monte Carlo (Markov chain Monte Carlo, MCMC).
Model alternatif untuk menduga angka kematian menurut peubah umur tertentu pada salah satu kategori penyakit kanker di Amerika Serikat juga telah dilakukan oleh Nandram, et al. (1999). Mereka menggunakan metode Bayes yang diterapkan pada empat jenis model yang berbeda. Masing-masing model itu mengasumsikan bahwa banyaknya yang mati pada area tertentu, dan kelompok umur tertentu adalah bersebaran Pois- son. Hasilnya menunjukkan bahwa model yang mereka usulkan mampu menangkap efek area kecil dan efek regional dengan baik, dan juga mampu mendeteksi korelasi spasial sisaannya, sehingga memudahkan proses pendugaan parameternya. Nandram, et al. (2000) juga melakukan pemodelan yang hampir sama dengan apa yang telah dilakukan sebelumnya, akan tetapi di sini modelnya diterapkan untuk menduga angka kematian menurut peubah umur tertentu pada salah satu kategori penyakit chronic obstructive pulmonary di Amerika Serikat.
Dalam artikel ini akan ditunjukkan implementasi dari konsep pemodelan linear terampat pada masalah pendugaan area kecil. Model yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah model regresi Poisson berhirarki dua-level dengan cara memadukan terminologi yang ada dalam model linear terampat dengan konsep metode Bayes berhirarki dua-level sedemikian rupa sehingga dapat diimplementasikan untuk menangani masalah pendugaan area kecil yang diwakili oleh model Fay-Herriot. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa salah satu permasalahan dalam pemodelan Bayes berhirarki adalah pemilihan sebaran prior. Apabila sebaran prior ini diketahui maka inferensi dapat dengan mudah dilakukan dengan cara meminimumkan galat pos-
terior, menghitung daerah kepekatan sebaran pos- terior yang lebih tinggi dimensinya, atau mengintegrasi parameter untuk menemukan sebaran prediktifnya.
Model Poisson Bayes berhirarki dua-level yang dikembangkan di sini menggunakan dua sebaran prior yang berbeda. Pertama , menggunakan sebaran prior gamma yang merupakan sebaran prior yang bersifat conjugate bagi sebaran Poisson. Dengan menggunakan sebaran prior yang bersifat conjugate ini akan memberikan kemudahan dalam penentuan sebaran posteriornya. Kedua, disini menggunakan sebaran prior yang bersifat non conjugate bagi sebaran Poisson, yaitu sebaran invers gamma. Penggunaan sebaran prior yang bersifat non con- jugate ini tentu saja akan memberikan kesulitan dalam menemukan sebaran posterior dalam bentuk persamaan tertutup. Namun masalah ini dapat diatasi melalui penerapan rantai Markov Monte Carlo yang akan menghasilkan sederet peubah acak yang mendekati sebaran posteriornya. Merujuk pada teori yang dikembangkan oleh Gelman (2006) bahwa sebaran prior invers gamma tersebut diklasifikasikan sebagai sebaran prior yang bersifat conditionally conjugate . Hasil-hasil dari pengembangan model dalam peneltian ini akan diaplikasikan untuk menduga angka kematian bayi (AKB) level kecamatan pada Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur.
## Model Regresi Poisson Bayes Berhirarki Dua-Level
Model regresi Poisson berhirarki telah banyak digunakan untuk menganalisis berbagai jenis data yang berbentuk cacahan. Kebanyakan analisis yang dilakukan untuk pemetaan penyakit (disease mapping) dimulai dengan proses penarikan contoh Poisson. Clayton dan Klador (1987) menggambarkan pendekatan Bayes empirik yang memperhatikan kemiripan spasial antar angka kematian penyakit tertentu. Sementara itu Ghosh et al. (2009) membandingkan metode Bayes empirik dan Bayes berhirarki, yang diaplikasikan pada masalah kesehatan untuk subpopulasi yang bersifat minoritas. Sementara itu, Breslow dan Clayton (1993) menggunakan model campuran lin- ear terampat untuk mempelajari masalah pemetaan penyakit ini. Sedangkan, Waller, et al.
(1997) mengusulkan model Bayes berhirarki spatio- temporal untuk memodelkan angka kematian re- gional menurut ruang dan waktu termasuk didalamnya interaksi antara ruang dan waktu itu sendiri.
Saat ini sudah mulai banyak penelitian mengenai penerapan model Bayes berhirarki untuk menangani masalah pendugaan area kecil ini. Torabi dan Rao (2008) mengembangkan masalah
pendugaan area kecil dua-level melalui penduga generalized regression (GREG). Sementara itu, You dan Chapman (2006) membahas tentang pendugaan area kecil untuk level area. Mereka mengembangkan model untuk memperoleh ragam penarikan contoh melalui pendekatan model Bayes berhirarki dengan algoritma Gibbs penarikan contoh. Penggunaan model Bayes berhirarki juga dilakukan oleh Souza et al. (2009) dalam rangka memprediksi populasi area kecil, dimana model yang dikembangkan dilakukan melalui model pertumbugan terstruktur secara spasial. Pengembangan model spasial yang dikombinasikan dengan model Bayes berhirarki untuk menangani masalah pendugaan area kecil juga dilakukan oleh You dan Zhou (2011). Hasil pengembangan model yang dilakukan oleh You dan Zhou (2011) ini diaplikasikan pada masalah data kesehatan.
Dalam makalah ini akan diusulkan pengembangan model regresi Poisson berhirarki yang pertama kali diusulkan oleh Christiansen dan Morris (1997), dimana model ini pada awalnya tidak dirancang untuk digunakan dalam masalah survey penarikan contoh. Sekali lagi, model ini dikembangkan dengan cara memadukan terminologi yang ada dalam model linear terampat dengan konsep metode Bayes, khususnya metode Bayes berhirarki, sedemikian rupa sehingga dapat diimplementasikan untuk menangani masalah pendugaan area kecil untuk data survey yang berbentuk data cacahan. Pengembangan model ini dimulai dengan mengasumsikan peubah acak yang diamati merupakan anggota dari keluarga eksponensial, sebagaimana yang muncul dalam konsep pemodelan linear terampat, bersyarat pada suatu parameter tertentu. Tujuan utama dari pengembangan model ini adalah membuat inferensi pada parameter tersebut yang juga dianggap sebagai peubah acak. Kemudian param- eter tersebut dimodelkan dengan menggunakan model Fay-Herriot sebagai model dasar dalam konsep pendugaan area kecil. Selanjutnya, perpaduan dari kedua model tersebut akan distandarkan sedemikian rupa sehingga mewakili suatu model dalam kerangka kerja metode Bayes yang pada akhirnya akan terbentuk model Pois- son Bayes berhirarki untuk menyelesaikan masalah dalam pendugaan area kecil.
Berikut ini pembahasan mengenai pengembangan model regresi Poisson Bayes berhirarki dua-level. Misalkan y ij menyatakan banyaknya peristiwa ‘sukses’ atau dalam hal ini banyaknya kejadian yang mati pada unit pengamatan ke- j untuk area ke- i , n i menyatakan populasi dalam area ke- i , serta menyatakan angka kematian unit pengamatan ke- j pada area ke- i , dimana (untuk i = 1, 2, …, m dan j = 1, 2, …, n i ), serta m menunjukkan banyak area kecil yang diamati. Dalam hal ini y ij adalah
peubah acak yang saling bebas dengan fungsi kepekatan peluang yang merupakan anggota dari keluarga eksponensial. Kemudian, fungsi kepekatan tersebut diparameterisasi terhadap parameter kanonik, , dan parameter skala , dimana dan diasumsikan diketahui.
Parameter kanonik akan dimodelkan dengan menggunakan model Fay-Herriot. Untuk merumuskan model regresi Poisson Bayes berhirarki dua-level dilakukan dengan cara menentukan level 1 dari model deskriptif yang menyatakan sebaran dari vektor data yang diamati,
dengan syarat pada parameter individu ; Pada level 2 terdapat dua sebaran prior yang dipertimbangkan, yaitu untuk menyatakan sebaran gamma untuk
dengan syarat pada
hyperparameter
dan level 2 untuk
menyatakan sebaran invers-gamma untuk dengan syarat pada hyperparameter .
Pada dasarnya akan sangat sulit untuk menghitung besaran yang sedang dikaji dalam masalah parametrik yang bersifat nonlinear, sehingga perlu dilakukan penyederhanaan pendekatan masalah komputasi yang biasa digunakan, misalnya seperti di dalam metode rantai Markov Monte Carlo. Di sini akan dibahas mengenai metode Bayes dengan sebaran prior dua-tahap yang akan menghasilkan sebaran pos- terior bagi dua buah hyperparameter . Perlu diketahui bahwa metode yang saat ini berkembang biasanya tidak memperoleh sebaran posterior bersyarat dalam bentuk persamaan tertutup yang mengakibatkan contoh Gibbs agak sulit untuk digunakan (Gelfand dan Smith, 1990). Untuk mengatasi masalah tersebut kemudian digunakan algoritma Metropolis-Hasting. Namun perlu dicatat bahwa jika sebaran bersyarat posterior tidak baku berbentuk log konkaf, maka penarikan contoh Gibb dapat digunakan melalui algoritma Gilks-Wild (Nandram, 2000). Lebih jauh, Nandram (2000) menyatakan bahwa sebaran posterior bersama bagi parameter yang diamati akan bersifat proper untuk sembarang model.
Dalam penelitian ini, masalah komputasi dilakukan sebagaimana yang diusulkan oleh Ghosh et al. (1998) mengenai penerapan model linear terampat pada pendugaan area kecil. Proses komputasi dilakukan pada m buah area lokal atau m strata. Misalkan menyatakan statistik cukup minimal (diskrit atau kontinu) yang berhubungan dengan unit ke- j dalam strata ke- i (
. Peubah acak diasumsikan sebagai peubah acak yang saling bebas yang merupakan anggota dari keluarga eksponensial. Dalam penelitian ini peubah acak respons yang diperhatikan adalah yang menyebar
Poisson
, dimana menurut McCullagh dan Nelder (1989) fungsi peluangnya dapat dituliskan dalam bentuk keluarga eksponensial sebagai berikut:
… (1)
Dalam hal ini parameter alamiah , = , , serta .
Hal ini menunjukkan bahwa sebaran Pois- son merupakan anggota dari keluarga eksponensial.
Untuk memudahkan mengkaitkan bentuk model keluarga eksponenial yang dituliskan dalam Persamaan (1) ke dalam masalah pemodelan Bayes berhirarki, maka fungsi kepekatan peluangnya dapat dituliskan lagi sebagai berikut:
… (2) dimana
.
Fungsi kepekatan yang diberikan dalam (5) diparameterisasi terhadap parameter kanonik dan parameter skala . Dalam hal ini parameter skala diasumsikan diketahui nilainya.
Parameter alamiah terlebih dahulu dimodelkan sebagai:
… (3) dimana h merupakan fungsi naik; x ik adalah vektor rancangan berukuran ( p ´ 1), adalah vektor koefisien regresi berukuran ( p x 1), u i merupakan efek acak, dan ik adalah galat. Di sini diasumsikan bahwa u i dan e ij adalah saling bebas dengan
dan .
Apabila diperhatikan lebih jauh, model yang diberikan dalam Persamaan (3) merupakan model Fay-Herriot yang dijadikan sebagai model dasar dalam pendugaan area kecil. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa model linear terampat dapat dihubungkan ke masalah pendugaan area kecil melalui hubungan antara model dalam Persamaan (2) dan (3). Apabila melihat lebih jauh persamaan yang dinyatakan dalam (2) dan (3) tidak membentuk model Bayes berhirarki. Akan tetapi model tersebut akan dibakukan sedemikian rupa sehingga mewakili suatu model dalam kerangka kerja metode Bayes sebagaimana yang telah dilakukan oleh Ghosh et al. (1998).
Model pertama yang dipertimbangkan dalam penelitian ini adalah model Poisson Bayes berhirarki, dimana parameter merupakan suatu parameter yang berkenaan dengan angka kematian ( mortality rate ) yang diasumsikan mengikuti sebaran gamma. Perlu diketahui bahwa parameter yang menyebar gamma ini merupakan level pertama dari model Bayes berhirarki dua- level, sedangkan level kedua dari hirarki ini terletak pada parameter gamma b yang bersebaran
hyperprior , dan parameter gamma b yang menyebar hyperprior , dimana n dan r masing- masing menunjukkan parameter dari sebaran hyperprior tersebut.
Model kedua yang dipertimbangkan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan sebaran prior untuk parameter t berdasarkan pada sebaran invers gamma atau , dengan meng- ambil nilai a dan b sama seperti pada model yang pertama, yaitu dengan mengambil nilai a = b = 0.002. Sedangkan prior untuk hyperparameter a dan b yang masing-masing juga mengikuti sebaran invers gamma.
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, dimana sumber data yang digunakan adalah data hasil survey yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistika (BPS), yaitu Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2010 dan Suvey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007. Adapun unit pengamatan yang dikaji dalam penelitian ini adalah level kecamatan yang ada di Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur.
Pokok-pokok atau komponen informasi yang dapat digali dari data Susenas 2007 adalah Keterangan Tempat; Keterangan Pokok Rumah Tangga; Keterangan Anggota Rumah Tangga; Keterangan Mortalitas Sejak Tahun 2004; Keterangan Perorangan Tentang Kesehatan Balita; Pendidikan; Ketenagakerjaan; Fertilitas dan KB; Keterangan Perumahan; Pengeluaran Rumah Tangga; Keterangan Sosial Ekonomi lainnya; sertaTeknologi dan Informasi. Sedangkan data SDKI khusus dirancang untuk mengumpulkan berbagai informasi mengenai tingkat kelahiran, mortalitas, prevalensi keluarga berencana dan kesehatan khususnya kesehatan reproduksi.
Tujuan umum penyelenggaraan SDKI adalah dalam rangka mengumpulkan informasi mengenai kesehatan ibu dan anak serta informasi mengenai kesehatan reproduksi, prevalensi KB, pengetahuan tentang AIDS dan IMS serta prevalensi imunisasi. Sesuai dengan jenis data atau informasi yang dikumpulkan, kuesioner yang digunakan mencakup kuesioner untuk pengumpulan data rumah tangga dan kuesioner untuk pengumpulan data perorangan.
## Tahapan Penelitian
Kegiatan utama dari penelitian ini mengimplementasikan model SAE melalui pendekatan Poisson Bayes berhirarki dua-level untuk menduga angka kematian bayi dan memprediksi jumlah kematian bayi untuk level kecamatan di Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur. Beberapa langkah yang akan dilalui pada tahap ini adalah eksplorasi data dan diagnostik model. Pertama, kegiatan utama dari eksplorasi data ini adalah melakukan uji kecocokan sebaran
Poisson dari peubah respons yang diamati, yaitu jumlah kematian bayi, serta pemilihan peubah tambahan ( auxilliary variable ) yang diperkirakan dapat digunakan untuk menduga angka kematian bayi. Pemilihan peubah tambahan ini akan menentukan kualitas pendugaan angka kematian bayi. Kedua, kegiatan utama dari diagnostik model ini adalah diagnostik kekonvergenan rantai Markov, serta diagnostik kecocokan model dengan cara menerapkan konsep pemodelan linear terampat dalam model Bayes berhirarki pada masalah pendugaan area kecil, termasuk didalamnya adalah melakukan analisis sisaan.
## Hasil dan Analisis
Target utama dari aplikasi pemodelan Bayes berhiraki dua-level dalam menangani masalah pendugaan area kecil ini adalah untuk memprediksi banyaknya bayi yang mati dan menduga angka kematian bayi level kecamatan di Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur. Model yang dipertimbangkan adalah model Poisson Bayes berhirarki dua-level dengan menggunakan sebaran prior gamma dan invers gamma. Kerangka kerja dari model yang dikembangkan dalam penelitian ini merupakan perpaduan konsep model linear terampat dan model Bayes berhirarki untuk menangani masalah pendugaan area kecil, dimana metode komputasi yang digunakan adalah melalui metode rantai Markov Monte Carlo. Dalam penelitian ini menggunakan dua buah peubah tambahan ( auxiliary variables ) ke dalam model,
yaitu peubah PSLN peubah yang menyatakan persentase persalinan yang ditolong bukan oleh tenaga kesehatan, atau lebih jelasnya adalah persentase ibu bersalin di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu, pertolongan persalinan yang bukan oleh tenaga profesional: dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu bidan, pembantu bidan dan perawat bidan; serta peubah PEND, yaitu peubah yang menyatakan nilai tengah pendidikan terakhir yang ditempuh oleh ibu (dihitung dalam tahun).
Hal pertama yang dikaji dalam aplikasi ini adalah diagnostik kekonvergenan rantai Markov. Kemudian melakukan diagnostik kecocokan model dengan cara menerapkan konsep pemodelan lin- ear terampat dalam model Bayes berhirarki pada masalah pendugaan area kecil, termasuk didalamnya adalah melakukan analisis sisaan; serta nilai prediksi untuk sebaran posterior, dimana ukuran statistik yang diamatinya adalah nilai tengah dan simpangan baku prediksi. Terakhir dilakukan kajian terhadap sifat-sifat dari penduga parameter model Poisson Bayes berhirarki, terutama yang berkaitan dengan ketidakbiasan dan akurasi dari penduga parameter yang diamati, termasuk didalamnya adalah galatbaku dari sebaran posteriornya.
Berdasarkan hasil diagnostik kekonvergenan untuk model Poisson Bayes berhirarki dengan menggunakan sebaran prior gamma belum sepenuhnya dikatakan konvergen, terutama yang berkaitan dengan parameter PEND (dilihat dari
## Tabel 1
## Diagnostik Kekonvergenan Rantai Markov melalui Statistik Uji Geweke untuk Data Level Kecamatan di Kabupaten Bojonegoro
Kriteria Gamma Invers Gamma Nilai tengah devians 142.16 124.44 Devians yang dievaluasi pada nilai 135.87 115.74 tengah posterior Kriteria Informasi Devians (KID) 139.015 128.14 Sisaan Bayes 10.4753 6.0755 MSPE 14.1339 12.7704 MAPE 2.7820 2.6374 Parameter Prior Gamma Prior Invers Gamma z Pr > |z| z Pr > |z| Konstanta 1.0445 0.2962 1.1690 0.2424 1 0.1772 0.8593 0.9580 0.3381 2 -2.0244 0.0429 -0.0081 0.9936 Tabel 2 Kriteria Informasi Devians dan Analisis Sisaan untuk Data Level Kecamatan di Kabupaten Bojonegoro
hasil statistik uji Geweke pada Tabel 1). Apabila belum mencapai kekonvergenan, biasanya periode burn-in perlu diperpanjang. Akan tetapi hal ini masih menyisakan porsi yang signifikan dari ruang yang dibangkitkan oleh sebaran posterior yang secara keseluruhan belum tereksplorasi. Sedangkan hasil diagnostik untuk setiap penduga parameter yang dihasilkan dari model dengan prior invers gamma sepenuhnya sudah mencapai kekonvergenan.
Terdapat tiga buah statistik yang digunakan untuk melakukan diagnostik kecocokan model, yaitu nilai tengah devians, devians yang dievaluasi pada nilai tengah posterior, serta kriteria informasi devians (KID). Sementara itu, untuk melakukan analisis sisaan juga digunakan tiga buah ukuran, yaitu sisasan Bayes, kuadrat tengah galat prediktif ( mean square predictive error , MSPE), serta absolut tengah galat prediktif ( mean absolute pre- dictive error , MAPE). Berdasarkan hasil dari diagnostik kecocokan model dan analisis sisaan yang disajikan pada Tabel 2 tampak bahwa model Poisson Bayes berhirarki dengan sebaran prior invers gamma memberikan berbagai ukuran statistik relatif lebih kecil dibandingkan dengan model dengan sebaran prior gamma. Berdasarkan hasil dari diagnostik kecocokan model dan analisis sisaan ini dapat dikatakan bahwa model Poisson Bayes berhirarki dengan prior gamma lebih cocok diaplikasikan untuk menduga angka kematian bayi level kecamatan di Kabupaten Bojonegoro dibandingkan model dengan prior invers gamma. Walaupun demikian kesimpulan ini masih bersifat relatif karena dari berbagai ukuran statistik yang dikaji menunjukkan performa yang tidak jauh berbeda.
Tabel 3 berisi tentang ringkasan statistik
untuk sebaran posterior (nilai tengah dan simpangan baku) berdasarkan sebaran prior gamma dan invers gamma untuk data level kecamatan Kabupaten Bojonegoro. Diketahui bahwa tanda dari setiap penduga parameter yang diamati untuk kedua model tersebut adalah sama. Sebagai ilustrasi, misalnya penduga untuk param- eter b 1 untuk model Poisson Bayes berhirarki dengan prior gamma dan invers gamma masing- masing adalah 0.3232 dan 1.6857, dimana keduanya bertanda positif. Parameter 1 ini berkaitan dengan peubah tambahan PSLN. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi persentase ibu yang bersalin yang ditolong oleh bukan tenaga profesional di kecamatan tersebut, maka banyaknya bayi yang mati atau angka kematian bayinya pun semakin tinggi. Sementara itu tanda dari penduga parameter b 2 yang dihasilkan dari kedua model itu juga adalah sama, yaitu sebesar -0.5109 dan -1.0153, keduanya bertanda negatif. Parameter b 2 adalah parameter yang berhubungan dengan peubah PEND. Hasil ini dapat dimaknai bahwa semakin tinggi atau semakin lama pendidikan yang ditempuh oleh seorang ibu maka angka kematian bayinya pada kecamatan tersebut juga semakin rendah.
Walaupun nilai dari penduga parameter yang dihasilkan dari model Poisson Bayes berhirarki dengan prior invers gamma lebih besar daripada model dengan prior gamma, akan tetapi keduanya memberikan nilai simpangan baku yang tidak jauh berbeda. Hasil tersebut didukung juga dari perhitungan mengenai rasio antara galat baku Monte Carlo (GBMC) dan simpangan baku poste- rior (SBP) untuk rantai Markov yang diperoleh dari sebaran prior invers gamma untuk setiap param- eter yang diamati relatif tidak jauh berbeda
Parameter Prior Gamma Prior Invers Gamma Nilai tengah Simpangan Baku Nilai tengah Simpangan Baku Konstanta 0.0934 32.4533 0.5477 31.9449 1 0.3232 32.0055 1.6857 31.7652 2 -0.5109 32.2932 -1.0153 31.5746 Tabel 3 Ringkasan Statistik untuk Sebaran Posterior Berdasarkan Sebaran Prior Gamma dan Invers Gamma untuk Data Level Kecamatan Kabupaten Bojonegoro
Tabel 4 Galat baku Monte Carlo dan Simpangan Baku Posterior untuk Data Level Kecamatan
Kabupaten Bojonegoro Parameter Sebaran Prior Gamma Sebaran Prior Invers Gamma GBMC SBP GBMC/SBP GBMC SBP GBMC/SBP Konstanta 1.2198 32.4533 0.0376 1.1130 31.9449 0.0348 1 1.0764 32.0055 0.0336 1.2095 31.7652 0.0381 2 1.1700 32.2932 0.0362 0.9876 31.5746 0.0313
dibandingkan dengan apa yang dihasilkan dari sebaran prior gamma, sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 4.
Perlu diketahui bahwa simpangan baku pos- terior (SBP) dan galat baku Monte Carlo (GBMC) merupakan dua konsep yang sangat berbeda. Dalam hal ini, SBP menggambarkan ketidakpastian dalam parameter, sedangkan GBMC hanya menggambarkan ketidakpastian dalam penduga parameter sebagai hasil dari simulasi rantai Markov Monte Carlo. Lebih jauh, SBP merupakan fungsi dari ukuran contoh dalam suatu gugus data, sedangkan GBMC merupakan fungsi dari banyaknya iterasi dalam proses simulasi rantai Markov Monte Carlo. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa penduga parameter yang diperoleh melalui prior gamma mempunyai derajat ketakbiasan dan akurasi yang relatif sama dengan penduga parameter yang diperoleh dari prior invers gamma pada saat diaplikasikan untuk menduga angka kematian bayi level kecamatan di Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur.
Apabila diperhatikan lebih jauh hasil prediksi banyaknya bayi yang mati untuk level kecamatan di Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur ini, model Poisson Bayes berhirarki dengan prior invers gamma cenderung memberikan hasil prediksi yang tidak jauh berbeda dengan banyaknya bayi yang mati di masing-masing kecamatan tersebut. Demikian juga halnya hasil pendugaan angka kematian bayi level kecamatan yang dihasilkan model tersebut cenderung tidak jauh berbeda dengan angka kematian bayi yang dihitung secara langsung. Sementara itu, hasil prediksi dan dugaan angka kematian bayi level kecamatan yang diperoleh dari model Poisson Bayes berhirarki dengan prior gamma cenderung lebih kecil dibandingkan dengan data aktualnya.
Sebagai gambaran angka kematian bayi untuk Kabupaten Bojonegoro pada Tahun 2008 adalah sebesar 7.36, sebagaimana yang dilaporkan dalam Laporan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2008 (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2008). Sementara itu, secara agregat hasil pendugaan angka kematian bayi level kabupaten menurut model Poisson Bayes berhirarki dengan prior invers gamma adalah sebesar 7.67, sedangkan hasil pendugaan AKB menurut model dengan prior gamma adalah sebesar 5.32. Hal ini menunjukkan bahwa model Poisson Bayes berhirarki dengan prior invers gamma memberikan dugaan pada AKB yang tidak jauh berbeda dengan apa yang dilaporkan dalam profil kesehatan Provinsi Jawa Timur tersebut, sedangkan model dengan prior gamma justru memberikan dugaan AKB yang jauh lebih kecil. Namun demikian, satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa AKB yang dimuat dalam Laporan Profil Kesehatan tersebut belum bisa menggambarkan AKB yang sebenarnya
di populasi.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah adanya beberapa hasil pendugaan AKB yang sepertinya tidak ‘masuk akal’. Sebagai contoh, misalnya hasil pendugaan AKB pada Kecamatan Kadewan menurut model Poisson Bayes berhirarki dengan prior gamma adalah sebesar 44.42. Padahal AKB yang dihitung dari data aktual adalah sebesar 0, karena pada kecamatan tersebut dilaporkan tidak ada bayi yang meninggal. Sementara itu, hasil pendugaan AKB menurut model Poisson Bayes berhirarki dengan prior inver gamma hanya memberikan dugaan sebesar 5.76. Hasil lain yang juga cukup menonjol adalah terjadi Kecamatan Sekar, dimana AKB menurut data aktual adalah sebesar 50.00, sedangkan menurut model dengan prior gamma dan invers gamma masing- masing adalah sebesar 26.45 dan 50.80. Sekali lagi, telah ditunjukkan bahwa model Poisson Bayes berhirarki dengan prior gamma memberikan dugaan AKB yang relatif jauh berbeda dengan AKB yang dihitung dari data aktual, sementara itu model dengan prior invers gamma relatif memberikan hasil dugaan AKB yang tidak jauh berbeda dengan data aktual.
Dalam aplikasi ini telah ditunjukkan hasil- hasil dari model Poisson Bayes berhirarki dua-level dengan menggunakan dua buah sebaran prior yang berbeda, yaitu prior gamma dan prior invers gamma untuk menduga angka kematian bayi level kecamatan di Kabupaten Bojonegoro. Secara umum performa model dugaan yang ditunjukkan oleh kedua sebaran prior tersebut adalah hampir sama. Telah ditunjukkan bahwa ringkasan statistik sebaran posterior (yang ditunjukkan melalui nilai tengah dan simpangan bakunya) yang berasal dari sebaran prior gamma maupun invers gamma memberikan hasil yang tidak jauh berbeda.
## Simpulan dan Saran
Hasil-hasil kajian yang telah dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa performa model Poisson Bayes berhirarki dua-level ini dengan menggunakan dua buah sebaran prior (sebaran prior gamma dan invers gamma) yang berbeda adalah tidak jauh berbeda. Beberapa kriteria yang digunakan untuk membandingkan kedua model tersebut adalah derajat akurasi model, derajat kekonvergenan rantai Markov, serta derajat kecocokan model. Ketepatan penggunaan model ini sangat bergantung pada berbagai kondisi, seperti ukuran area, ketersediaan peubah penjelas yang baik di tingkat area, akurasi dari penduga ragam sampling. Pengembangan dari model HB ini menjadi dimungkinkan karena ketersediaan perangkat lunak yang menyediakan fasilitas untuk melakukan simulasi MCMC, sehingga proses pendugaan model menjadi relatif lebih mudah. Permasalahan yang masih relevan untuk dibahas
adalah untuk melakukan inferensi terutama yang berkaitan dengan pemilihan spesifikasi model yang ‘terbaik’.
Dalam penelitian terdapat beberapa keterbatasan untuk dikaji lebih mendalam. Salah satu diantaranya adalah kemungkinan adanya data pencilan yang mungkin berpotensi sebagai data berpengaruh. Kemungkinan yang kedua adalah munculnya masalah heteroskedastisitas dalam data. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa dalam pemodelan linear terampat dimana peubah respons yang diamatinya adalah berbentuk data cacahan yang bersebaran Poisson, seringkali dihadapkan pada suatu masalah yang disebut dengan masalah overdispersion . Perlu diketahui bahwa peubah acak respons yang diamati dalam penelitian ini adalah peubah acak yang saling bebas yang bersebaran Poisson. Dalam prakteknya asumsi bahwa peubah acak ini adalah saling bebas, terutama dalam analisis data kategorik, seringkali tidak terpenuhi. Kemungkinan terjadinya kedua masalah tersebut dalam penelitian ini belum dikaji lebih mendalam. Oleh karena itu, perlu kiranya dilakukan kajian yang mendalam tentang bagaimana mengatasi masalah data pencilan dapat dilakukan dengan cara membentuk suatu model Poisson Bayes berhirarki yang bersifat ro- bust .
## Daftar Pustaka
Breslow, N.E., dan Clayton, D.G. (1993) “Approxi- mate Inference in Generalized Linear Mixed Models.” Journal of the American Statistical Association , 88, 9-25
Christiansen, C. L. and Morris, C. N. (1997). “Hi- erarchical Poisson regression modeling.” Jour- nal of the American Statistical Association , 92, 618-632.
Clayton, D. and Kaldor, J. (1987). “Empirical Bayes estimates of age-standardized relative risks for use in disease mapping.” Biometrics , 43, 671-681.
Datta, G.S., Rao, J.N.K., and Smith, D.D. (2005).
“On Measuring The Variability of Small Area Estimators Under a Basic Area Level Model.” Biometrika , 92, 183-196.
Fay, R.E., dan Herriot, R. (1979). “Estimates of In- come for Small Places: An Application of James-Stein Procedures to Cencus Data.” Journal of the American Statistical Associa- tion , 74, 269-277.
Gelfand, A.E., dan Smith, A.F.M. (1990). “Sampling- Based Approaches to Calculating Marginal Densities.” Journal of the American Statistical Association , 85, 398-409.
Gelman, A. (2006). “Prior distributions for vari- ance parameters in hierarchical models.” Bayesian Analysis , 1, 515-533.
Ghosh, M., Natarajan, K., Stroud, T.W.F., and Carlin, B.P. (1998). “Generalized Linear Models for Small Area Estimation.” Journal of the Ameri- can Statistical Association , 93, 273-282.
Jiang, J. dan Lahiri, P. (2001). “Empirical Best Pre- diction For Small Area Inference With Binary Data.” Ann. Inst. Statist. Math , 53, 217-243.
McCullah, P. dan Nelder, J.A. (1989) Generalized Linear Models . Second Edition. London: Chapman and Hall.
Nandram, B. (2000). “Bayesian generalized linear models for inference about small area.” In: Dey, D.K., Ghosh, S.K., and Mallick, B.K. (Eds.) Generalized Linear Models: A Bayesian Per- spective . New York: Marcel Dekker, pp. 91- 114.
Nandram, B., Sendransk, J., and Pickle, L. (1999). “Bayesian Analysis of Mortality Rates For U.S. Health Service Areas.” Sankhya: The Indian Journal of Statistics , 61, 146-165.
Nandram, B., Sendransk, J., and Pickle, L.W. (2000). “Bayesian Analysis and Mapping of Mortality Rates for Chronic Obstructive Pul- monary Disease.” Journal of the American Sta- tistical Association , 95, 1110-1118. Rao, J.N.K. (2003) Small Area Estimation . New York: Wiley.
Souza, D.F., Moura, F.A.S., dan Migon, H.S. (2009) “Small area population prediction via hierar- chical models.” Survey Methodology , 35, 203- 214.
Torabi, M. dan Rao, J.N.K. (2008) Small area esti- mation under a two-level model. Survey Meth- odology , 34, 11-17.
Trevisani M, and Torelli, N. (2007). Hierarchical Bayesian models for small area estimation with count data . Working Paper: Dipartimento di Scienze Economiche e Statistiche, Università degli Studi di Trieste, Trieste, Italy.
Waller, L., Carlin, Â., Xia, H., and Gelfand, A. (1997). “Hierarchical spatio-temporal mapping of dis- ease rates.” Journal of the American Statisti- cal Association , 92, 607-617.
You, Y. dan Chapman, B. (2006) “Small Area Esti- mation Using Area Level Models and Estimated Penarikan contoh Variances.” Survey Method- ology , 32, 97-103.
You, Y. dan Zhou, Q.M. (2011) “Hierarchical Bayes small area estimation under a spatial model with application to health survey data.” Sur- vey Methodology , 37, 25-37.
|
85551481-d6f6-4e93-be73-9201457355e8 | https://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/jifp/article/download/21915/6850 |
## JIFP
(Jurnal Ilmu Fisika dan Pembelajarannya) http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/jifp/index Vol. 6, No. 2, DESEMBER 2022, 49 - 56
ISSN (print): 2614-7467
Keefektifan Pembuatan RPP Inovatif, Media dan Weblog Pembelajaran guna meningkatkan Kualitas Pembelajaran di Pondok Pesantren Darussalam
The Effectiveness of Making Innovative RPP, Media and Learning Weblogs to improve the Quality of Learning in Darussalam Islamic Boarding School
Muhammad Jhoni 1* , Suhadi 2 ,
1,2 Pendidikan Studi, UIN Raden Fatah, Palembang, Indonesia
Email: mjhoni@radenfatah.ac.id
## ABSTRAK
Tujuan dari program pengabdian ini adalah mendampingi para guru madrasah di pondok pesantren Darussalam dalam pembuatan RPP Inovatif, Media Pembelajaran, dan Web blog. Metode yang digunakan adalah Participatory Action Research (PAR), yang mana semua pihak yang relevan dilibatkan secara aktif, dalam menganalisis tahapan-tahapan kegiatan yang sedang berlangsung guna melakukan perubahan perubahan yang lebih baik lagi. Berdasarkan hasil pengabdian didapatkan hasil bahwa rata-rata sikap guru sebesar 6,38 untuk pembuatan weblog, rata-rata sebesar 7,54 untuk PPT, dan rata-rata 6,97 untuk RPP yang masing-masing termasuk dalam kategori baik; sebesar 86% dari 37 orang peserta mampu membuat weblog, PPT, dan RPP; Masing-masing sekolah membuat weblog sekolah resmi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kegiatan PKM ini memberikan dampak yang baik bagi guru madrasah di Pondok Pesantren Darussalam.
Kata Kunci: RPP; weblog; pembelajaran; media pembelajaran
## ABSTRACT
This service program aims to assist madrasah teachers at Darussalam Islamic boarding schools in making Innovative RPP, Learning Media, and Web blogs. The method used is Participatory Action Research (PAR), where all relevant parties are actively involved, in analyzing the stages of ongoing activities to make changes for the better. Based on the results of the service, it was found that the average teacher attitude was 6.38 for weblog creation, an average of 7.54 for PPT, and an average of 6.97 for RPP, each of which was included in the good category; 86% of 37 participants were able to create weblogs, PPT, and RPP; Each school creates an official school weblog. Thus, it can be concluded that this PKM activity has a good impact on madrasah teachers at Darussalam Islamic Boarding School.
Keyword: RPP; weblogs; Learning; Learning Media
## PENDAHULUAN
Era revolusi industri 4.0 merupakan era yang hampir semua aktivitas manusia sudah berbasis digital/internet yang dapat mengubah pola pikir manusia, pola hidup, dan cara berinteraksi sosial manusia, yang dapat membawa dampak yang luas bagi semua lini kehidupan bangsa (Carvalho, Chaim, Cazarini, & Gerolamo, 2020; Kuo, Shyu, & Ding, 2019; Liao et al., 2017;
Mourtzis, Vlachou, Dimitrakopoulos, &
Zogopoulos, 2020). Era ini menimbulkan dampak yang positif maupun negatif dalam berbagai bidang kehidupan. Misalnya bidang ekonomi, sosial, agama, politik dsbnya, tak terkecuali bidang pendidikan islam.
Dunia pendidikan Islam dituntut untuk beradaptasi terhadap fenomena disruption ini. Banyak tuntutan, tantangan dan kebutuhan baru yang belum ada sebelumnya. Salah satu
## JIFP
(Jurnal Ilmu Fisika dan Pembelajarannya) http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/jifp/index Vol. 6, No. 2, DESEMBER 2022, 49 - 56
ISSN (print): 2614-7467
contohnya adalah Perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru dituntut untuk senantiasa memperbaharui keilmuannya sesuai dengan zaman Revolusi industri 4.0 (Kumar et al., 2019). Semua aktivitas guru, sudah banyak yang mengembangkan media pembelajaran berbasis digital (Graube & Mammes, 2017). Penguasaan kompetensi ICT tersebut termasuk ke dalam kurikulum KKNI level 6 (Gudeva, Mitrev, Janevik, & Boev, 2012; Yusuf, Samsura, & Yuwono, 2020). Kompetensi guru terbagi menjadi 4 kelompok, kelompok pertama pengetahuan profesional, kedua keterampilan, ketiga aspek sosial, dan keempat adalah aspek sikap/afektif/akhlak yang dibutuhkan dalam guru melaksanakan tugas mengajar secara profesional (Almerich, Orellana, Suárez-Rodríguez, & Díaz-García, 2016;
Jianping & Tongji, 2015; Svensson & Baelo, 2015; Uerz, Volman, & Kral, 2020).
Pada Umumnya guru di pedesaan minim akan informasi tentang pemanfaatan ICT dalam pembelajaran, pengetahuan tentang model, metode, dan pendekatan dalam pembelajaran, serta pembuatan RPP yang inovatif. Kompetensi- kompetensi tersebut sudah semestinya di update bagi para guru. Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki seorang guru dan dapat diaplikasikan dalam pembelajaran yang vital dibutuhkan untuk proses pembelajaran dengan profesional sehingga menciptakan kondisi belajar yang efektif dan menyenangkan (Jhoni, 2017; Plöger et al., 2019).
Berdasarkan wawancara dengan wakil kurikulum pada ketiga madrasah (subyek dampingan), isu aktual yang dihadapi guru yaitu kurang optimalnya guru dalam memanfaatkan internet sebagai sarana pembelajaran dan publikasi madrasah. Lalu, guru kurang bisa menggunakan fasilitas madrasah yang ada seperti proyektor yang dapat membantu dalam kegiatan pembelajaran. Selanjutnya, RPP yang dibuat oleh guru sudah cukup baik akan tetapi ada beberapa yang masih perlu diperbaiki. RPP
yang dirancang dengan baik akan menjadikan proses pembelajaran berjalan dengan baik sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Seluruh persoalan di atas merupakan permasalahan yang dihadapi madrasah- madrasah secara umum. Dalam pengabdian ini, madrasah sebagai subyek dampingan adalah MI Assalam, MTS Assalam dan MA Assalam. Ketiga madrasah saat ini berada di Pondok Pesantren Modern Darussalam Kabupaten Lahat Sumatera Selatan. Berdasarkan pembicaraan dengan ketiga madrasah, maka persoalan prioritas yang akan ditangani pada program pengabdian berbasis Lembaga ini adalah permasalahan- permasalahan yang hanya dimiliki oleh para guru subjek dampingan yaitu guru belum mampu memanfaatkan internet secara optimal untuk pembuatan weblog pembelajaran maupun weblog madrasah; guru belum dapat membuat presentasi yang menarik dalam
pembelajarannya; guru belum memahami pembuatan Rencana Pelaksanaa Pembelajaran (RPP) yang inovatif sesuai dengan kurikulum 2013.
## METODE PENELITIAN
Metode yang akan digunakan adalah Participatory Action Research (PAR), yang mana semua pihak yang relevan dilibatkan secara aktif, dalam menganalisis tahapan-tahapan kegiatan
## JIFP
(Jurnal Ilmu Fisika dan Pembelajarannya) http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/jifp/index Vol. 6, No. 2, DESEMBER 2022, 49 - 56
ISSN (print): 2614-7467
yang sedang berlangsung guna melakukan perubahan-perubahan yang lebih baik lagi (Cherniack et al., 2016; Furbish, Bailey, & Trought, 2016; Kennedy, 2020; Suwantip & Witthayawirasak, 2020)
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan Pengabdian ini bekerja sama dengan Pondok Pesantren Darussalam, sebagai subjek dampingannya adalah MI, MTS dan MA Darussalam. Tim pelaksana kegiatan terdiri dari 2 orang dosen pelaksana dan 4 orang mahasiswa. Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan November 2019 dan selesai pada bulan Juni 2020. Tujuh tahapan dalam kegiatan pengabdian masyarakat berbasis riset ini yaitu persiapan kegiatan, sosialisasi kegiatan, workshop, penugasan, progress check, finishing produk, dan refleksi kegiatan.
## Tahap Persiapan Kegiatan
Pada tahap persiapan kegiatan pengabdian dilakukan dengan berkoordinasi dengan anggota tim lainnya pada bulan November 2019. Koordinasi meliputi jadwal kunjungan ke madrasah dan agenda apa saja yang akan dibicarakan dengan subjek dampingan. Setelah persiapan cukup matang, tim pelaksana berkunjung ke subjek dampingan pertama, kedua dan ketiga guna melakukan koordinasi kegiatan pengabdian. Hasil dari koordinasi dengan ketiga subjek dampingan disepakati bahwa kegiatan sosialisasi dilaksanakan pada bulan Januari 2019. Ketiga subjek dampingan mempersiapkan peserta, ruangan, dan sound system untuk kegiatan sosialisasi tersebut. Tahap Sosialisasi Kegiatan
Tahap sosialisasi dilaksanakan di aula pondok pesantren Darussalam yang pesertanya para guru, staf, dan laboran. Sosialisasi ini pada bulan Januari 2020 dengan metode ceramah dan
tanya jawab. Peserta yang hadir sebanyak 43 orang guru.
Pada tahap sosialisasi ini, tim pelaksana memberikan informasi berupa gambaran tentang kegiatan Pengabdian Masyarakat berbasis
Lembaga 2020 ini, tujuan kegiatan, manfaat kegiatan dan target yang akan dicapai oleh masing-masing peserta. Peserta juga diberikan informasi tentang: 1) Pentingnya media
pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar di kelas; 2) pengenal internet dan mesin pencari serta pengenalan email; dan 3) prinsip penyusunan RPP. Selain itu, tim pelaksana juga memberikan informasi bahwa kegiatan workshop akan dilaksanakan pada bulan Januari 2020 selama tiga hari.
## Tahap Workshop
Tahap workshop dilaksanakan pada bulan Februari 2020 yang bertempat di Laboratorium Komputer Pondok Pesantren Darussalam.
Rincian Jumlah peserta yang hadir adalah 37 peserta pembuatan weblog, 37 peserta pembuatan media pembelajaran, dan 37 peserta pembuatan RPP inovatif. Kegiatan workshop dilaksanakan selama tiga hari pada tanggal 26,27, dan 28 Februari 2020.
Workshop sesi pertama adalah pendampingan pembuatan weblog bagi guru- guru dan madrasah. Pelaksanaan sesi ini pada tanggal 26 Februari 2020. Adapun jumlah peserta yang hadir sebanyak 37 peserta. Workshop sesi kedua dilaksanakan pada tanggal 27 Februari 2020. Materi workshopnya tentang praktek pembuatan media pembelajaran berbasis powerpoint. Adapun jumlah peserta yang hadir sebanyak 37 peserta. Workshop sesi ketiga dilaksanakan pada tanggal 28 Februari 2020 yang dihadiri oleh 37 peserta. Peserta membawa laptop masing-masing untuk praktek langsung saat workshop. Materi yang disampaikan pada saat workshop yaitu praktek penyusunan RPP kurikulum 2013. Adapun jadwal acara/kegiatan workshop ada pada lampiran.
## JIFP
(Jurnal Ilmu Fisika dan Pembelajarannya) http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/jifp/index Vol. 6, No. 2, DESEMBER 2022, 49 - 56
ISSN (print): 2614-7467
Nilai rata-rata sikap guru terhadap pembuatan weblog, media, dan RPP dapat dihitung dan dibandingkan. Berikut perbandingan nilai rata-rata sikap guru terhadap pembuatan weblog, media, dan RPP yang ditunjukkan pada gambar
2.
Gambar 2 . Perbandingan Nilai Rerata Sikap Guru Berdasarkan gambar 18 di atas, nilai rerata ketiga angket di atas yaitu: (1) sikap guru terhadap pembuatan weblog sebesar 6,38 dengan kategori baik; (2) sikap guru terhadap pembuatan media pembelajaran berbasis powerpoint sebesar 7,54 dengan kategori baik; dan (3) sikap guru terhadap pembuatan RPP sebesar 6,97
dengan kategori baik. Kesimpulannya bahwa nilai rerata tertinggi yaitu pada sikap guru terhadap pembuatan media pembelajaran berbasis powerpoint dan nilai rerata terendah yaitu pada sikap guru terhadap pembuatan weblog. Artinya sebagian besar guru lebih familiar dengan powerpoint dibandingkan dengan weblog. Namun kenyataannya, walaupun guru sudah familiar dengan powerpoint, guru jarang membuat powerpoint dan tidak menggunakan media pembelajaran berbasis powerpoint pada saat kegiatan mengajar di kelas. Beberapa foto kegiatan workshop dapat berikut ini:
Gambar 3. Kegiatan workshop pertama pada
kedua mitra
## Tahap Penugasan
Tahap penugasan pembuatan weblog, media pembelajaran berbasis powerpoint, dan RPP kegiatan PKM dilakukan pada minggu kedua dan ketiga maret 2020 2020. Pada tahap penugasan, guru belajar dan membuat sendiri RPP kurikulum 2013, media pembelajaran berbasis powerpoint, dan weblog di rumah. Akan tetapi, pada tahap penugasan ini mengalami kendala dan tidak berjalan sesuai dengan harapan. Diketahui bahwa pada awal Maret 2020 hanya sebagai kecil guru yang membuat produknya di rumah. Berdasarkan wawancara dengan guru bahwa kegiatan ini tidak efektif disebabkan karena dua hal. Pertama, guru belum begitu paham dengan penyusunan RPP, pembuatan media pembelajaran, dan weblog. Kedua, pada bulan Maret padatnya dengan kegiatan sekolah dan jadwal proses pembelajaran. Hal ini berpengaruh pada tahap penugasan pembuatan weblog, media pembelajaran berbasis powerpoint, dan RPP. Sehingga berdasarkan pembicaraan dengan kepala madrasah, untuk mengatasi permasalahan tersebut, tim pengabdian
mengefektifkan pendampingan kepada peserta
## JIFP
(Jurnal Ilmu Fisika dan Pembelajarannya) http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/jifp/index Vol. 6, No. 2, DESEMBER 2022, 49 - 56
ISSN (print): 2614-7467
secara virtual (Whatsapp) dan pada akhir Maret 2020 dilakukan tahap progress check.
Gambar 4 . Tahap Penugasan
## Tahap Progres Check
Tahap progress check kegiatan pengabdian dilakukan pada tanggal 21 Maret 2020. Tahap progress check produk dilaksanakan dengan jadwal yang cukup padat di sekolah masing- masing setelah libur panjang. Berdasarkan pembicaraan tim pelaksana dengan kedua mitra maka disepakati bahwa tahap progress check juga diikuti dengan bimbingan langsung kepada guru-guru untuk membuat RPP, pembuatan media pembelajaran, dan weblog. Adapun hasil dari kegiatan ini tujuannya agar guru mampu membuat RPP kurikulum 2013, pembuatan media pembelajaran, dan weblog melalui pembelajaran langsung. Semua tim baik dosen pelaksana dan mahasiswa pelaksana secara bergantian langsung membimbing dan memberi arahan kepada peserta untuk membuat RPP kurikulum 2013, media pembelajaran, dan weblog. Foto-foto kegiatan pada tahap progresss check seperti yang terlihat pada gambar 5 berikut.
Gambar 5 . Tahap Progress check penugasan
## Tahap Finishing Produk
Tahap finishing produk telah dilaksanakan April 2020. Karena Pandemik Covid 19 telah mulai melanda Palembang maka Pada tahap ini kebanyakan dilakukan secara virtual (whatsapp group dan
telepon). Peserta sudah mengumpulkan media pembelajaran berbasis powerpoint, RPP kurikulum 2013, dan alamat weblog masing-masing, serta alamat weblog sekolah. Berikut data jumlah peserta yang telah membuat produk sampai dengan akhir 2020 seperti yang ditunjukkan tabel 3.
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui data jumlah guru yang telah membuat atau mengumpulkan produk. Sebanyak 32 orang dari 37 peserta telah membuat atau mengumpulkan produk pada Awal Mei 2020 sedangkan 5 orang lainnya tidak mengumpulkan produk.
Berdasarkan gambar 17 di atas, sebanyak 86% peserta telah membuat atau mengumpulkan produk pada akhir Agustus 2020 sedangkan 14% lainnya tidak mengumpulkan produk. Pada awalnya jumlah peserta seluruhnya sebanyak 43 orang. Namun, yang bisa hadir hanya 37 orang. Sehingga, total seluruh peserta menjadi 37 orang.
## JIFP
(Jurnal Ilmu Fisika dan Pembelajarannya) http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/jifp/index Vol. 6, No. 2, DESEMBER 2022, 49 - 56
ISSN (print): 2614-7467
Tabel 1. Data Produk pada Akhir Agustus 2020 No. Jenis Produk Jumlah Peserta Membuat Produk Skor (%) 1. Weblog 32 86 2. Media PPT 32 86 3. RPP 32 86
## Tahap Refleksi dan Penutupan Kegiatan
Tahap Refleksi dan penutupan di Aula Yayasan Darussalam Pondok
Pesantren Darussalam. Refleksi dilakukan dengan cara diskusi antara pelaksana kegiatan pengabdian masyarakat berbasis riset, kepala madrasah, dan guru-guru peserta kegiatan. Kepala madrasah menyampaikan bahwa kegiatan ini sangat bermanfaat bagi pengembangan keterampilan guru. Pada tahun ajaran berikutnya, sekolah akan menerapkan kurikulum 2013 karena Departemen Agama telah menghimbau seluruh MI yang ada harus menggunakan kurikulum 2013. Dalam kurikulum 2013 juga harus mengintegrasikan TIK dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, melalui kegiatan ini guru sudah mendapatkan bekal pemahaman dan keterampilan dalam menghadapi kurikulum 2013. Guru sudah mampu membuat RPP kurikulum 2013 dan guru sudah mampu membuat media pembelajaran berbasis powerpoint yang selanjutnya akan digunakan dalam pembelajaran.
Weblog guru yang telah dibuat bisa menjadi media dalam menyampaikan informasi dan publikasi tulisan kepada masyarakat demikian juga dengan weblog sekolah. Oleh karena itu, kegiatan ini sangat bermanfaat dan memberikan dampak yang baik bagi kemampuan guru.
## KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat diketahui data yaitu rata-rata sikap guru sebesar 6,38 untuk pembuatan weblog, rata-rata sebesar
7,54 untuk PPT, dan rata-rata 6,97 untuk RPP yang masing-masing termasuk dalam kategori baik; sebesar 86% dari 37 orang peserta mampu membuat weblog, PPT, dan RPP; masing-masing sekolah membuat weblog sekolah resmi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kegiatan ini memberikan dampak yang baik bagi guru madrasah di Pondok Pesantren.
## UCAPAN TERIMA KASIH
Kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kementerian agama RI melalui skema Pendanaan Penelitian dan pengabdian kepada masyarakat Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang 2020 atas dukungan dan pendanaan yang diberikan.
## DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, S., Pantow, J. T., & Koagouw, F. V. (2015). Peran Media Online Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Smk Negeri 1 Manado. JURNAL ACTA DIURNA, 4(4).
Almerich, G., Orellana, N., Suárez-Rodríguez, J., & DíazGarcía, I. (2016). Teachers’ information
and communication
technology competences: A structural approach. Computers & Education, 100,
110 –125.
https://doi.org/10.1016/j.compedu.2016. 05.002
Carvalho, N., Chaim, O., Cazarini, E., &
Gerolamo, M. (2020). Manufacturing in the fourth industrial revolution: A positive prospect in Sustainable Manufacturing. Procedia Manufacturing, 21, 671 – 678. https://doi.org/10.1016/j.promfg.2020.02. 170
Cherniack, M., Dussetschleger, J., Dugan, A., Farr, D., Namazi, S., El Ghaziri, M., & Henning, R. (2016). Participatory action
## JIFP
(Jurnal Ilmu Fisika dan Pembelajarannya) http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/jifp/index Vol. 6, No. 2, DESEMBER 2022, 49 - 56
ISSN (print): 2614-7467
research in corrections: The HITEC 2 program. Applied Ergonomics, 53, 169 –
180.
https://doi.org/10.1016/j.apergo.2015.09. 011 Elpira, N., & Ghufron, A. (2015). PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA POWERPOINT TERHADAP MINAT DAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD. Jurnal Inovasi Teknologi Pendidikan, 2(1), 94 –104.
https://doi.org/10.21831/tp.v2i1.5207
Fajarwati, S. K., Susilo, H., & Indriwati, S. E. (2017). Pengaruh Project Based Learning Berbantuan Multimedia terhadap Keterampilan Memecahkan Masalah dan Hasil Belajar Psikomotor
Siswa Kelas XI SMA. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan Pengembangan, 2(3), 315 –321.
Furbish, D. S., Bailey, R., & Trought, D. (2016).
Using participatory action research to study the implementation of Career Development Benchmarks at a New Zealand university. International Journal for Educational and Vocational Guidance, 16(1), 153 –167. https://doi.org/10.1007/s10775-015- 9295-5
Graube, G., & Mammes, I. (2017). Industry
Involvement in Technology Education. In M. J. de Vries (Ed.), Handbook of Technology Education (pp. 1 –14).
https://doi.org/10.1007/978-3-319- 38889-2_60-1
Gudeva, L. K., Mitrev, S., Janevik, E. I., & Boev,
B. (2012). Implementation of National Qualification Framework for Higher
Education in Republic of Macedonia. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 46, 2556 –2560. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.05. 521
Jhoni, M. (2017). Studi ketercapaian KKNI guru fisika dan refleksinya dalam pembelajaran berbasis creative skill. Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains, 5(1). https://doi.org/10.21831/jpms.v5i1.13539
Jianping, Z., & Tongji, L. (2015). Subject Specific Didactical Competence of VTE Teachers from the Perspective of Studies on Teacher Thinking. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 204, 247 –253. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.08. 147
Kabupaten Lahat. (2019). In Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. Retrieved
from
https://id.wikipedia.org/w/index.php?title =Kabupaten_L ahat&oldid=15194729 Kennedy, H. (2020). How adults change from facilitating youth participatory action research: Process and outcomes. Children and Youth Services Review, 94, 298 – 305. https://doi.org/10.1016/j.childyouth.2020. 10.010 Kumar, K., Zindani, D., & Davim, J. P. (2019). Requirements of Education and Qualification. In K. Kumar, D. Zindani, &
J. P. Davim, Industry 4.0 (pp. 27 – 33).
https://doi.org/10.1007/978-981-13- 8165-2_3
Kuo, C.-C., Shyu, J. Z., & Ding, K. (2019).
Industrial revitalization via industry 4.0 – A comparative policy analysis among China, Germany and the USA. Global Transitions, 1, 3 –14.
https://doi.org/10.1016/j.glt.2020.12.001 Liao, Y., Ramos, L. F. P., Saturno, M.,
Deschamps, F., de Freitas Rocha Loures, E., & Szejka, A. L. (2017). The
Role of Interoperability in The Fourth Industrial Revolution Era. IFAC- PapersOnLine, 50(1), 12434 – 12439.
## JIFP
(Jurnal Ilmu Fisika dan Pembelajarannya) http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/jifp/index Vol. 6, No. 2, DESEMBER 2022, 49 - 56
ISSN (print): 2614-7467
https://doi.org/10.1016/j.ifacol.2017.08.1 248 Mourtzis, D., Vlachou, E., Dimitrakopoulos, G., & Zogopoulos, V. (2020). Cyber- Physical Systems and Education 4.0 –The Teaching Factory 4.0 Concept. Procedia Manufacturing, 23, 129 –134. https://doi.org/10.1016/j.promfg.2020.04. 005
Plöger, W., Scholl, D., Schüle, C., & Seifert, A.
(2019). Development of trainee teachers’
analytical competence in their induction phase – A longitudinal study comparing science and non-science teachers. Teaching and Teacher Education, 85, 215 –225.
https://doi.org/10.1016/j.tate.2019.06.01 8
|
db5990e0-37e6-4bd3-9149-ffd1105e3f72 | https://e-journal.unair.ac.id/JFK/article/download/43529/28888 |
## ORIGINAL ARTICLE
## Profil Pengetahuan dan Efektivitas Penggunaan Aromaterapi untuk Mengurangi Stres pada Masyarakat Usia Produktif
Alika Sabrina Mahalaksmi 1 , Adila Nofiandita 1 , Athaya Putri Rania 1 , Farah Kusuma Wardhani Novian 1 , Fatikha Rahma Agustina, Hayyuni Assyfa'ul Fahima 1 , Naura Zahra Khairunnisa 1 , Qalby Malalesa Yaumil Asri 1 , Tsabitha Al Fawwas 1 , Yusniar Dwi Fa’jri 1 , Yuni Priyandani 2 *
1 Mahasiswa Program Studi Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga
2 Departemen Farmasi Praktis, Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga Gedung Nanizar Zaman Joenoes Kampus C, Jl. Ir. Soekarno, Surabaya 60115, Indonesia
*E-mail : yuni-p@ff.unair.ac.id https://orcid.org/0000-0002-6023-9326 (Y. Priyandani)
## ABSTRAK
Stres merupakan segala jenis perubahan yang menyebabkan ketegangan fisik, emosional, atau psikologis. Aromaterapi merupakan salah satu terapi komplementer yang digunakan sebagai alternatif untuk merelaksasi tubuh serta membantu mengurangi stres dan kecemasan yang dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang. Penelitian ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa penggunaan aromaterapi mampu membantu mengurangi stres pada seseorang di usia produktif. Data penelitian ini diperoleh melalui kuesioner online ( Google Form) menggunakan metode accidental sampling . Kuesioner diuji validitas rupa dan isi pada 15 responden yang telah memenuhi kriteria inklusi sebelum digunakan untuk mengambil data. Uji validitas konstruk serta reliabilitas dengan menggunakan data dari 110 responden dinyatakan semua item pertanyaan valid serta reliabel. Populasi penelitian ini adalah penduduk usia produktif di Surabaya. Kriteria inklusi sampel penelitian ini yaitu berusia produktif (usia 15-64 tahun), bersedia mengisi kuesioner, dan berdomisili di Surabaya. Metode skoring yang digunakan berupa empat opsi jawaban, dengan 4 skor yang berbeda. Aromaterapi dinyatakan efektif untuk menurunkan stres apabila total skor 26-40 dan tidak efektif apabila total skor 10-25. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa aromaterapi dapat menjadi pengobatan alternatif dan komplementer untuk mengurangi stres ringan, terbukti dari 85 responden yang menggunakan aromaterapi, 78 responden (91,78%) menyatakan aromaterapi berperan efektif, sedangkan pada 7 responden lainnya (8,24%) menyatakan aromaterapi tidak efektif untuk mengurangi stres. Sementara itu, tingkat pengetahuan terkait kemampuan aromaterapi untuk mengurangi stres pada 25 responden yang tidak pernah menggunakan aromaterapi, sebanyak 9 responden (36%) memiliki tingkat pengetahuan yang baik, 5 responden (20%) tingkat pengetahuannya cukup, dan 11 responden (44%) tingkat pengetahuannya kurang. Oleh sebab itu, diperlukan adanya promosi kesehatan kepada masyarakat mengenai aromaterapi sebagai pengobatan alternatif dan terapi komplementer dalam mengurangi stres.
Kata kunci : Aromaterapi, terapi komplementer, pengobatan alternatif, stres, insomnia.
## ABSTRACT
Stress is any kind of change that causes physical, emotional or psychological strain. Aromatherapy is one of the complementary therapies used as an alternative treatment to relax the body and influence emotional regulation, reduce stress and anxiety that can affect a person's sleep quality. This research was conducted to show that the use of aromatherapy is able to control anxiety and stress in a person at a productive age. Data of this research was obtained through an online questionnaire (Google Form) using the accidental sampling method. The questionnaire was tested for face and content validities on 15 respondents who met the inclusion criteria before being used to collect data. Construct validity and reliability using data from 110 respondents stated that all question items were valid and reliable. The population of this study was Surabaya residents and aged 15-64 years (productive age). The inclusion criteria for this research sample were being of productive age (aged 15-64 years), willing to fill out a questionnaire, and domiciled in Surabaya. The total number of respondents was 110. The scoring method used four answer options, with 4 different scores. Aromatherapy was declared effective for reducing stress if the total score was 26-40 and ineffective if the total score was 10-25. The results of this study stated that aromatherapy was an alternative and complementary treatment to reduce mild stress, as evidenced by the 85 respondents who used aromatherapy, 78 respondents (91.78%) stated that aromatherapy played an effective role, while 7 other respondents (8.24%) stated that aromatherapy was not effective for reducing stress. Meanwhile, the level of knowledge related to the ability of aromatherapy to reduce stress in 25 respondents who had never used aromatherapy, 9 respondents (36%) had a good level of knowledge, 5 respondents (20%) had a sufficient level of knowledge, and 11 respondents (44%) had a poor level of knowledge. Therefore, there is a need for health promotion to the community regarding aromatherapy as an alternative treatment and complementary therapy in reducing stress.
Keywords : Aromatherapy, complementary therapy, alternative medicine, stress, insomnia.
## PENDAHULUAN
Pada umumnya, setiap orang pernah merasakan stres sampai ke tingkat tertentu. Stres dapat didefinisikan sebagai segala jenis perubahan yang menyebabkan ketegangan baik dari aspek fisik, emosional, maupun psikologis (Priyoto, 2014). Stres merupakan respon tubuh terhadap situasi tertentu baik intrinsik (dari dalam tubuh) maupun ekstrinsik (dari luar tubuh) (Yaribeygi et al ., 2017).
Berdasarkan hasil Survei Skor Kesejahteraan 360° (2021), secara umum, jika dibandingkan dengan 21 negara tempat dilakukannya survei termasuk negara tetangga seperti Singapura, tingkat stres masyarakat Indonesia termasuk rendah. Meskipun demikian, tingkat stres di Indonesia mengalami peningkatan dari yang awalnya sebesar 73% pada awal tahun 2020 menjadi 75% pada tahun 2021 (Cigna, 2021). Sedangkan menurut data Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek), sebesar 55% masyarakat di Indonesia mengalami stres, dengan kategori tingkat stres sangat berat sebesar 0,8% dan stres ringan sebesar 34,5% (Pinggian et al. , 2021).
Stres dapat memberikan dampak bagi otak dan tubuh manusia. Sedikit stres dapat berdampak baik bagi manusia karena dapat meningkatkan performa dan perlindungan terhadap diri sendiri. Akan tetapi, stres yang berlebihan akan membuat manusia kelelahan dan mengarahkan mereka ke respon fight or flight . Oleh karena itu, mempelajari cara yang tepat untuk mengatasi stres adalah sesuatu yang penting untuk kesejahteraan mental dan fisik manusia (Immanuel et al., 2023).
Aromaterapi merupakan suatu pengobatan komplementer dan alternatif yang menggunakan minyak esensial (Horowitz, 2011). Aromaterapi memiliki senyawa aromatik yang memberikan efek terapeutik pada tubuh dan pikiran (Butje et al., 2008). Selain itu, penggunaan aromaterapi dapat mengurangi stres, mengurangi kecemasan, meningkatkan kualitas tidur, dan kesejahteraan emosional (Chamine dan Oken, 2015).
Pada penelitian ini akan dilakukan pengukuran mengenai seberapa banyak pengetahuan masyarakat usia produktif yang belum pernah menggunakan aromaterapi mengenai manfaat aromaterapi sebagai pengobatan komplementer untuk membantu meredakan stres sehingga profil pengetahuan masyarakat dapat diketahui. Pada penelitian ini juga dilakukan pengukuran mengenai efektivitas aromaterapi sebagai pengobatan komplementer untuk membantu meredakan stres pada masyarakat usia produktif sehingga efektivitasnya dapat diketahui.
## METODE PENELITIAN
## Desain penelitian
Penelitian ini dilakukan secara observasional analitik dengan pendekatan waktu cross-sectional di Surabaya. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling . Metode pengambilan data
dari responden dengan menggunakan kuesioner online ( Google Form ) sebagai media pengumpulan data. Pengolahan data dari responden hanya dilakukan kepada sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebagaimana telah ditentukan.
## Populasi dan sampel
Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh penduduk usia produktif di Surabaya. Kriteria inklusi sampel yaitu berusia produktif, bersedia mengisi kuesioner, dan berdomisili di Surabaya. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia (2022), rentang usia produktif yaitu 15-64 tahun. Besar sampel yang memenuhi kriteria inklusi sehingga dapat diolah dalam penelitian adalah 110 responden .
## Instrumen survei
Penelitian ini menggunakan instrumen survei berupa kuesioner online yang terdiri variabel sosio- demografi, variabel pengetahuan masyarakat usia produktif terhadap penggunaan aromaterapi, dan variabel pengalaman penggunaan masyarakat usia produktif terhadap penggunaan aromaterapi. Sebelum kuesioner online disebar, dilakukan uji validitas rupa dan isi kuesioner pada 15 responden yang telah memenuhi kriteria. Uji validitas membutuhkan waktu 8 menit. Dari hasil uji validitas, pernyataan dapat dinyatakan valid karena tata bahasa telah sesuai dan cukup mudah untuk dipahami. Kuesioner disebarkan secara daring melalui media sosial seperti Whatsapp, Instagram, Twitter, dan Line. Responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini telah mengisi formulir persetujuan (informed consent) yang disediakan pada halaman awal kuesioner. Setelah kuesioner disebarkan dan diisi oleh 110 responden, kuesioner kembali dilakukan uji validitas konstruk serta uji reliabilitas menggunakan software IBM SPSS Statistics 25. Pertanyaan pada kuesioner dianggap valid apabila r hitung > r tabel. Nilai r tabel untuk variabel pertanyaan indikator stres, persepsi masyarakat terkait efektivitas penggunaan aromaterapi untuk mengurangi stres, serta pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan aromaterapi untuk mengurangi stres masing-masing adalah 0,1576; 0,1796; dan 0,3365. Hasil dari uji tersebut menunjukkan bahwa seluruh pertanyaan dalam kuesioner telah valid (nilai r hitung > r tabel dan nilai sig < 0,05) dengan rincian 0,712 untuk variabel pertanyaan indikator stres; 0,780 untuk variabel pertanyaan persepsi masyarakat terkait efektivitas penggunaan aromaterapi untuk mengurangi stres; serta 0,778 untuk indikator pertanyaan pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan aromaterapi untuk mengurangi stres. Sementara itu, nilai cronbach alpha uji reliabilitas kuesioner penelitian ini > 0,7 sehingga dianggap kuesioner ini reliabel (Bolarinwa, 2015).
## Variabel dan indikator pada kuesioner
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi sosio-demografi (nama, nomor telepon, jenis kelamin, usia, pekerjaan, serta alamat domisili di Surabaya), pernah atau tidak pernah menggunakan
aromaterapi, indikator stres (kehilangan motivasi, merasa diri sendiri tidak cukup baik, perubahan nafsu makan, perubahan pola tidur, mudah marah terhadap hal-hal sepele, serta lebih mudah kehilangan fokus), pengalaman penggunaan aromaterapi (jenis, frekuensi, dan waktu penggunaan), hubungan penggunaan aromaterapi terhadap penurunan stres, serta pengetahuan penggunaan aromaterapi terhadap penurunan stres.
## Analisis data
Pada penelitian yang telah dilakukan diperoleh data primer yakni data yang diperoleh dari responden secara langsung melalui kuesioner dengan menggunakan platform Google Form yang telah disebarkan melalui media sosial. Pada kuesioner tersebut disertakan pula kriteria inklusi untuk mendapatkan responden sesuai dengan penelitian.
Pada tahap awal, responden yang pernah ataupun tidak pernah menggunakan aromaterapi akan diarahkan pada pertanyaan mengenai indikator stres untuk mengetahui apakah responden pernah atau sedang mengalami stres. Setelah selesai mengisi pertanyaan seputar indikator stres, responden yang pernah menggunakan aromaterapi akan diarahkan menuju pertanyaan mengenai efektivitas penggunaan aromaterapi untuk mengurangi stres yang mereka alami.
Indikator efektif atau tidak efektif pada penelitian ini dihitung berdasarkan metode skoring. Metode skoring digunakan untuk menentukan tingkat efektivitas suatu indikator untuk menentukan tingkat kekuatannya sehingga memungkinkan untuk menilai tingkat kemampuan indikator-indikator yang terkait dengan variabel. Dalam penelitian ini, responden yang sudah pernah menggunakan aromaterapi diberikan pertanyaan. Masing-masing pertanyaan memiliki empat opsi jawaban pada kuesioner indikator efektivitas aromaterapi dengan skor 1 = sangat tidak setuju; skor 2 = tidak setuju; skor 3 = setuju dan skor 4 = sangat setuju. Skor yang diperoleh dari setiap jawaban kemudian dijumlah sehingga diperoleh profil efektivitas aromaterapi pada tiap responden. Dinyatakan aromaterapi efektif untuk menurunkan stres apabila responden memiliki total skor yang berada pada rentang 26-40 dan tidak efektif apabila total skor responden berada pada rentang 10-25.
Responden yang tidak pernah menggunakan aromaterapi akan diarahkan menuju pernyataan pengetahuan mengenai peran aromaterapi dalam mengurangi stres. Apabila pernyataan dijawab dengan tepat, maka responden akan mendapat skor 1, tetapi apabila pernyataan dijawab dengan tidak tepat ataupun tidak tahu, responden akan mendapat skor 0. Data yang didapatkan dilakukan analisis sehingga didapatkan data dalam bentuk persentase (%) dan frekuensi (n).
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Demografi
Terdapat 121 responden yang mengisi kuesioner. Setelah diberikan penjelasan sebelum persetujuan
(PSP), 120 responden setuju untuk melanjutkan pengisian kuesioner, sedangkan 1 responden tidak setuju. Setelah itu, data responden yang telah terkumpul dianalisis. Kemudian, diketahui bahwa 10 orang responden tidak memenuhi kriteria sebab berdomisili di luar Surabaya. Sehingga yang memenuhi persyaratan sebanyak 110 responden.
Pengelompokan responden berdasarkan data demografi dibagi berdasarkan jenis kelamin, usia, dan pekerjaan. Rentang usia yang digunakan dalam penelitian ini berpedoman pada Depkes RI (2009) yaitu dibagi menjadi remaja awal (12-16 tahun), remaja akhir (17-25 tahun), dewasa awal (26-35 tahun), dewasa akhir (36-45 tahun), lansia awal (46-55 tahun), lansia akhir (56-65 tahun), dan manula (di atas 65 tahun). Dari 110 responden yang mengisi kuesioner, sebanyak 71 responden (64,5%) berjenis kelamin perempuan, sedangkan sebanyak 39 responden (35,5%) berjenis kelamin laki-laki. Rentang usia responden terbanyak yaitu pada masa remaja akhir usia 17-25 tahun sebanyak 76 responden (69,1%) serta pekerjaan terbanyak responden merupakan mahasiswa (55,5%).
Sebanyak 85 responden (77,3%) pernah menggunakan aromaterapi, sedangkan sebanyak 25 responden (22,7%) tidak pernah menggunakan aromaterapi. Data karakteristik responden secara lengkap ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Karakteristik Responden Penelitian (n=110) Karakteristik n (%) Jenis Kelamin Pria 39 (35,5) Wanita 71 (64,5) Usia (tahun) 17-25 76 (69,1) 26-35 13 (11,8) 36-45 5 (4,5) 46-55 16 (14,5) Pekerjaan Pelajar 3 (2,7) Mahasiswa 61 (55,5) Karyawan Swasta 22 (20,0) Ibu rumah tanga 8 (7,3) Lain-lain 16 (14,5) Efektivitas penggunaan aromaterapi terhadap penurunan stres
Kategori ini mencakup 85 responden yang pernah menggunakan aromaterapi dan membahas mengenai efektivitas penggunaan aromaterapi terhadap penurunan stres. Penelitian ini tidak dilaksanakan berdasarkan kadar hormon serotonin yang berpengaruh terhadap penurunan stres (Anggraini, 2015) tetapi diukur berdasarkan pengalaman responden mengenai penggunaan aromaterapi. Data dari 85 responden mengenai indikator efektivitas stres ditampilkan pada Tabel 2.
Berdasarkan skoring terhadap jawaban yang dipilih responden untuk menjawab kuesioner efektivitas aromaterapi didapatkan skor total efektifitas aromaterapi. Dari total skor didapatkan hasil bahwa sebanyak 20 (24%) responden memiliki total skor pada rentang 10-25 (tidak efektif) dan 65 (76%) responden memiliki total skor pada rentang 26-40 sehingga dapat dikatakan bahwa mayoritas responden dinyatakan
aromaterapi efektif terhadap penurunan stres.
Tabel 2. Indikator Efektifitas Aromaterapi (n=85 ) Indikator n (%) STS TS S SS Membantu menenangkan diri saat stres 1 (1,2) 9 (10,6) 53 (62,4) 22 (25,9) Menjadi lebih rileks 0 (0) 7 (8,2) 46 (54,1) 32 (37,6) Menenangkan pikiran 1 (1,2) 16 (18,8) 42 (49,4) 26 (30,6) Membantu berpikir jernih 1 (4,7) 19 (22,4) 40 (47,1) 22 (25,9) Memperbaiki mood 7 (8,2) 12 (14,1) 33 (38,8) 33 (38,8) Meningkatakan nafsu makan 19 (22,4) 36 (42,4) 16 (18,8) 14 (16,5) Membantu fokus saat stres 3 (3,5) 19 (22,4) 49 (57,6) 14 (16,5) Tidak efektif meningkatkan kualiatas tidur 3 (3,5) 15 (17,6) 47 (55,3) 20 (23,5) Mengurangi rasa cemas 3 (3,5) 18 (21,2) 40 (47,1) 24 (28,2) Mendorong semangat & motivasi saat beraktifitas 8 (9,4) 12 (14,1) 44 (51,8) 21 (24,7)
Keterangan: STS=sangat tidak setuju, TS=tidak setuju, S=setuju, SS=sangat setuju
## Indikator stres
Sebanyak 110 responden yang telah bersedia untuk ikut berpartisipasi dalam survei ini, sebanyak 25 responden (22,7%) menyatakan bahwa mereka tidak pernah menggunakan aromaterapi. Data yang diperoleh menyatakan bahwa mereka yang tidak pernah menggunakan aromaterapi sebanyak 22 responden (88%) mengaku pernah mengalami kehilangan motivasi yang menunjukkan indikasi kemungkinan terjadi stres.
Selanjutnya, sebanyak 21 responden (84%) mengaku pernah merasa diri mereka tidak cukup baik. Perasaan rendah diri ini bisa saja muncul kepada orang yang mengalami stres sebagai bentuk kecemasan sebagai manifestasi dari pikiran yang sedang kalut. Selain perasaan rendah diri yang kerap muncul, sebanyak 22 responden (88%) mengaku pernah mengalami adanya perubahan pola makan. Pola makan yang dimaksud bisa terkait waktu makan, jumlah makanan yang dikonsumsi, dan jenis makanan yang dikonsumsi. Respon individu terkait pola makan untuk menghadapi stres tentunya berbeda pada setiap orang. Pada umumnya, orang yang stres cenderung makan lebih banyak. Namun, ada juga beberapa dari mereka yang ketika stres mengalami penurunan nafsu makan (Kandiah et al ., 2006).
Kemudian, pada indikator perubahan pola tidur sebanyak 22 responden (88%) juga menyatakan mereka pernah mengalami perubahan pola tidur. Sama halnya dengan perubahan pola makan, pola tidur menjadi salah satu indikasi dari seseorang ketika mengalami stres. Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders-IV (DSM-IV), gangguan tidur bahkan menjadi salah satu gejala dari depresi. Umumnya, gangguan tidur tersebut berupa lama tidur (tidak wajar) dan bagi beberapa orang berupa insomnia (Bell, 1994).
Sebanyak 21 responden (84%) pernah merasa mudah marah terhadap hal-hal yang sebenarnya sepele. Perubahan emosional ini umum terjadi kepada seseorang yang mengalami stres. Dengan persentase yang lebih banyak dibandingkan dengan pertanyaan indikator yang lain, sebanyak 23 responden (92%) menyatakan bahwa mereka pernah kehilangan fokus terhadap hal-hal yang sebenarnya telah menjadi rutinitas dalam kehidupan masing-masing.
Sejumlah 110 responden yang telah bersedia untuk berpartisipasi dalam survei ini, sebanyak 85 responden (77,3%) menyatakan pernah menggunakan aromaterapi. Gejala stres dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu gejala fisiologik, psikologik dan perilaku (Priyoto, 2014).
Kategori tersebut sejalan dengan hasil penelitian (Tabel 3) yang didapat sebanyak 75 responden merasa kehilangan motivasi terhadap hal-hal yang biasanya disukai, 72 responden merasa dirinya tidak cukup baik, 77 responden mengalami perubahan nafsu makan, 75 responden mengalami perubahan pola tidur, 69 responden merasa mudah marah pada hal-hal sepele dan sebanyak 75 responden kehilangan fokus terhadap hal- hal yang memang menjadi rutinitas. Hasil tersebut dapat menunjukan bahwa kebanyakan responden sedang mengalami stres.
## Tabel 3. Data Indikasi Stres dari Responden (n=85)
Indikator n (%) Ya Tidak Merasa kehilangan motivasi terhadap hal-hal yang biasanya disukai 75 (88,2) 10 (11,8) Merasa diri tidka cukup baik 72 (84,7) 13 (15,3) Mengalami perubahan nafsu makan 77 (90,6) 8 (9,4) Mengalami perubahan pola tidur 75 (88,2) 10 (11,8) Merasa mudah marah pada hal-hal sepele 69 (81,2) 6 (18,8) Pernah kehilangan fokus terhadap hal-hal menjadi rutinitas 75 (88,2) 10 (11,8)
## Penggunaan aromaterapi oleh responden
Responden memiliki preferensi yang berbeda- beda terkait aromaterapi yang biasa mereka gunakan. Sebanyak 85 responden (77,3%) yang mengisi survei dan menyatakan pernah menggunakan aromaterapi memiliki preferensi terkait jenis aromaterapi yang biasanya digunakan. Lilin aromaterapi menduduki urutan atas dalam hal pengetahuan responden terhadap aromaterapi. Sebanyak 39 responden (45,9%) memilih lilin aromaterapi sebagai salah satu contoh jenis aromaterapi yang sering digunakan. Disusul dengan
essential oil (35,3%) dan diffuser dengan minyak atsiri (34,1%).
Terdapat banyak jenis aromaterapi, seperti minyak esensial, dupa, lilin, garam, minyak pijat, dan sabun (Imanishi et al ., 2009). Sejumlah 85 responden yang pernah menggunakan aromaterapi, 39 responden (45,9%) memilih lilin sebagai aromaterapi yang sering digunakan dan 30 responden (35,3%) memilih essential oil (langsung dioleskan ke tubuh) sebagai aromaterapi yang digunakan. Kedua jenis aromaterapi ini memang jenis yang paling banyak ditemui di e-commerce dan penggunaanya mudah sehingga menjadi pilihan bagi kebanyakan orang. Pada penggunaannya oleh 85 responden terdapat urutan ketiga dan keempat secara berturut-turut yaitu diffuser dengan minyak atsiri dan stick essence dengan persentase masing-masing sebanyak 29 responden (34,1%) dan 26 responden (30,6%). Sedangkan 9 responden lainnya menjawab dan lain-lain, seperti aromaterapi bentuk roll. Berdasarkan data di atas dapat diketahui aromaterapi jenis lilin paling banyak digunakan, hasil penelitian menyatakan lilin menjadi media yang paling sering digunakan oleh responden, sebanyak 45 dari 57 responden menyatakan pernah menggunakan lilin sebagai media aromaterapi (Utami, 2020).
Kemudian, didapatkan data mengenai waktu penggunaan aromaterapi, data yang diperoleh sebanyak 34 responden (40%) menggunakan aromaterapi saat sedang merasa stres, kemudian sebanyak 30 responden (35,3%) menggunakan aromaterapi saat mengalami kesulitan tidur, dan pada urutan ketiga terbanyak terdapat sebanyak 21 responden (24,7%) menggunakan aromaterapi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, responden juga sering menggunakan aromaterapi saat sedang merasa sakit dan tidak enak badan. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian dari Cooke dan Ernst (2000), yaitu dengan menghirup aromaterapi dipercaya dapat membantu mengurangi stres dan kecemasan yang dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang. Oleh karena itu pengguna aromaterapi terbanyak yaitu saat sedang merasa stres dan yang kedua saat mengalami kesulitan tidur. Selain itu aromaterapi juga digunakan dalam kehidupan sehari-hari karena dapat memberikan ketenangan dan kenyamanan bagi penggunanya (Shah et al ., 2011; Paula et al ., 2017).
Frekuensi penggunaan aromaterapi pada responden yang pernah menggunakan aromaterapi sangat bervariasi. Sejumlah 85 responden (77,3%) menyatakan pernah menggunakan aromaterapi, dalam penggunaanya sebanyak 35 responden (41,2%) menggunakan aromaterapi sebanyak 1x seminggu, kemudian disusul dengan masing-masing 14 responden (16,5%) untuk penggunaan aromaterapi 2x seminggu dan lebih dari 3x dalam seminggu Pada posisi keempat sebanyak 13 responden (15,3%) menggunakan aromaterapi setiap hari dan pada posisi terakhir sebanyak 9 responden (10,6%) menggunakan aromaterapi 3x dalam seminggu. Jika dilihat dari data di atas, masyarakat setidaknya menggunakan aromaterapi sebanyak 1x dalam seminggu. Berdasarkan penelitian
sebelumnya mengenai keefektifan pemberian aromaterapi lavender terhadap insomnia pada lansia di posyandu lansia di Desa Lebak Ayu Kecamatan Sawahan Kabupaten Madiun, diasumsikan bahwa pemberian terapi aroma lavender 1 kali dalam satu minggu dengan bantuan perawat panti dapat meningkatkan kualitas tidur pada lansia yang mengalami insomnia, selain itu juga dapat membuat suasana jadi tenang dan nyaman (Sari, 2019).
## Pengetahuan penggunaan aromaterapi terhadap penurunan stres
Pengetahuan tentang aromaterapi ditanyakan kepada 25 dari 110 responden (22,7%) yang tidak pernah menggunakan aromaterapi. Responden memiliki pengetahuan yang beragam mengenai jenis aromaterapi. Lilin aromaterapi menduduki urutan pertama yang diketahui oleh responden yang belum pernah menggunakan ini, yaitu sebesar 20 responden (80%). Kemudian, urutan selanjutnya terdapat diffuser dengan minyak atsiri dan stick essence sebanyak 13 responden (52%).
Tabel 4. Pendapat Responden tentang Kegunaan Aromaterapi (n=25) Kegunaan % Benar Salah Tidak Tahu Membantu menenangkan diri 60 0 40 Membuat rileks 40 4 56 Menenangkan pikiran 60 4 36 Membantu berpikir jernih 44 4 52 Memperbaiki mood 52 8 40 Meningkatkan nafsu makan 12 20 68 Membantu fokus saat stres 40 8 52 Tidak efektif meningkatkan kualitas tidur 12 28 60 Mengurangi rasa cemas 52 4 52 Mendorong semangat dan motivasi saat beraktivitas 44 8 48
Pada Tabel 4 menampilkan pendapat 25 responden yang tidak menggunakan aromaterapi. Responden tersebut diminta pendapatnya tentang 10 kegunaan aromaterapi. Responden dapat memilih jawaban “Benar”, “Salah” atau “Tidak tahu”.
Tingkat pengetahuan penggunaan aromaterapi terhadap penurunan stres bagi responden yang belum pernah menggunakan dikategorikan menjadi baik, cukup, dan kurang dengan rentang skor tingkat pengetahuan baik yaitu 7-10, cukup 4-6; dan kurang 1- 3. Sejumlah 25 responden yang tidak pernah menggunakan aromaterapi, sebanyak 9 responden (36%) memiliki tingkat pengetahuan yang baik, 5 responden (20%) tingkat pengetahuannya cukup, dan 11 responden (44%) tingkat pengetahuannya kurang. Responden dengan tingkat pengetahuan baik jumlahnya sedikit (36%) dibandingkan dengan yang tingkat pengetahuannya cukup dan kurang sehingga perlu ada edukasi terkait aromaterapi dan pemanfaatannya.
## KESIMPULAN
Hasil dari penelitian yang dilakukan menyimpulkan bahwa mayoritas responden yang telah menggunakan aromaterapi menyatakan aromaterapi efektif sebagai pengobatan komplementer untuk menurunkan stres akan tetapi responden yang tidak menggunakannya mayoritas tidak mengetahui kegunaan aromaterapi tersebut. Oleh karena itu perlunya dilakukan program edukasi yang tepat untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai cara meredakan stres dengan aromaterapi.
## UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Penulis menghargai kerjasama seluruh responden yang telah bersedia meluangkan waktu untuk berpartisipasi pada penelitian ini.
## DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Y.D.S, (2015) ‘Pengaruh Aromaterapi Lavender terhadap Stres Mahasiswa Tingkat Akhir S1 Keperawatan Kelas B Program A.’, Skripsi. Samarinda: Stikes Muhammadiyah Samarinda.
Andrian Ramadhan., (2014) ‘Kategori Umur Menurut Depkes RI (2009).’, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Bell, C. C., (1994) ‘DSM-IV: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders’, JAMA, 272(10),
pp. 828-829. doi: 10.1001/jama.1994.03520100096046. Bolarinwa, O., (2015) ‘Principles and Methods of Validity and Reliability Testing of
Questionnaires Used in Social and Health Science Researches.’, Nigerian Postgraduad. doi: 10.4103/1117-1936.173959.
Butje, A., Repede, E. and Shattell, M.M., (2008)
‘Healing Scents: An Overview of Clinical Aromatherapy for Emotional Distress.’, Journal of Psychosocial Nursing and Mental Health Services,
46(10), pp.46-52. doi:
10.3928/02793695-20081001-12.
Chamine, I. and Oken, B.S., ( 2015) ‘Expectancy of Stress-Reducing Aromatherapy Effect and Performance on A Stress-Sensitive Cognitive Task.’, Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine, 15, pp. 1-10. doi: 10.1155/2015/419812.
Cigna, (2021) ‘Survei Skor Kesejahteraan 360° Cigna – Jalan Menuju Pemulihan.’, Jakarta: Asuransi Cigna.
Cooke, B. dan Ernst, E., (2000) ‘Aromatherapy: A Systematic Review.’, British Journal of General Practice, 50(455), pp. 493–496.
Horowitz, S., (2011) ‘Aromatherapy: Current and
Emerging Applications.’, Alternative and
Complementary Therapies, 17(1), pp.26-31. DOI:10.1089/act.2011.17103.
Imanishi J, Kuriyama H, Shigemori I., Watanabe, S.,
Aihara, Y., Kita, M., Sawai, K., Nakajima, H., Yoshida, N., Kunisawa, M., Kawase, m., Fukui, K. (2009) ‘Anxiolytic Effect of Aromatherapy Massage in Patients with Breast Cancer.’,
Evidence-Based Complementary Alternative Medicine, 6(1), pp. 123-128. doi:10.1093/ecam/nem073. Immanuel, S., Teferra, M.N., Baumert, M. and Bidargaddi, N., (2023) ‘Heart Rate Variability for Evaluating Psychological Stress Changes in Healthy Adults: A Scoping Review’, Neuropsychobiology, 82(4), pp. 187-202. doi: 10.1159/000530376.
Kandiah, J., Yake, M., Jones, J., and Meyer, M., (2006) ‘Stress Influences Appetite and Comfort Food Preferences in College Women’, Nutrition Research, 26(3), pp. 118-123. doi: 10.1016/j.nutres.2005.11.010. Kementerian Kesehatan RI., (2022) ‘Profil Kesehatan Indonesia 2021’, Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI., ( 2018) ‘ Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018’, Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI.
Paula, D., Pedro, L., Pereira, O dan Sousa, M., (2017) ‘Aromatherapy in The Control of Stress and Anxiety’, Alternative and Integrative Medicine, 6(4), pp. 1-5. doi:10.4172/2327-5162.1000248 Priyoto, (2014) ‘Teori Perubahan Perilaku dalam Kesehatan’, Yogyakarta: Nuha Medika.
Pinggian, B., Opod, H., and David, L., (2021) ‘Dampak Psikologis Tenaga Kesehatan selama Pandemi COVID-19’, Jurnal Biomedik, 13(2), pp. 144. https://doi.org/10.35790/jbm.13.2.2021.31806. Sari, W.K.S., (2019) ‘Keefektifan Pemberian Aroma Terapi Lavender terhadap Insomnia pada Lansia di Posyandu Lansia Desa Lebak Bayu Kecamatan Sawahan Kabupaten Madiun’, Madiun: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Husada Mulia.
Shah Y.R., Sen D.J., Patel R.N., Patel J.S., Patel A.D., Prajapati P.M. (2011) ‘Aromatherapy : The Doctor of Natural Harmony of Body & Mind’, International Jurnal of Drug Development &
Research, 3(1), pp. 286-294.
http://www.ijddr.in.
Utami, G.A.P.J.P., dan Tjandrawibawa P., (2020) ‘Peran Aroma Terapi melalui Media Lilin sebagai Sarana untuk Mengurangi Stres pada Generasi Milenial’, Surabaya: Universitas Ciputra.
Yaribeygi, H., Panahi, Y., Sahraei, H., Johnston, T. P., and Sahebkar, A., (2017) ‘The Impact of Stress on Body Function: A Review’, EXCLI journal, 16, pp. 1057-1072. doi:10.17179/excli2017-480.
|
e2ddd156-9773-471b-a347-b08110165057 | http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/pelagicus/article/download/10381/7393 | p-ISSN 2715-9620 e-ISSN 2720-9512
## Volume 2 Nomor 1 Januari 2021
PELAGICUS: Jurnal IPTEK Terapan Perikanan dan Kelautan adalah jurnal ilmiah yang menyajikan hasil inovasi, teknologi, dan kajian penelitian terapan dibidang perikanan dan kelautan perairan tropis.
Terbit pertama kali tahun 2020, frekuensi penerbitan Jurnal ini 3 kali dalam setahun pada bulan JANUARI, MEI dan SEPTEMBER.
## Dewan Penyunting
Ketua : Dr. Robet Perangin-angin, S.St.Pi, M.Si Anggota : Dr. Aef Permadi, S.Pi, M.Si Ir. Roberto Patar Pasaribu, DESS Romauli Juliana Napitipulu, S.St.Pi, M.Sc Dr. Aris Widagdo, A.Pi, M.Si
Waluyo, S.Pi, M.Si Dian Sutono, S.Pi, M.Si Muhammad Fadhlullah, M.Sc Ully Wulandari, M.Si
Redaksi Pelaksana : Beta Indi Susilowati, S.Pi, M.Si
Herlina Adelina Meria Uli Sagala, S.Pi, M.Si Rakhma Fitria Larasati, S.Tr.Pi, M.Sc Yasmina Safitri, S.Tr.Pi Sekretariat : Roni Sewiko, S.Pi, M.Si Abi Nubli Hanifi, S.I.Kom Supriyatna, S.Hum
## Alamat Redaksi/Penerbit:
Politeknik Kelautan dan Perikanan Karawang Jl. Baru Tanjungpura-Klari, Kec. Karawang Barat, Kab. Karawang, Jawa Barat Laman: poltekkpkarawang.ac.id
PELAGICUS: Jurnal IPTEK Terapan Perikanan dan Kelautan diterbitkan oleh Politeknik Kelautan dan Perikanan Karawang – Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan – Kementerian Kelautan dan Perikanan.
## LEMBAR INDEKSASI
FOKUS DAN RUANG LINGKUP
“PELAGICUS: Jurnal IPTEK Terapan Perikanan dan Kelautan”
PELAGICUS: Jurnal
IPTEK Terapan Perikanan dan Kelautan (http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/pelagicus) memiliki p-ISSN 2715-9620; e-ISSN 2720-9512. Terbit pertama kali tahun 2020 dengan frekuensi penerbitan tiga kali dalam setahun pada bulan Januari, Mei dan September.
PELAGICUS: Jurnal IPTEK Terapan Perikanan dan Kelautan adalah jurnal ilmiah yang menyajikan hasil inovasi, teknologi, dan kajian penelitian terapan dibidang perikanan dan kelautan perairan tropis.
Naskah yang diterbitkan di PELAGICUS: Jurnal IPTEK Terapan Perikanan dan Kelautan telah melalui pemeriksaan pedoman penulisan oleh Administrasi Jurnal, naskah yang sudah mengikuti pedoman penulisan direview oleh 1 (satu) orang Dewan Penyunting dan 1 (satu) orang Bebestari ( Peer-Reviewer ) berdasarkan penunjukan dari Ketua Dewan Penyunting. Keputusan diterima atau tidaknya suatu naskah menjadi hak dari Ketua Dewan Penyunting berdasarkan atas rekomendasi dari Dewan Penyunting dan Bebestari.
## INFORMASI INDEKSASI JURNAL
PELAGICUS: Jurnal
IPTEK Terapan Perikanan dan Kelautan (http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/pelagicus) memiliki p-ISSN 2715-9620; e-ISSN 2720-9512, sudah terindeks di pengindeks bereputasi, antara lain: Garuda, Google Scholar, PKP Index, BASE, Index Copernicus, Crossref.
## BEBESTARI PADA PELAGICUS: Jurnal IPTEK Terapan Perikanan dan Kelautan
1. Prof. Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc (Iktiologi, Biodiversitas, Ekologi Laut, Konservasi
Sumber Daya Hayati Perairan – Institut Pertanian Bogor)
2. Prof. Dr. Ir. Ali Suman (Biologi Perikanan Udang – Balai Riset Perikanan Laut)
3. Dr. Yonvitner (Pengelolaan Sumber Daya Perikanan - Institut Pertanian Bogor)
4. Dr. Ernik Yuliana (Konservasi Sumber Daya Perairan – Universitas Terbuka)
5. Dr. Niken Dharmayanti (Teknik Pengolahan Hasil Perikanan – Politeknik Ahli
Usaha Perikanan, Jakarta)
6. Dr. Moch. Nurhudah (Akuakultur – Politeknik Kelautan dan Perikanan Karawang)
7. Dr. Sudirman Adibrata (Manajemen Sumber Daya Perairan – Universitas Bangka
Belitung)
8. Dr. Tatty Yuniarty (Kimia Pangan – Politeknik Ahli Usaha Perikanan, Jakarta)
9. Dr. Rani Hafsaridewi (Pengelolaan Sumber Daya Perikanan, Ekonomi Perikanan
- Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan )
10. Dr. Mugi Mulyono, S.St.Pi., M.Si (Akuakultur, Sumberdaya Perairan – Politeknik
Ahli Usaha Perikanan, Jakarta)
11. Dr. Fera Roswita Dewi (Teknik Pengolahan Hasil Perikanan – Balai Besar Riset
Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan, Indonesia)
## UCAPAN TERIMA KASIH
Ketua Penyunting PELAGICUS: Jurnal IPTEK Terapan Perikanan dan Kelautan mengucapkan terima kasih kepada para Bebestari yang telah berpartisipasi dalam menelaah naskah yang diterbitkan di jurnal ilmiah ini, sehingga jurnal ini dapat terbit tepat pada waktunya. Bebestari yang berpartisipasi dalam terbitan Volume 2 Nomor 1 Januari 2021 adalah:
1. Prof. Dr. Ir. Ali Suman (Biologi Perikanan Udang – Balai Riset Perikanan Laut)
2. Dr. Mugi Mulyono, S.St.Pi., M.Si (Akuakultur, Sumberdaya Perairan – Politeknik Ahli Usaha Perikanan, Jakarta)
3. Dr. Ernik Yuliana (Konservasi Sumber Daya Perairan – Universitas Terbuka)
4. Dr. Rani Hafsaridewi (Pengelolaan Sumber Daya Perikanan, Ekonomi Perikanan
- Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan )
5. Dr. Sudirman Adibrata (Manajemen Sumber Daya Perairan – Universitas Bangka
Belitung)
## KATA PENGANTAR
PELAGICUS: Jurnal IPTEK Terapan Perikanan dan Kelautan adalah jurnal ilmiah yang menyajikan hasil inovasi, teknologi, dan kajian penelitian terapan dibidang perikanan dan kelautan perairan tropis. Proses penerbitan jurnal ini dibiayai oleh Politeknik Kelautan dan Perikanan Karawang tahun anggaran 2021. Semua naskah yang terbit telah melalui proses evaluasi oleh Dewan Penyunting dan Bebestari serta editing oleh Penyunting Pelaksana.
Penerbitan Volume 2 Nomor 1 tahun 2021 menampilkan lima artikel hasil penelitian, diantaranya: Strategi Pengembangan Usaha Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT) Kerapu Hybrid Cantang ( Epinephelus fuscoguttatus >< Epinephelus lanceolatus ); Persepsi Wanita Pesisir terhadap Manfaat Pelatihan Pengolahan Hasil Perikanan dalam Meningkatkan Pendapatan Keluarga; Pengaruh Sistem Resirkulasi terhadap Kualitas Air, Kelulushidupan Benih Ikan Gurame (Osphronemus goramy), serta Kelayakan Usaha; Study of Mangrove Forest Existing Condition Using Remote Sensing Image in The Karawang Coast of 2018 ; Kajian Budidaya Daphnia Magna Menggunakan Air Rebusan Kedelai dan Air Cucian Beras.
Diharapkan tulisan ini dapat memberikan kontribusi bagi para pengambil kebijakan, dosen, peneliti, dan praktisi di bidang perikanan dan kelautan. Ketua Penyunting mengucapkan terima kasih atas partisipasi aktif para kontributor tulisan ini baik yang berasal dari lingkup maupun luar Politeknik Kelautan dan Perikanan Karawang.
p-ISSN 2715-9620 e-ISSN 2720-9512
PELAGICUS:
Jurnal IPTEK Terapan Perikanan dan Kelautan Volume 2 Nomor 1 Januari 2021
## DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR BEBESTARI……………………………………………………………. i UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………………………….. ii KATA PENGANTAR ……………………………………………………………… iii DAFTAR ISI ……………………………………………………………………….. iv KUMPULAN ABSTRAK ………………………………………………………….. v-vii
Strategi Pengembangan Usaha Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT) Kerapu Hybrid Cantang ( Epinephelus fuscoguttatus >< Epinephelus lanceolatus ) Oleh: Sofiati, Ernik Yuliana, Lina Warlina ……… ……………………………………… 1-14
Persepsi Wanita Pesisir terhadap Manfaat Pelatihan Pengolahan Hasil Perikanan dalam Meningkatkan Pendapatan Keluarga Oleh: Pola Sabar Tumohom Panjaitan …... …………………………………………….
15-22
Pengaruh Sistem Resirkulasi terhadap Kualitas Air, Kelulushidupan Benih Ikan Gurame ( Osphronemus goramy ), serta Kelayakan Usaha Oleh: Fernando Jongguran Simanjuntak, Kukuh Nirmala, Ernik Yuliana …………… 23-35
## Study of Mangrove Forest Existing Condition Using Remote Sensing Image in The Karawang Coast of 2018
Oleh: R. Ade Komarudin, Aris Kabul Pranoto, Dian Sutono, Anthon Anthonny Djari .. 37-44
Kajian Budidaya Daphnia Magna Menggunakan Air Rebusan Kedelai dan Air Cucian Beras Oleh: Hernika Simanjuntak, Ernik Yuliana, Sinar Pagi Sektiana . ……………………
45-52
PEDOMAN PENULISAN ………………………….……………………………… App.53
## PELAGICUS:
## Jurnal IPTEK Terapan Perikanan dan Kelautan
Volume 2 Nomor 1 Januari 2021
## KUMPULAN ABSTRAK
STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA HATCHERY SKALA RUMAH TANGGA (HSRT) KERAPU HYBRID CANTANG (Epinephelus fuscoguttatus >< Epinephelus
lanceolatus)
## Sofiati
PELAGICUS Jan 2021, Vol. 2 No. 1, Hal. 1-14
## ABSTRAK
Tingkat kelangsungan hidup benih kerapu hybrid cantang ( Epinephelus fuscoguttatus >< Epinephelus lanceolatus ) yang dihasilkan di Situbondo adalah ≤10%, sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan tingkat kelangsungan hidup tersebut. Tujuan penelitian adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi hasil produksi dan merumuskan strategi alternatif pengembangan usaha pembenihan kerapu hybrid cantang skala rumah tangga (HSRT). Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor internal dan ekstrenal secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap hasil produksi pada usaha HSRT kerapu hybrid cantang (R2 = 0,798). Artinya 79,8% variasi perubahan produksi benih ikan kerapu hybrid cantang ditentukan oleh variabel bebas (sumber daya, penerapan cara pembenihan ikan yang baik (CPIB), biaya produksi, dan peran pemerintah), sedangkan sisanya sebesar 20,2% dipengaruhi oleh faktor- faktor lain. Pengujian secara individual (hipotesis minor) terdapat tiga variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap hasil produksi yaitu sumber daya, penerapan CPIB dan biaya produksi. Pemilihan prioritas strategi pengembangan usaha HSRT kerapu hybrid cantang adalah peningkatan penerapan CPIB terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan pengembangan pasar, dan berlanjut pada strategi pengaturan hasil produksi.
Kata kunci: HSRT, kerapu hybrid, QSPM, SWOT
## PERSEPSI WANITA
PESISIR TERHADAP MANFAAT PELATIHAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN DALAM
## MENINGKATKAN PENDAPATAN KELUARGA
## Pola Sabar Tumohom Panjaitan
PELAGICUS Jan 2021, Vol. 2 No. 1, Hal. 15-22
## ABSTRAK
Peranan wanita di pesisir sebagai isteri nelayan, isteri pembudidaya ikan, dan isteri pengolah ikan diharapkan mampu menggerakkan perekonomian di pesisir dengan mengolah serta memberikan nilai tambah pada hasil produk perikanan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui persepsi wanita pesisir terhadap manfaat pelatihan pengolahan hasil perikanan. Pelatihan pengolahan hasil perikanan dilakukan di Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan Medan (BPPP Medan). Pengumpulan data melalui survei dan observasi, dengan pemilihan secara sengaja (purposive sampling) terhadap sample yang akan diuji. Lokasi penelitian di Provinsi Aceh, Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Riau/Kepulauan Riau. Populasi penelitian merupakan mantan peserta pelatihan pengolahan hasil perikanan Tahun 2015-2016, sedangkan pemilihan responden dilakukan dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebanyak 71,2% responden menyatakan bahwa materi pelatihan sangat bermanfaat dan dapat diterapkan dalam usaha pengolahan ikan, sebanyak
69,7%
responden sudah memanfaatkan kelembagaan perbankan,
sebanyak 78,4% responden memiliki pendapatan di atas rata-rata Upah Minimum Regional (UMR) Provinsi tahun 2017, yaitu; Provinsi Aceh Rp 2.791.000, Provinsi Sumatera Utara Rp 2.152.500, dan Provinsi Riau/Kepulauan Riau Rp 2.825.200.
Meningkatnya keterampilan dan pengetahuan wanita pesisir dalam berusaha menunjukkan
bahwa keberhasilan kelompok wanita pesisir pasca pelatihan pengolahan hasil perikanan yang dilakukan di BPPP Medan memberikan persepsi yang positip terhadap manfaat pelatihan.
Kata kunci: persepsi, wanita pesisir,
pelatihan pengolahan hasil perikanan.
PENGARUH SISTEM RESIRKULASI
## TERHADAP
KUALITAS AIR, KELULUSHIDUPAN BENIH IKAN GURAME
(Osphronemus goramy),
## SERTA KELAYAKAN USAHA
## Fernando Jongguran Simanjuntak
PELAGICUS Jan 2021, Vol. 2 No. 1, Hal. 23-35
## ABSTRAK
Salah satu komoditas ikan air tawar yang menyumbang produksi perikanan terbesar adalah ikan gurame (Osphronemus goramy) yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Pembenihan ikan gurame adalah hal yang penting untuk menjaga keberlanjutan budidaya ikan gurame. Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh sistem resirkulasi terhadap kualitas air, kelulushidupan benih ikan gurame, dan kelayakan usaha. Pembenihan ikan gurame pada penelitian ini menggunakan tiga wadah budidaya, yaitu: 1) akuarium dengan sistem resirkulasi (Wadah I); 2) kolam beton sistem air mengalir (Wadah II); kolam beton sistem pergantian air 30% secara berkala (Wadah III). Parameter yang diamati meliputi kualitas air dan angka kelulushidupan benih ikan gurame, serta kelayakan usahanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeliharaan benih ikan gurame pada akuarium dengan sistem resirkulasi mempunyai kualitas air (suhu, oksigen terlarut, dan amoniak) yang terbaik, angka kelulushidupan (average daily growth, average body weight, specific growth ratio, survival rate) yang terbaik, dan membutuhkan modal terbesar pada investasi awal tetapi menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi. Pembenihan ikan gurame dengan sistem resirkulasi direkomendasikan karena meningkatkan kualitas air, menghasilkan tingkat kelulushidupan yang tinggi dan menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi.
Kata kunci: benih gurame, kelayakan usaha, kualitas air, resirkulasi
STUDY OF MANGROVE FOREST EXISTING CONDITION USING
## REMOTE SENSING IMAGE IN THE
KARAWANG COAST OF 2018
## R. Ade Komarudin
PELAGICUS Jan 2021, Vol. 2 No. 1, Hal. 37-44
## ABSTRAK
The northern part of Karawang is a coastal area with mostly mud-sand substrates. This substrate tends to be unstable, so that naturally, this kind of sediment is supported by coastal vegetation that forms coastal ecosystems, such as mangroves; therefore, the importance of mangroves in Karawang coast is definite. Unfotunately the data regarding the condition of mangroves in Karawang Regency is quite insufficient. This information, especially about its existence, is needed as a database for further research and as basis to support government policies on coastal area management. The aim of this research is to provide information about the existence of mangrove in Karawang Regency. The method is by using Normalized Different Vegetation Index (NDVI) calculations on Landsat 8 2018 satellite imagery of Karawang to get the data that reveal the information. We have discovered that the existing of mangroves in Karawang Regency in 2018 is 305,14 Ha. Border coast that is vegetated is only 33.75 km of 77 km long coastline of Karawang. Only less than 5% of the total mangrove protected area in Karawang Regency is detected as mangrove from the total 9.055 Ha of the area.
Kata kunci: Coastal Vegetation, NDVI, Database,
Coastal Management
## KAJIAN BUDIDAYA Daphnia magna MENGGUNAKAN AIR REBUSAN KEDELAI DAN AIR CUCIAN BERAS
## Hernika Simanjuntak
PELAGICUS Jan 2021, Vol. 2 No. 1, Hal. 45-52
## ABSTRAK
Daphnia magna memiliki banyak keunggulan sebagai pakan alami pada budidaya ikan fase larva. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan pertumbuhan Daphnia magna
pada budidaya dengan menggunakan beberapa sumber air pupuk/pakan. Penelitian ini dilakukan secara eksperimental dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan yaitu pemberian pupuk pakan: kotoran ayam, air cucian beras, dan air rebusan kedelai, masing-masing pada konsentrasi 2%, 5% dan 10% dengan 3 kali pengulangan. Analisis data yang digunakan adalah uji statistik ANOVA dan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan populasi yang lebih baik adalah dengan penambahan pakan/pupuk air rebusan kedelai dengan konsentrasi berturut-turut 10%, 5%, dan 2%. Hasil uji ANOVA menunjukkan perbedaan yang siginifikan antar perlakuan, namun tidak
berbeda signifikan pada penggunaan konsentrasi yang berbeda. Hasil uji BNT menunjukkan bahwa air rebusan kedelai konsentrasi 5% dan 10% memberikan respon yang lebih baik dengan rata-rata pertumbuhan populasi 346 ekor dan 534 ekor. Hasil pengujian kandungan protein dan lemak didapatkan hasil bahwa air rebusan kedelai lebih tinggi dibanding yang lainnya yaitu rata- rata sebesar 2,50% dan 5,77%. Pengujian kandungan Escherichia coli didapatkan hasil jika semua perlakuan menunjukkan kandungan E. coli yang negatif.
Kata kunci: Daphnia magna, kandungan nutrisi, pertumbuhan populasi
|
beadc354-fcc5-4975-9ff3-b68da07368f2 | http://journal.iaincurup.ac.id/index.php/alistinbath/article/download/240/239 | Al Istinbath : Jurnal Hukum Islam vol. 2, no. 2, 2017 STAIN Curup-Bengkulu | p-issn: 2548-3374; e-issn: 2548-3382 Available online at : http://journal.staincurup.ac.id/index.php/alistinbath
## Golongan Putih (Golput) Menurut Hukum Islam (Analisis Terhadap Al-Qur’an dan Hadits)
Muhammad Arsad Nasution Institut Agama Islam Negeri Padang Sidimpuan marsadnasution@gmail.com
## Abstrak
Islam adalah kepemimpinan yang sangat penting yang ada. Ini adalah kejadian dari banyak terjemahan Alquran dan hadis yang menjelaskan tentang kepemimpinanIslam adalah kepemimpinan yang sangat penting dalam keberadaanSelain itu, hukum Islam secara politis tidak dapat diterapkan ke permukaan bumi bila tidak ada kekuatan untuk memperkuat penegakan. Hal ini diketahui dari banyaknya Alquran dan hadith yang menjelaskan tentang kepemimpinan .Islam adalah kepemimpinan yang sangat penting yang ada. Yang berkuasa adalah penguasa yang membuat hukum Islam sebagai hukum tertinggi yang mengatur negara tersebut. Di samping itu, bahwa hukum Islam secara politis tidak dapat diterapkan ke permukaan bumi bila tidak ada kekuatan untuk memperoleh penegasan. Hal ini diketahui dari banyaknya Alquran dan hadis yang menjelaskan tentang kepemimpinan. Islam adalah kepemimpinan yang sangat penting ada Keberadaan hukum Islam tidak akan menjadi penting jika dia hanya menulis tulisan ulama hukum Islam. Itu adalah penguasa penguasa yang membuat hukum Islam sebagai hukum tertinggi yang mengatur negara. Di samping itu, hukum Islam secara politis tidak dapat diterapkan ke permukaan bumi saat di sana. Tidak ada kekuatan untuk memperkuat penegakan Ini adalah kejadian dari banyak terjemahan Alquran dan hadits yang menjelaskan tentang kepemimpinanIslam adalah kepemimpinan yang sangat penting dalam keberadaanHukum Islam baru penting dilihat saat dia dipraktekkan dan dilakukan oleh manusia. Dengan demikian hukum Islam mensyaratkan otoritas yang menerapkannya Penunjukan penguasa yang berkomitmen terhadap penegakan hukum Islam yang dipilih oleh partai demokratis Hak pilih seseorang akan sangat signifikan dalam menentukan kepemimpinan. Oleh karena itu abstentions tidak dibenarkan berdasarkan hukum Islam
Kata Kunci : Golongan Putih, Hukum Islam, Al-Qur‟an dan Hadits
## Abstract
Islamis very important leadership inexistence. This is evident from the manyverses of the Koranand the hadiththat explains about leader ship. Beside that politically Islamic law can not beapplied tothe surface ofthe earth when there is no power to compelenforcement.
That poweris the master that made Islamic law as the supreme law governingthe country. The existence ofIslamic lawwould notbeimportantif hehad only beenon the writings of scholarsof Islamic law. Islamiclawnewsignificanceseen when hepracticedandcarried outby human beings.ThusIslamic lawrequiresthe authorities who implement it. The appointment ofrulerswho are committedto the enforcement ofIslamic law chosen by democratic ballot. Suffrage someone will be very significantin determining the leadership. The refore abstentions are not justified under Islamic law .
Keywords:
## Pendahuluan
Golongan putih merupakan kelompok masyarakat yang tidak mau melibatkan diri dalam suatu pemilihan seperti pemilihan umum atau pemilihan presiden, dan kepala daerah lainnya. Pemilihan sikap seperti ini punya alasan tersendiri diantaranya ketidakadaaan calon yang sesuai dengan kriteria menurut mereka atau calon-calon yang ada tidak memenuhi kriteria yang diinginkan. Ada juga yang tidak merasa bermanfaat untuk memberikan hak pilih. Menurutnya memberikan hak pilih ke tempat pemberian suara (TPS) hanya menghabiskan waktu saja. Melakukan aktivitas sehari-hari menurutnya lebih bermanfaat dari pada berangkat ke TPS. Sikap masyarakat seperti ini menjadi bermasalah dalam suatu demokrasi kalau jumlahnya semakin banyak. Hal ini sangat terkait denganlegitimasi proses pemilihan. Semakin banyak jumlah golput maka legitimasi terhadap pemilihan tersebut semakin lemah, sementara jumlah golput yang semakin sedikit maka pemilihan itu akan semakin baik. Dengan demikian ada kemudaratan kalau jumlah golput semakin banyak. Apakah sikap golput seperti ini dibenarkan dalam ajaran Islam. Permasalahan ini akan diuraikan pada pembahasan berikut.
## Pembahasan
1. Pengertian Golongan putih
Golongan Putih atau yang disingkat golput adalah sebutan yang dialamatkan kepada sekelompok orang yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu untuk menentukan pemimpinnya. 1 Istilah ini di Indonesia berawal dari gerakan protes dari para mahasiswa dan pemuda untuk memprotes pelaksanaan Pemilu 1971 yang merupakan Pemilu pertama di era Orde Baru. Pesertanya 10 partai politik, jauh lebih sedikit dari pada Pemilu 1955 yang diikuti 172 partai politik. Tokoh yang terkenal memimpin gerakan ini adalah Arief Budiman. Namun, pencetus istilah “Golput” ini sendiri adalah Imam Waluyo. Dipakai istilah “putih” karena gerakan ini menganjurkan agar mencoblos bagian putih di kertas atau surat suara di luar gambar parpol peserta Pemilu bagi yang datang ke bilik suara. Namun, kala itu, jarang ada yang berani tidak datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) karena akan ditandai. Golongan putih kemudian juga digunakan sebagai istilah lawan bagi Golongan Karya, partai politik dominan pada masa Orde Baru. 2
## 2. Golput Sebagai Realitias Politik di Indonesia
Golput muncul diawali sekitar 33 tahun yang lalu tepatnya pada tanggal 3 Juni 1971. Istilah ini diproklamirkan di Gedung Balai Budaya Jakarta, ketika itu diperkirakan sebulan lagi akan dilaksanakan pemilu tahun 1971. Arip Budiman yang didampingi oleh Mahasiswa serta Tokoh pemuda lainnya memperoklamirkan gerkan moral yang mereka namakan dengan “Golongan Putih (golput). Tindakan ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap sistem yang ada saat itu. Eksponen golput sebanyak 34 orang ditahan. 3
Menurut kelompok ini, dengan atau tanpa pemilu, kekuatan efektif yang banyak menentukan nasib negara ke depan adalah ABRI. Kebanyakan tokoh pencetus Golput adalah “Angkatan „66”, walaupun sebagian tokoh “Angkatan „66” diakomodasi Orba dalam sistem. Mereka ada yang menjadi anggota DPR-GR, bahkan Menteri. Namun, ada pula yang tetap kritis melawan rezim baru yang dianggap mengingkari janji itu. Wacana ini tidak berhenti pada saat itu namun berulang kembali pada periode-periode selanjutnya pada setiap pemilu tanah air.
1 Badri Khaeruman dkk., Islam dan Demokrasi Mengungkap Fenomena Golput (Jakarta:
PT Nimas Multima, 2004), h. 69
2 Ensiklopedi Nasional Indonesia , Jilid 6 (Jakarta: PT Delta Pamungkas, 2004), h.197
3 Priambudi Sulistiyanto, Politik Golput di Indonesia Kasus Peristiwa Yogya , h. 2.
Sebenarnya golput sebagai sebuah realitas sudah ada jauh sebelum adanya proklamir golput yang dilakukan oleh Arif budiman dan kawan- kawanya. Hal ini didasarkan pada tahun 1955 pun Golput sudah muncul dalam ajang pemilu pertama negara ini saat itu, akan tetapi saat itu Golput lebih diartikan sebagai ketidaktahuan masyarakat tentang pemilu. Dari segi kuantitas, jika dicermati pergerakan jumlah golput pada setiap ajang pemilu, maka jumlah Golput yang muncul dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Persentase Golput pun terbilang fenomenal, karena untuk mencapai angka 5% saja dalam Pemilu bagi sebuah parpol sudah sangat berat. Sementara itu bisa lihat, angka Golput selalu berkisar pada angka di atas 6% dari total jumlah pemilih. Bahkan Golput ketika pemilu 1999 meraih „suara‟ lebih dari 10.40% pemilih. Hal ini berarti jauh di atas Electoral threshold (ET) yang cuma 2%, dan jauh di atas suara partai besar seperti PAN, PBB, dan PK (sekarang PKS) saat itu. Jika Golput ini dilembagakan maka menurut UU dia otomatis akan lolos dalam pemilu 2004 ini sebagai salah satu alternatif pilihan masyarakat. Sehingga, tidak benar juga jika Golput dilihat hanyalah serpihan masyarakat ataupun indikasi kebodohan masyarakat, apalagi golongan marginal.
Sejak Pemilu 1955 angka Golput cenderung terus naik. Bila dihitung dari pemilih tidak datang dan suara tidak sah,golput pada pemilu 1955 sebesar 12,34%. Pada pemilu 1971, ketika Golput dicetuskan dan dikampanyekan, justru mengalami penurunan hanya 6,67%. Pemilu 1977 Golput sebesar 8,40%, 9,61% (1982), 8,39% (1987), 9,05% (1992), 10,07% (1997), 10.40% (1999), 23,34% (Pileg 2004), 23,47% (Pilpres 2004 putaran I), 24,95% (Pilpres 2004 putaran II). Pada Pilpres putaran II setara dengan 37.985.424 pemilih. Pemilu legislatif 2009 partisipasi pemilih sebesar 71%. Artinya jumlah golput (dalam arti longgar) terdapat 29%. Sedangkan menurut perkiraan berbagai sumber jumlah golput pada pemilu Presiden 2009 sebesar 40%. Angka-angka golput ini cukup tinggi. Yang pasti, angka tersebut jelas lebih besar daripada golput di Pileg 9 Juli lalu. Menurut Ketua KPU Husni Kamil Malik, tingkat partisipasi pilpres mencapai 75,11 persen. Sehingga, angka golput mencapai 24,89 persen. Jumlah itu jauh melampaui torehan pemenang pilpres, PDIP yang meraup 18,95 persen atau 23.681.471 suara. 4
Klausul yang dijadikan dalil pembenaran logika golput dalam Pemilu di Indonesia yaitu UU No 39/1999 tentang HAM Pasal 43. Selanjutnya, UU No 12/2005 tentang Pengesahan Kovenan Hak Sipil Politik yaitu di Pasal
4 Republika.co.id, Jakarta , Monday, 21 july 2014, 06:05 wib,
25 dan dalam UU No 10/2008 tentang Pemilu disebutkan di Pasal 19 ayat 1 yang berbunyi: "WNI yang pada hari pemungutan suara telah berumur 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih. Dalam klausul tersebut kata yang tercantum adalah "hak" bukan "kewajiban". Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang diamandemen pada 1999-2002, tercantum dalam Pasal 28 E: "Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali". Hak memilih di sini termaktub dalam kata "bebas". Artinya bebas digunakan atau tidak.
## 3. Golongan Putih Menurut Hukum Islam
Ayat al-Qur‟an dan Hadits Rasulullah Saw tidak menjelaskan secara sharih tentang golput. Namun kepemimpinan dalam hukum Islam merupkan hal yang sangat penting keberadaannya. Hal ini dapat dilihat pada beberapa ayat al-Qur‟an yang menjelaskan tentang kepemimpinan. Kepemimpinan dalam al-Qur‟an diungkapkan dalam beberapa istilah yang berbeda-beda. Terkadang al-Qur‟an mengungkapkan kata pemimpin dengan khilafah, atau dengan wali, dan pada ayat lain diungkapkan dengan kata ulil amr.
Di dalam al-Qur‟an terdapat prinsip-prinsip kepemimpinan yang harus dipraktekkan dalam kehidupan masyarakat diantaranya surat al- Baqarah: 30 berbunyi:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Quraisy Shihab dalam tafsirnya al-Misbah menjelaskan kata khalifah dalam ayat 30 surat al-Baqarah di atas pada mulanya berarti yang menggantikan atau yang datang sesudah siapa yang datang sebelumnya. Atas dasar ini ada yang memahami kata khalifah dalam arti yang menggantikan Allah dalam menjalankan kehendaknya dan menerapkan ketetapan- ketetapannya, tetapi bukan berarti Allah tidak mampu atau menjadikan manusia sekedudukan dengan Tuhan. Allah hanya bermaksud menguji manusia dan memberikan penghormatan kepada mereka. Kekhalifahan tersebut diserahkan kepada Adam dan cucu-cucunya yaitu seluruh manusia dengan wilayah penugasan adalah bumi dan segala isinya. 5
Al-Qurthubi menjelaskan dalam tafsirnya bahwa kata ِفِ ٌلِعاَج ِّنِّإ ةً َي ِ َ ِ ْلأا mengandung makna adanya satu kaum yang menjadi khalifah untuk kaum yang lain pada kurun waktu tertentu dan pada setiap suku bangsa tertentu. Maksud ayat ini tidak terfokus pada penunjukan Adam as. saja secara khusus sebagai kahlifah, sebagaimana dikatakan oleh sebagian mufassir. Pendapat ini disandarkan oleh al-Qurthubi kepada ibn Mas‟ud, ibn Abbas dengan kebanyakan ahli-ahli ta‟wil. Al-Razy dalam tafsirnya juga mengatakan bahwa kata khalifah dalam ayat di atas menjelaskan tentang keberadaan kekhalifahan Adam as di bumi sebagai suatu penghargaan dan nikmat besar kepada Adam as. Ayat ini tidak terpokus pada penunjukan Adam as. sebagai khalifah secara khusus akan tetapi mencakup terhadap semua manusia secara umum. 6
Hal ini dikuatkan dengan beberapa firman Allah yaitu surat al- An‟am ayat 165 yang berbunyi:
dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
5 Quraish Shihab, tafsir al-Misbah , (Jakarta: Lentera Hati, 2000), jilid 1, Hlm.,140
6 Al-Razi , juz. 1, hlm., 436
Al-Razy menafsirkan
{
لأا فئلا ْمُكَ َعَج } bahwa Allah swt. menjadikan umat Muhammad sebagai khalifah di bumi karena Muahmmad saw merupakan penutup sekalian Nabi.Oleh karena itu umat Muhammad sebagai khalifah terhadap umat-umat sesudahnya, sebagian mereka menjadi khalifah untuk sebagian yang lain. Ayat ini juga memberikan pengertian bahwa Allah menjadikan sebagian manusia sebagai khalifah kepada manusia yang lainya. Makna ketiga dari ayat ini menjelaskan bahwa mereka Umat Muhammad saw sebagai khalifah di atas permukaan bumi sebagai penguasa dan berhak mengatur perilaku rakyatnya sesuai dengan prinsip-prinsip yang dikendaki Allah. 7 Al-Alusy dalam tafsirnya menjelaskan bahwa makna ayat tersebut adalah sebagian manusia menjadi khalifah terhadap sebagian yang lain. Apabila satu kurun berakhir dilanjutkan lagi oleh kurun waktu yang berikutnya sampai datangnya hari kiamat. Kekhalifahan itu biasanya diberikan kepada orang yang „alim. Allah menjadikan khalifah di bumiNya sebagai pemelihara dan pelestari bumi Allah. Khitab dalam ayat ini mencakup Nabi Adam as. dan keseluruhan umat manusia. 8
Nabi Daud as. juga diunkapkan Allah SWT. sebagai seorang khalifah di atas permuukaan bumi ini yang harus menegakkan hukum- hukum Allah dan mewujudkan kemaslahatan alam semesta, Allah SWT. berfirman dalam surat al-Shaad ayat 26 yang berbunyi:
Hai Daud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah Keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, Karena mereka melupakan hari perhitungan.
7 Ibid., juz 7, hlm., 31
8 Tafsir al-Alusy , juz. 6, hlm.,95
Ayat ini menjelaskan pengangkatan Nabi Daud as sebagai khalifah di bumi. Daud memiliki kekuatan besar akan tetapi dia orang yang takwa, sabar, rendah harti dan hamba yang banyak ibadahnya kepada Allah. Beliau berbeda dengan raja-raja sebelumnya seperti Fir‟aun, kaum samud, kaum Nabi Luth, dan Ashabul Aikah yang menjadi penguasa dipermukaan bumi yang bertindak semena-mena dan membawa kehacuran terhadap bumi ini. Oleh karena itu pada tangan Nabi Daud as. Allah memberikan kenabian dan kerajaan besar. Pemerintahannya merupakan pemerintahan yang kuat dan besar. Kesuksesan ini diperolehnya karena beliau memerintah secara bijaksana, memiliki ilmu sampai pada tingkatan hikmah (filosof), memiliki tujuan-tujuan yang maha sempurna, dan bertindak tegas dalam penindakan hukum dan pemerintahan pada masyarakatnya. 9 Dengan demikian pemerintahan yang dibangun oleh Daud as. memiliki pondasi sebagai berikut:
a. Menggantikan Allah dalam menjalankan kehendaknya dan menerapkan ketetapan-ketetapannya
b. Penegakan supermasi hukum yang ketat dan berkeadilan, hal ini didasarkan pada penjelasan mufassir bahwa Nabi Daud as memiliki keistimewaan dari kerajaan-kerajaan sebelumnya yang cendrung zalim dan meninggalkan prinsip-prinsip keadilan bagi masyarakatnya seperti perlakuan Fir‟aun terhadap rakyatnya.
c. Bersifat konsisten dan istiqamah dalam perintah-perintah syara‟ dan menjauhkan perlakukan yang mempeturutkan hawa nafsu dalam pemerintahannya. Setiap kebijakannya didasarkan pada petunjuk- penjuk ilahiyah. Pemerintahan yang mementingkan pemenuhan sahwat dan kepentingan nafsu akan membawa pada kehancuran pemerintahan tersebut.
d. Nabi Daud as. selalu meningkatkan kulaitas dan kuantitas ibadahnya agar beliau mendapatkan pertolongan dan kekuatan dalam mengemban risalah dan pemerintahan yang diamanahkan Allah kepda beliau. Baginya salah satu kunci keberhasilan menegakkan pemerintahan dan pengemban risalah adalah komunikasi yang intensif kepada Allah swt. agar selalu mendapatkan jalan keluar dari kesulitan dan diberikan kemudahan dalam segala urusan.
Dalam tafsir al-Fahr al-Razy dijelaskan bahwa keberadaan Nabi Daud sebagai khalifah mencakup dua hal yaitu:
9 Said Kutub, Fi Zhilal al- Qur’an, (Beirut: Dar al-Syuruk, 68), Juz 5, Hlm., 3017
a. Allah menjadikannya sebagai khalifah atau pengganti pemegang risalah sesudah nabi-nabi sebelumnya dalam menegakkan syari‟ah Allah dan membentuk masyarakat yang beribadah kepada Allah.
b. Nabi Daud juga seorang pemegang tampuk kekuasaan yang berfungsi untuk menegakkan hukum-hukum syara‟ sesuai dengan kehendak Allah.
Pada dasarnya manusia itu sangat memperturutkan hawa nafsunya, sering terjadi permusuhan, perbantahan, dan pertengkaran diantara mereka. Oleh karena itu keberadaan seorang sulthan atau penguasa sangat muthlak diperlukan untuk mewujudkan kemaslahatan di antara mereka. Ketika penguasa memiliki komitmen yang kuat untuk memberlakukan syari‟ah Allah secara konsisten maka kemaslahatan di atas bumi Allah ini akan terwujud. 10
Prinsip penguasa yang mengikuti hawa nafsunya dapat mengakibatkan dua hal:
a. Penguasa yang mengikuti hawa nafsunya akan membawa pada kesesatan dan jauh dari jalan Allah. Ciri khas orang yang memperturutkan hawa nafsunya akan membawa keperibadian yang mementingkan kepentingan individual dan golongan tidak memperhatikan kemaslahatan kehidupan dunia yang lebih universal.
b. Perbuatan sesat yang memperturutkan hawa nafsu tersebut akan mengakibatkan timbulnya „azab dari Allah swt.. Penimpaan azab tersebut dapat terjadi pada hari akhirat yaitu dengan dicampakkannya pada pelakunya ke dalam neraka Allah swt. atau datangnya bencana alam dan berbagai musibah bagi masyarakat akibat perbuatan mereka secara kolektif baik masyarakat dan pengusanya sama-sama memperturutkan hawa nafsu mereka masing-masing dan melalaikan hukum syara‟. 11
Al-Qurthubi dalam tafsirnya Fi Zhilal al-Qur‟an menjelaskan bahwa ayat di atas menjelaskan tiga hal yaitu:
a. Allah mengangkat Nabi Daud as menjadi khalifah di bumi untuk menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat munkar. Sebelum Nabi Daus as. telah diangkat nabi dan hamba yang shaleh sebagai kahlifah di atas bumi.
10 Muhammad al-Razy Fahruddin Ibn „Alamah Dhiya Uddin al-Razy, Tafsir Alfarh al-Razy, (Berut: Dar al-Fikr, 1995), jilid 13, Hlm., 201 11 Ibid.
b. Ada suatu kewajiban yang harus diemban oleh Nabi Daud as sebagai khalifah di bumi Allah swt. yaitu menerapkan hukum secara adil. Perintah ini merupakan perintah wajib yang harus dijalankan oleh Nabi Daud as.
c. Dalam menjalankan kekhalifahan tidak dibenarkan mengikuti hawa nafsu dalam setiap kebijakan dan penerapan hukum. 12
Ayat yang bersentuhan langsung dengan kata khalifah terdapat delapan ayat dalam al-Qur‟an sebagaimana yang penulis uraikan di atas. Makna khalifah yang terkandung dari keseluruhan ayat tersebut dapat dikelompokkan pada dua makna yaitu:
a. Khalifah atau kepemimpinan merupakan hal yang penting dipermukaan bumi sebagaimana terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 30 seperti yang dijelaskan oleh Yusuf Qardhwy dan al-Qurthubi di atas. Demikian juga surat al-An‟am ayat 165, al-Namal ayat 62, al- Shaat ayat 26. Biasanya kata yang dipakai untuk makna ini adalah َي ِ َ
ً (khalifah).
b. Khalifah yang berarti pengganti kaum atau kaum yang baru setelah dihancurkannya kaum sebelumnya sebab kedurhakaan mereka kepada Allah swt.. Makna seperti ini terdapat pada surat Yunus ayat 14 dan ayat 73, surat Pathir ayat 39, surat al-A‟raf ayat 69. Bentuk kata yang diungkapkan adalah dan .
Kedua bentuk makna ini sama-sama memberikan makna pentingnya kepemimpinan yang berpungsi untuk membentuk kemaslahatan dan menghilangkan kemudharatan di atas bumi Allah swt. Kepentingan tersebut dapat terlihat dari alasan-alasan berikut:
a. Perkara pertama yang dianggap penting oleh Allah setelah penciptaan langit dan bumi adalah pengangkatan khalifah sebagai pencipta peradaban di atas bumi.
b. Sosok yang diciptakan sebagai khalifah di atas bumi adalah makhluk paripurna yang lebih sempurna dari malaikat karena punya nafsu yang dapat dikendalikan untuk membentuk peradaban di muka bumi, lebih sempurna dari hewan karena punya akal aktif yang terus berkembang sampai mencapai tingkat kesempurnaan.
c. Khilafah yang dimaksudkan dalam ayat bukan berarti khalifah yang dibangun pada masa khilafah Islam dalam tinjauan sejarah secara khusus akan tetapi khalifah dalam beberapa ayat di atas dapat
12 Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshari al-Qurthuby, Tafsir al- Qurthuby, (Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,tt), jilid 8, hlm., 124.
dimaknai sebagai kerajaan, sulthan (pemerintah) atau presidentil atau parlementer.
d. Aya-ayat di atas tidak mempokuskan pada penunjukan Adam as. sebagai khalifah secara khusus akan tetapi mencakup terhadap semua manusia secara umum.
e. Bumi ini tidak pernah mengalami kekosongan kekhalifahan baik dari segi khalifah sebagai pemimpin maupun khalifah dari segi sekelompok masyarakat yang menggantikan masyarakat yang mengalami kepunahan karena kedurhakaan mereka kepada Allah swt. Apabila satu kurun berakhir dilanjutkan lagi oleh qurun yang berikutnya sampai datangnya hari kiamat.
Namun demikian kekhalifahan yang berkaitan dengan misi kehendak Allah dalam bentuk doktrin-doktrin keagamaan, Allah mengangkat orang- orang pilihannya sebagai pemgemban risalah tersebut. Pengangkatan nabi dan rasul merupakan kehendak Allah semata yang dicirikan dengan adanya mukzizat yang dimiliki oleh para rasulnya dan ajaran mereka yang rational dan membawa kemaslahatan. Adapun khilafah dalam arti Lembaga dalam pemerintahan Islam dengan makna, “perwakilan, pengganti, atau jabatan khalifah” 13 , merupakan hak progratif manusia untuk memusyawarahkannya. Sistem pemilihan kepala pemerintahan, bentuk managemen pemerintahan, dan segala hal yang berkaitan dengan pemerintahan merupakan hak manusia yang diserahi Allah untuk menentukannya.
Selain kata khilafah masih ada beberapa kata lainnya yang semakna dengan kata khilafah yaitu wali dan ulil amri. Adapaun kata wali yang berkenaan dengan pengangkatan khilafah seperti firman Allah dalam surat al-Nisa ayat 88 yang menjelaskan larangan menjadikan orang-orang munafiq sebagai wali. Menurut Sayid Kutub orang munafiq dan orang yang tidak seakidah dengan orang-orang Islam tidak boleh dijadikan sebagai rekan kerja apalagi sebagai pemegang kekuasaan pada beberapa daerah Islam karena mereka akan tetap berusaha untuk mempersempit ruang gerak orang-orang Islam menjalankan kepercaan dan agama mereka. 14 Pernyataan tegas tentang larangan mengangkat non-muslim sebagai khalifah atau pemimpin untuk orang-orang beriman terdapat dalam surat Ali Imran ayat 29. Ibn Abbas berkata, sebagaimana dikutip oleh al-Qurthubi bahwa Allah swt. melarang orang-orang mukmin mengangkat orang kafir sebagai pemimpin sebagaimana ayat ini diperkuat oleh ayat 118 dalam surat Ali
13 Istilah ini berasal dari bahasa arab, yakni khalf , yang berarti wakil, pengganti, dan penguasa. Khilafah adalahistilah yang munculpadamasapemerintahan Islam, sebagaiinstitusipolitik Islam, yang bersinonimdengan kata imamah , yang berartimemerintah.
14 Sayid Qutub, Loc.cit.,jilid 5, hlm., 727
Imran ini. 15 Penegasan tentang hanya orang-orang yang beriman yang bisa dijadikan sebagai pemimpin terdapat dalam ayat 55 surat al-Maidah. Pada ayat ini Allah swt. menjelaskan bahwa yang menjadi wali bagi orang-orang beriman hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman di antara mereka. Dalam ayat 51 surat al-Maidah juga dijelaskan larangan untuk mengangkat orang yahudi dan nasrani sebagai pemimpin untuk orang-orang beriman, bahkan Allah swt. menjelaskan orang-orang yang bersekongkol dengan orang-orang yahudi dan nasrani berarti mereka sebangsa dan seakidah dengan mereka. Larangan dalam ayat ini menurut Sayid Kutub li al- tahzir atau bahkan li al-tahdid. 16 Dengan demikian seluruh kata wali dalam al-Qur‟an yang mengarah pada pemaknaan pengankatan pemimpin atau kekasih yang dekat kepada seorang mukmin, maka tidak boleh menjadikan orang kafir pada posisi ini.
Ungkapan lain yang mengarah pada makna pentinnya kepeminpinan adalah kata ulil amri. Kata ini terdapat dalam dua ayat dalam surat al-Nisa yaitu ayat 58 dan 82. Pada ayat 58 surat al-Nisa Allah swt. menjelaskan kewajiban menta‟ati pemimpin sekedudukan dengan kewajiban menta‟ati Allah dan Rasul-Nya akan tetapi keta‟atan terhadap pemimpin menduduki pringkat ketiga setelah menta‟ati Allah dan Rasul-Nya. Kemuthlakan ta‟at hanya kepada Allah dan Rasul-Nya. Seluruh perintah Allah dan Rasul wujub al-tha‟ah karena kedua sumber perintah ini tidak pernah bertentang prinsi- prinsipnya, namun kewajiban ta‟at terhadap pemimpin mempunyai batasan yaitu hanya perintah pemimpin yang sesuai dengan kehendak dan maqasid syara‟ saja yang harus dita‟ati, selain itu, perintah yang mengandung unsur kemaksiatan tidak boleh dita‟ati. Oleh karena itulah Sayid Quthub dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ulul amri yang dimaksudkan dalam ayat ini mengandung arti pemimpin yang mukmin yang ta‟at kepada Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian pemimpin yang harus ditegakkan dalam negara muslim adalah pemimpin yang muslim dan beriman kepada Allah swt. 17
## b. Hadits-hadits tentang Kepemimpinan
1) Keharusan menetapkan pemimpin dalam musafir.
15 Al-Qurthubi, Loc.Cit , jilid 4, hlm., 37 16 Sayid Qutub, Loc.cit, hlm., 908
17 Ibid., hlm., 687
في ثلاث جرخ اذا لاق ملسو ويلع الله ىلص الله لوسر نا يردلخا ديعس بيأ نع
مىدحأ اورمؤيلف رفس ( دواد بيأ هاور ) 18 Hadits dari Abi Sa’id al -Khudry, bahwa sesungguhnya nabi SAW. bersabda: “Apabila kamu bebergian tiga orang maka hendaklah kamu mengangkat pemimpin salah seorang di antara kamu. (H.R. Abu Daud)
Hadits ini menjelaskan kemestian adanya pemimpin walaupun kelompok kecil masyarakat bahkan tiga orang saja yang berkumpul dalam suatu perjalanan mereka harus mengangkat salah seorang pemimpin di antara mereka. Hadits ini diperkuat lagi hadits yang sama maknanya, yaitu hadits yang bersumber dari Abi Hurairah. Hadits dari Abi Hurairah ini menceritakan perjalanan Abu Salmahdengan beberapa orang sahabat lainnya. Ketika itu Abu Salmah menganjurkan harus ada pemimpin dari mereka dalam permusyafiran itu dan beliau membacakan hadits di atas, kemudian sahabat yang lainnyalangsungmengangkat Abu Salmah sebagai pemimpin mereka.
2) Mentaati Peminpin Berarti Mentaati Allah SWT.
Rasulullah SAW. dalam salah satu haditsnya menjelaskan mematuhi peminpin sama pentingnya dengan mematuhi Allah SWT. beliau bersabda yang bunyinya:
دقف نيعاطأ نم لاق ملسو ويلع الله ىلص الله لوسر نأ لوقي ونع الله يضر ةريرى بيأ نع ييرمأ ىصع نمو نيعاطأ دقف ييرمأ عاطع نمو الله ىصع دقف نيصع نمو الله عاطأ
نياصعدقف ( يراخبلا هاور ) 19
Hadits dari Abi Hurairah ia berkata: “Sesusungguhnya Rasulullah SAW. pernah bersabda: seseorang yang taat kepadaku sesungguhnya ia telah mentaati Allah, seseorang yang tidak taat kepadaku maka ia telah durhaka kepada Allah, seseorang yang taat kepada para pemimpinku sesungguhnya ia telah patuh kepadaku, siapa saja yang berbuat maksiat kepada peminpinku sesunggunya ia telah berbuat maksiat kepadaku. (H.R. Bukhari)
18 Abu Daud Sulaiman bin al-Asy‟Asy al-Sajistany al-Azdy, Sunan Abu Daud, (Beirut: Dar IbnHajm, 1997), Juz 3, hlm., 58
19 Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, al- Jami’ al -Shahihi, (Qahirah: Maktabah Salafiyah, 1400 H), Jilid 4, hlm., 328
Hadits ini menjelaskan bahwa mentaati pemimpin merupakan keharusan bagi orang-orang yang di bawah kepemimpinannya. Mematuhi peminpin sama halnya dengan mentaati Rasulullah SAW. demikian juga halnya mentaati Allaw SWT. juga seiring dengan mematuhi pemimpin. Oleh karena itu mendurhakai pemimpin termasuk perbuatan maksiat di hadapan Allah SWT.
Pentingnya mematuhi pemimpin dalam hadits ini mengindikasikan bahwa keberadaan pemimpin dalam kominitaas masyarakat sangat penting posisinya. Keengganan untuk ikut serta dalam pemilihan pemimpin merupakan sikap yang tidak baik berdasarkan hadits ini. 3) Calon pemimpin yang baik tidak memilki ambisi untuk diangkat menjadi pemimpin.
َيِضَر َةَرْ يَرُى ِبيَأ ْنَع َةَعْرُز ِبيَأ ْنَع َةَراَمُع ْنَع ٌريِرَج اَنَرَ بْخَأ َميِىاَرْ بِإ ُنْب ُقاَحْسِإ ِنيَثَّدَح ِفي ْمُىُراَيِخ َنِداَعَم َساَّنلا َنوُدَِتَ َلاَق َمَّلَسَو ِوْيَلَع َُّللَّا ىَّلَص َِّللَّا ِلوُسَر ْنَعُهْ نَع َُّللَّا َنوُدَِتََو اوُهِقَف اَذِإ ِ َلاْسِْاا ِفي ْمُىُراَيِخ ِةَّيِلِىاَْاا ُوَل ْمُىَّدَشَأ ِنْأَّشلا اَذَى ِفي ِساَّنلا َرْ يَخ هٍوْجَوِب ِ َ ُؤَى ِ ْأَيَو هٍوْجَوِب ِ َ ُؤَى ِ ْأَي يِذَّلا ِْ َهْجَوْلا اَذ ِساَّنلا َّرَش َنوُدَِتََو ةًةَيِىاَرَ
20
Telah bercerita kepadaku Ishaq bin Ibrahim telah mengabarkan kepada kami Jarir dari 'Umarah dari Abu Zur'ah dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Rasulullah Shallallhu 'alaihi wa salam bersabda: "Kalian akan temui manusia beragam asal-usulnya (dan kwalitas perilakunya) maka orang-orang yang baik pada zaman jahiliyyah akan menjadi baik pula pada zaman Islam bila mereka memahami (Islam), dan akan kalian temui pula manusia yang paling baik dalam urusan (khilafah/pemerintahan) ini, yaitu mereka yang tidak selera terhadap jabatan dan akan kalian temui orang yang paling buruk dalam urusan ini adalah mereka yang bermuka dua (Oportunis), dia datang kepada satu golongan dengan wajah (pendapat) tertentu dan datang kepada kelompok lain dengan wajah (pendapat lain) lain". (Bukhari: 3234)
Hadist yang sama maknanya dengan hadits di atas diriwayatkan oleh abu Khurairah akan tetapi dari thuruq Quthaibah bin Sa‟id, namun ada penambahan tentang “...kalian akan temui pula bahwa manusia yang paling baik dalam urusan (kepemimpinan/pemerintahan) ini adalah orang yang
20 Abu Abdillah Muhammad bin Ismail ibn Ibrahim ibn Mughirah ibn Bardizbah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1992), jilid 4, hlm., 511, Bukhari: 3493.
paling membenci (tidak selera) terhadap urusan pemerintahan ini hingga dia masuk ke dalamnya".(Jika sudah masuk dalam pemerintahan karena untuk menegakkan keadilan dan menegakkan hukum Allah, jika bukan untuk ambisi pribadi dan golongan, maka bukan hal itu perkara yang dibenci). 21
Hadits di atas menjelaskan bahwa salah satu ciri khas orang yang dapat diangkat sebagai pemimpin adalah orang yang tidak terlalu ambisi untuk dipilih menjadi pemimpin. Sifat seperti ini mengindikasikan bahwa prilaku pemimpin seperti ini cendrung, netral, adil, tidak mementingkan kepentingan pribadi atau golongan. Sebaliknya bagi orang yang berambisi untuk menjadi khalifah atau pemimpin boleh jadi ia memilki maksud tertentu apakah untuk memperoleh keuntungan pribadi atau golongan atau ambisi lain yang tidak membawa kemaslahatan.
## 4) Keharusan Pemimpin dari suku Quraisy
هٍمِعْطُم ِنْب ِْيرَ بُج ُنْب ُدَّمَُمُ َناَ َلاَق ِّيِرْىُّزلا ْنَع ٌبْيَعُش اَنَرَ بْخَأ ِناَمَيْلا وُبَأ اَنَ ثَّدَح ِصاَعْلا ِنْب وِرْمَع َنْب َِّللَّا َدْبَع َّنَأهٍشْيَرُ ق ْنِم هٍدْفَو ِفي ُهَدْنِع َوُىَو َةَيِواَعُم َغَلَ ب ُوَّنَأ ُثِّدَُيُ ُوُلْىَأ َوُى اَِبِ َِّللَّا ىَلَع َنَْ ثَأَف َ اَقَ ف ُةَيِواَعُم َبِضَغَ ف َناَطْحَق ْنِم ٌكِلَم ُنوُكَيَس ُوَّنَأ ُثِّدَُيُ َِّللَّا ِباَتِ ِفي ْتَسْيَل َثيِداَحَأ َنوُثَّدَحَتَ ي ْمُكْنِم ةً اَجِر َّنَأ ِنيَغَلَ ب ُوَّنِإَف ُدْعَ ب اَّمَأ َلاَق َُّثُ ِتَِّلا َّ ِنياَمَْلْاَو ْمُ اَّيِإَف ْمُكُلاَّهُج َكِئَلوُأَف َمَّلَسَو ِوْيَلَع َُّللَّا ىَّلَص َِّللَّا ِلوُسَر ْنَع ُرَ ثْؤُ ت َ َو هٍشْيَرُ ق ِفي َرْمَْلْا اَذَى َّنِإ ُلوُقَ ي َمَّلَسَو ِوْيَلَع َُّللَّا ىَّلَص َِّللَّا َلوُسَر ُتْعَِسَ ِّنيِإَف اَهَلْىَأ ُّلِضُت َنيِّدلا اوُماَقَأ اَم ِوِهْجَو ىَلَع َُّللَّا ُوَّبَ َّ ِإ ٌدَحَأ ْمِهيِداَعُ ي َ 22
Telah bercerita kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhriy berkata; Muhammad bin Jubair bin Muth'im pernah bercerita kepadanya bahwa ada berita yang sampai kepada Mu'awiyah yang saat itu dia sedang mempunyai urusan dengan orang Quraisy bahwa'Abdullah bin 'Amru bin Al 'Ash menceritakan bahwa akan ada raja dari kalangan suku Qahthan (di Yaman). Mu'awiyah kemudian marah lalu berdiri kemudian memuji Allah Ta'ala dan segala pengagungan yang memang hanya patut bagi-Nya kemudian berpidato; "Hadirin yang dimuliakan. Sungguh telah sampai kepadaku orang-orang dari kalian yang menyampaikan pembicaraan yang tidak ada dalam Kitab Allah dan juga bukan dinukil dari sabda Rasulullah Shallallhu 'alaihi wa salam. Mereka itulah orang-orang bodoh dari kalian. Oleh karena itu kalian harus waspada
21 Ibid., Bukhari: 3496
22 Bukhari, Jilid. 8, Hlm., 445.
terhadap angan-angan yang menyesatkan para pelakunya. Sungguh aku pernah mendengar Rasulullah Shallallhu 'alaihi wa salam bersabda: "Sesungguhnya urusan (khilafah/pemerintahan) ini berada pada suku Quraisy dan tidak ada seorangpun yang menentang mereka melainkan Allah Ta'ala pasti akan menelungkupkan wajahnya ke tanah selama mereka (Quraisy) menegakkan ad-din (agama) ".
Redaksi yang sama dengan hadits di atas riwayat dari Ibn Umar bahwa hak kekhalifahan itu dari orang Quraisy tiga, dua orang dari mereka,23 Abu bakar juga menjelaskan bahwa kepemimpinan itu adalah hak Quraisy dengan alasan mereka adalah pertengahan dikalangan bangsa arab yang nasab dan keluarganya.24Demikian juga hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakam bin Nafi‟ pada kitab Sunan al-Nasai menjelaskan bahwa perkara kepemimpinan berada pada orang-orang Quraisy. 25
## 5) Pemilihan Pemimpin Secara Musyawarah
Pada awalnya kepemimpinan berada di tangan Quraisy melalui beberapa hadits Nabi saw dan ungkapan Abu Bakar namun ungkapan Umar bin Khaththab bertentangan dengan penentuan pemimpin yang sebelumnya hak orang Quraisy beliau mengatakan: “Jika kematian datang segera menjemputku, maka kekhilafahan adalah dipilih dengan cara musyawarah di antara enam orang yang Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam wafat dalam keadaan ridha kepada mereka”... 26
Hadits yang senada dengan hadits ini juga diriwayatkan oleh Hammam bin Yahya dalam kitab hadits sunan ahmad bin Hambal bahwa Umar ra menyarankan supaya pemimpin dipilih secara sistem perwakilan yang berbunyi:
...Umar berkata; "Sesungguhnya orang-orang menyuruhku untuk mengangkat seorang pengganti, dan sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan agama dan kekhilafahanNya, yang telah mengutus Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wasallam dengan mengusungnya, dan jika ajal menjemputku maka urusan ini diserahkan di dalam Syuraa (musyawarah) diantara enam orang yang ketika Nabiyullah shallallahu 'alaihi
23 Ibid ., Bukhari: 3240
24 Ibid., Bukhari: 6328
25 Jalaluddin al-Suyuthy, Sunan al-Nasai, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,tt),
Nasai: 2409, selanjutnya disebut Nasai: 2409
26 Abu Husein Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisabury, Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1992) Muslim: 879, Selanjutnya disebut Muslim: 879
wasallam meninggal beliau ridla kepada mereka, maka siapa saja diantara mereka yang kalian bai'at hendaklah kalian dengar dan taati, 27
## 6) Kemestian dan Fungsi Pemimpinbagi Umat Islam
Bentuk lembaga pemerintahan Islam tidak ditetapkan oleh Allah dan Rasulnya karena penegasan itu tidak terdapat dalam al-Qur‟an dan Hadits secara jelas. Tetapi esensi dari kepemimpinan itu adalah untuk mewujudkan penerapan hukum syara‟. Menurut Ibn Khaldun (1332-1406), sejarawan dan sosiolog Islam, pemimpin adalah tanggung jawab umum yang sesuai dengan syara`(hukum Islam)dan bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan (kepentingan) dunia dan akhirat bagi ummat. Pada hakikatnya, pemimpin merupakan pengganti fungsi pembuat syara`, yakni Rasulullah saw sendiri dalam urusan agama dan politik keduniaan. Selanjutnya Ibn Khaldun mengatakan bahwa pemimpin juga bersinonim dengan istilahimamah, yakni kepemimpinan menyeluruh berkaitan dengan urusan agama dan urusan dunia sebagai pengganti fungsi Rasul saw. 28
Imam al-Badawi, tokoh fiqh Mazhab Syafi`i berpendapat bahwa imamah adalah pernyataan yang berkaitan dengan pengganti fungsi Rasulullah saw oleh seseorang untuk melaksanakan undang-undang hukum Islam (syari`at) dan melestarikan akan agama yang harus diikuti ummat. Menurut Imam al-Mawardi, ahli fiqh dan politikus Mazhab Syafi`i, mengatakan bahwa dibentuknya pemimpin bertujuan untuk mengganti fungsi kenabian guna memelihara agama dan mengatur masalah dunia. Kehadiran institusikepemimpinan inidalamsejarahpemerintahan Islam merupankan symbol kesatuanmasyarakatmuslim. 29
## 7) Sistem Pengangkatan Pemimpin
Sistem pengangkatan pemimpin dalam Islam berdasarkan beberapa hadits di atas terlihat bahwa ada pertentangan antara penekanan penentuan pemimpin dari suku Quraisy dengan penetapan Umar untuk memilih khilafah berdasarkan musyawarah. Namun al-Qur‟an lebih menekankan supaya pemimpin dipilih secara musyawarah dan demokrais. Seseorang yang melaksanakan fungsi kepemimpinan disebut khalifah. Bentuk jama`nya khulafa` atau khala`if . khalifah yang berarti orang yang menggantikan
27 Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1993) jilid 1, hlm., 20. Ahmad: 85, selanjutnya disebut Ahmad: 85
28 MunawirSjadzali, Islam dan Tata Negara, Jakarta, UI Press, tahun 1993, hlm .102
29 Ibid , hlm . 63
(kedudukan) orang yang sebelumnya, orang yang menggantikan kedudukan orang lain, orang yang mengambil alih tempat orang lain sesudahnya dalam berbagai persoalan. Khalifah biasa pula berarti al-sultan al-a`zam (kekuasaan paling besaratau paling tinggi).
Sejarah timbulnya istilah khalifah dan istitusi khilafah bermula sejak terpilihnya Abu Bakar Siddiq (573-634) sebagai pemimpin umat Islam menggantikan Nabi saw sehari setelah Nabi saw wafat. Kemudianberturut- turutterpilih Umar bin Khattab (581-644), Usman bin Affan (576-565), Ali bin AbiThalib (603-661).
Abu Bakar As-Shiddiq terpilih secara aklamasi setelah terjadi diskusi dan perdebatan antara kaum Anshar dan Muhajirin dalam pertemuan di Saqifah Bani Sa`idah (balai pertemuan di Madinah). 30
Untuk priode berikutnya, Umar bin Khattab ditunjuk oleh Abu Bakar as-As-Shiddiq setelah mengadakan musyawarah dan konsultasi dengan beberapa sahabat utama dan menyampaikannya kepada umat Islam yang berkumpul di Masjid Nabawi. Penunjukkan tersebut mendapat persetujuan mutlaq dari umat Islam.Persetujuan tersebut dibuat dalam bentuk tertulis oleh Usman bin Appan. Berdasarkan surat pengangkatan itu, setelah Abu Bakar as-As-Shiddiq wapat pada tahun 634, Umar bin Khattab di bai`at oleh kaum muslimin sebagai pengganti Abu Bakar as-Siddiqjuga di Masjid Nabawi. 31
Usman bin Affan dipilih oleh Dewan Syura atau formatur yang dibentuk Umar bin Khattab yang beranggotakan enam sahabat, yaitu : Ali bin AbiTalib, Adurrahman bin Auf, Sa`ad bin Waqqas, Zubair bin Awwam, danThalhah bin Ubaidillah yang bertugas memilih salah seorang diantara mereka. Tim ini dibentuk oleh Umar bin Khattab setelah ia sakit, dan didesak oleh para sahabat agar menunjuk penggantinya. 32
Gelar Kalifah pertama kali digunakan oleh Abu Bakar as-As- Shiddiq. Ketika ada sahabat menyebut Khalifatullah (Khalifah Allah SWT.), ia menolaknya. Ia mengatakan, saya bukan Khalifatullah, tetapi Khalifah Rasullah saw. Kemudian Umar bin Khattab digelar khalifatal-Rasululillah (khalifah dari khalifah Raasulullah saw), namun ia tidak menyukai gelar ini. Ia menyebut dirinya Amirulmu`minin (pemimpin orang yang beriman).
30 Ibid . 23
31 Ibid, hlm.24 32 Ibid, hlm.25
Usman bi Affan dan Ali bin Abi Talib juga digelar Khalifah Rasulullah saw. Dengan gelar ini maka wewenang dan kekuasaan yang di atributkan kepada mereka adalah sebagai pengganti Muhammad saw dalam kedudukannya sebagai kepala negara yang menjalankan tugas kepala Negara yang menjalankan tugas memimpin umat baik muslim atau non muslim dan memelihara aspek imamah kemaslahatan mereka bukan dalam kedudukannya sebagai pembawa risalah. Artinya, mereka menjadi khulafa Rasulullah saw disamping sebagai pengatur, penyebar agama atau pemimpin spiritual, bukan dalam risalah, karena dengan wafatnya Nabi Muhammad saw, maka wahyu pun secara otomatis terhenti dan kedudukannya tidak dapat digantikan oleh siapa pun. Dengan demikian mereka adalah kepala Negara sekaligus pemimpin agama.
## Penutup
Uraian di atas menjelaskan bahwa kepemimpinan dalam Islam sangat penting keberadaannya. Hal ini terlihat dari banyaknya ayat al-Qur‟an dan hadis yang menjelaskan tentang kepemimpinan. Disamping itu secara politis hukum Islam tidak akan dapat diterapkan dipermukaan bumi ini kalau tidak ada kekuatan yang memaksa untuk pemberlakuannya. Kekuatan itu adalah penguasa yang menjadikan hukum Islam sebagai hukum tertinggi yang mengatur negara tersebut. Keberadaan hukum Islam tidak akan menjadi penting kalau ia hanya berada pada tulisan para pakar hukum Islam. Keberartian hukum Islam baru terlihat ketika ia dipraktekkan dan dijalankan oleh umat manusia. Dengan demikian hukum Islam membutuhkan penguasa yang menerapkannya. Pengangkatan penguasa yang memiliki komitmen dengan pemberlakuan hukum Islam dipilih dengan pemungutan suara secara demokratis. Hak pilih seseorang akan sangat berarti dalam menentukan kepemimpinan tersebut. Oleh karena itulah golput tidak dibenarkan dalam hukum Islam.■
## Daftar Pustaka
Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshari al-Qurthuby, Tafsir al- Qurthuby, Libanon, Dar al-Kutub al-Ilmiyah,tt, jilid 8.
Abu Abdillah Muhammad bin Ismail ibn Ibrahim ibn Mughirah ibn Bardizbah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Beirut, Dar al-Kutub al- Ilmiyah, 1992, jilid 4.
Abu Daud Sulaiman bin al-Asy‟Asy al-Sajistany al-Azdy, Sunan Abu Daud,Beirut, Dar IbnHajm, 1997.
Abu Husein Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisabury, Shahih Muslim, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1992.
Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 6, Jakarta, PT Delta Pamungkas, 2004.
Jalaluddin al-Suyuthy, Sunan al-Nasai, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyah,tt.
Khaeruman , Badri, Islam dan Demokrasi Mengungkap Fenomena Golput, Jakarta, PT Nimas Multima, 2004.
Muhammad al-Razy Fahruddin Ibn „Alamah Dhiya Uddin al-Razy, Tafsir Alfarh al-Razy, Berut, Dar al-Fikr, 1995, jilid 13.
MunawirSjadzali, Islam dan Tata Negara, Jakarta, UI Press, tahun 1993.
Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1993, jilid 1.
Quraish Shihab, tafsir al-Misbah, Jakarta, Lentera Hati, 2000, jilid 1.
Said Kutub, Fi Zhilal al-Qur‟an, Beirut, Dar al-Syuruk, 68, Juz 5.
|